"title","text" "Miris, Kapal Perang TNI Angkut Alat Berat Perusahaan Tambang","[CLS] MUNGKIN dengan harapan warga menjadi takut dan proses pengangkutan lancar, perusahaan tambang pun menggunakan ‘alat transportasi’ kapal perang TNI AL untuk mengangkut alat-alat berat perusahaan. Gejolak dan pertikaian warga pun terjadi.Peristiwa ini terjadi di  Sulawesi Utara (Sulut), Jumat(17/8/12).  Perusahaan tambang PT. Mikgro Metal Perdana (MMP) asal China, menggunakan kapal perang berlambang Garuda bernama KRI Nusa Utara bernomor 584. Kapal ini mengantar peralatan PT. MMP ke pantai di Desa Kahuku Likupang Kabupaten Minahasa Utara. Kapal ini merapat tepat pada hari kemerdekaan RI.Hendrik Siregar Juru Kampanye Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mengatakan, ironis sekali,  pada 17 Agustus, seharusnya aparatur negara, khusus TNI memperingati hari kemerdekaan di kesatuan masing-masing. “Kapal perang 584, justru jadi alat transportasi bagi perusahaan tambang. Kapal perang salah satu simbol kekuatan dan kedaulatan negara, justru tunduk memfasilitasi kekuatan modal perusahaan tambang,” katanya dalam siaran pers di Jakarta, Rabu(29/8/12).Kehadiran aset TNI Angkatan Laut (AL) membawa alat berat PT. MMP, menimbulkan pertikaian warga. Warga, yang sejak semula menolak rencana operasi PT. MMP, meminta kapal perang ini pergi membawa serta barang-barang itu. Namun upaya warga dihalang-halangi aparat Desa Kahuku juga Kepala Sekolah SMP Nasional Bertsyeba Kahuku, Lansut Ruitang.Seorang warga, Maria Parede, mengalami cedera akibat tindakan kekerasan aparat desa ini. Beberapa warga pun nyaris baku hantam setelah itu, akibat kengototan pihak yang menginginkan kapal perang membongkar isi muatan.“Menyedihkan, simbol kekuatan negara hadir seharusnya mampu melindungi dan menyatukan rakyat justru menimbulkan perpecahan yang berpotensi konflik kekerasaan.”" "Miris, Kapal Perang TNI Angkut Alat Berat Perusahaan Tambang","Kehadiran  perusahaan tambang ini, menimbulkan pro kontra di masyarakat. Tak hanya itu,  ada kejanggalan-kejanggalan atas kewajiban-kewajiban prosedur administrasi perusahaan ini. Pulau Bangka, lokasi rencana operasi PT. MMP, berhadapan langsung dengan Taman Nasional Laut Bunaken Tua. “Secara peruntukan saja izin PT. MMP melabrak fungsi kawasan sebagai tempat wisata alam laut,” ujar dia.Dengan potensi konflik  ini, semestinya pemerintah  bertanggung jawab menjaga keutuhan bangsa dan mengambil langkah tepat agar tidak menimbulkan jatuh korban. Terutama warga yang memiliki hak hidup atas wilayah kelola mereka.“Kejadian ini bukti kita sudah tidak berdaya melawan pemodal dan menjadikan stigma TNI sudah tidak lagi melindungi tapi menjadi bagian dalam kejahatan perusak lingkungan.”Kronologis Insiden 17 AgustusPagi itu,  sekitar pukul 06.00 di tepi pantai Desa Kahuku KecamatanLikupang,  KabupatenMinahasa Utara,  Sulut, ada ribut-ribut.  Ternyata, seorang ibu, Maria Parede nekat berteriak.  Dia berusaha memperingatkan kepada orang-orang perusahaan dan awak kapal tongkang dengan identitas 584 dan berlambang burung Garuda di anjungan kapal, agar tak bongkar muat alat bor raksasa dan kendaraan tambang milik PT. MMP. Awak kapal yang diduga milik TNI AL ini para anggota TNI.Maria berusaha dihalau seorang aparat pemerintah Desa Kahuku juga Kepala sekolah SMP Nasional Bertsyeba Kahuku, Lansus Ruitang. Lansut berusaha  melarang dan menghalangi Maria  agar menjauh dari tepi pantai dan tidak menghalangi bongkar muat ini.Adu mulut antara Maria dan Lansut tak terhindarkan. Lansut emosi dan berusaha memegang tangan kiri Maria kuat-kuat. Dia memutar tangan Maria dengan paksa. Maria terbanting. Tangannya memar dan bengkak." "Miris, Kapal Perang TNI Angkut Alat Berat Perusahaan Tambang","Melihat kejadian itu, masyarakat serentak emosi dan beramai-ramai memenuhi tepi Pantai Kahuku. Mereka ikut menghalau upaya bongkar muat. Masyarakat lebih memilih berjaga-jaga di tepi pantai ketimbang mengurus persiapan upacara 17 Agustus di desa mereka.Upacara tertunda beberapa jam, masyarakat bergantian melakukan pengawasan ketat di tepi pantai. Akhirnya Kapolsek Likupang beserta anggota datang untuk pengamanan.Setelah upacara selesai, sekitar pukul 11 siang di tepi Pantai Kahuku makin banyak masyarakat berdatangan. Sekitar 300 orang di lokasi tempat kapal berlabuh. Mereka terdiri dari warga kontra dan pro tambang. Masyarakat  yang tegas menolak kehadiran perusahaan tambang di Pulau Bangka, ini lebih mendominasi.Kapolsek Likupang menggelar pertemuan di camp yang dihuni orang-orang perusahaan. Masyarakat yang menolak perusahaan, mengelilingi camp sambil mendengarkan proses musyawarah.  Sesekali masyarakat berteriak agar mengusir orang-orang perusahaan dari Pulau Bangka. Ada yang berteriak “bakar jo tu kapal” dan lain-lain.Setelah meminta pendapat dari masyarakat, pemerintah desa dan perusahaan, keputusan masyarakat tetap menolak perusahaan. Warga meminta kapal meninggalkan pulau ini. Meski pertemuan tertutup antara Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan pemerintah desa sudah dilakukan, BPD tetap meminta kapal harus meninggalkan Pulau Bangka.Pada pukul 14.00, nyaris terjadi perkelahian antara masyarakat  pendukung tambang dan penolak tambang. Pertikaian diawali karena tidak ada solusi lain selain meminta kapal segera meninggalkan Pulau Bangka. Aparat Polsek Likupang berusaha mengamankan pertikaian  itu dan meminta seluruh masyarakat tetap tenang." "Miris, Kapal Perang TNI Angkut Alat Berat Perusahaan Tambang","Masyarakat yang menolak tambang masih tetap melakukan penjagaan di tepi pantai selama kapal masih di Pulau Bangka. Pukul 19.00, Maria melaporkan Lansut Ruitang ke Polda Sulut. Penyidik membuat berita acara pemeriksaan (BAP) dan menuju Rumah Sakit Bayangkara untuk visum. [SEP]" "BOSF Minta Kemenhut Ringankan Lisensi Pengelolaan Hutan untuk Konservasi","[CLS] YAYASAN Penyelamatan Orangutan Borneo(Borneo Orangutan Survival Foundation/BOSF) meminta Kementerian Kehutanan (Kemenhut) meringankan lisensi pengelolaan hutan Kalimantan sebagai area konservasi, seperti perlindungan orangutan.“Untuk melestarikan orangutan, kami masih harus membayar kepada pemerintah,” kata Pimpinan BOSF, Jamartin Sihite, usai pembukaan pameran foto bertajuk Orangutan: Rhyme & Blues di Jakarta, Senin malam(1/10/12), seperti dikutip Antara.Martin, sapaan akrab Jamartin, mengatakan, pembayaran biaya, adalah lisensi pengelolaan hutan (HPH) restorasi sebagaimana perusahaan-perusahaan yang akan menebang hutan. “Dalam aturan HPH restorasi, pemilik hutan diperbolehkan menebang (kayu) hutan setelah 20 tahun. Sedangkan kami tidak mungkin menebang hutan tempat hidup orangutan,” ujar dia.BOSF, membayar sekitar US$1,3 juta atau Rp14 miliar demi memperoleh HPH restorasi untuk hutan seluas 86.460 hektare sebagai kawasan konservasi orangutan.”Namun, tidak semua area itu layak dipakai sebagai konservasi orangutan karena harus memenuhi sejumlah kriteria.”Kriteria itu, antara lain lokasi jauh dari permukiman penduduk dan ketinggian 700 meter di atas permukaan laut. Selain Kemenhut, BOSF juga meminta keterlibatan pemerintah daerah tingkat I dan pemerintah daerah tingkat II di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur untuk menyediakan kawasan hutan pelestarian orangutan. “Hingga akhir 2013 kami menargetkan 140 orangutan telah dilepasliarkan,” ucap Martin.Pada awal 2011, Sekretaris Jenderal Kemenhut, Hadi Daryanto, berjanji melanjutkan rencana kemudahan regulasi bagi izin HPH Restorasi Ekosistem.”Meski akan ada perbedaan pandang dengan Kementerian Keuangan terkait pendapatan negara dalam pengelolaan hutan,” kata Hadi.Syarat Pelepasliaran Orangutan" "BOSF Minta Kemenhut Ringankan Lisensi Pengelolaan Hutan untuk Konservasi","Masih dari Antara, disebutkan, orangutan harus memenuhi tiga syarat sebelum layak dilepasliarkan ke habitat asli mereka.  Martin mengatakan, orangutan dapat dilepaskan jika bebas penyakit, terutama penyakit dari manusia seperti TBC atau hepatitis manusia.Selain syarat kesehatan, orangutan juga harus memiliki kemampuan dan ketrampilan hidup mandiri di hutan. “Misal, mampu membuat sarang, mencari makan, dan mengenali musuh.”Syarat ketiga, yang disebut Martin sebagai syarat penting, yaitu orangutan semestinya tidak lagi mengenali manusia sebagai teman mereka atau bukan pengancam.”Kami mendidik orangutan agar tidak mau lagi mendekati manusia.”Martin menjelaskan, orangutan perlu tidak lagi kenal manusia karena tidak mampu membedakan apakah manusia yang didekati itu bersifat mengancam atau tidak. “Misal, para pemburu, pembuka lahan hutan, atau bahkan orang takut, dapat mengancam kehidupan orangutan,” kata Martin.Video Orangutan Rhyme and Blues Photos Exhibition Teaser [SEP]" "Pertanian Organik Jogja: Alternatif Raih Ketahanan Pangan dan Ramah Lingkungan (Bagian I)","[CLS] Pertanian Organik di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) saat ini terus berkembang seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pola hidup sehat dan ramah lingkungan. Hal ini didukung permintaan pasar yang semakin bertambah, serta nilai jual produk yang lebih tinggi . Sayangnya, saat ini luas lahan yang digunakan untuk pertanian organik di DIY masih dibawah 3% dari 57.540 hektar luas tanah pertanian yang ada.Salah satu perusahaan yang mengelola restoran cepat saji terkenal di Indonesia yang setahun terakhir menggunakan beras organik, dari 370 gerai, 117 gerai di Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur dan Jakarta memanfaatkan beras organik. Perusahaan ini menggunakan beras organik karena konsumen sekarang lebih melek kesehatan, kata salah seorang brand manager perusahaan tersebut. Pada sebuah gerai yang menyajikan nasi organik dan nonorganik, 80% konsumen memilih nasi organik.Pertanian organik adalah pertanian ramah lingkungan yang memanfaatkan bahan alami lokal di sekitar lokasi pertanian, seperti limbah produk pertanian sebagai bahan baku pembuatan pupuk untuk mereduksi penggunaan pupuk, pestisida, fungisida dan insektisida kimia yang tidak ramah lingkungan.Saat ini Dinas Pertanian DIY telah memiliki beberapa area pertanian organik. Untuk wilayah Kabupaten Kulon Progo di Desa Kali Bawang, Kabupaten Bantul di Desa Mangunan,  Kabupaten Gunung Kidul di Desa Pondang dan Kabupaten Sleman di Desa Prambanan dan Pakem.Menurut Kepada Dinas Pertanian Provinsi DIY, Ir. Nanang Suwandi, MMA, tren permintaan terhadap produk pertanian organik terus mengalami peningkatan setiap tahun, namun petani di DIY belum mampu memenuhi permintaan tersebut. Saat ini dinas pertanian DIY sedang mengupayakan target 5% lahan pertanian organik dari luas lahan pertanian yang ada pada tahun 2012." "Pertanian Organik Jogja: Alternatif Raih Ketahanan Pangan dan Ramah Lingkungan (Bagian I)","Kendala utama mengembangkan pertanian organik karena lahan yang digunakan harus terkonsentrasi pada satu area yang jelas batasnya dan terpisah dengan pertanian konvensional. Hal ini untuk menekan terjadinya kontaminasi bahan-bahan kimia, baik dari air irigasi maupun udara. Kendala lainnya adalah hasil yang sedikit, akibat sudah rusaknya kondisi tanah di Indonesia akibat penggunaan pestisida dan pupuk kimia selama bertahun-tahun. Selain itu masalah pemasaran produk organik yang masih terbatas, membuat harga jualnya masih sangat tinggi di pasaran.Sisi lainnya adalah belum dibentuknya Lembaga Sertifikasi yang memberikan jaminan terhadap segala produk pertanian organik untuk meningkatkan kepercayaan publik. “Oleh karena itu, untuk mengembangkan pertanian organik perlu ketelatenan, termasuk menjalin kerja sama dengan berbagai pihak. Lembaga sertifikasi akan kami bentuk, untuk mensertifikasi produk hasil pertanian organik,” ungkap Nanang pada Mongabay Indonesia.Pentingnya pertanian organik pernah dibahas oleh ahli pertanian Amerika Serikat Laurie Drinkwater ahli manajemen tanah dan ekologi Rodale Institute di Kutztown, Pennsylvania. Dia yakin pertanian organik adalah cara baru mengurangi emisi gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global. Hasil yang dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Nature bulan Desember 1998 mengatakan, jika pupuk organik digunakan dalam kawasan pertanian kedelai utama di AS, setiap tahun, karbon dioksida di atmosfer dapat berkurang 1% hingga 2 %.Selain itu, Drinkwater dalam penelitiannya juga menemukan, pertanian organik menggunakan energi 50% lebih kecil dibandingkan dengan metode pertanian konvensional. Artinya, pelaku sistem pertanian organik tidak merusak keberlanjutan komponen lingkungan yang terdiri atas tanah, air, udara, tanaman, binatang, mikroorganisme, dan tentunya manusia. [SEP]" "Singkawang Canangkan Sekolah Harmoni Hijau","[CLS] KOTA Singkawang, Kalimantan Barat, sudah dikenal dengan Kota 1001 Kelenteng. Kini, kota ini bikin terobosan dengan pendidikan lingkungan hidup lewat program Sekolah Harmoni Hijau yang diresmikan Wali Kota Hasan Karman, Selasa(7/8/12).Program bagi guru dan siswa sekolah dasar ini digagas atas kerja sama Dinas Pendidikan Singkawang dengan Wahana Visi Indonesia. Ia bertujuan menebar virus cinta alam di sekolah.Communitty Development Coordinator WVI Singkawang, Novita Tan, mengatakan pilot project program ini di SDN 2 Singkawang Timur dan SDN 4 Singkawang Utara. “Kita mencoba mengail bakat dan menciptakan karakter anak didik agar memiliki kemampuan berinteraksi dengan alam sekitar,” katanya di Singkawang, Rabu(8/8/2012).Program  ini mendidik anak-anak SD mampu berinteraksi dengan lingkungan. Guru sebagai pendidik bertugas mengintegrasikan lingkungan dan budaya kontekstual. Tujuan utama, belajar mencintai sesama manusia, dan memperlakukan alam dengan ramah.Ia juga menekankan kemampuan mempersiapkan pembelajaran di dalam dan luar sekolah. Kemampuan membuat media pembelajaran dari alam sekitar dengan mengajak siswa keluar kelas. “Misal, guru mengajak siswa belajar di sekitar sungai. Di sana dijelaskan bagaimana longsor bisa terjadi.” ,”WVI juga berupaya menciptakan fasilitator andal. Dari situ mereka bisa membawa metode menebar harmoni hijau ini ke sekolah lain di Singkawang. Saat ini,  sudah ada 20 fasilitator terpilih. Salah satu, Kepala SDN 4 Singkawang Utara, Nurhasanah.Tahapan yang diajarkan WVI adalah bagaimana menjadi guru kreatif. “Kita dilatih bagaimana cara meningkatkan keterampilan anak-anak melalui media dari alam,” kata Nurhasanah.Mereka juga dilatih memilih strategi pembelajaran menyenangkan hingga anak tidak bosan. “Menciptakan lingkungan sekolah rindang, hijau, sejuk hingga menjadi tempat nyaman bagi anak didik.”" "Singkawang Canangkan Sekolah Harmoni Hijau","Manajer Regional WVI Kalbar, Untung Sidupa berharap, sekolah hijau menjadi percontohan di Singkawang, sekaligus di Kalbar. Wali Kota Singkawang, Hasan Karman menilai, sekolah ini sangat strategis di kalangan usia sekolah.  Hasan Karman berharap,  generasi yang dipupuk sejak dini dapat menjadi generasi peduli alam dan lingkungan. [SEP]" "Orangutan dari Rawa Tripa Dilepas di Cagar Alam Jantho","[CLS] Satu orangutan Sumatera jantan (Pongo abelii) yang ditangkap dari Rawa Tripa, dilepas ke Cagar Alam Janhto, Kabupaten Aceh Besar, Minggu malam (14/10/12).Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Amon Zamora seperti dikutip dari Antara,  mengatakan, orangutan ini diberi nama si Anam ditangkap di kawasan Rawa Tripa, Kabupaten Aceh Barat, Minggu pagi. “Malam ini juga satwa ini dilepas di cagar alam di Jantho,” katanya.Orangutan itu, ditangkap karena dilaporkan mengganggu masyarakat. Ia kerap masuk ke pemukiman, karena habitat rusak dan pasokan makanan terbatas. “Melihat kondisi kawasan hutan tempat satwa ini ditangkap, kemungkinan habitat sudah terjepit dan sumber makanan makin menipis,” ujar dia.Sumber makanan atas atau tanaman di pepohonan bagi orangutan di Rawa Tripa sudah tampak mengering, hingga hewan ini mencari sumber makanan di darat. “Satwa ini masuk ke pemukiman dan merusak ladang penduduk karena sumber makanan atas tidak ada lagi. Akhirnya, satwa ini mencari makanan di ladang masyarakat.Amon mengatakan, si Anam merupakan orangutan jantan masuk kategori kuat dengan berat badan sekitar 45 kilogram dan berusia 20 tahun.Alasan dilepaskan di Cagar Alam Jantho, karena kawasan itu ada pusat rehabilitasi dan karantina Sumatran Orangutan Conservation Programme (SOCP). “Selain itu, Cagar Alam Jantho dianggap memiliki cukup makanan bagi satwa dilindungi ini dan kesehatan juga bisa dipantau setiap saat.” [SEP]" "Greenpeace: Tak Sekedar Komitmen, APP Harus Hentikan Penebangan Hutan Alami","[CLS] Menanggapi kerjasama produsen kertas Asia Pulp and Paper -yang selama ini lekat dengan berbagai kasus pelanggaran lingkungan- dengan LSM internasional The Forest Trust yang berbasis di Swiss, organisasi lingkungan Greenpeace menekankan bahwa hal terpenting adalah kerjasama ini bisa memastikan bahwa Asia Pulp and Paper (APP) harus menghentikan suplai kayu mereka yang bersumber dari hutan alam dan hutan gambut jika komitmen yang mereka tuangkan dalam ‘Sustainability Roadmap 2020’ ingin dianggap sebagai sebuah langkah yang serius. Komitmen yang dirilis 5 Juni 2012 silm ini bahkan sudah memberikan laporan 3 bulan pertama dalam First Quarterly Progress Report yang dirilis 5 September 2012 silam“APP harus secepatnya menghentikan untuk menerima kayu dari hasil penebangan hutan alami dan memastikan bahwa tidak akan ada ekspansi lahan yang akan dilakukan, kecuali perluasan lahan tersebut dilakukan berbasis pada perkebunan serat kayu yang sudah mereka miliki selama ini,” jelas Bustar Maitar dari Greenpeace Asia Tenggara kepada Mongabay.com. “Hanya dengan cara itulah, dan bukan dengan upaya kampanye humas serta memilih siapa mitra mereka, APP bisa membangun kredibilitas dengan mitra mereka dan kepada mantan pembeli mereka di seluruh dunia.”“APP selama ini masih terus bergantung pada penebangan hutan alami untuk mendapat sumber mentah kertas mereka dan pabrik pengolahan mereka dan kini mereka tengah berencana membangun salah satu pabrik pengolahan pulp yang terbesar di Sumatera Selatan,” tambah Bustar. “Dalam konteks inilah kerjasama antara APP dan TFT harus dilihat.”" "Greenpeace: Tak Sekedar Komitmen, APP Harus Hentikan Penebangan Hutan Alami","Kendati APP tidak memublikasikan rencana mereka untuk membangun pabrik baru di Sumatera Selatan tersebut, media melaporkan bahwa proyek yang disokong oleh Sinar Mas Grup sebagai pemilik APP akan memiliki kapasitas sekitar 2 juta ton per tahun dan akan memakan biaya sekitar 3 miliar dollar AS. Saat ini Sinar Mas sudah mendapat pinjaman senilai 250 juta dollar dari sebuah bank di Indonesia yang tidak disebutkan namanya, menurut keterangan dari Investor Daily.Aktivis lingkungan menekankan bahwa pembangunan pabrik baru ini akan menambah tekanan bagi hutan alami yang ada di Sumatera Selatan dan propinsi di sekitarnya dimana tidak akan pernah cukup perkebunan untuk menyuplai kapasitas produksi pabrik besar ini. Namun, APP menekankan bahwa ekspansi pabrik ini akan sejalan dengan komitmen lingkungan yang mereka tuangkan dalam ‘Sustainablitiy Roadmap’ untuk melindungi hutan konservasi yang bernilai tinggi atau HCVF dan akan menjalankan praktek perkebunan HTI yang berkelanjutan. APP juga akan menjaga bahwa setelah 2015, perkebunan baru akan masuk dalam kriteria kandungan karbon yang tinggi, dan tidak akan memasukkan hutan gambut dan hutan lain yang disebabkan oleh konversi.Selama ini APP diduga telah terlibat berbagai kasus lingkungan, terutama penebangan hutan alami lewat praktek manajemen mereka. Bersama dengan Asia Pacific Resources International Holding Limited (APRIL), mereka dinilai telah menghancurkan habitat harimau Sumatera dan orangutan di Jambi dan Riau yang sangat padat mengandung karbon di wilayah Sumatera. [SEP]" "Warga Jambi Berlebaran Bersama Kabut Asap Kebakaran Lahan","[CLS] Akibat pembakaran lahan yang terus terjadi hingga menjelang hari raya Idul Fitri, warga Jambi mendapat kiriman hadiah lebaran berupa asap pekat tanpa henti sejak awal bulan ini. Gangguan akibat asap ini bahkan sempat mengganggu penerbangan sejak tanggal 12 Agustus silam, setelah Pesawat Lion Air bernomor penerbangan JT 0601 tujuan Jakarta-Jambi, gagal mendarat di landasan Bandara Sultan Thaha, Kota Jambi.Pesawat tersebut dijadwalkan mendarat pukul 07.20 WIB, namun, jarak pandang di bawah 2 km membuat pesawat terpaksa mendarat di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II, Palembang, Sumatra Selatan. Pesawat yang padat penumpang mudik ke Jambi terbang kembali ke Jambi agak siang, setelah landasan bandara Sultan Thaha Jambi bebas dari kabut asap di atas pukul 09.00 WIB.Akibat pekatnya kabut asap ini, Dinas Kesehatan Kota Jambi menyiapkan sedikitnya 70 ribu masker untuk pengendara mudik lebaran bersamaan kabut asap saat musim kemarau. Masker tersebut nantinya bisa juga diberikan kepada para pemudik saat musim lebaran. Mengingat, gangguan asap menjadi salah satu penyebab terjadinya infeksi saluran pernafasan atas atau ISPA. “Apalagi masker sangat berguna bagi warga yang sedang diluar rumah. Khususnya adalah para pemudik,” ujar Kasi Pemberantasan Penyakit Menular, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Jambi, Kemas Azmi di Jambi kepada Republika.co.id.Dari pantauan ANTARA, kondisi asap di Jambi terlihat tebal saat pagi hari antara pukul 06.00-09.00 WIB. Akibat kondisi asap tersebut bahkan pihak Bandara Sultan Thaha Syaifuddin (STS) Jambi terpaksa menunda pendaratan pesawat saat pagi hari.Kondisi ini terus berjalan hingga menjelang hari raya Idul Fitri. Dari pantauan VivaNews.com, kota Jambi dihujani debu yang diduga bekas kebakaran hutan sejak malam takbiran, Sabtu 18 Agustus 2012. Masyarakat di sana resah, karena debu berterbangan cukup banyak hingga Minggu 19 Agustus." "Warga Jambi Berlebaran Bersama Kabut Asap Kebakaran Lahan","Kabid Pengendalian Hama dan Kebakaran Hutan Dinas Kehutanan Provinsi Jambi Sucipto mengakui debu yang berterbangan di Kota Jambi diperkirakan berasal dari kebakaran lahan atau hutan. “Belum bisa kami pastikan di mana lokasi kebakaran ini, tapi pasti tidak jauh dari Kota Jambi,” kata Sucipto kepada Vivanews Minggu 19 Agustus 2012.Sedangkan mengenai titik panas atau hot spot diketahuinya baru terjadi pada satu titik, yaitu  di Kabupaten Tebo.  “Kami akan terus memantau aksi pembakaran hutan di musim kemarau ini,” katanya. Namun berdasarkan pantauan satelit NOAA di Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, jumlah titik api di Provinsi Jambi hingga Selasa hari ini tercatat 30 titik. Paling banyak berada di Kabupaten Sarolangun yakni mencapai 16 titik api.Berdasarkan pantauan BMKG Provinsi Jambi, kondisi cuaca di Kota Jambi dalam keadaan berasap. Jarak pandang pada pagi hari hanya bisa menembus 2.000 meter, dengan arah angin dari Selatan dan kecepatan angin 05 knot. “Tapi pada pukul 08.00 WIB tadi jarak pandang sudah bisa menembus 3.500 meter,” kata Kurnianingsih, Prakirawan BMKG Provinsi Jambi.Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Provinsi Jambi ketika dihubungi masih belum mengetahui Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) di Kota Jambi. “Sebagian pegawai kami masih libur Lebaran,” kata Resmanysah, Staf BLHD Provinsi Jambi.Sementara itu, Kurnia Ningsih, Prakirawan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Jambi, menjelaskan, kabut asap kemungkinan masih akan terus  menyelimuti karena kemarau di Jambi akan terus berlanjut hingga Oktober 2012. Dan pada Agustus 2012 ini merupakan puncak kemarau di Jambi. “Kalau tidak ada hujan sampai Oktober, maka titik panas di Jambi diperkirakan akan terus bertambah,” jelasnya kepada Waspada.co.id. [SEP]" "Kemitraan Pakar Indonesia-Jepang Untuk Selamatkan Hutan Gambut Indonesia","[CLS] Sebuah kerjasama ilmiah antara ilmuwan Indonesia dan Jepang untuk melakukan pemetaan cadangan karbon di hutan gambut nusantara dan mengukur dengan lebih presisi kemampuan hutan gambut menyimpan karbon akan dilakukan oleh pakar fisiologi Jepang, Mitsuru Osaki bersama mitranya dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) serta Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).Seperti dilaporkan oleh The Jakarta Post, sebuah sistem bernama Integrated Measurement, Reporting and Verification (MRV) yang dibuat selama penelitian ini, akan sangat mampu membantu menyelamatkan hutan gambut di Indonesia.Hal ini terungkap dalam sebuah diskusi di Bogor jelang akhir pekan 13 September 2012 silam bertajuk Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCCC). Proyek kerjasama Indonesia-Jepang bernama ‘Science and Technology Research Partnership for Sustainable Development‘ ini sendiri telah dimulai sejak tahun 2008 dengan pendanaan dari JICA dan Japan Science and Techonology Agency (JST) dengan wilayah Kalimantan Tengah sebagai lokasi penelitian. Setelah empat tahun berjalan, proyek ini memasuki tahap akhir.Profesor Osaki mengatakan, dengan sistem baru MRV ini maka peneliti akan mendapat data lebih lengkap tentang lahan gambut, dan akan bisa menjadi panduan dalam manajemen karbon di wilayah mereka. “Dengan menggunakan teknologi terkini dan metode ilmiah, sistem ini bisa membantu kita untuk mengelola kandungan karbon di hutan gambut,” ungkap Osaki kepada The Jakarta Post.Sementara itu LIPI sebagai tuan rumah acara ini, diwakili oleh Lukman hakim mengatakan bahwa hutan gambut di wilayah tropis memiliki peran penting bagi keragaman hayati di seluruh dunia, dan  menjadi habitat spesies-spesies yang terancam punah." "Kemitraan Pakar Indonesia-Jepang Untuk Selamatkan Hutan Gambut Indonesia","Hutan gambut di Asia Tenggara, menurut hasil penelitian ini adalah sekitar 70% dari seluruh hutan gambut yang ada di wilayah tropis. Sementara itu hutan gambut Kalimantan Tengah dinilai sebagai saah satu hutan gambut yang terpenting bagi cadangan karbon yang ada di dunia. [SEP]" "Aplikasi Peta Baru dari WRI, Singkap Lahan Sawit Tersembunyi di Indonesia","[CLS] World Resources Institute menggandeng NewPage Corporation, sebuah perusahaan percetakan dan kertas di Amerika Serikat beromzet 3,5 miliar dollar AS dan Project POTICO yang fokus dalam manajemen hutan berkelanjutan di Indonesia, merilis dua buah aplikasi untuk website yang memantau produksi dan memastikan ekspansi perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan dan menekan laju deforestasi.Aplikasi tersebut adalah Suitability Mapper, yang membuat perusahaan dan perncang kebijakan pemerintah untuk menggunakan metode yang standar dan mudah diaplikasikan untuk mencari lokasi potensial untuk mengembangkan perkebunan sawit yang berkelanjutan. Dan aplikasi baru lainnya adalah Forest Cover Analyzer yang menyediakan perangkat unik untuk memantau keadaan tutupan hutan dan membantu para pembeli, investor dan pemerintah untuk menghindari deforestasi lebih parah saat mengembangkan perkebunan baru.Suitability Mappers membantu penggunanya mencari lokasi perkebunan dan mengidentifikasi lokasi dengan bantuan sebuah peta yang bisa dikustimisasi sesuai kebutuhan penggunanya. Sementara Forest Cover Analyzer bisa melihat perubahan tutupan hutan dari waktu ke waktu di lokasi tertentu dengan bantuan citra satelit terkini. Aplikasi Forest Cover Analyzer ini kurang lebih sangat mirip dengan aplikasi GloFDAS Pelacak Deforestasi (Deforestation Tracker) yang dimiliki oleh Mongabay.com dan Mongabay Indonesia, yang mampu memberikan data terkini tutupan hutan di seluruh penjuru dunia." "Aplikasi Peta Baru dari WRI, Singkap Lahan Sawit Tersembunyi di Indonesia","“Bisnis kelapa sawit di Indonesia memberikan kesempatan yang besar kepada rakyat dan para pebisnis di Indonesia, dan sudah seharusnya dilakukan dengan cara yang mampu menghindarkan kerusakan hutan dan tanah,” ungkap Andrew Steer, Presiden World Resources Institute. “Perangkat online baru ini akan memudahkan pihak perusahaan untuk mengeidentifikasi lebih baik tempat-tempat yang tepat untuk produksi kelapa sawit dan mengidentifikasi potensi deforestasi dan faktor lainnya yang mengancam keberlanjutan industri ini.”Sementara itu Sekretaris Jenderal RSPO, Darrel Webber menambahkan bahwa pengembangan teknologi dan perangkat seperti yang dilakukan oleh WRI lewat Suitability Mapping dan Forest Cover Analyzer ini memungkinkan anggota RSPO melakukan praktek produksi kelapa sawit yang berkelanjutan dengan cara yang kredibel, dengan mengidentifikasi lokasi dan dampaknya terhadap lingkungan.“Kedua aplikasi ini membuat kami bisa menyiapkan jawaban yang cepat dan mudah atas pertanyaan-pertanyaan dari pihak industri dan pemerintah,” tambah Beth Gingold, peneliti dari POTICO.Saat ini, aplikasi ini sudah memberikan data dan informasi terhadap pulau kalimantan, dan akan berkembang terus dalam beberapa bulan ke depan. Dari data yang didapat dari hasil pemantauan Suitability Mappers dan Forest COver Analyzer, terdapat beberapa poin penting:– ada sekitar 14 juta hektar lahan potensial untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit– Kalimantan kehilangan tutupan hutan seluas 2 juta hektar sejak tahun 2005 hingga 2010.– Ada lebih dari 33 juta hektar hutan bernilai konservasi tinggi dan lahan basah di Kalimantan dengan kemungkinan mengandung simpanan karbon yang tinggi dan level keragaman hayati yang tinggi." "Aplikasi Peta Baru dari WRI, Singkap Lahan Sawit Tersembunyi di Indonesia","Aplikasi ini dikembangkan secara bersama-sama oleh WRI bersama dengan Sekala, Rainforest Alliance, SarVision, University of Maryland, South Dakota State University dan Puter Foundation. Kedua alat ini didesain oleh Blue Raster dan ESRI.Perangkat ini mungkin membantu dalam memilih lokasi yang baik dan benar untuk ekspansi perkebunan sawit di Indonesia, namun tentu tak bisa mengontrol para pelaku bisnis untuk memenuhi prosedur hukum yang benar dalam pengambilalihan lahan untuk perkebunan. Perangkat ini akan sangat berguna, jika pihak perusahaan juga memiliki informasi seputar status lahan yang ada di dalam peta tersebut, termasuk hutan adat yang dimiliki oleh warga sekitar hutan agar menghindari pengambilan lahan secara sepihak dan pembukaan lahan tanpa analisis dampak lingkungan yang benar. [SEP]" "Tambang Ilegal Di Sumbawa Barat Sulit Dihentikan","[CLS] Kebijakan bupati Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) Dr. KH. Zulkifli Muhadli, SH., MM untuk meninjau ulang surat keputusan bersama penghentian Penambangan Emas Skala Kecil (PESK) ilegal beberapa waktu lalu, nampaknya menjadi momen pembuktian bahwa pemerintah cukup kesulitan mengatasi aktivitas yang cenderung mengancam lingkungan tersebut. Kondisi ini oleh pemerintah memang tidak diakui secara langsung, namun dari fakta di lapangan menunjukkan aktivitas penggalian dan pengolahan hasil tambang ilegal tetap marak di tengah masyarakat.Data dan fakta yang dikumpulkan Suara NTB di lapangan setidaknya menunjukkan bahwa hingga detik ini, Pemda KSB belum menemukan solusi tepat untuk melanjutkan kebijakan yang sebelumnya mendapat protes keras dari warga, terutama mereka yang berkecimpung dalam kegiatan penambangan ilegal. “Harus kita akui memang kita belum bisa menghentikannya,” cetus Kepala Dinas ESDM dan Budaya Pariwisata (Budpar) KSB Drs. Hajamuddin, MM kepada wartawan, Jum’at (11/5) kemarin.Ia mengatakan, saat ini sangat sulit untuk menghentikan aktivitas penambangan yang umumnya digerakkan oleh masyarakat lokal itu. Ini dikarenakan, selain tingginya penolakan dari warga yang dilatarbelakangi faktor ekonomi, di sisi lain, aturan pada dasarnya memberikan celah kepada masyarakat untuk tetap dapat beraktivitas. “Kalau bicara ilegal pastinya ilegal. Tapi di UU Nomor 4 Tahun 2009 ada celah masyarakat dapat melakukan kegiatan tambang dalam bentuk tambang rakyat. Nah inilah kemudian yang dijadikan acuan masyarakat, terlepas kegiatan yang sekarang ini dilakukannya masih ilegal,” ujarnya." "Tambang Ilegal Di Sumbawa Barat Sulit Dihentikan","Lantas apa upaya pemerintah untuk menghentikan aktivitas tambang ilegal yang cenderung mengancam kelestarian ligkungan itu? Hajamuddin mengaku, pemerintah tidak lagi fokus untuk melakukan penghentian tetapi memberikan ruang sesuai dengan amanat UU 4/2009 di mana masyarakat dapat melakukan kegiatan pertambangan dalam bentuk penambangan rakyat. “Permintaan warga agar kegiatan itu tidak dihentikan dan mereka bersedia mengikuti aturan yang ada. Makanya kita mengarahkan agar seluruh kegiatan menambang warga itu nantinya sesuai dengan UU nomor 4 tersebut,” katanya.Menurut dia, pada dasarnya pemerintah sejak awal telah mencoba mengakomodir kegiatan masyarakat itu agar sesuai aturan yang berlaku. Salah satunya Pemda KSB kini tengah menyusun dokumen Wilayah Umum Pertambangan dan Wilayah Pertambangan Rakyat (WUP dan WPR). “WUP dan WPR nanti akan ditetapkan melalui SK Bupati. Nah, disitulah nanti warga diberikan ruang untuk tetap melanjutkan aktivitasnya tentu dengan harus tetap mentaati aturan, terutama dari segi proses penambangannya,” cetusnya.Hajamuddin menyatakan, untuk mengakomodir kepentingan masyarakat ini memang memerlukan waktu. Namun demikian, masyarkat diharapkan untuk sementara ini melakukan aktivitas penambangannya dengan arif dan bijaksana terutama terhadap kelestarian lingkungan sekitar.“Secara umum kegiatan pertambangan itu merusak alam. Makanya dibutuhkan kearifan dalam melakukannya, agar lingkungan alam sekitar tidak menjadi korban,” imbuh Hajamuddin. [SEP]" "Australia Perkuat UU Anti-Illegal Logging dengan Program Kemitraan di Lapangan","[CLS] Setelah meloloskan Undang-Undang Anti-Illegal Logging, kini pemerintah Australia memperkuat pelaksanaan undang-undang baru tersebut dengan mengesahkan sebuah program yang akan mendukung implementasi di lapangan. Program bernama Illegal Logging: Regional Capacity Building Partnership ini dirancang sebagai sebuah kekuatan pendukung Illegal Logging Prohibition Act yang sudah diberlakukan sejak 22 November 2012 silam.Hal ini menjadi penting mengingat besarnya nilai impor Australia terhadap produk kayu setiap tahunnnya. Pada tahun 2011 hingga 2012 sendiri impor kayu negeri Kanguru ini mencapai 4,2 miliar Dollar Australia, dan dari jumlah tersebut 342 juta dollar Australia berasal dari Indonesia. Tak heran jika setiap tahun Australia menjadi sasaran perdagangan ilegal kayu dari Indonesia.Akibat maraknya perdagangan kayu secara ilegal ini, menurut catatan organisasi pangan dunia, Food and Agriculture Organization hutan seluas 38,7 juta hektar sudah lenyap di seluruh Asia dan Pasifik sejak tahun 1990. Sebagian besar akibat penebangan liar.Pemerintah Australia juga memperkuat program pencegahan perdagangan kayu ilegal ini lewat pendanaan dalamprogram bernama RAFT (Responsible Asia Forestry and Trade) senilai 6 juta dollar Australia. Program yang dikoordinir oleh The Nature Conservancy ini menyatukan beberapa organisasi kehutanan di Asia Pasifik, yaitu Institute for Global Environmental Strategies (IGES), TFT (The Forest Trust), Tropical Forest Foundation (TFF), TRAFFIC , Wildlife Trade Monitoring Network dan Global Forest & Trade Network (GFTN) WWF.Kepala Penasihat Teknis Program Kehutanan The Nature Conservancy Asia Pasifik, Andrew Ingles, mengatakan, “Banyak produk yang kita gunakan setiap hari memulai ‘perjalanan’ mereka dari Kalimantan atau Papua Nugini, sebelum melewati pabrik-pabrik di China atau Vietnam, dan akhirnya mendarat di kantor-kantor dan rumah-rumah di Australia.“" "Australia Perkuat UU Anti-Illegal Logging dengan Program Kemitraan di Lapangan","Sementara, Direktur Program Terrestrial The Nature Conservancy Indonesia, Tri Nugroho menyatakan bahwa peningkatan perencanaan penggunaan lahan dan praktik pengelolaan lahan akan membantu mitigasi dan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim. “Melindungi hutan bukan berarti harus menghentikan penebangan. Praktik kehutanan dan perdagangan yang bertanggung jawab merupakan alternatif yang baik bagi ekonomi global, juga bagi masyarakat dan alam di hutan hujan Asia Pasifik yang masih tersisa.”Secara global, lebih dari 1 miliar orang bergantung pada hutan sebagai mata pencaharian mereka. Di Asia Pasifik, setidaknya 500 juta orang secara langsung tergantung pada hutan sebagai sumber pendapatan mereka. Sayangnya, hutan-hutan di Asia Pasifik terus dirusak dan habis pada tingkat yang mengkhawatirkan. Sebagian besar produk kayu yang diperdagangkan secara global berasal dari sumber yang ilegal atau mencurigakan – pada tahun2009, lebih dari 100 juta meter kubik kayu ditebang secara ilegal di seluruh dunia setiap tahunnya. [SEP]" "IFACS Gelontorkan Lagi 10 Juta Dollar AS Untuk Tekan Emisi","[CLS] Program Indonesia Forestry and Climate Support (IFACS) USAID kembali menggelontorkan dana untuk bantuan kehutanan dan perubahan iklim di Indonesia di Palangkaraya tanggal 24 Mei 2012 silam. Program yang dimulai sejak bulan November 2010 ini menurunkan dana sebesar 10 juta dollar dari total senilai 40 juta dollar hingga September 2014 mendatang.Proyek IFACS adalah sebuah proyek terintegrasi untuk perubahan iklim, manajemen hutan berkelanjutan, dan pembangunan yang rendah emisi yang dikerjakan bersama dengan Pemerintah Indonesia serta USAID di Indonesia. Proyek yang dicanangkan untuk empat tahun ini disalurkan di empat propinsi Aceh, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan papua.“Alokasi dana untuk setiap daerah tidak ditetapkan, namun diatur sesuai kebutuhan,” ungkap Petra Widiadi, Regional Manajer Kalimantan USAID IFACS. Program ini menyasar delapan kabupaten di empat propinsi tersebut, yaitu Kabupaten Aceh Selatan, Aceh Tenggara, Ketapang, Katingan, Memberamo Raya, Sarmi, Mimika dan Asmat.Pendanaan ini digunakan oleh pemerintah lokal bersama masyarakat untuk menekan deforestasi dan emisi gas rumah kaca di wilayah-wilayah target. Aktivitas yang dilakukan terkait pendanaan ini adalah penanaman pohon, pemberdayaan hutan dan konservasi. Dalam hal ini diutamakan pohon yang bisa menghasilkan bagi masyarakat sekitar hutan, seperti karet dan jelutung, serta gemor. “Pohon karet dan jelutung diambil untuk disadap getahnya. Sementara gemor, diambil kulit kayunya. Pohon tetap tumbuh tetapi masyarakat tetap mendapatkan manfaat,” tutur Pietra.Warga sekitar hutan juga mendapat penyuluhan teknis yang melibatkan sektor swasta berbasis sumber daya alam. Semua pendanaan ini akan disalurkan kepada lembaga swadaya masyarakat, asosiasi petani dan pemerintah lokal." "IFACS Gelontorkan Lagi 10 Juta Dollar AS Untuk Tekan Emisi","Program IFACS sendiri didesain untuk mendukung program-program utama Pemerintah Indonesia termasuk memfasilitasi upaya pemerintah untuk mencapai tujuan dari kesepakatan antara Indonesia dan Norwegia dalam perubahan iklim, strategi nasional REDD+, monitoring sistem, verifikasi emisi gas rumah kaca, dan mengimplementasikan pembangunan yang rendah emisi.Direktur Wahana Lingkungan Hidup Kalimantan Tengah, Arie Rompas sendiri menanggapi bahwa Indonesia menghadapi ancaman serius dengan angka deforestasi yang tinggi. Indonesia adalah penyumbang emisi karbon terbesar ketiga di dunia dari sektor kehutanan. [SEP]" "Terumbu Karang Indo-Pasifik Lebih Tangguh Hadapi Ancaman","[CLS] Berdasar hasil penelitian terbaru terkait terumbu karang, terungkap bahwa terumbu karang di wilayah Indo-Pasifik ternyata lebih cepat mengalami pertumbuhan dan perbaikan dibanding terumbu sejenis yang ada di wilayah Karibia.Dr. George Roff dan Profesor Peter Mumby dari ARC Centre of Excellence for Coral Reef Studies dan Unversitas Queensland mengatakan hal tersebut dalam imposium Internasional Terumbu Karang Dunia di Cairns, Australia tanggal 12 Juli 2012 silam. “Alasan utama mengapa terumbu karang di kawasan Indo-Pasifik lebih tangguh adalah karena mereka memiliki rumput laut lebih sedikit dibanding di Karibia,” ungkap Dr. Roff. “Rumput laut dan terumbu karang di laut saling berebut tempat untuk tumbuh. Jika rumput laut tumbuh lebih lamban seperti kondisi di Indo-Pasifik, maka terumbu karangnya akan lebih cepat berkembang. Hal ini akan memberikan keuntungan lebih pada terumbu dibanding rumput laut.”“Hal ini bukan berarti kita sudah boleh berpuas diri. Terumbu di seluruh dunia masih sangat terancam dengan perubahan iklim dan aktivitas manusia,” ungkapnya lebih lanjut. “Yang ingin saya katakan disini adalah, terumbu karang di Indo-Pasifik merespons lebih baik terhadap upaya perlindungan, dan langkah-langkah yang sudah kita ambil akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk berhasil di wilayah ini.“Banyak cerita-cerita suram sudah kita dapatkan dari Karibia, dimana wilayah ini mengalami kerusakan yang sangat cepat dalam 30 tahun terakhir,” ungkap Profesor Mumby. “Kami sekarang bisa lebih menghargai bahwa Indo-pasifik dan Karibia ternyata sangat berbeda dari yang kita bayangkan selama ini.”Peneltian ini diterbitkan di jurnal Trends in Ecology and Evolution (TREE), termasuk data dari hasil survey di kawasan Indo-Pasifik dan Karibia sejak tahun 1965 hingga 2010.Para peneliti juga menemukan bahwa rumput laut di kawasan Indo-Pasifik berkembang empat kali lebih lambat dibanding di Karibia." "Terumbu Karang Indo-Pasifik Lebih Tangguh Hadapi Ancaman","“Kami tak yakin mengapa hal ini terjadi, namun salah satu kemungkinannya adalah karena air laut di Karibia lebih banyak mengandung zat besi,” ungkap mereka. “Selama ribuan tahun, Laut Karibia telah menerima debu yang ditiupkan menyeberangi Lautan Atlantik dari Sahara, dan debu ini membawa besi – sebuah elemen yang penting bagi alga untuk tumbuh.”“Hal ini kemudian menyebabkan perbedaan antara terumbu karang di Indo-Pasifik dan Karibia sangat fundamental, dan terjadi dalam skala besar.”“Faktor lainnya yang membuat terumbu di Indo-Pasifik terlindungi adalah melimpahnya ikan-ikan herbivora seperti ikan Botana (Surgeon fish) dan ikan Kakatua (Parrot fish) yang memakan rumput laut sebagai makanan utama mereka. Di wilayah Indo-Pasifik memiliki banyak sekali ikan ini.“Di Indo-Pasifik ada lebih dari 70 spesies dan enam genera ikan Kakatua, sementara di Karibia cuma ada 13 spesies dan dua genera ikan ini.” Kendati temuan ini membuat banyak pihak optimis di wilayah Indo-Pasifik, namun negara seperti Australia tetap harus melakukan perlindungan di wilayah laut mereka, kata para peneliti mengingatkan.“Semua terumbu karang menghadapi masa depan yang tidak pasti, terutama di wilayah yang banyak aktivitas manusia,” sambung kedua peneliti ini. “Kita tetap harus menekan pengambilan yang berlebihan terhadap ikan-ikan herbivora, karena mereka sangat banyak di Indo-Pasifik. Kita juga perlu menjaga tingkat nutrient di dalam air dan mencegah tercabutnya terumbu dari tanah jika perlu.”“Berita baiknya adalah wilayah Indo-Pasifik yang kita miliki saat ini jauh lebih tangguh dari yang kita kira -kita cuma harus memastikan bahwa upaya yang kita lakukan tidak merusak ketangguhan alami mereka.” [SEP]" "Cina Cari Celah Perdagangkan Kulit Harimau Secara Legal","[CLS] Environmental Investigation Agency (EIA) telah memperingatkan Amerika, Inggris, dan dunia internasional bahwa Cina membuka kembali perdagangan kulit Kucing liar – dalam hal ini termasuk harimau – menjelang Convention on International Trade in Endangered Species (CITES) atau Konvensi Perdagangan Internasional Spesies yang Terancam Punah di Jenewa Swiss, minggu ini.Menurut EIA, Cina telah mengajukan kembali rencana pendaftaran perdagangan kulit yang mengijinkan perdagangan kulit Kucing besar dari sumber yang legal, seperti Kucing yang dibesarkan di penangkaran dan yang kontroversial peternakan harimau, akan tetapi LSM menentang rencana tersebut karena kurangnya keterbukaan, menyediakan perlindungan yang baik untuk penjualan kulit yang diambil dari kucing besar yang diburu di hutan.“Rencana pendaftaran perdagangan kulit menuju ke arah yang salah. Kegiatan tersebut sama sekali tidak membantu pelestarian harimau dan macan tutul, sebaliknya hal tersebut justru menyediakan perlindungan bagi perdagangan ilegal dan menciptakan kebingungan pada konsumen pasar,” disampaikan Debbie Banks di media, kepala EIA dalam Kampanye harimau melalui rilis media mereka.Cina merupakan negara yang ikut menandatangani Global Tiger Recovery Program (Program Global Pemulihan Harimau), yang dengan ambisius berjanji menggandakan jumlah harimau di alam liar di tahun 2022 dengan dana awal $ 300 juta. Bagaimanapun juga, EIA berpendapat bahwa rencana pendaftaran pembukaan kembali menjadi ‘ejekan yang sempurna’ dari janji Cina untuk melestarikan harimau.EIA menyampaikan bahwa mereka sudah mendapatkan contoh kulit kucing yang dijual online. Menurut Hindustan Times, harga satu permadani harimau mencapai $ 124.000, sementara harga patung harimau mati yang diawetkan mencapai  $ 700.000. Harga kulit macan tutul berkisar antara $ 100.000 – $ 300.000." "Cina Cari Celah Perdagangkan Kulit Harimau Secara Legal","Sebagaimana yang disampaikan Banks, “Pihak dari CITES mungkin merasa bahwa mereka telah disesatkan, sebagai akibat dari taktik Cina,”. “Yang mereka gagal pahami yaitu, meskipun telah melakukan pelarangan perdagangan tulang harimau, Cina menolak membuat komitmen yang sama mengenai kulit atau menjawab  pertanyaan tentang berapa banyak kulit yang telah dijual, tetapi sistemnya disana.”Saat ini, diperkirakan ada sekitar 3.500 harimau liar di dunia, kurang dari sekitar 100.000 pada tahun 1900;  selama akhir dekade ini saja, harimau sudah kehilangan 40% habitatnya yang digunakan untuk hidup; dan sudah terjadi di abad sebelumnya, tiga anggota spesies harimau punah dan ada satu spesies yang hanya dapat bertahan hidup di penangkaran.Perhitungan statistik yang kabur ini menjadikan kesulitan yang mendasar dalam usaha penyelamatan harimau. Kucing hebat tersebut terancam karena hilangnya habitat (banyak yang sudah lenyap), perburuan kulit dan obat tradisional, menurunnya spesies mangsa, dan konflik antara manusia dan harimau, yang memakan korban dari manusia dan harimau.Diterjamahkan oleh: Laily Nur Affini [SEP]" "Penelitian: Terumbu Yang Hidup dalam Perubahan Suhu Ekstrem Ternyata Jauh Lebih Kuat","[CLS] Terumbu karang yang hidup di lokasi dengan latar belakang kondisi suhu yag berubah-ubah dalam jangka panjang, ternyata memiliki ketahanan terhadap perubahan iklim yang jauh lebih baik, setidaknya itulah yang ditemukan oleh sejumlah pakar dari Wildlife Conservation Society dan sejumlah pakar terumbu karang melalui metode sederhana yang baru untuk mengukur tingkat ketahanan terumbu karang.Menurut mereka, jenis karang seperti inilah yang harus segera mendapat perhatian untuk segera dilindungi dan dilestarikan dari ekosistem yang semakin terancam. Tulisan ini dimuat dalam jurnal PLoS One tanggal 29 Agustus 2012 silam.Keragaman kondisi lingkungan terumbu karang yang luar biasa menyebabkan upaya untuk mempelajari dan upaya konservasi yang memprioritaskan mereka menjadi sangat mahal, kendati demikian tetap dibutuhkan tindakan yang segera untuk mengatasi ancaman perubahan iklim.Dalam tulisan ini, para ahli berupaya menggabungkan pendapat para pakar dan sejumlah bukti ilmiah menjadi sebuah kajian yang mencoba menyederhanakan kompleksitas keragaman hayati itu menjadi 11 elemen kunci untuk memudahkan pengukuran berbagai faktor yang melingkupi ketahanan terumbu karang. Temuan ini secara siginifikan telah menyederhanakan dan mempersingkat waktu yang dibutuhkan untuk membuat sebuah kajian dan menjadikan waktu para ahli konservasi menjadi lebih efektif secara ekonomis, dengan menggunakan sebuah perangkat penelitian yang berbasis bukti untuk mengukur kekuatan karang untuk bertahan hidup." "Penelitian: Terumbu Yang Hidup dalam Perubahan Suhu Ekstrem Ternyata Jauh Lebih Kuat","Menurut penulis utama tulisan ini dari program konservasi dan penelitian terumbu karang WCS, Dr. Tim McClanahan terumbu karang adalah sebuah sistem yang kompleks. “Kenyataan ini membuat kita memiliki asumsi bahwa evaluasi dan strategi manajemen yang diterapkan juga harus kompleks. Namun, kajian kami menemukan bahwa keputusan yang diambil dalam sebuah konservasi yang efektif dapat bergantung dari beberapa faktr yang mudah diukur, dan hal ini bisa memperkenalkan sebuah tidakan manajemen yang lebih cepat.”Penelitian ini menggunakan pendekatan yang ada sebelumnya untuk mengukur tingkat ketahanan terumbu karang dengan cara menggabungkan berbagai model penilaian yang saat ini digunakan dengan pendapat para pakar dan sejumlah data.Upaya baru ini dipraktekkan di lokasi kerja WCS di Kepulauan Karimun Jawa di lepas pantai Jawa Tengah. Dr. McClanahan dan mitranya memeriksa sejumlah protokol penelitian yang sangat komplek dan mahal yang melibatkan lebih dari 60 faktor -keragaman ikan herbivora, tingkat erosi bilogis, kekerasan tutupan karang dan banyak lagi- untuk menentukan faktor mana yang terpenting.Dengan metodologi filterisasi dengan cara survey dan kajian literatur, riset ini berhasil memilih 11 faktor utama untuk melakukan pengukuran. Diantara berbagai faktor yang penting yang dipilih oleh para ahli dan sangat mempengaruhi kemampuan bertahan terumbu karang adalah jenis spesies terumbu yang tahan terhadappanas dan latar belakang suhu yang berubah-ubah." "Penelitian: Terumbu Yang Hidup dalam Perubahan Suhu Ekstrem Ternyata Jauh Lebih Kuat","Kendati model kajian baru ini menawarkan upaya yang sangat bernilai, efektif dari segi ekonomi dalam mengukur katahanan terumbu karang, namun Dr. McClanahan menyatakan bahwa sejulah penelitian lebih lanjut harus dilakukan untuk mengevaluasi prioritas dan berbagai jenis terumbu yang tahan panas dan variabilitas suhu seperti apa yang dibutuhkan untuk perencanaan konservasi. Dia menambahkan bahwa salah satu hal paling menarik yang ditemukan dalam studi terbaru ini adalah kajian ini telah memprioritaskan  investigasi lebih lanjut dengan mengidentifikasi berbagai faktor yang paling sedikit disepakati diantara para ahli kelautan dan yang paling memiliki potensi tertinggi untuk mempromosikan ketahanan terumbu karang.“Penelitian ini memberikan kami dasar terhadap apa saja yang mungkin bisa menjadi sebuah perangkat penilaian yang tak tergantikan untuk mengentifikasi priotitas dalam konservasi,” tambah Dr. McClanahan.Tulisan lengkap penelitian ini bisa diunduh disini: 10.1371/journal.pone.0042884CITATION:Tim R. McClanahan, Simon D. Donner, Jeffrey A. Maynard, M. Aaron MacNeil, Nicholas A. J. Graham, Joseph Maina, Andrew C. Baker, Jahson B. Alemu I., Maria Beger, Stuart J. Campbell, Emily S. Darling, C. Mark Eakin, Scott F. Heron, Stacy D. Jupiter, Carolyn J. Lundquist, Elizabeth McLeod, Peter J. Mumby, Michelle J. Paddack, Elizabeth R. Selig, Robert van Woesik. Prioritizing Key Resilience Indicators to Support Coral Reef Management in a Changing Climate. PLoS ONE, 2012; 7 (8): e42884 DOI: 10.1371/journal.pone.0042884 [SEP]" "Jaga Lingkungan, Warga Yapen Bentuk Kelompok-kelompok Khusus","[CLS] KABUPATEN Kepulauan Yapen, Papua, terutama bagian timur, kaya flora dan fauna. Ada penyu, kelelawar, dan cendrawasih termasuk terumbu karang serta berbagai jenis kayu. Sayangnya, tak dilestarikan dengan baik. Melihat kondisi ini, masyarakat Yapen Timur, berinisiatif membentuk 13 kelompok untuk menjaga dan melestarikan lingkungan.Mereka dari beberapa kampung di kawasan itu antara lain, Kampung Ambai, Barawai, Kaboena dan Pantai Lori (Kampung Dawai). Mereka menjaga kekayaan di laut, dan hutan, seperti  penyu belimbing, cendrawasih, ikan hias, dan kelelawar sampai kayu.Masing-masing kelompok diberi nama sesuai bahasa daerah setempat. Nama-nama kelompok itu, kelompok Ayari dari Barawai, Nuandoi dari Kaboena, Arareni dari Randawaya, Saosi dari Wanampompi, Robina dari Robina, Imbewei dari Kepulauan Ambai, Wodawai dari Dawai, Engresau dari Ingrisau, Windewan dari Dawai.Lalu, kelompok Kumambrot, Umpyori, dan Kayop Mangguami dari Kampung Randawaya dan Pantai Lori. Kelompok  ini dikoordinir seorang ketua beranggotakan 10-15 orang. Ketua Kelompok Ayari, Luter Merasi mengatakan,  mereka melestarikan hutan cagar alam dan cendrawsih. “Hutan dan cendrawasih di Barawai kurang diperhatikan,” katanya kepada Mongabay.co.id, Sabtu(17/11/12).Ketua Kelompok Arareni, Yafet Paiki mengungkapkan, berupaya menyelamatkan terumbu karang di sekitar kampung yang unik dan masih utuh tetapi tak terpelihara. Benoni Samber, Ketua Kelompok Nuandoi menyatakan, mereka menjaga lubang kelelawar. Sejumlah kelelawar di kawasan itu juga dijaga." "Jaga Lingkungan, Warga Yapen Bentuk Kelompok-kelompok Khusus","Kelompok lain berkomitmen menjaga lingkungan. Menurut Ketua Kelompok Tokopi, Yulianus Samber, mereka menjaga dan melestrarikan terumbu karang. Kelompok Saosi dengan ketua Yahya Samber, menjaga  cagar alam cendrawasih serta kanguru pohon. Kelompok Robina yang diketuai Agus Woriasi, melestarikan hutan cagar alam dan batu sejarah robina. Kelompok Imbewei di bawah pimpinan Amanus Siburi, menjaga terumbu karang dan ikan hias di Tanjung Andei. Pelestarian kayu merbau dan matoa oleh kelompok kelompok Wodawai pimpinan Daniel Yantori.Kelompok Enggresau pimpinan Musa Rumpedai menjaga cendrawasih, penyu sisik dan penyu belimbing. Kelompok Windewan dengan pimpinan Uzia Siburi melestarikan penyu belimbing dan mahkota Putri Windewani (ratu ombak Pantai Lori). Kelompok Kumambrot dengan Ketua Marthinus Sumbari, menjaga terumbu karang, kawasan papan selancar, dan panorama senja Samomi. Lalu, kelompok Umpyori dan Kayop Mangguami dengan ketua masing-masing Korneles Inggamer dan Esau Imbiri. Kelompok Umpyori menjaga hutan dan kayu matoa. Sedang Kayop melestarikan dan menata kawasan sumber air panas ajaib. [SEP]" "Penelitian: Kearifan Lokal Selama 4 Abad Sukses Jaga Sumber Daya Laut Aceh","[CLS] Pemanfaatan laut dan kesehatan terumbu karang, ternyata jauh lebih baik jika dilakukan dengan metode tradisional berbasis kearifan lokal. Seperti di Aceh, yang sudah melakukan praktek manajemen kelautan secara turun temurun selama lebih dari 4 abad silam. Hal ini terungkap dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Wildlife Conservation Society dan James Cook University di Aceh.Sistem yang dikenal dengan nama Panglima Laot ini terfokus pada keharmonisan sosial dan menekan potensi konflik diantara komunitas di sekitar perairan terkait pemanfaatan sumber daya laut setempat. Menurut kajian ini, terumbu karang sangat diuntungkan dalam sistem tradisional ini dan membawa dampak positif bagi manusia karena memiliki jumlah ikan delapan kali lebih banyak dan keawetan karang-karang yang keras tetap terjaga karena adanya pelarangan penggunaan alat yang merusak, salah satunya jaring.Studi yang dimuat dalam jurnal Oryx  bulan Oktober ini dilakukan oleh Stuart Campbell, Riza Ardiwijaya, Shinta Pardede, Tasrif Kartawijaya, Ahmad Mukmunin, dan Yudi Herdiana dari Wildlife Conservation Society, bersama dengan Josh Cinner, Andrew Hoey, Morgan Pratchett dan Andrew Baird dari James Cook University.Dari hasil kajian yang dilakukan oleh para peneliti, sistem Panglima Laot yang dianut ini memiliki prinsip-prinsip manajemen kelautan yang selama ini sudah dianut oleh lembaga yang modern. Dala sistem ini ada sistem keanggotaan, peraturan yang membatasi penggunaan sumber daya, hak dari pengguna sumberdaya untuk membuat, memaksakan dan mengubah peraturan, dan memberikan sanksi serta mekanisme resolusi konflik. Prinsip-prinsip dasar inilah yang diatur oleh sistem ini dan berhasil menekan konflik diantara anggota masyarakat yang memanfaatka sumber daya laut, menyediakan akses yang berkelanjutan terhadap sumber daya laut dan menekan kerusakan habitat di perairan." "Penelitian: Kearifan Lokal Selama 4 Abad Sukses Jaga Sumber Daya Laut Aceh","“Penerapan No-take fishing area atau area pelarangan pengambilan ikan sulit dipraktekkan di wilayah yang warganya sangat tergantung pada ikan di sekitar terumbu karang untuk makanan sehari-hari,” ungkap penulis utama kajian ini, Dr. Stuart Campbell dari Wildlife Conservation Society. “Prinsip-prinsip yang menjadi panduan dalam sistem Panglima Laot ini berhasil menekan kerusakan habitat dan memelihara biomassa ikan sementara di saat bersamaan mereka tetap memiliki akses terhadap ikan. Mekanisme mereduksi konflik itu menjadi kunci manajemen sumber daya laut.”Namun, tak semua institusi yang ada di perairan Aceh ini sukses semua menjaga habitat di wilayah tersebut. Salah satunya yang terjadi di Pulau Aceh, yang menjadi buruk kondisinya akibat pengambilan ikan yang merusak dan manajemen pesisir yang buruk.Temuan lain penelitian WCS dan James Cook University ini  juga melihat bahwa nelayan yang lebih miskin dan memiliki tingkat partisipasi rendah dalam manajemen sumber daya memiliki tingkat kepercayaan yang lebih rendah terhadap institusi lokal dan tingkat keterlibatan terhadap dinamika masyarakat yang lebih rendah.  Kelompok ini tidak merasa diuntungkan dengan adanya sistem Panglima Laot ini, dan hasilnya di wilayah mereka pengambilan ikan menjadi tidak terkontrol.Sementara di wilayah dengan sistem Panglima Laot yang kuat dan termotivasi untuk menciptakan keharmonisan sosial yang baik dengan pelarangan peralatan yang digunakan, akan membawa dampak positif terhadap tutupan terumbu karang dan terus menjaga biomassa ikan di perairan mereka.CITATION: Wildlife Conservation Society. “Fisheries benefit from 400-year-old tradition.” ScienceDaily, 11 Oct. 2012. Web. 12 Oct. 2012. [SEP]" "Bentrok Polisi-Warga Ogan Ilir, Satu Tewas, Lima Luka-luka","[CLS] KONFLIK PTPN VII unit Cinta Manis dan warga petani, memakan korban jiwa. Pasukan Brimob, Jumat(27/7/12) datang menyisir ke kampung-kampung warga di Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan (Sumsel). Bentrok warga dan polisi terjadi di Kampung Limbang Jaya menyebabkan,  satu anak tewas tertembak, lima warga luka-luka.Warga di sekitar PTPN VII unit Usaha Cinta Manis, masih mencekam. Aparat kepolisian menyisir ke Desa Lubuk Keliat, dan sempat  menangkap warga,  lalu dilepas. Penyisiran dilanjutkan ke Desa Betung ketika sejumlah warga sedang shalat Jumat.Dari kronologi Walhi Sumsel, menyebutkan, penyelusuran ke kampung-kampung berlanjut. Desa Sri Kembang.  Sekitar pukul 16.00, pasukan Brimob menyisir Desa Tanjung Pinang menuju Desa Limbang Jaya. Ratusan Brimob membawa senjata lengkap mengendarai sedikitnya tujuh truk kembali mendatangi Desa Limbang Jaya.Warga yang melihat ratusan brimob memasuki desa, beramai ramai mendatangi. Mereka ingin menanyakan kepentingan brimob memasuki desa. Namun melihat warga banyak datang, brimob mengeluarkan tembakan ke arah warga. Bentrok tak dapat dihindari.Karena tembakan membabi, seorang anak 12 tahun bernama Angga bin Darmawan tewas tertembak di kepala. Dia baru keluar dari tempat permainan (Play station) karena mendengar keramaian.Seorang warga bernama Saidi mengangkat tubuh Angga. Dia ingin memberi pertolongan. Brimob melarang Saidi. “Letakkan! kalau masih kau angkat nanti kutembak.“ Digertak seperti itu, Saidi tetap berdiri tegar dan mengatakan” Silakan tembak saya!” Mendengar jawaban Saidi, brimob inipun lari.Sekitar pukul 18.00, mendapat pesan singkat dari salah seorang petani Limbang Jaya yang mengawal korban ke RS Tanjung Batu.  Pesan singkat itu mengabarkan, Angga meninggal di RS Tanjung Batu dengan luka tembak di kepala. Persisnya, peluru itu menembus kepala." "Bentrok Polisi-Warga Ogan Ilir, Satu Tewas, Lima Luka-luka","Kemudian dikabarkan empat orang dilarikan ke RS Bayangkhara Palembang, antara lain perempuan bernama Jesica(16), satu Du binti Juni dan dua orang perempuan lain yang belum teridentifikasi. Sedangkan Rusman bin Alimin saat itu dalam kondisi kritis, dilarikan ke Palembang. Namun belum jelas dirawat di rumah sakit mana. Jadi, dalam peristiwa ini, korban satu tewas, luka lima orang, empat perempuan dan satu laki-laki.Sebelum itu, sejak  (25/7/12) sejumlah aparat berjaga-jaga di beberapa gerbang desa. Aparat kepolisian menggeledah warga yang melintas di sekitar kawasan Cinta Manis. Warga merasa cemas melakukan aktivitas.Kamis(26/7/12) pukul 10.30, aparat brimob bersenjata lengkap, membawa pasukan 15 truk menyisir ke rumah-rumah warga Desa Sri Bandung. Setelah itu, mereka menangkap warga seperti Kaidil, dan Vino. Ketika orang yang dicari tidak berada di tempat, aparat menangkap istri. Kejadian itu dialami Nyonya Mardi. Nyonya Mardi ditangkap karena suami yang menjadi target tidak ada di rumah.Alasan mereka sweeping, mencari warga yang diduga menjarah pupuk milik PTPN VII. Meski pada malam hari sekitar pukul 00.00 warga dibebaskan karena tidak terbukti  menjarah pupuk, namun penggeledahan itu menimbulkan trauma mendalam.Warga Dituding ProvokasiKorban tewas dan luka sudah diderita warga Ogan Ilir. Namun, polisi masih juga berdalih dan menduga warga yang memprovokasi. “Jadi itu sekitar pukul 16.00, kita sedang patroli dialogis dengan warga. Lalu tiba-tiba ada provokasi dan akhirnya terjadi bentrok itu,” kata Kapolres Ogan Ilir, AKBP Denny Dharmapala, seperti dikutip dari Detikcom Jumat (27/7/2012).Saat sedang dialog, tiba-tiba pasukan Brimob dilempari batu dan beberapa benda tajam. “Kita tiba-tiba ditimpukin oleh warga, pakai batu dan benda tajam.”" "Bentrok Polisi-Warga Ogan Ilir, Satu Tewas, Lima Luka-luka","Denny menambahkan, akibat kejadian itu Angga tewas. Namun dia mengaku belum diketahui penyebab bocah 12 tahun ini tewas. “Mau dilakukan autopsi terlebih dahulu,” ucap Denny. [SEP]" "Jaga Kebun PT Smart, Polisi Hadapi Petani","[CLS] Dari enam puluh orang diamankan, 54 dibebaskan, satu petani tertembak.KONFLIK agraria terjadi lagi. Kini, di Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara (Sumut) di area perkebunan PT Smart Tbk.Dalam kejadian ini, Gusmanto, warga Desa Pulo Jantan, Kecamatan Aek Natas, diduga terkena tembakan aparat keamanan dari Polres Labuhan Batu, Senin(4/6/12). Sekitar 60 petani diamankan—54 orang dilepas Selasa(5/6/12), enam warga masih ditahan.Dikutip dari Kompas Online, peristiwa ini berawal dari Minggu (3/6/12) pukul 22.00, sebuah pos jaga polisi yang dibangun PT Smart di area konflik, Padang  Halaban, terbakar. Pos polisi ini berukuran 3×5 meter, terbuat dari setengah beton dan beratap seng ini pun mendatangi lokasi sekitar pukul 24.00. Terlihat mereka patroli di sekitar rumah penduduk yang gelap gulita.Tak lama, sebagian polisi pergi dan sebagian lagi tinggal di lokasi. Senin (4/6/12) sekira pukul 13.00, kembali ratusan polisi dari Polres Labuhan Batu mendatangi lokasi para petani melakukan penguasaan lahan. Terjadi perlawanan dari petani.Tiga orang yang sedang duduk di kedai kopi langsung ditangkap. Petani pun berkumpu. Mereka mendatangi, dan protes terhadap penangkapan ini. Ketika mendekat, sekitar jarak 10 meter, seseorang yang diduga polisi, tidak memakai seragam, meminta warga tak mendekat.Warga tak menghiraukan. Orang diduga polisi itu mengacungkan pistol dan melepaskan penembakan. “Dia berteriak, maju kalian, saya tembak.Setelah melepaskan tembakan, dia melepaskan jaket, dan pergi mengendarai mobil Avanza berwarna hitam, meninggalkan teman-temannya,” kata Adi, seorang perwakilan masyarakat yang ditemui di Medan.Usai itu, korban Sumanto terjatuh berlumuran darah. Terlihat luka bekas tembakan di kaki. Dari pemeriksaan Puskesmas Aek Kota Batu menyatakan, korban menderita luka cukup serius di bagian betis kiri. Karena fasilitas terbatas, korban dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Rantau Prapat." "Jaga Kebun PT Smart, Polisi Hadapi Petani","Humas Polres Labuhan Batu Ajun Komisaris MT Aritonang menyangkal ada penembakan petani. “Tidak ada penembakan, yang ada kena petasan,” kata Kapolres Labuhan Batu Ajun Komisaris Besar, Hirbak Wahyu Setiawan.Tim dari LSM Lentera yang sedang investigasi di lokasi mengatakan, para petani mendapat perlakuan kekerasan berbentuk pemukulan dan terjadi aksi saling tarik-menarik pada ibu-ibu karena tidak menginginkan rekan sesama petani ditangkap.Petani yang ditangkap polisi dan berhasil diidentifikasi adalah Adi Suma (45), penduduk Desa Sidomulyo; Adi Harahap alias Sumbing (30), warga Desa Siamporik; dan Suma (50), warga Desa Pulo Jantan.Polisi yang bersenjata lengkap total menangkap 60 orang petani dan membawa ke Polres Labuhan Batu memakai tiga truk Dalmas. Mereka ditangkap paksa dengan disisir dari rumah ke rumah sampai menyerahkan diri tanpa perlawanan. [SEP]" "Pembunuh Orangutan Divonis Hukuman Ringan","[CLS] Vonis Pengadilan Negeri Sangatta, Kutai Timur, Kalimantan Timur menjatuhkan hukuman 8 dan 10 bulan penjara bagi pembunuh orangutan di Kecamatan Telen dan Muara Ancalong, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Dua terdakwa, yaitu Tajar dan Tulil adalah karyawan PT Cipta Prima Selaras, sementara dua terdakwa lain Leswin, dan Tadeus, karyawan PT Sabhantara Rawi Sentosa.Tajar dan Tulil divonis 10 bulan dan denda Rp50 juta, subsider dua bulan kurungan. Sedangkan Leswin dan Tadeus divonis delapan bulan dan denda Rp25 juta, subsider dua bulan kurungan.Dalam sidang sebelumnya jaksa Dodi Gazali Emil menuntut Tajar dan Tulil yang membunuh orangutan di Kecamatan Muara Ancalong dengn hukuman satu tahun penjara dan denda Rp50 juta subsider tiga bulan kurungan. Sedangkan Leswin dan Tadeus yang tersangkut pembunuhan orangutan di Telen, dituntut dengan hukuman satu tahun penjara dan denda Rp50 juta subsider enam bulan kurungan.Vonis hukuman penjara selama delapan dan 10 bulan yang dijatuhkan pada sidang Senin (21/5) itu dinilai terlalu ringanoleh organisasi Centre For Orangutan Protection (COP). Mereka menilai putusan hakim tersebut mengindikasikan penegakan hukum terhadap pembataian hewan dan biantang yang dilindungi sangat lemah.“Vonis kasus orangutan di Kutaikartanegara sama saja dengan vonis di Sangatta. Ini tidak akan memberikan efek jera terhadap pelaku pembantaian dan pembunuhan orangutan,” kata Juru Kampanye COP Arfiani Khairunnisa kepada Media Indonesia, menanggapi vonis kasus tersebut.Ia mengatakan, penyelamatan orangutan yang dilakukan oleh negara selama ini sama sekali tidak memberikan hasil, karena hukuman terhadap pelaku yang terbukti bersalah sangat ringan. Untuk itu harus ada efek jera terhadap pelaku kejahatan pembunuhan hewan yang dilindungi, termasuk orangutan. Apalagi, orangutan merupakan binatang asli Indonesia yang ada di dua pulau, yakni Kalimantan dan Sumatra." "Pembunuh Orangutan Divonis Hukuman Ringan","“Dalam Undang-Undang Konservasi Sumber Daya Alam, hukuman maksimal terhadap pelaku kejahatan hewan dilindungi adalah lima tahun penjara. Oleh karena itu, harusnya (pelaku) dihukum maksimal, karena habitat orangutan di Kalimantan Timur terus merosot akibat pembukaan lahan kelapa sawit dan pertambangan secara masif,” tuturnya.Menurut data yang dikeluarkan International Workshop on Population Habitat Viability Analysis (PHVA)- tahun 2004, populasi orang utan di Kalimantan ada sekitar 57.797 ekor. Sementara populasi orang utan di Sumatera ada 7.501 individu, seperti yang dilansir oleh situs The Borneo Orangutan Survival Foundation. Namun jumlah itu diperkirakan  terus menyusut sekitar 2% setiap tahun seiring dengan maraknya pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit dan pertambangan. [SEP]" "22 Izin HPH Terancam Dicabut","[CLS] SEBANYAK 22 izin hak penguasaan hutan (HPH) terancam dicabut Kementerian Kehutanan (Kemenhut) karena tidak dapat memenuhi syarat pembuatan rencana kerja usaha (RKU) dengan inventarisasi hutan secara menyeluruh. Mereka sudah mendapatkan surat peringatan ketiga, dengan batas waktu penyelesaian RKU sampai 3 Agustus tahun ini.“Draf pencabutan sudah dibuat, tinggal ditandatangani Menteri Kehutanan. Jika tak penuhi RKU, langsung diteken pencabutan. Ini komitmen kita,” kata Direktur Bina Usaha Hutan Alam Ditjen Bina Usaha Kehutanan, Kemenhut, Awriya Ibrahim di Jakarta, Selasa(10/7/12).Selain itu, sebanyak 39 pemegang HPH mendapatkan SP pertama dan 26 menerima surat peringatan kedua sampai Juni ini.Menurut dia, mulai Januari 2012, pemegang HPH harus memiliki inventarisasi hutan menyeluruh berkala (IHMB). Dengan IHMB ini, perusahaan akan tahu data potensi kayu di hutan secara keseluruhan. Setelah itu, baru menyusun RKU.RKU ini, akan menjadi pedoman pemerintah daerah (pemda) dalam mengeluarkan izin rencana kerja tahunan (RKT). Jadi, mulai bulan depan tak ada lagi HPH yang tak memiliki IHMB.“Jika gak ada gak boleh nebang.” Jikapun, pemda mengeluarkan RKT, jika pemegang HPH tak memiliki RKU, penebangan tetap nol alias tak boleh dilakukan.Awriya mengatakan, sebenarnya, mencabut izin HPH itu bukan suatu prestasi bagus bagi kementerian. “Itu artinya kita gagal membina.” Namun, dia yakin, langkah ini akan menjadi shock therapy bagi perusahaan.Sementara itu, dalam tahun ini sampai Juni, sudah ada dua izin pemegang HPH dicabut seluas 105.600 hektare. Satu izin HPH seluas 31.100 hektare karena tak membayar provisi sumber daya hutan dan dana reboisasi (PSDA dan DR). “Satu lagi seluas 66.500 hektare karena tak penuhi kewajiban lain.”Tahun 2009 sampai 2011, ada 21 izin HPH dicabut dengan total luas 1.330.518 hektare. Jenis pelanggaran perusahaan-perusahaan ini seperti meninggalkan area kerja, tak bayar PSDA dan DR, dan tidak menyusun RKU-PHHK 10 tahun. [SEP]" "Orangutan Ternyata Secerdas Profesor","[CLS] Orangutan memiliki kecerdasan rekayasa bak seorang insinyur teknik. Kecerdasan ini dibuktikan orangutan saat membangun sarang.Tim peneliti yang dipimpin oleh peneliti dari University of Manchester merekam kecerdasan lewat proyek riset di Sumatera. Tim mengikuti orangutan dan mengobservasi sarang yang dibangunnya.Hasil studi yang dipublikasikan di jurnal PNAS baru-baru ini menunjukkan bahwa orangutan memilih cabang tebal sebagai penyangga dan ranting tipis sebagai matras atau alas.Roland Ennons dari University of Manchester mengungkapkan bahwa perilaku pemilihan cabang dan ranting menunjukkan kemampuan rekayasa atau teknik orangutan. “Mereka menunjukkan kemampuan rekayasa yang besar dalam cara membangun sarang,” kata Ennons seperti dikutip BBC, Senin (16/4/2012).Orangutan mengumpulkan dan menyusun cabang-cabang tebal dan fleksibel untuk dijadikan rangka sarang. Selanjutnya, ranting yang berdaun ditambahkan sehingga sarang menjadi lebih nyaman.Adam van Casteren, pemimpin studi yang juga kandidat PhD, membutuhkan waktu setahun untuk menyelesaikan penelitiannya. Ia dan rekannya, Julia Myatt dari London Royal Vereinary College, merekam perilaku orangutan membangun sarang. Orangutan bisa menyelesaikan pembangunan sarang dalam 5-6 menit.Begitu orangutan bangun dan meninggalkan sarang, Van Casteren naik ke sarang yang bisa berketinggian 30 meter dan mengukurnya. “Saya membongkar setiap sarang dan membawanya ke tenda untuk melakukan pengujian,” kata Van Casteren.Tes mekanik yang dilakukan menunjukkan bahwa orangutan memilih ranting berdasarkan karakteristik strukturnya. “Orangutan jantan bisa punya berat hingga 80 kg dan sarangnya bisa sangat tinggi. Jadi butuh struktur yang kuat,” jelas Van Casteren.Pemilihan yang dilakukan orangutan menunjukkan bahwa orangutan tak cuma melihat ranting sebagai ranting belaka, tetapi sebagai material bangunan.Sumber: BBC News [SEP]" "Kematian Gajah Aceh Bak Fenomena Gunung Es","[CLS] FORUM Konservasi Gajah Indonesia meyakini, tujuh gajah sumetara (Elephas maximus sumatranus) yang ditemukan mati terbunuh di Aceh selama tiga bulan berturut-turut merupakan fenomena puncak gunung es. “Saya yakin, jumlah gajah mati yang sesungguhnya bisa lebih dari tujuh ekor, karena banyak kematian gajah di lapangan tidak sampai ke Banda Aceh,” kata Ketua Forum Gajah Sumatera, Wahdi Azmi di Banda Aceh, Selasa(31/7/12).Wahdi mengatakan, sekitar April, juga menerima laporan kematian satu gajah di Kabupaten Aceh Barat dari masyarakat, namun tidak ditindaklanjuti. Kasus kematian gajah lain bisa saja terjadi di kawasan pedalaman yang kemungkinan tidak dilaporkan. Indikasi ini terlihat, beberapa kali ditemukan tulang belulang gajah yang menunjukkan mati cukup lama. “Pembunuhan gajah terjadi di titik pertemuan manusia dan gajah di pinggiran hutan. Ada kematian gajah di pedalaman yang hanya diketahui warga sekitar.”Tren kematian gajah  yang meningkat memperlihatkan konflik manusia dan gajah di lapangan dalam kondisi mengkhawatirkan. Ada gangguan habitat cukup serius terjadi yang menyebabkan kehidupan alami gajah terganggu. Puncak konflik berujung pada pembunuhan gajah di lapangan.Sejak April hingga Juni 2012, dilaporkan sudah tujuh gajah Sumatera mati terbunuh di sejumlah perkebunan sawit di Aceh. Pada 29 April,  seekor gajah betina mati di Jalan lintas SP IV – SP V Gampong Krueng Ayon, Kecamatan Sampoinet, Aceh Jaya. Tak lama, pada 15 Mei, seekor jantan sudah mati beberapa hari di dekat kebun penduduk di Desa Pante Kuyun, Kecamatan Setia Bakti, Aceh Jaya." "Kematian Gajah Aceh Bak Fenomena Gunung Es","Pada 2 Juni, warga menemukan tiga gajah mati setelah memakan batang sabun yang dibubuhi racun di perkebunan sawit PTPN I, Desa Alur Labu, Kecamatan Bireuen Bayeun, Aceh Timur. Terakhir dua gajah sudah menjadi bangkai, seekor tinggal tulang belulang di kebun sawit masyarakat di Desa Jambo Dalem, Kecamatan trumon Timur, Aceh Selatan. Ada serbuk racun di batang sawit dekat gajah mati.WWF Indonesia dan Yayasan PeNA menyatakan, keprihatinan atas meningkatnya kasus kematian gajah di Aceh. Project Leader WWF Indonesia Kantor Program Aceh Dede Suhendra, mengatakan, kasus kematian gajah cukup besar dalam beberapa tahun terakhir di Aceh.WWF mempertanyakan, sejauh mana hasil penyelidikan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh dan bagaimana upaya penegakan hukum kasus ini. “Kita harus mencegah pembunuhan gajah ini terulang. Perlu penegakan hukum jelas bagi pelaku di lapangan.”Dari laporan, ada indikasi gajah-gajah ini mati karena memakan racun yang sengaja diletakkan di kebun sawit. Gajah-gajah ini masuk ke kebun sawit dan dianggap sebagai pengganggu. “Kami meminta hentikan pembunuhan gajah karena itu melanggar hukum,” ucap Dede.Yayasan PeNA mendesak, investigasi menyeluruh atas kasus kematian tujuh ekor gajah di Aceh. Ketua PeNA, Jes Putra, mengatakan, kematian gajah ini telah mencoreng nama Aceh karena dianggap tidak mampu melindungi mamalia berbadan besar ini. Aceh salah satu kawasan habitat penting gajah di Sumatera.Sebagian gajah mati ditemukan gading telah hilang. PeNA mensinyalir ada mafia perdagangan gading gajah di Aceh.  WWF meminta, Pemerintah Aceh meninjau ulang pengembangan perkebunan sawit di kantong-kantong habitat gajah. Pemerintah, harus mengganti komoditas perkebunan dengan jenis yang tidak disukai gajah. “Terbukti pengembangan perkebunan sawit yang tidak memperhatikan wilayah jelajah gajah, telah memicu konflik manusia dan gajah di lapangan,”kata Dede." "Kematian Gajah Aceh Bak Fenomena Gunung Es","Konflik gajah dan manusia makin diperparah dengan pembangunan pemukiman transmigrasi dan pembukaan jalan tembus yang memotong daerah jelajah gajah.  “Pemerintah Aceh harus mengkaji semua kegiatan ekonomi dan pembangunan di daerah kantong habitat gajah untuk menghindari konflik gajah dan manusia makin meluas di Aceh,” kata Dede.Saat ini, gajah di Aceh diperkirakan berkisar 500 ekor tersebar hampir di semua kabupaten khusus di  kantong-kantong habitat utama di dataran rendah di Aceh Timur, Pidie, Aceh Jaya dan Aceh Selatan.Populasi gajah Sumatera menurun drastis dalam kurun waktu empat tahun terakhir. Lembaga Konservasi Dunia (IUCN) menaikkan status keterancaman gajah sumatera dari “genting” menjadi “kritis”, hanya selangkah dari status ‘punah di alam’. Ini status terburuk dibandingkan subpecies gajah lain, baik di Asia maupun Afrika.Jumlah gajah Sumatera di alam kini diperkirakan tidak lebih dari 2.400– 2.800 ekor, turun 50 persen dari populasi sebelumnya, 3.000 – 5.000 individu tahun 2007. Hilangnya habitat akibat alih fungsi hutan penyebab utama penurunan populasi gajah. [SEP]" "Kaleidoskop Konflik Agraria 2012: Potret Pengabaian Suara dan Hak Rakyat (Bagian 2)","[CLS] KONFLIK-konflik agraria atau sumber daya alam (SDA) makin parah. Ketidakjelasan tata ruang termasuk penetapan kawasan hutan, sampai sikap pemerintah yang seakan membiarkan konflik, makin memperburuk keadaan. Perusahaan-perusahaan masuk ke wilayah-wilayah berpenghuni milik masyarakat adat atau lokal. Konflik antar warga, warga-perusahaan, warga-pemerintah, pun muncul. Masyarakat menjadi pihak yang paling banyak menanggung rugi.Gesekan-gesekan berujung konflik pun terjadi. Sederet konflik SDA menyebabkan kerugian harta dan jiwa terjadi hingga penutup tahun ini. Data Walhi, menyebutkan, pada 2011, ada 8.307 kasus konflik agraria, 4302 kasus dinyatakan telah selesai.Paling banyak konflik terjadi di Sumatera Barat 883 kasus, di Sulawesi Selatan 780, Jawa Barat 749, Jawa Tengah 532, Bali 515, Jawa Timur 400, Nusa Tenggara Timur 335, Sumatera Utara 331, Banten, 324, dan Kalimantan Timur 242 kasus. Berikut kami sajikan cuplikan sebagian kecil konflik agraria yang terjadi tahun ini.Juli 2012Potret konflik lahan pada bulan ini, diawali aksi sekitar 600 an petani dari Kebupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan (Sumsel) yang datang ke Jakarta, mencari keadilan. Sejak tahun 1980 an tanah mereka diambil paksa dengan kekuatan militer kebun PTPN IV unit Cinta Manis.Ke Jakarta, mereka membawa surat, BPN Sumsel yang menyatakan, areal PTPN VII di Ogan Ilir yang mempunyai hak guna  usaha (HGU) hanya 4.881, 24 hektare (ha). Izin prinsip mereka seluas 20 ribu ha. BPN tak akan memproses HGU  sebelum ada penyelesaian klaim dari masyarakat." "Kaleidoskop Konflik Agraria 2012: Potret Pengabaian Suara dan Hak Rakyat (Bagian 2)","Surat yang menguatkan posisi warga juga keluar dari Gubernur Sumsel, 15 Juni 2012. Dalam surat yang ditandatangani Wakil Gubernur Sumsel, Eddy Yusuf ini meminta lahan PTPN VII yang telah diterbitkan HGU di unit usaha Cinta Manis agar dievaluasi. Lahan PTPN VII yang belum terbit HGU agar dikembalikan ke masyarakat. Dalam surat itu, Gubernur meminta agar Kementerian BUMN memperhatikan tuntutan para petani.Sayangnya, setelah aksi dan berdialog di berbagai lembaga, seperti BPN, Mabes Polri, kesepakatan dengan Kementerian BUMN dan manajemen PT PN IV tak diperoleh. Warga pun pulang ke kampung dengan tangan hampa.Masih di Sumatera, pada 11 Juli 2012, warga Desa Seunebok Lapang dan Desa Tualang Pateng, Kecamatan Peureulak Timur, Aceh Timur, menduduki kebun sawit PT Padang Palma Permai di Desa Blang Simpo. Aksi pendudukan kebun itu mereka lakukan sejak 1998. Namun, sampai saat ini belum ada kejelasan baik dari perusahaan maupun Pemerintah Aceh Timur.Konflik berdarah terjadi pada 18 Juli 2012. Warga menolak rencana eksploitasi tambang emas, PT Cahaya Manunggal Abadi (PT CMA) di Desa Balaesang Tanjung, Donggala, Sulawesi Tengah (Sulteng). Berujung, dua alat berat perusahaan dibakar. Rabu(18/7/12), polisi menelusuri desa untuk menangkap pelaku pembakaran. Warga menolak ditangkap. Lagi-lagi polisi mengandalkan peluru timah untuk menghadapi warga. Lima orang tertembak.Begitu banyak konflik agraria, Presiden SBY membahas masalah ini dalam Sidang Kabinet Terbatas di Kejaksaan Agung, Rabu(25/7/12). SBY mengatakan, mendapatkan banyak aduan terkait persoalan pertanahan di tanah air. Aduan konflik lahan seperti tumpang tindih lahan datang hampir setiap minggu melalui surat atau pesan singkat." "Kaleidoskop Konflik Agraria 2012: Potret Pengabaian Suara dan Hak Rakyat (Bagian 2)","Penanganan konflik lahan,  tidak semata-mata tugas kepolisian. Koordinasi dan sinergitas dengan BPN harus berlangsung baik. Selain itu, perangkat daerah seperti bupati atau camat dan semua jajaran harus bisa berkoordinasi untuk mencegah konflik.SBY menyoroti seringkali pada kasus tertentu saat terjadi kekerasan horizontal di lapangan, kepolisian tidak mengambil tindakan cepat dan tuntas.Sayangnya, omongan SBY tampaknya tak berarti apa-apa buat para pembantu dan aparatnya. Sebab, selang dua hari dari SBY pidato, konflik berdarah kembali terjadi di Ogan Ilir. Konflik PTPN VII unit Cinta Manis dan warga petani, memakan korban jiwa. Pasukan Brimob, 27 Juli 2012 datang menyisir ke kampung-kampung warga di Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan (Sumsel). Bentrok warga dan polisi terjadi di Kampung Limbang Jaya menyebabkan,  satu anak tewas tertembak, lima warga luka-luka.Kala itu, kondisi di sekitar PTPN VII unit Usaha Cinta Manis, mencekam. Aparat kepolisian menyisir ke Desa Lubuk Keliat, dan sempat  menangkap warga,  lalu dilepas. Penyisiran dilanjutkan ke Desa Betung ketika sejumlah warga sedang shalat Jumat.Penyelusuran ke kampung-kampung berlanjut. Desa Sri Kembang.  Sekitar pukul 16.00, pasukan Brimob menyisir Desa Tanjung Pinang menuju Desa Limbang Jaya. Ratusan Brimob membawa senjata lengkap mengendarai sedikitnya tujuh truk kembali mendatangi Desa Limbang Jaya.Agustus 2012Di Sulawesi Tengah (Sulteng),  pada, 6 Agustus 2012,  puluhan petani yang tergabung dalam Front Perjuangan Rakyat, berunjukrasa di kantor DPRD Sulteng di Palu.Sebanyak 18 organisasi yang tergabung dalam Front Perjuangan Rakyat (FPR)  melihat konflik agraria yang terjadi disebabkan monopoli atas tanah yang dilakukan perusahaan perkebunan, tambang skala besar maupun institusi negara seperti Perhutani, perkebunan negara dan taman nasional." "Kaleidoskop Konflik Agraria 2012: Potret Pengabaian Suara dan Hak Rakyat (Bagian 2)","Salah satu perusahaan yang tengah berkonflik dengan warga, PT Hardaya Inti Plantations, perusahaan milik Hartati Murdaya.  Pada aksi itu, mereka mendesak pembebasan 13 petani antitambang yang masih  ditahan Polres Donggala karena demo hingga memakan korban jiwa beberapa minggu yang lalu lalu. Termasuk juga mendesak agar perluasan tambang di Kecamatan Dondo, Kabupaten Tolitoli dihentikan.Di Riau, Konflik antara warga desa akibat bersengketa dengan perusahaan hutan tanaman industri PT Sumatera Riang Lestari di Pulau Rupat, memasuki babak baru. Pada 28 Agustus, mediasi sengketa lahan digelar di Kantor Mapolres Bengkalis dan dipimpin langsung Kapolres Bengkalis, AKBP Tony Ariadi Effendi.Setidaknya 35 peserta mewakili unsur masyarakat, perusahaan, polisi dan pemerintah kabupaten hadir dalam upaya mediasi ini.Dalam notulensi rapat sepanjang empat halaman itu, salah seorang perwakilan masyarakat bernama Sugianto dengan tegas menolak keberadaan PT SRL di Pulau Rupat dan lahan masyarakat dikeluarkan dari konsesi PT SRL.Yusrizal, Camat Rupat mengakui di Desa Pergam dan Desa Mesim memang mempunyai lahan yang dikelola kelompok masyarakat seluas 4.500 hektar dan perorangan seluas 1.000 hekta, masuk dalam konsesi PT SRL. Dari perwakilan PT SRL berargumen, mereka bekerja di Pulau Rupat sesuai arahan bupati.Dari rapat yang berlangsung selama tiga jam ini disepakati akan dibentuk tim survei dan verifikasi ke Lapangan. Tim mulai bekerja sejak rapat mediasi ini dimulai. Tugas utama tim melakukan pendataan lahan sengketa antara perusahaan dan masyarakat.September 2012Awal September ini, beberapa petani datang ke Jakarta, dengan niat mencari jalan agar lahan mereka tak dicaplok tambang. Aksi sudah dilakukan di Desa Sukadamai Baru, Sungai Lilin, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan (Sumsel), tetapi perusahaan terus melaju.  Akhirnya, mereka mengadu ke Jaringan Advokasi Tambang (Jatam)." "Kaleidoskop Konflik Agraria 2012: Potret Pengabaian Suara dan Hak Rakyat (Bagian 2)","Tanah desa dan kebun mereka terancam dengan kehadiran PT. Tigadaya Minergi (TDM). Mereka diintimidasi.  Terteror dengan mobilisasi kepolisian dan TNI yang dilakukan perusahaan dan kaki tangan guna melancarkan realisasi tambang itu.Di Kalimantan Timur, konflik antara warga Desa Muara Tae dan PT Munte Waniq Jaya Perkasa (MWJP), yang sudah berlangsung lama, kembali memanas. Pada 22 September 2012, warga menahan kunci buldozer untuk menghentikan penggusuran lahan.Perusahaan sawit ini seolah tak peduli atas penolakan warga. Mereka tetap saja menggusur lahan masyarakat sekitar.  Beragam cara dilakukan warga untuk menghentikan operasional perusahaan ini. Mereka berusaha mencari kata sepakat atau penyelesaian konflik ini.  Warga telah melapor sampai ke Kapolda Kaltim.Menurut dia, beberapa kali mereka mengirim surat penolakan dan mencoba menemui manajer umum perusahaan, tetapi tak pernah berhasil. “Jadi kami melihat tidak ada niat baik ikut menyelesaikan permasalahan ini.”Pada 29 September 2012, tindakan represif aparat kepolisian Polres Batang menyebabkan luka-luka pada beberapa warga di sana. Komnas HAM pun turun menyelidiki kasus ini.Peristiwa bermula ketika warga Karanggeneng, pada hari itu melihat ada mobil Toyota Kijang Innova dikendarai Khalis Wahyudi (38 tahun) warga asal Jepara dan berpenumpang 1 orang Warga Negara Asing (WNA) asal Jepang bernama Satoshi Sakamoto (58 tahun) asal dari PT. Sumi Tomo Corporation datang ke lokasi yang akan dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) untuk survei. Beberapa warga mencoba menemui dan mengajak Satoshi Sakamoto dan Khalis Wahyudi ke rumah salah satu warga desa Ponowareng yakni Casnoto.Sekitar pukul 15.00 WIB, Polsek Tulis berusaha mengevakuasi orang Jepang  ini. Namun, melihat warga dengan jumlah banyak maka Polsek Tulis berusaha meminta tambahan personel anggota polisi." "Kaleidoskop Konflik Agraria 2012: Potret Pengabaian Suara dan Hak Rakyat (Bagian 2)","Sekitar pukul 16.30 datang kurang lebih sekitar ratusan anggota Dalmas dan Brimob dari Polres Pekalongan ke Desa Ponowareng. Kedatangan ratusan Brimob itu ternyata ditumpangi puluhan orang yang tidak dikenal dan dilengkapi senjata tajam. Mereka langsung melempari para warga yang sedang berkumpul. Akhirnya, terjadi kekerasan, beberapa warga mengalami luka-luka.Oktober 2012Awal bulan ini diwarnai  aksi warga Batui, Desa Honbola, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah (Sulteng) menduduki proyek Donggi Senoro LNG. Aksi itu ekspresi permasalahan yang ditimbulkan dampak pembangunan Donggi Senoro Liquid Natural Gas (LNG) di wilayah hilir, yang meminggirkan warga sekitar melalui menipulasi pembayaran tanah, dan kongkalikong para spekulan dengan pemrakarsa proyek.Ada kurang lebih 300 ratusan hektare tanah warga menjadi areal tapak projek Kilang LNG yang dirampas melalui pembayaran fiktif, bervariatif, murah dan cenderung salah sasaran.Donggi Senoro LNG juga melakukan pembohongan publik dengan mengatakan proyek ini hampir rampung secara teknis dan siap operasi 2014. Padahal, investigasi Jatam Sulteng menunjukkan, masih ada kurang lebih 30 hektare tanah dari sekitar 300 hektare yang belum dibayarkan. Lalu, sekitar 80 warga merasa mendapatkan ketidakadilan dari proses pembayaran tanah yang manipulatif.Di Sumatera Utara (Sumut), Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan, makin memanas. Sampai Kamis(18/10/12), warga masih siaga dan terus berjaga-jaga, baik di sekitar wilayah masyarakat adat Pandumaan-Sipituhuta maupun di Tombak Haminjon (hutan kemenyan).Konflik tapal batas tanah adat dengan PT Toba Pulp Lestari (PT TPL) terjadi sejak 2009. Pemetaan hutan adat sudah dilakukan dan lewat penetapan pansus DPRD telah disampaikan ke Kementerian Kehutanan. Namun, sampai sekarang belum ada kabar.  Status belum jelas, perusahaan terus menebang dan membuka hutan yang menyebabkan protes warga." "Kaleidoskop Konflik Agraria 2012: Potret Pengabaian Suara dan Hak Rakyat (Bagian 2)","Keadaan memanas dipicu pernyataan Kapolres Humbang Rabu(10/10/12)  yang mengancam akan menangkap paksa delapan warga yang diduga terlibat bentrok dengan kepolisian dan PT TPL. Warga panik dan bersiap-siap menghadang polisi. Masyarakat berkumpul dan menjaga kampung, dari anak-anak sampai orangtua. Masyarakat adat sejak awal minta penyelesaian dengan hukum adatMasih di Sumut, pada pertengan Oktober, perwakilan masyarakat Buol, Sulawesi Tengah (Sulteng) datang ke Jakarta, untuk menagih janji. Mereka menuntut kepastian pengembalian lahan masyarakat setelah hampir 20 tahun dikuasai perusahaan sawit milik pebisnis papan atas di Indonesia, Sri Hartati Murdaya: PT Hardaya Inti Plantations (PT HIP). Kini, sang big boss mendekam dalam tahanan KPK karena menjadi tersangka kasus suap izin perluasan kebun sawit di kabupaten yang sama.Pada hari yang sama, 15 Oktober, di Buol, ribuan warga aksi menuntut pengembalian lahan mereka yang diambil paksa perusahaan. Menurut warga, kepemilikan lahan dari awal diperoleh dengan cara-cara curang, intimidasi dan kekerasan. Pada 1993, PT HIP banyak melanggar dan menggusur kebun produktif warga di Kecamatan Bokat dan Momunu—saat ini dimekarkan menjadi tiga kecamatan: Momunu, Tiloan dan Bukal.Protes dan warga terhadap perusahaan kembali terjadi. Suara dan teriakan mereka tak diindahkan, amuk warga pun pecah.  Ini terjadi di Tapanuli Selatan (Tapsel), Sumatera Utara (Sumut), 29-30 Oktober 2012, aksi warga berakhir rusuh. Warga sejak awal menolak pemasangan pipa limbang tambang emas PT Agincourt Resources di Sungai Batangtoru. Warga khawatir pipa akan mencemari sungai yang menjadi tumpuan sumber air sekitar 25 desa di tiga kecamatanHampir semua warga memanfaatkan aliran Sungai Batangtoru, untuk berbagai keperluan rumah tangga dan pengairan pertanian. Penolakan warga wajar dan realistis. Sayangnya, teriakan kekhawatiran rakyat bak angin lalu." "Kaleidoskop Konflik Agraria 2012: Potret Pengabaian Suara dan Hak Rakyat (Bagian 2)","Warga kesal. Perusahaan justru dikawal ratusan aparat Kepolisian dan TNI, dengan memaksakan kehendak melanjutkan pemasangan pipa. Amuk warga terulang setelah sempat terjadi Juni lalu. Aksi warga pada Senin (29/10/12), diantisipasi aparat. Demo hari kedua, Selasa(30/10/12), terjadi amuk massa, setidaknya satu mobil di bakar dan empat mobil dirusak.November 2012Penolakan warga Buol kembali terulang.  Ratusan petani dari Kecamatan Bukal, Momunu dan Tiloan, Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah (Sulteng), kembali menghadang dan melarang kendaraan-kendaraan pengangkut crude palm oil (CPO)  milik perusahaan Hartati Murdaya, PT Hardaya Inti Plantations (HIP) sejak 2 November 2012.Penutupan akses kendaraan CPO ini sebagai protes tindakan perusahaan yang dinilai mengingkari kesepakatan kedua belah pihak pada 16 Oktober lalu.Sudarmin Paliba, Direktur Eksekutif Lembaga Masyarakat Desa Hutan Wanalestari, Buol, Sulteng mengatakan, pengingkaran kesepakatan oleh perusahaan bukanlah kali pertama. Sebab, setiap kesepakatan yang dibuat sejak 2000, selalu tidak dilakukan oleh perusahaan.Pertengahan bulan ini konflik petani Jambi dengan beberapa perusahaan dan Kementerian Kehutanan (Kemenhut), kembali menghangat. Warga yang tak mendapatkan kepastian, nekad ke Jakarta. Mereka bertenda di Gedung DPR, tetapi digusur. Lalu, mulai 19 November 2012, mereka ‘membuka kampung’ di depan kantor Kemenhut.Warga datang menagih janji kepada Kemenhut sesuai pertemuan 16 Desember 2011 untuk mengeluarkan lahan warga dari konsesi perusahaan. Dalam pertemuan yang  dihadiri Sekretaris Jenderal Kemenhut, Hadi Daryanto ini, disepakati lahan warga akan dikeluarkan dari konsesi perusahaan, dengan persyaratan pemetaan wilayah dan inventarisasi warga. Saat kembali ke Jambi, pemetaan melibatkan pemerintah daerah, perusahaan pun dibuat berikut inventarisasi warga." "Kaleidoskop Konflik Agraria 2012: Potret Pengabaian Suara dan Hak Rakyat (Bagian 2)","Di Gorontalo.  Warga Desa Bubode, Kecamatan Tomilito, Kabupaten Gorontalo Utara, menolak kehadiran perusahaan hutan tanaman industri (HTI), PT Gema Nusantara Jaya, yang mencaplok lahan warga. Wargapun membuat dukungan lewat tanda tangan dan mendatangi kantor DPRD Kabupaten Gorontalo Utara, 12 November  2012.Di DPRD, warga mengungkapkan  perusahaan berupaya memecahbelah antar masyarakat. Bahkan, PT GNJ diduga menyewa preman dan menakut-nakuti masyarakat.  Meskipun ditakut-takutii dengan preman dan militer, masyarakat tetap menolak HTI. “Alhasil,  sekitar delapan warga dilaporkan perusahaan ke kepolisian pada minggu sebelumnya. Mereka dituduh merusak tanaman perusahaan.Desember 2012Pada 12 Desember 2012, ratusan petani Jambi aksi jalan kaki (long march) dari Jambi ke Jakarta. Aksi jalan kaki itu diperkirakan menempuh jarak kurang lebih 1000-an kilometer.Petani memulai aksi jalan kaki ini dari depan Kantor Dinas Kehutanan (Dishut) Jambi. Lalu, petani berjalan kaki dengan berbaris rapi melalui 20-an kota di sepanjang Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, dan Banten.Ada pun tempat-tempat yang akan dilalui petani, seperti Simpang Tempino, Banyu Lincir (Sumsel), Sungai Lilin (Sumsel), Betung (Sumsel), Palembang (Sumsel), Ogan Komering Ulu (Sumsel), Ogan Komering Ilir (Sumsel), Mesuji (Lampung), Tulang Bawang (Lampung), Pesawaran (Lampung), Bandar Lampung (Lampung), Kalianda (Lampung), Bakauheni (Lampung), Merak (Banten), Cilegon (Banten), Serang (Banten), Tangeran (Banten) dan Jakarta.Dalam perjalanan, beberapa petani mengalami kecelakaan.  Aksi ini masih dalam satu rangkaian protes petani meminta lahan mereka dikeluarkan dari konsesi perusahaan. Sebagian petani sudah aksi di Jakarta dan kini masih tinggal di tenda di depan Kementerian Kehutanan." "Kaleidoskop Konflik Agraria 2012: Potret Pengabaian Suara dan Hak Rakyat (Bagian 2)","Aksi petani Jambi di Jakarta, dengan tenda di depan Kemenhut, tampaknya akan menjadi penutup dan pembuka tahun baru. Semoga saja, ini bukan petanda pemerintah akan terus mengabaikan suara warga di tahun-tahun mendatang. (Habis) [SEP]" "Seekor Paus Terdampar Lagi di Pantai Selatan Jawa","[CLS] Seekor paus terdampar lagi di pantai selatan Jawa. Peristiwa ini terjadi duahari lalu di Pantai Santolo, Garut, 19 September 2012. Hiu paus ini sudah terlihat oleh para nelayan sejak Selasa, 18 September malam di perairan terdekat, dan pagi harinya ditemukan oleh para nelayan sudah terdampar di pantai.Mamalia besar berukuran sekitar 15 meter ini diduga terhempas dan terhimpit karang di pantai selatan. Menurut laporan dari Tempo.co, bagian tubuh paus ini mengalami luka lecet.  Paus berbobot sekitar 7 ton ini kemungkinan sedang mencari makan, karena banyaknya plankton dan berbagai ikan kecil di sekitar pantai Santolo tersebut.  Paus ini masih berada di pantai dan menjadi tontonan warga setempat.Paus yang telah menjadi bangkai ini belum ditindaklanjuti oleh aparat setempat. Warga lokal, tidak mengonsumsi bangkai paus ini. “Masyarakat di garut ini beda dengan daerah lain, mereka tidak memanfaatkan daging paus, jadi dibiarkan utuh,” ungkap Wakil Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Kebupaten Garut, Lukman Nurhakim kepada Merdeka.com.Kasus terdamparnya paus di pantai Jawa ini adalah yang keempat kalinya sejak dua bulan terakhir. Sebelumnya di bulan Agustus, seekor paus terdampar di pantai utara Jawa, di wilayah Karawang dan sempat diselamatkan sebelum akhirnya mati di perairan Bekasi. Selang beberapa hari kemudian, dua ekor paus terdampar di perairan Yogyakarta.Menurut Juswono Budisetiawan, S.Si, M.Sc, Peneliti Lingkungan Pesisir dan Laut, Pusat Studi Sumber Daya dan Teknologi Kelautan, Universitas Gajah Mada mengatakan, kematian paus di pantai Selatan Jogja dimungkinkan karena beberapa faktor. Pertama, paus termasuk mamalia yang selalu melakukan migrasi dan sudah memiliki jalur tetap ketika melakukan migrasi. Kemungkinan, pengaruh dari kenaikan permukaan air laut sehingga ada perubahan jalur migrasi." "Seekor Paus Terdampar Lagi di Pantai Selatan Jawa","Pada prinsipnya jalur migrasi mereka menggunakan tanda alam yang ada di laut itu sendiri dan tidak akan berubah untuk waktu lama, selama tidak ada pengaruh besar yang mengubahnya. Kedua, sebagai pemakan Plankton, paus dalam migrasi ada kepentingan untuk mengejar dan mendapatkan makanannya yang berada di jalur migrasi itu. Sehingga ada indikasi ketika mereka mengejar makanan yang keluar jalur tersebut sehingga terbawa arus ombak. Ketiga, pengaruh faktor perubahan iklim, Ikan paus biasanya mencari lokasi yang aman dan nyaman untuk melakukan kawin untuk waktu yang lama. Sehingga mereka keluar dari jalur migrasi untuk kawin dan mereka membesarkan anak mereka.“Sehingga dimungkinkan faktor minor seperti perubahan iklim yang membuat paus tersebut kesulitan menemukan tempat kawin dan selain itu faktor pengaruh kenaikan permukaan air laut, menyebabkan hiu keluar dari jalur migrasi mereka hingga  terbawa arus ombak,” tambah Juswono kepada Mongabay Indonesia.                                                                                     [SEP]" "Sulteng Jadi Provinsi Kedelapan Pelaksana REDD","[CLS] SULAWESI Tengah (Sulteng) akhirnya ditetapkan oleh pemerintah Norwegia menjadi provinsi ke delapan dalam rencana implementasi program penurunan emisi karbon akibat deforestasi dan degradasi hutan (REDD).Koordinator Pantau REDD Sulawesi Tengah, Azmi Sirajuddin, di Palu, Senin(4/5/12) mengatakan, penetapan baru seminggu lalu dalam bentuk Letter of Intent antara pemerintah Indonesia dengan Norwegia selaku negara donor.Setelah negeri penghasil kakao ini menjadi daerah pengurangan emisi karbon dunia, langkah selanjutnya harus mempersiapkan segala sesuatu terkait pengurangan emisi.Azmi mengatakan, pemerintah Norwegia mengalokasikan dana US$500 ribu atau sekitar Rp5 triliun untuk persiapan implementasi REDD di Indonesia.“Itu dana murni dari Pemerintah Norwegia. Tetapi berapa untuk Sulawesi Tengah itu yang kami tidak tahu. Maka, salah satu tugas kelompok kerja pemantau adalah mendorong transparansi anggaran REDD,” katanya seperti dikutip dari Beritasatu.com.Dengan Sulteng masuk dalam rencana implementasi REDD di Indonesia, sudah delapan provinsi menjadi proyek percontohan. Yakni, Aceh, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Papua, Papua Barat, dan Sulteng.Pemerintah menargetkan penurunan 26 persen dari tingkat emisi saat ini dengan skema upaya sendiri dan penurunan 41 persen dengan dukungan luar negeri.Program REDD merupakan kerja sama antara Kementerian Kehutanan RI dengan tiga badan dunia Persatuan Bangsa-Bangsa yakni FAO, UNDP dan UNEP dalam menurunkan emisi karbon oleh deforestasi dan degradasi hutan. [SEP]" "Laporan PBB: 870 Juta Penduduk Dunia Kurang Gizi, 100 Juta Diantaranya Balita","[CLS] Kondisi dunia saat ini, dimana internet dan sosial media merajalela lewat puluhan jenis gadget canggih terkini, ternyata masih terdapat 870 juta orang yang masih mengalami kekurangan gizi. Angka ini, kira-kira sama dengan satu dari delapan penduduk dunia masih jauh dari kondisi sehat. Hal ini terungkap dalam laporan terkini PBB.Kendati angka kelaparan dunia menurun dari tahun 1990 hinga 2007, namun kemajuan yang diraih sangat lamban, terkait krisis ekonomi global. Apalagi, dalam beberapa tahun belakangan ini, berbagai kondisi cuaca yang ekstrem juga sangat mempengaruhi produksi pangan dunia.“Kami rasa itu hal yang tidak bisa diterima samasekali dengan adanya fakta lebih dari 100 juta anak balita mengalami kekurangan berat badan,” dalam pembukaan laporan yang dikerjakan bersama antara Food and Agriculture Organization (FAO), International Fund for Agricultural Development (IFAD), dan World Food Programme (WFP), berjudul State of Food Insecurity in the World 2012. Dalam laporan ini juga dibahas betapa sulitnya untuk mengembangkan potensi bocah-bocah tersebut baik potensi sebagai manusia maupun sosial ekonomi, mengingat kekurangan pangan ini menjadi penyebab kematian 2,5 juta anak setiap tahun.Sejak awal 1990-an hingga hari ini, jumlah penduduk dunia yang kelaparan berkurang hingga 132 juta orang, atau turun sekitar 18,6% menjadi 12,5% dari populasi total dunia. Kendati terjadi kemajuan, setiap wilayah ternyata mengalami hal yang berbeda-beda.Faktanya, di Afrika kelaparan meningkat. Sekitar 64 juta orang mengalami kelaparan sejak tahun 1990-an. Pertumbuhan jumlah penduduk juga yang tertinggi di Afrika." "Laporan PBB: 870 Juta Penduduk Dunia Kurang Gizi, 100 Juta Diantaranya Balita","Secara keseluruhan, dunia berharap bisa menekan angka kelaparan hingga 11,6% di tahun 2015, sebagai salah satu Tujuan Pembangunan Millenium atau Millenium Development Goals (MDG). Namun para ahli mengatakan, hal ini mungkin akan sulit untuk dicapai, terutama mengingat pertumbuhan penduduk dunia yang terus terjadi dan meningkatnya berbagai peristiwa cuaca ekstrem seperti kekeringan dan banjir, dimana hal itu terkait langsung dengan perubahan iklim.Seperti yang sudah terjadi di Amerika Serikat yang mengalami gelombang panas dan kekeringan, lalu di Eropa yang diterjang banjir, serta kemarau panjang di Rusia dan Ukraina telah menybabkan turunnya produksi pangan dunia. Sementara itu, meningkatnya permintaan akan daging dan produk-produk turunannya di negara berkembang dan konflik berkepanjangan antara pangan dan biofuel semakin memperbesar biaya pangan global. Dan pada akhirnya, ledakan populasi di berbagai belahan dunia memaksa produksi pangan harus terus berkembang setiap tahun untuk mengejar ketertinggalan.“Kita tidak sanggup memproduksi pangan sebanyak kita mengonsumsinya. Itu sebabnya cadangan pangan terus menurun. Suplai pangan sangat terbatas di seuruh dunia dan cadangan pangan berada di level sangat rendah, sehingga tak bisa mengantisipasi jika sesuatu terjadi di tahun berikutnya,” ungkap Abdolreza Abbassian, ahli ekonomi di FAO kepada the Guardian baru-baru ini.Tahun 2012, diharapkan menjadi tahun keenam di sebelas tahun terakhir dimana masyarakat global mengonsumsi pangan lebih dari kemampuan ketersediaannya. Ketidakberimbangan ini telah menyebabkan cadangan pangan banyak negara berkurang secara signifikan dalam sepuluh tahun terakhir." "Laporan PBB: 870 Juta Penduduk Dunia Kurang Gizi, 100 Juta Diantaranya Balita","Kendati demikian, para ahli mengatakan bahwa situasi terkini belum mencapai level krisis di tahun 2008 atau 2011. Pertumbuhan komoditi gandum, padi dan gula masih baik sejauh ini. Namun jika cuaca ekstrem kembali terjadi tahun depan, hal itu bisa menekan produksi pangan dan harga pangan ke arah yang berbahaya.Pada akhirnya, laporan PBB ini menggarisbawahi bahwa 870 juta orang di dunia masih kekurangan gizi, sementara 1,4 juta orang lain mengalami obesitas dan penyakit terkait. Hal ini meninggalkan tanda tanya besar, apakah pertumbuhan ekonomi berkorelasi dengan nutrisi yang lebih baik. [SEP]" "ICW: Tudingan kepada Greenpeace Dicari-cari","[CLS] TAMPAKNYA ‘musuh’ Greenpeace Indonesia belum puas. Greenpeace kembali mendapat tekanan. Setelah aksi-aksi yang menolak lembaga non pemerintah ini dengan alasan mendapat aliran dana judi, kini dimunculkan isu penyelewengan dana.  Indonesian Corruption Watch (ICW) pun angkat bicara.Koordinator ICW, Danang Widoyoko kepada Mongabay-Indonesia, Senin(30/4) mengatakan, gejala menyerang Greenpeace muncul beberapa waktu belakangan ini terkait gencarnya kampanye lembaga ini memerangi perusakan hutan dan lingkungan. Terlebih yang mengena perusahaan-perusahaan kayu dan sawit raksasa.Tudingan-tudingan terhadap Greenpeace, yang dilancarkan Aliansi Mahasiswa Tolak LSM Asing itu, dinilai sengaja dicari-cari. “Yang harus dipertanyakan, dari mana dana aksi-aksi itu. Siapa yang mendanai mahasiswa itu,” katanya balik bertanya.Greenpeace, lembaga yang transparan menampilkan aliran dana kepada publik. Jika dibandingkan dengan Greenpeace, organisasi mahasiswa itu tidak ada apa-apanya. “Yang penting kan akuntabilitas. Mau dana dari langit jika dilaporkan jelas, tidak apa-apa. Mereka jangankan audit, dana dari siapa saja tak pernah ada yang tahu.”Danang malah merasa aneh, aliansi mahasiswa melaporkan Greenpeace ke polisi atas tudingan penggelapan dana donatur dan menerima dana asing. “Penggelapan dana itu kan delik aduan, mengapa mahasiswa yang lapor?” “Tudingan ini hanya dicari-cari.”Menurut dia, studi dan riset menyebutkan, di Indonesia, kini bangkit kembali kekuatan oligarki yang dulu hidup di era orde baru. Dia mencontohkan, Sinar Mas, bagian dari masa lalu. Konglomerasi ini kuat karena mampu bertahan di era krisis. Kini pengaruhnya kuat sekali. Jadi, kala perusahaan ini terusik kampanye Greenpeace, muncul penolakan-penolakan itu. “Jadi, aksi-aksi ini hanya kepentingan politik lokal.”" "ICW: Tudingan kepada Greenpeace Dicari-cari","Kepala Greenpeace di Indonesia Nur Hidayati mengungkapkan, tuduhan penyelewengan dana merupakan upaya sistematis mendiskreditkan Greenpeace di Indonesia. Sejak dua tahun terakhir, kata Yaya, panggilan akrabnya, upaya pembusukan ini muncul seiring dengan kampanye-kampanye Greenpeace yang selalu berhadapan dengan kekuatan-kekuatan modal yang seolah-olah tidak tersentuh. Perusahaan-perusahaan ini melakukan pelanggaran dan kerusakan lingkungan hidup yang kemungkinan besar mengganggap Greenpeace sebagai batu gangguan.“Ya, kami kan aktif kampanye kerusakan hutan, tudingan negatif muncul terhadap Greenpeace,” katanya.Greenpeace Indonesia, merupakan organisasi legal yang terdaftar dengan bentuk Perkumpulan di Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia.  Setiap tahun, Greenpeace diaudit oleh akuntan publik independen, dan dilaporkan kepada donatur serta masyarakat luas.Selama ini, Greenpeace tak pernah menerima permintaan klarifikasi dari pihak-pihak yang melakukan tudingan itu. Kini, Yaya, balik mempertanyakan dan curiga atas aksi-aksi termasuk dari Aliansi Mahasiswa Tolak LSM Asing ini. Dia menduga kuat, aksi ini didalangi pihak-pihak yang merasa kepentingannya terganggu.“Saya tidak melihat ini sebagai upaya murni untuk mencari tahu tentang kegiatan-kegiatan Geenpeace. Tuduhan ini suatu yang dicari-cari.  Setiap kali kita meng-counter satu isu, muncul isu lain,” ujar dia.Menurut dia, organisasi mahasiswa yang terdiri dari para pemikir dan generasi muda seharusnya kritis dan peduli terhadap kerusakan lingkungan yang terjadi di Indonesia. Bukan sebaliknya, malah mempertanyakan hal-hal yang tidak ada hubungan dengan upaya menjaga lingkungan.  “Harusnya mereka malah bertanya, mengapa pemerintah tak tegas terhadap perusak hutan? Mengapa mahasiswa tak kritis terhadap konflik sosial masyarakat dan perusahaan? Seharusnya ini yang mereka pertanyakan.”" "ICW: Tudingan kepada Greenpeace Dicari-cari","Sebelumnya, pada Kamis(25/4), Aliansi Mahasiswa Tolak LSM Asing, melaporkan dugaan penipuan, penggelapan dana dan pembohongan publik oleh Greenpeace ke Mabes Polri.  Menurut Koordinator aliansi ini, Rudy Gani, selama ini Greenpeace mengklaim dana sumbangan dari individu di Tanah Air.Dia mengkalkulasi, donatur Greenpeace 30 ribu orang donatur. Tiap donatur menyumbang Rp75.000 per bulan, hingga Greenpeace menerima sumbangan Rp27 miliar per tahun. Namun, menurut dia, dalam laporan keuangan Greenpeace pada 2009 dan 2010 yang dimuat di dua media massa, edisi 25 Oktober 2011, donasi hanya Rp6.5 miliar pada 2009, dan Rp 10,2 miliar pada 2010.  Dari situlah dia menuding ada sisa uang yang tak disampaikan dan menuduh penggelapan dan penyimpangan dana.Aliansi juga melaporkan dugaan penggelapan dana atas masuk dana dari luar negeri ke Greenpeace Indonesia sebesar Rp31 miliar dan Rp 8,7 miliar. Bukti yang tidak dapat dielakkan itu terpampang di situs Greenpeace. Bahkan, Greenpeace Indonesia juga tercatat mengantongi dana sumbangan dari Greenpeace S.E.A Foundation sebesar Rp1,2 miliar di tahun 2009 dan Rp1,7 miliar di tahun 2010. [SEP]" "Ekek-Geling Jawa, Burung Endemik Jawa Barat Yang Terancam Punah","[CLS] Satu lagi spesies burung Indonesia kini masuk dalam status kritis (Critically Endangered) dalam Daftar Merah (IUCN) International Union for Conservation of Nature setelah ancaman terhadap habitatnya semakin meluas dan  upaya penangkapan sebagai hewan peliharaan juga semakin marak. Burung ekek-geling Jawa atau Javan Green Magpie (Cissa thalassina) ini kini diperkirakan tinggal 249 individu.Burung yang bisa ditemui di Taman Nasional Merapi, Taman Nasional Halimun Salak, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan hutan kawasan Parahyangan ini memiliki ukuran sekitar 32 centimeter, dan didominasi warna hijau di tubuhnya, memiliki ekor yang pendek, dan memiliki strip mata berwarna hitam.Burung ini sebelumnya merupakan sub-jenis dari ekegeling (Short-tailed Magpie) yang ada di Pulau Jawa dan Kalimantan. Namun kemudian diketahui bahwa kedua jenis burung yang ada di Jawa dan Kalimantan ini berbeda, dan burung di Jawa disebut ekek-geling Jawa dan di Kalimantan disebut ekek-geling Borneo (Cissa jefferyi). Menurut Bas van Balen, seorang ahli ornitologi (pakar burung) asal Belanda, pemisahan ekek geling ini didasarkan atas hasil studi terhadap perbedaan suara, morfologi, dan variasi bulu anak jenis ekek geling yang ada di Jawa dan Kalimantan tersebut.Nasib kedua jenis burung ini pun sangat berbeda. Di Kalimantan, yang terdapat di hutan pegunungan Sabah, Malaysia dan Brunei terbilang cukup aman karena sebagian besar populasinya berada di kawasan lindung. Burung ekek geling Borneo ini masih berstatus Beresiko Rendah (Least Concern), dengan jumlah populasi sekitar 10 ribu ekor." "Ekek-Geling Jawa, Burung Endemik Jawa Barat Yang Terancam Punah","Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia (Burung Indonesia) mencatat, jumlah jenis burung terancam punah tahun 2012 sebanyak 126 jenis. Rinciannya adalah 19 jenis berstatus Kritis (Critically Endangered/CR), 33 jenis berstatus Genting (Endangered/EN), dan 74 jenis tergolong Rentan (Vulnerable/VU). Semuanya itu, masuk dalam Daftar Merah International Union for Conservation of Nature (IUCN). [SEP]" "Taman Nasional Pulau Komodo: The New 7 Wonders!","[CLS] Sebuah kabar baik datang untuk Pulau Komodo. Setelah melalui proses klarifikasi yang panjang, Taman Nasional Komodo akhirnya dinobatkan jadi salah satu New 7 Wonder of Nature (tujuh keajaiban baru dunia). “Dengan demikian, seluruh suara yang mendukung Komodo dalam kompetisi ini sudah sah dan diakui oleh penyelenggara kompetisi, New 7 Wonders Foundation,” kata Ketua Pendukung Pemenangan Komodo, Emmy Hafid, di Markas Pusat PMI Jakarta, Rabu (16/5).Direktur Komersial New 7 Wonders of Nature, Jean Paul De La Fuente, mengucapkan selamat atas keberhasilan Pulau Komodo menjadi salah satu New 7 Wonders of Nature. “Kami mengucapkan selamat kepada Indonesia. Kami tidak ragu memasukan Taman Pulau Komodo ke dalam New 7 Wonders of Nature,” ujarnya.Duta Besar Komodo dan Ketua Dewan Pembina Yayasan Komodo, Muhammad Jusuf Kalla, mengatakan, kemenangan Taman Nasional Komodo tersebut setelah dipilih oleh 200 juta pemilih di seluruh dunia. “Ini adalah dari suatu perjalanan panjang bagi kita semua untuk mewujudkan cita-cita melestarikan komodo dan habitatnya,” ungkapnya. Selain itu, kemenangan ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di sekitar pulau ini. “Tantangan ini jauh lebih berat dari memenangkan Komodo sebagai New 7 wonders of Nature,” tandasnya.Ditururkan JK, proses pemilihan Pulau Taman Komodo dalam New 7 Wonder of Nature ini dibutuhkan proses yang sangat panjang, yakni mulai November tahun lalu dan dibutuhkan beberapa bulan audit.Presiden New 7 Wonders of Nature, Eamonn Fitzgerald mengatakan, ketujuh keajaiban itu, masing-masing Amazon, Ha Long bay, Iguazu Falls, Jeju Island, Komodo Island, Puerto Princesa Underground River, dan Table Mountain. [SEP]" "Dorei Jaya, Kelompok Penjaga Cendrawasih dari Kampung Barawai","[CLS] PERBURUAN cendrawasih marak di Kampung Barawai, Distrik Yapen Timur, Kabupaten Kepulauan Yapen, Papua. Warga setempat tak tinggal diam. Mereka membentuk kelompok untuk menjaga burung surga ini tiap pagi dan sore hari.Marthen Mandenasi terpilih sebagai ketua. Kelompok ini dibentuk dengan nama Dorei Jaya, beranggotakan 15 orang. Dorei Jaya terbentuk sejak Februari 2012. Sebelum ini dibentuk, sudah ada kelompok lingkungan lain yang dikoordinir Marthen.Kelompok itu ada karena kekhawatiran atas cendrawasih di kawasan ini yang terus diburu. Pemerintah Yapen membiarkan perburuan terjadi. “Kalau tidak ada tindakan pencegahan, burung ini akan punah. Jadi, kami berusaha bentuk kelompok untuk jaga,” katanya kepada Mongabay, di Jayapura, Sabtu(20/10/2012).Pemburu, menembak mati burung menggunakan senapan angin. Cendrawasih mati, dibawa ke Kota Serui, lalu dijual secara ilegal. Warga yang biasa memburu cendrawasih dari Kampung Waindu dan Wadawas.Dorei Jaya, rutin bolak balik pagi sore berjalan kaki dari kampung ke beberapa pohon yang selalu dihinggapi cendrawasih. Jarak yang ditempuh dari kampung ke hutan cendrawasih sekitar lima kilo meter. “Sekitar 15 yang masuk kelompok ini komit jaga sekaligus lestarikan. Jadi, pagi dan sore jalan kaki ke lokasi cendrawasih sebelum aktivitas lain,” kata Yusak Reba, rekan Marthen.Sejak 2008, Dinas Pariwisata setempat membangun homestay di bawah beberapa pohon yang selalu didatangi cendrawasih. Kala itu, proyek pembangunan ditender CV.Armada Pasifik. Namun, sampai saat ini tak dialiri aliran listrik. Tiap malam gelap. Homestay itu dibiarkan ditumbuhi rerumputan tinggi. “Tidak ada lampu di homestay. Malam itu gelap. Jadi, masyarakat tidak bisa bermalam untuk jaga cendrawasih,” kata Yusak. Dinas Kehutanan juga membangun penginapan untuk menjaga cendrawasih. Namun, rumah itu tak dilengkapi fasilitasi listrik. Jadi, sampai saat ini tak berfungsi." "Dorei Jaya, Kelompok Penjaga Cendrawasih dari Kampung Barawai","Hingga kini, Pemerintah Yapen, tak memfasilitasi kelompok ini. Warga membentuk kelompok dan bergerak menjaga dan melestrarikan cendrawasih atas insisiatif sendiri. Dari komitmen itu, cendrawasih yang hampir punah mulai bertambah. Saat ini, ada sekitar 60 cendrawasih. Kicauannya sudah terdengar tiap pagi seperti dulu.Sekretaris Dinas Kehutanan Kabupaten Kepulauan Yapen, Ana Bonay mengatakan, berupaya memberikan puluhan bibit pohon  amponuai (beringin) yang menjadi tempat hinggapan cendrawasih. “Kami baru sumbang 10 pohon ke Barawai untuk ditanam. Fasilitas lain kami upayakan.” [SEP]" "Macan Tutul Berbintik Merah Stroberi","[CLS] Macan tutul biasanya memiliki bulu kuning kecoklatan dengan tutul berwarna kehitaman. Namun, baru-baru ini ditemukan macan tutul di Madikwe Game Reserve, Afrika Selatan, yang punya bintik berwarna merah stroberi.Sebenarnya, macan tutul stroberi itu sudah sering dijumpai turis. Deon De Villiers, seorang fotografer, kemudian mengirimkan foto macan tutul itu ke Panthera, lembaga konservasi harimau di Amerika Serikat.Pakar harimau dari Panthera, Luke Hunter, mengatakan bahwa macan tutul stroberi itu sebenarnya adalah macan tutul yang mengalami erythrism. Erythrism didefinisikan sebagai kelainan berupa produksi pigmen merah berlebihan dan produksi pigmen hitam yang minim.“Ini benar-benar jarang. Saya tidak tahu apakah ada contoh lain yang lebih sesuai pada macan tutul,” ungkap Hunter seperti dikutip situs National Geographic, Kamis (12/4/2012).Menurut Hunter, erythrism jarang ditemukan pada karnivora. Kondisi tersebut biasanya muncul pada musang dan luwak Eurasia.Meski berbeda dengan macan tutul umumnya, kelainan pigmen pada macan tutul stroberi tak bakal mengganggu kehidupan dan kesehatannya. Salah satu contohnya, warna stroberi tetap menawarkan kamuflase sehingga memudahkan mencari mangsa.Satu bahaya yang mungkin ada hanyalah ketika macan tutul tersebut lepas atau keluar dari Madikwe. Macan akan menjadi makhluk menarik untuk perburuan. [SEP]" "Mangrove Tahura Ngurah Rai Bali, Nasibmu Kini…","[CLS] Cuaca panas di sore hari, akhir pekan lalu, membuat Kadek Sarmi dan teman-temannya memilih “bersembunyi” ke kawasan wisata Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai di pinggiran Denpasar, berbatasan langsung dengan Kabupaten Badung. Kawasan hutan mangrove terluas di Bali ini berlokasi hanya beberapa ratus meter dari Simpang Dewa Ruci, Kuta, pusat kemacetan terparah di Bali saat ini.Dengan hanya Rp 5000, panasnya cuaca sore itu pudar ketika memasuki kawasan hutan mangrove. Menyusuri jalan setapak kayu di antara lebat tanaman mangrove, memberi nuansa kesegaran tersendiri. “Denpasar sudah semakin krodit sekarang. Paling enak jalan jalan yang di hutan mangrove, daripada ke mal. Di sini khan udaranya segar,” kata Sarmi.Sayangnya, para pengunjung harus puas dengan berbagai keterbatasan fasilitas di area hutan mangrove. Jalan setapak yang terbuat dari kayu ulin, sudah rapuh di banyak sisinya. Hal ini memaksa pengunjung berhati-hati, bila tak ingin terperosok. “Berbahaya sekali jalan di sini. Kayunya sudah rapuh. Takut juga kalau jatuh. Kenapa nggak diperbaiki ya?” Nur Aini, salah seorang pengunjung mempertanyakan.Tidak adanya fasilitas tempat sampah di sepanjang areal, membuat beberapa pengunjung dengan seenaknya membuang sampah sembarangan. Aksi corat coret oleh pengunjung yang tidak bertanggung jawab, juga tampak mewarnai beberapa bagian jalan dan fasilitas di kawasan ini.Pemerintah Provinsi Bali selaku pengelola hutan mangrove seluas total 1.373,5 hektar itu pun mengakui kondisi ini. “Kami cukup kewalahan mengatasi masalah sampah plastik yang cukup banyak. Setiap harinya, kami mengangkut tidak kurang dari 4 truk sampah. Tetapi masalahnya tidak juga bisa teratasi karena keterbatasan personil dan anggaran,” kata Gubernur Bali Made Mangku Pastika. Pemerintah Provinsi Bali hanya mengalokasikan dana Rp 400 juta setahun untuk pengelolaan hutan di Bali." "Mangrove Tahura Ngurah Rai Bali, Nasibmu Kini…","Banyaknya sampah di kawasan Tahura Ngurah Rai, sebenarnya tidak banyak disumbang oleh aksi tidak bertanggung jawab pengunjung. Posisi Tahura Ngurah Rai yang menjadi hilir sedikitnya 8 sungai, membuat kawasan ini menjadi “tempat sampah” kiriman dari berbagai wilayah di Bali. Posisinya pun tak jauh dari tempat pembuangan sampah akhir (TPA) Suwung yang berbatasan langsung dengan laut.Dengan alasan penyelamatan kawasan Tahura Ngurah Rai, Gubernur Bali memutuskan menyerahkan pengelolaan kawasan hutan mangrove ini kepada pihak swasta. Adalah PT. Tirta Rahmat Bahari, perusahaan swasta yang berhasil mendapat izin pengelolaan hutan mangrove seluas 102,2 hektar di kawasan Tahura Ngurah Rai. Melalui izin yang sudah diterbitkan pada Juni tahun ini, PT. Tirta Rahmat Bahari mendapat hak pengelolaan hutan selama 55 tahun. Syaratnya, perusahaan ini diwajibkan mengelola hutan dengan system kolaborasi bersama pihak Pemerintah Provinsi Bali.Dalam masterplan yang terlampir dalam izin yang dikantongi PT. Tirta Rahmat Bahari, disebutkan bahwa perusahaan akan membangun sedikitnya 75 unit penginapan, 5 kios, 8 rumah makan, 2 spa, 1 restaurant, 1 gedung serba guna, tempat meditasi, toilet, dan sarana penunjang pariwisata lainnya. “Izin ini saya berikan untuk menyelamatkan hutan mangrove kita. Karena kalau dikelola pegawai negeri sipil, saya yakin sulit sekali. Perlu ada orang-orang professional yang mengelola itu, sehingga hasilnya pun lebih maksimal,” tegas Pastika.Namun pemberian izin pengelolaan Tahura Ngurah Rai kepada swasta mengundang reaksi dari aktivis lingkungan hidup di Bali. Komite Kerja Advokasi Lingkungan Hidup (KEKAL) Bali terus mendesak Gubernur Bali untuk mencabut izin yang telah dikeluarkan melalui beberapa kali unjuk rasa." "Mangrove Tahura Ngurah Rai Bali, Nasibmu Kini…","Menurut salah satu aktivis KEKAL Bali yang juga Ketua Dewan Daerah Walhi Bali, Wayan “Gendo” Suardana, pemberian izin kepada investor tidak menjawab persoalan menumpuknya sampah plastik di Tahura Ngurah Rai. “Kalau kita analisa izin yang diberikan, investor hanya bertanggung jawab untuk menjaga kelestarian mangrove pada area 102,22 hektar saja. Lalu sisanya bagaimana?” Gendo mempertanyakan.Dalam surat keputusan gubernur tentang izin pengelolaan Tahura Ngurah Rai juga terdapat poin bahwa investor dilarang memindahtangankan hak pengelolaan Tahura, kecuali ada izin tertulis dari gubernur. “Ini merupakan celah bagi investor untuk memindahtangankan haknya karena hanya membutuhkan persetujuan gubernur” terang Gendo.Atas desakan agar izin kepada PT. Tirta Rahmat Bahari segera dicabut, Gubernur Pastika sempat menyatakan pihaknya tengah mengkaji ulang perizinan tersebut. “Mari kita bersama sama kaji itu, membentuk tim kecil, untuk membahasnya. Saya terbuka, termasuk kepada LSM. Saya yakin sebenarnya kita berangkat dari pemahaman yang sama, yakni menciptakan kesejahteraan di Bali dengan tetap menjaga lingkungan,” jelas Pastika.Namun KEKAL Bali menyayangkan pengkajian ulang yang dilakukan tanpa mencabut terlebih dahulu izin yang telah dikantongi. “Seharusnya yang dilakukan Gubernur Bali ialah mencabut izin PT. TRB, baru melakukan kaji ulang pengelolaan kawasan tahura Ngurah Rai. Tidak seperti sekarang ini, yang hanya melakukan kaji ulang tanpa ada kejelasan kapan pencabutan ijin dilakukan,” keluh Gendo." "Mangrove Tahura Ngurah Rai Bali, Nasibmu Kini…","Dikonfirmasi terpisah, Direktur PT. Tirta Rahmat Bahari, Nyoman Swianta, mengaku masih menunggu hasil kajian ulang terhadap izin yang telah mereka kantongi. Swianta mengaku siap menerima apapun hasil pengkajian ulang itu. “Apapun hasilnya, kami akan terima. Pada dasarnya, kami hanya ingin menyelamatkan hutan mangrove yang kondisinya memprihatinkan. Tetapi kecurigaan bahwa kami akan merusak hutan mangrove, tentu tidak masuk akal. Kami akan menjadikan hutan itu asset utama kami, jadi tidak mungkin kami merusaknya. Tidak akan ada satu pun pohon yang kami tebang. Kalau kami merusaknya, sama saja kami bunuh diri,” Swianta beralasan. [SEP]" "Buku Baru Analysing REDD+, Sudah Siapkah Indonesia Menjalaninya?","[CLS] Di sela pelaksanaan Konferensi Rio+20, Center for International Forestry Research (CIFOR) menerbitkan sebuah buku berjudul Analysing REDD+: Challenges and Choices. Buku ini adalah kumpulan tulisan dari banyak pakar yang disunting oleh Arild Angelsen dan kawan-kawan ini bicara soal REDD+ yang terbagi dalam tiga bagian utama, yaitu: Understanding REDD+(Memahami REDD+), Implementing REDD+ (Pelaksanaan REDD+) dan Measuring REDD+ (Pengukuran REDD+).Ini adalah buku ketiga dari CIFOR terkait isu REDD+, yang membahas soal desain dan implementasi awal REDD+, pelaksanaan di lapangan proyek REDD+, tantangan-tantangan dalam desain dan pelaksanaan yang efektif, kebijakan dan proyek REDD+ yang efektif, dengan garis besar konklusi:A. Sebagai sebuah IDE, REDD+ adalah sebuah kisah sukses yang merupakan sebuah pendekatan baru yang segar yang memberikan harapan dalam pendanaan yang berbasis hasil untuk melakukan upaya pencegahan dalam perubahan iklim.B. REDD+ menghadapi tantangan besar: kekuatan ekonomi dan politik raksasa masih terus berhadapan dengan deforestasi dan degradasi hutan. Implementasi harus dikoordinasikan dengan berbagai level pemerintahan dan agen-agen pelaksana di lapangan. keuntungan harus dibagikan dan harus diseimbangkan demi efektivitas dan keadilan; hak kepemiikan dan pengeolaan tanah masih belum menemukan titik aman bagi masyarakat dan masih harus dibahas lebih lanjut secara transparan, sistem monitoring karbon dan referensi yang realistis di segala level sangat diperlukan untuk mendukung sistem yang berbasis atas hasil ini.C. REDD+ bisa mengkatalisasi perubahan: dengan sistem insentif yang baru, munculnya diskursus dan informasi baru, aktor-aktor baru dan koalisi kebijakan baru bisa menggeser kebijakan domestik dari sekedar ‘business as usual’ menjadi berorientasi lingkungan." "Buku Baru Analysing REDD+, Sudah Siapkah Indonesia Menjalaninya?","D. REDD+ bisa menggabungkan berbagai strategi di wilayah deforestasi yang tinggi: proyek ini bisa menggabungkan strategi yang bisa menegakkan peraturan dan mendukung daya hidup alternatif dengan insentif berbasis hasil, dan proyeki ini harus dilakukan di wilayah-wilayah deforestasi yang tinggi.E. Pilihan Kebijakan ‘No Regret’: kendati masa depan REDD+ masih belum jelas, para pemangku kepentingan perlu membangun dukungan dan koalisi untuk perubahan, invest dalam sistem informasi, dan mengimplementasikan kebijakan yang bisa mereduksi deforestasi dan degradasi hutan, untuk berbagai tujuan perubahan iklim.Editor utama buku ini secara khusus menyoroti seputar tantangan REDD+ baik secara praktis maupun politis. Mulai dari pengukuran dan monitoring tinggalan karbon, siapa yang mendapat uang dari REDD+, koordinasi diantara orang-orang lokal, pemerintah regional dan nasional. “Desain dan pelaksanaan REDD+ sangat menantang,” ucap Angelsen. “Bagian tersulit adalah bagian detailnya – saat anda memulai mengerjakan sisi spesifik REDD+, mulailah muncul konflik lebih banyak.”Bagian lain yang juga sulit adalah membangun sebuah sistem referensi untuk menentukan penilaian tinggalan karbon dalam sebuah proyek REDD+. Terutama untuk menentukan nilai insentif yang diterima oleh satu daerah karena menjaga tegakan pohon dan menjaga tutupan hutan. Ini adalah sebuah tugas berat, karena terkadang, data yang ada tidak valid di lapangan, dan membuka pintu-pintu konflik dengan masyarakat lokal." "Buku Baru Analysing REDD+, Sudah Siapkah Indonesia Menjalaninya?","Khusus untuk kasus Indonesia, salah satu permasalahan mendasar adalah sistem data dan informasi antar-lembaga di berbagai level yang masih berantakan. Ketidaksinkronan data yang dimiliki lembaga di level nasional, seperti Departemen Kehutanan RI, dengan lembaga-lembaga pemerintahan lokal seperti Pemerintah Kabupaten, Kecamatan dan seterusnya menjadi satu masalah tersendiri. Seperti dibahas dalam Chapter 6 buku ini, Multiple Levels and Multiple Challenges for REDD+, dalam tabel 62 disebutkan: salah satu halangan untuk menentukan MRV (Measuring, Reporting and Verification) di Indonesia adalah perlu energi ekstra untuk  menggabungkan data spasial dan tutupan lahan, serta menentukan peta tunggal untuk menentukan batas administratif dan konsesi.Sementara dari sisi kebocoran pendanaan, hal ini terkait erat dengan permainan politik lokal yang memiliki otoritas penggunaan dana dan menentukan kebijakan. Hal serupa juga dibahas dalam Box 6.1 Risks od Corruption in REDD+ : Lessons from Indonesia oleh Ahmad Dermawan. Dalam tulisan ini dibahas seputar koordinasi dalam penggunaan dana REDD+ yang turun untuk proyek masih jauh dari situasi ideal. Ahmad Dermawan menilai, salah satu tantangan terbesar adalah masih lemahnya penentukan batas area dari hutan negara.Misalnya dalam kasus permohonan izin untuk REDD+ sebagai program nasional yang bisa dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan RI, izin bisa dikeluarkan oleh lembaga ini. Namun tumpang tindihnya batas, serta tumpang tindihnya aturan serta otoritas dengan pemerintah di level lebih rendah (misalnya kabupaten) membuat izin yang dikeluarkan untuk proyek REDD+ seringkali berhadapan dengan izin tambang atau konsesi perkebunan di lapangan." "Buku Baru Analysing REDD+, Sudah Siapkah Indonesia Menjalaninya?","Buntutnya, tidak hanya soal batas. Namun hal ini membuat kebingunan di tingkat masyarakat lokal, dan membuat sebuah tantangan baru bagi REDD+ di lapangan: apa yang membuat REDD+ lebih menguntungkan secara finansial bagi mereka di tingkat akar ketimbang tambang atau perkebunan? Kerja berat agen-agen lapangan REDD+ pun dimulai disini. Apalagi, dengan adanya sistem perhitungan karbon dengan berbasis hasil nyata yang akan menghitung tinggalan karbon di sebuah wilayah berdasar atas tutupan lahan dan tegakan pohon. Sistem ini membuat masyarakat takut untuk menerima REDD+ sebagai sebuah solusi.Dari hasil wawancara lapangan yang dimuat di dalam buku baru ini diketahui bahwa warga yang memahami ide dasar dari REDD+ sekitar 2 sampai 13% saja (untuk proyek di Ulu Masen, Aceh, KCCP dan KFCP). Lalu pemahaman soal program REDD+ lokal 6 sampai 27% saja. Artinya hanya rata-rata 10 persen orang lokal yang paham apa itu REDD+ di ketiga wilayah proyek tersebut, dan hanya sekitar seperempat dari penduduk yang paham soal program REDD+ lokal di tahun 2010.Pertanyaan umum lain yang muncul dari wawancara ini adalah seputar pendapatan yang berkelanjutan bagi masyarakat di sekitar hutan terkait program REDD+ ini. Hal lainnya adalah ketakutan akibat kegagalan proyek-proyek pemerintah di masa lalu yang berakhir dengan konversi lahan menjadi perkebunan, serta berurangnya akses memasuki hutan terkait REDD+. Ketiga faktor ini menyebabkan keraguan bagi masyarakat sekitar desa untuk bisa menerima REDD+ sebagai sebuah solusi tepat bagi mereka, tak hanya soal sumber daya di hutan, namun juga penghasilan.Secara teknis, buku baru ini memang sangat lengkap membahas kondisi terbaru dari REDD+ sebagai sebuah solusi untuk menekan emisi karbon akibat deforestasi dan degradasi hutan, namun pendekatan yang dilakukan lewat buku ini cenderung kaku, berbasis data keras, dan langkah demi langkah yang disusun secara teratur." "Buku Baru Analysing REDD+, Sudah Siapkah Indonesia Menjalaninya?","Tentu ini sebuah hal positif jika dilihat dari sudut pandang pelaksanaan, namun beberapa prasyarat dasar, seperti tingkat kematangan birokrasi di sebuah negara, tingkat kerapihan data administratif terkait hutan dan lingkungan, serta tingkat keseriusan politik untuk membangun sistem REDD+ secara matang, menjadi masalah tersendiri untuk kasus Indonesia. Ancaman-ancaman korupsi (REDD+ melibatkan dana puluhan bahkan ratusan juta dollar), tumpang tindihnya kebijakan soal status lahan, serta lemahnya pengetahuan warga akibat lemahnya informasi, membuat kemajuan program REDD+yang dilakukan berjalan sangat lambat.Seperti dituangkan oleh Erik Olbrei dan Stephen Howes dari Australian National University dalam tulisan mereka soal kegagalan REDD+ di Kalimantan Forest Carbon Partnership:1. Target utama KFCP telah diturunkan secara drastis. Hanya sepuluh persen, dari target awal yang digembar-gemborkan, karena target awal terlalu bombastis.2. Perkembanga di lapangan sangat lambat. Blokade kanal-kanal utama belum dimulai, hanya 50.000 pohon yang ditanam, mekanisme pengukuran emisi belum tuntas, dan baseline emisi bahkan belum dijelaskan secara detail.3. Deforestasi dan konversi lahan gambut tetap berlangsung dengan cepat dan dalam skala besar di Indonesia. Penanaman dan ekspansi perkebunan sawit makin meluas.Senator Partai Hijau Australia, Christine Milne, bahkan menyebut proyek KFCP ini sebagai sebuah kegagalan total, akibat lambatnya perkembangan di lapangan, dan lemahnya pelaksanaan yang mengakibatkan menurunnya target capaian yang semestinya." "Buku Baru Analysing REDD+, Sudah Siapkah Indonesia Menjalaninya?","Kegagalan-kegagalan ini dipicu oleh beberapa hal, terutama adalah minimnya akses informasi publik dan masyarakat lokal terhadap KFCP membuat mereka tidak memiliki informasi yang cukup transparan soal pelaksanaan proyek ini. Dan ketika proyek ini diturunkan targetnya, masyarakat tidak memilki gambaran luas soal hal ini, dan menimbulkan sebuah opini bahwa AusAID dan Negara Australia tidak serius dalam menangani proyek REDD percontohan mereka di Kalimantan.Contoh lain yang lebih nyata adalah pelaksanaan REDD di Aceh, di kawasan hutan gambut Rawa Tripa. Mantan Gubernur Aceh Irwandu Yusuf jutsru mengeluarkan izin untuk membuka perkebunan sawit bagi PT Kallista Alam, di saat proyek REDD berjalan, artinya political will yang lemah, digabung dengan administrasi data yang tidak terkoordinasi menjadi sebuah racun dalam proyek REDD ini. Masalah bukan muncul dari REDD+, tapi lebih pada kesiapan Indonesia itu sendiri yang menjalankan proyek ini secara jangka panjang.Selain itu, buku ini mungkin lupa menyoroti betapa faktor budaya sangat kental berbicara dalam setiap pelaksanaan proyek yang masuk ke sebuah wilayah. Kendati dianggap menjadi batu sandungan, jika gagal ‘menjinakkan’ faktor ini, namun salah satu kunci sukses dalam proyek pelestarian hutan dan menjaga tutupan hutan berbasis masyarakat, justru faktor budaya. Terlepas dari apakah ini program REDD+ atau tidak, yang terpenting hasilnya tetap sama dengan target program REDD+ ini, mereduksi emisi karbon dan menjaga tutupan hutan, serta membawa manfaat bagi masyaralat sekitar hutan." "Buku Baru Analysing REDD+, Sudah Siapkah Indonesia Menjalaninya?","Salah satu contoh istimewa dalam hal ini adalah masyarakat Dayak Wehea, di Muara Wahau, Kalimantan Timur yang mengelola hutan adat mereka yang dimulai sejak 6 tahun silam. Tahun 2004. Ats inisiatif masyarakat, hutan dan desa ini mulai ditetapkan sebagai desa konservasi oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Timur. Hutan lindung Wehea seluas 40 ribu hektar, secara resmi dilindungi oleh hukum adat Wehea. Setiap pelanggaran, baik itu membunuh binatang atau mengambil kayu tanpa izin di dalamnya, akan dikenakan sanksi yang tegas. Bahkan, kini warga dayak Wehea memiliki pasukan tersendiri untuk menjaga hutan lindung ini. Mereka disebut Petkuey Mehuey (PM) atau pasukan penjaga hutan.Pasukan ini terdiri dari anak-anak muda Wehea, yang secara bergantian dalam setiap shiftnya menjaga dan berpatroli keliling hutan lindung Wehea untuk melakukan monitoring dan membuat serta memperbaiki jalur-jalur wisata yang ada di dalam hutan ini. Tugas lain yang tak kalah penting, tentu saja memandu setiap peneliti atau wisatawan yang datang di hutan lindung Wehea dan menjelaskan setiap keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya.Setiap shiftnya, berlaku selama dua bulan. Setelah waktu yang ditentukan berakhir, mereka akan digantikan dengan tim lain yang sudah disiapkan. Proses ini sudah terjadi sejak pertamakali hutan lindung Wehea ditetapkan sebagai area yang harus dijaga oleh mereka. Secara resmi, PM ini sudah bertugas sejak tahun 2004 silam, dan terus berjalan hingga saat ini.Komitmen dan kerja keras warga Dayak Wehea, telah mendapat penghargaan dari Pemerintah Republik Indonesia tahun 2010 silam. Ledjie Taq, sebagai Kepala Adat Dayak Wehea mendapat anugerah Kalpataru sebagai salah satu penggerak dan pelindung lingkungan di Muara Wahau. Penghargaan internasional bahkan telah diraih oleh Hutan Lindung Wehea, yaitu Schooner Prize Award dari Kanada, sebagai salah satu wilayah konservasi terbaik ketiga di dunia." "Buku Baru Analysing REDD+, Sudah Siapkah Indonesia Menjalaninya?","Hutan lindung Wehea kini juga merupakan sebuah objek pariwisata andalan, sekaligus pusat penelitian bagi dunia kehutanan. Sementara masyarakat bisa menghidupi diri mereka sendiri dengan bekerja di hutan sebagai penjaga hutan, pemandu wisata, tetap menjadi petani di desa mereka, menjual atraksi tahunan mereka yaitu Festival Panen Lomplai, dan tetap membiarkan tutupan hutan mereka terus bertambah.Dengan atau tanpa REDD+. Intinya, adalah memancing inisiatif masyarakat dan menomorsatukan masyarakat, dan menjauhkan dari segala janji-janji soal insentif yang justru memancing pertanyaan serta konflik, seperti beberapa kasus proyek REDD yang telah terjadi di berbagai wilayah Indonesia hingga kini. Apa pun payung programnya, keseriusan pemerintah lokal dan peran masyarakat dalam menjaga alam, tetap jauh lebih utama.E-book dalam format PDF dapat diunduh di: sini [SEP]" "Norwegia Ragu RI Bisa Penuhi Komitmen Iklim","[CLS] Perubahan pengelolaan sektor kehutanan Indonesia saat ini, tak akan bisa memenuhi komitmen negeri ini dalam mengurangi emisi karbon sebanyak 26 persen pada 2020. Demikian diungkapkan Menteri Lingkungan Norwegia, Bard Vegar Solhjell, Selasa(22/5/12).Indonesia, menetapkan dua tahun moratorium hutan sejak Mei 2011, di bawah perjanjian mendapatkan dana US$1 miliar dengan Norwegia.Dana ini untuk mengurangi gas emisi dari deforestasi, meskipun mendapatkan perlawanan dari beberapa bagian di pemerintahan maupun perusahaan-perusahaan yang berencana mengembangkan usaha di negeri ini.Solhjell mengatakan, Norwegia cukup terkesan dengan apa yang dicapai Indonesia dalam mewujudkan transparansi di sektor kehutanan. Juga menjadi lebih pro lingkungan dalam kebijakan seputar penggunaan lahan.Bagaimanapun, deforestasi terus berlangsung di area yang tak masuk dalam moratorium. Izin untuk ‘membersihkan’ lahan pun sering dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Ini memerlukan ketegasan pemerintah pusat.“Kami tahu bahwa moratorium itu tak akan cukup untuk mencapai mitigasi iklim sesuai janji atau menghentikan deforestasi pada kecepatan yang diperlukan,” kata Solhjell dalam wawancara dengan Reuters.Ini kali pertama Norwegia bersuara tentang moratorium kemungkinan tak berjalan efektif dalam menekan deforestasi.Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menandatangani perjanjian dengan Norwegia dan moratorium sebagai bagian dari upaya mengurangi emisi pada masa ini. Sudah ada juga langkah kebijakan lain dalam pengurangan emisi.“Ini perkembangan sangat progresif tapi juga sangat menantang untuk meletakkan pada tempatnya .”Indonesia menarik bagi investor asing masuk dalam industri-industri manufaktur seperti baja, semen dan pembangkit listrik. Di mana, semua usaha itu merupakan industri tinggi emisi gas rumah kaca. Sedangkan penjualan telepon seluler dan penerbangan berfluktuasi." "Norwegia Ragu RI Bisa Penuhi Komitmen Iklim","Peningkatkan permintaan energi untuk pembangkit listrik, sebagian besar dari batu bara, akan mendorong emisi karbon.Sampai saat ini, Indonesia masih tak menyediakan data emisi tahunan. Meskipun Bank Dunia pada 2005, menempatkan negeri ini sebagai negara terkesar ketiga dunia dalam pelepasan emisi karena deforestasi. [SEP]" "Menghentikan Tambang Karst Gunung Kidul, Selamatkan Mata Air Rakyat","[CLS] Penambangan di kawasan karst (batu gamping) di Kabupaten Gunung Kidul Yogyakarta yang terus terjadi sampai saat ini memberikan dampak besar terhadap kelestarian kawasan tersebut. Terutama terhadap kondisi air bawah tanah dan ekosistem disekitarnya. Padahal kawasan karst memiliki potensi dan manfaat yang penting bagi ekosistem dan manusia. Potensi itu antara lain sebagai daerah tangkapan dan penampung air bawah tanah, habitat berbagai satwa khas dan unik, serta sebagai lokasi wisata alam, budaya, dan ilmiah.Menurut Ir. Pramudji Ruswandono, M.Si, Kepada Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Gunung kidul kepada Mongabay Indonesia, selama ini kawasan karst Gunung Kidul yang termasuk dalam Kawasan Karst Gunungsewu telah mememenuhi kebutuhan air baku bagi 120.000 jiwa. Jumlah itu baru dicukupi dari dua sistem sungai bawah permukaan saja, yaitu Sistem Goa Seropan dan Sistem Goa Bribin.Selain itu, karst justru merupakan lokasi akuifer air yang baik, berpengaruh langsung bagi kehidupan manusia dan lingkungan sekitarnya. Konsep epikarst di katakan bahwa lapisan batu gamping yang ada di dekat permukaan karst memiliki kemampuan menyimpan air dalam kurun waktu yang lama. “Kekayaan air bawah tanah pasti akan terancam, karena penambangan yang terus dilakukan. Upaya pencegahan penambagan sudah dilakukan, agar tidak berdampak meluas.” kata Pramuji .Alexander Klimchouk (2003) dalam penelitiannya ditemukan bahwa zona di dekat permukaan karst merupakan zona utama pengisi sistem (hidrologi) karst melalui proses infiltrasi diffuse dan aliran celah (fissure flow). Dari tipe aliran air pada celah vertikal, Chernyshev (1983), memperkirakan bahwa zona epikarst terletak pada kedalaman 30 – 50 meter di bawah permukaan karst dengan ketebalan bervariasi, biasanya 10-15 meter dari permukaan." "Menghentikan Tambang Karst Gunung Kidul, Selamatkan Mata Air Rakyat","Penambangan di kawasan karst Gunungkidul selain merubah perilaku sungai bawah tanah, juga menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan empat instalasi pemanfaatan sungai bawah tanah untuk pemenuhan air baku masyarakat yang telah dibangun pemerintah. Instalasi pengelolaan air tersebut berada di Goa Seropan, Goa Bribin I dan Bribin II serta instalasi yang di bangun di muara sistem Bribin di Pantai Baron. Salah satu instalasi tersebut merupakan hasil proyek prestisius kerjasama Pemerintah RI dengan Pemerintah Jerman, yaitu Hidropower Plant di Bribin II. Instalasi ini merupakan pilot project di dunia yang diharapkan mampu menjawab problem krisis air di Gunungkidul dengan operasional cost nol rupiah.Mengangkat Potensi Wisata dan Menekan PertambanganGunung kidul menyimpan potensi gua yang sangat besar. Ratusan gua yang tersimpan didalamnya mempunyai keindahan dan keunikan yang cukup besar. Sistem gua yang unik dan kompleks juga ditemukan di sini. Potensi sumber daya hayati di kawasan karst Gunung Sewu sampai saat ini belum banyak terungkap. Hal ini disebabkan minimnya kegiatan penelitian hayati di kawasan ini. Kekayaan fauna gua di perairan bawah tanah belum banyak dilakukan penelitian. Selain itu, Kawasan Karst Gunung Kidul  merupakan kawasan karst tropik yang ditandai dengan adanya bukit-bukit karst berbentuk kerucut (conical limestone), kubah (doline) lembah-lembah (polije) serta adanya gua-gua dengan sungai bawah tanah yang mengalir dibawahnya  dihiasi  dengan stalagtit dan stalagmitnya." "Menghentikan Tambang Karst Gunung Kidul, Selamatkan Mata Air Rakyat","Menurut Bagus Yulianto, Koordinator Bidang Wisata dan Konservasi, Yayasan Acintyacunyata Yogyakarta (YAY) kepada Mongabay Indonesia, sampai saat ini pihaknya masih melakukan penelitian Goa-Goa yang ada di Gunung Kidul untuk dikembangkan kepada pariwisata. Selama ini dalam penelitian mereka, penambangan di pegunungan karst akan mengancam kelestarian kualitas air dan kehidupan yang ada di dalamnya. “Kita apresiasi pemerintah yang mengeluarkan surat penghentian penambangan. Akan tetapi, perlu upaya cerdas untuk menjaga kelestariaan kawasan, seperti menjadikannya sebagai wisata goa,” kata Bagus menutup pembicaraan.Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) telah menjelaskan bahwa bentang alam karst termasuk dalam kawasan cagar alam geologi, oleh karena itu dapat disebut kawasan lindung geologi sehingga Surat Edaran Bupati Nomor 540/0196 tertanggal 7 Februari 2011, untuk melakukan penghentian  kegiatan penambangan di kawasan karts. Pemerintah  sudah menyelesaikan Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Gunungkidul tahun 2010-2030. [SEP]" "Koalisi Penyelamatan Minta Pemprov Aceh Jadikan Tripa Kawasan Lindung","[CLS] Menyusul keputusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Medan yang mengabulkan gugatan banding Walhi Aceh terhadap Gubernur Aceh dan PT Kalista Alam untuk mencabut izin usaha perkebunan PT Kalista Alam di Nagan Raya seluas 1.605 hektar, kini Tim Koalisi Penyelamatan Rawa Tripa meminta Pemerintah Propinsi Aceh untuk menjadikan kawasan hutan Rawa Tripa dijadikan kawasan lindung secara formal lewat perangkat aturan hukum formal.Seperti dilaporkan oleh Analisa Daily, Keputusan ini juga menjadi bukti bahwa penegakan hukum atas upaya penyelamatan lingkungan menjadi sesuatu yang sangat berharga. Untuk itu, TKPRT meminta kepada Gubernur Aceh untuk sesegera mungkin mencabut Izin Usaha Perkebunan kepada PT Kalista Alam di kawasan Rawa Tripa.“Kami juga mengharapkan Gubernur Aceh dapat segera mengevaluasi seluruh izin-izin usaha perkebunan perusahaan di kawasan Rawa Tripa yang banyak bermasalah,” tambah Direktur Eksekutif Walhi Aceh, TM Zulfikar.Apalagi Tim Kerja Kajian dan Penegakan Hukum Satgas Persiapan Kelembagaan REDD+, yang berada dibawah UKP4, lanjut TM Zulfikar, telah menyatakan Rawa Tripa adalah wilayah lahan gambut yang tercakup dalam Peta Indikatif Penundaan Penerbitan Izin Baru di Aceh.“Wilayah rawa gambut rentan terbakar bila dikeringkan, sehingga untuk menjaganya adalah mewujudkan cita-cita pembangunan menekan laju emisi gas rumah kaca hingga 41 persen,” ujar Zulfikar.Menurut beritasatu.com kawasan hutan gambut ini telah mengalami deforestasi lebih dari 50% dari total keseluruhan lahan akibat pembukaan perkebunan sawit. Total lahan gambut rawa tripa yang berada di dua kabupaten  yaitu Aceh Barat Daya dan Nagan Raya seluas 61.803 hektare." "Koalisi Penyelamatan Minta Pemprov Aceh Jadikan Tripa Kawasan Lindung","Rawa Tripa memiliki fungsi sebagai kawasan penyerap air, daerah penyangga (buffer) untuk melindungi daerah sekitarnya dari bencana, tempat tinggal manusia dan aneka satwa serta pengendali iklim mikro. Karena itu TKPRT meminta Pemprov Aceh segera mencabut seluruh izin yang dimiliki perusahaan yang mengeskplorasi kawasan hutan gambut tersebut.Sementara itu, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BP DAS) Krueng Aceh, siap mendukung Pemerintah Aceh jika berkeinginan mengembalikan hutan yang tersisa seluas 16.000 hektare di kawasan Rawa Tripa, Kabupaten Nagan Raya provinsi itu.“Kami siap mendukung jika memang Pemerintah Aceh berkeinginan mengembalikan kawasan hutan yang tersisa di Rawa Tripa,” kata Kepala BP DAS Krueng Aceh, Abubakar Cekmad di Banda Aceh, kepada theglobejournal.com.Restorasi, tambah Abubakar, adalah upaya untuk menjadikan kembali kawasan Rawa Tripa sebagai hutan gambut sehingga dapat mencegah kerusakan lingkungan hidup di masa mendatang. “Restorasi kembali hutan gambut Rawa Tripa dengan penanaman hutan rawa seperti pohon ara,” kata Abubakar Cekmad menjelaskan.Aktivis lingkungan setempat menyatakan bahwa kebakaran yang terjadi di Rawa Tripa disulut oleh perusahaan kelapa sawit yang beroperasi di wilayah tersebut, dan kini mengancam sekitar 200 orangutan yang hidup di wilayah ini.  Rawa Tripa adalah salah hutan gambut dengan kepadatan orangutan tertinggi di dunia. Sebelum dihancurkan, tak kurang dari 3000 ekor orangutan hidup di wilayah ini. Kini di seluruh Sumatera, diperkirakan hanya tinggal 7000 ekor orangutan, yang terus berkurang akibat dampak langsung penebangan hutan primer untuk keperluan pembukaan perkebunan sawit di Sumatera. [SEP]" "Jakarta Akan Terapkan Aturan Green Building Tahun Depan","[CLS] Tahun 2013 pemerintah DKI Jakarta mulai mewajibkan setiap pemilik gedung-gedung tinggi di ibukota untuk mengikuti peraturan ramah lingkungan yang ditetapkan di seluruh wilayah. Kepala DInas Pengawasan dan Penertiban DKI Jakarta Pandita mengatakan bahwa lembaganya saat ini masih menyosialisasikan peraturan ramah lingkungan ini kepada semua pemilik gedung dan konsultan yang ada di Jakarta.“Peraturan baru ini akan mulai diterapkan bulan April 2013 mendatang. Terkait hal itu kami tidak akan mengeluarkan izin pembangunan gedung baru dan juga tidak memberikan sertifikat ramah lingkungan, bagi gedung yang gagal memenuhi regulasi baru ini,” ungkap Pandita.Kendati demikian, peraturan baru ini yang sudah disetujui oleh dewan kota bulan April tahun ini, hanya akan dikenakan para bangunan-bangunan tertentu.Semua sekolah dan semua lembaga pendidikan dengan luas 10.000 meter persegi atau lebih, semua hotel dan pusat kesehatan dengan luas lebih dari 20.000 meter persegi, pusat perbelanjaan, kompleks apartemen dan perkantoran lebih dari 50.000 meter persegi, akan terkena peraturan ini. Berdasar data dari pemerintah kota, sekitar 200 bangunan mask ke dal am kriteria ini.Dalam peraturan baru ini, ada lima kategori yang harus dipenuhi pemilik gedung untuk memenuhi kriteria ramah lingkungan. Pertama adalah manajemen bangunan. Untuk bangunan baru penerapan peraturan ini dimulai sejak masa pembangunan konstruksi, namun bagi bangunan lama penerapan peraturan ini hanya diberlakukan dalam operasional gedung sehari-hari.Komponen kedua adalah efisiensi energi, yang fokus menekan konsumsi energi dengan memaksimalkan penggunaan pencahayaan alami. Ketiga adalah kosnervasi air. Semua bangunan harus menerapkan penggunaan air yang efisien, daub ulang air dan memiliki penyimpan air human.Keempat adalah kualitas udara termasuk penggunaan ventlasi dan filter udara yang baik. Terakhir adalah kegunaan lokasi, atau site usage." "Jakarta Akan Terapkan Aturan Green Building Tahun Depan","“Sebenarnya tidak semahal itu untuk mengubah gedung menjadi ramah lingkungan. Berdasar perhitungan kami peningkatan biaya perawatan gedung hanya akan meningkat sekitar 7 hingga 8 persen,” ungkap Pandita lebih lanjut. “Selain itu, kita harus siap dengan kenaikan harga air dan listrik.”Pendiri Green Buiding Council Indonesia (GBCI) Naning Adiwoso menyambut baik peraturan ini, ia mengatakan ini saat yang tepat bagi pemerintah untuk menerapkan tindakan nyata dalam isu-isu lingkungan. “Sebuah hal baik jika peraturan baru ini memang wajib sifatnya dan memiliki sanksi bagi yang melanggar,” ungkap Naning, namun akan lebih baik jika memang ada reward atau insentif bagi pemilik gedung yang menjalankan upaya ini dengan baik.GBCI adalah sebuah organisasi non-profit yang fokus dalam pendidikan dan membantu pengelolaan gedung untuk memenuhi standar yang berkelanjutan. Lembaga ini juga memebrikan sertifikasi bagi gedung yang ramah lingkungan. Di Jakarta, hanya satu gedung yang telah mendapat sertifikat GBCI.Menurut standar GBCI, gedung yang ramah lingkungan idealnya berhasil mereduksi penggunaan air dan energi sekitar 20 hingga 30 persen.Sementara sebuah penelitian dari United Nations Environment Programme (UNEP) menunjukkan bahwa perkotaan hanya mengambil lahan di dunia sekitar 2%, namun mengonsumsi 75% energi di seluruh dunia, dan sektor bangunan ini mengonsumsi sekitar 40% energi, 30% energi mineral dan 20% energi air. [SEP]" "Tur Kepak Sayap Enggang: Selamatkan Hutan, Lanjutkan Moratorium","[CLS] TUR Kepak Sayap Enggang-Mata Harimau Seri Kalimantan, resmi ditutup, Sabtu(29/2012) di Rumah Betang, Kota Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar). Penutupan diikuti serangkaian kegiatan kesenian dan ritual adat serta penandatanganan spanduk peduli hutan oleh sejumlah aktivis dan masyarakat yang datang dalam kegiatan ini.Selama 14 hari tur, sejak di Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, berakhir di Kalimantan Barat banyak ditemukan  deforestasi oleh perusahaan ekstraktif tambang, perkebunan sawit dan hutan tanaman industri (HTI). Sisi lain, ada upaya kolektif komunitas masyarakat adat menjaga hutan demi keseimbangan ekologis dan kehidupan.Mereka mendesak pemerintah Indonesia menghentikan deforestasi yang masih massif terjadi dengan melanjutkan moratorium hutan.  Anton P Wijaya Direktur Eksekutif Walhi Kalbar, mengatakan, tim menyaksikan bagaimana hutan dan gambut Kalbar  dihancurkan perkebunan sawit dan HTI.“Hutan di lereng-lereng bukit ditebang yang merusak hulu sungai sebagai sumber air bersih warga pedesaan di Marau, Ketapang. Hamparan gambut di Kuala Labai, Ketapang juga dihancurkan dengan membuat kanal-kanal yang akan melepas karbon dioksida penyebab pemanasan global,” katanya, di Pontianak, Sabtu(29/9/12).Tur ini, sebagai bagian upaya penyelamatan hutan Kalimantan juga Indonesia. “Harapannya mengajak seluruh elemen masyarakat mau dan terlibat dalam gerakan penyelamatan hutan, penyelamatan lingkungan hidup Indonesia demi pembangunan kesejahteraan bersama. Selamatkan hutan Indonesia, hutan kita. Pulihkan Indonesia.”Hegar W Hidayat Direktur Eksekutif  Walhi Kalsel, mengungkapkan, situasi hutan Kalsel sangat memprihatinkan. Dari 1,8 juta hektare kawasan hutan, Walhi memperkirakan hanya 350 ribu hektare tersisa, sebagian besar di Pegunungan Meratus." "Tur Kepak Sayap Enggang: Selamatkan Hutan, Lanjutkan Moratorium","“Industri ektstraktif batubara, ekspansi sawit dan HTI menjadi sumber perusakan kualitas dan kuantitas hutan di Kalsel. Ini membuktikan pemerintah gagal mengelola sumber daya alam. Hutan merosot berjalan linier dengan konflik dan penderitaan rakyat akibat bencana ekologis dengan frekuensi makin meningkat.”Arie Rompas, Direktur Eksekutif  Walhi Kalteng menambahkan, ‎eksploitasi sumberdaya alam seperti tambang, kebun sawit dan HTI menimbulkan konflik, pencemaran lingkungan dan bencana ekologi. “Kekeringan, banjir dan kebakaran hutan, gambut serta mengakibatkan kerugian negara dan biaya pemulihan ekologi,” ujar dia.Moratorium penting dilanjutkan, dengan perbaikan tata kelola kehutanan, melindungi kawasan ekologi penting, menyelesaikan konflik dan pengakuan wilayah kelola rakyat.Zulfahmi, Jurukampanye Hutan Greenpeace Indonesia mengatakan, moratorium hutan yang berakhir 2013 harus dilanjutkan. “Jangan dibatasi waktu karena jangka waktu dua tahun belum mampu menghentikan deforestasi.” Moratorium, harus mampu menyelamatkan hutan-hutan kaya keragaman hayati yang kini diperebutkan perusahaan untuk memperoleh hak konsesi. [SEP]" "Ikan Anemon ‘Terpaksa’ Beradaptasi Akibat Emisi Karbon Manusia ke Lautan","[CLS] Para peneliti di ARC Pusat Penelitian Bidang Studi Terumbu Karang atau Centre of Excellence for Coral Reef Studies (CoECRS) baru-baru ini dalam sebuah laporan yang dimuat dalam Nature Climate Change menemukan bahwa beberapa jenis ikan tidak rentan dengan meningkatnya kandungan karbondioksida dan keasaman air laut, seperti yang dikhawatirkan sebelumnya.“Selama ini seluruh dunia khawatir terkait temuan bahwa anak-anak ikan adalah mahluk yang sangat rentan dengan meningkatnya keasaman di laut, seiring dengan banyaknya emisi karbon akibat aktivitas manusia yang mempengaruhi lautan,” ungkap Dr Gabi Miller dari CoECRS dan Universitas James Cook.“Hasil penelitian kami dengan sejumlah ikan anemon menunjukkan bahwa anak-anak mereka bisa menyesuaikan diri dengan perubahan yang kami prediksikan akan muncul di laut di tahun 2100. Induk ikan membiasakan anak-anak ini dan membesarkan mereka di air dengan keasaman lebih tinggi.”“Aktivitas manusia diperkirakan akan meningkatkan keasaman air laut antara 0.3 hingga 0.4 hingga akhir abad ini, berdasar analisis emisi karbon kami,” ungkap peneliti lain, Prof. Philip Munday.“Dalam penelitian sebelumnya dan penelitian kami sendiri, hasilnya menunjukkan bahwa tingkat kemampuan bertahan anak-anak ikan anemon akan terpengaruh secara serius saat anak ikan tersebut terkena dampak peningkatan karbondioksida dan keasaman pada level tersebut,” tambahnya.“Namun saat kami bawa kedua induk ikan dan anak-anak ini di dalam air yang lebih asam kami menemukan bahwa, mereka setidaknya bisa mentolerir perubahan kadar keasaman tersebut,” tambah Dr. Miller. “Namun apakah dampak ini bertahan hingga akhir hidup mereka, masih harus dilihat lebih lanjut,” tambahnya." "Ikan Anemon ‘Terpaksa’ Beradaptasi Akibat Emisi Karbon Manusia ke Lautan","Bagaimana induk ikan bisa melampaui dan beradaptasi dengan tingkat keasaman air ini, masih merupakan sebuah misteri, ungkap Prof. Munday. “Interval waktu yang tersedia terlalu pendek untuk memungkinkan terjadinya sebuah adaptasi genetik dalam pemikiran yang normal. Namun, ini adalah sebuah efek keberadaan induk yang sangat penting, yang kami butuhkan untuk mengatasi kerentanan jumlah ikan dunia akibat perubahan-perubahan yang disebabkan oleh aktivitas manusia.”Berdasar dari bukti kepunahan-kepinahan yang terjadi sebelumnya, para peneliti sejak lama mengkhawatirkan bahwa pelepasan karbon dalam jumlah besar ke laut akan menyebabkan malapetaka bagi kehidupan di laut, terutama untuk spesies yang bergantung pada kalsium untuk membentuk tulang dan cangkang mereka. Penelitian baru lainnya menyebutkan bahwa kadar karbon (CO2) yang tinggi akan menyebabkan sistem saraf dari beberapa mahluk laut tidak berfungsi.Kenaikan tingkat keasaman di laut terkait aktivitas manusia yang melepas karbon ke perairan diperkirakan antara 0.1 pH unit dalam 50 tahun terakhir, dianggap jauh lebih tinggi dibanding kenaikan tingkat keasaman yang pernah menyebabkan punahnya beberapa spesies di lautan, yang telah mengeliminasi sekitar 70 hingga 90% spesies lautan. “Apa yang ditunjukkan dalam penelitian ini adalah, beberapa spesies setidaknya memiliki kapasitas untuk menyesuaikan diri dibanding yang kita bayangkan. Dan ini bisa memberi kesempatan kepada manusia untuk mengontrol kadar emis karbon mereka di lautan,” sambung Prof Munday.Namun Dr Miller memperingatkan bahwa ikan anemon sangat kuat akibat bentukan alam, dan mungkin tidak seperti kebanyakan ikan yang ada di laut. “Mereka yang pasti bukan ikan yang lemah, karena mereka memiliki kemampuan cukup besar untuk mengatasi kondisi berubah kok,” katanya. “Kita perlu memperluas penelitian untuk jenis ikan lain, terutama mereka yang diandalkan manusia sebagai makanan.”" "Ikan Anemon ‘Terpaksa’ Beradaptasi Akibat Emisi Karbon Manusia ke Lautan","Kedua ilmuwan memperingatkan bahwa dampak besar pada pengasaman laut akan cenderung pada karang sendiri, dan terumbu karang yang mereka bentuk, yang pada gilirannya menyediakan habitat untuk ikan kecil seperti ikan anemon. Nasib terumbu karang dunia di bawah rezim emisi karbon buangan manusia masih sangat tidak pasti, mereka mengingatkan. [SEP]" "Penyelundupan 3.900 Telur Penyu Digagalkan","[CLS] TIM gabungan dari sejumlah instansi mengagalkan upaya penyelundupan 3.900 butir telur penyu dari Kalimantan Barat (Kalbar) ke Sarawak, Malaysia Timur, Minggu(5/8/12) malam. Kepala Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pontianak, Bambang Nugroho, mengatakan, tim gabungan berhasil mengamankan truk pengangkut ribuan telur penyu ini. Truk dengan nomor polisi KB 8833 CL, dicegat petugas saat melintas di Jagoi Babang, daerah berbatasan dengan Malaysia. “Pemilik telur, Syarifah Rusidah, pedagang lintas batas negara,” kata Bambang. Syarifah warga Pemangkat, Sambas.Syarifah biasa membawa barang-barang dari Indonesia, dijual di Serikin, Serawak. Diduga penjualan telur penyu ini bukan kali pertama.  Dengan alasan kemanusiaan, petugas tidak menahan Syarifah. Tersangka lanjut berdagang di Pasar Serikin.Petugas PPNS dari Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Pontianak, akan memanggil Syarifah untuk dimintai keterangan. Barang bukti, diamankan BKSDA.  Adapun tim gabungan terdiri dari PPNS BKSDA, Resort Konservasi Sumber Daya Alam Jagoi Babang, Pos PSDKP Jagoi Babang, Pos Karantina Ikan Jagoi Babang dan didukung Polsek setempat.Kuat dugaan, Syarifah cukong yang mengumpulkan telur penyu dari penjarah di Pantai Paloh. Pantai Paloh, salah satu tempat peneluran penyu di Kalbar.Direktur WWF Kalbar, Hermayani Putera, mengatakan, perdagangan tumbuhan dan satwa dilindungi cukup menggiurkan. “Terlebih pelaku perdagangan kerap tidak dijerat hukuman setimpal,” katanya, Senin(6/8/12).Dia mencontohkan, penyelundupan 3.900 telur penyu ke Malaysia, si pelaku tidak ditahan. Instansi terkait membiarkan pelaku meneruskan berjualan di Pasar Serikin,  meskipun nanti  dipanggil BKSDA." "Penyelundupan 3.900 Telur Penyu Digagalkan","Kuat dugaan, telur penyu itu diambil dari Taman Wisata Alam Tanjung Belimbing, Paloh, Kabupaten Sambas. Hermayani mengatakan,  telur penyu biasa dijual di pasar tradisional, warung makan dan minum, serta warung kopi. Faktor penyebab, antara lain kesadartahuan masyarakat minim tentang penyu dan telur yang dilindungi.Ada enam jenis penyu dilindungi di kawasan TWA Tanjung Belimbing, yaitu penyu hijau, sisik, belimbing, lekang, tempayan dan penyu pipih. Penyu ini dilindungi berdasarkan PP 7 Tahun 1999 dan Appendix 1 CITES, serta Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Ekosistem.Informasi lain tentang penyu di Kalimantan bisa dilihat di sini [SEP]" "Penangkaran Berhasil, Induk Harimau Lahirkan 3 Bayi di Taman Margasatwa Medan","[CLS] Seekor induk betina harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae) berhasil melahirkan tiga ekor anak yang semuanya berjenis kelamin jantan tanggal 24 Juli 2011 silam. Bayi yang lahir setahun silam ini diberi nama Hariara, BIntang Baringin dan Bintang Sorik Marapi.  Nama ini diberikan oleh Walikota Medan Rahudman Harahap. Induk jantan ketiga anak harimau ini bernama Anhar, yang lahir di Taman Margasatwa Medan 13 tahun yang lalu. Sementara induk betina bernama si Manis adalah tangkapan BKSDA Sumatera Utara.Dengan lahirnya tiga bayi harimau ini, maka Taman Margasatwa Medan kini memiliki tujuh ekor harimau. Enam diantaranya adalah jantan, dan hanya seekor yang berjenis kelamin betina, yaitu Si Manis. Dari tujuh ekor yang ada di taman margasatwa ini, empat diantaranya adalah hasil penangkaran.Pihak Taman Margasatwa sendiri melakukan pola penangkaran dengan melepaskan harimau ini di area Taman Margasatwa yang terletak di Kecamatan Tuntungan ini dan bebas dari kerangkeng. Mereka membatasi persentuhan dengan harimau yang ada di wilayah ini untuk menjaganya tetap liar. Taman margasatwa ini memiliki area seluas 30 hektar, dan membuat proses penangkaran berjalan secara alami.Pihak pengelola memisahkan pasangan yang baru memiliki anak ini dari harimau jantan lainnya agar tidak terjadi perebutan yang dikhawatirkan akan menyebabkan dampak fisik.Si Manis, induk harimau yang baru melahirkan tiga bayi ini dua tahun sebelumnya juga melahirkan dua anak berkelamin jantan dari induk jantan yang lain. Namun hingga kini kedua anak harimau tersebut belum diberi nama." "Penangkaran Berhasil, Induk Harimau Lahirkan 3 Bayi di Taman Margasatwa Medan","Harimau Sumatera adalah salah satu hewan yang dilndungi berdasarkan Undang-Undang No.5 Tahun 1990. Spesies ini juga mask dalam Daftar Merah IUCN dengan status sangat terancam (critically endangered). Dari Data yang dikeluarkan oleh Tri Siswo dari BKSDA Jambi, jumlah harimau Sumatera tinggal tersisa 400 ekor saja, jauh menurun dibanding temuan penelitian Borner yang dilakukan tahun 1978 yang memperkirakan jumlahnya saat itu masih sekitar 1000 ekor. Sementara penelitian yang dilakukan oleh Santiaplia dan Ramono tahun 1985, menemukan bahwa harimau Sumatera saat itu berkisar di jumlah 800 ekor. [SEP]" "Temuan Studi: Sawit Penyebab Utama Kerusakan Lahan Gambut Kalimantan","[CLS] PARA pengembang di Kalimantan, Indonesia, meningkatkan konversi di lahan gambut untuk perkebunan sawit. Kondisi ini mendorong perusakan hutan dan meningkatkan emisi gas rumah kaca. Demikian laporan sebuah studi terbaru yang diterbitkan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences. Penelitian ini menyimpulkan, dengan melihat tren saat ini, hampir semua hutan tak lindung di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, akan hilang pada 2020.Penelitian, yang dipimpin oleh Kim Carlson dari Yale dan Stanford University, berdasarkan pada survei sosial ekonomi yang komprehensif, citra satelit resolusi tinggi dan pemetaan karbon dari Ketapang. Di mana daerah ini merupakan rumah bagi beberapa hutan dengan keanekaragaman hayati di planet ini termasuk Taman nasional Gunung Palung.Carlson dan rekan-rekannya menemukan, pada 1994-2001, untuk konversi, para pengembang fokus di hutan dataran rendah, lalu fokus lahan gambut. Pada 2008, hampir 70 persen dari perkebunan baru ada di lahan gambut,hingga memacu emisi karbon dioksida yang cukup besar. Penelian-penelitian menunjukkan sampai 90 persen emisi dari perkebunan sawit berada di lahan gambut tahun 2020.Temuan ini tepat waktu karena industri minyak sawit Malaysia dan Indonesia saat ini tersangkut kasus dengan US Environmental Protection Agency (EPA)—yang menganggap emisi karbon untuk produksi minyak sawit terlalu tinggi. Dalam kesimpulan EPA, sawit berbasis biodiesel tidak akan cukup mengurangi emisi dibanding bahan bakar konvensional. EPA mengasumsikan, sembilan persen minyak sawit dari Malaysia dan 13 persen dari Indonesia diproduksi di lahan gambut. Studi baru menunjukkan, pengembangan sawit di masa depan mungkin terkonsentrasi di lahan gambut. Ini meningkatkan jejak karbon dari sawit, hingga mematahkan protes kalangan industri ini." "Temuan Studi: Sawit Penyebab Utama Kerusakan Lahan Gambut Kalimantan","Temuan-temuan ini juga signifikan karena Indonesia telah berjanji melindungi lahan gambut melalui komitmen mengurangi emisi gas rumah hijau. Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tahun lalu menetapkan penghentian konsesi baru di lahan gambut. Tindakan awal, dengan melarang konversi lahan gambut dengan kedalaman lebih dari tiga meter atau 10 kaki. “ “Mencegah pembentukan minyak sawit di lahan gambut akan menjadi penting bagi setiap strategi pengurangan emisi gas rumah kaca,” kata Carlson dalam sebuah pernyataan.Keseluruhan temuan riset, menyebutkan, sebagian perkebunan sawit di Ketapang dikembangkan di lahan gambut sampai 2011. Untuk mengendalikan emisi dari ekspansi sawit, para penulis berpendapat, Ketapang perlu melindungi kayu dan hutan yang ditebangi serta mencegah kebakaran lahan pertanian. Meski begitu, menurut penelitian, konversi 280.000 hektare dari satu juta hektare tanah masyarakat tahun 2020 hampir tak terelakkan. Kasus yang paling mungkin adalah 35 persen dari seluruh lahan masyarakat akan dibuka sawit dalam tahun 2020.“Sayangnya perlindungan hutan dan lahan gambut tidak secara otomatis menghasilkan manfaat bagi masyarakat setempat,” kata anggota tim peneliti, Lisa Curran, profesor antropologi di Universitas Stanford. “Untuk menjadi benar-benar berkelanjutan, perusahaan sawit tidak hanya harus melindungi hutan dan cadangan karbon, tetapi harus memastikan setiap tanah yang diperoleh dari petani kecil dan penduduk memenuhi kriteria untuk persetujuan bebas, didahulukan dan diinformasikan, serta kompensasi yang adil dan transparan.”Carlson menambahkan, penelitian penting menggabungkan dampak perluasan perkebunan sawit dan konversi hutan terhadap masyarakat lokal. “Awalnya kami memutuskan memasukkan orang dalam penilaian kami,” kata Carlson. “Penduduk setempat dan tanah mereka sering terlupakan dalam pembahasan tentang hutan.” [SEP]" "Penjalanan ke Surabaya, Harimau Mati di Pesawat Garuda","[CLS] Seekor harimau Sumatera (Pantera tigris sumatrae) ditemukan mati dalam kandang saat proses pengiriman kargo di pesawat Garuda Indonesia dari Aceh menuju Surabaya, Senin(2/10/12). Penerbangan baru sampai Medan. Harimau jantan berusia 8,5 tahun itu mati diduga benturan saat pengangkutan di pesawat.Harimau bernama Teungku Agam itu ada di karantina BKSDA Aceh, Banda Aceh. Harimau ditangkap warga, 26 November 2010 di hutan Desa Panton Luas, Kecamatan Samadua, Kabupaten Aceh Selatan karena dianggap memakan manusia.Kepala Tata Usaha Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Affan Basori di Banda Aceh (3/10/12), mengatakan, hendak memindahkan harimau itu ke Lembaga Konservasi Jati Park di Jawa Timur. Selain harimau, ada dua binturong dan satu siamang turut dikirim.Satwa-satwa ini dikirim melalui kargo pesawat Garuda Indonesia GA 143 terbang pukul 12 siang dari Bandara Sultan Iskandar Muda Banda Aceh. Ikut bersama, seorang staf BKSDA Aceh dan seorang staf dari Jati Park.Saat pesawat transit di Bandara Polonia Medan, kandang-kandang itu dikembalikan lagi ke Aceh dengan pesawat Garuda GA 146. “Alasan Garuda memulangkan karena bau hingga ada penumpang komplain,” ujar Affan.BKSDA Aceh menyatakan saat itu Jati Park mengatakan satwa-satwa itu akan dikembalikan. Garuda Indonesia tidak memberitahu pengembalian satwa-satwa ini kepada staf mereka yang menyertai di pesawat. BKSDA Aceh diminta menjemput satwa itu di Bandara Sultan Iskandar Muda pada saat pesawat mendarat pukul 16.33.Saat diperiksa, binturong dan siamang sehat. Harimau terlihat tidak bergerak, awalnya dipikir tidur. Setelah diperiksa harimau ternyata mati. “Ada memar di pipi, hidung dan mulut keluar darah. Lidah biru, mata sebelah kanan pendarahan. Kaki depan cerai sendi.” Untuk memastikan, BKSDA Aceh otopsi di laboratorium  Kedoteran Hewan Universitas Syiah Kuala." "Penjalanan ke Surabaya, Harimau Mati di Pesawat Garuda","Proses pemindahan satwa ini dari ada permintaan dari lembaga konservasi Jati Park di Jatim. Pemindahan ini mendapat rekomendasi Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam dan Gubernur Aceh. Namun, tidak banyak pihak mengetahui pemindahan harimau ini keluar Aceh temasuk media.Gubernur Aceh Irwandi Yusuf pernah mengeluarkan surat melarang memindahkan satwa yang dilindungi keluar Aceh, pasca dipindahkan lima ekor harimau Aceh ke Lampung 2010 yang menuai kontroversi. Teungku Agam adalah harimau terakhir yang tertangkap di Aceh akibat berkonflik dengan manusia.Sejak 2007, tercatat 15 harimau mati karena diracun, dibunuh, kena jerat atau dalam proses karantina. Ada 10 harimau ditangkap dan direlokasi ke berbagai tempat, termasuk tiga ekor dilepas liar ke hutan Aceh. Tujuh orang tewas dan dua kritis akibat diterkam harimau di berbagai lokasi di Aceh. [SEP]" "Perjalanan: Keunikan Burung-Burung Penjaga Keramba di Muara Kaman, Kalimantan Timur","[CLS] Menyusuri sungai-sungai di Kalimantan memang menantang. Tak hanya perjalanan yang unik dengan berperahu menyusuri sungai-sungai besar, namun banyak hal baru bisa kita dapat sepanjang perjalanan.Salah satunya di wilayah Muara Kaman di Kabupaten Kutai Kartanegara.  Lokasi ini bisa dituju dengan menggunakan transportasi darat maupun air. Untuk menuju ke Muara Kaman, dari Samarinda Ibu kota Propinsi Kaltim, memerlukan waktu sekitar 5-6 jam perjalanan sungai, sementara kalau di tempuh melalui Tenggarong, hanya memerlukan waktu sekitar 3-5 jam perjalanan sungai.Masyarakat setempat masih mengantungkan hidupnya dengan alam sekitar, seperti budidaya ikan dengan memanfaatkan keramba di sungai, memasang jaring atau biasanya disebut renggek, memancing. Dan hampir semua masyarakatnya memiliki kemampuan untuk membawa perahu ces (ketinting) dengan mesin sekitar 30-50 Pk. Namun tidak sedikit masyarakat yang membuka lahan pertanian di pinggir sungai, seperti dikawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mahakam dan beberapa anak sungai.Tanaman yang terlihat di pinggiran DAS Mahakam, selain tanaman kebun, yaitu labu, semangka, tanaman pertanian seperti padi, dapat ditemukan di kawasan Muara Kaman hingga Muara Muntai. Dan hampir setiap hari mereka selalu menggunakan sejenis perahu lokal yang disebut perahu ces untuk menuju kebun.Pak Ayek seorang warga di Muara Kaman, ia tinggal dan dilahirkan di kampung Muara Kaman selama 40 tahun. Sejak kecil, ia memanfaatkan air sungai untuk memenuhi kebutuhannya. “Saya sejak kecil sudah mandi hingga minum air mahakam,” ungkap Pak Ayek.Bahkan binatang piaraan yang dimiliki warga setempat, berbeda dengan binatang piaraan seperti lazimnya yang dipelihara masyarakat, seperti kucing anjing. Binatang piaraan yang dipelihara yaitu bangau jenis purple heron, egret, bangau tong-tong, bahkan beberapa jenis elang." "Perjalanan: Keunikan Burung-Burung Penjaga Keramba di Muara Kaman, Kalimantan Timur","Bila pada umumnya masyarakat memelihara anjing untuk menjaga rumah dari pencuri, maka di kawasan DAS Mahakam, masyarakat memelihara burung-burung tersebut untuk menjaga keramba dari pencurian. Bahkan hampir setiap keramba memiliki piaraan burung jenis tersebut.“Burung-burung jenis bangau itu tidak kita tangkap, Mereka bisanya terjerat oleh jaring renggek yang kami pasang di sungai,” ungkap Hartono salah satu warga di kawasan Cagar Alam Muara Kaman, Desa Sedungan.Mengapa burung-burung tersebut bisa menjadi peliharaan masyarakat setempat? Menurut penuturan mereka, hewan jenis burung tersebut akan mengeluarkan suara, bila ada mahluk lain yang mendekat, seperti manusia, bahkan binatang buas lainnya termasuk ular.“Wah kalau malam, ada ular atau orang yang berhenti di keramba, burung-burung itu akan bersuara, jadi kami tahu bila ada pencuri atau binatang buas yang mendekati keramba. Hal ini kami lakukan karena seluruh kebutuhan hidup kami, tergantung pada keramba yang kami punya,” ungkap Hartono.Kita juga dapat melihat dari jenis Elang Bondol hingga Elang Hitam menjadi piaraan beberapa warga di kawasan DAS Mahakam. Namun elang tersebut lebih banyak ditangkap dan di pelihara sebagai penjaga keramba.Itulah sekelumit kisah Muara Kaman, Kutai Kartanegara.  Sepenggal keunikan Indonesia yang masih tersisa… [SEP]" "Data: Indonesia Kehilangan 8.8 Juta Hektar Hutan Dalam Satu Dekade","[CLS] Indonesia dan Malaysia kehilangan lebih dari 11 juta hektar hutan tropis dalam satu dekade antara tahun 2000 dan 2010. Hal ini diungkapkan dalam sebuah publikasi yang diterbitkan dalam jurnal Global Change Biology. Wilayah ini sama luasnya dengan negara Denmark atau negara bagian Virginia di Amerika Serikat.Sejumlah besar hutan yang hilang adalah di hutan dataran rendah, yang musnah seluas 7.8 juta hektar atau 11% dibanding tutupan hutan di tahun 2000. Hutan gambut mengalami persentase kehilangan yang terbesar, yaitu 19.7%. Hutan dataran rendah secara historis menjadi target pertama dalam penebangan hutan sebelum diubah menjadi laan pertanian. Konversi lahan gambut semakin meningkat dari masa ke masa untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit dan indystri kertas.Penelitian ini juga membagi perubahan tutupan hutan berdasar pulau. Kalimantan, yang terbagi antara Indonesia, Malaysia dan Brunei, memuncaki daftar area yang hilang dengan 5 juta hektar sepanjang periode tersebut, atau sekitar 12 persen dari tutupan hutan tahun 2000. Namun, kecepatan kemusnahan hutan yang tertinggi terjadi di Sumatera, yang terpapas sekitar 23.7% dari luas tutupan hutan atau sekitar 3.5 juta hektar.Sabah dan Sarawak, yang juga ada di wilayah Kalimantan, kehilangan lebih dari 15% hutannnya sepanjang satu dekade tersebut.Satu-satunya pulau yang terpantau terjadi reforestasi adalah Jawa, yang bertambah 37.000 hektar atau 4 persen dari jumlah tutupan hutan tahun 2000.Hutan gambut adalah wilayah yang paling banyak hilang. Sumatera kehilangan 41% lahan gambutnya sepanjang dekade tersebut, sementara Kalimantan kehilangan seperempat lahan gambut mereka. Malaysia sendiri kehilangan 45.3% lahan gambut antara 2000 hingga 2010." "Data: Indonesia Kehilangan 8.8 Juta Hektar Hutan Dalam Satu Dekade","Data ini dibuat berdasar analisis dari data satelit Landsat oleh Jukka Miettinen, Chenghua Shi dan Soo Chin Liew dari Center for Remote Imaging, Sensing and Processing (CRISP) di Universitas Nasional Singapura (NUS).Secara keseluruhan para peneliti memperkirakan kehilangan hutan di Indonesia mencapai 8.8 juta hektar atau 9.3% dalam kurun waktu di dalam studi ini. Malaysia kehilangan 2.3 juta hektar hutan, atau 13.2%. Hasil ini sangat berbeda dari terbitan resmi yang dirilis oleh PBB tahun lalu, dimana hutan di Indonesia hilang seluas 4.9 juta hektar dan sekitar 1 hingga 1.3 juta hektar di Malaysia. Badan PBB, FAO secara tradisional bergantung pada data yang mereka miliki terkait tutupan hutan, dan tidak bergantung pada analisis satelit. Namun pendekatan itu kini berubah saat FAO merilis perkiraan tutupan hutan berbasis satelit.CITATION: Jukka Miettinen, Chenghua Shi and Soo Chin Liew. Deforestation rates in insular Southeast Asia between 2000 and 2010. Global Change Biology (2011) 17, 2261–2270, doi: 10.1111/j.1365-2486.2011.02398.x [SEP]" "Produk Kelapa Sawit RSPO di Cemilan Anda Bantu Selamatkan Si Orangutan","[CLS] Sebuah kebun binatang bernama   Cheyenne Mountain Zoo Colorado Springs, Colorado, Amerika Serikat mengaitkan momen perayaan Halloween dengan fenomena penggundulan hutan tropis di Indonesia. Mereka mengingatkan pengunjung kebun binatang untuk selalu membeli permen atau makanan kecil yang mengandung kelapa sawit yang bersertifikat RSPO atau Roundtable on Sustainable Palm Oil.Kebun binatang ini menggunakan sebuah poster besar spesies yang kini dalam kondisi sangat terancam habitatnya di Sumatera, yaitu orangutan.Kelapa sawit, tak bisa dipungkiri adalah primadona bagi para pebisnis komoditi dunia, dan digunakan dalam berbagai produk secara luas di dunia. Mulai dari kosmetik hingga bahan tambahan untuk makanan, salah satunya adalah permen yang disajikan dalam perayaan Halloween.Kendati komoditi kelapa sawit memberikan devisa yang sangat besar bagi negara produsennya, namun ekspansi perkebinan yang luar biasa ini juga memakan korban dengan musnahnya jutaan hektar hutan tropis di Indonesia dan Malaysia. Bahkan dalam sebuah kajian baru-baru ini, 90 persen perkebunan kelapa sawit di negara bagian Sabah dan Sarawak di Pulau Kalimantan adalah hutan yang dialihfungsikan.Orangutan, sebagai sebuah spesies yang membutuhkan wilayah yang luas untuk bertahan hidup, kini tak lagi bisa bertahan di tengah maraknya perkebunan sawit karena kehilangan sumber pangan mereka. Bahkan, mereka dianggap sebagai hama yang akan merusak kebun sawit. Tentu saja, orangutan hanya satu dari ribuan spesies lain yang kehilangan habitatnya akibat ekspansi perkebunan sawit ini, menurut catatan para peneliti bahkan masih banyak spesies yang belum ditemukan di dunia ini." "Produk Kelapa Sawit RSPO di Cemilan Anda Bantu Selamatkan Si Orangutan","Kebun binatang Cheyenne membuat sebuah panduan bagi para pengunjungnya dalam sebuah PDF file yang memberikan panduan kepada para konsumen agar membeli produk-produk makanan dan permen dari perusahaan yang masuk sebagai anggota RSPO, serta agar para konsumen ikut peduli dalam menjaga alam dan orangutan yang masih tersisa di Kalimantan dan Sumatera yang terus terdesak akibat perkebunan sawit yang tidak mengindahkan prinsip-prinsip berkelanjutan. Beberapa produk yang disarankan antara lain dari Nestle, Kellog’s, Hershey’s dan Mars, dibandingkan produk serupa dari produsen lain.Jika anda tidak menemukan nama makanan kesukaan anda dalam daftar ini, maka sudah saatnya bagi anda untuk menulis surat kepada pihak perusahaan agar bergabung dengan RSPO dan berkomitmen menggunakan produk kelapa sawit yang bersertifikat. [SEP]" "DPRD Kaltim Akan Tuntut MS Kaban Karena Terbitkan SK Menteri Penyebab Deforestasi","[CLS] DPRD Kalimantan Timur akan melaporkan mantan Menteri Kehutanan M.S Kaban  kepada pihak berwenang akibat Surat Keputusan Menteri yang pernah dirilisnya tahun 2009 yang dinilai menyebabkan meningkatnya deforestasi di propinsi tersebut.Wakil Ketua Komisi III DPRD Kaltim, Andi Harun menyatakan, ia menemukan kejanggalan SK Menhut 577/2009 yang diterbitkan sehari sebelum Kabinet Indonesia Bersatu I berakhir ditengarai memiliki beberapa motif. Hal ini diungkapkan Andi Harun usai melakukan Inspeksi  sebagai lanjutan sejumlah pertemuan yang mengupas permasalahan Bukit Soeharto. Ikut dalam tinjauan lapangan, Pusat Penelitian Hutan Tropis (PPHT) Universitas Mulawarman (Unmul), Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kaltim, serta Dinas Kehutanan (Dishut) Kaltim.Kisruh kebijakan pemerintah di Tahura Bukit Soeharto berlangsung puluhan tahun. Informasi yang dikumpulkan oleh Kaltim Post, sejumlah ketidakkonsistenan mengiringi dasar hukum atas hutan yang diperkirakan menyimpan potensi lima miliar metrik ton batu bara ini. Menilik dokumen yang diperoleh Komisi III, pengukuran Bukit Soeharto dibuat pada November 1989 hingga Februari 1990. Berita acara tata batas diselesaikan 10 Maret 1990 dan disahkan pada 15 Mei 1991.Anehnya, tata batas tidak masuk lampiran SK Menhut 270/Kpts-II/1997 yang menetapkan hutan konservasi Taman Wisata Alam Bukit Soeharto seluas 61.850 hektare. Pada 2001, keluar lagi peta lampiran penunjukan kawasan hutan dan perairan Kaltim dalam SK Menhut 79/Kpts-II/2001.Tiga tahun kemudian, ada lagi peta dalam SK Menhut 160/Menhut-II/2004. Dengan demikian ada tiga peta yang memiliki batas berbeda. Ketiga peta berbeda tersebut, menurut dugaan PPHT Unmul, menjadi celah penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) batu bara oleh Pemkab Kukar." "DPRD Kaltim Akan Tuntut MS Kaban Karena Terbitkan SK Menteri Penyebab Deforestasi","Pada kurun 2003 sampai 2008, kaveling tambang dibuat semepet-mepetnya dengan Bukit Soeharto. Itu berdasarkan peta yang memuat Bukit Soeharto paling kecil luasnya.Banyaknya peta di Tahura membuat Malem Sambat Kaban –Menhut sebelum Zulkifli Hasan– menerbitkan SK 577/Menhut-II/2009. Tertulis dalam pertimbangan SK butir (d) –bahwa berdasarkan peta lampiran Berita Acara Tata Batas 10 Maret 1990 yang disahkan 15 Mei 1991, terdapat perbedaan delineasi  (penggambaran batas) kawasan hutan.Butir (e) menambahkan, perkembangan teknologi pemetaan dan penginderaan jauh perlu didayagunakan untuk kepastian kawasan hutan. Maka pada 29 September 2009 atau sehari sebelum berakhirnya masa jabatan, Kaban menerbitkan SK 577 yang menetapkan Tahura Bukit Soeharto seluas 67.766 hektare. Bertambah dari sebelumnya yang 61.850 hektare.Alhasil, 50-an IUP yang sebelumnya di luar, masuk areal hutan konservasi. Terbanyak di sisi timur Bukit Soeharto yang wilayah hutan pendidikan Unmul.Namun begitu, SK tadi menyatakan, IUP yang sebelumnya di luar tetapi akhirnya masuk Tahura karena keputusan Menhut, tetap berlaku sampai izinnya berakhir. Di sini kejanggalannya. Andi Harun mengatakan, poin penting SK ini yakni batas-batas Tahura yang merujuk berita acara tata batas 10 Maret 1990 dan disahkan setahun berikutnya.Itu berarti, batas Tahura yang sekarang, sesuai SK 577/2009, sudah diakui sejak 22 tahun lalu. “Menurut sistem hukum, tata batas merupakan proses sebelum penetapan kawasan yang disertai pematokan batas kawasan hutan,” terang Andi Harun kepada Kaltim Post.SK Menhut 79/2001 juga menetapkan kawasan hutan dan perairan telah ditunjuk dan ditetapkan. Secara teknis tidak dapat dipetakan dalam lampiran SK yang masih berlaku. Dengan demikian dapat dikatakan, 50-an IUP yang mendapat keistimewaan dari Menteri Kaban tadi, telah masuk Bukit Soeharto sejak 1990. Bukan setelah terbitnya SK 577/2009." "DPRD Kaltim Akan Tuntut MS Kaban Karena Terbitkan SK Menteri Penyebab Deforestasi","Adapun pengecualian bagi IUP dalam SK 577/2009, yakni tetap berlaku sampai berakhirnya izin, juga dinilai melanggar UU 41/1999 tentang Kehutanan juncto UU 19/2004. Dalam peraturan ini, aktivitas demikian hanya dibolehkan di hutan produksi dan hutan lindung.Saat menemui Dirjen Planologi, Kemenhut, awal bulan ini, Komisi III mendapat kepastian bahwa SK 577/2009 hanya memiliki satu interpretasi. Artinya, SK tersebut sudah final dan tidak diubah lagi.Berdasarkan runtutan tersebut, Andi Harun mempertanyakan motivasi MS Kaban menerbitkan SK 577/2009. “Komisi III akan membicarakan hal ini secara internal. Jika sudah diperoleh kesimpulan, bisa didorong kepada aparat berwenang,” terangnya.Sebagai tambahan, penerbitan puluhan IUP di sekeliling Tahura oleh Pemkab Kukar juga ditengarai menyalahi pasal 56 dan 57 Peraturan Pemerintah (PP) 68/1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam. Dalam PP itu ditegaskan, daerah yang berbatasan dengan hutan merupakan kawasan penyangga. Pemerintah harus menjaga dan merehabilitasi kawasan tersebut bukannya menerbitkan izin tambang.Dalam laporan ini, DPRD Kaltim dan sejumlah pihak akan meminta 15 perusahaan tambang yang beroperasi tersebut menghentikan operasinya sekaligus menghentikan pembuatan jalur angkut untuk truk-truk pertambangan, karena akibat aktivitas ini sejumlah besar wilayah sudah gundul.Izin pembuatan jalur angkut ini sendiri sekarang masih diselidiki, Pihak Dinas Kehutanan Propinsi Kaltim mengakui bahwa mereka menerima tiga mobil patroli dari perusahaan tambang tersebut untuk memberikan izin pembuatan jalur angkut tersebut.DPRD Kaltim juga akan melaporkan mantan Menhut M.S Kaban karena SK yang diterbitkannya justru menyebabkan deforestasi di dala wilayah hutan yang dilindungi. “Kami akan merestorasi kembali hutan ini seperti dinyatakan dalam statusnya sebagai hutan konservasi.”" "DPRD Kaltim Akan Tuntut MS Kaban Karena Terbitkan SK Menteri Penyebab Deforestasi","Sementara itu, Isal Wardhana Direktr Eksekutif Walhi Kalimanta Timur juga senada dengan Andi Harun, bahwa tidak seharusnya operasi pertambagan ada di dalam sebuah hutan konservasi. [SEP]" "Polling: Indonesia Paling Rasional Soal Perubahan Iklim, AS dan Inggris Ragu","[CLS] Buat anda, yang selama ini masih percaya bahwa orang-orang di negara barat jauh lebih mudah percaya dengan hasil karya ilmiah karena latar belakag pola pikir mereka yang rasional, nampaknya harus berpikir ulang. Hal ini terungkap dalam sebuah survey yang diadakan oleh sebuah perusahaan asuransi dunia bernama AXA bersama dengan lembaga survey Ipsos, yang telah melakukan survey kepada 13.492 orang di 13 negara termasuk Indonesia tentang perubahan iklim.Ternyata, diluar dugaan negara-negara yang selama ini dinilai memiliki standar pendidikan dan keilmiahan tinggi justru menjadi negara yang paling tinggi tingkat keraguan dan ketidak percayaan mereka bahwa perubahan iklim itu telah terjadi dan sudah terbukti secara ilmiah. Tingkat kepercayaan terendah adalah Jepang dengan 58%, disusul oleh Inggris 63% dan Amerika Serkat 65% yang penduduknya yakin bahwa perubahan iklim sudah terjadi dan terbukti secara ilmiah.Siapa negara yang rakyatnya paling percaya bahwa perubahan iklim sudah terjadi dan terbukti secara ilmiah? Indonesia jawabannya! sekitar 95% warga yang disurvei di negara kita yakin, bahwa perubahan iklim ini sudah terjadi dan terbukti secara ilmiah. Disusul oleh Hongkong dengan 89% dan Turki 86%.Survey ini membuktikan, bahwa dengan tingkat pendidikan yang tinggi, banyak warga di Amerika Serikat dan Inggris ternyata masih ragu, bahwa perubahan iklim itu memang sebuah fenomena yang nyata secara ilmiah.Dalam survey ini juga terungkap bahwa kenaikan suhu, kekeringan dan curah hujan yang ekstrem menjadi sebuah fenomena yang paling ditandai oleh warga akan adanya sebuah perubahan signifikan di lingkungan mereka." "Polling: Indonesia Paling Rasional Soal Perubahan Iklim, AS dan Inggris Ragu","Selain itu, warga dengan tingkat keyakinan tinggi ini juga percaya, bahwa tingkah polah manusia itu adlah penyebab paling utama atau yang paling bertanggung jawab atas terjadinya perubahan iklim di dunia. Di Hongkong 94% orang percaya dengan hal ini, disusul Indonesia 93%, lalu Mexico dengan 92% dan Jerman dengan 87%.Dalam survey serupa yang diadakan oleh lembaga Angus Reid terhadap warga Amerika Serikat, Inggris dan Kanada, juga memberi hasil serupa, bahwa orang Kanada ternyata jauh lebih yakin bahwa perubahan iklim itu sesuatu yang ilmiah dan sedang terjadi. Sementara  21% orang Amerika dan 22% orang Inggris masih yakin bahwa perubahan iklim itu ‘cuma teori belaka yang belum terbukti’.Christina Figueres, salah satu pejabat di Persatuan Bangsa-Bangsa mengatakan dalam sebuah konferensi pers terkait hasil polling ini bahwa keraguan seputar perubahan iklim sudah mulai mereda.Survey ini digelar di Belgia, Inggris, Perancis, Jerman, Hongkong, Indonesia, Italia, Jepang, Mexico, Spanyol, Swiss, Turki dan Amerika Serikat. Ajaib, tak satupun dari negara-negara adidaya ekonomi dan politik dunia ini yakin sepenuhnya bahwa perubahan iklim terbukti secara ilmiah. Mungkin mereka tak merasakan dampaknya secara langsung seperti Indonesia yang kehilangan jutaan hektar hutan tropis setiap tahun dan harus berkutat dengan bencana yang semakin tinggi frekuensi dan levelnya. [SEP]" "Aksi Anti Sirkus Lumba-Lumba Digelar di Bali, Jogja Hingga Jakarta","[CLS] Maraknya eksploitasi dan penyiksaan terhadap lumba-lumba lewat kegiatan sirkus keliling mengundang keprihatinan kalangan aktivis lingkungan. Sebagai bentuk protes terhadap hal itu, Jakarta Animal Aid Network (JAAN) akan menggelar Dolphin Freedom Action Tour Bali-Jakarta yang akan dimulai Jumat 7 Desember 2012. Sebuah ogoh-ogoh (boneka besar) berbentuk lumba-lumba akan diarak dari Bali sampai Jakarta.“Kami akan memulai aksi dari depan Kantor Gubernur Bali, selanjutnya berkeliling di beberapa kota di pulau Jawa sampai finish di Jakarta,” jelas Ketua Jakarta Animal Aid Network (JAAN), Pramudya Harzani, kepada Mongabay.co.id, Rabu 5 Desember 2012.JAAN merupakan lembaga non pemerintah yang sejak Januari 2008 bekerja untuk perlindungan satwa liar Indonesia. JAAN adalah juga mitra resmi Departemen Kehutanan dalam melindungi lumba-lumba Indonesia dan mereka telah menandatangani rencana lima tahun yang memungkinkan menyita, merehabilitasi dan melepaskan lumba-lumba tawanan ke alam liar.Dalam aksinya, para aktivis JAAN akan mengarak ogoh-ogoh berukuran sekitar 2 meter karya I Wayan Candra dari Sanggar Seni Gases Bali, salah satu maestro seni pembuat ogoh-ogoh di Bali.Ogoh-ogoh merupakan boneka besar yang menjadi salah satu karya seni khas Bali. Dulunya, ogoh-ogoh lebih banyak berbentuk raksasa sebagai simbol sifat-sifat jahat dan hanya diarak sehari menjelang Hari raya Nyepi. Namun dengan berbagai kreativitas, ogoh-ogoh kini juga banyak dibuat untuk tujuan lain.Sembari mengarak ogoh-ogoh, para aktivis juga akan membawa poster berisi kecaman atas aksi penyiksaan lumba-lumba dengan dalih tontonan sekaligus pendidikan lingkungan bagi anak-anak. Mereka juga akan membawa poster-poster yang berisi peringatan kepada masyarakat agar tidak lagi menyaksikan aksi-aksi sirkus keliling tersebut." "Aksi Anti Sirkus Lumba-Lumba Digelar di Bali, Jogja Hingga Jakarta","“Selama ini masyarakat seringkali beranggapan bahwa pertunjukkan sirkus lumba-lumba diperlukan untuk pendidikan kepada anak-anak mereka. Melalui aksi ini, kami ingin mengimbau kepada masyarakat bahwa sirkus lumba-lumba keliling itu justru hanya menyiksa hewan-hewan itu,” tegas Pramudya.Melalui tur Bali-Jakarta, kata dia, JAAN ingin menunjukkan bagaimana sebenarnya sirkus keliling itu melakukan penyiksaan terhadap lumba-lumba dan sejumlah hewan lain yang mereka libatkan. “Kami mencoba mendemonstrasikan apa yang biasa dilakukan para pelaku sirkus keliling itu terhadap hewan-hewan mereka. Harapannya agar bisa membuka mata masyarakat terhadap kenyataan yang ada, sehingga mereka lebih peduli dengan tidak lagi menonton sirkus sirkus itu,” tambah Pramudya.JAAN menyayangkan sikap tidak tegas pihak Kementerian Kehutanan yang tetap membebaskan aksi eksploitasi tersebut. “Lewat aksi ini, kita ingin Kementerian Kehutanan terbuka hatinya bahwa yang namanya sirkus bukan pendidikan konservasi, melainkan bisnis kekejaman satwa,” ujarnya.Setelah di Bali, aksi rencananya akan berlanjut di beberapa kota di Pulau Jawa, yakni di Yogyakarta, Semarang, dan berakhir di Jakarta. Di Yogyakarta, aksi rencananya akan digelar di depan Kantor Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta pada 10 Desember. Sedangkan di Semarang, aksi rencananya akan di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah pada 12 Desember, untuk selanjutnya melanjutkan perjalanan ke Jakarta.Sementara itu dari Yogyakarta, dalam kegiatan berbeda dilaporkan, tanggal 1 Desember silam Animal Friends of Jogja bersama Masyarakat Peduli Satwa menggelar aksi keprihatinan bagi lumba-lumba bernama Wen Wen dan dua lumba-lumba lain yang  meninggal dalam kurungan baru-baru ini." "Aksi Anti Sirkus Lumba-Lumba Digelar di Bali, Jogja Hingga Jakarta","Wen Wen adalah lumba-lumba ketiga dari 27 lumba-lumba hidung botol Indo-Pasifik yang ditangkap dari alam dan dibeli oleh Resorts World Sentosa (Singapura). Wen Wen meninggal dunia dalam penerbangan dari Filipina menuju Singapura. Dua lumba-lumba lain meninggal karena infeksi bakteri saat masih berada di Malaysia. [SEP]" "Seekor Paus Bungkuk Mati Terdampar di Jambi","[CLS] Benda yang sebelumnya diperkirakan kapal kandas oleh warga di desa Sungai Jambat, Kecamatan Sadu Kabupaten Tanjung Jabung Timur telah dipastikan oleh BKSDA Jambi adalah seekor paus. Paus yang sudah terdampar sekitar 10 hari ini sudah mati dan mulai membusuk. Menurut Nurazman Kepala Seksi Wilayah III BKSDA Jambi mengatakan “Paus yang terdampar ini adalah jenis paus Bongkok, sama seperti yang pernah terdampar di daerah Tabanan Bali”.Terdamparnya paus di Desa Sungai Jambat ini terjadi untuk pertama kalinya di Jambi. Hingga saat ini BKSDA Jambi belum bisa memastikan jenis kelamin paus karena memang selama ini pihak BKSDA belum pernah melakukan penelitian mengenai paus. Nurazman memperkirakan paus bongkok ini terdampar akibat kesalahan navigasi atau terlalu jauh mencari makan sehingga masuk ke dalam cekungan daratan karena lokasi ditemukannya paus ini adalah cekungan.Paus Bungkuk dikenal dengan nyanyian magisnya yang dapat terdengar hingga jauh dikedalaman laut. Paus ini dapat ditemukan hampir diseluruh garis pantai dunia dan melakukan migrasi hingga 25.000 kilometer setiap tahunnya. Paus Bongkok hanya makan pada saat musim panas dan mencari makan di perairan kutub dan pada musim dingin paus ini bermigrasi ke perairan bersuhu lebih hangat dekat garis khatulistiwa untuk berkembangbiak dan melahirkan anak.Paus bungkuk adalah salah satu spesies dilindungi di dunia, meski dalam Daftar Merah IUCN spesies ini masuk kategori beresiko rendah. Ancaman bagi si besar ini umumnya bertabrakan dengan kapal, bersangkutan dengan alat pancing, dan perburuan untuk diambil dagingnya. Jepang adalah salah satu negara yang banyak memburu paus untuk kepentingan konsumsi. [SEP]" "Analisis Kotoran: Upaya Terkini dalam Konservasi Badak Jawa di Ujung Kulon","[CLS] Seorang peneliti biologi bernama Peter de Groot dari Universitas Queen’s di Ontario, Kanada berharap bahwa temuan terkininya terkait kepunahan badak Jawa di Vietnam bisa mendorong publik untuk melakukan upaya yang terbaik bagi badak yang tersisa yang masih ada di Indonesia. “Kita semua masih memiliki kesepatan untuk menyelamatkan spesies ini, namun sebeum kita melakukan sesuatu, kita harus menentukan profil dari kelompok terakhir yang tersisa ini,” ungkapnya dalam situs resmi Universitas Queen’s.Dr. de Groot bersama dengan Peter Boag dan rekan-rekan mereka telah mengonfirmasi punahya badak Jawa yang hidup di Vietnam dengan menganalisis kotoran badak yang dukumpulkan dengan bantuan anjing pendeteksi kotoran. Dengan menggunakan perangkat genetik yang dikembangkan di Universitas Queens dan Cornell, mereka menyatakan hanya satu ekor badak Jawa yang hidup di Vietnam tahun 2009. Dan badak yang terdeteksi tersebut, ditemukan mati tahun berikutnya.Kini para peneliti tersebut fokus dalam penyelamatan sekitar 29 ekor badak Jawa yang hidup di kawasan Ujung Kulon, Jawa Barat, Indonesia. Mereka akan menggunakan kotoran badak yang telah dikumpulkan oleh rekan-rekan peneliti untuk menentukan usia, jenis kelamin dan pakan dari kelompok ini. Penelitian ini akan memberikan petunjuk untuk menyelamatkan populasi slah satu mamalia besar yang paling terancam di dunia ini.Upaya ini adalah sebagai bagian dari upaya Dr. de Groot dan Boag untuk mengembangkan sebuah perangkat genetik yang bisa membantu upaya konservasi dan pengelolaan spesies badak di Asia da Afrika. Lewat data lapangan yang terintegrasi yang dikoleksi dengan bantuan pengetahuan masyarakat lokal dan dengan mitra mereka di Amerika Serikat, Perancis, Afrika dan Asia mereka membangun sebuah metode inklusif untuk secara akurat memonitor dan melindungi warisan dunia bersama ini." "Analisis Kotoran: Upaya Terkini dalam Konservasi Badak Jawa di Ujung Kulon","Proyek ini didanai oleh NSERC, WWF, International Rhino Foundation dan USFWS. Penelitian Dr. de Groot terbaru ini diterbitkan dalam jurnal Biological Conservation. [SEP]" "Orang Rimba Jambi akan Dapatkan Tanah Adat Mereka","[CLS] Warga lain yang berada di kawasan konsesi perusahaan akan diajak bermitra.AKSI masyarakat adat Orang Rimba ke Jakarta mulai mendapatkan lampu hijau. Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menyatakan, lahan masyarakat adat Orang Rimba Jambi akan dikeluarkan dari kawasan konsesi perusahaan melalui proses sesuai ketentuan. Namun, tidak bagi warga kampung lain. Untuk mereka, Kemenhut menawarkan opsi kemitraan.“Tidak ada janji Kemenhut untuk para perambah kawasan hutan baik di areal HTI antara lain PT. Agronusa dan PT. Wanakasita serta HPH restorasi ekosistem PT. Reki di Jambi,” kata Sekretaris Jenderal Kemenhut, Hadi Daryanto kepada Mongabay.co.id, Rabu(21/11/12).Berbeda dengan masyarakat adat Orang Rimba (disebut juga Suku Anak Dalam) yang telah turun menurun berada di kawasan itu. “Tentu diperhatikan untuk di-enclave sesuai peraturan.”Sumarto Suharno, Kepala Humas Kemenhut mengatakan, pertemuan dengan warga tiga kampung yang aksi ke Jakarta, Senin(19/11/12), ada beberapa poin penting. Pertama, Orang Rimba akan mendapatkan dampingan dari Kemenhut dan pemerintah daerah (pemda), sampai mendapatkan peraturan daerah (Perda) Kelembagaan Hukum Adat. “Hingga, kebijakan kehutanan akan tepat, baik enclave dan atau jelajah hutan berkehidupan masyarakatnya,” ucap Sumarto.Kedua, warga setempat, akan ditawarkan kemitraan setara kedua pihak, dengan pengawasan pemda dan Kemenhut. Kemitraan ini, akan memberikan manfaat besar bagi masyarakat dan perusahaan. “Khusus masyarakat, akan memperoleh kemudahan modal, manajemen, teknologi dan pasar.” Ketiga, bagi, warga di luar itu, penegakan hukum secara terpadu baik pusat maupun daerah akan dijalankan jika merambah hutan.Sampai Rabu(21/11/12), warga tiga kampung dari dua kabupaten di Jambi, masih mendirikan tenda di depan kantor Kemenhut. Mereka membawa bekal hasil panen seperti ubi, singkong dan nangka untuk konsumsi sehari-hari saat di Jakarta." "Orang Rimba Jambi akan Dapatkan Tanah Adat Mereka","Kawasan itu disulap bak perkampungan cilik, tenda, lengkap dengan tungku tempat memasak. Aksi yang sudah berlangsung sejak Senin(19/11/12) ini pun menjadi peluang tersendiri bagi para pedagang asongan, pedagang pakaian sampai pedagang makanan dan minuman.Warga akan terus bertahan sampai ada keputusan.  “Kami tak akan pulang sampai ada surat keputusan dari Menteri Kehutanan atas kejelasan lahan kami,” kata Kutar Syafii Jenggot, Ketua Adat Orang Rimba Kelompok 113 kepada Mongabay.co.id, Selasa(20/11/12).Menurut dia, jika tanah ulayat tak diakui, mereka akan kesulitan. Saat ini saja, meskipun mereka telah menduduki lahan dan bercocok tanam di sana, tetapi tetap tidak tenang karena masih ada teror dan intimidasi. “Kami mau lahan kami diakui.” “Jangan hanya janji-janji sajo.”Berita terkait sebelumnya…Notulen rapat warga Jambi dan Kementerian Kehutanan, 16 Desember 2011 [SEP]" "Data IUCN Terkini: Setengah Primata Planet Bumi Kini Terancam","[CLS] Bulan lalu International Union for Conservation of Nature (IUCN) telah merilis data terbaru dalam status lemur di seluruh dunia. Pembaruan itu tentu bukan sebuah alasan untuk perayaan fakta berikut: 91 persen dari dunia lemur – yang semuanya asli Madagaskar – terdaftar sebagai  “terancam punah”, “Langka”, atau “Rentan”, membuat mereka kelompok hewan utama yang paling terancam.Primata lainnya juga bernasib buruk. Menurut Daftar Merah IUCN, hampir setengah primata di planet bumi terancam punah (mereka masuk daftar sebagai “terancam punah”, “langka”, atau “Rentan”).IUCN Red List didasarkan pada penilaian ahli status konservasi tumbuhan dan hewan. Red List ini secara umum ditekankan ke arah spesies yang statusnya lebih mudah untuk ditentukan. Sebagai contoh, kendati Daftar Merah (Red List) hanya menganalisis 3% dari seluruh spesies yang sudah ditemukan di dunia, namun mereka sudah melakukan 100% analisis terhadap spesies burung yang sudah diketahui dan mamalia, serta 93% spesies amfibi.Di bawah ini adalah grafik yang menunjukkan status konservasi dari semua mamalia dan beberapa kelompok mamalia besar, termasuk kelelawar, karnivora, insektivora, marsupial, primata, kelinci dan arnab, hewan pengerat, dan ungulatus. Grafik berdasarkan data yang diunggah dari situs web IUCN Red List pada tanggal 5 Agustus 2012. [SEP]" "Satwa Langka Bengkulu Terancam Eksplorasi Batubara","[CLS] SEJUMLAH kawasan hutan yang menjadi habitat satwa langka di Bengkulu makin kritis akibat perambahan liar dan rencana pembukaan kegiatan pertambangan batubara.Salah satu kawasan yang makin terancam adalah Taman Wisata Alam (TWA) Pusat Konservasi Gajah (PKG) di Seblat, Kabupaten Bengkulu Utara.Kawasan yang menjadi habitat puluhan gajah liar dan satwa langka lain yakni harimau Sumatra dan beruang madu terus dihantui perambah dan incaran para pemodal untuk mengeruk potensi batubara.Koordinator PKG Seblat Erni Suyanti Musabine mengatakan, hingga saat ini ada lebih dari empat permintaan izin eksplorasi batubara di dalam kawasan seluas lebih 7.000 hektare itu.“Permohonan untuk eksplorasi batubara terus berdatangan, padahal PKG Seblat baru dinaikkan status menjadi taman wisata alam,” katanya di Bengkulu, seperti dikutip dari Antara, Selasa(11/7/12).Sebelumnya, PKG Seblat berstatus hutan produksi terbatas dengan fungsi khusus. Melalui keputusan Menteri Kehutanan nomor SK.643/Menhut-II/2011 tentang perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan seluas 2.192 hektare. Perubahan antarfungsi kawasan hutan seluas 31.013 hektare, dan penunjukkan bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan seluas 101 hektare di Bengkulu pada 10 November 2011, PKG Seblat berubah menjadi TWA.Lalu, seluas lebih 500 hektare =menjadi kawasan hutan yang dapat dikonversi.”Ini yang mengkhawatirkan karena kawasan seluas 500 hektare itu merupakan habitat gajah liar dan satwa langka lain,” ujar dia.Selain menjadi habitat 19 ekor gajah binaan BKSDA, 80 ekor populasi gajah liar diperkirakan masih ada di dalam kawasan hutan itu.Kawasan seluas lebih 7.000 hektare itu memiliki potensi sumberdaya alam keanekaragaman flora fauna tinggi. Bentang alam yang indah dari sebagian ekosistem asli hutan hujan dataran rendah yang masih tersisa di Bengkulu." "Satwa Langka Bengkulu Terancam Eksplorasi Batubara","Sejumlah penelitian tentang hasil identifikasi kekayaan jenis flora dan fauna, lanskap dan obyek wisata lain sebagai potensi atraksi wisata pada jalur patroli hutan yang terpilih untuk wisata.Pertanyakan Keputusan Menhut Anggota Walhi Bengkulu, Barlian mengungkapkan, konflik satwa tinggi, tidak lain akibat alih fungsi kawasan hutan. Terutama, menjadi lahan perkebunan dan pertambangan.“Seperti PKG Seblat benteng terakhir dari habitat satwa liar di Bengkulu tetapi terus diincar untuk pertambangan.”Dia mempertanyakan, keputusan Menteri Kehutanan yang melepaskan 500 hektare kawasan PKG Seblat dan menurunkan fungsi menjadi kawasan hutan yang dapat dikonversi.“Ini akal-akalan karena hasil penelusuran kami di lapangan, kawasan seluas 500 hektare itu justru tempat hidup gajah liar dan satwa langka lain.”Menurut dia, pertambangan batubara di sekitar PKG Seblat, terlebih di kawasan hutan akan menghancurkan habitat satwa langka dilindungi. Terutama gajah liar Sumatra yang baru naik status menjadi terancam punah (critically endangered). [SEP]" "Dari Sabang Sampai Merauke: Kelapa Sawit Cemari Air Tanahku","[CLS] Komoditi kelapa sawit yang terus digenjot produksinya oleh pemerintah Indonesia, tak hanya menimbulkan berbagai problem lingkungan terkait musnahnya hutan hujan tropis Indonesia di berbagai wilayah dan berbagai spesies endemik yang ada. Perkebunan sawit, selama masa penanaman dan produksi, juga menimbulkan berbagai masalah serius bagi masyarakat yang ada di sekitar perkebunan. Salah satu yang seringkali terjadi adalah pencemaran sumber air masyarakat oleh limbah kebun sawit. Dampak yang terjadi, mulai dari menurunnya kualitas air, berkurangnya kuantitas air, dan tercemarnya sumber air masyarakat masih terjadi hingga kini. Rusaknya kualitas air, juga menyulitkan masyarakat untuk melakukan aktivitas pertanian.Seiring dengan masifnya ekspansi kelapa sawit, jeritan-jeritan akibat kerugian dan kerusakan lingkungan terus disampaikan oleh warga, terutama yang berdiam di sekitar perkebunan sawit. Dalam setahun terakhir, berbagai kasus pencemaran air oleh perkebunan maupun pabrik pengolahan kelapa sawit terjadi di berbagai wilayah di Indonesia.Tercatat setahun lalu, warga desa Sarudu di Kecamatan Matra, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat telah mengeluhkan kondisi air mereka yang terus berkurang debitnya akibat terserap ke perkebunan sawit yang ada di sekitar desa. Lahan sawit yang ada di sekitar Mamuju sebagian besar dikelola oleh PT Astra Agro Lestari yang memiliki enam anak perusahaan yang masing-masing rata-rata menggarap sekitar 10 ribu hektar kebun sawit." "Dari Sabang Sampai Merauke: Kelapa Sawit Cemari Air Tanahku","Keluhan masyarakat umumnya pada sulitnya melakukan aktivitas pertanian di beberapa desa yang berdampingan dengan perkebunan sawit, seperti dilaporkan oleh AntaraNews.com. “Kami tidak bisa lagi mengembangkan lahan pertanian setelah lahan perkebunan sawit ini beroperasi dan kami tidak mengetahui apa faktor mendasar sehingga tanaman yang kami tanam tidak bisa tumbuh sempurna,” ujar seorang warga Sarudu bernama Sukirman yang mengaku telah mencoba mengolah berbagai jenis tanaman namun selalu gagal.Warga Kecamatan Tikke Raya, Iswadi juga menyampaikan keluhan yang sama. Ia mengaku, saat mencoba menggarap lahan pertaniannya, tidak pernah memberikan hasil memuaskan.“Saya pernah mencoba menanam padi, cabai, serta jagung, namun hasilnya sangat mengecewakan dengan jumlah produksi tiga kali lebih rendah jika dibandingkan dengan lahan yang tidak memiliki tanaman sawit di sekitarnya,” tuturnya kepada AntaraNews awal Agustus 2011 silam.Kasus lain yang terjadi terkait pencemaran air akibat sawit adalah kasus yang menimpa warga yang hidup di sekitar Sungai Kombih dan Sungai Souraya kota Subulussalam, Aceh seperti dilaporkan oleh Serambi Indonesia 26 Juni 2012 silam setelah penampungan limbah sawit dari pabrik pengolahan PT Bangun Sempurna Lestari jebol dan memasuki sungai.Akibat tercemarnya dua sungai yang melintasi kampung ini, kondisi air berubah sontak mengeluarkan bau tak sedap dan berminyak. Warga pun tak berani mengonsumsi air sungai untuk memasak dan minum karena dikhawatirkan mengandung racun. Selain air, ikan dan udang yang biasa dikonsumsi masyarakat juga mati tertelan limbah." "Dari Sabang Sampai Merauke: Kelapa Sawit Cemari Air Tanahku","Sejumlah kepala desa dan warga tanggal 25 Juni 2012 silam mendatangi pimpinan PT BSL Chandra Ginting, untuk meminta pertanggungjawaban perusahaan atas punahnya ikan air tawar akibat pencemaran limbah pabrik tersebut. Darni, Kades Lae Pemualen, Kecamatan Runding mengatakan, bahkan, ikan dan udang yang mati tersebut ternyata juga tidak bisa dikonsumsi oleh warga. “Ikan yang mati puluhan ton, itu bukan bohongan karena bayangkan saja begitu besarnya Sungai Kombih dan Souraya tercemar, berapa banyak ikan di sana semua mati karena limbah,” kata Darni.Dari Kalimantan Timur dilaporkan oleh Tribunnews.com, Bupati Paser HM Ridwan Suwidi tanggal 17 Juli 2012 silam menerima laporan warga Desa Tepian Batang, Kecamatan Tanah Grogot terkait adanya pencemaran sungai teratai akibat pencemaran pabrik pengolahan limbah sawit di Long Pinang, milik PTPN XIII.Warga mengatakan, kondisi air sudah hitam pekat akibat pencemaran limbah pabrik sawit tersebut. Masyarakat juga melaporkan bahwa ikan di Sungai Kandilo banyak yang mati dan terdampar di tepi sungai.Namun, pihak PTPN XIII menyanggah hal tersebut, setelah Manajer Distrik PTPN XIII, Joko Pinam seperti dilaporkan Tribunnews telah mendapat laporan dari manajer pabrik di Long Pinang. “Saya juga telah mendengar informasi itu dan sudah saya tanyakan kepada Manajer Pabrik Long Pinang. Katanya tidak seperti itu, meskipun ada, mungkin karena rembesan, maklum musim hujan jadi settling pond meluap. Kalau itu yang terjadi, kita akan segara perbaiki,” tandasnya kepada Tribunnews 16 Juli 2012 silam.Kerusakan paling fatal adalah dampak yang menimpa objek wisata Danau Toba yang menjadi salah satu ikon wisata Indonesia. Air danau Toba, seperti dilaporkan Waspada Online, menyusut hingga 6 meter per tahun akibat penebangan hutan dan limbah kelapa sawit. Permukaan air danau mengalami penurunan akibat debit air yang berkurang." "Dari Sabang Sampai Merauke: Kelapa Sawit Cemari Air Tanahku","Menurut Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup, Abetnego Tarigan yang disampaikan kepada Waspada Online 28 Juli 2012 silam, penebangan hutan dan limbah pabrik memang menjadi faktor yang merusak ekosistem sejumlah danau di Indonesia.Ia menambahkan bahwa selain penurunan debit air danau akibat hutan tanaman industri, juga ditemukan berbagai bentuk pencemaran air danau. Abetnego mengatakan, dari pantauan WALHI, di Danau Sembulung, Kalimantan Tengah, kualitas airnya sangat berminyak akibat adanya pabrik-pabrik kelapa sawit di sekitar kawasan itu.Lemahnya Komitmen Terhadap Perubahan IklimMenanggapi turunnya permukaan danau Toba dan berbagai permasalahan air akibat limbah, pakar lingkungan dari Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda, Sobirin, mengatakan, institusi pemerintah terkait seperti Kementerian Kehutanan dan Kementerian Pekerjaan Umum yang mengurus sektor air selama ini tidak berkordinasi dalam mengatasi masalah penurunan debit air dan pencemaran air danau. Padahal menurutnya, saat ini ada Peraturan Pemerintah No. 37/2012 soal pengelolaan daerah aliran sungai yang menjadi landasan kerja dari beberapa kementerian terkait.“Perbedaan debit sungai di musim kemarau dan penghujan harus tetap sama. Cara mengatasinya adalah semua kementerian yang terkait harus duduk bersama supaya sektor kehutanan dan sektor air bisa bersinergi. Jika tidak diatur, tetap aja musim kemarau kering, musim penghujan banjir. Dan tentunya kita kan sudah komitmen dengan perubahan iklim yang menekankan, ‘Give more space of water’. Jadi berikanlah ruang air lebih banyak,” ujarnya.Sementara itu, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan bulan Februari lalu justru menyampaikan bahwa perkebunan sawit tidak menyebabkan kerusakan hutan atau deforestasi Tanah Air kepada AntaraNews.com 22 Februari 2012 silam." "Dari Sabang Sampai Merauke: Kelapa Sawit Cemari Air Tanahku","“Saya akui keberadaan perkebunan sawit tidak merusak hutan, namun berdampak pada berkurangnya kelestarian satwa,” katanya di sela-sela International Conference on Oil Palm and Environment (ICOPE).Zulkifli mengatakan, saat ini pihaknya terus berupaya bersinergi untuk menentukan kawasan sebagai tempat pelestarian satwa liar. Akan tetapi,  hal itu juga harus dilakukan oleh perusahaan di industri kelapa sawit untuk menyiapkan kawasan pelestarian di perkebunan sawit.Saat ini terdapat 7,5 juta hektare lahan kelapa sawit di Indonesia. Dari total produksi, sebanyak 36 persen di antaranya adalah hasil petani kecil, 15 persn dari BUMN, dan sisanya dari swasta. [SEP]" "Koalisi LSM Minta KPK Usut Keterlibatan APP dan APRIL","[CLS] KOALISI Anti Mafia Hukum meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lebih serius mengusut dan menuntaskan dugaan keterkaitan APP dan APRIL dalam tindak pidana korupsi kehutanan.Pada April 2010, koalisi melaporkan 12 pejabat publik termasuk Gubernur Riau dan mantan Menteri Kehutanan kepada Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan keterlibatan penebangan hutan di Riau. Kini, empat pejabat pemerintah di Riau divonis dan seorang ditahan atas dakwaan menerima suap dalam izin penebangan hutan alam yang diberikan kepada perusahaan kelompok Asia Pulp & Paper (APP) dan  Asian Pacific Resources International Limited (APRIL).Koordinator Indonesian Working Group on Forest Finance (IWGFF), Willem Pattinasarany, Jumat(4/5) mengatakan,  jika serius KPK bisa menelusuri keterlibatan dua perusahaan raksasa ini melalui kasus-kasus korupsi kehutanan yang sudah menjerat para pejabat maupun politisi baik di daerah dan pusat. “Kita bicara sesuai fakta, bahwa dari berbagai keputusan terkait izin-izin kehutanan itu bermasalah.” “Kalau dilihat dari flow ini, KPK sudah bisa investigasi dugaan keterlibatan APP dan APRIL,” katanya di Jakarta.Setidaknya, 37 perusahaan pemasok kayu untuk pabrik-pabrik bubur kertas APP dan APRIL di Riau diduga menyuap pejabat agar bisa menebangi lebih dari 400 ribu hektare hutan alam di Sumatera bagian tengah. Para pembeli kertas produksi APP dan APRIL dari luar dan dalam negeri sepertinya telah membeli produk bubur kertas dan kertas yang terkait praktik penyuapan dan korupsi." "Koalisi LSM Minta KPK Usut Keterlibatan APP dan APRIL","Koalisi menyarankan, agar KPK berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) guna melihat tren baru pencucian uang. “Dalam UU Pencucian Uang itu ada pasal yang menyebutkan bagi penikmat produk ilegal sudah masuk tindakan kriminal. Kalau ditarik dari sini berarti sudah bisa dijerat.” Willem meminta, KPK tak hanya melihat dari satu sisi UU Anti Korupsi, tetapi kemungkinan-kemungkinan menjerat dengan aturan hukum lain.Menurut koalisi, fakta di Indonesia, izin-izin yang didapat melalui praktik korupsi dan penyuapan masih dianggap sah. Bahkan setelah orang yang menandatangani masuk penjara, tidak satupun izin itu yang dicabut.” Artinya produk kertas dijual ke seluruh dunia oleh APP dan APRIL telah dinodai oleh praktik korupsi,” ujar dia.Sebanyak 20 dari  37 perusahaan,  yang sebagian anak perusahaan APP dan APRIL, terbukti melalui Pengadilan Tipikor mendapat izin melalui praktik korupsi dan penyuapan– di mana sampai sekarang masih memasok kayu bagi kedua perusahaan itu. Dari temuan Polda Riau tahun 2007, sembilan terindikasi melakukan tindak pidana pengrusakan lingkungan hidup dan illegal logging bersama lima perusahaan HTI lain.Kerugian negara yang ditimbulkan dari sebagian 20 perusahaan ini sangat fantastis. Laporan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum tahun 2011 menyebutkan, negara menderita kerugian total Rp2.067 triliun akibat kehilangan kayu hutan alam dan kerusakan lingkungan hidup oleh 14 perusahaan HTI yang tergabung dengan dua raksasa pulp, APP dan APRIL.  Berdasarkan hasil putusan Pengadilan Tipikor terhadap kasus korupsi kehutanan yang melibatkan pejabat daerah Riau,  kerugian negara untuk kasus Bupati Pelalawan, Rp12,3 miliar.  Untuk kasus Bupati Siak Rp301 miliar, dan kasus mantan Kepala Dinas Kehutanan Asral Rachman Rp1,54 miliar." "Koalisi LSM Minta KPK Usut Keterlibatan APP dan APRIL","Dua mantan bupati dan dua mantan kepala Dinas Kehutanan Riau menjalani hukuman penjara atas dakwaan memperkaya diri dan bersama-sama mengakibatkan kerugian negara. Satu mantan kepala Dinas Kehutanan Riau tengah ditahan dan diperiksa untuk dakwaan sama.Dalam pantauan Jikalahari sejak 2002, terjadi deforestasi besar-besaran guna memasok permintaan dunia terhadap kertas dan dampak merusak kepada masyarakat sekitar, satwa liar dan iklim global. “Karena itu pembeli dunia sebaiknya menjauh dari kertas yang dibuat dari hasil penebangan hutan alam di Riau dan para investor agar  tidak mendanai penghancuran yang lebih parah lagi,” ucap Willem.Dua pabrik pengolahan pulp di Riau, adalah dua di antara yang terbesar di dunia. Namun, sejak mereka mulai beroperasi, tidak satu pun dari perusahaan itu baik APP atau APRIL telah mengembangkan HTI sesuai kapasitas pabrik. Mereka masih menggantungkan sumber bahan baku dari kayu hutan alam agar pabrik terus beroperasi.Hasil laporan Indonesian Working Group on Forest Finance (IWGFF) pada Januari 2011 mengindikasikan kedua perusahaan itu masih menggunakan sekitar 54 persen bahan baku bersumber dari hutan alam. Bahka, APP mulai mengembangkan pabrik olah pulp baru di Sumatera Selatan. Keadaan ini, akan menambah lebih banyak tekanan kepada hutan dan lahan gambut kaya karbon yang makin langka di Sumatera. Laporan Greenpeace Maret 2012 menemukan APP menggunakan kayu ramin yang dilindungi pemerintah untuk industri pulp mereka, penggunaan kayu ramin juga diduga kuat dilakukan oleh RAPP." "Koalisi LSM Minta KPK Usut Keterlibatan APP dan APRIL","Berdasar laporan Tempo, Menteri Lingkungan Hidup sedang menyiapkan tuntutan terhadap perusahaan yang terlibat kasus penebangan liar tahun 2007 yang ditutup tahun 2008 secara resmi oleh kepolisian Indonesia. Kerusakan akibat kasus ini diperkirakan mencapai US$225 miliar atau Rp2.067  berdasar dari data yang diperoleh dari Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum. Nilai dari kayu hasil penebangan liar hanya empat persen dari keseluruhan kerusakan alam yang lain.Selebihnya, sekitar Rp1.994 kerusakan ekologis, termasuk emisi karbon, degradasi sumber air dan fungsi perairan, erosi dan kerusakan tanah, dan hilangnya keanekaragaman hayati. Keduabelas dari 14 perusahaan ini terkait dengan APP dan APRIL. ”Koalisi mengapresiasi baik rencana Kementerian Lingkungan Hidup akan  menggugat APP dan APRIL atas dugaan pengrusakan lingkungan hidup.”Koalisi Anti Mafia Kehutanan terdiri dari ICW, Jikalahari, Walhi, ICEL, Telapak, FWI, IWGFF, Huma, Sawit Watch dan Silvagama. [SEP]" "Haruskah Menyiksa Luwak Untuk Menciptakan Kopi Termahal di Dunia?","[CLS] Bagi anda pecinta kopi, terutama kopi luwak, nampaknya anda harus mulai sedikit berempati dengan para luwak yang memproduksi kopi termahal sejagat raya ini. Hasil investigasi yang dilakukan oleh harian Guardian dari Inggris menyatakan bahwa beberapa produsen memperlakukan luwak-luwak yang memproduksi kopi mereka dengan semena-mena.Saat mengunjungi sebuah kedai kopi di Medan, Sumatera Utara, mereka menjumpai seekor luwak betina (Paradoxurus hermaphrodites) dikerangkeng di dalam sebuah kandang, sementara dua anaknya dipisahkan dari induknya dalam sebuah kerangkeng yang bahkan lebih kecil. Sementara, mereka masih menemukan sekitar 20 kandang lain yang disembunyikan jauh di belakang toko untuk menghindari pendangan pengunjung.Kelompok pemerhati satwa mencatat bahwa pengembangan peternakan kopi luwak sejenis ini banyak berkembang di seluruh Asia Tenggara, mereka mengandangkan puluhan ribu satwa di dalam sebuah kandang yang sangat kecil dan memaksa mereka untuk melakukan diet. luwak yang kebanyakan digunakan dalam produksi kopi luwak ini adalah jenis yang banyak dijumpai.Namun, dalam beberapa kasus para produsen kopi luwak juga memaksa binturong (satwa sejenis luwak dan mirip kucing) untuk memakan biji-biji kopi. Sementara binturong (Arctictis binturong) sendiri sudah masuk kategori ‘Vulnerable’ atau rentan dalam Daftar Merah yang dikeluarkan International Union for the Conservation of Nature.“Kondisi mereka sangat parah, lebih mirip ayam potong,” ungkap Chris Shepherd, Deputi Direktur Konservasi Regional dari TRAFFIC Asia Tenggara. “Luwak-luwak ini diambil dari alam liar dan mereka harus bertahan di dalam kandang dengan kondisi yang mengerikan. Mereka dipisahkan satu dengan lainnya dan dipaksa melakukan diet ketat di kandang mini mereka.”" "Haruskah Menyiksa Luwak Untuk Menciptakan Kopi Termahal di Dunia?","“Angka kematian luwak sangat tinggi disini, dan ada resiko konservasi yang akan muncul. Dan semuanya ini semakin bertambah parah. Namun sayang tidak banyak publik yang tahu dan paham bagaiman kopi luwak ini dibuat. Orang harus sadar bahwa puluhan ribu luwak hidup dalam kondisi mengenaskan. Orang-orang mungkin tak akan mau minum kopi luwak jika mengetahui hal ini.Seperti kita ketahui, kopi luwak adalah salah satu komoditi khas Indonesia yang paling mahal harganya di dunia. Kopi yang dibuat dari sisa pencernaan luwak ini, sudah bercampur dengan enzim yang ada di dalam tubuh luwak dan membuat harumnya dan rasanya luar biasa.Tak heran, harganya juga sangat mahal. Di Indonesia, kopi luwak yang berkualitas biasa saja, dibanderol dengan harga sekitar 80 ribu rupiah satu cangkir kecil, sementara di Inggris sebuah restoran menjual secangkir kopi luwak dengan harga sekitar 70 poundsterling atau sekitar satu juta rupiah. [SEP]" "Tahukah Anda? Orangutan Ternyata Juga Mengalami Krisis Paruh Baya…..","[CLS] Manusia bukan satu-satunya mahluk yang mengalami gangguan terkait rasa bahagia di usia pertengahan (umumnya sering disebut krisis paruh baya), primata besar ternyata mengalami hal yang sama. Berdasarkan laporan terbaru dari Proceedings of the National Academy (PNAS), dari penelitian terhadap sekitar 500 primata besar (yaitu 336 simpanse dan 172 orangutan) diketahui bahwa pola krisis paruh baya yang serupa juga dialami primata, dengan gejala yang mirip seperti manusia.Namun bukan berarti primata ini juga melakukan apa yang secara negatif dilakukan pria paruh baya, misalnya berdandan lebih necis, atau menjadi genit dan melirik gadis belia. Perubahan perilaku primata ini lebih pada pola meningkatnya rasa bahagia di usia muda, lalu mengalami penurunan di usia pertengahan, dan kembali meningkat di usia tua.“Kami berharap bisa memahami serpihan informasi ilmiah terkait hal ini, mengapa rasa bahagia manusia mengikuti kurva berbentuk U di dalam hidup mereka? Manusia sudah menunjukkan bahwa rasa bahagia itu bukan terkait dengan urusan uang belaka, pecahnya sebuah perkawinan, urusan telepon seluler, atau hal-hal ekstra lainnya di dalam hidup. Hal yang sama juga dialami oleh primata besar ini, yang tidak bisa mengungkapkan hal ini dan tentu tidak terkait hal-hal ekstra seperti layaknya manusia,” ungkap salah satu penulis penelitian, Andrew J. Oswald dalam rilis media mereka." "Tahukah Anda? Orangutan Ternyata Juga Mengalami Krisis Paruh Baya…..","Para ahli mewawancara penjaga kebun binatang, para relawan dan peneliti juga bekerja sedekat mungkin dengan orangutan dan simpanse untuk meneliti kehidupan mereka. Dengan menggunakan kuesioner yang sudah dimodifikasi untuk primata, para ahli menemukan bahwa primata mengalami penurunan rasa tenteram dan bahagia di akhir usia duapuluhan dan awal tigapuluhan, dibandingkan dengan manusia yang mengalaminya di usia antara 45 hingga 50 tahun. Dalam kuesioner ini pertanyaan yang disampaikan seputar mood, kenikmatan dalam bersosialisasi, dan bagaimana kepuasan yang mereka rasakan dalam mencapai tujuan mereka.“Hasil penelitian yang kami dapatkan menunjukkan bahwa kurva kebahagiaan yang menurun di usia paruh baya bukan hanya milik manusia, kendati hal ini sangat berbeda dari aspek kehidupan manusia dan masyarakat, namun hal ini membuktikan bahwa secara biologis manusia berbagi hal yang sama dengan primata,” ungkap para ahli. “Temuan ini memiliki implikasi yang luas secara ilmiah dan dari sudut pandang ilmu sosial, dan bisa membantu bagaimana meningkatkan rasa bahagia bagi diri manusia dan primata.”Para ahli sendiri belum sepenuhnya memahami mengapa siklus ini muncul, namun dalam teori yang muncul belakangan ini yaitu adanya perubahan di otak saat usia paruh baya, serta penyebab-penyabab evolutif  lainnya, yang mempengaruhi kebahagiaan di masa muda dan usia tua.“Individu baik yang muda ataupun berusia tua, bisa mengalami kepuasan di dalam tahapan kehidupan, dimana mereka memiliki lebih sedikit sumber daya untuk mengembangkan diri mereka, dan akan cenderung tidak melawan balik situasi yang bisa membahayakan mereka atau kerabat mereka,” ungkap para ahli,CITATION:Alexander Weiss, James E. King, Miho Inoue-Murayama, Tetsuro Matsuzawa, Andrew J. Oswald. Evidence for a midlife crisis in great apes consistent with the U-shape in human well-being. PNAS. 2012. [SEP]" "Polisi Tangkap dan Aniaya, Ribuan Warga Batang Toru Ketakutan Sembunyi di Hutan","[CLS] Warga yang ditangkap polisi dan dibebaskan karena tak terbukti bersalah, dalam kondisi mengenaskan. Mereka dipukuli, badan, sampai muka memar bahkan ada yang dipaksa makan batu kerikil hingga muntah darah.BUNTUT penolakan berakhir rusuh, terhadap rencana pembuangan limbah tambang emas PT Angincourt Resource (PT AR), menyebabkan penderitaan dan ketakutan warga Batang Toru, di Tapanuli Selatan (Tapsel), Sumatera Barat (Sumbar).Dengan dalih mengejar pelaku, polisi menyisir desa-desa di sekitar sungai, menangkapi membabi buta. Sampai kini, ribuan warga laki-laki Kecamatan Batang Toru dan Kecamatan Muara Batang Toru, masih bersembunyi di hutan karena ketakutan akan aksi polisi. Pemukiman pun tinggal perempuan dan anak. Teranyar, polisi menurunkan polisi wanita (polwan), hingga menambah kekhawatiran warga.Sementara, dari 30 orang lebih yang diamankan polisi karena amuk massa akhir Oktober 2012, atas penolakan penanaman pipa limbah oleh anak perusahaan G Resources ini, 12 orang ditahan, sisanya, dibebaskan. Mereka yang dibebaskan dalam kondisi mengenaskan. Tubuh penuh luka, memar, bahkan ada yang dipaksa makan kerikil hingga muntah darah.Sebagian warga datang ke Jakarta, untuk mencari keadilan. Perwakilan warga ini melaporkan kasus ke KontraS, lalu bersama-sama lapor ke Komnas HAM dan Kompolnas. Mereka juga bersama Walhi Nasional dan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), mengadukan kasus ini ke Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).Idris Parinduri, warga Batang Toru mengharapkan, Batang Toru menjadi kondusif dan polisi tak makin menciptakan ketakutan bagi warga.  “Polisi masih kejar ke hutan-hutan. Hutan di pinggir sungai, ada yang loncat ke sungai, ada yang tak bisa renang. Tak tahu, entah apa nasibnya,” katanya di Jakarta, Minggu(11/11/12).Setelah warga laki-laki tak ada, polisi menurunkan polwan untuk tangani warga perempuan. “Kalau perempuan mau diambil (diamankan), bagaimana anak-anak?”" "Polisi Tangkap dan Aniaya, Ribuan Warga Batang Toru Ketakutan Sembunyi di Hutan","Bahkan, saking laki-laki dewasa sudah tak ada di desa, ketika ada orang meninggal dunia, tak ada yang menggali kubur. “Jadi, saat ada warga meninggal dunia, siswa laki-laki diliburkan diminta gali kubur, karena sudah tak ada lagi laki-laki dewasa. Mereka ketakutan karena polisi membabi buta.”Dia berharap, polisi tak membabi buta dalam penegakan hukum terhadap warga. Sementara, kasus yang menjadi sumber masalah protes warga—yang juga dilaporkan ke polisi—seakan hilang dan dilupakan begitu saja.“Kan sudah ada warga jadi tersangka, kalau memang mau mengembangkan kasus ada prosedurnya, dari mereka nanti bisa dikembangkan. Bukan lantas masuk desa, menyisir warga baik yang ikut aksi atau tidak.” Polisi pun masih mondar mandir menggunakan barakuda di lorong perbatasan Kecamatan Batang Toru dan Muara Batang Toru.Sebelum ini, warga sudah mengajukan gugatan keterangan palsu dalam dokumen analisis dampak lingkungan, kepada Polres Tapsel sampai Polda Sumut. Polda sempat memanggil beberapa orang yang menangani amdal. “Tapi ya, karena disinyalir pemda tingkat dua dan polisi sekongkol, sampai saat ini tidak ada tindak lanjut ,” ucap Idris.Kepada bupati, Idris meminta, sekiranya bisa membuat kebijakan yang bukan semata-mata mewakili kepentingan pribadi atau pemilik uang. “Pikirkan juga kepentingan kami, yang telah memilih bupati.”Sementara, Gandi Siregar, warga Kecamatan Muara Batang Toru menceritakan, adiknya, Halomoan Pardosi, termasuk yang diamankan polisi dan disiksa. Tak lama, Halomoan dibebaskan, karena tak terbukti bersalah. “Kabar yang saya terima, dibebaskan tapi muka penuh memar bekas pukulan. Dia juga dipaksa makan kerikil, sampai muntah darah. Dia bersedia bikin surat pernyataan apa yang  dia alami,” katanya." "Polisi Tangkap dan Aniaya, Ribuan Warga Batang Toru Ketakutan Sembunyi di Hutan","Menurut Hendrik Siregar dari Jatam, kepolisian cenderung hanya mengurisi rusuh yang menyebabkan satu mobil patroli polisi dibakar dan kantor camat dirusak. Masalah utama yang menjadi protes dan pengaduan warga, yakni penipuan data dokumen amdal, seakan terlupakan.  “Persoalan masyarakat dikesampingkan. Pemerintah ini memihak investor atau masyarakat?”Sinung Karto, Kadiv Advokasi dan HAM KontraS dalam laporan kepada Kompolnas, meminta lembaga ini memonitoring dan pemantauan atas kasus di Batang Toru, khusus terkait tindakan kekerasan oleh aparat keamanan dalam merespon penolakan warga. KontraS juga mendesak Polda Sumut membuka akses bantuan hukum kepada warga yang saat ini ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Mapolda Sumut.“KontraS meminta Polda Sumut menghentikan intimidasi dan upaya kriminalisasi terhadap warga yang masih berlangsung hingga saat ini,” kata Sinung.Hal serupa diminta KontraS dalam pengaduan kepada Komnas HAM, 6 November lalu.  Ada poin tambahan dalam laporan itu, Komnas HAM juga diminta memonitoring kasus utama proses amdal yang tidak melibatkan partisisipasi masyarakat, dan memberikan jaminan perlindungan hukum terhadap warga yang mengadvokasi penuntasan kasus ini.Setelah mendapat laporan warga, Komnas HAM baru rencana turun ke lapangan, Senin(12/11/12), padahal kejadian sudah 30 Oktober 2012. “Warga telah mendatangi Komnas HAM. Kecewa dengan Komnas lambat, baru akan berkunjung ke Medan besok (Senin), padahal kasus sudah lebih dari seminggu,” kata Pius Ginting, Manajer Kampanye Tambang dan Energi EN Walhi.Menurut dia, komisioner Komnas HAM, harus bisa membuktikan mereka memang diperlukan untuk mengatasi kasus pelanggaran-pelanggaran HAM di negeri ini. Terlebih, di masa-masa akhir jabatan mereka. “Ini sudah satu minggu warga luntang lantung tak berani pulang, tapi Komnas HAM lambat bergerak.”" "Polisi Tangkap dan Aniaya, Ribuan Warga Batang Toru Ketakutan Sembunyi di Hutan","Dikutip dari Okezone.com, Kepala Biro Operasional Polda Sumut, Kombes Pol Iwan Hary Sugiarto mengatakan, dari 37 warga yang diamankan, 12 orang ditetapkan sebagai tersangka.Sementara untuk mengamankan situasi di Batang Toru, Polda Sumut sudah mengerahkan dua SST (Satuan Setingkat Pleton) Brimob dan 562 personel tambahan dari Polres Tebing Tinggi.Desak KLH SeriusDua organisasi lingkungan, Walhi dan Jatam mendesak agar KLH serius mengawasi kasus penipuan data amdal PT AR ini.  Walhi meminta, KLH segera mengeluarkan keputusan menghentikan pemasangan pipa air tambang ke Batang Toru, sebagai bentuk pengawasan KLH dan penerapan azas precautionary principle (prinsip kehati-hatian) yang dianut oleh sistem aturan lingkungan hidup.“KLH tak bisa lepas tangan. Karena telah terjadi pelanggaran serius, ada informasi palsu (dalam dokumen amdal). Kalau di daerah ada tindakan pelanggaran serius, maka (KLH) harus turun tangan pengawasan.,” kata Pius.Pemberian informasi palsu atau keterangan tidak benar dalam Amdal, kata Pius, jelas tindakan terlarang beradasarkan Pasal 69 ayat 1 huruf j UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pelanggaran ini, dapat dihukum penjara satu tahun atau denda Rp1 miliar.  “Ironisnya, Polda Sumut dan BPLH tidak memproses tindak pidana lingkungan hidup. Justru Polda mengawal pemasangan pipa limbah tambang PT AR ke Batang Toru.”Senada dengan Walhi,  Jatam mendesak KLH segara turun tangan menegakkan hak konstitusi warga atas lingkungan yang sehat. Kewenangan KLH, kata Hendrik, berdasarkan pasal 73 UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. “Menteri Lingkungan Hidup dapat mengawasi ketaatan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang izin lingkungan diterbitkan pemerintah daerah jika pemerintah menganggap terjadi pelanggaran serius di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.” Hendrik mengutip bunyi UU." "Polisi Tangkap dan Aniaya, Ribuan Warga Batang Toru Ketakutan Sembunyi di Hutan","Warga Batang Toru menolak Sungai Batang Toru menjadi tempat pembuangan limbang tambang karena sungai ini penting bagi mereka untuk minum, mandi, memelihara ikan perairan darat. Di bagian hilir Batang Toru, terdapat Danau Siais. Daerah ini dikenal sebagai penghasil ikan sale.Keberadaan PT AR yang  menambang bijih Emas di Kecamatan Batang Toru sejak 15 tahun lalu, dan tak pernah mendapat perlawanan warga. Saat ini menuai protes keras dari elemen masyarakat yang berasal dari tiga kecamatan yakni Kecamatan Batang Toru, Kecamatan Muara Batang Toru, Kecamatan Angkola Sangkunur di Tapsel serta Desa Batumundam Kecamatan Singkuang, Kabupaten Mandailing Natal.Perjuangan warga menyelamatkan sungai penting selebar 98 meter ini, di kawasan hutan lestari Batang Toru diabaikan oleh pemerintah. Amdal perusahaan tambang emas PT AR menyatakan Sungai Batang Toru tidak digunakan sebagai air minum. Informasi ini bertentangan dengan kenyataan di lapangan.Penolakan warga atas pembuangan air limbah tambang ke Batang Toru telah disampaikan termasuk kepala-kepala desa yang terdampak, seperti Desa Muara Hutaraja, Desa Bandar Hapinis dan Desa Terapung Raya kepada Bupati Tapanuli Selatan. Baik tertulis maupun aksi unjuk rasa.Namun teriakan dan protes warga seakan membentur tembok baja alias tidak dihiraukan pemerintah daerah. Bahkan, pemda  tampak kuat memaksakan agar limbah bisa dibuang di Sungai Batang Toru. Entah apa sebabnya.Ketidakpedulian pemerintah inilah yang mendorong kemarahan warga, yang dihadapi dengan tindakan represif oleh Kepolisian Sumut. [SEP]" "Foto: Gajah Potong Kuku","[CLS] Seorang mahout (pawang gajah) sedang memotong kuku gajah asuhnya di kamp Conservation Response Unit (CRU) Sampoiniet di Kabupaten Aceh Jaya, Aceh.Mahout merawat gajah sumatera (Elephas maximus) agar gajah jinak ini sehat untuk bisa patroli pengamanan hutan di Aceh.Di Aceh, ada lebih dari 50 ekor gajah alumni PLG yang saat ini sebagian diperbantukan di tiga CRU di daerah itu. Aceh, salah satu habitat penting gajah Sumatera. Saat ini diperkirakan ada 500 ekor gajah hidup di alam liar. [SEP]" "Terabas Hutan Lindung, Kejati Medan Usut Korupsi Proyek PLTA Asahan III","[CLS] Kasus pembebasan lahan dan hutan yang tidak prosedural dan korup, ternyata tak hanya monopoli perusahaan swasta perkebunan sawit dan HTI. Pelanggaran prosedur terkait korupsi, ternyata masih juga terjadi dalam proyek pemerintah, salah satunya adalah kasus pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Asahan III senilai 2.2 triliun rupiah di Kabupaten Toba Samosir (Tobasa) Sumatera Utara. Disinyalir, kawasan yang akan dibangun PLTA ini berada di kawasan hutan lindung, dan belum mendapat surat izin pinjam pakai kawasan hutan dari Kementerian Kehutanan Republik Indonesia.Kawasan yang akan dibangun PLTA ini adalah tanah di Kecamatan Meranti Pohan, Kabupaten Toba Samosir seluas 18 hektar . Pembebasannya sendiri dilakukan oleh PT PLN Unit Induk Pembangunan Jaringan Sumatera I senilai 15.3 miliar rupiah dan dierikan kepada 323 kepala keluarga yang terkena pembebasan. Hal ini dilakukan tahun 2010 silam. Setelah ditelusuri, kawasan ini ternyata masuk dalam kawasan hutan lindung, yang artinya tidak bisa dialihfungsikan.Mantan Bupati Tobasa, Monang Sitorus menentang keras pembangunan PLTA Asahan III di kawasan yang ada saat ini. Menurutnya, ketika mengeluarkan izin pembangunan PLTA ini, dirinya memberikan izin pembangunan di lokasi lain, bukan di lokasi yang masuk kawasan hutan lindung.“Ini melanggar hukum, karena yang dibangun sekarang di kawasan hutan lindung. Ini harus dibongkar. Dan yang di lokasi awal pembangunan dan peletakan batu pertamanya di desa itu tetap harus dibangun. Lokasi yang saya berikan izin untuk pembangunan PLTA Asahan III, di Desa Meranti utara dan itu betul-betul di Tobasa. Tapi ternyata basecampnya saja yang di Tobasa. Kenapa sekarang letaknya di Asahan. Jadi Pendapatan Asli Daerah (PAD)-nya, tidak untuk Tobasa tapi untuk Asahan,” kata Mantan Bupati Toba Samosir (Tobasa), Monang Sitorus, Minggu 23 September 2012 kepada Tribunnews.com." "Terabas Hutan Lindung, Kejati Medan Usut Korupsi Proyek PLTA Asahan III","Namun apa daya, setelah serah terima dengan bupati baru di tahun yang sama, pelaksanaan pembangunan PLTA ini ternyata berubah. Bupati Toba Samosir yang baru, Kasmin Simanjuntak telah mengeluarkan izin baru untuk menggantikan yang lama. Kawasan baru inilah yang diganti rugi senilai 15 miliar lebih, dan ternyata masuk dalam peta kawasan lindung.Senada dengan mantan bupati Tobasa tersebut, Kepala Dinas Kehutanan Sumatera Utara JB Sirongo-ringo mengatakan kepada  Medan Bisnis Daily, bahwa Kementerian Kehutanan (Kemenhut) tidak pernah mengeluarkan surat izin pinjam pakai kawasan hutan kepada pihak PLN untuk menggunakan lahan hutan tersebut sebagai lokasi pembangunan proyek PLTA Asahan III.Ia menerangkan, untuk mendapatkan surat izin pinjam pakai kawasan hutan harus ada persetujuan dari Menteri Kehutanan (Menhut). Sebelum izin dari Menhut itu keluar harus terlebih dahulu mendapatkan rekomendasi dari bupati dan gubernur.“Sejauh ini, surat izin pinjam pakai kawasan hutan untuk proyek PLTA Asahan III belum disetujui Menteri Kehutanan,” tandas JB Siringo-ringo kepada wartawan saat dihubungi melalui telepon di Medan, Senin 10 September silam. Menjawab soal warga yang menjual lahan tersebut kepada PLN, Siringo-ringo mengatakan, jika itu milik warga, semestinya harus ada bukti surat sah kepemilikan atas lahan tersebut.Kejaksaan Tinggi Sumut, seperti dilansir oleh Tribunnews tanggal 21 Sepember 2012 lalu,  terus mengumpulkan keterangan terkait pembebasan lahan ini, namun mereka belum mau berkomentar banyak perihal kasus dugaan korupsi mengenai pembebasan lahan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Asahan 3 di Desa Batu Mamak, Kecamatan Pintu Pohan, Meranti Utara Kabupaten Toba Samosir." "Terabas Hutan Lindung, Kejati Medan Usut Korupsi Proyek PLTA Asahan III","Kasi Penkum Kejati Sumut Marcos Simaremare, mengatakan pihaknya masih mengumpulkan keterangan dan belum masuk penyelidikan. Pihaknya sudah turun ke lapangan untuk mengumpulkan keterangan dari berbagai pihak yang mengetahui peritiwa tersebut.Pihak proyek PLTA Asahan III, yang diwakili Manager PLTA Asahan III Robert Aprianto Purba saat dikonfirmasi Medan Bisnis Daily tanggal 11 September 2012 silam, mengakui bahwa lahan yang dibeli PLN untuk proyek PLTA Asahan III masuk dalam kawasan hutan. “Semua kawasan hutan, tapi tidak ada masalah. Kami akan tetap melanjutkan pembangunan PLTA Asahan III sampai selesai,” katanya.Robert menjelaskan, sebagian pengerjaan PLTA Asahan III sudah rampung, di antaranya base camp (100%), sementara akses road masih 30 persen karena terkendala pembebasan lahan. Ia menerangkan, luas kawasan hutan yang akan digunakan PLN untuk membangun proyek PLTA Asahan III mencapai 210 hektar, namun sejauh ini baru 18 hektar yang dibebaskan.Terkait dugaan kuatnya korupsi dalam proyek ini, Dekan Fakultas HUkum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Farid Wajdi mengatakan kepada Medan Bisnis Daily bahwa hal ini harus diusut tuntas. Selain itu, PLN semestinya bisa membicarakan hal ini lebih lanjut dengan pihak Kementerian Kehutanan untuk mencari solusinya. [SEP]" "Warga dan Nelayan Berau Usir LSM Konservasi Laut dari Pulau Sangalaki","[CLS] Warga Pulau Sangalaki di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur melakukan protes terhadap perlindungan penyu di pulau tersebut karena dianggap tidak melibatkan warga setempat. Ratusan warga Pulau Derawan, sejak lima hari lalu sudah menduduki kawasan Pulau Sangalaki dan mengosongkan wilayah tersebut dari aktivitas konservasi penyu. Semua lembaga lingkungan yang ada di wilayah tersebut dipaksa keluar dari pulau tersebut oleh warga.Dilansir dari Tribun Kaltim, Warga yang mayoritas berprofesi nelayan tersebut mengusir petugas dan menghentikan kegiatan konservasi penyu yang dilakukan oleh Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan sejumlah organisasi lingkungan seperti World Wide Fund for Nature (WWF).Agustina Tandi Bunna atau Ebe pengamat lingkungan sekaligus menjabat Outreach Coordinator – The Nature Conservancy menilai, persoalan tersebut dipicu oleh ketidakpuasan warga Pulau Derawan, yang telah lama menggantungkan hidupnya dari penjualan telur penyu yang kemudian dinyatakan ilegal setelah menjadi kawasan konservasi yang dikelola oleh pemerintah pusat.“Masyarakat merasa tidak puas dengan itu (konservasi lingkungan), masyarakat ingin ikut ambil bagian, karena setelah muncul kebijakan itu, masyarakat kehilangan mata pencaharian,” kata Agustina, Senin 24 September 2012 silam kepada Tribun Kaltim.Hal senada diungkapkan oleh Koordinator Program Marine Kaltim WWF Rusli Asdar di Tanjung Redeb, sehari sebelumnya Minggu 23 September 2012, yang menuturkan kedatangan para nelayan mendatangi Pulau Sangalaki menggunakan kapal nelayan. Mereka langsung menghentikan seluruh kegiatan operasional petugas konservasi di pulau itu." "Warga dan Nelayan Berau Usir LSM Konservasi Laut dari Pulau Sangalaki","Bahkan sejumlah wisatawan yang tengah berwisata menyelam di pulau itu juga diancam dan langsung disuruh pulang. “Kami didatangi masyarakat nelayan dari Pulau Derawan sekitar pukul 11.00 Wita dan mereka langsung menyuruh kami menghentikan seluruh kegiatan konservasi yang kami lakukan bersama dengan BKSDA. Wisatawan pun juga disuruh langsung meninggalkan pulau itu,” kata Rusli.Sementara, Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kaltim, H Riza Indra Riyadi mengimbau masyarakat nelayan di kabupaten Berau untuk memahami keberadaan kawasan Pulau Sangalaki sebagai kawasan konservasi perlindungan penyu. Ini terkait adanya pendudukan pulau tesebut oleh sebagian nelayan di sana.“Saya berharap, masyarakat bisa memahami dan menjaga sebaik-baiknya kawasan itu sebagai kawasan konservasi perlindungan penyu, sesuai ketetapan Menteri Kehutanan RI. Kalau sudah ditetapkan Menhut sebagai kawasan konservasi, konsekuensinya harus dijaga,” ujar Riza Indra ketika dikonfirmasi wartawan di Samarinda, Selasa kepada diskominfo Kaltim.Menurut Riza, usulan penetapan Sangalaki sebagai kawasan konservasi perlindungan penyu juga dari bawah, yakni dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim dan Pemkab Berau, karena habitat penyu semakin berkurang. Sebab, pulau tersebut merupakan salah satu daerah yang tepat menjadi tempat penyu bertelur dan menetas, sehingga harus dilindungi. “Jika dibiarkan, jangan heran kalau lambat laun salah satu fauna yang dilindungi ini punah dari Kaltim. Itu salah satu fungsi BKSDA Kaltim menjaga pulau tersebut sebagai kawasan konservasi,” timpal Riza agak prihatin." "Warga dan Nelayan Berau Usir LSM Konservasi Laut dari Pulau Sangalaki","Warga sendiri merasa kesal karena terkadang para pelaku konservasi ini memperlakukan mereka dengan kasar. Dilansir dari The Jakarta Globe, mereka juga pernah dituduh mencuri telur penyu yang ditetaskan. “Selama 10 tahun adanya proses konservasi penyu di kepulauan Derawan dan sekitarnya, kami tidak mendapatkan apa pun kecuali menjadi penonton,” ungkap Yakobus, salah satu warga yang melakukan protes. Dia juga menambahkan bahwa para ahli konservasi juga memegang kontrol terhadap manajemen pulau ini. “Kami ingin pulau Sangalaki bebas dari ahli konservasi.”Jika kondisi ini terus berlanjut, hal ini dikhawatirkan akan mengganggu siklus perkawinan penyu, karena bulan September hingga November adalah musim kawin bagi para penyu, seperti disampaikan oleh Ahang Moord, dari Yayasan Konservasi Penyu Berau.Saat ini, pulau ini masih dijaga oleh polisi lokal untuk mencegah agar tidak ada terjadi pencurian telur penyu dan warg tidak menduduki pulau ini. Harus diakui, kebiasaan memakan warga telur penyu masih menjadi tradisi yang umum di sebagian kecil warga Kabupaten Berau. Kendati harganya mahal, yaitu sekitar satu juta rupiah setiap sarang, atau sekitar Rp 8.000 per butir, permintaan telur penyu ini tetap tinggi.Kepulauan Sangalaki adalah salah satu pulau di gugusan kepulauan Derawan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Tempat ini adalah salah satu lokasi Kawasan Konservasi Laut di Indonesia, yang menjadi bagian dari Segitiga Terumbu Karang dunia. Kepulauan ini terdiri dari empat pulau utama, yaitu Derawan, Sangalaki, Maratua, dan Kakaban serta berbagai pulau kecil di sekitarnya. [SEP]" "Tolak Tambang, Lima Warga Donggala Ditembak Polisi","[CLS] KONFLIK berdarah kembali terjadi. Warga menolak rencana eksploitasi tambang emas, PT Cahaya Manunggal Abadi (PT CMA) di Desa Balaesang Tanjung, Donggala, Sulawesi Tengah (Sulteng). Berujung, dua alat berat perusahaan dibakar.Rabu(18/7/12), polisi menelusuri desa untuk menangkap pelaku pembakaran. Warga menolak ditangkap. Lagi-lagi polisi mengandalkan peluru timah untuk menghadapi warga. Lima orang tertembak.Kronologi dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulawesi Tengah (Sulteng) menyebutkan, Selasa(17/7/12), sekitar pukul 14.00, warga Desa Manimbaya, Ketong, Kamonji, Rano, Malei dan Desa Walandano berkumpul menuju lokasi perusahaan PT CMA. Peristiwa ini dipicu karena perusahaan akan mensosialisasikan kegiatan eksploitasi mereka.Ada informasi, seorang anggota DPRD Kabupaten Donggala, Goesetra memberitahukan kepada masyarakat Desa Malei, bahwa dalam rapat koordinasi 17 juli, sekaligus sosialisasi kesiapan PT CMA. Dia diduga berada di balik rencana perusahaan mengolah kebun menjadi pertambangan. Mendengar kabar perusahaan akan sosialisasi, masyarakat yang menolak PT CMA berkumpul.Di Balaesang Tanjung, ada pertemuan rutin. Biasa menghadirkan masyarakat setempat. Namun, dalam pertemuan itu, camat selaku pemimpin wilayah yang biasa menghadiri kegiatan rapat koordinasi, tidak muncul. Ketidakhadiran camat ini karena masyarakat penolak tambang berkumpul menghadiri rapat koordinasi.Karena camat tidak muncul di Ibu Kota kecamatan di Desa Malei, masyarakat kecewa. Mereka berkumpul mencapai lebih kurang 500 orang langsung menuju lokasi PT CMA yang berada di Desa Walandano. Mereka menuntut perusahaan tidak beraktivitas di sana.Kesal dan kecewa, warga membakar dua alat berat milik PT CMA sekitar pukul 14.30 waktu setempat. Kantor camat juga dilempar batu dan disegel warga penolak tambang PT CMA." "Tolak Tambang, Lima Warga Donggala Ditembak Polisi","Setelah pembakaran, pukul 16.00, warga dari berbagai desa kembali ke Desa Malei. Lalu mereka mebubarkan diri dan kembali ke rumah masing-masing. Keesokan hari, polisi datang dan menangkapi warga.Rabu (18/7/2012), sekitar pukul 09.00 kepolisian dari Polres Donggala sebanyak dua truk masuk ke Kecamatan Balaesang Tanjung. Mereka berusaha menangkap warga yang diduga terlibat aksi pembakaran alat berat.Di Desa Walandano, lokasi pembakaran alat berat milik PT CMA, polisi melakukan penyisiran dan tidak menemukan siapapun yang terlibat.Pada pukul 11.00 polisi dari Polres Donggala berpindah ke Desa Malei. Warga mengajak negoisasi agar polisi tidak menangkap masyarakat setempat. Namun, polisi tetap menangkap siapapun yang terlibat. Polisi menyisir semua rumah di Desa Malei, dan menangkap satu orang, Sukiman (37).Pada pukul 13.00 penyisiran berpindah ke Desa Kamonji. Terjadi perlawanan karena masyarakat menolak ditangkap. Saat menangkap Lamata(40) terjadilah saling tegang antar polisi dan warga. Polisi menyemprotkan gas air mata kepada warga yang aksi.Warga tetap bertahan dan membalas dengan lemparan batu. Kondisi ini berbuntut penembakan oleh polisi. Warga korban tembak,Masdudin (50) tertembak di bagian perut, warga Desa Malei, Aksan (45) di bagian punggung belakang, warga Desa Malei. Lalu, Idin (35) tertembak di bagian kaki, warga Malei,Rusli (38) tertembak di bagian kaki, warga Kamonji danMa’ruf (32) di bagian bokong, warga Malei.Hingga Rabu malam, penyisiran di semua desa telah dilakukan. Polisi menangkap delapan orang yang diduga membakar.Andika Manajer Kampanye dan Riset Jatam Sulteng meminta polisi berpikir idealis dan benar-benar berniat mengamankan masalah ini sesuai tugas sebagai penyayom masyarakat.“Kami berharap Kapolres Donggala menarik kembali personil yang sudah membuat warga cemas karena ada penembakan,” katanya seperti dikutip dari Jawa Pos online." "Tolak Tambang, Lima Warga Donggala Ditembak Polisi","Andika meminta bupati mencopot izin usaha pertambangan yang dikeluarkan untuk PT CMA. “Ini sudah menjadi pemicu ketegangan di kecamatan ini.”Komnas HAM Turunkan TimDikutip dari Beritasatu.com, Kapolda Sulteng, Brigjen Dewa Parsana mengaku masih mendalami insiden penembakan lima warga yang diduga dilakukan anggota polisi di Kecamatan Balaesang Tanjung, Kabupaten Donggala.Dewa Parsana tidak menyebutkan penembakan itu menggunakan peluru tajam atau peluru karet.Komnas HAM pun bereaksi atas peristiwa penembakan lima warga di Kecamatan Balaesang Tanjung, Kabupaten Donggala, Sulteng yang diduga dilakukan aparat kepolisian.Dikutip dari Republika online, Komnas HAM akan menginvestigasi guna menyelidiki kemungkinan tindak pelanggaran HAM di daerah itu.Ketua Komnas HAM perwakilan Sulteng, Dedy Askari mengatakan, Komnas HAM akan menurunkan tim penyelidik pada Jumat (20/7) untuk mengetahui lebih dalam terkait fakta-fakta di lapangan.Dedy mengatakan, tim akan dipimpin Wakil Ketua Komnas HAM, Ridha Saleh didampingi tim dari Komnas HAM Sulteng.Menurut Dedy, pemerintah dan polri dalam peristiwa ini seharusnya bersikap akomodatif dan kompromi dalam merespons kehendak dan tuntutan masyarakat. “Tidak justru mengabaikan tuntutan dan kehendak masyarakat, akibatnya muncul kekecewaan dan perlawanan masyarakat.”Pengamanan dalam amuk massa diperparah dengan langkah represif aparat kepolisian. “Komnas HAM mengecam langkah aparat kepolisian yang represif.”Dedy menilai, pemerintah Kabupaten Donggala tidak punya kepedulian atas tuntutan warga penolak pertambangan di Balaesang Tanjung. Sebab, sebagian lahan di atas perkebunan masyarakat.“Komnas HAM menduga kepolisian dan Pemda Donggala berada di balik peristiwa amuk massa di Balaesang Tanjung. Komnas HAM juga menilai kuat dugaan terjadi Pelanggaran HAM serius di sana." "Tolak Tambang, Lima Warga Donggala Ditembak Polisi","Menurut Dedy, amuk massa di Balaesang Tanjung itu reaksi puncak dari penolakan masyarakat terhadap rencana PT CMA mengelola bijih emas. “Aksi itu merupakan wujud nyata keberpihakan negara Cq pemerintah dan aparat kepolisian terhadap pemodal.”Ditolak Sejak AwalDari Situs Jatam Sulteng, Moh. Rifay M Hadi, Manager Pengembangan Jaringan Jatam Sulteng mengatakan, sejak kabar IUP PT CMA dikeluarkan Bupati Donggala, tahun 2010, sudah menimbulkan pro-kontra di masyarakat Kecamatan Balaesang Tanjung.Padahal, sejak dulu masyarakat Balaesang Tanjung hidup dengan damai, tentram dan, tidak ada konflik kecil maupun besar. Namun, sejak kehadiran PT. CMA di daerah itu, perubahan struktur sosial masyarakat Kecamatan Balaesang berubah drastis. Konflik terjadi dimana-mana, bahkan dalam satu keluarga pun kini telah berselisih.Pada 27 Juni 2012, beberapa masyarakat Desa Malei di tahan kepolisian. Dia dituduh mencuri emas dilahan PT CMA. Bertepatan dengan itu pula, kepala Desa Malei dijemput oleh puluhan kepolisian. Bahkan penjemputan itu mengepung dan menggeledah rumah Kades Malei.Penjemputan dengan dalih dimintai keterangan atas pencurian emas di lahan PT CMA itu, tidak berhasil. Masyarakat Kecamatan Balaesang Tanjung mengusir polisi.Esoknya, masyarakat yang kontra terhadap perusahaan tambang itu, memblokir jalan, merupakan satu-satunya akses keluar Kecamatan Balaesang Tanjung. Pemblokiran ini untuk mencegah masyarakat pro PT CMA, mengikuti seminar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) di Kabupaten Donggala oleh PT. CMA.Begitu selanjutnya, antara masyarakat dusun I dan dusun II Desa Malei Kecamatan Balaesang Tanjung, saling adu fisik, hanya karena pro-kontra atas perusahaan tambang milik asing itu. Ini membuktikan, kehadiran PT. CMA di Kecamatan Balaesang Tanjung, menimbulkan dampak negatif. “Itupun masih dalam tahap eksplorasi, bagaimana dengan tahap eksploitasi?” kata Rifay." "Tolak Tambang, Lima Warga Donggala Ditembak Polisi","Lahan pertanian mereka, kini dicaplok perusahaan tambang emas, PT CMA. Perusahaan ini diberikan legitimasi oleh Bupati Donggala melalu Izin Usaha Pertambangan (IUP) nomor: 188.45/0288/DESDM/2010, seluas 5.000 hektare.Kecamatan Balaesang Tanjung memiliki wilayah seluas 118,85 kilometer, dengan mayoritas masyarakat petani cengkeh dan kelapa. Kini, lahan perkebunan terancam menjadi wilayah perusahaan tambang emas PT CMA.Begitu pun dengan Danau Rano, di Desa Rano Kecamatan Balaesang Tanjung, juga masuk dalam konsesi PT CMA. Danau Rano, yang menjadi kebanggaan masyarakat kecamatan Balaesang Tanjung, sebagai salah satu objek wisata yang menjanjikan, dicaplok.Lahan pertambangan PT CMA berada di beberapa desa se Kecamatan Balaesang Tanjung. Desa-desa itu sangat bergantung dengan sumberdaya di wilayah pegunungan Sirunat dan, puncak Datar Tutuk Karama terutama sebagai sumber air minum. Di wilayah itu, banyak warga desa di luar Kecamatan Balaesang Tanjung juga menggantungkan hidup dari sana, seperti Desa Lombonga, Labean, Meli, Tambu, Sibualong dan, Sibayu.“Menurut pengakuan masyarakat Kecamatan Balaesang Tanjung, mereka dilarang perusahaan berkebun di area PT. CMA. Bahkan perusahaan pernah katakan ke beberapa petani di Desa Malei, “siapa tanam jagung diareal saya?”“Artinya, lahan masyarakat Malei kelola sejak lama itu, bukan milik masyarakat, melainkan milik PT CMA. Sumber-sumber produksi masyarakat, diakui secara sepihak CMA.”Padahal, warga di Kecamatan Balaesang Tanjung, mengelola kebun dan, mendiami wilayah itu sebelum negara Indonesia ada. [SEP]" "Aksi Hatam: Lindungi Rakyat dari Tambang","[CLS] KOALISI masyarakat anti tambang berunjuk rasa di Jakarta, memperingati Hari Anti Tambang (Hatam). Aksi gabungan dari Walhi, Kiara, Fitra, KontraS, Jatam dan Front Pejuang Rakyat (FPR), Selasa(29/5/12) ini diawali di Gedung Rasuna Epicentrum, Pasar Festival. Setelah itu dilanjutkan di depan Gedung Wisma Bakrie 2 di Jalan Rasuna Said.Peringatan Hatam ini berawal dari kasus lumpur Lapindo yang tepat memasuki usia enam tahun, pada 29 Mei ini. Di depan pintu masuk Epicentrum koalisi membentangkan beragam poster, foto-foto dan aksi teatrikal.“Masa Depan Indonesia Bukan Tambang.” “29 Mei Hari Anti Tambang. Pulihkan Hak Rakyat. Lawan Kebodohan dan Lupa.” Lalu, di bagian depan ditunjukkan beberapa foto yang memperlihatkan rumah yang terendam, sampai anak korban lumpur Lapindo.Dalam aksi itu ada sebuah keranda mayat bertuliskan 6 Tahun Lumpur Lapindo. Lalu, muncul manusia berjubah hitam, bertopeng bertuliskan “penjahat lingkungan.” Laki-laki ini menggambarkan sosok pengusaha.Ada seorang pria yang terlihat menderita. badan berlumur lumpur. Dia menangis karena tersiksa dampak tambang. Pria menyedihkan ini menggambarkan warga korban tambang.Badan penuh lumpur, sebagai satu contoh tragedi tambang yakni, kasus luapan Lumpur Lapindo, di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur (Jatim).Tampak dalam aksi teatrikal itu, warga teraniaya. Memohon kepada pengusaha, tapi tak dipedulikan. Penderitaan mereka tiada henti. Mereka hanya bisa menangis dan menangis…Haris Balubun dari Jatam dalam orasi mengatakan, lumpur Lapindo satu contoh betapa tambang, tak hanya merusak lingkungan hidup, juga menyengsarakan rakyat. Dia meminta, Aburizal Bakrie, bertanggungjawab. Tambang PT Lapindo Brantas, milik Nirwan Bakrie, adik Aburizal Bakrie.“Kasus-kasus tambang menyengsarakan rakyat. Coba lihat dari Aceh sampai Papua.”“Enam tahun sudah lumpur Lapindo. Warga kehilangan kehidupan. Ratusan anak kehilangan sekolah, pemuda-pemuda jadi pengangguran. Kembalikan hak rakyat!”" "Aksi Hatam: Lindungi Rakyat dari Tambang","Sekitar 30 menit di Epicentrum, aksi dilanjutkan ke Gedung Bakrie 2. Mereka longmarch ke gedung yang berjarak sekitar 200 meter dari Epicentrum itu.Para aktivis membentangkan poster tepat di belakang plang nama gedung. Lalu, tepat di depan papan nama “Bakrie 2”, aksi teatrikel kembali digelar.Seorang pria duduk ‘manis’ sambil melulur badan dengan lumpur. Tak hanya melulur badan, dia juga melumuri tulisan di plang nama dengan lumpur juga. Duduk santai di sini lain pria berjubah hitam.Teriakan,” Tuntaskan Tuntaskan Kasus Lapindo,” terus diulang-ulang mengiringi aksi teatrikal ini.Fredy dari FPR berorasi. Dia mengatakan, sudah menjadi kebiasaan, kala tambang beroperasi, mereka tak mau menanggung biaya sosial yang ditimbulkan. Corporate social responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan yang didengung-dengungkan, tak lebih hanya promosi produk belaka.“CSR tak mampu menjawab masalah sosial masyarakat yang muncul karena tambang,” teriak Fredy. [SEP]" "Klasemen Sementara Negara-Negara Penyumbang Karbon Terbesar di Dunia","[CLS] Awal bulan Agustus 2012 ini Divisi Administrasi Informasi Energi di Departemen Energi Amerika Serikat mengumumkan bahwa emisi karbon di AS turun sebanyak 8% di kuartal pertama 2012. Emisi antara bulan Januari hingga Maret 2012 ini sekaligus sebagai yang terendah  sejak 1992.Penurunan emisi ini sebagian besar disebabkan oleh musim dingin ringan dan pergeseran utilitas yang secara konsisten ‘terus menjauh dari pembakaran batubara karena rendahnya harga gas alam, dan hasil penghitungan kuartal ini konsisten dengan tren yang sedang berlangsung di Amerika Serikat, yaitu turunnya emisi karbon dioksida. Sejak mencapai emisi 1.642 ton karbon (6.022 ton karbondioksida) pada tahun 2007, hingga kini angka itu telah  turun sebanyak 9 persen.Tapi penurunan emisi di Amerika Serikat diimbangi oleh pertumbuhan emisi karbon di negara-negara berkembang, terutama Cina, di mana emisi dari bahan bakar fosil telah berkembang dari 929 metrik ton karbon pada tahun 2000 menjadi 2.248 pada tahun 2010. Negara-negara lain bahkan melampaui Cina, misalnya Vietnam, Oman, dan Nigeria dimana semua mengalami pertumbuhan yang lebih cepat dalam emisi gas rumah kaca sejak tahun 1995. Sejak tahun 2000, hanya Angola dan Vietnam yang telah melampaui China dalam lonjakan emisi karbon di antara negara-negara dengan jumlah emisi lebih dari 10 juta metrik ton per tahun.Dari perhitungan per kapita, emisi karbon di Cina juga berkembang pesat. Menurut angka yang dikeluarkan bulan lalu, emisi per kapita di China mencapai 1,96 ton metrik karbon (7,2 ton Co2 setara) pada tahun 2011, mendekati tingkat Eropa 2,05 ton per kepala. Namun, China masih jauh di belakang emisi per kapita Amerika Serikat dan beberapa negara di pulau-pulau kecil yang kaya minyak." "Klasemen Sementara Negara-Negara Penyumbang Karbon Terbesar di Dunia","Emisi Cina meningkat karena pertumbuhan ekonomi yang pesat akibat urbanisasi dan modernisasi serta alihdaya (outsourcing) manufaktur oleh negara-negara industri. Negara-negara seperti Amerika Serikat telah secara efektif mengalihkan sebagian emisi mereka ke Cina. [SEP]" "Lahan PT Kalista Alam Masuk Peta Moratorium","[CLS] Operasi ilegal, izin perusahaan segera dicabut SETELAH mendapat tekanan dari organisasi-organisasi lingkungan, akhirnya lahan konsesi PT Kalista Alam, seluas 1.605 hektare (ha) di hutan gambut Rawa Tripa, Aceh, masuk lagi ke dalam peta moratorium. Artinya, di kawasan itu tak boleh dikeluarkan izin pengelolaan hutan.Ketua Satgas REDD +, Kuntoro Mangunsubroto  dalam jumpa pers di Jakarta, Senin(21/5/12) mengatakan, dalam revisi kedua peta indikatif penundaan izin baru (PIPIB) Mei ini, konsesi PT Kalista Alam masuk kembali ke dalam kawasan moratorium, setelah sempat keluar pada revisi pertama, November 2011.Dia mengatakan, operasi PT Kalista Alam di Rawa Tripa ilegal. Sebab, perusahaan beroperasi dengan izin prinsip yang sudah kadaluarsa.  Hak Guna Usaha (HGU) yang diakui ada ternyata tak ada.Untuk itu, Gubernur Aceh baru diminta mencabut izin pengelolaan kawasan yang telah diberikan kepada perusahaan ini.“Nasi sudah jadi bubur, kawasan sebagian sudah jadi kebun sawit. Sebagian sudah dibakar. Yang penting setop dulu karena semua ilegal,” katanya dalam acara Setahun Moratorium.Wakil Satgas REDD +, Mas Achmad Santosa menambahkan, penegakan hukum terkait PT Kalista Alam sedang diproses. Beberapa jeratan hukum yang bakal dikenakan, antara lain, pidana untuk kasus pembakaran, UU Perkebunan.Lalu, PPNS Kehutanan dan UU Konservasi terkait habitat orangutan. Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) pun akan menggugat perdata ganti rugi atas kerusakan lingkungan.  “Untuk penegakan hukum administrasi, pemberi izin (Gubernur-red) diminta mencabut izin atau revokasi konsesi yang dikeluarkan,” ucap Mas Achmad.Bagaimana si pemberi izin, apakah akan terkena tindakan hukum? Menurut Kuntoro, secara umum jika terjadi pelanggaran administrasi maka akan di PTUN-kan. “Jika ada indikasi korupsi bisa dipidanakan.” “Saat ini masih dikaji soal itu.”" "Lahan PT Kalista Alam Masuk Peta Moratorium","Menurut Mas Achmad, proses hukum memang tidak mudah. Semua aspek hukum dikaji, baik menggunakan UU pidana korupsi maupun non korupsi. Namun sampai saat ini, ujar dia, belum sampai ke sana, masih konsentrasi mengenai pembakaran lahan.Izin konsesi PT Kalista Alam diberikan oleh mantan Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf pada Agustus 2011.Kawasan Moratorium BertambahDalam kesempatan itu, Kuntoro juga menjelaskan, hasil revisi kedua PIPIB. Dalam PIPIB kali ini ada tambahan kawasan yang masuk peta moratorium sebesar 379 ribu hektare (ha).Dia menjabarkan, dalam PIPIB Mei 2011, kawasan moratorium 64.144.073 ha, revisi I November tahun yang sama turun menjadi 65.374.251 ha. “Pada revisi kedua naik menjadi 65.753. 810 ha.”Peningkatan kawasan moratorium itu dari penambahan wilayah sekitar 862 ribu ha dan pengurangan seluas 482 ha.Sayangnya, Kuntoro dan tim tak dapat menjelaskan dengan rinci, dari daerah dan unsur apa saja penambahan itu. Menurut dia, semua data detil ada di Kementerian Kehutanan.Namun yang pasti, ucap Kuntoro, peta kali ini dibuat berdasarkan masukan dari berbagai kalangan masyarakat. Dia mencontohkan, dalam revisi kedua ini, mengeluarkan desa yang terletak pada tanah mineral di wilayah gambut, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah (Kalteng).“Juga memasukkan kembali kawasan PT Kalista Alam ke peta moratorium.” [SEP]" "Navicula: Musik Adalah Senjata Jurnalisme Lingkungan Kami","[CLS] Tanpa sempat beristirahat setelah 14 jam penerbangan dari Toronto, Kanada ke tanah air, empat personil grup band Navicula (Robi-vokalis, Made-bass, Dankie-gitar, Gembull-drummer) langsung mendarat di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Bukan untuk tur musik dan mencari uang, anak-anak muda ini langsung bergabung dengan tim mata harimau Greenpeace dalam tur kampanye penyelamatan hutan Kalimantan yang akan menempuh perjalanan darat selama lebih 2.500 kilometer dari Palangkaraya sampai Pontianak di Kalimantan Barat. Tur itu sendiri bernama Kepak Sayap Enggang Tur Mata Harimau Seri Kalimantan yang digagas Greenpeace bersama Walhi, AMAN, SOB dan berbagai LSM lainnya di Kalimantan. Tur ini dimulai di Banjar Baru, Kalimantan Selatan dan berakhir di Pontianak, Kalbar.Navicula adalah band grunge asal Bali yang berada di jalur indie yang bahkan ngotot ingin hidup idealis di jalur non populer, yakni kritik sosial dan lingkungan. Di antara lagu mereka adalah Orangutan, Harimau-harimau, Over konsumsi dan Metro Pollutant. Mongabay Indonesia berkesempatan mewawancarai Gede Roby Supriyanto (33), vokalis sekaligus gitaris Navicula selama perjalanan tur Mata Harimau dalam perjalanan menuju Pontianak akhir September lalu.Mongabay.co.id: Bagaimana Navicula bisa terlibat dalam kampanye Tur Mata Harimau ini? Tahun lalu kami melihat video tur mata harimau Greenpeace dan kami membayangkan ikut mengendarai motor trail masuk ke hutan-hutan, itu mungkin akan sangat menyenangkan. Dan ketika kita mengontak Greenpeace dan memberitahu bahwa tahun ini akan ada tur lagi, kami putuskan ikut. Dan Navicula sendiri tahun ini memang punya rencana mengadakan tur kampanye musik Kalimantan. Tur ini sudah kami tandai dengan tur di Taman Nasional Gunung Leuser, Aceh Juli lalu yang waktu itu sedang ramai dengan penghancuran habitat Orangutan di hutan gambut Rawa Tripa.Mongabay.co.id: Selama ikut tur di Kalimantan, apa saja yang dilakukan Navicula?" "Navicula: Musik Adalah Senjata Jurnalisme Lingkungan Kami","Kami tiba di Palangkaraya dan tampil membawakan beberapa lagu di Palangkaraya Mal. Tapi sebenarnya tim manajemen Navicula sudah ikut tur sejak awal di Banjarmasin. Selama tur kami ikut mengendarai motor trail yang bercorak harimau dan enggang. Kami bergantian mengendarainya. Rata-rata 8 jam sehari di jalanan aspal, tanah, dan bergambut. Kami menemui masyarakat yang memprotes lahan mereka diambil perusahaan. Kami masuk ke pelosok hutan dan desa-desa yang masyarakatnya terancam oleh apa yang disebut pemerintah sebagai “pembangunan”.Mongabay.co.id: Bagaimana kondisi hutan di Kalimantan?Awalnya kami membayangkan akan tur di hutan-hutan di pedalaman Kalimantan yang katanya masih bagus, tapi justru perjalanannya ini seperti mencari hutan di Kalimantan. Hanya satu kata yang bisa mewakili penghancuran hutan: keji. Ini melampaui serakah. Kalau serakah, masih bisa dikatakan sifat itu ada pada manusia. Semuanya dihabisi. Di Pulang Pisau, Kalimantan Tengah kami melihat hutan gambut yang terbakar yang melepaskan jutaan ton karbon ke udara. Pas kami melewati Delang, yang kami lihat sepanjang mata memandang cuma lautan sawit. Kami liat bangkai-bangkai pohon bertumbangan. Sementara hutan yang masih bagus di bagian belakangnya sudah siap dihancurkan.Mongabay.co.id: Selain kehancuran, apa lagi yang Navicula saksikan?" "Navicula: Musik Adalah Senjata Jurnalisme Lingkungan Kami","Kami memang mendatangi sejumlah hutan yang sudah hancur. Tapi kami juga berkunjung ke desa-desa yang masyarakatnya masih memiliki nilai-nilai adat untuk menjaga hutan desa mereka seperti di Desa Pendaun, Kalimantan Barat. Mereka punya sekitar 1.000 hektar hutan desa yang djaga oleh aturan adat. Tapi obrolan saya dengan ibu-ibu di sana, mereka justru skeptik. Meski mereka bisa menjaga hutan itu, tapi mereka ragu apakah anak cucu mereka bisa menjaganya. Saya menilai kemakmuran masyarakat tergantung pada keberagaman pangan. Dan itu semua adalah bahan-bahan yang ada di sekitar rumah termasuk di hutan. Hutan dihancurkan sama dengan tidak adanya lagi kemakmuran.Mongabay.co.id: Apa arti kampanye lingkungan bagi Navicula?Ini perjalanan yang exciting. Selain berbagi, saya bisa belajar dari yang lain (masyarakat) dari informasi yang mereka berikan. Di satu sisi isu ini adalah kampanyenya Navicula. Di sisi lain, dengan bearing witness kami dapat inspirasi untuk produk-produk seni. Soul full, yang hanya dapat diperoleh langsung ke lapangan. Kami ingin menginspirasi orang banyak lewat lagu-lagu. Bisa dikatakan ini jurnalisme yang menggunakan musik sebagai media. Secara pribadi, saya tidak ingin menyesal bahwa saya pernah diberi kesempatan tapi tidak melakukannya. Kalau saya tidak melakukannya, saya tidak berani mem-blame siapa-siapa. We die trying. Kalau itu gagal, proud of die trying. Saya percaya (kerusakan lingkungan) bisa diubah. Kalau dulu kita sebatas tagline, sekarang topik wacana bergeser ke action. Apa pun  profesi fans, diharapkan ini menjadi inspirasi dan berkontribusi di bidang masing-masing dan ini bisa menjadi isu masif yang memancing orang untuk aksi.Mongabay.co.id: Apakah dengan mengangkat tema-tema lingkungan dan jalur independen, Navicula akan mampu bertahan?" "Navicula: Musik Adalah Senjata Jurnalisme Lingkungan Kami","Itu hanya mitos industri kalau tidak ikut label, lagu kita tidak laku. Kami tidak ingin jadi slave industry. Kami pernah di dunia label. Tapi itu tidak memuaskan dan kami putuskan di jalur indie. Secara musik pun kami punya orisinalitas. Kita melakukan perlawanan karena pasar bisa diciptakan Dan kita tidak pernah membiayai music dari “uang dapur”. Lini Fan base. Ini kita bangun pelan-pelan dan kita sudah punya 24 ribu fans yang terukur. Kami yakin, musik akan membiayai sendiri. [SEP]" "Perambahan Hutan, Musuh Utama Taman Nasional Kerinci Sebelat","[CLS] Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) yang terletak di 4 provinsi, yaitu :  provinsi Bengkulu, Jambi, Sumatera Barat dan Sumatera Selatan merupakan Taman Nasional terluas kedua di Indonesia setelah Taman Nasional Lorentz yang terletak di provinsi Papua yang memiliki luas 2.450.000 Ha. Dengan luas 1.386.000 hektar, Balai Besar TNKS seperti juga taman nasional lain yang ada diseluruh Indonesia menghadapi masalah perambahan, illegal logging, pertambangan dan perkebunan.“Perambahan adalah masalah utama yang dihadapi TNKS” ujar Debbie Martyr, Program Manager Penyelamatan Harimau Sumatra Kerinci Seblat (PHSKS) yaitu program kolaborasi antara Balai Besar TNKS dengan FFI Indonesia Program ketika ditemui di markas PHSKS di Bangko, Jambi.Berdasarkan data terakhir dari Balai Besar TNKS total kawasan yang telah dirambah seluas 41.303 Ha dan kawasan yang paling banyak dirambah berada di Kerinci yaitu seluas 28.255 Ha, bahkan beberapa hektar diantaranya sudah memasuki zona inti TNKS.Provinsi Bengkulu menempati posisi kedua dengan luas kawasan yang telah dirambah mencapai 6.470 hektar. Provinsi Sumatera Barat menempati posisi ketiga dengan total kawasan perambahan seluas 3.520 Ha.Kawasan TNKS yang sebagian besar berupa dataran tinggi bertanah subur yang sangat cocok untuk ditanami kopi serta tanaman hortikultura seperti kentang, kol dan cabai menjadi daya tarik utama yang membuat para warga terus melakukan perambahan.Berdasarkan data dan informasi yang berhasil dikumpulkan  pihak TNKS di lapangan warga yang melakukan perambahan sebagian besar bukan berasal dari desa-desa yang berada disekitar kawasan tapi berasal jauh dari kawasan seperti kasus perambahan yang terjadi di desa Sungai Tebal di Kabupaten Merangin, Jambi sebagian besar warga pelaku perambahan berasal dari provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu." "Perambahan Hutan, Musuh Utama Taman Nasional Kerinci Sebelat","“Diperlukan kolaborasi dari berbagai pihak untuk menjaga kelestarian TNKS” tegas Debbie, oleh karena itu untuk mengatasi masalah perambahan pihak TNKS berkolaborasi dengan berbagai pihak termasuk TNI dan kepolisian untuk melakukan operasi pemberantasan perambahan.Operasi pemberantasan perambahan ini sudah dilakukan beberapa kali namun dalam pelaksanaannya kegiatan ini tidak selalu berjalan lancar dan mencapai target yang telah ditetapkan. Seperti kegiatan operasi pada tahun 2010 lalu ketika pihak BKSDA Jambi, Balai Besar TNKS, bersama dengan Kepolisian dan TNI melakukan operasi pemberantasan perambahan di desa Sungai Tebal yang pada saat pelaksanaannya pihak TNI dan Kepolisian memilih untuk mundur dengan alasan kemanusiaan sehingga operasi tersebut tidak mencapai hasil yang maksimal.Usulan pembuatan jalan menembus kawasan TNKS juga selalu mengancam kelestarian kawasan dan memicu meningkatnya kegiatan perambahan. Perambah akan semakin tergiur untuk menguasai lahan dalam kawasan karena nilai ekonominya bertambah berkat adanya akses jalan dalam kawasan dan akan mempermudah para perambah memasuki kawasan tersebut.Ada tiga jalur jalan evakuasi bencana alam yang baru-baru ini diusulkan oleh Wakil Bupati Kerinci, M Rahman, dan Bupati Merangin, M Nalim, dalam Musrenbang Provinsi Jambi yang dihadiri Gubernur dan Bupati di Jambi serta pejabat sejumlah kementrian dan anggota DPR di Kota Jambi.Tiga jalur yang diusulkan dalam Musrenbang tersebut adalah jalur Desa Pelompek di Kabupaten Kerinci hingga Lubuk Mengkuang di Kabupaten Bungo, jalur Desa Lempur hingga Renah Kemumu di Kabupaten Merangin, Jambi, serta jalur Desa Lempur di Kerinci hingga Sungai Ipuh, Kabupaten Muko-muko, Provinsi Bengkulu." "Perambahan Hutan, Musuh Utama Taman Nasional Kerinci Sebelat","Ketiga jalur yang menghubungkan antar kabupaten ini akan menembus zona inti TNKS, dengan kondisi hutan bertopografi tajam, dengan kemiringan rata-rata 60 derajat dalam tutupan hutan jenis primer dan sekunder. Bukan hanya pemerintah provinsi Jambi saja yang mengusulkan pembangunan jalan menembus TNKS, pemerintah kabupaten Muko-muko, Lebong, dan Rejang Lebong di provinsi Bengkulu, Kabupaten Musi Rawas di provinsi Sumatera Selatan, Kabupaten Solok Selatan dan Pesisir Selatan di provinsi Sumatera Barat pun mengajukan usulan yang sama.Menurut Dian Risdianto, Kepala Seksi Pengelolaan Wilayah II TNKS usulan pembangunan jalan yang diajukan oleh pemerintah kabupaten Solok Selatan dan Pesisir Selatan telah ditolak oleh Menteri Kehutanan melalui SK Menhut No.143/Menhut-IV/2012 yang dikeluarkan pada tanggal 14 Maret 2012 lalu. Selain jalur evakuasi bencana, membuka akses ekonomi antar daerah pun seringkali dijadikan alasan diusulkannya pembangunan jalan menembus kawasan TNKS padahal jalan-jalan yang sudah ada saja tidak mampu dipelihara oleh pemerintah daerah yang mengajukan usulan pembangunan jalan tersebut.Meskipun dihadapkan dengan berbagai macam permasalahan pihak TNKS tetap berkomitmen untuk menjaga kelestarian kawasan yang kaya akan keanekaragaman flora dan fauna ini. Hal ini dibuktikan dengan akan dilaksanakannya operasi pemberantasan perambahan lagi. “Operasi pemberantasan perambahan rencananya akan dilaksanakan pada bulan Oktober ini di daerah Kerinci” ujar Dian. Daerah ini dipilih karena kondisi kawasan akibat perambahan semakin memprihatinkan. [SEP]" "Gajah Afrika Bakal Wajib Program KB","[CLS] DI negeri ini dan beberapa negara, populasi gajah terancam. Berbeda dengan satu provinsi di Afika Selatan (Afsel) ini. Di negara ini, malah merencanakan kampanye pengendalian kelahiran gajah mencegah ledakan populasi yang diperkirakan mengancam tanaman dan satwa liar lain di kawasan ini.Provinsi KwaZulu-Natal, di sebelah tenggara Afsel, kini mecari cara memperluas proyek pengendalian populasi gajah, yang mereka lakukan selama lebih dari satu dekade. Pengendalian populasi gajah dengan memvaksinasi yang mampu memicu sistem imunitas menghambat menampungan sperma.“Perlambatan laju pertumbuhan akan memberikan waktu, untuk mencapai keragaman hayati lain, seperti perluasan lahan, mencapai tujuan keanekaragaman hayati lain, seperti perluasan lahan,” kata ahli ekologi dari Ezemvelo KZN Wildlife, Catherine Hanekom dikutip dari Antara.Masalah kelebihan populasi gajah yang paling mengerikan terjadi di Botswana, setidaknya ada 133 ribu gajah. Gajah dewasa mengkonsumsi sekitar 100 sampai 300 kg makanan per hari dan gajah di Afsel, saat ini hidup di cagar alam, dengan vegetasi terancam rusak bila populasi gajah terus tumbuh. “Karena kita telah menghilangkan peluang gajah untuk memperbaiki kelebihan populaso secara alami melalui proses migrasi,” kata ahli ekologi gajah, Audrey Delsink Kettles.Kettles selama bertahun-tahun telah memimpin penelitian mengenai alat kontrasepsi gajah, di Game Reserve Makalali Private.Kettles mengemukakan, pengujian vaksin, dilakukan setiap satu tahun sekali menggunakan anak panah, sudah dikerjakan di 14 cagar alam kecil. Penelitian menunjukkan, pemberian vaksin itu hampir 100 persen efektif dan tidak berdampak buruk pada kesehatan atau perilaku gajah.Kontrasepsi yang dianggap alternatif untuk manusia, kini dapat membantu pengendalian populasi hewan ternak dan binatang lain. Afsel hanya memiliki sekitar 100 gajah hampir satu dekade lalu, kini mencapai 20.000.Informasi seputar gajah Afrika bisa dilihat di sini [SEP]" "Kaki Merapi Kering, Penduduk Terpaksa Membeli Air","[CLS] Meski sudah dibangun sumber air di daerah Bebeng, Sleman, akan tetapi warga di Dusun Besalen dan Dusun Banjarsari, Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan Sleman tidak mendapatkan aliran air sedikitpun dari sumber air tersebut. Untuk dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka harus membeli menggunakan tangki mobil dengan pihak ketiga. Untuk ukuran tangki 5000 Liter, mereka harus membayar sejumlah 85 rb sedangkan 60 rb untuk ukuran 4000 Liter. Sudah dua bulan ini, semenjak bulan kemarau warga merasakan benar-benar kesusahan kebutuhan air bersih.Menurut Parlan, warga dusun Baselen saat ditemui Mongabay Indonesia, Jumat, 7 September 2012, mengatakan, satu tangki truk habis terpakai untuk kebutuhan sehari-hari dalam waktu 2 minggu bahkan seminggu. Selama ini jarang mendapatkan bantuan air dari Pemerintah Kabuapten Sleman. Kalaupun ada hanya sebatas sumur buatan, akan tetapi sama saja, ikut kering juga ketika kemarau dan jumlahnya tidak mencukupi kebutuhan warga. Untuk memenuhi kebutuhan air tersebut warga harus membeli air dari pihak ketiga yang datangnya juga sulit ditentukan. “Jarang ada bantuan dari pemerintah, warga sudah merasakan ini sejak setelah erupsi. Kekurangan air seperti ini pun terus berulang, kalau sudah kemarau, akan sangat menyiksa kami,” kata Parlan.Saat ini ada sekitar 150 Kepala Keluarga (KK)  yang merasakan kekurangan air bersih di kedua dusun tersebut. “Kami tidak punya  kerja tetap, jangan dibebankan lagi untuk membeli air, yang seharusnya ini jadi tanggung jawab pemerintah,” tutur Parlan." "Kaki Merapi Kering, Penduduk Terpaksa Membeli Air","Menurut  Surip Waluyo, warga desa Banjarsari mengatakan, sejak erupsi merapi terjadi hampir sebagian besar warga lereng merapi kekurangan air bersih. Pada musim kemarau di tahun 2011, ada 7 Dusun di Glagaharjo yang kekurangan pasokan air bersih. Diantaranya Dusun Singlar, Glagah Malang, Ngancar, Banjarsari, Besalen, Jetis Sumur dan Dusun Gading. Akan tetapi, pembangunan sarana pengaliran air di kelima dusun lainnya sudah ada dan sangat baik bahkan di shelter Glagaharjo sudah ada sumur bor. “Kalau tidak ada uang untuk membeli air, terkadang kami menumpang ke shelter untuk mandi,” kata Surip.Selain warga, hewan ternak juga ikut merasakan dampak kekeringan ini. Sapi dan kambing wargapun tidak dapat memenuhi kebutuhan air normal untuk minum. Warga di kedua dusun tersebut mayoritas berpenghasilan sebagai peternak. Semenjak kemarau ini, kondisi hewan ternak mereka menurun. Selain akibat susahnya mencari pakan rumput begitu juga dengan kebutuhan air. Kebutuhan air minum seekor kambing kurang lebih 1,5 – 2,5 liter/hari  sedangkan untuk satu ekor sapi kurang lebih 10 – 14 Liter/hari.  Warga bahkan harus rela berbagi kebutuhan air dengan hewan ternaknya. “Hewan ternak juga makhluk hidup, mereka butuh makan dan minum, mau tidak mau kami yang beternak harus berbagi air. Apalagi penghasilan kami dari beternak ini,” kata Surip.M. Afrizal Rais dari Walhi Yogyakarta kepada Mongabay Indonesia mengatakan, pemerintah kabupaten Sleman, harus segera mengambil tindakan cepat untuk memenuhi kebutuhan air bagi warga kedua dusun tersebut. Untuk jangan pendek, pemberian bantuan pasokan air bagi warga harus penuhi, agar warga tidak membeli air. Untuk jangka panjang, pemerintah segera melakukan pengadaan pipa saluran air hingga mengakses kedua dusun tersebut. Atau dengan membuat sumur bor di kedua dusun tersebut juga bisa menjadi alternatif lain untuk memenuhi kebutuan air warga." "Kaki Merapi Kering, Penduduk Terpaksa Membeli Air","Sedangkan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kabupaten Sleman Widi Sutikno saat di konfirmasi oleh Mongabay Indonesia mengatakan, baru mendengar adanya informasi akan kejadian ini dari mongabay indonesia. Selama ini koordinasi dinas ESDM dengan pihak desa tidak mendapatkan keluhan sama sekali akan kekurangan pasokan air bagi warga di kedua dusun tersebut. Warga Desa Glagaharjo seharusnya mendapatkan pasokan air dari sumber air Bebeng. Pemantauan kami, debit air di Bebeng berkisar 50 liter/detik apabila dimusim hujan dan 25 liter hingga 35liter/detik dimusim kemarau ini. “Artinya apabila di hitung secara matematika, sangat cukup sekali kebutuhan airnya, untuk memenuhi pasokan air di semua dukuh di Desa Glagaharjo,” kata Widi.Sebelum erupsi Merapi, kedua dusun tersebut sangat cukup akan kebutuhan air. Akan tetapi, erupsi tahun 2010, menyebabkan tertimbunnya sejumlah sumber mata air dan puluhan meter pipa yang menghubungkannya ke rumah warga.Selain itu, sumber air di Bebeng saat ini pengairannya tidak hanya untuk Kabupaten Sleman saja, akan tetapi ada sebagian dialirkan ke desa-desa di Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten.  Dinas ESDM yang bertugas menyediakan sumber  mata air, selanjutnya akan melakukan verifikasi di lapangan terhadap kejadian ini. “ Kami akan mengidentifikasi kejadian ini dan akan menindaklanjuti apa yang dirasakan warga terhadap kekurangan air bersih ini,” kata Widi mengakhiri pembicaraan. [SEP]" "Perusahaan Tambang Beroperasi di Cagar Alam Morowali","[CLS] DUA perusahaan tambang bebas beroperasi di dalam Cagar Alam Morowali, di Kabupaten Morowali. Warga protes tapi tak mendapatkan tanggapan. BKSDA menegur, juga tak dihiraukan. Penambang sangat percaya diri dan terus beroperasi berbekal izin eksplorasi yang dikeluarkan Bupati Morowali.Andika, Manajer Riset dan Kampanye Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulawesi Tengah mengatakan,  Bupati Morowali mengeluarkan izin dalam kawasan Cagar Alam Morowali di Desa Tambayoli kepada dua perusahaan pertambangan.Pertama,  PT. Gema Ripah Pratama dengan nomor izin IUP Eksplorasi Produksi No: 540.3/SK.002/DESDM/XII/2011 seluas 145 hektare (ha). Kedua, PT. Eny Pratama Persada, belakangan diketahui warga telah menebang dan membabat hutan Mangrove di sepanjang Desa Tambayoli, Tamainusi dan Tandayondo.Pada Oktober 2011, ucap Andika, awal aktivitas pembabatan hutan mangrove yang masuk Cagar Alam Morowali, selebar 15 meter dan panjang sekitar 1.200 meter. Pembabatan ini  untuk pelabuhan pemuatan orb nikel oleh PT Gema Ripah Pratama.Sejak 1 Juni 2012, PT Gema Ripah Pratama, mulai produksi. Mereka membangun jalan hauling koridor tambang galian ke pelabuhan yang membentang di tengah-tengah pemukiman penduduk. Perusahaan,  juga menumpuk orb di Desa Tambayoli, seluas satu ha.Andika mengatakan, Desa Soyojaya itu persis segaris dengan cagar alam Morowali.  “Ia desa terisolir, paling ujung Teluk Tomuri. Akses transportasi menggunakan perahu motor ke daerah sekitar.” Jadi, Bupati, memanfaatkan keadaan masyarakat yang  terisolasi  hingga  perusahaan tambang bisa mengekspolitasi tambang cepat dan tertutup.“Berdasarkan banyak kasus, perusahaan-perusahaan tambang kecil yang beroperasi itu biasa enam bulan selesai. Lalu pergi begitu saja.  Kami khawatir perusahaan ini modusnya seperti itu,” ujar dia." "Perusahaan Tambang Beroperasi di Cagar Alam Morowali","Penduduk sekitar, ada suku To mori dan Tauta Awana. Mereka sudah protes masalah ini karena merasa tak adil. Sejak Morowali, menjadi cagar alam, warga sekitar tak bisa lagi memanfaatkan kayu walau hanya satu dua batang,  misal untuk membangun rumah. Warga yang melanggar dipenjarakan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).Padahal, mereka itu masyarakat asli yang secara turun menurun tinggal di sana dan menjadikan hutan sebagai sumber kehidupan mereka.  Namun, ketika pertambangan masuk, BKSDA hanya menegur tapi tak menindak tegas pelanggar-pelanggar ini.  “Masyarakat ini protes, tapi perusahaan tetap beraktivitas.”Perusahaan ini, beroperasi tak ada izin lain misal dari Kementerian Kehutanan. Hanya izin eksporasi dari bupati. “Ini sama saja dengan pencurian yang dilegitimasi negara.”Selain membabat dan merusak Cagar Alam Morowali, perusahaan ini juga  menjual orb tanpa izin ekspor. “Menurut aturan tidak boleh. Ini melawan Keputusan Menteri No 7 tahun 2012 tentang larangan ekspor mentah bahan tambang.”Temuan masyarakat terkait ancaman tambang terhadap Cagar Alam Morowali diperkuat hasil investigasi lapangan oleh Petugas  BKSDA Resort I Kolonedale pada 8 hingga 9 November 2011.Balai ini menemukan  pembabatan mangrove sepanjang 1.200 meter dan lebar 15 meter sebagai jalan keluar masuk kapal tongkang mengangkut orb nikel. Lalu, pembabatan mangrove seluas 50×70 meter untuk membangun dermaga. Di dalam cagar alam itu ada areal konsesi tambang PT Gema Ripah Pratama seluas  sekitar 150 ha.Jatam meminta Bupati Morowali segera menutup lokasi tambang PT Gema Ripah Pratama. “Lalu memulihkan lingkungan mereka rusak.”Juga meminta Kapolsek Soyojaya memeriksa pimpinan PT Gema Ripah Pratama atas dugaan perambahan dan pemanfaatan kayu ilegal dalam kawasan Cagar Alam Morowali. Serta perusakan hutan Mangrove." "Perusahaan Tambang Beroperasi di Cagar Alam Morowali","Cagar Alam Morowali, Kabupaten Morowali dan Tojo Una-una Sulawesi Tengah (Sulteng), ditetapkan melalui No: 237/Kpts –II/1999  tertanggal 27 April 1999. Lalu, Surat Keputusan Menteri Kehutanan 24 November 1986 menyebutkan luasan Cagar Alam Morowali 225 ribu ha.Dengan rincian, total keliling 265,84 kilometer (km) terdiri dari batas alam 36,36 km dan batas buatan 229,84 km. Pall batas mencapai 3.198 buah terdapat di kawasan Teluk Tomori, dataran rendah dan pegunungan.  Ini kawasan lindung yang selama ini diproteksi sebagai kawasan penyangga. [SEP]" "Penelitian: Jaringan Sel Primata Bantu Identifikasi Penyakit Alzheimer","[CLS] Otak primata ternyata melihat dunia ini lewat jaringan atau pembagian ruang berbentuk segitiga, hal ini terungkap dalam sebuah kajian yang diterbitkan 28 Oktober 2012 silam di jurnal Nature. Para peneliti dari Yerkes National Primate Research Center di Universitas Emory, mengidentifikasi sel-sel barisan segitiga ini dan mengeksplorasi pola segitiga di dalam penglihatan primata ini.Temuan ini memberikan masukan yang sangat berharga untuk memahami bagaimana bentuk dan peta daya ingat manusia, serta bagaimana penyakit seperti alzheimer menurunkan kemampuan visualisasi ini. Ini adalah pertamakalinya jaringan sel berhasil dideteksi secara langsung di tubuh primata. Jaringan sel sudah diidentifikasi di tubuh tikus tahun 2005, dan keberadaan mereka pada manusia telah secara tidak langsung disimpulkan melalui pencitraan resonansi magnetik.Penelitian ini dilakukan dengan merekam aktivitas beberapa monyet saat melihat beberapa objek di layar komputer dan mengeksplorasi gambar tersebut dengan mata mereka. Dengan memasang elektroda di bagian enthorinal korteks di otak si kera, serta alat pelacak infra merah, para hali bisa melihat kemana mata si kera terfokus. Satu jaringan sel akan menyala saat mata si kera melihat ke berbagai arah dan membentuk sebuah pola jaringan.“Bagian otak bernama enthorinal korteks adalah bagian pertama yang diserang oleh penyakit alzheimer, jadi hasil yang kami dapatkan bisa menjelaskan mengapa disorientasi penderita penyakit ini menjadi tanda-tanda awal alzheimer,” ungkap penulis senior penelitian ini, Elizabeth Buffalo dari sekolah kedokteran Universitas Emory." "Penelitian: Jaringan Sel Primata Bantu Identifikasi Penyakit Alzheimer","“Penemuan kami atas jaringan sel di primata adalah sebuah langkah besar bagaimana kita bisa memahami otak manusia membentuk ingatan-ingatan visual,” tambah Nathan Killian, seorang siswa program master di Departemen Rekayasa Biomedis Wallace H. Coulter di Georgia Tech dan Universitas Emory. “Ini adalah sebuah cara yang menyenangkan tentang memori yang bisa membawa ke arah penyembuhan penyakit neurodegeneratif seperti alzheimer.”Penglihatan dianggap indera yang lebih menonjol pada primata (baik monyet maupun manusia) dibandingkan dengan hewan pengerat, yang lebih sensitif dalam sentuhan dan penciuman mereka. Kendati jaringan sel pada pengerat dan primata terdeteksi dalam tipe percobaan yang berbeda, Dr. Buffalo mengatakan bahwa ini tidak berarti bahwa jaringan sel memiliki sifati yang sangat berbeda pada primata.“Kami sekarang melatih monyet untuk bergerak melalui ruang 3-D virtual. Dugaan saya adalah bahwa kita akan menemukan sel-sel grid yang akan menyala dalam pola yang sama seperti monyet menavigasi ruang itu,” katanya.Buffalo mengatakan percobaan berikutnya bisa memeriksa bagaimana monyet menavigasi dalam ruang nyata, termasuk perubahan di kepala atau orientasi tubuh, untuk menentukan bagaimana sel-sel jaringan merespon.CITATION: Nathaniel J. Killian, Michael J. Jutras, Elizabeth A. Buffalo. A map of visual space in the primate entorhinal cortex. Nature, 2012; DOI: 10.1038/nature11587 [SEP]" "Sungai Terkontaminasi, Warga Dilarang Konsumsi Air","[CLS] Pihak berwenang di Kutai Kertanegara telah mengeluarkan larangan untuk mengonsumsi air dari Sungai Tenggarong akibat terkontaminasi bahan-bahan berbahaya.“Ada kemungkinan bahwa perusahaan pertambangan yang ada di hulu dan hilir dari Sungai Tenggarong telah berkontribusi terhadap polusi,” kata Kepala Badan Lingkungan Hidup Kutai Kertanegara Akhmad Taufik Hidayat. “Kita bisa melihat dari warna air yang coklat-putih. Ini tidak mungkin karena longsor dari hujan, karena warna yang berbeda. ”Akhmad mengatakan tim dari lembaganya sudah melakukan survei jalur air sepanjang jalan di hulu untuk memantau kegiatan pertambangan dan melihat apa saja langkah-langkah yang telah dilakukan untuk mengelola limbah beracun dari perusahaan pertambangan di daerah tersebut.Beberapa perusahaan besar tambang batubara memang beroperasi di daerah hulu Sungai Tenggarong, termasuk Multi Harapan Utama dan Tanito Harum.Akhmad mengatakan wilayah yang telah diperiksa oleh timnya adalah daerah yang sangat luas, beberapa aliran sungai yang lebih kecil di wilayah tersebut, juga merupakan sumber air ke sungai utama. “Oleh karena itu, menentukan asal-usul yang tepat dari bahan kontaminan cukup sulit,” katanya kepada The Jakarta Globe.“Kami membentuk tim untuk melakukan pemeriksaan, tapi kami harus menunggu sampai hujan karena kemudian akan menjadi lebih mudah untuk melihat darimana air berwarna kecoklatan ini berasal. Sementara itu kita juga memeriksa fasilitas pengolahan limbah perusahaan pertambangan ‘. ”PDAM setempat mencatat, kondisi air kini mengalami kekeruhan yang signifikan, dan keasaman air pun meningkat cukup tajam. Sebagai konsekuensinya, PDAM kini harus mengurangi pasokan air kepada masyarakat, serta mengimpor air dari instalasi air lainnya di daerah terdekat." "Sungai Terkontaminasi, Warga Dilarang Konsumsi Air","Akhmad mengatakan, sampel air telah diambil untuk penelitian lebih lanjut untuk menentukan jenis kontaminan yang telah mencemari sungai. Hasil dari penelitian akan sijelaskan kepada publik, pada awal minggu depan.“Air yang terkontaminasi tidak hanya berbahaya bagi manusia tetapi juga untuk ikan dan hewan menyusui sepanjang Sungai Tenggarong,” kata Akhmad.Dinas Kelautan dan Perikanan setempat juga mengatakan, bahwa polusi air kini juga mempengaruhi peternakan ikan milik warga. “Ikan itu telah kehilangan selera makan mereka dan mati dalam waktu dua hari karena insang mereka tersumbat,” kata kepala dinas kelautan, Armeinadi. [SEP]" "5 Perusahaan Raih Sertifikat FSC","[CLS] Walhi mengingatkan, perusahaan yang mendapatkan sertifikasi harus dipastikan bisa mengelola hutan dan lingkungan dengan baik.LIMA  perusahaan pemegang Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) menjalin kerja sama dengan The Borneo Initiative (TBI), Selasa (12/6/12), di Jakarta. Kerja sama ini bertujuan untuk memenuhi Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari (PHPL) dengan skema Forest Stewardship Council (FSC).FSC merupakan organisasi internasional yang didirikan sejak tahun 1993 untuk mempromosikan manajemen hutan yang berkelanjutan dan “baik.” Badan yang bermarkas di Jerman ini menekankan arti penting sertifikasi hutan karena membantu membedakan antara kayu “baik” dengan kayu dari sumber yang patut dipertanyakan.Direktur TBI Jessy Kuijper seperti dikutip dari National Geographic Indonesia mengatakan skema FSC yang mereka gunakan  diharapkan bisa memaksimalkan produksi perusahaan.Dengan tambahan lima perusahaan ini, total ada 31 pemegang IUPHHK yang bekerja sama dengan TBI sejak 2010. Menurut dia, konsumen di seluruh dunia wajib tahu produk dari hutan berkelanjutan.“Perusahaan yang tergabung ini wajib diberi applause karena sudah memiliki insitiatif untuk keberlangsungan hutan,” kata Kuijper.Kelima perusahaan ini yaitu PT Mitra Pembangunan Global yang memiliki lahan 83.950 hektare di Papua Barat; PT Bina Balantak Utama dengan lahan seluas 298.710 hektare di Papua. Lalu, PT Telagabakti Persada degan lahan 63.405 hektare di Maluku Utara; Perum Perhutani KPH Banten dengan lahan 80.162 hektare di Jawa Barat; dan PT Manokwari Mandiri Lestari yang memiliki lahan 83.240 hektare di Papua Barat.Dengan luasan hutan yang dimiliki perusahaan-perusahaan itu, sertifikasi kayu memegang peran krusial bagi keberlangsungan hutan Indonesia. Sebab, di Indonesia, 1,8 juta hektare hutan hujan tropis lenyap per tahun untuk kepentingan industri, perkebunan, atau terdegradasi." "5 Perusahaan Raih Sertifikat FSC","“Penebangan yang tidak terkendali bisa menyebabkan konsekuensi serius bagi Indonesia.”Selain hilangnya paru-paru dunia, penebangan hutan bisa menyebabkan habitat hewan berujung pada kematian. Manusia yang hidup bergantung pada hutan akan kehilangan mata pencaharian.Bayu Krisnamurthi sebagai Wakil Menteri Perdagangan mengatakan, ada atau tidak regulasi kayu di negara lain, Indonesia akan jadi faktor utama bagi produksi dan perdagangan kayu dunia.“Karena kita menghasilkan produk-produk hutan dengan memperhatikan aspek lingkungan.”Juru Kampanye Hutan Walhi, Deddy Ratih mengatakan, sertifikasi yang diberikan harus jelas. Sebab, masalah yang sering lalai dalam sertifikasi tanpa mempertimbangkan aspek lingkungan dan permasalahan sosial.“Kebanyakan sertifikasi itu hanya melihat hal-hal teknis dan administrasi. Sedang isu lingkungan dan sosial dengan masyarakat sekitar tak menjadi perhitungan utama,” katanya, Jumat(15/6/12).Dalam melihat perusahaan yang dianggap memiliki kepedulian terhadap lingkungan pun, tak bisa hanya dari program yang mereka miliki seperti corporate social responsibility (CSR) atau community development. “Pihak penilai harus melihat langsung bagaimana pengelolaan di lapangan.”Tak hanya itu. Bagi perusahaan pemegang hak pengelolaan hutan (HPH), yang medapatkan label mengelola secara lestari, seharusnya juga dilihat bagaimana daur produksi dan tingkat produksi per hektare.Sebab, daur produksi dari blok ke blok dan tingkat produksi per ha itu menunjukkan bagaimana perusahaan mengelola hutan. Sebab ini, berkaitan dengan pemenuhan pasokan kayu ke pasar.Di Indonesia, produksi kayu di hutan tanaman industri (HTI) rendah. Saat ini, kebanyakan di bawah 100 meter kubik per ha, bahkan ada yang hanya 45 meter kubik per ha. “Tidak bisa disebut lestari juga kalau pasokan kayu mereka rendah.”" "5 Perusahaan Raih Sertifikat FSC","Menurut Deddy, biasa sertifikat yang diberikan itu hanya mengacu aspek-aspek tertentu, misal dari sisi manajemen atau administrasi perusahaan. “Perusahaan manajemen bagus, banyak.” Terpenting, perusahaan dengan manajemen bagus dan tata kelola hutan termasuk lingkungan dan sosial.Dia berharap, ke depan sertifikasi dengan melihat tata kelola perusahaan secara keseluruhan atau komprehensif. [SEP]" "SBY Keluarkan Lima Langkah Hemat Energi","[CLS] PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengeluarkan lima langkah penghematan bahan bakar minyak (BBM) dan listrik yang akan dimulai Juni tahun ini. Tak hanya kebijakan, SBY berjanji, akan diikuti pengawasan ketat dan tindakan tegas bagi penyeleweng BBM.Presiden menginstruksikan BPH Migas meningkatkan koordinasi dengan instansi-instansi terkait guna memastikan tak ada kebocoran dan penyimpangan BBM. Baik, dari depo sampai ke stasiun pengisian maupun tempat-tempat lain.Langkah pertama, pengendalian sistem distribusi BBM di setiap stasiun pengisian bahan bakar umum. “Pengendalian ini dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi yang ada,” katanya, Selasa(29/5/12), seperti dikutip dari Koran Tempo.Konsumsi setiap kendaraan, akan didata secara elektronik. Setiap kali kendaraan mengisi BBM, jumlah bahan bakar subsidi yang dibeli akan tercatat secara otomatis dan dapat diketahui pembelian setiap hari.“Langkah ini guna memastikan penggunaan BBM subsidi hanya untuk yang berhak.”Kedua, kendaraan pemerintah dilarang menggunakan BBM subsidi, baik pusat maupun daerah serta badan usaha milik negara maupun daerah. “Ini dengan pemberian stiker khusus bagi kendaraan yang dilarang pakai BBM subsidi,” ucap SBY.Dia meminta, jajaran pemerintah pusat dan daerah serta BUMN maupun BUMD memberikan contoh nyata menghemat BBM. Langkah ini,  memastikan subsidi dengan dana yang besar, benar-benar tepat sasaran dan sesuai peruntukan.Ketiga, pelarangan BBM bersubsidi untuk kendaraan perkebunan dan pertambangan. Caranya juga menggunakan sistem stiker. Pertamina akan menambah stasiun pengisian non subsidi sesuai kebutuhan.Keempat, konversi BBM ke bahan bakar gas untuk transportasi. Kelima, penghematan penggunaan listrik dan air di kantor-kantor pemerintah pusat dan daerah, BUMN, BUMD serta penghematan penerangan jalan." "SBY Keluarkan Lima Langkah Hemat Energi","Direktur Eksekutif ReforMiner, Pri Agung Rakhmanto, menilai pidato Presiden SBY tentang penghematan energi sulit terealisasi. Pidato ini juga hanya pengulangan dari Instruksi Presiden sebelumnya.Sulit TerealisasiDikutip dari Vivanews, pidato Presiden telah tersirat di berbagai Inpres yang diterbitkan.  Ada Inpres Nomor 10 tahun 2005, Inpres Nomor 2 tahun 2008, lalu 2 Agustus 2011 juga pidato menyerukan hal sama. Disusul Inpres Nomor 13 tahun 2011. “Hasilnya apa?” kata Pri Agung, Rabu(30/5/12).Pri Agung mengungkapkan, dari pengalaman sebelum ini, kebijakan Presiden tak dapat terealisasi. Contoh, penggunaan teknologi untuk pengendalian konsumsi BBM bagi kendaraan di SPBU telah lama diwacanakan, tapi realisasi tidak jelas.“Anggaran pun tidak ada dalam APBN-P tahun ini. Tahun depan? Ya, pasti belum jelas lagi.” [SEP]" "Izinkan Tambang di Cagar Alam, Bupati Morowali Bisa Kena Pasal Berlapis","[CLS] DUA perusahaan tambang beroperasi di cagar alam Morowali, Sulawesi Tengah (Sulteng), hanya berbekal surat izin dari bupati. Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan (Sekjen Kemenhut), Hadi Daryanto mengatakan, bupati bisa kena jerat hukum dengan pasal-pasal berlapis.“Yaitu, UU No 41 tahun 1999 pasal 50 dan UU Lingkungan Hidup. Dari dua UU ini dia dapat dikenakan diancam pidana. Prosesnya oleh PPNS Kemenhut dan Kementerian Lingkungan Hidup,” katanya kepada Mongabay, Sabtu (7/7/12).Tak hanya itu, kata Hadi, jika ada indikasi menerima gratifikasi, bupati bisa diancam UU Korupsi. Tentu, proses penyelidikan dan penyidikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).Kemenhut LambanDirektur Eksekutif Walhi Sulteng, Ahmad Pelor mengatakan, masyarakat sudah melaporkan kasus ini ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Bahkan, beberapa bulan lalu, masyarakat datang ke Palu.“Sudah lapor resmi, formal lewat surat. Masyarakat juga sudah lapor ke polisian, yakni Polsek Soyojaya secara tak formal. Intinya, kepolisian sudah tahu masalah ini,” ucap Ahmad.Sayangnya, sampai hari ini tak ada upaya serius dan signifikan dalam menghentikan operasi tambang itu.“Memang betul, BKSDA surati resmi ke Camat Soyojaya atas informasi beberapa orang di Desa Tambayoli. Tetapi PPNS mestinya ada upaya penyelidikan. Karena ini jelas tindak pidana kehutanan.,” ujar dia.Sebab, kawasan cagar alam, hampir tak mungkin dipinjampakaikan, hanya hutan produksi dan lindung yang bisa.Deddy Ratih, manajer Kampanye Hutan Walhi Nasional menyayangkan, sikap Kemenhut lamban dalam memproses hukum korporasi yang melanggar.Berbeda, jika masyarakat yang dituduh, BKSDA langsung mengambil tindakan hukum. “Ketidakadilan dalam pengambilan tindakan hukum ini tidak berubah di Kemenhut.”" "Izinkan Tambang di Cagar Alam, Bupati Morowali Bisa Kena Pasal Berlapis","Kondisi ini, kata Deddy, tak hanya terjadi di Morowali, juga di daerah lain. Ketidakseimbangan dan berkeadilan hukum ini terus berlarut-larut. Kasus korporasi baru diambil tindakan jika sudah terjadi konflik besar dan meluas.Untuk itu, dia meminta Kemenhut mengevaluasi apa yang sudah mereka lakukan selama ini di sektor kehutanan. Bukan hanya kepada perusahaan, Kemenhut juga terkesan tak melakukan upaya apapun kepada bupati.Ahmad setuju dengan penanganan hukum terhadap perusahaan lamban. Situasi di Morowali, antara kabupaten, kanan kiri gunung, alam dibongkar habis-habisan terlihat kasat matas. “Saya kira, memang tak cukup besar atau tak ada perhatian serius dengan lingkungan di Morowali,” kata Ahmad.Menurut Deddy, kasus Morowali, sudah begitu mudah dilihat. Hutan dibabat. “Begitu gamblang seperti ini saja tak ada tindakan hukum, bayangkan kasus-kasus sulit, seperti HPH yang menebang di luar blok?” Deddy yakin, Kementerian Kehutanan tak akan melihat atau menangani.“Ini yang sebabkan apapun aturan yang dibuat pemerintah tak akan efektif kalau kinerja aparat Kehutanan lemah dan tak ada gunakan hukum yang ada.”Ahmad, pun tak yakin kalau kasus seperti ini diserahkan kepada polisi bisa selesai. Mereka sulit percaya polisi karena ketika rakyat lapor, diabaikan. Namun, saat perusahaan lapor pencemaran nama baik oleh warga, langsung diproses polisi.“Kita sedang lihat potensi untuk pidanakan. Cuma kami berhitung, kalau dorong ke kepolisian apa bisa selesai.” “Walhi pernah lapor illegal logging, tapi mentok di polisi.”Mereka juga mengkaji unsur-unsur kerugian negara dan penyalahgunaan wewenang. “Jadi, tak menutup kemungkinan kami mempertimbangkan apakah mungkin didorong ke KPK. Tergantung dengan pembuktian nanti,” katanya.Biaya PolitikBupati yang mengeluarkan izin eksplorasi lebih tak peduli. Menurut Ahmad, kondisi ini menjadi sulit kala ada kepentingan pembiayaan politik." "Izinkan Tambang di Cagar Alam, Bupati Morowali Bisa Kena Pasal Berlapis","“Lalu praktik-praktik keluarkan izin pertambangan jadi liberal. Izin yang dikeluarkan pun tak berkorelasi dengan kesejahteraan masyarakat sekitar maupun pendapatan dari sektor ini, yang hanya berkisar Rp600-Rp700 juta per tahun. Sementara izin tambang di wilayah itu mencapai 180.”Jadi, yang lebih diutamakan memang biaya politik. Terlebih, pada akhir tahun ini ada pilkada Morowali. Melihat masalah ini, patut diduga izin pertambangan ini juga ada unsur KKN.Dari hasil investigasi Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulteng, ditemukan setiap satu izin kuasa pertambangan, si pemberi izin atau kepala daerah mendapat duit dan tidak tercatat bisa mencapai Rp1-Rp3 miliar. “Ini untuk satu kuasa pertambangan.”Deddy menambahkan, sampai saat ini, pertambangan yang beroperasi di cagar alam Morowali, tak ada izin pinjam pakai dari Menteri Kehutanan. Jika alasan mereka hanya eksplorasi, itu tetap saja sudah praktik. “Ini tak bisa.”Membabat hutan, kata Deddy, harus ada izin. BKSDA sudah tahu kasus ini bahkan sudah menyelidiki. “Sebenarnya tidak perlu laporan dari masyarakat dan LSM, harusnya segera ditindaklanjuti. Kita lihat mereka masih sebatas teguran,” ucap Deddy.Beberapa waktu lalu LSM-LSM di Sulteng sudah meminta bupati menutup tambang ini. Polisi juga diminta menindak perusahaan. “Tapi tak ada tindakan apa-apa baik polisi maupun bupati.”“Jadi, konsen dari kawan ke depan segera tindakan hukum,” kata Deddy.Andika, Manajer Riset dan Kampanye Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulawesi Tengah mengatakan, Bupati Morowali mengeluarkan izin dalam kawasan Cagar Alam Morowali di Desa Tambayoli kepada dua perusahaan pertambangan.Pertama, PT. Gema Ripah Pratama dengan nomor izin IUP Eksplorasi Produksi No: 540.3/SK.002/DESDM/XII/2011 seluas 145 hektare (ha). Kedua, PT. Eny Pratama Persada, belakangan diketahui warga telah menebang dan membabat hutan Mangrove di sepanjang Desa Tambayoli, Tamainusi dan Tandayondo." "Izinkan Tambang di Cagar Alam, Bupati Morowali Bisa Kena Pasal Berlapis","Cagar Alam Morowali, Kabupaten Morowali dan Tojo Una-una Sulawesi Tengah (Sulteng), ditetapkan melalui No: 237/Kpts –II/1999 tertanggal 27 April 1999. Lalu, Surat Keputusan Menteri Kehutanan 24 November 1986 menyebutkan luasan Cagar Alam Morowali 225 ribu ha. [SEP]" "Bentrokan Warga Vs Perkebunan Sawit di Riau Terus Terjadi","[CLS] Konflik terkait penguasaan lahan kembali meletup. Setelah minggu lalu konflik berdarah pecah di Kabupaten Ogan Ilir, Sumatra Selatan dengan korban satu remaja tewas tertembak dan 4 warga lainnya kritis, dua bentrokan terjadi lagi di Riau hari Sabtu 28 Juli 2012.Bentrokan di Riau terjadi di dua tempat yakni di Desa Danau Lancang, Kabupaten Kampar dan Desa Batang Kumu, Kabupaten Rokan Hulu. Sabtu siang ratusan warga Desa Danau Lancang Kecamatan Tapung Hulu mendatangi barak-barak pekerja PT RAKA (Riau Agung Karya Abadi) dan membakarnya. Emosi warga tersulut karena mereka memergoki perusahaan melakukan pemanenan sawit di lahan konflik.Konflik antara warga desa dengan PT RAKA sudah berlangsung beberapa kali di tahun ini. Bahkan pada tanggal 7 Mei 2012 terjadi bentrokan fisik dengan 6 korban penembakan. Bukan saja di Tapung Hulu, PT RAKA juga berkonflik dengan masyarakat di Kecamatan Tapung Hilir.Sementara di hari yang sama warga Desa Batang Kumu, Rokan Hulu bentrok dengan PT Mazuma Agro Indonesia (MAI). Tiga rumah warga dirusak. Pada 2 Februari 2012 lalu, konflik warga dengan PT MAI menelan korban 5 luka akibat penembakan. Saat kejadian pihak keamanan perusahaan dibantu puluhan Brimob BKO Polda Sumatra Utara.Berdasarkan data LSM Scale Up, Riau merupakan provinsi dengan tingkat kerentanan konflik tertinggi pertama dari empat provinsi yang sering terjadi konflik agraria di Sumatra. Pada tahun 2011 terdapat 34 konflik pada luas 262.877 hektar lahan di Riau, sementara di Sumatra Selatan luas lahan yang berkonflik 192.500 hektar dan di Jambi terdapat 176.335 hektar yang diperebutkan antara warga dengan perusahaan." "Bentrokan Warga Vs Perkebunan Sawit di Riau Terus Terjadi","“Ini akan terus terjadi jika pemerintah tidak melihat pangkal masalahnya yang terdapat justru di kebijakan agraria, cara pandang pemerintah dalam membuat regulasi yang terlalu pro investasi dan penguasaan lahan. Bahkan untuk kawasan Area Penggunaan Lainnya (APL) saja jika dilihat sekarang ini penguasaan kawasan hutan hampir 100 persen diberikan ke sektor swasta. Peluang masyarakat sangat kecil,” kata Harry Octavia, Wakil Direktur Scale Up kepada Mongabay Indonesia hari ini.Penelitian di Riau menunjukkan bahwa jumlah konflik berdasarkan sektor usaha pada 2011, 16 konflik terjadi di sektor usaha perkebunan dengan luas lahan 39.246 hektar dan 14 di kehutanan dengan luas 262.877 hektar.Direktur WALHI Riau, Hariansyah Usman mengatakan, penyelesaian konflik lahan saat ini hanya ada di atas kertas tanpa eksekusi di lapangan. Konflik masyarakat dengan PT RAKA seharusnya tidak terjadi jika pemerintah lokal mengeksekusi temuan ribuan hektar lahan yang digarap perusahaan tanpa memiliki izin.“Daerah itu dampingan WALHI. Terakhir pemerintah daerah mengungkapkan temuan bahwa ada lahan yang digarap tanpa izin. Temuan itu harus direalisasikan di lapangan tidak menjadi sekadar informasi bagi media dan masyarakat. Konflik terjadi sekarang ini adalah dampak dari ketidaktegasan pemerintah. Selain itu pemerintah juga harus mengedepankan dialog dengan turun ke masyarakat yang berkonflik untuk membicarakan pengelolaan kawasan,” kata Hariansyah.Sementara Komisi Mediasi Konflik Dewan Kehutanan Nasional, Ahmad Zazali mengatakan, kompetisi kepemilikan lahan di Riau berada pada level perang." "Bentrokan Warga Vs Perkebunan Sawit di Riau Terus Terjadi","“Pembiaran konflik tanpa solusi inilah yang menaikkan situasi pada level perang. Ini artinya berkeinginan menghancurkan lawan atau menghalalkan secara cara. Masyarakat yang tidak memiliki modal semakin tertekan oleh pemodal besar yang memiliki relasi di pemerintah. Masyarakat frustasi. Tidak percaya pada alat negara untuk membela mereka,” ujar Zazali kepada MongabaySelain frustasi masyarakat dan ketidakpercayaan pada negara, berlarutnya konflik lahan ini juga terjadi karena tidak adanya mekanisme penyelesaian konflik di sektor kehutanan. Padahal hampir 70% penguasaan lahan ada di wilayah kerja kementrian kehutanan dan perkebunan dan hanya 30% di kawasan non hutan yang di kelola badan pertanahan.Begitu juga mekanisme penyelesaian konflik dalam Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan hanya menyebutkan bahwa konflik bisa diselesaikan dengan cara musyawarah untuk mufakat dan penyelesaian di pengadilan.“Mekanisme di undang-undang juga tidak menegaskan bagaimana menjalankan penyelesaian musyawarah. Padahal harus diperjelas siapa saja yang terlibat. Dan kita (DKN) saat ini sedang mendorong agar ada pejabat setingkat direktur di kementrian yang memiliki fungsi khusus untuk konflik. Sementara di tingkat daerah, bisa dibuat badan atau lembaga penyelesaian konflik secara lebih permanen,” Kata Zazali.Sementara terkait dengan keterlibatan aparat kepolisian, Direktur WALHI Riau, Hariansyah mengatakan, pihak kepolisian harus bisa objektif dan profesional melihat kasus yang terjadi di setiap wilayah konflik. [SEP]" "Tak Ada Keputusan, Petani Ogan Ilir Kemah di Kementerian BUMN","[CLS] HARI kedua, Selasa(3/7/12), 600 an petani Kabupaten Ogan Ilir, perwakilan 21 desa aksi di Kementerian Keuangan. Setelah berdiskusi dengan perwakilan, mereka beranjak ke Kementerian BUMN.Di kementerian BUMN ini, mereka ingin mendapatkan kepastian terkait tuntutan pengembalian lahan warga yang dikuasai PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII unit Cinta Manis, sejak 30 tahun lalu.  Penguasaan lahan masa lalu, penuh teror dan intimidasi. Kementerian BUMN, lembaga yang memiliki perusahaan negara produsen gula ini.Sebagian petani dari Gabungan Petani Penesak Bersatu (GPPB) dan tim advokasi dari Walhi, Direktur Eksekutif Sumatera Selatan (Sumsel), Anwar Sadath; Serikat Petani Indonesia (SPI), Achmad Ya’kup dan Konsorsium Pembaruan Agraria, Iwan Nurdin, masuk.Mereka diterima asisten deputi Kementerian BUMN bidang Usaha Industri Primer III, Sumyana Sukandar. Tim advokasi dan warga petani inipun memaparkan panjang lebar masalah yang menimpa mereka. Dokumen-dokumen pendukung dari daerah diserahkan.Sayangnya, mereka mendapat jawaban jauh dari harapan alias tak ada keputusan apa-apa. Sang asisten deputi mengaku tak bisa memberikan keputusan apa-apa.  Mendengar itu, salah seorang petani menggebrak meja. “Kalau tidak bisa, mengapa tidak bilang dari tadi.” Dia keluar diikuti semua perwakilan. Buntu. Belum ada keputusan.Ratusan petani inipun memutuskan berkemah di jalan dan trotoar di depan kantor kementerian yang dikomandoi Dahlan Iskan ini.“Kita tunggu sampai ada keputusan. Kita tunggu sampai Dahlan Iskan datang,” kata perwakilan petani Ogan Ilir, Abdul Muis. Menteri BUMN, Dahlan Iskan, tengah kunjungan kerja ke Australia, bersama Presiden SBY.Setelah mendengar kabar ini, petani yang menanti di luar ada yang sempat emosi. Mereka berupaya mendorong pintu gerbang.   Anwar Sadath, Direktur Eksekutif Walhi Sumsel, sekaligus Koordinator Lapangan, berusaha menenangkan massa." "Tak Ada Keputusan, Petani Ogan Ilir Kemah di Kementerian BUMN","“Tenang. Tenang. Kita sudah sepakat berorasi damai.” “Proses di dalam yang mencederai rakyat.”Anwar kecewa dengan sikap kementerian ini. Padahal, mereka datang jauh dari Sumsel berharap ada titik terang akan status tanah mereka.Dari daerah, mereka telah mengantongi data dan rekomendasi dari pemerintah kabupaten sampai provinsi. DPRD kabupaten sampai provinsi.Surat Gubernur Sumsel, merujuk pada hasil kesepakatan dalam pertemuan di DPRD Ogan Ilir, bahwa lahan PTPN VII unit Cinta Manis yang ada Hak Guna Usaha (HGU) agar dievaluasi. Lalu, lahan yang belum terbit HGU, dikembalikan ke masyarakat.Surat gubernur ini ditujukan kepada Kementerian BUMN. “Sehubungan dengan tuntutan masyarakat karena lahan PTPN merupakan aset pemerintah di bawah koordinasi Kementerian BUMN, kami harapkan tuntutan ini ditindaklanjuti,” demikian surat tertanggal 15 Juni 2012, ditandatangani Wakil Gubernur Sumsel, Eddy Yusuf.“Rakyat ke sini datang bawa mandat. Kalau Kementerian BUMN lepas tangan, bagaimana caranya?” kata Anwar. Asisten deputi itu malah mengusulkan penyelesaian di PTPN VII. “Itu sama saja membenturkan masyarakat dengan perusahaan.”Jadi 600 an perwakilan petani Ogan Ilir ini bermalam di sini sampai ada komitmen penyelesaian, baik lahan yang ber-HGU, sekitar 6.500 hektare (ha) ataupun yang tak ber-HGU kurang lebih 13.500 ha.Pada Selasa sore, sekitar pukul 17.00, tampak warga mulai membentangkan terpal-terpal di pinggiran jalan dan trotoar. [SEP]" "Walhi: Bersihkan Lembaga Negara dari Perusak Lingkungan","[CLS] WAHANA Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) akan mengerahkan seluruh daya secara nasional guna mengembangkan sikap dan tindakan politik “memblejeti” para perusak lingkungan. Targetnya, menghentikan keterlibatan perusak lingkungan di dalam lembaga negara.“Indonesia tidak boleh dipimpin dan dikendalikan oleh perusak lingkungan,” kata Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Abetnego Tarigan, Kamis (21/6/12).Walhi menilai, aktor-aktor yang selama ini dinilai sebagai perusak lingkungan, justru banyak bercokol di lembaga negara seperti eksekutif dan legislatif. “Isu lingkungan hidup pun dibajak untuk kepentingan pelanggengan kekuasaan mereka, baik secara ekonomi maupun politik.” Jadi, isu lingkungan bukan untuk keselamatan dan kesejahteraan rakyat.Abet mengatakan, dua tahun lalu, Oktober 2010, Walhi bersama dengan 15 pimpinan organisasi masyarakat sipil lintas sektor  mendeklarasikan gerakan dan kampanye “Pulihkan Indonesia Utamakan Keselamatan Rakyat”.Ini diperkuat lagi sebagai tag line kampanye Walhi pada Pertemuan Nasional Lingkungan Hidup ke 11 di Kota Balik Papan pada April 2012, yang telah melahirkan mandat organisasi kepada kepengurusan periode 2012-2016.Beberapa hal yang bisa digaris bawahi di sini antara lain, memperluas akses dan kontrol  rakyat dalam pengelolaan sumber daya alam, sekaligus mendorong prinsip demokrasi seperti transparansi dan akuntabilitas.Mendorong keterlibatan masyarakat secara penuh dalam penyusunan rencana ruang hidup, mendorong kearifan lokal dalam pengelolaan kawasan ekologi. Serta mendorong pemerintah menyelesaikan berbagai kasus tenurial melalui pendekatan hukum yang berlaku di wilayah setempat.Mengapa perlu dikuatkan? “Sebab, praktik pengerukan sumber daya alam tanpa batas untuk kepentingan segelintir elit kuasa dan kuasa modal tanpa mengedepankan kepentingan nasional,” ucap Abet." "Walhi: Bersihkan Lembaga Negara dari Perusak Lingkungan","Menurut dia, merusak lingkungan dengan penuh kesadaran  terus berlanjut. Salah satu tercermin dalam design Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). “Ini sebuah ironi dari negara yang rentan terhadap bencana.”Kebijakan ini, seperti kedelai dungu yang terus mengulangi kesalahan. Lalu, mengikuti kesalahan yang pernah negara-negara maju yang telah sukses membawa bumi ke bencana Iklim yang hampir tak tertanggulangi.“Model pembangunan hari ini telah gagal memberikan keselamatan bagi warga bumi karena pendekatan ekstraksi sumberdaya alam yang berlebihan khusus di negara berkembang seperti Indonesia.”Pembangunan ke depan, selayaknya mempertimbangkan keselamatan dan keberlanjutan jasa layanan alam. “Berlandaskan kepentingan nasional, melindungi rakyat Indonesia khusus kaum buruh, tani, perempuan dan suku bangsa minoritas lain.”“Mengarusutamakan keberlanjutan lingkungan berarti mengarusutamakan keselamatan rakyat.” [SEP]" "Foto: Kupu-Kupu Paralaxita damajanti, Si Merah Biru Dengan nama Indonesia","[CLS] Kupu-kupu Malay Red Harlequin (Paralaxita damajanti) adalah salah satu spesies kupu-kupu yang bisa dijumpai di Semenanjung Malaya, Sumatra dan Kalimantan. Gambar yang ada di foto ini diambil di Taman Nasional Gunung Palung di Kalimantan Barat, Indonesia. Taman Nasional ini sendiri kini tengah terancam akibat deforestasi yang sangat cepat di Pulau Kalimantan.Asia memiliki lebih dari 2500 jenis kupu-kupu yang tersebar di seluruh wilayah benua ini. [SEP]" "Jaringan Bisnis Eceran AS Tak Mau Lagi Beli Produk Asia Pulp and Paper","[CLS] Jaringan bisnis retail atau eceran yang berbasis di Amerika Serikat bernama Dollar General telah menghentikan hubungan bisnis mereka dengan produsen kertas raksasa Asia Pulp and Paper (APP). Hal ini terungkap dari laporan World Wide Fund for Nature (WWF) yang menargetkan untuk menghentikan penjualan perusahaan ini ke 20 perusahaan yang masih  menjual produk tisu dan kertas APP.Sejak lama, perusahaan yang berbasis di Indonesia ini memang terkait dengan banyak kasus lingkungan, terutama penggundulan hutan Sumatera, yang menjadi habitat harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), orangutan Sumatera (Pongo pygmaeus abelii) dan gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus), yang masuk dalam kategori sangat kritis dalam Daftar Merah IUCN.“Dollar General berkomitmen untuk menghentikan untuk menghentikan pembelian produk kertas dari habitat harimau Sumatera adalah sebuah berita baik. Keputusan mereka menggambarkan bahwa perusahaan dan para konsumen bisa menggunakan hak beli mereka untuk mendukung produk-produk yang berasal dari sumbe ryang bisa dipertanggungjawabkan,” ungkap Linda Walker, pakar kehutanan WWF. Perusahaan Dollar General memiliki sekitar 100.000 toko di seluruh Amerika Serikat.Baru-baru ini, WWF memperkirakan bahwa APP telah menghancurkan sekitar 5 juta hektar hutan tropis Indonesia, sebuah wilayah yang sedikit lebih kecil dari negara Costa Rica, untuk mengambil kayu sebagai sumber bahan kertas mereka sejak tahun 1984. Tak hanya menghancurkan berbagai spesies yang ada di dalam hutan tersebut, deforestasi juga menyebabkan munculnya konflik dengan orang-orang lokal dan menyebabkan emisi jutaan ton karbondioksida ke udara." "Jaringan Bisnis Eceran AS Tak Mau Lagi Beli Produk Asia Pulp and Paper","Produk-produk APP masih memenuhi pasar Amerika Serikat dengan berbagai merk dagang, diantaranya adalah Mercury Paper, Solaris Paper, Papermax, Global Paper dan Eagle Ridge Paper. Sementara di Indonesia, salah satu produk APP yang paling serig dijumpai di Indonesia adalah kertas Sinar Dunia. [SEP]" "Kebun Raya Bogor Berhasil Bungakan Rafflesia Patma di luar Habitat Aslinya","[CLS] Satu lagi prestasi ditorehkan para peneliti Indonesia yang telah berhasil membungakan tumbuhan langka Bunga Padma (Rafflesia patma Blume) melalui teknik grafting di luar habitat aslinya. Teknik grafting yang dilakukan oleh Kebun Raya Bogor (KRB) ini pun merupakan yang pertama di dunia yang berhasil menumbuhkan bunga Rafflesia.Hingga saat ini telah dua kali Padma berhasil berbunga di KRB, tiga bunga pada tahun 2010 dan dua bunga berkembang pada awal November 2012.  Keberhasilan ini sekaligus memupuskan vonis mitos selama ini bahwa Rafflesia tidak dapat ditumbuhkan di luar habitat aslinya, karena faktor pengaruh kondisi lingkungan fisik, kelembababan, komposisi floristik dan karakteristik jenis inangnya.Peneliti Utama Rafflesia LIPI/KRB, Dra Sofi Mursidawati M.Sc. kepada Mongabay.co.id menyatakan mekarnya Bunga Padma merupakan hadiah dari Kebun Raya Bogor untuk merayakan Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional yang jatuh pada tanggal 5 November 2012, sekaligus suatu bukti upaya yang dilakukan tanpa kenal lelah untuk menumbuhkan Bunga Padma sejak tahun 2004.Upaya penangkaran Rafflesia sendiri, telah diupayakan sejak tumbuhan ini dikenal oleh dunia ilmiah pada tahun 1789.  Berbeda dengan metode sebelumnya oleh peneliti Belanda yang memindahkan tanaman Rafflesia rochusenii (1929), maka upaya yang dilakukan oleh peneliti KRB adalah melalui proses grafting (penyambungan) akar inang Rafflesia yaitu Tetrastigma (Tetrastigma spp.) dari famili Vitaceae.Tetrastigma sendiri adalah sejenis liana merambat yang hidup di hutan tropis.  Tetrastigma, inang tumbuhan Rafflesia Patma yang berada di KRB, merupakan Tetrastigma yang terambil dari habitat asli Bunga Padma di Cagar Alam Pangandaran (Ciamis, Jawa Barat), yang kemudian disambungkan dengan akar Tetrastigma yang sebelumnya telah tumbuh ditanam di KRB." "Kebun Raya Bogor Berhasil Bungakan Rafflesia Patma di luar Habitat Aslinya","Sebelumnya, para peneliti KRB telah memperkirakan bahwa akar tumbuhan Tetrastigma yang berasal dari habitat asli telah memiliki probabilitas “terinfeksi” biji parasit tanaman Rafflesia.  Adapun sejak proses grafting dilakukan, dibutuhkan waktu 6 tahun hingga Rafflesia dapat berbunga untuk pertama kalinya.Sofi Mursidawati menjelaskan bahwa keberhasilan saat ini baru merupakan langkah awal. Baru pada tahap “memindahkan” belum sampai tahap “mengembangbiakan”.  Ia menyebutkan beberapa kendala dalam memperbanyak Rafflesia adalah populasi Rafflesia di alam yang rendah, karena secara alami sebagai tumbuhan parasit Rafflesia sangat tergantung kepada nutrisi yang disediakan oleh tanaman inangnya.Kendala kedua, dikarenakan adanya pemisahan jenis kelamin antara bunga jantan dan bunga betina.  Masa penyerbukan yang singkat dari bunga Rafflesia telah menyebabkan bunga ini sangat langka.  Suatu referensi penelitian menyebutkan bahwa serbuk sari bunga jantan yang tercabut hanya memiliki waktu 8 jam untuk membuahi bunga betina.Saat ini, kedua bunga Bunga Padma yang sedang mekar di KRB berjenis kelamin betina dengan ukuran diameter masing-masing 40,5 cm dan 33 cm.Rafflesia Tumbuhan Khas Hutan Asia TenggaraRafflesia merupakan tumbuhan endemik khas di hutan-hutan Asia Tenggara yang memiliki habitat yang bersifat lokalitas. Sebagai tumbuhan parasit, Rafflesia “menumpang hidup” di tumbuhan inang yaitu Tetrastigma (Tetrastigma sp.), sejenis liana merambat yang dapat dijumpai di hutan.  Di Indonesia, dikenal 17 spesies Rafflesia, dari yang paling besar dan terkenal seperti Rafflesia arnoldii yang berada di Bengkulu hingga Rafflesia rochusenii yang berukuran kecil yang hanya dijumpai di lereng Gunung Salak dan Gunung Gede di wilayah Bogor dan Sukabumi." "Kebun Raya Bogor Berhasil Bungakan Rafflesia Patma di luar Habitat Aslinya","Selama berbunga, Rafflesia mengeluarkan bau yang tidak sedap seperti bangkai.  Menurut Priatna, Zuhud dan Alikodra (1989) bau yang tidak sedap ini sengaja dikeluarkan oleh bunga Rafflesia sebagai strategi untuk mengundang lalat, yang merupakan agen penyerbukan bunga Rafflesia.Dikarenakan habitat hidupnya yang sempit, Rafflesia merupakan jenis tanaman langka yang terancam punah (endangered) .  Perubahan tipe ekologi hutan tropis menjadi peruntukan lain turut mengancam kelestarian tumbuhan ini.Seringkali masyarakat umum, masih salah membedakan antara Rafflesia (Rafflesia spp.) dengan Bunga Bangkai (Amorphophallus titanum).   Di KRB sendiri, yang merupakan upaya konservasi ex-situ, kedua jenis bunga bangkai ini telah dapat dijumpai.  Kedepannya untuk penangkaran Rafflesia, KRB merencanakan tidak saja untuk spesies Rafflesia patma tetapi juga untuk jenis Rafflesia yang lain. [SEP]" "Aliansi LSM Desak Penyelamatan Rawa Tripa","[CLS] MASYARAKAT lokal menerima intimidasi dari perusahaan sawit dan muncul masalah kesehatan warga karena asap pembakaran ilegal. Beberapa warga di sekitar rawa Tripa membutuhkan perawatan medis. Masyarakat setempat pun telah kehilangan sumber mata pencaharian akibat pembukaan lahan gambut besar-besaran hingga mengancam kerusakan total kawasan itu. Menghadapi masalah ini, LSM Hak Asasi Manusia (HAM) bergabung dengan berbagai organisasi lingkungan mengkampanyekan penyelamatan Rawa Tripa. Mereka ini antara lain, Walhi, Greenpeace, Sawit Watch, Wetlands International Indonesia Program,Yayasan Ekosistem Lestari, Yayasan Ekosistem Sigom Aceh, PanEco Foundation – Sumatran Orangutan Conservation Programme dan Yayasan Orangutan Sumatera Lestari –OIC. Lalu The Nature Conservancy, Profauna Indonesia LASA, WWF, Orangutan Foundation International, Borneo Orangutan Survival Foundation, Institut Pertanian Bogor (IPB) Universitas Indonesia (UI), Kehati dan lain-lain. Berbagai kebakaran besar telah dilaporkan oleh pengamat baik di lapangan maupun dari udara pada akhir Maret. Lebih dari 100 titik api telah teridentifikasi oleh satelit dalam kurun waktu hanya 10 hari, frekuensi titik api tertinggi yang terekam di Tripa sejak 2001. Ketua Satgas REDD+ Ir. Kuntoro Mangkusubroto melaporkan, tim investigasi menemukan pembakaran telah sengaja di dalam kawasan konsesi PT. Kallista Alam dan PT. Surya Panen Subur 2. Ibduh, kepala salah satu desa di Tripa yang mewakili masyarakat lokal mengatakan, masyarakat hidup dalam ketakutan terhadap perusahaan. Perusahaan menggunakan Brimob sebagai satuan pengamanan, memindahkan masyarakat dari lahan, menghalangi akses melewati perkebunan dan membersihkan perkebunan masyarakat untuk sawit mereka. “Perusahaan perkebunan sawit beroperasi layaknya mereka berada di atas hukum dan kami melihat hasil perbuatan mereka setiap hari,” katanya dalam siaran pers aliansi LSM di Depok, Selasa(24/4). " "Aliansi LSM Desak Penyelamatan Rawa Tripa","Menurut Ibduh, air bersih menjadi sulit diperoleh dan sangat sulit mendapatkan ikan serta mengambil hasil alam lain. Sebab, hutan telah dibabat dan lahan dikeringkan dengan banyak kanal-kanal dibangun. “Masyarakat kami menderita. Kami menginginkan aksi cepat untuk menghentikan semua ini dan untuk merehabilitasi hutan Tripa”.Idbuh bersama seorang pengacara, Kamaruddin, dan smantan anggota DPD asal Aceh, Adnan NS, telah melaporkan tindakan pidana kriminal terkait kasus Tripa ke Polri di Jakarta pada November tahun lalu. “Polri mengeluarkan surat kepada Polda Aceh yang mengkonfirmasikan bahwa subyek pelaporan memenuhi kriteria pidana kriminal, tapi hingga saat ini, lima bulan setelah kasus itu dilaporkan, kami tidak melihat satu pun upaya investigasi yang dilakukan oleh Polda Aceh,” kata Kamaruddin. Dalam pernyataan, Aliansi LSM menyebutkan, mereka berkumpul di Pusat Penelitian Perubahan Iklim Universitas Indonesia (Research Center for Climate Change, University of Indonesia), mendukung sepenuhnya imbauan Satgas REDD+ untuk segera investigasi terhadap tindakan kriminal. Termasuk, laporan yang disampaikan Ibduh ke Polri pada November tahun lalu. Mereka juga meminta penjelasan mengapa laporan tidak ditindaklanjuti dengan baik. “Kami juga menyatakan dukungan penuh kami terhadap Walhi dalam melakukan gugatan hukum yang saat ini dalam proses banding di PTUN Medan terhadap dikeluarkan izin konsesi kepada PT Kallista Alam oleh mantan Gubernur Aceh,” kata Yuyun Indradi, Greenpeace Forest Political Campaigner.Aliansi LSM meminta, kepada pihak-pihak Kementerian Nasional yang bertanggung jawab, yaitu Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan, segera memerintahkan penghentian pembukaan dan pendegradasian lahan di dalam kawasan rawa gambut Tripa. " "Aliansi LSM Desak Penyelamatan Rawa Tripa","Mereka juga meminta agar para kementerian itu mendampingi Polri segera mengimplementasikan investigasi yang menyeluruh terhadap aktivitas-aktivitas dan kesepakatan-kesepakatan ilegal yang telah diterapkan di kawasan rawa gambut Tripa. Termasuk izin konsesi serta praktik-praktik ilegal dari PT. Kallista Alam yang melanggar Undang-undang tentang Tata Ruang dan tentang perlindungan terhadap Ekosistem Leuser, terhadap lingkungan hidup, lahan gambut, satwa yang terancam punah dan larangan pembakaran lahan hutan. Dalam melawan pelanggaran hukum yang sangat jelas dan telah dipublikasi secara global ini, sangat penting hukum Indonesia tetap terjaga dan transparan. Pihak-pihak yang bertanggung jawab dijatuhi hukuman seberat-beratnya. Kekeliruan dalam penerapan hukum ini, akan merusak kredibilitas penegakan dan sistem hukum Indonesia juga komitmen mengurangi emisi gas rumah kaca serta upaya mengembangkan sawit berkelanjutan. Tanpa aksi yang cepat tanggap, jika kondisi saat ini dibiarkan oleh President SBY dan jajaran pemerintahan, populasi orangutanSumatera akan sangat mungkin punah tahun ini.” Mereka ingin melihat hukum di Indonesia ditegakkan. Aliansi LSM mendukung dan memberikan semangat terhadap international day of action pada 26 April. Pada hari ini, para pendukung dan mitra-mitra internasional dari seluruh dunia akan mengimbau kepada Presiden SBY untuk mengumumkan dukungan terhadap penegakan hukum Indonesia, perlindungan Tripa dan masyarakat di sekitar serta populasi orangutan Sumatera.” [SEP]" "SBY: Banyak Negara Maju Gagal Kurangi Emisi Gas","[CLS] PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono kala berpidato di Kampus Center for International Forestry Research (Cifor), mengatakan, pada kenyataan tetap banyak negara maju gagal memenuhi komitmen mengurangi emisi gas rumah kaca seperti  yang mereka sepakati di Kyoto. Terlebih lagi, tidak semua negara maju — penghasil emisi gas rumah kaca –menyetujui Protokol Kyoto.“Negara maju harus memimpin dalam mengurangi emisi, tetapi negara-negara berkembang harus berbuat lebih banyak,” katanya, Rabu(13//6/12).SBY mengatakan, program untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dengan alih teknologi dan pengurangan kemiskinan di negara berkembang pun tak berjalan sesuai  harapan dan sasaran.Masyarakat internasional sudah menandatangani Protokol Kyoto. Ini semacam pemahaman bersama dan keinginan mengurangi emisi gas rumah kaca. Sejumlah negara berkomitmen sukarela mengurangi emisi gas rumah kaca. Indonesia,  berkomitmen sampai 2020 mengurangi 26 persen emisi gas rumah kaca atau 41 persen jika ada dukungan internasional.Menurut SBY, komitmen pertama Protokol Kyoto, akan berakhir tahun ini. “Kami berharap bisa memiliki sebuah rencana sementara untuk komitmen periode kedua yang akan berjalan dalam lima tahun, sampai 2017 atau delapan tahun, sampai 2020 yang akan diputuskan di Doha, Qatar,” kata SBY.Presiden mengatakan, perlu memastikan kerangka kerja sama pasca 2015. Di mana, pembangunan global dibangun di atas prinsip-prinsip kesetaraan dan partisipasi terbuka  bagi semua stakeholder. “Harus bertujuan memberdayakan kaum miskin di negara berkembang. Ini harus menjunjung tinggi prinsip-prinsip kerja sama dan tanggung jawab publik yang bermanfaat bagi semua negara.”Untuk itu, harus memberikan peran lebih besar dan akses pada negara-negara berkembang untuk berpartisipasi aktif guna mengurangi kemiskinan dan mengatasi masalah lingkungan.Pertumbuhan Ekonomi" "SBY: Banyak Negara Maju Gagal Kurangi Emisi Gas","SBY mengatakan, pertumbuhan seimbang tidak hanya mengandalkan anggaran dan konsumsi pemerintah, juga didukung investasi dan ekspor, juga sebaliknya. Ini menandakan pertumbuhan baik dari segi permintaan dan penawaran.Hal ini berarti,  pertumbuhan tidak terkonsentrasi pada satu atau dua negara, juga tidak tergantung pada satu sektor ekonomi atau daerah. Sebuah pertumbuhan yang berkualitas, katanya, perlu didukung pengembangan sektor sekunder dan tersier. Juga tak boleh hanya mengandalkan ekstraksi dan eksploitasi sumber daya alam.Pada 2025, ucap SBY, Indonesia akan memiliki struktur ekonomi, 55 persen didukung sektor tersier, 36 persen sekunder, sisanya sektor primer. Untuk mencapai target ini,  dengan memberikan nilai tambah kepada produk pertambangan, kehutanan, pertanian dan perikanan.“Meningkatnya output produksi seimbang dengan peningkatan kualitas sumber daya lingkungan.Titik pertumbuhan berkelanjutan, dengan ada keseimbangan optimal antara aspek ekonomi, sosial budaya dan lingkungan. Pertumbuhan ekonomi,  perlu didukung investasi pada orang dan teknologi.Pada KTT Bumi, Rio+20, akan menjadi kesempatan bagi para pemimpin dunia memperbarui komitmen politik mereka pada pengembangan ekonomi hijau global melalui pembangunan berkelanjutan dan pemberantasan kemiskinan.“Saya akan menggunakan kesempatan untuk mengirim pesan dan panggilan guna pembangunan berkelanjutan pada masa pasca Rio + 20. Mari kita mengambil tanggung jawab bagi masa depan umat manusia dan untuk ibu bumi.” “Semua warga dunia. Maju dan negara berkembang. Organisasi internasional dan regional. Swasta. Lingkungan. Semua stakeholder.”Dana RecehKoordinator Koalisi Masyarakat untuk Keadilan,  Siti Maimunah, mengatakan, pemerintah Indonesia dalam mengadopsi pembangunan berkelanjutan lewat  green economy tanpa mempedulikan hak-hak masyarakat." "SBY: Banyak Negara Maju Gagal Kurangi Emisi Gas","Dengan green economy ini, seolah sah, negara maju terus memproduksi emisi gas dengan memberikan kompensasi sejumlah uang kepada negara berkembang untuk menjaga alam demi mereka. “Semua lahan hutan, laut menjadi wilayah konservasi dengan mengabaikan hak-hak masyarakat adat atau  masyarakat lokal.”“Indonesia cukup bangga dengan mendapat dana-dana receh dari luar negeri sebagai kompensasi mereka.”Koalisi juga mengkritik agenda Earth Summit karena tak menjawab problem utama kerusakan lingkungan. Justru melanggengkan sistem ekonomi neoliberal sekadar menempelkan kata hijau tanpa mengubah orientasi pembangunan yang eksploratif.Kondisi ini, akan mengulang kegagalan deklarasi pembangunan berkelanjutan yang memperluas kerusakan lingkungan, percepatan pemanasan global dan membahayakan penghuni bumi. “Nelayan, petani, masyarakat adat, buruh, kaum miskin kota, perempuan, pemuda dan anak-anak mengalami dan menjadi saksi penurunan keselamatan dari waktu ke waktu.”Sementara, hasil-hasil perundingan internasional perubahan iklim, tak menggembirakan karena selalu menghasilkan dokumen tanpa kewajiban penurunan emisi rumah kaca bagi negara-negara industri. [SEP]" "Gaya Mojang Trendy Jadikan Jawa Barat Jawara Emisi Karbon","[CLS] Saat dunia tengah hangat membicarakan soal perubahan iklim dan karbon lewat program REDD+ di Rio de Janeiro, dan para pemimpin dunia sibuk mencari cara terbaik menekan emisi karbon, ternyata fakta mengejutkan ada di depan mata kita. Tak hanya penebangan hutan dan perusakan hutan gambut yang melepas karbon ke udara, tapi juga gaya hidup kita sehari-hari, yang justru kini lebih siginifikan menyumbang emisi karbon secara besar-besaran.Sebuah studi yang dilakukan di Institut Pertanian Bogor di Jawa Barat menemukan bahwa gaya hidup trendy menjadi salah satu penyumbang utama dalam emisi karbon di Indonesia. Gaya hidup ini bahkan menyumbang lebih besar dibanding penebangan hutan. “Misalnya saja, setiap mahasiswa membuang dua kantong plastik sehari, dan hal yang sama dilakukan oleh 3000 mahasiswa lainnya, maka itu menyumbang sangat signifikan,” ungkap Popi Puspita Forestian, seorang mahasiswi di Badan Antar Universitas kepada Inter Press Service.Selain kantong plastik, berbagai peralatan elektronik seperti pemutar DVD, play stations, TV, Radio, telepon selular, komputer dan peralatan elektronik lain pun memberi kontribusi emisi karbon yang sama besarnya. “Kebanyakan mahasiswa cukup sadar bahwa gaya hidup mereka memberi dampak pada lingkungan, namun mereka tentu tak mau ketinggalan zaman,” tambah Popi. “Jadi kami berupaya untuk membuat aktivitas sehari-hari yang lebih ramah lingkungan.”Penelitian lain yang dilakukan oleo Institute of Essential Service Reform di Jakarta juga senada dengan temuan Popi, bahwa gaya hidup yang trendy dan melek teknologi adalah salah satu faktor utama meningkatnya emisi karbon di Indonesia, dan tanpa disadari kita tidak pernah menyalahkan mahasiswa atas kebiasaan ini." "Gaya Mojang Trendy Jadikan Jawa Barat Jawara Emisi Karbon","IESR memberikan sebuah cara baru untuk menghitung aakah gaya hidup manusia Indonesia sudah cukup hijau lewat kalkulator karbon mereka di www.iesr.or.id/carboncalculaor/ yang memungkinkan setiap individu menghitung emisi karbon dengan data yang etrus diperbarui secara teratur. “Kelas menengah di Indonesia adalah kontributor utama dalam emisi gas rumah kaca -sekitar 50% dari mereka adalah kontributor, terutama lewat penggunaan peralatan elektronik,” ungkap Henriette Imelda, seorang peeliti IESR.“Penggunaan peralatan elektronik yang berlebihan akan meningkatkan konsumsi listrik, dimana hal ini akan menambah emisi karbon dioksida ke udara,” ungkap studi tersebut.Jawa Barat, propinsi yang paling maju di Indonesia, kini juga adalah emiter karbon terbesar di Indonesia, yang melepaskan sekitar 12.500 gram CO2 ke udara per kapita setiap hari. Yang paling mengejutkan, Jakarta yang sudah over populasi dan tidak dikelola dengan baik, dan rawan kemacetan lalu lintas yang parah setiap hari, tidak masuk ke dalam lima besar kota sebagai emiter karbon tertinggi di Indonesia.Jawa Barat adalah pusat pendidikan, dan dihuni banyak perguruan tinggi, dimana penggunaan kertas untuk berbagai tujuan sangat tinggi dan ditambah dengan penggunaan peralatan elektronik, lampu penerangan, TV dan peralatan elektronik lainnya seperti pengering rambut,” ungkap studi IESR tersebut.Jawa Barat memiliki 68 universitas, 18 diantaranya adalah perguruan tinggi negeri, disini juga ada 130 sekolah menengah atas negeri, ribuan sekolah swasta dan juga berbagai LSM." "Gaya Mojang Trendy Jadikan Jawa Barat Jawara Emisi Karbon","Nyaris 50% dari emisi karbon di Jawa Barat bersumber dari peralatan elektronik, kemudian disusul oleh lampu listrik. “Hal ini menunjukkan bahwa orang-orang di Jawa Barat menggunakan penerangan secara berlebihan,” ungkap temuan lain dalam studi tersebut. Selain itu pertumbuhan areal tempat tinggal yang sangat cepat di propinsi ini juga membuat permintaan akan listrik sangat tinggi, dan perusahaa listrik negara (PLN) sulit untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat drastis ini.“Orang-orang Sunda di Jawa Barat, sebagai suku dominan di Jawa Barat, adalah tipikal orang yang sangat melek ‘fashion’ dan gaya. Mereka mengikuti trend dunia dalam berpakaian dan terus mengikuti produk-produk gaya hidup paling mutakhir,” tambah Imelda kepada Inter Press Service.Untuk menekan pelepasan karbon ke udara akibat gaya hidup sehari-hari, baru-baru ini Institute of Essential Service Reform meluncurkan kampanye “Low Carbon Women” yang sekaligus memperkenalkan para relawan yang disebut ‘sobat esensial’ yang bertugas menyebarkan informasi seputar perubahan iklim dan meminta komitmen dari rekan-rekan mereka untuk menekan emisi karbon individu. “Kaum perempuan bisa berbuat banyak untuk melawan perubahan iklim – dan mereka bisa memulainya dengan menghitung berapa banyak karbon yang mereka produksi,” ungkap Imelda.Indonesia sudah berkomitmen untuk menekan emisi karbon sebanyak 26% di tahun 2020, dan hal ini bisa dicapai dengan kontribusi semua lapisan masyarakat, terutama kaum muda. Di tahun 2005, World Bank menyatakan bahwa Indonesia adalah emiter karbon ketiga terbesar di dunia, namun saat itu hal tersebut dipicu akibat deforestasi untuk kepentingan bisnis kayu dan perkebunan, terutama kelapa sawit. Sementara menurut data Greenpeace, sejumlah besar gas rumah kaca dilepas ke udara melalui perusakan lahan gambut, yang diyakini mampu menyimpan 35 milyar ton karbon." "Gaya Mojang Trendy Jadikan Jawa Barat Jawara Emisi Karbon","So, tampil gaya sesekali okelah, tapi please mungkin kita semua tidak akan lagi berpikir untuk gaya jika sumber daya alam hilang dan bumi mulai menjadi semakin tidak nyaman untuk ditinggali. Think about it….! [SEP]" "Kematian Empat Gajah Aceh Diselidiki","[CLS] BALAI Konservasi Sumber Daya Alam masih menyelidiki kematian empat gajah di Kabupaten Aceh Jaya dan Aceh Timur.“Tim sedang bekerja menyelidiki kematian empat gajah, masing-masing dua jantan dan betina pada Mei dan Juni 2012 di dua lokasi terpisah di Aceh,” kata Kepala BKSDA Abubakar Cekmad di Banda Aceh, Jumat(8/6/12) seperti dikutip dari Antara.Abubakar menanggapi kematian empat ekor gajah yang diduga diracun di kawasan pedalaman di dua kabupaten di provinsi ujung paling barat Indonesia itu.Dia menyebutkan, tim terpadu melibatkan instansi terkait telah mengambil sampel dari empat ekor gajah sumatera yang mati di dua wilayah itu.“Bahan-bahan atau sampel dari empat ekor gajah mati itu saat ini masih di tangan tim forensik Polda Sumatera Utara. Mudah-mudahan tidak lama lagi akan ada hasil terutama tentang jenis racun yang mengakibatkan kematian gajah itu,” katanya.Dugaan memang kematian gajah itu setelah diracun, namun jenis racun belum diketahui.Dia mengemukakan kecil kemungkinan kematian gajah itu karena aksi pembunuhan masyarakat setempat. “Masyarakat, khusus warga setempat tidak akan membunuh gajah. Bahkan, orang Aceh menyebut gajah itu sebagai Poe Meurah yang harus dilindungi.”Abubakar menyebutkan, populasi gajah Sumatera berkisar 506 ekor tersebar di kawasan hutan provinsi itu. [SEP]" "Jatam: Keadilan Masih Milik Pemodal","[CLS] MAJELIS hakim Pengadilan Negeri Waikabubak, Sumba Barat memvonis sembilan bulan penjara kepada Umbu Mehang, Umbu Janji, dan Umbu Pendingara, warga Desa Prai Karuko Sumba Tengah. Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menilai, vonis ini makin mengukuhkan keberpihakan pengadilan atau hukum kepada penjahat lingkungan dan pemilik modal, bukan pada rakyat kecil.Ketiga warga itu terpaksa menjalani gugatan karena dituduh merusak alat berat PT. Fathi Resources, perusahaan tambang emas dengan saham mayoritas dimiliki oleh Hillgrove Resources Ltd. (Australia). Terbakarnya alat berat  terjadi saat perusahaan mengebor di lahan kelola masyarakat.Andrie S Wijaya, koordinator Jatam, dalam siaran pers, Kamis(3/5) mengatakan, kehadiran PT. Fathi Resources, sejak semula ditolak masyarakat. Penolakan secara formal dengan aksi demonstrasi dan melayangkan surat. Namun, perusahaan dan pemerintah daerah tak merespon suara warga.Bahkan,  diam-diam (6/4/2011) perusahaan mengebor di lokasi pengembalaan ternak dan dekat wilayah yang dikeramatkan warga.” Di lokasi itulah alat berat perusahaan terbakar. Ketika warga berbondong-bondong melihat kejadian, mereka hanya menemui dua anggota polisi tanpa satupun operator alat berat perusahaan di tempat,” katanya di Jakarta.Nasib buruk menimpa warga. Mereka dituduh merusak alat berat itu. Sejak April ketiga warga ini dikenakan wajib lapor hingga November 2011. Usai menjalani wajib lapor, tiga warga tlangsung ditahan (6/12/11) dan menjalani persidangan, dengan tuduhan pasal berlapis yakni Pasal 170 ayat 1 dan 2, Pasal 187 sub pasal 406 ayat 1 jo pasal 5 ayat 1 KUHP." "Jatam: Keadilan Masih Milik Pemodal","Kamis 3 Mei 2012, majelis hakim memutus sembilan bulan sedikit lebih ringan dari jaksa yang menuntut 18 bulan penjara. “Namun, seringan apapun hukuman yang diterima mereka bertiga merupakan potret buruk pengadilan di Indonesia yang tidak berpihak dan mengabaikan hak-hak masyarakat.” “Vonis sembilan bulan itu tidak akan menghentikan perlawanan kami dalam mempertahankan hak dan  wilayah kelola hidup kami,” kata Umbu Wulang Tanaamahu, pendamping warga.Menurut Andrie, pengadilan seperti ini akan terus terulang dan selalu tidak berpihak kepada warga. “Selama pemerintah masih terus berpihak kepada pengusaha tambang, pemodal akan menggunakan cara-cara seperti ini untuk menghentikan warga.” [SEP]" "KePAL: Manusia Egois dan Tak Pernah Memikirkan Dampak Perilaku Terhadap Alam","[CLS] Musisi jalanan yang tergabung dalam grup “KePAL” punya misi bahwa “Setiap orang adalah seniman dan setiap tempat adalah Panggung”. Mereka memiliki idealisme untuk terus “Bermain Seni Bersama Rakyat.” Sudah tiga album mereka buat, hampir semuanya berisi kritik terhadap ketidakadilan negara terhadap rakyatnya, militerisme yang masih terjadi, korupsi hingga kapitalisme. KePAL dengan personil Gonzales (vokal), Tole (Gitar), Otenk (Bass) dan Abdi (Drum/Jimbe) saat ini sedang menyiapkan beberapa lagu tentang isu lingkungan.Kegelisahan KePAL terhadap kondisi bumi yang semakin tua karena polusi, hutan semakin sedikit, penebangan liar, pengerukan tambang yang terus-menerus, serta ekosistem yang berantakan membuat mereka menciptakan single berjudul “Selamatkan Bumi Kita.” Lagu yang dibawakan dengan aliran musik Country ini pertama kali mereka bawakan pada acara diskusi yang diselenggarakan oleh Mongabay Indonesia, pada 14 November 2012 silam, di 1/15 Coffee, Jalan Gandaria, Jakarta Selatan.Mongabay Indonesia : Apa alasan KePAL, sehingga berpikiran untuk menciptakan single “Selamatkan Bumi Kita” ?KePAL: Kami melihat kondisi Bumi ini semakin tidak bersahabat dengan manusianya. Musim hujan dan kemarau sudah tidak teratur lagi rentang waktunya. KePAL sadar bahwa ini adalah ulah kerakusan manusia dan para pemilik modal yang terus merusak hutan, mengeruk tambang dengan skala besar, pemerintah semakin berpihak dengan pemodal dengan kebijakan yang mereka keluarkan dan nyaris tidak ada yang berpihak pada masyarakat kecil, apalagi untuk kelestarian lingkungan. KePAL tidak bisa merubah kebijakan yang ada dibuat oleh pemerintah dan yang ada di Senayan dengan melakukan lobby politik, karena kami hanya pengamen jalanan. Semua keprihatinan kami hanya bisa terlampiaskan melalui lagu-lagu yang terus kami ciptakan dan sampaikan melalui bait-bait lirik dan irama musik." "KePAL: Manusia Egois dan Tak Pernah Memikirkan Dampak Perilaku Terhadap Alam","Kami muak dengan bualan janji politik pemimpin negara ini katanya mau menyelamatkan hutan, mengurai emisi karbon atau menghentikan perijinan penambangan. Itu semua bohong. Buktinya, penambangan masih terus terjadi, hutan masih terus berkurang, illegal logging masih ada. Ini semua akan terus terjadi, selama pemerintah dan aparat penegak hukum masih terus tunduk dengan penguasa modal yang jelas-jelas merusak lingkungan kita.Mongabay Indonesia : Menurut KePAL, bagaimana dengan kepedulian masyarakat kita terhadap kondisi lingkungan dan bumi ini ?KePAL: Kami kira sikap egois, pragmatis dan ketidakpedulian masyarakat kita masih sangat tinggi. Bagaimanapun juga masyarakat jugalah yang menjadi penyebab timbulnya segala permasalahan lingkungan yang kita alami saat ini. Masih ada dari kita yang hanya memikirkan kenyamanan pribadi tanpa memikirkan dampak yang akan terjadi pada lingkungan di sekitar kita maupun lingkungan global. Hanya karena memiliki uang, kita tidak mengindahkan peringatan dan himbauan untuk melakukan penghematan energi. “Karena saya mampu membayar berapapun tagihan listrik yang ada, jadi terserah saya, memakai listrik sesuka hati saya” ungkapan ini masih sering kita dengar dikalangan masyarakat. Coba kita pikirkan bersama, berapa banyak energi dan sumber daya yang harus terbuang sia-sia hanya karena orang-orang yang sombong dan egois ini ingin menikmati kenyamanan mereka sendiri, tanpa memikirkan dampaknya yang meluas. Berapa banyak energi dan sumber daya yang terbuang sia-sia hanya karena mereka ingin terlihat tampil bergengsi.Mongabay Indonesia : Dalam single baru ini,  punya pesan tentang Energi terbarukan (matahari), mengapa dan dari mana munculnya ide tersebut ?" "KePAL: Manusia Egois dan Tak Pernah Memikirkan Dampak Perilaku Terhadap Alam","KePAL: Lagu ini punya pesan sekaligus kampanye kami untuk pemerintah dan pembuat kebijakan serta mengajak masyakarakat untuk menggunakan energi di yang lebih ramah lingkungan, yaitu energi matahari. Indonesia dengan luasan pesisir pantainya bisa dimanfaatkan menjadi energi listrik bertenaga angin. Di daerah pegunungan bisa dengan tenaga turbin, gunung apa yang masih aktif bisa di manfaatkan tenaga panas buminya untuk sumber energi. Lagu ini punya pesan positi kesana. Kami melihat banyak di belahan dunia lainnya yang sangat membutuhkan tiap tetes BBM yang kita nikmati, tiap tetes air bersih yang kita nikmati, dan hal-hal mendasar lainnya untuk mendukung kehidupan mereka. Untuk itu mari ,berhemat dalam segala tindakan dari apa yang anda bisa lakukan. Apa yang anda lakukan adalah  untuk generasi penerus anda sendiri.Mongabay Indonesia : Lalu, apa yang membuat negara ini belum beralih ke energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan ?KePAL: Kami yakin itu semua karena kepentingan pemodal. Kita semua tahu, bahwa kepemilikan pertambangan minyak, gas dan batubara di negara ini sangat banyak dikuasai oleh negara asing dari pada dikuasai negara sendiri. Artinya, kita bisa melihat, pemerintah kita sangat pro terhadap investor. Selama ini masih terus terjadi, maka tidak akan pernah ada peralihan penggunaan energi terbarukan. Data yang kami peroleh dari kawan-kawan JATAM meyebutkan hampir 34 persen daratan Indonesia telah diserahkan kepada korporasi lewat 10.235 izin pertambangan mineral dan batubara. Itu semua belum termasuk izin perkebunan skala besar, wilayah kerja migas, panas bumi dan tambang galian C. Jumlah ini, semakin memperjelas kemana kebijakan energi pemerintah akan berpihak,Mongabay Indonesia : Apa harapan KePAL terhadap pemerintah dalam menyelamatkan lingkungan di negara ini ?" "KePAL: Manusia Egois dan Tak Pernah Memikirkan Dampak Perilaku Terhadap Alam"," KePAL: Jujur saja, berharap kepada pemerintah bagi kami adalah suatu kebodohan. Kami hanya ingin berkarya lewat lagu atas apa yang menjadi kegelisahan kami. Lewat lagu inilah pesan-pesan kami yang mungkin juga menjadi kesamaan dengan masyarakat lainnya kami sampaikan. Entah, di dengar atau tidak dengan pemerintah, tidak penting bagi kami. Paling tidak, diri kami sendiri sudah menyampaikan apa yang terjadi saat ini, yang akan datang dan solusi lewat karya lagu, bahwa bumi itu sudah semakin tua dan tidak akan pernah sanggup lagi menampung segala ego dan keserakahan manusia. Lewat sebait lirik lagu kami berpesan “Terus-terusin sajalah, kau keruk bumi dengan tingkahmu. Saat pohon terakhir telah kau tebang, maka uang dan hartamu tak ada artinya.” [SEP]" "Korupsi Kehutanan, KPK Diminta Jadikan Gubernur Riau Tersangka","[CLS] RIAU Corruption Trial (RCT) meminta KPK menetapkan Gubernur Riau, Rusli Zainal sebagai tersangka atas kasus korupsi kehutanan. Syuhada Tasman, mantan Kepala Dinas Kehutanan Riau, sudah menjadi terdakwa korupsi kehutanan pengesahan rencana kerja tahunan (RKT) 2003-2004, rencana sidang vonis, pada Rabu(25/4). “Segera tetapkan Gubernur Riau, Rusli Zainal sebagai tersangka kasus RKT 2004 untuk 10 perusahaan, karena bukan kewenangan dia menerbitkan RKT,” kata Aang Ananda, koordinator RCT, dalam siaran pers Senin(23/4). RCT menilai, bila menyangkut pejabat publik yang masih menjabat, KPK sungkan memanggil. “Ini bertolak belakang dengan kewenangan yang dimiliki KPK. Sejauh ini, kami juga memberi apresiasi pada KPK.” Syuhada Tasman menyebut RKT 2004 diteken Gubernur Riau, tetapi KPK tak menghadirkan sang Gubernur. Padahal, dalam kasus terpidana mantan Bupati Pelalawan, Azmun Jaafar, Gubernur Riau Rusli Zainal menjadi saksi di depan persidangan.RCT merupakan lembaga pemantau sidang korupsi di Riau. Lembaga ini dikelola empat organisasi yakni Forum Pers Mahasiswa Riau, Gurindam 12, Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau, dan Lookriau. RCT membahas paper bertajuk “Agar Majelis Hakim Memerintahkan Pada KPK Segera Menetapkan status Pengurus dan Korporasi Sebagai Tersangka Dalam Kasus Korupsi Kehutanan Terdakwa Syuhada Tasman.” Dari paper hasil pantauan 22 kali sidang Syuhada Tasman sejak Desember 2011 oleh RCT, ada tiga hal yang perlu menjadi perhatian. Pertama, seluruh volume kayu hasil land clearing telah dibeli PT RAPP dari PT Selaras Abadi Utama, PT Rimba Mutiara Permai, PT Mitratani Nusa Sejati, CV Tuah Negeri, CV Putri Lindung Bulan, dan CV Bhakti Praja Mulia. Kayu ini berasal dari kawasan hutan alam untuk sebagian besar bubur kertas PT RAPP." "Korupsi Kehutanan, KPK Diminta Jadikan Gubernur Riau Tersangka"," Kesimpulan itu didapat atas pengakuan Lim Wi Lin, direktur keuangan PT RAPP bahwa enam perusahaan itu mitra PT RAPP dalam kaitan kerja sama penanaman, suplai kayu dan pembelian kayu dan land clearing. Dengan dasar perjanjian antara PT RAPP dengan perusahaan-perusahaan mitra PT RAPP, seluruh volume kayu hasil land clearing yang telah dibeli PT RAPP dan semua kayu enam perusahaan itu berasal dari kawasan hutan alam sebagian besar digunakan dalam pembuatan bubur kertas. Kedua, Syuhada menyebut Gubernur Riau Rusli Zainal mensahkan RKT 10 perusahaan tahun 2004. Padahal itu bukan kewenangan Gubernur Riau, tapi Kepala Dinas Kehutanan Riau. Ketiga, pada 2003, bawahan Syuhada, Frederik Suli menolak disahkan RKT dan URKT PT Selaras Abadi Utama, PT Mitra Taninusa Sejati, PT Rimba Mutiara Permai, CV Putri Lindung Bulan, CV Tuah Negeri dan CV Bhakti Praja Mulia karena tak sesuai aturan kehutanan. Syuhada Tasman tidak menerima penolakan ini.“Ini terlihat jelas bahwa korupsi kehutanan dilakukan dengan sengaja dan terencana baik oleh korporasi maupun terdakwa Syuhada. Korporasi, Bupati Pelalawan, terdakwa Syuhada Tasman mengetahui bahwa IUPHHK HT RKT 2003-2004 secara nyata cacat secara hukum dan merusak hutan alam.”Dalam dakwaan KPK, Syuhada Tasman saat menjabat sebagai Kepala Dinas Kehutanan Riau dalam kurun waktu 2003-2004, melakukan tindak pidana korupsi yaitu menilai dan mengesahkan Rencana Kerja Tahunan (RKT) Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (UPHHKHT) atas nama enam perusahaan. Yakni, PT Selaras Abadi Utama, PT Mitra Taninusa Sejati, PT Rimba Mutiara Permai, CV Putri Lindung Bulan, CV Tuah Negeri dan CV Bhakti Praja Mulia. “Perbuatan terdakwa menilai dan mengesahkan RKT itu bertentangan dengan aturan kehutanan,” ucap Aang." "Korupsi Kehutanan, KPK Diminta Jadikan Gubernur Riau Tersangka","Selama proses penerbutan RKT itu terdakwa menerima uang Rp200 juta dari Samuel Soengjadi (PT Uniseraya), Rp75 juta dari Herry Yuswanto (PT RAPP), Rp465, 271 juta dari Soenarijo (PT Siak Raya Timber) dan Rp 100 juta dari Budi Artiful (KUD Bina Jaya). Total Rp 840,271 juta. Aksi Syuhada ini menguntungkan dan memperkaya perusahaan. Total kekayaan untuk perusahaan setidaknya Rp163 miliar. Dengan rincian, PT Selaras Abadi Utama sekitar Rp76 miliar, PT Mitra Taninusa Sejati Rp5,5 miliar, PT Rimba Mutiara Permai Rp6,5 miliar, PT Putri Lindung Bulan Rp8,9 miliar, CV Tuah Negeri Rp25 miliar, dan CV Bhakti Praja Mulia Rp29 miliar. Keuangan negara dirugikan sekitar Rp153 miliar.Pemerintah Provinsi Riau membantah, Gubernur Riau Rusli Zainal terlibat dalam kasus korupsi kehutanan “Pak Gub [Rusli Zainal] tidak terlibat,” kata Kepala Biro Hubungan Masyarakat (Humas) Pemprov Riau Chairul Riski, seperti dikutip dari Bisnis.com. [SEP]" "Klaim RAPP Atas Pulau Padang Matikan Penghasilan Warga Lokal","[CLS] Suara perahu menderu di pelabuhan rakyat Tanjung Buton, Kabupaten Siak. Setelah menempuh lima jam perjalanan darat dari Pekanbaru, saya menyambung dengan kapal kayu ke Pulau Padang. Siang itu Mongabay Indonesia ditemani dua warga dari Pulau Padang, yaitu Ahmad Solehan dan Nurhadi.Pulau Padang terlihat di kejauhan. Pulau ini mendadak tenar lantaran warganya mengancam untuk membakar diri di depan Istana Negara beberapa bulan silam.  Warga tak terima, Pulau Padang masuk dalam konsesi PT RAPP berdasaran SK Menhut No 327 tahun 2009 yang diteken Menhut MS Kaban  seluas 41.205 ha. Separuh dari luasan PT RAPP tersebut, menurut  Serikat Tani Riau adalah lahan warga. Luas pulau itu 1.109 km2, terbagi atas 14 desa, Desa Lukit salah satunya. Jumlah Penduduk Desa Lukit 548 KK, 2.192 jiwa. Delapa puluh persen mata pencaharian utama Petani adalah Karet.“Jumlah warga Lukit sekira 3.500, 70 persen lahan tani warga masuk dalam konsesi PT RAPP,” ungkap seorang warga bernama Ahmad Solehan, “Rumah memang tak disentuh RAPP, periuknya habis.” Istilah ‘periuk’, merujuk pada lahan tani warga masuk dalam konsesi PT RAPP.  “Prinsip kami tak menyerah untuk menyelamatkan Pulau Padang. Mempertahankan kebun masyarakat jalan terakhir.”Kami berlanjut ke  Tanjung Gambar, dimana Solehan dan Nurhadi menunjukkan bekas koridor untuk kanal PT RAPP yang ditutup warga pada 2010. “Pohon sagu dirobohkan menggunakan alat berat untuk membangun kanal,” kata Solehan. Galian ini selebar enam meter ini belum sempat diselesaikan." "Klaim RAPP Atas Pulau Padang Matikan Penghasilan Warga Lokal","Satu pohon itu, bisa hasilkan 6-7 tual. Satu tual, untuk saat ini, harganya berkisar Rp 30-40 ribu. Tiap hari setidaknya, warga bisa memotong 120 batang per ha. Penghasilan masyarakat sekitar Rp 36 juta per tahun. Begitu juga denga karet, pertama kali panen pada usia delapan tahun. Lantas, tiap hari bisa dipanen. sehari rata-rata produksi karet 12,5 kg per hektare. Bila harga karet Rp 13 ribu per kilogram, per bulan dari bisa hasilkan Rp  4.8 juta.“Itu salah satu kenapa saya berjuang. Bila RAPP beroperasi, mata pencaharia kami otomatis hilang,” kata Nurhadi, warga Desa Lukit. “Pohon sagu ibarat ‘emas tersimpan’ bagi warga Padang. “Dari pohon sagu, anak-anak bisa bersekolah hingga berdasi,” tambah Nurhadi.Warga lain yang lahannya diklaim oleh RAPP adalah Bunyamin. Saya bertemu pria 53 tahun ini di rumahnya. Ia petani karet. Lahan karetnya, persis di samping rumahnya. Ia baru saja usai menorah getah pohon karet. Luas lahan karetnya 1,5 ha. “Semua lahan itu masuk dalam konsesi PT RAPP, termasuk rumah saya.”Ia tahu lahannya masuk peta RAPP dari keterangan Nurhadi. Nurhadi mendapat info dari Andiko ketua tim Tim Mediasi Penyelesaian Tuntutan Masyarakat Setempat Terhadap IUPHHK-HT pada November 2011. “Tim mencocokkan peta milik perusahaan. Dan peta itu menunjukkan rumah dan lahan Bunyamin masuk dalam konsesi.”Tak jauh dari rumah Bunyamin. Ismail, 67, salah seorang sepuh, juga petani karet. “Luas lahan karet dan sagu saya 30 jalur, sekitar 10 ha. Masuk konsesi 3 ha. Tentu saya marahlah, karena itu lahan untuk makan, dari mana makan? Kita bertahanlah apapun caranya.”Desa Lukit dihuni 190 KK “Semua areal Dusun II mayoritas masuk dalam konsesi PT RAPP, karena dekat dari Laut,” kata Nurhadi, 30, Kepala Dusun II Desa Lukit. “Lahan seluas 2-3 ha. Hampir semua masuk konsesi PT RAPP,” katanya menutup pembicaraan dengan Mongabay Indonesia. [SEP]" "Ruwi: Mengakhiri Penebangan Liar Menuju Penebangan Berbasis Masyarakat","[CLS] Selama dua puluh tahun terakhir Indonesia telah kehilangan lebih dari 24 juta hektar hutannya, lebih luas dari Negara Inggris. Sebagian besar deforestasi dipicu oleh penebangan untuk pasar ekspor atau internasional. Data dari Bank Dunia menyebutkan, proporsi besar dari penebangan tersebut bersifat ilegal.Ketika angka deforestasi telah menurun sejak akhir 1990-an, penebangan liar tetap menjadi masalah di Indonesia. Kenyataannya, penebangan liar menjadi salah satu tantangan untuk Indonesia dalam pertemuan target pengurangan emisi gas rumah kaca seperti yang telah dijanjikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono: pada 2009, Presiden Indonesia berjanji secara sepihak untuk mengurangi emisi Indonesia sebesar 26 % hingga tahun 2020.Membatasi penebangan liar mungkin terlihat mudah: mempekerjakan lebih banyak polisi hutan untuk melakukan patroli, memperbanyak denda, mengusut kasus, dan mengimplementasikan sistem pelacakan kayu yang sah atau legal. Namun dasar dari masalah penebangan liar di Indonesia adalah sesuatu yang lebih besar: kebijakan lahan.Sejumlah besar hutan Indonesia dimiliki oleh Negara, yang dalam sejarah telah tercatat membagi-bagikan lahan untuk konsesi dalam jumlah besar- seringkali seluas puluhan ribu hektar- kepada perusahaan penebangan kayu. Masyarakat lokal seringkali kalah, dan meninggalkan beberapa orang yang mencari kesempatan dengan menebang kayu illegal. Tanpa hak yang jelas mengenai lahan, masyarakat kurang terdorong untuk menolak penebangan liar atau mengelola hutannya untuk jangka panjang. Model semacam ini -yang telah berkontribusi pada ditinggalkannya pengawasan terhadap kepemilikan lahan tradisional atau lahan adat di banyak daerah- telah mendorong perusakan ekosistem Indonesia yang kaya." "Ruwi: Mengakhiri Penebangan Liar Menuju Penebangan Berbasis Masyarakat","Apakah ini bisa diubah? Ada tanda bahwa kondisi semacam ini bisa berubah. Indonesia mulai melihat pergeseran kembali ke model pengelolaan hutan tradisional di beberapa area. Saat hal tersebut dilakukan, hutan kembali pulih. Misalnya hutan rakyat di Jawa, untuk pertama kalinya setelah beberapa generasi, hutan rakyat kembali tumbuh. Dengan diberikan kesempatan untuk ‘memiliki’ hutan, masyarakat Jawa menjadi tertarik untuk melakukan reboisasi untuk produksi kayu dan keuntungan lainnya yang bisa didapat dari hutan.Telapak, sebuah organisasi keanggotaan yang memiliki beberapa kantor cabang di Indonesia, mengerti permasalahan ini dengan baik. Telapak mendorong gerakan community-logging sebagai rezim baru pengelolaan hutan Indonesia. Telapak melihat pengelolaan hutan yang dilakukan oleh masyarakat sebagai solusi untuk memberantas penebangan liar dan di saat yang bersamaan menciptakan sumber mata pencaharian yang berkelanjutan.Perhatian Telapak pada community logging terlihat dalam kerja advokasi dan kampanye melawan penebangan liar. Setelah beberapa seri dari kampanye yang cukup menarik perhatian -termasuk salah satunya yang menyebabkan Ambrosius Ruwindrijarto (“Ruwi”) diculik dan disiksa oleh preman yang disewa oleh cukong kayu lokal- Telapak memutuskan bahwa tidak hanya mengekspos permasalahan lingkungan tetapi juga perlu untuk mempromosikan solusi." "Ruwi: Mengakhiri Penebangan Liar Menuju Penebangan Berbasis Masyarakat","Telapak menyertakan pengamanan dan perlindungan kepemilikan hutan oleh masyarakat serta hak mereka untuk mengelola hutan menjadi salah satu tujuan organisasi. Dengan cakupan yang lebih luas tentunya kerja yang dilakukan lebih kompleks dari sekedar advokasi. Telapak harus bekerja untuk mebangun kapasitas teknis di tingkat masyarakat, mendorong reformasi hukum, terjun ke bidang politik, dan membangun model bisnis yang dapat mempertahankan dan memelihara pengelolaan hutan oleh masyarakat. Jalan yang ditempuh menantang dan berliku, namun Telapak terus berkembang: anggotanya kini telah mengelola lebih dari 200,000 hektar hutan di Jawa, Lombok, Kalimantan, Sumatera, dan Papua. Kerja Telapak juga diperluas selain sektor hutan, termasuk perikanan, perdagangan ikan hias, dan media massa. Sementara itu, Telapak juga tetap melanjutkan kampanyenya, termasuk mengekspos penebangan liar dan perkembangan perkebunan kelapa sawit di Papua dan Papua Barat.Dalam percakapan berseri dengan Rhett Butler dari mongabay.com, Ruwi mendiskusikan evolusi dari Telapak dan apa yang diperlukan untuk melindungi dan melestarikan sumber daya alam Indonesia.WAWANCARA DENGAN MANTAN PRESIDEN TELAPAK AMBROSIUS RUWINDRIJARTO Mongabay.com: Apa latar belakang yang membuat Anda membentuk Telapak?Ruwi: Dulu saya aktif dalam organisasi mahasis pecinta alam di Institut Pertanian Bogor, IPB. Mungkin ini adalah motivasi terbesar bagi saya, bersama dengan lima teman lainnya, kami kemudian memulai Telapak pada 1996. Telapak muncul dari kesamaan hobi kami yaitu menikmati alam dan hasrat kami untuk tetap menjalin persahabatan setelah kami lulus dari kampus.Mongabay.com: Apakah Telapak pada mulanya adalah kelompok aktivis yang melakukan investigasi?" "Ruwi: Mengakhiri Penebangan Liar Menuju Penebangan Berbasis Masyarakat","Ruwi: Pada awalnya, Telapak berbentuk yayasan, didirikan oleh 6 orang yang bersahabat di organisasi mahasiswa pecinta alam, Lawalata-IPB. Seharusnya kelompok tersebut fokus pada penelitian alam dan kegiatan outdoor¬-tempat dimana temah-teman bisa melakukan hobi mereka seperti mendaki gunung, memanjat, trekking hutan, dan mengamati kehidupan satwa liar, seperti pada permulaannya pada tahun kedua Telapak memulai bekerja secara spesifik pada investigasi hutan dan kampanye. Salah satu proyek pertama adalah membentuk jaringan dan mengkampanye konsesi HPH di Indonesia, didukung oleh USAID-didanai oleh BSP Kemala. Jaringan penyelidik Telapak kemudian fokus pada investigasi penebangan liar, bekerja dengan Environmental Investigation Agency (EIA) yang berbasis di London.Mongabay.com: Komitmen untuk menyelamatkan hutan kemudian diuji pada tahun 1999 saat terjadi insiden di dekat Tanjung Puting. Bisakah diceritakan apa yang terjadi saat itu?Ruwi: Saya dan teman dari EIA, Faith Doherty, berhadapan dengan grup Tanjung Lingga, yang merupakan bos dari penebangan liar di Taman Nasional Tanjung Putting dan banyak daerah lainnya di Kalimantan. Perusahaan tersebut membayar preman untuk membawa kami dari hotel ke kantor mereka tempat dimana kemudian kami diserang dan ditahan selama berjam-jam. Perusahaan tersebut menguasai seluruh kota dan akhirnya menyerahkan kami pada polisi -dalam kasus ini Divisi Investigasi Kriminal. Perusahaan berpikir bahwa divisi spesial di kepolisian lokal akan mengikuti apapun yang mereka perintahkan. Tapi divisi investigasi kriminal ini kemudian melindungi kami." "Ruwi: Mengakhiri Penebangan Liar Menuju Penebangan Berbasis Masyarakat","Tiga hari kemudian terjadi ‘tarik tambang’ antara divisi investigasi kriminal dan petugas polisi lainnya, aparat militer, serta preman perusahaan. Kami ditahan di bagian investigasi kriminal karena kantor dikelilingi oleh kerumunan massa, yang dibayar oleh perusahaan. Akhirnya kami bisa meninggalkan tempat itu dan terbang kembali ke Jakarta. Itu bisa terjadi setelah banyak negosiasi dan dengan banyak tekanan dari Jakarta seperti dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kedutaan Inggris. Bahkan Presiden Gus Dur ikut memperhatikan hal ini dan membuat pernyataan publik mengenai penculikan dan penyiksaan.Mongabay.com: Apakah para pelaku akhirnya dihukum?Ruwi: Sugianto yang merupakan orang utama di perusahaan yang dimiliki oleh Abdul Rasjid, mendapat hukuman yang sangat ringan dari pengadilan daerah. Dia mendapat hukuman beberapa bulan masa percobaan. Abdul Rasjid tidak pernah diproses secara hukum. Sugianto kemudian terpilih menjadi Bupati Kotawaringin Barat. Kemenangannya dalam pemilu ditentang oleh lawan politiknya karena dugaan money politics dan Mahkamah Agung membatalkan kemenangan Sugianto. Tetapi kemudian Sugianto naik banding dan kasusnya saat ini belum tuntas. Kemungkinan ia akan tetap mendapatkan posisi dan menjabat sebagai bupati.Mongabay.com: Tetapi insiden itu tidak menghentikan Telapak untuk melakukan investigasi?Ruwi: Ya. Telapak menggunakan insiden tersebut sebagai momen untuk membawa kampanye ke masyrakat luas. Insiden tersebut juga memberikan kesempatan bagi Telapak untuk mengekspos kejahatan hutan dan cakupan kompleksitasnya, termasuk pemerintah yang lemah, korupsi, dan kekerasan.Mongabay.com: Apa saja temuan investigasi yang terbaru?" "Ruwi: Mengakhiri Penebangan Liar Menuju Penebangan Berbasis Masyarakat","Ruwi: Baru-baru ini Telapak memfokuskan investigasi pada kejahatan hutan di Papua. Ini termasuk konversi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit, penyelundupan kayu keluar dari Papua langsung ke negara lain, dan pemerintahan yang buruk terutama menyangkut kehutanan dan pengunaan lahan.Pengelolaan hutan oleh masyarakatMongabay.com: Mengapa Telapak kemudian menetapkan pengelolaan hutan oleh masyarakat menjadi salah satu area kerja?Ruwi: Pada 2006, kami menyimpulkan bahwa perlu ada kontribusi untuk menyelesaikan permasalahan di bidang kehutanan dan deforestasi. Sementara kita sangat kuat dalam investigasi, kamapnye, dan advokasi, kami merasa perlu untuk mempromosikan argumen-argumen atau solusi. Dalam hal ini solusi yang kami tawarkan adalah paradigma kehutanan yang baru yaitu pengelolaan hutan secara lestari oleh masyarakat. Kami menyebutnya sebagai communty-logging, berlawanan dengan pendekatan sebelumnya yaitu negara yang mengklaim kepemilikan hutan dan kemudian memberikannya untuk konsesi industri kayu atau mengubahnya menjadi perkebunan atau area pertambangan.Tahun itu, Telapak meluncurkan kampanye “from illegal logging to community logging”. Kami berpendapat bahwa untuk dapat menyentuh penebangan ilegal dan destruktif di lapangan, kita membutuhkan dan harus mendukung pengelolaan hutan secara lestari yang dilakukan oleh masyarakat yang menghasilkan kayu sebagai produk utama dari hutan, suka atau tidak suka. Kayulah yang menyebabkan semua permasalahan. Kayu adalah produk yang dicari oleh konsesi, penebang liar, dan bahkan perusahaan perkebunan. Sudah menjadi rahasia umum di Indonesia bahwa proyek perkebunan kelapa sawit terkadang hanya kedok untuk mendapatkan ijin yang dibutuhkan untuk ‘membersihkan’ hutan dan memanen kayu." "Ruwi: Mengakhiri Penebangan Liar Menuju Penebangan Berbasis Masyarakat","Dalam mendorong kampanye baru ini Telapak mengandalkan pengalaman praktek dari community logging yang sukese oleh Koperasi Hutan Jaya Lestari di Sulawesi Tenggara dan juga beberapa tempat lainnya, serta sebuah badan yang fokus pada community forestry yang telah lama dipraktekan di Indonesia. Social forestry atau community-based forestry telah didukung selama beberapa dekade di Indonesia oleh LSM-LSM, lembaga donor, dan bahkan instansi pemerintah.Mongabay.com: Bagaimana model tersebut bekerja?Ruwi: Saat kami ingin mengarusutamakan community logging sebagai rezim pengelolaan hutan yang baru di Indonesia, kami mencoba menyederhanakan modelnya menjadi beberapa tahap:1 . Mengamankan dan atau melindungi kepimilikan atau hak pengelolaan hutan oleh masyarakat lokal atau masyarakat adat.2. Investasi sosisl untuk mengorganisir masyarakt membentuk koperasi atau institusi lainnya yang akan memiliki dan mengelola hutan, berdasarkan pada kesadaran yang kuat dan kapasitas lokal.3. Investasi teknis dalam bentuk pemetaan partisipatori dan inventarisasi hutan, mengembangkan rencana pengembangan hutan, dan kebutuhan legal serta peningkatan kapasitas masyarakat.4. Investasi bisnis, yang berdasarkan pada konsep masyarakat lokal sebagai pemilik aset modal, hutan dan aspek ekologis, sosial dan budaya dari hutan tersebut.Mongabay.com: Apakah masyarakat merasa puas dengan kesempatan untuk mendapatkan pemasukan yang sah dibandingkan dengan melakukan penebangan liar?Ruwi: Ya. Dan tidak hanya pemasukan yang lebih baik dan legal, tetapi juga keuntungan non-finansial yang didapat masyarakat, contohnya seperti pendirian sosial yang lebih baik, self-esteem, menjadi warga yang baik. Selain itu keuntungan bagi lingkungan dan ekosistem seperti terjaganya daerah aliran sungai, menyimpan karbon, pelestarian keanekaragaman hayati, dan banyak hal lainnya yang menjadi keuntungan." "Ruwi: Mengakhiri Penebangan Liar Menuju Penebangan Berbasis Masyarakat","Mongabay.com: Apakah perusahaan kayu melihat Telapak sebagai ancaman?Ruwi: Belum. Kami masih berjuang dengan skala kehutanan masyarakat yang masih kecil serta keuntungan bisnis yang masih sangat kecil jika dibandingkan adengan perusahaan kayu yang besar di Indonesia.Mongabay.com: Apakah produk-produk kayu tersebut sudah ada kesuksesan dengan memenangkan suatu?Ruwi: Ya. Meskipun jumlahnya sangat terbatas saat ini.Mongabay.com: Apa saja kegiatan lain Telapak?Ruwi: Kegiatan Telapak lainnya meliputi: mengembangkan model perikanan berbasis masyarakat yang adil dan berkelanjutan. Prototipe yang ada adalah budidaya ikan hias yang ramah lingkungan di Bali (merupakan yang pertama di Indonesia) dan penanaman karang yang dilakukan oleh nelayan. Konsep perikanan berbasis masyarakat ini mencoba menggabungkan konservasi dan pengembangan ekonomi: usaha konservasi di area yang didanai oleh perikanan lestari yang Telapak kembangkan bersama dengan organisasi nelayan untuk mengekspor ikan hias dan budidaya karang.Aktivitas lainnya adalah pengelolaan air, Telapak bekerja dengan mitra LSM di beberapa provinsi untuk mengembangkan dan mengimplementasikan pendekatan negosiasi untuk permasalahan pengelolaan air, termasuk rekonsiliasi kepentingan hulu dan hilir, pemahaman yang lebih baik dalam isu sungai, dan meningkatkan kesadaran publik akan isu air. Telapak masih mengembangkan sektor ini dan Telapak belum membuat model yang dapat digunakan untuk direplikasi .Telapak juga bekerja melalui bisnisnya, meliputi investasi di perusahaan media, produk organik, produksi tumbuhan herbal, dan beberapa bisnis ritel lainnya.IndonesiaMongabay.com: Apakah kerjasama Norwegia-Indonesia sudah berpengaruh di Indonesia? Apakah perusahaan menyadari kini sudah waktunya karena uang sudah di meja?Ruwi: Saya tidak tahu mengenai hal ini. Jika sudah ada pengaruh pun, kerjasama Norwegia-Indonesia belum terasa dalam kehidupan sehari-hari." "Ruwi: Mengakhiri Penebangan Liar Menuju Penebangan Berbasis Masyarakat","Mongabay.com: Menurut Anda, apa yang paling dibutuhkan untuk membuat REDD menjadi sukses di Indonesia? (contohnya apa tantangan terbesar dan bagaimana pendekatan terbaik?)Ruwi: Pendapat saya apa yang diperulukan adalah seperti langkah-langkah yang saya sebutkan untuk community logging:1. Mengamankan dan melindungi kepemilikan hutan/lahan2. Organisasi masyarakat yang kuat, investasi sosial3. Investasi teknis di berbagai level terkair dengan REDD, dimulai dengan praktek pengelolaan hutan di lapangan.4. Keuangan yang adil dan transparan serta mekanisme market yang mengikuti langkah 1,2,3 di atas dan pemerintahan yang baik untuk hutan dan lain-lain.Mongabay.com: Dapatkan desain REDD yang sudah dirancang dapat mengatasi masalah broker lokal seperti bupati?Ruwi: Saya rasa tidak, tanpa mengatasi seluruh permasalahan pemerintah seperti yang sudah tercatat dalam sejarah.Mongabay.com: Jika Amerika Serikat memutuskan akan mendukung REDD di Indonesia, strategi apa yang anda sarankan? Kemana sebaiknya uang itu diinvestasikan?Ruwi: Saya akan tetap pada langkah-langkah yang telah saya sebutkan sebelumnya. Amerika Serikat dan lainnya harus berinvestasi pada penyebab utama deforestasi dan membuat rezim baru pengelolaan hutan, contohnya seperti hutan yang dikelola masyarakat dan sistem kehutanan berkelanjutan.Mongabay.com: Telapak sedikit tidak biasa di Indonesia, dan aktif hampir di seluruh Indonesia. Apa yang Anda lihat sebagai cara terbaik untuk memperkuat masyarakat sipil di Indonesia?Ruwi: Saya pikir masyarakat sipil perlu untuk mencari kekuatan, signifikansi, dan keberlanjutan dalam menjadi bagian dari masyarakat. Di Telapak kami sering berkata: hidup dari hutan dan laut yang sama atau bekerja bersama masyarakat adat, petani, dan nelayan.Mongabay.com: Apakah Anda percaya warga Indonesia lebih tertarik pada isu lingkungan atau tidak?" "Ruwi: Mengakhiri Penebangan Liar Menuju Penebangan Berbasis Masyarakat","Ruwi: Saya yakin warga Indonesia menjadi semakin tertarik pada isu lingkungan.Mongabay.com: Apa yang dapat dilakukan oleh masyarakat di luar Indonesia untuk membantu usaha Anda?Ruwi: Secara umum, yang dapat dilakukan adalah dengan berpikir, melalukan dan mengonsumsi secara berbeda. Seperti saat kita memperkenalkan dan membuat cara baru dalam mengelola hutan, memproduksi dan distribusi produk-produk, masyarakat dunia juga perlu berkontribusi dengan mengubah cara hidup mereka dan cara berinvestasi mereka. [SEP]" "Kabut Asap Tebal Mulai Selimuti Kalbar","[CLS] KABUT asap tebal menyelimuti pesisir Kalimantan Barat (Kalbar) dan mulai masuk ke Kota Pontianak sejak Senin (18/6/12).  Jumlah titik api di Pontianak, mencapai 144  dan mulai mengganggu penerbangan di Bandara Supadio.Kepala Dinas Operasi Bandara PT Angkasa Pura II Cabang Supadio Pontianak, Syarif Usmulyani, seperti dikutip dari Okezone, menjelaskan, kabut asap membuat enam penerbangan ditunda.“Baik dari dan ke bandara Supadio, karena jarak pandang di sini hanya 100 meter hingga tidak memungkinkan pesawat untuk mendarat,” katanya.  Karena kabut menyelimuti sekitar Bandara Supadio Pontianak Senin pagi, PT Angkasa Pura II terpaksa menutup bandara hingga satu setengah jam.Kamal warga Kota Pontianak kepada Mongabay, mengatakan,  kabut mulai menyelimuti Kota Pontianak, namun tak terlalu tebal.  “Keluar rumah sudah agak pedas, apalagi malam,” katanya. Kamal tinggal di Jl HM Suwignyo, Kecamatan Pontianak Kota, tepat di pusat ibukota Kalbar ini.Menurut dia, karena kabut asap ini sudah ada yang menggunakan masker.  Asap mulai banyak, karena sudah sekitar satu bulan tak turun hujan. Kondisi diperburuk karena di pinggiran kota sudah ada yang lahan yang terbakar.Dikutip dari Antara, menyebutkan, jarak pandang di pinggiran Kota Pontianak hingga pukul 07.30 WIB berkisar 500 meter. Salah satu daerah cukup pekat dengan kepulan asap adalah Wajok, Kecamatan Siantan Hulu, Kabupaten Pontianak.Kabut asap yang pekat membuat cahaya matahari tidak mampu menembus hingga cuaca seolah-olah mendung.Indra, warga Pasiran, Singkawang, yang hendak menuju Pontianak mengatakan, harus lebih berhati-hati karena karena jarak pandang serta arus kendaraan cukup padat. “Selepas dari Singkawang kabut asap juga pekat, tetapi tidak setebal saat memasuki Kota Pontianak.”" "Kabut Asap Tebal Mulai Selimuti Kalbar","Indra mengungkapkan hal sama dengan Kamal. Menurut dia, sejumlah lahan di sepanjang perjalanan terlihat hangus terbakar. “Di perbukitan di dekat Tanjung Gundul, Kabupaten Bengkayang, juga di tepi jalan dekat Taman Wisata Pasir Panjang dan Samudera Indah terbakar,” ujar dia.Kabut asap rutin terjadi di Kalbar ketika memasuki musim kemarau. Kebakaran lahan, baik disengaja maupun tidak kerap dituding menjadi penyebab. Lahan gambut yang tersebar di pesisir Kalbar membuat api sulit dipadamkan dan asap sangat tebal.Tim Pantau Titik ApiTim dari Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kalbar dan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) memeriksa sejumlah lokasi titik api. Dalam sepekan terakhir, titik api bermunculan di banyak daerah di Kalbar.Kepala Bidang Pengendalian dan Konservasi BLHD Kalbar Wuyi Bardini seperti dikutip Kompas, mengemukakan, kemunculan titik api baru masih terus dipantau. “Setiap musim kemarau, titik api memang sering muncul di Kalbar. Kami akan melihat ke sejumlah lokasi,” kata Wuyi.Titik api muncul di lahan gambut dan belukar yang dibakar. Namun, titik api juga terdeteksi satelit karena tingginya suhu permukaan tanah di sebuah kawasan.      Banyaknya titik api diikuti dengan makin seringnya turun kabut asap di Kalbar. [SEP]" "APEC Tolak Sawit Indonesia, Pemerintah Undang EPA Survey Perkebunan","[CLS] Pemerintah Republik Indonesia nampaknya masih belum menyerah untuk memperjuangkan produk kelapa sawitnya atau Crude Palm Oil (CPO) untuk memasuki pasaran dunia yang lebih luas, setelah sebelumnya ditolak oleh APEC (Asia Pacific Economic Forum) sebagai salah satu produk ramah lingkungan.Dalam lobi yang dilakukan oleh Kementerian Perdagangan, yang dipimpin langsung oleh Menteri Gita Wiryawan, produk kelapa sawit Indonesia gagal masuk ke pasar APEC karena dinilai tidak memenuhi standar lingkungan yang ditetapkan oleh badan lingkungan Amerika Serikat  atau Environmental Protection Agency (EPA).Dalam standar yang ditetapkan oleh EPA, yang diumumkan tanggal 28 Januari 2012 silam, standar bahan bakar dari CPO Indonesia masuk dalam kategori RFS (Renewable Fuel Standards) atau standar energi terbarukan. Berdasar pengujian yang dilakukan oleh EPA, produk CPO Indonesia gagal memenuhi standar maksimum 17% emisi, dan masih berkisar di angka 20%. Ini sebabnya produk CPO Indonesia masih ditolak oleh APEC untuk memasuki pasaran dunia.Akibat tidak dimasukkan dalam produk yang ramah lingkungan, produk CPO Indonesia gagal mendapatkan keringanan tarif hingga 5 persen. Hal ini membuat CPO Indonesia jadi kurang kompetitif di APEC dan dikhawatirkan ekspor CPO menurun.Kendati demikian, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan menolak bahwa produk CPO Indonesia sudah ditolak di APEC. “Mereka tidak menolak CPO Indonesia, mereka hanya memiliki sudut pandang yang berbeda dalam upaya memangkas emisi karbon Indonesia tahun 2020,” ungkap Gita kepada AntaraNews.com 14 September 2012 silam. Hal senada juga disampaikan oleh Menteri Pertanian Suswono.Menghadapi forum APEC tahun depan yang akan digelar di Bali, pemerintah rupanya masih belum menyerah untuk memasukkan produk CPO Indonesia menjadi produk ramah lingkungan." "APEC Tolak Sawit Indonesia, Pemerintah Undang EPA Survey Perkebunan","Upaya pemerintah, salah satunya adalah mengundang utusan dari EPA untuk melakukan survey lapangan terhadap proses produksi kelapa sawit di Indonesia. Hal ini kembali ditegaskan oleh  Menteri Perdagangan Gita Wirjawan usai pertemuan dengan Kementerian Koordinator Pereknomian, hari Kamis 4 ktober 2012. Hal ini sempat diungkapkan oleh Gita,  pertengahan September silam.“Dalam pertemuan terakhir, EPA mengatakan mereka akan mengirim tim teknis ke Indonesia untuk melakukan survey lapangan di Indonesia. Hal ini menunjukkan mereka cukup responsif menangani hal ini,” ungkap Gita kepada Antaranews.com.Indonesia, sebagai penghasil produk kelapa sawit terbesa di dunia nampaknya khawatir jika upaya ini kembali gagal dan akan berdampak pada jumlah ekspor kelapa sawit Indonesia. Selama ini Uni Eropa beberapa kali mempertanyakan masalah lingkungan kepada Indonesia terkait komoditi sawit yang dinilai merusak jutaan hektar hutan tropis Indonesia.Apalagi, beberapa negara di Eropa kini juga semakin menekan penggunaan minyak kelapa sawit untuk produk pangan mereka. Norwegia, bahkan sudah menghilangkan penggunaan produk kelapa sawit untuk produk pangan mereka hingga 60%.Kegagalan menjual kelapa sawit ke pasar dunia, nampaknya lebih menakutkan pemerintah Indonesia ketimbang memperbaiki tata kelola lahan di hutan Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat sekitar hutan yang tanahnya hilang diterabas perkebunan sawit. [SEP]" "Hak Masyarakat Asli: Dipahami Negara, Namun Tetap Diabaikan","[CLS] Dalam kurun waktu 20 tahun terakhir, pemenuhan hak-hak masyarakat asli di sekitar  hutan telah meningkat secara signifikan, setidaknya itulah hasil penelitian yang dilakukan Rights and Resources Initiatives (RRI). Penelitian yang dilakukan di 30 negara dengan hutan tropis ini menemukan bahwa kini hak masyarakat atas lahan di hutan meningkat menjadi 31% di negara-negara ini, meningkat dari 21% di tahun 1992. Namun, hak pengelolaan hutan untuk masyarakat asli masih terancam dengan lemahnya penegakan hukum, pengambilalihan tanah, ambivalensi pemerintah dan perkembangan industri. Laporan ini keluar kurang dari sebulan sebelum Konferensi Rio+20 Tentang Pembangunan Berkelanjutan, sebuah pertemuan pemimpin-pemimpin dunia yang menandai dua dekade sejak digelarnya Konferensi Bumi Rio.“Semua 27 negara yang kami analisa memiliki lebih dari satu perangkat hukum yang menjadi landasan hukum bagi masyarakat adat, baik di level nasional maupun regional,” ungkap Fernanda Almeida, penulis utama dari laporan ini, dalam rilis medianya. “Namun hukum belum cukup. Butuh ‘Hukum yang baik’ dan hal itu harus dilakukan.”Isu tersebut, kini menjadi lebih dari sekedar soal hak-hak manusia dan masyarakat asli. Para ahli dan para peneliti berargumen bahwa salah satu cara terbaik untuk menjamin hutan hujan tropis lestari adalah memberikan hak-hak atas tanah kepada orang-orang yang tergantung kepada hutan, dan menjaga keberadaan hutan selama berabad-abad, yaitu masyarakat asli dan komunitas lokal. Hutan tropis menyediakan jasa ekosistem yang tak terhingga bagi dunia: konservasi keanekaregaman hayati, perlindungan air bersih, cadangan karbon, produksi air hujan, penemuan obat-obatan dibanding banyak hal lain di dunia. Tapi tetap saja, hutan tropis dan orang-orang yang tergantung kepadanya terancam oleh perkembangan pertanian, pertambangan, produksi bahan bakar berbasis fosil, penebangan hutan untuk industri dan hal-hal lainnya." "Hak Masyarakat Asli: Dipahami Negara, Namun Tetap Diabaikan","“Orang-orang di sekitar hutan terjebak diantara tekanan akan pentinganya keberlanjutan lingkungan dan tekanan yang semakin keras dari pembangunan ekonomi,” jelas Jeffre Hatcher, Direktur Program Global RRI. “Kendati ada perkembangan pesat dalam hukum-hukum kepemilikan, namun lemahnya keinginan politik penguasa dan kerepotan birokrasi membuatnya jadi sangat sulit untuk menjalankan aksi nyata di berbagai negara yang sangat kaya akan hutan.”Pertentangan antara perkembangan industri dan hak-hak masyarakat asli muncul dalam berbagai hukum yang diberlakukan di negara-negara kaya hutan tersebut. Namun implementasi tetap sulit dalam berbagai kasus dan hukum dielakkan, dikesampingkan atau sederhananya diacuhkan, dalam rangka memudahkan perusahaan dan pemerintah untuk mengeksploitasi lahan-lahan tersebut.“Kendati hak-hak masyarakat asli dan komunitas sekitar hutan lain kini lebih dipahami dibanding sebelumnya, namun hasil penelitian ini menemukan bahwa sebagian besar penguasa atas kepemilikan lahan membatasi hak-hak masyarakat dengan mengabaikan satu atau lebih hak-hak masyarakat dengan berbagai hak-hak baru yang bertumpuk,” ungkap laporan tersebut.Misalnya, lebih dari sepertiga rezim yang berkuasa di negara-negara kaya hutan yang mengakui hak-hak masyarakat adat tetap mengizinkan orang luar untuk mengeksploitasi hutan dengan bekal kekebalan hukum, dan mengabaikan hak-hak yang ada dalam kepemilikan tanah.Masalah hak pengelolaan lahan bagi masyarakat adat, masih jadi pekerjaan rumah bersama. Duapuluh tahun lalu, sepuluh persen dari hutan hujan tropis dikuasai oleh masayarakat asli yang tinggal disana, kini persentase ini meningkat menjadi 15%. Kendati sudah ada kemajuan dalam duapuluh tahun etrakhir, namun laporan ini juga menyebutkan bahwa masih banyak hal yang harus dieselsaikan di masa mendatang." "Hak Masyarakat Asli: Dipahami Negara, Namun Tetap Diabaikan","“Mayoritas hutan tropis di dunia masih dikuasai oleh pemerintah dan nyaris tak ada hak hukum dan kepemilikan bagi jutaan orang yang tinggal di sekitar hutan dan telah memelihara hutan selama turun temurun. Ketidaksinambungan ini menjadi semakin parah dan semakin membutuhkan penyelesaian yang cepat -terutama di masa-masa ini dimana lahan di hutan menjadi target para investor.”Afrika tertinggal dibandingkan benua-benua lain dalam urusan memberikan hak-hak masyarakat adat, menurut laporan ini. sembilanpuluh tujuh perse hutan di benua ini dimiliki oleh negara. Sementara Indonesia secara formal mengenali hak masyarakat sipil terhadap tanah mereka, namun negara yang menguasai seluruh wilayah dan sumber daya alam, berdiri di atas hak-hak masyarakat lokal dan masyarakat asli. Di sisi lain, di Amerika Latin masih memimpin dalam urusan memberikan hak-hak bagi masyarakat asli.“Jika hukum-hukum ini tak pernah dibuat dalam hitam di atas putih, milyaran hektar dan jutaan orang akan memiliki akses ke salah satu alat yang paling bisa mencegah terjadinya kemiskinan dan menyelamatkan sumber daya yang terbatas,” jelas Andy White, Koordinator RRI. “Jika para negosiator di Rio+20 serius untuk menekan kemiskinan dan menyelamatkan hutan, mereka akan meminta negara-negara yang kaya akan hutan untuk memperkuat hak-hak masyarakat adat di hutan mereka. Jika hak-hak tersebut tertulis secara nyata dan diimplementasikan dalam praktek, dan masyarakat bisa melakukan hal-hal yang jauh lebih baik dibanding yang pernah dilakukan sebelumnya -yaitu mengelola hutan dan menekan praktek-praktek yang membahayakan hutan hujan tropis di seluruh dunia.” [SEP]" "Kasus Ogan Ilir, Komnas HAM Diminta Lakukan Penyelidikan Pro Justisia","[CLS] SEKRETARIAT Bersama Pemulihan Hak Rakyat Indonesia mendesak  Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melakukan penyelidikan pro Justisia atas penembakan di Ogan Ilir, Sumatera Selatan. Konflik PTPN VII dengan warga 20 desa ini menyebabkan penembakan brimob yang menewaskan Angga (12).Koordinator KontraS, Haris Azhar mengatakan, menurut UU nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, penyelidikan pro justisia bisa terhadap sebuah kejahatan kemanusiaan. “Ciri utama dari kejahatan ini serangan ke populasi sipil secara sistematis atau meluas,” katanya dalam pernyataan pers di Jakarta, Sabtu(4/8/12).Komnas HAM telah mengirimkan tim ke Ogan Ilir, guna menyelidiki penembakan terhadap warga di Desa Limbang Jaya, 27 Juli 2012.  Sekber meminta,  Komnas HAM meningkatkan temuan hasil kunjungan lima hari di Ogan Ilir menjadi upaya pro justisia. “Hingga bisa ditingkatkan ke proses hukum pengadilan HAM kelak.”Upaya ini penting agar bisa memberikan efek jera yang jujur, bukan sekedar 21 hari atas tindakan pembunuhan terhadap warga. Efek jera penting untuk memastikan polisi tak gegabah memberikan perlindungan kepada kelompok usaha terlebih dengan menerjunkan brimob yang terkenal kerap melakukan kekerasan.Haris mengatakan, berdasarkan pemantauan Sekber  ada sejumlah hal patut dipertimbangkan oleh Komnas HAM segera melakukan penyelidikan pro justisia.Tembakan yang mengenai Angga diduga kuat dari jarak dekat. Indikasi ini terlihat dari model luka akibat tembakan yang menembus kepala. Dalam banyak pengalaman forensik, kata Haris, penembakan terhadap Angga diduga dari 30-60 meter menggunakan peluru tajam.  Fakta ini, sesuai temuan masyarakat dan Komnas HAM yang sudah  memeriksa lapangan, dimana ada selongsong peluru tajam." "Kasus Ogan Ilir, Komnas HAM Diminta Lakukan Penyelidikan Pro Justisia","Temuan dan fakta-fakta  ini, sekaligus membantah pernyataan Polri melalui Kepala Biro Penerangan Umum, Boy Amar Rafli, yang mengatakan jarak angga dan lokasi itu 200 meter.  “Setelah diperiksa, luka di kepala yang membuat Angga meninggal bukan seperti terkena peluru. Luka bocah 12 tahun itu seperti terkena senjata tajam,”  begitu ungkapan Boya Rafli.Selain itu, upaya Polri memeriksa internal anggota-anggota yang terlibat tidaklah tepat. Pertama, kepolisian tidak akan menerapkan delik kejahatan terhadap kemanusiaan,  sebagaimana diatur dalam UU 26 Nomor 2000 tentang Pengadilan HAM. Kedua, dalam banyak kasus serupa, penghukuman paling tinggi hanya pengurungan selama 21 hari. [SEP]" "TN Bukit Tigapuluh: Habitat Gajah Terus Terhimpit Ekspansi Tambang dan Sawit","[CLS] International Union for Conservation of Nature (IUCN) telah menetapkan gajah Sumatera sebagai spesies yang “kritis” atau critically endangered karena populasinya yang kian menurun akibat meningkatnya ancaman serta berkurangnya habitat mamalia besar ini. Menurut data WWF gajah Sumatera diperkirakan kini hanya ada sekitar 2400 hingga 2800 ekor saja yang hidup di alam liar. Jumlah ini menyusut sekitar 50% dari tahun 1985.Populasi gajah Sumatera ini tersebar di sebagian besar wilayah di Sumatera diantaranya di kawasan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT) dan sekitarnya. Secara administratif wilayah TNBT ini berada di dua propinsi yaitu propinsi Jambi dan Riau.Di propinsi Jambi kawasan TNBT berada di dua kabupaten yaitu kabupaten Tebo dan kabupaten Tanjung Jabung Barat. Total luas kawasan TNBT saat ini adalah 144.223 ha tapi dengan melihat kecenderungan hilangnya tutupan hutan alam di propinsi Jambi dan Riau serta kawasan TNBT yang dikelilingi oleh daerah penyangga yang memiliki kawasan berhutan dengan nilai konservasi tinggi yang juga merupakan habitat satwa yang dilindungi yaitu gajah, harimau dan orangutan maka pada tahun 2001 Konsorsium Bukit Tiga Puluh yang dikomandoi oleh KKI Warsi mengusulkan perluasan kawasan TNBT namun hingga saat ini usulan perluasan kawasan masih belum ada realisasinya.Sementara itu perambahan hutan serta izin pemanfaatan kawasan yang mengakibatkan alih fungsi hutan disekitar kawasan TNBT terus dikeluarkan oleh pemerintah daerah." "TN Bukit Tigapuluh: Habitat Gajah Terus Terhimpit Ekspansi Tambang dan Sawit","Selama semester pertama tahun 2012 BKSDA dan Wildlife Protection Unit (WPU) Frankfurt Zoological Society (FZS) telah berhasil menangkap dan melaksanakan proses hukum pada 3 kasus perambahan di kawasan TNBT. Namun Krismanleo, staf BKSDA yang tergabung dalam unit patroli ini mengakui bahwa undang-undang mengenai kasus perambahan ini masih lemah dan tidak bisa menjerat otak dari kegiatan perambahan ini, “Hukuman yang dijatuhkan hanya pada orang yang melakukan perambahan padahal sebenarnya ada orang lain atau bahkan perusahaan yang menyuruh mereka melakukan perambahan”.Berdasarkan data dari FZS terdapat 11 perkebunan Sawit, HTI dan tambang batubara yang berbatasan langsung dengan kawasan TNBT. Kawasan yang menjadi lahan konsesi perusahaan-perusahaan ini sebagian besar adalah habitat gajah, harimau dan orangutan sumatera. Kesebelas perusahaan ini hanya perusahaan yang berlokasi di daerah Kab. Tebo saja belum termasuk perusahaan yang berbatasan langsung dengan kawasan TNBT yang berada di Kab. Tanjung Jabung Barat. Berikut adalah data 11 perusahaan tersebut :Diantara sebelas perusahaan ini bahkan ada perusahaan yang lahan konsesinya tumpang tindih dengan lahan konsesi perusahaan lain seperti yang terjadi pada kawasan konsesi PT. Kelola Tebo Energi yang yang juga merupakan kawasan konsesi milik PT. Lestari Asri Jaya. PT. Kelola Tebo Energi sudah mulai melakukan aktivitas dalam kawasan konsesinya hanya dengan bermodalkan izin dari pemerintah daerah. Disamping perusahaan kawasan disekitar TNBT juga terdapat pemukiman dan kebun milik masyarakat yang membuat kawasan ini semakin cepat kehilangan luasan hutannya." "TN Bukit Tigapuluh: Habitat Gajah Terus Terhimpit Ekspansi Tambang dan Sawit","Dari pantauan yang dilakukan oleh Elephant Conflict Mitigation Unit (ECMU) FZS daerah konsesi PT. Lestari Asri Jaya dan PT. Tebo Multi Agro memiliki populasi gajah yang cukup banyak. Saat ini ECMU sedang mengumpulkan sampel DNA gajah di kawasan TNBT dan sekitarnya, ECMU menargetkan penelitian sampel DNA dapat selesai akhir tahun ini dengan adanya penelitian ini diharapkan data populasi gajah sumatera di kawasan ini dapat lebih akurat. Menurut Albert, koordinator ECMU, “Berdasarkan identifikasi kelompok dan jumlah gajah dalam kelompok-kelompok tersebut saat ini diperkirakan ada 120 ekor gajah yang 80% aktifitasnya seperti mandi, minum dan mencari makan dilakukan diluar kawasan TNBT.”Kondisi ini menyebabkan konflik antara manusia dengan gajah pun sering terjadi “Rata-rata kami menangani 10 – 15 kasus konflik gajah dengan masyarakat dalam setiap bulan” kata Albert. Berbagai upaya sudah dilakukan oleh ECMU dan masyarakat diantaranya adalah pemasangan pagar listrik di kebun masyarakat, pagar listrik ini tentu saja memiliki tegangan listrik yang tidak mematikan hanya menyebabkan gajah terkejut dan menjauhi kebun masyarakat tersebut.  ECMU juga telah memasang GPS Colar pada 5 gajah yang terdiri dari 4 gajah betina pemimpin kelompok serta 1 gajah jantan. Adapun pemasangan GPS Colar ini bertujuan untuk mengetahui wilayah jelajah (home range) gajah serta mempermudah ECMU mendeteksi pergerakan gajah sehingga jika gajah bergerak ke kawasan kebun masyarakat dapat segera ditangani tanpa harus menimbulkan kerugian bagi masyarakat ataupun gajah." "TN Bukit Tigapuluh: Habitat Gajah Terus Terhimpit Ekspansi Tambang dan Sawit","Upaya lain yang dilakukan ECMU adalah memberikan pelatihan bagi masyarakat bagaimana menangani gajah jika masuk kedalam kebun mereka serta memberikan nomor telepon anggota ECMU yang bertugas agar masyarakat bisa langsung melaporkan jika ada gajah yang masuk dalam kebun mereka sehingga dapat segera ditangani. Sejauh ini hanya masyarakat sekitar kawasan saja yang memberikan laporan mengenai gajah yang masuk dalam kebun mereka padahal menurut Albert perusahaan-perusahaan disekitar kawasan TNBT  terutama PT. Lestari Asri Jaya dan PT. Tebo Multi Agro yang kawasannya adalah merupakan habitat gajah tidak pernah melaporkan adanya gajah yang masuk dalam kawasan mereka. Padahal jika dilihat dari kondisi tanaman sawit dan akasia milik mereka terlihat jelas bahwa tanaman tersebut telah dirusak oleh gajah. Albert khawatir jika gajah terus masuk ke kawasan itu pihak perusahaan akan mengambil tindakan yang dapat mengancam kelangsungan hidup gajah tersebut. [SEP]" "Pasca Cabut Izin, Gubernur Diminta Awasi Eks Konsesi Kalista Alam","[CLS] TIM Koalisi Penyelamatan Rawa Tripa dan Forum Tata Ruang Sumatera (TKPRT) & FOR-TRUST meminta Pemerintah Aceh mengawasi kebun eks PT Kalista Alam, agar tak ada penghilangan barang bukti.Gubernur Aceh sudah mencabut izin PT. Kalista Alam dengan mengeluarkan SK. Nomor : 525 / BP2T /5078 /2012, tentang Pencabutan Izin Usaha Perkebunan Budidaya, pada 27 September 2012. Meskipun begitu, TKPRT & FOR-Trust mengingatkan, ada kewajiban pemerintah terhadap kawasan PT. Kalista Alam seluas 1.605 hektar itu. “Lokasi itu berada dalam ranah sengketa hukum, sebagai lahan sengketa juga barang bukti utama gugatan hukum,” kata Irsadi Aristora, JuruBicara TKPRT & FOR-Trust, dalam pernyataan kepada media, Senin(26/11/12).Untuk itu, tim meminta Gubernur Aceh  mengawasi aktivitas di lokasi Izin UPB seluas 1.605 hektar dengan menempatkan pos pengawasan dan pengamanan lokasi. “Ini untuk menghindari pengerusakan barang bukti, penyerobotan lahan serta memastikan tidak ada aktivitas apapun di lahan sengketa itu.”Tim juga meminta, pemerintah dan polisi memasang police line guna kepentingan penyelidikan dan penyidikan agar barang bukti tidak hilang. Sebab, di lahan itu diduga terjadi tindak pidana lingkungan berupa pembakaran hutan dan menimbulkan kerusakan pada lahan, kematian satwa langka, dan menimbulkan kerugian lain. “Kami juga meminta pemda membuat papan nama peringatan atau pemberitahuan  maupun larangan beraktivitas dan kegiatan apapun dalam kawasan ini,” ucap Irsadi.Tim mendesak pula, pemerintah segera mengevaluasi semua izin konsesi dalam Kawasan Ekosistem Leuser – Tripa-Babahrot dengan membentuk tim independen. TKPRT & FOR-TRUST rencana, Selasa(27/11/12) akan  mengirimkan surat resmi kepada Gubernur Aceh mengenai masukan terhadap eks lahan PT. Kalista Alam." "Pasca Cabut Izin, Gubernur Diminta Awasi Eks Konsesi Kalista Alam","Awal Oktober 2012, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penyelamatan Rawa Tripa mendesak, pemerintah mencabut izin-izin kebun sawit yang masih beroperasi karena masih land clearing dengan membakar.Dari data pemantauan satelit, titik api tertinggi dalam 2012, berada pada konsesi PT Surya Panen Subur, disusul PT Dua Perkasa Lestari(DPL). Posisi September, tertinggi titik api di PT DPL (lihat grafis).“Terlihat, di kebun perusahaan-perusahaan ini terjadi pembakaran. Mereka membuka lahan dengan membakar,” kata Ridwan Zen, peneliti dari Yayasan Ekosistem Lestari (YEL), di Jakarta, Rabu(3/10/12).Rizwan memaparkan, pembakaran lahan di Rawa Tripa, yang jelas terlihat lewat citra satelit berada di konsesi-konsesi kebun sawit. Saat PT Kalista Alam, menjadi sorotan, ternyata di kebun lain, seperti PT DPL, lebih banyak titik api. “Bahkan, pada 29 September, saat diambil gambar dari pesawat, kepulan-kepulan asap masih terlihat di beberapa kebun perusahaan itu.” [SEP]" "Empat Bayi Harimau Benggala Lahir di Kebun Binatang Semarang","[CLS] Koleksi satwa di kebun binatang Indonesia kembali bertambah, setelah seekor induk betina Harimau Benggala melahirkan empat bayi di Taman Margasatwa/Kebun Binatang Mangkang, Semarang hari Selasa tanggal 18 September 2012 kemarin.Menurut laporan suaramerdeka.com, keempat anak ini lahir berurutan. Si sulung dan nomor dua melihat dunia pukul 11 pagi, Disusul si nomor tiga yang lahir pukul 15.30 sore, dan terakhir si bungsu lahir selepas setengah delapan malam.Setelah proses melahirkan ini, induk yang bernama Manis dipisahkan dari pasangannya bernama Rangga. Keduanya adalah harimau yang dipertemukan enam tahun lalu, dan kawin 18 Juni silam. Setelah mengandung selama tiga bulan, Manis melahirkan empat anak ini.Saat ini kondisi keempat anak harimau Benggala ini dalam keadaan baik. Seperti dilaporkan oleh Kompas.com, keempat anak harimau ini dipisahkan dari tempat yang ramai dan belum bisa dikunjungi oleh orang banyak agar tidak mengganggu proses menyusui.Keempat anak ini, menurut Kepala UPTD Kebun Binatang Mangkang, Kusyanto dipisahkan dari ayahnya, agar tidak terjadi kanibalisme.Terbuka kemungkinan, harimau ini akan ditukar jika ada kebun binatang lain yang memang tertarik untuk melakukan kerjasama menukar satwa. Namun hingga saat ini, pihak kebun binatang di Semarang masih berencana untuk terus memelihara anak-anak harimau ini sampai ada tawaran pertukaran.Dari pantauan Detik.com, dengan lahirnya empat harimau Benggala tersebut, koleksi harimau kebun binatang Mangkang berjumlah 9 ekor. “Harimau Benggala dewasa dua ekor dan anakannya empat, singa dua ekor dan seekor harimau Sumatera,” tandas Kusyanto. [SEP]" "Lahan Pertanian di Sumatera Barat Dilibas Tambang","[CLS] TAMBANG makin ekspansif di mana-mana. Tak hanya membabat hutan, kini lahan pertanian seperti sawah dan kebun sayur mayur pun jadi sasaran. Ini sudah terjadi di Sumatera Barat (Sumbar), seperti di Kabupaten Solok dan Kabupaten Sijunjung.Di Kabupaten Solok, dua perusahaan tambang biji besi hadir di Kenagarian Simpang Tanjung Nan IV, sekitar 222 hektare lahan produktif masyarakat terancam.  Di Kabupaten Sijunjung,  sekitar 548 hektare persawahan sudah dikonversi menjadi pertambangan emas.Di Kabupaten Pasaman Barat, sekitar 11.000 hektare lahan sebagai areal pertambangan, Kabupaten Pesisir Selatan 320 hektare. Lalu, di Kabupaten Solok Selatan sekitar 274 hektare dan Kabupaten Dharmasraya  sekitar 22.509 hektare lahan siap jadi pertambangan.Desriko, Kordinator Advokasi dan Kampanye Walhi Sumbar mengatakan, Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba),  wujud menata kembali usaha-usaha pertambangan yang sudah meresahkan masyarakat di Indonesia.  “Pelanggaran dan pengabaian hak-hak konstitusional masyarakat di sekitar tambang kerap terjadi. Ini memicu konflik berkepanjangan,” katanya dalam rilis di Jakarta, Senin(10/9/12).Dia mencontohkan, konflik pertambangan di Kenagarian Simpang Tanjuang Nan IV, Kabupaten Solok. Sejak pertambangan bijih besi ada setidaknya tiga warga ditangkap Kepolisian karena mencoba menghalangi usaha ini. “Kearifan lokal terhadap pengelolaan sumber daya alam diabaikan bahkan intervensi-intervensi dari kelompok pendukung tambang kerap dilakukan kepada ninik mamak yang menolak usaha pertambangan di wilayah mereka.”Pius Ginting, Manajer Kampanye Tambang dan Energi Walhi Nasional, mengatakan, biaya politik yang mahal untuk menjadi seorang pejabat kepala daerah kerap mengorbankan SDA. “Dengan dalih peningkatan pendapatan daerah membukakan keran investasi tanpa mempedulikan keberlanjutan umur SDA itu.”" "Lahan Pertanian di Sumatera Barat Dilibas Tambang","Menilai usaha tambang baik atau buruk, kata Pius,  tidak terlepas dari daya rusak yang dimunculkan. Untuk mengetahui mesti merujuk pada kondisi awal sebelum hadir dan setelah ada pertambangan, lalu diukur dengan kerusakan langsung dan tidak langsung. “Kita akan temukan ternyata orang yang paling diuntungkan adalah pemilik modal, sebab saat pertambangan berakhir, pengusaha leluasa meninggalkan wilayah-wilayah yang sudah dikeruk,” ujar dia.Sedang masyarakat sekitar mengalami kerugian tak terhingga, seperti tanah yang dulu jadi lahan pertanian atau sumber ekonomi, tidak lagi dapat diusahakan. “Muncul penyakit baru yang dulu tidak pernah dialami di wilayah itu, kerusakan ekologis, tercemar tata air setempat dan lain-lain.”Ancaman lahan pangan ini,  tak terlepas dari kelambanan pemerintah menindaklanjuti hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam uji materi UU Pertambangan Minerba, yang telah dikeluarkan 4 Juni 2011. MK menyatakan,  pemerintah harus memfasilitasi konkrit agar persetujuan atau ketidakpersetujuan masyarakat dalam penetapan wilayah pertambangan.Untuk itu, perlu Peraturan Pemerintah tentang penetapan persetujuan masyarakat atas wilayah pertambangan. “Jalan lain agar pemerintah segera revisi PP no 22 tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan. Ini agar penetapan pendapat masyarakat terdampak tambang bisa diakomodir.” [SEP]" "Ratusan Titik Api Kembali Membakar Sumatera","[CLS] Sekitar 500 titik api kembali membakar hutan tropis Sumatera, dan kembali mengirimkan kabut asap tak hanya bagi warga setempat, namun juga ke beberapa tetangga di Singapura dan Malaysia.Titik-titik api yang disebabkan oleh pembukaan lahan untuk perkebunan tersebut terkonsentrasi di Propinsi Riau, Jambi dan Sumatera Selatan. Mirip dengan kebakaran yang terjadi dua bulan sebelumnya, sebagian besar titik api ini muncul di lahan gambut yang membuatnya sangat sulit untuk dipadamkan.Namun, berbeda dengan kasus di bulan Juni silam, kebakaran yang terjadi saat ini tidak didorong oleh angin ke Semenanjung Malaya, dan lebih terkonsentrasi di Propinsi Riau dan Sumatera bagian Utara.Kebakaran hutan menjadi sesuatu yang semakin sering terjadi di Sumatera dalam satu dekade terakhir seiring dengan maraknya pembukaan hutan untuk keperluan perkebunan Hutan Tanaman Industri dan kelapa sawit. Lahan-lahan gambut yang dalamnya lebh dari 3 meter banyak dikeringkan untuk perkebunan tersebut, dan menjadi semakin mudah terbakar. Dari analisis lembaga Eyes on the Forest, ditemukan bahwa 90 persen titik api yang menyebabkan kebakaran terjadi di lahan gambut. Sementara 87% deforestasi yang terjadi di Propinsi Riau -dan menjadi sumber utama munculnya titik api- antara tahun 2007 hingga tahun 2012 disebabkan oleh konversi hutan menjadi perkebunan.Secara keseluruhan Sumatera kehilangan 7,5 juta hektar hutan tropis atau sekitar 36% dri seluruh tutupan hutannya antara tahun 1990 hingga tahun 2010. [SEP]" "Para Ahli Kembangkan Sistem Pantau Keragaman Hayati Global","[CLS] Perubahan iklim sejauh ini telah memiliki sebuah sistem yang terkoordinasi dan termonitor di seluruh dunia untuk memantau setiap fenomena yang terjadi, namun dalam upaya pelestarian satwa dan memantau perubahan spesies hal ini seratus delapanpuluh derajat terbalik. Hingga kini, belum ada sebuah pendekatan global untuk melakukan monitoring kehilangan keragaman hayati di seluruh dunia.Setidaknya itulah yang disampaikan dalam sebuah penelitian yang dimuat di jurnal Science dan dipimpin oleh Henrique Miguel Pereira dari Centre for Environmental Biology dari University of Lisbon, Portugal. Dia beserta timnya, yaitu 30 pakar lainnya mengajukan sebuah sistem yang bisa memonitor keragaman hayati dunia berbasis beberapa variabel yang sudah ditentukannya.Dengan menentukan pengukuran yang paling esensial yang secara akurat dan bermanfaat bernama essential biodiversity variables (EBV), para ahli berharap informasi yang dihasilkan bisa memberikan masukan pada kebijakan yang terkait keragaman hayati dan merangsang investasi dalam pengembangan pengukuran dalam perubahan kergaman hayati global.Sampel-sampel yang akan diambil termasuk di dalamnya adalah sampel keragaman genetik satwa liar, vegetasi dan spesies domestik, kelompok populasi yang mewakili jenis tertentu (seperti burung, satwa terancam dan tanaman bermasalah), wilayah tutupan dan contoh struktur habitat dimensi tiga dimensi, dan nutrisi yang digunakan dalam sebuah ekosistem tertentu.Salah seorang penulis, associate profesor bernama Melodie McGeoch dari Sekolah Biologi Monash University mengatakan bahwa dalam 20 tahun terakhir angka kehilangan keragaman hayati begitu tinggi dan mengkhawatirkan, namun masih terjadi kekosongan yang kritis dalam pengetahuan ilmiah." "Para Ahli Kembangkan Sistem Pantau Keragaman Hayati Global","“Misalnya, hanya sekitar 11 persen negara yang memiiki informasi yang baik terkait spesies invasif, dan hal lainnya misalnya seperti dilaporkan oleh PBB dimana kendati proses sertifikasi kayu diimplementasikan secara luas, namun pembalakan liar tetap berlangsung di seluruh dunia,”ungkap McGeoch.Dalam penelitian sebelumnya mengindikasikan bahwa hilangnya keragaman hayati sudah menyebabkan kerugian yang signifikan dalam fungsi, efisiensi dan stabilitas ekosistem dan jasa lingkungan yang diberikan bagi manusia.“Dampak perubahan keragaman hayati terhadap kehidupan manusia dan kemampuan bertahan mereka makin meningkat seiring dengan pertumbuhan populasi manusia dan meningkatnya suhu dunia, dan menyebabkan meningkatkanya kebutuhan akan air dan sumber daya lainnya, dan juga habitat alami yang diubah demi keperluan pembangunan,” tambah McGeoch.“Kebijakan publik yang benar sangat diperlukan untuk masa depan yang lebih sustainable, dan sistem yang secara global memiliki harmonisasi yang baik untuk memantau komponen-komponen esensial keragaman hayati diperukan untuk menghasilkan kebijakan seperti ini.”Hal senada diutarakan oleh penulis utama, Dr Pereira, bahwa menjadi sangat esensial untuk mendiskusikan pembagian tanggung jawab internasional dalam pengembangan sistem monitoring keragaman hayati global.“Celah terbesar dalam monitoring keragaman hayati muncul di negara-negara berkembang, di wilayah yang menerima tekanan terbesar dalam hal lingkungan, dan banyak tekanan ini disebabkan oleh negara-negara maju,” ungkap Dr. Pereira." "Para Ahli Kembangkan Sistem Pantau Keragaman Hayati Global","H. M. Pereira, S. Ferrier, M. Walters, G. N. Geller, R. H. G. Jongman, R. J. Scholes, M. W. Bruford, N. Brummitt, S. H. M. Butchart, A. C. Cardoso, N. C. Coops, E. Dulloo, D. P. Faith, J. Freyhof, R. D. Gregory, C. Heip, R. Hoft, G. Hurtt, W. Jetz, D. S. Karp, M. A. McGeoch, D. Obura, Y. Onoda, N. Pettorelli, B. Reyers, R. Sayre, J. P. W. Scharlemann, S. N. Stuart, E. Turak, M. Walpole, M. Wegmann.Essential Biodiversity Variables. Science, 2013; 339 (6117): 277 DOI: 10.1126/science.1229931 [SEP]" "Apa Kabar Kelembagaan REDD+?","[CLS] “Mudah-mudahan sebelum akhir Juni sudah diterbitkan. Bagaimana bentuknya, itu Presiden,” kata Kuntoro Mangkusubroto, Kepala UKP4 sekaligus Ketua Satgas REDD+, kala saya menanyakan perkembangan kelembagaan REDD+, awal Mei 2013. Menurut dia, peraturan Presiden mengenai kelembagaan REDD+ sudah pembahasan tahap akhir.Tak kurang tiga kali perpanjangan tugas Satgas REDD+, tetapi lembaga ini belum juga terwujud. Kuat dugaan terjadi tarik menarik kepentingan. “Tugas berat, jadi saling menghindar, tidak ada tarik menarik,” ucap Kuntoro.Pernyataan inipun diamini Zulkifli Hasan, Menteri Kehutanan. Menurut  Zulkifli, menyatukan pendapat dari masing- masing lembaga bukan pekerjaan mudah. Saat itu, dia memperkirakan akhir Juni sudah terbentuk. “Iya, kita tunggu akhir Juni ini.” Zulkili ingin kelembagaan REDD+ ini mandiri dan independen. “Boleh ya kerjakan Kemenhut, tapi yang monitor itu lembaga independen,” katanya.Pada 30 Juni 2013, hari terakhir masa kerja Satgas REDD+. Lembaga ini mendapat mandat mengurus pembentukan kelembagaan REDD+ plus kerja-kerja penting lain seperti penyusunan measurement, reporting, and verification (MRV), one map dan review perizinan.Akhir Juni 2013, pada workshop internasional The Tropical Forest Alliance 2020 di Jakarta, SBY juga menyatakan, dalam waktu dekat Indonesia, akan memiliki badan REDD+ independen. Menurut SBY, lembaga ini  akan dilengkapi sistem pengukuran , pelaporan dan verifikasi canggih (MRV), dan instrumen pendanaan internasional.  Agus Purnomo, Kepala Sekretariat Dewan Nasional Perubahan Iklim pada 2 Juli 2013,  pun menyampaikan, lembaga REDD+ akan keluar pekan itu." "Apa Kabar Kelembagaan REDD+?","Kini sudah pertengahan Juli 2013. Satgas REDD+ sudah tak ada. Namun, lembaga pendanaan REDD+ juga produk-produk lain seperti MRV sampai one map, belum ada yang selesai.  “Semua belum selesai, MRV belum kelar, One Map belum kelar. Penyelesaian konflik belum ada, review perizinan belum juga…,” kata Deddy Ratih, Pengkampanye Bioregion dan Tata Ruang Eksekutif Nasional Walhi, kepada Mongabay, Kamis (11/7/13).Mengapa lembaga REDD+ seakan sulit terbentuk? Menurut Deddy, ini indikasi dari beberapa hal seperti ketidaksiapan, tarik menarik kepentingan maupun tak ada formulasi tugas, fungsi pokok yang tepat. Sekaligus ‘kegalauan’ landasan hukum lembaga itu sendiri. Bukan itu saja, proses pembentukan lembaga ini juga terkesan tertutup. “Ga ada sama sekali informasi ke publik, dibuat diam-diam….”Namun, kata Deddy, lembaga REDD+ bukanlah obat segala ‘penyakit’ dalam membenahi tata kelola hutan di negeri ini. “Persoalan tenurial dan penatabatasan kawasan hutan tidak bisa diselesaikan dengan REDD+. Terbukti keberadaan satgas REDD+ selama ini tidak mampu mengatasi hal itu.”Walhi, katanya, dari awal lebih mendukung upaya mitigasi dan adaptasi yang komprehensif. REDD+ hanya satu bagian dari mitigasi. Jadi, jangan sampai efektivitas mitigasi melalui REDD+, terlebih secara khusus membentuk kelembagaan REDD+,  seolah-olah model mitigasi lain tak penting.Ungkapan tak jauh berbeda dari Teguh Surya, Greenpeace. Menurut dia, kelembagaan REDD+ salah satu tujuan yang harus dicapai dalam letter of intent (LoI) dengan bantuan dana US$30  juta.Keterlambatan-keterlambatan yang terjadi dari waktu ke waktu, ujar dia,  merupakan bukti birokrasi buruk, dan kementerian tak terpimpin di bawah Presiden. “Ini menjadi hambatan serius dalam memenuhi komitmen RI.”" "Apa Kabar Kelembagaan REDD+?","Kondisi ini, kata Teguh, bisa juga sebagai cerminan penyelamatan hutan dan gambut tidak menjadi prioritas pemerintah.  Jadi, terbentuk atau tidak lembaga REDD+,  kerja-kerja penyelamatan hutan maupun lahan gambut harus tetap diteruskan.  “Penyelamatan hutan atau gambut tak bisa bergantung pada lembaga  REDD+.  REDD+ hanya satu alat,  masih banyak inisiatif lain yang harus diperkuat.”Pada tahun 2010, SBY mendirikan Satgas REDD+ bermitra dengan Norwegia. Misi Satgas ini, mempersiapkan lembaga yang relevan untuk implementasi REDD+ dan meningkatkan tata kelola hutan dan lahan gambut di Indonesia. Ia telah beberapa kali mengalami perpanjangan masa kerja demi mengejar penyelesaian tugas-tugas. Sampai pada masa tugas yang berakhir 30 Juni 2013, tugas-tugas pun belum selesai… [SEP]" "Video Pekerja Anak di Kebun Sawit, Pemerintah Kalbar Turun Tangan","[CLS] REKAMAN video anak-anak di bawah umur yang sedang bekerja memikul polybag di kawasan PT Sinar Sawit Andalan (PT SSA), Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat (Kalbar), mengundang perhatian banyak pihak, termasuk pemerintah daerah dan DPRD. Menindaklanjuti kasus ini, Pemerintah Kalbar,  segera turun lapangan dan jika terbukti perusahaan mempekerjakan anak-anak bawah umur, izin terancam dicabut.Respon ini datang dari Sekretaris Daerah Kalbar, M Zeet Hamdy Assovie. Dia memerintahkan, Satuan Kerja Perangkat Daerah Kalbar untuk menindaklanjuti. Mereka diminta segera meninjau lokasi kejadian. “Jika memang betul ada perusahaan sawit yang mempekerjakan anak di bawah umur akan kita sanksi. Bila perlu izin kita cabut,” katanya kepada wartawan di Pontianak, Senin(12/2/13).Anggota DPRD Kalbar, Syarif Izhar Assyuri mengamini respon cepat Pemprov Kalbar itu. “Saya kira pemerintah memang harus segera mengambil langkah cepat. Jika perusahaan itu terbukti pekerjakan anak, pemerintah harus menindak tegas. Sabab, mereka telah merampas hak asasi anak, dan meredupkan masa depan mereka,” katanya.Izhar meminta Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Kalbar segera turun tangan. Perusahaan ini diduga melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak, dan melanggar pula Perda Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. “Dalam kasus ini saya lihat anak sudah jadi komoditas yang diperjualbelikan.”Kendati demikian, dia meminta penelusuran memerhatikan sejumlah aspek, seperti apakah ada unsur kesengajaan, paksaan, atau malah orangtua yang menyodorkan anak kepada perusahaan." "Video Pekerja Anak di Kebun Sawit, Pemerintah Kalbar Turun Tangan","Sekretaris Desa (Sekdes) Desa Kesange, Rahab mengatakan, pekerja anak yang muncul di media massa  itu warganya. “Itu warga saya, anak-anak kami, yang masih sekolah di bangku SD. Mereka sudah kehilangan masa kecil dan disuruh bekerja keras mengisi polybag di pembibitan perusahaan itu.” Menurut Rabab, anak-anak itu warga Desa Kesange, tepatnya di Sungai Elas, anakan Sungai Lebane.PT SSA MembantahMedia Relation Assistant Manager, PT SSA, Aditia Insani Taher membantah tudingan ada pekerja anak di perusahaan itu. “Kami tidak pernah memiliki kebijakan mempekerjakan anak di bawah umur sesuai ketentuan peraturan tenaga kerja yang berlaku,” katanya.Dalam siaran pers Senin(12/2/13) perusahaan mengaku tidak pernah mempekerjakan anak-anak dalam operasional mereka. “Apa yang terjadi di lapangan kemungkinan gambaran aktivitas beberapa anak karyawan perusahaan yang kebetulan ikut serta atau membantu orang tua di dekat lokasi perkebunan, karena tidak ada yang menjaga di rumah.”Perusahaan, kata Aditia, juga menyediakan fasilitas penitipan anak berikut pengasuh. Perusahaan pun, melalui Depertemen Sumber Daya Manusianya (HRD) senantiasa memberikan pengarahan terkait hal–hal yang berhubungan dengan ketenagakerjaan baik kepada karyawan maupun anggota keluarga.Menurut dia, Dinas Tenaga Kerja kabupaten dan provinsi  serta perwakilan anggota DPRD dari komisi terkait akan memverifikasi langsung ke lapangan. “Untuk meluruskan hal ini dan diharapkan dapat memperjelas permasalahan sesuai fakta,” ujar Aditia. [SEP]" "Sebabkan Pencemaran Parah, Jepang Diminta Hentikan Ekspor Merkuri ke Indonesia","[CLS] Jepang dinilai mengekspor bencana terhadap lingkungan dan manusia lewat ekspor merkuri yang mereka lakukan ke sejumlah negara di Asia Tenggara, termasuk ke Indonesia. Hal ini diungkapkan oleh Yuyun Ismawati, dari LSM Bali Fokus di sela simposium pembuka sebelum digelarnya konferensi internasional tentang bencana Minamata berjudul “Minamata Convention on Mercury” yang akan dibuka tanggal 9 Oktober 2013.  Yuyun menyatakan bahwa kondisi pencemaran merkuri terhadap lingkungan di Indonesia saat ini sudah mencapai taraf mengkhawatirkan.Pada praktek di lapangan masih menurut Yuyun kepada harian berbahasa Jepang, Asahi Shimbun, ekspor merkuri yang dilakukan oleh Jepang ke Singapura seringkali dijual di pasar gelap ke wilayah Indonesia untuk keperluan pertambangan rakyat yang sangat membahayakan lingkungan dan sumber air bagi manusia.Setiap tahun Jepang mengekspor sekitar 100 hingga 150 ton merkuri ke Singapura dan Hong Kong selama lima tahun terakhir. Namun pada kenyataannya permintaan bahan metal cair di kedua negara tersebut sangat rendah. Singapura diduga hanya menjadi pelabuhan sementara bagi masuknya merkuri ke Indonesia.Menurut data yang dimilikinya Yuyun mengatakan, pada tahun 2010, sekitar 280 ton merkuri telah diekspor dari Singapura ke Indonesia. Namun menurut catatan pejabat resmi pemerintah, hanya sekitar 2 ton merkuri yang diimpor dari Singapura ke Indonesia tahun tersebut. “Merkuri diimpor secara ilegal ke Indonesia dari negara-negara mau seperti Jepang, melalui perantara negara ketiga dan digunakan disana,” ungkap Yuyun Ismawati kepada Asahi Shimbun." "Sebabkan Pencemaran Parah, Jepang Diminta Hentikan Ekspor Merkuri ke Indonesia","Bahan metal cair bernama merkuri ini digunakan sebagai campuran dalam pertambangan emas rakyat untuk membersihkan dan memurnikan emas. Namun penggunaan merkuri, sangat membahayakan bagi lingkungan karena limbah metal cair untuk memebersihkan emas ini seringkali dibuang sembarangan ke sumber air dan muara, yang mengakibatkan kontaminasi racun berbahaya bagi spesies-spesies ikan yang menjadi sumber protein bagi manusia. Merkuri sendiri membahayakan manusia karena paparan dalam jumlah besar dan waktu yang panjang akan melemahkan koordinasi kerja syaraf tubuh dan mengakibatkan komplikasi munculnya penyakit lainnya.Menurut laporan dari United Nations Environmental Programme (UNEP) berjudul Mercury, Time to Act, menemukan bahwa merkuri hasil kontribusi manusia di permukaan laut sampai sedalam 100 meter di lautan dunia telah mencapai dua kali lipat dalam seratus tahun terakhir. Dalam laporan ini, UNEP juga menyatakan bahwa sebagian Afrika, Asia dan Amerika Selatan bisa terjadi kenaikan emisi merkuri di lingkungan mereka terutama yang diakibatkan oleh pertambangan emas skala kecil dan pembakaran batubara untuk listrik. Di Indonesia sendiri ada sekitar 800 titik di 22 propinsi yang menjadi sumber pencemaran merkuri akibat pertambangan emas skala kecil atau ASGM (artisanal and small-scale gold mining).Kontaminasi terhadap manusia juga tak kalah mengerikan, dari 20 orang yang bekerja di pertambangan emas tanpa izin dan telah menjalani uji kontaminasi merkuri, 19 diantaranya berada dalam kondisi tercemar merkuri dalam level berbahaya." "Sebabkan Pencemaran Parah, Jepang Diminta Hentikan Ekspor Merkuri ke Indonesia","Di seluruh wilayah Indonesia dan dimanapun di belahan dunia ketiga, pertambangan berskala kecil terus bertambah dalam satu dekade terakhir, seiring dengan melonjaknya harga emas. Para ahli mengatakan bahwa saat ini ada sekitar 250.000 petambang -dan sekitar 1 juta orang pekerja lainnya terlibat dalam proses ini, di setiap pulau di negeri ini. Menurut perkiraan, mereka secara kolektif bisa memproduksi sekitar 60 ton emas setiap tahun, bandingkan dengan jumlah ekspor emas Indonesia secara resmi yang berjumlah 100 ton per tahun.Penggunaan merkuri dalam pertambangan tak berizin ini adalah hal ilegal. Namun beberapa wilayah di Indonesia kini mengandung kontaminasi merkuri tertinggi di dunia: mencapai 1000 miligram per kilogram tanah, menurut Chris Anderson seorang pakar yang melakukan mitigasi masalah ini.Kasus terparah akibat kontaminasi merkuri di abad ini adalah Tragedi Minamata yang terjadi di kota Minamata, Prefektur Kumamoto, Jepang pada tahun 1956 yang disebabkan oleh limbah pabrik PT Chisso yang memproduksi berbagai produk kimia yang mengandung merkuri dibuang ke teluk di kota tersebut dan meracuni ikan yang menjadi sumber protein warga. Antara 200 hingga 600 ton merkuri dibuang ke Teluk Minamata antara tahun 1932 hingga 1960-an. Akibatnya, tak hanya tewas, warga setempat juga mengalami berbagai penyakit gangguan syaraf akibat serangan metil merkuri dalam kadar tinggi. [SEP]" "Perusahaan Sawit Bantah Video Pekerja Anak, Ada Warga Lain Lapor Kasus Serupa","[CLS] Perusahaan berkali-kali membantah tak ada kebijakan mempekerjakan anak. Merekapun meminta Hovek, pembuat video, mengklarifikasi. Ternyata belum usai. Ada lagi warga yang lapor ke Sekda Kalbar tentang pekerja anak di kebun itu.  Dia meminta Dinas Tenaga Kerja Provinsi turun lagi ke lapangan karena laporan dari dinas kabupaten menyatakan tak ada pekerja anak.Siang itu, Rabu (20/2/13), di sebuah warung kopi di pusat bisnis Kota Pontianak, Aditia Insani Taher, Media Relatian Assistant Manager PT Sinar Sawit Andalan (PT SSA), datang bersama dua warga Desa Kemangai, Kecamatan Ambalau, Kabupaten Sintang. Salah seorang Hovek, perekam video yang memperlihatkan anak-anak tengah bekerja di kebun sawit.Hovek hadir di Pontianak memenuhi panggilan PT SSA. Hovek diminta mengklarifikasi rekaman video yang dia buat. Namun,  Hovek tetap menyebut tidak ada rekayasa dalam video itu. “Video itu benar saya yang ambil gambar. Saya tidak pernah merekayasa gambar. Tidak juga pernah menyuruh anak itu membawa polybag lalu saya rekam,” katanya.Kata Hovek, anak dalam video itu, yang bernama Bumbung memang benar mengangkut polybag. Namun, menurut Hovek, setelah menanyakan kembali, anak-anak itu bukan bekerja, hanya main-main. Dari keterangan yang dia peroleh di camp, anak-anak itu ikut orangtua mereka dan sedang bermain di perkebunan.Aditia pun mengatakan, perusahaan tidak pernah memiliki kebijakkan mempekerjakan pekerja anak atau anak di bawah umur sesuai ketentuan peraturan dan UU tenaga kerja yang berlaku.Perusahaan sudah membantah ada pekerja anak. Video yang direkam Hovek pun diklarifikasi, bahwa anak-anak itu hanya bermain. Meskipun benar terekam ada aktivitas angkut mengangkut oleh anak-anak itu.Ternyata, dua hari sebelum itu, Senin(18/2/13), di Pontianak, warga lain lapor kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat (Pemprov Kalbar) kasus serupa, pekerja anak di PT SSA." "Perusahaan Sawit Bantah Video Pekerja Anak, Ada Warga Lain Lapor Kasus Serupa","Sekretaris Desa Kesange, Rabab, hari itu menghadap Sekretaris Daerah Pemprov Kalbar, M Zeet Hamdy Assovie, di Kantor Gubernur. Sekitar satu jam sejak pukul 09.00, dia bersama Ketua Paguyuban Dayak Uud Danum, Rafael Syamsudin berdialog dengan orang nomor wahid di jajaran PNS di provinsi itu.Hadir pula Kepala Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Sintang, Florensius Kaha dan sejumlah staf lain. “Kami mengadu ke Sekda Kalbar soal pekerja anak dan sengketa lahan antara warga dengan PT SSA. Kami juga sudah dapat progress report dari Dinsosnakertrans yang membantah keberadaan pekerja anak di perusahaan itu,” kata Rabab.Rabab tidak yakin dengan hasil verifikasi Dinsosnakertrans Sintang di kawasan PT SSA itu berjalan maksimal. “Bagaimana mungkin fakta itu dibantah. Salah seorang pekerja anak di video itu adalah Bumbung. Dia masih keponakan saya.”Atas dasar itu, dia meminta Sekda Kalbar kembali menurunkan tim ke lokasi untuk mengecek kebenaran progress report yang sudah dibuat Dinsosnakertran Sintang. Pada saat itu juga, M Zeet berjanji menurunkan tim.Rabab juga menyodorkan bukti lain lewat rekaman video di ponselnya terkait pekerja anak di PT SSA. Dalam rekaman video berdurasi tiga menit 48 detik itu, terungkap pengakuan warga Desa Kesange bernama Agus, warga Dusun Dahtah Bungai II.Agus berbicara menggunakan Bahasa Dayak Uud Danum. Dalam video itu,  kata Rabab, Agus menceritakan,  punya seorang anak masih kelas IV SD dan ikut bekerja di perkebunan sawit milik PT SSA. “Waktu libur anak saya ke perusahaan bekerja. Tapi namanya tak dimasukkan dalam absen. Ada 50 sampai 60 pekerja anak. Mereka ini belum layak kerja, tapi mendengar ada uang mereka mau juga,” kata Rabab menerjemahkan salah satu penggalan kalimat yang dilontarkan Agus." "Perusahaan Sawit Bantah Video Pekerja Anak, Ada Warga Lain Lapor Kasus Serupa","Bukti-bukti inilah yang mendorong Rabab meminta bantuan Sekda Kalbar agar menurunkan tim dari provinsi. “Hari ini juga saya akan kembali ke desa. Supaya saya tahu bagaimana unsur pemerintah melakukan verifikasi sebuah kasus,” ucap Rahab.Sebelumnya, Aditia juga mengirim rilis progress report. Di situ dia menjelaskan ada empat orang dari Dinsosnakertrans Sintang, termasuk kepala dinas, Florensius Kaha, bertolak ke lokasi pada 12 – 13 Februari lalu.Selama dua hari, mereka menemui sejumlah pihak seperti Kepala Desa Kemangai, pemborong pengisian polybag lokasi kerja Desa Kemangai dan Desa Kesange, karyawan pengisian polybag, Manager Plantation dan HRD PT SSA serta seorang anak bernama Bumbung, yang terekam video sedang memikul polybag.Dalam laporan itu, perusahaan dan pemborong pengisian polybag menyatakan tidak pernah memiliki kebijakan mempekerjakan anak-anak. Perusahaan juga tidak pernah meninggalkan utang Rp37 ribu kepada anak maupun karyawan. Kehadiran anak-anak di lokasi kerja semata-mata ikut orangtua mereka lantaran tidak ada yang menjaga di rumah.Kepala Desa Kemangai, Ambuk, mengakui keikutsertaan anak-anak itu ke lokasi kerja orangtua mereka. Dia mengatakan, sejak sosialisasi awal sudah menyampaikan kepada masyarakat anak-anak tidak boleh bekerja di perusahaan.Hatta, pemborong pekerjaan pengisian polybag di Desa Kesange menyebut foto anak yang terekam video itu sedang bermain bersama kawan di lokasi kerja orangtua mereka.Koordinator Divisi Riset dan Kampanye Walhi Kalbar, Hendrikus Adam, mengatakan, perusahaan tentu tak akan pernah mengakui kalau mempekerjakan anak di bawah umur. “Saya sudah baca beritanya, juga sudah tonton videonya. Meski durasi pendek, ada fakta pekerja anak di kebun sawit yang terekam kamera video.”" "Perusahaan Sawit Bantah Video Pekerja Anak, Ada Warga Lain Lapor Kasus Serupa","Adam menyebutkan, PT SSA sesungguhnya tidak sendiri mengantongi izin di Sintang. Masih ada perusahaan saudaranya, PT Sumber Hasil Prima di Kecamatan Serawai. Keduanya ada di bawah Group PT Agro Harapan Lestari. [SEP]" "Walhi akan Laporkan Kasus KSO Perhutani ke KPK","[CLS] Sejak dilaporkan ke Polda Jawa Barat (Jabar) 23 Januari 2013, , penyidikan kasus pertambangan yang menyeret Perhutani dan 12 perusahaan tambang di Bogor, belum ada perkembangan berarti. Walhi  sudah menerima lima berkas surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SPPHP), tetapi  penanganan kasus masih jalan di tempat. Langkah lanjutan, Walhi pun akan melaporkan kasus ini ke KPK.Munhur Satyahaprabu, Manager Kebijakan dan Pembelaan Hukum Walhi Nasional, mengatakan, pelaporan ke KPK karena kerugian negara atas dugaan pelanggaran praktik KSO sangat besar. Walhi Jabar merilis angka kerugian mencapai Rp78,59 miliar. “Kami akan laporkan ke KPK dalam waktu dekat,” katanya dalam diskusi di Bandung, Kamis (5/9/13).Untuk penanganan di Polda Jabar, dia meminta polisi transparan.“Kami minta ke Polda kendala dimana. Keterbukaan informasi penanganan kasus ini  penting.” Menurut dia, perlu komitmen Polda dalam menuntaskan kasus ini agar tak dipetieskan. “Jika itu terjadi, membuktikan Polda tak punya kapasitas mengungkap kasus ini. Ini akan jadi preseden buruk. Mengungkap kasus gamblang susah, apalagi kasus korporasi,” ucap Munhur.Munhur menyarankan, Polda segera memeriksa direksi  Perum Perhutani, Dewan Pengawas, Badan Lingkungan Hidup dan kepala daerah. “Semua harus dipanggil. Ini akan menentukan apakah kasus ini merupakan tindakan korupsi penyalahguaan wewenang atau penggelapan anggaran negara.”Pendekatan hukum, katanya,  seharusnya menggunakan multi legal enforcement dan multidoor. Jangan hanya menggunakan UU No. 41 tentang Kehutanan. “Polisi juga tak bisa sendirian, harus menggandeng pihak lain seperti LSM dan akademisi untuk mengungkap kasus ini.”Wahyu Widianto, Koordinator bidang Advokasi Walhi Jabar  mengatakan, SP2HP terakhir diterima Juli dengan isi tak ada perkembangan apapun. “Polda mengatakan perlu keterangan para ahli. Sampai detik ini belum ada tindak lanjut lagi.”" "Walhi akan Laporkan Kasus KSO Perhutani ke KPK","Perhutani, menganggap kawasan pertambangan merupakan hutan produksi perbatas. Saat Walhi Jabar investigasi ke lapangan, menemukan hal berbeda.“Kawasan itu hutan campuran memiliki tingkat kemiringan cukup terjal hampir 45 derajat. Menurut kami itu hutan lindung. Kalau hutan produksi harusnya jenis tumbuhan homogen, ketika kami ke sana tumbuhan sangat heterogen. Istilah hutan produksi terbatas juga tak ada dalam UU.”Di dalam perjanjian KSO itu, yang menjadi landasan hukum PP nomor 30 tahun 2003, Permenhut nomor  50 tahun 2006 dan keputusan-keputusan direksi. Tak ada izin dari Menteri Kehutanan.“Dalam Permenhut nomor 50 itu memang ada pasal enam menyebutkan reklamasi dan rehabilitasi bisa di kawasan hutan yang mengandung bahan galian. Ini yang menjadi multitafsir. Kalau kita balik lagi ke UU Kehutanan No. 41 tahun 1999 dijelaskan tidak ada kegiatan tambang dalam rehabilitasi dan reklamasi hutan,” kata Wahyu.Achmad Sjarmidi, Pakar Kehutanan ITB, mengatakan, kerugian negara, sebenarnya masih sangat besar. Sebab, Walhi Jabar belum menghitung kerugian masyarakat sekitar.“Kita jangan terpaku pada angka kerugian  negara. Karena kerugian masyarakat sangat tinggi. Berapa penyakit yang ditimbulkan dari pertambangan itu, berapa banyak air yang kotor harus dihitung. Masyarakat sudah tak bisa mengambil air bersih lagi. Air harus beli. Ini menunjukkan penurunan kualitas lingkungan,” katanya.Dia mengatakan, sejak dimintai pendapat Walhi Januari lalu, sudah melihat banyak kejanggalan dalam kasus ini. “Itu praktik bukan reklamasi dan rehabilitasi, tapi eksploitasi. Di surat perjanjian  tercantum kalimat untuk reklamasi dan rehabilitasi, perlu dilakukan  pengambilan galian. Itu kan kedok, ada pemahaman yang aneh. Masa mau rehabilitasi dengan menggali tambang?” kata Sjarmidi." "Walhi akan Laporkan Kasus KSO Perhutani ke KPK","Menurut dia, Perhutani menggunakan kata reklamasi untuk menghindari tanggung jawab. “Rehabilitasi itu seharusnya mendekati ke kondisi semula. Harusnya pakai istilah restorasi, bukan rehabilitasi dan reklamasi. Fakta-fakta yang dikumpulkan Walhi Jabar sudah gamblang mengatakan ada pelanggarakan dalam praktik KSO Perhutani itu.” “Jika sampai detik ini polisi masih kesulitan, itu hal yang sangat aneh.”Menurut pengakuan warga, banyak sumber mata air tercemar. Tak hanya merugikan masyarakat yang tinggal di sana, juga satwa liar di hutan seperti burung dan monyet. Beberapa perusahaan yang mengolah hasil tambang di lokasi hutan menyebabkan Sungai Cibolang tercemar. Padahal, sungai itu sumber mata air utama warga Dusun Rengganis dan Desa Cintamanik, Cigudeg Bogor.“Dulu saat awal beroperasi PT Indoloma Perkasa, banyak monyet mati karena minum air sungai yang tercemari pertambangan. Ada juga air terjun yang dulu tinggi tujuh meter, sekarang hanya tersisa setinggi mata kaki,” kata Bayu Kurnia, warga Desa Cintamanik, Cigudeg Bogor.Bayu mengatakan, mencuatnya kasus pertambangan berkedok KSO oleh Perhutani ini berawal dari sengketa tanah antara warga dan Perhutani. Luas lahan warga yang diklaim seluas 2.800 hektar tahun 2004. “Kasus itu sempat dibawa ke Komnas HAM. Setelah dokumen-dokumen dipelajari Walhi,  ternyata ada praktik pelanggaran KSO.”Dedi Mizwar, Wakil Gubernur Jabar yang hadir dalam acara itu mengatakan akan mendorong penyelesaian kasus ini. “Mari bersama-sama mendorong penyelesaian kasus ini. Penegakan hukum harus jelas. Saya siap berkomitmen mendorong penyelesaian kasus ini.” [SEP]" "Setahun Mongabay-Indonesia: Meluncurkan Media Lingkungan Online di Negara Lain","[CLS] Sekitar setahun silam, situs Mongabay berbahasa Indonesia diluncurkan (launching resminya tanggal 19 Mei 2012, namun situsnya sendiri sudah tayang sebelum saat peluncuran). Mongabay.co.id adalah proyek pertama dibawah naungan Mongabay.org, anak cabang dari media non-profit Mongabay yang saya luncurkan tahun lalu. Mongabay.org sendiri memiliki tiga program besar: proyek reportase khusus bagi non-jurnalis Mongabay, program edukasi lingkungan bagi anak usia sekolah dan reportase dalam bahasa non-Inggris.Saya meluncurkan Mongabay-Indonesia sebagai sebuah proyek pertama dibawah Mongabay.org karena meyakini negeri ini tengah berada dalam titik kritis dalam sejarah pembangunannya. Indonesia memiliki kesempatan untuk berubah dari pendekatan business-as-usual yang masih berbasis ekploitasi sumber daya alam (salah satunya dengan membuka hutan), menuju pembangunan rendah karbon yang melestarikan hal-hal yang selama ini membuat Indonesia itu unik (keragaan hayatinya dan kebudayaannya), sementara di sisi lain juga bisa meningkatkan hajat hidup untuk seluruh orang Indonesia.Dari sudut pandang lingkungan, Saya melihat Indonesia di tahun 2011-2012 sama seperti kondisi yang dihadapi Brasil satu dekade sebelumnya: angka deforestasi tinggi, rawan konflik sosial, dan korupsi yang menjadi penyakit umum namun di sisi lain meningkatnya kepentingan pihak swasta dalam menekan pembabatan hutan, tumbuhnya civil society, meningkatnya transparansi dalam tata guna lahan, serta berbagai sinyal positif di level pemerintahan federal serta di bawahnya mulai membawa dampak. Seiring dengan perkembangan ini, deforestasi di Brasil turun drastis hingga 80%, namun di Indonesia angka deforestasi masih tetap tinggi. Hingga kini, Indonesia dan Brasil memang tetap dua negara yang sangat berbeda, namun saya melihat sebuah benang merah yang sama yang memberikan sebuah harapan." "Setahun Mongabay-Indonesia: Meluncurkan Media Lingkungan Online di Negara Lain","Di Indonesia, salah satu halangan terberat untuk melakukan transisi ini adalah lemahnya transparansi, yang membuat aktivitas business-as-usual tetap melakukan penebangan hutan dan membuat budaya korupsi menggerogoti sektor kehutanan. Salah satu kasus terdekat adalah yang terjadi di Kalimantan Tengah, propinsi yang menjadi salah satu pilot project program REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation). Propinsi ini, saat ini merupakan salah satu kawasan yang mengalami angka alihfungsi lahan tertinggi di Indonesia. Propinsi ini juga banyak diwarnai oleh konflik sosial dan tentu saja, korupsi. Satu bukti adalah hasil audit dari Komisi Pemberantasan Korupsi di tahun 2011 yang menemukan bahwa lebih dari 92% perkebunan dan pertambangan di Kalimantan Tengah gagal memiliki izin yang sesuai dengan prosedur. Kerugian yang dialami oleh negara akibat praktek ini, mencapai 17,6 miliar dollar AS dalam 15 tahun terakhir.Temuan yang terjadi di Kalimantan Tengah ini memperlihatkan perlunya membangun transparansi dan menguatkan civil society di Indonesia. Inilah mengapa saya munculkan ide untuk menerbitkan Mongabay-Indonesia. Media yang independen dan memiliki kredibilitas di lapangan dalam mencari dan melaporkan berita, penyebaran lewat media sosial (Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki anggota Facebook dan Twitter terbesar di dunia), diharapkan bisa membantu mendorong upaya untuk meningkatkan pengelolaan sumber daya alam dan menjaga keragaman hayatinya. Dan untuk itulah, Mongabay-Indonesia lahir.Meluncurkan Mongabay-Indonesia" "Setahun Mongabay-Indonesia: Meluncurkan Media Lingkungan Online di Negara Lain","Langkah awal untuk mewujudkan berdirinya Mongabay-Indonesia menjadi kenyataan adalah menyusun pendanaan dengan berbagai berkas yang diperlukan. Dengan bersenjatakan dua halaman konsep yang saya buat, dan dengan mengetuk pintu demi pintu selama 15 bulan untuk mengumpulkan pendanaan. Dan saat pendanaan hadir di akhir Februari 2012, saya mulai membuat job description untuk tiga posisi  yang akan dicar – seorang general manager, seorang senior editor dan penulis, dan koordinator media sosial- dan menyebarkannya lewat Mongabay.com dan jaringan yang saya miliki di Indonesia. Hasilnya, lebih dari 200 pelamar mengirimkan aplikasi mereka untuk berbagai posisi tersebut dalam waktu dua minggu. Cukup jelas, situs ini berhasil menarik banyak peminat.Tiga minggu kemudian, dan setelah berhasil mempersempit pilihan menjadi hanya tersisa 40 kandidat, saya pergi ke Jakarta untuk melakukan wawancara langsung. Saya melakukan sekitar 40 wawancara dalam tiga hari dan disambung dengan perjalanan tiga hari ke Ujung Kulon, Jawa Barat dengan rekan-rekan dari Yayasan Badak Indonesia untuk mencari tanda-tanda keberadaan badak Jawa yang nyaris punah -saya merasa perlu beristirahat sejenak dari aktivitas wawancara-. Saat kembali ke Jakarta saya kembali mewawancara enam besar kandidat utama yang sudah saya pilah kembali. Anggota pertama yang terpilih,, adalah general manager untuk Mongabay-Indonesia, Ridzki Sigit yang dibantu dengan sedikit keputusan yang bersifat pribadi." "Setahun Mongabay-Indonesia: Meluncurkan Media Lingkungan Online di Negara Lain","Keempat anggota tim -saya akhirnya berhasil mendapat satu senior editor tambahan setelah sedikit berakrobat dengan budget- mulai bekerja di pertengahan bulan April. Berita pertama dimuat tanggal 16 April 2012 dan tanggal 1 Mei 2012, dan tim di Indonesia membuat posting berita secara reguler setiap hari. Mongabay-Indonesia sendiri melakukan peluncuran secara resmi tanggal 19 Mei 2012 di sebuah event berdurasi tiga jam di Jakarta yang dihadiri oleh 200 orang. Di akhir Juli 2012, Mongabay-Indonesia sudah menjadi salah satu situs media lingkungan berbahasa Indonesia yang populer. Di akhir tahun 2012, kami mencatat tak kurang dari 40.000 pembaca setiap bulan dan sudah mencapai lebih dari 1000 berita. Hal yang lebih mengejutkan, Mongabay-Indonesia seringkali mendapat undangan untuk peliputan berita besar bersama media besar lainnya, stasiun televisi dan situs lain. Situs baru ini juga sudah membangun jaringan korespondensi di 12 kota di Indonesia yang melibatkan 14 jurnalis – semua melakukan peliputan isu sosial dan lingkungan di level lokal.Mongabay-Indonesia terus berkembang di tahun 2013 dan saya sangat gembira melihat semuanya. Kesuksesan ini diraih berkat seluruh kerja keras tim di Indonesia, dimana kami akan berkembang lagi. Bulan depan, kami akan menambah lagi anggota inti tim ini dan menambah jumlah koserponden di berbagai wilayah yang saat ini masih lemah dalam pemberitaan. Kami juga meningkatkan kerja-kerja dan upaya kami secara offline, termasuk workshop, event di perguruan tinggi, serta kemitraan dengan radio dan televisi. Dalam beberapa bulan ke depan akan penuh dengan perkembangan yang menarik.Di masa mendatang, saya berharap bisa mereplikasi Mongabay-Indonesia di dalam bahasa yang lain jika saya mampu mendapatkan pendanaan. Tetaplah bersama kami untuk mendengar perkembangan lebih lanjut. [SEP]" "Jikalahari: Deforestasi di Riau 2012 Setara Kehilangan 10 Ribu Lapangan Futsal Tiap Hari","[CLS] Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau atau Jikalahari merilis Catatan Akhir Tahun 2012 bertajuk Presiden SBY, Menhut RI dan Penegak Hukum RI  Tidak Tuntas Memerangi praktek Extraordinary Crime Sektor Kehutanan di Riau.Dalam Catatan Akhir Tahun itu terekam , dalam tiga tahun terakhir (pada 2009-2012), Riau kehilangan hutan alam sebesar 0,5 juta hektare, dengan laju deforestasi  pertahun sebesar 188 ribu hektare pertahun. “Itu sama dengan hilangnya 10 ribu kali lapangan futsal per hari,” kata Muslim Rasyid, Koordinator Jikalahari.  Dan 73,5 persen kehancuran itu terjadi pada Hutan Alam Gambut yang seharusnya dilindungi.  Kini sisa hutan alam Riau hanya tersisa 2,005 juta hekatre atau 22,5 persen dari luas daratan.“Mengapa korporasi melakukan praktek tersebut? Hasil kajian kita menunjukkan karena keuntungan luar biasa besar: Rp 1.994 triliun (SP3 Illog Riau tahun 2008) dan Rp 3 Triliun (korupsi kehutanan), ” lanjut Muslim.“Laju deforestasi tiga tahun terakhir lebih besar dari laju deforestasi tahun 2005-2007 sebesar 160 ribu hekatre pertahun. Angka ini memperlihatkan tidak berkurangnya laju deforestasi  dan degradasi secara signifikan bahkan meningkat tajam meskipun ada kebijakan moratorium,” lanjut Muslim lagi. Hutan alam tersebut digunakan untuk memasok bahan baku industri pulp and paper terbesar di Asia Tenggara dan nomor tiga terbesar di dunia, APP dan APRIL.Selain itu, Jikalahari juga mempertanyakan Moratorium yang tidak efektif menghentikan deforestasi dan degradasi di Riau, karena kawasan yang efektif dilindungi hanya 43 ribu ha, selebihnya kawasan-kawasan yang memang dilindungi secara hukum." "Jikalahari: Deforestasi di Riau 2012 Setara Kehilangan 10 Ribu Lapangan Futsal Tiap Hari","Luasan PIPIB 3 adalah  2,38 Juta Ha. Dari PIPIB 1 dan PIPIB 2 revisi telah terjadi luasan PIPIB berkurang secara signifikan. Dari PIPIB Revisi II ke PIPIB Revisi III terjadi pengurangan luasan sebesar 102.763 hektare di Riau. “Parahnya lagi, luas Hutan alam Riau yang tidak masuk dalam moratorium hutan dan lahan gambut (di luar PIPIB Revisi III) sebesar  971.913.37 hekatre.”Hasil perhitungan Jikalahari menemukan sekitar 195.070.56 hektare kawasan HTI yang terlibat kasus Korupsi Kehutanan tidak masuk dalam moratorium. Bahkan 19983.44 Ha lahan yang tidak terdaftar dalam data kehutanan tidak masuk dalam PIPIB (data statistik kehutanan 2011).“Kawasan moratorium yang berada di dalam konsesi tetap melakukan penebangan dan pembuatan kanal, dengan deforestasi seluas 2790.49 hektare. Selain itu masih ada 44.439.75 hektare Konsesi yang tidak aktif, dan sudah diusulkan untuk dicabut tetapi malah tidak dimasukan kedalam peta moratorium.”Catatan setebal 14 halaman, menerangkan fakta penghancuran hutan alam Riau ini jelas bertentangan dengan komitmen pemerintahan SBY untuk mengurangi emisi CO2 dari deforestasi dan degradasi hutan, yang selalu digembar-gemborkan hingga ke manca Negara.Selain penghancuran hutan, perusahaan terbukti tidak melakukan praktek bisnis yang benar dan sesuai standar Hak Asasi Manusia. Dalam konflik korporasi dengan rakyat, satu warga meninggal di kanal PT Suntara Gaja Pati/APP Tidak ditindaklanjuti penegak hukum, PT RAPP/APRIL merusak 70 sepeda motor, melukai 15 warga di Gunung Sahilan Polisi tak satupun menetapkan karyawan korporasi sebagai tersangka, PT Sumatera Riang Lestari/ APRIL menebang hutan alam dan berkonflik dengan masyarakat, dan Di Pulau Padang rakyat menolak kehadiran PT RAPP/APRIL dan rakyat juga menemukan bahwa PT RAPP melanggar SK Menhut dan  Menhut membiarkan saja." "Jikalahari: Deforestasi di Riau 2012 Setara Kehilangan 10 Ribu Lapangan Futsal Tiap Hari","Hasil riset dan investigasi Jikalahari sepuluh tahun terakhir, menemukan persoalan illegal logging dan korupsi kehutanan masih terkait dengan persoalan dasar yang belum berhasil diselesaikan negara ini: RTRW tidak kunjung tuntas, tumpang tindih perizinan dan pengukuhan tata batas kawasan hutan yang belum selesai.“Intinya tata kelola hutan semrawut. Akibatnya, kejahatan kehutanan dan korupsi kehutanan muncul hingga merugikan keuangan negara, penderitaan masyarakat sekitar hutan dan merusak lingkungan hidup,” terang Muslim. [SEP]" "Pengeboman Ikan Marak di Sulsel, Indikasi Kuat Aparat jadi Pemasok","[CLS] Pengawasan kawasan perairan di Sulawesi Selatan (Sulsel) lemah hingga pengeboman ikan marak. Bahkan ada indikasi keterlibatan aparat keamanan, sebagai backing pelaku hingga penyuplai detonator dan hulu ledak.Idham Malik, Seafood Savers Officer for Aquaculture, WWF Indonesia, dalam diskusi di Jurnal Celebes, Makassar, Senin (2/9/13) menceritakan hasil penelusuran di sejumlah daerah di Sulsel terkait praktik pengeboman ikan dalam beberapa bulan terakhir ini. “Saya menemukan, antara lain, ada sindikasi dalam pengeboman ikan ini, termasuk keterlibatan aparat keamanan dalam menyediakan detonator dan hulu ledak,” katanya.Bahan baku pembuatan bom ikan berupa pupuk matahari diduga diperoleh dari penyelundupan oknum keamanan Malaysia dan Kalimantan Timur. “Mereka bekerjasama menyuplai pupuk melalui Sungai Nyamuk. Setelah tiba di Kalimantan, pupuk disebar ke seluruh kawasan penangkapan ikan di Indonesia, termasuk Sulsel.”Pupuk matahari dimasukkan ke jirigen atau botol ini sebenarnya hasil didikan Jepang pada zaman revolusi dulu. Beberapa tahun lalu, katanya, nelayan masih was-was menggunakan bom. Sebab, sebelum meledakkan, sumbu harus dibakar dan dilempar. “Ceroboh sedikit, tangan dan tubuh bisa terbakar dan hancur. Sudah banyak kejadian nelayan kehilangan tangan atau meninggal akibat kesalahan menggunakan bom ikan ini,” ucap Idham.Namun, kini kejadian kecelakaan jarang terjadi, karena nelayan sudah lebih pandai menggunakan bom. Nelayan dimudahkan dengan detonator untuk meledakkan bom dari jarak cukup jauh. Detonator mudah diperoleh di toko-toko dengan harga bervariasi, Rp3–7 juta." "Pengeboman Ikan Marak di Sulsel, Indikasi Kuat Aparat jadi Pemasok","Pengeboman ini biasa melibatkan tim kecil. Dalam satu kapal tim ada delapan orang, terdiri atas nakhoda jolloro-kapal, pengebom, pendayung, dan pengambil ikan di dasar kolam (penyelam). Tim ini saling bekerjasama. Setiap orang mengerjakan peran masing-masing.  Para pengintai terlebih dahulu melihat posisi kedalaman kerumunan ikan, kalau ikan terlihat mengkilat-kilat di kedalaman 10–15 meter ke bawah, berarti ikan bisa dibom. Mereka juga diuntungkan pengalaman, telah mengenal lalu lintas ikan.Dalam sekali bom mereka biasa memperoleh 5–10 ton ikan. Guncangan bom bisa mencapai radius 50 meter dan mematikan ikan yang terkena guncangan. Ikan dipungut penyelam menggunakan keranjang yang diikat pada badan. Ikan terhambur di dasar laut. Ikan hancur tidak diambil, biasa sekitar 10-20 persen.“Kadang masih banyak ikan tersisa, namun kapal sudah penuh. Terpaksa ikan ditinggal di laut,” kata Idham menirukan pernyataan warga. Tanda jika terjadi pengeboman berlangsung yaitu banyak burung-burung beterbangan di tengah laut.Ikan-ikan ini kemudian ditampung di kapal besar bermuatan 30 ton bersama ikan-ikan dari kapal penangkap lain. Ikan dibongkar di sebuah pulau, lalu disusun ulang ke kapal-kapal Jolloro untuk diangkut ke Makassar.Idham menemukan indikasi kuat keterlibatan pemodal besar membiayai nelayan mengebom. Bahkan para pemodal ini dibiayai lagi oleh pemodal lebih besar. Ketika para nelayan mendapat masalah dengan aparat keamanan, pemodal inilah yang menyelesaikan.  “Jadi sulit memberantas pengebom ini dan hampir semua tempat terdapat pengebom ikan. Alat tangkap yang mereka bawa hanyalah kamuflase.”Meskipun memperoleh ikan 5-10 ton per sekali ngebom, kehidupan nelayan tidak beranjak dari keterpurukan. “Hasil terbesar pemilik modal. Mereka selalu terlilit pinjaman, hingga hasil kerja biasa untuk menutupi utang. Mereka pun bekerja tidak tiap hari, tapi hanya setengah bulan dan maksimal 20 hari.”" "Pengeboman Ikan Marak di Sulsel, Indikasi Kuat Aparat jadi Pemasok","Apa solusi bagi nelayan? Idham mengatakan, bisa dengan memberikan alternatif mata pencarian, melalui usaha budi daya rumput laut. “Sebenarnya ada beberapa contoh alternatif, yang dilakukan beberapa desa di Sulawesi Tenggara. Sebagian besar masyarakat beralih ke usaha budidaya rumput laut. Padahal itu sebelumnya termasuk daerah pengebom.”Di Kabupaten Alor, NTT, masyarakat dan pemerintah berinisiatif menetapkan wilayah atau zona bank ikan. Nelayan tidak boleh menangkap di area  itu. [SEP]" "Urgen Wajibkan Tambang Tak Rusak Lingkungan dan Bahayakan Manusia","[CLS] Eksploitasi tambang terjadi merata hampir di berbagai daerah di Indonesia. Tak kurang 149 juta hektar atau 44 persen daratan negeri ini digarap tambang. Kerusakan pun terjadi di mana-mana, tak hanya mengancam lingkungan, juga keselamatan warga. Untuk itu, sudah saatnya ada aturan mewajibkan operasi tambang tak merusak lingkungan dan mengancam jiwa manusia.Pius Ginting, Manajer Kampanye Tambang dan Energi Walhi Nasional, mengatakan, satu contoh tambang massif ada di Bangka. Hasil investigasi yang digelar oleh Friends of the Earth dirilis November 2012, mengungkapkan dua produsen smartphone, Samsung dan Apple, masih menggunakan bahan timah dari Pulau Bangka, Indonesia. Penambangan timah di Bangka, menyebabkan kehancuran hutan, tanah pertanian, merusak terumbu karang, dan merugikan masyarakat. Lingkungan rusak dan  kehancuran lebih setengah pulau ini.Pada awal Maret 2013, Walhi bersama Friends of the Earth Netherlands, dan Inggris melayangkan surat kepada para produsen timah. Mereka menyayangkan situasi lingkungan dan keselamatan manusia dampak kegiatan penambangan timah di Bangka Belitung.Tiga lembaga ini meminta, penambangan memperhatikan pendapat masyarakat terdampak (veto rakyat), tidak akan menambang timah di kawasan lindung di hutan dan laut. Penambangan di laut tidak akan membahayakan terumbu karang, mangrove, rumput laut, daerah penangkapan ikan nelayan.Sampai saat ini, belum ada tanggapan dari para produsen timah. Namun, pada, 21 Maret lalu, ITRI, mengunjungi kantor Walhi Nasional di Jakarta.  ITRI merupakan organisasi yang dibentuk untuk mendukung  industri dan pengembangan timah. Sebagian besar operasi mereka didanai oleh para produsen timah dan smelter." "Urgen Wajibkan Tambang Tak Rusak Lingkungan dan Bahayakan Manusia","Pius mengatakan, laporan kepolisian Bangka, satu orang meninggal setiap minggu karena pertambangan. “Ini tak bisa dibiarkan berlangsung terus,” katanya, usai bertemu dengan utusan ITRI.   ITRI, ujar dia, tak boleh menutup mata dengan dampak tambang yang menyebabkan kerusakan lingkungan dan kehilangan jiwa manusia ini.Di Afrika, katanya, ada DODD Frank Act, yang mengatur tak boleh ada timah dari wilayah konflik di Kongo. Walhi pun meminta, di Bangka, ada kebijakan mandatori serupa, guna memastikan tak ada timah yang merusak lingkungan, termasuk wilayah tangkap nelayan, dan menelan korban jiwa. “Kami harap ITRI ikut mendorong regulasi ini baik di tingkat lokal maupun internasional.”Saat itu, ITRI, datang merespon kampanye Walhi tentang penambangan timah Bangka yang merusak lingkungan dan manusia. Mereka berjanji akan turun ke Bangka dan melihat pertambagan di daerah itu. Utusan ITRI bertanya, apa yang bisa dilakukan untuk perbaikan.  Namun, satu sisi, mereka yakin, operasi tambang timah di Bangka, sudah sesuai UU Minerba tahun 2009.Audit LingkunganTak jauh beda dengan Walhi, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) pun menyerukan audit menyeluruh terhadap pertambangan di negeri ini. Jatam aksi di depan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyerukan masalah ini pada Kamis (28/3/13).A Haris Balubun, pengkampanye Jatam, mengatakan, audit lingkungan memang bukan satu-satunya jalan. Namun, setidaknya bisa mengungkapkan rekam jejak penyimpangan, dan kelalaian penyalahgunaan wewenang pengurus negara dalam mengelola sumber daya alam (SDA). “Dari sana dapat terlihat proses pemburukan lingkungan dan akibatnya. Ini tak lepas dari kepentingan kekuasan lokal dan nasional plus kekuatan modal.”" "Urgen Wajibkan Tambang Tak Rusak Lingkungan dan Bahayakan Manusia","Audit lingkungan ini, kata Haris, bukan hal baru dalam kebijakan di Indonesia. Sebelum, UU NO 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, mengamanatkan audit, sudah ada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup tentang Pelaksanaan Pedoman Lingkungan. “Namun, sampai saat ini belum ada langkah nyata.”Padahal, saat ini izin tambang merata di seluruh Indonesia. Jika tambang terus berkembang, maka status warga jauh dari selamat. “Kita masih ingat 16 desa di Sidoarjo, ditenggelamkan satu perusahaan saja dan menguras APBN. Bisa dibayangkan, jika 11 ribuan izin tambang  dan migas mengkapling-kapling ruang hidup rakyat,” ujar dia.Tak hanya lahan rakyat, kawasan konservasi juga dicaplok. Data Jatam 2011, menyebutkan, sekitar 2,9 juta hektar luas izin tambang tumpang tindih dengan kawasan hutan. “Belum tentu semua sesuai prosedur alias legal,” kata Andri S Wijaya, Koodinator Jatam.Kasus-kasus perusakan lingkungan, nyata di lapangan dan merupakan potret kegagalan perlindungan lingkungan. Fakta ini, ucap Andri, tak lepas dari kebijakan pembangunan berbasis perizinan dengan peluang korupsi begitu luas. “Negarapun tak hanya rugi oleh kerusakan lingkungan juga oleh para koruptor.” Untuk itu, audit lingkungan sektor pertambangan harus segera dan menyeluruh dari perizinan hingga pasca tambang. [SEP]" "Akhirnya Badan Pengelola REDD+ Terbentuk","[CLS] Akhirnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, menandatangani pembentukan  Badan REDD+  pada 31 Agustus 2013, setelah digaung-gaungkan sejak akhir Juni lalu.Badan baru ini terbentuk lewat Keputusan Presiden No 62/2013 dengan tujuan memastikan upaya penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) dari deforestasi, degradasi hutan dan konversi lahan gambut.Agus Purnomo, Staf Khusus Presiden bidang Perubahan Iklim mengatakan, proses mendirikan badan ini berlangsung lama dan menyeluruh. Badan ini bukti komitmen Indonesia berkontribusi terhadap upaya global mengurangi emisi karbon, melestarikan hutan Indonesia yang memiliki keragaman hayati luar biasa.“Akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal dan masyarakat adat yang hidup bergantung kepada sumber daya hutan” katanya dalam rilis kepada media di Jakarta, Jumat (6/9/13).Badan ini, juga diharapkan menciptakan kepercayaan berinvestasi dalam ekosistem hutan Indonesia yang unik dan memberikan jasa iklim penting secara global.Badan REDD+ ini akan dipimpin kepala setingkat menteri yang akan ditetapkan dalam beberapa minggu ke depan. Badan ini salah satu elemen utama dalam melaksanakan komitmen REDD+ di Indonesia, antara lain, memastikan keberlangsungan kemitraan REDD+ antara pemerintah Indonesia dan Norwegia.Kuntoro Mangkusubroto, Kepala Satuan Tugas REDD+ yang sekaligus mengakhiri masa tugas mengatakan,  lewat  Satgas REDD+ yang beroperasi sejak September 2010, telah diuraikan berbagai rencana REDD+. Ia terlibat dalam konsultasi luas dengan para pemangku kepentingan nasional dan lokal.“Sekarang kita memiliki strategi nasional REDD+, desain instrumen pendanaan REDD+, desain MRV termasuk program One Map yang akan dijadikan dasar mengukur prestasi menjaga hutan dan lahan gambut,” katanya." "Akhirnya Badan Pengelola REDD+ Terbentuk","Menurut dia, platform kegiatan REDD+ sudah didirikan di beberapa provinsi, dengan fokus di provinsi percontohan Kalimantan Tengah (Kalteng) yang melibatkan masyarakat dan pemerintah daerah. “Kami memulai kajian izin pertambangan dan perkebunan dan mempercepat proses pengukuhan hutan di Kalteng.”Namun lebih penting, Satgas REDD+ telah menetapkan transparansi, pendekatan non-birokratis, partisipasi multi stakeholder dan fokus pada perbaikan tata kelola sebagai prinsip kerja lembaga. Badan REDD+ ini, kata Kuntoro, bisa segera mulai menerapkan rencana dan prinsip-prinsip, serta berusaha memberikan hasil terukur.Tak jauh beda dengan ungkapan Zulkifli Hasan, Menteri Kehutanan. “Kami menyambut baik Badan REDD+ ini dan berharap terjalin kemitraan produktif di tahun-tahun mendatang.”Dia mengatakan, kali pertama dalam sejarah modern Indonesia, upaya melestarikan hutan dan lahan gambut bisa menambahkan pendapatan pemerintah daerah.  “Juga memberikan keuntungan langsung bagi masyarakat lokal dan adat.”Teguh Surya dari Greenpeace menilai tugas dan fungsi regulasi ini cukup jelas sebagai sebuah badan setingkat menteri di bawah Presiden. Namun, untuk membantu menyelamatkan hutan Indonesia belum cukup. Mengapa?  Menurut Teguh, kewenangan sebatas pada koordinasi, singkronisasi, perencanaan, fasilitasi, pengelolaan, pemantauan, pengawasan dan pengendalian proyek REDD+. “Juga tidak jelas mengatur koordinasi tupoksi lintas kementerian khusus Kementerian Kehutanan,” ujar dia.Kondisi ini berarti pokok persoalan kehutanan yang harus diselesaikan masih di bawah kewenangan Kemenhut dan kementerian sektor lain. “Gimana mau mereduksi emisi kalau kementerian-kementerian itu tetap berniat mengkonversi hutan dalam jumlah besar?” Sedang Badan REDD+ tak memiliki kewenangan untuk menghentikan." "Akhirnya Badan Pengelola REDD+ Terbentuk","Dalam regulasi itu, kata Teguh, juga jelas menyebutkan pendekatan REDD+ berbasis proyek. Di tengah kompleksitas persoalan kehutanan, perbaikan tata kelola kehutanan dan pengurangan emisi harus satu program komprehensif dan terintegrasi bukan proyek semata.Hal lain yang dapat menjebak adalah defenisi deforestasi, yang menyebutkan hanya perubahan permanen dari areal berhutan menjadi tidak berhutan. Jadi, sangat jelas, konversi untuk sawit dan HTI dapat dibenarkan. “Karena menurut pemerintah, dua hal ini bukan perubahan permanen.”Disebutkan juga, sampai seluruh struktur lengkap maka seluruh tugas dan fungsi dijalankan UKP4. Penjelasan ini cukup membingungkan sebab tak ada timeline jelas kapan struktur harus lengkap. “Jadi kelihatan ada kompromi. Presiden masih setengah hati dalam membentuk badan REDD+.” [SEP]" "2013 Advokasi Isu Laut, Greenpeace Bangun “Ocean Defender”","[CLS] Greenpeace, mulai 2013 akan mengadvokasi isu-isu kelautan di Indonesia, bahkan Mei akan merilis Ocean Defender.  “Greenpeace sebagai lembaga yang konsern dengan isu lingkungan mau ikut menjaga kelangsungan laut karena melihat berbagai masalah cukup besar,” kata Longgena Ginting, Kepala Greenpeace Indonesia di Jakarta, Kamis(7/3/13).Dia mengatakan, Indonesia merupakan negara bahari, dengan sumber daya dan keragaman hayati laut begitu tinggi. Namun, masalah sektor kelautan juga menumpuk dari pencemaran, pola-pola tangkap tidak berkelanjutan, sampai kebijakan pemerintah yang tak komprehensif. “Misal, sudah ada beberapa spesies ikan tertentu yang over fishing. Ini mengkhawatirkan,” ujar dia.Greenpeace, katanya,  akan mengambil peran mengajak masyarakat peduli keberlangsungan laut dan keragaman hayati di dalamnya. Sejalan dengan itu, Greenpeace akan merilis Ocean Defender pada Mei tahun ini.  Program ini, bertujuan mengajak masyarakat luas mendukung perlindungan laut, baik lewat petisi, aksi-aksi sampai pendidikan. “Nanti, kami akan ada page khusus untuk ini.”Ajak Seniman dan MusisiGuna memaparkan rencana-rencana kampanye pada 2013, Greenpeace akan menyelenggarakan Peluncuran Kampanye Greenpeace 2013: 100 persen Indonesia Hijau Damai, di Jakarta, Jumat ( 8/3/13).  Gawe ini mengundang segenap supporter dan aktivis Greenpeace di Indonesia, media massa, masyarakat madani, pejabat pemerintahan.Dalam acara ini akan menampilkan antara lain eksibisi foto dan seni instalasi terkait kampanye Greenpeace tahun lalu, beragam atraksi kesenian seperti tari Yospan Papua, Silat Harimau, Parkour, Wayang Taviv, dan pertunjukan musik. Para seniman, seperti Tisna Sanjaya dari Bandung, dan musisi-musisi peduli gerakan penyelamatan lingkungan juga tampil. Ada Navicula, Edo Kondologit, Krishna feat Ade Tanesia  & Low Budget Acoustic, Billy and The Beatbox, Marjinal dan lain-lain." "2013 Advokasi Isu Laut, Greenpeace Bangun “Ocean Defender”","Menurut Longgena, negeri ini dianugerahi keragaman hayati melimpah dan budaya yang tinggi. Pengetahuan menjaga lingkungan itu banyak diperoleh lewat budaya di masyarakat. Dia mencontohkan, masyarakat adat Dayak di Kalimantan, yang turun menurun menjaga hutan dan sudah menjadi budaya mereka. “Jadi, sebenarnya tak bisa dipisahkan antara budaya dan lingkungan. Karena itulah Greenpeace mengusung gerakan lingkungan jadi gerakan budaya.”Hutan DesaTak hanya itu, dalam kesempatan ini juga akan diserahkan izin hutan desa (HD), di Desa Segamai dan Serapung, Kecamatan Teluk Meranti, Kabupaten Palalawan, Riau.  Rencananya, Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan akan menyerahkan langsung dua izin hutan desa seluas 4.000 hektar ini. “Ya, setelah perjuangan dari 2009, akhirnya diberikan izin ini. Usulan 7.000 an hektar, dikabulkan 2.000 hektar,” kata Eddy Saritonga, Ketua Lembaga Pengelola HD Segamai.Dia senang karena perjuangan lama mendapatkan HD didampingi Yayasan Insani dan Jikalahari akhirnya terwujud. “Kami ingin ikut berperan menjaga hutan.”Ungkapan senada dari Jasman, Kepala Desa Serapung.   “Kami usulkan 2.300 hektar dari 2009. Sampai tiga kali datang ke Kementerian Kehutanan, untuk tanyakan proses ini. Baru tahun ini ada hasil. Kami senang. Koordinator Jikalahari, Muslim Rasyid mengatakan, dengan izin HD ini meskipun tak sesuai usulan, setidaknya memberikan kesempatan kepada warga desa untuk menunjukkan bagaimana mereka menjaga hutan. “Nanti bisa kita lihat dan bandingkan antara perusahaan dan warga dalam mengelola hutan siapa yang lebih baik.” [SEP]" "Balada Jelajah Ciliwung: Sungai Terus Terancam dari Pembangunan Kota","[CLS] “Block kiri, block” teriak Upak anggota Mapala UI, skipper perahu karet kami. Saya yang duduk di sisi kiri belakang perahu langsung menggerakkan dayung dengan arah terbalik, mencoba untuk menahan laju perahu. Sayangnya terlambat, perahu karet terlanjur terbentur batu.  Muslich yang berada di depan saya terjatuh di sungai.  Segera kami mengangkatnya dari air.  Tidak ada yang luka. Dengan sedikit gurauan kecil kami melanjutkan perjalanan menyusuri air coklat sungai Ciliwung.Di hari Minggu pagi itu (10 November 2013), saya mengikuti acara pengarungan sungai Ciliwung yang diadakan oleh berbagai elemen yang memiliki kepedulian terhadap sungai Ciliwung.  Ada yang berasal dari unsur pemerintah, LSM, voluntir maupun anggota-anggota komunitas Ciliwung.  Adapun tema acara ini adalah Jelajah Ciliwung 2013.Semua elemen bersatu untuk merayakan hari Ciliwung yang jatuh setiap tanggal 11 November atau yang biasa disebut 1111.  Acara ini sekaligus sebagai bentuk penggalangan dukungan dan momen penyadaran publik akan pentingnya ekologi dan fungsi sungai Ciliwung.  Tanggal 10 November sekaligus dipilih karena bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan.Jelajah penyelusuran sungai kali ini mengambil rute dari Bojong Gede di Kabupaten Bogor hingga selesainya rute di bawah jembatan Grand Depok City di kota Depok.  Rute ini dipilih karena disepanjang daerah sempadan (kiri kanan pinggiran sungai) masih tertinggal vegetasi riparian yang baik.Rumpun bambu mendominasi tumbuhan di sepanjang sungai.  Beberapa rumpun bahkan tumbuh ke arah badan sungai.  Beberapa kali perahu kami menyangkut di rimbunan bambu, akibatnya kami harus menunduk untuk menjaga kepala dan tubuh tidak tersangkut di batang bambu." "Balada Jelajah Ciliwung: Sungai Terus Terancam dari Pembangunan Kota","Dalam perjalanan yang memakan waktu tempuh total 7 jam ini, beberapa kali kami menjumpai biawak air (varanus salvator) dan beberapa jenis burung.  Namun di beberapa titik pula kami pun menjumpai beberapa bekas longsoran dan pembuangan sampah yang dilakukan oleh masyarakat.  Di beberapa titik sungai berbau akibat buangan limbah industri kecil yang terletak persis di pinggir sungai.Keberadaan vegetasi riparian di pinggir sungai sangat penting bagi kesehatan sungai.  Air limpasan tidak langsung masuk ke sungai tetapi tersaring terlebih dahulu.  Tidak aneh, jika di daerah yang masih baik vegetasinya masih dijumpai banyak mata air.  Di wilayah Bojong Gede mata-mata air inilah yang kemudian menyaring air berpolusi yang terbawa dari wilayah hulu yaitu kota Bogor.Selain berfungsi sebagai filtrasi, vegetasi riparian pinggiran sungai dengan sistem perakarannya yang kokoh akan berfungsi untuk menahan tubir palung sungai dari bahaya longsor.  Hilangnya wilayah riparian dan konversi menjadi peruntukan lain, terutama menjadi perumahan dan pusat bisnis, telah menyebabkan meningkatnya potensi banjir dan longsor terutama di musim penghujan.“Waktu bulan puasa tahun ini saja, kita data ada sekitar 19 titik longsoran di pinggir Ciliwung di wilayah Bojong Gede sampai Depok saja, waktu itu memang sedang tinggi-tingginya hujan” papar Udin, salah satu pegiat Komunitas Peduli Ciliwung Bojong Gede kepada Mongabay.Tekanan Pembangunan Permukiman di Wilayah Sempadan Sungai CiliwungSeperti sungai-sungai lainnya di Indonesia, maka Ciliwung pun tidak luput dari ancaman hilangnya wilayah hijau sempadan sungai. Hasil pemantauan yang dilakukan oleh Mongabay melalui citra satelit Google menunjukkan terutama di wilayah Cibinong hingga Depok banyak bertumbuhan pembangunan perumahan baru yang menyentuh hingga batas sempadan sungai." "Balada Jelajah Ciliwung: Sungai Terus Terancam dari Pembangunan Kota","Tekanan penduduk di wilayah Jabodetabek dan iming-iming akses menuju pusat transportasi massal telah menjadikan wilayah di pinggiran sungai Ciliwung pun di lirik untuk di konversi.  Jalur kereta api Jakarta-Bogor yang melintas di sepanjang wilayah Bojonggede hingga Depok memang relatif sejajar dengan sungai Ciliwung.  Bahkan, jalan poros kota Depok yaitu Margonda di beberapa ruasnya sejajar dengan aliran Ciliwung.Tidak mengejutkan jika wilayah-wilayah yang dekat akses menuju stasiun kereta api seperti Cilebut, Bojong Gede, Citayam hingga Depok yang berbatasan dengan wilayah aliran sungai Ciliwung menjadi wilayah favorit bagi pengembangan perumahan.Pembukaan wilayah pemukiman terbesar berdasarkan citra satelit Google terdapat di wilayah kota  Depok.  Dengan mudah dapat dilihat dari potret udara, para pengembang perumahan yang ‘nekat’ membangun blok perumahannya di wilayah paparan banjir di lengkungan sungai yang amat rawan terhadap bahaya banjir.Pengamatan citra satelit memperlihatkan bahwa sepanjang sungai Ciliwung pembangunan perumahan dan bangunan banyak yang melanggar Peraturan Pemerintah nomor 38 tahun 2011 tentang Sungai.  Pasal 9 dan Pasal 10 tentang garis sempadan nyata-nyata banyak dilanggar. Jarak dari palung sungai ke muka pembangunan sangat sempit dan hanya menyisakan satu alur rumpun vegetasi.Pembangunan wilayah perumahan yang mengabaikan aturan tata ruang wilayah, termasuk aturan tentang wilayah sempadan sungai, akan menyebabkan sungai Ciliwung kedepannya harus menampung lebih banyak air terutama pada saat musim hujan datang." "Balada Jelajah Ciliwung: Sungai Terus Terancam dari Pembangunan Kota","Di luar hal tersebut, pembangunan wilayah perumahan sendiri akan mengubah bentang lahan yang tadinya wilayah bervegetasi atau lahan pertanian sebagai wilayah penyerapan air menjadi wilayah beton yang akan mengalirkan air permukaan (run off).  Kebiasaan pengembang yang tidak mendorong dan menyediakan fasilitas penyerapan air dan biopori akan menyebabkan air dari wilayah pemukiman teralirkan langsung ke badan sungai.Selain akan menambah beban berat bagi Ciliwung, air dari wilayah permukiman akan membawa limbah rumah tangga, sampah dan tanah sedimen.  Dengan adanya tambahan air dan sedimen yang menyebabkan pendangkalan, wilayah hilir Ciliwung yaitu Jakarta akan semakin rawan terhadap banjir.Abdul Kodir, pegiat Komunitas Ciliwung Condet dalam siaran persnya mengaku prihatin terhadap situasi yang terjadi. “Sungai-sungai di Jakarta saat ini semakin sempit dan sebagian besar tidak lagi memiliki sempadan,” demikian Kodir.Kodir mendesak agar persoalan sungai Ciliwung tidak ditangani dengan hanya melakukan tindakan teknis seperti pengerukan sedimen maupun pembangunan turap saja.  Pendekatan tersebut tidak akan efektif selama sumber permasalahan tidak diatasi secara menyeluruh.Dalam kesempatan lain, Sudirman Asun dari Ciliwung Institute mengungkapkan bahwa selama daerah hulu terus dialihfungsikan dan ekosistem riparian dihancurkan maka sedimentasi akan terus terjadi.  “Pekerjaan penurapan dan beton akan sia-sia dibangun,” ujarnya.Memang untuk menyelesaikan permasalahan Ciliwung, tidak cukup hanya dilakukan respon dari satu pihak saja, diperlukan respon dan kerjasama dari seluruh pemangku kebijakan dari hulu hingga hilir melewati lintas wilayah maupun instansi.  Mungkin tema yang diusung oleh Komunitas Ciliwung yaitu “selamatkan yang masih tersisa di Ciliwung” cukup relevan sebelum menunggu semuanya rusak dan hancur. [SEP]" "Penyelundupan 687 Kura Moncong Babi di Bandara Soekarno-Hatta Digagalkan","[CLS] Balai Besar Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BBKIPM) Jakarta 1 Bandara Soekarno-Hatta (Soetta), Tangerang, Banten, menggagalkan penyelundupan 687 kura-kura moncong babi.Kepala BBKIPM Jakarta 1 Bandara Soetta, Teguh Samudro, mengatakan, penyelundupan diketahui setelah kemasan yang membawa kura-kura moncong babi  itu pecah. Kura-kura berusia satu bulan itu dikirim dari Papua pada 15 Maret menumpang pesawat Sriwijaya setelah transit di Makassar.Namun, petugas tidak dapat menangkap pelaku yang membawa barang  itu. Diduga, pelaku melarikan diri saat barang disita petugas.”Kami masih selidiki pengirim barang ini, termasuk lolosnya dari pengawasan petugas di Bandara Makassar,” katanya di Jakarta, Senin (1/4/13), seperti dikutip dari Antara.Kura-kura mocong babi ini, kini diserahkan kepada Direktorat Jenderal PHKA Kementerian Kehutanan untuk pelepas liaran ke habitat asli. Kura-kura moncong babi merupakan satwa dilindungi sesuai konvensi CITES dan UU No. 5 tahun 1990 pasal 21 dan pasal 40 ayat 2 dan 4 PP No. 7 Tahun 1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa. Kura moncong babi sesuai ketentuan itu termasuk media pembawa hama penyakit ikan karantina, salah satu penyakit Edwadrsiellla tarda.Choirul Sholeh, Koordinator Konservasi Satwa Langkah WWF  mengatakan, penyelundupan satwa langka ini menggunakan modus baru.”Biasa penyelundup memalsukan dokumen untuk mengelabui petugas, saat ini tidak.”  Mereka mengemas paket dan memasukan ke kabin, lalu berkoordinasi dengan penerima paket di bandara yang telah ditentukan.Untuk itu, dia mendesak petugas bandara dan pelabuhan memeriksa ketat. “Memang janggal, 687 kura-kura bisa lewat dari Bandara di Makassar dan terdeteksi di Soekarno-Hatta karena kemasan pecah.”" "Penyelundupan 687 Kura Moncong Babi di Bandara Soekarno-Hatta Digagalkan","Dia menengarai, banyak pengiriman satwa langka Papua seperti cenderawasih dan kakatua kuning karena permintaan pasar ilegal begitu tinggi. Choirul mendesak, pelaku satwa langka ditangkap. “Kalau hanya menyita barang tanpa pelaku, akan bisa terus terjadi. Harus tuntas.” [SEP]" "Penelitian: Alokasi Pendanaan Konservasi Global Tidak Tepat Sasaran","[CLS] Negara-negara yang tidak memiliki pendanaan yang cukup untuk melindungi keragaman hayati mereka, ternyata justru negara dengan keragaman hayati yang sangat luar biasa. dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh University of Michigan dan mitra mereka dari University of Georgia terungkap bahwa sekitar 40 negara dengan pandanaan konservasi paling sedikit justru menjadi rumah bagi sekitar 32% mamalia yang terancam.Sebagian besar negara-negara yang membutuhkan pendanaan konservasi tersebut adalah negara-negara berkembang, jadi langkah-langkah yang efisien harus dilakukan untuk memberikan pendanaan dan melindungi berbagai spesies terancam tersebut. “Dengan mengetahui dimana negara-negara yang paling membutuhkan dana konservasi, maka bisa membantu mengarahkan pendanaan untuk upaya konservasi ke tempat yang semestinya,” ungkap salah satu penulis penelitian ini, Daniel Miller dari Graham Sustainability Institute di University of Michigan.Dalam studi yang dipublikasikan tanggal 1 Juli 2013 di journal Proceedings of the National Academy of Sciences, penelitian ini merekomendasikan agar sejumlah upaya konservasi harus diubah untuk menunjang tujuan yang ditetapkan oleh PBB tahun 2020 untuk menekan laju kepunahan.Para peneliti mengompilasi dua database dalam penelitian ini. Pertama adalah mempelajari data pendanaan konservasi yang  bisa dirunut di seluruh dunia antara tahun 1990 hingga 2008. Mereka menemukan bahwa sekitar 22 miliar dollar dihabiskan dalam upaya konservasi keragaman hayati setiap tahunnya antara tahun 2001 hingga 2008. Para peneliti berhasil merunut balik sekitar 17 miliar dollar dana konservasi ke sejumlah negara." "Penelitian: Alokasi Pendanaan Konservasi Global Tidak Tepat Sasaran","Dari mana saja sumber pendanaan konservasi tersebut? dalam penelitian ini pemerintah dari negara-negara maju sebagai pendonor disebut-sebut sebagai penyumbang terbesar -sekitar 14,5 miliar dollar- dari seluruh dana yang ada, dengan sekitar 94% masuk dalam kategori “upper-income’ dalam catatan Bank Dunia.Penyumbang kedua terbesar adalah lembaga-lembaga donor besar dunia seperti misalnya Global Environment Facility yang menghabiskan sekitar 1 miliar dollar ke sejumlah negara-negara berkembang. Sementara lembaga sejenis “conservation trust fund” dan sumber lainnya menyumbang sekitar 500 juta dollar. Donor dari sejumlah LSM internasional diperkirakan mencapai 1 miliar dollar, namun tidak dimasukkan sebagai bagian dari analisis penelitian ini karena kurangnya detail dalam laporan yang mereka berikan.Data base kedua yang digunakan oleh penelitian ini adalah kumpulan data yang keragaman hayati mamalia di setiap negara yang berbeda. Para peneliti kemudian menggabungkan empat sumber data global yang ada -yaitu tentang resiko kepunahan, biaya ekonomi, politik pemerintah dan kawasan-kawasan lindung- untuk membuat sebuah odel yang bisa menjelaskan bagaimana pendanaan konservasi dialokasikan secara global. Dari hasil analisis yang dilakukan, negara-negara yang seharusnya menerima dana konservasi keragaman hayati, ternyata menerima lebih sedikit dari jumlah yang semestinya.Dari análisis yang dihasilkan juga terlihat bagaimana level ekstrem dari kurangnya investasi bahkan terlihat secara geografis. Negara-negara seperti Indonesia, Australia dan Malaysia yang secara ekstrem memiliki kekayaan hayati yang luar biasa, semuanya tidak memiliki pendanaan yang cukup dalam upaya konservasi mereka." "Penelitian: Alokasi Pendanaan Konservasi Global Tidak Tepat Sasaran","Fakta lain yang cukup unik, ternyata alokasi pendanaan konservasi tidak hanya berdasar kekayaan hayati negara-negara penerima donor. Para peneliti juga mempelajari bagaimana pola pendanaan juga merefleksikan bias regional dan politik. Salah satu pola yang paling kentara terlihat adalah pendanaan konservasi untuk negara-negara yang mayoritas Muslim adalah sekitar 49% dibanding negara-negara lain yang mayoritas non-muslim.“Pola pendanaan yang diteliti sejak tahun 2001, dimana peristiwa 11 September terjadi, merupakan sebuah ujicoba yang baik untuk melihat fenomena ini,” ungkap Anthony Waldron Universidade Estadual de Santa Cruz di Brasil. “Namun demikian, kami harus menekankan bahwa, kami belum secara luas melihat donor bias ini. Kami hanya memperlihatkan sebuah pola dimana pendanaan di negara-negara yang didominasi Muslim seperti di negara-negara Arab dan sekitar Afghanistan mendapat dana lebih rendah. Banyak alasan mengapa hal ini bisa terjadi. Kami hanya memperlihatkan pola ini kepada para pendonor sehingga bisa menjadi refleksi untuk mereka, mengapa hal ini bisa muncul.”Bagi Waldron dan John Gittleman, Dekan dari Odum School di University of Georgia dan salah satu penulis peneltian ini, mengatakan bahwa penelitian mereka memiliki pesan yang positif. “Masyarakat di dunia berkomitmen untuk menekan laju kepunahan di tahun 2020,” ungkap Waldron. “Hasil penelitian ini memberikan perkiraan yang cepat dan ringkas bagaimana mendistribusikan pendanaan konservasi yang lebih baik di masa mendatang untuk mewujudkan hal tersebut.”Bukti belum efektifnya pendanaan konservasi ini terlihat dari fakta dimana sekitar 40% dari negara-negara yang mendapat pendanaan sangat kurang, justru memiliki kekayaan keragaman hayati sebesar 32% dari seluruh keragaman hayati mamalia yang ada di dunia, dan hal ini bisa diubah dengan menargetkan di beberapa area tertentu. [SEP]" "Hutan Lindung di Sulawesi jadi Sasaran Konversi Lahan","[CLS] Konversi lahan menjadi ancaman besar bagi keberlangsunan keragaman hayati di Sulawesi, lebh parah lagi banyak terjadi di hutan lindung. Alih fungsi lahan ini antara lain menjadi pertambangan, pemukiman, maupun tambak.Hal ini menjadi salah satu point dalam workshop para pemangku kepentingan Penyusunan Profil Ekosistem Wallacea di Makassar, 24-25 September 2013. Kegiatan ini dilaksanakan Burung Indonesia, Wildlife Conservation Society, BirdLife International, The Samdhana Institue, dan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan lautan IPB dan didukung Dana Kemitraan Ekosistem Kritis (CEPF).Ria Saryanthi, Koordinator Tim Biodiversity Penyusunan Profil Ekosistem Wallacea, mengatakan, meski banyak isu lingkungan yang teridentifikasi tetapi alih fungsi lahan yang paling banyak terjadi.Ironisnya, sejumlah lahan yang teralihfungsi banyak berada di kawasan hutan lindung, seperti di Barambang Katute, Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan (Sulsel).“Beberapa isu lain juga teridentifikasi, seperti illegal logging, illegal fishing, reklamasi pantai, pengambilan terumbu karang menjadi bahan bangunan dan penangkapan satwa. Ditemukan juga limbah hasil buangan tambang, seperti terjadi di Sulawesi Tenggara,” katanya Rabu, (25/9/13).Selain merangkum berbagai isu lingkungan di sejumlah daerah di Sulawesi, diskusi ini juga mendapatkan informasi tambahan terkait spesies langka di Sulawesi, sebagai salah satu kawasan terbesar dari Wallacea.Dalam Workshop ini tim berhasil mendapatkan usulan penambahan 50 key biodiversity area (KBA) baru. Salah satu Hutan Routa terletak di Kecamatan Routa, Kabupaten Konawe dan Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, disulkan Balai Konservasi Sumberdaya Alam Sulawesi Tenggara (BKSDA) dan masyarakat Sultra." "Hutan Lindung di Sulawesi jadi Sasaran Konversi Lahan","Adhi Andriyamsyah dari BKSDA Sultra, mengatakan, kawasan hutan seluas kurang lebih 700.000 hektar di perbatasan Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara itu menjadi habitat keragaman hayati terancam punah. Jenis-jenis itu seperti anoa dataran tinggi (Bubalus quarlesi), anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis), kayu kalappia (Kalappia celebica), kayu bayam (Intsia bijuga), hada (Macaca ochreata), dan kayu hitam (Diospyros celebica).Hutan Routa juga menjadi habitat bagi satwa endemik Sulawesi, seperti elang Sulawesi (Nisaetus lanceolatus). Routa memiliki keunikan lain karena salah satu situs arkeologi asal usul Suku Tolaki. Namun, daerah penting ini terancam karena mulai tergusur investasi perkebunan sawit dan tambang. Land clearing kurun 10 tahun terakhir merusak vegetasi dan habitat satwa sekaligus mengancam ketersediaan sumber air bersih warga.Dengan menjadi KBA, Adhi berharap, kawasan ini bisa mendapat perhatian CEPF atau pemerintah maupun pemerhati lingkungan. Selain Routa, ada sejumlah daerah lain yang diusulkan masyarakat Sulawesi menjadi KBA, antara lain Pulau Wawonii di Sulawesi Tenggara dan Tanakeke di Sulsel.Meski demikian, kata Ria, status KBA tak mengubah lokasi menjadi kawasan konservasi. “Sebenarnya kita tidak berupaya menciptakan kawasan konservasi baru. Identifikasi KBA salah satu bentuk strategi CEPF untuk menentukan prioritas dukungan serta menggerakkan para pelaku konservasi di tingkat lokal, regional, maupun global guna menciptakan visi konservasi yang sama.” Strategi ini disusun agar bantuan CEPF dapat memberi dampak paling efektif.Strategi CEPF,  fokus pada konservasi spesies terancam secara global, kawasan-kawasan prioritas, dan koridor konservasi—daerah yang menghubungkan habitat-habitat kunci keragaman hayati. CEPF berharap, bisa memberi sumbangsih pada pengentasan kemiskinan dan pengembangan ekonomi masyarakat." "Hutan Lindung di Sulawesi jadi Sasaran Konversi Lahan","Saat ini, Tim biodiversity Penyusunan Profil Ekosistem Wallacea berhasil mengidentifikasi 293 calon KBA dengan total 13,89-juta hektar, baik di kawasan konservasi maupun bukan. Dari jumlah itu, 230 area KBA darat dan 63 KBA laut. Sulawesi memiliki KBA terbanyak yaitu 117 disusul Nusa Tenggara dengan 114 KBA termasuk Timor-Leste memiliki 16 KBA darat dan satu KBA laut serta Maluku 62 KBA.Khusus Sulawesi, wilayah Sulawesi Utara memiliki KBA terbanyak yaitu 30. Di Gorontalo ada delapan KBA, Sulawesi Tengah 22, Sulawesi Barat tujuh, Sulawesi Selatan 22 dan Sulawesi Tenggara 22 KBA.Jenis berupa hibah utama Rp400 juta–Rp1, 25 miliar (18 – 24 bulan), melalui CEPF di Amerika Serikat. Ada juga hibah kecil di bawah Rp200 juta (12 bulan), melalui lembaga pelaksana di tingkat lokal. [SEP]" "Kebakaran Hutan Sumatera: Pantauan di Kawasan Hutan Tanaman Industri","[CLS] Kebakaran hutan di Sumatera yang mulai terjadi sejak akhir Mei 2013 silam, membuat dunia internasional menatap lekat-lekat pengelolaan hutan di tanah air kita. Sejumlah pihak, termasuk perkebunan kelapa sawit dan organisasi mereka RSPO menjadi salah satu terduga bersalah akibat kelalaian yang mereka lakukan di lapangan dengan mengeringkan lahan gambut yang membuatnya rentan terpantik api.Beberapa perusahaan asal Malaysia, Singapura dan Indonesia dituding menjadi biang keladi kabut asap yang memecahkan rekor terburuk dalam satu dekade terakhir ini. Termasuk, angka ancaman kesehatan yang diderita oleh warga yang tinggal di seputar Semenanjung Malaya ini.Namun, sadarkah anda bahwa perkebunan kelapa sawit bukan satu-satunya terduga penyebab kebakaran hutan yang menghanguskan hutan dan lahan gambut dalam dua bulan terakhir. Dalam rilis citra satelit oleh Eyes on the Forest antara tanggal 20 Juli 2013 hingga 23 Juli 2013 terhitung ada sekitar 220 titik panas yang kembali bermunculan di areal Hutan Tanaman Industri (HTI) milik grup perusahaan Asia Pulp and Paper (APP) dan Asia Pacific Resources Limited (APRIL). Sekitar 156 titik api ditemukan di 12 perusahaan HTI milik APP dan 64 titik api ditemukan di 16 perusahaan HTI milik APRIL.Sebelumnya, Eyes on the Forest juga menerbitkan foto perjalanan verifikasi lapangan yang dilakukan pada tanggal 17, 27 dan 28 Juni 2013 silam di area HTI yang terbakar milik APP dan APRIL.Sepanjang Juni 2013, Eyes on the Forest  mencata 9.236 titik api (hotspots) di Sumatera di antara tanggal 1 dan 28 Juni. Sejumlah 89% tercatat di provinsi Riau (8.229). Mayoritas titik api yang tercatat berada di lahan gambut. “Ini menunjukkan adanya emisi karbon besar-besaran,” kata Afdhal Mahyuddin dari Eyes on the Forest .Mongabay Indonesia sendiri berkesempatan turun langsung melihat areal HTI terbakar milik Grup APP di Rokan Hilir akhir Juni 2013 lalu." "Kebakaran Hutan Sumatera: Pantauan di Kawasan Hutan Tanaman Industri","Pantauan Langsung oleh Mongabay-Indonesia di Kawasan Hutan Tanaman IndustriSebulan silam, Jumat 28 Juni 2013, asap putih terus keluar dari kedalaman gambut. Butuh sekitar dua kilometer berjalan kaki untuk sampai ke areal itu di Kecamatan Rimba Melintang, Kabupaten Rokan Hilir.  Saya menginjakkan kaki tepat di areal kanal 14,5. Api juga terlihat membakar  kanal 15 dan kanal 16,5  milik PT Ruas Utama Jaya yang sedang terbakar.  Paling parah akasia terbakar di kanal 15. Di kanal 16,5 hutan lindung dan wind break PT RUJ ikut terbakar.Saya menyaksikan kayu arang akasia tergeletak habis terbakar, ilalang berwarna kecoklatan dan abu mengitari kayu setinggi setengah meter itu terbakar. Uniknya, kayu patok batas itu tidak ikut terbakar. Padahal kayu bertuliskan  GC 01 TFT tertanggal 23-05-2013 berada di tengah areal terbakar. Maknanya pada tanggal 23 Mei 2013 APP bersama TFT  telah memasang patok batas areal moratorium. Patok batas itu menegaskan PT Ruas Utama Jaya (RUJ) salah satu supplier independen Asia Pulp and Paper (APP) yang masuk dalam Forest Conservation Policy terbakar.Sehari sebelumnya gambut juga sedang terbakar di areal PT Arara Abadi di Rantau Bais, Kabupaten Rokan Hilir, satu siang bertarikh 27 Juni 2013.  Api membakar ratusan pohon akasia siap panen. Asap putih keluar dari kedalaman gambut. Bau kepulan asap menyengat hidup meski masker tipis berwarna hijau menutupi hidung dan mulut. Mata terasa perih. Ada sekitar 300 hektare HTI PT Arara Abadi dilalap api." "Kebakaran Hutan Sumatera: Pantauan di Kawasan Hutan Tanaman Industri","Bersempadan dengan kanal PT Arara Abadi, sekira 500 hektare sawit hamparan sawit berwarna kehitaman terbakar. “Kebun sawit itu baru ditanam sebulan lalu milik warga di sini. Dua hari lalu (25 Juli 2013, red) kebun sawit  terbakar. Awalnya di lokasi PT Arara Abadi terbakar, karena angina kencang merembet ke sini (kebun warga). Angin di sini tak bisa diprediksi,” kata Edi Nasution, yang hari itu hanya mengenakan kaos bersama anak buahnya memadamkan api menggunakan bekko dan alat seadanya.Sinarmas Grup Asia Pulp and Paper (SMG/APP) per 5 Februari 2013, mengumumkan pada publik terkait kebijakan konservasi APP. Inti kebijakan itu tidak lagi menebang hutan alam untuk produksi kertas, menjaga gambut dan karbon, menyelesaikan konflik dengan masyarakat tempatan dan ekspansi ke depan.APP adalah perusahaan kertas dan pulp Indonesia berdiri sejak tahun 1978. Kini APP mengoperasikan delapan fasilitas manufaktur produk pulp dan kertas tersebar di Sumatera dan Jawa. Produksi pulp, kertas fotokopi dan printer, kertas grafis, kertas tissue dan kertas kemasan.Hingga saat ini APP menggandeng The Forest Trust dan APCS untuk melakukan identifikasi hutan alam, gambut dan penyelesaian konflik sosial terkait implementasi FCP APP ke depan.Namun, kebakaran lahan di PT Arara Abadi dan PT Ruas Utama Jaya membuktikan bahwa APP belum sepenuhnya mampu menjaga areal hutan lindung, gambut dan patok batas yang telah mereka tetapkan sendiri untuk dilindungi. Sejak kebakaran hebat melanda Propinsi Riau pada Juni 2013, Polda Riau dan Kementerian Lingkungan Hidup belum menetapkan status tersangka terhadap perusahaan HTI. [SEP]" "Pemerintah Harus Berikan Jaminan ‘Rumah’ Aman bagi Orangutan","[CLS] Pemerintah harus memberikan jaminan tempat tinggal aman bagi keberlangsungan hidup orangutan di Aceh. “Selain penengakan hukum, jaminan tempat tinggal orangutan penting mengingat tingginya perubahan fungsi hutan yang menjadi rumah orangutan di Aceh,” kata Ratno Sugito, dari Forum Orangutan Aceh (Fora), dalam aksi World Orangutan Day, Selasa (20/8/13).Dia mengatakan, pemerintah harus menyadari perubahan atau alih fungsi hutan sebagai habitat satwa itu berbanding lurus dengan meningkatnya perburuan, perdangangan, serta konflik satwa di Aceh.Terlebih Aceh, merupakan salah satu kantong pertahanan orangutan Sumatera, yang diperkirakan tinggal 5.000. Dalam 10 tahun belakangan ini,  ada 220 orangutan masuk karantina orangutan di Sibolangit, Sumatera Utara. Dari jumlah itu, para pelakunya minim sekali yang masuk ke ranah hukum. “Kalaupun ada hanya satu atau dua kasus.” Keadaan tambah parah, kala 60 persen dari pelaku pemelihara illegal orangutan ini adalah oknum aparat negara seperti PNS, TNI, Polri.Untuk itu, bertepatan dengan Hari Orangutan Sedunia, Fora mengadakan aksi damai di simpang lima Kota Banda Aceh. Mereka membagikan stiker berisi kampanye penyelamatan orangutan.  “Kampanye ini  sangat penting untuk mensosialisasikan perlindungan dan penegakan hukum bagi satwa liar aceh khusus orangutan. Mengingat konflik satwa di Aceh, selalu satwa liar yang menjadi korban.” [SEP]" "Rumitnya Pelepasliaran Orangutan, Bukan Sekedar Rehabilitasi Belaka","[CLS] Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus)  memiliki tiga sub-spesies yang telah diidentifikasi berdasarkan studi genetika. Ketiga orangutan tersebut yaitu Pongo pygmaeus pygmaeus yang ditemukan di barat laut Borneo, Pongo pygmaeus wurmbii di Borneo bagian tengah, dan Pongo pygmaeus morio di timur laut Borneo. P.p. wurmbii merupakan sub-spesies dengan ukuran tubuh relatif paling besar, sementara P.p. morio adalah sub-spesies dengan ukuran tubuh relatif paling kecil.Hal ini dikatakan Drh. Agus Irwanto, Acting Manager Program Samboja Lestari Yayasan Penyelamat Orangutan Borneo (Yayasan BOS). “Perbedaan yang mencolok, orangutan yang ada di Kalimantan Tengah memiliki tubuh langsing sementara orangutan yang ada di Kalimantan Timur memiliki tubuh yang gemuk,” ungkap Agus.Menurut data yang diperoleh, pada tahun 2004, diperkirakan bahwa total populasi orangutan di Pulau Borneo, baik di wilayah Indonesia maupun Malaysia terdapat sekitar 54 ribu individu. Diantara ketiga sub-spesies orangutan Borneo tersebut, P.p. pygmaeus merupakan sub-spesies yang paling sedikit dan terancam kepunahan, dengan estimasi jumlah populasi sebesar 3,000 hingga 4,500 individu di Kalimantan Barat dan sedikit di Sarawak, atau kurang dari 8% dari jumlah total populasi orangutan Borneo.Dengan perbedaan tiga sub-spesies orangutan Kalimantan tersebut, maka pada Kamis (28/11) lalu, yayasan BOS di Semboja lestari mengembalikan lima individu orangutan Kalteng (Pongo pygmaeus wurmbii ) yang berada di Semboja lestari. Sementara pada Sabtu (30/11) mendatang tiga orangutan Kaltim (Pongo pygmaeus morio) yang berada di rehabilitasi Nyaru Menteng Kalteng ke rehabilitasi Semboja Lestari Kaltim." "Rumitnya Pelepasliaran Orangutan, Bukan Sekedar Rehabilitasi Belaka","Pertukaran tersebut berdasar pada tes Deoxyribo Nucleic Acid (DNA) setiap individu orangutan yang akan dilepasliarkan.  Kelima individu orangutan Kalteng yang berada di Semboja Lestari, seharusnya telah dilepasliarkan pada bulan lalu bersama pelepasliaran ke-100 orangutan namun, sebelum pelepasliaran, dilakukan tes DNA, ternyata kelima orangutan tersebut merupakan orangutan Kalteng, sehingga mereka tidak dilepasliarkan di Kaltim dan harus dikembalikan ke Kalteng.“Kita harus mengembalikan ke habitatnya masing-masing sesuai dengan hasil tes DNA. Setelah 7-12 tahun kelima individu orangutan yang kami sekolah alamkan, memang belum diketahui apakah mereka berada di ruang lingkup orangutan Kaltim atau tidak. Kami baru melakukan pengecekan DNA, setelah orangutan tersebut siap dilepasliarkan,” kata Agus.Sementara itu, setiap individu orangutan, percontoh darah yang akan dites DNA nya memakan biaya sekitar Rp 2,5 juta. Dan seharusnya pemerintah saat melakukan penyitaan dan sebelum diserahkan ke badan rehabilitasi atau konservasi, harus melakukan tes DNA terlebih dahulu, sehingga dapat meletakan individu orangutan ke lokasi yang benar.“Yang sangat disayangkan, saat melakukan penyitaan orangutan oleh BKSDA, mereka tidak melakukan pengetesan DNA, sehingga terjadi peristiwa seperti ini, dan kami baru melakukan tes DNA, saat akan dilepasliarkan. Biaya untuk tes DNA lumayan mahal, untuk satu sample darah itu mencapai Rp 2,5 juta,” ungkap  Rini Sucahyo Communication Advisor for the CEO of The Borneo Orangutan Survival FoundationNamun permasalahan kembali timbul, saat lima individu orangutan Kalteng yang dikembalikan dari Semboja Lestari tiba di Nyaru Menteng Kalteng. Karateristik daerah yang berbeda menyebabkan individu orangutan Kalteng yang dikembalikan harus melakukan adabtasi selama beberapa hari untuk menyesuikan dengan kondisi alam setempat." "Rumitnya Pelepasliaran Orangutan, Bukan Sekedar Rehabilitasi Belaka","Kondisi alam di Kalteng, diketahui lebih memiliki banyak rawa dan rawan banjir, sehingga orangutan lebih banyak beraktivitas di atas atau pohon. Sementara di Kaltim kondisi lahan banyak bukit dan hutan, sehingga orangutan banyak beraktivitas di bawah atau di tanah.“Kalau orangutan Kalteng yang telah disekolahkan di Semboja Lestari dan dikembalikan ke Kalteng, individu orangutan tersebut harus ditaruh di Pulau Kaja, Nyaru Menteng Kalteng, untuk beradabtasi selama beberapa hari agar dapat menyesuaikan diri dengan alam sekitar setelah itu baru dilepasliarkan, sementara untuk tiga orangutan Kaltim yang di sekolahkan di Nyaru Menteng saat dikembalikan ke Kaltim dapat langsung di lepaskan,” papar Rini.Dari Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng di Kalimantan Tengah ke Hutan Kehje Sewen di Kalimantan TimurSetelah Kamis kemarin lima individu orangutan Kalteng di kembalikan ke Kalteng, pada Minggu (30/11) ini, Orangutan ibu-anak, Yayang dan Sayang, dan satu individu orangutan betina bernama Diah akan tiba di bandara Sepinggan Balikpapan untuk dilepasliarkan ke Hutan Kehje Sewen di Kabupaten Kutai Timur dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.Pelepasliaran kali ini terbilang istimewa karena merupakan pelepasliaran lintas provinsi pertama dari Program Reintroduksi Orangutan Yayasan Penyelamatan Orangutan Borneo (Yayasan BOS) di Nyaru Menteng, Kalimantan Tengah, ke Hutan Kehje Sewen yang dikelola oleh PT Restorasi Habitat Orangutan Indonesia (RHOI) di Kabupaten Kutai Timur dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Ini agak berbeda dengan orangutan-orangutan lain yang berasal dari pusat rehabilitasi yang sama, yang selama ini dilepasliarkan di kawasan Hutan Lindung Bukit Batikap, Kalimantan Tengah." "Rumitnya Pelepasliaran Orangutan, Bukan Sekedar Rehabilitasi Belaka","Kelima orangutan Kalteng yang dikembalikan ke Kalteng dari Semboja Lestari, yang memiliki sub-species Pongo pygmaeus wurmbii ini akan menjalani tahap akhir proses rehabilitasi mereka di salah satu pulau pra-pelepasliaran orangutan yang dikelola oleh Yayasan BOS di Nyaru Menteng sebelum dilepasliarkan ke habitat alami mereka di Kalimantan Tengah.Sepasang induk-anak Yayang dan Sayang akan dilepasliarkan di Kalimantan Timur berdasarkan hasil pemeriksaan DNA yang harus dilakukan sebelum dilepasliarkan. Dari hasil pemeriksaan, ternyata sub-spesies Yayang dan Sayang adalah Pongo pygmaeus morio yang secara alami tersebar di wilayah timur Kalimantan, bukan Pongo pygmaeus wurmbii yang secara alami terdapat di Kalimantan bagian tengah. Sesuai dengan praktik kesejahteraan satwa, Sayang yang masih berusia muda akan dilepasliarkan bersama dengan induknya untuk memastikan kesejahteraannya.Sementara Diah, orangutan betina yang kini berusia 17 tahun, akan dilepasliarkan ke Kalimantan Timur karena sub-species-nya adalah Pongo pygmaeus morio yang secara alami tersebar di wilayah timur Kalimantan. Disita dari Sebulu, Kalimantan Timur, Diah menjalani proses rehabilitasi di Pusat Reintroduksi Orangutan Yayasan BOS di Samboja Lestari, Kalimantan Timur. Pada tahun 1998, Samboja Lestari mengalami kelebihan kapasitas akibat banyaknya orangutan yang masuk ke Samboja Lestari karena kebakaran hutan besar. Diah yang baru satu tahun belajar di Samboja Lestari, terpaksa dipindahkan ke Nyaru Menteng, Kalimantan Tengah yang baru saja dibuka." "Rumitnya Pelepasliaran Orangutan, Bukan Sekedar Rehabilitasi Belaka","Berdasarkan hal tersebut dan sesuai dengan standar nasional dan internasional (IUCN), maka Yayang, Sayang, dan Diah harus dilepasliarkan di Hutan Kehje Sewen, Kalimantan Timur, bukan di hutan lindung Bukit Batikap, Kalimantan Tengah, seperti kawan-kawannya dari pusat rehabilitasi Nyaru Menteng. Hutan Kehje Sewen dikelola oleh PT Restorasi Habitat Orangutan Indonesia (RHOI) yang telah mendapatkan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu –  Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE) dari Kementerian Kehutanan.RHOI adalah perusahaan yang didirikan oleh Yayasan BOS pada 21 April 2009 dengan tujuan tunggal  untuk dapat mengelola kawasan hutan secara lestari bagi orangutan rehabilitan dari Samboja Lestari. “Secara naluri DNA, seorang anak individu orangutan akan mengikuti DNA sang ibu, sehingga tiga orangutan beserta anaknya akan dilepaskan di Kaltim,” ungak RiniPelepasliaran kali ini melibatkan para pemangku kepentingan, termasuk Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur, Pemerintah Kabupaten Kutai Timur dan Kutai Kartanegara, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur, serta masyarakat Kutai Timur dan Kutai Kartanegara.Yayasan BOS terus berusaha keras melakukan kegiatan pelepasliaran orangutan dengan harapan dapat memenuhi target yang ditetapkan dalam Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia 2007-2017. Rencana Aksi ini dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia dalam Konferensi Perubahan Iklim di Bali tahun 2007, yang menyatakan bahwa semua orangutan di pusat rehabilitasi harus dikembalikan ke habitatnya paling lambat pada tahun 2015, dan telah disepakati oleh seluruh jajaran pemerintah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten." "Rumitnya Pelepasliaran Orangutan, Bukan Sekedar Rehabilitasi Belaka","“Latar belakang kenapa Yayang, Sayang, dan Diah harus dilepaskan di provinsi yang lain adalah karena sebagai orangutan yang berasal dari timur Kalimantan, mereka memiliki sifat genetik yang berbeda dengan orangutan yang menempati hutan di daerah lain di Kalimantan. Kami berkomitmen untuk menjaga kemurnian genetika setiap orangutan yang dilepasliarkan karena hal ini penting untuk dilakukan. Dengan sekian banyak orangutan masih menunggu untuk dilepasliarkan, masih besar pula kemungkinan bahwa kami harus melakukan pelepasliaran lintas provinsi di masa yang akan datang.” Jelas Rini.Anton Nurcahyo, Manajer Program Nyaru Menteng mengatakan, “Hingga saat ini terdapat lebih dari 500 orangutan yang memenuhi syarat untuk dilepasliarkan di Nyaru Menteng, dan nyaris semuanya masih memerlukan proses pemeriksaan DNA untuk menentukan sub-species mereka sehingga dapat ditentukan di mana tepatnya orangutan-orangutan tersebut dilepasliarkan. Padahal biaya untuk melakukan tes tersebut tidaklah kecil. Apabila pemerintah telah lebih dahulu melakukan tes itu sebelum memasukkan orangutan ke pusat rehabilitasi, tentu meringankan beban yang ditanggung oleh pusat rehabilitasi orangutan, dan memudahkan Yayasan BOS untuk menentukan di mana orangutan tersebut akan direhabilitasi dan dilepasliarkan di kemudian hari.Nyaru Menteng Melepasliarkan 17 OrangutanPada 13 Oktober 2013 lalu, dengan dilepasliarkannya 9 orangutan dari Pusat Reintroduksi Orangutan Kalimantan Timur di Samboja Lestari, Yayasan Penyelamatan Orangutan Borneo (Yayasan BOS) genap melepasliarkan 100 individu orangutan ke habitat alami mereka.  Kegiatan pelepasliaran ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan pelepasliaran yang kembali dimulai di Kalimantan pada awal 2012, setelah selama 11 tahun tidak dapat melakukan kegiatan pelepasliaran karena sulitnya menemukan hutan yang layak dan aman sebagai lokasi pelepasliaran." "Rumitnya Pelepasliaran Orangutan, Bukan Sekedar Rehabilitasi Belaka","Kini, untuk mencapai target yang tercantum pada Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia 2007-2017, Yayasan BOS di Nyaru Menteng kembali melepasliarkan 17 orangutan. Kegiatan kali ini menjadikan total orangutan yang telah dilepasliarkan di Kalimantan Tengah 99 orangutan, dan total keseluruhan di Yayasan BOS 117 orangutan.Pada Jumat (29/11) hingga Sabtu (30/11), 17 orangutan rehabilitan berangkat dari Program Reintroduksi Orangutan Kalimantan Tengah di Nyaru Menteng menuju titik-titik pelepasliaran yang telah ditentukan sebelumnya di Hutan Lindung Bukit Batikap. Mereka terdiri dari 13 orangutan betina, dan 4 orangutan jantan.Orangutan-orangutan ini akan diterbangkan dari Bandara Tjilik Riwut, Palangka Raya menuju Bandara Dirung di Puruk Cahu. Sampai di Puruk Cahu, para orangutan akan langsung diterbangkan dengan helikopter ke Hutan Lindung Bukit Batikap. Karena banyaknya jumlah orangutan yang akan dilepasliarkan, para orangutan akan dibagi ke dalam 4 kelompok penerbangan. Hari pertama akan menerbangkan 8 orangutan ke Bukit Batikap, sisanya 9 orangutan akan diterbangkan di hari kedua.Kegiatan pelepasliaran orangutan ini masih merupakan upaya perwujudan target yang tercantum pada Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia 2007-2017 yang diluncurkan oleh Presiden Republik Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim di Bali, 2007, di mana dinyatakan bahwa seluruh orangutan yang ada di pusat rehabilitasi harus telah dilepasliarkan paling lambat pada tahun 2015." "Rumitnya Pelepasliaran Orangutan, Bukan Sekedar Rehabilitasi Belaka","Anton Nurcahyo, Manajer Program Reintroduksi Orangutan Kalimantan Tengah di Nyaru Menteng mengatakan, kebutuhan lokasi pelepasliaran yang baru merupakan hal yang penting dalam upaya pelestarian. “Saat ini upaya konservasi orangutan semakin digiatkan melihat keprihatinan yang terjadi akhir-akhir ini, yaitu pembunuhan orangutan dan pembukaan lahan baru untuk kepentingan industri. Sejak bulan Agustus, dalam kurun waktu kurang dari 3 bulan, Nyaru Menteng telah menerima 8 anak orangutan yatim piatu. Bayi orangutan yang telah kehilangan induknya ini membutuhkan proses rehabilitasi sedikitnya selama 7 tahun, sementara itu Pemerintah memiliki target untuk melepasliarkan orangutan yang ada di pusat rehabilitasi paling lambat pada tahun 2015. Jika Pemerintah tidak tegas dalam menegakkan hukum untuk melindungi orangutan dan habitatnya, target yang tertuang dalam Rencana Aksi Konservasi Orangutan tidak akan bisa terwujud. Hal lain yang sangat mendesak agar pelepasliaran orangutan bisa berjalan dengan lancar  adalah kebutuhan akan lokasi pelepasliaran yang baru,”kata Anton" "Rumitnya Pelepasliaran Orangutan, Bukan Sekedar Rehabilitasi Belaka","Sementara itu menurut Kepala Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah, Ir. Hariyadi, “Perusahaan yang dalam wilayah konsesinya terdapat orangutan dan bernilai konservasi tinggi seharusnya bekerjasama dan berkoordinasi dengan BKSDA untuk melakukan pengelolaan perkebunan yang berwawasan lingkungan dan konservasi. Perusahaan harus ikut serta dalam upaya konservasi orangutan dengan membentuk Satgas Penyelamatan Orangutan. Tujuannya untuk mencegah konflik antara manusia dengan satwa liar, dalam hal ini orangutan, di lingkungan perkebunan, sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan tentang Pedoman Penanggulangan Konflik Antara Manusia dan Satwa Liar. BKSDA akan menyambut positif setiap upaya kerjasama dalam masalah konservasi orangutan yang berada di lingkungan perusahaan agar satwa langka yang dilindungi Undang-Undang ini tetap lestari”. Kata Haryadi Untuk  kedepannya BKSDA Kalteng  akan merangkul  perusahaan tersebut bekerjasama dalam pengelolaan hutan dan kebun yang berwawasan lingkungan dan konservasi melalui Memorandum of Understanding (MoU). [SEP]" "Sambut Rainbow Warrior, Nelayan Batang Teriakkan Penolakan PLTU Batang","[CLS] Sekitar 300 kapal nelayan Batang, Jawa Tengah menyambut kapal legendaris Greenpeace Rainbow Warrior yang melintas di perairan mereka, Rabu pagi, 5 Juni 2013 dan menyerukan tuntutan kepada pemerintah agar rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga batubara di daerah mereka dibatalkan. Mereka juga mengibarkan banner yang bertuliskan “Welcome Rainbow Warrior, Save Our Oceans, Save Our Future” di beberapa kapal besar sementara di kapal lainnya bertuliskan “Tolak PLTU Batubara, Pilih Laut Lestari.”Aksi besar pada Rabu kemarin itu merupakan rangkaian dari protes damai yang dilakukan masyarakat nelayan Batang sejak dua tahun terakhir. Seperti diketahui berdasarkan rencana percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi, pemerintah Indonesia telah menyetujui mega proyek pembangunan PLTU yang diklaim terbesar di Asia Tenggara dengan kapasitas 2000 megawatt. PLTU ini direncanakan akan dibangun di Kawasan Konservasi Laut Ujungnegoro-Roban, sebuah wilayah yang terkenal dengan terumbu karang dan kaya tangkapan ikan di pantai utara Jawa.“Kami menolak rencana pembangunan listrik PLTU ini di desa kami, karena kami tidak ingin laut kita, sumber makanan dan mata pencaharian kami hilang. Kekayaan laut Batang jelas terancam oleh bahan beracun yang akan menurunkan hasil tangkapan ikan juga ancaman potensial lainnya,” kata Karnyoto, nelayan dari desa Roban.Selain aksi flotilla, para nelayan juga mengadakan ritual budaya “ruwat bumi” untuk bermohon kepada Tuhan agar desa dan tempat mata pencaharian mereka termasuk kawasan perairan dilindungi dan diberikan berkah. Aksi ruwat bumi ini dilakukan dengan mengusung sesajian dari hasil perkebunan dan berjalan sepanjang lima kilometer lalu dibuang ke laut setelah sebelumnya memanjatkan doa." "Sambut Rainbow Warrior, Nelayan Batang Teriakkan Penolakan PLTU Batang","Aksi warga itu sendiri disambut oleh kapal Rainbow Warrior dengan mengibarkan banner ukuran besar yang bertuliskan “End the age of coal” di atas kapal. Menurut Arif Fiyanto, Jurukampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, kehadiran Kapal Rainbow Warrior di Batang dalam rangka aksi solidaritas dengan nelayan lokal yang sumber penghidupannya terancam oleh batubara kotor.Ia menambahkan polusi dan debu batubara mengandung bahan beracun, seperti merkuri, sulfur dioksida dan nitrogen oksida, yang akhirnya akan  meracuni laut. PLTU ini berlokasi dekat pantai sehingga akan merusak kehidupan laut ketika mengambil dan membuang air dari laut, yang digunakan untuk mendinginkan fasilitas. Air yang tersedot berisi telur ikan, larva ikan dan kehidupan laut kecil, sedangkan limbah buangan yang panas digunakan untuk memusnahkan makhluk laut yang rentan.Selain itu, dampak jangka panjang dari pembangkit listrik tenaga batubara lebih mengkhawatirkan. Pembakaran batubara untuk bahan bakar merupakan sumber utama terbesar polusi CO2, salah satu penyebab utama perubahan iklim global. Perubahan iklim dianggap sebagai ancaman yang sangat serius terhadap lautan global.“Kami menyerukan kepada Pemerintah Indonesia untuk menghentikan pengembangan industri batubara yang akan membawa lebih banyak bahaya daripada untuk masyarakat Indonesia,” kata Arif Fiyanto.Selain Greenpeace, aksi nelayan batang itu juga didukung langsung oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang yang selama ini memang mendampingi warga." "Sambut Rainbow Warrior, Nelayan Batang Teriakkan Penolakan PLTU Batang","Wahyu Nandang Herawan, aktivis LBH Semarang, mengatakan proyek PLTU ini telah gagal memperhitungkan suara rakyat dan masyarakat telah menjadi korban atas nama pembangunan. “Dalam dua tahun terakhir, ribuan nelayan dan petani telah berjuang dan menyuarakan perlawanan mereka terhadap kekuasaan rencana pembangunan PLTU di Batang. PLTU ini akan dibangun di kawasan seluas 700 hektar di atas lahan pertanian produktif, termasuk sawah dan daerah aliran sungai, dan cadangan laut,” katanya.Wahyu menggarisbawahi pengadilan Jawa Tengah telah memutuskan bahwa rencana pembangunan PLTU ini  bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26/2008 tentang RTRWN, Provinsi Jawa Tengah Peraturan Nomor 6 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Provinsi Jawa Tengah 2009-2029, serta Peraturan Batang 07/2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2011-2013 Batang.Sementara itu Jurukampanye Laut Greenpeace Indonesia, Arifsyah Nasution mengatakan bahwa lautan Indonesia merupakan pusat keanekaragaman hayati laut yang penting, dan merupakan sumber pangan serta mata pencaharian jutaan orang di negeri ini. “Melindungi lautan kita dari berbagai ancaman harus menjadi prioritas utama pemerintah kita,” tegas Arifsyah.Kapal Greenpeace Rainbow Warrior sendiri melakukan perjalanan selama satu bulan yang mengusung tema “100% Indonesia: bersama melindungi hutan dan lautan kita”, yang merupakan bagian dari tur Ocean Defender Asia Tenggara”. Kapal tiba di Jayapura pada 9 Mei dan akan berakhir di Jakarta pada tanggal 10 Juni. [SEP]" "Profesor Okamoto, Kembalikan Keindahan Terumbu Karang Sulawesi","[CLS] Seorang profesor dari Tokyo University sukses mengembalikan kondisi terumbu karang di Indonesia dengan menggunakan instrumen yang kecil. Temuan profesor bernama Mineo Okamoto ini akan menjadi salah satu bahasan dalam International Conference on Climate Change and Coral Reef Conservation, yang diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan dijadualkan berlangsung di Okinawa INstitute of Science and Technology Graduate University di Onna, Okinawa, Jepang hari Sabtu dan Minggu akhir pekan ini.Dalam konferensi tersebut, negara-negara kepulauan yang rentan terdampak pemanasan global akan berdiskusi hal-hal terkait dengan perubahan iklim, termasuk kerusakan terumbu karang di tingkat global akibat kenaikan suhu udara di perairan.“Setidaknya sekitar 80 jenis terumbu sudah tumbuh di kawasan ujicoba kami di Indonesia, yang lambat laun terus berkembang,” ungkap MIneo Okamoto, sang penemu metode penumbuhan terumbu karang dengan instrumen yang kecil, dari Ilmu kelautan dan Teknologi Tokyo University kepada The Yomiuri Shimbun.Proyek revitalisasi terumbu karang di Indonesia ini telah dilakukan oleh Profesor Okamoto sejak beberapa waktu lalu, namun mereka mulai menenggelamkan media penumbuh terumbu karang berupa dudukan berbentuk cakram yang bernama “koma” di timur laut Sulawesi mulai tahun lalu. Wilayah ini adalah habitat alami lebih dari 600 jenis terumbu karang dan menjadi salah satu tujuan wisata uatama bagi para penyelam di seluruh dunia." "Profesor Okamoto, Kembalikan Keindahan Terumbu Karang Sulawesi","Media penumbuh karang adalah sebuah alat berbentuk lingkaran berdiamater 5 centimeter dan dibuat dari baja, dengan banyak lekukan di permukaannya. Dengan adanya lekukan-lekukan tersebut, Profesor Okamoto menambah luasan permukaan yang bisa ditumbuhi oleh larva karang. Cakram berbentuk larva karang ini dipilih agar mempermudah larva untuk menempel dan memasikan bahwa perangkat ini sangat kuat. Profesor Okamoto mengembangkan alat ini sejak 15 tahun lalu dan hingga kini masih menyempurnakan peranti penumbuh karang ini.Cakram-cakram ini lalu digabungkan dan disusun menjadi satu dalam sebuah bingkai seperti sebuah sempoa, dan ditempatkan di laut sebelum waktunya pemijahan karang, maka larva karang bisa menempel dan tumbuh di media ini, demikian penjelasan Profesor Okamoto. Setelah 18 bulan, cakram-cakram tersebut kemudian dipisahkan dan ditempelkan di bebatuan di dasar laut untuk membentuk sebuah koloni terumbu karang. Lewat cara ini, penumbuhan terumbu karang bisa ditempatkan dengan lebih bervariasi secara spesies secara lebih fleksibel.Proyek yang telah dikembangkan sejak tahun 1988 di jajaran terumbu karang di Sekisei Lagoon Jepang ini, yang mengalami kerusakan terumbu karang parah di masa itu akibat pemanasan global dan kenaikan suhu permukaan air laut. Saat Okamoto berupaya menempelkan papan-papan penumbuh karang untuk pertemakalinya setahun setelahnya, tak  satupun larva karang yang mau menempel.Namun kini semua telah berbeda, jumlah cakram atau “koma” yang ditanam di Laguna Sekisei ini kini mencapa 33.000 buah. Alat ini terbukti cukup ampuh untuk menumbuhkan bibit terumbu karang, ungkap Okamoto kepada The Yomiuri Shimbun." "Profesor Okamoto, Kembalikan Keindahan Terumbu Karang Sulawesi","Sukses dengan proyek di Jepang tersebut, Okamoto mulai mengembangkan pola penumbuhan terumbu karang ini di Indonesia yang dimulai sejak tahun 2007. Kini proyek ini bekerjasama dengan perusahaan baja bernama JFW Steel di Jepang untuk membangun cakram-cakram baja untuk ditenggelamkan ke laut.“Terumbu karang adalah rumah yang tidak tergantikan untuk melindungi keragaman hayati di laut. Dan secara teknis bukan hal  yang sulit untuk menanam “koma’ di bebatuan laut. Saya harap teknik ini bisa diterapkan di seluruh dunia,” ungkap Profesor Okamoto lebih lanjut kepada The Yomiuri Shimbun pekan lalu. [SEP]" "Penelitian: Populasi Kera Hitam Sulawesi Stabil Satu Dekade Terakhir","[CLS] Sejak era 1970an populasi kera hitam Sulawesi (Macaca nigra) yang terancam punah semakin menyusut jumlahnya. Namun sebuah studi terbaru yang dilakukan oleh University of Washington di Indonesia menunjukkan bahwa jumlah kera hitam ini, kini semakin stabil dalam satu dekade terakhir. Temuan ini dimuat dalam edisi Januari jurnal American Journal of Primatology.“Limabelas tahun silam populasi kera hitam Sulawesi ini nampaknya akan terus mengalami penyusutan populasi dan akan musnah,” ungkap Randal Kyes, penulis utama dari University of Washington. Namun bukan berarti bahwa semuanya kini sudah beres dan kita tidak perlu lagi khawatir tentang keberlangsungan satwa ini, tetapi bagaimanapun, kondisi saat ini merupakan sebuah berita bagus dibanding kondisi selama 30 tahun sebelumnya di cagar alam.”Sejak tahun 1997, Kyes dan mitra peneliti dari Indonesia telah melakukan sebuah studi tentang kera hitam ini di Cagar Alam Tangkoko di Sulawesi Utara. Penelitian ini berlangsung sejak tahun 1999, dan proses pengumpulan data dilakukan hingga tahun 2011 silam.Dari hasil penelitian ini mereka menyimpulkan bahwa tingkat kepadatan kelompok kera hitam telah meningkat dari 3,6 kelompok per kilometer persegi di tahun 1999 menjadi 3,9 kelompok di tahun 2005 dan menjadi 4,3 kelompok di tahun 2011. Mereka juga menemukan adanya peningkatan secara bertahap dalam jumlah individu per kilometer persegi, yaitu sekitar 32,4 ekor di tahun 1999, menjadi 53,8 kilometer persegi di tahun 2005 dan meningkat lagi menjadi 61,5 ekor di tahun 2011.Dari hasil perhitungan ini, jumlah populasi kera hitam kini kembali ke nyaris 20 tahun silam, dimana di tahun 1994 dilaporkan bahwa jumlah kelompok per kilometer persegi adalah 3,9 kelompok dan jumlah individu mencapai 68,7 ekor. Sementara, penelitian di tahun 1978 menunjukkan bahwa kondisi populasi kera hitam di masa itu adalah 10 grup per kilometer persegi dengan jumlah populasi 300 ekor." "Penelitian: Populasi Kera Hitam Sulawesi Stabil Satu Dekade Terakhir","“Kami menemukan bahwa penurunan jumlah populasi kera hitam kini melambat,” ungkap Kyes. “Kira-kira sekitar 10 tahun silam hal ini mulai berubah. Kami melihat kondisi populasi mulai menuju ke keadaan yang seimbang, namun tanpa adanya kerja keras dari masyarakat lokal dan lembaga pelestarian internasional yang bekerja keras di kawasan cagar alam ini, maka kera ini bisa kembali terancam punah.”Perburuan dan hilangnya habitat menjadi penyebab utama musnahnya populasi kera hitam di beberapa dekade sebelumnya. Seperti kita ketahui, masyarakat di MInahasa memiliki budaya untuk mengonsumsi berbagai jenis satwa, hal ini pun terjadi dengan kera hitam yang seringkali menjadi menu istimewa di meja makan. Kendati para peneliti tidak mempelajari hal ini terlalu dalam di penelitian ini, para peneliti memberikan arahan kepada anak-anak yang tinggal di sekitar Cagar Alam Tangkoko untuk tidak melakukan perburuan dan menjebak satwa. Selain penelitian, para ahli juga memberikan kursus lapangan kepada para mahasiswa dan warga sekitar tentang biologi konservasi dan ilmu kesehatan.Mereka menyatakan bahwa upaya ini sungguh membantu. Mereka tidak melarang secara langsung untuk tidak memakan kera, namun mereka mengingatkan bahwa tidak akan banyak kera hitam yang akan tersisa di masa depan. Para ahli juga mengajarkan anak-anak ini agar meminta orang tua mereka mengonsumsi makanan lain selain kera dan satwa dilindungi lainnya.Penelitian yang didanai oleh Woodland Park Zoo di Seattle Amerika Serikat ini juga melibatkan peneliti Indonesia seperti Entang Iskandar dari Pusat Penelitian Primata Institut Pertanian Bogor, dan Jane Onibala, Umar Paputungan serta Sylvia Laatung dari UNiversitas Sam Ratulangi, Manado, ada juga Falk Huettmann dari University of Alaska-Fairbanks." "Penelitian: Populasi Kera Hitam Sulawesi Stabil Satu Dekade Terakhir","CITATION: Randall C. Kyes, Entang Iskandar, Jane Onibala, Umar Paputungan, Sylvia Laatung, Falk Huettmann. Long-Term Population Survey of the Sulawesi Black Macaques (Macaca nigra) at Tangkoko Nature Reserve, North Sulawesi, Indonesia. American Journal of Primatology, 2013; 75 (1): 88 DOI: 10.1002/ajp.22088 [SEP]" "Walhi Menangi Gugatan, Gubernur Bali Harus Cabut Izin Pemanfaatan Hutan Mangrove","[CLS] Majelis hakim pada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Denpasar akhirnya mengabulkan tuntutan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali kepada Gubernur Bali terkait rencana pemanfaatan kawasan mangrove Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Bali. Dalam sidang pembacaan putusan di PTUN Denpasar pada Kamis, 1 Agustus 2013, hakim memerintahkan gubernur untuk segera mencabut surat keputusan (SK) yang memberikan izin kepada sebuah perusahaan swasta, PT. Tirta Rahmat Bahari (PT.TRB), untuk pemanfaatan kawasan Tahura Ngurah Rai.“Mengabulkan Gugatan Penggugat (WALHI), menyatakan batal SK Gubernur Bali Nomor 1.051/03-L/HK/2012 tentang pemberian izin pengusahaan pariwisata alam pada blok pemanfaatan kawasan taman hutan raya (Tahura) Ngurah Rai seluas 102,22 hektar kepada PT. Tirta Rahmat Bahari, serta memerintahkan tergugat untuk segera mencabut SK tersebut,” demikian ketua majelis hakim Asmoro Budi Santoso pada sidang yang dijaga ketat aparat tersebut.Selain itu, majelis hakim juga menghukum tergugat untuk membayar biaya pengadilan secara tanggung renteng bersama penggugat intervensi sebesar Rp 1,7 juta.Dalam pertimbangannya, majelis hakim menjelaskan bahwa SK yang dikeluarkan oleh Gubernur Bali bertentangan dengan kebijakannya sendiri. SK yang ditandatangani Pastika pada  27 Juni 2012 lalu itu dinyatakan melanggar surat edaran gubernur tentang moratorium izin akomodasi pariwisata di Bali selatan. Dalam SK Tahura Ngurah Rai, PT. TRB diizinkan untuk membangun sejumlah sarana akomodasi pariwisata seperti penginapan, restaurant dan berbagai sarana wisata di kawasan Tahura Ngurah Rai.“Pengeluaran SK tersebut bertentangan dengan asas-asas pemerintahan yang baik, utamanya asas keterbukaan, asas kepastian hukum, serta asas kecermatan dan kehati-hatian,” ujar Asmoro Budi." "Walhi Menangi Gugatan, Gubernur Bali Harus Cabut Izin Pemanfaatan Hutan Mangrove","Kuasa hukum Gubernur Bali Ketut Ngastawa mengaku kecewa atas putusan hakim. “Siapapun, pasti ada (rasa kecewa). Tapi yakinlah bahwa upaya apa yang dilakukan oleh gubernur, ketika digugat dan harus mengikuti prosedur itu. Banding merupakan bagian dari upaya melaksanakan hak hak hukum,” jelas Ngastawa.Sementara itu, kuasa hukum Walhi Bali Wihartono mengatakan bahwa putusan tersebut sudah tepat. Pihaknya meminta agar Gubernur Bali segera melaksanakan putusan hakim tersebut. “Apa yang kita dalilkan, semua dijadikan pertimbangan oleh majelis hakim. Ini membuktikan bahwa dalam memberikan SK tersebut, gubernur telah melanggar kebijakannya sendiri serta bertentangan dengan asas-asas pemerintahan yang baik,” ujar Wihartono.“Ini merupakan gugatan lingkungan pertama di Bali. Ini akan menjadi preseden baik bagi penegakan hukum lingkungan dan putusan ini juga yurisprudensi bagi setiap gerakan penyelamatan lingkungan yang akan melakukan upaya-upaya hukum,” ujar Ketua Dewan Daerah Walhi Bali Wayan ‘Gendo’ Suardana.Kemenangan Walhi, kata dia, tidak terlepas dari dukungan semua pihak yang berkomitmen terhadap gerakan penyelamatan lingkungan. Hal ini akan menjadi pembelajaran bersama bahwa pemerintah juga bisa melakukan kesalahan dalam mengeluarkan kebijakan. “Selama ini masyarakat takut apabila berhadapan dengan pemerintah. Tetapi hari ini, putusan hakim yang memenangkan Walhi membuktikan pemerintah juga bisa salah dalam mengeluarkan kebijakan,” kata Gendo.Gendo juga menyarankan kepada publik agar mau menggunakan hak gugatnya apabila merasa dirugikan akibat kebijakan-kebijakan pemerintah. Ke depan, lanjutnya, gubernur harus terbuka kepada publik dalam menerbitkan setiap kebijakan serta memberikan ruang kepada publik untuk berpartisipasi penuh dalam proses pembuatan kebijakan." "Walhi Menangi Gugatan, Gubernur Bali Harus Cabut Izin Pemanfaatan Hutan Mangrove","Dalam kesempatan yang sama, Tama S Langkun, peneliti hukum dan monitoring peradilan dari Indonesian Corruption watch (ICW) yang datang langsung dari Jakarta untuk memantau pesidangan menilai putusan hakim sudah tepat dan patut di apresiasi. “Mendengarkan fakta hukum yang disampaikan oleh majelis hakim, Walhi memang harus menang. Ini merupakan satu putusan yang akan menjadi preseden hukum yang baik. Putusan ini juga semakin menguatkan posisi organisasi masyarakat sipil sebagai lembaga kontrol yang efektif terhadap kebijakan pemerintah,” Tama menegaskan. [SEP]" "Nasib Cagar Alam Tanjung Panjang, di Tengah Alih Fungsi Lahan dan Ancaman Konflik Etnis","[CLS] Cagar Alam Tanjung Panjang, di Kabupaten Pohuwato, Gorontalo, merana. Kawasan seluas 3.000 hektar itu, kini tinggal sekitar 600-an hektar. Masalah yang muncul tidak hanya alih fungsi hutan mangrove menjadi tambak ikan dan udang.  Ancaman konflik antaretnis: pendatang Bugis dari Sulawesi Selatan dan penduduk lokal Gorontalo.Mayoritas  pemilik tambak  ikan dan udang dikelola masyarakat Bugis, orang-orang Gorontalo sebagai peladang. Perbedaan penghasilan bisa terlihat jelas di wilayah itu. Di Desa Patuhu, Kecamatan Randangan, Pohuwato, misal, kawasan mangrove dalam Cagar Alam Tanjung Panjang berubah menjadi tambak sekitar 1.015 hektar. Desa Patuhu, memiliki empat dusun, yakni Dusun Dunga, Mekar Jaya, Suka Damai, dan Satria Bone.Noldi Mohi, Aparat Desa Patuhu, mengatakan, Dusun Satria Bone mayoritas penduduk suku Bugis. ”Setiap tahun dari Sulawesi Selatan datang dan menetap di Dusun Satria Bone terus bertambah, rata-rata 10 keluarga. Mereka ada yang memiliki tambak dan ada hanya penggarap tambak, baik bandeng maupun udang,” katanya.Warga yang data dari Sulsel ini sebagian besar menetap dan membangun pemukiman di kawasan cagar alam yang berubah menjadi kaplingan tambak. Untuk menemui mereka, harus menggunakan perahu.Di Desa Siduwonge, Kecamatan Randangan, juga begitu. Menurut Usman Achir, Kepala Desa Siduwonge, luas tambak ikan di desanya 1.117 hektar. Luasan ini hanya ada di dua dusun: Simanagi dan Bolongga, semua dikelola etnis Bugis. Khusus Dusun Bolongga, untuk mencapai lokasi harus menggunakan perahu sekitar 45 menit. ”Dusun Bolongga seperti terpisah dari daratan, namun bukanlah pulau. Dusun itu dihuni 39 keluarga dan 140 jiwa, 77 laki-laki dan 63 perempuan. Semua beretnis Bugis dan petambak ikan.”" "Nasib Cagar Alam Tanjung Panjang, di Tengah Alih Fungsi Lahan dan Ancaman Konflik Etnis","Berbeda dengan Desa Patuhu, di desa ini juga memiliki tambak garam seluas 52 hektar dikelola oleh orang Gorontalo. Kepala desa dan aparatur Desa Siduwonge mengetahui, lokasi tambak bandeng dan udang itu masuk dalam kawasan cagar alam. Namun, mereka tak tahu batas wilayah.  Sebab, sampai saat ini tak ada petunjuk ataupun tapal batas jelas.Usman Achir juga memiliki tambak ikan.  Menurut dia, awal mula tambak masuk di kawasan cagar alam pada 1993. Ketika itu, Usman sebagai Sekretaris Desa Motolohu. Dia ikut survei awal ke lokasi Cagar Alam Tanjung Panjang oleh lima instansi pemerintah. Kala itu, Gorontalo, masih  masuk Sulawesi Utara.Lima instansi itu Bappeda, Dinas Kehutanan, Dinas Perikanan, Transmigrasi, dan Badan Pertanahan Nasional (BPN), serta Haji Nompo asal Maros, yang akan membuka tambak.Pemerintah, kata Usman, saat itu telah melegitimasi pembukaan tambak bandeng maupun udang di cagar alam. Bahkan dia menyebutkan,  orang Gorontalo yang ikut andil dalam pembukaan tambak adalah Hidayat, saat itu pegawai di BPN. ”Dalam survei 1993 oleh Haji Nompo dengan bantuan pemerintah Sulawesi Utara, pemerintah melalui lima dinas memberikan rekomendasi agar membuka areal tambak 100 hektar.”Sejak saat itu, tren pembukaan tambak di kawasan cagar alam mulai marak. Penduduk lokal Gorontalo ikut mengkonversi hutan mangrove menjadi tambak. Namun, tidak memiliki keahlian mengelola tambak ikan, hingga mereka menjual tambak pada orang Bugis yang dikenal pandai budidaya tambak.Usman mengatakan, jika kawasan itu akan ditanami mangrove untuk rehabilitasi kawasan lindung, dia menerima. Namun, harus ada kompensasi,  tambak ikan milik mereka harus diganti dengan luasan lahan lain yang sama." "Nasib Cagar Alam Tanjung Panjang, di Tengah Alih Fungsi Lahan dan Ancaman Konflik Etnis","Samsiar,  perempuan asal Kabupaten Sinjai, Sulsel, memiliki tambak lima hektar di kawasan ini mengungkapkan, jika pemerintah ingin mengembalikan status cagar alam di Tanjung Panjang, tak masalah. “Namun pemerintah harus adil. Jika memang ingin ditanami kembali mangrove, harus tanam semua, tidak boleh pilih kasih.”Mama Aco, panggilan akrab Samsiar, terkadang menjadi juru bicara warga Bugis dengan pemerintah setempat. Dia pernah mendengar ada surat edaran dari pemerintah kabupaten atau surat keputusan Bupati Pohuwato mengenai larangan membuka lahan di cagar alam. Namun, surat itu tidak pernah sampai di tangan mereka sebagai petambak.Dia menceritakan, saat datang ke Gorontalo, orang-orang Bugis telah menjual seluruh harta mereka. Mereka membangun hidup baru dengan mengelola tambak di Pohuwato. Biaya membuat tambak tidak sedikit. Untuk sewa eskavator saja, harus mengeluarkan duit Rp700 ribu perjam. ”Untuk luas lima hektar tambak milik saya, total bayar untuk eskavator Rp30 juta. Itu belum beli bibit dan pakan ikan bandeng atau udang.”Memang, hasil panen tambak cukup menggiurkan. Contoh, panen dalam 70 hari di tambak seluas dua hektar, berhasil meraup keuntungan Rp100 juta.Menurut Samsiar,  warga Sulsel ke Pohuwato dan menambak di cagar alam karena mendengar hasil penelitian bahwa tambak ikan yang paling bagus hanya di Pohuwato, khusus Cagar Alam Tanjung Panjang. Sebab, kualitas ikan sangat bagus, tidak becek, tidak bau rumput, dan tanah subur. Hasil panen bandeng pun mereka jual ke Manado, Palu, Makassar, Surabaya, dan Jakarta.Ketua Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) di Kabupaten Pohuwato, Ambo Tang Matteru, mengatakan, polemik di cagar alam ini dimanfaatkan Polisi. Polisi seperti sedang memancing di air keruh. Ada beberapa oknum polisi memanfaatkan masalah petambak di cagar alam untuk memeras." "Nasib Cagar Alam Tanjung Panjang, di Tengah Alih Fungsi Lahan dan Ancaman Konflik Etnis","”Masyarakat Bugis yang mendiami kawasan cagar alam bisa direlokasi bertahap dengan berbagai pendekatan. Kami sudah mengimbau ini kawasan dilarang. Namun, pemerintah harus siap memberikan kompensasi kepada warga. “Sebab, mereka telah menjual aset di kampung asal dan membangun hidup baru di Gorontalo.”Bupati Kabupaten Pohuwato, Syarif Mbuinga, menjelaskan, masalah di kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang, sudah lama, sejak 1980-an. Dia  diadapkan dengan psiko-sosial masyarakat di wilayah  itu. Sewaktu-waktu konflik horizontal bisa terjadi antara masyarakat pendatang dengan penduduk lokal.Namun, dia sudah memilki konsep mengantisipasi persoalan ini, dengan pembauran dan pendekatan simpul tokoh masyarakat. Meskipun implementasi di lapangan belum maksimal.”Untuk status kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang, pemerintah daerah sudah disurati pemerintah pusat (Kehutanan) untuk segera mengatasi, termasuk soal tapal batas.”Hal serupa diungkapkan Jhoni Nento, Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Pohuwato. Menurut dia, sesuai rekomendasi Pansus Mangrove DPRD Gorontalo, cagar alam  ini tetap dipertahankan dan diberi waktu merelokasi masyarakat di kawasan itu. ”Tahun ini Dinas Kehutanan bekerja sama dengan pihak terkait akan melakukan tata batas di kawasan  ini. Juga sosialisasi kepada masyarakat.”Iwan Abay, Wakil Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Pohuwato, mengatakan, perjuangan membuat tata batas di Cagar Alam Tanjung Panjang,  sudah dimulai dua tahun lalu. Namun, sampai saat ini belum terealisasi. ”Pemerintah daerah kurang berwibawa menyelesaikan polemik di cagar alam  itu.”" "Nasib Cagar Alam Tanjung Panjang, di Tengah Alih Fungsi Lahan dan Ancaman Konflik Etnis","Anshar Akuba, ketua LSM Insan Cita Pohuwato, mengatakan, tambak-tambak ikan di cagar alam khawatir menjadi pemicu konflik sosial dan bisa sampai pada nuansa etnis. Kesenjangan ekonomi antara warga pendatang dan lokal akan menjadi masalah utama. ”Solusi Bupati Pohuwato, tentang pembauran etnis Gorontalo dan Bugis, solusi tepat demi meredam gejolak. Salah satu pintu masuk paling cepat di Desa Siduwonge. Di desa itu sudah ada orang-orang Bugis yang menikah dengan orang Gorontalo.”Cagar Alam Tanjung Panjang ditetapkan sebagai kawasan suaka alam melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan (SK Menhut/TGHK 362/85). Kawasan yang meliputi Desa Patuhu, Desa Siduwonge, Desa Palambane, Kecamatan Randangan ini menjadi tempat hidup babi hutan, ular, buaya muara, burung-burung air, dan monyet Sulawesi. Bahkan maleo, dulu masih ada di daerah ini, namun kini tak ada lagi. [SEP]" "Mongabay.org Berikan Bantuan Dana 20.000 Dollar AS Untuk Liputan Mendalam Sektor Kelautan","[CLS] Mongabay.org, salah satu cabang organisasi yang berada di dalam kelompok media online Mongabay.com yang bergerak di sektor nirlaba, kini tengah membuka kesempatan kepada para jurnalis di seluruh Indonesia untuk mendapatkan bantuan dana atau grant sebesar 20.000 dollar AS untuk melakukan serangkaian peliputan mendalam terkait sektor perikanan laut di Indonesia.Program yang bernama SRI atau Special Reporting Initiatives ini memberikan kesempatan kepada para jurnalis untuk melakukan peliputan in-depth dan akan dipublikasikan di bawah lisensi Creative Commons yang meungkinkan untuk dipublikasikan di secara berulang di berbagai jurnal dan media di dunia, terutama untuk isu lingkungan. Masing-masing program SRI yang diluncurkan ini menyediakan bantuan untuk sebuah laporan investigasi mendalam yang berkualitas tinggi, mendetail dan potensial.Program SRI terbaru yang diluncurkan oleh Mongabay.org adalah the state of marine fisheries in Indonesia. Tema ini diangkat karena sektor perikanan di bagian Pasifik Barat seringkali tidak terkelola dengan baik, bahkan cenderung melakukan eksploitasi secara berlebihan dan kerugian secara ekonomi seringkali merugikan nelayan-nelayan kecil.Hal ini juga terutama terjadi di Indonesia, dimana korupsi dan penangkapan elit lokal diyakini sebagai salah satu faktor penting yang menyebabkan penangkapan ikan secara berlebihan, namun tata kelola yang baik dalam sektor perikanan sebenarnya tidak dipahami secara mendalam.Pertanyaan yang harus dijawab dalam tema Special Reporting Initiative kali ini adalah: Bagaimana sebenarnya kondisi sektor perikanan di Indonesia dan apa potensi pengembangan yang bisa dilakukan, baik dalam tata kelola dan kebijakan di dalam jangka pendek?" "Mongabay.org Berikan Bantuan Dana 20.000 Dollar AS Untuk Liputan Mendalam Sektor Kelautan","Mongabay.org akan memberikan bantuan dana untuk melakukan proses peliputan mendalam ini hingga maksimal 20.000 dollar AS untuk satu proposal yang terpilih, yang dialokasikan sebagai berikut: 15.000 dollar AS sebagai uang saku dan 5.000 dollar AS untuk peliputan dan ongkos perjalanan. Pemenangnya akan dipilih oleh sebuah tim panel yang terdiri dari enam orang jurnalis dan pakar di bidang perikanan.Pemenang memiliki waktu selama tiga bulan untuk melakukan perjalanan dan riset, serta tiga bulan tambahan untuk melakukan penulisan. Setiap pemenang dipersilakan bekerja dari manapun di dunia ini.Dan jangan lupa, batas akhir pengiriman untuk proposal laporan investigasi ini adalah tanggal 15 November 2013 mendatang. Proposal harus dibuat dalam Bahasa Inggris.Bulan lalu, proyek nirlaba dari Mongabay ini meluncurkan proyek liputan mendalam pertamanya yang bertema: Innovation in tropical biodiversity conservation, yang juga memberikan bantuan dana atau grant sebesar 20.000 dollar AS. Batas akhir untuk pengiriman laporan ini adalah pada tanggal 30 September 2013.Dalam jangka pendek, Mongabay.org akan mengumumkan sejumlah isu peliputan mendalam. Anda bisa melakukan pendaftaran disini untuk menerima email setiap kali kesempatan atau tema baru dibuka.Beberapa tema yang akan diluncurkan di masa mendatang adalah:Untuk informasi lebih lanjut terkait program SRI ini, atau bagaimana melakukan pendaftaran silakan kunjungi situs SRI. [SEP]" "Suara Anda Akan Selamatkan Beruang Madu Balikpapan!","[CLS] Ayo rekan-rekan! Kontribusi anda akan menentukan segalanya. Anda belum terlambat untuk mengubah masa depan Kawasan Wisata Pendidikan Lingkungan Hidup (KWPLH) di Km 23, Balikpapan agar tetap berdiri dan menjadi arena belajar anak-anak anda tentang alam dan kehidupan liar di Kalimantan Timur. Dukungan anda, akan menentukan nasib arena pendidikan yang kini semakin tersudut karena tak akan lagi menerima subsidi dari pemerintah daerah karen dianggap tidak membawa untung.Bagi anda yang sudah pernah ke tempat ini, mungkin sudah tahu, di dalam Kawasan seluas 10 hektar ini, terdapat area sebesar 1,3 hektar yang menjadi ‘rumah’ bagi 6 ekor beruang madu (Helarctos malayanus). Rumah yang memang bukan sepantasnya mereka tempati, namun karena ulah manusia pula yang membuat beruang bernama Harris, Anna, Batik, Bedu, Iddot, dan Benni ini terpaksa menghuni tempat ini.Tahun 2012, jumlah pengunjung mencapai 70.000 orang dari wilayahdomestik dan mancanegara. Kebanyakan pengunjung yang datang adalah anak-anak sekolah, organisasi masyarakat, lembaga keagamaan, perusahaan swasta dan masyarakat umum dalam kelompok keluarga yang datang untuk melihat aktivitas beruang madu di lingkungan yang masih asri dan hampir menyerupai habitat aslinya di Hutan Lindung Sungai Wain. Mereka juga belajar tentang isu-isu lingkungan pada beberapa pusat informasi pendidikan lingkungan hidup yang disediakan.Namun, nasib enam ekor beruang madu (yang sebagian diantaranya cacat akibat ulah manusia ini dan tak bisa kembali ke habitat aslinya) yang turut berjasa bagi anak-anak di Kalimantan Timur karena memberikan dasar pendidikan lingkungan hidup dan mencintai ciptaan Tuhan ini, kini nampaknya tak akan lama lagi bisa dijumpai." "Suara Anda Akan Selamatkan Beruang Madu Balikpapan!","Bahkan arena ini, kini dianggap tak menguntungkan secara finansial oleh Ketua DPRD Balikpapan, Andi Burhanuddin Solong, seorang politisi dari Partai Golkar di Balikpapan. Bapak ini berpendapat bahwa seharusnya Pendapatan Asli Daerah akan meningkat jika KWPLH ini memang tujuan wisata. Namun sekali lagi, KWPLH di Km 23 ini bukan sekedar tempat wisata, namun ini adalah sebuah arena pendidikan yang memberikan ruang belajar di ruang terbuka bagi anak-anak, dan semua bisa dinikmati secara gratis.Arena ini terancam ditutup, setelah DPRD Kota Balikpapan mengusulkan untuk melakukan studi relokasi kawasan yang tahun lalu dikunjungi oleh sekitar 60 ribu pengunjung ini dan fungsinya harus diubah menjadi bumi perkemahan.Hilangnya tempat ini, maka akan mati pula pusat pendidikan lingkungan hidup yang menjadi kebanggan warga Balikpapan sejak tahun 2005 ini. Menjadi sebuah hal ironis, beruang madu yang menjadi simbol Kota Balikpapan sejak tahun 2001 ini, bahkan tak mendapat tempat di kota tempat patung mereka berdiri gagah. Mungkin memang lebih berharga buat manusia, jika semua beruang di Kalimantan Timur hanya bisa dinikmati lewat patung belaka…Dukungan Anda, akan menentukan nasib salah satu wahana pendidikan lingkungan di salah satu propinsi yang mengalami ekspansi bisnis paling laju di Indonesia ini.Hanya butuh kurang dari lima menit untuk membantu mengubah nasib enam beruang madu dan kawasan pendidikan lingkungan hidup ini. Kontribusi anda, sangat signifikan untuk mengubah nasib mereka. Dan satu lagi, arena pendidikan bukan tempat mencari untung….Silakan klik di: http://en.beruangmadu.org/ambil-aksimu/ [SEP]" "Laporan: Terusir Tambang Nikel, Suku Sawai Tak Mendapat Akses Keadilan","[CLS] Dampak ekspansi tambang masih terus merugikan keberadaan masyarakat adat yang hidup di sekitar wilayah pertambangan. Dalam sebuah laporan yang disusun oleh Shelley Marshall, Samantha Balaton-Chrimes dan Omar Pidani menyoroti kasus penguasaan wilayah adat Suku Sawai dan Tobelo Dalam di Maluku Utara oleh PT Weda Bay Nickel. Laporan ini menyebutkan, bahwa hingga saat ini warga dari kedua suku tersebut belum diberikan hak atas konsultasi atau hak atas persetujuan penggunaan lahan terlebih dahulu secara sungguh-sungguh, tanpa paksaan dan disertai penyediaan informasi yang cukup (free, prior, informed, consent) sebagaimana diwajibkan dalam standar Hak Asasi Manusia internasional dan standar IFC.Izin konsesi PT Weda Bay Nickel ini menurut keterangan dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) telah merampas tanah 154 Kepala Keluarga Suku Sawai yang berada di dekat wilayah pertambangan. Akibatnya, etnis Sawai kini kehilangan akses pada lahan yang telah dibudidayakan secara turun temurun tersebut. Suku Sawai juga kehilangan akses terhadap lahan, hutan dan kehilangan mata pencaharian mereka.Proyek yang merupakan bagian dari Bank Dunia ini bernilai sekitar 500 juta dollar Amerika Serikat. Kandungan nikel yang terdapat di perut bumi di wilayah ini diperkirakan mencapai 7 juta ton dan akan bisa dieksplorasi selama 50 tahun. Selain kandungan tersebut, wilayah ini juga masih menyimpan sekitar 500 juta ton.Setidaknya lima komunitas masyarakat pesisir yang terpaksa kehilangan mata pencaharian mereka akibat hilangnya tanah mereka, tiga diantaranya berada langsung di wilayah konsesi: Lelilef Woebulen, Lelilef Sawai dan Gemaf. Masing-masing desa tersebut dihuni sekitar 300 kepala keluarga. Mereka tinggal tidak jauh dari pantai, dan bertani di hutan di sekitar rumah mereka. Jika pertambangan berjalan, maka desa-desa inilah yang akan terkena dampak lingkungan pertamakalinya akibat limbah pertambangan." "Laporan: Terusir Tambang Nikel, Suku Sawai Tak Mendapat Akses Keadilan","Kendati PT Weda Bay Nickel tidak memaksa mereka pindah, namun komunitas ini terkena dampak langsung operasi tambang di wilayah mereka. Masyarakat terpaksa melepaskan lahan mereka akibat tekanan yang begitu kuat dari pihak perusahaan dan pemerintah setempat. Berdasar prinsip Free, Prior, Informed, Consent sejumlah pelanggaran ditemukan dalam penguasaan lahan masyarakat ini.Pelanggaran Hak Atas Konsultasi dan Persetujuan Yang Bebas (Free)Dalam kasus perampasan lahan ini, laporan ini memaparkan bahwa komunitas tidak mendapat hak konsultasi dan hak untuk memberi persetujuan atau tidak setuju  terhadap status perubahan tanah mereka. Hal ini melanggar Standar Perilaku IFC Nomor 7. Sementara Standar Perilaku Nomor 5 mewajibkan perusahaan untuk melakukan perundingan dengan itikad baik dengan siapa pun pemilik tanah tersebut, baik tanah yang membutuhkan persetujuan atau tidak oleh masyarakat. Senada dengan prinsip sebelumnya, hal ini pun tidak dilakukan oleh PT Weda Bay Nickel.Prinsip lain yang juga dilanggar adalah prinsip Penyediaan Informasi dan Konsultasi Yang Layak Terkait Ganti Rugi. Penelitian ini menemukan bahwa proses yang dilakukan dalam pembebasan tanah untuk kepentingan pertambangan PT Weda Bay NIckel hanya pada tataran jumlah harga ganti rugi, bukan pada persetujuan masyarakat setempat.  Bahkan jumlah ganti rugi yang diajukan kepada warga setempat telah ditetapkan secara sepihak oleh pihak perusahaan tanpa negosiasi.Tekanan dan IntimidasiSelain keputusan yang sepihak, laporan ini juga mengungkap adanya tekanan terhadap masyarakat adat setempat denga menggunakan aparat keamanan. Dalam laporan Komnas HAM ditemukan bahwa satuan-satuan seperti Brimob terlibat dalam tekanan dan intimidasi terhadap anggota komunitas. Hal serupa juga dilakukan oleh pekerja PT Weda Bay Nickel yang mengancam anggota komunitas karena tidak menandatangani perjanjian ganti rugi.Penggantian Harga Lahan Tidak Layak" "Laporan: Terusir Tambang Nikel, Suku Sawai Tak Mendapat Akses Keadilan","Terkait dengan penggantian harga tanah untuk pertambangan, pihak perusahaan menawarkan harga Rp 8000 per meter persegi (sekitar 70 sen dollar AS) bersama dengan sejumlah ganti rugi untuk tanaman. Hal ini dinilai melanggar prinsip internasional karena ganti rugi  harus bisa melindubgi komunitas dari dampak negatif proyek dan memenuhi persyaratan bahwa ganti rugi harus mampu memulihkan dan meningkatkan sumber mata pencaharian mereka yang hilang.Padahal, Strand Minerals yang saham mayoritasnya dimiliki oleh ERAMET, yang menjadi operator pertambangan ini menguasai 90% saham pertambangan ini senilai 450 juta dollar AS. Sementara 10% sisanya dikuasai oleh PT Aneka Tambang milik Pemerintah RI. Selain ERAMET, Mitsubishi Corporation juga menguasai 30% saham Strand Minerals.Korupsi Pembebasan Lahan“Para petani hanya diganti dalam bentuk uang tunai dalam jumlah yang sangat rendah setiap meter perseginya. Harga yang bahkan tidak cukup untuk membeli sepotong makanan,” ungkap Dr. Balaton-Chrimes dalam pernyataannya. Laporan yang disusun ini juga mengungkap sejumlah kasus korupsi yang dilakukan oleh lembaga pemerintah yang terkait pembebasan lahan dan pertambangan.Terputusnya Akses Terhadap KeadilanAkibat konflik perebutan lahan ini, sejumlah warga masyarakat telah melaporkan hal ini kepada pihak Komnas HAM, dan lembaga tersebut telah menindaklanjuti temuan mereka dengan laporan kepada pihak terkait di Maluku Utara, namun hal ini pun tak mampu menyelesaikan masalah yang ada. Sementara Badan Penyelesaian Keluhan PT Weda Bay Nickel tidak mampu menangani isu-isu penting yang terkait dengan kasus-kasus pertanahan dan perjanjian ganti rugi." "Laporan: Terusir Tambang Nikel, Suku Sawai Tak Mendapat Akses Keadilan","“Masyarakat yang dirugikan telah memasukkan keluhan hukum kepada lembaga IFC milik Bank Dunia dan MIGA, namun hal ini tidak bisa menyelesaikan masalah karena anggota masyarakat terlalu takut untuk berpartisipasi dalam mediasi yang digelar bersama pihak perusahaan,” tambah Dr. Marshall.Rekomendasi yang disampaikan oleh para peneliti adalah memastikan bahwa hak-hak ulayat komunitas yang terkena dampak tambang harus dihormati dan dilakukan proses konsultasi dan pengambilan keputusan yang semestinya.Untuk mengakses laporan selengkapnya silakan klik di Link ini: http://www.buseco.monash.edu.au/blt/research/weda-bay-public-report-oct2013.pdf [SEP]" "Pemilu 2014, Pilih Kandidat Pro Lingkungan","[CLS] Pemilu 2014 harus menjadi momen penting bagi masyarakat Indonesia dalam menentukan pemerintahan lima tahun ke depan diisi figur-figur pro lingkungan. Bahaya perubahan iklim pun mesti menjadi isu strategis dalam pesta lima tahunan itu.Demikian terungkap dalam diskusi Perspektif Baru Road Show to Campus bertema “Perubahan Iklim Sebagai Isu Strategis di Pemilu 2014” di Kampus Universitas Nasional, Jakarta, Senin (8/7/13).Abetnego Tarigan, Direktur Eksekutif Walhi Nasional mengatakan, masyarakat harus menjadi pemilih pintar, bisa menganalisa latar belakang politik para calon. “Termasuk melihat apakah mereka memiliki visi dan misi lingkungan,” katanya.Saat ini, lingkungan rusak parah hingga perubahan iklim menghantui negeri. Pembangunan semata- mata mengutamakan pertumbuhan ekonomi hingga menyebabkan peminggiran rakyat, dan ekosistem, serta  keragaman hayati hancur.Abetnego menyebutkan, krisis lingkungan hidup di Indonesia, karena beberapa faktor, seperti alih fungsi lahan, pencemaran dan degradasi hutan dan deforestasi.“Ini disebabkan pembukaan pertambangan, perkebunan besar, pariwisata, industri dan pembangunan infrasturuktur di areal pertanian tanaman pangan dan atau daerah penyangga.”Dari situs www.plosone. org, Indonesia, merupakan satu dari 10 negara yang mengalami dampak kerusakan lingkungan hidup. Negara-negara bernasib serupa, yakni, Brazil, United States, China, Japan, Mexico, India, Russia, Australia, dan Peru.Pada, 2012, di Indonesia,  terjadi 503 kali banjir dan longsor menewaskan 125 orang. Kebakaran hutan dan lahan sekitar 17.000 hektar. Data Walhi, dari 1 Januari- 31 Mei 2013, dari 34 provinsi di Indonesia, tak ada yang bebas bencana. Dalam kurun waktu itu, terjadi 776 kali bencana, melanda 3.846 desa atau kelurahan tersebar di 1.584 kecamatan di 311 kabupaten kota. Korban meninggal mencapai 348 jiwa. Belum lagi diperkirakan 470 daerah aliran sungai (DAS) rusak." "Pemilu 2014, Pilih Kandidat Pro Lingkungan","Untuk itu, dalam Pemilu 2014, harus diperjuangan agar pemerintahan bersih dari perusak lingkungan. Tentu, mewujudkan kondisi ini tak mudah, perlu diperhatikan beberapa hal.  Antara lain, kesadaran politik lingkungan warga, agenda ingkungan hidup dari partai dan kandidat. Juga memutus rantai relati antara aktor penguasa politik dan penguasa sumber daya alam (SDA) serta ‘meresmikan’ gerakan perubahan di parlemen dengan membentuk kaukus lingkungan. Gita Syahrani, Senior Associate on Climate Change & Green Investment DNC Advocates mencontohkan,  agenda lingkungan hidup yang harus diperjuangkan, salah satu  pendirian lembaga REDD+.  Kini, pengesahan lembaga ini tinggal menanti keputusan SBY. “Setelah Presiden SBY tak lagi memimpin, Indonesia memerlukan pemimpin tepat dan mampu melanjutkan perjuangan menjaga lingkungan.”Desmen Rahmat Eli Hia, praktisi hukum mengatakan, ancaman terbesar mendapatkan pemimpin yang tepat adalah calon pemilih yang tidak memilih alias golongan putih. Fenomena golpun ini cukup menjadi perhatian penting. Jika golput besar, maka yang bertarung hanyalah orang partai dengan beragam kepentingan. “Masyarakat yang menyia-nyiakan suara tidak mungkin terwakili.”Pemilu 2014, katanya,  menjadi penting kalau bisa memilih wakil dan pimpinan rakyat yang mengerti isu strategis, seperti isu lingkungan. Sebab, upaya mengurangi dampak perubahan iklim memerlukan political will bersama dalam mengubah kerangka kebijakan pemerintahan ke arah pro lingkungan.“Masyarakat terutama generasi muda harus menggunakan hak pilih dan memilih calon yang mengusung isu strategis pro lingkungan dan perubahan iklim pada pemilu 2014.”Wimar Witoelar, pendiri Yayasan Perspektif Baru, kala mengawali diskusi, mengatakan, pergantian pemerintahan dan anggota dewan hasil pemilu 2014 bisa berdampak pada upaya-upaya pencegahan perubahan iklim. [SEP]" "Penelitian: Evolusi Spesies Terlambat 10.000 Kali Dibanding Perubahan Iklim","[CLS] Banyak spesies vertebrata (satwa bertulang belakang) nampaknya harus berevolusi 10.000 kali lebih cepat di masa lalu untuk menghadapi betapa cepatnya perubahan iklim yang akan terjadi dalam 100 tahun ke depan. Hal ini diungkapkan dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh University of Arizona baru-baru ini.Para peneliti menganalisis bagaimana kecepatan spesies beradaptasi terhadap iklim yang bebeda di masa lalu dengan menggunakan data 540 spesies hidup yang berbeda dari kelompok-kelompok utama vertebrata di daratan, termasuk amfibi, reptil, burung-burung dan mamalia. Para ahli kemudian membandingkan kecepatan evolusi mereka dengan kecepatan perubahan iklim yang diprediksi hingga akhir abad ini. Ini adalah penelitian pertama yang membandingkan kecepatan adaptasi spesies di masa lalu dengan kecepatan perubahan iklim di masa mendatang.Hasilnya, seperti dipublikasikan di jurnal Ecology Letters, menunjukkan bahwa spesies-spesies vertebrata di daratan terlalu lamban beradaptasi untuk mengikuti laju perubahan iklim yang semakin hangat di tahun 2100. Para peneliti meemperkirakan banyak spesies akan punah jika mereka tidak mampu melakukan aklimatisasi atau melakukan perpindahan.“Setiap spesies memiliki standar iklim yang sudah diatur berada dalam suhu dan kondisi curah hujan di area mereka bisa hidup dan bertahan,” jelas profesor dari Jurusan Ekologi dan Evolusioner Biologi di Fakultas Ilmu Alam University of Arizona, John J. Wiens. “Misalnya, beberapa spesies hanya ditemukan di kawasan tropis, beberapa lainnya hanya bisa bertahan di suhu yang lebih dingin, sementara spesies lainnya hanya bisa hidup di pegunungan, dan juga di gurun.”" "Penelitian: Evolusi Spesies Terlambat 10.000 Kali Dibanding Perubahan Iklim","Wiens melakukan penelitian ini bersama dengan peneliti jenjang master di Yale University, Ignacio Quintero. “Kami menemukan bahwa rata-rata, setiap spesies umumnya beradaptasi kepada kondisi iklim yang berbeda di jangka 1 derajat celsius setiap sejuta tahun,” sambung Wiens. “Namun jika suhu global akan meningkat hingga 4 derajat Celcius dalam waktu seratus tahun ke depan, seperti diprediksi oleh Panel Perubahan Iklim AntarPemerintah, akan ada jeda dalam proses ini. Dimana banyak spesies dikhawatirkan tidak akan mampu mengikuti perubahan iklim ini.”Untuk membuat análisis mereka, Quintero dan Wiens mempelajari filogenis -terutama dari urutan silsilah yang memperlihatkan bagaimana setiap spesies berkaitan satu dengan yang lainnya- berbasis data genetik. Pohon silsilah ini memperlihatkan bagaimana setiap spesies ini terpisah satu sama lain di masa lalu. Proses sampling ini meliputi 17 famili yang mewakili kelompok-kelompok satwa vertebrata di daratan, yaitu katak, salamander, kadal, ular, keluarga buaya, burung dan mamalia.Mereka kemudian menggabungkan data silsilah evolusi ini dengan masing-masing pembawaan asli setiap spesies di iklim tertentu untuk memperkirakan bagaimana kecepatan pembawaan iklim asli setiap satwa ini satu sama lainnya, dengan menggunakan data iklim seperti suhu tahunan dan proses presipitasi, serta kondisi cuaca yang ekstrem.“Pada dasarnya kami mencari tahu seberapa banyak perubahan dalam setiap pembawaan iklim asli mereka dalam setiap cabang, dan jika kami mengetahui seberapa tua spesies ini, kami bisa memperkirakan bagaimana kecepatan mereka berubah untuk menyesuaikan dengan perubahan iklim,” jelas Wiens. “Dari kebanyakan spesies-spesies yang masih berkerabat, kami menemukan bahwa mereka berevolusi untuk hidup dalam habitat dengan perbedaan temperatur rata-rata 1 hingga 2 derajat Celsius dalam jangka waktu 1 hingga beberapa juta tahun.”" "Penelitian: Evolusi Spesies Terlambat 10.000 Kali Dibanding Perubahan Iklim","“Kami kemudian membandingkan rata-rata perubahan yang terjadi di masa lalu dan memproyeksikannya dengan kondisi iklim seperti yang diprediksikan akan terjadi di tahun 2100 dan melihat bagaimana hal ini ternyata sangat timpang. Jika rata-rata evolusi yang ditemukan sama, diperkirakan maka kemungkinan setiap spesies berpotensi untuk berevolusi dengan kecepatan yang cukup untu mengimbangi perubahan iklim dan mampu untuk bertahan. Namun pada banyak kasus, kami menemukan angka perubahan itu sangat berbeda sekitar 10.000 kali atau bahkan lebih,” ungkapnya.“Menurut data yang kami temukan, nyaris semua kelompok vertebrata setidaknya memiliki satu spesies yang berpotensi terancam punah, terutama spesies di kawasan tropis.”Setiap spesies bisa merespon terhadap perubahan iklim dengan cara melakukan aklimatisasi tanpa perubahan evolusi atau dengan berpindah wilayah untuk memilih iklim yang cocok. Misalnya beberapa spesies bisa pindah ke wilayah dengan ketinggian yang lebih, agar menyesuaikan dengan suhu tempat mereka hidup sebelumnya. Sementara banyak spesies lainnya bisa kehilangan populasi mereka terkait perubahan iklim ,namun mereka tetap bisa bertahan jika jumlah populasi mereka masih ada yang tersisa. Melihat kemungkinan-kemungkinan ini, kepunahan adalah salah satu kemungkinan terbesar yang bisa terjadi.Masalahnya, tidak semua spesies bisa dengan cepat dan serta merta pindah ke kondisi alam yang lebih cocok dengan alam asli mereka sebelumnya. Dalam studi sebelumnya Wiens menjelaskan penyebab punahnya sejumlah spesies. Rata-rata, kepunahan spesies dan kegagalan akibat perubahan iklim lebih kerap terjadi akibat kegagalan interaksi dengan spesies lainnya, dibanding akibat kegagalan mereka menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi fisiologis. [SEP]" "Kisah Sukses Desa Wisata Berbasis Energi Terbarukan di Pesisir Yogyakarta","[CLS] Waktu menujukkan pukul 09. 00 pagi, Rabu 4 Desember 2014. Terik Matahari dan hembusan angin laut memutar baling-baling kincir yang terpasang berjejer tidak begitu jauh dari bibir pantai, hanya berkisar 250 meter jauhnya. Berjejer rapi, tinggi tiang berkisar antara 10 hingga 15 meter. Petugas Pembangkit Listrik Tenaga Hibrid (PLTH) sedang sibuk dengan rutinitasnya melakukan kontrol teknis, instalasi dan mengoperasikan pembangkit listrik.Kegiatan ini menjadi rutinitas Murjianto dan rekan-rekannya di sekretariat Pembangkit Listrik Tenaga Hibrid (PLTH) di Pantai Baru, Ngentak, Poncosari, Srandakan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Sejak awal proyek energi ramah lingkungan ini dijalani di tahun 2010, Murjianto masih terus berkutat dengan peralatan yang berhubungan dengan energy terbarukan (Panel surya dan Kincir Angin).“Sudah masuk tiga tahun proyek ini berjalan. Tugas kami menyuplai listrik dan air untuk pedagang, nelayan dan lahan pertanian di pesisir pantai ini,” kata Murjianto.Adapun pengertian tehaga Hybrid berasal dari gabungan beberapa pembangkit listrik, misalnya pembangkit listrik tenaga surya, angin, diesel, air, geothermal, dan potensi lainnya. Akan tetapi PLTH di Pantai Baru hanya menggunakan gabungan pembangkit listrik tenaga angin dan surya.Sebagai negara yang yang memiliki wilayah pesisir terpanjang, kondisi wilayah Indonesia yang terletak di sepanjang garis Khatulistiwa, memiliki intensitas sinar surya sangat tinggi, belum lagi wilayah Indonesia yang terdiri atas kepulauan, sehingga sumber angin laut dan angin daratnya pun sangat memadai." "Kisah Sukses Desa Wisata Berbasis Energi Terbarukan di Pesisir Yogyakarta","Murjianto juga menjelaskan sebagian listrik di pantai ini dipasok dari Pembangkit Listrik Tenaga Hybrid (PLTH), yakni gabungan dari pembangkit listrik tenaga surya (matahari) dan bayu (angin).  Selain itu, daerah ini juga menerapkan sistem terintegrasi bagi pertanian, perikanan, dan kawasan wisata alam serta penggunaan bahan bakar ramah lingkungan mengunakan Biogas, dari sisa kotran ternak Sapi.  Desa wisata Ngentak, Poncosari, merupakan model percontohan Sistem Inovasi Daerah (SiDA) Indonesia.“Saat ini 70 persen energi listrik di pesisir pantai menggunakan PLTH dan 30 persen masih di suplai dari PLN,” kata Murjianto.Berdasarkan data teknis sistem PLTH turbin angin dan panel surya, Pantai Baru Bantul, penghasil energi berasal dari tiga bagian yaitu di grup barat, timur dan grup KKP. Sedangkan jumlah keseluruhan enegeri yang dihasilkan yaitu 87 Kilo Watt. Sedangkan energi yang tersimpan yaitu 4045 Ah. Adapaun energi yang diguanakan ketika siang dan malam sebanyak 24 Kilo Watt.Waktu menujukkan pukul 10.00 WIB. Pegadang warung-warung di pesisir pantai mulai membuka warung dan menjajakan dagangannya.Mursidah memakai baju merah, berjilbab biru dan celana panjang kain warna hitam mulai merapikan dan melayani pembeli.  Dua tahun sudah Mursidah mencari peruntungan sebagai pedagang kuliner di Pantai Baru, Srandakan, Bantul. Sejak pertama ia membuka warung, ia sudah menggunakan energi listrik yang berasal di Pembangkit Listrik Tenaga Hibrid (PLTH).Ia merasakan betul keuntungan selama menggunakan energi bersumber dari turbin angin dan solar panel. Akan tetapi, ada pula beberapa keluhannya dalam menggunakan energi terbarukan tersebut." "Kisah Sukses Desa Wisata Berbasis Energi Terbarukan di Pesisir Yogyakarta","Mursidah memaparkan, sebelum peristiwa tersambarnya petir pada tahun 2012, asupan energi sangat baik dan cukup. Akan tetapi, setelah peristiwa tersebut, kebutuhan energi dirasakan kurang oleh Mursidah dan para pedagang lainnya. Ia tidak bisa menghidupkan jetpump untuk mengisi air. Walaupun sudah ada pasokan air, namun ia merasakan masih dirasa kurang. Saat ini, asupan listrik hanya cukup digunakan untuk mesin blender, rice cooker dan lampu saja.“Namun, kehadiran PLTH jelas lebih murah disbanding menggunakan energi dari PLN. Seminggu hanya membayar empat ribu rupiah untuk listrik dan lima ribu untuk air,” kata Mursidah.Hal serupa juga dirasakan oleh Hartono, sebagai warga Ngentak, Poncosari, Srandakan, Bantul ia turu merasakan dampak positif dari hadirnya PLTH. Ia sangat merasakan keuntungan ekonomi yang didapat dengan menggunakan PLTH dibanding PLN. Walaupun dirasa energi listrik yang diperlukan masih tergolong terbatas, akan tetapi biaya yang dikeluarkanpun justru lebih murah.“Jika pakai PLN, tidak dipakai pun kita tetap harus membayar, akan tetapi sistem di PLTH pembayaran tergantung jumlah energi listrik yang terpakai,” kata Hartono.Di Indonesia, saat ini sebagian besar energi listrik berasal dari pembangkit listrik berbahan bakar fosil yang menyebabkan emisi karbondioksida yang menjadi salah satu penyumbang terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim. PLN selaku perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberikan wewenang untuk mengatur kebutuhan energy hingga saat ini masih menggunakan bahan energy fosil, yaitu batubara." "Kisah Sukses Desa Wisata Berbasis Energi Terbarukan di Pesisir Yogyakarta","Penelitian Greenpeace-Indonesia, untuk PLTU di Batang Jawa Tengah yang rencananya akan dibangun sebagai pembangkit listrik terbesar di Asia Tenggara, ditaksir akan melepaskan emisi karbon hingga 10,8 juta ton per tahun. Selain itu, dampak dari pembakaran energi listrik yang bersal dari batubara  akan menghasilkan berbagai polutan beracun ke udara seperti NOx (Nitrogen Oksida), SOx (Sulfur Oksida), PM 2,5 (Particulate Matter) dan Merkuri. Polutan-polutan beracun inilah menyebabkan berbagai dampak serius bagi kesehatan bagi masyarakat.Koordinator teknis PLTH Pantai Baru, Sutarto ketika ditemui Mongabay Indonesia di sekretariat workshop PLTH mengatakan, awal MoU proyek ini dijalankan, energi dari PLTH ini diperuntukkan membantu keperluan nelayan. Mulai dari membuat es balok, sehingga ikan tangkapan bisa diawet dan tetap segar. Serta kebutuhan air untuk lahan pertanian dan kolam-kolam ikan.Sutarto menambahkan, saat ini terpasang 33 buah turbin angin dengan berbagai kapasitas mulai dari 2,5 Kw hingga 10 Kw. Di sebelah barat pos, ada 21 turbin angin 1 Kw/240 V yang dibangun dalam satu kawasan. Sedangkan untuk panel surya daya terdapat 175 panel surya yang beroperasi.“Cuaca menjadi kendala dalam pengoperasian PLTH. Jika musim kemarau jumlah energy yang didapat lebih maksimal dibanding musim hujan,” kata Sutarto.Saat ini, energi listrik yang dihasilkan dari turbin angin dan panel surya digunakan untuk keperluan penerangan jalan, kebutuhan listrik warung-warung kuliner di pinggir pantai, pompa air, dan pembuatan balok es sebanyak 1.000 kilogram es balok per hari untuk pengawetan ikan, mengisi ulang aki nelayan untuk digunakan melaut dan memompa air sumur renteng untuk kebutuhan petani di pesisir pantai.“Ada sekitar 40 kios warung kuliner yang sudah menggunakan tenaga PLTH. Perbaikan selalu dilakukan untuk memaksimalkan penggunaan PLTH,” kata Sutarto." "Kisah Sukses Desa Wisata Berbasis Energi Terbarukan di Pesisir Yogyakarta","Selain itu, hal yang menarik lainnya adalah selain sumber listrik yang berasal dari PLTH, Iwah Fahmi selaku pemuda asli Ngentak, Poncosari, Srandakan Bantul yang juga aktif sebagai anggota kelompok Pemuda Peduli Penyu Pandansimo, Bantul kepada Mongabay-Indonesia memaparkan, di desa Ngentak juga terdapat sumber biogas dari peternakan masyarakat yang terletak tidak jauh dari pantai.Ada tiga di gester (penampung biogas) berdiameter sekitar tujuh meter yang ditanam di dekat kandang ternak milik kelompok ternak tersebut.“Gas yang dihasilkan disalurkan ke warung-warung kuliner untuk memasak sehingga biaya untuk membeli gas tabung dapat ditekan,” kata Iwan.Selain itu, pada sektor perikanan dan pertanian lahan pasir juga telah dikembangkan disini dengan sistem aquaponik yaitu kolam ikan air tawar yang mengandalkan metode penyaringan tumbuhan untuk membersihkan air. Air yang dipompa dari bawah tanah dengan listrik hybrid digunakan untuk perikanan dan pertanian serta sebagian untuk kebutuhan air bersih di kawasan wisata pantai.Terintegrasinya system tersebut mampu meningkatkan perekonomian warga di kawasan pantai Baru. Mulai dari energi listrik yang dihasilkan, biogas untuk memasak, kebuthan es balok yang murah dan kawasan wisata yang berbasi eduwisata.Paket eduwisata menawarkan kegiatan berkeliling desa dengan bersepeda dan dipandu oleh pemuda setempat. Peserta paket wisata bisa menyaksikan kehidupan sehari-hari warga Poncosari, mendapatkan pengetahuan tentang aktivitas perekonomian mikro pedesaan, memahami dasar nilai-nilai konservasi lingkungan, serta melihat perkembangan teknologi energi terbarukan dan pertanian modern.“Selain meningkatkan peluang investasi ke depan infrastruktur jalan akses yang dibangun dan sudah lebih baik dari sebelumnya, dan keuntungan ekonomi akan terus meningkat,” kata Sutarto.Workshop PLTH, sarana edukasi dan instalasi energi terbarukan." "Kisah Sukses Desa Wisata Berbasis Energi Terbarukan di Pesisir Yogyakarta","Menjadi salah satu proyek energi terbarukan terbesar di Indonesia, tidak hanya sekedar memiliki pembangkit listriknya saja. Akan tetapi, di PLTH Pantai Baru juga memiliki sekretariat yang digunakan khusus untuk edukasi, training, instalisasi perbaikan, pemasangan dan perawatan dan berbagai kegiatan lainnya yang terkait dengan PLTH.“Setiap bulannya selalu saja ada yang datang untuk belajar dan studi banding tentang PLTH di sekretariat workshop ini,” kata Sutarto.Sutarto menambahkan kegiatan yang dilakukan disini diantaranya,  memperkenalkan alat – alat PLTH pada para peserta pelatihan, jadi para peserta di berikan pengenalan berkaitan dengan alat – alat yang berhubungan dengan energi terbarukan (panel surya, kincir angin, dll), kemudian menginstalasi pembangkit, para peserta dilatih bagaimana cara menginstalasi panel surya ke kontrol, ke inverter, memperkenalkan mengoperasikan pembangkit, serta mengenalkan cara perawatan pembangkit.Proyek PLTH ini berdasarkan kesepakatan yang dibuat pada tahun 2010 akan berakhir pada akhir Desember 2013. Proyek ini merupakan kerjasama dari berbagai pihak, mulai dari Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Bappeda Bantul, Universitas Gadjah Mada, jajaran pemerintahan daerah Bantul dari Dinas Sumberdaya Air, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Pertanian, Dinas Perikanan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan hingga Dinas Pariwisata Kab. Bantul, dan Kecamatan Srandakan dan para pemuka masyarakat (Kepala Dukuh/Dusun) beserta masyarakat di sekitar pantai Pandansimo Bantul. Dari kerja sama tersebut, aktor utama yang paling penting adalah peran aktif dari masyarakat sekitar pantai dan para wisatawan pengunjung Pantai Baru. [SEP]" "Penelitian: Pemanasan Global Mengerdilkan Ukuran Tubuh Mamalia","[CLS] Ukuran tubuh mamalia ternyata pernah mengalami pengerdilan sepanjang dua kali proses pemanasan global yang terjadi di Bumi ini. Dalam sebuah temuan terbaru dalam penelitian yang dilakukan oleh pakar paleontologi University of Michigan hal ini bisa kembali terulang dalam pemanasan global yang disebabkan akibat aktivitas manusia saat ini.Para pakar telah mengetahui selama bertahun-tahun bahwa mamalia seperti primata dan satwa yang termasuk jenis juda dan rusa telah mengecil sepanjang proses pemanasan global terjadi di masa Paleocene-Eocene Thermal Maximum yang terjadi sekitar 55 juta tahun yang lalu. Kini pakar peleontologi  University of Michigan Philip Gingerich dan koleganya telah menemukan bukti baru bahwa proses “pengerdilan” mamalia juga muncul secara terpisah yang terjadi dua juta tahun setelah masa Paleocene-Eocene Thermal Maximum (PETM) tersebut.“Fakta bahwa hal ini terjadi dua kali secara signifikan meningkatkan kepercayaan diri kami bahwa kami sedang melihat penyebab dan dampak, bahwa salah satu respons menarik terhadap global warming di masa lalu adalah penyusutan secara signifikan dalam ukuran mamalia,” ungkap Gingerich, seorang profesor di bidang Ilmu Bumi dan Lingkungan.Hasil riset yang juga terdiri dari University of New Hampshire, Colorado College dan California Institute of Technology ini telah dipresentasikan tang gal 1 November lalu di Loas Angeles di pertemuan tahunan Society of Vertebrate Paleontology.Para pakar berkesimpulan bahwa penyusutan ukuran tubuh ini “nampaknya menjadi respons umum” yang terjadi di mamalia terhadap perubahan iklim yang ekstrem, yang disebut dengan istilah hiperthermal. Fenomena ini bisa diprediksi sebagai bagian dari reaksi alami terhadap dampak perubahan iklim yang terjadi di masa mendatang." "Penelitian: Pemanasan Global Mengerdilkan Ukuran Tubuh Mamalia","Proses PETM terjadi selama 160.000 tahun dan suhu global meningkat sekitar -14 hingga -9 derajat Celcius pada puncaknya. Kenaikan suhu yang lebih kecil, dikenal dengan nama ETM2 (Eocene Thermal Maximum 2) berlangsung sekitar 80.000 hingga 100.000 tahun dan menyebabkan kenaikan suhu udara hingga -15 derajat  Celcius.Gigi dan rahang mamalia dan primata yang terdampak perubahan iklim ETM2 ini ditemukan di Bighorn Basin di Wyoming, AS dan ukuran gigi geraham diguakan sebagai perkiraan ukuran tubuh spesies-spesies yang ada di masa ini. Para pakar menemukan bahwa ukuran tubuh mamalia menyusut pada masa ETM2, namun tak sebanyak penyusutan yang ditemukan di fosil yang terdampak pemanasan global di era PETM.Seperti contohnya, kajian ini menyebutkan bahwa garis keturunan awal kuda sebesar anjing, yang disebut Hyracotherium mengalami pengerdilan sebesar 19% pada masa ETM2. Garis keturunan kuda yang sama mengalami pengerdilan sebesar 30% di masa PETM. Setelah kedua masa ini, satwa ini kembali ke ukuran sebelum adanya pemanasan global.“Yang paling menarik, berlanjutnya pengerdilan mamalia mungkin terkait dengan kondisi hipertermal ini,” ungkap salah satu anggota tim penelitian dari University of New Hampshire, Abigail D’Ambrosia.Pembakaran bahan bakar berbasis fosil dan pelepasan panas ke udara yang menahan gas rumah kaca (terutama karbon dioksida) dianggap sebagai penyebab utama pemanasan global yang terjadi saat ini. Metan dinilai sebagai elemen gas rumah kaca yang lebih ampuh mempengaruhi dibanding karbon dioksida, an metan di atmosfir biasanya berubah menjadi karbon dioksida dan air." "Penelitian: Pemanasan Global Mengerdilkan Ukuran Tubuh Mamalia","Kesamaan antara kondisi hipertermal di masa lalu dan pemanasan yang terjadi di saat ini membuat kajian terkait penyusutan yang dialami fosil ini menjadi bermakna. “Membangun sebuah pemahaman keterkaitan antara perubahan ukuran tubuh mamalia dan gas rumah kaca akibat pemanasan global di masa lalu akan membantu kita untuk memprediksi perubahan ekologi yang mungkin muncul dalam proses perubahan iklim di Bumi saat ini,” ungkap Salah satu peneliti dari University of New Hampshire, Will Clyde dalam pernyataannya.Di tahun 2006, Gingerich sudah menyampaikan bahwa pengerdilan yang terjadi di jenis mamalia bisa terkait berkurangnya nutrisi yang dikandung sejumlah tanaman akibat pemanasan global. Dengan kondisi seperti ini, tanaman menjadi cepat tumbuh tetapi mengandung nutrisi yang lebih sedikit.CITATION: University of Michigan. “Global warming led to dwarfism in mammals — twice.” ScienceDaily, 2 Nov. 2013. Web. 3 Nov. 2013. [SEP]" "RUU P3H Disahkan, Koalisi Siapkan “Judicial Review” ke MK","[CLS] Pembahasan RUU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan ini, DPR sama sekali melupakan keputusan MK tentang hutan adat. Keadaan ini, berpotensi besar terjadi kekacauan di tingkat lapangan.Selasa (9/7/13) akhirnya rapat paripurna DPR RI menyetujui pengesahan RUU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H) menjadi Undang-undang. Namapun berganti, sebelumnya RUU Pemberantasan Perusakan Hutan (P2H).Wakil Ketua DPR Pramono Anung memimpin rapat paripurna itu. “Apakah bisa menyetujui RUU P3H untuk disahkan menjadi Undang-undang?” Pramono bertanya pada para anggota DPR yang hadir. “Setuju….” Diapun mengetuk palu tanda setuju.Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pelestarian Hutan menilai, pengesahan UU ini sebagai babak baru ketidakpahaman DPR atas perundang-undangan yang dibuat dan kebutuhan masyarakat yang terdampak langsung. Merekapun telah mempersiapkan materi judicial review UU ini ke Mahkamah Konstitusi (MK). “Kami sedang rapatkan dengan koalisi dan tentukan materi yang akan kami ajukan ke MK,” kata Siti Rahma Mary dari HuMa di Jakarta, Selasa(9/7/13).Koalisi pun mendesak pemerintah mengedepankan revisi UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan komprehensif.  Dengan begitu banyak tumpang tindih regulasi, Koalisi mendesak pemerintah dan DPR memoratorium penerbitan perundangan kehutanan dan tata ruang hingga roadmap harmonisasi jelas dan disepakati publik.  Gabungan organisasi ini menuntut pengukuhan kawasan hutan dengan memperhatikan hak-hak masyarakat lokal dan masyarakat hukum adat.Deddy Ratih dari Walhi Nasional mengatakan, RUU ini, disahkan saat Keputusan MK 35/PUU/X/2012 tentang Hutan Adat belum ada implementasi. Dalam pembahasan akhir RUU P3H ini, DPR sama sekali melupakan keputusan MK tentang hutan adat ini. Keadaan ini berpotensi besar terjadi kekacauan di tingkat lapangan." "RUU P3H Disahkan, Koalisi Siapkan “Judicial Review” ke MK","“Katanya mengakomodir hak masyarakat sekitar hutan dan adat, mengakomodir bagaimana? Apalagi ini baru ada putusan MK tentang hutan adat bukan hutan negara. Bagaimana jadinya muncul lagi UU ini?” kata Deddy Ratih dari Walhi Nasional di Jakarta, Selasa(9/7/13).Dia menilai, pengesahan UU ini benar-benar untuk kejar tayang yang hanya memenuhi keinginan negara-negara importir kayu tanpa memperhatikan hak-hak masyarakat.Dengan nama yang berubah dari RUU P2H menjadi UU P3H ini menafikan persoalan lingkungan. “Seolah-olah dengan izin saja sudah cukup memberikan jaminan pengelolaan hutan lestari.  Padahal penegakan UU Kehutanan no 41 tahun 1999, saja tidak mampu dilakukan pemerintah.”Tak hanya itu, pengesahan RUU P3H ini dengan draf akhir tak disosialisasikan memperlihatkan parlemen dan pemerintah tidak jujur menjalankan mandat konstitusi.Abdon Nababan, Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mengatakan, seharusnya UU ini menyebutkan Putusan MK 35 sebagai salah satu landasan hukum. Pemberlakukan UU ini pun, hanya boleh di kawasan hutan yang sudah dikukuhkan.Saat ini, katanya, kawasan hutan yang sudah dikukuhkan baru sekitar 12-14 persen. “Itu pun proses pengukuhan dari 12-14 persen ini belum sepenuhnya clean and clear.”Jadi, jika UU ini dipaksakan berlaku untuk kawasan hutan—dalam perspektif pemerintah yakni seluruh hutan, maka akan memperluas dan memperkeras konflik antara masyarakat adat dengan pemerintah dan perusahaan.Abdon mengatakan, dalam suatu dialog di media Pansus pernah berjanji bertemu dengan AMAN sebelum RUU disahkan. “Janji itu sampai hari ini tidak dilaksanakan. Tidak ada undangan ke AMAN untuk membahas kembali RUU ini sampai disahkan tadi siang.”" "RUU P3H Disahkan, Koalisi Siapkan “Judicial Review” ke MK","Menurut dia, ada pasal-pasal kriminalisasi masyarakat adat. Antara lain, pada Pasal 1 ayat 3. (draf lihat di bawah). Padahal, putusan MK jelas kawasan hutan yang masih penunjukan dan dalam proses penetapan, status secara hukum belum sah sebagai kawasan hutan.  Ayat 6. Pasal karet ini,  bisa dengan mudah mengkriminalisasi masyarakat adat karena apapun kegiatan mereka bisa diduga merusak hutan. “Sebagian dari hasil hutan adat mereka juga dibawa ke pasar untuk dijual.”Pasal 11, ayat 4. Kata Abdon, tidak mungkin setiap hasil hutan yang mereka pungut selama ini harus mendapatkan izin dari pejabat. Pada Ayat 5, biasa PP yang dijanjikan dalam UU ini akan ada setelah sekian tahun bahkan tidak akan pernah ada.Lalu, Pasal 26. “Ini juga pasal kriminalisasi masyarakat adat karena kawasan hutan saat ini baik yang berupa penunjukan maupun pengukuhan merupakan pemaksaan sepihak oleh pemerintah atau Kemenhut.”Ketika pembahasan RUU P2H, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kelestarian Hutan telah audiensi dengan Wakil Ketua DPR, Pramono Anung, dan Tim Panja RUU P2H di Komisi IV.Sejak awal pembentukan RUU P2H, Koalisi menyatakan sikap penolakan karena  ada banyak permasalahan dalam pembentukan RUU ini, baik formal maupun substansial.Menurut Rahma, ada beberapa poin penting dasar penolakan pengesahan RUU ini. Pertama, pembentukan RUU PH tidak sisertai naskah akademik.  RUU P2H sebenarnya perubahan judul dari RUU Pembalakan Liar (Illegal Logging) yang telah dibahas di DPR sejak 2011.Naskah Akademik adalah prasyarat mutlak pembentukan RUU. Jikapun tak ada perubahan substansial dari RUU itu, paling tidak harus ada penjelasan mengenai perubahan nama RUU untuk memastikan perumusan dan pembahasan RUU dengan dasar dan alasan jelas.“RUU P2H jelas menyimpang pasal 43 ayat (3) UU Nomor 12 Tahun 2011, terlebih lagi karena ada perubahan substansial dari perumusan RUU Pembalakan Liar.”" "RUU P3H Disahkan, Koalisi Siapkan “Judicial Review” ke MK","Kedua, pembahasan RUU tak terbuka. Proses pembahasan RUU terkesan diam-diam. Keadaan ini bisa dilihat dari kesulitan akses Naskah Akademik dan RUU yang sedang dibahas DPR. Keterbukaan pembahasan RUU sangat penting, katanya, terutama untuk membuka ruang partisipasi masyarakat dalam memberikan masukan.Setelah penyampaian posisi Koalisi di hadapan Komisi IV pada 8 April 2013, DPR tidak pernah mengundang maupun memberi tahu perkembangan terbaru mengenai pembahasan RUU ini.  Apalagi memberikan draf terbaru RUU ini.  Jadi, proses pembahasan pun melanggengkan ketidakterbukaan.Ketiga, tak ada harmonisasi hukum antara RUU dengan peraturan Kehutanan lain. Menurut Rahma, RUU ini berusaha memformulasikan segala bentuk pelanggaran dan tindak pidana sektor kehutanan di dalam satu perundang-undangan.Keadaan ini berdampak buruk, manakala tak ada harmonisasi antara RUU dengan peraturan lain sektor kehutanan. “Paling mudah dilihat adalah tidak diperhatikan definisi kawasan hutan dalam RUU itu.”Melalui putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 45/PUU-IX/2011, MK telah membatalkan definisi “Kawasan Hutan”  dalam UU Nomor 41 Tahun 1999. Namun, definisi kawasan hutan yang telah dibatalkan masih digunakan dalam RUU ini.DPR juga tak memperhatikan putusan MK No. 35/PUU-X/2012 yang memutuskan, hutan adat dikeluarkan dari hutan negara serta masuk hutan hak. Kenyataan, masih banyak hutan-hutan adat dalam kawasan hutan negara. “Karena itu, RUU ini tak bisa berlaku terhadap kawasan hutan yang belum jelas.”Keempat, RUU ini mengkriminalisasi masyarakat adat. Dalam beberapa pasal RUU, terdapat definisi-definisi yang membuka peluang lebih besar terhadap kriminalisasi masyarakat adat dan atau komunitas lokal. “Kriminalisasi kegiatan masyarakat adat atau masyarakat lokal justru banyak terjadi karena pasal-pasal dengan definisi terlalu luas seperti ini.”" "RUU P3H Disahkan, Koalisi Siapkan “Judicial Review” ke MK","Kelima, RUU kontraproduktif dengan usaha pemberantasan korupsi.  Rahma mengatakan, RUU ini berusaha memformulasikan pelanggaran dan tindak pidana sektor kehutanan dalam satu perundang-undangan, termasuk pidana korupsi dan pencucian uang.Usaha ini, dibarengi pembentukan lembaga baru khusus menangani pelanggaran dan pidana kehutanan, termasuk korupsi. Fungsi pencegahan oleh lembaga khusus ini bisa tumpang tindih.Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kelestarian Hutan ini terdiri dari HuMa, Epistema Institute, KPA, Walhi, JKPP, Yayasan Silvagama, AMAN, Jatam, Sawit Watch, ICEL, FKKM, Pusaka, ICW, PIL-Net, Elsam, Jikalahari.Draft RUU P3H _Paripurna 9 Juli 2013_ [SEP]" "Berharap Presiden Baru RI Peduli Perubahan Iklim","[CLS] Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) telah berusia lima tahun, berdiri 2008. Tahun depan, era terakhir kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono, alias, bakal ada Presiden baru. DNPI berharap, Presiden terpilih peka terhadap perubahan iklim hingga bisa memperkuat kehadiran lembaga ini.“Penting dan wajib keberlanjutan tata kelola perubahan iklim nasional, DNPI itu penting. Ini untuk hadapi kelembagaan perubahan iklim di tingkat global,” kata Rachmat Witoelar, Ketua DNPI di Jakarta, Selasa (10/12/13).Pergantian kepempimpinan pemerintahan pada 2014, menimbulkan kekhawatiran perubahan komitmen tentang iklim. “Gimana kalo calon tidak tune in, malah tak mau ada DNPI.” “Kalau sampai calon-calon tak concern (pada perubahan iklim) itu merugikan.”Dia berkaca, pada pengalaman negara lain, setelah ada pergantian pemerintahan, keberadaan lembaga perubahan iklim menjadi tak jelas. Australia, misal, malah menghapus kebijakan perubahan iklim mereka setelah pemerintahan baru, seperti climate change authtority, clean energy finance company, dan domestic carbon pricing scheme.“Policy berubah drastis. Saya harap Indonesia tak demikian. Jika lembaga tak berlanjut,  maka akan akan kembali ke nol lagi. Dana-dana yang ada 2014, mau diberikan ke mana?”Perubahan komitmen penurunan emisi karbon juga terjadi di Jepang. Pemerintah negeri sakura ini dalam COP19 di Warsawa, Polandia, resmi mengumumkan perubahan komitmen penurunan emisi karbon dari 25 persen emisi tahun 1990 menjadi 3,8 persen dari emisi 2005. “Jepang shock dengan (tragedi pembangkit nuklir) di Fukushima, lalu pake power plant lagi.”" "Berharap Presiden Baru RI Peduli Perubahan Iklim","Untuk urusan perubahan iklim, sebenarnya, ideal ada sistem peraturan UU komprehensif, yang mempunyai kekuatan hukum tertinggi.  Terlebih, jika ingin legal secara global, tentu diawali di level nasional terlebih dahulu. “Yang ada di Indonesia, sekarang parsial. Itu harus diusahakan. Kini, diproses antara kementerian agar ada pegangan institusional,” ucap Rachmat.Apakah sudah melakukan pendekatan-pendekatan ke calon-calon Presiden 2014? Menurut dia,  pendekatan-pendekatan informal sudah dilakukan ke para kandidat. Namun, lebih intens akan dilakukan setelah April 2014. Dia juga sudah berbicara dengan berbagai pihak dan mentitipkan agar Indonesia  tetap memegang komitmen tentang iklim. Kepada masyarakat, Rachmat berpesan, pada pemilu nanti agar memilih figur-figur peduli lingkungan, baik DPR maupun Presiden.Kepedulian negara-negara dalam meningkatkan komitmen penurunan emisi karbon sangat penting. Mengingat tanpa kepedulian dari semua negara, dampak buruk perubahan iklim bakal menimpa bumi dan penduduknya.Ban Ki Moon, Sekjen PBB,  mendorong seluruh kepala negara dan kepala pemerintahan memberikan dan meningkatkan komitmen penanganan perubahan iklim. Bahkan, pada 23 September 2014, akan digelar UN Climate Summit, sehari sebelum sidang umum PBB. “RI tetap mempertahankan komitmen pengurangan emisi karbon sebesar 26 persen dengan upaya sendiri dan 41 persen dengan bantuan internasional sampai 2020,” ucap Rachmat.Hasil COP19Dalam konferensi Perubahan Iklim ke 19 (COP19) pada Sabtu (23/11/13) ini, Indonesia lewat Kementerian Perhubungan, mendapatkan bantuan pendanaan internasional untuk sistem transportasi massal ramah lingkungan.Proposal Kemenhut sebagai bentuk penurunan emisi gas rumah kaca Indonesia (sustainable urban transport initiative-nationally approriate migitigation action/SUTRI NAMA), mendapat pendanaan lewat NAMA’s facility dari Pemerintah Inggris dan Jerman." "Berharap Presiden Baru RI Peduli Perubahan Iklim","Total dana proyek ini sekitar 70 juta Euro, dan Indonesia bersama Kolumbia, mendapatkan pendanaan sektor transportasi. Kuki Soejachmoen, Sekretaris Pokja Nagoisasi Internasional DNPI, mengatakan, proyek ini untuk pengembangan moda transportasi ‘hijau’ kota-kota sedang.“Kemenhub sudah cukup lama studi dan perencanaan pengembangan sistem transportasi kota bersahabat ini. Sudah ada rencana di beberapa kota didukung technical assistant,” ucap Kuki.Sedang, hasil penting lain dalam konferensi itu, antara lain penajaman rencana kerja menuju kesepakatan 2015, the Warsaw Framework for REDD+. Lalu, the Warsaw International Mechanism for Loss and Damage, mekanisme pendanaan di bawah United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Ada juga hasil kesepakatan tentang arsitektur kerangka kerja global perubahan iklim pasca 2020. [SEP]" "Video: Years of Living Dangerously, Pemanasan Global dari Kacamata Para Aktor","[CLS] Setelah kehadiran Harrison Ford yang sempat membuat “kehebohan” dengan sejumlah pejabat tinggi kehutanan di Indonesia akibat proses pembuatan film Years of Living Dangerously di Riau dan Jakarta, kini trailer atau potongan film tersebut sudah bisa dinikmati di situs Youtube.Film yang berkisah tentang perubahan iklim yang dituturkan dengan pendekatan dokumenter ini oleh sejumlah pekerja film di Amerika Serikat ini mencoba menyoroti berbagai dampak yang dialami oleh manusia akibat pemanasan global yang kini semakin memburuk. Film ini dibintangi oleh sejumlah nama besar, seperti Harrison Ford (aktor utama di film Indiana Jones), Jessica Alba (aktris), Matt Damon (Elysium), America Ferrera (bintang serial TV Ugly Betty), Michael C. Hall (pemeran Dexter dalam serial berjudul sama), hingga Arnold Schwarzenegger (aktor dan mantan Gubernur California) serta sejumlah pakar dan jurnalis.Salah satu Produser Eksekutif film ini adalah James Cameron, yang selama ini kita kenal dengan karya-karya filmnya yang luar biasa dan memenangi banyak penghargaan, salah satu yang paling fenomenal adalah Titanic dan Avatar.Film yang akan dibuat dalam bentuk serial TV sebanyak 8 seri ini, akan memperlihatkan berbagai fenomena alam yang terkait dengan perubahan iklim dan pemanasan global di berbagai belahan dunia, serta bagaimana sejumlah perusahaan, masyarakat dan pemerintah berupaya untuk mencari solusi terhadap salah satu ancaman terbesar yang kini dialami oleh umat manusia ini.Di Indonesia sendiri proses pengambilan film ini dilakukan di Propinsi Riau antara 6 hingga 12 September 2013 silam. Aktor pemeran utama di film Indiana Jones ini bahkan sempat membuat Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan kesal karena pertanyaannya dinilai mencecar sang menteri terkait deforestasi yang terjadi di sejumlah taman nasional di Sumatera. Ford juga sempat bertemu dengan Presiden Yudhoyono." "Video: Years of Living Dangerously, Pemanasan Global dari Kacamata Para Aktor","Film yang diproduksi oleh Showtime ini rencananya akan diputar jaringan televsi berbayar Fox di seluruh dunia pada bulan April 2014 mendatang. [SEP]" "Pengelolaan Hutan Gorontalo Makin Memprihatinkan","[CLS] Diskusi pengelolaan hutan di Gorontalo. Foto: Christopel PainoPengelolaan hutan dan lingkungan di Gorontalo, dinilai makin mendorong laju deforestasi. Intensitas banjir dan tanah longsor tinggi tahun lalu makin memberikan bukti nyata. Pemerintah daerah pun dinilai membuat kebijakan tak tepat. Demikian benang merah diskusi awal tahun bertajuk “Refleksi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Gorontalo”, yang digelar di tepi Pantai Botutonuo, di Kecamatan Kabila Bone, Kabupaten Bone Bolango, Kamis(10/1/ 2013).Diskusi terbuka dengan konsep alam terbuka itu dihadiri mahasiswa pencinta alam, aktivis perempuan, pegiat lingkungan, dan perwakilan media di Gorontalo. Peserta aktif memberikan sumbang pemikiran mengenai fenomena lingkungan di Gorontalo. Diskusi  ini digelar oleh Jaring Advokasi Pengelolaan Sumber Daya Alam (Japesda), bekerja sama dengan Mongabay Indonesia dan Aliansi Jurnalis Independen Kota Gorontalo.“Lahirnya beberapa kebijakan alih fungsi hutan, baik oleh pemerintah pusat maupun didukung pemerintah daerah, seperti perkebunan sawit dan pertambangan, makin mempertegas ancaman eksistensi lingkungan dan masyarakat di sini,” kata Rahman Dako, koordinator Teluk Tomini Susclam (Sustainable Coastal Livelihoods and Management).Menurut dia, investasi perkebunan sawit dan pertambangan emas kini menjadi primadona pemerintah daerah  di Gorontalo. Demi mengejar percepatan pertumbunan ekonomi dan pembangunan daerah, dua sektor ini seolah menjadi sinterklas. “Tahun 2012 adalah tahun sawit di Gorontalo. Seluruh kabupaten di Gorontalo dimasuki perusahaan sawit.”Senada diungkapkan Ahmad Bahsoan, ketua Japesda Gorontalo. Menurut dia, kebijakan alih fungsi hutan di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone untuk pertambangan PT Gorontalo Mineral, anak perusahaan Bumi Resources milik keluarga Bakrie, salah satu dosa besar pemerintah. “Belum lagi perkebunan sawit yang sedang “genit-genitnya” mengincar hutan Gorontalo.”" "Pengelolaan Hutan Gorontalo Makin Memprihatinkan","Untuk perkebunan sawit,  ucap Ahmad,  banyak masyarakat menolak.  Surat keputusan Menteri Kehutanan yang memberikan izin pelepasan kawasan kepada perusahaan sawit, menyebabkan konflik lewat penyerobotan dan perampasan tanah.“ Contoh, di Desa Dudewulo, Kecamatan Popayato Barat, Kabupaten Pohuwato. Hingga saat ini, tanah masyarakat dicaplok sepihak oleh perkebunan sawit. Ketika masyarakat melawan menuntut hak, mereka justru dihadapkan dengan moncong senjata aparat militer.”Selain dua sektor  ini, kerusakan hutan tropis di Gorontalo, disebabkan degradasi wilayah pesisir akibat salah urus pemerintah, terutama di Kabupaten Pohuwato, Boalemo dan Gorontalo Utara. Terjadi kebijakan pengembangan usaha tambak yang salah satu mengakibatkan hilangnya 5.000 hektar konservasi hutan mangrove di Cagar Alam Tanjung Panjang.Rudy Adam, aktivis Japesda sekaligus panitia mengungkapkan, diskusi  ini perlu didorong sampai pada pemberian rekomendasi kepada pemerintah daerah. “Agar pengambilan kebijakan tepat dan komprehensif hingga mampu menetralisir pengembangan sektor kehutanan, pesisir dan laut, perkebunan maupun pertambangan di Gorontalo.”Hingga kebijakan yang keluar, bisa konsisten, jelas , dan  transparan kepada masyarakat luas dengan mengedepankan nilai-nilai konservasi dan keberlanjutan. [SEP]" "SOSharks, Ramai-ramai Publik Figur Suarakan Penyelamatan Hiu","[CLS] Ada jajaran artis, musisi sampai penyanyi seperti Titi Rajo Bintang, Ringgo, Nugie, Nina Taman, Denada, Kaka, Daniel Mananta, lalu William Wongso (pakar kuliner), Bondan Winarno (pakar kulineri),  dan Andrian Ishak (molecular gastronomy chef), sampai Emirsyah Satar, Presiden Direktur Garuda Indonesia, menyerukan penyelamatan hiu lewat program WWF Indonesia, save our sharks (SOSharks).  Ini sebuah kampanye publik untuk menghentikan konsumsi berbagai produk dan komoditi hiu di pasar swalayan, toko online, hotel dan restoran, serta menghentikan promosi kuliner hiu di media massa.“Saya dulu makan shark, keluarga juga makan, terutama pada hari raya seperti Chinese New Year, tapi setelah saya tahu kondisinya, saya tak mau makan lagi,” kata Daniel, entertainer saat peluncuran kampanye SOSharks di Jakarta, Jumat(10/5/13).Setelah dia mendengar cerita mengenaskan tentang hiu, Daniel tak mau lagi menyentuh makanan yang dipercaya memiliki ‘kekuatan’ itu. Banyak hiu dibunuh dengan kejam, hanya diambil sirip, lalu dilepas ke laut dan mati. “Kini, saya berhenti makan shark, saya ajak keluarga dan yang lain juga. Tak ada itu, shark bisa memberikan kekayaan, panjang umur atau apalah. Yang jelas, jika makan shark akan mengancam lingkungan.”Berbeda dengan Titi Sjuman. Perempuan yang baru berganti nama menjadi Titi Rajo Bintang ini malah mengagumi hiu, meskipun takut. Sejak awal, dia peduli akan keberlangsungan hiu ini. “Mungkin banyak penyelam yang ingin ketemu hiu, tapi saya tidak, takut.”Sampai suatu hari, dia tengah di pinggiran laut berwisata mengambil foto ikan-ikan dengan kamera kecil. Tiba-tiba lewat hiu. Entah mengapa, tanpa rasa takut, Titi terus mengikuti dan terus mendokumentasikan hiu itu. “Indah sekali, kulitnya yang cantik. Mungkin kalau itu cowok saya naksir. Sayang ikan ha ha…”" "SOSharks, Ramai-ramai Publik Figur Suarakan Penyelamatan Hiu","“Kalau saya dari awal sudah anti hiu dimakan,” kata Ringgo Agus Rahman, aktor dan presenter. Saat menyelam, hal yang paling dia nantikan itu bertemu hiu. “Bagi diver, kalo sudah ketemu hiu itu suatu kebanggaan.” Diapun senang kala diajak WWF untuk ikut kampanye penyelamatan hiu ini.Hiu merupakan predator teratas, mengontrol populasi hewan laut dalam rantai makanan. Populasi hiu yang sehat dan beragam berperan penting menyeimbangkan ekosistem laut, termasuk menjaga kelimpahan ikan-ikan yang dikonsumsi manusia.Kini, spesies ini terancam punah. Jumlah permintaan sirip hiu dan produk-produk hiu lain melonjak hingga menyebabkan penangkapan besar-besaran satwa ini. Data FAO (2010) menunjukkan, Indonesia pada urutan teratas dari 20 negara penangkap hiu terbesar di dunia.Efransjah, CEO WWF-Indonesia  mengatakan, WWF mendukung perlindungan hiu, bukan semata mata untuk satwa itu sendiri, tapi karena peran penting menjaga ketersediaan pangan dari sektor kelautan.Toni Ruchimat, Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengatakan,  menyelamatkan hiu tak bisa hanya dilakukan pemerintah pusat maupun daerah, tetapi oleh semua pihak. Untuk itu, SOSarks ini, menjadi peluang mengajak masyarakat ikut peduli pelestarian hiu, terlebih yang ikut kalangan selebriti.Seadang konservasi yang dilakukan  KKP dan pemerintah daerah merupakan upaya melindungi kawasan dan jenis serta genetik ikan. “Hiu merupakan ikan prioritas dilindungi dari eksploitasi berlebihan. KKP, sedang menyusun National Plan of Action untuk hiu dan menyiapkan peraturan menteri untuk perlindungan hiu jenis tertentu.”" "SOSharks, Ramai-ramai Publik Figur Suarakan Penyelamatan Hiu","Pia Alisyahbana, dewan penasehat WWF Indonesia, meminta pemerintah mempercepat kebijakan pelarangan penangkapan jenis hiu yang sudah terancam punah. “Aturan pelarangan ini penting demi menghentikan atau paling tidak mengurangi penangkapan hiu. Sosialisasi kepada masyarakat penangkap hiu juga perlu. Mereka bisa diajak untuk berpindah menangkap ikan lain atau membudidaya jenis ikan, seperti kakap putih.”Kini, 12 jenis hiu masuk dalam daftar yang harus dilindungi dalam kesepakatan internasional Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (Cites). Juga Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 12 dan 30 Tahun 2012 tentang Perikanan Tangkap di Laut Lepas dan Wilayah Pengelolaan Perikanan  Indonesia, antara lain mewajibkan melepaskan hiu putih dan melaporkan aktivitas penangkapan hiu.Umumnya, sirip hiu atau terkadang bagian tubuh lain didapatkan dengan memotong mereka hidup-hidup (shark finning). Lalu hiu tanpa sirip  ini dibuang ke laut masih bernyawa untuk mati perlahan. “Praktik yang keji  ini dilakukan terhadap 38 juta hiu setiap tahun dari sekitar 26-73 juta hiu yang tertangkap dalam aktivitas perikanan dunia.”  Keadaan ini menunjukkan, sekitar satu sampai dua hiu tertangkap setiap detik. Padahal, pengembangbiakan ikan ini lambat  dan menghasilkan sedikit anakan hingga rentan eksploitasi berlebih. [SEP]" "Komedi Satir RAPP: Jembalang Pemakan Hutan Semenanjung Kampar (Bagian I)","[CLS] Nyaris empat tahun silam, 9 November 2009, spanduk merah ukuran raksasa bertuliskan “Obama You Can Stop This” dibentangkan saat puluhan aktivis Greenpeace melakukan aksi damai menduduki ekskavator dan merantai diri pada sejumlah alat berat menentang perusakan hutan yang dilakukan RAPP di Teluk Meranti dan Teluk Binjai, Semenanjung Kampar, Riau. Dalam hitungan jam, konfrontasi damai ini menyebar luas di media-media nasional dan luar negeri dan bertahan beberapa hari. RAPP berang. Puluhan polisi dikerahkan. Warga terbelah, ada yang menolak dan menerima kehadiran Greenpeace. Dampak lanjutan, perusahaan kertas raksasa global UPM-Kymmene asal Finlandia memutuskan kontrak dengan APRIL, perusahaan induk RAPP. Di dalam negeri, menteri kehutanan sempat menghentikan sementara operasi RAPP.Kini, hampir empat tahun sudah berlalu. Mongabay Indonesia ingin melihat lebih dekat bagaimana kehidupan masyarakat setelah aksi besar-besaran tersebut. Apakah masyarakat semakin sejahtera setelah perusahaan akhirnya masuk dan mengganti hutan alam mereka dengan tanaman monokultur akasia atau sebaliknya mereka menyesal.Suasana Desa Teluk Meranti, Pelalawan, Riau akhir Januari lalu tidak jauh beda dengan tahun 2009. Jalanan masih banyak yang rusak. Jembatan yang melewati parit-parit di desa masih seadanya. Yang mencolok dan masih baru hanyalah jalanan kecil yang disemenisasi dan ternyata dibangun oleh program pemerintah pusat.Mahidin (59), warga Teluk Meranti kini lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Sesekali ia menjadi nelayan atau buruh di kebun milik orang lain. Sebenarnya Mahidin punya sawah kurang dari dua hektar. Namun sejak PT RAPP menghabisi hutan seberang desanya, sawah itu tak lagi bernilai ekonomi." "Komedi Satir RAPP: Jembalang Pemakan Hutan Semenanjung Kampar (Bagian I)","Sawah itu kini tak mudah untuk dijangkau. Meski hanya 400 meter dari bibir Sungai Kampar. Hamparan ilalang setinggi 3 meter telah menutup ratusan hektar petak sawah masyarakat Teluk Meranti di Semenanjung Kampar dan menjadi semak belukar. Pondok-pondok kayu tempat mereka menjaga padi dari hama burung pipit dan babi kini sudah hancur tak terpakai.“Terakhir, Oktober lalu dah awak bersihkan semak-semak untuk ditanami padi. Tapi melihat kawan-kawan lain ndak ada yang nanam, tak jadi. Kalau semuanya berladang, kan hama babi dan tikus akan terbagi-bagi. Kalau sendiri aja ndak bisa,” ujar Mahidin kepada Mongabay akhir Januari.Mahidin adalah satu dari ratusan petani Desa Teluk Meranti dan Teluk Binjai yang merasakan dampak pahit operasi PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) yang telah menghancurkan hutan gambut Semenanjung Kampar sejak 2009 dan hanya menyisakan ratusan hektar lahan sawah warga yang kini tak lagi bernilai ekonomis. Pembukaan hutan dan menggantinya dengan pohon akasia untuk pabrik kertas, telah mendorong satwa seperti babi semakin sering ke ladang dan sawah masyarakat karena sumber makanan di dalam hutan telah hilang.Terakhir, bapak empat orang anak ini memanen padi tahun 2011 namun hanya menghasilkan 15 kaleng. Padahal sebelum hutan hancur, sedikitnya padi yang dipanen mencapai 150-200 kaleng. Ukuran satu kaleng sama dengan 15 kg gabah atau tujuh kg beras. Begitu juga kondisi perkebunan jagung. Dulu hasilnya bisa mencapai 3 ton per hektar per tahun.Bukannya tanpa akal. Mahidin bersama petani sempat menyewa alat penyetrum yang biayanya 500 ribu per bulan untuk mengusir serangan babi. Ditambah harus bermalam di pondok. Tapi tetap saja hasilnya nihil." "Komedi Satir RAPP: Jembalang Pemakan Hutan Semenanjung Kampar (Bagian I)","Asa memanen padi sebagai sumber utama ekonomi keluarga pupus sudah. Petani pun terpaksa membeli beras untuk makan sehari-hari. Hilangnya mata pencaharian sebagai petani adalah lembaran pahit kehidupan Mahidin dan sebagian warga Teluk Meranti sejak itu.Perubahan hidup keluarga Mahidin diawali ketika kementrian kehutanan mengeluarkan SK 327 tahun 2009 tentang izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan tanaman industri kepada PT RAPP yang mengkonversi hutan gambut Semenanjung Kampar menjadi kebun akasia untuk bahan baku kertas.Dalam surat keputusan tersebut, PT RAPP mendapat izin perluasan sebesar 115.025 hektar di empat kabupaten di Riau. Luas itu termasuk izin konversi hutan alam di Semenanjung Kampar seluas 76.919 hektar. Sebenarnya, izin menghancurkan hutan Semenanjung Kampar di daerah Teluk Binjai dan Teluk Meranti ini adalah perluasan kedua dari izin yang didapat sebelumnya.“Semenjak masuk PT inilah. Malam diam di sini terus. Berapa bulan kita berladang, segitulah (lamanya) kita jaga (di ladang). Kesal. Karena biasanya kita tak beli beras,” ujarnya lirih.Ancaman hilangnya sumber kehidupan seperti yang dialami oleh Mahidin sebenarnya sudah diperkirakan sejumlah pihak terutama LSM di Riau termasuk Greenpeace. Bukan hanya kehancuran masa depan masyarakat belasan ribu masyarakat teluk meranti dan sekitarnya saja, dalam pernyataan Greenpeace waktu itu, di dalam gambut Semenanjung Kampar seluas 683.839,81 hektar itu memiliki kandungan karbon dua miliar ton karbon yang jika dirusak dan lepas ke udara akan membentuk efek gas rumah kaca yang ini akan mendorong pemanasan global ke arah mengkhawatirkan." "Komedi Satir RAPP: Jembalang Pemakan Hutan Semenanjung Kampar (Bagian I)","Data tersebut diperkuat Jaringan kerja penyelamat hutan Riau (Jikalahari) yang menyebut rata-rata kedalaman gambut Semenanjung Kampar mencapai 3 meter bahkan dari hasil kajian lapangan, ada kubah gambut yang dalamnya mencapai belasan meter dan merupakan kawasan lindung gambut. Ini belum termasuk dampak hilangnya habitat bagi satwa dilindungi.Berubahnya kemakmuran menjadi malapetaka juga dirasakan Jasri (40), warga Teluk Meranti. Apa yang dulu dikhawatirkannya atas dampak penghancuran hutan kini telah terjadi. Pembuatan kanal-kanal gambut oleh perusahaan telah menyebabkan banjir ketika air pasang semakin tinggi di saat musim hujan. Sementara itu tingkat keasaman gambut yang tinggi, mengalir deras ke sungai dan mempengaruhi jumlah tangkapan ikan.“Yang dulunya belum pernah air pasang naik ke dalam rumah awak. Kini lah tanggolam. Inilah pertama kali pas Muharam (November) lalu banjir pasang paling tinggi selama awak hidup. Istilahnya bertambah kerja kami,” kata Jasri.Apa yang dialami warga saat ini jauh berbeda dengan teori yang digadang-gadangkan para akademisi waktu itu yang menyatakan bahwa pengelolaan gambut yang baik oleh RAPP akan mengurangi dampak kerusakan hutan. Bahkan model pengelolaan gambut ini diiklankan di halaman satu media-media lokal tahun 2010 lalu.Bukan saja kerusakan lingkungan, masuknya perusahaan juga memecah belah hubungan kekerabatan antara kelompok pro dan kontra perusahaan. Jasri yang bersanak saudara mengalami hubungan tak harmonis di antara mereka. Kini empat tahun sudah berlalu hubungan kekerabatan dengan saudaranya sudah berangsur membaik.“Namun hati tetap beda juga. Kalau dulu ada barang yang akan diperebutkan. Tapi sekarang tak ada lagi yang diperebutkan. Sebagian mereka masih ada yang bekerja  di perusahaan sebagai kontraktor misalkan. Sebagian lagi mondar-mandir (menganggur),” ujarnya." "Komedi Satir RAPP: Jembalang Pemakan Hutan Semenanjung Kampar (Bagian I)","Begitu juga menurut Muhammad Yusuf (58), tokoh  masyarakat setempat. “Kami semuanya di sini rata-rata bersanak famili. Pak lurah itu paman kontan saya. Tapi kami beda pendapat. Beliau pro perusahaan. Saya maunya melindungi hutan seberang. Rata-rata masyarakat di bagian hulu ini mendukung aksi LSM. Karena dari mereka lah saya semakin tau pentingnya menjaga hutan,” katanya.Ditanya apakah selama empat tahun terakhir ada dampak kehadiran perusahaan bagi desanya, Jasri maupun Yusuf mengaku tidak ada perubahan. “Bantuan perusahaan tidak ada pada sektor perekonomian atau kesejahteraan masyarakat. Tapi yang ada cuma pembangunan. Penyelesain (sengketa lahan) tak tuntas, tapi yang penting kami sudah berusaha mempertahankan (hutan). Biar nanti kami tidak dicap menjual hutan sama anak cucu,” katanya.Di hilir desa yang sebagiannya mendukung kehadiran perusahaan kondisinya tampak tak jauh berbeda dengan tahun 2009 lalu. Jalan masih banyak rusak dan berlubang dan jembatan masih kayu. Ada perbedaan setidaknya beberapa bangunan yang baru.Syamsuir (36), ketua RT di bagian hilir desa yang pro perusahaan mengaku bahwa ada untungnya perusahaan mengambil hutannya. Setidaknya keuntungan itu berupa kegiatan pembangunan seperti semenisasi jalan, pembangunan ruang sekolah dan sebagainya. Ditanya soal bantuan yang terpusat di bagian hilir desa, Syamsuir menyanggahnya.“Gorong-gorong juga sampai di hulu ini juga. Kalau dulu mau bikin jembatan biasanya minta ke masyarakat. Sekarang bisalah minta ke perusahaan. Adanya aksi LSM juga membantu masyarakat untuk menekan perusahaan. Tapi sekarang ini ndak ada lagi LSM,” katanya.Meski dikatakannya perusahaan berbaik hati, namun Syamsuir kini masih dipusingkan dengan proposal permintaan bantuan bagi kelompok nelayannya yang belum ditanggapi perusahaan. “Bapak bisa bantu untuk menanyakannya ke perusahaan?,” tanyanya kepada Mongabay." "Komedi Satir RAPP: Jembalang Pemakan Hutan Semenanjung Kampar (Bagian I)","Keuntungan juga dirasakan Lurah Teluk Meranti, Hasan yang masih memendam marah terhadap LSM, terutama Greenpeace. Menurut dia, kehadiran Greenpeace telah memecah masyarakat menjadi dua kelompok, yang mendukung penyerahan hutan kepada perusahaan dan yang mempertahankan hutan. “Saya mendukung kehadiran perusahaan. Hasan sendiri mengaku mendukung kehadiran perusahaan di desanya. “Alhamdulillah masih dibikinkan karet oleh RAPP,” kata Hasan kepada Mongabay Indonesia di rumahnya. [SEP]" "Presiden RI Tegaskan Komitmen Pembangunan Berkelanjutan di Atas Rainbow Warrior","[CLS] Setelah menolak kehadiran Kapal Greenpeace Rainbow Warrior di perairan Indonesia pada tahun 2010 lalu, Jumat (7/6/2013), Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono berkunjung ke kapal dan mengadakan pertemuan dengan Direktur Eksekutif Greenpeace Internasional Kumi Naidoo dan Kepala Greenpeace Indonesia, Longgena Ginting.Kedatangan Presiden SBY bersama para menteri termasuk Menteri Kehutanan ke kapal untuk memenuhi janjinya ketika menerima undangan dari Kumi Naidoo pada akhir tahun 2012 lalu. Saat pertemuan di ruang VIP terminal penumpang, nusantara pura satu, pelabuhan tanjung priok, Kumi memaparkan sejumlah hal termasuk dorongan agar pemerintah Indonesia mengambil peran penting dalam kepemimpinan regional untuk mengatasi krisis pemanasan global dan melindungi keanekaragaman hayati Indonesia.“Saya senang dapat bertemu kembali dengan teman saya, Kumi Naidoo. Saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Greenpeace atas berbagai usaha yang telah dilakukan untuk menyelamatkan lingkungan Indonesia dan juga dunia,” kata Yudhoyono, dalam pertemuan dengan Kumi Naidoo di ruang VIP.Yudhoyono menambahkan, sebagai negara yang berkembang, Indonesia tentunya butuh pembangunan ekonomi, tetapi pembangunan yang tidak mengorbankan lingkungan. Meskipun, nengaranya menghadapi beberapa tantangan, namun ia yakin bisa melakukan kedua hal tersebut. “Saya ingin mewariskan lingkungan yang bersih dan aman kepada cucu-cucu saya di kemudian hari,” imbuhnya.Sementara itu Kumi Naidoo mengatakan bahwa kedatangan presiden di atas Rainbow Warrior merupakan suatu kehormatan dan berharap di akhir kepemimpinannya, SBY bisa mewujudkan perlindungan atas keanekaragaman hayati luar biasa ini dengan yang lebih kuat lagi, termasuk kelompok masyarakat yang hidup dari keanekaragaman hayati tersebut." "Presiden RI Tegaskan Komitmen Pembangunan Berkelanjutan di Atas Rainbow Warrior","“Presiden juga harus mendapatkan ucapan selamat atas kemajuan yang terjadi selama pemerintahannya. Kemajuan yang membawa perlindungan pada hutan sejak pertemuan pertama kami pada tahun lalu. Tentu masih ada pekerjaan rumah krusial yang harus diselesaikan, dan kami di Greenpeace memberi dukungan penuh terhadap komitmen pemerintah untuk mewujudkan hutan tanpa deforestasi.”kata Kumi.“Kami bekerja untuk meyakinkan terwujudnya perlindungan atas keanekaragaman hayati Indonesia bukan sekadar kepentingan lingkungan itu sendiri. Perlindungan keanekaragaman hayati adalah perwujudan keadilan sosial, sebab masyarakat termiskin di pedalaman adalah pihak pertama yang akan menderita saat alam binasa lantaran mereka menggantungkan hidupnya pada alam,” tambah Kumi Naidoo.Setelah pertemuan, Kumi mengajak Yudhoyono tur ke sejumlah bagian kapal yang didampingi kapten kapal, Pep Barball Bardia. Dalam rombongan itu juga ikut Ani Yudhoyono dan cucunya Almira Tunggadewi. Kepada sang presiden, Kumi memberikan buku berjudul “Down to Zero” yang merupakan dokumentasi perjalanan Greenpeace menyelamatkan hutan Indonesia selama satu dekade terakhir. Kumi juga memberikan hadiah secara simbolis kepada Almira yang diartikan sebagai generasi berikutnya yang akan mewarisi kebijakan sang kakek.“Kami juga berharap presiden akan terus memberi ruang bagi pertumbuhan masyarakat sipil yang kuat dan dinamis. Hanya dengan itulah kita dapat memastikan tercapainya kemajuan dalam mewujudkan masa depan hijau di Indonesia sebagaimana visi Presiden Yudhoyono,” kata Longgena Ginting, Kepala Greenpeace Indonesia.Merapatnya Rainbow Warrior ke Jakarta ini sekaligus menutup rangkaian perjalanan selama satu bulan di perairan nusantara dari Papua, Bali hingga ke Jakarta. [SEP]" "Pasca Pemekaran Wilayah Kaltara, Luasan Hutan di Kaltim Masuk Zona Merah","[CLS] Kalimantan Timur terancam kehilangan luasan hutan primer setelah terjadinya pemekaran ke wilayah utara menjadi propinsi baru Kalumantan Utara (Kaltara). Hal ini terjadi karena sebagian hutan primer di Kaltim berada di kawasan Kaltim bagian utara, yakni Malinau dan sekitarnya yang masih berbatas dengan negara Malaysia bagian Sarawak. Namun setelah terbentuknya propinsi baru yakni Kalimantan Utara (Kaltara), hutan Primer Kaltim hanya tersisa sekitar 15 persen.Sebelum terpisah, hutan yang masih berfungsi baik atau luasan hutan primer secara keseluruhan sekitar 35 persen dari luas wilayah, hal ini dikatakan Direktur Program Tropenbos Internasional Indonesia, Dr Petrus Gunarso, saat ditemui di Kawasan Bukit Bangkirai Balikpapan beberapa bulan lalu.“Sebelum Kaltim dan Kaltara berpisah, hutan yang masih berfungsi baik sekitar 35 persen dari luas wilayah. Setelah berpisah, hutan yang berfungsi baik di Kaltim tersisa 15 persen dari luas wilayah. Sebaliknya, di Kaltara hutan yang bergfungsi baik menjadi sekitar 69 persen dari luas wilayah. 15 persen hutan primer milik Kaltim itupun mayoritas berada di daerah yang berbatasan dengan Kaltara,” ujar Direktur Program Tropenbos Internasional Indonesia, Dr Petrus Gunarso.Ia menjelaskan, hutan yang berfungsi baik atau undisturbed forest adalah hutan primer dengan tutupan hutan yang berfungsi baik sebagai ekosistem. Petrus mengatakan, untuk menentukan hutan primer, indikator yang digunakan adalah tutupan kerapatan hutan. Dia mengatakan hutan yang berfungsi baik adalah hutan yang tidak ada jeda pembukaan lahan. “Misalnya tidak ada jalan logging dan tidak ada tanah terbuka,” katanya." "Pasca Pemekaran Wilayah Kaltara, Luasan Hutan di Kaltim Masuk Zona Merah","Kawasan hutan berbeda dengan undisturbed forest. Secara umum disebutkan, kawasan hutan di Kaltim memang mencapai 75 persen. Tapi kawasan hutan yang dimaksud bisa saja bukan hutan. Petrus menambahkan, secara umum, penyebab kerusakan hutan di Kaltim adalah pengelolaan hutan yang tidak lestari, pembukaan lahan untuk tambang, kebun kelapa sawit dan infrastruktrur.Dengan sisa 15 persen hutan primer di Kaltim, disimpulkan kondisi hutan primer di Kaltim masuk dalam zona merah berdasarkan UU No.41/1999 tentang Kehutanan. Dalam UU tersebut, diwajibkan setiap daerah memiliki minimal 30 persen hutan primer.Sangat disesalkan pendekatan pembagian wilayah saat ini hanya menggunakan pendekatan batas administratif, tanpa mempertimbangkan bentang alam. Ditambahkan petrus,  pembagian wilayah provinsi di Indonesia menggunakan pendekatan bentang alam karena pertimbangan satu kesatuan ekosistem.Petrus mengatakan, kehilangan hutan primer meningkatkan kerawanan bencana alam seperti longsor, banjir dan kekeringan. Tidak ada jalan lain kata Petrus selain menghentikan kerusakan hutan primer di Kaltim. Selain itu, upaya rehabilitasi di kawasan hutan primer yang mengalami kerusakan harus segera dilakukan. “Jangan gunakan jumlah pohon, tapi luasan. Kemudian jangan hanya menanam, tapi memelihara,” ujarnya. [SEP]" "Warga Tolak Pembangunan Jalan di Cagar Alam Tangkoko","[CLS] Proyek pembangunan jalan di Taman Wisata Alam Batu Putih, Cagar Alam Tangkoko, Bitung, Sulawesi Utara (Sulut), mendapat penolakan warga sekitar. Aktivitas pembangunan jalan sepanjang 2,5 km ini diperkirakan menggusur ribuan pohon di kawasan itu.Alfons Wody, warga setempat, mengatakan, pembangunan jalan ini wujud pengelolaan taman wisata alam yang tak konsisten. Pada 2012, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulut pernah mengadakan penanaman pohon di lahan seluas 100 hektar. Namun, pengelola TWA malah menggusur pohon yang ditanam.“Kurang lebih 25% lokasi penghijauan digusur. Belum lagi, 12 pohon besar dan ribuan pohon penghijauan habis karena aktivitas itu,” katanya kepada Mongabay, Sabtu (14/12/13).Penggusuran pohon itu, katanya, akan mempengaruhi interaksi satwa dengan lingkungan. Warga kecewa karena tak pernah dilibatkan dalam perencanaan dan pelaksanaan jalan ini. Padahal, seharusnya TWA terbuka pada masyarakat sekitar.Sejak Agustus, warga berupaya menjalin komunikasi dengan BKSDA, tetapi selalu gagal menemukan kata sepakat. Wargapun beberapa kali mencegat kendaraan pengangkut material yang hendak memasuki proyek.Warga sempat unjuk rasa di depan DPRD Bitung. Pada Senin (9/12/13) ratusan warga aksi penanaman pohon pisang untuk menghalangi kendaraan pengangkut material. Aksi ini wujud protes karena belum ada penjelasan dari pihak berwenang. “Lokasi penanaman pohon pisang adalah tempat pohon digusur,” kata Yoseph Pantolowokang, warga yang ikut aksi penanaman pohon.Bagi warga, kawasan Konservasi Cagar Alam Tangkoko dan Taman Wisata Alam Batu Putih masuk wilayah adat hingga memiliki nilai historis. “Sebelum dijadikan kawasan konservasi alam, hutan ini permukiman dan perkebunan rakyat.”" "Warga Tolak Pembangunan Jalan di Cagar Alam Tangkoko","Sudiyono, Kepala BKSDA Sulut, mengatakan, penggusuran sejumlah pohon di TWA bukanlah permasalahan serius. Dia membantah terjadi penebangan ribuan pohon di kawasan itu. Dari rencana, sekitar 12 pohon yang terkenda dampak proyek ini. “Hanya pohon kelapa dan jati. Keduanya tidak dilindungi.”Pembangunan jalan ini, katanya, mendapat legitimasi dari Menteri Kehutanan jadi tak ada satu pihak yang boleh menghentikan. “Selain menteri dan pelanggaran hukum, tidak ada yang bisa menghentikan pembangunan jalan ini.”Menurut dia, proyek jalan di TWA sesuai ketentuan berlaku. Dalam UU Kehutanan, menyebutkan, di dalam kawasan konservasi bisa dibangun sarana prasarana berhubungan pengelolaan hutan seperti kantor pengelola, pal batas hutan, pos jaga, papan informasi, menara pengawasan, sarana komunikasi, dan transportasi.Proyek ini, katanya, untuk memudahkan patroli agar perburuan satwa bisa diminimalisir dan memudahkan akses publik mengunjungi TWA. Dia meyakini, kemudahan akses bisa meningkatkan wisatawan dan kenyamanan pengunjung. “Batu Putih berbasis konservasi alam, budaya, pendidikan, dan kesejahteraan masyarakat lokal. Lebih ke arah ekowisata.”Taman Wisata Alam Batu Putih merupakan wilayah Cagar Alam Tangkoko-Batuangus dengan luas 4.445 hektar. “Dalam perkembangan, fungsi diperkaya pariwisata, pendidikan, dan kebudayaan untuk mengakomodasi kepentingan pelestarian alam melalui keterlibatan aktif dan konstruktif dari masyarakat luas.” Oleh Menteri Pertanian, tahun 1981, kawasan ini juga ditetapkan sebagai taman wisata alam dengan luas 615 hektar. [SEP]" "Penerbit HarperCollins Resmi Tolak Kertas dari Hutan Tropis Indonesia Milik APP dan APRIL","[CLS] Penerbit buku terkemuka dunia, HarperCollins secara resmi menetapkan standar ramah lingkungan bagi kertas yang mereka gunakan dalam seluruh buku produksi mereka, termasuk kebijakan untuk tidak menggunakan kertas yang berasal dari penebangan hutan alam di kawasan hutan hujan tropis di seluruh dunia.Revisi kebijakan ini dimuat dalam situs resmi perusahaan ini sebagai bagian dari respon mereka untuk menindaklanjuti kampanye yang dilakukan oleh Rainforest Action Network (RAN), yang menyasar perusahan atau produsen-produsen kertas raksasa dunia yang melakukan penebangan di hutan hujan tropis Indonesia yaitu Asia Pulp & Paper dan Asia Pacific Resources International (APRIL). Menurut informasi resmi dari RAN, dengan bergabungnya HarperCollins, maka lengkaplah sepuluh penerbit terbesar dari Amerika secara resmi menolak untuk membeli kertas APP dan APRIL.Dalam situs resmi HarperCollins, secara khusus kebijakan ini memang menyatakan menolak kertas yang bersumber dari penebangan hutan alami di Indonesia.“Dalam memproduksi seluruh buku HarperCollins, kami berupaya untuk tidak menggunakan kertas dari sumber yang tidak bisa dipercaya yang mungkin berasal dari hutan alam dan sudah terancam,” tulis situs tersebut. “HarperCollins dilarang mengambil kertas dari hutan hujan tropis di Indonesia, hutan alami yang sudah tua atau hutan yang terancam untuk semua produksi buku kami.”HarperCollins juga menyatakan bahwa mereka tidak akan melakukan bisnis dengan perusahan-perusahaan yang terkait dengan pengambilan kayu dan pohon yang berasal dari penebangan liar, dan untuk keterlibatan perusahaan pihak ketiga, mereka harus membuktikan bahwa mereka memanen kayu dari sumber yang ramah lingkungan dan dibuktikan dengan sertifikasi yang sah." "Penerbit HarperCollins Resmi Tolak Kertas dari Hutan Tropis Indonesia Milik APP dan APRIL","Upaya ini juga dibarengi oleh program HarperCollins untuk menjalankan ujicoba random terhadap buku-buku mereka untuk memastikan bahwa semua buku terbitan mereka memang bebas dari materi yang tidak ramah lingkungan dan diproduksi dari kayu yang berasal dari hutan hujan tropis dunia.Rainforest Action Network menyambut gembira kebijakan HarperCollins untuk menghentikan pembelian kertas dari hutan tropis di Indonesia. “Semua kesepuluh penerbit besar di AS kini memahami bahwa pembeli tak akan mau menerima buku yang kertasnya berasal dari perusakan hutan hujan tropis. Hal ini adalah sebuah peralihan besar bagi bisnis yang dua tahun lalu masih lekat terlibat dengan kertas-kertas bermasalah,” ungkap Juru Kampanye Rainforest Action Network, Robin Averback. “Para penerbit di Amerika Serikat mengirimkan pesan yang sangat jelas bagi para perusak hutan seperti Asia Pulp and Paper dan APRIL, bahwa konsumen menghendaki kertas yang ramah lingkungan.”Standar kertas ramah lingkungan yang ditetapkan oleh HarperCollins termasuk di dalamnya hanya membeli kertas yang memiliki sertifikasi dari FSC (Forest Stewardship Council), SFI (Sustainable Forestry Initiative), dan PEFC (Programme for the Endorsement of Forest Certification), yang tidak satupun secara eksplisit melarang penebangan dari hutan tropis, hutan gambut atau hutan yang sudah lama. Namun RAN akan mendorong pihak perusahaan untuk mengadopsi batasan yang lebih ketat seperti yang ditetapkan oleh lembaga-lembaga sertfikasi tersebut." "Penerbit HarperCollins Resmi Tolak Kertas dari Hutan Tropis Indonesia Milik APP dan APRIL","Produksi pulp and paper adalah salah satu penyebab utama deforestasi dan degradasi hutan gambut di Sumatera. Menurut perkiraan, APP dan APRIL sudah memusnahkan 2 juta hektar hutan di Propinsi Riau sejak pertengahan 1980-an, yang merupakan setengah dari hutan hujan tropis yang ada di Riau saat itu. Para ahli mengatakan bahwa penebangan yang terus berlangsung ini menyebabkan hilangnya habitat satwa-satwa endemik Sumatera seperti harimau dan gajah.Hingga kini, sekitar 1,2 juta hektar hutan yang masih berdiri di Riau bahkan sudah termasuk dalam kategori ‘boleh ditebang‘ lewat berbagai perizinan yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia. Dari analisis Eyes on the Forest, pelepasan hutan tambahan ini akan membuang sekitar 500 juta ton karbon ke udara.Baik APP maupun APRIL, hingga kini masih mengaku beroperasi sesuai dengan prosedur hukum yang ada di Indonesia, namun produsen kertas raksasa ini telah diperiksa terkait pembalakan liar, termasuk sebuah kasus yang merugikan negara sebesar 200 juta dollar. Tak satupun dari kedua perusahaan ini dikenai sanksi oleh toritas hukum Indonesia akibat kasus tersebut. [SEP]" "Kebakaran Hutan: 74 Titik Api Ditemukan di Konsesi Kelapa Sawit Anggota RSPO","[CLS] Terkait maraknya pemberitaan terhadap keterkaitan beberapa perusahaan yang menjadi anggota Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) yang diduga terlibat dalam kebakaran hutan di Pulau Sumatera, lembaga pemantau produsen minyak kelapa sawit dunia ini telah meminta sejumlah anggota yang disebut-sebut oleh media tersebut untuk menyerahkan peta digital wilayah konsesi mereka untuk penyelidikan lebih lanjut sejak akhir Juni silam. Permintaan ini secara resmi dilayangkan oleh RSPO tanggal 24 Juni silam kepada lima perusahaan.Kendati sejumlah perusahaan ini diberi tenggat waktu 48 jam oleh RSPO untuk menyerahkan peta, namun faktanya empat perusahaan baru menyerahkan tanggal 9 Juli 2013 silam. Sementara, satu perusahaan lainnya, PT Jatim Jaya Perkasa menyusul sehari setelahnya.Empat perusahaan, yaitu Sime Darby, Kuala Lumpur Kepong (KLK), Golden Agri Resources (GAR) dan Tabung Haji Plantations telah menyerahkan peta digital kawasan konsesi mereka tanggal 9 Juli 2013 silam. Sementara pada tanggal 10 Juli 2013 PT Jatim Jaya Perkasa menyusul menyerahkan informasi lokasi konsesi mereka.Seluruh dokumen digital yang masuk, telah dianalisis secara terpisah oleh World Resources Institute (WRI) dan pakar Geographic Information System (GIS) asal Malaysia Dr. Khali Aziz Hamzah dari Forest Research Institute Malaysia (FRIM).Dari hasil análisis mereka, WRI menyimpulkan bahwa mereka menemukan 74 titik api di kawasan Hak Guna Usaha PT Jatim Jaya Perkasa. Hal senada juga ditemukan dari analisis yang dilakukan oleh Dr. Khali Aziz Hamzah. Titik api yang ditemukan di wilayah konsesi PT Jatim Jaya Perkasa ini berada pada rentang 1 Juni hingga 26 Juni 2013 silam. Keseluruh titik api ini bertahan selama beberapa hari atau dalam kondisi menyala dan mati secara reguler." "Kebakaran Hutan: 74 Titik Api Ditemukan di Konsesi Kelapa Sawit Anggota RSPO","Menindaklaknjuti hal ini, RSPO akan memutuskan lebih lanjut apakah sumber titik-titik api ini sebagai hasil dari kegagalan yang sistemik dalam mengelola lingkungan, atau hal lainnya. Hal ini kini tengah ditangani oleh Panel Pengaduan RSPO untuk mempelajari, mengevaluasi dan memutuskan lebih lanjut atas kasus ini.Sementara itu, RSPO meminta PT Jatim Jaya Perkasa untuk segera menyelesaikan kebakaran yang terjadi di dalam wilayah konsesi mereka.Dalam pernyataan akhir Juni silam, Greenpeace menyatakan bahwa banyak perusahaan minyak kelapa sawit bertanggung jawab atas kebakaran hutan yang selalu terjadi di Pulau Sumatera setiap tahun. Penebangan hutan dalam skala besar dan pengeringan lahan gambut, menjadi salah satu penyebab utama.“Saat lahan gambut dikeringkan untuk perkebunan, mereka menjadi rentan terbakar. Setiap api, baik kecil maupun besar, atau muncul secara insidentil atau bahkan disengaja, bisa berubah menjadi bencana lingkungan,” ungkap Greenpeace dalam pernyataan mereka.Menghentikan pengeringan lahan gambut dan konversi gambut menjadi perkebunan, adalah upaya terbaik untuk menghentikan bencana kebakaran yang selalu berulang. [SEP]" "Video: Masyarakat Dayak di Kalteng Tuntut Pertanggungjawaban Grup Wilmar","[CLS] Sebuah video baru yang dirilis oleh Save Our Borneo memperlihatkan berbagai dampak negatif investasi perkebunan sawit bagi masyarakat adat Dayak di Kalimantan Tengah. Hadirnya perkebunan sawit dari grup Wilmar International di kawasan Desa Tangar, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah adalah salah satu kasus yang baru-baru ini kembali muncul ke permukaan.Warga desa menyatakan bahwa sejak kehadiran grup Wilmar International yang diwakili PT Karunia Kencana Permai Sejati 1 dan 2 sejak tahun 2005 silam, berbagai permasalahan pelanggaran atas hak masyarakat terus terjadi. Kini masyarakat Dayak menuntut pihak Grup Wilmar untuk menyelesaikan kewajiban mereka terhadap masyarakat yang selama ini diabaikan sepanjang perkebunan sawit ini berdiri.Sekitar 280 kepala keluarga menjadi korban perampasan lahan perkebunan karet dan tanah mereka oleh PT KKPS 2. Kedua perusahaan ini juga melakukan perusakan situs-situs budaya dan kuburan tradisional Dayak yang selama ini dihormati oleh warga setempat.Grup Wilmar sendiri menguasai perkebunan sawit terluas di Kalimantan Tengah dengan lebih dari 300 ribu hektar di berbagai wilayah di Kalimantan Tengah. Selain Wilmar, grup yang juga menguasai perkebunan sawit di Kalimantan Tengah adalah sejumlah perusahaan dari Malaysia, yaitu Sime Darby, Asiatic Sdn.Bhd, IOI Sdn.Bhd, dan UP Sdn.Bhd. [SEP]" "Sepakati Ekspor Kayu Bersertifikat Dengan Uni Eropa, RI Harus Perbaiki Proses Sertifikasi","[CLS] Upaya memerangi perdagangan kayu ilegal kini mencapai tahap yang semakin serius. Terutama langkah pencegahan yang dilakukan oleh negara-negara yang menjadi target perdagangan kayu dari negara-negara pengekspor kayu dunia. Tanggal 30 September 2013 silam, Uni Eropa dan Pemerintah Republik Indonesia diwakili oleh Kementerian Kehutanan RI resmi menandatangani Voluntary Partnership Agreement (VPA), yang menandai komitmen kedua belah pihak untuk memastikan bahwa komoditi kayu yang masuk ke pasar Eropa adalah kayu yang berasal dari sumber yang sah dan dipanen dengan prinsip-prinsip ramah lingkungan.Upaya ini adalah bagian dari kebijakan Uni Eropa untuk memerangi masuknya kayu ilegal ke wilayah tersebut, yang mengakibatkan hancurnya hutan hujan tropis di Asia Tenggara. Program ini dikenal dengan nama EU Forest Law Enforcement, Government and Trade (FLEGT). Lewat program ini diupayakan untuk menghambat permintaan dan penawaran dari pihak eksportir dan pembeli terhadap kayu yang berasal dari hutan alam di negara-negara tropis. Nilai kerugian akibat pembalakan liar di seluruh dunia diperkirakan oleh Uni Eropa mencapai 7 miliar Euro atau sekitar 1,1 triliun rupiah.Indonesia, sebagai negara ketiga terbesar dunia yang masih memiliki hutan hujan tropis setelah Amazon dan Kongo, kini bergerak ke arah yang lebih serius untuk menindaklanjuti upaya menekan penebangan liar di hutan hujan yang tersisa sekitar 130 juta hektar di tahun 2012 menurut data Departemen Kehutanan RI." "Sepakati Ekspor Kayu Bersertifikat Dengan Uni Eropa, RI Harus Perbaiki Proses Sertifikasi","“Uni Eropa dan Indonesia telah membangun kemitraan yang baik dengan tujuan bersama untuk menyingkirkan pembalakan liar dan mempromosikan perdagangan kayu secara legal,” ungkap Deputi Kepala Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia, Colin Crooks. “Penandatanganan VPA ini adalah sebuah langkah maju untuk meraih tujuan ini. Kami menanti hari dimana kapal pertama mengirimkan kayu bersertifikasi dari Indoneia dibawah lisensi FLEGT ini ke Eropa.”Setelah ditandatanganinya kesepakatan ini, kini dua langkah selanjutnya masih menanti. Pertama adalah Indonesia dan Uni Eropa harus meratifikasi kesepakatan ini. Dan kedua, kedua belah pihak  harus menentukan kapan sistem Indonesia untuk memastikan legalitas kayu dibawah VPA ini akan beroperasi secara penuh. Jika kedua syarat ini sudah dilakukan maka produk kayu Indonesia bisa secara sah masuk ke Eropa.“Keberhasilan implementasi VPA dan FLEGT ini tergantung dari kualitas sistem legalitas kayu yang ada di Indonesia,” ungkap Mardi Minangsari dari Telapak dalam pernyataannya. “Sistem ini harus memiliki standar yang kuat, melalui auditing independen yang kredibel, penegakan hukum yang baik dan sistem hukuman yang tegas untuk setiap pelanggaran. Semuanya harus berbasis pada sistem yang transparan dan partisipatif.”Komitmen ini secara ekonomi dinilai sangat strategis bagi Indonesia karena nilai ekspor kayu Indonesia ke Uni eropa sendiri mencapai 1,2 miliar dollar AS setiap tahun. Jumlah ini adalah sekitar 15% dari nilai total ekspor kayu Indonesia secara keseluruhan. Dengan penandatanganan in, Indonesia adalah negara Asia pertama yang telah menyepakati erjanjian VPA dengan Uni Eropa.Produsen Kayu Indonesia Akui Sulit Penuhi Standar Sertifikasi" "Sepakati Ekspor Kayu Bersertifikat Dengan Uni Eropa, RI Harus Perbaiki Proses Sertifikasi","Sementara itu dari pihak produsen kayu di Indonesia sendiri, seperti pernah diberitakan oleh Mongabay-Indonesia bulan Maret 2013 silam atau sekitar 6 bulan lalu, mereka mengaku masih sulit memenuhi tenggat waktu yang ditetapkan oleh pemerintah untuk mengikuti standar legalitas kayu seperti yang disayaratkan oleh SVLK yang juga diakui oleh FLEGT di Eropa.Hingga Maret 2013 silam, kendala di lapangan adalah jumlah lembaga sertifikasi yang hanya ada delapan. Proses audit lacak balak kayu setidaknya memerlukan minimal tiga bulan untuk setiap unit perusahaan. “Jumlah aksesor saat ini sangat terbatas,” ungkap Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Raharjo Benyamin kepada Mongabay-Indonesia bulan Maret 2013 silam.Tak hanya masalah lembaga sertifikasi. Pelaku usaha juga terkendala dana di tengah harga per meter kubik kayu yang terus turun dibarengi harga pokok produksi tinggi. “Untuk mengurus sertifikasi perlu dana tidak sedikit. Paling tidak Rp500 juta.”Rahardjo menjelaskan, saat ini yang sudah memperoleh SVLK, ada 35 perusahaan di hutan alam dan 23 HTI.  Untuk, perusahaan yang sudah mendapatkan pengelolaan hutan produksi lestari (PHPL) di hutan alam ada 91 dan HTI 35. “Mereka yang mendapatkan PHPL sebenarnya sekaligus bisa dapat SVLK.Abu Meridian, Koordinator Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK), mengkritisi sistem ini. Dia mengatakan,  masih terdapat kelemahan-kelemahan dalam SVLK. Pertama, implementasi SVLK di lapangan, terkendala belum tersebarnya pengetahuan, termasuk sistem informasi dan data di instansi terkait terbatas.Kedua, mekanisme respon terhadap aduan (complaint handling) berbeda-beda dari tiap auditor.  Kondisi ini berakibat kepada efektivitas aduan yang dilaporkan masyarakat maupun kelompok masyarakat sipil terkait kecurigaan penyimpangan di lapangan." "Sepakati Ekspor Kayu Bersertifikat Dengan Uni Eropa, RI Harus Perbaiki Proses Sertifikasi","“Sejauh pengamatan kami hanya ada dua perusahaan langsung menangani aduan, yang lain memilih membuat tim adhoc untuk menindaklanjuti temuan serta membuat analisis yang terjadi”Ketiga, arti legal SVLK masih terkesan melulu kepada fokus urusan aliran legal di tingkat industri, belum menyentuh dan mengatur kepada aliran asal muasal kayu.   “Bagaimana jika industri merupakan pembeli kedua?  Kayu dibeli dari pembeli pertama, yang berlaku sebagai broker yang bermain dengan asal comot kayu dari sana sini?” Sistem ini, kata  Abu, amat longgar di lapangan dan rentan disalahgunakan.  “Cap legal di tingkat industri, belum tentu identik sumber aliran kayu ke industri.”Fakta Nilai Ekspor Kayu IndonesiaJika melihat fakta yang ada, pertumbuhan permintaan sertifikasi kayu kepada badan resmi sertifikasi Forest Stewardship Council (FSC) dari berbagai pelaku bisnis perkayuan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam dua setengah tahun terakhir. Dari situs resmi FSC, pertumbuhan luasan kawasan produksi yang masuk dalam sertifikasi FSC berkembang dari 833.000 hektar di bulan Januari 2011 menjadi 1.679.117 hektar di bulan Juli 2013 ini.Ironisnya, kenaikan produk kayu bersertifikasi tersebut jutsru tidak diiringi oleh kenaikan ekspor produk kayu Indonesia ke Eropa. Hingga akhir Juni 2013 silam, berbagai media internasional memperkirakan ekspor kenaikan  produk kayu dari Indonesia ke Eropa mencapai 114%, di kuartal pertama tahun ini. Namun asumsi ini ternyata meleset.Sesaat setelah Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) diberlakukan di Indonesia untuk seluruh produk ekspor ke seluruh dunia, para pengusaha mulai mengeluh soal rumitnya proses dan mahalnya sertifikasi ini yang menyebabkan lemahnya daya saing mereka di lapangan." "Sepakati Ekspor Kayu Bersertifikat Dengan Uni Eropa, RI Harus Perbaiki Proses Sertifikasi","Bahkan, semua nilai ekspor dan statistik nilai ekspor kayu Indonesia ke Uni Eropa yang terlanjur keluar ke ranah publik adalah angka-angka yang muncul akibat kesalahan statistik impor dan perdagangan di Eropa. Sejumlah besar nilai perdagangan Indonesia ke Eropa, mengalami kesalahan pencatatan sangat signifikan, dan sangat jauh dari jumlah yang disebut.Seperti yang terjadi dengan nilai ekspor furnitur Indonesia ke Belgia di bulan Januari 2013, disebutkan bernilai sekitar 200 juta Euro, namun ternyata setelah diperksa ulang, jumlah sebenarnya hanyalah sekitar 5 juta Euro saja. Kesalahan data ini sudah dikonfirmasi oleh Kantor Statstik Belgia, dan perbaikan angka-angka ini baru bisa dipublikasikan pada bulan September 2013 mendatang.Hal lain yang juga mengalami kesalahan pencatatan adalah nilai impor Eropa dari Indonesia berdasarkan kode tarif HS 94 (produk kayu olahan) yang sebelumnya disebut-sebut mencapai 296 juta Euro, ternyata hanya mencpai sejumlah 104 juta Euro. Dibandingkan dengan nilai impor tahun lalu, angka ini mengalami penurunan sebesar 18,7%.Hal yang sama juga dialami oleh produk kayu Indonesia dengan kode ekspor HS 44. Di kuartal pertama tahun 2013, jumlah ekspor Indonesia hanya sekitar 190 juta euro, atau turun 23% dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 249 juta Euro. Nilai impor negara Jerman terhadap produk kayu dari Indonesia sendiri juga jatuh sekitar 38% menjadi hanya 47 juta Euro saja. [SEP]" "Masyarakat Kamoro Tahan Tongkang Perusahaan Kayu","[CLS] Kehadiran perusahaan kayu di Papua, selama ini merugikan masyarakat lokal. Tak heran, Sabtu (20/4/13), warga Suku Kamoro di Ibukota Distrik Mimika Barat, Kabupaten Mimika Papua , menyita sebuah kapal yang menarik tongkang bermuatan alat berat, tangki bahan bakar dan peralatan lain.“Selama ini, perusahan ini keluar masuk tanpa izin dan izin ini siapa yang berikan kami tidak tahu. Sekarang kami tahan supaya ia (perusahaan -red) memenuhi tuntutan warga pemilik hak ulayat,”  kata Yulius Watapoka, Kepala Kampung Amar Distrik Mimika Barat, Selasa(23/4/13).Kapal itu ditahan ketika melintasi perairan muara kali setempat. “Mereka masuk ke kali dan ambil kayu gelondongan. Hanya membayar masyarakat Rp50.000 per batang gelodongan kayu.”Kepala Dsitrik Mimika Barat, Philipus Monaweyau mengatakan, kehadiran perusahaan ini tidak hanya merugikan masyarakat, tapi merusak biota dan ekosistem. “Perusahaan ini selain ambil kayu dan membayar dengan murah kepada masyarakat, juga merusak lingkungan karena buldozer  dan alat berat lain yang dibawa masuk merusak kayu putih, serta menutup lahan-lahan hutan alami untuk dilewati alat berat.”Philipus meminta, perusahaan berbasis di wilayah Papua Selatan itu segera mengikuti tuntutan masyarakat. “Kami tidak minta apa-apa, tapi tolong lihat kehidupan masyarakat kampung yang hidup tidak seperti orang-orang di kota. Intinya, jangan menindis warga.”  Hingga berita ini ditulis, belum ada perusahaan yang menemui warga. [SEP]" "Korupsi Hutan Alam Riau, Negara Rugi Rp687 Triliun","[CLS] Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MAPPI) Fakultas Hukum Universitas Indonesia merilis laporan kasus yang memperlihatkan kerugian negara akibat penebangan hutan alam seluas 38.357 hektar sekitar Rp 687 triliun. Jauh lebih besar dari perhitungan KPK yang hanya Rp519 miliar.“Bedah kasus ini bagian dari partisipasi publik mengawasi peradilan di Indonesia, tujuan bedah kasus ini memberi masukan pada Kejaksaan, KPK dan Mahkamah Agung,” kata Dio, Koordinator MAPPI FH UI. “Bedah kasus ini tidak hanya analisis semalam. MAPPI bersama tiga majelis bedah kasus membedah selama empat bulan.”Laporan ini bertajuk Putusan Pengadilan Tipikor Pekanbaru atas nama Burhanuddin Husin atas Korupsi Penilaian dan Pengesahan Rencana Kerja Tahunan IUPHHK HT 12 Perusahaan Tanaman Industri tahun 2005-2006 di Riau.“Bedah kasus ini bagian dari partisipasi publik mengawasi peradilan di Indonesia. Tujuan memberi masukan pada Kejaksaan, KPK dan Mahkamah Agung. Ini tidak hanya analisis semalam. MAPPI bersama tiga majelis bedah kasus membedah selama empat bulan,”  kata Dio, Koordinator MAPPI FH UI.Dalam laporan ini terekam, seluas 38.357 hektare hutan alam ditebang oleh 12 perusahaan hutan tanaman industri (HTI) yang mendapat izin rencana kerja tahunan (RKT) di Kabupaten Pelalawan dan Siak. Ia diterbitkan terpidana Burhanuddin Husin, semasa menjabat sebagai Kepala Dinas Kehutanan Riau periode 2005-2006.Total kerugian negara akibat penebangan hutan alam ini sekitar Rp687 triliun. “Sebaiknya, kerugian negara tidak dihitung dari PSDH-DR, sebab RKT yang diterbitkan Burhanuddin Husin bertentangan hukum,” kata Muslim Rasyid, Koordinator Jikalahari." "Korupsi Hutan Alam Riau, Negara Rugi Rp687 Triliun","Jika RKT ilegal, berarti bertentangan dengan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) perusahaan.  “Areal ilegal itu, bisa dihitung kerugian ekologis-ekonomisnya.” Dasar penghitungan dilakukan Prof Bambang Hero Saharjo, Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB). Pendekatan ekologis-ekonomis, kata Muslim, untuk memberi rasa keadilan pada hutan alam dan lingkungan yang dirusak perusahaan. Pada 24 Oktober 2012, meski terjadi dissenting opinion, majelis hakim PN Tipikor Pekanbaru memvonis Burhanuddin Husin dua tahun enam bulan penjara karena terbukti bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi kehutanan. Perkara Tipikor Burhanuddin Husin ditangani tiga majelis Hakim, Isnurul Syamsul Arif, dan Krosbin Lumban Gaol (hakim karir) dan Rakhman Silaen (hakim ad hoc).Dalam putusan setebal 669 No 21/Pid.Sus/ 2012/PN-PBR, vonis majelis hakim berbeda jauh dengan tuntutan Jaksa yang menuntut enam tahun penjara. “Vonis Burhanuddin Husin lebih ringan dari terpidana dalam kasus kehutanan sebelumnya, terpidana Asral Rahman lima tahun dan Syuhada Tasman empattahun, yang sama-sama terlibat kasus korupsi kehutanan saat menjabat Kadishut Riau,” kata Suryadi, Direktur YLBHI-LBH Pekanbaru, salah satu majelis bedah kasus. “Ada apa di balik putusan ini?”Selain itu, kata Suryadi, dari April hingga Agustus 2013, MAPPI FH juga bedah kasus bersama majelis bedah kasus terdiri atas Dr Saifuddin Syukur, dosen hukum tata Negara Fakultas Hukum Universitas Islam Riau dan Muslim Rasyid, Koordinator Jikalahari.Laporan setebal 62 halaman itu memuat sejumlah analisis hukum mulai dari titik lemah dakwaan Jaksa yang menggunakan dakwaan subsidiaritas hingga pertimbangan majelis hakim. Titik berat temuan ada pada pertimbangan majelis hakim." "Korupsi Hutan Alam Riau, Negara Rugi Rp687 Triliun","Dalam putusan itu, Majelis Hakim menyatakan terdakwa bersalah melanggar Pasal 3 dengan hukuman rendah. Suryadi membandingkan Pasal 2 dan Pasal 3. Pidana penjara Pasal 2 paling singkat empat tahun, paling lama 20 tahun, denda paling sedikit Rp200 juta, paling banyak Rp1 miliar.Dalam Pasal 3 pidana penjara paling singkat satu tahun, paling lama 20 tahun, denda paling sedikit Rp50 juta, paling banyak Rp1 miliar. “Mengapa majelis hakim tidak memilih Pasal 2 yang pidana penjara paling singkat empat tahun? Padahal dalam unsur-unsur Pasal 2 dan 3, tidak ada perbedaan yang substantif,” kata Suryadi.Lantas, fakta hukum menunjukkan telah terjadi disparitas putusan dalam perkara yang sama. Putusan majelis hakim pada terpidana Asral Rahman, eks Kepala Dinas Kehutanan Riau periode 2003-2004, dan Syuhada Tasman mantan Kepala Dinas Kehutanan Riau 2004-2005, menyatakan perbuatan terdakwa memenuhi semua unsur Pasal 2. “Putusan majelis hakim terhadap Burhanuddin Husin menunjukkan Hakim tidak punya komitmen dan keberanian melawan korupsi kehutanan yang merugikan keuangan negara.”Temuan lainnya, beschiking berupa Kepmenhut saling berbenturan. Satu sisi melarang hutan tanaman di atas hutan alam, sisi lain membenarkan. Beschiking saling berbenturan yaitu Kepmenhut No 10.1/Menhut-II/2000 berbenturan dengan  Kepmenhut No.101/Menhut-II/2004.Kedua “keputusan” itu diatas disebut “peraturan”, karena sifat berlaku umum. Sebuah keputusan (beschikking) seharusnya berupa penetapan bersifat individual, konkrit, dan final, yang tidak terpenuhi oleh dua Kepmenhut. Lalu, substansi pengaturan kedua “keputusan” yang masing-masing dibuat pada masa Nur Mahmudi Ismail dan M. Prakosa sebagai Menteri Kehutanan itu, cacat hukum.  “Jadi batal demi hukum, minimal ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang hutan alam karena substansi yang diatur menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,” kata Saifuddin Syukur." "Korupsi Hutan Alam Riau, Negara Rugi Rp687 Triliun","Majelis bedah kasus memberi apresiasi pada majelis hakim karena dalam pertimbangan berkesimpulan kualfikasi “turut serta melakukan dalam pasal 55 ayat ke-1 telah terpenuhi.  Menurut majelis hakim dalam mewujudkan niat melakukan tindak pidana terkait pengesahan URKT perusahaan-perusahaan wilayah kerja di Kabupaten Pelalawan dan Siak, tidak berdiri sendiri. Namun, dilakukan bersama-sama dengan saksi Tengku Azmun Jaafar, saksi Edi Suriandi (Pelalawan), saksi H Arwin As, saksi Amin Budyadi serta 12 perusahaan-perusahaan yang mengajukan URKT.“Rekomendasi kami, KPK segera menetapkan saksi Edi Suriandi, saksi Amin Budyadi dan 12 korporasi sebagai tersangka,” kata Suryadi. “Mahkamah Agung ataupun Komisi Yudisial segera memeriksa hakim majelis hakim dalam perkara ini.” [SEP]" "Hutan Jadi Sawit, Orangutan Panen Tikung Petani Madu Kapuas Hulu","[CLS] Petani madu di Desa Ujungpandang dan Kapuas Raya, Kecamatan Bunut Hilir, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat (Kalbar), resah. Setiap menjelang panen madu tiba, orangutan di sekitar desa mulai turun dari perbukitan, dan masuk ke danau. Mereka merusak tikung atau tempat lebah bersarang buatan petani.Perilaku orangutan ini diduga kuat karena habitat Pongo pygmaeus-pygmaeus itu sudah tergerus perkebunan sawit. Citraland satelit menunjukkan, perkebunan sawit skala besar yang sudah beroperasi di sekitar Kecamatan Bunut Hilir adalah PT Bumi Tani Jaya dan PT Borneo Estate Sejahtera.Saat ini, petani bersiap memanen madu. Namun gangguan orangutan membuat panen terancam gagal. “Kami hanya perlu perhatian pemerintah bagaimana mengatasi persoalan ini agar petani tak melulu dirugikan,” kata Mas’ud, Kepala Dusun Kubu, Desa Ujungpandang, ketika dikonfirmasi dari Pontianak, Rabu (30/10/13).Dia mengatakan, orangutan tahu musim panen madu jatuh pada Desember hingga Januari setiap tahun. Si Pongo itu turun dari bukit dan masuk ke Danau Miuban, tempat para petani memasang tikung. Fenomena ini sudah terjadi sejak lima tahun terakhir, pasca-perkebunan sawit masuk ke wilayah itu.Danau Miuban merupakan hamparan luas tempat petani madu Desa Ujungpandang dan Kapuas Raya memasang tikung. “Memang, kami tidak mendata jumlah kerusakan tikung. Yang pasti, dari enam pemilik tikung, pasti ada yang dimakan orangutan setiap hari,” kata Mas’ud.Menurut dia, dalam banyak hal orangutan sangat pandai. Satwa ini tahu kapan waktu pas turun dari perbukitan dan masuk ke kawasan danau mencari madu. Bahkan, orangutan tahu madu berkualitas. Si Pongo hanya makan inti madu. Keadaan ini menyebabkan kerugian besar bagi petani." "Hutan Jadi Sawit, Orangutan Panen Tikung Petani Madu Kapuas Hulu","Sisi lain, warga masih sangat awam soal penanganan orangutan. “Di sini warga belum sepenuhnya paham soal hukum, kecuali hukum rimba. Jadi mereka tak pernah pikir panjang. Maunya orangutan itu dimusnahkan karena dianggap hama. Kami sudah coba mengusir dengan meriam karbit dan pengasapan. Tapi tak mempan.”Mas’ud berharap, orangutan itu tidak lagi mengganggu tikung petani. Upaya ini sudah diutarakan Mas’ud dalam ajang pertemuan tahunan antara Dinas Kehutanan Kapuas Hulu dengan petani madu di Putussibau. “Masalah dengan orangutan ini sudah saya sampaikan tapi tak ditanggapi serius.”Guna menekan laju kematian orangutan seperti terjadi dua tahun terakhir di Wajok dan Peniraman, Kabupaten Pontianak, Siti Chadidjah Kaniawati Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalbar,  segera mengambil langkah taktis. Dia menurunkan tim dari Seksi Konservasi Wilayah II Sintang. “Saya sudah koordinasikan dengan Kepala Seksi Sintang dan staf setempat agar persoalan ini diatasi secepat mungkin. Setidaknya tim segera cek lokasi kejadian konflik dan melakukan tindakan semestinya.” [SEP]" "Eyes on the Forest: Penyuplai Asia Pulp and Paper Kembali Tebangi Hutan Alam di Riau","[CLS] Satu pekan sejak menerbitkan laporan perkembangan Kebijakan Konservasi Hutan (Forest Conservation Policy) mereka, produsen kertas terbesar ketiga di dunia, Asia Pulp and Paper (APP) kembali tersandung masalah. Pada 7 Mei 2013 silam, TFT mempublikasikan laporan kemajuan keduanya terhadap pelaksanaan kebijakan APP hingga pertengahan April 2013, yang memberikan kesan umum bahwa pelaksanaan kebijakan dan engagement pemangku kepentingan berjalan sukses.  Sebelas kelompok masyarakat sipil Indonesia yang berpartisipasi di dalam berbagai ‘diskusi kelompok terfokus (FGD)” diadakan oleh SMG/APP/TFT, secara jelas tidak setuju dan menyatakan  banyaknya kelemahan belum diatasi di kebijakan, dan pelaksanaannya serta pemantauan di dalam satu surat terbuka kepada perusahaan tanggal 24 April 2013.Dalam laporan terakhir tersebut, APP juga menyatakan telah menindaklanjuti semua aduan yang terkait pelanggaran komitmen yang dilakukan oleh penyuplai mereka di lapangan. Termasuk menghentikan kerjasama dengan salah satu perusahaan penyuplai mereka bernama Chipdeco karena menebang hutan alami di wilayah konsesi mereka.Sebaliknya, APP justru menilai laporan yang dikirimkan oleh Relawan Pemantau Hutan Kalimantan terakit perusakan hutan di Kalimantan Barat, justru tidak tepat karena dinilai berada diluar wilayah konsesi milik APP.Namun dari pantauan di lapangan para aktivis lingkungan dari Eyes on the Forest terhadap konsesi Asia Pulp and Paper di Kerumutan, Riau justru ditemukan fakta sebaliknya. Dalam laporan terbaru yang dikirimkan Eyes on the Forest tersebut, salah satu perusahaan pemasok kayu untuk APP dan Sinar Mas Group menebangi hutan alam di konsesi PT Riau Indo Agropalma (RIA) di blok Kerumutan, yang merupakan habitat harimau Sumatera yang kini terancam punah." "Eyes on the Forest: Penyuplai Asia Pulp and Paper Kembali Tebangi Hutan Alam di Riau","Dari pengamatan yang dilakukan oleh pihak Eyes on the Forest ditemukan sejumlah ekskavator yang menebangi pohon di hutan alam di konsesi PT RIA tersebut. “Jika APP benar-benar serius dalam konservasi, para pembeli akan mengharapkan agar langkah prioritas APP adalah menghentikan semuanya, dan setiap tindakan penggundulan hutan dan pengembangannya,” ujar Aditya Bayunanda dari WWF-Indonesia.   “Pemasok ini telah menebangi hutan alam tersisa di konsesi mereka, di atas lahan gambut dalam di habitat harimau Sumatera tanpa adanya penilaian HCV, HCS dan gambut yang independen. Akankah kontraktor APP, TFT, sekali lagi mengklaim bahwa ini baru saja disetujui secara pribadi di belakang pintu tertutup sehingga ini bukanlah pelanggaran terhadap komitmen-komitmen APP?”Ha senada juga diungkapkan oleh Moeslim Rasyid, dari Jikalahari. “Temuan-temuan ini membuktikan dengan jelas bahwa APP tidak melaksanakan komitmen yang dibuatnya,” ujar Moeslim Rasyid dari Jikalahari. “Pelanggaran-pelanggaran menunjukkan bahwa APP benar-benar tidak berkomitmen kepada konservasi dan kami khawatir jika kampany FCP hanyalah greenwashing lainnya kepada pasar dunia.”Temuan baru ini juga menyeret The Forest Trust sebagai lembaga konsultan independen yang membantu Asia Pulp and Paper untuk melaksanakan Kebijakan Konservasi Hutan mereka. Hariansyah dari Walhi Riau menyatakan bahwa pihaknya tidak memercayai bahwa TFT adalah konsultan yang cukup independen. “Kami menyarankan orang untuk tidak percaya bahwa TFT adalah ‘pengamat independen’ seperti yang ingin dijual APP. Laporan kemajuan TFT tidak bisa dipercayai tanpa verifikasi independen yang sebenar-benarnya di lapangan.”Sebelumnya, keraguan terhadap independensi TFT ini juga sempat disampaikan oleh Relawan Pemantau Hutan Kalimantan (RPHK), setelah pihak TFT menyatakan bahwa temuan tim RPHK terkait penebangan hutan alam di konsesi milik penyuplai APP tidak relevan." "Eyes on the Forest: Penyuplai Asia Pulp and Paper Kembali Tebangi Hutan Alam di Riau","Anton P. Widjaya, Direktur Eksekutif Kalbar beberapa waktu lalu mengatakan, apa yang disampaikan RPHK bukti konkret hasil investigasi lapangan. “Jadibaseline-nya sangat jelas. Kalau APP membantah dan tidak mengakui, itu hak mereka. Biarkan saja publik yang akan menilai,” katanya.Dalam pandangan Anton, bantahan dan klaim APP melalui Tim Verifikasi Grievance sesungguhnya menjelaskan, sikap defensif mereka. Menganggap komitmen saat ini bisa menjawab seluruh persoalan yang ada. “Inisiatif perbaikan ke depan saja sudah menegaskan banyak hal. Belum lagi kalau kita melihat ke belakang, apa yang sudah mereka lakukan selama ini dalam merusak dan menghancurkan hutan-hutan alam di Indonesia.” [SEP]" "Polisi Amankan Mobil Bawa 29 Trenggiling dari Ketapang","[CLS] Jajaran Reserse Polresta Pontianak mengamankan sebuah mobil yang membawa 29 trenggiling di Jalan Trans Kalimantan, Sungai Ambawang, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat (Kalbar), Rabu (9/10/13). Trenggiling yang dibungkus jala itu, dibawa SD, supir mobil Xenia dari Kecamatan Sandai, Kabupaten Ketapang. Di Ketapang, satwa dilindungi ini masih cukup banyak dijumpai.Kini sopir diamankan untuk penyelidikan lebih lanjut. “Penangkapan saat kami razia di jalan raya,” kata Heny Agus, Kasat Reskrim Polresta Pontianak. SD mengaku akan menjual trenggiling seharga Rp200 ribu hingga Rp300 ribu per ekor. Kepada polisi, SD mengatakan baru pertama kali mengangkut trenggiling ke Pontianak. Namun polisi masih mendalami cukong yang menampung satwa ini di ibukota Kalbar ini.Heny mengatakan, selain sisik, daging trenggiling dikonsumsi oleh masyarakat dari berbagai negara seperti China, Taiwan, Hongkong dan Vietnam. Jika dijual ke luar negeri, harga mencapai Rp3 juta hingga Rp5 juta.Menurut kepercayaan masyarakat China, daging dan bagian tubuh itu dipercaya berkhasiat sebagai obat tradisional. Sisik trenggiling sebagai bahan kosmetik, sapu ijuk dan narkotika. Di pasar lokal, harga trenggiling berkisar Rp300-Rp400 ribu untuk berat lima sampai tujuh kilogram per ekor. Sisik trenggiling Rp400 ribu per kg.  Di pasaran internasional, harga daging trenggiling US$112 per kilogram dan sisik US$400 per kilogram.Data Kementerian Kehutanan menyebutkan, hingga April 2013, selama lima tahun terakhir terjadi 587 kasus, 35 penyelundupan trenggiling di beberapa provinsi seperti Sumatera Utara dan Barat, Jawa Timur, Jakarta, Kalimantan Selatan dan Timur serta Lampung. Modus operandi penyelundupan trenggiling biasa dengan menyalahgunakan dokumen dan dicampur daging trenggiling dalam peti kemas ikan. [SEP]" "Saat Cristiano Ronaldo Kikuk Menanam Mangrove di Bali","[CLS] Jarum jam menunjuk pukul 07.00 wita di pagi hari, Rabu 26 Juni 2013, aparat kepolisian dan TNI sudah tampak menjamur di sepanjang jalan menuju kawasan Tanjung Benoa, sekitar 25 kilometer dari Kota Denpasar, lokasi penanaman mangrove oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersama bintang sepakbola dunia Cristiano Ronaldo. Sejak dari persimpangan Siligita, beberapa kilometer dari Tanjung Benoa, polisi sudah melakukan seleksi terhadap kendaraan yang hendak menuju Tanjung Benoa. Hanya kendaraan-kendaraan tertentu yang boleh memasuki kawasan yang dikenal sebagai kawasan water sport tourism denga  berbagai tipe hotel dan restorannya. ID card dari Kementerian Kehutanan RI pun ditunjukkan untuk meyakinkan sang polisi.Ketika tiba di Jalan Telaga Waja, lokasi penanaman mangrove, sejumlah aparat sudah bersiaga di mulut jalan sempit itu. Tak ada kendaraan yang boleh masuk. Semua orang yang masuk harus berjalan kaki, beberapa ratus meter, ke arah pantai. Di mulut gang, pemeriksaan ketat juga dilakukan terhadap semua barang bawaan. Hanya mereka dengan ID khusus atau kostum khusus yang diperbolehkan masuk. Tak terkecuali siswa-siswi seolah dasar setempat, mengunakan T-shirt kuning bertuliskan Artha Graha Peduli Foundation. Yayasan Artha Graha Peduli memang penyelenggara kegiatan ini.Puluhan banner bertuliskan “Save Mangrove, Save the Earth, Aksi Penanaman Pohon Mangrove” terbentang di sepanjang jalan Telaga Waja menuju pantai. Rumah-rumah penduduk di sepanjang jalan tampak terkunci rapat-rapat, yang terlihat hanya aparat.Seremoni penanaman mangrove rupanya dilakukan di atas sebuah panggung besar yang dibangun tepat di tepi pantai. Sesuai standar pengamanan kegiatan presiden, setiap orang yang memasuki arena acara harus melewati pemeriksaan ketat dan melintasi pintu X-Ray." "Saat Cristiano Ronaldo Kikuk Menanam Mangrove di Bali","Di dalam arena acara, ratusan kursi telah dipersiapkan. Kami sempat bingung mencari lokasi penanaman. Di salah satu sisi di tempat acara, masih berbentuk panggung, tampak berjejer puluhan pohon bakau dengan sebuah plang hijau di masing-masingnya. Salah satu plang bertuliskan Cristiano Ronaldo, berjejer dengan nama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Tanaman bakau itu berjenis Rhizophora Mucronata, salah satu jenis bakau dengan tingkat pertumbuhan lebih cepat.Ada sekitar 55 pohon yang tertata rapi dengan plang nama sejumlah pejabat pusat dan daerah, termasuk beberapa nama pengusaha tersebut. Semua pohon bakau sudah tertanam rapi di dalam sebuah bronjong dari bambu setinggi sekitar 2 meter, yang di bagian bawahnya disangga dengan tumpukan karung berisi pasir dan lumpur. Bronjong bambu itu pun sudah dialasi karung plastik, mirip seperti pot. Di sisi kanan dari masing-masing pohon, sudah tersedia sekop dan lumpur yang diletakkan dalam wadah boks plastik. Khusus untuk Cristiano Ronaldo dan Presiden SBY, boks plastik diganti dengan gerabah dari tanah liat.Rupanya, Cristiano Ronaldo, Presiden SBY, dan sejumlah pejabat lainnya tidak akan sungguh-sungguh melakukan penanaman bakau. Mereka hanya akan melakukannya secara simbolis dengan menambahkan beberapa sekop lumpur ke dalam bronjong.“Ya, setelah acara, kami akan tanam ulang. Ini simbolis saja, karena airnya sedang pasang. Kalau air pasang, kan tidak mungkin melakukan penanaman,” kata salah seorang staf dari Kementerian Kehutanan.Lumpur yang digunakan dalam bronjong itu pun, dibawa khusus dari Mangrove Information Center di kawasan Suwung Denpasar, sekitar 15 km Dari lokasi acara. “Karena jenis lumpurnya khusus,” staf tersebut menjelaskan." "Saat Cristiano Ronaldo Kikuk Menanam Mangrove di Bali","Saat sesi penanaman pohon dilakukan di bagian akhir seremoni, Ronaldo tampak agak sedikit kikuk. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sampai sampai harus mendahului dengan mengambil sekop dan menambahkan lumpur ke dalam bronjong. Sekali sendok, SBY lantas menyiramkan air ke dalam bronjong. Ronaldo kemudian mengikuti cara SBY.Hari itu memang menjadi hari bersejarah bagi Bali, karena Cristiano Ronaldo secara resmi ditetapkan sebagai Duta Forum Peduli Mangrove Bali. Pesepakbola asal Portugal itu mengaku jatuh cinta pada mangrove setelah pada peristiwa tsunami Aceh pada akhir 2004, seorang anak Aceh bernama Martinus ternyata selamat setelah tersangkut pohon mangrove. Yang menjadikannya lebih terkesan, Martinus ketika itu menggunakan kaos sepakbola Ronaldo dan foto-fotonya telah tersebar di jejaring sosial. Martinus, yang kemudian dijadikan anak angkat oleh Ronaldo, tampak hadir dalam acara penanaman bakau di Tanjung Benoa.Kesediaan Ronaldo menjadi Duta Forum Peduli Mangrove Bali ternyata atas pinangan pengusaha Tomy Winata, pemilik berbagai usaha di bawah bendera Artha Graha. Tomy sempat bertemu Ronaldo di Madrid pada Maret lalu. Di sanalah komitmen Ronaldo untuk menjadi duta mangrove Bali dinyatakan.“Beberapa waktu yang lalu, bapak Peter Lim dan bapak Tomy Winata sempat bertemu saya dan memberikan ide untuk menjadi duta untuk hutan bakau. Dan saya langsung tertarik pada saran itu,” kata Ronaldo yang berbicara dengan bahasa portugal.“Sekali lagi saya ingin mengucapkan terimakasih kepada bapak presiden dan ibu negara. Saya senang sekali datang ke Indonesia. Saya harap peran saya di Bali hari ini dapat memberikan dorongan dalam menyelamatkan hutan bakau,” Ronaldo menambahkan." "Saat Cristiano Ronaldo Kikuk Menanam Mangrove di Bali","Presiden SBY pun menyatakan kebanggaannya. Ia membandingkan Bali dengan Riau yang saat ini tengah dilanda kabut asap akibat pembakaran hutan. “Ada musibah di Riau. Di samping cuaca panas, kemarau panjang, mudah terbakar, ada juga satu dua tiga orang yang lalai. Sedang kita atasi sekarang. Di Bali, saya senang sekali, justru semangatnya menanam, memelihara, dan menghijaukan. Luar biasa Bali,” kata SBY.Ia menambahkan, “Saya bangga. Saya ingin seluruh Indonesia, semangatnya sama. Merawat dan menjaga hutan kita, membikin lingkungan kita baik, sehat, dan indah. Mari kita berikan contoh. Yang penting memberikan contoh dan menjadi contoh, untuk menjaga kelestarian lingkungan kita, dan hari ini saya mengajak semuanya untuk menanam, mangrove bersama tamu kita, Cristiano Ronaldo dan tamu tamu yang lain.”Dalam kesempatan tersebut, juga dilakukan penyerahan berbagai bantuan oleh menteri terkait. Terdiri atas Menteri Lingkungan Hidup yang menyerahkan alat pencacah sampah kepada perwakilan pengelola Taman Hutan Raya Ngurah Rai Bali, Menteri Kelautan dan Perikanan menyerahkan alat pengolah buah mangrove kepada 5 kelompok perwakilan lembaga peduli mangrove, dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian menyerahkan bibit mangrove kepada 5 kelompok perwakilan lembaga peduli mangrove.Namun even tersebut mendapat kritikan pedas dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bali. Walhi menduga ada maksud lain di balik seremoni penanaman pohon dan penunjukan Ronaldo sebagai duta mangrove Bali itu.“Keterlibatan Cristiano Ronaldo sebagai duta mangrove Bali patut diapresiasi. Apalagi dia adalah ikon dunia. Setidaknya itu dapat menarik perhatian berbagai kalangan. Tapi perlu diwaspadai, apa yang sebenarnya ada di balik seremoni itu,” kata Ketua Dewan Daerah Walhi Bali, Wayan ‘Gendo’ Suardana kepada Mongabay Indonesia." "Saat Cristiano Ronaldo Kikuk Menanam Mangrove di Bali","Gendo merujuk pada rencana pembangunan marine tourism oleh sebuah perusahaan dengan melakukan reklamasi besar besaran di kawasan sekitar Pulau Pudut, sebuah pulau kecil tak jauh dari lokasi penanaman pohon. Hasil kajian Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Udayana tentang rencana pembangunan tersebut juga telah terpublikasi di sejumlah media lokal, yang menyebut reklamasi akan mencapai luas sekitar 400 sampai 600 hektar. Kesimpulan dari hasil kajian tersebut, bahwa kawasan wisata terpadu yang terdiri dari hotel, rumah sakit, sekolah, reatoran, dermaga marina, dan berbagai fasilitas lainnya itu, bisa diteruskan.Kabar menyebutkan bahwa rencana reklamasi itu sudah beberapa kali disosialisasikan kepada sejumlah pejabat pusat dan daerah. Namun Bupati Badung Anak Agung Ngurah Agung ketika dikonfirmasi kemarin, mengaku belum mengetahui rencana investasi tersebut. “Saya belum tahu itu, jadi belum bisa berkomentar. Kita lihat nanti,” ujar Gde Agung.Gendo mengakui pihaknya tidak bisa secara langsung mengaitkan kedatangan Cristiano Ronaldo dengan rencana investasi dan reklamasi itu. “Tetapi saya menduga ada upaya mengunakan ronaldo sebagai pencitraan oleh mereka yang  ingin punya pengembangan wisata di sana. Kita harus mewaspadai. Jangan-jangan ini hanyalah proyek pencitraan, agar investor terkesan peduli mangrove,” Gendo mengingatkan.Kesan pencitraan itu, kata Gendo, jelas terlihat dari konsep penanaman yang sangat seremonial. “Saya justru kasihan dengan Cristiano Ronaldo. Saya yakin kalau dia diajak turun, berbasah-basahan menanam mangrove, pasti dia mau,” ia menyesalkan." "Saat Cristiano Ronaldo Kikuk Menanam Mangrove di Bali","Gendo juga mengingatkan bahwa kawasan penanamn mangrove merupakan bagian dari 1.373 hektar luas Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai yang statusnya tiba tiba berubah dari blok perlindungan menjadi blok pemanfaatan di akhir tahun 2012 lalu. Perubahan itu diduga terkait dengan rencana pengembangan wisata terpadu baru itu. “Apakah Cristiano Ronaldo menyadari bahwa dia hanya dipakai alat saja untuk pencitraan? Saya kasihan pada Ronaldo,” Gendo mempertanyakan. [SEP]" "IFC Gandeng Dua Pebisnis Kehutanan RI Aktifkan Lahan Terdegradasi","[CLS] International Finance Corporation, yang merupakan bagian dari grup Bank Dunia melakukan pendampingan pada dua perusahaan perkebunan hutan tanaman industri di Indonesia, yaitu PT Mayangkara Tanaman Industri dan Wana Subur Lestari terkait pengelolaan perkebunan secara berkelanjutan, dan diharapkan akan bisa meningkatkan produktivitas tanah, menekan emisi karbon sebanyak 8 juta hektar dalam setahun pada 2018 dan menciptakan lapangan kerja di wilayah pedesaan.Sebenarnya kerjasama ini telah dimulai sejak bulan Agustus 2012 silam, dimana saat itu IFC membantu mengevaluasi emisi karbon dua perusahaan yang berbasis di Kalimantan Barat tersebut dan membantu mereka untuk mengadopsi pengelolaan hutan yang berkelanjutan atau Sustainable Forest Management dengan fokus utamanya upaya konservasi untuk menjaga keragaman hayati. Kedua perusahaan ini adalah perusahaan patungan antara grup perusahaan Alas Kusuma dan grup bisnis Jepang, Sumitomo Forestry.“Kami menyadari betapa pentingnya menyatukan isu lingkungan ke dalam strategi bisnis kami,” ungkap Jacub Husin, Presiden Direktur PT Mayangkara Tanaman Industri dan PT Wana Subur Lestari dalam rilis media yang dikeluarkan oleh IFC. “Kerjasama kami dengan IFC membuat kami bisa menyeimbangkan antara keuntungan ekonomi dengan upaya mempromosikan pengelolaan hutan yang berkelanjutan, dan pada saat bersamaan berkontribusi pada pembangunan ekonomi masyarakat lokal.”" "IFC Gandeng Dua Pebisnis Kehutanan RI Aktifkan Lahan Terdegradasi","Hutan alami Indonesia telah musnah secara signifikan, dan berkontribusi signifikan terhadap perubahan iklim dan menciptakan sebuah hambatan baru dalam mempromosikan praktek manajemen hutan yang berkelanjutan. Indonesia juga dinilai sebagai salah satu negara emiter gas rumah kaca terbesar di dunia, dimana 85% dari emisi yang dihasilkan oleh Indonesia adalah akibat dari berkurangnya tutupan hutan (deforestasi) dan alihfungsi lahan. Tak kurang dari 50 juta hektar Indonesia sudah mengalami degradasi dengan jumlah keragaman hayati yang terus berkurang serta simpanan karbon yang hilang.Program IFC di Indonesia yang dilakukan dengan kedua perusahaan perkebunan hutan tanaman industri tersebut adalah merupakan bagian dari program kehutanan berkelanjutan yang dilakukan oleh IFC sejak dua tahun silam dan bertujuan untuk membantu sejumlah perusahaan yang ada bisa menanami di lahan yang sudah rusak dan tetap memiliki keuntungan secara ekonomi.“Menekan dampak perubahan iklim adalah salah satu fokus IFC di Indonesia,” ungkap Country Manahger IFC di Indonesia, Sarvesh Suri. “Kerjasama kami dengan kedua perusahaan ini dalam mengembangkan perkebunan yang berkelanjutan di lahan yang sudah rusak memberikan beberapa keuntungan: menekan emisi gas rumah kaca, menjadikan lahan itu kembai produktif, dan menciptakan lapangan kerja di wilayah pedesaan.” [SEP]" "Dampingi Aksi Petani, Dua Aktivis Walhi Sumsel Jadi Tersangka","[CLS] Kepolisian Daerah Sumatera Selatan (Polda Sumsel) menetapkan tiga tersangka, dari 26 orang yang diamankan pada demo petani Ogan Ilir di Depan Mapolda, Selasa (29/1/13). Ketiga orang itu, Anwar Sadat, dan Dedek Chaniago, masing-masing direktur eksekutif dan staf Walhi Sumsel serta, Kamaludin, petani dari Serikat Petani Sriwijaya (SPS), Desa Sunur Kabupaten Ogan Ilir.  Sedangkan, ke 23 orang yang lain sudah dibebaskan.Humas Mapolda Sumsel AKBP R Djarod Padakova dikutip dari Sindo, Rabu(30/1/13), mengatakan, dari hasil pemeriksaan penyidik, akhirnya ditetapkan tiga tersangka.  Dedek Chaniago dan Anwar Sadat dijerat Pasal 160 KUHP karena penghasutan. Sedang Kamaludin terkena dijerat Pasal 351 KUHP karena dituduh menyerang petugas kepolisian hingga terluka.Saat ini, ketiga tersangka sudah dipindahkan dari ruang periksa Unit IV dan V Subdit 3 Ditreskrimun Polda Sumsel ke ruang tahanan Polda Sumsel. Menurut dia, surat penahanan sudah keluar. “Penetapan tersangka sudah berdasarkan prosedur hukum berlaku, baik dari keterangan saksi korban, saksi lain dan barang-bukti di TKP.”Hadi Jatmiko, Kepala Divisi Pengembangan dan Pengorganisasian Walhi Sumsel mengatakan, Walhi tak akan tinggal diam, tim pembela akan mendampingi rekan-rekan mereka. “Kami akan bela sampai rekan-rekan kami dibebaskan.”  Guna membela Anwar Sadat dan kawan-kawan, sebanyak 24 pengacara dari Jakarta, Palembang dan Jambi siap mendampingi.Selain lewat pembelaan hukum,  Walhi juga menggalang dukungan masyarakat luas, lewat petisi bebaskan Anwar Sadat dkk di change.org.  Sampai hari ini, penandatangan petisi sudah mendekati angka 1.000 orang.Tak hanya itu. Kamis (31/1/13), ribuan petani dari tiga kabupaten, Musi Banyuasin, Ogan Komering Ilir dan Ogan Ilir, akan aksi kembali.  Saat ini, di DPRD Sumsel, ada sekitar 600 massa dan menyusul ratusan petani dari Musi Banyuasin, sekitar 15 truk." "Dampingi Aksi Petani, Dua Aktivis Walhi Sumsel Jadi Tersangka","Hadi, juga koordinator aksi kepada Mongabay, mengatakan, demo susulan ini menuntut beberapa hal. Pertama, pembebasan Anwar Sadat, Dedek Chaniago dan Kamaludin. Kedua, pecat dan copot Kapolda Sumsel dan Kapolres Ogan Ilir karena penjahat kemanusiaan dan pelanggar HAM. Ketiga, kembalikan lahan petani Desa Betung Ogan Ilir, seluas 1.200 hektra yang sudah dirampas PTPN VII Cinta Manis. Keempat, hentikan  keterlibatan polisi dan TNI dalam konflik agraria. Terakhir, setop kriminalisasi dan pembungkaman terhadap aktivis dan pejuang HAM.Di Jakarta, Abetnego Tarigan, Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Rabu(30/1/13) mengatakan, Sumsel, salah satu daerah di Indonesia, yang penuh kekerasan aparat.  Menurut dia, bukan hal baru dalam perjuangan para aktivis dikriminalisasi.Namun, dia curiga dengan fenomena di Indonesia, belakangan ini dengan begitu mudah aparat keamanan bertindak dan melakukan kekerasan terhadap aksi massa terutama dalam konflik agraria maupun sumber daya alam (SDA).  “Pertanyaan? Sebenarnya sedang ada apa di balik semua ini?” katanya dalam jumpa pers gabungan Walhi, KontraS, Sawit Watch, YLBHI, AMAN, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Koalisi Anti Utang (KAU), Elsam, HuMa dan Agra.Dia mempertanyakan, apakah kebrutalan aparat ini ada kaiatan dengan beberapa UU yang tengah dibahas, seperti RUU Keamanan Nasional, dan RUU Ormas. Belum lagi, saat ini masa mendekati pemilu.  Bersama KontraS, siang itu, Abetnego terbang ke Sumsel.Abetnego juga heran, begitu banyak kekerasan aparat tanpa dasar hukum jelas.  “Apa dasar hukum Polri lakukan tindakan itu. Ini yang tak ada penjelasan.”" "Dampingi Aksi Petani, Dua Aktivis Walhi Sumsel Jadi Tersangka","Tim Jakarta, hari yang sama bertemu Bareskrim Mabes Polri dan Komnas HAM. Sinung dari KontraS mengatakan, saat bertemu Bareskrim, diminta pelaku-pelaku pemukulan Sadat dan kawan-kawan  harus diusut menggunakan kasus kriminal, tidak internal. “Kalau pakai aturan internal cuma dapat teguran, yang tak ada efek jera.”  Tuntutan,  bisa kepada Bareskrim Mabes Polri,  karena memiliki kewenangan supervisi ke daerah.Zenzi Suhadi, Pengkampanye Hutan dan Perkebunan Skala Besar Eksekutif Nasional Walhi mengatakan, kepada Bareskrim bisa meminta Polri mengusut operasi PTPN VII di luar HGU.Hal lain yang perlu perhatian Mabes Polri, konflik ini bisa dimainkan manajemen. Ketika konflik, biaya operasional menjadi membengkak.  “Ini yang harus ditekankan juga pada Bareskrim untuk penyelidikan terhadap kemungkinan-kemungkinan ini.”Solidaritas Walhi SumselGuna solidaritas bagi petani dan aktivis Walhi Sumsel yang ditangkap polisi, Rabu(30/1/13), di Jambi, sekitar 10 aktivis Walhi Jambi, Rabu (30/1), mengadakan aksi damai di Simpang Bank Indonesia, Telanaipura. Mereka mengecam tindakan aparat kepolisian terhadap petani dan aktivis.Aktivis Walhi Jambi aksi membentangkan spanduk dukungan untuk pembebasan aktivis Walhi dan warga Sumsel yang ditahan. Dalam pernyataan sikap Walhi Jambi, menyebutkan, bebaskan seluruh aktivis dan warga Sumsel kini ditahan, kembalikan tanah rakyat yang diambil paksa PTPN VII Cinta Manis. Mereka juga meminta aparat yang melakukan kekerasan, dan pelanggaran HAM  harus ditindak tegas.Dari Pontianak, Walhi Kalimantan Barat (Kalbar) juga mengeluarkan pernyataan sikap terkait kekerasan dan penangkapan petani dan aktivis penggiat lingkungan hidup Sumsel ini." "Dampingi Aksi Petani, Dua Aktivis Walhi Sumsel Jadi Tersangka","Anton P Widjaya, Direktur Eksekutif Walhi Kalbar mengatakan, perjuangan petani Indonesia dalam melindungi dan mempertahankan tanah serta wilayah kelola mereka dari perampasan dan penggunaan lain merupakan perjuangan sangat fundamental. “Ini perjuangan untuk bertahan hidup dan mengembangkan kehidupan di muka bumi ini.”Namun, realitas di negeri ini berbeda. Para penegak hukum justru lebih berpihak kepada pemilik modal. “Dimana-mana konflik perebutan lahan atau konflik agraria selalu memposisikan masyarakat petani sebagai korban untuk dikalahkan,”  ujar dia.Mereka yang mempertahankan tanah-tanah dianggap salah, hingga layak dipukul, ditangkap, dikriminalisasi. Bahkan, ucap Anton, tidak sedikit harus dimatikan, agar perjuangan mempertahankan tanah leluhur lemah dan mudah diambil alih.Kasus sama menimpa perjuangan petani yang berkonflik dengan PTPN VII Cinta Manis ini. “Cara-cara kanibal ini, tidak malu masih digunakan aparat kepolisian dalam menangani konflik agraria antara perusahaan dan masyarakat petani.”Anehnya, ini terjadi di tengah koar-koar perubahan dan komitmen pemerintah RI lebih menghormati HAM dan masyarakat adat di Indonesia.  “Penanganan kasus seperti ini aib yang harus dipertanggungjawabkan.”Di Kalbar sendiri, katanya, konflik agraria sudah menjadi persoalan utama pemerintah daerah. Untuk itu, pola penanganan dan penyelesaian harus lebih baik. Banyak kasus di luar Kalbar,  harus menjadi pelajaran pemerintah dan aparat kepolisian.“Kami mendesak pemerintah, khusus kapolda dan jajaran lebih meningkatkan kapasitas memahami historis kepemilikan tanah di Kalbar dan konflik-konflik agraria yang terjadi.”Kapasitas yang baik akan berkontribusi signifikan dalam mengamankan dan memediasi konflik agraria antara masyarakat petani dengan perusahaan. “Setidaknya aparat menjadi lebih obyektif dan malu berpihak kepada modal.” [SEP]" "Foto: Saatnya Mandi Bagi Para Gajah….","[CLS] Setiap hari gajah – gajah Sumatera (elephas maximus sumatranus) penghuni Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) terletak di provinsi Riau ini dimandikan oleh mahoutnya. Saat ini di TNTN terdapat 7 ekor gajah yang dirawat dan dilatih oleh 10 orang mahout. TNTN yang memiliki luas 38.576 hektar merupakan daerah konservasi gajah Sumatera. Data WWF menyebutkan populasi gajah dalam kawasan TNTN diperkirakan berjumlah 150 – 200 ekor.Populasi gajah di kawasan ini semakin menurun drastis dengan meningkatnya konflik antara gajah dan manusia. Salah satu upaya mitigasi konflik gajah dan manusia ini adalah dengan membentuk flying squad. Flying squad adalah tim patroli dengan menggunakan gajah yang dibentuk oleh WWF dan Balai TNTN. Tugas utama flying squad adalah melakukan patroli di batas kawasan TNTN dan menghalau gajah liar yang akan keluar dari dalam kawasan dan menggiring gajah liar tersebut kembali ke dalam kawasan.Dengan cepatnya penurunan populasi gajah Sumatera IUCN (International Union for Conservation of Nature) menaikkan status gajah sumatera dari genting menjadi kritis (critically endangered). Saat ini jumlah gajah Sumatera di alam diperkirakan antara 2.400 hingga 2.800 ekor saja, yang mana turun 50 persen dari populasi sebelumnya yaitu 3.000 hingga 5.000 individu pada tahun 2007.Riau adalah  kawasan yang memiliki tingkat kematian gajah tertinggi jika dibandingkan dengan kawasan lainnya di Sumatera. Pada tahun 2000 diperkirakan populasi gajah sumatera di Riau berjumlah 550 hingga 600 ekor namun pada tahun 2007 populasi gajah sumatera menurun drastis menjadi hanya sekitar 300 hingga 330 ekor saja. Hilangnya habitat akibat alihfungsi hutan menjadi perkebunan dan pertambangan adalah masalah utama penyebab utama menurunnya populasi gajah sumatera. [SEP]" "Garuda Indonesia Tak Lagi Angkut Sirip Hiu Dalam Pesawat Mereka","[CLS] Garuda Indonesia menyusul mengikuti kebijakan yang sudah dikeluarkan oleh beberapa maskapai penerbangan internasional di dunia yang menolak untuk melakukan pengiriman semua jenis sirip ikan hiu yang diberlakukan secara resmi tanggal 8 Oktober 2013 silam. Langkah yang dilakukan oleh Garuda Indonesia ini, adalah sebuah respons terhadap peringatan yang disampaikan oleh ebrbagai pihak terkait tingginya kamtian ikan hiu akibat perburuan liar, dan mengancam keseimbangan ekosistem laut yang di wilayah nusantara.“Keputusan mengeluarkan kebijakan ini merupakan wujud dari komitmen Garuda Indonesia untuk mendukung kampanye antiperdagangan hiu #SOSharks yang diinisiasi oleh WWF-Indonesia”, kata Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar.Sebelumnya, setiap tahun Garuda Indonesia masih melakukan pengangkutan kargo berisi sirip ikan hiu sebanyak 36 ton setiap tahunnya. Keluarnya maskapai flag carrier milik Indonesia dari pengangkutan sirip ikan hiu ini, membuat jumlah perdagangan ikan hiu akan menurun secara signifikan, mengingat Indonesia adalah salah satu negara dengan angka perburuan sirip hiu terbesar di dunia saat ini. Kebijakan ini sendiri mulai aktif berlaku sejak 8 Oktober 2013 silam.Kebijakan yang dikeluarkan oleh Garuda Indonesia ini menyusul kebijakan sebelumnya yang ditetapkan, yaitu tidak melakukan pengiriman satwa mamalia yang masih hidup, seperti lumba-lumba dan harimau, termasuk hewan peliharaan (domestic pet) seperti anjing, kucing dan sejenisnya, kecuali untuk service animal.Selain Garuda Indonesia sejumlah maskapai sudah menyampaikan komitmen mereka untuk tidak melakukan pengiriman sirip ikan hiu melalui kargo udara, diantaranya adalah Air New Zealand, Cathay Pacific, Emirates Airlnes, Fiji Airways dan Korean Air." "Garuda Indonesia Tak Lagi Angkut Sirip Hiu Dalam Pesawat Mereka","Menurut data yang diberikan oleh World Wilflife Fund for Nature (WWF) Hiu telah menjadi perhatian global dan diperdagangkan dalam berbagai bentuk tidak hanya sirip kering saja. Setidaknya 1.145.087 ton produk hiu diperdagangkan  secara global setiap tahunnya. Padahal hiu adalah spesies yang populasinya terancam punah dan lambat reproduksinya. Melonjaknya jumlah permintaan sirip dan produk-produk hiu lainnya menyebabkan terjadinya penangkapan besar-besaran terhadap satwa ini.  Data FAO (2010) menunjukkan bahwa Indonesia berada pada urutan teratas dari 20 negara penangkap hiu terbesar di dunia.“WWF memberikan apresiasi atas kebijakan embargo yang dikeluarkan Garuda Indonesia atas pengiriman produk sirip hiu. Hal ini merupakan langkah positif yang patut dicontoh oleh perusahaan-perusahaan lainnya, termasuk maskapai penerbangan, restoran, hotel, supermarket, yang terlibat dalam perdagangan hiu”, jelas Nazir Foead, Direktur Konservasi WWF-Indonesia.Kampanye anti konsumsi hiu berhasil mendapatkan dukungan di sejumlah  negara, seperti Cina dan Australia. Pemerintah Cina misalnya, memutuskan tidak lagi menghidangkan sup sirip hiu di acara kenegaraan. Australia bahkan melarang shark finning, yaitu praktik pengambilan sirip hiu dengan cara yang kejam.Di Indonesia, Pemerintah dalam hal ini Kementrian Kelautan dan Perikanan bersama lembaga lainnya termasuk WWF, terus mendorong upaya penetapan National Plan OF Action (NPOA) untuk mengelola kelestarian sumberdaya hiu di Indonesia.Pemprov DKI Jakarta, sebagaimana disampaikan Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama pada tanggal 15 Juni 2013 silam,  juga sedang menyiapkan Peraturan Gubernur yang meminta restoran atau rumah makan di Jakarta untuk berhenti menyajikan atau memperdagangkan produk-produk hiu serta turunannya. [SEP]" "Teluk Balikpapan: Demi Kawasan Industri, RTRW Singkirkan Keragaman Hayati Mangrove","[CLS] Pagi itu suasana terasa sejuk di sebuah pelabuhan di kawasan Kampung Baru, Balikpapan. Air laut tenang menemani angin yang berhembus. Dari atas perahu berukuran 10 papan atau sekitar 2 meter dengan panjang sekitar 7 meter kami pun bergerak meninggalkan pelabuhan menuju Teluk Balikpapan.Suasana perairan kawasan Kampung Baru telah ramai dengan aktivitas nelayan dan kapal-kapal besar berlalu lalang, termasuk kapal ponton pengangkut batubara dari Teluk Balikpapan. Saat itu menunjukan pukul 08.30 Wita. Mongabay-Indonesia bersama rekan dari Center for Orangutan Protection (COP) dan tiga rekan media lainnya melakukan perjalanan menuju kawasan teluk Balikpapan.Dengan kecepatan sedang, kawasan pertama yang kami singgahi adalah pelabuhan peti kemas Kariangau, yang beberapa waktu lalu diresmikan oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kami pun berlanjut memasuki kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Selok Pudo.Di kawasan ini kami menelusuri DAS Selok Pudo yang mengalami proses reklamasi oleh perusahaan PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo). “Sepengatahuan saya, batas untuk melakukan reklamasi yakni sekitar 150 meter dari surut terendah, namun yang terlihat  mangrove nya habis di reklamasi,” ujar Darman sambil menujuk dengan tangannya kawasan yang telah dilakukan reklamasi.DAS Selok Pudo memiliki tiga anak sungai. Ketiga anak sungai ini saling menyambung dan di lokasi ini menjadi daerah tangkapan ikan para nelayan di kawasan teluk Balikpapan. Namun saat ini, tiga anak sungai tersebut tertutup oleh pembanguann dan pengembangan pelabuhan peti kemas.“Di Selok Pudo ini para nelayan yang sering mencari ikan dan kawasan ini merupakan salah satu tempat favorit bagi para nelayan untuk mencari ikan, kepiting, dan udang. Apalagi di Selok Puda ini menjadi andalan nelayan mencari ikan kakap. Saat ini kurang lebih sekitar 5 hektar yang telah di reklamasi sejak Januari 2013 lalu,” lanjut Darman." "Teluk Balikpapan: Demi Kawasan Industri, RTRW Singkirkan Keragaman Hayati Mangrove","DAS di kawasan pesisir barat kota Balikapapan ini yaitu Sungai Puda, Tengah, Berenga, Tempadung, Baruangin dan Kemantis. Sekitar satu dasawarsa silam, di awal 2000-an kondisi alamnya masih dalam kondisi yang baik. Namun saat ini kawasan mangrove di sepanjang pesisir barat kota Balikpapan ini telah terancam dengan pembangunan Kawasan Industri Kariangau (KIK) dengan adanya perubahan RTRW di tahun 2013-2015 dari 2.189 hektar menjadi 5.130 hektar.Pembangunan di kawasan teluk Balikpapan begitu pesat belakangan ini. Ditandai maraknya pertumbuhan industri di kawasan tersebut. Sedikitnya ada sekitar 10 perusahaan yang berada di kawasan teluk Balikpapan, terutama di kawasan  RTRW 2.189 hektar atau saat ini tepatnya terletak di pembangunan pelabuhan peti kemas KariangauUsai melihat perluasan pembangunan pelabuhan peti kemas oleh PT Pelindo yang menutup tiga anak sungai DAS Selok Puda, perjalanan di kawasan Teluk Balikpapan kembali dilanjutkan masih di seputaran kawasan  teluk Balikpapan. Hari semakin siang, matahari telah berada di tas kepala, tepatnya sekitar pukul 11.00 Wita.Pada awalnya, dalam masterplan Kawasan Industri Kariangau (KIK) yang diusulkan oleh KAPET SASAMBA Kaltim (Kawasan Pengelolaan Terpadu Samarinda Samboja dan Balikpapan) selaku konsultan di pemerintahan propinsi Kaltim, kawasan KIK direncanakan seluas 2.189 hektar (dari teluk Kariangau hingga Teluk Waru) pada tahun 2004.Namun terlihat dengan mata kepala, secara nyata, batas pembangunan di kawasan KIK yang hanya sampai di pelabuhan peti kemas, ternyata masih ditambah dua perusahaan  pengolahan minyak sawit mentah yang saat ini salah satu pabrik bahkan telah membangun pabrik untuk pengemasan yang berada di kawasan pembangunan jembatan Pulau Balang. Perusahan tersebut yaitu PT Mekar Bumi Andalas (MBA) dan PT Dermaga Kencana Indonesia (DKI). Kawasan tersebut berada diluar kawasan Industri yang telah ditetapkan." "Teluk Balikpapan: Demi Kawasan Industri, RTRW Singkirkan Keragaman Hayati Mangrove","Sehingga terjadi perubahan rancangan dimana area yang hanya 2.189 ha diusulkan untuk tahun 2013-2015 menjadi 5.130 ha ke arah hulu, hingga pulau Balang dan ini ternyata telah diakomodir dalam revisi RTRW Kota Balikpapan 2011-2031. “Kami selaku masyakarat yang berada di kawasan teluk Balikpapan berusaha untuk menanyakan perubahan tersebut ke pemerintah kota, namun tidak ada jawaban,” kata Darman.Darman merupakan nelayan yang tinggal di wilayah Gersik Penajam Paser Utara, dan hingga usia menginjak 45 tahun ini, pak Darman selalu mencari ikan di kawasan teluk Balikpapan, hal yang sama juga terjadi dengan rekannya. Namun hingga saat ini, tidak pernah telihat lagi aktivitas nelayan yang seperti dulu.Seperti salah seorang nelayan yang kami temui di kawasan teluk adalah Yusuf. Pria tua yang tinggal di Pantai Lango ini kami temui saat memancing di kawasan Pulau Balang. Bersama tiga rekannya ia menaiki sebuah kapal kecil. Saat itu ia hanya mendapatkan satu ember ikan tanda-tanda (sebutan warga setempat). “Ikan yang kami dapat hanya segini, kalau kesini paling menghabiskan 15 liter solar,” kata Pak Yusuf, sambil menunjukan hasil tangkapannya kepada kami.Hari semakin siang, kami pun melintasi Pulau Balang, yang menjadi lokasi pembangunan jembatan yang menghubungkan antara Balikpapan dan Penajam Paser Utara (PPU). Pembangunann ini merupakan merupakan proyek multiyears. Hingga saat kami menyaksikan pembangunan masih difokuskan di PPU dan Pulau Balang dengan progress sekitar 20 persen." "Teluk Balikpapan: Demi Kawasan Industri, RTRW Singkirkan Keragaman Hayati Mangrove","Kawasan mangrove di teluk Balikpapan memiliki keragaman hayati yang sangat unik, seperti Bekantan, yang menurut Stan Lotha, salah satu peneliti lingkungan asal Republik Ceko yang lama menetap di Balikpapan, bahwa hingga penelitian terakhir sekitar tahun 2003 lalu, diperkirakan bekantan tersisa tinggal 800 ekor. “Ada kemungkinan bekantan yang tersisa di teluk Balikpapan hanya mencapai sekitar 800 ekor, dengan adanya pembangunan industri di teluk Balikpapan,” ungkap Stan melalui surat elektronik yang disampaikannya.Sementara pesut air laut, di perkirakan masih ada sekitar 80 ekor di kawasan teluk Balikpapan. Menurut Darman, nelayan asal Gersik Penajam Paser Utara, pesut paling banyak ditemukan di kawasan Sungai Rico dan di kawasan pulau Balang. “Kalau mau lihat pesut tinggal menunggu air tenang di kawasan Pulau Balang, beberapa kelompok pesut mereka bermain di air, saat air tenang,” kata Darman.Namun ekspansi industri, hingga kini nampaknya masih dinilai lebih membawa kelanjutan hajat hidup manusia ketimbang keseimbangan ekosistem yang menjamin keselamatan manusia dari perubahan iklim dan bencana di masa mendatang. [SEP]" "Panel-panel Surya Sang Musisi Kalbar","[CLS] Byar pêt…Byar pet.  Hidup, mati listrik di Kota Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar), bak menu sehari-hari. Bahan bakar minyak pun makin mahal. Ferdy Ardian, seorang musisi di Pontianak, berpikir bagaimana menyiasati masalah ini.Pontianak sebagai kota khatulistiwa, daerah dengan limpahan matahari memunculkan ide gitaris band Lemon Tea ini. “Bagaimana memanfaatkan energi matahari untuk kebutuhan sehari-hari? Begitu kira-kira pikiran yang berkecamuk di benak Ferdy, kala itu.Ferdy multi talenta. Tak hanya gitaris, dia juga bisa mendesain bangunan dan desain grafis. Ide didukung keahlian. Gayung bersambut. Pada 2009, dia merancang studio menggunakan energi matahari.  F Studio, namanya. Pohon bambu menjadi peneduh, dan penghijau. Studio di Jalan Imam Bonjol no 1 ini tampak sejuk dan asri. Di bagian depan ada kolam nila.“Biaya cukup mahal. Kalau dihitung balik modal pasti lama. Tapi, ini kan untuk seumur hidup,” katanya. Tiga Mei lalu, tepat empat tahun studio menggunakan 50 persen tenaga surya. Ia mendukung pemakaian lima jam studio, tetapi para penyewa studio tak khawatir pemadaman listrik.Modal membuat pembangkit listrik tenaga surya untuk studio, memakan biaya Rp20 juta. “Jika menginginkan rumah murni tenaga listrik, biaya bisa Rp40 juta.”Ferdy, pecinta lingkungan, dan cinta bersepeda. Dari tahun 2000-an, dia sudah berangkat kerja menggunakan sepeda. “Jarak antara rumah dan kantor tak begitu jauh. Lebih hemat dan lebih sehat,” katanya pada Oktober 2013. Ferdy menilai,  jalan raya di Pontianak, lebih ‘ramah’ bagi pesepeda, ketimbang Jakarta.Dia punya Jackson, sepeda tercinta, yang dibeli 2007. Malang, sepeda tipe road flatbar berukuran lingkaran ban 700/23 C ini hilang Maret lalu. Bersama Jackson, Ferdy, sudah melanglang buana. Mereka telah berjalan ke Kabupaten Sintang. Juga Pontianak – Singkawang,  Tanjung Pandan Belitong – Tanjung Tinggi, Jakarta-Bogor-Puncak. Lalu, Pontianak-Ngabang-Sanggau–Sintang." "Panel-panel Surya Sang Musisi Kalbar","Pada Maret 2012, Ferdy bersepeda seorang diri dari Pontianak ke Kabupaten Sintang. Perjalanan tak kurang tiga hari. “Jarak Pontianak-Sintang 390 kilometer dengan kecepatan rata-rata 19,8 kilometer per jam, total waktu tempuh sekitar 20 jam. Itu total waktu tak termasuk istirahat.”Sejalan dengan kecintaan berkendara, sejak 2011, Ferdy mulai ujicoba membuat motor bertenaga surya. Dia membeli sebuah motor listrik dari teman. Motor China merek Trekko ini sudah lama rusak. Dia menambah panel surya berukuran sekitar 63 cm x 55 cm di bagian depan. Biaya pemasangan panel dan perbaikan motor Rp3 juta. Semua perakitan di rumah. Jadi, jika ada kesulitan, Ferdy akan membawa ke bengkel.Menurut dia, kelemahan rancangan motor listrik ini tak mempertimbangkan kekuatan baterai. Lampu pijar, hingga boros energi. Diapun mencopot lampu dan diganti yang hemat energi.Motor ini bisa tahan 60 menit, panel surya dibaut persis di bawah dudukan lampu utama. Pengisian baterai minimal enam jam. Motor ini bisa menempuh jarak sekitar 50 km setelah di-charge 4-8 jam. Dia masih mencari cara agar durasi mengisi daya bisa dikurangi sekaligus menambah daya jelajah.Kelebihan motor ini, ramah lingkungan karena tak mengeluarkan asap  dan tak pakai oli . Ia juga tak berisik. Namun, perlu berhati-hati, karena orang tak tahu jika ada kendaraan lewat.Bereksperimen, bagi Ferdy, bukan gaya-gayaan. “Sudah saatnya orang berkomitmen menjaga keseimbangan lingkungan, mencegah polusi dan bergaya hidup ramah lingkungan.” Terlebih,  dalam 10-20 tahun ke depan, harga BBM makin mahal.Kini, dia kebanjiran order pemasangan panel surya di daerahdaerah pedalaman Kalbar. Beberapa daerah ini, ada yang belum tersentuh listrik. Sudah lima yang memasang dengan arif  tarif Rp5,9 juta, termasuk panel dan biaya pasang. Ferdy juga menyediakan suku cadang panel surya. Kini dia menjajaki pengembang, untuk pemasangan rumah bertenaga surya. [SEP]" "Penelitian: Primata Ternyata Mampu Lakukan Sinkronisasi Gerak Layaknya Manusia","[CLS] Primata, ternyata memiliki kemampuan untuk melakukan sinkronisasi gerakan dengan sesama primata. Hal ini serupa dengan kemampuan yang dimiliki oleh manusia, yang secara tidak sadar bisa melakukan sinkronisasi dengan rekan di dalam lingkungan mereka. Misalnya menyesuaikan langkah dan kecepatan pada saat berjalan, atau bertepuk tangan secara serempak usai sebuah lagu dimainkan di dalam sebuah konser musik. Nah, para ahli dari RIKEN Brain Science di Jepang menemukan bahwa sepasang monyet ekor panjang ternyata juga memiliki kemampuan koordinasi gerakan untuk mencapai sinkronisasi, sama seperti manusia.Penelitian ini membuka pintu bagi penelitian neurofisiologi di kalangan primata yang memang sangat diperlukan saat ini, karena hasil penelitian ini juga bisa memberikan titik terang untuk menjelaskan berbagai disfungsi perilaku yang dialami oleh manusia, misalnya dalam penanganan gangguan spektrum autisme, echopraxia dan echolalia – dimana para pasien meniru perilaku orang lain secara tidak terkontrol.Dala penelitian yang diterbitkan di jurnal Scientific Reports ini, tim peneliti yang dipimpin oleh Naotaka Fujii membangun sebuah ruang ujicoba untuk menguji sepasang monyet ekor panjang di Jepang apakah mereka mampu melakukan gerkan sinkronisasi dalam ujicoba tekan tombol.Sebelum percobaan dimulai, monyet-monyet ini dilatih untuk menekan tombol dengan satu tangan. Dalam percobaan pertama, kedua monyet dipasangkan dan duduk berhadapan serta gerakan tekan tombol keduanya direkam. Percobaan yang sama diulang, namun kali ini masing-masing kera diperlihatkan video dari monyet lainnya menekan tombol dalam kecepatan yang berbeda-beda. Dan dalam percobaan terakhir monyet ini dilarang untuk melhat atau mendengar video dari mitra mereka." "Penelitian: Primata Ternyata Mampu Lakukan Sinkronisasi Gerak Layaknya Manusia","Hasil ujicoba menunjukkan bahwa monyet-monyet ini mampu melakukan modifikasi dalam gerakan mereka -menurunkan atau meningkatkan kecepatan gerak mereka dalam menekan tombol- agar mencapai sinkronisasi dengan mitra mereka, baik saat mitra mereka hadir di hadapan mereka maupun hanya di dalam rekaman video. Kecepatan gerakan menekan tombol terus berubah agar menjadi harmonis dengan kecepatan monyet lainnya. Kendti demikian, setiap pasangan monyet memiliki sinkronisasi yang berbeda dan mencapai kecepatan yang berbeda pula, dan tingkat sinkronisasi masing-masing pasangan semakin tinggi jika mereka melihat atau mendengar pasangan mereka.Para peneliti mencatat bahwa pola perilaku ini tidak bisa dipelajari oleh monyet-monyet ini saat ujicoba berjalan, seperti pada penelitian sebelumya yang menunjukkan bahwa hal ini menjadi sangat sulit bagi monyet atau primata lainnya untuk belajar sinkronisasi yang intens. Para ahli mengakui bahwa, alasan mengapa para monyet ini menunjukkan perilaku sinkronisasi masih belum jelas. Hal ini mungkin menjadi sebuah aspek vital atau sebuah pola perilaku adaptasi sosial yang sangat penting untuk bertahan di ala liar.CITATION: Yasuo Nagasaka, Zenas C. Chao, Naomi Hasegawa, Tomonori Notoya, Naotaka Fujii. Spontaneous synchronization of arm motion between Japanese macaques. Scientific Reports, 2013; 3 DOI: 10.1038/srep01151 [SEP]" "Tube Worm, Si Tabung Unik Dari Lautan Indonesia","[CLS] Jenis cacing yang satu ini tidak hidup di daratan, melainkan di dalam lautan. Bentuknya yang unik, dengan mahkota yang berwarna warni, sering menarik perhatian para pecinta foto underwater untuk mengabadikannya.Spesies ini biasanya ditemukan menghuni daerah berbatu yang teduh, di lereng terumbu karang yang berarus kuat. Ini karena arus yang kuat, akan membawa makanan si cacing tabung, yaitu plankton, maupun ikan kecil.Ada berbagai jenis tube worm di dalam laut. Beberapa ditemukan di rembesan dingin (dimana resapan bahan kimia dari dasar laut dengan tidak adanya aktivitas gunung berapi), beberapa di bagian yang membusuk dari bangkai paus, dan beberapa dekat gunung berapi dekat dan ventilasi di laut dalam.Setiap tube worm individu terdiri dari tubuh yang lembut dikelilingi oleh tabung luar yang keras dari chitin berwarna keputihan (substansi yang sama yang membentuk cangkang lobster dan kepiting). Tabung ini mendukung tubuh bagian dalam dan melindungi dari predator (dalam beberapa spesies, tabung kasar, pada spesies lain, sulit). Seperti tanaman, cacing tabung dewasa sessile: mereka berlabuh ke satu tempat, meskipun ujung atas mereka dapat bergerak di dalam air dan dapat ditarik ke dalam tabung. Beberapa cacing tabung bahkan memiliki semacam “akar”: ekstensi dari tubuh mereka yang memperpanjang ke sedimen.Cacing tabung memiliki seperangkat berkepala dua dari insang , tetapi tidak memiliki operkulum (trap door) untuk menutup pintu atas tabung . Tentakel mahkota mendekati 3 inci (7,5 cm) di diameter , dan tabung yang dapat hampir 1 inci (2,5 cm) dengan diameter dan sampai 8 inci (20 cm) panjangnya. Tidak seperti kebanyakan spesies lain, tubeworm yang tidak memiliki mulut, usus dan anus." "Tube Worm, Si Tabung Unik Dari Lautan Indonesia","Bagian dari terjauh tube worm dari permukaan di mana ia berlabuh disebut plume. Cacing ini tidak pernah meninggalkan tabung sepenuhnya, tetapi dia bisa mengeluarkan sebuah organ di atas tubuhnya. Organ ini, khusus untuk memanen bahan kimia mikroba yang diperuntukan memproduksi makanan dari air laut. Plume atau mahkota sering terlihat merah karena penuh dengan darah dekat dengan permukaan (sedikit seperti paru-paru manusia). Di ujung sebelah dasar laut , beberapa cacing tabung tumbuh struktur akar seperti .Tidak hanya dapat hidup di bawah tekanan besar jauh di dalam laut, cacing tabung juga dapat tinggal di sekitar gunung berapi dan ventilasinya mampu mentolerir berbagai suhu. Setiap individu tube worm dapat beradaptasi dengan suhu yang panas hingga puluhan derajat, atau dari dinginnya air dalam (beberapa derajat di atas titik beku).Walaupun namanya cacing, tetapi cacing ini jauh lebih indah dari yang biasa kita kenal selama ini. Dan keberadaannya, tentu  ikut mewarnai keindahan laut indonesia. [SEP]" "Update: Pemprov Akui Penggusuran Suku Anak Dalam Adalah Upaya Penertiban","[CLS] Kepala Biro Ekonomi dan Pembangunan (Karo Ekbang) Pemerintah Provinsi Jambi, Henrizal secara mengagetkan mengakui bahwa tindakan penggusuran adalah bagian dari upaya penertiban yang dilakukan Tim Terpadu bentukan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Batanghari. Penggusuran dilakukan karena Kelompok Acil sebanyak 30 orang sudah menerima ganti rugi lahan dan bersedia rumahnya digusur.Pernyataan Henrizal itu disampaikan ketika menerima 15 orang perwakilan Kelompok Suku Anak Dalam (SAD) Bathin Sembilan 113, pada 16 Desember 2013 lalu. Perwakilan SAD antara lain Rukaiyah Rofiq, Feri Irawan, Nurlela, Idris serta Ketua Adat SAD Bathin Sembilan, Abunyani.Pada 12 Desember 2013 lalu, juru bicara Tim Terpadu, AKBP Robert A. Sormin kepada Mongabay-Indonesia membantah jika pelaku penggusuran adalah Tim Terpadu. “Kita juga kaget dapat kabar ini. Tim Terpadu tak pernah melakukan penggusuran. Tim Terpadu itu tugasnya menertibkan. Tindakan penggusuran murni dilakukan perusahaan. Kami tidak ikut serta. Sambil menunggu penyelesaian, kami akan meminta perusahaan untuk sementara menghentikan tindakan tersebut,” ujarnya.Pernyataan Henrizal tersebut langsung dikecam para perwakilan Kelompok SAD Bathin Sembilan 113. Rukaiyah Rofiq mengatakan kalaupun benar kelompok Acil telah menerima ganti rugi bukan berarti menjadi pembenaran untuk melakukan penggusuran dengan mengatasnamakan penertiban. “Acil bukan bagian dari kelompok SAD 113 ini,” ujarnya.Menurut Rukaiyah, berdasarkan kesepakatan sebelumnya, seluruh warga Kelompok SAD 113 diperbolehkan tinggal dan berumah di lokasi HGU PT Asiatic Persada. “Jadi perusahaan ataupun tim terpadu tidak berhak menggusur rumah warga selama konflik lahan belum terselesaikan. Warga SAD juga sudah mengikuti pertemuan di Lembaga Adat Batanghari tiga hari yang lalu namun belum juga mencapai solusi yang dapat diterima semua pihak,” kata Rukaiyah." "Update: Pemprov Akui Penggusuran Suku Anak Dalam Adalah Upaya Penertiban","Abunyani berharap agar kerusakan akibat penggusuran itu diganti rugi. “Kami minta agar Gubernur Jambi benar-benar mengecek ke lokasi. Hanya 50 persen yang datang ke sini, sisanya kocar-kacir entah ke mana. Kami jangan digusur lagi, kami manusia bukan binatang,” katanya.Ajakan turun ke lokasi ditolak oleh Henrizal. Dia menyarankan agar persoalan ini cukup diselesaikan di tingkat Kabupaten Batanghari melalui pertemuan di Lembaga Adat Batanghari bersama Tim Terpadu.Feri Irawan dari Perkumpulan Hijau meminta pertanggung jawaban moral atas hak hidup SAD agar dikembalikan seperti semula. “Pemerintah Provinsi Jambi sudah kehilangan nilai-nilai kemanusiaan. Mereka hanya mengedepankan persoalan prosedur sehingga solusi melalui mediasi tak pernah tercapai kata sepakat,” katanya.Tim Terpadu, kata Feri, juga telah memperkeruh suasana dengan membikin konflik baru yaitu menggusur dan menjarah mengatasnamakan penertiban. Ajakan kami agar sama-sama turun mengecek lokasi dan menaksir berapa kerugian yang diderita warga SAD, ditolak mereka. Pihak Pemerintah justru melempar tanggung jawab kepada tim terpadu yang jelas-jelas telah melanggar hak asasi manusia,” ujar Feri.Masih MencekamTindakan penggusuran dilakukan sejak 7 Desember 2013 lalu. Tercatat ada 296 rumah yang telah digusur sekaligus dijarah. Di Dusun Padang Salak ada 31 rumah, Dusun Terawang 6 rumah, Pinang Tinggi 109 dan diperkirakan 150 rumah hancur dari total 600 rumah di Dusun Tanah Menang. Keempat Dusun ini berada di Desa Bungku, Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari, Jambi." "Update: Pemprov Akui Penggusuran Suku Anak Dalam Adalah Upaya Penertiban","Terhitung sejak 12 Desember 2013, hingga kemarin pagi (16 Desember) sekitar 500 orang warga SAD menginap di Pendopo Kantor Gubernur Jambi. Sorenya, sebagian besar memilih pulang dulu mencari pinjaman uang agar keesokan harinya bisa kembali menginap di pendopo. “Jika dalam satu-dua hari ini belum ada kejelasan, kami akan menginap berbulan-bulan dengan memasang tenda di depan rumah dinas Gubernur Jambi,” kata Feri.“Kami sudah kehabisan uang. Kami serba bingung, mau pulang tak punya uang. Mau menginap di sini juga pas-pasan. Sebagian nekat pulang dan berusaha mencari pinjaman,” kata Abi, 25 tahun, warga SAD Pinang Tinggi kepada Mongabay Indonesia. Setiap hari Abi mengonsumsi dua hingga tiga pil bodrex agar tidak jatuh sakit.Selama menginap di pendopo, setiap hari warga mengonsumsi lauk pauk seadanya: nasi putih plus ikan asin dan cabe. “Siapa yang masih punya uang ya iuran buat beli masak lauk pauk seadanya,” kata Erdi, 28 tahun, warga SAD Pinang Tinggi kepada Mongabay Indonesia.Menurut Abi, situasi di lokasi penggusuran masih mencekam. Puluhan anggota TNI dan Brimob masih berkeliaran di lokasi tersebut. Warga SAD tak berani mendekat padahal sebagian besar barang-barang mereka masih tertinggal di sana. Apalagi lima hari yang lalu, salah seorang warga SAD dari Pinang Tinggi bernama Kenyol, 25 tahun dikeroyok 4 orang anggota Brimob.Sore itu, Kenyol bermaksud mencari ayam peliharaannya Sialnya, Kenyol bertemu dengan empat orang anggota Brimob. Kenyol sempat diinterogasi. Setelah itu, dia dipukuli hingga mengalami luka memar di bagian rusuk dan punggung sebelah kanan. Kenyol berhasil kabur sambil membawa sepeda motornya. Dia menolak diajak menginap di Jambi karena takut. “Orangtuanya juga tak mengizinkan Kenyol berangkat. Alasannya, tak ada yang menjamin keselamatan Kenyol,” kata Abi. [SEP]" "Kemenhut Sita Dua Lumba-Lumba di Bali, Namun Tetap Ditinggalkan di Lokasi Hiburan","[CLS] Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan akhirnya merespon desakan sejumlah aktivis lingkungan untuk menghentikan eksploitasi lumba lumba untuk pertunjukan yang belakangan makin marak. Pada Rabu sore, 12 February 2012, Zulkifli memutuskan menyita dua lumba lumba yang milik Akame Dolphin Bay Restaurant di Denpasar Bali.“Lumba lumba ini perlu tempat yang layak. Saya merasa tempat di sini kurang cocok. Apalagi menggunakan kolam plastik seperti ini. Jadi kami dengan pemilik tempat ini sudah sepakat, untuk sementara kami akan lakukan observasi, lumba lumba ini akan direhabilitasi dulu di pusat rehabilitasi di karimun jawa,” tegas Zulkifli kepada wartawan saat hendak melakukan penyitaan di Akame Dolphin Bay Restaurant.Akame Dolphin Bay Restaurant merupakan restoran apung yang berada di antara hutan bakau, tidak jauh dari pintu masuk Pelabuhan Benoa, Denpasar, Bali. Restoran apung yang didominasi bahan kayu ini berbentuk menyerupai kapal besar. Di bagian tengahnya, terdapat sebuah kolam besar berukuran 13 x 10 meter, dengan kedalaman 2,5 meter.Di dalam kolam berbahan dasar plastik itulah, dua ekor lumba yang memiliki panjang sekitar 1,7 meter ditempatkan. Atraksi dua lumba lumba inilah yang menjadi daya tarik utama dari fasilitas baru Akame Restaurant yang baru ada sejak empat bulan lalu itu.Zulkifli menegaskan bahwa secara hukum, keberadaan dua lumba lumba tersebut adalah legal. Pasalnya, pengelola restoran memiliki izin pertunjukan keliling atas nama Wersut Seguni Indonesia (WSI). Namun ia menilai tempat yang digunakan kurang cocok untuk kedua lumba lumba tersebut." "Kemenhut Sita Dua Lumba-Lumba di Bali, Namun Tetap Ditinggalkan di Lokasi Hiburan","Selain itu, adanya desakan dari sejumlah aktivis dan pecinta hewan, terutama dari Jakarta Animal Aid Network (JAAN), diakui telah membuat langkah penyitaan dilakukan.”Memang menurut ketentuan, atraksi lumba-lumba ini aturannya boleh dikembangkan oleh lembaga konservasi dengan persyaratan ketat. Dengan ketentuan yang sangat ketat,” tegasnya.Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 1999 juga secara jelas mengizinkan lembaga lembaga konservasi pemilik izin untuk melakukan sirkus keliling. Ketentuan itu pula yang menyebabkan banyak lokasi di Indonesia yang memiliki atraksi lumba lumba, selain tiga lembaga konservasi yakni WSI, Taman Safari Indonesia dan Taman Impian Jaya Ancol.“Peraturan pemerintah inilah rencananya kami revisi segera. Karena ternyata banyak protes dari para aktivis lingkungan. Masalah ini menjadi perhatian dunia. Jadi aturan itu akan direvisi segera. Kalau bisa besok langsung kita revisi,” Zulkifli menegaskan.Zulkifli menegaskan bahwa kedua lumba lumba koleksi Akame itu akan segera dipindahkan ke Karimun Jawa. “Tentu saja perlu waktu untuk memindahkannnya, dan jelas perlu kehati-hatian,” ia menambahkan.   Anehnya, hanya berselang beberapa menit setelah Zulkifli meninggalkan tempat, rombongan wisatawan asing yang didominasi wisatawan Asia, kembali memadati restoran apung tersebut guna menyaksikan pertunjukan lumba lumba seperti biasanya.Ade Kusmana, pemilik Akame Dolphin Bay Restaurant, mengaku kecewa dengan langkah Menteri Kehutanan. Pasalnya, ia merasa ia telah memenuhi semua aturan legal dan lumba lumba koleksinya juga dalam kondisi baik baik saja. Ia  juga menyesali penyitaan yang hanya dilatarbelakangi desakan lembaga swadaya masyarakat. “Kalau mau merevisi aturan, ya seharusnya aturannya dulu direvisi. Baru melakukan langkah langkah seperti ini. Kalau seperti ini kan berarti tidak ada dasar hukumnya,” keluh dia. [SEP]" "Empat Warga Negara Cina Selundupkan Paruh Enggang dari Indonesia","[CLS] Kasus penyelundupan bagian tubuh satwa dilindungi untuk digunakan sebagai obat tradisional kembali terjadi. Tanggal 3 Januari 2013 silam empat orang warga negara Cina tertangkap tangan membawa paruh burung enggang dan kulit trenggiling senilai lebih dari 1 miliar rupiah.Keempat warga negara Cina ini, seperti dilansir oleh merdeka.com akan berangkat menuju Hongkong dengan pesawat China Airlines dari Terminal 2D. “Penumpang berinisial LB kedapatan membawa 83 pcs paruh burung Enggang, WQ membawa 36 keping kulit trenggiling. Sedangkan LZ membawa 87 pcs paruh burung Enggang gading dan 80 keping kulit trenggiling. Tersangka terakhir YZ membawa 78 pcs paruh burung Enggang gading dan 73 keping kulit Trenggiling,” ujar Kepala Kantor Bea dan Cukai Bandara Soekarno-Hatta, Oza Olavia, Jumat 4 Januari 2012 silam kepada Merdeka.com.Total paruh enggang yang diselundupkan adalah 248 buah, dan kulit trenggiling berjumlah 189 buah. Kedua satwa ini merupakan satwa yang terancam dan dilindungi oleh Undang-Undang No.5 tahun 1990.Beberapa jenis satwa yang paling laris di pasaran gelap untuk dijadikan peliharaan adalah berbagai jenis burung langka dari Indonesia bagian timur, beberapa primata baik kecil maupun besar, serta beberapa jenis mamalia seperti beruang madu atau binturong.Sementara jenis satwa yang dimanfaatkan untuk dikonsumsi atau diambil bagian tubuhnya umumnya adalah penyu, yang biasanya dibunuh untuk dijadikan pajangan dengan cangkang yang indah, atau telur penyu untuk dikonsumsi, atau bahkan daging penyu yang dipercaya memiliki khasiat tertentu oleh beberapa bangsa di Asia seperti Cina dan Jepang.Spesies lain yang juga rentan diburu untuk dimanfaatkan bagian tubuhnya adalah ular, yang umumnya dikuliti untuk digunakan sebagai material mentah dalam bisnis busana wanita untuk dijadikan dompet, tas dan sepatu." "Empat Warga Negara Cina Selundupkan Paruh Enggang dari Indonesia","Indonesia memiliki 14 jenis burung enggang dari 57 jenis yang ada di dunia, dan kini terancam terus menyusut jumlahnya akibat deforestasi dan perburuan liar. [SEP]" "Penelitian: Evolusi Genetika Kera Besar Dunia Lebih Rumit dari Manusia","[CLS] Upaya yang besar untuk menciptakan katalog variasi genetik dari primata besar, yaitu manusia, simpanse, gorila dan orangutan sejauh ini telah membantu banyak peneliti menciptakan sebuah model umum yang mencoba menjelaskan sejarah evolusi primata besar ini sepanjang 15 juta tahun.Namun sayangnya database baru tentang keragaman genetik dari primata-primata besar ini belum terlalu komprehesif, kendati menjelaskan proses sejarah evolusi dan populasi primata dari Afrika dan Indonesia. Sumber baru dalam penelitian yang dilakukan ini secara lebih komprehensif, akan sangat membantu upaya konservasi yang bertujuan untuk menjaga keaslian dari keragaman genetik alami mereka. Peneltian tentang sejarah keragaman genetika primata besar ini dimuat dalam jurnal ilmiah Nature tanggal 3 Juli 2013 silam.Dalam penelitian ini, lebih dari 75 orang peneliti dan pakar konservasi dari seluruh dunia terlibat dalam analisis genetika dari 79 individu primata besar yang hidup di alam liar dan hasil penangkaran. Semuanya mewakili enam spesies primata besar, yaitu simpanse, bonobo, orangutan Sumatera, orangutan Kalimantan, gorila timur dan gorila barat daratan rendah serta tujuh sub-spesies mereka. Sampel gen 9 manusia juga diikutkan dalam penelitian ini.“Ini adalah penelitian yang luar biasa,” ungkap salah satu penulis penelitian ini yang juga Direktu Genome Institute di Washington Universty School of Medicine di Saint Louis, Richard K. Wilson. “Selain membuka tabir tentang banyak hal menarik tentang keterkaitan genetik dan keragaman diantara kerabat dekat, penelitian ini juga memberikan informasi bagaimana gen kita sendiri merespons terhadap tekanan dari perubahan-perubahan populasi.”" "Penelitian: Evolusi Genetika Kera Besar Dunia Lebih Rumit dari Manusia","Dalam penelitian yang dipimpin oleh Tomas Marques Bonet PhD dari Institut de Biologia Evolutiva di Spanyol ini menemukan bahwa variasi genetik diantara primata besar masih tidak terpetakan, terutama terkait dengan betapa sulitnya mendapatkan sampel genetik dari primata liar. Untuk mengatasi hal ini, para ahli konservasi yang hidup di kawasan pedalaman membantu para peneliti mendapatkan sampel genetik ini.“Mendapatkan data ini sangat penting untuk memahami perbedaan antara berbagai primata-primata besar dan untuk memisahkan kode-kode genetik yang membedakan antara manusia dan primata lainnya,” ungkap penulis lain dalam peneltian ini Peter Sudmant dari University of Washington.Dalam analisis keragaman hayati terhadap primata-primata besar ini terlihat bahwa seleksi alam, pertumbuhan populasi dan kematian, keterisolasian geografis dan migrasi, perubahan iklim dan geologis serta berbagai faktor lainnya membentuk evolusi primata.Hasil penelitian ini memberikan informasi lebih jauh seputar ketahanan setiap spesies terhadap penyakit tertentu, termasuk manusia. Selain itu para peneliti juga melihat perbedaan genetik antara manusia dengan spesies primata lainnya yang membuat manusia lebih unik dalam berbagai kemampuan, termasuk aspek kognisi, kemampuan berbicara dan lain sebagainya yang akan memberikan gambaran mutasi gen yang bisa menyebar antar spesies.Data baru terkait genetika primata ini juga membantu mengatasi tantangan untuk primata besar yang kini terancam punah. Hasil penelitian ini menyediakan perangkat yang penting yang memungkinkan para ahli biologi untuk mengidentifikasi asal muasal perburuan terhadap primata besar untuk diambil bagian tubuh mereka, atau untuk sumber protein. Lebih jauh, lewat data genetik ini juga membuka tabir mengapa primata yang lahir dari program penangkaran di kebun binatang memiliki gen yang berbeda dengan kerabat mereka di alam liar." "Penelitian: Evolusi Genetika Kera Besar Dunia Lebih Rumit dari Manusia","Dalam temuan ini para pakar juga menggambarkan banyaknya perubahan yang muncul di masing-masing spesies primata seiring dengan terpisahnya mereka satu sama lain akibat migrasi, perubahan geologis dan perubahan iklim.Meskipun spesies ‘mirip manusia awal’ yang hadir pada saat yang sama dengan nenek moyang dari beberapa kera besar masa kini, para peneliti menemukan bahwa sejarah evolusi populasi leluhur kera besar jauh lebih kompleks daripada manusia.Peter Sudmant menjelaskan bahwa,”Jika kita menatap ke arah kera-kera besar ini, mereka akan menatap balik ke kita. Mereka berperilaku seperti kita, manusia. Itu sebabnya kita harus menjaga spesies yang berharga ini dari kepunahan.”Dalam sebuah makalah pendamping yang diterbitkan pekan ini di Genome Research, Sudmant dan Eichler menulis bahwa mereka tidak sengaja menemukan bukti genetik pertama di simpanse dari gangguan menyerupai sindrom Smith-Magenis, dimana kondisi fisik, mental dan perilaku menunjukkan adanya ketergangguan pada manusia. Uniknya, catatan hewan simpanse ini bernama Suzie-A, cocok hampir persis dengan gejala manusia yang mengalami sindrom Smith-Magenis, yaitu mengalami kelebihan berat badan, mudah marah, memiliki tulang belakang melengkung dan meninggal karena gagal ginjal. [SEP]" "Tolak Tambang Pasir Besi, 15 Warga Jepara Terancam Jeruji Besi","[CLS] “Kami bukan Kriminal, Kami adalah Korban,” begitulah sepenggal judul pembelaan (Pledoi) yang dibuat dan disampaikan lima belas nelayan korban kriminalisasi di depan persidangan  pada kamis, pertengahan Februari 2013 di Pengadilan Negeri Jepara silam. Lima belas warga Bandungharjo tersebut menjadi terdakwa dan di dakwa melanggar pasal 170 KUHP. Mereka dituntut enam bulan penjara dengan masa percobaan sepuluh bulan. Nur hadi selaku ketua Forum Nelayan dan sesepuh di dukuh Mulyorejo, Bandungharjo kepada Mongabay Indonesia mengatakan bahwa hal ini adalah akibat dari penolakan mereka terhadap keberadaan tambang pasir besi di Pantai Bendungharjo yang dilakukan CV Guci Mas Nusantara.Berdasarkan penuturan warga, mereka sebenarnya telah melakukan upaya-upaya pengaduan ke pemerintah mulai dari petinggi desa Bandungharjo, Camat, Badan Lingkungan Hidup (BLH), DPRD Jepara dan Pemkab Jepara. Namun pemerintah tidak menanggapi berbagai pengaduan warga tersebut. Sampai pada tanggal 30 April 2012 ratusan warga nelayan berduyun-duyun hadir ke lokasi penambangan bermaksud meminta CV untuk menghentikan aktivitas penambangan  yang berakhir pada kriminalisasi 15 warga nelayan Bandungharjo.Pembelaan yang dibacakan di depan persidangan oleh salah satu korban kriminalisasi, Sudarni, menguraikan kondisi masyarakat nelayan Bendungharjo yang selama ini hidup tenang mulai terusik saat muncul aktivitas pertambangan. “Lalu kami harus mengadu pada siapa lagi jika orang-orang yang kami pilih tidak berpihak pada kami? Apakah salah jika kami menjaga lahan penghidupan kami dengan cara yang kami pahami? Lantas apa lagi yang harus kami lakukan, setiap hari didepan mata kami mereka mengeruk dan merusak pantai kami?” begitu bunyi sepenggal Pledoi yang dibacakan oleh Sudarni." "Tolak Tambang Pasir Besi, 15 Warga Jepara Terancam Jeruji Besi","Misbakhul Munir selaku pendamping hukum dari lima belas warga mengatakan bahwa apa yang disampaiakan warga dalam pembelaanya adalah suatu bentuk kondisi nyata yang dirasakan oleh masyarakat nelayan pada umumnya. “Masyarakat adalah korban, korban dari Malpraktek perizinan yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Jepara. Jadi pantas saja jika pemkab jepara enggan menanggapi pengaduan warga,” tegas Munir.Lebih lanjut Munir menyampaikan dugaan malpraktek perizinan oleh Pemkab Jepara ini dapat dilihat jika kita datang kelokasi penambangan dan faktanya lokasi penambangan hanya berjarak kurang lebih 10 meter dari laut. Padahal jika kita mengacu pada Undang-Undang Nomor 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, sangat jelas disampaikan bahwa daratan sepanjang tepian yang panjangnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat, dan disebut sebagai kawasan sepadan pantai, yang merupakan kawasan lindung dan tidak diperbolehkan adanya kegiatan budidaya di tempat tersebut. Namun, dalam persidangan yang menghadirkan pemilik CV. Guci Mas Nusantara, penambangan yang dilakukan telah memperoleh izin sejak 2008. “Ini sangat aneh, dan kalaupun itu benar,  ini dapat disimpulkan bahwa pemerintah Kabupaten Jepara telah melanggar berbagai aturan dalam menerbitkan izin tersebut,” jelas Munir." "Tolak Tambang Pasir Besi, 15 Warga Jepara Terancam Jeruji Besi","Selain itu, Slamet Haryanto selaku kuasa hukum dari LBH Semarang, seperti dikutip dalam rilisnya menyampaikan bahwa, lima belas warga ini adalah korban kriminalisasi. Hal tersebut mengacu pada keterangan para saksi yang di hadirkan oleh JPU yang tidak melihat langsung kejadian, padahal di KUHAP jelas menyebutkan bahwa saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidik penuntut dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri. “Meskipun ada beberapa saksi yang hadir dilokasi juga sangat meragukan keteranggannya karena dilokasi ada sekitar 500-an warga yang tidak mungkin bisa di identifikasikan satu-satu terkait apa yang dilakukan saat kejadian berlangsung,” kata Slamet. Lebih lanjut Slamet Haryanto menuturkan ini adalah perkara pidana, seharusnya aparat penegak hukum yang diberikan kewenangan dalam sistem peradilan pidana bisa lebih teliti lagi dalam menetapkan seseorang menjadi tersangaka atau terdakwa. Karena ini menentukan nasib warga. Bukan hanya itu, penetapan tersebut juga bisa berdampak secara psikologis terhadap keluarga dan anak korban kriminalisasi. “Jadi kami sangat berharap pada sidang putusan yang akan di gelar kamis depan di PN Jepara, hakim dapat memutus perkara ini dengan putusan yang seadil-adilnya dengan menggunakan hati nurani,” tutup Slamet. [SEP]" "Revisi UU Pesisir Berpotensi Makin Sulitkan Masyarakat Nelayan","[CLS] Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mendesak DPR tak membahas revisi UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (UU PWP-PPK) No 27 Tahun 2007, karena draf perubahan usulan Kementerian Kelautan dan Perikanan malah berpotensi menyulitkan masyarakat nelayan. Draf revisi UU ini justru membuka peluang pengkavlingan dan privatisasi wilayah pesisir dan kriminalisasi terhadap nelayan.Kiara juga meminta, Presiden SBY mengevaluasi kinerja Menteri Kelautan dan Perikanan karena draf revisi UU bertolak belakang dengan amanah UUD 1945. “DPR jangan melangsungkan pembahasan revisi UU ini karena hanya akan menghamburkan anggaran negara dan mengulangi kesalahan,” kata Sekretaris Jenderal Kiara, Abdul Halim, Selasa (12/4/13).Padahal, seharusnya revisi UU PWP-PPK ini untuk menjawab putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap uji materi oleh Kiara dan delapan organisasi masyarakat sipil bersama-sama dengan 27 nelayan tradisional. Putusan MK,  telah dibacakan pada 16 Juni 2011, antara lain membatalkan keseluruhan pasal-pasal terkait dengan hak pengusahaan perairan pesisir (HP-3).Sayangnya, draf revisi UU PWP-PPK mengubah 14 pasal yang dibatalkan MK, yakni perubahan HP-3 menjadi konsep perizinan: izin pemanfaatan perairan pesisir (IP-3) dan izin pemanfaatan ruang perairan pesisir (IPRP-2). Ini secara prinsip mengubah pendekatan hak menjadi perizinan. (lihat tabel)Halim menjelaskan,  IP-3 dan IPRP-2 sebagai izin lokasi yang menunjukkan bagian tertentu dari kawasan perairan pesisir sebagai lokasi tempat kegiatan usaha. “Ini memberikan kewenangan dalam melakukan kegiatan usaha pemanfaatan sumber daya perairan pesisir dan penunjukkan lokasi kegiatan usaha,” ujar dia." "Revisi UU Pesisir Berpotensi Makin Sulitkan Masyarakat Nelayan","Setelah mendapatkan IP-3 dan IPRP-2, izin usaha atau hak atas tanah pada perairan pesisir untuk kegiatan usaha tertentu bisa keluar. Izin ini meliputi perikanan budidaya, bangunan terapung (perumahan, rumah makan, dan bagan), sumber tenaga gelombang laut, kawasan konservasi, pemanfaatan sumber daya keindahan laut dan wisata bahari.Draf revisi UU ini jugu potensi mengkriminalisasi subyek pemanfaat perairan pesisir yang berkegiatan usaha tanpa ada IP-3 sah dengan pidana kurungan paling lama enam bulan atau denda Rp300 juta.Kiara berpandangan, prinsip pemanfaatan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil adalah open acces (akses terbuka) dan common property (milik bersama). Dengan ada IP-3 dan IPRP-2 akan mengkapling wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil itu. Izin itupun akan mengeksploitasi wilayah pesisir dengan memberikan kepada subyek hukum baik individu atau badan hukum.Akibatnya, kata Halim,  akan terjadi penggusuran dan peminggiran nelayan tradisional yang berhak atas sumber daya pesisir. “IP-3 dan IPRP-2 prinsipnya tidak jauh berbeda dengan HP-3 yang bertentangan dengan prinsip-prinsip pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana dipertegas Mahkamah Konstitusi.”Bukan itu saja, draf revisi UU ini tak menempatkan nelayan tradisional sebagai subyek penting dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya pesisir. Proses perizinan ini, tak menempatkan nelayan tradisional sebagai subyek penting dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya pesisir.“Hingga akan bersaing dengan swasta untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya pesisir dengan ada pembatasan akses. Caranya, mengkriminalkan usaha pemanfaatan sumber daya pesisir yang duluan ada  tetapi tidak memiliki IP-3 atau IPRP-2.”" "Revisi UU Pesisir Berpotensi Makin Sulitkan Masyarakat Nelayan","Dalam draf revisi UU ini masih terjadi konsep penguasaan lokasi pesisir lewat penunjukan dalam izin-izin  itu. Konsep penguasaan lokasi pun berpotensi terjadi pengkaplingan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Dampaknya, eksploitasi sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil. Belum lagi, pemegang IP-3 dan IPRP-2 dapat melakukan pembebasan kegiatan usaha yang sudah ada yang terletak di wilayah IP-3 dan IPRP-2. “Penguasaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dapat terjadi dengan peminggiran atau pemberian kompensasi bahkan kriminalisasi pemanfaat sumber daya pesisir yang tak memiliki IP-3 dan IPRP-2.”Untuk itu, Kiara mendesak pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil harus mengedepankan prinsip dikuasai negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Mahkamah Konstitusi telah menjabarkan empat tolak ukur, yakni,  kemanfaatan sumber daya alam bagi rakyat, pemerataan sumber daya alam bagi rakyat, partisipasi rakyat dalam menentukan manfaat sumber daya alam dan penghormatan terhadap hak rakyat secara turun-temurun dalam memanfaatkan sumber daya alam.Pemerintah harus memberikan perhatian kepada masyarakat nelayan pesisir. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, penduduk miskin pada 10.666 desa pesisir tersebar di 300 dari total 524 kabupaten dan kota se- Indonesia. Mereka ini  berjumlah 7,87 juta jiwa atau 25,14 persen dari total penduduk miskin nasional 31,02 juta jiwa.Pusat Data dan Informasi Kiara (2013) mencatat, sedikitnya 17 kabupaten dan kota pesisir di Indonesia, menerapkan kebijakan reklamasi pantai. Lalu, menempatkan nelayan tradisional sebagai pihak tergusur dan dipaksa beralih profesi. Lebih parah lagi, praktik ini dilegalisasi Presiden SBY melalui Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. [SEP]" "Video: Pemboman Kembali Hancurkan Keindahan Terumbu Karang Mentawai","[CLS] Aksi pemboman untuk mengambil ikan di perairan Mentawai hingga saat ini masih terus berlanjut. Sebuah video baru yang diunggah tanggal 24 Februari 2013 silam memperlihatkan episode lanjutan proses perusakan keindahan bawah laut di Mentawai. Video berdurasi hampir tiga menit inidiambil 48 jam setelah pemboman dan memperlihatkan dampak langsung terhadap terumbu karang yang menjadi korban langsung peledakan ini.Video ini adalah video lanjutan dari dua video sebelumnya yang sempat diunggah ke Youtube sejak tanggal 25 Januari 2013 silam. Beberapa warga sempat melaporkan hal ini kepada pihak berwenang namun pihak keamanan hanya memberikan janji untuk melakukan patroli di wilayah-wilayah yang diduga menjadi lokasi favorit pemboman nelayan. Namun hingga kini upaya ini belum dilakukan.Lokasi pemboman di video baru ini tidak jauh dari lokasi pemboman pertama yang berada di titik koordinat -1.844355 99.30645, tepatnya di sekitar pulau kecil bernama Mainuk, di selatan Pulau Siberut Utara.Menurut data dari BPS Sumatera Barat, kabupaten yang memiliki garis pantai 758 kilometer ini memiliki potensi perikanan yang cukup besar. Di perairan sepanjang pantai itulah tersimpan kekayaan laut yang cukup potensial seperti kerapu, kakap, tongkol, teripang, dan rumput laut. Kerapu dari perairan Kepulauan Mentawai bahkan menjadi komoditas ekspor. Daerah penangkapan di sepanjang pesisir Pagai Utara Selatan sampai Siberut. Kerapu hasil tangkapan dalam bentuk beku segar dibawa ke Padang dan dikapalkan melalui pelabuhan Dumai, Riau menuju Malaysia." "Video: Pemboman Kembali Hancurkan Keindahan Terumbu Karang Mentawai","Potensi pariwisata juga tidak kalah menarik. Perairan Mentawai dikenal sebagai tempat paling menantang untuk pecinta olahraga selancar air atau surfing. Potensi pantai yang terkenal untuk olah raga selancar ini menjadi incaran wisatawan mancanegara. Lokasi selancar terdapat di Nyangnyang, Karang Bajat, Karoniki, dan Pananggelat Mainuk di Kecamatan Siberut Selatan, Katiet Bosua di Kecamatan Sipora, serta pantai selatan dan barat Kecamatan Pagai Utara.Berikan suara anda untuk melindungi perairan Mentawai dari aksi pemboman lewat: https://www.change.org/petitions/stop-bombing-the-mentawai-reefs [SEP]" "Kehancuran Hutan Pulau Rupat, Tercerabutnya Masyarakat Adat Akit di Riau","[CLS] Kepulan asap pekat menyeruak dari bekas tebangan di atas tanah bergambut: bau asap menyengat hidung. Kiri kanan jalan bekas bakaran masih terlihat. Saya melihat ada drum berisi minyak, dan eskavator yang disewa warga untuk meratakan pohon dan membuat akses jalan. Kata Zulkifli, seorang warga Kelurahan Pergam, saya menginjak kaki di atas tanah bergambut bekas tebangan seminggu lalu. Kayu-kayu berserakan. Bekas pohon tebakar. Di atas pondokan, sekira jarak 200 meter saya melihat api membakar hutan dan mengeluarkan kepulan asap berwarna putih pekat.Hutan alam Pulau Rupat dibunuh. Pohon-pohon dibakar menggunakan bensin. Pohon-pohon dicerabut paksa dari dalam tanah dengan eskavator.Investigasi Eyes on The Forest pada Maret 2013 menemukan tempat saya berdiri masih berhutan,sementara tak jauh dari situ, PT Sumatera Riang Lestari, anak perusahaan dari grup APRIL milik taipan Sukanto Tanoto pada Maret 2013 melakukan penebangan pohon ramin. “Ketika kami melalukan observasi singkat bersama media tahun lalu, PT SRL diduga menebangi pohon ramin, tapi mereka tak ditindak maupun dipersalahkan. Dulu hutan alam ini masih rimbun, sayang akhirnya juga ditebangi,”kata Afdhal Mahyuddin dari EoF.  “Baru enam bulan ini dibuka (hutan) oleh perusahaan,” kata Zulkifli.Sekira 600 meter dari hutan yang sedang terbakar, saya mendekati “sempadan” PT Sumatera Riang Lestari. Sempadan PT SRL dengan Kelurahan Pergam dibatasi dengan kanal memanjang yang dibuat perusahaan dan sebuah kayu bekar bakaran berdiri dicat merah tanda patok batas.Soal kebenaran “sempadan”, masih kontroversi. “Perusahaan bilang berdasarkan peta ini areal perusahaan. Jauh sebelum perusahaan masuk ke Pulau Rupat, kami sudah ade,” kata Zulkifli. Konflik pun terjadi sejak perusahaan masuk ke Pulau Rupat pada 2007, lantaran tanah masyarakat masuk dalam konsesi PT SRL." "Kehancuran Hutan Pulau Rupat, Tercerabutnya Masyarakat Adat Akit di Riau","Di tepi kanal galian PT SRL, dari jarak sekira 300 meter satu alat berat sedang menumpuk kayu di tepi kanal. Kami mendekati alat berat itu untuk memotret sambil melihat sekeliling: tanah-tanah berlubang bekas kayu dicabut, pohon dan kayu tergeletak, rumput mulai bertumbuhan, tanah gambut terbuka dan tersisa pohon ramin tinggi menjulang tinggi belum ditebang, ironisnya ada bekas kayu terbakar dalam areal PT SRL.PT SRL adalah anak perusahaan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) dibawah grup APRIL (Asia Pacific Resources International Limited). Sejak diberi IUPHHK HT pada 1992 luas PT SRL dari 143.205 ha berubah seluas 215.305 Ha pada 2007. Artinya sepanjang 15 tahun luas areal konsesi HTI PT SRL bertambah seluas 72.100 ha. Konsesi PT Sumatera Riang Lestari di Pulau Rupat atau Blok IV Bengkalis seluas 38.210 ha.Izin PT Sumatera Riang Lestari bermasalah menurut Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau melalui Surat Nomor : 522.2/Pemhut/3073 tanggal 28 Oktober 2009 telah menolak  Usulan RKT UPHHK‐HTI Tahun 2009 An. PT. Sumatera di Blok III Kubu Kabupaten Rokan Hilir, Blok IV P. Rupat Kabupaten Bengkalis dan Blok V P. Rangsang Kabupaten Meranti, karena “tidak direkomendasikan untuk menghindari terjadinya permasalahan dan konflik sosial.”Namun Menteri Kehutanan tetap memberi izin menebang hutan alam, tempat budaya Akit menggantungkan hidup. Sebelum PT SRL Masuk ke Pulau Rupat, rimbunan hutan alam Pulau Rupat tempat berburu masyarakat adat Akit.Di Pulau Rupat, umumnya masyarakat Akit tinggal di pinggir pantai Rupat. Pemukiman mereka terbesar di Desa Titi Akar dan Desa Hutan Panjang. Berburu di hutan dan menangkap ikan di lautan, tradisi mereka yang hampir punah." "Kehancuran Hutan Pulau Rupat, Tercerabutnya Masyarakat Adat Akit di Riau","Eik, 55 TAHUN, warga Akit tinggal di dusun Pancur, Desa Pangkalan Nyirih menuturkan, baru saja pulang dari kebun karet miliknya. Pria berkacamata itu menuturkan 30 tahun lalu dirinya dan masyarakat Akit lainnya leluasa berburu babi di hutan alam Pulau Rupat. Babi selain untuk dimakan, sisanya dijual sebagai penghasil tambahan. Dalam sehari, sekali berburu bisa dapat 5-6 ekor babi. Tempat buruannya di Kelurahan Pergam dan Desa Mesim, dahulunnya adalah hutan alam.Setelah perusahaan hadir di tengah Rupat.”Kami dilarang berburu dan mencari kayu hutan karena perusahaan membuat plang dilarang masuk dalam konsesi mereka,” kata Eik yang masih melakoni kebiasaan berburu hingga kini bersama sekira 50 orang Akit lainnya.Kini tempat buruan mereka, tidak lagi di hutan alam Pulau Rupat. Eik saat ini berburu di kebun-kebun karet dan sawit milik warga. Sudah 5 bulan ini dirinya tidak berburu, dalam seminggu dia hanya memasang jerat di kebun karet dan sawit. Empat hari sekali dia melihat jeratannya. Untuk berburu dia harus menempuh 40 kilometer berjalan kaki dari Desa Nyirih menuju Pergam. “Hutan tak ada, tak semangat lagi berburu,” kata Eik. Eik bersama istri dan ketiga anaknya tinggal di atas rumah panggung beratapkan rumbia berpapan kayu, khas rumah masyarakat Akit. Di samping pintu tertulis: rumah tangga miskin 2011.“Kehadiran PT SRL paling menyolok mengambil lahan masyarakat di Desa Hutan Panjang,” kata Boy B Lontoh, ketua Badan Perwakilan Desa (BPD) Desa Hutan Panjang, 58 tahun, yang sudah tinggal di Desa itu selama 20 tahun dari Manado. “Perusahaan tak ada sosialisasi terkait tata batas.  Masyarakat Akit tahunya kalau mau berburu ke hutan dilarang oleh perusahaan, berarti itu milik perusahaan,” Boy menyebut dari 3.104 penduduk Desa Hutan Panjang, 90 persennya masyarakat asli Akit." "Kehancuran Hutan Pulau Rupat, Tercerabutnya Masyarakat Adat Akit di Riau","“Hampir 17 tahun saya tidak pernah lagi berburu. Karena hasil buruan tak ada lagi di hutan, hutan tak ada lagi karena diambil perusahaan,” kata Nono, 32 tahun, warga Hutan Halus desa Hutan Panjang. “Kami pernah mau masuk ke hutan ambil kayu untuk bangun rumah, dilarang perusahaan dan dijaga Brimob. Tapi, kalau perusahaan ambil kayu, Brimob tidak melarang,” Nono saat ini hanya mengandalkan berkebun karet miliknya.“Babi dan kancil tak ade lagi di hutan setelah perusahaan membabat hutan. Cari makan tak ada lagi di hutan,” kata Eteh, perempuan 48 tahun, saudara Nono di atas rumah panggung miliknya dekat dari laut. “Kalau kayu tak di hutan tak ade lagi, kami mati pakai kayu karet,” kata Eteh menyebut kebiasaan masyarakat Akit memakai kayu alam bila hendak menguburkan orang meninggal. [SEP]" "Serahkan Penghargaan Lingkungan, Presiden Minta Kepala Daerah Tak Anti LSM Lingkungan","[CLS] Tahun ini, penghargaan lingkungan hidup dari Kalpataru, Anugrah Adiwarta, sampai Adiwiyata Mandiri ada 323 yang diberikan kepada individu, kelompok, maupun perwakilan daerah.Pada puncak peringatan Hari Lingkungan Hidup (HLH) Sedunia 2013,  Presiden Susilo Bambang Yudhonono menyerahkan penghargaan Kalpataru, Anugrah Adipura, Adiwiyata Mandiri dan Penyusun SLHD terbaik kepada individu, kelompok maupun perwakilan pemerintah daerah di Istana Negara, Senin 10/6/13).Dalam sambutan,  SBY meminta kepala daerah dan masyarakat berkomitmen menjaga lingkungan hidup di wilayah masing-masing untuk kelangsungan hidup generasi. Kepala daerah pun diminta menjalin kemitraan dengan LSM Lingkungan.“Jangan anti LSM lingkungan. Jadikan mereka mitra. Jadikan mereka teman. Dengan demikian Insya Allah makin kedepan makin baik lingkungan kita, tentu makin baik Negara kita. Contoh, ada Greenpeace, WWF, the Nature Conservation, lalu ada Walhi. Jadikan mereka partner, bukan lawan,” katanya seperti dikutip dari VOIndonesia.Penghargaan lingkungan hidup 2013 keseluruhan ada 323 untuk berbagai kategori. Balthasar Kambuaya, Menteri Lingkungan Hidup mengatakan, penghargaan Kalpataru disampaikan kepada individu maupun kelompok masyarakat yang dinilai sebagai pejuang pelestarian lingkungan. Penghargaan ini diberikan kepada  lima orang perintis lingkungan, tiga orang pengabdi lingkungan, lima kelompok penyelamat lingkungan serta tiga pembina lingkungan.Untuk program Adipura, tahun 2013, diikuti 374 kabupaten dan kota. Jumlah kota penerima penghargaan Adipura meningkat dari tahun lalu 125 kota menjadi 149 kota. Evaluasi kebersihan dan keteduhan kota melalui program ini memberikan pengaruh signifikan pada peningkatan kinerja pengelolaan lingkungan perkotaan." "Serahkan Penghargaan Lingkungan, Presiden Minta Kepala Daerah Tak Anti LSM Lingkungan","“Tahun ini, diberikan tujuh Anugerah Adipura Kencana bagi kota yang melampaui batas pencapaian pengendalian pencemaran air dan udara, pengelolaan tanah, perubahan iklim, sosial, ekonomi serta keragaman hayati. Lalu 33 kota menerima Adipura untuk pertama kali dan 109 kota menerima Anugerah Adipura,” katanya.Pada 2013, dilakukan evaluasi laporan SLHD 2012 dari 30 pemerintah provinsi dan 282 kabupaten maupun kota. Penyusun terbaik mendapat piala kategori provinsi, Jambi (I),  Sumatera Barat (II) dan Jakarta (III). Untuk kategori kabupaten dan kota, Kabupaten Pesisir Selatan(I),  Kota Tangerang (II) dan Kabupaten Gianyar (III).Kambuaya mengatakan, KLH juga bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberikan penghargaan kepada sekolah berbudaya lingkungan melalui Program Adiwiyata. “Peraih penghargaan Adiwiyata Mandiri ada 120 sekolah.Pada kesempatan ini Presiden juga menerima Status Lingkungan Hidup Indonesia (SLHI) Tematik Tahun 2012. Ia memuat informasi penting mengenai kecenderungan kualitas lingkungan dan perkembangan kapasitas pengelolaannya.Pada SLHI ini, kebijakan program dan kegiatan untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup walaupun belum memuaskan, mulai menunjukkan kecenderungan positif. Berdasarkan pemantauan hingga tahun 2012, beberapa parameter kualitas lingkungan hidup mulai menunjukkan perbaikan seperti pada kualitas air dan udara, laju deforestasi dan status terumbu karang. Presiden juga menandatangani Sampul Hari Pertama Perangko Seri Peduli Lingkungan Hari Lingkungan Hidup Tahun 2013.Daftar Penerima Penghargaan Lingkungan Hidup 2013 [SEP]" "Keraguan Publik Masih Terus Mewarnai Kebijakan Konservasi Baru Asia Pulp and Paper","[CLS] Menyusul analisis dari Greenomics yang dirilis bulan lalu, terkait kebijakan konservasi baru yang diluncurkan oleh produsen kertas Asia Pulp and Paper (APP) untuk tidak lagi menebang hutan alami di Indonesia, kini berbagai analisis dan informasi terkait komitmen baru APP ini juga memberikan informasi ekstra terkait kebijakan ini. Greenomics sebelumnya membeberkan berbagai fakta dalam laporan yang mereka beri judul “APP’s Artful Deception” yang menekankan bahwa APP menerbitkan kebijakan konservasi baru mereka, saat hutan sudah menjadi bubur kertas. Kini, Eyes on the Forest, sebuah koalisi beberapa organisasi lingkungan di Riau, menerbitkan laporan mereka terkait komitmen Asia Pulp and Paper.Sebagian besar tanggapan yang muncul, masih meragukan komitmen ini bisa berjalan dengan mulus, terkait dua alasan utama: pertama adalah sejarah masa lalu komitmen konservasi Asia Pulp and Paper yang tiga kali dilanggar oleh mereka sendiri. Kedua, adalah munculnya laporan dari Relawan Pemantau Hutan Kalimantan (RPHK) di saat bersamaan dengan terbitnya laporan kemajuan bulanan Kebijakan Konservasi Baru APP.Asia Pulp and Paper, pernah melanggar komitmen konservasi serupa dengan yang mereka terbitkan saat ini, pada tahun 2004, 2007, dan 2009 silam. Sementara, RPHK merilis laporan dari lapangan, bahwa dua perusahaan penyuplai untuk APP melakukan pembukaan hutan alami dan lahan gambut, serta membangun kanal-kanal di kawasan yang diilai sebagai high conservation value forest, pekan lalu.Dalam laporannya terkait komitmen Asia Pulp and Paper ini, Eyes on the Forest, sebuah organisasi gabungan antara Walhi Riau, Jikalahari dan WWF Riau, menemukan bahwa Kebijakan Konservasi Baru oleh APP ini adalah sebuah upaya untuk menyembunyikan deforestasi dan kerusakan hutan yang parah selama mereka beroperasi di Sumatera sejak pertengahan 1980-an." "Keraguan Publik Masih Terus Mewarnai Kebijakan Konservasi Baru Asia Pulp and Paper","Dalam laporan yang diterbitkan oleh Eyes on the Forest pada hari Rabu 3 April 2013 ini, diungkapkan bahwa upaya dan komitmen APP ini paling banyak akan melindungi 5000 hektar hutan alam di Propinsi RIau, sementara sepanjang operasi mereka di awal 1980an, APP sudah menghabiskan sekitar 2 juta hektar hutan di Sumatera.Dalam laporan ini juga diungkapkan bahwa konsesi-konsesi pemasok untuk Sinar Mas Grup/Asia Pulp and Paper sudah kehilangan lebih dari 680.000 hektar hutan alam, mulai tahun 1984 hingga tahun 2012 silam. Dari data ini, 77% diduga tidak memiliki legalitas yang jelas dalam pembukaan lahan, dan 83% diantaranya terjadi di habitat harimau dan gajah.Seperti dilansir oleh situs jikalahari.or.id, komitmen APP dinilai memberikan janji setelah semua hutan alam yang ada di dalam konsesi mereka musnah. “APP di dalam kebijakan yang sangat digembar-gemborkannya saat ini tidaklah berkomitmen memperbaiki hutan alam dan lahan gambut sebagai kompensasi atas kerusakan lingkungan serius yang diakibatkannya di masa silam,” ujar Hariansyah Usman dari WALHI Riau.“Analisa kami menunjuk satu kesimpulan: bahwa APP berpikiran bisa membodohi orang agar  membayangkan keuntungan konservasi besar sembari melengahkan pelanggaran di masa lalu,” ujar Aditya Bayunanda dari WWF-Indonesia. “Masalah kita adalah kita tidak melihat keuntungan konservasi di masa depan yang potensial yang menyeimbangkan isu-isu belum tuntas berakar dari warisan deforestasi APP, emisi gas rumah kaca yang dahsyat, hilangnya habitat satwa liar, dan banyaknya konflik dengan masyarakat yang kehilangan lahan-lahan mereka.”" "Keraguan Publik Masih Terus Mewarnai Kebijakan Konservasi Baru Asia Pulp and Paper","EoF menerbitkan analisa laporan peta interaktif, berdasarkan platform  mesin Peta Google Earth untuk memudahkan para pihak mengevaluasi sendiri sejumlah aspek kebijakan konservasi hutan baru  SMG/APP dan memantau pelaksanaannya. EoF akan memperbarui database secara berkala dari provinsi lainnya sebagai informasi dan rincian baru soal konsesi yang ada agar bisa tersedia.Hal senada juga diungkapkan oleh WWF lewat tanggapan yang mereka sampakan di dalam situs intenasional mereka, panda.org terkait laporan yang dirilis oleh laporan Eyes on the Forest ini.“WWF merekomendasikan agar perusahaan yang menggunakan kertas untuk tidak terburu-buru melakukan bisnis dengan APP,” ungkap Rod Taylor, Direktur Kehutanan di WWF Internasional. “APP tidak bisa dinilai sebagai produser yang bertanggung jawab tanpa memperbaiki kerusakan yang sudah mereka sebabkan akibat operasi mereka di masa lalu dan menghilangkan berbagai keraguan dibalik proses produksi mereka.Tanggapan yang dirilis oleh Eyes on the Forest dan WWF Internasional ini, mendapat tanggapan langsung dari Direktur Keberlanjutan Asia Pulp and Paper, Aida Greenbury lewat surat elektroniknya kepada Mongabay.com.“Kami berharap cadangan kayu keras sudah akan digunakan di bulan Agustus, namun hal ini sangat tergantung pada pertimbangan logistik yang sangat menentukan di wilayah dimana kami beroperasi  saat ini. Sementara, beberapa tanggal yang disebutkan oleh beberapa NGO tersebut tidak menghitung faktor ini, atau ketersediaan kontraktor, dimana banyak diantaranya tidak berada di lokasi yang semestinya. Sementara stok kayu yang sudah dipotong kini dimonitor oleh The Forest Trust sebagai bagian dari komitmen moratorium APP dan kami sangat terbuka untuk setiap kehadiran berbagai NGO yang ada, seperti Eyes on the Forest atau WWF untuk melihat hal ini secara langsung,” ungkap Aida Greenbury." "Keraguan Publik Masih Terus Mewarnai Kebijakan Konservasi Baru Asia Pulp and Paper","“Kami juga tak pernah menyatakan bahwa masa lalu itu tidak penting, kami memahami pentingnya isu restorasi di beberapa area dimana hutan alami sudah ditebang. Rencana itu sudah ada di meja, namun kami saat ini prioritas kami adalah memastikan bahwa seluruh jaringan penyuplai yang ada di seluruh dunia bekerja berdasar atas komitmen konservasi yang sudah kami umumkan, dan memenuhi target ambis kami dalam Forest Conservation Policy kami.”Dalam jawaban surat elektroniknya, Aida Greenbury menyatakan bahwa pihaknya juga akan menerbitkan laporan independen dari TFT yang akan menjawab laporan yang disampaikan oleh Relawan Pemantau Hutan Kalimantan (RPHK) dalam waktu dekat. [SEP]" "Pertobatan Pembalak Liar Hutan Desa Segamai (Bagian II): Bertahan dari Bisik Menggiurkan Kelapa Sawit","[CLS] Berpenduduk 277 kepala keluarga, penduduk Segamai menggantungkan hidup dengan berkebun seperti pohon kelapa dan jagung. Akses yang jauh dari ibukota kabupaten membuat biaya hidup cukup tinggi. Karena satu-satunya transportasi menuju desa hanyalah melalui sungai.Tidak ada fasilitas listrik dari pemerintah. Jalan-jalan di perkampungan masih sangat minim. Pemerintah membangun sarana jalan dengan semenisasi sepanjang kurang dari 500 meter dan lebarnya tidak cukup luas untuk dua motor yang berpapasan.“Di sini solar 8.000 rupiah per liter. Kalau bensin 10 ribu per liter. Sebulan bisa 500 ribu kami habiskan untuk minyak genset. Sementara hasil kebun tak seberapa. Harga jual kebun murah,” ujar Manaf, pemuda Segamai.Mata pencaharian warga Segamai adalah petani jagung, kelapa dan pedagang barang harian. Murahnya harga jual produk kebun lebih disebabkan keterisolasian desa dalam akses transportasi yang membuat pemborong menekan harga jual petani.Kini sejumlah warga mulai meninggalkan komoditi kelapa dan jagung dan beralih menanam sawit. Peralihan komiditi tersebut setelah setelah mendengar kisah petani sawit di desa lainnya yang dinilai lebih sukses. Sawit memang sebuah komoditi yang menguntungkan secara ekonomi namun sangat bergantung pada ketersediaan lahan dan air.Sejak lima tahun lalu kini sudah ada puluhan warga yang beralih menanam sawit. Termasuk Manaf. Kurangnya lahan tak membuatnya kehilangan akal. Bibit sawit disisipnya di sela-sela pohon kelapa.“Sekarang ada dua hektar yang sudah berumur tiga tahun. Sudah menghasilkan. Ada dua hektar lainnya yang masih disiapkan untuk ditanam,” katanya.Namun demikian harga tandan buah sawit segar petani di sini jauh lebih rendah dibandingkan di ibukota kecamatan. Satu kilogram buah sawit dihargai 400 rupiah. Sangat rendah dibandingkan harga normal saat ini yang mencapai 1.000 rupiah per kilogram." "Pertobatan Pembalak Liar Hutan Desa Segamai (Bagian II): Bertahan dari Bisik Menggiurkan Kelapa Sawit","Berakhirnya masa membalak liar dan tuntutan ekonomi yang tinggi dikhawatirkan mendorong warga Segamai mengkonversi kebun kelapa dan jagungnya menjadi sawit atau bahkan memungkinkan ekspansi ke wilayah-wilayah yang berhutan.Selain mendorong perolehan akses legal atas pengelolaan hutan oleh masyarakat, penyelamatannya dari ekspansi kelapa sawit ini juga yang menjadi alasan bagi Yayasan Mitra Insani memperkenalkan konsep hutan desa kepada masyarakat Segamai pada tahun 2007.“Target hutan desa sebenarnya memastikan ruang kelola legal terhadap hutan. Secara umum dengan hadirnya hutan desa, masyarakat memahami konsepnya sesuai dengan konteks kehutanan dan pemanfaatannya. Dan secara tidak langsung masyarakat akan berpikir dua kali jika mereka melakukan ekspansi kelapa sawit di kawasan berhutan,” kata Herbert dari Mitra Insani.Hal ini ditunjukkan oleh masyarakat Desa Serapung yang juga mengajukan proposal hutan desa. Setelah SK hutan desa ditandatangani per 8 Maret 2013 lalu, mereka berkomitmen untuk tidak lagi menebang hutan. “Kalau sawit itu memang lebih cepat menguntungkan. Tiga tahun saja sudah bisa menghasilkan. Tapi kami tidak akan menanam sawit di hutan desa,” kata Manaf.Komoditi sawit memang sangat menggiurkan bukan saja bagi pengusaha besar, tapi juga masyarakat kecil seperti Manaf. CIFOR, lembaga riset kehutanan menyatakan secara global terjadi peningkatan permintaan minyak sawit makan di Cina dan India yang menempatkan posisi negara agraris ini menjadi produsen utama minyak sawit mentah dunia." "Pertobatan Pembalak Liar Hutan Desa Segamai (Bagian II): Bertahan dari Bisik Menggiurkan Kelapa Sawit","Pada tahun 2011, luas perkebunan sawit Indonesia saja sudah mencapai 7,8 juta hektar termasuk 6,1 juta hektar perkebunan produktif yang tengah dipanen. Pada 2010 perkebunan ini menghasilkan 22 juta ton CPO dan meningkat hingga 23,5 ton pada tahun 2011. Dan pemerintah telah menargetkan 40 juta ton produksi CPO per tahunnya di tahun 2020 dengan memperluas portfolio perkebunan dengan tambahan 4 juta hektar. Konsekwensinya adalah ekspansi ke kawasan yang berhutan. [SEP]" "Spesies Ikan Baru Ditemukan di Kepulauan Kei Maluku","[CLS] Seorang pengusaha yang juga petualang asal Amerika Serikat bernama William Matthew Brooks bersama beberapa rekannya telah berhasil mengidentifikasi spesies baru ikan yang hidup di perairan sekitar Pulau Kei Besar, Kepulauan Kei, Propinsi Maluku. Spesies ini dinamai Eviota pamae, sebagai penghargaan atas istrinya yang bernama Pamela Scott Rorke. Pamela juga bagian dari tim penyelam yang melakukan ekspedisi yang berhasil menemukan spesies ikan baru ini bulan Februari 2013 silam ini.Eviota pamae masuk ke dalam famili gobiidae, yang merupakan famili terbesarikan-ikan laut yang terdiri dari sekitar 1600 jenis. Badan ikan dari famili ini biasanya memanjang, dan ukurannya sekitar 15 cm. Pada beberapa jenis saluran dan pori-pori berkembang di kepala. Gigi kecil, conical atau villiform yang membentuk seperti pita di rahang. Beberapa jenis dengan dua sirip punggung, akan tetapi lainnya dengan satu sirip punggung; sirip punggung yang pertama dengan jari-jari keras yang fleksibel, sirip punggung yang kedua dengan jari-jari lunak; sirip perut pada beberapa jenis terhubungkan sampai membentuk bentuk lempengan mangkok, tetapi terpisah pada beberapa jenis.Penemuan spesies baru ini baru diumumkan pada bulan April 2013, dua bulan setelah penemuannya di kepulauan Kei tersebut. Dengan melakukan identifikasi terhadap 42 spesimen yang dibawa ke San Francisco, Amerika Serikat, tim William Brooks memastikan bahwa spesies yang ditemukan ini adalah spesies baru yang berbeda dari kerabat terdekatnya, Eviota raja.Spesies Eviota raja sendiri bisa ditemui di perairan Raja Ampat, di dekat wilayah kepala burung propinsi Papua. Kedua spesies ini berbeda dari pola warna di tubuh mereka. Spesies baru Eviota pamae ini saat ini diketahui hanya hidup di perairan di sekitar kepulauan Kei, di Maluku." "Spesies Ikan Baru Ditemukan di Kepulauan Kei Maluku","Penemuan besar ini telah dimuat dalam sebuah jurnal ilmiah Aqua, International Journal of Ichthyology, yang secara khusus memuat ikan temuan baru dari kepulauan Maluku ini sebagai laporan utama dan cover mereka. Jurnal Aqua sendiri mendeskripsikan ikan Eviota pamae sebagai: “….spesies yang memiliki warna cerah yang ditemukan oleh penyelam William Matthews Brooks dan Mark Erdmann saat kunjungan singkat mereka ke kepulauan Kei di Maluku, Indonesia….”CITATION: Gerald R. Allen, William M. Brooks and Mark V. Erdmann: Eviota pamae, a new species of coral reef goby (Gobiidae) from Indonesian seas, pp. 79-84 [SEP]" "Walik Benjol: Si Cantik Berdahi Mutiara Jingga…","[CLS] Walik benjol (Ptilinopus granulifrons), bisa jadi termasuk salah satu burung yang paling kurang dikenal dalam perjagadan burung di Indonesia dan dunia. Burung ini termasuk dalam family besar Columbidae atau suku dari beragam jenis merpati-merpatian. Catatan ilmiah terakhir untuk jenis ini diberikan hampir 20 tahun yang lalu oleh Lambert (1994) dan Linleys (1995).Dalam serial kerjasama antara Burung Indonesia dan Mongabay-Indonesia kali ini, kami menilik lagi berbagai catatan, dan walik benjol diketahui merupakan jenis endemik Pulau Obi. Pulau dengan luas sekitar 2.500 kilometer persegi ini, atau kurang dari setengah luasnya Pulau Bali, berada di wilayah paling selatan Kepulauan Maluku Utara yang merupakan bagian dari kawasan Wallacea. Untuk mencapainya, cara paling mudah adalah dengan memulai perjalanan dari pelabuhan di Ternate (kota terbesar di Maluku Utara) dengan kapal kayu selama 18 jam menuju pelabuhan Jikotamo di Obi.Walik benjol berukuran 24 cm atau sejengkalan tangan manusia Indonesia dewasa dengan dominasi hijau di sekujur tubuhnya. Kepala abu-abu cerah dihiasi benjolan pada pangkal paruh atas menambah kecantikan burung ini. Paruh kuning kehijauan berhias “benjol” mutiara jingga tampak manis di dahinya. Dua garis abu-abu juga melintang di masing-masing sayapnya. Di bagian perut tampak lingkar besar merah marun hampir memenuhi perut dan di bagian tunggir kuning cerah bercampur coret-coret vertikal gelap.Sulit membedakan antara individu jantan dan betina. Namun beberapa literatur menyebutkan bahwa sang betina lebih memiliki paruh yang kehijauan. Selain itu sang betina meliliki warna iris mata yang kuning, sedangkan jantan berwarna merah. Dalam literatur juga disebutkan jenis ini pernah dijumpai paling tinggi pada ketinggian 550 m dpl. Namun, hasil survey yang dilakukan Burung Indonesia menunjukkan bahwa walik ini berhasil dijumpai pada ketinggian 35 meter di atas permukaan laut (m dpl)." "Walik Benjol: Si Cantik Berdahi Mutiara Jingga…","IUCN, lembaga konservasi dunia, menggolongkan walik benjol ini dalam peringkat Vulnarable (rentan) secara global. Sebaran alami yang terbatas ditambah dengan rusaknya habitat alami merupakan ancaman serius kelestarian jenis ini. Hingga kini masih belum diketahui pasti jenis makanan, informasi berbiak, sebaran pasti walik benjol di Pulau Obi dan sekitarnya. Termasuk juga jumlahnya.Walik merupakan burung cantik. Mengapa ada nama benjol di belakang nama resminya, tentu saja sesuatu yang unik. Akan lebih indah dan romantik, bila kita memanggilnya “walik berdahi-mutiara-jingga”. Boleh kan?Anda bisa mendapatkan Wallpaper si jelita walik benjol sekaligus kalender digital bulan Juli 2013 di link ini. [SEP]" "Seekor Bangau Terpaksa Mendekam di Penjara Karena Dikira Agen Rahasia","[CLS] Seorang nelayan di Mesir terpaksa ‘mengamankan’ seekor burung bangau yang terbang melintas udara di kawasan Qena, sekitar 450 kilometer di Tenggara kota Kairo karena dinilai mencurigakan dan segera membawanya ke kantor polisi setempat. Hal ini disampaikan oleh Kepala Polisi setempat di Qena, bernama Mohammed Kamal.Seperti dirils oleh kantor berita Associated Press, sang kepala polisi dan nelayan tersebut curiga dengan sebuah peranti elektronik yang menempel di tubuh burung bangau ini, dan mengiranya adalah sebuah alat pemotret udara atau sejenis perangkat untuk memata-matai. Pada hari Sabtu 31 Agustus 2013 silam, komite doker hewan setempat menyatakan bahwa benda yang dicurgai sebagai bom itu ternyata bukanlah alat pengintai maupun bahan peledak.Alat yang menempel di tubuh sang bangau ini adalah pemantau pergerakan dan migrasi yang digunakan oleh seorang peneliti Perancis untuk melihat pola perpindahan burung bangau ini beserta kawanannya, ungkap Kepala Jawatan Kedokteran Hewan di Qena, Ayman Abdallah. Alat ini berhenti berfungsi saat burung ini terbang melintas perbatasan Perancis.Sejak kekisruhan politik kembali memburuk pada tanggal 3 Juli silam dimana kudeta yang didukung oleh militer berhasil menggulingkan presiden Mohammed Morsi, kecurgaan mudah sekali muncul di kalangan publik maupun otoritas keamanan. Bahkan teori-teori konspirasi menjadi bahasan yang hangat hingga ke warung-warung kopi.Dalam kasus penangkapan burung ini, bahkan untuk sekedar menjelaskan duduk perkara ‘salah tangkap’ ini harus dijelaskan hingga level petinggi militer yang berbicara kepada para jurnalis. Sementara harian Al-Ahram yang dimiliki oleh pemerintah menyebut Kamal si penangkap burung ini sebagai soerang patriot yang mencoba menyelamatkan negaranya." "Seekor Bangau Terpaksa Mendekam di Penjara Karena Dikira Agen Rahasia","Burung ini sendiri masih berada di dalam tahanan sampai saat ini, karena pihak Jawatan Kedokteran Hewan di Qena belum mendapat izin resmi untuk melepaskan burung ini ke alam bebas. Namun satu hal yang paling aneh adalah: sebagai seorang Kepala Jawatan Kedokteran Hewan, Abdallah sendiri menyebut si bangau ini dengan sebutan angsa….Intelijen Satwa, Bukan Hal BaruSementara Harian The Guardian di Inggris membuat sebuah kisah terkait kasus ini. Berbagai kisah salah tangkap atau kecurigaan terhadap satwa dalam dunia intelijen sesungguhnya bukan hal baru dalam dunia militer dan politik. Sebelumnya seekor burung pemakan bangkai ditangkap di Sudan Barat karena para petinggi di negeri itu meyakini bahwa hewan ini membawa alat pemantau udara dari Israel dan merupakan bagian dari upaya mata-mata agen rahasia Israel, Mossad. Namun Tel Aviv University kemudian menjelaskan bahwa alat yang dipasang di sayap burung ini adalah alat monitor GPS untuk memantau pola perilaku migrasi satwa.Di tahun 2007 silam, otoritas di Iran menahan 14 ekor tupai yang juga dicurigai sebagai mata-mata, lalu tahun berikutnya mereka mencurigai dua ekor burung merpati yang sedang bermain di lokasi fasilitas uranium milik mereka." "Seekor Bangau Terpaksa Mendekam di Penjara Karena Dikira Agen Rahasia","Berbagai upaya dalam pengintaian musuh yang melibatkan satwa pertamakali dilakukan oleh kubu Jerman yang memasang sebuah kamera ke dada seekor burung merpati di tahun 1908 untuk mengambil foto udara, hal ini kemudian menginspirasi tentara Jerman untuk melakukan foto udara. Sementara di Cina dikabarkan pernah berupaya menanam elektroda ke dalam otak seekor burung merpati agar mereka bisa dikendalikan seperti pesawat dengan kontrol jarak jauh untuk memantau wilayah lawan. Di era 1960-an, CIA juga dikabarkan pernah berupaya menggunakan kucing-kucing yang dipasangi dengan transmitter untuk mengintai Kremlin. Kucing dengan kode ‘Acoustic Kitty’ ini sempat menjalani ujicoba dengan menguping pembicaraan dua pria di taman. Namun sayang, ujicoba gagal setelah kucing ini mati terlindas mobil. Bagian yang ini, entah disengaja atau tidak oleh pihak lawan…. [SEP]" "Mentan: Kebun Sawit Tak Perlu Lagi Ekspansi Lahan","[CLS] Praktik kebun sawit rakyat di Desa Dosan, Riau, yang berkomitmen beroperasi ramah lingkungan, dengan tak menambah lahan dan tetap menjaga hutan bisa menjadi model pengembangan sawit di negeri ini.Menteri Pertanian (Mentan), Suswono, meyakini, dalam meningkatkan produksi, perkebunan sawit di Indonesia, tak perlu lagi ekspansi lahan, cukup memperbaiki produktivitas. Perkebunan rakyat berkelanjutan seperti di Desa Dosan, bisa menjadi model pengembangan sawit, sekaligus menjawab pandangan negatif beberapa negara importir bahwa industri sawit Indonesia, semua buruk dan merusak lingkungan.“Kalau memang bisa, ini dijadikan model. Karena memang produksi sawit rakyat masih rendah dibandingkan swasta. Jika produktivitas bisa ditingkatkan bisa berlipat, sebaiknya tidak perlu menambah luas lahan. Tolong, yang namanya alam jangan sekali-sekali disentuh,” katanya saat kunjungan ke Desa Dosan sekaligus pencanangan petani sawit Dosan sebagai petani berkelanjutan menuju sertifikasi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), Kamis(10/1/13).Dikutip dari UtusanRiau.com, Suswono mengatakan, saat ini lahan sawit Indonesia, sudah mencapai 8 juta hektar, jauh lebih banyak dari Malaysia, hanya 4 juta hektar. Kebutuhan dalam negeri 8 juta ton, produksi melebihi 23 juta Ton. Pemerintah, harus terus berkomitmen membina petani dalam meningkatkan produktivitas. Menurut dia, jika produktivitas meningkat, tidak perlu menambah lahan. Dengan jumlah area sawit saat ini sebenarnya sudah bisa melebihi Malaysia. “Prinsip-prinsip pelestarian lingkungan harus kita jaga.”Dalam kunjungan itu, Suswono berdialog dengan para petani sawit di Desa Dosan. Dalam dialog itu, masyarakat meminta diberi kesempatan mengelola peternakan sapi untuk diintegrasikan dengan perkebunan dan berharap bantuan sapi peternak. Suswono mendukung dan akan mengalokasikan bantuan sapi tahun ini." "Mentan: Kebun Sawit Tak Perlu Lagi Ekspansi Lahan","Bupati Siak Syamsuar mengungkapkan, sejak beberapa tahun terakhir organisasi masyarakat sipil memberikan edukasi dan menerapkan sistem pembangunan kebun sawit ramah lingkungan. “Kami berharap, ini bisa menjadi contoh di Riau dan Indonesia, bagaimana membangun sawit meningkatkan ekonomi masyarakat, juga terintegrasi dengan sistem ramah lingkungan.”Sejak Februari 2011, para petani di Desa Dosan bersama pemerintah berkomitmen membangun lahan sawit ramah lingkungan. Sekaligus melindungi hutan alam tersisa yang mengelilingi desa mereka dari ancaman pembukaan lahan baru. “Kami komitmen tidak lagi memanfaatkan hutan untuk ditanami sawit, tetapi bagaimana meningkatkan hasil sawit dari lahan yang sudah ada,” kata Kepala Desa Dosan, Firdaus.Desa Dosan memiliki 723 hektar kebun sawit. Dulu, mata pencaharian penduduk desa ini cukup sulit dan identik dengan desa tertinggal. Dengan mengembangkan kebun sawit memberikan perubahan cukup signifikan.Menurut Firdaus, warga berkomitmen menerapkan standar ramah lingkungan, beralih dari bahan kimia ke pupuk organik, dan intensifikasi produktivitas kebun serta saat bersamaan menjaga hutan tersisa di Danau Naga.  Mereka mengelola kawasan hutan seluas 400 hektar di kawasan Danau Naga Sakti  dan disepakati tidak dijadikan perkebunan. “Komitmen ini, secara resmi kami buat dalam bentuk Peraturan Desa. Dua tahun pelaksanaan, saya bisa bilang, hampir semua penduduk kini lebih sejahtera.”Koperasi Sawit Desa Dosan (Koperasi Bunga Tanjung) Kecamatan Pusako bekerja sama dengan Yayasan Elang dan Jikalahari serta Greenpeace untuk membangun kebun sawit di lahan gambut berbasis ramah lingkungan sekaligus mendukung pertanian berkelanjutan menuju sertifikasi RSPO. Kerja sama berlangsung sejak 2005. Selain Desa Dosan, organisasi masyarakat sipil ini juga bekerja sama dengan enam desa lain." "Mentan: Kebun Sawit Tak Perlu Lagi Ekspansi Lahan","Perkumpulan Elang dan Greenpeace, mendukung inisiatif ini dengan menyediakan program mentoring untuk perkebunan skala kecil. Juga mempromosikan manajemen perkebunan bertanggung jawab ini di tujuh desa lain di Distrik Siak. “Greenpeace mendesak pemerintah menggunakan contoh praktik bertanggung jawab para petani di Desa Dosan, Riau ini sebagai model pembangunan ekonomi di sektor pertanian,” kata Rusmadya Maharuddin, Jurukampanye Hutan Greenpeace, dalam rilis kepada media.Pengembangan sawit di Desa Dosan ini, ucap Rusmadya, tak hanya melindungi hutan, juga mendatangkan keuntungan finansial kepada masyarakat. Praktik ini sejalan dengan komitmen Presiden SBY mengurangi emisi gas rumah kaca Indonesia.Riko Kurniawan, Direktur Perkumpulan Elang, mengatakan,  dengan mendapatkan dukungan produk bertanggung jawab seperti ini di pasar internasional sangat penting. “Ini memperkuat posisi tawar petani kecil independen di industri sawit.” [SEP]" "Mengusung Para Aktivis Lingkungan pada Pemilu 2014","[CLS] Rida Saleh, Idham Arsyad, dan Berry Nahdian Forqan. Mereka ini tiga figur di antara para aktivis lingkungan yang hendak ikut meramaikan bursa pencalonan dalam pemilu 2014, baik menjadi anggota DPR, maupun DPD. Langkah para aktivis lingkungan ini menuju kursi parlemen, tak mudah. Terlebih, di tengah ‘perkawinan’ partai politik, penguasa dan pengusaha dalam menggerakkan industri ekstraktif yang banyak merusak lingkungan dan menciptakan konflik sosial di masyarakat. Guna pemenangan para caleg ini, berbagai usulan muncul, dari perlu ada konvensi-konvensi sampai pembentukan bapilu.  Demikian terungkap dalam diskusi Bersih-bersih Parlemen dari Perusak Lingkungan, rangkaian HUT Walhi ke-33, di Jakarta, Kamis (17/10/13).Iwan Nurdin, Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mengatakan, partai politik (parpol) belum memiliki komitmen dan agenda reformasi agraria maupun lingkungan hidup. Kategori para calon legilatif (caleg) mereka, rata-rata dari orang-orang kaya, orang terkenal, kader-kader partai, terakhir barulah aktivis lingkungan.“Kalo parpol punya problem ini, tak banyak angkat isu-isu lingkungan, lalu ada kader-kader lingkungan maju, harusnya didorong. Harusnya bikin konvensi, apa agenda-agenda kerakyatan dan siapa-siapa yang diklaim membawa suara rakyat ini,” katanya dalam diskusi itu.Pandangan juga datang dari Teguh Surya, Greenpeace. Dia mengatakan, tantangan aktivis lingkungan menjadi caleg memang berat. Di pemilu, caleg aktivis harus berhadapan dengan para kelompok konvensional, yang kerap menjalankan praktik jual beli suara atau lobi suara. “Aktivis jadi caleg harus berani bikin terobosan. Jangan merasa tak akan berhasil berhadapan dengan kelompok konvensional yang pakai lobi suara. Perasaan itu dihilangkan.”" "Mengusung Para Aktivis Lingkungan pada Pemilu 2014","Caleg aktivispun jangan sampai menerapkan praktik-praktik caleg pada umumnya. Aktivis yang nyaleg, katanya, harus memiliki strategi buat berhadap-hadapan dengan politik konvensional. “Sayangnya, temen-temen aktivis yang nyaleg, sebagian masih mengikuti model politik jual beli suara, dengan berbagai modifikasi. Politik kotor harus dilawan.” Tantangan lain, kata Teguh, ada 15 partai yang berkompetisi dalam pemilu 2014, sekitar 80 persen terlibat langsung dari bisnis ekstraktif.Chairil Syah, Pimpinan Pusat Serikat Hijau Indonesia angkat bicara. Dia menyarankan, agar membentuk badan pemenangan pemilu (bapilu) bagi para aktivis lingkungan yang menjadi caleg. Bapilu ini yang akan merumuskan strategi-strategi advokasi dan kampanye untuk memenangkan pertarungan. “Setelah menang, baru bagaimana menyusun agenda lingkungan hidup. Paling tidak ada sedikit bargain power.”Abetnego Tarigan, Direktur Eksekutif Nasional Walhi pun mengajak publik mencermati pertautan politik-ekonomi sumberdaya alam yang mengakibatkan berbagai dampak negatif dan menyisakan risiko bagi generasi mendatang.Menurut dia, warga harus berperan aktif membersihkan pemerintahan dan parlemen dari para perusak lingkungan hidup dan pengeruk sumberdaya alam. “Ini mengakibatkan berbagai penderitaan warga, hanya demi kepentingan pribadi maupun golongan,” ujar dia.Walhi mengajak seluruh lapisan masyarakat, baik tua, muda, perempuan dan laki-laki, mulai mencermati berbagai agenda partai-partai politik dan calon-calon legislatif. “Juga mulai mencermati sepak terjang para politisi dan birokrat.”Walhi, kata Abetnego,  akan aktif melibatkan diri guna memastikan agenda-agenda keadilan ekologis dan lingkungan hidup menjadi perhatian partai-partai politik dan caleg. Walhi juga akan terus mengawasi berbagai komitmen dan janji-janji parpol dan caleg." "Mengusung Para Aktivis Lingkungan pada Pemilu 2014","Dadang Sudardja, Ketua Dewan Nasional Walhi menegaskan Walhi di 28 provinsi akan bekerja keras mengembalikan pemerintahan antara lain mewujudkan hak atas lingkungan hidup sebagai hak asasi manusia.HUT WalhiUsai diskusi Bersih-bersih Parlemen dari Perusak Lingkungan ini, pada Kamis malam diadakan puncak acara HUT Walhi dengan lelang lukisan lingkungan karya Andreas Iswinarto. Dari 4-17 Oktober 2013, ada pameran lukisan bertema Bumi untuk Generasi Jingga di Galeri Walhi. Pada lelang itu, dari 24 lukisan, sembilan terjual. Sisa lukisan akan dilelang secara online. Andreas mendonasikan dana hasil penjualan lukisan kepada Walhi.Menurut dia, budaya ‘hijau’, bisa digerakkan lewat seni, salah satu seni lukis.  Sayangnya, saat ini seni masih kurang diperhatikan sebagai alat strategi efektif kampanye. Andreas mulai menekuni seni lukis pada 2010. Sampai saat ini, sudah 300 karya dihasilkan, paling banyak bertema lingkungan dan agraria. “Hampir semua lukisan saya tentang krisis lingkungan dan kemanusiaan.”Selain lelang lukisan dan diskusi, pada 12 Oktober, Walhi mengadakan workshop komik lingkungan bersama Masyarakat Komik Indonesia (MKI) dengan fasilitator Wahyu Sugianto, komikus dari MKI. Ika Septyarini, Manager Penggalangan Sumber Daya Walhi mengungkapkan, melalui komunitas komik lingkungan ini, diharapkan ada ruang belajar bersama. Baik untuk mengenal isu lingkungan hidupnya lebih mendalam, maupun pengetahuan membuat komik. “Dari sini diharapkan, akan makin banyak masyarakat menyuarakan isu-isu lingkungan dengan cara menarik.”Komik sebagai media penyuara isu lingkungan, bukan hal baru bagi Walhi. Walhi pernah membuat komik berjudul “Perjalanan secarik Kertas.” Ia berisi kampanye dan pendidikan untuk penyelamatan hutan di Indonesia. [SEP]" "Jauhkan Kepunahan, Lima Spesies Hiu Peroleh Perlindungan Ekstra dari CITES","[CLS] Kini masa depan hiu dan ikan pari manta nampaknya terlihat semakin baik setelah CITES memutuskan untuk memberikan perlindungan ekstra lewat regulasi baru yang mereka terapkan untuk melindungi beberapa spesies hiu dan ikan pari manta dari perburuan dan perdagangan satwa. Lima spesies hiu dan dua spesies ikan pari manta kini masuk dalam daftar Appendix II di CITES (Convention on International Trade in Endangered Species), yang artinya kendati jenis ikan hiu ini belum terancam punah, namun ikan hiu ini dilindungi dari perdagangan di seluruh dunia, untuk mencegah kepunahan lebih lanjut.“Hasil yang diraih dalam pertemuan kali ini akan menjadi titik balik dimana CITES menjadi sebuah bantuan yang sangat penting untuk mencegah perdagangan spesies di laut,” ungkap Glenn Sant, Kepala Program Kelautan dari TRAFFIC. “Jika usulan ini diterima di sidang umum, maka hal ini akan tercatat dalam sejarah dimana akhirnya CITES menyadari potensi kelautan dunia.”Para ahli akhirnya memang bisa sedikit bernapas lega, setelah upaya mereka selama dua dekade untuk memasukkan hiu ke dalam daftar CITES akhirnya membuahkan hasil saat ini. Apalagi jumlah ikan hiu di dunia menyusut dengan sangat cepat, akibat perdagangan sirip ikan hiu yang tidak terkontrol. Dalam sebuah studi yang dirilis baru-baru ini, setidaknya 100 juta ekor hiu dibunuh setiap tahun untuk diambil siripnya. Berbagai populasi hiu di di beberapa wilayah bahkan turun hingga 90% dalam satu dekade terakhir.Sementara ikan pari manta, bernasib sama seperti hiu. Ikan pari manta diburu untuk diambil insang mereka, yang umumnya digunakan dalam pengobatan tradisional Cina. Perburuan ikan pari manta dan hiu dinilai sangat berhaya bagi kelangsungan populasi kedua spesies ini karena keduanya berkembang biak dengan lambat, jika jumlah mereka menurun drastis, semakin sulit untuk mengembalikan jumlah mereka." "Jauhkan Kepunahan, Lima Spesies Hiu Peroleh Perlindungan Ekstra dari CITES","Kelima jenis hiu yang masuk dalam perlindungan CITES itu adalah: hammerhead shark (Sphyrna lewini), great hammerhead shark (Sphyrna mokarran), smooth hammerhead shark (Sphyrna zygaena), Oceanic whitetip shark (Carcharhinus longimanus), ikan pari manta raksasa (Manta birostris) dan ikan pari manta terumbu (Manta alfredi).Bisa ditebak, dalam proses pengambilan keputusan untuk melarang perdagagan spesies-spesies ini tentangan datang dari dua negara yang terkenal suka mengonsumsi satwa laut berbagai jenis baik untuk sumber protein maupun pengobatan tradisional, yaitu Jepang dan Cina. Mereka berpendapat bahwa regulasi pemancingan sebaiknya ditangani oleh grup manajemen lokal, namun seperti diketahui saat ini, pengelolaan hukum di laut lepas sangat lemah dan manajemen kelautan tak mampu menangani perburuan ini. [SEP]" "Kala Puluhan Ribu Warga sampai Kawasan Konservasi Laut “Dikorbankan” Demi PLTU Batang","[CLS] Anjing menggonggong kafilah berlalu. Tampaknya pepatah ini cocok dilabelkan kepada pemerintah dalam rencana pembangunan PLTU Batang. Meskipun protes warga terus menerus, semangat merealisasikan proyek yang masuk bagian MP3EI ini tak pernah surut. Pembangunan seakan ‘wajib’ meskipun harus mengubah kawasan konservasi perairan laut daerah (KKLD) dan mengancam tempat hidup tak kurang 10.961 nelayan. Juga ribuan petani yang lahan produktif mereka ‘dipaksa’ menjadi lahan proyek.PLTU Batang akan dibangun di lahan seluas 700 hektar berkapasitas 2.000 mega watt (MW) oleh PT Bimasena Power Indonesia. Abdul Salim, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mengatakan, ironis karena proyek ini akan mengubah lahan pertanian produktif dan KKLD yang menjadi sumber pangan perikanan masyarakat Batang dan Jawa Tengah.Nelayan-nelayan terdampak PLTU ini tersebar di enam desa, yaitu Ponowareng, Karanggeneng, Wonokerso, Ujungnegoro, Sengon (Roban Timur) dan Kedung Segog (Roban Barat).Demi memuluskan proyek ini, Keputusan Bupati Batang Nomor 523/283/2005, tertanggal 15 Desember 2005 tentang Penetapan Kawasan Konservasi Laut Daerah Pantai Ujungnegoro-Roban Kabupaten Batang, dianulir.Muncul Keputusan Bupati Batang Nomor 523/306/2011, tanggal 19 September 2011. Muncul lagi,  SK Bupati Batang Nomor 523/194/2012 tentang Pencadangan Kawasan Taman Pesisir Ujung Negoro-Roban dan Sekitarnya. Kawasan konservasipun menyusut. “Sebelumnya luas mencapai 6.893,75 hektar dengan panjang bentang pantai sejauh tujuh km,” katanya dalam rilis kepada media Rabu (5/6/13).Empat desa yang termasuk KKLD Ujungnegoro – Roban Kabupaten Batang itu meliputi Desa Ujungnegoro, Desa Karanggeneng, Desa Ponowareng dan Desa Kedung Segog, Kecamatan Roban. Nasib serupa juga dialami petani di desa-desa ini." "Kala Puluhan Ribu Warga sampai Kawasan Konservasi Laut “Dikorbankan” Demi PLTU Batang","Pada Hari Lingkungan Hidup 5 Juni lalu, masyarakat nelayan tradisional Kabupaten Batang menyerukan Presiden SBY memenuhi hak konstitusional mereka. “Mereka meminta akses ke laut dan mendapatkan lingkungan hidup, perairan bersih dan sehat.”Sutiyamah, perempuan nelayan Batang tergabung dalam Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI) mengatakan, perolehan ikan di perairan Batang sangat tinggi. Dalam waktu lima sampai eman jam nelayan melaut bisa membawa pulang pendapatan berkisar Rp400-Rp500 ribu. Dalam kondisi baik, nelayan bisa meraup penghasilan Rp2-Rp3 juta.  “Keluarga nelayan di Batang, bisa hidup layak,” katanya.Jumlah nelayan Kabupaten Batang mencapai 10.961 orang, namun bila dihitung bersama istri dan anak-anak mereka, sekitar 54.805 jiwa hidup dari sektor perikanan. Karno, nelayan tradisional Batang menambahkan, jika proyek PLTU lanjut, nelayan tradisional dan lima tempat pelelangan ikan (TPI) tersebar di enam desa dipastikan tergusur. Padahal, nelayan tradisional Demak, Pati, Jepara, Kendal, Semarang, Tawang, bahkan dari Wonoboyo, Surabaya, Gresik, Pemalang, Gebang dan Indramayu juga mencari ikan di kawasan pesisir Batang.Andiono Direktur LBH Semarang menjelaskan, potensi perikanan di Batang, seperti ikan, udang, cumi, ranjungan, kepinting dan kerang sangat besar dan menjadi sumber penghidupan masyarakat Batang dan sekitar.Tak hanya menggusur enam desa, rencana PLTU Batang ini berpotensi mengganggu perekonomian serta keberlanjutan lingkungan hidup di 12 desa sekitar lokasi proyek. Desa-desa ini adalah Desa Juragan, Sumur, Sendang, Wonokerto, Bakalan, Seprih, Tulis, Karang Talon, Simbang Desa, Jeragah Payang, Simbar Jati, dan Gedong Segog." "Kala Puluhan Ribu Warga sampai Kawasan Konservasi Laut “Dikorbankan” Demi PLTU Batang","Selamet Daroyni, Koordinator Pendidikan dan Penguatan Jaringan Kiara, mendesak pemerintah membatalkan rencana pembangunan PLTU Batang. Apalagi penetapan Pantai Ujungnegoro – Roban sebagai KKLD karena kawasan ini melindungi tiga obyek penting dalam menjaga ekosistem.Pertama, kawasan Karang Kretek yang memiliki peran penting melindungi potensi sumberdaya ikan bagi nelayan tradisional. Kedua, kawasan situs Syekh Maulana Maghribi, berperan dalam penyebaran agama Islam di Batang. Ketiga, kawasan wisata Pantai Ujungnegoro yang memberikan andil pada perkembangan industri pariwisata dan kebudayaan Kabupaten Batang.Aksi-aksi protes masyarakat petani dan nelayan terus berlanjut. Mereka pun mendapatkan teror, ancaman sampai penangkapan-penangkapan. Aksi tak hanya di daerah, tetapi sampai ke pemerintah pusat di Jakarta.Pada Selasa (30/4/13), sekitar 500an warga Batang aksi di depan Kantor Kementerian Perekonomian. Saat itu, Hatta Rajasa, selaku Menteri Koordinator Perekonomian sekaligus ketua MP3EI tak bisa hadir dengan alasan sedang bersama Presiden. Lucky Eko Wuryanto, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Kementerian Koordinator Bidang Ekonomi, menemui warga.Saat mendengar ‘curhat’ warga, Lucky mengaku prihatin dan akan menindaklanjuti masalah ini. “Kami yang di sini tak bisa peka menangkap apa yang terjadi di lapangan. Tetapi, dari Menko tak ada niatan masalah jadi seperti ini,” ujar dia.Dari atas mobil bak terbuka, Lucky meminta warga bersabar. Dia akan menyampaikan semua keberatan warga. “Kami harap ada langkah dilakukan. Kami akan dengarkan semua pihak, baik institusi maupun masyarakat.” Dia meminta, warga kembali ke desa sambil menunggu penyelesaikan kasus ini." "Kala Puluhan Ribu Warga sampai Kawasan Konservasi Laut “Dikorbankan” Demi PLTU Batang","Selang beberapa hari setelah itu, dalam statemen kepada media, Lucky mengatakan, pembangunan PLTU Batang, tetap berjalan sesuai rencana. Seperti dikutip dari Jakarta Post, 11 Mei 2013, dia mengatakan, pemerintah akan melakukan berbagai cara guna memastikan proyek PLTU Batang, berjalan lancar. Protes-protes dan kontroversi yang muncul seputar pembangunan ini oleh warga dan organisasi lingkungan pada dasarnya menyesatkan.Dikutip dari Jpnn.com, 12 Mei 2013, Lucky mengatakan, pembangunan PLTU kemungkinan awal tahun depan. Pembangunan ini mengalami banyak hambatan, salah satu pembebasan lahan, hingga perkiraan awal selesai 2017 mengalami kemunduran setahun. Namun, pembebasan tanah sudah mencapai 80 persen dan diperkirakan Juni dan Juli masalah tuntas.Menurut dia, pembangunan PLTU menggunakan teknologi terkini, Ultra Super Criticel hingga tidak ada pencemaran seperti di Tanjung Jati atau di lokasi lain yang menyebabkan polusi. [SEP]" "Inilah Delapan Tempat di Indonesia yang Penting untuk Perlindungan Spesies Terancam","[CLS] Hasil penelitian yang diterbitkan oleh jurnal ilmiah Science pada tanggal 14 November 2013 yang lalu, telah merilis 78 lokasi penting untuk perlindungan dan konservasi spesies amfibi, burung dan mamalia.  Peneliti telah melakukan evaluasi terhadap 173.000 kawasan lindung yang berada di daratan yan penting bagi keanekaragaman hayati global berdasarkan jumlah daftar mamalia, burung dan amfibi yang terancam.Dari 137 kawasan lindung di 34 negara yang diidentifikasikan sebagai “tidak tergantikan” (irreplaceable) ini, 8 diantaranya terletak di Indonesia. Dalam daftar yang dikeluarkan ini, Indonesia berada di urutan pertama, diikuti oleh adalah Venezuela (5 lokasi) dan selanjutnya Brazil, Cina, Kolombia, Meksiko dan Peru masing-masing memiliki empat lokasi.Dari delapan wilayah perlindungan yang ada di Indonesia, dua diantaranya masuk di dalam Situs Warisan Dunia (World Heritage Site) yaitu Taman Nasional Lorentz di Papua dan Situs Hutan Hujan Tropis Sumatera/ Ekosistem Leuser di Sumatera. Sedangkan enam sisanya tidak termasuk dalam Situs Warisan Dunia yaitu SM Karakelang (Sulawesi Utara), TN Lore Lindu (Sulawesi Tengah), TN Manusela (Seram, Maluku), CA Pulau Yapen Tengah (Papua), TN Siberut (Sumatera Barat) dan CA Wondiwoi (Papua Barat).Jumlah situs terbanyak di Indonesia tampaknya dapat dipahami mengingat laju deforestasi yang tinggi disamping melimpahnya jumlah spesies amfibi, burung dan mamalia yang ada di Indonesia.“Kami menitikberatkan terhadap 137 area perlindungan di seluruh dunia, yang mencakup 1,7 juta km2 wilayah darat, kemudian memperbandingkan antara 100 situs terpenting yang tidak tergantikan dengan 100 area yang memiliki keterancaman spesiesnya,” demikian para peneliti mengungkapkan metodologi penelitiannya." "Inilah Delapan Tempat di Indonesia yang Penting untuk Perlindungan Spesies Terancam","“Salah satu contohnya adalah Taman Nasional Gunung Lorentz di Papua, Indonesia yang lebih dari 5% wilayahnya adalah tempat tinggal dari 46 spesies mamalia, termasuk dua didalamnya tidak berada di tempat lain (endemik) dan 8 diantaranya memiliki habitat di lebih dari separuh wilayah taman nasional. Hal ini merupakan contoh yang perlu diprioritaskan untuk upaya pengelolaan ke depan.”Menurut penelitian ini, kawasan lindung yang paling penting di dunia bagi spesies terancam adalah Taman Nasional Sierra Nevada de Santa Marta di Kolombia. Taman Nasional ini adalah rumah bagi lebih dari 40 spesies endemik terancam punah yang tidak ditemukan di tempat lain. Beberapa nama lain situs yang terkenal adalah Kepulauan Galapagos, Taman Nasional Manu di wilayah Amazon Peru, Western Ghats di India dan Ekosistem Hutan Hujan Sumatera, Indonesia. Dari daftar yang dirilis, sebagian besar terdapat di wilayah tropis maupun di hutan hujan pegunungan, yang sangat kaya dengan keragaman hayati yang tidak dijumpai di tempat lainnya di dunia.Dari 78 lokasi penting ini hanya baru sekitar setengahnya yang diidentifikasi dalam Status Warisan Dunia UNESCO, termasuk situs yang paling penting yaitu Sierra Nevada de Santa Maria. Situs lainnya yang belum dicantumkan meliputi Taman Nasional Pegunungan Udzungwa di Tanzania dan area ekosistem lahan basah Cienaga de Zapata di Kuba .“Semua tempat-tempat yang luar biasa ini harusnya menjadi kandidat kuat untuk status Warisan Dunia, ” kata Soizic Le Saout, penulis utama studi tersebut.“Pengakuan itu akan memastikan perlindungan yang efektif dari keanekaragaman hayati yang unik di wilayah ini, mengingat adanya standard yang ketat yang diperlukan untuk pengelolaan situs Warisan Dunia. ”" "Inilah Delapan Tempat di Indonesia yang Penting untuk Perlindungan Spesies Terancam","Meskipun sudah ditetapkan dalam kriteria kawasan perlindungan alam, bukan berarti wilayah-wilayah tersebut otomatis terlindungi dengan baik. Banyak ditemukan kawasan perlindungan dunia yang menderita kekurangan dana, manajemen yang buruk, maraknya perburuan satwa, menderita karena penebangan hutan dan masuknya proyek-proyek industri seperti pembangunan jalan, pembangunan PLTA dan proyek pertambangan.Di sisi lain, kawasan perlindungan alam juga menghadapi masalah dalam kebijakan baru pemerintah masing-masing negara, seperti perubahan status hukum dan pengecilan wilayah dalam rangka mengakomodasi masuknya industri-industri ekstraktif seperti minyak, gas, penebangan dan pertambangan. [SEP]" "Laporan: HSBC Diduga Terlibat Perusakan Hutan Bernilai Konservasi Tinggi","[CLS] Dalam sebuah laporan yang baru saja diterbitkan oleh Environmental Investigation Agency (EIA) mengungkapkan aktivitas perbankan yang dilakukan oleh HSBC yang berkontribusi dalam perusakan hutan hujan tropis di Asia Tenggara, termasuk Indonesia melalui program pinjaman yang mereka berikan kepada sejumlah perusahaan kelapa sawit yang merusak habitat alami spesies-spesies langka dan dilindungi.Laporan ini juga menyebutkan bahwa HSBC telah melanggar komitmen ‘green‘ mereka dengan menempatkan orangutan dan sejumlah spesies lainnya dalam bahaya.Pinjaman ini termasuk bantuan finansial senilai 200 juta dollar AS kepada Bumitama Agri, sebuah perusahaan kelapa sawit yang beroperasi di Ketapang, Kalimantan Barat dan mengakibatkan sejumlah orangutan harus diselamatkan setelah habitat mereka dibuldoser oleh perusahaan ini. Empat individu orangutan yang berhasil diselamatkan bahkan nyaris tewas setelah mengalami kelaparan dan dua individu lainnya hilang.Dalam kasus lainnya, HSBC juga dituding telah memberikan bantuan senilai 470 juta dollar AS kepada Triputra Agro yang diduga telah membabat hutan di kawasan Lamandau, yang menjadi rumah bagi sejumlah owa dan spesies-spesies terancam lainnya. Ironisnya, HSBC sendiri memiliki komitmen internal dalam perusahaan mereka untuk tidak memberikan pinjaman kepada aktivitas yang terkait dengan penghancuran wilayah-wilayah yang bernilai konservasi tinggi.“Klien HSBC yang berjumlah 60 juta orang di seluruh dunia akan kaget melihat kenyataan bahwa perusahaan dengan kredibilitas setinggi itu dan dengan merk yang terpercaya ternyata mengambil keuntungan dari deforestasi dalam skala besar, meski banyak peroyek mereka sudah membangun pencitraan perusahaan yang berkelanjutan,” ungkap juru bicara EIA Jago Wadley dalam pernyataannya," "Laporan: HSBC Diduga Terlibat Perusakan Hutan Bernilai Konservasi Tinggi","Namun, hal ini disanggah oleh pihak HSBC. “Kami adalah salah satu bank yang memperkenalkan kebijakan kehutanan, dimana dinyatakan bahwa kami tidak akan mendanai alihfungsi hutan dengan nilai konservasi tinggi untuk perkebunan,” ungkap perwakilan perusahaan tersebut yang tidak disebutkan identitasnya, seperti dilansir oleh IBTimes UK. “Dalam kasus kelapa sawit kami memiliki preferensi terhadap klien-klien yang melakukan sertifikasi dibawah skema RSPO.”RSPO atau Roundtable on Sustainable Palm Oil adalah lembaga yang mengatur proses produksi perusahaan-perusahaan kelapa sawit di dunia agar melakukan produksi yang sesuai dengan prinsip-prinsip ramah lingkungan dimana HSBC menjadi salah satu anggota Dewan Eksekutifnya. Sementara, RSPO sendiri kini banyak menerima protes dari lembaga-lembaga konservasi lingkungan karena dianggap tidak bergigi dan diilai sebagai sekedar upaya ‘greenwash’ atau pencitraan perusahaan-perusahaan kelapa sawit di dunia agar dinilai ramah lingkungan.“HSBC memang telah mengadopsi prinsip-prinsip ramah lingkungan, namun mereka menyerahkan tanggung jawab pelaksanaannya kepada pihak lain. Terlalu mudah bagi mereka untuk menyerahkan tanggung jawab kepada RSPO. Yang menjadi kekhawatiran kami adalah ini merupakan industri dimana mereka hanya berupaya memastikan bahwa produksi kelapa sawit terus berjalan,” ungkap Paul Newman dari EIA.Tak terima dinilai sebagai macan ompong, pihak RSPO pun menyanggah melalui juru bicara mereka. “Keanggotaan dan sertifikasi tidak sekedar komitmen kepada publik, namun hal ini dibuktikan dengan proses audit tahunan secara independen, serta serifikasi pihak ketiga terhadap prinsip-prinsip dan kriteris yang dietapkan RSPO. Setiap anggota yang tidak patuh terhadap peraturan ini  akan menerima konsekuensi  penilaian dari publik dan tekanan publik.”" "Laporan: HSBC Diduga Terlibat Perusakan Hutan Bernilai Konservasi Tinggi","Untuk membaca lebih lengkap laporan yang dirilis oleh EIA, silakan klik di link ini: http://www.eia-international.org/wp-content/uploads/EIA-Banking-on-Extinction-FINAL-lo-res.pdf  [SEP]" "Raja, Si Anak Gajah Tak Beribu Itu Akhirnya Mati","[CLS] Raja, anak gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) di Desa Blang Pante Kecamatan Paya Bakong, Aceh Utara akhirnya tak bertahan hidup lama sejak ditemukan warga terlantar tanpa induk di kebun awal April 2013. Raja mati karena sakit pada Minggu (21/6/13) petang.Kematian Raja sangat mengejutkan, sebab anak gajah jantan berumur dua tahun itu terlihat sehat, masih mau makan dan aktif bergerak. Ia terlihat lincah dan senang mandi sendiri ke kubangan dekat sungai. Raja mendadak sakit Minggu dan menjelang malam ia dilaporkan mati.Sehari sebelumnya, tim medis dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh dan Veswicc datang ke sana setelah mendapat laporan keberadaan bayi gajah lain bernama Raju, yang baru didapat warga.Dokter Hewan Anhar Lubis dari Veswicc mengatakan, tim medis saat itu fokus mengobati Raju yang kondisi lemah dan sakit. Raju diare berat dan harus diinfus delapan botol. Raja terlihat kuat dan aktif. Kematian Raja sangat menyedihkan Anhar yang sudah beberapa kali mengobati.Anhar sudah mengingatkan warga berhati-hati dalam memelihara anak gajah. “Memelihara anak gajah yang masih menyusui bukan hal gampang. Harus dalam pengawasan tim medis dan petugas yang berpengalaman. Dalam pengawasan tim medis saja risiko kematian cukup besar, apalagi dipelihara orang awam yang tidak paham.”Menurut Anhar, untuk mengetahui penyebab kematian, seharusnya Raja diotopsi. Namun anak gajah malang itu sudah dikubur warga. Kematian Raja yang mendadak itu, kemungkinan karena kesalahan pemberian makanan. Dokter sempat mendengar Raja diberi makan tumbuhan jenis legum atau kacang-kacangan. “Anak gajah hanya boleh makan rumput-rumputan. Tidak boleh legum karena menyebabkan perut kembung dan berangin dan fatal kematian mendadak.”" "Raja, Si Anak Gajah Tak Beribu Itu Akhirnya Mati","Anak gajah tidak boleh minum susu formula dari susu sapi yang mengandung laktosa karena bisa menyebabkan diare. Ia bisa dehidrasi lalu mati. Karena tidak paham warga memberi anak-anak gajah itu susu formula sapi untuk bayi. “Harusnya dipilih susu bayi jenis non laktosa seperti soya.”Sebelumnya, Raja sempat diare tapi sudah ditangani. Raja pernah diberi obat cacing, dan banyak cacing keluar pada fesesnya. Ramainya pengunjung ke tempat pemeliharaan dua anak gajah ini,  menyulitkan  pengawasan. Pengunjung bebas memberi makan apapun kepada mereka. Mereka memberi makanan dari jajanan di warung seperti kacang, semangka dan snack.Kematian Raja sangat disesalkan Silfa,  lembaga penyayang satwa di Lhokseumawe ini mendesak pemerintah turun tangan menyelamatkan Raju.  Manajer Operasional Silfa, Armia Jamil mendesak warga mengedepankan hati nurani agar mau menyerahkan Raju kepada BKSDA Aceh untuk segera diobati intensif tim dokter.“Kami kawatir Raju akan bernasib sama dengan Raja, mati dalam pemeliharaan masyarakat. Ini akan mencoreng wajah kita semua, bahwa kita tidak melindungi anak-anak gajah yang sudah terancam punah itu,” kata Armia.BKSDA Aceh, sejak awal sudah persuasif membujuk masyarakat menyerahkan anak gajah yang mereka rawat. Namun, ada mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka ngotot tidak mau melepas dan tak ada titik temu tuntutan ganti rugi lahan masyarakat dampak gangguan gajah, hingga anak-anak gajah itu tetap dipelihara warga.Hasballah, Tokoh masyarakat Desa Blang Pante, mengatakan, Selasa (26/6 13), Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh Utara turun ke desa setelah mendapat laporan kematian Raja. Upaya negosiasi kedua pihak tak mencapai kata sepakat. Warga ngotot tidak akan melepaskan Raju ke pengawasan pihak berwenang. Meski mereka tahu Raju dalam kondisi sakit." "Raja, Si Anak Gajah Tak Beribu Itu Akhirnya Mati","“Warga bilang mereka akan melepaskan Raju jika induknya sendiri yang menjemput. Jadi tidak akan diserahkan ke pemerintah karena warga merasa kesal selama ini soal gangguan gajah di daerah kami tidak mendapat perhatian pemerintah,” kata Hasballah. [SEP]" "WWF Desak APRIL Hentikan Penghancuran Hutan Alam","[CLS] Pada Selasa(5/2/13) Asia Pulp & Paper (APP) mengumumkan komitmen menghentikan aktivitas pembukaan lahan di hutan  alam dan lahan gambut Indonesia. WWF mendesak, APRIL, induk perusahaan Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), memiliki komitmen serupa.Nazir Foead, Direktur Konservasi WWF-Indonesia  mengatakan, saat ini,  APRIL merupakan pelaku pembukaan hutan alam terbesar diantara produsen pulp lain di Indonesia. “Kami mendesak perusahaan itu segera mengubah model bisnis mereka yang tidak lestari dan berhenti kegiatan pengeringan lahan gambut dan membuka hutan alam,” katanya dalam pernyataan kepada media, di Jakarta, Rabu(13/2/13).Dalam laporan Eyes on the Forest, menyebutkan, APRIL merupakan pelaku terbesar untuk perusakan hutan di Riau. Perusahaan ini menebang sedikitnya 140.000 hektar hutan tropis, sebagian besar terletak di lahan gambut pada 2008 dan 2011. Dalam periode itu,  APRIL bertanggung jawab atas hilangnya hampir sepertiga hutan alam di Riau.Meskipun telah beroperasi selama 17 tahun dan memiliki konsesi atas  10 persen wilayah daratan Riau, perusahaan ini masih bergantung pada hutan tropis. “Setelah penghancuran hutan di Riau, kini APRIL memperluas operasi di Borneo,” ujar dia.Setelah 2009, komitmen-komitmen publik yang dibuat APRIL dalam mempertahankan hutan dan tidak menggunakan kayu alam hanya sebatas pencitraan atau greenwash. Di Riau, APRIL mengambil kayu alam dari konsesi, yang menurut kriteria  UU Tata Ruang sebagai kawasan hutan lindung.Sistem kerja perusahaan ini,  menyebabkan konflik serius dengan masyarakat lokal, terutama hilangnya kepemilikan hutan dan lahan adat masyarakat, dan degradasi sumber daya alam.“Dua pertiga area konsesi yang memasok perusahaan ini di Riau terletak di lahan gambut, lalu menjadi terdegadrasi, kering dan terdekomposisi. Ini menghasilkan emisi gas rumah kaca secara konstan.”" "WWF Desak APRIL Hentikan Penghancuran Hutan Alam","Untuk itu, WWF menyerukan APRIL berhenti merusak hutan tropis, menyelesaikan konflik-konflik sosial. “Lalu memulihkan hutan dan lahan gambut yang telah mereka rusak”, kata Aditya Bayunanda, Manajer GFTN dan kertas & pulp WWF-Indonesia. WWF juga mendesak perusahaan-perusahaan menghindari hubungan dengan praktik bisnis APRIL dan perusahaan-perusahaan terkait. [SEP]" "Sawit Masuk Nabire, dari Hutan Sagu sampai Hutan Keramat Dibabat (Bagian 2)","[CLS] S.P. Henebora, Kepala Suku Besar Suku Yerisiam juga pemilik ulayat terus menolak PT Nabire Baru (NB). Perusahaan mulai beroperasi. Dia menggelar demontrasi damai beberapa kali di Nabire. Bahkan, sempat mencari dukungan dari organisasi masyarakat sipil dan DPR di Jakarta. Usaha sia-sia.Pada 2011-2012, operasi NB, terjadi polemik dari penebangan kayu, upah kerja dianggap tak sebanding dengan kerja dan kadang diskriminatif sampai penanganan kecelakaan kerja.Pemilik hak ulayat mempermasalahkan pengambilan kayu di atas izin sawit pada periode itu. Mereka menilai, izin hanyalah kebun sawit, jika ada pengambilan dan pengolahan kayu dan dibawa keluar Nabire, dalam jumlah besar, harus ada pembicaraan dengan masyarakat.Utrech Inggeruhi mengatakan, atas nama keluarga besar Yaur, tanah-tanah ulayat mereka di Wami Timur dan Barat tak bisa diolah. Meskipun ada keputusan keluarga besar Yarawowi. Namun, selama dua tahun ini kayu hutan itu sudah habis.Daniel Yarowobi menambahkan,  NB sudah tak asing lagi dengan dia. Bahkan, perusahaan menganggap Daniel provokator. “Saya tidak banyak komentar. Yang kami nilai, penebangan hutan sejak 2011 membawa dampak negatif bagi kami. Itu tempat sakral, tempat keramat. Dusun Sagu di Wami sebelah Timur sudah hancur. Dari Napan sampai dengan Kabupaten Kaimana itu daerah keramat, tempat kelahiran kami,” kata Daniel.Lalu, simpedak di sebelah Kali Sima sudah ditebang habis. Tempat keramat dan hutan sagu sudah tinggal 500 meter baik dari pantai maupun sebelah kiri Kali Sima. “Kami sudah buat surat 28 Februari 2012. Kami sudah kirim ke semua jenjang pemerintah di Kabupaten Nabire dan tembusan ke DPR pusat, ke Dinas Lingkungan Hidup di Jayapura, ke Kakanwil Kehutanan. Itu upaya kami. Entah dilihat atau tidak kami tidak tahu.”" "Sawit Masuk Nabire, dari Hutan Sagu sampai Hutan Keramat Dibabat (Bagian 2)","Demianus Manuburi dari Kampung Hamoku mengatakan, masyarakat berbeda pendapat. Sebagian besar menolak tetapi perusahaan jalan terus. Hutan-hutan adat mereka terbabat.Dia menceritakan, pertemuan awal saat perusahaan mau masuk di Gedung SD Kampung Sima, Distrik Yaur. “Semua pertemuan saya  hadir. Masyarakat ini mau, tapi tidak mau juga. Saya tidak mau tapi kenapa hutan Wami bisa dibongkar. Kenapa?”“Hutan Sima juga sudah dibongkar. Kalau saya mau, Pak Kaiwai tidak mau, tetapi kenapa hutan dibongkar habis. Hanya satu dua orang mau, lalu hutan dibongkar padahal kami banyak dari empat suku ini tidak mau,” ucap Demianus.Demianus tak bisa berbuat banyak. Dia menolak sawit mengbongkar hutan, tapi tak punya kekuatan untuk menghentikan. “Sawit sudah jalan, kami tidak kuat, jadi jalan saja. Ikut saja, begitu. Kami harap uang sekolah anak-anak kami, gedung sekolah, gereja, dan perumahan masyarakat bisa diperhatikan.”Dia sangat bersedih melihat hutan mereka kini. “Masa depan saya sudah hancur. Kapan kayu bisa tumbuh lagi. Dalam aturan,  kami dengar hutan sagu dan tempat keramat tidak ditebang tetapi semua sudah habis. Aturan itu tipu saja. Kalau kami hitung-hitung semua, perusahaan mampu bayar kami ka,”  kata Demianus.Nikanor  Kaiwai, dari Wanggar Pantai dan warga lain terus mendesak Amdal untuk memperjelas status hutan mereka. Hutan adat di areal izin sawit dan perusahaan merasa tidak bersalah menebang. NB menyatakan telah memiliki izin olah kayu. “Kami turun ke lapangan dan sering lihat tanaman sagu, kalau kalau tidak ada pengawasan itu ditebang. Kami sangat kecewa karena itu makanan kami,” kata Kaiwai.Kaiwai khawatir. Warga di Wanggar Pantai berada di dua sungai sangat besar: Sungai Wanggar dan Sungai Yaro. Dia berharap, blok P dan Q tidak menebang sampai ke perkampungan warga karena mengancam keamanan lingkungan. “Hutan kami sudah gundul.”" "Sawit Masuk Nabire, dari Hutan Sagu sampai Hutan Keramat Dibabat (Bagian 2)","Tak jauh beda dengan warga lain. Iwan Hanibora juga mempertanyakan, izin pengelolaan hutan oleh perusahaan sawit di tanah Papua. Saat ini, ada dua perusahaan  menguasai areal 17 ribu hektar itu, NB dan PT Sariwana Perkasa. “Izin itu punya yang mana tidak jelas. Yang kami tahu izin untuk PT Nabire Baru.”Nikanor Kaiwai, warga lain memandang ada sisi positif dengan kehadiran sawit ini. “Kami merasa bagaimana ya. Seperti di wilayah kami, khusus di kilo 10 itu sudah terbuka luas. Selama selama tahun ini ada beasiswa dan ada pendapatan masyarakat, dulu sulit dapat uang.”Hengky Akubar, Asisten NB tak menampik ada dampak negatif kebun sawit tetapi banyak keuntungan. “Kami dulu melaut dan satu bulan hanya dapat Rp300-400 ribu. Setelah kerja di sini, kami dapat Rp1,5 juta per bulan. Mama-mama yang dulu tidak dapat apa-apa dan hanya pergi cari ikan, sekarang bisa pegang uang. Jadi, kami mau juga perusahaan tetap jalan.”Susana Inggelina Weiwai, perempuan asal Kampung Yaur mengatakan tak ada pilihan lain. “Saya ini pengangguran. Masih banyak anak perempuan pengangguran. Kami punya adik-adik banyak. Jadi, kami pu bapak dong bermasalah karena kami anak-anak butuh makan.”  “Kami punya hutan sagu dan tempat cari babi dong su tebang habis. Jadi, biar sudah perusahaan jalan saja. Biar kami kerja di sana.”Badan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Papua, tak mengeluarkan izin bagi NB melanjutkan usaha perkebunan sawit. Pada Oktober 2012, badan ini sudah dua kali menulis surat kepada NB. Intinya, meminta segera analisis Andal. Selama belum ada Amdal, perusahaan diminta setop operasi.Kebun sawit yang telah berjalan dua tahun itu terhenti. Ribuan buruh merana, dikabarkan upah mereka belum dibayar. Berita sebelumnya [SEP]" "RUU PPH Jalan Terus, DPR Janji Perhatikan Masukan Koalisi","[CLS] “Kami untuk bikin rumah, kayu dari hutan. Kalo kedapatan bikin rumah, apa kami kena hukum ini? Masyarakat di sana tak bisa bikin rumah karena tak ada kemampuan beli batu.” Demikian ungkapan Haposan Sinambela,  mewakili warga Desa Pandumaan-Sipituhuta, Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara (Sumut), saat ikut  rapat di Komisi IV, Senin(8/4/13).Lahan dan hutan kemenyan warga di dua desa ini masuk wilayah konsesi PT Toba Pulp Lestari (PT TPL), milik Sukanto Tanoto. Pemerintah memberi izin kepada perusahaan, tanpa memperhatikan tanah-tanah masyarakat adat. Dia mengutarakan, hutan kemenyan tempat mereka hidup sejak turun menurun ditebangi perusahaan ‘berizin’ untuk diganti kayu putih. Warga protes. Penangkapan oleh polisi kerap dialami warga. Satu konflik belum selesai, akan muncul UU PPH, yang berpotensi menjerat mereka dengan kasus lain. Dia makin khawatir.Senin pagi itu, Sinambela, bersama koalisi masyarakat penyelamat hutan rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR RI membahas RUU Pemberantasan Perusakan Hutan (RUU PPH). Berbagai lembaga, seperti Walhi, HuMa, AMAN, KPA, Komnas HAM sampai DKN memaparkan pandangan dan kritikan pada RUU ini. Mereka meminta DPR  membatalkan RUU ini dan menilai lebih urgen revisi UU Kehutanan. Komisi IV berjanji membahas masukan pada rapat panja, tetapi tak akan menunda pengesahan RUU pada rapat paripurna, April ini.Rahma Mary, dari HuMa menyampaikan, poin-poin pandangan koalisi (download di sini). Menurut dia, koalisi menyadari, pemberantasan perusak hutan penting.  Namun, dia mempertanyakan, mengapa harus membuat UU baru, padahal cukup merevisi UU Kehutanan. “Kenapa revisi UU Kehutanan no 41 tak jadi prioritas?  Mengapa harus bahas UU baru?” katanya." "RUU PPH Jalan Terus, DPR Janji Perhatikan Masukan Koalisi","Dia khawatir. Selama pengakuan hutan adat belum ada, maka segala tafsir bisa berlaku bagi masyarakat. Rahma mencontohkan, defenisi terorganisir, dua orang atau lebih, dan diameter kayu 10 cm, dengan tinggi 1,5 meter dalam tafsiran rentan terkena masyarakat adat.  “Sudah ada contoh, masyarakat memungut kayu di hutan terkena hukuman.” Sebaliknya, bagi perusahaan atau pengusaha, bukan melarang, justru membolehkan asalkan ada izin dari menteri.RUU ini juga hadir tanpa naskah akademik. “RUU ini tak penuhi syarat formil dan materil, usul revisi UU Kehutanan. Jika disahkan kami akan judicial review,” kata Rahma.Tak jauh beda dengan Nur Hidayati, Kepala Departemen Kampanye dan Advokasi Eksekutif Nasional Walhi. Dia mengatakan, logika dasar RUU PPH sudah salah. “Seolah-olah dengan ada izin serta merta pengelolaan hutan baik. Padahal izin-izin diberikan dengan proses bermasalah.”UU ini juga berada di tengah situasi ketidakjelasan pengukuhan kawasan hutan, dan pemberian izin tak benar, yang menimbulkan konflik. “Banyak konflik karena banyak izin tak benar dan berujung kriminalisisi pada masyarakat.  Keadaan ini juga terjadi karena ada kesenjangan. Izin-izin lebih banyak kepada korporasi daripada kelompok masyarakat  yang ingin memanfaatkan hutan.  “Hingga banyak ketimpangan dalam pemanfaatan hutan bagi masyarakat Indonesia.”Menurut dia, jangan sampai RUU PPH ini hanya menjadi ajang kebijakan kejar target kerja DPR. “Kalau ini nanti disahkan, DPR harus sadar ikut berdarah-darah dengan konflik yang akan terjadi di masa mendatang.”Erasmus Cahyadi,  Direktur Advokasi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mengungkapkan, hukum apapun  harus mempertegas status kuasa atas kawasan hutan. Jadi, dalam membuat UU baru,  harus mengoreksi UU Kehutahan yang selama ini tak pro dan tak memberikan keadilan masyarakat." "RUU PPH Jalan Terus, DPR Janji Perhatikan Masukan Koalisi","Jika memang ingin menyasar penegakan hukum bagi perusak hutan,  mestinya dengan merevisi UU Kehutanan tahun 2009. Saat ini, katanya, kuasa kawasan hutan belum jelas, hingga berpotensi melanggar hak-hak masyarakat. “Dalam UU Kehutanan, hutan adat masih diletakkan sebagai bagian hutan negara. Kami perkarakan di Mahkamah Konstitusi dan keputusan belum keluar. RUU apapun yang berkaitan dengan sektor kehutanan mesti dibuat jika tata kuasa atas kehutanan itu sudah jelas.Dede Shineba, dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) pun angkat bicara. Menurut dia, koalisi prihatin dengan kerusakan dan berbagai permasalahan hutan di Indonesia. “Tetapi apakah UU bisa mengatasi hal itu?” UU ini,  hanya mengatur dua hal, pembakalan liar dan soal penggunaan izin tak sah. Jika masalah perusakan hutan, sudah ada UU Kehutanan yang mengatur. Dede menyarankan, guna memperkaya RUU ini harus ada harmonisasi dengan UU lain.Mengenai penunjukan kawasan hutan, masyarakat adat sedang uji materil di MK. Jika dikabulkan dan UU sudah disahkan tentu akan revisi lagi. “Kerusakan hutan memang harus jadi perhatian dan harus diatasi, tetapi RUU ini harus diperbaiki lagi.”Dari Dewan Kehutanan Nasional (DKN) pun menyerahkan pandangan resmi kepada Komisi IV (lihat di sini). Martua Sirait, Anggota Komisi Lingkungan dan Perubahan Iklim DKN mengingatkan kembali di kawasan hutan ada sekitar 30 ribu desa. “Hingga defenisi-defenisi yang digunakan dalam RUU ini akan sangat berbahaya.” Belum lagi, dari 120 juta hektar kawasan hutan yang ditunjuk, baru 16 persen selesai pengukuhan. Padahal, izin-izin legal masih bertumpang tindih pada desa-desa itu.“Prihatin, tumpang tindih ini belum selesai. Saat yang sama RUU atur itu tanpa selesaikan akar masalah. Kami dorong percepatan penetakan kawasan hutan. Pandangan kami sama, bukan buat UU ini tapi amandemen UU Kehutanan. Masalah ada di sana.”" "RUU PPH Jalan Terus, DPR Janji Perhatikan Masukan Koalisi","Sandra Moniaga dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pun mengemukakan pandangan resmi lembaga ini (lihat di sini). Komnas HAM, meminta DPR RI menunda pembahasan Rancangan Undang-undang Pemberantasan Perusahan Hutan (RUU PPH) sampai ada jaminan pemenuhan hak-hak masyarakat adat maupun lokal yang hidup bergantung dari hutan.Koalisi menyinggung pula, pembahasan RUU PPH terkesan tertutup. Di dalam website DPR pun tak ada progres pembahasan RUU ini. Bahkan, masih tercantum di sana judul lama: RUU Pencegahan dan Pemberantasan Pembalakan Liar.DPR menyakinkan betapa penting UU ini. Meskipun begitu, mereka akan menerima masukan koalisi dan membahas dalam rapat. Sidang komisi ini dipimpin Firman Soebagyo dan Herman Khaeron. Hadir pula beberapa anggota panja Komisi IV.Berulang kali para kru Komisi IV ini mengatakan, RUU PPH sudah mengalami proses panjang, memasuki sidang keenam bahkan dibahas pada dua periode DPR,  hingga sulit ditunda.  Anggaran pun sudah banyak terpakai.Firman Soebagyo, Wakil Ketua Komisi IV coba menjelaskan berbagai ungkapan dari koalisi. Kata dia, DPR sudah ada naskah akademik tahun 2010, saat membahas RUU Pemberantasan Pembalakan Liar (PPL). Dalam proses itu berkembang, ternyata kerusakan hutan tak hanya karena ditebang, juga pembakaran dan perkebunan yang ditanam tanpa izin. Lalu, fokus masalah penegakan hukum. RUU pun berganti nama.Dia juga menyebut Hariadi Kartodihardjo, sebagai salah satu sumber yang memberikan masukan kepada Komisi IV.  Hariadi sudah memberikan pandangan, tetapi tampaknya tak masuk perbaikan RUU (lihat di sini).Firman keberatan pembahasan RUU ini dibilang desas desus dan tertutup. “Tidak enak.” “Kami studi banding ke Brazil. Justru punya konsep seperti ini karena ada lembaga yang terintegrasi dan tak mengambil fungsi peran lembaga lain.”" "RUU PPH Jalan Terus, DPR Janji Perhatikan Masukan Koalisi","Namun, dia menyambut positif masukan dari koalisi. “Ini hal positif untuk komunikasi terus kepada kita. Ini paripurna. Masyarakat harus proaktif.”Ungkapan senada dari Herman Khaeron, Wakil Ketua Komisi IV. Dia mengatakan, UU tak bisa terwujud tanpa naskah akademik begitu juga RUU PPH. RUU ini menggunakan naskah akademik RUU PPL pada 2010.  “Ini sudah dikonsultasikan dengan tiga perguruan tinggi. Itu konsultasi publik kepada masyarakat luas. Bukan hanya unsur civitas akademika. Termasuk Dinas Kehutanan dan para lembaga swadaya masyarakat. Itu  prosedur standar.”Pengakuan Herman, setelah ada naskah akademik lalu berkoordinsi dan disingkronkan dengan UU lain. “Kami diuji seluruh anggota Badan Legislatif. Tidak serta merta RUU ini jadi insiatif.”Dia menjelaskan, bahasan RUU ini tak hanya Komisi IV juga Kementerian Kehutanan, Kementerian Hukum dan HAM. “Ini juga dikonsultasikan dengan sekretariat jendreal per UU-an agar tak menyimpang.”Menurut dia, pembahasan RUU ini sudah enam kali masa sidang dan dua kali sidang pendek. “Dua kali masa periode juga.  Jadi sudah (proses) panjang.” Herman menyakinkan, hak-hak rakyat sudah dikedepankan. Salah satu lewat, pengecualian kepada masyarakat peladangan tradisional yang menebang hutan tak terkena UU ini.“Jika ada kekurangan, silakan kasih masukan, masih ada waktu. Hingga tak serta merta seolah-olah kami lupakan masyarakat, mengabaikan hak rakyat, lupakan HAM. Seolah-olah kami tak ada kerja. Kita masih ada idealisme itu.”Hardisoesilo, Anggota Komisi IV juga menanggapi koalisi.  Menurut dia, hal-hal terkait hukum adat,  tidak diatur dalam RUU ini karena sudah ada dalam UU Kehutanan. Namun, dia tak menjelaskan pasal-pasal yang menjadi kekhawatiran koalisi rentan mengkriminalisasi masyarakat di kawasan maupun sekitar hutan." "RUU PPH Jalan Terus, DPR Janji Perhatikan Masukan Koalisi","RUU ini, katanya, melalui perjalanan panjang, sudah enam masa kali masa persidangan hingga sulit dihentikan. Hardi mengakui ada beberapa hal dalam RUU ini harus diperbaiki. “Kita ada tahapan bahasan tingkat I dengan para menteri dan pembahasan paripurna. Saya usulkan pada panja, dan jangan berhenti bahas. Justru kita bahas kembali dengan coba pertimbangan dan mengacu yang disampaikan koalisi.” Hanya anggota komisi, Ian Siagian, dari Fraksi PDIP  setuju penundaan pengesahan RUU PPH, sampai ada perbaikan seperti masukan koalisi. Kata dia, masukan koalisi perlu dipertimbangkan. “Karena toh kalau kita paksakan minggu ini disahkan, mereka akan judicial review. Ini perlu masukan tertulis dari koalisi.Dia menyatakan, komisi tak pernah tertutup dalam membahas UU ini. “Saya juga melihat kekurangan tim kami. Kami ini seiya sekata dengan koalisi: bagaimana bisa perbaiki hutan.”  “Saya rasa koalisi dan kita ingin buat UU yang sempurna.”Ian tak ingin UU ini gugur di MK.  “Jangan sampai kita ketok, lalu gugur lagi. Mendingan kita tunda dulu, demi kebaikan, kita pertimbangkan agar lebih sempurna UU ini.” Dia meminta, koalisi, termasuk DKN, Komnas HAM, memberikan masukan tertulis. “RUU akan masih ke panja dan tiap fraksi akan berikan pendapat. Fraksi kami masih liat poin-poin yang perlu disempurnakan. Tapi apakah kami hanya satu fraksi? Kami tak tahu. Mohon pertimbangkan.”Dari Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menyatakan, penting kehadiran UU PPH dalam mengisi kekosongan hukum yang tak ada dalam UU Kehutanan No 41 tahun 2009. Namun, mereka juga meminta Komisi IV mempertimbangkan masukan-masukan koalisi demi perbaikan isi RUU PPH ini. " "RUU PPH Jalan Terus, DPR Janji Perhatikan Masukan Koalisi","Bambang Soepijanto, Dirjen Planologi, Kemenhut, mendukung perbaikan RUU PPH dari masukan koalisi. Salah satu, pada analisis subtansi koalisi tentang harmonisasi UU perlu mendapatkan perhatian dalam pembahasan pada RUU PPH.  “Jangan sampai ada kontra dan tidak ada kejelasan defenisi.” Begitu juga komitmen Komisi IV dan pemerintah terhadap kekhawatiran ‘mengkriminalisasi masyarakat.’  “Ini perlu koreksi. Adakah pasal seperti itu? Barangkali perlu disisir hal semacam itu.”Kajian koalisi  yang menyebutkan, RUU PPH tak menghentikan degradasi hutan, kata Bambang,  sebenarnya tak termasuk hal-hal dalam penyusunan kebijakan publik. Poin itu, masuk dalam efektif tidaknya kebijakan itu.  “Ini terkait evaluasi terhadap kebijakan. Tapi secara substansi apa yang diminta koalisi perlu dipertimbangkan. Prinsipnya, kami menyambut baik karena dalam penentuan sebuah kebijakan memang ini bagian koreksi pada kita semua.” Made Subagya dari Kemenhut menyakinkan, dalam RUU ini tak akan menyasar rakyat kecil. “RUU P2H memang untuk pemberantasan perusakan hutan. Jadi jelas memberantas. Saya sangat apresiatif, dalam diskusi-diskusi selalu diungkapkan rakyat kecil jangan kena. Jadi kita batasi, yang disasar kejahatan terorganisasi. Jika kerusakan dampak besar, kena.”Dia membenarkan, sudah ada UU Kehutanan  no 41 tahun 2009. Namun UU itu belum bisa menjerat cukong atau pemberi modal. “Gimana cukong bisa ditindak, selama ini disitu kekurangan kita,” ucap Made.Darori, Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Kemenhut, yang sekaligus mengumumkan mundur dari kementerian mengatakan, RUU ini bertujuan baik. Sebab, selama ini Kemenhut mengalami kesulitan dalam penegakan hukum kasus-kasus kehutanan." "RUU PPH Jalan Terus, DPR Janji Perhatikan Masukan Koalisi","Dia mencontohkan, dari 870 kasus sektor perkebunan dengan 85 juta hektar, tambang 1.707 kasus, 8 juta hektar lebih dan kerugian negara Rp362 triliun, banyak bebas. “Apa yang terjadi? Setelah kita lakukan penyelidikan. Kami tangkap pengusaha, ternyata UU sangat lemah. Memang UU Kehutanan pidana maksimal tujuh tahun, kenyataan banyak bebas. Itulah mengapa kami dorong UU ini.”San Afri Awang, Staf Ahli Menteri Kehutanan menyatakan, secara subtansi sebetulnya masyarakat adat ingin ditempatkan pada posisinya tetapi belum terumuskan secara nyata. “Karena itu, pada step ke depan perlu diperiksa ulang.” RUU ini, memang bukan RUU sapu jagat. “Kita fokus betul pada hal-hal substansial yang merusak. Ketika berbicara mengenai perladangan tradisional, kata Awang, ada problem tersendiri. “Yang kita maksudkan jangan sampai masyarakat desa yang biasa buka lahan dengan konsep tebas dan bakar terkena kasus ini. Jadi kita tak beri perlindungan. Katanya kita lindungi. Ini yang perlu diperjelas di dalam rumusan yang akan kita rumuskan ke depan.” Dalam RUU ini dianggap merusak itu menebang pohon. “Saya kira perlu duduk lagi untuk paskan.”Klik di sini jika ingin melihat draf RUU Pemberantasan Kerusakan Hutan [SEP]" "Buku Baru: Berebut Hutan Siberut","[CLS] “Apa orang-orang itu? Mereka itu penakut. Dulu, mereka melarang-larang saya untuk mengumpulkan pemuda dan melakukan aksi pembakaran. Mereka mengatakan, nanti kita ditangkap polisi atau Saibi tidak mendapatkan bantuan pembangunan. Tapi sekarang? Merekalah yang mendapat uang dari perusahaan kayu. Mereka mendapatkan uang keamanan setiap bulan dengan mengancam-ngancam perusahaan kayu. Mereka mengambil keuntungan dari tindakan saya dan teman-teman saya.”Demikian ungkapan kekesalan seorang tokoh muda Siberut, pelopor gerakan menolak perusahaan kayu dikutip dari buku berjudul “Berebut Hutan Siberut” karya Darmanto dan Abidah B Setyowati.Terjadi konflik antara masyarakat dan perusahaan, kala pemilik modal ini akan masuk guna menebang kayu hutan Siberut. Muncul perlawanan warga. Berbagai masalahpun hadir. Ada yang marah, dan menolak. Ada yang memanfaatkan penolakan itu demi mendapatkan keuntungan.Buku ini dari bab ke bab menyajikan pergulatan sosial, konflik yang berlapis-lapis dan rumit. Tergambarkan bagaimana akses dan kontrol hutan diperebutkan oleh  banyak aktor dengan beragam kepentingan, cara, dan tujuan yang saling bertaut, dan berbenturan. Hubungan antara manusia dan hutan di Siberut,  bak hutan itu sendiri; lebat, penuh onak dan duri, serta terdiri dari bermacam ragam, tidak homogen.Siberut, dalam 10 tahun ini, kata Darmanto, banyak mengalami perubahan. Masyarakat di sana sudah mengerti politik, untung rugi dan lain-lain. “Buku ini berupaya mengetengahkan pergeseran cara pandang terhadap Siberut, dari masa kolonial, misionaris, masuknya perusahaan kayu, masuk komunitas adat sampai desentralisasi dan banyak lagi,” kata Darmanto, di Jakarta, dalam lauching buku Berebut Hutan Siberut, hasil kerja sama KPG dan Unesco ini, 8 Januari 2013." "Buku Baru: Berebut Hutan Siberut","Siberut bisa dikatakan pulau dengan banyak wajah. Bagi aktivis konservasi, Siberut adalah tautan imajinasi tentang bagaimana suatu masyarakat dapat hidup selaras dengan alam yang berlimpah keragaman hayati. Bagi negara, Siberut itu kawasan terpencil dan terbelakang, suatu wilayah berpenduduk sedikit keras kepala dan terasing. Bagi perusahaan kayu, Siberut adalah hutan berisi kayu gelondongan yang siap dibagi ke dalam zona konsesi.Bagi para turis, Siberut adalah eksotisme, ombak, dan pantai. Bagaimana orang Mentawai sendiri, melihat Siberut beserta hutan tropis dan segala sumber dayanya? Ia adalah tempat hidup, merajut makna, dan berproduksi. “Banyak tulisan berdasarkan pengalaman saya sendiri, dari hasil pergulatan pribadi saya memandang Siberut.”Pada launching itu, Suraya A Afiff sebagai Ketua Pusat Kajian Antropologi Univeritas Indonesia (UI) bersama Eko Baruto Waluyo, dari Pusat Penelitian Biologi LIPI, hadir sebagai pembahas buku.Menurut Suraya, penulis dalam membahas buku ini ada keseriusan dan perjalanan panjang. Kekhasan penulis dalam melihat Siberut dan tidak terpengaruh agenda-agenda lembaga swadaya masyarakat (LSM) menjadikan buku ini menarik. “Ini buku dari lapangan dan melihat langsung perubahan-perubahan di sana dengan lebih jernih,” ujar dia.Dalam buku ini, memperlihatkan begitu banyak persoalan-persoalan di dalam masyarakat Siberut, praktik-praktik positif dengan melepas yang negatif atau mengkombinasi dan memperlihatkan dilema, maupun kontradiksi. “Tidak hitam putih.”Namun, dia mengkritik, dari bab ke bab dalam buku ini tokoh yang diketengahkan semua laki-laki. Seolah-olah, dunia di Siberut itu hanya laki-laki tak ada perempuan. “Seolah-olah seluruh wilayah terkait kehutanan itu laki-laki semua. Itu tidak.” “Cover foto juga dipilih laki-laki,” ucap Suraya, sambil tersenyum." "Buku Baru: Berebut Hutan Siberut","“Buku ini akan saya gunakan dalam kuliah. Saya jarang menggunakan buku berbahasa Indonesia, karena susah mencari buku (yang berisi bahasan) mengenai masyarakat adat.”Eko Baruto mengatakan, buku ini dari sisi etnografi luar biasa. Namun, mengenai cacatan hutan yang diperdebatkan malah sedikit. “Aspek teknis hutan malah dikesampingkan, hanya sedikit diulas. Padahal dari kekhasan ekologi, banyak sekali yang bisa dilakukan.” Eko mencontohkan, ada penelitian tentang ekosistem di Siberut, menemukan hutan primer 76 persen, hutan sekunder 6,5 persen dan lima persen rawa, yang bisa digunakan dalam buku ini.Suraya membela Darmanto. Menurut dia, hutan yang dimaksud dalam buku Darmanto dan Abidah ini dari sudut pandang hutan sebagai hasil proses konstruksi. Di buku ini diperlihatkan bagaimana konstruksi hutan dari masyarakat, yang sangat beda dengan pemerintah.  “Saya paham mengapa dia (penulis) tidak memakai data hutan 75 persen. Karena (penulis) melihat konstruksi lain.”Darmanto membenarkan, jika hampir semua nara sumber laki-laki . “Kebudayaan Mentawai, sangat maskulin. Saya tidak adil terhadap sumber perempuan. Saya kurang memiliki kepekaan. Ke depan harus berhati-hati,” kata Darmanto.Mengenai makna hutan Siberut, dalam buku itu, sebenarnya sebuah perdebatan tersendiri. Ada defenisi formal tentang hutan. Namun, dia, sedikit menolak karena defenisi hutan selalu dari atas. Dalam buku ini Darmanto berusaha memprioritaskan pandangan-pandangan dari Siberut, defenisi hutan dari masyarakat.Darmanto di Siberut, sejak 2003, untuk meneliti peladangan tradisional orang Mentawai, di Lembah Rereiket. Dia juga bergabung di proyek kolaboratif, lewat iniatif Unesco menjadi Direktur Perkumpulan Siberut Hijau (Pasih)." "Buku Baru: Berebut Hutan Siberut","Sedang Abidah, pada pertengahan 2003, selama beberapa minggu ke Siberut. Di sana, dia mengumpulkan data lapangan untuk tesis di Universitas Hawaii tentang ekologi politik tata kelola hutan di Siberut. Nah, penasaran ingin tahu pergulatan dan perebutan hutan Siberut? Silakan lanjut membaca…. [SEP]" "Menonton Atraksi Lumba-Lumba Mengajarkan Kekejaman Kepada Putra-Putri Anda","[CLS] Mengapa menonton atraksi lumba-lumba itu tidak mendidik anak-anak? Bagi kebanyakan orang, mungkin hal ini adalah sesuatu yang sepele. Namun Sujatha Ramakrishna, M.D. penulis buku Raising Kids Who Love Animals, memiliki penjelasan gamblang soal ini. Jika Anda harus menjelaskan kepada anak-anak anda, mengapa atraksi lumba-lumba itu tidak berguna untuk menambah wawasan, tulisan ini bisa anda jadikan referensi untuk menjelaskannya secara mudah dan sederhana.Seorang mantan pelatih lumba-lumba bernama Ric O’Barry, yang sangat lama melatih mamalia laut ini di acara televisi berjudul Flipper, kini telah menjadi seorang aktivis yang sangat vokal dan menentang pelatihan lumba-lumba di dalam kurungan. Ric mencatat bahwa echolocation itulah penderitaan utama dari hewan-hewan ini, dan ia percaya bahwa keberadaan dinding solid di sekitar mereka menumpulkan gelombang dan sensorik lumba-lumba, dan hal ini adalah merupakan sebuah bentuk kekejaman terhadap hewan.Ahli lain telah menemukan bahwa mamalia laut yang tinggal di penangkaran jauh lebih kecil kemungkinannya untuk menghasilkan keturunan yang sehat dibandingkan dengan mereka yang tinggal di laut terbuka. Lumba-lumba yang tinggal di kawasan terbatas juga menunjukkan masalah perilaku yang parah, hal ini tak ubahnya seperti berenang dengan mata tertutup ketika mereka bosan, dan menyerang satu sama lain atau manusia yang melatih mereka saat mereka gelisah. Perilaku abnormal ini adalah tanda-tanda bahwa hewan mengalami tekanan fisik dan emosional seperti layaknya manusia.Sementara di lingkungan alami mereka, lumba-lumba hidup di lingkungan besar yang memiliki struktur sosial yang kompleks. Mereka memiliki teman dan musuh, dan belajar dari satu sama lain. Para ilmuwan bahkan percaya bahwa mereka memiliki budaya, dalam arti bahwa pemberian makanan tertentu dan perilaku bermain yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya." "Menonton Atraksi Lumba-Lumba Mengajarkan Kekejaman Kepada Putra-Putri Anda","Lumba-lumba liar menikmati setiap lautan di dunia sebagai habitat alami mereka. Mereka berkomunikasi satu sama lain dalam jarak bermil-mil, dan bisa berenang sejauh mungkin sesuka hati mereka dalam mencari makanan, teman, atau sekedar untuk menghabiskan sore mereka. Ini tidak mengherankan bahwa mereka mengalami masalah kesehatan dan perilaku ketika mereka dipaksa untuk berenang di kolam kecil setiap hari, dan hanya memiliki beberapa satwa lain untuk menemani mereka.Pemilik atraksi satwa yang memungkinkan masyarakat untuk memberi makan dan berinteraksi dengan lumba-lumba memanfaatkan fakta bahwa orang-orang memiliki daya tarik luar biasa kuat untuk makhluk-makhluk laut. Tapi sebelum menikmati atraksi satwa dan lumba-lumba, orang tua harus mempertimbangkan penderitaan bahwa hewan-hewan ini harus bertahan hidup dalam rangka untuk memberikan hiburan yang berlangsung beberapa menit saja bagi keluarga mereka. Mereka juga mungkin ingin untuk berpikir tentang bagaimana berpartisipasi dalam kegiatan tersebut mempengaruhi perkembangan kasih sayang pada anak-anak mereka.Anak-anak yang mencintai binatang jelas senang melihat lumba-lumba secara langsung.  Namun, menonton lompatan lumba-lumba ke udara atas perintah perintah pelatihnya, atau mengajak anak Anda untuk naik ke punggungnya dan melintasi air adalah memperlakukan binatang liar sebagai obyek untuk hiburan Anda sendiri, dan bukannya menghormatinya sebagai seorang individu yang memiliki keingian dan kebutuhan sendiri. Memperlakukan makhluk hidup sedemikian rupa memiliki efek merugikan pada perkembangan empati pada anak-anak, karena tidak mengajarkan mereka untuk memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan terhadap diri kita sendiri." "Menonton Atraksi Lumba-Lumba Mengajarkan Kekejaman Kepada Putra-Putri Anda","Melakukan perjalanan untuk mengunjungi hewan-hewan dalam lingkungan alam asli mereka, dan berinteraksi dengan mereka di lingkungan mereka, adalah pilihan yang jauh lebih baik bagi keluarga dan anak-anak. Tentu saja, tidak ada jaminan bahwa paus atau lumba-lumba akan terlihat pada setiap tur yang diberikan oleh sebuah perusahaan yang mengajak menonton paus, dan bagi beberapa orang hal ini mungkin mengecewakan. Namun, dikelilingi oleh laut terbuka yang menjadi lingkungan asli lumba-lumba adalah sebuah pengalaman yang jauh lebih menyenangkan dan tidak merugikan mahluk lain. Hal ini juga mengajarkan anak-anak lebih banyak tentang sifat asli dari mamalia laut, karena mereka bisa melihat satwa-satwa ini hidup di habitat asli mereka dan menampilkan perilaku alami.Mendatangi sebuah fasilitas di mana lumba-lumba disimpan sebagai tawanan di dalam akuarium jelas meningkatkan kemungkinan bahwa anak-anak Anda akan bisa melihat salah satu dari dekat, tetapi juga mengirim mereka pesan implisit bahwa kenyamanan, hiburan, dan kepuasan yang bersifat instan lebih memiliki nilai yang tinggi dalam daftar prioritas anda daripada bertindak dan berperilaku dengan kasih sayang. Di sisi lain, menghabiskan hari di laut lepas untuk mencari lumba-lumba dan paus di laut terbuka mengajarkan anak-anak untuk memiliki kesabaran, ketekunan, dan pertimbangan bagi makhluk hidup lainnya. [SEP]" "Dianggap Tak Menguntungkan, DPRD Balikpapan Tutup Area Pendidikan Lingkungan Hidup","[CLS] Salah satu lokasi yang menjadi tempat pembelajaran tentang lingkungan, bagi anak-anak di Kota Balikpapan, kini terpaksa harus ditutup. Lokasi seluas 15 hektar bernama Kawasan Wisata Pendidikan Lingkungan Hidup (KWPLH) di Jl Soekarno-Hatta Km 23 ini, dalam waktu tiga bulan ini tidak akan lagi mampu membiayai segala operasional yang diperlukan.KWPLH saat ini hanya bisa bertahan tiga bulan dari Januari 2013 hingga Maret 2013 mendatang dari dana pemerintah kota Balikpapan, setelah beberapa waktu lalu, DPRD Kota Balikpapan, mencoret dana keperuntukan KWPLH sebesar Rp 1,6 Miliar menjadi Rp 500 Juta.Seperti yang dikatakan Ketua DPRD Kota Balikpapan, Andi Burhanuddin Solong, bahwa KWPLH tidak memberikan kontribusi untuk kota Balikpapan. ”Kalau memang ini pariwisata kenapa PAD tidak meningkat, apalagi di sana semua beruang cacat, lebih baik beruang tersebut dipindahkan ke habitatnya,” ungkap Andi Burhanuddin Solong kepada Mongabay IndonesiaDari dana yang diberikan pemerintah kota Balikpapan sebesar Rp 1,6 Miliar, diputuskan untuk tahun 2013 hanya diberikan sebesar Rp 500 juta untuk kajian relokasi beruang madu yang berada di enklosur beruang madu KWPLH. Dana tersebut selain untuk kajian juga sebagai operasional untuk karyawan.Rencana mengganti KWPLH menjadi bumi perkemahan, ternyata tidak merubah keputusan untuk menutup dan merelokasi beruang madu, yang hingga saat ini menjadi sahabat anak-anak di sekolah, dengan kurikulum muatan lokal yakni Pendidikan Lingkungan Hidup.Ada pemikiran agar pemerintah kota menambah luasan lahan di KWPLH untuk dijadikan bumi perkemahan. ”Kalau memang ingin dibangun bumi perkemahan ya mending ditambah luasan KWPLH lalu ditambah fasilitas perkemahan lainnya, seperti kamar mandi yang bisa memuat 300 orang, sehingga tidak perlu membongkar atau menghilangkan enklosur beruang,” kata Fredriksson seorang peneliti Asal Belanda." "Dianggap Tak Menguntungkan, DPRD Balikpapan Tutup Area Pendidikan Lingkungan Hidup","Sementara itu, ternyata jumlah pengunjung Kawasan Pendidikan Lingkungan Hidup (KWPLH) yang terletak di Km 23, Jl Soekarno Hatta tidak bisa dibilang sedikit. Pada tahun 2012 lalu, pihak KWPLH mencatat sekitar 60 ribu pengunjung yang menyaksikan enklosur beruang.Enklosur beruang madu yang ada di KWPLH merupakan enklosur kedua di Indonesia, setelah enklosur di Samboja Lestari. Meskipun hanya berdiri di lahan seluas 1,3 hektar, namun ini sudah cukup untuk menampung sekitar 6 beruang yang ada saat ini. Tidak ada pungutan apapun untuk menikmati enklosur ini, semua orang berhak melihat salah satu hewan yang dilindungi tersebut.Gabriella Fredriksson peneliti Asal Belanda, mengatakan sangat susah menemui beruang madu yang hidup di alam, dan kalau pun bisa paling hanya bisa melihat di atas ubin kebun binatang. ”Jarang orang yang dapat melihat beruang madu yang berbaur dengan alam, seperti di enklosur beruang madu KWPLH. Hal ini merupakan pengalaman berharga bagi khususnya anak-anak sebagai salah satu pendidikan lingkungan hidup,” katanya.Bagi Balikpapan yang kekurangan tempat hiburan dan wisata, keberadaan enklosur beruang madu tentunya menjadi salah satu daya tarik. Setiap akhir pekan, pengunjung KWPLH bisa mencapai 1000 orang.Direktur KWPLH Hamsuri mengatakan. Untuk merubah kawasan yang rusak menjadi tempat yang sangat bermanfaat ini tidaklah mudah.  ”Sementara beberapa binatang beruang tersebut masih dalam kerangkeng besi di Kilometer 10 Inhutani  yang merupakan hasil sitaan BKSDA dan KWPLH masih menjadi tempat sampah, butuh waktu sebulan untuk membersihkan sampah-sampah tersebut,” ungkap Hamsuri." "Dianggap Tak Menguntungkan, DPRD Balikpapan Tutup Area Pendidikan Lingkungan Hidup","Pemerintah propinsi pun ikut membantu untuk membangun beberapa lamin sebagai sarana pendidikan untuk pengunjung, hingga beberapa donatur dari luar negeri ikut serta membangun enklosur beruang madu. Pengalihan fungsi dari Argowiata menjadi KWPLH terjadi pada tahun 2005 sekitar bulan Juni dengan luasan yang tercatat sekitar 15 hektar.”Setelah penetapan menjadi KWPLH, barulah dilakukan pembenahan, hingga banyak donatur, termasuk angaran propinsi untuk melakukan pembangunan lamin untuk kegiatan-kegiatan pendidikan masyarakat, hingga saat ini.” kata Hamsuri. [SEP]" "Mama Aleta: Berjuang Mempertahankan Lingkungan, Melawan Tambang dengan Menenun","[CLS] April 2013, mungkin menjadi hari penting bagi Aleta Baun. Pada bulan ini, mama Aleta, begitu biasa disapa, menerima penghargaan The Goldman Environmental Prize di San Fransisco, California, Amerika Serikat. Penghargaan ini diberikan oleh tokoh masyarakat dan dermawan, Richard N. Goldman dan istri, Rhoda H. Goldman untuk mendukung orang-orang yang berjuang mempertahankan lingkungan hidup dari ancaman. Ia juga diberikan kepada figur-figur yang mengilhami orang-orang biasa untuk mengambil tindakan-tindakan luar biasa  dalam melindungi alam di dunia ini.Penghargaan ini sangat layak bagi mama Aleta, atas perjuangan mempertahankan lingkungan dari cengraman tambang di Gunung Mutis, Molo, Nusa Tenggara Timur (NTT).  Gunung Mutis, memiliki keragaman hayati tinggi.  Ia merupakan daerah hulu untuk semua aliran sungai utama Timor Barat, yang memasok air minum dan air irigasi bagi penduduk di pulau itu. Tak hanya itu, masyarakat mencari makanan dan obat-obatan dari hutan, dan menanam hasil bumi di tanah subur itu. Bahkan, pewarna alami tenunan diperoleh dari tumbuh-tumbuhan alam ini. Hubungan spiritual warga dan lingkungan begitu kuat. Tak heran, kala alam hendak diganggu, penolakan muncul. Mama Aleta, tampil menjadi motor penggerak." "Mama Aleta: Berjuang Mempertahankan Lingkungan, Melawan Tambang dengan Menenun","Sejak 1996, mama Aleta berjuang. Dia menjadi ‘musuh’ perusahaan maupun pemerintah daerah, saat itu. Nyawa terancam. Mereka menawarkan hadiah pada siapapun yang dapat membunuh Mama Aleta. Bersyukur, dia selamat dari usaha percobaan pembunuhan. Mama Aleta lari menyembunyikan diri di dalam hutan bersama sang bayi. Warga lain yang terus berjuang ditahan dan dipukuli.  Namun, mereka tetap gigih berjuang. Mama Aleya tetap mengorganisir ratusan warga desa aksi damai, menduduki tempat-tempat penambangan marmer. Mereka protes sambil menenun. Berkat perjuangan gigih itu, pada 2007,  Mama Aleta dan warga berhasil menghentikan perusakan tanah hutan sakral di Gunung Mutis.  Perusahaan-perusahaan tambang itupun hengkang.Tambang sudah tak ada. Kini, Mama Aleta bersama berbagai komunitas di seluruh wilayah Timor Barat memetakan hutan adat mereka. Ini untuk melindungi tanah-tanah adat  dari jamahan tangan-tangan perusak di masa depan.  Mama Aleta juga memimpin berbagai usaha untuk menciptakan berbagai peluang ekonomi baik dengan pertanian ramah lingkungan dan bertenun. Baru saja, pada Maret 2013 ini, kelompok-kelompok tenun ini menemukan ‘resep’ baru warna-warna alami dari beragam tumbuhan.Guna mengetahui kisah perempuan pejuang lingkungan ini, berikut ini wawancara dengan Mama Aleta, pada dua kesempatan, menjelang penerimaan penghargaan dan awal April 2013, di sela-sela acara Meet the Makers di Jakarta. Berikut petikannya.Mongabay Indonesia: Bisa diceritakan bagaimana perjuangan mama Aleta, bersama warga menolak tambang?" "Mama Aleta: Berjuang Mempertahankan Lingkungan, Melawan Tambang dengan Menenun","Mama Aleta: Sejak 1980-an, pemerintah mengeluarkan izin-izin tambang batu marmer di Molo. Warga tidak tahu. Perusahaan masuk hutan, tebang pohon. Bencana datang, tanah longsor, sampai pencemaran air. Perusahaan terus membabat hutan dan memotong batu marmer dari gunung. Ini ancaman bagi kami, karena dari sana kami hidup. Kami hidup dari alam. Mulai 1999, sejumlah kecil perempuan dan saya memutuskan kami harus bertindak untuk menghentikan penambangan. Kami merasa satu-satunya cara dengan pergi dari satu rumah ke rumah lain. Dari satu desa ke desa lain dan menjangkau sebanyak mungkin orang untuk menyampaikan pesan kami. Rumah-rumah dan desa-desa terletak berjauhan. Kadang kami harus berjalan enam jam untuk mencapai desa satu ke desa lain. Kami meyakinkan orang-orang untuk bergabung. Kami ingatkan mereka akan keyakinan kami tidak akan dapat hidup tanpa semua unsur-unsur dari alam.  Kami juga menekankan pada para perempuan bahwa hutan menganugerahi kami dengan zat-zat pewarna tenun. Ini bagian penting dalam hidup kami.Perjuangan berat. Kami menghadapi intimidasi dengan kekerasan. Namun, gerakan terus jalan sampai ratusan warga desa ikut. Sampailah pada aksi pendudukan sambil menenun sekitar 150 perempuan. Ini sekitar satu tahun di lokasi penambangan marmer. Perempuan punya alat-alat tenun, kapas dan pewarna dari alam. Kami pun protes dengan menenun pakaian tradisional. Hutan kami tak boleh rusak. Kalau rusak, perempuan tak bisa beraktivitas. Itu tempat kami cari makanan, bikin pewarna benang sampai obat-obatan. Jadi harus kami pertahankan.Mongabay Indonesia: Kapan perjuangan mulai menampakkan titik terang dan perusahaan hengkang?" "Mama Aleta: Berjuang Mempertahankan Lingkungan, Melawan Tambang dengan Menenun","Mama Aleta:  Saat protes sambil menenun, warga pun makin banyak yang ikut mendukung. Kami terus berjuang, meminta pada pemerintah agar cabut izin. Meminta perusahaan tak rusak hutan kami.  Pada 2007, mulai ada hasil. Aksi-aksi warga mulai jadi perhatian pemerintah. Memang perjuangan panjang.  Pada 2010, karena menghadapi tekanan perusahaan pertambangan berhenti. Ada empat pertambangan di Molo, semua berhenti.Mongabay Indonesia: Apakah izin-izin perusahaan itu dicabut pemerintah?Mama Aleta: Saya tidak tahu pasti. Karena pemerintah kacau, sama saja dengan perusahaan, jadi saya tidak tahu, apakah itu izin dicabut atau tidak. Tetapi kami tahu, tambang itu tidak ada operasi lagi karena kami terus menolak.Mongabay Indonesia: Saat para perempuan menduduki kawasan tambang sambil menenun, bagaimana peranan pria Molo mendukung gerakan ini?Mama Aleta: Dalam kebudayaan Molo, kaum perempuan diharapkan menjadi ibu rumah tangga dan merawat keluarga. Namun saat kami protes, kaum perempuan sadar mereka dapat melakukan lebih banyak. Kaum perempuan juga pemilik tanah yang sah dalam kebudayaan Molo. Hak ini kami bangkitkan kembali bagi kaum perempuan yang saat itu belum aktif mengungkapkan pendapat guna melindungi tanah mereka. Suku adat Molo yakin, amatlah penting bagi kaum perempuan berada di garis depan protes dan berperan sebagai juru perunding. Kamilah yang memanfaatkan hutan untuk bertahan hidup. Kaum pria mendukung kami, namun tidak menempatkan diri di garis depan karena kemungkinan besar mereka akan terlibat dalam perkelahian atau konflik dengan perusahaan-perusahaan pertambangan dan menjadi target serangan-serangan. Jadi, saat perempuan aksi, para pria yang berperan di rumah tangga, dari memasak sampai menjaga anak-anak.Mongabay Indonesia: Sekarang tambang sudah pergi, perempuan terus mengembangkan tenun sebagai warisan budaya dan sumber ekonomi. Bagaimana perkembangan kegiatan menenun saat ini?" "Mama Aleta: Berjuang Mempertahankan Lingkungan, Melawan Tambang dengan Menenun","Mama Aleta: Saat ini makin banyak perempuan yang ikut menenun. Namun, sempat ada ketergantungan dengan benang-benang kota, benang-benang produksi dari perusahaan besar. Jadi, penenun tergantung dari perusahaan.Mongabay Indonesia: Bagaimana menyikapi ketergantungan dari benang ‘kota’ ini?Mama Aleta: Saya terus yakinkan semua sudah ada disediakan, dari benang sampai warna dari alam di daerah kami. Lalu, mulailah kami membuat benang dari kapas. Kami juga berusaha membuat warna-warna alami. Sebelumnya sudah ada warna-warna warisan orang-orang tua kami, tapi kami terus mencari temuan-temuan warna lain. Mulai Maret tahun ini kami bikin tenunan dari benang buatan sendiri dan warna-warna alam.Mongabay Indonesia: Bisa diceritakan penemuan warna-warna alami hasil uji coba itu?Mama Aleta: Sebenarnya ini eksperimen sejak lama, tapi mulai digerakkan kembali awal tahun ini. Cukup stres juga coba-coba cari warna yang pas, dengan tanaman apa saja, dan komposisi bagaimana. Sekitar tiga minggu kami coba-coba. Akhirnya, Maret 2013 ini kami bisa temukan. Ini ada coklat tua dari tanaman matani, coklat dari angkai, daun kesum untuk warna orange.  Kiss kase untuk pink, hijau dari daun suji dan kacang hutan. Lalu, merah dari kulit pohon nila.Mongabay Indonesia: Setelah perjuangan panjang ini, apa harapan Mama Aleta?Mama Aleta: Harapan saya, para perempuan kembali pada pengetahuan lokal yang dimiliki dan mencintai lingkungan. Kepada pemerintah, saya berharap agar mampu mengembangkan produk-produk tradisional rakyat yang tak menghancurkan lingkungan dan alam. [SEP]" "Munirah, Si Gajah Sumatera Penghuni Baru PKG Saree","[CLS] Rahmat, tampak sabar menuntun teman baru, yang bakal menghuni  Pusat Konservasi Gajah (PKG) Saree, menuju truk. Pelahan, didampingi pawang, Rahmat menarik tali pengikat Munirah, begitu ia diberi nama. Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) ini ditangkap warga Dusun Krueng Tuan, Desa Seumanah Jaya, Kecamatan Ranto Peureulak Kabupaten Aceh Timur pada 13 November  2013. Ia terpisah dari kawanan saat diusir agar masuk hutan.Setelah sempat dipelihara warga beberapa hari, Munirah dievakuasi tim Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh ke PKG Saree 16 November 2013. Munirah mudah didekati, tak seperti gajah liar lain.  Kondisi kesehatan gajah yang diperkirakan berumur enam tahun ini cukup baik, meski ada bengkak di kaki.Kini, Munirah menjadi penghuni PKG Saree bersama puluhan gajah jinak lain. Ia diasuh pawang atau mahout bernama Iwan dan masih dampingan gajah Rahmat. Munirah dalam proses penjinakan.Nurdin, Ketua PKG Saree mengatakan, Munirah merupakan gajah liar kelima yang terpaksa dievakuasi ke PKG Saree sejak 2008.  Meskipun saat ini BKSDA tidak lagi menangkap gajah liar yang berkonflik dengan warga.“Kami terpaksa mengevakuasi gajah-gajah yang ditangkap warga karena merusak kebun,” katanya saat evakuasi.Munirah kehilangan kawanan dan ditemukan sendiri di perkebunan sawit warga. Munirah kelaparan. Ia memakan tanaman sawit dan coklat serta sempat merusak rumah seorang warga. Awalnya,  warga minta ganti rugi biaya perawatan gajah kepada tim BKSDA yang menjemput. Akhirnya diserahkan sukarela setelah warga khawatir kondisi kesehatan Munirah memburuk dan makin lemas.Saat ini, konflik gajah dan manusia makin tinggi di Aceh akibat kerusakan hutan yang menjadi habitat gajah. Konflik gajah terjadi hampir merata di semua kawasan daerah dataran rendah yang berdekatan dengan hutan. Aceh merupakan habitat utama gajah Sumatera yang diperkirakan lebih dari 500 ekor. [SEP]" "Sawit Masuk Nabire, Proses Amdal Mulai Kala Hutan Sudah Terbabat (Bagian 3)","[CLS] Operasi kebun terhenti. Pada Desember 2012, pemerintah Kabupaten Nabire menyampaikan kepada Gubernur Papua agar proses Amdal PT Nabire Baru (NB) diproses. Intinya meminta Badan Pengelolaan dan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Papua (BAPSDALH) memberikan rekomendasi Amdal. Permintaan ini karena ada aspirasi dari masyarakat pemilik hak ulayat kepada Gubernur Papua, DPRP, dan Mejelis Rakyat Papua (MRP).BAPSDALH Papua, Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Nabire, dan NB pun menggelar konsultasi publik pada Kamis, 4 April 2013 di halaman SD Kampung Sima, Distrik Yaur.Hadir dari PT Widya Cipta Buana sebagai konsultan, Bupati Nabire diwakili Asisten III, Blasius Nuhuyanan,  Ketua DPRD Nabire, Titi Yuliana Marey, masyarakat pemilik hak ulayat, wakil karyawan dan berbagai pihak.Dari PT Widya Cipta Buana menyampaikan proses Amdal sesuai amanat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2012  tentang Pedoman Keterlibatan Masyaralat dalam Proses Amdal dan izin lingkungan. Juga Keputusan Gubernur Irian Jaya Nomor 37 tahun 2007 tentang Keterbukaan Informasi dan Keterlibatan Masyarakat dalam Proses Amdal.Konsultan itu menyebutkan, NB, sesuai amanat UU telah mengumumkan rencana usaha atau kegiatan perkebunan sawit  itu melalui Harian Cenderawasih Pos, Edisi 1 April 2013 di Jayapura. Juga, pertemuan guna menampung aspirasi masyarakat dalam proses pembuatan dokumen Amdal.Proses Amdal, akan dilakukan diketuai Asiz Ahman, dengan anggota Rudi Lasmono (ahli lingkungan), Iwan Setyawan (ahli kualitas udara dan kebisingan), Bambang Setyadi(ahli Biologi),  dan Wawan Sermawan (ahli teknik industri).Dalam konsultasi publik itu, konsultan juga menyampaikan dampak negatif dan positif atas kehadiran perusahaan itu. Dampak positif terbuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat, fasilitas sosial dan fasilitas umum bertambah, peningkatan pendapatan dan penduduk, peningkatan kesejahteraan taraf hidup." "Sawit Masuk Nabire, Proses Amdal Mulai Kala Hutan Sudah Terbabat (Bagian 3)","Lalu, hal negatif, terjadi perubahan vegetasi yaitu dari hutan menjadi tanaman sawit, penurunan kualitas air permukaan, dan penurunan kualitas udara dan kebisingan. Lalu, peningkatan temperatur udara lokal atau iklim mikro, sanitasi lingkungan, terjadi penambahan penduduk karena penambahan tenaga kerja, serta terjadi gangguan keamanan lingkungan.Menurut mereka, dampak negatif ini baru dilihat secara umum,  dan akan kembali menganalisis dengan mengambil data ke masyarakat untuk melihat kondisi rill.Pantuan Mongabay, konsultasi publik di sesi dengar pendapat, diwarnai adu mulut dan saling dorong antarwarga. Warga ada yang terang-terangan menolak kehadiran sawit. “Ini sudah dua tahun kerja. Lagi pula, hutan kami sudah habis baru dilakukan Amdal. Kenapa lama-lama?” kata seorang warga. Warga lain pasrah karena hutan sudah habis, sawit boleh masuk.Iwan Haneroba, intelektual Suku Yerisiam, menilai, sejak awal NB Baru telah menunjukkan pengabaian hak-hak masyarakat adat. “Jangan buat program-program yang sebenarnya belum saatnya dilakukan sedangkan hak rakyat belum diselesaikan.”Iwan berharap, walaupun Amdal sudah terlambat, dalam proses nanti bisa melibatkan orang-orang Papua. Saat ini, banyak orang Papua di Universitas Cendrawasih dan UNIPA ahli lingkungan, ahli kualitas udara dan kebisingan, ahli Biologi, dan ahli teknik industri. Dia juga menyarankan, melibatkan Antropolog orang Papua yang tahu kondisi sosial-budaya masyarakat, lebih penting mengikutsertakan juga masyarakat.Pada kesempatan itu, Kepala Badan Pengelolaan dan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Papua, Noak Kapisa mengatakan, salah satu tugas Amdal adalah mencari siapa yang menebang kayu hingga habis. “Ke mana dan siapa yang ambil hasil adalah tugas Amdal. Kayu yang bernilai harus dinilai. Kayu ini akan habis karena ini kebun sawit. Suku-suku yang kena dampak harus dipetakan semua.”" "Sawit Masuk Nabire, Proses Amdal Mulai Kala Hutan Sudah Terbabat (Bagian 3)","Dia menyarankan, proses Amdal melibatkan orang Papua. “Harus orang asli Papua. Karena ada pohon anti ular dan lainnya. Saya pesan sagu itu penting.” Sisi lain, kata Kapisa, memastikan semua keluhan masyarakat harus masuk dalam dokumen Amdal. “Saya datang diskusi untuk memastikan semua itu.”Kapisa mengatakan, kesejahteraan yang diharapkan melalui sawit ini hanya bisa tercapai jika ada kerja sama dari segala pihak, baik pemerintah, masyarakat dan aparat setempat.R Hanebora, Aktivis Liga Perjuangan Nasional Rakyat Papua Barat menegaskan,  adanya NB tentu akan berpengaruh bagi kehidupan sosial ekonomi masyarakat di sekitar.  Perusahaan ini, akan menimbulkan hal-hal positif atau negatif yang merugikan masyarakat.“Saya melihat hal negatif lebih banyak  dari hadirnya perusahaan ini. Sudah cukup masayarakat Suku Komoro di Timika ditipu PT Freeport Indonesia, jangan lagi masyarakat suku Yerisiam ditipu PT Nabire Baru,” katanya.Pengabaian hak-hak masyarakat dan konflik antarwarga mengawali kehadiran perusahaan ini. “Teka-teki di awal, mudah-mudahan bukan skenario perusahaan yang lebih hadulu pelajari kondisi masyarakat dan permainkan rakyat dan hutan mereka. Kasihan masyarakat, hutan mereka telah dan akan hilang.”Mongabay berupaya menghubungi perwakilan perusahaan, namun tak berhasil. Nomor telepon pimpinan perusahaan, sulit dikontak. Investor NB tidak bisa berkomentar banyak soal ini karena kendala bahasa. Dia tidak bisa berbahasa Indonesia dan berbahasa Inggris dengan baik.  Habis [SEP]" "Derita Buruh Sawit Rajawali Group di Papua: Protes Beban Kerja Berbuah Pemecatan","[CLS] Sudah jatuh, tertimpa tangga. Pepatah ini tampaknya cocok bagi keempat buruh harian perusahaan sawit di Papua ini. Betapa tidak, sudahlah pekerjaan mereka bertambah berat dua kali lipat dengan upah tetap, kala protes, perusahaan semena-mena memecat mereka.Empat buruh harian lepas ini dari PT Tandan Sawita Papua (TSP), anak usaha Rajawali Group pada devisi kebun II Dahlia, di Kampung Yetti, Arso Timur, Kabupaten Keerom, Kota Jayapura, Papua. Mereka adalah Benediktus Bria, Mikael Usboko,Yanto Bouk dan Valensius Bria.Sejak tahun 2010, TSP merekrut buruh harian kerja dengan sistem pembayaran upah per hari kerja Rp68 ribu. Memasuki 2013, perusahaan menerapkan sistem pembayaran upah kerja tak berdasarkan hari kerja, melainkan jumlah pohon sawit yang dibersihkan.Benediktus Bria bersama ketiga rekan, mengeluhkan sistem ini. Mereka melapor ke Sekretariat Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan (SKPKC) Fransiskan Papua, Senin (9/9/13). Mereka menceritakan sistem upah sudah tak lagi per hari kerja.Sebelumnya, jika membersihkan atau membabat rumput dan tanaman kayu di sekitar area 27 pohon sawit, mereka mendapat upah Rp68 ribu. Pada Agustus 2013, perusahaan menaikkan lagi target kerja dari areal 27 pohon sawit menjadi 54 pohon sawit. Dua kali lipat! Jika pekerja berhasil membersihkan 54 pohon, dihargai Rp68 ribu. “Jika pekerja tidak sanggup sesuai target yang ditentukan perusahaan, tak dibayar,” kata Benediktus.Yuliana Langowuyo dari SKPKC Fransiskan Papua, kepada Mongabay,  Rabu (18/9/13) menyebutkan, Senin, 9 September 2013, didatangi empat buruh harian lepas devisi kebun II Dahlia, TSP.Para buruh ini mengadu pelanggaran hak buruh yang dialami.“Mereka tidak tahu bagaimana prosedur menyampaikan permasalahan ke Dinas Tenaga Kerja hingga mendatangi SKPKC Fransiskan Papua, sebagai lembaga gereja yang dikenal.”" "Derita Buruh Sawit Rajawali Group di Papua: Protes Beban Kerja Berbuah Pemecatan","Ke empat buruh ini sudah bekerja sejak  2010 dengan status buruh harian lepas. Kerja mereka mulai dari penanaman, pembabatan dan semprot hingga pemupukan. Pekerjaan ini dihargai per hari Rp68 ribu. Aturan itu berubah menjadi sistem pengupahan sesuai target kerja sejak 2013.Target kerja perusahaan adalah para pekerja wajib membersihkan area dari 27 pohon sawit. Jika tak mencapai target upah tidak dibayar. Pada Januari- Juli 2013, pekerja masih bisa memenuhi target perusahaan sebanyak 27 pohon sawit.Memasuki Agustus 2013, perusahaan menaikkan lagi target kerja dari 27 menjadi 54 pohon sawit . “Ini sangat berat dan tak dapat dipenuhi pekerja. Areal dari satu pohon sawit saja sudah cukup luas,” kata Yuliana.Kala target 54 pohon sawit tidak dapat dipenuhi dalam satu hari, pekerja harus menyelesaikan dalam dua hari. Sehari pekerja hanya bisa membersihkan 27 pohon sawit, dilanjutkan keesokan hari hingga sampai 54 pohon. Namun, perusahaan menghitung upah satu hari kerja alias dibayar Rp68 ribu. “Target kerja sangat berat dan sistem upah tidak adil ini mendapat perlawanan dari pekerja di areal devisi kebun II Dahlia.”Protes ini disampaikan berulang kali oleh pekerja tetapi tak ditanggapi perusahaan. Akhirnya, pada Selasa-Senin (39/9/13) sejumlah pekerja di devisi Kebun II Dahliam, mogok. Setelah mogok, Senin sore, empat perwakilan pekerja mendatangi kantor SKPKC Fransiskan Papua. Besoknya, Selasa (10/9/13), SKPKC mendapat informasi keempat orang ini sudah dipecat.Koroba, Manajer devisi kebun II Dahlia TSW mengatakan, pekerja yang menuntut, bukan orang asli Keerom. Menurut dia, pekerja ini tak perlu banyak menuntut. “Kamu orang Timur, tidak perlu protes karena hanya perantau, kerja saja sesuai aturan,” ucap Koroba." "Derita Buruh Sawit Rajawali Group di Papua: Protes Beban Kerja Berbuah Pemecatan","Anak usaha Rajawali Group  ini mulai beroperasi  membuka 26.300 hektar hutan di Distrik Arso Timur, Kabupaten Keerom, Papua,  sejak 2008.   Hingga kini, kebun sawit ini telah membabat hutan seluas 18.337 hektar di Kampung Yetti, Arso Timur, Kabupaten Keerom. [SEP]" "Bayi Orangutan Diselamatkan dari Kebun Sawit di Ketapang","[CLS] Baru satu setengah hari setelah Pusat Penyelamatan dan Konservasi Orangutan di Ketapang, diresmikan, Yayasan IAR Indonesia (YIARI) kedatangan penghuni baru. Ia bayi orangutan yang baru diselamatkan di sekitar perkebunan sawit, PT Kayong Agro Lestari, oleh warga Desa Kuala Satong, Kecamatan Matan Hilir Utara, Ketapang.Berdasarkan informasi dari warga, tim gabungan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat (Kalbar) dan YIARI turun menyelamatkan bayi ini pada Jumat(16/2/13) pagi. Bayi orangutan ini langsung dibawa ke fasilitas YIARI guna mendapatkan perawatan medis.  Menurut tim medis,  bayi orangutan yang diberi nama Tribun dan berusia sekitar 1,5 tahun ini dalam kondisi sehat meskipun terlihat kurus dan perut kembung. Ia diberi nama Tribun, sesuai nama media di Kalbar, Tribun Pontianak, yang wartawan mereka ikut tim penyelamatan.Rondang Siregar, dokter spesialis reintroduksi orangutan dan penasehat ahli YIARI ini mengatakan, perilaku Tribun tak liar. “Ia tak terlihat takut pada orang ataupun tampak habis dikurung dalam waktu lama,” katanya dalam rilis, Senin(18/2/13). Jadi, diduga kuat, orangutan ini dipelihara pekerja kebun. Laporan warga desa juga menyebutkan, melihat bayi orangutan ini dikelilingi para staf PT KAL. Setelah ini, kata Rondang, mereka akan mengobservasi dan tes kesehatan untuk menilai kesehatan Tribun sebelum dilepas ke sekolah hutan dan bergabung dengan bayi-bayi orangutan lain di pusat rehabilitasi ini.Proses di rehabilitasi ini, katanya, tergantung dari kemampuan Tribun meningkatkan kemampuan bertahan di alam liar. Biasa, memerlukan waktu bertahun-tahun. Orangutan, hidup bersama ibu mereka antara usia lima sampai tujuh tahun. “Mereka harus belajar kemampuan bertahan.  Karena Tribun tak mempunyai ibu, yang mungkin sudah terbunuh,  sebelum dilepasliarkan kami akan mengajarkan bagaimana bertahan di alam liar,” ucap Sondang." "Bayi Orangutan Diselamatkan dari Kebun Sawit di Ketapang","Mengenai konsesi kebun PT KAL ini milik PT Austindo Nusantara Jaya (PT ANJ), holding dari Austindo Group, milik keluarga Tahija. PT ANJ merupakan anggota Roundtable for Sustainable Palm Oil (RSPO)  sejak 2007. Perkebunan PT KAL berbatasan dengan Taman Nasional Gunung Palung and Sungai Putri. Ia berada di dekat hutan alam dengan keragaman hayati tinggi terutama hutan gambut dan populasi orangutan.Saat ini, Pusat rehabilitasi YIARI Ketapang sedang menangani 57 orangutan. Selama masih proses rehabilitasi, yayasan berusaha kuat mencari kawasan hutan yang cocok untuk melepasliar orangutan di habitat alam mereka. Sebab, sebagian besar kawasan hutan sudah berubah menjadi kebun-kebun sawit. [SEP]" "Laporan Greenpeace: Merek-merek Ternama Terlibat Buang Toksik di Sungai Citarum","[CLS] Investigasi Greenpeace Internasional mengungkapkan pembuangan limbah industri tekstil ke Sungai Citarum, Jawa Barat, Indonesia, mengandung sejumlah bahan kimia beracun dan berbahaya.  Merek fashion internasional, termasuk Gap, Banana Republic dan Old Navy terkait pencemaran ini melalui hubungan bisnis langsung dengan PT Gistex Group, perusahaan di balik pabrik pencemaran ini.Perusahaan lain yang terkait PT Gistex Grup, termasuk Brooks Brothers – penyedia busana bagi 39 dari 44 Presiden Amerika, termasuk Barack Obama –  Marubeni Corporation, Adidas Group dan H&M.Dalam laporan itu merinci bagaimana pabrik PT Gistex mengambil keuntungan dari sebuah sistem yang tidak menuntut industri untuk transparan. Dimana regulasi tidak memadai gagal untuk mencegah pembuangan bahan kimia berbahaya.Berbagai zat berbahaya, termasuk nonylphenol dan tributyl phospate diidentifikasi dalam sampel air yang diambil dari pembuangan pabrik PT Gistex. Banyak dari bahan kimia ini bersifat toksik, beberapa memiliki sifat menyebabkan gangguan hormon dan sangat persisten.Investigasi ini juga mengungkapkan, air limbah dari salah satu pembuangan bersifat sangat basa atau ‘kaustik’ (pH 14).“Ini menunjukkan air limbah belum menerima pengolahan apapun sebelum dibuang, bahkan yang paling mendasar sekalipun,” kata  Ashov Birry, Juru Kampanye Air Bebas Racun, Greenpeace Asia Tenggara, dalam rilis saat launching laporan  berjudul Toxic Threads: Meracuni Surga, di Jakarta, Rabu(17/4/13).Masyarakat yang tinggal di sepanjang sungai, yang bergantung pada air  itu, memiliki hak mengetahui apa yang dibuang ke sana. Pelanggan merek-merek internasional seperti Gap, juga memiliki hak tahu apa bahan kimia yang digunakan untuk membuat pakaian mereka." "Laporan Greenpeace: Merek-merek Ternama Terlibat Buang Toksik di Sungai Citarum","Untuk itu, katanya, Gap dan merek besar lain perlu bekerja dengan pemasok mereka di Indonesia dan di tempat lain agar segera mengeliminasi semua penggunaan bahan kimia berbahaya. Baik dari produk maupun rantai pasokan mereka sebelum terlambat.Industri tekstil saat ini menjadi salah satu kontributor utama polusi air oleh bahan berbahaya beracun industri di Jabar. Sebanyak 68 persen fasilitas industri di bagian hulu DAS Citarum memproduksi tekstil. Kampanye Detox Greenpeace menuntut merek fashion berkomitmen mencapai nihil pembuangan semua bahan kimia berbahaya tahun 2020. Juga bekerja dengan pemasok mereka di seluruh dunia untuk mengungkapkan semua pembuangan bahan kimia berbahaya dari fasilitas mereka kepada masyarakat di lokasi pencemaran air.Sejak diluncurkan Juli 2011, kampanye ini berhasil meyakinkan 17 merek internasional termasuk Valentino, Levi’s dan Zara untuk berkomitmen terhadap detox. Juga mampu memobilisasi lebih dari setengah juta aktivis, fashionista, blogger dan desainer yang disatukan oleh keyakinan: busana indah tidak perlu mengorbankan bumi.Melihat laporan bisa klik di sini. [SEP]" "Model Pembangunan Abai Lingkungan Picu Bencana di Gorontalo","[CLS] Model pembangunan yang tak memperhatikan lingkungan memicu bencana di Gorontalo.  Demikian diungkapkan Rugaya Biki, Kepala Bidang Lingkungan Hidup, Badan Lingkungan Hidup, Riset, dan Teknologi Informasi Gorontalo.Kondisi lingkungan di Gotontalo, katanya, cukup parah, dan terus mengalami degradasi akibat model pembangunan tidak berwawasan lingkungan. “Pembangunan tidak menggunakan kaidah-kaidah ekologi,” katanya saat dialog publik bertajuk, “Bersama Kita Selamatkan Masa Depan Lingkungan Gorontalo” di Gorontalo, Kamis (13/6/13).Di Gorontalo, setiap tahun mengalami kehilangan dua persen tutupan hutan, karena alih fungsi, penambang emas tanpa izin, illegal logging, dan usaha-usaha perkebunan. Untuk perkebunan sawit, saat ini di Kabupaten Pohuwato, sudah ada enam perusahaan mendapatkan izin sawit per konsesi sekitar 20.000 hektar. “Jika dikalikan enam, perusahaan sawit itu telah merusak120.000 hektar hutan di Kabupaten Pohuwato.”Masalah lain, sungai-sungai juga mengalami pencemaran sedang, ringan, dan berat. “Galian C juga intens menyumbang perusakan lingkungan.”Untuk pencemaran laut dan wilayah pesisir juga sangat parah. Dalam 10 tahun terakhir diperkirakan 6.000 hektar hutan mangrove rusak, sedangkan tutupan terumbu karang tersisa 70 persen.“Yang sedang kami lakukan konservasi berbasis peningkatan kapasitas masyarakat,” ucap Rugaya.Senada diungkapkan Nur Hidayati, Departemen Advokasi dan Kampanye Walhi Nasional. Menurut dia, penyebab utama krisis lingkungan hidup karena alih fungsi lahan, pencemaran, degradasi dan deforestasi. “Baik oleh pembukaan pertambangan, perkebunan besar, pariwisata, industri dan pembangunan infrasturuktur di areal tanaman pangan dan atau daerah penyangga,” ujar dia." "Model Pembangunan Abai Lingkungan Picu Bencana di Gorontalo","Menurut Yaya, panggilan akrabnya, banjir yang masih melanda sebagian wilayah Gorontalo, bukanlah bencana ekslusif di daerah itu, namun dialami berbagai daerah lain di Indonesia. “Penyebab bencana adalah model pembangunan.”Pada 2012, terjadi 503 kali banjir dan longsor yang menewaskan 125 orang, kebakaran hutan dan lahan 17.000 hektar dan diperkirakan 470 daerah aliran sungai rusak. “Dampak-dampak krisis ekologi ini adalah korban nyawa, produktivitas rakyat turun, dan sumber penghidupan rakyat hilang.”Tak hanya itu. Krisis lingkungan ini seringkali menyebabkan konflik agraria,  terutama di sektor perkebunan, pertanian, kehutanan, pertambangan, dan infrastruktur.Saat ini, program pembangunan yang digalakkan pemerintah pusat dan harus diikuti pemerintah daerah adalah Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Program ini basis utama adalah ekstraksi sumber daya alam (SDA).MP3EI tak menawarkan model pembangunan berbeda dari rancang bangun ekonomi sebelumnya: berbasis perusahaan skala besar dan eksploitasi SDA. Sedang kebijakan dan kelembagaan saat ini tak mampu menjawab persoalan dan dampak dari implementasi MP3EI.“Hampir dapat dipastikan model pembangunan ini akan makin meningkatkan krisis lingkungan hidup, konflik agraria dan konflik sosial, serta pelanggaran HAM.”Dialog publik ini rangkaian kegiatan Hari Lingkungan Hidup 2013 digelar oleh Forum Lingkungan Gorontalo. Ia terdiri dari lembaga, seperti Japesda, AJI Kota Gorontalo, Jurnal Kebudayaan Tanggomo, Perkumpulan Kelola, Akademi Berbagi, dan Wire-G, serta Walhi Nasional. [SEP]" "Nestapa Warga Kalteng karena Sawit, dari Sungai Tercemar sampai Pencaplokan Lahan","[CLS] Eben Ezer, warga Desa Biru Maju, dan ratusan warga di daerah itu tak berdaya. Lahan pertanian yang mereka peroleh dari penempatan transmigrasi di Kecamatan Telawang, Kabupaten Kota Waringin Timur (Kotim), Kalteng, kini dikuasai PT Buana Artha Sejahtera, anak usaha Golden Agri Resources, Sinas Mas Group.Dia mengatakan, lahan awal mereka bersertifikat diambil warga lokal yang mengklaim pemilik lahan. Lalu, lahan kedua berupa surat kepemilikan tanah (SKT) sekitar 650 hektar dicaplok perusahaan yang masuk sekitar 2002. Sejak itu,  kehidupan warga menjadi tambah susah. “Dulu kami bertani. Jadi lahan diambil sekarang kami kebingungan. Ada yang berburu untuk bertahan hidup,” katanya di Jakarta, Sabtu (28/9/13).Eben datang bersama tiga perwakilan warga lain dari Kalteng, yang sama-sama terkena dampak buruk dari investasi sawit Sinas Mas dan Wilmar International. Mereka mengadu ke beberapa organisasi di Jakarta, seperti Walhi Nasional dan Sawit Watch.Mereka adalah, Tasik dari Desa Pantap, Kecamatan Mentaya Hulu, Kotim, dan Swester warga Desa Pondok Damar, Kecamatan Mentaya Hilir Utara, Kotim. Lalu, James Watt dari Desa Bangkal, Kecamatan Seruyan Raya, Kabupaten Seruyan.Menurut Eben, tak hanya mata pencarian hilang, kriminalisasi warga pun kerab terjadi. “Polisi itu alat bagi investor intimidasi masyarakat. Baik sektor usaha maupun kehidupan sosial,” ujar dia.Belum lama ini, kades dan sekdes desa itu dituduh mencuri di kebun perusahaan. Beberapa hari ini, dua warga juga dipenjara karena memungut sawit jatuh di lahan konflik.Padahal,  pengusaha tak bisa memperlihatkan legalitas mereka seperti hak guna usaha (HGU) atau izin lain. “Mereka hanya kantongi izin perkebunan dari daerah. Pelepasan kawasan hutan pun tak ada. Bukankah seharusnya tanampun tak boleh. Tapi mereka sudah beroperasi.”" "Nestapa Warga Kalteng karena Sawit, dari Sungai Tercemar sampai Pencaplokan Lahan","Masyarakatpun bertanya-tanya. “Apakah aturan gitu? Kalo investor masuk bisa berbuat sesuka hati, dan tak perlu memperhatikan masyarakat. Atau memang perusahaan dibantu untuk rampas hak masyarakat?” “Perusahaan ilegal tapi polisi malah melindungi perusahaan. Aneh!!!!” ucap Eben.Area Buana Artha Sejahtera, sekitar 2.700 hektar, tetapi menanam lebih dari itu sekitar 2.900 an hektar. “Setelah ukur ulang merambah APL yang jadi wilayah Desa Biru Maju.”Masyarakat, katanya, telah melakukan berbagai upaya, seperti membuat laporan pelanggaran perusahaan kepada polisi dan mencari legalitas perizinan perusahaan. Mereka juga sempat ke Kementerian Kehutanan. “Tapi, tetap saja sampai saat ini tempat hidup kami hilang.”Nasib miris juga dialami warga Desa Pondok Damar, Kecamatan Mentaya Hilir Utara, Kotim. Swester, perwakilan warga mengatakan, sejak perusahaan sawit anak usaha Wilmar ini masuk, PT Mustika Sembuluh,  Sungai Sampit mulai tercemar. Pada 2008, ikan-ikan di sungai mati. “Sungai dulu tempat cuci mandi sampai air minum, sudah tak bisa lagi.”Pada 2012, pencemaran parah kembali terulang. Warga yang nekad mandi di sungai karena tak memiliki alternatif lain, mengalami gatal-gatal. Pada waktu itu, kata Swester, warga mengundang legislatif untuk menyaksikan kejadian itu.Mediasi antar warga dan perusahaan pun dilakukan dari tingkat desa sampai kabupaten. “Perusahaan berjanji akan membangun sarana air bersih bagi warga. Dibangun tapi tak layak.”Sebenarnya, janji membuat sarana air bersih bagi warga sejak 2008. Pada 2012, selain menuntut air bersih, warga juga mendesak penyelesaian konflik lahan. “Warga dulu punya karet diklaim perusahaan dan dimasukkan area konservasi tinggi.”" "Nestapa Warga Kalteng karena Sawit, dari Sungai Tercemar sampai Pencaplokan Lahan","Penderitaan juga dialami warga Desa Bangkal, Kecamatan Seruyan Raya, Kabupaten Seruyan, Kalteng.  James Watt, warga Desa Bangkal mengatakan,  masalah muncul salah satu dari perusahaan sawit PT Bina Sawit Abadi Pratama, Sinar Mas Group, konflik berawal pada 2007. “Lahan warga diambil tanpa ada ganti rugi. Pada 2007, ada pertemuan bersama petani tetapi tak pernah selesai.”Pada 2007, warga melaporkan kasus mereka ke Komnas HAM. Pada 2010, terjadi pengerahan massa. “Warga pernah panen massal di lahan warga yang diklaim perusahaan.”Aparat pun membantu perusahaan agar warga menghentikan panen massal. Warga mundur.  Pada 2011, sekitar 2.000 massa turun ke kabupaten dan meminta bupati mencabut izin perusahaan ini. “Tuntutan kami izin dicabut dan kembalikan hak pada masyarakat.”Tak hanya konflik lahan, pencemaran sungai juga terjadi. Sungai Rungau tercemar, air mengalir ke Danau Sembuluh. Di sekitar danau ini mata pencarian masyarakat mencari ikan. Tak pelak, setelah danau tercemar penghasilan warga pun terganggu. “Ikan-ikan di keramba itu banyak mati.” Warga juga kehilangan sumber air bersih.  “Kami konsumsi air ini, kini tak bisa lagi. Dulu, air langsung diminum. Desa Bangkal, kemarau kesulitan air.”Pencaplokan lahan warga juga terjadi di Desa Pantap, Kecamatan Mentaya Hulu, Kotim. Tasik, warga Desa Pantap mengungkapkan, konflik lahan terjadi dengan PT Bumi Sawit Kencana II, Wilmar Group. Izin perusahaan ini keluar pada 2006 seluas 4.750 hektar di Kecamatan Kota Besi, Kotim. Namun yang terjadi, perusahaan membuka kebun di Desa Pantap, bukan Kota Besi.“Ini pencaplokan wilayah. Perusahaan caplok wilayah desa, dan penyerobotan tanah Desa Pantap, termasuk lahan di kanan kiri jalan HPH. Sebab, sebelum ada kebun sudah ada pemukiman di jalan-jalan HPH.” Sejak Agustus 2013, perusahaan membikin parit pembatas di lahan-lahan warga. “Saya minta alat berat ditahan.”" "Nestapa Warga Kalteng karena Sawit, dari Sungai Tercemar sampai Pencaplokan Lahan","Selain itu, perusahaan juga bermasalah dengan lahan kelompok yang dketuai Simamora, seluas 1.484 hektar. “Ini lahan kelola 94 keluarga. Sampai saat ini tak berujung.”Perusahaan meminta Simamora membongkar rumah dan membabat kebun karet. “Ini dilaporkan ke kecamatan. Lalu diundang Kapolsek untuk mediasi. Warga datang tapi perusahaan tak datang,” ucap Tasik.Warga di Desa Pantap, sebagian besar bukan penduduk lokal, hingga dia khawatir jika isu ini dimanfaatkan perusahaan. Sebab di lapangan, beberapa kali perusahaan berusaha menghadapkan masyarakat dengan masyarakat. Bahkan, satpam perusahaan bersenjata parang. “Perusahaan datangkan warga lokal dari berbagai tempat untuk dihadapkan dengan warga pendatsng di desa saya. Saya khawatir, jangan sampai warga pendatang diadu dengan masyarakat lokal.”Untuk itu, mereka  menuntut pengembalian lahan Desa Pantap, maupun lahan kelompok. “Kami juga menuntut proses hukum karena perusahaan telah mencaplok wilayah hingga tanah kelola dan tempat hidup warga terampas. Izin di Kota Besi, malah kebun di Desa Pantap.”Ekspansi sawit di Kalteng, per Desember 2012 mencapai 4, 1  juta hektar, sebanyak 3.825.058 hektar di kawasan hutan  berdasarkan tata guna hutan kesepakatan (TGHK). Ada 286 perusahaan dan hanya 84 dinyatakan clear and clean berdasarkan prosedural perizinan.Arie Rompas, Direktur Eksekutif Walhi Kalteng mengatakan, kondisi ini mendorong pelanggaran hukum oleh korporasi. Untuk legalisasi, Kalteng mengusulkan perubahan tata ruang demi mengakomodir pelepasan kawasan hutan. “Perubahan kawasan hutan lewat SK 529, sekitar 1,2 juta hektar akan dilepaskan dari kawasan hutan,” katanya." "Nestapa Warga Kalteng karena Sawit, dari Sungai Tercemar sampai Pencaplokan Lahan","Perubahan hutan di Kalteng, tak hanya sawit juga HTI, maupun HPH dan tambang. Arie menyoroti dominasi penguasaan lahan oleh grup besar seperti Sinar Mas dan Wilmar.  Di Kalteng, Wilmar memiliki 17 anak usaha seluas 288.000 hektar. Khusus di Kabupaten Kotim, memiliki pencadangan lahan 74.611,62 hektar, sebanyak 47.213,04 hektar sudah ditanami. Sedangkan Sinar Mas, dengan luas hektar  25.111 hektar tertanam dan pencadangan lahan 48.226, 23 hektar. “Ini ada di wilayah masyarakat hingga terjadi konflik.”Menurut dia, Kalteng bagian Kalimantan yang punya hutan luas,  seharusnya memberikan kontribusi kesejahteraan pada masyarakat. Yang terjadi, sebaliknya. Warga menderita karena mengalami penggusuran dan kerusakan lingkungan.  “Sumber kehidupan warga diubah, hingga mengubah kehidupan rakyat, misal sumber air terganggu,” ujar dia.Kalteng juga menjadi pilot project REDD+, tetapi malah mengalami deforestasi tinggi, lebih dari 100 ribu hektar per tahun. “Deforestasi ini karena konversi hutan untuk sawit, pertanbangan, HTI dan HPH.”Zenzi Suhadi, Pengkampanye Hutan dan Perkebunan Skala Besa Walhi Nasional, menyoroti kinerja kepolisian yang tidak profesional dalam merespon pelangaran hukum sektor kehutanan dan perkebunan.Polisi cenderung menjadi bagian dari proses pelanggaran hukum dan perampasan lahan, seperti pembiaran aktivitas perusahaan dalam kawasan hutan, melindungi perusahaan dengan mengkriminalisasi petani. “Posisi seperti ini membuat perusahaan menjadi ketagihan dan berani merusak hutan.”Bahkan, dalam konteks konflik justru membuat konflik tak selesai. Sebab, kepolisian dijadikan alat perusahaan untuk menutupi masalah perdata dengan memunculkan kasus pidana terhadap warga yang tak jarang direkayasa dan dipaksakan." "Nestapa Warga Kalteng karena Sawit, dari Sungai Tercemar sampai Pencaplokan Lahan","Senada diungkapkan Bondan Andiyanu, Kepala Departemen Kampanye Sawit Watch. Dia menyatakan, sistem perkebunan sawit mendorong pada monopoli penguasaan lahan dan pasar hingga mengakibatkan konflik berkepanjangan.Data Sawit Watch sampai 2012, izin yang dilepaskan untuk kebun sawit sekitar 12,5 juta hektar. Ke depan, diperkirakan terjadi ekspansi besar-besar guna memenuhi target pencapaian produksi minyak sawit mentah (crude palm oil) 25 juta ton. “Ekspansi ini diterjemahkan perusahaan dengan buka lahan sebesar-besarnya.”Dalam membuka kebun, perusahaan banyak mengabaikan prinsip free prior, informed consent (FPIC). Ini adalah proses yang memungkinkan masyarakat adat maupun lokal mendapatkan hak-hak mereka.  “Masyarakat tak ada pilihan menolak atau menerima. Bahkan sampai penanaman berjalan, masyarakat tak mendapatkan informasi, tak jarang malah mendapatkan intimidasi. [SEP]" "Udang Mantis, Si Petinju Bungkuk Bermata Pelik","[CLS] Mantis yang ini, bukanlah sejenis belalang yang banyak kita jumpai di kebun-kebun, hutan-hutan, persawahan, ataupun halaman rumah kita, tetapi ini adalah udang mantis yang tinggal di dalam lautan.Disebut mantis, karena bentuk dan sifatnya yang sangat mirip dengan belalang mantis atau lebih kenal dengan belalang sembah. Udang mantis adalah krustacea laut, yang merupakan anggota dari ordo Stomatopoda. Ukuran panjang tubuh mereka dapat mencapai 30 sentimeter, dengan pengecualian suatu spesimen sepanjang 38 cm yang tercatat. Udang yang satu ini pun, mempunyai beberapa keistimewaan yang membedakannya dengan krustacea yang lainnya.Keistimewaannya yang paling menonjol terletak pada matanya. Seorang ahli biologi, dari Bristol, Inggris, Dr. Nicholas Roberts mengatakan bahwa, ”Mata udang itu jauh mengungguli apa pun yang mampu diciptakan manusia hingga saat ini. Udang mantis dapat melihat cahaya yang terpolarisasi dan memprosesnya dengan cara yang tidak dapat dilakukan manusia. Gelombang cahaya yang terpolarisasi dapat merambat lurus atau berputar seperti spiral. Tidak seperti makhluk-makhluk lain, udang mantis ini tidak hanya melihat cahaya yang terpolarisasi dalam bentuk lurus maupun memutar, tetapi juga bisa mengubah cahaya tersebut dari satu bentuk ke bentuk lainnya. Karena itu, udang ini memiliki penglihatan yang lebih baik. Sehingga dikatakan juga, udang mantis dapat melihat mahluk dari dimensi lain, karena kemampuan melihatnya yang unik.Pemutar DVD bekerja dengan cara serupa. Guna memproses informasi, pemutar DVD harus mengubah cahaya terpolarisasi yang dibidikkan lurus ke cakram menjadi gerak memutar lalu mengubahnya kembali menjadi bentuk garis lurus. Namun, mata udang mantis selangkah lebih maju. Pemutar DVD standar hanya mengubah cahaya merah atau di pemutar yang beresolusi lebih tinggi, tetapi mata udang mantis ini dapat mengubah semua warna cahaya yang terlihat." "Udang Mantis, Si Petinju Bungkuk Bermata Pelik","Para peneliti juga berpendapat bahwa dengan menggunakan mata udang mantis sebagai model, para insinyur bisa mengembangkan pemutar DVD yang memutar cakram dengan informasi yang jauh lebih banyak ketimbang DVD sekarang. “Yang paling menarik adalah mata itu luar biasa sederhana,” kata Roberts. ”Cara kerjanya jauh lebih baik ketimbang upaya apa pun yang pernah kita buat untuk merancang sebuah alat.”Keistimewaan yang lainnya ada pada senjata yang melekat pada tubuhnya. Udang mantis memiliki dua senjata yang cukup berbahaya, yaitu cakar dan tinju. cakar digunakannya seperti tombak untuk  menusuk mangsanya. Dan ini sangat tajam. Untuk udang mantis ukuran yang besar, cakar udang mantis, bisa memotong jari manusia.  Senjatanya yang lain adalah tinjunya. kecepatannya bisa menyerupai kecepatan peluru kaliber 22 serta populer dikenal sebagai jempol splitter.Udang mantis meninju dengan kecepatan melebihi 80 km/jam. Bagian luar alat pemukul udang mantis terdiri dari kristalisasi mineral hidroksiapatit dengan konsentrasi yang sangat tinggi. hidroksiapit merupakan material utama penyusun tulang dan gigi manusia. Di bawahnya juga terdiri dari beberapa lapisan hidroksiapatit yang tidak mengkristal. Pada lapisan paling dalam mengandung kitin (senyawa yang sering ditemukan pada eksoskeleton krutasea) dalam bentuk heliks, diantara lapisan-lapisan kitin tersebut juga terdapat hidroksiapatit.Pada saat udang mantis memukul dan terjadi retakan pada bagian pemukulnya, ketiga lapisan tersebut dapat mencegah retakan tersebut menyebar, sehingga organ pemukul tetap utuh. Temuan ini dilaporkan para peneliti dalam Science. Di habitatnya, tinju mantis digunakan mencari makan juga, seperti memecahkan cangkang kerang, kepiting ataupan cangkang moluska yang lainnya." "Udang Mantis, Si Petinju Bungkuk Bermata Pelik","Sekali bertelur, jumlahnya bisa mencapai ribuan. Udang mantis juga terkenal sebagai binatang yang sangat posesif terhadap teritorinya. Setiap ada mahluk lain yang mendekat lubangnya, akan diserangnya tanpa ampun.Ada sekitar 400 jenis mantis yang keberadaannya tersebar di seluruh dunia. Salah satu yang mempunyai warna menarik, dan sering menjadi obyek foto para fotografer underwater, adalah peacock mantis shrimp (Odontodactylus scyllarus ). Warna tubuhnyalah yang membuatnya disamakan dengan burung merak. [SEP]" "Dies Natalis PPMI : Mempertanyakan Keterbukaan Informasi dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam","[CLS] Aula lantai 3, Kampus Universitas Hindu Indonesia, 15 Februari 2013 dipenuhi sekitar 250 peserta Dies Natalis ke-20 Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI). Mereka berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Hari itu, menjadi hari pembuka Dies Natalis sekaligus seminar nasional dengan tema “Mendorong Keterbukaan Informasi Publik dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam.” Hadir sebagai pembicara, Ridzki Rinanto Sigit (Pimpinan Redaksi Mongabay Indonesia), Oslan Purba (Walhi Nasional), I Gede Agus Astapa (Wakil Ketua Komisi Informasi Provinsi Bali), Dida Gardera (Kepada Bagian Humas Kementerian Lingkungan Hidup) dan Defy Firman Al Hakim (Sekjen Nasional PPMI).Defy, Sekjen Nasional PPMI mengatakan, lingkungan menjadi isu nasional yang disepakati pada musyawarah kerja nasional (mukernas) di Surabaya. Hampir di berbagai daerah ini pengelolaan lingkungan menjadi persoalan utama. Transparansi dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA) merupakan salah satu unsur penting. Jaminan akses informasi terhadap pengelolaan SDA sangat penting. Perwujudan transparansi dan pengelolaan SDA, katanya, antara lain, dengan  mengembangkan dan merealisasikan hak publik untuk mendapatkan  atau mengakses informasi data-data tentang pengelolaan, peraturan dan pontensi SDA. Juga hak mengawasi pejabat publik dalam menjalankan fungsi dan  hak  publik untuk berpartisipasi dalam pembentukan  kebijakan dan hak publik berpartipasi terhadap pengelolaan SDA yang adil. “Pers mahasiswa sebagai media alternatif, saatnya memainkan peran dalam menyelamatkan lingkungan di Indonesia,” katanya." "Dies Natalis PPMI : Mempertanyakan Keterbukaan Informasi dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam","Oslan Purba dari Walhi Nasional dalam pemaparan menyampaikan, selama ini tranparansi dan akuntabilitas pengelolaan dalam SDA masih ditemukan banyak persoalan. Diantaranya, pemberian izin kepada perusahaan tanpa sepengetahuan masyarakat yang nyata-nyata merampas kelola rakyat, proses analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) dan dokumen Amdal tidak mudah diakses, anggaran pengelolaan lingkungan tidak diketahui masyarakat sampai korupsi di sektor SDA dan berbagai persoalan lain. Adapun dokumen-dokumen yang selama ini sulit diakses seperti, Izin Usaha Perkebunan (IUP), Amdal, HGU, wilayah dan potensi pertambangan, serta pajak dari hasil pengelolaan SDA, RTRWP dan lain-lain. “Susahnya mengakses dokumen Amdal,dan ditemukan dokumen Amdal yang copy paste dari dokumen Amdal lain, merupakan bentuk ketertupan dan banyak kecurangan pada sektor SDA,” kata Oslan.Menanggapi persoalan keterbukaan Informasi publik, I Gede Agus Astapa, dari KIP Bali memaparkan, kehadiran Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik memberikan ruang bagi publik mengakses berbagai informasi. Namun, masih ditemukan berbagai persoalan seperti kelembagaan yang mengelola informasi belum terbetuk di tingkat instansi daerah dan lembaga publik lai, belum tersosialisasi subtansi UU Kebebasan Memperoleh Informasi Publik kepara pihak, pemahaman terhadap UU ini juga masih lemah, termasuk mekanisme mendapatkan informasi publik. “Selama informasi tidak termasuk yang dikecualikan, siapapun dapat mengakses,” kata I gede." "Dies Natalis PPMI : Mempertanyakan Keterbukaan Informasi dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam","Sementara itu Dida Gardera memaparkan, bahwa Kementerian Lingkungan Hidup saat ini terus melakukan pengurangan laju deforestasi hutan di Indonesia. Pemberian Proper hijau terhadap Lapindo juga masih dilakukan analisis ulang, tetapi belum tahu, kapan analisis tersebut akan selesai dan apakah pemberian predikat hijau tersebut akan dibatalkan. Adanya bentuk plagiat/copy paste pada pembuatan dokumen Amdal juga menjadi perhatian Kementerian LH untuk segera di tindak lanjuti. “Kedepan, rencananya akan ada sertifikasi terhadap lembaga-lembaga yang punya kredibilitas dan dipercaya untuk membuat dokumen Amdal,” kata Dida.Menyoroti dari persoalan media, Pimpinan Redaksi Mongabay Indonesia mengungkapkan, lingkungan di Indonesia merupakan matra pembangunan (pro job, pro growth, pro poor, dan pro environment). Isu lingkungan di Indonesia merupakan suatu isu minor. Media mainstream hanya memberikan sedikit porsi untuk persoalan lingkungan. Karena itu, penting sekali membaca framing media. Masalah utama lingkungan di Indonesia adalah ekstraksi, eksploitasi, dan ekonomisasi SDA. Isu lingkungan dimainkan dalam perdagangan dan relasi negara dengan negara, sejajar dengan isu hak asasi manusia dan demokratisasi. Selain itu, negara bukan lagi pemain tunggal, peran masyarakat sipil makin meningkat. “Media punya peran penting mengawal lingkungan di Indonesia. Apalagi pers mahasiswa (PPMI) mengangkat isu nasional dan memberitakan, itu merupakan suatu yang hebat,” kata Ridzki.Adapun agenda lain dari kegiatan Dies Natalis PPMI ke-20 antara lain, Persma Fair merupakan perlombaan skala nasionaldiikuti seluruh anggota PPMI. Ada lomba karikatur dan fotografi, yang keduanya mengambil tema “Save Our Nature”. Selain itu, bersih-bersih sampah di kawasan Pantai Mertosari, Sanur. “Kami berharap lingkungan di Indonesia akan lebih baik dari hari ini,” ucap Defy. [SEP]" "Bentrok Warga Pantap vs Satpam Wilmar Buntut Konflik Lahan Berlarut","[CLS] Konflik lahan yang sudah berkepanjangan antara warga Desa Pantap, Kecamatan Kuala Kuayan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah (Kalteng), dan PT Bumi Sawit Kencana (BSK),  memanas. Terjadi, bentrokan antara puluhan warga dengan Satpam perkebunan sawit milik anak usaha Wilmar Group ini, Selasa (23/7/13). Dalam kejadian itu, empat warga luka-luka, satu motor warga rusak, dua truk dan satu mobil perusahaan juga rusak. Dua pos penjagaan satpam pun dibakar warga.Arie Rompas, Direktur Eksekutif Walhi Kalteng, mengatakan, bentrok ini dampak konflik lama yang tak pernah diselesaikan pemerintah. “Banyak konflik di perkebunan sawit adalah akumulasi penguasaan tanah oleh segelintir orang termasuk Martua Sitorus, pemilik Wilmar ,” katanya lewat surat elektronik kepada Mongabay,   Kamis (25/7/13).Dia  mengatakan, bila konflik terus dibiarkan akan meluas karena masyarakat di sekitar konsesi Wilmar sudah merasa terabaikan. “Tak ada satu pun persoalan tanah yang selesai, sama juga di desa lain yang masuk konsesi  seperti Desa Tanggar, Kenyala, Tanah Putih, Sebabi, Biru Maju, Pondok Damar. Mereka sudah kehilangan tanah dan sumber penghidupan.”Pemerintah, katanya,  harus segera membuat satu badan khusus penanganan konflik agraria guna memastikan resolusi konflik terjadi beserta sistem mekanisme pengaduan dalam menyampaikan persoalan-persoalan konflik. Pemerintah pun harus menjalankan reforma agraria guna mewujudkan keadialan agraria. “Dan membatasi skema penguasaan dan monopoli tanah oleh segelintir orang dalam sistem perkebunan skala besar,” ucap Arie.AKBP Himawan Bayu Aji, Kapolres Kabupaten Kotawaringain Timur di Sampit seperti dikutip dari Antara, mengatakan, bentrok diduga dipicu perselisihan lahan di perbatasan desa dengan perusahaan.  Polres Kotim telah mediasi antara perusahaan dan warga dan kedua belah pihak sepakat berdamai." "Bentrok Warga Pantap vs Satpam Wilmar Buntut Konflik Lahan Berlarut","“Ada beberapa kesepakatan dalam perdamian itu antara lain, perusahaan bersedia mengobati warga yang terluka akibat pertikaian dengan Satpam. Motor warga yang dirusak akan diganti perusahaan,” kata Himawan.Poin lain, perusahaan bersedia menghentikan pembangungan parit pembatas antara perusahaan dan desa Pantap.  Sebab, di dalam zona 200 yang dibangun itu masuk lahan warga.Sayangnya, penyelesaian hanya bersifat kasuistik, bukan mencari akar permasalahan hingga bara konflik tetap hidup. Data Walhi Kalteng, menyebutkan, bentrok antarmasyrakat Desa Pantap dengan  pamswakarsa perusahaan akibat konflik lama berkepanjangan. Perampasan tanah masyarakat desa sekitar perusahaan sudah lama terjadi oleh PT BSK.Konflik sudah sejak 2006, mencakup lahan masyarakat seluas kurang lebih 2.000 hektar. Pada puncaknya, 23 Juli 2013, sekelompok warga Desa Pantap protes penggalian parit batas di tanah yang masih berkonflik.  Namun satpam perusahaan memukul dan sempat merusak kendaraan masyarakat.  Merasa terdesak dan tak berimbang warga kembali ke desa. Mereka memberitahukan  warga lain.Kala kembali di lokasi, satpam ternyata sudah mempersiapkan diri dengan  senjata rakitan dan pistol. Warga makin marah. Bentrok pun tak terelakkan.Terjadi pembakaran dua pos penjagaan perusahaan dan warga sweeping truk perusahaan yang melintas di jalan Desa Pantap. Dua truk dan satu mobil strada milik perusahaan rusak.  Satu motor warga pun rusak dan empat orang mengalami luka-luka.Saat kejadian, kata Arie, hanya beberapa polisi yang menjaga.  Memang, sudah ada kesepakatan dan pertemuan warga dengan perusahaan.  Namun warga kecewa karena sudah banyak kesepakatan dibuat tetapi tak dijalankan. Basrun, Kepala Desa Pantap mencontohkan, ambulans yang dikirim perusahaan dinilai tak layak hingga warga menolak korban diangkut menggunakan mobil itu." "Bentrok Warga Pantap vs Satpam Wilmar Buntut Konflik Lahan Berlarut","Dia meminta, aparat mengusut satpam yang memukul  warga dan segera menyelesaikan konflik lahan yang lama terbaikan demi menghindari konflik lebih parah.Wilmar Group, perusahaan multinasional milik Martua Sitorus dan Wiliam Kwok menguasai lahan seluas 276.920 hektar dari 18  izin konsesi. Sebanyak delapan perusahaan sudah beroperasi di Kalteng, khusus Kabupaten Kotawaringin Timur dan Seruyan. [SEP]" "Diduga Bunuh Dua Warga, BKSDA Buru Harimau di Mandailing Natal","[CLS] Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatera Utara tengah berupaya menangkap seekor harimau Sumatera (Pantera tigris sumatrae) yang diduga membunuh dua warga Desa Rantau Panjang Kecamatan Muara Batang Gadis  Kabupaten Mandailing Natal. Hingga kini harimau itu belum berhasil masuk kandang perangkap yang dipasang di pinggir hutan.Upaya penangkapan harimau ini melibatkan pawang harimau, dokter hewan, staf Taman Safari Indonesia, LSM, polisi hutan reaksi cepat dan warga setempat. Sebelum penangkapan, tim sudah memasang kamera trap untuk mengindentifikasi harimau yang kemungkinan berjenis kelamin jantan ini.Istanto, Kepala BBKSDA Sumatera Utara Istanto, pekan lalu mengatakan, sejak 2004 tercatat delapan warga tewas diserang harimau di desa itu. Tahun 2013, dua orang petani karet tewas diterkam di kebun mereka yang berlokasi dekat pinggiran hutan. Seorang warga lain mengalami luka. masyarakat resah dan tidak berani beraktivitas di kebun.Petani karet yang tewas 22 Juni 2013 diserang harimau bernama Torkis Lubis (21), dan Karman Lubis (31)  pada 11 Maret. Dayah (38), berhasil menyelamatkan diri setelah sempat diterkam saat di pinggir sungai.“Kami akan menangkap harimau itu hidup-hidup, karena telah memangsa manusia. Kami memasang kandang perangkap. Kabarnya harimau mulai mendekat tapi belum masuk ke perangkap,” ucap Istanto.Kawasan hutan di dekat Desa Rantau Panjang merupakan kawasan hutan produksi terbatas. Hutan masih lebat dan banyak harimau. Hutan ini berbatasan dengan Taman Nasional Batang Gadis. Namun perambahan hutan untuk kebun sawit dan karet cukup tinggi hingga kehidupan harimau mulai terusik.Desa  itu bisa dicapai dengan perjalanan naik boat menyusuri sungai selama enam jam. Awalnya masyarakat berusaha membunuh harimau dan meminta bantuan polisi untuk menembak mati. Namun ditolak, lalu disepakati berkoordinasi BBKSDA untuk menangkap  harimau hidup-hidup." "Diduga Bunuh Dua Warga, BKSDA Buru Harimau di Mandailing Natal","Harimau terusik dan masuk ke kebun serta pemukiman warga pernah terjadi di Sumatera pada 20 November 2012, di Desa Rombisan, Kecamatan Aek Natas, Kabupaten Labuhan Batu. Harimau terjerat di kebun lalu dibunuh dan kulit diambil oknum polisi dan masyarakat. Hingga saat ini kasus belum selesai diselidiki BBKSDA Sumatera Utara. “Kami kesulitan mencari pelaku di lapangan tetapi kasus ini terus diselidiki.”Harimau Sumatera semakin terancam punah karena populasi terus menurun akibat kerusakan habitat dan perburuan. Saat ini, di alam liar diperkirakan tinggal 400 ekor tersebar di hutan-hutan yang telah terfragmentasi. [SEP]" "Menteri Kehutanan Dinilai Tak Serius Hentikan Sirkus Lumba-Lumba","[CLS] Komitmen Kementerian Kehutanan melalui Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) untuk menertibkan dan menghentikan segala bentuk sirkus lumba-lumba dinilai tidak serius oleh sejumlah kalangan pemerhati hak-hak satwa.Kendati sudah ada kesepakatan antara pelaku bisnis sirkus lumba-lumba keliling dengan Perhimpunan Kebun Binatang Seluruh Indonesia (PKBSI) tentang penghentian aktivitas sirkus keliling tersebut di kantor Majelis Permusyawaratan Rakyat RI di Jakarta tanggal 19 Agustus 2013 silam, namun aktivitas eksploitasi melalui sirkus lumba-lumba masih terus berjalan hingga saat ini di beberapa wilayah.Dalam Surat Dirjen PHKA No. S. 388/IV-KKH/2013 tanggal 19 Agustus 2013 yang ditembuskan kepada Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan  dinyatakan bahwa BKSDA Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta tanpa kecuali berkewajiban untuk, menertibkan dan menghentikan segala kegiatan sirkus lumba-lumba keliling di wilayah kerja masing-masing, mengambil tindakan untuk menarik kembali satwa tersebut ke Lembaga Konservasi asalnya serta tidak mengeluarkan SATS-DN (Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa Dalam Negeri) bagi peragaan Lumba-lumba keliling.Namun fakta di lapangan berbicara sebaliknya. Data temuan AFJ dan JAAN, hingga kini kegiatan eksploitasi Lumba-lumba dalam bentuk pentas keliling masih berlangsung di berbagai tempat. Diantaranya yaitu di Lapangan Kipan C521/DY, Tuban, Jawa Timur (13 September – 13 Oktober 2013, oleh PT. WSI Kendal), di Lapangan Parkir Stadion Wergu, Kudus, Jawa Tengah (20 September – 20 Oktober 2013 oleh PT. WSI Kendal) dan disinyalir pentas keliling Lumba-lumba juga diselenggarakan di Pekalongan, Jawa Tengah." "Menteri Kehutanan Dinilai Tak Serius Hentikan Sirkus Lumba-Lumba","Lewat sejumlah aksi yang digelar secara serentak di berbagai kota, sejumlah aktivis hak-hak satwa kembali menyampaikan kekecewaan mereka. Seperti yang dilakukan oleh sejumlah elemen di nol kilometer Yogyakarta, diantaranya Animal Friends of Jogja, Masyarakat Peduli Satwa dan Welfarian Animal.Mereka menuntut Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan untuk menepati komitmen yang sudah disepakati sebelumnya dengan pihak pebisnis sirkus lumba-lumba. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Aninal Friends Jogja, JAAN dan masyarakat peduli satwa,terhitung sejak dikeluarkannya pernyataan Menhut bahwa pertunjukan keliling lumba-lumba illegal, ada tujuh daerah penyelanggaran pertujukan keliling lumba-lumba yang sudah berlansung dan bahkan beberapa masih berlangsung.Selain melanggar Surat Dirjen PHKA, para pebisnis lumba-lmba juga melanggar keputusan Menteri Kehutanan Tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar, No. 447/KPTS-II/2003. Dalam BAB IV, bagian ketiga tentang Peran Organisasi Non Pemerintah Bidang Lingkungan Hidup,  Pasal 38 Ayat 1 berbunyi, kelompok pemerhati lingkungan hidup berhak ikut berperan dalam pemantauan peredaran tumbuhan dan satwa liar, memberi penilaian dan masukan terhadap keadaan potensi tumbuhan dan satwa liar tersebut di alam, berpartisipasi dalam peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan mendorong serta membantu penegakan hukum.“Selama ini, kami dari organisasi non pemerintah pemerhati lingkungan hidup dan satwa jarang dilibatkan seperti yang ditercantum dalam aturan yang ada,” jelas Dessy Zahara Angelina Pane atau Ina dari Animal Friends of Jogja." "Menteri Kehutanan Dinilai Tak Serius Hentikan Sirkus Lumba-Lumba","Selama ini, menurut sejumlah pemerhati hak-hak satwa, praktek pentas Lumba-lumba dan aneka satwa tidak mempresentasikan sebuah proses didik yang esensial dan bahkan melecehkan nilai edukasi dan konservasi. Para aktivis berpandangan,  sirkus satwa adalah sebuah pembenaran eksploitasi satwa liar untuk hiburan dan kepentingan komersial belaka. Praktek edukasi yang salah ini dianggap bisa mencetak generasi-generasi baru Indonesia yang tidak terpuji, mengancam kelestarian satwa liar di habitat alaminya, serta mendorong penangkapan dan perdagangan ilegal satwa liar.“Sirkus lumba-lumba selalu membawa alasan sebagai bentuk edukasi, padalah yang terjadi adalah penyiksaan dan ekploitasi,” tegas Ina.Pelanggaran demi pelanggaran yang dilakukan oleh korporat-korporat sirkus Lumba-lumba keliling masih diberi ruang oleh pihak-pihak yang berwenang. Kecaman dari organisasi-organisasi pemerhati kesejahteraan satwa bersama masyarakat peduli satwa masih dianggap angin lalu.Beredarnya Surat Dirjen PHKA No. S. 388/IV-KKH/2013 tanggal 19 Agustus 2013 yang seharusnya menjadi penunaian janji menteri kehutanan untuk menghentikan sirkus Lumba-lumba keliling yang telah beliau nyatakan Ilegal belum juga terwujud.“Kami berharap pak menteri kehutanan, segera merealisasikan janjinya. Bertindak tegas dan menhentikan segala bentuk pertunjukan keliling lumba-lumba dan satwa lainnya,” tegas salah satu peserta aksi bernama Iben.Selain di Yogyakarta, aksi simpatik masyarakat peduli satwa kemarin digelar serentak di Bundaran HI Jakarta oleh JAAN (Jakarta Animal Aid Network)  bersama musisi Coki Netral dan di Taman Apsari Surabaya oleh Welfarian dan masyarakat peduli satwa setempat. Di Jogja, selain aksi pembentangan poster Menhut seperti Pinokio, pembagian stiker stop sirkus lumba-lumba dan satwa lainnya kepada pengendara bermotor juga dilakukan oleh peserta aksi sebagai bentuk edukasi. [SEP]" "Pemilu 2014, Saat Memutus Rantai Penguasa Politik Terhadap Sumber Daya Alam","[CLS] Sumber daya alam yang ditempatkan sebagai salah satu sumber utama penggerak mesin politik di Indonesia, membuat berbagai praktek buruk pengelolaan lingkungan masih terus terjadi hingga saat ini. Selain itu, lemahnya kehadiran negara dalam penyelesaian masalah lingkungan dan perlindungan terhadap lingkungan juga memperparah kerusakan alam dan hutan yang ada saat ini di Indonesia.Hal ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Abetnego Tarigan dalam paparannya di hadapan sekitar 300 mahasiswa yang hadir dalam seminar bertajuk Pemanasan Global Isu Strategis Pemilu 2014 yang digelar oleh Yayasan Perspektif Baru bersama Konrad Adenauer Stiftung (KAS) dan Mongabay-Indonesia di Auditorium Kampus Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada hari Selasa, 1 Oktober 2013 silam.Selain menyoroti lemahnya kehadiran negara dan praktek-praktek buruk pengelolaan alam, problema kebijakan juga menjadi penyebab kerentanan sumber daya alam sebagai sumber dana politik. Hal ini disebabkan oleh banyaknya pemimpin-pemimpin partai politik dan sejumlah politisi yang menjadi pemilik pertambangan, perkebunan skala besar yang berkontribusi pada kerusakan dan eksploitasi alam secara berlebihan.“Keterlibatan langsung aktor-aktor penguasa sumber daya alam dalam krisis negara juga memperparah kerusakan alam. Mereka yang menguasai sumber daya alam, maka merekalah yang menentukan siapa yang jadi bupati, siapa yang jadi gubernur, dan siapa yang akan mereka dukung menjadi presiden,” ungkap Abetnego dalam paparannya." "Pemilu 2014, Saat Memutus Rantai Penguasa Politik Terhadap Sumber Daya Alam","“Dalam konteks itulah, kita tidak bisa lagi bicara bahwa isu lingkungan itu konteksnya hanya sains atau ilmiah, tetapi sekarang ini bagaimana isu lingkungan ini bisa kita masukkan ke dalam agenda proses politik kita yang akan kita hadapi di tahun 2014 mendatang. Pertama targetnya tidak usah muluk-muluk, namun bagaimana kesadaran politik itu tumbuh, kedua adalah mendesak isu-isu lingkungan hidup kepada partai dan kandidat yang mencalonkan diri,” lanjutnya.“Jika agenda ini bisa mereka bawa, maka ini akan menjadi sesuatu yang penting. Dan yang juga penting adalah memutus rantai penguasa politik dengan penguasa sumber daya alam. Hal ini untuk memutus praktek-praktek demokrasi yang transaksional tadi. Jika hal ini bisa berlanjut, maka kita berharap bisa melanjutkan perubahan ini di parlemen. Gerakan di parlemen ini untuk mendorong lintas partai untuk menangani isu lingkungan secara lebh serius, dan bukan seperti saat ini dimana komisi VII mengurusi lingkungan sekedarnya, dan tidak memiliki komitmen yang kuat untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada,” lanjut Abetnego.Sebelumnya, dalam pembukaannya moderator acara ini, Wimar Witoelar menyampaikan bahwa posisi mahasiswa dan pemilih muda ini sangat strategis dalam pemilu tahun depan.  “Dalam pemilu sebelumnya, ada 43% suara yang tidak menentukan pilihannya, sementara partai pemenang pemilu hanya meraih 33%. Nah kita sebagai orang kampus, sebagai akademisi harus tahu siapa yang harus dipilih. Dan suara yang 43% itu harus disumbangkan ke isu yang penting. Tidak ada isu yang lebih penting saat ini dibandingkan pemanasan global, penyelamatan hutan dan perlindungan komunitas,” ungkap Wimar." "Pemilu 2014, Saat Memutus Rantai Penguasa Politik Terhadap Sumber Daya Alam","“Kita menghadapi pemilu 2014, kita sudah melihat ada capres dari beberapa partai. Banyak kandidat menjanjikan banyak hal kepada rakyat ada yang menjanjikan dana UKM, ada yang menjaikan bantuan pada petani, nah Pemilu 2014 adalah kesempatan bagi mahasiswa bersama rakyat untuk memberikan suara mereka untuk perubahan.  Siklus politisi itu cuma lima tahun. Nah sementara siklus kehidupan anda sebagai mahasiswa itu lebih panjang, 5 tahun pacaran, 10 tahun punya anak, 20 tahun menikah dan 30 tahun akan punya cucu. Nah anda punya horison yang lebih panjang dibanding para politisi, dan anda bisa menyelamatkan masa depan anda. Tidak perlu demo, tidak perlu aksi, tidak perlu teriak-teriak. Cukup berikan suara anda kepada calon presiden yang mengerti pemanasan global. Kalaupun tidak mengerti, ya setidaknya mau mendengar,” jelas Wimar lebih jauh.Diskusi yang digelar sejak pukul 10 pagi ini, juga menghadirkan Gita Syahrani yang merupakan Senior Associate on Climate Change & Green Investment DNC Advocates at Work. Gita menyoroti sejumlah upaya pemerintah dalam menekan pemanasan global yang ada saat ini. Lewat penetapan Badan REDD+ Nasional yang disahkan oleh presiden bulan lalu." "Pemilu 2014, Saat Memutus Rantai Penguasa Politik Terhadap Sumber Daya Alam","“Namun masalah dalam proyek nasional REDD+ ini memang masih banyak permasalahan di lapangan. Misalnya Walhi yang menolak moratorium yang hanya soal izin pembukaan perkebunan baru, tetapi juga meliputi pembalakan liar secara berkelanjutan. Namun ternyata moratorium yang keluar hanya menolak izin baru di bawah peta kehutanan yang tidak sama dengan Undang-Undang yang ada, sehigga menimbulkan banyak kebingungan. “Salah satu cara terbaik adalah kita harus membuat satu peta yang diakui oleh seluruh pemangku kepentingan yang ada. Dan inilah mengapa dimulai inisiatif One Map harapannya agar Indonesia memiliki satu peta besar kehutanan yang bisa menjadi patokan bersama. Karena percaya atau tidak, kita masih belum punya peta ini,” ungkap Gita Syahrani.Persoalan pemetaan ini, menjadi salah satu kunci kerumitan persoalan tata guna lahan dan proses perizinan serta konflik sosial yang terus terjadi di Indonesia sampai saat ini. Ketiadaan batas dan kriteria yang jelas dalam peta kehutanan ini mengakibatkan lemahnya legalitas atas lahan dan mendorong pihak pemegang otoritas kebijakan untuk menyalahgunakan wewenang melakukan eksploitasi lahan dan sumber daya alam secara serampangan.Secara umum, lemahnya penanganan isu lingkungan di Indonesia ini membuat lemahnya daya saing kebijakan politik lingkungan di kancah nasional. Hal ini sangat berlawanan dengan apa yang terjadi di beberapa negara maju, terutama di Eropa saat ini. Dalam paparannya, Dr. Ahmad Maryudi, dosen Universitas Gadjah Mada, melihat fenomena meningkatnya perhatian dan kekuatan politik berbasis lingkungan di Eropa bisa memberikan perubahan yang signifikan dalam kondisi kehidupan masyarakat. [SEP]" "Menimbang Gerakan Masyarakat Sipil Terhadap Pertambangan Batubara di Sumsel","[CLS] Berbagai persoalan lingkungan hidup di Sumatera Selatan (Sumsel), khususnya pertambangan batubara, membuat banyak pihak prihatin. Bukan hanya merusak hutan bersama kekayaan flora dan faunanya, tetapi juga menimbulkan pencemaran air dan udara, “mendorong” pemanasan global, memiskinkan rakyat, memfasilitasi perilaku negatif di masyarakat, mengancam keberadaan peninggalan sejarah, serta menjadi ajang korupsi.“Oleh karena itu dibutuhkan gerakan masyarakat sipil buat menghentikan berbagai dampak dan ancaman yang ditimbulkannya,” kata Dr. Tarech Rasyid dalam focus group discussion (FGD) yang diselenggarakan Mongabay Indonesia, Green Radio dan TAF di Palembang, pada 9 September 2014 lalu dengan judul “Politik Batubara dan Peranan Masyarakat Sipil di Sumatera Selatan”.Gerakan masyarakat sipil, kata Tarech, bentuknya berupa mengkritisi segala bentuk perizinan batubara, melakukan riset dan advokasi baik dalam membela lingkungan hidup, hak-hak petani yang tanah dirampas, maupun potensi korupsi di sektor penambangan batubara.“Saat ini, reaksi masyarakat sipil baru sebatas protes terhadap isu transportasi yang mengganggu lingkungan dan tanah,” kata Tarech.Bentuk gerakan masyarakat sipil ini, katanya, dapat dalam bentuk sebuah forum atau koalisi. “Gerakan protesnya dapat memfokuskan pada isu lingkungan, kerusakan hutan, tanah masyarakat adat maupun korupsi di sektor penambangan,” kata Dosen Universitas Ida Bajumi (UIBA) Palembang ini.Sementara Hadi Jatmiko dari Walhi Sumsel, juga sepakat dengan adanya gerakan masyarakat sipil terhadap keberadaan penambangan batubara di Sumsel. Sebab ada indikasi pemerintah Sumsel ingin mempercepat pengerukan batubara.Indikatornya berupa pernyataan Gubernur Sumsel Alex Noerdin beberapa tahun lalu, “Lima tahun lagi batubara tidak berharga, maka sumber daya batubara Sumsel harus segera dieksploitasi.”" "Menimbang Gerakan Masyarakat Sipil Terhadap Pertambangan Batubara di Sumsel","Kemudian membuat MoU dengan PT. Adani dari India untuk membangun jalur kereta api sepanjang 270 kilometer dari Lahat menuju Tanjung Api-Api Banyuasin, membuat MoU dengan pemerintah Jambi dan Bengkulu untuk membangun rel kereta api khusus batubara, serta pembuatan jalan khusus batubara oleh PT. Servo dari Lahat menuju Tanjung Api-Api sepanjang 270 kilometer.Dijelaskan Hadi, dari luasan konsensi penambangan batubara di Sumsel yang mencapai 2,7 juta hektar sekitar 801.160 hektar berada di kawasan hutan. Sekitar 6.293 hektar berada di hutan konservasi, 67.298 hektar berada di hutan lindung, serta 727.569 hektar berada di hutan produksi. Sisanya, 1.985.862 hektar berada di areal penggunaan lain.Luasan konsensi itu dipegang oleh 359 perusahaan. Sekitar 264 perusahaan pemegang IUP sudah beroperasi. Tapi sekitar sekitar 23 perusahaan belum terindentifikasi NPWP-nya.Adapun isu yang harus diusung gerakan masyarakat sipil terhadap batubara di Sumsel yakni moratorium izin pertambangan batubara, review perizinan pertambangan batubara, penyelesaian konflik dengan mendorong pembentukan lembaga penyelesaian konflik, serta penegakan hukum atas pelanggaran hukum yang dilakukan perusahaan.Ade Indriani dari Yayasan OWA Indonesia, menyatakan keberadaan perusahaan batubara di Sumsel kian memarginalkan kaum perempuan. Misalnya perempuan dari keluarga tani yang miskin beban hidupnya kian bertambah. “Mereka selain harus mengurus keluarga, juga harus bekerja keras mendapatkan penghasilan di luar bertani. Misalnya menjadi buruh,” kata Ade.Bahkan keberadaan perusahaan tersebut mendorong perempuan menjadi objek seks. “Perempuan desa yang miskin akhirnya menjadi objek seks dari para pekerja pertambangan,” ujarnya. “Intinya keberadaan pertambangan batubara tersebut merupakan neo-kapitalis, yang jelas-jelas memiskinkan rakyat, terutama kaum perempuannya,” ujarnya.Mengancam Situs Megalitik Pasemah?" "Menimbang Gerakan Masyarakat Sipil Terhadap Pertambangan Batubara di Sumsel","Kabupaten Lahat merupakan daerah yang paling banyak terdapat situs megalitiknya. Menurut Kristantina Indriastuti dari Balai Arkeologi Palembang, pada umumnya situs-situs yang ditemukan di Lahat saat ini terletak di lahan persawahan, ladang-ladang, atau kebun kopi dan sebagian berada di pekarangan rumah.Beberapa situs yang dapat diidentifikasi antara lain, Situs Lubuk Tabun, Situs Pajar Bulan, Situs Tanjung Telang, Situs Karang Dalam, Situs Lesung Batu, Situs Pagaralam, Situs Tinggihari, Situs Sawah Jemaring, Situs Gunung Megang, Situs Kampung Bakti, Situs Pajar Bulan, Situs Muara Danau, Situs Muara Dua, Situs Gunung Megang, Situs Gunung Kaya, Situs Rambai Kaca, Situs Pulau Panggung, Situs Kotaraya Lembak, Situs Sinjar Bulan, Situs Tebat Sibentur, Situs Tegurwangi, Situs Tanjungsirih, Situs Tanjung Telang, Situs Air Purah, Situs Geramat, Situs Tanjung Beringin, Situs Tanjung Telang, Situs Muara Payang, Situs Karang Dalam, Situs Rindu Hati, Situs Muara Danau, Situs Nanding, dan lainnya.“Sampai saat ini aktivitas pertambangan batubara memang belum menyentuh wilayah situs yang sudah ditemukan. Tapi, kita tetap harus hati-hati, sebab banyak wilayah yang belum dilakukan penggalian seperti di wilayah Kecamatan Merapi,” kata Kristantina.”Saya berharap masyarakat dapat berperan dalam penjagaan situs megalitik ini,” tambahnya.Pada 2012 lalu, meskipun belum ditetapkan sebagai cagar budaya, Kabupaten Lahat tercatat dalam rekor MURI sebagai daerah yang paling banyak peninggalan megalitik. Tepatnya sebanyak 1.027 tinggalan megalith pada 41 situs.REDD+ dorong reklamasi" "Menimbang Gerakan Masyarakat Sipil Terhadap Pertambangan Batubara di Sumsel","Sementara pemerintah Sumsel yang beberapa waktu lalu menandatangani kerjasama dengan BP REDD+ akan melakukan proyek reklamasi pasca-tambang batubara, konservasi dan restorasi catchment area. Pengelola program ini melibatkan perusahaan batubara dan Perda Jasa Ekossitem. Hal yang sama juga dilakukan pada wilayah Kabupaten Muaraenim, yang melibatkan PT. Batubara Bukitasam.“Ini langkah yang diambil REDD+ dan pemerintah Sumsel guna mengatasi persoalan lingkungan hidup akibat aktivitas pertambangan batubara di Sumsel,” kata Najib Asmani, staf ahli lingkungan hidup dan perubahan iklim Gubernur Sumsel.Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio [SEP]" "Danau-danau “Neraka” yang Mengancam Sumber Air Kalsel","[CLS] Danau-danau di Kalimantan Selatan itu terlihat biasa dari kejauhan. Air tenang tanpa riak. Bahkan, ada yang indah dari jauh, berwarna hijau kebiru-biruan. Ada pula yang berwarna agak kecoklatan, bahkan hitam pekat. Namun, danau itu tak setenang dan seaman tampilan. Ia adalah kolam-kolam raksasa buat menampung limbah-limbah buangan maupun lubang-lubang galian dari tambang batubara.Kolam-kolam raksasa ini bak neraka bagi umat manusia dan lingkungan sekitar. Betapa tidak, ia berpotensi mencemari air-air sungai di Kalsel, yang menjadi sumber kehidupan sehari-hari bagi warga. Fakta horor ini terungkap dari hasil investigasi Greenpeace dalam laporan berjudul  “Terungkap: Tambang Batubara Meracuni Air di Kalimantan Selatan,” yang rilis awal Desember 2014 di Jakarta.Dari laporan itu terungkap, aktivitas pertambangan batubara di Kalsel, merusak sumber air, membahayakan kesehatan dan masa depan masyarakat sekitar.  Greenpeace menemukan kebocoraan  dan pembuangan zat asam pada kolam dan bekas lubang tambang yang mengandung zat berbahaya melebihi aturan tambang batubara.Greenpeace melakukan investigasi sekitar enam bulan dengan mengambil sampel di 29 titik dari kolam limbah, dan lubang tambang terbengkalai perusahaan tambang yang bocor. Temuan ini juga memberikan bukti kuat perusahaan-perusahaan tambang batubara menyumbangkan limbah berbahaya ke sungai dan sumber-sumber air masyarakat, melanggar standar nasional untuk pembuangan limbah di pertambangan.Studi kasus ini dilakukan di beberapa konsesi perusahaan tambang, seperti milik Arutmin, anak usaha Bumi Resources, di Distrik Asam-asam. Kondisi di sini terburuk dari semua konsesi yang dikunjungi Greenpeace. Satu sampel mengandung kadar pH 2,32, mangan tinggi 10 kali ambang legal. Ambang batas air limbah batubara sesuai aturan Kementerian Lingkungan Hidup No 113, 2003, pH maksimum antara enam sampai sembilan, besi tujuh mm atau mg dan mangan empat mg." "Danau-danau “Neraka” yang Mengancam Sumber Air Kalsel","“Saat uji juga temukan kandungan zat itu di atas ambang batas. Ditemukan juga logam berat lain, misal, nikel, arsenik, mercuri. Seluruh logam berat ini sangat berbahaya. Apalagi terakumulasi dalam jangka dan waktu lama. Bahaya bagi biota air, kala terserap bisa jadi racun. Konsentrasi rendah aja beracun apalagi terakumulasi dalam waktu lama,” kata Hindun Mulaika, juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, hari itu di Jakarta.Endapan kotor dan terkontaminasi juga mengalir ke lingkungan. Tim mengidentifikasi jelas jejak-jejak luapan air di kolam pengendapan. Air melimpah. Bahkan, di kolam lain, tampak air baru melimpah keluar dan merembes ke anak sungai. Parahnya lagi, kolam-kolam kotor itu berada di dekat jalan umum yang sehari-hari dilalui masyarakat.  “Rembesan ini berpotensi mencemari air yang bisa berdampak pada penduduk Desa Salaman.”Hilda Mutia, peneliti utama sekaligus koordinator Waterpatrol Greenpeace Indonesia mengatakan, seharusnya kolam-kolam Arutmin ini bisa menampung air asam. “Karena hujan dan longsor akhirnya bocor. Keluar ke lingkungan. Warna air coklat dan ada di pinggir jalan,  dilalui warga desa.”Bahkan, kolam asam Arutmin, ada yang keluar, menyeberang ke saluran jalan dan mengarah ke rawa terdekat. “Jadi rawa sudah tercampur antara warna kuning dan hijau.”Lalu, di Banpu, anak perusahaan Jorong Barutama Greston. Di sini ditemukan, lubang bekas tambang sepanjang dua km dengan keasaman dan kandungan logam berat mangan di atas ambang batas. Tak jauh dari sana, ditemukan kolam asam menyerupai rawa, tampak tak terawasi. Citra saltelit menunjukkan, air kolam asam mengalir hingga bisa mengkontaminasi badan air atau sungai-sungai kecil. Jorong pernah diprotes terkait reklamasi minim dan pelanggaran batas hutan lindung.Studi lain, di Tanjung Alam Jaya di Kabupaten Tapin, Kalsel. Menurut Hilda, di konsesi ini ada satu kolam tambang terbengkalai mengandung air asam." "Danau-danau “Neraka” yang Mengancam Sumber Air Kalsel","Danau besar itu terkesan menyejukkan, tetapi kala dites pH asam tinggi, 3,74. Di salah satu dinding danau bocor dan air keluar serta jatuh ke sungai kecil. “Ada warna lain di bagian tepi sungai. Bisa dibayangkan dampak tambang dekat dengan warga dan kehidupan warga,” ujar dia.Pada 2011, lebih 30% batubara Indonesia hasil 14 perusahaan di Kalsel, yakni 118 Mt dari total produksi nasional 353 Mt. Pada 2008, ada 26  izin tambang pusat dan 430  izin pemerintah daerah.Dengan riset ini, Greenpeace mengindikasikan,  3.000-an km atau 45% dari total sungai di Kalsel, mengalir melewati kawasan tambang batubara dan berpotensi tercemar dari tambang-tambang itu.Arif Fiyanto, Jurukampanye Iklim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara memaparkan, di Kalsel, mereka mendatangi sekitar 300-an lubang-lubang tambang dan kolam limbah yang menghasilkan air asam.Parahnya lagi, dari sekitar 300-an kolam tambang itu, sebagian besar berbentuk bak kolam dan danau biasa. Tak ada plang atau tanda-tanda yang menyatakan kalau itu kolam limbah atau lubang tambang. “Ada yang memasang tanda-tanda, tapi itu sedikit sekali. Sebagian besar, sudahlah berada dekat pemukiman, di dekat jalan raya. Tak ada rambu-rambu pula,” katanya.Menurut dia, batubara merusak, tak hanya mencemari air juga menghancurkan bentang alam Kalsel yang indah. “Dalam tempo tak sampai dua dekade hancur. Misal di Tanah Laut di Kabupaten Tanjung, Adaro, di sana. Bagaimana bentang alam dihancurkan tanpa mereka mempedulikan standar nasional tentang pengelolaan air dan hak-hak masyayarakat maupun reklamasi. Setelah keruk tinggalkan begitu saja dan tinggalkan ratusan lubang tambang yang bahayakan masyarakat sekitar.”Dampak buruk terhadap masyarakat sekitar ini, kata Arief, harus dihentikan. Perusahaan-perusahaan tambang, harus punya tanggung jawab legal. “Yang melanggar hukum harus perbaikan.“" "Danau-danau “Neraka” yang Mengancam Sumber Air Kalsel","Pemerintah Indonesia, katanya, harus mengawasi lebih baik, sekaligus tegas dalam penegakan hukum bagi pelanggar.  “Sektor tambang batubara bawa ancaman sangat serius di Kalsel. Apa yang ditemukan ini beri konfirmasi, pulau Kalimantan salah satu pulau yang akan hadapi dampak paling buruk dari perubahan iklim. Proses ini sudah dilihat pada konsesi-konsesi itu. Tak perlu dilihat sampai 2050.”Untuk itu, Greenpece rekomendasikan pemerintah melakukan investigasi terbuka. Sebab, temuan ini memperlihatkan ancaman terbuka terhadap kualitas air dan kesehatan masyarakat di Kalsel.Rekomendasi lain, proses alokasi izin tambang mencakup pertimbangan yang jauh lebih kuat bagi rekam jejak kinerja lingkungan perusahaan.  “Kalau perusahaan melanggar, pemerintah harus punya keberanian buat cabut izin mereka. Ini harus dihentikan, izin dicabut. Di-review.  Ini berlaku juga pada perusahaan-perusahaan di Kalsel,” katanya.Greenpeace mendesak, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan membuka rincian dana jaminan reklamasi dan rehabilitasi lahan untuk Kalsel. “Apakah dana itu cukup mencegah dampak jangka panjang setelah tambang ditutup.”Badan Lingkungan Hidup Kalsel dan Kementerian LHK, kata Arief, harus mempublikasikan informasi pelanggaran-pelanggaran pembuangan air limbah berkala. “Ini akan membantu investor, badan perizinan tambang pusat, dan masyarakat sipil untuk mengikuti kinerja perusahaan.”Greenpeaace, katanya,  siap bekerja sama dengan pemerintah. “Ada harapan pada pemerintah baru dapat memberikan hal berbeda dari pemerintah sebelumnya. Masyarakat layak hidup sehat, tak berada dalam ancaman industri tambang luar biasa merusak ini.” [SEP]" "Ruwetnya Persoalan di Pesisir Timur OKI Sumatera Selatan","[CLS] Pesisir Timur Sumatera Selatan yang berada di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) merupakan daerah yang sudah dikenal sejak dulu. Di masa Kerajaan Sriwijaya, diperkirakan wilayah ini merupakan lokasi perdagangan yang ramai.Di era Orde Baru, wilayah yang luasnya sekitar 750 ribu hektar yang sebagian besar berupa lahan rawa gambut ini, merupakan daerah HPH dan perambahan hutan.Banyak orang kaya dari daerah ini disebut “boss kayu”. Artinya pengusaha penggergajian kayu. Identitas ini mengalahkan orang kaya sebagai pengusaha terasi atau ikan, yang juga banyak lahir dari masyarakat pesisir timur OKI.Bersamaan dengan itu, program transmigrasi tahun 1982 dijalankan. Tepatnya di wilayah Air Sugihan. Lantaran lahan gambut sulit dijadikan lahan pertanian, untuk ditanam padi dan sayuran, maka sebagian transmigran ikut dalam plasma perkebunan sawit. Para transmigran ini memanfaatkan lahan gambut yang kayunya sudah habis. Baru, setelah pengolahan lahan yang terus dilakukan, sebagian wilayah Air Sugihan menjadi sentra padi dan sayuran.Pada 1997 dan 1998, saat terjadi badai El Nino, terjadi kebakaran hebat di wilayah ini. Kabut asap yang ditimbulkan menyelimuti seluruh wilayah Sumatera Selatan, termasuk ke Singapura dan Malaysia.Pasca-kebakaran lahan dan HPH, bukan program rehabilitasi yang dijalankan pemerintah. Justru perusahaan perkebunan sawit kian berkembang, termasuk pula perusahaan hutan tanaman industri (HTI).Khusus perusahaan HTI, pemerintah maupun sejumlah akademisi di Sumatera Selatan menilainya bukan sebagai ancaman tapi sebagai penyelamat lahan gambut yang sudah rusak. Hal ini jelas berbeda dengan pandangan sejumlah pegiat lingkungan hidup yang menyatakan perusahaan HTI juga merupakan ancaman lahan gambut. Buktinya, setiap kali musim kemarau, ditemukan juga titik api di konsesi HTI." "Ruwetnya Persoalan di Pesisir Timur OKI Sumatera Selatan","Sementara, perkebunan sawit yang terus melakukan ekspansi, selain menyebabkan kerusakan lahan gambut, juga menimbulkan konflik lahan dengan masyarakat.Di tengah persoalan tersebut, masyarakat yang tidak mengalami konflik dengan perusahaan dan tidak bertani, mengembangkan pertambakan tradisional udang windu dan ikan bandeng.Aktivitas yang merusak lahan gambut ini ternyata dilakukan warga di Hutan Lindung Pantai Sungai Lumpur dan Sungai Mesuji. Akibatnya, puluhan ribu dari 98.115 hektar hutan lindung tersebut mengalami kerusakan.“Pertambakan tradisional mengandalkan pakan alami. Jadi, jika tambak dinilai tidak lagi banyak menyediakan pakan alami, para petambak membuka pertambakan yang baru. Pertambakan yang lama ditinggalkan begitu saja,” kata Junaidi dari Dinas Kehutanan Kabupaten OKI, beberapa waktu lalu.Dapat dikatakan, setiap desa yang berada tak jauh dari pantai, selain menjadi nelayan tangkap juga menjadi petambak. Contohnya di Desa Simpang Tiga Makmur, saat ini sekitar 500 kepala keluarga bergantung hidup dari pertambakan tradisional.Setiap kepala keluarga memiliki luas tambak dua hektar. Beberapa desa yang sebagian besar warganya merupakan petambak tradisional di Kecamatan Tulung Selapan selain Simpang Tiga Makmur adalah Simpang Tiga Jaya, Simpang Tiga Sakti, dan Tulung Seluang. Kemudian sejumlah desa yang masuk Kecamatan Cengal, Mesuji dan Mesuji Makmur.“Ribuan keluarga yang membuka pertambakan tradisional. Sebagian besar di wilayah hutan lindung,” kata Junaidi.“Perkembangan baiknya, setelah dilakukan pemantaun, warga sudah berkurang membuka pertambakan di hutan lindung. Kita tengah membinanya agar hasilnya membaik, sehingga tidak merambah hutan lindung, serta kita akan melakukan rehabilitasi hutan lindung,” jelas Junaidi.Ancaman perubahan sosial" "Ruwetnya Persoalan di Pesisir Timur OKI Sumatera Selatan","Anwar Sadat dari Serikat Petani Sriwijaya (SPS) menjelaskan persoalan lingkungan di Kabupaten OKI, khususnya di wilayah pesisir timur memang sangat kompleks. Bukan hanya persoalan kebakaran lahan, tapi juga konflik lahan hingga ancaman perubahan sosial.Mengenai kebakaran lahan, bukan hanya perusahaan perkebunan sawit dan HTI yang harus didorong. Tetapi juga, pemberian sanksi hukum terhadap para pelaku dan pemiliknya. “Persoalan ini mungkin dapat dilakukan oleh pemerintah dengan memberikan pendidikan dan teknologi pertanian yang lebih arif dengan lingkungan,” kata Sadat.Artinya, persoalan kebakaran hutan dapat diselesaikan jika pemerintah, swasta dan masyarakat benar-benar fokus menyelesaikan persoalan kebakaran lahan.Penataan tambak tradisional, kata Sadat, juga sama dalam mengatasi kebakaran lahan. “Jika diberikan ilmu dan teknologi, maka tambak milik masyarakat akan menghasilkan produksi yang baik, sehingga mereka akan menghentikan perambahan lahan, dan bukan tidak mungkin turut menjaga lahan,” ujarnya.Sadat juga mengkhawatirkan ancaman sosial di wilayah pesisir timur dengan hadirnya perusahaan. Sadat mengingatkan apa yang terjadi pada sejumlah kelompok masyarakat di Muara Enim, Lahat, Musirawas , Banyuasin dan Musi Banyuasin. Setelah perusahaan hadir, masyarakat kehilangan lahan. Masyarakat pun akhirnya terlibat pada profesi yang negatif, seperti penyedia tempat hiburan, terlibat peredaran narkoba, atau menjadi pelaku kriminalitas. “Hidup baik-baik hanya menjadi buruh, namun miskin,” katanya.“Perubahaan ini sulit dibendung. Kalau wilayah ini berkembang pesat, dipastikan para pelaku ekonomi dari perkotaan akan banyak datang,” katanya.Para pendatang ini bukan tidak mungkin akan membeli lahan pertanian untuk dijadikan rumah toko, pusat perbelanjaan, tempat hiburan, dan lainnya." "Ruwetnya Persoalan di Pesisir Timur OKI Sumatera Selatan","Oleh karena itu, kata Sadat, seperti yang diinginkan pemerintahan Jokowi-JK, sudah seharusnya sejak dini masyarakat di pesisir timur Sumatera Selatan ini diperkuat basis ekonominya.Yang tidak kalah pentingnya, tata ruang ditata sedemikian rupa. Sejak awal sudah ditetapkan mana wilayah pemukiman, pertanian, perkantoran, dan pasar. “Jangan dibiarkan bebas, sebab rakyat pasti dikalahkan para pelaku ekonomi yang hanya berorientasi keuntungan, tanpa mempertimbangkan persoalan lingkungan hidup dan sosial,” ujarnya.Harus ada komitmenTerhadap berbagai upaya mengatasi berbagai persoalan lingkungan dan sosial di wilayah pesisir timur Kabupaten OKI, kata Sadat, harus ada komitmen bersama antara pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat.Sadat mengutip apa yang dikatakan Menteri LH dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar di Jakarta pada Rabu (05/11/2014) lalu. Kementerian tersebut akan fokus pada persoalan sampah, rehabilitasi hutan, dan resolusi konflik sosial.Kenapa komitmen ini harus melibatkan para pelaku usaha? “Sebab kehadiran mereka yang menyebabkan berbagai persoalan yang merugikan masyarakat dan lingkungan hidup. Oleh karena itu pelaku usaha harus terlibat aktif dalam merehabilitasi hutan dan menyelesaikan berbagai konflik sosial. Keterlibatan ini harus dalam bentuk satu komitmen.”Terhadap pandangan ini, Najib Asmani, staf ahli Gubernur Sumsel bidang lingkungan hidup, mengatakan sudah menjadi agenda Pemerintah Sumsel melanjutkan apa yang disepakati antara pemerintah Sumsel dengan BP REDD+.“Komitmen ini akan melibatkan Pemerintah Sumsel, pemerintah kabupaten dan kota, semua pelaku usaha, masyarakat, dan NGO. Semuanya akan bekerja sama. Menghadapi berbagai persoalan lingkungan hidup yang kompleks ini tidak hanya dapat dilakukan oleh satu pihak. Semua harus menyatu dan saling mendukung,” katanya." "Ruwetnya Persoalan di Pesisir Timur OKI Sumatera Selatan","Bagaimana jika ada pemerintah daerah dan pelaku usaha menolak komitmen ini? “Mereka pasti akan mendapatkan sanksi sesuai regulasi yang ada. Sebab persoalan lingkungan hidup di Indonesia sudah menjadi persoalan global, dan menyebabkan bangsa ini terus menderita,” kata penggiat REDD+ Sumsel ini.Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio [SEP]" "Menambang Ilegal di Boyan Tanjung, 11 Warga Tiongkok Divonis Dua Tahun Penjara","[CLS] Pengadilan Negeri Pontianak memvonis dua tahun penjara bagi 11 warga Tiongkok karena melakukan penambangan ilegal di Boyon Tanjung, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, Rabu (22/10/2014). Vonis ini lebih berat dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU), yakni 10 bulan penjara. Tidak terima atas putusan ini, melalui pengacaranya, mereka menyatakan banding.Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pontianak Torowa Daeli, selain menjatuhkan hukuman dua tahun penjara kepada 11 warga Tiongkok tersebut, memberikan denda pula masing-masing Rp1 miliar. Sebelumnya, JPU menuntut kurungan 10 bulan dan denda Rp1 miliar.Ke-11 tenaga kerja asing ini dijerat pasal 158 UU No 4 tahun 2009 tentang Pertambangan, Mineral dan Batubara; UU No 18 tahun 2003 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan; serta UU No 32 tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup.“Para terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana penambangan ilegal di Boyan Tanjung, sehingga semua unsur dakwaan JPU terpenuhi, dan telah terbukti melakukan tindak pidana,” kata Torowa Daeli. Hakim juga mengungkapkan hal-hal yang memberatkan dalam persidangan tersebut.Menurut Torowa, para terdakwa secara hukum terbukti melakukan penambangan di kawasan hutan lindung, dan telah merusak lingkungan. Perbuatan para terdakwa, merugikan kekayaan alam negara yang tidak bisa diperbaharui.“Jika denda tidak bisa dibayarkan, maka hukuman para terdakwa akan ditambah masing-masing empat bulan,” jelasnya. Hakim juga memerintahkan dua unit eksavator yang dijadikan alat bukti disita negara.Dalam persidangan, Ketua Majelis Hakim PN Pontianak juga memerintahkan pada JPU agar berkoordinasi dengan penyidik dari Polda Kalbar untuk mengusut tuntas kasus itu. Terutama Mr Lee, pemilik PT. Cosmos Inti Persada, yang mempekerjakan sebelas WNA tersebut. Mr Lee sendiri buron, dan menjadi DPO Interpol." "Menambang Ilegal di Boyan Tanjung, 11 Warga Tiongkok Divonis Dua Tahun Penjara","Abdul Samad, Jaksa Penuntut Umum,  menyatakan, menerima putusan hakim tersebut. Dia mengatakan wajar, jika penasehat hukum para terdakwa mengajukan banding dan itu merupakan hak terdakwa yang diatur dalam perundangan-undangan. “Terkait proses terhadap Mr Lee, kami akan teruskan kepada penyidik Polri,” ungkapnya.Bukan pertambanganPenasehat hukum 11 terdakwa, Widi Syailendra, menyatakan hakim salah tafsir dengan fakta-fakta di persidangan. Karena, dia berani menyatakan sejak awal, kliennya bisa bebas, karena jeratan hukum lemah.“Sejak awal yakin klien bebas. Maka setelah diputus dua tahun, secara tegas kami menolak putusan hakim, dan langsung daftar banding,” kata Widi, usai persidangan. Dia mengatakan, hakim banyak salah tafsir terhadap hal-hal yang menjadi pertimbangan.Diantaranya, para tenaga kerja dinyatakan tidak membawa izin sewaktu kerja di lapangan. Padahal, menurut Widi, hal itu sangat wajar karena sebelas warga asing tersebut hanya tenaga lapangan. Ketika diminta untuk menunjukkan izin kerja, baru mereka sertakan.Hal lainnya, terkait peralihan saham. Hakim menyatakan tidak sah, karena tidak diberitahukan kepada bupati, selaku pemberi izin. Namun, peralihan saham, bukan peralihan Perusahaan. Ketika jaksa menghadirkan saksi dari BKPM, saksi tersebut juga menyatakan hal itu sesuai peraturan. “Badan hukum yang bermasalah, yang bertanggung jawab direksinya. Bukan pekerja,” tambahnya.Widi mengatakan, 11 warga ini hanya pekerja biasa. “Penahanan mereka disini, bukan hanya menahan 11 warga tetapi 11 keluarga  yang  tidak dinafkahi,” tambahnya. “Para pekerja asing tersebut tidak melakukan kegiatan penambangan. Mereka, baru mengambil sampel untuk diteliti kandungan tanahnya.”" "Menambang Ilegal di Boyan Tanjung, 11 Warga Tiongkok Divonis Dua Tahun Penjara","Dalam persidangan ini, Widi didampingi Jimmy Dohar Pandapotan Sihombing, Herman Santoso, serta penerjemah Daruma Daishi. Sidang kasus itu, dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Torowa Daeli, dengan hakim anggota Sugeng Warmanto, dan Syofia Marlianti Tambunan. Sebelumnya, penasihat hukum 11 warga Tiongkok ini minta Komisi Yudisial dan Komisi Pemberantasan Korupsi agar mengawasi proses sidang kliennya di Pengadilan Negeri Pontianak.Areal lindungSebagai penjelasan, warga Tiongkok tersebut ditangkap Polda Kalbar yang bekerja sama dengan Dinas Kehutanan Kalbar pada pertengahan Desember 2013. Kepala Bidang Humas Polda Kalbar, AKBP Mukson Munandar mengatakan mereka melakukan penambangan liar dengan menebang hutan lindung dan hutan produksi terbatas di Dusun Kalang, Desa Naga Betung, Kecamatan Boyan Tanjung, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.Dalam penangkapan tersebut, petugas berhasil menyita hasil galian berupa logam, emas, dan sejumlah peralatan untuk menggali. Menurut Mukson, perusahaan tersebut diduga melakukan pelanggaran karena tidak dapat menunjukkan perizinan yang dimiliki termasuk izin pinjam pakai kawasan hutan dari Menteri Kehutanan.Dalam operasi itu tim juga menemukan pembuatan jalan sepanjang 27.996 meter dengan lebar 10 meter. Sepanjang 18.801 meter berada di kawasan hutan produksi terbatas dan 9.195 meter di kawasan hutan lindung. Sejumlah tenaga kerja lokal juga dipekerjakan sebagai tukang masak dan membangun kamp di wilayah itu. Mukson menduga, aktivitas perusahaan tambang telah dilakukan sejak setahun." "Menambang Ilegal di Boyan Tanjung, 11 Warga Tiongkok Divonis Dua Tahun Penjara","Kepada media WWF Indonesia Program Kalimantan Barat, Albertus Tjiu, mengatakan perusahaan tambang yang hendak membuka kawasan hutan lindung harus memiliki izin yang disebut pinjam pakai kawasan. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.43/Menhut-II/2008 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan.  “Dalam aturan itu dijelaskan, pinjam pakai kawasan hutan tidak boleh mengubah status, peruntukan dan fungsi kawasan hutan tersebut. Pinjam Pakai Kawasan ini harus diajukan pada Kementerian Kehutanan sebagai institusi yang mengatur kawasan hutan lindung,” ungkapnya.Jika hutan lindung dibuka tanpa adanya izin pinjam pakai kawasan, ini berarti  ilegal. Albert menekankan pentingnya keberadaan hutan lindung agar fungsi-fungsi ekologisnya terutama menyangkut tata air dan kesuburan tanah tetap terjaga. Secara lebih luas, kerusakan hutan lindung bisa menyebabkan bencana.Sidang kasus ini mendapat kawalan dari Masyarakat Bala Adat Dayak. Awalnya mereka melakukan unjuk rasa kepada Kejaksaan Tinggi Kalbar, yang hanya menuntut warga Tiongkok itu 10 bulan penjara. Ketua Bala Adat Dayak Didi, mengatakan, harusnya mereka dituntut hukuman maksimal. “Mereka telah melakukan penambangan dan perambahan hutan lindung di Kapuas Hulu. Harus dijerat tiga undang-undang  yakni UU No 4/2009, UU No 18/ 2013, serta UU No 32/2009,” ujarnya.Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio [SEP]" "Udang-Merah Sangihe, Jenis Baru yang Kritis di Daftar Merah","[CLS] Udang-merah sangihe (Ceyx sangirensis) merupakan salah satu jenis burung baru yang ditetapkan di 2014 ini. Burung endemik Sangihe, Sulawesi Utara, ini awalnya dimasukkan dalam jenis udang-merah sulawesi (Ceyx fallax). Terakhir kali terlihat tahun 1997 dan sampai sekarang belum ditemukan lagi.Jihad, Bird Conservation Officer Burung Indonesia, menuturkan bahwa jenis raja-udang berukuran kecil ini resmi ditetapkan sebagai jenis burung baru melalui kajian Daftar Merah 2014. Kajian yang dilakukan oleh BirdLife International -organisasi konservasi alam yang memiliki 120 mitra di seluruh dunia- ini juga menambah kekayaan jenis burung di dunia menjadi 10.425 jenis atau sepuluh persen lebih banyak.Ini dikarenakan adanya penambahan 361 jenis burung bukan-petengger (non-passerine) yang kini diakui sebagai jenis baru. Beberapa jenis tersebut berasal dari Asia Tenggara termasuk Indonesia. “Berdasar kajian ini di Indonesia terdapat penambahan setidaknya 48 jenis yang merupakan hasil pemisahan dari jenis yang sudah ada sebelumnya, serta satu penambahan dari temuan jenis baru,” tutur Jihad dalam rilisnya kepada Mongabay Indonesia.Meski udang-merah sangihe berstatus pendatang baru, namun nasibnya justru masuk dalam kategori terancam punah. Survei yang dilakukan Burung Indonesia, organisasi konservasi pelestarian burung liar dan habitatnya, pada 2004-2006 maupun di 2009 tidak berhasil menemukan jenis ini. Pengamatan singkat yang dilakukan di Hutan Sahendaruman pada 2014 juga nihil hasilnya." "Udang-Merah Sangihe, Jenis Baru yang Kritis di Daftar Merah","Berdasarkan bukti nyata tersebut, kajian Daftar Merah 2014, maka burung yang menghuni hutan primer dataran rendah ini statusnya ditetapkan sebagai jenis Kritis. Status ini mengartikan bahwa hidupnya hanya selangkah lagi menuju kepunahan jika tidak ada kegiatan pelestarian. Di Sangihe sendiri, meski hutan primer dataran rendahnya nyaris habis, namun udang-merah sangihe diduga masih bertahan di lembah-lembah berhutan yang tidak terjangkau. Meskipun, jumlahnya relatif sedikit.Karena itu, kajian yang diserahkan kepada badan konservasi dunia IUCN (International Union for Conservation of Nature) menekankan pentingnya pelestarian beberapa bird hotspot (daerah kaya jenis burung) yang kondisinya tercekam.Agus Budi Utomo, Direktur Eksekutif Burung Indonesia, menjelaskan bahwa Sangihe merupakan daerah penting untuk endemisme dan keterancaman karena memiliki banyak jenis unik yang tidak ditemukan di tempat lain di dunia. Sangihe juga memiliki jenis langka terancam punah. “Daerah-daerah semacam ini telah ditetapkan menjadi prioritas konservasi dunia, dan sangat memerlukan aksi konservasi secepatnya untuk melindungi habitat dan masa depan burung-burung kritis seperti udang-merah sangihe,” terang Agus.Sementara di Jawa, jenis baru yang diakui seperti pelatuk punggung-emas (Chrysocolaptes strictus) yang statusnya Rentan dan raja-udang kalung-biru (Alcedo euryzona) berstatus Kritis menunjukkan bahwa pulau terpadat di dunia ini juga menjadi rumah bagi sejumlah jenis unik. Namun, padatnya penduduk dan hilangnya habitat alami di pulau ini menjadi ancaman tersendiri bagi keberadaan jenis-jenis baru tersebut.Memang, raja-udang kalung-biru saat ini diakui sebagai jenis endemis Jawa. Namun, jenis serupa yang ada di Semenanjung Malaysia, Sumatera, dan Kalimantan yang semula juga dimasukkan dalam jenis yang sama, kini diberi nama baru yaitu raja-udang peninsula atau Alcedo peninsulae." "Udang-Merah Sangihe, Jenis Baru yang Kritis di Daftar Merah","Dr. Stuart Butchart, Kepala Bidang ilmu Pengetahuan BirdLife, mengatakan bahwa Daftar Merah tidak hanya penting untuk membantu mengidentifikasi jenis-jenis yang perlu upaya pemulihan. Namun juga, dapat memfokuskan rencana konservasi dengan mengidentifikasi lokasi maupun habitat kunci yang perlu dilestarikan, termasuk Daerah Penting bagi Burung (DPB) dan Daerah Penting bagi Keragaman Hayati. “Daftar Merah yang terus diperbarui akan membantu dalam penetapan prioritas konservasi dan pendanaan di masa depan,” ujarnya. [SEP]" "Kala Daerah Cuek, Warga Rembang Ngadu ke Jakarta","[CLS] Hewan-hewan kabeh pada tumpes…Urep-urepan kabeh podo tumpes…Sawangen koe wit-witen podo cantes…Sawangen koe wetu-wetu podo cures…Kulo mung petani ….Itulah lagu ciptaan para ibu dari Rembang,  soal kekhawatiran eksploitasi tambang karst yang mengancam lingkungan dan kehidupan mereka. Mereka bernyanyi bersahut-sahutan. Ke Jakarta, warga mendatangi Komnas HAM, Komnas Perempuan, Mahkamah Agung, KPK, Mabes Polri sampai Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.***Siang itu, jam menunjukkan pukul 14.00. Suasana depan gedung KPK, Kamis (20/11/19),  riuh oleh wartawan yang menanti tersangka kasus alihfungsi hutan, Gubernur Riau,  Annas Maamun, yang sedang diperiksa. Sisi lain,  ibu-ibu dari Rembang,  penolak pabrik semen duduk bersila di depan pintu masuk. Mereka menggunakan kebaya dan kain panjang (sampir). Kepala bercaping hijau. Rambut digulung, dan berkonde berwarna merah putih.Suasana begitu kontras.  Kala KPK tengah memeriksa tersangka alihfungsi lahan, bagian lain, ibu-ibu gigih aksi mempertahankan kelestarian lingkungan.Gunarti, perempuan yang aksi sesekali berorasi. “Lagu ini kami ciptakan sendiri berisi keresahan. Hewan-hewan, tumbuhan, batu semua akan ludes jika pabrik itu tetap didirikan. Belajar dari kejadian, kalau ada pabrik pasti kerusakan terjadi. Kita tak ingin aksi kasar. Dengan ini mudah-mudahan bisa didengar,” katanya.Selama di Jakarta, mereka tidur di kantor YLBHI. Beralaskan tikar, berhimpit-himpitan. Namun, mereka tak mengeluh.“Tak apa-apa tidur di lantai. Justru merasa  matur nuwun ada yang nampung di Jakarta. Ada saudara dari Walhi, Kontras, YLBHI, Desantara, dan lain-lain. Tanpa mereka mungkin kami tak tahu jalan ke KPK, KLH dan lain-lain.”" "Kala Daerah Cuek, Warga Rembang Ngadu ke Jakarta","Menurut dia, tak ada tanggapan pemerintah daerah hingga ke Jakarta. “Kalau nanti pemprov, pemkab, Semen Indonesia,  tak ada respon juga, mungkin warga bertindak lebih tegas. Di sana lingkungan mereka, jadi harus dijaga.” Kini, warga menggugat Gubernur Jateng ke PTPN.“Kami berharap Pak Jokowi sebagai presiden dipilih rakyat punya kebijakan pro rakyat. Pengen alat berat, aparat,  semua ditarik dari lokasi. Bentuk intimidasi banyak. Ada yang didatangi ke rumah ditodong senjata laras panjang. Seminggu lalu di tenda juga begitu. Warga hanya ingin membela bumi pertiwi.”Menurut mereka, penolakan di Rembang ini simbol sikap serupa untuk di Pati, Gerobokan, Blora dan keseluruhan Jateng. “Jangan sampai ada pabrik semen. Jateng itu lumbung pangan nusantara. Pangan itu soko negoro. Potensi Jateng semua mau diambil. Padahal kita sudah tinggal melestarikan. Jangan dirusak.”Kala sebagian aksi di KPK, yang lain mendatangi Mabes Polri. Mereka meminta Polri bertindak netral sekaligus menindak anggota yang diskriminatif dan mengintimidasi warga.Beberapa dari mereka juga mendatangi Badan Pengawas Mahkamah Agung. Mereka meminta, hakim PTUN yang menyidangkan perkara diganti. Seharusnya,  hakim memiliki sertifikasi lingkungan hidup yang menjadi ketua majelis. Harapannya, badan pengawasan bisa memberikan teguran agar ada penggantian.“Masyarakat dan ibu-ibu menolak pabrik semen karena merusak alam. Kami sangat cinta alam, sama ibu pertiwi. Jangan sampai rusak. Kami perempuan, kalau ada pabrik semen, air akan habis. Perempuan kalau kehabisan air gak bisa mikir. Gak bisa beli air seperti di kota,” kata Sutinah.Dia mengatakan, warga punya ternak, kebun dan sawah yang memerlukan banyak air. Seandainya, ada pabrik semen sumber air bisa hilang.Joko Priyanto, petani Rembang mengatakan, menolak pabrik semen karena dia petani. Jika ada pertambangan, otomatis debit air berkurang." "Kala Daerah Cuek, Warga Rembang Ngadu ke Jakarta","“Saya juga memelihara beberapa kambing. Tetangga pelihara sapi. Kalau pegunungan ditambang, bagaimana nasib kami? Ternak kami? Sekarang terjadi konflik sosial. Kami yang dulu punya kebiasaan gotong royong, sudah tidak. Baru mau dibangun pabrik, sudah ada konflik.”Menurut dia, penolakan warga bukan tanpa alasan. Pabrik dan lokasi tambang berada di cekungan air Watuputih. Kawasan ini berfungsi sebagai cadangan air. Ini sesuai penelitian Dinas Pertambangan Jateng, Maret 1998.Kepala Divisi Operasional LBH Semarang, Zainal Arifin mendesak pembatalan izin-izin lingkungan pada perusahaan tambang ini. “Ini penting karena izin lingkungan kartu as bagi izin perusahaan itu. Di Jateng, izin lingkungan seperti tanpa ada proses jelas.”Dia mencontohkan, dokumen Amdal seharusnya melibatkan warga pro dan kontra. “Warga yang dimintai pendapat hanya yang pro.”Menurut dia, proses ini jelas cacat prosedural. “Ini sedang gugat di PTUN Semarang,” kata Zainal.Sobirin, aktivis Desantara menambahkan, selama ini tidak ada transparansi. Kala sosialisasi,  warga tidak terlibat. Hanya pemerintahan desa hingga informasi tidak sampai ke warga.“Warga pemetaan, mereka menyocokkan dengan dokumen Amdal. Banyak mata air tidak masuk. Kami menyebut ini sebagai penggelapan data. Penting dikritisi. Dalam tahap persiapan sudah tidak transparan, apalagi kalau beroperasi?”Dia juga menyoroti intimidasi warga. SI bersamaTNI membuat portal mengisolir tenda yang dibuat para ibu. Seharusnya, TNI/Polri netral.Sesaat setelah keluar dari gedung KPK, Muhnur Satyahaprabu dari Walhi Nasional menyampaikan hasil pertemuan. “Kami bertemu bagian pengawasan KPK. Mereka berjanji mengawasi. Mereka koordinator evaluasi izin yang tidak sesuai perundang-undangan dan merugikan negara.”KPK, kata Munhur, akan evaluasi dan merekomendasikan kepada kepala daerah untuk mencabut izin, termasuk tambang Rembang." "Kala Daerah Cuek, Warga Rembang Ngadu ke Jakarta","Munhur khawatir, karena pembangunan pabrik semen berlanjut padahal izin lingkungan sedang bersengketa. Pembangunan ini,  menimbulkan ancaman kepada warga dengan pelibatan aparat keamanan, TNI/Polri bersenjata lengkap. “Negara toledor, tidak berhati-hati dalam menerbitkan izin tambang. Kami meminta dihentikan.”Pada Rabu (19/11/14), aksi serupa di Komnas HAM dan Komnas Perempuan. Di Komnas Perempuan, mereka mengadukan represif aparat kepada ibu-ibu yang tinggal di delapan tenda perlawanan. Hingga kini,  mereka bertahan di tenda sejak Juni lalu. Secara bergantian, 150 perempuan bertahan di sana.Komnas Perempuan meminta warga mengirimkan data Amdal dan dokumen lain hingga bisa memberikan rekomendasi. Komnas akan menyurati bupati dan gubernur terkait hak perempuan atas lingkungan  yang baik.Di Komnas HAM, komisioner Muhammad Nurkhoiron berjanji menindaklanjuti aduan warga. Komnas HAM telah mengirim rekomendasi kepada Gubernur Jateng dan Bupati Rembang untuk menghentikan pembangunan pabrik. Komnas HAM akan memanggil gubernur, bupati dan Semen Indonesia.“Ada rekomendasi Komnas HAM, tetapi pembangunan pabrik semen tetap jalan,” kata Gunarti. (Bagian 1) [SEP]" "Budaya Kelola Lahan dengan Pembakaran Sudah Ada di Sumsel. Bagaimana Caranya?","[CLS] Budaya pengelolaan lahan dengan pembakaran terkendali sudah ada di Sumatera Selatan (Sumsel), jauh sebelum munculnya peraturan pemerintah tentang pelarangan penggunaan api untuk pembukaan lahan.Syafrul Yunardy, Pengajar Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Sriwigama Palembang, dalam penelitiannya tentang Mitigasi Kebakaran Hutan dan Lahan di Sumatera Selatan, menyebutkan dalam kitab Oendang-oendang Simboer Tjahaja yang telah ada abad ke-17, sudah di kenal sistem kekas. Sistem ini merupakan pembukaan lahan baru menggunakan api yang terkendali. Tujuannya, untuk menanam maupun meremajakan tanaman perkebunan dengan tanaman yang baru.Simboer Tjahaja merupakan hukum adat tertulis di Kesultanan Palembang Darussalam yang diberlakukan hingga awal kemerdekaan. “Simboer Tjahaja cerminan kearifan lokal Sumatra Selatan masa lalu yang mengatur banyak hal, salah satunya tentang tata cara pembakaran lahan terkendali di dataran rendah mulai dari lokasi pembakaran, perizinan dan pelaporan, serta sanksi-sanksi, ”kata Syafrul.Simboer Tjahaja  pasal 53 menyebutkan: “Jika orang membuka ladang atau kebun hendaklah sekurang-kurangnya 7 depa dari jalan besar, siapa saja melanggar dihukum dengan denda sampai 6 ringgit secara bagian dari ladang atau kebunnya yang sudah masuk ukuran depa tidak boleh 2 jukan”.Demikian pula di pasal 54: “Barang siapa akan membakar ladang hendalah waktunya ia beritahu lebih dahulu pada proatingnya serta pukul canang sekaligus dusun, maka siapa melanggar dihukum denda sampai 12 ringgit serta harus mengganti harga tanduran yang mutung. Jika kekasnya sudah dibuat lebar 7 depa dan telah diterima orang yang punya kebun, maka itu kebun angus juga tidak lagi ia kena akan denda ganti kerugian”.Pengaturan sanksi tertera pada pasal 55: “Jika membakar ladang lantas api melompat ke hutan lantaran kurang jaga, maka yang salah di denda sampai 12 ringgit”." "Budaya Kelola Lahan dengan Pembakaran Sudah Ada di Sumsel. Bagaimana Caranya?","Nur Arifatul Ulfa, peneliti pada Badan Penelitian Kehutanan Palembang, menyayangkan akan Undang-undang Siboer Tjahaja yang sudah tidak diberlakukan lagi.“Padahal, secara subtansi masih relevan untuk di kembangkan masa kini. Keseimbangan peradatan dan pengaruhnya sampai saat ini masih membekas pada kehidupan masyarakat tempat berlakunya,” katanya.Kebijakan formal pelarangan pembakaran terdapat dalam  3 (tiga) Undang-undang dan 1 (satu) Peraturan Pemerintah, yakni UU RI No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan pasal 50 ayat 3 mengatur pelarangan membakar hutan; UU RI No 32 tahun 2009 tentang Kehutanan pasal 29 ayat 1; dan juga pada PP No 4 Tahun 2001 pasal 11.Jika dilihat, ada celah untuk melakukan pembakaran terbatas yang terdapat pada UU No 32 tahun 2009. Kearifan lokal di sini dapat melakukan pembakaran lahan dengan luas maksimal dua hektar per kepala keluarga, untuk ditanami varietas lokal dan di kelilingi sekat bakar sebagai pencegah penjalaran api ke wilayah sekeliling.Celah melakuan pembakaran terkendali lainnya ada pada penjelasan 52 PP No 4 tahun 2001 yang meyatakan, kebiasaan masyarakat adat atau tradisional yang membuka lahan untuk ladang atau kebun dapat menimbulkan kebakaran hutan dan atau lahan. Untuk itu, perlu dilakukan pencegahan melalui kebijakan yang ditetapkan pemerintah daerah masing-masing seperti melalui peningkatan kesadaran masyarakat.Menurut Syafrul, tata nilai dan aturan lokal perlu diakomodir seperti dalam peraturan desa. “Pengakuan terhadap budaya, hak, dan inisiatif lokal dalam penggunaan api akan membantu mencegah bencana kebakaran hutan dan lahan”.Berdasarkan penelitian yang dilakukannya di Desa Riding, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, pembakaran lahan masih dipandang efektif oleh petani kecil. Pembukaan lahan dengan pembakaran dianggap menguntungkan seperti lebih mudah dan cepat, hemat tenaga dan biaya, juga menyuburkan tanah." "Budaya Kelola Lahan dengan Pembakaran Sudah Ada di Sumsel. Bagaimana Caranya?","Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio [SEP]" "Sidang Gugatan UU P3H, Pemerintah Dinilai Abai Fakta","[CLS] Pandangan pemerintah yang diwakili Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Kementerian Hukum dan HAM dinilai normatif dan mengabaikan fakta di lapangan. Pemerintah juga coba membantah kriminalisasi masyarakat sekitar dan di dalam hutan dengan dalih ada pasal pengecualian. Padahal gugatan judicial review UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H) ini muncul gara-gara sejak terbit hanya menyasar warga. Pasal pengecualian jerat hukum bagi masyarakat yang turun menurun berladang di kawasan hutan, tak pernah menjadi pertimbangan hakim.Andi Muttaqien, koordinator Tim Advokasi Anti Mafia Hutan, mengatakan, baik pemerintah maupun pemohon melihat kriminalisasi petani, masyarakat lokal dan adat harus dihindari.Sayangnya, dalil pengecualian dalam Pasal 11 ayat 4 seakan tak berfungsi dan tak terefleksi dalam pasal-pasal pemidanaan. Sejak UU P3H ada, sudah beberapa masyarakat yang tidak di dalam kawasan hutan terjerat, seperti empat warga Semende Agung di Bengkulu. Pengadilan memutus petani ini hukuman maksimal tiga tahun penjara dan denda Rp1,5 miliar!“Di Bengkulu ini jelas-jelas masyarakat adat berladang tradisional yang dikecualikan UU ini, tapi juga kena. Pengecualian ini tidak terejawantahkan dalam pasal-pasal pemidanaan, jadi percuma,” katanya usai sidang gugatan UU P3H dengan agenda mendengarkan pandangan Presiden dan DPR di Mahkamah Konstitusi, Selasa (4/11/14). DPR tak hadir dalam sidang ini.Edo Rakhman, dari Walhi Nasional mengatakan, hak masyarakat terancam dengan UU ini. Dengan UU P3H, seakan pemerintah berupaya menghilangkan sekaligus tidak mengakui masyarakat adat.“Pemerintah tidak ingin ada komunitas adat hidup di kawasan hutan. Dengan UU ini masyarakat bisa setiap saat dikriminalisasi dan ditangkap. Karena mereka tinggal dan beraktivitas di kawasan hutan. Hidup memanfaatkan kawasan hutan.”" "Sidang Gugatan UU P3H, Pemerintah Dinilai Abai Fakta","Pemerintah mengatakan, UU ini bisa mencegah kebakaran hutan.  Menurut kami, sama sekali tidak masuk akal. “Ada UU ini kebakaran hutan makin menjadi, terutama di Sumatera dan Kalimantan. Jawaban mereka sangat normatif. Tidak melihat fakta di lapangan. Tidak melihat komunitas adat sangat bergantung dan hidup dari hutan.”UU P3H, katanya, tidak memberikan manfaat berarti. UU ini, katanya, tak mampu menindak perusahaan yang nyata-nyata membakar hutan.  Masyarakat terus menjadi korban.“Mereka tidak menyebut perusahaan, padahal perusahaan yang menebang di luar konsesi tidak dipidana. Masyarakat dijadikan sasaran.”Saat penyampaian pandangan dari Presiden itu, diwakili Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Kementerian Hukum dan HAM. Pemerintah membacakan lebih dari 20 halaman pandangan terkait gugatan warga dan organisasi masyarakat sipil terhadap UU P3H dan UU Kehutanan.Dalam pandangan itu, Sony Partono, dirjen PHKA KLH dan Hut  mengatakan, harus melihat landasan filosofis pembentukan UU P3H dan UU Kehutanan. “UU Kehutanan karena memandang hutan anugerah Tuhan yang tak ternilai. Harus dikelola dengan akhlak mulia demi pembangunan nasional berkesinambungan. Hutan harus dijaga. Negara sebagai pengelola bukan pemilik, tetapi membuat regulasi mengatur kejahatan kehutanan yang tertuang dalam UU.”Landasan filosofis UU P3H, karena perusakan hutan terus terjadi. Pemanfaatan hutan harus terencana dan bertanggung jawab. UU Kehutanan, katanya, belum efektif menindak kejahatan kehutanan. “UU P3H hadir. Tanpa bermaksud menyingkirkan masyarakat adat.”" "Sidang Gugatan UU P3H, Pemerintah Dinilai Abai Fakta","Mengenai gugatan pemohon untuk frasa “dalam kawasan hutan telah ditetapkan, ditunjuk, ataupun sedang diproses penetapan oleh pemerintah.” Frasa ini dianggap tidak memberikan kepastian hukum, karena menyamakan status hutan tetap dengan yang baru sebatas penunjukan. Menurut Sony, kawasan hutan sudah penetapan atau baru sebatas penunjukan tetap berlaku secara UU. “Kawasan hutan yang ditunjuk atau ditetapkan sebelum ada putusan MK 45 tetap memiliki kekuatan hukum. Jadi ini tidak bertentangan,” katanya.Terkait hak-hak masyarakat adat, katanya, pemerintah mengakui sesuai putusan MK 35. Masyarakat adat diakui sepanjang ada pengakuan dari pemerintah daerah. Masyarakat yang sudah lama tinggal di sekitar atau dalam kawasan hutan, mendapat pengecualian.Namun, katanya, dalam pelaksanaan hukum, pemerintah merujuk pasal 27 UUD 1945, bahwa semua warga memiliki kedudukan sama dalam hukum termasuk norma dalam UU P3H. “Semua pihak tanpa terkecuali bisa saja dijerat dengan UU ini. Termasuk masyarakat adat.”“Masyarakat  tetap kita akomodir. Sepanjang diakui hak-hak oleh pemerintah daerah. Bedakan antara masyarakat asli dengan pendatang. Ini yang kita lindungi, masyarakat asli, yang bisa dibuktikan jelas asal-usul bukan dari daerah lain.”Sony mengatakan, UU P3H untuk menyasar kejahatan hutan korporasi. Dalam UU Kehutanan, pasal bisa menjerat korporasi dan perorangan. “UU P3H justru fokus korporasi. Kita prioritaskan ditangani,” katanya kepada wartawan usai sidang.Meskipun begitu, dia mengakui kalau belum ada satupun korporasi terjerat UU ini.Sebaliknya, lebih setahun ini, UU ini telah menjerat belasan warga biasa. Entah memang tak tahu atau apa, Sony membantah. Dia mengatakan, belum ada warga terjerat UU P3H. “Belum ada masyarakat adat kena. UU P3H belum kita perkenalkan. Pemilik modal yang kita sasar. Bukan masyarakat .”" "Sidang Gugatan UU P3H, Pemerintah Dinilai Abai Fakta","Menurut dia, UU P3H akan menjerat pelaku perorangan setelah diteliti kemungkinan ada keterkaitan dengan korporasi. “Bisa jadi, perorangan melakukan kerusakan hutan, didanai korporasi.”Pemerintah berharap, MK menolak seluruh gugatan ini.Sidang lanjutan pekan depan penggugat akan menghadirkan saksi warga dan ahli. “Kami akan hadirkan ahli hukum pidana, masyarakat adat, antropologi hukum, sampai administrasi peradilan,” kata Andi. [SEP]" "Karya Lukis Kotoran Gajah untuk Biayai Pendidikan Konservasi","[CLS] Banyak cara untuk mengungkap ekspresi seni, termasuk yang nyeleneh diluar kebiasaan yang ada.  Misalnya apa yang dipraktekkan oleh para relawan konservasi gajah di Seblat, Bengkulu, yaitu melukis dari kotoran gajah.  Kebiasaan 20 gajah pelatihan di Taman Wisata Alam Pusat Latihan Gajah (PLG) Seblat yang makan pelepah sawit ternyata memberikan inspirasi sejumlah relawan taman wisata itu. Hebatnya, dari hasil penjualan lukisan yang mereka buat pun cukup untuk membantu pembiayaan operasional para relawan. Inspiratif!Gajah yang makan pelepah sawit, kotorannya berwarna coklat muda dan banyak serat. Sementara gajah makan rumput, daun atau pelepah warna hijau, kotorannya berwarna hitam atau hijau tua dan seratnya lebih halus. Nah, ke-20 gajah di PLG Seblat, selain makan rumput juga makan pelepah sawit, sehingga warna kotorannya kuning dan hitam.“Melihat kotoran gajah di PLG Seblat yang memiliki dua warna ini, membuat saya terpikir dijadikan bahan lukisan relief,” kata Anang Hermansyah (30), ketua ECC (Elephant Care Community), pertengahan Juni 2014 lalu. Kelompok ECC merupakan komunitas anak muda dari desa sekitar PLG Seblat, yang kegiatannya mendorong masyarakat untuk mengenal, mencintai, dan melindungi gajah.“Gagasan itu juga didorong karena begitu banyak kotoran gajah di PLG Seblat yang harus kami bersihkan. Dan kami pun pernah mengikuti pelatihan pembuatan kertas menggunakan kotoran gajah,” kata Anang.Dengan adanya dua warna tersebut, lukisan-lukisan relief yang dibuat dari kotoran gajah di PLG Seblat tidak perlu diberi warna lagi. Warna coklat muda dan hitam cukup memberikan membuat tiap objek menjadi menonjol.Misalnya gambar gajah dan obyek lain seperti pohon atau batu dibuat dari kotoran warna hitam, sementara latar belakang dengan kotoran warna coklat muda. Atau juga dua warna itu dipadukan.“Pokoknya lukisan ini ramah lingkungan karena tidak menggunakan zat perwarna,” ujar Anang." "Karya Lukis Kotoran Gajah untuk Biayai Pendidikan Konservasi","Sejak tahun 2000, lukisan gajah yang dibuat mencapai 80-an. Lukisan gajah yang rata-rata berukuran 40 x 50 centimeter dijual seharga Rp300 ribu. Ada juga yang memesan lukisan dengan ukuran 80 x 100 centimeter, dan harganya pun menjadi Rp750 ribu. Modal tiap lukisan sekitar Rp130 ribu. Modal ini untuk pembelian alkohol, triplek, dan bingkai.“Hasil dari penjualan lukisan ini sedikit membantu biaya transportasi dan lainnya buat kegiatan kami, seperti melakukan pendidikan konservasi gajah kepada pelajar SD, SMP dan SMA di Bengkulu Utara ini,” jelas Anang.  Apa yang mereka lakukan bersama ECC turut memberikan dampak positif bagi keberlangsungan gajah di PLG Seblat.  Menurutnya, masyarakat di desanya maupun di desa lainnya sudah paham bagaimana pentingnya menjaga kehidupan gajah.“Gajah itu seperti manusia. Jika hidup mereka tenang, tersedia makanan dan tempat tinggal, mereka tidak akan mengganggu manusia. Makanya jika sayang gajah, jagalah hutan,” kata lelaki yang memiliki seorang anak perempuan ini.Pesanan Banyak, Modal Masih SedikitSejak pagi Dianto (23) sibuk menempelkan kotoran gajah yang sudah diolah ke atas triplek berukuran 40 x 50 centimeter di studionya, yang menyatu dengan dapur rumah orangtuanya di Desa Suka Maju, Kecmatan Putri Hijau, Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu. Sebelum menempelkan kotoran gajah seperti pulpa, Dianto terlebih dahulu membuat sketsanya.“Ini lukisan yang dipesan sebuah sekolah,” kata Dianto. “Sebuah lukisan dikerjakan dari pagi sampai sore,” lanjutnya.Bukan melukis yang memakan banyak waktu, tapi pembuatan pulpa kotoran gajahnya. Dijelaskannya, kotoran gajah yang dikumpulkan sebelum dijemur harus direbus lebih kurang 10 jam. Setelah direbus kotoran tersebut dijemur selama dua pekan. Lalu kotoran gajah yang kering dicincang, kemudian diberi alkohol. Saat mau digunakan atau menjadi pulpa, kotoran gajah itu dicampur dengan lem." "Karya Lukis Kotoran Gajah untuk Biayai Pendidikan Konservasi","“Tiap tiga kilogram kotoran gajah yang sudah kering dan dicincang membutuhkan setengah kilogram lem,” ujarnya.Remaja putus sekolah ini pun bercerita alasannya mau menjadi pelukis kotoran gajah. “Saya menyukai gajah. Gajah itu kalau kita baik, dia juga baik. Gajah-gajah di PLG Seblat seperti teman bagi saya. Jadi saya sedih jika gajah-gajah itu hidup menderita karena hutan rusak, atau diburu manusia.”“Melalui lukisan ini, saya berharap semua orang turut menjaga dan menyayangi gajah, khususnya gajah-gajah di PLG Seblat,” katanya.Sebenarnya, pihak yang memesan lukisan gajah cukup banyak, tapi modal mereka sangat terbatas. “Akibatnya pesanan sedikit lamban dipenuhi karena modalnya terbatas,” ujarnya.Selain itu, mereka pun ingin melakukan pameran lukisan dari kotoran gajah ini di sejumlah kota di Sumatera. Tujuannya agar masyarakat di Sumatera memahami pentingnya menjaga keberadaan gajah, khususnya gajah sumatera yang saat ini jumlahnya kian kritis.Menurut data WWF Indonesia, saat ini jumlah gajah sumatera berkisar 2.400- 2.800 ekor di alam liar.  Area TWA PLG Seblat di Bengkulu Utara, propinsi Bengkulu, seluas 7.737 hektar merupakan satu-satunya taman wisata alam yang dihuni seratusan gajah liar, dan 20 gajah yang dilatih. [SEP]" "Kala Elang, Beruang dan Orangutan Dianggap Hama bagi Petani Madu","[CLS] Satwa-satwa ini diduga kekurangan makanan di habitat mereka hingga turun gunung dan memakan madu petani.Jembatan itu memanjang di bantaran Kapuas. Berkelok-kelok mengikuti daerah aliran sungai (DAS). Tak satu pun sepeda motor melintasi. Jembatan serba kayu ini akrab disebut geretak ini tak cukup perkasa menahan beban terlampau berat. Sepeda kayuhpun jadi primadona, selain berjalan kaki.Di tengah keterbatasan infrastruktur, desa-desa di Kecamatan Bunut Hilir, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, ini memiliki keragaman hayati begitu besar. Salah satu madu hutan. Sayangnya, konflik antara petani dan satwa, sulit dibendung. Tiga satwa dilindungi, orangutan (Pongo pygmaeus-pygmaeus), beruang madu (Helarctos malayanus), dan elang bondol (Haliastur indus), dianggap hama bagi petani.Minggu (11/5/14), di Dusun Ujung Pandang, Desa Kapuas Raya, Jamaluddin sedang memperbaiki bubu. Selain nelayan, ayah lima anak ini juga petani madu. Dia menyisakan satu tikung di rumah.Tikung adalah kayu yang disenangi lebah bersarang antara lain cerinap, tembesuk, kawi, meddang, dan rengas. Sebelum dipasang, kayu pilihan itu diolah menyerupai papan agak melengkung selebar 18 centimeter. Panjang tikung rata-rata dua meter.Meddang adalah jenis kayu diyakini paling bagus buat lebah bersarang. Kayu itu dipasang di pohon pakan lebah. Letak agak jauh dari permukiman. Perlu waktu satu jam menggunakan sampan bermesin 3,3 PK untuk ke lokasi.Dua desa di Bunut Hilir, Ujung Pandang dan Kapuas Raya beruntung. Di sekitar desa, ada danau sebagai kawasan lebah bersarang. Danau Miuban, namanya. Namun, di danau itu tempat satwa dilindungi mencari pakan untuk bertahan hidup.“Kalau mau jujur, dari dulu kasus orangutan, elang, dan beruang sudah makan madu. Tapi tidak semua tikung dirusak. Ibaratnya, kalau manusia cuma curi-curi. Jadi kerugian kurang lebih. Kalau kami dapat 40 sarang, biasa hilang belasan tikung,” katanya." "Kala Elang, Beruang dan Orangutan Dianggap Hama bagi Petani Madu","Namun, dia maklum jika hasil panen berkurang. Selain gangguan satwa, juga sudah banyak orang pasang tikung di danau. Kondisi berbeda ketika pemilik tikung masih sedikit. “Kalau banyak, ya terbagilah lebah bersarang. Hasil pasti berkurang.”Menurut Jamaluddin, penyebab mayas–istilah lokal bagi orangutan–turun ke danau mencari makan karena pakan di hutan berkurang. Si Pongo nekat turun untuk bertahan hidup. Dulu, beberapa petani madu berencana membuka jalan lingkar danau agar orangutan tak masuk ke tikung petani. Rencana itu belum berwujud hingga sekarang lantaran tersandung anggaran.Berdasarkan hitungan Jamaluddin, dalam satu musim panen, petani bisa menghasilkan 100–200 kilogram madu. Madu dijual ke penampung seharga Rp80.000-Rp100.000 per kilogram.Bagi petani tradisional, masa panen biasa pada malam hari. Petani tidak berani panen siang hari. Alasannya, takut disengat lebah. Malampun, ditunggu hingga gelap. “Kalau bulan terang kami tak berani. Lebah amat ganas. Kalau satu lebah menyengat, kawanan akan ikut.”Hal itu diamini Mas’ud, petani madu lain. “Kalau di Danau Miuban tetap ada ganguan. Hama biasa itu ada tiga. Elang, beruang, dan orangutan, ujar dia.Cara makan tiga satwa ini berbeda. Kalau elang merusak sedikit hanya menggunakan cengkeraman kaki. Namun, kalau sarang dirusak, lebah tetap pergi.Berbeda dengan beruang, kala merusak sarang meninggalkan jejak lewat kuku ketika memanjat pohon. Beruang makan madu cukup banyak. Sarang lebah pasti hancur berserakan ke tanah.Lebih parah orangutan. Satwa ini tak meninggalkan jejak sama sekali. Dia seperti manusia, punya telapak tangan, telapak kaki, dan jari-jari. “Anak lebah akan dimakan. Sarang diambil dan memakan sambil duduk di atas tikung. Orangutan makan madu sampai habis.”“Saya tahu orangutan ini dilindungi. Jadi kita harus menjaga. Kami juga petani harus diperhatikan. Paling tidak bangunkan kami jalan.”" "Kala Elang, Beruang dan Orangutan Dianggap Hama bagi Petani Madu","Menurut dia, agar ada akses darat mengelilingi Danau Miuban sekitar tiga kilometer. Mereka perlu dana operasional, sekitar Rp20 juta. “Petani sukarela mau menebas. Dana itu akan buat konsumsi dan lain-lain.”Dengan ada jalan lingkar danau, gangguan satwa bisa diminimalisasi. “Kalau ini tak dilakukan, saya kira petani madu terus merugi. Kita tidak tahu hati orang. Kalau sudah diam-diam ketika melihat orangutan, maksudnya apa? Masih mending saya, selalu ngomong kalau ada masalah.”Di Danau Miuban, Mas’ud punya tiga tikung. Pada 2010-2013, lebah banyak datang, tapi orangutan juga ganas. Pada 2012, rata-rata petani di Desa Ujung Pandang dapat 10 sarang dalam satu tikung. Delapan tikung terpasang. Jika dihitung bulat, ada 80 sarang.Tahun itu, katnya ada tiga tikung dirusak satwa dengan perkiraan tiga kilogram per sarang, berarti ada 30 kilogram hilang.“Harga madu Rp100.000 per kilogram. Jadi kerugian satu orang Rp3 juta. Kalau madu tadi 8×30 berarti 240 kilogram dikali Rp100.000 berarti Rp24 juta kerugian petani semusim,” kata Mas’ud.Namun, apa yang dialami petani belum seberapa. Dibandingkan jika perkebunan sawit skala besar masuk. “Saya yakin masalah ini lebih besar. Pakan satwa akan habis. Yang tersisa tinggal danau saja.” [SEP]" "Kebakaran Besar Musnahkan Lahan Gambut Dumai & Bengkalis","[CLS] Ratna (48) tergopoh-gopoh mengambil air dengan ember kecil dari sumur di belakang sebuah balai pengobatan tradisional di Desa Selingsing, Kecamatan Medang Kampai, Dumai, Sabtu (1/3/2014). Siang itu ia baru saja tiba dari Medan untuk mengobati pasien. Ia berlari bolak-balik mencoba memadamkan kobaran api di lahan gambut yang siang itu sudah terbakar lebih dari 30 hektar.Ia gemetar ketakutan. Ia berlari sambil membawa air yang sudah tumpah di sana-sini sebelum ia sampai di titik api dan menyiramnya. Melihat kepulan asap tebal dan jilatan api di mana-mana, Ratna menangis. “Ambil air itu. Padamkan api yang di sana. Cepat bantu. Di sini banyak anak-anak yang berobat,” jeritnya kepada sejumlah tamu.Api gambut yang membara itu hanya kurang dari 20 meter dari balai pengobatannya yang terbuat dari papan dan plastik terpal. Kepulan asap bukannya semakin berkurang. Tiupan angin ke arah selatan yang menjauh dari balai itu justru mengepul pekat seperti wedhus gembel erupsi Gunung Sinabung.“Kalau di Jakarta badai banjir, di Sinabung badai lahar, di Riau sudah badai api,” katanya kepada Mongabay-Indonesia di lokasi.Pantauan di lapangan, api yang sudah membakar puluhan pohon kelapa sawit itu tak terkendali. Pemadaman hanya dibantu beberapa orang tamunya dengan menggunakan dua ember timba, dua alat penyemprot racun hama yang diganti dengan air gambut, dan dua selang kecil yang berfungsi sesekali.“Tadi ada yang menelpon damkar. Tapi entah kapan mereka mau datang, tak tau lah awak,” lanjut Ratna. Hingga jam 4 sore, kobaran api dan kepulan asap yang sangat pekat itu tidak kunjung berkurang. Akhirnya pasrah tak bisa berbuat apa-apa." "Kebakaran Besar Musnahkan Lahan Gambut Dumai & Bengkalis","Ketika ditanya asal muasal api, Ratna dan sejumlah tamunya hanya mengatakan api awalnya muncul di bagian paling belakang lahan di belakang balainya. “Awak tak tau dari mana. Tiba-tiba dah sampai ke sini. Katanya api dari belakang sana. Di sana ada karet, sawit dan semak belukar,” ujar seorang tamunya.Bencana kebakaran hutan dan lahan di awal tahun ini paling luas terjadi di sepanjang Jalan Pelintung-Sei Pakning. Sore kemarin setidaknya terdapat tiga titik api yang sama besarnya dengan kobaran di Desa Selingsing. Ada sisa hutan yang terbakar, kebun sawit masyarakat dan kebun akasia.Kemarau yang mengeringkan gambut yang memang sebagian besar telah rusak dan diperparah oleh sulutan api telah membakar kawasan ini yang hingga kemarin setidaknya menyebabkan 221 jiwa mengungsi yang terdiri dari 36 balita, 39 anak usia sekolah dan selebihnya dewasa. Pengungsi ini adalah warga empat rukun tetangga (RT) di Dusun Bukit Lengkung, Desa Tanjung Leban, Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis Riau. Sejak tanggal 20 Februari lalu mereka meninggalkan rumah dan lahan perkebunannya yang terbakar.Berikut adalah foto-foto bagaimana api berkobar dan tidak adanya bantuan tim pemadaman dari pemerintah setidaknya 7 jam sejak api mulai membakar lahan dan semak belukar di Selingsing, Medang Kampai Dumai, kemarin sore: [SEP]" "Orangutan Ini Terekam Kamera Saat Merokok dengan Leher Dirantai","[CLS] Kekejaman terhadap satwa dilindungi kembali berulang. Di Dusun Bagan Kajang, Desa Ratu Elok,  Kecamatan Manis Mata, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, satu individu orangutan jenis Pongo pygmaeus wurmbii terekam kamera sedang merokok dengan leher terbelit rantai besi.Fenomena tak lazim ini mengundang perhatian Budi, salah seorang anggota Kelompok Pencinta Alam Khatulistiwa (K3). Dalam sebuah kunjungan ke Dusun Bagan Kajang dua pekan lalu, warga Ketapang ini secara tak sengaja menyaksikan keberadaan orangutan itu di beranda depan rumah pemiliknya.Seketika itu pula, Budi mengabadikan pemandangan tersebut dengan kamera ponselnya. “Saya langsung mengabadikannya dengan kamera seadanya,” katanya ketika dikonfirmasi via telepon, Sabtu (18/10/2014).Bahkan, si pemilik yang enggan disebutkan namanya sempat menawarkan orangutan itu kepada Budi seharga Rp2,5 juta. “Saya tolak tawarannya. Kalau diberi gratis saya pasti mau ambil untuk kemudian dilepas ke hutan. Kasihan kan orangutannya,” kata Budi seraya menyampaikan keberadaan orangutan ini ke publik melalui jejaring sosial facebook miliknya.Lebih lanjut pria 28 tahun ini mengemukakan keprihatinannya lantaran satwa tersebut diberi makanan yang tidak layak. Bahkan, warga sekitar acapkali memberikan asupan rokok, dan nasi putih. Bahkan, diberi minuman keras seperti arak.Menurut Budi, orangutan malang itu dipelihara pemiliknya sejak dua tahun lalu. Ia mendapatkannya dari warga lain yang bekerja di kebun sawit. Orangutan itu kemudian dijual kepadanya dan dipelihara sampai sekarang.Berdasarkan data Yayasan International Animal Rescue Indonesia (YIARI) Ketapang, ada 22 individu orangutan yang diselamatkan selama kurun waktu 2013. Salah satu ancaman terbesar orangutan adalah alih fungsi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit dan pertambangan." "Orangutan Ini Terekam Kamera Saat Merokok dengan Leher Dirantai","Media Kampanye dan Pendidikan Lingkungan Yayasan Palung, Tri Nugroho, mengatakan akhir-akhir ini, bukan hanya orangutan yang jadi sasaran. Beberapa satwa lainnya seperti burung enggang dan bekantan, juga tak luput dari sasaran timah panas pemburu yang tidak bertanggung jawab.Pemburu, kata Tri, sejatinya sudah bisa dijerat dengan Undang-Undang Darurat lantaran status kepemilikan senjata api. Jika ada hasil buruan yang kebetulan satwa dilindungi, maka pemburu itu juga bisa dijerat sekaligus dengan UU perlindungan satwa.Tri mengajak semua pihak untuk lebih sensitif dalam melihat masalah itu. “Bukan hanya penegakan hukum kepada masyarakat saja yang perlu ditegakkan, tetapi juga bagi perusahaan yang telah memicu konflik antara masyarakat dengan orangutan,” ucapnya.Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio [SEP]" "Kukang Memang Patut Kita Sayang","[CLS] Mata Marwah terbelalak kala melihat kukang. Ia tidak pernah membayangkan sebelumnya bakal bertemu primata imut tersebut dalam jarak dekat. Ketakjuban siswi kelas 5 SD Al-Azhar 20 Cibubur ini pun makin bertambah ketika dijelaskan bahwa kukang sangat menyukai buah-buahan yang matang secara tekstur dan manis di lidah.Tidak percaya dengan apa yang dijelaskan oleh Zakaria, sang keeper kukang, pemilik nama lengkap Fauziyah Marwah Mahirah ini pun langsung melongok ke dapur tempat makanan kukang diracik. Di dapur sederhanan ukuran 2 x 2 meter itu, Marwah melihat langsung tumpukan buah dalam keranjang seperti yang disebutkan Zakaria tadi. “Itu semua untuk kukang?” Tanya Marwah sembari menunjuk keranjang buah.Zakaria, lelaki yang sudah enam tahun menjadi perawat kukang ini menuturkan, bahwa kukang memang menyukai buahan yang manis. “Kukang itu pintar. Ia hanya akan makan buahnya, sementara kulitnya dibuang.”Apa yang membuat Marwah melawat ke kandang kukang milik Yayasan IAR Indonesia (YIARI) di Ciapus, Bogor, Jawa Barat? Marwah merupakan pemenang pertama lomba Create and Act for Kukang Competition. Hadiahnya adalah Weekend Tour with YIARI yaitu melihat kukang langsung di kandang rehabilitasi dan habituasi YIARI, pada 18-19 Oktober 2014.Marwah tidaklah sendiri. Ada juga Zahrah P. Aulia dan Zahara Amanda,  pemenang kedua dan ketiga di kompetisi yang sama yang ternyata pula, mereka berasal dari sekolah yang sama.Nama-nama kukang di sini lucu. Ada Ronie, Mendung, Santai, Cola, Soda, dan Sola. “Kukang itu satwa yang dilindungi. Sudah sepantasnya ia hidup di hutan,” ucap tulus Zahrah Aulia saat melihat kukang secara langsung.Sementara, komentar tidak kalah manis diberikan Zahara Amanda yang menurutnya kukang merupakan satwa yang patut kita sayangi. Bagaimana cara menyayanginya? Biarkan ia hidup di hutan karena hutan merupakan rumahnya.Satwa pemalu" "Kukang Memang Patut Kita Sayang","Kukang merupakan primata berukuran kecil antara 20-30 cm yang memiliki kebiasaan tidur sepanjang hari dan pada malam hari beraktivitas. Untuk melihat kukang di kandang rehabilitasi ini ada aturannya. Tidak boleh berisik serta harus menggunakan pencahayaan redup warna merah sekitar lima watt. Di atas ukuran tersebut, dipastikan kukang akan sangat terganggu.Richard Moore, Advisor Programme Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) menyatakan, di Pusat Rehabilitasi YIARI Ciapus terdapat sekitar 165 individu kukang. Semuanya itu, berasal dari hasil sitaan perdagangan ilegal ataupun dari para pemilik kukang yang menyerahkan langsung. “Saat ini kami sudah kewalahan, karena sudah melebihi kapasitas yang ada.”Terhadap perburuan kukang yang terjadi di Indonesia, Richard menuturkan kondisi ini berbeda dengan di Kamboja dan Thailand yang digunakan untuk obat tradisional. Di Indonesia, selain diburu untuk dipelihara, kemungkinan kukang juga dijadikan tumbal untuk membangun jalan atau jembatan.“Mitos ini masih berkembang di masyarakat. Padahal, kukang merupakan satwa yang seharusnya disayang. Di alam, ia memakan serangga dan madu pada bunga, tanpa membuat kerusakan. Sudah pasti, kukang penting bagi keseimbangan ekosistem,” ujar Indah Winarti, Koordinator Program Konservasi Kukang YIARI.Berdasarkan ekologi dan persebarannya, di Indonesia terdapat tiga kukang yang terbagi dalam tiga spesies. Kukang jawa (Nycticebus javanicus), kukang sumatera (Nycticebus coucang), dan kukang kalimantan (Nycticebus menagensis).Menurut Richard, untuk melihat perbedaan ketiganya dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, dari berat badan yaitu kukang jawa beratnya sekitar 900 gram, sementara kukang sumatera sekitar 700 gram, dan kukang kalimantan kira-kira 600 gram.Bila dilihat dari cirinya, kukang jawa memiliki punuk terang yang lebih indah bila dibandingkan dengan kukang sumatera dan kalimantan yang berwarna coklat keabu-abuan." "Kukang Memang Patut Kita Sayang","Berdasarkan data IUCN (International Union for Conservation of Nature), kukang jawa masuk dalam status Kritis (Critically Endangered/CR) atau satu langkah menuju kepunahan di alam. Sementara kukang sumatera dan kukang kalimantan statusnya adalah Rentan (Vulnerable/VU) atau tiga langkah menuju kepunahan di alam.Lepas liarBerapa waktu yang diperlukan untuk melepasliarkan kukang ke alam? Robithotul Huda, Koordinator Survey Release & Monitoring (SRM) Program YIARI menuturkan, minimal satu tahun waktu yang dibutuhkan. Namun, ini hanya gambaran saja yang tidak bisa dijadikan acuan baku.Menurut Huda, kukang yang baru datang biasanya harus dikarantina dahulu. Bila dinyatakan sehat baru akan dipindahkan ke kandang rehabilitasi. Di kandang inilah kukang akan diberi makan dan dipantau perkembangannya. Bila hasil pemantauan menunjukkan baik maka kukang sudah bisa dilepasliarkan di alam.Pelepasliaran bukanlah akhir pekerjaan, tapi merupakan awal. Karena, kukang yang akan dilepaskan harus menjalani proses habituasi (adaptasi) di kandang terbuka di hutan yang lamanya sekitar satu bulan. Di sini, kukang akan terus dilihat perkembangannya, andai telah beradaptasi dengan baik maka akan dilepasliarkan untuk hidup di alam.Selesaikah? Belum. Perilaku kukang setelah keluar kandang habituasi akan terus dipantau tim SRM selama setahun. Kemana kukang pergi akan diikuti melalui radio collar yang dipasang di leher kukang yang dapat diketahui melalui receiver. “Selama setahun, gerak-gerik kukang akan diawasi,” tutur Huda.Namrata, relawan asal India yang tergabung dalam tim SRM mengatakan, dalam sehari, ia bersama anggota tim yang berjumlah tiga orang harus berjalan delapan jam untuk memantau kukang yang telah dilepaskan di Gunung Salak." "Kukang Memang Patut Kita Sayang","Takutkah ia? Gadis 25 tahun ini menyatakan bahwa menembus gelapnya malam guna mencari keberadaan kukang adalah pekerjaan menyenangkan. “Saya jatuh cinta pada kukang karena primata ini unik. Hidup di malam hari. Hanya di Indonesia saya melihat tiga jenis kukang. ”Terkait pelepasliaran tersebut, Richard menjelaskan bahwa sudah pasti kukang akan dilepaskan sesuai habitatnya. Kukang jawa akan dilepaskan di Suaka Margasatwa Gunung Sawal, Ciamis, Jawa Barat dan di Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Untuk kukang kalimantan akan dilepaskan di kalimantan yang berada di wilayah YIARI Ketapang, Kalimantan Barat.Sementara, kukang sumatera akan dilepaskan di Hutan Lindung Batutegi, Tanggamus, Lampung. Di Batutegi ini ada tiga kandang habituasi yaitu Talang Rindai, Air Jernih, dan Wai Rilau. “Sekitar 26 individu telah dilepaskan di Batutegi dengan rincian 11 jantan dan 15 betina, pada 19 Oktober 2014,” tutur Richard.Kukang memang patut disayang. Marwah, Zahrah Aulia, dan Zahara Amanda berjanji akan menunjukkan rasa kepeduliannya pada kukang melalui cerita bergambar. Mereka akan menunjukkan hasil karyanya itu kepada seluruh temannya di sekolah. Akankah kita? [SEP]" "Konsultasi Amdal Tambang Emas Keluarga Bakrie Diprotes","[CLS] PT Gorontalo Mineral, perusahaan tambang emas milik keluarga Bakrie, menggelar konsultasi publik penyusunan Analisis dampak lingkungan (Amdal) di rumah makan Samudera Kota Gorontalo, Kamis (18/12/14).Namun dari proses mendapatkan izin penambangan itu diwarnai kericuhan. Sejak pagi, ketika acara baru mulai, di luar berdatangan pengunjuk rasa. Mereka berorasi sembari membawa poster berisi tuntutan menghentikan konsultasi publik.Pengunjuk dari Forum Pemerhati Masyarakat Penambang Bersatu (FPMPB) Bone Bolango, Asosiasi Pertambangan Rakyat Indonesia (APRI) Gorontalo, Perhimpunan Pelajar Mahasiswa Bone Bolango (PAPMIB) dan Lembaga Monitoring Transparansi Kebijakan Publik (LMTKP). Kelompok ini menamakan diri sebagai koalisi rakyat untuk transparansi kebijakan publik pengelolaan sumber daya alam.Keinginan pengunjuk rasa masuk ke lokasi kegiatan dihadang aparat kepolisian. Pagar rumah makan ditutup. Namun, seorang pengunjuk rasa, Sunaryo Dulanimo, menerobos barikade kepolisian dan masuk. Di sana dia membanting kursi sembari berteriak meminta konsultasi publik penyusunan Amdal dihentikan.Namun aksi Sunaryo tidak berlangsung lama. Dia dihadang beberapa orang dan langsung dipukul. Kegeduhan terjadi di ruangan itu. Para ibu-ibu segera menjauh. Sunaryo diamankan kepolisian. Pelipis sebelah kanan lebam.“Banyak yang memukul saya. Yang saya kenal tadi hanyalah Arjun Mogolaingo,” kata Sunaryo.Arjun yang dimaksud Sunaryo, adalah mantan anggota dewan di Bone Bolango, kini bekerja di Gorontalo Mineral. Namun Arjun membantah memukul Sunaryo.“Saya tidak memukul, hanya mengamankan agar suasana konsultasi publik tetap berjalan tertib dan kondusif.”" "Konsultasi Amdal Tambang Emas Keluarga Bakrie Diprotes","Menurut Sunaryo, tujuan dia masuk ke pertemuan itu meminta kegiatan dihentikan. Terlebih, dokumen konsultasi publik tidak ada hal baru. Apalagi sesuai SK 456/Menhut-II/2011, tentang perpanjangan izin pinjam pakai kawasan hutan untuk eksplorasi emas dan mineral pengikut pada kawasan hutan lindung, hutan produksi terbatas, dan hutan produksi tetap, Gorontalo Mineral di Bone Bolango berakhir 18 Juli 2013. Ia tidak dapat diperpanjang.Jemi Monoarfa, peserta protes mengatakan , kehadiran Gorontalo Mineral membawa bencana bagi masyarakat di Bone Bolango. Pada 2011, enam desa di Bone dan Bone Raya, diterjang banjir bandang dan longsor, jembatan putus, sarana publik rusak parah, dua warga tewas terseret arus, dan puluhan mengungsi.Pada 2013, di Kecamatan Bone Pantai dan Bulawa diterjang banjir. Empat warga tewas, tiga terseret arus dan tertimbun longsor, puluhan rumah hanyut dan rusak parah, sarana publik seperti sekolah, tempat ibadah hingga jembatan, putus. “Akses publik lumpuh total ketika itu.”Gorontalo Mineral, telah melanggar hukum dan harus ditindak karena proyek jalan sebelum ada Amdal. Untuk itu, mereka menuntut Amdal dihentikan dan proses penyelidikan.Penambang rakyat Meskipun begitu,  konsultasi publik berlangsung hingga pukul 12.15. Dalam konsultasi publik dihadiri tim penyusun Amdal, lebih banyak diprotes penambang rakyat. Para penambang rakyat hadir sebagai peserta bergantian mempertanyakan keberadaan Gorontalo Mineral di wilayah kelola tambang mereka yang dilakukan sejak 1970-an.Ihwan Husain, penambang rakyat mempertanyakan apakah perusahaan siap menciutkan wilayah pertambangan perusahaan kepada penambang rakyat seluas 2.000 hektar, menjadi wilayah pertambangan rakyat (WPR).“Kami ingin perusahaan memperhatikan penambang rakyat. Kami hanya minta 2.000 hektar jadi WPR.”" "Konsultasi Amdal Tambang Emas Keluarga Bakrie Diprotes","Para penambang rakyat khawatir kalau penyusunan Amdal hanya pesanan perusahaan. Mereka mengancam akan menutup akses jalan perusahaan sepanjang tiga kilometer di Desa Tulabolo Timur, Kecamatan Suwawa, Bone Bolango– pintu masuk kawasan hutan–, jika perusahaan tidak menyanggupi tuntutan mereka.Syahrial Junadi, General Manager Gorontalo Mineral mengatakan, kegiatan ini untuk menampung semua masukan maupun kritikan masyarakat. Mereka menampung dan akan diberikan kepada tim penyusun Amdal.  Tim penyusun Amdal, katanya, perusahaan bekerja sama dengan ahli independen, dari Lembaga Afiliasi Penelitian dan Industri Institut Teknologi Bandung (Lapi ITB) dan Universitas Negeri Gorontalo (UNG).Menanggapi pertanyaan penambang rakyat yang meminta wilayah 2.000 hektar, Syahrial enggan menjawab. Menurut dia, harus berpulang ke pemerintah dan regulasi yang mengatur.Jika konsultasi publik penyusunan Amdal selesai, Gorontalo Mineral akan tahap konstruksi dan produksi.Mengenai penyusunan Amdal, perwakilan Badan Lingkungan Hidup dan Riset Daerah Gorontalo, Ivon menjelaskan, di Gorontalo, lisensi komisi penilai Amdal provinsi sejak Juni 2014 belum diperpanjang oleh komisi penilai Amdal pusat. Hingga mereka melimpahkan ke komisi penilai Amdal Bone Bolango.“Karena kontrak karya, dan di kawasan hutan lindung, proses penilaian dilimpahkan ke pusat. Yang akan mengeluarkan rekomendasi dari sisi lingkungan komisi penilai Amdal pusat. Proses mungkin setahun.”Dia mengatakan, tim penyusun Amdal harus menampung semua aspirasi masyarakat, terutama yang menerima dampak negatif.  Dia mengusulkan, perlu ada ruang lain membahas teknis penyusunan dokumen.“Kalau melihat hasil pemaparan perusahaan, ada banyak sekali perlu dikaji karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Kalau boleh izin-izin yang semua dikeluarkan pusat, harus dibuka satu-satu agar diketahui masyarakat,” kata Ivon.Alih fungsi hutan " "Konsultasi Amdal Tambang Emas Keluarga Bakrie Diprotes","Dalam dokumen, proses perizinan Gorontalo Mineral merupakan kontrak karya generasi ke VII ditandatangani 19 Februari 1998 oleh pemerintah pusat didahului persetujuan DPR dan presiden.Gorontalo Mineral saat ini tidak lepas dari kesuksesan mengalih fungsi hutan di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Ketika itu ditanyakan kepada perusahaan, Syarial enggan menjawab.“Saya rasa yang berhak menjawab itu pemerintah. Setahu saya proses itu harus melewati 16-18 tahapan. Pemerintah daerah lebih tahu.”Ahmad Bahsoan, Jaring Advokasi Pengelolaan Sumber Alam mengatakan, alih fungsi hutan di taman nasional menjadi tambang ini ancaman bagi ketersediaan air. Bukan hanya masyarakat di sekitar kawasan, juga bagi 15.000 lebih rumah tangga di Bone Bolango dan Kota Gorontalo yang mengkonsumsi air PDAM bersumber dari DAS Bone.“Nilai cadangan emas di taman nasional yang dialihfungsi itu tidak akan sebanding dengan kemampuan dalam menyediakan pangan bagi masyarakat Gorontalo.” [SEP]" "Peran Pemerintah Diperlukan Untuk Pemanfaatan Ekonomi Keanekaragaman Hayati","[CLS] Indonesia merupakan negara yang kaya dengan keanekaragaman sumber daya hayati. Indonesia menjadi surga bagi berbagai spesies, baik tumbuhan maupun hewan. Apalagi sejak adanya The Convention on Biological Diversity (CBD) yaitu perjanjian internasional yang mencakup semua aspek keanekaragaman hayati seperti spesies, ekosistem sampai sumber daya genetik sampai penggunaannya, Indonesia makin dianggap penting sebagai salah satu negara dengan mega biodiversity.Akan tetapi disayangkan, semua potensi keanekaragaman hayati tersebut, belum optimal untuk menyejahterakan rakyatnya. “Indonesia itu negara potensi, hanya potensi saja. Padahal sejak 25 tahun yang lalu, CBD dimulai, Indonesia mencorong dengan negara mega biodiversity. Tapi sudah 25 tahun berlalu, kita tidak bisa memberi keyakinan bahwa potensi ini perlu diwujudkan,” kata Anggota Dewan Eksekutif Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI), Setijati D Sastrapradja dalam Diskusi Pakar Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI), di Jakarta, Kamis (25/09/2014).Setijati melihat pemerintah kurang bisa mengkoordinasikan lembaga pemerintah dan berbagai elemen yang terkait untuk pemberdayaan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati tersebut. “Kita mendorong pemerintah. Kalau kita sebagai rakyat mengambil sebagian peran pemerintah. Kalau kita bisa mengayomi sumber-sumber penelitian, akademisi, maka (pemanfaatan keanekaragaman hayati) akan luar biasa,” katanya.Mantan Direktur Eksekutif KEHATI itu mengatakan perlu lima aspek untuk mewujudkan pemanfaatan keanekaragaman hayati Indonesia yaitu kepedulian (concern) sebagai negara mega biodiversity, percaya diri (confidence) bahwa sumber daya hayati merupakan potensi ekonomi besar bangsa, memiliki kompetensi (competence) untuk mewujudkannya, komitmen (commitment) dari semua pihak, dan keberanian (courage) dalam mengambil keputusan." "Peran Pemerintah Diperlukan Untuk Pemanfaatan Ekonomi Keanekaragaman Hayati","Sedangkan Ketua Gabungan Pengusaha Jamu, Charles Saerang mengatakan Indonesia mempunyai sekitar 30.000 spesies yang bermanfaat untuk pengobatan. “Dari 30.000 spesies itu, baru sebagian kecil yang bisa diidentifikasi,” katanya. Akan tetapi dia merasakan pemerintah kurang memperhatikan industri jamu ini, padahal potensi industri jamu ditaksir mencapai Rp50 triliun, tetapi saat ini baru mencapai Rp16 triliun yang melibatkan sekitar 6 juta orang.Untuk memanfaatkan potensi keanekaragaman hayati, Charles mengatakan perlu kerjasama antara pemerintah, akademisi dan pengusaha. “Perlu kebersamaan antara pengusaha, peneliti dan pemerintah. Pemerintah tahu tempat-tempat yang musti dibina. Peneliti tahu bagaimana supaya mutu produk dari spesies lebih bagus. Pengusaha tahu bagaimana nilai plus supaya dapat keuntungan untuk mengembangkan pasar. Pemerintah harus dapat mengakomodasi diantara pengusaha dengan peneliti itu,” kata Presiden Direktur Perusahaan Jamu Nyonya Meneer itu.“Industri jamu itu berkembang, tidak terpengaruh oleh depresiasi. Ini milik kita sendiri. Kita takutnya, lahannya dikuasai oleh asing. Sudah ada contohnya, di Makassar, daun kuning sudah dikuasai oleh Malaysia, karena mereka mengetahui untuk pengobatan liver,” katanya.Peneliti Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember, Jawa Timur, Achmad Subagio mengatakan kendala dalam pengembangan keanekaragaman hayati Indonesia antara lain dari budaya atau persepsi masyarakat, teknologi, akses pasar, finansial dan kebijakan pemerintah. Dia juga menyoroti masalah koordinasi antar sektor untuk memanfaatkan potensi keanekaragaman hayati ini.Subagio sendiri telah lama melakukan penelitian untuk meningkatkan nilai tambah dari singkong menjadi produk olahan dengan nilai jual lebih tinggi seperti mie, nasi, bubur dan sebagainya. Peningkatan nilai tambah produk singkong ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani singkong." "Peran Pemerintah Diperlukan Untuk Pemanfaatan Ekonomi Keanekaragaman Hayati","Sedangkan Dosen Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana Bali, PK Diah Kencana merasakan kurangnya perhatian dari pemerintah dalam setelah bertahun-tahun berusaha mengembangkan bambu tabah, bambu endemik Tabanan, Bali yang hampir punah.Dari hasil penelitiannya, bambu tabah berguna sebagai tanaman konservasi di lahan kritis, dan bambu mudanya atau rebung mempunyai nilai ekonomis untuk dijual. Dari hasilnya mengolah bambu bersama masyarakat sekitar, tanaman lokal tersebut mampu memberikan pendapatan tambahan bagi masyarakat.Sementara Direktur LSM Gita Pertiwi, Rossana Dewi telah lebih dari 20 tahun meneliti dan mengembangkan kacang koro yang berpotensi besar menggantikan peran kedelai. “Kita perlu perjuanan besar untuk mengenalkan koro, karena kacang ini identik dengan masyarakat miskin. Padahal potensi sangat besar. Koro bisa digunakan untuk diet penderita diabetes. Bahkan proteinnya lebih tinggi dari daging sapi,” katanya.Pada kesempatan yang sama Direktur Eksekutif KEHATI, MS Sembiring mengatakan KEHATI mencoba mengambil peran sebagai fasilitator yang mempertemukan semua pihak dalam mengembangkan, memanfaatkan dan memberi nilai tambah dari keanekaragaman hayati dan sumber daya genetis Indonesia.Untuk mempertemukan pemerintah, akademisi dan pengusaha, KEHATI menggelar acara Diskusi Pakar yang mempertemukan  ahli dalam bidang usaha tani, inovasi teknologi, dan pelaku di tingkat petani. [SEP]" "Studi: Deforestasi Berpengaruh Kepada Produktivitas Pertanian di Wilayah yang Jaraknya Ribuan Kilometer","[CLS] Hutan tropis bagaikan fungsi kelenjar keringat pada tubuh manusia yang membantu menjaga suhu atmosfer bumi tetap dinginIngatkah anda akan alur pertama cerita film Interstellar yang menceritakan bahwa bumi tidak lagi layak dihuni karena lahan pertanian tidak lagi produktif? Dalam film ini diceritakan badai dan siklon yang muncul akibat dampak perubahan iklim, menyebabkan rusaknya wilayah pertanian yang menjadi lumbung pangan dunia. Kenaikan suhu dan perubahan kelembaban telah menyebabkan tanaman mengalami stress dan pada akhirnya tidak produktif, dan mati dalam beberapa kali siklus.Dalam dunia nyata, sebuah studi yang berjudul “Effects of Tropical Deforestation on Climate Change and Agriculture” yang dipublikasikan oleh Nature Climate Change bekerjasama dengan Climate Focus yang dirilis minggu ini, menunjukkan adanya bukti baru hubungan antara deforestasi di hutan tropis dengan perubahan pola curah hujan di region lain dunia.Dampak yang timbul, bahkan dapat mencapai ribuan mil dari wilayah semula. Studi menemukan terdapat keterkaitan antara deforestasi di Amerika Selatan, Asia Tenggara dan Afrika dengan produktivitas lahan-lahan pertanian di daerah lain di tropis bahkan sampai wilayah Midwest di Amerika Serikat, Eropa dan Tiongkok.Jika sebelumnya hubungan antara laju deforestasi dengan perubahan iklim lebih diarahkan kepada peranan hutan sebagai storage karbon dan mencegah lepasnya gas karbon ke atmosfer, maka baru saat ini sebuah kajian yang komprehensif secara analisis menunjukkan hubungan antara kehilangan hutan dengan produktivitas pangan." "Studi: Deforestasi Berpengaruh Kepada Produktivitas Pertanian di Wilayah yang Jaraknya Ribuan Kilometer","“Deforestasi tropis memberikan dampak ganda terhadap iklim dan juga para petani,” jelas Deborah Lawrence, Profesor Ilmu Lingkungan di Universitas Virginia, penulis utama studi tersebut. “Kebanyakan orang tahu bahwa perubahan iklim merupakan masalah global yang berbahaya, dan bahwa hal itu disebabkan oleh lepasnya karbon ke atmosfer.”Tapi ternyata deforestasi pun menyebabkan perubahan kelembaban dan aliran udara, menyebabkan perubahan fluktuasi pola curah hujan yang berakibat kepada kenaikan suhu di bumi. Deforestasi, misalnya, akan menyebabkan penurunan curah hujan antara 10-15 persen di wilayah sekitarnya di mana deforestasi berlangsung.Studi ini menyajikan bukti kuat bahwa penggundulan hutan tropis sudah mempengaruhi iklim lokal dan regional. Data meteorologi, misalnya, menunjukkan bahwa di Thailand, awal musim kemarau mengalami sedikit curah hujan akibat deforestasi. Dan di bagian Amazon, wilayah yang tutupan hutan hujan dunianya paling luas, waktu curah hujan diprediksi telah bergeser akibat deforestasi.Di daerah hutan yang digunduli, musim hujan tertunda dua minggu bandingkan dengan daerah-daerah berhutan yang tidak ada perubahan. Di wilayah Hawaii di lautan Pasifik akan terdapat peningkatan curah hujan, sebaliknya wilayah Midwest di daratan Amerika dan Perancis Selatan akan terdapat kenaikan suhu bumi.Dalam penelitian ini disebutkan prediksi atas hilangnya hutan-hutan tropis akan menyebabkan kenaikan suhu global sebesar 0,7 derajat celcius (di atas dampak dari gas rumah kaca), yang akan menggandakan pemanasan global yang diamati sejak tahun 1850." "Studi: Deforestasi Berpengaruh Kepada Produktivitas Pertanian di Wilayah yang Jaraknya Ribuan Kilometer","Dampak dari deforestasi lengkap Amazon kemungkinan akan mengurangi curah hujan di Midwest AS, Northwest dan bagian selatan selama musim pertanian. Deforestasi di Afrika Tengah kemungkinan akan menyebabkan penurunan curah hujan di Teluk Meksiko dan bagian Midwest AS dan wilayah Barat Laut dan meningkatkan suhu di Semenanjung Arabia. Namun sebaliknya akan menyebabkan penurunan curah hujan di Ukraina dan Eropa Selatan.Dalam jangka panjang akumulasi gerakan massa udara dan kondisi di bagian teratas atmosfer. yang disebut “teleconnections”, akan memperluas dampak dari penggundulan hutan tropis pada iklim global.  Peningkatan suhu di daerah tropis akan menghasilkan massa udara besar, ketika ini menghantam bagian atas atmosfer, massa udara menyebabkan riak kesana kemari, mirip dengan gempa bawah laut yang membuat tsunami.Prediksi model dalam studi ini menunjukkan bahwa lokasi deforestasi akan amat berdampak terhadap kenaikan suhu dan curah hujan. Deforestasi di Lembah Kongo, Afrika Barat akan mengurangi curah hujan di seluruh wilayah hingga 40-50 persen dan meningkatkan suhu hingga 3 derajat Celcius. Deforestasi di cekungan lembah Amazon sebesar 40 persen akan membuat musim hujan turun sebesar 12 persen. Hal ini akan berpengaruh terhadap produksi pusat kedelai, jagung, gandum yang terletak ribuan kilometer sebelah selatan Amazon yang akan terdampak.  Asia Tenggara agak sedikit tertolong karena dikelilingi oleh lautan dimana dampak deforestasi terhadap suhu regional dan curah hujan menjadi tidak terlalu parah.Hutan Tropis Bukan Paru-Paru Dunia, Tetapi Kelenjar Keringat“Hutan tropis sering dibicarakan sebagai ‘paru-paru bumi,” tapi sebenarnya mereka lebih mirip seperti kelenjar keringat,” papar Lawrence. “Hutan mengeluarkan banyak air yang membantu menjaga planet tetap dingin. Jika fungsi penting tersebut akibat hutan hancur, hal sebaliknya akan terjadi.”" "Studi: Deforestasi Berpengaruh Kepada Produktivitas Pertanian di Wilayah yang Jaraknya Ribuan Kilometer","Hutan akan mengubah air di permukaan tanah menjadi uap dan menjaga kelembaban di udara yang mendinginkan atmosfer. Hutan tropis sendiri merupakan ekosistem yang mengandung air lebih banyak dari ekosistem lainnya di daratan. Kerusakan hutan tropis akan mengurangi kemampuan regenerasi kelembaban yang akan membuat pola curah hujan di seluruh dunia rusak.“Studi ini tidak hanya mengkompilasi berbagai literatur ilmiah yang relevan, namun akan membantu menjadi panduan para pembuat kebijakan yang bekerja pada permasalahan perubahan iklim. Perlu dicari cara strategis untuk memitigasi dampak deforestasi dan pola cuaca global,” jelasDr Charlotte Streck, Direktur Iklim Focus. “Selama ini respon kebijakan lebih kepada strategi yang berhubungan dengan kebijakan yang fokus kepada efek gas rumah kaca, tetapi belum kepada cara pandang bahwa hutan berpengaruh kepada iklim dunia.”ReferensiLawrence, Deborah and Karen Vandecar. Effects of Tropical Deforestation on Climate and Agriculture. Nature Climate Change. 18 Desember 2014. [SEP]" "Kebun Raya Balikpapan Siap Diresmikan Pada 20 Agustus. Apa Saja Koleksi Tumbuhannya?","[CLS] Setelah dibangun selama lima tahun, Kebun Raya Balikpapan (KRB), Kalimantan Timur siap diresmikan pada 20 Agustus 2014 mendatang. “Kebun Raya Balikpapan siap diresmikan dan siap menerima pengunjung,” kata Kepala Pusat Konservasi Tumbuhan (PKT) Kebun Raya Bogor – LIPI, Didik Widyatmoko ketika dihubungi Mongabay pada Jumat (08/08/2014).  KRB itu direncanakan akan diresmikan oleh Kepala LIPI, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Kehutanan, Menteri Lingkungan Hidup, Gubernur Kalimantan Barat dan Walikota Balikpapan.KRB yang berjarak sekitar 20 km dari pusat kota Balikpapan tersebut, memiliki luas 191 hektar dan memiliki berbagai fasilitas, seperti gedung pusat informasi, gedung penjualan tiket, zona penerimaan pengunjung termasuk tempat parkir, rumah singgah, zona propagasi, dan pusat riset, paranet (shade house) dan rumah kompos.Didik mengatakan sebagai tempat konservasi ex-situ, KRB menjadi tempat untuk menyimpan kekayaan hayati tumbuhan Pulau Kalimantan. Dengan tema “Konservasi Tumbuhan Kayu Indonesia”,  KRB menjadi pusat koleksi tumbuhan berkayu hutan tropis khas Kalimantan.“Intinya, kebun raya mengkonservasi keragaman hayati di sekitar lokasi. Kebun raya sebagai benteng terakhir kerusakan,” jelas Didik.Sebanyak 1.200 spesies tanaman telah ditanam di kawasan ini sejak tahun 2007 silam, diantaranya kayu-kayu genus dipterocarpaceae, seperti meranti, kapur, ulin, keruing, bengkirai dan gaharu.Jumlah koleksi per Desember 2012 yang terdapat di pembibitan sebanyak 278 jenis, 5.280 spesimen sedangkan yang sudah tertanam sebanyak 112 jenis, 1.801 spesimen sementara itu yang terekap dalam database tanaman 150 jenis, 29.798 spesimen.Selain koleksi tumbuhan kayu, Kebun Raya Balikpapan juga menanam koleksi tanaman buah penting khas Kalimantan dan koleksi khusus atau tematik .Kebun Raya Batam" "Kebun Raya Balikpapan Siap Diresmikan Pada 20 Agustus. Apa Saja Koleksi Tumbuhannya?","LIPI bekerjasama dengan Kementerian Pekerjaan Umum juga mulai melakukan pembangunan Kebun Raya Batam. “Ground breaking Kebun Raya Batam akan dilakukan pada 27 Agustus nanti. Pembangunan dilakukan oleh Direktorat Perkotaan, Dirjen Penataan Ruang Kementerian PU. Diharapkan pada lima tahun mendatang, Kebun Raya Batam sudah bisa diresmikan,” kata Didik.Kepala PKT LIPI itu mengatakan Kebun Raya Batam akan mengoleksi tanaman bertema tanaman pesisir dan pulau-pulau kecil, seperti tanaman bakau.“Di Kebun Raya Batam akan banyak tanaman bakau atau mangrove, seperti  rhizopora, avicenia, tanaman pulau kecil, tanaman kayu. Tanaman Calophyllum Inophyllum atau nyamplung,” jelasnya.Berbagai tanaman obat dan tanaman hias juga ditanam di Kebun Raya, seperti anggrek dan kantong semar.Sesuai dengan Perpres No.93/2011 tentang Kebun Raya, LIPI bersama Kementerian PU bekerjasama dalam membangun Kebun Raya di seluruh Indonesia. Kementerian PU akan membangun sarana fisik, bangunan, jalan dan embung. Sedangkan LIPI akan menangani substansi dari kebun raya yaitu tanaman koleksi.LIPI sendiri telah menargetkan bakal membangun 12 kebun raya selama kurun 2014 – 2019, antara lain Kebun Raya Balikpapan, Kebun Raya Batam, Kebun Raya Liwa, Kebun Raya Banua, Kebun Raya Purwodadi , Kebun Raya Baturraden, Kebun Raya  “Eka Karya” Bali,  Kebun Raya Pare-pare, Kebun Raya Kendari, CSC and Botanic Garden.Pembangunan 12 kebun raya tersebut dengan mempertimbangkan dua kriteria yaitu posisi strategis kebun raya dan komitmen pemerintah daerah atau pengelola. [SEP]" "Unyai, Lebah Madu Hutan Unggulan Berau Barat","[CLS] Dari jauh terlihat berwarna hitam kecoklatan dengan bentuk satu sisiran setengah lingkaran menempel pada dahan pohon yang tinggi. Jika madunya banyak, sarangnya terlihat seperti huruf W.Itulah sarang lebah madu hutan yang dikenal dengan nama Apis dorsata. Lebah penghasil madu hutan alami yang sosoknya lebih besar dari pada lebah madu lainnya di daratan Asia.Apis dorsata merupakan lebah madu yang produktif dalam menghasilkan madu. Selain pada dahan dan cabang pohon berkulit licin yang tinggi, sarangnya juga dapat ditemukan menempel pada ceruk di tebing bebatuan.Di Indonesia lebah ini ditemukan di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Papua, serta di  Jawa meski relatif jarang.Sebutannya macam-macam, di Kalimantan Barat disebut sebagai Manye atau Muanyi, di Jawa dikenal sebagai Tawon Gung, di Jawa Barat disebut dengan Tawon Odeng, di Sumatera Barat dikenal sebagai Labah Gadang, Labah Gantuang, Labah Kabau atau Labah Jawi, serta masyarakat Tapanuli menyebutnya Harinauan.Khusus di Berau, Kalimantan Timur, masyarakat menyebut Apis Dorsata dengan sebutan Unyai. Unyai biasa bersarang di pohon manggeris (Kompassia ceramensis), kempas (Kompassia exelca) dan tempura (Diprerocarpus gracilis). “Pada setiap pohon bisa ditemui puluhan sarang. Pada musim panen, setiap sarang menghasilkan madu antara 5-20 liter,” kata Ali  Mustofa, Adviser for Community Based Forest Management, GIZ FORCLIME yang ditemui saat Workhop Madu Hutan dan Pelatihan Panen Madu Lestari di Berau, awal September lalu.Berau Barat merupakan wilayah utama penghasil madu lebah Unyai, tepatnya di Area Kesatuan Pengelolaan Hutan Percontohan (KPHP) Berau Barat. Potensi madu hutan di kawasan itu berkisar 10-30 ton per musim panen. “Madu akan menjadi salah satu produk unggulan hasil hutan bukan kayu (HHBK) di KPHP Berau Barat,” kata Hamzah, Kepala KPHP Berau Barat.Panen madu hutan lestari" "Unyai, Lebah Madu Hutan Unggulan Berau Barat","Madu mempunyai banyak manfaat. Penggunaannya dapat dikonsumsi langsung atau sebagai bahan campuran makanan-minuman, serta produk perawatan tubuh. Selain  itu, madu dapat dijadikan bee bread dan royal jelly. Sementara, sarangnya dapat diolah menjadi lilin lebah (bees wax) yang biasa dipakai industri kecantikan dan obat-obatan.Rio Bertoni, Ketua Jaringan Madu Hutan Indonesia (JMHI), mengatakan di beberapa wilayah Indonesia, madu merupakan komoditas unggulan yang  memberi sumbangan pada kesejahteraan masyarakat setempat. “Madu menjadi identitas sosial dari beberapa masyarakat adat dengan cara mempertahankan keberadaan hutannya lewat pengolahan madu  yang lestari,” katanya.Memang, pemanenan madu umumnya dilakukan secara tradisional, sehingga kelestarian dan kebersihannya belum diperhatikan. “Cara panen yang masih banyak dipraktikkan masyarakat masih mengancam kelestarian habitat lebah madu, dan madu yang dihasilkan juga kualitasnya rendah sehingga harga jualnya tidak tinggi,” kata Rio.Bagaimana cara yang benar? Pertama, pohon sarang lebah madu diupayakan terus terjaga keberadaannya dengan cara merawat pohon sarang dan lingkungannya. Misalnya, sekitar pohon sarang ditanami pohon-pohon yang berfungsi sebagai pelindung sekaligus penyedia makanan bagi koloni  lebah.Kedua, pada saat panen, yang diambil hanyalah kepala sarang yang berisi madu. Tujuannya, menjaga kelangsungan hidup koloni lebah. Jika masih ada sisa sarang, lebah tidak membutuhkan waktu lama membangun kembali sarangnya, atau berpindah tempat. Ini juga mempersingkat jarak panen berikutnya.“Madu terbaik adalah madu hasil penirisan bukan peras,” kata Rio. Dengan proses tiris, madu akan lebih jernih dan tidak tercampur dengan material lain yang akan meningkatkan fermentasi. Madu hasil tiris dengan penyimpanan yang tepat dapat bertahan hingga delapan tahun dengan kualitas yang terjaga." "Unyai, Lebah Madu Hutan Unggulan Berau Barat","Suhardi Sabran, Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Berau, berharap pelatihan tersebut bukan hanya meningkatkan kemahiran masyarakat dalam mengelola madu hutan secara lestari. “Yang lebih penting, kelestarian habitat lebah madu hutan terjaga. Kalau hutan terus dirusak nantinya madu hutan akan tinggal cerita,” katanya.Kelestarian hutan dan lingkungan merupakan prasyarat utama agar kita tetap bisa menikmati khasiat dan manisnya madu hutan alami.Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio [SEP]" "Menjaga Bumi Mbay dengan Pertanian Alami","[CLS] Waktu mengubah Lukas Kota, petani kecil di Mbay, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT). Dua tahun lalu, Lukas termasuk petani penentang sekolah lapangan (SL) pertanian organik di desanya. Dia tak pernah ikut SL, bahkan pernah mencabuti padi organik uji coba di lahan miliknya.Kala itu, dia berpikir pertanian organik tak akan berhasil di Mbay, kawasan sawah terluas di Flores selain Lembor, Kabupaten Manggarai Batat. Diapun pesimis ketika melihat petani merintis pertanian organik. “Setelah melihat sendiri hasil, saya baru percaya,” katanya.Tak hanya percaya pertanian organik bisa membuat hasil lebih baik, Lukas kini salah satu petani aktif mengampanyekan pola berkelanjutan di sawah seluas 3.000 hektar.Sebagai kawasan sawah terluas di Nagekeo, Mbay, menjadi lumbung beras bagi warga kabupaten ini maupun kabupaten lain di sekitar, seperti Ende, Bajawa, dan Sikka.Sejak 1970-an, petani yang bermigrasi ke daerah ini termasuk Lukas Kota pun membabat hutan dan mengubah menjadi persawahan. Ketika awal bertani di sini, mereka bisa mendapatkan rata-rata 6-8 ton padi per hektar. “Saat itu, kami masih menggunakan bahan-bahan alami untuk bertani. Tanah juga masih subur.”Seperti umumnya pertanian di Indonesia, malapetaka datang di Mbay sejak 1980-an ketika muncul Revolusi Hijau. Akibat tingginya penggunaan bahan-bahan kimia pertanian baik pupuk maupun pestisida, kesuburan tanah justru menurun.Awalnya, hasil bagus tapi makin lama tanah makin keras. Akibatnya, panen terus menurun. Paling banyak mereka hanya mendapatkan 4-5 ton per hektar.Melihat tanah yang makin tak subur dan hasil panen yang kian turun petani mulai berinisiatif untuk beralih ke pertanian organik. Dua lembaga swadaya masyarakat di sana yaitu Yayasan Mitra Tani Mandiri (YMTM) dan Pertanian Alternatif Sumatera Utara (PANSU) memberikan pendampingan kepada petani melalui SL pertanian organik." "Menjaga Bumi Mbay dengan Pertanian Alami","Sebagian petani setempat yang bergabung dalam Asosiasi Tani Organik Mbay (ATOM) antusias mengikuti SL itu. Salah satunya, Klemens Tado. Dia mempraktikkan pola tanam dengan sistem intensifikasi padi atau system of rice intensification (SRI). Dia menggunakan bahan-bahan alami sebagai pupuk.Pupuk ini dibuat secara berkelompok. Pekan lalu misal, kelompok tani bernama Idola Petani Dange, Lape, dan Airamo (Idola) membuat pupuk organik itu bersama-sama. Bahan baku pupuk organik mereka peroleh dari lingkungan sendiri seperti kotoran sapi, batang pisang, dan lain-lain.Di bawah, rindang pohon mangga di samping sawah, mereka mencampur aduk berbagai bahan itu untuk dipendam sebelum siap jadi pupuk. Umumnya, petani membuat pupuk ini secara berkelompok. Begitu pula dengan anggota Idola, kelompok tani yang bergabung dalam ATOM juga.Untuk menangani hama, petani juga menggunakan bahan-bahan alami. Misal, dengan bahan campuran daun intaran dan bahan-bahan lain untuk mengusir hama walang sangit dan kepik hitam. “Setelah pakai bahan-bahan alami, hama malah tidak datang sama sekali,”  kata petani lain, Hendrikus Koba. Dia dikenal sebagai Dokter Padi karena keahlian menangani hama padi secara alami.Dia mengamati sendiri untuk mempelajari bagaimana perilaku hama. “Saya amati tiap hari agar tahu apa makanan yang disukai dan tidak disukai. Dengan cara itu,  kita bisa mengenali perilaku hama sekaligus membuat pestisida alami yang tidak disukai.”Sejak beralih ke pertanian organik sekitar tiga tahun lalu, petani di Mbay mulai merasakan perubahan. “Biaya produksi kami jadi lebih hemat,” kata Lukas.Dia mencontohkan, ketika masih menggunakan bahan kimia, satu petani bisa menghabiskan rata-rata Rp4-7 juta tiap hektar untuk satu kali musim tanam. “Sekarang paling banyak hanya Rp200.000 untuk beli bahan pembuat pupuk.”“Meskipun hasil belum kembali seperti sebelum kami pakai bahan kimia, setidaknya biaya produksi jauh lebih rendah.”" "Menjaga Bumi Mbay dengan Pertanian Alami","Dengan menggunakan pestisida organik petani bisa lebih bertahan dari serangan hama. Hendrikus mencontohkan, terjadi serangan hama tahun lalu hingga petani hanya mendapat 4-5 karung per hektar.  “Karena pakai pestisida alami, saya dapat 25 karung per hektar.”Saat ini, hasil panen petani di Mbay belum kembali seperti 1970-an. Tiap hektar masih berkisar 4-5 ton per hektar. Namun, peningkatan hasil panen mulai terlihat. Pada panen pertama setelah beralih ke pertanian organik hanya dapat enam karung gabah kering per 0,5 hektar. Namun panen kedua naik jadi 15 dan 23 karung. “Kami yakin hasil bisa lebih tujuh ton per hektar karena pertanian organik,” kata Lukas.Dengan pertanian berkelanjutan, petani kini memberikan jeda bagi lahan sawah mereka. Dulu, sepanjang tahun mereka menanam padi tanpa ada komoditas lain.Saat ini, ketika hujan agak berkurang, mereka menanam palawija seperti jagung dan kedelai. Semua tetap menggunakan pupuk organik baik padat maupun cair.Namun, ada dampak lain yang menurut petani penting yakni, keberlanjutan sistem pertanian dan kesehatan mereka. “Dengan pertanian organik, kami merasa bisa mewariskan tanah lebih subur untuk anak cucu nanti,” kata Lukas. “Beras yang kami makan lebih sehat karena tidak mengandung bahan-bahan kimia,” ujar Klemens.Beras sehat dari Mbay itu tak hanya dimakan sendiri tapi dijual ke kios-kios di kota seperti Ende ataupun di koperasi petani. Harga jual beras organik lebih tinggi rata-rata Rp1.000 dibandingkan harga konvensional.Namun, petani di Mbay, masih menghadapi tantang lain saat ini, masih terbatas konsumen yang sadar kesehatan termasuk mengonsumsi beras organik. [SEP]" "Kampanye Pelestarian Satwa Langka Bersama Ulama","[CLS] Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fakwa pelestarian satwa langka,  awal tahun ini. Seruan ini, bisa berjalan efektif melindungi satwa langka seperti badak Jawa kala sosialisasi dilakukan berbagai pihak termasuk alim ulama. Demikian diungkapkan Haryono, kepala Balai Taman Nasional Ujung Kulon (BTNUK) di Banten, Selasa (18/8/14).Untuk itu, katanya, BTNUK akan bekerjasama dengan MUI kecamatan agar sosialisasi fatwa ini dilakukan di mushola-mushola sekitar kawasan TNUK. “Kyai atau ustad bisa memasukkan bahasan mengenai ini dalam khotbah mereka,” katanya.Langkah strategis lain yang dilakukan BTNUK dengan membangun Javan Rhino Study Conservation Area untuk konservasi intensif.  Mereka juga menyiapkan habitat kedua di luar TNUK.Dia menilai, Indonesia harus memiliki cadangan populasi badak Jawa di tempat lain. Jika tidak, sangat rentan bagi populasi mereka karena hanya ada di TNUK.Asrorun Niam, sekretaris komisi fatwa MUI mengatakan, manusia sebagai khalifah di muka bumi wajib melestarikan satwa langka, termasuk badak Jawa. Fatwa MUI ini dibuat untuk memperkuat kebijakan pemerintah dalam melestarikan dan melindungi satwa langka terancam punah.“Manusia sebagai wujud ketaatan kepada Allah mempunyai kewajiban memakmurkan bumi dan menjaga keseimbangan. Jika ada satwa punah, berarti kita berdosa.”Komisi ini mengkaji dalam mengenai fatwa ini selama tujuh bulan sebelum resmi dikeluarkan awal Januari lalu, launching Maret.  Fatwa keluar sebagai wujud nyata kontribusi agama untuk menyelamatkan lingkungan. Satwa liar tak hanya harus dipertahankan, juga dikembang biak.Fatwa ini keluar untuk memberikan penjelasan sekaligus bimbingan bagi umat Muslim di Indonesia dalam perspektif hukum terkait konservasi satwa. Umat Islam harus melakukan berbagai ikhtiar melestarikan badak Jawa. “Termasuk mengembangkan habitat baru agar makhluk ciptaan Allah ini tidak punah.”" "Kampanye Pelestarian Satwa Langka Bersama Ulama","Ulama, katanya,  selama ini hanya dakwah biasa. Isu lingkungan hidup terutama penyelamatan satwa langka dan dilindungi jarang dilakukan. Padahal, Islam adalah agama yang tak bisa melepaskan diri dari alam. Ada ajaran Islam yang mengatur mengenai interaksi manusia dengan keseimbangan alam dan ekosistem.Untuk mengefektifkan fatwa ini, MUI berencana membuat buku panduan bagi para ulama agar pesan mengenai penting melindungi satwa masuk dalam materi khotbah. Fatwa menjadi alat mengejawantahkan nilai-nilai ajaran Islam mengenai keseimbangan ekosistem.Facrudin Mangunjaya, akademisi Universitas Nasional mengatakan, Unas sedang riset melihat sejauh mana keefektifan fatwa ini di masyarakat. “Ini bentuk pendekatan baru guna penyadaran kepada masyarakat Muslim dalam pelestarian satwa langka seperti badak Jawa.”Spesies coordinator WWF Indonesia Chairul Saleh mengatakan, fatwa ini memberikan harapan bagi pelestarian satwa langka, termasuk badak Jawa. “Melindungi spesies langka merupakan kerja sangat berat. Perlu kerjasama dari berbagai pihak. Harus ada pendekatan tidak konvensional. Tidak hanya berkutat di penelitian.”Bambang Dahono Adji, Direktur Konservasi Keragaman Hayati Kementerian Kehutanan mengungkapkan, fatwa ini sebagai penuntun umat Muslim mengambil langkah aktif memperkuat kebijakan pemerintah dalam melestarikan satwa langka. “Juga memberikan kepastian hukum menurut pandangan Islam tentang perlindungan terhadap satwa terancam punah seperti badak Jawa.”Elisabet Purastuti, project leader WWF Ujung Kulon  mengatakan, sosialisasi ini diharapkan bisa membuat masyarakat di sekitar buffer zone TNUK sadar menjaga kelestarian satwa langka, terutama badak Jawa.“Badak Jawa di Ujung Kulon populasi kecil dan terisolir hingga rentan mengalami kepunahan.”Dia mengatakan, populasi badak Jawa dekat dengan gunung Krakatau yang berpotensi erupsi dan tsunami serta mengancam populasi dan habitat mereka. [SEP]" "Antan Delapan, Suara Lingkungan dari Kaki Gunung Dempo untuk Dunia","[CLS] Antan Delapan adalah alat tumbuk padi dan kopi yang digunakan masyarakat di Muara Enim, Lahat, Pagar Alam, dan Empat Lawang, Sumatera Selatan. Menariknya, alat ini tidak digerakkan oleh manusia melainkan oleh air melalui kincir.Masyarakat Pagar Alam telah menggunakan kincir atau yang biasa disebut berik ini sejak abad ke-19. Dinamakan antan delapan karena antan (alat tumbuknya berjumlah delapan buah. Saat antan delapan ini dioperasikan akan terdengar hentakan suara yang khas.Salah satu replika antan delapan yang bisa bisa kita saksikan berada di jalan menuju objek wisata Gunung Dempo, Pagar Alam. Namun, saat ini kondisinya kurang terawat, terlebih kincir airnya.Di tangan seniman musik Jemi Delvian, antan delapan menjadi sebuah lagu yang juga digemari penikmat musik etnis mancanegara. Lagu ini ditulis dengan lirik bahasa Pasemah. Lirik ini menggambarkan masyarakat tengah beraktivitas menumbuk hasil panen berupa padi dan kopi.Sate lah sampai nginak kembang kanan kiri Liku beliku pemandangan dilewati Sate lah sampai, badan payah terobatiOi antan delapan, peninggalan baghi Peranti jeme dulu nutuk padi Oi antan delapan, peninggalan baghi Peranti jeme dulu nutuk kopi“Lagu tersebut saya buat sebagai penghormatan terhadap masyarakat di sekitar Gunung Dempo, yang sangat menghormati alam. Tradisi ini sebagai simbol betapa arifnya masyarakat terhadap lingkungan. Sebab tradisi menumbuk padi atau kopi yang menggunakan kincir air merupakan ruang komunikasi masyarakat. Komunikasi itu tentunya membahas beragam persoalan.Termasuk soal lingkungan,” kata Jemi saat berbincang dengan Mongabay Indonesia di Palembang, Minggu (21/12/2014).“Buktinya ketika antan delapan digeser oleh mesin giling, kepedulian masyarakat terhadap lingkungan, misalnya soal keberadaan sumber air menjadi berkurang. Dulu, kalau sungai kering menjadi persoalan bersama, kini hal tersebut tidak menjadi persoalan penting,” ujar Jemi." "Antan Delapan, Suara Lingkungan dari Kaki Gunung Dempo untuk Dunia","Harapan Jemi, yang saat ini melakukan penelitian musik tradisional di Sumatera Selatan, lagu “Antan Delapan” dapat memberikan ruang kesadaran bagi masyarakat untuk mencintai lingkungan hidup melalui musik. “Harus dikembalikan kesadaran bahwa hutan yang terjaga membuat hidup nyaman. Harus dikembalikan kenangan tersebut,” ujarnya.Pasar dunia melalui itunesAwal 2014, Jemi meluncurkan album “Antan Delapan” yang berisi delapan lagu, termasuk lagu “Antan Delapan”. Lagu ini temanya mengenai lingkungan hidup dan tradisi. Di antaranya “Antan Delapan”, “Dempo yang Megah”, “Mabuk Kepayang”, “Gadis Tanjungpayang”, “Tebat Gheban”, “Tuape Kabar”, dan “Kota Tecinte”.Setelah dirilis melalui toko musik digital itunes, lagu “Antan Delapan” mendapatkan sambutan baik dari penggemar dan penikmat musik. “Saat ini, sekitar 1.000 orang yang mengunduh,” kata musisi kelahiran Pagar Alam, 7 September 1977.Dari penyebaran lagu melalui dunia maya ini, Jemi mengaku dapat berkomunikasi dengan banyak penggemar musik yang tertarik mengenai tradisi dan lingkungan hidup di Pagaralam. “Banyak yang menanyakan kondisi alam di Pagar Alam. Ada yang tanya, apakah masih ada harimau sumatera. Dan saya harus jujur, harimau Sumatera sudah sulit ditemukan,” kata Jemi.Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio [SEP]" "Lewat Burung, Mereka Belajar Mencintai Alam…","[CLS] Pagi baru menyapa. Jam menunjukkan pukul 08.00 WIB. Mentari belum terlihat sempurna wujudnya, namun sinar hangatnya telah terasa. Sekitar dua ratusan anak sekolah dasar yang berasal dari Kota Bogor dan sekitarnya sudah berkumpul di Lapangan Cafe Dedaunan Kebun Raya Bogor.Anak-anak penerus bangsa ini berasal dari SD Yapis Bogor, SDN Polisi 5, SD Kesatuan, SDN Pondok Rumput 2, SDIT Al-Yasmin 2, SD Kebon Pedes 1, SD Tanah Sereal, SDN Julang Bogor, SD Sekolah Alam Bogor, dan SD Pengadilan 2 Bogor. Sabtu pagi di penghujung Agustus itu, mereka bergembira ria untuk merayakan bersama keragaman burung di Indonesia. Agenda tahunan yang dihelat Burung Indonesia untuk memperkenalkan kepada masyarakat luas kekayaan burung di Indonesia. Tema yang diangkat kali ini adalah “Kenali dan Cintai Burung Khas Indonesia.”Karena acaranya merayakan keragaman burung maka semuanya juga serba burung: menggambar, mewarnai, mendongeng sembari melukis, serta ada juga tarian yang menggunakan kostum burung. Burung-burung yang diperkenalkan pada para pelajar ini tentu saja burung liar yang memang ada dan khas Indonesia.Sebut saja perkici dora (Trichoglossus ornatus), burung berukuran sekitar 25 cm atau sedikit lebih kecil dibandingkan burung nuri. Ia hanya ada di subkawasan Sulawesi dengan ciri umum ekornya agak panjang runcing dan memiliki bercak telinga biru lembayung.Ada juga julang sumba. Aceros everetti ini hanya bisa kita lihat di Pulau Sumba. Ia merupakan burung berukuran 70 cm yang termasuk dalam famili Bucerotidae (rangkong), yaitu kelompok burung berpostur besar yang mudah dikenali dari cula dan pangkal paruhnya. Jumlahnya di alam diperkirakan 4.000  individu." "Lewat Burung, Mereka Belajar Mencintai Alam…","Lalu celepuk flores atau Otus alfredi nama latinnya. Celepuk ini berukuran antara 19-21 cm yang hanya ada di Flores. Spesimennya pertama kali dikoleksi tahun 1896 di Gunung Repok, Flores Barat Daya. Terakhir kali terlihat tahun 2010 di Cunca Lolos, Flores Barat. Saat ini, jumlahnya di alam antara 250-2.500 individu dewasa.Begitu juga dengan walik dada-merah yang sudah dipastikan dadanya merah, sebagaimana namanya. Ukuran badannya agak gempal, sekitar 28 cm, yang bisa dibayangkan tidak berbeda jauh dengan burung tekukur biasa. Nama latin walik ini agak ribet disebutkan: Ptilinopus bernsteinii. Bila ingin melihatnya maka bersiaplah berangkat ke Maluku.  Tidak ketinggalan elang jawa. Jenis ini tentunya tidak asing di telinga kita karena karakternya disebut mewakili burung garuda, lambang negara Indonesia. Sebagaimana namanya, Nisaetus bartelsi ini memang hanya ada di Jawa. Jumlahnya saat ini, berdasarkan data BirdLife International sekitar 300-500 ekor dengan status Genting (Endangered) yang artinya dua langkah lagi menuju kepunahan di alam.Uniknya, di acara ini hadir pelukis naturalis spesialis burung dan alam asal Portugal, Paulo Alves. Paulo yang sudah tiga bulan di Indonesia ini menunjukkan kepiawannya melukis elang jawa di atas kanvas sembari mendongeng kepada anak-anak sekolah dasar yang hadir.Paulo memang mengkhususkan datang ke Indonesia untuk melukis 56 jenis burung yang hanya ada di Indonesia, alias tidak ada di negara manapun. Sebelumnya, ia telah melukis mandar gendang (Habroptila wallacii) pada perangko seri “Burung Terancam Punah Indonesia” keluaran 2012. “Saya senang berada di Indonesia,” tutur lelaki 24 tahun ini yang sudah mengunjungi Halmahera dan Gorontalo." "Lewat Burung, Mereka Belajar Mencintai Alam…","Tanpa dipungkiri, Indonesia merupakan negara terkaya dalam hal jumlah jenis burung endemik sekaligus masuk empat besar dunia untuk total jenis burung yang ada.  Berdasarkan kajian Daftar Merah BirdLife International, Indonesia memiliki 48 jenis burung yang merupakan jenis baru di 2014 ini. Sehingga, jumlah jenis burung di Indonesia di 2014 mencapai angka 1.650 jenis.Sebagian jenis baru tersebut seperti udang merah sangihe (Ceyx sangirensis), pelatuk punggung-emas (Chrysocolaptes strictus), dan raja-udang kalung-biru (Alcedo euryzona) merupakan jenis endemik. Udang-merah sangihe merupakan jenis endemik Sangihe, Sulawesi Utara. Sementara, pelatuk punggung-emas dan raja-udang kalung-biru hanya ada (endemik) di Jawa.Agus Budi Utomo, Direktur Eksekutif Burung Indonesia, menuturkan bahwa jumlah burung endemik Indonesia bertambah. Meski begitu, banyak juga jenis endemik yang terancam punah. Berdasarkan data burung Indonesia 2013, dari 380 jenis endemik yang ada sekitar 74 jenisnya terancam punah.Kekayaan ini harus dilestarikan, karena burung memberikan inspirasi luas dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Burung hadir mulai dari tradisi, seni, dan budaya. Sayangnya, sebagian besar masyarakat masih awam dengan fenomena ini. “Jangankan mengenal jenis-jenis burung khas Indonesia, jenis-jenis umum yang ada di lingkungan sekitar saja tidak semua orang tahu,” tutur Agus.Walikota Bogor dalam sambutan tertulisnya berpesan kepada para siswa agar mencintai burung liar dengan cara membiarkannya hidup bebas di alam liar. “Jika ingin menghadirkan burung ke rumah, cukuplah tanam pepohonan yang disukai burung, pasti burung akan datang,” ungkap Bima Arya yang sambutannya dibacakan Wakil Walikota Bogor Usmar Hariman." "Lewat Burung, Mereka Belajar Mencintai Alam…","Ya, bagi burung, pohon tidak hanya berguna sebagai tempat bermain. Lebih dari itu, pohon berfungsi sebagai tempat mencari makan, bahkan untuk tidur dan bersarang. Misalnya saja pohon buni (Antidesma bunius), kersen (Muntingia calabura), atau lobi-lobi (Flacourtia inermis) yang disukai burung cabai jawa (Dicaeum trochileum). Atau burung-madu sriganti (Nectarinia jugularis) yang menyenangi madu bunga dari pepohonan dadap (Erythrina crystagalii) dan pisang hias (Heliconia spp).Prof. Dr. Ani Mardiastuti, Guru Besar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Institut Pertanian Bogor (IPB), menuturkan bahwa burung merupakan makhluk yang begitu bernilai bagi alam. Burung menebar biji, membantu penyerbukan pada bunga, bahkan berfungsi sebagai indikator alami kesehatan lingkungan.Sepatutnya kita menjaga keragaman jenis yang ada. Jangan sampai kita hanya mengenal namanya saja tanpa pernah melihat wujudnya. “Kebun Raya Bogor (KRB) merupakan tempat yang representatif bagi kita untuk mulai mengenal dan mencintai burung liar,” jelas ahli burung liar Indonesia ini.KRB merupakan tempat yang tepat bagi siapa saja yang ingin mengenal keragaman burung. Catatan LIPI, jumlah jenis burung di Kebun Raya Bogor tahun 1950-an mencapai 150 spesies. Jumlah tersebut menurun dan menyisakan sekitar 90 spesies tahun 2006. Selanjutnya, tahun 2011, survei yang dilakukan Burung Indonesia baru berhasil mencatat sekitar 50 jenis (spesies). Catatan berkurangnya jumlah ini tentunya masih memerlukan penelitian lebih lanjut." "Lewat Burung, Mereka Belajar Mencintai Alam…","Asep Ayat, pegiat di Burung Indonesia, yang mengamati keberadaan burung di KRB menuturkan, meski jenis burung di KRB menyusut namun tidaklah sulit untuk melihatnya. Ada kowak-malam kelabu (Nycticorax nycticorax), bondol jawa (Lonchura leucogastroides), cinenen jawa (Orthotomus sepium), raja-udang meninting (Alcedo meninting), kepudang kuduk-hitam (Oriolus chinensis), punai gading (Treron vernas), dan cekakak sungai (Todirhamphus chloris). “Bahkan, di sini ada kakatua raja (Probosciger aterrimus) yang diperkirakan burung peliharaan yang lepas atau sengaja dilepaskan orang. Karena, kakatua raja hanya ada di papua,” jelas Asep.Sugeng, Kepala Sekolah SDN Pengadilan 2 Bogor, mengamini apa yang diucapkan Ani Mardiastuti. Menurutnya, anak-anak perlu diberikan pengetahuan sejak dini tentang keanekaragaman burung di Indonesia. “Belajar di alam dan langsung melihat burung akan membuat siswa lebih paham dan peduli lingkungan,” tuturnya. [SEP]" "Pemerintah Tapanuli Utara Evaluasi Izin Tebang Kayu Rakyat","[CLS] Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara (Taput), Sumatera Utara, mengevaluasi perizinan penebangan kayu lewat izin pemanfaatan kayu rakyat (IPKR) secara menyeluruh. Evaluasi dilakukan karena penebangan kayu tinggi bahkan sudah masuk kawasan hutan.Nikson Nababan, Bupati Taput mengatakan, mereka yang mengantongi IPKR tidak memperhitungkan dampak negatif. Akibatnya, kabupaten ini sering terjadi longsor dan banjir.Dia mengatakan, hasil evaluasi bersama Dinas Kehutanan, menemukan terjadi kerusakan hutan cukup parah akibat penebangan liar dan menyalahi aturan.Dari laporan, ditemukan sejumlah penerima IPKR, menggunakan untuk menebang dan membeli kayu yang diduga tidak sesuai aturan.Mereka, katanya, sudah turun ke lapangan setelah laporan terkait penebangan kayu di daerah penyangga resapan air. Benar saja, penebangan massif bahkan kayu di pinggir lereng gunung juga ditebang.  “Ini mampu merusak resapan air dan sangat rawan longsor karena daerah penyangga dibabat habis.”Kabupaten Taput salah satu daerah perbukitan dan rawan longsor. Topografi kawasan memiliki kemiringan cukup tajam.Awalnya, Pemerintah Taput bersama Dinas Kehutanan membuat aturan soal izin penebangan kayu melalui IPKR guna mencegah penebangan berdampak buruk bagi daerah itu. Dengan ada izin Dinas Kehutanan bisa mengawasi. Di luar dugaan, banyak penyalahgunaan hingga harus evaluasi total.Kebijakan ke depan dibuat lebih ketat. Para pemilik IPKR wajib melakukan penghijauan kembali. “Jika ada yang tidak melakukan, kemungkinan besar izin dicabut dan dilarang beroperasi lagi.”Alboin Siregar, Kadis Kehutanan Taput, mengatakan, hutan konservasi ada delapan, empat suaka margasatwa, satu taman buru, satu taman hutan raya, enam taman wisata dan satu cagar alam laut.Pengawasan hutan, katanya, terus dilakukan dan menindak hukum para pelanggar." "Pemerintah Tapanuli Utara Evaluasi Izin Tebang Kayu Rakyat","Data Walhi Sumut, laju deforestasi selama 13 tahun, cukup luas. Hutan lindung dan konservasi 1.797.079 hektar. Dari angka itu, luas perlu direhabilitasi 888.805 hektar (49,5%). Untuk hutan produksi, 2.251.854 hektar, perlu direhabilitasi 1.339.981 (59,5%). Jadi, keseluruhan, dari 4.048.933 hektar kawasan hutan, harus rehabilitasi 2.228.786 hektar (55,3%). [SEP]" "Wow! Singapura Bakal Denda Perusahaan Penyebab Kabut Asap","[CLS] Tampaknya, Singapura trauma dengan kabut asap yang menyelimuti negeri mereka tahun lalu dari kebakaran hutan dan gambut di Sumatera, Indonesia. Merekapun berupaya agar kabut asap bisa dicegah. Caranya? Baru-baru ini, parlemen Singapura menyetujui aturan yang bisa menghukum perusahaan, baik domestik maupun asing yang bertanggungjawab sebagai penyebab kabut asap di negara itu.Sebelum berlaku, aturan ini masih perlu ditandatangni Presiden Singapura. Dikutip dari Reuters, bagi penyebab polusi udara di negeri Singa ini karena pembakaran kebun atau hutan oleh perusahaan akan didenda sampai S$100.000 atau sekitar US$80.000. Denda ini bisa mencapai US$2 juta per perusahaan. Tak hanya itu, perusahaan-perusahaan ini juga bisa digugat perdata atas kerusakan yang terjadi.“Parlemen telah menyetujui UU Pencemaran Kabut Lintas Batas” kata Vivian Balakrishnan, Menteri Lingkungan dan Sumber Daya Air Singapura dalam postingan di laman Facebook.Aturan ini, katanya, akan menjerat pidana dan perdata bagi perusahaan-perusahaan bandel  yang menyebabkan kabut asap dari pembakaran hutan dan lahan gambut.“Kami harus membuat perusahaan bertanggungjawab untuk bahaya yang mereka ciptakan bagi kesehatan dan lingkungan kami.”Data NASA dari website World Resources Institute’s Global Fire Watch, baru-baru ini puluhan kebakaran di Riau, tepat berseberangan dengan Singapura.Singapura telah mendapatkan ‘kiriman’ polusi udara karena kebakaran hutan dan gambut di Sumatera. Banyak dari kebakaran itu terkait dari konsesi sawit, kayu dan bubur kayu dari perusahaan-perusahaan yang dikendalikan dan beroperasi di Singapura.Namun, para ahli mengatakan, hukum ini kemungkinan sulit diterapkan karena juga berlaku bagi perusahaan di luar Singapura.Selain itu, data konsesi di Indonesia kerap tak jelas hingga sulit untuk langsung menyalahkan sebagai penyebab kabut asap. [SEP]" "Pemerintah Diminta Perhatikan Penanganan Satwa Kala Bencana","[CLS] Saat bencana tiba, seperti erupsi Gunung Sinabung dan Kelud, penanganan pemerintah hanya fokus kepada penyelamatan manusia sedang satwa terabaikan. Kalangan organisasi satwapun mendesak pemerintah memperhatikan penanganan penyelamatan bagi satwa.Daniek Hendarto, Koordinator Program Konservasi Ex Situ dari Centre for Orangutan Protection (COP), menyebutkan, kematian satwa akibat bencana hal wajar, dan bagian seleksi alam. Namun, menjadi catatan penting ketika bencana terjadi, upaya penanganan satwa tak maksimal.Diapun mendesak, penyelamatan satwa menjadi prioritas dan perhatian pemerintah. Di Indonesia, katanya, penanggulangan bencana masih terbatas manusia, satwa terlupakan. “Inilah salah satu faktor mengapa banyak satwa mati,” katanya awal Februari lalu.Daniek mendesak, tidak ada perbedaan perlakuan antara manusia dan satwa. “Mereka makhluk hidup wajib dilindungi dan diperhatikan, tanpa pilih kasih atau pandang bulu.”Beberapa waktu lalu COP bersama sejumlah organisasi pecinta satwa datang ke Kabupaten Karo, untuk memberikan makanan kepada hewan. Hewan seperti anjing, kucing serta lain-lain, dikumpulkan dan diberi makan. “Itu dilakukan terus menerus agar tidak mati kelaparan. Diharapkan pihak terkait melakukan sama.”Sayangnya, saat ini penanganan satwa domestik maupun liar belum mendapat prioritas kala bencana. Hal ini dilihat dari penanganan satwa terdampak banyak terlantar.Untuk satwa liar, BKSDA memiliki respon baik dengan menindaklanjuti setiap laporan, dan patroli, termasuk bersama tim COP. Namun sosialiasi gencar, perlu dilakukan di setiap kelompok masyarakat di area rawan bencana. Sebab, di titik lokasi inilah, pertemuan satwa liar dengan penduduk banyak terjadi. “Kita berharap, belajar dari pengalaman setiap bencana, sudah saatnya pemerintah menerapkan standar penanganan bencana tidak bagi manusia tetapi satwa juga, ” katanya.Satwa di Sinabung" "Pemerintah Diminta Perhatikan Penanganan Satwa Kala Bencana","Iir Pinem, warga Desa Kuta Gugung, Kabanjahe, Kabupaten Karo mengatakan, dalam 30 hari, Januari hingga 10 Februari 2014, mereka menemukan dua kucing hutan mati di sekitar kebun warga. Selama ini, kucing-kucing hutan itu jarang terlihat di desa, kecuali kebetulan kala berburu mangsa di perkebunan jagung, atau jeruk warga.“Yang kedua ini kasihan matinya. Mulut menganga, dan jari-jari berlipat kedalam. Waktu kulihat sempat masih hidup. Saya ke rumah mau ambil minyak karo, mungkin kalau diolesi perutnya bisa sembuh. Waktu balik lagi, udah mati, ” kata Pinem, dengan logat Karo, kental.Edi Saragih, menambahkan, sepekan sebelumnya juga melihat ular, rusa juga mati. Semua hewan-hewan ini penghuni hutan di Sinabung.Sedangkan Haryono Putra Perangin-angin, warga Desa Sukameriah, mengatakan, dalam kurun dua bulan terakhir, tiga anjing di desa mereka mati. Penyebabnya, terkena debu panas Sinabung. Hewan-hewan ini juga mati kelaparan karena empat bulan terakhir ditinggal mengungsi.Masyarakat desa menemukan hewan-hewan mati seperti anjing, kucing, kambing dan lembu. Sedangkan satwa liar mati kambing hutan Sumatera, kucing hutan, ular piton, rusa, dan monyet.Mereka ditemukan di Desa Mardinding, Desa Perbaji, Desa Selandi, Desa Sukameriah, Desa Guru Kinayan, Desa Gamber, Desa Berastepu, Desa Bekerah, Desa Simacem, Desa Sukanalu, dan Desa Kuta Tonggal. Lalu, Desa Sigarang-garang, Desa Kuta Rakyat, Desa Kuta Gugung, Desa Kuta Tengah, Dusun Sibintun, dan Dusun Lau Kawar.Fitri Noer Chasanatun, Tenaga Fungsional (PEH) Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (BBKSDA) Sumut, mengungkapkan, BBKSDA, bekerjasama dengan organisasi lingkungan dan pecinta satwa liar, membuka posko di Kota Kabanjahe. Mereka juga menurunkan relawan, guna memantau satwa dampak erupsi." "Pemerintah Diminta Perhatikan Penanganan Satwa Kala Bencana","Beberapa waktu lalu, juga menemukan jejak beruang yang bukan menjauh dari Sinabung, malah mendekat. Tim patroli di posko Kabanjahe menelusuri jejak itu. Namun, masuk zona berbahaya, hingga penelusuran dihentikan.Saat ini, di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) termasuk hutan Sinabung, terdapat kucing besar seperti kucing emas, macan dahar, dan beruang. Satwa-satwa ini masih memungkinkan di hutan Sinabung. “Kalau di hutan Sinabung, ada kucing besar. Harimau tidak mungkin ditemukan. Kalau TNGL dan Aceh, harimau masih ada.”Dia menyebutkan, perlu kerjasama berbagai pihak untuk menyelamatkan satwa liar di Sinabung. Artinya, jika menemukan satwa liar apalagi dilindungi, tak membunuh atau dimakan. Alangkah mulia, jika menyelamatkan, melindungi, dan menyerahkan ke BBSDA untuk dilepasliarkan. “Jadi ini utama menyelamatkan satwa terdampak erupsi. Bukan malah dibunuh atau dipotong, semua harus melindungi,” ujar dia. [SEP]" "Laporan: Dana Pensiun Norwegia Masih Berinvestasi di Pertambangan Batubara","[CLS] Kekayaan yang melimpah dari dana pensiun pemerintah Norwegia hingga kini masih terus berinvestasi di sejumlah perusahaan tambang batubara yang merusak hutan Indonesia, kendati mereka sudah menarik dana mereka di sejumlah perusahaan sektor kehutanan dan tanaman industri yang memiliki catatan buruk soal lingkungan. Hal ini dilaporkan oleh Rainforest Foundation Norway, sebuah lembaga nirlaba yang bergerak di sektor kehutanan di Norwegia.Berdasar análisis data yang dirilis oleh Lembaga Dana Pensiun Norwegia atau Government Pension Fund Global (GPFG), lembaga Rainforest Foundation Norway menemukan dana sebesar 21,5 miliar dollar AS yang masih tertanam di sejumlah perusahaan yang disebut-sebut sebagai “sektor-sektor yang diketahui menjadi penyebab deforestasi ” dan dana lain sekitar 3 miliar dollar AS yang masih tertanam di sejumlah perusahaan pertambangan batubara yang beroperasi di Indonesia.“Hal ini secara langsung menyepelekan upaya bersama untuk melindungi hutan tropis Indonesia yang masih tersisa,” ungkap laporan tersebut, dan berharap pemerintah Norwegia segera menarik investasi mereka dari sejumlah perusahaan ini.“Melalui investasi di sektor pertambangan batubara pemerintah Norwegia menjadi penyebab deforestasi di Indonesia,” ungkap Kepala Divisi Kebijakan Rainforest Foundation Norway, Vemund Olsen dalam pernyataannya. “Ini saatnya bagi pengelola dana pensiun di Norwegia untuk memberikan strategi yang lebih jelas untuk menekan dampak pendanaan ini terhadap hutan hujan tropis.”" "Laporan: Dana Pensiun Norwegia Masih Berinvestasi di Pertambangan Batubara","Norwegia adalah salah satu negara yang sejak tahun 2007 silam muncul sebagai salah satu penyedia dana terbesar di dunia untuk melakukan perlindungan terhadap hutan hujan tropis dunia. Negeri ini sudah menyumbangkan miliaran dollar untuk menekan deforestasi di Indonesia, Brasil, Guyana, Kongo dan Tanzania. Namun sejumlah kritisi menyatakan bahwa investasi GPFG di sejumlah industri telah menjadi penyebab deforestasi dan mementahkan upaya perlindungan hutan tropis ini. [SEP]" "Pemerintah Dinilai Tak Serius Urus Pengakuan Hutan Adat","[CLS] Hampir setahun, sejak 16 Mei 2013, putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan, hutan adat bukan hutan negara. Kenyataan di lapangan, pengakuan itu belum ada.Kekecewaan masyarakat adat terhadap ketakseriusan pemerintah ini disuarakan dalam sejumlah aksi sekaligus memperingati Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara sekaligus hari lahir Aliansi Mansyarakat Adat Nusantara (AMAN) ke 15, jatuh pada 17 Maret 2014. Aksi di berbagai daerah termasuk Maluku Utara dan Sulawesi Selatan.Di Ternate, Malut, seratusan warga dari sejumlah perwakilan komunitas adat dan aktivis tergabung dalam Koalisi Pendukung Hutan Adat Malut unjuk rasa di sejumlah titik di Ternate, antara lain Dinas Kehutanan Malut, RRI Ternate dan Pasar Gamalama.Mereka menuntut pembubaran Kementerian Kehutanan dan mendesak pemerintah segera mengimplementasikan Keputusan MK No 35/PUU-X/2012.“Hampir satu tahun, , Kementerian dan Dinas Kehutanan tak berbuat apa-apa. Seakan tak ikhlas melaksanakan putusan ini,” kata Munadi Kilkoda, Ketua BPH AMAN Malut kepada Mongabay, Senin (17/3/14).Hingga saat ini Dinas Kehutanan Malut terus berjanji menindaklanjuti keputusan MK ini, tetapi janji tak juga terwujud. “Sampai kapan janji itu dibuktikan? Tak ada kejelasan sama sekali. Karena inilah kemudian kami menuntut agar Kemenhut dibubarkan karena tak becus mengurus hutan dan tak ikhlas mengimplementasikan putusan MK 35.”Aksi juga mendesak pemerintah segera mengesahkan RUU Perlindungan Masyarakat Hukum ADAt dan perda tentang masyarakat adat.Menurut Munadi, selama ini hampir seluruh hutan di Malut dijadikan kawasan hutan negara. Tak ada satu pun diberikan kepada masyarakat adat. Yang terjadi, pemberian konsesi pengelolaan kepada investor tambang, HPH, HTI dan sawit.“Mereka lebih memilih memberikan hutan untuk investor dibandingkan kepada masyarakat yang sebenarnya pemilik sah hutan itu.”" "Pemerintah Dinilai Tak Serius Urus Pengakuan Hutan Adat","Munadi juga mengkritik kinerja Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, diibaratkan pesulap yang dengan gampang menunjuk peta untuk menetapkan suatu wilayah menjadi kawasan hutan. Padahal, mungkin di wilayah itu hutan milik masyarakat adat.“Konflik terjadi dimana-mana. Kriminalisasi masyarakat yang menuntut hak atas hutan, penangkapan oleh polisi ketika membuka kebun di dalam kawasan hutan serta penyerobotan lahan masyarakat oleh investor tambang dan sawit menjadi rahasia umum di Malut.”Masri Anwar, Biro Advokasi AMAN Malut, juga koordinator lapangan aksi mengatakan, aksi itu merupakan akumulasi berbagai permasalahan di masyarakat adat.Di Malut terdapat 345 izin usaha tambang untuk eksplorasi dan eksploitasi, dan dua blok Kawasan Taman Nasional, yaitu KTN Aketajawe dan Lolobata.Menurut Masri, saat ini Malut memiliki 48 komunitas adat tergabung dalam AMAN Malut. Kondisi mereka relatif sama, rentan ancaman pengusiran dan kriminalisasi. Mereka pun kesulitan mengakses hutan-hutan tempat menggantungkan hidup selama ini.Komunitas adat yang terancam antara lain, Suku Sawai, terletak Kecamatan Weda Utara, Kabupaten Halmahera Tengah. Mereka berdiam di sejumlah desa antara lain Desa Lelilef Woi Bulan, Sagea, Gemaf, Lelilef Sawai, Kobe, Sidanga, Weda, Fritu, Wale, Messa dan Dote, dengan populasi diperkirakan sekitar 10.000 jiwa.Tak hanya minim perhatian pemerintah daerah, mereka juga terancam pertambangan nikel di daerah itu, yang mematok tanah hingga puluhan ribuan hektar.Di Sulawesi Selatan, peringatan HKMAN dipusatkan di dua titik, yaitu di Palopo dan Kabupaten Sinjai. Di Palopo, aksi oleh seratusan perwakilan masyarakat adat se-Tana Luwu dan Organisasi Mahasiswa se-Kota Palopo tergabung dalam Front Gerakan Bersama.Perwakilan mereka diterima Ketua DPRD Kota Palopo, Tasik dan sejumlah pimpinan DPRD Kota Palopo lain. Mereka berjanji menindaklanjuti tuntutan  ini." "Pemerintah Dinilai Tak Serius Urus Pengakuan Hutan Adat","Menurut Mahir Takaka, Deputi III Pengurus AMAN Pusat, sejak lima belas tahun gerakan masyarakat adat nusantara dideklarasikan di Hotel Indonesia Jakarta, ada beberapa perubahan kebijakan terkait masyarakat adat. Salah satu keputusan MK 35.Hanya, pemerintah seakan tidak serius dalam implementasi kebijakan  ini. Kemenhut justru mengeluarkan berbagai kebijakan yang bertentangan dengan Putusan MK.35 dan terkesan menunda pembahasan RUU PMHA.“Bahkan, Kemenhut menggunakan UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan untuk mengkriminalisasi masyarakat adat, salah satu konflik masyarakat Ba’tan di dataran tinggi Palopo yang berkonflik dengan BKSDA.”Untuk itu, hadir disini meminta DPRD dan pemerintah berkomitmen melaksanakan putusan MK 35 tentang hutan adat ini. Tasik berjanji segera menindaklanjuti tuntutan ke pihak-pihak terkait.Pimpinan DPRD Palopo dalam kesempatan itu juga menandatangani petisi MK 35, yang dilanjutkan penandatangan surat dukungan percepatan pengesahan RUU PHMA yang ditandatangani langsung ketua, wakil I, ketua dan anggota komisi I DPRD Palopo.Bata Manurung, Ketua PB Aman Tana Luwu,  mengapresiasi perhatian dan dukungan DPRD Palopo. Dukungan itu, segera diserahkan kepada DPR Pusat. “Surat dukungan percepatan pengesahan RUU dan petisi MK 35 ini akan dikirim ke pansus DPR dan Kemenhut. Ini sebagai bukti aspirasi daerah.”Aksi serupa di Kabupaten Sinjai. Gerakan Rakyat Tolak Tambang Bonto Katute (Gertak) mendesak pemerintah menghentikan kriminalisasi warga yang tinggal di sekitar hutan adat. Mereka juga menolak penentuan tapal batas hutan lindung secara sepihak dan tidak partisipatif. Mereka mendesak pemerintah segera melakukan pemetaan partisipatif untuk kawasan hutan lindung, sebagai bagian dari implementasi putusan MK 35." "Pemerintah Dinilai Tak Serius Urus Pengakuan Hutan Adat","Wahyullah, juru bicara Gertak, menuding pemerintah selama ini lebih perduli pada kepentingan segelintir pengusaha tambang dibanding kepentingan warga. Terbukti, dengan kasus pengusiran dan kriminalisasi warga.Harus Jalankan Putusan MKSementara itu, Komnas HAM meminta pemerintah daerah aktif berkoordinasi dengan lembaga pemerintah lain dalam menjalankan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 35 Tahun 2013, mengenai hutan adat bukan hutan negara. “Pemerintah daerah tak harus menunggu pusat dulu baru mengurusi masyarakat adat, misal, tak harus  setelah lahir UU Perlindungan Masyarakat Adat,” kata Nur Kholis, komisioner Komnas HAM, dihubungi Rabu(19/3/14).Dia mengatakan, Kementerian Kehutanan seharusnya menghormati Keputusan MK No 35, hingga tidak sweeping di kawasan hutan yang diklaim sebagai hutan negara. Kemenhut diminta bermusyawarah dengan masyarakat adat. “Hal dilakukan selama proses pemetaan hutan adat di suatu wilayah selesai dilakukan, dan ditetapkan secara hukum,” katanya.Kepolisian, juga harus menghormati Keputusan MK ini. “Mereka jangan lagi menangkap atau memproses hukum masyarakat adat yang masuk ke wilayah hutan. Mereka harus tahu betul mengenai status hukum hutan. Jangan hanya berdasarkan klaim sepihak dari Kehutanan. Banyak hutan baru tahap penunjukan belum penetapan.”Komnas HAM, katanya akan aktif memonitoring wilayah yang berpotensi konflik antara masyarakat adat dengan pemerintah maupun perusahaan.Kasus Suku SemendeSementara itu, Mualimin Pardi Dahlan, Ketua Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), menjelaskan, selama 2013, tercatat lebih kurang 203 masyarakat adat ditangkap dan ditahan kepolisian dengan tuduhan merambah atau merusak hutan negara.“Salah satu kasus yang kita dampingi yakni empat warga adat Semende di Bengkulu. Mereka dituduh merambah hutan.”" "Pemerintah Dinilai Tak Serius Urus Pengakuan Hutan Adat","Empat warga ini, ditangkap tim Balai Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) dan Polres Kaur pada 23 Desember 2013. Kini, diadili di Pengadilan Negeri Kelas II Bintuhan Kabupaten Aur Bengkulu. “Ini jelas sekali kriminalisasi terhadap masyarakat adat.”Menurut dia, seharusnya mereka tidak diproses hukum. Justru yang harus dilakukan membahas soal status hutan yang diklaim masuk TNBS itu. “Apalagi ada keputusan MK 35 yang mengakui hutan adat. Dalam kondisi ini pengadilan harus membebaskan mereka dari berbagai tuntutan,” kata Mualimin.Penuntut Umum Heri Antoni, mendakwa keempat warga Semende melakukan kegiatan perkebunan tanpa izin menteri dalam kawasan hutan sebagaimana ketentuan Pasal 92 Ayat (1) huruf b Jo. Pasal 17 ayat (2) huruf a Undang-Undang RI Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Laporan dari Makassar dan Palembang. [SEP]" "Hadapi El Nino, Inilah Beberapa Langkah Persiapan…","[CLS] BMKG memprediksi El-Nino bakal melanda wilayah Indonesia mulai awal Juli 2014. Jika sampai terjadi, negeri ini bakal dihantui kekeringan panjang. Pepatah bilang, sedia payung sebelum hujan. Pemerintah harus mempersiapkan berbagai langkah guna menghadapinya. Masyarakatpun bisa menyiapkan diri dari sekarang.Agus Maryono, pakar hidrologi UGM mengatakan, sebelum El-Nino datang masyarakat disarankan bisa menyimpan air hujan. Musim penghujan segera berakhir, masyarakat jangan membuang air hujan langsung ke laut.“Kita bisa antisipasi seminimal mungkin. Iklim makro maupun mikro berubah tahun ke tahun. Ini perlu penyesuaian. Khusus el-nino, akan menyebabkan  ketersediaan air berkurang,” katanya dalam diskusi di Jakarta, Kamis (12/6/14).Dia mengatakan, masyarakat harus memandang desa sebagai DAS.  Masyarakat harus bisa mengelola air hujan dengan konsep tampung, resapkan, alirkan, pelihara.“Air ditampung dulu, untuk jadi air bersih, sisanya diresapkan dan dipelihara. Hindari kekeringan di hulu dan hilir. Kita bisa mengelola air sungai untuk menanggulangi kelangkaan air saat kemarau panjang. Sungai direstorasi pembangkit listrik mikrohidro,” kata Agus.Dengan menangkap dan menanam air hujan dari sekarang, dampak el-nino bisa dikurangi. Masyarakat bisa menampung air hujan melalui tangki, ember atau membuat danau buatan. Di kota juga harus berperilaku sebagai DAS.“Kota yang tak menampung air hujan itu konsep lama. Kota harus bisa menangkap air hujan.”Di Jakarta, 75% lahan bangunan beratap. Jika semua warga bisa menampung air hujan, maka bisa ditampung mencapai 600 juta meter kubik.  Tiap satu hektar lahan, bisa menampung 325 meter kubik." "Hadapi El Nino, Inilah Beberapa Langkah Persiapan…","“Jika kemarau panjang, sangat bermanfaat. Korea, Jepang dan negara lain mulai menerapkan hal ini. Mereka mengembangkan beberapa model bak tampung. Bahkan di Queensland, semua rumah menggunakan air hujan untuk mandi. Mereka punya tangki menangkap air hujan. Jakarta juga harus mulai menerapkan langkah ini.”Industri, katanya, juga diimbau menerapkan konsep itu.  Hingga air yang masuk ke kota bisa ditanggulangi. Pengelolaan danau dan situ di pemukiman perlu dilakukan. Tanah yang tidak terpakai bisa untuk membuat danau buatan. Juga harus dipastikan volume air tidak berkurang, meskipun kemarau berkepanjangan.Masyarakat bisa menanam pohon dan rumput gajah dan perdu di sekeliling danau. Ketika kemarau panjang, meski terjadi penguapan volume air akan tetap terjaga.“Ini bukan pekerjaan yang sulit.  Kampanye harus dilakukan. Saluran drainase bisa dibuat cascade. Air hujan bisa diresapkan. Masyarakat bisa membuat sumur resapan di rumah sendiri.”Selama ini, di Indonesia belum ada gerakan masyarakat aktif mengelola drainase. “Ini perlu dilakukan. Pemerintah harus memberikan insentif gerakan itu. Jika tidak, pengelolaan drainase akan makin memburuk.”Menurut dia, Indonesia harus merestorasi sungai. “Sungai-sungai kecil harus dibendung, ketika kering, bisa sebagai cadangan air. Masyarakat bisa melakukan ini. Sungai sebaiknya jangan pakai beton, hingga air bisa meresap,” kata Agus.Sungai  juga bisa sebagai tempat pemeliharaan ikan dan rekreasi. Masyarakat dianjurkan menanam tanaman di pinggir sungai untuk menurunkan temperatur. Ketika kemarau, penmguapan bisa diminimalisir. Juga mendalamkan sisi luar curva sungai.“Sungai sebagai ekosistem terbuka. Jangan cepat mengalir ke hulu. Harus ada lengkungan-lengkungan juga. Ketika kemarau, daerah ini ada cadangan air.”Caranya, dengan membentuk bendungan-bendungan kecil untuk menahan air.  “Ini juga bisa di lahan gambut. Untuk menjaga gambut tetap basah." "Hadapi El Nino, Inilah Beberapa Langkah Persiapan…"," Riau, sebagai salah satu daerah di Indonesia, yang terancam mengalami kebakaran lahan gambut dan hutan kala kemarau.Persiapan pemerintahArief Juwono, deputi Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup mengatakan, tahun ini El-Nino akan terjadi lagi. Meskipun diprediksi lemah, kalau diiringi kemarau panjang akan jadi masalah besar. “El-Nino akan menyebabkan kekeringan. Kita harus mempersiapkan diri  untuk antisipasi kebakaran hutan dan lahan.”KLH, katanya, sudah meresmikan dua pilot project pemadaman kebakaran hutan. Ada di Kuburaya, Kalimantan Barat dan Bengkalis Riau dengan membentuk masyarakat peduli api (MPA). Kedua wilayah ini rawan kebakaran hutan dan lahan. MPA ini jadi percontohan hadapi El-Nino.Dia mengatakan, MPA bertugas memadamkan api di lokasi hingga tidak meluas. Pemerintah akan memberikan intensif bagi masyarakat yang terlibat. Ini diiringi partisipasi aktif swasta, dan perguruan tinggi dalam menyiapkan riset dan teknologi.“Kami mendorong peningkatan kapasitas MPA. Pembentukan kelembagaan MPA melalui keputusan gubernur atau bupati, termasuk pembiayaan.  Kami mendorong penyediaan alat pemadam sederhana dan terpadu dengan Manggala Agni, perusahaan dan BPBD.”KLH juga mendorong desa bebas asap di lokasi.  Pilot project di Riau dan dikembangkan ke daerah lain.Menurut dia, ada 10 provinsi masuk kategori rawan kebakaran hutan, antara lain, Riau, Jambi, Sumut, Sumsel, Kalbar, Kaltim, Kalteng dan Kalsel.Dampak El-Nino pernah menyebabkan kebakaran hutan dan lahan sangat besar pada 1994-1995. Sekitar lima juta hektar hutan dan lahan terbakar, asap sampai ke Singapura dan Malaysia. Begitu juga 1997-1998. Kerugian mencapai US$674-799 juta. Kebakaran hutan parah akibat El Nino juga terjadi 2006, 2009 dan 2012.“Peningkatan titik api karena indikasi pembukaan lahan dengan membakar. Ditambah El Nino menyebabkan kekeringan hingga kebakaran hutan makin luas.”" "Hadapi El Nino, Inilah Beberapa Langkah Persiapan…","Data Dinas Kesehatan Riau, saat kebakaran hutan dan lahan Februari-Maret 2014, sekitar 53.933 orang terserang ISPA. Sekolah libur karena kabut asap sangat tebal dan membahayakan kesehatan. Penderita ISPA banyak ditemukan di berbagai daerah lain seperti Pekanbaru 13.941, Rokan Hilir 8.154, dan Bengkalis 6.409 orang.  [SEP]" "Mengais Rejeki Menjual Satwa Liar","[CLS]  Sore di awal bulan Juni, sinar matahari yang cerah menyelimuti kota Balikpapan, Kalimantan Timur (Kaltim). Masyarakat kota Balikpapan terlihat menikmati sore dengan berbagai aktivitasnya, termasuk di Jalan Mayjen Sutoyo, kawasan Gunung Malang. Di satu sudut jalan itu, terlihat warga mengerumuni dua orang seperti keramaian penjual obat. Mongabay tertarik untuk melihat. Dan setelah didekati, ternyata dua orang itu bukan penjual obat,tetapi dihadapannya terlihat banyak kerangkeng berisi berbagai satwa eksotis Kalimantan dari jenis burung, reptil, dan primata.Tidak tanggung-tanggung, rata-rata hampir semua hewan yang berada di kerangkeng tersebut masih anakan. Mongabay mencoba menghampiri dengan rasa ingin tahu dan mencoba bertanya perihal harga binatang-binatang tersebut. Tanpa ada rasa takut, kedua penjual yang memiliki logat salah satu suku di Kalimantan ini menjelaskan  dagangannya.Penjual yang berasal dari propinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) ini, menjual berbagai jenis binatang, dari ayam hitam, anakan musang pandan atau luwak (Paradoxurus hermaphroditus) sekitar umur 4 bulan, anakan kera, biawak, kuskus, serta berbagai jenis burung, termasuk burung elang bondol (Haliastur indus). Kesemua hewan tersebut berasal dari hutan di kawasan pegunungan Meratus di perbatasan Kaltim dan Kalsel.“Kalau musang harganya Rp400 ribu mas, umurnya baru 6 bulan. Kalau yang paling kecil umur empat bulan harganya lebih mahal. Kalau kuskus harganya Rp600 ribu, sementara anak kera harganya Rp100 ribu,” kata Abidin, penjual satwa di pinggiran trotoar, menjelaskan kepada calon pembeli atau masyarakat yang bertanya.Tidak sedikit masyarakat yang datang untuk menyaksikan binatang-binatang tersebut, ada yang mencoba menawar beberapa binatang primata. Adapula yang menawar jenis burung, termasuk burung elang. Beberapa orang akhirnya tertarik membeli hewan yang dijual itu." "Mengais Rejeki Menjual Satwa Liar","Dengan tingkat kemakmuran ekonomi yang meningkat, memang banyak orang yang tertarik untuk memelihara hewan eksotis. Hal itu saja memicu perburuan dan penjualan hewan liar.Padahal beberapa satwa itu berstatus langka dan dilindungi oleh undang-undang. Seperti elang bondol dan kuskus termasuk satwa liar dilindungi menurut Peraturan Pemerintah No.7 tahun 1999 dan Undang-undang No.5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Ancaman hukumannya cukup berat yaitu lima tahun penjara dan denda Rp100 juta.Perburuan LiarKawasan perbatasan Kaltim dan Kalsel membentang hutan pegunungan Meratus yang menjadi tempat hidup berbagai satwa khas Kalimantan. Namun berbagai satwa itu semakin terancam kehidupannya karena 60 persen kawasan pegunungan Meratus telah dialihfungsikan menjadi tambang batubara dan perkebunan sawit. Berbagai satwa itu semakin terdesak hidup ditengah hutan Meratus yang semakin rusak dan terfragmentasi. Tidak cukup oleh rusaknya hutan, berbagai satwa eksotik Kalimantan itu juga makin terancam hidupnya oleh perburuan liar.Dari obrolan para penjual satwa di kawasan Jalan Mayjen Soetoyo Balikpapan itu, mereka banyak memperoleh satwa-satwa tersebut dari para pemburu sebagai penghidupan.  Satwa liar tangkapan dijual di Balikpapan dan Kabupaten Tanah Grogot Kaltim, yang merupakan daerah terdekat dengan perbatasan Kalsel.“Banyak mas cara nangkapnya, bisa pakai jaring untuk burung, bisa pakai pullet sejenis lem. Sementara burung-burung yang terjaring, di pilih yang laku dijual. Kalau untuk mamalia, biasanya dibuat jerat. Kalau kuskus, biasanya harus tahu dahulu kawasannya, baru mencarinya pada malam hari, saat satwa keluar,” ungkap salah satu rekan Abidin." "Mengais Rejeki Menjual Satwa Liar","Yang lebih mirisnya lagi, penangkapan anak monyet dan kukang, dilakukan dengan cara memancing indukannya untuk keluar sarang, sehingga memudahkan pemburu untuk melakukan penangkapan. “Daerah yang paling banyak di perbatasan Kaltim – Kalsel. Selain jarang pengawasannya, daerah tersebut banyak tambang dan perkebunan sawit, sehingga banyak binatang yang masuk ke kebun sawit. Untuk melakukan perburuan di kawasan perbatasan perkebunan dengan hutan sangatlah mudah, tinggal memberi umpan makanan, sehingga indukan binatang akan keluar, dan dijerat. Begitu kata penangkapnya,” ungkap Abidin.Berbeda dengan cara berburu burung dari Suku Muluy, salah satu suku Dayak di Kabupaten Paser, Kaltim yang berbatasan langsung dengan Kalsel dan Kalteng. Kehidupan Suku Muluy sangat sederhana. Bagi mereka dengan menjaga alam sekitar maka alam akan memberikan apa yang dibutuhkan. Sejak turun temurun Suku Muluy yang hidup di bagian utara Gunung Lumut, turut menjaga menjaga kelestarian gunung yang telah ditetapkan sebagai hutan lindung pada1996 itu.Dihubungi terpisah, Jidan, Kepala Adat Suku Muluy mengatakan menangkap burung merupakan pekerjaan salah satu sub suku Dayak di Paser. Namun tidak setiap hari mereka berburu burung. Mereka pun hanya menangkap burung murai batu, yang diburu pada bulan-bulan tertentu demi menjaga kelestariannya.“Kami tidak tiap hari mencari burung, biasanya setelah kami mendapat burung, pencarian selanjutnya dilakukan beberapa bulan, setelah burung jenis yang kami tangkap beranak pinak,” jelas Jidan. Mereka hanya menangkap burung murai batu dewasa. Oleh karena itu mereka menyesuaikan ukuran jaring yang digunakan hanya burung dewasa. “Bila ukuran burung kecil, maka akan terlepas dari jaring,” tambahnya.Penertiban" "Mengais Rejeki Menjual Satwa Liar","Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Wilayah 1 Balikpapan, Penajam Paser Utara dan Grogot, saat dikonfirmasi membenarkan ada penjualan yang dilakukan di kawasan Jalan Mayjen Sotoyo tersebut dan telah beberapa kali ditertibkan.“Kami telah beberapa kali menegur dan menyita binatang, namun mereka tetap saja berjualan. Kadang kami harus kucing-kucingan dengan mereka. Kadang saat kami menangkapnya, mereka tidak ada menjual hewan liar yang dilindungi. bahkan kami juga berkerja sama dengan pihak kelurahan setempat untuk melakukan pemantauan terhadap penjualan tersebut,” ungkap Nidiansyah, salah seorang Koordinator Polisi Kehutanan BKSDA  Wilayah 1.Permasalahan penertiban penjualan hewan liar itu juga terkendala penampungan yang memiliki ijin konservasi. Hingga kini, kata Nidiansyah,  di Kaltim hanya memiliki dua penampungan untuk binatang jenis primata, yakni Yayasan Borneo Orang Utan Survival di Samboja Lestari dan kebun binatang mini yang berada di salah satu perusahaan tambang di Kutai Barat, Kaltim.  Selain itu, ada tempat penangkaran buaya di Tritip Balikpapan dan penangkaran rusa di Penajam.Binatang yang disita dari hasil penjualan tentunya harus di kembalikan ke habibat aslinya, Namun bila binatang tersebut masih kecil maka harus “disekolahkan” agar dapat dilepasliarkan dan hidup di habitat aslinya. [SEP]" "Hartati Murdaya Bebas, Petani Buol Protes","[CLS] Direktur Utama perusahaan sawit PT. Hardaya Inti Plantations (HIP), Siti Hartati Murdaya, terpidana kasus penyuapan mantan Bupati Buol Amran Batalipu yang telah ditangkap KPK, dibebaskan bersyarat oleh Kementerian Hukum dan HAM. Masyarakat Buol, melalui Forum Petani Buol, mengaku kecewa dan mengecam pembebasan bersyarat itu.Sejak Senin, (1/9), para petani yang datang dari Kabupaten Buol menuju Kota Palu bergerak menemui perwakilan Komnas HAM dan kepolisian daerah Sulawesi Tengah. Selain protes terhadap pembebasan Hartati Murdaya, para petani juga meluapkan kekecewaannya dengan meminta penyelesaian konflik antara Forum Petani Buol dengan perusahaan PT. Hardaya Inti Plantations.Sudarmin Paliba, Anggota Forum Petani Buol mengatakan, di daerah mereka bercokol dua perusahaan milik mantan anggota Dewan Pembina Partai Demokrat itu, yakni PT. Hardaya Inti Plantations dan PT. Cipta Cakra Murdaya. Kehadiran Hartati dan perusahaannya dianggap telah membawa banyak masalah.“Perusahaannya telah mengambil sewenang-wenang tanah ulayat di Hulu Unone, Hulu Biau, dan Hulu Umbadudu. Di atas lahan tersebut, sebelumnya merupakan lahan pertanian, perkebunan produktif, dan bekas garapan orang tua dulu berupa Buni Agu Doumi atau semak-semak belukar. Di dalamnya ada tanaman tahunan serta Apayo Lripu, artinya kebun sagu milik negeri Buol di Dusun Marisa Doka dan Marisa Didi,” ungkap Sudarmin, Selasa (2/9), kepada sejumlah wartawan di Palu.Namun, katanya, sejak 1993 tanah tersebut diambil-alih secara paksa oleh PT. Hardaya Inti Plantations dengan menggunakan tangan aparat TNI, polisi, pemerintah kecamatan, dan pemerintah desa saat itu. Sekarang, lahan tersebut telah berubah menjadi perkebunan kelapa sawit, perkantoran, camp dan bangunan pabrik." "Hartati Murdaya Bebas, Petani Buol Protes","Perusahaan milik Hartati Murdaya juga katanya, telah melakukan penanaman kelapa sawit secara ilegal di luar HGU seluas kurang lebih 5.000 hektar dan telah berproduksi selama sepuluh tahun. Pada tanggal 4 November 2013, dalam pertemuan antara pemerintah Kabupaten Buol yang diwakili bupatinya, Amirudin Rauf, dan Forum Petani Buol, telah menetapkan bahwa lahan di luar hak huna usaha (HGU) PT. Hardaya Inti Plantations ditetapkan sebagai status quo dalam sebuah berita acara pertemuan yang turut ditanda-tangani DPRD Kabupaten, Kapolres Buol, Dandim 1305 Buol, serta para pihak lainnya.“Tapi, sampai sekarang, lahan tersebut masih aktif dikelola perusahaan PT. Hardaya Inti Plantations,” kata Sudarmin.Sudarmin menambahkan, berdasarkan surat Kementerian Kehutanan Direktorat Jenderal Planalogi Kehutanan yang mereka terima, perusahaan milik Hartati Murdaya ini telah melakukan pencaplokan kawasan hutan berdasarkan telaah ulang secara digital terhadap peta bidang HGU. Dalam telaahnya, perusahaan telah mencaplok kawasan hutan seluas 1.108 hektar.Menurutnya, PT. Hardaya Inti Plantations dalam HGU dan di luar HGU telah melakukan tindak pidana perkebunan sesuai dengan Undang-undang Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan dan Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.Nur Alim, dari Agra Sulawesi Tengah yang ikut mendampingi petani Buol menambahkan, perusahaan sawit milik Hartati Murdaya ini telah mengakibatkan bencana ekologi, yaitu banjir di musim penghujan bagi desa-desa bagian hilir Buol. Serta, menghasilkan debu yang luar biasa jumlahnya di sepanjang jalan yang dilalui kendaraan perusahaan itu.“Dampak sosialnya adalah konflik berkepanjangan antara petani dan perusahaan, dan juga telah mengadu domba antara petani dan buruh perusahaan sawit,” ujar Nur Alim." "Hartati Murdaya Bebas, Petani Buol Protes","Menurutnya lagi, ketika mereka meminta izin HGU milik perusahaan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) tidak diberikan sama sekali samapai sekarang. Padahal, dokumen tersebut merupakan dokumen yang wajib diketahui publik. Dengan demikian, menurutnya, ada indikasi kolaborasi kejahatan antara BPN dan perusahaan.“Selain itu, dalam hitungan kasar kami, kehadiran perusahaan milik Hartati Murdaya telah menyebabkan kerugian petani sebesar Rp 100 miliar lebih. Berdasarkan kenyataan tersebut, pembebasan bersyarat kepada Hartati Murdaya telah melukai petani Buol,” tandasnya.Sebagaimana yang diketahui, Siti Hartati Murdaya divonis dua tahun delapan bulan penjara oleh Mejelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, 4 Februari 2013. Dia terbukti melakukan suap kepada mantan Bupati Buol Amran Batalipu sejumlah tiga miliar rupiah terkait izin usaha perkebunan kelapa sawit.Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio [SEP]" "Pasca Pemilu, Jatam Kaltim Kembali Rilis Nama Caleg Pro-Tambang","[CLS] Meski Pemilu legislatif telah usai namun beberapa waktu lalu Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim bersama dua lembaga pegiat lingkungan lain, Naladwipa Institute dan Posko Pengaduan Kasus Korupsi SDA, merilis sejumlah nama calon legislatif dan partai politik yang dianggap pro pengerukan batubara di Kaltim.Dengan rilis ini, para caleg yang saat ini masih dalam proses perhitungan Komisi Pemilihan Umum Kaltim, diharap tidak terpilih menjadi anggota dewan dan Jatam berharap masyarakat dapat mengetahui bila calon-calon tersebut terpilih, maka mereka merupakan pejabat yang pro terhadap pengerukan batubara“Kami tidak bilang untuk jangan memilih mereka (caleg dan parpol yang dianggap pro pengerukan batubara). Tetapi, sebelum memilih, masyarakat perlu tahu track record yang dipilihnya. Dan kami merekomendasikan pilihlah caleg dan parpol yang pro lingkungan,” kata Abdullah Naem, juru bicara ketiga lembaga pegiat lingkungan itu kepada wartawan di  kafe D’orange Samarinda, beberapa minggu lalu. Mereka tergabung dalam Koalisi Rembug Rakyat untuk Kelestarian Lingkungan.Ia menjelaskan, politik pengerukan sumberdaya alam menjadi pembiayaan utama parpol. Sekitar 31 persen wilayah Kaltim dikuasai 1.488 IUP yang diterbitkan para bupati dan walikota. Izin sebanyak itu telah mengkapling 5,6 juta ha daratan dan 1,8 juta ha (33 konsesi yang izinnya diterbitkan Pusat). Total 7,2 juta ha di Kaltim.Pengerukan batubara besar-besaran telah mengakibatkan kerusakan lingkungan. Salah satunya banjir di Samarinda, di mana titiknya terus meluas. Dari 29 titik menjadi 35 titik. Sebanyak 10.204 KK di empat kecamatan di Samarinda menjadi langganan banjir. Enam anak bahkan tewas tenggelam di kolam bekas lubang tambang tahun 2011-2013." "Pasca Pemilu, Jatam Kaltim Kembali Rilis Nama Caleg Pro-Tambang","“Jika terpilih. maka mereka adalah orang-orang yang mewakili industri kotor batubara dan hanya melanjutkan krisis lingkungan terus menerus,” jelas Naim. Di  Desa Kertabuana, Kabupaten Kutai Kartanegara, lumpur akibat penambangan batubara telah membuat produksi padi turun hingga 50 persen.Dinamisator Jatam Kaltim Merah Johansyah mengatakan ada sekitar 18 nama caleg dan parpol yang dianggap pro pengerukan batubara. Mantan walikota Samarinda Achmad Amins misalnya, selama dua periode  menjadi Walikota Samarinda (2000-2010) telah mengobral 63 Izin Usaha Pertambangan (IUP), khususnya pada tahun 2007-2008, jelang Pemilihan Gubernur Kaltim -dimana dia turut bertarung memperebutkan kursi KT1-. Dan berdasar LHP BPK, sebagian besar IUP itu tidak memiliki Amdal.“Kami juga sudah laporkan yang bersangkutan serta mantan Kadis Pertambangan, RAR, ke KPK terkait dugaan gratifikasi sebesar Rp 4 miliar dari perusahaan tambang batubara, PT GBE,” kata Merah.Jatam Kaltim dan Indonesian Corruption Watch (ICW) memegang bukti dua cek, masing-masing senilai Rp 2 miliar.  Izin yang dikeluarkan Amins meliputi areal seluas 27.164 ha atau 71 persen dari luas wilayah Samarinda. Amins kini menjabat Ketua Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Kaltim dan caleg DPR RI dari dapil Kaltim-Kaltara.Nama lain yang disebutnya pro pengerukan batubara adalah Syaharie Jaang, Siswadi, dan Agus Suwandy. Jaang 10 tahun menjadi Wakil Walikota mendampingi Amins. Kini Walikota Samarinda, sekaligus Ketua DPC Partai Demokrat Samarinda. Sedang Siswadi adalah Ketua DPRD Samarinda yang melalui PDIP kembali menjadi caleg DPRD  Samarinda." "Pasca Pemilu, Jatam Kaltim Kembali Rilis Nama Caleg Pro-Tambang","“Saat menjadi Ketua DPRD Samarinda, Siswadi tidak menunjukkan keseriusannya mengevaluasi tambang. Tiga kali komposisi Pansus Tambang dirombak dan hingga kini belum tuntas. Hak angket soal tambang pupus. Begitu pula Agus Suwandy yang akan mencalegkan diri dari Partai Gerindra, saat menjadi Ketua Pansus Tambang, terindikasi tidak mampu memimpin Pansus Tambang yang tertutup bagi publik,” terang Merah.Hasil penelusuran Jatam bersama dua lembaga pegiat lingkungan itu juga menyebut sejumlah nama lain yang disebutkan pro pengerukan batubara. Antara lain Hery Susanto (Abun) caleg DPR RI dari Demokrat, Mudiyat Noor (caleg DPR RI dari Hanura), Mahyudin (caleg DPR RI dari Golar), serta sejumlah parpol pendukung beberapa kepala daerah di Kaltim. Antara lain Malinau, Kutai Timur, Kutai Barat, Tana Tidung, Paser, Kutai Kartanegara, Bulungan, dan Nunukan. [SEP]" "Restorasi Ekosistem dan Perubahan Iklim","[CLS] Adakah kaitan antara Restorasi Ekosistem dengan perubahan iklim? Tentu saja ada.      Restorasi Ekosistem (RE) merupakan upaya untuk memulihkan kondisi hutan alam sebagaimana sedia kala sekaligus meningkatkan fungsi dan nilai hutan baik ekonomis maupun ekologis. Izinnya yang dinamakan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE) dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan. Lokasinya berada di hutan alam produksi.Restorasi Ekosistem sendiri adalah upaya pengembalian unsur hayati (flora dan fauna) dan nonhayati (tanah, iklim, tofograpi) suatu kawasan kepada jenis aslinya berikut keseimbangan hayati dan ekosistemnya. Bila selama ini kayu sebagai primadona, melalui RE banyak jenis manfaat yang bisa dipetik. Mulai dari tanaman biofarmaka (obat) dan bioenergi, penyerap karbon, ekowisata dan ilmu pengetahuan, hingga jasa lingkungan. Hasil kayunya juga dapat dimanfaatkan berbarengan dengan komoditas hasil hutan bukan kayu (non-timber forest products) seperti madu, jernang, rotan, bambu, getah, dan buah-buahan.Kementerian Kehutanan melalui SK.5040/MENHUT-VI/BRPUK/2013 tanggal 21 Oktober 2013 telah mencanangkan areal hutan produksi yang akan di restorasi seluas 2.695.026 hektar. Berdasarkan data Ditjen Bina Rencana Pemanfaatan dan Usaha Kawasan (BRPUK) hingga akhir Desember 2013 terdapat sebanyak 47 pemohon yang telah memasukkan permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE). Namun, baru sekitar 12 pemohon diantaranya telah mendapatkan ijin dengan total areal 480.093 ha.Kaitan Perubahan Iklim dan Restorasi Ekosistem di Mata Para Ahli" "Restorasi Ekosistem dan Perubahan Iklim","Perubahan iklim terjadi akibat meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca (GRK) dan karbon dioksida (CO2) yang berimplikasi pada meningkatnya permukaan air laut. Perubahan iklim ini tentunya berdampak negatif terhadap seluruh negara di dunia, terlebih negara kepulauan. Berdasarkan laporan World Bank dan Regional and Coastal Development Centre of ITB (2007), perubahan iklim akan berdampak serius pada Indonesia. Diperkirakan, dalam 30 tahun ke depan, sekitar 2.000 pulau kecil di Indonesia akan tenggelam ketika peningkatan air laut mencapai 0,80 m.Negara-negara di dunia pun sepakat untuk menangani “hantu” perubahan iklim ini dengan berbagai cara. Namun, secara umum yang sering didengungkan adalah melalui mitigasi dan adaptasi. Mitigasi merupakan upaya untuk mengurangi meningkatnya peredaran GRK ke atmosfer yang sangat penting melindungi bumi dari pancaran langsung sinar matahari. Sedangkan adaptasi adalah upaya cerdas kita menyesuaikan diri terhadap perubahan kondisi lingkungan yang berubah akibat iklim yang berubah juga.Seperti yang disampaikan oleh Agus Purnomo, Staf Khusus Presiden Bidang Perubahan Iklim, RE tidak hanya memulihkan keanekaragaman hayati dan meningkatkan pendapatan penduduk lokal. Tetapi juga, secara langsung mengurangi emisi gas rumah kaca dengan menambah simpanan karbon di atas permukaan tanah dan menjaga lepasnya karbon yang tersimpan di bawah tanah.Menurut Agus, simpanan terbesar karbon itu berada di lahan gambut. Kaitannya dengan restorasi ekosistem adalah, lahan gambut harus menjadi prioritas restorasi di masa depan, baik yang sudah dimoratorium maupun yang ada di luar kawasan, karena cadangan karbonnya yang begitu besar. Jumlah karbon yang tersimpan di bawah permukaan lahan gambut hanya untuk kawasan seluas sembilan persen. Sisanya yang 91 persen berada di  lahan mineral yang stok karbonnya hanya 41 persen." "Restorasi Ekosistem dan Perubahan Iklim","Indonesia pun berkomitmen dalam mengurangi emisi karbon sebesar 26 persen dengan kemampuan sendiri. Dengan bantuan dunia internasional menjadi 42 persen hingga tahun 2020 nanti. Jumlah karbon yang ada terhitung dari tahun 2009 hingga 2020 diperkirakan sekitar 1,6 giga ton.Agus juga mengatakan bahwa kawasan hutan yang tidak dikelola dengan baik merupakan kondisi yang mengkhawatirkan. Untuk itu, hutan harus dipulihkan dengan cara meningkatkan luasan hutan alam yang akan direstorasi. “Semakin banyak RE yang dilakukan, semakin kuat juga masyarakat menghadapi perubahan iklim” tuturnya.Mangarah Silalahi, Kepala Resource Center, Pengembangan Restorasi Ekosistem Burung Indonesia, menuturkan bahwa RE diyakini dapat berkontribusi besar terhadap upaya mitigasi di sektor kehutanan. RE merupakan pendekatan baru dalam membangun adaptasi perubahan iklim berbasis ekosistem. “Selain itu, RE berpeluang  menyatukan bentang hutan alam yang terpisah bahkan mengurangi laju deforestasi dan emisi karbon, “ujarnya.Pemerintah telah menetapkan kehutanan sebagai sektor utama (leading sector) untuk mencapai target penurunan emisi GRK. Untuk itu, adaptasi dan mitigasi perubahan iklim harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam penerapan strategi pembangunan rendah karbon. “Restorasi Ekosistem akan memainkan peran yang sangat penting dalam perubahan iklim ini,” lanjut Mangarah.Dodik Ridho Nurrochmat, Direktur Kajian Strategis dan Kebijakan Pertanian IPB, punya pandangan kritis. Menurut Dodik memang benar tujuan RE di hutan produksi adalah memulihkan unsur biotik dan abiotik hingga tercapai keseimbangan hayati. Namun begitu, hingga kini belum ada peraturan yang jelas dan terukur  mengenai kriteria pencapaian keseimbangan hayatinya." "Restorasi Ekosistem dan Perubahan Iklim","Tolok ukur yang dapat dipertimbangkan adalah kembalinya kondisi asli ekosistem seperti tutupan vegetasi asli, bentang alam, serta ragam flora dan faunanya. Selain itu, adanya besaran stok karbon yang dapat dijadikan referensi pada tingkat tapak yang berkontribusi bagi pengurangan emisi dalam skema REDD+.Dodik juga mengkritisi batasan minimal keberhasilan RE sebagai green business yang sebaiknya ditetapkan secara filtering, bukan weighting. “Filtering lebih berorientasi pada pemulihan fungsi produksi hutan yang selanjutnya diikuti perbaikan ekologi dan berujung pada keterimaan secara sosial. Sementara weighting lebih mengutamakan fungsi hutan untuk produksi,” terangnya.Sebagai inovasi yang bernas dan cerdas, RE dipastikan memiliki masa depan yang cerah. Terlebih, skema ini tidak merugikan negara, sebaliknya sangat membantu. Untuk itu, harus ada legal framework yang sifatnya koalisi agar RE akan selalu didengar oleh para pengambil kebijakan di Indonesia ini.Ini penting, mengingat luas hutan alam produksi Indonesia saat ini sekitar 73,9 juta hektar. Dari luasan tersebut, sekitar 35,04 juta hektar telah mendapatkan izin pemanfaatan yang termasuk di dalamnya Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE) seluas 480.093 hektar.Sebagaimana yang disampaikan Agus Purnomo, setiap lima tahun sekali kita memiliki kesempatan untuk memperbaiki kondisi negeri ini. Caranya, kita harus mendukung presiden yang peduli lingkungan, yang membuat peraturan yang lebih baik dan tidak terkotak-kotak pengelolaannya. Bebas interfensi politik. Sebagai gambaran, saat ini kewenangan pemerintah pusat (Jakarta), daerah, dan kehutanan masih pecah. Situasi yang menyedihkan, tentunya.Jadi, sekarang lah saat yang tepat untuk kita bersikap.Rahmadi Rahmad, penulis kolom dan saat ini bekerja sebagai Media and Communication Officer pada Burung Indonesia [SEP]" "Menilik Penyakit Tahunan Lahan Gambut di Sumsel","[CLS] Lahan pertanian warga di lahan gambut di OKI. Sawah warga diolah menggunakan kerbau hingga tak menggangu ekosistem gambut. Foto: Muhammad Hairul SobriLuas rawa gambut di Sumatera Selatan, sekitar satu juta hektar atau nyaris dua kali Bali, 563.666 hektar. Setiap tahun selalu ditemukan titik api di sana, bak penyakit kambuhan, yang sembuh lalu datang lagi. Seperti terlihat dari pantauan kebakaran aktif Moderate-resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS) yang diluncurkan NASA. (lihat grafis).Dari data itu terlihat, titik api lahan gambut setiap tahun mengalami kenaikan dan penurunan dratis. Diduga, penurunan karena ada tekanan internasional maupun protes organisasi lingkungan hidup.Contoh, pada 2009, titik api di gambut Sumsel 1.961, banyak protes dilayangkan kepada pemerintah maupun perusahaan. Tahun 2010 titik api turun tinggal 104. Kala sepi, titik api kembali naik 2011 dan 2013. Protes muncul lagi, titik api kembali turun.“Pada 2014, saat El-Nino mengancam Sumsel, bila tidak diributkan sejak dini, bukan tidak mungkin banyak titik api di lahan gambut,” kata Hadi Jatmiko, direktur Walhi Sumsel, Rabu (2/7/14).Keadaan ini, katanya, menunjukkan titik api karena manusia. Di OKI, misal, banyak HTI di lahan gambut, mencapai 500-an ribu hektar.Salahkan MasyarakatSelain itu, katanya, ada kecenderungan, setiap kebakaran, pemerintah selalu menyalahkan masyarakat sebagai pelaku.  “Itu kesalahan mendasar pemerintah. Padahal, perkebunan dan HTI harus dipantau. Mereka yang perlu lahan luas bukan masyarakat,” kata Hadi.Bahkan, tidak sedikit aksi pembakaran oleh masyarakat atas perintah perusahaan.Khusus di OKI, katanya, lahan gambut paling luas di Sumsel, harus menjadi perhatian khusus. “Bukan hanya pemantauan dan upaya serius pemadaman, juga penegakan hukum terhadap semua pihak yang terbukti membakar. Terutama perusahaan yang merasa paling bersih.”" "Menilik Penyakit Tahunan Lahan Gambut di Sumsel","Data Walhi Sumsel, banyak HTI memanfaatkan lahan gambut Sumsel, baik di OKI, Banyuasin, maupun Musi Banyuasin. Sebagian besar perusahaan yang tergabung dengan Sinar Mas. Di OKI tercatat lima perusahaan, termasuk pabrik kertas terbesar di Asia yakni PT OKI Pulp & Paper Mills, dan Banyuasin dan Musi Banyuasin, ada 10 perusahaan.Pantau Pakai HelikopterTahun ini, guna mencegah titik api, terutama terkait ancaman El-Nino, BPBD Sumsel memantau udara selama tiga bulan.“Kita pakai helikopter tiga bulan ini. Banyak api persis di tengah hutan, hingga tidak bisa dijangkau operasi darat. Kadang-kadang api benar-benar di tengah hutan hanya bisa dijangkau lewat udara, ” kata Yulizar Dinoto, kepala BPBD Sumsel, akhir Juni 2014.Kabupaten yang dinilai rawan titik api, , yakni Pantai Timur (Kabupaten Ogan Komering Iikir dan Banyuasin) sebagian besar lahan gambut, Muaraenim, dan Ogan Ilir.BPBD juga patroli dan water booming. Akhir Juni, mereka water booming di di Talanglubuk dan Puntian (Banyuasin), Embacang dan Pelabuhan Dalam (Ogan Ilir).Hasanuddin, kepala seksi teknis Pengendalian Kebakaran Lahan dan Hutan (PKLH) DinasKehutanan Sumsel mengatakan, patroli udara guna menemukan lokasi kebakaran lahan dan hutan. Mereka mendapatkan laporan masyarakat peningkatan titik api. Tahun 2013, ada 335 titik api di Sumsel. Sekitar 60 persen di lahan gambut. [SEP]" "Greenpeace Ungkap APRIL Masih Buka Hutan Gambut di Riau","[CLS] Temuan Greenpeace terbaru,  lewat foto-foto pada akhir Mei 2014, memperlihatkan, pembukaan hutan hujan tropis dan gambut mudah terbakar di Riau, masih berlangsung di dalam konsesi APRIL, perusahaan grup Raja Garuda Mas (RGE).Zulfahmi, jurukampanye hutan Greenpeace Asia Tenggara mengatakan, riset Greenpeace melalui foto mengungkap pembukaan hutan lebat dan pengeringan gambut di konsesi di Pulau Padang, Riau.  Padahal, dalam kebijakan mereka, perusahaan tak akan mengembangkan lahan bernilai konservasi tinggi (HCV) berdasarkan pada penilaian independen yang ditinjau ulang oleh High Conservation Resource Network (HCVRN).APRIL, katanya,  terus mengklaim di dalam sebuah dokumen yang bocor ke Greenpeace, bahwa mereka mendapat “dukungan kuat” dari WWF dan pemerintah Norwegia untuk kebijakan pengelolaan hutan berkelanjutan.  “Namun, WWF dan Duta Besar Norwegia membantah. Mereka tidak mendukung kebijakan ini,” katanya dalam siaran pers, di Jakarta, Selasa (8/7/14).Menurut dia, APRIL mungkin tidak mempertimbangkan pembukaan hutan hujan di kawasan gambut dalam akan bertentangan dengan kebijakan konservasi mereka. Kenyataan, hutan Indonesia hilang lebih cepat dari negara manapun di dunia karena praktik seperti ini.Greenpeace juga mendokumentasikan bukti kebakaran luas pada kebun penyuplai kayu lain, yakni di konsesi PT Sumatra Riang Lestari (PT SRL) di Pulau Rupat, Riau.Menurut analisis Greenpeace, titik api ditemukan 3,5 kali lebih banyak pada gambut yang telah dihancurkan perusahaan seperti APRIL daripada gambut yang tidak dibuka.Jaringan perusahaan pemasok kebutuhan kantor, Staples baru-baru ini mengkonfirmasi kepada Greenpeace, mereka tidak lagi membeli produk APRIL setelah organisasi lingkungan ini mengidentifikasi hubungan terhadap perusahaan ini di China." "Greenpeace Ungkap APRIL Masih Buka Hutan Gambut di Riau","Mereka tidak akan kembali berbisnis dengan APRIL sampai diterapkan kebijakan perlindungan hutan. Greenpeace mendesak pembeli-pembeli APRIL maupun RGE seperti perusahaan kertas International Paper, 3M dan peritel Costco di Amerika segera mengikuti keputusan ini.Zulfahmi, mengatakan, APRIL tertangkap basah mempromosikan diri kepada pembeli bahwa mereka mengklaim memperoleh dukungan pemerintah dan LSM. Namun, saat bersamaan buldoser perusahaan menghancurkan hutan hujan dan gambut Indonesia.“Apakah perusahaan-perusahaan pembeli ini akan jatuh dan ikut pemutaran balik fakta atau mengikuti kepemimpinan Staples dan menunda kontrak dengan perusahaan ini?” katanya. Apa tanggapan APRIL?Meskipun fakta di lapangan seperti itu, namun APRIL membantah temuan Greenpeace. Michael Zampa, APRIL Director of Corporate Communications Rabu(9/7/14) mengklaim APRIL telah menjalankan kebijakan manajemen hutan berkelanjutan (sustainable forest management policy (SFMP). Serangan Greenpeace dinilai tak berdasar.“Kami setia dengan semua kebijakan yang sudah dilaunching Januari tahun ini. Kebijakan  kami implementasikan dengan serius dan diawasi independen, dan multi pihak,” katanya dalam pernyataan resmi perusahaan.“Kami telah mengidentifikasi dan melindungi kawasan bernilai konsevasi tinggi di lahan konsesi sejak 2005.”Secara keseluruhan, katanya, perusahaan hanya menggunakan sekitar 50% konsesi. Sisanya, buat konservasi dan masyarakat.Sampai April, APRIL telah melindungi 250.000 hektar hutan konservasi. “Kami menanam 150 juta pohon per tahun dalam konsesi kami untuk meningkatkan produktivitas dari lahan yang terdegradasi. “Kami hanya beroperasi di kawasan yang tak bernilai konservasi tinggi.” [SEP]" "Tolak Tambang dan Pabrik Semen, Warga Rembang Diintimidasi TNI/Polri","[CLS] Tujuh warga sempat diamankan, lalu dilepas. Ibu-ibu yang aksi ada yang dilempar ke semak belukar dan dicekik aparat.Tak kurang 500-an warga desa menolak tambang karst dan pembangunan pabrik PT Semen Indonesia (SI) di Kawasan Gunung, Kendeng, Rembang Jawa Tengah, pada Senin (16/6/14). Warga yang didominasi para perempuan ini menduduki rencana lokasi tapak pabrik.  Sekitar tujuh orang sempat diamankan TNI/Polri, termasuk ibu-ibu.Warga protes karena tidak mendapatkan sosialisasi ataupun informasi seputar tambang dan pembangunan pabrik itu. Penolakan sudah dilakukan sejak awal tetapi tak mendapatkan tanggapan.Aan Hidayah, warga yang ikut aksi kepada Mongabay mengatakan, sejak pagi sekitar 100-an pesonil Polres Rembang dan TNI siaga menghalangi dan mengintimidasi warga. Warga yang bersembunyi di semak-semak sekitar pertigaan pabrik semen di-sweeping aparat.“Aksi ini menjadi pilihan terakhir setelah warga tidak pernah diberi untuk menyuarakan berbagai pelanggaran yang dilakukan selama persiapan proyek pembangunan pabrik semen di Rembang,” katanya mewakili  Aliansi Warga Rembang Peduli Pegunungan Kendeng (AWRPPK).Menurut dia, warga tidak pernah dilibatkan sama sekali oleh SI. Tak ada sosialisasi akan dibangun pabrik semen. Perusahaan selalu menutupi berbagai hal  dan warga khawatir dampak penambangan semen ini.“Tadi terakhir sempat ada ditangkap aparat tujuh orang warga, satu perempuan, enam laki-laki. Kini sudah dibebaskan.”Ming Lukiarti,  warga dari Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng di Rembang mengatakan, ada dua ibu-ibu, Murtini dan Suparmi pingsan karena intimidasi dan sweeping aparat. Ada juga warga lecet di badan karena terkena duri semak belukar. “Ibu-ibu  dilempar aparat ke semak blukar, ada ibu-ibu dicekik.”" "Tolak Tambang dan Pabrik Semen, Warga Rembang Diintimidasi TNI/Polri","Dalam catatan dari AWRPPK, dokumen Amdal tidak pernah disampaikan kepada warga. Tidak pernah ada penjelasan mengenai dampak-dampak negatif akibat penambangan dan pendirian pabrik semen.Intimidasi sering terjadi seiring gerakan warga yang ingin memperjuangkan hak memperoleh informasi jelas dan lingkungan hidup sehat.Aliansi juga mencatat ditemukan dugaan pelanggaran hukum antara lain penggunaan kawasan cekungan air tanah Watuputih sebagai area penambangan batuan kapur untuk bahan baku pabrik semen. Ini melanggar Perda RTRW Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010 pasal 63 yang menetapkan area ini kawasan lindung imbuhan air. Juga Perda RTRW Rembang Nomor 14 Tahun 2011 pasal 19 yang menetapkan area ini sebagai kawasan lindung geologi.Ditemukan juga dugaan penebangan kawasan hutan tidak sesuai persetujuan prinsip tukar menukar kawasan hutan oleh Menteri Kehutanan, surat Nomor S. 279/Menhut-II/2013 tertanggal 22 April 2013. Dalam surat itu menyatakan, kawasan yang diizinkan ditebang adalah hutan KHP Mantingan, secara administrasi pemerintahan terletak di Desa Kajar dan Desa Pasucen,  Kecamatan Gunem, Rembang. Fakta di lapangan, SI menebang kawasan hutan Kadiwono,  Kecamatan Bulu kurang lebih 21,13 hektar untuk tapak pabrik.Dalam Perda no 14 tahun 2011 tentang RTRW Rembang, Bulu bukan buat industri besar.Dari pendataan aliansi, bukti-bukti lapangan seperti 109 mata air, 49 goa, dan empat sungai bawah tanah yang masih mengalir dan mempunyai debit bagus, serta fosil-fosil yang menempel pada dinding goa, makin menguatkan keyakinan kawasan karst Watuputih harus dilindungi.“Proses produksi semen berpotensi merusak sumber daya air yang berperan sangat penting bagi kehidupan warga sekitar dan warga Rembang serta Lasem. PDAM mengambil air dari Gunung Watuputih.”" "Tolak Tambang dan Pabrik Semen, Warga Rembang Diintimidasi TNI/Polri","Kebutuhan lahan sangat luas untuk perusahaan-perusahaan semen akan berdampak pada kehilangan lahan pertanian, hingga petani dan buruh tani akan kehilangan lapangan pekerjaan. Kondisi ini, akan menurunkan produktivitas pertanian pada wilayah sekitar, karena dampak buruk timbul, misal, sumber mata air mati, polusi debu, dan keseimbangan ekosistem alamiah terganggu. Akhirnya, semua akan melemahkan ketahanan pangan daerah dan nasional.Dalam UU 32 tahun 2009  tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diatur, bahwa masyarakat memiliki hak dan kesempatan berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Ia bisa berupa peran pengawasan sosial, pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan dan dan menyampaikan informasi dan atau laporan.“Namun ketidaktransparan dan ketidakadilan di lapangan saat ini mengakibatkan terjadi perampasan hak rakyat atas informasi terkait rencana pembangunan pabrik semen,” kata Aan.Tak hanya itu, temuan Komnas HAM ada pelanggaran HAM di Kecamatan Gunem Rembang. “Ini harus segera ditindak tegas dan aparat. Polri dan TNI harus membela pada rakyat bukan para perusahaan yang jelas-jelas merugikan rakyat.”Dalam aksi itu, aliansi menuntut beberapa hal.  Antara lain, menuntut pemerintah Jawa Tengah dan pemerintah Rembang menghentikan semua kegiatan SI karena melanggar peraturan. Lalu, menuntut Kementerian Lingkuhan Hidup evaluasi terhadap Amdal dan mendesak Kementerian Kehutanan evaluasi izin prinsip kawasan.Data temuan dari Jatam menyebutkan, hingga 2013, tambang karst di Jawa, mencapai 76 izin, tersebar di 23 kabupaten, 42 kecamatan dan 52 desa dengan total konsesi tambang karst 34.944,90 hektar. Kondisi ini bisa menjadi ancaman serius bagi lingkungan di Jawa." "Tolak Tambang dan Pabrik Semen, Warga Rembang Diintimidasi TNI/Polri","Dari analisis Jatam, eksploitasi karst di Jateng sebagian besar dipicu legalisasi daerah seperti Peraturan Daerah Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010 tentang RTRWP 2009-2029. Lalu, Perda RTRW Kabupaten Kebumen nomor 23 tahun 2012 menyebutkan bentang alam karst Gombong memiliki luas lebih kurang 4.894 hektar dan lain-lain.Ki Bagus Hadi Kusuma, Manajer Kampanye Jatam mengatakan, Jatam mengecam tindakan kekerasan TNI/Polri kepada petani di Rembang yang menolak eksploitasi dan pndirian pabrik semen di Kendeng.“Seharusnya aparat brsikap netral dan tak represif karena warga hanya pendudukan bukan perusakan. Apalagi dalam masa kampanye dan mnjelang pilpres, aparat seharusnya menjaga situasi kondusif, bukan menyulut konflik akar rumput,” katanya.Menurut dia, sudah berkali-kali warga, akademisi maupun masyarakat sipil pegiat lingkungan mengingatkan Gubernur Jateng dan Bupati Rembang mengenai bahaya eksplotasi karst di kawasan kendeng.“Sudah sewajarnya gubernur dan bupati tahu risiko prtambangan di kawasan karst. Dengan menyetujui pnambangan dan pembangunan pabrik semen ini berarti mereka merelakan warga menderita kekeringan, banjir dan longsor.”Untuk itu, Jatam mendesak Pemerintah Jateng dan Rembang membatalkan seluruh perizinan tambang di pegunungan Kendeng. Sebab, katanya, daya dukung alam dan lingkungan jika terjaga terbukti mampu meghidupi ekonomi Rembang. “Pemda harus berpikir ribuan kali sebelum menerima investor merusak. PAD sektor pertanian rakyat seharusnya diselamatkan pemda.”Konsorsium Pembaruan Agraria pun mengutuk aksi aparat ini. Iwan Nurdin, sekretaris jenderal KPA mendesak Gubernur Jateng menghentikan dan mencabut rencana dan izin penambangan karst dan pabrik semen di Pegunungan Kendeng. Lalu, menuntut SI menarik alat berat yang sedang menambang karst di Rembang. “Ini mengancam penghidupan warga,” kata Iwan." "Tolak Tambang dan Pabrik Semen, Warga Rembang Diintimidasi TNI/Polri","KPA juga mendesak mengusut tuntas kekerasan aparat keamanan kala aksi blokde yang menyebabkan petani luka-luka. KPA juga meminta aparat kepolisian dan TNI menghentikan cara-cara kekerasan dan tindakan represif terhadap warga. “Ini keterlibatan kepolisian dalam proses penanganan konflik agraria di Jateng.”Iwan juga mendesak Gubernur Jateng menyelesaikan konflik agraria di daerah itu hingga tuntas dan menyeluruh, khusus di Kebumen, Sragen dan Rembang. “Ini agar tercipta keadilan sosial dan kemakmuran bagi petani di Jateng.”Kecaman sama juga datang dari Walhi Nasional. Walhi menyayangkan insiden ini dan mendesak negara segera mengusut para pelaku yang bertindak sewenang-wenang dan menangkap warga.Edo Rachman, pengkampamye Walhi Nasional mengatakan, insiden ini dampak pengabaian peran negara melindungi hak lingkungan sebagai bagian dari HAM.“Warga mempertahankan kawasan karst untuk kepentingan kehidupan mereka dan generasi yang menjadi sumber air bagi kehidupan warga,” katanya.Seharusnya, katanya,  negara melindungi warga yang memperjuangkan lingkungan hidup sehat. “Insiden ini bentuk pembiaran negara yang tidak melibatkan warga dalam mewujudkan hak veto rakyat. Hak terlibat dalam pengambilan keputusan. Negara wajib meminta pendapat warga terkait perencanaan dan peruntukkan kawasan budidaya.”Dia mengatakan, dasar hukum warga sangat kuat menolak SI karena kawasan itu buat perlindungan.  “Ini tertuang dalam Perda RTRW Rembang.”Menurut dia, insiden ini membuktikan pemerintah lebih berpihak kepada investor dibandingkan kehidupan warga yang tergantung dengan keberadaan karst ini.Seharusnya, kata Edo, pemerintah dan aparat lebih cerdas menyikapi situasi politik saat ini, bukan justru bertindak yang bisa berdampak buruk bagi proses demokrasi." "Tolak Tambang dan Pabrik Semen, Warga Rembang Diintimidasi TNI/Polri","“Walhi mendesak, pemerintah Rembang segera mencabut izin perusahaan dan mengeluarkan dari kawasan karst. Kawasan ini jauh lebih bermanfaat bagi masyarakat sebagai sumber-sumber kehidupan.Tokoh Agama Ikut Tolak TambangSebelum itu, pada 25 Mei 2014, kalangan tokoh agama terkemuka di Jateng juga menolak rencana pembangunan pabrik ini. Mereka antara lain, K.H. A. Mustofa Bisri, K.H. Yahya Staquf, K.H. Zaim Ahmad Ma’sum,  K.H. Syihabuddin Ahmad Ma’sum,  K.H. Imam Baehaqi dan K.H. Ubaidillah Ahmad.Dikutip dari website Omahkendeng, menyebutkan, diadakan istighosah atau doa bersama di tapak pabrik Semen Indonesia, hutan Perhutani KPH Mantingan, Rembang. Dalam istighosah ini, warga delapan desa yakni, Suntri, Tegaldowo, Bitingan, Dowan, Timbrangan, Pasucen, Kajar, dan Tambakselo, sepakat menolak penambangan dan pendirian pabrik semen di Rembang.Istighosah ini dibarengi pertemuan di Pondok Pesantren Roudlatut Thalibin, Rembang pada 25 Mei 2014 dihadiri berbagai organsisasi. Antara lain, Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK), Pengurus NU Rembang, Lasem, Pondok Pesantren Ngadipurwo Blora, Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumberdaya Alam.Pertemuan ini sepakat menolak penambangan dan pendirian pabrik semen di Rembang dengan berbagai alasan, seperti temuan ratusan mata air, gua, dan sungai bawah tanah yang masih mengalir dan mempunyai debit bagus. Lalu fosil-fosil sampai RTRW Jateng yang dilanggar.Tambang ini dinilai melanggar prinsip kaidah fikih “dar’ul mafasid muqoddamun ‘ala jalbil mashalih.” Bahwa, kerusakan lingkungan akibat pembangunan pabrik semen lebih besar daripada manfaat.Mongabay menghubungi Semen Indonesia melalui telpon humas di Gresik, Jawa Timur. Namun diberikan kontak person, Farid yang berada di lokasi. Sayangnya, saat dihubungi nomor tidak aktif. Kami juga mengirimkan pesan pendek namun belum juga balasan. [SEP]" "Para Pelaku Usaha Sahabat Alam di Festival Teras Mitra","[CLS] Endang, perajin daur ulang sampah plastik di Denpasar bangga memamerkan aneka bentuk wadah sesajen yang dikelola kelompok Bank Sampah Berlians. Sokasi, nama populer wadah aneka persembahan di Bali ini biasa dibuat dari anyaman bambu.Kini ada sokasi dari bekas wadah kopi instan dan kemasan lain. Para perajin membersihkan, melipat, menjahit, dan merakit. Terlihat estetik dan kuat.Anom, perajin lain terlihat sumringah memperlihatkan cara menjahit sampah-sampah menjadi benda bernilai jual. Mereka ikut Festival Teras Mitra III, di Denpasar.Para perajin ini kelompok dampingan Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Bali yang berusaha mendorong pengolahan sampah sejak dari komunitas banjar. Banjar adalah komunitas masyarakat adat di tiap desa. Satu dusun atau desa bisa terdiri dari beberapa banjar. Caranya, mendorong bank sampah di tiap banjar.“Bank sampah di dekat rumah saya bisa mengolah sampah plastik menjadi minyak tanah,” kata Endang.Puluhan aktivis di isu pemberdayaan lingkungan di pelosok Indonesia memaparkan perkembangan gerakan di Festival Teras Mitra III, yang dihelat di Kuta, 14-17 Oktober 2014. Pertemuan mitra Global Environmental Facility – Small Grand Programme (GEF-SGP)  ini ajang kumpul dan pameran pelaku usaha komunitas dengan pendekatan lingkungan.Tercatat 45 komunitas terlibat. Misal, Sokola Pesisir Makassar. Berawal dari beberapa kelompok belajar kreatif di Sokola Pesisir, lembaga ini lantas memproduksi beragam karya sesuai minat dan bakat anggota. Sejak 2009, Sokola Pesisir memproduksi berbagai macam kerajianan rotan, video dan foto dokumentasi acara serta mencetak beragam desain kaos terkait konservasi pesisir.Ada juga Yayasan Ciliwung Merdeka (Craft) dari Jakarta. Idenya dari banyaknya sampah anorganik dimanfaatkan menjadi produk bernilai jual. Sejak 2008, YCM mengolah sampah anorganik menjadi beragam produk seperti tas, aksesoris, dan kini menguji pembuatan pupuk padat dan cair." "Para Pelaku Usaha Sahabat Alam di Festival Teras Mitra","Ada Transformasi Hijau (Ekowisata) di Jakarta. Transformasi Hijau atau Trashi, adalah lembaga pendidikan lingkungan hidup (PLH) yang aktif menyebarkan kecintaan terhadap lingkungan lewat kegiatan belajar alternatif di sekolah-sekolah. Sejak 2008, Trashi membuat beberapa program jelajah untuk mengenal sampah, air, satwa dan hulu hilir, sekaligus mendorong perubahan lewat program Young Transformers dan bekerja sama dengan beberapa SMU dan SMK di Jakarta.Perkumpulan LAWE yang fokus di peningkatan fungsi kain tenun nusantara dari Jogja juga mendorong perajin menanam tumbuhan yang menjadi bahan baku pewarna alami. “Pewarnaan alami harus didukung ketersediaan bahan baku,” ujar Adinindyah, pengelola. LAWE makin dikenal dengan produk aksesoris, alat tulis, tas, dan lain-lain.Ada Kelompok Peduli Lingkungan Belitung berhasil mengenalkan konsep ekowisata pasca terkenalnya daerah ini karena film Laskar Pelangi besutan Mira Lesmana dan Riri Riza.Kelompok ini menggarap Belitung Adventure, sebuah operator wisata yang menggarap paket wisata konvensional dan minat khusus lingkungan sepertidiving mengusung konsep eco-diving, snorkeling, jungle trekking sambil belajar tentang ekosistem hutan.Ada juga pahlawan perempuan Aleta Baun, penerima penghargaan lingkungan internasional Goldman Prize pada 2013, yang mengusir penambang marmer di Timor Tengah Selatan, NTT. Perajin tenun ini berhasil mengusir tambang dengan menenun selama setahun di bukit penuh deposit marmer itu.  Aleta memimpin Organisasi A’Taimamus (OAT) mendorong masyarakat perbukitan Molo, Amanuban, dan Amanatun menghasilkan tenun selaras alam." "Para Pelaku Usaha Sahabat Alam di Festival Teras Mitra","Catharina Dwihastarini, koordinator Nasional GEF-SGP Indonesia, mengatakan, hibah kecil dari GEF-SGP ada di lebih dari 100 negara di dunia. “Kami tak mau menunggu ancaman lingkungan makin banyak dan diselesaikan pemegang kebijakan. Kami mau bekerja dengan komunitas karena mereka menemukan cara unik.” Di Indonesia, sejak 1992 menjangkau lebih dari 500 komunitas. “Inisiatif ini perlu dibagi dan diapresiasi.”Produk-produk komunitas ini  berhasil dijual hingga menjadi alternatif pendapatan dan bisa dikembalikan lagi ke lingkungan.Dia mengatakan, salah satu masalah adalah pemasaran produk. Karena itu festival ini memberikan perhatian pada aspek peningkatan bisnis.Bisnis sosialPanca Pramudya dari Institut Riset Sosial dan Ekonomi (INRISE) menyebut usaha berawal dari upaya penyelamatan lingkungan harus menyadari pentingnya pengelolaan bisnis. “Pemerintah harus beri contoh bisnis ramah lingkungan. Bisnis yang memperkokoh upaya konservasi yang sudah dilakukan,” katanya.Agung Alit, Presiden Forum Fair Trade Indonesia (FFTI) menyebut pola usaha seharusnya perdagangan berkeadilan. Yakni, prinsip menghormati hak produsen atau perajin melalui pembayaran layak, tepat dan cepat. Pembayaran, adalah jantung dunia usaha. “Yang brengsek di usaha pariwisata Bali adalah pembayaran.”“Mereka jual produk ke hotel, pembayaran menunggu tiga bulan. Itu bullshit. Ini yang kita lawan.” Fair trade, selain sebagai gerakan juga model bisnis. Ada 10 prinsip dalam fair trade ini seperti pembayaran layak dan tepat waktu, tak menggunakan pekerja anak, dan bahan baku ramah lingkungan. [SEP]" "Bara Lahan Gambut Riau Terus Membakar Habitat Harimau","[CLS] Sudah sebulan lamanya kabut asap dari aktivitas kebakaran hutan dan lahan di Riau tidak kunjung menipis. Bahkan Minggu (23/2/2014) sore kabut asap tebal masih menyelimuti kota Pekanbaru dan sekitarnya. Jumlah titik api yang terpantau oleh satelite seperti yang dilaporkan kepada media memang fluktuatif setiap harinya namun asapnya seakan tak habis-habisnya. Apa yang terjadi pada kebakaran hutan kali ini?Data yang diolah Greenpeace Indonesia setidaknya bisa menjawab pertanyaan di atas dan mengungkapkan bagaimana peta dampak kebakaran hutan kali ini. Dari data yang diterima Mongabay Indonesia mengungkapkan sejak awal tahun ini hingga pertengahan Februari lalu, setidaknya tercatat 2.140 kejadian titik api di Riau. Dan lebih dari setengah dari jumlah kejadian itu justru terjadi pada minggu ke dua Februari yang mencapai 1.086 titik api.“Bayangkan setengah dari jumlah titik api tahun ini terjadi di satu minggu saja. Dan 95 persen dari titik apinya itu terpantau di gambut. Jadi maklum saja walau jumlah titik api naik turun belakangan ini, tapi selama tidak ada pemadaman di gambut, maka luasan kebakaran di gambut itu akan terus bertambah,” kata Rusmadya Maharuddin, Jurukampanye Hutan Greenpeace kepada Mongabay-Indonesia.Ia menjelaskan, di bulan Januari hanya terdapat 337 kejadian titik api di tujuh kabupaten. Namun angka ini meningkat dua kali pada minggu pertama Februari yang mencapai 714 titik api di 11 kabupaten/kota. Jumlah ini kembali berlipat pada minggu ke dua Februari dengan total 1.089 kejadian di 11 kabupaten kota.Namun setelah dianalisa, maka sebagian besar titik api pada minggu pertama Februari berada dekat dengan lokasi titik api pada bulan Januari. Demikian juga peningkatan titik api di minggu kedua Februari memiliki pola yang sama yakni terpantau di dekat titik api minggu sebelumnya." "Bara Lahan Gambut Riau Terus Membakar Habitat Harimau","“Ini bisa dikatakan titik-titik api itu sejak Januari masih terus membara. Mungkin karena yang terbakar itu adalah gambut. Mungkin lidah api di permukaan gambut tidak terpantau, tapi pada saat yang sama bara di dalamnya terus menjalar dan menjadi sekam. Dan api gambut di dalam ini akan kembali membesar jika ada angin yang berembus,” ujar Rusmadya.Ia menjelaskan kebakaran di gambut akan berdampak jauh lebih buruk daripada kebakaran di lahan non gambut. Sebab gambut itu sendiri memiliki fungsi penting bagi ekosistem dan kemampuannya menyerap karbon jauh lebih besar.  Maka kebakaran gambut yang berakhir pada kehancurannya juga akan berdampak jauh lebih buruk lagi bagi lingkungan.Analisa titik api pada minggu kedua Februari mengungkapkan bahwa jumlah titik api kali ini lebih banyak terjadi di hutan sekunder (338 titik api) dibandingkan hutan primer yang hanya 10 titik api. Sementara sebanyak 741 terjadi di wilayah non hutan. Dari seribu lebih titik api itu, sebanyak 181 berada di lahan konsesi perkebunan sawit milik perusahaan besar dan 277 terpantau di konsesi hutan tanaman industri.Namun jika dilihat dari status apakah titik api itu terdapat di daerah yang dilindungi dalam peta indikatif Moratorium Kehutanan, maka sekitar 38% atau sebanyak 414 titik api terjadi di wilayah moratorium.  “Padahal kawasan hutan yang masuk dalam moratorium harusnya dilindungi, tetapi di lapangan tidak terjaga dengan baik dan kini malah terbakar,” ujar Rusmadya.Lalu bagaimana dampak titik api itu terhadap habitat satwa langka? Keberadaan titik api dianalisa dengan peta habitat, maka sebanyak 857 kebakaran itu terjadi di habitat Harimau Sumatra dan sisanya 253 berada di luar habitat. Dalam angka yang berbeda, bencana ini juga diyakini menjadi ancaman serius bagi habitat Gajah Sumatra dan satwa lainnya." "Bara Lahan Gambut Riau Terus Membakar Habitat Harimau","Kebakaran hutan awal tahun ini adalah tekanan yang luar biasa bagi harimau Sumatra yang berdasarkan data pemerintah terakhir jumlah individu di alam liar hanya 400 ekor. Padahal ekspansi perkebunan sawit dan HTI lima tahun terakhir telah nyata mendorong satwa dilindungi ini ke jurang kepunahan.Selain melakukan analisa peta, Greenpeace juga melakukan pengecekan di lapangan yang dilakukan pada pekan lalu. Menurut Rusmadya, sejauh mata memandang, bekas hutan dan lahan yang tahun lalu terbakar hebat, kini telah menjelma menjadi perkebunan sawit baru. Setidaknya ini terlihat di perbatasan wilayah Bengkalis dan Rokan Hulu.“Memang tidak semua yang terbakar tahun lalu telah menjadi kebun. Tapi sebagian besarnya telah jadi kebun baru. Ini bisa dikatakan indikasi bahwa kebakaran hutan dan lahan itu memang bagian dari upaya persiapan lahan baru untuk perkebunan sawit. Kami melihat banyak bibit-bibit sawit yang baru ditanam dan berusia kuran dari satu tahun. Di kebun-kebun itu juga telah berdiri pos-pos sekuriti,” katanya.Menurutnya, jika memang kebakaran hutan ini adalah bagian dari persiapan lahan, maka ini adalah dugaan jelas bahwa kebakaran itu sengaja dilakukan. Dan harapan masyarakat adalah pemerintah saat ini benar-benar menegakkan hukum tanpa mengumbar janji lagi.Ia mengakui saat ini memang ada pejabat perusahaan perkebunan yang disidang untuk kasus kebakaran lahan, namun merurut Rusmadya ini belum cukup. Sebab pemerintah banyak menyebut nama-nama perusahaan yang diduga bertanggungjawab atas titik api di dalam konsesinya tahun lalu, namun hingga sekarang baru satu yang diajukan ke pengadilan.“Padahal regulasi kita jelas mengatur bahwa pemegang hak atau izin bertanggungjawab atas terjadinya kebakaran hutan  di areal kerjanya. Pemerintah harusnya bisa gampang menekan jumlah kebakaran lahan di konsesi perusahaan dengan undang-undang yang kita miliki,” tegas Rusmadya. [SEP]" "Belajar dari Kampung Organik di Desa Salassae","[CLS] Siang itu, awal April 2014, cuaca panas terik. Setelah melewati jalanan rusak dan berdebu, saya tiba di Desa Salassae, Kecamatan Bulukumpa, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan (Sulsel). Jalanan lengang, sesekali terlihat anak-anak berseragam SMA melintas.Di sebuah rumah batu dengan halaman dipenuhi bunga dan pepohonan rimbun, saya menepikan kendaraan. Hari ini ada pertemuan dengan pengurus dan anggota Komunitas Swabina Petani Salassae (KSPS).KSPS bukanlah komunitas petani biasa. Hanya dalam dua tahun mereka sukses menerapkan pertanian organik di Desa Salassae. Puluhan petani di desa kini memutuskan meninggalkan bertani lama. Mereka beralih ke organik. Sebagian menikmati hasil, dan sebagian lagi proses penanaman.Armin Salassa, pendiri dan pengurus KSPS mengajak saya mengunjungi sawah dan kebun organik. Di kawasan persawahan, hamparan sawah seluas 30 are diolah organik.Kondisi sangat berbeda dengan tanaman non organik. Umur tanam sama, sekitar 75 hari, namun olahan organik lebih tinggi dan hijau.Armin mengatakan, hasil jauh berbeda, baik panen maupun rasa. Satu karung gabah beras organik berisi 75 kg beras. Karung ukuran sama, beras organik berkisar antara 95-114 kg setiap karung.Bertani organik, kata Amin, lebih hemat sekaligus menguntungkan. Penggunaan pupuk kimiawi di sawah seluas satu hektar biaya Rp1,5 juta, dengan bahan organik, berupa campuran gula dan berbagai macam buah-buahan hanya Rp80 ribu. Harga di pasaran bisa dua kali lipat dibanding beras biasa.Rasapun berbeda. Beras organik lebih enak. Mereka merasa enggan memakan nasi beras non-organik setelah itu.Senada dengan Awaluddin, penggagas KSPS sejak tiga tahun silam dan aktif mengembangkan pertanian organik Desa Salassae. Dia lulusan diploma Jurusan Olahraga di Universitas Negeri Makassar (UNM). Saat ini sebagai guru honorer di SD 244.“Setelah makan nasi beras organik, beras lain tak enak lagi. Perbedaan sangat jauh,” katanya." "Belajar dari Kampung Organik di Desa Salassae","Awaluddin memiliki pengalaman berkesan selama dua tahun mengubah cara bertanam konvensional ke organik.Pada tahun awal, seluruh anggota keluarga menentang keras. Ibu pernah menangis memohon tetap menggunakan pestisida dan pupuk kimiawi. Awaluddin teguh. Dia meyakinkan keluarga.“Perlu waktu lama meyakinkan mereka. Mereka baru luruh dan mendukung setelah melihat hasil.”Kesuksesan panen sawah organik ini menarik perhatian petani lain. Hallang, petani yang baru bergabung di KSPS ini memutuskan menjadikan tiga hektar sawah organik musim tanam mendatang.“Setelah melihat hasil panen teman-teman di KSPS saya tidak ragu mengorganikkan seluruh sawah saya. Keluarga ada yang menentang,” kata Hallang.Mereka juga memperlihatkan kebun dua hektar milik Baso. Dia bergabung KSPS setahun silam. Hasilnya? Baso memperlihatkan pohon cengkih dan kakao tumbuh subur dan berbuah sehat. “Dulu, cengkih di kebun ini hampir mati, setelah diberi perlakuan organik langsung membaik dan tumbuh subur.”Bukan berarti sosialisasi organik KSPS berjalan lancar. Sikap, perilaku, dan pemikiran warga harus dikuatkan. “Kalau ini tuntas, ketika gagal pun tidak menjadi halangan,” katanya.KSPS sebagai komunitas petani tergolong unik. Mereka tak hanya belajar teknik bertani. Juga globalisasi dan kedaulatan pangan. Meskipun sebagian besar petani ini tamatan SD dan SMP.Wahid, sebagai ‘kepala sekolah lapang’ di KSPS tamatan SD. Dulu, sopir angkutan di perantauan.Syarat keanggotaan pun unik. Yakni, bersedia mengorganikkan sawah dan kebun dan wajib tampil sebagai fasilitator dan harus aktif mengajak keluarga dan petani lain bergabung dengan mereka." "Belajar dari Kampung Organik di Desa Salassae","Petani KSPS harus bisa membuat pupuk sendiri. Mereka biasa membuat pupuk kompos dikenal mikroba 3 (M3) secara gotong royong. Begitupun dalam penggunaan pupuk. Tempat pembuatan tersebar di halaman rumah maupun lahan warga. Kandang sapi dikelola kelompok maupun perorangan. Kotoran sapi sebagai bahan kompos. Di pasaran harga pupuk organik berkisar Rp90.000- Rp120.000 per botol.Keaktifan anggota KSPS di Desa Salassae, sangat terasa. Apalagi pemerintah desa sangat mendukung. Bahkan ada rencana membuat peraturan desa terkait pertanian organik ini, meski masih usulan.KSPS memiliki tujuh posko tempat pertemuan anggota. KSPS memiliki lahan hortikultura seluas 1.000 meter, sebagai tempat belajar anggota. Mereka tengah mengembangkan industri tanaman hias.Untuk membiaya organisasi dan memberdayaan anggota, KSPS memiliki divisi lembaga keuangan mikro (LKM). Ia sebagai lembaga tabungan dan pinjaman anggota. Kini, mereka menerbitkan saham khusus Rp100 ribu per saham, untuk modal usaha peternakan sapi. “Kami punya 14 sapi, dua saham anggota.KSPS didirikan sejak November 2011 dengan anggota 20 orang. Kini, anggota mencapai 76 orang. Mereka terus memperbesar keanggotaan dan rencana lahan organik. Setiap hari anggota mengajak petani lain.Kesuksesan KSPS menjadi inspirasi bagi desa lain. Hingga 2014, ada 15 desa berkunjung dan belajar bertani organik di Desa Salassae.Desa Salassae memiliki luas 32 kilometer persegi, dengan penduduk sekitar 4.000 jiwa dari 900 keluarga. Desa ini berjarak sekitar 35 km dari Bulukumba dan 186 km dari Makassar.Pada 2003, desa ini sempat hendak menjadi bagian konsesi perkebunan karet PT London Sumatera (Lonsum). Ratusan hektar lahan hampir diratakan buldozer dan ditentang warga.Sisa-sisa pohon karet ditanam warga pro Lonsum masih terlihat di sejumlah lokasi. Selebihnya, kakao, cengkih, lada dan persawahan. [SEP]" "Batik Mangrove, Cara Baru Eksploitasi Hutan Bakau","[CLS] Sekitar tahun 2007, pasca reformasi, masyarakat sekitar kota Surabaya membalak secara liar hutan mangrove di kawasan pantai timur Surabaya (Pamurbaya), Jawa Timur. Pembalakan itu bahkan sampai merusak sekitar 10 hektar hutan bakau di sepanjang bibir pantai dan muara Kali Saridamen, Kecamatan Mulyorejo, Kecamatan Wonorejo, serta di pesisir utara Surabaya. Bahkan, sekitar 100 ribu pohon yang berfungsi untuk menangkal abrasi air laut itu sudah dipotong berkeping-keping.Melihat kondisi itu, Lulut Sri Yuliani, merasa sedih. Sebagai seorang pendidik, dia tahu hutan bakau berfungsi penting menjadi sabuk pelindung pesisir dan pemukiman masyarakat dari paparan ombak dan tsunami.Kerusakan mangrove itu membuat mantan guru bahasa jawa itu berpikir bagaimana menyelamatkan dan melestarikan kembali hutan mangrove yang dulu rimbun dan asri.Lulut bersama masyarakat memulai gerakan penyelamatan mangrove dengan menanam kembali kawasan yang gundul dengan mangrove sejenis. Namun upayanya itu diakui tidak dapat secara langsung memperbaiki kerusakan yang sudah terjadi, serta mampu menggerakkan masyarakat untuk terlibat aktif menyelamatkan lingkungan.Masih banyaknya masyarakat yang memanfaatkan mangrove secara kurang tepat, menjadikan Lulut harus mencari cara lain untuk mengubah paradigma masyarakat yang keliru.Gerakan penyelamatan mangrove juga dilakukan dengan mengajak masyarakat menjaga aliran sungai yang terhubung dengan hutan mangrove, seperti mengajak untuk tidak membuang sampah sembarangan ke sungai, mengurangi pemakaian sabun detergen dan menggantinya dengan sabun yang lebih ramah lingkungan, hingga pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan hutan mangrove untuk memperoleh keuntungan secara ekonomis tanpa harus merusak lingkungan atau ekosistem hutan mangrove." "Batik Mangrove, Cara Baru Eksploitasi Hutan Bakau","“Kami mengajak masyarakat untuk ikut menangkal ombak dengan menanami kembali hutan mangrove yang rusak, juga memberdayakan masyarakat dengan menggunakan ragam hayati di sekitar sungai tanpa harus merusak lingkungan sekitarnya,” kata Lulut kepada Mongabay.Pemberdayaan masyarakat dengan menjaga dan melestarikan mangrove, namun tetap dapat memperoleh manfaat dari mangrove, merupakan cara mengajak masyarakat mengubah pola pikir untuk menjaga lingkungan disekitarnya. Tanpa mengubah pola pikir, mustahil bagi dirinya untuk dapat menjaga hutan mangrove yang rawan dirusak kembali.“Target kita bukan luasannya hutan mangrove yang diselamatkan, tapi justru target manusianya. Kalau satu orang mengerjakan sepuluh hektar, tapi kalau hanya berpangku pada satu orang saja maka nanti tambahnya hanya sepuluh hektar. Tapi kalau SDM-nya dibangun, maka perbaikan di Indonesia bahkan dunia akan lebih cepat. Percuma kalau kita menanam tapi kemudian oleh orang lain dirusak,” paparnya.Melalui mangrove atau dalam bahasa latin rhizophora, dia mengenalkan batik mangrove, yaitu dengan mangrove sebagai pewarna alami batik yang ramah terhadap lingkungan. Lewat batik mangrove pula, Lulut berhasil memberdayakan banyak orang untuk terlibat dalam upaya konservasi dan pelestarian lingkungan, khususnya hutan mangrove, seperti di wilayah Kecamatan Wonorejo, Gununganyar, Keputih dan sekitarnya.“Kita buat produk yang concern ke konservasi, baik di mangrove maupun di hutan pegunungan, jadi kita memang concern ke lingkungan. Dengan membangun lingkungan kita mau menunjukkan bahwa masyarakat juga bisa sejahtera, melalui kepedulian dengan lingkungan. Selain itu apa yang kita lakukan aman tidak perlu konflik,” ujar penerima penghargaan Kalpataru untuk kategori perintis lingkungan pada 2011 itu." "Batik Mangrove, Cara Baru Eksploitasi Hutan Bakau","Meninggalkan profesi semula sebagai seorang pendidik, Lulut merintis pembuatan batik mangrove, yang didesain khusus sesuai semangat perjuangan yang dibawanya. Dengan mendirikan Batik SeRu atau seni Batik Mangrove Rungkut Surabaya, dan juga Koperasi Usaha Kecil Menengah (UKM) Griya Karya Tiara Kusuma yang bertujuan untuk mempromosikan dan mendistribusikan produk-produk mangrove yang dihasilkan oleh warga setempat, Lulut ingin mangrove menjadi ikon baru Kota Surabaya yang dikenal masyarakat luas.“Batik ini satu-satunya batik ikon lingkungan, kita harap ini menjadi unggulan dari daerah dan memunculkan banyak orang untuk melakukan hal yang sama, tapi tidak menjiplak,” kata Ketua Forum Peduli Lingkungan (FPL) Kecamatan Rungkut di tahun 2007 itu.Saat ini motif batik di tempatnya telah ada sebanyak 2.017 pakem, yang dari pakem itu diharapkan akan muncul ribuan desain batik bertema lingkungan. Dengan menggunakan sistem manajemen lima jari-jari, Lulut berharap bahwa batik yang dibuat tidak sekedar untuk dijual, melainkan juga untuk konservasi lingkungan.“Batik mangrove bukan sekedar bikin batik terus dijual, tapi harus untuk limgkungan, untuk konservasi. Karena semua penjualannya untuk konservasi, semua labanya untuk pengembangan riset, pemberdayaan masyarakat, dan untuk konservasi,” tandasnya.Setiap orang yang bergabung dengan Komunitas Batik SeRu miliknya, diwajibkan menanam mangrove. Hal ini untuk membuktikan kecintaan orang tersebut pada lingkungan. Batik yang terjual dilengkapi dengan sertifikat, yang hanya dikeluarkan satu desain untuk satu pembeli. Dengan membeli batiknya, pembeli juga ikut menanam satu pohon mangrove.“Kalau orang mengaku, tapi tidak mampu menunjukkan sertifikasi batik mangrove, dan tidak bisa menunjukkan berapa laba yang diberikan untuk konservasi, pengembangan, dan riset, maka itu palsu,” kata Lulut." "Batik Mangrove, Cara Baru Eksploitasi Hutan Bakau","“Orang yang mengerjakan batik mangrove ini harus cinta lingkungan, kalau dia tidak cinta maka dia akan merusak. Makanya batik mangrove tidak menggunakan bahan kimia. Kalau bahannya kimia, itu bisa memicu kanker kulit,” terangnya.Pemberdayaan MasyarakatSelain Batik Mangrove, pemanfaatan mangrove beserta produk yang dihasilkan juga dapat dijadikan modal dasar pemberdayaan masyarakat. Masyarakat dapat memanfaatkan mangrove mulai dari daun, batang, akar, hingga buahnya menjadi produk yang dapat mendatangkan nilai ekonomis.Mangrove sendiri kata Isroi Yati, salah satu kader lingkungan anggota Komunitas batik SeRu, dapat dimanfaatkan menjadi beraneka macam produk, seperti produk makanan, minuman, perlengkapan rumah tangga, pengganti bahan bakar, serta pewarna dan motif batik.Butuh waktu 15 tahun untuk memberdayakan masyarakat di Pamurbaya yaitu 3 tahun jadikan pengusaha, 3 tahun selanjutnya pembinaan kampung unggulan, 3 kemudian kawasan unggulan, 3 tahun sesudahnya menjadi unggulan daerah setempat.“Bisa untuk makanan, bisa juga untuk minuman. Bisa dibuat kue, stik, bakery (roti), tempe. Bisa juga dibuat untuk sabun, pembersih lantai. Limbahnya dipakai untuk pewarna batik. Ampasnya bisa untuk pengganti bahan bakar, atau briket. Semua itu bisa dijual,” kata Isroi, kader lingkungan asal Kedung Asri, Surabaya.Isroi mengaku awalnya tidak mengetahui manfaat mangrove. Namun dengan adanya informasi dan pemberian pengetahuan dari Lulut serta kader lingkungan lainnya, dirinya semakin mengetahui manfaat mangrove dan serta olahan yang dapat dibuat dari produk mangrove.“Seperti sirup mangrove itu selain rasanya yang manis seperti madu, juga mengandung banyak vitamin C yang berguna untuk nutrisi kulit. Saya pernah panas dalam parah, tenggorokan sakit, setelah minum sirup mangrove alhamdulillah sembuh dalam 2 hari,” katanya." "Batik Mangrove, Cara Baru Eksploitasi Hutan Bakau","Daun dan ragi dari mangrove juga dapat digunakan untuk membuat tempe, yang hasilnya berbeda dari tempe pada umumnya. Selain rasa yang berbeda, tempe dari mangrove diyakini kaya akan vitamin serta nutrisi dari produk hasil laut.“Kalau tempe, gurihnya itu lebih nyes, karena disitu ada kandungan garam, vitamin dari hewan laut seperti ikan dan udang. Jadi lebih gurih dan lebih awet,” tambahnya.Lulut menambahkan, pemberdayaan masyarakat melalui mangrove ini diyakini akan dapat memperbaiki ekosistem hutan mangrove yang banyak rusak akibat perbuatan manusia. Selain memberdayakan masyarakat, kesadaran untuk ikut menjaga lingkungan dalam hal ini ekositem hutan mangrove, akan dapat menularkan gerakan peduli pelestarian lingkungan di daerah-daerah lain.“Ini kami sosialisasikan pula ke luar Surabaya, seperti Malang, Pasuruan, Jember, Mojokerto, Madura, bahkan juga di luar pulau seperti Kalimantan. Harapannya mangrove kita terjaga dan lestari, sementara masyarakat tetap dapat memperoleh manfaat secara ekonomis dari gerakan peduli lingkungan ini,” pungkas Lulut yang mentargetkan 25 tahun kedepan kerusakan ekosistem hutam mangrove sudah tidak ada lagi. [SEP]" "Opini: Antara Kebakaran Hutan dan Penerbitan PP Gambut","[CLS] Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai pemimpin yang kerab menggadang-gadang komitmen penyelamatan hutan dan iklim di tingkat nasional maupun internasional seakan kehilangan sense of crisis. Di akhir masa jabatan, SBY membuat kemunduran serius di bidang lingkungan hidup, dengan mengeluarkan peraturan pemerintah mengenai gambut. Terlebih, di tengah bencana asap kebakaran gambut di beberapa provinsi seperti, Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan, terjadi.  Kebijakan ini,  tidak saja lemah dari sisi substansi dan terkesan dipaksakan terbit. Ia juga memanjakan korporasi dalam menghabisi gambut Indonesia. Sedari awal proses perumusan aturan inipun tidak melibatkan partisipasi aktif organisasi mayarakat sipil, terutama masyarakat di dalam dan sekitar ekosistem itu.Penerbitan peraturan pemerintah tentang ekosistem gambut salah satu mandat dari Undang-undang No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Tujuannya, menahan laju kerusakan kawasan ekosistem ekosistem gambut. Terhitung sejak Oktober 2013, beredar empat draf terkait peraturan ini. Namun, semua draf tetap tidak menekankan esensi perlindungan gambut total, dan masih membuka ruang perusakan oleh korporasi.Presiden telah menandatangani PP bernomor 71 tahun 2014 ini tetapi sampai detik ini, masyarakat tidak bisa mendapatkan dokumen itu. Berdasarkan draf terakhir yang disepakati para menteri, kebijakan ini tidak melakukan proteksi menyeluruh ekosistem gambut yang tersisa, tidak memiliki unsur preventif melindungi warga negara dari bencana pembukaan gambut untuk perkebunan sawit maupun hutan tanaman industri (HTI). (baca: bencana asap dan kekeringan)." "Opini: Antara Kebakaran Hutan dan Penerbitan PP Gambut","Keberpihakan pemerintah, jelas pada nilai ekonomi yang hanya dinikmati segelintir orang (pengusaha). Tak sebanding dengan nilai kerugian akibat bencana asap. Bagaimana dengan puluhan ribu warga Indonesia, bahkan luar negeri yang menjadi korban kala gambut terbakar?  Ekonomi lumpuh selama bencana, aktivitas pendidikan berhenti, puluhan ribu warga bisa menderita severe acute respiratory syndrome (SARS). Yaitu penyakit pneumonia atipik yang belum ditemukan vaksin pencegah dan pengobatan, akibat asap dari kebakaran hutan dan gambut.Pengesahan PP Gambut tanpa mempertimbangkan keselamatan warga dan keberlanjutan lingkungan. Tanpa melindungi total gambut tersisa, eksosistem rentan.Berkaca pada bencana asap sepanjang 17 tahun terakhir merupakan dampak pembukaan dan pengeringan gambut untuk pembangunan kebun sawit dan HTI.Mengharap keuntungan, buntung didapat. Kala bencana asap datang, dampak gambut terbakar, negara rugi puluhan triliun, putaran ekonomi terhenti karena gangguan pada sektor transportasi darat, laut dan udara, sekolah-sekolah libur, ribuan warga terserang ISPA bahkan sampai menelan korban jiwa.Pemerintah mendapat protes keras dari negara tetangga. Tidakkah ini menjadi pertimbangan bagi SBY dalam melindungi ekosistem gambut total?Penerbitan PP Gambut bertolak belakang dengan semangat ratifikasi UU Pengesahan Persetujuan ASEAN tentang Pencemaran Asap Lintas Batas– bermaksud menunjukkan keseriusan dalam penanggulangan asap lintas batas akibat kebakaran hutan dan gambut. Aturan ini juga gagal menjalankan amanat konstitusi dalam menjamin hak setiap warga negara mendapatkan lingkungana hidup sehat dan bersih.Terbitnya PP ini juga hambatan utama bagi pemerintah dalam memimpin upaya pencegahan dan peanggulangan kebakaran hutan dan gambut pada regional ASEAN. Sebab, tidak ada perlindungan total terhadap ekosistem gambut dan merehabilitiasi yang rusak." "Opini: Antara Kebakaran Hutan dan Penerbitan PP Gambut","Mengutip dari Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) dalam policy memo berjudul Menuju Konsensus Defenisi Lahan Gambut Indonesia;“Lahan gambut meyimpan lebih banyak karbon dibandingkan jenis hutan lainnya, dan degradasi lahan gambut menghasilkan emisi berkelanjutan yang lebih besar  dibandingkan emisi dari ekosistem lainnya. Ketika lahan gambut kering, karbon akan terlepas dan emisi akan berlanjut sampai simpanan karbon habis atau rehabilitasi dilakukan”Pada dokumen itu disebutkan, dengan pendekatan business as usual (BAU) gambut akan menjadi sumber emisi terbesar nasional. Bahkan, terus memberikan kontribusi lebih dari 50% profil emisi Indonesia sampai 2030.Mari berpikir. Pembangunan sektor kehutanan dan perkebunan di lahan gambut tak akan menghasilkan keuntungan signifikan, bila pemerintah dan kelompok bisnis mau berhitung jujur nilai kerusakan ekologi. Plus, buntut risiko bencana yang bakal muncul.Seharusnya, SBY melakukan perlindungan total terhadap ekosistem gambut. Namun, SBY gagal. Kini, harapan kepada Presiden terpilih, Joko Widodo, bisa memberikan perlindungan bagi gambut dan lingkungan.Draf RPP Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut [SEP]" "Tuan Guru Hasanain Juaini, Bung Karno dari Timur","[CLS] Bila kita mengunjungi Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada tahun 2010, di sekitar Bandara Internasional Lombok (BIL)  yang waktu itu baru dibuka, dan di sepanjang jalan dari bandara hingga menjelang kota Mataram, terlihat begitu gersang dan hampa karena minimnya jumlah pepohonan. Tidak terlihat sama sekali Lombok sebagai salah satu lumbung padi nasional.Kini kondisinya sangat berbeda.  BIL tak lagi terkesan gersang, dan ribuan pohon juga sudah terlihat membesar di sepanjang jalan menuju kota Mataram yang berjarak sekitar 40 km.Perkembangan penghijauan yang begitu cepat dan massif tersebut  membuat banyak orang penasaran, karena pekerjaan besar ini tentu tak hanya membutuhkan  biaya yang tidak sedikit, akan tetapi juga komitmen lingkungan hidup yang kuat.Ternyata jawabannya bisa ditemukan di sebuah tempat di Lombok Barat, tepatnya di Desa Leubak, sebuah desa yang dekat dengan Pura Narmada.  Dia adalah Tuan Guru (TG) Hasanain Juaini.   Istilah ‘tuan guru’ yang berkembang di kalangan masyarakat Sasak adalah sebutan bagi seorang tokoh agama Islam yang dipandang menguasai berbagai ajaran agama dalam segala aspeknya. Dan sebutan yang disematkan padanya bukan tanpa alasan.TG Hasanain adalah pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Nurul Haramain di Desa Lembuak, Lombok Barat, NTB yang beliau dirikan sejak 18 tahun lalu. Di pesantren yang mengasuh 2500 santri inilah motivasi dan energi besarnya muncul untuk menjadikan pesantrennya sebagai aktor penggerak dalam upaya penghijauan kembali Pulau Lombok. Tiap tahun mereka menanam sekitar tiga juta pohon. Kini namanya harum berkat kegigihannya menghijaukan Pulau Lombok, dan membagikan jutaan bibit pohon secara gratis." "Tuan Guru Hasanain Juaini, Bung Karno dari Timur","Sejak 9 tahun terakhir, Hasanain beserta ribuan santrinya dan didukung oleh masyarakat berhasil menghijaukan kembali 56 hektar lahan gundul di Pulau Lombok dan Sumbawa, termasuk 36 hektar lahan gundul dan gersang yang dia beli pada 2003 yang dia sulap menjadi kawasan konservasi hutan yang dinamai Desa Madani.Selain itu, di pesantrennya dikembangkan pembibitan pohon dengan jumlah yang fantastis setiap tahunnya, yakni sekitar 1 juta hingga 1,5 juta bibit pohon yang semuanya dikerjakan sendiri oleh para santrinya. Seluruh bibit pohon tersebut dibagikan secara gratis kepada siapapun yang ingin menanamnya.Bibit-bibit pohonnya sudah tertanam di berbagai pulau di Indonesia, bahkan hingga Thailand, Malaysia, China dan India.  Bibit pohon jenis jati,  mahoni, albasia, trembesi,  ketapang, tanjung, mimba, gamelina, nangka, mangga, hingga pepaya, cabai, dan semangka, semua dibagikannya gratis kepada siapa saja. Secara periodik dia mengumumkan di media massa bahwa bibit-bibit pohonnya sudah tersedia, dan bisa diambil segera. Bahkan sekali waktu dia membawa ribuan bibit pohon ke tempat hajatan pernikahan dan meminta panitia membagikannya kepada para tamu undangan.Bagi Hasanain, menanam pohon adalah salah satu kewajiban dan tanggung jawab manusia. Apalagi kearifan terhadap lingkungan sudah diatur dalam Quran. “Kita sudah mendapatkan begitu banyak dari alam ini, maka kita harus tanya pada diri seberapa banyak yang kita berikan kepada alam,” ungkapnya.Saat ini, dia berkeinginan untuk menanam ratusan ribu pohon asam di gurun pasir di Mekkah , seperti yang dilakukan Bung Karno yang menanam pohon seluas 225 hektar di padang Arafah (20 km dari pusat kota Mekkah). Baginya, kesadaran masyarakat untuk menanam pohon adalah salah satu rahmat terbesar.Keberhasilannya bukan tanpa tantangan" "Tuan Guru Hasanain Juaini, Bung Karno dari Timur","Saat bertemu dengan tim Mongabay, dia bercerita mengenai betapa sulit menyakinkan warga sekitar tentang nilai ekonomi jika mereka mau melakukan penghijauan. Pemahaman agama, juga kultur Suku Sasak, tidak cukup untuk membuat warga sekitar pesantren mengikuti sarannya. “Saya terpaksa membawa kalkulator ke mana-mana,” kenangnya.Pohon harus membawa manfaat ekonomi langsung bagi masyarakat sekitarnya. Memahamkan masyarakat tentang arti penting pohon takkan bisa diterima masyarakat jika tidak dibarengi ‘iming-iming’ keuntungan ekonomis. Dan tantangannya tak hanya di situ. Bagi warga, gagasannya dianggap tidak masuk akal karena tanah yang akan mereka garap umumnya berpasir, tanpa hara, dengan keberadaan sumber air yang juga langka.Kerja kerasnya meyakinkan masyarakat akhirnya membuahkan hasil.  Masyarakat pun mulai tergerak membantunya menanam ratusan ribu pohon dengan bibit yang disediakan oleh pesantren yang diasuh oleh Hasanain.“Boleh dicek di Google Earth, sebelum dan sesudah penanaman. Kini Lombok jauh lebih hijau” katanya. Ia bosan dengan diskusi-diskusi, dengan teori-teori yang akhirnya berhenti di wacana saja. Selain berhasil membujuk masyarakat untuk aktif menanam pohon, pola keberhasilannya pun direplikasi oleh ratusan pesantren di NTB. Kini 500-an pesantren di Lombok dan Sumbawa telah terlibat langsung dalam gerakan pembibitan dan penanaman, dan puluhan pusat pembibitan pun telah tersebar di berbagai penjuru NTB.“Sekarang warga yang mau menanam bahkan mengambil bibit sendiri ke pusat-pusat pembibitan. Dulu, bibit masih kami antar ke rumah mereka, dan mereka pun harus kami bayar agar mau menanam,” kenang Hasanain sambil tertawa." "Tuan Guru Hasanain Juaini, Bung Karno dari Timur","“Kuncinya di pendekatan. Orang jangan sampai dilarang menebang pohon, karena manusia hidup pada dasarnya kan butuh pohon,” tuturnya. Menurutnya, orang boleh menebang pohon asalkan mau menanam lebih banyak daripada jumlah yang ditebangnya. “Kalau menebang satu, ya tanam 100” lanjut Hasanain.Dia juga setuju hutan lindung tidak boleh diganggu. Kepada masyarakat perlu dijelaskan pohon mana yang boleh ditebang, mana yang tidak boleh. Sebagai contoh ia menyebut pohon asam. Pohon asam sulit untuk ditanam dan membutuhkan waktu lama untuk tumbuh. “Saya ingin agar mereka mencintai pohon asam, agar mereka tidak menebangnya. Selama ini pohon asam banyak ditebangi untuk membakar tembakau,” katanya.Masyarakat kini mulai memanen pohon di lahan dan pekarangannya sendiri, sehingga hutan menjadi aman dari perambahan. Mahoni, jati, jati putih, sengon, ketapang, kenari, dan berbagai tanaman kayu kini pun banyak tumbuh di lahan-lahan warga yang dulunya lahan kosong dan gersang. Puluhan sumber air yang dulu punah kini juga bermunculan lagi, dan beberapa mata air debitnya membesar. Sistem tumpang sari yang dikembangkan kemudian juga memungkinkan masyarakat mendapat hasil dari tanaman-tanaman jangka pendek, bahkan mereka bisa berternak.Meski upayanya sudah berhasil dan mendapat dukungan luas, Hasanain masih terus menanam pohon. Ia masih terlihat mencangkul bersama para santrinya hingga tengah malam. “Kami menanam pohon setiap hari. Tiada hari tanpa menanam. Kalau belum selesai akan terus kami lanjutkan, walau sampai malam hari,” katanya.Bagi Hasanain, manusia diciptakan dengan memegang dua amanah  yakni  memelihara dan melestarikan alam, dan eribadah di atasnya.  “Dua-duanya harus berjalan, tidak bisa salah satu”." "Tuan Guru Hasanain Juaini, Bung Karno dari Timur","Hasanain juga sudah menghitung,  selama hidup, seorang manusia membutuhkan 172 pohon untuk mendukung hidupnya, yang digunakan seperti untuk membuat tempat tidur, lemari, meja, dan sebagainya. Oleh karena itu, setiap orang selayaknya bertanggungjawab menanam setidaknya 172 pohon selama hidupnya.Filosofi yang diikuti kerja kerasnya ternyata  direkam dan diakui oleh Ramon Magsaysay Foundation, yang kemudian menganugerahinya Ramon Magsasay Award tahun 2011, sebuah penghargaan prestisius  yang disebut-sebut sebagai Nobel-nya Asia.  Kini namanya sejajar dengan tokoh-tokoh seperti Abdurrahman Wahid, Mochtar Lubis, atau Pramoedya Ananta Toer, yang juga pernah meraih penghargaan Ramon Magsaysay.  Semuanya adalah tokoh-tokoh yang membawa ide dan inspirasi besar bagi masyarakat luas.  Dan selayaknya, kita juga meniru apa yang telah mereka lakukan. [SEP]" "Lumba-Lumba Bungkuk Tewas Terjaring Nelayan di Perairan Paloh","[CLS] Penangkapan tanpa sengaja (bycatch) terjadi di perairan Paloh, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Kalbar). Kali ini, lumba-lumba bungkuk (Sousa chinensis), tewas akibat terjaring pukat nelayan asal Desa Tanah Hitam. Lumba-lumba berwarna putih itu memiliki berat 100 kilogram dengan panjang sekitar 2,5 meter.Kejadian ini bermula ketika Miraldi, nelayan asal Desa Tanah Hitam, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, dikejutkan dengan makhluk besar berwarna putih tersangkut dijaring yang dipasang Senin (17/2/14). “Biasa, setiap pukul 05.00 pagi saya bersama seorang teman turun ke laut untuk pasang jaring,” katanya di Paloh, Selasa (18/2/14).Selang lima jam, Miraldi kembali ke laut memeriksa jaring yang dipasang pada kedalaman sekitar tiga meter. Kala jaring ditarik, mereka kaget ada lumba-lumba putih tersangkut.Miraldi menceritakan, kondisi lumba-lumba saat diangkat sudah mati. Satwa itu terjerat dan tergulung di dalam jaring hingga sulit dilepaskan. Apalagi dengan ukuran besar menyulitkan pelepasan lumba-lumba dari jaring. “Kami hanya berdua dan ukuran kapal kami kecil hingga memutuskan melepaskan lumba-lumba itu di Pantai Guntung.”Di Pantai Guntung yang tak begitu jauh dari kampung, Miraldi berusaha menurunkan lumba-lumba dari atas kapal yang berukuran panjang enam meter dengan lebar 1,2 meter. “Kami hanya dapat ikan sekitar dua kg. Sudahlah ikan sedikit, jaring kita pun rusak.”Melihat Miraldi mendapatkan lumba-lumba, warga sekitar berdatangan dan meminta. Karena sudah mati, Miraldi membawa pulang dan memberikan kepada warga.Warga sekitar ramai berdatangan baik sekadar melihat lumba-lumba yang tak pernah mereka jumpai atau membawa daging untuk dikonsumsi. Sekitar satu jam daging lumba-lumba putih itu nyaris tak tersisa. “Saya ikhlas memberikan daging lumba-lumba kepada warga. Tidak apa-apa, saya tidak kebagian supaya rezeki saya besok saat melaut menjadi lebih banyak.” Mendekati Kepunahan" "Lumba-Lumba Bungkuk Tewas Terjaring Nelayan di Perairan Paloh","Mendengar kabar lumba-lumba putih tertangkap nelayan, Koordinator Konservasi Spesies Laut–WWF Indonesia, Dwi Suprapti langsung ke lokasi. Saat itu, dia berada di Paloh mendampingi Whale Stranding Indonesia survei bycatch lumba-lumba. Ada pula dua mahasiswi  Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta ke lokasi kejadian.“Di lokasi, saya hanya menemukan sepotong daging berukuran sekitar 20×30 cm. Daging lumba-lumba ini habis dibawa warga sekitar sejam lalu. Saya diperlihatkan video dan foto yang sempat mereka rekam saat proses pendaratan lumba-lumba ke pantai,” ucap Dwi.Berdasarkan video dan foto itu, Dwi bersama Putu Liza, Koordinator Whale Stranding Indonesia mengidentifikasi lumba-lumba ini berjenis Indo-Pacific Humpback Dolphin (Sousa chinensis) atau dalam istilah Indonesia disebut lumba-lumba bungkuk. Mereka menyayangkan, lumba-lumba ini mati menjadi korban bycatch, padahal jenis ini sudah mendekati terancam (near threatened).Berdasarkan hasil penelitian bycatch WWF-Indonesia menunjukkan, lumba-lumba tertangkap di Paloh terbilang cukup tinggi. Ia juga terjadi pada penyu, hiu, dan lumba-lumba khusus pesut porpoise (Neophocaena phocaenoides).Tingginya bycatch itu mendorong WWF-Indonesia menemukan solusi agar mengurangi kematian satwa-satwa itu serta kerugian nelayan akibat jaring rusak melalui ujicoba teknologi lightstick gillnet.“Uji coba ini akan mulai pada April 2014 di Paloh dengan bantuan Lembaga Penelitian Amerika yaitu NOAA. Harapan kami tidak hanya penyu yang dapat terhindar dari bycatch, namun lumba-lumba,” ucap Dwi.Dia menjelaskan, jumlah satwa laut dilindungi yang terakhir tertangkap selama kurun 2012-2013 antara lain: penyu, hiu, dugong, pesut dan burung laut. Hiu tertinggi. Data WWF menyebut 982 hiu tertangkap selama satu tahun, diikuti penyu 287, pesut 10, dugong empat, dan burung laut tiga ekor." "Lumba-Lumba Bungkuk Tewas Terjaring Nelayan di Perairan Paloh","Untuk  penyu, jenis banyak tertangkap penyu sisik sebanyak 95, penyu lekang 92, penyu hijau 66, penyu tempayan 27, penyu pipih enam, dan penyu belimbing satu. “Mencermati data ini, sepertinya hiu  jadi hewan target penangkapan.”Sementara Putu Liza dari Whale Stranding Indonesia menambahkan, kejadian bycatch lumba-lumba di Paloh ini menandakan kegiatan mitigasi perlu di kawasan ini. “Kita tidak tahu persis berapa banyak populasi lokal Sousa chinensis dan Neophocaena phocaenoides yang sering tertangkap tidak sengaja di daerah ini.”Jika tak cepat ditangani, kata Putu, spesies ini makin cepat mendekati kepunahan sebelum bisa dimanfaatkan secara lestari, misal, dengan mengembangkan wisata lumba-lumba lestari.Percepat Paloh Jadi Kawasan KonservasiSyarif Iwan Taruna, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Seksi Pendayagunaan Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Pontianak, , dikonfirmasi Selasa (18/2/14) mengatakan, kaget mendengar berita lumba-lumba putih di Paloh. “Saya kira ini kasus pertama dari sejumlah kasus bycatch yang terjadi seperti penyu, hiu, dan pesut.”Menurut Iwan, langkah-langkah strategis harus dilakukan dengan mempercepat status kawasan pesisir Paloh menjadi Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD). “Kita rutin sudah koordinasi dengan pemerintah daerah sebagai pemegang otoritas kawasan. Harapannya, status Paloh masih berstatus area penggunaan lain segera diubah menjadi KKLD. Jadi, harus amankan dulu kawasan sebelum identifikasi spesies,” katanya.Hermayani Putera, Koordinator Regional Kalimantan WWF-Indonesia juga mendesak pesisir Paloh segera ditetapkan sebagai KKLD. “Saya kira upaya itu tidak berlebihan mengingat kekayaan alam di kawasan itu sangat berlimpah. Di sana padang peneluran penyu.”  “Di laut, sudah lihat betapa banyak satwa langka mati akibat terperangkap jaring nelayan tanpa sengaja. Semua ini musti disikapi bijak demi kelangsungan hidup manusia.” [SEP]" "Luar Biasa! Babat Hutan Lindung Langkat, Dua Perusahaan Sawit Tak Tersentuh Hukum","[CLS] Alih fungsi lahan menjadi perkebunan sawit di kawasan TNGL oleh dua perusahaan yang sudah beroperasi 15 tahun. Parahnya, tak tersentuh hukum! Foto: Ayat S KarokaroKabar mengejutkan datang dari Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL), yang menyebutkan ada pelanggaran UU konservasi dan kehutanan oleh dua perusahaan besar di Sumatera Utara. Parahnya, dalam 15 tahun beroperasi, mereka tak tersentuh hukum!Andi Basyrul, kepala Balai Besar TNGL, kepada Mongabay mengatakan, perusahaan itu adalah Pir ADB dan PJ Bandar Meriah yang beroperasi di hutan lindung TNGL, di Kabupaten Langkat.Dari penyidikan, katanya, perusahaan-perusahaan ini diduga merusak hutan lindung, dan alih fungsi lahan ilegal menjadi perkebunan sawit.ADB dan BM, beroperasi sejak 1998 di kawasan hutan lindung tanpa izin. Hingga kini, dua perusahaan itu sudah merusak hutan selama 15 tahun.Menurut dia, dampak alih fungsi lahan ini, bukan saja hutan rusak, tetapi ekosistem dan habitat satwa terancam. Dari perhitungan balai, kerugian, mencapai ratusan miliar rupiah.Balai TNGL, kata Andi, telah melakukan penyelidikan dan mengukur hutan yang jadi kebun sawit. Hasilnya, sekitar 77 hektar hutan tiap tahun rusak parah di Langkat. Pihaknya, sudah menyerahkan hasil pengukuran lahan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). BPN Sumatera Utara merekomendasikan tidak memberikan izin pengelolaan lahan di hutan TNGL.Namun, dua perusahaan ini sampai sekarang bebas berkeliaran dan terus menebang kawasan TNGL. Operasi gabungan dengan kepolisian dan TNI pernah dilakukan, dan berhasil menangkap otak pelaku bernama Yatno. Anehnya,  dipraperadilkan ke pengadilan, dan majelis hakim memenangkan gugatan tersangka. Pelaku bebas. Sampai saat ini berkeliaran padahal berkas sudah lengkap alias P21." "Luar Biasa! Babat Hutan Lindung Langkat, Dua Perusahaan Sawit Tak Tersentuh Hukum","Selain itu, balai juga menemukan fakta, ada penjahat kehutanan beroperasi individu, memiliki lahan antara 20-32 hektar lebih. Penyidik sudah mendapatkan bukti kuat mengenai pelanggaran pada dua perusahaan itu.Andi mengatakan, luas hutan Sumut, masuk TNGL 213.000 hektar. Tahun 2012, kerusakan sekitar 21.000 hektar. Penyebabnya, alih fungsi menjadi perkebunan sawit. “Kasus ini diproses Polda Sumut. Ada perusahaan sudah satu tahun lebih diproses tetapi berkas tidak lanjut yaitu PJ Bandar Meriah. Kami juga heran mengapa bisa begini.” Kusnadi Oldani, direktur eksekutif Walhi Sumut, menilai, yang bertanggungjawab penuh dalam kasus ini kepala Balai Besar TNGL. Dia pemegang kuasa penuh pengelola kawasan taman nasional.Dia menduga, lambannya proses pada dua perusahaan kebal hukum itu, karena ada unsur kesengajaan. Kuat dugaan, katanya, ada pemain-pemain besar di belakang mereka, hingga perlu ditelusuri lebih jauh. “Apakah para politisi yang berkuasa atau para bintang atau di belakang mereka yang punya pangkat?”Untuk itu, TNGL dan penegak hukum,  harus tegas mengambil sikap agar tidak berlarut.  Selain sanksi hukum formal, harus ada pertanggungjawaban mereboisasi kawasan hutan yang dirusak, dan menutup dua perusahaan itu. “Beberapa kali operasi tetapi tetap saja tidak selesai. Aneh dan menjadi pertanyaan besar.”Sedangkan Saurlin Siagian, pendiri Hutan Rakyat Institut, menyatakan, penebangan hutan dilakukan perusahaan yang memiliki jaringan dengan oknum-oknum tertentu. Hingga aksi membabat hutan bebas dan lancar tanpa hambatan selama belasan tahun.Setiap kehadiran korporasi, pasti ada legitimasi baik pemerintah lokal maupun pusat. “Tidak mungkin pemerintah tidak tahu kehadiran dua perusahaan itu. Setiap izin sudah rahasia umum pasti di belakang ada uang. Jadi, tidak mungkin pemerintah tidak tahu.” [SEP]" "Setahun 50 Satwa Mati, Tim Dephut Investigasi KBS","[CLS] Kementerian Kehutanan menerjunkan tim investigasi ke Kebun Binatang Surabaya (KBS), untuk mencari data dan menyelidiki penyebab kematian singa Afrika jantan berusia 1,5 tahun pada Selasa 7 Januari 2013 lalu.Diungkapkan oleh Kepala Sub Direktorat Penyidikan Wilayah I Kementerian Kehutanan, Hariono, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan memberikan perhatian serius mengenai apa yang terjadi di Kebun Binatang Surabaya.“Kedatangan tim investigasi atas perintah Menteri Kehutanan, yang concern sekali pada peristiwa ini. Tujuan kami memang untuk mengungkap kematian singa Afrika,” kata Hariono di Kebun Binatang Surabaya, Jumat 10 Januari 2013.Keberadaan tim investigasi itu rencananya akan berada di Surabaya selama 3 hari, untuk menggali dan mngungkap fakta dari kematian singa dan satwa lain di Kebun Binatang Surabaya, termasuk persoalan kandang yang dianggap kurang layak.“Tim akan menggali data dan mengumpulkan keterangan mengenai apa yang terjadi di KBS, dan hasilnya belum bisa diungkapkan,” ujar Hariono yang mengaku akan berkoordinasi dengan kepolisian serta pihak terkait.Tim Investigasi Kementerian Kehutanan juga menyempatkan meninjau kandang, tempat singa jantan bernama Michael yang mati tergantung pada kawat seling.“Yang jelas, Kemenhut menaruh perhatian khusus terhadap kematian satwa, tidak hanya di KBS. Beberapa waktu lalu juga ada tim yang diturunkan ke Aceh untuk menyelidiki kematian gajah,” tegas Hariono yang memastikan telah memeriksa pintu kandang dan tali seling yang menjerat leher singa Afrika itu.Aksi Solidaritas Satwa KBSPeristiwa kematian singa jantan koleksi Kebun Binatang Surabaya yang dianggap tidak wajar, menimbulkan reaksi dari Komunitas Budaya Arek Surabaya yang melakukan aksi unjuk rasa di depan Kebun Binatang Surabaya, Jumat 10 Januari 2013.Protes kelompok masyarakat ini mendesak pengelola Kebun Binatang Surabaya untuk menjelaskan penyebab kematian satwa langka itu secara terbuka dan transparan." "Setahun 50 Satwa Mati, Tim Dephut Investigasi KBS","Aksi damai memprotes maraknya kematian satwa di kebun Binatang Surabaya dilakukan dengan orasi sambil membentangkan poster bernada protes, serta memainkan alat musik tabuh.“KBS yang dikelola oleh Perusahaan Daerah Taman Satwa (PDTS) harus bertanggung jawab kepada publik, karena perusahaan tersebut dibiayai oleh uang rakyat,” seru Taufik Monyong selaku Koordinator Aksi. Banyaknya satwa mati yang terus terjadi kata Taufik seperti sebuah agenda rutin yang terencana, sehingga kepolisan harus segera mengusut tuntas kasus ini.“Kejadian ini tidak hanya sekali itu saja, namun seperti agenda rutin yang sudah direncanakan. Jika PTDS tidak mampu mengelola KBS, biar lembaga profesional saja yang mengambil alih, agar satwa dapat hidup sejahtera, dan fungsi konservasi lebih optimal,” ujar seniman Surabaya itu seraya meminta polisi bekerja profesional dan independen mengungkap kasus itu.Komitmen Walikota SurabayaMaraknya pemberitaan dan sorotan masyarakat serta media massa, baik nasional maupun internasional terkait kondisi Kebun Binatang Surabaya, mendapat tanggapan Walikota Surabaya Tri Rismaharini.Risma mengatakan, polemik yang terjadi di Kebun Binatang Surabaya merupakan dampak dari konflik berkepanjangan pada masa lalu, yang mengakibatkan satwa Kebun Binatang Surabaya menjadi korban. Risma mensinyalir ada upaya untuk menjadikan pengelolaan kebun binatang tidak berhasil sehingga dapat beralih fungsi.“Saya yakin ini ada kekuatan yang memang saya juga tidak tahu, tapi cobalah lihat niat tulus kami bahwa kami ingin memperbaiki itu (KBS). Sekali lagi bukan itu keinginan saya atau pribadi atau untuk apa, bukan. Tapi kebun binatang ini adalah kebanggaan warga Surabaya,” terang Risma kepada Mongabay Indonesia, ditemui di kediamannya di jalan Sedap Malam, Surabaya, Jumat (10/1)." "Setahun 50 Satwa Mati, Tim Dephut Investigasi KBS","Risma menegaskan dirinya meyakini kematian singa dengan cara tergantung kawat seling merupakan kematian yang tidak wajar, sehingga semua proses hukum diserahkan ke pihak kepolisian.“Saya sepakat itu tidak wajar. Tidak mungkin orang, kalau pecinta binatang tega membunuh itu, makanya saya minta polisi menyelidiki,” lanjut Walikota perempuan pertama di Surabaya ini.Sedikitnya 50 ekor satwa mati dalam setahun terakhir, termasuk kematian Gnu dan Singa Afrika pada tanggal 6 dan 7 Januari lalu.Langkah perbaikan Kebun Binatang Surabaya dikatakan oleh Risma, telah dilakukan sejak Pemerintah Kota Surabaya melalui Perusahaan Daerah Taman Satwa (PDTS), mengambil alih pengelolaan Kebun Binatang Surabaya sejak 6 bulan yang lalu. Meski demikian, upaya perbaikan tidak dapat berjalan cepat, karena rekomendasi tim audit dari Universitas Airlangga Surabaya baru diterima.“Pembenahan kandang sudah kami lakukan, termasuk perbaikan kualitas pakan. Untuk air juga demikian,” imbuh mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya.Peran dan fungsi vital Kebun Binatang Surabaya lanjut Risma merupakan aset berharga yang harus dipertahankan, sebagai ikon kebanggaan warga kota.“Disitu tempat belajar, kenapa kemudian di Surabaya ini ada beberapa Universitas (ada jurusan) Kedokteran Hewan. Itu bisa tempat untuk belajar, bisa untuk tempat penelitian, bisa untuk tempat rekreasi meski pun sebetulnya sangat murah sekali, kalau dibandingkan yang ada di luar (negeri), nah kemudian bisa untuk ruang terbuka hijau,” jabar Walikota Surabaya.Risma menegaskan bahwa keberadaan Kebun Binatang Surabaya sebagai lahan konservasi satwa dan pelestarian lingkungan, tidak dapat dialihfungsikan untuk kepentingan apapun." "Setahun 50 Satwa Mati, Tim Dephut Investigasi KBS","“Saya atas nama Pemerintah Kota Surabaya sepakat bahwa itu (KBS) harus kembali menjadi kebun binatang kebanggaan warga Surabaya. Jadi saya berharap pak Menteri Kehutanan bisa memberikan ijin ke kami, insyaallah saya akan menjaga amanahnya,” pungkas Tri Rismaharini. [SEP]" "Tolak Reklamasi Teluk Benoa, Mereka akan Bersepeda dari Jakarta ke Bali","[CLS] Desakan pembatalan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 51 tahun 2014 terkait reklamasi di Teluk Benoa di Bali, seluas 700 hektar makin meluas. Sebelum itu, kalangan seniman, juga memberikan dukungan. Mulai Iwan Fals, Sawung Jabo, Glenn Fredly, Happy Salma, Outsider dan Lady Rose (Fanbase Superman Is Dead) seluruh Indonesia dan berbagai kalangan lain.Kini, para pengguna dan pecinta sepeda berencana mengayuh sepeda dari Jakarta ke Bali, guna memberikan dukungan sama. Muslimin Setiawarga dari Jakarta Animal Aid Network (JAAN) dan ketiga rekan awal Mei 2014 bersepeda dari Jakarta ke Yogyakarta mengkampanyekan “Setop Makan Anjing.” Bulan ini, mereka berencana kembali bersepeda Jakarta-Bali mendukung gerakan pembatalan Perpres 51 tahun 2014 dan menolak reklamasi Teluk Benoa.Muslimin kepada Mongabay mengatakan, awalnya diberitahu kawan dari Bali Animal Welfare Association (BAWA) bahwa ada perpres memberikan izin reklamasi Teluk Benoa. “Kami coba mencari tahu terkait dampak reklamasi di internet. Ternyata bisa merusak alam, merusak berhektar-hektar hutan mangrove dan bisa terjadi bencana ekologi. Kami memutuskan mendukung penolakan reklamasi dan mendesak Presiden membatalkan Perpres itu.”Sejauh ini, katanya, ada 120 kali lebih menghubungi mereka di twitter untuk ikut bersepeda dari Jakarta ke Bali. “Kami lagi mengkonsepkan matang kampanye ini. Ketika singgah di beberapa kami bisa aksi membangun simpatik publik,” kata Muslimin.Menurut dia, alasan lain Perpres penting dibatalkan karena Teluk Benoa itu wilayah konservasi. Ketika diubah demi kepentingan investor akan sangat berbahaya.“Kami tidak suka tindakan Presiden lebih mengedepankan pentingan investor dibanding mendengarkan suara masyarakat Bali.”" "Tolak Reklamasi Teluk Benoa, Mereka akan Bersepeda dari Jakarta ke Bali","Ranggawisnu dari Komnas Kesejahteraan Hewan dan BAWA mengatakan, ide ini terbesit dari keberanian Muslimin dan teman-teman kampanye menolak Setop Makan Anjing dari Jakarta ke Yogyakarta. “Lalu saya tawarkan bergabung menolak reklamasi. Ternyata mereka bersedia.”Selama ini, orang tahu dan datang ke Bali untuk wisata. Namun, tidak banyak peduli kondisi nyata bahwa alam Bali dalam ancaman kerusakan.Suriadi Darmoko direktur eksekutif Walhi Bali menyambut baik dukungan ini Bali, katanya tujuan wisata dari berbagai kalangan baik lokal maupun internasional.  Jadi, siapa saja yang merasa memiliki dan sayang Bali, berhak mendukung penyelamatan alam ini.Aksi bersepeda rencana minggu depan. Mereka sedang mendata siapa yang akan terlibat dan di kota mana akan menggalang aksi simpatik mengkampanyekan pembatalan reklamasi di Teluk Benoa ini. [SEP]" "Tebang 2 Pohon Tanaman Sendiri di Hutan Berbuah 5 Bulan Penjara","[CLS] Najamuddin, Warga Tassosso, Desa Gunung Perak, Kecamatan Sinjai Barat, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, tak pernah menyangka berakhir di kursi pesakitan. Gara-gara dia menebang dua pohon yang ditanam sendiri di kawasan yang diklaim pemerintah Sinjai sebagai hutan lindung kini mendapatkan vonis lima bulan. Proses hukum dari kepolisian sampai persidangan pun banyak kejanggalan.Pada persidangan terakhir 16 Januari 2014, Majelis Hakim PN Sinjai mengganjar dengan hukuman lima bulan kurungan, denda Rp1 juta atau diganti kurungan satu bulan. Putusan ini lebih ringan dibanding tuntutan jaksa hukuman 10 bulan denda Rp1 juta subsider dua bulan kurungan. Pasal disangkakan Pasal 78 ayat (5) jo Pasal 50 ayat (3) huruf e UU No.41 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 19 Tahun 2004 tentang Kehutanan.Najamuddin mulai ditahan sejak 6 November 2013, bermula dari aduan Suardi, Polisi Hutan Sinjai. Penangkapan Najamuddin setelah dua kali aduan Suardi ke Polsek setempat.Dore Armansyah, Aktivis Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sulsel, menilai putusan Majelis Hakim ini jauh dari rasa keadilan dan mengabaikan bukti penting dan fakta di lapangan. “Ini sangat tidak fair, Pak Latif, mandor hutan, dan Asdar, yang menebang enam pohon justru tidak diproses. Justru Pak Najamuddin, menebang pohon untuk perbaikan rumah, ditangkap dan dipidanakan,” katanya, Sabtu (25/1/14).Najamuddin mengakui menebang dua pohon setelah izin Latief. Dia bahkan meminjam chain shaw atau gergaji mesin itu dari Asdar, saudara Latif. “Fakta Najamuddin meminjam chainshaw dari Latif yang notabene mandor hutan tidak terungkap dalam tuntutan jaksa. Di situ hanya dikatakan terdakwa menggunakan chainshaw dari orang lain.”" "Tebang 2 Pohon Tanaman Sendiri di Hutan Berbuah 5 Bulan Penjara","Keganjilan lain dari persidangan tak dimasukkan chainshaw sebagai barang bukti di persidangan oleh JPU.“Penyidik Polres Sinjai, tidak menyita dan memasukkan barang bukti alat chainshaw, karena alat milik Asdar. Padahal itu alat bukti memotong kayu,” ucap Arman.Wahyu Siregar, aktivis Gerakan Rakyat Anti Perampasan Tanah, mengatakan, kasus ini bermula ketika Dinas Kehutanan Sinjai ingin membuat pondok kehutanan. Latif, diperintahkan membangun pondok, bersama Asdar.Kedua orang ini menebang enam pohon, meski ternyata hanya diperintahkan menebang satu pohon. Aksi penebangan pohon ini berbuntut panjang. Suardi, Kepala Unit Polisi Kehutanan di Kecamatan Sinjai Barat, melaporkan ke Polsek. Pada April 2013, kedua mandor, Latif dan Asdar diperiksa Polsek Sinjai Barat. Tak diketahui pasti hasil pemeriksaan saat itu.Beberapa bulan kemudian, Suardi memasukkan laporan terkait penebangan pohon di lokasi sama. Saat itu Najamuddin dimintai keterangan dua kali. Pemeriksaan pertama, Najamuddin diminta mengakui penebangan pohon oleh Latif dan Asdar. Pada pemanggilan kedua Nadjamuddin diminta mengakui menebang enam pohon sebelumnya.Pada pemanggilan ketiga, berkas pemeriksaan lengkap, sudah siap dilimpahkan ke Kejaksaan. “Teman-teman dari KontraS menemukan kejanggalan dalam pemeriksaan ini, karena pada pemanggilan ketiga ternyata dia langsung dibawa ke Kejaksaan dan BAP ditandatangani di kejaksaan. Pada saat Najamuddin langsung ditahan,” ucap Wahyu.Terkait proses penyidikan dan persidangan Najamuddin, KontraS Sulawesi, Nasrum, menilai ada banyak pelanggaran aparat Kepolisian, Kejaksaan Sinjai dan PN.Tak hanya terabaikan sejumlah fakta keterlibatan mandor hutan dan tidak dimasukkan sejumlah alat bukti penting di persidangan, kepolisian juga mengabaikan hak terdakwa mendapatkan bantuan hukum, saksi dan ahli, dalam penyidikan." "Tebang 2 Pohon Tanaman Sendiri di Hutan Berbuah 5 Bulan Penjara","Menurut Nasrum, selama pemeriksaan di Polres Sinjai, Najamuddin tidak pernah diberitahukan hak-hak hukum sebagai tersangka. Bahkan penyidik menyerahkan berkas perkara dan tersangka tanpa barang bukti. BAP ditandatangani setelah di kantor Kejari Sinjai.  “Ini menandakan penyidik melanggar proses pemeriksaan.”KontraS mengeluarkan sejumlah rekomendasi terkait kasus ini, antara lain mendesak kepada Polda Sulsel dan Barat mengawasi ketat kepada aparat penyidik maupun penyidik pembantu Polres Sinjai yang dinilai tak profesional dan melanggar KUHAP serta instrumen hukum lain.KontraS mendesak kepada Kapolres Sinjai menindak tegas penyidik itu. Kepala Kejaksaan Tinggi Sulsel dan Barat mengawasi ketat JPU Kejari Sinjai, yang menangani kasus Najamuddin.Najamuddin, sebenarnya menebang kayu yang dia tanam sendiri. Kisah ini berawal pada 2000, sekitar 170 warga Dusun Tasosso memutuskan berkebun di daerah  itu. Pada 2003, masuk program GNRHL, dan mengusir seluruh warga yang berkebun di daerah itu.Berbeda dengan warga lain, Najamuddin memutuskan bertahan, karena saat itu tak lagi memiliki lahan yang bisa digarap. Najamuddin meminta kepada Kehutanan agar tetap diizinkan tetap berkebun sambil menjaga hutan. Izin diberikan. Najamuddin mulai menanam poho. Sejak 2003-2013,  dia telah menanam sekitar 500 pohon. Dua dari ratusan pohon ini dia tebang dan harus berakhir di penjara.Warga Terusir, Hutan buat TambangMenurut Arman, kriminalisasi Najamuddin memperpanjang masa suram warga yang hidup di sekitar hutan. Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2012 yang menegaskan hutan adat bukan hutan negara, tidak cukup ampuh mengembalikan hak-hak masyarakat adat. “Najamuddin menebang dua pohon itu termasuk kawasan adat yang diklaim pemerintah sebagai hutan lindung.”" "Tebang 2 Pohon Tanaman Sendiri di Hutan Berbuah 5 Bulan Penjara","Arman juga menilai kriminalisasi terhadap Najamuddin masih terkait dengan kasus-kasus sebelumnya, seperti kriminalisasi terhadap 11 warga Bonto Katute, dan Kepala Desa Sautanre, Kecamatan Sinjai Tengah, dengan tuduhan perambahan hutan lindung.Kasus terakhir, akhir November 2013, ketika sejumlah polhut menebang dan mencabuti pohon dan bibit cengkeh warga di kawasan sekitar 50 hektar di Dusun Bondu, Desa Arabika, Sinjai Barat. Lahan itu diklaim pemda sebagai hutan lindung. Bagi warga itu sebagai tanah warisan.Kasus ini sempat aksi kejar-kejaran antara warga dengan polhut, sekitar 100-an warga mengejar polhut yang berpatroli dan merusak kebun cengkeh bahkan mengencingi.“Ini saya pikir usaha sistematis dari pemda meneror warga demi memperlancar terbangun kawasan tambang PT Galena Enery di daerah ini,” kata Arman.Hal sama dikatakan Wahyu. Menurut dia, Kemenhut mengambil alih lahan warga berdalih hutan lindung, perusahaan hanya perlu berurusan dengan Kemenhut ketika ingin membuka tambang. Perusahaan,  tak perlu berhadapan dengan warga. “Jika Kemenhut benar-benar ingin melindungi hutan, dalam kasus Bonto Katute, mengapa Dinas Kehutanan justru memberikan izin kepada pertambangan seluas 24. 830 hektar?”Juru Bicara Front Gertak Sinjai, Iwan Setiawan, pesimis berbagai konflik di Sinjai bisa berakhir selama tindakan agresif, termasuk masih dilakukan pemda. Dia berharap, upaya dialog masih dikedepankan demi menghindari benturan makin keras antara pemerintah dan masyarakat. [SEP]" "Singapura Ajak Negara Tetangga Tangani Perusahaan Pembakar Lahan dan Penyebab Asap Lintas Negara","[CLS] Peran komunitas bisnis multinasional sangat penting untuk mengedepankan etika berbisnis yang memiliki visi berkelanjutan bagi lingkungan dan kehidupan masyarakat di Asia Tenggara Asap hasil kebakaran hutan dan lahan dari pesisir timur Sumatera yang terjadi di tahun 2013 yang lalu merupakan bencana asap (transboundary haze) terburuk yang pernah terjadi di negeri Singa sejak 16 tahun yang lalu.  Perekonomian dan kegiatan warga pun terganggu, bahkan pemerintah sempat melarang warga untuk beraktivitas di luar rumah karena kualitas udara yang amat buruk.Cara-cara konvensional ternyata tidak dapat lagi diandalkan, terobosan terakhir yang ditempuh oleh pemerintah Singapura adalah dengan memberlakukan Undang-Undang yang akan mampu menjangkau kejahatan lintas negara.  Sebagai contoh perusahaan-perusahan Singapura yang terbukti melakukan kejahatan korporasi di negara-negara tetangga, semisal perkebunan sawit maupun hutan tanaman industri yang melakukan pembakaran lahan gambut, dapat dijerat hukum dan diadili di Singapura.  Termasuk didalamnya memberikan hukuman bagi perusahaan-perusahaan dalam bidang perkebunan, HTI dan pulp and paper yang terbukti membakar lahan di Indonesia.Berbicara di depan Forum Singapore Dialogue on Sustainable World Resource di Singapura (20/05/2014) Menteri Lingkungan dan Sumberdaya Air Singapura Dr. Vivian Balakrishnan tanpa basa basi menunjuk akar penyebab kebakaran lahan dan hutan yang menimbulkan asap di Sumatera adalah faktor dorongan ekonomi yaitu motif mencari keuntungan.  Ia mendesak agar perusahaan-perusahaan bertindak dengan cara yang cermat, menjaga kelangsungan ekosistem dan masyarakat dan tidak hanya berorientasi kepada keuntungan." "Singapura Ajak Negara Tetangga Tangani Perusahaan Pembakar Lahan dan Penyebab Asap Lintas Negara","Di satu sisi menurutnya ketergantungan kehidupan manusia terhadap sawit dan olahannya tidak bisa lagi dilepaskan, satu-satunya dengan  cara adalah memastikan bahwa line product yang dihasilkan harus berpedoman kepada kepastian sumber pasokan yang transparan dan dapat dilacak (traceable).Dengan semangat regulasi ini, tidak ada kata lain bagi pemerintah Singapura kecuali dengan cara mendorong kerjasama regional di antara para pemerintah di ASEAN untuk mencegah timbulnya aktivitas perusahaan-perusahaan nakal tersebut.Ia menyadari bahwa persoalan kebakaran lahan dan asap merupakan hal yang kompleks di Indonesia.  “Saya telah bertemu dengan pemerintah Indonesia di Jakarta, mereka memahami niat kami, dan membuka pintu untuk kerjasama yang lebih erat kedepannya.”  Ia pun membantah inisiatif ini akan terhambat oleh kebijakan tradisional yang  dianut  negara-negara ASEAN yaitu kebijakan non intervensi masing-masing negara.  Balakrishnan mengklaim bahwa ajakan Singapura memiliki korelasi dengan visi Green Economic Development yang digagas oleh Presiden SBY.Menurutnya, ia telah mengajak pihak Indonesia untuk bekerjasama menyediakan data-data yang tidak dapat dibantahkan untuk digunakan di peradilan Singapura.  Ia berharap data seperti peta dan data satelit mampu untuk menunjukkan bukti tentang adanya kejahatan korporasi yang menimbulkan dampak kebakaran asap." "Singapura Ajak Negara Tetangga Tangani Perusahaan Pembakar Lahan dan Penyebab Asap Lintas Negara","Ketika ditanya tentang motif di balik pernyataan yang disampaikannya, Balakrishnan menolak bahwa Singapura bertindak hanya dalam konteks untuk melindungi kepentingan nasionalnya sendiri. “Kami melakukan ini bukan untuk kepentingan Singapura sendiri.  Kami memikirkan keberlanjutan kehidupan masyarakat di Asia Tenggara.  Tidak ada artinya membandingkan kerugian yang dialami oleh Singapura dengan derita yang dirasakan oleh masyarakat lokal yang setiap tahunnya dilanda bencana asap seperti terjadi di propinsi Riau, Indonesia,” ujarnya.Sebagai hub finansial di Asia Tenggara, Singapura memainkan peran yang vital dalam lalulintas transaksi keuangan sekaligus menjadi kantor pusat maupun perwakilan regional dari perusahaan-perusahaan multinasional, termasuk yang bergerak dalam sektor kehutanan dan perkebunan seperti APRIL dan Wilmar.Salutary Effect, Bisnis Harus Berani Keluar dari Zona NyamanHarish Manwani, Chief Operating Officer Unilever, menyatakan kehadiran perusahaan seharusnya memiliki visi lintas generasi dan visi lingkungan berkelanjutan.  Adalah salah besar, jika keberadaan perusahaan adalah untuk mencari keuntungan saja.“Sesuatu yang berguna untuk masyarakat, pasti baik untuk perusahaan.  Nanti masyarakat sendiri yang akan menilai suatu perusahaan apakah ia baik atau tidak.  Dengan cara-cara demikian perusahaan akan memperoleh apa yang kami sebut dengan “salutary effect” dari publik. Dengan demikian bisnis dapat berkembang dan berkelanjutan,”  ujar Manwani kepada Mongabay Indonesia.Sebagai perusahaan yang menghasilkan produk yang dikonsumsi langsung oleh masyarakat, ia mencontohkan apa yang dilakukan oleh Unilever, “Coba anda bayangkan berapa kali orang mencuci baju setiap tahunnya di seluruh dunia,  untuk itu kami berinovasi dengan mengurangi kandungan CO2 dari produk detergen kami.  Cukup simpel, tetapi hasilnya dirasakan oleh planet,” ujarnya." "Singapura Ajak Negara Tetangga Tangani Perusahaan Pembakar Lahan dan Penyebab Asap Lintas Negara","Ketika Mongabay Indonesia bertanya bagaimana kebijakan Unilever yang terkait pasokan bahan baku yang berasal dari sawit, Manwani menyebutkan Unilever telah memiliki standard yang dapat melacak ke sumbernya.  Menurutnya, Unilever hanya menerima pasokan bahan baku melalui rantai produksi yang dapat dipertanggungjawabkan.Hal sama dilakukan oleh Cargill Tropical Palm (CTP) Holding, salah satu anak perusahan Cargill. Chief Executive Officer CTP, John Hartman menyatakan perusahaannya telah sejak awal menginisiasi dan menyetujui syarat-syarat yang dirumuskan di dalam Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO) dalam rangka  menentukan kriteria dan indikator pengelolaan sawit yang berkelanjutan.Menurutnya, saat ini Cargill memiliki 40.000 hektar lahan sawit di Sumatera Selatan dan Kalimantan Barat, dan mempekerjakan sekitar 10.000 tenaga kerja setempat dan sekitar 14.000 orang petani setempat.  Di sisi lain, Cargill juga sempat menolak untuk membuka lahan gambut di Sumatera untuk perluasan perkebunan sawit mereka.Jeremy Goon, Head of Corporate Social Responsibility dari Wilmar International, sebuah kelompok perusahan pemasok sawit terbesar di dunia, menyatakan banyak versi kelestarian beserta indikatornya yang dapat digunakan oleh perusahaan.Goon tidak memungkiri masih banyak hal yang belum diatur di dalam RSPO.  Salah satunya adalah prinsip High Carbon Stock (HCS), yaitu melindungi wilayah-wilayah di area konsesi sawit yang berpotensi sebagai penyimpan cadangan karbon. Menurutnya apa yang telah dilakukan oleh perusahaan untuk melindungi kawasan HCS adalah murni keswadayaan (voluntary), tanpa satupun regulasi pemerintah yang bersifat mandatori untuk melakukan itu semua hingga sekarang.  Menurutnya Wilmar terus berkomitmen untuk mengidentifikasikan lokasi-lokasi HCS di area konsesi mereka." "Singapura Ajak Negara Tetangga Tangani Perusahaan Pembakar Lahan dan Penyebab Asap Lintas Negara","Ketika ditanya oleh Mongabay Indonesia tentang komplain sejumlah LSM lingkungan di Indonesia, ia pun membantah kabar bahwa anak perusahaan Wilmar telah mengkonversi lahan konservasi yang merupakan habitat bekantan yang berada di konsesi Wilmar di Kalimantan.  Menurutnya lahan tersebut tidak lagi dapat disebut sebagai High Conservation Value Forest (HCVF) karena sebelumnya telah mengalami pembukaan dan perambahan untuk pertanian.Hal serupa juga dilontarkan oleh Chairman group APRIL Bey Soo Khiang, yang menepis jika perusahaannya, yang merupakan salah satu perusahaan penghasil pulp and paper terbesar di dunia, merupakan sumber pelaku kebakaran di propinsi Riau.  Menurutnya titik-titik api yang terjadi di Riau lebih banyak terjadi di luar konsesi daripada di dalam konsesi perusahaan.Menurutnya pembakaran lahan banyak dilakukan oleh para penyerobot lahan dan oleh masyarakat sekitar kawasan konsesi. Bahkan ia menyatakan perambahan di TN Tesso Nillo yang merupakan habitat gajah lebih parah dibandingkan yang terjadi di area konsesinya.Soo Khiang menambahkan upaya APRIL untuk melindungi daerah Semenanjung Kampar di Riau yang merupakan area gambut dalam dan habitat harimau sumatera.  Menurutnya, APRIL akan bekerjasama dengan LSM Flora Fauna International (FFI) untuk mewujudkan “Kampar Ring”, area di dalam konsesi APRIL yang akan dibentuk menjadi kawasan Hutan Restorasi Ekosistem.Di sisi lain, perwakilan dari Greenpeace Asia Tenggara, Bustar Maitar menyoroti tentang adanya perilaku perusahaan yang sekedar mencari untung dan tidak memperhatikan efek jangka panjang dari pengelolaan lingkungan berkelanjutan. “Kami dari Greenpeace tidak anti dengan perusahaan, tetapi kami melakukan kampanye anti deforestasi.  Kami menuntut tidak ada lagi deforestasi dan proteksi sepenuhnya terhadap lahan-lahan gambut yang ada,” tuturnya tegas." "Singapura Ajak Negara Tetangga Tangani Perusahaan Pembakar Lahan dan Penyebab Asap Lintas Negara","Bustar pun menyebutkan bahwa membakar lahan merupakan tradisi berladang asli para petani di Asia Tenggara.  Ia menyoroti bahwa sebelum masuknya perusahaan multi nasional dengan konsesi raksasanya, di pesisir timur Sumatera tidak pernah persoalan dengan kabut asap.  Baru setelah terjadi pemberian konsesi bagi perusahaan sawit dan HTI isu kebakaran dan asap menjadi topik tahunan yang selalu dibicarakan para pejabat tinggi lintas negara.“Perusahaan bermain dengan oknum aparat di pemerintahan yang korup dalam memperoleh ijin konsesi.  Perusahaan mengkonversi lahan gambut yang pada prakteknya adalah memunculkan titik-titik api lahan yang rawan terbakar seperti di area gambut dalam,” demikian papar Bustar.Terkait dengan moratorium penebangan hutan yang berlaku di Indonesia, Bustar menyebutkan moratorium tidaklah berlaku mundur terhadap ijin yang sebelumnya telah diberikan oleh pemerintah kepada pelaku usaha.  Moratorium hutan, yang saat ini telah masuk tahun ketiga, hanya berlaku untuk ijin yang belum ditetapkan oleh pemerintah.Menjawab klaim pengelolaan hutan yang dilakukan oleh APRIL, Ia pun menggarisbawahi bahwa Greenpeace belum melihat adanya cerita sukses yang dapat dipertunjukkan terhadap pengelolaan gambut di Riau yang dilakukan oleh perusahaan besar tersebut.Persoalannya ada di Implementasi Tata Kelola Lahan di IndonesiaAgus Purnomo dari Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) dan Staf Khusus Presiden untuk Perubahan iklim mengakui bahwa persoalan birokrasi di Indonesia merupakan penghalang utama pelaksanaan pengelolaan tata kelola lahan yang berkelanjutan." "Singapura Ajak Negara Tetangga Tangani Perusahaan Pembakar Lahan dan Penyebab Asap Lintas Negara","“Tugas dan wewenang terbagi menjadi departemen sektoral, misalnya kehutanan, pertanian dan perkebunan, pembangunan infrastruktur dan keuangan” ujarnya.  Menurutnya, masing-masing sektor ini cenderung untuk bekerja sesuai dengan bidang spesifikasinya masing-masing, saling tidak berkoordinasi dan tidak melihat solusi jangka panjang.  Masing-masing sektor baru akan bereaksi jika sudah terdapat masalah yang terjadi.“Koordinasi antar sektor juga masih lemah, termasuk dikarenakan meningkatnya otoritas yang dimiliki oleh daerah lewat kebijakan otonomi daerah,” tambah Agus.Dalam penjelasannya, Agus Purnomo menyebutkan isu tata kelola lahan dan pencegahan asap dan kebakaran lahan tidak saja melulu berhubungan dengan perusahaan-perusahaan perkebunan dan kehutanan, tetapi juga dengan area yang dimiliki oleh masyarakat dan usaha kecil.“Jika kita bicara tentang lahan perkebunan sawit, faktanya dari sekitar 9,2 juta hektar lahan perkebunan sawit yang ada di Indonesia, 4 juta hektarnya dimiliki oleh masyarakat dan usaha kecil.”  Menurutnya jalan panjang masih diperlukan untuk membangun suatu kekuatan politis yang mampu untuk mengelola, mengawasi dan memberikan kepastian penegakan hukum bagi seluruh para pihak.Meskipun telah memulai program One Map Policy, yaitu upaya untuk mensinergismekan seluruh peta-peta yang ada di berbagai kementerian, namun kenyataannya proses ini belum sampai tahap implementasi maksimal.  Masalah ini kemudian menimbulkan perbedaan persepsi dan cara pandang terhadap batas-batas kawasan konsesi dengan kawasan-kawasan yang diperuntukan untuk pemukiman, konservasi dan aktivitas kehidupan lain." "Singapura Ajak Negara Tetangga Tangani Perusahaan Pembakar Lahan dan Penyebab Asap Lintas Negara","Sesuai dengan aturan Indonesia, pembukaan lahan dengan cara membakar sebenarnya sudah dilarang oleh pemerintah. Namun demikian, pemerintah hingga saat ini masih kesulitan untuk menuntaskan kasus-kasus pembakaran lahan baik yang dilakukan oleh perusahaan maupun oleh masyarakat yang membuka ladang dengan cara membakar.  Kebakaran di lahan gambut masih terjadi dan selalu berulang setiap tahunnya.  Kebakaran lahan gambut di tahun 2014 dinyatakan lebih buruk daripada tahun sebelumnya. [SEP]" "Setahun Lebih Buron, Perambah Suaka Margasatwa Karang Gading Ditangkap","[CLS] Satpol Airud, Sumatera Utara, menangkap A Majid(58), yang diduga merambah kawasan konservasi, Suaka Margasatwa Karang Gading/Langkat Timur Laut (KG/LTL) di Kabupaten Langkat, setalah setahun buron. Majid, warga Desa Secanggang, Kecamatan Secanggang, Langkat, diamankan di kediamannya.AKBP Dwi Asmoro, Kapolres Langkat, Senin (29/9/14), membenarkan penangkapan itu. Dia menjelaskan, penangkapan setelah mendapatkan informasi masyarakat bahwa Majid telah kembali ke rumah.  Polisi langsung menuju lokasi dan menangkap tersangka yang sempat melawan.Penyidik menetapkan daftar pencarian orang (DPO) pada Januari 2013. Ketika akan ditangkap, Majid melawan dan berhasil melarikan diri. Baru, setelah setahun buron, berhasil diamankan.“Awal September 2014, kita amankan. Langsung ditahan di Polres Langkat untuk proses lebih lanjut, ” kata Asmoro.Polisi mengamankan satu eskavator dari lokasi. Barang bukti ini diduga untuk merusak hutan konservasi itu. Penyidikan, katanya,  oleh Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (BBKSDA) Stabat. “Tersangka disidik lebih lanjut. Polres Langkat akan membantu mencari siapa lagi yang teribat.”Herbert Aritonang, kepala seksi Konservasi Wilayah II Stabat, BBKSDA Sumut, menyatakan, setelah berhasil ditangkap, mereka kembali melanjutkan penyidikan. Meski tersangka melarikan diri, namun berkas tetap berjalan. Dari hasil gelar perkara, berkas Majid sudah siap ke Kejaksaan Tinggi Sumut.Dalam penyidikan ini, tersangka merambah hutan konservasi di SM Karang Gading seluas 800 meter persegi. Lahan itu, buat membuka tambak ikan dan udang.Awalnya, Majid mengajukan izin kepada BBKSDA Sumut agar mengukur dan memetakan lokasi lahan tambak itu. Setelah pengukuran menggunakan GPS, ternyata masuk SM Karang Gading. Balaipun membuat surat keterangan area itu, dilarang ada aktivitas yang merusak hutan." "Setahun Lebih Buron, Perambah Suaka Margasatwa Karang Gading Ditangkap","“Tersangka mengabaikan, dan tetap membayar orang mengerjakan lahan. Ada tiga kali kita pemanggilan. Dari panggilan pertama hingga ketiga, tidak ditanggapi. Saat akan diamankan, menghilang.” Pelimpahan berkas Majid, katanya, ke Kejaksaan Tinggi Sumut pada Rabu (24/9/14).Chandra Purnama, kepala seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Sumut, membenarkan pelimpahan berkas perkara perambahan hutan SM Karang Gading ini.Menurut dia, setelah pemeriksaan berkas sudah lengkap atau P21.“Tinggal melimpahkan berkas ke pengadilan untuk proses hukum lanjut.”  Majid terancam UU Kehutanan, UU Konservasi Sumberdaya Hayati dan Ekosistemnya.Data BBKSDA, kerusakan hutan SM Karang Gading mencapai 5.688 hektar dari luas 15.965 hektar. Penyebabnya,  kata Herbert, alih fungsi lahan menjadi perkebunan sawit dan tambak.  “Ancaman kematian spesies cukup tinggi. Itu sebabnya kita memberikan pengarahan dan pemberitahuan kepada masyarakat agar tidak merambah hutan.”Sedangkan Majid membantah merambah hutan. Menurut dia, bersama masyarakat, sudah lama  beraktivitas di lahan yang dikelola bertahun-tahun. Ketika menjadi tersangka, Majid menolak. “Saya tidak melarikan diri. Nanti di persidangan saya lakukan pembelaan. Saya tidak bersalah.” [SEP]" "Berharap Usulan 18 Hutan Nagari dari KKN Tematik","[CLS] Pagi itu, Selasa (26/8/14), sebanyak 54 muda mudi berkumpul di kediaman Gubernur Sumatera Barat. Mereka adalah mahasiswa Kehutanan dari Universitas Muhammadiyah, Sumbar, saat pelepasan KKN tematik pengelolaan hutan berbasis masyarakat (PHBM).  Dari KKN ini, diharapkan bisa menghasilkan 18 usulan hutan nagari.Hari itu, hadir antara lain, Gubernur Sumbar, Irwan Prayetno; Kadis Kehutanan Sumbar, Hendri Octavia; Kepala Badan Pengelola REDD+, Heru Prasetyo dan Yuzardi Ma’ad, Wakil Rektor III, Universitas Muhammdiyah serta para bupati.Khairani Dinl Haq mahasiswa semester V Fakultas Kehutanan mengatakan, sebelum turun ke lapangan mereka diberi perbekalan. “Kita dibekali apa hutan nagari itu. Lalu, gimana kita bersosialisasi dengan masyarakat. Karena yang kita hadapi kan masyarakat langsung,” katanya.Selain itu, mahasiswa juga diajarkan bagaimana mengusulkan hutan nagari. Tentu, katanya, sesampai di wilayah KKN mereka harus mengenal dan tahu kondisi masyarakat di sana. “Pedekate dulu dengan tokoh-tokoh  masyarakat di sana sebelum mengenalkan hutan nagari.” Pada KKN ini dia ditempatkan di Nagari Sei Lundang, Kabupaten Selatan.Hendri Octavia, kepada Dinas Kehutanan Sumbar mengatakan, ada 54 orang ditempatkan di 18 nagari, di delapan kabupaten dan kota, antara lain Padang,  Padang Pariaman, dan Pasaman. “Kami harapkan outputnya, terusulkan 18 hutan nagari,” katanya di Padang, hari itu.Dia mengatakan, usulan hutan nagari nanti tak sekadar membuat permohonan, tetapi diawali sosialisasi. “Berikan pengertian apa itu hutan nagari, membuat pra kondisi kelembagaan, membuat aturan-aturan hutan nagari apabila hutan nagari berjalan, dan lain-lain. Bahkan, sampai, mau diapakan hutan nagari baik secara ekonomi maupun ekologi.”" "Berharap Usulan 18 Hutan Nagari dari KKN Tematik","Dari usulan KKN tematik ini, katanya, Pemerintah Sumbar  menargetkan 500.000 hektar hutan baik di kawasan hutan lindung, produksi, hutan produksi konversi (HPK) menjadi hutan nagari. “Artinya, kita berikan pengelolaan kepada masyarakat. Jadi itu unit-unit kecil dalam memberdayakan dan bekerja sama dengan masyarakat,” ujar dia.Dia mengatakan, hutan nagari perlu dibentuk di berbagai wilayah demi menjaga kelestarian hutan. Mengapa? Sebab, kawasan hutan di Sumbar luas akan sulit terjangkau jika hanya dijaga pemerintah.Dinas Kehutanan, katanya,  diberi tanggung jawab mengelola hutan di Sumbar agar lestari dan sesuai daya dukung dan fungsi. Untuk itu, perlu memperkecil ruang gerak pengelolaan maupun pengawasan.“Maka, kita bekerja dama dengan unit nagari, dengan kelompok masyarakat untuk kelola satu hamparan hutan tertentu.”Lewat hutan nagari, mereka akan melakukan perencanaan, pemanfaatan, pemeliharaan sampai penataan dalam satu kawasan agar pemanfaatan hutan tetap sesuai kapasitas dan daya dukung. “Salah satu kita bekerja sama dengan nagari, itu disebut hutan nagari. Di tingkat nasional disebut hutan desa.”Menurut dia, Dinas Kehutanan akan memberikan pembinaan atau pendampingan, monitoring dan evaluasi terhadap pengelolaan kawasan hutan itu.“Gimana hutan dimanfaatkan, bukan untuk dilihat-lihat saja. Ada manfaat ekonomi, ekologi, sosial dan budaya di sebuah hutan. Maka buat hutan nagari.”Program ini, kata Hendri, merupakan rencana aksi provinsi dalam mengurangi emisi gas rumah kaca.Hendri mengatakan, di Sumbar, hutan nagari yang mendapatkan surat keputusan dari Menteri Kehutanan ada dua unit, yang sudah ditetapkan areal kerja sebanyak tujuh lokasi, antara lain di Padang Pariaman dengan total areal sekitar 18.000 hektar." "Berharap Usulan 18 Hutan Nagari dari KKN Tematik","Irwan Prayetno, Gubernur Sumbar berharap, mahasiswa Kehutanan jadi tulang punggung dalam menjaga hutan. “KKN ini sebenarnya tak hanya demi Indonesia, juga dunia. Karena Indonesia paru-paru dunia,” katanya.Menurut dia, menjaga hutan sangat penting demi menjaga keseimbangan alam. “Ketika sistem ini diputus oleh ulah manusia, maka akan menciptakan masalah berentet.”Kerusakan hutan Sumbar terlihat dari tipe tutupan lahan. Data Kementerian Kehutanan, tutupan lahan di Sumbar didominasi kelompok non hutan, mencapai 55,24% dari luas wilayah. Hanya 13,79% masih bertutupan baik berupa hutan primer.Provinsi ini sebagian besar penduduk bertani atau budidaya aneka tanaman, seperti padi, jagung, kopi, kakao, karet, sampai sawit. Komoditas tanaman pangan paling utama di daerah ini, salah satu jagung, dengan sentra di Kabupaten Pasaman Barat. Luas tanaman jagung di Sumbar, mencapai 43.370 hektar.Dari Buku SLHD Sumbar 2011, disebutkan, di provinsi ini, ada 152 perusahaan pertambangan skala besar dan menengah, 64 pertambangan batubara, 19 tahap eksplorasi, dan 45 perusahaan sudah operasi produksi. Sisanya, mineral logam, batu kapur, silika, clay dan non logam lain. Total luasan lahan yang dibuka pada 2011, 10.527, 6 hektar, dengan total produksi hingga Oktober 2011, sebesar 9.386.581 ton per tahun.Adapun luas bukaan lahan terbesar batu bara 7.510,08 hektar, terutama di Sawahlunto, Pesisir Selatan, Sijunjung dan Dharmasraya. Meskipun begitu, hasil tambang terbesar dari batu kapur 6.444.585 ton per tahun oleh PT Semen Padang.Heru Prasetyo, kepala BP REDD+ mengatakan, pesan terkandung dari KKN tematik yang mengusung PHBM ini, bagaimana mengelola hutan dengan baik hingga mengurangi tekanan atau kerusakan." "Berharap Usulan 18 Hutan Nagari dari KKN Tematik","“Hutan dimanfaatkan tetapi ekologi yang baik tetap bisa dirasakan. Jangan sampai jadi padang pasir macam di Maluku.” Di Maluku, ada pulau-pulau dieksploitasi hingga ‘botak.’ Atau macam pengembangan sawit yang menggerakkan perekonomian tetapi tidak menjaga kelestarian hutan. “KKN ini diharapkan bisa jadi inspirator, sekaligus peserta terinspirasi. Ini proses pembelajaran yang luar biasa.”Nur Masripatin, Deputi Tata Kelola dan Hubungan Kelembagaan BP REDD+ mengungkapkan, KKN tematik seperti di Padang yang fokus hutan nagari ini salah satu program REDD+. Kegiatan di masing-masing daerah bisa berbeda tergantung problem yang dihadapi, seperti di Riau, karena masalah kebakaran hutan dan lahan, maka kegiatan fokus ke sana.Menurut dia, program ini tak hanya melibatkan mahasiwa juga staf pengajar, yang dijabarkan dalam ke program universitas. “Ada terkait pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Ini dijalankan melalui network perguruan tinggi.Melalui berbagai kegiatan ini, katanya,  BP REDD+ ingin menyampaikan pesan-pesan lingkungan terutama terkait kehutanan.Untuk membangun itu semua, BP REDD+ sudah bekerja sama dengan jaringan universitas di seluruh Indonesia. Ada di level nasional  juga di tujuh region, yakni, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua dan Bali-Nusa Tenggara. [SEP]" "Menanti Komisi Pengawas Reklamasi dan Pasca-Tambang Daerah Pertama di Indonesia","[CLS] Pemerintah Kalimantan Timur pada 2013 lalu telah mengeluarkan peraturan daerah tentang reklamasi dan pasca-tambang. Kini, masyarakat menantikan dibentuknya komisi pengawas reklamasi dan pasca-tambang sebagaimana yang diamanatkan perda tersebut.Awalnya, sebuah penelitian dilakukan Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) pada tahun lalu dengan judul “Potret Reklamasi dan Pasca Tambang Indonesia.”Dyah Paramita, peneliti (ICEL), pada pertengahan 2013 lalu menuturkan, aktivitas pertambangan batubara di Kalimantan Timur telah menyebabkan sekitar 1,4 juta hektar lahan menjadi terbuka. Sekitar 839 ribu hektar belum direklamasi. “Artinya proses reklamasi belum berhasil,” katanya.Dijelaskan Dyah, pengabaian atau kegagalan menjalankan reklamasi dan pasca-tambang berakibat buruk terhadap lingkungan. Ujungnya, berdampak negatif pada masyarakat serta pemborosan uang negara guna mengatasinya. Koordinasi dan perhatian pemerintah pun minim guna memastikan pelaku usaha memenuhi reklamasi dan pasca-tambang.Hasil penelitian tersebut dibenarkan Carolus Tuah, Koordinator Pokja 30 Samarinda, yang terlibat dalam penelitian tersebut. Menurutnya, banyak lokasi tambang terbuka berupa lubang raksasa berdiameter ratusan meter dengan kedalaman lebih dari seratus meter. “Saat hujan, lubang tersebut berisi air dan membentuk kolam raksasa. Ini menimbulkan penyakit, pencemaran, dan kerusakan lingkungan serta membahayakan masyarakat sekitar,” kata Carolus.Dyah pun mendesak pemerintah segera memperbaiki persoalan tersebut. “Jika dibiarkan terus, 5-10 tahun ke depan pemerintah justru akan direpotkan dengan persoalan reklamasi dan pasca-tambang. Bahkan, dana reklamasi dan pasca- tambang terpaksa diambil dari APBD atau APBN, padahal itu kewajiban pelaku usaha,” katanya.Lahirnya perda reklamasi dan pasca-tambang" "Menanti Komisi Pengawas Reklamasi dan Pasca-Tambang Daerah Pertama di Indonesia","Desakan tersebut mendapat respon dari DPRD Kalimantan Timur. Mereka pun mewujudkannya dalam sebuah peraturan daerah mengenai Reklamasi dan Paskatambang No 8. Perda ini disahkan dalam sidang paripurna ke XXVIII, Kamis (07/11/2013).“Tidak perlu orang pintar untuk mengetahui bahwa proses reklamasi pertambangan di daerah ini belum berhasil,” kata Andi Harun, anggota Komisi III DPRD Kalimantan Timur periode 2009 – 2014, yang juga ketua pansus Ranperda Reklamasi dan Pasca-Tambang Kalimantan Timur.“Salah satu persoalannya, banyaknya  izin tambang yang dikeluarkan pemerintah daerah dan pusat. Namun, hal itu tidak diimbangi dengan kemampuan pendataan dan pengawasan yang baik sehingga pemda kesulitan melakukan kontrol,” katanya.Menanti Komisi Pengawas Reklamasi dan Pasca-tambang DaerahSalah satu amanat Perda No 8 Tahun 2013 adalah pembentukan Komisi Pengawas Reklamasi dan Pasca-tambang Daerah. Dalam perda itu, Komisi Pengawas Reklamasi dan Pasca-tambang harus terbentuk minimal enam bulan setelah perda disahkan.Setelah kurang lebih satu tahun perda disahkan, Komisi Pengawas Reklamasi dan Pasca-tambang belum juga terbentuk.Sementara, Peraturan Gubernur Kalimantan Timur tentang Komisi Pengawas Reklamasi dan Pasca-tambang kini tengah digodok. “Bulan November ini rancangan akan diserahkan kepada Gubernur untuk dikaji dan Pergub itu akan diterbitkan paling lambat awal 2015”, kata Muhammad Nasir, anggota tim penyusun pergub yang juga penggiat LSM Prakarsa Borneo.Menurut Nasir, jika Komisi Pengawas Reklamasi dan Pasca-tambang Daerah terbentuk, ini yang pertama di Indonesia. Karena sebelumnya, tidak ada di daerah lain. Dia pun memberikan jaminan komisi yang terbentuk itu merupakan tim yang independen sehingga tidak bisa diintervensi pihak lain." "Menanti Komisi Pengawas Reklamasi dan Pasca-Tambang Daerah Pertama di Indonesia","Komisi ini terdiri tujuh orang. Mereka akan menjabat selama dua tahun dan hanya boleh menjabat selama dua periode. Tugas utama komisi ini melaksanakan pengawasan terhadap seluruh kegiatan reklamasi dan pasca-tambang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pertanggugjawaban. Misalnya memverifikasi pengawasan dokumen, investigasi, maupun pelaporan jika ditemukan indikasi pidana.“Jadi selain karena amanat Perda, pembentukan komisi ini juga dilatari atas sedikitnya jumlah  inspektur tambang di Kalimantan Timur. Jumlah perusahaan tambang mencapai 1.223 perusahaan sementara inspektur hanya 18 orang,” kata Nasir.Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio [SEP]" "Pilkada Tak Langsung, Berikut Prediksi Dampak bagi Lingkungan dan Masyarakat Adat","[CLS] Sidang paripurna DPR RI pada 25 September 2014 menghasilkan UU pemilihan kepala daerah tak lagi langsung oleh rakyat, tetapi kembali ke era lama, lewat DPRD. Kondisi politik pun makin panas kala Koalisi Merah Putih yang didukung Gerinda cs—yang menguasai kursi di parlemen–tampak berupaya melemahkan posisi Presiden terpilih Joko Widodo. Apakah situasi ini bakal berpengaruh pada kondisi lingkungan dan masyarakat adat di Indonesia ke depan?Abdon Nababan, sekretaris jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mengatakan, pemilihan kepala daerah oleh DPRD kemungkinan menutup perbaikan kualitas demokrasi di Indonesia. “Demokrasi menjadi sangat elit, mahal, dan tertutup. Para aktivis miskin walaupun populer di mata pemilih atau rakyat sulit terpilih. Pemilu juga akan dipenuhi korupsi luar biasa,” katanya kepada Mongabay, baru-baru ini.Dengan pemilihan via DPRD ini, katanya, akan menyuburkan praktik perselingkuhan penguasa-pengusaha,  antara politisi partai politik dengan para pengusaha dan pemilik modal. Keadaan ini, kata Abdon, akan mengorbankan lingkungan hidup. Pengeluaran izin-izin pun berpotensi meningkat dan merampas hak-hak masyarakat adat. Kondisi lingkungan dan masyarakat adat,  bisa menjadi lebih buruk lagi.Bagi Abdon, perubahan pilkada langsung menjadi lewat DPRD merupakan pelecehan bagi kedaulatan rakyat. “Bukan karena pilkada lewat DPRD tidak demokratis. Namun, inti demokrasi itu kalau bisa langsung mengapa harus diwakilkan? Selama ini,  sudah bisa buktikan pilpres dan pilkada langsung aman dan damai. Taka da alasan mengubahnya.” Kalaupun biaya menjadi alasan, kata Abon, tentu bisa diatasi dengan perbaikan terhadap penyelenggaraan pemilihan hingga makin makin efisien." "Pilkada Tak Langsung, Berikut Prediksi Dampak bagi Lingkungan dan Masyarakat Adat","Dia menyarankan, dengan kondisi politik seperti ini, Jokowi-JK harus menjaga jarak dengan partai-partai politik, baik dari Koalisi Merah Putih (Gerindra cs)  maupun Koalisi Indonesia Hebat (PDIP cs). Mengapa? “Dia harus total memperkuat barisan rakyat melalui organisasi-organisasi rakyat yang saat pemilu memenangkan mereka berdua.”Dalam pemilihan figur-figur menteri, katanya, Jokowi-JK, sebaiknya memilih atas pertimbangan kapasitas, baik keahlian dan pengalaman pada bidang tertentu.Tak jauh beda dikatakan Longgena Ginting, kepala Greenpeace di Indonesia. Dia memprediksi dengan pemilu daerah lewat DPRD, politik uang dan politik dagang sapi akan makin meningkat.Konsekuensinya, praktik korupsi bisa menjadi lebih subur dan berdampak pada keputusan politik yang diambil pemerintah daerah. Mereka,  tidak lagi mempertimbangkan kepentingan rakyat atau perlindungan pribadi tetapi kepentingan pribadi dan kelompok tertentu.“Kepala daerah dipilih DPRD tidak akan akuntabel kepada publik, dan kepentingan publik termasuk lingkungan hidup bersih dan sehat tidak akan menjadi kepentingan utama.”Longgena mengatakan, masalah lingkungan tak terlepas dari politik, bahkan hasil sistem politik di sebuah negara. Jadi, baik buruk kebijakan lingkungan berasal dari parlemen dan kepemimpinan di pemerintahan.Dengan begitu, katanya, kecenderungan relasi dan energi politik yang berkembang antara parlemen dengan pemerintah Jokowi saat ini, mau tak mau mempengaruhi kebijakan lingkungan dan pengelolaan sumberdaya alam ke depan. “Bisa saja, apapun dilakukan pemerintah Jokowi termasuk kebijakan pengelolaan lingkungan berpeluang besar dibatalkan parlemen.”Dia mencontohkan, program-program lingkungan Jokowi yang tertuang dalam Nawa Cita seperti kedaulatan pangan, kedaulatan energi, pemberantasan ilegal logging bisa tidak mendapat endorsement parlemen." "Pilkada Tak Langsung, Berikut Prediksi Dampak bagi Lingkungan dan Masyarakat Adat","Kondisi ini, kata Longgena,  bisa mengakibatkan pemerintah sulit menjalankan program-program kerja. Untuk itu, ujar dia, menjadi krusial sekali Jokowi mendapatkan dukungan warga dan masyarakat sipil hingga kekuatan politik bisa memperoleh legitimasi kuat dari rakyat.Situasi politik saat ini, katanya, tak mustahil memaksa Jokowi kompromi dengan mereka guna mendapat dukungan politik. “Jokowi bisa jadi terpaksa mengakomodasi orang dari partai politik untuk duduk di pos-pos kementerian.”  Menurut dia, sebenarnya sah-sah saja asalkan orang itu memiliki keahlian. “Pada saat menjabat posisi menteri, mereka harus melapaskan jabatan parpol. Ketika menjalankan tugas tidak lagi mewakili kepentingan partai, namun pembantu Presiden,” ujar dia. [SEP]" "Angka Deforestasi Belinda, Kajian Ilmiah Bermuatan Politis","[CLS] Artikel ini adalah opini dari penulis. Artikel ini telah mendapat tanggapan dari para penulis penelitian ini.Hutan Indonesia kembali menjadi perbincangan, setelah hasil penelitian Belinda Margono dan Matthew Hansen dkk dipublikasikan dalam jurnal online ilmiah Nature Climate Change edisi 29 Juni 2014 berjudul “Primary forest cover loss in Indonesia over 2000-2012”. Penelitian itu menyebutkan hilangnya hutan alam primer tropika di Indonesia masih terus berlangsung dan merupakan kehilangan hutan primer tercepat di dunia. Luasan hutan primer yang hilang selama periode penelitian ini setara dengan setengah dari luas pulau Jawa.Mencermati studi yang dilakukan oleh Belinda dkk, terdapat beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian ekstra, yaitu penyederhanaan definisi hutan yang menggunakan global algorithm dan pengkajian keberhasilan moratorium di area yang jauh lebih besar dari daerah yang dimoratoriumkan. Penyertaan hutan sekunder dan area penggunaan lain (APL) dalam pengkajian moratorium tersebut terkesan lebih bermuatan politis untuk sebuah penelitian yang seharusnya ilmiah dan teknis pemetaan.Penelitian deforestasi yang dilakukan Belinda dan Hansen memasukkan  hutan sekunder (hutan yang sudah pernah dibalak/logging) dan APL (area penggunaan lain) pada tahun 2000 sebagai hutan primer. Hal ini dinyatakan secara eksplisit oleh Belinda dkk dalam publikasi mereka." "Angka Deforestasi Belinda, Kajian Ilmiah Bermuatan Politis","Sebagaimana dapat di lihat dalam gambar di atas, penelitian Belinda dan Hansen menggunakan perhitungan global gross forest loss (perubahan tutupan hutan global secara bruto) sebagai dasar untuk mendefinisikan berkurangnya hutan primer di Indonesia sejak tahun 2000 sampai 2012. Definisi ini menyatakan bahwa semua lahan dengan ketinggian pohon 5 meter dan belum dibuka secara menyeluruh atau ditanami kembali sebagai kelompok hutan alam. Definisi ini membatasi penelitian pada besaran perubahan tutupan lahan saja dan tidak mengidentifikasi peruntukan lahan yang mengalami perubahan sejak tahun 2000 tersebut.Definisi hutan alam yang digunakan untuk mengolah data citra satelit diatur dengan coverage threshold (tutupan lahan minimum) sebesar 30 % dan tinggi pohon lebih dari 5 meter sebagai dasar penentuan lahan hutan primer. Definisi tersebut memberikan keterbatasan dalam mengidentifikasi aneka ragam kondisi hutan dan lahan, sehingga semua lahan yang sudah diberikan izin dan/atau telah menjadi hutan yang terdegradasi atau kritis tetap dihitung dan dikategorikan sebagai hutan alam primer yang secara teoritis harus dilindungi sebagai hutan konservasi dan hutan lindung. Dengan definisi hutan primer yang memasukkan hutan sekunder, Belinda dkk secara implisit menyalahkan pemanfaatan hutan sekunder, baik itu untuk pengembangan hutan tanaman industri maupun untuk kepentingan penggunaan oleh masyarakat sekitar, termasuk oleh masyarakat adat.Penelitian ini sebenarnya menggelikan karena pada dasarnya jenis hutan di dunia ini beragam, mulai dari hutan tropis, hutan subtropis, sampai dengan sabana. Sedangkan Belinda dkk menggunakan definisi hutan global (global algorithm) yang terbukti tidak cocok untuk menganalisa keanekaragaman kondisi hutan tropis Indonesia." "Angka Deforestasi Belinda, Kajian Ilmiah Bermuatan Politis","Tentunya dengan definisi yang seperti ini, angka deforestasi yang didapatkan menjadi berbeda dengan angka dan kecenderungan dari tahun ke tahun yang selama ini dijadikan acuan dalam berbagai publikasi mengenai deforestasi di Indonesia, baik oleh pemerintah (Kementerian Kehutanan) maupun oleh LSM, lembaga penelitian internasional dan lembaga ilmiah lainnya.Pihak GIZ misalnya, menggunakan metode / rumus yang digunakan oleh Belinda dan Hansen pada peta kehutanan yang mereka gunakan di proyek FORCLIME di Kabupaten Berau dan Kapuas Hulu. Dengan rumus atau algorithm pengolahan data yang berbeda, terbukti penelitian Belinda memasukkan seluruh kawasan Berau dan Kapuas Hulu sebagai hutan primer, sementara dengan menaikkan threshold dari 30% menjadi 80% diperoleh peta citra satelit yang lebih akurat dan halus, yang dapat membedakan antara hutan alami yang primer dengan hutan yang pernah diolah manusia (sekunder) atau yang relatif sudah rusak di lokasi yang sama. Dengan threshold yang lebih tinggi, keberadaan perizinan / konsesi hutan di kawasan tersebut dapat mudah terlihat dari penurunan kualitas hutan yang semula primer menjadi sekunder. Dari kajian GIZ tersebut ditemukan perbedaan yang signifikan dalam luasan hutan primer yaitu 80,677 ha (Belinda dkk) dengan 24,713 ha (GIZ) di Kapuas Hulu dan 81, 630 ha (Belinda dkk) dengan 46,880 ha (GIZ) di Berau." "Angka Deforestasi Belinda, Kajian Ilmiah Bermuatan Politis","Penelitian Belinda dan Hansen menjadi terlihat sangat  menyederhanakan kondisi hutan dan perhitungan deforestasi, dengan hanya memperhitungkan selisih luasan hutan tiap tahun dalam rentang waktu sejak tahun 2000 sampai 2012. Mereka secara sengaja tidak memperhitungkan perubahan pemanfaatan yang berlangsung dalam kurun waktu 12 tahun tersebut, seperti perubahan tata ruang, tata guna lahan, alih fungsi lahan dan peruntukannya. Karena sesungguhnya begitu pada sebuah kawasan hutan diberikan izin untuk dikonversi menjadi kebun atau lahan pertanian, atau diubah statusnya menjadi Hutan Rakyat atau Hutan Tanaman Rakyat, maka dengan diterbitkannya izin-izin itu seharusnya dilakukan pencatatan terhadap hilangnya atau potensi hilangnya hutan primer di dalam perizinan kebun tersebut.  Ketika sisa hutan di kawasan kebun yang dikuasai oleh perusahaan maupun masyarakat diperhitungkan sebagai hutan primer, maka penelitian yang seharusnya mencerahkan ini justru menimbulkan kebingungan.Pilihan rentang waktu penelitian dari 2000 sampai 2012 juga memperkuat kesan politis dari penelitian ini, karena apabila Belinda dkk ingin mendapatkan angka deforestasi yang lebih akurat, seharusnya penelitian tersebut dilakukan pada rentang waktu yang lebih panjang ke masa silam, yaitu sejak tahun 1990 misalnya.  Sehingga dinamika naik turunnya deforestasi terekam dengan baik, termasuk melonjaknya kerusakan hutan sehingga mencapai lebih dari 3 juta hektar dalam satu tahun di masa transisi dari Orde Baru ke Era Reformasi. Hal yang juga perlu dijelaskan adalah grafik kecenderungan deforestasi hasil penelitian Belinda dkk menunjukkan garis linear yang meningkat dari 200.000 hektar di tahun 2001 menjadi sekitar 800.000 hektar di tahun 2012, sangat berbeda berbagai kajian lain yang menunjukkan fluktuasi angka deforestasi (terjadi kenaikan dan penurunan) pada rentang waktu yang sama." "Angka Deforestasi Belinda, Kajian Ilmiah Bermuatan Politis","Hal ketiga yang mengesankan muatan politis dalam penelitian Belinda dan Hansen adalah kesimpulan mengenai kebijakan moratorium hutan primer dan lahan gambut yang dianggap tidak berhasil mencapai sasarannya (quote: Although Indonesia recently implemented an implicit deforestation moratorium, beginning in May 2011, it seems that the moratorium has not had its intended effect1). Kesimpulan ini adalah kesimpulan gegabah yang tidak didasarkan pada analisa yang baik.Konsentrasi penelitian yang hanya difokuskan pada besaran perubahan tutupan hutan se-Indonesia menyebabkan Belinda dan Hansen tidak melakukan analisa kawasan yang dimoratorium secara khusus.Semua lahan yang terlihat seperti kawasan hutan pada threshold sebesar 30% dijadikan dasar untuk mengevaluasi kebijakan moratorium. Semua hutan di Indonesia, baik itu hutan yang sudah terdegradasi maupun yang termasuk dalam konsesi perkebunan dan hutan rakyat, dimasukan dalam algoritma perhitungan perubahan peruntukkan lahan tersebut. Seharusnya, untuk menilai keefektifan kebijakan moratorium, dilakukan analisa perubahan tutupan hutan di kawasan yang dimoratorium, yang bisa dengan mudah dilakukan bila Peta Indikatif Penundaan Izin baru (PIPIB) digunakan sebagai salah satu dasar perhitungan.Dengan tidak digunakannya PIPIB dalam lingkup penelitian tersebut maka kesimpulan mengenai moratorium menjadi kesimpulan yang sarat muatan politis. Hal ini terbukti dengan terbitnya editorial dan artikel yang menuduh kegagalan moratorium dan meminta pencabutan kebijakan moratorium perizinan baru diatas hutan primer dan lahan gambut seluas 63 juta hektar. Bila penelitian dijadikan acuan untuk membatalkan kebijakan moratorium oleh pemerintahan baru Indonesia yang akan mulai bekerja akhir bulan Oktober 2014 nanti, tidaklah mengherankan bila laju deforestasi di kawasan hutan primer di masa depan akan lebih tinggi dari sekedar 800 ribu hektar per tahun." "Angka Deforestasi Belinda, Kajian Ilmiah Bermuatan Politis","Alih-alih mengusulkan pelestarian hutan, artikel Belinda dkk memberikan argumen untuk membatalkan kebijakan moratorium yang membuka peluang diterbitkannya izin-izin pemanfaatan hutan di 63 juta hektar hutan primer dan lahan gambut yang masih baik. Dengan berbagai keterbatasannya, kebijakan moratorium kehutanan yang diberlakukan Presiden SBY telah menekan laju deforestasi dan nafsu mengobral izin pemanfaatan hutan di lingkup pemerintah daerah. Semua perizinan di dalam kawasan moratorium yang diterbitkan Pemerintah Daerah dalam tiga tahun terakhir menjadi izin-izin yang secara yuridis bermasalah dan harus dibatalkan. Sehingga keinginan para pemangku kepentingan untuk memanfaatkan kawasan hutan diarahkan pada kawasan hutan sekunder atau hutan yang sudah rusak, baik untuk ditingkatkan produktifitasnya maupun untuk direstorasi.Bagaikan pemburu yang ingin menangkap harimau tetapi kemudian mengejar kawanan gajah, penelitian yang ingin menyimpulkan kegagalan kebijakan moratorium ini, menyamarkan data kerusakan hutan yang primer dengan hutan yang rusak (sekunder), dan mencampur-adukan aneka hutan yang berada jauh di luar kawasan moratorium dengan hutan primer di dalam kawasan moratorium.Disamping nuansa politis dan ketidakakuratan data yang digunakan, hal yang juga mengganggu dalam penelitian ini adalah kerangka pikir para peneliti yang pada dasarnya ingin menyatakan bahwa ‘semua lahan hutan yang tersisa harus diselamatkan dan dikonservasi atau dilindungi’. Pola pikir ini secara konfrontatif menegasikan berbagai kepentingan pemanfaatan hutan, termasuk hak  masyarakat sekitar hutan (masyarakat adat maupun penduduk) untuk dapat beraktifitas di hutan penyangga kehidupan mereka. Pemikiran ala kolonialisme jadul (jaman dulu) inilah yang sesungguhnya menghambat upaya melestarikan hutan yang tersisa." "Angka Deforestasi Belinda, Kajian Ilmiah Bermuatan Politis","Tantangan ke depan adalah melakukan optimalisasi hutan sekunder dan APL untuk kesejahteraan masyarakat sehingga terhindar konversi atau pembalakan di hutan alam primer. Seperti halnya sumber daya energi, hutan sebagai sumber daya alam, perlu dikelola dengan menyeimbangkan tujuan Konservasi dengan tujuan Pemanfaatan sebagai dua hal yang berjalan seiring dan saling memperkuat.======================================Tulisan ini telah mendapat respon dari para peneliti yang terlibat dalam riset ilmiah ini.  Berikut adalah tanggapannya terhadap artikel ini.Penelitian mengukur hilangnya hutan primer di Indonesia kami lakukan dalam rentang waktu tahunan, dan dalam pelaksanaanya didasarkan pada proses metodologi yang selalu berkembang dan terus ditingkatkan lewat peer-review dan publikasi akademik. Karya ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang akurat dan transparan atas hilangnya hutan primer yang akhirnya dapat memperkuat kapasitas pemantauan hutan di Indonesia.Saya dan semua rekan-rekan peneliti dapat memastikan bahwa penelitian ini didasarkan pada metode ilmiah tanpa dipengaruhi oleh agenda politik apapun. Tanggal publikasi tidak dipilih bertepatan dengan proses Pemilu yang saat ini dilakukan di Indonesia, tetapi lebih kepada proses peer-review dari Jurnal Nature Climate Change; dalam kertas kerja kami dapat dilihat tanggal asli pengajuan pekerjaan kami kepada Nature Climate Change yaitu Desember 2013 (tahun lalu).Kami menggunakan metode pemetaan penginderaan jarak jauh untuk mempelajari tutupan hutan (forest cover), bukan penggunaan lahan hutan (forest land use), satu konsep yang oleh penulis artikel ini, Agus Purnomo dirancukan dalam kritiknya. Kami telah sangat hati-hati mendefinisikan kategori tutupan lahan hutan primer, memetakan kehilangannya pada tahun 2000-2012, serta telah membuat data tersebut tersedia bagi siapa pun yang tertarik meneliti hasil penelitian kami." "Angka Deforestasi Belinda, Kajian Ilmiah Bermuatan Politis","Kami tidak mengajukan argumen pro atau kontra terkait kesesuaian penggunaan hutan primer yang ada di Indonesia. Kami hanya menyajikan kuantifikasi kerugian yang terjadi dari waktu ke waktu, dan menyarankan antara lain studi lebih lanjut tentang efektivitas moratorium dalam mengurangi deforestasi. Kami sekarang bekerja pada topik ini dan akan menyerahkannya lewat sebuah proses peninjauan-ketat ketika ini diselesaikan.Sayangnya substantif kerancuan dapat timbul dari ketidaktersediaan kumpulan data ilmiah yang dapat diperiksa dan tersedia untuk umum. Contoh terbaik dari kerancuan ini menyangkut hutan sekunder, yang dalam penelitian kami terdiri dari “hutan alam yang menunjukkan hadirnya tanda-tanda aktivitas manusia, secara khusus pembalakan (logging); hutan sekunder tidak memasukkan pertumbuhan sekunder dari hutan yang sebelumnya pernah dibersihkan (cleared forest).”Penulis artikel ini, Purnomo mengabaikan definisi ini, yang diambil dari Kementerian Kehutanan, yang mana dirancukan dengan perkebunan dan penggunaan lahan kehutanan lainnya. Dalam kerancuan ini, tidak ada cara lain untuk memahami penelitian kami. Ini adalah titik penting. Sesuai dengan definisi yang dikeluarkan Kementerian Kehutanan, sekali hutan primer dibalak, selanjutnya ia disebut sebagai hutan sekunder. Jika hutan sekunder selanjutnya dibersihkan dan dikonversi menjadi penggunaan lahan lain, maka tidak akan pernah ada pembukaan hutan primer. Dalam penelitian yang dilakukan, kami menutup celah ini. Penelitian kami memberi gambaran perubahan dari hutan primer utuh (primary intact), kepada bentuk terdegradasi (degradated) hingga pembersihan (cleared) hutan yang terjadi di Indonesia. Cara terbaik untuk mengatasi ketidaksepakatan pandangan ini adalah melalui pengiriman dan perbandingan set data spasial dan data waktu spesifik (temporally explicit data), dan tidak melalui argumen ad hoc secara personal." "Angka Deforestasi Belinda, Kajian Ilmiah Bermuatan Politis","Mengingat pengalaman kami yang luas dalam bekerja dengan basis data satelit observasi bumi, untuk melakukan pemetaan hutan dan perubahannya dari waktu ke waktu, kami sangat percaya diri dengan hasil yang kami peroleh. Kritik dalam konteks yang kurang tepat dan tidak dalam obyektivitas ilmiah tidak menciptakan wawasan baru atau pemahaman lebih lanjut dari masalah yang penting ini. (Belinda A Margono, Matthew Hansen dan co-authors) [SEP]" "Presiden Baru Diminta Konsolidasikan Kewenangan Kementerian Pengelola Sumber Daya Alam. Kenapa?","[CLS] Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla pemenang pilpres 2014. Meski, pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa tengah mengajukan gugatan terhadap penetapan pemenang pilpres ke Mahkamah Konstitusi, pasangan Jokowi-Jusuf Kalla sedang bersiap untuk membentuk kabinetnya.Dengan membentuk tim transisi, Jokowi-JK tengah menggodok dan menerima masukan tentang nama-nama yang akan dicalonkan jadi menteri. Untuk memberi wacana dan masukan terhadap pembentukan kabinet tersebut,  Indonesia Climate Change Center (ICCC) mengadakan dialog bertema “Sains Bicara Indonesia Masa Depan dan Tata Kelolanya” yang membicarakan mengenai arsitektur kabinet baru, yang berlangsung di Kantor Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI), Jakarta pada Kamis kemarin (14/08/2014).Staf Khusus Presiden Bidang Perubahan Iklim, Agus Purnomo dalam acara tersebut mengatakan semua pihak punya concern yang sama agar Presiden Terpilih membentuk kabinet yang efektif dan efisien untuk menjalankan amanat pembangunan.“Kita punya common concern. Kita berharap kabinet ke depan lebih efektif dalam bekerja. Hal itu hanya bisa dilakukan dengan mengkonsolidasikan kewenangan, “ kata Agus Purnomo yang lebih akrab dipanggil Pungki.Dia menjelaskan selama hampir 50 tahun, jumlah kementerian dan lembaga pemerintah terus bertambah, dan makin bertambah ketika desentralisasi atau otonomi daerah diberlakukan. Desentralisasi kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah kabupaten dan kotamadya menimbulkan fragmentasi kewenangan (otoritas) yang tersebar di 40 kementerian dan ratusan lembaga non kementerian, termasuk lebih dari 550 pemerintah daerah." "Presiden Baru Diminta Konsolidasikan Kewenangan Kementerian Pengelola Sumber Daya Alam. Kenapa?","“Dengan bertambahnya UU dan peraturan pelaksanaannya, banyak upaya strategis tersandera oleh centang perentang kewenangan dan adanya konflik di antara aturan-aturan yang berlaku, termasuk ‘kebingungan interpretasi aturan’ oleh aparat birokrasi yang seringkali dilatarbelakangi oleh kongkalikong dengan kekuatan ekonomi pasar,” katanya. Gemuknya postur kabinet, membuat keputusan dan kebijakan strategis pemerintah akan sulit diimplementasikan.Kementerian saat ini mencapai 39, dimana 34 merupakan kementerian portfolio dan 5 merupakan kementerian non portofolio (menteri koordinator dan menteri negara). Jumlah 34 kementerian portofolio ini adalah jumlah maksimal yang ditentukan Undang-Undang dan telah diterapkan semenjak tiga kabinet terakhir di era setelah reformasi.  Adapun lembaga negara yang dimiliki Indonesia mencapai 28 Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) dan 129 Lembaga Non Struktural (LNS).Oleh karena itu, postur kabinet harus dirampingkan dengan melakukan konsolidasi kewenangan untuk menjamin pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan, terutama terkait isu lingkungan hidup dan perubahan iklim. Pungki menjelaskan konsolidasi kewenangan ini bertujuan untuk (a) meningkatkan efektivitas pengelolaan sumber daya alam, (b) penyempurnaan koordinasi penataan ruang, (c) pelestarian lingkungan dan (d) penanganan perubahan iklim.Kabinet yang efektif itu, kata Pungki, hanya bisa dilakukan dengan merombak struktur kabinet menjadi lebih ramping dengan mengkonsolidasikan kewenangan kementerian yang tugas dan fungsi pokoknya serumpun, misalnya kewenangan pada sektor pengelolaan sumber daya alam." "Presiden Baru Diminta Konsolidasikan Kewenangan Kementerian Pengelola Sumber Daya Alam. Kenapa?","Dia menjelaskan posisi wakil menteri perlu tetap ada untuk membantu kerja seorang menteri bila terjadi perampingan kabinet. Wakil menteri bisa dirangkap jabatan dengan kepala badan,misalnya wakil menteri kesehatan merupakan Kepala Badan POM. “Ini akan menghemat anggaran negara, tidak ada biaya anggaran tambahan.  Dan akan sinergi yang lebih kuat di dalam kementerian itu,” katanya.Permasalahan Tata Ruang dan Konservasi Alam Kekacauan penataan ruang telah mengakibatkan kerusakan lingkungan dan konflik horisontal di banyak kawasan hutan. Ruang (lahan) di Indonesia terbagi ke dalam kawasan hutan, seluas 109 juta hektar, yang dikelola Kementerian Kehutanan, lalu kawasan yang bukan hutan (Area Penggunaan Lain), seluas 80-an juta hektar dikelola oleh ratusan Kabupaten, Walikota dan  Propinsi, dengan sertifikasi penguasaan lahan oleh BPN. Lebih dari separuh kawasan APL dikelola oleh swasta (perusahaan dan perorangan), BUMN, TNI dan Polri, dalam berbagai  bentuk pemanfataan (budi daya).Meskipun Tata Ruang Indonesia dibagi kedalam beberapa tingkat, mulai dari Tata Ruang Nasional, Propinsi dan Kabupaten, akan tetapi perizinan pemanfaatannya terkotak-kotak di sejumlah kementerian dan ratusan pemerintah daerah,  sehingga pembangunan di Indonesia terhambat oleh proses perizinan yang bertele-tele, kolutif dan tidak transparan.Untuk melakukan konsolidasi kewenangan penataan ruang, Direktorat Jenderal Tata Ruang Kementerian Pekerjaan Umum, Badan Planologi Kementerian Kehutanan, Deputi Bidang Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup, Badan Pertanahan Nasional, Badan Koordinasi Tata Ruang, dan beberapa unit eselon dua Bappenas, perlu digabung menjadi sebuah Kementerian baru yang memiliki kewenangan menata ruang dari awal proses sampai terbitnya sertifikat untuk berbagai jenis konsesi dan kepemilikan lahan." "Presiden Baru Diminta Konsolidasikan Kewenangan Kementerian Pengelola Sumber Daya Alam. Kenapa?","Kementerian Pelestarian  Lingkungan, Tata Ruang dan Perubahan Iklim akan melakukan integrasi vertikal semua proses  penataan ruang dari tingkat nasional sampai ke lapangan.Konsolidasi kewenangan tata ruang dibawah satu atap ini akan memudahkan penyelesaian sengketa penguasaan lahan, mempercepat pelaksanaan reformasi agraria, rehabilitasi lahan kritis, membuka peluang pembiayaan pelestarian lingkungan, mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.Selain itu, konsolidasi ini akan mempercepat proses perizinan dan menekan biaya pengadaan lahan pembangunan PLT Panas Bumi, perluasan bandara dan pelabuhan, jaringan listrik, perlintasan kereta api dan jalan raya.Pelestarian lingkungan perlu digabung dengan penataan ruang sehingga tejadi check and balances antara keinginan pemanfaatan sumber daya alam dengan kebutuhan pelestarian lingkungan atau pewujudan pembangunan berkelanjutan.Direktorat Jenderal PHKA Kementerian Kehutanan, Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan unit konservasi di Kementerian Kelautan dan Perikanan, Deputi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Bappenas digabung kedalam Kementerian baru yang bertugas melakukan Pelestarian Lingkungan, Tata Ruang dan Perubahan Iklim.Konsolidasi penugasan konservasi alam ini akan meningkatkan efektifitas pemerintah dalam menjaga keanekaragaman hayati dan keberlanjutan sumber air bersih sebagai penopang kehidupan 245 juta jiwa penduduk Indonesia. Alokasi pemanfaatan ruang yang tepat dapat diberlakukan dengan mempertimbangkan kerusakan lingkungan yang sudah terjadi dan kemampuan alam mendukung kegiatan pemanfaatan / budi daya di permukaannya." "Presiden Baru Diminta Konsolidasikan Kewenangan Kementerian Pengelola Sumber Daya Alam. Kenapa?","Menteri Pelestarian Lingkungan, Tata Ruang dan Perubahan Iklim dengan tiga wakil menteri yaitu Wamen Pelestarian Air dan Keanekaragaman Hayati / Kepala BP REDD, Wamen Tata Ruang dan Reforma Agraria / Kepala BPN dan Wamen Pengendalian Pencemaran dan Emisi GRK / Kepala BMKG.Penambahan tugas Perubahan Iklim di dalam portofolio diatas dimaksudkan untuk meningkatkan akuntabilitas komitmen pengurangan emisi, dan pelaksanaan penelitian ilmiah untuk mendukung  komitmen Indonesia yang akan disampaikan pada pertemuan UNFCCC di Paris bulan Desember 2015.Selain itu, sumber emisi gas rumah kaca Indonesia yang paling besar adalah perubahan tata ruang yang terjadi di kawasan hutan dan lahan gambut, terutama bila kejadian kebakaran lahan dan hutan terus meningkat.Kementerian Pengelolaan Sumber Daya Alam  Pungki menjelaskan pengelolaan (budi daya) lahan, hutan, sungai, danau, rawa, pantai, laut dan pulau-pulau kecil juga perlu disatuatapkan agar terbangun konsistensi dan keterpaduan. Pembagian tugas diantara Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian dan Kementerian Kelautan dan Perikan adalah warisan evolusi birokrasi yang berakibat kelembaman (inersia) dalam merespon peluang budi daya lahan dan kawasan perairan Indonesia.Yang diusulkan adalah pembentukan Kementerian Budi Daya Lahan, Hutan, Sungai dan Lautan dengan tiga orang wakil menteri yang bertugas untuk mengelola Budi Daya Hutan; Budi Daya Lahan Basah dan Sungai; serta Budi Daya Pesisir, Laut dan Pulau Kecil.Usulan ini berarti penggabungan sebagian besar unit Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan, menjadi Kementerian Budi Daya Lahan, Hutan, Sungai dan Lautan.Menteri Budi Daya Lahan, Hutan, Sungai dan Lautan, akan dibantu oleh tiga wakil menteri yaitu Wamen Sumber Daya Hutan, Wamen Sumber Daya Lahan Basah dan Sungai, Wamen Sumber Daya Pesisir, Laut dan Pulau Kecil" "Presiden Baru Diminta Konsolidasikan Kewenangan Kementerian Pengelola Sumber Daya Alam. Kenapa?","Usulan Postur Kabinet BaruPada acara dialog tersebut, Ketua Tim Pengkajian Arsitektur Kabinet 2014-2019 Lembaga Administrasi Negara (LAN), Anwar Sanusi memaparkan hasil kajiannya. LAN menawarkan tiga opsi postur kabinet baru yaitu opsi ideal kabinet yang terdiri dari 20 kementerian dan 1 kantor kepresidenan, opsi moderat kabinet yang terdiri dari 24 kementerian dan 1 kantor kepresidenan, dan opsi soft kabinet dengan 24 kementerian, 2 menteri koordinator dan 1 kantor kepresidenan.Opsi ideal kabinet terdiri dari (1) menteri keuangan, (2) menteri hukum dan imigrasi, (3) menteri pertahanan, (4) menteri agama,  (5) menteri luar negeri, (6) menteri kesehatan dan kesejahteraan rakyat,  (7) menteri pendidikan, kebudayaan, pemuda dan olahraga, (8) menteri pendidikan tinggi dan iptek, (9) menteri energi dan sumber daya alam, (10) menteri pertanian (termasuk perkebunan, perikanan dan peternakan), (11) menteri kehutanan dan lingkungan hidup, (12) menteri transportasi, (13) menteri pekerjaan umum dan pemukiman. Ditambah kementerian portofolio atau kementerian negara yaitu (14) menteri ketenagakerjaan dan transmigrasi, (15) menteri komunikasi dan informasi, (16) menteri perindustrian, perdagangan, koperasi dan UKM, (17) menteri pariwisata dan ekonomi kreatif, (18) menteri BUMN, (19) menteri maritim dan (20) menteri dalam negeri.Sedangkan opsi moderat kabinet, dengan memecah menteri kehutanan dan lingkungan hidup menjadi (19) menteri kehutanan dan (20) menteri lingkungan hidup, serta memecah menteri pekerjaan umum dan pemukiman menjadi (21) menteri pekerjaan umum dan (22) menteri perumahan rakyat. Juga memecah menteri kesehatan dan kesejahteraan rakyat menjadi (23) menteri kesehatan dan (24) menteri kesejahteraan rakyat." "Presiden Baru Diminta Konsolidasikan Kewenangan Kementerian Pengelola Sumber Daya Alam. Kenapa?","Untuk opsi soft kabinet, terdiri dari 24 kementerian dan menambahkan 2 menteri koordinator yaitu menko antar sektor kementerian, dan menko pengelolaan manajemen pemerintahan.Dan satu kantor kepresidenan merupakan gabungan dari menteri sekretaris negara dan sekretariat kabinet, kementerian pemberdayaan aparatur negara dan reformasi birokrasi, serta fungsi dari beberapa lembaga, menjadi (1) sekretaris negara, (2) urusan pembangunan nasional (perencanaan dan anggaran), (3) urusan reformasi administrasi, (4) urusan pengawasan, dan (5) urusan desentralisasi dan otonomi daerah. [SEP]" "Degradasi Hutan Desa di Musi Banyuasin Memprihatinkan","[CLS] Pembalakan liar dan pembukan lahan merupakan tantangan berat bagi pengelolaan hutan desa di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Sumatera Selatan. Terutama, di Hutan Desa Muara Merang dan Hutan Desa Kepayang.Hutan Desa Muara Merang yang luasnya 7.250 hektar terus terdegradasi. Berdasarkan peta citra landsat 2002, tutupan hutan kerapatan tingginya sebesar 62 persen dan kerapatan rendahnya 27 persen. Sisanya, semak belukar, kebun, dan lahan terbuka. Sedangkan tahun 2009, hutan kerapatan tingginya menurun menjadi 36 persen, dan kerapatan rendah 24 persen. Sementara, belukar yang tahun 2002 hanya 2 persen meningkat menjadi 20 persen pada 2009.Kondisi ini makin parah pada 2013. Hasil investigasi Wahana Bumi Hijau (WBH) menunjukkan, penebangan liar masih terjadi di areal Hutan Desa Muara Merang dan sekitarnya yang termasuk dalam Hutan Produksi Lalan.Padahal, sejak SK Penetapan Areal Kerja Hutan Desa Muara Merang tahun 2010, upaya pemberantasan illegal logging telah dilakukan. Lembaga Pengelola Hutan Desa Muara Merang pun telah membentuk Satuan Tugas Hutan Desa dan berkoordinasi dengan pihak terkait untuk patroli bersama. Namun, hal tersebut belum menghentikan laju para penebang liar.Adiosyafri, pegiat dari WBH Sumatera Selatan, menuturkan bahwa hutan desa memberi akses kepada masyarakat untuk mengelola hutan secara lestari. “Pengawasan dan pengendalian terhadap kerusakan penting untuk dilakukan, “ucapnya.Demikian halnya dengan Hutan Desa Kepayang, yang letaknya di kawasan Hutan Produksi Lalan, Musi Banyuasin. Studi degradasi hutan yang dilakuan WBH Sumsel menunjukan, Hutan Desa Kepayang yang  luasnya enam ribu hektar dengan hutan kerapatan tinggi sebesar 29 persen pada 2010 turun drastis menjadi 12 persen pada 2013. Sedangkan hutan kerapatan sedangnya mengalami peningkatan dari 21 persen pada 2010, menjadi 32 persen pada 2013." "Degradasi Hutan Desa di Musi Banyuasin Memprihatinkan","“Kalau dahulu hutan masih dipenuhi kayu meranti dan ramin dengan ketinggian mencapai puluhan meter, kini pohon yang tersisa dengan kualitas racuk (rendah) pun menjadi sasaran para pebalok,”ucap Adiosyafri.Amsyahrudin, Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Lalan, menuturkan bahwa Hutan Desa Muara Merang dan Kepayang masuk dalam kawasan Hutan Produksi Lalan, yang secara umum memiliki tantangan berat terkait pembalakan.“Pembalak liar sudah berani menggunakan alat berat. Bahkan, sebuah kanal yang membelah Hutan Desa Muara Merang sepanjang empat kilometer sudah memasuki zona lindung hutan desa ,”katanya.Menurut Amsyahrudin, akses yang digunakan para pembalak liar di Hutan Desa Muara Merang adalah jalan dari perbatasan Jambi menuju Hutan Tanaman Industri (HTI) Sinar Mas Group. Selain itu juga dari jalur Sungai Muara Merang.Sedangkan  akses yang digunakan menuju Hutan Desa Kepayang dan sekitarnya adalah Sungai Kritak, Nuaran, Kepayang, serta parit-parit yang berada di areal tersebut. Disinyalir, mereka masuk melalui perkebunan hutan tanaman industri yang berbatasan dengan Hutan Desa Kepayang melalui kanal-kanalnya.Degradasi hutan di Kabupaten Musi Banyuasin tidak hanya terjadi di hutan desa. Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin mengakui sekitar 50 persen dari 719.976 hektar luas hutan di sana mengalami kerusakan.Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio [SEP]" "Selamatkan Hutan, Sayangi Orangutan","[CLS] Berbagai cara dilakukan orang untuk mencintai lingkungannya. Dari sekadar sosialisasi hingga kampanye penyelamatan satwa-satwa dilindungi. Di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, sejumlah elemen masyarakat menggelar aksi solidaritas guna memperingati Hari Orangutan Sedunia yang jatuh pada 19 Agustus setiap tahunnya.Aksi diikuti sejumlah perwakilan lembaga, masing-masing Dinas Kehutanan Ketapang, BKSDA Ketapang, CU Pancur Kasih, Radio Komunitas Gema Solidaritas, Sispala Genta, Repatones, Kompasta, Gersisma, Care, KPA, FFI Ketapang, Federasi Panjat Tebit Indonesia Ketapang, Cicak Adventure, Bsyok, KBK, Relawan Tajam, serta perwakilan sekolah menengah atas.Mereka melakukan long march di sepanjang Jalan R Suprapto Ketapang sambil mengarak spanduk dan poster bertuliskan pesan moral kepada para pengguna jalan: Selamatkan hutan, sayangi orangutan. Menyakiti orangutan, sama dengan menyakiti dunia. Mereka juga membagikan brosur tentang konservasi orangutan.Aksi yang dipusatkan di Bundaran Agoes Djam dan Ale-Ale, Ketapang, berlangsung semarak. Ada orasi lingkungan, ada pula pembagian bibit pohon kepada para pengendara. Jumlah bibit pohon yang dibagikan mencapai 600 batang. Bibit itu bantuan dari Dinas Kehutanan Ketapang. Aksi tahun ini mengusung tema: Bersama Melawan Kepunahan Orangutan.Koordinator kegiatan World Orangutan Day 2014 Ketapang, Tri Bedu Nugroho, mengatakan kegiatan ini bukan sekadar seremoni saja, tetapi  sebagai metode penyadartahuan kepada semua pihak agar lebih peduli pada orangutan. “Ini upaya nyata yang kita lakukan agar masyarakat tahu bahwa orangutan itu satwa yang dilindungi undang-undang,” katanya di Ketapang.Menurutnya, semakin banyak masyarakat yang paham tentang orangutan, kian banyak pula yang turut menjaga keberlangsungan hidupnya. Artinya, apa yang dilakukan ini hanya salah satu metode untuk mengedukasi warga tentang pentingnya konservasi orangutan." "Selamatkan Hutan, Sayangi Orangutan","“Masyarakat harus tahu keberadaan orangutan merupakan indikator bahwa lingkungan yang menjadi habitatnya masih terjaga dengan baik,” urai Bedu.Kendati demikian, dia juga menegaskan bahwa keberadaan orangutan di habitatnya, saat ini sudah serba terancam. Ini dipicu berbagai aktivitas manusia. Di antaranya perburuan, perdagangan, dan imbas dari sebuah pembangunan. Faktor paling utama, kata Bedu, hutan yang menjadi habitat asli orangutan semakin susut.Oleh karenanya, kerjasama antara lembaga swadaya masyarakat (LSM), instansi pemerintah, sekolah, dan masyarakat perlu lebih intensif. Ini bertujuan untuk menahan laju keterancaman orangutan dan habitatnya melalui metode masing-masing.Berdasarkan hasil monitoring Yayasan Palung dan Yayasan IAR Ketapang, teridentifikasi 10 kasus pemeliharaan orangutan di permukiman masyarakat di wilayah pesisir Kabupaten Ketapang. Monitoring dilakukan Januari-November 2012.Terdapat pula beberapa kasus pemeliharaan orangutan di permukiman masyarakat yang berbatasan langsung dengan areal perkebunan kelapa sawit. Bahkan, ada beberapa individu orangutan yang berasal dari areal perkebunan sawit. Sepanjang 2012, ada 17 individu orangutan yang diselamatkan, baik dari tangan masyarakat maupun dari kawasan perusahaan di Ketapang.Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio [SEP]" "Walhi Jabar : KPK Harus Investigasi Kasus Pertambangan Pasir. Kenapa?","[CLS] Pengadilan Negeri Tasikmalaya, Jawa Barat, pada awal Oktober 2014, telah memvonis pemilik PT ASAM, Martin Frederick untuk kasus penambangan pasir ilegal dengan vonis ringan yaitu delapan bulan penjara dengan masa percobaaan dan denda Rp 10 juta subsider dua bulan kurungan. Martin didakwa melanggar pasal pasa 158 Undang-undang No.4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.Banyak pihak menilai vonis tersebut sangat ringan dan tidak membuat efek jera bagi banyak pelaku penambangan ilegal pasir di kawasan Jawa Barat bagian selatan.“Kita melihat vonis ini merupakan pelecehan terhadap upaya penegakan hukum lingkungan hidup dan tidak memberikan efek jera. Vonis tersebut sangat mengecewakan. Kalau kita periksa kasus itu,  vonis minimal 3 tahun karena melanggar tata ruang wilayah, merusak lingkungan, ekonomi dan sosial,” kata Direktur Eksekutif Walhi Jabar, Dadan Ramdan, yang dihubungi Mongabay.Seharusnya, kata Dadan, hakim mempertimbangkan tidak hanya menggunakan UU No. 4 / 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, tetapi juga UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU  No.26/2007 tentang Penataan Ruang.Ringannya vonis tersebut membuktikan bahwa Pengadilan Negeri Tasikmalaya menjadi bagian dari masalah upaya penegakan hukum lingkungan.Dadan mengatakan ada dugaan yang sangat kuat terjadi kongkalikong antara pengusaha dengan pemda setempat terkait pertambangan pasir besi.  “Meski kita belum dapat bukti, tapi kita lihat ada praktek kongkalikong yang luar biasa, dimana mafia izin pertambangan sangat berkuasa, yang melibatkan unsur masyarakat, pengusaha dan pemda,” katanya." "Walhi Jabar : KPK Harus Investigasi Kasus Pertambangan Pasir. Kenapa?","Oleh karena itu, Walhi Jabar mendukung rencana Pemerintah Provinsi Jabar untuk mengevaluasi pertambangan pasir dan meminta bantuan Komisi Pemberantasan Korupsi  (KPK) untuk melakukan investigasi terhadap kasus tersebut karena ada unsur kerugian negara yang cukup besar, sekitar Rp 8,3 triliun.“Kita mendukung apa yang dilakukan Pemprov. Kita sepakat dengan Wagub Jabar, untuk meminta dan mendesak KPK turun ke lapangan melakukan investigasi indikasi gratifikasi suap pada proses perizinan di Jabar selatan, yang mengakibatkan uang tidak masuk ke kas Pemda, tapi masuk ke oknum,” lanjut Dadan.Walhi Jabar sudah lama mengawasi kasus penambangan pasir yang marak di enam kabupaten, yaitu Sukabumi, Cianjur, Garut, Tasikmalaya, Ciamis dan Pengandaran. Pertambangan pasir ini, selain merugikan keuangan negara, juga mengakibatkan konflik sosial, kerugian ekonomi dan kerusakan lingkungan yang parah.Walhi Jabar juga menolak SK Menteri ESDM No. 1204/K/30/MEM/2014 tentang Penetapan Wilayah Pertambangan Pulau Jawa dan Bali, yang mencakup potensi usaha pertambangan pasir di Jabar bagian selatan.Dadan melihat SK Menteri ESDM ini akan menimbulkan kerusakan ekologis dan konflik sosial yang luar biasa, selain alih fungsi lahan, hutan dan pertanian menjadi areal pertambangan.Penambangan pasir yang membabi buta telah merusak lingkungan dan menimbulkan konflik sosial di masyarakat. “Terjadi kerusakan yang sangat parah di pesisir pantai selatan Jabar, habitat ekosistem pantai rusak. Sempadan dan badan sungai juga rusak. Lahan masyarakat rusak akibat bekas tambang pasir sedalam 10 meter, padahal persis di pinggirnya ada pemukiman masyarakat,” jelas Dadan.Selain itu, lahan pertanian pangan seperti palawija, kayu dan kelapa juga hilang berubah menjadi lahan galian tambang pasir." "Walhi Jabar : KPK Harus Investigasi Kasus Pertambangan Pasir. Kenapa?","Dadan mengatakan Walhi telah melaporkan kasus pertambangan pasir ini ke Kementerian ESDM dan Kementerian Lingkungan Hidup sejak 2011, tetapi tidak mendapatkan tanggapan.Wagub Jabar Kecewa Wakil Gubernur Jabar, Deddy Mizwar merasa sangat kecewa terhadap putusan Pengadilan Negeri Tasikmalaya terhadap kasus Martin Frederick.“Kita akan evaluasi putusan sidang pasir besi di Tasikmalaya, masa hukumannya 2 bulan dan denda Rp 10 juta, sementara kerusakan sangat besar. Kalau begitu keputusannya, nanti tidak ada efek jera buat pelaku dan tidak ada dampak terhadap lingkungan,” kata Deddy Mizwar di Gedung Sate, Bandung, pada Jumat (03/10/2014).Padahal, terdakwa tersebut telah merusak lingkungan di wilayah Cipatujah dan Cikalong, Tasikmalaya, dan patut menerima hukuman maksimal sepuluh tahun penjara dan denda paling banyak Rp 10 miliar.Wagub menduga ada kongkalikong dalam putusan PN Tasikmalaya. “Jangan-jangan ada udang di balik kelapa,” katanya.Wagub menjelaskan kerugian akibat kerusakan pertambangan pasir di Jabar selatan mencapai Rp 8,3 triliun. Namun, PN Tasikmalaya hanya menyebutkan kerugian negara akibat kasus itu hanya Rp 800 juta sebagai dasar vonis. Sedangkan kerusakan lingkungan akibat galian pasir diperkirakan mencapai lebih dari Rp10 miliar.Oleh karena itu, Pemprov Jabar berencana melakukan banding terhadap vonis PN Tasikmalaya tersebut dan akan meminta bantuan KPK untuk ikut menangani kasus penambangan pasir ilegal.KPK bakal diminta mengaudit kerusakan lingkungan dan proses pemberian izin pertambangan pasir.“Jabar itu jadi surga bagi pelanggar peraturan, surga bagi orang yang tidak taat aturan. Di sini ada pasir, batu, dan lainnya. Ini baru masalah lingkungan dan mineral, belum yang lainnya. Tidak boleh ada stigma seperti itu, apalagi menyangkut kerugian negara. Jadi kalau ada KPK, nanti akan lebih kompak,” katanya.Tersangka Lima Perusahaaan" "Walhi Jabar : KPK Harus Investigasi Kasus Pertambangan Pasir. Kenapa?","Sebelumnya, Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jabar, pada awal September 2014 telah menetapkan empat tersangka dengan lima perusahaan pada kasus tambang pasir ilegal di Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi.“Lima perusahaan yaitu PT TM, CV ASAM, CV KS, PT CKM dan PDUP Kabupaten Tasikmalaya telah dinaikan statusnya ke proses penyidikan. Ada empat tersangka yakni ZNW (Direktur PT TM), MF (Direktur PT ASAM), KU (Direktur CV KSL) dan DE (Direktur PT CKM). Ancaman hukumannya maksimal sepuluh tahun penjara dan denda paling banyak 10 miliar rupiah,” kata Kabidhumas Polda Jabar Kombes Pol Martinus Sitompul melalui keterangan tertulis, Rabu (10/9/2014).Untuk itu, Kepolisian telah menyita lima unit excavator, empat unit loader, lima unit separator, dua unir genset, konsentrat pasir besi severat 8.508,24 ton, sekitar 1.000 ton raw material, dokumen kelengkapan perjalanan dan pengiriman konsentrat pasir besi dari Tasikmalaya ke Cilacap, Jateng, sebagai barang bukti. [SEP]" "Mengurangi Volume Sampah Sejak Dari Rumah Tangga","[CLS] Persoalan sampah masih menjadi masalah serius yang dihadapi masyarakat, terutama di perkotaan seperti Surabaya, Jawa Timur. Selain program kebersihan yang dimiliki Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Pemerintah Kota Surabaya mengajak peran serta aktif masyarakat untuk mewujudkan Surabaya yang bersih dan bebas sampah.Salah satu upaya menekan volume sampah yang dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah, adalah melalui pengelolaan sampah rumah tangga oleh masyarakat secara mandiri. Masyarakat diajak untuk memperhatikan lingkungannya, dengan memilih dan memilah sampah yang masih dapat di daur ulang atau di manfaatkan menjadi barang bernilai.Seperti yang terlihat di salah satu kampung di Surabaya, yakni Jambangan. Warga di kampung Jambangan sejak sepuluh tahun terakhir melakukan pemilahan sampah, mulai dari sampah organik, non-organik, hingga memisahkan sampah yang masih bsia dimanfaatkan seperti sampah botol, gelas, kemasan plastik, kertas dan kardus.“Sejak dari tempat sampah rumah tangga, kami sudah memilah dan menempatkannya di tempat sampah khusus. Bagi yang bisa dimanfaatkan kami sendiri dan jual ke bank sampah di sini. Yang organik kami masukkan ke tempat sampah takakura, jadi nanti bisa jadi pupuk,” ujar Mariati salah seorang warga Jambangan.Selain dapat menghasilkan uang, sampah plastik, kertas dan karton masih dapat didaur ulang oleh industri yang membutuhkan. Bila warga kreatif, beberapa jenis sampah dari kemasan produk dapat dibuat sebagai barang kerajinan.“Disini warga juga ada yang memanfaatkan kemasan plastik produk untuk membuat tas, bungan hiasan, hingga baju dari bahan daur ulang,” lanjut Mariati.Dari upaya 3R (reduce, reuse, recycle) yang dilakukan warga, setiap harinya volume sampah yang dibuang ke truk pengangkut sampah jauh lebih berkurang dari sebelumnya." "Mengurangi Volume Sampah Sejak Dari Rumah Tangga","Pemkot Surabaya juga melakukan berbagai upaya untuk menekan keberadaan sampah yang terus meningkat, seiring pertumbuhan jumlah penduduk maupun pendatang. Berbagai lomba kebersihan maupun gerakan kebersihan terus dilakukan, untuk mengajak masyarakat aktif memerangi masalah sampah di lingkungannya. Hasilnya Kota Surabaya mampu meraih predikat kota Adipura Kencana pada 2014 ini.Menurut Wisnu Wibowo dari Dinas Kebersihan Kota Surabaya, cara pandang yang keliru, seringkali menjadikan sampah sebagai persoalan yang sulit untuk dikendalikan. Padahal pengelolaan secara benar akan menjadikan sampah sebagai sesuatu yang bermanfaat.“Sampah selama ini menjadi masalah. Nah kita ajak masyarakat mulai mengelola sampah, sehingga harapannya nanti sampah ini bukan menjadi masalah lagi tapi bisa menjadi sahabat, dan bisa menjadi nilai yang lebih dari masyarakat itu,” kata Wisnu.Gerakan mengurangi sampah menurut Wisnu Wibowo, tidak hanya dilakukan oleh warga yang tinggal di kawasan tengah kota, melainkan juga di seluruh penjuru kota termasuk yang tinggal di kawasan bantaran sungai. Wisnu Wibowo menuturkan, mengubah perilaku masyarakat yang masih banyak membuang sampah ke sungai, merupakan salah satu upaya untuk mengurangi volume sampah.“Tujuannya juga supaya masyarakat yang tinggal di sepanjang bantaran sungai itu perilakunya berubah, tidak lagi membuang sampah ke sungai. Karena sampai sekarang kan masih ada masyarakat yang membuang sampah ke sungai,” kata Wisnu.Sementara itu Walikota Surabaya, Tri Rismaharini mengatakan kesadaran serta komitmen masyarakat untuk ikut menjaga serta melestarikan lingkungan, diyakini dapat membantu masyarakat yang lain untuk ikut memelihara kebersihan lingkungan secara luas." "Mengurangi Volume Sampah Sejak Dari Rumah Tangga","“Mereka itu akan terus menjaga, kalau mereka merasa bahwa ini sebuah kebutuhan. Kalau mereka sudah komitmen terhadap ini, maka mereka tidak akan lengah, karena ini adalah kebutuhan mereka. Mereka merasa nyaman kalau lingkungannya bersih, mereka merasa nyaman kalau lingkungannya indah, itu sudah suatu kebutuhan untuk mereka,” katanya.Walikota perempuan pertama di Surabaya ini mengutarakan, melalui pengelolaan sampah oleh masyarakat mulai dari rumah tangga dan lingkungan sekitar, persoalan sampah akan dapat diatasi secara bijak. Risma mengaku dengan metode 3R, volume sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) berkurang 8 -10 persen setiap tahunnya dalam lima tahun terakhir.“Ya karena sampah itu dikelola oleh masyarakat sendiri, makanya setiap tahun yang masuk ke TPA itu turun. Meski pun sebetulnya itu tidak logis secara teori, karena penduduk Surabaya kan semakin banyak, pendatangnya juga semakin banyak. Sebetulnya secara teori itu akan naik volume sampahnya, tapi kenapa bisa turun karena masyarakat kelola sampah itu,” katanya.Meski mengakui, bahwa status Surabaya sebagai kota metropolitan sekaligus kota perdagangan dan jasa, menjadikan Surabaya tidak dapat terbebas sepenuhnya dari sampah. Selain sampah yang dihasilkan oleh penduduk kota, para pendatang atau turis yang singgah di Surabaya, juga menjadi potensi penghasil sampah.“Kita kan kota jasa, jadi semakin banyak yang datang, dia juga bawa sampah. Ya gak bisa dibatasi karena kita kota yang hidup. Gak papa mereka datang, asal warga itu sadar, maka sampah tetap bisa ditekan,” imbuh Risma." "Mengurangi Volume Sampah Sejak Dari Rumah Tangga","Sampah dari para pendatang dikelola dengan manajemen pengelolaan sampah, serta teknologi pengolahan sampah yang dimiliki. Salah satunya di Depo Sampah Sutorejo, hasil kerjasama dengan pihak pemerintah Jepang, dimana sampah yang masuk ke Depo Sampah akan dipilih dan dipilah sesuai peruntukannya. Selanjutnya sampah yang tersisa dan tidak dapat dimanfaatkan, seminimal mungkin baru dibuang ke TPA.“Alhamdulillah sampah kita relatif bisa tertangani, dibandingkan dengan daerah lain, terutama yang metropolitan, sebut saja Jakarta, Makasar dan Bandung,” ucap Risma.Produksi sampah di Surabaya sendiri diperkirakan mencapai 1.800 ton per hari. Namun sampah tersebut tidak semuanya dibuang ke tempat pembuangan akhir sampah, melainkan sebagian telah diolah oleh warga sehingga mampu dikurangi hingga 400 ton per hari.Selain adanya rumah kompos, turunnya jumlah sampah disebabkan makin sadarnya warga kota Pahlawan  terhadap lingkungan. Target bebas sampah yang dimaksud pemerintah lanjut Risma, merupakan kondisi dimana sampah terkelola dengan baik, dan tidak ada lagi sampah yang tercecer atau berserakan tidak terkelola.Pemberlakuan Perda Pengolahan Sampah pada 2015 mendatang, mengharuskan setiap usaha seperti restoran dan hotel tidak akan dapat secara langsung membuang sampah ke TPA. Sampah yang dihasilkan harus diolah terlebih dahulu, hingga menyisakan sampah yang sudah tidak dapat diolah untuk dibuang ke TPA Benowo.Tidak hanya itu, sampah harus dibuang sendiri ke TPA dengan menggunakan kendaraan pengangkut sampah sendiri, bukan dengan menggunakan truk sampah milik Pemerintah Kota Surabaya. Hal itu dilakukan untuk menekan volume sampah yang terus meningkat.“Semua kembali pada perilaku, dan harapan kami perilaku masyarakat maupun pendatang dapat ikut menjaga kebersihan lingkungan di Surabaya,” harap Wisnu Wibowo. [SEP]" "Penelitian: Emisi Penebangan di Sektor Kehutanan Menyumbang 16% dari Total Deforestasi","[CLS] Emisi karbon dari operasi penebangan selektif di hutan hujan tropis kira-kira seperenam dibandingkan penebangan yang berasal dari pembukaan hutan langsung, hal ini diungkapkan dalam sebuah studi baru yang mengevaluasi 13 konsesi kehutanan di enam negara.Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal ilimiah Environmental Research Letters oleh para ilmuwan dari Winrock International, menganalisis kerugian karbon dari aspek yang berbeda dari operasi penebangan, termasuk ekstraksi kayu, kerusakan jaminan untuk vegetasi sekitarnya, dan infrastruktur seperti jalan logging dan jalan sarad. Pendekatan, yang menawarkan perkiraan yang lebih lengkap daripada metodologi sebelumnya, menunjukkan bahwa emisi sangat bervariasi tergantung pada jenis penebangan, tingkat ekstraksi, dan hutan itu sendiri. Emisi di wilayah studi berkisar dari kurang dari tujuh ton karbon per hektar di Brasil untuk lebih dari 50 ton per hektar di Indonesia.Para penulis menggunakan data tersebut untuk kemudian membandingkan emisi antara penebangan dan penggundulan hutan setiap hektarnya dan pada tingkat negara. Angka emisi penebangan relatif di hutan yang utuh berkisar dari sekitar 3 persen di Brazil dan Republik Kongo ke lebih dari 15 persen di Indonesia. Ekstrapolasi di tingkat negara, studi ini menemukan bahwa total emisi dari penebangan sebesar 40 juta ton per tahun di Malaysia, 25 juta ton di Brazil, dan 8,7 juta ton di Indonesia. Emisi penebangan Malaysia hampir setara dengan total emisi tahunan dari deforestasi. Sebaliknya, emisi penebangan Brasil hanya mewakili 7 persen dari emisi deforestasi total, sementara Indonesia 8 persen ." "Penelitian: Emisi Penebangan di Sektor Kehutanan Menyumbang 16% dari Total Deforestasi","Temuan menunjukkan bahwa emisi langsung dari penebangan di daerah tropis secara signifikan lebih rendah dibanding faktor pendorong deforestasi lainnya. Namun studi ini memiliki beberapa catatan penting. Pada tingkat konsesi, penelitian ini mengasumsikan semua dekomposisi -sehingga emisi- terjadi segera. Ini mengabaikan nasib pohon yang rusak akibat ekstraksi -apakah mereka kemudian mati atau dibersihkan oleh aktor-aktor lain, atau jika vegetasi bertahan disekap lebih banyak karbon sebagai pemulih kondisi hutan- serta karbon yang dapat disimpan selama bertahun-tahun untuk beberapa dekade dalam produk hutan yang terbuat dari kayu yang dipanen. Ini juga mengasumsikan tingkat ekstraksi 100 persen dari kayu yang dipanen. Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi perkiraan emisi atas atau bawah.Pada tingkat negara, studi ini bergantung pada data PBB tentang produksi kayu untuk ekstrapolasi emisi keseluruhan dari penebangan. Karena data PBB dilaporkan terpisah, itu membuka kemungkinan bahwa angka-angka mungkin tidak mencerminkan kenyataan di lapangan.Meskipun demikian penelitian ini menawarkan salah satu dari perkiraan yang paling akurat dari emisi dari penebangan tropis yang belum pernah dibuat sebelumnya. Para penulis mengatakan penelitian ini bisa membantu menginformasikan kebijakan, seperti program REDD+, yang bertujuan untuk mengurangi kerusakan dari operasi penebangan, selain melestarikan hutan .“Peningkatan pemahaman tentang berbagai sumber emisi dari penebangan dapat membantu secara signifikan mengurangi emisi yang terkait penebangan melalui praktek-praktek yang diperbaiki seperti pemulihan lebih banyak hasil kayu dalam setiap pohon yang ditebang, meningkatkan penebangan terarah untuk mengurangi kerusakan infrastruktur di sekitar hutan dan perencanaan untuk meminimalkan gangguan permukaan,” kata penulis utama penelitian ini, Tim Pearson dalam pernyataannya" "Penelitian: Emisi Penebangan di Sektor Kehutanan Menyumbang 16% dari Total Deforestasi","Sementara penulis lainnya, Sandra Brown mengatakan pendekatan ini menawarkan alternatif untuk penilaian berbasis satelit yang berlaku untuk REDD +. “Metode ini melawan gagasan bahwa semua akuntansi REDD+ harus didasarkan pada penginderaan jauh,” kata Brown. “Metode yang murah, akurat dan relatif mudah digunakan ini dapat digunakan untuk implementasi REDD+ dan inventaris nasional di seluruh dunia. Kami sudah melatih staf kehutanan di Guyana dalam metode ini dan mereka menggunakannya untuk memperkirakan emisi akibat penebangan di tingkat nasional.”Logging secara tradisional salah satu penyebab terbesar tidak langsung dari deforestasi di daerah tropis. Biasanya hutan pertama yang  dilakukan tebang pilih memiliki kayu bernilai tinggi. Sementara hutan yang dikelola dapat dipanen lebih lama, situasi yang lebih umum adalah kayu berharga habis setelah siklus panen semakin sedikit, sementara tekanan yang semakin meningkat mendorong untuk membersihkan lahan seluruhnya dari pohon dan mengubahnya menjadi perkebunan atau pertanian. Sebagai contoh, di Indonesia, banyak area hutan yang pertama kali ditebang 40 tahun yang lalu, hari ini sudah berubah menjadi perkebunan kelapa sawit dan kayu. Jalan Logging juga memberikan akses ke para spekulan, petani, dan peternak yang menebang hutan untuk menanam tanaman pangan atau menghasilkan komoditas .Oleh karena itu keputusan untuk memasukkan logging sebagai kegiatan yang dapat diterima di bawah REDD+ telah menjadi sumber kontroversi. Beberapa aktivis lingkungan menentang keras setiap dana REDD+ yang masuk digunakan untuk mensubsidi industri kehutanan di hutan primer sekalipun jika tidak  semerusak daripada sektor kehutanan konvensional." "Penelitian: Emisi Penebangan di Sektor Kehutanan Menyumbang 16% dari Total Deforestasi","“Pekerjaan kami menunjukkan upaya untuk menghasilkan emisi rendah dari tiap unit dalam aktivitas penebangan, menunjukkan bagaimana pengelolaan hutan dapat menjadi alternatif untuk mengatasi deforestasi di daerah-daerah yang kini di bawah tekanan seiring dengan upaya untuk  tetap menjaga tutupan hutan dan stok karbon.”CITATION: Timothy R H Pearson et al 2014 Environ. Res. Lett. 9 034017 doi:10.1088/1748-9326/9/3/034017 [SEP]" "Wah, Lahan Hutan Lindung Meranti Diperjualbelikan","[CLS] Masyarakat melaporkan dugaan jual beli lahan hutan lindung di Desa Meranti, Kecamatan Pintu Pohan. Setelah ditelusuri, dari pemantauan area oleh Dinas Kehutanan Toba Samosir (Tobasa), Sumatera Utara (Sumut), memperlihatkan kawasan itu benar masuk hutan lindung.Parlindungan Manurung, kepala Bidang Penatagunaan Hutan, Dinas Kehutanan Tobasa, Rabu (11/6/14) mengatakan, beberapa bulan lalu mendapatkan laporan jual beli lahan hutan lindung Meranti, oleh pihak-pihak tidak bertanggungjawab. Meski sudah berulangkali pengarahan dan pemaparan, namun jual beli lahan terus terjadi.Dinas Kehutanan dan Polres serta Pemerintah Tobasa, mengecek titik koordinat di Desa Meranti. Hasilnya, benar, areal itu masuk kawasan hutan lindung.Menurut Manurung, kawasan itu hutan lindung sesuai SK 44 tahun 2005 Menteri Kehutanan. Karena sudah ada transaksi jual beli lahan, maka hasil perhitungan titik koordinat ini diserahkan ke kepolisian guna penyidikan lebih lanjut.AKBP Edi Faryadi, Kapolres Tobasa, menyatakan, masih pengumpulan bukti dan keterangan, terkait dugaan jual beli lahan masuk kawasan itu.Polres sudah gelar perkara kasus ini. Dari bukti yang ditemukan, katanya,  kuat dugaan terjadi penjualan lahan hutan Meranti. “Nanti dikabari. Masih penyidikan. Tidak boleh ada penjualan lahan hutan lindung. Ini harga mati.”Berdasarkan laporan masyarakat adat Desa Meranti, ditemukan sekitar ada 116 surat akta jual beli kawasan hutan Meranti, dibuat PPAT Ibu Kota Balige.Data diterima Mongabay, akta jual beli terdiri dari akta nomor 194-346 tertanggal 22 November 2006. Setidaknya ada 242.132 meter persegi kawasan hutan lindung sudah diperjualbelikan.Sebelumnya, BPN menegaskan,  tidak akan mengeluarkan sertifikat lahan di kawasan hutan. Suhaily Syam, Sekretaris Utama BPN meminta seluruh BPN di Indonesia jangan berspekulasi sampai melanggar aturan hukum." "Wah, Lahan Hutan Lindung Meranti Diperjualbelikan","“Saat ini, banyak pegawai BPN dipenjara karena bersentuhan dengan kawasan hutan,” katanya, saat memberikan sertifikasi 3.010 sertifikat, kepada masyarakat di kabupaten dan kota Sumut, di lahan budidaya, Mei 2014.Khusus lokasi kawasan hutan, tidak akan mengeluarkan sertifikat.  Jika terjadi, katanya, sama saja menjerat diri sendiri karena melanggar hukum. [SEP]" "Penelitian: Jenis Burung Bertambah, Status Keterancaman Tidak Berkurang","[CLS] Rilis baru yang dikeluarkan oleh Burung Indonesia mencatat bahwa jumlah spesies burung di Indonesia bertambah.  Jika pada tahun 2012 tercatat 1.598 jenis, maka pada tahun 2013 bertambah tujuh jenis baru atau menjadi 1.605 jenis.  Para peneliti mengkonfirmasi bahwa jenis-jenis yang sebelumnya belum pernah tercatat di Indonesia, ternyata akhirnya dapat diidentifikasikan.“Penambahan tersebut berasal dari catatan baru atau new record sebaran tujuh jenis burung yang dimuat dalam jurnal ilmiah pada kurun 2010-2012,” ujar Jihad, Bird Conservation Officer dari Burung Indonesia, suatu lembaga yang peduli dengan pelestarian keanekaragaman burung terancam punah, dalam keterangan persnya yang diterima oleh Mongabay Indonesia.Catatan baru itu meliputi camar punggung-hitam kecil (Larus fuscus) yang terlihat di pulau Wetar, penggunting-laut Heinroth (Puffinus heinrothi) di perairan Taliabu, alap-alap dahi-putih (Microhierax latifrons) di Kalimantan Timur, gagang-bayam sayap-hitam (Himantopus himantopus) di Sumatera, kedidi baird (Calidris bairdii) di Papua, kaki-rumbai merah (Phalaropus fulicarius) di Jawa, dan apung zaitun (Anthus hodgsoni) di Kalimantan Timur.Dari keseluruhan jenis burung di Indonesia, 126 di antaranya masuk dalam kategori terancam punah, meliputi 19 jenis Kritis, 35 Genting, dan 72 Rentan. Secara keseluruhan, jumlah tersebut masih sama dengan tahun sebelumnya.Meskipun demikian, tiga jenis burung mengalami kenaikan status keterancaman. Bangau bluwok (Mycteria cinerea) naik dari Rentan (Vulnerable) menjadi Genting (Endangered), demikian juga dengan kakatua putih (Cacatua alba). Yang memprihatinkan, poksai kuda (Garrulax rufifrons) mengalami kenaikan status secara drastis dari semula Mendekati Terancam (Near Threatened) naik dua tingkat menjadi Genting." "Penelitian: Jenis Burung Bertambah, Status Keterancaman Tidak Berkurang","Namun, ada pula kabar menggembirakan dari tiga jenis burung yang mengalami penurunan status keterancaman. Mambruk victoria (Goura victoria) keluar dari zona keterancaman dari semula Rentan menjadi Mendekati Terancam. Demikian pula dengan nuri-ara salvadori (Psittaculirostris salvadorii) yang turun dari status Rentan menjadi Risiko Rendah (Least-Concern). Sementara cekakak-pita kofiau (Tanysiptera ellioti) masih berada dalam zona terancam punah karena hanya turun satu tingkat dari status Genting menjadi Rentan.Keragaman Burung di IndonesiaIndonesia dalam catatan Birdlife International menduduki peringkat lima besar dalam hal kekayaan jenis burung setelah negara-negara di Amerika Latin, yaitu Colombia, Peru, Brazil, dan Ekuador. Sayangnya, Indonesia juga menempati peringkat tiga besar dalam hal jumlah jenis yang terancam punah.Dari sisi endemisitas atau kekhasan jenis burung, Indonesia berada di peringkat pertama di dunia dengan 380 jenis burung endemik, jauh melebihi negara-negara lainnya. Kerusakan habitat akibat alih fungsi lahan dan perburuan menjadi ancaman utama bagi kelestarian satwa ini. [SEP]" "Mongabay Travel : Pesona Jembatan Akar Sungai Batang Bayang Sumbar","[CLS] Tumbuh berseberangan dan membentang di atas sungai batang bayang, akar batang beringin dan batang kubang terjalin menjadi jembatan. Masyarakat setempat menyebutnya Titian Aka. Kokoh berdiri semenjak ratusan tahun yang lalu. Inilah sajian alam nan indah dan alami. Keindahan yang disajikan dari generasi ke generasi. Jembatan akar dengan panjang tigapuluh meter, lebar satu meter dan tinggi delapan meter ini menjadi daya tarik tersendiri bagi kalangan penikmat wisata alam.Pesisir Selatan memang terkenal dengan keindahan tempat-tempat wisatanya. Tak hanya terkenal dengan keindahan wisata bahari seperti Pantai Carocok ataupun Kawasan Mandeh, kabupaten ini juga menyimpan pesona alam yang tak kalah indah dari tempat-tempat wisata lainnya. Salah satunya adalah keindahan dan keunikan Jembatan Akar.Bentuk jembatannya yang unik serta terbuat dari akar kayu memang jarang untuk ditemukan ditempat lain. Tak heran jika banyak orang berkunjung dan berwisata kesini. Faktor lainnya yang mendukung adalah kemudahan akses menuju lokasi dan terjangkau.Obyek wisata Jembatan Akar ini terletak 88 km di bagian selatan kota Padang, tepatnya di Kenagarian Puluik-Puluik, Kecamatan Bayang,  Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Untuk menuju lokasi ini dapat ditempuh dengan angkutan umum, travel, motor, mobil sewaan atau mobil  pribadi.Jembatan Akar memang unik, sebab dirajut dari  akar pohon yang tumbuh di kedua sisi sungai Batang Bayang dan membentuk menjadi jembatan utuh. Keunikan lainnya adalah jembatan itu semakin kuat seiring pertumbuhan pohonnya. Hal ini tentu berbeda dengan jembatan biasa yang dibuat dari kayu atau campuran semen, yang akan melapuk mengikuti umur." "Mongabay Travel : Pesona Jembatan Akar Sungai Batang Bayang Sumbar","Walau sudah berumur ratusan tahun, akar-akar yang melilit dibadan jembatan tumbuh besar, saat ini sudah mencapai sebesar paha orang dewasa. Dengan bertambah besarnya akar-akar tersebut membuat jembatan tidak mudah goyah sekalipun dilewati oleh sepuluh orang.Jembatan akar di Pesisir Selatan ini lebih panjang dari jembatan akar yang ada di perkampungan Baduy, Banten dan jembatan akar yang  ada di Jepang.  Bahkan jembatan yang diperkirakan berumur 100 tahun ini mempunyai nilai sejarah tinggi.Konon, jembatan ini dibuat oleh seorang ulama bernama Pakih Sokan bergelar Angku Ketek, untuk menghubungkan dua kampung yang dipisah oleh sungai batang bayang. Jembatan dibangun tahun 1890, tetapi baru dapat digunakan masyarakat setempat pada 1916. Dengan kata lain, proses merajut akar  menjadi jembatan ini membutuhkan waktu lebih kurang 26 tahun.Khaidir (83), salah seorang tua kampung Lubuk Silau menceritakan Pakih Sokan mengajar mengaji di kampung tersebut. Melihat murid-muridnya kesulitan menyeberangi sungai saat hendak pergi mengaji saat hujan, Pakih Sokan membuat jembatan dan menanam pohon di kedua sisi sungai.Seiring waktu, Jembatan Akar itu semakin kokoh dengan akar-akar seukuran paha orang dewasa, dan tidak goyah meski dilewati oleh sepuluh orang.Guna menjamin keselamatan dan keamanan pengunjung, pengelola tempat wisata itu telah memasang tali penyangga terbuat dari baja guna mengurangi tekanan/beban dari setiap pengunjung yang melintas. Juga dibangun jembatan gantung yang berada tidak jauh dari jembatan akar guna mengurangi fokus perlintasan pengunjung yang datang.Selain itu Sungai Batang Bayang juga bisa dimanfaatkan untuk olahraga arung jeram yang cukup menantang karena terdapat banyak batu batu besar sepanjang badan sungai.Sungai Batang bayang yang terkenal dengan kejernihan dan kesejukan airnya, juga menjadi daya tarik tersendiri." "Mongabay Travel : Pesona Jembatan Akar Sungai Batang Bayang Sumbar","Jika pengunjung berdiri di atas jembatan dan memandang sungai, terlihat jelas ikan-ikan (pareh) berbagai ukuran berenang kian kemari. Namun tidak diperbolehkan menangkapnya dalam bentuk apapun. Sebab ikan tersebut “keramat” atau telah di sumpah (uduh) oleh masyarakat setempat dan hanya dapat diambil atau di panen pada waktu-waktu tertentu.Walaupun begitu di jernih dan sejuknya air sungai batang bayang, pengunjung dapat mandi sepuasnya dengan dikerumuni ikan-ikan. Ada cerita bahwa muda-mudi yang berenang di sungai itu akan segera mendapatkan jodoh.Dasar sungai juga banyak tersedia aneka batu yang bisa diolah menjadi cincin batu akik. Pengunjung yang tertarik, bisa mengambil batu dengan menyelam ke dasar sungai atau berburu batu disepanjang tepian sungai.Lucy (33) wisatawan asal Inggris, saat ditemui Mongabay di lokasi mengakui bahwa Jembatan Akar ini sangat unik. “It’s very beutiful dan saya puas berfoto di tempat ini,” katanya.Dia sangat penasaran dan merencanakan liburan ke Sumbar untuk mengunjungi jembatan akar, ketika mengetahui informasi melalui internet. “Saya ingin sekali bermalam disini, menghirup sejuknya udara pagi serta mandi di sungai, namun sepertinya tidak ada tempat penginapan atau homestay dekat lokasi ini,” katanya.Meski belum ada penginapan, pemda setempat telah membangun fasilitas parkir di tempat wisata tersebut. Warung-warung yang menjual aneka makanan dan minuman dan masyarakt sekitar lokasi juga siap melayani wisatawan.Jembatan Akar juga bakal makin ramai, karena Pemkab Pesisir Selatan berencana membangun jalan yang menghubungkan dengan Pemkab Solok.Biasanya Jembatan Akar ramai dikunjungi wisatawan domestik seperti dari Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Riau, ketika moment Balimau atau menjelang Bulan Ramadhan, saat liburan seperti lebaran dan hari besar. Sedangkan wisatawan manca negara datang setiap waktu di hari-hari biasa." "Mongabay Travel : Pesona Jembatan Akar Sungai Batang Bayang Sumbar","Makin ramainya Jembatan Akar dikunjungi wisatawan, tentu akan mengangkat perekonomian masyarakat setempat.Kelestarian HutanJembatan Akar pada Sungai Batang Bayang yang merupakan penghubung beberapa kampung, salah satunya Kampung Lubuk Silau, terletak diantara dua buah gunung yaitu Gunung Jantan dan Gunung Batino tempat dimana masyarakat Nagari Puluik-Puluik hidup.Kampung Lubuk Silau merupakan salah satu kampung yang berada di lereng Gunung Batino, ekonomi masyarakatnya terfokus pada hasil hutan bukan kayu. Maka tidak heran jika kita akan menyaksikan rimbunnya hutan disekitar kampung ini.Kejernihan dan kesegaran air Sungai Batang Bayang tidak terlepas dari fungi hutan yang terjaga di nagari tersebut. Hutan masih terjaga lebat, tidak ada aktiftas pembalakan membuat kawasan ini tetap terjaga. Masyarakat setempat tetap komitmen mempertahankan hutan untuk menghindari ancaman longsor.Meski begitu, masyarakat masih bisa memanfaatkan hutan untuk mendukung perekonomian dengan menanami kulit manis, karet, pala, damar, pinang. Di kawasan yang landai, masyarakat menanam padi dan palawija. Pengelolaan seperti ini sudah dilakukan masyarakat turun-temurun. Peladangan yang berada di daerah kelerengan ditanami tanaman berumur panjang untuk investasi jangkan panjang. Walaupun begitu masyarakat juga menanam tumbuhan yang dapat dipanen setahun sekali di ladangnya. [SEP]" "Positif, Ikan yang Mati di Pidie dan Aceh Jaya Akibat Keracunan","[CLS] Ribuan ikan yang mati di sepanjang sungai (Krueng) Meriam, Kabupaten Pidie hingga Krueng Teunom, Aceh Jaya, positif karena keracunan. Penjelasan ini disampaikan langsung Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Aceh, Raihannah, usai sampel ikan-ikan itu diuji di Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syah Kuala (Unsyiah).Ciri-ciri ikan yang mati hatinya bengkak, jaringan kulit mengalami pendarahan. “Kondisi ikan yang demikian disimpulkan mati karena keracunan. Jika dikonsumsi menyebabkan gatal dan bila digaruk akan meresap ke otot dan menyebar ke seluruh tubuh,” kata Raihanah, seperti dikutip Harian Serambi Indonesia, Rabu, (06/08/2014).Gubernur Aceh Zaini Abdullah, Selasa kemarin menegaskan, matinya ribuan ikan ini tidak boleh dibiarkan. “Ini masalah serius. Masyarakat hendaknya tidak lagi menambang emas tanpa izin,” kata Zaini di Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda).Sebelumnya, Pemerintah Aceh telah memberlakukan moratorium tambang tertama pada galian emas dan bijih besi. Hal ini sebagai bentuk komitmen Pemerintah Aceh dalam menjaga lingkungan yang di beberapa lokasi telah rusak, terlebih pertambangan yang menggunakan merkuri.Kepala DKP Aceh Jaya Ridwan Yusuf, secara terpisah mengatakan, pihaknya telah menghimbau warga di Aceh Jaya untuk sementara waktu menghentikan kegiatan di sungai. Pasalnya, beberapa warga Teunom yang mengkonsumsi ikan tersebut mengalami mual, pusing hingga muntah.Sungai di sana sentral bagi masyarakat. Selain dipakai untuk mandi dan mencuci, masyarakat juga mengambilnya untuk air minum. “Ikan-ikan yang mati segera dikubur agar tidak mencemari udara,” jelasnya." "Positif, Ikan yang Mati di Pidie dan Aceh Jaya Akibat Keracunan","Direktur Walhi Aceh Muhammad Nur menilai, aktivitas pertambangan di Geumpang yang dekat  daerah aliran sungai (DAS) menjadi persoalan serius. Sungai merupakan sumber rezeki masyarakat, pembuangan limbah tambang yang bersinggungan langsung dengan air yang dikonsumsi warga merupakan kesalahan besar. “Terlebih, menggunakan merkuri sebagai cairan pemisah emas,” ucapnya.Persoalan lingkungan hidup bukan saja tentang alam, tapi juga manusia. “Masyarakat dan pemerintah diharapkan memikirkan bersama kelestarian alam dan tidak merusak alam demi kepentingan sesaat,” jelas Muhammad Nur.Ribuan ikan mati di aliran sungai di Pidie hingga Aceh Jaya, Aceh, ini terjadi sejak 26 Juli. Ikan-ikan itu mengapung terbawa arus sungai. Warnanya putih pucat, insang pecah, daging pecah, sisik memerah, mata bengkak, dan kelamin di perut melepuh. Di Teunom, sebanyak 43 warga yang mengkonsumsi ikan kerling dari sungai tersebut mengalami pusing dan dibawa ke puskesmas terdekat.Imum Mukim Leutung, Kemukiman Mane, Pidie, Sulaiman, menyebutkan, pertambangan di Geumpang, diduga tidak hanya menggunakan merkuri. Karbon, soda, obat tetes hingga beberapa cairan berbahaya lainnya juga dipakai. “Mereka pakai sianida, protas, kostik dan tetes,” kata Sulaiman.Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio [SEP]" "Berharap Bambu Betung Kurangi Pendangkalan Sungai Musi","[CLS] Kala melaju di Sungai Musi, Palembang, sedikit sekali ditemukan pohon-pohon tumbuh di bantaran sungai . Pemandangan didominasi rumput, enceng gondok maupun tumpukan sampah. Tepian sungai di Sumatra Selatan (Sumsel) ini memiliki panjang sampai 622 kilometer. Sekitar 20 kilometer sungai ini melintasi Palembang.Pepohonan yang minim di bantaran Sungai Musi diperkirakan menjadi penyebab pendangkalan. Kini kedalaman sungai berkisar 14-20 meter. Pendangkalan ini, karena pembuangan sampah, dan endapan lumpur yang dibawa arus dari huluan sungai. Akibatnya, kapal besar berbobot sekitar 6.500 metrik ton (MT), sulit melaju di Sungai Musi.Pendangkalan Sungai Musi setiap tahun mencapai kurang lebih tiga juta meter kubik, hingga di musim kemarau sering menganggu angkutan transportasi sungai dan laut. Baik kapal ferry dari Palembang ke Bangka-Belitung, maupun PT Pusri Palembang, Pertamina, PT Semen Baturaja, PT Batubara Bukitasam, dan lain-lain.Beranjak dari kondisi ini, PT Pusri Palembang menanam bambu rebung (Dendrocalamus asper) di bantaran Sungai Musi. Tahap awal penanaman di Palembang dan Kabupaten Banyuasin.“Tahun ini PT Pusri Palembang menargetkan penanaman 6.000 pohon. Ini program berkelanjutan setiap tahun,” kata Musthopa, Direktur Pusri di Palembang, Rabu (19/2/14).Penanaman bambu ini selain mencegah pendangkalan sungai, penghijauan, juga sumber ekonomi dan pangan. Rumpun bambu terbukti mampu menahan erosi dan mengontrol air. Ia juga penghasil oksigen yang baik, dan indah dipandang. “Tidak kalah penting bambu ini dapat dijadikan sumber ekonomi. Banyak industri perkayuan dari bambu betung.”" "Berharap Bambu Betung Kurangi Pendangkalan Sungai Musi","Bahkan rebung atau pucuk bambu bisa jadi makanan yang dikonsumsi sendiri maupun dijual. “Rebung banyak mengandung kalium dan serat hingga mencegah terkena stroke dan sejumlah penyakit akibat penyumbatan pembulu darah,” ujar dia. Bambu ini sekitar lima tahun dapat dipanen tanpa perlu merusak rumpun dan tidak gampang terbakar serta mampu meredam suara.Ide penanaman bambu ini belajar dari masyarakat yang hidup di masa Kerajaan Sriwijaya. Zain Ismed, Sekretaris Perusahaan Pusri mengatakan, masa Sriwijaya, bambu merupakan bahan baku bangunan dan alat-alat rumah tangga.Hulu Sungai Musi RusakPendangkalan Sungai Musi tak hanya dari sampah masyarakat, juga endapan lumpur dari hulu sungai. Ini dampak aktivitas industri dan perkebunan yang mengikis hutan.“Jadi alangkah baik penanam bambu di huluan sungai sebagai konservasi alam. Bambu ini baik meningkatkan cadangan air bawah tanah, hingga musim penghujan mencegah air dan kemarau tidak begitu kering,” kata Zain.Hadi Jatmiko, Direktur Eksekutif Walhi Sumsel menilai,  upaya Pusri Palembang, tak memberikan dampak signifikan terhadap Sungai Musi. “Paling pemanfaatan ekonomi yang memiliki potensi terbaik.”Satu-satu mengatasi pendangkalan dan banjir serta kekeringan di Sumsel, dengan menghentikan berbagai aktivitas yang merusak hutan.“Hanya itu cara terbaik. Langkah-langkah pemerintah maupun pihak hanya mengurangi risiko dampak, bukan mengatasi masalah,” katanya.Data Balai Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Musi Sumsel tahun 2005, kerusakan bantaran sungai sepanjang 8,860 kilometer, melalui Kabupaten Musirawas, Kabupaten Musi Banyuasin, Lahat dan Palembang. Sekitar 4,290 kilometer di Palembang." "Berharap Bambu Betung Kurangi Pendangkalan Sungai Musi","Kerusakan bantaran sungai terjadi di Sungai Harileko, melintasi Kabupaten Musirawas (1,1 kilometer), dan Sungai Rawas yang melintasi Kabupaten Musirawas (14,050 kilometer). Lalu, Sungai Lematang melintasi Lahat dan Kabupaten Muaraenim (9,411 kilometer), Sungai Ogan melintasi Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan, OKU Induk, dan Ogan Komering Ilir  (11,780 kilometer). Kemudian, Sungai Komering melintasi OKU Timur (4,5 kilometer), dan Sungai Musi yang melintasi Palembang (4,290 kilometer). [SEP]" "Visi Misi Capres Tentang Lingkungan Hidup Tidak Meyakinkan","[CLS] Masa kampanye pemilihan presiden masih berlangsung sampai  hari ini. Dua pasang capres-cawapres masih sibuk melakukan kampanye untuk menarik dukungan pada 9 Juli 2014 nanti.Berbagai hal telah diungkapkan dan dijanjikan oleh dua pasang capres tersebut, mulai dari permasalahan politik, ekonomi dan lain sebagainya. Dan permasalahan lingkungan hidup, juga menjadi salah satu hal yang disoroti oleh berbagai pihak.Akan tetapi,  visi misi dua pasang capres yang terungkapkan untuk permasalahan lingkungan hidup, terlihat tidak menyakinkan. Hal tersebut terlihat dalam acara diskusi lingkungan dengan tempa “Pasca Pilpres 2014 : Masa Depan Lingkungan Hidup Indonesia” yang digelar Komunitas Wartawan Lingkungan Indonesia (SIEJ) di Cafe Resto, Kompleks Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, Kamis kemarin (03/07/2014).Pasangan capres-cawapres Prabowo-Hatta memang mengakui bahwa pembangunan saat ini berorientasi pertumbuhan ekonomi, yang cenderung eksploitatif dan mengabaikan kaidah kelestarian, konservasi dan keberlanjutan.“Konsekuensi yang ditimbulkan adalah dampak negatif yang berupa degradasi kualitas sumber daya alam serta pencemaran lingkungan hidup,” kata Anggota Tim Kampanye Nasional Prabowo-Hatta,  Syamsul Bahri.Sedangkan Anggota Tim Sukses Jokowi – Jusuf Kalla, Wahyu Widodo mengatakan apabila Jokowi terpilih menjadi presiden, bakal mendengarkan aspirasi dari aktivis lingkungan. Dia mencontohkan permasalahan pencemaran lingkungan, maka akan memperkuat audit lingkungan, dan akan merombak peraturan yang ada bila diperlukan.Ketika ditanya mengenai tiga isu utama lingkungan, yaitu mengenai energi, hutan dan perubahan iklim, dua anggota tim sukses ini juga tidak memberikan jawaban yang meyakinkan dan memuaskan.Syamsul Bahri mengatakan Prabowo-Hatta akan mengusahakan luas hutan sebesar 30 persen disetiap propinsi. “Kalau mungkin kita turunkan (30 persen luas hutan) sampai ke tiap kecamatan,” katanya." "Visi Misi Capres Tentang Lingkungan Hidup Tidak Meyakinkan","Sedangkan untuk isu energi, penggunaan energi terbarukan akan digenjot melalui produksi energi yang berasal dari nabati dan juga peningkatakan konsumsi energi dari gas. Sementara untuk isu perubahan iklim, Prabowo-Hatta bakal meningkatkan komitmen pengurangan emisi gas rumah kaca dari janji pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono sebesar 26 persen atau 41 persen dengan bantuan internasional pada 2020.Sedangkan Wahyu Widodo mengatakan Jokowi-Jusuf Kalla juga bakal menggalakkan penggunaan gas untuk konsumsi energi yang ramah lingkungan. Produksi bahan bakar dari nabati seperti biofuel juga akan digalakkan, selain dari alga laut.Untuk isu hutan, penegakan hukum menjadi hal yang diutamakan dalam menjaga hutan di Indonesia, yang bisa dilakukan dengan membentuk ekstra badan penegakan hukum.Sedangkan untuk isu perubahan iklim, Jokowi-Jusuf Kalla bakal meratifikasi keputusan-keputusan badan dunia untuk perubahan ikim (UNFCCC) mengenai penanganan perubahan iklim, dengan disesuaikan untuk kepentingan Indonesia.Pada kesempatan yang sama, Kepala Greenpeace Indonesia, Longgena Ginting menyatakan dirinya merasa senang dengan visi misi dua pasang capres yang telah secara eksplisit mengusung isu lingkungan hidup, dibandingkan pasangan capres pada pemilihan presiden tahun 2009.“Bahkan debat capres putaran terakhir akan mengusung permasalahan energi dan lingkungan hidup. Ini menunjukkan isu lingkungan hidup sudah semakin penting,” katanya.Presiden terpilih mendatang, lanjutanya, harus menempatkan lingkungan hidup sebagai isu utama pembangunan, karena meliha kondisi kerusakan dan dampak kerusakan yang terjadi. “Melihat tingkat kerusakan dan luasnya dampak kerusakan lingkungan, kita sudah pada tahap krisis ekologi. Bencana yang terjadi saat ini, sudah karena akibat-akibat ekologis,” katanya." "Visi Misi Capres Tentang Lingkungan Hidup Tidak Meyakinkan","Longgena menanggapi pernyataan Prabowo yang akan memanfaatkan 77 juta hektar hutan menjadi lahan produktif. “Kita hargai restorasi hutan rusak. Tetapi yang paling penting adalah bagaimana menjaga hutan yang masih ada, khususnya lahan gambut. Tidak ada kompromi untuk itu,” tambahnya. [SEP]" "Populasi Bertambah, Kamera Pengintai Rekam 58 Badak Jawa pada 2013","[CLS] Hasil monitoring badak Jawa tahun 2013 di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) cukup menggembirakan. Satwa yang hanya tersisa di Ujung Kulon, Banten ini dari hasil rekaman kamera pengintai mengalami peningkatan dari 52 menjadi 60 tetapi mati dua hingga tersisa 58 badak.Moh Haryono, Kepala Balai TNUK mengatakan, dari identifikasi kamera trap sepanjang 2013 menggunakan delapan parameter kunci pada morfologi badak Jawa, menghasilkan 60 badak berbeda. “Sebanyak 52 pernah terekam tahun 2011-2012, delapan badak baru terekam pada monitoring 2013,” katanya saat melansir hasil monitoring badak Jawa tahun 2013 di pendopo Kabupaten Pandeglang, Rabu (26/2/14).Dia mengatakan, monitoring 2013 menggunakan 120 kamera trap sejak Maret hingga Desember. Dari kamera trap ini diperoleh 1660 klip. Terdiri dari 138 klip dapat diidentifikasi sebagai badak Jawa, 272 klip tidak teridentifikasi. Kamera trap, katanya, menggunakan teknologi sensor gerak dan infra mera hingga hanya merekam jika ada benda bergerak di sekitar kamera itu.Hasil monitoring 2011, terindentifikasi 35 badak Jawa terdiri dari 22 jantan dan 13 betina. Tahun 2012, ditemukan 51 badak, 29 jantan dan 22 betina, delapan anakan. “Hasil monitoring 2013 menunjukkan lima individu yang pernah terekam 2011-2012, namun tidak terekam kembali. Dari kelima individu ini, dua mati, dan tiga individu di luar lokasi kamera trap,” kata Haryono.Dua badak ditemukan mati. Badak Jawa bernama Sudara mati Februari 2012 dan Iteung mati Juni 2013. “Dari hasil analisis ini dapat disimpulkan 2013 setidaknya minimum ada 58 badak Jawa di TNUK. Terdiri dari 35 jantan, dan 23 betina. Dari jumlah itu delapan anak dan 50 remaja atau dewasa.”" "Populasi Bertambah, Kamera Pengintai Rekam 58 Badak Jawa pada 2013","Tahun 1967-2008, monitoring badak Jawa dengan cara sederhana, seperti mengamati  jejak kaki, kotoran dan lain-lain. TNUK mulai monitoring menggunakan kamera trap sejak 2011. Ada 40 kamera. Baru tahun 2012, kameta trap bertambah menjadi 120 atas bantuan WWF-Indonesia.“Hasil monitoring ini menunjukkan populasi badak Jawa di Ujung Kulon akan mengalami perkembangbiakan alami dengan baik. Ini memberi harapan besar.”Hasil monitoring ini diapresiasi penuh WWF-Indonesia. ”Data ini dapat menjadi acuan manajemen populasi dan habitat badak Jawa selanjutnya. Keberhasilan ini akan menjadi dasar bagi pengembangan second habitat badak Jawa di luar TNUK,”  kata Anwar Purwoto, Direktur Program Sumatera dan Kalimantan WWF.Selain menghibahkan 120 kamera trap, WWF juga memberikan dukungan operasional  bagi dua Tim Rhino Monitoring Unit.  Tak hanya bisa mengetahui jumlah individu, dinamika populasi, interaksi dengan satwa lain dan perilaku badak dapat dipelajari dari monitoring ini.“Ke depan, WWF siap membantu pengembangan metodologi hingga keakuratan dinamika populasi badak Jawa menjadi lebih baik. Untuk mempertahankan dan meningkatkan populasi, Balai TNUK perlu dukungan berbagai pihak,” kata  Hadi Alikodra, Senior Advisor Pengembangan Sains WWF-Indonesia.Duta badak Jawa, Desi Ratnasari mengatakan, upaya pelestarian badak berdampak domino terhadap hal lain. Menyelamatkan badak, berarti menyelamatkan lingkungan, sebab habitat akan terjaga dengan baik.“Kita harus bisa menghargai dan hidup berdampingan dengan alam. Semoga upaya pelestarian badak Jawa ini bisa menjadi contoh bagi pelestarian satwa liar lain. Tentu butuh kerja keras. Semua orang mempunyai peran masing-masing.”Habitat Kedua Habitat badak Jawa tersisa hanya tinggal Taman Nasional Ujung Kulon. Untuk  itu, perlu menyiapkan second habitat agar satwa purba  ini selamat dari kepunahan." "Populasi Bertambah, Kamera Pengintai Rekam 58 Badak Jawa pada 2013","“Kita perlu menyiapkan kantong-kantong baru. Ini penting mengingat Ujung Kulon rawan bencara alam seperti letusan gunung Krakatau,” kata Elisabet Purastuti, Ujung Kulon Project Leader WWF-Indonesia. WWF riset mencari lokasi tepat sebagai second habitat badak Jawa. Dari sekian banyak tempat, kawasan Cikepuh, dekat Pelabuhan Ratu mendekati ideal.“Kita masih terus meneliti. Sementara ini Cikepuh dinilai pas. Kita perlu meneliti lebih dalam. Harus memastikan apakah ketersediaan air dan pakan cukup. Harus dipertimbangkan ancaman lain seperti mangsa, penyakit dan lain-lain. Masih jauh untuk bisa translokasi badak Jawa ke habitat baru.”TNUKpediaBalai TNUK juga meluncurkan TNUKPedia. Aplikasi mobile berbasis android itu menyediakan informasi lengkap mengenai TNUK. Bisa didownload gratis di playstore untuk ponsel berbasis android. “TNUKpedia menyajikan informasi tidak terbatas ruang dan waktu. Bisa didownload dan digunakan kapan saja, dimana saja dan oleh siapa pun,” tutur Pengendali Ekosisten Hutan TNUK, Monica Dyah.AS Kucurkan Hibah US$750 Ribu Sementara itu, Pemerintah Amerika Serikat memberikan dana hibah US$750 ribu kepada Yayasan Badak Indonesia (YABI),  yang selama ini mendukung upaya konservasi di Taman Nasional Way Kambas, Lampung.  “Ini bentuk kerjasama  Amerika dan Indonesia dalam melindungi badak Jawa dan Sumatera yang kini sama-sama hampir punah. Indonesia dan Amerika Serikat bekerjasama  erat menangani perlindungan satwa ini,”  kata Robert Blake, Duta Besar AS  pada Februari 2014.Blake mengatakan, beberapa hari lalu menteri luar Negeri AS, John Kerry menandatangani nota kesepahaman  dengan Marty Natalegawa, Menteri Luar Negeri Indonesia,  untuk  perlindungan badak. “Kita tahu juga Menteri,  Zulkifli Hasan baru pulang dari London. Dia bersama perwakilan 50 negara lain  sepakat menangani perdagangan satwa liar. Ini kabar yang sangat menggembirakan.”" "Populasi Bertambah, Kamera Pengintai Rekam 58 Badak Jawa pada 2013","Zulkifli Hasan, Menteri Kehutanan mengatakan, perlindungan badak harus kerjasama berbagai pihak. “Badak warisan dunia yang harus dilindungi bersama.” Pertemuan di London, katanya, membahas soal perdagangan satwa liar. Hasilnya,  semua negara yang hadir sepakat memerangi perdagangan satwa liar. [SEP]" "Aksi Tolak Reklamasi di Polda Palu, Walikota Datang dan Marahi Pendemo","[CLS] Penolakan terhadap reklamasi di Teluk Palu, Sulawesi Tengah, terus berlanjut. Pagi Rabu (2/4/14), sekitar pukul 11.00, seratusan massa tergabung dalam Koalisi Penyelamat Teluk Palu (KPTP), aksi. Kala aksi di Polda, Walikota Palu datang dan marah-marah.Massa berkumpul dan memulai aksi dari kantor Komnas HAM Sulteng, lalu long march ke Perusda Palu, serta Polda Sulteng. Saat di Polda Sulteng, Walikota Palu, Rusdy Matsura, tiba-tiba muncul. Cudy, begitu panggilan akrab dia, mendatangi massa dan marah-marah. Dia kebakaran jenggot.Pendemo tak menghiraukan. Mereka tetap aksi. Walikota bertanya dengan nada keras dan emosional kepada massa mengenai aturan yang dilanggar dalam praktik reklamasi Teluk Palu itu. “Saya ini orang asli Palu. Kamu ini asli orang mana?” tanya Cudy dengan nada keras kepada korlap aksi, Aris Bira, dari Walhi Sulteng.Massa tidak meladeni. Guna menatralisir ketegangan, Ahmad Pelor, Direktur Walhi Sulteng, mengambil alih megaphone. Tak lama, walikota meninggalkan massa.Polda Sulteng, melalui bidang tindak pidana tertentu, AKBP Edwin Syaiful, menyatakan, mendalami laporan koalisi, dan meluangkan waktu membicarakan lagi, termasuk melengkapi bukti-bukti.Pada aksi it, koalisi mengatakan reklamasi pantai bukan hanya masalah warga sekitar teluk, seperti petani garam dan nelayan. Juga bakal berdampak luas terhadap masyarakat.“Area ini hanya akan terkonsentrasi pada segelintir orang yang berinvestasi, sebagian orang lain akan tersingkir dari tempat yang sejak lama ditinggali, bahkan mencari makan, seperti penjual jagung bakar, pemilik café di sepanjang pesisir Teluk Palu,” kata Pelor.Perubahan Teluk Palu dari kawasan publik, ke privat, akan mematikan akses semua masyarkat.Pada 2012, pemerintah mengeluarkan dana besar membuat warung–warung di sekitar penggaraman. Keadaan itu, cukup memberikan harapan buat pedagang." "Aksi Tolak Reklamasi di Polda Palu, Walikota Datang dan Marahi Pendemo","Ahmad menjelaskan, dalam reklamasi ini, diperlukan material sejumalah 1.823.700 meter kubik timbunan padat. Dalam UU Pesisir dijelaskan, pemerintah wajib mengatur zonasi pesisir dan pulau–pulau kecil. “Pengaturan lebih lanjut terkait zonasi dalam RTRW. Saat ini RTRW Palu tak mengatur zonasi pesisir dan pulau pulau kecil.”Koalisi menilai, izin dari Pemerintah Palu bukanlah reklamasi, tetapi lokasi pengembangan pariwisata di Kelurahan Talise, Kecamatan Mantikulore. Dalam SK Bupati pada 2012, tidak disebutkan konkrit mengenai reklamasi atau penimbunan laut atau padanan kata lain kepada kontraktor, PT Yauri Properti Investama (YPI).Massa memandang, YPI reklamasi ilegal atau tanpa izin yang dipastikan merusak ekosistem dan mengakibatkan pencemaran laut. “Ini jelas pidana lingkungan sebagaimana diatur UU Lingkungan Hidup.”Koalisipun mendesak Walikota Palu segera menghentikan aktivitas reklamasi dan Polda Sulteng segera menyelidiki YPI. [SEP]" "Tambang Emas Rakyat di Mandailing Natal Telan Korban","[CLS] Di tambang rakyat Mandailing Natal ini, dari catatan tim SAR, sejak 2013 hingga Juni 2014, sudah 113 penambang tewas, 98 orang tak ditemukan.Meski Dinas Pertambangan dan Energi Pemerintah Mandailing Natal (Madina) sudah melarang masyarakat menggali tambang emas, namun masih terus dilakukan. Mereka beraktivitas menggunakan peralatan dan pengamanan sangat minim.  Tak pelak, Kamis (26/6/14), lima remaja tewas tertimbun di lubang tambang di tepian Sungai Batang Natal, Simarombun, Desa Simpang Gambir, Kecamatan Lingga Bayu, Madina.Menurut sejumlah saksi mata kepada Mongabay, kelima korban, kehabisan oksigen karena berada di lubang dengan kedalaman sekitar tujuh meter. Ketika di dalam, air sungai meluap, langsung menimbun kelima remaja ini.“Mereka gak bawa tabung oksigen. Ditambah air sungai meluap,” kata Rahmad Dalimunthe, sahabat penambang, Minggu (29/6/14).Rizfan Zuliardi, kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Madina, membenarkan kejadian ini. Kala mengevakuasi kelima korban menggunakan peralatan tim SAR seperti tali, alat penggali, dan tandu. Awalnya sempat kendala, karena air sungai meluap dan menutupi area evakuasi. Tim SAR gabungan BPBD dan kepolisian dibantu masyarakat, menggunakan mesin penghisap air.Ketika air sudah surut, barulah masuk membawa perlengkapan termasuk tabung oksigen. Satu jam lebih di dalam lokasi, satu persatu berhasil dievakuasi. Sayangnya, nyawa mereka tidak tertolong.“Saat mendapat informasi kita langsung meluncur. Kelima remaja ini sudah tak bernyawa,” kata Rizfan. Kelima korban langsung dibawa ke Rumah Sakit Umum Panyabungan, Madina.AKBP Mardiaz Kusin Dwihananto, Kapolres Madina, mengatakan, penyidikan awal diketahui kelima remaja ini tewas ke lubang tambang emas yang tanah tidak kokoh dan mudah longsor." "Tambang Emas Rakyat di Mandailing Natal Telan Korban","Mereka yang menambang ada sembilan orang. Empat orang di atas, lima sudah di dinding lubang. Ketika tanah di bibir lubang longsor, kelima korban langsung terperosok kedalam, sedangkan empat orang lain berhasil menyelamatkan diri.Mereka yang meninggal dunia Khoir (18), Rahmat (18), Ardi Nasution (16) Gunawan Rangkuty (18), dan Mastap (18). Sedangkan korban berhasil menyelamatkan diri, Udin Nasution (23), Kholid (25) Hera Susanto Lubis (23) dan Dedi (18).AKP Wira, kepala Satuan (Kasat) Reskrim Polres Madina, menjelaskan, penyelidikan sementara diketahui, tambang emas itu milik warga Simpang Gambir, Asdan. Tanah milik Rizal menyewakan pada Asdan.Selama beberapa tahun terakhir, Asdan menggaji warga dari pemuda desa maupun Jawa, untuk menambang. Belakangan lubang pendompeng tidak lagi dipergunakan. Untuk mencari sisa emas, sembilan remaja ini mencoba keberuntungan.Menurut dia, sudah 12 orang dimintai keterangan.“Si Asdan dan Rizal juga kita periksa. Semua masih saksi. ”Ternyata kejadian ini bukan kali pertama. Data tim SAR, sejak 2013 hingga Juni 2014, setidaknya ada 113 penambang tewas. Mereka tewas rata-rata tertimbun lubang ketika menambang dengan peralatan tidak memadai.Raja Halomoan, tim SAR mengatakan, ada 98 penambang di luar 113, sampai saat ini tidak ditemukan karena tertimbun di dalam lubang tambang galian emas rata-rata sedalam 140 meter. Terparah 5 Februari 2013,  sedikitnya 50 orang tertimbun di dalam lubang galian tambang emas dan dinyatakan tewas. Lokasi di Desa Hutabargot, Kecamatan Hujalu, Madina. Para korban tewas dari tiga desa, yaitu dari Sigalapang, Panyabungan, dan Sibagunung.“Sudah dilarang tetapi masih saja dilakukan. Tofografi dan kontur tanah di penambangan emas sangat rawan longsor. Mereka mengabaikan larangan. Penambangan ini sudah ada sejak 10 tahun lalu. ”Cukong Pekerjakan Anak" "Tambang Emas Rakyat di Mandailing Natal Telan Korban","Rusman Siregar, ketua Kelompok Pemuda Adat Borotan, Madina, mengatakan, berdasarkan penelusuran mereka sejak 2013 hingga akhir Mei 2014, para cukong, selalu menggunakan anak bawah umur untuk menambang emas.Lokasi terbesar penambangan tradisional menggunakan tenaga kerja anak-anak, di Desa Simpang Gambir, Kecamatan Lingga Bayu, dan Desa Hutabargot, Kecamatan Hujalu, Madina.Mereka sempat protes kepada pemodal, juga warga Madina. Namun protes diabaikan. Mereka juga menyampaikan kepada pemerintah. Lagi-lagi, hanya ada janji.“Ketika kami aksi, pemodal menggunakan jasa preman membantai kami. Pejabat daerah hanya diam, karena kami duga sudah mendapat setoran. Itulah yang terjadi di kabupaten ini, ” kata Rusman. [SEP]" "Sejumlah Spesies Ikan Baru dan Langka Ditemukan di Hutan Harapan Jambi","[CLS] Hutan Harapan merupakan kawasan restorasi ekosistem pada areal hutan hujan tropis  dataran rendah pertama dan terbesar di Indonesia yang terletak di perbatasan Jambi dan Sumatra Selatan. Arealnya merupakan bekas wilayah hak pengelolaan hutan (HPH), dengan luas  sekitar 100.000 Ha. Selain daratan yang terdiri dari hutan sekunder yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi kawasan ini juga memiliki  berbagai tipe ekosistem perairan seperti : sungai besar yang berarus lemah, danau ataupun rawa banjiran yang tidak kalah kaya dengan daratannya.Pada penelitian yang dilakukan di 8 badan aliran sungai dalam kawasan Hutan Harapan selama kurang lebih dari satu tahun ini berhasil mengidentifikasi 123 jenis ikan air tawar. “Berdasarkan kategori daftar merah IUCN (International Union for Conservation of Nature) dari 123 jenis ikan yang kami temukan  74 jenis belum dievaluasi, 4 jenis informasi kurang, 41 jenis berisiko rendah, 3 jenis hampir terancam dan  1  jenis genting atau terancam” ujar Tedjo Sukmono, peneliti yang memimpin penelitian ini yang juga berprofesi sebagai Dosen Jurusan Biologi di Universitas Jambi. Ridiangus (Balantiocheilos melanopterus) atau juga sering disebut “balashark” adalah jenis ikan terancam punah yang berhasil ditemukan di aliran sungai Hutan Harapan.Ikan berwarna perak dengan pinggiran sirip berwarna hitam dan kuning yang dapat mencapai panjang 150 cm ini cukup populer dikalangan pecinta ikan hias air tawar namun sayangnya untuk memenuhi kebutuhan ikan hias jenis ini masih mengambil dari alam sehingga spesies ini sudah tidak dapat ditemukan lagi di beberapa sungai yang dulu menjadi habitatnya.  “Selama penelitian ini kami hanya berhasil menemukan 1 ekor ikan Ridiangus” ujar Sukmono. Sungai-sungai atau danau di kawasan Asia seperti Thailand, Myanmar dan Malaysia adalah habitat asli Ridiangus. Di Indonesia ikan jenis ini dapat ditemui di sungai – sungai Sumatera dan Kalimantan." "Sejumlah Spesies Ikan Baru dan Langka Ditemukan di Hutan Harapan Jambi","Selain Ridiangus Sukmono juga menemukan beberapa jenis ikan langka  yang perlu di lindungi di provinsi Jambi berdasarkan pada endemisitas, populasi terancam punah, dan kondisi habitat. Beberapa jenis ikan langka yang ditemukan di Hutan Harapan tersebut diantaranya adalah : ridiangus (Balantiocheilos melanopterus), gurami coklat (Sphaerichtys osphromenoides), sebarau (Hampala ampalong), sebarau (Hampala microlepidota), gurami (Osphronemus goramy), dan Kepras (Cylocheicltys enoplos).Menurut Sukmono dari 123 jenis ikan yang berhasil ditemukan di Hutan Harapan 23 jenis diantaranya merupakan catatan baru bagi Jambi. Salah satu jenis ikan yang merupakan catatan baru bagi Jambi adalah Seluang Kuring (Puntius sp”harapan”) bahkan Sukmono menduga bahwa ikan ini adalah ikan jenis baru karena belum terdapat di dalam beberapa buku  identifikasi ikan yang digunakan sebagai rujukan dalam penelitian ikan air tawar. Kondisi perairan hutan harapan terdiri dari sungai yang kering ketika kemarau tiba namun disepanjang sungai banyak ditemukan rawa-rawa dan putusan sungai yang berfungsi sebagai tempat pengungsian bagi ikan – ikan ketika sungai mengalami kekeringan.Dengan habitat yang beragam ini diyakini bahwa potensi keanekaragaman ikan air tawar di kawasan ini sangat tinggi karena habitatnya yang berbeda. Jumlah jenis ikan baru yang ditemukan di Hutan Harapan ini lebih banyak jika dibandingkan dengan daerah aliran sungai Batanghari. Pada survey yang dilakukan oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan pada tahun 2010 lalu di sungai terpanjang di Sumatra yang mengalir disepanjang provinsi Jambi ini ditemukan 20 jenis ikan baru." "Sejumlah Spesies Ikan Baru dan Langka Ditemukan di Hutan Harapan Jambi","Dilihat dari keaslian jenis ikan Hutan Harapan menunjukkan tingkat keaslian yang sangat tinggi yaitu 121 jenis atau 98,4 % dari total temuan selama penelitian ini dilakukan. Hanya ditemukan 2 jenis ikan bersifat introduksi yaitu dari jenis ikan sapu-sapu. Menurut Sukmono keberadaan jenis ikan introduksi ini kemungkinan merupakan introduksi yang tidak sengaja karena nilai ekonominya yang rendah. Selama penelitian ini dilakukan jenis ikan sapu – sapu hanya ditemukan Sungai Kapas yang mana bagian Hulu dan Hilir Sungai Kapas tersebut merupakan desa yang berpenduduk padat yaitu Desa Butang yang terletak di wilayah provinsi Jambi dan Desa Sakau Suban yang berada di wilayah provinsi Sumatra Selatan.Tingginya tingkat keaslian ikan di Hutan Harapan menunjukkan bahwa tingkat penurunan populasi  dan penyebaran penyakit akibat introduksi masih kecil dan sebaliknya daya dukung habitat perairan Hutan Harapan terhadap keanekaragaman jenis ikan masih tinggi. Adanya spesies introduksi dan spesies asing juga dapat dijadikan sebagai indikator  kesehatan perairan yang buruk. Menurut Sukmono ini juga membuktikan bahwa ikan dapat berperan sebagai bioindikator pencemaran. Dan dengan sedikitnya populasi ikan – ikan  yang toleran terhadap pencemaran mengindikasikan bahwa kondisi perairan tersebut masih bagus." "Sejumlah Spesies Ikan Baru dan Langka Ditemukan di Hutan Harapan Jambi","Sukmono juga menemukan fenomena menarik pada salah satu danau di kawasan Hutan Harapan. “Di danau ini kami menemukan ikan gabus dan ikan sepat yang insangnya terlihat rusak namun tetap hidup” jelas Sukmono. Ia menduga terbentuknya insang yang tidak normal ini disebabkan oleh suplemen oksigen yang terbatas di dalam air danau karena danau ini sebenarnya adalah kawasan yang telah digali tanahnya dan digenangi air hujan sehingga airnya tidak mengalir. Pada ikan anakan, Sukmono mendapati insangnya terbentuk sempurna namun pada ikan dewasa insang terlihat rusak namun tetap dapat hidup dalam danau tersebut. “Ada campur tangan manusia  sehingga ikan-ikan tersebut berada dalam danau mati” ungkap Sukmono. Selain suplemen oksigen yang terbatas ia juga menduga adanya senyawa racun yang terdapat didalam air dalam proses terbentuknya danau itu.Jika ditinjau dari segi potensi ikan air tawar yang ditemukan di Hutan Harapan ini 47% atau 58 jenis berpotensi sebagai ikan konsumsi. Jenis ikan yang berpotensi menjadi ikan konsumsi dan bernilai ekonomi tinggi yang terdapat di kawasan ini diantaranya adalah  tambakang (Helostoma temmincki), Lais (Kryptopterus palembangensis) dan Toman  (Channa micropeltes). Sementara 29% atau 39 jenis berpotensi sebagai ikan hias, dan 24% atau 30 jenis berpotensi keduanya. Menurut Sukmono dengan tingginya potensi  ikan air tawar di Hutan Harapan dapat dimanfaatkan sebagai alternatif hasil hutan non kayu yang dapat menjadi sumber ekonomi masyarakat sekitar hutan." "Sejumlah Spesies Ikan Baru dan Langka Ditemukan di Hutan Harapan Jambi","Domestikasi atau pengadopsian ikan dari kehidupan liar ke dalam lingkungan kehidupan sehari-hari disertai dengan proses budidaya adalah salah satu upaya pemanfaatan potensi perikanan di Hutan Harapan. Dan dengan melepaskan minimal 10% dari populasi ikan yang dihasilkan dari proses budidaya tersebut kembali ke habitat aslinya akan dapat mempertahankan kelestarian perairan tersebut sehingga masyarakat sekitar hutan dapat tetap memanfaatkan ikan sebagai mata pencarian secara berkesinambungan. Ancaman Terhadap Kelestarian Hutan HarapanMeskipun dari penelitian ini menunjukkan kondisi perairan di Hutan Harapan masih bagus namun tidak berarti perairan di kawasan ini bebas ancaman. Selama melakukan penelitian ini terutama pada saat musim kemarau kerap kali Sukmono bertemu dengan perambah dan masyarakat masuk kedalam kawasan Hutan Harapan untuk menuba atau meracun dan menyetrum ikan. “Cara menangkap ikan seperti ini sangat tidak ramah lingkungan yang menyebabkan pencemaran dan terjadinya penangkapan ikan secara berlebihan” ujar Sukmono. Jika cara ini terus dilakukan makan perairan yang menjadi habitat ikan akan mengalami kerusakan dan menurunkan populasi ikan di kawasan tersebut.Selain cara menangkap ikan yang tidak ramah lingkungan kebakaran lahan pun dapat mempengaruhi kelestarian ikan. “Asap akan mempengaruhi penetrasi udara kedalam air dan sehingga kondisi ini akan mempengaruhi proses biologis dalam air, misalnya akan mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dan tumbuhan air yang menjadi pakan ikan” jelas Sukmono. Menurutnya jika hal ini terjadi maka ikan pun akan terancam kelestariannya." "Sejumlah Spesies Ikan Baru dan Langka Ditemukan di Hutan Harapan Jambi","Namun tidak hanya perairannya saja yang mendapat ancaman daratannya pun mengalami hal yang sama. Rencana pinjam pakai kawasan untuk dijadikan jalan angkut batubara juga masih membayangi kelestarian kawasan Hutan Harapan. Jalan angkut batubara yang diusulkan oleh PT. Musi Mitra Jaya (MMJ) yang merupakan anak perusahaan Atlas Resources ini rencananya akan membelah Hutan Harapan sepanjang 18,35 kilometer dengan lebar 12 meter dan dapat mengakomodir truk berkapasitas 30 ton dengan volume lalu lintas mencapai 2.900 truk per hari.Pada tahun 2013 lalu Kementrian Kehutanan telah dua kali mengadakan pertemuan dengan PT. REKI, pengelola Hutan Harapan untuk membicarakan soal pinjam pakai kawasan untuk dijadikan jalan angkut batubara ini. Namun PT. REKI telah menyatakan penolakan atas usulan jalan ini. “Kami telah telah tiga mengirimkan surat penolakan kami terhadap usulan jalan tersebut karena sebenarnya tanpa jalan ini PT. MMJ tetap dapat mengangkut batubara melalui jalan yang sudah ada” kata Surya Kusuma, Manajer Komunikasi PT. REKI. Ia juga mengatakan jika rencana ini terealisasi maka akses pergerakan satwa liar penghuni Hutan Harapan akan tertutup dan juga akan meningkatkan stress pada satwa yang dapat mengakibatkan punahnya satwa tersebut. Disamping itu dengan adanya jalan batubara ini akan menyebabkan terbukanya akses ke Hutan Harapan yang berpotensi mendorong meningkatnya perambah dan pembalak liar baru yang akan memperburuk dan mengancam keberlangsungan Hutan Harapan. [SEP]" "Pasca-Korsup Minerba KPK, 124 Pertambangan Masih Beroperasi di Kawasan Konservasi Kalimantan","[CLS] Hampir setahun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan kegiatan Koordinasi dan Supervisi (Korsup) di bidang mineral dan batubara (Minerba) di Kalimantan. Apa hasilnya?Dari data Dirjen Planologi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada Korsup KPK hingga Mei 2014, ternyata ada 124 pemegang izin pertambangan di lima provinsi di Kalimantan yang masih beroperasi di kawasan konservasi.Menurut Koalisi Masyarakat Sipil Borneo (KMSB) fakta tersebut membuktikan pemerintah daerah di Kalimantan tidak bekerja sungguh-sungguh dalam menata persoalan minerba. KMSB adalah koalisi NGO di Kalimantan yang melakukan pengawasan atau pemantauan terkait aspek ketaatan izin, penerimaan negara, serta aspek sosial dan lingkungan, dari aktivitas perusahaan izin minerba.Ivan G Ageung, dari Sahabat Masyarakat Pantai (Sampan) Kalimantan Barat, anggota KMSB, mengatakan penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan non-kehutanan memang diperbolehkan berdasarkan aturan yang ada. “Namun, penggunaan kawasan konservasi untuk kegiatan non-kehutanan jelas melanggar aturan UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati,” katanya, di Sekretariat SAMPAN di Pontianak, Senin (08/12/2014) lalu.Lanjut Ivan, kegiatan penggunaan kawasan hutan di kawasan lindung hanya diperbolehkan dalam bentuk pertambangan bawah tanah (underground mining). Tapi faktanya, sampai saat ini tidak ada satu pun pemegang izin yang sanggup melaksanakan praktik penambangan tersebut.“Intinya, hingga saat ini semua pemerintah daerah di Pulau Kalimantan belum melakukan tindakan penegakan hukum terhadap pemegang izin penggunaan kawasan hutan di wilayah konservasi dan lindung,” katanya." "Pasca-Korsup Minerba KPK, 124 Pertambangan Masih Beroperasi di Kawasan Konservasi Kalimantan","Pada kertas posisi KMSB, disebutkan di Kalimantan Barat terdapat 13 pemegang izin yang menggunakan kawasan konservasi untuk kegiatan non-kehutanan dan 125 pemegang izin di kawasan lindung. Sementara di Kalimantan Timur terdapat 62 pemegang izin di kawasan konservasi, di Kalimantan Selatan sekitar 30 pemegang izin, dan di Kalimanyan Tengah terdapat 19 pemegang izin.Dari Data Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara pada April 2014, dari semua izin tersebut, hampir 50 persen IUP Minerba belum clear and clean (CnC). Tepatnya, pemerintah daerah di Kalimantan dihadapkan dengan status non-clear and clear-nya IUP pertambangan sebanyak 1.518 IUP dari total 3.836 IUP.  Status non-clear and clean terbanyak di Kalimantan Timur.Meskipun KPK memberikan batas waktu selama enam bulan kepada pemerintah daerah untuk memaksa pemegang IUP agar mengurus status IUP, ternyata respons pemerintah daerah di Kalimantan sangat lamban.Indikasinya, hingga Oktober 2014 di Kalimantan Barat hanya 21 IUP yang berstatus CnC dari 195 IUP yang diusulkan. Sementara di keempat provinsi lainnya data tidak tersedia.Selain itu, sebanyak 44 persen IUP yang non CnC di Kalimantan bermasalah secara administratif.  Masih data Dirjen Minerba Kementerian ESDM mengemukakan sekitar 1.078 pemegang izin di Kalimantan belum menyelesaikan administrasi sebagai persyaratan untuk memperoleh IUP, antara lain kepemilikan NPWP dan kelengkapan dokumen perusahaan.KMSB juga mendapati sebanyak 95 persen  pemegang izin pertambangan di Pulau Kalimantan belum memiliki jaminan reklamasi. Serta, 99 persen  di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur belum memiliki jaminan pasca-tambang.Berdasarkan data jaminan reklamasi di Kalimantan, dari jumlah total 3.836 izin pertambangan hanya 210 IUP yang menyetorkan dana jaminan reklamasi." "Pasca-Korsup Minerba KPK, 124 Pertambangan Masih Beroperasi di Kawasan Konservasi Kalimantan","“Sisanya belum memenuhi kewajibannya untuk menempatkan jaminan reklamasi. Dari jumlah tersebut,  hanya 0,7 persen atau 16 izin pertambangan yang baru memiliki dokumen pascapertambangan,” kata Ivan.Negara rugi ratusan miliar KMSB melakukan perhitungan potensi kerugian negara dari land rent yang mengacu pada PP Nomor 9/2012 tentang Tarif dan Jenis Penerimaan Bukan Pajak. Dari perhitungan yang ada diperoleh selisih yang signifikan antara potensi penerimaan daerah dan realisasinya. “Selisih antara realisasi penerimaan daerah dengan potensinya kami sebut sebagai potensi kehilangan penerimaan (potential lost),” kata Ivan.Hasil perhitungan KMSB menunjukkan, sejak tahun 2009-2013 diperkirakan potensi kerugian penerimaan mencapai Rp 218,302 miliar di Kalimantan Timur; Rp 177,442 miliar di Kalimantan Barat; Rp 34,067 miliar di Kalimantan Selatan dan Rp 145,136 miliar di Kalimantan Tengah. Dengan demikian total potensi kerugian penerimaan di lima provinsi tersebut adalah sebesar Rp 574,94 miliar lebih.Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio [SEP]" "Duh! 7 Pekerja Tambang Emas Tewas di Mandailing Natal","[CLS] Kurang dari tiga pekan, lubang tambang emas di kawasan hutan Taman Nasional Batang Gadis, Mandailing Natal, Sumatera Utara, menelan tujuh korban jiwa.Pada Jumat (19/9/14), dua pekerja tambang di TNBG, tepatnya tambang emas Arai, Desa Aek Botung, tewas di lubang kedalaman 35 meter. Mereka, Rustam(31) dan Zainal(29), warga Jawa Timur, sudah menambang dalam enam tahun terakhir.Roland Lubis, dari Forum Pemuda Mandailing Menolak Tambang Emas Mandailing Natal (FPMMTE) , kepada Mongabay Minggu (21/9/14), mengatakan,  dari mulut korban keluar busa. Kemungkinan besar keracunan saat di lubang tambang.Dia mengatakan, ketika mendapat informasi langsung menuju ke lokasi. Ternyata dua penambang tidak bernyawa lagi, setelah enam jam di lubang tidak memberi kabar pada tim lain.Penanggungjawab lubang,  kata Roland, langsung meminta diperiksa. Diur(26), asal Bogor turun ke lubang memeriksa. “Naas, si Diur juga gak ada kabar. Beruntung dia selamat, ternyata terhirup gas beracun dari lubang galian tambang yang mereka garap. Diur  minta tolong dengan menarik ujung tali yang ada lonceng. Dia langsung ditarik sampai atas. Muka sudah pucat. Langsung dikasih minum air nira. Ketika Diur muntah, barulah dapat kabar kalau dua pekerja sudah terkujur kaku,” kata Roland.Dia menyatakan, pekerja tambang ini, tidak dilengkapi peralatan memadai. Oksigen sedikit, peralatan penyelamatan minim, sampai cara bekerja kurang baik, hingga sangat membahayakan keselamatan. Tidak sedikit pekerja tambang, tewas dalam lubang, baik karena tertimbun longsor, sampai terhirup gas beracun.“Dua orang tewas sudah dievakuasi keluar lubang, setelah pengawas memperpanjang selang blower. Mereka menunggu empat jam baru berani mengevakuasi.”" "Duh! 7 Pekerja Tambang Emas Tewas di Mandailing Natal","Roland mengungkapkan, kasus serupa terjadi Senin (1/9/14). Lima penambang emas tewas di lubang kedalaman 38 meter. Kelimanya tewas karena terhirup racun saat menggali bebatuan. Lokasi mereka di Dusun Tambang Ubi, Desa Aek Botung, Kecamatan Muara Sipongi, Mandailing Natal. Kelimanya Cewin Sialaban(32), Adek Lubis(22), Damis(31), Buan Nasution(40), dan Idris Rangkuti(31). Seorang lagi Suwandi Rambe(25), kritis saat menolong empat pekerja yang tewas.“Tiga tewas dalam lubang, dua tewas saat akan menolong. Mereka dikebumikan di Panggorengan Kota Panyabungan. Mereka warga setempat.”AKBP Mardiaz Kusin Dwihananto, Kapolres Mandailing Natal, ketika dikonfirmasi membenarkan kejadian itu. Dari hasil autopsi di rumah sakit, diketahui korban tewas menghirup gas beracun di lubang tambang. Hasil pemeriksaan sejumlah saksi, pekerja tidak dilengkapi masker oksigen saat masuk ke lubang tambang.“Kita sedikit terkendala ketika evakuasi. Tim masuk dibantu masyarakat desa, menggunakan masker oksigen. Setelah dibawa ke atas, langsung dibawa ke rumah sakit. Lubang cukup kecil  buat evakuasi korban. Kasus ini masih kita sidik dan dalami,” kata Mardiaz.Menurut FPMMTE, korban penambang terus berjatuhan  karena Pemerintah Mandailing Natal, tak tegas. Heru Nasution, dari forum ini mengatakan, catatan mereka, lebih 120 penambang tewas dalam lubang, mulai kedalam 25-100 meter lebih. Yang mengerikan, ketika pekerja tambang tidak naik ke permukaan setelah dua hari, mereka dianggap hilang. Pemilik lubang merekrut pekerja baru untuk mengeruk lubang bebatuan yang dianggap banyak mengandung emas.Seharusnya,  kata Heru, dengan korban banyak  ini, tidak alasan pemerintah tak tegas melarang bahkan menutup lubang tambang ini. Kini, jumlah lubang tambang mencapai lebih 200 yang akti dan tak terhitung yang tidak dipakai dan dibiarkan terbuka begitu saja." "Duh! 7 Pekerja Tambang Emas Tewas di Mandailing Natal","“Alam rusak dan tak ada tanggungjawab dari para penambang. Pemerintah? Sama saja, mereka membiarkan ini terus berjalan. Saat ditanya, Pemkab Mandailing Natal menjawab gak berani gegabah menyetop kegiatan penambangan. Ini harus segera dihentikan, kalau enggak korban terus berjatuhan.”Dahlan Hasan Nasution, Plt Bupati Mandailing Natal, prihatin atas jatuh korban jiwa ini. Tambang emas itu memang tidak memiliki izin. Namun, karena sudah berlangsung, pihaknya berhati-hati mengambil sikap. Pemerintah, katanya, tidak ingin keputusan berujung konflik, mengakibatkan keamanan tidak terkendali.Saat ini, pemerintah terus mengkaji langkah-langkah, agar mendapatkan solusi terbaik.  “Kita sudah membentuk tim pengkajian. Yang jelas, akan ada relokasi penambangan. Yang di hutan lindung wajib keluar. Yang mencemari lingkungan wajib menghentikann. Jika tidak, hukum akan berjalan. Kita akan atur ulang tambang emas tradisional ini.” [SEP]" "Gajah Dibunuh, Gading Dijual Rp2,5 Juta, Polisi Tetapkan 11 Tersangka","[CLS] Kepolisian Resort (Polres) Aceh Barat menangkap 11 orang yang diduga pelaku pembunuhan gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) di hutan berjarak enam kilometer dari Desa Teupin Panah, Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat, Aceh awal April 2014. Gajah jantan yang diperkirakan berumur 12 tahun itu dibunuh dengan sadis dan gading hilang.Ke-11 orang itu berasal dari, lima  warga Desa Ceumara, satu dari Desa Babah Lueng Kecamatan Pantai Cermin, tiga warga Desa Seumantok,  dan dua  warga Desa Teupin Panah, Kecamatan Kawai XVI.AKBP Faisal Rivai, Kapolres Aceh Barat, dihubungi Rabu (16/4/14) mengatakan,  dari penyelidikan ke-11 tersangka mengaku selama setahun telah membunuh tiga gajah, dua di hutan Pante Ceuremen, dan satu di Kaway XVI. “Alasan mereka karena terancam dengan gajah yang sering melintas di kebun. Apalagi sudah ada warga meninggal diserang tahun lalu,” kata Faisal.Para tersangka berasal dari beberapa desa di Kecamatan Kaway XVI dan Kecamatan Pante Ceuremen. Menurut dia, mereka tim pemburu gajah yang kenal satu sama lain. Umur para tersangka berkisar antara 45-50 tahun ke atas.  Polisi menangkap mereka sejak Sabtu lalu.Di sekitar tempat tinggal tersangka ada 8-10 ekor gajah sering melintas. Mereka menargetkan bisa membunuh satu gajah lebih besar dan gading lebih panjang. Namun, yang terjerat gajah muda.Dari pengakuan tersangka gading sebesar 1,5 kilogram itu dijual kepada penadah Rp2,5 juta.  “Saat ini polisi memburu penadah warga Aceh Selatan. Kemungkinan gading sudah dibawa keluar Aceh.”Selain menahan tersangka, polisi menyita alat-alat tradisional yang dipakai membunuh gajah seperti batu, tali, besi, dan lain-lain.Genman Suhefti Hasibuan, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh mengatakan, pembunuhan gajah ini terindikasi ada hubungan dengan perburuan gading." "Gajah Dibunuh, Gading Dijual Rp2,5 Juta, Polisi Tetapkan 11 Tersangka","Untuk mengantisipasi pembunuhan gajah, BKSDA Aceh mengintesifkan pertemuan dengan masyarakat desa yang kerap berkonflik dengan gajah. BKSDA telah diminta menjadi saksi ahli dalam kasus pembunuhan gajah di Polres Aceh Barat.Selama 2012,  tercatat 27 gajah mati sebagian besar karena dibunuh dengan diracun dan dijerat di berbagai kabupaten di Aceh. Dari semua kasus itu baru satu pembunuhan gajah bernama Papa Genk di Sampoinet Kabupaten Aceh Jaya pada Juli 2013 diproses hingga ke pengadilan. [SEP]" "Harimau Dunia Diperkirakan Punah Pada 2020. Benarkah?","[CLS] Ada yang menarik pada lebaran tahun ini, karena hari kedua lebaran pada 29 Juli 2014, bertepatan dengan peringatan Global Tiger Day alias Hari Harimau Internasional.Oleh karena itu, belasan anak muda relawan dari berbagai organisasi lingkungan yang tergabung dalam komunitas Tiger Heart Riau memperingati Hari Harimau Internasional lebih awal yaitu pada hari Selasa (23/07/2014). Dalam aksi yang dipusatkan di Bundaran Keris, Jalan Pattimura, Pekanbaru Selasa kemarin, para relawan  membawa yang bertuliskan seruan penghentian penghancuran habitat harimau Sumatra di Riau dan pemberantasan perdagangan organ tubuh harimau. Dalam aksinya, mereka merias wajah menyerupai muka harimau sumatera.Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) menjadi spesies terakhir harimau di Indonesia, setelah harimau Jawa dan harimau Bali dinyatakan punah oleh IUCN. Kucing besar Sumatera ini pun terancam punah dengan kerusakan habitat hidup mereka, seperti perluasan perkebunan sawit dan hutan tanaman industri di wilayah-wilayah hutan lebat di Sumatra terutama di Riau, Aceh, Jambi dan Palembang. Sejumlah LSM mengkaitkan perusahaan-perusahaan konsumen ternama dengan kepunahan harimau ini karena memperoleh pasokan dari sumber-sumber yang menghancurkan habitatnya.Sementara secara global, hanya tinggal enam jenis harimau termasuk harimau Sumatera dari sembilan jenis harimau di dunia. Dan setahun terakhir, tercatat 274 ekor harimau mati di dunia dan sisanya bertahan hidup di bawah ancaman ekspansi perkebunan/pertanian dan pemukiman manusia.Dalam laman kampanye konservasi harimau global www.tigerday.org yang dikelola sejumlah LSM internasional seperti WWF, berdasarkan data yang diperkirakan para ahli, jumlah individu harimau atau kucing besar pada tahun 2014 hanya 3.000 ekor menurun dari tahun sebelumnya sebanyak 3.274 ekor. Dan kekhawatirannya dalam lima tahun mendatang bisa saja populasinya punah." "Harimau Dunia Diperkirakan Punah Pada 2020. Benarkah?","Ancaman kepunahan itu dikarenakan hilangnya 93 persen habitat alam harimau karena perluasan pemukiman dan pertanian oleh manusia. Manusia dan harimau saling berebut ruang yang juga mendorong resiko pada kehidupan harimau. Selain itu perubahan iklim juga dinilai menjadi faktor yang menekan populasi mereka seperti yang dialami populasi terbesar harimau Bengal di hutan mangrove di pesisir utara laut India-Banglades. Kenaikan permukaan air laut akibat perubahan iklim mengancam rusaknya hutan-hutan tersebut dan habitat terarkhir yang tersisa dari populasi harimau Bengal.“Tercatat, hampir semua anak jenis harimau dikategorikan kedalam status Critically Endangered dalam Red List IUCN yang merupakan sebuah organisasi internasional untuk konservasi keanekaragaman hayati,” kata koordinator relawan Tiger Heart Riau, Febri Anggiawan Widodo kepada Mongabay di Pekanbaru.Febri menambahkan kucing belang berbadan besar ini mendiami kawasan luas yang tercatat di daratan Asia dari kawasan gurun timur tengah, kawasan bersalju Siberia, hingga hutan tropis di Asia Tenggara dan satunya di Sumatra, Indonesia. Tercatat sembilan anak jenis yang ada dan tersisa hanya enam anak jenis, salah satu harimau Sumatra dan dua anak jenis lain sudah punah yaitu harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) dan harimau Bali (Panthera tigris balica).Jumlah minimal berdasarkan estimasi yang dilakukan oleh berbagai lembaga adalah sekitar 250 individu dewasa, di delapan dari setidaknya 18 kawasan yang disinyalir memiliki harimau Sumatera,” ujarnya.Tiger Heart Riau merupakan komunitas relawan peduli harimau yang terdiri dari Kelompok Studi Lingkungan Hidup (KSLH), Himpunan Mahasiswa Biologi (Himabio) Universitas Riau, Komunitas Earth Hour, Forum Harimau Kita, Greenpeace, WWF – Indonesia, dan berbagai lembaga atau komunitas lainnya. [SEP]" "Soal Reklamasi Teluk Benoa, Komnas HAM Buka Posko Pengaduan. Ada Apa?","[CLS] Intimidasi pada para penolak reklamasi Teluk Benoa, Bali Selatan, makin meluas. Sejumlah baliho, spanduk dan bendera yang menyuarakan penolakan dirusak. Komnas HAM pun membuat posko pengaduan di kantor walhi Bali pada Rabu (27/8/14). Sejumlah pemuda (Sekaa Teruna Teruni) dan Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBALI) melaporkan dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).Laporan dugaan pelanggaran HAM ini sudah kali kedua. Pertama di Jakarta, 20 Januari lalu, ForBALI audiensi dan melaporkan kasus reklamasi Teluk Benoa oleh PT Tirta Wahana Bali International (TWBI) kepada Komnas HAM. Mereka juga mengadukan ke Ombudsman terkait dugaan maladministrasi oleh Gubernur Bali.Kali ini, kelompok pemuda banjar, institusi warga adat di Bali, melaporkan intimidasi kepada penolak reklamasi. Kadek Duarsa, ketua Lembaga Perwakilan Masyarakat (LPM) Tanjung Benoa mengatakan,  sebagian warga resah dan diadu domba. “Saat aksi tolak reklamasi Teluk Benoa 15 Agustus lalu kami diawasi ratusan orang berbadan kekar berbaju hitam. Sampai 18 Agustus masih ada 30an orang nongkrong di markas. Warga resah mau menghadang,” katanya.Duarsa melaporkan kasus terakhir, Rabu (27/8/14) ada pencabutan delapan bendera tolak reklamasi di Teluk. “Kami melihat yang mencabut bendera menggunakan boat TNI.”Dia menduga, pencabutan bendera karena Joko Widodo, presiden terpilih akan bertemu Susilo Bambang Yudhoyono di Nusa Dua, pada 27-28 Agustus ini. ForBALI menerima dan mendokumentasikan ada 20 baliho dirusak di sejumlah lokasi.Kondisi ini, katanya, berpotensi menimbulkan konflik antarwarga. Padahal, Komnas HAM sudah mengirimkan surat kepada Gubernur Bali agar menghindari konflik horizontal antar warga Tanjung Benoa dengan warga lain." "Soal Reklamasi Teluk Benoa, Komnas HAM Buka Posko Pengaduan. Ada Apa?","Laporan juga datang dari Kadek Boby Susila, dari Banjar Suwung Kauh. Dia mengatakan, pemberangusan berpendapat terjadi beberapa kali. Pertama, Mei lalu polisi mengambil baliho dengan alasan SBY mau melintas saat membuka pesta kesenian Bali.Kedua, dua minggu lalu baliho baru dirusak. Pemuda dusun pesisir Bali selatan ini menambal bagian yang dirobek. Ketiga, kembali dirusak menjelang kedatangan Jokowi dan SBY.“Kenapa baliho lain seperti ormas-ormas tak dicabut. Ini aspirasi kami, merasa diintimidasi seolah kita tak boleh ngomong.”Keluhan senada dari Adi Aprianta dari Banjar Bukit Buwung Kesiman. “Kami pemuda ingin tahu banyak dan bersuara. Bagaimana lagi cara kami protes?”Angga Sujana dari Desa Kedonganan juga mengeluh pimpinan desa banyak cuek dengan reklamasi. Baliho penolakan dirobek, setelah ada baliho tandingan, pro reklamasi, dipasang berhadapan.Otto Nur Abdullah, komisioner Komnas HAM menyampaikan tiga hal. Pertama, ada dugaan pelanggaran hukum karena Perpres 51/2014 tentang revisi kawasan konservasi melabrak desentralisasi yakni Perda Rancangan Tata Ruang Wilayah Bali. Kedua, dugaan sterilisasi dengan melarang kebebasan berpendapat. Ketiga, dugaan pelanggaran hak lingkungan dan berpotensi mengancam budaya Bali. “Kalau ada lagi terror dan intimidasi laporkan ke polisi, warga harus dilindungi. Polisi harus menindaklanjuti.”Otto didampingi sejumlah staf Komnas HAM seperti Johan Effendi kepala Biro Administrasi Penegakan HAM. Johan mengatakan, di Bali pengaduan sedikit padahal banyak dugaan pelanggaran HAM. Karena, mereka proaktif membuka posko pengaduan dan sosialisasi di sejumlah lembaga. “Kasus dominan di Komnas HAM adalah pertentangan pemodal besar dengan rakyat.”Suriadi Darmoko, direktur eksekutif Walhi Bali meminta pengaduan ini disampaikan ke Presiden karena kondisi sudah tak kondusif." "Soal Reklamasi Teluk Benoa, Komnas HAM Buka Posko Pengaduan. Ada Apa?","Dia mengatakan, ada konsolidasi terpusat melegalkan reklamasi sepihak tanpa melibatkan pihak yang kontra. Dia mencontohkan, perbedaan pendapat antara pusat dan daerah. Dipo Alam, sekretaris Presiden menyatakan perpres permintaan daerah. Di Bali menyebut, sebagai inisiatif pusat.Sebelumnya, Komnas HAM menindaklanjuti laporan awal ForBALI dengan menyampaikan catatan penting kepada Gubernur Bali. Isi surat antara lain, mendorong suasana kondusif menghindari konflik horizontal antara masyarakat Tanjung Benoa maupun masyarakat Bali. Lalu, meminta gubernur memperhatikan dan mempelajari data dan informasi sebagaimana disampaikan pengadu untuk kepentingan perlindungan HAM.Subkomisi mediasi kunjungan kerja ke Bali dan bertemu antara lain DPRD, Gubernur Bali,  masyarakat pengadu dan peninjauan lokasi.“Masyarakat harus diberi ruang berpartisipasi penuh dalam pengelolaan lingkungan agar tercipta pariwisata bertanggungjawab dan berkelanjutan,” kata Nur Kholis, komisioner Komnas HAM dalam surat ini.Jokowi datang, warga sambut dengan aksi tolak reklamasiWalau baliho dirusak sejak dua hari sebeum Joko Widodo, tiba di Bali, warga menggelar aksi penolakan reklamasi.Sejumlah warga dan pengurus adat tiga desa di Bali selatan yakni Tanjung Benoa, Kedonganan, dan Kelan aksi tolak reklamasi Teluk Benoa, Kamis (28/8/14).Tiap pengurus desa adat menyatakan pendapat kenapa tidak boleh ada pulau buatan baru di Teluk Benoa. Ketiga desa itu wilayah pesisir dan terancam rob, jika ada reklamasi.Desa Adat Kelan paling kompak karena seluruh dusun membuat paruman desa dan mengirimkan surat penolakan ke SBY. Lebih 100 warga Kelan mulai aksi dengan bersembahyang di Pura Dalem.Seusai persembahyangan, warga Kedonganan jalan kaki membawa poster dan spanduk tolak reklamasi. Di Jaba Pura sudah berkumpul warga Tanjung Benoa, Kuta, Sanur, Denpasar, dan lain-lain." "Soal Reklamasi Teluk Benoa, Komnas HAM Buka Posko Pengaduan. Ada Apa?","Agus Kartika dari Tanjung Benoa mengatakan, seharusnya mereka turun ke jalan namun aparat dan pemerintah kabupaten tak mengizinkan karena banyak rombongan pejabat melintas.Warga Kelan menggunakan kaos dengan tagline Revolusi Mental Jokowi. Mereka meneriakkan agar Jokowi membatalkan Perpres 51/2014 yang merevisi kawasan konservasi. Spanduk-spanduk serupa juga dibentangkan di sekeliling tembok pura.Jero Bendesa adat Kelan I Made Sudita mengatakan, berharap aksi ini menarik perhatian Jokowi. Warga memiliki harapan dengan pemerintahan baru. “Hasil Sabha Desa sudah memutuskan tolak reklamasi. Sudah kirim surat ke SBY. Kita jangan jadi budak di tanah sendiri.”Nyoman Parta, prajuru adat Kelan juga guide kerap ditanya turis mengenai perubahan Bali. “ Untuk apa ngurug pasir, kok ngotot sekali.”Mengenai alasan pemerintah demi kesejahteraan rakyat juga hanya mitos. “Harusnya kelestarian lingkungan untuk kesejahteraan generasi Bali.”Sejumlah tokoh masyarakat dan warga dalam aksi menyatakan model wisata kerakyatan di pesisir lebih adil. Jika resor elit diizinkan akan menurunkan kunjungan wisatawan ke Kedonganan. Sebab, teluk mereka mendapat pemandangan lebih wah setelah mengurug laut. Sementara nelayan tak akan bisa bebas mencari ikan lagi di kawasan itu.Ajak Jokowi blusukan virtualJokowi juga mendapat sambutan dari pengguna internet atau netizen yang mengajak pria asal Solo ini blusukan ke sejumlah area dan tempat wisata di Bali secara virtual.Dimulai dari sarapan di pusat kuliner laut di Pulau Serangan yang direklamasi perusahaan keluarga Soeharto pada 1994 ini. Jokowi diajak makan seafood–setelah belasan tahun warga berusaha memperbaiki pesisir ini dari kerusakan dampak reklamasi.  Usaha rumput laut dan ikan hias hancur lebur karena ekosistem rusak. Luas Serangan kini empat kali lipat asli." "Soal Reklamasi Teluk Benoa, Komnas HAM Buka Posko Pengaduan. Ada Apa?","“Sejak reklamasi warga desa adat & BTID berkonflik karena pembagian hak milik,” kicau akun Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi.Blusukan virtual sampai di Karangasem. Di sini ada Pantai Jasri mengalami abrasi, dan rencana pengambilan materi reklamasi di Teluk Benoa dari perairan kabupaten di Timur Bali. Jokowi diingatkan potensi kehilangan pulau-pulau kecil di Kepulauan Riau yang menjual pasir untuk reklamasi di negara tetangga.Perjalanan berlanjut ke Pasar Sukawati, lokasi pertama blusukan Jokowi yang diliput media di Bali. Ada dokumentasi foto Jokowi membeli udeng dan istrinya, Iriana, membeli oleh-oleh.Berlanjut ke Bali Selatan. Misal, Pecatu memiliki sejarah kelam dan panjang konflik tanah antara Bali Pecatu Graha dan petani serta pemilik tanah warga setempat.Sampai kini, ada warga yang lahan dan rumah terisolasi karena menolak ganti rugi yang dinilai tak sepadan. Seperti perjuangan I Wayan Rebho, yang pernah ditangkap dan disel karena protes.Ribuan netizen terhibur dan seperti larut ikut blusukan yang di-share akun @forBALI, kemudian disebarluaskan banyak pihak. Termasuk selebritis, akademisi, dan anak muda di berbagai tempat. Dalam blusukan ini, Jokowi diajak melihat baliho-baliho tolak reklamasi yang dirusak dua hari terakhir. [SEP]" "Pameran Foto dan Karikatur Kabut Asap: Kami Rindu Langit Biru","[CLS] Kabut asap kebakaran lahan dan hutan yang menyelimuti langit Riau sejak dua bulan terakhir ini, telah menyebabkan banyak masyarakat yang menderita.  Kabut asap juga telah menyebabkan polusi udara terburuk yang membuat ancaman kesehatan bagi ribuan anak-anak usia dini dan warga masyarakat lainnya dengan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA).Belum kerugian ekonomi dan pergerakan sosial akibat ditundanya berbagai jadwal penerbangan dan berbagai aktivitas warga lainnya.  Kabut asap tidak hanya sekali ini saja terjadi tetapi telah menjadi “bencana rutin” yang menghampiri dalam 17 tahun terakhir ini.Berusaha untuk mengedukasi berbagai kalangan masyarakat, sekelompok komunitas anak muda yang tergabung dalam aksi keprihatinan “Kami Rindu Langit Biru” menggagas pameran foto, tulisan dan karikatur yang ditujukan untuk menggugah kesadaran masyarakat, pemerintah dan berbagai kalangan untuk peduli dengan kondisi lingkungan hidup di Riau.“Kami ingin menyampaikan bahwa alam yang terbentang memberikan segala kelebihannya, saat ia menuju binasa maka saat itu kita menuju kehilangan segalanya. Bahkan oksigen yang awalnya kita anggap biasa dan selalu kita dapatkan, saat itu menjadi lebih dari permata, dan itu menyangkut nyawa. Kita berharap atas acara ini, semua masyarakat Riau semakin sadar pentingnya menjaga alam,” ujar Enje salah satu penggagas sekaligus ketua panitia acara ini.“Kami bicara lewat dunia fotografi, foto yang kami buat adalah salah satu cara menyampaikan pesan kepada masyarakat tanpa harus banyak mengeluarkan kata, namun langsung menunjukkan “kondisi real” sehingga mereka tahu apa yang sesungguhnya sedang terjadi,” demikian Domiyanto, salah seorang fotografer yang terlibat dalam acara ini menyebutkan alasan mengapa media foto yang dipilihnya" "Pameran Foto dan Karikatur Kabut Asap: Kami Rindu Langit Biru","Acara ini sendiri akan dilakukan selama 9 hari dari tanggal 4-12 April 2014 bertempat di Atrium Rokan Mall SKA, Pekanbaru.  Warga masyarakat yang tertarik untuk berpartisipasi menampilkan karya-karyanya, dipersilakan untuk langsung mengontak kepada panitia, tanpa dipungut bayaran.  Demikian pula, masyarakat yang peduli juga dapat memberikan kontribusinya kepada panitia.Warga dapat mengirimkan foto dari kamera profesional maupun kamera poket atau HP, dengan ukuran minimal 4R. Untuk karikatur ataupun tulisan dapat dikirimkan lewat cetakan 10R atau print ukuran A4.Panitia “Kami Rindu Langit Biru” dapat dikontak di email ini: kesahasap[at]gmail.com [SEP]" "Ayo, Saatnya Berpartisipasi di Pekan Peduli Orangutan","[CLS] “Ayo, selamatkan orangutan dan habitatnya di Tanah Kayong. Kalau bukan kita siapa lagi.” Itulah tema utama Pekan Peduli Orangutan (PPO) 2014 yang akan dilaksanakan Yayasan Palung dan YIARI dengan dukungan lembaga lainnya pada 15-16 November 2014 di Kecamatan Tayap, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Apa yang melatari kegiatan ini?Pekan Peduli Orangutan merupakan kegiatan rutin yang digelar oleh Yayasan Palung setiap November, sejak 2008, di Kalimantan Barat. Latarnya adalah keberadaan orangutan yang habitatnya terus tergerus serta masih adanya masyarakat yang memelihara orangutan merupakan kondisi nyata yang membutuhkan aksi penyadartahuan yang harus dilakukan.Tahun ini, kegiatan acara dipusatkan di Kecamatan Tayap, Kabupaten Ketapang, yang secara administratif berbatasan langsung dengan Taman Nasional Gunung Palung dan Hutan Lindung Gunung Tarak. Secara strategis, Kecamatan Tayap merupakan jalur perlintasan untuk menuju Kabupaten Ketapang dan ibu kota Provinsi Kalimantan Barat. Alasan lainnya adalah daerah ini juga termasuk wilayah yang rentan terhadap perdagangan satwa yang dilindungi.Berdasarkan hasil pantauan Yayasan Palung di Kecamatan Tayap sejak 2004 hingga 2014, sedikitnya ada 16 kasus pemeliharaan orangutan yang dilakukan masyarakat. Selain itu, sejak 2004-2013, sekitar 10 individu orangutan berhasil diselamatkan baik melalui penyitaan maupun hasil penyerahan masyarakat dan perusahaan perkebunan.Cassie Freund, Direktur Yayasan Palung, mengatakan pekan peduli orangutan merupakan kegiatan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa keberadaan orangutan saat ini, baik yang ada di Kalimantan maupun Sumatera, kondisinya terancam di alam." "Ayo, Saatnya Berpartisipasi di Pekan Peduli Orangutan","“Kami berharap, adanya pekan peduli orangutan akan memberikan dampak besar pada konservasi orangutan dan habitatnya. Kami tidak hanya akan fokus di Ketapang, tetapi juga di daerah lain seperti Tayap, dan Sukadana di Kayong Utara. Satu tujuan kami adalah menyampaikan pesan ke masyarakat untuk menjaga dan melindungi orangutan dan habitatnya.”Ketua kegiatan PPO 2014, Desi Kurniawati, mengajak seluruh elemen masyarakat untuk peduli orangutan. Dengan adanya PPO ini, besar harapan agar sosialisasi, pesan pelindungan terhadap orangutan dan habitatnya dapat tersampaikan. “Mudah-mudahan dengan adanya PPO ini juga ada tumbuh kesadaran yang muncul dari siapa saja,” ujarnya.Serangkaian kegiatan PPO 2014 yang akan diadakan di Kecamatan Tayap ini, nantinya dipusatkan di Desa Betenung dan Nanga Tayap, pada 15-16 November 2014. Acara yang telah disiapkan adalah lomba menggambar untuk tingkat SLTA se-Kecamatan Tayap dan gelaran puppet show (panggung boneka) di SDN Betenung.Malam harinya, akan dilakukan sosialisasi dan penyadartahuan tentang Undang-undang No. 5 Tahun 1990 yang merupakan bagian dari acara pemutaran film lingkungan serta panggung musik. Selanjutnya, pada 16 November, akan diadakan jalan santai sekaligus kampanye tentang orangutan. Sebelumnya, Relawan Taruna Penjaga Alam (RK-Tajam), binaan Yayasan Palung, dalam rangkaian PPO 2014, mengadakan aksi teatrikal di Bundaran Agoes Djam dan orasi di Taman Kota Ketapang, Minggu (9/11/2014).Sedangkan Relawan Bentangor untuk Konservasi (REBONK), pada Minggu (16/11/2014) nanti, akan mengadakan pawai dan kampanye pentingnya menjaga lingkungan dan orangutan. Rutenya dari Siduk, Desa Simpang Tiga, menuju Tugu Durian, Sukadana. Aksi tersebut akan dilanjutkan dengan kegiatan bersih-bersih di Pantai Pulau Datok." "Ayo, Saatnya Berpartisipasi di Pekan Peduli Orangutan","Dengan menyelamatkan orangutan dan habitatnya di hutan berarti kita telah menjaga ekosistem dari kehancuran yang dapat menyebabkan bencana bagi masyarakat luas. Habitat yang terpelihara dengan baik, tentunya akan menjamin kelangsungan jasa ekologi yang diberikan hutan. Seperti sebagai penyedia sumber air bersih, oksigen, pencegah erosi dan tanah longsor, hingga penjaga keseimbangan ekosistem.Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio [SEP]" "Dahas, Inilah Bank Hutan untuk Menjaga Sumber Air Kehidupan","[CLS] Hanya sepelangkahan orang dewasa, ruas jalan itu cukup dilintasi satu sepeda motor. Di sisi kiri dan kanan, pohon-pohon besar tumbuh subur. Daunnya rindang saling bersentuhan, bak dua insan saling berjabat tangan. Dedaunan itu kemudian membentuk kanopi di sepanjang lorong setapak.“Sip, kita sudah sampai,” kata Darmadi (44) sambil menghentikan laju sepeda motornya. Darmadi adalah warga Desa Petebang Jaya, Kecamatan Tumbang Titi, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Dia seorang fasilitator dari Yayasan Dian Tama Pontianak. Siang itu dia bersama Benifasius, Kepala Desa Petebang Jaya.Perjalanan sepanjang lima kilometer dengan sepeda motor dari perkampungan hingga menyusuri jalan setapak itu pun berakhir. Di depan, terdapat aliran sungai kecil. Namanya Sungai Setulak’an. Tak jauh dari bantaran sungai, berdiri kokoh sebuah pondok kecil. Material bangunannya serba kayu kelas atas. Rata-rata belian (ulin). Kayu keras ini masih banyak dijumpai di hutan sekitar desa.Amid, si empunya pondok sedang mengerjakan sesuatu. Di genggaman pria 50 tahun ini, sebilah parang mengayun dalam irama yang konstan. Tok, tok, tok, mata baja itu menancap sasaran. Hanya beberapa saat, kayu yang menjadi objek garapan Amid sudah membentuk sebuah alat. Orang setempat menyebutnya tugal, salah satu alat yang digunakan petani untuk menanam padi di ladang.Amid, asli Dayak. Belasan tahun yang lalu dia memutuskan menetap di hutan yang dikelolanya secara mandiri. Hutan itu lebih dikenal dengan sebutan dahas.Istrinya, Siukir (48) juga ikut serta menetap di pondok, sambil membantu menyiapkan segala kebutuhan hidup. Hanya sesekali Amid pulang ke kampung untuk berbelanja kebutuhan hidup rumah tangga yang tidak tersedia di dahas. Keputusan meninggalkan kampung halaman dia tempuh mengingat dahas baginya adalah nafas hidup keluarga." "Dahas, Inilah Bank Hutan untuk Menjaga Sumber Air Kehidupan","“Awalnya, tempat ini kami manfaatkan sebagai ladang. Ketika masa panen selesai, kita pindah dan membuka lahan baru. Bekas ladang yang sudah ditinggalkan kami tanami kembali dengan pohon buah, karet, dan jenis pohon berkualitas baik seperti belian dan meranti. Beginilah hasilnya. Hutan tetap tertutup,” katanya menjelaskan asal-usul dahas.Ayah tiga anak ini mengatakan, jika bekas ladang tidak ditanami pohon buah atau jenis pohon dengan kayu berkualitas baik, maka hutan akan mengalami kerusakan parah. Pasalnya, mayoritas warga di Desa Petebang Jaya hidup dari ladang. Sedangkan mereka masih menerapkan pola pertanian gilir balik. Meski tak pernah mengecap dunia pendidikan formal, Amid fasih  menjelaskan keterkaitan antara gen dan biosfer.Bank HutanAmid, dan mayoritas warga di Desa Petebang Jaya, serta desa-desa sekitar seperti Tanjung Beulang, Pasir Mayang, dan Desa Rangga Intan, sudah menjadikan dahas sebagai bank. Di tempat itulah warga menabung untuk kemudian meraup hasilnya di kemudian hari.Hutan yang dikelola masyarakat ini dipenuhi pohon buah. Nama lokal dari jenis buah yang ada di dahas di antaranya patikala, asam paoh, kembayau, mentawak, pekawai, durian, cempedak, duku, hakam, dan kapul. Ada pula kekalik, ketimbang, kondang, sebangkui, topah susu, acung, lucung, dan rerangga. Semuanya bisa dikonsumsi manusia dengan aneka rasa, dari asam hingga manis.Sebagian dari pohon buah itu tumbuh sendiri secara alamiah. Sebagian lagi musti ditanam dari bibit yang diambil dari hutan di sekitar dahas. Tanaman lain yang pernah menjadi primadona bagi warga adalah karet. “Awalnya harga karet pernah tembus 20 ribu rupiah per kilo. Tapi sekarang tinggal 4.000 rupiah saja,” kata Amid.Kendati demikian, dia tetap setia merawat dahas miliknya seluas lima hektare itu. Harga karet terjun bebas bukan sebuah alasan bagi Amid untuk meninggalkan dahas. “Tak perlu kita menggantungkan hidup sama karet semata,” katanya." "Dahas, Inilah Bank Hutan untuk Menjaga Sumber Air Kehidupan","Bagi Amid, keanekaragaman hayati di dalam dahas sudah cukup guna menghidupi keluarganya. Beras diperoleh dari ladang sendiri. Ikan bisa ditangkap di sungai. Apalagi buah-buahan, tinggal dipetik di halaman sekitar pondok.Perilaku hidup seperti ini diakui sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Orang kampung paham betul bagaimana cara menjaga agar hutan tetap lestari. Warga mengambil sebatas cukup. Selebihnya dibiarkan tumbuh dan berkembang secara alamiah.Dahas juga bisa berlaku layaknya supermarket bagi orang kampung. Tempat alami buat menabung untuk kemudian menikmati hasilnya di kemudian hari. Dahas adalah potret identitas warga pedalaman Ketapang.***Ada 616 jiwa warga Desa Petebang Jaya hidup di kawasan seluas 6.600 hektar. Tata guna lahan diperuntukkan bagi perkebunan karet masyarakat, perladangan, dan permukiman. Warga setempat membagi wilayahnya menjadi kawasan budidaya tanaman pangan, dengan sistem pertanian ladang dan perkebunan campur.Amid tidak mengetahui kapan skema hutan kemasyarakatan itu dimulai. Turun-temurun dahas sudah ada dan dipertahankan hingga kini. Dari kakek nenek sampai anak cucu. Seperti itulah cara mereka merawat hutan. Tidak pula asal tebang dan babat lalu ditinggalkan menjadi padang gersang. Justru ladang yang ditinggalkan ditanami kembali hingga rimbun seperti semula. “Pokoknya sudah ratusan tahun warga di sini mengelola hutan seperti ini,” ucapnya.Amid juga menjelaskan ikhwal anak-anaknya yang juga sudah memiliki dahas sendiri. Kelak, dahas itu akan dikelola oleh keturunan selanjutnya. “Anak-anak saya sudah berkeluarga. Masing-masing punya dahas sendiri. Kami selalu menganggap bahwa dahas adalah titipan anak cucu. Itu artinya, dosa kalau ditelantarkan,” katanya.Menjaga Sumber Air" "Dahas, Inilah Bank Hutan untuk Menjaga Sumber Air Kehidupan","Selasa (2/9/2014), matahari perlahan beranjak sekitar 40 derajat dari lokasi peraduannya. Amid beranjak dari tempat kerjanya. Parang yang semula jadi media untuk bekerja dikembalikan ke warangkanya. Dia mengajak serta keliling dahas serta melihat sumber utama air di perhuluan Sungai Bunyau.Sekitar 500 meter berjalan kaki di kemiringan sekitar 45 derajat, daerah aliran sungai Bunyau sudah tersaji di depan mata. Musim kemarau berkepanjangan mengakibatkan debet air sungai berkurang. Dasar sungai tampak jelas. Bening laksana kristal, dengan bebatuan yang kokoh tertancap ke tanah. Kendati demikian, Sungai Bunyai tak pernah kering. Airnya senantiasa mengalir ke sejumlah dahas milik warga Petebang Jaya.Warga penghuni dahas menjaga sumber air itu. Jika dahas kekurangan air, akan berdampak pada tumbuhan yang ada di dalamnya. Dan bagi Amid, air, tanah, udara, dan api adalah satu bentang alam yang saling berkaitan dengan manusia. Dengan demikian, ia patut dijaga keseimbangannya.Melalui dahas yang dikelolanya, Amid dan warga Petebang telah memberikan pendidikan penting bagi dunia, bagaimana cara mengelola hutan agar tetap terjaga lestari lewat kearifan lokal, demi kelanjutan hidup umat manusia di atas bumi. [SEP]" "Kala Penguasa-Pengusaha Abaikan Putusan MA Soal Pencabutan Izin Tambang di Bangka","[CLS] Pengusaha, bupati dan oknum polisi, ‘mesra,’ seiya sekata.  Mereka akur menjaga izin tambang Pulau Bangka di Minahasa Utara, Sulawesi Utara (Sulut), tetap langgeng. Dalih demi kesejahteraan warga. Izin digugat, muncul izin ‘baru’.  Bahkan, sang polisi tega menyiksa warga penolak demi keberlangsungan bisnis ini. Warga merintih dan meratap, melihat pemimpin dan aparat negara hanya jadi kaki tangan pengusaha.Begitu aksi teatrikal oleh Koalisi Penyelamat Pulau Bangka di depan Gedung OUB, Jakarta, Selasa (6/5/14). Di gedung itu, PT Allindo Indonesia, yang menaungi PT Mikrgo Metal Perdana (MMP), berkantor.Spanduk-spanduk pun dibentang. “Kami ingin damai tanpa tambang.” “Menolak PT Mikgro Metal Perdana di Pulau Bangka, Minahasa Utara.” “Selamatkan Pulau-pulau Kecil. Tolak tambang di Pulau Bangka Minahasa Utara.”Sebelum itu, perwakilan koalisi sempat bertemu Ayusta, General Affair MMP. Kala itu, sang bos, Mr Yang tak berada di kantor.  Ayusta mengklaim, perusahaan beroperasi menggunakan izin ‘baru’ yang dikeluarkan bupati.Dalam pertemuan itu, Ariefsyah, dari Greenpeace mengatakan, koalisi mendesak MMP menghentikan aktivitas apapun, termasuk bongkar muat alat berat di Pulau Bangka. Dia mengatakan, warga mempunyai landasan hukum kuat meminta penghentian tambang karena sudah ada putusan Mahkamah Agung yang menyatakan kekalahan MMP dan Bupati Minut. Izin harus dicabut alias tak ada tambang di Pulau Bangka.Nongolnya izin ‘baru’ kala izin lama dalam gugatan—berakhir kemenangan warga—menunjukkan ketidakjelasan hukum di negeri ini.  Untuk itu, kata Arief, perusahaan, harus peka kondisi di lapangan, di mana banyak warga menolak tambang. “Warga punya pegangan hukum, perusahaan juga menyatakan begitu, jadi kami minta MMP segera menghentikan aktivitas sampai ada kepastian hukum.”Ayusta berjanji menyampaikan permintaan koalisi ke pimpinan perusahaan." "Kala Penguasa-Pengusaha Abaikan Putusan MA Soal Pencabutan Izin Tambang di Bangka","Koalisi membentangkan spanduk penolakan tambang di Bangka, di dalam kantor MMP. Kala keluar gedung membawa spanduk, petugas keamanan gedung merasa kecolongan. Mereka langsung menghalau aktivis pembawa spanduk dan meminta segera keluar.  Aksi dilanjutkan di depan gedung UOB.“Tambang ini ancaman bagi lingkungan dan mengabaikan hak-hak masyarakat yang tinggal di sana. MMP harus keluar dari Bangka,” begitu orasi Edo Rachman, dari Walhi Nasional.Koalisi ini antara lain, terdiri dari Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), Walhi, Greenpeace, YLBHI,  Jatam dan Change.org.Di Manado, Sulut, pada Rabu (29/4/14), perwakilan warga didampingi LBH-Manado, Walhi, LMND dan KMPA Tunas Hijau mendatangi Mapolda Sulut guna menindaklanjuti pertemuan dengan Wakapolri, Badrodin Haiti di Jakarta. Sayangnya, , jawaban tegas Jimmy Sinaga, Kapolda Sulut, tak diperoleh. Dalam pertemuan itu, mereka menilai Kapolda lebih memihak perusahaan tambang daripada mematuhi putusan MA.Maria Taramen, ketua Tunas Hijau Sulut, mengatakan, sejak semula melihat kesan tak simpatik dari Kapolda Sulut ini. Perwakilan yang datangpun, dari 10 orang, hanya empat diizinkan berdialog.“Setelah itu, bukan memperkenalkan jajaran, dia (Jimmy Sinaga) justru membuka dengan sosialisasi tambang,” kata Maria, Kamis (30/4/14)Menurut Maria, Kapolda masih menerima tambang. Sektor tambang dinilai sumber pendapatan asli daerah (PAD), membuka lapangan pekerjaan hingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat.Keyakinan ini, menyebabkan Polda Sulut terus mengawal aktivitas pertambangan di Bangka. Mereka membacakan sejumlah surat keputusan dan berbagai data, serta meminta aparat bertindak.  Sayangnya, polisi memihak investor. Polisi menilai MMP legal." "Kala Penguasa-Pengusaha Abaikan Putusan MA Soal Pencabutan Izin Tambang di Bangka","Kondisi di ruang pertemuan sempat memanas dipicu sejumlah klaim diucapkan Allan Mingkid, Kadis Pertambangan Minut. “Setelah Kapolda merasa ada yang salah dia lebih banyak diam dan menyerahkan ke Kadis Pertambangan menanggapi penyampaian kami.”Kadis Pertambangan mengklaim, putusan MA tidak berlaku, karena IUP eksplorasi MMP No 162/2012  yang digugurkan adalah SK Bupati kadaluarsa. Mingkid tak mau tahu dan mencoba mencari pembenaran.Maria mengatakan, SK Bupati Minut  terbaru No 183, merupakan perpanjangan dari surat lama.  Hingga, putusan MA itu berdampak hukum sama kepada izin-izin yang ada setelah itu.“Bupati salah kalo beralasan SK yang digunakan sekarang baru. Itu bukan baru, tapi ubahan dari SK perpanjangan. SK awal KP 171, diperpanjang dengan SK IUP No. 162, digugat warga dan menang di MA. Diperpanjang lagi menjadi SK IUP no. 151, diperpanjang lagi menjadi SK 152. Ini SK yang digugat Walhi dan kalah sampai di MA. Diperpanjang lagi dan diubah menjadi SK 183 perubahan.”Dia menjelaskan, kekalahan gugatan Walhi bukan karena materi gugatan, tetapi legal standing organisasi Walhi. “Jadi, bukan materi gugatan yang ditolak.” [SEP]" "Wah! Ada Jejak Anak Sungai Musi di Lukisan Sketsa Usa Kishmada","[CLS] Banyak karya seni yang lahir atau terinspirasi dari Sungai Musi dan anaknya. Namun, tidak banyak karya seni yang menggambarkan rekam jejak Sungai Musi itu sendiri. Salah satu yang sedikit itu, ada pada perupa Usa Kishmada dengan lukisan sketsanya.Usa mulai melukis sketsa Sungai Musi dan anaknya sejak pertengahan 1970-an hingga saat ini. Salah satunya mengenai Sungai Sekanak. Tahun 1970-an, Sungai Sekanak dalam sketsa Usa dipenuhi pohon manggis, durian, kebun dan rawa, yang kini berubah menjadi pertokoan, rumah susun, dan perkantoran.“Waktu itu, orang menangkul ikan di pinggiran sungai. Kalau air pasang masih bisa dapat ikan belida. Sekarang, keberadaan ikan belida di Sungai Musi seperti legenda. Padahal, dulunya ikan ini sebagai bahan andalan untuk membuat pempek,” ujarnya, Senin (21/12/2014).Padahal, berdasarkan penelitian Balai Arkeologi Palembang, Sungai Sekanak ini diperkirakan sebagai sarana transportasi menuju Bukit Siguntang yang panjangnya puluhan kilometer. Kini, panjang anak sungai ini diperkirakan hanya dua kilometer.Kehadiran sampah plastik yang mencemari sungai-sungai di Palembang, kata Usa, mulai terasa sejak tahun 1988. “Sungai mengalami penyempitan. Bahkan, yang dulunya sungai kini menjadi selokan besar. Padahal, kanal-kanal di Venesia tak lebih besar dari sungai-sungai di Palembang. Tetapi, di sana kondisinya terawat sehingga dapat menunjang sektor pariwisata,” kata Usa.Sketsa lain yang dibuat Usa adalah suasana di muara Sungai Limbungan. Tahun 1980-an, batang-batang kayu hasil penebangan dihanyutkan dari bagian hulu Sungai Musi ke Palembang, dan masuk ke Sungai Limbungan. “Setiap hari, kita lihat banyak kayu seperti meranti atau cempaka. Diameternya lebih dari satu meter,” terang Usa." "Wah! Ada Jejak Anak Sungai Musi di Lukisan Sketsa Usa Kishmada","Usa juga mengenang kebiasaan anak-anak kecil pada tahun 1970-an, bermain di sungai dan berenang. Kini suasana itu sudah hilang, sebab air sungai sudah kian memburuk. Sambil mandi, anak-anak mencari udang di sela kayu nibung yang disusun untuk mandi. “Kami suka mencari udang dan memakannya mentah. Mitosnya, kalau banyak makan udang bisa lebih pandai dan gesit berenang,” kenangnya.Sketsa yang cukup penting juga tergambar mengenai Kampung 24 Ilir. Kampung ini sudah hilang karena kebakaran besar yang terjadi pada 1981. Lokasi kampung kini berubah menjadi Palembang Indah Mall, kawasan pertokoan Ilir Barat Permai, rumah susun, dan lainnya.Terhadap kondisi Sungai Musi dan anaknya, JJ Polong dari Spora Institute Palembang pernah mengatakan bahwa guna mempertahankan keberadaan anak sungai harus dilakukan revitalisasi. “Sungai yang menyempit diperlebar, dan yang telah tertimbun digali kembali. Tanami sepanjang anak sungai itu dengan tanaman yang dapat mengontrol air,” katanya. Lalu, hukum beratlah mereka yang telah menimbun atau menyempitkan anak sungai.Melukis lingkunganUsa belajar melukis lingkungan secara otodidak dengan pelukis X-Ling. Saat itu, X-Ling tengah keliling nusantara untuk membuat sketsa kehidupan dan tradisi masyarakat berbagai kota di Indonesia. Dia cukup lama di Palembang, sehingga banyak perupa Palembang yang belajar dengan X-Ling, selain Usa Kismada ada juga Koko Bae dan Umar Halim. Dua nama terakhir ini sudah meninggal dunia.Usa Kishmada sendiri dilahirkan di Palembang pada 26 April 1955. Dibesarkan di kawasan 24 Ilir Palembang, membuatnya dekat dengan kehidupan sungai. Hal ini pun berpengaruh pada karyanya. Dia salah satu keturunan dari Abdus Somad al-Falimbani, ulama dihormati di masa Kesultanan Palembang Darussalam.Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio [SEP]" "Ritual buat Teluk Benoa, Berawal dari Mimpi Itu…","[CLS] Sebagian warga Bali khawatir dan takut ancaman bencana kala reklamasi Teluk Benoa terjadi. Mereka punya banyak cara mengekspresikan penolakan. Ada yang membuat aneka artwork, aksi musik, kampanye di media sosial, dan longmarch sampai jalan spiritual.Pada akhir Oktober, tepat pukul 10.00 pagi, sejumlah orang berpakaian adat Hindu melantunkan doa-doa dan sesajen ke arah Teluk Benoa, dari Pura Karangasem, Tuban, Badung. Ini pemujaan kali kedua. Sebelumnya, September, 11 sulinggih (pimpinan agama Hindu) berkumpul di bibir pantai, menghaturkan sesajen, dupa, dan doa diiringi suara genta pada Dewa Baruna, penguasa laut di lokasi rencana reklamasi.November ini akan dilaksanakan hal sama, di lokasi berbeda, namun tetap di arah mata angin yang mengelilingi Teluk Benoa. Ada kisah yang melatarbelakangi perlawanan melalui jalan spiritualitas ini.Pada April, seorang Jero Mangku Istri Rai (pemimpin ritual perempuan) bermimpi. Dia melihat seorang laki-laki menarik sebuah batu besar. Dengan perlahan batu dibawa sampai ke sebuah sumur. Batu digelindingkan hingga menutup mulut sumur. Saluran air tersumbat.Jero terbangun dan tergagap. Dia tak bisa tidur lagi karena merasa mimpi itu nyata. Dia sekaligus takut.“Ada apakah dengan bumi Bali?” Dia bertanya pada rekan sesama pemangku. Kebanyakan kasus seperti ini pada orang yang meyakini mimpi di Bali, diminta tangkil (bersembahyang) ke Pura Puncak Sari di Danau Buyan, utara Bali. Ini salah satu sumber air, hulu pulau Bali.Salah satu rekan berbagi cerita adalah Doktor Luh Kartini, guru besar perempuan Fakultas Pertanian Universitas Udayana dan salah satu ahli tanah terkenal." "Ritual buat Teluk Benoa, Berawal dari Mimpi Itu…","“Harus dilaksanakan berbagai ritual ngancing (mengunci) Pulau Bali tak hilang 50%, diyakini ini terkait rencana reklamasi Teluk Benoa,” katanya. Dia mengaku menghormati tanda-tanda niskala (tak terlihat) seperti ini walau terbiasa bekerja sebagai akademisi yang harus ilmiah. “Secara logika imiah, ini mungkin tak masuk akal.”Salah satu pesan perjalanan spiritual mengunci pulau ini adalah menemukan batu berbentuk segitiga. Dimulailah rangkaian ritual demi ritual sejak April. Suatu ketika, mereka mengaku menemukan batu di pesisir Tanjung Benoa. Sebuah keris yang dimiliki Kartini dipakai buat mengunci.“Kami mohon pemerintah diberikan vibrasi agar membatalkan reklamasi ini. Teluk Benoa adalah baruna kertih (kesejahteraan laut) yang sangat disucikan,” kata Anom Suparta, Jero Mangku di Pura Karangasem. Di sekitar Teluk Benoa ada beberapa kawasan Melasti (area ritual penyucian semesta) yang kesucian harus dijaga.“Abrasi di Padanggalak akibat reklamasi Serangan. Sawah di Padanggalak habis karena abrasi. Saya khwatir di sini seperti apa kalau ada reklamasi.”Kartini heran kenapa pemerintah bersikukuh ingin memberikan izin reklamasi. “Dampaknya kita di sini, bukan mereka yang merasakan. Ada kekuatan niskala nanti yang akan menghukum kita,” ucap perempuan pengampanye pertanian organik ini.Ida Pandita Griya Telabah, salah pimpinan agama yang dihormati juga ikut mengamati vibrasi dari Teluk Benoa. Dia dua kali hilir mudik di Pura Karangasem buat merasakan aura spiritualitas di pusat hutan bakau ini.Pandita ini bercerita pernah punya pengalaman unik saat memimpin upacara. Ada persembahan seekor ikan dengan badan sisa setengah tetapi hidup. Selalu muncul saat upacara besar di sini dan ditangkap nelayan untuk persembahan. Namun, lepas dan hidup lagi." "Ritual buat Teluk Benoa, Berawal dari Mimpi Itu…","Penekun spiritual ini yakin tanda-tanda alam juga berwujud dalam bentuk bisikan-bisikan gaib. Mereka menggunakan dalam menegakkan konservasi. Ritus ini hampir rampung di sembilan penjuru mata angin di sekitar teluk.Aksi jalanan mengarak ogoh-ogohPada pekan ini, untuk kesekian kali, Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBALI) Teluk Benoa ke jalanan. Aksi berpusat di kantor Gubernur Bali untuk menekan pemimpin daerah tak memberikan izin-izin lokal berikutnya bagi investor.Sekitar 500 orang, sebagian besar anak muda berusia di bawah 30 tahun meneriakkan yel-yel “Dua tahun dibohongi, tolak reklamasi Teluk Benoa.”  Mereka merasa regulasi memuluskan jalan reklamasi secara diam-diam.Kelompok pemuda banjar atau Sekaa Teruna membuat ogoh-ogoh (boneka raksasa berbentuk tikus membawa ekskavator). Simbol budaya berpadu dengan isu kontekstual Bali kini.Agung John, anak muda yang terlibat dalam aksi budaya menyuarakan ini mengatakan, ogoh-ogoh salah satu medium sangat popular dan disukai. Perwujudan tikus sebagai simbol investor rakus, dengan kendali alat keruk atau ekskavator. Namun, kekuatan alam, berupa tangan ombak berhasil mengangkat tikus ini ke udara untuk mencegah pengurugan di tengah laut.Suriadi Darmoko, Direktur walhi Bali, mengatakan, aksi ini pesan untuk Presiden Joko Widodo dan kementrian. Dia meminta Jokowi, dan kabinet kerja harus melihat betul aspirasi rakyat Bali yang sebagian besar menolak reklamasi. “Penolakan-penolakan ini sudah massif dan terbuka di ruang-ruang publik.”Reklamasi harus dievaluasi karena kebijakan ini bertentangan dengan komitmen konservasi kelautan. Antara lain, pertama, perubahan status Teluk Benoa dari kawasan konservasi menjadi kawasan dapat direklamasi. Ini bertentangan dengan komitmen coral triangle iniciative yang dicetuskan SBY dalam terumbu karang." "Ritual buat Teluk Benoa, Berawal dari Mimpi Itu…","Kedua, perubahan kawasan konservasi ini bertentangan dengan komitmen mewujudkan 20 hektar kawasan konservasi perairan tahun 2020. Darmoko menyebutkan, baru tercapai 16 juta hektar tetapi rezim SBY justru mengubah status Teluk Benoa dari kawasan konservasi menjadi non konservasi.“Komitmen Jokowi bekerja keras mengembalikan Indonesia sebagai negara maritim dan menjadikan teluk sebagai masa depan peradaban Indonesia.” Untuk itu, ForBALI meminta pemerintahan baru menghentikan proses perizinan berkaitan rencana reklamasi. Caranya,  mencabut Perpres 51 tahun 2014 dengan memberlakukan kembali Perpres 45 tahun 2011. [SEP]" "KLH : Debu PT Semen Padang Diambang Batas Baku Mutu Udara","[CLS] Setelah sabar menunggu, akhirnya masyarakat komplek perumahan Home Owner (HO) RW V, VI dan VII Ranah Cubadak, Kelurahan Indarung, Kecamatan Lubuk Kilangan, Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar) dapat melihat hasil temuan tim veriifkasi lapangan dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) atas kasus yang mereka adukan.KLH memaparkan hasil sampling kualitas udara dan temuan lapangan terkait dengan dugaan pencemaran udara akibat debu pabrik PT. Semen Padang pada minggu kemarin. Pertemuan tersebut merupakan dari rangkaian proses dari penanganan pengaduan masyarakat.Pemaparan dilakukan setelah KLH menurunkan tim verifikasi atas pengaduan masyarakat pada tanggal 25-29 Agustus  2014 di lokasi pemukiman masyarakat dan areal pabrik PT. Semen Padang. KLH juga telah melakukan analisis laboratorium atas sampling kualitas udara yang diambil di beberapa titik pada pemukiman masyarakat.Jasmin Ragil Utomo, Asisten Deputi Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup KLH mengatakan hasil sampling yang dilakukan di dua titik pemukiman dan menunjukkan angka konsentrasi debu 248 dan 278 µg/Nm3. Angka ini melebihi baku mutu udara ambien nasional sebagaimana yang telah ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara yaitu sebesar 230 µg/Nm3.Pada saat pengambilan sampling kualitas udara dilapangan, tim juga melakukan pengukuran kecepatan dan arah angin guna melihat prakiran sumber dampak. Memang ditemukan kecenderungan arah angin bergerak dari timur dan tenggara menuju arah barat. Sementara itu pemukiman masyarakat terletak di arah barat dari perusahaan dan posisi pemukiman berada lebih rendah dari lokasi pabrik, tambahnya." "KLH : Debu PT Semen Padang Diambang Batas Baku Mutu Udara","Sedangkan penyelesaian sengketa lingkungan hidup, melalui beberapa tahapan kegiatan, yaitu kegiatan verifikasi, klarifikasi, penetapan pilihan penyelesaian sengketa dan pelaksanaan penyelesaian sengkata. Untuk kasus ini, pemaparan hasil tim verifikasi lapangan merupakan bagian dari klarifikasi yang disampaikan kepada para pihak-pihak yang bersengketa. Setelah melakukan klarifikasi, para pihak dapat menentukan pilihan penyelesaian sengketa di luar pengadilan, diantaranya negosiasi, mediasi dan arbitrase.Korinto Santo, selaku perwakilan masyarakat menyambut baik atas proses penyelesaian sengketa lingkungan yang dilakukan oleh KLH. Masyarakat berharap proses tersebut mampu menyelesaikan sengketa dan perusahaan segera melakukan rehabilitasi lingkungan yang telah tercemar serta memberikan ganti kerugian atas kerusakan atap rumah masyarakat.Kegiatan klarifikasi temuan lapangan dilakukan secara terpisah antara masyarakat dengan PT. Semen Padang di hari yang berbeda. Pertemuan ini juga dihadiri oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup (Bapedalda) Propinsi Sumbar dan Bapedalda Kota Padang beserta Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) Universitas Andalas dan WALHI Sumbar.Pada hari selanjutnya, dilakukan pertemuan untuk mendengarkan klarifikasi temuan lapangan dari pihak perusahaan. Pertemuan ini difasilitasi langsung oleh Himsar Sirait, Deputi V Bidang Penaatan Hukum Lingkungan Hidup KLH. Himsar mengatakan bahwa pemerintah hanya sebagai fasilitator dan wajib bagi pemerintah untuk mencarikan penyelesaian sengketa yang sedang berlangsung.Himsar menegaskan perusahaan harus melakukan upaya pengelolaan lingkungan secara maksimal sesuai ketentuan perundang-undangan serta peraturan turunan lainnnya. Jika perusahaan tidak mengindahkan, KLh akan memberikan sanksi. Perusahaan juga harus melakukan ganti rugi kepada masyarakat akibat aktivitas pabrik.Perusahaan Akan Lakukan Ganti Rugi" "KLH : Debu PT Semen Padang Diambang Batas Baku Mutu Udara","Menyikapi hal tersebut Agus Boydiantoro, mewakili pihak manajemen PT. Semen Padang mengatakan perusahaan tidak pernah berniat untuk tidak menyelesaiakan kasus ini, namun butuh waktu untuk mengkomunikasikannya dengan pimpinan perusahaan.Perusahaan menyanggupi untuk melakukan perbaikan rumah-rumah masyarakat yang terkena dampak secara bertahap. Segala bentuk kerugian tersebut tentunya tidak dapat disamaratakan, dan perusahaan juga akan melakukan verifikasi lapangan terhadap kondisi rumah masyarakat tersebut.Perusahaan bersepakat untuk menyelesaikan permasalahan dengan masyarakat di luar pengadilan dan dituangkan dalam berita acara kesepakatan. Perusahaan bersedia melakukan perbaikan dan pengantian terhadap atap rumah masyarakat perumahan HO RW V, VI, dan VII Ranah Cubadak, kelurahan Indarung, kecamatan Lubuk Begalung, Kota Padang.Untuk melakukan perbaikan para pihak sepakat membentuk Tim Inventarisasi dan Identifikasi terhadap kerusakan atap rumah masyarakat yang dikepalai langsung oleh Kepala Bapedalda Kota Padang. Hasil kerja tim tersebut akan menjadi dasar perusahaan akan melakukan rekomendasi ganti rugi.Desriko Malayu Putra, Deputi Direktur WALHI Sumbar mengapresiasi rencana penyelesaian masalah tersebut. Tetapi perrmasalahan bukan hanya mengenai perbaikan-perbaikan rumah warga, namun perusahaan juga harus berkomitmen untuk melakukan pengelolaan lingkungan dengan baik.Tim verifikasi KLH di lapangan juga menemukan bahwa aktifitas pabrik telah memberikan dampak buruk atas kualitas udara di sekitar pemukiman. Artinya dampak ini telah menganggu hak publik masyarakat atas lingkungan hidup yang bersih dan udara yang sehat yang mana hak tersebut merupakan bagian dari hak asasi yang harus dipenuhi. Pemerintah harus mampu meberikan sanksi tegas atas kelalaian perusahaan terhadap pengelolaan lingkungan, tambahnya." "KLH : Debu PT Semen Padang Diambang Batas Baku Mutu Udara","Pertemuan ini berakhir dengan penandatanganan berita acara kesepakatan penyelesaian sengketa lingkungan antara perusahaan dan masyarakat yang telah di buat, dan akan diawasi oleh KLH melalui Bapedalda Kota Padang. [SEP]" "Batubara, Rusak Lingkungan, Sumber Beragam Penyakit sampai Hancurkan Pangan dan Budaya","[CLS] Kala banyak negara sudah mulai mengurangi penggunaan batu bara sebagai sumber energi, pemerintah Indonesia,  justru makin masif merencanakan pertambangan maupun pembangunan PLTU batubara. Padahal, penggunaan batu bara sangat merusak lingkungan dan manusia.Lauri Myllyvirta, aktivis Greenpeace International mengatakan, penggunaan batubara menyebabkan 60 ribu orang Indonesia meninggal tiap tahun. “Ini karena polusi batubara menyebabkan kanker paru, stroke, penyakit pernafasan dan persoalan lain terkait pencemaran udara,” katanya di Jakarta, Minggu ( 23/2/14).Lelaki yang fokus pada kajian pencemaran udara itu mengatakan, membangun puluhan pembangkit batubara dan pertambangannya mengakibatkan jutaan rakyat Indonesia merasakan dampak buruk pencemaran udara beracun. “Polusi batubara sangat berbahaya bagi manusia. Batubara mengeluarkan partikel PM 2,5 yang sangat mudah masuk ke tubuh manusia melalui udara yang dihirup. Ini menyebabkan risiko kanker lebih tinggi,” ujar Myllyvirta.Indonesia tidak mempunyai aturan khusus menangani pencemaran udara akibat pertambangan. Begitupun standardisasi PM 2,5. Indonesia juga tidak pernah memantau bahaya polusi PLTU. “Indonesia membangun banyak PLTU juga banyak eksplorasi tambang batubara. Orang di dekat PLTU maupun lokasi tambang sangat dirugikan. Mereka akan menghirup udara dari batubara itu.”Saat ini, beberapa negara justru berkomitmen mengurangi penggunaan batubara. China, misal,  menargetkan pengurangan penggunaan batubara mulai 2017 sebesar 30%. Mereka mulai mengembangkan sumber energi terbarukan karena pencemaran udara sangat parah pernah melanda China tahun 2008.“Dua tahun terakhir China berusaha mengembangkan energi angin, solar panel dan berbagai sumber energi terbarukan lain. Indonesia, sangat tergantung batubara sebagai komoditas utama ekspor. Saatnya berpindah menggunakan energi terbarukan.”" "Batubara, Rusak Lingkungan, Sumber Beragam Penyakit sampai Hancurkan Pangan dan Budaya","Bruce Buckheit, mantan Badan Perlindungan Lingkungan Hidup Amerika Serikat (EPA US), berpendapat senada. Dia mengatakan, tahun 1960-an, udara di AS begitu kotor karena banyak pembangkit listrik tenaga batubara tak menggunakan teknologi untuk mengurangi pencemaran udara seperti scrubber. Keadaan ini, mendorong pemerintah AS mengeluarkan peraturan kualitas udara bersih tahun 1970 hingga menyebabkan ratusan perusahaan batubara ditindak hukum bahkan berhenti beroperasi.“Amerika dan Inggris pernah mengalami pencemaran udara sangat buruk akibat pembangkit listrik batubara. Hal serupa terjadi di China baru-baru ini.”Kini Buckheit aktif dalam gerakan penegakan aturan udara bersih (clean air act). Menurut dia, PM 2,5 dalam batubara sangat berbahaya. Walaupun ada alat untuk mengurangi di udara, tapi tak menjadi jawaban. Ia juga mencemari air. “PM 2,5, merkuri dari penggunaan batubara jika mencemari air akan sangat merugikan masyarakat. Peraturan di Indonesia mengenai emisi partikel halus seperti PM 2,5 sangat lemah.”Sementara itu, Donna Lisenby,  Koordinator Kampanye batubara Global Waterkeeper Alliance, mengatakan, pencemaran tambang batubara terjadi mulai kegiatan penambangan, pengangkutan hingga pembangunan PLTU. “Pencemaran batubara berakibat langsung pada pencemaran air. Limbah yang ditahan tidak dibuang ke udara, akan terbuang ke tanah atau air. Ini mengakibatkan pencemaran di hulu dan hilir sungai,” katanya.Pencemaran di tanah dan air akan berakibat buruk bagi pertanian. Lahan gambut yang berfungsi sebagai penjernih air bisa rusak. Tak pelak, ketahanan pangan bisa hancur.Bahkan, katanya, dari 26 persen bayi lahir di sekitar tambang batubara berpotensi cacat. “Di Indonesia belum ada penelitian mengenai ini.  Bentuk ikan dan katak di sungai sudah tercemar limbah batubara juga mengalami perubahan.”" "Batubara, Rusak Lingkungan, Sumber Beragam Penyakit sampai Hancurkan Pangan dan Budaya","Aktivis 350.org dari Renuka Saroha,  menjabarkan kondisi di India. Menurut dia, penggunaan batubara pada pembangkit listrik di India menyebabkan persoalan sangat serius bagi lingkungan hidup.  Batubara awal dari kematian manusia, lingkungan dan kebudayaan. “Budaya rusak ketika eksplorasi tambang batubara dilakukan karena memaksa orang yang tinggal di lokasi itu pindah.”India, mengimpor batubara dari Indonesia dalam jumlah sangat besar bukan untuk ketersediaan listrik, atau pembangunan mensejahterakan rakyat. Namun, hanya menguntungkan politisi dan pengusaha, sedang masyarakat malah rugi.Dia mencontohkan, PLTU Tata Mudra,  yang menghasilkan listrik 4.000 megawatt. Batubara diimpor dari Indonesia dengan pengeluarkan  US$4,140 juta, dan kerugian US$112 juta per tahun. “Ini tidak memberikan keuntungan sama sekali. Sudah saatnya pemerintah mendorong penggunaan energi terbarukan,” kata Saroha.Ki Bagus Hadi Kusuma dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) pun angkat bicara. Dia mengatakan, Indonesia harus segera menghentikan ekspor batubara. Sebab, dampak lingkungan dan sosial jauh lebih tinggi dibandingkan keuntungan.Menurut dia, produksi 400 ton per tahun harus dikurangi secara drastis jika ingin menyelamatkan pertanian, sungai dan hutan juga kesehatan warga di sekitar tambang. “Sebanyak 44 persen dari daratan Indonesia dikapling untuk pertambangan atau migas.”Perizinan batubara, katanya,  terbilang sangat mudah. Keadaan ini, terlihat dari statistik izin eksplorasi batubara sebanyak 40,21 persen dari keseluruhan izin tambang di Indonesia.Batubara konsumsi dalam negeri hanya berkisar 20-25 persen. Mayoritas, 70-77 persen itu diekspor. “Jika pemerintah masih memaksakan memprioritaskan batubara sebagai ekspor, dalam 10-20 tahun mendatang perekonomian Indonesia kolaps,” ucap Bagus." "Batubara, Rusak Lingkungan, Sumber Beragam Penyakit sampai Hancurkan Pangan dan Budaya","Hingga 2020,  pemerintah Indonesia menargetkan penggunaan batubara pembangkit listrik hingga 64%. Sedang energi terbarukan sangat kecil. Gas 17 persen, gheotermal 12 persen, minyak satu persen dan hydro enam persen.Pius Ginting, Manajer Kampanye Energi dan Tambang Walhi Nasional mengatakan, rencana investasi besar-besaran rel kereta api di Kalimantan dan Sumatera,  akan bertentangan dengan target penurunan emisi pemerintah. Ia juga mengancam pencapaian target penggunaan energi terbarukan sebanyak 25 persen tahun 2025. “Pemerintah harus menghentikan PLTU batubara besar di Jawa-Sumatera.” [SEP]" "Laut Makin Asam, Ikan Makin Berkurang","[CLS] Lautan sangat penting untuk produksi makanan berbasis perikanan dan budidaya. Tetapi kemampuan laut untuk menyediakan makanan bagi manusia ini sensitif terhadap perubahan iklim dan pengasaman laut.Di seluruh dunia, sektor perikanan memenuhi kebutuhan tiga miliar orang, atau sekitar 20 persen dari asupan rata-rata protein hewan. Kondisi terkini laut membuat 400 juta orang yang bergantung pada ikan sebagai makanan menjadi kritis. Akan tetapi permintaan ikan cenderung meningkat karena jumlah penduduk global meningkat dan kondisi ekonominya menjadi lebih makmur.Hal tersebut merupakan kesimpulan dari laporan terbaru Assessment Report kelima (AR5) dari Panel Antar Pemerintah untuk Perubahan Iklim (Intergovernmental Panel on Climate Change) yang dipresentasikan pada Konferensi Perubahan Iklim di Bonn, Jerman pada pertengahan Juni 2014.Koordinator Divisi Peningkatan Kapasitas Riset dan Pengembangan di Sekretariat Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI), Agus Supangat yang mengikuti presentasi tersebut menjelaskan perubahan iklim mempengaruhi sifat fisik dan kimia laut, yang mempengaruhi dan mengubah sifat biologis organisme laut.Secara khusus, perubahan suhu dan kadar oksigen laut berdampak pada migrasi, pemijahan dan pola makan, serta migrasi dan pola distribusi dari  ikan dan kerang-kerangan. Secara tidak langsung, ikan dan kerang-kerangan dipengaruhi oleh perubahan produksi primer karena efek langsung dari pengaruh iklim pada fitoplankton.Agus yang juga peneliti di Kementerian Kelautan dan Perikanan itu mengatakan perubahan fisik dan kimia laut menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati laut. Semakin asamnya laut juga mempengaruhi pertumbuhan karang dan meningkatkan resiko hidup terumbu karang. Mengikuti hukum rantai makanan, kondisi terumbu karang akan mempengaruhi ikan dan hewan laut lainnya. Dilaporkan kulit atau tempurung moluska pun menipis." "Laut Makin Asam, Ikan Makin Berkurang","Budidaya perikanan juga terpengaruh oleh berkurangnya jumlah pakan ikan (feed-fish) karena upwelling air asam mempengaruhi pertumbuhan kerang, dan peningkatan risiko banjir untuk area pertambakan di daerah tropis.Perubahan iklim juga meningkatkan resiko kepunahan dari sejumlah besar spesies pesisir dalam beberapa dekade mendatang. Kepunahan spesies tersebut terutama modifikasi habitat, eksploitasi berlebihan dan polusi.Kerugian PerikananIPCC memperkirakan pada tahun 2050,  perikanan tangkap akan mengalami kerugian akibat perubahan iklim berkisar antara USD 17 sampai 41 miliar, berdasarkan skenario pemanasan global pada 2 derajat celcius. Kerugian tertinggi kemungkinan terjadi di Asia Timur dan Pasifik. Sedangkan pengasaman laut diproyeksikan mendorong penurunan produksi kerang-kerangan global antara tahun 2020 dan 2060.Hal itu juga meningkatkan potensi penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan dan tidak sesuai aturan (illegal, unreported and unregulated / IUU  fishing) dari perubahan sumber daya pesisir dan meningkatnya kerawanan pangan.IUU Fishing akan memicu ledakan pertumbuhan alga (algal bloom) yang mengancam ekosistem dan perikanan dan berkontribusi terhadap peningkatan jumlah ‘zona mati’ di laut.IPCC menjelaskan tingkat produksi makanan laut akan berubah, dimana tingkat produksi akan menurun di daerah tropis dan justru meningkat pada daerah sub tropis.Menghadapi hal tersebut, adaptasi bisa dilakukan untuk beberapa kasus, tetapi sangat sulit dalam kasus yang lain. IPCC memperkirakan biaya total adaptasi untuk perikanan global 2010-2050 hingga USD 30 miliar per tahun.Nelayan dapat beradaptasi dengan beberapa dampak iklim, dengan cara antara lain mengurangi tekanan non-iklim seperti polusi, mengubah pola tangkapan, peralatan atau target spesies, meningkatkan akuakultur, dan ubah ke kebijakan manajemen yang dinamis." "Laut Makin Asam, Ikan Makin Berkurang","Sebagai sistem yang dinamis, lautan akan terus merespon perubahan masa lalu dan saat ini di iklim dunia. Perubahan seluas samudra dalam ekosistem yang sudah terjadi dan yang diproyeksikan berakselerasi 2050 dan seterusnya.Perubahan tersebut memiliki implikasi untuk manajemen perikanan, keberlanjutan, keamanan pangan, dan peningkatan pendapatan, terutama di lintang rendah (daerah tropis) dan kecil negara pulau-pulau kecil. Perubahan sistem laut ini akan terus terjadi selama berabad-abad. [SEP]" "AMAN Perkirakan 2014 Konflik Lahan di Sulsel Makin Tinggi","[CLS] Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sulawesi Selatan (Sulsel) memperkirakan dalam tahun 2014, eskalasi konflik lahan dan sumber daya alam (SDA) bakal mengalami peningkatan lebih besar dibanding sebelumnya. Penilaian ini berdasarkan pada ruang kebijakan yang mulai tersedia, seperti putusan MK 2013, tentang hutan adat bukan hutan negara,  –yang makin memperjelas hak-hak masyarakat adat– tetapi cara pandang pemerintah masih menggunakan paradigma lama.“Di sejumlah daerah malah belum menerima keberadaan masyarakat adat, meski aturan secara nasional sudah ada. Ini akan makin membuka ruang bagi konflik antara pemerintah daerah dan masyarakat adat,” kata Sardi Razak, Ketua AMAN Sulsel, akhir Desember 2013.Penyebab lain yang akan mendorong konflik makin tinggi, dengan kesadaran kritis masyarakat. Masyarakat, makin paham hak dan bagaimana memperjuangkan. Tak hanya itu, akses informasi juga makin terbuka dan berperan menumbuhan sikap kritis masyarakat. “Dengan akses informasi terbuka, bisa jadi apa yang terjadi di Mesuji terjadi di Sulsel,” ujar dia.Selain itu, kata Sardi, dengan makin terbuka ruang investasi di Sulsel, akan nyata berimbas pada wilayah masyarakat adat, terutama sektor pertambangan. “Di kawasan adat Seko, Kabupaten Luwu Utara, saat ini sudah ada tujuh perusahaan mendapat izin pertambangan.”Belum lagi pelaksanaan program Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Program ini diperkirakan banyak merugikan warga, baik pengambilan paksa lahan dengan alasan pembangunan, maupun pengurasan sumber daya air. “Sumber air yang seharusnya untuk pertanian, justru untuk pembangunan PLTA sebagai suplai energi bagi perusahaan-perusahaan tambang. Ini potensi konflik yang harus dicermati bersama.”Sedangkan, laporan akhir tahun AMAN Sulsel menunjukkan sedikitnya 13 konflik antara masyarakat adat dengan pemerintah dan swasta sepanjang 2013. Terdapat, 11.733 warga merasakan dampak konflik ini." "AMAN Perkirakan 2014 Konflik Lahan di Sulsel Makin Tinggi","Warga tak hanya diusir, juga kerap diintimidasi bahkan kriminalisasi. Sejumlah kasus kriminalisasi warga adat masih berlangsung. “Kriminalisasi masih menjadi momok masyarakat adat di beberapa daerah. Belum lagi pengusiran dan berbagai bentuk intimidasi lain.”Menurut dia, konflik tenurial di Sulsel sebenarnya terjadi hampir di seluruh Indonesia. Di Sulsel dari tipologi konflik, sebagian besar antara masyarakat adat lawan kehutanan, masyarakat adat versus pertambangan dan masyarakat versus perkebunan (PTPN XIV).Mengenai konflik masyarakat adat dengan Dinas Kehutanan, jika ditilik terjadi antara lain karena karena ada pembatasan akses masyarakat terhadap hutan, pengusiran, dan kriminalisasi. “Pokok persoalan penetapan tapal batas kawasan hutan lindung yang tak demokratis, tidak partisipatif hingga mengorbankan kepentingan masyarakat adat.”Sardi mencontohkan, kasus masyarakat adat Barambang-Katute Kabupaten Sinjai, Komunitas adat Sando Batu Kabupaten Sidenreng Rappang, adat Kajang Kabupaten Bulukumba dan Adat Matteko Kabupaten Gowa.Untuk itu, hal mendesak perlu disikapi yakni penetapan kawasan partisipatif. “Jika hal-hal seperti ini terus dibiarkan tidak menutup kemungkinan akan ada lagi korban kriminalisasi masyarakat adat dengan alasan hutan lindung.”Padahal, katanya, jika berani jujur sekitar 5 juta hektar hutan Indonesia yang masih terjaga justru ada di wilayah adat yang dikelola dengan kearifan lokal. “Mereka mampu menjaga keseimbangan antara pemakaian berdasar kebutuhan dengan pelestarian.” Seharusnya, masyarakat adat yang bisa menjaga hutan itu diberdayakan bukan disingkirkan." "AMAN Perkirakan 2014 Konflik Lahan di Sulsel Makin Tinggi","AMAN pun memberikan beberapa rekomendasi, antara lain, pemerintah diminta memberikan pengakuan formal atas wilayah-wilayah adat dan memasukkan peta-peta wilayah ke dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) Sulsel dan daerah kabupaten maupun kota di Sulsel. AMAN juga mendesak pemerintah transparan kepada masyarakat adat terkait pengelolaan dan pemanfaatan wilayah adat sesuai UU Keterbukaan Informasi Publik. Lalu, meminta pemerintah tak memberikan izin mengeksploitasi hutan dan SDA di wilayah adat tanpa persetujuan masyarakat.“Kami juga mendesak pemerintah daerah dalam penyusunan peraturan daerah harus mengakomodir sistem-sistem adat yang berlaku di komunitas serta otonomi asli masyarakat adat.”AMAN meminta, pemerintah daerah menggunakan nota kesepahaman antara BPN dan AMAN, lalu AMAN dan Kementerian Lingkungan Hidup sebagai landasan mengidentifikasi, menginventarisasi dan meregistrasi wilayah-wilayah adat.  “Termasuk, dalam penyelesaian konflik-konflik di masyarakat adat.” Sardi menyerukan, setiap kebijakan harus dilaksanakan dengan prinsip-prinsip Free, Prior and Informed Consent (FPIC) atau persetujuan di awal tanpa paksaan. [SEP]" "Mengapa Pilihan Desa Namo Adalah Ajukan Hutan Desa?","[CLS] Akhirnya setelah tiga jam perjalanan darat dari ibukota Sulteng, Palu tibalah kami di Namo, sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh perbukitan. Namo sendiri merupakan pemekaran dari Desa Bolapapu yang berpisah sebelas tahun yang lalu dari desa induknya ini. Desa ini secara administratif bagian dari Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi.“Silakan masuk, jangan sungkan, para tokoh sudah menunggu,” sembari menyalami kami, Basri Ketua Lembaga Pengelola Hutan Desa (LTHD) mempersilakan kami untuk masuk ke lobo, atau nama setempat untuk rumah adat, tempat dimana masyarakat membicarakan seluruh permasalahan adat dan desa.  Lobo di Namo memiliki ukuran 4 x 6 meter, beratap rumbia, berlantai papan, dengan setengah bagian dindingnya tertutup papan yang berfungsi sebagai sandaran.Desa Namo, merupakan desa yang telah berhasil memperoleh pengakuan pengelolaan hutan desa.  Berdasarkan keputusan Menhut nomor 64/2011, desa ini mengelola wilayah Hutan Desa seluas 490 hektar, yang merupakan bagian dari sistem daerah aliran sungai (DAS) Palu, sub DAS Miu.  Dari 490 hektar, 400 hektar dialokasikan sebagai zona lindung dan sisanya 90 hektar diperuntukkan untuk fungsi pemanfaatan.Fungsi kawasan lindung di area ini menjadi penting, jika hutan lindung di Namo dan desa-desa sekitarnya rusak, maka dapat dipastikan Palu dan daerah di wilayah hilir akan mendapatkan ancaman banjir limpasan saat musim penghujan.“Secara turun temurun sebenarnya masyarakat menganggap hutan yang ada diwilayah Namo adalah hutan adat, saat itu kami belum mengetahui bahwa secara status kawasan itu adalah hutan lindung,” tutur Tau Hamid, Mantan Kades Namo." "Mengapa Pilihan Desa Namo Adalah Ajukan Hutan Desa?","Menurutnya persoalan mulai muncul saat itu, ketika masyarakat tidak bisa lagi meluaskan area garapan. “Masyarakat ketika itu bingung tidak tahu harus kemana lagi memperluas lahan untuk bertahan hidup.  Wilayah kami terhimpit, Taman Nasional Lore Lindu di timur dan hutan lindung di barat,” kenangnya. “Meskipun dalam pemahaman masyarakat kawasan tersebut adalah wilayah hutan adat.”Langkah pertama yang dilakukan oleh Kades Namo adalah melakukan negosiasi dengan desa tetangga, Tangkolowi, untuk menjadikan sebagian kapling wilayah desa tetangga untuk dijadikan bagian hutan Namo. Saat itu tahun 2007.“Proses negosiasi berjalan lebih kurang tiga bulan. Mereka setuju, tapi syaratnya kami harus buatkan pesta adat untuk memasuki rumah adat yang mereka buat. Jadi semua kebutuhan yang diperlukan untuk ritual pesta adat tersebut harus disiapkan masyarakat Namo,” terangnya. “Saat serah terima hutan adat, acara dihadiri wakil pemerintah Kulawi, aparat desa dan lembaga adat serta tokoh-tokoh masyarakat, mereka semua menyaksikan dan ikut menandatangani persetujuan itu.”Langkah kedua yang dilakukan oleh Desa Namo adalah meminta hak pengelolaan hutan di hutan lindung, lewat program Hutan Desa.  Hamid mengaku pihaknya banyak dibantu oleh Yayasan Jambata (Jagalah Alam Maka Bumi Akan Tetap Abadi), sebuah LSM yang bergerak dalam pendampingan masyarakat. “Tidak saja lewat bantuan konsep, bahkan hingga menyediakan kerbau untuk pesta adat pun dibantu Jambata,” tuturnya.Menurut Zarlif, Direktur Jambata, kawasan Hutan Desa penting bagi masyarakat, karena merupakan aset masyarakat Namo untuk mengelola hutan dari produk bukan kayu. Tantangan terbesar dalam proses yang tersebut adalah ketika masih sedikit warga yang paham dengan berbagai macam aturan dan terbatasnya sumber daya finansial." "Mengapa Pilihan Desa Namo Adalah Ajukan Hutan Desa?","“Pada tahun 2010, kami mengajukan proposal ke Kemenhut melalui Dishut Kabupaten Sigi untuk mendapatkan Hutan Desa. Pada tanggal 21 Maret 2011, Kemenhut menerbitkan SK areal kerja hutan desa di kawasan hutan lindung,” jelas Zarlif.“Hal yang paling sulit adalah memberikan pemahaman terhadap masyakat dalam mengelola area Hutan Desa agar masyarakat mampu memperoleh kehidupan yang layak dari sana,” jelas Basri menambahkan. “Untunglah ada  Jambata yang setia mendampingi, sehingga semua tercapai,” tukasnya.“Saat ini kami belum bisa bicara langkah kedepan tentang hasil putusan MK nomor 35/2013. Belum ada peraturan pendukungnya. Harusnya kan ada PP, setelah PP akan muncul Perda dan turunannya. Kami disini tidak mau melanggar aturan karena masyarakat disini adalah masyarakat adat, kami sangat menghargai aturan,” tambah Basri saat ditanya langkah kedepan setelah proses legalitas Hutan Desa disetujui oleh pemerintah di Desa Namo.Kearifan Lokal Pengelolaan Lahan Masyarakat NamoTau Hamid menjelaskan hutan bagi masyarakat Namo tidak sembarang diperlakukan, bahkan jauh sebelum Kemenhut pada tahun 1999 menetapkan kawasan di area tersebut sebagai Hutan Lindung yang mendukung fungsi daerah aliran sungai. “Hutan primer tidak boleh diganggu gugat oleh masyarakat adat, sedangkan yang kami   katakan hutan sekunder itulah milik adat menurut pemahaman masyarakat adat,” terangnya.Menurutnya, sejak dahulu masyarakat telah mengenal praktek gilir lahan dalam sebuah siklus antara lima hingga sepuluh tahun. “Kalau tahun pertama kami kerja buka kebun di utara, tahun ke dua kami mengelola ditengah, dan tahun ketiga kami mengelola di selatan. Lima sampai 10 tahun kembali lagi ketempat semula. Kearifan semacam inilah yang dilakukan orang tua kita dulu.”Karena lahan sudah semakin terbatas, intensifikasi lahan-lahan pekarangan menjadi pilihan masyarakat, termasuk menanami pekarangan dengan kacang tanah dan pohon coklat." "Mengapa Pilihan Desa Namo Adalah Ajukan Hutan Desa?","Sedangkan dari dalam hutan, masyarakat mengolah hasil non kayu seperti rotan, damar, aren, bambu, madu hutan serta berbagai tumbuhan obat. “Untuk rotan kami dapat hasilkan dan jual 40 ton setiap tahunnya,” tutur Rusdin, Sekdes Namo menjelaskan. Setidak-tidaknya terdapat delapan nomenklatur jenis rotan hutan yang dia sebutkan. Rusdin menambahkan pula bahwa masyarakat Namo telah mulai memproduksi kursi bambu yang bahannya diperoleh dari lahan kebun dan hutan.Di kawasan hutan yang ada di wilayah Namo pun masih terdapat satwa endemik yang dijumpai. “Anoa, babirusa, burung alo, tarsius, maleo, musang dan masih banyak lagi satwa yang hidup di kawasan itu,” tutur Rusdin mengakhiri keterangan. [SEP]" "Masyarakat Semende yang Bangga Akan Kopi","[CLS] Jika melintasi jalan di daerah Semende, Bukit Barisan, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, yang berada di ketinggian 1000-1.600 meter dari permukaan laut, jangan terkejut bertemu dengan hamparan biji kopi di jalan. Jangan ragu melewatinya. Para pemiliknya justru mengharapkan hamparan biji kopi tersebut dilindas roda kendaraan yang lewat. Sebab, roda kendaraan itu akan mengelupaskan kulit biji kopi.Menjemur biji kopi di atas aspal jalan dinilai lebih cepat mengeringkan, dibandingkan menjemurnya di atas tanah. Tidak heran, saat musim panen kopi, jalan di Semende akan dipenuhi hamparan biji kopi yang baru dipetik dari pohon. Biji kopi yang dijemur di atas tanah akan memakan waktu tiga pekan, yang dijemur di atas aspal jalan waktunya cukup dua pekan.Biji kopi yang sudah kering dan terkelupas kulitnya, kemudian dicuci dan dijemur selama dua hingga tiga hari atau lebih lama tergantung cuaca. Sebelum dijadikan bubuk, biji kopi itu diongseng di atas kuali hingga berwarna hitam.Nah, kopi ini cukup dikenal di Sumatera Selatan, beberapa kota di Indonesia, termasuk di Eropa. Sesuai asalnya kopi ini dinamakan “Kopi Semende”.  Kopi Semende memiliki khas dibandingkan kopi robusta lainnya. Aroma yang kuat, kental, tapi tidak terlalu pahit.“Dulu dari berkebun kopi, warga Semende dikenal sebagai masyarakat yang makmur. Tapi sekarang kehidupan kami miskin. Penghasilan dari berkebun kopi sama sekali tidak seimbang dengan pengeluaran kami,” kata Fahtudin, warga Desa Muara Dua, Kecamatan Semende Darat Laut, Kabupaten Muara Enim, Sumsel, pertengahan September 2014 lalu.Di masa jayanya, kata Fahtudin, warga Semende mampu menyekolahkan anaknya hingga ke Pulau Jawa, termasuk beberapa kali menunaikan ibadah haji. “Kini kemakmuran itu tinggal cerita.”" "Masyarakat Semende yang Bangga Akan Kopi","Penyebab menurunnya kesejahteraan petani kopi di Semende, selain produksi yang terus menurun karena lahan yang digunakan tidak lagi subur, juga tidak seimbangnya antara pendapatan dari berkebun kopi dengan pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan hidup lainnya.Dijelaskan Fahtudin dari luasan kebun kopi di Semende sekitar 10 ribu hektar, umumnya ditanam kopi robusta, yang berada di Kecamatan Semende Darat Laut, Semende Darat Ulu, dan Semende Darat Tengah, yang hasilnya sekitar 12 ribu ton biji kopi kering per tahun.Jika dijual dengan harga rata-rata Rp20 ribu per kilogram, warga Semende mendapatkan penghasilan berkisar Rp240 miliar. Angka yang cukup besar. Namun, jika dibagi rata dengan warga Semende yang berjumlah 39.147 jiwa, maka setiap warga Semende mendapatkan pemasukan sekitar Rp500 ribu per bulan.Umumnya warga Semende tidak ada pendapatan lain, kecuali berkebun kopi. Yang dapat dilakukan warga Semende untuk menambah pendapatan dengan menanam sayuran, mencari ikan, serta bekerja di sawah milik orang lain untuk mendapatkan upah berupa beras. Kondisi inilah yang menempatkan warga Semende sebagai masyarakat miskin di Kabupaten Muara Enim.“Kondisi inilah yang menyebabkan banyak warga Semende melakukan perambahan hutan untuk membuka perkebunan kopi yang baru,” kata Fahtudin.Sarmanuddin (43), Ketua Lembaga Pengelolaan Hutan Desa Muara Danau, menyatakan bahwa masyarakat Semende memang menggantungkan hidupnya dari kebun kopi. “Meski kondisi sekarang sulit, kami tetap menanam kopi.”Sarmanuddin sendiri, di atas tanah satu hektar, dalam setahunnya memanen kopi robusta sebanyak satu ton. Uang yang diperolehnya sekitar 20 juta rupiah. “Tapi, itu di atas kertas. Kenyataannya harga sering turun, kalau sudah begitu saya harus putar otak,” tuturnya.**Meskipun kopi Semende sudah cukup dikenal, tapi sampai saat ini belum ditemukan outlet kopi Semende di Palembang, Muara Enim, termasuk pula di Kecamatan Semende." "Masyarakat Semende yang Bangga Akan Kopi","“Itu salah satu contoh lemahnya pemasaran kopi Semende. Tidak heran orang sulit mendapatkan secara khusus kopi Semende. Yang untung ya para pemasar kopi bubuk yang dikemas, yang menggunakan nama Semende atau lainnya,” kata Fahtudin.“Jelasnya warga Semende ini hanya berfungsi sebagai pemasok bahan baku kopi.”Apa yang harus dilakukan agar pendapatan warga Semende dari kopi meningkat? Selain persoalan pemasaran, juga harus dilakukan berupa pelatihan terhadap para petani.Pemasaran ini dimulai dari tersedianya pabrik pengemasan kopi bubuk Semende yang dikelola masyarakat, kemudian dibuatkan outlet kopi Semende di sejumlah kota di Indonesia maupun international, serta promosi yang gencar.“Sedangkan pelatihan terhadap petani ini misalnya soal pembibitan, penanaman, pemupukan, serta perawatan, sehingga volume produksi kopi lebih besar dari sebelumnya, sehingga lahan bukan menjadi persoalan,” ujarnya.Saat ini, jelas Fahtudin, para petani kopi berkebun dengan cara tradisional. Bibit yang ditanam tanpa dipilih, bibit yang ditanam usianya terkadang baru beberapa bulan, tanpa melakukan pemupukan kandang, perawatan yang lemah, serta penataan kebun yang kurang baik sehingga sering mengalami kekeringan akibat kekurangan pasokan air. Padahal lahan yang digunakan tidak lagi subur, termasuk cuaca atau iklim yang sudah tidak stabil.“Saya percaya jika para petani kopi di Semende mendapatkan banyak pendidikan soal mengelola perkebunan kopi, produksi kopi di sini akan meningkat,” ujarnya.Dengan pola berkebun yang berlangsung selama ini, satu hektar kebun menghasilkan biji kopi sekitar 800 kilogram per tahun. Masa puncak, saat pohon kopi berusia tiga hingga empat tahun, biji kopi yang dihasilkan berkisar satu hingga satu setengah ton.Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio [SEP]" "Langgar Aturan, RSPO Didesak Tindak KLK Grup","[CLS] Organisasi masyarakat sipil di Indonesia mendesak Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) menghukum Kuala Lumpur Kepong (KLK) Grup, yang telah melanggar hukum Indonesia dan standar lembaga sertifikasi perkebunan sawit berkelanjutan ini. Perusahaan beroperasi di gambut dalam, dan tumpang tindih dengan hak kelola masyarakat. Pengadilan juga memutuskan, perusahaan lalai hingga terjadi kebakaran lahan yang menyebabkan kerusakan lingkungan.“Kami mendesak KLK Grup dikeluarkan dari keanggotaan RSPO karena praktik bisnis merusak lingkungan hidup,” kata Riko Kurniawan, Direktur Eksekutif Walhi Riau dalam keterangan pers di Jakarta, Sabtu (15/11/14).Desakan ini bertepatan dengan RSPO akan melangsungkan pertemuan tahunan di Kuala Lumpur pada 17-20 November 2014 dengan tema membahas bisnis berkelanjutan, “Sustainability: What’s next?” Sekitar 800 delegasi lebih dari 30 negara bakal hadir. Tema ini kontras dengan aksi salah satu anggota RSPO, PT Adei Plantation and Industry ini di Riau.Data Walhi Riau, menyatakan, Adei di Indonesia memiliki 17 anak usaha perkebunan sawit tersebar di Sumatera dan Kalimantan. Khusus di Riau, anak usaha KLK ini merusak gambut yang menyumbang kerusakan lingkungan, dan lahan kelola tumpang tindih dengan milik masyarakat adat.Pada 1999, kata Riko, HGU Adei di Desa Batang Nilo Kecil tumpang tindih dengan lahan masyarakat adat tiga persukuan Piliang, Melayu, dan Pelabi.Ditambah lagi, bukti pelanggaran perusahaan begitu kuat karena para pengurus sudah mendapatkan vonis pengadilan.Pada 9 September 2014, Majelis Hakim PN Pelalawan, Riau, menghukum Danesuvaran KR Singam dan Tan Kei Yoong, dari Adei karena kelalaian hingga menyebabkan lahan KKPA Batang Nilo Kecil seluas 40 hektar dari 541 hektar terbakar pada Juli 2013." "Langgar Aturan, RSPO Didesak Tindak KLK Grup","Tan Kei Yoong dari Adei Plantation, anak usaha KLK Grup, denda Rp1,5 miliar subsider lima bulan kurungan dan memulihkan lahan rusak dengan pengomposan biaya Rp15.1 miliar. Hukuman Danesuvaran KR Singam satu tahun penjara, denda Rp2 miliar subsider dua bulan kurungan.Putusan hakim bertetangan dengan tuntutan JPU, denda Rp5 miliar, dan pidana tambahan Rp15,7 miliar. Danesuvaran KR Singam lima tahun dan denda Rp5 miliar. Tuntutan mereka karena dengan sengaja melakukan perbuatan mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup.Perusahaan ini juga berhadapan dengan tuntutan hukum, IUP ilegal. Tiga petinggi perusahaan itu, Goh Tee Meng,  Tan Kei Yoong  dan Danesuvaran KR. Singgam terjerat IUP ilegal yang terungkap kala penyidikan kasus perkara pembakaran areal perkebunan itu pada 2013.   Sayangnya, PN Palalawan memutus bebas mereka.“Putusan bebas dengan pertimbangan tidak terpenuhi unsur ‘setiap orang’ karena alasan kewarganegaraan ketiga terdakwa mengada-ada dan tidak berdasar hukum,” kata Riko.Dia merasa aneh karena perusahaan seakan ‘kebal.’ Ketangguhan perusahaan juga terjadi pada 2001.  Dari catatan Jikalahari, 1 Oktober 2001, Adei Plantation diwakili sang general manager C. Goby bertanggung jawab atas pembakaran perkebunan kelapa sawit di Kampar. Dia kena vonis penjara dua tahun, denda Rp250 juta. Parahnya, kala dia banding, di Pengadilan Tinggi Riau, malah penjara delapan bulan dan denda Rp100 juta.Bondan, Departemen Kampanye Sawit Watch mengatakan, contoh kasus di Riau, memperlihatkan ketegasan hukum bagi perusahaan pembakar hutan dan lahan gambut belum menimbulkan efek jera." "Langgar Aturan, RSPO Didesak Tindak KLK Grup","Sawit Watch menilai, beberapa aspek yang melanggengkan kebakaran hutan dan lahan di Indonesia, antara lain perizinan perkebunan sawit dan usaha skala besar lain di ekosistem gambut, penegakan dan pengawasan hukum belum optimal atas pelaku pembakaran. Lalu, lempar tanggungjawab mengenai siapa pelaku pembakaran hutan dan lahan sebagai akibat celah hukum, ekspansi massif perkebunan sawit, ketimpangan penguasaan lahan di wilayah-wilayah kebakaran hutan dan lahan.“Sertifikasi sawit berkelanjutan juga tidak berkolerasi positif terhadap penanganan langsung kejadian kebakaran lahan di konsesi perkebunan,” ujar dia.Lapor RSPODesi Kusumadewi, Direktur RSPO Indonesia  mengatakan, jika ada anggota RSPO melakukan pelanggaran di lapangan, bisa menyampaikan komplain kepada mereka. “RSPO akan meminta klarifikasi dari perusahaan yang dikomplain. Apabila, ada pelanggaran, RSPO akan minta perusahaan corrective action dan akan dimonitor RSPO,” katanya kepada Mongabay.Sedangkan, dalam pertemuan di KL nanti, RSPO fokus bagaimana masa depan minyak sawit berkelanjutan. “Tahun ini ambil tema What is Next? Gimana masa depan minyak sawit? Bagaimana minyak sawit bisa persiapkan diri terhadap harapan ke depan?” katanya.Dalam pertemuan itu, ucap Desi,  akan ada bahasan khusus high conservation value (HCV). Pada 2014 ini, merupakan tahun ke-10 RSPO. Saat ini, dari RSPO sudah menghasilkan sawit 11,2 juta ton, 50% dari Indonesia. [SEP]" "Kematian Gajah: Potret Pincang Ekspansi Kelapa Sawit & Penegakan Hukum","[CLS] Penemuan tujuh kerangka gajah Sumatra (Elephas maximus sumatrae) di dekat Taman Nasional Tesso Nilo pada pekan lalu merupakan eskalasi dari perperangan antara meningkatnya permintaan terhadap kelapa sawit dunia dengan lemahnya penegakkan hukum Indonesia dan tidak kuatnya kebijakan keberlanjutan perusahaan.Demikian disampaikan Eyes on the Forest (EoF) terkait dengan tingginya angka kematian gajah sumatra di habitatnya di Riau hari ini sebagaimana tertulis di laman Eyes on the Forest, sebuah koalisi WWF, Walhi Riau dan Jikalahari.Dari 2012 hingga pekan lalu sebanyak 33 gajah telah ditemukan mati di Tesso Nilo, satu-satunya habitat di Riau yang masih bisa diharapkan namun terancam. Mayoritas bangkai gajah yang diperkirakan mati sejak beberapa bulan itu telah diambil gadingnya. Namun demikian koalisi ini menilai pencurian gading bukanlah satu-satunya alasan pembunuhan gajah tersebut meski harganya cukup menjanjikan.“Jika hutan semakin berkurang dan kematian gajah tidak ditekan, maka populasi gajah Tesso Nilo diperkirakan akan punah kurang dari sepuluh tahun mendatang,” tertulis dalam rilis.Tersudutnya gajah dan satwa penting lainnya dikarenakan meluasnya para perambah yang secara ilegal menanam kelapa sawit. Perubahan hutan menjadi sawit telah menyebabkan gajah – si penghuni aslinya terdesak dan akhirnya berkonflik dengan para perambah. Kelapa sawit telah lama menjadi pembunuh nomor satu gajah di Sumatra. Seringkali pemilik kebun yang marah menebar racun di daun-daun atau memasukkannya ke dalam buah yang akan dimakan oleh gajah." "Kematian Gajah: Potret Pincang Ekspansi Kelapa Sawit & Penegakan Hukum","Dalam investigasi WWF beberapa waktu lalu menemukan bahwa rute suplai kelapa sawit dari dalam taman nasional itu berakhir di pabrik-pabrik yang dioperasikan Wilmar dan Asian Agri dan disuling di kilang di pelabuhan Dumai. Minyak sawit yang telah disuling kemudian dikapalkan ke sejumlah pabrik di sejumlah negara dan diproses lebih lanjut untuk menjadi apa saja mulai dari margarin dan lipstik.“WWF mendesak pemerintah Indonesia untuk mengindentifikasi dan memperkarakan para pembunuh dan mengembalikan Taman Nasional  ke penghuni aslinya, gajah, harimau dan banyak lagi spesies lainnya,” tulisnya.Kehancuran Tesso Nilo telah menarik banyak perhatian sejumlah publik dunia. Pada September lalu, bintang hollywood, Harrison Ford secara khusus berkunjung dan menyaksikan dengan mata sendiri bagaimana hutan yang kaya keanekaragaman hayati ini terancam. Keanekaragaman hayati di kawasan ini antara lain terdapat 360 jenis flora dalam 165 marga dan 57 suku di setiap hektarnya. Selain rumah bagi gajah dan harimau Sumatra juga terdapat 114 jenis burung, 50 jenis ikan, 33 jenis herpetofauna dan 644 jenis kumbang. Dan faktanya, lebih dari 50 persen dari total luas Tesso Nilo 83 ribu hektar kini telah dirambah. [SEP]" "PT Nusa Halmahera Mineral Dilaporkan ke KLH, ESDM dan Komnas HAM","[CLS] Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Maluku Utara (Malut) melaporkan kasus pencemaran Teluk Kao dan beberapa sungai karena operasi tambang emas, PT. Nusa Halmahera Mineral (NHM) ke Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Kementerian Energi dan  Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Komnas HAM.Dalam surat itu, dijelaskan berbagai permasalahan lingkungan yang dialami warga sekitar. Dari sungai tercemar, sampai penyakit aneh yang sudah diderita belasan warga. “Belum ada respon dari pemerintah baik itu KLH dan ESDM. Komnas HAM ada balas email, katanya mereka akan dipelajari kasus ini,” kata Munadi Kilkoda, Ketua BPH AMAN Malut, akhir Desember 2013.Dia menilai, sensitivitas pemerintah terhadap kasus seperti ini tak ada sama sekali. “Kasus yang dialami Suku Pagu ini masalah klasik. Saat ini, sudah ada 13 warga berpenyakit karena limbah, tapi terkesan dibiarkan.”Menurut dia, negara mengabaikan tugas dan tanggungjawab dalam melindungi masyarakat di sekitar Teluk Kao. Sebaliknya, malah melegitimasi praktik pertambangan NHM ini yang jelas-jelas mematikan masyarakat.  “Intinya ada pengabaian pemerintah terhadap UU Lingkungan Hidup,” ujar dia.NHM pemegang kontrak karya berdasarkan Keputusan Presiden RI No. B.143/Pres/3/1997 tertanggal 17 Maret 1997. Ia beroperasi di wilayah adat Suku Pagu, Malifut (Teluk Kao), Halmahera Utara, Malut dan menimbulkan masalah serius karena merusak lingkungan.Terjadi pencemaran air sungai dan air laut di Teluk Kao, hingga kehidupan masyarakat adat Hoana Pagu dan masyarakat lokal sekitar tambang terancam. “Perlu kami sampaikan 29.622 ribu hektar konsesi NHM wilayah adat Suku Pagu,” katanya mengutip surat itu.Disebutkan pula, penelitian Institut Pertanian Bogor (IPB) pada 2010, menemukan masalah serius terkait keberlanjutan ekosistem di Teluk Kao. Dari penelitian itu, beragam ikan yang hidup di sana sudah tercemar, antara lain mercuri dan sianida." "PT Nusa Halmahera Mineral Dilaporkan ke KLH, ESDM dan Komnas HAM","Berdasarkan keterangan warga dan dokumentasi oleh AMAN, pada 2010, 2011, dan 2012, pipa limbah (tailing) milik perusahaan jebol dan limbah mengalir ke Sungai Kobok dan Ake Tabobo serta beberapa anak sungai yang bermuara ke Teluk Kao.Sejak pipa jebol, masyarakat mulai ketakutan mengkonsumsi ikan dari Teluk Kao. Mereka takut menggunakan air sungai, dan mulai kesulitan mencari udang, kerang dan ikan di air sungai itu. Padahal, sebelum perusahan tambang datang, ikan dan sejenisnya mudah diperoleh.Hasil perkebunan mereka seperti kelapa dan tamanan bulanan lain di sekitar Sungai Kobok tak produktif lagi. Mereka juga mengalami krisis air bersih hingga setiap bepergian ke kebun harus membawa air dari kampung.Warga beberapa desa yang mengalami krisis air bersih seperti Desa Balisosang, Bukit Tinggi, Dusun Beringin dan Kobok. Mereka harus membeli air gelong seharga Rp15.000 per gelong.Terbaru, penelusuran AMAN Malut, pada 1-8 Desember 2013, menemukan 13 warga di beberapa desa seperti di Sosol, Balisosang atau Tomabaru, Tabobo, Dum–Dum, Dusun Beringin dan Dusun Kobok yang berdekatan dengan NHM mengalami penyakit aneh. Mereka mengalami benjol–benjol dan gatal–gatal di sebagian besar tubuh. Warga jarang berobat ke Puskermas tau rumah sakit karena tak memiliki kemampuan ekonomi. “Kebanyakan memilih obat kampung.”Dari hasil wawancara dengan warga termasuk pemerintah desa mengatakan, warga yang mengidap penyakit aneh itu karena mengkonsumsi ikan dari Teluk Kao dan menggunakan air Sungai Kobok serta Ake Tabobo. Kedua sungai ini diduga sudah tercemar limbah NHM." "PT Nusa Halmahera Mineral Dilaporkan ke KLH, ESDM dan Komnas HAM","Surat itu juga menceritakan, kriminalisasi yang dialami warga. Perusahaan juga menggunakan Brimob untuk menjaga dan mengawasi pertambangan. Pada 2013, seorang warga, Rusli Tunggapi, tertembak. Awal tahun lalu, tiga warga adat Hoana Pagu di Desa Sosol mengalami kekerasan oleh brimob. Pada 2012, sebanyak 30 warga adat Pagu ditahan karena aksi protes di perusahan. “Kami yakin dan percaya, kriminalisasi ini akan terus terjadi.”Untuk itu, AMAN Malut menyampaikan beberapa tuntutan. Pertama, pemerintah pusat lewat Kementerian Lingkungan Hidup, harus segera mengambil tindakan hukum berdasarkan dengan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup. AMAN mendorong dilakukan audit lingkungan pada NHM.Kedua, meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), meninjau Kontrak Karya NHM dan tak memperpanjang lagi kontrak yang akan berakhir 2016.Ketiga, mendesak Komnas HAM memantau kasus yang mengancam masa depan masyarakat di sekitar NHM ini. Keempat, mendesak Pemerintah Malut dan Pemerintah Kabupaten Halmahera Utara, mengambil langkah–langkah cepat. Saat ini, era otonomi seharusnya daerah menyikapi persoalan yang terjadi, termasuk memberikan sanksi hukum kepada NHM maupun pertolongan bagi warga yang sakit.Kelima, menuntut NHM, mengganti kerugian ekonomis dan ekologis akibat kelalaian dari aktivitas pertambangan mereka. Mereka harus bertanggungjawab terhadap semua masalah. [SEP]" "Kabut Asap Makin Pekat, Warga Sumsel Tumpahkan Kekesalan di Jejaring Sosial","[CLS] Lukitariati, Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumsel, menuturkan bahwa kualitas udara di Sumsel sudah tidak sehat. “Sebaiknya, masyarakat mengurangi aktivitas di luar rumah. Jikapun ada keperluan, gunakan masker dan kacamata pelindung saat berkendara,” ujarnya.Masyarakat yang terlanjur kecewa, meluapkan kekesalannya melalui media sosial. Seperti yang dilakoni oleh pemilik akun facebook Alexa Ade. Ia menulis surat terbuka yang ditujukan kepada Alex Noerdin, Gubernur Sumatera Selatan.Stop Asap di Sumatera Selatan!!!!!Kepada Bapak Alex Noerdin yang saya banggakan,Kami warga Sumatera Selatan sudah satu bulan lebih menghirup udara bercampur polusi asap setiap hari 24 jam. Boleh bapak cek/blusuk’an ke setiap rumah penduduk, Bapak akan menemukan setiap penghuni rumah rata-rata mengalami sakit pernafasan, batuk-batuk, demam.Tolonglah, selesaikan masalah ini dari akarnya saja. Percuma pemerintah menghabiskan ratusan milyar dana untuk membuat hujan buatan tapi hujan tak kunjung datang, alasan kalian belum menemukan awan yang sejodoh. Akar masalah asap adalah terbakarnya hutan baik disengaja maupun tidak disengaja.Alihkan saja anggaran pembuatan hujan yang ratusan milyar itu untuk mencegah adanya kebakaran hutan dengan melakukan penjagaan di setiap hutan dan memberikan sanksi/hukuman yang tegas bagi para pelaku pembakaran hutan. Kalau hutan sudah dijaga, minimal jika ada kebakaran akan cepat dipadamkan, tidak menunggu sampai hutan habis terbakar baru mau memadamkan api.Demikian surat terbuka ini,Kami menginginkan Sumatera Selatan tujuh hari kedepan bebas polusi asap.Hormat Saya,Warga Sumatera Selatan" "Kabut Asap Makin Pekat, Warga Sumsel Tumpahkan Kekesalan di Jejaring Sosial","Ahmad Subhan, melalui taggar Palembang Menolak Asap, mengajak masyarakat berpartisipasi mengirimkan foto dan pendapatnya mengenai bencana asap ke akun facebook, twitter, maupun jejaring sosial lainnya. Menurut Subhan, kabut asap di Sumsel bukanlah bencana alam biasa. Bencana asap adalah dampak dari tindakan orang-orang dan perusahaan-perusahaan yang zalim terhadap alam dan masyarakat.Sementara, Hadi Jatmiko, Ketua WALHI Sumsel membuat petisi untuk Gubernur Sumsel melalui portal change.org yang diberi judul “Kami bukan iwak salai, Cabut izin dan pidanakan perusahaan pembakar hutan lahan.”Dengan dalil berbagai kerugian yang dirasakan masyarakat, juga biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk menanggulangi persoalan kabut asap ini, Hadi Jatmiko meminta Gubernur Sumsel melaksanakan penegakan hukum. Yakni, dengan membawa perusahaan-perusahaan pembakar hutan dan lahan di Sumsel ke meja hijau serta memaksa mereka mengganti kerugian yang diakibatkan oleh kerusakan hutan dan lahan.Petisi ini juga menuntut Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) untuk mencabut izin perusahaan pembakar hutan dan lahan yang ada di Kabupaten OKI, Muara Enim, Banyuasin, Musi Banyuasin, Musi Rawas, dan kabupaten lainnya. Dalam waktu dua hari, sejak diluncurkan 14 Oktober, petisi ini telah ditandatangani lebih dari 100 orang.Menanti hujan di OKIKabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) merupakan satu dari tiga kabupaten di Sumatera Selatan, Musi Banyuasin dan Banyuasin, yang menjadi langganan kebakaran hutan. Tiga kabupaten ini tercatat sebagai daerah yang paling banyak ditemukan titik api.Terkait kabut asap, Betty, Warga Tugu Mulyo, mengatakan bahwa bencana asap yang sangat mengganggu ini akan berkurang andai musim hujan segera datang. Menurutnya, bila ingin menyalahkan pemerintah juga percuma karena pemerintah sendiri sudah bekerja maksimal. “Yang diperlukan adalah pencegahan agar tidak terjadi setiap tahunnya.”" "Kabut Asap Makin Pekat, Warga Sumsel Tumpahkan Kekesalan di Jejaring Sosial","Komentar tidak jauh berbeda disampaikan Hidayat, Warga Pedamaran. Menurutnya, kabut asap sangat meresahkan warga. Tidak hanya mengganggu pernafasan tetapi juga membuat mata perih. “Pemerintah perlu menindak pelaku pembakaran hutan dan juga harus benar-benar mengungkap siapa “biang” utamanya.”Sekretaris Badan Kepegawaian Daerah OKI, Hajar MM, mengemukakan bahwa penanggulangan asap memang agak sulit dilakukan karena jumlah titik apinya yang banyak. “Kesadaran masyarakat untuk tidak membuang puntung rokok sembarangan dan membakar lahan untuk kebun harus ditingkatkan,” ujarnya.Menyikapi keluh-kesah warga, Dedi Kurniawan, Kabag Humas OKI, menuturkan bahwa Pemerintah Kabupaten OKI telah berupaya menangani kebakaran lahan dan asap dengan melakukan pemadaman. Menurutnya, permasalahan yang dihadapi adalah kebakaran yang terjadi di lahan gambut “agak” sulit dipadamkan karena apinya yang berada di bawah permukaan tanah.“Bupati telah menyiapkan langkah preventif terkait bencana ini. Salah satunya adalah, masyarakat yang memiliki aktivitas tahunan membuka lahan dengan cara membakar akan didata dan akan dilakukan sosialisasi. Mereka akan diberikan kegiatan pengalihan, termasuk dibina cara membuka lahan yang benar.Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio [SEP]" "Asa para Peneliti Untuk Mengembalikan Habitat Orangutan yang Terputus di Area Eks PLG Kalteng","[CLS] Dalam dasawarsa 1990-an, sebuah proyek ambisius Pemerintah Indonesia untuk mengubah bentang satu juta hektar hutan untuk dijadikan lahan persawahan dilakukan di Kalimantan Tengah. Hutan gambut dikonversi, kanal-kanal untuk mengeringkan air dibangun, namun yang terjadi pada akhirnya adalah kegagalan besar, -yang menyebabkan area ini ditelantarkan. Inilah sepenggal cerita dari Mega Rice Project (MRP) atau yang dikenal sebagai Proyek Lahan Gambut (PLG) Sejuta Hektar.Secara umum, laju deforestasi di Kalimantan terjadi secara dramatis pada tahun 1980-an dan 1990-an, yang telah mengganti hutan primer menjadi area konsesi HPH dan perkebunan sawit. Berdasarkan WWF, dari total sekitar 54 juta hektar daratan Kalimantan, 14 juta hektarnya berada di bawah konsesi HPH hingga tahun 2000-an. Menurut data Global Forest Watch (GFW), Kalimantan telah kehilangan tutupan hutannya sebanyak 11 persen diantara tahun 2001-2012, atau sekitar 6 juta hektar tutupan hutan.Bagi satwa seperti orangutan, penebangan hutan berarti terjadinya fragmentasi (habitat terpenggal) yang menyebabkan orangutan terpecah dalam pulau-pulau habitat kecil. Sejak tahun 1950-an hingga saat ini populasi orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus), diperkirakan telah anjlok antara 50-84 persen. Hasil survey di tahun 2000 dan 2003 memperkirakan jumlah orangutan berkisar 45 – 69 ribu untuk seluruh Kalimantan. Dengan ancaman eksploitasi karena ekspansi perkebunan, penebangan, kebakaran dan perburuan dapat dipastikan jumlah orangutan telah jauh menurun lagi saat ini." "Asa para Peneliti Untuk Mengembalikan Habitat Orangutan yang Terputus di Area Eks PLG Kalteng","Khusus, di dalam dan sekitar eks area PLG diperkirakan lebih dari separuh populasi orangutan Kalimantan di wilayah ini telah lenyap hanya dalam waktu 14 tahun. Berdasarkan sensus yang dilakukan oleh Columbia University, OuTrop (Orangutan Tropical Peatland Project) dan CIMTROP (Center for International Cooperation in Sustainable Management of Tropical Peatlands) di tahun 2009, jumlah orangutan telah berkurang dari 4.100 individu di tahun 1995 menjadi hanya sekitar 1.500–1.700 individu saja.“Enam puluh tahun yang lalu, orangutan dapat menyeberangi sungai Sebangau, melintasi pohon ke pohon, tetapi sekarang sejak hutan dibabat habis, tidak ada lagi orangutan yang mampu melintasi sungai, populasi mereka jadi terisolasi,” jelas Simon Husson, pendiri dan peneliti dari OuTrop yang melakukan penelitian di eks area PLG.Berdasarkan hasil penelitan OuTrop, pembangunan kanal-kanal drainase di area PLG telah menyebabkan munculnya titik-titik api kebakaran di 70 persen wilayah blok C di eks PLG, dan hampir semua di blok A, B dan D. Kanal juga digunakan sebagai rute para illegal loggers.Merujuk kepada data Global Forest Watch, area eks PLG dan sekitarnya telah kehilangan 321 ribu hektar tutupan pohon diantara tahun 2001 hingga 2012. Karena merupakan area rawa gambut yang dikeringkan, maka wilayah ini menjadi rawan terbakar. Dalam waktu seminggu (30 September – 7 Oktober 2014) saja, -berdasarkan citra satelit milik NASA, telah terjadi lebih dari seratus kebakaran di wilayah ini.Orangutan Masih Bertahan di Sisa Hutan di Kawasan Eks PLGPenelitian yang dipimpin oleh Megan Cattau dari Columbia University bersama koleganya dari OuTrop dan CIMTROP mengamati area eks PLG sebagai fokus kajian, karena adanya fragmentasi habitat akibat deforestasi yang terjadi secara masif di area ini. Penelitian ini mencakup wilayah seluas 4.500 km persegi yang terbagi menjadi lima blok, dari A sampai E." "Asa para Peneliti Untuk Mengembalikan Habitat Orangutan yang Terputus di Area Eks PLG Kalteng","Para peneliti menduga meskipun telah terdapat penebangan hutan, pembalakan liar, pengeringan lewat kanal (drainase), kebakaran dan degradasi, namun masih ada sisa fragmen hutan yang tidak terganggu di blok C.“Kami terkejut dan senang saat menemukan orangutan di kelompok hutan yang lebih kecil,” jelas Cattau. “Meskipun dalam jangka panjang hilangnya hutan akan terus mengurangi populasi mereka.”“Mereka ini orangutan yang beruntung, karena masih bisa bertahan setelah berbagai tekanan terhadap tempat hidupnya,” menambahkan Simon Husson. “Pasti banyak yang mati karena kelaparan, ditembak atau mati dalam kebakaran yang terjadi.”Menurut Husson, di kelompok hutan tersisa masih terdapat makanan yang cukup untuk mendukung orangutan yang ada disitu. Tetapi jika ada para orangutan “pengungsi” dari tempat lain yang pindah ke sana, lama-kelamaan sumberdaya makanan akan semakin menurut.“Berapa lama mereka dapat melakukan ini untuk, kita tidak tahu, termasuk berapa kapasitas di tingkat kepadatan yang masih dapat tertampung seperti saat ini.”Menurut Cattau, orangutan berkumpul di suatu tempat dapat dipahami lewat teori “berkerumun akibat tekanan” (crowding compression), dimana populasi orangutan yang tinggi dapat dijumpai di suatu daerah daripada di daerah lain akibat adanya tekanan. Dengan demikian dampak penuh dari deforestasi terhadap satwa liar dalam jangka pendek belum segera terlihat.“Orangutan akan berkerumun ke hutan yang tersisa yang dapat mereka jangkau, akan ada jeda waktu sebelum populasi akhirnya menurun karena tekanan kepadatan meningkat. Dimasa yang akan datang kita bisa lihat kemungkinan turunnya populasi akibat gangguan pada saat ini.”" "Asa para Peneliti Untuk Mengembalikan Habitat Orangutan yang Terputus di Area Eks PLG Kalteng","Para peneliti memiliki hasrat yang ambisius untuk menyambung kembali fragmen habitat yang tersebar di ribuan hektar kawasan eks PLG. Jika ini menjadi kenyataan, maka sub-sub populasi yang terisolasi dapat terhubung kembali menjadi satu dari 10 populasi terbesar orangutan yang ada di Kalimantan.“Ini sangat sulit, karena rencana proyek semacam ini belum pernah dicoba sebelumnya,” jelas Husson. “Apalagi lebih banyak dana besar yang masuk ke Kalimantan lebih memilih hutan yang masih utuh, alih-alih hutan yang sudah terdegradasi, yang perlu restorasi dan rehabilitasi.”Namun demikian, para peneliti percaya masih ada harapan. Menurut Husson, apa yang masih ada di daerah yang terkena dampak perlu dilindungi. Itu berarti termasuk menghentikan kebakaran, mengatur kembali kanal-kanal air, mencegah perambahan dan melakukan penanaman kembali. Termasuk didalamnya melakukan penyusunan zonasi dan membangun rencana konservasi.“Menyambungkan kembali fragmen demi fragmen hutan ini layak, tidak seperti di banyak proyek koridor yang diusulkan di tempat lain, dimana lokasinya banyak yang terpotong jalan raya maupun proyek infrastruktur. Bagaimanapun saya masih percaya dan punya harapan untuk masa depan hutan dan masa depan orangutan di daerah ini,” jelas Cattau mengakhiri.Referensi:http://news.mongabay.com/2014/1007-gfrn-joshi-bornean-orangutan-1.htmlhttp://news.mongabay.com/2014/1008-gfrn-joshi-orangutans-2.html [SEP]" "Menteri : Negara Rugi Rp11 Triliun Per Tahun Dari Sektor Kelautan","[CLS] Setelah dilantik oleh Presiden Joko Widodo dan melakukan rapat serta koordinasi dengan jajarannya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyadari potensi kelautan Indonesia yang sangat besar.Akan tetapi potensi tersebut belum optimal, karena banyak hal yang perlu ditingkatkan dan diperbaiki. “Banyak hal yang belum pada tempatnya, belum maksimal penggunaannya. Banyak yang salah dalam penggunaannya. Ini perlu ditata, perlu energi, sinergi dari semua kementerian di Indonesia  dan juga semua pelaku bisnis dan nelayan,” kata Susi dalam jumpa pers di kantor KKP di Jakarta, pada Jumat pagi (21/10/2014).Dia bakal melakukan evaluasi dan penataan terhadap peraturan agar program kerja dan pelaksanaannya bisa dilakukan optimal dan efisien, serta memberikan pendapatan bagi negara yang besar.Hasil dari koordinasi dengan jajarannya, Susi merasa kaget mengetahui konsumsi bahan bakar minyak (BBM) oleh industri kelautan sekitar 2,1 juta kilo liter setahun yang setara subsidi negara Rp11,5 triliun, tetapi penerimaan engara bukan pajak (PNBP) hnaya Rp300 miliar per tahun.“Dilihat jumlah dari total kapal 5329 kapal dengan alokasi BBM 2,1 juta kiloliter per tahun.  (Dengan konsumsi BBM 2,1 juta kiloliter per tahun berarti) pemerintah subsidi industri penangkapkan ikan ini sebesar Rp11,5 triliun dan PNBP (penerimaan negara bukan pajak) yang didapat hanya Rp300 miliar. Jelas negara kita dirugikan hampir Rp11 triiliun.  Ini satu hal yang tidak boleh terjadi. Kita ingin hasil yang setara dengan cost (subsidi) yang dikeluarkan negara. Secara commercial sense, it doesnt make sense,” tegas Susi." "Menteri : Negara Rugi Rp11 Triliun Per Tahun Dari Sektor Kelautan","Oleh karena itu, dia membuat gebrakan dengan membuka semua data yang ada di KKP secara online melalui website kementerian agar bisa diakses oleh seluruh pihak termasuk masyarakat, sehingga semua pihak bisa ikut mengawasi kerja KKP. “Saya minta seluruh data KKP accessible oleh semua stakeholder. Dari pemda, media massa, pelaku perikanan dan semuanya,” katanya.Pada kesempatan yang sama, Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan Syarif Wijaya menjelaskan pihaknya siap membuka semua data yang dimiliki KKP, terutama terkait penangkapan ikan, potensi stok ikan sampai dengan jumlah kapal yang beroperasi dan izinnya.Syarif menjelaskan wilayah laut Indonesia dibagi 11 wilayah pengelolaan perikanan (WPP). “Indonesia memiliki potensi stok ikan. Wilayah laut terbagi menjadi 11 WPP dari Natuna sampai Merauke. Masing-masing WPP mempunyai potensi stok ikan. Dari situ, KKP mengeluarkan izin kapal berdasarkan potensi stok perikanan yang ada,” katanya.Kementerian mengeluarkan dua izin kapal tangkap ikan yaitu izin untuk kapal dengan bobot kurang dari 30 gross tonnage (GT) dan izin kapal dengan bobot lebih dari 30 GT.“Izin kapal dibawah 30 GT, ada 630.000 kapal dari seluruh kapal,  baik yang memiliki mesin dan tidak ada mesin. Per kapal rata-rata berlayar 12 mil dari pesisir,” jelas Syarif. Sedangkan izin kapal tangkap ikan diatas 30 GT, dikeluarkan oleh KKP, berjumlah 5329 kapal.  Sehingga subsidi BBM oleh negara sebesar Rp11,5 triliun digunakan oleh seluruh kapal yang berjumlah 635.329 kapal.Masyarakat dapat mengakses data jumlah kapal, izin kapal yang dikeluarkan KKP sampai dengan posisi kapal dan rekaman jelajah kapal melalui laman Ditjen Perikanan Tangkap KKP." "Menteri : Negara Rugi Rp11 Triliun Per Tahun Dari Sektor Kelautan","Berdasarkan pengawasan terhadap kapal penangkap ikan, KKP telah mencabut izin sebanyak 119 kapal di wilayah Indonesia barat dan 100 kapal di Indonesia bagian timur. “Kalau dari sisi ilegal fishing, KKP total menangkap 115 kapal untuk 2014.  Kira-kira 100 kapal ditangkap per tahun,” katanya.Syarif menjelaskan untuk kapal diatas 30 GT, seluruhnya dilengkapi dengan Vessel Monitoring System (VMS) yang memungkinkan KKP memantau pergerakan dan rute kapal. “Dengan VMS kita memonitoring posisi kapal saat ini, rute kapal dan wilayah operasi. Kala (posisi dan rute kapal) tidak sesuai izin, kita bisa track dan intercept. Kalau terbukti kapal itu tidak sesuai izin, maka itu ilegal fishing,” jelas Syarif.Menteri KKP mengatakan akan memperbaiki sistem VMS kapal agar tidak bisa dinonaktifkan dan bakal menggunakan sistem satelit yang tidak ada area blankspot, sehingga kapal bisa diawasi secara terus menerus.Susi menjelaskan karena pengawasan terhadap kapal yang kurang, baik dari sisi pelaporan produksi penangkapan ikan, rute dan operasional kapal. Hal tersebut membuat PNBP dari sektor kelautan menjadi minim.Pengawasan dari KKP minim, dikarenakan sarana berupa kapal patroli dan anggaran untuk operasional kapal tersebut minim. “Kalau kita meningkatkan PNBP, maka kita juga bisa meningkatkan pengawasan,” katanya.Oleh karena itu, Susi menargetkan peningkatana PNBP dari KKP minimal sama dengan subsidi BBM untuk industri kelautan yaitu Rp11,5 triliun. “Negara subsidi industri kelautan, maka target saya sesuai subsidi itu. Impian saya, KKP bisa menyumbang APBN sebesar Rp7 triliun dan subsidi seluruhnya ada Rp19 triliun. Saya harap KKP lebih dari itu,” katanya." "Menteri : Negara Rugi Rp11 Triliun Per Tahun Dari Sektor Kelautan","Mengenai pencurian ikan, Susi secra tegas akan mengusir kapal berbendera asing yang tidak mempunyai izin melakukan penangkapan ikan di wilayah Indonesia. “Kalau mereka (kapal asing)tidak mau ikut aturan, ya keluar, dan tidak boleh melakukan penangkapan ikan di Indonesia,” katanya. [SEP]" "Perburuan dan Permintaan Pasar Ancam Keberadaan Satwa di Leuser","[CLS] Dalam dua tahun terakhir, perburuan satwa di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) mengalami peningkatan. Perburuan terjadi karena tingginya permintaan pasar yang dibarengi masuknya pemburu dari luar Aceh.Rudi Putra, pegiat di Forum Konservasi Leuser (FKL) mengatakan, temuan ini terjadi di Aceh Tamiang, Aceh Timur, Gayo Lues, Aceh Tenggara, Aceh Selatan, dan Subulussalam. Enam dari 13 wilayah yang masuk dalam KEL.“Wilayah ini umumnya habitat utama gajah, harimau, orangutan, juga badak sumatera,” kata Rudi, dalam diskusi program Jalan Setapak, kerja sama Mongabay dengan Green Radio FM Jakarta, Selasa (05/08/2014). Acara yang mengupas isu terkini tentang tata kelola hutan dan lahan ini disiarkan serempak di Green Radio Pekanbaru, Smart FM Palembang, Nikoya FM Aceh, Kita FM Pontianak, Nebula FM Palu, Grass FM Tarakan, dan Gema Nirwana Samarinda.Satwa yang paling banyak diburu adalah gajah, orangutan, dan burung rangkong. “Sangat tinggi perburuan tiga satwa ini,” kata Rudi. Indikasi meningkatnya perburuan dengan ditemukannya hampir 200 jerat satwa di enam kabupaten tadi. “Selain jerat, tim patrol juga menemukan bangkai gajah dan orangutan,” ucapnya.Menanggapi temuan FKL, Kepala Badan Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Genman Suhefti Hasibuan mengatakan, hal itu tidak tidak bisa dijadikan sebagai tolok ukur. Apalagi, kadang masyarakat beralasan bahwa perangkap yang mereka pasang untuk menjerat babi. “Baiknya, langsung tertangkap tangan karena kita tidak bisa menduga-duga proses hukum,” kata Genman.Pihaknya telah berkoordinasi dengan Kodim di beberapa wilayah, isinya himbauan agar tidak melakukan perburuan dan tidak memelihara satwa dilindungi. “Bersama TNI kita juga buat plang di beberapa lokasi yang kita anggap rawan, agar masyakat tahu, bahwa menangkap satwa yang dilindungi bisa menyebabkan pidana,” jelasnya.Permintaan pasar" "Perburuan dan Permintaan Pasar Ancam Keberadaan Satwa di Leuser","Adanya penadah yang siap menampung menjadikan bisnis haram ini makin marak. Gading gajah atau kulit harimau misalnya, yang dieskpor ke Vietnam dan Tiongkok diseludupkan melalui Malaysia dan Singapura.Ketika ada pembeli dan penampung, dipastikan ada pemburu. Para pemburu itu adalah kelompok kecil yang jumlahnya 5 hingga 15 orang. “Kita sudah amati sejak 2001. Saat itu masih sedikit dan mudah digagalkan. Sekarang, jumlahnya meningkat dan terorganisir baik,” ucap Rudi.Pasar yang begitu tertutup membuat jejaring ini sulit diendus. Pembeli, biasanya mengorder barang dalam tempo lama. Sangat rahasia dan tertutup.” Kalau diestimasikan, setiap tahun sekitar 20 gajah dan harimau terbunuh di Aceh. “Mematikan akses pasar sangat membantu mengurangi perburuan. Itu yang akan terus kita dorong,” kata Rudi.Pihaknya telah bekerja sama dengan pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), polisi, polisi hutan dan dinas kehutanan. Kerja sama dengan kepolisian untuk penegakan hukum, biar ada efek jera bagi para pelaku. FKL sendiri memiliki delapan tim patrol yang bertugas keliling Leuser minimal 15 hari. Mereka akan melepaskan jerat dan mencatat identitas pelaku jika ditemukan. “Kami bergantung data intelijen yang merupakan anggota FKL dan juga masyarakat,” ucap Rudi.Menurut Genman, saat ini ada dua kasus yang tengah diproses di pengadilan. Yang pertama tersangkanya dua orang dan satunya lagi melibatkan oknum. Memang, ada tersangka yang telah divonis. Namun, hal itu bukan sebuah prestasi ‘yang menyenangkan’ karena tersangkanya tidak ditahan. Hanya hukuman percobaan enam bulan." "Perburuan dan Permintaan Pasar Ancam Keberadaan Satwa di Leuser","Tantangan terbesar, kata Genman, adalah luasnya wilayah Leuser sekitar 2,6 juta hektar. Sejauh ini, BKSDA telah menempatkan petugas di 13 resort yang masing-masing membawahi satu hingga tiga kabupaten dengan jumlah personil tiga hingga lima orang. Strategi kami selalu berkoordinasi dengan TNI, polisi, LSM, dan pegiat lingkungan. “Sampai saat ini, satwa di Aceh masih lengkap seperti gajah, harimau, orangutan, dan badak,” tandasnya.Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio [SEP]" "Lampung Terancam, Mahasiswa Buka Posko Pengaduan Kerusakan Lingkungan Hidup","[CLS] Guna memetakan berbagai persoalan lingkungan hidup di Lampung, termasuk mendorong keterlibatan masyarakat dalam mengawasi persoalan lingkungan hidup, sejumlah mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi yang difasilitasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Lampung membuka posko pengaduan kerusakan lingkungan hidup. Lampung sendiri merupakan provinsi yang juga mengalami kerusakan akibat aktivitas perkebunan dan pertambangan.“Dibentuknya posko pengaduan ini untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup di  Lampung. Kedepannya, diharapkan dapat meminimalisir potensi kerusakan lingkungan, serta menjadi petunjuk atau jawaban terhadap kebutuhan masyarakat yang selama ini tidak mengetahui atau merasa bingung menyikapi kerusakan lingkungan di wilayahnya,” kata Yeyen Komala Sari, Koordinator Posko Pengaduan Kerusakan Lingkungan Hidup melalui siaran persnya, Minggu (26/10/2014).“Tujuan lainnya, menginventarisir berbagai persoalan lingkungan hidup di Lampung, yang sampai saat ini masih belum didapatkan angka pasti,” ujarnya.Bagi masyarakat yang akan melapor, selain mengadukannya ke posko atau ke nomor telepon 0721-707710 dapat pula menghubungi Yeyen Komala Sari dengan nomor 082281419610.Dijelaskan Yeyen, Lampung merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kondisi lingkungan hidupnya memprihatinkan. Tandanya, hilangnya sumber daya alam serta banyaknya kerusakan tanah, pencemaran air karena limbah, kerusakan polusi udara akibat asap industri dan sebagainya.Misalnya di Bandar Lampung. Perusakan perbukitan yang beralih fungsi menjadi lahan bisnis, salah satunya penambangan batu di Bukit Sukamenanti. Hal tersebut berpotensi menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan yang mengakibatkan menurunnya daya dukung dan daya tampung lingkungan yang akan merusak ekosistem." "Lampung Terancam, Mahasiswa Buka Posko Pengaduan Kerusakan Lingkungan Hidup","Di Bandar Lampung dulunya terdapat 33 bukit. Namun, kota yang berada di ujung selatan Pulau Sumatera yang luasnya 169,21 kilometer persegi dengan jumlah penduduk hampir satu juta jiwa ini, kini tinggal memiliki 11 bukit.Di Lampung Barat, di wilayah ini kerusakan lingkungan di dominasi kegiatan pertambangan atau penebangan pohon. Kemudian di Lampung Tengah, berupa pencemaran Sungai Way Seputih, Way Tulang Bawang, sebagai akibat limbah industri yang berada di sekitar sungai. “Dan masih banyak lagi fakta-fakta kerusakan lingkungan yang ada di Lampung,” katanya.Posko pengaduan ini merupakan inisiatif para mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Lampung seperti Universitas Lampung, Politeknik Negeri Lampung, IAIN, AAL, Politeknik Kesehatan, dan Universitas Bandar Lampung. Para mahasiswa ini sebelumnya merupakan aktifis pencinta alam. “Kami coba menyikapi permasalahan kerusakan lingkungan tersebut, dengan membuat wadah perkumpulan dan mendeklarasikan terbentuknya posko pengaduan kerusakan lingkungan hidup.”“Ke depan posko pengaduan ini akan dibentuk pada semua kampus yang ada di Bandar  Lampung,” ujarnya.Luas wilayah Lampung sekitar 35 ribu kilometer persegi dengan jumlah penduduk sekitar 8 juta jiwa. Provinsi ini terdiri 15 kabupaten dan kota. Lampung dikenal sebagai provinsi yang wilayahnya dipenuhi perbukitan dan gunung. Gunung yang terkenal yakni Krakatau, Seminung, dan Rajabasa.Ada enam sungai besar yang mengalir di Lampung, seperti Way Sekampung, Way Semaka, Way Seputih, Way Jepara, Way Tulangbawang, dan Way Mesuji.Terdapat ratusan perkebunan, pertambangan dan pertambakan udang di Lampung. Perusahaan yang terkenal seperti PTPN VII, PT. Dipasena, PT. Wachyuni Mandira, Gunung Madu Plantation dan Sugar Group, serta PT. Pemuka Sakti Manis Indah (PSMI).Perkebunan yang dominan seperti ketela (ubi), kelapa sawit, kopi robusta, lada, coklat, kakao, nata de coco dan lainnya. [SEP]" "Pejuang Petani Eva Bande Ditangkap, Giliran Kasus Bos Sawit Malah Dilupakan","[CLS] Kamis (15/5/14), sebuah rumah di Kecamatan Banguntapan, Bantul, Yogyakarta, kedatangan beberapa orang tak dikenal. Salah seorang perempuan, tiba-tiba ditangkap. Perempuan itu adalah Eva Susanti Hanafi Bande (36). Perempuan asli Luwuk, Kabupaten Banggai, ibu tiga anak ini ditangkap tim Kejaksaan Negeri Luwuk bekerjasama dengan Kejaksaan Agung.Eva diinapkan semalam di Kejati Yogyakarta. Esok hari, dia dikawal ke pesawat dan diterbangkan ke Luwuk, Sulawesi Tengah. Pukul 17.00, Eva tiba di Luwuk. Dengan pengawalan petugas, langsung ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kelas II B.Eva bak momok bagi penguasa di Banggai. Dia aktivis perempuan pejuang agraria. Dia memimpin organisasi rakyat yang memperjuangkan hak-hak petani mendapatkan tanah yang dirampas pemodal. Nama organisasi itu adalah Front Rakyat Advokasi Sawit Sulteng.Karena aktivitas inilah Eva ditangkap. Dia dianggap melanggar hukum karena memimpin perjuangan petani melawan perusahaan sawit di Desa Piondo, Kecamatan Toili.Syahrudin A. Douw, direktur Jatam Sulteng, mengatakan, penangkapan Eva bermula dari penutupan jalan produksi petani di Desa Piondo oleh perusahaan sawit PT Kurnia Luwuk Sejati. Jalan itu yang biasa dilalui petani ke kebun kakao dan persawahan. Ratusan petani pengguna jalan itu marah besar. Mereka menuntut perusahaan segera memperbaiki jalan yang mereka lalui.Peristiwa itu terjadi 26 Mei 2011. Sontak ratusan petani yang marah mendatangi kantor KLS. Eva yang berada di kerumunan massa, meminta petani tenang. Jangan terbawa emosi. Karena kemarahan warga kepada perusahaan sudah memuncak, Eva tak bisa mengendalikan massa.“KLS menutup jalan karena berencana menggusur kebun kakao petani di Desa Piondo. Warga marah dan petani merusak karena perusahaan tidak mau memperbaiki jalan yang mereka lubangi,” kata Etal, sapaan akrab Syahrudin, Sabtu (17/05/14)." "Pejuang Petani Eva Bande Ditangkap, Giliran Kasus Bos Sawit Malah Dilupakan","Ahmad Pelor, Direktur Walhi Sulteng menjelaskan, KLS perusahaan milik Murad Husain, telah merampas lahan petani di Desa Piondo, Singkoyo, Moilong, Tou, Sindang Sari, Bukit Jaya, dan beberapa desa lain. Secara keseluruhan tanah-tanah petani digusur KLS seluas 7.000 hektar.Sejak 1996, Murad membuka perkebunan sawit skala besar di Toili Kabupaten Banggai. KLS mendapat izin pengelolaan hutan tanaman industri (HTI) 13.000 hektar dengan dana pinjaman pemerintah untuk penanaman sengon dan akasia Rp11 miliar. Hingga kini dana tidak dikembalikan dan lahan HTI malah jadi kebun sawit.“KLS menanam sawit di hutan konservasi seluas 500 hektar. Kini nasib Suaka Margasatwa Bangkiriang hancur dan dibiarkan begitu saja aparat,” jata Pelor.Sementara Murad telah ditetapkan sebagai tersangka pada 2010, hingga kini Polres maupun Polda Sulteng mendiamkan kasus seakan tidak terjadi apa-apa.Sebaliknya, pejuang gerakan agraria Eva, yang membela petani karena tanah dirampas KLS malah dipenjara. “Eva dianggap melanggar hukum dan dituntut melanggar pasal 160 KUHP, karena memimpin perjuangan petani dan dianggap melakukan kejahatan di depan penguasa umum. Eva divonis 4,6 tahun.”Sedangkan Murad dibiarkan bebas oleh aparat penegak hukum. “Padahal telah merampas tanah petani dan merusak suaka alam dan mencuri uang negara Rp11 miliar.”Aries Bira, manajer advokasi Walhi Sulteng menambahkan, Eva ditangkap di Yogja saat berdiskusi dengan petani. Dalam catatan Walhi Sulteng, kurun waktu lima tahun terakhir, di Banggai setidaknya ada 32 petani berhadapan dengan perkebunan sawit menjadi korban kriminalisasi dari perusahaan maupun kepolisian." "Pejuang Petani Eva Bande Ditangkap, Giliran Kasus Bos Sawit Malah Dilupakan","Penahanan Eva menguatkan beberapa indikator penegakan hukum di Indonesia, khusus Sulteng, cenderung tebang pilih. Sebab, sebelum penetapan tersangka Eva dan beberapa petani, Murad lebih dahulu menjadi tersangka. Kasusnya,  tidak dilanjutkan dalam satu persidangan yang jelas, bahkan status tersangka Murad berubah menjadi saksi.“Kasus kejahatan lingkungan KLS tidak pernah mendapat respon. Sedangkan semua perlawanan petani mempertahankan tanah selalu menjadi korban intimidasi. Mereka ditahan bahkan dipenjara.”Eva Bande, bukan kali ini bermasalah dengan KLS. Pada 27 Mei 2010, karena perlawanan bersama petani, dia dijebloskan ke penjara. Perlawanan berakhir di penjara itu bermula ketika terbit surat bernomor 14/KLS-PKS/PC/V/2010 dari KLS, yang dikirimkan kepada warga di beberapa desa di Kecamatan Toili Barat. Surat itu, berisi KLS akan menutup jalan menuju kawasan HTI di Desa Piondo Kecamatan Toili.KLS menutup jalan dengan alasan, kawasan HTI milik PT Berkat Hutan Pusaka harus ditertibkan dari warga merambah hutan maupun penambang emas tanpa izin. BHP adalah perusahaan patungan antara KLS, pemilik 60 persen saham dan PT Inhutani I. KLS mengakuisisi saham Inhutani, hingga BHP menjadi milik KLS.Penangkapan ketika Eva bersama petani aksi protes. Protes itu berujung kericuhan seperti melempar kantor perusahaan dengan batu, hingga perusakan dan pembakaran alat berat perusahaan. Eva dituduh biang kericuhan dan provokator.Protes yang dilayangkan warga karena KLS menanami sawit di kawasan HTI BHP, sambil menakut-nakuti warga dengan menghadirkan tentara yang disebut-sebut sedang latihan perang.Belakangan diketahui, tentara ini tidak latihan, melainkan mengawasi karyawan KLS menanam sawit. Jalan-jalan petani menuju perkebunan rakyat dan persawahan dirusak." "Pejuang Petani Eva Bande Ditangkap, Giliran Kasus Bos Sawit Malah Dilupakan","Irwan FK, dari Konsorsium Pembaruan Agraria Sulutenggo dalam siaran pers mengutuk perampasan tanah petani dan pemenjaraan Eva Bande. Menurut dia,  sejak 1996 aksi KLS seakan ada pembiaran dan dilindungi pemerintahan serta aparat keamanan di sana.“Makin tak jelas penyelesaian konflik agraria oleh pemerintah dan aparat keamanan ini,” katanya.Untuk itu, KPA mendesak pemerintah dan aparat segera mengambil tindakan tegas atas kejahatan perusahaan selama ini.Kontras Sulawesi, dalam siaran pers mengatakan, Eva divonis penjara  4,6  bulan oleh PN Luwuk 2010. Namun Eva maju kasasi di MA. Majelis Kasasi, menjatuhkan vonis bersalah kepada Eva dengan pidana 4  tahun, hanya berkurang enam bulan.Asman, koordinator Kontras Sulawesi mengatakan, kriminalisasi Eva membuat Kontras khawatir dengan posisi pembela HAM di Indonesia. Mereka bekerja tanpa ada perlindungan hukum jelas. Sikap arogansi negara, melalui sistem peradilan ini, para pembela HAM makin tidak aman.“Eva harus dipandang sebagai bagian pembela HAM yang berupaya memenuhi kewajiban universalnya memperjuangkan hak-hak kaum tani yang dirampas lahannya oleh PT KLS di Toili, Sulawesi Tengah. Dan karenanya wajib dilindungi, bukan sebaliknya, dikriminalisasi.”Kontras menyoroti sikap Kejaksaan Negeri Luwuk bersama Kejaksaan Agung begitu agresif menangkap Eva. Menurut Asman, seharusnya mereka menunjukkan sikap agresif juga saat menangani kasus Murad. “KLS pangkal persoalan ini, hingga tidak bisa diabaikan.”Sejak awal, dukungan kepada Eva dan petani datang dari berbagai kalangan. Dari situs evabande.wordpress.com, pada 2011, George Junus Aditjondro, sosiolog terkemuka, membuat surat dukungan bagi petani di Sulteng yang ditangkap karena mempertahankan hak mereka." "Pejuang Petani Eva Bande Ditangkap, Giliran Kasus Bos Sawit Malah Dilupakan","“Saya bangga melihat kawan-kawan tidak menyerah, menghadapi kekuasaan perkebunan kelapa sawit PT Kurnia Luwuk Sejati (KLS) milik Murad Husain bersama isterinya, Ny. Silvia  Maindo, anak mereka, Rahmawati Husain, dan seorang perempuan, Jamalia Ningsih. Soalnya, perusahaan ini melakukan ekspansi secara ilegal…” Begitu kutipan surat itu.Kini, Mustafa Surya dari Solidaritas untuk Eva Susanti Bande membuat petisi Bebaskan Eva Bande dan Tutup, Tangkap Pemilik PT. KLS,  Murad Husain, di change.org.   [SEP]" "Tata Batas Hutan Sulteng Hampir Selesai","[CLS] Pengukuhan kawasan hutan terus dilakukan di berbagai daerah, termasuk Sulawesi Tengah. Proses ini diawali penunjukan, penetapan batas, pemetaan dan penetapan kawasan hutan. Sampai akhi 2013, tata batas kawasan hutan Sulteng, hampir selesai, mencapai 92%.“Tata batas kawasan hutan Sulteng, batas luar mencapai 10.984,50 kilometer atau 92%. Untuk batas fungsi 3.960,73 kilometer atau 76%,”kata Nurudin, kepala seksi Dinas Kehutanan Sulteng, baru-baru ini.Dia mengatakan, mengadopsi keperluan lahan masyarakat, dilakukan perubahan rencana tata ruang wilayah (RTRW) dan ditetapkan melalui Perda nomor 8 tahun 2013. Di sana, terjadi perubahan kawasan hutan Sulteng, semula 4.394.932 hektar, menjadi 4.053.176 hektar.Nurudin mengatakan, Dinas Kehutanan ikut memberdayakan ekonomi masyarakat di sekitar kawasan hutan secara optimal. Model pemberdayaan, lewat pemanfaatan hasil hutan diformulasikan dalam skema hutan desa dan hutan kemasyarakatan (HKm) di hutan lindung maupun hutan produksi. Sedangkan hutan tanaman rakyat (HTR) di hutan produksi.“Pencadangan HTR di Sulteng oleh Menteri Kehutanan 23.375 hektar. Telah terbit IUPHHK di Tojo Una-una 2.870 hektar, dan Banggai 325 hektar.”Dinas Kehutanan Sulteng telah merehabilitasi hutan dan lahan melalui kegiatan reboisasi, pemeliharaan tanaman, pengayaan tanaman, dan penerapan teknik konservasi tanah.Pada kawasan yang dibebani izin atau hak pemanfaatan hutan, katanya, rehabilitasi oleh pemegang izin. Pada kawasan berum berizin, dilakukan unit kelola seperti Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH).“Walaupun diupayakan mewujudkan pengelolaan hutan berkelanjutan, dalam praktik di lapangan, degredasi hutan terus berlanjut.”Di Sulteng, polemik tata batas masih terjadi. Misal, soal masyarakat Dongi-dongi yang menempati Taman Nasional Lore Lindu. Masyarakat kekeuh sebelum menjadi taman nasional, mereka lebih dulu di lokasi itu." "Tata Batas Hutan Sulteng Hampir Selesai","Nurudin mengatakan, yang harus dilakukan menempuh cara dialogis. “Jangan sampai melahirkan konflik. Klaim-klaim ini harus dibicarakan baik-baik.”Status kawasan sudah taman nasional, tetapi fungsi kelola berada pada masyarakat adat. Hal ini, katanya, akan didorong ke dalam RUU Masyarakat Adat.“Penguasaan hutan oleh negara, bukan berarti hutan itu milik negara. Harus diingat, dikelola masyarakat agar sejahtera. Hutan itu untuk masyarakat, maka ada skema-skema tertentu untuk mensejahterakan masyarakat, seperti hutan kemasyarakatan.” [SEP]" "Stenasellus Javanicus, Isopoda Gua Merah Jambu Yang Terancam Punah","[CLS] Gua Cikarae merupakan salah satu dari ratusan gua di kawasan Jagabaya Karst, yang masuk wilayah administrasi Desa Leuwi Karet, Kecamatan Kelapa Nunggal, Kabupaten  Bogor, Jawa Barat.  Gua yang diberi nama dari nama sejenis ikan lele ini, mempunyai tiga mulut gua, dengan salah satunya merupakan mulut gua vertikal.Saya masuk ke Gua Cikarae, disambut dengan lorong gua yang makin gelap.  Lorong gua yang gelap dan basah berlumpur itu semakin menantang adrenalin untuk menyusuri lebih jauh. Beberapa lorong dengan atap rendah memaksa saya harus merayap di atas lumpur yang basah. Di depan saya, genangan air di cekungan dengan lebar sekitar 10 cm menarik perhatian saya. Terlihat ada yang bergerak di dasar genangan  berwarna merah jambu berjalan ke sana kemari meninggalkan jejak di dasar genangan.Saat itu, tahun 2004 saya hanya tertegun dengan makhluk gua yang pertama kali saya lihat di Jawa. Sebelumnya, kelompok hewan yang masuk dalam bangsa Isopoda ini diyakini sebagai Stenasellus dari famili Stenasellidae yang hanya ditemukan di Sumatera dan Kalimantan. Belum pernah ditemukan sebelumnya di Jawa, sehingga saya yakin ini catatan baru dan sekaligus spesies baru untuk Jawa.Akhirnya, tahun 2006 bersama kolega dari Perancis, Dr. Guy Magniez, Isopoda berwarna merah jambu ini diberi nama Stenasellus javanicus.  Spesies ini merupakan spesies isopoda gua yang endemik di Jawa khususnya di Gua Cikarae. Sampai saat ini diyakini spesies ini hanya hidup di Gua Cikarae, tidak ditemukan di gua manapun.Kondisi TerkiniSepuluh tahun berselang, dengan beberapa kegiatan penelusuran gua di Gua Cikarae diperoleh fakta yang semakin memprihatinkan. Genangan air dimana pada tahun 2004 saya menemukan spesies khas tersebut, saat ini tak satupun ditemukan isopoda bahkan genangan airnya. Namun yang melegakan beberapa ekor, tidak lebih dari tujuh ekor, ditemukan di lorong gua yang berbeda, jauh dari lorong pertama kali ditemukan." "Stenasellus Javanicus, Isopoda Gua Merah Jambu Yang Terancam Punah","Selain di genangan tersebut, tidak ada lagi tempat di dalam gua ditemukan sebagai habitat spesies Stenasellus javanicus. Spesies ini sangat unik, karena secara biologi mempunyai nenek moyang yang hidup di laut. Namun saat ini mereka hidup di air tawar yang spesifik, mereka tidak ditemukan hidup di aliran sungai utama. Mereka hanya hidup di genangan air yang berasal dari rembesan di lorong-lorong gua. Hal ini menyebabkan tingkat kerentanan terhadap gangguan sangat tinggi.AncamanKondisi populasi yang sangat kecil ini memerlukan perhatian yang sangat serius karena hingga saat ini tidak banyak informasi biologi spesies tersebut. Beberapa  ancaman serius yang perlu perhatian adalah aktifitas penelusuran gua yang mengancam habitat karena posisi genangan yang di lantai gua yang terancam oleh pijakan penelusur gua.Ancaman lain adalah kekhawatiran karena perubahan peruntukan lahan di sekitar gua dari perkebunan menjadi tempat pemukiman menjadikan gua terancam oleh limbah domestik. Selain itu, semakin kecil daerah tangkapan air karena perubahan menjadi bangunan menyebabkan kemampuan penyerapan air semakin kecil sehingga tidak ada lagi air yang meresap menjadi air perkolasi di dalam gua.  Aktifitas lain seperti penambangan tidak jauh dari gua juga perlu mendapatkan perhatian.Status gua yang menjadi milik penduduk memerlukan upaya yang lebih besar karena potensi peralihan kepemilikan tidak bisa terelakkan. Para penelusur gua atau caver yang sering mengunjungi Gua Cikarae perlu diberi pemahaman tentang perlunya memperhatikan kondisi gua ketika penelusuran gua karena banyak hewan yang mungkin akan punah jika terganggu oleh penelusur gua.*Penulis adalah Peneliti arachnologi dan biologi gua Pusat Penelitian Biologi, Museum Zoologicum Bogoriense, LIPI.  Twitter: @crahmadi [SEP]" "Lewat Drone, Cara Baru Pantau Wilayah Adat Dari Udara","[CLS] Teknologi pesawat terbang tanpa awak atau UAV (Unmanned Aerial Vehicle) yang juga dikenal dengan sebutan populer “drone” ternyata dapat digunakan oleh masyarakat lokal untuk melakukan pemantauan wilayahnya. Bahkan cara ini dapat mempercepat pemetaan kampung dan memastikan tanah adat tidak tumpang tindih dengan konsesi perusahaan.Swandiri Institute, Pontianak mulai mempraktekkan penggunaan UAV untuk kepentingan pemantauan dan pemotretan kondisi ekologis. “Kami lakukan penggunaan teknologi drone untuk melihat sisi aerial dari wilayah perkebunan, lahan masyarakat, tambang, intinya untuk melihat sisi ekologis,” tutur Irendra Radjawali atau Radja lewat percakapan telepon dengan Mongabay Indonesia.Penggunaan aplikasi drone, telah dilakukan oleh Swandiri di Kalbar, Kaltim, Bali, Papua dan wilayah lain di Indonesia. Salah satunya Desa Setulang, Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara yang merupakan bagian dari kerja pemetaan partisipatif wilayah yang dilakukan oleh warga desa bersama dengan LSM.Meskipun sudah ada jaminan dari sebuah perusahaan sawit, warga Setulang masih belum percaya jika tapal batas yang disepakati antara keduabelah pihak tidak dilanggar oleh pihak perusahaan.  Sudah menjadi rahasia umum di Indonesia, jika dengan berbagai alasan teknis dan operasional, maka buldozer perusahaan gampang masuk ke wilayah masyarakat. Hal ini ditambah dengan terkendalanya ketersediaan skala peta yang memadai, yang membuat persoalan konflik dan tumpang tindih lahan sulit terhindarkan.“Kalau petanya skala 1:250.000, kampung, rumah, lahan semua sama, tampak hijau saja,” papar Radja kepada tetua masyarakat Setulang, seperti tampak dalam sebuah scene video dokumenter yang dibuat oleh Handcrafted Films dan INFIS." "Lewat Drone, Cara Baru Pantau Wilayah Adat Dari Udara","Dengan terobosan teknologi dari atas udara seperti drone ini, tanpa perlu melakukan perjalanan darat, naik turun lembah dan gunung yang melelahkan, sajian gambar-gambar aerial serta potret kondisi tutupan hutan dan lahan yang ada di wilayah yang disengketan, dapat dilakukan.Teknologi Drone Buatan Anak BangsaDrone yang dioperasikan oleh Swandiri Institute adalah murni dibuat dan dirakit oleh mereka sendiri, dengan biaya murah dan didedikasikan untuk penyelamatan ekologis.Pesawat intai berbentuk helikopter terbang (multicopter) ini, mampu mengangkut kamera maupun video yang disemati dengan peralatan GPS. Drone multicopter ini dapat dituntun dengan peralatan pengendali jarak jauh (remote control) yang dioperasikan oleh operator yang telah terlatih.“Terdapat dua jenis drone, yaitu multicopter dan fixed wing. Keuntungan dari multicopter dia bisa terbang vertikal hingga 20 meter, sehingga tidak menabrak tajuk pohon. Cocok untuk pemetaan wilayah hutan,” jelas Radja. Menurutnya multicopter dapat terbang selama 40 menit dengan area cover 100 – 400 hektar. Sedang untuk jenis fixed wings, meski bisa meliputi area yang jauh lebih luas dan terbang hingga 1,5 jam, drone ini tidak bisa terbang secara vertikal.Jika multicopter berbentuk helicopter dengan beberapa baling-baling sejajar horisontal, maka fixed wing berbentuk seperti pesawat berbentuk mini dengan dilengkapi baling-baling vertikal di tubuhnya." "Lewat Drone, Cara Baru Pantau Wilayah Adat Dari Udara","Penggunaan aplikasi drone seperti yang dilakukan ini akan membantu untuk mengecek kondisi wilayah secara tepat waktu dan presisi. Hasil dari potret aerial yang dipakai oleh drone pun memiliki kelebihan dari yang citra satelit yang umum digunakan.  Dengan kemampuan drone terbang rendah di bawah awan, maka distorsi gambar akibat tutupan awan pun dapat dihindarkan Suatu permasalahan yang sering terjadi dalam hasil potret citra satelit. Bahkan kelebihan drone ini dapat memotret secara detil obyek-obyek kecil di daratan. Dengan demikian drone cocok untuk fungsi pemotretan detail di cover wilayah tertentu.“Sebenarnya istilah drone kurang pas, PTTA (Pesawat Terbang Tanpa Awak) itu lebih tepat, karena drone adalah istilah awal untuk pesawat sasaran tembak untuk latihan militer, tapi sekarang orang lebih kenal dengan istilah drone,” Radja menambahkan.Untuk area jelajah, drone dapat diset untuk terbang mengikuti alur yang telah ditentukan. Dalam waktu sekitar dua jam setelah penerbangan, seluruh data hasil terbang drone yag telah diunggah ke komputer dapat muncul dalam bentuk tiga dimensi.Penasaran seperti apa yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Setulang, silakan simak video yang dibuat oleh pembuat video profesional Handcrafted Films dan mitra kerjanya, INFIS dalam tautan berikut. [SEP]" "Konflik Meletus di Bekas Perkebunan Sawit, Aparat Kepolisian Turun Tangan","[CLS] Puluhan warga transmigrasi Singkut VII, Desa Batu Putih, Kecamatan Singkut, Kabupaten Sarolangun bersiaga menjaga perkebunan mereka sejak pagi, 8 Februari lalu. Berbekal senjata api rakitan, senapan angin, senjata tajam serta bambu runcing.Ada isu jika warga pendatang asal Desa Pantai dan Desa Rantau Kadam Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan hendak membalas pembakaran 26 pondok ladang yang terjadi tiga hari sebelumnya.Aparat kepolisian dan TNI serta Asisten I Arief Ampera, Kepala Kantor Kesbangpol Linmas Edi Kusmiran bersama Camat Pelawan Singkut Samsurizal juga hadir di tengah-tengah warga Desa Batu Putih. “Betul, tadinya kita mendapat informasi bakal ada penyerangan dari warga penggarap yang pondoknya dibakar warga trans,” kata Samsurizal.Kapolsek Singkut AKP A. Lubis mengaku kondisi masih kondusif. “Kita imbau agar warga tidak terpancing oleh provokasi,” kata Lubis kepada Mongabay Indonesia, 8 Februari lalu. Lubis juga meminta masyarakat mengaktifkan sistem keamanan keliling (siskamling) secara bergiliran.Surono, warga setempat menceritakan, pagi itu sekira jam 6 pagi, lima orang warga hendak menyadap karet di kebun mereka yang tak jauh dari lahan yang digarap masyarakat pendatang asal Sumatra Selatan. Tiba-tiba mereka mendengar berkali-kali letusan senjata api rakitan. Diduga yang meletuskan tembakan adalah para pendatang yang menggarap lahan warga eks perkebunan sawit PT Duta PT Duta Multi Inti Palma Perkasa (DIPP).“Suara tembakan itu bikin mereka takut. Suaranya terdengar dari beberapa arah. Mereka memilih cepat pulang dan batal menyadap karet,” kata Surono, warga setempat kepada Mongabay-Indonesia, 8 Februari lalu.Wiji, seorang warga lain juga mendengar letusan itu. Ia menengok langsung  banyak orang yang berada di seberang desanya dan membawa senjata api rakitan. “Saya melihat sendiri para pendatang itu berkerumun seakan ingin menyerang kami,” katanya." "Konflik Meletus di Bekas Perkebunan Sawit, Aparat Kepolisian Turun Tangan","Atas kejadian itu para warga Desa Batu Putih banyak memilih tetap untuk berada di desa dan bersiaga. “Kami berhak mempertahankan lahan kami. Lahan kami punya sertifikat dan setiap tahun kami membayar pajak, tetapi kami tidak pernah menikmati hasil. Warga pendatang justru yang merebut lahan kami,” ujar Surono.“Kami mempersenjatai diri sebagai bentuk kewaspadaan. Ancaman mereka  sangat serius dan tidak main-main. Jika kondisi tidak segera diselesaikan pemerintah daerah dan aparat bisa saja terjadi bentrokan dan jatuh korban jiwa,” Surono menjelaskan.Pembakaran Pondok Ladang Didukung Aparat KepolisianKetegangan ini bermula sejak 5 Februari lalu. Sekitar jam 10 pagi, ratusan warga gabungan dari beberapa desa di bawah naungan Koperasi Koperasi Harapan Abadi membakar 26 pondok ladang milik pendatang asal Sumatra Selatan itu yang berada di lokasi eks perkebunan sawit PT DIPP.Saat didatangi, pondok-pondok ladang nyaris kosong melompong. Hanya ditemukan beberapa barang mereka seperti satu unit sepeda motor merk Yamaha jenis Jupiter Z, satu unit angkong dan tiga butir peluru tajam kaliber 9 mm. Warga juga menemukan sebuah tulisan bernada teror yang berbunyi,” Kami hari ini kalah. Besok menang. Besok siapa yang mati tergeletak,” demikian bunyi tulisan di pondok.Warga berani membakar karena lahan yang digarap para pendatang asal Sumatra Selatan itu adalah hak milik warga transmigrasi. Lokasi lahan inilah yang merupakan perkebunan sawit eks PT DIPP. Bahkan sebagian besar lahan sudah bersalin menjadi kebun karet dan palawija.Menurut Ketua Koperasi Mandiri, Abdul Muthaha, konflik ini sudah terjadi sejak 2006 silam lalu antara masyarakat transmigrasi dengan PT DIPP – dulu dimiliki Susanto Lim." "Konflik Meletus di Bekas Perkebunan Sawit, Aparat Kepolisian Turun Tangan","Sejak 1999, PT DIPP mendapat konsesi izin kelapa sawit seluas 7.000 hektare yang berlokasi di Kecamatan Singkut Kabupaten Sarolangun. Namun yang sudah ditanam sekitar 5.200 hektare. Lokasi kebun tersebar di lima desa: Batu Putih, Pematang Kulim, Mekar Sari, Payo Lebar, dan Siliwangi – semuanya berada di Kecamatan Pelawan Singkut, Kabupaten Sarolangun.Namun semuanya adalah petani plasma dan tak pernah mempunyai kebun inti. Karena terus berkonflik dengan masyarakat, PT PT DIPP  lantas hengkang pada 2006. “Puncaknya setelah base camp perusahaan dibakar massa pada 2005. Hampir 10 tahun konflik ini vakum,” kata Kapolsek Singkut, AKP A. Lubis.“Lahan tersebut bukan tak bertuan, sertifikatnya atas nama masyarakat transmigrasi. Cuma karena berkonflik lama tak bisa dipanen hingga dipenuhi semak belukar,” kata Abdul Munthaha kepada Mongabay-Indonesia, 7 Februari lalu. Abdul tinggal di transmigrasi Singkut II, Desa Payo Lebar, Kecamatan Singkut – sekitar 15 kilometer dari transmigrasi Singkut VII, Desa Batu Putih.Sejak perusahaan hengkang, kebun ini mulai diduduki para pendatang dari Sumatra Selatan. Mereka membangun pondok-pondok ladang dan memanen kebun sawit tersebut.Lubis membantah jika kepolisian dinilai mendukung tindakan anarkis warga dengan membakar pondok ladang para pendatang. “Karena sudah lama tak selesai selama hampir 10 tahun. Masyarakat setempat dengan pendatang juga tak bisa berkomunikasi maka tidak ada cara lain. Kita mendukung masyarakat yang punya legalitas yaitu tanah bersertifikat,” Lubis menjelaskan.PT DIPP telah memasang iklan di internet sejak 20 Oktober 2012 lalu untuk menjual kebun sawit secara keseluruhan. Tarif yang dipatok Rp 65 juta per hektare." "Konflik Meletus di Bekas Perkebunan Sawit, Aparat Kepolisian Turun Tangan","Dari salinan dokumen yang didapat Mongabay-Indonesia tertulis bahwa Komisaris PT DIPP, Ferry Tan (beralamat di Pontianak, Kalimantan Barat) menyerahkan kuasa penuh kepada Hendi S. (beralamat di Jambi) untuk menjual kebun tersebut dengan kesepakatan masyarakat atau koperasi mendapat kompensasi dari hasil penjualan kebun. Suara kuasa tersebut tertanggal 7 Mei 2012. Namun tak diketahui persis kebun ini dijual kepada perusahaan milik siapa. [SEP]" "Duh! Pemkab Tapsel Caplok Lahan Adat Janji Mauli jadi Perkantoran","[CLS] Lagi-lagi, lahan adat terancam, tak hanya oleh ekspansi perusahaan juga pemerintah. Kali ini, wilayah adat Janji Mauli Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, akan menjadi perumahan, dan perkantoran swasta maupun BUMD. Pemegang proyek PT Tapanuli Selatan Membangun, BUMD  milik Pemerintah Tapsel.Roganda Simanjuntak, ketua BP Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak, kepada Mongabay mengatakan, ada pelanggaran UU oleh Pemerintah Tapsel dengan mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi mengenai hutan adat bukan hutan negara.“Mereka mencaplok dan menguasai hutan adat Janji Mauli, untuk perumahan, dan perkantoran,” katanya Rabu malam (13/8/14) di Medan.AMAN sudah protes tetapi diabaikan. Malah pembangunan dan perusakan hutan adat Janji Mauli terus berlangsung, tanpa memperhatikan dampak negatif bagi alam dan warga.  “Kearifan lokal terancam, hutan adat terancam, ekosistem rusak, dan habitat satwa terancam.”Menurut dia, akibat arogansi Pemerintah Tapsel, masyarakat Janji Mauli terancam. Terlebih, dengan rencana pemekaran, yang akan membongkar makam para leluhur. Sebelumnya, beberapa rumah dibongkar paksa dan tanaman masyarakat dirusak tanpa ganti rugi.Sampai saat ini konflik terus terjadi. Masyarakat Janji Mauli tetap bertahan, menolak hutan adat seluas 461 hektar dirusak.AMAN telah membuat surat protes, mendesak Bupati Tapsel, H Syahrul M Pasaribu, menghentikan rencana pembongkaran makam leluhur masyarakat Janji Mauli. Juga menghentikan perampasan tanah adat.“Kami juga mendesak menghentikan intimidasi terhadap masyarakat. Bupati harus mengakui dan melindungi tanah adat melalui Perda atau SK Bupati.”Sementara itu, Bupati Tapanuli Selatan, Syahrul M Pasaribu, mengatakan, sebelum membangun perkantoran di lokasi baru, telah mengkaji terlebih dahulu, termasuk dengan anggota DPRD dan pemerintah pusat." "Duh! Pemkab Tapsel Caplok Lahan Adat Janji Mauli jadi Perkantoran","Mengenai penolakan warga karena masuk wilayah adat, katanya, Pemkab Tapsel telah sesuai prosedur termasuk meminta pendapat Kementerian Kehutanan.Bahkan, kata Syahrul, pembangunan itu diperkuat surat Menteri Kehutanan Nomor SK.244/Menhut-II/2011. Menhut memberikan izin pelepasan sebagian kawasan hutan produksi Sipirok, untuk pembangunan pertapakan kantor Bupati Tapsel. Ia terletak di Sipirok, Tapsel seluas 271,10 hektar.“Jadi tidak benar kami membangun melanggar aturan dan UU. Semua sudah perencanaan matang, sudah beres dan kita siap bekerja di gedung baru.” [SEP]" "Luas Hutan Aceh Bakal Berkurang 53.000 Hektar","[CLS] Pemerintah Provinsi Naggroe Aceh Darussalam dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) mengusulkan pengurangan luas hutan Aceh dari 3,405 juta hektar menjadi 3,352 juta hektar. Gubernur Aceh Zaini Abdullah menyebutkan, usulan pengurangan 53.000 hektar hutan tersebut, mendapat respon positif dari Komisi IV DPR RI.Zaini Abdullah mengatakan, Pemerintah Aceh Bersama beberapa pimpinan Kabupaten/Kota di Aceh, pada Senin (8/9) telah bertemu dengan Komisi IV DPR RI di Jakarta. Pertemuan tersebut dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi IV DPR RI yang juga Ketua Fraksi Partai Golkar, Firman Subagyo.“Pemerintah Aceh meminta agar RTRW Aceh segera disahkan mendapat respon positif atau disetujui oleh Komisi IV DPR RI, usulan perubahan kawasan hutan dalam revisi RTRW Aceh yang kami presentasikan pada Komisi IV DPR RI juga membuahkan hasil yang sangat menggembirakan,” kata Zaini.Usulan perubahan kawasan hutan Aceh yang berdampak penting dan cakupan luas serta nilai strategis (DPCLS) seluas 37.640 hektar juga mendapat persetujuan DPR RI. “Luas kawasan hutan Aceh daratan sebelum usulan perubahan adalah  3,405 juta hektar atau 60.01 persen dan setelah usulan perubahan, luasnya menjadi 3,352 juta hektar atau 59,06 persen, atau berkurang 0,95 persen,” jelas gubernur.Zaini Abdullah yang juga Mantan Menteri Luar Negeri Gerakan Aceh Merdeka (GAM) itu juga mengatakan, perubahan status beberapa kawasan hutan juga sudah mendapat respon positif dari Menteri Kehutanan. Perubahan tersebut meliputi, perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan seluas 80.256 hektar, perubahan fungsi kawasan hutan 130,542 hektar, dan penunjukan bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan seluas 26.461 hektar.“Perubahan peruntukan kawasan hutan yang disetujui Menteri tersebut adalah seluas 80.256 hektar, terdiri dari yang tidak termasuk berdampak penting dan cakupan luas dan bernilai strategis adalah 42.616 hektar,” lanjutnya." "Luas Hutan Aceh Bakal Berkurang 53.000 Hektar","Sedangkan kawasan yang berdampak penting dan cakupan luas serta bernilai strategis seluas 37.640 hektar harus mendapat persetujuan DPR RI.“Wakil Ketua Komisi IV DPR RI dalam pertemuan tersebut juga mengatakan, anggota perlemen dari Komisi IV menyetujui hal tersebut, nanti akan diputuskan dalam rapat kerja dengan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan,” ujar Zaini.Sementara itu, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh menolak rencana pengurangan luas hutan Aceh yang diusulkan oleh Pemerintah Aceh, karena dinilai sangat banyak kepentingan khususnya perusahaan perkebunan dan pertambangan dalam rencana perubahan tersebut.Direktur Walhi Aceh, Muhammad Nur, menyebutkan dalam RTRW Aceh terjadi usulan pengurangan luas hutan Aceh, sekitar 200 ribu hektar.“Perubahaan alih fungsi hutan, tidak hanya merusak hutan, tapi juga mengancam kehidupan berbagai jenis satwa yang dilindungi seperti gajah dan harimau, serta satwa lainnya yang saat ini semakin terancam punah di Aceh,” sebut Nur.Koalisi Peduli Hutan Aceh (KPHA) menyebutkan, RTRW Aceh merupakan blue print pembangunan daerah yang masih membutuhkan persetujuan dari Menteri Dalam Negeri.  RTRW Aceh juga akan mengatur tentang penggunaan ruang kehutanan yang dengan kondisi sekarang banyak mengalami deforestasi dan degradasi karena kegiatan pertambangan, illegal logging dan konversi.“Perubahan kawasan hutan Aceh melalui SK Menhut No. 941 tahun 2013 untuk mengatur tata ruang kehutanan Aceh, diantaranya merubah, perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi kawasan bukan hutan seluas 42.161 hektar, perubahan fungsi kawasan hutan seluas 130.542 hektar, dan perubahan bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan seluas 24.461 hektar,” sebut Jurubicara KPHA, Efendi Isma." "Luas Hutan Aceh Bakal Berkurang 53.000 Hektar","Efendi mengatakan, untuk perubahan kawasan hutan menjadi kawasan bukan hutan seluas 37.640 hektar memerlukan persetujuan dari DPR RI, hal ini sesuai dengan PP No. 10 tahun 2010 tentang tata cara perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan, jo PP No. 60 tahun 2012 tentang tata cara perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan.“Usulan perubahan kawasan yang berdampak penting dan cakupan luas serta bernilai strategis tersebut tersebar di beberapa kabupaten yang terjadi pada kawasan hutan lindung. Semestinya perubahan ini memerlukan penelitian lebih lanjut karena bisa menimbulkan banyak hal, salah satunya adalah perubahan ini dapat mengaburkan status hukum yang sedang berjalan ataupun proses hukum yang terjadi di atas kawasan yang dirubah peruntukannya. KPHA menemukan beberapa polygon perubahan yang kawasannya sedang terjadi proses hukum karena pelanggaran penggunaan kawasan,” ujar Efendi.Akan menjadi preseden yang sangat buruk bagi DPR RI apabila perubahan peruntukan ini disetujui tanpa melihat kondisi aktual di lapangan, karena pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dapat memanfaatkan momen penyusunan tata ruang kehutanan untuk keuntungan pribadi dan merusak hutan.“Usulan perubahan kawasan hutan lain yang terjadi di beberapa kabupaten di Aceh juga masih sarat dengan permainan, jumlah luas kawasan seperti terjadi di Kabupaten Nagan Raya dan Kabupaten Pidie. KPHA sudah melakukan overlay peta dari SK Menhut 170 tahun 2000 dengan peta SK Menhut 941 tahun 2013,” sambungnya.Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan tim GIS KPHA, sebelum DPR RI memberikan persetujuan atas perubahan peruntukan dan perubahan fungsi hutan Aceh, harus melakukan cek dan ricek di lapangan dan melakukan pertemuan dengan stakeholder di daerah dan di provinsi Aceh, untuk mendapat masukan-masukan atas perubahan kawasan dimaksud." "Luas Hutan Aceh Bakal Berkurang 53.000 Hektar","“Apabila DPR RI juga tidak melakukan cross cek di lapangan maka tata ruang Aceh akan semakin amburadul. Ketika eksekutif dan legislatif sudah tidak memperhatikan aspirasi rakyat, maka akan menghasilkan pembangunan yang timpang yang hanya memperhatikan keinginan para elit dan tidak memperhatikan kebutuhan rakyat,” ungkap Efendi. [SEP]" "Indonesia Targetkan Peningkatan 10 Persen Populasi 25 Spesies Terancam Punah","[CLS] Bambang Dahono Adji, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH), Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), mengatakan pihaknya menargetkan peningkatan populasi spesies hewan langka di Indonesia seperti  harimau sumatera (Phantera tigris sumatrae), gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus), dan jalak bali (Leucopsar rothchildi).“Kita targetkan peningkatan jumlah 25 spesies terancam punah sebesar 10 persen hingga tahun 2019. Untuk memenuhi target tersebut selain melalui kegiatan yang selama ini dilaksanakan seperti penangkaran dan pelepasliaran satwa, kebun binatang juga wajib hukumnya membangun breeding,” kata Bambang pada Seminar Nasional Konservasi Biodiversitas Sub Region Sumatera Bagian Selatan dengan tema Pengarusutamaan Nilai, Status, Monitoring Keanekaragaman Hayati dan Ekosistem. Kegiatan yang digelar BIOCLIME-GIZ ini bekerja sama dengan BKSDA Sumsel dan Dinas Kehutanan Sumsel, Rabu-Kamis (14-15/01/2015) di Palembang.Bambang dengan materi mengenai “Kebijakan Prioritas Konservasi Keanekaragaman Hayati di Sumsel,” mengatakan ancaman atas keanekaragaman hayati seperti punah dan berkurangnya populasi flora dan fauna di alam serta berkurangnya luasan wilayah hutan disebabkan oleh ulah manusia yang melakukan perambahan, perburuan liar, pembalakan liar, dan pembakaran hutan.“Perambahan kawasan konservasi di Sumsel masih banyak terjadi, misalnya pertambakan udang yang berada di kawasan Taman Nasional Sembilang dan pembalakan liar di kawasan Hutan Harapan di perbatasan Jambi dan Sumatera Selatan (Sumsel),” kata Bambang." "Indonesia Targetkan Peningkatan 10 Persen Populasi 25 Spesies Terancam Punah","Menurut Bambang, untuk mengatasi kerusakan lebih dari 10 juta kawasan hutan di Indonesia, pihaknya melaksanakan restorasi dengan melakukan penanaman di area seluas 100.000 hektar per tahun. Namun demikan, ia mengakui hal ini jauh dari memadai untuk menutupi kawasan dan hutan konservasi yang terlanjur rusak. “Kalau perambahan dan pembalakan liar terus terjadi, restorasi semakin tak ada gunanya. Perlu pelibatan masyarakat di sekitar kawasan konservasi serta pendekatan khusus kepada para perambah,” ujarnya.1. Harimau sumatera2. Gajah sumatera3. Badak jawa4. Owa (Owa jawa, Bilou)5. Banteng6. Elang (elang jawa dan elang flores)7. Jalak bali8. Kakatua (kakatua jambul kuning, kakatua jingga, kakatua alba)9. Orangutan (orangutan kalimantan dan orangutan sumatera)10. Komodo11. Bekantan12. Anoa13. Babirusa14. Maleo15. Macan tutul16. Cendrawasih17. Rusa bawean18. Tarsius19. Surili20. Macaca maura21. Julang sumba22. Nuri kepala hitam23. Kangguru pohon24. Penyu (penyu sisik dan penyu belimbing)25. Celepuk rinjaniSumber: presentasi Bambang Dahono Aji, Direktur KKH, PHKA, Kementerian LHKPada seminar tersebut turut hadir Maheswar Dhakal, Direktur Taman Nasional dan Konservasi Satwa Liar, Kementerian Kehutanan dan Konservasi Tanah, Nepal. Dhakal dihadirkan untuk berbagi pengalaman mengenai keberhasilan menjaga populasi harimau benggala (Panthera tigris tigris).Menurut Dhakal, persoalan yang dihadapi oleh Nepal tak jauh berbeda dengan yang dihadapi Indonesia. Nepal juga menghadapi perburuan liar, pembalakan liar, hingga persoalan koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah lokal. Dhakal mengatakan, mereka berhasil menjaga hutan konservasi sebagai habitat utama harimau dengan memasang 500 camera trap di taman nasional dan melibatkan 250 ahli dalam kegiatan tersebut." "Indonesia Targetkan Peningkatan 10 Persen Populasi 25 Spesies Terancam Punah","Sementara Zulfikar Ahmad, Sekretaris Dinas Kehutanan Propinsi Sumsel, mengatakan untuk mengatasi perambahan hutan dan perburuan satwa dilindungi di Sumsel perlu strategi dan pendekatan khusus dengan mencari akar persoalan dan menemukan solusi yang tepat.“Kita tak bisa hanya mengatakan masyarakat telah merambah hutan produksi dan hutan. Kita tak bisa hanya mengatakan habitat harimau telah digusur oleh masyarakat. Perlu dicarikan solusi agar hal ini tak terjadi terus menerus,” ujarnya.Menurut Zulfikar, tantangannya adalah bagaimana penataan dilakukan dan hal ini membutuhkan sinergi antara pengelola kawasan konservasi, pengelola kawasan hutan produksi, dan masyarakat sekitar kawasan.Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio [SEP]" "Aksi Anak Sedulur Sikep Jateng Mencuci Bendera Merah Putih. Ada Apa?","[CLS] Sekelompok anak dari Sedulur Sikep, Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah terlihat riang gembira bermain air sambil membawa bendera merah putih di sendang Goa Wareh, Desa Kedumulyo, Sukolilo.Mereka kemudian bersama-sama mencuci membersihkan bendera pusaka itu, sambil menyanyikan lagu-lagu Jawa karya komunitas anak sedulur sikep. Ya, itulah bentuk aksi mereka memperingati hari air sedunia pada Minggu (22/03/2015).“Dulur~dulur, gendera iki reged kena bledhu. Kuwajibane awake dhewe kanggo ngumbah nen gendera iki resik maneh. Ibu Pertiwi wis nyediyani banyu kang cukup. Resike gendera muga uga ndadekke resik ati kita. Le ngumbah sinambi tetembangan ya. Iya, ayo nyemplung sendhang bebarengan.” (Saudara-saudara bendera ini kotor kena lumpur. Kewajiban kita untuk membersihkan agar bendera ini bersih kembali. Ibu Pertiwi telah menyediakan air yang cukup. Bersihnya bendera, smoga juga menjadikan hati kita bersih. Mencucinya sambil bernyanyi ya. Iya, ayo kita ke Sendang).Tokoh Sedulur Sikep, Gunretno mengatakan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk mengenalkan anak tentang air, arti dan kegunaannya. Mereka bernyanyi dan diajari mengenalkan alam dan cara menjaganya.“Cara ini diharapkan anak bisa belajar memelihara dan melestarikan sumber air yang telah mencukupi kebutuhan mereka dalam kehidupan sehari-hari dan demi keseimbangan alam,” kata Gunretno.Ia menambahkan, rencana pendirian pabrik dan pertambangan semen di Kecamatan Kayen dan Tambakromo di Pati begitu juga di Rembang, Grobogan dan Blora tentu menjadi ancaman terhadap kelestarian sumber mata air dan air sungai bawah tanah.Kepedulian Anak Muda di YogyakartaSementara di Yogyakarta hari air sedunia diperingati beberapa komunitas anak muda yang peduli lingkungan yakni Sahabat Lingkungan (Sha-Link) WALHI Yogyakarta dan relawan Greenpeace Indonesia di NoL Kilometer Yogyakarta." "Aksi Anak Sedulur Sikep Jateng Mencuci Bendera Merah Putih. Ada Apa?","Dalam aksinya mereka mengajak masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya untuk ikut dalam gerakan penyelamatan lingkungan hidup, khususnya sumber daya air,  atas berbagai permasalahannya seperti privatisasi air dan kedaulatan sumber daya air.Yulia Wulandari anggota Sha-Link kepada Mongabay mengatakan, dengan mengangkat tema “Air untuk Semua”, masyarakat diajak untuk memperkuat gerakan yaitu “3Ng : Nggodok, Nggowo, Ngunjuk” (memasak, membawa dan minum air) agar menjadi gaya hidup.Aksi mereka didukung Komunitas Nalitari atau Dance Ability Indonesia, karena sekaligus  memperingati Hari Down Sydrome Sedunia pada 21 Maret 2015.Dalam aksinya, mereka menyediakan air siap minum bagi masyarakat untuk minum dan mengisi botol minum yang dibawa sendiri. Ini menjadi satu solusi sederhana gerakan 3Ng.Sementara itu, relawan Greenpeace Indonesia melakukan aksi di jembatan Sayidan, Gondomanan, Yogyakarta. Koordinator aksi, Ibar Furqonul Akbar mengatakan aksi mereka bertujuan bahwa perusahaan fashion  di Indonesia banyak yang melakukan pembuangan limbah dan mencemarkan sungai. Contohnya brand fashion mencemari di DAS Citarum yang airnya dibutukan oleh warga Bandung dan Jakarta.Ia menambahkan, di Jogja sendiri pencemaran limbah produk fashion belum begitu parah. Oleh karena itu, aksi tersebut untuk menyadarkan masyarakat, perusahaan dan pemerintah tentang pentingnya fungsi ekologi sungai.Data Greenpeace Indonesia menunjukkan hasil laboratorium dari sampel air Sungai Citarum, pada 2011-2012 menemukan adanya bahan kimia yang umumnya digunakan industri tekstil pada kulit buatan dan beberapa pewarna. Hasil riset pusat studi ilmu lingkungan Universitas Padjajaran di dekat Curug Jompong menemukan berbagai kandungan logam berat.  Sekitar 75 persen atau enam dari delapan sampel yang diproduksi di Indonesia teridentifikasi mengandung bahan kimia berbahaya yakni Armani Esprit, Gap, Mango dan Mark&Spencer." "Aksi Anak Sedulur Sikep Jateng Mencuci Bendera Merah Putih. Ada Apa?","“Keberadaan bahan-bahan kimia berbahaya pada merek tersebut menjadi indikasi penggunaannya ketika diproduksi, yang akhirnya meracuni sungai dan sumber air,” kata Ibar. [SEP]" "Ribuan Tanaman Sawit Dihancurkan dari Suaka Margasatwa Karang Gading","[CLS] Setidaknya 10,47 hektar kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading (SMKG) ditanami ribuan sawit berusia tiga hingga lima tahun, oleh pengusaha perkebunan bernama Edy Lim. Demikian temuan hasil perhitungan Balai Pemantaan Kawasan Hutan Wilayah I Medan, Kabupaten Deli Serdang, Sumut.Osmar Pardede, penganalisis data Pengukuhan Kawasan Hutan, Balai Pengukuhan Hutan Wilayah I Medan, kepada Mongabay, mengatakan, ketika pengukuran empat titik melalui GPS, sebagian area dikuasai Ely Lim yang ditanami perkebunan sawit.Penentuan titik-titik batas SMKG ini, dimulai dari titik 272, 274, berakhir 262 titik. Hasilnya, dari 34,42 hektar jadi kebun sawit, 10,47 hektar masuk SMKG. Sebagian milik perusahaan di luar kawasan hutan.“Setelah selesai perhitungan titik koordinator masuk hutan, kami serahkan hasil ke BBKSDA. Mereka menentukan mau diapakan SMKG.”Herbert Aritonang, Kepala Seksi Wilayah II BKSDA Stabat, menjelaskan, setelah pengukuran dan penguasaan sehagian suaka margasatwa akan meminta pemilik perusahaan mempertanggungjawabkan.Berdasarkan keputusan Kepala BBKSDA Sumut, dan pemetaan tim dipimpin Kepala Bidang Konservasi Sumberdaya Alam Wilayah I, BBKSDA, Tata Jatirasa Gendaresmara, diputuskan pohon-pohon sawit ilegal dan harus dihancurkan. Saat itu, pengukuran disaksikan pemilik.Dengan rasa terkejut dan sedikit kecewa, Edy Lim, mengikhlaskan ribuan sawit dihancurkan satu-persatu. Dalam penghancuran, pasukan TNI/Polri membantu tim BBKSDA. Pasukan TNI turut menyaksikan pengukuran.Selama ini, sebagian SMKG dirambah untuk kebun sawit, pembuatan tambak intensif dan tambak alam. Perambahan juga jadi pemukiman dan fasilitas umum. Juga pembukaan buat sawah. Akibatnya, dari 15.765 hektar SMKG, setidaknya terdegradasi melebihi 4.361,2 hektar.“Kita sudah pendekatan dan pemberian pemahaman serta diskusi. Bahkan sampai penindakan hukum. Sekarang kita ambil sikap tegas.”" "Ribuan Tanaman Sawit Dihancurkan dari Suaka Margasatwa Karang Gading","Perambahan ini mengancam serius beragam satwa yang hidup di sana, seperti kera ekor panjang (Macaca fascicularis), burung air, dan burung migran. Sekarang, satwa-satwa ini jarang bahkan tidak lagi ditemui.“Ada yang pergi mencari habitat lain. Sebagian mati karena terjebak di perkebunan sawit dan perladangan yang dikuasai ilegal.”SMKG diputuskan 1980 seluas 15.765 hektar. Ia terletak di dua kabupaten. Di Kabupaten Langkat, Kecamatan Secanggang, dan Tanjungpura dan Deli Serdang, di Kecamatan Hamparan Perak, dan Labuhan Deli.Kawasan ini 70% hutan mangrove, dengan tumbuhan, bakau (Rhizopora apiculata), api-api (Avicenia marina), lenggadai (Bruguira parviflora), buta-buta (Excoecaria agallocha), dan cemara laut (Casuarina equisetifolia).Edy Lim, ketika diminta komentar mengatakan, setelah pengukuran ini akan menyerahkan lahan kepada BBKSDA Sumut.Menurut dia, pada 2008, ketika membeli lahan dari perusahaan lain, belum mengetahui ada puluhan hektar masuk SMKG.“Ini surat keterangan camat waktu dibeli. Saya gak tahu, jika mau disita apa boleh buat. Kecewa sih, tetapi kalau udah perintah negara harus dituruti. ” [SEP]" "Kembalinya Sang Fosil Hidup Kalimantan","[CLS] Reptil endemik Kalimantan itu, tiba-tiba muncul ke permukaan. Di balik batu perhuluan Sungai Kapuas, Lanthanotus borneensis ini, menampakkan diri setelah sekian lama hilang dari radar pengetahuan.Cerita berawal ketika warga di sebuah perkampungan kecil di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, sedang bergotong royong membangun bendungan untuk kebutuhan air bersih desa, 22 September 2014. Di tengah kesibukan kerja, tiba-tiba Faulunsius Atet berteriak lantang: “Biawak… ada biawak…”Spontan, warga lainnya berlarian ke arah suara itu. Di sana, Atet sedang mengamati makhluk aneh di balik bebatuan sungai. Sesuai pengamatannya, kulit satwa itu bergerigi dari kepala hingga ekor. Menyerupai buaya dengan warna kecokelatan. Panjang tubuhnya diperkirakan mencapai 50 sentimeter.Melihat adegan itu, aparat desa setempat, Jeaksen Thungku, tak ingin melepaskan momentum langka tersebut. Di tengah kerumunan warga, sebuah kamera saku miliknya dia manfaatkan. Satwa itu pun direkam sebelum dihalau ke tempat yang lebih aman dari aktivitas manusia.Adalah Sodik Asmoro (35), warga Kapuas Hulu yang menceritakan kembali kisah itu. “Terus terang, saya sendiri belum pernah melihat satwa macam ini. Bentuknya memang seperti biawak. Tapi kulitnya bergerigi seperti kulit buaya,” katanya saat berkunjung ke Pontianak, Selasa (17/11/15).Menurutnya, warga sudah mulai khawatir akan terjadi sesuatu di kampung. Biasanya kejadian aneh seperti itu selalu dikaitkan dengan hal berbau mistik. Ini sangat beralasan. Sebab, warga memang tak pernah berjumpa dengan makhluk yang menyerupai biawak.Bahkan, dalam rentang waktu bersamaan mereka dapat melihat satwa itu sebanyak dua ekor dalam satu hamparan yang sama di sekitar sungai. “Ya, yang terlihat saat itu ada dua ekor. Setelah difoto, kami coba halau ke tempat yang lebih aman. Tapi satwa ini kurang respon,” katanya." "Kembalinya Sang Fosil Hidup Kalimantan","Sodik menegaskan bahwa satwa itu enggan melarikan diri meski sudah diusir warga. “Jika dilihat dari bentuk badannya, semua mirip biawak. Kecuali kepalanya yang lebih menyerupai kadal. Tapi satwa itu terkesan jinak. Berbeda dengan biawak yang biasa kita lihat. Kalau itu sangat agresif. Terlebih ketika melihat manusia,” tuturnya.Tak hanya itu, Sodik juga menjelaskan bagian-bagian tubuh satwa tersebut. Hidungnya yang tumpul, dan daun telinga yang tak terlihat sama sekali. Ekornya panjang dan berkaki empat dengan lima jari di setiap kakinya.Secara umum, kata Sodik, satwa ini lebih menyerupai biawak. “Makanya, kami kira itu memang biawak. Satwa ini kami temukan sekitar pukul 14.00 WIB. Saat itu, dia berada di antara bebatuan yang terendam air sungai sedalam 20 sentimeter,” ucapnya.Berdasarkan sejumlah literatur, satwa yang ditemukan warga di Kapuas Hulu ini tak lain adalah Lanthanotus borneensis. Kadal endemik Kalimantan ini lebih dikenal dengan sebutan biawak tak bertelinga.Seperti ditulis Mongabay Indonesia sebelumnya, perilaku satwa ini terbilang unik. Ia hanya aktif malam hari (nokturnal). Termasuk dalam hewan semiaquatik, kadang-kadang hidup di air dan sesekali di darat.Lanthanotus borneensis pertama kali ditemukan pada 1878 oleh Franz Steindachner, ahli zoologi asal Austria. Tak banyak data pendukung yang bisa dijadikan sebagai literatur.Penelusuran Mongabay Indonesia melalui WWF-Indonesia Program Kalimantan Barat, literatur reptil ini ditemukan di Sarawak Museum Journal yang ditulis oleh Robert G. Sprackland, Jr pada 1970.Borneo Earless Monitor ini tergabung dalam Genus Lanthanotus. Dia masuk dalam famili Lanthanotidae  dan superfamili Varanoidea. Para peneliti menjulukinya fosil hidup lantaran ia masih eksis alias hidup saat satwa lain seumurannya sudah punah.Dilindungi" "Kembalinya Sang Fosil Hidup Kalimantan","Terpisah, Amir Hamidy, peneliti bidang Herpetologi LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), membenarkan bahwa satwa yang ditemukan Faulunsius Atet tersebut biawak tak bertelinga. Menurutnya, ciri satwa yang ada di foto tersebut sama dengan tanda-tanda umum yang dimiliki Lanthanotus borneensis. Misal, tidak ada telinga pada bagian luar tubuhnya, serta kulit tubuhnya yang berwarna cokelat dipenuhi gerigi seperti biawak. “Benar, ini Lanthanotus borneensis,” jelas Amir, Minggu (22/11/15).Mengutip dari Reptile Database, satwa ini persebarannya memang hanya ada di Kalimantan Barat, dan Sarawak. Aktif di malam hari, tempat hidupnya kadang  di darat dan tak jarang main ke air. “Penelitian lebih lanjut, terutama sistem pernafasannya, memang harus dilakukan mengingat informasinya yang minim.”Amir mengingatkan upaya perlindungan satwa endemik Kalimantan ini harus dilakukan sebagaimana kasus penyelundupan yang terjadi 11 Oktober 2015. Adalah Holger Pelz, warga Jerman, yang ditangkap petugas Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, karena coba menyelundupkan biawak tanpa telinga ini. Pelz lolos dari pemeriksaan di Bandara Supadio Pontianak, Kalimantan Barat, namun tersangka berhasil dibekuk di Pintu 3, Terminal II keberangkatan ke luar negeri saat pemeriksaan x-ray.Fakta menunjukkan, satwa langka ini diburu karena harga di pasar internasional yang tinggi. Dua tahun lalu, sepasangnya dijual sekitar 14 ribu Dollar AS. Saat ini, seekornya dibandrol sekitar 5 ribu Dollar AS. Kenapa harganya selangit? Karena, sejak terakhir dideskripsikan 1878, tak lebih dari 6 spesimen yang ada. Namun, pada 2008, ditemukan kembali di Indonesia. “Sejak itu, penyelundupan di pasar gelap marak. Bahkan, di Jerman ditemukan 23 pasang yang diyakini dari Indonesia.”" "Kembalinya Sang Fosil Hidup Kalimantan","Mengapa penyelundupan terjadi? Menurut Amir, meski reptil ini dilindungi PP No 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa atas nama Varanus borneensis atau Biawak Kalimantan, namun nama ilmiah yang digunakan saat ini adalah Lanthanotus borneensis. Nah, para pelaku bisnis haram ini coba berkelit dengan menggunakan nama ilmiah tersebut. Padahal, nama V. Borneensis jelas-jelas adalah Lanthanotus borneensis. “Ini yang belum diketahui betul oleh para penegak hukum Indonesia. Jadi, apapun nama ilmiahnya, yang selalu berubah setiap saat, dalam PP No 7/1999 jelas dituliskan, Biawak Kalimantan merupakan jenis yang dilindungi. Nama bisa berubah, spesies tidak.”Hukuman berat harus diberikan kepada para pemburu satwa liar dilindungi di Indonesia. Baik lokal maupun warga asing yang tertangkap. Ingat, jaringan mereka internasional. Ini harus jadi prioritas nasional. “Pastikan, keragaman hayati itu tidak ternilai harganya. Terlalu naif untuk dikonversi dalam Rupiah atau Dollar Amerika. Punahnya jenis satwa tertentu adalah kerugian luar biasa bagi ekosistem kita, Indonesia,” tandas Amir. [SEP]" "Rejang Yang Berjuang Untuk Mendapat Pengakuan Hutan Adat","[CLS] Selain masyarakat adat Rejang, masyarakat adat di pulau Enggano Bengkulu, juga sedang mendorong pengakuan hutan adat yang dimungkinkan lewat aturan yang ada dalam hukum negara.Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 35/2012 telah membuka ruang bagi pengakuan kawasan hutan adat. Lewat keputusan tersebut kawasan hutan tidak lagi merupakan hutan negara semata, tetapi juga diakomodasi bagi hutan adat. Demikian pula, Undang-Undang nomor 6/2014 tentang Desa telah membuka peluang bagi pengelolaan hutan oleh masyarakat.Di Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu, masyarakat hukum adat Rejang telah melakukan pemetaan partisipatif di tiga wilayah desa, Embong Uram, Embong I dan Kota Baru untuk memetakan wilayah adat yang sejak tahun 1982 dinyatakan masuk menjadi kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Berdasarkan pemetaan partisipatif, luas wilayah Embong Uram yang masuk TNKS adalah 1.517 hektar (88,6% total wilayah desa), Embong I seluas 1.072 hektar (89,2%) dan Kota Baru seluas 698 hektar (82,2%).“Masyarakat hukum adat Rejang di Kabupaten Lebong tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Sejak wilayah atau hutan adat Rejang di Kabupaten Lebong dengan total seluas 111 ribu hektar ditetapkan sebagai bagian kawasan TNKS pada 1982 berbagai tindakan represif terus dialami masyarakat,” jelas Erwin, Direktur Yayasan Akar yang mendampingi dalam pemetaan partisipatif ini.Penetapan TNKS seluas 1.484.500 hektar berawal dari Surat Menteri Pertanian nomor 736/Mentan/X/1982 yang mencakup wilayah empat propinsi, Bengkulu, Jambi, Sumatera Barat dan Sumatera Selatan. Kemudian direvisi lewat SK Menteri Kehutanan nomor 192/Kpts-II/1996 menjadi 1.386.000 hektar, dan SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan nomor 901/Kpts-V1999 akhirnya menjadi 1.375.349, 867 hektar." "Rejang Yang Berjuang Untuk Mendapat Pengakuan Hutan Adat","Khusus di Bengkulu, luas kawasan TNKS adalah 340.575 hektar mencakup tiga wilayah Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu Utara, Mukomuko dan Lebong atau 35,8% dari luas total hutan Provinsi Bengkulu 920.964 hektar. Adapun luas kawasan TNKS di Kabupaten Lebong adalah 111.035 hektar atau 57 % dari luas wilayah Lebong, yakni 192.924 hektar.Keberadaan masyarakat adat Rejang telah tercatat dalam buku The History of Sumatra yang ditulis oleh William Marsden yang terbit tahun 1783. Sedangkan upaya pendokumentasian hukum adat Rejang pertama kali dilakukan oleh Guru Besar Hukum Islam dan Adat, Hazairin dalam buku De Redjang yang terbit pada tahun 1936.“Sampai sekarang, aturan-aturan mengenai wilayah dan hutan adat Rejang yang diwariskan oleh nenek moyang masih diakui dan ditaati. Ketaatan itu dilakukan secara spontan otomatis. Dengan kata lain, pemberlakuan hukum negara pada wilayah adat Rejang tidaklah membuat masyarakat meninggalkan atau melupakan hukum masyarakat adat, salah satu contohnya menyangkut hutan larangan dan cadangan,” kata Erwin.Saat diminta konfirmasinya, M. Mahfud, Kepala Seksi TNKS Wilayah VI yang membawahi wilayah ini, menyebutkan sejarah penetapan TNKS berada pada wilayah kawasan hutan di Lebong (dulu masuk wilayah Kabupaten Rejang Lebong), dimana kawasan TNKS adalah kawasan Boschwezen (BW) yang ditetapkan pemerintahan Belanda pada 1932.“Saya belum pernah baca referensi yang menyebutkan atau menyatakan kawasan TNKS di Lebong itu merupakan wilayah atau tanah adat,” kata Mahfud, Sabtu (24/1/2015).Pada awal 2014, menurut Mahfud, Kantor Seksi TNKS Wilayah VI sempat didatangi anggota Komnas HAM. Kala itu, Komnas HAM menanyakan soal tanah adat Rejang yang masuk dalam kawasan TNKS. Salah satu desa yang disebutkan adalah Desa Embong Uram." "Rejang Yang Berjuang Untuk Mendapat Pengakuan Hutan Adat","Mahfud menambahkan, tidak sedikit masyarakat yang mengaku masyarakat adat yang mengklaim suatu kawasan sebagai wilayah/hutan adat dan berupaya untuk mengeluarkan wilayah/hutan adat dari hutan negara agar bisa dikelola oleh masyarakat adat. Menurutnya, proses ini harus dicermati secara hati-hati, jangan sampai memicu perubahan status hutan adat menjadi hak milik yang selanjutnya dapat diperjualbelikan kepada orang yang bukan anggota masyarakat adat, atau dijual kepada sejumlah pemilik modal yang memanfaatkan keberadaan masyarakat adat untuk memuluskan kepentingannya.“Umumnya, pihak yang merambah dan merusak hutan adalah pendatang dan bukan warga setempat. Dampak negatif dari perambahan tentu akan mengenai masyarakat setempat. Jadi, untuk mencegah perambahan atau mengurangi dampaknya, masyarakat setempat perlu strategi yang tepat. Bekerjasama dengan TNKS merupakan strategi yang bisa dilakukan masyarakat,” ujar Mahfud.Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah mengatakan, inisiatif yang dilakukan Masyarakat Hukum Adat Rejang dan Enggano tersebut perlu didukung bila persyaratan sebagai masyarakat hukum adat sebagaimana yang tertuang dalam aturan sudah lengkap atau dipenuhi. Persyaratan yang dimaksud diantaranya kelembagaan adat, hukum adat, dan wilayah adat.“Pengakuan masyarakat hukum adat, wewenangnya ada di Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Provinsi akan memfasilitasi bila terjadi kemandekan. Substansinya, bila prasyarat lengkap dan memang untuk kebutuhan masyarakat adat, akan didukung,” jelas Gubernur saat dihubungi Sabtu (24/1/2015) malam.Dorong Perda Pengakuan Wilayah Adat Enggano" "Rejang Yang Berjuang Untuk Mendapat Pengakuan Hutan Adat","Terpisah, Ketua Badan Pengurus Harian Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Bengkulu Def Tri Hamri mengemukakan pihaknya akan mendampingi masyarakat hukum adat Enggano yang sedang memperjuangkan Perda pengakuan dan perlindungan wilayah masyarakat hukum adat Enggano yang berdiam di pulau Enggano, Kabupaten Bengkulu Utara. “Langkah ini penting dilakukan untuk melindungi keberlanjutan masyarakat hukum adat Enggano yang kian hari kian terdesak oleh pembangunan dan perkembangan zaman.Pulau Enggano memiliki luas 39.586,74 hektar dan didiami oleh lima suku penduduk asli dan satu suku untuk pendatang. Lima suku penduduk asli tersebut adalah Kaarubi, Kaaruba, Kauno, Kaoaha, dan Kaitora, sedangkan suku pendatang adalah Kaamay yang awalnya diangkat dan diakui oleh suku Kauno. Warga suku mendiami Desa Malakoni, Meok, Banjarsari, Kaana, Apoho, dan Kahyapu.“Dalam sistem masyarakat hukum adat Enggano, pemimpin masyarakat adalah Paabuki yang dipilih oleh warga suku Enggano. Dalam menjalankan tugasnya, Paabuki dibantu oleh kepala-kepala suku,” ujar Def Tri. “Di Pulau Enggano terdapat sistem konservasi hutan adat yang bernama keramat Hium Koek dan larangan-larangan adat yang sangat selaras dengan upaya pelestarian hutan sehingga menjadikan hutan di Pulau Enggano adalah hutan primer.”Bupati Bengkulu Utara M. Imron Rosyadi saat dihubungi Kamis (22/1) mengatakan, pada prinsipnya semua aspirasi yang disampaikan masyarakat akan ditampung dan dipelajari. [SEP]" "Roh Illegal Logging Bercokol di Balik Kebijakan Menteri Perdagangan","[CLS] Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 89/M-DAG/PER/10/2015 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan, resmi berlaku hari ini, Kamis (19/11/2015). Salah satu poin penting dari regulasi tersebut adalah industri hilir tak wajib mengantongi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Kebijakan ini diperkirakan akan membuka kran bagi kejayaan illegal logging di Kalimantan Barat.Hal itu terungkap dalam Pelatihan Pemantauan Bagi Pemantau Independen SVLK yang dihelat Eyes on the Forest (EoF) Jaringan Kalimantan Barat di Pontianak, Rabu (18/11/2015). “Kebijakan ini hanya mengantar ‘roh’ para illegal logger untuk kembali berjaya di hutan Kalimantan,” kata M. Lutharif, Koordinator EoF Jaringan Kalbar.Melalui regulasi itu pula, kata Lutharif, Industri Kecil dan Menengah (IKM) serta Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang melakukan ekspor untuk produk industri kehutanan yang termasuk ke dalam Kelompok B, seperti produk kerajinan dan mebel kayu tidak diwajibkan melampirkan dokumen SVLK (V-Legal) pada saat melakukan ekspor.Padahal, SVLK ditujukan untuk pengelolaan hutan lestari (PHL), penerapan tata kelola kehutanan, pemberantasan penebangan liar serta perdagangannya di Indonesia. Dengan diberlakukannya Permendag 89/ 2015 ini membuka celah illegal logging marak kembali, terutama di sektor industri hilir.“Indonesia memiliki sejarah panjang pemberantasan illegal logging di era 1998-2004. Ketika SVLK hadir sebagai pendekatan persuasif untuk menutup celah bagi para pelaku illegal logging, tiba-tiba saja pemerintah melalui Kementerian Perdagangan dengan mudah membuka kembali celah itu,” tegas Lutharif.Hasil penelusuran EoFJaringan Kalimantan Barat, dari 11 industri hilir yang tersebar di Kabupaten Kubu Raya, Ketapang, dan Mempawah, hanya satu perusahaan yang mengantongi Sertifikat Legalitas Kayu." "Roh Illegal Logging Bercokol di Balik Kebijakan Menteri Perdagangan","Sementara Direktur Titian Lestari, Sulhani mengatakan, SVLK sebagai alat perbaikan tata kelola menuntut adanya sinkronisasi peraturan. “Permendag 89/ 2015 ini sudah tidak selaras dengan tujuan SVLK,” katanya.Sebagai alat pemberantasan penebangan liar dan perdagangannya di Indonesia, urai Sulhani, SVLK adalah salah satu inisiatif pemerintah dan pemangku kepentingan yang muncul untuk mengatasi pembalakan liar dan mempromosikan kayu legal di Indonesia.“Sistem ini bertujuan memastikan bahwa kayu dan produk kayu yang diproduksi di Indonesia berasal dari sumber-sumber yang legal dan dapat diverifikasi kebenarannya,” terang Sulhani.SVLK diterapkan melalui mekanisme sertifikasi oleh pihak independen atau Lembaga Verifikasi Legalitas Kayu (LVLK) yang telah terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional.“Nah, ketika industri hilir tidak wajib memenuhi ketentuan dalam SVLK sebagaimana tertuang di dalam Permendag 89/2015, akan membuka peluang pencucian kayu ilegal di tingkat industri hilir. Sebab, tidak ada jaminan kayu-kayu dari industri hulu itu legal,” jelas Sulhani.Seperti yang telah diberitakan Mongabay, Kementerian Perdagangan menganggap adanya SVLK menghambat kran ekspor. Padahal, jika dilihat dari data ekspor kayu Indonesia, peningkatan terjadi setelah pemberlakuan V-Legal.Pada 2013, nilai ekspor industri perkayuan US$6,067,388,152, naik menjadi US$6,602,595,732 (2014), dan sudah US$8,034,792,378 (hingga September 2015). Perbandingan antara nilai ekspornya, menggunakan DE (15 HS Code) hingga September 2015 sebesar US$162,340,187.48 (2%) sedangkan V-Legal (15 HS Code) mencapai US$1,421,809,541,99 (17,70%). [SEP]" "Hasil Sensus. Mengapa Populasi Harimau di India Naik Hingga 30 Persen?","[CLS] Sebagai negara yang juga memiliki spesies harimau yang terancam punah, ada baiknya Indonesia belajar dari keberhasilan India untuk mengkonservasi dan mengembangkan populasi harimaunya.India adalah rumah bagi lebih dari sekitar dua ribu individu harimau, jumlah tersebut lebih dari separuh jumlah seluruh harimau di dunia yang masih tersisa di alam liar.  Berdasarkan lansir media, India Times, dalam empat tahun populasi harimau di India naik cukup signifikan. Dalam sensus terbaru tersebut, Kementerian Lingkungan India menyebutkan jumlah populasi harimau di alam liar saat ini tercatat 2.226 individu, meningkat dari 1.706 individua pada tahun 2010, atau meningkat sekitar 500 individu (atau 30 persennya).India melakukan sensus populasi harimau benggala (Panthera tigris tigris), spesies harimau yang ada di negara tersebut di berbagai kawasan hutan, antara lain dengan menggunakan 9.700 kamera tersembunyi untuk menghitung secara akurat. Sensus harimau di India tahun 2014 adalah yang terbesar dan paling menyeluruh dalam sejarah, meliputi 18 negara dan survei lebih dari 300,000 km2.Menteri Lingkungan Hidup India, Prakash Javadekar menambahkan bahwa peningkatan jumlah populasi harimau tersebut adalah keberhasilan besar sebagai buah dari usaha konservasi terus menerus di India. Belum lama berselang, India menghadapi krisis menurunnya jumlah kucing besar ini ketika jumlah total harimau turun hingga menjadi 1.411 individu pada tahun 2006. Sebuah penurunan sangat tajam karena pada awal abad ke-20, hampir 100.000 harimau diyakini menghuni alam liar di India." "Hasil Sensus. Mengapa Populasi Harimau di India Naik Hingga 30 Persen?","Selama bertahun-tahun, perburuan ilegal, hilangnya tutupan hutan dan booming pasar internasional untuk perdagangan organ tubuh harimau selundupan, terutama di Tiongkok, telah memberikan kontribusi terhadap penurunan tajam populasi harimau di India. Di Tiongkok, permintaan akan tulang dan organ-organ harimau diyakini sebagai obat mujarab untuk rematik dan impotensi. Kebutuhan organ harimau bahkan memicu tumbuhnya “peternakan” harimau dalam beberapa tahun terakhir.Di India, harimau dapat ditemukan di alam liar di 18 negara bagian, dan pemerintah dinilai cukup baik dalam hal perlindungan satwa yang di tempat lain jumlahnya terus menurun tersebut. Keberhasilan India meningkatkan populasi harimau ini dipercaya sebagai buah dari manajemen yang baik dan perlindungan cagar alam untuk harimau dan kawasan hutan lindung lainnya yang terus membaik.Pada tahun 2012, kurang lebih 350 warga di kampung Umri di negara bagian Rajashtan, India, direlokasi untuk melindungi habitat harimau. Mereka berada di kawasan perlindungan harimau dan dipindahkan ke tempat permukiman baru.Javadekar juga menyatakan bahwa India siap membantu negara lainnya yang ingin mengadopsi cara konservasi yang mereka lakukan. India juga bersedia mendonasikan sejumlah harimau yang masih berusia muda pada komunitas internasional.Pada tahun ini Rusia akan memulai melakukan survei menyeluruh untuk harimau Amur, dan survei yang sama juga diharapkan dilakukan di Bangladesh, Tiongkok, Nepal dan Bhutan. Para ahli konservasi menambahkan bahwa di Malaysia, Indonesia, Thailand, Myanmar, Laos, Kamboja dan Vietnam pun perlu dilakukan survei secara segera untuk mengetahui kondisi status harimau terkini. [SEP]" "Badan Restorasi Gambut Langsung di Bawah Presiden","[CLS] Guna memperbaiki tata kelola gambut di Indonesia, pemerintah akan membentuk Badan Restorasi Gambut,  yang langsung berada di bawah Presiden. Payung aturan badan ini masih  dalam pembahasan.“Sekarang sudah di Sesneg dan Seskab (sekretariat negara dan sekretariat kabinet). Tinggal pembahasan resmi. Saya ingin secepatnya badan ini terbentuk. Tapi ada atau tidak, kita tetap menjaga,” kata Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, di sela peringatan Hari Menanam Pohon di Tahura Sultan Adam Banjarbaru Kalimantan Selatan, Rabu (25/11/15).Dia mengatakan, sudah membahas soal ini dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla. “Sekarang dikaji lagi dasar hukum tapi kecenderungan Perpres,” katanya.Badan ini, berada di bawah Presiden dan akan bersinergi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga Kementerian Pekerjaan Umum yang bersifat adhoc dan melibatkan seluruh stakeholder.Pembentukan badan ini, katanya, menunjukkan kebijakan politik dalam merestorasi lahan gambut. Selama ini, upaya restorasi gambut kurang maksimal. Adapun pekerjaan terbesar badan ini, katanya, konstruksi untuk mengendalikan kanal-kanal, pengaturan air kanal. “Mana yang ditutup, mana tidak. Pengaturan tata air ini butuh kontrol konstruksi.”Untuk pendanaan, katanya, kemungkinan memanfaatkan dana Norwegia, World Bank dan sumber lain. “Mereka (Norwegia) ada komitmen tetapi kita belum dibahas detail. World Bank juga ingin tahu seperti apa bentuk Badan Restorasi Gambut ini. Mereka mau hibah. Kita sudah tunjukkan dasar scientific-nya.”Bantuan dari World Bank tahap pertama bantuan teknis, lalu pemetaan kesatuan hidrologi gambut—meskipun KLHK ada peta tetapi harus dirapikan.Saat ini, kata Siti, KLHK menyusun detail perencanaan sebagai persiapan kerangka kontrol gambut terkait restorasi. Aspek pengawasan tiap daerah berbeda disesuaikan kontur wilayah. Untuk itu, model akan berbeda antara lahan gambut di hutan, konsesi, maupun konservasi." "Badan Restorasi Gambut Langsung di Bawah Presiden","“Sekarang sudah di Sesneg dan Seskab. Tinggal pembahasan resmi. Saya sih ingin secepatnya badan ini terbentuk. Tapi ada atau tak ada itu pun kita tetap menjaga,” katanya.Direktur Eksekutif Wetlands Internasional Indonesia Nyoman Suryadiputra mengatakan, Badan Restorasi Gambut bagus untuk mengoordinasikan semua upaya pemulihan lahan gambut.“Tapi harus jelas siapa yang mesti memulihkan. Biaya pemulihan jangan dibebankan ke pemerintah kalau lahan yang dipulihkan konsesi swasta,” katanya.Dia menyarankan, tugas badan ini lebih pada mengkoordinasikan berbagai hal terkait pengelolaan gambut, termasuk review, sinkronisasi dan revisi berbagai kebijakan terkait gambut yang kontradiktif dengan upaya pengelolaan berkelanjutan.Nyoman mencontohkan, Permentan Nomor 14 tahun 2009 soal budidaya sawit di lahan gambut, Permentan nomorN11 tahun 2015 tentang sistem sertifikasi ISPO.“Untuk badan restorasi gambut, mungkin mirip seperti BRR (Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi) Aceh pasca tsunami. Lebih banyak mengoordinasikan kegiatan di lapangan.” [SEP]" "KKP Tak Akan Batalkan Permen Pelarangan Cantrang","[CLS] Kementerian Kelautan dan Perikanan menegaskan tidak akan membatalkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (PermenKP) No.2/2015 tentang pelarangan alat tangkap cantrang yang seharusnya dimulai pada September nanti. Penegasan tersebut sekaligus menjawab pertanyaan masyarakat umum setelah Ombudsman RI mengeluarkan keputusan terkait aturan tersebut.Seperti diketahui, Ombusdman meminta KKP untuk menunda pelaksanaan aturan tentang pelarangan alat tangkap cantrang tersebut, karena KKP dinilai belum siap setelah mendapat respon beragam dari para nelayan yang menggunakan cantrang sebagai alat tangkap.Ombudsman meminta aturan tersebut ditunda hingga tiga tahun ke depan. Selama masa penundaan tersebut, KKP bisa melaksanakan sosialiasi kepada para nelayan yang selama ini menggunakan cantrang. Ombudsman sendiri mengeluarkan rekomendasi setelah lembaga tersebut mendapatkan desakan dari nelayan Jawa Tengah yang keberatan atas pelarangan tersebut.Sekretaris Jenderal KKP Sjarief Widjaja saat ditemui Mongabay, akhir pekan lalu, mengatakan, keputusan yang dikeluarkan Ombudsman tersebut cukup jelas dan pihaknya akan mematuhi dan menghormatinya.“Namun, keputusan tersebut tidak menghalangi rencana kami untuk menerapkan Permen tersebut. Bagi kami, pelarangan tersebut sudah di koridor yang benar. Namun memang masih ada pemahaman yang berbeda di antara nelayan,” ungkapnya.Sjarief menjelaskan, keputusan KKP untuk melarang cantrang digunakan sebagai alat tangkap didasarkan pada fakta bahwa alat tangkap tersebut bisa merusak ekosistem kelautan. Namun, alat tangkap tersebut di kalangan nelayan yang menggunakannya memang dinilai sebagai alat tangkap yang baik karena bisa menangkap ikan dalam jumlah banyak.Cantrang Belum Dilarang" "KKP Tak Akan Batalkan Permen Pelarangan Cantrang","Karena ada rekomendasi dari Ombudsman, KKP berinisiatif untuk mengikuti prosedur pelaksanaan Permen hingga masa sosialiasi selama dua tahun dinilai sudah berhasil. Selama masa tersebut berjalan, KKP memastikan bahwa cantrang masih tetap bisa digunakan sebagai alat tangkap oleh nelayan.“Kita kan sudah menegaskan bahwa saat ini belum ada pelarangan cantrang. Nanti pun demikian. Jika sudah ada kesepahaman (dengan nelayan), baru kita akan melaksanakan. Soal berapa lamanya, itu kan sudah direkomendasikan oleh Ombudsman,” ujar Sjarief Widjaja.Selain karena ada rekomendasi dari Ombudsman, Sjarief mengakui, pihaknya juga mempertimbangkan kepentingan pelaku usaha yang selama ini mendapat pasokan ikan dari nelayan yang menggunakan cantrang.“Kita ingin pelaksananaan permen ini tidak berdampak buruk bagi mereka yang terlibat. Kita juga sadar, pelarangan ini membuat pihak-pihak tertentu merasa terganggu dan tidak nyaman. Karenanya, kita berusaha bijak untuk menerapkannya,” tuturnya.Karena tidak akan membatalkan Permen, KKP berkomitmen untuk membantu proses peralihan alat tangkap dari cantrang ke alat tangkap lain yang dinilai ramah lingkungan. Proses tersebut, salah satunya dibantu dengan akses kredit dari perbankan.Menurut Direktur Jenderal Pemasaran dan Pengolahan Hasil Perikanan (P2HP) KKP Saut P Hutagalung, penggantian cantrang dengan alat tangkap lain yang ramah lingkungan melalui kredit perbankan, diharapkan bisa menyelesaikan polemik yang ada di kalangan nelayan terkait pemberlakukan Permen  pelarangan cantrang itu.“Untuk kredit penggantian cantrang tersebut, perbankan mengalokasikannya sebesar Rp7,15 triliun dan diharapkan itu bisa disalurkan hingga akhir 2015 nanti,” ungkap dia.Nelayan Perlu Diperhatikan" "KKP Tak Akan Batalkan Permen Pelarangan Cantrang","Sebelumnya, Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Abdul Halim mengatakan selain perlu masa transisi pelarangan cantrang, KKP juga perlu memfasilitasi pengalihan alat tangkap bagi nelayan kecil dengan APBN-P 2015,  berkoordinasi dengan kepala daerah setingkat kota/kabupaten/provinsi untuk menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK) Kelautan dan Perikanan.“Juga berkoordinasi dengan perbankan nasional agar menyiapkan skema kredit kelautan dan perikanan yang bisa diakses oleh pelaku perikanan untuk penggantian alat tangkap,” ungkap Abdul Halim dalam rilis yang dikirim kepada Mongabay.Pendapat sama juga diungkapkan Lektor Kepala bidang Oseanografi Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Institut Pertanian Bogor Alan Koropitan. Menurut dia,  nelayan perlu diberi bantuan alih teknologi dan waktu untuk peralihan alat tangkap yang lebih ramah lingkungan.“Sehingga, dampak bagi perekonomian nelayan dan industri perikanan bisa diminimalkan,” tutur dia.Seperti diketahui, KKP mengeluarkan Peraturan Menteri Kelautan dan perikanan Nomor 02/PERMEN-KP/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan RI. Cantrang sendiri merupakan salah satu jenis alat penangkapan ikan yang masuk dalam kelompok pukat tarik berkapal (boat or vessel seines).Namun, bagi nelayan di pesisir utara Jawa Tengah yang mayoritas menggunakan alat tangkap cantrang, peraturan tersebut dinilai memberatkan dan menyulitkan. Karenanya, mereka membawa keluhan tersebut ke Ombusdman dan kemudian keluarlah rekomendasi dari lembaga tersebut untuk ditunda aturan pelarangan cantrang. [SEP]" "Kematian Massal, 120.000 Saiga Mati Kurang dari Waktu Sebulan. Ada Apa?","[CLS] Sejenis antelope herbivor yang hidup di padang rumput stepa Asia Tengah, saat ini sedang mengalami krisis. Sekitar 120 ribu Saiga, satwa yang masuk dalam status critically endangered IUCN, telah mati dalam waktu kurang dari sebulan. Apa yang sedang terjadi?Hingga saat ini tidak ada seorangpun yang mampu menjelaskan secara rinci apa yang sebenarnya terjadi, sejak para ilmuwan memperkirakan hampir setengah dari populasi Saiga (Saiga tatarica) di dunia mati sejak 10 Mei 2015 di Kazakhtstan. Para peneliti menduga kemungkinan besar karena berjangkitnya penyakit yang ganas yang menyerang secara masif, meskipun sebab-sebab lain juga tidak dikesampingkan.Saiga yang berwujud unik, sejenis antelop dari jaman es, dahulu pernah merajai kawasan di Asia Tengah dalam jumlah berjuta-juta, namun kini terdaftar sebagai satwa terancam punah.“Sangat dramatis dan traumatis, dengan tingkat kematian 100 %” kata dokter hewan Richard Kock dari Inggris yang pergi langsung ke Kazakhstan. “Saya tak pernah tahu ada contoh dalam sejarah dengan tingkat kematian seperti ini, membunuh semua saiga bahkan yang masih muda.”Kementerian Pertanian Kazakhstan mengatakan mereka percaya bahwa ‘pembunuh’ Saiga mungkin adalah infeksi bakteri yang dikenal dengan pasteurellosis. Namun, ahli Saiga, E. J. Milner-Gulland dari Saiga Conservation Alliance (SCA), tidak sepenuhnya yakin.Saiga yang mati masal, termasuk anak-anaknya. Foto: Kazakhtan Ministry of Agriculture“Saya tak yakin bahwa bakteri adalah penyebab di balik mati massalnya Saiga di Kazakhtan,” jelasnya di Radio Free Europe. “Bakteri tersebut ada di dalam tubuh saiga secara alami.”Penelitian sedang berlangsung saat ini untuk mencari tahu penyebab kematian massal saiga, termasuk mempertimbangkan beberapa kemungkinan penyebab lain, misalnya penyakit yang dibawa oleh nyamuk." "Kematian Massal, 120.000 Saiga Mati Kurang dari Waktu Sebulan. Ada Apa?","Hanya beberapa dekade lalu, ada jutaan Saiga, tapi jatuhnya Uni Soviet menyebabkan perburuan besar-besaran pada hewan luar biasa ini. Populasinya turun menjadi hanya sekitar 20.000 hewan pada awal abad ini, tapi kemudian upaya konservasi secara intensif telah cukup berhasil meningkatkan populasinya. Sampai bulan lalu, Saiga Conservation Alliance (SCA). Memperkirakan bahwa total populasi saiga sekitar 260.000 dan sebagian besar dari mereka di Kazakhstan. Dan kini…separuhnya telah hilang lagi.Diterjamahkan oleh: Akyari Hananto [SEP]" "Harus Diperjelas Mekanisme Pendanaan Perubahan Iklim di Indonesia","[CLS] Meski Presiden Joko Widodo secara tegas telah menyatakan komitmennya untuk ikut terlibat aktif dalam penurunan emisi, namun itu belum menjadi jaminan bahwa target tersebut bisa tercapai. Salah satu kendalanya, adalah karena belum ada pendanaan yang jelas untuk program tersebut.Demikian diungkapkan Direktur Ekskekutif Kemitraan Monica Tanuhandaru di Hotel Oria, Jakarta, dalam pertemuan Dialog Pemerintah dengan Ormas Sipil Menuju COP 21 Paris, Senin (16/11/2015).Menurut Monica, permasalahan inti yang sekarang sedang dihadapi adalah masalah pembiayaan. Jika komitmen penurunan emisi bisa terus berjalan, maka dibutuhkan dana yang jelas dan itu harus berjalan di semua lini.“Bagaimana financing­-nya, itu harus dibicarakan,” ungkap dia.Dijelaskan dia, jika memang Pemerintah benar-benar serius untuk berkomitmen, maka masalah pembiayaan bisa dibicarakan mekanismenya secara detil. Bisa saja, mekanismenya itu ada di Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), perbankan nasional, dan atau koperasi yang tersebar di daerah-daerah.Menurut Kepala Departemen Kajian dan Pengelolaan Sumber Daya WALHI Khalisah Khalid, masalah pendanaan memang harus menjadi perhatian semua pihak. Karena, jika melihat kondisi sekarang, pendanaan masih sangat terbatas, sementara eksplorasi alam terus dilakukan sampai menghasilkan emisi yang banyak.“Masalahnya, kebijakan politik uang di negara kita juga masih seperti itu saja. Kita semua sudah tahu sendiri. Sementara, produksi emisi juga terus berjalan dari waktu ke waktu. Itu yang menjadi khekawatiran kami,” tutur dia.Salah satu kekhawatiran itu, kata Khalisah, adalah karena batu bara juga akan menjadi penyumbang emisi pada 2019. Jika itu dibiarkan, maka batu bara bisa menjadi salah satu penyumbang emisi terbanyak.Peran Jokowi" "Harus Diperjelas Mekanisme Pendanaan Perubahan Iklim di Indonesia","Ketua Dewan Pengarah Penanganan Perubahan Iklim Sarwono Kusumaatmadja dalam kesempatan yang sama mengatakan, persoalan emisi saat ini memang menjadi perhatian serius di Indonesia. Keberangkatan Presiden Joko Widodo ke KTT G-20 yang digelar di Turki saat ini dan Konferensi Perubahan Iklim (COP 21) yang akan digelar akhir November ini di Paris, Perancis, diharapkan bisa menjadi momen untuk mereposisi Indonesia di dunia internasional.“Ada beberapa isu penting yang ikut dalam COP 21 nanti. Isu-isu tersebut bisa menjadi trigger untuk Indonesia dalam mengawal isu perubahan iklim ini,” ucap Sarwono.Adapun, isu yang dinilai penting untuk dibawa Indonesia ke pertemuan COP 21 nanti, adalah pengembangan REDD+ atau Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (Pengurangan emsisi dari deforestasi dan degradasi hutan), dan mekanisme pendanaan perubahan iklim.Selain itu, menurut dia, isu yang penting untuk dibawa ke COP 21 di Paris, adalah monitoring, reporting, and verification (MRV), baik dalam pengertian koherensi terkait perhitungan emisi gas rumah kaca (GRK), maupun MRV dalam arti luas meliputi isu good governance dan komunikasi masal.Isu terakhir yang harus dibawa ke COP 21 di Paris, menurut Sarwono, adalah isu tentang energi. Isu tersebut menjadi isu penting karena di Indonesia praktiknya sudah sangat luas. Itu semua ada dalam dokumen INDC (Intended National Determined Contribution) Indonesia.“INDC Indonesia ini adalah dokumen komprehensif yang diusahakan lengkap sekaligus singkat dan mempunyai karakter berupa “policy brief”,” tandas dia.Sementara itu Utusan Khusus Presiden untuk Pengendalian Perubahan Iklim, Rachmat Witoelar mengemukakan, walau Indonesia berstatus sebagai negara berkembang dan ekonominya belum sebagus negara maju, namun Indonesia harus berani untuk terus maju. Indonesia harus bisa terus mengawal isu perubahan iklim dan mengimplementasinya sesegera mungkin." "Harus Diperjelas Mekanisme Pendanaan Perubahan Iklim di Indonesia","Agar bisa diterapkan di semua lini, isu perubahan iklim harus bisa dipahami oleh seluruh kalangan masyarakat tanpa kecuali. Jangan sampai, isu perubahan iklim hanya bisa dipahami oleh kalangan tertentu saja.Untuk diketahui, Conference of Parties (COP) atau konferensi perubahan iklim ke-21 yang akan dilaksanakan di Paris, Perancis, 30 November – 12 Desember 2015 mendatang, merupakan momen dimana sebuah kesepakatan baru akan diluncurkan. Kesepakatan baru ini diharapkan dapat merangkul 196 negara yang tergabung dalam United Nations Framework on Climate Change Convention (UNFCCC) untuk bersama-sama berbagi upaya (sharing the effort) dalam berkontribusi pada pencapaian tujuan tertinggi konvensi, yaitu untuk mencegah kenaikan temperatur rata-rata dunia di atas 2 C. Perjanjian yang mengandung prinsip Applicable to All Parties ini diharapkan dapat diimplementasikan di tahun 2020 oleh seluruh pihak terkait.Berbeda pada saat UNFCCC ditetapkan 1992, peta negara-negara di tahun 2015 ini banyak yang berubah. Tiongkok, India, Brasil, Afrika Selatan, dan Indonesia, dinilai sebagai negara-negara dengan ekonomi berkembang (emerging economy) dengan kemampuan ekonomi berbeda ketimbang negara yang berkembang lainnya. Negara-negara ini pun mengalami pertumbuhan emisi gas rumah kaca yang cukup pesat dalam 2 dekade terakhir dan menjadi emitter besar menyaingi sejumlah negara maju. [SEP]" "Aceh yang Diselimuti Kabut Asap dan Berkutat Banjir","[CLS] Beberapa hari terakhir, sebagian besar wilayah Aceh kembali diselimuti kabut asap. Bencana banjir dan tanah longsor juga menghantam Aceh yang menyebabkan Gayo Lues terisolir akibat jalan yang menghubungkan ke kabupaten tersebut amblas.Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memastikan, kabut asap yang menyelimuti Aceh berasal dari provinsi lain seperti Riau dan Sumatera Selatan. Kabut asap ini menyelimuti Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh Timur, Aceh Utara, Pidie Jaya, Banda Aceh, hingga Sabang dan Aceh Tenggara.“Di Aceh tidak ditemukan titik api, bahkan dalam beberapa hari ke depan, Aceh berpotensi hujan,” sebut Kasi Data dan BMKG Blang Bintang, Kabupaten Aceh Besar, Zakaria, Minggu (25/10/15).Menurut Zakaria, akibat pekatnya kabut asap, jarak pandang di Kota Banda Aceh dan Aceh Besar sekitar 800 meter. Terparah di Aceh Utara dan Kota Lhokseumawe, jarak pandang hanya 200 meter.”Supir angkutan umum jurusan Banda Aceh – Medan, Sumatera Utara, Muhammad mengatakan, kabut asap begitu mengganggu perjalanan darat. “Kami harus hati-hati, biasanya perjalanan hanya 12 jam kini menjadi 15 jam.”Aktivitas nelayan juga terganggu. Nelayan di Aceh Timur dan Aceh Utara terpaksa tidak melaut karena jarak pandang di Selat Malaka yang pendek. “Sudah tiga hari lebih kami tidak melaut karena penglihatan tertutup asap,” sebut Zulkarnaini, nakhoda kapal nelayan dari Idi Rayeuk, Aceh Timur.Zulkarnaini menyebut, jika kabut asap tidak berkurang, ribuan nelayan di Aceh akan kelaparan karena tidak bisa mencari nafkah. “Orang lain yang bakar hutan, kami yang menderita,” ujarnya.BanjirSelain Gayo Lues yang terisolir, banjir pun merendam Aceh Timur, Aceh Tamiang, Aceh Barat, Kota Subulussalam, Nagan Raya, Pidie, Aceh Utara dan Aceh Tengah." "Aceh yang Diselimuti Kabut Asap dan Berkutat Banjir","Rasyid, Warga Blangkeujeren, Kabupaten Gayo Lues, mengaku cukup menderita dengan bencana longsor dan jalan amblas akibat banjir. “Asal hujan lebat, jalan akan tertimbun longsoran. Ini sudah tahunan terjadi.”Rasyid menyebut, sebagian besar masyarakat Gayo Lues sudah sering terjebak di jalan. “Jika terjadi longsor atau jalan putus, kami harus menunggu petugas membersihkan lumpur. Jika longsornya sore, petugas baru membersihkan jalan pagi hari. Masyarakat harus menunggu di tengah hutan.”“Sudah empat hari jalan yang menghubungkan Kabupaten Aceh Tengah dan Gayo Lues tidak bisa dilalui karena longsor. Di Kecamatan Rikit Gaib, jalan putus total dihantam banjir,” ujar Anwar, juru mudi angkutan umum Gayo Lues – Banda Aceh.Anwar mengatakan, ada tiga jalur menuju Gayo Lues yaitu melalui Aceh Tengah, Aceh Barat Daya, dan Aceh Tenggara. Namun ketiga jalur itu tidak bisa dilalui karena rusak parah.“Hampir dua hari kami terperangkap longsor, penumpang juga tidak bisa melanjutkan perjalanan. Biasanya, perjalanan bisa dialihkan, tapi kali ini tidak karena sejumlah ruas jalan amblas,” ungkap Anwar.Wakil Bupati Aceh Tenggara Ali Basra menjelaskan, di Kecamatan Ketambe, Kabupaten Aceh Tenggara, 50 meter badan jalan putus setelah amblas ke Sungai Alas. Sementara di Kecamatan Rikit Gaib, jalan yang baru dua bulan diperbaiki juga putus.“Saat ini, seluruh alat berat dikerahkan untuk membersihkan jalan dan membangun jalan darurat. Polisi, TNI, dan masyarakat ikut serta mempercepat pembersihan dan pembangunan jalan darurat,” ungkapnya.Camat Ketambe, Kabupaten Aceh Tenggara, Salamuddin menyebut, data sementara kerusakan rumah akibat banjir adalah enam rumah masyarakat hanyut, delapan rumah rusak berat, dan seratus lebih rumah terendam lumpur. “Kami masih sulit melakukan pendataan karena banyak ruas jalan yang putus. Air sungai juga cukup deras, sulit dilalui,” ujar Salamuddin. [SEP]" "Turis Bali Mau Bayar Dana Konservasi, Asal Dikelola Transparan. Kenapa?","[CLS] Raja Ampat di Papua dan Kepulauan Galapagos di Ekuador disebut sebagai kawasan wisata yang berhasil menggalang dan mengelola dana konservasi lingkungan. Bali sebagai pulau wisata kini juga terus menjajaki apakah pelancong mau membayar insentif pelestarian alamnya.Sedikitnya dua riset tentang ini dibuat oleh sejumlah lembaga konservasi pesisir. Pertama riset kolaborasi Coral Reef Alliance, Whale Stranding Indonesia, dan Reef Check Indonesia pada 2013 pada turis di empat objek wisata perairan terkenal di Bali yakni Amed, Tulamben, Pemuteran, dan Lovina. Hasilnya sebagian turis bersedia membayar inisiatif konservasi (willingness to pay/WTP) sekitar 4-5 USD per orang asalkan dikelola transaparan dan akuntabel oleh konsorsium, tak hanya pemerintah.Riset paling anyar berjudul  “Tingkat Kepuasan, Jumlah Pengeluaran, dan Kesediaan Membayar Wisatawan untuk Inisiatif Konservasi di Wilayah Perairan Padangbai – Candidasa, Karangasem, Bali” yang dilaporkan Juni 2015 ini. Hasil penelitian kerjasama antara Conservation International (CI) Indonesia dengan Fakultas Pariwisata Universitas Udayana (Unud) Bali, yang dilakukan pada Januari – April di dua kawasan wisata di Bali timur itu.Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat kepuasan wisatawan dan nilai ekonomi dari aktivitas wisata bahari yang berpotensi menunjang pengelolaan kawasan konservasi di Kabupaten Karangasem, khususnya di wilayah Padangbai – Candidasa.Wilayah pesisir Padangbai – Candidasa merupakan bagian dari Kawasan Konservasi Pesisir (KKP) Karangasem, yang telah dikembangkan secara intensif sejak 2013, karena memiliki keragaman hayati yang tinggi dan menjadi salah satu prioritas konservasi di Bali. Aktivitas wisata bahari di Padangbai diperkirakan menghasilkan Rp236,4 miliar, sementara dari Candidasa sebesar Rp50,4 miliar." "Turis Bali Mau Bayar Dana Konservasi, Asal Dikelola Transparan. Kenapa?","Padangbai dan Candidasa yang berjarak sekitar 15 kilometer di timur Bali, mempunyai karakteristik berbeda. Padangbai merupakan lokasi penyebarangan ke pulau di timur Bali, dengan beberapa titik penyelaman seperti Baong Turtle Neck, Blue Lagoon, GIli Mimpang dan Shark Point. Ditemukan juga jenis terumbu karang Jepun yang sangat khas di kawasan ini.Sementara ada abrasi pantai di Candidasa. Pusat akomodasi sudah kehilangan pantai tapi masih menjadi pusat akomodasi untuk wisata alam dan budaya di Karangasem.Hasil penelitian menunjukkan ada dua faktor kesediaan wisatawan membayar dana insentif konservasi. Pertama faktor produk pariwisata, seperti kualitas kebersihan, kualitas akomodasi, landscape, fasilitas wisata, dan faktor komunitas lokal.  Kedua, adanya informasi mengenai pencemaran dan tingkat keintiman wisatawan dengan masyarakat lokal. Terdapat variasi tinggi besarnya nilai ekonomi dan kesediaan membayar di kedua lokasi penelitian.“Ada dua faktor yakni keintiman dan fasilitas pariwisata.  Yang bersedia membayar punya keinginan terlibat pelestarian lingkungan,” kata Adikampana, salah seorang peneliti. Sementara yang tak bersedia kebanyakan karena sudah bayar di destinasi lain entah di Indonesia atau luar Indonesia. Juga ada ada keraguan bagaimana pengelolaan dana konservasi itu. “Ada ketidakpercayaan dalam akuntabilitas pengelolaan,” lanjutnya.Wisatawan pada umumnya merasa puas terhadap kegiatan wisata bahari khususnya dalam hal pelayanan jasa guide. Sementara untuk aspek lainnya seperti, fasilitas pendukung, kebersihan, dan akomodasi kepuasan wisatawan tergolong masih rendah hingga sedang.Wisatawan mau membayar dana konservasi di Padangbai sebesar Rp42.500 dan Rp70.400 di Candidasa. Tetapi, wisatawan kurang percaya pengelolaan dana WTP oleh pemerintah, dan dikelola langsung masyarakat lokal dan organisasi non pemerintah." "Turis Bali Mau Bayar Dana Konservasi, Asal Dikelola Transparan. Kenapa?","Bagi wisatawan yang tidak bersedia membayar secara material, mereka bersedia menggantinya dalam bentuk kontribusi tenaga dan pemikiran dalam aktivitas konservasi (volunteer tourist). “Ini menarik, ada peluang mereka menjadi relawan untuk pengembangan kawasan konservasi,” tambah Sukma Arida, koordinator riset ini.Penelitian merekomendasikan pemerintah untuk mendukung komunitas pesisir guna lebih meningkatkan kualitas lingkungan di pesisir, dan dukungan kebijakan tata kelola ruang laut dan pesisir secara berkelanjutan, serta meningkatkan profesionalitas aparatur birokrasi.Untuk masyarakat pesisir khususnya masyarakat di sekitar Candidasa dan Padangbai agar meningkatkan upaya konservasi berbasis kemampuan lokal dan meningkatkan kapasitas dalam menangkap peluang ekonomi dari industri pariwisata.Sejumlah LSM dan akademisi menggagas perlunya dana konservasi lingkungan yang independen dan akuntabel bagi turis ke Bali. Tantangan dan degradasi lingkungan Bali dinilai makin parah sehingga perlu upaya konservasi yang makin massif.Sedangkan I Ketut Sarjana Putra, Direktur Eksekutif CI Indonesia mengatakan inisiatif memulai mekanisme Bali Conservation Funds (BCF) ini penting karena Bali menghadapi perubahan besar. “Di satu sisi antisipasi belum ada secara nyata. Bagaimana Bali akan tetap bisa menjaga alam dan budaya?” tanyanya.Banyak pihak bertanya, apakah Bali masih seindah ini di masa depan? Berapa kebutuhan dana untuk mengajegkan Bali. Berapa pemerintah mengalokasikan dana untuk konservasi?Sarjana mengusulkan empat pilar utama alokasi BCF berkonsep kearifan lokal, yaitu Wana Kertih (forest landscape conservation), Danu Kertih (bagaimana sumber air seperti sungai, danau bisa terjaga), Segara Kertih (coastal and marine concervation) dan Jana – Atma Kertih (untuk peningkatan kapasitas manusianya)." "Turis Bali Mau Bayar Dana Konservasi, Asal Dikelola Transparan. Kenapa?","Ia mencontohkan inisiatif entrance fee system saat mendarat di Galapagos sebesar USD 100 dan footprint fee USD 48 saat keluar. “Hanya untuk menikmati kepulauan di Ekuador sebagai kawasan taman nasional,” kata Sarjana yang mengaku terlibat dalam pembuatan sistemnya. Alokasi dana konservasi yang didapat 40% untuk Galapagos National Park dan 25% untuk Galapagos Munincipalities.Sedangkan di Raja Ampat, Papua, ada dive fee system sebesar USD 50 untuk WNA, 25 untuk domestik. Didistribusikan ke kas pemerintah lokal dan pengelola Raja Ampat.Mobilisasi dana konservasi ini didasari isu kualitas lingkungan hidup di Bali yang perhatian serius yaitu tingginya alih fungsi lahan, meningkatnya lahan kritis, menurunnya kualitas udara, kritisnya penyediaan air bersih, meningkatnya aktivitas di kawasan pesisir, pantai dan laut; tingginya pertumbuhan penduduk, dan meningkatnya sampah dan limbah (SLHD Bali 2013).Alokasi dana konservasi ini dinilai sangat kecil dibanding angka dalam dokumen isian pelaksanaan anggaran (DIPA) Bali yang nilainya terus meningkat dari tahun ke tahun. DIPA Bali tahun 2011 sebesar Rp6,37 triliun, tahun 2012 sebesar Rp6,97 triliun dan tahun 2013 sebesar Rp7,47 triliun. [SEP]" "Dari Time 100 2015 : Kisah tentang Mereka yang Mengubah Dunia Keberlanjutan","[CLS] Setiap tahun, majalah Time punya ritual yang sangat penting.  Dewan redaksinya memilih seratus tokoh yang dianggap punya kontribusi penting mewarnai dunia sepanjang setahun terakhir, lalu meminta para tokoh lainnya—yang mengenal baik mereka yang terpilih—untuk menuliskan esai pendek soal jasa mereka yang terpilih.Karena kontribusi mewarnai dunia adalah sebuah kategori yang sangat luas, maka mereka yang terpilih bisa jadi bukan tokoh panutan, namun pengaruhnya sangat kuat dan tak bisa diabaikan.  Untunglah, selama bertahun-tahun penulis mengikuti daftar yang dikeluarkan, sebagian besar isinya bukanlah para perusak dunia.Demikian juga daftar yang dikeluarkan Time pada edisi 27 April – 4 Mei tahun ini. Ada banyak tokoh yang punya kontribusi positif terhadap dunia, walaupun tetap ada di antara mereka para tokoh yang sesungguhnya berbuat kerusakan. Pandangan para penulis esai singkat yang menjelaskan peran masing-masing tokoh sendiri sangatlah subjektif, terutama karena majoritas penulisnya memang mengenal sang tokoh secara pribadi dan sangat dekat.Dengan pendekatan itu, sesungguhnya pembaca juga diundang untuk memberikan sudut pandang subjektif atas para tokoh terpilih ini.  Bisa saja kita tak setuju dengan daftarnya, tetapi bila setujupun kita bisa melihatnya dari sudut pandang yang berbeda.Tulisan ini sendiri hendak menimbang beberapa tokoh yang masuk daftar tersebut dari sudut pandang keberlanjutan, CSR, dan bisnis sosial, sesuai dengan bidang yang penulis geluti selama ini.  Kanye West, yang menjadi sampul majalah ini—ataupun istrinya yang juga masuk daftar, Kim Kardashian—tak jelas benar bagaimana kontribusinya pada dunia keberlanjutan, jadi tak akan didiskusikan di sini." "Dari Time 100 2015 : Kisah tentang Mereka yang Mengubah Dunia Keberlanjutan","Diskusi pertama adalah tentang kontribusi Tim Cook, sang CEO Apple.  John Lewis, aktivis HAM dan anggota kongres dari Partai Demokrat di AS, yang menuliskan esainya melihat jasa Cook dari keberaniannya menyatakan diri sebagai homoseksual, dan memperjuangkan persamaan hak kaum lesbian, gay, bisexual and transgender (LGBT) di dalam dunia korporasi.  Lewis menyatakan bahwa Cook adalah tokoh tanggung jawab sosial perusahaan karena itu.Namun, jasa Cook terbesar untuk keberlanjutan dan CSR sesungguhnya jauh lebih besar dari itu. Cook adalah satu-satunya CEO yang pernah menyatakan secara lantang pembelaannya terhadap energi terbarukan.  Pada RUPS Apple 2 tahun lalu, seorang investor mempertanyakan komitmen Apple pada energi terbarukan, yang menurutnya disandarkan pada pengetahuan yang belum solid tentang perubahan iklim, dan ini berpotensi mencederai keuntungan perusahaan yang akan berakibat pada menurunnya dividen yang diterima pemegang saham.Cook tak ragu menjawab pertanyaan itu.  Bukan saja menyatakan keyakinannya pada perubahan iklim antropogenik dan tanggung jawab perusahaan untuk menurunkan emisi, dia juga menyatakan bahwa dia tak menginginkan adanya uang investor yang tak peduli pada dampak perubahan iklim di dalam perusahaannya!Di tangan Cook pula penyelidikan asal-usul timah yang dipergunakan untuk membuat ponselnya dilakukan, dan membuat Apple mendarat di Provinsi Bangka Belitung, Indonesia. Dari sudut pandang ini, Cook telah mendorong konsep extended CSR untuk dipraktikkan secara sungguh-sungguh, terutama terkait dengan rantai pasokan.Kisah Elizabeth Holmes bisa terbaca seperti para jenius teknologi informasi.  Ia men-DO-kan dirinya di tahun kedua dari Universitas Stanford.  Mungkin karena kesamaan kisahnya dengan para raksasa teknologi informasi seperti Bill Gates dan Steve Jobs dan generasi sesudah mereka, Henry Kissinger melihat Holmes sebagai seorang visioner teknologi." "Dari Time 100 2015 : Kisah tentang Mereka yang Mengubah Dunia Keberlanjutan","Apa teknologi yang dikembangkan perempuan cantik berumur 31 tahun ini? Pengujian segala penyakit yang bisa dideteksi dari darah. Dan bukan sekadar metode pengujian yang baru, melainkan juga harus sangat murah dan bisa dikerjakan dengan mobilitas yang sangat tinggi.  Dia melakukannya karena percaya bahwa perawatan kesehatan adalah bagian dari HAM.  Theranos, perusahaan sosial yang dibuatnya, kini sedang berusaha keras agar layanannya bisa diakses oleh seluruh dunia.  Dengan bekal utama yang dimiliki Holmes—sebagaimana yang digambarkan oleh Kissinger—yaitu “…fierce and single minded dedication with great charm….” setiap pojok dunia bisa berharap pada keajaiban teknologi dan tanggung jawab sosial yang dibawa oleh Theranos.Chai Jing adalah kisah berikutnya.  Sama dengan Ma Jun yang menulis esai tentang dirinya, ia adalah seorang jurnalis.  Memanfaatkan keahliannya dalam menggali dan mempresentasikan data, Chai Jing membuat film dokumenter mengenai polusi yang terjadi di negeri asalnya, Cina.Film berjudul Under the Dome itu baru saja dirilis awal tahun ini, namun hasilnya luar biasa.  Bukan saja masyarakat Cina dan pemerintahnya yang sangat tertarik dengan film tersebut lalu bertindak untuk mengatasi polusi, seluruh dunia menyaksikannya dan juga bertindak di tempat masing-masing.  Dalam bilangan hari, penonton filmnya mencapai 200 juta orang!Yang sangat dahsyat dari kisah Chai Jing adalah bagaimana kemampuan jurnalisme investigatif digabungkan dengan isu-isu ilmu pengetahuan dan kebijakan publik yang kompleks bisa benar-benar diterima dan menggerakkan orang.  Ma Jun menyatakan bahwa bukan hanya pemerintah Cina membuka pintu perdebatan publik tentang polusi untuk pertama kalinya lantaran film itu, namun juga orang-orang yang tadinya sinis dan indiferen kini mulai berubah menjadi pejuang penanganan polusi." "Dari Time 100 2015 : Kisah tentang Mereka yang Mengubah Dunia Keberlanjutan","Jurnalisme juga merupakan latar belakang John Oliver.  Namun, berbeda dengan Chai Jing yang memanfaatkan film dokumenter sebagai media pendidikan massa, Oliver punya acara televisi yang sangat popular, Last Week Tonight, di saluran HBO.  Acara tersebut ia pergunakan untuk membawakan isu-isu yang sangat serius, dengan cara yang kocak luar biasa.Penulis esai tentang Oliver, Elizabeth Bierman adalah pimpinan Society of Women Engineers yang mendapatkan manfaat besar karena diangkat di acara Oliver.  Namun, dari sudut pandang keberlanjutan, jasa Oliver tidak datang dari situ.  Setelah ia mendapatkan informasi bahwa sesungguhnya 97% ilmuwan perubahan iklim sepakat tentang penyebabnya yang antropogenik, dia melancarkan kritik terhadap acara-acara TV lainnya yang berupaya menghadirkan pandangan ‘seimbang’ antara yang percaya dan yang tidak.  Keseimbangan pandangan—atau cover both sides dalam istilah jurnalisme—diwujudkan oleh banyak saluran TV lain dengan cara menghadirkan masing-masing wakil yang percaya dan yang tidak.  Menurut Oliver itu adalah kebodohan luar biasa.  Maka, di acaranya ia tampilkan 3 orang yang tak percaya dengan perubahan iklim antropogenik di satu sisi, melawan 97 orang di sisi lainnya.Oliver juga terkenal dengan kata-katanya yang tajam terhadap korporasi yang tak beretika.  Ia membongkar perilaku industri rokok yang menjual produk mematikan itu kepada anak-anak—yang ia ambil kasusnya di Indonesia—dan yang menuntut berbagai negara yang ingin mempromosikan kesehatan warganya, terutama dengan perjanjian dagang." "Dari Time 100 2015 : Kisah tentang Mereka yang Mengubah Dunia Keberlanjutan","Ia tampilkan iklan terbaru Marlboro di acaranya itu, dan ia nyatakan bahwa iklan tersebut adalah horse shit.  Ia bilang tak pantas Marlboro Man menjadi ikon produk rokok—yang empat di antaranya sudah meninggal karena penyakit terkait rokok—dan mengusulkan Jeff the Diseased Lung sebagai gantinya. Paru-paru rusak berpakaian koboi, menurut Oliver, lebih tepat menjadi maskot Marlboro.Industri gula dan farmasi yang juga banyak melakukan tindakan tak terpuji juga ia bongkar habis-habisan.  Dengan caranya itu penontonnya bukan saja menjadi lebih sehat tubuhnya lantaran tawa yang tak kunjung selesai sepanjang acara, namun juga sehat benaknya lantaran pengetahuan kokoh yang ia berikan.Thomas Piketty adalah penulis handal, selain tentu saja adalah seorang ekonom yang sangat handal.  Seandainya ia ‘hanya’ seorang ekonom handal, tentu buku teksnya yang setebal hampir 700 halaman, Capital in the 21st Century, tak akan bisa terjual lebih dari 500 ribu eksemplar dalam waktu yang sangat singkat.Apalagi, tema yang diusungnya, yaitu ketimpangan pendapatan, boleh dikatakan tabu bagi kebanyakan ekonom.  Hanya mereka yang sekelas Joseph Stiglitz dan Paul Krugman saja yang selama ini berani menyentuhnya.  Tapi, ekonom Prancis berusia 43 tahun ini memang istimewa.  Ia tak khawatir menjadi tidak popular—dan penjualan bukunya sudah membuktikan bahwa dia memang tak perlu khawatir—lantaran ia percaya betul pada kebenaran ilmiah yang ia upayakan.Kalau Karl Marx meyakini bahwa ketimpangan yang semakin memburuk adalah keniscayaan Kapitalisme, maka Piketty lah yang bisa membuktikannya dengan data time series sepanjang satu abad terakhir.  Ia mendapati bahwa pertumbuhan ekonomi (growth) yang bisa dinikmati kebanyakan orang tumbuh 1-1,5% per tahun, sementara hasil dari investasi (return on investment) yang hanya bisa dinikmati oleh pemilik modal tumbuh 4-5% per tahun." "Dari Time 100 2015 : Kisah tentang Mereka yang Mengubah Dunia Keberlanjutan","Namun ia tak berhenti di situ, ia juga mengusulkan secara terperinci bagaimana ketimpangan itu bisa dikikis dan keadilan bisa diperoleh.  Oleh karena itu, menurut Grover Norquist yang menulis esai tentang dirinya, “Perhaps Piketty has brough not Marx but John Rawls back to center stage.”  Tentu, perjuangan untuk mencapai keadilan ekonomi mustahil tanpa melihat derajat kedalaman ketimpangan yang terjadi.  Mungkin Piketty adalah titisan Marx dan Rawls sekaligus, dan oleh karena itu dari dirinya kita bisa belajar banyak tentang keberlanjutan ekonomi dan sosial.Paus Francis adalah seorang pastor yang sangat menarik.  Bukan saja ia sangat rendah hati dengan pengakuannya sebagai manusia pendosa, ia menyampaikan banyak sekali hal yang sangat dalam dengan cara yang ringan, bahkan kerap penuh canda.  Humor bukanlah ciri khas Gereja Katholik sebelum Francis duduk di tahta Vatikan, namun kini rasanya menjadi hal yang alamiah.Apa yang dilakukan Francis untuk keberlanjutan sangatlah dahsyat.  Ia menyatakan bahwa perubahan iklim harus diatasi oleh seluruh umat manusia, termasuk umat Katholik.  Ini bukan saja pertanda ia menerima ilmu pengetahuan yang menjadi basis klaim tentang terjadinya perubahan iklim, ia juga menyatakan pentingnya transformasi hati dan benak manusia untuk mengatasinya.  Isu perubahan iklim bahkan ia masukkan ke dalam agenda resmi Gereja mulai tahun ini.Dan, ketika organisasi pendusta perubahan iklim nomor satu di dunia, Heartland Institute, hendak mencegah jangan sampai Gereja Katholik mengeluarkan agenda dan pernyataan resmi tentang perubahan iklim, Paus Francis tak menggubrisnya.  Dengan begitu, ia telah menggembalakan umatnya dengan bijak, menghindari bencana yang sangat membahayakan bukan saja umatnya, tapi juga seluruh umatNya." "Dari Time 100 2015 : Kisah tentang Mereka yang Mengubah Dunia Keberlanjutan","Masih ada beberapa kisah lagi yang bisa dipandang terkait dengan keberlanjutan. Kisah Chandra Kochhar, misalnya.  Ia adalah CEO dari ICICI Bank, yang merupakan bank swasta terbesar di India.  Bukan saja ia bisa membawa bank tersebut menjadi semakin besar pendapatan dan keuntungannya, namun ia juga berhasil menghadirkan layanan perbankan ke pedesaan yang tadinya tak terjangkau.  Ia memecahkan masalah akses permodalan masyarakat desa di seantero negerinya.Emma Watson bukan ‘cuma’ Hermione Granger di serial Harry Potter.  Ia kini telah menjelma dari penyihir cilik menjadi pembela keadilan gender melalui kampanye HeForShe-nya.  Ia mengajak kaum pria memerangi ketidakadilan gender, dan untuk itu, ia pun telah didaulat untuk menyampaikan pemikirannya di Davos.  Pidatonya di PBB  kini telah ditonton lebih dari 8 juta kali.Vikram Patel adalah seorang psikiater yang sangat sadar bahwa orang-orang miskin yang mengalami masalah kejiwaan kerap tak bisa mendapatkan pertolongan psikiatri.  Ia mendirikan LSM bernama Sangath dan juga Center for Global Mental Health di London untuk keperluan tersebut.  Ia mengajari kepada kita semua rasa cinta dan hormat kepada mereka yang mengalami masalah kejiwaan.Terakhir, remaja putri berumur 17 tahun yang telah dianugerahi Nobel Perdamaian tahun lalu, Malala Yousafzai, juga merupakan tokoh keberlanjutan dan keadilan yang penting.  Ia memperjuangkan pendidikan untuk anak-anak perempuan di negerinya, lalu menjadi ikon pendidikan untuk anak-anak di seluruh negara berkembang.Kisah perjuangannya yang gigih itu bahkan tak berhenti ketika Taliban menembak kepalanya hingga ia terluka parah.  Dari Inggris, tempatnya menuntut ilmu sekarang, ia terus berjuang untuk keadilan dan hak memperoleh pendidikan. Ia adalah bukti nyata bahwa sesungguhnya tak pernah ada kata terlalu muda untuk menjadi agen perubahan dunia ke arah yang lebih baik." "Dari Time 100 2015 : Kisah tentang Mereka yang Mengubah Dunia Keberlanjutan","Kisah-kisah di atas adalah tentang kemuliaan yang datang dari kesadaran mengenai keberlanjutan dan/atau keadilan serta usaha keras untuk mewujudkannya. Namun, seperti yang dinyatakan di bagian awal tulisan ini, pengaruh besar bisa juga berarti negatif.Charles dan David Koch, atau yang lebih dikenal sebagai Koch Bersaudara, juga nangkring di daftar Time 100 tahun ini. Penulis esainya Rand Paul, adalah seorang senator AS dari Partai Republik yang telah menyatakan diri sebagai kandidat Presiden AS pada pemilu tahun depan. Yang dituliskan Paul tentang Koch Bersaudara bukan sekadar puja dan puji yang kelewatan, namun benar-benar adalah kebohongan luar biasa.Di situ Koch Bersaudara dinyatakan terkenal di antaranya karena filantropi dan lobi yang konsisten untuk menentang special interest politics.  Ini jelas kebohongan luar biasa yang dinyatakan secara telanjang.  Terlampau banyak publikasi ilmiah yang sudah menemukan bahwa Koch Bersaudara adalah pendana utama organisasi-organisasi penyangkal (denier) dan penunda (delayer) tindakan atas perubahan iklim.Studi Robert Brulle bertajuk Institutionalizing Delay: Foundation Funding and the Creation of US Climate Change Counter-Movement Organizations (2013) menemukan bahwa dana yang diguyurkan untuk aktivitas penyesatan informasi tentang perubahan iklim mencapai lebih dari USD900 juta setiap tahunnya, dan banyak di antaranya yang bisa dilacak kepada Koch Bersaudara.Alih-alih philanthropy—yang dari asal katanya berarti cinta kepada kemanusiaan—apa yang dilakukan oleh Koch Bersaudara mungkin bisa dikatakan sebagai villainthropy, atau musuh dari kemanusiaan.  Koch Bersaudara memang musuh kemanusiaan, seperti juga Kim Jong Un dan Benyamin Netanyahu yang juga masuk ke dalam daftar Time 100 tahun ini. [SEP]" "Mungkinkah Lahan Bekas Tambang Dihutankan Kembali?","[CLS] Selama ini banyak pemegang izin usaha pertambangan berdalih bahwa kendala teknologi menjadi persoalan utama dalam melakukan kegiatan paska tambang. Terlebih mengembalikan kondisi lahan seperti semula. Benarkah?Secara umum, permasalahan tambang di Indonesia disebabkan oleh sistem tambang terbuka atau open pit. Aktivitas tambang terbuka ini selalu melahirkan bahan galian, merubah lansekap dan topografi lahan, meninggalkan kolong atau lubang-lubang yang sebagian menjadi kolam air, pH ekstrim, polusi partikel debu, serta memiskinkan bahan organik, unsur hara dan mikroorgnisme.“Mutu tanah akan  menurun drastis akibat kehilangan tanah permukaan, humus dan terjadi pemadatan akibat aktivitas alat berat,” terang Retno Prayutyaningsih dari Balai Penelitian Kehutanan Makassar di Balikpapan, Kalimantan Timur, pekan lalu.Retno menyatakan bahwa alam bisa menyembuhkan dirinya sendiri, namun suksesi primer atau alami akan butuh waktu yang lama. “Oleh sebab itu perlu intervensi dalam bentuk rehabilitasi guna mempercepat suksesi primer tersebut.”Tantangan untuk merestorasi lahan paska tambang semakin berat karena banyak pemegang izin tidak mengikuti prosedur operasional yang ditentukan dalam memperlakukan top soil dan overburden (lapisan tanah penutup) secara terpisah. “Sehingga, semua tercampur dengan material buangan lain seperti tailing kuarsa,” tambah Pratiwi dari Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi yang melakukan penelitian dan restorasi di lahan bekas tambang timah.Perilaku dan kondisi seperti itu akhirnya menjadi tantangan tersendiri dalam melakukan restorasi lahan paska tambang. Sebagaimana tujuan utama dari restorasi yaitu memulihkan kembali kualitas tanah sehingga memungkinkan keragaman hayati yang hilang bisa dikembali dalam kondisi yang mendekati keadaan sebelum ditambang." "Mungkinkah Lahan Bekas Tambang Dihutankan Kembali?","Strategi umum untuk melakukan pemulihan lahan adalah dengan cara melakukan perbaikan kualitas tanah, memilih bibit yang tepat, melakukan penyemaian, penanaman dan pemeliharaan. “Rehabilitasi adalah sebuah proses yang terintegrasi dan butuh waktu. Tanaman yang sehat sewaktu disemai dan ditanam belum tentu akan tumbuh normal setelah waktu tertentu,” terang Pratiwi.Pratiwi menuturkan, pemeliharaan tanaman mutlak dilakukan untuk rehabilitasi lahan bekas tambang sehingga bisa ditentukan langkah yang diperlukan untuk masing-masing tanaman yang dipilih. “Kondisi dan pertumbuhan tanaman pada lahan overburden dan tailing kuarsa berbeda meski jenisnya sama.”Selain itu penyiapan iklim mikro juga amat penting untuk lahan yang hendak direhabilitasi. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan biomasa. Penanaman cover crop adalah langkah pertama yang harus dilakukan untuk mengawali usaha rehabilitasi. “Pengalaman kami, penanaman cover crop dengan pola jalur lebih baik dibanding dengan pola spot.”Selain yang sudah diungkapkan oleh Pratiwi, Retno memaparkan pentingnya perbaikan biologi tanah untuk mendukung keberlanjutan restorasi lahan. Dia memperkenalkan teknologi isomik (isolate mikroba) untuk merehabilitasi lahan bekas tambang.Teknologi isomik adalah aplikasi mikroba tanah yang potensial hasil isolasi mikroba lokal yaitu mikoriza. “Mikoriza adalah jamur atau fungi yang bersimbiosis dengan akar tanaman. Jamur memperoleh makanan dari inang, inang memperoleh manfaat dari adanya jamur yang memproduksi benang-benang untuk memperluas serapan hara,” terang Retno.Menurutnya manfaat mikoriza adalah meningkatkan daya hidup dan pertumbuhan tanaman. Meningkatkan ketahanan dari defisiensi hara, kekeringan, pH ekstrim, logam berat dan perbaikan struktur dan biologi tanah. “Dampaknya perkembangan komunitas alami baik flora, fauna maupun mikroba akan membuat pemulihan keanekaragaman hayati tercapai.”" "Mungkinkah Lahan Bekas Tambang Dihutankan Kembali?","Menurut Retno, kelebihan dari teknologi isomik adalah aplikasinya hanya sekali yaitu pada saat pembuatan bibit.Bersinergi dengan alamIshak Yasir dari Balai Penelitian Teknologi Konservasi SDA Samboja menyatakan pemanfaatan genetic resources atau sumber daya lokal untuk melakukan perbaikan lingkungan atau lahan terdegradasi penting dilakukan. Konsepnya adalah bersinergi dengan alam untuk merehabilitasi lahan bekas tambang.Menurut Ishak, konsep bersinergi dengan alam ini didasarkan atas kenyataan bahwa lahan pertambangan di Kalimantan Timur kerap berada di wilayah hutan dalam bentuk pinjam pakai area. “Area di sekitar tambang biasanya masih berupa hutan yang cukup bagus, sehingga rehabilitasi paska tambang adalah kombinasi antara upaya manusia dengan kekuatan alam.”“Intinya di sekitar lahan terdegradasi banyak material yang bisa dipakai untuk perbaikan lingkungan,” lanjut Ishak.Dia mencontohkan kayu-kayu hasil land clearing yang tidak dimanfaatkan bisa dipakai untuk memperbaiki kualitas tanah dengan diolah.Konsep bersinergi dengan alam ini awalnya diuji coba dan dikembangkan di lahan alang-alang yang akan dipakai untuk reintroduksi dan rehabilitasi orangutan dengan ditanami buah-buahan. “Penanaman buah dimaksudkan untuk mengundang kehadiran burung dan kelelawar yang akan membawa benih dari hutan yang tersisa di sekitar kawasan tambang.”Konsep ini sudah diimplementasikan dan akan terus  dikembangkan ke lahan dengan tingkat kerumitan yang berbeda di Kaltim saat ini. “Merestorasi lahan terdegradasi bukan hal yang mustahil. Pertanyaannya adalah perusahaan punya komitmen atau tidak untuk melaksanakan reklamasi paska tambang,” ujar Ishak. [SEP]" "Selain 12 Kapal, KKP Akan Tenggelamkan Kapal Tanker","[CLS] Sebanyak 12 kapal yang terbukti melakukan pelanggaran hukum di wilayah perairan Indonesia, dipastikan akan ditenggelamkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Penenggelaman akan dilaksanakan pada Senin dan Selasa (19-20/10/2015) mendatang di tiga kota, Sabang (Aceh), Batam (Kepulauan Riau), dan Pontianak (Kalimantan Barat).Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, penenggelaman tersebut dilakukan sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. Cara tersebut, diyakini bisa memutus mata rantai kejahatan perikanan ilegal yang terjadi di perairan Indonesia.“Selama belum masuk ke pengadilan, kapal-kapal yang melakukan pelanggaran bisa ditenggelamkan langsung,” demikian diungkapkan Susi Pudjiastuti di Jakarta, Kamis (15/10/2015).Dikatakan dia, penggelaman kapal dilakukan, karena pihaknya ingin memberi efek jera kepada pelaku illegal, unreported, unregulated (IUU) fishing di perairan Indonesia. Jika kapal-kapal tersebut langsung masuk ke meja pengadilan, maka dikhawatirkan hukuman uu peyang diberikan tidak setimpal.“Daripada kenapa-kenapa kalau ke pengadilan dulu, kita langsung tenggelamkan saja. Kan payung hukumnya juga sudah ada dan jelas. Kita tenggelamkan kapalnya, ABK-nya kita bawa ke darat,” tutur dia.Tentang 12 kapal yang akan ditenggelamkan nanti, Susi menyebutkan, 8 kapal diantaranya berasal dari KKP dan 4 kapal dari TNI AL. Untuk kapal-kapal yang ditenggelamkan KKP, rinciannya adalah 1 kapal berbendera Thailand akan ditenggelamkan di Sabang, 1 kapal berbendera Thailand dan 2 kapal berbendera Vietnam akan ditenggelamkan di Batam.“Sisanya, ada empat kapal yang akan ditenggelamkan di Pontianak. Untuk TNI AL ini teknis penenggelamannya diserahkan kepada mereka,” cetus dia. Adapun, empat kapal yang batal ditenggelamkan itu, seluruhnya kapal yang berbendera Filipina.Kapal Tanker" "Selain 12 Kapal, KKP Akan Tenggelamkan Kapal Tanker","Selain menenggelamkan 8 kapal, Susi Pudjiastuti juga mengungakapkan bahwa pihaknya akan menenggelamkan  2 (dua) unit kapal tanker, yaitu MT Galuh Pusaka dan MT  Mascott II. Kedua kapal tanker tersebut ikut ditenggelamkan karena terbukti sudah melakukan pelanggaran hukum di wilayah perairan Indonesia.Akan tetapi menurut Susi, walau akan ditenggelamkan, hingga saat ini informasi mengenai dua kapal tanker tersebut masih terbatas. Sehingga, informasi mengenai keduanya akan terus didalami untuk mendukung proses hukum yang akan dilakukan nanti.Adapun, kapal MT Galuh Pusaka ditemukan di Perairan Tarempa, Anambas, Kepulauan Riau pada 30 Juni 2014 dalam keadaan tanpa awak. Diduga, kapal tanpa awak tersebut sengaja diterlantarkan untuk mendapatkan klaim asuransi perusahaan.Selain melakukan perbuatan curang tersebut, dugaan lain yang dilakukan kapal MT Galuh Pusaka, adalah karena kapal tersebut tidak memiliki izin pengangkutan. Menurut Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Asep Burhanuddin, izin kapal tersebut saat ditemukan sudah habis dan itu bisa diberikan sanksi pidana penjara paling lama 1 tahun penjara atau denda paling banyak Rp200 juta.“Selain itu, Galuh Pusaka juga tidak memiliki suat persetujuan berlayar, tidak melengkapi persyaratan navigasi, sengaja merusak atau membuat tidak berfungsi  sarana bantu navigasi dan fasilitas alur pelayanan, dan tidak melaporkan kapal dari perairan Indonesia,” papar dia.Di samping Galuh Pusaka, kapal tanker lain MT Mascott II juga diduga kuat sudah melakukan pelannggaran. Menurut Asep, pelanggaran yang dilakukan adalah membawa muatan bahan bakar minyak tanpa dilengkapi dokumen pelayaran yang sah.“Dengan demikian, Mascott ini diduga mengangkut BBM tanpa izin, melakukan usaha pengangkutan pelayaran tanpa izin, ekspor barang tanpa dokumen yang sah, dan pemalsuan dokumen,” tandas dia.35 Kapal di Pengadilan" "Selain 12 Kapal, KKP Akan Tenggelamkan Kapal Tanker","Selain 12 kapal beserta tambahan 2 kapal tanker, Asep Burhanuddin menjelaskan, sebenarnya masih ada kapal lain yang berstatus diduga melakukan pelanggaran hukum di wilayah perairan Indonesia. Kapal-kapal tersebut jumlahnya mencapai 35 kapal.“Namun, kapal-kapal tersebut statusnya saat ini masih dalam tahap proses pengadilan. Jadi kita tidak bisa mengutak -atik mereka, apalagi sampai ditenggelamkan. Kita harus tunggu dulu proses hukumnya selesai,” ucap Asep.Ke-35 kapal tersebut, kata dia, 8 (delapan) ada di Pontianak (Kalbar), 12 di Batam (Kepri), 4 (empat) di Bitung (Sulawesi Utara), 5 (lima) di Merauke (Papua), 3 (tiga) di Ranai, dan 3 (tiga) di Tarempa, Kepri. [SEP]" "Keren! Desa Deaga Punya Aturan Lindungi Hutan Mangrove","[CLS] Masyarakat Desa Deaga, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel), berupaya melindungi ekosistem mangrove. Awal Mei 2015, mereka mengeluarkan Peraturan Desa (Perdes) tentang Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pembuatan perdes selama lima bulan ini, melibatkan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh pemuda.Pembuatan perdes itu beranjak dari penilaian masyarakat soal fungsi mangrove. Mereka menyadari, ekosistem mangrove dapat melindungi wilayah pesisir dan laut, sebagai penyedia sumberdaya perikanan laut dan wilayah penyangga.“Perusakan hutan mangrove mengakibatkan potensi sumberdaya pesisir dan laut yang menjamin kehidupan masyarakat berkelanjutan makin terancam,” kata Ruslani Mokoginta, Sangadi (kepala desa) Deaga.Pembuatan perdes itu, katanya, memiliki beberapa tujuan, pertama, mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang adil, menjamin kesejahteraan dan keadilan bagi masyarakat desa Deaga, terpenuhi.Kedua, mewujudkan kelestarian, keselarasan dan keseimbangan lingkungan hidup dan sumberdaya alam desa. Ketiga, menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia maupun kelangsungan kehidupan makhluk hidup, serta kelestarian ekosistem mangrove.“Perdes ini bertujuan melindungi, dan mendidik masyarakat bisa mengerti fungsi mangrove. Sebab, potensi perikanan bersumber dari perlindungan mangrove. Misal, kepiting dan kerang mangrove. Itu, kan, bisa meningkatkan ekonomi masyarakat,” katanya.Dalam perdes ini, pemerintah desa menetapkan wilayah perlindungan mangrove (WPM) di empat titik, meliputi sebelah barat, utara dan timur dan selatan Desa Deaga. Luas diperkirakan 150 hektar.Menurut Ruslani, penetapan WPM untuk melindungi daerah pesisir pantai dari berbagai kegiatan perusakan yang mengancam kelestarian pesisir pantai  dan keselamatan pemukiman masyarakat. WPM juga dilindungi daerah tabungan ikan dan pelindung pantai serta keragaman hayati terumbu karang." "Keren! Desa Deaga Punya Aturan Lindungi Hutan Mangrove","“WPM akan jadi bagian rencana tata ruang desa. Penetapan berkoordinasi dengan Dinas Kehutanan, sambil mempertimbangkan karakteristik ekosistem mangrove serta aspek-aspek flora dan fauna,  sosial budaya, dan kelembagaan masyarakat.”Masyarakat, katanya, secara terbatas diberi izin memanfaatkan mangrove guna memenuhi kebutuhan, seperti, pembibitan untuk rehabilitasi mangrove, pemanfaatan kayu secara terbatas untuk keperluan rumah tangga, serta memanfaatkan buah mangrove sebagai makanan olahan.Pengambilan atau penebangan mangrove hidup atau utuh dinyatakan sebagai tindakan perusakan. Tak diizinkan pula, alih fungsi lahan untuk tambak atau percetakan sawah baru.“Pemanfaatan mangroves untuk kayu bakar hanya bisa pada yang sudah mati, kering, batang yang patah atau roboh.”Sesuai tercatat dalam perdes, mangrove mati bisa dimanfaatkan masyarakat.  Masyarakat, memanfaatkan daun nipa untuk atap dan dinding bagian belakang rumah. Mereka juga meggunakan air nipa untuk membuat gula mangrove.Dalam pembuatan perdes ini, pemerintah desa didukung Perkumpulan Kelola dan Mangrove For the Future (MFF). Selain itu, dalam satu tahun, sudah rehabilitasi mangrove di desa ini, salah satu penanaman Rhizopora 4.000 bibit di bagian utara hutan mangrove Desa Deaga. Di sini, mangrove mati alami karena banjir dan kencing kelelawar.“Area yang ditanami sekitar satu hektar. Pemilihan jenis ini sesuai indikator biologis lokasi itu,” kata Yakob Botutihe, staf lapangan Perkumpulan Kelola. Perlu pemukimanHutan mangrove di Desa Deaga termasuk dalam Hutan lindung Kombot. Luasan hutan mencapai 800 hektar, melingkupi tiga kecamatan yaitu, Pinolosian, Pinolosian Tengah dan Pinolosian Timur." "Keren! Desa Deaga Punya Aturan Lindungi Hutan Mangrove","Meski termasuk hutan lindung, warga Deaga perlu pemukiman karena wilayah mereka tidak mencukupi. Maxi Limbat, Kepala Dinas Kehutanan Bolsel, menyatakan, berusaha mengkomunikasikan keinginan ini kepada kementerian. “Kesempatan perubahan RTRW itu lima tahun, jadi kemungkinan tiga tahun kedepan sudah bisa kami ajukan.”“Ada kemungkinan. Tergantung kebutuhan. Kalau memang vital, sudah tidak ada pilihan lain. Namun kementerian meminimalisir alih fungsi lahan.”Kondisi hutan mangrove di Bolsel, relatif baik. Sebagian besar masyarakat peduli dengan mangrove berkat kerja sama antara pemerintah, LSM dan masyarakat.“Hutan mangrove tidak cuma di Deaga, ada lebih 1.000 hektar di Bolsel. Apalagi, mangrove di Bolsel relatif baik dibanding daerah-daerah lain,” katanya. “Kita harus pertahankan agar kerusakan bisa ditekan. Pemerintah kabupaten akan buat perda mangrove agar perlindungan bukan cuma di desa tetapi di Bolsel.” [SEP]" "Sebarkan SMS Dukung Reklamasi Teluk Benoa, Superman Is Dead Boikot Telkomsel","[CLS] Pekan lalu, semua personil grup band punk rock asal Bali, Superman Is Dead (SID) kompak memboikot provider Telkomsel karena dinilai mendukung reklamasi Teluk Benoa. Grup band dengan personil Bobby (vocal), Jerinx (drum) dan Jhon Eka Rock (bass) mematahkan sim card Telkomsel mereka.Kepada Mongabay, Bobby mengatakan, boikot Telkomsel cara melawan provider sangat jelas mendukung gerakan reklamasi . “Tindakan Telkomsel menyebarkan pesan-pesan singkat pro reklamasi harus kami lawan,” katanya.Dia menambahkan, SID tidak pernah mau tampil atau bekerja sama dengan Telkomsel dalam bentuk apapun selama provider ini bekerja sama dengan investor yang akan merusak Bali. Telkomsel memberikan kiriman-kiriman pesan-pesan pro reklamasi. “Kami sebagai seniman memilki cara menyampaikan pesan-pesan apa yang ingin disampaikan kepada fans atau masyarakat. Dengan memboikot Telkomsel, itulah cara kami anggap paling benar dan luhur.”SID dan berbagai kalangan yang tergabung di Forum Masyarakat Bali Tolak Reklamasi (FoBALI), menolak reklamasi karena proyek ini jelas-jelas melanggar konsep Tri Hita Karana yang sangat dijunjung tinggi masyarakat Bali. Ia konsep keharmonisan antara Tuhan, alam dan lingkungan.“Kami ingin Presiden mencabut Perpres 51 tahun 2014 agar Teluk Benoa menjadi kawasan konservasi, indah dan asri.”Tak hanya itu. SID juga memberikan dukungan gerakan Jogja Ora Didio (Jogja tidak dijual). Ini gerakan masyarakat Yogyakarta yang ingin menyelamatkan ekologi yang terancam rusak karena pembangunan mal, hotel dan apartemen. Dia mengatakan di hadapan ribuan Outsider dan Lady Roses, sebutan penggemar grup band asal Bali ini lapangan parkir, Stadion Mandala Krida, Yogyakarta, Sabtu (17/10/15). Para personil juga menggunakan kaos bertuliskan Jogja Ora Didol." "Sebarkan SMS Dukung Reklamasi Teluk Benoa, Superman Is Dead Boikot Telkomsel","Menurut Bobby, dimana pun berada tetap menyampaikan pesan menjaga alam. “Kami berharap semua kalangan, memulai dengan hal kecil menjaga alam, seperti tidak mebuang sampah sembarangan, mengurangi polusi gas dengan naik sepeda.”Kala dihubungi Adita Irawati, Vice President Corporate Communication Telkomsel, mengatakan, sms itu bernama location based advertising atau bagian layanan digital advertising dimiliki Telkomsel. Ia berfungsi seperti media penempatan iklan lain. Layanan ini, sarana pihak ketiga menyebarluaskan konten dengan syarat materi informasi atau promosi tidak mengandung unsur minuman keras, senjata api maupun unsur perjudian. Maupun pornografi, pelecehan, atau penghinaan atas norma/unsur suku, agama, ras dan antargolongan, penipuan atau penyesatan.“Seluruh konten pada Video Pariwisata Bali seperti dalam LBA tanggung jawab pemasang iklan digital advertising sesuai surat pernyataan yang telah ditandatangani mitra pemasang iklan,” katanya.Dia menyatakan, Telkomsel sebagai penyedia media dalam posisi netral. Sebagai perusahaan yang menjunjung tinggi tata kelola perusahaan yang baik, katanya, Telkomsel, menjunjung tinggi dan patuh segala aturan hukum dan ketentuan pemerintah. [SEP]" "Sahara, Gurun Pasir yang Dulunya Danau Raksasa","[CLS] Sahara memang tampak tak berbatas. Gurun pasir ini membentang luas. Melintasi berbagai negara, sebut saja Algeria, Chad, Mesir, Libya, Mali, Mauritania, Maroko, Niger, Sudan, dan Tunisia.Tak mengherankan jika Sahara dijuluki sebagai salah satu gurun terbesar di dunia. Karena luasannya yang mencapai 9.400.000 kilometer persegi. Pastinya, Sahara yang dalam Bahasa Arab berarti padang pasir ini memiliki sebanyak 2.800 tumbuhan vaskular (berpembuluh) yang sekitar seperempatnya merupakan tanaman endemik. Keunikan lainnya, Sahara merupakan rumah bagi rubah fennec (Vulpes zerda), yaitu rubah kecil berukuran 37-41 cm yang memiliki pendengaran sensitif untuk setiap pergerakan serangga, mamalia kecil, dan burung.Namun, siapa sangka, jika gurun yang suhu rata-ratanya di atas 38 derajat celcius ini awalnya adalah sebuah danau. Danau Mega Chad. Penelitian ini sebagaimana disampaikan oleh ilmuwan dari Royal Holloway, Birkbeck and Kings College, dan University of London yang telah dipublikasikan dalam Jurnal Proceedings of the National Academy of Science.  Sebagaimana dilansir dari Daily Mail, Mega Chad merupakan danau air tawar segar seluas 360 ribu kilometer persegi di Afrika Tengah. Atau, ukurannya tiga kali dari luas Pulau Jawa.Namun, dalam 1.000 tahun terakhir, ukurannya terus menyusut. Saat ini hanya menyisakan 355 kilometer persegi. Meski begitu, keberadaan danau tersisa bernama Chad ini begitu penting sebagai sumber air bersih bagi 20 juta penduduk di empat negara yang ada di sekitarnya. Yaitu Chad, Kamerun, Niger, dan Nigeria dengan kondisi danau yang pantainya membentuk rawa dan dihiasi pulau-pulau kecil.Pastinya, danau terbesar yang terletak di Afrika ini telah menunjukkan pada kita bila periode lembab di Afrika Utara berakhir sekitar 5.000 tahun yang lalu. Dan, debu yang berasal dari Danau Bodele, sebagai sumber debu terbesar di atmosfer, dimungkinkan belum mengering hingga 1.000 tahun yang lalu." "Sahara, Gurun Pasir yang Dulunya Danau Raksasa","Namun begitu, menurut Simon Armitage dari Departemen Geografi Royal Holloway, perubahan ini bahkan terjadi hanya dalam beberapa ratus tahun. Jauh lebih cepat dari anggapan sebelumnya.Untuk menganalisis kondisi Danau Mega Chad, hingga mengalami penyusutan, para peneliti ini menggunakan citra satelit terutama untuk memetakan garis ujung danau yang pernah terlihat sebelumnya. Mereka juga meneliti proses sedimentasi danau untuk memperhitungkan umur guna menghasilkan catatan sejarah danau sekitar 15.000 tahun yang lalu.Temuan ini sekaligus memberikan gambaran pada kita bagaimana hutan hujan Amazon tumbuh. Sebab, jutaan ton debu yang kaya akan nutrisi itu terbang melintasi Samudera Atlantik setiap tahunnya untuk membantu menyuburkan tanah dan hutan di kawasan tersebut. [SEP]" "Ingat! PPID Gerbang Utama Menuju Transparansi Tata Kelola Hutan dan Lahan","[CLS] Sejumlah lembaga swadaya masyarakat menilai transparansi pengelolaan sumberdaya alam di Kalimantan Barat masih sebatas mimpi. Jaminan keterbukaan dalam mengakses informasi terkait dokumen tata kelola hutan dan lahan kerapkali tersandung. Kendati, mayoritas daerah sudah menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID).Hal ini terungkap dari hasil diskusi Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dengan sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) pada 27-28 Februari 2015 di Pontianak. “Ada angin segar ketika geburnur, bupati, dan wali kota menunjuk PPID. Ini mengindikasikan bahwa roda pemerintahan sudah mulai berjalan ke arah perbaikan tata kelola hutan dan lahan,” kata Faisal Riza dari Jari Indonesia Borneo Barat, Jumat (27/2/2015).Namun demikian, Faisal juga mengakui masih ada daerah di Kalimantan Barat (Kalbar) yang belum sama sekali menunjuk PPID hingga saat ini. Alasan paling dominan adalah penunjukan PPID sedang dalam proses administrasi dan kendala penganggaran.Di Provinsi Kalimantan Barat, ada empat kabupaten yang belum menunjuk PPID. Mereka adalah Kabupaten Sintang, Sanggau, Landak, dan Mempawah. Provinsi Kalimantan Barat, Kota Pontianak, Kota Singkawang, Kabupaten Kubu Raya, Kayong Utara, Ketapang, Sambas, Bengkayang, Sekadau, Melawi, dan Kabupaten Kapuas Hulu sudah menunjuk PPID.Faisal mengatakan, penunjukan PPID ini hanya sebuah langkah awal keterbukaan. Masih banyak upaya yang musti dilakukan setelah pejabatnya ditunjuk. Di antaranya, PPID mesti membuat kategorisasi informasi yang mereka miliki. Kemudian, membuat mekanisme pelayanan informasi, dan mekanisme penyelesaian sengketa informasi di tingkat internal.“Sesungguhnya jalan untuk mencapai semangat keterbukaan informasi publik ini masih panjang. Tapi, apapun alasannya, jalan itu harus ditempuh karena dia adalah amanat Undang-Undang No 14 Tahun 2008,” ucap Faisal." "Ingat! PPID Gerbang Utama Menuju Transparansi Tata Kelola Hutan dan Lahan","Jari Indonesia Borneo Barat juga sudah mengidentifikasi sejumlah kasus yang berkaitan dengan kurangnya akses informasi bagi masyarakat. Di antaranya, permukiman masyarakat masuk dalam kawasan hutan lindung, lahan masyarakat yang dirampas perusahaan, konflik lahan di tingkat masyarakat, dan berbagai contoh kasus lainnya.Masyarakat berhak tahuDalam diskusi terbatas tersebut, Mongabay Indonesia juga menghadirkan aktor utama sengketa informasi di Kabupaten Ketapang. Dia adalah Syamsul Rusdi dari Lingkaran Advokasi dan Riset (Link-AR) Borneo.“Uji akses yang kita lakukan di Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Ketapang akan menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak dalam menangani kasus yang berkaitan dengan sengketa informasi di Kalbar. Padahal, saya hanya ingin mengetahui lampiran peta dalam Dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) perusahaan tambang di Ketapang. Kalau hanya dokumennya saja untuk apa kita minta. Kita butuh lampirannya supaya tahu dudukNamun demikian, kata Syamsul, pihak Distamben Ketapang melalui Putusan Komisi Informasi Pusat (KIP) menyebut lampiran peta dalam dokumen Amdal perusahaan tambang adalah bukan dokumen publik, dan tidak bisa dibuka kepada khalayak ramai. Alasannya, informasi tersebut bisa berpotensi jadi persaingan usaha yang tidak sehat dan melanggar hak atas kekayaan intelektual.“Saya keberatan dengan Putusan KIP itu dan menggugatnya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pontianak pada tanggal 4 Juni 2014. Empat bulan kemudian, gugatan saya dikabulkan PTUN setelah lima kali masa persidangan. Namun, pihak Distamben Ketapang keberatan dengan putusan PTUN Pontianak. Dan, mereka kasasi,” urai Syamsul." "Ingat! PPID Gerbang Utama Menuju Transparansi Tata Kelola Hutan dan Lahan","Denni Nurdwiansyah dari Perkumpulan Sahabat Masyarakat Pantai (Sampan) Kalimantan mengatakan apa yang dilakukan Syamsul Rusdi hanya satu contoh kasus sengketa informasi di Kalbar. “Saya kira masih banyak sengketa informasi yang belum berjawab hingga kini,” katanya.Menurut Denni, langkah lanjutan sebuah daerah yang sudah memiliki PPID adalah menyusun standar operasional prosedur (SOP) dan daftar informasi publik (DIP). Artinya, PPID segera menyusun informasi apa yang boleh diakses publik dan mana informasi yang dikecualikan.“Kalau hanya sebatas menujuk PPID saja, saya kira pejabatnya tidak akan bisa bekerja. Kendala sekarang di Kalbar kan seperti itu. SOP dan DIP tidak ada. Jika sudah demikian, PPID-nya mau kerja apa?” ucap Denni.Hal ini diamini Muhammad Lutharif dari Kontak Rakyat Borneo. Menurutnya, tidak ada pilihan lain kecuali menguatkan posisi PPID dan Komisi Informasi Daerah (KID). “PPID penting untuk membuat SOP informasi dan klasifikasi informasi. Mana informasi yang tersedia setiap saat dan mana yang dikecualikan,” ucapnya.Persoalan lain menurut pria yang akrab disapa Anong ini adalah mekanisme memperoleh informasi yang wajib disosialisasikan. “Mekanisme seperti ini harus diperkuat tidak hanya ditingkatan masyarakat, tapi juga harus menyasar hingga ke badan publik,” ucapnya.Jalan menuju keterbukaan informasi publik yang masih panjang ini membuat Rheinardho Sinaga dari Perkumpulan Kensurai pun angkat bicara. “Melihat dari alur diskusi kita, saya kira kehadiran PPID di daerah belum menjamin adanya transparansi. Lebih khusus lagi di bidang pengelolaan sumber daya alam,” katanya." "Ingat! PPID Gerbang Utama Menuju Transparansi Tata Kelola Hutan dan Lahan","Rheinardo menegaskan bahwa masyarakat berhak tahu jika kampung halaman mereka ternyata sudah dikuasai izin konsesi perusahaan ekstraktif. “Kenapa masyarakat berhak tahu? Tujuannya supaya tidak terjadi konflik sosial di kemudian hari. Obatnya cuma satu. Dokumen Amdal beserta lampirannya harus bisa diakses publik. Kalau tidak, maka kita pasti akan kembali berjalan dalam kegelapan informasi. Konflik membukit, korupsi sumber daya alam meroket,” pungkasnya.Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio [SEP]" "Duh! Belasan Beruang Madu Ini Ditemukan Terpotong-potong","[CLS] Tim Wildlife Conservationa Society (WCS), yang membongkar jaringan penjualan trenggiling di Medan, Sumatera Utara, kembali menemukan puluhan potongan tubuh beruang, di tempat sama, Kompleks Niaga Malindo, Medan.Irma Hermawati, Legal Advisor Wildlife Crime Unit WCS, mengatakan, letika membuka Priger, mereka menemukan sekitar 35 potongan beruang madu. Mereka kembali melaporkan kepada Mabes Polri.Saat analisis, kemungkinan beruang ini lebih 12 ekor. Ketika potongan tubuh beruang disatukan, ditemukan enam pasang kaki depan dan belakang. Ada juga bagian mulut dan badan. “Ini luar biasa. Bukan trenggiling saja yang diburu, tetapi satwa lain.”Dengan penemuan ini, diharapkan kepolisian menangkap pelaku-pelaku lain yang belum tertangkap. “Ini membuktikan jarigan ini bukan pemain kelas kecil, melainkan masuk professional dan bekerja sangat rapi.”Dia berharap, penyidik Mabes Polri memberika  pasal yang tepat hingga pelaku mendapatkan tuntutan maksimal, pidana lima tahun, denda Rp500 juta.”“Ini keji sekali,” kata Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kala diperlihatkan potongan tubuh beruang.  Beruang, katanya, satwa dilindungi yang tak boleh dipelihara apalagi diperdagangkan bahkan sampai dibunuh.Dia berharap, peran serta masyarakat dan kelompok organisasi lingkungan, dalam mencegah kasus terulang. Dia berharap, ada informasi cepat bukan saja oleh penyidik kehutanan, juga kepolisian.“Ini harus disidik hingga tuntas. Kami atas nama pemerintah mengucapkan terimakasih terhadap WCS yang mendukung pencegahan perburuan dan perdagangan satwa. Kepolisian juga kami apresiasi karena bertindak cepat. Bukan saja di Sumut, tetapi di Indonesia harus dicegah kasus serupa terulang.”Kombes Pol Didit Wijanardi, Wakil Dirktur Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Mabes Polri, mengatakan, perdagangan satwa liar ini cukup tertata rapi. Modus operasi juga mengikuti perkembangan zaman." "Duh! Belasan Beruang Madu Ini Ditemukan Terpotong-potong","Dalam pengungkapan jaringan perdagangan satwa ini, katanya, Mabes Polri akan menukar informasi dan komunikasi, dengan meminta jaringan penyidik di luar negeri, khusus negara-negara ASEAN.“Kita yakin bisa terbongkar, karena selama ini negara-negara tergabung dalam ASEAN Wild saling bertugas informasi. Untuk perdagangan satwa liar di ASEAN, akan kita telusuri, kemana satwa-satwa ini akan dikirim, dan daerah mana lokasi perburuan. Mudah-mudahan dalam waktu dekat akan terungkap, karena satu tersangka tertangkap.”Tersangka yang tertangkap, katanya, merupakan bos di Indonesia, yang mengatur pembelian, pengiriman dan komunikasi dengan jaringan lain baik di dalam maupun luar negeri. [SEP]" "Beginilah Cara Kami Mengekspresikan Rasa Sayang pada Orangutan","[CLS] Puluhan pelajar melukis. Mereka juga menulis berbagai pesan moral. Hasil karya seni anak-anak muda Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat itu kemudian dipublikasikan di media sosial.Begitulah cara Yayasan Palung mengekspresikan rasa sayang pada orangutan di Hari Orangutan Sedunia yang diperingati setiap 19 Agustus. “Tahun ini kita memang merayakannya dengan sederhana, kata Petrus Kanisius dari Yayasan Palung ketika dikonfirmasi dari Pontianak, Selasa (18/8/15).Kendati demikian, kata Pit -sapaan akrab Petrus Kanisius- langkah sederhana itu bukan berarti mengurangi makna dari upaya para pihak untuk terus berbuat yang terbaik bagi kelangsungan hidup si pongo.Menurutnya, tahun 2015 ini pihaknya melibatkan puluhan pelajar dan relawan untuk memperingati Hari Orangutan Sedunia. Mereka diminta melukis orangutan, dan menulis pesan moral berupa ajakan kepada semua pihak untuk peduli dan melindungi orangutan.Lukisan dan pesan itu kemudian dipublikasi ke media sosial seperti facebook dan instagram ke seluruh jaringan dengan harapan dapat menginspirasi banyak pihak dalam perilaku hidup sehari-hari. “Hanya itu yang kami harapkan di Hari Orangutan Sedunia tahun ini,” kata Pit.Sementara Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) Ketapang menggelar serangkaian agenda di Hari Orangutan Sedunia 2015. Mulai dari lomba menggambar dan lagu lingkungan tingkat SMA/umum hingga cerita orangutan Borneo di City Mall Ketapang.Koordinator Penanganan Konflik Orangutan-Manusia YIARI Ketapang, Juanisa Andiani mengatakan seluruh rangkaian kegiatan itu dibuka di Pusat Penyelamatan dan Konservasi Orangutan Sungai Pawan. Seluruh kegiatan itu pada prinsipnya ingin menggugah kesadaran publik, terutama pelajar agar lebih peduli dan menyayangi orangutan." "Beginilah Cara Kami Mengekspresikan Rasa Sayang pada Orangutan","Di sanalah lembaga ini mencoba menampung orangutan peliharaan warga yang disita aparat Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat. Berdasarkan data terakhir, masih ada 86 individu orangutan yang direhabilitasi sebelum dilepasliarkan ke habitatnya.“Kalau peliharaan warga, orangutannya direhabilitasi dulu sampai bisa survive di hutan. Perlakuan ini berbeda dengan orangutan yang statusnya liar. Jika terjadi konflik dengan manusia langsung dievakuasi dari lokasi konflik dan dipindahkan ke habitat baru yang lebih aman,” urai Juanisa.Mutakhirkan data populasi orangutanSebelumnya, sejumlah pihak di Pontianak telah menggagas upaya pemutakhiran data populasi dan sebaran habitat serta penilaian keberlangsungan hidup orangutan di Kalimantan Barat. Upaya ini dilakukan menjelang pertemuan Population and Habitat Viability Assessment (PHVA) yang direncanakan akhir 2015.Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalbar, Sustyo Iriyono mengatakan, persoalan orangutan ini terus dikaji dan dievaluasi oleh pemerintah dan para ahli. “Untuk sampai ke pertemuan itu, kita musti punya persiapan melalui lokakarya regional,” katanya.Menurutnya, pertemuan PHVA kali pertama diadakan pada 1993 dan dilanjutkan 2004. “Begitu banyak data terkait orangutan yang telah dikumpulkan sejak 2004 hingga kini. Semua itu harus dimutakhirkan sehingga menghasilkan data yang akurat,” ucapnya.Lebih jauh dia menjelaskan, ada sekian banyak penelitian dan survei orangutan yang dilakukan sejak 2004 di Sumatera dan Kalimantan. Begitu pula dokumen yang dihasilkan, juga sudah cukup banyak. Baik berupa laporan dan tulisan ilmiah yang sudah diterbitkan dalam bentuk jurnal ilmiah nasional maupun internasional." "Beginilah Cara Kami Mengekspresikan Rasa Sayang pada Orangutan","Namun disayangkan, kata Sustyo, data dari laporan dan tulisan ilmiah tersebut belum terkumpul. Padahal, informasi dan data terkini mengenai sebaran populasi dan habitat serta viabilitas orangutan yang berasal dari laporan dan tulisan ilmiah tersebut sangat diperlukan untuk memutakhirkan analisa PHVA yang sudah ada.Untuk menjawab rentetan persoalan itu, BKSDA Kalbar sudah menggandeng berbagai lembaga mitra seperti FOKKAB (Forum Konservasi Orangutan Kalimantan Barat), FORINA (Forum Orangutan Indonesia), WWF-Indonesia, GIZ FORCLIME, AKAR, dan Yayasan Titian.“Kita undang berbagai pemangku kepentingan kunci yang terkait dengan orangutan di Kalbar untuk bertemu, berbagi, dan memutakhirkan informasi serta data orangutan sub-species pygmaeus dan wurmbii,” urai Sustyo.Sementara Ketua Forum Konservasi Orangutan Kalbar, Albertus Tjiu mengatakan, hasil pemutakhiran data sebaran, populasi, perilaku, ancaman, dan usaha pelestarian, baik in situ maupun ex situ dari orangutan akan diserahkan kepada pemerintah. “Negara yang berkewajiban mengelola keberlangsungan hidup spesies kera besar langka ini,” katanya.Lebih lanjut, Albertus menyebut, data ini akan menjadi baseline data yang akan digunakan oleh Pemerintah Indonesia guna memperbarui strategi dan rencana konservasi orangutan di Indonesia yang akan berakhir pada 2017. [SEP]" "Dari Kapal Perang sampai Shelter Disiapkan buat Evakuasi Warga","[CLS] Akhirnya, pemerintah memutuskan menyiapkan enam kapal perang milik TNI dua atau tiga kapal PT Pelni yang akan menjadi tempat evakuasi warga terdampak asap. Selain itu, disiapkan juga tempat-tempat evakuasi lain di wilayah-wilayah terdampak asap ini. Evakuasi terutama pada dan kelompok-kelompok rentan seperti anak-anak, orangtua, perempuan hamil sampai orang yang sakit.“Presiden perintahkan operasi kemanusiaan. Sudah semua siap dari kementerian-kementerian terkait. Inpres akan keluar segera. Semua sudah tahu siapa akan melakukan apa, telah dilaporkan pada Presiden. Kita jalan mulai hari ini,” kata Menteri Koordinasi Politik Hukum dan Keamanan, Luhur B Pandjaitan, usai rapat koordinasi di Jakarta (23/10/15).Dia mengatakan, langkah pemerintah sebenarnya pada tahapan bencana atau darurat nasional. “Kami tahu rakyat tidak bisa menunggu lama keadaan ini.”Seskab Pramono Anung mengatakan, ada beberapa hal diputuskan Presiden. Presiden memutuskan peningkatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan di bawah koordinasi Menkopolhukam. “Menkopolhukam yang seharusnya persiapan berangkat ke Amerika, tidak boleh berangkat. Harus menyelesaikan dan bertanggungjawab di lapangan.”Besok, katanya, beberapa menteri terbang ke Kalimantan melihat lapangan, antara lain Menkopolhukam, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Sosial dan Menteri Kesehatan.“Ada 21 jajaran dikoordinasikan Menkopolhukam menyelesaikan dan mengurangi dampak. Mulai dari menko, sampai bupati walikota dan jajaran menteri, Kapolri, Panglima TNI dan lain-lain.”Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani mengatakan, rumah sakit, tempat-tempat evakuasi, buat evakuasi ibu dan anak, sudah disiapkan. Tim akan berangkat melihat lokasi-lokasi untuk penyiapan shelter." "Dari Kapal Perang sampai Shelter Disiapkan buat Evakuasi Warga","“Air purifier (alat penyaring udara) akan kami siapkan supaya sekolah bisa memakai. Rumah sakit atau tempat-tempat publik lain juga disiapkan air purifier supaya bisa. Insya Allah masyarakat kalau dalam ruangan tertutup, udara lebih bersih daripada di luar.”Menteri Ristek dan Pendidikan Tinggi M. Natsir sudah koordinasi dengan para rektor dan dekan Fakultas Kedokteran seluruh daerah terkena asap.“Mereka sudah aksi. Besok harus koordinasi dan langsung tindakan ke lapangan yaitu menyediakan peralatan kesehatan di daerah. Jadi membantu proses evakuasi dan pemeliharaan kesehatan,” katanya.Sejak awal, kementerian ini juga mengerahkan hujan buatan sampai berkali-kali tetapi kalah dengan besar api. Sekarang meski waterbombing, juga tak efektif.Mensos Khofifah Indar Parawansa juga menyiapkan evakuasi kala masyarakat harus diungsikan. Kementerian ini menyiapkan tempat-tempat udara aman pada tujuh provinsi terdampak.“Ada Profesor Wenten, ilmuan ITB, kemarin saya koordinasikan. Hari ini beliau hadir ada air purifier itulah disiapkan agar tempat-tempat pengungsian aman dan sehat bagi warga. Ini berbeda dengan proses pengungsian ketika bencana alam longsor atau banjir. Tak boleh ada lubang asap masuk.”Terkait stok makanan, family kit dan kids wear sudah siap termasuk dapur umum dan tangki air. “Infrastruktur yang dibutuhkan sudah kami siapkan.”Estimasinya empat sampai lima minggu ke depan kemungkinan masih ada api. Maka, pemerintah harus mengantisipasi keperluan evakuasi.Willem Rampangilei, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana mengatakan, soal evakuasi, bekerjasama dengan pemda juga untuk menginventarisir gedung-gedung atau ruangan yang bisa digunakan. “Ruangan akan dilengkapi penyaring udara. TNI AL mengerahkan dua kapal rumah sakit untuk di Sumatera dan Kalimantan.” Dua kapal TNI sudah bergerak ke Sumatera dan Kalimantan. Kapal Pelnipun siap." "Dari Kapal Perang sampai Shelter Disiapkan buat Evakuasi Warga","“Evakuasi tergantung pemda. Sudah disiapkan fasilitas di darat. Gedung dan lain-lain sudah disiapkan. Kapal-kapal sudah siap.Kita mengelompokkan kelompok rentan seperti balita, anak-anak, perempuan hamil, termasuk orang sakit. Ini prioritas.”Pemerintah, katanya, sudah mengerahkan sumber daya nasional bukan saja mengatasi kebakaran hutan dan lahan, juga menangani dampak bencana asap.Posko anakKomisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga mendirikan posko perlindungan anak korban asap. Data Kemenkes, setidaknya 10 anak meninggal dunia.“KPAI bersama elemen masyarakat yang peduli rapat koordinasi dan memberikan perhatian khusus pada asap yang mengakibatkan kesehatan anak,” kata ketua KPAI Asrorun Niam Shaleh.Dengan posko perlindungan, dia berharap bisa mendorong solidaritas empati dan tanggung jawab bersama masyarakat.Posko didirikan di delapan titik di lima provinsi, yakni Kalbar, Jambi, Riau, Kalteng dan Sumsel. “Sekarang nambah lagi di Sumbar, Sumut dan Maluku.”“Ini darurat asap, sudah banyak menjatuhkan korban. Perlu gerakan cepat. Di Sumbar, semalam kami koordinasi menyiapkan beberapa titik tempat evakuasi masyarakat Riau,” kata Ilma Sovriyanti, koordinator Satgas Perlindungan Anak.Ada 25 kamar disiapkan di Padang, Sumbar untuk evakuasi warga di Riau karena dianggap jarak relatif dekat.“Untuk evakuasi memang tak mudah. Satgas Perlindungan Anak mendorong berbagai pihak bantu evakuasi. Sudah gak bisa mengimbau berdiam di rumah karena menimbulkan kematian perlahan.”Begitu juga di Palangkaraya, disiapkan satu tempat aman kalau kelompok rentan perlu layanan kesehatan. Satgas perlindungan anak juga mendesak KPAI mendirikan crisis center hingga jumlah korban anak terlacak.Sabieth Abilawa, General Manager Dompet Dhuafa mengatakan, ikut terlibat dalam respon penanganan asap di Jambi, Riau, Sumsel, Kalteng dan Kalbar." "Dari Kapal Perang sampai Shelter Disiapkan buat Evakuasi Warga","“Kita menyediakan safe house di beberapa provinsi untuk tempat aktivitas anak. Kita kerjasama dengan KPAI dan berbagai elemen. Dalam safe house disediakan tabung oksigen, air bersih.”Kabut Asap Kalteng Menguning Kabut asap kebakaran hutan dan lahan Kalteng tak berkurang, kualitas udara Palangkaraya memburuk. Bahkan, asap yang mengepung Palangkaraya, seringkali berwarna kuning dengan tingkat kepekatan sangat tinggi seperti pada Jumat (16/10/15), Senin (19/10/15) dan Rabu (21/10/15). Hari lain kabut asap pekat tetapi berwana putih.Berdasarkan pantauan lapangan pada Jumat (16/10/15) jarak pandang di Palangkaraya antara 50-150 meter. Senin (19/10/15) hanya 50-250 meter dan Rabu (21/10/15) sebesar 20-150 meter. Pada hari lain rata-rata jarak pandang sekitar 250-500 meter.ISPADalam informasi harian Posko Tanggap Darurat Karhutla, Kepala Biro Humas dan Protokol Sekretariat Pemerintah Kalteng  Marianitha menyebut, tidak ada data ISPU bisa disajikan Badan Lingungan Hidup Palangkaraya selama tiga hari. Publik hanya bisa mengakses informasi kualitas udara dari laman situs BMKG di internet.Satuan Tugas Perawatan dan Pelayanan Kesehatan (Satgas Watyankes) Posko Tanggap Darurat Karhutla Kalteng mencatat penderita ISPA se-Kalteng 3.788 orang. Dari jumlah itu, 825 warga Palangkarya.“Balita dan kelompok rentan ISPA lain perlu dievakuasi pemerintah. Kami sudah melakukan,” kata juru bicara Gerakan Anti Asap (GAAs) Kalteng Aryo Nugroho.Rumah evakuasi GAASGAAs bekerjasama dengan sejumlah LSM peduli lingkungan di Kalimantan Selatan, menyiapkan rumah evakuasi bagi kelompok rentan ISPA di Banjarmasin dan Barjarbaru. Dengan dua bus dan mobil, rombongan pertama evakuasi tim GAAs dari Palangkaraya tiba Kamis (22/10/15) sore di rumah evakuasi." "Dari Kapal Perang sampai Shelter Disiapkan buat Evakuasi Warga","Sedangkan Dewan Adat Dayak (DAD) Kalteng, Barisan Pertahanan Masyarakat Adat Kalteng, lembaga penelitian gambut CIMTROP Universitas Palangkaraya dan AMAN Kalteng beraksi dalam Gerakan Seribu Kalteng Menggugat di Bundaran Besar Palangkaraya, Rabu (22/10/15).Aksi ratusan warga ini untuk menarik perhatian pemerintah pusat lebih besar terhadap penanganan kabut asap Kalteng. “Jangan hanya Sumatera, Kalteng juga menderita!” seru Ketua DAD Kalteng Sabran Achmad.Panitia aksi juga mengumpulkan koin dan terkumpul sekitar Rp16 juta, yang disumbangkan kepada tim serbu api relawan partikelir untuk mendukung operasional pemadaman karhutla di kampung-kampung.Netizen makin lantangMemburuknya kualitas udara Palangkaraya membuat netizen berteriak kian lantang. Akun twitter @infoPLK milik Info Palangkaraya kebanjiran mention dari para followers-nya. Sebagian besar dari mereka sangat menyayangkan penanganan kabut asap karhutla lamban oleh Pusat.Akun Facebook EarthHour Palangkaraya dan GAAs makin sering membagi informasi aksi-aksi kemanusiaan untuk membantu korban terpapar kabut asap, seperti penggalangan donasi dan distribusi masker serta beragam pelayanan kesehatan. Akun Facebook Januminro sering mengunggah foto aksi relawan pemadam karhutla yang bekerja keras membuat sumur bor dan memadamkan api. Relawan, dari pelbagai kota di Indonesia, tengah bekerja di sekitar hutan gambut Jumpun Pambelom, Pulang Pisau.Tagar #Melawanasap pada media sosial instagram dipenuhi foto-foto pekatnya kabut asap Palangkaraya. Sebagian mereka barfoto sambil memegang poster agar pemerintah peduli Kalteng dan mengevakuasi segera warga terdampak. [SEP]" "Inilah Satwa Laut yang Telah Punah","[CLS] Ancaman kepunahan spesies tidak saja terjadi untuk spesies yang hidup di daratan, tetapi juga terjadi bagi spesies yang hidup maupun yang tergantung hidupnya pada lautan. Para peneliti menyebutkan bahwa dalam 500 tahun terakhir telah terjadi kepunahan satwa yang berasosiasi dengan ekosistem laut.Kepunahan ini diperkirakan terjadi bertambah cepat karena berbagai faktor, seperti semakin banyaknya bahan pangan manusia yang diambil dari laut, eksploitasi laut untuk berbagai keperluan bahan bakar fosil, mineral dan energi, pencemaran laut dan semakin meningkatnya transportasi samudera.Para peneliti mengindikasikan bahwa berbagai sepesies laut semakin terancam dalam laju yang meningkat sejalan dengan industralisasi dan revolusi industri sejak abad ke-19.Berikut adalah daftar beberapa spesies laut yang telah punah dalam 500 tahun terakhir yang dikumpulkan oleh Mongabay.com. Mudah-mudahan laut dan pesisirnya tidak akan menjadi tempat yang “kosong dan sepi” karena kehilangan para penghuninya.Sapi Laut StellerSapi laut steller (Hydodamalis gigas) adalah mamalia besar yang telah punah. Spesies ini sebelumnya dapat ditemukan di pantai laut Bering. Satwa ini diidentifikasikan oleh Georg Steller dan pada saat ditemukan hanya tersisa sekitar 1500 saja. Sapi laut steller diburu oleh pelaut, pemburu dan pedagang bulu sebagai bahan makanan dan lemaknya sebagai lampu minyak.  Hanya dalam 27 tahun setelah ‘ditemukan’ satwa ini dinyatakan punah.Cerpelai LautCerpelai laut (Neovison macrodon) adalah mamalia yang dapat dijumpai di pesisir timur Amerika Utara. Jenis ini telah punah diburu untuk memenuhi permintaan pasar bulu di Eropa secara besar-besaran, meskipun sebelumnya penduduk asli Amerika juga memburu satwa ini untuk bulu dan dagingnya. Satwa ini dinyatakan punah pada akhir abad ke-19.Bebek Labrador" "Inilah Satwa Laut yang Telah Punah","Populasi bebek labrador (Camptorhynchus labradorius) tidak pernah berlimpah, namun kemungkinan perburuan dan pengambilan telur berpengaruh terhadap kepunahan bebek ini di akhir dekade abad ke-19. Namun demikian, para peneliti belum bersepakat tentang penyebab utama kepunahan spesies ini, beberapa ahli menyebutkan menyempitnya habitat karena meningkatnya populasi manusia di pesisir timur Amerika Utara dan masalah berkurangnya sejenis kerang-kerangan yang menjadi sumber makanan utama bebek ini.New Zealand GraylingNew Zealand grayling (Prototroctes Oxyrhynchus) adalah satu-satunya jenis ikan laut yang diketahui telah punah dalam 500 tahun terakhir. Spesies ini bertelur di sungai, tetapi tumbuh dan hidup di lautan lepas Selandia Baru. Pemanenan yang berlebihan, ikan invasif, dan deforestasi diperkirakan telah menyebabkan kepunahan.Anjing Laut KaribiaAnjing laut karibia atau Caribbean monk seal (Monachus tropicalis) dinyatakan punah oleh IUCN Red List pada tahun 2008, meski sejak tahun 1950-an sudah tidak ditemukan lagi. Anjing laut ini punah karena diburu, meski faktor berkurangnya makanan akibat industrialisasi penangkapan ikan mungkin juga menjadi penyebab utama satwa ini kehilangan sumber mangsanya.Burung Kormoran PallasKormoran Pallas (Phalacrocorax perspicillatus) adalah jenis burung kormoran yang terbesar yang pernah ada. Jenis ini hanya ditemukan di timur utara Rusia, dinyatakan punah akibat tekanan perburuan yang terjadi. Burung ini juga disebut sebagai kormoran kacamata karena daerah seputar matanya yang unik seperti orang berkacamata.Auk BesarAuk besar (Pinguinus impennis) disebut juga dengan julukan “pinguin dari belahan utara” meski sebenarnya bukan bagian dari keluarga pinguin. Spesies pernah tersebar di belahan bumi utara dari Canada, Norwegia, Greenland dan Islandia.  Perburuan menjadi faktor kepunahan jenis ini. Auk besar terakhir di Islandia diburu pada tahun 1844.Singa Laut Jepang" "Inilah Satwa Laut yang Telah Punah","Singa laut jepang (Zalophus japonicus) sebelumnya dianggap sebagai sub spesies dari Singa laut california (Z. californianus). Pada akhir abad ke-19 singa laut jepang diburu oleh para nelayan jepang secara besar-besaran dalam skala industri. Pada akhir tahun 1940-an spesies ini sudah tidak terlihat lagi di laut Jepang.  Selain perburuan, pengambilan ikan sumber pakan singa laut dalam skala industri juga menjadi sebab yang mendorong kepunahan spesies ini. Perburuan singa laut ditujukan sebagai bahan makanan, minyak dan bagian tubuh yang digunakan dalam pengobatan tradisional.Burung Oystercatcher Pulau KenariBurung Oystercatcher asal Pulau Kenari (Haematopus meadewaldoi), sebuah pulau di lepas lautan Atlantik, Spanyol terakhir diketahui keberadaanya pada tahun 1913 oleh para nelayan lokal dan penjaga mercusuar.  Burung ini dinyatakan punah secara resmi oleh IUCN Red List pada tahun 1994, setelah terlihat terakhir pada tahun 1950.  Hilangnya sumber pakan yaitu sejenis invertebrata dari pesisir laut dan telur yang dimangsa oleh predator seperti kucing dan tikus dianggap sebagai faktor yang mendorong kepunahan jenis ini. Faktor perburuan saat jenis ini bermigrasi juga dianggap sebagai faktor yang mendorong kepunahannya.Burung Petrel Pulau Saint HelenaPetrel Saint Helena (Pseudobulweria rupinarum), adalah spesies burung laut yang hanya dijumpai di pulau Saint Helena, yang berada di selatan lautan Atlantik. Menurut IUCN Red List burung ini dinyatakan punah pada tahun 2004, setelah sebelumnya merupakan spesies terancam punah sejak tahun 1988.  Meskipun belum dinyatakan faktor utama dari kepunahan spesies ini, tetapi para peneliti menyebutkan bahwa perubahan habitat tempat hidup dan desakan manusia menjadi faktor utama kepunahannya.  [SEP]" "Opini: Perjuangan Hidup Gajah Sumatera","[CLS] Gajah, siapa yang tidak kenal dengan satwa berbelalai ini? Selain dikenal sebagai makhluk hidup dengan tubuh terberat di darat, gajah pun memiliki karakter unik yang sangat layak untuk dikagumi.Hari ini, 12 Agustus, merupakan Hari Gajah Sedunia atau World Elephant Day. Namun, saya lebih senang menggunakan istilah Global Elephant Day (GEDay) yang singkatan ini, bila diucapkan terdengar seperti ‘gede’, kata yang identik dengan gajah.Terlepas dari penyebutan istilah tersebut, pastinya perayaan Hari Gajah Sedunia ini makin spesial karena jaraknya yang hanya terpaut lima hari dari Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Sekaligus, sebagai momen yang tepat bagi kita untuk merenungi “nasib” gajah. Mengapa? Karena, di satu sisi kita merayakan kemerdekaan kita sebagai bangsa yang berdaulat namun, di sisi lain kita justru masih membiarkan gajah, hidup dalam kondisi terjajah, khususnya di Sumatera.Sebagai seekor gajah aku dikandung oleh indukku selama 18-22 bulan. Ya, lebih dari dua kali lamanya dibanding usia kandungan manusia! Ketika aku dilahirkan, aku menyusui sekitar tiga tahun, dan terus dirawat serta belajar dari ibu dan kerabatku.Kawanku yang betina biasanya akan tetap bergabung dengan kelompok gajah betina hingga tua. Sementara aku, sebagai gajah jantan, akan mulai memisahkan diri saat masa puber dan bergabung dengan kelompok jantan pradewasa dan dewasa ketika usiaku sekitar 12-15 tahun. Gajah dan manusia sebetulnya memiliki beberapa kemiripan, terutama dalam hal tahapan pertumbuhan dan usia harapan hidup yang mencapai usia 70-an tahun." "Opini: Perjuangan Hidup Gajah Sumatera","Dalam kelompok gajah betina yang jumlahnya berkisar puluhan hingga ratusan ekor, kelompok ini akan hidup dan menjelajahi wilayah yang luasnya mencapai 200 kilometer persegi. Namun, itu semua bergantung pada kondisi habitat, ketersediaan pakan atau ancaman di wilayah jelajah, dan sesekali kelompok besar akan berpencar menjadi kelompok lebih kecil. Bahkan, dalam kondisi tertentu, kelompok kecil ini dapat berpencar lagi menjadi kelompok lebih kecil atau ‘keluarga’ atau “sahabat” terdekat.Sementara, gajah jantan yang telah dewasa, termasuk aku dan ayahku, biasanya bergabung dalam kelompoknya sendiri dan akan menjelajah di jalurnya sendiri. Pergerakan kelompok gajah jantan mungkin dapat diibaratkan sebagai satelit yang selalu dapat memantau dan mengikuti namun tidak membaur dengan kelompok gajah betina. Hanya sesekali, satu atau dua ekor gajah jantan mendekat dan bergabung dengan kelompok betina, yakni ketika masa berbiak.Meski sering berjauhan antara individu dan kelompoknya, aku dan kerabatku bangsa gajah, memiliki mekanisme komunikasi jarak jauh “wireless” yang berkembang dengan sangat baik. Bukan hanya mampu mendengar dengan telinga, sesama gajah juga memiliki kemampuan untuk mendeteksi getaran “infrasonic” yang tidak terdengar oleh manusia.Kalau manusia kakinya hanya digunakan untuk berjalan atau menendang, kaki gajah justru dapat berfungsi untuk ‘mendengar’. Dengan telapak kaki, kami dapat mendeteksi dan membedakan getaran yang ditimbulkan oleh kelompok kami, satwa lain, ataupun tanda-tanda alam seperti gempa bumi. Itu sebabnya ketika gempa mengguncang dan tsunami menerjang, kerabatku yang berada di daerah terdampak bencana seperti Srilanka telah mengetahuinya dan berupaya menyelamatkan diri. Namun, kasihan manusia, mereka kebanyakan telah kehilangan sensitivitasnya terhadap tanda-tanda alam, sehingga banyak yang menjadi korban." "Opini: Perjuangan Hidup Gajah Sumatera","Bertahun menjelajah hutan, hanya sesekali aku dan kelompokku berjumpa manusia, makhluk yang unik dan sebetulnya menarik. Mereka yang berjalan tegak dengan dua kaki, tubuh yang selalu berbalut pakaian warna-warni, dan kaki yang beralaskan sesuatu yang tebal.Terkadang, kepalanya ditutupi sesuatu dengan bentuk yang bermacam.Yang paling unik, mereka memiliki hidung yang tidak banyak fungsi selain bernafas. Sangat berbeda dengan aku yang memiliki hidung sangat berkembang dan dapat digunakan untuk memegang, memelintir, memotong, menyedot air, menyemprot, membelai, merangkul dan masih banyak lagi. Aku merasa beruntung menjadi makhluk terhebat di muka bumi.Namun, ibu dan saudaraku selalu wanti-wanti agar aku menjauh dari manusia. Karena, mereka sering menganggap kami bangsa gajah, makhluk berbahaya yang tanpa sebab, kelompokku kadang dianiaya atau setidaknya diusir dari lokasi yang mereka anggap wilayahnya. Tetapi, akhir-akhir ini kelompokku malah makin sering berjumpa manusia.Hutan luas sebagai rumah kami yang dulunya tak terjamah, kini telah dikuasai mahluk yang suka keramaian itu. Terlebih, beberapa tahun belakangan ini, kerabatku banyak yang tewas akibat menelan umpan buah-buahan yang dibalur racun. Selain itu, banyak gajah jantan, mungkin termasuk ayahku, yang telah mati diburu oleh sekelompok manusia bersenjata yang mengincar gading kami.Itu adalah salah satu keanehan manusia yang paling sulit kumengerti. Bayangkan kalau kami sebagai gajah memiliki keinginan serupa, memburu manusia demi mengambil gigi atau kukunya untuk dijadikan hiasan di sepanjang jalur jelajah kami. Akankah manusia memahami?Hal lain yang semakin membingungkanku adalah wilayah jelajah kelompokku yang semakin sempit dan terdesak perkebunan sawit, karet, dan akasia. Ketika kami meninggalkan jalur jelajah dan kembali lagi dalam hitungan bulan, hutan tempat kami mencari makan, bermain, dan mandi sudah ditebas, atau dibakar." "Opini: Perjuangan Hidup Gajah Sumatera","Makin sering juga kulihat kepulan asap yang menyelimuti jalur lintasan atau juga lahan yang masih membara. Kami, bangsa gajah benar-benar khawatir. Raungan sepeda motor dan dentuman petasan, terus memaksa kami untuk menjauh. Meninggalkan wilayah jelajah kami, hutan belantara yang bagai disulap: sim salabim abra kadabra, berubah menjadi kebun sawit yang katanya milik manusia…Begitulah kehidupan gajah sumatera sekarang. Habitat dan populasinya mengalami penurunan drastis. Sekitar 70% habitatnya hilang atau rusak hanya dalam satu generasi (25 tahun) sejak 1985. Sebanyak 23 kantong populasi gajah pun mengalami kepunahan lokal pada periode tersebut, yang sebagian besar berada di Lampung dan Riau.Pada periode itu juga, penurunan populasi paling drastis terjadi di Riau, terdokumentasi lebih dari 80%. Perhitungan terakhir untuk seluruh Sumatera dari perkiraan beberapa pegiat konservasi baik dari anggota Forum Konservasi Gajah Indonesia dan staf pemerintah dari instansi terkait dalam sebuah lokakarya awal 2014, diperoleh angka sekitar 1.700 ekor gajah yang tersisa di seantero Sumatera. Jumlah ini, bahkan dianggap over-estimate atau berlebih, sehingga perlu pengecekan lapangan. Padahal, perkiraan pada 2007, populasinya masih berkisar 2.400 – 2.800 individu.Ancaman terhadap kehidupan gajah sumatera saat ini bersumber dari kegiatan dan keserakahan manusia. Kondisi di lapangan terlihat pada penyempitan dan terpecahnya habitat, meningkatnya konflik dan kematian gajah akibat racun atau tembakan senjata api pemburu liar. Karena kita, manusia, yang menjadi penyebab keterancaman mereka, kita pulalah yang paling bertanggung jawab dan harus mencari solusinya." "Opini: Perjuangan Hidup Gajah Sumatera","Jika kita berpikir objektif, solusi itu ada. Menjaga, merawat, dan memulihkan habitat gajah; mencegah, menghindarkan serta menangani konflik dengan baik; dan menghentikan perburuan liar, bisa dilakukan. Penjabaran lebih detil dari solusi tersebut telah banyak tertuang di berbagai dokumen atau diskusi berbagai pertemuan.Yang diperlukan sekarang adalah komitmen bersama umat manusia. Komitmen ini bisa dimulai dari pemimpin dan tokoh bangsa beserta dukungan penuh masyarakatnya guna memperjuangkan nasib gajah yang sejatinya adalah cerminan kondisi ekosistem pendukung kehidupan kita semua. [SEP]" "Buaya Muara di Aceh Singkil Terus Ditangkap Warga. Apa yang Terjadi?","[CLS] Paska tewasnya seorang warga bernama Yusril, April lalu yang diterkam buaya saat mencari lokan (kerang) di sungai, masyarakat terus menangkap buaya muara yang ada di sekitar muara Sungai Singkil, Kecamatan Singkil, Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh.Minggu lalu dua ekor buaya muara raksasa kembali masuk perangkap yang dipasang di sungai. Sebagai bentuk protes terhadap pemerintah dua buaya tersebut diarak ke kantor bupati setempat, Selasa (19/5/2015).Dengan ditangkapnya dua buaya ini, dalam dua bulan terakhir, total sudah lima ekor buaya yang ditangkap. Dua diantaranya mati dibunuh sementara seekor lagi berhasil dievakuasi ke kantor Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh di Banda Aceh.“Dua buaya betina itu kurus karena seminggu tidak makan,” kata Mansurdin, warga Desa Siti Ambiya yang dihubungi via telepon.Buaya yang panjangnya hampir tiga meter itu, diikat dengan tali dari muncung hingga kaki, dibawa dengan gerobak oleh ratusan warga dari delapan desa. Mereka marah dengan pemerintah setempat karena dianggap tidak memperdulikan keselamatan warga. “Buaya itu diserahkan karena khawatir akan mati.”Menurut Mansurdin, warga bertekad perang melawan buaya dan akan terus menjeratnya karena telah menyerang mereka. “Ada dua buaya besar yang menjadi target tangkapan kami karena telah memangsa warga April lalu. Makanya, kami masih memasang jerat dan perangkap di sungai.”Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Genman Suhefti Hasibuan, mengatakan bahwa BKSDA Aceh bersama kepolisian setempat telah membersihkan puluhan jerat dan perangkap buaya yang dipasang masyarakat di sungai Singkil minggu lalu. “Kami juga menyeru warga untuk menghentikan perburuan. Buaya muara (Crocodylus porosus) merupakan satu dari empat jenis buaya yang dilindungi undang-undang di Indonesia karena populasinya yang terus menurun dan menuju kepunahan.”" "Buaya Muara di Aceh Singkil Terus Ditangkap Warga. Apa yang Terjadi?","Genman mengaku sulit mencegah tindakan warga yang emosi. Padahal, pihaknya telah melakukan sosialisasi dan terus berkoordinasi dengan pemerintah setempat untuk mencari solusi. “Lokasi konflik ini bersisian dengan Suaka Margasatwa Rawa Singkil, hutan rawa gambut yang masuk Kawasan Ekosistem Leuser yang dilindungi.”Memang, lanjut Genman, masyarakat Singkil telah menyampaikan permintaan agar BKSDA Aceh merelokasi buaya yang hidup di wilayah masyarakat mencari kerang sebagai sumber penghasilan utama mereka. Namun, kami tidak mungkin memindahkannya karena daerah tersebut memang habitatnya dan juga tidak mudah mencari lokasi baru.Habitat buaya Kuala Singkil merupakan habitat utama buaya muara di pesisir selatan Ekosistem Leuser. Buaya tersebut mendiami daerah rawa, lokasi utama masyarakat mencari lokan. Sejak 2006, sudah lima warga yang tewas diserang buaya meski ada juga yang bisa menyelamatkan diri. Meski begitu, belum ada solusi dari pemerintah daerah dan BKSDA Aceh guna mengatasi konflik tersebut.Menurut Mansurdin, sebelumnya buaya tidak ada di Muara Singkil. Mereka mulai terlihat pada 1980-an yang diduga migrasi dari Sungai Gelombang di bagian atas Muara Singkil. “Sekitar 40 persen warga di Kecamatan Singkil yang merupakan ibu kota Kabupaten Aceh Singkil itu menggantungkan hidupnya dari mencari lokan dan ikan.”Mansurdin tidak menampik bila habitat buaya di muara Sungai Singkil terganggu akibat pakannya mulai berkurang sehingga menyerang manusia. Masalah makin lengkap ketika perburuan biawak untuk dibawa ke Pulau Nias, Sumatera Utara, meningkat. “Dulu biawak yang mengontrol populasi buaya di muara singkil, karena telur buaya dimakan oleh biawak.”Hal lainnya adalah sebelum terjadi gempa di Singkil pada 2006, warga masih tinggal di sekitaran muara sungai dan sering membuang bangkai ayam. Namun, setelah kejadian tersebut warga pindah karena kampungnya tenggelam akibat turunnya permukaan daratan." "Buaya Muara di Aceh Singkil Terus Ditangkap Warga. Apa yang Terjadi?","“Masyarakat menawarkan solusi agar dibuat penangkaran sehingga mereka dapat memperoleh manfaat. Namun, hingga kini belum ada jalan keluarnya,” ujar Mansurdin yang dulunya pencari lokan dan kini telah menjadi pegawai negeri sipil di Aceh Singkil. [SEP]" "Wapres: Restorasi 2-3 Juta Hektar Lahan Gambut Dalam Lima Tahun","[CLS] Pemerintah mengakui terjadi kesalahan tata kelola pada masa lalu membuat alam rusak hingga terjadi kebakaran hutan dan lahan berulang, termasuk tahun ini yang berdampak pada puluhan juta orang. Perbaikan tata kelola dilakukan terutama di lahan gambut. Pemerintah pun berencana merestorasi lahan gambut, seluas dua sampai tiga juta hektar dalam lima tahun ini.“Jadi lima tahun ke depan, kita akan kembalikan sebagian besar hutan gambut yang rusak jadi lebih baik. Kita tak jamin kebakaran hutan habis tapi berkurang,” kata Wakil Presiden Jusuf Kalla, dalam diskusi ahli internasional soal tata kelola lahan gambut pasca kebakaran yang diadakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, UNDP dan Pemerintah Norwegia, di Jakarta, Jumat (13/11/15).Menangani restorasi gambut ini, katanya, pemerintah akan membuat badan khusus untuk menyelesaikan tugas selama lima tahun. Indonesia memiliki laham gambut sekitar 30 juta hektar dan yang rusak harus direstorasi. Dalam lima tahun itu, ucap JK, pemerintah menargetkan khusus gambut sekitar dua atau tiga juta hektar harus direstorasi.Untuk itu, perlu diadakan pertemuan ahli ini guna mendapatkan pandangan, pengetahuan, sistem dan praktik-praktik serta pengalaman terbaik dari para ahli agar tak salah langkah dan bermanfaat bagi semua. Dia mencontoh, rehabilitasi Aceh dari tsunami yang selesai dalam tiga tahun. “Kondisi jadi lebih baik dan kerangka cepat serta kerja sama semua pihak.”Pertemuan ini, katanya, untuk mencari solusi dan metodologi terbaik berdasarkan pengalaman di berbagai negara yang ada lahan gambut. Dari sini, diharapkan ada hasil kerangka (teknis) kerja bukan hanya bahasan di atas kertas.Untuk pelaksanaan, pemerintah tentu akan mengalokasikan anggaran tetapi juga perlu kerja sama dalam mendanai program ini." "Wapres: Restorasi 2-3 Juta Hektar Lahan Gambut Dalam Lima Tahun","“Pemerintah akan beri anggaran sesuai, ada dana REDD+, World Bank, COP. Harap terapkan bersama-sama. Kita akan minta korporasi bersama rehabilitasi lahan-lahan masing-masing agar tanggung jawab lingkungan jadi tanggung jawab bersama,” katanya.Kesalahan tata kelolaWapres mengatakan, selama ini sudah terjadi banyak kesalahan dalam tata kelola hutan. Setidaknya, kata JK, ada tiga kesalahan, pertama, pada tahun 1970-an, izin-izin penebangan hutan diberikan pemerintah ke berbagai perusahaan di dunia. “Hutan-hutan dinikmati banyak negara di dunia. Kursi-kursi di Jepang, Korea, Amerika, dan dunia sebagian dari hutan Indonesia. Karena berlebihan, hutan Indonesia gundul, timbullah bencana seperti ini.”Kedua, keliru dalam membuat perencanaan sejuta hektar sawah hingga timbulkan masalah. Ketiga, banyak terjadi perkebunan salah memanfaatkan gambut dan hutan. Atas kesalahan dan kekeliruan ini, kata JK,  harus ada restorasi yang dilakukan bersama-sama karena yang memanfaatkan juga bersama-sama.“Terima kasih kepada UN dan negara-negara sahabat yang sejak lama ingin berpartisipasi. Seluruh NGO (organisasi masyarakat sipil) yang selalu memperingatkan, kita berterima kasih atas segala perhatian dan teguran yang kadang tak diperhatikan dan bikin dampak serius. Jadi bagaimana langkah kita (ke depan) setelah belajar masalah ini.”Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, berharap, sebelum COP 21 di Paris, badan restorasi gambut sudah terbentuk. “Bisa di bawah Presiden, bisa juga di bawah koordinasi kementerian koordinator. Belum tahu.” Namun, katanya, pembentukan badan ini diatur dalam peraturan Presiden.Restorasi, katanya, memerlukan anggaran besar. “Kalau pekerjaan fisik lapangan, misal kontruksi, software system dan lain-lain, drainase, blok kanal, revegetasi, itu yang dikatakan Wapres ada dukungan internasional.”" "Wapres: Restorasi 2-3 Juta Hektar Lahan Gambut Dalam Lima Tahun","Beberapa negara, katanya, juga sudah menunjukkan keinginan membantu, salah satu Amerika Serikat yang berkomitmen mengalokasikan US$2,9 juta. “Tugas kami, kementerian menindaklanjuti dengan rencana yang baik,” katanya.Untuk pencegahan kebakaran ke depan, pemerintah juga menyiapkan legal aspek berupa regulasi dan sistem. Terlebih, katanya, dari prediksi pada Februari 2016, minggu ketiga akan memasuki musim kering kembali dan berarti akan muncul lagi titik api. “Rekomendasi diskusi ini akan jadi masukan penting. Akan ada zonasi, akan tingkatkan early warning system, yang belum sinergi akan ditingkatkan, juga pemahaman daerah dan masyarakat,” kata Siti.Tak terintegrasiLuhut B Pandjaitan, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan juga bicara. Menurut dia, terjadi masalah kebakaran hutan dan lahan selama puluhan tahun karena penanganan tak terintegrasi.Dengan pemberikan izin penguasaan lahan gambut besar pada tahun-tahun lalu, menjadi salah satu masalah. Bertahun-tahun, katanya, tak ada tindakan jelas dan tegas kepada pemilik perkebunan, maupun HTI. Belum lagi ada aturan rakyat boleh membakar. “Dikombinasi dengan El-Nino hingga timbulkan masalah besar. Penanganan sulit kalau tak terintegrasi.”Saat ini, katanya, pemerintah berusaha bekerja dengan terintegrasi termasuk bekerja sama dengan perguruan-perguruan tinggi, seperti Universitas Gadjah Mada, dan universitas di daerah kebakaran seperti Palangkaraya, Riau. Salah satu kerjasama untuk memetakan lahan-lahan gambut yang harus dilindungi, seperti di kubah. “Berangkat dari itu, kita akan bisa meminimalkan dampak kebakaran. Kalau harap gak kebakaran tahun depan, gak mungkin,” katanya." "Wapres: Restorasi 2-3 Juta Hektar Lahan Gambut Dalam Lima Tahun","Endah Murningtyas, Deputi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, Bappenas juga menyatakan, di lapangan, Indonesia belum memiliki instrumen-instrumen yang mencukupi menyangkut rencana maupun pelaksanaan cepat pemadaman, pencegahan dan restorasi. “Yang penting di tingkat tapak. Karena kalau dicegah di tingkat tapak, tak akan meluas,” katanya.Tak hanya itu. Juga ada soal kemampuan sumber daya manusia dan sarana maupun prasarana. “Seperti apa kapasitas yang harus ada di lapangan, di pemerintah, yang lakukan koordinasi dan komando hingga bisa sampaikan peringatan dini sebelum kebakaran meluas.”Duta Besar Norwegia, Stig Traavik menilai, terlihat jelas komitmen Presiden Indonesia, untuk memperbaiki kondisi ini. Salah satu, Presiden memerintahkan menghentikan pemberian izin di lahan gambut. Pertemuan ini, katanya, guna menindaklanjuti komitmen itu.Norwegia, akan terus mendukung Indonesia dalam memperbaiki tata kelola hutan, seperti yang telah dilakukan sejak beberapa tahun belakangan ini. “Kami menanti rencana yang akan dibuat, kami siap dukung selalu,” katanya.Dia juga mengingatkan, jangan sampai upaya perlindungan gambut dilakukan tetapi di sisi lain tebang-tebang hutan terus berjalan.Kebakaran hutan dan gambut, kata Traavik, membuat puluhan jutaan orang terdampak dan menimbulkan kerugian besar.Dia menyadari, menyelesaikan masalah ini tak mudah, banyak tantangan dengan agenda yang begitu komplek. “Penting, perlu pemimpin yang kuat untuk tindak lanjut ini,” katanya.Traavik juga menekankan, pentingnya transparansi dan kerja sama semua pihak dari pemerintah, organisasi masyarakat sipil, swasta dan masyarakat. “Banyak negara juga akan ikut mendukung memperbaiki keadaan ini, termasuk Norwegia.” [SEP]" "WALHI dan Warga Ajukan Banding Atas Putusan PTUN Semarang Terkait Pabrik Semen","[CLS] “Lali opo lali hakim e Susilowati, Lalu opo lali sidange wis pitung sasi. Lali  opo lali dupeh kuwoso mutusno kedaluwarso. Abot semen opo abot sego. Yen ora panen mesti sengsoro. (Lupa apa lupa itu hakim Susilowati, lupa apa lupa sidangnya sudah tujuh bulan.  Lupa apa lupa punya kuasa memutuskan kadaluarsa. Berat ke semen atau berat ke nasi. Kalau tidak panen pasti sengsara.”Petikan kalimat tersebut dinyanyikan puluhan  ibu-ibu  yang tergabung dalam Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK)  yang datang pada Senin, (27/04/2015) di halaman Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang, Jawa Tengah untuk mengajukan upaya hukum  banding atas putusan majelis hakim yang menolak gugatan warga Rembang terkait ijin lingkungan pendirian pabrik dan penambangan kawasan karst oleh PT. Semen Indonesia (SI) yang dikeluarkan oleh gubernur Jawa Tengah.Joko Prianto sebagai salah satu penggugat kepada Mongabay mengatakan mereka masih sangat solid dan bersemangat berjuang menolak tambang semen di wilayahnya, karena tambang jelas mengancam kehidupan kami mereka sebagai petani dan kehilangan sumber mata air pegunungan Kendeng.“Jika ditambang, kami akan kehilangan jatidiri sebagai petani dan perlu diingat bahwa pertanian terbukti bisa menghidupi kami,” kata Joko Prianto.Mereka bersama Walhi sebagai kuasa hukumnya, secara resmi mengajukan banding atas putusan sidang yang tidak pro lingkungan dan tidak mencerminkan keadilan." "WALHI dan Warga Ajukan Banding Atas Putusan PTUN Semarang Terkait Pabrik Semen","Joko menambahkan, fakta persidangan menujukkan bagaimana intimdasi terhadap warga yang menolak pabrik semen terjadi. Terjadi pula menipulasi data oleh para penyusun dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dengan tidak benarnya prinsip-prinsip Amdal seperti yang dijelaskan oleh Prof. Suryo Adi Wibowo dari Institut Pertanian Bogor pada sidang kesaksian ahli.  Mereka juga meragukan kesaksian ahli UGM yang diajukan oleh PT. SI, yang ternyata kedua saksi tersebut belum pernah melakukan penelitian di Rembang.“Keterangan-keterangan penting dalam persidangan ini seharusnya menjadi pertimbangan bagi majelis hakim, apalagi majelis hakim diketuai oleh seorang hakim lingkungan. Namun PTUN Semarang menggambarkan dengan jelas bagaimana hal substantial dikalahkan oleh majelis hakim dengan dalih telah kedaluarsa,” tambah Joko.Putusan hakim juga belum masuk pada hal-hal substansial yang telah dipaparkan dalam persidangan dan pengajuan banding warga merupakan hak konstitusional warga negara untuk mendapatkan keadilan.Sementara itu, Abetnego selaku Direktur Eksekutif Nasional WALHI kepada Mongabay menyesalkan putusan PTUN Semarang yang menyatakan bahwa gugatan Walhi dan warga sama sekali tidak pernah mengetahui adanya ijin lingkungan PT. SI tersebut.Dan upaya banding Walhi dan warga ditempuh karena putusan hakim terkesan mencari aman dan belum memeriksa pokok perkara tentang apakah pertambangan di kawasan fungsi karst merusak atau tidak.Walhi menduga bahwa putusan pengadilan itu menjadi jalan untuk meloloskan industri ekstraktif yang akan merusak  pegunungan Kendeng dan akan mengancam keberadaan wilayah karst di tempat lain di Pulau Jawa.Walhi mengapresiasi adanya hakim bersertifikasi lingkungan tetapi fakta selama ini menujukkan bahwa pengadilan masih menjadi rumah yang aman dan nyaman bagi pelaku perusak lingkungan, untuk itu tidak cukup mendidik hakim bersertifikat lingkungan." "WALHI dan Warga Ajukan Banding Atas Putusan PTUN Semarang Terkait Pabrik Semen","“Negara harus serius memfasilitasi terbentuknya peradilan lingkungan yang khusus menyelesaikan perkara-perkara lingkungan hidup,” tamhah Abetnego.Sementara itu, salah satu kuasa hukum warga dari Walhi, Muhnur Satyahaprabu mengatakan upaya banding menjadi salah satu cara selain mengajak masyarakat untuk kritis terhadap kebijakan yang akan mengancam keberlangsungan lingkungan.“Kami koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam tim advokasi peduli lingkungan yakni LBH Semarang, Walhi, JMPPK, Elsam, Pilinet, KontraS, HuMA, YLBHI dan Jatam terus berupaya melakukan kampanye penyelamatan lingkungan atas ancaman industri pertambangan di Pulau Jawa. Aktifitas pertambangan jelas mengubah rona lingkungan dan masyarakat yang akan terkena dampaknya,” kata Muhnur.Izin lingkungan di atas kawasan karst jelas bertentangan dengan UU diatasnya karena penambangan tersebut membahayakan kelestarian lingkungan hidup dan akan mengancam pertanian, pangan dan akan mengancam pertanian, pangan dan sumber air masyarakat sekitar.“Putusan PTUN selain menyalahi prinsip kahati-hatian (precautionary principle) dan juga telah menyalahi prinsip partisipasi yang helas diatur dalam undang-undang,” kata Muhnur.Adapun dalam akta permohonan banding, Muhnur dan perwakilan warga menghadap dan telah diterima oleh Ilham Hamir selaku panitera PTUN Semarang. [SEP]" "Hasil Moratorium Kapal Eks-Asing, Perikanan Indonesia Mulai Menggeliat","[CLS] Kebijakan moratorium untuk kapal eks asing yang diberlakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sejak 14 November 2014 lalu mulai dirasakan manfaatnya oleh sektor perikanan dan kelautan di Indonesia. Manfaat yang paling dirasakan adalah terjadinya kenaikan pendapatan di sektor tersebut yang dihitung dalam periode Januari hingga April 2015.Berdasarkan data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), kenaikan di sektor perikanan mulai akhir 2014, atau setelah kebijakan moratorium diberlakukan. Kenaikan terjadi di semua sub sektor perikanan yang ada di Tanah Air. Termasuk, meningkatnya jumlah produksi ikan, turunnya harga sejumlah ikan jenis premium dan juga terjadinya kenaikan neraca perdagangan.Dari data BPS, kenaikan produksi perikanan pada periode Januari-April 2015 terlihat cukup signifikan karena bisa mencapai 50,32 juta ton, dibanding periode yang sama tahun 2013 dan 2014. Meski sementara, jumlah tersebut sudah cukup mewakili bagaimana kondisi sektor perikanan saat ini.Untuk harga ikan, BPS mencatat ada penurunan harga ikan bandeng dan ikan kembung yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, dengan harga yang semakin terjangkau.‘’Ini memang menggembirakan. Karena sektor perikanan sudah memperlihatkan tren peningkatan. Ini bisa menjadi indikator bahwa sektor tersebut kini sedang menggeliat lagi. Ini mungkin bisa dikaitkan dengan kebijakan moratorium (eks kapal asing) ya,’’ ucap Kepala BPS, Suryamin di gedung KKP, Jakarta, Senin (18/05/2015).Indikator lain yaitu neraca perdagangan yang meningkat, mencakup ekspor dan impor produk perikanan. Dalam periode empat bulan di awal tahun ini, sektor perikanan membukukan pendapatan USD39,35 juta atau sekitar Rp11 triliun." "Hasil Moratorium Kapal Eks-Asing, Perikanan Indonesia Mulai Menggeliat","Jumlah tersebut, menjadi bagian dari total surplus perdagangan nasional pada periode yang sama sebesar USD2,77 miliar. ‘’Jadi, perikanan itu menyumbang surplus perdagangan untuk nasional sebesar USD0,4 miliar. Itu jumlah yang banyak,’’ tuturnya.Perikanan Maju di Tengah Perlambatan EkonomiKesuksesan yang berhasil diraih sektor perikanan, menurut Menteri KKP Susi Pudjiastuti merupakan berkah yang bisa dinikmati oleh semua stakeholder terkait. Padahal, dalam periode yang sama tersebut, kondisi perekonomian nasional justru sedang mengalami perlambatan karena diakibatkan berbagai faktor.‘’Its amazing. Ekonomi melambat tapi perikanan justru naik signifikan. Kita patut bersyukur dengan kondisi ini,’’ ucap Susi.Susi mengatakan, kenaikan sektor perikanan bisa dilihat dari data statistik yang dirilis BPS yang menyebut pada periode Januari-April 2015 terjadi kenaikan dari 7,46% pada periode sama 2014 menjadi 8,64% pada tahun ini.‘’Ini memang menjadi berkah dan harus terus disyukuri. Kita juga akan terus memastikan perikanan tetap naik melalui berbagai cara. Termasuk, penghentian kapal asing beroperasi di perairan Indonesia,’’ ungkapnya.Sejak diberlakukannya Peraturan Menteri KP No.56/2014 tentang Moratorium Izin untuk Kapal eks Asing dan Peraturan Menteri KP No.57/2014 tentang Pelarangan Transhipment untuk ke Luar Negeri, terjadi penurunan volume dan nilai produksi di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) dan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN).‘’Penurunannya masing-masing 19,66% dan 6,27%. Sementara pada saat bersamaan, terjadi peningkatan volume dan nilai produksi di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) sebesar masing-masing 99,71% dan 126,01%,’’ paparnya." "Hasil Moratorium Kapal Eks-Asing, Perikanan Indonesia Mulai Menggeliat","Melihat kondisi positif, Susi berjanji akan terus menjaga perairan Indonesia dari jangkauan kapal asing yang memicu terjadinya kejahatan perikanan (illegal fishing). Karena, kerugian dari illegal fishing dirasakan sangat besar oleh Indonesia. Kerugian lainnya yaitu mereka melakukan perdagangan senjata, perbudakan anak buah kapal (ABK) dan penyelundupan satwa liar langka.Faktor Terjadinya Kenaikan PerikananSusi mengungkapkan, setelah moratorium diberlakukan, sektor perikanan langsung bergairah lagi. Di antara faktor yang memicu produksi positif itu, adalah:Faktor-faktor di atas, kata Susi, terlihat sepele namun memberi dampak signifikan pada kenaikan sektor perikanan dalam lima bulan terakhir. Untuk itu, setelah kebangkitan sektor perikanan seperti sekarang, dia memprediksi akan semakin banyak orang yang tertarik untuk bekerja dan atau menanamkan modal di sektor tersebut.‘’Sekarang saja, dari data BPS diketahui kalau rumah tangga yang berusaha di bidang perikanan sudah naik dari 985 ribu pada 2003 menjadi 1,2 juta rumah tangga pada 2013. Itu belum termasuk data yang dihitung pada 2014 dan 2015 ini,’’ tandas dia. [SEP]" "Penerbangan Pekanbaru Lumpuh, Kualitas Udara Berbahaya","[CLS] Aktivitas penerbangan di Bandara Sultan Syarif Kasim (SSK) II Pekanbaru nyaris lumpuh total, Jumat (4/9/15). Dari pagi hingga petang, hanya dua penerbangan berangkat meski jarak pandang di bawah normal. Sedang alat pengukur kualitas udara di sejumlah daerah menunjukkan level berbahaya.Ibnu Hasan, Air Duty Manager Bandara SSK II kepada Mongabay mengatakan, total jadwal keberangkatan dan kedatangan 60 penerbangan. Hanya dua penerbangan berangkat, Garuda GA107 dan Lion Air JT393 dengan tujuan sama. Dua maskapai itu terpaksa berngkat meski jarak pandang hanya 500 meter, ambang batas penerbangan yang diperbolehkan.“Dua pesawat itu menginap di sini semalam. Jadi harus berangkat walau jarak pandang cuma 500 meter.”Bandara SSK II melayani 60 penerbangan dari dan menuju Pekanbaru dengan total penumpang 8.000 jika full seat mulai pukul 6.20 -22.30. Namun, jarak pandang tidak bergerak di bawah 700 meter, jauh dari ambang batas boleh terbang atau mendarat.Pada pukul 5.30, katanya, visibility sempat cukup jauh mencapai 1.500 meter, namun satu jam berikutnya makin pendek hingga 500 meter. Citilink dari Jakarta menuju Pekanbaru, terpaksa holding (memutar) berharap jarak pandang membaik. Akhirnya, memilih kembali ke Jakarta.“Begitu juga AirAsia dari Bandung, seharusnya mendarat 7.45 terpaksa divert di Kuala Lumpur. Sebenarnya alternatif bandara kalau tidak ke Padang ke Hang Nadim Batam. Di bandara itu juga penuh jadi ke KL.”Meski terjadi penumpukan penumpang karena delay berjam-jam, bandara bekerjasama dengan maskapai memberi pelayanan ekstra kepada penumpang. Maskapai juga memberikan pilihan refund atau reschedule bagi penumpang.“Hari ini kebetulan Hari Pelanggan Nasional, kita sediakan live music tradisional Melayu. Ada nanyian dan tarian. Jadi penumpang mungkin agak rileks.”" "Penerbangan Pekanbaru Lumpuh, Kualitas Udara Berbahaya","Slamet Riyadi dari BMKG Pekanbaru mengatakan, Selasa sore terjadi hujan ringan di beberapa daerah terutama pesisir Timur Riau seperti Dumai dan Bengkalis. Hujan dengan intensitas ringan juga mengguyur Pelalawan dan Pekanbaru.“Kelembaban udara terjadi di pesisir. Namun dari posko sendiri belum bisa penyemaian (garam). Pesawat tidak bisa berangkat karena visibility kurang,” katanya.Dari satelit tercatat pukul 16.00 setidaknya ada 316 titik api terdeteksi di Sumatera. Sumatera Selatan tertinggi, 128 titik disusul Jambi 74 titik, Lampung 25, Bangka Belitung 13 dan Riau 9 titik.Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sumatera dan Badan Lingkungan Hidup Riau merilis data kualitas udara pada Kamis (4/9/15). Dari sebaran ISPU di 10 kota di Sumatera, Pekanbaru, Kampar, Minas, Libo (Rokan Hilir) di level berbahaya, yang merugikan kesehatan serius.Di Pekanbaru, sejak awal pekan ini level berbahaya terutama pagi, sore dan malam. Siang hari level sangat tidak sehat, berarti kualitas udara merugikan kesehatan pada sejumlah segmen populasi terpapar.Sindir kehadiran negara Sementara itu, sejumlah warga Pekanbaru tergabung dalam Amanat Penderitaan Rakyat (Ampera) Riau, Jumat pagi mendatangi Konsulat Malaysia di Pekanbaru. Kedatangan mereka menyampaikan surat terbuka kepada Perdana Menteri Malaysia Dato’ Sri Mohd Najid Tun Razak agar membantu Riau sebagai korban bencana asap.Hendri Marhadi,  Ketua Ampera Riau menyuarakan, tiga permohonan, pertama, bantuan memadamkan kebakaran hutan di Riau dengan peralatan canggih mereka. Kedua, agar Malaysia memberikan kemudahan akses dan biaya bagi masyarakat Riau berobat ke negara itu karena paparan asap.Ketiga, kelompok ini meminta bantuan Malaysia menanggulangi bencana tahunan ini agar tidak lagi berulangke depan." "Penerbangan Pekanbaru Lumpuh, Kualitas Udara Berbahaya","Permintaan ini mengingat sudah miliaran rupiah dana pemerintah Indonesia dikucurkan namun asap tetap tidak teratasi. “Kenapa ke Malaysia? Kita kecewa dengan pemerintah Indonesia karena 18 tahun tidak jelas juga program pemerintah mengatasi bencana ini. Sepertinya Riau ditinggalkan Jakarta. Maka, negara terdekat dengan Riau, ya Malaysia,” katanya.Surat itupun diterima Konsul Malaysia Encik Hardi bin Hamdin. Kata Hendri, Pemerintah Malaysia akan merespon surat ini. [SEP]" "Berbuah Manis bagi Industri, SVLK Mebel Kayu Ekspor Malah Mau Dihapuskan","[CLS] Upaya perbaikan tata kelola kehutanan lewat SVLK terancam kala ekspor mebel kayu tak lagi perlu sertifikasi ini. Bappenas mengatakan, penerapan SVLK bagian dari rencana pembangunan jangka panjang. Menteri Siti Nurbaya pun mengirimkan surat ke Menteri Koordinator Perekonomian soal implementasi SVLK pada semua produk kayu. Kalangan pelaku usaha pun menceritakan, keuntungan mereka setelah mempunyai sertifikasi ini.Kementerian Perdagangan, tengah menyusun aturan ekspor, soal produk mebel kayu dan kerajinan tak perlu pakai sertifikasi verifikasi legalitas kayu (SVLK). SVLK ada demi memperbaiki tata kelola hutan agar kayu-kayu yang keluar masuk terlacak balak. Kemendag menilai, SVLK memberatkan kala berlaku di hilir. Padahal, banyak pelaku usaha merasa diuntungkan dengan keberadaan sertifikasi ini. Tak hanya memperbaiki manajemen usaha, pasar eksporpun terbuka.Abdullah, pemilik CV Subur Mulya, di Kecamatan Juiring, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah mengatakan, berkat SVLK omzet usaha tahunan melonjak dari US$400.000 per tahun menjadi US$1,1 juta pada 2014.Diapun mempertanyakan rencana penghapusan kewajiban SVLK pada produk mebel kayu dan kerajinan. Dia menduga, rencana ini didalangi pedagang perantara yang selama ini menikmati rente terbesar perdagangan mebel. “Banyak eksportir non produsen selama ini menguasai perdagangan mebel. Berkat SVLK, teman-teman yang kecil sekarang bisa ekspor langsung,” katanya.Pemerintah, melalui Kemendag, mengubah Permendag No. 97/M-DAG/PER/12/2014 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan. Regulasi ini merupakan revisi Permendag No. 66 Tahun 2015, pengganti Permendag No. 97 Tahun 2014 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan.Senada dengan Wibi Hanata Jatri, pengelola bisnis mebel CV Romanza Jati, di Kecamatan Kedung Ngalur, Kabupaten Ngawi. Dia berbekal sertifikat SVLK, mereka pertama kali bisa ekspor mebel ke Belgia." "Berbuah Manis bagi Industri, SVLK Mebel Kayu Ekspor Malah Mau Dihapuskan","Dia menceritakan, kali pertama ekspor dan transaksi menggunakan dolar pada 2014. Itu gara-gara punya sertifikat SVLK. Sebelumnya, perusahaan mebel ini hanya ‘bermain’ di pasar lokal. Setelah pendampingan dan bantuan pembiayaan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Multistakeholder Forestry Programme III, industri kecil menengah mebel ini punya SVLK pada 2013.“Kami terbantu karena bisa memenuhi berbagai legalitas. Kami bisa ekspor mudah karena seluruh perizinan lengkap,” katanya, pekan lalu dalam diskusi di Jakarta.Saat ini, Romanza Jati rutin ekspor satu kontainer ukuran 40 feet ke Belgia setiap dua bulan sekali. Kini, satu pembeli potensial dari Mississippi juga bernegosiasi tahap akhir.Lisman Sumardjani, Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) berharap, pemerintah tak hanya mewajibkan industri pengolahan kayu dalam memenuhi SVLK, juga memaksa negara pasar seperti Uni Eropa wajib menerima SVLK. Dokumen SVLK, katanya, harus diakui sebagai lisensi Forest Law Enforcement, Governance and Trade (FLEGT).SVLK bagian RPJM Basah Hernowo, Direktur Kehutanan dan Sumber Daya Air Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas mengatakan, implemetasi SVLK bagian dari rencana Pembangunan Jangka Menengah 2014-2019. SVLK, katanya, merupakan instrumen mendukung pengelolaan hutan lestari.Dengan ada SVLK saja, kata Basah, masih banyak kayu ilegal Indonesia mengalir luar negeri. Pemberlakuan SVLK dari hulu sampai hilir, diharapkan mengurangi peredaran kayu-kayu ilegal ini.Tak habis pikir dengan pemerintahAgus Budi Purwanto Direktur Lembaga Arupa Yogyakarta mempertanyakan dan menyayangkan revisi aturan di Kemendag itu. Dia bingung, SVLK hadir sebagai gerakan perbaikan pengaturan hutan ataukah sebatas proyek." "Berbuah Manis bagi Industri, SVLK Mebel Kayu Ekspor Malah Mau Dihapuskan","“Pemerintahan Jokowi (Presiden Joko Widodo) terlihat tidak serius menjaga kedaulatan sistem. Bagaimana logikanya, deregulasi proinvestasi dengan membebaskan hilir dari SVLK?” kata Agus.Dia mengatakan, jika aturan ini berlaku berarti langkah mundur, menyia-yiakan investasi pikiran, tenaga, waktu, dan uang selama 10 tahun, mengupayakan good forest governance. “Saya tidak habis pikir, kita nanti akan sibuk kembali bicara illegal logging, illegal corporate, dan illegal bussines.”Suryanto, pendamping masyarakat hutan rakyat untuk SVLK mengatakan, sistem negara ini belum ada bisa meyakinkan luar negeri bahwa kayu bisa dilacak.“Ada SVLK sebenarnya mendekati dan paling mungkin meyakinkan sistem penelusuran kayu ini,” katanya.Menurut dia, kegalauan pemerintah akan menciptakan kegagalan menjadi pelayan masyarakat , malah tekanan kartel atau penjahat berdasi membuat pemerintah bisa diatur asosiasi. Kebijakan SVLK, sebenarnya kepentingan Indonesia. Ketika SVLK berlaku nama negara akan mendapat kepercayaan investasi. Jika kebijakan SVLK saja gagal, negara ini memang tidak layak menjamin keamanan investasi. Dampaknya, pasar tidak percaya dengan iklim investasi di Indonesia. “Kita akan kehilangan posisi tawar di pasar internasional.”Pasar luar banyak sudah dan bergerak hanya menerima produk terlacak dari sumber tak merusak. Seperti Uni Eropa, menjalankan kebijakan menghentikan pemasukan dan penggunaan kayu ilegal bagi industri perkayuan pada 28 negara anggota melalui European Timber Regulation (EUTR) sejak Maret 2013.EUTR mengharuskan importir kayu Eropa memastikan kayu impor dari sumber-sumber legal. Perusahaan pengimpor wajib memiliki sistem memadai untuk melacak asal muasal produk kayu termasuk pulp dan kertas serta menganalisis legalitas produksi sesuai peraturan negara asal.KLHK berusaha pertahankan SVLK " "Berbuah Manis bagi Industri, SVLK Mebel Kayu Ekspor Malah Mau Dihapuskan","Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya berusaha mempertahankan implementasi penuh SVLK, termasuk bagi mebel kayu dan kerajinan. Siti Nurbaya melayangkan surat kepada Menteri Perekonomian Darmin Nasution. Surat bernomor S.444/MenLHK-PHPL/2015 tertanggal 6 Oktober 2015 itu ditembuskan kepada Menteri Perdagangan dan menteri perindustrian.Dalam surat itu, Siti mengatakan, berdasarkan kesepakatan multistakeholder, SVLK mandatori dan diterapkan penuh sejak 1 Januari 2013. Penggunaan SVLK, katanya, bertahap, pertama pada produk kayu lapis, kayu pertukangan (woodworking), serta bubur kayu (pulp) dan kertas. Mereka, pelaku usaha kelompok yang dinilai lebih siap. Sedang produk mebel kayu dan kerajinan baru wajib 1 Januari 2014.Belakangan, pelaku industri furnitur belum siap. Berdasarkan kesepakatan bersama Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian, berlaku kebijakan transisi penggunaan dokumen DE, sampai 31 Desember 2015.Di surat itu, Siti menekankan, SVLK telah mendapat pengakuan internasional bahkan Uni Eropa telah mengakui SVLK bisa memenuhi Timber Regulation UE. Indonesia-UE memiliki perjanjian kemitraan sukarela (VPA) untuk penegakan hukum, perbaikan tata kelola dan perdagangan sektor kehutanan (FLEGT). Indonesia telah meratifikasi perjanjian berdasarkan Peraturan Presiden No 21 tahun 2014. Indonesia-UE, sedang tahap finalisasi pemberlakukan lisensi FLEGT, dimana mebel kayu termasuk bagian perjanjian.Bagian dari perjanjian ini, komitmen Indonesia hanya ekspor kayu legal. Sedang Uni Eropa berjanji hanya menerima kayu legal berlisensi FLEGT. Negara terdepan dalam proses mendapat lisensi FLEGT adalah Indonesia.Suara hapus dari AMKRI? " "Berbuah Manis bagi Industri, SVLK Mebel Kayu Ekspor Malah Mau Dihapuskan","Asosiasi yang ‘berjuang’ keras menghapus SVLK dari produk mebel kayu dan kerajinan yang akan diekspor yakni AMKRI. Ketua Umum Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia, Rudi Halim kala dihubungi mengatakan, SVLK di Indonesia, menjadi syarat wajib ekspor justru menjadi penghambat. “Tidak ada negara tujuan ekspor produk kayu wajib SVLK.”Dia tak sadar kalau SVLK ada untuk memperbaiki tata kelola hutan, bukan melulu urusan ekspor. Dia bilang, SVLK kontraproduktif dalam mendorong ekspor karena baru 30% eksportir furnitur dan mebel punya SVLK.Ada 15 harmonized system (HS Code) atau pos tarif tidak perlu wajib SVLK agar produk mebel kayu dan furnitur mampu bersaing di pasar global. Industri mebel dan furnitur kini kalah saing dibanding Tiongkok, Malaysia, bahkan Vietnam.“Negara tetangga Indonesia di kawasan regional seperti Vietnam dan Malaysia produsen besar dunia, nilai ekspor jauh di atas Indonesia. Mereka tidak pakai SVLK.”Sementara dari data ekspor Indonesia dari Sistem Informasi Legalitas Kayu, memperlihatkan, setelah pemberlakuan V-Legal, nilai ekspor produk kehutanan malah mengalami peningkatan. Pada 2013, nilai ekspor industri perkayuan US$6,067,388,152, 2014 naik menjadi US$6,602,595,732 dan 2015, baru sampai September sudah US$8,034,792,378. Kala dilihat perbandingan antara nilai ekspor menggunakan Deklarasi Ekspor (15 HS Code) sampai September 2015 sebesar US$162,340,187.48 sebesar 2%. Pakai V-Legal atau ber-SVLK (15 HS Code) US$1,421,809,541,99 (17,70%). [SEP]" "Pakai Energi Matahari, Alat Masak Ini Bisa Gantikan “Tugas” Elpiji","[CLS] Gas elpiji sulit dan harga terus naik? Tampaknya temuan para mahasiswa Program Studi Teknologi Jaringan, Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada, ini bisa jadi solusi. Mereka membuat alat bernama I-Clouder (integrated carts local food and microcontroller), ‘kompor’ memasak bagi penjual makanan, sebagai pengganti gas atau arang.“Alat ini memanfaatkan panas matahari sebagai sumber daya utama dan dikontrol dengan mikrokontroller berbasis arduino. Melalui solar cell, I-Clouder pakai turbular heater sebagai pemanas untuk pengganti kompor,” kata Bagas Prakasa, Ketua Tim, di Yogyakarta, baru-baru ini.Bersama keempat tim Bagas mengatakan, kelangkaan dan kenaikan harga gas melon dipastikan berdampak langsung pada pelaku UKM makanan. “Jadi kita buat alat ini. Ia  dapat mengatur suhu panci otomatis berdasar kebutuhan penjual.”Arief Noor Rahman,  anggota tim mengatakan, sistem kerja I-Clouder, dimulai perangkat solar cell sebagai penangkap panas matahari diteruskan ke akumulator untuk disimpan dan dikontrol perangkat bernama charging controller. Daya yang disimpan pada akumulator untuk menghidupkan box bontroller.Khoerul menambahkan, alat ini ramah lingkungan dan mandiri, tak terpengaruh kebijakan pemerintah soal energi.“Yang pasti lebih efisien, karena suhu dalam panci dapat diatur sesuai kebutuhan penjual. Saya berharap ini dapat diterapkan lebih luas.”Energi terbarukanPenggunaan energi sudah waktunya beralih ke energi terbarukan. Pemerintah, bisa mendorong pencapaian ini. Indarto, Guru Besar Fakultas Teknik UGM mengatakan, instrumen kebijakan bisa lewat berbagai peraturan perundang-undangan, perpajakan, kemitraan, pendanaan pemerintah dan mekanisme pasar. Misal, pemberian intensif pengembangan energi terbarukan, kewajiban perusahaan pembangkit energi fosil memiliki energi terbarukan dalam persentase tertentu. Bisa juga kebijakan tata niaga panasbumi agar menurunkan biaya operasi wajib pakai energi bersih." "Pakai Energi Matahari, Alat Masak Ini Bisa Gantikan “Tugas” Elpiji","Tantangan terberat pemanfaatan energi terbarukan, katanya, bagaimana menyelaraskan pengembangan dengan peluang pasar di Indonesia. “Bagaimana mengakses sumber keuangan global energi hijau dan bersih.”Menurut dia, saat ini perlu identifikasi hambatan, pengalaman, celah dan pelajaran dari pengalaman yang ada.Deendarlianto, Kepala Pusat Studi Energi UGM mengatakan, perlu pengembangan ekonomi daerah berbasis energi terbarukan. Caranya, dimulai riset dasar dan pengembangan riset berorientasi industri skala nasional. “Ia harus didukung segenap pemangku kepentingan negara.”Guna pengelolaan energi di Indonesia, dia mendorong pemerintah memperbesar peranan BUMN maupun BUMD. Penting juga mengkaji kembali rantai manajemen suplai sumber energi terbarukan. [SEP]" "Mengenaskan…Puluhan Peluru Bersarang di Tubuh Orangutan dari Taman Nasional Leuser Ini","[CLS] Kabar duka datang dari kawasan Ekowisata Bukit Lawang, Langkat, Sumatera Utara. Orangutan Sumatera liar jantan yang hidup di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) ini, mati mengenaskan dengan puluhan peluru senapan angin bersarang di tubuhnya. Diduga orangutan ditembak kala hendak mengambil durian di perkampungkan.Andi Basrul, Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL), kepada Mongabay mengatakan, kala ditemukan orangutan daam keadaan kritis dan diselamatkan ke karantina Sumatran Orangutan Center Protection (SOCP). Dugaan awal kematian karena berkelahi dengan orangutan lain hingga luka di bahu kiri.Kala tim dokter hewan SOCP bersama Orangutan Information Center (OIC) memeriksa, ternyata orangutan kena tembakan lebih 20 peluru.“Ada kemungkinan karena ulah manusia yang menembak saat orangutan masuk ke perkebunan warga untuk mengambil durian yang sedang musim. Orangutan suka durian.” Namun, ada juga dugaan satwa ini ditembak oleh pemburu. “Ini kita masih terus dalami dan usut tuntas.”Selama ini, orangutan di ekowisata Bukit Lawang jadi salah satu daya tarik wisatawan yang berkunjung ke sana. Pemandu wisata membebaskan pengunjung memberikan makan walaupun sudah ada larangan. Untuk itu, Basrul juga akan menyelidiki apakah kejadian ini terkait dengan hal itu.Dia akan memanggil petugas lapangan, untuk diperiksa dan akan mendalami apakah ada terlibatan petugas yang menutup mata degan ulah pemandu wisata atau tidak. “Jika nanti ditemukan kelalaian dan kesalahan petugas akan tindak tegas.”Ian Singleton, Direktur SOCP, ketika dikonfirmasi Mongabay mengatakan hasil visum, saat tiba di karantina Rabu malam (22/10/15), dan Kamis, tim dokter hewan SOCP membius dan infus, sekaligus mencoba membersihkan luka luka." "Mengenaskan…Puluhan Peluru Bersarang di Tubuh Orangutan dari Taman Nasional Leuser Ini","Luka parah di bahu kiri sudah infeksi berat, sampai ada beberapa ulat. Dari pemeriksaan, tim dokter menemukan tulang bahu kiri patah, dan bekas patah tulang lama di lengan kanan. Dari hasil rontgen, terlihat lebih 20 peluru senapan angin. Satu peluru menghancurkan mata kanan.“Walaupun tim dokter hewan kerja keras menyelamatkan, mereka gagal. Ia tewas karena kondisi kritis ini pada Kamis sore sekitar pukul 18.00.”Sapto Aji Prabowo, Kepala Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III Stabat, menduga peluru oleh oknum-oknum yang mengambil kesempatan memburu kala orangutan muncul di perkebunan mengambil buah.“Ini tugas rumah kita. Saat musim durian orangutan muncul dan diburu. Kalau bahu luka saya mendapat info karena pukulan benda tumpul. Ini semua akan jadi bahan evaluasi kita dalam mengambil kebijakan ke depan.”Dia mengatakan, dari pemantauan mereka ada tiga orangutan berubah perilaku dan sulit dikontrol. Beberapa bulan lalu ada turis asing diserang karena memaksakan diri mendekat kala memberikan makan dan mencoba menyentuh. Namun dua masih bisa dididik, satu sangat liar, terkadang menyerang manusia.“Ini jadi pembahasan mendalam di BBTNGL. Jika memang tidak terkontrol mau tidak mau harus di translokasi ke area lain yang lebih aman dan lebih baik lagi bagi perkembangan mereka.”Soal orangutan mencari pakan di perkampungan merupakan hal alami, bukan harus diburu dan dibunuh. Sebab, masyarakat di sekitar hutan seperti di ekowisata Bukit Lawang, mendapatkan keuntungan dari wisatawan yang datang. [SEP]" "Pemerintah Bentuk Tim Khusus Tangani Perbudakan di Benjina","[CLS] Presiden Joko Widodo memutuskan untuk membentuk tim khusus menangani kasus perbudakan yang melibatkan PT Pusaka Benjina Resources (PBR) di Kepulauan Aru, Maluku. Hal tersebut sebagai hasil rapat terbatas membahas illegal fishing yang dipimpin Presiden dan dihadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla pada Selasa (07/04/2015).“Semua sepakat, Presiden, Wapres, kita semua sepakat harus sudah saatnya kita menghentikan praktek illegal fishing apalagi Benjina sekarang ini berkaitan dengan isu perbudakan. Sudah menjadi bahan perbincangan internasional,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastusi seusai rapat terbatas di kantor Presiden, Jakarta, Selasa (07/04/2015) seperti dikutip dari laman Sekretariat Kabinet.Satgas Khusus Penegakan Hukum beranggotakan dari kejaksaan, kepolisian, panglima dan semua kementerian dan lembaga untuk saling membantu menyelesaikan kasus tersebut.“Nanti kejaksaan, kepolisian, bantu memberikan orang-orangnya. Jadi mirip Satgas yang ada tapi lebih ke penegakan hukumnya,” papar Susi.“Setiap kapal ilegal melakukan kejahatan di Indonesia harus kita tindak,  tidak ada target waktu, orang juga nyurinya datang lagi datang lagi. Yang pasti dengan mereka ngumpet di negara tetangga kita, mereka akan lebih mudah masuk ke negara kita. Pasti mereka akan tetap nyuri di perairan kita, jadi tadi Pak Presiden menegaskan meminta Panglima, Kapolri, Kejaksaan untuk solid mendukung penenggelaman kapal adalah diskresi sebuah negara yang tidak bisa dipertanyakan, tidak harus dipikirkan,” jelas Susi.Adanya PerbudakanDugaan pelanggaran usaha perikanan yang melibatkan PT Pusaka Benjina Resources (PBR) di Benjina, Kepulauan Aru, Maluku, terus berkembang luas. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendapatkan fakta terbaru bahwa pelanggaran yang terjadi sudah meluas ke berbagai sektor." "Pemerintah Bentuk Tim Khusus Tangani Perbudakan di Benjina","Menurut Ketua Satgas IUU Fishing Mas Achmad Santosa, pelanggaran yang terjadi tidak hanya mengarah pada ilegal fishing saja, tapi juga praktek suap, kolusi dan perbudakan. Fakta tersebut didapat setelah tim pencari fakta KKP terjun langsung ke Benjina.“Update terkini, disana ada dugaan praktek perbudakan. Kita saat ini terus melakukan inventarisasi masalah dan mendata berapa jumlah ABK (anak buah kapal, Red) yang ada disana,” demikian dijelaskan Mas Achmad Santosa yang lebih akrab dipanggil Ota di Kantor KKP, Jakarta pada Selasa (07/04/2015).Dugaan praktek perbudakan terjadi, jelas Ota, setelah tim melakukan pengumpulan data melalui wawancara kepada para ABK secara langsung di Benjina. Hasilnya, para ABK dengan caranya masing-masing mengungkapkan tindakan tak terpuji dalam praktek ketenagakerjaan yang dilakukan PT PBR.Karenanya, setelah mendapatkan keterangan mengejutkan tersebut, KKP mengambil keputusan untuk memindahkan ABK ke Tual. Namun, saat hendak dipindahkan, tidak semua ABK mau dan hanya 322 orang saja yang berhasil dibawa ke Tual dan ditempatkan di tempat yang aman dan nyaman. Dari seluruh ABK yang dipindahkan tersebut, terdapat ABK dari Myanmar, Kamboja dan Thailand.“Kita memindahkan mereka, karena tidak ada jaminan begitu tim kembali ke Jakarta, ABK mendapat perlakuan yang wajar. Kita sebisa mungkin memberikan perlindungan dini kepada para ABK,” ungkap Ota.Dari keterangan para ABK, diketahui kalau dalam keseharian bekerja mereka mendapatkan perlakuan berupa penganiayaan dan praktek kerja paksa. Fakta tersebut, kata Ota, sangat memprihatinkan karena praktek kerja paksa merupakan kejahatan kemanusian dan termasuk dalam pelanggara hak azasi manusia (HAM) berat.Selain itu, tim juga menemukan dugaan adanya penggunaan ABK asing tidak sesuai prosedur dan salah satunya melalui praktek pemalsuan dokumen ABK. Karenanya, sempat muncul perbedaan jumlah data ABK di dokumen dengan di lapangan langsung." "Pemerintah Bentuk Tim Khusus Tangani Perbudakan di Benjina","Sesuai data, jumlah ABK asing seluruhnya berjumlah 1.185 orang dan seluruhnya berkewarganegaraan Thailand. Namun, setelah tim Satgas KKP datang langsung ke Benjina, para ABK diketahui tidak hanya berasal dari Thailand saja dan bahkan ada juga dari Indonesia.Fakta tersebut diperkuat dari keterangan Anggota Satgas IUU Fishing KKP, Harimuddin. Menurutnya, data yang ada di dokumen berbeda jauh dengan di lapangan. Meski masih belum menemukan data pasti, namun dipastikan jumlahnya menyusut dari jumlah di dokumen 1.185 orang.”Selain itu, di dokumen disebutkan itu semua berasal dari Thailand. Padahal, ada juga yang berasal dari Kamboja dan Myanmar,” ungkap dia.Selain itu, tim juga mendapatkan fakta bahwa di Benjina ada 77 ABK yang meninggal dunia dan dimakamkan disana. Namun,  Harimuddin tidak berani memastikan apa penyebab kematian para ABK tersebut.”Penyebabnya beragam. Ada yang karena sakit, kecelakaan di laut dan ada juga yang ditemukan sudah meninggal,” jelas dia.Aktivitas Berhenti TotalSaat ini, KKP memastikan bahwa aktivitas PT PBR sudah berhenti total dan tidak ada aktivitas pelayaran sama sekali setelah dugaan indikasi perbudakan dan praktek suap mengemuka. Namun, KKP akan terus memastikan kasus tersebut ditangani dengan tuntas melalui investigasi menyeluruh.“Satgas sudah mulai melakukan penelusuran data dan mengkrosceknya supaya didapat validitasnya. Namun, setelah ditelusuri, praktek yang terjadi di Benjina diduga kuat meluas ke sektor lainnya. Tidak hanya perbudakan dan suap saja,” ujar Sekretaris Jenderal KKP Sjarief Widjaja di Kantor KKP pada kesempatan yang sama.Pembentukan Tim Investigasi" "Pemerintah Bentuk Tim Khusus Tangani Perbudakan di Benjina","Untuk mengusut kasus dugaan praktek perbudakan dalam usaha perikanan di Benjina, KKP membentuk tim khusus yang bertugas untuk menginvestigasi kasus tersebut. Menurut Inspektur Jenderal KKP Anda Fauzi Miraza, tim tersebut akan langsung diterjunkan ke Tual untuk mencari tahu fakta dan data terbaru lebih lengkap dan akurat.“Paling lambat Rabu (08/04/2015) sudah ada tim (yang berangkat) ke Tual untuk menginvestigasi. Hasilnya nanti akan dikonfirmasi dengan pihak ketiga untuk dicari validitas datanya,” papar Anda di Kantor KKP.Anda mengatakan, karena kasus tersebut tidak hanya sebatas pada pelanggaran izin usaha perikanan saja, namun juga meluas pada praktek dugaan suap, kolusi dan perbudakan, maka pihaknya bekerja sama dengan pihak terkait untuk ikut menginvestigasi. KKP sudah mengirimkan surat ke Kepolisian RI, Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Sosial dan Komnas HAM.Terkait keterlibatan pegawai KKP yang diduga ikut menerima suap, Anda menegaskan pihaknya akan menindak tegas oknum tersebut. Namun, karena belum ada data dan fakta mutakhir, pihaknya belum memastikana apakah keterlibatan mereka akan dibawa ke jalur hukum pidana atau hanya terbatas di penegakan disiplin kepegawaian di lingkungan kerja KKP.“Untuk pegawai yang menerima aliran dana, akan dicek lebih jauh lagi keterlibatannya seperti apa. Nantinya, kalau memang oknum tersebut sudah dihukum, maka dia terancam bisa kehilangan jabatan dan status PNS-nya,” tandas Anda.Sebelumnya, Direktur PT PBR Hermanwir Martino mengungkapkan telah menyuap semua petugas pengawas di Benjina dengan nilai mencapai Rp37 juta. Uang tersebut digunakan untuk memuluskan izin berlayar bagi perusahaan. [SEP]" "Srikandi Pengawal Danau Bekat Ini Keluhkan Limbah Tambang","[CLS] Matahari mulai condong ke barat ketika Anita turun dari kediamannya di Desa Pedalaman, Kecamatan Tayan Hilir, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Speedboat  yang dia tumpangi melaju, menyusuri Sungai Putat menuju Danau Bekat.Perjalanan sekitar 20 menit di sungai kecil itu menjadi tak terasa lantaran keakraban perempuan 27 tahun ini. Suaranya meledak-ledak menjelaskan sejumlah persoalan yang tengah dihadapi nelayan di Desa Pedalaman.Sementara perkampungan di bantaran sungai, seperti menyuguhkan panorama yang khas, laiknya negeri di atas air. Terlihat pula bagaimana warga memanfaatkan sumber daya alam yang ada dengan membudidaya ragam ikan lokal seperti toman di karamba.Anita adalah Ketua Nelayan Perempuan Sungai Putat. Ibu-ibu nelayan setempat memberikan kepercayaan padanya sejak 2010. Kini, Anita bersama ratusan nelayan lainnya sedang berjuang keras. Mereka ingin menyelamatkan Danau Bekat dari ancaman degradasi lingkungan.Sejak industri ekstraktif seperti pertambangan dan perkebunan kelapa sawit menjamah Tayan Hilir, daya dukung lingkungan di Danau Bekat mulai menurun. Indikatornya adalah hasil tangkapan nelayan.“Sebelum perusahaan ada, penghasilan nelayan di Danau Bekat sudah cukup untuk menopang ekonomi keluarga. Kita cukup cari ikan di danau. Tak perlu bersusah payah cari penghasilan tambahan,” kata Ibu dua anak ini ketika dikunjungi di Desa Pedalaman, beberapa waktu lalu.Sudah menjadi tradisi, kata Anita, nelayan akan turun ke danau pukul 24.00 WIB dan pulang sekitar jam 07.00 pagi. Dengan masa tangkap tujuh jam, nelayan sudah bisa membawa ikan sebanyak tiga keranjang. Masing-masing keranjang berisi 10 kilogram ikan.“Tapi itu cerita dulu, sebelum ada perusahaan beroperasi di sekitar danau. Sekarang, boro-boro dapat satu keranjang. Pergi ke danau pukul 23.00 WIB, pulang pagi cuma dapat tiga kilogram,” ucapnya lirih." "Srikandi Pengawal Danau Bekat Ini Keluhkan Limbah Tambang","Dia menduga, turunnya hasil tangkapan nelayan akhir-akhir ini dipicu oleh limbah perusahaan ekstraktif. Limbah-limbah itu mengalir ke Sungai Putat dan masuk ke Danau Bekat.Berdasarkan catatan, PT. Sanmas Mekar Abadi (SMA) masuk ke Desa Pedalaman pada 2010. Salah satu grup PT. Mahkota Karya Utama (MKU) yang beroperasi di Desa Sejotang ini bergerak di sektor pertambangan bauksit.“Pada 2013, perusahaan ini mulai membangun infrastruktur jembatan. Baru setahun berjalan, jembatan yang dibangun di Sungai Putat hampir roboh. Kondisinya sangat mengganggu nelayan yang hendak mencari rezeki di danau,” kata Anita.Nelayan setempat sudah meminta agar perusahaan mau memperbaiki jembatan itu. Namun hasilnya nihil. Sampai perusahaan berhenti beroperasi akibat kebijakan smelterisasi, jembatan tak kunjung diperbaiki. Bahkan, kondisinya kian parah dan bisa mengancam keselamatan nelayan.Padahal, Sungai Putat adalah akses satu-satunya bagi masyarakat nelayan Desa Pedalaman untuk masuk ke Danau Bekat mencari ikan. “Tidak ada lagi jalan lain ke danau kecuali lewat Sungai Putat. Sekarang, jalan kita terganggu jembatan miring. Danau juga sudah tercemar,” katanya.Ancaman limbah tak hanya datang dari pertambangan bauksit. Di sekitar Danau Bekat juga sudah ditanami sawit. “Artinya, ancaman limbah kian besar. Sebelum danau ini habis, kami mohon pemerintah bisa menjadikan Danau Bekat menjadi danau lindung,” pinta Anita. [SEP]" "Solusi KNTI untuk KKP dalam Penyelesaian Polemik Cantrang","[CLS] Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menyayangkan lambannya pemerintah mengambil tindakan antisipatif penyelesaian polemik penggunaan alat tangkap cantrang hingga menyebabkan meluasnya aksi massa dan lumpuhnya jalur Pantura Jawa beberapa waktu lalu. KNTI menyerukan kepada semua pihak untuk menahan diri, sembari mengawal proses transisi berjalan optimal.Kepala Bidang Penggalangan Partisipasi Publik KNTI, Misbahul Munir mengatakan, sejak awal KNTI mendukung efektivitas pelarangan penggunaan alat tangkap merusak di seluruh perairan Indonesia. Maka, harus dilakukan dengan cara benar dan terukur.Sejumlah dokumen menunjukkan upaya peralihan penggunaan cantrang sudah dilakukan sejak 2005. Namun sejak saat itu pula pemerintah dan pemerintah daerah tidak mengawal proses peralihannya. Indikasinya temuan KNTI yakni pemerintah justru dengan sadar mencatat hasil tangkapan ikan dari kapal-kapal cantrang sebagai bagian dari prestasi peningkatan produksi ikan nasional, penggunaan cantrang sebanyak 3.209 unit di 2004 meningkat 5.100 unit di 2007 dan sekarang diperkirakan lebih dari 10 ribu unit dari Jawa Tengah.“Tindakan pemerintah membiarkan polemik cantrang pada lebih dari sebulan terakhir, tidak dapat dibenarkan,” kata Munir, kepada Mongabay pada Senin, (16/03/2015).Ia menambahkan, sedikitnya 100 ribu jiwa terkena dampak langsung dan lebih 500 ribu jiwa lainnya terkena dampak tidak langsung akibat terhentinya aktivitas Anak buah kapal (ABK) kapal penangkap iakn. Pemenuhan hak-hak dasar warga yang dilindungi oleh konstitusi nyaris terabaikan." "Solusi KNTI untuk KKP dalam Penyelesaian Polemik Cantrang","Belajar dari masa lalu, dan guna  memastikan efektivitas pengelolaan perikanan, KNTI meminta pemerintah pusat untuk mengawal secara penuh masa transisi, dengan langkah-langkah berupa bersama pemerintah daerah, perguruan tinggi, organisasi nelayan, serta tokoh-tokoh masyarakat untuk melakukan simulasi dan pemantauan lapangan guna mengetahui operasionalisasi cantrang dari berbagai ukuran. Proses tranparan ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan terkait status merusak atau tidaknya alat tangkap cantrang, lalu semua pihak diharapkan dapat menerima hasilnya.“Mensosialisasikan dan menyelenggarakan pelatihan penggunaan alat tangkap ramah lingkungan,” tambah Munir.Selain itu, perlu menyiapkan skema pembiayaan untuk membantu peralihan ke alat tangkap ramah lingkungan melalui organisasi nelayan atau kelembagaan koperasi nelayan, menyelesaikan tuntas pengukuran ulang gross akte kapal ikan dan memfasilitasi proses penerbitan ijin baru, bekerjasama dengan organisasi nelayan dan institusi penegak hukum untuk menyiapkan skema pengawasan terpadu dan berbasis masyarakat.Pemda juga perlu menyiapkan instrumen perlindungan pekerja di atas kapal ikan (ABK), termasuk memastikan adanya standar upah minimum bagi ABK Kapal Perikanan yang menjadi amanat dari UU Bagi Hasil Perikanan dan UU Ketenagakerjaan. KNTI mengusulkan kepada KKP untuk mengintegrasikan perjanjian kerja antara pemilik kapal dengan ABK masuk sebagai syarat perizinan (SIUP/SIPI/SIKPI) dapat terbit.“Selama proses transisi, bersama pemerintah daerah menyiapkan skema perlindungan sosial terhadap para ABK dan keluarganya yang berpotensi terdampak,” kata Munir.Selain itu menurut Munir, perlu memastikan perlindungan wilayah tangkap bagi nelayan tradisional dari konflik alat tangkap melalui pengakuan atas wilayah pengelolaan nelayan tradisional dalam rencana onasi di setiap provinsi dan kabupaten/kota pesisir." "Solusi KNTI untuk KKP dalam Penyelesaian Polemik Cantrang","Dala masa transisi, perlu dipastikan agar semua pihak dapat menahan diri, serta aktif mencegah konflik dan terjadi kriminalisasi dan di masa transisi KKP dan pemdan bersama-sama mempersiapkan mekanisme rehabilitasi dari ketergantungan alat tangkap yang merusak menjadi menjadi alat tangkap yang ramah lingkungan“KNTI percaya bila langkah solutif itu dilakukan maka cita-cita mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia mulai diletakan pada dasar yang benar. Sebaliknya, bila persoalan cantrang ini terus berlanjut tanpa solusi yang tepat maka poros maritim kembali hanya menjadi jargon politik yang melenceng dari spirit keadilan sosial dan kebaharian bagi seluruh nelayan Indonesia,” tutup Munir.Strategi Pembangunan Perikanan Berkelanjutan oleh KKPKementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tengah menyusun arah kebijakan dan sasaran Rencana Strategi (Renstra) untuk lima tahun kedepan. Hal ini sebagai tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015 – 2019.Pembangunan kelautan dan perikanan lima tahun kedepan diarahkan untuk memenuhi tiga pilar yang saling terintegrasi, yakni kedaulatan (sovereignty), keberlanjutan (sustainability), dan kemakmuran (prosperity), kata Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti usai membuka kegiatan Konsultasi Publik Rancangan Renstra KKP dengan Stakeholder di Jakarta, Rabu, 11 Maret 2015, seperti dikutip dari rilis yang diterima Mongabay, Jumat 13 Maret 2015.Menurut Susi, tiga pilar dalam visi KKP yakni ‘Terwujudnya Pengelolaan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan secara Berdaulat, Mandiri dan Berkelanjutan untuk Kemakmuran Rakyat’. Selanjutnya, arah kebijakan dan program pembangunan kelautan dan perikanan akan menjabarkan tiga pilar tersebut ke dalam sasaran strategis dan program-program KKP." "Solusi KNTI untuk KKP dalam Penyelesaian Polemik Cantrang","“Rancangan Renstra akan ditetapkan menjadi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan paling lambat setelah diterbitkannya peraturan tentang RPJMN 2015-2019,” kata Susi Pudjiastuti.Ia menambahkan, rancangan strategi pembangunan kelautan dan perikanan disusun dengan mempertimbangkan banyak hal termasuk melalui konsultasi publik untuk menggali masukan. Penyusunan rencana strategis melalui konsultasi publik ini melibatkan berbagai stakeholder, antara lain akademisi, asosiasi dan perbankan, Kementerian/Lembaga dan Pemda, serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan media.“Kami mengharapkan dapat dilaksanakan diskusi yang produktif untuk memberikan bahan masukan terhadap rencana pembangunan kelautan dan perikanan lima tahun mendatang, mendukung terwujudnya Indonesia sebagai poros maritim dunia,” jelas Susi.Dalam kerangka mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia, KKP telah menetapkan beberapa strategi kebijakan. Salah satunya dengan meningkatkan kemandirian dalam mengelola sumber daya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan. Strategi yang dilaksanakan mencakup pemberantasan Illegal Unreported and Unregulated (IUU) Fishing, meningkatkan kepatuhan (compliance) pelaku usaha kelautan dan perikanan, penataan perizinan usaha perikanan, penerapan manajemen kuota penangkapan, perlindungan dan penangkapan spesies tertentu.Selanjutnya, larangan terhadap ekspor benih ikan tertentu (sidat dan lobster), perlindungan spawning ground, rehabilitasi ekosistem pesisir dan pengelolaan kawasan konservasi perairan, pengaturan alat tangkap ramah lingkungan serta strategi lainnya.Selain pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan tersebut, KKP telah juga menetapkan strategi kebijakan lainnya, yakni meningkatkan daya saing dan keberlanjutan usaha kelautan dan perikanan bagi kemakmuran masyarakat." "Solusi KNTI untuk KKP dalam Penyelesaian Polemik Cantrang","“Mengembangkan kompetensi sumber daya manusia dan ilmu pengetahuan dan teknologi inovatif yang berkepribadian, serta membangun kemandirian pemerintah guna mewujudkan pranata, nilai-nilai dan jati diri kelembagaan yang bersih, efektif, transparan dan akuntabel,” tutup Susi. [SEP]" "Hutan Rakyat Lestari dari Lereng Gunung Wilis","[CLS] Matahari senja tampak cerah di barat. Di Desa Bader, Kecamatan Dolopo, Madiun, Jawa Timur, langit mendung. Hujan mulai turun. Gunung Wilis tertutup kabut akhir November lalu.Melewati jalan-jalan desa, pohon-pohon jati kisaran 10 meter tertanam rapi, berbaris dengan jarak satu meter. Di bawah pepohonan, ditanami temulawak (empon-empon), singkong dan pepaya. Kicauan burung kutilang, saling bersahutan, tebang ke ranting pohon satu ke pohon lain.“Di sini, kami mengembangkan tanaman bawah tegakan (pepohonan) dan membudidaya ternak rumah tangga,” kata Sukarno, Ketua Forest Manajemen Unit (FMU) Wilis Abadi.Sukarno didampuk menjadi ketua pada 2014. Kala itu, dia masih awam persoalan lingkungan, ekosistem dan hutan. Kehadiran Perhimpunan Studi dan Pengembangan Ekonomi dan Sosial (Persepsi) dan Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI), dalam mengenalkan dan membentuk FMU Wilis Abadi Alhirnya, mereka, mengenal dan belajar bersama mengelola hutan rakyat lestari.Mereka memberi nama Wilis Abadi karena letak hutan rakyat di Lereng Gunung Wilis. Wilis bermakna hijau. “Kami memakai menjadi nama kelompok Wilis Abadi dengan cita-cita menjadikan hutan dan lingkungan menjadi hijau “royo-royo”,” katanya.Anggota Wilis Abadi, ada petani lahan basah maupun lahan kering, terutama anggota gabungan kelompok tani (gapoktan) sebanyak 4.891 keluarga.Edi Purwanto, Sekretaris Wilis Abadi, mengatakan, hutan rakyat Argo Wilis paling banyak ditanami jati dan sengon. Di bawah tegakan pohon ada tanaman musiman, seperti jagung, jahe, temulawak, papaya dan beberapa tanaman buah.Wilayah kelola Wilis Abadi meliputi enam desa, yakni, Desa Bader, Blimbing, Suluk, Kradinan, Glonggong dan Candimulyo. Dengan lusa kelola lahan tegalan 857,66 hektar, pekarangan 231,09 hektar dan keseluruhan 1.088,75 hektar.Adapun kapasitas produksi Wilis Abadi, kayu jati 1.422.708 meterkubik per tahun, akasia 151.376, mahoni 115.382 dan Sengon 194.648 m3 per tahun." "Hutan Rakyat Lestari dari Lereng Gunung Wilis","“Kami optimis hutan terus terjaga dan kesejahteraan anggota pelan-pelan meningkat.”Edy Supriyanto dari Perspepsi menceritakan, kala mendampingi Wilis Abadi mereka mulai sosialisasi, pembentukan FMU, pelatihan, penataan dokumen dan pendampingian penilaian atau audit baik sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) maupun pengelolaan hutan berbasis masyarakat lestari (PHBML).“Wilis Abadi lulus sertifikasi Maret 2015, lulus pertama kali dari program Uni Eropa, tanpa catatan,” kata Edy.Wilis Abadi, sudah mendapatkan dua sertifikat, yaitu VLK dan sertifikasi PHBML dengan skema LEI.PHBML, katanya, bertujuan mendorong ketersediaan produk ramah lingkungan di pasaran, terutama mebel dan kerajinan kayu. Sertifikasi PHBML sukarela hingga perlu komitmen kuat para pihak.Pemasok industri kayu Hutan rakyat menjadi tulang punggung industri produk kayu, terutama produsen furnitur dan kerajinan baik industri besar maupun skala kecil-menengah (IKM).Hutan rakyat menyuplai kayu lebih banyak ke IKM. Contoh, 90% bahan baku industri kayu di Jawa Tengah dari hutan rakyat. Sisanya, baru kayu Perum Perhutani.Hutan rakyat juga memiliki peran sosial dan memperbaiki kualitas lingkungan. Pengelolaan hutan rakyat di Indonesia tumbuh subur di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Kondisi ini, katanya, tak lepas dari banyak produsen furnitur dan kerajinan kayu di Jawa dan Bali.“Berbagai upaya mendorong pengelolaan hutan rakyat lestari, berarti ikut mempromosikan manfaat ekonomi, sosial, dan ekologis yang disediakan hutan rakyat ” kata Hayu Wibawa, Koordinator Proyek LEI-Uni Eropa, LEI, kepada Mongabay." "Hutan Rakyat Lestari dari Lereng Gunung Wilis","Legalitas kayu, katanya, merupakan persyarat ekspor, terutama pasar Uni Eropa. Pengelola hutan rakyat, katanya, dituntut memenuhi syarat keabsahan kepemilikan lahan, peraturan penebangan, mentaati peraturan pengangkutan, serta ketertiban administrasi dengan mencatat dan menyimpan bukti-bukti transaksi. Juga aspek legalitas industri seperti izin usaha, lingkungan kerja menjamin keselamatan pekerja, batas usia pekerja, dokumentasi pengapalan, sampai izin ekspor.Legalitas dan keterlacakan kayu di hutan rakyat didorong LEI dan mitra di daerah melalui penerapan sistem sertifikasi PHBML dan VLK hutan hak. Syarat huta rakyat mendapatkan sertifikasi PHBML, katanya, harus memenuhi legalitas sesuai VLK hutan hak.Setelah sertifikat diperoleh, kata Hayu, masih ada pekerjaan besar lagi dalam mempromosikan, menyusun rencana bisnis hutan rakyat dan akses pasar lebih luas. [SEP]" "Soal Kesepakatan Paris, Apa Kata AMAN dan Walhi?","[CLS] Pertemuan para pihak membahas perubahan iklim (Conference of Parties) 21 di Paris, membuahkan kesepakatan Paris (Paris Agreement) pada 12 Desember 2015.  Ia akan menjadi protokol baru, menggantikan Protokol Kyoto. Kalangan organisasi masyarakat sipil buka suara menanggapi hasil perundingan ini. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menilai ada kemajuan penting dalam perundingan ini dengan memasukkan peran penting hutan terhadap mitigasi perubahan iklim. Sayangnya, pelibatan masyarakat adat—turun menurun menjaga hutan–, masih kurang dianggap dalam mitigasi perubahan iklim.“Sebagai penjaga ekosistem hutan dan lahan hambut,  tadinya saya berharap, pengakuan perlindungan dan perhormatan atas hak-hak masyarakat adat sebagai HAM akan sangat kuat. Ternyata, harapan saya tidak tercapai dengan Paris Agreement. Perjuangan masih harus berlanjut di perundingan berikutnya,” Abdon Nababan, Sekretaris Jenderal AMAN kepada Mongabay.Meskipun begitu, AMAN, katanya, mengapresiasi di bagian preambul ada upaya pengarusutamaan HAM, termasuk hak masyarakat adat, dalam penanganan perubahan iklim global. Seharusnya, ucap Abdon, kerangka kerja HAM ini diterjemahkan dan tercantum dalam pasal-pasal implementasi. Hal itu tak terjadi.AMAN, dan organisasi masyarakat adat lain dari seluruh dunia, katanya, sangat kecewa karena hak-hak masyarakat adat yang awalnya disebutkan dalam draf teks bagian operasional, yakni, Pasal 2.2, justru malah dihilangkan.“Hak-hak masyarakat adat hanya muncul di bagian teks operasional terkait adaptasi, untuk mitigasi justru tidak ada.”" "Soal Kesepakatan Paris, Apa Kata AMAN dan Walhi?","Dia menilai, posisi hak-hak masyarakat adat mengalami pelemahan karena rumusan pengakuan, perlindungan dan penghormatan hak-hak masyarakat adat bagian teks operasional mitigasi tak ada. Kondisi ini, katanya, membuka peluang upaya-upaya mitigasi perubahan iklim oleh pihak swasta (korporasi) yang melanggar HAM. Terutama, mereka yang beroperasi di wilayah-wilayah adat dengan kandungan karbon tinggi.Untuk itu, kata Abdon, AMAN berharap kekhawatiran masyarakat adat ini tidak terjadi di Indonesia. Menurut dia, dalam pidato Presiden Joko Widodo, pada COP 21 itu berkomitmen dalam menurunkan emisi 29% atau sampai 41% dengan bantuan internasional, akan melibatkan masyarakat, termasuk masyarakat adat. Namun, katanya, pidato Presiden yang belum menjadi kebijakan masih mungkin dalam pelaksanaan berbeda.“Mestinya (dengan komitmen ini) pelanggaran HAM masyarakat adat tidak terjadi di Indonesia. Kekurangan dokumen itu (Paris Agreement) bisa diperbaiki dalam kerja sama nyata. Pemerintah bisa bergotong royong dengan masyarakat adat.”Tak jamin perbaikan iklim Walhi juga menilai kesepakatan baru di Paris untuk penanganan perubahan iklim pada 12 Desember 2015, setelah molor sehari dari jadwal sebelumnya tak menjamin perbika iklim.Dalam siaran pers bersama, Friend of the Earth International dan Walhi menyebutkan, kesepakatan ini menguntungkan negara kaya dan tak memperbaiki nasib rakyat.Dipti Bathnagar, Koordinator Keadilan Iklim dan Energi, Friends of the Erath International mengatakan, bagi politisi, ini kesepakatan adil dan ambisius. Justru sebaliknya. Kesepakatan ini, katanya, pasti gagal dan masyarakat sedang ditipu.Seharusnya, masyarakat terdampak dan rentan perubahan iklim mendapat hal lebih baik dari kesepakatan ini. “Mereka paling merasakan dampak terburuk dari kegagalan politisi dalam mengambil tindakan,” katanya." "Soal Kesepakatan Paris, Apa Kata AMAN dan Walhi?","Melalui janji-janji dan taktik intimidasi, katanya, negara-negara maju telah mendorong kesepakatan yang sangat buruk. Negara maju, khusus Amerika Serikat dan Uni Eropa mestinya membagi tanggung jawab adil (fair share) dalam menurunkan emisi, memberikan pendanaan dan dukungan alih tekhnologi bagi negara-negara berkembang dalam membantu mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Sayangnya, di Paris, negara-negara kaya berupaya membongkar konvensi perubahan iklim untuk memastikan kepentingan mereka sendiri.Kurniawan Sabar, Manajer Kampanye Walhi Nasional (Friends of the Earth Indonesia) menyatakan, bagi Indonesia, kesepakatan Paris akan memberikan dampak signifikan bagi masyarakat dan keberlanjutan lingkungan. Kesepakatan iklim ini, katanya, tak memberikan jaminan perubahan sistem pengelolaan sumber daya alam di Indonesia. “Jadi lingkungan dan masyarakat Indonesia yang rentan terdampak perubahan iklim akan berada dalam kondisi makin mengkhawatirkan.”Sikap pemerintah Indonesia, kata Kurniawan, sangat pragmatis dan tak memainkan peran strategis dalam negosiasi di Paris. Hal ini, meletakkan Indonesia sebagai negara pengikut kesepakatan dan kepentingan negara maju. Pemerintah Indonesia, lebih mementingkan dukungan program bagian mekanisme pasar yang dibangun negara-negara maju dalam negosiasi di Paris.Dia mengatakan, kala pengelolaan hutan, pesisir dan laut, dan energi Indonesia masih jadi bagian skema pasar, maka tak bisa berharap perbaikan sistem pengelolaan sumber daya alam lebih maju.Dukungan dari kesepakatan Paris, pun, katanya, tak berarti dan tak berhasil tanpa perbaikan tata kelola hutan dan gambut, pesisir laut, menghentikan penggunaan energi kotor batubara. “Juga menghentikan kejahatan korporasi dalam pengelolaan sumber daya alam.”" "Soal Kesepakatan Paris, Apa Kata AMAN dan Walhi?","Wimar Witoelar, pendiri Yayasan Perspektif Baru, juga anggota Dewan Pengarah Perubahan Iklim mengatakan, konsep COP kali ini berbeda dengan sebelumnya. “Bukan tawaran negara maju untuk diikuti tetapi semua dasar dari INDC (Intended Nationally Determined Contributions) masing-masing negara,” katanya.Dalam perundingan itu, secara internasional, kata Wimar, Indonesia, cukup dihargai dan dianggap sebagai good international citizenship. Presiden juga dinilai bisa bekerja bersama masyarakat sipil.Dia melihat masalah Indonesia, ada di dalam negeri, misal, kepercayaan kepada pemerintah. Masalah internal ini bisa menghambat langkah-langkah pemerintah dalam mewujudkan komitmen mengatasi perubahan iklim. “Itu yang kita khawatirkan. Masalah itu bisa menyita tenaga dan perhatian Presiden. Kondisi domestik harus rapi untuk manfaatkan modal internasional yang ada. Kalau tidak terkikis,” katanya.Untuk itu, katanya, pemerintah (Presiden) harus secepat mungkin mendapat kepercayaan warga, sebelum kepercayaan internasional pudar. “Hal-hal yang kalau kita lihat sehar-hari, baik karena gerakan politk negatif, atau salah presepsi, kalau lama akan jadi masalah internasional juga.”Kalau ingin melihat dokumen kesepakatan Paris, bisa klik di sini. [SEP]" "Negara Perlu Bangun Shelter Khusus Satwa Sitaan","[CLS] Negara dinilai perlu membangun shelter atau pusat penyelamatan satwa (PPS) khusus untuk menampung dan merawat sejumlah satwa sitaan dari perdagangan ilegal maupun perburuan liar.Ketua Profauna Indonesia, Rosek Nursahid mengatakan, keberadaan shelter sangatlah penting. Selama ini, satwa sitaan seringkali dititipkan ke lembaga koservasi atau dibiarkan kurang terurus di tempat penampungan sementara milik BKSDA.“Ketika kita bicara penegakan hukum terkait perdagangan satwa liar, keberadaan shelter menjadi sangat penting,” kata Rosek Nursahid kepada Mongabay-Indonesia di Malang, Jawa Timur, awal minggu ini.Penitipan satwa liar yang disita dari koleksi pribadi, pasar burung, maupun perdagangan, biasanya dititipkan di kebun binatang dan taman safari. Namun, tidak semua lembaga konservasi di Indonesia memiliki program rehabilitasi. Selain itu, lembaga konservasi lebih suka menampung satwa yang secara tampilan menarik, sehingga dapat dipertontonkan kepada pengunjung.Bagaimana dengan jenis satwa yang tidak menarik dan bermasalah secara psikologis atau kesehatan? “Mereka banyak terabaikan, tidak adanya shelter menjadi alasan untuk tidak dilakukannya penyitaan,” lanjutnya.Pembangunan shelter merupakan keharusan, mengingat Indonesia merupakan negara yang telah meratifikasi konvensi CITES (The Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora). “Tempat itu tidak untuk komersil. Satwa akan dilepasliarkan kembali ketika kondisinya sudah baik. Malaysia, Singapura, dan Vietnam memiliki shelter yang dibangun dengan biaya negara. Bagaimana Indonesia?”Profauna memiliki Pusat Penyelamatan Satwa Petungsewu, Malang, sejak 2002. Saat ini, ada lima satwa yang dirawat di beberapa kandang besar. Kebanyakan merupakan jenis monyet atau primata yang mengalami trauma dan penyiksaan." "Negara Perlu Bangun Shelter Khusus Satwa Sitaan","Salah satunya, seekor lutung budeng bernama Nami, yang diselamatkan dari bencana tsunami di Aceh 2004. Saat ditemukan mengapung, Nami penuh luka dan butuh tiga tahun untuk memulihkan kondisinya. “Dulu, Nami hanya diam, sekarang sudah mau naik-naik,” kata Harianto, keeper-nya Nami.Selain Nami, ada dua monyet ekor panjang yang diselamatkan dari aksi kekerasan warga. Monyet tersebut ditembaki saat memasuki permukiman di Malang.Dukungan Plt. Direktur Utama Perusahaan Daerah Taman Satwa (PDTS) Kebun Binatang Surabaya (KBS), Aschta Tajudin, setuju dengan ide pembangunann PPS, khusus satwa sitaan.Kebun Binatang Surabaya sebagai lembaga konservasi sering dijadikan alamat penitipan. Kurun waktu 2002-2003, KBS menerima titipan 1.400 satwa yaitu kura-kura batok, biyuku, burung, monyet ekor panjang, ular sawah, hingga buaya. “BKSDA Jawa Timur tidak memiliki fasilitas perawatan untuk satwa itu.”Menurut Aschta, PDTS KBS sudah tidak mampu lagi mengelola satwa titipan BKSDA, karena terbatasnya tempat dan fasilitas penunjang. Koleksi KBS saat ini sekitar 2.300 satwa di lahan seluas 15 hektar.Tujuan KBS adalah breeding. Sedangkan satwa sitaan untuk dilepasliarkan. “Kami kewalahan karena perlakuannya memang beda. Sejak 2013, kami tidak lagi menangani satwa sitaan yang sakit parah.”Aschta mengaskan, hingga kini satwa titipan BKSDA masih dirawat di KBS, dan tidak tahu sampai kapan dipelihara atau dipindahkan. “Biasanya lama, meski di surat hanya enam bulan dititipkan, faktanya tahunan.”Keberadaan PPS yang khusus menangani satwa sitaan memang penting. Terutama di Surabaya dan Jawa Timur keseluruhan yang sering dijadikan perlintasan perdagangan, apakah dari timur Indonesia atau sebaliknya. “Spesialisasi dan penanganannya berbeda. Banyak yang tertekan di perjalanan, jadi tidak bisa digabungkan,” pungkas Aschta. [SEP]" "Kala Lahan Pertanian Pati Terancam Tambang Batu Gamping","[CLS] Puluhan perempuan dan laki-laki tiba di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang, Selasa pagi, (8/9/15). Mereka menempuh sekitar tiga jam perjalanan menggunakan bus dari Kecamatan Sukolilo, Kayen dan Tambakromo 1, Pati, Jawa Tengah. Beragam tanaman pangan mereka bawa. Ada jagung, kacang tanah, terong dan ubi-ubian. Semua itu hasil panen dari lahan yang terancam hilang untuk pertambangan batu gamping dan tanah liat oleh PT. Sahabat Mulia Sakti (SMS),  anak perusahaan PT. Indocement.Warga menggugat izin lingkungan ke PTUN. Sidang memasuki kali ke-18. Ngatemi, warga Desa Larangan, Kayen, duduk bagian depan kursi pengunjung persidangan. Dia selalu hadir mengikuti sidang gugatan keputusan Bupati Pati Nomor 660.1/4767 tentang izin lingkungan pabrik semen dan penambangan batu gamping dan batu lempung oleh SMS.“Kehadiran kami bentuk ketulusan dan perjuangan warga mayoritas petani menjaga kelestarian Gunung Kendeng. Tambang merusak sumber air, hutan, goa dan mata pencarian kami,” katanya.Bambang Sutikno, warga Desa Wukirsari, Kecamatan Tambakromo mengatakan, berdasarkan keterangan saksi dari Bappeda Pati, terkait penyusunan tata ruang Pati, dia tidak bisa menjelaskan soal perubahan pertanian menjadi kawasan pertambangan. Bahkan, perubahan tak melibatkan masyarakat. Bahkan, saksi mengatakan pendapatan domestik bruto (PDB) Pati 54% dari pertanian, 35% dari Kayen dan Tambakromo– yang akan menjadi pertambangan.“Lahan pertanian Pati berdasarkan BPS makin berkurang. Artinya jika pertambangan jalan, tidak ada upaya serius pemerintah mempertahankan lahan pertanian, sengaja mematikan kehidupan petani.”Dalam dokumen Amdal, katanya, jelas 60% lebih masyarakat menolak pertambangan. Tawaran kesejahteraan pemerintah dan perusahaan belum tentu terwujud. Kesejahteraan warga dari bertani sudah terbukti mencukupi kehidupan sehari-hari bahkan lahan bisa diwariskan untuk anak-cucu mereka." "Kala Lahan Pertanian Pati Terancam Tambang Batu Gamping","“Untuk pembuktian, kami meminta majelis hakim sidang lapangan. Membuktikan langsung kebohongan data dalam Amdal.”Dari persidanganPersidangan lanjutan gugatan pertambangan dan pendirian pabrik semen SMS, menghadirkan tiga saksi. Yakni Purwadi dan Sumadi, warga Sukolilo, Pati, dari tergugat dan Anton Sumarno karyawan Indocement.Aneh, kedua saksi malah cerita soal demo. Purwadi,  selaku Sedulur Sikep Pati menjelaskan, Sedulur Sikep tidak mengajarkan demo atau melanggar aturan. “Sedulur Sikep tidak menolak atau mendukung pertambangan semen. Tidak boleh mengubar janji dan tidak bisa diwakili.”Sumadi mengatakan, tidak ada Sedulur Sikep demo. Yang demo adalah Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMMPK). JMPPK adalah masyarakat peduli kelestarian Gunung Kendeng. Sumadi mengaku mengirim surat ke Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo, klarifikasi Sedulur Sikep demo.Anton menceritakan, ikut merancang penambangan Indocement, seperi konsep di Citeurep, Bogor untuk diterapkan di Pati. Selama menambang di Citeureup 39 tahun, walau berdekatan dengan mata air, tidak ada yang terganggu. Penambangan Pati tidak akan pakai air tanah namun air embung yang akan diisi dari Sungai Juwana dan tadahan air hujan.Menanggapi keterangan saksi, kuasa hukum penggugat Nur Badriyah mengatakan, melihat keterangan Purwadi dan Sumadi, kesaksian mereka mencoba membelokkan obyek gugatan seolah-olah ada permasalan dalam Sedulur Sikep.  “Kami keberatan karena obyek gugatan persoalan izin lingkungan dan IUP bukan masalah Sedulur Sikep.”Sedangkan saksi fakta tidak relevan. Seharusnya, yang dijelaskan kesaksian masalah pertambangan di Pati, bukan di Citeureup.“Kami akan membatah dengan saksi ahli mengenai dampak lingkungan yang akan terjadi akibat pertambangan di karst.”" "Kala Lahan Pertanian Pati Terancam Tambang Batu Gamping","Nur menambahkan, penggugat sudah meminta majelis hakim sidang lapangan hingga bisa melihat langsung tak hanya perkiraan. Di lapangan, hakim tahu lokasi pertambangan dan data yang tidak masuk Amdal. [SEP]" "Rajin Dirambah, Kondisi TNGL Wilayah Aceh Mulai Merana","[CLS] Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) yang berada di wilayah Kabupaten Aceh Tenggara dan Gayo Lues, Provinsi Aceh, kondisinya mulai memprihatinkan. Hutan hijau tersebut tampak gundul akibat perambahan tak terkendali untuk lahan pertanian dan perkebunan.Gunawan Alza, Kepala Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah Aceh Tenggara dan Gayo Lues, Senin (23/3) menyebutkan, di Aceh Tenggara, luas TNGL yang rusak mencapai 10.000 hektar. Sementara di Gayo Lues, sekitar 2.500 hektar. “Data tersebut berdasarkan citra satelit,” jelasnya.Hal yang memprihatinkan adalah perambahan bukan hanya dilakukan oleh masyarakat tetapi juga pejabat daerah setempat. Beberapa orang telah divonis bersalah dan kebunnya disita. “Sekarang, mulai ada penurunan kegiatan, terutama sejak dilakukan penegakan hukum dan para perambah ditangkap.”Menurut Gunawan, guna mencegah terjadinya perambahan lebih luas, telah dilakukan juga kegiatan pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat sekitar kawasan hutan. “Kerja sama yang dilakukan dengan USAID-IFACS (Indonesian Forest and Climate Support) atau program terpadu perubahan iklim, tata kelola hutan berkelanjutan, dan pengurangan emisi karbon di Aceh Tenggara dan Gayo Luwes ini bertujuan agar masyarakat benar-benar mandiri dan tidak merambah hutan.”Tisna Nando, Communication Officer USAID IFACS Aceh Region, mengatakan selama empat tahun ini USAID-IFACS bekerja di Aceh Selatan, Aceh Tenggara, dan Gayo Lues. Masyarakat yang menerima manfaat ekonomi langsung melalui strategi pembangunan rendah emisi karbon ini sekitar 9.178 orang. Rinciannya,  4.916 orang di Aceh Selatan, 3.764 orang di Gayo Lues, dan 498 orang di Aceh Tenggara." "Rajin Dirambah, Kondisi TNGL Wilayah Aceh Mulai Merana","“Sementara itu, masyarakat dan pemerintah daerah yang menerima manfaat peningkatan kapasitas melalui pelatihan teknik pertanian, kehutanan, penghitungan karbon, ekowisata, hingga akses pasar berjumlah 4.323 orang. Mereka tersebar di  Aceh Selatan (2.233 orang), 1,466 orang di kabupaten Gayo Lues (1.466 orang), dan 624 orang di Aceh Tenggara” ujar Tisna.Bahkan, sambung Tisna, saat ini 145.866 masyarakat di Aceh Selatan, Aceh Tenggara, dan Gayo Lues sudah mengetahui tentang perubahan iklim dan perlindungan hutan yang dilakukan melalui ceramah ramadhan, khutbah Jumat, program radio, dan sosialisasi. “Kita berharap, kesadaran masyarakat meningkat dan kelestarian TNGL terus dijaga, yang tidak hanya penting bagi mereka tetapi juga untuk dunia,” ujarnya.Taman Nasional Gunung Leuser yang luasnya 1.095.592 hektar ini, secara administratif berada di Provinsi Aceh dan Sumatera Utara. Untuk wilayah Aceh yang berada di Aceh Tenggara, luasnya sekitar 376.104 hektar, sementara di Gayo Luwes sekitar 240.304 hektar.Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio [SEP]" "13 Foto Terbaik Ekspresi “Lucu” Satwa di 2015","[CLS] Para pemenang kompetisi fotografi Comedy Wildlife Photography Awards belum lama ini diumumkan. Para pemenang, runners-up, dan honorable mentions mengirimkan foto-foto dari seluruh dunia itu saat saat mereka melihat sisi  ‘lucu’ satwa menurut pandangan kita, manusia.Kompetisi 2015 ini bertema “Seeing the funny side of the majestic creatures we love to photograph and protect” atau melihat sisi lucu dari makhluk-makluk luar biasa yang kita ambil gambarnya, dan kita lindungi.Menurut situs resmi Comedy Wildlife Photography Awards, kontes ini digagas oleh fotografer satwa liar, Paul Joynson-Hicks. Kompetisi terbuka untuk setiap orang, amatir, atau profesional. Syaratnya cuma menyertakan foto-foto satwa yang lucu, unik, dan menarik, namun tetap memenuhi unsur artistik.Foto-foto yang memenangkan kompetisi ini dipilih oleh dewan juri yang terdiri dari para fotografer professional, presenter televisi lingkungan hidup, hingga ahli satwa.   Hadiah pertama dimenangkan oleh Julian Rad, dengan foto berjudul “Rush Hour” yakni seekor hamster yang berlari secepat kilat.Berikut, 13 foto ekspresi satwa yang pastinya akan membuat kita tersenyum sebagaimana dilansir dari situs Nesw Discovery.Karya fotografer lain yang mendapatkan penghargaan honorable mentions: [SEP]" "1 Juta Hektar Lahan Pangan, Prioritaskan Warga dan Perhatikan Lingkungan","[CLS] Bulan lalu, Menteri Pertanian meminta lahan satu juta hektar kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk pengembangan pangan, berupa palawija (pagi, kedelai dan jagung) dan tebu. Namun, ada indikasi pemerintah akan memberikan pengelolaan lahan itu kepada investor ataupun BUMN. Sikap ini mendapat tanggapan dari berbagai kalangan.Tejo Wahyu Jatmiko, koordinator Aliansi untuk Desa Sejahtera mengatakan, pengelolaan lahan pangan mesti mengutamakan buat warga. “Jangan pernah menyerahkan kepada swasta,” katanya, baru-baru ini di Jakarta. Sebab, katanya, tidak ada hubungan antara kedaulatan pangan Indonesia dengan swasta.Sifat swasta, yang ingin mendapatkan profit, kata Tejo, tidak pernah memikirkan kebutuhan pangan warga, kecuali harga pangan lebih tinggi dari luar negeri.Indonesia, katanya, punya PP 18/2010 tentang Usaha Budidaya Tanaman sebagai turunan UU Sistem Budidaya Tanaman.  Dalam pasal-pasal di sana, tidak ada kewajiban investor memasarkan produksi ke dalam negeri. “Atau dengan kata lain tidak ada hubungan antara kebutuhan dalam negeri dan kewajiban memasok bagi pengusaha. Kewajiban hanya saat ada bencana alam atau kegagalan panen luar biasa.”Meskipun begitu, katanya, permintaan satu juta hektar untuk 10 pabrik tebu dan kebun serta lahan padi dan palawija pada dasarnya wajar-wajar saja. Sebab, Indonesia memang memerlukan lahan untuk mencukupi kebutuhan pangan.Namun, kata Tejo, ada beberapa hal perlu dicermati. Pertama, harus dipastikan tidak ada tumpang tindih kepemilikan, terutama dengan masyarakat adat dan tempatan. Kedua, menjadi tidak wajar apabila pembukaan hutan begitu luas terlebih dalam satu hamparan. “Ini akan membuat goncangan lingkungan. Jadi harus benar-benar diperhitungkan daya dukung dan tampung lingkungan suatu kawasan.”" "1 Juta Hektar Lahan Pangan, Prioritaskan Warga dan Perhatikan Lingkungan","Ketiga, proporsi harus jelas berapa persen untuk pabrik gula, berapa persen kebun dan padi atau palawija. Menurut dia, Indonesia,  lebih memerlukan lahan untuk menyediakan pangan rakyat. Keempat, prioritas pengelolaan harus untuk masyarakat adat dan lokal.Beralih ke sawitKussaritano, Direktur Eksekutif Mitra Lingkungan Hidup Kalimantan Tengah, merasa heran pemerintah berdalih sibuk mengembangan lahan buat tanaman pangan. Padahal, lahan pangan yang sudah ada tak terjaga hingga banyak beralih fungsi menjadi kebun sawit dan lain-lain.Dia mencontohkan di Kalteng,  Desa Anjir Mambulau, Kabupaten Kapuas,  banyak memproduksi produk-produk pertanian, dari padi, sayur mayur sampai buah-buahan. Sayangnya, kawasan ini terancam ekspansi perkebunan sawit. “Harusnya pemerintah bisa menjaga lahan-lahan tani produktif itu agar tak berubah jadi fungsi lain,” ujar pria yang bisa dipanggil Itan ini.Redistribusi tanah buat petaniSedangkan, Rudi Cas Rudi, Ketua Rukun Tani Indonesia dan Anggota Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) sampai saat ini, Mentan belum melakukan gebrakan menangani masalah pangan di negeri ini.Data BPS, pada April-Agustus 2014,  Indonesia impor beras 676.227 ton dengan biaya ratusan miliar. Angka impor ini tidak wajar karena Indonesia negara agraris dengan kesuburan tanah cukup bagus. Sepanjang 2014, impor beras dari lima negara, yaitu Vietnam, Thailand, Myanmar, India dan Pakistan.Sebenarnya, kata Rudi, tak sulit menanggulangi impor beras. Pemerintah perlu mencetak sawah 150.272,6 hektar. Hasil panen petani dari satu hektar sawah sebanyak 4,5 ton dengan setahun tiga kali panen. “Ini total produksi beras selama satu tahun 2.030.853,6 ton. Dalam setahun sudah surplus beras.”" "1 Juta Hektar Lahan Pangan, Prioritaskan Warga dan Perhatikan Lingkungan","Menurut dia, beberapa faktor penyebab Indonesia menjadi pengimpor beras. Pertama, alih fungsi lahan pertanian berbasiskan tanaman pangan menjadi antara lain, perumahan, infrastruktur dan pabrik. Tidak terjamin ekonomi rumah tangga petani skala kecil, khusus di desa-desa membuat petani menjual tanah dan mencari pekerjaan lain untuk bertahan hidup.Kedua, pembukaan lahan-lahan baru untuk pertanian tak untuk pengembangan pangan industri pangan, tetapi perkebunan komersil seperti sawit, dan karet.Untuk itu, Rukun Tani Indonesia pun menyerukan kepada pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla melakukan beberapa hal. Pertama, memerintahkan Kementerian Agraria, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pertanian, Kementerian Keuangan dan kementerian lain meredistribusi tanah guna mencetak sawah.Kedua, menjamin pasar produksi pertanian sehat dengan mengurangi impor dan meningkatkan produksi pertanian. Hingga kebutuhan beras tercukupi, bahkan memungkinkan swasembada pangan.Ketiga, mengembangkan teknologi pertanian organik dalam pengolahan pertanian. “Khusus pertanian padi agar petani-petani tidak tergantung pupuk kimia.” [SEP]" "Wuih! Para Mahasiswa Ini Sulap Cangkang Kerang dan Kulit Telur jadi Obat","[CLS] Para penikmat seafood tentu tidak asing dengan kerang darah (Anadara granosa). Ia banyak disajikan sebagai menu utama di berbagai restoran. Ternyata, tak hanya isi yang bermanfaat, cangkang kerang bisa jadi obat dan berkalsium tinggi. Selama ini cangkang kerang hanya menjadi limbah rumah makan.Berawal dari situlah, lima mahasiswa Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta dari Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) dan Farmasi  yaitu Nabila Syarifah Jamilah, Istianah Maryam Jamilah, Aprilia Maharani, Pras Setya, dan Ariska Devy mengolah limbah cangkang menjadi sumber kalsium untuk terapi alternatif osteoporosis.Nabila mengatakan, proses pembuatan sederhana, cangkang kerang dari sejumlah rumah makan dioven pada suhu 110 derajat Celcius selama delapan jam. “Lalu dihaluskan menjadi bentuk serbuk.”Serbuk ini diujikan pada tulang femur tikus Sprague Dawley. Hasilnya, dari pemberian serbuk selama dua bulan menunjukkan densitas tulang lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol dilihat dari intensitas sinar X yang diserap tulang.Hasil pembacaan radiografi juga menunjukkan tikus yang diinduksi osteoporosis diberi serbuk cangkang kerang ada penyembuhan dari osteoporosis yang sangat baik.Aprilia menambahkan, adan kajian pre-klinis pada tikus  ini membuktikan, kalsium cangkang kerang dapat diserap dan membantu mengurangi risiko osteoporosis dengan sumber kalsium alternatif. Kendati begitu, katanya, masih perlu penelitian lanjutan yakni  scanning electron microscope (SEM) untuk melihat trabekula femur.“Harapannya nanti bisa membantu para penderita osteoporosis dengan mendapatkan sumber kalsium alternatif yang mudah, murah dan efisien,” katanya.Kulit telur obati gigi" "Wuih! Para Mahasiswa Ini Sulap Cangkang Kerang dan Kulit Telur jadi Obat","Tak hanya cangkang kerang, kulit telur bebek pun bisa jadi obat. Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) UGM yaitu Bina Rizka Maulinda, Risa Widya Iswara, Novaria, Rika Ayu Putri Virawati, dan Veri Anggara Saputri berupaya mengolah membran cangkang (kulit) telur menjadi ekstrak obat antiradang. Obat ini untuk anti radang sakit gigi dinamai dengan “ExEllen” (extract of eggshell membrane).“Dalam cangkang telur bebek terdapat membran mengandung zat aktif yang mampu menekan peradangan. Selama ini cangkang hanya dibuang dan menumpuk menjadi sampah,” kata Rizka.Dalam membran cangkang telur mengandung sejumlah zat aktif seperti kondroitin sulfat, glukosamin, dan asam hyaluronat. Ini memiliki efek antiradang, hingga membran berpotensi mengatasi peradangan pada gigi atau reversible pulpitis.Prevalensi reversible pulpitis cukup tinggi di Indonesia. Data Profil Kesehatan Indonesia 2010,  menunjukkan penyakit pulpa menduduki urutan ketujuh dari 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di rumah sakit dengan kunjungan 163.211 pasien.“Karenanya kami tergerak menemukan bahan alami sebagai obat peradangan gigi tanpa menimbulkan efek samping berbahaya.”Rika Ayu mengatakan, pembuatan obat dengan memisahkan membran dari cangkang. Membran dibuat menjadi ekstrak menggunakan metode maerasi dengan pelarut etanol 70%. Proses ini membutuhkan waktu empat minggu.  “Dengan memanfaatkan limbah telur bebek juga membantu mengurangi polusi lingkungan,” ucap Rika. [SEP]" "Ayo, Selamatkan Pulau Bangka dari Sekarang!","[CLS] Keberadaan Pulau Bangka di Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara saat ini kondisinya terus mengalami degradasi lingkungan, sehingga  mengancam kehidupan masyarakatnya. Penyebabnya diduga kuat karena beroperasinya sebuah perusahaan energi yang bergerak dalam pertambangan bijih besi. Perusahaan tersebut sudah melaksanakan operasinya dalam beberapa tahun terakhir ini.Hal itu tersebut diungkapkan Rihunu, salah seorang warga disana yang melakukan advokasi ke Jakarta. Menurutnya, masyarakat setempat merasa tidak nyaman dengan kehadiran PT Mikgro Metal Perdana (MMP) yang berasal dari Tiongkok tersebut, karena dalam operasinya memangkas kawasan hijau dan mengubahnya menjadi kawasan pertambangan yang tandus.‘’Kami merasa itu sangat mengganggu kami. Karena ekosistem yang sedang kami tempati keberadaannya sangat terancam. Padahal, disitulah kami setiap hari tinggal dan mencari nafkah. Apa jadinya kalau semua itu dibiarkan saja,’’ ujar Rihunu di Jakarta, Jumat (24/04/2015).Karena dirasa sudah mengganggu, warga di Pulau Bangka yang mendapat pendampingan hukum, memutuskan untuk menggugat secara hukum keberadaan perusahaan ke Pengadilan Tata Usaha Niaga (PTUN) Manado.Namun, meski PTUN mengabulkan gugatan warga, perusahaan tersebut menyatakan banding ke Mahkamah Agung (MA). Namun, sekali lagi, hukum berpihak pada warga dan MA menyatakan bahwa perusahaan tersebut salah dan tidak boleh melakukan operasional perusahaan lagi di Pulau Bangka.‘’Keputusan inkrach keluar pada 24 September 2013 atau hampir dua tahun yang lalu. Namun, setelah itu, bupati (Minahasa Utara) tetap memberi izin pelaksanaan pertambangan. Itu yang hingga saat ini tidak masuk diakal kami,’’ ucap Rihunu.Kerusakan Pulau Tak Bisa Dihentikan" "Ayo, Selamatkan Pulau Bangka dari Sekarang!","Selain merusak lingkungan, operasi pertambangan itu juga menyalahi aturan. Menurut Direktur Yayasan Nurani Minahasa, Jull Takaliuang, Pulau Bangka sebenarnya dikategorikan sebagai pulau kecil di Indonesia. Hal itu sesuai dengan Undang-Undang No 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.‘’Sesuai UU tersebut, Pulau Bangka harusnya dimanfaatkan sebagai kegiatan konservasi, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, budidaya laut, pariwisata, usaha perikanan dan kelautan serta perikanan secara lestari, pertanian organik, peternakan, dan/atau pertahanan dan keamanan negara,’’ ujar Jull.Karena menyalahi peruntukkan, Jull menjelaskan, dampak yang sudah terlihat saat ini adalah sangat tidak baik dirasakan oleh masyarakat sekitar. Salah satunya, karena mulai ada penggundulan hutan dan penimbunan bakau serta sungai yang berlokasinya di area operasional PT MMP.Meski belum dilakukan ke seluruh pulau, namun kata Jull, itu sudah cukup membuat masyarakat resah karena dikhawatirkan ke depannya bisa lebih buruk lagi.’’Padahal, warga juga tahu kalau di sekitar Pulau Bangka itu ada perairan yang sangat diidolakan oleh penyelam dari seluruh dunia. Potensi alam itu juga akan terancam kalau Pulau Bangka mengalami kerusakan,’’ tutur dia.‘’Sebenarnya itu sudah ada teguran secara tertulis dari KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan), namun tetap tak digubris. Ini membuat kami semakin bertanya-tanya. Ada apa sebenarnya di balik kasus ini,” ucap Jull.Selain dari KKP, ada juga surat dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang meminta PT MMP untuk menunda kegiatan pertambangan dikarenakan belum ada keputusan zonasi dari Kabupaten Minahasa Utara.Kerugian Negara Rp200 triliun" "Ayo, Selamatkan Pulau Bangka dari Sekarang!","Sementara itu menurut Tama S Langkun dari Aliansi Menolak Limbah Tambang (AMMALTA), akibat penambangan yang masih dilakukan, negara mengalami kerugian sangat banyak. Jika tidak dihentikan, maka kerugian akan terus bertambah besar lagi. Padahal, sesuai dengan UU No 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 100, pemegang ijin usaha penambangan wajib menyediakan dana jaminan reklamasi dan dana jaminan pascatambang.“Kenyataannya itu tidak dilakukan. Ini jelas pelanggaran lagi. Sudah operasionalnya melanggar, mereka juga melanggar yang lain. Belum lagi pelanggaran pemanfaatan lahan yang tidak boleh untuk pertambangan. Banyak sekali pelanggarannya,” ungkap Tama.Namun, Tama memastikan bahwa kepentingan masyarakat bukan semata untuk meraih materi uang, namun bagaimana bisa memperjuangkan Pulau Bangka bisa kembali seperti semula, tanpa kerusakan. ”Warga sudah tidak peduli uang, mereka hanya ingin Pulau Bangka kembali hijau saja,” tandas dia.Seruan penyelamatan Pulau Bangka juga diungkapkan musisi pentolan grup Slank, Kaka, yang terbiasa melakukan penyelaman di perairan sekitar Pulau Bangka. Menurut Kaka, sebelum ada pertambangan, Pulau Bangka sangat indah dan tenteram.”Namun sekarang, kondisinya sudah berbeda. Warganya masih ramah, tapi mereka tidak bisa menutup mata ada kerusakan alam di pulau. Itu yang dikhawatirkan warga,” ujar dia.Pulau Bangka secara administrasi masuk dalam wilayah Kecamatan Likupang Timur Kabupaten Minahasa Utara. Luasnya mencapai 4.800 hektare. Di dalamnya ada empat desa, termasuk Desa Kahuku yang selama ini menjadi lokasi pertambangan bijih besi. [SEP]" "Ditemukan! Ikan Monster Berkepala Reptil","[CLS] Ikan misterius berkepala reptil dengan sisik yang menakutkan dilaporkan tertangkap jaring  nelayan di sebuah sungai di kawasan Arkhangelsk, Russia. Nelayan tersebut tak bisa mengidentifikasi jenis apa ikan yang ia tangkap itu.Ciri utamanya, kepala ikan tersebut agak mirip kura-kura, dan sisiknya seperti fosil. Ikan ini juga memiliki duri dan penghisap kecil panjang mirip jarum.Seperti dirilis RT.com, penampilan ikan ini mirip ikan angler, ikan predator di laut dalam Eropa. Beberapa orang berspekulasi bahwa ikan ini mungkin rabbit fish, namun rabbit fish adalah ikan yang hidup di lautan, bukan di sungai. Mulut ikan ini seperti ikan sterlet, namun bentuknya sangat berbeda.Para ilmuwan meyakini bahwa ikan tersebut adalah ikan lele dengan lapisan sisik keras yang melindunginya. Namun, mereka juga tidak tahu bagaimana ikan jenis ini bisa sampai ke Rusia bagian utara. Karena, jenis ikan lele hanya ditemukan di wilayah amazon.Bukan kali ini saja ikan misterius ditemukan di kawasan Arkhangelsk, Rusia utara. Tahun lalu, seorang nelayan juga menangkap ikan yang mempunyai gigi layaknya gigi manusia. Para ahli menyimpulkan bahwa ikan tersebut adalah ikan pacu amerika selatan, sejenis ikan piranha. [SEP]" "Inilah Film-film Melawan Asap Anak Muda Kalteng","[CLS] Jari jemari memegang masker berwarna hijau. Berbentuk persegi panjang. Tipis dan sederhana. Tampak Dokter Theodorrus, Kabid Diklat Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Humas RS Doris Sylvanus Palangkaraya sedang mendemonstrasikan penggunaan masker yang benar.Masker ini sebagai upaya pencegahan dini terhadap infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) akibat kabut asap kebakaran hutan dan lahan.Dia menunjukkan sisi depan, seperti susunan atap genteng, agar udara berpolutan tak mudah masuk. Sejurus  dia mengaitkan sisi masker bertali pada kedua daun telinganya. Setelah terpasang, kawat di sisi atas masker ditekan mengikuti kontur hidung untuk menutup salurån udara guna memastikan sisi bawah menutup dagu.Tiba-tia dia memelorotkan masker sampai ke mulut. Hidung dibiarkan terbuka. “Jangan menggunakan masker seperti ini, tiada guna.”Demonstrasi Theodorus terekam dalam film pendek Bernapas Dalam Asap karya Herlianto. Dengan film, mahasiswa Univeritas Palangkaraya ini, ingin mengedukasi publik tentang bahaya kabut asap bagi kesehatan dan tindakan pencegahan dini.Suara DayakAnggota Gerakan Anti Asap Kalteng (GAAS), Emmanuela D. Shinta punya pendekatan lain dalam film pendek yang diproduksi. Shinta memberi porsi lebih kuat pada sisi Dayak bicara. Dalam konteks kebakaran hutan dan laban Kalteng, masyarakat Dayak acapkali dutuduh sebagai pembakar dalam tata kelola pertanian ladang berpindah-pindah.“Suara film adalah suara kita (Dayak). Kita bukan penyebab kebakaran!”Dia menyuarakan keprihatinan itu dalam film pendek berjudul Siapakah yang bersalah? Masyarakat atau? Bersama rekan di GAAS, dia menampilkan kesaksian Mantir (ketua) Adat Bereng Bengkel Palangkaraya, Rusnadi Satri Emil." "Inilah Film-film Melawan Asap Anak Muda Kalteng","Emil bersaksi, seringkali hanya masyarakat kecil dihukum tetapi perusahaan tidak. Masyarakat Bereng Bengkel,  tidak mau membakar lahan saat kemarau. Api kemarau justru menghabisi lapisan tanah paling subur di areal bergambut. Selain itu, katanya, api kemarau sulit dikendalikan dan berpotensi menyambar kebun karet maupun kebun rotan warga. Bila terjadi, pembuat api akan kena sanksi adat berat. “Kami hanya membakar terbatas musim hujan.”Sebelum membakar masyarakat Dayak, akan memastikan sekat bakar agar api tak meloncat ke perkebunan tetangga. Api tak boleh besar dan mudah padam saat hujan.“Masyarakat jangan disalahkan terus,” jelas sutradara film ini, Lina A Karolina. Melalui film, Karolina ingin mencari tahu siapa penyebab kebakaran hutan dan lahan.Kritik lewat komediKaliwood, komunitas pembuat film lain di Palangkaraya, turut geram dengan kabut asap kebakaran Kalteng. Merekapun tergerak menyuarakan lewat film.“Aku ini korban. Aku sudah muak banget. Aku pengidap bronkhitis’” kata Ketua Kaliwood,  Desi Natalia.Mereka merancang ide pembuatan film pendek tentang kabut asap dan kebakaran hutan dengan pendekatan komedi satire. Beberapa film mereka adalah Nagabonar Peduli Asap, Berasap, Hayati, Jangan Kesini, Nanti Bisa Mati dan Nyimeng Asap.Semua film, mereka sebut sebagai sketsa Kaliwood, dibuat gaya komedi satire. Mereka ingin mengajak penikmat film tertawa cerdas. Kecerdasan dimaksud Kaliwood adalah kemampuan pemirsa mencerna pesan kritis di balik aksi lucu pemain. Menyindir dalam parodi tawa.Natalia percaya sindiran dengan pesan mendalam bisa dilakukan oleh orang-orang cerdas. Golongan ini biasa para netizen yang mudah mengakses beragam informasi secara cepas dan akurat. Memang, para pengguna media sosial adalah target pemirsa Kaliwood.Anak muda menangkap realita" "Inilah Film-film Melawan Asap Anak Muda Kalteng","Senada dengan pegiat film dari GAAS dan Kaliwood, Ketua Komunitas film My First Movie (MFM) Palangkaraya Yusy menilai film media paling baik untuk propaganda. Film, sebagai sarana edukasi dan hiburan, memiliki kekuatan besar membentuk budaya baru masyarakat.Bagi MFM, kebakaran dan kabut asap bukanlah tontonan melainkan realita. “Realita ini tak boleh diabaikan. Sudah banyak kerugian, baik kesehatan, pendidikan, perhubungan sampai ekonomi.” MFM pun menyiapkan dua film pendek tentang kebakaran hutan dan lahan Kalteng.Bukanlah kebetulan bila para aktivis perfilman dari GAAS, Kaliwood dan MFM adalah anak muda brusia tak lebih 30-an tahun. Mereka dari kelompok pelajar, mahasiswa, aktivis lingkungan dan lain-lain.“Dengan film, kami mengajak orang muda Dayak berpikir kritis,” kata Shinta.Sedang Natalia menganggap anak muda Palangkaraya adalah kelompok penuh tantangan. Dia menyadari, dunia film Palangkaraya dianggap minor masyarakat. Banyak belum peduli dan tak tertarik. Tak banyak pemuda Palangkaraya mengenyam pendidikan formal perfilman.GAAS dan Kaliwood telah memutar film mereka Minggu malam (20/9/15) di Taman Tugu Sukarno, Palangkaraya. Puluhan orang hadir.  Koordinator GAAS Aryo Nugroho mengapresiasi kehadiran orang muda malam itu. Pemutaran film itu,  adalah upaya GAAS menggalang partisipasi warga terhadap kebakaran hutan dan lahan.  “Orang muda harus menjadi motor kampanye ini.”GAAS merupakan aliansi masyarakat sipil Kalteng melawan asap kebakaran hutan dan lahan 2015. GAAS beranggotakan pegiat lingkungan hidup, akademisi, praktisi film independen, pemuda dan mahasiswa.Penyadaran publik dan advokasiGAAS, Kaliwood dan MFM sadar, perkembangan teknologi di era digital menarik minat orang muda Palangkaraya. Media film tak lepas dari ini." "Inilah Film-film Melawan Asap Anak Muda Kalteng","Shinta dan Natalia mengunggah sejumlah karya di media sosial seperti YouTube. Yusy memilih menggunakan website MFM. Dengan membagi film, mereka ingin mencerdaskan publik. Bagi mereka, film-film ini,  bisa menjadi sarana advokasi. [SEP]" "Beginilah Aksi TNI Di Hutan Mangrove Pejarakan Buleleng. Ada Apa?","[CLS] Siang itu pada Sabtu Sabtu (26/09/2015), terlihat aktivitas di kawasan Hutan Mangrove Dusun Marga Garuda, Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali. Sejumlah anggota TNI dari Kodim 1609/Buleleng sibuk di hutan yang mulai rusak itu. Mereka datang bukan dengan membawa senjata untuk berlatih perang, tetapi malah membawa bibit untuk ditanam di hutan mangrove.Komandan Kodim (Dandim) 169/Buleleng, Letkol Inf. Budi Prasetyo yang ditemui Mongabay mengatakan mereka melakukan aksi penanaman bibit manggrove secara spontan karena melihat kawasan mangrove di sepanjang 144 km pesisir pantai Buleleng mulai rusak dan menipis. Padahal mangrove berperan penting dalam menahan abrasi dan tempat hidup berbagai satwa pesisir.  Dari pemikiran tersebut, Dandim 169 / Buleleng melakukan penanaman  350 bibit mangrove di kawasan pantai Desa Pejarakan, yang nantinya bisa bermanfaat mencegah kerusakan lingkungan, khususnya dari pengaruh alam dan tangan-tangan usil. “Kami akan melakukan penanaman manggrove ini berkelanjutan. Ini bertujuan mencegah abrasi dan kerusakan lingkungan. Masyarakat sangat antusias mengikuti kegiatan ini bersama camat dan prebekel setempat,” ujarnya.Ia melanjutkan dulunya hutan mangrove di kawasan pantai Pejarakan sangat lebat. Tapi belakangan masyarakat cenderung memanfaatkan hutan sebagai lokasi tambak, dengan melakukan penebangan dan membuka lahan yang merusak fungsi ekologis mangrove.Oleh karena itu Budi Prasetyo mengatakan pihaknya berusaha memberikan edukasi kepada masyarakat pentingnya menjaga lingkungan khususnya di kawasan lahan mangrove. “Kami mengantisipasi abrasi dan kerusakan lingkungan melalui penanaman ini. Mengingat banyak masyarakat mengembangkan tambak yang berjarak dekat dengan pantai di sekitar hutan mangrove,” tambahnya. [SEP]" "Video: Burung-burung Ini Lepas Bebas di Alam Bukit Lawang","[CLS] Hari itu, menjadi hari bahagia belasan murai daun karena mereka kembali ke alam. Selasa (25/8/15), Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL), melepaskan 13 burung sitaan dari tiga pemburu satwa dari Leuser itu.Dua kepala desa tempat tinggal tiga pelaku diundang BBTNGL menyaksikan pelepasliaran.  Tampak tim Wildlife Conservationa Unit (WCU), membantu proses pelepasliaran.Sebelumnya, tim dokter hewan memeriksa kesehatan burung-burung ini, dan sehat. Satu persatu mereka menghirup dunia bebas di kawasan ekowisata Bukit Lawang, Langkat, Sumatera Utara.Palber Turnip, Ketua Tim Penyidik BTNGL, mengatakan, pelepasliaran burung agar tidak mati. Karena ada delapan burung sitaan mati dampak tak hidup di sarang layak.Dia mengatakan, apapun dalam TNGL tidak boleh diambil, diburu, dibunuh, atau dirusak. “Burung-burung ini, tidak dilindungi, namun dipidana kala mengambil di TNGL.” Sedang para tersangka tak ditahan tetapi penyelidikan terus berjalan.Tetap Ukur Ginting, Kepala Desa Batu Jongjong, Kecamatan Bahorok, menyesalkan warga yang tidak menyadari pentingnya satwa hidup di alam liar. Dia berulang kali memperingatkan untuk tidak memburu, atau mengambil di kawasan. Sebagian besar, katanya, warga sadar, namun ada yang membandel.“Harusnya masyarakat desa di sekitar hutan menjaga, bukan memburu dan merusak.”Bahtiar Effendi Lubis, Pelaksana Harian Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah V Bukit Lawang BBTNGL, berharap, warga sekitar TNGL, tidak memburu atau membunuh satwa. [SEP]" "Danau Limboto Sebagai Destinasi Burung Pendatang (bagian – 2)","[CLS] Limboto merupakan nama danau yang tidak asing di telinga masyarakat Gorontalo. Dalam kehidupan nyata, peran Danau Limboto sangatlah penting sebagai penyedia air bersih, habitat flora dan fauna, hingga pencegah banjir. Limboto juga menampung air dari 5 sungai besar dan 23 sungai kecil.Untuk jenis burung, beberapa jenis dapat dengan mudahnya kita lihat. Ada dara-laut sayap-putih (Chlidonias leucopterus), elang bondol (Haliastus indus), blekok sawah (Ardeola speciosa), atau kuntul kecil (Egretta garzetta) yang semuanya pengunjung setia danau. Mengenai kehadiran burung migran alias pendatang, Idham Ali dari Gorontalo Wildlife Fotography dan Iwan Hunowu, pengamat burung, punya cerita seru. Di acara “Welcome Birds: Burung Migran dan Pesona Danau Limboto” itu Idham memperlihatkan berbagai jenis burung migran yang ia potret. Sembari Idham menjelaskan, Iwan mengungkapkan asal-muasal burung tersebut dan hendak kemana tujuannya.Seperti trinil semak (Tringa glareola). Burung ini menurut Iwan, memiliki ciri khas sewaktu terbang yaitu dengan kaki menjulur dari bawah ekor. Biasanya berbiak di Eropa bagian Utara dan Asia Utara. Pada musim dingin bermigrasi ke Afrika Selatan, Asia Selatan, dan Australia.“Kalau cerek asia (Caradrius veredus) kakinya kuning dibanding cerek kernyut, dan cerek-pasir besar. Sebaran di Siberia Selatan, Mongolia, Tiongkok Timur Laut. Bermigrasi sampai ke Sunda Besar sampai Australia bagian utara, namun jarang sampai selatan,” kata Iwan.Untuk cerek kernyut (Pluvialis fulva), sebarannya di Rusia dan Alaska. Musim dingin bermigrasi ke pesisir Amerika Utara dan Selatan, Eropa Barat, Afrika, Asia Selatan, Indonesia, dan Australia. Burung ini punya gaya khas ketika makan, yaitu berlarian kemudian berhenti dan mematuk makanan. “Jumlah telurnya 4 dan dieram selama 26 hari.”" "Danau Limboto Sebagai Destinasi Burung Pendatang (bagian – 2)","Menariknya, ada gajahan kecil (Numenius minutus) atau Little Curlew. Jenis ini tidak umum ditemukan di Indonesia. Idham bercerita, ia memotret burung tersebut pada 2014 dan diunggah di media sosial seperti facebook. Ternyata, dari media ini pencinta burung Australia melihat bahwa burung migran itu sangat jarang ditemukan. “Teman-teman di Australia kemudian memuatnya di majalah Australian Birdlife, Desember 2014,” kata Idham.Yang membanggakan menurut Idhan adalah dari hasil pengamatannya ia melihat pengunjung baru Danau Limboto, yaitu berkik-kembang besar (Rostratula benghalensis). Sebaran burung ini adalah Afrika dan Madagaskar, Pakistan ke Timur sampai China, Rusia Tenggara dan Jepang, dan ke selatan di Asia Tenggara, Sunda Besar, Filipina sampai Sunda Kecil dan Australia. Musim berbiaknya Juli hingga April. “Jenis ini pernah terlihat di Jawa Tengah. Artinya kalau dilaporkan, Danau Limboto adalah yang kedua di Indonesia.”Menurut Idham, data burung migran di Limboto saat ini berkisar 10-14 jenis. Namun ia menduga jumlahnya akan lebih banyak lagi. Karena ia menemukan beberapa jenis yang tidak terekam oleh kameranya.Akan tetapi, menurut Hanom Bashari, Biodiversity Conservation Specialist  Burung Indonesia, jumlah tersebut bertambah menjadi 34 jenis. Data ini merupakan hasil pengumpulan informasi yang dipadukan dengan data awal dan identifikasi lanjutan. “Sebut saja kedidi leher-merah, gagang-bayam belang, maupun trinil kaki-hijau,” jelasnya.Penyelamatan LimbotoMeski memiliki potensi besar terhadap burung migran, namun kondisi Limboto yang dangkal dan dipenuhi eceng gondok merupakan persoalan yang sangat meresahkan." "Danau Limboto Sebagai Destinasi Burung Pendatang (bagian – 2)","Fadly Alamri, dari Badan Lingkungan Hidup Gorontalo, menuturkan permasalahan danau yang hingga kini tak kunjung terang dikarenakan tidak adanya penegakan hukum. Menurut Fadly, wilayah sekitar danau bersinggungan langsung dengan lima kecamatan yang didiami oleh sekitar 2.000 jiwa. Sedangkan sebagian besar tanah itu sudah bersertifikat yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).“Saat ini Pak Gubernur sudah mengeluarkan moratorium sertifikat tanah di Danau Limboto,” katanya.Fadly menuturkan, di Provinsi Gorontalo saat ini sudah ada kelompok kerja (Pokja) Danau Limboto. Satu hal yang saat ini dirancang adalah membuat zonasi danau dan jaring apung ramah lingkungan, mengatasi eceng gondok yang sudah 70 persen merambat dan menguasai danau, serta mengatasi problem sedimentasi. “Namun, persoalan yang tak kala besar adalah masyarakat miskin di sekitar danau.”Rahman Dako, Koordinator Forum Komunitas Hijau Kota Gorontalo mengatakan, persoalan danau seharusnya dilihat dari hulu. Perkebunan sawit telah menguasai hutan di kabupaten Gorontalo, yang aliran sungainya bermuara ke Danau Limboto. “Hutan di hulu sudah gundul. Ini persoalan utama yang harus diselesaikan.,”Sementara, Anggota DPRD Provinsi Gorontalo Komisi Lingkungan, Ansar Akuba menegaskan pentingnya melakukan review Perda Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Danau Limboto. “Kelengkapan data dan informasi komprehensif semua pihak penting dikembangkan guna mendapatkan solusi yang tepat,” jelasnya.Dian Nasiboe, Duta Wisata Gorontalo yang hadir pada diskusi itu menuturkan, adanya informasi mengenai burung mirgan sangatlah membantu mempromosikan potensi pariwisata yang ada di Danau Limboto.“Kami siap membuat Danau Limbotolebih dikenal akan burung migrannya,” kata Dian.Bagian awal tulisan ini dapat dibaca pada judul berikut: Danau Limboto dan Pesona Burung Migran (bagian – 1) [SEP]" "Perencanaan Penggunaan Lahan Berkelanjutan, Apa Manfaatnya?","[CLS] Perencanaan penggunaan lahan berkelanjutan (PPLB) merupakan perencanaan penggunaan lahan yang menekankan metode pemetaan partisipatif dan perencanaan tata guna lahan yang lebih detil. Proses ini menekankan pada lima aspek besar yaitu sosial, budaya, lingkungan, ekonomi, dan pemerintahan.Perencanaan tata guna lahan berkelanjutan harus dibangun melalui pendokumentasian pengetahuan lokal masyarakat mengenai ruang hidupnya yang mencakup sumber-sumber penghidupan dan wilayah lindung mereka. Hasil dari PPLB ini, nantinya akan disusun secara sistematis sebagai masukan penting yang diintegrasikan dalam dokumen rencana tata ruang wilayah (RTRW) kabupaten atau kota.Proses pembangunan kesepakatan tersebut, dilakukan melalui forum diskusi desa, lalu ke kecamatan, dan dilanjutkan ke kabupaten. Forum ini sekaligus sebagai media komunikasi, penyebaran informasi, bahkan sebagai penyelesaian masalah baik di dalam maupun antar-desa.Akan tetapi, dikarenakan perencanaan penggunaan lahan merupakan proses yang rumit, terkadang melibatkan intrik politik, pada praktiknya di beberapa tempat, penyusunan RTRW kabupaten sering kali tidak melihat kondisi faktual masyarakat setempat.Alih-alih mendatangkan keadilan ruang bagi masyarakat, penyusunan RTRW kabupaten yang telah diatur dalam UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang tersebut tak jarang dijadikan ajang pembagian konsesi wilayah dan sumber-sumber pertanian untuk investasi skala besar. Padahal, masyarakat pedesaan telah memiliki konsep ruang tersendiri berdasarkan pengetahuan dan kearifannya.Deny Rahadian, Koordinator Nasional Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP), menuturkan bahwa PPLB merupakan pengembangan metode pemetaan partisipatif yang mensyaratkan sinergisitas antara rencana pengelolaan masyarakat dengan rencana pembangunan pemerintah daerah." "Perencanaan Penggunaan Lahan Berkelanjutan, Apa Manfaatnya?","Dalam PPLB, diatur mengenai penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah untuk berbagai kegiatan pembangunan sesuai daya dukung lahan, serta kesesuaian kondisi sosial ekonomi masyarakat. “PPLB merupakan jalan menuju keadilan ruang dan solusi atas konflik ruang yang selama ini terjadi,” ungkapnya dalam Seminar Nasional Mendorong Integrasi Peta Kelola Rakyat Melalui Perencanaan Penggunaan Lahan Berkelanjutan, di Bogor, Kamis (21/5/2015).Menurut Deny, hakikat PPLB adalah merubah paradigma pembangunan desa yang selama ini hanya ditentukan oleh kebijakan pusat atau pemerintah daerah menjadi subjek perencana yang didukung oleh pemerintah daerah. Yaitu, dengan cara memberi akses seluasnya kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam perencanaan pembangunan wilayahnya melalui pendekatan participatory approach bukan command and rule paradigm sebagaimana yang terjadi.Pendampingan Kegiatan pendampingan yang dilakukan JKPP terhadap komunitas lokal di Kecamatan Timpah, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah dan masyarakat adat di Kecamatan Rampi, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan menunjukkan betapa pentingnya PPLB dilaksanakan.Menurut Deny, di Kecamatan Timpah yang sebagian besar wilayahnya gambut justru oleh pemerintah setempat diberikan izin untuk perusahaan kelapa sawit yang merupakan ancaman besar. Melalui PPLB terlihat jelas bahwa tingkat kesesuaian penggunaan lahan masyarakat dengan draf RTRW kabupaten hanya 36 persen.Nilai positifnya adalah, melalui PPLB, Pemerintah Daerah Kapuas menyambut baik masukan data dari hasil PPLB tersebut dalam pembahasan draf RTRWK dan RTRWP. Proses tersebut dicapai melalui forum diskusi ruang yang melibatkan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) melalui PPLB." "Perencanaan Penggunaan Lahan Berkelanjutan, Apa Manfaatnya?","Sementara, berdasarkan PPLB untuk kesesuaian wilayah masyarakat di Kecamatan Rampi dengan wilayah lindung dalam RTRWK Luwu Utara, hanya 20 persen saja atau sekitar 4.598,6 hektar yang terlihat. Sisanya, sekitar 80 persen atau 19.550 tidak sesuai.Sementara, wilayah lindung dalam peta perencanaan masyarakat Rampi yang dialokasikan sebagai kawasan budi daya di RTRWK seluas 55.289 hektar. Melalui PPLB tergambar, kesesuaian wilayah hanya tercapai 47,38 persen, sementara sisanya sekitar 52,62 persen atau 61.409 hektar tidak sesuai.Baharuddin Nurdin, Sekretaris Bappaeda Luwu Utara, mengatakan sejauh ini PPLB telah memberikan masukan positif terhadap implementasi Perda Kabupaten Luwu Utara No 6 Tahun 2011 tentang Rencana Pembangunana Jangka Menengah Daerah 2010-2015. Yang terpenting adalah membantu penerapan pembangunan pertanian berkelanjutan.Menurut Baharuddin, hal yang telah dicapai melalui PPLB adalah adanya peta partisipatif Kecamatan Rampi, analisis peta usulan masrakat untuk areal penggunaan lain, serta sinkronisasi data dengan SKPD terkait, misalnya soal kehutanan. “Pemkab telah melahirkan Perda sistem Perencanaan Daerah dan Peraturan Bupati mengenai Sistem Perencanaan pembangunan Partisipatif. Dokumen PPLB Kecamatan Rampi ini nantinya akan diserahkan ke Pemkab Luwu Utara melalui Bappeda sebagai masukan penyusunan rencana detil tata ruang (RDTR) dan revisi RTRW Luwu Utara,” ujarnya.Budi Rario, Kepala Bagian Fisik dan Prasarana Bappeda Kapuas, menuturkan bahwa Pemkab Kapuas sangat mengapresiasi kegiatan PPLB tersebut karena terjadi sinergi antara masyarakat, pemerintah daerah dan JKPP itu sendiri. Dengan begitu, semua pihak dapat dilibatkan sehingga konflik dapat diminimalisasi." "Perencanaan Penggunaan Lahan Berkelanjutan, Apa Manfaatnya?","Budi memberikan usulan agar kedepannya ada pembaruan aspek kebijakan dan yuridis mengenai perencanaan dan tata kelola lahan di tingkat masyarakat. “Dengan begitu pemberdayaan masyarakat dengan segala kondisi dan potensinya dapat diterapkan secara luas dan maksimal.”Peran peta partisipatifOswar Muadzin Mungkasa, Direktur Tata Ruang dan Pertanahan dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencana Pembangunan Nasonal (PPN/Bappenas), menuturkan bahwa rencana tata ruang perdesaan yang merupakan bagian dari kabupaten harus tercakup dalam rencana tata ruang kabupaten. Pembangunan kawasan perdesaan tersebut meliputi penyusunan rencana tata ruang perdesaan secara partisipatif.Menurut Oswar, peran PPLB melalui peta partisipatif dapat mendukung sekaligus memberi masukan kritis terhadap penggunaan dan pemanfaatan tanah untuk berbagai kegiatan pembangunan yang sesuai dengan RTRW.Juga, menjamin kepastian hukum untuk menguasai, menggunakan, dan memanfaatkan lahan bagi masyarakat. “Peta kelola rakyat ini dapat dijadikan alat untuk pengendalian pemanfaatan ruang demi menjamin terwujudnya tata ruang yang sesuai dengan rencana tata ruang.”Budi Mulyanto, Dirjen Pengadaan Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menuturkan, secara umum konflik agraria terjadi di masyarakat dikarenakan administrasi pertanahan masih dalam proses penataan. Khususnya di bidang pengukuran, pemetaan, dan mekanisme legalisasi tanah yang beragam. Kondisi ini makin rumit dengan masih adanya aturan hukum yang tumpang tindih dan juga bias. “Namun, untuk beberapa masalah masih terjadi kekosongan hukum.”" "Perencanaan Penggunaan Lahan Berkelanjutan, Apa Manfaatnya?","Peta, menurut Budi, merupakan alat bantu bagi Kemeterian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional guna memberikan kepastian hukum penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T). “Substansi peta yang dapat memberikan kepastian hukum sebaiknya memenuhi standar teknis kartografis, dijustifikasi oleh pemegang hak yang berbatasan, dilegalisasi oleh pejabat berwenang, dan dapat diintegrasikan dalam sistem informasi spasial,” jelasnya. [SEP]" "Aliansi Desak Komitmen Serius Penyelamatan Bumi di COP 21","[CLS] Ratusan massa Aliansi Bumi Rumah Kita, berisi organisasi masyarakat sipil, Sabtu (5/12/15) berunjukrasa di Medan, Sumatera Utara. Mereka menyerukan para pemimpin dunia di Conference of Parties (COP) 21, Paris, serius berkomitmen demi penyelamatan bumi dari perubahan iklim.Ada Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Walhi, Hutan Rakyat Institut (HaRI), Yayasan Ekosistem Lestari (YEL), Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (Bakumsu). Lalu, LBH Medan, Jendela Toba, Pusaka Indonesia, Bitra Indonesia, Elsaka, Fitra Sumut, PMKRI Medan, dan belasan kelompok pecinta lingkungan.Saurlin P Siagian, Climate Justice Consultan of United Evangelical Mission (Asia), mengatakan, pertemuan pemimpin dunia, strategis bagi masa depan iklim bumi. Negara pihak akan menyusun kesepakatan baru, untuk menekan laju pemanasan global hingga dua derajat melalui pembuatan kesepakatan mengikat secara hukum (legally binding agreement). Berbagai negara, termasuk Indonesia, akan berkomitmen seberapa besar kontribusi mereka dalam menangani perubahan iklim.COP 21, katanya, sangat relevan di tengah laju krisis bumi saat ini. Beberapa krisis lingkungan aktual langsung berkontribusi terhadap krisis bumi, antara lain, pembakaran hutan (lahan) besar-besaran, banjir di kota-kota besar. Pemanasan global menciptakan kekeringan dan krisis pertanian.“Terjadi kenaikan permukaan air laut dan badai di belahan bumi. Ini mengerikan. Kami mendesak COP membuat keputusan tegas demi menyelamatkan bumi,” kata Saurlin.Sumut, katanya, juga mengalami berbagai krisis lingkungan, seperti banjir besar di berbagai kota/kabupaten, seperti Medan, Labuhan Batu, Pematang Siantar dan Asahan. Juga bencana asap kebakaran hutan, tata kelola sampah buruk, sampai ketergantungan petani pada pemakaian obat-obatan pertanian." "Aliansi Desak Komitmen Serius Penyelamatan Bumi di COP 21","Krisis lingkungan ini, katanya, tak lepas dari kehadiran perusahaan-perusahaan besar, yang terus mengeksploitasi bumi. “Tak ada kata lain, harus ada tindakan tegas bagi perusahaan-perusahaan ini agar bencana alam dan perubahan iklim ditekan. Pemerintah Indonesia sudah waktunya berani menutup perusahaan perusak, termasuk di Sumut.”Doni Latuparisa, dari Walhi Sumut mengatakan, bicara soal perusakan bumi, salah satu perhatian mereka PT Toba Pulp Lestari (TPL). Perusahaan ini, cukup besar merusak kawasan hutan, bukan saja konsesi, bahkan masuk hutan register. “Kami menuntut TPL ditutup permanen.”Sedang Harun Nuh, Ketua AMAN Sumut, mengatakan, perusahaan perusak lingkungan harus dilawan. Dia heran, banyak perusahaan merusak kawasan hutan tetapi dibiarkan.Lebih menyedihkan lagi, perusak lingkungan bebas berkeliaran, tetapi pejuang lingkungan dikebiri dan dikriminalisasi dengan membungkam mereka di balik jeruji.“Tak sedikit pejuang lingkungan adalah masyarakat adat. Saat melawan, kena penjara.” Salah contoh, katanya, masyarakat adat Pandumaan-Sipituhuta, menolak hutan adat dirusak TPL, malah kena jerat hukum.Presiden Joko Widodo, katanya, dalam pidato di COP menyatakan akan melibatkan masyarakat adat. Dia menanti aksi nyata. “Pemerintah jangan hanya mengumbar janji tanpa bukti nyata.”Aliansi ini mendesak, COP 21 bisa memastikan kesepakatan tentang perubahan iklim mengikat negara-negara pihak secara hukum. Juga menuntut, negara pihak mengurangi emisi karbon dan memastikan komitmen dukungan negara pengemisi karbon untuk mitigasi dan adaptasi iklim.Mereka juga mendesak, pemerintah Indonesia, menjalankan ucapan Jokowi di COP, seperti perbaikan tata kelola hutan dan lahan, lewat review perizinan sampai setop izin di lahan gambut. [SEP]" "Kajian Perlihatkan Titik-titik Lemah Moratorium, Pesan: Perpanjangan dengan Penguatan","[CLS] Kebijakan setop sementara (moratorium) izin hutan dan lahan gambut, 13 Mei ini berakhir. Pemerintah sudah memastikan perpanjangan. Kalangan organisasi masyarakat meminta perpanjangan dengan penguatan karena dalam dua periode belum menampakkan perbaikan tata kelola hutan. Hal ini diperkuat hasil kajian terbaru dari Kemitraan bersama Walhi, yang membeberkan ‘titik-titik lemah’ kebijakan ini.Temuan analisis memperlihatkan, sejak kebijakan moratorium sesungguhnya areal dilindungi terus turun dari waktu ke waktu. Hasil kajian di Riau, Jambi, Sumsel dan Kalteng, ini menunjukkan, areal moratorium gambut berkurang hingga 968.891 hektar.Dari analisis PIPIB, khutan alam primer dan lahan gambut yang masuk moratorium sebenarnya sangat kecil. Sebab, sebagian besar areal moratorium justru di wilayah tidak terancam penerbitan izin baru seperti di hutan lindung dan kawasan konservasi. Di Kalteng, pada PIPIB revisi V, dari 3.781.090 hektar areal moratorium, 2.976.894 hektar (79%) hutan lindung dan kawasan konservasi.Terungkap juga beda tafsir katagori lahan gambut antara pemerintah daerah dengan unit pelaksana teknis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Kondisi ini, katanya, mengakibatkan areal yang seharusnya moratorium justru keluar pada revisi PIPIB, seperti di Indragiri Hilir (Riau) dan Pulang Pisau (Kalteng).Temuan lain, pengurusan izin hutan kelola rakyat, baik hutan desa maupun hutan kemasyarakatan terhambat karena areal kerja masuk wilayah moratorium. Ini ditemukan di Teluk Meranti, Pelalawan, Riau dan di Musi Banyuasin, Sumsel." "Kajian Perlihatkan Titik-titik Lemah Moratorium, Pesan: Perpanjangan dengan Penguatan","I Nengah Surati Jaya, tim penganalisis mengatakan, kajian khusus PIPIB ini juga memperlihatkan, kawasan harus dilindungi karena gambut dan hutan alam selain di kawasan lindung/konservasi juga di hutan produksi konversi (HPK). “Ini luasan rentan untuk alami perubahan. Kalau dari komposisi, HPK dan non HPK, dari empat provinsi yang dikaji, HPK Kalteng cukup besar,” katanya di Jakarta.Kajian ini, katanya, dengan empat provinsi itu sudah mewakili karena memiliki hutan primer dan gambut relatif luas. Total gambut keempat wilayah ini, 70% dari luas nasional, yang didominasi gambut sedang dan dalam. “Sesungguhnya, memang sangat tak layak dikonversi menjadi peruntukan lain  karena ekosistem rentan.”Lalu apa yang terjadi dalam peta indikatif penundaan izin baru (PIPIB) I-VII? Nengah mengatakan, dari analisis terlihat penurunan besar pada empat provinsi ini selama tiga tahun revisi PIPIB.Pengurangan luas lahan itu, katanya, di Kalteng sekitar 45%,  Riau berkurang 20% , Sumsel (11%) dan Jambi (30%). “Itu selama kurang lebih tiga tahun karena revisi setiap enam bulan,” katanya.Kalau dilihat lebih detil lagi, katanya, pada tiap provinsi itu perubahan terbesar di lahan bergambut. Dari data terlihat, gambut Jambi turun 60.000 hektar, Sumsel (27.000 ribu), Riau (351.000), dan Kalteng (474.000). Jadi, katanya, ada sekitar 914.000 hektar lahan gambut keluar dari moratorium. “Jadi, luasan hutan moratorium menurun dan terbesar di gambut,” ucap Nengah.Temuan lain menunjukkan, perubahan (pelepasan) dari kawasan moratorium itu mengelompok yang menunjukkan ada tekanan tertentu di lahan itu.Tak selarasHasbi Berliani dari Kemitraan mengatakan, moratorium tak berjalan selaras pesan dalam inpres. Moratorium, katanya,  bertujuan mewujudkan keseimbangan ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan serta kurangi emisi gas rumah kaca." "Kajian Perlihatkan Titik-titik Lemah Moratorium, Pesan: Perpanjangan dengan Penguatan","Namun, selama kebijakan jeda izin, terindentifikasi pelepasan kawasan hutan APL untuk pemenuhan permintaan adaministrasi daerah seluas 7,7 juta hektar di 20 provinsi. Izin HTI, katanya,  jauh lebih tinggi, dari tiga tahun sebelumnya, mencapai 1.131.165 juta hektar dan pelepasan kawasan hutan parsial untuk perkebunan seluas 1.136.956 hektar.“Juga pinjam pakai kawasan hutan 2,2 juta hektar, jauh lebih tinggi tiga tahun lalu. Selama moratorium tak mampu menahan laju perizinan karena wilayah di luar moratorium sangat tinggi.”Untuk itu, katanya, terkait penguatan dan perlidungan hutan maupun lahan gambut lewat moratorium ini, tim kajian memberikan beberapa rekomendasi.Pertama, melanjutkan kebijakan moratorium untuk mempertahankan fungsi hutan dan memberikan waktu pemulihan. Juga memberikan waktu cukup bagi upaya-upaya perbaikan menuju tata kelola hutan dan lahan lebih baik, dengan periode waktu lebih dua tahun.Kedua, kebijakan moratorium hutan dan lahan gambut ke depan harus bebasis capaian dengan indikator perbaikan tata kelola hutan lebih terukur. Dia mencontohkan, penyelesaian tata batas kawasan hutan, sinkronisasi peraturan, review perizinan, penyelesaian konflik tenurial, penurunan kebakaran hutan dan lahan, serta penegakan hukum.Ketiga, perlu memperkuat basis hukum kebijakan penundaan pemberian izin baru dan perbaikan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut, tak hanya lewat inpres, paling tidak Peraturan Presiden.Keempat, perlu memperluas wilayah cakupan moratorium dengan memasukkan hutan alam primer dan lahan gambut tersisa serta kawasan terancam seperti karts, mangrove, dan pulau-pulau kecil. “Kawasan konservasi tidak perlu masuk moratorium karena sudah dilindungi berdasarkan UU. “Kelima, mengecualikan wilayah-wilayah potensial pemberdayaan masyarakat atau perhutanan sosial dalam kebijakan moratorium.Target tak jelas" "Kajian Perlihatkan Titik-titik Lemah Moratorium, Pesan: Perpanjangan dengan Penguatan","Abetnego Tarigan, Direktur Eksekutif Walhi Nasional mengatakan, tak ada satu dokumen bicara soal target-target pemerintah, terkait penggunaan dan pemanfaatan lahan. “Apakah ini mau diteruskan, ataukah mau tingkatkan prioritas? Tanah ditempatkan sebagai barang bebas, bisa dimanfaatkan siapa saja.”Belum lagi rezim perizinan. Organisasi masyarakat sipil, katanya, sudah mendorong perombakan rezim perizinan. “Saat ini, atas nama komoditas, pengusaha land banking. Kami duga, moratorium jadi satu soal, karena sebenarnya sudah ada land banking perusahaan besar cukup pengaruh secara politik maupun ekonomi di negeri ini.” Belum lagi, kata Abetnego, pembangunan ekonomi terkonsentrasi pada penguasaan lahan skala besar.Arief Juwono Deputi di Kementerian Lingkungan dan Kehutanan menyatakan moratorium itu berbicara satu kebijakan publik:  sudah ada niat, ada kebijakan dan implementasi. “Kalo perlu ada penegakan hukum…tentu tiap rangkaian ada titik lemah dan titik kuat…”Arief akan menyampaikan, kajian ini kepada Menteri Siti Nurbaya. Masukan-masukan dalam kajian ini, katanya, akan menjadi pertimbangan pemerintah. “Tentu ini harus dipelajari cermat di mana titik persoalan utama.Ingin kita kembalikan, apa sih moratorium itu? Yakni, capai tata kelola hutan yang benar.”Modus di lapanganArie Rompas, Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Tengah,  menceritakan, kawasan-kawasan hutan masuk perlindungan moratorium izin tebang hutan dan lahan gambut di Kalteng, tetapi ‘sukses’ keluar dengan berbagai modus.“Ada (hutan) dibakar dulu, dirusak dulu, baru dibuka. Karena perubahan-perubahan karena ada kepentingan itu maka dikeluarkan dari moratorium,” katanya.Dari situ, memperlihatkan, tahapan pemberian izin dilanggar dulu, baru legitimasi lewat pengeluaran dari moratorium izin." "Kajian Perlihatkan Titik-titik Lemah Moratorium, Pesan: Perpanjangan dengan Penguatan","Modus lain, katanya, IUP di kawasan moratorium tetapi tanggal izin dimajukan ke masa sebelum ada kebijakan itu. Tujuannya, kala mengajukan peninjauan kawasan hutan itu bisa keluar dari wilayah yang dilindungi moratorium.Dengan berbagai modus pengeluaran izin ini, terlihat subtansi moratorium untuk tak mengeluarkan izin baru tak efektif.“Kecenderungan izin massif ada keterkaitan kuat dengan pilkada. Izin dikeluarkan dulu. Setelah menang, lalu keluar izin baru. Banyak dilakukan incumben dan bupati baru. Panjar duluan dan menagih ketika terpilih…,” ujar dia.Dari 11 kasus kawasan moratorium yang dipantau Walhi Kalteng, katanya, tampak tak ada sanksi tegas walau terjadi pelanggaran. “Bupati langgar juga tak apa. Wilayah-wilayah terancam, justru mempercepat penghancuran kalau tak masuk moratorium. Padahal itu berfungsi ekosistem dan sosial.”Kondisi tak jauh beda di Sumatera Selatan. Tampak pelanggaran di wilayah moratorium terjadi begitu saja. Di kawasan-kawasan moratorium malah ada izin sawit. Illegal logging juga terus jalan. Kalau tak ada penegakan hukum tak akan memberikan efek baik,” kata Hadi Djatmiko, Direktur Eksekutif Walhi Sumsel.Belum lagi, kawasan yang masuk moratorium ternyata didominasi hutan konservasi—yang tanpa kebijakan jeda izinpun sudah terlindungi aturan. [SEP]" "10 Hewan “Menakutkan” Ini Ternyata Tidak Berbahaya","[CLS] Tidak selamanya, hewan yang berwajah “seram” itu berbahaya. Sebagian, justru bisa menjadi teman yang menyenangkan.Berikut, terangkum 10 hewan yang memang wujudnya tidak biasa, namun nyata-nyatanya tidak perlu ditakuti kehadirannya.1.     Aye-ayeAye-aye (Daubentonia madagascariensis) adalah satwa endemik Pulau Madagaskar yang merupakan primata noktural alias aktif di malam hari. Sebagian besar, satwa ini ditemukan di hutan pada ketinggian 700 meter di atas permukaan laut (m dpl).Satwa ini memiliki jari yang tipis dan panjang serta jari tengah yang lebih panjang dibandingkan jari-jari lain. Jari tengah ini dipergunakan untuk mencari dan mengambil larva dari rongga kayu. Tubuh aye-aye berwarna coklat gelap atau hitam dan memiliki ekor lebat yang ukurannya lebih panjang dari tubuhnya. Ia juga memiliki mata yang besar dan telinga yang sensitif.Masyarakat Madagaskar menganggap aye-aye sebagai hewan pembawa pertanda buruk sehingga sering memburunya. Aye-aye merupakan satu-satunya anggota yang masih ada dari genus Daubentonia dan keluarga Daubentoniidae.2. Hiu PenjemurHiu penjemur (Cetorhinus maximus) ini merupakan spesies ikan terbesar di dunia. Tak seperti ikan karnivora lain, hiu besar ini tak mengunyah, hanya memasukkan plankton –plankton dengan memfilternya melalui mulutnya yang besar.Yang tidak yang tahu bila sebenarnya ikan ini tak bisa memasukkan sesuatu seukuran bola volley ke dalam perutnya, terlebih memangsa manusia. Hiu Penjemur ini bisa ditemukan di semua samudera di dunia, terutama di perairan yang dingin.3. Kelelawar VampirKelelawar vampir (Desmodontinae) memanglah hewan penghisap darah. Wajahnya  menakutkan, hidup di gua gelap, terbang malam hari, dan kadang bergelantungan di pepohonan. Namun, sekali waktu Anda perlu melupakan hal-hal mengerikan tersebut, karena sebenarnya kelelawar ini mempunyai beberapa keunikan." "10 Hewan “Menakutkan” Ini Ternyata Tidak Berbahaya","Meski makanan utama mereka memang darah, namun amat jarang menghisap darah manusia, atau bahkan mungkin tak pernah sekalipun sepanjang hidupnya. Mereka lebih suka menghisap darah hewan peliharaan seperti sapi, kerbau, kambing, atau burung. Hewan ini menghuni kawasan tropis dan subtropis yang lembab di Amerika Tengah hingga Amerika Selatan.4. Burung Bangkai Burung bangkai sering dianggap jelmaan setan. Bukan hanya karena wujudnya yang menakutkan – sayap lebar dan kepala botak – tapi juga kebiasannya yang hanya muncul saat ada bangkai tergeletak.Namun sebenarnya, burung ini sama sekali tidak berbahaya. Mereka memang punya paruh lancip dan kuku-kuku yang tajam, namun keduanya tidak mereka gunakan untuk membunuh mangsanya, melainkan untuk merobek bangkai. Burung yang dalam Bahasa Inggris disebut Vulture ini tidak terdapat di Benua Australia dan Antartika.5. Laba-laba Goliath Sesuai namanya, laba-laba goliath “pemakan burung” atau Goliath birdeater (Theraphosa blondi) merupakan laba-laba raksasa yang hidup di hutan hujan kawasan Amerika Selatan. Julukan “pemakan burung” disematkan karena saat pertama kali ditemukan oleh ilmuwan ia sedang melahap burung kolibri yang sudah mati. Meski begitu, makanan laba-laba ini bukan burung, melainkan serangga yang lebih kecil.Meski penampilannya menakutkan – berukuran besar, gigi taring yang runcing, dan tubuh yang ditumbuhi bulu-bulu tipis dan jarang – namun laba-laba raksasa ini sama sekali tidak berbahaya bagi manusia. Memang, dia memiliki bisa, namun tak ‘seberbahaya’ bisa yang dimiliki tawon.Hewan ini hidup di hutan hujan dataran tinggi Suriname, Guyana, Guyana Perancis, Brasil bagian utara dan Venezuela bagian selatan.6. Buaya GharialGharial benar-benar mirip buaya dalam segala aspek, kecuali moncongnya yang panjang lancip. Penampilannya yang mirip buaya inilah yang membuatnya dianggap sebagai pemakan manusia dan ditakuti setiap kemunculannya." "10 Hewan “Menakutkan” Ini Ternyata Tidak Berbahaya","Namun, faktanya, rahangnya yang tipis itu sangat ‘rapuh’ dan takkan mampu mengunyah hewan-hewan berukuran besar. Sehingga, makanannya adalah katak, ikan, atau bahkan serangga. Jika bertemu manusia, Gharial akan selalu menghindar dan menjauh.Gharial hidup di sungai-sungai di India, Pakistan, Myanmar, hingga Bhutan, dan Nepal.7. Laba-laba Arrachnida RaksasaMeski sering dianggap sebagai laba-laba unta (camel spider) atau bahkan kalajengking angina (wind spider), hewan ini sama sekali bukan laba-laba atau kalajengking. Inilah Solifugae.Mereka bisa tumbuh hingga berukuran beberapa centimeter dan mampu berlari hingga 16 km per jam. Banyak Tentara Amerika yang bertugas di gurun-gurun di Timur Tengah bertemu dengan hewan yang mereka percaya suka memakan daging manusia. Cerita yang tidak benar tentu saja. Padahal, satwa ini justru bagus untuk mengendalikan hama, karena kesukaannya memakan serangga.Solifugae ini bisa ditemukan di daerah bergurun atau tandus di hampir semua benua kecuali Australia dan Antartika.8. Ular SusuBagi yang takut ular, ular susu atau milksnake (Lampropeltis Triangulum) tentulah menakutkan, karena seringkali dianggap sebagai ular karang yang amat beracun. Sebenarnya, warna di sekujur tubuhnya itu merupakan wujud kamuflase untuk menjauhkan dari para predator.Realitanya, ular ini tidak berbahaya dan bahkan takkan bereaksi jika kita pegang. Tapi pastikan bahwa yang kita pegang itu adalah milksnake, bukan coral snake (ular karang) yang beracun.Para pengamat ular sudah membuat satu kalimat yang mudah kita ingat “Red next to black is a friend of Jack; red next to yellow will kill a fellow” yang kurang lebih berarti jika warna merahnya bersambung dengan warna hitam, maka itulah milksnake, namun jika warna merahnya tersambung dengan warna kuning, itulah coral snake yang berbahaya." "10 Hewan “Menakutkan” Ini Ternyata Tidak Berbahaya","Hewan ini tersebar secara luas di benua Amerika, mulai dari bagian selatan Kanada di Amerika Utara hingga Venezuela di Amerika Selatan.9. Kaki Seribu RaksasaInilah salah satu hewan yang wujudnya juga menakutkan. Apalagi berukuran raksasa, sebagai salah satu kaki seribu terbesar di dunia.  Kaki seribu dari Afrika (Archispirostreptus gigas) ini berwana hitam legam dengan panjang hingga 40 cm, mempunyai hampir 250 kaki, dan mampu hidup hingga 10 tahun. Meski menyeramkan, namun kaki seribu ini sama sekali tidak berbahaya.Hewan ini dapat ditemukan di benua Afrika bagian timur seperti Mozambique dan Kenya. Habitatanya adalah hutan dataran rendah dan bahkan di pesisir pantai yang jarang pohon.10. Pari MantaIkan pari yang ini, tidak seperti ikan pari yang Anda bayangkan. Apalagi, jika Anda menganggapnya hewan yang beracun dan mematikan, sehingga menyebabkan seorang biologist dan pembawa acara wildlife kenamaan dunia, yang berasal dari Australia, meninggal karena sengatannya.Sosok pari ini selalu dicari oleh para pehobi scuba diving, untuk dinikmati atau bahkan diabadikan keindahannya. Ikan pari hantu, atau biasa dikenal dengan pari manta, nama ikannya.Pari manta merupakan salah satu spesies ikan pari terbesar di dunia. Lebar tubuhnya dari ujung sirip dada ke ujung sirip lainnya mencapai 6 – 8 meter. Bobot terberatnya yang pernah diukur mencapai tiga ton. Pari manta juga bukan merupakan pari yang beracun, ekornya tidak mempunyai sengat seperti kebanyakan ikan pari lainnya. [SEP]" "Proyek 3.500 Kapal Nelayan Akan Bangkitkan Industri Galangan Kapal","[CLS] Kementerian Kelautan dan Perikanan menargetkan program hibah kapal sebanyak 3.500 unit bisa dibagikan kepada nelayan mulai pertengahan 2016 mendatang. Untuk itu, pada Januari 2016 diharapkan proses tender untuk memilih perusahaan galangan kapal bisa selesai dilakukan.Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di Jakarta, Rabu (30/9/2015) mengatakan, program pemberian kapal untuk nelayan di seluruh Indonesia, dilakukan sebagai bagian dari peningkatan kesejahteraan nelayan. Menurutnya, dengan diperbarui kapal nelayan, produksi tangkapan ikan di laut bisa meningkat lebih baik.“Kita ingin meningkatkan taraf hidup nelayan lebih baik lagi. Untuk itu, mereka harus didukung dari peralatannya, yaitu kapal,” ucap Susi.Kapal-kapal yang akan dibagikan tersebut, kata dia, akan diproduksi di dalam negeri dengan melibatkan industri galangan kapal yang sudah ada. Adapun, perusahaan yang dilibatkan untuk ikut dalam tender jumlahnya ada 250.“Perusahaan-perusahaan ini adalah perusahaan yang memiliki pengalaman dan kapabilitas dalam industri galangan kapal. Saya ingin membangkitkan dan memperkuat industri ini,” cetus dia.Untuk mewujudkan 3.500 kapal yang akan dibagikan kepada nelayan, Susi menyebutkan, ada anggaran sebesar Rp4,7 triliun yang sudah dialokasikan. Dana tersebut, diharapkan bisa memenuhi kebutuhan anggaran untuk pembuatan kapal yang dibutuhkan.Sebagai pelaksana di lapangan, KKP menggandeng PT PAL Indonesia (Persero) sebagai pimpinan pelaksana atau project management officer (PMO). Diharapkan, kehadiran PT PAL bisa mengawal pelaksanaan pembuatan dan penyaluran 3.500 kapal ke nelayan di seluruh Indonesia.“Dengan dimulainya pembuatan kapal ini, maka kita berharap industri galangan kapal dan lain-lain bisa terus berkembang. Karena, program ini akan dilaksanakan setiap tahun,” tandas dia.Pembuatan Secara Bertahap " "Proyek 3.500 Kapal Nelayan Akan Bangkitkan Industri Galangan Kapal","Sementara itu Direktur Utama PT PAL M Firmansyah Arifin, dalam kesempatan yang sama mengungkapkan, sebagai pimpinan pelaksana, pihaknya mendapat amanat pembuatan kapal dalam waktu setahun.“Perhitungannya, dimulai sejak Januari dan berakhir pada Desember 2016 mendatang. Itu sudah sesuai dengan keinginan dari KKP,” jelas Firmansyah.Waktu pelaksanaan tersebut, menurut Firmansyah, termasuk singkat jika melihat jumlah kapal yang harus dibuat. Tetapi, dengan bantuan perusahaan galangan kapal, dia optimis target waktu yang ditetapkan bisa tercapai.“Kalau sekarang yang ikut tender saja ada 250 (perusahaan), katakanlah yang lolos verifikasi itu hanya 200, maka nanti akan dibagi saja pembuatannya. Artinya, 3500 kapal dibagi merata untuk 200 perusahaan tersebut,” jelas dia.Karena kapal yang akan dibuat itu bervariasi ukurannya, Firmansyah mengatakan, pihaknya akan memprioritaskan dulu pembuatan kecil dengan ukuran 5 gross tonnage (GT) dan kemudian bertahap ke ukuran berikutnya hingga yang terbesar 30 GT.“Cara tersebut memang dirasa paling masuk akal jika melihat waktu yang cukup pendek tersedia. Jika kita prioritaskan pembuatan untuk 5 GT dulu, kita optimis pada pertengahan 2016 nanti sudah bisa dibagikan kepada nelayan,” tutur dia.Akan tetapi, Firmansyah mengungkapkan, sebelum rencana itu terwujud, pihaknya akan fokus dulu pada tahap-tahap yang akan dilalui, yaitu tahap desain, procurement, assesment, dan penetapan harga serta jumlah kapal.“Untuk tahap desain saja itu kan ada tim khusus. Nah, tim tersebut akan mencari desain yang pas dan cocok disesuaikan dengan karaketeristik masing-masing daerah. Karena, kan nelayan itu memiliki kapal yang berbeda-beda. Kapal sama saja, belum tentu alat tangkapnya sama,” papar dia.Material Fiber" "Proyek 3.500 Kapal Nelayan Akan Bangkitkan Industri Galangan Kapal","Untuk bahan yang akan digunakan dalam pembuatan 3.500 kapal, Firmansyah menuturkan, disepakati akan menggunakan material fiber (fibre). Bahan tersebut dipilih, karena selain harganya lebih murah, juga memiliki kualitas lebih baik dari kayu.“Fiber ini memang sekarang jadi pilihan utama. Kekuatannya juga bagus. Tapi saya belum bisa mengetahui berapa tahun kekuatannya. Tapi, sekuat-kuatnya material, tetap ada batasnya juga,” jelas dia.Selain menggunakan fiber, Firmansyah menyebutkan, pembuatan kapal juga akan menggunakan komponen-komponen yang didatangkan dari luar negeri seperti Jepang dan Korea Selatan. Komponen-komponen yang terpaksa diimpor itu, di antaranya mesin kapal dan jaring.“Indonesia belum punya produksi sendiri untuk mesin dan jaring. Kita harus mengimpornya. Tapi, dengan adanya pembebasan PPN 10% untuk impor industri galangan kapal, kita optimis semuanya tidak ada masalah. Apalagi, komponen yang dibeli juga banyak. Ada harga khusus pastinya,” lanjut dia.Akan tetapi, walau harus mengimpor, Firmansyah tetap merasa optimis di tahun mendatang, komponen kapal bisa diproduksi di dalam negeri. Optimisme itu muncul, karena pembuatan kapal akan dilaksanakan minimal selama 4 tahun mendatang.“Dari 3.500 kapal ini, muncul dorongan kepada pengusaha untuk memproduksi komponen kapal. Pengusaha juga pasti akan mau melakukannya, karena ini akan berlangsung lama. Istilahnya, pengusaha itu akan berpikir ulang jika produksi hanya dilakukan sekali saja,” tandas dia. [SEP]" "SVLK Dicabut, Sama Saja Hancurkan Industri Meubel Indonesia","[CLS] Rencana Presiden Joko Widodo untuk menghapuskan kebijakan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dinilai sebagai langkah yang salah. Pasalnya, kebijakan SVLK pada kenyataannya saat ini sangat membantu pertumbuhan industri kayu atau meubel yang ada di Indonesia. Karenanya, SVLK sudah sepantasnya untuk dipertahankan sebagai kebijakan yang mendukung industri meubeul.Menurut anggota Jaringan Pemantau Independen (JIPK) Mardi Minangsari, jika Jokowi bersikukuh akan menghapus kebijakan SVLK, maka itu artinya Presiden sedang berusaha untuk menghancurkan sistem tata niaga meubel di Indonesia dan dunia internasional.“Harusnya SVLK itu dipertahankan kebijakannya. Karena, kebijakan tersebut akan memberi dampak yang bagus untuk perkembangan industri meubel nasional. Jika dihapus, justru itu akan mengancam industri tersebut,” jelas perempuan yang biasa disapa Minang itu dalam diskusi yang digelar di Tjikini 17, Jakarta, pada Jumat (17/04/2015).Minang mengungkapkan, berkat SVLK, tata niaga meubel di Indonesia dinilai sangat baik di mata internasional. Sehingga, reputasi kayu dari Indonesia dalam perdagangan internasional bisa diterima dengan baik dan mendapat kepercayaan penuh. Kondisi tersebut, kata dia, seharusnya bisa dipertahankan dan bukan dihancurkan.Berkat kepercayaan pasar internasional juga, Minang menjelaskan, industri meubel Tanah Air saat ini terus bergerak naik dan semakin membaik dari hari ke hari. “Jika dicabut kebijakannya, maka itu sama saja menjatuhkan kredibilitas Indonesia di pasar internasional. Daya saing meubel dari Indonesia akan melemah dengan cepat,” tutur dia.Tidak hanya itu, Minang menilai, rencana pencabutan kebijakan SVLK juga pada akhirnya akan berdampak negatif untuk industri meubel nasional, karena pangsa pasarnya akan ikut mengerucut.”Dengan kondisi sekarang ada SVLK saja, pangsa pasar kecil, apalagi kalau nanti sudah dicabut, pasti akan semakin mengerucut lagi,” tandas dia." "SVLK Dicabut, Sama Saja Hancurkan Industri Meubel Indonesia","“Sangat disayangkan saja jika Presiden merencanakan begitu. Saat negara lain seperti Vietnam, Myanmar dan bahkan Malaysia, membuat SVLK sendiri, Indonesia yang sudah ada malah akan dicabut. Kita akan semakin tertinggal saja,” tambah dia.Perlindungan Industri Kecil dan Menengah Menyikapi penilaian Presiden Jokowi yang menyebut kebijakan SVLK  mengganggu perajin kecil, Asosiasi Industri Permebeulan & Kerajinan Indonesia (Asmindo), berpendapat bahwa itu merupakan penilaian yang salah. Karena, yang dibebani untuk memiliki SVLK itu adalah perajin di hulu.“Sementara, kalau perajin kecil ya tidak diharuskan memiliki SVLK. Mereka cukup mendapatkan surat rekomendasi saja. Jangan sampai ada salah arti tentang SVLK. Karena, kebijakan tersebut pada kenyataannya sangat membantu sekali untuk industri meubel di Indonesia,” ujar Widayati Soetrisno, anggota Asmindo.Widayati menjelaskan, kalaupun perajin kecil akan menebang pohon untuk diambil kayu, itu juga tidak diwajibkan untuk memiliki SVLK, tapi cukup melengkapi dokumen konfirmasi saja.”Namun, untuk mendapatkan itu juga tidak gampang. Kalau mau gampang, ya perajin kecil bisa menebang, asalkan itu di lahan sendiri pohonnya,” tutur dia.Menurut Widayati, kekhawatiran Presiden Jokowi sangat tidak beralasan jika memang yang jadi masalah adalah perajin kecil. Karena, pada kenyataannya ada solusi untuk dipecahkan secara bersama dan itu bersifat membantu.“Kalau kebijakan SVLK benar akan dicabut, bagaimana dengan nasib meubel kita di pasar internasional seperti Eropa, AS dan Jepang? Untuk Eropa saja kita sudah mendapatkan 40 persen dari total 100 persen pasar ekspor Indonesia. Itu artinya, kita terancam kehilangan pemasukan hingga 40 persen dari Eropa saja,” papar dia." "SVLK Dicabut, Sama Saja Hancurkan Industri Meubel Indonesia","Karena itu, Widayati menilai akan ada kontradiksi jika kebijakan SVLK benar dicabut. Pasalnya, beberapa waktu lalu Kementerian Perdagangan menargetkan nilai ekspor Indonesia dari meubel meningkat hingga USD5 miliar. ”Tahun 2013 realisasinya USD1,3 miliar. Walau tahun target dari Kemendag cukup sulit, namun bagi industri meubel nasional itu menjadi tantangan karena pasar internasional sedang bagus merespon produk meubel kita,” ungkap dia.Telaah KembaliSebelum mencabut kebijakan SVLK, sebaiknya Presiden menelaah kembali seperti apa kebijakan SVLK dan apa manfaat serta negatifnya untuk industri meubel di Indonesia. Jika itu sudah dilakukan, maka Presiden boleh memutuskan apakah akan dicabut atau dipertahankan.“Persoalan SVLK ini harus dikomunikasikan dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta pihak lain yang terkait. Harus diperjelas dulu bagian mana yang menghambat dan tidak boleh begitu saja dicabut,” demikian pendapat Direktur Eksekutif Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) Henri Subagyo.“Presiden Jokowi harus punya visi yang lebih panjang, karena jika kebijakan ini dihapus, maka tujuan SVLK untuk menertibkan tata usaha kelola kayu hingga menekan illegal logging dan sekaligus meningkatkan daya saing usaha di tingkat internasional, sama sekali tidak akan tercapai,” tambah dia.Oleh karena itu, sejumlah organisasi yang terdiri dari Asmindo, AMAN, FWI, ICEL, JPIK, PBH KEMITRAAN dan HUMA, mengeluarkan sikap bersama agar kebijakan SVLK dipertahankan.Mereka juga menyerukan penguatan implementasi SVLK untuk mencapai tujuannya secara tepat dengan mereformasi sistem perizinan dan memperkuat sistem insentif dan disinsentif bagi dunia usaha kecil dan menengah, serta agar dibuat kebijakan terobosan yang pro perlindungan hutan dan lingkungan hidup melalui kebijakan pengadaan barang dan jasa yang ramah lingkungan. [SEP]" "Aben-Gas, Konverter Kit Hemat Energi ala Amin Suwarno","[CLS] Amin Suwarno adalah warga Pontianak kelahiran Teluk Pakedai, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Sehari-hari, lelaki jebolan Fakultas Pertanian Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian, Universitas Pancabhakti, Pontianak, ini berbisnis barang elektronik. Kini, nama Amin identik dengan Aben-gas, nama paten perahu dua bahan bakar: 15 liter bensin dan gas elpiji 3 kilogram, yang ia ciptakan.Sekarang, mesinnya dirakit oleh warga, termasuk pembuatan tubuh perahunya. “Tidak perlu dibangun pabrik. Kita berdayakan masyarakat setempat, yang tadinya nelayan untuk merakit mesin perahu motor Aben-gas ini,” ujar lelaki kelahiran 24 Februari 1970 ini, akhir pekan lalu.Alih teknologi dilakukan Amin kepada siapa saja yang tertarik untuk membuat perahu dual fuel. Piranti buatannya menghemat ongkos BBM, terutama solar. “Lahirnya konverter kit ini berawal dari keluhan nelayan akan sulitnya mendapatkan BBM. Konverter ini aman dan sangat layak digunakan, karena keamanan yang berlapis. Kemungkinan bocor kecil.”Amin mengatakan, belum lama ini Provinsi Sulawesi Utara memanfaatkan Aben-Gas, melalui Bidang Penangkapan, Pengolahan dan Pemasaran Hasil (P3H) Perikanan DKP Provinsi Sulut. Konverter kit ciptaannya dibagikan kepada nelayan dan kelompok tani di Kota Manado.Terlebih, dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 126 Tahun 2015 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga LPG untuk Kapal Perikanan bagi Nelayan Kecil, makin mengukuhkan penemuan Amin sebagai solusi nelayan tangkap pesisir. Dalam Perpres disebutkan, sasaran penyediaan dan pendistribusian LPG untuk kapal perikanan nelayan kecil hanya yang menggunakan mesin motor tempel dan/atau mesin dalam yang beroperasi harian. “Saya sangat berharap, temuan ini bisa berdaya guna. Termasuk menambah pendapatan perkapita nelayan.”Akrab perahu motor" "Aben-Gas, Konverter Kit Hemat Energi ala Amin Suwarno","Amin mengaku tidak pernah belajar khusus tentang mesin atau elektronik. Sebagai anak yang tinggal di tepi sungai, sejak kecil ia sudah akrab dengan perahu motor. Dari utak atik mesin, Amin sedikit banyak tahu cara kerja mesin dan onderdil yang menyertainya. Terlebih, dia punya pengalaman memperbaiki perahu motor tempel keluarganya yang kerap mogok.Menurut Amin, program konversi minyak tanah ke elipiji, mengilhaminya membuat perahu berbahan bakar bensin dan gas. Elpiji jauh lebih mudah didapat ketimbang solar, begitu pula bensin. Biaya operasional untuk perahu motor yang menggunakan bensin atau gas, pastinya lebih murah.Percobaan membuat Aben-gas dilakukannya lima tahun terakhir. Jika dirupiahkan, uji cobanya itu menghabiskan Rp50 hingga Rp100 juta yang dirogoh dari kantong pribadinya. Mixer, salah satu piranti konverter milik Amin, terinspirasi dari mixer yang  sering digunakan para ibu untuk membuat adonan kue.Bedanya, mixer buatan Amin berfungsi untuk mencampurkan gas dan udara yang masuk ke bagian mesin, sebelum menjadi tenaga yang dapat memacu perahu. Mixer dibentuk menggunakan mesin bubut dengan  bahan dasar aluminium. Bahan ini diyakini tidak mudah korosi  dibanding besi atau tembaga. Prosesnya memang butuh keahlian. “Selisih nol koma sekian milimeter, hasilnya akan beda. Jelas, akan berpengaruh pada kecepatan putaran dan penggunaan bahan bakar,” kata Amin.Boleh dikata mixer kit jantungnya sistem kerja perahu hemat energi ini. Karena, alat  ini  berfungsi  untuk  menempatkan spuyer dan stud bolt agar bisa menyambung pipa saluran bahan bakar untuk menghidupkan mesin. Sehingga, sistem mesin membentuk model dual fuel. Artinya, alat ini bekerja untuk mengubah bahan bakar gas  dari elpiji menjadi sumber energi." "Aben-Gas, Konverter Kit Hemat Energi ala Amin Suwarno","Penemuan mixer kit atau perangkat pencampur, yang dimodifikasi dengan mesin perahu motor, mengorbankan belasan mesin sebagai kelinci percobaan. Awalnya,  Amin merakit mixer kit single hole. Sewaktu dicoba, hasilnya tidak maksimal lantaran perahu yang menggunakan bahan bakar gas elpiji tidak mampu mendorong perahu yang berisikan beban. Selain itu penggunaan gas elpiji sangat boros. Tak menyerah sampai disitu, Amin kemudian mengembangkan mixer kit multi hole. “Hasilnya tenaga mesin lebih besar dan hemat bahan bakar hingga lima kali lipat,” jelasnya.BinaanAmin mempunyai daerah binaan di Dusun Sejahtera, Desa Sungai Kupah, Kabupaten Kubu Raya. Jaraknya dari Pontianak, berkisar 1 – 1,5 jam lewat sungai. Jarak ini lebih singkat dibanding jalan darat sekitar 2 – 2,5 jam. Di dusun ini, mayoritas nelayannya juga berwirausaha membuat perahu. Bedanya, perahu yang dibuat dari bahan fiber glass.“Saya menekankan warga agar tidak menggunakan kayu sebagai bahan dasar. Penggunaan fiber glass mempunyai banyak kelebihan, selain tidak adanya penebangan pohon, juga lebih tahan lama,” katanya. Jika menggunakan kayu, satu perahu butuh satu hingga dua pohon dengan diameter minimal satu meter. Dalam setahun biasanya terjadi pergantian dua kali. Dengan fiber, jika bocor hanya keluar biaya Rp20 ribu.Sekitar 80 pembuat sampan aktif di daerah tersebut. Mereka berasal dari Desa Punggur, Telok Pakedai, Sungai Kakap, Sungai Tekong dan sekitarnya. Rata-rata, mereka tadinya nelayan tangkap. Sampan-sampan buatan warga itu nantinya akan digerakkan dengann motor dual fuel, ciptaan Amin." "Aben-Gas, Konverter Kit Hemat Energi ala Amin Suwarno","Saat ini, teknologi konverter kit baru dipasang untuk mesin 160 cc dan 200 cc. Dua tabung gas elpiji 3 kg diletakkan pada badan perahu lalu dialirkan melalui selang untuk diatur melalui mekanisme tee joint. Sebelum masuk ke mekanisme bracket dan acceleration, pengamanan gas dilakukan pada mekanisme ball valve (bola katup). Gas yang masuk ke mekanisme mixer diubah menjadi tenaga penarik perahu nelayan. Butuh dua tabung sekaligus guna mencegah pembekuan.Estimasi penghematan dalam beberapa uji coba cukup menggembirakan. Mesin standar dengan bahan bakar bensin untuk satu jam perjalanan, volume pemakaiannya 2,75 liter bensin. Bila dirupiahkan menjadi Rp20,350 dengan putaran maksimal 5.600 rpm. Sementara mesin yang menggunakan konverter kit selama satu jam perjalanan butuh 7 ons elpiji. Bila dirupiahkan hanya sekitar Rp5.326. Satu tabung gas bisa digunakan untuk perjalanan sepuluh jam dengan jarak tempuh lebih 20 kilometer.Ciptaan kreatif Amin ini telah diapresiasi Bupati Kubu Raya saat dijabat oleh Muda Mahendrawan. Penemuannya juga mendapat perhatian dari Institut Teknologi Bandung dan Kementerian ESDM. Amin diikutkan dalam pameran teknologi menggunakan gas untuk transportasi. Amin juga menjadi pembicara di FGD dengan para profesor di ITB pada 2012.Amin berharap, konverter kit ciptaannya ini bisa dirasakan manfaatnya oleh nelayan. Dia tidak ingin  dikomersialisasi. Hak patennya telah terdaftar 15 Maret 2012 dengan nama Amin Ben-Gas di Kementerian Hukum dan HAM dengan Nomor S00210300051. “Pemerintah daerah harus menganggarkan dana untuk  pengadaan alat, lalu dibagikan gratis kepada nelayan. Terlebih, konverter ini bisa dipasang dengan beragam jenis mesin perahu. Baik solar maupun premium,” ujarnya. [SEP]" "Karena Parasit, Harimau Sumatera Bisa Sakit","[CLS] Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), ternyata bisa terjangkit penyakit parasiter yang berujung kematian. Seperti apakah?Harimau sumatera merupakan satu-satunya subspesies tersisa di Indonesia yang keberadaannya menghadapi ancaman. Habitatnya yang makin menyempit membuat si loreng ini “terpaksa” mendekati wilayah permukiman masyarakat. Karena, keterbatasan hewan buruan yang bukan hanya satwa liar tetapi juga hewan ternak, akan mempermudah baginya untuk mendapatkan mangsa.Ternyata, semakin mendekatnya harimau pada aktivitas manusia, menunjukkan adanya faktor sakit dan penyakit yang membuat harimau tersebut berperilaku seperti itu. Bahkan, beberapa harimau yang berhasil dievakuasi dari wilayah konflik dan perburuan liar di tiga provinsi yaitu Bengkulu, Jambi, dan Sumatera Barat diketahui telah terjangkit penyakit.Penyakit parasiter yang disebabkan oleh parasit yang ada di satwa liar, ditemukan juga pada harimau sumatera. “Pada setiap harimau sumatera yang di-rescue, penyakit ini positif ditemukan. Mulai dari investasi ringan hingga berat, sebagaimana hewan lainnya,” ujar Erni Suyanti Musabine, Wildlife Conservation Veterinarian and Wildlife Rescue Unit BKSDA Bengkulu.Padahal, menurut Yanti, penyakit ini diderita juga oleh kucing, anjing, maupun karnivora lainnya. Bahkan, di hutan bisa juga diidap oleh macan dahan maupun kucing hutan. Mengapa demikian? Karena, penyakit parasiter umumnya sering diderita satwa liar, bahkan semua jenis satwa liar dapat terinfeksi parasit, hanya saja jarang sekali berujung kematian. Namun, pada individu harimau sumatera yang hidup di hutan, dari beberapa kasus penyakit parasiter yang ditemukan, telah menyebabkan kematian." "Karena Parasit, Harimau Sumatera Bisa Sakit","Dikarenakan semua satwa liar yang hidup di hutan selalu terinvestasi parasit, terutama cacing dan ektoparasit, maka standar perawatan medis yang dilakukan setelah rescue adalah pencegahan dan pengobatan penyakit parasiter. Caranya, dengan mengidentifikasi sampel kotoran dan caplak yang ditemukan serta melakukan pemeriksaan preparat ulas darah. Prosedur ini juga berlaku pada harimau yang akan dilepasliarkan ke habitatnya. Sementara, pada harimau yang mati dapat diidentifikasi dari sampel parasit pada saluran cerna, hati, dan paru.Apa yang menyebabkan harimau terjangkit parasit? Menurut dokter hewan ini, parasit yang berasal dari cacing ini ada tiga golongan yaitu nematoda, trematoda, dan cestoda. Penularan parasiter ini bisa melalui lingkungan seperti air minum yang berasal dari sungai atau rawa juga dari satwa mangsa harimau seperti babi yang mengandung cacing pita. Bisa juga, melalui hewan peliharaan seperti anjing dan kucing yang berada di sekitar habitat harimau.Namun, salah satu faktor yang mendukung infeksi cacing dari ringan menjadi berat dikarenakan kondisi fisik harimau yang menurun dan stres. “Harimau yang sempat kami tangani namun mati karena parasit, awalnya terkena jerat. Setelah dilepaskan, tidak berapa lama, harimau tersebut mati dan setelah dibedah ternyata saluran pencernaannya penuh parasit dari tiga golongan cacing tadi yaitu nematoda, trematoda, dan cestoda.”TerjangkitSatwa liar, secara umum memang positif parasit, hanya saja kondisinya ada yang ringan, sedang, dan berat. Kondisi ini tentunya merugikan, karena akan menyebabkan hewan tersebut lemah, dehidrasi, kurus, dan kehilangan nafsu makan." "Karena Parasit, Harimau Sumatera Bisa Sakit","Pada harimau liar, tanda tersebut dapat dilihat jelas dari batuk atau sesak nafas yang dideritanya. Sebabnya adalah, cacing tersebut sudah menyerang paru. Sedangkan tanda fisik lain yang terlihat adalah harimau tersebut kurus. “Ini terjadi dengan dua harimau yang mati yang telah kami tangani di Bengkulu tahun 2012 dan di Jambi 2011. Harimau tersebut mengidap parasit yang berat sehingga tidak bisa diselamatkan,” ujar wanita yang telah bekerja sebagai wildlife veteriner satu dekade ini. Menurut Yanti, harimau yang terkena parasit ringan maupun sedang bisa sehat kembali. Caranya, saat dilakukan rescue terhadap harimau maka salah satu hal yang dilakukan adalah memberikan obat anti-parasit yang sifatnya mencegah maupun mengobati. “Untuk harimau yang akan dilepasliarkan maka harus bebas parasit, atau paling tidak infeksi parasitnya ringan.”Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyembuhkan penyakit parasit tersebut, bergantung pada jenis cacing dan berat tidaknya penyakit tersebut. “Kasus yang terjadi tahun 2010, hampir tiga bulan penanganannya yang dimulai dari pemeriksaan kotoran dan pengobatan. Namun begitu, semua kembali pada kondisi fisik harimau itu sendiri,” terang Yanti.Sunarto, peneliti harimau dari WWF Indonesia mengatakan, jumlah harimau sumatera saat ini diperkirakan antara 300-350 individu. Harimau ini dapat ditemukan mulai dari hutan bakau pesisir pantai, hutan rawa gambut, hutan dataran rendah, juga hutan pegunungan. Landskap Harimau Prioritas (Tiger conservation Landscape) yang ada di Sumatera Tengah berada di Tesso Nilo, Bukit Tigapuluh, Kampar, Kerumutan, dan Rimbang Baling. “Di areal blok hutan yang luasnya di atas 50 ribu hektar, diperkirakan harimau akan masih bisa dijumpai." "Karena Parasit, Harimau Sumatera Bisa Sakit","Hal penting yang harus dilakukan terkait penyelamatan harimau sumatera yang berstatus Kritis (Critically Endangered/CR) ini adalah adanya kerja sama semua pihak. Mulai dari pemantauan populasi, perlindungan habitat, hingga penyadaran publik harus dilakukan. “Mengingat, sekitar 70 persen habitat harimau memang berada di luar kawasan konservasi seperti taman nasional dan cagar alam,” ujarnya. [SEP]" "Saksikan Langsung Lahan Gambut Terbakar di OKI, Jokowi Minta Satu Izin Perusahaan Sawit Dicabut!","[CLS] Di tengah kepungan asap, tanpa menggunakan masker, Presiden Jokowi yang mengenakan kemeja putih, menyeberangi parit dan masuk ke lahan gambut yang terbakar milik PT. Tempirai Palm Resources di Desa Pulau Geronggang, Sepucuk, Kecamatan Pedamaran Timur, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, Minggu (06/09/15) siang. Beberapa kali Jokowi terlihat menggelengkan kepala melihat sekitar 200 hektar lahan gambut yang terbakar.Selain tidak mengenakan masker, Jokowi pun tanpa ragu melewati lahan gambut yang terbakar, yang sebagian masih dipenuhi arang membara. Turut bersama Jokowi, Panglima TNI Gatot Nurmantyo, Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti, Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin, serta Bupati OKI Iskandar.“Tadi saya sudah mendengar penjelasan bupati (Iskandar), bahwa sudah berkali diperingatkan kepada pihak perusahaan agar bertanggung jawab menjaga lahanya jangan sampai terbakar. Lahan di sekitarnya saja itu memang menjadi tanggung jawab perusahaan, apalagi ini masuk dalam hak guna usaha (HGU) PT. Tempirai, dan yang terbakar tidak sedikit,” kata Jokowi.“Sanksi tegas harus di berikan, untuk pidananya nanti Polri yang mengusut. Untuk kelalaian, izin PT. Tempirai bisa dicabut. Ini sudah keterlaluan. Hal ini harus menjadi perhatian perusahaan lainya, jangan sampai kebakaran terjadi lagi,” ujar Jokowi.Kenapa mengunjungi Kabupaten OKI? “Dari enam provinsi yang terjadi kebakaran lahan, Sumatera Selatan (Sumsel) termasuk yang tertinggi. Untuk Sumsel, OKI yang jadi pemuncak, meski jumlah titik api menurun dibanding tahun sebelumnya, namun masih ada. Sekitar 1.000 hektar yang terbakar di OKI dan bukan jumlah yang sedikit karena berdampak luas,” jelasnya.Dijelaskan Jokowi, terkait penanggulangan kebakaran hutan dan lahan gambut, harus diantisipasi jauh-jauh hari." "Saksikan Langsung Lahan Gambut Terbakar di OKI, Jokowi Minta Satu Izin Perusahaan Sawit Dicabut!","“Saya lihat petanya sudah ada. Tempat-tempat yang rawan terbakar itu sudah terdata, tinggal bagaimana upaya kita bersama menanggulanginya dari jauh-jauh. Januari-April itu harus sudah mulai mengantisipasi, agar ke depan tidak ada lagi asap yang sangat mengganggu,” ujarnya.Bupati OKI Iskandar mengatakan, pihaknya sudah berupaya semaksimal mungkin menekan titik api. Karena pada periode yang sama tahun lalu kawasan yang terbakar mencapai 8.000 hektar, sementara tahun ini  turun menjadi 1.200 hektar.Terkait soal pencabutan izin perusahaan yang terbukti lahannya terbakar, Iskandar mengatakan, ”Kalau saya diberi kewenangan soal pencabutan izin perusahaan yang tidak bisa mengendalikan wilayahnya dari kebakaran, sudah pasti akan saya lakukan,” katanya.Walhi Sumsel mengapresiasiHadi Jatmiko, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan mengapresiasi apa yang dilakukan Presiden Jokowi yang meninjau langsung lokasi kebakaran lahan gambut di Sumatera Selatan. Terlebih, berencana mencabut izin sebuah perusahaan sawit yang lahannya terbakar di kawasan Lebak Sepucuk, Kecamatan Pedamaran Timur, Kabupaten OKI.“Kami sangat mengapresiasi. Tapi kami juga mengharapkan Presiden Jokowi terus mendorong jajaran pemerintahannya untuk melakukan review perizinan, dan memberikan sanksi hukum tegas terhadap perusahaan yang terbukti lalai atau melakukan pembakaran lahan. Sebab, penyebab kebakaran lahan gambut di Sumatera Selatan bukan hanya dari perusahaan yang izinnya akan dicabut itu,” kata Hadi, Minggu.Selain itu, Hadi juga meminta Presiden Jokowi untuk melahirkan kebijakan pengolahan lahan gambut kepada masyarakat, bukan hanya kepada perusahaan. “Ratusan tahun lahan gambut dikelola masyarakat dan hasilnya bagus. Soal kenapa gambut sekarang gampang terbakar ya, karena kehadiran perusahaan penanam sawit dan akasia yang mengurangi kualitas lahan.”" "Saksikan Langsung Lahan Gambut Terbakar di OKI, Jokowi Minta Satu Izin Perusahaan Sawit Dicabut!","“Jika masyarakat diberi lahan untuk dikelola, kemungkinan mereka membakar lahan gambut yang statusnya milik negara tidak akan terjadi. Buktinya, titik api lebih banyak di lahan konsensi perusahaan,” kata Hadi. [SEP]" "Si Paruh Gincu Ekek-Geling Jawa, Endemis Jawa yang Kritis","[CLS] Paruhnya merah, dengan warna dominan tubuh berwarna hijau dan sayap merah kecoklatan. Burung ini memiliki corak hitam di garis mata yang mengarah horisontal hingga ke belakang kepala. Karena paruhnya yang merah, kadang burung ini pun disebut si paruh gincu.Itulah sekelimut deskripsi tentang ekek-geling jawa (Cissa thalassina) atau javan green magpie dalam bahasa inggrisnya, yang termasuk jenis burung berkicau yang tersebar di kawasan Sunda Besar.Berbeda dengan kerabatnya ekek-geling kalimantan (Cissa jeffreyi), maka ekek-geling jawa memiliki paruh yang lebih panjang, keduanya pun memilik suara yang berbeda. Sebelumnya dua spesies ini dianggap sebagai spesies yang sama.Populasi burung endemis Jawa bagian barat ini kini diperkirakan kurang dari 250 individu. Ironisnya, ekek-geling Jawa justru kerap dijumpai di dalam sangkar meski sangat langka di alam.Sejak 2001, jenis burung pemakan serangga ini hanya tercatat di empat lokasi di Jawa yaitu Taman Nasional Merapi, Taman Nasional Halimun Salak, Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango dan hutan sekitar Bandung Selatan. Burung ini tercatat pertama kali di Sukabumi pada 1906 dan terakhir kali di hutan sekitar Bandung pada 2006.Pada 26-29 September 2015 lalu, 35 ahli burung dari berbagai negara berkumpul dalam “First Asian Song Bird Trade Summit” untuk membahas jenis-jenis burung kicauan yang terancam perburuan dan perdagangan. Dalam pertemuan tersebut diidentifikasi 27 jenis burung kicauan di kawasan Sunda yang mencakup Semenanjung Thailand, Semenanjung Malaysia, Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan yang terancam perdagangan. Dua belas di antaranya ditetapkan sebagai jenis prioritas untuk aksi konservasi." "Si Paruh Gincu Ekek-Geling Jawa, Endemis Jawa yang Kritis","“Salah satu jenis prioritas itu adalah ekek-geling jawa,” tutur Ria Saryanthi, Head of Communication and Knowledge Center Burung Indonesia yang turut hadir dalam acara tersebut. Jenis burung kerabat gagak ini masuk kategori kritis (Critically Endangered) dalam Daftar Merah badan konservasi dunia IUCN akibat perdagangan.Meski terancam punah, saat ini di Indonesia, ekek-geling jawa belum dilindungi undang-undang. Karena itu, melalui Asian Song Bird Trade Summit para ahli mendorong agar jenis-jenis prioritas termasuk ekek-geling jawa dapat diusulkan sebagai jenis yang dilindungi.“Selain itu, perlu dilakukan penelitian terkait populasi dan genetikanya serta dilakukan penegakan hukum untuk penangkapan di alam,” ujar Ria.  Sembari menambahkan, di pertemuan tersebut juga disampaikan perlunya mengkaji jenis-jenis yang bisa diusulkan untuk program penangkaran dan reintroduksi serta penyadartahuan ke berbagai pihak.Tingginya tingkat perburuan dan perdagangan burung ini menyebabkan beberapa ahli dan aktivis mencoba melakukan upaya penangkaran (captive breeding) untuk mempertahankan jumlah populasinya. Salah satunya adalah upaya yang dilakukan oleh Chester Zoo yang bekerjasama dengan Cikananga Wildlife Center (CWC, dulunya PPS Cikananga) sebagai member Treathened Songbird of Asia Working Group (TWASG), yang berupaya untuk merehabilitasi keberadaan burung berparuh gincu ini.Dalam artikel kerjasama antara Mongabay-Indonesia dan Burung Indonesia bulan November 2015 ini, Anda bisa mengunduh kalender digital untuk gadget atau komputer anda. Silakan klik tautan ini dan simpan dalam perangkat anda. [SEP]" "Beginilah Antisipasi Ketergantungan Pangan Di Subak Kawasan Budaya Dunia","[CLS] Pande Ketut Noling, petani berusia senja ini untuk kali pertama diajari menanam padi model model jajar legowo 2:1, cara baru meningkatkan produksi beras (system of rice intensification/SRI).Dalam menanam padi di 25 are lahan miliknya, ia mendadak belasan relawan program penanaman padi serentak seluas 10 hektar di Subak Pulagan, salah satu kawasan warisan budaya dunia (world heritage of subak landscape), Desa Tampaksiring, Gianyar, Bali, pada minggu kemarin yang dilaksanakan Bank Indonesia perwakilan Bali.Dengan dibantu 750 relawan antara laiin terdiri dari siswa SLTA polisi, tentara, PNS, penanaman padi selesai dalam 4 jam. “Seru sekali nanam padi, tapi sayang pakai rok. Repot sekali,” kata Dian Aryani dan rekannya, siswa berseragam pramuka dengan kaki dan lengan berlumuran lumpur.Sistem tanam legowo adalah pola bertanam yang berselang-seling antara dua atau lebih (biasanya dua atau empat) baris tanaman padi dan satu baris kosong. Istilah legowo di ambil dari bahasa jawa, yaitu berasal dari kata ”lego” berarti luas dan ”dowo”  berarti memanjang.Baris lahan kosong dan memanjang ini disebut satu unit legowo, dimana legowo 2:1 berarti dua baris tanam per unit legowo, dan legowo 4:1 berarti empat baris tanam per unit legowo. Model tanam ini diyakini memberikan hasil panen lebih banyak karena kena sinar matahari lebih banyak. Sistem ini menggunakan lebih sedikit bibit, sehingga diyakini lebih hemat air dan pupukNoling dan petani lain umumnya memiliki lahan sempit 25 are, berharap uji coba cara baru ini menghasilkan panen lebih baik karena persoalan ketergantungan pangan dan peningkatan biaya pengolahan lahan.Noling bercerita, biaya tambahan dikarenakan anak mereka malas bertani, sehingga butuh sewa tenga seperti traktor untuk mengolah tanah, biaya pupuk, dan panen. Petani belum bisa sepenuhnya organik." "Beginilah Antisipasi Ketergantungan Pangan Di Subak Kawasan Budaya Dunia","Hasil panen sekitar 1 ton, yang akan berkurang bila diselip. “Hanya untuk makan sendiri, kalau kurang beli,” sahut Noling. Ia mengaku tak pernah menjual hasil panen karena pas-pasan untuk konsumsi. Jika banyak ada upacara adat dan agama, sering membeli tambahan beras.Namun ia mengaku akan teguh menjaga tanah warisan leluhur ini. “Tidak akan pernah saya jual karena warisan leluhur,” katanya.Senada dengan Noling, Ketut Rauh, mengolah sendiri lahan seluas 30 are, bahkan sering mengupah orang untuk menggarap menanam bibit, dan memanen karena sudah renta. Ia juga tak pernah bisa menjual panennya karena malah sering kekurangan beras untuk makan dan keperluan upacara dan ritual seperti upacara pernikahan, kematian, kedewasaan, dan lainnya.“Tiap enam bulan sekali panen, hasilnya cuma bisa untuk makan 3 bulan,” kata Rauh. “Payah cari uang biaya Rp800 ribu untuk upah sawah. Masih sering beli beras juga,” kisah Rauh.Namun ia juga tak akan mau menjual lahan salah satunya karena sawah adalah sumber budaya dan ritual di Bali. “Kalau terus ada sawah ya masih ada upacara. Meyadnya ten pegat (persembahan pada alam tak akan putus),” katanya pelan.Sang Nyoman Astika, Pekaseh (pimpinan organisasi) Subak Pulagan mengatakan petani memang sulit mendapat penghasilan jika kepemilikan lahannya sedikit. Walau pemerintah dan pihak lain membantu bibit, menurutnya selama petani belum bisa memenuhi pangan dari lahan sendiri akan tetap miskin.Ia berharap sistem jajar legowo ini memang bisa meningkatkan hasil panen. “Kalau sekarang tanam biasa hasilnya 5-6 ton per hektar. Dengan sistem ini katanya bisa meningkat sampai 10 ton,” ujar pria yang mengkoordinir 110 hektar lahan padi ini. Menurutnya kepemilikan lahan sedikit rata-rata 25 are. Bisa dihitung yang punya lahan di atas setengah hektar." "Beginilah Antisipasi Ketergantungan Pangan Di Subak Kawasan Budaya Dunia","Untungnya karena petani masih sangat menghormati leluhur, menurut Astika mereka tak akan menjual lahannya. Walau kawasan subak ini di sekitar kawasan wisata, yakni Ubud dan Tegalalang yang diserbu industri wisata seperti hotel, restoran, dan villa.Agar makin menjauhkan dari alih fungsi lahan, pemerintah membuatkan jalan setapak di areal sawah agar lahan mudah diakses dengan roda 2 seperti motor dan sepeda. “Jalan gampang, petani mudah pulang,” kata Astika.Pria ini berharap petani bisa mendapat penghasilan dari panen. Ia mengaku sedang menyiapkan Bank Tani. Ia meyakini ketika petani tak bisa mencukupi kebutuhan pangannya tinggal menunggu alih fungsi lahan.Data BPS tahun 2010 memperlihatkan alih fungsi lahan sawah paling massif di Bali, sekitar 1000 hektar/tahun persawahan hilang pada 2005-2009, dengan 700 orang rumah tangga pertanian berkurang tiap bulan.UNESCO, Badan PBB untuk kebudayaan pada 2012 menetapkan sejumlah kawasan subak dan area pendukungnya di Tabanan, Badung, dan Gianyar sebagai warisan budaya dunia.Penetapan lanskap budaya Bali berbasis subak disebut sebagai manifestasi filosofi Tri Hita Karana (tiga sumber kesejahteraan) karena prinsip harmonisasi pada alam, Tuhan, dan manusia. Di satu pihak menimbulkan kebanggaan, di lain pihak dinilai melahirkan kegamangan.Kebanggaan karena penetapan UNESCOini merupakan pengakuan internasional atas prestasi Bali dalam mengukir peradaban pertanian dan penataan lanskap. Sementara kegamangan karena sejauh ini banyak muncul pertanyaan apakah bisa dipertahankan di masa depan. [SEP]" "Polhut Bongkar Jaringan Pembalakan Liar di Leuser","[CLS] Polisi Kehutanan (Polhut) Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III Stabat, menangkap dua tersangka diduga jaringan illegal logging di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Dua tersangka, berinisial R (54) dan F (32) dari Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.Sapto Aji Prabowo,  Kepala Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III-Balai Besar TNGL, mengatakan, kedua tersangka menguasai kayu, tanpa dokumen sah. Penangkapan di Kecamatan Sawit Sebrang, Langkat, pada Jumat (13/2/15).Dari tangan tersangka, mengamankan barang bukti 1.050 gagang cangkul berbahan meranti batu, diduga dari TNGL. Polhut juga mengamankan, seperti satu Mitsubishi Pick–Up L300 sebagai pengangkut gagang cangkul.“Kita juga mengamankan satu lembar foto copy tanda nomor kendaraan bermotor, buku uji kenderaan Nomor: C 345309. Satu lembar surat keterangan ketua koperasi Indonesia Produksi Pipa Makmur dan delapan buah jerigen,” katanya Jumat (20/2/15).Penangkapan ini saat operasi rutin. Dari keterangan, tersangka telah dilakukan mengirimkan sekitar 10 kali dengan jumlah beragam, ada sampai 2.000 gagang cangkul.Menurut Sapto, dari barang bukti 1.050 gagang cangkul yang diamankan ini, diperkirakan dari dua pohon besar meranti batu. Artinya, jika pengiriman 10 kali dengan 1.000 gagang, tidak kurang 20 pohon. “Kami masih mengembangkan guna membongkar pelaku lain yang belum tertangkap.”Andi Basrul, Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser, ketika dikonfirmasi menyatakan penangkapan 1.050 gagang cangkul ini merupakan penangkapan keempat dalam kurun waktu satu bulan terakhir.sSbelumnya,  Polhut sudah pernah mengamankan satu truk bermuatan kayu, beserta tiga pelaku di Dusun Pantai Buaya, Desa Bukit Mas, Kecamatan Besitang, Stabat, Langkat, akhir bulan lalu. Kala itu,  disita satu minibus 48 batang kayu meranti dan damar, beserta pelaku mantan TNI. Penangkapan di Sawit Seberang, Langkat, akhir Januari." "Polhut Bongkar Jaringan Pembalakan Liar di Leuser","Dari pengembangan kasus ini, Penyidik PNS Balai TNGL, dibantu Petugas POM, Subdenpom Binjai, juga menggeledah kilang kayu milik anggota TNI Koramil 04 Medan. Dari lokasi, menyita barang bukti kayu diduga dari TNGL.“Kasus ini dilimpahkan kepada Subdenpom Binjai, karena diduga penadah anggota TNI Kodam I/BB. Ada beberapa lagi masih pengembangan. Semua kita sikat.”Polhut juga mengamankan satu truk bermuatan kayu olahan, berupa kusen dan daun pintu, beserta dua pelaku 10 Februari. “Selain anggota TNI yang ditangani Subdenpom Binjai , semua kasus ditangani Balai TNGL.”Noviar Andayani, Country Director Wildlife Conservation Society (WCS) Program Indonesia, mengatakan,  penangkapan ini upaya strategis menyelamatkan ekosistem Leuser.  “Taman Nasional bekerja sama dan membentuk unit-unit patroli bertugas mengawasi kawasan oleh WCS dan TNGL.”Munawar Kholis, Manager Program WCS-Indonesia Program lansekap Sumut, menyatakan, hasil patroli bersama TNGL sejak 2011, tim mengidentifikasi lokasi-lokasi rentan perburuan dan pembukaan hutan. “Ini makin tinggi bahkan terus terjadi.” [SEP]" "BP REDD+ Dibubarkan, Kredibilitas Pemerintah Dipertanyakan","[CLS] Melalui Peraturan Presiden No.16/2015 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Presiden Jokowi membubarkan Badan Pengelola Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut (BP REDD+) dan Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI). Tugas dan fungsi kedua lembaga tersebut kemudian akan dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).Banyak pihak menyayangkan pembubaran BP REDD+ dan DNPI, karena kedua lembaga tersebut mempunyai peran vital, yang tidak bisa diemban hanya oleh KLHK. Tidak hanya itu, pembubaran BP REDD+ bahkan dianggap melanggar nota kerjasama Indonesia dan Norwegia di bidang kehutanan.“(Dengan pembubaran BP REDD+), yang pasti dilanggar adalah LoI (letter of intent / nota kerjasama) dengan Norwegia,” kata Agus Purnomo, mantan Kepala Sekretariat DNPI yang ditemui Mongabay di Jakarta, pada Kamis (29/01/2015).Agus  Purnomo yang lebih akrab dipanggil Pungki mengatakan sudah seharusnya pemerintah memberitahukan secara resmi tentang pembubaran BP REDD+ kepada pemerintah Norwegia, karena hal tersebut terkait dengan janji dan komitmen Indonesia kepada Norwegia tentang pengelolaan kehutanan dan REDD+ melalui badan itu. Perjanjian dengan Norwegia itu tentu terkait dengan kehormatan dan kredibilitas pemerintah Indonesia.“Seharusnya ada pemberitahuan resmi (dari pemerintah RI kepada pemerintah Norwegia). Menlu  resmi mewakili RI (dalam menandatangani perjanjian dengan Norwegia). Kok tiba-tiba pemerintah sekarang menganggap (perjanjian) itu tidak ada. Tidak boleh itu. (Perjanjian) itu adalah kehormatan, kredibilitas, kerjasama negara. Ini masalah komunikasi, etika bekerja sama. Kerjasama sudah jalan, uang sudah dikirim, tiba-tiba dibubarkan tanpa ada kejelasan lembaga penggantinya. Kalau semudah itu ingkar janji, maka orang tidak percaya lagi dengan kita. Kalau tidak ada kepercayaan, apa yang bisa dilakukan?” jelasnya." "BP REDD+ Dibubarkan, Kredibilitas Pemerintah Dipertanyakan","Pemerintah Indonesia boleh saja tidak mau melanjutkan kerjasama, tetapi harus direncanakan dan diberitahukan kepada Norwegia. “Kalau memang diberhentikan, apa berarti kita berubah pikiran, atau mencari mitra baru, atau kita tetap pada gagasan kerjasama tersebut, tetapi untuk satu butir (tentang lembaga REDD+) minta diubah. Ini kok dihapus dan tidak ada alternatif lembaga, orang, atau penugasan,” katanya.Pungki yang waktu itu berperan penting memimpin delegasi Indonesia membahas kerjasama dengan Norwegia tersebut, mengatakan dalam nota kerjasama Indonesia – Norwegia, secara jelas disebutkan bahwa dibentuk suatu lembaga yang mengurusi REDD+ dan melaporkan tugasnya langsung kepada Presiden. “Ketika REDD+ diurus oleh eselon 2 atau eselon 3, turun dua tingkat, tidak melaporkan tugasnya kepada Presiden, tetapi mungkin melapor ke eselon 1,” katanya.Pemerintah seharusnya merencanakan dengan cermat pembubaran BP REDD+ melalui sebuah proses transisi dengan mempersiapkan lembaga pengganti. “Kalau BP REDD+ mau diintegrasikan ke dalam KLHK, maka harus dibuat sebuah proses transisi yang cermat. Jangan BP REDD+ dibubarkan, (lembaga di ) KLHK belum ada, dan kita harus percaya terhadap sesuatu yang belum ada itu. Ini tidak logis, orang disuruh percaya untuk sesuatu yang belum ada. Saya tidak ada masalah dengan pembubaran BP REDD+. Yang saya permasalahkan adalah belum ada lembaga penggantinya ,” katanya.Pembubaran DNPIPungki juga mencermati terhadap pembubaran DNPI. Peran DNPI sangat penting sebagai fokal point pemerintah dalam menangani perubahan iklim di tingkat nasional dan internasional, yang tentu tidak bisa dilakukan oleh satu kementerian saja. Pembubaran DNPI sangat berdampak terhadap penanganan perubahan iklim di Indonesia.Ketika kebijakan perubahan iklim ditangani setingkat dirjen kementerian, maka akan terjadi permasalahan kewenangan dan tugas." "BP REDD+ Dibubarkan, Kredibilitas Pemerintah Dipertanyakan","“Hal-hal ini berdampak pada agenda pelestarian hutan dan penanganan perubahan iklim. Secara struktural akan banyak masalah. Penanganan perubahan iklim yang dilakukan oleh DNPI, dimasukkan dalam sebuah Dirjen di KLHK. Apakah mungkin Dirjen di Kementerian Kesehatan yang menangani pencegahan demam berdarah dan upaya pengurangan resiko perubahan iklim, diatur oleh Dirjen di KLH? Apakah bisa Dirjen Perubahan Iklim KLHK mempersiapakn infrastruktur di masyarakat pesisir yang rawan banjir rob?” jelas Pungki.“Apakah ada kewenangan struktural, RAN GRK (Rencana Aksi Nasional Penurunan Gas Rumah Kaca) yang diamanatkan kepada Bappenas, tiba-tiba dikoordinasikan oleh Dirjen Perubahan Iklim KLH? Apa berarti RAN GRK dipindahkan dari Bappenas ke Dirjen?” katanya.Sebagai fokal point negosiasi perubahan iklim, DNPI antara lain telah melatih negosiator kurang lebih selama enam tahun. Hal ini belum tentu bisa dilakukan oleh seorang Dirjen KLHK.KLHK juga butuh waktu untuk mengisi struktural kementerian, termasuk dirjen yang mengurusi perubahan iklim sebagai tugas dan fungsi DNPI. “Kalau butuh waktu 2-3 bulan untuk mengisinya, siapa yang akan mengurusi negosiasi internasional perubahan iklim? Siapa yang akan melanjutkan pengarusutamaan adaptasi perubahan iklim? Siapa yang akan menindaklanjuti kesepakatan baru pendanaan? Bagaimana mengakses pendanaan kepada Green Climate Fund? Ini pertanyaan teknis yang harus segera dijawab,” kata mantan Staf Khusus Presiden SBY bidang Perubahan Iklim itu.Dia menjelaskan fungsi fokal point dan koordinator penanganan perubahan iklim bisa diletakkan di lembaga pemerintah mana saja, asalkan lembaga tersebut bisa berfungsi sebagai koordinator." "BP REDD+ Dibubarkan, Kredibilitas Pemerintah Dipertanyakan","“Koordinasi lintas kementerian, lintas pemerintah daerah, secara tradisonal ditaruh di Menteri Koordinator, amanahnya melakukan koordinasi. Sementara menteri sektoral, mengurusi sektoral. Kalau mau ditarik fungsi koordinasi DNPI, harus dibawa ke Menko atau Wakil Presiden. Kalau dulu dipegang sendiri oleh Presiden sebagai Ketua DNPI. Kalau mau kewenangan koordinasi dihapus, terus ditaruh di kementerian. Tidak ada sejarahnya kementerian mengkoordinasi kementerian lain,” jelasnya.Oleh karena itu, pemerintah harus segera menjelaskan tentang kelanjutan fungsi dan tugas dari BP REDD+ dan DNPI, pasca pembubaran kedua lembaga tersebut. [SEP]" "Berikut Kota Penerima Adipura sampai Daftar Perusahaan ‘Hitam’","[CLS] Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar memberikan penghargaan Adipura bagi pemerintah kota dan kabupaten serta Proper kepada perusahaan di Hotel Bidakara Jakarta, Senin (23/11/15).Tahun ini, penilaian Adipura terhadap 357 kabupaten/kota dan Proper kepada 2.137 perusahaan. Penilaian ini untuk melihat pengelolaan lingkungan pada satu kota/kabupaten maupun perusahaan.“Masalah lingkungan merupakan persoalan bersama. Tak hanya menjadi konsen pemerintah pusat juga daerah, dunia usaha maupun masyarakat. Dunia usaha tak bisa lagi hanya basa basi. Juga harus menjadi penggerak dan aktualisasi peka lingkungan,” katanya di Jakarta, Senin (23/11/15).Adapun tiga kota peraih Adipura kencana yakni, Surabaya (kategori kota metropolitan), Balikpapan (kategori kota besar) dan Kendari (kategori kota sedang atau kecil). Untuk plakat Adipura bagi taman kota terbaik diberikan kepada Jakarta Pusat, Malang, Ambon, dan Penajam Paser Utara. Pasar terbaik untuk Kota Tangerang, Denpasar dan Kabupaten Siak. Terminal terbaik diterima Kota Tangerang, Yogyakarta, Sleman dan Hulu Sungai Selatan.Untuk hutan kota terbaik, Jakarta Selatan, Batam, Tasikmalaya dan Kabupaten Fak-Fak. Tempat pembuangan sampah (TPA) terbaik buat Kota Probolinggo dan Kabupaten Banjar.KLHK juga memberikan penilaian terendah bagi Kota Bekasi (65,68), Bandar Lampung (56,65), Sungguminasa-Gowa (52,05) dan Kuala Tungkal-Jambi (36,99).ProperSiti juga mengumumkan Proper dengan penilaian terhadap perusahaan di bidang kinerja efisiensi energi, konservasi air, pengurangan emisi, dan perlindungan keragaman hayati. Juga, 3R (reuse, reduce, recycle) limbah bahan baku berbahaya (B3) dan padat non B3 dan mengurangi kesenjangan ekonomi dengan pemberdayaan masyarakat. “Inovasi merupakan penilaian utama dalam peringkat emas dan hijau.”" "Berikut Kota Penerima Adipura sampai Daftar Perusahaan ‘Hitam’","Terdapat 151 inovasi dari 323 perusahaan peringkat hijau dan emas terlihat dalam penilaian Proper 2015. Inovasi terbanyak dari sektor pengurangan emisi 37, 3R limbah B3 sebanyak 35, efisiensi energi (31), 3R limbah padat non B3 (22), konservasi dan penurunan beban pencemaran air (14), pemeliharaan keragaman hayati (6) dan pemberdayaan masyarakat (6).Penerima Proper emas ada 12 perusahaan dan 21 perusahaan predikat hitam (tabel). Selain itu, katanya, ada 529 perusahaan berpredikat merah, 1.406 perusahaan biru dan 108 hijau.“Sebanyak 61 perusahaan tak dilaporkan peringkat karena menjalani proses penegakan hukum, tutup dan sedang proses pengawasan,” kata Siti.Wapres menambahkan, Adipura bermakna kebersihan lingkungan dan fasilitas lain lebih baik. Kebersihan dan lingkungan baik, katanya, memberikan kenyamanan kepada masyarakat, tak hanya penghargaan.“Setiap kota bersih memiliki lingkungan baik pasti pengunjung banyak. Memberikan dampak besar, salah satu bidang pariwisata. Membuat daerah bersih jauh lebih murah dibanding akibat yang timbul,” katanya.Dengan nada bergurau, dia berujar, setiap kota penerima piala Adipura dalam pilkada lebih mudah. “Pulang pasti akan diarak. Jadi bahan kampanye baik. Selamat kepada semua. Bagi bupati dan walikota yang belum mendapatkan, tahun depan mudah-mudahan dapat.”Dia memberikan apresiasi bagi perusahaan yang mendapatkan penghargaan Proper emas dan hijau. “Berarti perusahaan menyenangkan bagi karyawan dan masyarakat. Mengurangi risiko keamanan.”Raih Adipura setelah 17 tahun absenSetelah 17 tahun absen, Kota Bandung tahun ini mendapatkan anugerah Adipura. “Alhamdulillah setelah 17 tahun kita akhirnya mendapatkan piala Adipura. Perjalanan panjang dua tahun setelah dilantik kita mereformasi banyak hal,” kata Walikota Bandung, Ridwal Kamil." "Berikut Kota Penerima Adipura sampai Daftar Perusahaan ‘Hitam’","Kalau dihitung-hitung, katanya, lebih 30 program gaya hidup baru terkait sampah, infrastruktur, penguatan regulasi, kewilayahan dan memberikan keleluasaan seperti 1.500 petugas sampah dan lain-lain. “Ini perubahan. Tentu belum sempurna. Ada satu dua kekurangan. Kita menjadikan Adipura sebagai awal.”Di Bandung, denda masyarakat yang membuang sampah sembarangan sudah berjalan. Ada jutaan rupiah terkumpul dari denda itu. Kalau tak mempunyai tempat sampah di mobil didenda Rp250.000. Ada razia di banyak tempat.“Ini akan terus dilakukan. Hingga nanti tak perlu ada denda-denda lagi karena kebersihan sudah jadi gaya hidup warga Kota Bandung.”Kepala BPLH Kota Bandung Hikmat Ginanjar mengatakan, warga bekerja keras bersama-sama mendapatkan Adipura.Ada 1.500 petugas kebersihan di kelurahan yang semua diberi insentif. Setiap RW, katanya, memiliki motor sampah. Ada juga petugas gorong-gorong hampir 10 orang tiap kecamatan. Ada penjaga taman, sampai unit reaksi cepat tambal jalan.Peraih Anugerah Adipura:1 Kota Tangerang (Banten)2 Kota Palembang, Sumatera Selatan3 Kota Semarang, Jawa Tengah4 Kota Bandung, Jawa Barat5 Kota Makassar, Sulawesi Selatan6 Kota Malang, Jawa Timur7 Kota Denpasar, Bali8 Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan9 Kota Jambi, Jambi10 Kota Payakumbuh, Sumatera Barat11 Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah12 Kota Palopo, Sulawesi Selatan13 Kota Probolinggo, Jawa Timur14 Kabupaten Tulung Agung, Jawa Timur15 Kabupaten Jombang, Jawa Timur16 Kota Gorontalo, Gorontalo17 Kota Pasuruan, Jawa Timur18 Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur19 Kota Tebing Tinggi, Sumatera Utara20 Kota Pare-pare, Sulawesi Selatan21 Kota Madiun, Jawa Timur22 Kabupaten Jepara, Jawa Tengah23 Kabupaten Kudus, Jawa Tengah24 Kota Bau-Bau, Sulawesi Tenggara25 Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan26 Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur27 Kota Cimahi, Jawa Barat28 Kota Bitung, Sulawesi Utara29 Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan30 Kota Blitar, Jawa Timur" "Berikut Kota Penerima Adipura sampai Daftar Perusahaan ‘Hitam’","31 Kota Magelang, Jawa Tengah32 Kota Bontang, Kalimantan Timur33 Kota Jayapura, Papua Sedang34 Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat, Kalteng35 Badung, Kabupaten Badung Bali36 Lamongan, Kabupaten Lamongan (Jawa Timur)37 Turikale Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan38 Pati, Kabupaten Pati(Jawa Tengah)39 Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur40 Liwa, Kabupaten Lampung Barat (Lampung)41 Ciamis, Kabupaten Ciamis (Jawa Barat)42 Martapura, Kabupaten Banjar (Kalsel)43 Tuban, Kabupaten Tuban (Jawa Timur)44 Watansoppeng,Kabupaten Soppeng (Sulawesi Selatan)45 Sragen, Kabupaten Sragen (Jawa Tengah)46 Kepanjen, Kabupaten Malang (Jawa Timur)47 Prabumulih, Kota Prabumulih (Sumatera Selatan)48 Enrekang, Kabupaten Enrekang (Sulawesi Selatan)49 Tahuna, Kabupaten Kepulauan Sangihe (Sulawesi Utara)50 Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (Kalsel)51 Muara Enim, Kabupaten Muara Enim (Sumatera Selatan)52 Marisa, Kabupaten Pohuwato (Gorontalo)53 Boyolali, Kabupaten Boyolali (Jawa Tengah)54 Batang, Kabupaten Batang (Jawa Tengah)55 Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang (Sumatera Utara)56 Bulukumba, Kabupaten Bulukumba (Sulawesi Selatan)57 Bangko, Kabupaten Merangin (Jambi)58 Bojonegoro, Kabupaten Bojonegoro (Jawa Timur)59 Karanganyar, Kabupaten Karanganyar (Jawa Tengah)60 Indramayu, Kabupaten Indramayu (Jawa Barat)61 Pacitan, Kabupaten Pacitan (Jawa Timur)62 Banjar, Kota Banjar (Jawa Barat)63 Kolaka, Kabupaten Kolaka (Sulawesi Tenggara)64 Bintan Timur, Kabupaten Bintan (Kepulauan Riau)65 Biak, Kabupaten Biak Numfor (Papua)Kota Peraih Sertifikat Adipura:1 Kota Depok2 Kota Padang3 Kota Bogor4 Kota Surakarta5 Rangkas Bitun,g Kabupaten Lebak6 Sungai Penuh, Kabupaten Kerinci7 Muara Bulian, Kabupaten Batang Hari8 Manggar, Kabupaten Belitung Timur9 Toboali, Kabupaten Bangka Selatan10 Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan11 Pasir Pengaraian, Kabupaten Rokan Hulu12 Tanjung Pinang, Kota Administratif Tanjung Pinang" "Berikut Kota Penerima Adipura sampai Daftar Perusahaan ‘Hitam’","13 Pematang Siantar, Kota Pematang Siantar14 Cianjur, Kabupaten Cianjur15 Sukabumi, Kota Sukabumi16 Salatiga, Kota Salatiga17 Muntilan, Kabupaten Magelang18 Kediri, Kota Kediri19 Gresik, Kabupaten Gresik20 Ambon, Kota Ambon21 Palu, Kota Palu22 Palangkaraya, Kota Palangkaraya23 Teluk Kuantan, Kabupaten Kuantan Singingi24 Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu25 Tanjung Balai, Kota Tanjung Balai26 Stabat, Kabupaten Langkat27 Sidikalang, Kabupaten Dairi28 Pagar Alam, Kota Pagar Alam29 Baturaja, Kabupaten Ogan Komering Ulu30 Pangkalan Balai, Kabupaten Banyuasin31 Kuningan, Kabupaten Kuningan32 Temanggung, Kabupaten Temanggung33 Wonosobo, Kabupaten Wonosobo34 Brebes, Kabupaten Brebes35 Kraksaan, Kabupaten Probolinggo36 Mojosari, Kabupaten Mojokerto37 Bangil, Kabupaten Pasuruan38 Ngawi, Kabupaten Ngawi39 Caruban, Kabupaten Madiun40 Trenggalek, Kabupaten Trenggalek41 Wonosari, Kabupaten Gunung Kidul42 Wates, Kabupaten Kulon Progo43 Suwawa, Kabupaten Bone Bolango44 Sinjai, Kabupaten Sinjai45 Jeneponto, Kabupaten Jeneponto46 Pattallassang, Kabupaten Takalar47 Kotamobagu, Kota Kotamobagu48 Unaaha, Kabupaten Konawe49 Sendawar, Kabupaten Kutai Barat50 Kandangan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan51 Paringin, Kabupaten Balangan52 Rantau, Kabupaten Tapin53 Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara54 Tanjung, Kabupaten Tabalong55 Marabahan, Kabupaten Barito Kuala56 Muara Teweh, Kabupaten Barito Utara57 Sukamara, Kabupaten Sukamara58 Nanga Bulik, Kabupaten Lamandau59 Tamiyang Layang, Kabupaten Barito Timur60 Malinau, Kabupaten Malinau61 Atambua, Kabupaten Belu62 Amlapura, Kabupaten Karang Asem63 Negara, Kabupaten Jembrana64 Serui, Yapen Maropen65 Wamena, Kabupaten Jayawijaya66 Sentani, Kabupaten Jayapura67 Nabire, Kabupaten Nabire68 Waisai, Raja Ampat69 Sukoharjo, Kabupaten SukoharjoPT Pertamina Regional II RewuluPT Bio Farma BandungPT Pertamina Geothermal Energy Kamojang, BandungPT Pertamina RU VI Kilang Balongan Indramayu" "Berikut Kota Penerima Adipura sampai Daftar Perusahaan ‘Hitam’","PT Bukit Asam Tbk Unit Pertambangan Tanjung EnimPT Medco E&P Indonesia Riau, Banyuasin.PT Pertamina EP Asset 3 Field SubangPT Badak Natural Gas Liquefaction BontangPT Star Energy Kakap Kepulauan RiauPT Holcim Indonesia CilacapChevron Geothermal Salak Sukabumi (dua emas)Perusahaan Predikat HitamPT Palma Mas Sejati (sawit, Bengkulu Tengah)RS Hana Charitas (Bengkulu Utara)PT Inti Bara Perdana (batubara, Bengkulu Tengah)CV Prima Logam (cor logam dari pemecah batu, Tegal)PT Roberindo Pratama (karet, Kendal)PT Ampuh Perkasa Jaya (obat nyamuk bakar, Tegal)PT Baroid Indonesia (LB3, Kutai Kartanegara)PT Mina Maluku Sejahtera (pengolahan ikan, Ambon)RSUD Talehu (Maluku Tengah)RSUD Dr. R.Soedjono Selong (Lombok Timur)RS Risa Sentra Medika (Mataram)RS Advent Telling (Manado)PT Sriwijaya Alam Segar (makanan, minuman, Banyuasin)Hotel Garuda Plaza (Medan)PT Sinar Bahari Agung (pengolahan ikan, Kendal).PT AKFI (pengolahan ikan, Kepulauan Aru)PT Bangun Sarana Alloy (Komponen otomotif, Tangerang)PT Pura Barutama (kertas, Kudus)RS Al-Ramelan (Surabaya)PT Smart Glove Indonesia (alat rumah tangga, Deli Serdang)RSU Luwuk BanggaiSumber: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [SEP]" "Yogyakarta Siap Melaksanakan Percepatan SVLK","[CLS] Pemprov Yogyakarta siap melaksanakan percepatan pelaksanaan sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) pada industri kehutanan.Hal itu ditandai dengan penandatanganan deklarasi antara Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan , Koperasi dan UKM (Disiperindagkop UKM) DIY, Riadi Ida Bagus mewakili Gubernur Yogyakarta dengan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Bambang Hendroyono mewakili pemerintah pusat yang disaksikan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) DIY, Sutarto pada Senin (23/03/2015) di Yogyakarta.Dirjen Bina Usaha Kehutanan KLHK Bambang Hendroyono mengharapkan penerapan SVLK di Yogyakarta bisa sesuai dengan harapan.  SVLK berlaku mulai 1 Januari 2015 sesuai PermenLHK No. P.95/Menhut-II/2014 tanggal 22 Desember 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kehutanan No. P.43/Menhut-II/2014 tentang Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Izin atau pada Hutan Hak.“Khususnya IKM (industri kecil dan menengah) dan IUIPHHK kapasitas sampai dengan 6.000 m3/tahun akan mendapatkan percepatan SVLK dengan biaya ditanggung pemerintah ,” katanya.Oleh karena itu KLHK akan memfasilitasi pelaksanaan sertifikasi termasuk pendampingan dalam rangka persiapan sertifikasi serta kepemilikan pertama bagi IKM secara berkelompok dalam rangkat mempercepat perolehan SVLK bagi IKM. Ini menjadi solusi bagai pemegang IUIPHHK kapasitas s.d 6.000 m3/tahun yang belum memiliki Sertifikat Legalitas Kayu (SLK).“Untuk mempercepat upaya tersebut, maka dibuatlah program “Percepatan Sertifikasi Legalitas Kayu pada IUIPHHK kapasitas s.d 6.000 m3/tahun, TPT, Hutan Hak dan IKM Mebel ini,” katanya.Bambang menjelaskan ada 1300-an dari sekitar 3700 perusahaan yang mempunyai SLK. Penerapan SVLK ini bertujuan untuk memberantas pembalakan liar. Dalam 10 tahun terakhi,r illegal logging kita tinggal 20 kasus dari 50an kasus/temuan." "Yogyakarta Siap Melaksanakan Percepatan SVLK","Sedangkan Kepala Dishutbun DIY Sutarto mengatakan, kegiatan ini bertujuan untuk membuat data base, indentifikasi SVLK, peningkatan kapasitas bagi pelaku usaha dan peningkatan peran para pihak terkait percepatan SVLK.Data Dishutbun DIY menunjukkan ada 4 dari 31 pemegang IUIPHHK di Yogyakarta yang telah punya SVLK. Sebagian besar IUIPHHK adalah penggergajian dengan kapasitas dibawah 2000 m3 /tahun. Ada 28 dari 56 unit IKM mebel yang sudah memiliki SLK. Selain itu ada 7 lokasi pengelola hutan yang sudah memiliki PHBL.“Harapan besar SLK memberikan manfaaat jaminan bahwa hasil kayu yang diperdagangkan untuk pasar domestik dan ekspor adalah kayu legal,” katanya.Sementara itu Kepala Disiperindagkop UKM DIY, Riadi Ida Bagus yang membacakan sambutan Gubernur DI Yogyakarta mengatakan, adanya sistem SVLK akan memastikan produk kayu dan bahan bakunya dapat diperoleh dari sumber yang asal-usulnya dan pengelolaanya memenuhi aspek legalitas.“Kayu disebut legal bila asal-usulnya, ijin penebangannya, sistem dan prosedur penebangan, pengangkutan, pengolahan dan perdagangan atau pemindahtanganannya dapat dibuktikan memenuhi semua persyaratan legal yang berlaku,” kata Gubernur.Ia menambahkan, sumber daya hutan telah jadi modal utama pembangunan ekonomi, memberikan dampak positif bagi peningkatan pendapatan negara dan peningkatan tenaga kerja serta mendorong pengembangan wilayah. Pemanfatan hutan untuk memperoleh pemanfatan maksimal harus dengan tetap menjaga kelestarian hutan itu sendiri.Pada kenyataannya, pemanfaatan hutan produksi baru pada bagaimana hutan tersebut mampu memproduksi kayu yang berkualitas. Pemerintah menerapakan SVLK untuk memastikan agar produk kayu yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia memiliki status legalitas yang meyakinkan. Dampak strategisnya, produk kayu di Indonesia yang disertai verifikasi legal akan lebih diterima di pasar dunia." "Yogyakarta Siap Melaksanakan Percepatan SVLK","Untuk itu, maka dengan SVLK para petani dari hutan rakyat dan masyarakat dapat menaikkan posisi tawar dan tidak perlu risau keabsahan hasil kayunya ketika akan dijual. Demikian juga produsen kayu mebel yakin akan sumber bahan kayunya sehingga lebih mudah meyakinkan para pembeli di luar negeri.“Produk kayu yang telah tersertifikasi ternyata meningkat setiap tahun. Pada tahun 2006 hutan prosuksi yang bersertifikat adalah 370,8 juta meter persegi. Luas tersebut bertambah 416,4 juta pada 2008,artinya pasar merespon positif hasil produk kayu bersertifikat,” katanya.Perusahaan mebel harus memastikan legalitas sumber kayu, namun demikian tingkat pengendalian pengangkutan dari kayu ke industri masih rendah. Hal ini karena masih lemahnya sanksi yang diberikan pejabat berwenang terhadap prosedur pengangkutan kayu.Ada banyak penyalahgunaan dokumen, hingga ada perbedaan jumlah kayu yang diangkut atau diolah dengan apa yang dilaporkan. Untuk itu perlu adanya pemeriksaan secara periodik dan dapat diakses publik untuk melakukan kontrol.Hambatan dan TantanganSedangkan Dwi Nugroho dari lembaga Arupa mengatakan adanya roh perubahan dan perbaikan tata kelola kehutanan dari penerapan SVLK yang merupakan intervnesi pemerintah untuk perdagangan kayu yang lebih baik. Pelaku industri kayu di Yoyakarta juga sudah siap mendapatkan SVLK baik biaya sendiri maupun dibantu oleh pemda.Sementara itu, pendamping SVLK Sugeng Triyanto mengatakan kebijakan daerah masih jadi penghambat penerapan SVLK di Yogyakarta yaitu perzinan dan dokumen PUHH yang masih carut marut. Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pajak daerah belum mengetahui tentang SVLK.“Perlu ada inovasi kebijakan untuk mendorong agar tidak ada lagi masalah diperijinan dalam mempercepat SVLK di DIY,” kata Sugeng. [SEP]" "Hutan Tropis Sumatera Masuk Warisan Dunia, Tapi Perambahan Terus Saja Terjadi di Leuser","[CLS] Tiga kawasan Taman Nasional di Sumatera yang termasuk Tropical Rainforest Heritage of Sumatra (TRHS) UNESCO, digolongkan dalam kriteria Warisan Dunia dalam Bahaya (List of World Heritage in Danger). Ketiga kawasan konservasi tersebut adalah Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).Kawasan yang mencakup  area seluas 2,5 juta hektar ini, menjadi sorotan dunia karena berbagai aktivitas ilegal seperti perambahan, illegal logging, perburuan satwa liar, dan rencana pembangunan jalan dalam kawasan yang terus berlangsung.Sebagai contoh, salah satu kerusakan terparah kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) adalah yang berada di Provinsi Aceh. Kawasan TNGL  yang berada di Kabupaten Aceh Tenggara dan Gayo Lues rusak karena pembukaan lahan pertanian dan perkebunan yang tidak terkendali. Padahal keberadaan kawasan TN penting dari sisi jasa lingkungan dan perlindungan ekosistem.Dari total luas kawasan TNGL di Kabupaten Aceh Tenggara seluas 376.104 hektar kerusakan telah mencapai 10.000 hektar. Sedangkan di Kabupaten Gayo Lues dari total luas kawasan 240.304 hektar kerusakan mencapai 2.500 hektar.Kerusakan Taman Nasional Gunung Leuser Tak TerkendaliMencermati kerusakan yang terjadi, Kamis (17/9) puluhan Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) dari sejumlah perguruan tinggi di Aceh, melakukan unjukrasa di Kantor Gubernur Aceh dan di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA).Dalam unjukrasa tersebut mereka menilai kerusakan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL)  di wilayah Aceh semakin tak terkendali. Bahkan, bentang hutan hujan tropis tersebut semakin sulit di pertahankan karena kegiatan pelanggaran hukum yang terus terjadi berlangsung tanpa upaya serius untuk menghentikannya." "Hutan Tropis Sumatera Masuk Warisan Dunia, Tapi Perambahan Terus Saja Terjadi di Leuser","“Secara kasat mata dapat dilihat, laju kerusakan Taman Nasional Gunung Leuser saat ini terus meningkat, baik karena kegiatan illegal logging maupun pembukaan lahan oleh masyarakat untuk lahan pertanian,” sebut M Ikbal salah pengunjuk rasa dari unsur Mapala menjelaskan.“Bisa dipastikan, sebagian besar satwa yang diperdagangkan secara illegal baik itu di Aceh maupun di Sumut berasal dari TNGL. Jika ini terus dibiarkan dapat dipastikan TNGL, kawasan bentang hutan tropis dunia, hanya akan tinggal nama.”Rencana pembukaan jalan yang melewati kawasan TN pun dikuatirkan akan semakin menurunkan kualitas lingkungan. Sebagai dampak yang muncul bencana alam yaitu banjir dan tanah longsor akan semakin sering terjadi di wilayah rawan seperti Provinsi Aceh.“Kami mendesak Gubernur Aceh tidak mengeluarkan izin Hak Guna Usaha (HGU) di wilayah ekosistem Gunung Leuser, termasuk segera mencabut izin perusahaan yang merusak TNGL,” ungkap Nabay, perwakilan Mapala Universitas Teuku Umar Aceh Barat menambahkan.Menurut Nabay, pihaknya mendukung segala upaya penegakan hukum terhadap para cukong kayu dan pelaku perambahan di TNGL, termasuk cukong kayu, pelaku perambahan dan para pejabat yang membuka perkebunan di dalam kawasan TN.Secara terpisah, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh menyoroti peran dari Pemda Aceh yang minim dalam menyetop kerusakan yang terus terjadi saat ini. Walhi Aceh mengkritik cara kerja Pemda yang hanya pandai melahirkan kebijakan menjaga hutan, namun lemah dalam implementasi kebijakan yang telah di keluarkan di tingkat lapangan.“Sebagian besar hutan Aceh, termasuk TNGL telah beralih fungsi menjadi kebun. Kebijakan untuk penyelamatan hutan cukup banyak di buat, tapi tidak satupun kebijakan tersebut di jalankan,” jelas M. Nur, Direktur Eksekutif Walhi Aceh menyebutkan. [SEP]" "Allonautilus, Satwa Sangat Langka Ini Terlihat Lagi Setelah 30 Tahun Hilang","[CLS] Namanya Allonautilus scrobiculatus (crusty nautilus), satwa laut kerabat jauh cumi-cumi dan sotong. Pemulung andal yang sangat langka ini sudah 30 tahunan tak ada kabar.Setelah tak pernah terdengar berita lagi soal satwa ini, kabar baik datang tahun ini. Pada Juli 2015, sekelompok peneliti dikomandoi Dr Peter Ward dari Universitas Washington, kembali menemukan Allonautilus yang telah lama hilang di perairan Papua Nugini.Allonautilus, pertama kali tampak dalam keadaan hidup oleh Ward dan Dr Bruce Saunders dari Bryn Mawr College di perairan Papua Nugini pada 1984. Terakhir kali, tampak sebentar oleh Saunders pada 1986.Melanesia Richard Hamilton, Senior Scientist untuk TNC program Indonesia, salah satu yang tergabung dalam ekspedisi pertama di dunia untuk mendokumentasikan nautilus dalam foto dan film itu. Kegiatan ini dilakukan di lepas Pantai Pulau Manus, Papua Nugini, bersama-sama dengan National Geographic & Waitt Foundation, US National Science Foundation (Polar Programs), serta masyarakat lokal pegiat konservasi.Dalam ekspedisi itu, Hamilton berhasil merekam Allonautilus lewat foto-foto dan video. Tampak dalam video Allonautilus bergerak ke sana ke mari di air.Dalam rilis TNC beberapa waktu lalu, menyebutkan, nautilus secara umum memiliki tempurung tak terlalu kenyal (cukup keras) dan bergerak horizontal mencari makan di dasar laut pada kedalaman gelap.Sedang crusty nautilus memiliki tempurung lebih kenyal (seperti ditutupi lumut basah), menetap di dasar laut pada pagi hari. Ia mulai bergerak vertikal mencari makan di malam hari. Pola hidup ini menyebabkan crusty nautilus lebih rentan terhadap serangan spesies laut lain. Uniknya, kedua tipe nautilus ini bisa dikatakan sebagai pemulung. Mengapa? Ternyata mereka memakan ikan-ikan mati." "Allonautilus, Satwa Sangat Langka Ini Terlihat Lagi Setelah 30 Tahun Hilang","Dikutip dari Sci.com, menyebutkan, nautilus muncul 500 juta tahun lalu kala ledakan Cambrian. Mereka digambarkan sebagai ‘fosil hidup’ karena penampilan tak berubah sejak jutaan tahun lalu. Mereka hidup di perairan tropis di Samudera Pasific dan India, dekat pantai Jepang, Fiji, New Caledonia dan Australia.Crusty nautilus, kali pertama ditemukan pada 1786 oleh naturalis Inggris John Lightfoot. Awalnya, ia dikategorikan jenis Nautilus, baru pada 1997, terklasifikasi sebagai Allonautilus.Karena ahli pemulung, Ward dan tim peneliti rekan memberikan umpan pada tongkat. Caranya, setiap malam aktivitas di sekitar umpan difilmkan selama 12 jam. “Kami mulai pakai pendekatan ini pada 2011,” kata Ward. Sumber: Rick Hamilton [SEP]" "Satgas 115 Deteksi Kapal Kamuflase Berkebangsaan Asing","[CLS] Tim Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Illegal Fishing) atau Satgas 115 mengungkap fakta mengejutkan tentang kapal asing yang masih beroperasi di wilayah perairan Indonesia. Fakta tersebut terungkap, karena Satgas menemukan ada keanehan dalam penemuan di lapangan.Kepala Pelaksana Harian Satgas 115 yang juga Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Muda TNI Widodo menjelaskan, keanehan yang dimaksud, adalah tidak ditemukannya keselarasan antara informasi yang masuk dengan fakta di lapangan.“Ini disinyalir karena ada kapal yang sudah menggunakan teknologi canggih,” ucap Widodo di Jakarta, Senin (28/12/2015).Dia memaparkan, dugaan digunakannya alat canggih, karena sebelumnya ada laporan yang masuk bahwa ada kapal dari Tiongkok yang terdeteksi di radar pemantau. Posisi kapal tersebut dengan jelas ada keterangan titik koordinatnya secara detil.Tetapi, Widodo melanjutkan, saat Satgas mengirimkan anggota ke titik koordinat yang dimaksud, kapal asing tersebut ternyata tidak ada. Adanya perbedaan fakta di lapangan dan laporan di radar tersebut, bisa terjadi jika kapal asing menggunakan alat canggih.“Jadi, alat tersebut disinyalir berfungsi untuk mengelabui alat pemantau yang ada di kami. Jadi, kita mendeteksi mereka, tapi kita tidak bisa mengetahui dimana keberadaannya secara pasti. Ini sedang diselidiki oleh kita,” tutur dia.Gandeng Hacker LokalUntuk mengatasi terjadi lagi kasus seperti itu, Widodo mengungkapkan, pihaknya akan mengoptimalkan keberadaan hacker-hacker lokal yang memang memiliki kompetensi di bidang teknologi internet.“Kita menduga, adanya titik koordinat palsu juga karena ada keterlibatan hacker lokal yang tanpa sengaja memengaruhi sistem AIS (automatic identification system) yang digunakan untuk memantau pergerakan kapal-kapal di seluruh wilayah perairan Indonesia,” papar dia." "Satgas 115 Deteksi Kapal Kamuflase Berkebangsaan Asing","“Jadi, hacker-hacker kita harus bekerja keras untuk mencari itu. Sekarang kan sudah sumber electronic war fare,” tambah dia.Menurut Widodo, walau kejadian tersebut merupakan yang pertama kali, namun dia berusaha keras agar tidak terulang kembali di waktu mendatang. Hal itu, karena data kamuflase seperti itu bisa mengacaukan patroli yang ada di lapangan.Kata dia, bisa saja anggota di lapangan memburu titik koordinat yang ditemukan di AIS, namun kenyataannya kapal asing tersebut sedang menangkap ikan di titik koordinat yang tidak terdeteksi.“Karena ini adalah kamuflase. Maka, kita tidak bisa memastikan apakah kapal asing yang terdeteksi itu benar-benar ada atau tidak. Kalaupun ada, kita tidak tahu dari negara mana mereka asalnya. Jadi, walau di AIS terdeteksi dari Tiongkok, itu belum pasti dari negara tersebut,” tandas dia.ABK Asing Tertahan di MalukuMenjelang pergantian tahun ke 2016, Satgas 115 mencatat masih ada anak buah kapal (ABK) eks perusahaan yang terlibat dalam aksi IUU Fishing, dan tertahan di Ambon, Maluku. Menurut Anggota Satgas 115 Mas Achmad Santosa, terdapat 109 dari 385 ABK berkebangsaan Myanmar dan 56 ABK berkebangsaan Thailand.Para ABK tersebut, kata pria yang akrab disapa Ota itu, sebelumnya bekerja kepada 9 (sembilan) perusahaan, yaitu PT JM, PT HDG, PT TMN, PT BIP, dan PT TAJ (MBR Grup), PT SMMI, PT ESI (SnT Grup), PT MBJ, PT SLU (SLU Grup).“Para ABK tersebut masih tertahan, karena beragam kasus. Adayang belum mendapat gaji karena tidak diakui sebagai pekerja kapal dan ada juga yang masih dibutuhkan oleh perusahaannya untuk menjaga kapal,” tutur dia.Untuk memecahkan persoalan tersebut, menurut Ota, Satgas 115 menemui sejumlah pihak terkait. Hasilnya, 109 ABK berkebangsaan Myanmar sudah diakui sebagai pekerja dan 34 ABK diantaranya sudah mendapatkan gaji.Selain itu, 37 dari 56 ABK berkebangsaan Thailand sudah dipulangkan ke negaranya dan sisanya masih menunggu penyelesaian dokumen." "Satgas 115 Deteksi Kapal Kamuflase Berkebangsaan Asing","“Untuk ABK yang belum mendapatkan gaji, akan dibayar maksimal sebelum pergantian tahun ini,” pungkas dia. [SEP]" "Penyelundupan Ratusan Trenggiling Lewat Laut Digagalkan","[CLS] Direktorat Kepolisian Air (Dit Polair) Kepolisian Daerah Sumatera Utara, menggagalkan upaya penyelundupan ratusan trenggiling ke Malaysia lewat Pelabuhan Belawan, Deli Serdang.Kombes Pol Tubuh Musyareh, Direktur Dit Polair Polda Sumut, kepada Mongabay, Rabu (12/11/2015) mengatakan, penyelundupan digagalkan saat petugas patroli laut di sekitar Perairan Belawan, Rabu dini hari.Petugas melihat kapal laut Rezeki Abadi, nomor lambung GT 5 melintas. Ketika diberhentikan, nahkoda kapal, Faisal, mempercepat laju. Petugas berhasil menyetop. Mereka tidak bisa menunjukkan surat menyurat. Marasa curiga, petugas naik ke kapal dan memeriksa barang bawaan. Alhasil, ditemukan sedikitnya 102 trenggiling dalam pembungkus hitam. Dari ratusan itu, sembilan trenggiling mati.Petugaspun langsung mengamankan trenggiling. Satu nahkoda, dan tiga awak kapal diamankan, yakni, Andi, Hari, dan Taufik.Dari pemeriksaan awal, katanya, terungkap harga satu trenggiling sampai Rp5 juta. Jadi, dari barang bukti diperkirakan seharga Rp450 juta.Dari pengakuan tersangka, rencananya transaksi trenggiling di tengah laut perbatasan Indonesia-Malaysia. Ada dugaan kuat pelaku bagian jaringan internasional, mengingat cara kerja rapi. “Kami duga mereka pemain lama, sudah berulang kali beraksi.”Lepas liar dan lahir di perjalananSetelah mendapatkan informasi, Balai Besar Konservasi dan Sumberdaya Alam (BBKSDA) Sumut lalu ke lokasi. Ada 93 trenggiling hidup, satu betina mau melahirkan. Empatbelas jam pasca pembongkaran kasus, satu induk melahirkan kala dibawa Ditpolair ke hutan Sibolangit, Deli Serdang.Joko Iswanto, Kepala Seksi Perlindungan Pengawetan dan Perpetaan BBKSDA, mengatakan, sudah menurunkan dokter untuk memeriksa kesehatan induk dan bayi. Mereka semua dilepasliarkan, termasuk si bayi. “Di alam liar, peluang hidup lebih besar. Bayi Trenggiling sehat.”" "Penyelundupan Ratusan Trenggiling Lewat Laut Digagalkan","Joko mengatakan, perairan Sumut sangat terbuka, hingga BKSDA kesulitan pemantauan. Salah satu upaya pencegahandengan menggandeng Bea Cukai, TNI-AL, dan pihak lain terkait, termasuk organisasi seperti Wildlife Crime Unite (WCU)-WCS.Kasus ini, kata Joko, kali kedua dibongkar penyidik kepolisian. Sebelumnya Mabes Polri 23 April 2015, membongkar perdagangan trengiling di Kompleks Pergudangan Niaga Malindo KIM I Medan.  Hasil sitaan, lima ton trenggiling mati, puluhan hidup. [SEP]" "30 Hektar Lahan Konservasi Samboja Lestari Terbakar. Bagaimana Nasib Orangutan?","[CLS] Fenomena El Nilo yang terjadi di Indonesia saat ini, sangat berdampak pada kebakaran lahan di Kalimantan Timur. Termasuk, kebakaran yang terjadi pada 30 hektar kawasan konservasi orangutan Borneo Orangutan Survival Foundatin (BOSF) Samboja Lestari.Lahan seluas 30 hektar milik BOSF yang berada di Jalan Balikpapan-Handil Km. 44, Kecamatan Margomulyo, Kabupaten Kukar, Senin (31/8/15) terbakar. Meski diduga kebakaran terjadi karena El Nino, namun penyelidikan terus dilakukan guna mengetahui kepastiannya.Akibat kebakaran tersebut, kawasan yang baru akan terbentuk hutan, yang terdiri dari kayu meranti hangus. Bahkan, kebakaran itu hanya berjarak sekitar 300 meter dari kandang orangutan yang baru dalam proses pembanguan.Koordinator Komunikasi BOSF Samboja Lestari, Suwardi mengatakan awal kebakaran terjadi Senin subuh, sekitar pukul 03.00 Wita. Api sempat dipadamkan dengan 46 personil dari BOSF Samboja Lestari.“Orangutan itu tidak tahu kalau ada bencana kebakaran, kecuali kalau individu orangutan berada di pohon dan melihat asap atau api di kejahuan, baru mereka mengerti. Untungnya, kebakaran masih jauh dari kandang utama, sehingga kami dapat meminimalisir keadaan,” kata SuwardiNamun, Senin siang sekitar pukul 11.00 Wita, api kembali berkobar. Para personil BOSF kembali terjun ke lokasi untuk melakukan pemadaman secara tradisional, yakni memukulkan ranting pohon dan menggunakan alat penyemprot tanaman.“Api kembali muncul pukul 11.00 Wita. Sekitar 46 personil kami kembali terjun ke lapangan untuk melakukan pemadaman yang bisa diminimalisir sekitar pukul 17.20 Wita,” papar Suwardi.Staf Komunikasi BOSF, Cantika Adinda, menuturkan titik api ada di beberapa lokasi. Dia dan rekan-rekannya kesulitan memadamkan api sekaligus. Cara manual memukul api menggunakan ranting kayu harus mereka lakukan agar api tidak mendekati bangunan rehabilitasi orangutan." "30 Hektar Lahan Konservasi Samboja Lestari Terbakar. Bagaimana Nasib Orangutan?","“Ada beberapa lokasi, ketika kami fokus memadamkan api dekat Jalan Lepiosula, api malah membesar di lahan dekat Jalan Elang. Jalanan masuk ke lokasi kebakaran juga sulit, kami bolak-balik harus mengangkut air. Alat yang tersedia hanya dua penyiram tanaman dan ranting,” ujarnyaSaat kejadian kebakaran, pihak BOSF sudah menghubungi tim pemadam kebakaran di Balikpapan yang berlokasi di Km 23. Merasa bukan area wilayahnya tim pemadam Balikpapan meminta pihak BOSF menghubungi pemadam di Kutai Kartanegara (Kukar).“Kami sudah menghubungi tim pemadam Balikpapan, namun mereka tidak berkenan datang. Kami diminta menghubungi tim pemadam Kukar. Daripada menunggu, kami lakukan semampunya,” jelas Adinda.Selasa (1/9/15) pagi, anggota Koramil Samboja dan Pemadam kebakaran Kutai Kartanegara tiba di lokasi untuk meminalisir kebakaran yang menghanguskan 30 hektar lahan itu.Tidak ada orangutan yang dievakuasi. Peristiwa ini tidak mempengaruhi kondisi fisik maupun mental orangutan yang dirawat di BOSF. Hal yang turut membuat pengelola sedih adalah pohon meranti yang sudah ditanam sejak 2001 hangus dan sebagian kering.“Meranti sudah kami tanam sejak 2001, setiap tahun, pertumbuhannya hanya 0,5 centimeter. Selama 15 tahun lebih kami merawat dan memperhatikan. Kebakaran ini ibarat orang yang akan panen dan tiba-tiba musnah, sakit rasanya,” ungkap Adinda.Akibat kebakaran ini, banyak satwa liar yang kehilangan habitatnya. “Di sekitar wilayah BOSF hidup satwa liar seperti kijang, macan dahan, beruk, landak, trenggiling, dan ular piton. Mereka menjadikan tempat sekitar rehabilitasi sebagai habitatnya. Kini sudah terbakar, entah bagaimana nasibnya,” urai Suwardi. [SEP]" "Koalisi Minta DPR Prioritaskan RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan","[CLS] Para nelayan dan petambak garam menyambut positif pembahasan RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan dan Pembudidaya Ikan (PPNPI) inisiatif DPR. Koalisi untuk Hak Nelayan dan Masyarakat Pedesaan Pesisir pada pertengahan Juni 2015, Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV di Jakarta. Koalisi meminta DPR memprioritaskan penyelesaian pembahasan RUU buat nelayan ini.Abdul Halim, Sekretaris Jenderal Kiara kepada Mongabay mengatakan, ini momentum baik bagi negara mengakui dan memuliakan pahlawan protein sekaligus produsen pangan, yakni nelayan, perempuan nelayan, pembudidaya dan petambak garam.Selama ini, katanya, mereka terabaikan. Harapan mereka untuk terpenuhi hak-hak jauh panggang dari api. Aturan yang mengatur hak-hak, perlindungan dan pemberdayaan mereka masih minim.Dari draf naskah akademik RUU PPNPI yang disiapkan Sekretariat Jenderal DPR-RI per 1 Juni 2015, mulai terlihat upaya menghadirkan negara dalam melindungi dan menyejahterakan mereka.Menurut Halim, hak nelayan seringkali terabaikan kala menangkap ikan dari proses melaut sampai penjualan, seperti penyerobotan wilayah tangkap dan pencemaran pesisir dan laut meskipun ada Instruksi Presiden tentang Perlindungan Nelayan.Nelayan, katanya,  juga dihambat perizinan bertele-tele, memakan waktu dan biaya, akses permodalan dan BBM bersubsidi hampir mustahil diperoleh dengan ketentuan harga Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2012, yakni Rp4.500.“Parahnya, saat kecelakaan melaut, tidak ada keberpihakan pemerintah, misal, jaminan perbaikan kapal,” kata Halim." "Koalisi Minta DPR Prioritaskan RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan","Dalam RDP itu, Kiara menyampaikan, RUU ini tantangan pemerintah dalam menghapus tiga mis-persepsi kepada nelayan, pembudidaya dan petambak garam. Pertama, dalam pendapatan, nelayan bukan termiskin (the poorest of the poor). Fakta terpampang jelas, negara absen dalam memastikan pelayanan hak-hak dasar dan program peningkatan kesejahteraan nelayan tepat sasaran. Hingga tengkulak (middle man) memanfaatkan peluang ini. Alhasil, prinsip survival of the fittest  berlaku di perkampungan nelayan.Kedua, kerentanan nelayan makin besar akibat ketidakpastian sistem produksi (melaut, mengolah hasil tangkapan, dan memasarkan) dan perlindungan terhadap wilayah tangkap. Di Indonesia, Menteri Kelautan dan Perikanan dimandatkan dalam UU Perikanan untuk menjalankan usaha perikanan sistem bisnis perikanan, meliputi praproduksi, produksi, pengolahan, dan pemasaran.Namun, katanya, ketidakmampuan pemangku kebijakan mengejawantahkan mandat UU inilah berujung risiko kegagalan ekonomi, kebijakan bagi nelayan tinggi.Ketiga, marjinalisasi sosial dan politik oleh kekuasaan berimbas kepada akses nelayan terhadap pelayanan hak-hak dasar minim, misal, kesehatan, pendidikan, akses air bersih, sanitasi, dan pemberdayaan ekonomi. Tiga mispersepsi ini, kata Halim, merupakan pekerjaan rumah pemerintah bekerjasama dengan masyarakat kelautan dan perikanan skala kecil.Budi Laksana, Sekretaris Jenderal Serikat Nelayan Indonesia (SNI) mengatakan, RUU ini harus melihat kekhususan hak nelayan, baik sebagai warga negara maupun pelaku perikanan kecil. Jika hal ini terumuskan baik, UU PPNPI akan menjadi pintu masuk sejarah bangsa Indonesia dalam mengakui dan menyejahterakan mereka.Peran dan harapan perempuan nelayan" "Koalisi Minta DPR Prioritaskan RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan","Masnuah, Koordinator Persaudaraaan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI) mengatakan,  belum ada jaminan sosial dan asuransi bagi nelayan bila mengalami kecelakaan, alat tangkap hilang, meninggal di tengah laut dan tidak ketemu jasad.  Negara juga belum mengakui peran perempuan nelayan yang penting dalam melaut.“Banyak nelayan ditangkap, disandera karena tidak tahu aturan hukum apa yang dilanggar. Aparat meminta uang ke nelayan. Aparat itu seperti bajak laut yang berseragam negara.”PPNI berharap, Presiden Joko Widodo dan Menteri Susi Pudjiastuti memberikan perhatian khusus bagi nelayan yang bekerja menantang maut.Dia berharap, kepada Susi yang mempunyai pengalaman panjang sebagai pengusaha perikanan hingga mengetahui kondisi sosial ekonomi dan perempuan nelayan.“Pemerintah harus memfasiltasi prasarana kelompok perempuan nelayan. Jika hanya omong kosong, sama dengan pemerintahan lama.”Pasca penyampaian pokok-pokok pikiran Koalisi menyerahkan naskah akademik RUU PPNPI, dan catatan kritis atas draf DPR  kepada pimpinan rapat, Viva Yoga Mauladi. Versi masyarakat sipil ini disusun partisipatif bersama organisasi nelayan, perempuan, petambak garam, pembudidaya dan pelestari ekosistem pesisir di bagian barat, tengah dan timur Indonesia.Sulit akses asuransi dan bankWakil Ketua Komisi IV DPR RI, Viva Yoga mengatakan, selama ini tidak ada asuransi mau memberikan perlindungan bagi nelayan, dengan alasan risiko terlalu besar. Jikapun asuransi ada,  nelayan tidak sanggup membayar premi. “Ini sebenarnya menjadi tanggung jawab negara dalam membayarkan premi. Ketika di laut nelayan terlindungi, begitupun dengan nelayan tangkap atau pembudidaya ikan, jika bencana datang menyebabkan gagal panen.”" "Koalisi Minta DPR Prioritaskan RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan","Begitupun juga penjaminan permodalan. Tidak sedikit, katanya, pembudidaya ikan tidak mampu mengembankang usaha, bahkan terpaksa gulung tikar karena kurang modal. Bank tak bersedia menjamin karena kebanyakan nelayan tidak memiliki sertifikat rumah sebagai agunan. Kondisi ini, membuat nelayan makin terbelakang hingga terus berada di garis kemiskinan. [SEP]" "Kembali, Enam Orangutan Dilepasliarkan di Gunung Palung","[CLS] Kaisar, Kamsia, Karet, Sinar, Mira, dan Nelly kini menempati belantara di Resort Riam Merasap, kawasan Taman Nasional Gunung Palung, Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat. Di tempat barunya, enam individu orangutan ini dapat melanjutkan siklus hidupnya, Lokasi ini cukup menjanjikan keselamatan mereka.“Hasil kajian kelayakan habitat menunjukkan, Riam Berasap memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan dan persentasi pakan orangutan yang tinggi. Ini sangat baik bagi kelangsungan ekosistem yang stabil,” ujar Gail, Manager Program Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI), Rabu (25/11/2015). Pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang konservasi orangutan pun sangat baik dan mereka menyetujui kegiatan pelepasliaran di wilayahnya. “Riam Beasap pilihan yang cocok untuk pelepasan enam individu orangutan ini.”Translokasi keenam orangutan tersebut dilakukan Selasa, (24/11/2015). Rinciannya, empat jantan bernama Kaisar, Kamsia, Karet, dan Sinar, serta dua betina: Mira dan Nelly. “Kaisar, Kamsia, Karet, Sinar, dan Mira adalah korban kebakaran hutan yang diselamatkan Oktober lalu,” kata Heribertus Suciadi, Humas YIARI.Kaisar dan Karet diselamatkan di Jalan Ketapang Tanjungpura Km.5 dan Km 10, bersebelahan dengan perkebunan milik PT SKM.  Kamsia dan Mira diselamatkan di lahan perkebunan PT. Limpah Sejahtera di Pelang. Sinar diselamatkan di Penjalaan, Kecamatan Teluk Melano, sedangkan Nelly diselamatkan di daerah Sungai Besar, Maret lalu.Setelah diselamatkan, keenam orangutan ini menjalani perawatan di PPKO YIARI hingga kondisinya memungkinkan untuk dikembalikan ke alam bebas. Koordinator tim medis YIARI Ketapang, drh. Ayu Handayani mengatakan, kondisi keenamnya cukup bagus untuk menjalani kehidupan di alam liar. “Memang, ada beberapa yang mengalami kekurangan nutrisi, sekarang sudah sehat dan mereka siap pulang ke habitatnya.”" "Kembali, Enam Orangutan Dilepasliarkan di Gunung Palung","Persiapan pelepasan dilakukan sejak pukul 9 malam waktu setempat. Orangutan dibius terlebih dahulu lalu tim medis melakukan pemeriksaan akhir sebelum memasukkan mereka ke kandang. Masing-masing orangutan membutuhkan waktu satu jam untuk proses pembiusan dan pemeriksaan. Setelah masuk kandang transport, mereka dibawa ke Resort Riam Berasap dengan tiga mobil pick-up.Hujan deras yang mengguyur mulai reda ketika tim yang terdiri dari YIARI, personel Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat dan staf Taman Nasional Gunung Palung (TNGP) berjalan menuju titik pelepasan. Dibantu 25 porter lokal, tim berjalan sejauh empat kilometer. Jarak ini untuk memastikan orangutan yang dilepaskan tidak keluar dari kawasan TNGP. Perjalanan yang dilakukan dengan memikul kandang transport plus orangutan seberat 100 kg ini memakan waktu empat jam. Masing-masing kandang dipikul empat porter.Kegiatan pelepasliaran di kawasan Taman Nasional Gunung Palung ini merupakan kerja sama program konservasi orangutan antara YIARI Ketapang dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat Seksi Konservasi Wilayah I Ketapang dan TNGP.Tiga bulan terakhir, YIARI sudah menyelamatkan 20 individu orangutan dari habitat mereka yang hancur akibat kebakaran hutan. Khusus di Taman Nasional Gunung Palung, tahun ini sudah 15 individu yang dilepasliarkan.Ketua Umum YIARI, Tantyo Bangun mengatakan, seharusnya tidak ada lagi orangutan di pusat rehabilitasi 2015 ini. “Hal ini mengacu pada Strategi Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Orangutan 2007-2017. Kenyataannya, tahun ini malah memegang rekor jumlah orangutan yang diselamatkan di pusat-pusat rehabilitasi. Semua pihak bercermin dari kasus kebakaran ini demi terwujudnya konservasi yang lebih baik,” ungkapnya." "Kembali, Enam Orangutan Dilepasliarkan di Gunung Palung","Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), luas hutan Indonesia yang terbakar mencapai 2,1 juta ha hanya kurun waktu Juni – Oktober 2015. Kebakaran ditenggarai pembukaan hutan yang akan dijadikan tanaman industri. Pembukaan lahan membabi buta merupakan ancaman paling nyata bagi kelangsungan hidup orangutan.Empat lainnyaSebelumnya, pada Oktober, YIARI, BKSDA Ketapang, dan sebuah PT. Kayong Agro Lestari melakukan translokasi empat individu orangutan di daerah High Conservation Value perusahaan itu.“Keempat invidu ini diselamatkan dari perkebunan milik warga di Jalan Siduk Km 3 dan 4 Kecamatan Matan Hilir Utara, Ketapang,” kata Heribertus Suciadi. Operasi penyelamatan diawali laporan warga, ada beberapa individu yang masuk ke kebun karet milik mereka. Menerima laporan warga, YIARI Ketapang mengirimkan tim Human-Orangutan Conflict Response Team (HOCRT) untuk melakukan verifikasi dan survei.Tim HOCRT membenarkan ada beberapa individu yang terjebak di hutan dekat perkebunan warga. Tim segera menghubungi BKSDA Kalimantan Barat SKW I  Ketapang untuk membahas operasi penyelamatan orangutan.Hasil diskusi memutuskan orangutan akan ditranslokasikan ke area HCV PT. Kayung Agro Lestari (KAL). Lokasi ini dipilih karena tidak jauh dari wilayah penemuan orangutan. “Sesuai komitmen perusahaan terhadap pengelolaan dan penyelamatan lingkungan, perusahaan mengalokasikan areal seluas 3,884 hektar sebagai areal konservasi ,” ujar Nardi, Manager Konservasi PT. KAL.Pihak perusahaan, kata Nardi, juga menerjunkan tim Satgas Konservasi untuk membantu proses penyelamatan dan translokasi. Mereka menyediakan hutan seluas 2.330 hektar sebagai tempat pelepasan orangutan. “Kondisi hutan yang bagus serta adanya pohon pakan akan menjamin kelangsungan hidup orangutan di sini.”" "Kembali, Enam Orangutan Dilepasliarkan di Gunung Palung","Orangutan yang pertama diselamatkan adalah orangutan betina usia 6 tahun bernama Ana. Penyelamatan berjalan lancar. “Kondisi Ana sangat bagus sehingga bisa langsung ditranslokasi,” ujar drh. Ayu Handayani.Penyelamatan kedua dilakukan terhadap Ina yang hanya berjarak 500 meter dari Ana. Proses penyelamatan berjalan lancar dan Ina diketahui hamil. “Waktu diperiksa terasa ada bentuk kepala dan badan di perut Ina.”Orangutan terakhir yang diselamatkan adalah Novia dan bayi jantannya, Noval. Perlu tiga tembakan bius untuk melumpuhkan orangutan usia 20 tahun tersebut. Setelah semua orangutan sadar, mereka dibawa dalam kandang transportasi menuju hutan konservasi PT KAL.Hasil survey tim YIARI menyatakan hutan konservasi PT. KAL dianggap cukup layak sebagai tempat pelepasan. “Melihat kondisi hutan, pohon pakan, dan jumlah individu yang ada di sana, kami rasa HCV PT. KAL layak untuk dijadikan tempat pelepasan,” ujar Gail.Ironinya, PT. KAL merupakan salah satu perusahaan yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian Daerah Kalimantan Barat, karena diduga melakukan pembukaan lahan dengan cara dibakar. Hingga saat ini, penyidik Polda Kalbar dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus masih melakukan penyidikan, dengan tahapan pemeriksaan saksi dan keterangan ahli.Habitat terbakarSejak kebakaran hutan melanda sebagian wilayah Kalimantan sekitar tiga bulan lalu, penyelamatan terhadap orangutan meningkat. Rata-rata mereka mengungsi lantaran habitatnya terbakar.“Para penduduk desa pada malam sebelumnya melempari induk orang utan dan kemudian mengikatnya. Untungnya, tim dari IAR (International animal Rescue) dapat menangkap dua orangutan tersebut setelah dibius,” kata Lis Key, juru bicara IAR yang bermarkas di Uckfield, Inggris, badan yang membawahi YIARI." "Kembali, Enam Orangutan Dilepasliarkan di Gunung Palung","Orangutan bernama Novia dan anaknya, Noval bahkan ditemukan dengan kondisi luka bakar di kakinya. Ini menunjukkan, satwa tersebut sempat melintas ladang yang terbakar. “Foto Novia dan Noval bahkan mendapat perhatian banyak pihak di laman IAR.”Karmele Llano Sanchez, Direktor Program IAR Indonesia mengatakan, pihaknya berupaya keras melindungi habitat orangutan dan orangutan yang berada di kawasan dilindungi. “Kami temukan orangutan dalam keadaan bahaya. Mereka dan satwa lainnya terbakar hidup-hidup, tidak memiliki makanan, dan kelaparan sampai mati atau terpaksa pindah dari habitatnya ke perkebunan dan desa.”Karena masuk ke pemukiman, orangutan menghadapi risiko dibunuh. IAR tidak tahu pasti berapa banyak orangutan yang terbakar hidup-hidup atau mati kelaparan. “Namun kami tahu, kebakaran berpengaruh buruk pada populasi orangutan di alam liar dan itu berarti orangutan akan cepat punah,” tambahnya.Dampak kebakaran ini terihat juga pada satu individu bayi orangutan yang kemudian dinamai Gito. Ia ditemukan kritis, nyaris seperti mayat, dalam kardus di Simpang Hulu, Kalimantan Barat. Selama pemeriksaan kesehatan, Gito mengalami demam, tangan dan kakinya kaku. Gito menderita diare dan penyakit kulit menular.Sanchez menuturkan, kebakaran merupakan krisis lingkungan global dan dianggap oleh para pakar sebagai bencana ekologis terburuk abad ini yang akan mempengaruhi kehidupan manusia di dunia. “Bila tidak ada tindakan serius untuk menghentikan kebakaran hutan dan lahan, dikhawatirkan kepunahan terhadap orangutan semakin cepat.” [SEP]" "Sidang UU P3H: Soal Masyarakat Adat, Inilah Kata Para Ahli","[CLS] Para saksi ahli dalam sidang gugatan uji materil UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H) makin menegaskan, UU itu melanggar hak masyarakat adat yang sudah dilindungi konstitusi. Seharusnya, pemerintah wajib melindungi mereka.Kurnia Warman, Dosen Hukum Agraria Universitas Andalas Padang mengatakan, UU P3H inkonstitusional karena melanggar hak masyarakat adat. “Jika negara membentuk pemerintahan sebagai bagian NKRI, keberadaan masyarakat adat harus menjadi pertimbangan serius. Jangan sampai pemerintah daerah justru mengancam kesatuan-kesatuan dan hak-hak masyarakat adat,” katanya, Kamis (15/1/15).Dia mengatakan, terkait status hutan adat, MK mengeluarkan putusan 35 tahun 2012 menegaskan hutan adat bukan hutan negara. Hal ini jelas mengakui hutan adat sebagai entitas tersendiri dikelola masyarakat hukum adat. “MK telah memulihkan hak masyarakat adat atas hutan.”Dengan begitu, setiap UU negara wajib mengakui dan menghormati hak ulayat masyarakat karena dilindungi konstitusi. Jika tidak, UU itu dapat dikualifikasi karena bertentangan UUD 1945.Penguasaan negara, katanya, tidak boleh merugikan rakyat, apalagi sampai menimbulkan kriminalisasi. “Sejarah membuktikan, selama hutan masih dikelola masyarakat adat, tidak mengalami kerusakan. Justru kerusakan massif sejak negara mengambil alih penguasaan hutan dari masyarakat adat.”Dia mencontohkan, di hutan lindung yang kini Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Tanpa harus mengklaim hutan adat sebagai hutan negara, pada 1926, Pemerintah Belanda berkolaborasi dengan masyarakat melindungi hutan. Kesepakatan tertuang dalam produk hukum bernama Solok Regeling.“Solok Regeling ini pedoman pengelolaan hutan simpanan dan hutan nagari di nagari-nagari di Sumbar. Mengatur bagaimana penerapan bunga kayu bagi setiap orang yang mengambil hasil hutan.”" "Sidang UU P3H: Soal Masyarakat Adat, Inilah Kata Para Ahli","Kondisi ini, menunjukkan masyarakat adat tidak menentang perlindungan hutan, malah mendukung. Kolaborasi antara Belanda dan masyarakat adat berhasil menjaga hutan tanpa ada ketegangan kedua pihak. “Permaslahan baru muncul setelah pemerintah nasional mengambil alih TNKS. Kemudian perluasan tanpa melibatkan masyarakat adat di sekitar. Ini justru menimbulkan konflik dan meningkatkan laju kerusakan hutan. Ini membuktikan upaya perlindungan hutan tanpa melibatkan masyarakat itu gagal.”Begitu juga penyeragaman bentuk dan nama pemerintahan terendah menjadi pemerintahan desa bertentangan dengan pesan asli Pasal 18 B ayat 2 UUD’45. Pembentukan pemerintahan desa harus mempertimbangkan kesatuan masyarakat adat seperti nagari di Sumbar, marga di Sumsel, mukim di Aceh dan lain-lain.“Penyelenggaraan pemerintah negara dalam berbagai bidang urusan seperti pertanahan, kehutanan, pertambangan, perkebunan dan lain-lain tidak boleh menghapus hak ulayat atas tanah dan kekayaan alam mereka.”Tak jauh beda dengan Eddy O.S. Hiariej, guru besar hukum pidana Universitas Gadjah Mada. Dia mengatakan, ketentuan pidana UU P3H tidak memberikan perlindungan terhadap masyarakat adat yang hidup di kawasan hutan. UU itu juga mengingkari fungsi melindungi hukum pidana.Dia memberikan catatan kritis pada beberapa pasal. Dalam Pasal 1 angka 3 tertulis perusakan hutan adalah proses, cara atau perbuatan merusak hutan melalui kegiatan pembalakan liar, penggunaan kawasan hutan tanpa izin di dalam kawasan hutan yang telah ditetapkan, yang telah ditunjuk, atau yang sedang diproses penetapannya oleh pemerintah.”Bagaimana jika masyarakat adat sudah hidup turun menurun dalam kawasan hutan? Pasal ini bisa mereka dikriminalisasikan.”" "Sidang UU P3H: Soal Masyarakat Adat, Inilah Kata Para Ahli","Lalu Pasal 84 ayat 2 menyebutkan, orang perseorangan karena kelalaian membawa alat-alat yang lazim digunakan menebang, memotong atau membelah pohon dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat berwenang bisa dipidana penjara delapan bulan dan paling lama dua tahun. Serta denda paling sedikit Rp10 juta dan paling banyak Rp1 miliar.“Konstruksi pasal jelas tidak memberikan jaminan penghidupan layak. Bagaimana jika orang perseorangan menebang pohon untuk kepentingan sendiri? Ini bisa dijerat pasal itu?”Begitu juga Pasal 92 ayat 1 mensyaratkan bentuk kesalahan berupa kesengajaan. Padahal syarat kesengajaan, mengetahui dan menghendaki.”Sedangkan dalam pasal itu terdapat kalimat patut diduga. Ini berarti tidak lagi mensyaratkan kesengajaan melainkan kealpaan. Terdapat pertentangan bentuk kesalahan hingga membahayakan kepastian hukum.” [SEP]" "Atraksi Burung pada Pesawat Terbang","[CLS] Pesawat terbang, dari awal diciptakan hingga mencapai bentuk ideal seperti sekarang ini, membutuhkan waktu sekitar satu abad dalam perjalanan penemuannya. Sejarah pun mencatat, penemu pesawat terbang yang paling terkenal di masyarakat adalah Wright bersaudara pada 1903, meski ada juga para ilmuwan lain yang coba merancang sebelumnya.Seiring perkembangan waktu, pesawat terbang yang dibuat saat ini tidak sebatas untuk mengangkut manusia dan keperluan logistik saja. Tetapi juga, sebagai pesawat tempur bahkan untuk seni akrobatik di udara.Yang mengagumkan, teknologi pesawat yang didesain tersebut tidak berbeda dengan karakter dari jenis burung yang sesungguhnya ada di sekitar kita.Wilga Wilga sering disebut dengan pesawat gelatik. Mengapa? Kesamaannya terlihat jelas dari bentuk pesawat yang mungil serta kemampuan short-takeoff-and-landing nya yang mirip gelatik, yaitu senang terbang cepat dan berpindah untuk memakan bulir padi atau biji-bijian.Pesawat buatan Polandia ini telah diproduksi sejak 1962 hingga sekarang. Beberapa generasi Wilga seperti Wilga 2 dan Wilga 3 bahkan dirakit di Indonesia. Hingga kini, sekitar 1.000 unit Wilga telah diproduksi dalam berbagai tipe sekaligus menobatkannya sebagai pesawat yang paling diminati. Di Polandia, pesawat ini sering digunakan untuk tur penerbangan dan pelatihan penerjun parasut.Gelatik jawa (Padda oryzivora) merupakan burung berukuran 16 cm dengan paruh merah dan bercak putih mencolok pada pipinya, yang begitu kita kenal. Burung dari suku Estrildidae ini menyukai lahan pertanian, pekarangan rumah, dan wilayah perkotaan. Populasi globalnya diperkirakan antara 1.500-7.000 individu dewasa. International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) menetapkan statusnya Rentan (Vulnerable/VU) dan terdaftar dalam Apendiks II CITES." "Atraksi Burung pada Pesawat Terbang","Meski sudah jarang di Pulau Jawa, namun jangan heran bila kita masih bisa melihat burung berkaki merah ini di tempat lain. Ini dikarenakan, burung yang dalam Bahasa Inggris dikenal dengan sebutan Java Sparrow telah terintroduksi dan menyebar luas ke Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan sebagian Maluku, hingga Asia Tenggara dan Australia. Di luar Pulau Jawa, umumnya gelatik ini berada di perkotaan.F-16 Fighting FalconF-16 Fighting Falcon (F-16) merupakan jet tempur multi-peran yang dikembangkan oleh General Dynamics (diakusisi oleh Lockheed Martin), Amerika. Pesawat Falcon yang dalam bahasa Indonesia berarti alap-alap ini begitu populer di mata internasional dan telah digunakan sebagai armada tempur di 25 negara. Ketenarannya dikarenakan kehandalannya bermanuver sebagaimana alap-alap mengintai mangsa yang berukuran kecil dari udara.Sebanyak 4.000 unit F-16 sudah diproduksi sejak 1976 dan hingga kini masih terus diekspor. Diperkirakan, pesawat ini memiliki kecepatan sekitar 2.410 kilometer per jam.Alap-alap merupakan burung yang tersebar luas di Eropa, Asia, Afrika, Australasia, dan Amerika Utara.  Berbeda dengan jenis elang, elang-alap, atau rajawali yang berasal dari suku Accipitridae, alap-alap memiliki sayap yang lebih sempit dan runcing. Paruhnya lebih pendek dan melengkung, kepalanya membulat, iris mata gelap, serta gaya terbangnya lebih cepat dan akrobatis.Alap-alap digolongkan dalam suku Falconidae. Di Indonesia, suku ini meliputi sekitar sembilan jenis yang kesemuanya berstatus Risiko Rendah (Least Concern/LC) dan terdaftar dalam Apendiks I CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora).Supermarine SwiftSupermarine Swift merupakan jet tempur satu kursi milik Royal Air Force (RAF) Inggris, yang dibuat oleh Supermarine 1950-an. Bentuk sayapnya menyerupai sayap walet. Generasi terakhir pesawat ini berkecepatan 1.187 kilometer per jam dan belum pernah digunakan untuk bertempur." "Atraksi Burung pada Pesawat Terbang","Karir penerbangan Supermarine Swift tidak berumur panjang. Tahun 1970, pesawat ini berhenti diproduksi karena berbagai kendala teknis yang muncul kala mengudara. Tercatat, hanya sekitar 197 unit yang telah diproduksi dalam kurun waktu dua dasawarsa itu.Walet merupakan burung yang mahir berakrobat di udara dan dalam setahun daya jelajahnya dapat mencapai 200.000 kilometer. Ia mampu berbelok tajam ke atas dengan mengatur sayapnya dan selanjutnya bermanuver untuk menyambar serangga di udara. Dan ketika hendak mendarat, hambatan udara yang dihasilkan dari sayapnya akan memperlambat laju terbangnya.Sayap walet memiliki dua bagian penting. Bagian yang dekat badan berfungsi untuk menghasilkan tekanan udara ke atas secara konvensional sebagaimana sayap pesawat terbang. Sementara bagian luar menghasilkan udara seperti pusaran tornado yang menghisap ke atas dalam posisi kemiringan antara 5-10 derajat. Populasi walet berlimpah dan tersebar luas di dunia.Aero L-39 Albatros Aero L-39 Albatros adalah pesawat jet latih buatan Cekoslovakia (sebelum berpisah menjadi Republik Ceko dan Slovakia). Hingga kini, Albatros telah dipakai sebanyak 30 angkatan udara di seluruh dunia. Pesawat ini tidak hanya handal digunakan untuk latihan pilot dasar dan lanjutan tetapi juga tangguh untuk perang di udara. Aero L-39 Albatros dibuat untuk menggantikan jenis L-29 yang menggunakan mesin turbofan.Albatros pertama kali mengudara pada 4 November 1968. Hingga kini, diperkirakan sebanyak 2.800 unit yang telah diproduksi. Nama pesawat ini memang diambil dari nama albatros juga yaitu jenis burung laut yang tergabung dalam ordo Procellariiformes." "Atraksi Burung pada Pesawat Terbang","Albatros merupakan burung yang lihai mengudara, sehingga julukannya adalah ahlinya penerbangan efisien. Teknik terbangnya yang melayang dan membumbung tinggi dinamis membuatnya dapat terbang ribuan kilometer. Awalnya, ia terbang rendah di permukaan, selanjutnya ia menuju ke arah angin yang berhembus untuk mencapai posisi yang lebih tinggi. Otot khusus yang berada di masing-masing bahu albatros inilah yang memungkinkannya untuk terbang jauh dan tinggi, serta diadaptasi pada bagian sayap pesawat terbang.Burung ini secara luas dapat ditemukan di Samudera Antartika dan daerah Pasifik Utara. Kegemarannya adalah memakan ikan, udang, dan cumi-cumi yang terdampar. Ia juga senang berburu makan di permukaan air dan juga menyelam.Hal unik albatros adalah detak jantungnya saat terbang tidak jauh berbeda kala istirahat. Khusus albatros yang berada di pasifik utara, cirinya dapat ditandai dari gaya terbangnya yang mengepakkan sayap untuk selanjutnya meluncur.F9C Sparrowhawk           F9C Sparrowhawk merupakan jenis pesawat kecil yang dirancang untuk dibawa dalam pesawat yang lebih besar seperti jenis bomber. Pada ketinggian tertentu, Sparrohawk diluncurkan dan untuk selanjutnya terbang menjalankan misinya.Tugas utama pesawat dengan panjang 6,1 meter dan lebar sayap 7,6 meter ini adalah melakukan pengintaian. Namun begitu, ia juga ideal sebagai pesawat tempur karena selain gerakannya yang lincah, ia juga dilengkapi senjata.Pesawat ini sering digunakan oleh Angkatan Laut Amerika (United States Navy) dan pertama kali terbang pada 12 Februari 1931. Namun, umurnya tidak lama. Tahun 1937, statusnya dinyatakan retired atau tidak digunakan lagi.Sparrowhawk atau yang biasa kita sebut elang-alap ini tergabung dalam suku Accipitridae. Secara umum, burung pemangsa ini berukuran mulai dari agak besar dan juga sangat besar. Paruhnya yang berkait dengan taji atau cakar yang kuat sangat berguna dalam hal mencabik mangsa." "Atraksi Burung pada Pesawat Terbang","Di Indonesia, jenis elang-alap yang bisa kita lihat adalah elang-alap nipon, elang-alap maluku, elang-alap kalung, elang-alap dada-merah, juga elang-alap kecil.                 Sikumbang NU 200Sikumbang NU 200 merupakan pesawat tempur anti-gerilya buatan Indonesia. Adalah Laksamana Muda Anumerta Nurtanio, perintis industri penerbangan Indonesia, bersama rekannya Wiweko Soepomo yang merancang sekaligus membuat pesawat serba logam pertama di Indonesia ini sebanyak tiga unit.Rancangan pesawat ini dibuat sekitar 1950. Pada 1 Agustus 1954, prototip Sikumbang yaitu pesawat bertempat duduk tunggal yang disesuaikan dengan kondisi Indonesia kala itu, berhasil diterbangkan. Saat ini, Sikumbang masih dapat kita lihat di Bandara Husein Sastra Negara, Bandung.Dalam dunia burung, nama kumbang merupakan nama belakangnya cirik-cirik kumbang (Nyctyornis amictus). Jenis yang tergabung dalam suku Meropidae ini hidup di hutan dan berukuran sekitar 30 cm. Ciri utamanya adalah memiliki dada gembung berwarna merah jambu. Secara global, ia tersebar di Semenanjung Malaysia, Sumatera, dan Kalimantan. [SEP]" "Moza, Bayi Orangutan yang Diselundupkan ke Kuwait Itu Sudah di Indonesia","[CLS] Moza, bayi orangutan berusia sekitar dua tahun, akhirnya kembali ke kampung halamannya, Indonesia. Sempat “tinggal” di Kuwait sejak Juli 2015, ia baru bisa dipulangkan pada 14 September 2015. Musabab apa yang membuat Moza terdampar di negeri kaya minyak Timur Tengah itu?Begini kronologinya. Juli 2015, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuwait mendapatkan informasi bahwa pihak Bandara Internasional Kuwait berhasil menggagalkan penyelundupan dua bayi orangutan dengan rute penerbangan Jakarta-Kuwait. Masing-masing bayi itu berumur dua tahun dan enam bulan.Merespon laporan tersebut, KBRI melakukan koordinasi dengan Kementerian Luar Negeri serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Sementara, pihak otoritas bandara untuk sementara waktu menitipkan kedua bayi orangutan tersebut ke Kebun Binatang Kuwait.Meski berada di kebun binatang, namun pihak kebun binatang di Kuwait sendiri mengalami kesulitan. Mereka tidak memiliki kemampuan, terlebih pengalaman menangani orangutan. Untuk itu, mereka meminta Pemerintah Indonesia segera memfasilitasi pemulangan bayi-bayi malang itu.Pemerintah Indonesia, melalui Direktorat Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK, KBRI di Kuwait, dan Borneo Orangutan Survival Foundation (Yayasan BOS), akhirnya berhasil memulangkan bayi itu. Namun, baru satu individu yang berusia dua tahun saja, pada 14 September 2015, yang berhasil diterbangkan dengan pesawat Kuwait Airways. Dia lah Moza.Meryl Yemina Gerhanauli, dokter hewan yang bertanggung jawab menuturkan, kondisi Moza sehat meski telah menempuh perjalanan udara hampir sepuluh jam. “Setelah mendapat makan dan minum yang cukup, Moza dibawa ke fasilitas karantina di Taman Safari Indonesia, Cisarua, Bogor.”" "Moza, Bayi Orangutan yang Diselundupkan ke Kuwait Itu Sudah di Indonesia","Tachrir Fathoni, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (Dirjen KSDAE) KLHK menjelaskan, terkait penyelundupan orangutan, Pemerintah Indonesia saat ini tengah mendata jumlah orangutan liar yang diselundupkan secara illegal ke luar negeri.  Harapannya jelas, segera dikembalikan ke Indonesia. “Sesuai dengan peraturan internasional, orangutan yang ada di luar negeri harus pulang ke Indonesia.”Menurut Fathoni, Pemerintah Indonesia telah memiliki kebijakan untuk melepasliarkan orangutan ke habitat alaminya yaitu hutan. “Pemulangan kedua bayi orangutan, meski baru satu, memang harus dilakukan dan jika DNA-nya sesuai, akan ditempatkan di Pusat Rehabilitasi Orangutan Yayasan BOS.”Terkait rehabilitasi, Janmartin Sihite, CEO Yayasan BOS mengungkapkan, pihaknya akan melakukan perawatan sebaik mungkin. Hanya saja, menurutnya, sebelum dibawa ke pusat rehabilitasi, bayi orangutan tersebut harus dilakukan pemeriksaan dahulu. Kesehatan menyeluruh misalnya, apakah terbebas dari TBC, hepatitis, atau penyakit menular lainnya. Juga, pengambilan sampel darah untuk keperluan analisa genetik untuk memastikan asalnya. “Jika sehat dan DNA menunjukkan asalnya dari wilayah pusat rehabilitasi kami berada, adalah kewajiban kami untuk merawatnya.”Bukan yang pertamaPenyelundupan orangutan ke Kuwait ini bukanlah yang pertama. Awal 2015, Badan Karantina Kementerian Pertanian (Kementan) pernah menggagalkan penyelundupan satu orangutan jantan di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang. Disinyalir, akan diterbangkan ke Kuwait karena menggunakan pesawat Kuwait Air KUA416.Orangutan bernama Junior ini, dititipkan di Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Tegal Alur, Jakarta, sebagai barang bukti. Namun, berbarengan dengan Moza, keduanya kini dibawa ke Taman Safari Indonesia guna menjalani proses karantina." "Moza, Bayi Orangutan yang Diselundupkan ke Kuwait Itu Sudah di Indonesia","Bagaimana nasib satu bayi orangutan yang masih tertahan di Kuwait? Saat ini masih diupayakan pemulangannya. Perencanaan terus dilakukan agar kesejahteraan si bayi terjamin. Ini dikarenakan, bayi tersebut belum bisa makan dan minum sendiri, sehingga perlu pendampingan dan pengecekan rutin.Orangutan merupakan satwa yang dilindungi Undang-Undang No. 5/1990 Tentang Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Upaya pelestariannya telah dicanangkan dalam Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia 2007-2017 yang diluncurkan oleh Presiden Indonesia saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono, pada Konferensi Perubahan Iklim di Bali, Desember 2007. Dalam strategi itu disebutkan, paling lambat semua orangutan yang berada di pusat rehabilitasi sudah dikembalikan ke habitatnya pada 2015. “Namun, keberhasilan ini, tak lepas dari keseriusan kita semua,” tukas Janmartin. [SEP]" "Kedatangan El Nino Menjadi Berkah Sektor Perikanan dan Kelautan","[CLS] Walaupun Pemerintah  Indonesia mengakui bahwa fenomena alam El Nino yang sedang berlangsung saat ini menjadi ancaman serius bagi ketahanan pangan nasional, namun kenyataannya itu justru berdampak baik bagi sektor kelautan dan perikanan.Fenomena El Nino, menurut Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Balitbang KP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Achmad Poernomo, memang menjadi berkah sekaligus bencana bagi Indonesia.“Bencana ya bisa kita lihat nanti, karena El Nino akan berdampak pada sektor pertanian nasional. Namun, pada saat bersamaan, El Nino juga membawa keberkahan buat para nelayan dan pelaku usaha di sektor kelautan dan perikanan,” ungkap Achmad kepada Mongabay belum lama ini.Menurut Achmad, selama masa El Nino berlangsung, akan terjadi kenaikan produksi perikanan dan itu bisa dirasakan di hampir semua wilayah perairan di Indonesia.”Ketersediaan ikan akan berlimpah di semua perairan dan itu menjadi tantangan untuk kita semua,” jelasnya.Yang dimaksud dengan tantangan, kata Achmad, adalah bagaimana  memanfaatkan ketersediaan ikan yang banyak sehingga bisa memberi manfaat untuk semua, termasuk nelayan dan pelaku usaha yang terlibat. Karena, jika tidak ditangani dengan baik, potensi positif tersebut akan hilang dengan cepat.“Mengingat masa El Nino tidak sepanjang tahun dan sangat jarang terjadi. Bukan berarti kita menari dan bergembira di atas penderitaan para petani, namun ini juga harus tetap dimanfaatkan sebaik mungkin,” tuturnya.Selain ketersediaan ikan meningkat tajam, Achmad mengungkapkan, fenomena El Nino juga akan memberi dampak positif untuk para petani garam di seluruh Nusantara. Karena, selama masa El Nino berlangsung, suhu panas akan meningkat dan itu baik untuk proses pembuatan garam." "Kedatangan El Nino Menjadi Berkah Sektor Perikanan dan Kelautan","“Namun, selain itu akan ada dampak negatif juga untuk sektor kelautan dan perikanan. Karena, masa El Nino akan berdampak negatif untuk perikanan budidaya. Ini yang harus diwaspadai oleh seluruh petani perikanan budidaya di seluruh Indonesia,” ungkap dia.6,3 Juta Ton Produksi Perikanan TangkapSementara itu, Menteri Susi Pudjiastuti menjelaskan, kenaikan stok ikan selama masa El Nino berlangsung memang sudah diprediksi sejak jauh hari. Menurut dia, kondisi tersebut harus bisa dimanfaatkan sebaik mungkin nelayan dan pelaku usaha.Untuk produksi perikanan tangkap selama masa El Nino berlangsung tahun ini, diprediksi akan mencapai 6,3 juta ton. Jumlah tersebut dinilai cukup banyak jika dibandingkan dengan tahun lalu. Hal itu juga diakui oleh Sekretaris Dirjen Perikanan Tangkap KKP Mohamad Abduh.Menurut Abduh, meski El Nino diakui akan menambah ketersediaan ikan cukup banyak, namun pihaknya tidak bisa menargetkan produksi lebih dari 6,3 juta. Hal itu, karena produksi perikanan tangkap dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti cuaca dan juga alat tangkap.Kondisi tersebut, kata Abduh, berbeda dengan produksi perikanan budidaya yang bisa diprediksi dan ditargetkan dengan baik. Karena, faktor yang memengaruhinya tidak lebih banyak dari produksi perikanan tangkap.Sementara itu terkait peningkatan produksi garam selama masa El Nino berlangsung, Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (P2KP) KKP Sudirman Saad, mengungkapkan bahwa itu akan terjadi di sejumlah wilayah tempat produksi garam berlangsung selama ini.Bahkan, Sudirman tak ragu menyebut lahan seluas 10.000 hektare yang selama ini menjadi sentra pembuatan garam nasional akan merasakan dampak positif dari fenomena El Nino. Peningkatan itu bisa terjadi, karena ketersediaan sinar matahari akan lebih banyak dan itu sangat baik untuk  proses pembuatan garam." "Kedatangan El Nino Menjadi Berkah Sektor Perikanan dan Kelautan","“Kita bersyukur karena ada positifnya juga El Nino ini. Terlepas ada negatif yang harus dirasakan oleh sektor yang lain, namun produksi garam ini harus bisa dimanfaatkan sebaik mungkin oleh petani garam. Karena, sinar matahari tersedia sangat cukup,” tutur dia.Saat ini, Sudirman menjelaskan, produksi garam dilaksanakan di lahan seluas 10.000 hektare yang tersebar di seluruh Indonesia. Termasuk, 300 hektare merupakan lahan tambahan hasil sumbangan dari PT Garam.“Karena lokasi di Sampang seluas 300 hektare tidak digunakan, kita minta lahan milik PT Garam tersebut digarap oleh para petani yang ada di kawasan tersebut. Maksudnya, biar bermanfaat dan menghasilkan nilai ekonomi yang tinggi,” ungkap Sudirman.Di luar lahan 300 hektare yang sudah digarap di Sampang, Jawa Timur, Sudirman memaparkan, pihaknya juga fokus untuk membina para petani garam yang menggarap lahan seluas 10.000 hektare di seluruh Indonesia. Namun, dari jumlah tersebut, sebagian besar atau mencapai 40 persen berlokasi di Jawa Timur, seperti Madura dan Gresik.“Sisanya di Cirebon, Indramayu, Bima, NTB. Itu adalah sentra-sentra garam yang selama ini sudah berkembang, petani juga sudah lama membudidayakan garam. Jadi tempat-tempat itulah yang akan kita intensfikasi,” jelas dia kepada wartawan di Jakarta, akhir pekan lalu. [SEP]" "Hingga April, 30 Individu Orangutan Peliharaan Warga Telah Disita","[CLS] Sustyo Iriyono, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat, lega. Upaya penyelamatan orangutan yang dilakukan pihaknya dengan dukungan Yayasan International Animal Rescue Indonesia (YIARI) dan masyarakat di sejumlah wilayah Kalimantan Barat mulai membuahkan hasil.Hingga April 2015, sebanyak 30 individu orangutan peliharaan warga berhasil disita. Yang terakhir, tiga individu orangutan berhasil diamankan dari warga di Kecamatan Simpang Dua, Kabupaten Ketapang. “Sebagian besar, informasi ini justru berasal dari masyarakat yang mulai prihatin akan nasib orangutan,” ujarnya, Rabu (29/04/2015).Saat ini, 30 orangutan tersebut, sudah berada di shelter YIARI Kabupaten Ketapang. Mereka harus menjalani masa rehabilitasi, sebelum dilepasliarkan. Pasalnya, mayoritas sudah tidak bisa mencari makan sendiri di habitatnya. “Dalam waktu dekat, ada enam individu yang akan kita rilis. Menurut peneliti YIARI, habitat pelepasliaran akan dilakukan di Kawasan Taman Nasional Gunung Palung, Kabupaten Kayong Utara.”Sustyo menjekaskan, memelihara orangutan sama saja dengan melanggar Undang-Undang Konservasi Sumber Daya Alam dan Keanekaragaman Hayati. Ancaman hukumannya kurungan maksimal lima tahun dan denda paling banyak Rp100 juta. Karena itu, keterlibatan masyarakat dalam menjaga populasi satwa yang dilindungi ini merupakan hal yang menggembirakan. “Kesadaran masyarakat telah meningkat dan kita harus memberikan apresiasi.”Tidak ditampik, investasi di sektor kehutanan, perkebunan, dan pertambangan menyebabkan habitat orangutan tergusur. Habitatnya yang kian menyempit, menyebabkan orangutan kerap mendatangi permukiman. Celakanya, masyarakat yang takut dengan kera besar Asia ini, tak jarang menganggapnya sebagai musuh yang mesti dibunuh. Belum lagi dengan kebakaran hutan yang masih terjadi. “Faktor yang menyedihkan, ada pihak yang sengaja membunuhnya utk diawetkan bahkan dimakan,” tuturnya." "Hingga April, 30 Individu Orangutan Peliharaan Warga Telah Disita","Saat ini, kata Sustyo, populasi orangutan kalimantan diperkirakan hanya 57 ribu individu. Jumlahnya masih lebih banyak bila dibandingkan dengan orangutan sumatera yang ditaksir hanya sekitar 7.500 individu. Padahal, orangutan merupakan primata yang berkembang biak sangat lambat. Seekor betina hanya melahirkan sekali dalam tujuh hingga delapan tahun.MemprihatinkanDihubungi terpisah, Karmele Sanchez, Program Director YIARI, membenarkan bahwa pihaknya memang menerima tiga orangutan sitaan tersebut. Menurutnya, ketiganya masih anakan, bahkan satu individunya masih bayi dengan kondisi memprihatinkan karena malnutrisi. Mungkin, bayi ini diberi makanan dan minuman yang tidak cocok. Padahal, bayi orangutan hanya minum air susu ibunya hingga usia tiga tahun. “Kasus-kasus sebelumnya, kebanyakan orangutan diberi makanan dan minuman yang sebenarnya untuk konsumsi manusia.”Menurut Karmele, bayi orangutan ini harus mendapatkan perawatan lebih lama, ketimbang dua anak orangutan lainnya. Meski begitu, ketiganya tetap menjalani program rehabilitasi karena mereka tidak ada induknya lagi. ”Orangutan akan hidup bersama induknya hingga usia tujuh atau delapan tahun. Selama itu, ia akan diajari bagaimana memilih pohon untuk bersarang, posisi pohon untuk bergantung, mencari makan, dan bertahan dari serangan musuh,” jelasnya.Seminggu sebelumnya, tim BKSDA Kalimantan Barat juga telah menyelamatkan satu individu orangutan yang dipelihara oleh warga Kabupaten Kubu Raya. Orangutan bernama Mery tersebut telah diserahkan ke YIARI untuk direhabilitasi. [SEP]" "Desak Moratorium Tambang Laut, Ribuan Nelayan Bangka akan Geruduk Kantor Gubernur","[CLS] Ribuan nelayan di Pulau Bangka, akan aksi damai di Kantor Gubernur Bangka Belitung pada Selasa (29/12/15). Para nelayan ini protes tambang timah yang merusak ekosistem laut hingga mengancam mata pencarian nelayan. Mereka menuntut pemerintah memoratorium izin pertambangan laut di Bangka.“Besok kami, masyarakat dan nelayan bersama Walhi Babel dan pemuda mahasiswa unjuk rasa ke Kantor Gubernur. Kami mendesak gubernur mematuhi dan menjalankan mandat masyarakat dan nelayan untuk memoratorium tambang laut,” kata Ketua Forum Masyarakat dan Nelayan Bangka, Syamsu Budiman, Senin (28/12/15).Tuntutan mereka dalam aksi ini, antara lain, menolak segala bentuk tambang laut, mendesak pemerintah mencabut izin tambang laut, penetapan tata ruang, secepatnya rehabilitasi lahan eks tambang laut, dan pemulihan lahan eks tambang baik di laut maupun di darat.Aksi ini, katanya, melibatkan sekitar 2.000 massa dari berbagai wilayah di Pulau Bangka, bahkan dari Belitung dan Belitung Timur juga bergabung. “Mereka memberikan dukungan untuk masyarakat Pulau Bangka. Masalah tambang ini bukan hanya masalah Bangka tetapi Babel.”Dia mengajak, seluruh lapisan masyarakat mendukung aksi ini. “Saya yakin semua masyarakat Babel masih ingin melihat pantai indah, masih ingin melihat ekosistem alam terjaga. Kalau bukan kita yang menjaga siapa lagi? Yang merusak lingkungan, itu harus kita sadarkan, bahwa mereka sudah salah,” tegasnya.Dia juga menegaskan, nelayan menolak segala bentuk ‘bujuk rayu’ dari pemerintah maupun pengusaha penambang lewat kata-kata kompensasi, ganti rugi, dan lain-lain. “Itu membodohi masyarakat.”Nilai kompensasi atau apapun istilah bujuk rayu itu, katanya, terlalu kecil jika dibandingkan dengan dampak buruk yang akan dihadapi dan diterima masyarakat maupun generasi mendatang kala lingkungan, darat maupun laut rusak." "Desak Moratorium Tambang Laut, Ribuan Nelayan Bangka akan Geruduk Kantor Gubernur","Penolakan tambang laut besar-besaran pernah dilakukan warga dan nelayan di Belitung, pada Oktober 2012. Upaya mereka berhasil, kini, pemerintah daerah melarang kapal isap timah laut beroperasi.Kapal isap marak, nelayan makin terdesakSaat ini, 70 lebih jumlah kapal isap beroperasi di Perairan Bangka. Laut menjadi padat aktivitas kapal isap. Setidaknya, 16.000 nelayan harian dari 45.000 nelayan terkena dampak langsung. “Hasil tangkap ikan mulai menurun dan makin jauh, lebih lima mil baru mendapatkan ikan lebih banyak. Mata pencaharian mereka terancam,” kata Ratno Budi, biasa disapa Uday, Direktur Eksekutif Walhi Babel.Masyarakat dan nelayan, katanya, berulang kali protes menolak keberadaan tambang timah laut ini. Namun, kapal-kapal isap, kapal keruk sampai pontoh-pontoh ‘penyedot’ timah itu masih terus beroperasi.Kapal isap makin mendekat ke pantai, wilayah tangkap nelayan makin sempit. Mereka harus menangkap jauh ke tengah laut untuk mendapatkan ikan. Kondisi ini, katanya, sangat memberatkan nelayan kecil karena biaya operasional mereka jadi tinggi. “Ikan makin sulit ditangkap karena ekosistem laut rusak.”Uday mengatakan, kapal isap timah laut ini tak hanya menyulitkan petani, juga menimbulkan sedimentasi cukup parah. Karena gelombang laut bergerak dinamis, sedimentasi menyebar ke seluruh Perairan Bangka Belitung dan sekitar. Tak pelak, pemutihan karang (coral bleaching), terjadi.“Terumbu karang ekosistem penting laut, keberlangsungan rantai atau piramida kehidupan laut. Belum lagi tumpahan minyak, oli atau bahan kimia lain dari kapal isap termasuk sampah logistik akan menggangu ekosistem laut,” ujar dia.Masalah besar lain dengan ada tambang laut ini, terbuka potensi konflik horizontal antarwarga maupun dengan perusahaan. Perubahan atau pergeseran nilai-nilai tradisi lokal dan ekonomi produksi penduduk sekitar pertambangan, katanya, dapat menimbulkan persinggungan antarwarga." "Desak Moratorium Tambang Laut, Ribuan Nelayan Bangka akan Geruduk Kantor Gubernur","Kepulauan Bangka Belitung merupakan satu dari provinsi di Indonesia yang memiliki ratusan pulau-pulau kecil. Bangka Belitung dengan luas 1.642.406 km persegi memiliki 950 pulau, lebih dari setengah tak memiliki nama.Pulau-pulau ini, katanya, krisis lingkungan luar biasa terutama dua pulau besar Bangka dan Belitung. “Tambang problem yang terus berlangsung. Sejak dikuasai Kolonial Belanda hingga hari ini.” [SEP]" "Setahun Korsup KPK, 337 Izin Tambang Non-CnC Tetap Melenggang di Kalimantan Barat","[CLS] Sektor pertambangan di Kalimantan Barat memasuki episode baru pasca-koordinasi dan supervisi (Korsup) Komisi Pemberantasan Korupsi bidang mineral dan batubara sejak Mei 2014. Setahun berjalan, ada kemajuan. Namun, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan pemerintah guna memastikan rekomendasi Korsup Minerba dapat berjalan dengan baik.Salah satu contoh paling gamblang adalah penciutan dan pencabutan izin usaha pertambangan (IUP) yang bebal terhadap regulasi. Hingga kini, jumlah total perizinan tambang di Kalimantan Barat tersisa 636 IUP. Angka ini sudah mangalami penyusutan dari sebelum Korsup KPK yang mencapai 813 IUP.Dari sisi administrasi, begitulah fakta pertambangan di Kalimantan Barat. Ada upaya penciutan/pencabutan izin. Namun, dari 636 total IUP, ternyata masih ada 337 atau 52 persen IUP non-CnC yang bercokol dalam lembaran administrasi pemerintah.Hal ini terungkap dalam diskusi Satu Tahun Pelaksanaan Koordinasi dan Supervisi Mineral dan Batubara di Kalimantan Barat yang dihelat Koalisi Masyarakat Sipil Kalimantan Barat, Kamis (3/9/15), di Sekretariat Walhi Kalbar.Melalui paparannya, Direktur Eksekutif Perkumpulan Sahabat Masyarakat Pantai (Sampan) Kalimantan, Fajrin Nailus Subchi mengatakan, suatu izin dinyatakan Clean and Clear (CnC) apabila lokasi izin tidak tumpang tindih dengan izin lainnya.Selain itu, sambung Fajrin, perusahaan dapat menjalankan pembayaran keuangan dalam bentuk land rent dan royalti, memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) dan hal lain yang terkait dengan data administrasi. “Capaian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat pengurangan signifikan untuk jumlah izin non-CnC, bahkan mengalami peningkatan,” katanya." "Setahun Korsup KPK, 337 Izin Tambang Non-CnC Tetap Melenggang di Kalimantan Barat","Dalam kertas posisi yang menyoroti satu tahun pelaksanaan rekomendasi antara KPK dan pemerintah provinsi/kabupaten/kota se-Kalimantan Barat, berbagai persoalan pengelolaan pertambangan disikapi. Kertas posisi ini fokus menyoroti pelaksanaan rekomendasi Korsup Minerba, khususnya penataan izin pertambangan dan pengawasan produksi pertambangan mineral dan batubara.Pencabutan IUP Non-CnC berjalan lambatTerkait pencabutan dan penciutan IUP, jelas Fajrin, data yang berhasil dikumpulkan telah mencapai 177 IUP dengan total luasan yang dicabut mencapai lebih satu juta hektar. Angka ini berkurang dari jumlah pencabutan/penciutan IUP pada Februari sebanyak 190 IUP. Pengurangan dilatarbelakangi oleh adanya penambahan IUP yang dikeluarkan pemerintah provinsi/kabupaten/kota.Fajrin menjelaskan, pencabutan/penciutan ini didasari pada beberapa faktor seperti, kemampuan perusahaan pemegang IUP dalam melakukan produksi, masa berlaku izin yang telah mati, surat permintaan pencabutan dari perusahaan kepada pemerintah, syarat administrasi yang tidak lengkap, dan tidak melakukan kewajiban pembayaran keuangan.Dari kacamata Koalisi Masyarakat Sipil Kalimantan Barat, progres ini terkesan lambat. “Harusnya pemerintah mencabut 337 IUP yang hingga saat ini masih berstatus non-CnC,” pinta Fajrin.Hal lain yang tak luput dari sorotan adalah temuan 13 perusahaan yang terindikasi berada di kawasan konservasi. Ternyata, hanya tiga perusahaan yang diciutkan/dicabut izinnya. Begitu pula dengan temuan 125 perusahaan di hutan lindung, hanya 18 IUP yang dicabut/diciutkan. “Angka ini menunjukkan bahwa masih banyak IUP yang berada di kawasan konservasi dan hutan lindung yang belum dicabut oleh pemerintah,” jelas Fajrin." "Setahun Korsup KPK, 337 Izin Tambang Non-CnC Tetap Melenggang di Kalimantan Barat","Sementara pembayaran dana jaminan reklamasi dan pasca-tambang, koalisi juga menilai langkah pemerintah berjalan sangat lamban. Dari data yang ada hingga September 2015, penambahan jumlah IUP yang sudah melakukan kewajiban pembayaran hanya di level provinsi.Penambahan satu IUP yang sudah melakukan pembayaran pun hanya sebatas pembayaran dana jaminan reklamasi. Tidak ada penambahan untuk IUP yang sudah membayarkan dana jaminan pascatambang.Padahal, urai Fajrin, pembayaran dana jaminan reklamasi dan pasca-tambang merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh perusahaan pertambangan sebelum memperoleh persetujuan izin usaha eksplorasi maupun operasi produksi yang telah diatur dalam UU No 4 Tahun 2009 dan PP 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang.Lebih jauh Fajrin mengatakan, obral perizinan dan minimnya partisipasi masyarakat dalam proses perizinan memicu telah terjadinya tumpang-tindih lahan antara izin tambang dengan wilayah kelola masyarakat.“Bahkan, temuan kita ada izin perusahaan yang berada di areal permukiman maupun hutan adat masyarakat. Hal ini yang membuat maraknya konflik berbasis klaim tenurial,” urai Fajrin.Sementara Direktur Eksekutif Walhi Kalbar, Anton P Wijaya mengatakan dari sejumlah persoalan tata kelola pertambangan yang sudah terungkap, sejatinya pemerintah bekerja lebih ekstra. “Korsup KPK di tahun pertama memang lebih terkonsentrasi pada tataran administrasi. Tetapi tak menutup kemungkinan levelnya ditingkatkan ke arah yang lebih teknis,” katanya.Anton juga menyoroti lokasi pertambangan yang izinnya sudah dicabut, serta mendesak pemerintah untuk menyerahkan pengakuan terhadap wilayah kelola masyarakat. “Ini sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) tahun 2015-2019 yang akan memberikan hak kelola hutan kepada masyarakat seluas 12,7 juta hektar,” katanya." "Setahun Korsup KPK, 337 Izin Tambang Non-CnC Tetap Melenggang di Kalimantan Barat","Khusus di Kalimantan Barat, jelas Anton, pemerintah akan memberikan hak kelola hutan seluas 3.614.801 hektar. Rinciannya, hutan lindung (1.624.074 hektar), hutan produksi (699.521 hektar), hutan produksi konversi (9.386 hektar), hutan produksi terbatas (827.758 hektar), dan hutan konservasi (454.062 hektar). [SEP]" "Pyrosome, Unicorn Bawah Laut yang Mempesona","[CLS] Apa yang anda pikirkan jika mendengar kata “unicorn” yang diasosiasikan dengan legenda kuda dengan satu tanduk panjang menjulang dikepalanya. Bagaimana jika unicorn tersebut berada di dalam lautan?Beberapa waktu lalu, seorang penyelam bernama Michael Baron berhasil mendokumentasikan makhluk bawah laut yang langka, ganjil dan misterius, yang disebut pyrosome. Saking langka dan bentuknya yang unik, pyrosome sering dianggap sebagai unicorn bawah laut oleh para penyelam. Baron berhasil mendokumentasikan pyrosome di lepas semenanjung Tasmania, AustraliaApa yang tampak seperti tabung raksasa ini sebenarnya adalah ratusan ribu satwa invertebrata zooids yang masing-masing dihubungkan dengan jaringan yang tertanam di dalam tabung yang lentur seperti agar-agar.“Satu pyrosome yang panjang sebenarnya adalah kumpulan dari ribuan klon zooids, dengan masing-masing individu mampu menyalin dirinya sendiri dan menambah anggota koloni,” tulis ahli biologi kelautan Rebecca Helm di Deep Sea News.Koloni yang saling terkait dan menjadi pyrosome ini, membentuk tabung panjang yang lentur yang terbuka di salah satu ujungnya, dan terbuka di ujung yang lain. Makluk ini menyedot air yang penuh dengan plankton melalui ujungnya yang terbuka dan kemudian dicerna di dalam tubuhnya.Secara harafiah, pyrosome berarti “tubuh yang menyala-nyala”, memiliki tubuh yang mengeluarkan cahaya hijau-biru terang yang akan menyala ketika merasa terancam atau disentuh, atau saat merespon cahaya lain. Tak seperti organisme plankton lain, cahaya yang keluar dari tubuh pyrosome ini lebih kuat dan terang, menyala terus menerus dan dapat terlihat dari jarak jauh.Tubuh pyrosome yang dijuluki unicorn laut ini dapat tumbuh hingga ukuran ‘raksasa’, kadang-kadang melebihi dua belas meter, bahkan konon ada yang bisa mencapai tigapuluh meter. Pyrosome mampu menyelam hingga kedalaman 500-700 meter di bawah permukaan laut." "Pyrosome, Unicorn Bawah Laut yang Mempesona","Pyrosome bergerak dengan bantuan arus air laut, tetapi mereka juga mampu menggerakkan diri dengan bantuan air yang mereka saring, meskipun mereka bergerak sangat lambat. Menurut beberapa penyelam yang berhasil menyentuhnya, satwa ini memiliki tubuh yang sangat lembut dan halus. [SEP]" "Konflik SDA di Riau Tertinggi Di Indonesia. Kenapa?","[CLS] Riau menjadi provinsi nomor wahid di Indonesia yang paling banyak kasus sengketa penguasaan sumberdaya alam (SDA) sepanjang 2014. Karut marut perizinan, tapal batas serta kekerasan merupakan faktor dominan yang memicu konflik menjadi terbuka. Bahkan di tahun 2015 diperkirakan meningkat.Dalam laporan akhir tahun LSM Scale Up yang berbasis di Riau, sepanjang 2014 setidaknya terdapat 60 kasus sengketa. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan laporan yang dikeluarkan Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) di akhir tahun lalu yang mencatat hanya 52 kasus. Provinsi tertinggi kedua jumlah konfliknya adalah Jawa Timur dengan 44 kasus, diikuti Jawa Barat 39 kasus dan Sumatra Utara dan Sumatra Selatan yang sama-sama 33 kasus.Namun menurut Scale Up, angka konflik di Riau itu menurun dibandingkan tahun 2013 yang mencapai 62 kasus. Harry Octavian, Direktur Scale Up mengatakan hal itu bisa saja dikarenakan tidak adanya publikasi atas konflik di masyarakat.Scale Up mengkompilasi data konflik dari pengaduan masyarakat, monitoring pemberitaan di media massa, cetak atau pun online. Dengan metode seperti ini juga tidak bisa memastikan apakah konflik tahun ini berbeda dengan konflik di tahun sebelumnya di lokasi yang sama, termasuk apakah ada konflik yang sudah terselesaikan di tahun sebelumnya dan tidak muncul lagi di tahun 2014.“Jadi kita (hanya) lihat apakah ada unsur konflik seperti luasan, objek dan lain-lain lalu bisa kita kategorikan konflik SDA. (Kalau dari) media ada proses verifikasi. Konflik bisa muncul atau tidak. Ini lebih general,” ujar Harry kepada Mongabay Indonesia akhir pekan lalu di kantornya." "Konflik SDA di Riau Tertinggi Di Indonesia. Kenapa?","Dalam laporan itu juga disebutkan sektor perkebunan dan kehutanan adalah yang paling dominan konfliknya yakni 25 dan 24 kasus. Konflik lainnya yaitu 8 kasus tapal batas dan 3 kasus tambang. Jika dilihat dari sebaran per kabupaten, maka Kabupaten Pelawan paling banyak sengketa kehutanan yang mencapai 10 kasus lalu diikuti Rokan Hilir, Siak, dan Kampar masing-masing 3 kasus.Di sektor perkebunan, kasus terbanyak terjadi Kabupaten Rokan Hulu yakni 6 konflik dan diikuti Pelalawan dan Kampar masing-masing lima kasus. Dalam laporan tersebut juga menyebutkan luasan lahan yang bermasalah di sektor perkebunan 87.125 hektar dan sektor kehutanan 376.890 hektar.“Kadang di berita itu tidak ditulis jumlah lahan yang bermasalah, jadi kami verifikasi sendiri. Jika tidak ditemukan angkanya, maka (luasan) yang diambil adalah luas izin perusahaan itu,” kata Harry.Terkait dengan penyebab utama dari maraknya konflik tersebut, Harry menjelaskan akarnya adalah karut-marut perizinan baik di sektor kehutanan maupun perkebunan.  Banyak perusahaan yang beroperasi terlebih dahulu baru, kemudian mengurus izin. Padahal lokasi yang diajukan sebagai kebun terdapat lahan atau pun kebun milik masyarakat setempat.“Ini misalnya terjadi di Kuala Cinaku ada perusahaan kelapa sawit yang sudah beroperasi bertahun-tahun tapi belum mengurus izinnya. Ini khan kacau,” ujarnya.Selain itu ketidakjelasan tapal batas antara pemilik konsesi dan masyarakat juga memicu timbulnya konflik. Juga ketidakjelasan tapal batas antara kabupaten, kota ataupun provinsi. Kondisi ini diperparah dengan pengerahan aparat keamanan seperti polisi dan tentara yang mempertajam dan memperluas perselisihan.Untuk tahun 2015, Harry memperkirakan tren konflik pemanfaatan SDA masih tinggi, dikarenakan tidak adanya upaya pemerintah lokal dalam menyelesaikan konflik." "Konflik SDA di Riau Tertinggi Di Indonesia. Kenapa?","“Saya melihatnya konflik ini memang bukan prioritas bagi pemerintah kabupaten dan provinsi. Ditambah lagi kebutuhan lahan bagi masyarakat semakin tinggi, sementara pemerintah memberikan lahan dalam skala luas ke beberapa pengusaha saja. Jadi ini trennya akan meningkat di tahun 2015 ini,” kata Harry.Selain bukan prioritas, pemerintah lokal sering mengatakan bahwa kasus tersebut di luar kewenangan mereka sehingga harus dituntaskan oleh pemerintah pusat. “Pemerintah di sini masih sering lempar tanggungjawab dengan mengatakan konflik yang terjadi di luar tanggung jawab mereka dan pemerintah pusat yang harus menyelesaikannya. Padahal siapa yang memberikan rekomendasi izin kalau bukan pemerintah lokal,” katanya.Lalu apa yang harus dilakukan pemerintah untuk menekan angka konflik di tahun ini, Harry mengatakan pemerintah harus menertibkan perizinan pengelolaan SDA dan mempercepat penyelesaikan konflik yang ada melalui lembaga khusus konflik SDA.“Harus ada pemerintah daerah yang menginisiasi dibentuknya kelembagaan penyelesaian konflik. Apakah itu di bawah kepala daerah langsung yang isinya bisa semua pihak. (Melalui ) penyelesaian  ADR (alternatif dispute resolution), pola-pola kemitraan, dan juga di tata batas. Termasuk penerapan FPIC  (free, prior and informed consent /persetujuan atas dasar informasi tanpa paksaan) dari perusahaan (kepada masyarakat),” tambahnya. [SEP]" "Polri (Baru) Tetapkan Tujuh Tersangka Korporasi Pembakar Lahan","[CLS] Polri telah menangani 148 laporan terkait pembakaran hutan dan lahan, dan menetapkan 140 tersangka. Dari jumlah itu baru tujuh tersangka dari korporasi.  Keseluruhan, Polri tengah menyidik  27 perusahaan. “Tujuh tersangka korporasi tadi pagi sudah ada yang ditangkap di Riau,”katanya usai rapat terbatas di Istana Presiden, Rabu (16/9/15), seperti dikutip dari Setkab.go.id.Ketujuh korporasi itu PT. BMH,  (Sumsel), tersangka JLT, PT. RPP (Sumsel) tersangka P, PT. RPS (Sumsel) tersangka S, PT. LIH (Riau) tersangka FK. Lalu, PT. GAP ( Sampit, Kalteng) tersangka S, PT. MBA  (Kapuas), tersangka GRN dan PT. ASP ( Kalteng) tersangka WD.Badrodin menegaskan,  ketujuh tersangka itu termasuk pelanggaran korporasi, dan masih bisa berkembang. Dari pemeriksaan-pemeriksaan nanti, katanya, bisa saja ada penetapan tersangka lagi.Sedangkan 20 perusahaan yang masih dalam penyidikan Polri, yakni, PT. WAJ, PT. KY, PT. PSM, PT. RHM, PT. PH, PT. GS, PT. RED, PT. MHP, PT. PN, PT. TJ, PT. AAM, dan PT. MHP, PT. MHP di dua tempat berbeda. Lalu PT. SAP, PT. WMAI, PT. TPR, PT. SPM, PT. GAL, PT. SBN,  dan PT. MSA.Perusahaan-perusahaan ini, katanya, dikenakan pasal-pasal dalam UU Perkebunan, UU 39 Tahun 2014, UU Kehutanan pasal 78, dan UU Perlindungan dan Pengelolaan  Lingkungan Hidup.“Perintah Presiden jelas, penegakan hukum harus tegas agar tahun depan tidak terjadi lagi . Mudah-mudahan penyidikan ini berjalan dengan lancar,” katanya.Dia menyarankan, pemerintah selaku regulator memberikan sanksi tambahan terhadap perusahaan-perusahaan yang melanggar ini, seperti blacklist perusahaan hingga ke depan tak bisa memohon izin lagi.Presiden: cabut izin perusahaanPresiden Joko Widodo, dalam ratas itu kembali menegaskan tak ragu-ragu menindak pembakar lahan, termasuk mencabut izin perusahaan. Presiden menekankan penegakan hukum harus betul-betul berjalan." "Polri (Baru) Tetapkan Tujuh Tersangka Korporasi Pembakar Lahan","“Siapa yang bersalah dan menjadi tersangka harus diambil tindakan tegas. Jangan ragu-ragu. Jangan sampai terulang kembali tahun depan. Malu kita pada hal-hal yang sebenarnya bisa dicegah dengan mudah melalui semua upaya. Perusahaan yang membakar cabut saja izinnya,” kata Presiden sore itu seperti dikutip dari website BNPB.Menyangkut dampak terhadap warga, dia meminta tim kesehatan turun ke lapangan melayani masyarakat menderita karena asap. “Semua yang sudah direncanakan harus dijalankan. Target ditetapkan harus berhasil. Water bombing harus tepat sasaran.”Kepala BNPB, Willem Rampangilei, melaporkan kondisi terkini hotspot dan jarak pendang mulai membaik dengan upaya pemadaman dan hujan. Upaya pemadaman diintensifkan melalui udara, darat. Lalu, upaya penegakan hukum, dan sosialisasi. [SEP]" "Pemerintah Anggap Kriteria IPOP Terlalu Berat, Ini Komentar Pegiat Lingkungan dan Petani","[CLS] Kata Indonesian Palm Oil Pledge (IPOP) belakangan menjadi mendadak mendapatkan perhatian di kalangan beberapa kementerian dan lembaga pemerintah. Betapa tidak, pemerintah tampak gusar dengan kesepakatan sukarela perusahaan-perusahaan raksasa yang baru berkomitmen untuk beroperasi bertanggung jawab terhadap lingkungan dan manusia. Komitmen ini dinilai tak masuk akal karena mencantumkan zero deforestation, dengan melarang membuka kebun sawit di hutan sekunder dan semak belukar tua. Apa kata para pegiat lingkungan menanggapi sikap ini?Irwan Gunawan, Deputy Director Market Transformation WWF Indonesia mengatakan, WWF sejak awal mendorong IPOP sebagai lokomotif transformasi industri minyak sawit Indonesia menuju praktik berkelanjutan.“Komitmen perusahaan ini konsisten dengan tantangan kondisi di lapangan. Dalam konteks keberlanjutan, tentu IPOP harus menunjukkan nilai lebih dibandingkan praktik perkebunan sawit konvensional,” katanya kepada Mongabay Sabtu (29/8/15).Bahkan, jika melihat konteks keterwakilan pemerintah, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono langsung menyaksikan penandatanganan IPOP di New York 2014.Mansuetus Darto, Ketua Serikat Petani Kelapa Sawit malah menyambut baik IPOP ini. Dia justru mendesak, lima perusahaan besar punya komitmen berkelanjutan ini.Ini berbalik belakang, yang disebutkan beberapa kalangan dari pemerintahan yang membawa-bawa kata ‘rakyat dan petani’ sebagai alasan kekhawatiran.“Petani justru diuntungkan kehadiran IPOP. Akan ada  akses pasar lebih luas  dan mendapatkan nilai lebih dari sekadar menjual tandan buah sawit. Asalkan petani berpartisipasi dalam komitmen ini.  Saya meyakini, jika komitmen berjalan akan membantu skema adil antara petani dan perusahaan.”" "Pemerintah Anggap Kriteria IPOP Terlalu Berat, Ini Komentar Pegiat Lingkungan dan Petani","Saat ini, katanya, seluruh anggota IPOP menghendaki kerjasama dengan petani sawit swadaya seiring pendekatan intensifikasi untuk meminimalisir ekspansi. Dengan begitu, akan ada peningkatan kapasitas petani dalam sistem budidaya sawit.“Komitmen bisnis ini sangat penting bagi petani karena peran negara sangat minim melaksanakan amanat UU Pemberdayaan dan Perlindungan Petani. Komitmen ini tidak saja menguntungkan petani, juga dapat meminimalisir konflik sosial dan menghormati hak-hak buruh perkebunan,” katanya.Meski begitu, katanya, visi ini tidak mudah dijalankan karena beberapa tantangan di level nasional, seperti soliditas aktor dunia usaha sawit kurang antara yang mendorong keberlanjutan dan yang tidak.“Para pihak cenderung defensif dan selalu menyalahkan bahwa keberlanjutan adalah konsep asing yang akan membatalkan segala inisiatif perubahan yang dicanangkan semua pihak.”Dia meminta, perusahaan serius menjalankan komitmen ini hingga bermanfaat bagi petani dan konflik sosial masyarakat teratasi. Sebaliknya, jika perusahaan besar tidak serius menjalankan komitmen,  konsep keberlanjutan dan transformasi akan melemahkan partisipasi penuh dari masyarakat dan petani.“Ini harus diantisipasi. Perusahaan harus serius. Pemerintah harus mendukung inisiatif ini dengan menciptakan regulasi memudahkan anggota IPOP menimplementasikan komitmen.”Mengenai kriteria IPOP dinilai terlalu berat, kata Darto, itu tantangan bersama. Permasalahan saat ini karena stakeholder dalam negeri tidak solid, sebagian memandang “berkelanjutan” sebagai titipan asing.“Mereka tidak lihat problem nyata di bawah. Bisnis berkelanjutan itu kebutuhan Indonesia. Kalau pemerintah takut sawit tidak dibuka pada APL, tingkatkan saja produktivitasnya.”Perusahaan sawit harus mengejar target Kementerian Pertanian produksi 36 ton per hektar per tahun. Saat ini perusahaan rata-rata 24 ton. Masih ada 10 ton harus dikejar." "Pemerintah Anggap Kriteria IPOP Terlalu Berat, Ini Komentar Pegiat Lingkungan dan Petani","“Kalau pemerintah ingin buka terus izin-izin baru, kapan perusahaan pikir serius tingkatkan produktivitas? Saya ngerti, kalau pekerjaan meningkatkan produktivitas butuh kerja keras pemerintah. Pertanyaan, buat pemerintah, sudah bekerja belum untuk membuat roadmap peningkatan produktivitas sawit? Kan belum.”Berlindung di balik petaniMenurut dia, jika menuding IPOP akan merugikan petani sawit, itu tidak benar. Pemerintah dan bisnis cenderung ingin berlindung di balik petani agar petani melawan. “Sedang, selama ini petani tidak pernah diberdayakan pemerintah dan menjadi korban unfair partnership dengan perusahaan,”katanya.Secara politis, hal ini adalah tantangan buat petani. Dia yakin, petani pasti bisa menerapkan konsep berkelanjutan. Jika perusahaan gagal, petani akan menang dan jadi subyek dalam transformasi pasar saat ini.Dia menilai keberatan pemerintah karena belum terbiasa menjalankan praktik baik. “Kami mengerti betul bahwa daya kelola pemerintah masih buruk baik pusat maupun daerah. Visi IPOP itu konsen pada peningkatan produktivitas. Pemerintah yang mengurus tata kelola perizinan belum terbiasa dengan tata kelola baik. Ini akan mengerucut pada audit perizinan, transparansi, akuntabilitas dan partisipasi masyarakat. Karena itu tidak mau kehilangan kekuasaan dalam mengurus perizinan.”Dia juga menyikapi konstelasi stakeholders dalam negeri yang tidak solid. Banyak asosiasi pengusaha tidak tegas pada pendirian mau menolak atau menerima bisnis berkelanjutan. “Mereka bicara tidak mewakili perusahaan tapi mewakili asosiasi. Padahal perusahaan komitmen sustainability. Ketika mereka bicara mewakili asosiasi bisnis, mereka menolak.”  Setali tiga uang dengan pemerintah. Ada aparatur menolak dan menerima." "Pemerintah Anggap Kriteria IPOP Terlalu Berat, Ini Komentar Pegiat Lingkungan dan Petani","Nyoman Suryadiputra dari Weatlands Indonesia mengatakan, IPOP harus dilihat dari sisi positif. Ini sejalan dengan Inpres Moratorium dan PP Gambut 71. “Demi keberlanjutan usaha sawit Indonesia, sebaiknya optimalkan produktivitas sawit di semua lahan yang sudah dibuka.”Dia juga mendesak, PP gambut segera dibuat aturan turunan, antara lain pemerintah buat aturan lahan kebun sawit yang sering kebanjiran. “Cekal agar tidak kabur dari tanggung jawab untuk memperbaiki.”Dia juga menyarankan, pengusaha kebun wajib membina pekebun swadaya dan menolak TBS dengan cara tidak ramah lingkungan.Tempatkan aparat desa dan Dinas Perkebunan di lapangan memantau budidaya sawit, baik petani swadaya, petani berdasi dan perusahaan.Bustar Maitar dari  Greenpeace mengatakan, kekhawatiran berlebihan terhadap IPOP perlu diluruskan. Sejatinya, inisiatif IPOP yang dimotori beberapa perusahaan perkebunan besar bertujuan membantu pemerintah menekan angka deforestasi.“Juga meningkatkan produktivitas perkebunan sawit termasuk milik rakyat. Tentu, memproteksi akses pasar produksi sawit global. Kami sangat yakin inisiatif ini berguna melindungi lingkungan juga kepentingan bangsa ke depan.”Bustar mengatakan, kalau pemerintah mau produk sawit kompetitif di pasar internasional, harus bebas konflik dan deforestasi. Dengan meletakkan petani kecil sebagai tameng juga tak bijak. “Sebenarnya,  yang tetap ingin deforestasi adalah perusahaan besar. Yang tetap ingin membuka hutan terutama di Papua,” katanya.Teguh Surya dari Greenpeace mengatakan, sejak lama lima grup bisnis anggota IPOP menguasai perdagangan sawit, setuju atau tidak dengan komitmen itu,  mereka tetap akan menguasi rantai perdagangan sawit." "Pemerintah Anggap Kriteria IPOP Terlalu Berat, Ini Komentar Pegiat Lingkungan dan Petani","“Nah, ketika mereka berkomitmen lebih baik kenapa tidak di dukung? Kekhawatiran itu tak berdasar karena IPOP mengusulkan penggunaan metode high conservation value untuk hutan sekunder dan belukar tua. Ini jalan tengah terbaik bagi pemerintah dan industri untuk melihat lahan mana yang masih bisa diusahakan dan mana yang harus dilindungi.”Menurut dia, reaksi pemerintah terhadap IPOP ini langkah mundur dalam menyelamatkan lingkungan terutama hutan dan gambut yang tersisa.“Saya khawatir penolakan IPOP ini dimotori kelompok bisnis yang masih nyaman dengan perilaku merusak hutan dan gambut.Tentu tidak boleh diamini karena kita telah merasakan betapa hebat dampak kerusakan hutan dan gambut. Seperti kebakaran hutan, asap, kekeringan, dan lain-lain.”IPOP, katanya, sebenarnya sangat sejalan dengan semangat konstitusional. Dalam UUD 1945, sangat jelas dan tegas dikatakatan hak atas lingkungan hidup bersih dan sehat adalah hak asasi manusia. “Bahkan diperkuat oleh UU HAM dan UU lingkungan hidup. Jadi kebenaran mana lagi yang hendak didustakan?” [SEP]" "Iksan Skuter: Manusia dengan Alam Rusak, Bak Minum Air Putih Diberi Arsenik","[CLS] Topi bergambar bintang satu merah, tak pernah lepas dari musisi satu ini. Begitu juga gitar hitam, selalu menemani kala pentas. Dialah Muhammad Iksan, atau dikenal dengan Iksan Skuter, musisi yang banyak menyuarakan persoalan lingkungan dan alam negeri ini.Kegelisahan pria kelahiran Blora, Agustus 1984 ini, berawal kala kota tempat tinggalnya, Malang, Jawa Timur, makin rusak. Dia bersama kolega seniman terpanggil menyuarakan. Kala itu, Hutan Kota Malabar, ditanami beton, dengan alasan keindahan kota.Merekapun membuat album kompilasi “Save Hutan Malabar” dan media alternatif perlawanan “Suar Malabar.” Pehobi kopi ini percaya, lewat lagu dan seni, bisa jadi sarana mengajak berbagai kalangan peduli.Media alternatif sebagai bentuk perlawanan. Apalagi, suara perlawanan mempertahankan hutan kota, sering dipelintir media lokal di Malang, hingga membuat media sendiri untuk menjaga alam dinilai pilihan tepat. Dia juga mendirikan Institut Musik Jalanan (IMJ) di Depok, Jawa Barat. Ini sekolah non-profit didirikan 2013.Kala senggang, tak ada pentas, dia berjualan kopi di “Warung Rawung,” Malang. Saya berkesempatan mewawancarai dia 15 November lalu. Berikut petikannya:Sebagai musisi, apa yang membuat anda, peduli persoalan alam negeri ini?Saya masih manusia. Manusia tanpa alam terjaga, seperti bermain “Rollet Rusia.” Manusia dengan alam rusak, seperti minum air putih pakai arsenik, akan mati cepat. Saya, mencoba memaksimalkan potensi, lewat karya musik terus menyuarakan persaoalan alam dan satwa negeri ini.Anda menyuarakan persoalan lingkungan lewat lagu, mengapa? Itu yang bisa saya lakukan. Andaikata saya penulis, saya akan menulis. Jika pelukis, saya akan melukis. Karena saya membuat lagu, saya memaksimalkan fungsi karya (musik) sebagai media penyampai pesan. Pesan yang merespon kondisi yang terjadi. Kenyataannya, kejadian ini berhubungan dengan kasus lingkungan, korupsi dan politik kotor penguasa." "Iksan Skuter: Manusia dengan Alam Rusak, Bak Minum Air Putih Diberi Arsenik","Bagaimana anda melihat kondisi hutan dan satwa di Indonesia? Sungguh mengerikan. Menurut saya, tidak ada satupun kebijakan dan program pemerintah serius menyelesaikan permasalahan pembangunan yang berdampak buruk bahkan, merusak hutan dan isinya. Makin hari, kebijakan pemerintah tak terkontrol. Hanya mengejar indeks pembangunan tanpa memperhatikan dampak lingkungan.Bagaimana lingkungan tempat tinggal anda di Malang dan Bandung?Semua kota di Indonesia mengalami hal serupa. Tak hanya Bandung dan Malang. Pemerintah mengartikan pembangunan itu membangun bangunan. Tak jarang, bangunan perkotaan hanya di dominasi mal, ruko dan tempat perbelanjaan tanpa mengindahkan tata kota semestinya. Alhasil, semrawut. Ruang hijau makin menyempit, namun hutan beton makin melangit.Anda terlibat aktif menjaga Hutan Kota Malabar di Malang bersama berbagai kalangan. Bagaimana kondisi Hutan Malabar?Hutan Malabar adalah hutan kota terakhir di Malang. Bagi kami,, hutan Malabar harus dipertahankan. Ia simbol ekologi terakhir dari kota yang berdiri di atas gunung. Beberapa bulan kemarin, muncul kebijakan pemerintah Kota Malang “merevitalisasi” hutan kota. Jika dilihat dari desain akan berubah jadi taman. Dana revitalisasi dari corporate social responsibility (CSR) PT Amerta Indah Otsuka, produsen Pocari Sweat. Dari desain, terlihat bukan merevitalisasi, melainkan merenovasi dan membranding hutan dengan logo dan simbol produk. Itu yang mendasari kita bergerak.Simbol terakhir ekologi akan dihancurkan. Kami akan pertahankan. Sebenarnya, masih banyak kasus lingkungan di Kota Malang, dan sekitar yang perlu dicermati.Anda sempat kecewa dengan media yang terkesan lebih pro pemodal, benarkah?" "Iksan Skuter: Manusia dengan Alam Rusak, Bak Minum Air Putih Diberi Arsenik","Jelas. Fungsi media sebagai sarana penyampai pesan, sarana aufklarung (pencerahan) terhadap publik. Tempat penyampai kejadian secara obyektif. Fungsi dan kewajiban media massa mainstream malah makin hari makin berpihak penguasa dan pengusaha. Ini fatal! Jika dibiarkan, rakyat akan dibodohi berita yang tidak akurat dan meninabobokkan.Apakah itu yang mendorong anda membuat media alternatif?Sebagai bentuk perlawanan baru. Jika ‘mereka’ (media tidak pro lingkungan) menguasai berita, kita sekuat tenaga menguasai sosial media. Sebagai bentuk kritikan elegan, kepada koran-koran yang tidak obyektif. Kita sengaja memiripkan font, style desain koran tertentu. Karena, kita sedang mengkritik keberpihakan mereka kepada pemodal dan penguasa.Anda banyak menciptakan lagu-lagu soal lingkungan. Berapa banyak? Darimana inspriasi anda menciptakan lagu-lagu soal alam dan lingkungan?Wah, seingat saya banyak. Seperti, Lagu kita, Uang tak bisa dimakan, Nyanyian pagi, Rumput berburu tanah, Tumbuh dan tergesa, Papua papua kucinta dan masih banyak lagi. Saya terinspirasi dari apa yang saya lihat. Saya dengar. Saya rasakan langsung. Atau dari berbagai persoalan panas tentang lingkungan. Semisal kematian Salim Kancil di Lumajang. Saya tergerak untuk mendokumentasikan kejadian tersebut lewat karya.Bagaimana anda melihat pemerintah dalam melestarikan alam negeri ini?" "Iksan Skuter: Manusia dengan Alam Rusak, Bak Minum Air Putih Diberi Arsenik","Tidak pernah konkret. Hanya jargon-jargon saat kampanye dan akhir tahun menghabiskan anggaran negara. Drama lama yang berulang-ulang dipentaskan. Pertanyaannya, mereka terlalu pintar menipu, atau masyarakat yang terlalu bodoh? Sampai detik ini, jarang sekali kebijakan dan keberpihakan negara kepada nasib petani dan nelayan. Bahkan, ketika petani dan nelayan protes “pembangunan” mengancam alam selalu di respon berlebihan. Menerjunkan aparat, preman bahkan senjata. Padahal, ada jalan lain. Diskusi atau budaya rembug sampai menemukan titik temu dan solusi demi kebaikan semua. Bukan dengan cara otoriter apalagi cara-cara kekerasan hingga menelan korban bahkan berujung kematian. Ini sungguh jahat sekali.Menurut anda, apakah kerusakan alam ada korelasi dengan perilaku korupsi pejabat negeri ini? Bagai saya, ini satu kesatuan. Alam rusak karena kerakusan. Orang-orang rakus, cenderung korup. Kesimpulan saya, pasti ada korelasi. Seperti saudara kandung antara korupsi dan kebijakan tak ramah lingkungan. Perlawanan kita, harus terus terhadap yang rakus dan korup. Perlawanan bisa dengan cara apa saja, salah satu lewat seni dan kebudayaan.Harapan saya, negara fokus dan bekerja riil mengatasi persoalan kerusakan alam yang “bersaudara kandung” korupsi. Jika tidak, bukan penguasa saja yang merasakan dampak di masa depan. Seluruh manusia, anak cucu pejabat dan pengusaha juga. Jika penguasa dan pengusaha sadar, mereka pasti menyelesaikan kasus-kasus itu. Jika mereka tetap mendiamkan bahkan melanjutkan kebijakan rakus, doakan saja mereka masuk neraka.Apa pesan anda dalam menjaga kelestarian lingkungan?Manusia tanpa alam terjaga, akan binasa. Alam tanpa manusia, akan baik-baik saja. Jika kita masih manusia, jagalah alam dan sekitar demi hari ini dan masa depan.*Album kompilasi “indie Mboyl Pos”, Draf, tahun 2001 produksi Gong Record, Malang" "Iksan Skuter: Manusia dengan Alam Rusak, Bak Minum Air Putih Diberi Arsenik","*Album mini “Draf” tahun 2002 tahun 2002 produksi Draf Management, Malang-*Album kompilasi “Jorney to the Top with Mentos”, Draf, tahun 2003 produksi BMG, Jakarta*Album “cerita Sahabat” Draf, tahun 2004 produksi Draf Management, Malang*Album “apa Kabar Cinta”, Putih Band, tahun 2006 produksi Alfa Record, Jakarta*Album “Gelombang Cinta”, Putih Band, tahun 2007 produksi Alfa record, Jakarta*Album kompilasi Rohani Islam “LCLM”, Putih Band, tahun 2007 produksi Alfa Record, Jakarta*Album kompilasi “Hip-Hip Hura SCTV volume 2”, Putih Band, tahun 2008 produksi Nagaswara, Jakarta*Album “PUTIH”, Putih Band, tahun 2009 produksi Alfa Record, JakartaAlbum Solo:*Album “Matahari”, Iksan Skuter, produksi Audiolectica Records 2012*Album Musik Anti Korupsi Frekuensi Perangkap Tikus 2012, produksi ICW(Indonesia Coruption Watch)*Album ” Folk Populi Folk Dei”, Iksan Skuter, 2013, Audiolectica Records.*Album “Kecil Itu Indah”, Iksan Skuter, 2014, Audiolectica Records*Album ” Shankara”, Iksan Skuter, 2015, Barongsai Records. [SEP]" "Belajar dari Rumah Kinangkung: Menjaga Hutan Berbuah Listrik","[CLS] Kala hutan terjaga, air melimpah. Desa inipun tak perlu pusing memenuhi keperluan energi listrik, karena air di sekitar kampung itu menyediakan semua. Inilah Desa Rumah Kinangkung, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara.Desa ini,  terletak di balik hutan Bukit Barisan. Dari kejauhan samar terlihat Gunung Sinabung memunggungi. Gunung Sibayak tampak kokoh nan indah di sisi Selatan. Berdekatan dengan Taman Huta Raya (Tahura) Sibolangit, dan dikelilingi hutan lindung. Di sana, hidup 80 keluarga, turun temurun mengikat sebuah paham, bagaimana menjaga alam agar tidak rusak.“Kami gak butuh kebijakan menentukan penggunaan arus listrik. Kami gak perlu politik memanfaatkan rakyat melalui sumberdaya teknologi. Kami perlu, bagaimana alam, hutan tetap terjaga. Karena sumberdaya di dalamnya, mampu memberikan kami penerangan melalui air deras buat listrik di desa kami yang indah ini,” kata Bolang Bukit (69), tokoh adat Desa Rumah Kinangkung, Sabtu pekan lalu.Hari itu, Bukit, bersama beberapa orangtua, berbagi cerita soal kehidupan mereka di desa itu. Hidup berdampingan dengan alam, udara sejuk, dan tanpa pencemaran.Hutan, menurut mereka adalah bagian dari keluarga yang wajib dijaga. Mereka sadar, jika hutan rusak, bencana dan musibah akan datang.Berkat menjaga hutan inilah, sejak 25 tahun lalu, mereka memanfaatkan air menjadi pembangkit listrik. Warga desa menyebut dengan pembangkit listrik tenaga lau–dalam bahasa Suku Karo berarti air.Ia berawal pada 1980. Saat itu, para orang tua dan tetua adat, melakukan musyawarah desa. Mereka berdiskusi banyak hal, mulai menjaga kawasan hutan tak rusak akibat pembangunan jalan setapak, hingga bagaimana membuat penerangan ketika petang tiba.Banyak ide dan masukan disampaikan para tetua adat soal penerangan desa mereka. Salah satu, dengan membangun pembangkit listrik tenaga mikro hidro. Setelah satu suara, disepakatilah lokasi di sudut desa." "Belajar dari Rumah Kinangkung: Menjaga Hutan Berbuah Listrik","Masyarakat adat Desa Rumah Kinangkung, menjalankan apa yang disebut para orangtua, soal bagaimana memberdayakan alam tanpa harus merusak. Itu mereka lakukan dengan memanfaatkan arus air cukup deras dari kawasan hutan ke desa mereka, menjadi pembangkit listrik tenaga air.“Kami tidak perlu ribut agar rumah dan desa ini bisa terang. Kami tidak pernah sedih soal listrik, karena desa punya listrik tenaga lau,” kata Bukit , seraya menumbuk sirih. Katanya, sirih bisa membuat gigi tetap kuat.Bagaimana kemampuan tegangan listrik tenaga air ini? Menurut Putra Alam Tarigan, operator pembangkit, setiap hari, mesin turbin mampu menghasilkan tegangan listrik melalui dinamo 15 kw dan mampu menghasilkan tegangan listrik 13.000 watt.Suatu hari, karena kebutuhan listrik meningkat, menjadikan desa mereka devisit karena kekurangan 3.000 watt lagi. Merekapun mengganti dinamo 30 kilo watt.“Dimasukkan air ke turbin, akan berputar terus dan menghasilkan tegangan listrik, yang bisa dimanfaatkan masyarakat desa buat penerangan, televisi, dan barang elektronik lain. Semua berjalan baik, sudah 20 tahun lebih tanpa hambatan, ” kata Tarigan.Dengan memanfaatkan air alam, katanya, penerangan bukan saja dirasakan Desa Rumah Kinangkung. Tiga desa lain yang berdekatan juga mendapatkan aliran listrik.Kala di daerah lain masyarakat mengeluarkan biaya ratusan ribu untuk membayar listrik, desa ini, hanya Rp20.000 per bulan.Kehidupan wargaKehidupan warga Desa Rumah Kinangkung sehari-hari dari berkebun dan bertani seperti menanam cabai, kol, jeruk, dan berbagai jenis tanaman lain. Hasil tani mereka jual ke Kota Berastagi, ataupun ke Pancur Batu buat memasuk keperluan warga Kota Medan, Deliserdang dan Langkat sekitar. Mereka mendapatkan pasokan buah dan pertanian organik yang segar dan sehat." "Belajar dari Rumah Kinangkung: Menjaga Hutan Berbuah Listrik","Bolang Bukit bercerita, dahulu, tentara Belanda, tak mampu mengimbangi para pejuang yang bersembunyi di Desa Rumah Kinangkung ini. Sebab, strategi perang gerilya menjadikan hutan nan rimbun buat bersembunyi.Desa ini, juga dikenal dengan wisata rohani. Pada waktu-waktu tertentu, dilakukan kegiatan kerohanian membawa hasil panen dan berkumpul bersama di sekitar hutan. Makan bersama, saling berbagi, menjadi kebiasaan masyarakat adat Desa Rumah Kinangkung ini. Itu berlangsung turun temurun, hingga kebersamaan, tak mampu memecah belah mereka.Njore Karokaro, warga desa itu berharap, berharap, pembangunan desa bisa berjalan, dengan tidak merusak alam.Warga, katanya, memilih hidup dengan hutan rimbun dan sejuk, ketimbang masuk pembangunan tetapi harus mengorbankan atau merusak hutan.“Desa kami sangat indah. Hari ini kedepan, kami berharap begitu. Hidup damai dan tenang. Syarat itu sebenarnya gampang, dengan tidak merusak hutan.”Anak-anak mereka juga ditanamkan kecintaan pada alam sejak dini. Nuraini Beru Tarigan, perempuan Desa Kinangkung, mengajarkan kepada anaknya menjaga dan bersahabat dengan alam. “Kuingatkan juga padanya, bagaimana bolang dan nondong (kakek dan nenek) menjaga hutan tidak rusak. Bagaimana mereka berburu kelinci. Agar jika besar menjadi pemimpin, bisa menjalankan apa kusampaikan. Merusak hutan sama dengan memanggil bencana.”Helen Purba, Kepala Dinas Kehutanan Sumut, mengatakan, di tahura ini terdapat tanaman kunci  seperti Pinus merkusii, Altingia exelsa, Schima wallichii, Podocarpus, dan Toona surei. Ada juga durian, dadap, rambutan, pulai, aren, dan rotan. Untuk tanaman luar yang berkembangbiak, yaitu Pinus caribeae, Pinus khasia, Pinus insularis, ekaliptus, dan agathis.Tahura ini seluas 51.600 hektar. Ada satwa-satwa seperti monyet, harimau, siamang, babi hutan, ular, elang, kancil, rusa, dan treggiling." "Belajar dari Rumah Kinangkung: Menjaga Hutan Berbuah Listrik","Hutan di sekitar Desa Rumah Kinangkung, terjaga baik. Masyarakat desa turut membantu agar tidak ada perusakan. Namun, ada sejumlah daerah di hutan lindung Sibolangi, ditebang dan menjadi perkebunan sawit. [SEP]" "Sulawesi Alami Krisis Ruang, Tambang Mendominasi","[CLS] Sulawesi tengah mengalami krisis ruang. Sekitar 54 persen dari seluruh daratan Pulau Sulawesi telah habis dibagi untuk perizinan tambang, hak guna usaha, HPH dan HTI. Tambang menempati peringkat pertama sebanyak 25 persen atau 4,78 juta hektar. Kedua untuk migas sebesar 2,2 juta ha. Pertambangan ada di seluruh jazirah Sulawesi dengan jumlah terbesar di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.Demikian laporan hasil riset yang diselenggarakan oleh Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP) pada ekspos hasil riset di Hotel Ibis Makassar, pada akhir Juni 2015.Riset yang selama enam bulan ini dilaksanakan oleh JKPP bekerjasama dengan simpul layanan pemetaan partisipatif (SLPP) wilayah Sulawesi.Menurut riset ini, berdasarkan hasil pengolahan data spasial,  18 juta total luasan Pulau Sulawesi, sekitar 38 persen atau sekitar 7 juta ha lebih merupakan areal penggunaan lain (APL), dan 26 persen (4,7 juta) adalah hutan lindung, dan 20 persen (3,7 juta ha) hutan produksi terbatas serta hutan produksi konservasi 20 persen (3,7 juta ha). Sisanya diisi oleh kawasan pelestarian dan konservasi alam sebayak 10 persen.“Persentase ruang tersebut menunjukan porsi alokasi yang besar bagi investasi baik dalam kawasan maupun di luar kawasan hutan melalui APL. Menelusuri bagaimana dan jenis apa saja penggunaan APL dan Kawasan Hutan bisa menunjukan bagaimana kerusakan ekologi maupun penyingkiran petani dimulai yang berujung pada krisis,” ungkap Diarman, peneliti dari JKPP, dalam paparannya.Kerusakan yang terjadi selalu berawal dari pemberian konsesi pada industri ektraktif atau perkebunan skala besar. Di Pulau Sulawesi, tambang dan sawit menjadi penyebab utama dalam kontribusi merusak dan memiskinkan masyarakat.“Dalam catatan triwulan BKPM pada periode 2010 – 2012, menyebutkan sektor pertambangan dan perkebunan merupakan sektor yang dalam tiga tahun terakhir masuk sebagai sektor dominan dalam investasi di koridor ekonomi Sulawesi,” katanya." "Sulawesi Alami Krisis Ruang, Tambang Mendominasi","Terkait izin tambang sendiri, riset ini menemukan bahwa terdapat 1.256 IUP di Sulawesi, masing-masing adalah emas, nikel, besi, logam dasar, batu bara. Sementara untuk jumlah konsesi terbanyak untuk komoditas, masing-masing adalah nikel, emas, batuan dasar, berupa batuan andesit, kerikil, pasir dan tanah timbunan, besi dan aspal.Salah satu daerah sasaran riset terkait tambang berada di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, dan Pulau Wamonii, Kabupaten Kolaka, Sultra, dan Minahasa, Sulut.Untuk Kabupaten Maros, keseluruhan luas daerah ini adalah 146 ribu hektar, dimana terdapat juga hutan lindung 10 persen, hutan produksi 10,5 persen, HPT 6,5 persen, taman nasional 20 persen. Untuk tambang luas wilayah yang diberikan izin sekitar 9,668 hektar.“Ironisnya, dari luasan tersebut sebanyak 53 persen, mengambil ruang hutan produksi, yaitu 5.170 hektar. Tambang juga mengambi wilayah hutan lindung sebesar 14 persen atau sekitar 1.398 hektar, hutan produksi terbatas sekitar 504,99 hektar atau sekitar 5 persen,” katanya.Sementara Pulau Wawonii, meski luasnya hanya 1.513,98 km, namun di pulau ini terdapat 18 IUP. Salah satunya adalah PT Derawan Barjaya Mining, luas IUP 10,070 hektar dimana sekitar 342,17 hektar masuk dalam kawasan hutan lindung.“Sebagai pulau kecil dengan keterbatasan daratan dan air, ancaman terhadap pulau ini adalah ketersediaan pangan,” katanya.Di Minahasa, Dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Sulawesi Utara yang ditetapkan tahun 2014 semakin mempertegas bahwa daerah ini merupakan surga bagi penambang emas." "Sulawesi Alami Krisis Ruang, Tambang Mendominasi","Dokumen ini menunjukkan bahwa sebanyak tujuh wilayah diperuntukkan sebagai kawasan pertambangan yakni Tapal Batas Kabupaten Minahasa Utara dan Kota Manado, tapal batas Kabupaten Minahasa Utara dan Kota Bitung, tapal batas Kabupaten Minahasa Utara dan Kabupaten Minahasa, tapal Batas Kabupaten Minahasa Tenggara dan Kabupate Minahasa Selatan, tapal batas Kabupaten Minahasa Tenggara dan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur, tapal Batas Kabupaten Bolaang Mongondow Timur dan Bolaang Mongondow Selatan dan  tapal Batas Kabupaten Bolaang Mongondow dan Kota Kotamobagu.“Sejak tahun 2010 hingga saat ini, sebanyak 74 persen dari total propinsi Sulawesi Utara telah dikapling untuk pertambangan emas.”Riset ini juga memberi perhatian pada pemanfaatan ruang untuk perkebunan sawit. Konsesi untuk sawit ini mengalami kenaikan hampir di seluruh wilayah di Sulawesi. Secara nasional penguasaan perkebunan besar pada tahun 2008 didominasi oleh perkebunan sawit yang mencapai 4,5 juta hektar atau sekitar 79 persen dari luasan perkebunan yang ada.“Luas perkebunan sawit dikuasai oleh perkebunan besar sebanyak 61 persen dan hanya 39 persen yang dikuasai oleh rumah tangga petani. Menurut Data Ditjen Perkebunan, areal perkebunan sawit tersebar di 17 provinsi meliputi Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua.”Khusus untuk Sulawesi, di Sulawesi Barat luas perkebunan sawit mencapai 1,66 juta hektar. Izin perkebunan sawit sebanyak 19 izin dengan luas lahan 102 ribu hektar.Di Sulbar sendiri terdapat sekitar 153 Daerah Aliran Sungai (DAS). Berdasarkan peta analisis diketahui bahwa 19 DAS dengan total luasan 902 ribu hektar terancam tercemar limbah dari pabrik CPO. DAS yang terancam oleh tambang diperkirakan seluas 1,03 juta hektar meliputi 60 DAS." "Sulawesi Alami Krisis Ruang, Tambang Mendominasi","Tidak hanya berdampak pada krisis ruang, keberadaan tambang juga ternyata berdampak bagi kualitas kesehatan di daerah sekitar tambang. Ada dua lokasi yang menjadi contoh dalam riset ini yaitu di Kabupaten Maros, Sulsel dan di Pomala, Kolaka, Sultra.Di Kabupaten Maros, penderita penyakit Infeksi Saluran Pernafasan (ISPA) hingga tahun 2013 berjumlah 10.885 orang. Sementara di Pomala, Kolaka, Sultra, berdasarkan hasil penelitian Puspaham dan Walhi Sutra menunjukkan adanya peningkatan jumlah penderita ISPA, TB Paru selama periode 2005-2009. Pada tahun 2009, penderita ISPA telah mencapai 20.588 orang.Wilayah Kelola Rakyat dan Penyingkiran PetaniRiset ini juga membahas tentang wilayah kelola rakyat dan penyingkiran petani. Hasil Pemetaan Partisipatif (PP) di Pulau Sulawesi yang terdokumentasi seluas 829.659 ha yang sebagian besar tersebar di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan.Berdasarkan hasil tumpang susun wilayah pemetaan partisipatif dengan semua ijin konsensi yang ada di Pulau Sulawesi diperoleh hampir setengah dari wilayah PP tersebut tumpang tindih atau sekitar ijin konsesi pertambangan, migas, perkebunan dan kehutanan. Sekitar 43,5 persen wilayah masyarakat yang tumpang tindih dengan ijin tambang, 6 pesen tumpang tindih dengan ijin migas, 4,3 persen tumpang tindih dengan HGU termasuk di dalamnya ijin perkebunan sawit dan HPH sebesar 3 persen.“Proses pelepasan atau penurunan produktivitas petani terhadap lahan tidak hanya disebabkan secara langsung oleh pengkaplingan ruang untuk ijin atau penetapan kawasan hutan, melainkan turut disebabkan dari dampak pengelolaan ijin usaha ektraksi sumberdaya alam skala luas yang mendorong terjadinya bencana alam maupun krisis air.”" "Sulawesi Alami Krisis Ruang, Tambang Mendominasi","Seperti diketahui, 60 persen rumah tangga di Sulawesi merupakan rumah tangga pertanian dimana 26,04 persen merupakan rumah tangga buruh tani. Dari hasil pengolahan data sebaran persentase keluarga pertanian, keluarga buruh pertanian, dan ijin IUP menunjukkan adanya korelasi yang cukup signifikan perubahan sumber pendapatan utama rakyat pedesaan akibat perluasan konsesi industri ekstraktif skala luas.“Pada sebagian kasus, kehadiran konsesi industri ekstraktif menyebabkan penurunan jumlah rumah tangga pertanian disatu sisi dan disisi lain menambah jumlah keluarga buruh tani di pedesaan.”Menurut Deny Rahadian, Direktur JKPP, pemilihan Pulau Sulawesi sebagai daerah sasaran riset karena bentuknya yang unik. Secara bentang alam bentuknya tipis, bentang alamnya lengkap, bayak pegunungan yang tinggi, ada dataran, pesisir dan pulau-pulau kecil.“Di antara bentuk tipis tersebut, intervensi dan masuknya investasi yang berskala besar cukup banyak karena potensi sumber daya alam yang melimpah, tambang, perkebunan dan lainnya,” katanya.Menurutnya, hasil riset ini memang menunjukkan bahwa Pulau Sulawesi cukup krisis dalam hal penguasaan ruang dilihat dari penggunaan ruang yang ada. Dari seluruh luas Pulau Sulawesi, hanya 37 persen yang dialokasikan untuk masyarakat dan itu pun kemudian banyak bermasalah dengan kawasan-kawasan hutan.“Dengan hasil temuan dan fakta yang telah dijelaskan tadi menunjukkan adanya masalah besar di sini, sehingga kemudian kami menyampaikan sejumlah rekomendasi sebagai bagian dari solusi.”JKPP merekomendasikan pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota agar segera menyelesaikan tumpang tindih alokasi ruang dan konflik agraria akibat kebijakan dan praktek ekstraksi sumberdaya lahan di wilayah kelola masyarakat.“Kami juga merekomendasikan segera bentuk badan penyelesaian konflik ruang dan sumberdaya alam dan revisi RTRWP dan RTRWK di tingkat provinsi yang bersifat ad-hoc dan sistematis,” katanya." "Sulawesi Alami Krisis Ruang, Tambang Mendominasi","JKPP juga merekomendasikan pemerintah melibatkan secara penuh partisipasi rakyat dan organisasi masyarakat sipil di wilayah konflik dalam menata ulang hak penguasaan dan pengelolaan wilayah kelola dan sumberdaya alam secara lestari dan berkelanjutan.Selain itu, juga diperlukan komitmen politik pemulihan krisis atas ruang tertuang dalam dokumen kebijakan dan RPJMD di suluruh pemerintah daerah.“Terakhir, kami mendorong agar seluruh instansi pemerintah terkait di tingkat pusat dan daerah untuk dapat mengintegrasikan peta dari hasil pemetaan patisipatif dan perencanaan tata guna lahan berkelanjutan secara partisipatif dalam perumusan perencanaan pembangunan wilayah.” [SEP]" "Inilah Empat Primata Endemik Kepulauan Mentawai. Apa Keunikannya?","[CLS] Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat merupakan salah satu pulau terindah di Indonesia yang patut dikunjungi. Terdiri dari empat pulau besar yaitu Siberut, Sipora, Pagai Selatan dan Pagai Utara serta terdapat 94 buah pulau kecil, menjadikan Mentawai pulau  yang sangat indah dan menjadi tujuan wisata.Sebagai pulau terluas diantara tiga pulau lainnya, Pulau Siberut memiliki kekayaan jenis tumbuhan dan satwa endemik, sehingga sering menjadi tempat penelitian. Tercatat ada 846 jenis tumbuhan, dari 390 genus dan 131 suku, meliputi pohon, semak, herba, liana dan epifit. Sebanyak 503 jenis tumbuhan diantaranya dimanfaatkan oleh masyarakat untuk bahan obat tradisional.Pulau Siberut menjadi kawasan yang fenomenal dan unik karena tingkat endemisitas yang sangat tinggi yaitu 15% flora dan mencapai 65% untuk mamalia. Dari 29 mamalia yang tercatat di Pulau Siberut terdapat 21 spesies endemik. Empat diantaranya jenis primata yang hanya dimiliki oleh Kepulauan Mentawai yaitu bilou atau siamang kerdil (Hylobates klosii), simakobu atau monyet ekor babi (Simias concolor), bokkoi atau beruk mentawai (Macaca pagensis), dan joja atau lutung mentawai (Presbytis potenziani).Bilou atau siamang kerdil (Hylobates klosii) merupakan jenis primata yang paling terkenal di Mentawai. Bilou memiliki bulu-bulu yang jarang berwarna hitam gelap dan terdapat selaput antara jari kedua dan ketiga. Primata monogami ini hidup secara berkelompok yang terdiri dari induk jantan dan betina dengan anak-anaknya yang belum dewasa, dengan satu keluarga rata-rata tiga sampai empat individu. Sedangkan jumlah anggota dalam satu kelompok dapat mencapai 11 individu." "Inilah Empat Primata Endemik Kepulauan Mentawai. Apa Keunikannya?","Sebagai jenis arboreal tertua yang masih hidup, bilou merupakan jenis primata yang paling banyak menghabiskan waktu di atas pohon yang tinggi (lebih dari 20 meter) dengan pakan yang disukainya adalah Ficus sp, nibung liana dan tangkai. Pekik bilou paling sederhana, lebih panjang dan bervariasi diantara pekikan jenis kera arboreal lainnya.Siamang kerdil ini jarang turun ke tanah, karena termasuk satwa yang pergerakannya banyak menggunakan lengan-lengan yang panjang untuk berpindah/melompat dari satu pohon ke pohon yang lain sehingga sulit bergerak di permukaan tanah. Karena arboreal, menjadikan bilou jenis primata yang hidupnya paling dipengaruhi oleh kegiatan penebangan hutan.Primata Arboreal UnikSedangkan joja atau lutung mentawai (Presbytis potenziani) mempunyai bentuk yang paling indah diantara primata endemik, dengan punggung hitam berkilat, bagian perut berwarna coklat tua, putih sekitar muka dan leher dan ekor yang panjang dan hitam seperti sutera.Meskipun termasuk dalam genus tropis Asia yang besar dan menyebar luas, joja memiliki keunikan dalam banyak hal. Betina dewasa dan jantan pasangannya ikut serta dalam pekikan dan peragaan tantangan terhadap kelompok lain, tidak seperti kera arboreal jenis lainnya, karena hanya jantan saja yang melakukan kedua hal tersebut.Joja biasanya mengeluarkan bunyi sebelum fajar dan dijadikan sebagai tanda teritori kelompoknya sehingga kelompok-kelompok binatang lainnya dapat menghindarkan diri. Primata arboreal sejati ini, hampir sepanjang hidupnya tinggal di pohon dan jarang sekali turun ke tanah. Makanannya terdiri dari setengahnya berupa buah-buahan, 35% daun-daun dan 15% biji-bijian, kacang, bunga dan materi tumbuhan lainnya.Bekantan Mentawai" "Inilah Empat Primata Endemik Kepulauan Mentawai. Apa Keunikannya?","Simakobu atau monyet ekor babi (Simias concolor) termasuk kedalam keluarga bekantan. Tetapi simakobu sangat berlainan dari bekantan dan semua bentuk monyet lainnya karena ekornya yang pendek menyerupai ekor babi, badan yang gemuk pendek dan anggota-anggota badan yang sama panjang. Ada dua jenis warna bulu simakobu yaitu kelabu tua dan keemasan.Primata ini juga arboreal, hidup di atas pohon dan memakan daun-daunan. Simakobu hidup dalam satu kelompok yang terdiri dari 1 betina, 1-5 jantan dewasa dan anak-anak. Jantan dewasa memiliki ukuran yang lebih besar dari betina dewasa dan memiliki gigi taring dua kali lebih panjang dari gigi taring betina dewasa.Monyet ekor babi sangat mudah diburu. Seekor simakobu seringkali melarikan diri dalam jarak dekat saja dan kemudian duduk bersembunyi dalam kanopi sehingga menjadi sasaran empuk bagi pemburu. Simakobu diburu dua kali lebih banyak dari jenis lainnya. Jika satu kelompok melarikan diri, betinanya akan tertinggal dibelakang sehingga betina jenis Simakobu lebih sering dibunuh dari pada jantannya.Beruk MentawaiBokkoi atau beruk Mentawai (Macaca pagensis) sangat erat hubungannya dengan beruk yang ada di Sumatera, Kalimantan dan benua Asia Tenggara, tetapi mempunyai warna bulu yang lebih gelap yang kontras sekali dengan bagian pipi yang putih serta pekik yang unik. Beruk ini tidak hanya hidup di pulau besar, tetapi juga hidup di pulau-pulau kecil seperti Pulau Siberut.Primata ini juga mengeluarkan bunyi sebelum fajar tetapi tidak menunjukkan pekikan teritori. Bokkoi jantan berulangkali mengeluarkan pekikan supaya terus berhubungan dengan anggota kelompoknya yang juga menjawab dengan jerit dan suara-suara yang biasa mereka keluarkan untuk tetap berhubungan satu sama lain dalam hutan lebat." "Inilah Empat Primata Endemik Kepulauan Mentawai. Apa Keunikannya?","Dalam satu kelompok Bokkoi terdiri dari 30 individu, umumnya terdiri satu jantan dengan dari 8-10 individu saja. Satu kelompok akan terabgi menjadi beberapa kelompok kecil untuk mencari makanan dan kembali bergabung pada waktu malam hari.Habitat bokkoi sangat luas, dari daerah mangrove ke hutan primer dipterocarpaceae dan hutan yang ditebang serta ladang pertanian dimana mereka sering menemukan makanan. Karenanya primata ini paling sedikit diselidiki. Dagingnya yang lezat, menjadikan primata ini sering diburu dan dikonsumsi di beberapa daerah.Populasi Cenderung MenurunDekan Fakultas Kehutanan Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat (UMSB), Yumarni,  yang ditemui Selasa (24/02/2015) menyebutkan pihaknya pada Juni 2014 telah melakukan monitoring populasi bilou, simakobu, bokkoi dan joja di enam titik dalam areal Taman Nasional Siberut. Dengan metode sistem jalur (line-transect), monitoring bertujuan mengetahui perubahan komunitas popuasinya. Hasilnya,  keempat primata itu masih dapat ditemukan, khususnya di daerah Bekemen, Matotonan, Kaleak, Sirisura, Sagalubek dan Saibi.“Sebaiknya harus ada kegiatan penelitian berupa studi populasi mengenai kualitas habitat dan ketersediaan pakan satwa ini di alamnya, agar memudahkan dalam melakukan monitoring terhadap perkembangan populasi primata endemik ini,” katanya.Yumarni mengatakan populasi primata itu, terutama bilou cenderung menurun, karena ancaman perburuan dari masyarakat setempat untuk kegiatan ritual adat dan prasyarat pengobatan oleh Sikerei (dukun Mentawai). Bokkoi dan simakobu merupakan hewan buruan saat upacara eneget yakni upacara yang menandai seorang anak laki-laki masuk fase dewasa. Biasanya si anak akan dibawa ke dalam hutan dengan membawa  panah serta busur sebagai alat untuk berburu." "Inilah Empat Primata Endemik Kepulauan Mentawai. Apa Keunikannya?","Staf Hukum dan Kebijakan dari Yayasan Citra Mandiri Mentawai (YCMM) Pinda Tangkas Simanjuntak, mengakui adanya perburuan oleh masyarakat tapi hanya dilakukan satu kali dalam setahun yaitu pada saat bulan purnama dan hanya untuk kebutuhan ritual atau upacara adat semata.Sehingga dia membantah jika kepunahan primata endemik Mentawai itu disebabkan oleh aktifitas perburuan yang dilakukan masyarakat. Populasi primata itu menurun akibat berkurangnya tutupan lahan untuk operasional perusahaan kayu semenjak 1970-an di Kepulauan Mentawai. Primata endemik itu mungkin hidup dan berkembang di areal-areal konsesi perusahaan.Saat ini mungkin hanya dalam kawasan Taman Nasional Siberut saja populasi primata endemik Kepulauan Mentawai ini bisa bertahan, sebab tutupan hutannya masih terjaga dan pakannya pun tersedia. Pinda pesimis primata ini dapat berkembang baik di luar itu.Kepala Balai Taman Nasional Siberut, Toto Indraswanto kepada Mongabay pada Selasa (24/02/2015) mengatakan meski belum masuk dalam 14 jenis satwa dilindungi yang dalam Rencana Strategis Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) pada tahun 2009-2014, bilou termasuk dalam satwa yang dipantau perkembangannya.Pada Renstra PHKA tahun 2015-2019 yang meningkatkan 14 jenis menjadi 25 jenis satwa, bilou masuk sebagai satwa dilindungi yang akan dipantau perkembangannya khusus di kepulauan Mentawai. Pelaksanaan Renstra itu yang menargetkan peningkatan 10 persen populasi selama 5 tahun itu akan dievaluasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan." "Inilah Empat Primata Endemik Kepulauan Mentawai. Apa Keunikannya?","Sedangkan Biodiversity and Forest Carbon Spesialist Fauna and Flora International (FFI) Joseph Adiguna Hutabarat, mengatakan jumlah populasi bilou bervariasi, tergantung pada metode sampling yang digunakan, areal yang menjadi fokus penelitian dan kondisi pada saat dilakukan penelitian. Dari hasil penelitian populasi bilou yang dilakukan oleh Chivers (1977) mencapai 84.000 ekor, Whitten (1980) mencapai 54,000 ekor, Paciulli (2004) mencapai 3,500 ekor, Whittaker (2005) mencapai 20,000 hingga 24,000 ekor, Quinten et al, (2009) mencapai 9,3 ‐7,6 ekor per kilometer persegi, Bismark (2006) mencapai  8,14 individu per km2, Höing et al. (2013) berkisar antara 28 – 60 ekor.Bilou yang berstatus terancam punah (endangered) menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN), kecenderungan populasinya menurun. Sedangkan data Global Forest Wacth menunjukkan perubahan tutupan lahan di Kepulauan Mentawai pada 2001 seluas 498,118 hektar, menjadi 486,543 hektar pada 2012, berkurang 1,052 hektar dengan tingkat deforestasi 0,21 persen setiap tahunnya.Melihat tingkat deforestasi yang kecil dan perburuan adat hanya sekali setahun, Joseph mengatakan populasi bilou turun akibat perdagangan satwa. Oleh karena itu, diharapkan adanya proteksi habitat dan sosialisasi pentingnya konservasi bilou kepada masyarakat. Juga perlu dilakukan penelitian untuk serta mengetahui kondisi populasi, sifat dan perilaku primata endemik tersebut. [SEP]" "Di Kalteng, Presiden Tegaskan (Lagi) Pentingnya Gambut Tetap Basah","[CLS] Kala peninjauan langsung kebakaran hutan dan lahan di Pulau Pisau, Kalimantan Tengah—yang dicapai lewat jalan darat dari Kalimantan Selatan–, Presiden Joko Widodo, kembali menegaskan soal menjaga gambut tetap basah lewat pembuatan sekat kanal. Gambut tetap basah ini guna mencegah kebakaran hutan dan lahan, seperti yang kini terjadi.  Solusi serupa ditegaskan berulang kali kala dia meninjau lokasi kebakaran, sejak di Sungai Tohor, Pulau Meranti, Riau, November 2014Pembuatan sekat kanal, katanya,  akan mengatasi ribuan hektar kebakaran hutan dan lahan gambut yang terjadi di Kalteng.Di Kalteng, Presiden datang ke Desa Jabiren, Pulang Pisau. Dia didampingi Menko Polhukam Luhut B. Pandjaitan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dan Panglima TNI Jendral Gatot Nurmantyo. Juga Kapolri Jendral Badrodin Haiti, Kepala BNPB Wilem Rampangilei.Siti Nurbaya, Menteri LHK mengatakan, kala rapat di tengah kepungan kabut asap itu, Presiden menegaskan mencegah kebakaran terulang satu-satunya cara dengan menjaga ekosistem gambut. Untuk lahan yang sedang terbakar dan terus meluas, Presiden meminta secepatnya diambil langkah. Kini, kebakaran hutan dan lahan di Kalteng diperkirakan mencapai 24.664 hektar.“Presiden menegaskan untuk secepat-cepatnya memadamkan api dengan pembasahan (gambut). Prinsipnya, rewetting ini  merupakan bagian dari langkah tata kelola ekosistem gambut,” katanya, dalam keterangan tertulis.Presiden juga memerintahkan Menteri Siti untuk mewajibkan perusahaan membuat embung-embung di dalam konsesi mereka. Tujuannya, kala terjadi kebakaran, perusahaan bisa cepat memadamkan api karena air tersedia.Noorhadi Karben, warga Desa Mantangi Hulu di Kapuas, tak terlalu yakin dengan solusi tawaran Jokowi. Desa itu bagian eks proyek era Presiden Soeharto yang membuka hutan besar-besaran di lahan gambut. " "Di Kalteng, Presiden Tegaskan (Lagi) Pentingnya Gambut Tetap Basah","Karben menilai, pembuatan sekat kanal tidak berdampak besar bagi pengurangan kebakaran hutan dan lahan gambut. Meskipun sekat kanal, air tetap mengering hingga mempercepat kebakaran kebun sawit di area kanal.Stephanus Alexander, akademisi dari Universitas Palangkaraya mengatakan, sekat kanal hanya upaya mempertahankan air permukaan tersedia di lahan gambut. Bila kemarau lebih intensif, seperti saat ini, air permukaan cepat menghilang ke dalam tanah. “Lahan gambut menjadi cepat kering dan api mudah terjadi.” Cegah kebakaran pakai akuifer? Alexander menawarkan pemanfaatan akuifer untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan gambut di Kalteng.Akuifer adalah formasi geologi di dalam tanah yang mengandung air. Formasi ini signifikan mampu mengalirkan air dalam kondisi alaminya. Saat kemarau, air di formasi tak pernah mengalami penurunan volume.“Air inilah yang bisa kita manfaatkan memadamkan api,” kata Anjelina Vuspitasari, mahasiswi yang membuat penelitian soal ini.Syamsul Hadi, Ketua Komisi C DPRD Kalteng mengungkapkan rencana pembuatan sumur-sumur bor di sekitar lahan gambut yang berpotensi terbakar sebagai rekomendasi kepada Pemerintah Kalteng. Rencana ini diungkapkan saat rapat dengar pendapat bersama Gerakan Anti Asap Kalimantan Tengah dan BPBD (8/9/15). “Penelitian akademisi kami jadikan rujukan.” [SEP]" "Nautilus, Chepalopoda Purba Yang Tersisa","[CLS] Nautilus yang satu ini bukanlah nama sebuah kapal selam milik Kapten Nemo, sang petualang di novel  20,000 Leagues Under the Sea. Nautilus yang satu ini adalah salah satu moluska yang telah ada sejak jutaan tahun yang lalu.Catatan dari fosil yang telah ditemukan menunjukkan bahwa nautilus tidak berevolusi banyak selama 500 juta tahun terakhir. Bahkan spesies tertentu mencapai lebih dari 2,5 meter (8 kaki 2 inch) ukurannya. Dari masa ke masa hanya ukurannya lah yang banyak berubah, sampai sekarang hanya sebesar kira-kira 20 cm saja.Nautilus mempunyai bentuk yang mirip dengan bentuk umum untuk cumi-cumi, dengan kepala yang menonjol dan tentakel, yang panjang, lembut, dan fleksibel. Nautilus biasanya memiliki lebih banyak tentakel dari cephalopoda lainnya. Jumlahnya bisa mencapai hingga sembilan puluh tentakel.Tentakel ini dibagi menjadi dua lingkaran dan, tidak seperti tentakel cumi lainnya, mereka tidak memiliki pengisap, dan berdiferensiasi serta ditarik. Radula yang luas dan khas memiliki sembilan gigi.Nautilus memiliki dua pasang insang. Ini adalah satu-satunya sisa-sisa metamerism leluhur yang terlihat dalam cumi yang masih ada. Tentakel menempel pada mangsa berdasarkan permukaan bergerigi mereka.  Nautilus memiliki pegangan yang kuat, upaya untuk mengambil objek yang sudah tertangkap oleh nautilus mungkin akan merobek tentakelnya, dan tetap melekat erat pada permukaan objek.Mulutnya seperti paruh burung beo yang terdiri dari dua rahang yang masing-masing mampu merobek hewan makanannya, yang sebagian besar berupa krustasea, ikan dan beberapa mahluk lainnya.Nautilus Jantan Dan BetinaNautilus jantan dapat dibedakan dari betinanya dengan memeriksa susunan tentakel di sekitar kerucut bukalnya. Nautilus jantan memiliki organ gagang (berbentuk seperti paku atau sekop) terletak di sisi kiri dari kerucut sehingga terlihat tidak teratur. Sedangkan kerucut bukal betina berbentuk bilateral simetris." "Nautilus, Chepalopoda Purba Yang Tersisa","Seperti semua cephalopoda, darah nautilus mengandung hemocyanin, yang biru. Dan tidak seperti kebanyakan cephalopoda, nautilus tidak memiliki kantung tinta dan hanya bergantung pada cangkangnya untuk perlindungan dari para predatornya.Nautilus pompilius adalah spesies terbesar dalam genus nautilus. Salah satu bentuk yang terbesar dengan ukuran 26,8 cm ditemukan dari barat laut Australia, pernah disebut sebagai Nautilus repertus. Namun, sebagian besar spesies nautilus tidak pernah melebihi 20 cm.Macromphalus nautilus termasuk nautilus kecil, dengan ukuran 16 cm. Nautilus pompilius suluensis dari laut Sulu  menjadi nautilus terkecil dengan diameter cangkang rata-rata 11,5 cm.Nautilus merupakan satu-satunya cumi hidup yang mempunyai tulang tubuh eksternal berfungsi sebagai cangkang. Hewan ini dapat menarik badan sepenuhnya ke cangkang dan menutup pembukaan dengan hood kasar, yang terbentuk dari dua tentakel khusus yang dapat dilipat.Cangkangnya berbentuk melingkar, aragonitic, nacreous dan tahan tekanan. Walaupun cangkangnya tidak tahan pada kedalaman tertentu dan akan  meledak pada kedalaman sekitar 800 meter (2.600 kaki). Cangkang nautilus terdiri dari dua lapisan yaitu matte lapisan luar berwarna putih, dan lapisan dalam warna-warni putih mencolok. Cangkang paling dalam berwarna pearlescent biru-abu-abu.Mutiara Osmena, meski bernama mutiara, tetapi perhiasan ini berasal berasal dari bagian cangkang nautilus. Secara internal, cangkang terbagi menjadi beberapa ruang (camerae), dengan mode kamuflase bernama countershading. Cangkang nautilus adalah salah satu contoh alami terbaik dari spiral logaritmik, meskipun tidak spiral emas.Hewan kuat tekanan" "Nautilus, Chepalopoda Purba Yang Tersisa","Untuk berenang, nautilus menarik air ke dalam dan keluar dari ruang dengan hyponome, yang menggunakan jet. Nautilus juga memiliki kemampuan yang sangat langka untuk menahannya jika dibawa ke permukaan dari habitat alami di laut dalam tanpa menderita kerusakan. Sedangkan ikan atau krustasea yang hidup di laut dalam pasti akan mati seketika ketika di bawa ke permukaan, karena tekanan yang berbeda. Nautilus yang akan tidak akan  terpengaruh meskipun perubahan tekanan sebanyak 80 atmosfer.Sampai saat ini, belum diketahui bagaimana hewan eksotis ini mempunyai kemampuan bertahan dari tekanan. Meskipun memiliki struktur berlubang, vena cava diduga menjadi organ yang mendukung kemampuan itu.Tidak seperti cumi lainnya, nautilus tidak memiliki penglihatan yang baik. Struktur matanya berkembang tetapi tidak memiliki lensa yang solid. Mereka memiliki  lubang jarum mata sederhana yang terbuka terhadap lingkungan. Nautilus diduga menggunakan penciuman sebagai alat untuk mencari makan atau mengidentifikasi calon pasangan. Telinga dari nautilus yang terkandung dalam struktur disebut otocyst terletak tepat di belakang ganglia pedal, berbentuk oval padat dengan elips kristal kalsium karbonat.Nautiluses lebih dekat kekerabatannya dengan cumi pertama yang muncul sekitar 500 juta tahun yang lalu dari pada cumi modern awal yang muncul mungkin 100 juta tahun kemudian (ammonoids dan coleoids). Mereka memiliki otak yang lebih sederhana, dan bukan otak yang kompleks besar seperti gurita, cumi-cumi ataupun sotong. Namun sistem saraf Cephalopoda sangat berbeda dari hewan lain.Reproduksi NautilusNautiluses berkembang biak dengan bertelur. Betina akan melampirkan telur yang telah dibuahi di batu pada perairan dangkal. Telur itu membutuhkan waktu 8 – 12 bulan untuk berkembang sampai 30 milimeter. Betina bertelur sekali per tahunnya dan meregenerasi organ reproduksi mereka." "Nautilus, Chepalopoda Purba Yang Tersisa","Pada tahap kematangan seksual, cangkang jantan menjadi sedikit lebih besar dari betina. Hampir semua penelitian menyebutkan jumlah jantannya lebih banyak 60 – 94 persen dibanding jumlah betina.Masa hidup nautilus dapat melebihi 20 tahun, ini adalah waktu yang sangat panjang untuk sebuah cephalopoda.  Namun, nautilus biasanya mencapai kematangan seksual ketika mereka berusia sekitar 15 tahunNautilus ditemukan di Indo-Pasifik, dari 30 derajat lintang utara sampai 30 derajat lintang selatan dan 90 derajat – sampai 175 bujur timur. Mereka mendiami lereng dalam terumbu karang. Nautilus juga biasanya menghuni kedalaman beberapa ratus meter.Nautilus dipercaya merupakanhewan nocturnal, atau aktivitasnya meningkat pada malam hari, termasuk berburu, kawin dan bertelur. Kedalaman terjauh di mana nautilus telah terlihat adalah 703 m  yaitu Nautilus Pompilius. Dan  hanya di Kaledonia Baru, Kepulauan Loyalty, dan Vanuatu terdapat nautilus yang diamati dalam air yang sangat dangkal yaitu 5 meter.  Hal ini disebabkan dinginnya air permukaan yang ditemukan di habitat ini belahan bumi selatan. Nautiluses umumnya menghindari suhu air di atas 25 ° C.Di beberapa daerah di Indonesia, nautilus ditangkap oleh nelayan untuk dikonsumsi dagingnya, dan diambil cangkangnya untuk dibuat suvenir atau produk perhiasan. Memang nautilus bukanlah hewan yang langka, tetapi karena habitatnya yang berada di laut dalam, maka nautilus jarang terlihat oleh para penyelam sekalipun. Dan karena itu pula, nautilus disebut hewaan yang langka dan dilindungi. Walaupun regulasi untuk perlindungan terhadap hewan  ini tetap diperlukan, mengingat nautilus termasuk ke dalam hewan purba dan untuk menghindari adanya over fishing. [SEP]" "Inilah Deklarasi Petani Demi Penyelamatan Bumi","[CLS] Berbagai perkumpulan petani dari daerah-daerah di Jawa Tengah, mendeklarasikan Jaringan Masyarakat Peduli Penyelamatan Ibu Bumi (JMPPIB) di Pendopo Taman Budaya Raden Saleh Semarang, Senin, (2/11/15). Organisasi ini wujud sikap atas makin banyak aspirasi masyarakat petani yang protes pertambangan yang bakal mengancam bumi.Gunretno dari Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng Utara (JMPPK) Pati mengatakan, pembentukan jaringan ini karena ancaman pada warga/petani yang langsung bersentuhan dengan dampak pertambangan, baik lahan garapan seperti sawah atau ladang hilang, maupun kerusakan alam.“Jadi kami merasa perlu membuat wadah, menyatukan seluruh aspirasi mempermudah upaya memperjuangkan hak-hak kami untuk tetap hidup makmur, sejahtera dan mandiri sebagai petani, sekaligus melindungi kelestarian alam,” katanya.Menurut dia, ada beberapa fakta melatarbelakangi aspirasi masyarakat, menolak pertambangan. Pertama, data Pusat Pengelolaan Ecoregion (PPE) Jawa, untuk pertanian, lahan sawah irigasi di Indonesia 4,1 juta hektar, 87.8% (3,6 juta hektar) di Pulau Jawa. Seharusnya, mendukung program ketahanan pangan nasional, Pulau Jawa harus bertumpu pertanian.“Yang terjadi justru banyak izin pertambangan baru keluar mengubah lahan pertanian menjadi lahan tambang. Alhasil makin menyempit lahan pertanian produktif.”Joko Prianto, JMPPK Rembang mengatakan, di Rembang, selain pabrik semen dan pertambangan batu kapur PT. Semen Indonesia, ada lebih 10 tambang batu kapur beroperasi. Hal ini, kontraproduktif dengan program ketahanan pangan Presiden Joko Widodo. Kondisi ini, katanya, kasat mata merusak karst dan mengancam cekungan air tanah (CAT). Padahal, CAT merupakan reservoir air guna menjamin pasokan air bagi pertanian maupun kebutuhan masyarakat." "Inilah Deklarasi Petani Demi Penyelamatan Bumi","Selain itu, karst Kendeng Utara Rembang banyak keragaman hayati, seperti di CAT Watuputih. Peniliti Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI), menemukan sejenis kalacemeti baru di sekitar area CAT. Di sana juga ada kelelawar dan walet yang akan pergi kalau tambang beroperasi.“Perlu penyelamatan Jawa secara umum dan kawasan karst. Melestarikan sejarah dan lingkungan berarti menjaga kesinambungan kehidupan kini dan masa depan,” kata Joko.Sedang di Blora, keluar izin pinjam pakai eksplorasi batu gamping dan batu lempung kepada PT. Artha Parama Indonesia, untuk industri pabrik semen. Adapun daerah eksplorasi adalah Kecamatan Tunjungan, Blora, Jepon dan Bogorejo seluas 2.154 hektar untuk batu gamping dan 743 hektar buat tanah liat. Di Kabupaten Grobogan, keluar izin eksplorasi batu gamping dan tanah liat di Desa Kemadoh Batur, Tawangharjo, dan Desa Dokoro, Kecamatan Wirosari, total 505 hektar untuk batu gamping dan 376,79 hektar tanah liat, kepada PT. Vanda Prima Listri.Di Kabupaten Pati, keluar izin lingkungan pabrik semen, PT. Sahabat Mulia Saksi (anak perusahaan PT. Indoement) 2.868 hektar di Kecamatan Kayen dan Tambakromo.Gunretno mengatakan, di wilayah Selatan, yakni Kebumen, keluar izin pertambangan PT. Medco Group, 271 hektar untuk batu kapur dan 231 hektar tanah liat. Izin di Kecamatan Buayan dan Rowokeling. Juga PT. Semen Gombong, anak usaha PT.Medco Energi, mengajukan izin tambang batu gamping di bentang alam karst Gombong Selatan. Di sana, terdapat lebih 200 gua bawah tanah yang membentuk jejaring mata air bawah tanah. Pegunungan karst di sana membuat 32 mata air tetap mengalirkan air sealama kemarau. Ini sumber air bersih dan pertanian warga 11 kecamatan di Kebumen. Di Kabupaten Wonogiri, izin eksplorasi batu gamping PT. Ultratech Mining." "Inilah Deklarasi Petani Demi Penyelamatan Bumi","Dari data ini terlihat gambaran ancaman karst dan sumber mata air warga. Belum lagi sengketa lahan baik pertanian, perkebunan maupun pemukiman buntut regulasi pertambangan tak baik.Jika tak ada tindakan penyelamatan, katanya, pangan terancam karena lahan pertanian menyempit. “Kami mengajak semua elemen bangsa berjuang bersama-sama, melakukan berbagai upaya penyelamatan alam, tidak hanya di Jawa, di seluruh Indonesia,” ajak Gunretno. [SEP]" "Konflik Masyarakat Adat Vs Perusahaan Berlanjut, Mengapa?","[CLS] Hasil kajian Forest Peoples Programme (FPP), menyebutkan,  nasib masyarakat adat di Indonesia yang turun temurun tinggal di sekitar kawasan hutan makin memprihatinkan. Faktor utama, karena pemerintah lemah dan tidak berpihak pada masyarakat adat.“Hutan mereka dirusak oleh perusahaan seperti sawit tanpa mempertimbangkan bagaimana nasib masyarakat adat disana,” kata Patrick Anderson, Policy Advisor FPP, kepada Mongabay, usai The Forests Dialogue, di Pekanbaru awal Mei 2015.Dia mengatakan, cara sejumlah perusahaan mengeksplorasi kawasan hutan, begitu brutal tanpa mempertimbangkan masyarakat yang hidup di dalamnya. “Terjadilah konflik berkepanjangan, tidak sedikit berujung kematian.”Menurut  Anderson, meskipun sudah mendapat izin pemerintah, perusahaan harus menghormati hak masyarakat adat sekitar atau kawasan hutan. “Harus dilihat ekologi, carbon, juga tapak masyarakat.”Dari sejumlah laporan mereka memperlihatkan, ada sejumlah perusahaan menyatakan akan berhenti merusak hutan karena banyak tekanan pasar dan investor. Namun,  komitmen itu hanya sebagian kecil, di lapangan, perusakan hutan dan konflik dengan masyarakat adat, cukup tinggi.Saat ini, katanya,  dunia konsen dengan perubahan iklim, dan tidak merusak hutan. Artinya, perusahaan di Indonesia, harus menjaga dan tak membuka kebun di hutan apalagi memiliki kualitas karbon tinggi seperti banyak pohon dan lahan gambut.“Konservasi tinggi bisa menjadi tempat habitat satwa terancam punah seperti harimau, badak dan gajah. Jika tidak disikapi serius, mereka semua akan mati. Perlindungan masyarakat adat yang mempertahankan hutan adat juga harus dilakukan.”Sebelum membuka lahan meskipun ada izin pemerintah, katanya, perusahaan harus mendapatkan izin masyarakat adat.“Jangan hanya karena mengantongi izin pemerintah, terus mengabaikan hak masyarakat adat. Itu tidak adil. Kami mengecam itu,” katanya." "Konflik Masyarakat Adat Vs Perusahaan Berlanjut, Mengapa?","Pengabaian masyarakat adat menyebabkan konflik, salah satu PT Asia Pulp Paper (APP) di Riau, yang memperluas HTI.  Mesikpun masyarakat punya kebun dan rumah, tanah itu diambil perusahaan.Dalam  pertemuan dengan APP, diakui dalam konsesi mereka, dari 2,5 juta hektar izin, ada 500 desa terdampak HTI. Perusahaan menyatakan siap mediasi. Anderson merasa heran, karena  perusahaan raksasa tetapi tak mempertimbangkan pembukaan lahan lestari dan memperhatikan hak-hak masyarakat adat.FPP juga meneliti di Kalimantan Barat, soal beberapa perusahaan sawit yang membuat perjanjian penyewaan lahan. Warga merasa tertipu karena lahan adat tak kembali malah menjadi hak guna usaha.“Ini kenyataan, ketika masyarakat menandatangani dan melepas tanah, lahan tidak bisa kembali meski HGU perusahaan habis. Masyarakat menganggap ini penipuan, luas mencapai ribuan hektar.”Menurut dia, dalam konsep plasma inti, diberikan lahan 10 hektar dan dua hektar bisa ditanam. Kasus masyarakat adat di Kapuas Hulu, mereka harus menandatangani berkas, tetapi di lapangan berubah, karena bagian tanah masuk high carbon stock. Perusahaan, katanya,  malah mengubah lahan masyarakat adat jadi perkebunan.“FPP ingin perusahaan menjalankan konsep tepat dan baik. Tidak boleh pemaksaan, silakan jika ada masyarakat mau ikut dan tidak. Itu harus dihormati perusahaan. Jangan mereka anggap mendapatkan izin pemerintah terus sewenang-wenang tanpa menghormati masyarakat adat.”MK-35UU Kehutanan digugat ke Mahkamah Konstitusi. Salah satu keputusan MK menyatakan hutan adat bukan hutan negara. “Sudah seharusnya dijalankan.”Namun, selama dua tahun putusan MK, belum ada implementasi. Hal ini, katanya, menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah baru agar memproses penetapan kawasan hutan. “Mana hutan adat dan mana hutan negara.”" "Konflik Masyarakat Adat Vs Perusahaan Berlanjut, Mengapa?","Anderson menjelaskan,  luas kawasan hutan Indonesia sekitar 70% daratan. Dengan jumlah itu, diperkirakan lebih 120 juta hektar kawasan hutan, dengan sekitar 33.000 an desa. Artinya, jika rata-rata 2.000 jiwa, ada 70 juta jiwa lebih manusia tinggal dan mengelola kawasan hutan.“Pemerintah harus melaksanakan putusan MK dan siap kerjasama implementasi di lapangan. Ada indikasi, pemerintah baru melalui administrasi mau berubah memperbaiki kondisi ini. Ada tujuan dan niat baik, tetapi harus bekerja keras.” [SEP]" "Reklamasi Teluk Palu Tetap Jalan Meski Dapat Peringatan Ombudsman. Mengapa Begitu?","[CLS] Reklamasi Teluk Palu, terus berjalan. Meski sebelumnya Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi Tengah telah mengirimkan surat rekomendasi kepada pemerintah Kota Palu agar menghentikan penimbunan pantai di pusat kota tersebut.Aries Bira, Manager Advokasi dan Kampanye Walhi Sulteng mengatakan, bahwa pemerintah Kota Palu abai terhadap dua undang-undang. Pertama, Undang–undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia pasal 1 ayat (7). Poin kedua, kata Aries, yaitu pemerintah dianggap melanggar Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pasal 351 ayat (4).“Penjelasan pada ayat (5), kepala daerah yang tidak melaksanakan rekomendasi Ombudsman sebagai tindak lanjut pengaduan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (4), diberikan sanksi berupa pembinaan khusus pendalaman bidang pemerintahan yang dilaksanakan oleh kementerian, serta tugas dan kewenangannya dilaksanakan oleh wakil kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk,” ungkap Aries dalam pernyataan yang dikiriman kepada Mongabay, Senin (29/06/2015).Menurutnya, pemerintah selama ini tidak pernah terbuka dalam rencana reklamasi Teluk Palu. Contohnya, reklamasi di Kelurahan Lere atau wilayah eks Taman Ria yang diduga luasannya bukan hanya 24 hektar. Dan yang terbaru, kata Aries, reklamasi pantai dilakukan di depan patung kuda, salah satu ikon Kota Palu.“Untuk itu kami mengharapkan pemerintah Kota Palu lebih terbuka dalam perencanaan  reklamasi sebagai bagian dari implementasi pemerintahan yang baik,” kata Aris." "Reklamasi Teluk Palu Tetap Jalan Meski Dapat Peringatan Ombudsman. Mengapa Begitu?","Sebelumnya, pada 31 Oktober 2014, Ombudsman Perwakilan Sulawesi Tengah telah melayangkan surat ke Walikota Palu, perihal saran pelaksanaan reklamasi pantai Teluk Palu. Dalam surat itu disebutkan, Ombudsman telah meminta keterangan beberapa pihak seperti Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Palu, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Palu dan provinsi, Perusahaan Daerah Kota Palu yang menjalankan reklamasi, para ahli, serta melakukan dialog terbuka dengan menghadirkan instansi terkait, mahasiswa, dan masyarakat.Menurut Ombudsman, telah ditemukan adanya mal-administrasi dalam pelaksanaan reklamasi Teluk Palu. Antara lain, sesuai Keputusan Walikota Palu Nomor : 650/2288/DPRP/2012 tanggal 10 Desember 2012 tentang penetapan lokasi pembangunan sarana wisata di Kelurahan Talise, Kecamatan Mantikulore, pada poin ketiga huruf c.Hal ini tentunya bertentangan dengan izin pelaksanaan reklamasi nomor: 520/3827/Disperhutla yang diterbitkan 23 Desember 2013 tentang rencana peruntukan lokasi sebagai kawasan Central Business Equator Commerce Point.Berdasarkan pertimbangan tersebut, Ombudsman Sulawesi Tengah memberikan saran kepada Walikota Palu agar menghentikan proses pelaksanaan reklamasi pantai Teluk Palu guna menghindari masalah hukum dan lingkungan. Serta, me-review seluruh dokumen reklamasi dan menyesuaikannya dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.“Reklamasi pantai di Kelurahan Talise oleh PT. Yaury Property Investama yang kami tahu belum dilakukan. Kabar terbaru, sudah dilakukan reklamasi di Kelurahan Lere oleh PT. Palu Mahajaya dan kami masih mempelajarinya,” kata Nasrun, Asisten Kepala Perwakilan Ombudsman Sulawesi Tengah, kepada Mongabay.KeliruGubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola, dikutip dari kabarselebes.com, mengatakan bahwa ia mengakui apa yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Palu soal reklamasi pantai adalah hal yang keliru." "Reklamasi Teluk Palu Tetap Jalan Meski Dapat Peringatan Ombudsman. Mengapa Begitu?","Menurut Longki, sudah menjadi kewenangan dan tanggung jawab pemerintah provinsi untuk membina pemerintah Kota Palu terkait reklamasi pantai, namun perlu tindak lanjut dan mempelajari hal tersebut.“Persoalan kewenangan itukan ada dimasing-masing wilayah, paling kita bisa memperingatkan Walikota bahwa apa yang Anda lakukan itu adalah keliru.”Longki Djanggola menerima surat dari Kementerian Dalam Negeri perihal rencana reklamasi pantai Teluk Palu, pada 26 November 2014. Dalam surat yang ditandatangani oleh Muhamad Marwan selaku Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah, salah satu poin yang disebutkan adalah kegiatan reklamasi pantai harus mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 122 tahun 2012 tentang reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.Untuk itu, penentuan lokasi reklamasi dilakukan berdasarkan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) provinsi, kabupaten, dan kota, atau sesuai RTRW provinsi, kabupaten, dan kota. Poin lainnya adalah kepala daerah wajib melaksanakan rekomendasi Ombudsman sebagai tindak lanjut pengaduan masyarakat.Merespon surat itu, gubernur mengirimkan surat ke Walikota Palu tertanggal 23 Desember 2014. Dalam surat itu disebutkan, berdasarkan pertimbangan peraturan yang ada, rencana detil tata ruang kawasan reklamasi pantai dapat disusun apabila sudah memenuhi persyaratan administrasi, seperti RTRW yang sudah ditetapkan melalui peraturan daerah dan mendeliniasi kawasan reklamasi pantai, serta lokasi reklamasi pantai sudah ditetapkan dalam SK bupati atau walikota, baik yang akan direklamasi atau sudah dilakukan. Syarat lainnya, ada studi kelayakan tentang pengembangan kawasan reklamasi pantai atau kajian kelayakan properti dan studi investasi, serta studi amdal kawasan regional.“Kegiatan reklamasi pantai Teluk Palu dilaksanakan sesuai dengan RTRW Kota Palu dan atau sesuai ketentuan yang berlaku,” tulis Longki dalam suratnya. [SEP]" "Normalisasi untuk Cegah Banjir Ciliwung, Jalan Efektif atau Jadi Masalah Baru?","[CLS] Ciliwung saat ini sangat dikenal masyarakat, namun lebih sebagai sungai yang selalu terkait dengan banjir di Jakarta. Rencana Kemenpera dan Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane untuk melakukan normalisasi sungai (pembetonan) pinggir kali Ciliwung dianggap tidak menyelesaikan masalah, bahkan menimbulkan masalah baru. Bagaimana perkara sebenarnya?Secara utuh, Ciliwung memiliki luas sekitar 38.610 hektar yang membuatnya dibagi dalam tiga sub daerah aliran sungai (DAS). Ciliwung hulu seluas 15.251 ha (Kab. Bogor dan Kota Bogor), Ciliwung tengah seluas 16.706 ha (Kab Bogor, Kota Bogor, Depok, dan Bekasi), serta Ciliwung hilir seluas 6.295 ha (DKI Jakarta).Saat ini, kawasan hutan yang merupakan regulator alami tata kelola air tersisa di DAS Ciliwung hanya tersisa 9,7 persen atau seluas 3.693 hektar. Padahal, bila bicara luasan ideal ruang hijau, harusnya sekitar 30 persen dari luas Ciliwung itu sendiri.Menurut Djati Witjaksono Hadi, Direktur Perencanaan dan Evaluasi Pengelolaan DAS, Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial, permasalahan Ciliwung adalah lahan resapan air yang semakin menyempit.“Jika dikalkulasikan, lahan terbangun di DAS Ciliwung berupa permukiman dan gedung tersebut mencapai 72 persen,” jelas Djati beberapa waktu lalu di Bogor. Meskipun di wilayah DKI Jakarta, tercatat ada lima DAS lain yang turut berkontribusi terhadap banjir:  Angke – Pasanggrahan, Krukut – Grogol, Sunter, Cakung, dan Buaran.“Namun, DAS Ciliwung lah yang paling besar memberikan limpasan air sekitar 32,3 persen atau 11,4 juta meter kubik/jam. Bila dibandingkan Sunter yang berada diurutan sekitar 21,1 persen atau 7,46 juta meter kubik/jam tentunya masih jauh. “Inilah mengapa Ciliwung begitu ditakuti.”" "Normalisasi untuk Cegah Banjir Ciliwung, Jalan Efektif atau Jadi Masalah Baru?","Menurut Djati, kerusakan lahan tersebut dapat dipetakan dalam tiga bagian sesuai wilayah aliran Ciliwung. Untuk wilayah hulu, kerusakan kawasan disebabkan maraknya pembangunan villa dan pendirian bangunan tanpa izin. Wilayah tengah, dikarenakan adanya  pembangunan perumahan dan perkantoran. Sementara wilayah hilir, daerah ini dipastikan sudah tidak ada lagi ruang terbuka hijaunya dikarenakan padatnya bangunan perumahan di sempadan sungai.Karena daerah resapan yang sempit inilah mengakibatkan air hujan langsung menuju Ciliwung. Konsekuensinya adalah permukaan air akan meningkat dan banjir tidak dapat dihindari bila curah hujan benar-benar tinggi. Rencana Normalisasi Ciliwung Lewat Penurapan, Apakah Jalan Terbaik?Untuk menghindarkan banjir Jakarta, Pemerintah melakukan program dari menggalakkan pembuatan sumur resapan dan biopori (Bogor, Depok, DKI), menggalang gerakan Ciliwung bersih dari sampah, hingga pembangunan hutan kota (Depok dan DKI).Sesuai dokumen aksi multi pihak penanganan DAS Ciliwung untuk Pengendalian Banjir, secara bertahap Pemerintah akan menyelesaikan normalisasi sungai Ciliwung dengan target pembetonan (penurapan) sepanjang 19 km yang membelah Jakarta dari Jalan TB Simatupang hingga Manggarai. Dana yang dibutuhkan untuk lahan seluas 65 hektar itu adalah Rp 1,8 triliun.Pembangunan yang ditargetkan selesai 2016 itu terdiri dari empat rangkaian pembangunan yaitu Jalan Casablanca-Kampung Melayu (18 hektar), Kampung Melayu-Jembatan Kalibata (16 hektar), Jembatan Kalibata-Eretan Condet (16 hektar), serta Eretan Condet-Jalan T.B. Simatupang (15 hektar)." "Normalisasi untuk Cegah Banjir Ciliwung, Jalan Efektif atau Jadi Masalah Baru?","Bagi Sudirman Asun, pengamat dan aktivis Ciliwung bersih dari Ciliwung Institute, hal ini tidak akan menyelesaikan masalah malah akan kontradiktif. Pembetonan akan menghalangi resapan air dari daratan menuju sungai. Menurutnya, harusnya sempadan sungai yang kini dipenuhi bangunan permukiman warga yang dibebaskan untuk dijadikan ruang terbuka hijau. Bukan dibeton.Berbeda dengan pembetonan aliran Ciliwung lama maupun kanalisasi Kota Tua, penurapan di segmen TB Simatupang-Manggarai yang memiliki lansekap kontur lebih curam hanya akan membuat air lebih cepat mengalir masuk ke hilir daerah di Jakarta Pusat dan Jakarta Utara.Akan menjadi masalah, saat air yang masuk ke daerah hilir tidak dapat secara alamiah dibuang ke laut, karena permukaan laut yang lebih tinggi daripada permukaan air sungai. Pada saat pompa folder tidak berfungsi akibat aliran listrik yang diputus PLN, seperti yang terjadi di bulan Februari 2015 lalu, wilayah Jakarta Utara dan hingga Jakarta Pusat mengalami kebanjiran yang parah.Dalam jangka panjang air yang semakin cepat dialirkan ke hilir ditambah  track record kemampuan maintanance Pemprov DKI yang buruk  dalam perawatan pompa folder dan koordinasi dengan pihak lain, akan mengancam daerah Jakarta Pusat dan Jakarta Utara mengalami banjir lain yang lebih parah.Dari sisi sosial, maka dalam jangka panjang pun pembetonan pun hanya akan menambah masalah, saat warga ramai-ramai mengokupasi bantaran sungai untuk dihuni maupun untuk berusaha.Mengembalikan Fungsi Bantaran SungaiEko Kusratmoko, pakar geografi dan keteknikan dari Universitas Indonesia menyebutkan bahwa satu hal yang harus dipahami adalah sebagian besar wilayah Jakarta merupakan lahan basah berupa rawa. Fungsi utama rawa adalah pengatur dan penyimpan air, bukan sebagai daerah resapan." "Normalisasi untuk Cegah Banjir Ciliwung, Jalan Efektif atau Jadi Masalah Baru?","Sungai meluap atau biasa disebut banjir adalah suatu proses alamiah siklus ekologi pada sungai, hal ini dibuktikan ketika  Jakarta juga mengalami banjir sejak jaman Batavia dulu. Kini yang menjadi persoalan ketika banjir semakin sering terjadi dengan daya rusak lebih besar.“Masalahnya, rawa [di Jakarta] dialihfungsikan menjadi perumahan, hingga perkantoran menyebabkan air tidak terserap kala hujan deras menerjang. Banjir pun tidak terelakkan akibat air yang mengalir melebihi kapasitas daya tampung saluran yang ada,” jelasnya.Dengan bencana ekologis yang ada, maka penanggulangan juga harus dilakukan dengan pendekatan perbaikan ekologi seperti pemulihan tutupan hijau resapan air DAS (Daerah Aliran Sungai/ Watershed). Menurutnya, seharusnya jarak sepuluh meter dari tepian Ciliwung tidak diperbolehkan untuk bangunan. Mengingat kemiringan kali beresiko besar terjadinya longsor.Senada dengan Kusratmoko, Asun menyatakan harusnya konsep DAS yang diterapkan untuk normalisasi ini, yaitu air yang mengalir dari hulu Ciliwung diserap secara maksimal dan untuk selanjutnya dialirkan selambat mungkin. Caranya adalah dengan memperluas areal resapan air yaitu dengan menambah luasan ruang terbuka hijau atau juga memaksimalkan peran situ. “Jadi, mindset yang menganggap air itu sebagai sumber bencana diubah menjadi air sebagai sumber kehidupan,” jelasnya.Sepanjang aliran yang akan diturap beton yaitu TB Simatupang-Manggarai, sebenarnya masih cukup didominasi oleh kebun warga yang cukup rimbun. Penurapan pinggiran kali dikuatirkan akan menghadangi sirkulasi hidrologi resapan air tanah. Padahal seharusnya Pemerintah seharusnya merevitalisasi wilayah riparian sungai di wilayah yang akan diturap. Termasuk mengembalikan flora dan fauna yang ada sebagai pendukung ekosistem Ciliwung." "Normalisasi untuk Cegah Banjir Ciliwung, Jalan Efektif atau Jadi Masalah Baru?","Di sisi kiri kanan wilayah riparian Ciliwung zona Bogor – Depok berdasarkan penelitian merupakan habitat hidupan liar dimana tercatat 105 spesies dari 36 famili dapat dimaksimalkan perannya sebagai wilayah tangkapan air dan pengontrol erosi serta sedimentasi. Penguatan bantaran seharusnya dilakukan lewat pendekatan bio-engineering seperti beronjong (penguatan tebing dengan kawat berisi batu kali) dan penanaman pohon di sempadan sesuai dengan PP no 38/2011 tentang Sungai.“Betonisasi ini justru hanya mempercepat pemindahan air ke hilir. Padahal, persoalan ini harus dilihat secara menyeluruh, mulai dari hulu hingga hilir. Jangan dilakukan sepihak saja, persoalan ada di tata ruang, yang bermasalah itu wilayah Ciliwung hulu karena resapannya rusak,” jelas Asun mengakhiri pernyataaan. [SEP]" "Presiden: Harus Tegas Awasi dan Tegakkan Hukum buat Kejahatan Lingkungan","[CLS] Presiden Joko Widodo memimpin puncak peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2015 di Istana Kepresidenan Bogor pada Jumat (5/6/15). Kala itu, Jokowi mengatakan, soal tata kelola sumber daya alam memerlukan perhatian sangat khusus dan harus diikuti langkah tegas dalam pengawasan dan penegakan hukum terhadap tindak kejahatan lingkungan hidup.Menurut Presiden, komitmen-komitmen yang dibuat pemerintah harus diikuti langkah-langkah nyata di lapangan, baik pengaturan tata ruang dan membenahi tata kelola sumber daya alam yang mempunyai dampak negatif terhadap kualitas lingkungan hidup. “Terutama sektor pertambangan, kehutanan, dan kelautan,” katanya.Siti Nurbaya Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan, ungkapan Presiden menunjukkan pemerintah tak ada toleransi lagi terhadap kejahatan lingkungan.Dia mengatakan, fenomena di lapangan, bahwa, hampir di setiap kejahatan lingkungan hidup, yang terlibat pasti ada aparatnya. Karena itu, pemerintah memang dihadapkan pada kerja keras luar biasa.“Kita dihadapkan tantangan cukup dahsyat. Presiden bilang tidak boleh ada keraguan sedikitpun di jajaran KLHK. Kita akan maju terus. Kalau kita lihat memang beberapa hal sudah kita selesaikan. Kita akan terus lakukan yang terbaik.”Menurut dia, pada bulan-bulan pertama, KLHK didera persoalan internal karena penggabungan dua kementerian. Namun Siti meyakinkan, itu tidak terjadi lagi.Menurut Siti, jajaran KLHK harus berani mengidentifikasi jujur persoalan yang dihadapi dalam lingkungan hidup. “Ilegal logging masih ada meskipun bertemorfisis. Soal pertambangan mineral yang merusak lingkungan. Kita akan terus benahi.”Untuk mengatasi itu, dia berjanji membuka dialog selebar-lebarnya dengan publik. Tak ada lagi istilah sensitif terhadap LSM." "Presiden: Harus Tegas Awasi dan Tegakkan Hukum buat Kejahatan Lingkungan","“Hal baik kita petik dalam pertemuan di istana. Para penerima penghargaan kalpataru dan adiwiyata begitu lepas dan natural berinteraksi dengan bapak Presiden. Saya kira itu pertanda baik. Bahwa itulah model interaksi antara pemerintah dan rakyat. Kalau Presiden sudah seperti itu, kita harus membuka interaksi.”Siti mengatakan, keamanan sumberdaya alam merupakan bagian upaya membangun kekuatan dan menjaga ketahanan nasional bangsa. Jadi, keberlanjutannya harus dijaga.Pengembangan pola konsumsi dan produksi berkelanjutan, katanya,  telah masuk dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2015 – 2019. Dengan begitu, memungkinkan sinergi antarprogram pemerintah secara lebih terpadu seperti konservasi, pemanfaatan sumber daya hutan dan jasa ekosistem. Juga pengendalian pencemaran, produksi bersih, produk ramah lingkungan, sekolah berwawasan lingkungan sampai pengelolaan sampah.“Arahan ini menuntut kolaborasi dan sinergi kementerian maupun lembaga di pusat dan daerah, dunia usaha dan masyarakat.”Pada Jumat (5/6/15), Presiden atas nama pemerintah, menyampaikan penghargaan kepada individu, kelompok maupun perwakilan pemerintah daerah yang berprestasi di bidang lingkungan hidup. Penghargaan-penghargaan itu, yakni, Kalpataru, Adiwiyata Mandiri, serta penyusun status lingkungan hidup daerah terbaik. Khusus dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, ada penghargaan spesial bagi penyerah kakatua jambul kuning.Penghargaan lingkunganMalam hari,  di Balai Kartini, penghargaan diberikan langsung Menteri Siti Nurbaya.  “Ini dilaksanakan tiap tahun. Tahun ini terasa istimewa dengan pergantian kepemimpinan dan penggabungan kementerian,” kata Ilyas Asaad, Wakil Ketua Tim Dewan Penilai Kalpataru." "Presiden: Harus Tegas Awasi dan Tegakkan Hukum buat Kejahatan Lingkungan","Adapun para peraih penghargaan itu, yakni, penghargaan Kalpataru kategori perintis lingkungan antara lain, Dian Rossana Anggraini (Bangka Belitung), N. Akelaras (Sumatera Utara) dan Laing Usat (Kalimantan Utara).  Kategori pengabdi lingkungan Januinro dari Kalimantan Tengah, Mashadi (Jawa Tengah) dan Sri Partiyah (Jawa Timur).Kategori penyelamat lingkungan, Lembaga Adat Lekuk 50 Tumbi Lempur Jambi, LSM Tunas Hijau Jawa Timur dan Yayasan Bambu Indonesia Jawa Barat. Untuk pembina lingkungan,  Kamir Raziudin Brata (Jawa Barat) dan Sri Bebasari (Jakarta).“Selain empat ini, ada satu spesial, yaitu penghargaan bagi 122 orang yang menyerahkan kakatua jambul kuning ke posko KLHK,” katanya.Sedang penghargaan penyusunan SLHD 2014, yakni, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan dan Jambi. Untuk kabupaten kepada Dharmasraya, Lumajang dan Surabaya. Pemerintah juga memberikan penghargaan Adiwiyata Mandiri bagi 95 sekolah.Abadikan tokoh lingkunganDalam kesempatan sama, Siti menyampaikan, KLHK akan mengabadikan nama-tokoh tokoh lingkungan hidup di kementerian. Harapannya, bisa menumbuhkan semangat dan etos kerja di relung jiwa rimbawan KLHK.Nama-nama itu antara lain, Mantan Menteri Lingkungan Hidup Emil Salim dijadikan nama Gedung Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan di Serpong.  Soedjarwo jadi nama ruang auditorium Manggala Wanabakti. Hasrul Harahap jadi nama ruang rapat utama Manggala Wanabakti.Djamaludin Suryoadikusumo  jadi nama Gedung Museum dan Perpustakaan Manggala Wanabakti. Sarwono Kusumaatmadja jadi nama Gedung Pusat Ekoregion Jawa di Yogyakarta. Nabiel Makarim sebagai nama Gedung Pusat Ekoregion Bali Nustra di Denpasar. Rachmat Witoelar jadi nama Kantor Pusat Pengelolaan Ekoregion (PPE) Sulawesi Maluku di Makassar." "Presiden: Harus Tegas Awasi dan Tegakkan Hukum buat Kejahatan Lingkungan","Sujono Suryo menjadi nama Plasa Manggala Wanabakti. Rubini Atmawidjaja jadi nama Taman Nasional Way Kambas di Lampung,  Armana Darsidi jadi nama Gedung Serbaguna Manggala Wanabakti dan Lukito Daryadi  di Arboretum Manggala Wanabakti.”Kita betul-betul ingin menimba etos kerja dan semangat keteladanan kepemimpinan beliau-beliau.”Bersepeda untuk bumiMasih dalam rangkaian Hari Lingkungan Hidup, pada Minggu (7/6/15), KLHK mengajak masyarakat bersepeda bersama dengan tema “Bersepeda untuk Bumi.” Mulai di parkiran KLHK, Manggala Wanabakti berakhir di Bundaran Hotel Indonesia, bersama masyarakat Menko Perekonomian Sofyan Djalil, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dan para duta besar negara sahabat, sepedaan.Siti Nurbaya mengatakan, bumi makin padat dengan penghuni sekitar 7,2 miliar jiwa. “Konsumsi penduduk melebihi pasokan di bumi. Kualitas lingkungan hidup di banyak negara cenderung menurun. Perlu aksi mendesak seperti perubahan pola konsumsi dan produksi menuju hemat sumberdaya, berkualitas lebih baik dan melindungi lingkungan hidup,” katanya, dalam rilis kepada media. Gerakan bersepeda ini, katanya, akan mengurangi konsumsi energi bahan bakar dan mengurangi pencemaran udara perkotaan.Sofyan Djalil menambahkan, kesadaran masyarakat perlu dalam pemanfaatan sumberdaya secara maksimal dengan bijaksana. “Dibutuhkan pola konsumsi sesuai, misal mengambil makanan secukupnya tidak membuang makanan. Tekanan akan kebutuhan pertumbuhan makin meningkat seiring peningkatan ekonomi Indonesia namun tetap kita berkewajiban menjaga bumi dari kerusakan untuk alam lebih baik.”" "Presiden: Harus Tegas Awasi dan Tegakkan Hukum buat Kejahatan Lingkungan","“Bersepeda untuk Bumi” didukung Bike2Work dan UNDP, dan bergabung pula, Daniel Price yang sedang bersepeda dari Kutub Selatan menuju Paris dan Erlend Moster Knudsen. Dia akan berlari dari Kutub Utara menuju Paris untuk Kampanye Perubahan Iklim. Mereka diharapkan tiba di Paris saat pertemuan PBB tingkat tinggi terkait perubahan iklim (National Summit on Climate Change). “Penting peran Indonesia di forum internasional iklim global, sekaligus berpesan bahwa kita harus bekerjasama mencapai masa depan berkesinambungan,” kata Price.Price sempat singgah ke lokasi Program Kampung Iklim (Proklim) KLHK di Dukuh Serut, Bantul, Yogyakarta yang mengembangkan program pembuatan es batu oleh para nelayan yang memanfaatkan energi. Dukuh Serut menerima penghargaan Proklim 2012. [SEP]" "RSPO Larang GAR Buka Kebun Baru, Mengapa?","[CLS] Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) melarang salah satu anggota top mereka, Golden Agri-Resources (GAR) untuk memperoleh maupun mengembangkan kebun baru. Larangan ini sampai menunggu penyelesaikan kasus atas laporan Forest Peoples Programme (FPP), terhadap PT Kartika Prima Cipta (KPC),  anak usaha sawit Sinar Mas Grup ini di Kalimantan Barat, Indonesia.FPP pada 9 Maret 2015, melayangkan komplain ke RSPO yang menyebutkan, GAR telah mengabaikan beberapa standar RSPO dalam operasi perusahaan di Kalbar. Antara lain, tahun lalu GAR mengajukan perluasan perkebunan di 18 anak perusahaan di Kalimantan. Padahal, salah satu anak usaha,  KPC, mengambil tanah masyarakat tanpa persetujuan dan gagal melakukan penilaian kawasan bernilai-konservasi tinggi (high corservation value/HCV).Setelah mendapat pandangan dan GAR dan FPP, pada 15 April 2015, panel komplain RSPO pun menyatakan, GAR atau KPC tak mendapat persetujuan penuh masyarakat di wilayah konsesi untuk menggunakan lahan mereka buat perkebunan sawit. “Jadi, berdasarkan itu, semua pembangunan GAR/KPC dihentikan sampai penyelesaian pengaduan dan memberikan jawaban pada panen atas semua tuduhan. Kami menanti respon sampai 20 Mei 2015,” begitu bunyi surat RSPO yang ditandatangani Ravin Krishnan, selaku koordinator panel komplain RSPO pada 6 Mei 2015.Marcus Colchester, Penasehat Kebijakan Senior FPP mengatakan, Kartika Prima saja yang merupakan pilot project komitmen nol deforestasi GAR seperti itu. Hingga FPP mempunyai alasan untuk tak percaya pada anak usaha lain.Dia berharap, keputusan RSPO ini membuat GAR bernegosiasi dengan masyarakat yang lahannya diambil tanpa memperhatikan prinsip free, prior, and informed consent (FPIC).“Kami sangat mendorong RSPO menjunjung tinggi standar mereka. Kita harus menghilangkan semua perampasan tanah dari rantai suplai RSPO,” katanya dalam rilis kepada media." "RSPO Larang GAR Buka Kebun Baru, Mengapa?","Sebelum itu, survei lapangan FPP bersama organisasi lokal, LinkAR-Borneo, menemukan perusahaan mengajukan ekspansi operasi setelah mereka mengambil lahan warga tanpa persetujuan penuh, tak memenuhi penilaian HCV dan legalitas dipertanyakan. Hasil surveipun disampaikan dan perusahaan lamban merespon meskipun beberapa kali disuarakan, hingga akhirnya ke RSPO.Colchester mengatakan, GAR juga harus mengambil langkah maju untuk memperbaiki segala kekurangan dalam proses pengambilalihan lahan yang berdampak pada masyarakat. “Juga mendesak GAR harus menghormati komitmen mereka buat mengalokasikan 20% lahan buat petani skala kecil seperti yang telah dijanjikan.”Agus Sutomo, Direktur  Eksekutif LinkAR Borneo mengingatkan, pemerintah agar mencatat keputusan RSPO ini. Bahwa, penegakan hukum lemah dan membagi-bagi lahan masyarakat adat lewat izin buat kebun sawit tanpa meminta persetujuan mereka lebih dulu berdampak buruk bagi manusia, hutan dan Indonesia. [SEP]" "Ketika Para Seniman Ruwatan Sampah di Malioboro","[CLS] Ada botol mineral plastik diolah menjadi burung karya Sanggar Tiku tuk. Ada streofom bekas jadi robot oleh Kelompok Katanya. Ada juga batubata berbentuk sumur dan kaleng cat jadi bentuk tangan. Masih banyak lagi. Semua karya ini terbuat dari sampah.  Lewat karya ini, para komunitas dan seniman ingin menyampaikan pesan persoalan sampah dan lingkungan di Malioboro dan Yogyakarta.Gawe ini menjadi bagian pada acara tahunan “Festival Ruwahan Apeman Malioboro #VI, Ruwatan Sampah Cokro Manggilingan.” Festival ini diadakan menjelang puasa sekaligus ruwatan. Ruwat dalam bahasa Jawa berarti lepas atau terlepas. Harapannya, Jogja bisa bebas sampah.Rangkaian kegiatan festival yang berlangsung 5-14 Juni 2015 ini, ada sarasehan, workshop recycle sampah, sampai pameran patung recycle sampah. Pada 14 Juni akan ada kirab budaya,  menampilkan tiga gunungan. Ada satu gunungan berisi apem, gunungan sampah dan recycle sampah.Siska Florensia dari Tasik, Jawa Barat,  terlihat serius mengamati karya berbentuk ular hijau, terbuat dari ban bekas. “Kreatif dan keren semua karya dari barang bekas,” katanya.Karya cukup menarik perhatian dari Komunitas Satu Atap berjudul “Airku Habis Dipinjam Tetangga.” Karya ini menyampaikan kondisi pertumbuhan kota yang tidak memiliki blue print dengan melibatkan aspek lingkungan dan tanpa wawasan kedepan akan berdampak sumber mata air kurang. “Kekeringan musim kemarau dan banjir kala hujan menjadi masalah terus berulang,” tulis komunitas ini.Imam R Rastanegara, Ketua Panitia mengatakan, sampah jadi persoalan menjadi fokus mereka, khusus di Malioboro. “Dari keprihatinan itu digelarlah ruwatan sampah ini.”Sampah di JogjaHalik Sandera Direktur Walhi Yogyakarta mengatakan, penanganan sampah memerlukan sinergi antarwilayah, mengingat aliran sungai tidak hanya terletak di satu daerah.“Contoh di Jogja ada program edukasi penanganan sampah, apakah di Sleman atau Bantul dilakukan?”" "Ketika Para Seniman Ruwatan Sampah di Malioboro","Idealnya,  penanganan masalah sampah sama antarwilayah. Jika edukasi dan sosialisasi pola kebiasaan membuang sampah hanya fokus satu wilayah, masalah sampah di sungai tidak bisa terpecahkan. “Perlu peran aktif pemerintah provinsi.”Catatan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Yogyakarta, sampah setiap hari bisa mencapai 230 ton. Kepala BLH Yogjakarta, Irfan Susilo mengatakan, daerah perbatasan merupakan salah satu penyumbang sampah terbesar. Warga, katanya,  masih biasa membuang sampah sembarangan. [SEP]" "Ratusan Trenggiling yang akan Diselundupkan melalui Bandara Juanda Ditulis Ikan Segar","[CLS] Upaya penyelundupan 455 ekor trenggiling mati dengan berat 1.390 kilogram melalui Bandara Internasional Juanda, Surabaya tujuan Singapura berhasil digagalkan. Petugas Kantor Pengawas dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Juanda, menyita barang bukti tersebut yang dikemas dalam 43 kotak dan disamarkan bersama ikan segar.Iwan Hermawan, Kepala Kantor Pengawas dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Juanda, menuturkan tertangkapnya pelaku berinisial KWP, asal Sidoarjo, Jawa Timur, berawal dari kecurigaan petugas dan PT. JAS selaku cargo handling, mengenai ekspor barang yang tidak sesuai dengan pemberitahuan alias dokumen pelengkap pabean.“Informasi dokumen ekspor menyebutkan barang itu sebagai ikan segar. Setelah diperiksa, isinya trenggiling mati yang sudah tidak ada kulitnya. Ada dua karton berisi ikan segar, sedangkan 41 karton merupakan trenggiling. Modusnya, diatas paket tersebut dilapisi ikan segar sebagai kamuflase,” kata Iwan.Petugas masih menelusuri dari mana trenggiling yang akan diekspor ke Singapura berasal. Meski, berdasarkan informasi dari Bea Cukai Jakarta yang juga pernah menggagalkan penyelundupan trenggiling, satwa ini diperoleh dari di Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. “Tersangka belum mengaku dari mana asal barang tersebut. Ia hanya mengaku menerima titipan dari orang yang mengirimkan. Hingga di sini mata rantai putus.”Iwan menambahkan, trenggiling termasuk komoditi yang laku di pasar mancanegara, seperti Singapura, Tiongkok, Taiwan, dan Vietnam. Dari penyidikan petugas, nilai jual dagingnya seberat 1,3 ton akan mencapai 3,4 miliar rupiah. Atau, 2,5 juta rupiah per kilogram.“Biasanya dijual ke pasar Singapura sebagai bahan kosmetik, bahan makanan restoran, hingga bahan obat-obatan tradisional. Belum lagi sisiknya, yang menurut informasi dapat digunakan untuk precursor bahan pembuat sabu.”" "Ratusan Trenggiling yang akan Diselundupkan melalui Bandara Juanda Ditulis Ikan Segar","Atas perbuatan yang dikategorikan menyerahkan pemberitahuan pabean palsu atau dipalsukan, dan barang tidak sesuai dengan pemberitahuan, pelaku terancam pidana penjara minimal 2 (dua) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun. Atau, denda paling sedikit 100 juta rupiah dan maksimal 5 miliar rupiah.”Tersangka dititipkan di Rumah Tahanan Kelas IIA Sidoarjo. Sedangkan barang bukti akan dimusnahkan, dan dilakukan penyisihan sebagian untuk selanjutnya diserahkan ke Kejaksaan Sidoarjo demi kepentingan pembuktian,” tandas Iwan.Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur I, Rahmad Subagyo menambahkan, trenggiling merupakan satwa dilindung di Indonesia dan dunia, karena termasuk apendik 1 atau sangat langka. Penyelidikan yang dilakukan masih menelusuri jaringan maupun asal satwa itu didapat. “Penyidikan masih dilakukan, sambil kami informasikan ke BKSDA Jatim dan Balai Karantina guna penanganan lebih lanjut,” ujar Rahmad.Trenggiling (Manis javanica) merupakan satwa yang tubuhnya dilindungi sisik. Di Indonesia, populasinya tersebar di Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Meski telah dilindungi, namun perburuan terus terjadi. [SEP]" "6 Juta Ton Karbon Terkurangi Dari Strategi Pembangunan Berkelanjutan Di 8 Kabupaten. Dimana Sajakah?","[CLS] Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26 persen dan 41 persen bila mendapat bantuan dari luar negeri. Sebagai salah satu sektor pengemisi utama, pemerintah berusaha menurunkan emisi dari sektor kehutanan, dengan melakukan tata kelola dan konservasi hutan dan lahan gambut yang mempunyai bernilai tinggi.Komitmen penurunan emisi tersebut, tidak akan berhasil bila pemerintah daerah tidak ikut berperan aktif dalam pengelolaan wilayah dan hutan mereka.  Untuk itu, delapan wilayah kabupaten di Indonesia dengan dibantu pemerintah Amerika Serikat melalui proyek USAID Indonesia Forestry and Climate Support (IFACS) melakukan review tata ruang wilayah yang lebih baik dengan mengintegrasikan konservasi hutan dan lahan gambut yang mendukung pengelolaan hutan yang berkelanjutan agar tercipta strategi pembangunan yang rendah emisi (low emission development strategies / LEDS).“IFACS membuat program yang ambisius di daerah kawasan stok karbon dan hutan agar tetap terjaga di Indonesia. Dan kita mulai di pusatnya, yaitu di KLHK. Tentu saja kita berhubungan dengan Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup, dan berhubungan dengan beberapa propinsi,” kata John Hansen, Direktur Kantor Lingkungan Hidup USAID Indonesia, disela-sela acara Lokakarya KLHS-SPRE dan Penyiapan Proyek Karbon Bersama Masyarakat, di Gedung Manggala Wanabakti, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Jakarta, pada minggu kemarin.Delapan kawasan strategis itu berada di tiga pulau besar di Indonesia, dimana masih terdapat hutan primer dan stok karbon yang besar, yaitu di Sumatera, Kalimantan dan Papua.  Di Sumatera dilakukan di Aceh Selatan, Aceh Tenggara. Sedangkan di Kalimantan Barat yaitu di Ketapang, Kayong Utara dan Malawi, serta di Kalimantan Tengah yaitu di Katingan. Sedangkan di Papua yaitu di Sarmi, Mamberamo, Mimika dan Asmat." "6 Juta Ton Karbon Terkurangi Dari Strategi Pembangunan Berkelanjutan Di 8 Kabupaten. Dimana Sajakah?","Proyek IFACS di 8 daerah tersebut diharapkan dapat menyimpan 6 juta ton ekuivalen karbon melalui perbaikan tata kelola sumber daya alam dan pengelolaan hutan yang berdampak pada pengurangan tingkat deforestasi dan degradasi lingkungan pada kawasan luas sekitar 11 juta hektar.Dengan sinergi pemerintah daerah, masyarakat lokal dengan proyek IFACS, diharapkan dapat dikelola  dengan baik sekitar 3 juta hektar hutan tropis dan lahan gambut alami, dengan  1,7 juta hektar merupakan habitat utama orangutan.Selain itu, 12 daerah yang telah memiliki skema rencana tata ruang diharapkan dapat melaksanakan rekomendasi dari Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) . Dan 12.000 pihak penerima manfaat hutan memperoleh keuntungan ekonomi dari kegiatan-kegiatan rendah emisi yang diselenggarakan di dalam wilayah program IFACS.“Program lima tahun dari IFACS telah memperoleh hasil dan perkembangan yang baik, dan perkembangan yang bisa dilihat adalah sekitar 2000 hektar pada hutan bernilai konservasi tinggi yang sekarang dilindungi dan itu melalui proses perencanaan tata ruang. IFACS membantu dalam proses tersebut, dengan kriteria pembangunan rendah emisi yang diinginkan oleh pemerintah daerah seperti RAN GRK dan RAD GRK, anggaran pembangunan dan proses strategis dengan kerjasama dengan bupati dan masyarakat di daerah itu dengan memperhatikan keuntungan dari konservasi  yang diselaraskan dengan pertumbuhan ekonomi meski dengan melindungi lingkungan,” kata Hansen.Penurunan emisi tersebut diperoleh dari delapan proyek karbon dengan skema pembayaran untuk jasa lingkungan (payment for environmental services / PES) seperti skema REDD+, skema mekanisme pembangunan bersih, atau skema perdagangan karbon lainnya." "6 Juta Ton Karbon Terkurangi Dari Strategi Pembangunan Berkelanjutan Di 8 Kabupaten. Dimana Sajakah?","Proyek karbon tersebut antara lain penguatan konservasi hutan desa di Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, dengan pengendalian kebakaran dan produksi karet di wilayah sekitar 17.432 hektar.  Potensi reduksi gas rumah kaca sebesar 13.303 ton setara karbon selama dua tahun pertama.Proyek pengelolaan kawasan ekosistem bakau seluas 345.713 hektar sebagai kawasan penangkapan dan penyimpanan karbon di Mimika, Papua dengan potensi reduksi emisi sebesar 227.245 ton setara karbon selama dua tahun pertama.Ada juga proyek skema ekoturisme dan patroli bersama warga di Karidor Rimba Trumon seluas 2.700 hektar untuk mengurangi deforestasi di Aceh Selatan, dengan potensi reduksi emisi sekitar 5.345 ton setara karbon selama dua tahun pertama.Juga proyek pengelolaan daerah penyangga Taman Nasional Gunung Palung di Kayong Utara, Kalimantan Barat seluas 12.000 hektar, dengan potensi pengurangan emisi sebesar 25.761 ton setara karbon selama dua tahun pertama.Meski demikian, ada beberapa hambatan, antara lain kurangnya pemahaman dan keahlian yang diperlukan untuk pengembangan proyek karbon, kurangnya kemauan politik untuk mengembangkan mekanisme yang berkelanjutan, dan kegiatan yang terlalu fokus pada proyek karbon berbasis pasar daripada skema penanggulanan emisi berskala wilayah.Untuk itu, USAID IFACS dengan mitra lokal melakukan program bantuan teknis untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan bagi pemangku kepentingan setempat untuk mengembangkan proyek karbon di wilayah kerja IFACS. Selain itu didorong pengembangan invoasi proyek karbon pragmatis dan didorong kepemilikan program pengembangan karobn di wilayah setempat.Menggandeng Perusahaan Swasta" "6 Juta Ton Karbon Terkurangi Dari Strategi Pembangunan Berkelanjutan Di 8 Kabupaten. Dimana Sajakah?","Hambatan lain dari proyek ini adalah nilai tukar karbon dalam pasar karbon sukarela masih dalam posisi nol USD atau nol rupiah. Oleh karena itu, USAID IFACS menggandeng berbagai perusahaan swasta untuk ikut berperan dan berinvestasi dalam proyek karbon.“Ada momentum global dengan tumbuhnya perdagangan karbon.  Dan mengenai harga karbon nol dolar dalam pasar karbon sukarela, itu benar. Pendapat pribadi saya, ada kekecewaan besar ketika nilai tukar karbon di pasar karbon tidak tumbuh untuk menghasilkan pendanaan bagi program konservasi.  Banyak pegiat konservasi yang kecewa terhadap ini,” kata Hansen. “Banyak perusahaan yang berinvestasi kepada beberapa program yang mempunyai nilai karbon tinggi pada skema pasar karbon sukarela,” lanjutnya.Dia menjelaskan sudah ada 13 perusahaan swasta, sebagian besar perusahaan konsesi HPH, yang berkomitmen untuk membantu dalam investasi dan pembelian kredit karbon dari proyek tersebut. Meski, perusahaan tersebut belum menyatakan nominal pendanaan dalam perdagangan karbon di proyek tersebut.Sedangkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyambut baik proyek dari USAID IFACS tersebut.  “Bentuk-bentuk inisiatif yang konstruktif akan menjadi penguatan apabila dihubungkan dengan apa yang harus kita lakukan. Kalau kita kembalikan kepada undang-undangn No.32/2009 yang sebetulnya amanahnya juga untuk mengatasi perubahan iklim, didalamnya ada ketentuan mengenai KLHS. Dan KLHS tidak berdiri sendiri, tentu bicara tentang RPPLH, Amdal, izin lingkungan, tata ruang, dan . macam-macam,” kata Arief Yuwono,  Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim KLHK.Dia mengatakan penguatan dan pengayaan sektor kehutanan tersebut akan berpengaruh dan berdampak pada kebijakan dan implementasi di lapangan. [SEP]" "Sudah Seminggu Nelayan di Jawa Tidak Melaut. Kenapa?","[CLS] Karnyoto dan nelayan lainnya di Roban Barat, Kabupaten Batang, Jawa Tengah sudah seminggu lebih tidak pergi melaut. Musim angin laut kencang dan ombak besar (ekstrem) menjadi faktornya. Kapal-kapal hanya bisa terparkir di pinggiran sungai. Aktivitas hanya dilakukan di rumah dan atas kapal, sekedar mengecek mesin kapal, jaring dan kondisi kapal.“Musim paceklik (karena angin dan ombak besar), kami tidak melaut. Taruhannya nyawa, sedangkan perlindungan bagi nelayan tidak ada,” kata Nyoto, yang ditemui Mongabay pada akhir Februari 2015.Ia menjelaskan musim paceklik terjadi pada bulan Januari hingga awal Maret. Jika tidak melaut, nelayan hanya beraktifitas di darat dan tanpa penghasilan. Menurutnya perlindungan terhadap nelayan sangat penting, baik individu nelayan sendiri, kapal sebagai sarana juga ruang penghidupannya di laut.Tidak hanya di Batang, nelayan di Desa Bandungharjo, Kabupaten Jepara, Jateng mengalami hal serupa. Musim angin ekstrem dan ombak besar menjadi kendala nelayan tidak melaut.Selain itu, Sugeng hariyanto dan nelayan lain di desanya juga sedang melakukan penolakan pertambangan pasir besi dan rencana PLTU di Jepara. Menurutnya, sejak adanya pertambangan, abrasi pantai telah mendekati pemukiman warga. Banyak persawahan dan tambak udang warga yang hilang. Hadirnya perusahaan tanpa adanya sosialiasasi kepada warga terdampak dari kegiatan pertambangan.“Di Bandungharjo ada 200 kepala keluarga yang terancam kehidupannya sebagai nelayan, petani dan petambak udang,” kata Sugeng kepada Mongabay, pada Senin (02/03/2015).Sedangkan Abdul Halim dari Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mengatakan, hadirnya tambang pasir besi tanpa sosialisasi dari perusahaan berdampak pada konflik sosial antar masyarakat. Dari segi lingkungan, pencemaran limbah dari aktifitas pertambangan yang sulit diatasi akan merusak ekosistem pesisir dan penghasilan yang layak untuk nelayan ikut berkurang." "Sudah Seminggu Nelayan di Jawa Tidak Melaut. Kenapa?","“Penelitian kami di lapangan, sehari nelayan bisa berpenghasilan Rp500.000 sebelum adanya tambang. Sejak adanya tambang, penghasilan menurun. Sehingga untuk mendapat hasil yang layak, nelayan harus melaut lebih jauh, namun ancaman keselamatan juga semakin berbahaya,” kata Halim.Sementara itu, Dosen Hidrologi Universitas Katolik (UNIKA) Soegijapranata Semarang, Budi Santosa menjelaskan pertambangan menjadi faktor antropogenik  selain faktor hidro-oceanografi  yang bersifat merusak.Pertambangan pasir akan berdampak pada terjadinya faktor hidro-oceanografi, yaitu perubahan garis pantai berlangsung manakala proses geomorfologi yang terjadi pada setiap bagian pantai melebihi proses yang biasanya terjadi. Proses geomorfologi yang dimaksud dapat berbentuk gelombang, arus, dan pasang surut.Sementara itu, faktor antropogenik adalah proses geomorfologi yang diakibatkan oleh aktivitas manusia. Aktivitas manusia di pantai dapat mengganggu kestabilan lingkungan pantai. Gangguan terhadap lingkungan pantai misalnya dengan membangun jetti, groin, pemecah gelombang, reklamasi pantai, pembabatan hutan bakau untuk dikonversi sebagai tambak, dan pertambangan. Sehingga Antropogenik inilah yang menjadi faktor paling dominan dalam perubahan garis pantai termasuk aktivitas penambangan pasir besi.“Pemukiman warga dan tambak tergerus hingga menjadi laut. Kawasan pantai juga merupakan kawasan yang banyak menyimpan potensi kekayaan alam yang perlu untuk dipertahankan,” kata Budi.Tanggapan KNTI Terkait Cuaca EktremCuaca ekstrem yang ditandai dengan badai angin dan gelombang besar di laut berdampak besar terhadap kehidupan warga di pesisir. Rumah-rumah di kampung nelayan terkena gelombang pasang dan banjir rob. Nelayan tradisional yang mengandalkan laut untuk memenuhi kebutuhan hidup harus berhenti melaut akibat tingginya gelombang dalam satu minggu terakhir. Kondisi ini diperkirakan akan terus berlangsung hingga minggu ke empat Maret." "Sudah Seminggu Nelayan di Jawa Tidak Melaut. Kenapa?","Misbachul Munir Ketua  Bidang Penggalangan Partisipasi Publik Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) kepada Mongabay mengatakan, kondisi ini terjadi semakin parah dalam lima tahun terakhir dan nyaris tidak ada upaya  pemerintah untuk memberikan solusi atas kondisi ini. Disaat tidak bisa melaut, para keluarga nelayan tidak mendapatkan pemasukan ekonomi apapun. Seringkali keluarga nelayan harus terjerat utang hanya untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari.“Bagi keluarga yang rumahnya rusak akibat terjangan gelombang pasang dan banjir seringkali terlunta-lunta di tenda-tenda yang tidak layak,” kata Munir pada Selasa (03/03/2015).Berdasarkan laporan jaringan KNTI di lapangan, sejak tanggal 23 Februari  2015 lalu, gelombang tinggi mencapai lebih dari dua meter dan kondisi ini telah mengakibatkan semua nelayan yang berada di Lombok Barat dan Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat  tidak bisa melaut.Demikian juga, ribuan nelayan di sepanjang sepanjang pantai Utara Jawa dalam seminggu tidak bisa melaut karena cuaca ekstrim dan musim angin barat. Di Batang, Jateng, sekitar 10.000an nelayan tidak bisa melaut karena gelombang mencapai 1 – 2,5 meter. Ditambah lagi polemik Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.2 /2015 tentang pelarangan pukat hela dan pukat tarik yang masih belum ada solusi bagi  nelayan pantura seperti Rembang, Pati, Tegal, Kendal dan Batang.Di Jawa Timur, nelayan yang berada di Sidoarjo, Surabaya, Madura dan Selat Madura sejak tiga hari lalu tidak ada aktivitas melaut. Sementara persedian makan sehari-hari semakin menipis.Dalam kondisi seperti ini seharusya negara hadir untuk memberikan perlindungan dan kepastian terpenuhinya hak-hak dasar nelayan tradisional, seperti pangan, sandang dan tempat tinggal selama bencana cuaca ekstrem berlangsung," "Sudah Seminggu Nelayan di Jawa Tidak Melaut. Kenapa?","“KNTI meminta pemerintah harus bergotong royong untuk memenuhi hak-hak dasar nelayan dalam proses tanggap darurat bencana, dan segera melakukan rehabiltasi dan rekonstruksi paska bencana terhadap sumber-sumber penghidupan nelayan tradisional sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang penanggulangan bencana,” kata Munir.Di Jawa Timur mulai dari Paciran Lamongan sebanyak 28.154 nelayan, sedang dari Gresik ada skitar 5.800 nelayan,  di Sidoarjo ada skitar 1700 nelayan, sdang di Surabaya 2800 nelayan, Madura lebih dari 80 ribu nelayan, dan dari malang selatan sendang biru kecamatan Sumbermanjing ada 3.589 nelayan tidak bisa malaut sejak 10 hari yang lalu. Dan nelayan yang beraktifitas di Selat Madura, sudah 6 hari ini tidak bisa melaut, dangan rata-rata kerugian perhari mencapai Rp.300.000 per nelayannya. Belum termasuk nelayan yang dari Tuban, Pasuruan, Probolinggo, Situbondo, Banyuwangi, jember dan di daerah lainnya.Menteri Susi Prioritaskan Kesejahteraan NelayanKesejahteraan nelayan menjadi prioritas pemerintah, melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan, melalui program dan kebijakan pemberdayaan nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil.Menteri KP Susi Pudjiastuti mengatakan, pihaknya tengah menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pemberdayaan Nelayan Kecil dan Pembudidaya-Ikan Kecil. Peraturan ini selain untuk memberdayakan juga untuk melindungi nelayan dan pembudidaya ikan kecil yang menjadi sasaran dan prioritas program pro rakyat KKP.  RPP ini juga disusun dalam rangka menindaklanjuti ketentuan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009.“Prosesnya telah melalui harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM dan saat ini dalam proses permintaan paraf persetujuan ke menteri terkait,” kata Susi dalam siaran persnya, 24 Februari 2015." "Sudah Seminggu Nelayan di Jawa Tidak Melaut. Kenapa?","Susi menambahkan, rancangan peraturan ini memiliki lima tujuan utama, yakni mewujudkan kemandirian dalam rangka meningkatkan kesejahteraan, kualitas, dan kehidupan yang lebih baik. Kedua, meningkatkan usaha yang produktif, efisien, bernilai tambah, dan berkelanjutan. Ketiga, meningkatkan kemampuan dan kapasitas nelayan kecil dan pembudidaya-ikan kecil. Selanjutnya, menjamin akses terhadap sumber daya ikan dan lingkungannya, teknologi, permodalan, sarana dan prasarana produksi, dan pemasaran. Terakhir, meningkatkan penumbuhkembangan kelompok nelayan kecil dan pembudidaya-ikan kecil. [SEP]" "Catatan Akhir Tahun 2014 COP, Dunia Maya Cara Baru Modus Perdagangan Satwa Liar Yang Dilindungi","[CLS] Centre for Orangutan Protection (COP) mengeluarkan catatan perdagangan satwa liar dilindungi sepanjang tahun 2014. Pada Rabu, 7 Januari 2015 kemarin Mongabay menerima laporan tersebut. Dalam catahu tersebut COP memaparkan upaya perlawanan terhadap perdagangan satwa liar masih tetap berjalan.Dalam perkembangannya perdagangan satwa liar berkembang lebih cerdas lewat berbagai metode baru dan maju. Berbeda dengan pola-pola lama, perdagangan saat ini tanpa memerlukan tatap muka dan hanya berinteraksi lewat dunia maya atau dengan metode perdagangan online.Juru kampanye COP Daniek Hendarto mengatakan, pada tahun 2014 setidaknya 5 pedagang yang tertangkap menghadapi masa sidang dan bersiap menjalani hukuman. Setidaknya 7 jenis satwa berjumlah 18 ekor diamankan dan masuk dalam pusat rehabilitasi dan karantina.Perdagangan satwa liar dilindungi terus saja terjadi manakala permintaan masih tinggi dan tahun 2013 Mabes Polri di bantu COP dan JAAN (Jakarta Animal Aid Network) membongkar perdagangan satwa ilegal di Muntilan, Jawa tengah dengan barang bukti berupa 3 ekor kucing hutan, 1 anakan kijang, 2 ekor kukang, 1 ekor trenggiling, 1 walang kopo, 4 burung hantu sumatera, 3 ekor elang hitam, 1 ekor alap-alap sapi, 1 buaya muara, 1 ekor landak, 1 ekor bayi elang. Barang bukti ini di amakan dari 1 orang pedagang dan saat ini menjalani vonis hukuman karena menjual satwa dilindungi ini.Trend perdagangan satwa liar telah bergeser dari era tradisional menuju modern melalui media online. Pedagang menggelar barang dagangan kemudian pembeli datang dan bertatap muka, lalu melakukan transaksi di lokasi. Hal ini merupakan cara lama dan sudah mulai di tinggalkan para pedagang satwa liar." "Catatan Akhir Tahun 2014 COP, Dunia Maya Cara Baru Modus Perdagangan Satwa Liar Yang Dilindungi","Seiring majunya teknologi pedagang menggunakan cara jualan online yang dinilai lebih aman dari razia petugas. Pedagang hanya memajang foto satwa liar di media online dengan banderol harga dan tanpa tatap muka antara pedagang dan pembeli transaksi pun bisa terjadi. Jika pembeli setuju harga yang di tawarkan, pedagang akan memberikan nomer rekening dan setelah dana ditransfer masuk pedagang akan menggunakan jasa pengiriman yang jamak di gunakan seperti Herona dll.Pada bulan Desember 2012, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Tengah di bantu COP menggagalkan pengiriman 2 buri bayan dengan jasa kurir Herona dari pengembangan penggrebekan sebelum di rumah tersangka di Klaten, Jawa Tengah. Ini membuktikan bahwa metode pengiriman dengan jasa kurir relatif lebih aman karena kontrol petugas pengiriman juga tidak ketat sehingga satwa liar dilindungi juga dengan mudah lolos dalam proses pengiriman ini.Salah satu yang menyuburkan praktik perdagangan ini masih saja adanya permintaan dari pembeli. Ditambah lagi dengan maraknya kelompok-kelompok penghobi satwa liar membuat permintaan akan satwa liar semakin naik. Karena banyaknya permintaan maka perdagangan akan terus terjadi dan mata rantai kejahatan itu terus terjadi. Dan efeknya perburuan tetap berlangsung untuk menyuplai kebutuhan permintaan satwa liar.“Pemerintah sudah seharusnya tanggap mengawasi serta memantau tindak kejahatan ini. Kepada pelaku kejahatan harus mendapat hukuman maksimal agar memberikan efek jera dan tentunya berdampak menekan kejahatan ini berkembang lebih cepat atau bahkan menghentikan,” kata Daniek.Lokasi Operasi COP di tahun 2014" "Catatan Akhir Tahun 2014 COP, Dunia Maya Cara Baru Modus Perdagangan Satwa Liar Yang Dilindungi","Selama tahun 2014 COP dari pemantauan tim COP Provinsi Jawa Timur, Jakarta dan Jawa Tengah masih ramai perdagangan satwa liar baik online maupun penjualan langsung. Di Jawa Timur masih kurang ketat pemantauan dan kurang gencar melakukan operasi. Ini menyebabkan masih bebas penjualan satwa liar di provinsi ini. Penjualan jenis burung julang emas, elang, primata, binturong, burung paruh bengkok dan lainya masih marak terutama dengan akun online dari provinsi Jawa Timur terutama kota Surabaya.Di Jawa Timur biasanya pedagang mengambil satwa lokal dari kantung-kantung habitat yang tersisa di Jawa Timur seperti lutung jawa di Lumajang Jatim. Selanjutnya di Jakarta sebagai salah satu simpul perdagangan. Dimana banyak satwa di ambil dari Sumatera masuk melalui pelabuhan Merak Bakauheni dan beredar di Jakarta, contohnya kukang sumatera.Pemantauan jalur darat kurang ketat memudahkan satwa masuk ke Jawa lewat jalur darat dan masuk di penampungan satwa, lalu mulai diedarkan di Jakarta dan beberapa kota di Jawa termasuk suplai di pasar burung dan pedagang online.  Untuk Jawa Tengah kasusnya penyalur tangan kedua dari pengepul sebelumnya. Seperti pedagang membeli dari kota lain dan menjualnya. Namun terkadang pedagang menampung satwa lokal hasil tangkapan pemburu di seputaran Jawa Tengah yang ada di habitat satwa liar.Dan sepanjang tahun 2014, COP membantu aparat terkait melakukan operasi pedagang satwa liar dilindungi seperti BKSDA dan Polri. Untuk mengentikan kejahatan ini kucinya adalah penegakan hukum yang tegas dan berani. Berkembangnya metode perdagangan satwa liar membuktikan bahwa kejahatan ini terus tumbuh dan perlu tindakan tegas." "Catatan Akhir Tahun 2014 COP, Dunia Maya Cara Baru Modus Perdagangan Satwa Liar Yang Dilindungi","“Hukuman memang masih jauh dari maksimal karena para pelaku selama ini mendapat hukuman rata-rata 6-8 bulan kurungan penjara. Tapi setidaknya tindakan menghukum pelaku kejahatan ini bisa menjadi sebuah tanda positif hukuman bisa berjalan walau belum maksimal,” tambah Daniek.Operasi pertama yakni penyitaan di Serpong, Tangerang. Bersama Markas Besar Kepolisian Indonesia (Mabes Polri) bagian Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) dan JAAN berhasil menggrebek pedagang satwa liar di daerah Serpong, Tanggerang pada tanggal 26 Juni 2014. Di lokasi ini tim berhasil mengamankan pedagang beserta barang bukti berupa satwa liar dilindungi 1 elang hitam (Ictynateus malayensis), 1 elang ular bido (Spilornis cheela), 2 alap-alap tikus (Elanus caeruleus) dan 1 lutung jawa (Traphicitecus auratus)." "Catatan Akhir Tahun 2014 COP, Dunia Maya Cara Baru Modus Perdagangan Satwa Liar Yang Dilindungi","Operasi kedua penyitaan di Jakarta Timur pada tanggal 22 Oktober 2014 tim COP dan JAAN membantu upaya penyergapan pedagang satwa liar di wilayah Jakarta Timur oleh BKSDA Jakarta. Dalam operasi yang di lakukan di depan rumah sakit Haji di Jakarta Timur ini tim menangkap 1 kurir dengan barang bukti 2 lutung jawa (Traphicitecus auratus) dan 2 kucing hutan (Prionalurus engalensis).Dan berikutnya, pperasi pedagang di Ciledug, Tangerang pada tanggal 9 Desember 2014 tim Mabes Polri, COP dan JAAN melakukan pengrebegan pedagang di daerah Ciledug, Tangerang. Dari lokasi ini tim mendapatkan barang bukti 2 ekor siamang (Sympaglagus syndactilus) dan 1 simpei (Presbytis melalopos) dan kesemuanya masih bayi. Pedagang di tangkap di kontrakannya yang juga menjadi base DJAMAL (Djaringan Musang Lovers). Dalam penangkapan ini tim membawa serta 2 tersangka yaitu Wisnu imam dan Choirudin ke Mabes Polri. Saat ini barang bukti di bawa menuju ke Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga ( PPSC) di Sukabumi. Tersangka ini menjual satwa liar dilindungi tidak sendiri dimana tersangka ini mengumpulkan uang dari rekan-rekannya untuk membeli satwa liar dan di jual lagi.Di Jawa Tengah COP melakukan operasi penangkapan pedagang di Ambarawa, Jawa Tengah. Tanggal 16 Desember 2014 BKSDA Jawa Tengah dibantu tim dari COP dan JAAN menangkap pedagang satwa di wilayah Ambarawa, Jawa Tengah. Pedagang di tangkap di depan sebuah supermarket saat hendak melakukan transaksi. Dari tangan pedagang tim mengamankan 2 kancil (Tragulus napu), 2 kukang (Nycticebus javanicus) dan 1 trenggiling (Manis javanica). Pedagang ini menggunakan metode yang sama dengan menjual satwa secara online. Pedagang menjual Kancil Rp. 1.500.000/ pasang, Kukang Rp.1.000.000/ pasang dan trenggiling Rp. 800.000 – Rp.900.000. Dan saat ini pedagang diamankan oleh BKSDA Jawa Tengah dalam upaya penanganan hukum lebih lanjut." "Catatan Akhir Tahun 2014 COP, Dunia Maya Cara Baru Modus Perdagangan Satwa Liar Yang Dilindungi","Sedangkan di Jawa Timur, operasi penyitaan lutung jawa di Lumajang, Jawa Timur. 28 Agustus 2014 tim COP bersama Animals Indonesia juga membantu Polda Jawa Timur dalam mengungkap jaringan pedagang lutung jawa (Traphicitecus auratus) dari tangan tersangka tim mengamankan barang bukti 4 ekor bayi lutung jawa. 2 ekor diantaranya masih kecil diperkirakanan berumur 2-3 minggu. Pedagang mendapatkan lutung langsung dari pemburu di seputaran Lumajang dan sekitarnya. Bayi-bayi lutung tersbut saat ini di bawa menuju ke Javan Langur Center (JLC) tempat pusat rehabilitasi lutung di Kota Batu Malang, Jawa Timur atas ijin BKSDA Jawa Timur. [SEP]" "Soal Kebijakan Konservasi Hutan APP, Begini Penilaian Koalisi","[CLS] Asia Pulp and Paper (APP) memasuki tahun keempat komitmen kebijakan konservasi hutan (Forest Conservation Policy/FCP) terhitung 1 Februari 2013. Koalisi Anti Mafia Hutan mengevaluasi komitmen anak usaha Sinar Mas ini sepanjang 2013-2015. Bagaimana hasilnya?”Indikasi terlihat, peluncuran FCP hanyalah jalan memuluskan bisnis APP di pasar Internasional,” kata Henri Subagio, Direktur Esekutif ICEL, di Jakarta, belum lama ini.Tim Koalisi terdiri dari Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jiklahari), Yayasan Auriga, Indonesia Center for Enviromental Law (ICEL) dan Indonesia Corruption Watch (ICW).Berdasarkan laporan Jikalahari, APP memiliki luasan konsesi 883.172,05 hektar dengan 725.221,08 hektar di lahan gambut. Banyak wilayah tumpang tindih terjadi kebakaran dan perambahan.”Sudah kita konfirmasi dengan APP, jawabannya tak dilakukan mereka tapi pihak lain,” kata Koordinator Jikalahari, Woro Supartinah.Jikalahari mencatat, deforestasi hutan alam dalam konsesi APP dan pemasok di Riau selama tiga tahun mencapai 7.377 hektar. Paling luas hutan alam terjadi di PT Suntara Gaja Pati mencapai 861,87 hektar.Penebangan hutan alam oleh APP Grup terjadi di beberapa wilayah. Pada 8 April 2013, di PT RIau Indo Agropalma Blok Kerumutan. ”Padahal ini habitat harimau Sumatera kritis dan terancam punah.”Pada Agustus 2014, terjadi di PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa Indragiri Hillir. Jikalahari menemukan satu eskavator sedang membuat kanal dan jalan dengan menggali gambut, eskavator menebangi hutan alam di community use MSK. Penebangan terjadi di PT Satria Perkasa Agung, Pelalawan 2 Agustus 2015.Begitu juga, hotspot pada 2015 meningkat, dari 2.145 (2014) menjadi 8.195 hotspot. Pemenang sebaran hotspot di PT Arara Abadi, yakni 1.420 hotspot.Data berasal dari Citra Satelit Landsat dan Earth Observing System (EOS). ”Sebaran hotspot dan pola-pola serta indikasi terus berulang di konsesi itu.”" "Soal Kebijakan Konservasi Hutan APP, Begini Penilaian Koalisi","Tak hanya merambah kerusakan lingkungan, konflik sosial pun tak terelakkan, misal di PT Arara Abadi di Kecamatan Pinggir, Bengkalis berkonflik dengan masyarakat Suku Sakai. Izin Menteri Kehutanan RI merebut lahan mereka seluas 7.128 hektar.Perusahaan sama, juga berengketa lahan dengan masyarakat desa Sungai Berbari dan Desa Dosan di Siak. Ada beberapa hasil audit kepatuhan pencegahan karhutla di APP Grup pun mendapatkan predikat tidak patuh, seperti, PT Sakato Pratama Makmur, PT Satria Perkasa Agung, PT Ruas Utama Jaya dan PT Suntara Gaja Pati.”Jelas ini membuktikan implementasi tata HTI masih sangat rendah. Kami mendesak APP transparan dalam membantu komitmen mereka.”Syahrul Fitra, Peneliti Hukum Yayasan Auriga, menyebutkan, tak ada perubahan pada komitmen APP. Deforestasi terus terjadi, malah 2015,  titik api meningkat.  Dia menilai,  evaluasi terhadap perusahaan HTI mupun HPH belum terlihat, hingga kebakaran hutan dan lahan terus berulang. “Belum ada publish ke publik.”Pemberian izin disertai kepastian ketersediaan bahan bakupun patut dicermati pemerintah. Pasalnya, kekurangan bahan baku menyebabkan penebangan hutan alam.Seharusnya, kata Henri, temuan-temuan ini menjadi ‘pintu masuk’ pemerintah mendalami pelanggaran. ”Diverifikasi dan klarifikasi hasil temuan ini,” katanya.  Kata APPMenanggapi ini, APP menyebutkan dalam pemenuhan kekurangan bahan produksi, mencari sumber materi tambahan dari pasar terbuka. APP tidak merambah hutan alam maupun ekspansi lahan dengan membakar.”Melalui FCP, kami berkomitmen mengembalikan, untuk hutan alam, setiap kawasan konservasi yang dibakar,” kata Randy Salim, Head of Global Communication APP.Dia bilang, El-Nino tahun lalu, merugikan perkebunan dan area konsevasi hingga jutaan dolar. APPpun menegaskan, pemasok kayu mereka tak membuka lahan dengan dibakar. ”Sejak 1996, kita mengimplementasikan zero burning policy.”" "Soal Kebijakan Konservasi Hutan APP, Begini Penilaian Koalisi","APPpun telah memberi sanksi bagi pemasok yang melanggar kebijakan. Bahkan, PT Bumi Mekar Hijau, salah satu pemasok diberhentikan hingga menunggu penyelidikan pemerintah karena kebakaran di konsesi mereka.Perusahaan juga menjamin transparansi data kepada siapapun. Dia menyebutkan, telah memberikan peta pemasok kayu dan pulp kepada World Resources Institute dan pemerintah. “Kami juga mulai memverifikasi semua hotspot dan laporan verifikasi pasca hotspot dua kali seminggu di website APP,” katanya.Untuk pencegahan karhutla juga disiapkan melalui investasi cukup besar. Awal tahun ini, APP bekerjasama dengan TNI, Polri, organisasi lokal di Riau dalam manajemen bencana, Manggala Agni, Pemprov Riau serta masyarakat dalam menanggapi prediksi kekeringan.”Fokus tiga bidang, yaitu Bukit Kerikil Wildlife and Biosphere Reserve, Bandara Pinang Kampai Dumai, Kabupaten Meranti, dan kawasan hutan sekitar Rokan Hilir.”Perusahaan juga menyiapkan tiga helikopter Super Puma, peralatan pemadan kebakaran Tohatsu pompa, pompa kecil penjaga, selang untuk mencegah kebakaran. Lalu standar pelatihna dan sertifikasi dengan menerapkan incident command system (ICS).APP juga investasi dua pesawat pengintai dengan kamera thermal untuk mendeteksi dan mengisolasi kebakaran hutan. Sistem monitoring dan manajemen ini mampu mengontrol dan mengurangi kebakaran hutan. Juga dilakukan pemberdayaan masyarakat melalui Desa Makmur Peduli Api untuk membantu masyarakat mengembangkan mata pencaharian alternatif. ”Tahun 2020, target bangun 500 DMPA.”Mengenai konflik sosial, APP mengklaim telah merancang free prior and informed consent (FPIC) dan resolusi konflik dalam rantai pasokan ataupun konflik lain. “Diharapkan mampu menyelesaikan konflik sosial dan pengenalan sistem pemantauan konflik sosial baru.” [SEP]" "RI-Korea Kerjasama Optimalkan KPH Antisipasi Kebakaran Hutan","[CLS] Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melanjutkan kerjasama bilateral antara Korea dan Indonesia. Kali ini mendukung pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dalam menurunkan risiko kebakaran hutan dan lahan di Indonesia.Ini salah satu komitmen perubahan iklim terkait Reducing Emission for Deforestation and Forest Degradation+ (REDD+). Proyek ini bertujuan memfasilitasi pembangunan dan operasional KPH.First Secretary Kedutaan Besar Korea untuk Indonesia, Lee Sang Ick mewakili Korea Forest Service menyebutkan, bantuan operasional KPH di Tasik Besar Serkap, gambut Semenanjung Kampar Riau.”Bantuan pengadaan kendaraan bermotor 60 unit, roda dua trail Viar X 200 dan 15 unit sepeda motor tiga merk Viar dilengkapi pompa air portable,” katanya.Bantuan Rp30 miliar untuk menekan luasan kebakaran hutan 2015. Dari kementerian mengalokasikan dana US$140.000 untuk penyiapan sumber daya manusia maupun operasional. Angka ini belum termasuk pengiriman dan distribusi ke daerah-daerah.Keseluruhan bantuan kendaraan bermotor akan digunakan di KPH dengan prioritas 12 provinsi termasuk tujuh provinsi prioritas dan dua unit kerja lain seperti Balai KSDA dan Perum Perhutani.“Ini salah satu langkah mendukung komitmen perubahan iklim menjaga hutan dari kebakaran. Agar Indonesia tanpa asap. Kami akan fokus pengawasan. Setelah itu mendiskusikan, melihat keuntungan atas bantuan yang diberikan. Akan ada evaluasi.”Sebelumnya, proyek Korea Indonesia FMU/REDD+ Joint Project in Tasik Besar Serkap ini berlangsung sejak 2012 sampai 2015 sebesar US$3 juta. Dilanjutkan tahap alih kelola proyek selama enam bulan, Januari-Juni 2016 dengan hibah akan terserap sampai Juni 2016.Direktur Planologi dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), San Afri Awang mengapreasi bantuan ini. Bantuan alat operasi di lapangan sangat tepat. ”Kesulitan KPH ini sarana dan prasarana, misal menembus kanal, pakai mobil ga bisa.”" "RI-Korea Kerjasama Optimalkan KPH Antisipasi Kebakaran Hutan","Awang menyebutkan, keseluruhan ada 87 KPH di tujuh provinsi rawan kebakaran, yakni sembilan hutan lindung dan 78 hutan produksi. Baru 35 unit ada kelembagaan. ”Anggaran kita terbatas, kalau ga ada kelembagaan menggunakan UPT untuk mobilisasi.”Pojok Iklim aksi karhutlaSementara itu, Pojok Iklim. forum diskusi multi sektoral digagas KLHK, berisi para pelaku usaha, akademisi, Rabu(30/3/16), membahas penanganan kebakaran hutan dan lahan.Raffles Brotestes Panjaitan, Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim KLHK, mengatakan, perlu ada koordinasi kuat antarlembaga, untuk memutuskan pihak yang berhak mengeluarkan jumlah titik panas. Hingga antisipasi penanggulangan bisa secepatnya,” katanya dalam rilis kepada media.KLHK, katanya, sedang mengembangkan aplikasi yang bisa diunduh petugas pemantau karhutla di daerah pada smartphone. Bila ada titik panas, petugas bisa langsung mendeteksi koordinat dan memungkinkan laporan terkini dari petugas. Setelah pemantauan lapangan, katanya, apabilatak berpotensi sebagai titik api, bisa menghapus pelaporan. “Sistem langsung membaca penghapusan sebagai laporan titik aman kebakaran.”Pakar Institut Teknologi Bandung Indroyono Soesilo, mengatakan, beberapa peneliti ITB sedang mengembangkan alat berbentuk drone dan pesawat mini tanpa awak, dilengkapi kamera. Alat ini, katanya, untuk memantau, dan mencitrakan gambar serta koordinat kebakaran hutan secara langsung.Teknologi ini, katanya, bisa memantau api di tempat sangat susah terjangkau. Terbang di ketinggian 400-500 meter dari permukaan tanah, alat ini produk asli Indonesia ini sudah banyak digunakan pemetaan tambang.Daftar Penerima Bantuan Kendaraan Patroli Kebakaran Hutan [SEP]" "Obama dan Masa Depan Badak Putih Afrika","[CLS] Obama adalah nama seekor badak putih (Ceratotherium simum). Ia sedang mencari jati diri, dan seringkali terlihat gusar tanpa sebab.“Obama adalah seekor badak yang tampan, sehat, dan bertingkah laku layaknya badak yang menjelang dewasa. Dia baru saja menemukan batas wilayah kekuasannya” kata Angie Genade, penjaganya, sebagaimana dikutip dari Coastweek.com.Obama merupakan badak putih pertama yang lahir di Uganda pada 2009, setelah 30 tahun negara tersebut berharap cemas akan kepunahan badak. Nama Obama memang sebagaimana Presiden Amerika Serikat, Barrack Obama, karena sang badak juga memiliki ayah dari Kenya, seperti sang presiden.Ayah sang badak dibawa dari Solio Ranch, Kenya, pada 2005, sedangkan ibunya adalah hasil donas dari Disney Animal Kingdom di Amerika. Obama merupakan badak pertama yang lahir di Ziwa Rhino Sanctuary, Nakasongola, Uganda bagian tengah, sekitar 170 km dari ibu kota Kampala.Tempat perlindungan ini mulai dibangun oleh Rhino Fund yang tujuannya mengembalikan populasi badak di Uganda karena badak-badak tersebut punah akibat perang saudara berkepanjangan.Pada 1978, ada lebih dari 200 badak di Uganda, tapi pada 1982 tak ada badak lagi di negara tersebut. Program konservasi ini dimulai dengan 6 badak, 3 jantan dan 3 betina. Dan Obama adalah yang pertama lahir.Kini, sudah ada 15 badak, dan diharapkan akan lahir lagi 2 bayi badak di Januari 2017.“Yang menarik, dua yang akan lahir ini, mereka adalah badak uganda, karena orang tuanya lahir di Uganda” kata Genade.Tempat perlindungan ini kini menjadi tujuan wisata populer, dan setiap tahun tak kurang dari 13 ribu wisawatan datang ke tempat tersebut.Genade ingin menunjukkan bahwa proyek konservasi ini bisa berhasil, dan terbukti populasi badak naik, asalkan ada usaha-usaha yang serius. Lebih dari 80 petugas ranger berpatroli menjaga pagar tempat tersebut, menjaga pintu gerbang, dan memonitor badak 24 jam penuh." "Obama dan Masa Depan Badak Putih Afrika","Manajemen suaka badak  ini juga menjalin hubungan baik dengan penduduk sekitar, yang diperbolehkan mencari rumput di dalamnya. Cula badak juga diberi microchip, sehingga jika seorang pemburu tertangkap membawa cula, asal muasalnya bisa dilacak.Genade juga menyatakan bahwa sebesar apapun upaya konservasi badak di Afrika, negara-negara yang menjadi pasar cula badak sebaiknya juga dilibatkan. Dia juga menyatakan bahwa perlindungan badak dan satwa-satwa terancam punah lain perlu dimasukkan dalam kurikulum penddikan.Selain itu, aparat pemerintah, perusahaan-perusaan besar, juga publik figur, orang-orang yang dihormati dan dipatuhi bisa memainkan peran yang besar untuk mendesak siapapun agar tidak membeli cula badak.Sebagai informasi, di dunia ini hanya tersisa lima jenis badak. Dua jenis di Afrika, badak hitam (Diceros bicornis) dan badak putih (Ceratotherium simum), serta tiga jenis di Asia: badak jawa (Rhinoceros sondaicus), badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), dan badak india (Rhinoceros unicornis). [SEP]" "Amphipoda, Satwa Mungil dari Bawah Laut","[CLS] Nama seperti lumba-lumba, paus, anjing laut, ikan clownfish atau nemo mungkin akrab di telinga anda, atau bahkan anda telah melihatnya dengan mata kepala sendiri. Tetapi pernahkah anda mendengar atau bahkan melihat hewan laut yang bernama amphipoda ?Amphipoda adalah krustasea malacostracan tanpa karapas dengan badan lateral terkompresi. Kebanyakan amphipod ini mempunyai ukuran yang cukup kecil, yaitu antara 1-340 milimeter, meski ada yang berukuran cukup besar.Ada lebih dari 9.500 spesies amphipoda yang diketahui, dan kebanyakan adalah hewan laut, walaupun juga ditemukan di hampir semua lingkungan perairan. Beberapa spesies, yaitu sekitar 1.900 hidup di air tawar, dan bahkan ada  juga yang termasuk hewan darat dan sandhoppers seperti Talitrus saltator.Tubuh sebuah amphipod dibagi menjadi 13 segmen, yang dapat dikelompokkan ke dalam kepala, dada dan perut.  Kepala menyatu dengan dada, dan terdapat dua pasang antena dan sepasang mata majemuk sessile, dan bagian mulutnya sebagian besar tersembunyi di bawah kepala.Thoraks dan abdomen biasanya cukup berbeda dan terdapat berbagai jenis kaki. Thoraks ini terdapat delapan pasang pelengkap uniramous, yang pertama digunakan sebagai aksesori mulut, empat pasang berikutnya diarahkan ke depan, dan tiga pasang terakhir yang diarahkan ke belakang. Penyerapan dan ekskresi garam dikendalikan oleh kelenjar khusus antena.Perut dibagi menjadi dua bagian yaitu pleosome yang terdapat kaki berenang dan urosome, yang terdiri dari telson dan tiga pasang uropods yang tidak berbentuk kipas ekor, seperti yang terdapat  pada hewan udang kebanyakan.Amphipod biasanya berukuran kurang dari 10 milimeter panjangnya, tapi amphipods terbesar yang pernah hidup dan tercatat mempunyai panjang 28 cm dan ini difoto pada kedalaman 5.300 meter di Samudera Pasifik. Dan ada pula sampel dari Samudera Atlantik dengan panjang yang 34 cm telah ditetapkan untuk spesies yang sama, yaitu Alicella gigantea." "Amphipoda, Satwa Mungil dari Bawah Laut","Sedangkan amphipod  terkecil  diketahui panjangnya kurang dari 1 milimeter .Ukuran amphipod ini  dibatasi oleh ketersediaan oksigen yang terlarut, dan ini membuat amphipoda  di Danau Titicaca, yang berada di ketinggian 3.800 meter hanya bisa tumbuh hingga 22 milimeter saja, ini termasuk kecil jika dibandingkan dengan panjang amphipod  dari Danau Baikal yang berada di ketinggian 455 meter di atas permukaan air laut yang bisa mencapai panjang 90 milimeter.Betina dewasa mempunyai kantong di perutnya yang berisi telur yang akan dibuahi oleh jantan dewasa. Persentase kematian telurnya adalah sekitar 25 – 50%. Amphipod tidak mempunyai tahap larva, telur yang menetas langsung dalam bentuk remaja, dan kematangan seksual umumnya tercapai setelah mengalami 6 kali moulting.Amphipod ditemukan dihampir semua lingkungan perairan, dari air tawar sampai  air yang mempunyai kadar salinitas yang sangat tinggi. Mereka merupakan komponen penting dari ekosistem perairan, sering bertindak sebagai mesograzers. Sebagian besar spesiesnya ada di sub ordo Gammaridea yang epibenthic, meskipun mereka sering juga dikelompokan ke dalam sampel plankton, dan anggota Hyperiidea dari semua planktonik dan kelautan.Sejumlah 1.900 spesies, atau 20% dari total keragaman amphipoda, hidup di air tawar atau air non-laut lainnya. Terutama kaya fauna endemik amphipod yang ditemukan di Danau Baikal kuno dan perairan cekungan Laut Kaspia.Sekitar 750 spesies dalam 160 marga, dan 30 keluarga yang tergolong troglobitic, ditemukan di Mediterania Basin, Amerika tenggara Utara dan Karibia.Dalam populasi yang ditemukan di ekosistem bentik, amphipod memainkan peran penting dalam mengendalikan pertumbuhan ganggang coklat. Perilaku mesograzer dari amphipod sangat berkontribusi terhadap penyebaran alga coklat yang mendominasi ditambah dengan tidak adanya predator amphipod." "Amphipoda, Satwa Mungil dari Bawah Laut","Dibandingkan dengan kelompok krustasea lainnya, seperti Isopoda, Rhizocephala atau Copepoda, relatif hanya sedikit amphipoda yang menjadi parasit bagi hewan lain. Contoh yang paling terkenal dari amphipod yang menjadi parasit adalah kutu ikan paus (keluarga Cyamidae), tidak seperti amphipod yang lainnya , ini adalah dorso-bagian perut rata, dan memiliki badan besar dan cakar yang kuat. mereka menempel paus balin. Mereka adalah satu-satunya krustasea parasit yang tidak bisa berenang selama setiap bagian dari siklus hidup mereka.Kebanyakan amphipods yang detritivores, dan beberapa menjadi grazers alga, omnivora atau predator  serangga kecil dan krustasea. Makanannya digenggam dengan bagian depan dua pasang kaki, yang dipersenjatai dengan cakar besar. [SEP]" "Perjuangan Mereka Tiada Lelah Menjaga Alam Kendeng","[CLS] Sabtu 25 Juni 2016, pukul 14.00,  sembilan perempuan petani Kendeng ziarah ke makam R.A Kartini di Rembang, Jawa Tengah. Mereka memanjatkan doa, memohon kekuatan berjuang menjaga bumi dari pertambangan semen. Setelah itu, para perempuan lanjut ke Pasujudan Sunan Bonang dan bersilaturahmi ke KH Mbah Maimun Zubair.Sukinah, mewakili perempuan Kendeng mengatakan, bersilaturahmi (sowan) ke Mbah Mainum, selaku pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar, Rembang, untuk memohon doa buat keberhasilan perjuangan.  Mbak Maimun, katanya, kiai karismatik, mempunyai pengaruh besar di lokal maupun nasional.Dalam kawasan basis “kyai-pesantren-santri”, si mbah mempunyai peran sentral bagi masyarakat sekitar, termasuk bagi ibu-ibu tergabung dalam sembilan Kartini Kendeng. “Ibu-ibu berharap Mbah berkenan memberikan doa dan dukungan pada perjuangan kami. Alhamdulillah, Mbah Maimun memberikan doa,” katanya.Sukinah menyampaikan, pembangunan pabrik semen Rembang dan Pati khawatir mengancam keberlanjutan Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih– kawasan lindung geologi dan resapan air  terbesar memasok mata air sekitar. Selain itu, katanya, persoalan Rembang dan Pati merupakan gambaran masalah Pulau Jawa. Banjir dan longsor kerab melanda Jawa, katanya,  menunjukkan kerusakan lingkungan. “Doakan kami Mbah, agar perjuangan menjaga Ibu Bumi diridhoi Gusti Allah,” kata Sukinah.Joko Prianto, aktivis lingkungan, warga Desa Tegaldowo, Rembang mengatakan, sudah tiga kali puasa Ibu-ibu di tenda perjuangan, tanpa mengenal lelah. Semua semata-mata memperjuangkan sumber air dari karst Kendeng. Volume air mata air-mata air di pegunungan karst sehari sekitar 51.840.000 liter. Sekitar 10% untuk kebutuhan masyarakat, sisanya ke lahan pertanian, termasuk pasokan PDAM Rembang.“Jika nilai ini divaluasi sebagai potensi ekonomi, melebihi yang didapat dari pertambangan, yang justru berpotensi mengurangi bahkan menghilangkan pasokan dan distribusi air.”" "Perjuangan Mereka Tiada Lelah Menjaga Alam Kendeng","Joko mengatakan, 52% bencana nasional terjadi di Jawa. Pada 2015, dari 118 kabupaten dan kota di Jawa, 80% banjir bandang, 90% kekeringan.Selamatan ulang tahun JokowiPada Selasa (21/6/16), bertepatan dengan hari ulang tahun Presiden Joko Widodo, para perempuan Kendeng, berdoa di depan Istana Presiden di Jakarta. Mereka berharap, Presiden lebih peduli keselamatan alam dan manusia, seperti dari ancaman pertambangan.Di depan Istana Negara, Sukinah, warga Tegaldowo, membuat tumpeng, sayur dan lauk telur. Dia mewakiki sembilan Kartini Kendeng datang memanjatkan puji syukur untuk keselamatan dan keberkahan Presiden.“Dengan sekuat tenaga, berbekal cinta tulus pada Indonesia dan doa terus menerus kami lantunkan, kami bertekad terus mewujudkan Indonesia menuju tercapainya kedaulatan pangan nusantara,” kata Sukinah.Dia meminta kepada Presiden, sebagai negara agraris dan maritim, tanah subur dan kekayaan sumber daya alam melimpah, selayaknya mengedepankan swasembada pangan. Guna mencapai tujuan itu, dia berharap, kebijakan pusat maupun daerah, tak berbenturan.“Ketika kebijakan pemerintah tak sesuai cita-cita bersama, tugas rakyat mengingatkan. Kami mencintai negeri ini dan pemimpinnya. Biarlah sawah tetap sawah, gunung tetaplah kokoh berdiri.”Sukinag juga menyanyikan “Tembang Pucung.” “Cukup sudah bencana di Jawa, jangan rusak lagi Ibu Bumi. Ia sudah menangis. Hentikan pertambangan di Jawa,” kata Sukinah.Gunretno dari Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK), kesempatan sama menyampaikan, selamatan dan doa bersama bentuk keprihatinan sekaligus mendoakan sedulur di Jateng korban banjir dan longsor.“Ketika musim kemarau kekeringan, musim hujan banjir dan longsor. Bencana hadir bukan kebetulan, alam marah ketika keseimbangan ekosistem dirusak manusia. Pertambangan salah satu perusak ekosistem.”" "Perjuangan Mereka Tiada Lelah Menjaga Alam Kendeng","Gunarti, sedulur sikep, Kecamatan Sukolilo, Pati, berulang kali menyampaikan agar pertambangan di Jawa dihentikan. Gunarti bahkan pernah bertemu Jokowi pada Juni 2015, menyampaikan penolakan tambang semen di Pegunungan Kendeng.Jawa, katanya, lumbung pangan, bukan tambang. Jika gunung-gunung dirusak tambang, pasokan air akan hilang. Bencana datang, dari banjir, longsor dan kekeringan. [SEP]" "Balada Emas Dongi-Dongi, Antara Tambang Rakyat dan Kawasan Konservasi","[CLS] “Sudah dua malam torang nda besok harus kosong lokasi jadi ba paksa karja dalam lobang daripada pulang kosong, makang nyanda bisa apalagi pulang. Begitu sudah nasib penambang, diusir terus,”  jelas Ari mencurahkan isi hati siang itu. Tubuh dan tangannya masih berbalut tanah berlumpur.Sebagai pekerja tambang rakyat, Ari dan rekan-rekannya di mata Pemerintah tidak memiliki legalitas. Mereka disebut PETI (Pertambangan Emas Tanpa Izin). Ari mendengar besok mereka harus keluar dari Dongi-Dongi, kawasan yang ditetapkan masuk dalam Taman Nasional Lore Lindu (TNLL).Dia bersama 21 orang rombongannya sudah dua minggu berada di lokasi. Meski mengaku bekerja siang malam, dia khawatir penghasilan menggali emas tak akan sepadan dengan biaya yang telah dikeluarkan. Setidaknya ‘tidak kembali modal’ menurut istilah mereka.Bekerja sebagai pekerja tambang emas, memang jauh dari kesan glamour. Pekerjaan ini lebih mirip berjudi nasib. Tak saja penambang, banyak pula pemodal yang rugi.Baca juga: Potret Kehidupan Warga Dongi-Dongi“Memang ada sedikit tapi tidak nutup modal, belum baku bagi dengan bek (backing), belum modal, makan, bayar kijang (kuli panggul), belum lagi mobil bawa ke Poboya, bayar lagi portal tiga titik, giling di Poboya bayar lagi,  habis dijalan,” ucapnya lirih.Meski banyak yang pulang tanpa hasil, menurut Ari masih banyak calon penambang yang sekarang tunggu giliran di Kota Palu. Mereka menanti waktu sampai dirasa aman beroperasi kembali. “Katanya, tambang akan kembali buka usai operasi penertiban.”Seturut Ari, sudah jadi aturan dalam operasi PETI, para pengaman operasi atau backing akan mendapat 20 persen dari hasil olahan emas. Jika tidak, jangan harap para pekerja tambang rakyat dapat membawa keluar batu emas (rep) yang sudah didapat. Sedang 80 persen digunakan untuk menutup modal dan hutang biaya operasional. Sisanya, jika ada, baru dibagi rata pada sesama anggota yang berjumlah 21 orang." "Balada Emas Dongi-Dongi, Antara Tambang Rakyat dan Kawasan Konservasi","Tidak dipungkiri, emas memang menjadi daya tarik. Iming-iming keuntungan yang bakal diraup, menghadirkan ribuan bahkan belasan ribu orang  seperti Ari. Mereka berdatangan untuk beradu nasib ke lokasi ini.Jauh berada di lokasi galian, penggalian jauh dari kesan profesional. Di lokasi ini jarak antar lubang yang satu dengan yang lainnya sangat dekat, ratusan lubang bertengger susun menyusun dengan kedalaman yang berbeda. Galian terdalam dibagian paling atas lokasi mencapai 25 meter. Lubang galian juga banyak ditemukan diarea bawah, dalamnya antara 3-6 meter. Bahkan sampai kebalik pepohonan besar yang dalamnya dapat mencapai 6-9 meter.***Hari itu Kamis, 1 September 2016, hari operasi penertiban PETI Dongi-Dongi berlangsung. Tak lagi tampak hiruk-pikuk para penambang yang biasanya ramai di lokasi.Terlihat, sepuluh orang Polisi Kehutanan TNLL membersihkan area yang sudah kosong.“Bersih-bersih kumpul sampah plastik, pakaian dan barang lainnya milik para penambang yang tersisa,” ungkap Herman salah seorang dari mereka, menjelaskan tujuan mereka.Tidak saja sampah, area pertambangan itu kotor. Banyak sisa kotoran manusia berceceran dimana-mana. Sangat tidak higienis.Baca juga: Buntut Penertiban Tambang, Warga Dongi-Dongi Kena Hujan PeluruHerman lalu menunjuk dua sungai kecil dan sumber mata air hampir kering. Awalnya air sungai itu mengalir deras, sekarang sudah tidak ada. Mata airnya juga jadi sangat kecil. Tidak lagi terdengar suara burung yang dulu banyak di lokasi itu. Entah ada dimana mereka sekarang berada.Luas area pertambangan itu mencapai 15 hektar. Tampak pohon-pohon yang telah ditebang. Menurut Herman jumlahnya seribuan pohon. Belum termasuk pohon-pohon ukuran sedang seperti batang beringin hutan dan cempaka yang batangnya digunakan menopang lubang galian. Berbagai jenis anggrek juga turut hancur." "Balada Emas Dongi-Dongi, Antara Tambang Rakyat dan Kawasan Konservasi","“Itu bekas penambang yang lama [sebelum penertiban I] kalau yang sekarang tidak [potong pohon lagi], mereka bawa kayu dari luar,” ujarnya.Dalam 2016, operasi penertiban kali ini adalah kali kedua dilakukan oleh aparat. Menurutnya, hanya dalam tiga minggu operasi tambang berlangsung, dampaknya teramat parah.As’ad, petugas lain menjelaskan dampak pertambangan emas. Dirinya mengaku khawatir penggunan raksa (merkuri, Hg) yang mencemari tanah dan perairan termasuk aliran sungai.Raksa digunakan oleh para penambang untuk mengecek apakah suatu mineral mengandung emas atau tidak, tuturnya. “Awalnya setetes demi setetes, lama-lama ribuan tetes juga kalau dibiarkan, jadilah pencemaran kimia berbahaya. Mereka [penambang PETI] mana pernah berpikir kalau air itu juga dikonsumsi masyarakat di bagian bawah.”Konflik sosial yang terjadi antara penambang Dongi-Dongi dengan aparat kepolisian terjadi di akhir Maret 2016 berakhir dengan pembubaran paksa dan mengakibatkan jatuhnya korban luka-luka.  Sejak itu polisi bersama Balai Besar TNLL melakukan penjagaan ketat di area Dongi-Dongi, wilayah Desa Sedoa, Kecamatan Lore Utara, Kabupaten Poso.Situasi itu berlangsung hingga empat bulan. Pada akhir Juli 2016, karena keterbatasan penganggaran yang dilakukan lewat KLHK, pengawalan dan penjagaan kawasan berakhir.Per Agustus 2016,  saat pasukan penjagaan ditarik, ribuan orang seketika memasuki lokasi.“Waktu itu kira-kira satu jam sejak kita tinggalkan lokasi, gunung sudah kayak kunang-kunang lampunya, kelihatan dari tanjakan, luar biasa dorang (mereka) pe nekat,” kata salah satu aparat lanjut menceritakan. Menurutnya yang masuk pada bulan Agustus mencapai 5 ribu orang, tiga kali lipat dari rata-rata sebelumnya.Mereka konon datang tidak saja dari Sulteng, tetapi dari berbagai provinsi lain." "Balada Emas Dongi-Dongi, Antara Tambang Rakyat dan Kawasan Konservasi","Sejak wilayah Dongi-Dongi dikabarkan mengandung emas dalam jumlah tinggi.  Ribuan orang masuk wilayah ini mengadu nasib. Juga didorong berbagai isu yang menyeruak bahwa mereka dizinkan mengolah lokasi sebelum perusahaan bakal masuk di lokasi ini.Untuk menghindarkan konflik terjadi kali kedua. Saat ini aparat dan Pemkab Poso melakukan upaya persuasif. Himbauan dan peringatan untuk mengosongkan lokasi tambang dipancang di mana-mana. Termasuk di depan jalan raya Dongi-Dongi. Hasilnya 29 Agustus 2016, dua hari menjelang batas akhir lokasi sudah kosong. Sehingga pada saat 900 aparat penegak hukum gabungan beroperasi tanggal 1 September 2016 tidak terjadi lagi situasi panas.“Pasca penertiban, penataan akan dilakukan di bekas areal pertambangan tanpa izin, 17 ribu bibit pohon akan disediakan oleh Dishut Provinsi nantinya,” jelas Sudayatna, Kepala Balai TN Lore Lindu.Lubang-lubang bekas galian itu rencananya nanti akan ditimbun oleh excavator, yang rusak akan ditata dan setelahnya ditanami pohon palapi, pohon lokal bernilai ekonomis tinggi.“Secepatnya ditangani, kalau lama, nanti masuk lagi penambang, rusak lagi,” tuturnya. Dia menyebutkan kawasan akan dijaga sedikitnya 120 personil TNI Polri selama masa penataan.***Warung itu tampak sepi. Tak nampak lagi adanya aktivitas. Keadaan tampak berbeda beberapa bulan yang lalu. Warung itu milik pendatang dari Sigi dan Palu. Di saat jayanya warung itu buka 24 jam.“Di situ dulu 1 piring kalau pakai ayam atau daging Rp25-30 Ribu, kalau mie siram Rp10 ribu pakai telur, dan itu tidak berhenti, mati berdiri itu penjual,” kata Jon, seorang warga lokal sambil tertawa. Menurutnya harga itu terlampau tinggi dalam kondisi normal orang lokal." "Balada Emas Dongi-Dongi, Antara Tambang Rakyat dan Kawasan Konservasi","Om jon warga asli setempat dari suku Da’a. Dia mengaku tidak ikut menambang. Tetapi dia turut merasakan rezeki tambang. Dia menyediakan jasa ojek. Sesekali dia dan anaknya nyambi sebagai pembuat tanggul penahan longsor di area penggalian. Dia mengaku di saat tambang ramai, dengan mengojek penghasilannya dapat mencapai Rp3 juta per hari.Ribuan penambang yang menyerbu masuk kewilayah Dongi-Dongi membuat putaran ekonomi di areal tersebut meningkat pesat, dengan harga yang melambung tinggi. Bahkan seorang kuli panggul orang lokal mendapat jatah Rp250 ribu untuk sekali angkut karung pasir berukuran 25 kilogram.“Juga rumah-rumah disana disewakan. Pemiliknya tinggal dikebun, Semalam Rp500 ribu,” ujar Jon sembari menunjuk deretan rumah-rumah sederhana milik warga yang berada di sekitar pintu masuk lokasi.Dia pun mengaku baru kali ini memperoleh uang dengan cara cepat.Pesta sudah selesai, tambang sudah ditutup. Jon tidak ambil pusing. Dia berencana untuk kembali ke kebun menjadi petani. Menurutnya kerja-kerja ini cuma sampingan. Semacam selingan dan rezeki tambahan pendapatan buatnya.Untuk kali ini masalah di Dongi-Dongi mungkin tampak sudah selesai. Namun belum jelasnya tapal batas membuat areal yang dianggap berpotensi emas ini bakal seterusnya diserbu oleh ribuan penambang yang ingin masuk kembali di daerah ini.Namun klaim ini buru-buru dibantah keras Balai TNLL. Sudayatna dengan tegas menyatakan bahwa benar tapal batas belum ada, tetapi wilayah tambang masuk dalam kawasan mengacu pada titik koordinat peta kawasan diluar enclave TNLL.Di depan masyarakat Dongi-Dongi pada tanggal 3 September 2016, Wagub Sulteng Soedarto meminta agar jangan mudah masyarakat terprovokasi dan tidak percaya dengan berbagai isu yang beredar.Menurutnya tidak benar berita yang menyatakan lokasi Dongi-Dongi akan dieksploitasi pasca penambang PETI digusur “Sama sekali nggak benar berita itu, jangan mudah percaya,” jelasnya." "Balada Emas Dongi-Dongi, Antara Tambang Rakyat dan Kawasan Konservasi","Dia pun lalu meminta seluruh lapisan masyarakat Sulteng untuk menaati hukum dan jangan melakukan perbuatan melawan hukum, termasuk mendukung kegiatan ilegal yang dilakukan para penambang dari luar provinsi.Ari, kelompoknya dan ribuan penambang sudah pergi jauh dari Dongi-Dongi saat Wagub berucap. Mereka sudah pulang meninggalkan Dongi-Dongi dengan cerita getir. Mungkin dalam asanya, mereka berharap suatu saat akan dapat kembali lagi kesini untuk beradu untung dengan sang nasib. [SEP]" "Ritual Turun ke Sawah, Ungkap Syukur pada Bumi dari Solok Selatan","[CLS] Terdengar gandang sarunai, alat musik tradisional dari Sumatera Barat mulai berbunyi. Talempong berbunyi sahut-menyahut menambah meriah acara puncak perayaan tradisi turun ke sawah. Tradisi ini setiap tahun dirayakan dalam pawai alegoris dan makan makan bajamba di Nagari Koto Baru,  Kecamatan Sungai Pagu Kabupaten Solok Selatan, Sumbar.Tradisi turun ke sawah atau ritual Nandabiah Kabau Nan Gadang dilakukan masyarakat Nagari Koto Baru untuk memulai masa tanam. Ia diyakini ada sejak zaman nenek moyang.Ketua Kerapatan Adat Nagari Koto Baru, Jalaludin Datuk Lelo Dirajo, mengatakan, tradisi ini bentuk rasa peduli dan doa masyarakat akan hasil panen dan sumber air bersih sebelum mulai tanam.“Zaman raja-raja sudah ada tradisi turun ka sawah sebagai kepedulian masyarakat Koto Baru terhadap masyarakat yang tinggal di hulu Sungai Batang Bangko, “ katanya.Saat itu, sungai keruh hingga raja khawatir. “Setelah diamati ternyata bertepatan dengan turun ke sawah di hulu sungai ada masyarakat mencari (baca ikan).”Dalam ritual ada penyembelihan kerbau. Warga membeli Rp20 juta hasil iuran anak kemenakan dari 147 niniek mamak se-Koto Baru.Setelah disembelih, daging dibagikan kepada 147 niniek mamak dari sembilan suku. Yakni, Panai, Bariang, Sikumbang, Caniago, Melayu, Kutianyia, Kampai, Tigo Lareh, dan Durian. Masing-masing kaum memiliki satu orang datuak pamuncak yang menjadi perwakilan dalam Kerapatan Adat Nagari.Setelah dimasak di rumah masing-masing, masyarakat akan ritual makan bajamba di rumah gadang.“Sebelum makan bersama, kita akan pawai alegoris. Ada pertunjukan tari persambahan diiringi musik tradisional, dan silek. Baru makan bajamba ditutup dengan doa agar sawah berhasil panen banyak,” ucap Jalaludin.Ritual ini, katanya, juga sebagai pengganti kepada masyarakat hulu sungai. Nanti ada pembagian daging kepada ke mereka sebagai imbal jasa telah merawat sungai. “Sekaligus bentuk syukur masyarakat,” katanya." "Ritual Turun ke Sawah, Ungkap Syukur pada Bumi dari Solok Selatan","Tradisi turun ke sawah ini sempat hilang selama lima tahun belakangan. Terakhir, digelar 2011. “Ini kebudayaan harus tetap ada.”Ketika ritual ini sempat hilang, banyak masyarakat meresahkan kehadiaran hama dan berbagai penyakit menyerang padi mereka.“Kami sempat kewalahan dengan babi dan penyakit padi. Tentu membuat hasil panen menurun,” kata Nasrial, masyarakat Nagari Koto Baru.Tradisi tanam serentak ini, memang meningkatkan produksi padi masyarakat. Beras membludak membuat harga pasar turun.KKI Warsi telah uji coba pembelian beras oleh kelompok masyarakat di Jorong Simancuang, Kecamatan Pauh Duo, Solok Selatan. Tekanan para tengkulak dapat diatasi.Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN) Simancuang sebagai penampung beras masyarakat. Harga beli ditetapkan jauh lebih tinggi dari para tengkulak. Harga stabil, dan tengkulak tak bisa membli beras dari petani dengan harga rendah.Koordinator Regional Sumbar KKI Warsi Riche Rahma Dewita menyebutkan, mengatakan, cara ini memutus mata rantai perdagangan beras para tengkulak. Harga beras bisa stabil dan menguntungkan petani.“Sejak pembelian beras ini dilakukan,masyarakat memiliki pilihan menjual beras. Agar tersosialisasikan, LPHN juga membuat pengumuman harga jual beras hingga bisa diketahui masyarakat luas. Terpenting, harga lebih tinggi dibandingkan harga jual tengkulak.”Sebelumnya, harga beras hanya Rp10.000 per kg, kini di Simancuang, menjadi Rp12.500 perkg. Pengumuman harga terbuka.Dengan begitu, katanya, kala ada tengkulak beras datang, mau tak mau harus mengikuti harga ini jika ingin tetap mendapatkan beras masyarakat.Riche mengatakan, dari model perdagangan beras ini, mereka sudah bisa mendapatkan keuntungan Rp500.000. Kegiatan ini, katanya, tak hanya menaikkan harga jual beras juga mengantisipasi perpindahan lahan.Bahkan, katanya, tak jarang padi di sawah belum dipanen sudah berpindah tangan karena pemilik sawah sedang membutuhkan uang." "Ritual Turun ke Sawah, Ungkap Syukur pada Bumi dari Solok Selatan","Dalam kasus seperti ini, yang memberikan pinjaman membeli padi di lahan belum panen. Bahasa lain, gadai lahan dengan uang pinjaman yang disepakati.Sawah petani menjadi agunan harus ditebus kepada pemberi pinjaman. Jika sampai batas waktu tertentu, belum bisa membayar, otomatis lahan berpindah tangan.”Ini sangat merugikan masyarakat, jika mereka kehilangan lahan, lantas apa yang akan mereka lakukan? Sawah bagi mereka barang sangat berharga dan menjadi tempat bergantung hidup.”  Bersawah dan penyelamatan hutanPotensi sawah di Solok Selatan, cukup besar, bahkan kabupaten ini menjadi lumbung beras di Sumbar. Kabid Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian Solsel, Zamzami mengatakan, luas sawah di nagari itu 9.540 hektar dengan panen padi sekali empat bulan. Dari luasan itu, 2.081 hektar di Kecamatan Sungai Pagu.Pertunjukan musik tradisional Minangkabau yaitu talempong dan gandang sarunai. Foto: Elviza DianaSungai Pagu terdiri dari 11 nagari dengan luas sawah di Nagari Koto Baru sekitar 700 hektar. “Ini upacara untuk 700 hektar sawah di Koto Baru,” katanya.Seiring masih tinggi animo masyarakat mengelola sawah, kebutuhan air menjadi sangat penting bagi mereka. Begitupun dengan masyarakat Nagari Koto Baru, menyadari penting menjaga hutan. Saat ini, mereka mulai mengalami penurunan debit air untuk mengairi sawah persawahan.Tiga tahun silam, masyarakat Koto Baru,  sudah mendapatkan surat penetapan areal hutan nagari 1.145 hektar. Pengelolaan hutan, diharapkan mampu membentengi masyarakat dari bencana ekologis.“Kami pernah bencana galodo 1995. Ini pelajaran berharga untuk pengelolaan sumber daya alam baik dan kembali ke alam. Seperti petuah Minangkabau, Alam takambang jadi guru,” kata Datuk Lelo Dirajo.Terkait pembangunan kehutanan di Sumbar yang memperioritaskan pemberdayaan masyarakat, Dinas Kehutan telah mengidentifikasi 110 nagari berpotensi mendapatkan hak kelola dengan skema perhutanan sosial." "Ritual Turun ke Sawah, Ungkap Syukur pada Bumi dari Solok Selatan","Sumbar menargetkan 500.000 hektar dalam skema pengelolaan hutan berbasis masyarakat hingga 2017.Hingga kini menurut Rainal Daus, Manajer Advokasi dan Kebijakan KKI Warsi, ada 44.149 hektar hutan sudah ada SK penetapan hutan nagari, 34.869 hektar masih proses.Untuk skema hutan kemasyarakatan yang mendapatkan legalitas 4.098 hektar dan berproses 15.185 hektar. Jika dilihat data, katanya, masih perlu perjuangan keras mewujudkan 500.000 hektar. “Saat ini baru 20% terealisasi.” [SEP]" "Sampai Kapan Kapal Perikanan Tak Melaut?","[CLS] Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berkali-kali mengklaim bahwa kondisi perikanan saat ini lebih baik dibandingkan beberapa tahun lalu. Hal itu, dibuktikan dengan terus meningkatnya produksi perikanan di semua pelabuhan perikanan yang ada di Indonesia.Pernyataan tersebut diungkapkan oleh seluruh pejabat KKP, termasuk Menteri Susi Pudjiastuti. Tetapi, pernyataan tersebut dikritik langsung oleh Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat RI. Kritikan tersebut muncul saat Dewan mendapatkan kenyataan bahwa kondisi di Pelabuhan Perikanan Nizam Zachman Muara Baru, Jakarta Utara tidak sesuai harapan.Salah satu kritikan tersebut, adalah soal masih banyaknya kapal perikanan yang tak beroperasi di Muara Baru. Di pelabuhan tersebut, sedikitnya ada 60 kapal yang tak beroperasi pada Selasa (19/01/2016) siang.Menurut Wakil Ketua Komisi IV Titiek Soeharto, kondisi tersebut sangat aneh. Mengingat, KKP saat ini menjadi instansi pemerintah yang diagungkan dan dihormati. Seharusnya, tidak ada permasalahan seperti kapal yang tak beroperasi lagi.“Setelah saya tanyakan langsung kepada pemilik kapal, kapal yang tak beroperasi tersebut adalah kapal-kapal yang bermasalah dengan perizinan. Rata-rata, mereka masih belum mendapatkan izin dari KKP untuk melaut,” ungkap Titiek kepada Mongabay.Dari informasi yang dikumpulkan, di Muara Baru dalam sehari tak kurang ada 1.600 kapal yang berlabuh. Namun, semuanya silih berganti masuk untuk mengisi tempat. Seperti pada kemarin, kapal perikanan yang sedang berlabuh tercatat ada 600 kapal.Kapal-kapal yang berlabuh di Muara Baru tersebut, menurut Titiek, rata-rata berukuran minimal 30 gross tonnage (GT). Seluruhnya, adalah kapal milik nelayan lokal.Tentang kapal-kapal yang tak beroperasi tersebut, Titiek berharap bisa segera mendapatkan solusi untuk beroperasi lagi. Karena jika terus dibiarkan, maka nasib anak buah kapal (ABK) semakin tidak jelas dan itu akan memengaruhi kondisi ekonomi mereka." "Sampai Kapan Kapal Perikanan Tak Melaut?","“Coba dibayangkan saja, jika satu kapal itu mempekerjakan 30 ABK, berapa total ABK yang harus berhenti melaut. Mereka sudah jelas tidak mendapatkan pemasukan lagi dalam jangka waktu enam bulan ini,” tutur dia.Untuk itu, Titiek mengaku akan mendesak Menteri Susi Pudjiastuti untuk segera menyelesaikan masalah tersebut. Jangan sampai, karena kebijakan negara, masyarakat bawah yang menjadi korbannya.Tiga Peraturan BermasalahSementara itu Ketua Komisi IV DPR RI Herman Khaeron dalam kesempatan terpisah, menyebutkan, kebijakan Susi Pudjiastuti saat ini dinilainya bermalasah. Terutama, tiga peraturan yang sudah berjalan saat ini, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2015 tentang PNBP Kelautan dan Perikanan, Peraturan Menteri KP No 1 Tahun 2015 tentang Penangkapan Lobster, Kepiting, dan Rajungan, serta Permen KP No 2 Tahun 2015 tentang  Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawl) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Perairan Indonesia.“Itu yang jadi masalah. Kita berharap Menteri Susi bisa segera memperbaikinya. Karena, kita tidak mempermasalahkan jika menteri membuat peraturan. Hanya, jangan sampai itu bermasalah. Artinya, harus ada solusi dan antisipasi,” ucap Herman dalam sambungan telepon.Terpisah, Ketua Himpunan Nelayan Purse Seine Nusantara (HNPN) James Then mengungkapkan kekesalannya atas persoalan yang muncul dalam setahun terakhir ini. Terutama, berkaitan dengan berhentinya operasional kapal-kapal perikanan di sejumlah pelabuhan perikanan di Indonesia.“Ini jadi masalah. Seharusnya ini ada solusi. Kita tidak boleh membiarkan ini terus terjadi, karena itu akan menurunkan ekonomi. Ingat, perikanan juga menyumbang perekonomian nasional,” ungkap dia." "Sampai Kapan Kapal Perikanan Tak Melaut?","“Sesuai SOP (standard operating procedure), proses perizinan itu maksimal hanya 21 hari saja. Tapi pada kenyataannya, sekarang ini KKP memproses perizinan selalu di atas tiga bulan. Bahkan, ada juga yang sudah enam bulan, hingga kini masih juga belum mendapatkan izin,” tambah dia.Selain persoalan operasional kapal yang terpaksa berhenti karena tersendat perizinan, James mengatakan, saat ini ada juga kapal-kapal yang terpaksa berhenti karena mereka tidak tertarik untuk mengurus perizinan lagi.“Ini yang jadi masalah. Kapal tidak mau mengurus izin, karena mereka tidak tertarik lagi untuk berinvestasi di perikanan. Hal itu, karena ada beban pajak yang sangat tinggi. Belum melaut saja, harus sudah bayar pajak. Bisnis seperti apa itu?” tandas dia.Karena itu, James berharap, KKP bisa segera menyelesaikan persoalan tersebut. Jangan sampai, nelayan yang sudah dirugikan akan semakin terpuruk. Jika sudah begitu, nelayan akan semakin sulit,” pungkas dia. [SEP]" "Alami Kekerasan dan Intimidasi, Aktivis Tolak Reklamasi Benoa Lapor Komnas HAM","[CLS] Para aktivis penolak reklamasi Teluk Benoa Bali mendatangi Komnas HAM di Jakarta, Selasa (28/6/16) melaporkan tindakan kekerasan kala pembukaan Pesta Kesenian Bali (PKB) 11 Juni di Lapangan Renon Denpasar. Dua aktivis ForBali, Suryadi Darmoko dan Adi Sumiarto mendapatkan intimidasi paksaan melepas baju bertema “Bali Tolak Reklamasi” dan pemukulan oleh aparat keamanan.“Saat itu PKB langsung dibuka Presiden Jokowi. Saya bersama teman-teman datang ke lokasi menggunakan kaos Bali Tolak Reklamasi. Dihadang aparat keamanan. Saya dilarang menyaksikan pembukaan PKB,” kata Suryadi, Direktur Walhi Bali.Tak hanya dia yang mengalami kekerasan, juga rekan-rekan aktivis tolak reklamasi Benoa. Kala interogasi kepolisian, terlontar ucapan larangan memakai baju bertema tolak reklamasi. Kala itu, beberapa aktivis ForBali dikumpulkan di satu titik dan dihadang menyaksikan gelaran itu.“Saat itu,  terjadi perdebatan panjang. Kami merasa tak melanggar aturan, tak ada aturan melarang penggunaan baju tolak reklamasi. Kami memilih bertahan. Saya dan teman mengatakan,  akan melihat pembukaan di pinggir, tak di depan Presiden. Tetap ditolak. Kami harus ganti atau buka baju,” katanya.Akhirnya, aparat mengeluarkan teriakan dan memaksa para aktivis keluar acara. Moko bertahan di lokasi didorong diduga oleh aparat kepolisan atau TNI. Hingga terjadi pemukulan." "Alami Kekerasan dan Intimidasi, Aktivis Tolak Reklamasi Benoa Lapor Komnas HAM","“Saya terkena pukulan di rahang sebelah kanan sampai kepala berkunang-kunang. Rekan saya Adi Sumiarta terkena pukulan di leher kiri bagian belakang tiga kali. Pukulan sangat terlatih dan di titik melumpuhkan kami. Kami pikir itu itu aparat.”  Saat penghadangan, katanya, Moko ingat betul di sekitar lokasi ada kepolisan. “Saya mencatat nama dari I.B. Aditia M.B. Saya lihat jelas, dia sejak awal aktif mengumpulkan kami di satu titik. Dia juga mengejar rekan lain. Saat pemukulan, ada beberapa polisi berjaga. Tak jauh dari situ ada pos polisi.  Pelarangan mengenakan baju tolak reklamasi disaksikan langsung bahkan oleh kepolisan,” katanya.Selebihnya dia tak melihat jelas. Moko beranggapan, aparat keamanan di lokasi tahu persis terjadi pemukulan. Dalam tayangan video yang didokumentasikan, jelas ada pembiaran dari kepolisan.“Saat itu yang menggunakan baju tolak reklamasi sekitar 10 orang, mengalami pemukulan dua orang.”Dia berharap Komnas HAM memantau serius proyek reklamasi Teluk Benoa, supaya tak ada intimidasi ataupun pengekangan kebebasan berekspresi dan pemukulan.I Made Ariel Suardana, Tim Advokasi ForBali mengatakan, laporan ke Komnas HAM terkait banyak pemberangusan, penurunan, penghilangan baliho Bali Tolak Reklamasi. Termasuk intimidasi dan ancaman psikologis. “Kami juga sertakan rangakaian kronologis dan rekaman video delapan adegan.”Dia meminta Komnas HAM segera menyelidiki pelanggaran HAM ini. Dia berharap, Komnas HAM bisa memberikan rekomendasi agar pelaku mendapatkan sanksi baik pidana maupun administratif berupa pemecatan.“Dalam pemukulan dan pemaksaan pelepasan atribut atau baju, ada tindakan aktif oleh orang-orang memakai baju bertuliskaan Turn Back Crime.  Apakah mereka dari TNI, Polri atau bahkan preman? Kami serahkan kepada Komnas HAM. Jika dari TNI atau Polri, harusnya dapat ditindak pidana maupun administratif.”" "Alami Kekerasan dan Intimidasi, Aktivis Tolak Reklamasi Benoa Lapor Komnas HAM","Dia yakin, pelarangan ini oleh aparat Negara.  Apalagi, setiap perdebatan, selalu dia mengatakan ada perintah atasan. “Kami yakin, tindakan ini terstruktur atas perintah dan komando.”Juru bicara Walhi Nasional Khalisah Khalid mengatakan, Komnas HAM harus konsen dan memberikan perhatian pada kasus ini selain proyek reklamasi Benoa sendiri yang banyak indikasi pelanggaran HAM. “Ini sistematis buat membungkam suara kritis masyarakat menolak reklamasi.”Kejadian ini, katanya, bukan kali pertama. Intimidatif, katanya, seringkali terjadi, misal, Presiden datang ke Bali. Dia merasa aneh karena aparat dan pemerintah daerah seakan-akan meutupi aksi kritis masyarakat menolak reklamasi. Seolah, katanya,  ingin menunjukkan kepada Presiden bahwa di Bali tak ada penolakan reklamasi Benoa.“Padahal nyata upaya perlawanan masyarakat makin masif di hampir semua bendesa adat. Ini lucu, era terbuka, para pihak itu mencoba membohongi Presiden. Kami sudah menyampaikan ini ke semua institusi negara termasuk Presiden,” ujar dia.Kini sudah ada pernyataan resmi 38 bendesa adat menolak reklamasi Benoa. Mereka dari Badung, Denpasar, Gianyar dan Karangasem. Di hamper semua wilayah Bali, penolakan juga dilakukan organisasi pemuda adat.Komisioner Komnas HAM Subkomisi Pemantauan dan Penyelidikan Siane Indriani mengatakan, hal krusial dalam reklamasi di Teluk Benoa dimulai kala Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, mengeluarkan Perpres 51 tahun 2014. SBY mengubah Teluk Benoa dari awal kawasan konservasi menjadi pemanfaatan hingga memungkinkan masuk reklamasi." "Alami Kekerasan dan Intimidasi, Aktivis Tolak Reklamasi Benoa Lapor Komnas HAM","Masyarakat Bali, katanya,  menganggap Benoa, wilayah sangat penting. Sosialisasipun tak terbuka dan hanya sebagian. “Walaupun dijelaskan reklamasi akan memberikan dampak ekonomi tetapi belum clear mengapa wilayah konservasi jadi pemanfaatan. Kalau alasan ada pendangkalan, tol dan pelabuhan, kan harusnya mengapa dibangun? Kalau memang konservasi, seharusnya kembalikan lagi.”Tambah lucu lagi kala muncul istilah revitalisasi yang ternyata pengembangan kawasan wisata modern. Ada beberapa hal membuat masyarakat taka man dengan Bali sebagai kawasan adat dan budaya, tempat suci upacara melasti. Belum lagi, katanya,  masyarakat Bali khawatir reklamasi akan mempengaruhi ekonomi masyarakat karena akan banyak tenaga asing masuk.Dari sisi lingkungan hidup, katanya,  juga berpotensi merusak. “Kita menunggu hasil Amdal, semula bakal selesai April atau Mei, sampai sekarang belum selesai. Saya sudah turun ke lapangan beberapa kali bertemu masyarakat adat.” Dia khawatir, kala reklamasi berjalan, khawatir terjadi konflik horizontal antara orang-orang pro dan kontra. “Ini ada semacam gerakan yang kalau tak disikapi serius oleh pemerintah pusat, konflik horizontal bisa terjadi.”Dalam jangka panjang juga ada kekhawatiran. Selama 30 tahun kawasan itu dikuasai swasta. Kondisi ini akan berpengaruh pada keamanan. Bisa saja,  katanya, kawasan reklamasi itu jadi jalur narkoba masuk.Dia sudah bertemu Gubernur Bali. Gubernur mengatakan, kalau reklamasi kebijakan pusat. Gubernur bilang, pemda tak punya kewenangan lagi.  “Katanya itu kewenangan Presiden. Kami meminta Presiden tegas. Kami ingin reklamasi dikaji ulang. Kalau masyarakat merasakan manfaat, tentu mereka mendukung. Kalau tak membawa manfaat, ya otomatis menolak,” kata Siane." "Alami Kekerasan dan Intimidasi, Aktivis Tolak Reklamasi Benoa Lapor Komnas HAM","Dia meminta,  pemerintah mengajak masyarakat berdialog terbuka mengenai kebijakan ini. Jangan sampai kekhawatiran masyarakat kalah karena investor. Komnas HAM, katanya,  akan fokus memantau berbagai proyek reklamasi. Tak hanya Bali, juga daerah lain seperti Manado dan Jakarta. [SEP]" "Berjibaku dengan Kotoran Demi DNA Gajah","[CLS] Bagi Sunarto dan tim, menemukan gajah sumatera di hutan bukan pekara mudah. Sekali pun, gajah-gajah tersebut berbadan besar dan ada yang dilengkapi kalung pendeteksi lokasi (Global Positioning System/GPS). Sejak 2012, Sunarto dan tim dari World Wildlife Fund for Nature (WWF) Indonesia bergerak menjelajahi hutan Tesso Nilo, Riau. Mereka mencari kelompok-kelompok gajah, meski terkadang kotoran raksasa di sela semak yang didapat.“Gajah ini berkelompok dan pintar menyamarkan diri. Meski begitu, relatif lebih mudah mendapatinya ketimbang badak atau harimau,” ujar Sunarto, Ekolog Satwa Liar WWF-Indonesia kepada Mongabay Indonesia, Ahad (14/8/2016).Tim tak “rela” tumpukan kotoran gajah yang ditemukan itu mengonggok begitu saja. Tak ketemu gajah, kotoran pun tetap berguna. Memang tak sembarangan, harus yang segar. Tidak lebih 24 jam. Sampel inilah yang nantinya dikirim ke laboratorium Lembaga Biologi Molekuler Eijkman untuk diteliti. Tujuannya, mendapatkan data deoxyribonucleic acid (DNA) individu gajah bersangkutan.Studi DNA memang bermanfaat untuk beragam tujuan, seperti menghitung populasi dan kekerabatan individu atau kelompok dengan individu atau kelompok lainnya. Tingginya perkawinan sedarah menyebabkan satwa ini rentan terhadap penyakit, dikarenakan variasi genetiknya yang rendah. Juga, dapat digunakan untuk kegiatan mitigasi konflik gajah dan manusia, serta forensik dalam hal penegakan hukum kejahatan satwa liar.Tim memang harus berpayah-payah masuk hutan, mengejar Elephas maximus sumatranus dan kotorannya demi melakukan ‘sensus’. Mengingat, pemetaan dan data DNA gajah sumatera yang masih minim. Tim juga harus ambil risiko dari sulitnya air bersih dan tempat berlindung akibat kondisi hutan yang habis dibabat." "Berjibaku dengan Kotoran Demi DNA Gajah","Kegiatan ini, diharapkan jadi model pemetaan di tempat lain. Pemetaan atau pendataan DNA, kata Sunarto yang merupakan doktor lulusan Virginia Tech (USA), bertujuan untuk menghitung populasi, sebaran, dan aspek ekologi lain. “Keberhasilan ekstraksi dan amplifikasi DNA di Tesso Nilo mencapai 100 persen.”Meski begitu, usaha pendataan tersebut menghadapi masalah serius, yakni ancaman perburuan dan hilangannya habitat gajah, khususnya di Riau dan Aceh. “Kalau tak cepat diantisipasi, Aceh dalam 10-20 tahun ke depan bisa lebih parah dari Riau sekarang,” ujarnya.Penelitian kotoran gajah ini menunjukkan hasil, sebanyak 113 individu gajah teridentifikasi. Diperkirakan, jumlah minimal populasi gajah sumatera di Tesso Nilo saat sampel diambil sekitar 154 individu. “Selain  mengetahui jumlah populasi, studi ini juga menunjukkan pergerakan beberapa individu gajah di beberapa lokasi yang belum diketahui sebelumnya” terang Sunarto.Studi DNA ini juga diperkuat dengan hasil pantauan pergerakan gajah melalui kalung GPS. Terlihat jelas, adanya kelompok gajah di Tesso Nilo yang berkeliaran di luar taman nasional, yaitu di hutan industri. Dugaan awal menunjukkan, tingginya aktivitas manusia terutama perambahan yang berlangsung di taman nasional itu, memaksa gajah untuk menyingkir.KondisiProf. Dr Herawati Sudoyo, Wakil Kepala Penelitian Fundamental Lembaga Biologi Molekular Eijkman menuturkan, data  genetika sangatlah akurat untuk mengenali setiap individu gajah. Sehingga, dapat membantu penanganan kasus kejahatan satwa, seperti pembunuhan gajah Yongki di Lampung, September 2015.“DNA Yongki tersimpan di lembaga ini. Bila ada temuan, bisa dicocokkan apakah gading itu milik Yongki atau bukan. Sehingga, bisa dilacak siapa pelakunya.”" "Berjibaku dengan Kotoran Demi DNA Gajah","Menurut Hera, teknik genetika molekular untuk konservasi satwa di Indonesia, baru dilakukan untuk gajah sumatera di Tesso Nilo, Bukit Tigapuluh, Way Kambas dan Bukit Barisan Selatan. Kombinasi teknik tersebut, dengan pengambilan sampel non-invasif (tidak menyakiti satwa) akan menguntungkan studi populasi satwa yang terancam punah. “Ukuran  populasi, profil  genetik  individu,  keragaman genetik, rasio  seks, serta distribusi dapat diketahui,” paparnya.Terkait keberadaan gajah sumatera, Dedi Chandra, dari Pusat Konservasi Gajah Way Kambas menjelaskan, saat ini sebagian besar gajah tersebut berada di luar kawasan lindung seperti lahan perkebunan dan pemukiman. Kondisi yang sangat riskan akan terjadinya konflik. “Kontribusi lembaga ex-situ untuk mendukung konservasi gajah memang terus dilakukan. Namun begitu, kami tidak bisa terus menampung gajah liar dari alam, selain kewalahan biaya perawatan juga besar,” paparnya.Ditemui terpisah, Chairul Saleh yang merupakan Species Coordinator WWF-Indonesia menuturkan, hampir 80 persen gajah sumatera hidup di luar kawasan dilindungi. Fakta lainnya adalah, dalam satu generasi atau 25 tahun, habitat gajah telah hilang seluas 70 persen dan sebanyak 50 persen populasinya lenyap. “Berdasarkan Daftar Merah International Union for Conservation of Nature (IUCN) 2011, statusnya Kritis (Critically Endangered/CR). Status ini naik satu peringkat yang sebelumnya dikategorikan Genting (Endangered/EN).”Menurut Chairul, keterancaman hidup gajah sumatera merupakan indikasi terancamnya ekosistem Pulau Sumatera. Diperkirakan, jumlah gajah sumatera saat ini sebanyak 1.700 individu. Padahal, tahun 2007, berdasarkan data WWF-Indonesia diestimasikan antara 2.400-2.800 individu. “Habitat yang hilang memaksa gajah masuk permukiman warga yang tak jarang berakhir dengan konflik. Makin lengkap dengan gencarnya pembunuhan.”" "Berjibaku dengan Kotoran Demi DNA Gajah","Penilaian yang salah terhadap gajah sumatera sudah sepatutnya dihilangkan. Misal, gajah merupakan sumber konflik dengan manusia. Gajah ‘menghambat’ proses pembangunan sehingga hanya dinilai dari status perlindungan saja. Serta, terbatasnya pengetahuan masyarakat akan fungsi ekologi gajah di habitat alaminya. “Perlindungan gajah memang harus dilakukan, termasuk yang di luar kawasan lindung. Berikutnya, kita rancang tata ruang wilayah untuk habitat satwa,” paparnya, Selasa (16/8/2016).Gajah sumatera merupakan ‘spesies payung’ yang mewakili keanekaragaman hayati di ekosistem habitatnya. Dalam sehari, ia mengonsumsi 150 kilogram makanan dan 180 liter air dengan areal jelajah 20 kilometer persegi per hari. Biji tanaman yang ada di kotorannya akan tersebar di wilayah jelajahnya yang begitu membantu proses regenerasi hutan. Mamalia besar ini dilindungi Undang-Undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1999 tentang Pengawetaan Jenis Tumbuhan dan Satwa. [SEP]" "Mongabay Travel: Sensasi Bunta, Pulau Berkarang Indah Tanpa Penghuni","[CLS] Hamparan pasir putih dan batu karang membentang indah di Pulau Bunta, yang berada di Kecamatan Peukan Bada, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh. Meski tidak berpenghuni, namun keindahanya membuat siapa saja yang berkunjung ingin menjenguknya kembali.Pulau atau dalam bahasa Aceh disebut pulo ini, luasnya sekitar 120 hektare. Dari kejauhan, pesona Pulo Bunta terlihat jelas dengan jajaran pohon kelapa yang melambai. Deburan ombak Samudera Hindia menambah eksotis pulau yang kaya akan biota laut ini.“Pulau ini sangat tepat untuk dikunjungi. Tidak ada keramaian, kita serasa pemiliknya tanpa perlu khawatir adanya gangguan orang lain,” sebut Maulana, warga Banda Aceh yang pernah menghabiskan waktu liburnya di pulau ini.Maulana mengetahui keindahan Pulau Bunta dari media sosial dan cerita teman-temannya. Melihat foto-foto yang ditunjukkan rekan-rekannya, membuat alumni Universitas Syiah Kuala segera mewujudkan keinginannya menjejakkan kaki di pulau mungil itu. “Suasananya memang menyenangkan untuk bersantai dan menghilangkan kejenuhan.”Untuk mencapai Pulau Bunta, pengunjung bisa berangkat dari Pelabuhan Peukan Bada dan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, atau melalui Ulee Lheue, Kota Banda Aceh. Disana ada perahu nelayan yang siap antar jeput wisatawan.Dari tiga pelabuhan itu, perjalanan menyeberang lautan hanya membutuhkan waktu satu jam. Gugusan pulau kecil, yang berpenghuni atau tidak, seperti Pulau Batu atau Pulau Nasi yang masuk Kecamatan Pulau Aceh, terhampar jelas di depan mata.Di Pulau Bunta hanya ada delapan unit rumah. Itu juga tidak dihuni karena di sini tidak ada air bersih, listrik, serta fasilitas umum. Untuk berteduh dan beristirahat, tenda merupakan perlengkapan utama yang harus dibawa ketika mengunjungi pulai ini." "Mongabay Travel: Sensasi Bunta, Pulau Berkarang Indah Tanpa Penghuni","“Kalau ke Pulau Bunta, wisatawan harus membawa air untuk minum dan memasak. Di pulau itu, tidak ada air layak minum, hanya ada dua sumur. Tapi, airnya agak asin sehingga hanya bisa dipakai untuk mandi dan mencuci barang bawaan,” ujar Agam, warga Lampuuk, Kecamatan Lhoknga yang hampir setiap bulan datang ke pulau ini untuk menangkap gurita.Kami warga Lampuuk, sering datang untuk menangkap gurita. “Tidak perlu menyelam, hanya menyusuri karang diterangi senter. Gurita bisa kami tangkap dengan tangan kosong,” terangnya. [SEP]" "34 Kukang Tangkapan Polda Jabar, Direhabilitasi Di IAR Bogor","[CLS] Pusat Penyelamatan dan Rehabilitasi Satwa International Animal Rescue (IAR) Indonesia menerima 34 individu kukang jawa (Nycticebus javanicus) hasil penindakan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Kepolisian Daerah Jawa Barat, Selasa, (18/10/2016) lalu.Kukang tersebut berhasil disita dari pemburu dan pengepul di wilayah Bandung serta Kabupaten Bandung Barat.“Satwa aman, semalam tim medis sudah melakukan pemeriksaan kesehatan sementara. Terdiri dari 14 individu jantan dan 20 individu betina,” ujar Dokter Hewar IAR Indonesia, Nur Purba Priambada, melalui siaran pers, Rabu, (19/10/2016).Purba mengatakan, pemeriksaan kesehatan dilakukan untuk mengetahui kondisi kukang. Mulai dari pengecekan fisik dan pemberian obat. Dari hasil pemeriksaan tim medis, secara umum kondisi kukang mengalami stress. Lima kukang memiliki luka (seperti gigitan), tiga individu mengalami trauma di bagian mata dan satu individu teraba ada peluru senapan angin di bagian punggung.“Semuanya berkutu. Empat kukang giginya patah, sementara yang lainnya masih bergigi utuh. Tadi malam tim rescue IAR Indonesia beserta satwa sudah sampai di Pusat Rehabilitasi di kaki Gunung Salak Bogor,” ucap dia.Menurut Purba, kukang yang bergigi utuh memungkinkan untuk dilepasliarkan kembali. Namun, tetap saja kukang yang diburu dari alam itu menderita karena diambil paksa dari habitat asalnya.“Tim di sini bekerjasama untuk memberikan perawatan dan perlakuan sesuai dengan prinsip kesejahteraan satwa hingga akhirnya nanti mereka dapat dikembalikan ke alam,” kata dia.Dia menambahkan, primata nokturnal korban perburuan dan perdagangan itu selanjutnya akan menjalani pemeriksaan kesehatan yang lebih komprehensif, proses karantina untuk pemulihan dan mencegah penyebaran penyakit. Kemudian maju ke tahapan rehabilitasi perilaku hingga pelepasliaran." "34 Kukang Tangkapan Polda Jabar, Direhabilitasi Di IAR Bogor","Manager Operational  IAR  Indonesia, Aris Hidayat mengatakan membutuhkan waktu yang lama dan biaya besar untuk mengembalikan sifat liar kukang korban perdagangan dan pemeliharaan. Sebab, pada umumnya kondisi kesehatannya buruk dan mengalami perubahan perilaku.“Untuk 34 kukang sitaan Polda Jabar yang dititiprawatkan di IAR Indonesia ini perilakunya masih liar. Saat ini kami berupaya memulihkan kondisi psikologis kukang yang stres akibat transportasi atau packing yang buruk. Setelah pulih, segera direkomendasikan untuk dilepas liar,” ujarnya.Aris berharap, dengan adanya penindakan hukum terhadap pengepul dan pemburu kukang masyarakat bisa berpartisipasi menghentikan rantai perdagangan kukang dengan tidak membeli maupun memelihara satwa liar dilindungi jenis apapun. “Tidak membeli dan tidak memelihara. Laporkan jika melihat perdagangan satwa liar dilindungi,” imbaunya.Sebelumnya, Ditreskrimsus Polda Jabar berhasil menyita 34 kukang jawa dari dua orang pengepul dan tiga orang pemburu yang ditangkap di Kosambi, Bandung dan Cipatat Kabupaten Bandung Barat. Para pelaku merupakan sindikat perdagangan kukang di Jawa Barat dan sekitarnya. Pelaku sudah diamankan ke Markas Polda Jabar.Mereka melanggar UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan ancaman hukuman pidana maksimal lima tahun kurungan penjara dan denda Rp100 juta karena memburu dan memperjualbelikan primata dilindungi jenis kukang jawa.Ketua IAR Indonesia, Tantyo Bangun mengapresiasi penindakan hukum yang dilakukan Polda Jawa Barat terhadap jaringan perdagangan kukang tersebut. Menurutnya, penindakan hukum merupakan salah satu upaya penanggulangan kejahatan lingkungan yang terjadi di Indonesia." "34 Kukang Tangkapan Polda Jabar, Direhabilitasi Di IAR Bogor","“Konsistensi penegak hukum dalam menindak pelaku kejahatan satwa dan lingkungan akan berpengaruh pada penurunan angka perburuan, perdagangan dan pemeliharaan. Tentunya dibarengi dengan penyadartahuan tepat terhadap masyarakat luas baik offline, maupun online,” ujar Tantyo.Kukang  yang lebih dikenal dengan nama lokal malu-malu merupakan primata yang dilindungi oleh Undang-undang No. 5 tahun 1990 dan Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999.  Kukang juga dilindungi oleh peraturan internasional dalam Apendiks I oleh CITES (Convention International on Trade of Endangered Species) yang artinya dilarang dalam segala bentuk perdagangan internasional.Ada tiga jenis kukang di Indonesia, kukang jawa (Nycticebus javanicus), kukang sumatera (Nycticebus coucang) dan kukang kalimantan (Nycticebus menagensis). Berdasarkan daftar merah data IUCN (International Union for Conservation of Nature), kukang jawa termasuk dalam kategori kritis atau terancam punah sedangkan kukang sumatera dan kalimantan termasuk dalam kategori rentan punah.Kukang terancam punah karena perburuan dan perdagangan untuk pemeliharaan. Perdagangan untuk pemeliharaan memegang peran besar dalam mendorong kepunahan kukang. Menurut data IAR Indonesia, sekurangnya 200-250 individu kukang ditawarkan di tujuh pasar besar di empat kota besar Indonesia setiap tahun.Sementara hasil pemantauan online tahun 2015 menunjukkan sebanyak 400 individu kukang dipelihara oleh pemilik media sosial. Dari penelusuran data, sebanyak 800-900 individu kukang diambil paksa dari habitatnya selama satu tahun.IAR Indonesia merupakan organisasi nirlaba yang bergerak di bidang penyelamatan dan konservasi satwa liar di Indonesia. Berdiri sejak bulan Februari 2008, IAR Indonesia berkembang sebagai organisasi yang fokus pada upaya 3R+M yaitu rescue (penyelamatan), rehabilitation (rehabilitasi), release (pelepasliaran) dan monitoring (pemantauan satwa pasca pelepasliaran)." "34 Kukang Tangkapan Polda Jabar, Direhabilitasi Di IAR Bogor","IAR Indonesia mempunyai dua pusat rehabilitasi satwa primata, yaitu Pusat Rehabilitasi Satwa di Ciapus, Bogor yang fokus pada upaya penyelamatan dan rehabilitasi satwa kukang, monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan beruk (Macaca nemestrina) serta Pusat Penyelamatan dan Konservasi Orangutan di Ketapang, Kalimantan Barat khusus menangani orangutan (Pongo pygmaeus) dan kukang kalimantan.Hingga tahun 2016, IAR Indonesia di Bogor telah menyelamatkan lebih dari 500 individu kukang korban perdagangan dan pemeliharaan. Saat ini lebih dari 180 individu kukang sedang menjalani rehabilitasi Pusat Rehabilitasi YIARI di kaki Gunung Salak, Bogor. Namun, 80 persen di antaranya tidak bisa dikembalikan ke habitat alaminya karena kondisi yang buruk akibat pemotongan gigi oleh pedagang. [SEP]" "Destructive Fishing Butuh Penanganan Serius. Kenapa?","[CLS] Pemerintah saat ini tengah berupaya keras dalam menangani illegal fishing. Banyak kapal-kapal asing yang kemudian ditangkap dan ditenggelamkan karena pelanggaran jalur penangkapan atau kepemilikan dokumen perizinan yang palsu. Keseriusan pemerintah terlihat dengan dibentuknya Satuan Tugas (Satgas) 115 anti illegal fishing.Tetapi masalah di perairan Indonesia tidak hanya pada illegal fishing. Masalah lain yang tak kalah seriusnya adalah destructive fishing, yang justru dilakukan oleh nelayan lokal dengan cara pengeboman dan pembiusan ikan.Menurut Mohamad Abdi, Kordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, masalah destructive fishing ini sebenarnya telah muncul sejak 20-30 tahun lalu. Namun hingga sekarang belum ada formulasi yang tepat untuk penyelesaiannya.“Meski ditemukan penyebabnya, namun ternyata kemudian tingkat kerumitan masalah ini cukup kompleks,” ungkapnya dalam diskusi tentang Penanganan Destructive Fishing di Kepulauan Spermonde, di Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin, Makassar, minggu kemarin.Ia mencontohkan dari sisi penegakan hukum, dimana Undang-Undang Perikanan sendiri tidak mengatur hal-hal yang berkaitan dengan pupuk, sebagai bahan baku pembuatan bom ikan. Sehingga pemberantasan destructive fishing ini tidak bisa dilakukan hanya dengan satu cara saja.“Jadi misalnya UU Perikanan bisa masuk, UU Budidaya Pertanian, UU Bea Cukai dan Penyelundupan juga bisa masuk. Usaha sinergitas diperlukan dimana KKP tidak boleh dibiarkan bekerja sendiri, harus di-back up oleh aparat penegak hukum.”Menurut Abdi, berdasarkan peta indikatif DFW, aktivitas destructive fishing paling banyak ditemukan di Selat Makassar, sekitar perairan Kalimantan dan di Sulawesi Barat. Lalu ada juga di gugusan Spermonde hinggaTakabonerate, Wanci di Wakatobi, Maluku dan NTT." "Destructive Fishing Butuh Penanganan Serius. Kenapa?","Salah satu pulau dengan intensitas destructive fishing yang tinggi adalah di Pulau Papandangan Kabupaten Pangkep, dimana di pulau ini diketahui terdapat sekitar 15-20 orang pelaku. Minimnya pengawasan otoritas kawasan menjadi penyebab aktivitas ini sulit dikendalikan, baik keterbatasan sarana dan prasarana pengawasan dan SDM yang hanya tiga orang, sementara luas area yang harus diawasi mencapai 50 ribu hektar.Kompleks dan RumitMenurut Zul Janwar, Staf Dinas Kelautan dan Perikanan, Kabupaten Selayar, yang pernah meneliti jalur destructive fishing di Indonesia, penanganan destructive fishing ini menjadi kompleks dan rumit karena banyaknya mata rantai yang harus diurai, khususnya terkait pada perdagangan bahan baku pembuatan bom ikan.Menurut Zul, dari investigasi yang dilakukan oleh DFW dan DKP pada tahun 2012, diketahui bahwa dalam setahun jumlah ammonium nitrat berbentuk pupuk sebagai bahan baku pembuatan bom ikan yang diselundupkan ke Indonesia dari Malaysia mencapai 18 ribu karung, dimana setiap karung berisi 25 kg pupuk. Secara total pupuk untuk kelapa sawit yang telah beredar di Indonesia ini diperkirakan telah mencapai 57 ribu karung.“Dalam 1 kg amonium nitrat saja bisa menghasilkan hingga 20 botol bom ikan ukuran botol sprite. Bisa dibayangkan berapa banyak bom ikan yang dihasilkan dari seluruh ammonium nitrat yang berhasil diselundupkan selama ini.”Jika disimulasikan, menurutnya, pupuk sebanyak 54 ribu karung tersebut bisa menghasilkan 9,4 juta botol bom ikan ukuran 250 gram atau seukuran botol sprite. Jika daya rusak 1 botol bom ikan diestimasikan sekitar 5,3 m2, maka luas perairan yang rusak akibat bom ikan mencapai 49.820 km2. Secara ekonomi, potensi kerugiannya mencapai Rp379 ribu triliun." "Destructive Fishing Butuh Penanganan Serius. Kenapa?","Menurut Zul, untuk masuk ke Indonesia pupuk tersebut seharusnya melalui izin khusus dari Kapolri, hanya saja memang selama ini masuk dengan cara illegal melalui rute-rute khusus yang bisa berubah setiap saat. Upaya penanganan juga sudah sering dilakukan, hanya saja penyelesaiannya tidak sampai ke akar masalah.“Saya kurang tahu apakah karena kita tidak melihat sisi pemberdayaan masyarakat sehingga yang selama ini ditangkap kan nelayannya. Hanya yang pakai sampan jolloro atau kapal berkapasitas di bawah 5 GT saja yang disasar. Mungkin karena mereka yang paling gampang dilihat di lapangan. Padahal nelayan ini kan hanya cari makan saja. Satu nelayan yang ditangkap, tidak membuat jera nelayan yang lain.”Hal lain, menurut Zul, meski KKP melalui Direktorat Pengawasan Sumber Daya telah mengetahui proses dan jalur penyelundupan ini, namun dalam penindakan harus berbenturan dengan aturan hukum yang ada. Seperti diketahui, bahan baku bom ikan yang diselundupkan ini dalam bentuk pupuk, sehingga tak ada kewenangan KKP untuk menindak lebih jauh, karena belum termasuk ke dalam tindak pidana perikanan.“KKP juga telah mencoba bekerja sama dengan bea cukai dengan informan. Alhamdulillah sudah banyak juga yang ditangkap. Tapi kalau diestimasi baru sekitar 10 persen yang berhasil disita, sisanya yang jauh lebih besar terdistribusi ke seluruh perairan Indonesia.Jadi sangat wajar kalau ini diangkat sebagai isu nasional.”Terumbu karang rusak parahMenurut Syafyuddin Yusuf, peneliti terumbu karang dari Fakultas Kelautan Unhas, tingginya intensitas destructive fishing ini telah menimbulkan kerusakan kosistem terumbu karang yang cukup parah, khususnya di KepulauanSpermonde yang membentang dari Kabupaten Pangkep hingga Kota Makassar." "Destructive Fishing Butuh Penanganan Serius. Kenapa?","Menurutnya, dari hasil penelitian yang dilakukan LIPI dan Unhas pada tahun 2015 menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang untuk wilayah Pangkep saja kini tinggal 25 persen. Padahal tahun sebelumnya masih 30 persen. Paling parah di perairan Makassar yang tutupan karangnya tinggal 19 persen, dari sebelumnya sekitar 25-30 persen. Sementara di Kepulauan Selayar kerusakannya tak begitu parah dengan tutupan karang masih 40 persen.“Kalau di Selayar relatif stabil karena masih terpantau. Ini karena lokasi terumbu karangnya yang berada perairan sekitar kawasan pemukiman. Kalau di Pangkep, ini karena banyak pulau-pulau yang tidak berpenghuni. Banyak terumbu-terumbu karang yang tidak bermunculan di atas air sehingga ini menjadi lahan empuk untuk destructivefishing.”Di perairan Makassar sendiri, aktivitas yang paling banyak ditemukan adalah pembiusan ikan, yang merusak terumbu karang secara perlahan. Ini terbukti dari hasil temuan di lapangan dimana terumbu karang yang ditemukan mati namun memiliki kondisi yang utuh.“Terumbu karang itu kan kalau di bom menjadi hancur. Sementara yang banyak kita temukan adalah terumbu karang yang mati tapi secara fisik masih utuh. Jadi itu karena semprotan-semprotan bius.”Tingginya praktek pembiusan ikan ini karena tingginya permintaan ikan hidup untuk konsumsi. Makassar memang tercatat sebagai daerah dengan tingkat konsumsi ikan tertinggi di Indonesia.“Konsumsi ikan warga Makassar rata-ratanya 40kg per tahun, melebihi rata-rata konsumsi ikan nasional sebesar 20-30 persen. Dengan larisnya warung-warung makan dan ikan-ikan laut menyebabkan meningkatnya suplai ikan dari laut. Secara perdagangan ini memang menguntungkan.”" "Destructive Fishing Butuh Penanganan Serius. Kenapa?","Dalam diskusi disepakati dua pendekatan penyelesaian masalah, yaitu melalui pencegahan dan penindakan. Dari segi pencegahan itu melalui stakeholder approach, berupa edukasi dan penyadaran kepada masyarakat serta memberikan alternatif pendapatan kepada masyarakat berupa modal usaha. Sementara yang sifatnya penindakan lebih ke arah penegakan hukum.Diskusi juga menyepakati sejumlah rekomendasi yang akan disampaikan kepada pihak terkait, serta menyetujui dilaksanakannya rencana aksi, termasuk pelaksanaan kampanye yang massif terkait bahaya destructive fishing terhadap keberlangsungan ekosistem laut.Diskusi ini antara lain merekomendasikan pembentukan Satgas khusus untuk penanganan destructive fishing agar penanganan isu ini lebih terintegrasi dan optimal. Pilihannya dapat mengoptimalkan peran Satgas 115 atau menginisiasi Satgas baru.Penanganan bagi pelaku destructive fishing juga perlu dirumuskan agar efek jera bisa efektif. Cara-cara penanganan illegal fishing melalui penenggelaman kapal illegal perlu diadaptasi dalam penanganan kasus destructive fishing.Tak kalah pentingnya terkait isu kolusi dan kongkaling antara aparat penegak hukum dan nelayan pelaku maupun pemasok bahan baku destructive fishing yang harus ditangani segera untuk mengoptimalkan penegakan hukum. Tidak hanya bagi garda terdepan pengawasan dan penegakan, yaitu TNI dan polisi, tetapi juga untuk jaksa dan hakim. [SEP]" "Kisah Anak Beruang Madu yang Hidup di Kandang Kayu","[CLS] Pagi menjelang siang akhir Juli 2016, suasana di Desa Lumban Ruhap, Kecamatan Habinsaran, Toba Samosir (Tobasa), Sumatera Utara, terasa sejuk. Tak jauh dari desa, terlihat hutan dengan bukit tertutup kabut.Kokok ayam jantan bersahutan. Warga desa lalu lalang sambil berbincang bahasa Batak.Di satu rumah, terlihat seorang warga desa, M. Sitorus,  meracik makanan. Ada nasi putih, susu dan gula. Semua jadi satu, diaduk kemudian ditempatkan dalam piring kaleng.Laki-laki 49 tahun ini lalu membawa ke belakang rumah. Ada sebuah kandang dari kayu sedikit miring. Dia membuka pintu kandang dan memberikan makanan kepada binatang berbulu hitam moncong putih.Satwa itu ternyata anak beruang madu. Ia jadi peliharaan Sitorus lebih sebulan ini. Tinggal dalam kandang sempit.Sitorus santai membuka pintu kandang. Tangan mengusap kepala satwa dilindungi itu. Sesekali dia seakan bermain dengan beruang ini, tanpa takut.Dia bercerita, menemukan beruang dekat landang pada Juni 2016. Dia menduga, anak ini terpisah dari sang induk di sekitar hutan Lumban. Anjing yang dibawa ke ladang, menggonggong keras. Tampak menuju ke semak belukar dan terjadi perkelahian  dengan beruang anakan ini.Dia langsung mengusir anjing peliharaan yang menggigit bagian kaki anak beruang. Setelah itu, Sitorus kembali ke rumah, dan merawat luka beruang itu.Sitorus merawat anak beruang ini. Awalnya, dia tak tahu apa makanan bisa diberikan. Setelah berbincang dengan warga sekitar, diputuskan nasi, susu dan gula.“Ia makan dua kali sehari. Susu, gula dan nasi. Itukan makanan sehat jadi mau anak beruang itu makan. Banyak aku buat supaya kenyang,” katanya.Karena masih anakan, dia melatih anak beruang agar jinak. Berhasil. Walau kandang dibuka sekalipun, satwa ini tak mau pergi atau lari.Warga sekitar juga sering datang melihat anak beruang ini. Ada yang berfoto atau sekadar memberikan makanan." "Kisah Anak Beruang Madu yang Hidup di Kandang Kayu","Saat ditanya apakah suatu hari akan melepas beruang ini, Sitorus mengatakan tak mungkin. Dari cerita orang, katanya, binatang akan dimusuhi kelompok kalau sudah bersama manusia.Ketika ditanya apakah tahu kalau satwa ini dilindungi dan ada ancaman pidana serta denda bagi siapa yang memelihara atau memperdagangkan, apalagi membunuh, Sitorus tak tahu. Dia meyatakan, menyayangi satwa ini, dan berat melepas ke hutan.Kabar ada warga memelihara satwa dilindungi, sampai ke telinga petugas Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Dolok Surung III, Toba Samosir, BBKSDA Sumut. Bersama tim meluncuk ke desa, mengecek dan identifikasi satwa.Petugas mendata dan memeriksa Sitorus termasuk kronologis mendapatkan satwa ini. Di sebuah warung di pinggir desa, pemberian pemahamanan kepada Sitorus dan warga dilakukan petugas.Sayangnya, Sitorus menolak melepas beruang. Melihat kondisi tak memungkinkan buat penyitaan, tim pun kembali ke kota.Onto Sianipar, petugas dari BKSDA Dolok Surung III, Toba Samosir, BBKSDA Sumut, mengatakan, sudah komunikasi dan musyawarah kekeluargaan dengan Sitorus, agar menyerahkan sukarela anak beruang itu tetapi belum berhasil.“Ini masih kita diskusikan.”Indra Kurnia, Koordinator Forest & Wildlife Protection Ranger)-OIC, mengatakan, langkah utama adalah pendekatan persuasif, pemberitahuan dan penyadartahuan soal satwa dilindungi.BKSDA, katanya, terus sosialisasi tentang satwa liar di desa itu, atau desa lain.“Tentu dapat melibatkan stakeholder lain, seperti perangkat desa, tokoh masyarakat, camat, koramil, polsek, lembaga mitra sebagai fasilitator ke masyarakat, sebagai bentuk kerjasama.”BBKSDA, katanya, dapat menyampaikan presentasi disertai pemutaran film, atau bahan edukasi/sosialisasi lain, yang mungkin mencantumkan nomor kontak lembaga terkait. Dengan begitu, masyarakat dapat menyampaikan informasi jika ada konflik satwa dengan masyarakat, atau yang memelihara satwa dilindungi. [SEP]" "Tujuh Individu Lutung Jawa Ini Kembali ke Habitat Aslinya","[CLS] Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Timur, serta The Aspinall Foundation, melepasliarkan tujuh individu lutung jawa (Trancypithecus auratus) ke hutan lindung RPH Sumbermanjing Kulon, Malang, Jawa Timur, Jum’at (30/9/2016).Lutung jawa ini dibagi dalam dua kelompok tatanan keluarga, yaitu kelompok lutung jawa jantan bernama Gimo (7,5 tahun) dengan betina bernama Luna (4,5 tahun) dan Ulfa (15,5 tahun). Sedangkan kelompok lain terdiri dari pejantan bernama Eman (3,5 tahun), serta betina bernama Desi (3 tahun), Cici (2,5 tahun), dan Mimi (2 tahun).Kepala Resor RPH Sumbermanjing Kulon, Suroso mengatakan, lutung yang dilepasliarkan ini merupakan satwa sitaan BKSDA dan yang diserahkan masyarakat. “Setelah direhabilitasi di Javan Langur Center dan mampu beradaptasi, mereka dilepasliarkan ke hutan lagi.”Suroso berharap, pelepasliaran ini akan menambah individu lutung jawa di alam liar, terutama dari perkembangbiakan baru di alam liar. “Satwa yang dilindungi dan terancam punah ini, jumlahnya berkurang akibat perburuan.”Sebelum dilepasliarkan, lutung jawa ini telah menjalani sejumlah pemeriksaan kesehatan di Javan Langur Center, Batu, seperti pemeriksaan fisik, TBC, parasit, dan kultur bakteri. Menurut Project Manager Javan Langur Center (JLC), The Aspinall Foundation Indonesia Program, Iwan Kurniawan, pelepasan ini telah melalui sejumlah tahap dan pemeriksaan kesehatan. Tujuannya, memastikan kesiapan satwa tersebut hidup di alam liar. “Jadi sudah melalui tahapan pemeriksaan dan sosialisasi. Secara medis juga baik.”" "Tujuh Individu Lutung Jawa Ini Kembali ke Habitat Aslinya","Dipilihnya hutan lindung RPH Sumbermanjing Kulon yang berada di wilayah Perhutani KPH Malang, karena merupakan hutan hujan tropis dataran rendah dengan jenis dan beragam vegetasi. Di hutan itu, ada sekitar 104 jenis tumbuhan yang 85 persennya merupakan pakan lutung jawa. “Kita prioritaskan di sini sambil menjaga ekosistem hutan tropis tersisa di Malang selatan. Lebih kurang 1.000 hektare luasnya,” ujar Iwan di Malang.Selain di Malang Selatan, pelepasliaran lutung jawa juga dilakukan di hutan lindung Coban Talun dan Tahura R. Soerjo, Batu. Upaya konservasi hutan yang menjadi habitat lutung jawa, dilakukan The Aspinall Foundation Indonesia Program sekaligus memantau perkembangannya di alam liar. Sepanjang 2016, sudah 15 lutung jawa yang dilepasliarkan ke alam serta 45 individu yang dilepaskan The Aspinall Foundation bersama BKSDA Jawa Timur sejak 2012.Iwan mengatakan, dari pelepasliaran di 2015 dan 2016 di Malang selatan sebelumnya, sudah ada dua individu hasil perkembangbiakan di alam. Sementara di hutan lindung Coban Talun, terdeteksi tiga individu baru. “Artinya, perkembangbiakan di alam sudah ada, dengan catatan tidak diganggu perburuan dan perambahan.”Rehabilitasi Lutung jawa merupakan jenis monyet pemakan daun yang banyak terdapat di Pulau Jawa. Sifatnya arboreal karena beraktivitas di atas pepohonan. Secara khusus, lutung jawa di Jawa Timur memiliki perbedaan dengan lutung jawa di Jawa Tengah dan Jawa Barat. Hanya di Jawa Timur ada lutung jawa berwarna oranye, selain berwarna hitam. Ini yang menjadi daya tarik, sehingga banyak diburu dan dicari orang sebagai binatang peliharaan.Lutung jawa memegang peran penting di alam, terutama sebagai satwa yang membantu peremajaan tanaman atau pohon di hutan, seperti halnya peran burung yang menebar benih. “Satwa ini suka makan bagian tanaman muda, sehingga cepat tumbuh tunas,” tukas Iwan." "Tujuh Individu Lutung Jawa Ini Kembali ke Habitat Aslinya","Sejak 1999, lutung jawa dimasukkan sebagai satwa yang dilindungi negara, sesuai Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan nomor 733/Kpts-11/1999 tentang Penetapan Lutung Jawa sebagai Satwa Dilindungi. Diperkuat Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Lutung jawa pun masuk CITES Apendix II.“Di Jawa Timur, lutung jawa tersebar di berbagai tempat. Khusus lutung jawa oranye banyak ditemukan di di semenanjung Blambangan atau Banyuwangi, Gunung Raung, gunung Argopuro, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), Tahura R. Soerjo, serta Gunung Kelud.”Iwan menuturkan, pelepasliaran lutung jawa ke alam butuh waktu tidak sebentar dan proses tidak mudah. Kebanyakan, lutung jawa yang dirawat di Javan Langur Center, Batu, kondisi fisik dan kesehatannya berbeda. Pemeriksaan menyeluruh diperlukan untuk menentukan langkah penanganan. “Ada yang secara fisik kusam dan bau, atau berpenyakit tertentu. Kalau kondisinya tidak bagus direcovery hingga sembuh.”Di JLC, lutung menjalani pemeriksaan sebelum dilepasliarkan. Seperti pemeriksaan kesehatan tiga tahap. Yaitu, pemeriksaan saat baru datang, tiga bulan saat karantina, serta pengecekan sebelum dilepasliarkan.Selain itu, ada juga sosialisasi dan penggabungan untuk membentuk kelompok keluarga. Tujuannya, agar lutung jawa mampu bertahan hidup dan berkembangbiak di alam. Pada masa sosialisasi ini dikenalkan pakan alami, pengayaan kandang dengan memberi percabangan seperti pepohonan tempat hidup aslinya, serta penggabungan dengan individu lain.“Proses penggabungan pun tidak mudah, kadang tidak cocok. Butuh waktu enam bulan hingga setahun, yang tentunya bergantung pada karakteristik masing-masing individu.”" "Tujuh Individu Lutung Jawa Ini Kembali ke Habitat Aslinya","Menurut Iwan, secara sifat, lutung jawa suka hidup berkelompok, ada satu jantan dengan beberapa betina. “Berbeda dengan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang dalam satu kelompok ada jantan alfa, beta, dan gamma, yang kalau rajanya tidur, jantan lain bisa kawin dengan betina lain.”Berdasarkan pantauan The Aspinall Foundation 2010, populasi lutung jawa di Jawa Timur sekitar 2.700 individu. Upaya mengembalikan lutung jawa ke alam liar hasil perburuan maupun perdagangan terus dilakukan. “Rata-rata, lutung jawa yang diperdagangkan di Jawa Tengah, Bali, Jawa Barat, hingga Jakarta, adalah lutung dari Jawa Timur,” tegas Iwan. [SEP]" "Begini Ajakan Melindungi Anjing dari Kota Tomohon","[CLS] Hari itu, para pecinta anjinga dan kucing berkumpul di Kota Tomohon, Sulawesi Utara. Sebuah komunitas pecinta anjing bernama Dog Lovers Tomohon (DLT) mendeklarasikan diri dengan menggelar Fun Dog Festival, vaksin rabies gratis serta kampanye perlindungan anjing. Kegiatan yang digelar Sabtu (10/12/2016) itu diberi tema “Dari Tomohon untuk Sulawesi Utara Bebas Rabies dan Peduli Kesejahteraan Hewan”.Sekitar 350 peserta turut meramaikan lomba-lomba yang telah diagendakan, misalnya Fun Dog Show, Fun Dog Race dan Fun Dog Fashion Show.Panitia juga menyertakan kategori khusus, yaitu anjing kampung. Kategori ini disertakan bukan tanpa alasan. Mereka ingin menyampaikan bahwa anjing kampung, seperti jenis lainnya, adalah sahabat manusia, bukan hewan konsumsi.“Kalau ada orang yang menilai anjing kampung untuk dikonsumsi, maka bagi kami mereka adalah sahabat,” demikian dikatakan Nicky Polii, ketua Dog Lovers Tomohon ketika ditemui Mongabay, Sabtu (10/12/2016).Dalam kegiatan ini, DLT memang menyatakan akan konsisten menyuarakan pesan-pesan perlindungan dan kesejahteraan anjing. Sebab, menurut Nicky, selama ini banyak masyarakat luar mengenal kota Tomohon lewat pasar ekstrimnya. Sehingga, kehadiran mereka diharap dapat mengubah pandangan tersebut secara perlahan-lahan.“Kami coba menunjukkan bagaimana menyayangi, memperlakukan dan bertindak secara bertanggung jawab sebagai pemilik anjing. Karena, harus disadari, kehidupan anjing bergantung pada pemiliknya,” ujar Nicky.Deklarasi DLT juga dihadiri Animal Friends Manado Indonesia (AFMI). Di sana, mereka mengkampanyekan anti kekerasaan terhadap hewan peliharaan, atau yang mereka sebut say no to Cat and Dog Meat." "Begini Ajakan Melindungi Anjing dari Kota Tomohon","Ada beberapa poin kampanye yang mereka tekankan. Pertama, soal kesejahteraan hewan termasuk pet ownership, yaitu tanggungjawab pemilik terhadap hewan peliharaannya. Kemudian, anti Dog and Cat Meat, yang beranjak dari penilaian masih tingginya tingkat konsumsi terhadap dua jenis binatang ini.“Kampanye AFMI menyesuaikan dengan karakter mayoritas masyarakat di Sulawesi Utara. Tidak dilakukan secara frontal. Kami percaya, secara perlahan-lahan, kesadaran masyarakat terkait perlindungan anjing akan semakin membaik,” kata Frank Delano Manus, Program Manajer AFMI.Sejauh ini, pihaknya berupaya membagikan pengetahuan tentang kesejahteraan hewan, serta memperkenalkan peraturan terkait tindak kekerasan terhadap binatang peliharaan, semisal anjing dan kucing.“Misalnya, kami masih menemukan, ada aparat yang belum tahu pasal untuk menjerat pelaku peracunan anjing. Padahal, sudah jelas, ada pasal-pasal yang mengatur tentang peracunan. Bisa dilihat di pasal 302 KUHP tentang kesejahteraan hewan,” tambah Frank.Pada Juni 2015 silam, AFMI telah membuat petisi di change.org untuk mengajak masyarakat menghentikan penyelundupan, perdagangan dan konsumsi daging anjing dan kucing di Indonesia.Dalam petisi itu, mereka berharap, pemerintah mau menerapkan larangan lengkap tentang penjualan, penyelundupan, perdagangan dan konsumsi anjing dan kucing di seluruh Indonesia, dengan menegakkan KUHP 302 dan UU Perlindungan Hewan.“Masyarakat yang modern butuh penegakan UU Perlindungan Hewan. Kami juga mohon dukungan semua pecinta hewan dan suporter untuk menjadi suara bagi mereka yang tidak bisa membela diri sendiri,” demikian diserukan AFMI dalam change.org.Hingga kini, petisi yang ditujukan pada Menteri Pertanian dan Peternakan, Menteri Kesehatan dan Menteri Pariwisata itu, telah menarik 20.322 tandatangan dukungan. Vaksin untuk Memerangi Rabies" "Begini Ajakan Melindungi Anjing dari Kota Tomohon","Dalam kegiatan itu, Dog Lovers Tomohon juga bekerjasama dengan Dinas Pertanian dan Peternakan kota Tomohon untuk melakukan vaksinasi, pemeriksaan dan pengobatan gratis. Sebab, virus rabies yang salah satunya disebarkan oleh anjing dinilai menjadi ancaman di kota Tomohon.Drh John Karundeng mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir, Sulawesi Utara menjadi daerah dengan kasus rabies tertinggi di Indonesia. Namun, ia lupa angka tepatnya. “Di Tomohon, misalnya, untuk tahun 2016 ada 12 kasus positif rabies pada anjing,” kata dia.Sebelumnya , pemerintah kota Tomohon juga sudah melakukan pengadaan vaksin rabies sesuai jumlah hewan penyebar rabies, misalnya anjing, kucing dan kera. Diperkirakan jumlahnya mencapai 11ribu. Binatang yang sudah divaksin, diberi kalung sebagai tanda. Pemkot juga mengadakan laboratorium untuk pemeriksaan rabies yang rencananya mulai beroperasi tahun depan.“Kebetulan, saat ini, Dog Lovers Tomohon launching, mereka minta kegiatan vaksinasi maka kami mendukung. Kegiatan ini sangat relevan dengan program dari dinas. Terutama terkait Undang-Undang kesejahteraan hewan, seperti, bebas dari rasa haus, lapar, rasa takut dan tidak tertekan.”Terkait kampanye, say no to Cat and Dog Meat, John Karundeng mengkategorikan tiga jenis hewan yaitu, hewan produksi dan ternak, hewan kesayangan dan hewan eksotis. “Hewan produksi dan ternak itu seperti sapi, ayam, kambing dan domba. Hewan eksotis ya hewan-hewan liar. Sementara, hewan kesayangan contohnya anjing dan kucing,” pungkasnya. Perda Rabies untuk Melindungi AnjingVaksinasi dalam kegiatan itu merupakan bagian dari program pemerintah kota dalam memerangi rabies. Terkait permasalahan itu, Pemkot Tomohon sedang memproses peraturan daerah tentang Rabies." "Begini Ajakan Melindungi Anjing dari Kota Tomohon","“Walikota Tomohon telah menyerahkan draft perda tersebut ke DPRD kota Tomohon. Sudah ada pula pandangan umum dari fraksi-fraksi. Mudah-mudahan tahun ini bisa selesai. Tahun depan sosialisasi,” terang John Karundeng.Frank Delano Manus menambahkan, AFMI juga mendukung program pemerintah dalam penyusunan perda Rabies. Diyakini, jika perda itu berhasil dirampungkan, maka tingkat konsumsi daging anjing dan kucing bisa ditekan. Sebab, perda itu nantinya akan membatasi penjualan di pasar, mengawasi lalu-lintas perdagangan antar provinsi, hingga pengawasan daging.“Kami berharap, perda itu bisa segera dirampungkan. Sehingga, Tomohon bisa jadi pilot project, sebagai kota di Indonesia tengah hingga timur yang pertama menjalankan fungsi animal control untuk rabies, kesejahteraan hewan serta lalu-lintas perdagangan,” harapnya. [SEP]" "Konflik Agraria 2015: Korban Tertembak Aparat dan Kriminalisasi Masih Tinggi","[CLS] Catatan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) memperlihatkan, sepanjang 2015, konflik agraria masih tinggi dengan 252 kasus luasan 400.430 hektar, melibatkan 108.714 keluarga. Dari berbagai kasus itu, korban tewas lima orang, tertembak aparat 39, luka-luka 124 dan ditahan (kriminalisasi) 278 orang.Iwan Nurdin, Sekretariat Jenderal KPA mengatakan, lima orang tewas dalam konflik agraria itu tinggi. Kondisi ini, katanya menunjukkan, masyarakat tak mempunyai kanal dalam penyelesaian kasus agraria. Kementerian terkait, ucap Iawan, belum menjalankan fungsi dan tugas dengan baik.“Ketika penyelesaian konflik agraria dicetuskan dalam Nawacita, dituliskan dalam RPJMN namun kebijakan-kebijakan kementeriann nol besar. Ini jadi masalah,” katanya katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (5/01/16).Data KPA, konflik agraria sektor perkebunan 2015 seluas 302.526 hektar, kehutanan 52.176 hektar, pertambangan 21.127 hektar, pesisir-kelautan 11.231 hektar, infrastruktur 10.603 hektar, lain-lain 1.827 hektar dan pertanian 940 hektar.Sektor perkebunan, katanya, menempati urutan pertama 127 konflik (50%), pembangunan infrastruktur 70 kasus (28%), kehutanan 24 (9,60%), pertambangan 14 (5,2%), lain-lain 9 (4%), pertanian dan pesisir-kelautan empat kasus (2%).“Sama dengan 2014, tahun ini Riau menjadi penyumbang konflik agraria karena ekspansi HTI dan perkebunan sawit,” katanya.Selain Riau 36 kasus (14,4%), daerah penyumbang konflik Jawa Timur 34 (13,6%), Sumatera Selatan 23 (9,2%), Sulawesi Tengah 16 (6,4%), Jawa Barat dan Sumatera Utara sama-sama 15 kasus (6%) serta Lampung 12 (4,8%).“Jatim dari tahun ke tahun menempati posisi kedua karena penguasaan tanah PTPN, monopoli hutan Perhutani dan proyek infrastruktur seperti jalan tol, perumahan, waduk dan lain-lain.”Konflik tertinggi sektor perkebunan, katanya, menunjukkan perluasan lahan dan operasi perkebunan skala besar meluas, terutama sawit." "Konflik Agraria 2015: Korban Tertembak Aparat dan Kriminalisasi Masih Tinggi","Dalam lima sampai 10 tahun ke depan, katanya, perkebunan sawit akan menimbulkan krisis agraria makin parah, tak hanya ketimpangan penguasaan lahan juga konflik agraria.Untuk pelaku konflik, didominasi perusahaan 35 kasus, disusul polisi 21, TNI 16, pemerintah 10, preman delapan, dan warga tiga. Sedang aparat, polisi mendominasi kekerasan (34). Sebelumnya, kekerasan TNI lima kasus.“Tahun 2015, perusahaan menjadi pelaku kekerasan yang utama. Ini karena mecenderungan UU Perkebunan yang memperbolehkan mereka membentuk pamswakarsa sendiri. Mereka menjadi pelaku kekerasan paling dominan.”Iwan mengatakan, dengan masih adanya tindakan kekerasan yang dilakukan oleh pihak TNI/Polri menunjukan bahwa mereka mengambil posisi yang tidak netral. Cenderung malah mengambil posisi sebagai kepanjangan tangan perusahaan dan pendekatan prosedural hukum positif semata tanpa melihat akar konflik.Aturan payahSelain itu, aturan maupun UU tak sinkron. Dia mencontohkan, berdasarkan UU Kehutanan, mereka bisa tinggal di kawasan hutan. UU Pemerintahan Desa, mereka tinggal di desa definitif namun, bisa ditangkap karena menebang pohon di halaman rumah.Padahal, menurut UU lain mereka tinggal di desa turun menurun. Jadi, katanya, terjadi tumpang tindih hukum sektor lingkungan hidup, kehutanan, agraria,dan perkebunan. Dia juga menyinggung, peraturan bersama empat menteri pada Oktober 2015, belum berjalan.Peraturan bersama (perber) empat menteri, katanya, semula diharapkan menjadi jalan penyelesaian konflik agraria. Namun, perber itu memuat mandat penyelesaian konflik pada tim Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah.“MOU (memorandum of understanding) saya kira baik untuk koordinasi antarkementerian. Jangan hanya selesai selebrasi. Bagaimana kelanjutan? Biasa hanya selesai seremoni?”" "Konflik Agraria 2015: Korban Tertembak Aparat dan Kriminalisasi Masih Tinggi","Kendala IP4T , katanya, terutama pemda, Kementerian Tata Ruang, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang enggan membentuk dan menjalankan tugas sebagai tim.KLHK dinilai tak menjalankan proses tim IP4T. Kementerian ATR/BPN dan Kementerian Dalam Negeri, tak memprioritaskan areal terbakar menjadi desa definitif, kawasan pemukiman dan fasilitas umum masyarakat. Ditambah ketidaksiapan masyarakat dan birokrasi dalam mengimplementasikan ini hingga muncul penumpang gelap.Dia juga menilai, pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla, konflik agraria tak menjadi prioritas. Padahal, Kementerian ATR/BPN diharapkan mampu menjadi leading sector penyelesaian konflik agraria. Kenyataan jauh dari harapan.Soal distribusi lahan 9 juta juga tak jelas. Semula redistribusi lahan 9 juta hektar dari hutan 4,1 juta hektar, HGU habis dan tanah terlantar 0,4 hektar, 4,5 juta hektare dari legalisasi aset.Pemerintah juga menyiapkan peraturan Presiden dalam menjalankan reforma agraria tetapi dalam penyusunan dinilai tak transparan. Malah pemerintah melibatkan ketiga, PT Mahaka, sebagai penyusun. Anggaran dana buat Mahaka selama tahun ini Rp1,5 miliar.Komisioner Komnas HAM Dianto Bachriadi mengatakan, dalam penyelesaian konflik agraria, pemerintah terjerembab atau sama rezim lalu.Dia mengatakan, jutaan hektar tanah buat perusahaan perusak tetapi petani kecil, kelompok masyarakat adat, kaum miskin kota disingkirkan secara sistematis.“Rezim Jokowi kuat mencitrakan pemimpin kerakyatan yang memperjuangkan hak masyarakat kecil. Penyelesaian agraria dan HAM masuk Nawacita tetapi angka menunjukkan sebaliknya.”Dia mengatakan, terjadi perluasan pelaku kekerasan dan pelanggaran HAM. “Kalau dulu hanya TNI dan kepolisian, sekarang security perusahaan plus preman bayaran juga leluasa membunuh.” Contoh kasus petani Tebo di Jambi, yang tewas dibunuh sekuriti perusahaan." "Konflik Agraria 2015: Korban Tertembak Aparat dan Kriminalisasi Masih Tinggi","Di Indonesia, 200.000 keluarga menguasai akses 80% kekayaan alam baik tambang, laut, maupun hutan, Menurut Dianto, jika pemerintah bersungguh-sungguh menjalankan reforma agraria, seharusnya bergerak dari soal ketimpangan. “Berapa juta warga membutuhkan tanah? Kalau perlu HGU dicabut, hutan dikurangi, tambang ditutup. Bukan dicari sisa baru dibagi kepada masyarakat.”Dia mendesak pemerintah segera membentuk badan atau komisi guna penyelesaian konflik agraria, langsung di bawah Presiden.Komnas HAM, katanya, sejak 2002 punya konsep utuh penyelesaian konflik agraria secara nasional melalui pembentukan komisi atau badan khusus.“Konsep ini pernah disampaikan kepada Presiden melalui kementerian dan juga Kantor Kepresidenan. Jadi sebenarnya tinggal implementasi, konsep sudah ada. Tak perlu bikin rumusan baru.”Namun, katanya, hambatan terbesar dalam penyelesaian konflik agraria adalah orang-orang di sekeliling Presiden yang dianggap tidak mumpuni. [SEP]" "Kisah Hamzah, 9 Tahun Menghijaukan Pesisir Untia","[CLS] Namanya Hamzah Andi Ahu (57 tahun). Sehari-hari ia adalah nelayan di Kelurahan Untia, Kecamatan Biringkanayya, Makassar, Sulawesi Selatan. Meski usianya tak lagi muda, namun masih terlihat energik. Sore itu, Jumat (26/8/2016), ia mengajak Mongabay mengunjungi kawasan pesisir yang baru saja dia tanami dengan mangrove.“Mungkin sudah ada sekitar 50 ribu pohon yang telah kami tanam, termasuk yang sudah besar itu,” katanya sambil menunjuk ke hamparan mangrove yang tingginya telah mencapai 5 meter dan lebat.Tinggi mangrove di sekitar tempat tersebut bervariasi. Di bagian paling depan yang masih berumur 2 tahun tingginya baru sekitar 1 meter. Ketebalan mangrove masih sekitar 30 meter. Targetnya adalah mencapai 100 meter dari garis pantai.Kawasan Pesisir Untia dulunya memang ditumbuhi mangrove alami, sebelum warga setempat mulai menebang untuk kepentingan bahan bakar di masa lalu. Namun aktivitas ini mulau berkurang seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran warga dan mulai digunakannya kompor gas untuk rumah tangga.Bagian-bagian yang bolong inilah yang kemudian ditanami kembali Hamzah dan warga Untia lainnya dalam 9 tahun terakhir ini.Hamzah adalah Ketua Kelompok Lestari, sebuah kelompok nelayan aktivitasnya khusus untuk penanaman mangrove. Meski kelompok ini baru dibentuk 2014 melalui Program Coastal Community Development International Fund for Agricultural Development (CCDP – IFAD), namun Hamzah dan sejumlah warga Untia lainnya sebenarnya sudah melakukan penghijauan tidak terorganisir.“Kami mulai menanam sejak tahun 2007, sepanjang pantai ini, karena memang dulu sangat terbuka. Lalu kemudian ada banyak pihak yang mau membantu memberikan bibit. Jadi kita tanam sedikit demi sedikit ketika air surut,” katanya.Ketika program CCD IFAD masuk di tahun 2014, baru mereka mengorganisir diri dalam kelompok yang beranggotakan 10 orang, berasal dari nelayan setempat." "Kisah Hamzah, 9 Tahun Menghijaukan Pesisir Untia","“Dari IFAD ini sendiri kita dapat 10.000 bibit. Kita juga dibantu perahu, gabus, polybag, ajir sebagai penahan, dan sebagainya. Ada juga gaji bagi yang ikut menanam, sebesar Rp1000 per batang,” jelas Hamzah.Manfaat MangroveMenurut Hamzah, awalnya keinginannya untuk bekerja menghijaukan pesisir berangkat dari keprihatinannya atas hilangnya mangrove di daerah tersebut. Kondisi itu berdampak langsung merusak tambak ikan yang ada di sekitar lokasi tersebut.“Dulu banyak tambak yang rusak kalau musim Barat, dimana angin kencang menyebabkan abrasi. Di sebelah selatan itu ada banyak tambak, kalau bulan Januari akan habis pematangnya. Jadi kita coba bangun kembali di sana, kita tanam mangrove yang banyak dan alhamdulillah sudah dua tahun ini kondisinya sudah bagus.”Selain dapat menahan abrasi, sejumlah mangrove  tertentu ternyata bisa dijadikan bahan makanan seperti kue dan dodol dan minuman. Mangrove juga penting sebagai tempat bertelurnya kepiting, yang hasilnya bisa dipanen setiap hari oleh warga sekitar.“Mungkin tidak kelihatan kepitingnya karena selalu ada aktivitas penangkapan kepiting. Tidak hanya dari warga dari sini tapi juga dari luar banyak yang datang.”Usaha pembibitan mangrove yang dilakukan oleh Hamzah dan anggota kelompok lainnya kini masih terus berlangsung meski tidak lagi didukung penuh oleh pemerintah, khususnya dalam momen-momen tertentu.“Sekarang kita punya sekitar 3.000 bibit. Biasa ada yang beli kalau kebetulan ada program penanaman. Keuntungan dari hasil pembibitan ini bisa menjadi penghasilan tambahan bagi warga di sini.”Harga bibit mangrove sendiri tergantung pada besar kecilnya bibit. Bibit yang sudah agak besar saja dijual seharga Rp3000 per batang. Ada juga yang dijual hanya Rp1500 per bibit. Untuk kebutuhan bibit mereka biasanya mengumpulkan dari bawah pohon mangrove yang sudah besar." "Kisah Hamzah, 9 Tahun Menghijaukan Pesisir Untia","Jenis mangrove yang dikembangkan kelompok ini ada 3 jenis, yaitu sejenis bakau (Rhizophora), api-api (Avicennia) dan perepat atau Sonneratia alba yang oleh warga dikenal dengan nama ‘parappa’.“Namun yang paling banyak tumbuh itu Rhizophora dan Avicennia. Bisa kita lihat banyak tumbuh di sekitar sini.”Aktivitas mengelola kawasan mangrove ternyata tidak mengganggu aktivitas mereka sebagai nelayan, karena pembibitan dan penanaman hanya dilakukan di waktu-waktu tertentu saja. Sayangnya, tidak semua anggota kelompok seaktif Hamzah.“Ada beberapa orang yang hanya aktif kalau ada bantuan, sementara saya dengan beberapa teman lain tetap aktif membibit dan menanam, berlanjut terus sampai sekarang.”Meski demikian, di saat ada aksi penanaman mangrove, antusiasme warga untuk ikut menanam sangat besar, khususnya 13 anggota dampingan CCDP – IFAD yang ada di kelurahan tersebut.Dengan kondisi mangrove yang terjaga baik, Hamzah berharap ke depan daerah itu bisa dijadikan sebagai kawasan wisata mangrove agar secara ekonomi bisa berdampak pada kesejahteraan masyarakat di sana.“Kita masyarakat di sini masih banyak yang termasuk prasejahtera. Kita berharap tempat ini bisa menjadi ekowisata Mangrove sehingga kesejahteraan masyarakat di sini bisa terangkat. Mungkin seperti yang ada di Bali. Apalagi saat ini tempat ini sudah banyak dikunjungi oleh warga di sini untuk bersantai. Jadi kita bisa menjual apa pun di sini, seperti membuat warung, jualan suvenir atau lahan parkir.”TantanganTantangan pengelolaan mangrove di daerah itu, lanjut Hamzah, adalah mengembalikan kondisinya seperti dulu, ketika kawasan itu sangat padat dengan tanaman mangrove. Upaya ini tak mudah dan harus dilakukan perlahan-pahan dengan dukungan pemerintah dan pelibatan masyarakat secara luas.Tantangan lain adalah dengan mulai munculnya penyakit-penyakit tertentu, khususnya ketika tanaman masih kecil, yang dapat menghambat pertumbuhannya." "Kisah Hamzah, 9 Tahun Menghijaukan Pesisir Untia","“Saya sekarang mulai menanam dengan menancap langsung mangrovenya, tidak lagi menggunakan polybag. Kadang kalau ditanam di polybag bisa muncul ulat yang memakan akar dan batang mangrove sampai mati.  Jadi saya pikir lebih baik langsung ditanam saja di laut.”Untuk menahan agar mangrove tidak langsung rubuh ketika di tanam, maka kadang mereka menggunakan penahan dari bambu yang disebut ajir, yang diikatkan ke batang mangrove.Selama 9 tahun aktif bergelut dengan mangrove membuat Hamzah belajar kapan waktu menanam mangrove yang tepat.“Dulu, saya pernah menanam dan habis dalam beberapa hari karena saya belum pelajari situasi ombak. Satu kali dilibas ombak langsung habis. Sekarang saya sudah tahu waktu-waktu penanaman yang tepat.”Selain sebagai kawasan wisata, Hamzah juga bermimpi kelak ia bisa membangun kawasan penelitian mangrove di daerah tersebut, sekaligus tempat belajar bagi anak-anak sekolah.“Saya rencana mau buat tempat penelitian Mangrove mulai dari pengenalan buah, bibit, batang dan berbagai jenis Mangrove. Karena saya dengar jenis mengrove itu ada 12 macam sementara yang ada di sini hanya sekitar 3 – 4 jenis saja. Di sini anak-anak bisa belajar pentingnya menjaga mangrove untuk perlindungan ekosistem laut.”Pelibatan anak-anak sekolah dalam menanam mangrove sebenarnya sudah pernah mereka lakukan, meskipun hanya di waktu-waktu tertentu saja.“Kalau ada penanaman saya biasa libatkan anak-anak SD sampai SMA atau SMK terjun untuk menanam supaya mereka tahu seperti ini caranya menanam mangrove yang baik. Saya ajari juga jenis-jenisnya dan manfaat mangrove. Mereka datang sendiri. Hanya karena tempat yang terbatas sehingga saya belum bisa maksimal.” [SEP]" "Indonesia Timur Masih Menjadi Titik Rawan Penyelundupan Satwa Dilindungi","[CLS] Polres Ternate dengan dukungan dari Polda Maluku Utara melalui Satreskrimnya melakukan penyergapan terhadap penyelundupan 106 ekor satwa yang terdiri atas 45 ekor burung kakatua putih, 32 ekor burung nuri bayan hijau,  25 ekor burun nuri bayan merah, dan 4 ekor kesturi ternate.Kapolda Maluku Utara, Brigjen. Pol. Zulkarnain Adinegara menyampaikan bahwa pihaknya melalui Polres Ternate mengungkap penyelundupan satwa dilindungi berdasarkan pengembangan informasi adanya  upaya pemindahan hewan langka khususnya kakak tua dan nuri (hijau dan merah) melalui kapal laut.“Dilihat secara fisik susah, dan modusnya melalui orang di darat dan kemudian anggota naik ke kapal untuk mengecek barang bukti’ ungkap Zulkarnain.Pelaku berinisial Zm, AJ, dan RS bakal dijerat dengan pasal 40 ayat (2) Jo Pasal 21 ayat (2) UU RI No. 5 Tahun 1990 dan atau Pasal 78 ayat (2) Jo Pasal 50 ayat (3) huruf m Undang-udang RI No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan junto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana Jo Pasal 55 ayat (1) KUH Pidana.Kasus kemudian dikembangkan melalui security kapal yang mendapatkan imbalan Rp. 100.000/ekor burungnya. Modusnya dengan menggunakan katinting (perahu kecil) yang merapat di kapal kemudian ditarik burungnya ke lantai 8 dan burungnya dimasukkan dalam paralon serta disimpang di dekat cerobong asap yang ternyata sudah disiapkan pula sangkar-sangkar burungnya.  Burung-burung tersebut akan dibawa ke Tanjung Pinang.Otak pelakunya masih dalam pengejaran dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Sementara pelaku lapangan sudah diamankan pihak Kepolisian setempat. Satwa selundupan itu berasal dari Rongaronga/Halmahera Selatan.Sebelumnya sebulan yang lalu juga diamankan 240 ekor satwa yang ditangkap oleh Polair Halmahera Selatan (Gebe). Selain itu ada pelaku berkebangsaan Filipina yang menyelundupkan satwa dan saat ini kapal dan burung disita, namun pelaku berhasil melarikan diri." "Indonesia Timur Masih Menjadi Titik Rawan Penyelundupan Satwa Dilindungi","Jika dilihat dari jalurnya, maka cukup panjang perjalanan dari Ternate-Ambon-Namlea-Baubau-Makassar-Surabaya-Semarang-Jakarta-Tanjung Pinang (Kepri) yang sedianya akan dibawa ke Malaysia karena sudah ada penampung disana.Pihak Polres bekerjasama dengan BKSDA terkait tindak lanjut barang bukti.  BKSDA kemudian memanggil pihak Karantina Hewan untuk pengecekan kesehatan satwa dan pengeobatan satwanya.Selain di Maluku Utara, terjadi pula kasus di Sulawesi Utara yang memperdagangkan satwa dilindungi.  Salah satu orang yang lama jadi target oleh bagian Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah berhasil ditangkap. Beberapa kali target bias lolos digrebek karena sangat lihai menyembunykkan burung langka/dilindungi.Tersangka RM atau popular dipanggil D sebagai supplier di Manado yang biasanya mengambil burung dari Papua, Sulut, Maluku, dan NTT. RM berperan sebagai salah satu pengumpul burung besar dan bisa menyediakan berbagai burung sesuai permintaan.Saat ditangkap, diamankan dari pelaku berupa, nuri talaud (2 ekor), nuri bayan (5 ekor), nuri merah (30 ekor), kring-kring buru (10 ekor). Menurut Kepala Seksi Gakkum Wilayah Manado, William Tengker menyampaikan bahwa barang bukti saat ini dititipkan di PPS Tasikoki, sementara pelaku dititipkan di Polda dan disidik oleh PPNS Gakkum KLHK.Integrasi para pihak dan pemantauan perairan Keberhasilan penanganan penyelundupan/perdagangan satwa dilindungi berkat dukungan pihak Kepolisian, BKSDA, Gakkum KLHK dan masyarakat.  Artinya upaya penanggulangan kejahatan terhadap satwa liar sangat membutuhkan kerjasama dengan berbagai pihak.Irma dari Legal Advisor WCU yang melakukan pendampingan perkara mengharapkan agar proses hukum bisa sampai mengejar dan menangkap pelaku utamanya yang diduga berada di Batam dan Malaysia." "Indonesia Timur Masih Menjadi Titik Rawan Penyelundupan Satwa Dilindungi","Sementara itu, untuk satwa yang berhasil disita jika ada rekomendasi kesehatan satwa yang memungkinkan untuk dilepasliarkan maka diharapkan agar satwa-satwa tersebut segera di lepasliarkan ke alam.  “WCU akan terus bekerjasama dengan Polda Maluku Utara dan Polda Sulut dalam kegiatan patroli laut di wilayah rawan penyelundupan,” tambah Irma.Kapal barang maupun kapal penumpang yang melalui jalur laut dari dan ke wilayah Timur Indonesia patut untuk menjadi  perhatian serius. Pelaku sering menggunakan kapal laut untuk memperdagangkan satwa bisa diputus rantai pasokannya karena ketatnya pengamanan laut untuk memberantas praktek kejahatan terhadap satwa dilindungi di Indonesia.Oleh karena itu diperlukan pula pendekatan dan kerjasama dengan PELNI untuk ikut peduli dengan upaya pemberantasan perdagangan dan penyelundupan satwa liar dilindungi.Mendesak Revisi UU No.5/1990 Setiap tahun KLHK menyampaikan penyelundupan ataupun perdagangan ilegal satwa liar dan dilindungi mencapai 70 kasus. Fakta mencengangkan dan memprihatinkan karena tingginya kasus.Oleh karena itu, berbagai lembaga yang peduli dengan satwa dilindungi mendesak untuk percepatan revisi UU No. 5/1990 oleh pihak Dewan Perwakilan Rakyat karena kejahatan terhadap satwa dilindungi sudah sedemikian serius.Draft revisi UU tersebut dari Pemerintah sudah berada ditangan DPR RI untuk dibahas dalam prolegnas.  Namun demikian sejauh mana draft rancangan undang-undang tersebut dapat disahkan menjadi undang-undang belum ada yang mengetahui.Masihkan kita optimis bahwa perdangangan atau penyelundupan satwa dapat diberantas menggunakan payung hukum undang-undang yang baru? Menjadi PR besar untuk semua, terlebih anggota dewan yang membawahi sektor kehutanan sebagai bagian tugas utama dalam pembuatan legislasi di tingkat pusat. [SEP]" "Berjasa untuk Regenerasi Hutan, Panglima Para Burung Ini Malah Diburu","[CLS] Petugas Balai Konservasi  Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat mengevakuasi satu individu burung rangkong badak (Buceros rhinoceros) jantan, Jumat (13/05/2016). Evakuasi tersebut atas kerja sama BKSDA Kalbar dengan Dinas Pertanian, Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Mempawah.“Kondisi burung yang dinamai pemiliknya Cula ini, cukup sehat. Usianya sekitar tiga tahun,” kata Sustyo Iriyono, Kepala BKSDA Kalbar. Lim Kuang Tang, warga Kecamatan Mempawah Hilir, Kabupaten Mempawah, yang memelihara Cula, mengaku membeli burung tersebut dari warga setempat. “Enggang ini kita amankan di kantor BKSDA Kalbar untuk perawatan lebih lanjut. Upaya penyadartahuan tetap kita lakukan, agar warga mengetahui jenis-jenis tumbuhan dan satwa dilindungi,” ujarnya awal pekan ini.Belum lama sebelumnya, warga Mungguk Linang, Desa Batu Ampar Kecamatan Batu Ampar, menemukan satu individu kangkareng perut putih yang telah membusuk. Ditubuhnya, terdapat banyak lubang. Diduga kuat, kematiannya akibat tembakan pemburu.Iqbal (31), warga setempat, mengatakan enggang tersebut berukuran sekitar 15 cm dengan berat sekitar setengah kilogram. “Banyak lubang ditubuhnya, di sayapnya juga ada lubang,” kata Iqbal. Satwa tersebut tidak berhasil didapat pemburu, lantaran diperkirakan tidak langsung mati setelah ditembak.Iyan (33), warga Batu Ampar menuturkan, masih banyak pemburu di kawasan tersebut. Bisa jadi, para pemburu tidak mengetahui jika hewan tersebut dilindungi. Dia mengaku mengetahui status konservasi hewan tersebut dari media massa. Ketika melihat foto bangkai satwa tersebut, Iyan langsung mengenalinya sebagai satwa dilindungi.Habitat hilang" "Berjasa untuk Regenerasi Hutan, Panglima Para Burung Ini Malah Diburu","Alih fungsi hutan menjadi salah satu penyebab hilangnya habitat asli rangkong. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam, menyebutkan bahwa deforestasi yang terjadi di Kalimantan Barat mencapai 426 ribu hektar atau urutan kelima provinsi  tertinggi di Indonesia. “Kementerian Lingkungan hidup dan Kehutanan mencatat, pelepasan hutan secara keseluruhan untuk sawit hingga saat ini mencapai 5,2 juta hektar,” kata Anton P. Widjaya, Direktur Eksekutif Walhi Kalbar, koordinator koalisi.Catatan ini, lanjutnya, masih bisa lebih luas mengingat penggunaan kawasan hutan untuk perkebunan secara tidak bertanggung jawab, sering kali tidak mendasarkan pada legalitas dokumen semata. Terutama, mengingat nilai kayu yang tidak kalah tinggi, menjadi sumber penghasilan tambahan bagi pemegang izin usaha perkebunan atau yang menguasai lahan tersebut. “Fakta ini menjadi dasar asumsi bahwa habitat satwa dan tumbungan dilindungi akan semakin berkurang,” paparnya.Peran ekologisAlbertus Tjiu, manager WWF Indonesia Program Kalimantan Barat menyebutkan, jenis rangkong mempunyai peran penting dalam ekosistem. Daya jelajahnya tinggi. Selain itu, keberadaan rangkong menjadi indikator bahwa di habitat tersebut masih terdapat pohon-pohon besar dan sehat untuk mereka bersarang. “Menjaga rangkong berarti menjaga hutan, selain fungsinya sebagai penebar biji, dan menjaga emisi karbon tidak meningkat karena hilangnya hutan,” katanya, dalam workshop Jurnalis data terbuka untuk lingkungan dan keanekaragaman hayati." "Berjasa untuk Regenerasi Hutan, Panglima Para Burung Ini Malah Diburu","Di Kalimantan Barat, jenis rangkong dijumpai di kawasan Heart of Borneo (HoB) yang merupakan rumah bagi 30 hingga 40% jenis flora dan fauna dunia. Tempat hidup satwa langka seperti, orangutan, macan dahan, bekantan, berbagai jenis owa dan burung jenis rangkong hingga 15.000 jenis tanaman berbunga. “Bicara soal kawasan HoB, tidak hanya bicara mengenai kawasan Kalimantan saja. Namun juga lintas negara, yakni melibatkan Malaysia dan Brunei Darussalam,” tambahnya.Rangkong bukan hanya dikenal sebagai burung sakti penebar biji, ia juga mendapat penghargaan khusus di hati masyarakat. Suku Dayak menganggap rangkong sebagai simbol yang berhubungan dengan dewa. Rangkong juga dianggap panglima para burung. Negara Bagian Sarawak, Malaysia, menjadikan rangkong badak sebagai maskot, sedangkan enggan gading diabadikan sebagai maskot Provinsi Kalimantan Barat.Secara keseluruhan, Indonesia memiliki 13 jenis rangkong yang 3 jenisnya merupakan endemik Indonesia yaitu 2 jenis di Sulawesi; julang sulawesi dan kangkareng sulawesi; serta 1 jenis di Pulau Sumba yaitu julang sumba. Jenis lainnya adalah enggang klihingan, enggang jambul, julang jambul-hitam, julang emas, kangkareng hitam, kangkareng perut-putih, rangkong badak, enggang gading, rangkong papan, dan julang papua.Semua jenis rangkong tersebut, dilindungi UU No 5 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan PP No 7 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.Daftar 13 jenis rangkong di Indonesia dan status konservasi internasionalCatatan: 1. Penamaan Indonesia (Sukmantoro et al. 2007); 2. Nama ilmliah (Josep del Hoyo et al. 2014); 3. IUCN, 2015; CITES, 2015. Sumber: Rangkong Indonesia [SEP]" "Komitmen Belanda untuk Ikut Revitalisasi Pesisir Pantai Utara Jawa","[CLS] Pemerintah Belanda menunjukkan komitmennya untuk ikut membantu revitalisasi kawasan pesisir di Pantai Utara Jawa yang dilakukan Pemerintah Indonesia. Keterlibatan tersebut, karena Belanda melihat posisi Pantai Utara Jawa memegang peranan penting untuk wilayah kelautan dan perikanan Indonesia.Untuk itu, Pemerintah Indonesia bersama Pemerintah Belanda melakukan kerja sama dengan menandatangani perjanjian letter of intent. Perjanjian tersebut, berisi komitmen kedua negara untuk melaksanakan revitalisasi Pantai Utara Jawa di Pulau Jawa.Menteri Infrastruktur dan Lingkungan Hidup Kerajaan Belanda Melanie Schultz van Haegen mengatakan, komitmen yang ditunjukkan negaranya diharapkan bisa terus ditingkatkan di masa mendatang. Dengan tujuan, agar revitalisasi bisa terus berjalan dan berdampak positif pada pembangunan lainnya.“Semoga kerja sama ini dapat terus diperkuat dan semakin mempererat hubungan kedua negara,” ucap dia pada awal pekan ini di Jakarta.Untuk diketahui, sejak 2015 lalu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjalin kerja sama dengan Konsorsium Ecoshape untuk melaksanakan kegiatan restoriasi pesisir melalui program Building with Nature (BwN). Kegiatan tersebut dilaksanakan di Demak, yang tidak lain adalah salah satu wilayah pesisir di Pantai Utara Jawa Tengah.Kerja sama tersebut resminya dimulai pada 3 Maret 2015 dan direncanakan akan berlangsung hingga 2019 mendatang. Adapun, KKP merilis bahwa kerja sama tersebut merupakan tindak lanjut dari Nota Kesepahaman tentang Kerjasama di Bidang Air antara kedua Negara.Setelah itu, pada 14 Desember 2015, dilakukan penandatangan kerja sama di Sanur, Bali tentang “Agreement on Cooperation Namely Building with Nature (BWN) Indonesia: Securing Eroding Coastline Delta Project“." "Komitmen Belanda untuk Ikut Revitalisasi Pesisir Pantai Utara Jawa","Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, lingkup kerja sama tersebut mencakup pembangunan perangkap sedimen (struktur hybrid), struktur pelindung pantai yang terbuat dari kumpulan cabang dan hutan yang memiliki multi-fungsi mengurangi erosi dan menangkap sedimen.“Kemudian, penanaman dan pemeliharaan mangrove, serta revitalisasi 300 ha tambak untuk budidaya berkelanjutan,” jelas dia..Susi juga menjelaskan, kerja sama lanjutan yang penandatanganannya dilakukan awal pekan ini, menjadi penguat bahwa pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir dan pantai berkelanjutan itu penting dan diperhatikan Negara lain.Setelah kerja sama dijalin lagi, Susi menjelaskan, pihaknya akan melanjutkan kerjasama dengan Belanda untuk pembangunan rekayasa struktur hibrida serta meningkatkan produktivitas tambak di beberapa desa pesisir di Kabupaten Demak.“Kegiatan ini dirancang untuk meninjau kegiatan untuk pemulihan ekonomi masyarakat melalui budidaya perairan berbasis masyarakat yang berkelanjutan,” ungkap dia.Susi menuturkan, kerja sama yang dijalin sekarang, merupakan tindak lanjut dari program sebelumnya, yakni mangrove capital yang dilaksanakan pada 20133 dan BwN yang dilaksanakan pada 2015.Kesepakatan yang dilakukan kedua negara ini merupakan tindak lanjut kerjasama sebelumnya yakni program mangrove capital (2013) dan Building with Nature (2015). Kedua program tersebut dalam pelaksanaannya fokus pada revitalisasi kawasan pesisir mangrove di Kabupaten DemakDalam mengatasi degradasi Pantai Utara Jawa, Susi mengatakan, pihaknya sudah melakukan rehabilitasi dan revitalisasi kawasan pesisir, mitigasi pesisir bencana dan adaptasi perubahan iklim, dan Ketahanan Pesisir Pembangunan Daerah (PKPT).Korban Banjir Garut Dapatkan Bantuan Benih dan Pakan Ikan" "Komitmen Belanda untuk Ikut Revitalisasi Pesisir Pantai Utara Jawa","Sementara itu, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) KKP memberikan bantuan kepada pembudidaya ikan yang menjadi korban banjir bandang di Garut, Jawa Barat. Bantuan mencakup enam belas ton pakan ikan dan tiga juta ekor benih ikan.Menurut Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Slamet Soebijakto, bantuan yang diberikan terdiri dari 1,3 juta benih ikan mas, 1,2 juta ekor benih ikan lele dan 500 ribu benih ikan nila. Seluruh bantuan tersebut diberikan kepada 13 kelompok pembudidaya ikan yang ada di Garut.“13 kelompok tersebut adalah terdampak banjir dari Kecamatan Banyuresmi, Karangpawitan, Bayongbong, Pasir Wwangi, Garut Kota, Tarogong Kaler dan Tarogong Kidul,” ucap dia.Di Garut, Slamet mengatakan, saat ini daerah tersebut menjadi salah satu daerah di Indonesia yang potensial untuk dikembangkan perikanan budi daya. Potensi itu, karena di kota tersebut terdapat kolam air tenang dan tambak sekaligus.Slamet memaparkan dari potensi yang ada tersebut, kolam air tenang di Garut luasnya mencapai 4.000 hektare dan baru dimanfaatkan seluas 3.327,84 ha atau baru 83 persen. Kemudian, potensi tambak besar luasnya mencapai 1.000 ha dan baru dimanaatkan seluas 27,58 ha atau baru 2,75 ha saja.“Potensi itu menjadikan Garut sebagai salah satu sentra perikanan budidaya. Faktanya, Garut merupakan salah satu penyumbang kontribusi produksi ikan di tahun 2015 sejumlah 56,01 ribu ton dari total produksi Jawa Barat tahun 2015 sebesar 1,7 juta ton,” ungkap dia. [SEP]" "Sudah Tahu Permasalahan yang Hambat Perkembangan Ikan Hias di Indonesia?","[CLS] Menjadi negara kepulauan yang memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia, tak lantas menjadikan Indonesia berjaya di industri perikanan dan kelautan. Kondisi tersebut, tak hanya terjadi di sektor perikanan tangkap dan perikanan budidaya, namun juga pada industri pengolahan produk kelautan dan perikanan.Salah satu yang hingga kini masih belum berkembang dengan baik, adalah industri ikan hias yang mencakup ikan hias air tawar dan air laut.Keberadaan industri ikan hias, masih berjalan di tempat, karena terkendala oleh berbagai faktor mencakup regulasi dan infrastruktur.Hal tersebut diakui Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Balitbang KP) Zulficar Mochtar. Menurutnya, jika industri ikan hias ingin berkembang dan maju melebihi negara lain, maka perlu rencana aksi nasional (RAN) pengembangan ikan hias.“Ini penting, karena ikan hias potensinya sangat besar di Indonesia. Harus dimanfaatkan dengan baik untuk kepentingan ekonomi rakyat,” ucap dia di Depok, Jawa Barat, Senin (14/11/2016).Dengan menyusun RAN, Zulficar meyakini, Indonesia bisa menjadi negara sukses dalam industri ikan hias pada 2019 mendatang. Dengan RAN, dia yakin pada 2019 nanti Indonesia bisa mengungguli negara lain yang selama ini mendominasi perdagangan ikan hias di dunia.“Saat ini, Indonesia masih di bawah Singapura untuk perdagangan ikan hias. Padahal, kita tahu sendiri, sumber daya ikan hias negara tersebut masih di bawah Indonesia. Jadi, harus dicari tahu apa yang menyebabkan Indonesia masih di bawah Singapura,” ungkap dia.Adapun, berkaitan dengan kendala yang disebut sebelumnya, Zulficar mengatakan, Indonesia harus mempelajari dengan benar dan tuntas tentang perdagangan ikan hias internasional. Dengan mempelajarinya, maka seharusnya Indonesia bisa mengetahui apa dan berapa banyak yang dibutuhkan negara lain untuk kebutuhan ikan hias." "Sudah Tahu Permasalahan yang Hambat Perkembangan Ikan Hias di Indonesia?","“Selain itu, Indonesia harus tahu dan paham tentang ikan hias yang paling dibutuhkan dan dicari oleh negara lain dan dimana lokasi spesifik. Dengan demikian, seluruh informasi yang diperlukan sudah ada,” sebut dia.Selain perdagangan, Zulficar mengungkapkan, untuk bisa mewujudkan Indonesia sebagai negara produsen ikan hiasa nomor satu di dunia pada 2019, diperlukan adanya review atas regulasi yang berlaku di Indonesia saat ini. Jika memang regulasi yang sekarang ada dinilai menghambat, maka sebaiknya ada penciutan biar lebih efisien.Yang dimaksud dengan review regulasi, menurut Zulficar, karena saat ini ada sekitar 26 aturan yang harus dijalankan oleh para pelaku bisnis ikan hias. Aturan tersebut, mencakup untuk perdagangan di dalam dan luar negeri (ekspor).“Kendala berikutnya yang harus segera diperbaiki, adalah tentang strategi, Untuk itu, harus ada rencana aksi, roadmap, business plan. Jika tidak, maka itu sama saja dengan bicara wacana saja,” jelas dia.Potensi IndonesiaSebagai negara kepulauan yang terletak di khatulistiwa dan masuk dalam kelompok terumbu karang dunia, Indonesia diuntungkan karena banyak spesies ikan hias ada di Indonesia. Berdasarkan data Balitbang KP, dari 32.400 spesies ikan hias di dunia, sebanyak 4.552 spesies itu ada di Indonesia.Dengan kekayaan spesies tersebut, Indonesia harusnya bisa menjadi produsen ikan hias unggulan di dunia. Namun, pada kenyataannya, nilai ekspor ikan hias Indonesia masih kecil dan jauh di bawah Singapura.Sebagai gambaran, pada 2016 nilai ekspor ikan hias Indonesia mencapai USD15,82 juta. Sementara, Singapura pada 2014, nilai ekspornya sudah mencapai angka USD51,7 juta.Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan Hari Eko Irianto membenarkan bahwa potensi ikan hias di Indonesia sangatlah besar. Namun, potensi tersebut belum bisa dimaksimalkan karena hingga saat ini masih terkendala dengan data yang ada." "Sudah Tahu Permasalahan yang Hambat Perkembangan Ikan Hias di Indonesia?","Sejauh ini, kata Hari, data ikan hias yang ada di Indonesia masih berbeda-beda antara pengusaha dengan pemerintah. Padahal, dengan adanya kesatuan data, maka permasalahan ikan hias bisa dipetakan dengan jelas dan bisa dicari solusi terbaiknya.“Makanya, dengan adanya rencana aksi, diharapkan semua masalah bisa dipetakan dan bisa dipecahkan persoalannya,” jelas dia.Dengan adanya kesatuan data, Hari optimis, Indonesia bisa menentukan langkah apa yang terbaik untuk bisa menjadi produsen terbaik dan terbesar di dunia. Termasuk, bagaimana menetapkan spesies ikan hias yang jadi andalan untuk diekspor.Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias (Balitbangdias) Idil Ardi dalam kesempatan sama menjelaskan, besarnya potensi ikan hias yang ada sekarang memang sudah seharusnya dimanfaatkan dengan baik untuk kebaikan ekonomi Indonesia.“Namun pada kenyataannya, hingga sekarang itu sulit dilakukan. Indonesia masih ada di bawah Singapura,” tegas dia.Saat ini, KKP melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya sudah menetapkan target produksi ikan hias pada 2017 sebanyak 1,19 miliar ekor. Target tersebut, kata dia, harus bisa dimanfaatkan dengan baik untuk menuju Indonesia sebagai produsen ikan hias nomor satu di dunia pada 2019.“Untuk produksi pada 2016 ini, ikan hias sudah mencapai 1,3 miliar ekor. Jumlahnya sudah banyak,” tutur dia. Hentikan Ekspor ke Negara TransitSementara itu menurut Suhana dari Dewan Ikan Hias Indonesia (DIHI), jika Indonesia ingin menjadi nomor satu pada 2019, maka dari sekarang harus ada pemilihan negara tujuan dan transit dengan benar. Karena, jika salah memilih, maka Indonesia akan tetap sama walau sudah dibuat RAN.Yang dimaksud dengan negara tujuan, kata Suhana, adalah negara yang menjadi tujuan akhir ekspor dan menjadi negara penyerap ikan hias dari Indonesia. Saat in, negara-negara tersebut didominasi oleh Eropa dan Amerika Serikat." "Sudah Tahu Permasalahan yang Hambat Perkembangan Ikan Hias di Indonesia?","Sementara, kata Suhana, untuk negara transit, hingga saat ini ada dua yaitu Singapura dan Tiongkok. Disebut negara transit, karena dua negara tersebut tidak menyerap langsung ikan hias dari Indonesia untuk kebutuhan industrinya. Melainkan, ikan hias dari Indonesia tersebut kembali diekspor ke negara lain.“Itu kenapa, Singapura yang potensinya tidak sebesar Indonesia, namun berstatus negara eksportir nomor satu di dunia. Karena, memang Indonesiaa masih menjadikan Singapura sebagai transit,” papar dia.Untuk memecahkan persoalan tersebut, Suhana menyebut, harus ada itikad dari semua pihak, termasuk Pemerintah untuk membuka penerbangan langsung ke negara tujuan. Karena, selama ini, kendala utamanya adalah banyaknya rute penerbangan yang belum tersedia untuk keperluan ekspor.“Akhirnya lewat Singapura dan Tiongkok lagi. Selain rute, kehadiran maskapai penerbangan juga sangat penting. Harus banyak maskapai yang ikut terlibat. Jangan hanya satu maskapai saja seperti sekarang,” pungkas dia. [SEP]" "Kukang-kukang Inipun Kembali Nikmati Alam Bebas","[CLS] Sembilan kukang Sumatera sitaan dari ayah dan anak yang berupaya menjual satwa ini,  Kamis malam (29/9/16), akhirnya lepas liar ke Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL).Pelepasliaran oleh tim Orangutan Information Centre (OIC), dibantu ISCP dan petugas Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Sumatera Utara (BBKSDA Sumut).Kukang-Kukang ini hasil pengungkapan penyidik Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakum LHK)-Sumatera, Sabtu (17/9/16).Baca juga: Mau Jual Kukang, Ayah Anak Tertangkap Petugas NyamarSebelumnya, kukang-kukang ini ditempatkan dalam kandang sementara di Markas Satuan Polisi Reaksi Cepat (SPORC) Brigade Macan Tutul di Deli Serdang. Lalu, menjalani pemeriksaan kesehatan oleh tim medis OIC.Ricko Lainul Jaya, dokter hewan OIC, mengatakan,  dari hasil pemeriksaan medis semua kukang masih memiliki gigi lengkap, dan kondisi cukup baik.Secara tingkah laku, katanya, mereka masih liar, higga merekomendasikan kepada BBKSDA Sumut agar segera rilis.“Dari berat, dari tingkah laku, satwa-satwa ini layak segera rilis ke alam, ” katanya seraya mengatakan, kukang-kukang ini mendapatkan makanan tambahan dan vitamin.Panut Hadisiswoyo, Direktur OIC, mengatakan, pemantauan mereka tersangka P di kampung terkenal sebagai penampung satwa, bukan hanya kukang.Pelaku merupakan penyalur satwa-satwa ke pasar satwa di Medan seperti Jalan Bintang, dan sejumlah lokasi lain. Meskipun baru sembilan kukang Sumatera berhasil terungkap, namun ada dugaan masih banyak yang belum disita. Mereka terus mendalami kasus ini.P mengaku, hanya memburu satwa jika ada pemesan datang. Untuk kukang baru dua kali berburu, pertama berhasil dijual namun kedua gagal karena pembeli adalah petugas Gakum LHK yang menyamar.Menurut dia, anaknya tak mengetahui apapun. Dia hanya minta anaknya bawa kukang." "Kukang-kukang Inipun Kembali Nikmati Alam Bebas","Menurut Halasan Tulus, Kepala Balai Pengawasan dan Gakum LHK, modus jaringan perdagangan satwa dilindungi terutama Sumatera, terus berkembang. Mulai dari mengirim satwa melalui paket online– dijemput langsung pembeli–, sampai melibatkan anak-anak bawah umur. [SEP]" "Sampai Kapan Pun, Masyarakat Pining Tetap Tolak Tambang","[CLS] Masyarakat Kecamatan Pining, Kabupaten Gayo Lues, Aceh, yang berada di Kawasan Ekosistem Leuser menolak aktivitas tambang dalam bentuk apapun dan sampai kapan pun di wilayah mereka.Masyarakat menilai, tambang dalam bentuk apapun tidak pernah memberikan kesejahteraan kepada mereka, baik tradisional maupun moderen, hanya merugikan mereka dan merusak lingkungan.“Dilarang Buka Tambang Sampai Hari Kiamat” begitu isi petisi yang ditandatangani ratusan warga Pining, Kamis (26/5/2016). Penolakan tersebut juga ditandai dengan pembukaan selubung prasasti bertuliskan “Hutan Pining adalah milik orang Pining. Dilarang buka tambang sampai hari kiamat.”Abu Kari Aman Jarum, inisiator penolakan tambang sampai hari kiamat, mengatakan, aksi ini untuk menunjukkan kepada para pemangku kebijakan bahwa masyarakat di Leuser menolak aktivitas tambang, apapun bentuknya.Jika perusahaan tambang berdiri di Pining, ribuan masyarakat yang berprofesi petani yang akan menanggung rugi. Lahan mereka akan rusak. “Kami tidak pernah lihat, pertambangan itu menguntungkan petani.”Abu Kari menambahkan, pertambangan dilarang di Pining, karena akan merusak Kawasan Ekosistem Leuser. “Ekosistem Leuser adalah paru-paru dunia, harus diselamatkan dari kehancuran. Tambang bukan solusi menyejahterakan masyarakat, karena bertentangan tata ruang nenek moyang kami,” ujarnya.Usman, aktivis lingkungan hidup setempat berharap, penandatanganan itu akan menggugah para pengambil kebijakan untuk tidak memberikan izin di Pining. “Kami akan terus berjuang, melestarikan hutan dan KEL sebagai sumber kehidupan masyarakat.”Sementara Selasah, tokoh adat masyarakat Pining, mengatakan hutan di KEL merupakan warisan nenek moyang masyarakat Pining yang harus diteruskan ke anak cucu. “Pelestarian hutan harus dibarengi kesejahteraan. Hutan lestasi dan masyarakatnya sejahtera, itulah yang diharapkan. Bukan sebaliknya, hutan rusak, masyarakat menderita,” katanya." "Sampai Kapan Pun, Masyarakat Pining Tetap Tolak Tambang","Chairperson, Yayasan Hutan, Alam, dan Lingkungan Aceh (HAkA), Farwiza Farhan yang hadir dalam kegiatan itu menyebutkan, usaha yang dilakukan masyarakat adat di Pining, patut di apresiasi dan didukung semua pihak.Menurut Farwiza, dari pengakuan masyarakat adat Pining, mereka telah sadar, tidak ada satupun kampung yang sejahtera karena tambang. Justru melarat. Masyarakat menunjukkan, konservasi bagian penting dari pembangunan ekonomi, hal yang tercermin dari keinginan mereka untuk melindungi hutan.“Dampak positif lain dari usaha perlindungan hutan ini adalah penyelamatan wilayah sumber air. Terutama DAS Tamiang yg mengalir dari Pining ke Aceh Timur, Langsa, dan Tamiang,” ujar peraih Whitley Award atau Green Oscar beberapa waktu di London, Inggris.Masyarakat Pining, pernah mengalami banjir bandang 2006 silam, bencana besar yang hilang dari ingatan banyak pengambil kebijakan. “Semua pihak harus mendukung inisiatif akar rumput ini, dan berharap daerah lain memulai inisiatif serupa. Pada akhirnya, masyarakat yang memang berada di garis depan perlindungan hutan,” ujarnya.Sekretaris Forum Masyarakat Uteun Leuser (FMUL) Mashuri Ardiansyah yang juga Kepala Seksi Analisis Dampak Lingkungan Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Gayo Lues mengatakan, dirinya bangga dengan kesadaran masyarakat Pining.Mashuri menjelaskan hingga saat ini, belum ada perusahaan yang memperoleh izin operasi atau produksi di Kabupaten Gayo Lues. “Dengan adanya kesepakatan masyarakat seperti itu, perusahaan tambang harus berpikir ulang untuk beroperasi di Kecamatan Pining,” sebut Mashuri.Pining merupakan kecamatan di Kabupaten Gayo Lues, Aceh. Kecamatan ini melingkupi sembilan desa atau gampong. Jumlah penduduknya lebih dari 5.000 jiwa yang sebagian besar petani. [SEP]" "Polda Lampung Sebut Baru Dua Perompakan di Selat Karimata","[CLS] Walaupun ada laporan dari sekitar 400 nelayan tentang aksi perompakan yang sering terjadi dalam tiga bulan terakhir di perairan Selat Karimata, Provinsi Lampung, namun aparat Kepolisian Daerah Lampung saat ini baru mendeteksi ada dua kejadian saja. Informasi tersebut terungkap saat tim dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bertemu langsung dengan Kepala Polda Lampung Brigjen Ike Erwin.Tim KKP yang dipimpin langsung Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Zulficar Mochtar, mengungkapkan, hingga saat ini memang baru dua kasus yang dilaporkan secara resmi ke Polda Lampung. Karenanya, meski ada laporan dari ratusan nelayan, yang terdeteksi baru dua kasus saja.“Saat ini, dari dua laporan yang ada, satu laporan sudah berhasil ditindaklanjuti dan lima orang sudah ditahan karena menjadi tersangka dalam perompakan,” ujar Zulficar di Jakarta, Rabu (24/8/2016).Zulficar mengatakan, meski sudah ada laporan langsung dari 400  nelayan yang mendatangi kantor KKP, tetapi hingga kini di Lampung belum ada laporan secara resminya kepada Polda Lampung ataupun ke Lantanal atau Pengkalan Utama TNI AL, maupun Dinas Kelautan dan Perikanan setempat.“Belum ada laporan lagi dari nelayan,” sebut dia.Saat bertemu di Lampung, Zulicar merinci, pihak Polda Lampung langsung menggelar presentasi status keamanan di perairan Lampung dan memberi gambaran bagaimana kejahatan di laut terjadi. Dari pemaparan tersebut, memang baru dua kasus saja yang terungkap resmi.Karena hingga sekarang tidak ada laporan, Zulficar menyebutkan, Polda Lampung meminta para nelayan, utamanya yang menjadi korban perompakan, untuk segera melaporkan aksi kriminal tersebut. Dengan demikian, berikutnya Polda Lampung bisa mengusut tuntas kasus tersebut.RekomendasiSetelah pertemuan digelar, Polda Lampung kemudian mengeluarkan rekomendasi yang disepakati bersama KKP. Rekomendasi tersebut yaitu :" "Polda Lampung Sebut Baru Dua Perompakan di Selat Karimata","Dari rekomendasi tersebut, Zulficar melihat, Polda Lampung sudah sangat siap untuk menangani kasus perompakan. Polda Lampung, dipastikan akan bertindak tegas kepada pelaku perompakan yang ada di wilayahnya.“Untuk itu berharap koordinasi yang lebih intensif dengan pihak terkait, juga input aktif nelayan sendiri,” tandas dia.Sebelumnya, diberitakan bahwa, nelayan diprediksi mengalami kerugian hingga Rp16,5 miliar akibat aksi perompakan yang menyerang mereka saat sedang mencari rajungan di perairan Selat Karimata. Menurut Budi Laksana dari Serikat Nelayan Indonesia, angka tersebut didapat dengan menghitung kerugian per bulan Rp6 miliar.“Jumlah ini diperoleh dari hitungan setiap perahu memperoleh 6 kuintal atau setara dengan Rp37.000 per kilogram. Itu artinya, kerugian nelayan sedikitnya mencapai Rp5,5 miliar. Dengan kata lain, dalam tiga bulan sedikitnya rugi Rp16,5 miliar,” jelas dia.Di sisi lain, bagi Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Abdul Halim, aksi perompakan yang terjadi dalam tiga bulan terakhir, menunjukkan situasi yang darurat. Menurutnya, harus ada perlindungan yang lebih jauh kepada para nelayan yang sedang mencari ikan ataupun rajungan di laut, khususnya di Selat Karimata.KIARA juga mengeluarkan rekomendasi, yaitu : [SEP]" "Tuntutan KLHK Terhadap PT. BMH di PN Palembang Dinilai Lemah Dukungan. Benarkah?","[CLS] Keputusan Pengadilan Negeri Palembang yang menolak tuntutan pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terhadap PT. Bumi Mekar Hijau (BMH) sebesar Rp7,9 triliun terkait kebakaran hutan tahun 2014, membuat kecewa para pegiat lingkungan hidup.Terkait kekalahan tersebut, ada yang berpendapat jika majelis hakim yang memimpin persidangan tidak memahami persoalan lingkungan hidup, dan ada juga berpendapat tuntutan yang diajukan KLHK terlalu lemah. Namun, ada yang berpendapat kekalahan tersebut karena lemahnya dukungan dari publik. Benarkah?“Saya memang merasakan antusiasme masyarakat maupun pegiat lingkungan hidup di Palembang terhadap kasus PT. BMH versus KLHK tidak begitu kuat, meskipun ada sejumlah pegiat lingkungan hidup yang terus memantau persidangan,” kata Sri Lestari Kadariah, praktisi hukum lingkungan hidup di Palembang, Selasa (05/01/2016).Kenapa ini terjadi? “Saya menilai KLHK gagal mengkonsolidasikan tuntutan mereka terhadap PT. BMH dengan kawan-kawan pegiat lingkungan hidup, termasuk dari kalangan akademisi maupun mahasiswa di Palembang. Saya pribadi baru mengetahui persoalan tersebut sekitar September 2015.  Dan sampai saat ini pun saya tidak mendapatkan salinan naskah gugatan KLHK terhadap PT. BMH,” kata mantan Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan ini.Menurut Sri Lestari Kadariah, salah satu pengacara yang sempat menyusun gugatan hukum terkait kebakaran hutan dan lahan gambut di Sumatera Selatan pada 2014 bersama Walhi Sumsel, tapi gugatan ini tidak berlanjut, ada beberapa kelemahan dari persidangan tersebut." "Tuntutan KLHK Terhadap PT. BMH di PN Palembang Dinilai Lemah Dukungan. Benarkah?","Pertama, ketua majelis hakim bukanlah hakim yang memiliki sertifikasi lingkungan hidup. “Seharusnya pada saat memulai persidangan, KLHK meminta Pengadilan Negeri Palembang untuk merekomendasikan ketua majelis hakim adalah hakim bersertifikasi lingkungan, termasuk pula para anggotanya. Kalau hanya hakim anggota yang bersertifikasi, hakim tersebut tidak dapat dituntut untuk selalu hadir dalam proses persidangan,” kata Sri.“Jika sejak awal ada dukungan dari berbagai kalangan, tuntutan tersebut jelas akan didukung publik,” katanya.Kedua, seharusnya tim kuasa hukum yang dibentuk KLHK harus melibatkan para pengacara lokal yang paham persoalan lingkungan hidup dan lebih dekat dengan persoalan. “Jika ada pengacara lokal yang paham lingkungan hidup yang dilibatkan, saya pikir dia akan bekerja sangat serius dan fokus karena dia juga merasa mewakili masyarakat Sumatera Selatan yang menjadi korban kebakaran hutan dan lahan,” ujarnya.Hadi Jatmiko, Direktur Walhi Sumatera Selatan, mengaku pihaknya memantau persidangan tersebut setelah proses persidangan berjalan beberapa kali. “Kami mendapatkan kabar tersebut setelah adanya jumpa pers KLHK di Jakarta. Sebelumnya kami tidak tahu atau diberi tahu,” ujarnya.Memang, melihat majelis hakim yang dipimpin hakim yang tidak bersertifikasi lingkungan, kami melakukan aksi tuntutan di Pengadilan Negeri Palembang terkait dengan persoalan tersebut.Pelajaran bersamaDr. Yenrizal, pakar lingkungan hidup dari UIN Raden Fatah Palembang mengatakan kekalahan KLHK di Pengadilan Negeri Palembang merupakan pelajaran yang sangat berarti dalam penegakan hukum lingkungan hidup di Indonesia.“Ini bukan hanya memukul wajah para pegiat lingkungan hidup, juga Pemerintahan Jokowi yang mencanangkan diri secara international berpihak pada penjagaan lingkungan hidup.”" "Tuntutan KLHK Terhadap PT. BMH di PN Palembang Dinilai Lemah Dukungan. Benarkah?","“Saya pikir ini pelajaran berharga bagi KLHK maupun semua pihak yang peduli dengan lingkungan hidup. Sehingga langkah hukum berikutnya, terhadap pihak yang diduga bertanggungjawab atas kebakaran hutan dan lahan gambut di Sumatera Selatan pada 2015 dapat berjalan optimal,” katanya.“Baik itu terkait dengan berkas tuntutan, maupun meluasnya dukungan dan pemantauan dari berbagai pihak terhadap proses hukumnya di pengadilan,” kata Yenrizal.“Saya percaya, jika berkas tuntutan yang diajukan optimal. Saksi yang dihadirkan para pakar, majelis hakim bekerja optimal, adanya pemantauan publik yang luas, maka penegakan hukum terkait lingkungan hidup akan berjalan maksimal.”Sesuai prosedurPenilaian negatif sejumlah pihak terkait majelis hakim yang diketuai Parlas Nababan dengan anggota Kartijono dan Eli Warti dalam persidangan gugatan perdata KLHK terhadap PT BMH, dibantah Ketua Pengadilan Negeri Palembang, Sugeng Hiyanto.“Ketiganya dipilih sesuai urutan. Pak Parlas adalah Wakil Ketua (Pengadilan Negeri Palembang), Pak Kartijono sudah bersertifikasi hakim lingkungan. Jadi semuanya sudah memenuhi syarat,” kata Sugeng kepada wartawan di Palembang, seperti dikutip dari Viva.co.id, Selasa (05/01/2015).Sugeng menyayangkan sikap oknum yang sengaja merusak situs milik Pengadilan Negeri Palembang setelah putusan sidang perkara kebakaran hutan dan lahan gambut tersebut.Dia menilai, seharusnya masyarakat mengerti bahwa merusak perangkat milik negara dapat mengganggu pelayanan publik. Masyarakat terhalangi untuk mengetahui perkara yang sedang berjalan di Pengadilan Negeri Palembang.“Putusan, ya putusan. Kalau tidak suka, ya (mengajukan gugatan) banding (ke Pengadilan Tinggi). Tapi jangan ada yang merusak website,” ujarnya. [SEP]" "Kisah Badak Jawa yang Kini Hanya Ada di Ujung Kulon","[CLS] Satu individu badak berdiri tegak. Tubuhnya kokoh. Pandangannya lurus ke depan. Ia tidak terganggu dengan kehadiran manusia di sekelilingnya. Suara riuh yang bergema atau sesekali kilatan cahaya yang keluar dari lensa kamera, yang membidik tubuhnya, tidak membuatnya ‘murka’. Ia tetap diam, tidak bergeming.Dia adalah badak jawa (Rhinocerus sondaicus) terakhir di Priangan. Dalam etalase kaca tembus pandang, spesimen seberat 2.280 kilogram ini, dapat kita lihat langsung di Museum Zoologicum Bogoriense-LIPI (MZB-LIPI), Bogor, Jawa Barat.Secarik kertas ukuran A4 berbingkai kaca, tepat di depan kakinya, memberi penjelasan singkat sekelumit satwa berkulit tebal tersebut. Badak jantan itu, awalnya hidup bersama pasangannya di Karangnunggal, Tasikmalaya, Jawa Barat, tahun 1914. Namun, di tahun yang sama, nasib malang menimpa si betina, ia mati ditembak pemburu gelap.Khawatir badak jantan ini akan mengalami nasib yang sama maka diputuskan memburunya, untuk koleksi museum itu. Demi kepentingan ilmu pengetahuan, tentunya. Pertimbangan lainnnya adalah, agar badak jantan ini tidak jatuh ke tangan pemburu sebagaimana kekasihnya.Di sisi lain, kondisi sang badak pun makin mengkhawatirkan, karena sudah tua dan tidak dapat lagi bergabung dengan badak lainnya di Ujung Kulon, daerah perlindungan yang saat itu masih berstatus cagar alam. Akhirnya, 31 Januari 1934, petugas museum yang saat itu dikelola Pemerintah Hindia Belanda, menewaskan “Badak Terakhir di Priangan” ini dengan sebutir peluru mauser kaliber 9.3, di wilayah Sindangkerta, Jawa Barat.Terkait sebutan badak di Priangan, dari literatur yang ada menjelaskan, hingga akhir abad ke-19, penduduk Kota Bandung masih bisa melihat badak jawa. Saat itu masyarakat menamainya badak priangan. Itulah mengapa ada daerah bernama Rancabadak, bahkan dijadikan nama Rumah Sakit Rancabadak yang kemudian diganti menjadi Rumah Sakit Hasan Sadikin, di Jalan Pasteur, Bandung." "Kisah Badak Jawa yang Kini Hanya Ada di Ujung Kulon","Catatan lainnya adalah ketika Junghuhn mendaki Gunung Pangrango pada 1839, ia melihat dua badak jawa, satu individu tengah berendam di sungai kecil dan satu individu berada di pinggir sungai.Sedangkan penelitian badak jawa pertama diperkirakan pada 1787. Tulang badak itu dikirim kepada penyidik alam Belanda bernama Petrus Camper, yang belum sempat menerbitkan hasil penelitiannya karena meninggal tahun 1789. Sedangkan badak jawa yang ditembak di Sumatera oleh Alfred Duvaucel, spesiemennya dikirimkan ke ayah tirinya Georges Cuvier, ilmuwan asal Perancis. Cuvier pada tahun 1822, akhirnya mengetahui bila badak jawa tersebut merupakan satwa istimewa. Di waktu yang sama pula Anselme Gaetan Desmarest mengindentifikasinya sebagai Rhinoceros sondaicus.Informasi penting lainnya adalah, sebanyak dua belas individu badak jawa terakhir yang terdapat di Sumatera telah ditembak mati oleh pemburu-pemburu Belanda, di rentang waktu 1925 – 1930. Sedangkan satu individu lagi yang ditembak di Karangnunggal (Tasikmalaya) pada 1934, sosok inilah yang spesimennya bisa kita saksikan di Museum Zoologicum Bogoriense-LIPI (MZB-LIPI) ini.Badak jawa (Rhinoceros sondaicus) merupakan mamalia berpostur tegap. Tingginya, hingga bahu, sekitar 128 – 175 sentimeter dengan bobot tubuh 1.600 – 2.280 kilogram. Meski penglihatannya tidak awas, akan tetapi pendengaran dan penciumannya super tajam yang mampu menangkap sinyal bahaya yang menghampiri kehidupannya. Satu cula berukuran 27 sentimeter berwarna abu-abu gelap atau hitam merupakan ciri khas utama jenis ini.Berdasarkan catatan sejarah, dahulunya badak jawa tersebar luas. Mulai dari India, Myanmar, Thailand, Kamboja, Laos, Vietnam, Semenanjung Malaysia, Jawa, dan Sumatera. Namun kini, populasinya hanya ada di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Banten." "Kisah Badak Jawa yang Kini Hanya Ada di Ujung Kulon","Pertambahan penduduk dan perkembangan peradaban diperkirakan telah menggerus habitat dan mengancam kehidupan satwa soliter ini. Akibatnya, badak menjadi sasaran pembunuhan karena dianggap hama yang merusak areal pertanian. Di sisi lain, cula badak yang dianggap memiliki khasiat sakti, digunakan sebagai bahan campuran obat untuk kesehatan manusia, yang sesungguhnya tidak terbukti.Kenyataannya yang harus diterima adalah, di Myanmar, badak jawa terakhir yang hidup ditembak mati pada 1920 untuk koleksi British Museum. Di semenanjung Malaysia, juga ditembak di Perak pada 1932 untuk koleksi museum. Di Vietnam, secara resmi diumumkan badak jawa telah punah, setelah individu terakhir ini ditemukan mati dengan luka tembak dan cula menghilang di Taman Nasional Cat Tien.Berdasarkan IUCN (International Union for Conservation of Nature), saat ini badak jawa statusnya ditetapkan Kritis (Critically Endangered/CR) atau satu langkah menuju kepunahan.Ujung KulonBagaimana kondisi badak jawa di Taman Nasional Ujung Kulon? Selain keberadaan ternak yang mendekati  habitat tempat hidup badak jawa, ancaman nyata di Ujung Kulon adalah makin invasifnya langkap atau tanaman yang mengacam pakan badak. Meski pemerintah sudah melakukan kajian pemindahan habitat alami badak ini, namun belum diputuskan kapan eksekusinya.Saat ini, tak kurang 63 individu badak masih terpantau oleh World Wild Fund-Indonesia (Ujung Kulon).”Kondisinya relatif stabil secara populasi dan pertumbuhan, namun secara habitat cukup mengkhawatirkan,” ujar Yuyun Kurniawan, National Rhino Conservation Coordinator WWF-Indonesia.Hal yang mengkhawatirkan Yuyun, tak lain adalah luasan habitat yang makin terbatas dan tumbuhnya tanaman invasif yang menghambat pertumbuhan tanaman pakan badak. Akibatnya, pertumbuhan populasi badak tidak bisa diimbangi dengan daya dukung yang ada di Taman Nasional Ujung Kulon." "Kisah Badak Jawa yang Kini Hanya Ada di Ujung Kulon","Yuyun mengatakan, hingga saat ini pemindahan habitat masih dalam proses dan butuh persiapan matang. Keputusan dari pemerintah juga masih ditunggu. Hal mendesak yang perlu dilakukan sembari menunggu adalah mengendalikan tanaman invasif. “Langkap sudah mencakup lebih dari 50 persen habitat badak. WWF-Indonesia sedang melakukan pengendalian dengan cara menebang intensif. Sebulan sekali paling cepat ditebang.”Awalnya, kami menargetkan hingga 600 hektare setahun. Rupanya, membabat langkap tak semudah yang dibayangkan. “Di lapangan, setahun hanya bisa dikerjakan 40 – 50 hektare saja.”Langkap (Arenga obtusifolia) adalah tanaman sejenis palem-paleman. Tanaman ini dapat tumbuh di kegelapan dan saat dewasa, tajuknya menutupi sinar mentari, sehingga tidak menembus lantai hutan. Akibatnya, tidak ada tumbuhan pakan badak yang tumbuh.  Penanganannya dilakukan dengan mengurangi populasi. Dari beberapa percobaan, pengurangan hingga 50 persen populasinya bisa meningkatkan ketersediaan pakan badak. Hanya saja, dalam waktu 1 – 2 tahun, tanaman ini dapat berkembang kembali.Menurut Yuyun, ada banyak pertimbangan ketika menerapkan pengendalian tanaman ini, terutama menghindari gangguan terhadap badak. Tim yang bertugas di lapangan harus memastikan daerah yang akan diintervensi atau ditebang, tidak aktif didatangi badak dan daerah tersebut miliki kerapatan langkap yang tinggi.Sebelum menebang, harus dihitung dahulu keragaman vegetasi, khususnya variasi dan jumlah tanaman pakan badak. Setelah itu, penebangan dilakukan. Tak selesai di sana, setelah penebangan penghitungan intensitas dampak penebangan terhadap tanaman pakan kembali dilakukan.Hasil penghitungan ini sebagai dasar untuk mengetahui berkurang tidaknya tanaman pakan badak. Baik secara jenis atau kelimpahannya. “Jika jenis dan kelimpahan kurang, kami lakukan penanaman untuk pengayaan.”" "Kisah Badak Jawa yang Kini Hanya Ada di Ujung Kulon","Setelah penebangan selesai, tim juga melakukan pemantauan periodik dan memasang kamera jebak untuk melihat dampak tersebut terhadap badak. Apakah badak mau masuk kembali ke lokasi yang baru ditebang atau tidak. Tim juga memantau  intensitas dan percepatan pertumbuhan langkap. “Kerja berat memang.”Untuk mengendalikan langkap yang mengganggu pakan badak ini, kami mengerahkan tiga tim. Masing-masing beranggotakan enam orang. “Mereka harus melakukan semua persiapan dan tahapan yang telah ditentukan itu,” tandas Yuyun. [SEP]" "Kala Bea Cukai Belawan Musnahkan Bagian-bagian Tubuh Satwa Selundupan dari Luar Negeri","[CLS] Ada kulit badan, kepala, kulit kepala maupun tanduk satwa bertumpuk dengan bermacam barang impor ilegal dari sepatu, handuk, baju, plastik, CD bekas, racun api mobil, beras, bumbu dapur, air mineral, sampai pemantik api dan bahan kimia. Barang-barang selundupan bernilai miliaran ini dimusnahkan bersama oleh Bea Cukai Belawan, Medan, Sumatera Utara, Selasa (28/6/16). Ada yang dibakar, ada dihancurkan maupun dinetralkan.Adapun bagian potong tubuh satwa selundupan lewat Pelabuhan Belawan itu, 276 kulit badan dan kepala binatang, 549 kulit kepala binatang, dan tanduk binatang 19. Hingga detik-detik pemusnahan,Bea dan Cukai Belawan belum dapat menyebutkan jenis satwa apa dari bagian tubuh itu.Haryo Limanseto, Kepala Kantor Bea dan Cukai Belawan,  mengatakan, penyeludupan potongan tubuh binatang ini dengan modus menggabungkan bersama barang lain menggunakan kapal laut.Kala pemeriksaan, ternyata barang-barang ini tak mengantongi izin dan memasukkan barang, bahkan diragukan kesehatan dan kualitasnya.“Ini bagian tugas kami memberikan perlindungan atas barang-barang bakal membahayakan masyarakat,” katanya.Para pelaku, katanya, memasukkan barang-barang ini dengan alasan keperluan budaya dan pariwisata di suatu daerah tertentu. Tak ada orang yang menjadi tersangka karena masih dalam penyidikan.“Barang-barang ini untuk keperluan budaya dan pariwisata, jadi tak boleh masuk sembarangan, harus ada izin khusus.”Agak aneh kala penyidik Bea dan Cukai belum berhasil mengungkap siapa pelaku penyeludupan ratusan potong tubuh binatang ini, padahal menurut Haryo, sudah terjadi sejak 2010.Irma Hermawati, Legal Advisor Wildlife Crime Unit (WCU), mempertanyakan keseriusan penyidik mengusut kasus ini. Dia mengatakan, tak ada proses hukum dalam kasus penyeludupan potongan tubuh satwa menjadikan pelaku terus beraksi. “Ini akan terus terjadi karena sama sekali tak memberikan efek jera bagi pelaku.”" "Kala Bea Cukai Belawan Musnahkan Bagian-bagian Tubuh Satwa Selundupan dari Luar Negeri","Dia meminta, kerjasama Bea dan Cukai untuk menggunakan UU Kepabeanan bagi pelaku. “Tak menyita barang bukti tanpa bisa mengusut hingga tuntas siapa pelaku. Mungkin bisa dicek administrasi, perijinan,” katanya.Para pelaku, memahami betul kelemahan Indonesia, dimana satwa atau bagian tubuh dari luar tak bisa terjerat. “Harus diingat Indonesia memiliki UU lain, yaitu UU Kepabeanan. Jadi PPNS Kepabeanan dapat menggunakan power dalam pengamanan Indonesia dari satwa atau bagian tubuh selundupan dari luar negeri.”Pemerintah tengah merevisi UU Konservasi Sumber Daya Alami. Dia mengingatkan, agar dalam revisi menguatkan soal selundupan dari luar ini.Dia menanti keseriusan Bea dan Cukai mengusut penyelundupan model ini sebagai bentuk dukungan mewujudkan gerakan nasional penyelamatan tumbuhan dan satwa liar Indonesia, seperti canangan Presiden Joko Widodo. [SEP]" "Koridor Gajah Itu Ada di Antara Jejak Sriwijaya dan Sumber Mineral","[CLS] Hubungan harmonis antara masyarakat di masa Kerajaan Sriwijaya dengan gajah sumatera (Elephas maximus sumatrensis) di Sumatera Selatan, sebenarnya masih terbaca hingga saat ini. Ini terlihat dari berbagai penemuan situs permukiman di masa Kerajaan Sriwijaya dengan koridor gajah yang masih bertahan. Benarkah?Nunu Anugrah, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Selatan, menjelaskan ada delapan habitat gajah di provinsi ini yang menjadi wilayah kekuasaan pertama Kerajaan Sriwijaya. Yaitu, Benakat Semangus, Meranti Sungai Kapas, Lalan, Hutan Jambul Nanti Patah, Mesuji, Saka Gunung Raya, Suban Jeruji, dan Sugihan Simpang Heran.“Delapan kantong habitat tersebut berada di wilayah pegunungan dan pesisir,” jelas Nunu kepada Mongabay Indonesia, medio Desember ini.Jika dikaitkan dengan berbagai situs sejarah atau permukiman masa lalu, baik sebelum dan pada masa Kerajaan Sriwijaya, sebagian besar penemuan itu berada dalam kawasan koridor gajah.Candi Bumiayu, merupakan satu-satunya candi peninggalan agama Hindu dari masa Kerajaan Sriwijaya di penghujung kehancurannya, sekitar abad ke-13 dan 14 Masehi. Candi yang terletak di Desa Bumiayu, Kecamatan Tanahabang, Kabupaten PALI (Penukal Abab Lematang Ilir), di sekitar Sungai Lematang ini, menjadi wilayah jelajah kawanan gajah dalam koridor Benakat Semangus.“Gajah selain masuk Benakat juga sering datang ke Bumiayu, sebab wilayah itu satu koridor dengan Semangus,” kata Noviansyah, Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Muara Enim, Sumatera Selatan (Sumsel), Minggu (18/12/2016).Yang paling banyak ditemukan situs terkait Kerajaan Sriwijaya, yang masuk koridor gajah, terpantau berada di pesisir atau pantai timur Sumatera Selatan. Misalnya pada koridor gajah di Lalan, Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), ditemukan sejumlah situs permukiman pra-Sriwijaya. Situs permukiman ini ada diperkirakan abad ke-4 dan 5 Masehi." "Koridor Gajah Itu Ada di Antara Jejak Sriwijaya dan Sumber Mineral","Begitu juga dengan koridor Sugihan-Simpang Heran, yang meliputi Air Sugihan, Ulak Kedondong, Ketupak dan Simpang Heran, banyak juga ditemukan situs-situs permukiman semasa Kerajaan Sriwijaya.Koridor gajah dan sumber daya mineralYang menarik, hampir semua koridor gajah tersebut berkaitan dengan keberadaan sumber daya mineral. Misalnya, koridor gajah Benakat Semangus yang masuk Kabupaten Musirawas, Muara Enim dan PALI, yang memiliki kekayaan sumber daya batubara dan migas.Koridor gajah Suban-Jeruji pun kaya dengan potensi migas. Sama seperti di koridor gajah Benakat Semangus, banyak perusahaan saat ini mengeksplorasi migas. Termasuk yang dilakukan masyarakat yang memanfaatkan sumur-sumur tua, peninggalan kolonial Belanda. Begitu juga, koridor gajah Lalan di Kabupaten Muba, yang memiliki potensi migas.Koridor gajah Saka Gunung Raya di Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan juga diperkirakan memiliki potensi panas bumi. Sementara koridor gajah Mesuji yang masuk di wilayah Sumatera Selatan dan Lampung juga memiliki potensi batubara dan gas metan batubara. Potensi batubara masuk wilayah Lampung dan gas metan batubara masuk Sumatera Selatan.Kemungkinan besar koridor gajah lainnya di Sumatera Selatan memiliki sumber daya mineral cukup besar. Misalnya, koridor gajah Meranti-Sungai Kapas yang masuk Kabupaten Muba dan Provinsi Jambi juga diperkirakan banyak terdapat potensi metan. Kemudian, koridor gajah Sugihan-Simpang Heran yang dikabarkan memiliki potensi batubara dan migas.Bahkan jejak koridor gajah yang sudah hilang, seperti di Merapi, Lahat, saat ini menjadi kawasan eksplorasi batubara yang cukup besar. Kini di lokasi itu tersisa 10 gajah di Sekolah Gajah Perangai.Hati-hati" "Koridor Gajah Itu Ada di Antara Jejak Sriwijaya dan Sumber Mineral","Dengan data di atas, kerusakan lahan gambut di pesisir, baik karena kebakaran maupun pembukaan lahan yang tidak lestari, serta eksplorasi batubara dan migas, bukan hanya mengancam koridor gajah. Tapi juga, mengancam keberadaan situs sejarah terkait Kerajaan Sriwijaya maupun peradaban megalitikum Pasemah.“Hati-hatilah mengelola lahan gambut dan hutan di Sumsel. Baik yang dilakukan perusahaan, pemerintah, maupun masyarakat. Jangan sampai atas nama ekonomi, jejak peradaban Sriwijaya hilang dari wilayah pesisir timur Sumatera Selatan. Jika ini terjadi, siapa pun dia, baik pemberi kebijakan, pendukung, maupun pelakunya, dapat dikatakan sebagai penjahat kebudayaan karena menghancurkan jejak peradaban Kerajaan Sriwijaya,” kata Conie Sema, pekerja seni dari Teater Potlot kepada Mongabay Indonesia, Minggu (18/12/2016).Dengan kata lain, kata Conie, apapun yang dilakukan terhadap lahan gambut dan hutan di Sumatera Selatan, yang harus diperhatikan bukan hanya ancaman ekologi dan ekonomi masyarakat. Tetapi juga jejak peradaban Kerajaan Sriwijaya. “Perlindungan artefak Sriwijaya dan gajah merupakan harga mati, jika kita ingin menjaga jejak peradaban Sriwijaya.”Conie kembali mengingatkan jika skema Taman Sriwijaya yang digagas Tim Spirit Sriwijaya harus didukung pemerintahan Jokowi, baik itu dalam skema restorasi gambut atau lainnya. “Jika itu semua tidak didukung, percayalah jejak peradaban Sriwijaya akan hilang,” ujarnya. [SEP]" "Butuh Pembiayaan Perikanan, KKP Gandeng Perbankan Asing","[CLS] Setelah melibatkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2015, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) semakin gencar mencari mitra untuk pembiayaan sektor kelautan dan perikanan. Pada 2016, KKP menggandeng sektor perbankan dengan cakupan lebih luas, termasuk perbankan internasional.Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di Hotel Kempinski, Jakarta, Selasa (29/03/2016) menjelaskan, Pemerintah Indonesia menyadari bahwa pengembangan sektor kelautan dan perikanan tidak cukup hanya dengan cara-cara yang dilakukan sekarang saja.“Sebenarnya pemberantasan illegal fishing sangat bagus untuk perkembangan sektor perikanan dan kelautan, tetapi itu masih belum cukup. Dibutuhkan sektor perbankan untuk mengembangkannya lebih jauh,” ungkap dia.Susi menyebut, pada 2015 KKP sebenarnya sudah berhasil melaksanakan program JARING hasil kerja sama dengan OJK. Dari program tersebut, pembiayaan berhasil disalurkan hingga Rp6,69 triliun atau melebihi dari target sebesar Rp5,3 triliun,” jelas dia.“JARING bagus, tapi harus ada sinergi lain dengan perbankan dalam mendukung pengembangan perikanan dan kelautan. Makanya, kita gandeng perbankan sekarang,” tambah dia.Di antara perbankan yang sudah diajak komunikasi, menurut Susi, adalah Rabo Bank dan West Cargo. Keduanya adalah lembaga perbankan asing yang dinilai bagus untuk diajak kerja sama dengan Indonesia.Susi menuturkan, pembiayaan dari perbankan pada 2016 ini akan dikerahkan untuk semua stakeholder yang ada di sektor perikanan dan kelautan. Jadi, kata dia, pembiayaan tidak hanya akan diberikan kepada sektor pengangkutan atau kontraktor saja.Di luar itu, Susi mengaku, pihaknya saat ini juga fokus untuk promosi investasi 15 pulau kecil dan kawasan perbatasan. Dengan demikian, diharapkan ada sinergitas dengan perbankan dalam melaksanakan program di 15 pulau tersebut.Kenapa Perbankan Asing?" "Butuh Pembiayaan Perikanan, KKP Gandeng Perbankan Asing","Pada kesempatan yang sama, Direktur Produksi Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya KKP Coco Cokarkin menjelaskan, masuknya dua perbankan asing dalam daftar perbankan yang ditawari pembiayaan sektor kelautan dan perikanan, terjadi karena perbankan lokal masih belum paham dengan bisnis perikanan.“Itu juga disampaikan OJK tadi, kenapa perbankan lokal tidak ada. Mungkin karena lack of trust. Jadi karena lack of information, para banker belum mengenal perikanan. Kalaupun kenal, hanya kulitnya saja, sehingga antusiasnya nggak sebaik bank asing,” ucap dia.Coco mengungkapkan, kekurangpahaman dari perbankan lokal itu juga yang menjadi penyebab hingga saat ini masih sedikit pembiayaan yang dikucurkan oleh mereka. Padahal, jika sudah paham, itu potensinya sangat besar.“Mereka masih khawatir. Perbankan belum berani beri pinjaman besar. Masih kecil-kecil saja (jumlahnya). Dan OJK juga belum memberi solusi terkait hal ini,” kata dia.Karena perbankan asing sudah paham dengan bisnis perikanan, Coco menambahkan, mereka sudah paham dengan potensi yang ada di dalamnya. Oleh itu, perbankan asing sudah siap untuk mengucurkan dana banyak untuk membiayai sektor kelautan dan perikanan nasional.Coco mencontohkan, potensi pembiayaan untuk kawasan 15 mil dari bibir pantai saja, besarnya bisa mencapai 15 juta USD per tahun per perusahaan. Angka tersebut berasal dari omset rerata masing-masing perusahaan.“Angka tersebut bisa membengkak, karena itu hanya omset saja. Dan untuk pembiayaan, itu kan terserah dari perbankan asing dan juga kebutuhan dari masing-masing perusahaan,” tandas dia.Untuk kepastian perbankan mana saja yang akan terlibat dan berapa nilai pembiayaannya, Coco memastikan bahwa itu akan muncul pada pertemuan yang akan digelar pada Juli mendatang. Pertemuan tersebut bertajuk Regional Oceans Summit. [SEP]" "Soal Badan Restorasi Gambut, Berikut Masukan Mereka","[CLS] Presiden Joko Widodo resmi membentuk Badan Restorasi Gambut (BRG) dn menempatkan Nazir Foead, sebagai kepala. Dalam peraturan presiden soal BRG sudah jelas disebutkan restorasi di daerah mana saja dan target capaian per tahun. Bagaimana pandangan kalangan pegiat lingkungan terhadap badan baru ini?I Nyoman Suryadiputra , Direktur Wetlands International Indonesia mengatakan, pada prinsipnya mendukung BRG meskipun tantangan bakal cukup kompleks.“BRG harus diawali rekrut team kuat, berisi individu-individu kunci yang harus memiliki pengalaman lapangan terutama kegiatan rewetting,” katanya saat dihubungi Mongabay, akhir pekan lalu.Dia berharap, BRG bisa mengoordinasikan pihak terkait seperti Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pemerintah daerah, bahkan TNI/Polri.“Saya usulkan BRG diperkuat tim penasehat diwakili stakeholder terkait seperti swasta, organisasi masyarakat sipil, pakar gambut dan lain-lain.”Salah satu tantangan BRG, katanya, soal iklim tak menentu. Untuk restorasi gambut rusak dan lokasi sulit, untuk mengangkut bahan sekat kanal saat air banyak. Sekat dilakukan saat surut.“Kanal sudah terlalu banyak, dari mana memulai? Ini juga suatu tantangan.”Dia menyarankan, mulai dari kawasan konservasi yang ada hutan gambut. Katanya, segera lakukan tindakan pencegahan kebakaran seperti Suaka Margasatwa Kerumutan Riau, TN Berbak Jambi, TN Sembilang Sumsel, TN Danau Sentarum Kalbar dan lain-lain. “Semua ini ada banyak gambut dalam. Larangan buka kanal baru harus ditegakkan,” katanya.Libatkan masyarakatTanggapan juga datang dari Abetnego Tarigan, Direktur Eksekutif Walhi Nasional . Dia mengatakan, ada beberapa tantangan operasional BRG. “Sesuai Perpres pembentukan BRG, ini bisa efektif jika dijalankan bersama pemda dan kementerian terkait. Kalau kementerian tak kooperatif, tidak bekerjasama dengan BRG, tak akan jalan.”" "Soal Badan Restorasi Gambut, Berikut Masukan Mereka","Jadi, katanya, semangat pembentukan BRG agar badan ini menjadi institusi yang menyelesaikan sumbat “leher botol.”Dia mencontohkan, kala KLHK tak agresif menindak pelanggaran baik administrasi, perdata dan pidana, maka restorasi tak akan berjalan. Juga jika Kementerian ATR/BPN, tak bisa menginformasikan hak guna usaha, izin prinsip di daerah, tak akan jalan. “Perpres ini menjadi tantangan. Ketika Presiden mengatakan BRG di bawahnya langsung, asumsinya Presiden akan turun tangan.”Abetnego mengatakan, persoalan lahan gambut yang direstorasi harus jelas. Ketika lahan beriizin dan terbakar, harus diambil alih BRG tetapi harus bere juga soal hukumnya.“Kalau nggak, ketika badan ini restorasi, tanpa status hukum selesai, bisa masuk penyerobotan. Perlu ada kejelasan. Kita tahu yang terbakar banyak sekali di kawasan berizin. Mungkin kalau gak ada konsesi ya tanah negara, itu akan cepat. Bagaimana di konsesi-konsesi? Ini satu tantangan besar,” katanya.Untuk itu, leadership BRG sangat penting. “Jangan pula ragu menguji posisi politik karena badan ini langsung di bawah Presiden.”Dia juga mempertanyakan sumber pendanaan. “Restorasi kan mahal. Kalau bersumber hibah, dari siapa saja? Kalau APBN, berasal dari pos apa? Memang diharapkan pos-pos dari anggaran kementerian terkait. Salah satu ujian terpentingnya, apakah kementerian-kementerian mau mengalokasikan dana untuk BRG?”Jika pengalokasian dana kementerian-kementerian terkait, BRG bisa tak berjalan efektif. Belum lagi, berbicara BRG dalam konteks pelibatan masyarakat. “Seperti apa? kalau ini hanya proyek pusat, sifat teknis, gak akan menjawab persoalan. Tanpa pelibatan masyarakat, rasa memiliki mereka tak akan ada. Mereka mungkin akan peduli dengan upaya-upaya yang dilakukan,” ucap Abetnego." "Soal Badan Restorasi Gambut, Berikut Masukan Mereka","Kurniawan Sabar, Manajer Kampanye Walhi berharap, pemulihan ekosistem gambut tak terpisah dari upaya menyelesaikan akar masalah kebakaran gambut termasuk pengelolaan hutan keseluruhan. “Kita tekankan, BRG seharusnya bisa menegaskan upaya mendorong perbaikan tata kelola hutan dan gambut secara menyeluruh.”Dia menekankan, restorasi tak menghilangkan aspek penegakan hukum. “Percuma restorasi kawasan, ternyata status hukum atau penindakan kawasan berizin terbakar tak selesai. Izin dicabut, BRG bisa bekerja maksimal untuk pemulihan.”Zenzi Suhadi, Manager Kampanye Hutan dan Perkebunan Skala Besar Walhi Nasional menambahkan, sebelum BRG menentukan dimana dan seperti apa mekanisme bekerja, penting klasifikasi wilayah.Dia membagi tiga klasifikasi. Pertama,lahan gambut di konsesi perusahaan. Kedua, gambut di sekitar konsesi perusahaan. Ketiga, kawasan hutan.“Pengklasifikasian ini penting supaya nanti solusi tidak salah. Kalau berada di konsesi perusahaan, langkah pertama penghapusan hak kelola perusahaan terhadap wilayah itu. Terkait pembiayaan restorasi. Kalau BRG memulihkan konsesi atau sekitarnya yang terbakar, menggunakan uang negara, kita mengingkari mandat UU 32 tahun 1999.”Menurut dia, biaya pemulihan seharusnya pada pemegang konsesi. BRG, harus menyusun mekanisme penagihan biaya pemulihan pada korporasi yang bertanggungjawab. “Apabila terjadi di kawasan hutan, jelas wilayah KLHK. Kalau api dari korporasi, tetap biaya ditagihkan kepada perusahaan.”Selain pemulihan, tanggung gugat pembiayaan, tanggung jawab hukum terhadap lahan konsesi harus dilakukan. Pemerintah, katanya, selain pemulihan kawasan rusak, juga harus menunjukkan wibawa negara terhadap korporasi.“Kalau pemerintah hanya mendorong pemulihan tanpa mendorong tanggungjawab perusahaan, negara ini mengambil posisi sebagai tukang cuci piring terhadap satu pesta besar korporasi.”" "Soal Badan Restorasi Gambut, Berikut Masukan Mereka","Musri Nauli, Direktur Eksekutif Walhi Jambi mengatakan, lahan gambut yang direstorasi BRG, seharusnya diserahkan pada masyarakat. Selama ini, perusahaan pemegang hak ternyata gagal baik karena sistem maupun perangkat tak mampu. “Jadi tanah-tanah terbakar diambil alih negara, direstorasi dan diserahkan kepada masyarakat,” katanya.Menurut dia, masyarakat justru lebih mampu dalam mengelola gambut, lebih ramah. Tak seperti perusahaan, katanya, menanam monokultur di lahan gambut.“Yang monokultur seperti sawit dan HTI ternyata gagal. Tak ada satupun yang membuktikan berhasil. Praktik masyarakat, gambut ditanami bahan pangan seperti padi lebih bagus daripada tempat lain. Kita mendorong itu jadi lahan kedaulatan pangan.”Amron, Sekjen Jaringan Masyarakat Gambut Jambi (JMGJ) mengatakan, sampai saat ini belum ada sosialisasi di tingkat masyarakat terkait pemulihan atau restorasi oleh BRG. “Harapan kita, melibatkan masyarakat. Sangat penting, karena masyarakat lebih tahu sesungguhnya yang harus dilakukan terhadap gambut. Pada hakikatnya masyarakat dari zaman nenek moyang sudah tahu persis apa yang harus dilakukan di lahan gambut,” katanya.Dia mencontohkan, masyarakat menanam enau, sejenis aren, merupakan tanaman khas gambut. Dari hasil enau itu semuanya bisa dimanfaatkan oleh masyarakat.“Itu tidak mengeringkan gambut. Kalau diterapkan, memberikan efek baik terhadap gambut dan peningkatan ekonomi bagi masyarakat.” [SEP]" "Penyusutan Lahan Pertanian Kota Bandung Capai 200 Hektar dalam Setahun","[CLS] Tak heran memang apabila kota besar tidak lepas dari kesan metropolitan. Gedung – gedung tinggi menjulang serta infrastruktur terus berkembang. Disamping, pembangunan kota kian gemilang, acapkali aspek lingkungan luput dari padangan.Salah satunya adalah keberadaan lahan pertanian di perkotaan yang makin menurun karena alih fungsi lahan. Misalnya Kota “Kembang” Bandung, Jawa Barat, diperkirakan setiap tahunnya terjadi penyusutan lahan cukup signifikan. Padahal secara geografis Bandung dikelilingi pegunungan yang menjadi keuntungan sektor agraris.“Sulit memang mencegah alih fungsi lahan pertanian yang beralih fungsi menjadi sektor lain misalnya properti dan industri,” Kata Kepala Bidang Produksi Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (Dispertapa) Kota Bandung, melalui stafnya Astrid Kurinia, minggu kemarin, di Bandung.Astrid mengatakan banyak faktor yang melatar belakangi alih fungsi lahan pertanian, seperti pembangunan kota dan semakin bertambahnya jumlah penduduk menjadi pemicu utama banyaknya alih fungsi lahan.Berdasarkan data pada tahun 2015, lahan pertanian mencapai sebesar 988 hektar dan pada tahun 2016 ada penyusutan sekitar 252 hektar, menjadi 736 hektar. Lahan pertanian tersebut, beralih fungsi menjadi perumahan, properti hingga industri.Astrid memaparkan berkurangnya lahan pertanian otomatis mempengaruhi produksi padi, yang rata – rata produksinya sekitar  6.5 ton per hektar. Ditambahkanya, untuk menekan angka penurunan lahan  pertanian, pihak pemerintah akan mengupayakan  perluasan lahan abadi sebesar 32 hektar.“Untuk mempertahankan lahan pertanian sulit dilakukan, karena memang alih fungsi lahan tidak bisa ditahan. Akibatnya kebutuhan pangan kota 90% di pasok dari luar kota. Dan kami sedang mengembangkan pertanian modern (Urban Farming) untuk mengantisipasi penyempitan lahan,” imbuhnya.Pola Pembangunan Strategis" "Penyusutan Lahan Pertanian Kota Bandung Capai 200 Hektar dalam Setahun","Pengamat lingkungan dari Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung, Chay Asdak, menilai perlu ada kebijakan strategis dari pemerintah untuk mengatasi penyusutan lahan produktif di perkotaan sebagai upaya menjaga keseimbangan lingkungan.Menurutnya perlu ada pengendalian konversi lahan, yang biasanya lahan produktif, untuk pembangunan. Selain lahan – lahan pertanian, lanjut dia, banyak situ atau waduk yang dulunya dipergunakan sebagai water retention (penampungan air) justru hilang keberadaanya.“Dulunya ada Situ Aksa dan Situ Gede Bage sebagai resapan air di Bandung. Sekarang situ sudah tidak ada. Jadi tidak hanya lahan pertanian saja yang hilang tetapi juga daerah resapan air pun hampir hilang oleh pembangunan,”  kata dia saat ditemui Mongabay di Gedung Pasca Sarjana Unpad, Bandung.Dia menuturkan, dampak alih fungsi lahan pertanian jelas memicu persoalan lingkungan hidup. Bencana alam yang sifatnya antropogenik seperti banjir, longsor, sedimentasi, kekurangan air ketika musim kemarau dan mudah diprediksi serta sering terjadi.“Ini semua terkait dengan alih fungsi lahan dan dampaknya sudah bisa kita rasakan. Kembali lagi kepada pola kebijakan pemerintah untuk mengatasi hal tersebut. Perlu langkah serius dari segi pengawasan dan perencanaanya,” jelas pria yang akrab di sapa Prof Chay itu.Dia menuturkan, lahan – lahan produktif tidak saja menghasilkan produk pertanian semata tetapi juga sebagai penyeimbang ekosistem dan ekologi lingkungan. Maka, proses pembangunan kota mesti bertanggungjawab melalui penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan pembuatan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang bertanggungjawab.“Karena pembangunan mengacunya pada 2 hal itu. RTRW dimensinya lama sekitar 20 tahun tapi kemudian RDTR (Rencana detail tata ruang kabupaten/kota) menjadi lebih rinci. RPJMD lebih spesifik sebab berhubungan dengan visi pemimpin daerah karena waktunya 5 tahunan,” katanya." "Penyusutan Lahan Pertanian Kota Bandung Capai 200 Hektar dalam Setahun","Dia memaparkan pemerintah dalam hal ini terutama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyadari bahwa pembangunan yang diwujudkan dengan penyusunan RTRW, RDTR dan RPJMD itu kecenderungan menimbulkan alih fungsi lahan pertanian yang bisa menimbulkan bencana alam dan bahkan kedapan mungkin mengacu pada persoalan pangan.Dikatakan Chay, dampak buruk pembangunan terhadap lingkungan diantisipasi dengan penerapan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), agar tercipta pembangunan berkelanjutan. Karena dalam prosesnya, KLHS menekankan proses partisipasi perencanaan pembangunan yang sifatnya inklusif melibatkan pihak non pemerintah seperti para ahli, pemerhati, komunitas dan masyarakat.“Sejatinya subtansinya  KLHS sebenarnya menghindari dampak lingkungan yang timbul dan sosial juga. Karena KLHS adalah instrumen lingkungan hidup, maka yang ditekankan KLHS merupakan isu lingkungan hidup dan sosial. Sedangkan RTJMD konteknya selalu ekonomi lantaran itu mandatnya kepala daerah yang dipilih setiap 5 tahun sekali,” tutur Chay.Namun, menurutnya, dua syarat pembangunan tersebut sampai saat ini masih kedodoran, karena lemah dalam tahap implemetasinya. Pemerintah kurang serius menerapkan aturan. Pemerintah masih menggunakan Permendagri No.67 Tahun 2012 dan belum merancang Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan yang lebih tinggi soal KLHS tersebut.“Jadi kalau pemerintah ingin serius menerapkan aturan KLHS sebagai rujukan pembangunan berkelanjutan yang sangat penting, maka regulasinya harus dibenahi, aturannya harus diperbaiki. Sebab PP lebih tinggi dari Permendagri,” tegasnyaPemerintah kata dia, seharusnya berperan dalam memproteksi penurunan lahan pertanian sesuai UU No.32 Tahun 2009. Dengan begitu, alih fungsi bisa dimanfaatkan dengan bijaksana sesuai kaidah lingkungan tanpa menghambat laju pembangunan." "Penyusutan Lahan Pertanian Kota Bandung Capai 200 Hektar dalam Setahun","Dia menjelaskan, KLHS lebih kearah perencanaan atau program kebijakan pemerintah dalam upaya pembangunan kota. Lalu Amdal, kata dia, ruangnya lebih terperinci pada proyeknya. Jadi kata dia, keduanya perlu dilakukan karena memiliki dimensi yang berbeda untuk menunjang pembangunan berkerlanjutan.Pertanian Berdasarkan pantauan Mongabay, sebagian besar kawasan Dago, Bandung, yang merupakan kawasan resapan air kini banyak tumbuh bangunan properti dan villa. Sedangkan lahan pesawahan di Gedebage telah banyak berdiri perumahan dan industri.Sarif (72), seorang petani di Gedebage mengaku pasrah bila suatu saat harus beralih profesi mengingat makin minimnya lahan pertanian. Di tanah seluas 400 meter persegi dia bersama istrinya menggarap lahan sawah. Rata – rata dia memperoleh 8 kuintal padi setiap panen setahun dua kali.“Saya disini hanya menggarap lahan. Lahan ini sudah milik sebuah pabrik. Biasanya saat panen hasilnya dibagi dua dengan pemilik lahan. Sudah 35 tahun saya bertani makin kesini makin habis sawahnya. Banyak petani yang tidak bisa bertani lagi karena lahan garapanya sudah banyak di bangun,” tambahnya. [SEP]" "Kala Ekspedisi LIPI Temukan Tikus Baru di Sulawesi","[CLS] Bersama rombongan ekspedisi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), saya berjalan selama tiga jam lebih di Gunung Gandang Dewata, Mamasa, Sulawesi Barat, Kamis, (26/4/16). Melewati jalur pendakian. Tanah merah lengket. Pematang sawah berlumpur. Perkebunan kopi tak terurus. Tampak aliran air kecil dan sebuah sungai besar berarus deras.Hujan gerimis menyertai makan siang kami di sebuah titik, sebelum track panjang menanjak dimulai. Hawa dingin menyeruak ke sela jaket. Suara serangga penggerek tak henti-henti. Kami menuju base camp tim ekspedisi Bioresourches Keragamanhayati, LIPI. Rombongan kami tim kedua, tim pertama lebih awal sepekan lalu beranggotakan 20-an peneliti.Base camp itu pada ketinggian 1.626 mdpl. Dikelilingi pohon dengan batang berlumut. Paku-pakuan. Anggrek liar menggantung. Kami tiba menjelang sore. Kordinator lapangan ekspedisi, Anang Setiawan Achmadi menyambut kami.Keesokan hari, saya melihat ruang kerja para peneliti. Menggunakan tenda terpal, dua meja kayu panjang tersusun dari tangkai-tangkai pohon, terikat tali rapia.Beberapa spesimen nangkring di meja. Cairan alkohol. Formalin. Kapur barus. Jarum suntik. Gunting. Pengait. Kain kasa. Koran bekas untuk membungkus. Ada pula benang dan jarum. “He…he…he…he…, iya inilah. Beginilah keadaannya,” kata Anang.Menjelang siang, seorang penduduk dalam ekspedisi itu membawa tiga tikus jeratan. Anang memperhatikan satu demi satu. Satu lebih kecil, menarik perhatian. Dia mengelus tikus itu lembut.“Saya belum pernah liat tikus ini,” katanya. “Ini ketiga kali saya datang. Jelas berbeda dari tikus lain.”Anang mengangkat tikus itu sejajar dengan hidung. Merapatkan kacamata ke pangkal hidung. Dia terkesima dengan temuan ini. “Moncong beda. Depan hidung tak ada bulu, hanya ada kumis.”“Lucu ya. Kepala juga. Ini lihat garis warna juga bagus. Mirip anjing.”" "Kala Ekspedisi LIPI Temukan Tikus Baru di Sulawesi","Nama tikus itu dalam bahasa Mamasa adalah kambola. wilayah jelajah tikus ini cukup jauh, bisa 40 kilometer. Padahal dalam literatur, wilayah jelajah tikus paling jauh dua kilometer.Timothius Sambominanga (80), akrab disapa Papa Daud mengatakan, masa lalu seorang menangkap kambola, memberi gelang di leher dan melepaskan di Mamasa. Beberapa waktu kemudian tikus bertanda itu ditemukan  di Mambi, sekitar 40 kilometer. “Maka namanya kambola. Artinya bisa pergi jauh,” kata Daud.Dengan pelan dan sangat hati-hati Anang menguliti tikus lalu menempelkan beberapa jari di sekam gergaji. Sebagian ditaburi ke kulit tikus. Setelah kulit dan organ tubuh terpisah, dia memasukkan kapas ke kulit. Membentuk tikus semirip masa hidup. Dua kawat kecil ditopangkan ke otot kaki. Setelah selesai, dia menjahit bagian kulit perut.Tubuh tikus tanpa kulit, berpindah ke tangan Juno, anak muda peneliti parasit. Menggunakan pisau kecil tajam, dia membuka perut, memperhatikan usus, lambung, jatung, hingga hati. Dengan teliti dia menggunting bagian hati dan memasukkan ke botol kecil spesimen yang sudah tercampur alkohol.Tikus yang dibedah itu betina. Juno menarik kantong rahim dan kelamin. Kantong rahim bercabang dua. Berbeda dengan tikus pemukiman, kantong rahim bisa delapan.Tikus hutan berkembang biak tidak sebanyak koleganya di wilayah pemukiman. “Tikus hutan paling anak dua sampai empat. Kalau tikus pemukiman bisa delapan atau lebih,” kata Anang.***Di Mamasa, sebagian warga masih mengkonsumsi tikus. Tak  heran warga dapat membedakan jenis tikus. Bahasa setempat tikus adalah balao.Hari itu, Ramba, warga Mamasa, duduk dekat perapian sekaligus dapur umum, melafalkan beberapa nama, seperti balao barambang, balao wai, lewa-lewa, kambalo, dan sederetan nama lain." "Kala Ekspedisi LIPI Temukan Tikus Baru di Sulawesi","Lewa-lewa dan kambola adalah tikus yang belum memiliki nama ilmiah. “Kita butuh proses panjang. Akan dianalisis dulu di laboratorium. Lalu membuatkan deskripsi. Setelah itu barulah ditentukan apakah jenis baru atau bahkan genus baru,” kata Anang.  “Tapi secara morfologi, lewa-lewa dan kambola jelas sangat berbeda.”Tikus hutan jelas berbeda dengan tikus wilayah pemukiman. Di hutan, makanan tikus jauh lebih berih, bisa sisa tanaman, sisa buah, atau beberapa daging mamalia kecil. Tikus pemukiman memakan makanan busuk, sisa makanan, tentu saja membawa beberapa virus. “Tikus hutan tak jorok. Bersih.”Balao wai atau tikus air (Waiomys mamasae) dan tikus akar (Gracilimus radix) adalah genus baru ditemukan 2010. Pada 2012 ditemukan pula tikus ompong (Paucidentomys vermidax). Menurut Anang, tikus akar dan tikus air hingga kini hanya ada di Pegunungan Gandang Dewata. Tikus ompong di Pegunugan Latimojong, Sulawesi Selatan dan Gandang Dewata.Tiga genus baru ini memiliki keunikan tersendiri. Tikus air memiliki selaput tipis diantara jari untuk berenang. Hasil identifikasi, tikus ini mencari makan dengan berenang bahkan menyelam. “Jadi menyelam untuk mendapatkan makanan yang menempel di batuan dasar sungai. Macam snorkeling-lah,” kata Anang.Penamaan tikus akar karena kala membuka saluran pencernaan, ada sisa-sisa akar. Tikus ini kebanyakan mengkonsumsi akar tumbuhan, seperti talas-talasan atau umbi-umbian dan beberapa tanaman lain.Tikus ompong juga menarik. Ia hanya memiliki dua gigi di bagian depan moncong– seperti kelinci. Bagian lain tak tumbuh gigi. Ketika tikus sedang makan, akan digigit sedikit demi sedikit. Lalu dikeluarkan lagi. Begitu terus menerus hingga makanan lunak ditelan. Pada ekspedisi 2016, tiga genus baru tikus tak terjerat." "Kala Ekspedisi LIPI Temukan Tikus Baru di Sulawesi","Anang mulai meneliti tikus sejak 2006. Bersama beberapa rekan, baik peneliti Indonesia dan luar negeri, dia mengunjugi hutan yang jarang terjamah. Di Sulawesi, dia menembus kedalaman Gandang Dewata (Sulawesi Barat), Latimojong (Sulawesi Selatan), Tompotikka (Luwuk Banggai), Mekongga (Sulawesi Tenggara), Toli-toli dan beberapa pegunungan di Manado.Di Gandang Dewata, pada ekspedisi 2016 ini kali ketiga. Selama menjejakkan kaki di tempat ini, dia selalu dikejutkan dengan temuan baru. “Saya kira tempat ini (Gandang Dewata) adalah central high biodeversity untuk Sulawesi.” [SEP]" "Pulau Sangiang, Pulau Indah di Banten yang Alami Kerusakan Terumbu Karang","[CLS] Berstatus taman wisata alam, kondisi terumbu karang di sekitar Pulau Sangiang, Serang, Banten, saat ini sangat memprihatinkan. Meski kualitas air di sekitar perairan pulau tersebut masih sesuai dengan baku mutu air laut, namun kenyataannya banyak terumbu karang yang mengalami kerusakan.Dari survei yang dilakukan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (Kehati) bersama Yayasan Terumbu Karang Indonesia (Terangi), didapatkan fakta bahwa tutupan karang hidup di kawasan timur perairan pulau Sangiang saat ini masuk dalam kategori buruk. Status tersebut dipertegas dengan fakta lain bahwa keragaman biota laut di sekitar perairan tersebut juga cenderung rendah.Direktur Program Yayasan Kehati Teguh Triono menjelaskan, ekosistem terumbu karang di sekitar Pulau Sangiang kondisinya sangat tertekan, sehingga memerlukan penanganan segera untuk pemulihannya.“Harus ada tindakan pemulihan berupa penyediaan substrat keras untuk penempelan karang dan penjagaan kawasan dari ancaman seperti jangkar kapal,” ucap dia akhir pekan lalu.Teguh mengatakan, menjaga Pulau Sangiang sangatlah penting dilakukan. Mengingat, pula tersebut selama ini menjadi laboratorium alam bagi upaya pelestarian terumbu karang di sekitar Selat Sunda. Tak hanya terumbu karang dan biota laut lainnya, Pulau Sangiang juga menyimpan keanekaragaman hayati di darat.Secara administratif, pulau ini masuk dalam kawasan Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Kekayaan alam dan posisi geografis Pulau Sangiang, menjadikannya sangat strategis sebagai indikator lingkungan bagi kawasan Selat Sunda. Kerusakan Pulau Sangiang dapat dijadikan sebagai masukan bagi evaluasi pengelolaan lingkungan kawasan Selat Sunda dan pesisir di sekitarnya." "Pulau Sangiang, Pulau Indah di Banten yang Alami Kerusakan Terumbu Karang","Untuk melaksanakan pemulihan terumbu karang yang mengalami kerusakan, Kehati dan Terangi menggandeng pihak swasta. Kehadiran perusahaan tersebut, untuk memberi dukungan penuh terhadap riset yang dilakukan kedua yayasan tersebut terkait kerusakan terumbu karang dan bagaimana pemulihannya di perairan Pulau Sangiang.“Kita fokus untuk melakukan riset aksi sebagai tahap awal program rehabilitas terumbu karang. Setelah  itu, kita akan arahkan agar bisa memberikan manfaat untuk masyarakat sekitar dan menjadikan Pulau Sangiang sebagai destinasi wisata dan pendidikan lingkungan,” jelas dia.Dalam kaitan dengan itu, diharapkan masyarakat nelayan pesisir Pelabuhan Paku yang ada di Pulau Sangiang,  bisa menjadi pelaku utama dalam pengembangan wisata di kawasan ini. Dengan demikian masyarakat juga akan terbangun kesadarannya untuk menjaga kelestarian Pulau Sangiang, perairan dan terumbu karangnya.Teguh Triono mengungkapkan, keberadaan koral di perairan Pulau Sangiang dan pulau-pulau lain di seluruh Indonesia, memiliki tiga fungsi, sebagai tempat hidup berbagai organisme laut, daya tarik wisata, dan menyimpan karbon.“Dengan mendukung pelestarian terumbu karang Pulau Sangiang, itu turut membantu pemerintah dalam mencapai target penurunan emisi,” pungkasnya.Upaya pelestarian ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan salah satu program yang menjadi fokus kerja Yayasan Kehati. Melalui program Save Our Small Island (SOSIS), Yayasan Kehati menghimpun dan menyalurkan dana tanggung jawab sosial (CSR) sebuah perusahaan untuk mendukung kegiatan pelestarian terumbu karang, pesisir dan pulau-pulau kecil serta membangun ekowisata berbasis masyarakat di wilayah Indonesia.Ancaman Kerusakan Terumbu Karang di Dunia" "Pulau Sangiang, Pulau Indah di Banten yang Alami Kerusakan Terumbu Karang","Dalam beberapa dekade terakhir, dunia secara bersamaan menghadapi ancaman kerusakan terumbu karang yang serius. Kerusakan tersebut disebabkan karena beragam faktor. Ada yang karena terkena dampak perubahan iklim, tapi juga ada yang disebabkan oleh faktor lain yang terjadi di tingkat lokal maupun global.Pernyataan tersebut diungkapkan Profesor OveHoegh-Guldberg, seorang pakar terumbu karang dari Universitas Queensland (UQ) di Australia. Menurut dia, faktor lokal dan global yang memicu terjadinya kerusakan terumbu karang hingga menimbulkan pemutihan (bleaching), di antaranya karena ada proses pengasaman di laut.“Selain itu, ada juga dampak karena badai yang mengakibatkan terjadinya banjir dan itu mengakibatkan munculnya penurunan kualitas air,” ucap pria yang menjabat Direktur Institut Global Change itu kepada Mongabay, beberapa waktu lalu.Lebih rinci Ove menjelaskan, gabungan faktor lokal dan global tersebut menjadi racikan kuat untuk memunculkan terumbu karang rusak. Meski tidak setiap negara memiliki faktor yang sama persis, namun bisa dipastikan kalau faktornya memiliki kesamaan.“Faktornya itu sama saja, tapi proporsinya saja yang berbeda,” ungkap dia.Tentang terjadinya penurunan kualitas air, Ove menilai itu terjadi di hampir semua negara di dunia. Kata dia, air yang kualitasnya buruk dan masuk ke dalam lautan akan bisa menghancurkan terumbu karang yang sehat dan indah.Kondisi seperti itu, menurut Ove, sudah terjadi di Australia dan terumbu karang mengalami kerusakan karena air laut terkena polusi dari air di darat yang sudah menurun kualitasnya. Polusi air laut tersebut, tidak bisa dicegah dan itu membuat proses kerusakan semakin cepat dan tidak bisa dibendung lagi." "Pulau Sangiang, Pulau Indah di Banten yang Alami Kerusakan Terumbu Karang","“Di Australia itu, air laut terkena polusi karena berasal dari air di darat yang sudah terkontaminasi oleh pupuk dan pestisida yang digunakan oleh para petani. Air yang mengandung pupuk dan pestisida itulah yang membunuh terumbu karang di Australia,” ucap dia.Dengan melihat kondisi yang terjadi di Australia, Ove sangat yakin kalau di Indonesia kondisinya juga tidak berbeda jauh. Penurunan kualitas air, diakui dia menjadi faktor cukup dominan untuk merusak terumbu karang.“Selain itu, faktor lain yang juga ikut berperan, adalah sampah plastik yang menjadi polusi berat di laut. Sampah plastik sudah menjadi masalah besar. Ini karena sifat dari plastik susah terurai jika sudah ada di alam,” jelas dia.Tantangan lain yang sedang dihadapi oleh warga dunia sekarang, menurut Ove, adalah bencana pemutihan terumbu karang. Proses alam tersebut tidak bisa dicegah oleh teknologi modern dan terjadi di semua tempat di seluruh dunia.“Di Indonesia juga sama. Saat ini kondisinya sudah memburuk selama berbulan-bulan. Meskipun yang terburuk terjadi pada 1998 dan 2010, namun bencana pemutihan terumbu karang sekarang tetap menakutkan,” ungkap dia.Faktor manusia, diakui Ove, ikut berperan besar dalam proses perusakan terumbu karang di seluruh dunia. Selain faktor yang sudah disebut di atas, ada faktor lain yang bersifat lokal seperti di Indonesia, yakni teknik menangkap ikan dengan cara merusak perairan (destructive fishing).“Teknik seperti itu sangat rentan merusak terumbu karang. Harus ada ketegasan dari pemerintah Indonesia. Karena, terumbu karang ini sifatnya menjadi milik dunia, walau lokasinya ada di Indonesia,” sebut dia." "Pulau Sangiang, Pulau Indah di Banten yang Alami Kerusakan Terumbu Karang","Dengan melihat fakta-fakta tersebut, Ove menghimbau kepada seluruh negara di dunia, utamanya negara perairan tropis, agar bisa membuat dan menerapkan regulasi yang baik untuk penyelamatan terumbu karang. Jika tidak dimulai dari sekarang, maka ancaman kepunahan terumbu karang tidak akan bisa dihindari lagi. [SEP]" "Silent Forest, Fenomena Akibat Maraknya Perburuan Burung Liar?","[CLS] Maraknya penyelundupan burung liar ke Surabaya melalui Pelabuhan Tanjung Perak, menjadi keprihatinan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alama (BKSDA) Jawa Timur.Kepala BKSDA Jawa Timur, Suyatno mengatakan, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, serta Papua Barat, merupakan wilayah asal burung yang diselundupkan tersebut dalam beberapa waktu terakhir. “Kami sudah bertemu semua kepala balai untuk memperketat pengawasan. Selama ini, pengawasan dan penjagaan lebih banyak dilakukan di daerah tujuan seperti Surabaya,” kata Suyatno, Selasa (19/1/2016).Burung-burung itu diselundupkan dengan berbagai modus, seperti menitipkan di ruang kapal, hingga dimasukkan dalam truk sebagai muatan KM Tunas Wisesa dan KM Kumala. Saat ini, burung hasil sitaan tersebut, yang masih hidup, dititipkan ke sejumlah lembaga konservasi (LK), sebagaimana prosedur sekaligus untuk penyelamatan.Suyatno menegaskan, pelepasliaran burung hasil sitaan akan dilakukan setelah seluruh prosedur dan administrasi dilakukan. Sedangkan untuk jenis burung yang dilindungi harus menunggu proses hukum di pengadilan, apakah akan dilepasliarkan ke habitat aslinya atau dikembalikan ke pemiliknya. “Mengenai kasus kakatua jambul kuning yang diselundupkan dalam botol plastik, saat ini masih dititipkan di beberapa LK seperti Jatim Park di Malang, TSI II Prigen di Pasuruan, dan Maharani Zoo di Lamongan. Kita masih menanunggu hingga proses hukum selesai.”Menurut Suyatno, upaya pelepasliaran menjadi pilihan utama untuk satwa sitaan, dengan tetap memperhatikan aturan serta faktor habitat asli satwa tersebut. Pelepasliaran yang bukan tempat asalnya, dikhawatirkan akan mengganggu keseimbangan ekosistem, terlebih bila satwa itu terjangkit penyakit seperti H5N1. “Kalau bisa dilepasliarkan ya dilepaskan, kalau tidak bisa kita titipkan di LK. Bila berpenyakit ya dimatikan.”" "Silent Forest, Fenomena Akibat Maraknya Perburuan Burung Liar?","Ria Saryanthi, Kepala Unit Komunikasi dan Pengembangan Pengetahuan Burung Indonesia menuturkan, untuk penegakan hukum burung memang harus disita. Jika penangkapan dilakukan di Surabaya, Jakarta, atau Medan, bisa dititipkan ke lembaga konservasi atau di pusat penyelamatan satwa (PPS) yang ada untuk pemulihan kondisinya. “Kalau kondisi burung tersebut sehat bisa dilepaskan setelah proses rehabilitasi dilakukan. Tentunya dibarengi dengan berita acara yang telah dibuat.”Sementara, burung yang tidak layak lepas bisa dijadikan indukan di penangkaran jika tidak sakit. Namun, bila membahayakan bisa dimusnahkan juga, telebih bila terindikasi menyebarkan virus avian influenza. “Pastikan juga, bila pelepasan burung yang telah melalui tahap rehabilitasi dilakukan sesuai habitatnya. Jangan sampai, burung asal Malulu dilepas di Jawa. Ini bakalan menjadi masalah baru seperti invasive species.”Sebagai catatan, awal Januari 2016, Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya telah menggagalkan upaya penyelundupan 769 burung berbagai jenis. “Burung tersebut adalah cililin, murai batu, kacer, tiong emas, cucak jenggot, dan cica-daun besar,” jelas Retno Oktorina, Kepala Bidang Pengawasan dan Penindakan, Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya.Silent forestMaraknya perburuan perburuan burung di alam liar, menurut Fransisca Noni dari Burung Nusantara, akan menjadi salah satu faktor munculnya fenomena silent forest atau hutan sepi. “Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dan hasil diskusi para pengamat burung di beberapa daerah, kondisi ini mulai ada.”Noni menuturkan, dari pengamatannya di Cagar Alam Telaga Warna, Bogor beberapa waktu lalu, sangat sulit menemukan burung-burung liar, meski kondisi hutan cukup bagus. “Pada ketinggian 1.700-an meter di atas permukaan laut (m dpl) yang biasanya masih terlihat burung hingga pukul 08.00, sekarang sulit. Bahkan, untuk mendengar suaranya juga jarang.”" "Silent Forest, Fenomena Akibat Maraknya Perburuan Burung Liar?","Selain Bogor, fenomena silent forest juga dilaporkan para pengamat burung terjadi di Semarang serta beberapa daerah di Sumatera. Kalau ini dibiarkan, tidak menutup kemungkinan terjadi di Kalimatan maupun Papua. ”Pemburu kan tidak melihat usia burung, asal nangkap saja. Lama-lama spesies tertentu bisa punah karena perbuatan merusak ini.”Padahal, hidup burung itu memang di alam liar. Sangat bermanfaat bagi alam. Burung merupakan indikator alami kualitas lingkungan. Kehadiran burung di suatu wilayah menunjukkan daerah tersebut masih asri. “Secara ekologis, burung melakukan tugas mulai menebar biji dan melakukan penyerbukan. Jadi, jangan diburu,” tegas Noni. [SEP]" "Anak Tewas di Lubang Tambang, Kado Pahit Jelang Ulang Tahun Kalimantan Timur Ke-59","[CLS] Kalimantan Timur mendapat kado pahit jelang perayaan ulang tahunnya ke-59, 9 Januari 2016 mendatang. Lubang bekas tambang batubara yang ada di wilayah tersebut kembali telan korban, sebagaimana sebelumnya.Rabu (30/12/2015), Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim menerima pesan singkat dari warga. Isinya, seorang bocah kelas 3 SD tewas di lubang bekas tambang di Desa Sumbersari, Kampung Ledok Gang Isap Separi I, Sebulu, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Selasa (29/12/2015).Tim yang terdiri dari Teresia Jari, Seny Sebastian, I Ketut Bagia Yasa dan Mustakim segera turun ke lokasi. “Korban bernama Dewi Ratna Pratiwi (9), putri tunggal dari pasangan Aris Munandar dan Rika Rosita,” jelas Seny, Rabu malam.Bocah yang masuk peringkat 10 besar di kelasnya ini, bermain bersama temannya sejak siang, mengisi libur sekolah. Namun hingga menjelang malam Ratna, demikian panggilannya tak kunjung pulang.Aris Munandar, mencari dan menanyai temannya, namun tak ada keterangan pasti  yang diperolehnya. Aris lalu menyusuri kolam bekas tambang batubara yang berada di tak jauh di belakang rumahnya. “Saat menyisir kolam besar itu, Aris menemukan sandal jepit dan ikat rambut anaknya tergeletak di tepi kolam,” terang Seny.Ayah korban curiga putrinya tenggelam di kolam itu dan segera minta pertolongan warga. Pencarian dilakukan sejak pukul 19.00 Wita, namun dihentikan pukul 24.00 karena jasad Ratna tak kunjung ditemukan.Esoknya, warga yang tidak dibantu Tim Sar ini terus mencari korban menggunakan perahu yang terbuat dari batangan kayu. “Sekitar pukul 09.15 (Rabu, 30/12/2015), jasad Ratna ditemukan,” terang Seny." "Anak Tewas di Lubang Tambang, Kado Pahit Jelang Ulang Tahun Kalimantan Timur Ke-59","Penemuan jasad Ratna menambah panjang daftar anak-anak Kutai Kartanegara yang menjadi korban di kolam bekas tambang batubara. Desember 2015 ini, tiga anak menjadi korban yaitu Ratna, Koko Tri Handoko (17 tahun) warga Kelurahan Sanga Sanga Dalam, Kutai Kartanegara di lubang bekas tambang di Bentuas, Palaran, Samarinda dan Muliadi (15) juga ditemukan meninggal di lubang bekas tambang yang terletak di Loa Ipuh Darat, Tenggarong, Kutai Kartanegara.Paska meninggalnya Muliadi (16/12/2015), Awang Faroek Ishak, Gubernur Kalimantan Timur telah mengeluarkan surat penghentian sementara operasi pertambangan atas 11 perusahaan yang lubangnya menewaskan anak-anak di Kota Samarinda dan Kutai Kartanegara. Surat dengan nomor 100/7089/UM-I/XII/1015 tertanggal 17 Desember 2015 itu ternyata tidak kuasa untuk mencegah bertambahnya anak yang menjadi korban di lubang bekas tambang batubara.Pengusaha burukI Ketut Bagia Yasa, Divisi Lapor Kasus Jatam Kaltim menyebutkan, lubang bekas tambang batubara yang menewaskan Ratna berada di area konsesi KSU Wijaya Kesuma. Dalam database Jatam, KSU Wijaya Kusuma merupakan pemegang IUP Nomor SK 540 /574/IUP-OP/MB-PBAT/III/2010 dengan luas konsesi 99,20 hektar, berlokasi di Desa Sumber Sari Dusun Sumber Rejo Kecamatan Sebulu Kabupaten Kuatai Kartanegara. Izin diterbitkan Bupati Kukar, 18 Maret 2010, dan sudah berakhir 18 Maret 2013. “Kolam bekas tambang ini, menurut keterangan warga dibiarkan menganga sejak tiga tahun lalu.”Ketut menambahkan, jarak antara lubang dengan permukiman warga tidak jauh, kurang lebih 70 meter. “Lubang berada di pekarangan warga dan tanahnya milik warga yang dikelola perusahaan dengan izin pinjam pakai dengan kompensasi kurang lebih 60 juta per lokasi.”" "Anak Tewas di Lubang Tambang, Kado Pahit Jelang Ulang Tahun Kalimantan Timur Ke-59","Temuan lain Jatam di lokasi kejadian adalah, air lubang bekas tambang dimanfaatkan warga untuk keperluan sehari-hari. Dari pengecekan kualitas air yang dilakukan oleh Teresia Jari, Tim Peneliti Air Jatam Kaltim, baku mutu air kolam yang digunakan warga terdeteksi  PH-nya 3.00. Artinya, sangat asam dan berbahaya untuk kesehatan. “Ini melampaui baku mutu yang ditentukan Perda Kaltim No. 2 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air,” kata Teresia.Penelusuran lain pada Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia ditemukan bahwa Firdaus bin Abdul Murad selaku Ketua KSU Wijaya Kesuma, dalam Putusan No. 2300 K/Pid/2012 ditingkat kasasi dinyatakan secara sah dan meyakinkan bersalah atas tindak pidana memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik. Dan dijatuhi hukuman selama dua (2) tahun penjara.“Ini makin memperkuat dugaan kami, para pemegang IUP selain kebanyakan tak punya kemampuan teknis untuk menambang, perilaku mereka juga buruk. Sehingga, bukan hanya membahayakan lingkungan hidup melainkan juga mengancam keselamatan warga di sekitar wilayah pertambangan,” tegas Ketut. [SEP]" "Konflik Tukar Guling Lahan, Petani Wetan Malah Terjerat UU Perusakan Hutan","[CLS] Kiai Nur Aziz, sehari-hari menggarap lahan pertanian di Desa Surokonto Wetan, Kendal, Jawa Tengah. Senin (2/5/16), sepucuk surat dia terima dari Polres Kendal, Jateng. Ini surat panggilan kepada Azis untuk pemeriksaan polisi. Ternyata, dia ditetapkan sebagai tersangka atas laporan Rovi Tri Kuncoro, ADM Perum Perhutani, KPH Kendal. Dia dituding menyuruh, mengorganisir atau menggerakkan dan pemufakatan pembalakan liar (menggunakan kawasan hutan tak sah). Lagi-lagi warga terjerat UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H).  Aziz tak sendiri. Dua warga Surokonto Wetan juga tersangka,  yakni Mudjiyono, dan Sutrisno Rusmin.Sebenarnya, masyarakat Desa Surokonto Wetan, sudah menggarap lahan perkebunan sejak 1952. Kriminalisasi bermula, kala pembangunan pabrik Semen Indonesia di Kecamatan Gunem, Rembang, merencanakan penambangan batu kapur sebagai bahan baku semen. Lahan di Rembang, berada di kawasan hutan, lalu tukar guling lahan di Desa Surokonto Wetan, Kecamatan Pageruyung, Kendal seluas 125,53 hektar.Berdasarkan data LBH Semarang, berita acara pada 21 Juni 2013 menyebutkan, tukar menukar kawasan hutan antara Kementerian Kehutanan dengan Semen Indonesia, lokasi plant site di Rembang, Jateng. Ada keputusan Menteri Kehutanan 25 September 2013 tentang penunjukan hutan produksi tetap (HPT) dari lahan pengganti—kaitan tukar menukar kawasan hutan Semen Indonesia—di Desa Surokonto Wetan, Kendal.Panitia tata batas (PTB) Kendal mengesahkan dan menyetujui trayek batas hutan produksi dari lahan penganti kepada Semen Indonesia 30 Oktober 2013. Kemudian, pengukuran dan pemasangan tanda batas oleh Biro Perencanaan Perhutani Jateng.PTB Kendal mengesahkan hasil dan peta tata batas HPT Kendal dari lahan pengganti Semen Indonesia November 2013 seluas 127,821 hektar. SK Menhutpun dibuat 17 April 2014." "Konflik Tukar Guling Lahan, Petani Wetan Malah Terjerat UU Perusakan Hutan","Setelah menjadi HPT,  26 petani dilaporkan ke Polres Kendal dengan tuduhan merusak hutan.  “Lahan itu dikelola dan ditanami tanaman musiman oleh warga sejak 1972, dengan pembagian hasil dengan PT Sumurpitu,” kata Aziz.Sejak 1956,  ada pengelolaan lahan NV. Seketjer Wringinsari, pada 1972 dilanjutkan PT. Sumurpitu Wringinsari. Sumurpitu memiliki hak guna usaha (HGU) sejak 1972-1998, diperpanjang dari 1998-2022 di lahan 127 hektar itu. Perusahaan tak mengurus lahan konsisten. Lahan tak produktif. Warga Surokonto berinisatif merawat dan menanami lahan.“Tanpa sepengetahuan warga, Sumurpitu pada 2012 menjual lahan kepada Semen Indonesia,” kata Aziz.Pada 2013, lahan jadi pengganti kepada Perhutani yang terkena garapan pabrik semen di Rembang. Terbitlah Keputusan Menhut pada 2014, soal penetapan sebagian kawasan hutan produksi pada hutan Kalibodri 127, 821 hektar di Kendal. Dengan dua regulasi tukar-menukar lahan  ini, tanah negara yang dibeli Semen Indonesia dari Sumurpitu berpindah kepemilikan ke Perhutani KPH Kendal.Warga baru tahu ada SK Menhut pada Januari 2015. Perhutani mengadakan sosialiasi kepemilikan tanah dan rekruitmen warga bila ada yang mau menjadi pekerja lapangan mereka.Seluruh lahan menjadi karet dan jati. warga Desa Surokonto akan kehilangan mata pencaharian yakni bertani dan berladang. “Bila pencaharian hilang, lantas siapa mau tanggung jawab?”Upaya demi upaya melalui jalur silaturahmi ke berbagai pejabat dan instansi terkait sudah dilakukan. Tanpa dinyana-nyana, langkah sang kyai bersama warga, justru dianggap tindakan melawan hukum dengan dasar tuduhan tak bisa dibenarkan, berbeda antara tudingan dan realitas lapangan.Warga tak pernah merusak hutan. “Yang dilakukan warga hanya mengatur ulang program pembagian lahan garapan yang sudah tak diolah Sumurpitu. Pengaturan-ulang ini tindak lanjut program Kantor Desa Surokonto dikawal Kecamatan Pageruyung dan Satpol PP setempat.”" "Konflik Tukar Guling Lahan, Petani Wetan Malah Terjerat UU Perusakan Hutan","Tuduhan kepada Aziz, Mudjiyono, dan Sutrisno Rusmin, tak berdasar. “Kami hanya ingin memperjuangkan hak-hak warga.”Muhnur Satyahaprabu dari Walhi Nasional mengatakan, tindakan Polres Kendal jelas kriminalisasi petani. Tukar guling kawasan hutan untuk pertambangan dan pendirian pabrik Semen Indonesia, katanya,  seharusnya tak menjadi konflik jika status lahan jelas (clear and clean/CnC). Dengan konflik ini, katanya, membuktikan status tanah belum selesai. Dalam proses juga tak melibatkan masyarakat terdampak.  “Ini makin memperpanjang konflik sektor perkebunan yang merugikan petani,” katanya.Pada 2016, data Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA), menyebutkan, setidaknya ada 127 konflik sektor perkebunan, disusul 70 konflik sektor infrastruktur. Selain itu, masih puluhan konflik besar melibatkan sektor pertanian.“Salah satu daerah konflik Perhutani di Jateng dari 2014 hingga kini seperti di Desa Surokonto. Sudah. Seharusnya Perhutani dievaluasi sebagai BUMN, jika perlu dibubarkan.”Dihubungi terpisah, Adm Perhutani KPH Kendal, Sunarto mengatakan, melaporkan Nur Aziz cs karena berbagai upaya diacuhkan. “Kami tak masalah  lahan digarap warga, nanti mekanisme kita rumuskan bersama, yang sama-sama saling menguntungkan,” katanya.Dia meminta warga menggugat keputusan penetapan kawasan hutan untuk tukar guling lahan ini. “Jika warga menang, otomatis lahan kami kembalikan ke petani,” kata Sunarto.Dia mengatakan, yang mereka lakukan sudah tepat. “Sebagai pelaksana lapangan, kami melakukannya berdasarkan surat keputusan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Jika warga meminta kami mencabut surat, sudah tentu bukan keputusan dan wewenang kami.” [SEP]" "Mau Mudik? Waspadai Lokasi-lokasi Rawan Bencana Ini","[CLS] Menjelang Lebaran, pemudik mulai berbondong-bondong pulang kampung halaman. Musim mudik tahun ini, tampaknya, warga mesti menambah kehati-hatian selain menghadapi kemacetan lalu lintas di jalanan. Pemudik harus melakukan persiapan matang karena bencana, terutama banjir dan longsor berpotensi terjadi di berbagai wilayah.Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), menyebutkan puncak hujan tejadi pada 5 Juli 2016, terutama . di Jawa bagian barat dan tenggara.Berdasarkan Badan Beteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), potensi hujan lebat terjadi di Mentawai, Bengkulu, Maluku dan Laut Banda. Sedangkan hujan sedang-lebat terjadi di Jawa bagian tengah dan selatan. Hujan ringan hingga sedang terjadi di Lampung, Jawa, Bali, Kalimantan dan Papua. ”Yang perlu diwaspadai Jawa, karena pusat mudik ada di wilayah ini,” katanya.BNPB memetakan prediksi daerah kemacetan dan rawan bencana di Jawa. Ada 13 titik, yakni, Merak, Cikampek, Nagrek, Cirebon, Pejagan, Brebes, Tegal, Pekalongan, akses tol Semarang, Ungaran, Ambarawa, Tuban, Porong Sidoarjo, dan Lamongan.”Yang paling kritis rawan longsor seperti Nagrek sekitar dan Ambarawa,” katanya. Selebihnya, rawan banjir. Tak hanya banjir, titik rawan macetpun karena ada pasar tumpah di ruas Pantai Utara (Pantura) Jabar.Sutopo menjelaskan, longsor menjadi bencana mematikan dan perlu penanganan ekstra. Adapun potensi longsor cukup tinggi terjadi Juli 2016 ini antara lain di Banten Selatan, Jabar bagian tengah hingga selatan, Jateng bagian barat hingga tengah dan Jawa Timur.Zona Merah di Jateng, seperti Banjarnegara, Purworejo dan Banyumas. Di Jatim, seperti Trenggalek, Ponorogo, Pacitan dan Malang.Tak cuma Jawa, potensi longsong tinggi di Sumatera dan Bali. ”Sepanjang Bukit Barisan di Aceh hingga Lampung berpotensi bencana. Di Bali bagian utara, yang perbukitan.”" "Mau Mudik? Waspadai Lokasi-lokasi Rawan Bencana Ini","Untuk Sulawesi, potensi longsor dan banjir juga bakal terjadi. ”Banjir bandang tipikal bencana di Sulawesi, ini memiliki kerugian cukup besar karena menghantam semua yang dilalui,” katanya.Adapun, wilayah harus diwaspadai seperti Kabupaten Luwu Utara, Toraja Utara, Enrekang, Mamuju, Mamasa dan Luwu Timur untuk potensi longsor.Selama Juli, katanya, Gunung Sinabung masih berstatus awas dan Gunung Lokon siaga. ”Prediksi Sinabung masih akan terus erupsi.” Jadi, aktivitas pengunjung dan masyarakat dibatasi. Pada radius tiga km dari puncak, tujuh km di selatan-tenggara, enam km di tenggara timut dan empat km dari utara dan timur laut.Gunung Bromo di Jatim, pada 29 Juni status siaga, tetapi tak berbahaya dan aman bagi wisatawan. ”Terpenting tak memasuki radius satu km dari kawah sebagai zona terlarang.”Sutopo meminta, masyarakat memiliki persiapan ekstra dalam mudik tahun ini. Intensitas hujan tingi berdampak bencana seperti banjir, longsor dan puting beliung.BNPB mendukung posko nasional berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan, BMKG dan juga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat serta kementerian dan lembaga lain untuk bersama-sama penanganan bencana.Pada setiap kabupaten/kota rawan bencana, katanya, BNPB mendirikan posko pelayanan dan pemasangan rambu-rambu peringatan.Dia mengimbau, khusus pengendara motor tetap waspada menghadpai musim dengan cuaca tak menentu. ”Ini hujan sedang hingga lebat, data meninggal kecelakaan lebih besar setiap mudik Lebaran, ini perlu diwaspadai.”Data Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, menyebutkan, selama 2011-2015, korban meninggal laka lantas mudik Lebaran  ada 3.631 orang, luka berat 6.759 orang, dan luka ringan 20.569 orang. Korban meninggal mudik lebaran (H-7 hingga H+7) pada 2014 sebanyak 714 orang, dan 2015 berjumlah 657 orang.Banjir Jatim" "Mau Mudik? Waspadai Lokasi-lokasi Rawan Bencana Ini","Hujan deras dan pasang laut menyebabkan debit lima sungai meluap bersamaan yaitu Sungai Kedunglarangan, Sungai Welang, Sungai Gembong, Sungai Rejoso, dan Sungai Wrati di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, Kamis (30/6/16). Tak pelak, banjir menggenangi delapan kecamatan meliputi Bangil,  Beji, Kraton, Pohjentrek, Grati, Rejoso, Winongan, dan Gempol.Banjir menggenangi jalan nasional ruas Surabaya-Probolinggo sekitar satu meter. Transportasi terputus,  ribuan rumah dan sawah terendam banjir.Banjir menyebabkan 52.743 jiwa  atau 14.109  keluarga terdampak. Dua orang luka ringan, Aulia (45) warga Dusun Bulu Tambakrejo, hanyut  dan Amanda (9) warga Dusun Tunggak, luka robek kaki kiri.  Banjir surut.Sutopo mengatakan, hingga Jumat (1/7/16) pukul 10.00, banjir masih di Jalan Raya Rejoso dengan tinggi 10-20 cm.Hujan ekstrem pada musim kemarau di Pasuruan dan sekitar, katanya,  merupakan anomali cuaca. Data BMKG, curah hujan di Pasuruan Kamis (30/6/16) berintensitas tinggi hingga sungai dan drainase tak mampu mengalirkan aliran permukaan berujung banjir.Hari sama, hujan deras juga terjadi di Sidoarjo hingga menyebabkan tanggul lumpur Lapindo jebol titik 67 di RT.09, RT.11 – RT.16, Desa Gempolsari, Tanggulangin, jebol. Lokasi jebol sebelah timur tak dekat Jalan raya Porong hingga tak menggenangi jalan. BPLS menurunkan dua alat berat guna penutupan tanggul dan penimbunan kembali dengan sandbag dan gedhek (dinding bambu).  “Masyarakat diimbau selalu waspada.” [SEP]" "Inilah Hutang Kita pada Primata yang Masih tetap Diburu dan Diperdagangkan","[CLS] Tanggal 30 Januari setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Primata Indonesia, dan ProFauna Indonesia secara khusus merayakannya dengan mengajak seluruh elemen masyarakat terlibat kampanye anti perburuan primata.“Kita prihatin dengan perburuan primata yang meningkat. Keterlibatan generasi muda dengan mengunggah foto-foto hasil perburuan satwa di media sosial menunjukkan kurangnya pemahaman mereka. Ini yang mendasari kami mengkampanyekan Hari Primata,” ujar Rosek Nursahid kepada Mongabay-Indonesia.Data ProFauna menunjukkan, perburuan satwa khususnya primata kerap terjadi. Di Jawa Timur saja, pada 2015, terdapat 50 kasus perburuan, termasuk yang diunggah di media sosial. Untuk Jawa Timur, pemantauan yang dilakukan ProFauna memang rutin, termasuk dari para Ranger. Sementara untuk data nasional, ProFauna memperkirakan 100-an kasus, yang dipantau dari media massa maupun jejaring sosial.“Lutung jawa dan monyet ekor panjang yang mendominasi sebagian besar kasus perburuan, selain kukang jawa. Bila dibiarkan, populasi primata ini semakin terancam.”Menurut Rosek, sekitar 95 persen primata yang dijual di pasar bebas merupakan hasil perburuan. Kebanyakan, orang berburu itu untuk dijual kembali, selain diambil dagingnya untuk dimakan atau sekadar hobi.“Perburuan yang meningkat ini tidak diimbangi dengan upaya pencegahan dan penegakan hukum. Vonis hukuman bagi pelaku kejahatan satwa, rata-rata rendah, bahkan sering tidak dilanjutkan karena alasan tidak jelas.”ProFauna mengajak masyarakat untuk meningkatkan kepedulian terhadap primata dengan kampanye penghentian perburuan. “Intinya, ProFauna sebagai inisiator dan fasilitator yang mengajak masyarakat untuk terlibat langsung. Kami ingin masyarakat, baik individu, kelompok, atau organisasi berpartisipasi dan melakukan aksi nyata,” terang Rosek.Penebar benih" "Inilah Hutang Kita pada Primata yang Masih tetap Diburu dan Diperdagangkan","Wirdateti, Peneliti Primata LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) menuturkan, primata kita kenal sebagai non human primate yang secara genetik mirip manusia.Keberadaan primata di hutan sangat penting sebagai indikator ekologi. Artinya, hutan yang bagus dapat dilihat dari keberadaan primata. Misal, orangutan yang memakan tumbuhan. Semakin banyak tumbuhan yang ada di hutan akan membuat orangutan semakin eksis hidupnya. Ini juga berlaku untuk owa, surili, maupun lutung.Primata juga sangat berpengaruh dalam rantai makanan. Primata merupakan pemencar biji yang baik serta sebagai pengendali hama tanaman mumpuni. Sebut saja tarsius dan kukang. Tarsius ini 100 persen pemakan serangga, sementara kukang sekitar 60 persen. Fungsi ke duanya begitu besar bagi kelestarian habitat satwa liar.Sementara orangutan, merupakan spesies luar biasa dalam hal menjaga ekosistem hutan. Fungsi yang tak tergantikan olehnya adalah menebar biji untuk meregenerasi hutan. “Secara tidak langsung, kita berhutang jasa pada primata,” papar Wirdateti.Namun bila berkaca pada status 25 primata terancam punah 2014-2016 dalam “Primates in Peril: The world’s 25 most endangered primates” terlihat ada 3 primata Indonesia yang masuk  dalam kategori Kritis (Critically Endangered/CR). Jenis tersebut adalah orangutan sumatera (Pongo abelii), kukang jawa (Nycticebus javanicus), dan simakobu (Simias concolor). “Ancaman nyata kehidupan primata ini adalah rusaknya habitat, diburu untuk dikonsumsi, serta motif perdagangan. Untuk kukang jawa, perburuannya telah ada sejak 20 tahun lalu dan belum berhenti sampai saat ini.”" "Inilah Hutang Kita pada Primata yang Masih tetap Diburu dan Diperdagangkan","Menurut Wirdateti, dari sekitar 200 jenis primata yang ada di dunia, Indonesia memiliki 44 jenisnya atau sekitar 25 hingga 30 persen. Kemungkinan akan ada penemuan jenis baru sangat terbuka mengingat belum banyak penelitian tentang primata. Contohnya pada tarsius yang kedepan diprediksi akan ada jenis baru. Begitu juga dengan kukang yang saat ini masih kita kenal tiga jenis yaitu kukang jawa, kukang sumatera (Nycticebus coucang), dan kukang kalimantan (Nycticebus menagensis).Di Nusantara, primata hampir menyebar di setiap kepulauan. Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. “Dari 44 spesies tersebut, 21 jenisnya endemik Indonesia,” paparnya. [SEP]" "Ada Konflik Sosial-Budaya, Amdal Reklamasi Teluk Benoa Belum Bisa Putus","[CLS] Penolakan masyarakat Bali, terhadap rencana reklamasi Teluk Benoa, begitu besar. Penolakan warga karena beragam alasan dari soal  lingkungan, sosial,  ekonomi, budaya dan lain-lain. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan, aspek sosial budaya belum terpenuhi menjadi salah satu alasan Analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal), belum ada keputusan terima atau ditolak.San Avri Awang, Dirjen Planologi dan Tata Lingkungan KLHK, mengatakan, kajian analisis Amdal Teluk Benoa berdasarkan aspek biofisik, fisika-kimia, dan sosial-budaya. Aspek biofisik dan fisika-kimia, katanya, telah selesai dan terpenuhi tetapi aspek sosial-budaya masih belum terlaksana.Dengan begitu, proyek reklamasi masih belum aman dilanjutkan ”Kita tak ingin ribut, masyarakat harus kita pikirkan, pengusaha juga harus kita pikirkan,” katanya.Pulihkan Pulau Pudut solusi konflik? San mengatakan, pemerintah, akan melakukan pemulihan Pulau Pudut. Dia menilai, langkah ini sebagai solusi penyelesaian konflik sosial di masyarakat adat Bali.”Pudut, red) akan diurus dan diselesaikan dahulu, setelah itu kami melihat apakah Teluk Benoa layak atau tidak,” katanya.Lokasi itu, menjadi tempat suci para pemuka adat Bali. Pemulihan ini dengan mengembalikan luas pulau delapan hektar, kini hanya kurang satu hektar.  Penyusutan itu, kata San, karena faktor lingkungan, abrasi dan kerusakan lain.Berdasarkan data dia, pengakuan tempat suci hanya di Pulau Pudut, tak berlaku di sekitar. Pemulihan pulau, katanya, kemungkinan berlangsung tahun ini menggunakan dana APBN. Pesan ke PresidenPekan lalu, Pasubayan Desa Adat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa, ForBALI dan Eksekutif Nasional Walhi mendatangi Kantor Staf Presiden.Sebelumnya, pertemuan dijadwalkan dengan Kepala KSP Teten Masduki pukul 16.00, mundur pukul 17.10. Pertemuan tertutup dari awak media." "Ada Konflik Sosial-Budaya, Amdal Reklamasi Teluk Benoa Belum Bisa Putus","Koordinator Pasubayan Desa Adat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa, Wayan Suarsa menyebutkan, pemerintah masih belum memahami kepentingan atau arti kesucian dari tempat suci, di Teluk Benoa. ”Banyak masih belum paham seberapa penting nilai kesucian Teluk Benoa untuk tetap dijaga,” katanya.Pemerintah, katanya, baru berjanji akan minidaklanjuti. “Belum sampaikan pasti. Kita lihat saja nanti.” Untuk itu, pergerakan Tolak Reklamasi Teluk Benoa akan terus dilakukan, biar pemerintah dan masyarakat melihat ke depan.Dalam pertemuan itu, Teten meminta masyarakat tenang. Koordinator ForBALI, I Wayan Gendo Suardana mengatakan, Teten bilang, pemerintah akan mengecek sekecil apapun informasi yang disampaikan kepada meereka. Dia mengapresiasi respon pemerintah dan berharap keputusan segera keluar, yakni. Instrumen keputusan menghentikan reklamasi.Dia berharap, pertemuan ini menjadi sarana langsung informasi kepada Presiden.Khalisah Khalid, Juru Bicara Eksekutif Nasional Walhi mengatakan, Teten belum bisa memberikan keputusan. ”Mereka akan melakukan upaya terbaik, proses masih berlangsung, telah menjadi perhatian Presiden,” katanya.Presiden,  baru mengarahkan kementerian terkait berkoordinasi terkait izin lokasi yang ketuk 25 Agustus 2016. Selain itu, pembahasan pencabutan Pepres hingga kini belum terjadwal.Pada Februari lalu, perwakilan warga penolak reklamasi juga datang ke KSP ditemui Deputi II, Yanuar Nugroho dan staf khusus Noer Fauzi Rachman.Penolakan rencana reklamasi ini muncul dari berbagai kalangan. Dari masyarakat biasa, masyarakat adat, akademisi, musisi, pekerja pariwisata dan lain-lain. Khusus masyarakat adat menolak meningkat, dari 14 kelompok, kini 38 komunitas dengan jumlah sekitar 334.000 jiwa, dari hanya 148.000 jiwa. [SEP]" "Bangun Kesepahaman Bersama, Kejahatan Perikanan Itu Terorganisir dan Lintas Negara","[CLS] “Selamat jalan, semoga tiba sampai di rumah dengan selamat. Jangan lupakan kejahatan perikanan. Kita masih harus berjuang melawannya.”Begitu pesan itu Susi Pudjianstuti, Menteri Kelautan dan Perikanan dalam pidato penutupan simposium internasional kejahatan perikanan II di Yogyakarta, Selasa (11/10/16). Sebanyak 46 negara termasuk Indonesia, dari lima benua, dengan peserta sekitar 250 orang mengikuti simposium ini.Data FAO menyebutkan, perkiraan kasar tangkapan hasil laut dari praktik illegal fishing di seluruh dunia 11-26 juta ton setiap tahun, dengan kerugian US$10-23 miliar. Data World Wild Fund (WWF), illegal fishing seluruh dunia merugikan US$23,5 miliar per tahun.Simposium ini bertujuan menyatukan langkah kerjasama antarnegara dalam memerangi kejahatan perikanan. Juga mendorong pemahaman kejahatan perikanan sebagai kejahatan transnasional.“Pesan sudah disampaikan, kita akan melawan bersama-sama. Dengan menempatkan kejahatan perikanan sebagai kejahatan transnasional,” kata Susi.Dia mencatat, simposium berhasil membangun kesadaran bersama negara-negara peserta, bahwa kejahatan perikanan merupakan kejahatan terorganisir lintas negara.“Kejahatan perikanan ini bukan kejahatan biasa. Sangat serius, sangat kompleks. Ia merugikan lingkungan, ekonomi, dan mengancam kedaulatan serta pembangunan manusia dari sebuah negara,” katanya usai simposium.Dia tak menampik kemungkinan masih ada oknum pejabat terlibat hingga kejahatan perikanan masih berlangsung.“Kalau kita bilang tidak, ya namanya kita mengingkari, atau bohong. Masih ada. Tak mungkin kapal ikan dari negara lain masuk ke satu negara tanpa ada kerjasama dengan pebisnis, tokoh masyarakat, orang yang punya pengaruh, misal pejabat, atau bekas pejabat, bekas aparat. Pasti,” katanya.  Melawan balik" "Bangun Kesepahaman Bersama, Kejahatan Perikanan Itu Terorganisir dan Lintas Negara","Sebelumnya, Susi mengatakan, ruang gerak pelaku kejahatan perikanan makin sempit. Meskipun begitu, para pelaku berusaha memanfaatkan celah untuk kembali.“Tantangan bagi Indonesia, kapal penangkap ikan asing telah pergi. Hampir 99,9%. Masih ada beberapa dari negara tetangga, tetapi tak sebesar sebelumnya,” katanya.Walau begitu, mereka sekarang menargetkan masuk melalui pemain lokal, yang sesungguhnya kepanjangan tangan mereka. “Sekarang mereka berupaya mendekati semua pintu untuk kembali melakukan illegal fishing di negara ini,” katanya.Mereka juga mengembangkan opini bahwa perang melawan illegal fishing merugikan industri perikanan.“Ini tak benar. Karena produktivitas industri perikanan meningkat. Ini tantangan yang saya hadapi sekarang.”Selain menggunakan data ekonomi sumir, pelaku illegal fishing juga memanfaatkan media untuk menggerakkan opini menyerang perbaikan tata kelola perikanan Indonesia.Menurut Susi, ada sebagian industri perikanan rugi dampak gerakan melawan kejahatan perikanan. Dalam jangka panjang, produktivitas perikanan bakal naik dan akhirnya mendukung industri perikanan secara keseluruhan.Kegeraman Susi terhadap kejahatan perikanan cukup beralasan. Kejahatan ini merusak tata kelola laut, mengancam kesejahteraan, dan menyebabkan lingkungan dan keragaman hayati rusak.Beberapa temuan, illegal fishing terkait perdagangan satwa langka. Mereka mengambil satwa langka dari Papua New Guinea, Papua, Timor, Maluku seperti kakak tua, dan cendrawasih. Begitupun dengan penyelundupan narkoba diperkirakan 80-90% melewati laut, pakai kapal-kapal illegal fishing.“Mereka datang ke perairan dengan penjagaan lemah. Ke Afrika, Pasifik, Indonesia, Amerika Selatan. Ke negara-negara yang tak punya kemampuan mengawasi laut.”" "Bangun Kesepahaman Bersama, Kejahatan Perikanan Itu Terorganisir dan Lintas Negara","“Kewarganegaraan bisa berubah enam hingga tujuh kebangsaan. Bahkan ada kapal yang kita tangkap memiliki 32 bendera di kamarnya. Mereka bisa mengubah setiap saat, di setiap negara. Awak kapal bisa dari lima negara,” katanya.“Ini bukan hanya soal ikan, bukan hanya soal Indonesia. Ini berdampak ke banyak negara, mereka belum punya kapasitas untuk perang seperti yang telah dilakukan Indonesia. Kini setelah simposium Indonesia menjadi terbuka kepada dunia,” ucap Susi.Indonesia, ingin berbagi pengalaman dengan negara lain, tentang keberhasilan melawan kejahatan perikanan. Tak ada negara yang berhasil melawan sendirian.Dukungan KapolriKapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian, juga hadir dalam konferensi pers mendukung langkah memerangi pencurian ikan, terutama dalam waktu dua tahun terakhir.“Indonesia negara kepulauan terbesar. Penegakan hukum menjadi isu penting meningkatkan kesejahteraan, juga melindungi alam, dan menjaga potensi produk industri perikanan,” katanya.“Polri bekerja sama Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai, Angkatan Laut, dan Satgas 115.”Berdasarkan Perpres Nomor 115 tahun 2015, telah dibentuk Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Penangkapan Ikan secara Ilegal.Satgas bertugas mengembangkan dan melaksanakan operasi penegakan hukum dalam pemberantasan penangkapan ikan ilegal.Satgas bisa memanfaakan personil dan peralatan operasi, seperti kapal, pesawat udara, dan teknologi lain yang dimiliki Kementerian Kelautan dan Perikanan, TNI AL, Kepolisian, Kejaksaan Agung, Badan Keamanan Laut, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, PT Pertamina, dan institusi terkait lain.Komandan satgas adalah Menteri Kelautan dan Perikanan, sebagai kepala pelaksana harian Wakil Kepala Staf TNI AL.“Satgas ini amat dikenal di Indonesia,” kata Tito.“Kadang penenggelaman kapal menimbulkan pro kontra. Di dalam negeri langkah ini mendapat dukungan positif,” katanya." "Bangun Kesepahaman Bersama, Kejahatan Perikanan Itu Terorganisir dan Lintas Negara","Dia setuju memasukkan kejahatan perikanan sebagai kejahatan besar. “Skala persoalan bukan hanya nasional, tetapi internasional. Kejahatan perikanan harus dilihat sebagai kejahatan transnasional sama serius seperti terorisme, penyelundupan manusia, dan narkoba.” [SEP]" "Bayi-bayi Harimau Ini jadi Penghuni Baru Medan Zoo","[CLS] Wesa, harimau Benggala (Panthera tigris tigris) betina di Medan Zoo, Medan, Sumatera Utara, kembali melahirkan dua bayi betina, pada 22 Juni 2016. Kali kedua Wesa melahirkan anak-anak harimau hasil perkawinan dengan pejantan Avatar. Sebelumnya, November 2015, Wesa melahirkan empat anak jantan.Pada Senin (1/8/16), managemen Medan Zoo baru mngumumkan dua bayi ini. Tampak Kepala Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Sumatera Utara (BBKSDA Sumut), Hotmauli Sianturi hadir disana.Sucitrawan, dokter hewan Medan Zoo mengatakan, salah satu alasan mereka baru tampil di muka umum karena tim medis masih perlu merawat serius dan memeriksa menyeluruh kondisi kesehatan bayi ini. Setelah kondisi dianggap benar-benar sehat dan lincah, barulah diputuskan tampil kepada pengunjung.Kelahiran bayi normal dengan berat badan berkisar satu kilogram. Saat ini,  berat badan bertambah dua kilogram. Kondisi benar-benar stabil.“Walau kondisi sehat, kami terus memantau 24 jam penuh dan dijaga bergantian.”Hotmauli Sianturi, Kepala BBKSDA Sumut, mengatakan,  dunia harus tahu di Medan Zoo, terjadi peningkatan populasi harimau Benggala. “Ini salah satu prestasi lembaga konservasi yang mengembangbiakkan harimau Benggala.”Dengan kelahiran ini, total harimau di Medan Zoo jadi 17, dengan rincian 11 harimau Sumatera, enam Benggala.Putra Alkhairi, Direktur Perusahaan Daerah Pembangunan, Pemerintahan Medan, mengatakan, iklim, kultur alam, dan suasana di Medan Zoo dianggap sangat mendukung pengembangbiakan anak harimau. Terbukti, setiap tahun ada kelahiran anak harimau baik harimau Sumatera maupun Benggala.Dia mengatakan, perawatan khusus harimau mengikuti naluri alami satwa dengan skenario menjaga kebuasan tetapi masih bisa dilihat dan dinikmati pengunjung. Setiap Kamis, katanya, harimau di Medan Zoo puasa, agar bisa terus memancing kebuasan. Di alam liar, satwa  juga seperti itu." "Bayi-bayi Harimau Ini jadi Penghuni Baru Medan Zoo","Harray Sam Munthe, pendiri Bukitbarisan Sumatran Tiger Ringers (BSTR) mengatakan, setiap kali ada bayi harimau lahir terlihat ada indikasi eksploitasi dengan mempertontonkan di luar kandang, dan berbayar untuk berfoto.Selain itu, katanya, sampai saat ini, belum ada kebun binatang di Indonesia membangun hutan rehabilitasi agar satwa langka kelahiran F2, F3 dan seterusnya bisa tetap punya sifat liar.“Kembalikan fungsi konservasi di kebun binatang. Kami menolak satwa langka dalam kandang kebun binatang seperti di Medan Zoo.” [SEP]" "Ini Dia, Pakan Ikan Murah dengan Standar Internasional","[CLS] Untuk mengurangi ketergantungan impor bahan baku ikan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus menggenjot produksi pakan ikan lokal yang menggunakan bahan baku lokal. Salah satu yang digenjot, adalah Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT), Sukabumi, Jawa Barat.Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto mengungkapkan, masih besarnya impor pakan ikan hingga saat ini, karena harga pakan ikan lokal masih tinggi. Padahal, jika ingin ketergantungan impor berkurang, satu-satunya jalan adalah produksi dalam negeri dilipatgandakan.“Pakan adalah kebutuhan utama dalam suatu usaha perikanan budidaya, karena selain dibutuhkan untuk pertumbuhan ikan juga merupakan sumber biaya yang paling besar dalam proses produksi budidaya,” ungkap Slamet di Jakarta, Selasa (5/1/2016).Menurut dia, pakan yang diproduksi dalam negeri harus memiliki kemampuan daya saing yang tinggi dengan produk impor. Namun, dari segi harga harus tetap terjangkau karena itu bisa menurunkan ongkos produksi pakan ikan secara keseluruhan.Dengan mendapatkan pakan ikan yang harganya terjangkau, kata Slamet, pembudidaya ikan mendapatkan keuntungan karena bisa menekan biaya produksi pakan sebanyak mungkin. Jika sudah demikian, maka kesejahteraan akan dirasakan oleh produsen pakan maupun pembudidaya ikan.“Untuk meningkatkan pendapatan pembudidaya ikan, salah satunya adalah dengan mengurangi biaya produksi pakan, melalui penggunaaan pakan ikan mandiri,” sebut dia.Slamet menjelaskan, Gerakan Pakan Ikan Mandiri (GERPARI) yang telah digaungkan sejak 2015, dan bertujuan untuk mendorong kemandirian kelompok masyarakat dalam memproduksi pakan ikan secara mandiri dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat." "Ini Dia, Pakan Ikan Murah dengan Standar Internasional","“GERPARI tetap menjadi salah satu program unggulan perikanan budidaya. Melalui GERPARI akan terbentuk kelompok-kelompok baru yang mampu menyerap tenaga kerja, meningkatkan perekonomian daerah dan memanfaatkan sumberdaya alam daerah sebagai bahan baku lokal pakan ikan,” tutur dia.“Pakan ikan mandiri yang diproduksi oleh BBPBAT Sukabumi ini telah memanfaatkan bahan baku lokal seperti tepung ikan, tepung tapioka, dan juga eceng gondok. Hasilnya pun tidak mengecewakan,” tambahnya.Dipaparkan Slamet, kandungan protein yang ada dalam pakan produksi BBPBAT sekitar 30 % atau sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI).  Dengan kandungan sebanyak itu, pakan bisa dimanfaatkan untuk budidaya lele, nila dan patin. Keunggulan lain, pakan lokal tersebut harganya terjangkau, Rp5.000 per kg.Slamet menambahkan, Mini Plant Pakan Ikan Mandiri yang di bangun di BBPBAT Sukabumi ini, merupakan tempat magang terkait pembuatan pakan ikan mandiri.“Dengan kapasitas produksi 1,2 ton per hari, Mini plant ini, juga merupakan tempat percontohan pabrik pakan ikan mandiri. Dan bagi perekayasa, lokasi ini dapat enjadi tempat untuk melakukan perekayasaan terkait formulasi pakan, sehingga menghasilkan pakan ikan mandiri yang efisien dan memanfaatkan bahan baku lokal,” jelas Slamet.“Hasil perekayasaan BBPBAT Sukabumi yang berupa enzim Mina Grow, juga dapat dikombinasikan penggunaannya dalam produksi pakan ikan mandiri ini, sehingga semakin meningkatkan efisensi pakan ikan yang diproduksi dan pada akhirnya mampu meningkatkan produksi,” tambah Slamet.Pemanfaatan Eceng Gondok Lebih lanjut Slamet mengungkapkan, produksi pakan ikan di BBPBAT Sukabumi tersebut salah satunya memanfaatkan bahan baku eceng gondok yang banyak tersedia di berbagai daerah. Selama ini, eceng gondok hanya menjadi gulma di perairan umum, dan kemudian dimanfaatkan sebagai pengganti dadak untuk bahan baku pakan ikan." "Ini Dia, Pakan Ikan Murah dengan Standar Internasional","“Setelah dibuat tepung, kadar proteinnya hampir sama dengan dedak halus yaitu 12,51 %. Saat ini harga dedak di pasaran sekitar Rp3 ribu – 4 ribu/kg, sementara tepung eceng gondok perkiraan harganya sekitar Rp1.000/kg,” papar Slamet“Hal ini merupakan solusi bagi permasalahan eceng gondok di beberapa waduk atau perairan umum. Dan apabila terus dikembangkan dengan menggunakan aplikasi teknologi pakan yang lain seperti teknologi bioflok dan enzim. Saya yakin, efisiensi pakan akan meningkat dan ini akan menguntungkan,” tambah dia.Ketua Divisi Pakan Akuakultur Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) Denny D. Indradjaja mengungkapkan, tambahan pasokan dari bahan baku untuk produksi pakan akuakultur memang sangat bagus. Namun, itu belum mengatasi ketergantungan impor bahan baku pakan.“Memang kebutuhan bahan baku pakan ini sangat banyak. Selama ini kita bergantung ke impor dan itu memengaruhi harga di pasaran. Kita ingin, harga di pasaran tetap murah dan berkualitas tapi bahan baku juga terjamin sesuai standar nasional Indonesia,” ujar dia. [SEP]" "Fokus Liputan: Kemelut Tambang Pasir Hitam Lumajang (Bagian 3)","[CLS] Panas mentari terik serasa menyengat kulit medio Mei 2016. Truk-truk bermuatan sekitar 40 ton parkir di kiri kanan jalan menuju Desa Selok Awar-awar dari Kota Lumajang. Alat-alat berat penyaring pasir terus bergerak. Beberapa petugas mengawasi, memastikan pasir masuk ke bak truk.Lokasi ini merupakan stockpile, tempat hasil galian pasir di simpan sementara. Salah satu milik perusahaan besar, PT. Merak Jaya Beton.A’ak Abdullah Al-Kudus, dari Laskar Hijau Lumajang menceritakan, ketika pembunuhan Salim Kancil dan penganiayaan Tosan, stokpile-stokpile ini ditutup, dipasangi garis polisi (police line).Satu bulan sejak peristiwa, hampir semua garis polisi hilang. Aktivitas pengangkutan pasir kembali berlanjut.“Bahkan garis polisi di pesisir ikut hilang,” katanya.Gus Aak, biasa disapa mengatakan, pertambangan ilegal di Pesisir Lumajang merugikan negara, mulai pajak borongan, lubang-lubang tambang, jalan rusak, pembabatan hutan sampai risiko bencana.Pemerintah Lumajang, katanya, tak pernah memperhitungkan kerugian ini. Investasi perusahaan hanya memberikan sedikit keuntungan, berdampak kerugian lebih besar.Dari catatan tim advokasi Salim Kancil, dari audit BPKP Jatim menemukan, perjanjian kerjasama operasional Pemkab Lumajang dengan PT Mutiara Halim, dalam pajak tambang 2004-2005 merugikan negara lebih Rp5 miliar.Adapun penarikan pajak oleh swasta ini masih akan berlangsung hingga 2024 dengan dugaan kerugian negara lebih Rp63 miliar. Dengan begitu, katanya, penting pendekatan tindak pidana korupsi dan pencucian uang untuk mengetahui ke mana aliran dana selama ini.Sayangnya, hingga kini, polisi hanya menjebloskan Kades Selok Awar-awar cs dalam kasus pertambangan ilegal.Begitu juga kasus bos IMMS, Kepala Teknis Amdal Lumajang Abdul Gofur, katanya, harus jadi pintu masuk menelusuri siapa mafia tambang. Termasuk mendata berapa kerugian negara." "Fokus Liputan: Kemelut Tambang Pasir Hitam Lumajang (Bagian 3)","“Perputaran uang miliaran rupiah perbulan. Kerugian negara triliunan rupiah, sangat besar kemungkinan praktik mafia pertambangan ini dilindungi.”Berdasarkan data Walhi dan Jatam, pertambangan pasir besi ilegal di Lumajang, berpotensi merugikan negara Rp11,5 triliun. Angka ini, setara APBD Lumajang, selama sembilan tahun dengan estimasi pertahun Rp1,3 triliun. Kala dihitung dari truk pasir besi keluar bermuatan sekitar 35 ton setiap truk, rata- 500 unit per hari.“Temuan kami di lapangan, truk mengangkut pasir besi di Desa Selok Awar-awar berkisar 270-300 truk per hari. Penambangan pasir ilegal di pesisir pantai juga terjadi di Desa Bago, Pandanwangi, dan desa lain. Diprediksi jumlah truk lebih 500 unit per hari.”Angka ini, kataya, kalkulasi paling rendah dengan asumsi penambangan liar hanya berupa pasir besi. Belum lagi pasir buat bahan bangunan.“Berdasarkan audit BPKP tercatat harga pasir besi di Lumajang US$36 per ton,” katanya.Dengan menggunakan rumus sederhana, kata A’ak, rata-rata sehari 500 truk membawa pasir besi, setiap truk mengangkut 35 ton, dalam satu tahun 6.387.500 ton pasir besi keluar dari Lumajang.Jika hitungan dengan rupiah dan kurs dolar Rp10.000, harga pasir besi US$36 per ton per tahun Rp2,3 triliun. Dalam lima tahun, katanya, kerugian negara sampai Rp11,5 triliun.“Kerugian Lumajang dalam lima tahun terakhir mencapai Rp11,5 triliun. Angka ini setara APBD Lumajang selama sembilan tahun dengan estimasi pertahun Rp1,3 triliun.”Senada dikatakan Rere Christanto, Direktur Eksekutif Walhi Jatim. Dampak pertambangan ilegal Peisisr Lumajang, katanya, menyebabkan kerusakan tersebar di delapan kecamatan lantaran terjadi eksploitasi pasir pantai berlebihan.Pasir hasil tambang pesisir untuk memasok kebutuhan bangunan di seluruh Jatim.“Pasir Lumajang, paling dicari. Harga mahal hingga jadi rebutan.”" "Fokus Liputan: Kemelut Tambang Pasir Hitam Lumajang (Bagian 3)","Operasi tambang pasir besi ilegal begitu massif ini, Rere menilai, tak mungkin pemain hanya selevel kepala desa.Selain keterlibatan perusahaan besar sebagai penerima (pembeli) pasir, juga banyak oknum-oknum aparat Negara.Fakta ini terlihat dalam persidangan Kepala Haryono cs.“Tak mungkin aliran dana hanya berkisar Rp500.000-Rp1 juta kepada sejumlah oknum penerima dana tambang. Hasil tambang pasir besi cukup besar,” katanya.Ketua Komnas HAM, Nurkholis angkat bicara. Para pelaku telah merendahkan derajat kemanusiaan para korban. Rasa aman masyarakat terenggut.“Itu pelanggaran hak untuk hidup, hak tak mendapat perlakuan kejam, hak tak ditangkap sewenang-wenang, hak atas rasa aman dan hak anak,” katanya.Komnas HAM sudah memberikan rekomendasi kepada Pemkab dan Polres Lumajang segera penyelidikan menyeluruh kasus pembunuhan dan tambang pasir ilegal.Kepada pemerintah, katanya, Komnas HAM meminta pemulihan kemanan dan kenyamanan masyarakat. Pemkab Lumajang harus segera sosialisasi bahaya tambang ilegal, memberikan santunan koban dalam taraf hidup dan beasiswa ke anak Salim Kancil. Bukan hanya lisan, melainkan aturan jelas.Dia mempertanyakan kinerja kepolisian memahami masalah di Desa Selok Awar-awar.  Terbunuhnya Salim oleh aktor negara, pelaku melanggar UU Pengadilan Hak Asasi Manusia.Komnas melihat, terjadi pelanggaran HAM atas kehilangan hak hidup. Ada juga pelanggaran hak tak mendapat perlakuan kejam.Pada peristiwa itu, Salim maupun Tosan mengalami kekerasan antara lain, dipukul dengan benda tajam, batu sampai setrum di hadapan masyarakat.Pelanggaran lain, hak tak ditangkap sewenang-wenang. Saat peristiwa, Salim Kancil ditangkap sejumlah orang yang tak punya kewenangan menangkap." "Fokus Liputan: Kemelut Tambang Pasir Hitam Lumajang (Bagian 3)","Nurkholis mengatakan, ada latar belakang penting diamati, yakni bisnis pasir. “Kekejaman dan latar belakang kenapa itu terjadi akan digali Komnas HAM. “Ini soal kekayaan. Kami akan menelusuri uang yang beredar dan prosesnya seperti apa,” katanya.Rekomendasi Komnas HAM juga menyebutkan, pelanggaran hak anak. Pelaku melakukan tindakan kekerasan di depan anak Salim berusia 15 tahun. Peristiwa kekerasan juga di Kantor Kepala Desa di depan PAUD.“Kasus dialami Salim Kancil merupakan pelanggaran HAM berat termasuk kategori kejahatan kemanusiaan.”Djuir Muhammad dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Jatim mengatakan, ada 13 pelanggaran HAM dalam pembunuhan dan penganiayaan Salim dan Tosan.Pelanggaran HAM itu, antara lain, hak atas lingkungan baik dan sehat, hak kesehatan, hak air bersih, hak pekerjaan, hak pangan, dan hak pemukiman baik. Juga , hak pelayanan publik, hak penikmatan warisan budaya, hak rasa aman, hak kebebasan berekspresi dan beropini, hak berkumpul dan berserikat. Kemudian, katanya, hak tak mengalami penyiksaan dan tindakan keji lain, hingga kehilangan hak hidup.Dari catatan KontraS, pertambangan pasir besi di Pesisir Lumajang makin meningkatkan kekerasan di wilayah itu.Berdasarkam pemantauan KontraS, November 2014-November 2015, sedikitnya terjadi tiga pembunuhan misterius dan kekerasan diduga kuat terkait praktik tambang pasir ilegal di Lumajang.Peristiwa itu seperti, pembunuhan Paiman alias Manisin (55) warga Warga Dusun Kajaran, Desa Bades, Pasirian, penjaga portal pasir galian C, 30 November 2014. Pembunuhan petani, Alim (26), warga Dusun Madurejo, Desa Munder, Kecamatan Yosowilangun, Lumajang, 20 Agustus 2015.Lalu, penganiayaan Sa’i (54), Ketua RW Dusun Krajan II, Desa Selok-Awar-awar, 5 September 2015.KontraS menilai, kepolisian kembali mengabaikan berbagai kesaksian masyarakat terkait tambang pasir ilegal Lumajang." "Fokus Liputan: Kemelut Tambang Pasir Hitam Lumajang (Bagian 3)","Komisi III DPR telah membeberkan hasil temuan mereka dalam praktik tambang illegal ini. Fakta-fakta itu, seharusnya menjadi acuan bagi kepolisian mengungkap kejahatan tambang pasir ilegal Lumajang.Rere mengatakan, ada muatan politik di dalam persidangan. Buktinya, tanpa alasan jelas persidangan Salim dan Tosan dipindah dari Pengadilan Negeri Lumajang ke Pengadilan Negeri Surabaya.Pemindahan ini kejanggalan, mengingat tak ada alasan cukup kuat bagi negara memindah tempat persidangan. Juga ada upaya penyederhanaan perkara.Dalam kasus Salim dan Tosan, aparat penegak hukum terindikasi berupaya menyederhanakan perkara menjadi dua hal, yakni pembunuhan Salim adalah pembunuhan biasa, bukan berencana.Indikasi lain, terlihat upaya negara menyederhanakan kasus sekadar urusan pidana murni.“Kejahatan Salim dan Tosan rangkaian panjang dari kisah mafia tambang di Lumajang,” ucap Rere.Salim dan Tosan,  dibunuh dalam meloloskan kegiatan mafia tambang pasir. Keduanya, penolak penambangan pasir di Pantai Watu Pecak.Data Walhi Jatim dan Jatam, ada 61 tambang di Pesisir Lumajang. Belum lagi, jaringan mafia portal melibatkan aparat desa, belum tersentuh hukum. Setiap hari, 500 truk bermuatan pasir berlalu-lalang di jalan raya Lumajang.Truk-truk melewati portal. Setiap truk dimintai retribusi Rp35.000-hingga Rp50.000.“Penting aparat penegak hukum menelusuri aliran dana tambang ilegal. Begitu juga kerugian negara dari pengemplangan pajak. Juga tak ada jaminan reklamasi tambang.”    ***Pukul 14.00, terik matahari menembus celah pepohonan jati di Dusun Dampar, Desa Bades. Jalan aspal berlubang. Kendaraan roda empat yang saya tumpangi hanya melaju 10 kilometer per jam.Perjalanan mendaki dan menurun menuju Pantai Watu Godek. Sesekali berpapasan dengan petani pisang agung yang mengendari motor.Ketika kendaraan di perbukitan, terlihat pesisir laut Lumajang berwarna biru dan hitam pasir. Pohon kelapa dan gundukan pasir terlihat." "Fokus Liputan: Kemelut Tambang Pasir Hitam Lumajang (Bagian 3)","“Dari atas kita bisa melihat lubang-lubang tambang dampak tambang pasir besi,” kata Tosan.Tiba di Pesisir Watu Kodek pukul 15.00. Bebatuan penahan ombak rusak terhantam keras ombak. Hanya kendaraan bermotor bisa melewati. Alat berat tampak membuka jalan rusak.Jalur rusak di Pantai Watu Kodek, ini satu-satunya akses tercepat menuju Kecamatan Tempursari, Lumajang. Tempat pelelangan ikan (TPI) Lumajang terbesar ada di kecamatan ini.“Sekarang mobil dan motor tak bisa lagi melewati jalan di Pesisir Pantai Watu Godek. Habis termakan ombak dn abrasi,” katanya.Pertambangan di Pesisir Pantai Watu Godek, ilegal oleh banyak pihak. Selama ini, tak pernah ada tindakan aparat maupun pemerintah Lumajang.“Berapa kerugian negara dari abrasi merusak jalan itu? Pencuri kekayaan negara dibiarkan puluhan tahun, ketika bencana datang, saling lempar tanggung jawab,” kata Tosan.A’ak Abdullah mengamini. Katanya, kekayaan tambang di suatu wilayah seperti Lumajang tak berjalan paralel dengan kesejahteraan rakyat.Selama ini, pertambangan di Lumajang, merusak lingkungan dan ada pembiaran kegiatan ilegal dengan penegakan hukum represif kepada penambang kecil.Pemerintah  daerah  kabupaten/kota, katanya,  mengetahui pertambangan ilegal tetapi tak membantu, missal, pengorganisasian mereka  acara secara yuridis, ekonomis maupun ekologis sesuai kaedah pembangunan berkelanjutan.“Kerusakan ekosistem akibat pertambangan tak jadi perhatian dalam klausula perizinan.”Bahkan, di banyak tempat justru instansi pemerintah tak  menginternalisir  biaya lingkungan ini sebagai bagian manajemen pertambangan. Justru melakukan pungutan-pungutan pertambangan ilegal.Bukan itu saja, dana jaminan reklamasi juga taka da keterbukaan di Lumajang.“Bisa jadi biaya kerusakan yang harusnya ditanggung perusahaan lebih besar daripada jaminan reklamasi,” kata Gus A’ak." "Fokus Liputan: Kemelut Tambang Pasir Hitam Lumajang (Bagian 3)","Kondisi ini, katanya, sangat rentan korupsi.  Ada pembiaran pungutan liar di lapangan dengan indikator alat angkut maupun volume bahan tambang.Para investor dan pemerintah daerah belum terintegrasi menilai dampak sosial dan lingkungan dalam perizinan pertambangan.Bambang Catur Nusantara selaku Dewan Nasional Walhi mengatakan, dalam konteks pertambangan dan jaminan reklamasi pejabat yang membiarkan kerusakan itu, menurut hukum lingkungan bias masuk pejabat melakukan kejahatan lingkungan.Perusahaan pertambangan, katanya, belum mengembangkan code of conduct yang diimplementasikan dengan stakeholders dalam membangun dunia pertambangan berkelanjutan.Selama ini,  pertambangan di Lumajang, tak memiliki izin selayaknya, mulai pengajuan WIUP, lau IUP eksplorasi, dan IUP operasi produksi.Ia juga tak dilengkapi dokumen-dokumen tambang, baik laporan eksplorasi, studi kelayakan, laporan rencana kerja dan anggaran belanja (RKAB). Juga rencana reklamasi dan pasca tambang, rencana investasi, rencana kerja tahunan teknis dan lingkungan (RKTTL). Taka da laporan kegiatan triwulanan, laporan produksi dan pemasaran, dokumen lingkungan (UKL,UPL/Amdal) sampai tak membayar biaya pencadangan wilayah dan jaminan reklamasi.Di Lumajang, katanya, tak ada Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral, hingga perizinan masuk lewat Dinas Perekonomian.“Investasi berjalan tanpa pertimbangan lingkungan dan perizinan yang benar.”Saat ini, sepanjang Pesisir Pantai Watu Pecak, Desa Selok Awar awar, terhampar pasir hitam berkilauan. Pemandangan indah laut ini dikotori “kolam raksasa” yang bertebaran di tepi pantai.Kolam ini sudah menelan korban. Seorang anak tenggelam. Kematiannya tak banyak terekspos media. Sawah warga rusak karena dikeruk setiap hari.Sejak ada penambangan, mereka kesulitan mendapat kerang.“Jika reklamasi tak dilakukan, risiko bencana makin besar. Ini tak pernah dihitung sebagai kerugian,” katanya." "Fokus Liputan: Kemelut Tambang Pasir Hitam Lumajang (Bagian 3)","Thoriqul Haq, staf Pansus Pertambangan DPRD Jatim mengatakan, soal pertambangan di Lumajang harus  ada sinergi antara pemerintah provinsi smpai ke desa.Bila perlu, pengurusan  IUP perlu rekomendasi kepala desa hingga  dalam penerbitan perizinan provinsi perlu menyampaikan tembusan izin kepada pemerintah desa. Tujuannya, memudahkan pemerintah desa   mendata dan mengawasi pertambangan.“Reklamasi harus segera. Saya berharap dapat menggunakan dana bencana,karena kalau menunggu pembahasan perbaikan lingkungan melalui APBD masih lama,” kata Thoriq.Desakan Thoriq ini, sekaligus bagian rekomendasi Pansus Pertambangan DPRD Jatim, salah satu poin meminta pemprov, pemkab/pemkot Jatim menginventarisasi bekas tambang.“Sekaligus sesegera mungkin yang sekiranya mengancam kehidupan melakukan perbaikan lingkungan,” katanya.Kalau tak penanganan segera, khawatir rob bercampur pasir bakal menerjang rumah.“Kasihan masyarakat Desa Selok Awar-awar. Air laut sudah masuk ke rumah otomatis membawa pasir. Mereka harus tinggal dimana?”Saat ini, rob sudah menerjang belasan rumah warga di pesisir selatan Pantai Watu Pecak. Menurut Gus A’ak, air laut naik sampai hutan Kosambi di belakang panggung peringatan 100 hari almarhum Salim Kancil. Rumah warga juga terendam air bercampur pasir.Banjir rob, katanya, di lokasi tambang pasir besi yang ditolak Salim dan Tosan. Kekhawatiran para aktivis protes tambang ini sudah terbukti.Informasi di lapangan, gelombang tinggi di Perairan Pantai Watu Pecak membawa material pasir dari pesisir hingga masuk permukiman warga berjarak sekitar satu kilometer dari bibir pantai.Belasan rumah sempat terendam air laut bercampur pasir. Bahkan, sebuah rumah roboh dan belasan tertimbun pasir di Dusun Selok Orkesan, dan Desa Selok Awar-awar." "Fokus Liputan: Kemelut Tambang Pasir Hitam Lumajang (Bagian 3)","“Ada 14 rumah di Desa Selok Awar-awar terendam genangan air laut,” kata Kepala Bidang Pencegahan, Kesiapsiagaan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lumajang, Hendro Wahyono.Thoriq memaparkan, laporan Pansus Pertambangan DPRD Jatim berisikan, pertambangan sangat inheren dengan masalah reklamasi.Pemerintah Jatim, katanya, harus memberikan perhatian terhadap rencana reklamasi. Rencana ini, wajib disusun perusahaan pada setiap tahapan kegiatan eksplorasi dan pasca operasi produksi. Ia disusun berdasarkan dokumen lingkungan hidup. Melalui rencana ini, dapat diperkirakan reklamasi oleh perusahaan.Pemerintah Jatim, mempunyai peranan penting dalam persetujuan dan penilaian rencana reklamasi. Di dalam rencana reklamasi itu, dapat dihitung biaya perkiraan reklamasi yang terwujud dalam jaminan reklamasi.“Sebelum  menerbitkan izin operasi produksi, pemerintah Jatim harus memastikan rencana reklamasi pemohon IUP,” kata Thoriq.Pemerintah, harus berperan aktif menentukan kriteria keberhasilan reklamasi operasi produksi.Sedangkan temuan tim Pansus untuk pertambangan di Jatim,  terutama Lumajang, ada permasalahan jaminan reklamasi tak dibayar pemilik izin. Pemilik izin juga sering melarikan diri setelah selesai penambangan  tanpa reklamasi. Kondisi ini, katanya, berpotensi reklamasi menjadi beban APBD.Jaminan reklamasi , katanya. diberikan pada tahap eksplorasi dan operasi  produksi. Ia masuk kewajiban  pembayaran  jaminan reklamasi sebagai bagian ketentuan yang melekat pada izin.Jaminan reklamasi,  lebih  baik dalam bentuk bank garansi diterbitkan bank pemerintah atau bank swasta di Indonesia. Jangka waktu penjaminan,  sesuai jadwalrReklamasi.Jaminan reklamasi, katanya, bukan bagian APBD. Ia dana pemohon izin guna pelaksanaan reklamasi." "Fokus Liputan: Kemelut Tambang Pasir Hitam Lumajang (Bagian 3)","Dari aspek hukum keuangan negara, jaminan reklamasi dalam  bentuk bank garansi  lebih aman karena pemerintah provinsi tak menerima uang tunai. Dengan begitu, mengurangi potensi penyalahgunaan keuangan.Apabila kemudian hari pemegang izin melarikan diri tanpa reklamasi, kata Thoriq, pemerintah dapat mencairkan jaminan reklamasi menutup pembiayaan.Dalam temuan mereka, ada sekitar Rp130 miliiar lebih biaya harus keluar untuk mereklamasi kerusakan di Pesisir Lumajang. Sedangkan jaminan reklamasi hanya ratusan juta.“Tidak sebanding dengan kerusakan,” ucap Thoriq.Pemerintah provinsi, katanya,  harus berperan dalam persetujuan dan penilaian rencana reklamasi.“Izin tambang harus dikeluarkan berazaskan kehati-hatian dan mempertimbangkan dampak lingkungan.”Mongabay mendapatkan dokumen jaminan reklamasi PT. IMMS. Dalam dokumen itu, pada 10 Juli 2014, IMMS memberi bibit ikan kepada lahan milik warga dusun Dampar dan Dusun Kajaran. Lubang-lubang tambang bekas galian jadi kolam ikan.IMMS juga merehabilitasi lahan bekas tambang menjadi sawah.IMMS mendapatkan persetujuan ekspor Kementerian Perdagangan kuota 720.000 ton pertahun untuk pasir besi. Dengan quota ini, IMMS menempatkan dana jaminan reklamasi. Dengan perhitungan satu hektar Rp25 juta.Kala diasumsikan satu hektar mendapatkan 60.000 ton bahan mentah, mereka harus jaminan reklamasi Rp300 juta. Dana ini disetorkan kepada Bank Jatim, Kantor Cabang Jember.“Terbukti sudah, besaran jaminan reklamasi perusahaan tak sebanding pendapatan. Sesat sekali jika reklamasi hanya mengisi kolam bekas tambang dengan ikan, atau menjadikan lahan sawah,” kata Rere.Sampai kapanpun, katanya,  tambang tak akan memberikan kesejahteraan masyarakat.“Yang ada, kerusakan lingkungan, kerugian negara dan mempertinggi risiko bencana masyarakat pesisir.” Bersambung [SEP]" "Begini Semangat Pelajar Mengubah Jelantah Jadi Biodiesel","[CLS] Sebuah sekolah internasional di Bali, Green School membuka stasiun pengisian bahan bakar biodiesel di tempat parkir sekolahnya yang berlokasi di Kabupaten Badung, Bali, Jumat (11/11) lalu. Diklaim sebagai yang pertama di Indonesia.Stasiun biodiesel ini sederhana, hanya sebuah tangki plastik berisi sedikitnya 1000 liter bahan bakar dari olahan jelantah atau minyak goreng bekas. Disambungkan dengan selang seperti di pom bensin untuk memudahkan pengisian ke kendaraan roda empat berbahan bakar solar.Biodiesel ini diperoleh dari Yayasan Lengis Hijau melalui unit usahanya PT. Bali Hijau Biodiesel yang beroperasi tiga tahun di Kota Denpasar. Dirintis oleh Caritas Switzerland, lembaga bantuan sosial global dari Swiss bekerja sama dengan pemerintah kota Denpasar. Merek biodiesel yang dihasilkan diberi nama Ucodiesel, jenis B100 khusus olahan jelantah.Selain dijual ke sejumlah hotel sebagai bahan bakar genset, juga dibeli Green School untuk mengoperasikan 4 unit bus sekolahnya. Dalam seremonial peresmian stasiun biodiesel B100 ini juga diujicobakan ke kendaraan milik seorang murid dan orang tua siswa.Sekolah ini memberikan tempat untuk 40 siswanya merayakan kampanye Bio Bus yang sudah dirintis 2015 lalu. Siswa menjadi penyampai pidato utama dan mereka mengajak para orang tua dan rekannya mengapresiasi program ini.Tessa Lonika, siswa kelas XI Green School yang memberi pernyataan mewakili tim Bio Bus di depan sejumlah pejabat minta pemerintah menindaklanjuti inisiatif penggunaan biodiesel ini agar lebih luas dan membuat kebijakan terkait manajemen minyak bekas. Sejumlah pejabat yang hadir adalah Direktur Bioenergi, Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Sudjoko Harsono Adi, Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta dan  anggota DPR asal Bali I Wayan Koster." "Begini Semangat Pelajar Mengubah Jelantah Jadi Biodiesel","“Kami butuh dukungan untuk peraturan manajemen limbah minyak jelantah agar bisa mengatasi masalah kesehatan lingkungan. Kami anak mudah sudah melakukan langkah dan beraksi,” seru Tessa, salah satu siswa dari Indonesia. Green School kini mendidik 384 siswa sekolah dari 31 negara.“Kami membuat polisi minyak, tiap minggu mengumpulkan minyak bekas, rata-rata terkumpul 200 liter dari hotel dan restoran,” jelas Tessa. Jelantah ini lalu diserahkan ke pabrik Yayasan Lengis Hijau untuk diolah jadi biodiesel.Tessa menyebut para siswa juga diajak mengeksplorasi, salah satunya memanfaatkan limbah olahan biodiesel yakni gliserin untuk sabun. Program Bio Bus ini dimulai pada Januari 2015, ketika sekelompok siswa kelas XII ingin mewujudkan ide sebagai bentuk pengabdian mereka sebelum lulus.Tessa menceritakan Bio Bus dimulai dengan nama Magic Bus yang bisa mengantar sekitar 2000 orang per bulan, mengurangi penggunaan 40 mobil tiap hari. “Kami belajar dampak negatif pelepasan karbondioksida ke udara dan berbahaya bagi manusia serta membuat perubahan iklim makin cepat,” tuturnya. Selain itu, jumlah jelantah yang dikumpulkan tiap minggu tak seberapa dibanding yang dijual kembali ke pasar gelap dan digunakan lagi.Seorang guru matematika mereka, Kyle King mendampingi siswa sejak Juni 2015. “Dimulai dengan 6 siswa mengubah transportasi ide bus dengan bio diesel, mereka berhasil,” seru pria ini bangga.Strateginya adalah bekerja sama menggunakan komunitas orang tua dan lingkungan sekitar sekolah. Misinya mengurangi limbah dan kesehatan dampak penyalahgunaan jelantah." "Begini Semangat Pelajar Mengubah Jelantah Jadi Biodiesel","Green School didirikan pada tahun 2008 oleh John dan Cynthia Hardy, seniman perhiasan yang telah tinggal di Bali selama lebih dari 30 tahun. Berlokasi di tengah desa di kabupaten Badung bagian utara yang lebih hening dibanding selatan yang pikuk fasilitas pariwisata. Ruang kelas dan aktivitas adalah bangunan-bangunan dengan struktur bambu dikelilingi kebun dan dilalui Sungai Ayung.Anggota DPR Wayan Koster yang membidangi pendidikan, olahraga, pariwisata menyebut di badan anggaran tugasnya menganggarkan dana program energi baru dan terbarukan namun tak pernah ngeh detailnya. Pengelolaan jelantah ini menurutnya mendukung transportasi ramah lingkungan di Bali.“Tepat di Badung karena hotel restoran terbanyak. Ini perlu regulasi. Bisa buka ruang baru untuk menjawab lingkungan sehat, mengolah limbah kembali, dan bisnis baru,” katanya.Harga biodiesel memang harus memperhatikan harga solar industri karena kesadaran menggunakan sumber energi terbarukan belum massal. Juga sangat tergantung keberlanjutan produksi biodiesel, salah satunya tergantung bahan baku minyak jelantahnya.Di tahun ketiganya, Direktur PT Bali Hijau Diesel Endra Setyawan mengatakan pabrik ini sudah menghasilkan 500an ribu liter biodiesel dari 350an ribu liter jelantah yang didapat di Bali dan sisanya sekitar 300an ribu liter dari Surabaya. Biodiesel yang diperoleh sekitar 75% dari bahan baku jelantah. Harga jual Ucodiesel per Agustus ini Rp9500 per liter. Sementara harga solar industri sekitar Rp9000an per liter.Di tahun pertama, tantangannya adalah kesulitan mencari minyak goreng bekas, karena harus bersaing dengan pengepul-pengepul jelantah lainnya. Mereka disebut berani membeli lebih mahal untuk dijual kembali." "Begini Semangat Pelajar Mengubah Jelantah Jadi Biodiesel","Minyak  Goreng  secara  aman  disebutkan hanya  dapat  digunakan  maksimal  3  kali,  dengan  suhu  di bawah  125 derajat  celcius.  Memasak  dengan  suhu  di atasnya,  mempercepat  oksidasi  dan  degradasi  minyak goreng.  Setelahnya,  proses  penggorengan  menghasilkan  berbagai  radikal  bebas  yang  bersifat karsinogen,  diserap  dan  merusak  gizi  makanan  membahayakan  kesehatan.  Dapat  merusak  sel-sel tubuh,  membran  dan  fungsi  sel  tubuh,  memicu  peningkatan  risiko  stroke,  obesitas,  jantung, dan lainnya.Tak hanya tantangan mengumpulkan limbah jelantah, menjual biodiesel juga tak mudah. Endra menyebut industri masih memilih solar yang harganya sedikit lebih murah, apalagi jika mendapatkan harga lebih murah dari pasaran.Perhitungan potensi dan analisis limbah jelantah ini sudah dipublikasikan di Mongabay.Pengolahan daur ulang jelantah menjadi Biosolar di Lengis Hijau yang pabriknya di Jl Cargo Sari 4X, Ubung Kaja, Denpasar ini menerapkan teknik filtrasi mekanis  dikombinasikan dengan  konversi kimia. Memanfaatkan  mesin dengan  teknologi  modern  FuelMatic  GSX 3 dari Inggris, dengan kapasitas produksi 1.000 liter per satu kali proses dengan durasi 8 jam.Biosolar dihasilkan tak hanya dari jelantah yang mayoritas sawit, juga banyak diversifikasi dari tumbuhan lain.  Lebih ramah lingkungan karena terbuat dari sumberdaya hayati,  sehingga lebih mudah terurai. Lengis Hijau menyebut biosolar dapat digunakan langsung untuk mesin diesel atau campuran solar. Tidak dibutuhkan modifikasi mesin untuk penggunaannya. [SEP]" "Meski Badak Jawa Telah Punah di Vietnam, Namun Perdagangan Cula di Negeri Ini Tetap Terjadi","[CLS] Tahun 2010, badak liar terakhir di Vietnam ditembak mati pemburu. Badak vietnam (Rhinoceros sondaicus annamiticus) ini merupakan subspesies badak jawa terakhir di Asia daratan.Badak jawa, dulunya yang paling tersebar luas di Asia di antara spesies badak asia lain, dengan tempat hidup yang membentang dari Jawa, Sumatera, Asia Tenggara, Tiongkok, dan India. Karena perburuan dan hilangnya habitat, badak jawa menghilang dengan cepat pada awal abad ke-21. Hanya tersisa dua habitat, yakni di Cat Tien National Park (Vietnam) dan Taman Nasional Ujung Kulon (Indonesia).Badak di Vietnam diperkirakan punah, berawal dari munculnya laporan pada 1989 yang menyatakan bahwa ada populasi kecil badak jawa yang tersisa. Pada 1993, populasi badak jawa di Vietnam diperkirakan tersisa 8 – 12 individu, lalu berkurang menjadi 2 individu, dan satu persatu punah.Baca: Badak Jawa Terakhir di Vietnam Ini Mati di Tangan PemburuSayangnya, kepunahan badak jawa di Vietnam, tidak mampu mengakhiri Vietnam sebagai pasar dan tempat transit perdagangan cula badak ke Tiongkok. Bahkan sebaliknya. Pada 2009, jaringan pedagang dan penyelundup cula badak di sini telah berpengalaman bertahun-tahun menyelundupkan cula badak dari seluruh dunia ke Asia timur.“Vietnam telah menghilangkan hutan-hutan mereka, memburu habis satwa di taman nasional, dan kini mereka memburu hingga ke Laos dan Kamboja” kata Douglas Hendrie, technical advisor di NGO Education for Nature-Vietnam yang berbasis di Hanoi, kepada Mongabay. “Banyak satwa liar dari berbagai tempat tersebut dimasukkan dalam truk, dibawa ke perbatasan, dan di jual di seluruh Tiongkok.”Pasar lokal“Permintaan domestik di Vietnam sebenarnya sangat kecil, setidaknya hingga 1990-an,” kata Hendrie. Ia melihat bahwa permintaan akan cula badak menguat seiring tumbuhnya ekonomi Vietnam yang juga membawa Humvee dan Lambhorgini ke jalanan Hanoi." "Meski Badak Jawa Telah Punah di Vietnam, Namun Perdagangan Cula di Negeri Ini Tetap Terjadi","Meskipun cula badak sebenarnya hanyalah keratin, sama dengan rambut manusia dan kuku, para praktisi medis di sana mengklaim bahwa cula badak mampu menyembuhkan mabuk, bahkan kanker. “Yang paling kentara adalah, kini cula badak dianggap sebagai simbol kekayaan,” kata Hendrie.Tak hanya dikonsumsi sendiri, Vietnam juga menjadi tempat transit utama untuk cula badak, sisik trenggiling, dan gading gajah untuk diselundupkan ke Tiongkok. Menurut Hendrie, penyelundupan ini, dalam skala besar, beberapa kali tertangkap di bandara, pelabuhan, maupun perbatasan.“Tak ada yang tahu pasti berapa persentase yang dipasarkan di Vietnam dan berapa yang diselundupkan ke Tiongkok melalui Vietnam” kata Hendrie. Jaringan penyelundup internasional mengambil keuntungan dari batas kedua negara yang minim penjagaan. “Dan barang-barang yang dikirim ke Tiongkok melalui Vietnam memang tidak melewati pemeriksaan ketat, dibandingkan melalui pelabuhan.” Biasanya, cula badak ditempatkan di kotak yang dimasukkan dalam truk, lalu dibawa melalui Highway 18, langsung ke perbatasan Tiongkok.Memutus rantai  LSM yang berbasis di Belanda, Wildlife Justice Commission (WJC) baru-baru ini menyelesaikan investigas di Nhi Khe, sebuah kawasan kerajinan di pinggiran Kota Hanoi yang dikenal sebagai tempat transit cula badak, gading gajah, dan lainnya, sebelum dibawa ke Tiongkok. “Sangat mengejutkan” kata Olivia Swaak-Goldman dari WJC kepada Mongabay. “Jumlah yang diperdagangkan begitu besar”“Kami berhasil mencatat ada 579 cula badak, separuh dari semua badak yang dibunuh di Afrika Selatan” kata Swaak Goldman. WJC juga menemukan, kebanyakan cula tersebut bukan dijual untuk bahan obat, tapi untuk tempat minum dan gelang, dipasarkan di Tiongkok. Jadi kini, usaha-usaha untuk mengurangi permintaan cula badak, harusnya tak lagi berfokus pada mitos tentang khasiatnya untuk pengobatan." "Meski Badak Jawa Telah Punah di Vietnam, Namun Perdagangan Cula di Negeri Ini Tetap Terjadi","Vietnam kini sedang menghadapi tekanan internasional karena kegagalannya mencegah dan menghentikan praktik penyelundupan ini. WJC telah menyerahkan hasil penyelidikannya kepada para apartat Vietnam, namun belum ada tindak lanjut. Organisasi seperti WWF mendesak Vietnam untuk dikenai sanksi dibawah CITES, dan kini semua mata tertuju ke Vietnam karena negara tersebut akan menjadi tuan rumah International Conference on the Illegal Wildlife Trade pada 17 Nov 2017.Meski begitu, Hendrie memilih utuk melihatnya dalam rentang waktu panjang. Vietnam telah berhasil membuat kemajuan dalam pemberantasan perdagangan cula badak dan gading gajah dalam 10 tahun terakhir. Ada kemajuan. Meski kemajuan tersebut sangat terlambat untuk menyelamatkan badak jawa di Vietnam. Para pegiat konservasi berharap berbagai perubahan nyata akan dilakukan untuk menyelamatan badak-badak yang ada di tempat lainnya.Sumber tulisan:Isabel Esterman. Its own rhinos hunted to extinction, Vietnam is a hub for the rhino horn trade. Mongabay.com [SEP]" "Ekor Dinosaurus Ini Tersimpan Rapi Dalam Batu Ambar","[CLS] Ilmuwan takjub sekaligus gembira ketika menemukan sebuah potongan dari bagian tubuh dinosaurus yang diperkirakan hidup 99 juta tahun silam. Inilah pertama kali dalam sejarah, peneliti menemukan potongan tubuh yang sempurna dan berbulu.Selama ini, tubuh dinosaurus diyakini hanya memiliki sisik dan kulit yang tebal. Penemuan ini bisa sungguh menyadarkan kita, bila binatang prasejarah itu memiliki bulu.Seperti diterbitkan dalam Jurnal Current Biology, fosil ekor dinosaurus tersebut ditemukan dalam batu ambar yang sedianya akan dijadikan perhiasan. Fosil itu tersimpan sempurna, termasuk tulang, jaringan lunak, dan bahkan bulu, yang terawetkan dalam batuan damar tersebut. Akhirnya, batu ambar yang terbentuk dari sisa getah damar tersebut, batal dijadikan perhiasan dan kini digunakan sebagai objek penelitian intensif.Lida Xing, peneliti dari China University of Geosciences, menemukan batu ambar tersebut di sebuah pasar di Kota Myikitna, Myanmar, dalam kondisi yang sudah digosok sehingga terlihat mengkilat. Setelah menelisik asal muasal batu tersebut, Xing berhasil mengetahui lokasi asal penambangan batu itu.Dari observasi Xing, bulu yang terdapat dalam batu ambar itu adalah ekor dinosaurus mini, bukan burung purba. “Ekornya fleksibel dan bulunya tersusun menyamping ke bawah,” kata Xing sebagaimana dikutip dari National Geographic.Sampel ini sungguh meyakinkan peneliti sebagai momen paling awal perbedaan mendasar antara bulu burung terbang dengan bulu dinosaurus. Hasil CT scan dan analisis mikroskopis pada ekor sepanjang 1,4 inci yang berada di dalam gumpalan resin itu menunjukan, ada delapan tulang dari tengah atau akhir dari panjangnya. ekornya tipis itu diduga awalnya terdiri lebih dari 25 tulang.Berdasarkan struktur ekor, peneliti percaya ekor tersebut memang miliknya coelurosaur remaja. Ia merupakan bagian dari kelompok dinosaurus theropoda yang mencakup segala sesuatu dari tyrannosaurus dengan burung moderen." "Ekor Dinosaurus Ini Tersimpan Rapi Dalam Batu Ambar","Adanya artikulasi tulang ekor dalam sampel itu, memungkinkan peneliti untuk mengesampingkan kemungkinan bahwa bulu tersebut milik burung prasejarah. Burung moderen yang paling dekat nenek moyang Cretaceous, memiliki satu set ekor menyatu tulang yang disebut pigostil. Ini yang memungkinkan bulu ekor untuk bergerak sebagai satu kesatuan.Ambar telah lama menjadi anugerah bagi para ahli paleontologi. Sejumlah makhluk ditemukan terkubur dalam ambar, termasuk serangga, kadal, amfibi, mamalia, dan burung. Demikian pula dengan tumbuhan seperti bunga.Kaachin State, kota di utara Myanmar tempat batu itu berasal merupakan wilayah penambangan ambar terkenal sejak 2.000 tahun lalu. Dalam 20 tahun terakhir, ilmuwan mulai menaruh perhatian lebih pada wilayah tersebut karena tingginya jejak dinosaurus yang terjebak dalam batu ambar. [SEP]" "Sekolah di Kawasan Terdepan Tak Selamanya Tertinggal","[CLS] Sayup-sayup suara musik terdengar dari lapangan SDN Mekartani di Desa Mendawai, Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah, akhir pekan lalu.  Suaranya tidak terlalu nyaring, tapi terdengar jelas sejak kaki baru melangkah keluar dari atas perahu cepat yang membawa saya dari pusat keramaian di Mendawai, atau sekitar 30 menit berperahu.Suara musik tersebut terdengar semakin menggema begitu kaki mendekati lapangan sekolah yang berjarak sekitar 500 meter dari dermaga tempat perahu berlabuh. Bersamaan dengan itu, tepat saat memasuki gerbang sekolah yang luas tersebut, mata juga dimanjakan oleh tiga siswi yang berlenggok menarikan tari Giring-giring, tarian khas dayak, suku asli di Kalimantan.Tarian yang dibawakan ketiga gadis cilik itu terlihat indah dan selaras dengan irama musik yang ternyata berasal dari sebuah pemutar suara. Baju merah dengan rumbai-rumbai berwarna kuning di pinggirannya, dipadu dengan ikat kepala khas berwarna kuning yang senada dengan celana selutut yang dikenakan ketiganya. Tak lupa, dua buah tombak tergenggam kuat di tangan ketiganya.Menikmati sajian pemandangan tersebut, jiwa dan raga langsung terbuai jauh. Kenikmatan pun langsung mengepung seketika. Ditambah, pemandangan indah dan hijau terhampar di sekeliling sekolah. Ah, lengkap semua rasanya. Barisan orang yang sudah menunggu pun tak dipedulikan lagi. Gerombolan anak-anak yang tengah menunggu rapi pun sempat terabaikan.Itu semua didapatkan saat Mongabay mengunjungi sekolah lawas tersebut bersama WWF Indonesia akhir pekan lalu. Indahnya bangunan sekolah, dipadu kreativitas siswa-siswinya, mengaburkan pandangan siapapun bahwa sekolah tersebut lokasinya ada di pedalaman. Ya, pedalaman Kalimantan Tengah." "Sekolah di Kawasan Terdepan Tak Selamanya Tertinggal","Berlokasi di tengah kawasan transmigrasi, keberadaan sekolah tersebut menjadi sangat penting. Namun, jangan pernah bayangkan sekolah tersebut seperti di perkotaan. Di sana, sekolah tersebut berdiri kokoh berjauhan dengan bangunan lain milik pemerintah. Tidak hanya itu, tepat di belakang sekolah, kawasan yang terlihat hanya hutan dan hutan.Pendidikan BerkelanjutanPada mulanya, SDN Mekartani tak ubahnya seperti SDN lainnya di pedalaman Negeri Indonesia ini. Gambaran sebagai sekolah kumuh, terbelakang, miskin prestasi, dan jauh dari peradaban modern, sangat melekat kuat. Namun, gambaran tersebut mulai luntur sejak WWF masuk ke sekolah tersebut sebagai pendamping.Marsini, Kepala SDN Mekartani yang berasal dari DI Yogyakarta, mengaku pesimis saat WWF pertama kali masuk. Melihat sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki, dia tahu diri bagaimana kondisi sekolahnya. Namun, dorongan kuat untuk maju, kemudian mengubah rasa pesimis dan apatis tersebut.“Hanya motivasi ingin maju dan membawa generasi dari sini lebih baik lagi. Itu saja harapan awalnya. Karena kami sadar, lokasi kami ada di pedalaman. Orang sangat susah menjangkaunya. Jadi, jangan berharap ada kemajuan kalau tidak dimulai dari kita sendiri,” ucap Marsini mengenang perjuangannya di awal sekitar 2009 lalu.Dengan motivasi seperti itu, SDN Mekartani perlahan mulai berevolusi untuku mengejar ketertinggalannya dari sekolah-sekolah dasar lain di negeri ini yang lebih baik. Revolusi yang paling mendasar dilakukan sekolah dalam kegiatan belajar mengajar (KBM). Sebelum 2009, KBM hanya menggunakan metode ceramah saja.Tapi, Marsini bercerita, setelah itu sekolah mulai menerapkan metodolologi KBM dengan berbagai metode, seperti diskusi, wawancara, dan praktek. Dengan metode campuran seperti itu, guru memiliki kesempatan untuk bisa memindahkan tempat KBM dari ruang kelas ke alam terbuka. Metode tersebut, diakui dia, ternyata disukai pengajar dan siswa." "Sekolah di Kawasan Terdepan Tak Selamanya Tertinggal","“Siswa jadi bisa menyegarkan suasana belajarnya. Begitu juga guru tidak lagi monoton mengajak siswa untuk memahami pelajaran. Ini saling menguntungkan dan semuanya positif,” tutur dia.Buah kerja keras dan semangat yang pantang menyerah dari siswa dan guru, akhirnya menghasilkan penghargaan Adiwiyata Nasional. Penghargaan tersebut menjadi simbol dari kesuksesan pengembangan metode pendidikan di tingkat nasional oleh sebuah sekolah atau lembaga pendidikan.Sekolah Garis DepanStaf Khusus Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Bidang Pengelola Pemangku Kepentingan, M Chozin Amirullah mengaku takjub bisa menyaksikan kemajuan sebuah sekolah yang lokasinya ada di pedalaman Indonesia. Dia kagum dengan kreativitas guru dan siswa yang ada di sana.Dia menyebutkan, apa yang sudah dilakukan SDN Mekartani tersebut mematahkan mitos bahwa sekolah di pedalaman itu tertinggal dan tak berprestasi. Itu juga menjadi role model untuk semua sekolah dasar yang ada di Tanah Air ini.“Ini juga sejalan dengan Kemendikbud yang sekarang sedang menggagas sekolah di garis depan. Itu adalah sekolah yang lokasinya di kawasan terdepan di Negara ini. Jadi, walau lokasinya jauh, tapi kualitas pendidikan tetap terjaga baik,” ucap dia.“Sekolah itu harus jadi taman yang menyenangkan bagi siswanya. Ini yang harus bisa dipahami oleh semua sekolah di seluruh Indonesia. Dengan demikian, metode belajar juga akan diterapkan tidak monoton lagi,” tambah dia.Bagi WWF Indonesia, keberadaan sekolah tersebut tidak hanya untuk kesejahteraan masyarakat sekitar di masa depan, tapi juga untuk meningkatkan hubungan sekolah dengan masyarakat dan alam. Hal itu, karena di sekitar sekolah, terbentang luas Taman Nasional Sebangau yang dilindungi Negara dan menjadi habitat bagi Orang Utan beserta satwa langka lainnya." "Sekolah di Kawasan Terdepan Tak Selamanya Tertinggal","“Tidak hanya itu, di sekitar sekolah juga masih banyak hutan. Jadi diharapkan nanti masyarakat dan generasi mudanya bisa memiliki kesadaran tentang pentingnya menjaga hutan. Jangan sampai ada kebakaran lagi,” jelas Rini Ratna Andriani, Education for Sustainable Development Coordinator WWF-Indonesia. [SEP]" "Ternyata, Ada Sekolah Orangutan di Samboja Lestari. Penasaran?","[CLS] Pukul 08.00 Wita, bayi-bayi orangutan itu sudah pergi ke sekolah. Dengan gembira, mereka langsung memadati kelas masing-masing. Seperti manusia, primata itu bersekolah setiap hari. Tak ada yang berani membolos, apalagi melarikan diri. Pemandangan keseharian yang mengagumkan itu terlihat jelas di sekolah hutan Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) Samboja Lestari, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur (Kaltim).Ada tiga kelas di sekolah orangutan tersebut, baby house (rumah bayi), Sekolah Hutan (SH) 1 dan Sekolah Hutan 2. Baby house, diisi orangutan usia 0 sampai 2 tahun yang saat ini jumlahnya 4 individu. Semuanya yatim piatu yang diselamatkan dari beberapa daerah di Kaltim. SH 1, diperuntukkan bagi orangutan usia 2 – 4 tahun yang saat ini jumlahnya 23 individu (15 betina dan 8 jantan), sementara SH 2 untuk usia 4 – 6 tahun yang dihuni 26 individu (16 betina dan 11 jaantan). Jika sudah menginjak 7 tahun, orangutan-orangutan tersebut akan dimagangkan di pulau-pulau kecil yang ada di sekitar Samboja Lestari untuk belajar hidup di alam liar.Staf Komunikasi Samboja Lestari, Suwardi mengatakan, luas area SH 1 sekitar 22,13 hektare dan SH 2 adalah 63.41 hektare. “Setiap hari mereka sekolah, tidak ada liburnya. Kecuali hujan. Kalau ada yang sakit, langsung dikarantina,” ujarnya Sabtu (5/11/2016).Sebelum memulai pelajaran, murid-murid SH 1 mendapatkan sarapan berupa susu. Setelah itu, mereka belajar memanjat, mengonsumsi dedaunan, dan menggelantung di dahan pohon. Mereka juga belajar berteman dan berbagi makanan tanpa harus berebut. “Di sekolah, mereka belajar makan daun dan buah hutan agar mandiri, serta  mencari makan sendiri siang hari. Malamnya, kami yang sediakan, khususnya buah-buahan.”" "Ternyata, Ada Sekolah Orangutan di Samboja Lestari. Penasaran?","Sementara SH 2, memulai hari dengan mencari sarapan sendiri. Ketika masuk kelas, mereka langsung menyebar mencari makan, sebelum pelajaran dimulai. Meski begitu, murid-murid SH 2 tetap mendapat jatah susu setiap hari. “Semua orangutan yang masih sekolah pasti diberi susu. Kelas baby house jatah susunya lebih banyak, lantaran bayi. Untuk SH 1 diberi susu untuk sarapan, sementara SH 2 di siang hari ketika bersantai di jam istirahat.”Suwardi menuturkan, di SH 2, mereka bebas memilih tempat tidur malam. Ada yang memilih pulang kandang, ada pula yang menetap di sekolah yang semuanya diawasi penjaga malam. Menurut Suwardi, semua murid di sekolah ini mendapat perawatan intensif. Pasalnya, sebagai yatim piatu semua murid tidak boleh merasa kesepian, bahkan tertekan. “Usia 7 tahun ke atas, murid-murid yang dinyatakan lulus akan magang di pulau-pulau kecil. Mereka harus siap dilepasliarkan di hutan belantara, nantinya.”Nico Hermanu, Staf Komunikasi BOSF menuturkan, orangutan yang ada Samboja Lestari merupakan individu yang terusir dari habitat alami mereka. Berbagai kasus bayi orangutan yang terpisah dari induknya membuat mereka harus belajar hidup sejak dini. “Sekolah hutan ini membekali orangutan belia ini keterampilan. Tujuannya satu, agar mereka mampu bertahan hidup setelah dilepasliarkan ke hutan.”Dijelaskan Nico, di sekolah hutan, mereka diajarkan cara bergaul yang baik baik dan berbagi secara adil. Mereka juga diajarkan dan dibimbing membangun sarang, memilih pakan alami, dan mengenali musuh. Untuk naik kelas, semua tergantung dari usia dan keterampilan yang mereka kuasai. “Dibedakan kelasnya dari usia yang nantinya dinilai apakah mereka sudah menguasai keterampilan yang diajarkan atau belum. Pelajaran di sekolah ini sangat menentukan kehidupan mereka di masa mendatang,” jelasnya.Tidak murah" "Ternyata, Ada Sekolah Orangutan di Samboja Lestari. Penasaran?","Setiap bulan, satu siswa orangutan ini ternyata membutuhkan biaya sekitar Rp2-3 juta yang bahkan lebih. Pengeluaran itu digunakan untuk biaya perawatan juga makanan dan minuman yang harus tersedia.CEO BOSF, Jamartin Sihite mengatakan, biaya yang dibutuhkan masing-masing orangutan itu berbeda. Biaya hidup satu orangutan yang masih sekolah harus dihitung dari jumlah makan minum perharinya. Ditambah lagi gaji satu teknisi yang merawatnya. “Angka tersebut tidak berpatokan pada 2 – 3 juta Rupiah saja. Ada pula tambahan tidak terduga, misalnya harga buahan-buahan yang melonjak saat musim kemarau. Walau orangutan dididik mencari makan seperti dedaunan dan buah hutan, mereka juga mendapat jatah buah-buahan sebagai menu makan malam.”Menurut Jamartin, biaya kehidupan orangutan keseharian itu sudah bisa diprediksi. Namun, biaya untuk pelepasliaran yang menjadi tanggungan berat. “Untuk lima orangutan yang mau dilepasliarkan di Kehje Sewen, sebagaimana pertengahan Oktober 2016 ini, dibutuhkan dana Rp50 juta. Biaya itu untuk sewa mobil beserta pengangkut kandang, serta perjalanan dari Samboja ke Kutai Timur yang jauh.”Faktor kesehatan orangutan memang menjadi perhatian penuh sebagaimana disampaikan Hafiz Riandita, dokter hewan di Samboja Lestari ini. Khusus untuk murid-murid SH, jika ada yang sakit, otomatis dipisahkan dari teman-temannya. Dikhawatirkan, akan menular pada yang lain. “Pastinya dirawat intensif di klinik dan akan menjalani perawatan medis.”Penyakit yang paling sering muncul pada kasus orangutan adalah pernafasan. Menurut Hafiz, penyakit ini muncul lantaran kepadatan populasi dan juga bisa saja datang dari manusia, karena jika di alam liar kasus ini tidak ditemukan. “Salah satu faktornya mungkin karena over populasi atau terjangkit dari manusia.”" "Ternyata, Ada Sekolah Orangutan di Samboja Lestari. Penasaran?","Terlepas dari permasalahan yang ada, Jamartin menilai, persoalan utama yang dihadapi saat ini adalah ketidakseimbangan antara orangutan yang direhabilitasi dengan yang dilepasliarkan. Menurut Jamartin, setiap hari, akan ada orangutan yang antri masuk ke Samboja Lestari, sementara kapasitas penampungan sudah penuh. “Untuk luasan sekolah hutan, semuanya memadai. Meski begitu, masih dibutuhkan ratusan hektar lagi untuk membangun pulau-pulau kecil sebagai tempat orangutan dewasa magang, belajar hidup sebelum dikembalikan ke alam liar,” paparnya.  [SEP]" "Tiong Emas, Si Peniru Suara Manusia yang Ulung","[CLS] Inilah salah satu burung yang paling dikenal oleh publik. Di Indonesia, burung sejenis jalak berwarna hitam berkilau dengan piala kuning di kepalanya ini umum dijumpai di hutan dataran rendah Sumatera dan Kalimantan, termasuk pulau-pulau kecil di sekitarnya hingga ke Nusa Tenggara. Burung ini digemari karena mampu menirukan suara manusia.Tiong emas (dalam bahasa Inggris disebut Common Hill Myna atau Talking Myna) tersebar dari India timur, China selatan, Indochina, Thailand, Malaysia, dan Filipina. Hutan di Pulau Jawa dan Bali dulu juga memiliki jenis ini dalam jumlah besar, namun kini penangkapan dan kerusakan hutan menyebabkan tiong emas sulit ditemui di alam. Menurut penelitian Feare (1999) spesies ini namun telah diperkenalkan dan berhasil ditangkarkan di daerah lain, terutama Florida, Hawaii, Jepang, hingga Puerto Ric0.Konvensi internasional perdagangan jenis terancam punah (CITES) mencatat burung bernama latin Gracula religiosa ini marak diperdagangkan dalam jumlah besar di pasar domestik maupun internasional. “Salah satu anak jenis tiong emas yang banyak diburu di Indonesia yaitu tiong emas dari Nias yang dikenal oleh masyarakat dengan nama beo nias,” ujar Jihad, Bird Conservation Officer Burung Indonesia.Jika tiong emas mampu menirukan suara manusia, rahasianya terletak pada syrinx yang dimiliki burung ini. Syrinx ini menyerupai tenggorokan manusia. Pada dinding syrinx terdapat tonjolan tulang rawan yang disebut labium eksternal. Salah satu labium eksternal tersebut bekerja mirip pita suara manusia dan bertanggung jawab dalam menyuplai energi penghasil suara.Hasilnya, tiong emas mampu menghasilkan serangkaian nada-nada suara yang berbeda seperti suara peluit, jeritan, degukan, bahkan ratapan yang mengalun merdu dan terkadang terdengar seperti suara manusia. Setiap individu tiong emas memiliki tiga hingga 13 tipe suara." "Tiong Emas, Si Peniru Suara Manusia yang Ulung","Uniknya, populasi tiong emas yang berjarak 14-15 km tidak memiliki tipe suara yang mirip satu sama lain, artinya dalam rentang jarak tersebut populasi tiong emas tidak dapat saling menirukan suara panggilan yang diciptakan tetangganya.Berbeda dengan srigunting batu (Dicrurus paradiseus) yang kerap menirukan suara jenis burung lain, tiong emas tidak melakukannya. Namun di penangkaran, tiong emas memiliki kemampuan yang luar biasa dalam mempelajari dan menirukan suara, terutama suara manusia.Di alam, musim kawin tiong emas sedikit bervariasi, tetapi kebanyakan berkembang biak pada bulan April-Juli. Sepasang monogami mencari lubang kecil di pohon di tepi hutan. Pasangan burung ini mengisi lubang dengan ranting, daun, dan bulu. Betinanya menghasilkan rata-rata 2 telur yang berwarna biru dengan bercak kecoklatan.Umumnya tiong emas hidup di daerah perbukitan antara 300 hingga 2.000 m dpl. Burung ini memilih habitat yang memiliki curah hujan dan kelembaban tinggi, termasuk ekosistem hutan hujan tropis. Di beberapa tempat, dilaporkan burung ini juga dapat hidup di tepi hutan, area perkebunan budidaya seperti kopi dan daerah kebun-hutan lainnya.“Kemampuan tiong emas yang mengagumkan ini menyebabkan banyak manusia memburunya. Mereka berlomba-lomba memiliki burung ini untuk dirinya sendiri,” ujar Jihad.Selain kerusakan habitat yang menurunkan populasi tiong emas di alam, penangkapan dan perburuan untuk diperdagangkan hingga ke pasar internasional tersebut menyebabkan populasinya cenderung menurun di seluruh rentang persebarannya.Dalam artikel kerjasama antara Mongabay-Indonesia dan Burung Indonesia bulan Januari 2016 ini, Anda bisa mengunduh kalender digital untuk gadget atau komputer anda. Silakan klik tautan ini dan simpan dalam perangkat anda. [SEP]" "Dorong Cintai Desa, Berikut Aksi Keren Singgih (Bagian 2)","[CLS] Pernah dengar Spedagi? Spedagi dari kata sepeda pagi– kegiatan rutin Singgih Susilo Kartono setiap pagi berkeliling melewati jalanan Desa Kandangan, Temanggung. Belakangan Spedagi menjadi nama sepeda bambu, dan gerakan revitalisasi desa.Proyek Spedagi mengajak semua kalangan menemukan permasalahan di desa dan merumuskan pemecahan. Spedagi juga upaya menggali potensi, menggandakan, dan mengembalikan kepada desa. Proyek ini memayungi penyelenggaraan International Conference on Village Revitalitation (ICVR), pengelolaan homestay, Pasar Papringan, dan sepeda bambu.Jangan membayangkan ada pabrik sepeda produk massal sepeda dari bambu di Kandangan. Spedagi tak produksi massal. Singgih ingin ia sebagai hasil tangan terampil perajin, bukan barang industri.Spedagi hanya bisa dibeli dengan memesan. Biasa Singgih akan mengumumkan produksi Spedagi dimulai lagi dengan jumlah terbatas, misal 10 buah, dan bisa memesan. Untuk frame, Singgih mematok Rp3,5 juta. Dengan komponen dan asesoris lengkap Spedagi seharga Rp7 juta.Sepeda ini tak hanya dijual di Indonesia. Singgih memberi kesempatan peminat luar negeri untuk mengoleksi. Namun disainer yang sukses lewat radio kayu “magno” ini ingin orang memikirkan Spedagi bukan semata sepeda bambu, juga sebuah gerakan.“Sepeda bambu bukan kegiatan memproduksi sepeda bambu. Ini movement, penyadaran baru melalui media atau alat yang kita pakai,” dalam konferensi pra ICVR di Kandangan.Sebagai gerakan, Spedagi telah “ekspor” ke Jepang, bernama Spedagi Ato. Ato, nama desa di Kota Yamaguchi. Asuka, salah satu pembicara mengatakan, Ato berpenduduk 6000 jiwa. Banyak warga pergi ke kota mencari pekerjaan. Di desa, tak banyak kerjaan. “Itu hanya alasan yang dicari-cari.” Setelah bertemu Singgih, dengan proyek Spedagi, Auka tertarik membuat proyek serupa di Ato." "Dorong Cintai Desa, Berikut Aksi Keren Singgih (Bagian 2)","Spedagi, kata Singgih, untuk peminat internasional, tidak dijual utuh. Membeli Spedagi tidak sama dengan membeli sepeda umumnya tinggal pilih lalu pakai.“Orang harus membeli dengan uang dan waktu mereka. Saya ingin memperlihatkan dan ngomong kepada mereka bahwa kekayaan itu diukur dari waktu yang kita miliki, bukan dari uang. Jadi, tidak bisa membeli sepeda bambu bentuk jadi, atau merakit sendiri. Gak boleh. Anda harus pastikan, punya waktu weekend, bahkan beberapa kali weekend. Ada instruktur, fasilitas, dan kita rakit di situ,” kata Singgih.Cara unik Singgih berjualan sepeda bambu itu berkaitan dengan keprihatinan bagaimana orang memandang waktu. Waktu selalu terasa kurang bagi orang-orang di kota, seolah tersedia melimpah bagi orang di desa.“Kekayaan kita tentang waktu ini sebenarnya tergerus banyak, terutama bagi orang-orang berkecukupan. Uang makin banyak, tetapi waktu makin sedikit. Persoalan miskin waktu ini luar biasa.”Dalam kacamata dia, kemiskinan waktu di negara-negara industri sudah sedemikian parah. “Buat mereka yang sangat kaya waktu mereka mungkin banyak. Mereka berdiri di antara sekian orang yang merasa kaya dengan uang, tetapi tidak dengan waktu.”Pasar Papringan Singgih juga menelurkan gagasan menghidupkan lagi denyut pasar tradisional di desa (Jawa) yang ramai pada hari pasaran. Pasar Papringan, pasar yang buka setiap 35 hari sekali, atau selapanan dalam perhitungan Jawa, jatuh setiap Minggu Wage. Lokasi di lahan yang ditumbuhi bambu. Barang jualan semua ramah lingkungan.“Ide Pasar Papringan adalah melestarikan papringan yang di sini sudah bosan, lelah melihatnya. Masyarakat malah memakai untuk buang sampah,” katanya.Perumpunan bambu gelap, banyak nyamuk, dan kotor ditata sedemikian rupa hingga menjadi bersih, asri, dan eksotis. “Dulu banyak orang tidak mau datang. Kami coba kelola hingga menjadi tempat menyenangkan. Bermanfaat bagi masyarakat sekitar.”" "Dorong Cintai Desa, Berikut Aksi Keren Singgih (Bagian 2)","Pedagang yang berjualan di Pasar Papringan, adalah masyarakat Kelingan, dan desa sekitar. Proyek Spedagi, membantu pendampingan guna menghasilkan produk berkualitas.Di lahan kira-kira 25×75 meter setidaknya ada 20-an penjual. Ada produk kerajinan, kuliner, dan hasil tani. Kerajinan antara lain batik, produk bambu, magno, merchandise. Sajian kuliner seperti kupat tahu, gudeg, soto, kopi dan jamu. Produk pertanian ada hasil organik, jamur, dan tanaman hias.Singgih menunjukkan produk-produk desa umumnya eco-product, bisa bernilai tinggi. Engkrak atau serok pengumpul sampah dari bambu dengan sentuhan kreativitas mampu dijual dengan harga berlipat.“Engkrak, di bawah, untuk ngumpulin sampah. Ketika cara pandang di balik, bentuk diperkecil, dipindah ke kepala, menjadi topi lucu. Saya membeli dari perajin Rp15.000, dijual Rp35.000. Orang sini ketawa-ketawa menganggap tidak lazim, orang luar senang luar biasa,” katanya.Hal lain yang unik di Pasar Papringan adalah mereka bertransaksi harus menggunakan mata uang khusus. Setiap pengunjung menukarkan uang dulu di tempat penukaran sebelum berbelanja. Begitu pula pedagang. Mata uang disebut pring. Satu pring Rp1.000. Habis [SEP]" "Perkasa di Depan Kapal Asing, Susi Pudjiastuti Kesulitan di Depan Kapal Dalam Negeri","[CLS] Selama dua tahun menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti mengaku menerima banyak sekali tantangan. Namun, untuk sekarang, tantangan yang masih sulit ditaklukkan, adalah pemberantasan aksi illegal, unreported, unregulated (IUU) fishing yang dilakukan pengusaha dan nelayan dalam negeri.Pernyataan Susi tersebut diungkapkan dalam sebuah diskusi, Kamis (20/10/2016) di Jakarta, yang membahas kinerja pemerintahan Presiden RI Joko Widodo bersama wakilnya, Jusuf Kalla, selama dua tahun ini. Susi yang didapuk untuk berbicara tentang sektor kelautan dan perikanan Indonesia, menyebut bahwa tantangan yang dihadapi dalam dua tahun terakhir sudah ditaklukkan satu per satu.“Mungkin yang paling signifikan adalah pemberantasan IUU Fishing. Namun, itu juga sudah hampir selesai, meski sekarang juga masih ada saja kapal pencuri ikan. Tapi bagi saya, sekarang itu tantangan terberat adalah melawan di dalam negeri,” ungkap dia.Tanpa merinci siapa yang dimaksud di dalam negeri itu, tetapi Susi mengatakan, untuk bisa memenangkan pertarungan melawan para pelaku usaha di industri perikanan dan kelautan dalam negeri, itu butuh perjuangan ekstra keras.Karena, kata dia, jika melawan pencuri ikan dari negara lain, penanganannya bisa diterapkan dengan cepat dan didukung regulasi yang tepat. Sementara, jika melawan pencuri ikan dari dalam negeri, itu masih belum didukung regulasi yang tepat.“Tidak mudah untuk menindak pelaku lokal. Jika tidak didukung dengan political will dan juga tidak ada kekompakan dari kabinet kerja Pak Presiden RI, maka pembenahan tidak akan pernah bisa terwujud,” ucap dia.Susi kemudian mencontohkan, di Thailand ada Teluk Siam yang sejak lama terkenal sebagai pusat tangkapan ikan bagi nelayan lokal. Namun, dalam bebapa waktu terakhir, Teluk Siam tidak bisa memproduksi lagi karena sumber daya perikanan di lokasi tersebut dinyatakan sudah habis." "Perkasa di Depan Kapal Asing, Susi Pudjiastuti Kesulitan di Depan Kapal Dalam Negeri","Jika sudah demikian, menurut Susi, sekuat apapun usaha yang dikeluarkan oleh Pemerintah, maka itu tidak akan ada gunanya. Karena, jika sudah dinyatakan habis sumber daya perikanannya, maka itu sudah berakhir dan tidak akan bisa lagi berproduksi.“Karena itu, siapapun harus mengerti, ketika ada pelarangan, maka itu artinya tidak boleh untuk mengambil ikan. Itu artinya, ikan yang ada di lokasi tersebut sudah kritis,” sebut dia.Susi menambahkan, pentingnya menerapkan kedisiplinan bagi siapapun, karena sumber daya laut diyakininya menjadi satu-satunya sumber daya alam yang masih tersedia di Indonesia dan bisa dijaga dan dipulihkan kondisinya. Sementara, sumber daya lain justru akan terus menyusut tanpa bisa dipulihkan.Pelaku Mark Down Kapal Ikan IndonesiaDalam kesempatan sama, Susi juga menyoroti keberadaan Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 tentang Perikanan Tangkap. Dalam perpres tersebut, diatur siapa yang berhak untuk mengelola perikanan tangkap dan asing adalah masuk dalam larangan untuk mengelolanya.Bagi Susi, keberadaan Perpres tersebut untuk menegaskan bahwa kapal Indonesia masih sanggup untuk mengelola wilayah tangkapnya. Karenanya, dia mendorong kapal-kapal lokal untuk segera melakukan pengukuran ulang kapal yang akan digunakan.“Kita minta ukur ulang, karena banyak yang melakukan markdown. Kita tahu kapal-kapal besar itu banyak juga di Indonesia. Tapi, di masa lalu, kapal berukuran besar tersebut memilih melakukan markdown supaya bisa dapat keringanan pajak dan dapat subsidi BBM dari Pemerintah,” papar dia.Padahal, menurut Susi, jika tidak ada markdown, maka penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor kelautan dan perikanan bisa meningkat lagi. Dia menyebut, sejak reformasi kelautan dan perikanan diberlakukan, PNBP langsung melonjak hingga mencapai Rp250 miliar." "Perkasa di Depan Kapal Asing, Susi Pudjiastuti Kesulitan di Depan Kapal Dalam Negeri","“Itu PNBP tahun ini. Tahun lalu PNBP kecil, karena saya tidak menarik pajak dari kapal-kapal besar. Saya beri kesempatan kepada mereka untuk melakukan pembenahan sendiri dan baru tahun ini PNBP bisa kita tarik,” ungkap dia.Seperti diketahui, hingga saat ini, kapal yang mendapatkan izin baru 187 dari 1.132 kapal eks-asing yang diaudit. Dari jumlah total tersebut, sebanyak 374 kapal berasal dari Tiongkok, 280 dari Thailand, dan 216 dari Taiwan, Jepang dan Filipina masing-masing 104 dan 98 kapal.Pengadilan Perikanan DipertanyakanSementara itu, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M. Syarif mengapresiasi pencapaian positif yang terjadi selama dipimpin Susi Pudjiastuti. Namun, dia mengkritik, hingga saat ini keberadaan pengadilan perikanan masih belum berjalan baik.“Pengadilan Perikanan itu masih belum efisien. Keberadaannya harus dievaluasi lagi,” ucap dia.Kritik tersebut dilontarkan Laode, karena pengadilan perikanan itu didirikan pada awalnya untuk menegakkan hukum dalam sektor perikanan dan kelautan yang sebelumnya tidak bisa dilakukan. Namun, setelah berdiri, ternyata pengadilan perikanan juga tidak efektif.“Dulu, kalau ada kasus perikanan, pasti selalu kalah. Nah, kemudian didirikan pengadilan perikanan. Tapi, sama saja hasilnya. Makanya harus ada evaluasi untuk pengadilan perikanan,” ujar dia.Pengamat Ekonomi dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Himawan Radiptyo, menyebutkan, pemberantasan IUU Fishing yang dilakukan dalam dua tahun terakhir, menjadi prestasi dari sektor kelautan dan perikanan. Karena, di kepemimpinan periode sebelumnya, tidak ada yang berani menyelesaikannya.“Dulu, saya berpikir bahwa kasus korupsi itu sangat besar posisinya di Indonesia. Tetapi, setelah itu, saya tahu bahwa IUU Fishing jauh di atasnya. Karena, di dalamnya ada korupsi, kriminal, perbudakan, narkoba, dan masih banyak lagi,” jelas Staf Ahli Satgas 115 IUU Fishing itu." "Perkasa di Depan Kapal Asing, Susi Pudjiastuti Kesulitan di Depan Kapal Dalam Negeri","Berkaitan dengan kapal markdown, Himawan mengatakan, sebagian besar kapal yang melakukannya berukuran 30 gros ton (GT) ke bawah. Sementara, untuk kapal yang melakukan pengukuran ulang, dari jumlah total 18 ribu kapal yang harus melakukannya, tercatat baru 2.227 kapal saja yang sudah melakukannya. [SEP]" "Cukup Kesepakatan, Konflik Sumber Daya Alam Bisa Diselesaikan. Benarkah?","[CLS] Siang tak begitu terik. Di penghujung September 2016, awan hitam perlahan menggantung di langit. Namun, belum ada tanda-tanda hujan akan turun. Beberapa alat berat dibiarkan rongsok dan berkarat dengan kesendiriannya di kilometer 23. Ini adalah wilayah hutan yang hanya bisa diakses dari Desa Padengo, Kecamatan Dengilo, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo. Alat berat itu menunjukkan bekas beroperasinya perusahaan HPH (Hak Pengelolaan Hutan) PT. Wenang Sakti sejak 1988.Masyarakat setempat dipekerjakan sebagai buruh operator sensor dan pengangkut kayu hasil tebangan. Namun sejak itu pula, Sungai Wobudu dan Sungai Bumbulan yang memiliki fungsi strategis mengalami pendangkalan. Debit airnya jauh berkurang, pun dengan kualitas air yang keruh. Warga tidak bisa mencari ikan lagi di sungai.Pada 1993, aktivitas perusahaan HPH di hutan produksi itu selesai. Warga mulai sadar, karena perusahaan tidak memberikan manfaat bagi ekonomi mereka. Pelibatan masyarakat dalam kegiatan produksi hanya dilakukan pada segelintir orang, itu pun sebagai tenaga buruh.Kini, hutan tersebut menjadi wilayah KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) yang masuk administrasi Kabupaten Boalemo. Ini ditunjukan dengan posko yang dibangun KPH. Sedangkan sebagiannya berada di Pohuwato.Padengo berbatasan dengan Cagar Alam Panua yang memiliki hutan produksi, yang selalu diincar perusahaan HPH. Setelah perusahaan HPH berhenti di 1993, warga kembali dikejutkan ketika 2004, PT. Flora Jaya berniat mengambil kayu yang ada di sekitar desa mereka. Warga menolak perusahaan tersebut. Namun, pada 2006, perusahaan HPH lain yaitu PT. Tunggal Agathis Indah Wood (PT. TAIWI) melakukan penebangan kayu di hutan produksi itu, meski hasil tebangannya tidak sempat dimanfaatkan hingga izinnya berakhir." "Cukup Kesepakatan, Konflik Sumber Daya Alam Bisa Diselesaikan. Benarkah?","23 Maret 2015, Dinas Kehutanan Provinsi dan Dinas Kehutanan Pohuwato melakukan sosialisasi hutan tanaman rakyat (HTR). Tujuannya, memberikan pembinaan dan pemantapan. Beberapa bulan kemudian ditetapkan wilayah HTR seluas 300 hektare di kawasan Padengo. Sayang, pengelolaannya tidak maksimal. Yang ada hanya patok batas wilayah HTR dengan kawasan hutan lain.“Sampai sekarang masih ada persoalan yang membuat kelompok HTR beserta pengelolaannya tidak maksimal,” kata Jabir Samsudin, fasilitator dari Burung Indonesia.Kepemilikan lahan warga Desa Padengo tidak merata. Sebagian lahan telah dibeli warga luar yang bertempat tinggal di Marisa, ibukota Pohuwato, dan sebagian warga hanya petani penggarap. Padahal Padengo, memiliki potensi pertanian yang besar, luas lahan basahnya 375 hektare dan lahan keringnya 112 hektare.Desa ini penghasil beras terbesar di Kecamatan Dengilo. Peternakan dan perikanan juga potensi yang menjanjikan selain hasil hutan seperti rotan.Daun wokaDesa Karangetan, sebagaimana Padengo, wilayahnya juga berbatasan dengan hutan produksi, yang merupakan desa transmigrasi dari Sangihe Talaud, Sulawesi Utara. Selain berburu, aktivitas warga adalah mengembangkan bisnis daun woka yang dianggap ramah lingkungan. Daun ini mirip daun lontar yang diambil dari hutan dan dijual hingga ke Bali, sebagai pengganti janur. Digunakan untuk berbagai ritual adat dan keagamaan.Henok Mamuko, salah seorang warga mengatakan, satu lembar tunas daun woka dijual Rp1.500 – 2.000. Dalam sebulan, rata-rata kelompok yang diketuai Henok bisa menjual hingga 25 ribu lembar. Meskipun sementara ini masih bersifat usaha sampingan, namun prospek baru ini membuat pemerintah desa membuat peraturan bersama warga, terutama untuk menjaga ketersediaan pasokan tetap terjaga. Tadinya, banyak petani yang menebang langsung pohon woka, hanya untuk mendapatkan daunnya saja." "Cukup Kesepakatan, Konflik Sumber Daya Alam Bisa Diselesaikan. Benarkah?","“Dulunya warga sering menebang, sekarang tidak boleh,” ujar Simon Panamba, Kepala Desa Karangetang.Kini, pohon dijaga baik-baik. Warga hanya diperkenankan mencungkilnya dengan galah yang diselipkan pisau. Pohon woka dikenal produktif, tunas mudanya tumbuh hanya dalam dua minggu setelah dipanen.Pada 2011, banjir besar pernah menghantam Karangerang, akibat meluapnya Sungai Dengilo. Banyak ternak masyarakat hanyut. Kejadian ini karena rusaknya kawasan hutan. “Selain eks perusahaan HPH, pada 1980-an, pernah ada perusahaan PT. Beringin Jaya yang mendapatkan izin untuk memanfaatakan HHBK (Hasil Hutan Bukan Kayu) yaitu rotan di hutan produksi yang berada di bagian utara desa,” ujar Simon.Tambang emasDesa Karya Baru, tetangga Karangetan dan Padengo, juga bermasalah dalam pengelolaan sumber daya alam. Di wilayahnya ada pertambangan emas yang dikelola warga. Kegiatannya dilakukan di bantaran Sungai Tihu’o, sejak 1960. Petambang banyak dari desa sekitar seperti Soginti, Popaya, dan Padengo.2005, masyarakat mulai menggunakan merkuri, menyebabkan Sungai Tihu’o keruh. Petani sawah pun mulai mengeluh karena terjadi peningkatan sedimentasi. Puncaknya, 2015, masyarakat di Kecamatan Paguat dan Kecamatan Dengilo yang merupakan petani sawah protes ke pihak berwajib karena sawah mereka rusak parah akibat tambang emas. Selain itu, PDAM di Desa Soginti tidak bisa digunakan lagi karena airnya keruh.”Sampai saat ini, belum ada solusi. Di satu sisi ekonomi masyarakat meningkat, di sisi lain berbahaya karena lingkungan rusak,” kata Kepala Desa Karya Baru, Iskandar Dalangko, kepada Mongabay Indonesia.Desa Karya Baru terbentuk pada 2003, pemekaran dari Desa Soginti dan Desa Popaya. Desa ini juga dihadapkan persoalan batas wilayah dengan kawasan hutan, patok batas Cagar Alam Panua berada di lahan pertanian masyarakat.Pendekatan KPAD" "Cukup Kesepakatan, Konflik Sumber Daya Alam Bisa Diselesaikan. Benarkah?","Konflik pengelolaan sumber daya alam yang terjadi di Kecamatan Dengilo dan juga di berbagai tempat di Kabupaten Pohuwato sering tidak berujung titik temu. Burung Indonesia yang berupaya mendorong model pengelolaan bentang alam berkelanjutan membuat pendekatan dengan nama KPAD atau Kesepakatan Pelestarian Alam Desa.“KPAD adalah pendekatan untuk mengurangi konflik pengelolaan sumber daya alam (SDA) desa di dalam dan di luar kawasan hutan. Caranya, melalui peran serta aktif masyarakat, pemerintah, dan semua pihak dalam pengelolaannya,” kata Amsurya Warman Amsa, Manajer Program Burung Indonesia.Perbedaan pemahaman pengelolaan SDA merupakan pangkal terjadinya konflik, bisa antar-masyarat, antar-desa, pemerintah, dan pihak lainnya. Memfasilitasi untuk menemukan persamaan persepsi dan mendapatkan kesepakatan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan, harus dilakukan.Menurut Amsurya, pengelolaan SDA di tingkat desa tidak lepas dari peningkatan penghidupan, budaya, penataan ruang desa, land tenure dan tata batas kawasan hutan. Melalui KPAD, masyarakat difasilitasi untuk menemukan potensi desa yang dapat dikembangkan untuk peningkatan penghidupan. Juga, mencari solusi sebagai dasar perencanaan pembangunan desa. “Secara umum, KPAD merupakan kesepakatan antara masyarakat desa dan parapihak untuk mendukung pelestarian dan pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan.”7 Oktober 2016, Bupati Pohuwato menandatangani dokumen KPAD enam desa. Yaitu,  Makarti Jaya dan Puncak Jaya di Kecamatan Taluditi, Lembah Permai di Kecamatan Wanggarasi, dan Desa Karangetang, Padengo, serta Karya Baru di Kecamatan Dengilo." "Cukup Kesepakatan, Konflik Sumber Daya Alam Bisa Diselesaikan. Benarkah?","Bupati Pohuwato, Syarif Mbuinga, telah merestui Burung Indonesia melalui PT. Habitat Burung Indonesia untuk mengelola hutan di Pohuwato melalui izin konsesi restorasi ekosistem (IUPHHK RE) selama 60 tahun. Kegiatan restorasi diharapkan bersinergi dengan program pemerintah daerah sehingga hutan Pohuwato dapat memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat. “Terutama, mereka yang tinggal di sekitar kawasan hutan,” ujarnya.Isi kesepakatanPenyusunan KPAD mengutamakan peran aktif warga, dibantu fasilitator masyarakat diminta merumuskan, menganalisa, dan menyusun kesepakatan secara partisipatif.“Penyusunan KPAD merupakan implementasi pembangunan partisipatif desa secara bottom up. Partisipasi ini diharapkan menjamin keberlanjutan program yang disepakati masyarakat desa itu sendiri,” ungkap Andriansyah, Communications and Knowledge Management Specialist Burung Indonesia.Menurut Andriansyah, ada tiga hal penting dalam kesepakatan itu. Membuat aturan dalam bentuk peraturan desa (perdes), solusi masalah dengan membuat program swadaya, serta meminta dukungan pihak luar terkait kebijakan, teknis, program pembangunan serta pendanaan baik dari pemerintah maupun organisasi non-pemerintah.“Semua dituangkan dalam bentuk rencana usulan Program Pembangunan Desa, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes), Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDes), Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes), serta proposal kegiatan khusus.”Nasroi, anggota kelompok tani mandiri Desa Makarti Jaya mengatakan, sebagai salah satu bentuk pelaksanaan KPAD, khususnya dalam peningkatan ekonomi, masyarakat telah melaksanakan teknik budidaya kakao yang lestari dan bersertifikasi internasional. “Kami berharap pelaksanaan ini akan berhasil dan berkembang di kabupaten lain di Gorontalo.” [SEP]" "Nelayan Kecil Dilibatkan dalam Konservasi Laut Pesisir","[CLS] Pemerintah Indonesia melibatkan nelayan tradisional untuk melakukan pengelolaan perikanan berkelanjutan di seluruh Indonesia. Keterlibatan tersebut, akan memberi keuntungan secara bersama kepada nelayan maupun Pemerintah. Dengan demikian, konservasi di kawasan laut Indonesia juga bisa berjalan tanpa hambatan.Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Brahmantya Satyamurti Poerwadi mengatakan, keterlibatan nelayan tersebut menjadi langkah bagus untuk melaksanakan konservasi secara nasional di kawasan perairan. Termasuk, untuk mewujudkan target kawasan konservasi laut seluas 20 juta hektare pada 2020.“Saat ini baru 17,3 juta hektare yang sudah terwujud. Jika saat ini kita semua berkomitmen untuk melakukan konservasi, maka pada 2020 nanti akan terwujud 20 juta hektare,” ucap Brahmantya kepada Mongabay, akhir pekan lalu.Untuk saat ini, kawasan yang masuk dalam program konservasi laut, kata Tya, adalah di Pulau Weh (Aceh), Pulau Seribu (Jakarta), Laut Sawu (Nusa Tenggara Timur), Raja Ampat (Papua Barat), Wakatobi, dan Pulau Pieh.“Di bentang laut Anambas saja, sedikitnya ada 1,7 hektare untuk konservasi, belum lagi di kawasan lain. Ini akan ada penambahan site lagi. Karena target itu adalah 20 juta hektare pada 2020 nanti,” ungkap dia.Keterlibatan nelayan tradisional tersebut, menurut Tya, akan dipandu melalui buku pedoman khusus yang diterbitkan oleh KKP. Dalam pedoman tersebut, akan dipandu bagaimana nelayan bisa tetap memanfaatkan wilayah perairan untuk perikanan tangkap dan budidaya, tapi sekaligus juga bagaimana mengelolanya sehingga konservasi laut tetap berjalan.“Kawasan konservasi merupakan instrumen penting untuk menjaga habitat utama atau spawning and nursery ground yang ada di lautan. Karenanya kita libatkan semua pihak untuk menjaganya,” jelas dia." "Nelayan Kecil Dilibatkan dalam Konservasi Laut Pesisir","Dengan dilibatkannya nelayan tradisional, Tya berharap tabungan ikan akan ada lagi. Hal itu, sejalan dengan harapan Indonesia untuk terus melipatgandakan tabungan ikannya di seluruh wilayah perairan. Apalagi, kata dia, Indonesia saat ini menjadi negara yang dikenal luas karena memiliki tabungan ikan paling banyak di dunia.Karena keterlibatan nelayan baru mulai dilaksanakan, Tya tidak bisa menjanjikan kapan harapan konservasi bisa benar-benar dilaksanakan secara penuh dan dipahami oleh semua nelayan. Namun, dia optimis, dengan adanya buku panduan, para nelayan akan cepat memahami dan menerapkannya langsung.“Dalam panduan tersebut, tidak hanya dibahas sistemnya, tapi juga secara teknis dibahas bagaimana mencari ikan yang benar dan berkelanjutan. Alat tangkap apa yang pantas digunakan di masing-masing wilayah perairan, dan lain sebagainya,” tutur dia.Zona Perikanan BerkelanjutanBrahmantya lebih lanjut menjelaskan, kegiatan penangkapan ikan ramah lingkungan oleh masyarakat lokal maupun tradisional, dilakukan di dalam zona perikanan berkelanjutan Kawasan Konservasi Perairan sesuai dengan peruntukannya.“Pengalokasian sebagian zona perikanan berkelanjutan tersebut bagi masyarakat lokal dan tradisional, merupakan bentuk kepedulian Pemerintah pada nelayan skala kecil yang ada di seluruh wilayah,” sebut dia.Menurut Tya, cara seperti itu sudah banyak dilakukan di negara lain dan itu bisa membantu negara tersebut menjaga ketahanan pangan, sumber mata pencaharian nelayan, dan memperbaiki kondisi sumber daya ikan yang lebih baik lagi.“Jumlah penduduk Indonesia yang tinggal di kawasan pesisir itu mencapai 132 juta orang, sehingga perlu langkah signifikan untuk mengamankan laut Indonesia untuk menuju perikanan berjelanjutan,” kata dia.“Pedoman ini kita berikan kepada masyarakat untuk membuat komitmen baru. Karena, pada kenyataannya, illegal fishing di kawasan kecil itu juga ada. Itu harus dihilangkan,” tambah dia." "Nelayan Kecil Dilibatkan dalam Konservasi Laut Pesisir","Sementara itu Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Agus Dermawan menjelaskan, dalam pengelolaan kawasan konservasi harus ada pembagia porsi yang jelas untuk orang-orang yang tinggal di kawasan pesisir. Hal itu, karena konservasi itu sifatnya tidak single use, melain multiple use.“Konservasi itu tidak hanya untuk perlindungan saja, tapi juga untuk pemanfaatan, seperti perikanan berkelanjutan dan pariwisata bahari dan itu harusnya memperhatikan masyarakat pesisir. Mereka harus diperhatikan karena merekalah yang merasakan manfaatnya,” ucap dia.Pada kesempatan sama, Policy Director RARE Indonesia Arwandrija Rukma menjelaskan, karena wilayah perairan Indonesia sangat luas, sudah selayaknya zona larangan tangkap perikanan diatur dengan jelas dan ditaati oleh nelayan serta masyarakat lokal.“Limpahan ikan bisa dirasakan dan dimanfaatkan bagi nelayan dan masyarakat lokal yang ingin menjaga kelestarian alam,” tutur dia.Arwandrija mengatakan, sebelum pedoman diterbitkan, pihaknya ikut terlibat dalam melakukan organisasi kebutuhan untuk nelayan dan masyarakat lokal. Keterlibatan di 15 site terebut, dilakukan untuk mencari konsep ideal yang bisa diterapkan dalam mewujudkan konservasi perairan oleh nelayan kecil dan masyarakat lokal.“Pedoman ini menyediakan petunjuk untuk nelayan dalam melakukan asesmen perikanan. Apa yang bisa dikelola, apa alat tangkapnya. Ini secara teknis ada dalam pedoman,” papar dia. [SEP]" "Akhirnya, 22 Individu Monyet Ekor Panjang Itu Pulang ke Alam","[CLS] Sebanyak 22 individu monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang dulunya dipaksa memainkan atraksi topeng monyet, telah dilepasliarkan ke habitatnya. Adalah Pulau Panaitan, Taman Nasional Ujung Kulon, Pandeglang, Banten, yang dipilih sebagai rumah alaminya. Translokasi atau pemindahan ini dilakukan oleh Pusat Penyelamatan dan Rehabilitasi International Animal Rescue (IAR) Indonesia Kamis malam, 6 Oktober 2016.Belasan monyet ini merupakan hasil operasi penertiban yang dilakukan Dinas Kelautan Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi DKI Jakarta dan Jakarta Animal Aid Network (JAAN) di Jakarta area pada 2013 – 2014. Sebelum dilepaskan ke alam, 14 monyet jantan dan 8 betina ini, telah menjalani serangkaian tahapan rehabilitasi di IAR Indonesia di kaki Gunung Salak, Bogor.Wendi Prameswari, Manager Animal Care IAR Indonesia, menuturkan setelah dilakukan pemeriksaan medis tahap akhir dan observasi pelaku, kondisi keseluruhan monyet tersebut sudah baik. Sosialisasi dengan kelompoknya juga sudah terjalin dan yang paling utama perilaku liarnya telah pulih. “Artinya, mereka memang layak pulang ke rumah aslinya, hutan,” jelasnya Rabu (12/10/2016).Wendi menjelaskan, monyet yang direhabilitasi itu harus melalui beberapa tahapan. Dimulai dari karantina, pemeriksaan kesehatan, observasi perilaku, pengenalan pakan alami, pengelompokan grup, hingga pengayaan makan guna merangsang perilaku alaminya. “Bila itu dilalui tanpa kendala, pelepasliaran bisa dilakukan.”Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan sifat liar monyet tersebut, menurut Wendi, itu semua bergantung kondisi dan keadaan. Perilaku monyet yang sudah biasa dekat manusia menyebabkan sifat liarnya hilang. “Butuh waktu lama dan biaya besar bila seperti ini keadaannya.”" "Akhirnya, 22 Individu Monyet Ekor Panjang Itu Pulang ke Alam","Sebelumnya, pada 27 September 2016, sebanyak 23 individu monyet ekor panjang hasil sitaan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah dilepasliarkan di Pulau Panaitan oleh JAAN. Bila dihitung dengan pelepasan yang dilakukan kali ini jumlahnya adalah 45 individu.Sementara, untuk keseluruhan monyet ekor panjang yang berhasil disita periode 2013 – 2014 adalah 127 individu. Rinciannya, 97 individu yang lolos seleksi kesehatan dititiprawatkan di JAAN dan IAR Indonesia, 23 individu positif mengidap tuberkulosis, serta 7 individu mati karena radang paru akut dan hepatitis.Lokasi idealPulau Panaitan merupakan pulau paling barat di semenanjung kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). Pulau seluas 17 ribu hektare ini dinilai ideal sebagai rumah nyaman monyet malang tersebut karena potensi pakannya yang melimpah dan dari segi luasan sangat memadai.Hutan di Pulau Panaitan ini masih asli. Perbukitannya dibentuk oleh perpaduan vegetasi hutan mangrove, hutan pantai, dan hutan hujan dataran rendah. Statusnya sebagai taman nasional merupakan jaminan utama bagi monyet yang dilepaskan bakal berkembang.Robithotul Huda, Supervisor Survey Release Monitoring IAR Indonesia, mengatakan survei awal bersama tim Balai TNUK telah dilakukan perihal potensi habitat dan ketersedian pakan alami.  “Hasilnya menunjukkan, beragam jenis tumbuhan bisa dimanfaatkan sebagai pakan alami monyet ekor panjang yang akan dilepasliar itu,” ujarnya.Manajer Operasional IAR Indonesia Aris Hidayat berharap, di Pulau Panaitan tersebut monyet ekar panjang yang sebelumnya berada dikandang dan dipaksa memainkan atraksi topeng monyet, kembali hidup liar di alamnya. “Langkah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang melakukan pelarangan dan penertiban topeng monyet diharapkan memberikan contoh nyata pada daerah lain di Indonesia terhadap keselamatan dan kesejahteraan,” kata Aris." "Akhirnya, 22 Individu Monyet Ekor Panjang Itu Pulang ke Alam","Di Jakarta, pelarangan atraksi topeng monyet dilakukan berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 302 dan Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan. Alasannya, dalam proses mendidik monyet ekor panjang untuk dijadikan penghibur pertunjukan topeng monyet selalu diwarnai siksaan dan kekejaman yang pastinya melanggar aspek mengenai kesejahteraan satwa (animal welfare). Selain itu, dari sisi kesehatan, munculnya potensi penularan penyakit dari hewan ke manusia atau sebaliknya (zoonosis) tidak bisa dihindari.Status monyet ekor panjang yang belum memiliki perlindungan hukum di Indonesia membuatnya kerap diburu di alam. Tujuannya, selain diperjualbelikan dan untuk biomedis, monyet ini juga dijadikan satwa peliharaan dan bahkan dipaksa untuk melakukan atraksi topeng monyet.  [SEP]" "Revitalisasi Muara Baru Tidak Tepat Sasaran?","[CLS] Kebijakan yang dibuat Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perindo) dengan menaikkan tarif sewa lahan hingga 400 persen di pusat bisnis Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Muara Baru, Jakarta Utara, dinilai tidak masuk akal. Pasalnya, kenaikan dengan harga tersebut ditengarai akan mematikan usaha yang ada di kawasan tersebut.Pakar Perikanan dan Kelautan Rokhmin Dahuri berpendapat dalam membuat kebijakan, Pemerintah harus bisa membuatnya dengan seimbang. Jangan sampai, Pemerintah membuatnya hanya dengan merujuk pada sisi teoretis dan sama sekali tidak mempertimbangkan faktor lapangan yang ada di sektor perikanan dan kelautan.“Kenaikan tarif memiliki dampak yang sangat besar untuk semua sektor usaha terkait. Dampak yang paling buruk, para pengusaha tak sanggup lagi menanggung beban operasi dan terpaksa gulung tikar. Jika itu terjadi, puluhan ribu orang terancam kehilangan pekerjaan,” ungkap dia di Jakarta, kemarin.Menurut Rokhmin, sebagai negeri perikanan dan kelautan yang kaya, Indonesia sudah seharusnya bisa mempertimbangkan segala hal dalam setiap membuat kebijakan. Tak terkecuali, jika kebijakan tersebut adalah tentang kenaikan tarif sewa lahan untuk perusahaan.Menyoal tentang kenaikan tarif tersebut, Ketua Paguyuban Pengusaha Perikanan Muara Baru Tachmid Widiasto mengatakan, ada ancaman lebih serius yang akan dihadapi oleh para pengusaha jika tarif harus dinaikkan. Ancaman tersebut, adalah hilangnya tenaga kerja yang sekarang ada di Muara Baru.“Itu sangat berbahaya. Karena di Muara Baru itu ada sepuluh ribu karyawan langsung (dari perusahaan), dan sekitar lima puluh ribuan tenaga kerja lepas yang mencakup pedagang ikan, buruh bongkar muat, sopir angkutan, dengan ABK (anak buah kapal),” jelas dia." "Revitalisasi Muara Baru Tidak Tepat Sasaran?","Dengan jumlah sebanyak itu, Tachmid khawatir itu akan memengaruhi iklim usaha di Muara Baru dan bisa mengancam keberlangsungannya. Karena, dengan kenaikan tarif hingga 400 persen, maka potensi perusahaan yang gulung tikar jumlahnya sangat banyak.“Kita menolak dengan kenaikan tarif, karena pada 2013 sudah ada kenaikan tarif hingga 70 persen. NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) juga sudah naik. Tidak fair jika tarif sewa juga dinaikkan lagi,” tutur dia.Tachmid menyebut, jika kenaikan tarif diterapkan, maka pengusaha yang memiliki usaha di Muara Baru harus membayar biaya Rp3,2 miliar per hektare per tahun. Jumlah tersebut jauh lebih banyak dibandingkan dengan sewa yang diberlakukan sebelumnya sebesar Rp780 juta per hektare per tahun.“Sekarang ini ada 61 perusahaan di Muara Baru, dan sekarang ada sejumlah pengusaha yang ingin membuka usaha di Muara Baru. Karena kan, Muara Baru ini (kapasitasnya) bisa sampai 75 perusahaan,” jelas dia.Pembatasan Masa Sewa dan Tak Ber-SKSelain kenaikan tarif yang sangat tinggi, Tachmid mengungkapkan, pihaknya juga harus menghadapi kenyataan bahwa kebijakan yang dikeluarkan Perindo juga sangat janggal. Karena, dalam kebijakan baru tersebut, penyewa lahan dibatasi maksimal lima tahun saja dan setelah itu harus keluar.“Sementara kalau industri ini, contohnya saja bangun pabrik itu kan perlu tiga tahun. Masa kita harus mengembalikan kredit dengan dua tahun kerja saja. Muara Baru ini kan bisa maju, karena masa sewanya yang bisa sampai 20 tahun,” kata dia.Ketua Himpunan Nelayan Purse Seine Nusantara (HNPN) James Then menjelaskan, jika kenaikan tarif sewa lahan jadi diterapkan, maka itu akan memengaruhi bisnis perikanan tangkap. Hal itu, karena 80% anggota HNPN adalah perusahaan yang bergerak dalam sub sektor perikanan tangkap dan biasa mendaratkan kapalnya Muara Baru.“Jelas kami mengalami kenaikan fixed cost empat kali lipat. Biaya sewa coldstorage kami juga naik,” ungkapnya." "Revitalisasi Muara Baru Tidak Tepat Sasaran?","Hal senada diungkapkan Sekretaris P3MB Rendra Purdiansa. Menurutnya, kenaikan tarif yang dilakukan Perindo, dilakukan karena perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut berencana melakukan revitalisasi kawasan Muara Baru.“Kenaikan tarif itu harus rasional dan ada sosialisasi. Jangan langsung begitu saja. Apalagi, kebijakan ini masih belum ada SK-nya,” ujar dia.Rendra mengatakan, rencana revitalisasi juga dinilainya sudah bagus dan tepat. Hanya saja, sasaran dari revitalisasi tersebut masih rancu. Karena, selama ini Muara Baru diisi oleh pengusaha-pengusaha yang memiliki bisnis usaha skala menengah ke atas.“Itu bertentangan dengan rencana revitalisasi yang katanya untuk masyarakat. Masyarakat yang mana? Ini harus dipertanyakan,” tandas dia.Selain itu, Rendra mengatakan, dia juga merasa heran dengan opsi yang diberikan Perindo kepada pengusaha, yakni antara bayar sewa atau dengan dikerjasamakan. Menurut dia, opsi kedua dianggap sangat tidak rasional karena kalau kerja sama itu menjadi aneh mengingat Perindo tidak terlibat sejak awal pendirian usaha.Terpisah, Direktur Operasional dan Pemasaran Perindo Anggi Gumilang mengatakan, berkaitan dengan kenaikan tarif, pihaknya sudah melakukan sosialisasi kepada pengusaha. Kemudian, pihaknya juga memberikan opsi untuk tetap sewa atau kerja sama operasi (KSO).Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti melontarkan rencana revitalisasi di Muara Baru yang dijanjikan akan berwujud seperti pasar ikan di Tokyo, Jepang. Nantinya, Muara Baru bisa diakses oleh semua lapisan masyarakat.“Jadi nanti Muara Baru akan bersih dan modern. Tidak seperti sekarang yang kumuh. Pedagang harus bertumpuk tumpuk hingga 5.000 pedagang di pasarnya,” ucap dia. [SEP]" "Sukses Silangkan Padi Lokal, Beatrix Rika pun Diganjar Penghargaan Perempuan Pejuang Pangan","[CLS] Meskipun sering bersentuhan dengan urusan budidaya tanaman pangan, ternyata tidak seluruh petani mampu untuk membuat varietas padi sendiri. Ancaman kegagalan dan hama penyakit membuat petani lebih banyak tergantung kepada jenis padi yang ditawarkan oleh korporasi maupun dinas pertanian. Di sisi lain, minat petani untuk mengidentifikasi benih padi lokal yang hampir punah pun menjadi surut.Namun, masih ada petani yang mau meluangkan waktunya menjadi pemulia padi. Sedikit daripadanya adalah Beatrix Rika, petani perempuan peneliti asal Lekebai, Desa Bhera, Kecamatan Mego, Kabupaten Sikka.Dengan ketekunannya, dia tak putus mencoba menyilangkan antar varietas padi lokal. Menurutnya, kegiatan ini merupakan wujud konkret dari perwujudan kedaulatan benih dari petani.Saat dijumpai oleh Mongabay Indonesia (14/10) Beatrix menjelaskan, alasan dirinya tertarik untuk membuat varietas padi lokal di daerahnya, setelah mendengar ada petani lokal, Mathias Pagang asal Manggarai Barat yang mampu melakukannya.Difasilitasi oleh organisasi pendamping masyarakat Wahana Tani Madiri (WTM), awalnya dia dan lima orang petani lainnya mengikuti pelatihan pemulian benih yang diselenggarakan oleh organisasi ini.“Kami diberi tugas mengidentifikasi dua varietas padi lokal yang akan dikawin silang. saya pilih jantannya padi lokal pare kupa dan betinanya ciherang,” ungkap Beatrix.Dua varietas padi itu memiliki perbedaan fisik, padi kupa memiliki tinggi 120 cm dan ciherang 80 cm. Adapun padi kupa daunnya hijau panjang melengkung, sementara ciherang hijau pendek tak melengkung. Warna batang kupa hijau tua cokelat sementara ciherang hijau muda putih." "Sukses Silangkan Padi Lokal, Beatrix Rika pun Diganjar Penghargaan Perempuan Pejuang Pangan","Selama mengikuti proses pemuliaan padi, Beatrix melakukan pengamatan di sawah dan mendapati hama yang menyerang padi kupa yakni walang sangit dan hama penggerek batang, sedangkan padi ciherang hanya walang sangit. Dia pun mencatat tanggal berbunga kedua jenis padi ini dan menghitung jumlah malai per rumpunnya.Dari hasil pengamatannya, jumlah bulir per malai padi kupa 185 bulir sedangkan ciherang 175 bulir. Dengan bentuk gabah kupa, kecil panjang warna kulit belang-belang sementara ciherang besar, putih polos.Saat melakukan penyerbukan dia menggunakan wadah kertas yang dilipat segi tiga yang telah berisi jantan 3 tangkai yang satu tangkainya terdapat 3 bulir padi. Padi jantan tersebut dimasukan ke kertas yang dilipat lalu dimasukan ke bulir betina.“Harus tidak boleh ada angin. Setelah itu hasil penyerbukan saya bungkus memakai kertas cokelat dan ditutup dengan plastik hitam,” terangnya mengenang.Dari hasil persilangan ini, Beatrix telah menghasilkan padi yang memiliki karakteristik berbeda dengan induknya, dimana varietas padi ini tahan rebah dan berbunga lebih cepat.Selanjutnya, hasil kawin silang padi tersebut dinamakan padi 3S singkatan dari Sega, Sola, Sena, yang merupakan nama-nama kerabatnya.Beatrix pun telah menghasilkan 40 inang padi yang telah ditanam, yang saat ini telah berumur 1 bulan. Penanaman ke 40 padi ini pun dipisahkan dari padi lain agar sifat dan ciri yang dimilikinya dapat terpantau dan teridentifikasi.“Hasil padi hasil kawin silang lebih cepat keluar anak. Baru 26 hari sudah mulai mengeluarkan 4 anak sementara yang induknya 44 hari baru keluar anak,” ungkapnya bangga. Dia mengaku sempat menangis bahagia, saat melihat padinya tumbuh." "Sukses Silangkan Padi Lokal, Beatrix Rika pun Diganjar Penghargaan Perempuan Pejuang Pangan","Dia pun berharap petani  kedepannya harus lebih memilih benih lokal, selain lebih mudah mendapatkan benihnya, petani pun bisa memilih benih lokal yang dihasilkan dari petani sendiri dan dari daerahnya, sehingga tidak hanya berharap bantuan benih dari pemerintah saja.Bukti Bahwa Petani MampuMenyambut keberhasilan ini, Hery Naif, Kordinator Advokasi, Riset dan Pengelolaan Lingkungan WTM menjelaskan, dengan keberhasilan kawin silang padi, pihaknya ingin menunjukkan bahwa bukan hanya peneliti dan para ahli dari lembaga peneliti atau perusahaan benih saja yang mampu melakukannya. Namun, ternyata petani pun bisa melakukan kawin silang dan pemulihaan benih.“Kami mengajak petani untuk mencintai pangan lokal secara husus mencintai benih lokal, varietas lokal karena ketersedian bibit ada di dalam rumah,” harapnya.Benih dari luar menurutnya, belum tentu bisa beradaptasi dengan kondisi lahan di NTT yang memiliki curah hujan yang rendah, malah yang terjadi menjadi ancaman bagi benih-benih lokal yang menuju kepunahan. Lebih lanjut, ritual adat pun, dengan sendirinya akan hilang karena punahnya varietas lokal yang ada.Carolus Keupung, Direktur WTM menambahkan bahwa upaya ini menunjukkan bahwa petani mampu berdaulat terhadap benih tanaman yang dibudidayakannya.“Bila tidak dilakukan, petani semakin tidak berdaulat dengan benih dan pastinya akan terus dililit dalam jeratan kapital atau korporasi,” ungkapnya.Dari hasil ketekunannya, pada hari pangan sedunia 16 Oktober 2016 lalu, Beatrix dan delapan perempuan lainnya meraih penghargaan perempuan pejuang pangan yang diselenggarakan oleh Oxfam." "Sukses Silangkan Padi Lokal, Beatrix Rika pun Diganjar Penghargaan Perempuan Pejuang Pangan","“Berinvestasi pada perempuan pejuang pangan berkontribusi besar dalam upaya mengakhiri kelaparan di komunitas dan dapat menghindarkan masyarakat dari dampak perubahan iklim secara global,” jelas Dini Widiastuti, Direktur Program Keadilan Ekonomi Oxfam di Indonesia, menjelaskan mengapa peran perempuan penting dalam ketahanan pangan. [SEP]" "Serangga ini Dinobatkan Sebagai Serangga Terpanjang di Dunia","[CLS] Para ilmuwan di China melaporkan bahwa mereka telah menemukan serangga terpanjang di dunia, spesies baru belalang batang dari genus Phryganistria yang panjangnya mencapai lebih dari setengah meter.Seperti dilansir Xinhua, spesimen belalang tersebut ditemukan pada tahun 2014 di   kawasan Guangxi Zhuang, dan kini telah resmi dinyatakan sebagai serangga terpanjang di dunia.Belalang sepanjang 62.4 cm ini mengalahkan rekor sebelumnya, juga spesies serangga batang yang ditemukan pada 2008 di Malaysia bernama latin Phobaeticus chani  sepanjang hampir 56.7 cm.Menurut Insect Museum of West China (IMWC), binatang yang lazim disebut belalang tongkat itu kini memegang rekor serangga paling panjang di antara 807.625 jenis serangga di dunia.Belalang tongkat terpanjang ini ditemukan oleh Zhao li, seorang ilmuwan China yang memburu serangga itu selama enam tahun, setelah mendengar cerita warga desa tentang belalang sebesar jari manusia dengan panjang lebih dari setengah meter.“Saya sedang mengumpulkan serangga-serangga di sebuah pegunungan setinggi 1.200 meter di Kota Liuzhou, Guangxi pada 16 Agustus 2014, ketika bayangan hitam muncul di kejauhan. Ia mirip ranting pohon. Saya lalu mendekatinya dan sangat terkejut, karena kaki serangga raksasa itu bahkan sama panjangnya dengan tubuh binatang itu sendiri,” cerita Zhao.Zhao menamakan belalang batang penemuannya dengan Phryganistria chinensis Zhao (diambil dari namanya sendiri), dan kelihatannya akan muncul lagi rekor-rekor serangga terpanjang di dunia dalam waktu dekat. Setelah mengembalikan spesimennya ke IMWC, Zhao mengatakan bahwa belalang raksasa ini bertelur sebanyak enam buah, yang bahkan ukuran terkecilnya adalah 26 cm. [SEP]" "Polisi Lepaskan Satwa Malang Ini di Pantai Kuta. Kenapa?","[CLS] Pagi tadi suasana Pantai Kuta agak berbeda. Beberapa anggota polisi berseragam biru terlihat sibuk di pinggir pantai. Salah satunya terlihat memerintahkan yang lain untuk menggotong dua penyu berukuran besar.“Ayo taruh penyunya disini,” kata Direktur Direktorat Kepolisian Perairan (Dirpolair) Polda Bali Kombes Pol Sukandar sambil menunjuk pasir di Pantai Kuta, Bali pada Jumat (09/12/2016). Dibantu beberapa orang lainnya, dua penyu hijau (Chelonia midas) dan 3 ekor penyu lainnya berukuran cukup besar ditaruh di bibir pantai.Kemudian dua penyu itu beringsut pelan menuju ke pantai dan berenang bebas di lautan, disaksikan petugas Polairud, perwakilan dari PSDKP (Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan) Kementerian Kelautan dan Perikanan, sukarelawan penggiat konservasi dan turis yang tertarik melihat peristiwa itu.Lima ekor penyu hijau itu akhirnya berenang bebas di lautan setelah sebelumnya hendak diselundupkan dan diketahui oleh petugas Ditpolair Polda Bali di Pantai Lagoon, Desa Serangan, Denpasar, pada Senin (05/12/2016).Penyu itu rencananya akan diselundupkan menggunakan sampan yang mendarat di Desa Serangan. Aparat kepolisian yang menaruh curiga terhadap sampan tersebut kemudian melakukan penggerebekan. Namun sayangnya, saat penggerebekan, sampan yang dicurigai bersama satu unit mobil minibus warna Silver berhasil kabur. Dan tertinggal dua ekor penyu hijau yang kemudian dititiprawatkan ke Turtle Conservation and Education Centre (TCEC) Serangan Bali.Dirpolair Kombes Pol Sukandar, mengatakan, aksi penyelundupan penyu ini bukan pertama kali di Bali. Dalam kurun waktu 2016 ini, Polda Bali telah menggagalkan upaya penyelundupan penyu sebanyak dua kali dengan mengamankan 47 ekor penyu." "Polisi Lepaskan Satwa Malang Ini di Pantai Kuta. Kenapa?","Penyu merupakan satwa dilindungi baik nasional maupun internasional, melalui melalui UU No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya (KSDHAE) dan UU No.31 tahun 2004 tentang Perikanan. “Karena itu kami dari Ditpolair Polda Bali berkomitmen dalam menjaga dan melestarikan penyu melalui penegakan hukum yang optimal,” katanya.Meskipun tentunya hal ini tak mudah dan memerlukan dukungan dari berbagai pihak. Mengingat modus operandi perdagangan penyu di Bali terus berubah-ubah dikarenakan nilai ekonominya yang terbilang tinggi dan akses masuknya penyu ke wilayah Bali cukup banyak.Melalui penggagalan penyelundupan kali ini, Sukandar berharap penyelundupan penyu di Bali berangsur-angsur dapat menurun seiring telah adanya TCEC Serangan selaku lembaga yang telah menyediakan penyu untuk kepentingan upacara adat masyarakat Bali Selatan. Sedangkan bagi para peminat daging penyu tidak lagi diperkenankan mengkonsumsinya karena melanggar aturan hukum dan dapat dipidana maksimal 5 tahun penjara atau denda mencapai Rp100 juta.Sebelum dilepasliarkan, penyu-penyu itu dititiprawatkan sementara di TCEC Serangan untuk diperiksa medik veteriner dan perawatan lebih lanjut sebelum dilepaskan. Penanganan dilakukan secara cepat di bawah supervisi tim Kedokteran Hewan Universitas Udayana dan WWF Indonesia. Pasca tiga hari direhabilitasi, kini penyu tersebut dinyatakan sehat dan siap dilepaskan ke laut.Menurut I Made Sukanta, Direktur TCEC Serangan bahwa penitipan penyu oleh Ditpolair Bali pada kali ini terbilang sangat sedikit dibandingkan beberapa kali penggagalan sebelumnya." "Polisi Lepaskan Satwa Malang Ini di Pantai Kuta. Kenapa?","Sukanta menambahkan pada 6 April 2016 Ditpolair Bali setidaknya telah menitipkan Penyu di TCEC Serangan mencapai 40 ekor, dimana rata-rata penyu tersebut mengalami kondisi dehidrasi berat dan infeksi pada sirip depannya.  Hasil perawatan tim Medik TCEC selama 1 minggu, 34 ekor penyu tersebut telah dinyatakan sehat dan telah dilepaskan, 2 ekor diantaranya mati dan 4 ekor lainnya masih dititipkan hingga saat ini di TCEC sebagai barang bukti persidangan.Pada kesempatan yang sama, Koordinator Konservasi Spesies Laut WWF Indonesia Dwi Suprapti mengatakan, berdasarkan pengamatannya selama periode tahun 2016 setidaknya telah 6 kali upaya penegakan hukum terhadap pemanfaatan penyu secara ilegal ke Bali. Dimana sejumlah 154 ekor penyu telah berhasil diamankan. Hal ini berarti pemanfaatan penyu di Bali masih terbilang tinggi.Oleh karenanya diperlukan komitmen yang kuat dari aparat penegak hukum baik di Bali maupun propinsi lainnya yang menjadi sumber perburuan dan penampungan penyu untuk lebih ketat dalam pengawasannya.Pada kesempatan yang sama, S Kepala BPSPL (Balai Pengelolaan Sumberdaya Perikanan dan Laut) Denpasar, Suko Wardono mendukung langkah Ditpolair Bali dalam upaya penegakan hukum terhadap perdagangan penyu yang masih cukup marak terjadi di wilayah Bali.“Sebagai unit pelaksana teknis, BPSPL Denpasar berkomitmen melaksanakan UU Perikanan, UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dan UU Kelautan dalam konservasi jenis ikan termasuk penyu. Konservasi penyu sangat strategi bagi pemerintah indonesia khusunya Bali sebab  penyu merupakan migratori spesies yang melintasi banyak negara. Sehingga pengelolaan penyu di Indonesia juga menjadi perhatian dunia,” kata Suko." "Polisi Lepaskan Satwa Malang Ini di Pantai Kuta. Kenapa?","Untuk itu, lanjutnya, komitmen dan dukungan pemerintah daerah, aparat penegak hukum, kelompok masyarakat pelestari penyu dan masyarakat dalam menjaga fungsi penting penyu sangat penting. “Kami berharap dukungan dan peran serta seluruh pihak bersama-sama KKP dalam mengelola sumberdaya perikanan dan kelautan termasuk penyu, agar tetap lestari,” tambah Suko. [SEP]" "Sadis! 40 Anak Harimau Mati Ditemukan di Mesin Pendingin","[CLS] Empat puluh anak harimau mati ditemukan di sebuah mesin pendingin di kuil Buddha, sebelah barat Bangkok, Thailand, Rabu (1 Juni 2016), sehari berselang setelah 33 harimau yang masih hidup disita dari kuil tersebut oleh aparat setempat. Belum jelas, motif  pengawetan anak-anak harimau tersebut, namun aparat menduga kuil itu terlibat perdagangan satwa liar.Penemuan puluhan anak harimau tersebut bagian dari operasi dan investigasi yang tengah dilakukan aparat Thailand beberapa hari terakhir. Oranisasi pencinta satwa liar dan pemerintah telah bertahun coba hentikan praktik-praktik yang melanggar hukum di kuil itu.Adisorn Nuchdamrong, Wakil Direktur Jenderal Departement Perlindungan Satwa Thailand, sebagaimana dilansir dari Mic.com mengatakan, anak-anak harimau tersebut disimpan di mesin pendingin yang sama yang dipakai untuk menyimpan makanan untuk harimau hidup. “Kuil itu tak pernah melaporkan adanya kematian anak-anak harimau. Ini ilegal.”“Pasti puluhan anak harimau itu dinilai berharga bagi kuil tersebut, tapi saya tak tahu untuk apa” tambahnya.Di mesin pendingin tersebut juga ditemukan satwa terancam punah, yakni binturong (Arctictis binturong), atau sejenis musang bertubuh besar.Wat Pa Luangta Bua Yanasampanno, atau sering disebut sebagai Kuil Harimau, adalah salah satu tempat wisata populer di Thailand, dengan tiket masuk senilai Rp200.000. Di sini, wisatawan bisa mendekat dan berfoto dengan harimau yang ternyata sudah dibius agar jinak. Menurut pihak berwajib Thailand, kuil tersebut mampu mengumpulkan uang senilai sekitar $6 juta per tahun dari penjualan tiket saja." "Sadis! 40 Anak Harimau Mati Ditemukan di Mesin Pendingin","Namun, kuil ini juga menjadi buah bibir karena berbagai skandal yang terjadi bertahun. Kuil ini sering melabeli diri mereka sendiri sebagi tempat perlindungan hewan, namun para aktivis satwa menegaskan, kuil tersebut tak lebih sebagai pasar gelap perdagangan satwa. Bahkan, seorang mantan pegawai di kuil tersebut mengatakan, harimau kerap dipukul dan disakiti, dikurung dalam kandang sempit dengan makanan tidak memadai.Kuil Harimau ini juga dituduh menernakkan harimau, mempercepat pembiakan, membunuh, dan menjual bagian-bagian tubuhnya ke pasar gelap. Senin lalu, halaman Facebook Kuil Harimau tersebut me-repost pesan 4 Maret terkait kontroversi ini:“Banyak rumor dan tuduhan yang disebar di internet tentang Kuil Harimau. Selama bertahun, kami tak meresponnya, sebagai salah satu jalan Buddha untuk tetap diam dan melayani perdebatan. Kini, saat begitu banyak orang yang fokus tentang hal ini, saatnya kami merespon. Banyak posting yang menyatakan tentang anak-anak harimau yang hilang, dan menuduh Kuil Harimau menjualnya ke pasar gelap. Ini tidak benar.”The United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), badan PBB yang menangani narkoba dan kejahatan menyatakan bahwa kejahatan terkait perdadagangan satwa liar kerap berhubungan erat dengan kejahatan-kejahatan lain yang sangat serius, dan kejam.“Dalam beberapa kasus, uang hasil perdagangan satwa dipakai untuk membiayai terorisme dan menciptakan ketidakstabilan. Kejahatan-kejahatan ini berkaitan dengan pencucian uang, korupsi, pembunuhan, dan kekerasan yang brutal,” sebagaimana penjelasan UNODC dalam situsnya. [SEP]" "Cerita Festival Laut 2016: dari Memanfaatkan Barang Bekas sampai Penyelamatan Hiu","[CLS] Pesan dari Seasoldier, dalam menjaga lingkungan, termasuk laut. Foto: Della SyahniSabtu pagi (8/10/16) di Taman Krida Loka, Senayan, Jakarta, tampak puluhan stand berdiri meramaikan Festival Laut yang diselenggarakan Greenpeace Indonesia. Ada stand bikin produk dari barang bekas, perikanan berkelanjutan sampai FroBali yang menyerukan penyelamatan Teluk Benoa Bali, dari reklamasi.Ada Bocil Incorporation. Mereka membuka stand pelatihan bikin scrapbook dari barang bekas untuk anak-anak. Komunitas ini diinisiasi remaja putri bernama Lytha.Mulanya Lytha iseng membuat scrapbook dari barang bekas di rumah, untuk hadiah ulangtahun teman-teman dekat. Banyak teman dia tertarik dan mulai memesan. Lythapun merekrut beberapa teman untuk membantu dan mulai memasarkan dengan merek Bocil Incorporation.Kini Bocil menerima pesanan berupa undangan pernikahan, ulangtahun, scrapbook, album, marchandise, souvenir, dan lain-lain. Bahan-bahan biasa dari sampah percetakan maupun teman-teman yang memiliki barang bekas bisa diolah.***Masih ingat sebuah kampanye diinisiasi Nadine Chandrawinata terkenal dengan #seasoldier? Ikutan juga di Fesvital Laut ini. Ia kampanye menjaga dan meminimalisir kerusakan lingkungan dimulai dari diri sendiri.Kampanye ini terkenal dengan gelang #seasoldier sebagai simbol pengingat tanggungjawab setiap soldier untuk menjaga lingkungan.Menurut Winda, relawan, menjadi seasoldier dengan cara sederhana seperti bijak menggunakan tisu, tak memetik edelweis saat mendaki gunung, dan stop nonton pertunjukan lumba-lumba. Bisa, stop beli barang-barang dari gading gajah, selalu gunakan reusable bag saat belanja, sampai tak menerbangkan balon ke udara saat perayaan apapun.“Kita tak pernah tau sampah balon jatuh di mana,” katanya." "Cerita Festival Laut 2016: dari Memanfaatkan Barang Bekas sampai Penyelamatan Hiu","Ada juga Srikandi Divers, komunitas pertama penyelam perempuan untuk berbagi ilmu dan pengalaman. Stand mereka di Festival Laut bersama Walhi Jakarta, ForBALi dengan pesan utama tolak reklamasi.Stand lain lagi, Save Mugo. Komunitas ini berdiri karena miris melihat alih hutan lindung (hutan mangrove) menjadi lahan produksi berupa tambak secara berlebihan di Muara Gembong, sekitar dua jam dari Kota Bekasi.Menurut salah satu relawan Save Mugo, Akhyarul Umam, alih fungsi hutan ini menyebabkan greenbelt jebol di beberapa titik daerah pesisir Muara Gembong (Mugo).Dampaknya, populasi lutung Jawa, terancam punah karena tempat hidup makin sempit dan perburuan juga tinggi.“Banyak orang percaya,  lutung, apalagi yang masih muda, bisa jadi obat kuat. Jadi mahal di pasaran,” katanya.Perubahan fungsi juga menyebabkan abrasi hingga beberapa desa, seperti Kampung Bungin dan Kampung Buting Jaruju, tenggelam. Komunitas ini, juga fokus sanitasi dan air bersih, dan kemiskinan.Umam berharap, melalui kampanye ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat peduli pada Muara Gembong.Greenpeace merangkul berbagai komunitas lingkungan hidup mulai Save Shark Indonesia, #SeaSoldier, Marine Science and Technology Diving School,Bocil Incorporation, dan Fish n Blues. Juga, Galeri Foto, Backpacker Jakarta, Jakarta Osiji Club, Save Mugo Movements, Seambodive, Terangi, ForBALI, Yayasan Mangrove, Yayasan Air Indonesia, Walhi Jakarta, Srikandi Divers, Greeners.co, dan lain-lain.Festival ini terasa lengkap dengan kehadiran Fish n Blues, usaha pengolahan laut sehat dan bertanggungjawab. Saat festival, stand ini menjual bakso tenggiri, nasi bakar tuna, dan pastel kerang. Setiap makanan laut dijamin dari penangkapan berkelanjutan.Pastel kerang Rp25.000 per kotak, misal, dari Pantai Genjeran Surabaya, diolah oleh ibu-ibu nelayan. Kerang ditangkap dengan tangan dan tuna dengan pole lines." "Cerita Festival Laut 2016: dari Memanfaatkan Barang Bekas sampai Penyelamatan Hiu","Makin siang, festival makin heboh dengan hiburan band musik Eclat. Pengunjung makin ramai dan sebagian membawa anak-anak mereka untuk berakhir pekan.Rangkaian kegiatan juga ada talkshow menghadirkan Suzy Hutomo dari Greenpeace, Riyanni Djangkaru (Save Shark Indonesia) dan Whulandary Herman, Putri Indonesia 2013.Diskusi ringan dipandu artis Ramon Y Tungka ini juga menghadirkan Agus Darmawan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.Dalam talkshow Suzy menyoroti ‘prestasi’ Indonesia sebagai negara terbesar kedua pengirim sampah ke laut. Menurut dia, hal karena banyak pengelolaan sampah tak baik, berakhir ke laut.Mengatasi ini, Suzy mengingatkan metode 3R, bisa mulai dari diri sendiri di rumah. Reduce, menolak menggunakan kemasan plastik, stereoform dan botol minuman kemasan. Reuse, membeli barang bisa digunakan kembali, dan recycle, mulai memisahkan sampah rumah tangga antara organik dan non organik.“Saya pribadi mencoba menuju zero waste,” ucap Suzy.Ryanni, mewakili Save Shark menyoroti Indonesia sebagai negara ke lima penghasil sirip hiu terbanyak. Masyarakat, katanya, perlu mengubah pandangan, tak hanya tentang larangan mengkonsumsi hiu, lebih jauh dampak konsumsi itu. “Hiu adalah predator penjaga keseimbangan ekosistem laut.”Menjawab ini, Agus Darmawan mengatakan, Indonesia memiliki 200 spesies hiu dan pari. Semua jenis ini, sesuai konvensi perdagangan internasional untuk spesies-spesies tumbuhan dan satwa liar, CITES, salah satu jenis di Indonesia yakni hiu gergaji termasuk dalam appendix 1.Ada dua jenis appendix 2, boleh diperdagangkan dengan kontrol ketat (kuota) yakni hiu koboi dan hiu martil.Dalam konvensi tahun ini, tiga jenis hiu masuk ke appendix 2, yakni silky shark, hiu tikus dan hiu monyet." "Cerita Festival Laut 2016: dari Memanfaatkan Barang Bekas sampai Penyelamatan Hiu","Juru kampanye Greenpeace Arifsyah Nasution mengusulkan pemerintah melarang konsumsi dan perdagangan semua hiu. Sebab, katanya, banyak hasil penelitian ilmiah menyatakan sekitar 60% hiu di Indonesia rawan terancam punah.Pada festival ini juga deklarasi visi dan prinsip-prinsip dalam mendukung kampanye global Break Free From Plastic. Deklarasi dibacakan dan ditandatangani perwakilan semua komunitas yang ikut Festival Laut 2016. [SEP]" "Menyedihkan, Ribuan Burung Dijual di Pasar Bebas Kalimantan Barat","[CLS] Yayasan Planet Indonesia Kalimantan Barat mendeteksi sebanyak 4.892 individu burung diperdagangkan di pasar bebas Kalimantan Barat (Kalbar). Data tersebut diperoleh dari hasil survei di 75 toko burung yang tersebar di delapan kota di Kalbar, yakni Pontianak, Singkawang, Sambas, Bengkayang, Ketapang, Sanggau, Sintang, dan Putussibau.Terungkap pula sekitar 60 jenis dari ribuan jumlah burung yang diperdagangkan tersebut selama kurun waktu Agustus hingga Desember 2015. Burung kacer atau kucica kampung menempati peringkat terbanyak, disusul murai batu, dan kenari.Direktur Eksekutif Yayasan Planet Indonesia, Adam Miller mengatakan, maraknya perdagangan burung ini tidak terlepas dari budaya masyarakat. “Ada kalimat populer yang berlaku bagi masyarakat Jawa. Bunyinya, seorang lelaki akan sungguh-sungguh menjadi lelaki jika ia memiliki sebuah rumah, istri, kuda, keris, dan burung peliharaan,” katanya di Pontianak, Jumat (12/2/2016).Dia juga menjelaskan sistem distribusi burung di Indonesia. Melalui hasil pengamatan yang ia lakukan, Jawa adalah pulau terbesar bagi pemasaran burung. Sedangkan pulau-pulau lain berfungsi sebagai penyuplai.“Hasil survei ini cukup mengejutkan. Ternyata pasar burung juga berkembang di daerah penyuplai. Kita tidak pernah membayangkan sebelumnya akan menemukan lebih dari empat ribu burung dijual di pasar lokal,” jelas Adam.Selain mendata jumlah dan spesies burung yang diperjualbelikan, Planet Indonesia coba menganalisa pola pemasokan dan suplai burung. Untuk pasar lokal, angka tersebut hanyalah persentase kecil yang diperjualbelikan. Diperkirakan lebih banyak lagi yang dijual ke Pulau Jawa.Untuk pasokan burung, sebut Adam, selain dari hutan Kalimantan, burung-burung juga diperoleh dari pulau lainnya seperti Papua. Bahkan, tidak sedikit burung dipasok dari luar negeri, khususnya Malaysia." "Menyedihkan, Ribuan Burung Dijual di Pasar Bebas Kalimantan Barat","Di salah satu pintu perlintasan batas Indonesia-Malaysia, Planet Indonesia juga pernah menemukan aktivitas penyelundupan yang mamasok sekitar 6.000 individu burung setiap bulannya ke Indonesia.“Keseluruhan adalah jenis songbird. Bayangkan, jika terdapat sepuluh penyelundup, berapa jumlah burung ilegal yang masuk ke sini? Alasan penyelundup, burung di hutan Kalimantan sudah habis. Terpaksa ambil dari luar negeri,” terangnya.Adam membandingkan kondisi ini dengan pengalamannya ketika melakukan survei burung di kawasan Gunung Palung. Di taman nasional itu, ternyata lebih mudah bertemu dengan orangutan dibandingkan melihat cucak rawa (Pycnonotus zeylanicus).“Jika kondisi ini dikaji dalam skala nasional, perdagangan burung ternyata sudah masuk kategori marak. Bahkan, hampir tidak terkendali. Ini perlu perhatian para pihak terkait,” jelas Adam.Dalam konferensi di Singapura September 2015, sejumlah lembaga yang memonitor perdagangan satwa menyatakan bahwa tingkat perdagangan satwa di Asia, khususnya burung, mencapai titik tertinggi. Indonesia menjadi negara di Asia Tenggara dengan tingkat perdagangan dan penyelundupan tertinggi.“Ini sudah menjadi masalah nasional. Penangkapan dan penyelundupan burung akhir-akhir ini di Jawa Timur telah digalakkan. Pada November 2015, pemerintah berhasil menangkap penyelundup yang membawa lebih dari 2.500 burung di Surabaya. Harus ada tindakan sesegera mungkin, atau akan banyak spesies burung yang punah,” tegas Adam.Penegakan hukumManaging Director Planet Indonesia Kalimantan Barat, Novia Sagita menambahkan, maraknya perdagangan burung, bukan hanya disebabkan oleh budaya, namun juga masalah hukum. “Meskipun Indonesia memiliki hukum konservasi yang memadai, penegakan hukum di daerah-daerah habitat burung hampir tidak ada,” jelasnya." "Menyedihkan, Ribuan Burung Dijual di Pasar Bebas Kalimantan Barat","Dalam monitoring, kata Novia, ditemukan bahwa para penangkap dan penjual burung tidak merasa takut. Mereka tanpa segan menginformasikan lokasi, proses penangkapan, dan penjualannya.Sebagai contoh adalah Pak Lek Sumo. Pedagang burung di Kota Singkawang ini tidak segan menjelaskan asal-usul 50 individu burung yang dijualnya. “Kebanyakan berasal dari Sanggau Ledo dan Bengkayang. Sebagian saya beli, sebagian hanya burung titipan. Kita yang menjualkan,” katanya ketika ditemui Planet Indonesia, Kamis (30/7/2015).Pria 58 tahun ini mengaku menampung burung dari anaknya yang juga membuka toko burung di Kabupaten Bengkayang. Jenis burung yang ia jual mayoritas adalah jenis kacer dan murai.Burung-burung tersebut cukup digemari para hobiis. Apalagi jika kicauannya dipertandingkan. “Saya hanya menjual burung yang kicauannya dipertandingkan. Burung yang dilarang seperti elang, tidak pernah masuk ke toko saya,” ucap Pak Lek Sumo.Ia juga menuturkan bahwa alasannya membuka toko burung adalah atas dasar hobi, tidak semata-mata karena bisnis. Makanya, berbagai piagam perhagaan ia terima dari hasil kompetisi kicau burung.Toko miliknya adalah satu di antara belasan toko burung di Kota Singkawang. Beberapa toko bahkan menjual burung dalam jumlah ratusan. Ini dapat dijumpai di sepanjang Jalan Jendral Sudirman dan Jalan Pajintan. Tidak hanya di kota seribu kelenteng, perdagangan burung juga marak dan mudah ditemui di kota-kota lain di Kalimantan Barat. [SEP]" "Karya-karya Ini Cara Seniman Suarakan Isu Lingkungan","[CLS] Sebuah karya video instalasi menampilkan narasi dampak perubahan iklim dan pemanasan global. Angki Muttaqien menggambarkan dengan tampilan planet biru meleleh perlahan. Lelehan tak henti menetes ke bawah. “Ber”kaca”lah.” Begitu judul video itu.Sudut lain, dalam karya Untiteld, terlihat sejumlah tabung gas melon ditumpuk satu sama lain. Firdaus Faishol membuat tabung-tabung gas dari tanah liat tampak jebol. Uniknya bukan mengeluarkan gas, tetapi arang kayu.Ine Rachmawati, lewat media photo on silkscreen menampilkan gambar buah lokal seperti salak, sirsak, belimbing, kedondong, manggis, rambutan, dan sirkaya. Dia memberi judul Local Fruits. Beragam karya ini dipamerkan Selasa-Rabu(5-13/4/16) di Bentara Budaya, Yogyakarta.Agenda kesenian bertajuk Tropis ini menyuguhkan sejumlah karya seniman muda, meliputi seni lukis, tari, instalasi, kriya, musik, hingga mixed media, dan workshop pembuatan diorama dan cukil lino.Suwarno Wisetrotomo, Kepala Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni Institut Seni Indonesia, berpendapat, kesenian mengusung karya bertema lingkungan ini patut menjadi bahan renungan.“Di tengah-tengah selera rendah, hiruk pikuk politik, kehadiran peristiwa ini menjadi penting. Mengartikulasikan pesan mencerahkan, ini lebih penting dari produk seni itu sendiri. Pekerjaan menginspirasi adalah pekerjaan tak mudah,” katanya.Ketua Panitia, Briasanda Aspagura mengatakan, nama Tropis mewakili kekayaan variasi karya, sekaligus merespon isu lingkungan saat ini.Djoko Pekik, seniman senior Indonesia berharap, seniman-seniman muda peka masalah-masalah sosial. “Semoga mereka tanggap sosial, tanggap lingkungan, dan mudah-mudahan ikut bertanggung jawab memelihara lingkungan,” katanya kepada Mongabay.Pesan lingkungan" "Karya-karya Ini Cara Seniman Suarakan Isu Lingkungan","Firdaus Faishol lewat Untiteld hendak menyuarakan dilema penggunaan bahan bakar fosil dan arang kayu. “Tabung gas melon mewakili simbol modernitas, arang kayu kebudayaan Jawa yang tumpah ruah keluar. Saya membayangkan kehidupan di Jogja juga begitu.”Ine Rachmawati dalam Local Fruits mencoba merespon persaingan buah impor dan lokal. Dia miris di pasar lebih mudah menemukan buah impor dibanding lokal.“Daya saing mereka boleh jadi lebih tinggi. Dikemas menarik menggunakan styrofoam, lebih awet. Masyarakat lebih banyak memilih buah impor dibanding lokal.” Di balik itu, ada ancaman terhadap lingkungan dan kesehatan. Styrofoam, katanya, bahan tak cepat terurai alam, dan buah impor banyak menggunakan bahan pengawet. “Saya ingin menunjukkan, kita memiliki buah-buahan alam dan ciri khas bangsa ini.”Ningroom Adiani dalam Tirai Penerang dalam Kegelapan Duniawi menampilkan karya kriya memakai bonggol jagung. Selama ini, bonggol jagung dianggap limbah. Di tangan Ningroom, bonggol jagung rapuh menjadi karya sarat makna.Karya lain berjudul In Oil We Trust, kreasi Pandu Mahendra. Sang seniman memanfaatkan jirigen minyak diberi kaki dan enam tangan. Tangan-tangan itu menggengam pistol, salib, tali, tasbih, dan kapak. Ada satu tangan dibiarkan kosong. Kedua kaki memakai sepatu boot. Keseluruhan karya dominan hitam dengan aksen kuning keemasan. Ada satu mata besar.Pandu lewat karya ini seperti hendak bercerita minyak adalah “Tuhan” baru, yang menjadi pusat pusaran konflik, politik, keyakinan, dan kepentingan. Minyak harus disikapi bijak.Ada juga tarian berjudul Selembar Daun Jatuh. Kiki Rahmatika, sang penari, mengatakan, gagasan ini berawal kesukaan mengamati daun-daun jatuh. Baginya, daun seperti manusia, akhirnya luruh, jatuh dalam pelukan alam. Dia seakan ingin menegaskan, manusia bagaimanapun tak terpisahkan dari alam. [SEP]" "Hutan Kehje Sewen yang Menentramkan Kehidupan Orangutan","[CLS] Yayasan Penyelamatan Orangutan Borneo (Yayasan BOS) berhasil memenuhi targetnya, melepasliarkan sebanyak 251 orangutan di hutan Kalimantan. Jumlah total ini dicapai setelah dikembalikannya enam individu orangutan ke habitat alaminya, Hutan Kehje Sewen, Kutai Timur, Kalimantan Timur (Kaltim), Selasa (13/12/2016).Staf Komunikasi Yayasan BOS, Nico Hermanu, mengatakan sejak 2012, Yayasan BOS telah melepasliarkan orangutan ke hutan-hutan alami di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. “Dengan enam individu ini, orangutan yang dilepasliarkan di Hutan Kehje berjumlah 55 individu. Untuk pelepasan keseluruhan di Kalimantan, jumlahnya 251 individu.”Keenam orangutan tersebut terdiri dua jantan dan empat betina. Dua di antaranya pasangan ibu-anak. Mereka diberangkatkan dari Samboja Lestari, Kutai Kartanegara, via jalan darat menuju Muara Wahau, ibu kota kecamatan di Kabupaten Kutai Timur.“Nantinya, rombongan berhenti setiap dua jam untuk memeriksa kondisi orangutan. Dari Muara Wahau, perjalanan dilanjutkan sekitar lima jam ke titik yang berjarak 200 meter dari Sungai Telen. Ini batas akhir kendaraan.”Selanjutnya, kandang transport orangutan diangkat ke tepi sungai dan diseberangkan dengan perahu ces. “Kandang transport selanjutnya dipindahkan ke atas kendaraan yang telah menanti, menuju titik pelepasliaran,” ujar Nico.KelahiranDirektur Konservasi RHOI, Aldrianto Priadjati, menuturkan proses pelepasliaran orangutan di Hutan Kehje Sewen memerlukan proses panjang. Dari memastikan kesehatan hingga terus memantau kehidupan orangutan tersebut. “Kini, sudah 55 orangutan yang mendiami Hutan Kehje Sewen.”" "Hutan Kehje Sewen yang Menentramkan Kehidupan Orangutan","Menurut Aldrianto, sebagian besar orangutan telah melalui kehidupan setahun pertamanya dengan baik. Hal yang menggembirakan adalah sudah ada dua kelahiran alami yang mengartikan kegiatan konservasi berjalan sesuai harapan. “Di masa mendatang, semoga akan lahir generasi baru yang menambah populasi orangutan liar di Kehje Sewen ini.”Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur, Sunandar Trigunajasa, mengatakan upaya pelestarian orangutan memang harus terus dilakukan. “Pelestarian orangutan dan habitatnya merupakan tanggung jawab semua pihak di seluruh lapisan. Tidak hanya pemerintah, tapi juga masyarakat, swasta, maupun lembaga atau organisasi masyarakat.”CEO Yayasan BOS, Jamartin Sihite, menjelaskan saat ini status konservasi orangutan kalimantan sangat membahayakan. Hal ini yang mendorong Yayasan BOS untuk bekerja sama dengan BKSDA Kalimantan Timur dan semua pihak untuk menggiatkan pelepasliaran orangutan dari pusat rehabilitasi.“Kami terus berupaya melanjutkan pelepasliaran. Masih ada lagi 200 orangutan di Pusat Rehabilitasi Samboja Lestari, dan hampir 500 individu di Nyaru Menteng, Kalimantan Tengah.”Dukungan dan komitmen pemerintah pusat maupun daerah, masyarakat dan semua lembaga baik bisnis maupun nirlaba, tetap dibutuhkan. “Tidak hanya memperjuangkan habitat yang layak, tapi juga penegakan hukum atas perburuan dan perusak hutan,” jelasnya.Awal Juli 2016, IUCN (International Union for Conservation of Nature) menetapkan status orangutan kalimantan ((Pongo pygmaeus) naik ke level Kritis (Critically Endangered/CR) yang sebelumnya Genting (Endangered/EN). Berkurangnya habitat alami orangutan, terutama akibat alih fungsi hutan turut memacu keterancaman hidup satwa yang 97 persen genetiknya ini hampir sama dengan manusia. [SEP]" "Ada UU Perkebunan, Sebenarnya Mau Atur Apalagi RUU Perkelapasawitan?","[CLS] Rancangan Undang-undang Perkelapasawitan terus menjadi perbincangan. Firman Soebagyo, Ketua Panja RUU meyakinkan UU tak akan diskriminasi dan mengutamakan kepentingan semua pihak. Meskipun begitu, urgensi UU ini dipertanyakan, belum lagi potensi tumpang tindih aturan karena sudah ada UU Perkebunan. Rancangan UU ini juga dinilai tak jelas mau menjawab persoalan apa.”Saya inisiatornya, UU ini bisa menjadi payung hukum untuk melindungi kepentingan, dari kecil hingga besar,” kata Firman dalam Seminar Nasional Mengkaji RUU Perkelapasawitan, baru-baru ini di Jakarta.Dia memastikan, UU ini tak akan mematikan perkebunan rakyat. UU ini penting, katanya, karena sawit dianggap memiliki kontribusi besar dalam penerimaan negara, dibandingkan minerba dan migas.”Jika sawit mau dimatikan seperti sekarang ini, darimana alternatif pengganti penerimaan negara? Idealismenya UU ini untuk mengedepankan nasional,” katanya coba mencari alasan. Firman meminta, kehadiran negara mendukung pelaku industri sawit.UU ini, katanya, akan mengatur terkait pengolahan sawit dari hulu hingga hilir, termasuk sisi tenaga kerja. Dengan begitu, bisa mengakomodasi dari berbagai pelaku usaha skala kecil, menengah dan besar.”Kita akan sinergikan, pengusaha besar kita kembangkan dan pengusaha kecil dan menengah juga kita besarkan,” katanya.UU ini diharapkan mampu membantu industri sawit nasional dalam bersaing dagang dengan Malaysia. ”Mereka sudah rapi bikin UU, lembaga, badan khusus, kita tertinggal.”Gayung bersambut. M. Fadhil Hasan, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mengatakan, jika sawit tak ada payung hukum kuat, maka persoalan, seperti intervensi dan lain-lain sulit teratasi.Pendapat beda datang dari Diah Suradiredja, Chief Board of Representative Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) menyatakan, UU ini tak menjawab persoalan sawit sesungguhnya." "Ada UU Perkebunan, Sebenarnya Mau Atur Apalagi RUU Perkelapasawitan?","Dia menyebutkan, setidaknya ada tiga poin persoalan perkebunan sawit, yang tak terakomodir dalam beleid ini ataupun tumpang tindih dengan UU Perkebunan.Pertama, penyelesaian kebun sawit di kawasan hutan. ”Ini permasalahan serius di lapangan.” Mekanisme penyelesaian ini masih belum teratasi meski sudah ada program perhutanan sosial. Program ini memiliki celah dalam hal kepemilikan dengan menjadi kebun petani rakyat ataukah petani berdasi.Kedua, terkait data petani dan lahan sawit. RUU ini dianggap tak mampu menyelesaikan status perkebunan di kawasan hutan. Faktanya, banyak modus lahan petani sudah menjadi kejahatan terorganisir.Dia mencontohkan, modus lahan petani oleh korporasi melalui kebakaran/pembakaran lahan, penyerobotan, ataupun masyarakat ‘pilihan,’ yang masuk wilayah masyarakat adat belum tersentuh pemerintah,  namun sudah menanam sawit.   Tumpang tindih dan potong hukuman”RUU ini memiliki 41 pasal tumpang tindih dengan peraturan lain. Soalnya,  ada UU Perkebunan sudah mengatur masalah hulu dan hilir. UU ini mau menjawab persoalan yang mana?” ucap Diah.Henri Subagyo, Direktur Eksekutif Indonesian Center for Environmental Law menganalisa berdasarkan struktur RUU Perkelapasawitan.  ”Dari 13 bab dari 17 merupakan substansi utama sudah diatur dalam UU 39/2014, UU 7/2014 dan UU 32/2009,” katanya.Dalam UU Perkebunan, Bab III-V sudah mengatur pelaku usaha perkelapasawitan, jenis dan izin usaha perkelapasawitan, kemitraan usaha perkelapasawitan. Juga, tanggung jawab sosial dan lingkungan, penguasaan dan pengusahaan lahan, pengembangan ekspor, perlindungan dan pengamanan perdagangan dan fasilitas penanaman modal.Tak hanya itu, kegiatan hulu, budidaya, dan pengolahan hasil yang dijabarkan dalam beleid itu sudah masuk dalam peraturan Menteri Pertanian dan peraturan pemerintah." "Ada UU Perkebunan, Sebenarnya Mau Atur Apalagi RUU Perkelapasawitan?","Begitu juga sanksi pidana, ada upaya potong hukuman atau ‘diskon sanksi’ dari UU Perkebunan bagi pelanggaran penggunaan sarana yang mengganggu kesehatan, keselamatan manusia dan menimbulkan gangguan dan kerusakan lingkungan sangat ringan.”Pidana kurungan maksimal satu tahun empat bulan, denda maksimal Rp145 juta. Kalau merujuk UU Perkebunan ancaman maksimal lima tahun dan denda maksimal Rp5 miliar.”Sama dengan sanksi bagi pelanggaran kegiatan panen dan pasca panen berakibat kerusakan lingkungan, kesehatan dan keselamatan manusia pun berkurang. Ancaman penjara dari lima tahun menjadi maksimal satu tahun dan denda maksimal dari Rp5 miliar menjadi maksimal Rp100 juta.Adapun dalam RUU ini ada usulan baru terkait kelembagaan perkelapasawitan di bawah Presiden untuk perumusan kebijakan, NSPK (norma, standar, prosedur, kriteria), standardisasi dan pemberian fasilitas.”Kalau dilihat normanya, semua jadi tugas dan fungsi badan pengatur dimandatkan kepada pemerintah pusat dan daerah. Ini tak urgen karena tak spesifik dan potensial terjadi ovelap dengan pemerintah pusat.”    Soal ISPO Hal lain yang belum terjawab dalam RUU ini soal keterimaan pasar terhadap produk sawit dalam negeri. ”Jika sawit kita mendapatkan devisa cukup tinggi tapi keteriamaan pasar minim karena digempur dengan banyak isu sama saja,” kata Diah.Indonesia harus menunjukkan kepada dunia bahwa produksi sawit berkelanjutan. Salah satu, melalui Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO).Diah, juga Wakil Ketua Tim Kerja Penguatan ISPO menyebutkan, ISPO lambat karena masalah legalitas lahan petani sulit. ”HGU di kawasan hutan banyak, penguatan ISPO sedang mengedepankan keberlanjutan. Ini tantangan dunia.”" "Ada UU Perkebunan, Sebenarnya Mau Atur Apalagi RUU Perkelapasawitan?","Dia memperkirakan     Peraturan Presiden (Perpres) terkait ISPO terbit Januari 2017. ISPO, katanya, akan lebih baik dari sebelumnya dengan penguatan meliputi aspek kelembagaan, sistem sertifikasi, kementerian atau lembaga yang bertanggung jawab dan adaptasi regulasi-regulasi baru.ISPO antara lain membahas, antara lain, pertama, pendampingan petani kecil untuk memperoleh sertifikasi termasuk penyiapan kebutuhan dokumen sebagai syarat ISPO. Selama ini,  petani mandiri tak mendapatkan pendampingan pemerintah langsung. Langkah ini, katanya, sekaligus buat keterlacakan sawit hilir hingga ke hulu.Kedua, kelembagaan dalam sistem sertifikasi ISPO. Sebelumnya, Komisi ISPO berada di Kementerian Pertanian, nanti didukung lintas kementerian dan lembaga.Ketiga, ISPO penguatan akan mengakomodir pembentukan strategi promosi dan komunikasi di tingkat internasional, terutama negara-negara pembeli. ”Jadi diplomasi internasional harus dibangun seperti Sertifikasi Verifikasi Legalitas Kayu,” katanya.Ketiga, penguatan ISPO menyertakan pemantau independen dalam industri sawit. ”Nanti bisa menjadi lembaga maupun individu. Akses informasi penting, nanti akan ada monitoring dan pelaporan detail dan benar.”   Usulan Badan Sawit NasionalPada kesempatan lain, Dewan Minyak Sawit Indonesia mengusulkan pembentukan Badan Sawit Nasional. DMSI berpendapat, sawit komoditi yang patut diperjuangkan. ”UU ini akan mampu mengakselerasi pembangunan sawit. Kami akan melindungi masyarakat dan investasi,” kata Iskandar Andi Nuhung, Direktur Eksekutif DMSI.Kepastian hukum industri sawit, katanya,  perlu ditingkatkan. Badan Sawit Nasional akan mengakomodir dan berkoordinasi tentang usaha sawit dari hulu hingga ke hilir.Derom Bangun, Ketua Umum DMSI, menyadari pembentukan lembaga ini cukup dipertentangkan. Padahal kebijakan ini mempermudah industri dalam menjalankan usaha sekaligus meningkatkan produktivitas sawit." "Ada UU Perkebunan, Sebenarnya Mau Atur Apalagi RUU Perkelapasawitan?","Badan ini berperan mengelola informasi satu data dalam satu pintu. Masyarakat mudah memperoleh informasi dengan data tepat dan akurat. Dia contohkan, luasan lahan sawit milik perusahaan dan petani, produktivitas dan lain-lain. ”Informasi sawit dapat tercatat valid dan terpercaya.”Skemanya, badan ini langsung dibentuk Presiden. Sedang BPDP Sawit yang ada, dipertimbangkan melebur kesini. Lembaga ini, akan membuat perencanaan hingga roadmap lima tahunan, mulai budidaya, pengolahan hasil hingga perdagangan, kebutuhan dunia serta energi baru dan terbarukan dan lain-lain.Termasuk kala perlu perluasan kebun, katanya, perlu menganalisa kaitan  perubahan iklim dengan degradasi hutan. Yang jadi pikiran Derom bukan soal bahasan bagaimana kerentanan hutan kala terbabat berkaitan perubahan iklim, tetapi bagaimana Indonesia yang masih berhutan, boleh menebang hutan.”Kita memiliki hutan cukup tinggi, dibandingkan negara lain lalu bagaimana berdiplomasi. Ini tugas pemerintah, DPR, Kementerian Luar Negeri, KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan-red). Bagaimana bernegosiasi dengan pihak luar agar kita bisa diperkenankan dunia mengurangi hutan kita secara wajar. Ini menjadi tugas bangsa agar tak dianggap hal buruk,” katanya.Dia bilang, dari roadmap diharapkan mampu menjadi landasan pemerintah membuat kebijakan, seperti perlu tidak ada moratorium lahan gambut disesuaikan kebutuhan minyak sawit dalam dan luar negeri.               [SEP]" "Hutan Tempat Hidup jadi Kebun, Kawanan Gajah Masuk Dusun","[CLS] Kebakaran hutan dan lahan gambut di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, ternyata berpengaruh terhadap kehidupan gajah sumatera. Selama dua tahun ini, mereka sering masuk dusun dan merusak perkebunan warga. Misalnya, yang terjadi selama sepekan terakhir di Desa Ulak Kedondong, Kecamatan Cengal.“Kami sudah berusaha mengusirnya, tapi kawanan gajah ini sering mengunjungi dusun kami,” kata Supriyana, Kepala Dusun Talang Petai, Desa Ulak Kedondong, Kecamatan Cengal, OKI, Sumsel, Senin lalu.Kawanan gajah yang diperkirakan berjumlah 30 ekor ini merobohkan sebuah pondok warga dan memakan pohon-pohon karet yang berusia muda, termasuk pula pohonan bambu.Yang mencemaskan warga, saat malam, kawanan gajah tersebut tidur di tengah jalan. Jalan yang menghubungkan Dusun Talang Petai ke Dusun Pasir dan Dusun Lebung Gapil, sehingga tidak ada warga yang berani melalui jalan tersebut. “Mereka meninggalkan jalan dan masuk hutan atau kebun setelah subuh,” ujarnya.Dua tahun lalu, kawanan gajah ini juga berperilaku sama di Desa Ulak Kedondong. Selain merusak pondok warga di kebun, juga memakan dan merusak perkebunan karet.Diperkirakan Supriyana maupun warga lainnya, kawanan gajah tersebut masuk melalui Sungai Kuala 12, Sungai Kuala Lebung Hitam, Sungai Lumpur, dan kemudian ke Cengal. “Sebenarnya dusun kami merupakan koridor mereka, tapi selama dua tahun terakhir mereka bukan hanya melintas, namun berdiam. Lalu memakan dan merusak kebun kami. Itu persoalannya.”Kenapa terjadi?“Sebab hutan dan perkebunan milik perusahaan sudah habis akibat kebakaran. Jadi hanya perkebunan masyarakat yang menjadi sumber makanan mereka,” kata Bandar, warga Dusun Talang Petai." "Hutan Tempat Hidup jadi Kebun, Kawanan Gajah Masuk Dusun","Bandar berharap pemerintah segera mengatasi persoalan ini. Sebab dalam situasi seperti ini mereka menjadi bingung. “Jika kami bunuh, kami yang akan ditangkap. Tapi, kawanan gajah sulit dihalau. Bukan hanya kebun dan rumah kami yang rusak, kami juga terancam keselamatannya,” kata Bandar.Berdasarkan pemantauan beberapa tahun lalu, Desa Ulak Kedondong dan Desa Ketupak di Kecamatan Cengal, kawasan hutannya merupakan habitat gajah sumatera. Kawanan gajah ini menyerang pemukiman penduduk lantaran sejumlah hutan (hutan produksi) dibuka warga menjadi perkebunan, serta menjadi konsesi HTI (Hutan Tanaman Industri) yang selama dua tahun ini terbakar.Bila sebelumnya ditemukan 15 individu, saat ini jumlahnya 30 individu. Diduga, ada penambahan jumlah gajah sumatera di Cengal. Selain di Cengal, kawanan gajah juga ditemukan di Desa Gajah Mati, Kecamatan Sungai Menang. Beberapa tahun lalu jumlahnya berkisar 12 individu.Keberadaan gajah sumatera di pesisir timur Sumatera Selatan jumlahnya setiap tahun kian bertambah. Di Suaka Margasatwa Padang Sugihan Sebokor, Kabupaten Banyuasin, tetangga Kabupaten OKI, tercatat 40-an gajah liar, dan 20-an gajah yang sekolah di Pusat Latihan Gajah Padang Sugihan.Sebagai catatan, saat program transmigran dijalankan pemerintah di Air Sugihan–baik di Kabupaten OKI maupun Banyuasin (dulu masuk Musi Banyuasin)—kawanan gajah liar ini menjadi persoalan. Ini dikarenakan mereka berkonflik dengan manusia.Pada 1982, atas perintah Presiden Soeharto, Letkol I Gusti Kompyang (IGK) Manila bersama 400 anggotanya yang tergabung dalam Satuan Tugas Operasi Ganesha memindahkan kawanan gajah liar sebanyak 232 ekor dari Air Sugihan ke Lebong Hitam, Lampung. Jaraknya sekitar 70 kilometer." "Hutan Tempat Hidup jadi Kebun, Kawanan Gajah Masuk Dusun","Gajah sumatera, berdasarkan Daftar Merah International Union for Conservation of Nature (IUCN) 2012, dimasukkan dalam status Kritis (Critically Endangered/CR). Status ini naik satu peringkat yang sebelumnya dikategorikan Genting (Endangered/EN).Kondisi ini dikarenakan menurunnya populasi gajah yang pada 2007 diperkirakan berjumlah 2.400 – 2.800 dan saat ini, angka tersebut kemungkinan berkurang hingga setengahnya. Faktor lainnya adalah sekitar 69 persen habitat potensial gajah sumatera juga telah hilang dalam waktu 25 tahun terakhir. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan anak jenis gajah asia, satu dari dua spesies gajah yang ada di dunia. [SEP]" "Opini: Sulitnya Melindungi Kakatua Putih","[CLS] Lebih dari sepuluh tahun PROFAUNA berkampanye agar burung kakatua yang jambulnya putih ini dilindungi. Menteri Kehutanan sudah berganti tiga kali dan presiden negeri ini pun sudah dua kali berganti, namun kakatua putih (Cacatua alba) ini tak kunjung ditetapkan sebagai satwa dilindungi.Ketika Siti Nurbaya menjadi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), saya awalnya menyimpan harapan besar agar kakatua putih segera dilindungi. Harapan itu muncul saat terkuaknya kasus penyelundupan kakatua melalui pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Mei 2015.Ibu Menteri LHK dan juga netizen seperti terhenyak dengan kasus penyelundupan kakatua dalam botol itu. Kekejaman itu terlihat dari cara penyelundupannya dengan memasukkan kakatua dalam botol-botol plastik bekas air kemasan. Kementerian LHK bergerak cepat dengan kampanye ‘save kakatua’ yang berujung dengan penyerahan kakatua yang dipelihara masyarakat.Padahal, modus ini sudah diungkap PROFAUNA, plus videonya, tahun 2002. 13 tahun silam.Fakta Fakta berikut menunjukkan bahwa kakatua putih, yang merupakan burung endemik Maluku Utara ini, layak ‘naik pangkat’ menjadi satwa dilindungi, baik secara yuridis maupun ekologi.Hasil penelitian Burung Indonesia 2008-2009 mengenai studi populasi kakatua putih (Cacatua alba) di alam menunjukkan jumlah antara 8.629 – 48.393 ekor dengan kepadatan individu 1,58-8,86 individu per kilometer persegi. Sedangkan berdasarkan survei tahun 1991 – 1992 disebutkan bahwa perkiraan populasinya di alam sekitar 49.765 – 212.430 ekor dengan tingkat kepadatan mencapai 40,1-72,2 individu per kilometer persegi.Dari dua survei tersebut menunjukan adanya penurunan populasi kakatua putih di alam." "Opini: Sulitnya Melindungi Kakatua Putih","Populasi kakatua putih di Halmahera bagian timur (semenanjung timur laut dan tenggara) diperkirakan juga sangat menipis, meskipun belum ada data ilmiah tentang hal ini. Perkiraan menurunnya populasi ini berdasarkan investigasi PROFAUNA  tahun 2007 tentang penangkapan kakatua putih di Halmahera timur yang menunjukan di daerah tersebut tidak ditemukan lagi kakatua putih. Interview dengan masyarakat desa dan penangkap burung juga memberikan informasi yang sama, di daerah mereka sudah tidak ada lagi kakatua putih.Data Burung Indonesia dalam Tempo Interaktif (19 Mei 2010) menunjukkan bahwa perdagangan menjadi salah satu faktor penting menurunnya populasi kakatua putih di Maluku Utara. Populasinya yang di alam saat ini diperkirakan sekitar 3.000 – 4.000 ekor.Jelas, secara ilmiah dan fakta di lapangan, telah terjadi penurunan populasi kakatua putih. Penangkapan liar di alam untuk diperdagangkan menjadi pemicu utama merosotnya populasi kakatua putih di alam.Selama dua tahun (2001-2002), PROFAUNA Indonesia telah melakukan investigasi mendalam tentang penangkapan dan perdagangan kakatua putih di Maluku Utara. Investigasi yang disajikan dalam laporan berjudul “Terbang Tanpa Sayap” itu mengungkap praktik penangkapan kakatua putih di habitat alaminya yang pada 2002, rata-rata sekitar 500 ekor kakatua putih yang ditangkap.Sementara itu, pemantauan PROFAUNA di sejumlah pasar burung di Jawa pada 2006 menunjukkan, rata-rata dalam setahun ada sekitar 100 ekor kakatua putih yang diperdagangkan. Di pasar burung, yang ada di Jawa, kakatua putih ditawarkan seharga rata-rata Rp500.000 per ekor. Sementara di lokasi penangkapan di Halmahera, Maluku Utara, harganya berkisar Rp75.000 hingga Rp100.000/ekor.2015 ini, harga pasarannya di Jawa melambung tinggi, mencapai Rp1,5 juta per ekor. Untuk menarik konsumen, dalam beberapa kasus, jambulnya yang berwarna putih dicat kuning atau orange, agar mirip kakatua jambul kuning." "Opini: Sulitnya Melindungi Kakatua Putih","Pada 2007, PROFAUNA pun meluncurkan laporan perdagangan parrot di Indonesia yang berjudul Pirated Parrot. Dalam laporan tersebut diungkap adanya penyelundupan parrot asal Maluku ke Filipina. Dalam setahun sekitar 4.000 ekor paruh bengkok asal Maluku Utara diselundupkan seperti kakatua putih, kasturi ternate (Lorius garrulus), nuri bayan (Eclectus roratus) dan nuri kalung-ungu (Eos squamata).Burung-burung tersebut sebagian besar diselundupkan dari Desa Pelita di Halmahera Utara, kemudian dikirim menggunakan kapal boat pribadi menuju General Santos atau Davao, Filipina. Diperkirakan, 10% burung yang diselundupkan itu jenis kakatua putih.Hingga 2012-2014, penangkapan kakatua putih masih tinggi. PROFAUNA memperkirakan ada sekitar 300-500 ekor yang ditangkap dari alam Maluku Utara setiap tahunnya untuk memenuhi kebutuhan permintaan di Jawa dan luar negeri.Status perlindunganMeski belum dilindungi, bukan berarti kakatua putih bebas ditangkap. Sejak 2001 hingga kini, tidak ada kuota tangkap untuk kakatua putih yang dikeluarkan oleh Kementerian LHK. Artinya, tidak boleh ada penangkapan kakatua putih di alam (Maluku Utara) untuk tujuan komersil, meski fakta di lapangan berbeda.Terhadap status tersebut, sejak 2005, PROFAUNA telah mengusulkan ke pemerintah agar kakatua putih masuk dalam daftar satwa dilindungi. Untuk mendukung usulan tersebut PROFAUNA telah melakukan beberapa kali pertemuan dengan Departemen Kehutanan, Pemerintah Daerah Maluku Utara, masyarakat lokal di Maluku dan juga NGO lokal. Sampai sekarang, nasib kakatua putih belum juga masuk daftar satwa dilindungi.Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa (pasal 5), menyebutkan bahwa suatu jenis tumbuhan dan satwa wajib ditetapkan dalam daftar satwa dilindungi apabila telah memenuhi kriteria sebagai berikut:a). Mempunyai populasi yang kecil;b). Adanya penurunan yang tajam pada jumlah individu di alam;" "Opini: Sulitnya Melindungi Kakatua Putih","c). Daerah penyebaran yang terbatas (endemik).Berdasarkan peraturan tersebut kakatua putih telah memenuhi kriteria, yang artinya tidak ada alasan lagi untuk tidak mengesahkan kakatua putih sebagai jenis yang dilindungi. Kakatua putih merupakan burung endemik Maluku Utara. Burung ini juga telah menurun tajam populasinya di alam.Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), sebagai scientific authority di Indonesia juga sudah menyatakan dukungannya. Dalam Surat LIPI Nomor S956/LPH-k3.02/2007 kepada Departemen Kehutanan, LIPI setuju agar kakatua putih dimasukan dalam daftar satwa dilindungi.Pemerintah daerah dan tokoh masyarakat di Maluku Utara juga mendukung untuk dilindunginya kakatua putih. Dukungan itu diwujudkan dengan Surat Instruksi Gubernur Maluku Utara pada 3 April 2003 tentang pelarangan penangkapan burung paruh bengkok asal Maluku Utara. Gubernur juga melarang orang untuk membawa burung paruh bengkok keluar dari Maluku Utara.Pada 3 Februari 2005, Pemerintah Daerah Provinsi Maluku Utara telah mengirimkan surat resmi ke Departemen Kehutanan untuk mengusulkan perlindungan kakatua putih. Kemudian, pada 2010 Sultan Ternate (almarhum), tokoh masyarakat yang dihormati di Maluku Utara, juga mengeluarkan fatwa yang melarang masyarakat menangkap burung nuri dan kakatua di alam. Fatwa tersebut dikeluarkan oleh Sultan Ternate, Maret 2010, setelah melihat laporan PROFAUNA tentang perdagangan nuri dan kakatua.Kepedulian sultan tidak terbatas hanya pada fatwa, tapi juga terlibat dalam kampanye. Pada 2009, Sultan Ternate terlibat dalam pembuatan film edukasi tentang pelestarian burung nuri dan kaktua yang diproduksi oleh PROFAUNA. Film itu telah diputar di desa-desa yang ada di Maluku utara." "Opini: Sulitnya Melindungi Kakatua Putih","Dukungan LIPI sebagai lembaga otoritas ilimiah, sudah ada. Pemerintah daerah juga sudah setuju untuk melindungi kakatua putih. Tokoh masyarakat lokal senada, setuju total untuk melindungi kakatua putih yang merupakaan kekayaan hayati Maluku Utara. Kenapa pemerintah pusat, dalam hal ini Menteri LHK tidak kunjung melindungi kakatua putih?DilindungiMelihat status populasi kakatua putih di alam yang menurun dan diperkirakan hanya 3.000 – 4.000 ekor, beserta perdagangannya yang tinggi, sudah sepantasnya kakatua putih ditetapkan sebagai satwa dilindungi oleh Pemerintah Indonesia. Apalagi, menurut PP Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, kakatua putih telah memenuhi kriteria yang ada.Penaikan status perlindungan akan lebih memberikan jaminan bagi pelestarian kakatua putih di alam. Menurut UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, disebutkan bahwa penangkapan dan pedagangan satwa dilindungi adalah dilarang dan pelanggar dari ketentuan ini bisa diancam hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp 100 juta.Bila menunggu revisi UU No 5 tahun 1990 yang saat ini masih dilakukan, akan butuh waktu lama. Perjuangan para pegiat lingkungan, termasuk PROFAUNA, untuk mendorong revisi UU tersebut sudah bertahun dilakukan. Tanpa ada wujud, UU baru yang telah direvisi.Melindungi kakatua putih, bisa dilakukan melalui keputusan menteri. Langkah ini pernah dilakukan dalam perlindungan lutung jawa (Trachypithecus auratus) melalui SK Menteri Kehutanan (saat ini KLHK) yang saat itu dijabat Muslimin Nasution. Ibu Menteri LHK ‘bisa’ mengikuti jejak Menteri Kehutanan terdahulu, dengan mengeluarkan SK Perlindungan bagi si putih, burung kakatua putih yang statusnya Genting (Endangered/EN) dan kian terdesak di alam.*Rosek Nursahid, Pendiri PROFAUNA. E-mail: [email protected]. Tulisan ini opini penulis. [SEP]" "Presiden Tandatangani Revisi Aturan Gambut, Berikut Poin-poin Perubahan","[CLS] Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2016 pada 2 Desember 2016, menggantikan PP Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut. Adapun, poin penting dalam aturan ini, tak boleh ada lagi pembukaan gambut baru, penetapan kriteria fungsi lindung, ketinggian muka air, sanksi hingga pemulihan.”Masih ada di Kemenkumham (Kementerian Hukum dan HAM) untuk diundangkan, baru bisa berlaku. PP ini ada penambahan pasal untuk penanggulangan, pemulihan dan pencegahan. Bisa melalui restorasi dan rehabilitasi dengan kebijakan ilmu dan teknologi,” kata Bambang Hendroyono, Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Jakarta, Senin (5/12/16).Revisi ini memang memberikan pro kontra. Pendapat antarkementerian, perusahaan maupun organisasi non pemerintah terkait ketinggian muka air tanah permukaan gambut. Angka 0,6 meter menjadi usulan pengusaha, Kementerian Pertanian dan beberapa pakar, dengan alasan stabilitas ekonomi disokong sawit tak terganggu.KLHK, organisasi masyarakat sipil dan banyak pakar menyuarakan 0,4 meter. Angka 0,4 meter tak berubah. PP akan mengatur pengukuran ketinggian mengacu pada titik-titik penataan yang telah ditetapkan.”Pengaturan titik pemantauan (ketinggian muka air) dibandingkan luasan. Lokasi pemantauan mewakili 15% dari keseluruhan konsesi,” kata Karliansyah, Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, KLHK.Dengan begitu, katanya, dari total konsesi dibagi per blok pengelolaan, luas mencapai 30 hektar. Setelah itu, lokasi pemantauan ditetapkan dari total blok pengelolaan secara merata di seluruh konsesi, dari hulu, tengah, sampai hilir.“Misal, perusahaan A memiliki 90.000 hektar, luasan pemantauan 13.500 hektar. Luasan dibagi blok pengelolaan per 30 hektar. Akan ada 450 titik pantau di konsesi ini,” katanya." "Presiden Tandatangani Revisi Aturan Gambut, Berikut Poin-poin Perubahan","Adapun detail aturan dan tata cara penentuan titik itu, akan terakomodasi dalam Peraturan Menteri (Permen) LHK tentang Tata Kelola Air di Ekosistem Gambut.Terkait kriteria fungsi lindung, sebelumnya hanya mempertimbangkan satu kubah gambut dalam satu kesatuan hidrologis. Kini, penetapan fungsi lindung paling sedikit 30% dari seluruh luas kesatuan hidrologi gambut (KHG) yang terletak mulai dari dua atau lebih puncak kubah gambut.    Penegakan hukumBambang mengatakan, aturan ini menegaskan siapapun yang membakar atau pembiaran kebakaran di lahan gambut bakal terkena sanksi. Ada juga larangan bagi setiap orang membuka lahan baru sampai penetapan zonasi fungsi gambut.Tak hanya itu, siapapun dilarang membuat saluran drainase yang mengakibatkan gambut mengering, membakar lahan gambut dan membiarkan kebakaran.Setelah PP ini diundangkan, katanya, jika kebakaran lahan di konsesi akan ada sanksi administrasi. ”Kena  kewajiban pemulihan yang menjadi tanggung jawab pemilik usaha,” katanya.Prosesnya, areal kebakaran diambil sementara pemerintah untuk verifikasi. Yang menangani Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari. Selanjutnya, akan verifikasi apakah kebakaran atau pembiaran atau hal lain yang dikerjakan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum. Setelah verifikasi, overlay dengan fungsi kawasan wilayah itu oleh Direktorat Jenderal Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan.Hasil verifikasi, katanya, akan menjadi langkah penetapan sanksi pemerintah berupa sanksi administrasi: pengelolaan lebih lanjut oleh penanggung jawab usaha atau pengurangan areal perizinan.Adapun, rata-rata verifikasi sekitar satu bulan untuk penentuan izin bisa dilanjutkan atau tidak, luasan berapa terbakar, apakah pengurangan izin dan lain-lain." "Presiden Tandatangani Revisi Aturan Gambut, Berikut Poin-poin Perubahan","Setelah 30 hari penetapan diketahui terjadi kebakaran, perusahaan harus bertanggungjawab terhap beban biaya pemulihan. Pelaksanaan lapangan, berkoordinasi dengan menteri, gurbernur, bupati atau walikota.   Akomodasi moratorium sawitAturan ini juga mengakomodasi Peraturan Menteri LHK dan yang akan disepakati melalui Instruksi Presiden, terkait larangan pembukaan lahan atau land clearing gambut. Wacana ini sudah dilontarkan Presiden sejak April lalu. Kini, masih pembahasan atas usulan-usulan masuk ke Menko Perekonomian.Dirjen Planologi dan Tata Ruang, San Afri, mengakui pertemuan buat bahas ini sudah banyak. Draf sudah di meja Presiden.Tampaknya, pemerintah ekstra hati-hati membuat aturan ini karena menganggap sawit “nyawa ekonomi Indonesia.””Kalau ga hati-hati, ekonomi Indonesia bisa collaps. Pemerintah menganalisa berbagai aspek,  jangan sampai menambah persoalan ekonomi nasional yang sekarang sedang berat,” katanya.Meski demikian, dia menegaskan, moratorium tetap ada dan meminta swasta berjalan bersama dengan kepentingan nasional, yakni, tak mau ada kebakaran hutan dan lahan, dan tata kelola gambut.”Izin perusahaan sudah cukup banyak, kepentingan rakyat inilah yang harus didorong.”Tanaman ramah gambutSetelah penetapan fungsi lindung, kata Bambang, harus restorasi dan boleh menanam dengan tanaman-tanaman cocok gambut. Untuk fungsi budidaya masih boleh tanam sawit dan akasia, dengan syarat memenuhi tata kelola gambut.”Peta zonasi tata kelola, fungsi lindung dan budidaya masih uji publik,” ucap Karliansyah.Nanti, katanya,  aturan soal tata kelola gambut akan ada petunjuk teknis tertuang dalam Peraturan Menteri LHK, bersama usulan 30 spesies tanaman gambut.PP ini juga mengubah skala peta KHG disesuaikan Kebijakan Satu Peta (One Map Policy). Semula, kebijakan tingkat provinsi paling kecil 1:100.000, kini paling kecil 1:50.000 yang disesuaikan dengan standar Badan Informasi Geospasial." "Presiden Tandatangani Revisi Aturan Gambut, Berikut Poin-poin Perubahan","”PP ini akan mengatur lebih detail tata cara pemulihan gambut, dari sukesi alami, rehabilitasi, restorasi, pemulihan hidrologis, dan vegetasi,” katanya.Untuk restorasi bersama Badan Restorasi Gambut melalui Tim Restorasi Gambut Daerah di tujuh provinsi prioritas. Provinsi lain, katanya, tetap dalam pantauan KLHK. Langka ini, katanya, juga berdasarkan pertimbangan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perspektif internasional. [SEP]" "Menakar Izin Tambang Bermasalah di Kalimantan Barat, Seperti Apa?","[CLS] Pelantikan enam kepala daerah dan wakilnya di Balai Petitih, Kantor Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat menjadi menarik, lantaran pernyataan Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar), Cornelis. Cornelis menekankan, agar bupati yang dilantik mau menyerahkan izin tambang di daerahnya yang bermasalah ke pemerintah provinsi.“Ini masalah urgent yang harus dilaksanakan selama 90 hari kerja kedepan,” ujar Cornelis. Dia menegaskan, instruksinya bukan tidak berdasar. Penyerahan izin tambang bermasalah tersebut, kata dia, atas perintah KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). “(Bupati) harus segera menyerahkan izin-izin tambang. (Izin tambang) tidak menjadi kewenangan mereka lagi. Bagi perusahaan yang tidak memenuhi ketentuan pemerintah akan tetap dicabut. Tidak ada urusan, pokoknya cabut izin usaha tambang yang bermasalah,” tegasnya, pertengahan Februari lalu.Usai rapat tindak lanjut dan supervisi atas pengelolaan pertambangan mineral dan batubara serta kick off meeting koordinasi dan supervisi sektor energi tahun 2016, di Gedung KPK, Cornelis saat itu telah menyatakan komitmennya untuk melakukan supervisi atas pengelolaan pertambangan mineral di Kalbar.Supervisi yang dilakukan, mencakup penataan izin usaha pertambangan mineral dan batubara (minerba), pelaksanaan kewajiban keuangan pelaku usaha pertambangan minerba, pelaksanaan pengawasan produksi pertambangan minerba, pelaksanaan kewajiban pengolahan atau pemurnian hasil tambang minerba, serta pelaksanaan pengawasan penjualan dan pengangkutan atau pengapalan hasil tambang minerba. “Sesuai amanat UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, gubernur memiliki kewenangan melakukan evaluasi dan mencabut yang non clear and clean (CNC),” paparnya." "Menakar Izin Tambang Bermasalah di Kalimantan Barat, Seperti Apa?","Berkaca dari Koordinasi dan Supervisi KPK pada Oktober 2014, KPK menemukan 312 izin usaha pertambangan (IUP) bermasalah atau non CnC, di antara 682 IUP yang ada di Kalimantan Barat. Kabupaten Ketapang dengan 68 IUP, Melawi (50 IUP) dan Landak (37 IUP) merupakan daerah dengan IUP bermasalah terbanyak. Mayoritas IUP bermasalah karena kurang bayar, akibatnya negara berpotensi dirugikan lebih dari Rp272 miliiar kurun waktu 2011-2013. Persoalan kurang bayar ini, ditemukan hampir di semua kabupaten di Kalbar, Ketapang (102 IUP), Kapuas Hulu (69 IUP), Sanggau (59 IUP), Melawi (45 IUP), Provinsi Kalbar (44 IUP) dan Kabupaten Kayong Utara (40 IUP).Sebulan kemudian, Cornelis mengeluarkan surat pencabutan izin usaha pertambangan bagi  sembilan perusahaan di Kalimantan Barat yang semua wilayah izin tersebut harus dikembalikan ke pemerintah provinsi. Sembilan perusahaan itu adalah PT. Manca Agung Mandiri, PT. Segoro Global Mandiri, PT. Razana Shora, PT. Indo Gastia, PT. Priyanka Shona, PT. Segoro Global Mandiri, PT. Pusaka Agung Makmur, PT. Segoro Global Mandiri, dan PT. Shoka Lestari. Dalam perkembangannya, hingga 2 Februari 2015, Cornelis telah mencabut 24 IUP dari 66 total IUP yang pernah dikeluarkan.Dalam surat keputusan Gubernur Kalbar disebutkan semua kewajiban kepada pemerintah yang belum dipenuhi dan atau belum dilaksanakan oleh perusahaan sebelum keputusan ini berlaku wajib diselesaikan oleh perusahaan sesuai ketentuan perundang-undangan.TerbukaHermawansyah, Direktur Swandiri Institute, menyikapi pernyataan Cornelis, sebagai hal yang tepat. “Langkah gubernur benar dalam kerangka kewenangan provinsi sesuai UU 23 tahun 2014, untuk melakukan evaluasi dan penertiban izin,” kata Wawan. Namun, realitanya, izin-izin yang bermasalah itu tidak hanya dikeluarkan oleh bupati, tetapi juga gubernur." "Menakar Izin Tambang Bermasalah di Kalimantan Barat, Seperti Apa?","Maka, kata Wawan, pemerintah provinsi harus secara terbuka dan transparan menunjukkan izin-izin yang telah dicabut tersebut, berapa luasannya, dimana saja, dan dikeluarkan oleh siapa saja. Termasuk, bagaimana izin yang dikeluarkan oleh gubernur setelah UU No 23 tahun 2014. Wawan merujuk pada kasus PT. Teluk Batang Mitra Sejati, di Kecamatan Teluk Batang Selatan dan Alur Bandung, Kabupaten Kayong Utara.Temuan Swandiri Institute, berdasarkan data geographic information system (GIS), sebagian daerah tersebut masuk dalam peta indikatif penundaan izin baru. “Jadi tidak boleh ada izin di atas wilayah tersebut.” Wawan menambahkan, Swandiri Institute tengah menyiapkan legal opini  terhadap kasus di Teluk Batang tersebut.Teluk Batang Mitra Sejati mengantongi izin dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat untuk aktivitas pertambangan batu granit di Gunung Tujuh, Kecamatan Teluk Batang, Kabupaten Kayong Utara. Mahasiswa asal Kayong Utara, pada pertengahan Desember tahun lalu juga telah melakukan unjuk rasa terhadap kegiatan penambangan tersebut.“Pemerintah provinsi, pada tanggal 25 Februari 2015 telah menerbitkan izin di areal tersebut. Padahal, Gunung Tujuh merupakan daerah yang menjadi sumber pencaharian masyarakat, untuk tempat bercocok tanam,” kata Sabirin, mahasiswa asal Kabupaten Kayong Utara.Sabirin mengatakan, aktivitas pertambangan baru granit di Gunung Tujuh sudah menimbulkan pro-kontra di tengah masyarakat. Belum lagi dampak aktivitas pertambangan, baik itu limbah maupun kebisingan yang ditimbulkan.Direktur PT. Teluk Batang Mitra Sejati, Nasri Aslian, kepada media mengatakan, persoalan yang dikeluhkan masyarakat adalah sumber air yang berada di Gunung Tujuh. Sumber air tersebut, dikhawatirkan masyarakat tercemar akibat kegiatan penambangan. “Justru sebenarnya sumber air itu, akan dimaksimalkan oleh perusahaan supaya dapat digunakan oleh masyarakat sebagai sumber air bersih,” ungkapnya." "Menakar Izin Tambang Bermasalah di Kalimantan Barat, Seperti Apa?","Pembangunan kawasan air bersih tersebut, kata dia, akan dilakukan melalui program CSR perusahaan. Dia mengatakan, masuknya perusahaan ke Kabupaten Kayong Utara pada dasarnya untuk pembangunan wilayah tersebut. Terutama dari sisi peningkatan pendapatan daerah. “Selain itu, perusahaan ini akan membuka peluang lapangan kerja bagi masyarakat sekitar, tak hanya dari tenaga lapangan, tetapi juga tenaga profesional,” tambahnya. [SEP]" "Kala Para Gubernur Nyatakan Komitmen Lawan Deforestasi, Seperti Apa?","[CLS] Enam gubernur tergabung Governors Climate and Forest-Task Force berkomitmen melawan laju deforestasi. Keenam provinsi itu menyumbang 58% hutan di Indonesia. Mereka adalah Gubernur Aceh, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Papua dan Papua Barat. Komitmen itu sebelumnya ditandatangani dalam deklarasi Rio Branco di Brazil 2014.“Kita komitmen hutan tak dibuka lagi. Tak membuka lahan gambut lagi. Bukan hanya menjaga hutan dan biodiversity juga penting manusia dijaga agar terhindar kemiskinan dan mendapatkan akses pendidikan mumpuni,” Koordinator CGF Indonesia, juga Gubernur Kalbar, Cornelis di Jakarta, pekan lalu.Keenam provinsi berkomitmen mengurangi laju deforestasi hingga 80% sampai 2020. Dengan menggunakan rujukan data deforestasi 2001-2009, komitmen ini akan mengurangi laju deforestasi rata-rata 323.749 hektar menjadi 64.749 hektar per tahun.“Intinya bagaimana kita menyadarkan masyarakat dan dunia usaha harus bersama-sama menjaga hutan dan menurunkan emisi gas rumah kaca agar bumi tidak terlalu panas,” katanya.Selain enam provinsi Indonesia, gubernur negara-negara lain juga tergabung GCF seperti Brazil, Meksiko, Nigeria, Peru, Spanyol dan Amerika Serikat. Total 29 gubernur dan negara bagian tergabung GCF.“Masalah iklim berkaitan dengan hutan. Kita mencoba mewujudkan hasil rapat-rapat tingkat dunia di Brazil 2014. Terakhir juga rapat di Barselona, Spanyol menjaga iklim dan hutan bersama-sama pemerintah, masyarakat dan dunia usaha,” katanya.Dalam menjaga hutan dan iklim, katanya, dengan melibatkan masyarakat sekitar hingga mereka yang hidup di dalam atau sekitar hutan taraf hidup membaik.Menurut dia, GCF menjadi motor penggerak pentingnya menjaga hutan. Mereka akan sekuat tenaga berusaha supaya hutan tak dirambah, mengendalikan perizinan, dan menjaga buat kepentingan masyarakat dunia." "Kala Para Gubernur Nyatakan Komitmen Lawan Deforestasi, Seperti Apa?","Satgas gubernur ini, lebih banyak penyadaran dan mengajak partisipasi masyarakat dunia. Mengajak gubernur, walikota dan bupati Indonesia bersma-sama menjaga hutan.“Kita tak mengejar target siapa mengelola uang. Tapi bagaimana kesadaran dan bertanggungjawab. Soal pendanaan masing-masing, misal ada dari LSM, bantuan luar negeri, kita ngajak semua pihak silakan masuk tapi harus membuat perencanaan matang, laporan jelas dan melibatkan masyarakat.”Husaini Syamaun, Kepala Dinas Kehutanan Aceh mengatakan, prinsip mereka dalam menjaga hutan berusaha menyempurnakan kelembagaan agar lebih baik.“Mengelola hutan tak bisa hanya pemerintah pusat dan daerah, harus melibatkan masyarakat dan dunia usaha. Pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar hutan sangat penting. Termasuk pemberian hak kelola masyarakat atau kemitraan.”Dengan memberdayakan masyarakat dalam atau sekitar hutan, katanya, mereka tak akan bisa dipengaruhi oknum yang memanfaatkan keadaan.“Kalau tak diberdayakan, mereka tetap miskin. Kalau datang cukong, bayar Rp100.000 saja sudah jadi penebang kayu. Kayu dibeking cukong.”Langkah-langkah yang ditempuh melestarikan hutan, pemberdayaan masyarakat juga merehabilitasi kawasan-kawasan rusak dan terdegradasi.Pemerintah, katanya, bisa bekerjasama dengan masyarakat, dunia usaha, perorangan, koperasi dan lain-lain. “Di Aceh ada kerjasama dengan siapa saja untuk mengelola hasil hutan bukan kayu.”Dia memberikan contoh konkrit pelibatan masyarakat dalam skema Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Ada usaha getah pinus kerjasma dengan perusahaan. Bagi hasil 10% pemerintah provinsi, 5% kas kabupaten, dan PSDH sesuai aturan. Pengelolaan melibatkan masyarakat sekitar hingga pendapatan Rp4-Rp7 juta per bulan. Lewat kerjasama itu, selama setahun KPH berjalan, Pemerintah Aceh menerima Rp2 miliar bagi hasil, kabupaten Rp1 miliar." "Kala Para Gubernur Nyatakan Komitmen Lawan Deforestasi, Seperti Apa?","Kepala BPLH Kaltim Riza Indra Riadi mengatakan, daerahnya membuat rencana aksi penanggulangan gas rumah kaca mengacu pada rencana aksi nasional. Juga merevisi tata ruang Kaltim, ditambah Pergub moratorium izin tambang, perkebunan dan kehutanan.“Perda perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, perda pasca tambang yang mengatur kewajiban-kewajiban perusahaan untuk mereklamasi dan merehabilitasi.”Syahrin Daulay Sekda II Kalteng mengatakan, sudah membuat naskah akademis rencana daerah mencakup pencegahan kebakaran hutan dan lahan.“Ke depan kami sudah mengantisipasi lebih mengutamakan pencegahan. Apalagi 2015 ada arahan Presiden harus mengutamakan pencegahan.”Januari lalu, Kalteng membuat rencana aksi tiap kabupaten dan instansi terkait. Ia terhimpun menjadi rencana aksi daerah. Harapannya, tak terjadi kebakaran hutan tahun ini.“Kami juga membuat reward apabila desa, kecamatan atau kabupaten tidak ada kebakaran. Begitu juga daerah terkena kebakaran, akan ada punishment. Sanksi dan reward masih finalisasi seperti apa.”Noak Kapisa, Kepala Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLH) Papua menyatakan, Papua banyak kawasan lindung dan konservasi. Di Papua tutupan hutan masih 75%.“Perizinan kami ketat sekali. Kami ada Badan Koordinasi Tata Ruang. Disitulah mengontrol supaya tata ruang lebih terjaga. Kami mengevaluasi 100 perizinan pertambangan dan perkebunan. Kalau tidak sesuai, gubernur memerintahkan segera dicabut.”Hutan di Papua, katanya, menjadi sumber penghidupan masyarakat. Terlebih, Pemprov Papua sudah ada perdasus pengelolaan hutan berkelanjutan berbasis masyarakat adat.“Kami melakukan pendekatan bagaimana menyelamatkan hutan dengan komoditas lokal berbasis masyarakat.”Ketua Harian Satuan Tugas Pembangunan Ekonomi Rendah Karbon Papua Barat Herman Orisoe mengatakan, menjaga hutan bagi orang Papua sudah turun menurun. Hutan adalah ibu kandung tempat makan dan hidup." "Kala Para Gubernur Nyatakan Komitmen Lawan Deforestasi, Seperti Apa?","“Komitmen kami sangat besar implementasi REDD+. Kami memiliki rencana aksi implementasi REDD+ tingkat provinsi.”Sisi lain, katanya, banyak investasi ingin masuk ke Papua Barat. Dia tak ingin hutan hancur seperti Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Saat ini, Papua Barat menyiapkan perdasus investasi tak hanya berbicara kepentingan ekonomi tetapi mengakomodir lingkungan, dan sosial masyarakat.Nur Masripatin, Dirjen Pengendalian perubahan iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatakan, posisi GCF dalam rencana pengendalian perubahan iklim sangat penting. [SEP]" "Ajukan Banding Terhadap Putusan PT. BMH, Inilah Strategi KLHK","[CLS] Gugatan perdata Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terhadap PT. Bumi Mekar Hijau (PT. BMH) yang ditolak Pengadilan Negeri (PN) Palembang pada persidangan 30 Desember 2015 membuat KLHK mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Palembang, Sumatera Selatan. Agar tidak menelan pil pahit kembali, KLHK pun menyiapkan strategi jitu. Sebagai langkah menguatkan memori banding, Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar mengumpulkan 23 ahli hukum mulai dari pengacara hingga aktivis lingkungan. “Saya mengundang kawan-kawan guna mendapatkan masukan sekaligus persiapan. Terutama eksplorasi data untuk meyakinkan hakim tinggi nanti bahwa persolan ini merugikan rakyat,” kata Siti di Gedung Manggala Wanabakti Jakarta, Jumat (08/1/2016).Dalam menyusun memori banding, KLHK akan membentuk tim kecil dan Siti terlibat langsung. “Ada catatan yang datanya bisa saya eksplor. Saya sudah baca semua dan akan mengarahkan seluruh potensi data dengan baik dan tepat,” terangnya.Menurut Siti, selain eksplorasi data, fokus perhatian juga ditujukan untuk menjawab argumentasi hakim. “Catatannya adalah membuat hakim mengerti. Setahu saya, PT. BMH itu tiap tahun terbakar. Mula-mula 500 hektare, lalu 2 ribu hektare, naik 6 ribu hektare, hingga 20 ribu hektare. Hal seperti ini harus digambarkan beserta foto citra satelit.”KLHK juga akan melakukan kroscek setiap saksi untuk memastikan apakah betul atau tidak kesimpulan yang dibuat majelis hakim. Ini akan memberikan titik terang kepada hakim banding di pengadilan tinggi. “Untuk dukungan selanjutnya mungkin perlu dipertimbangkan multidoors. Saya bersama Dirjen Penegakan Hukum akan terus melakukan pengamatan,” jelas Siti." "Ajukan Banding Terhadap Putusan PT. BMH, Inilah Strategi KLHK","Ketua Harian Dewan Kehutanan Nasional (DKN) Andiko Sutan Mancayo mengatakan, gugatan KLHK harusnya beriringan dengan pidana sanksi administrasi. Tak cukup perdata. “Kalau mau banding sederhana, ada pengacara. Tapi lebih dari itu, secara logika apakah kebakaran disengaja atau tidak sehingga menimbulkan kerugian.”Menurut Andika, jika kebakaran diidentifikasi sebagai kelalaian, harusnya ada pembuktian kesalahan. Berdasarkan dokumen, keterangan saksi ahli tidak ada yang secara gamblang menyebutkan kebakaran itu disengaja atau tidak. “Ada dua hal. Pembuktian kesalahannya sendiri dan perbuatan melawan hukum karena kelalaian. Ini di luar logika hukum lingkungan, kalau tidak lalai berarti disengaja.”Poin lain yang harus ditegaskan menurutnya adalah kerugian yang harus dideskripsikan lebih rinci oleh KLHK, selain tindakan administratif terkait perizinan. “KLHK jangan terkunci satu gugatan. Selain perdata, pidana berikut unsur pelanggaran perizinan harus dilakukan,” ujar Andiko.Direktur Indonesia Centre for Environmental Law (ICEL) Hendri Subagio mengatakan, berdasarkan kajiannya, hakim seperti tidak melihat fakta menyeluruh. Pertimbangan hakim juga tak melihat adanya kesalahan, baik kebakaran disengaja ataupun kelalaian. “Majelis hakim sudah mengakui adanya kebakaran, ini harus dikoneksikan dengan PP Perlindungan Hutan, terlepas terbakar atau dibakar.”Hendri pun menyoroti fakta yang terungkap dalam persidangan terakhir. “Kebakaran terjadi 2014, sementara sidang 2015. Kondisinya jelas berbeda. Fakta-fakta ini harus dibeberkan dalam proses persidangan dan ditambahkan dalam memori banding.”Antisipasi " "Ajukan Banding Terhadap Putusan PT. BMH, Inilah Strategi KLHK","Koordinator Institut Hijau Indonesia Chalid Muhammad mengatakan, untuk memori banding, tafsir lingkungan hidup secara fisik perlu dituangkan secara detil. “Hitungan teknis seperti berapa besar emisi yang terlepas harus dilengkapi. Sehingga, majelis hakim di pengadilan banding dapat memahami kompleksitas masalah yang ditimbulkan akibat kebakaran di areal perusahaan hutan tanaman industri (HTI) tersebut.”Chalid mengatakan, selama ini ada dengungan pengadilan merupakan rumah aman bagi penjahat lingkungan. Karena itu, harus ada pendekatan mendasar yang cepat dan revolusi untuk perbaikan praktik peradilan.“Pasal 49 UU 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan jelas menegaskan, perusahaan bertanggung jawab. Tapi, terkait perkebunan atau hak guna usaha (HGU) tidak ada satu pun pasal yang menyatakan pemegang HGU bertanggung jawab bila terjadi kebakaran.”Menurut Chalid, penting adanya aturan yang mengatakan baik pemegang izin maupun pemegang HGU bertanggung jawab mutlak terhadap kawasannya yang bebas dari kebakaran. “Manakala terjadi kebakaran, itulah kejahatan. Pemerintah dapat mencabut izin, menjatuhkan sanksi, dan sebagainya.”Nur Hidayati dari Walhi menuturkan, kejahatan lingkungan hidup sudah menjadi extraordinary crime. Di sisi lain, dalam banyak gugatan biasanya bersifat post mortem. Setelah kejadian baru melakukan sesuatu. Padahal, menurutnya, dalam prinsip perlindungan lingkungan hidup, ada prinsip kehati-hatian.“Ke depan, kasus kebakaran hutan semakin canggih. KLHK harus mendorong adanya peradilan khusus lingkungan hidup. Seperti halnya penganganan kasus tindak korupsi. Depan begitu, kita bisa melakukan upaya antisipatif.”Nur Hidayati berharap, gugatan di tingkat banding nanti, ditangani hakim bersertifikasi lingkungan. “Karena, lingkungan hidup itu dimensinya berbeda dengan gugatan biasa,” tandasnya. [SEP]" "Ini Dia Pelabuhan Ekspor Pertama di Sulawesi Selatan","[CLS] Ekspor ikan dan produk kelautan dan perikanan kini bisa dilakukan dari Makassar, Sulawesi Selatan. Itu terjadi, setelah Presiden Republik Indonesia meresmikan operasional Pelabuhan Perikanan Untia yang berlokasi di kawasan Industri Makassar (KIMAH).Dengan beroperasinya pelabuhan yang dekat dengan pelabuhan umum itu, diharapkan segala produk perikanan bisa diekspor dan itu seharusnya bisa mendorong produksi perikanan di Sulawesi Selatan, terutama Makassar.“Sehingga mampu mendorong target ekspor perikanan Indonesia,” ujar Presiden akhir pekan lalu di Makassar.Menurut Presiden, dengan kehadiran pelabuhan ekpsor Untia, dia optimis target ekspor perikanan di Makassar yang ditetapkan 10 persen dari produk domestik bruto (PDB) perikanan nasional, itu bisa tercapai.“Jadi dengan pelabuhan Untia ini kita dorong pertumbuhan perikanan di Sulawesi Selatan karena lokasinya sangat strategis,” jelas dia.Sementara itu Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengungkapkan, Pelabuhan Untia didorong untuk segera bertransformasi menjadi pusat pertumbuhan ekonomi berbasis perikanan. Dari pelabuhan tersebut pula, dia mematok target 1.680 ton per tahun.“Untia bisa memenuhi target produksi perikanannya dan jadi pusat pertumbuhan ekonomi berbasis perikanan,” ucap dia.Dorongan untuk menjadi pusat ekonomi berbasis perikanan, menurut Susi, diharapkan bisa mendapat dukungan dari investor luar negeri, salah satunya adalah Blackspace Resources dari Rusia. Investor dari negeri Tirai Besi itu dikabarkan siap menanamkan investasinya di Untia.“Investor Rusia, Blackspace Resources, sudah berminat untuk membangun unit pengolahan dan cold storage berkapasitas 300 ton di sini,” sebut dia.Gantikan Pelabuhan Paotore Susi Pudjiastuti mengungkapkan, selain menjadi pelabuhan ekspor, Pelabuhan Untia juga menggantikan pelabuhan lama yang berlokasi di Paotore. Pelabuhan tersebut kondisinya saat ini sudah sangat padat dan harus dipindahkan." "Ini Dia Pelabuhan Ekspor Pertama di Sulawesi Selatan","“Pelabuhan di Paotere sudah padat makanya dipindah ke sini. Ini juga mengantisipasi dari pada perikanan tangkap yang melimpah,” tutur dia.Dengan dibukanya Pelabuhan Untia, Susi mengatakan, nantinya pelabuhan ini akan mendukung aktifitas nelayan di zona Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 713, yang meliputi Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Bali.“Potensi sumber daya ikan yang ada di WPP 713 hingga 929.700 ton per tahun,” papar dia.Mengingat potensi yang sangat besar tersebut, Susi berharap para nelayan di Sulawesi, khususnya nelayan Bugis dan Makassar bisa menggenjot produksinya lebih banyak lagi.Tak hanya itu, dengan kehadiran pelabuhan baru, Susi meminta kepada para nelayan asal Sulsel untuk bisa menjaga wilayah perairannya lebih bagus lagi. Mengingat, sebelumnya sejumlah nelayan asal Sulsel diketahui sering melakukan pengeboman ikan di wilayah perairan lain.“Saya berharap mulai saat ini para nelayan Sulawesi bisa mengubah kebiasan yang tidak baik itu, karena dapat membahayakan jiwa dan keselamatan nelayan,” tegas dia.Sebelumnya, pada kunjungannya ke beberapa pulau di Indonesia, Susi sering mendapatkan keluhan masyarakat atas pengeboman ikan yang dilakukan nelayan Indonesia.  Selain itu, perburuan ikan hiu sampai ikan napoleon sampai ke Australia juga paling banyak dilakukan nelayan dari Sulawesi. Termasuk Makassar dan Kendari menjadi penyuplai ikan napoleon ke luar negeri.“Dalam pemberian bantuan, Sulawesi menjadi penerima bantuan paling banyak. Kenapa? Karena mereka terkenal dengan pelaut-pelaut handal. Sampai ke Jayapura, NTT. Tapi saya mohon, mulai hari ini jangan ada yang ngebom pakai bius lagi ya,” ujar dia.Dalam kesempatan sama, KKP memberikan bantuan asuransi untuk 10.000 nelayan di Sulsel. Asuransi tersebut memberikan jaminan senilai Rp200 juta bagi keluarga nelayan yang meninggal saat ada di lautan." "Ini Dia Pelabuhan Ekspor Pertama di Sulawesi Selatan","Selain itu, asuransi tersebut juga memberi jaminan senilai Rp160 juta untuk nelayan yang mengalami kecelakaan kerja, Rp80 juta untuk nelayan yang mengalami cacat, dan Rp20 juta untuk biaya pengobatan.“Asuransi sebagai perlindungan nelayan dan juga sesuai dengan keinginan pemerintah untuk meningkatkan industri dan jumlah dari sektor perikanan,” lanjut Susi.Menurut Susi, dengan penyaluran asuransi tersebut, itu menunjukkan komitmen Pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan dari sektor kelautan dan perikanan. Dan ini sesuai dengan Undang-Undang Perikanan untuk melindungi para nelayan.“Kehidupan nelayan rentan kalau kepala keluarganya terjadi apa-apa. Negara harus hadir, wajib hadir,” pungkas dia.Selain itu, diberikan pula bantuan berupa 5 unit kapal penangkap ikan 3 Gross Tonnage (GT) senilai Rp768.245.000 dan beberapa jenis bantuan bagi para nelayan lainnya. [SEP]" "Hampir 70 Persen Gambut di Sumatera Selatan Dikuasai Perusahaan. Masih Adakah untuk Masyarakat?","[CLS] Luasan lahan gambut di Sumatera Selatan (Sumsel) sekitar 1.254.502,34 hektare. Dari luasan tersebut sekitar 738.137,84 hektare dijadikan perkebunan hutan tanaman industri (HTI) dan perkebunan sawit. 17 perusahaan HTI menguasai sekitar 478.969,20 hektare dan sisanya, 70 perusahaan perkebunan sawit menguasai 259.168,64 hektare lahan gambut. Masih adakah lahan untuk masyarakat?Lahan gambut seluas 1.254.502,34 hektare tersebut tersebar di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) seluas 570-an ribu hektare, Kabupaten Banyuasin seluas 283-an ribu hektare, Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) seluas 298-an ribu hektare, Kabupaten Muaraenim dan PALI seluas 45-an ribu hektare, serta Musirawas dan Musirawas Utara seluas 58-an ribu hektare.“Perusahaan HTI di Kabupaten OKI paling luas menguasai lahan gambut, sekitar 308.862, 46 di tangan tiga perusahaan. Perusahaan perkebunan sawit paling besar menguasai lahan gambut di Kabupaten Muba seluas 95.514,15 hektare di tangan 21 perusahaan,” kata Dedi Permana dari Hutan Kita Institute (HaKI), awal Juni 2016.Perkebunan sawit di lahan gambutDijelaskan Dedi, perkebunan sawit yang beroperasi di lahan gambut dalam atau di atas tiga meter sebanyak 17 izin usaha perkebunan (IUP). Luasannya mencapai 30.444,43 hektare. Di Kabupaten OKI seluas 19.047,44 hektare (8 IUP), Kabupaten Muba seluas 8.572, 36 hektare (7 IUP), Kabupaten Musirawas dan Musirawas Utara seluas 459, 85 hektare (1 IUP), serta di Kabupaten Muaraenim dan PALI seluas 2.364, 78 hektare (1 IUP).Dengan fakta luasnya lahan gambut di Sumsel yang dikuasai perusahaan, HaKI bersama sejumlah organisasi pendukung, berkeinginan mewujudkan perhutanan sosial atau ruang kelola masyarakat seluas satu juta hektare. Program ini selain untuk menata lahan atau hutan yang mengalami kerusakan, juga sebagai upaya peningkatan ekonomi bagi masyarakat di sekitar hutan dan lahan gambut." "Hampir 70 Persen Gambut di Sumatera Selatan Dikuasai Perusahaan. Masih Adakah untuk Masyarakat?","Lahan seluas satu juta hektare tersebut, hampir setengah atau sekitar 445.009,12 hektare berada di lahan gambut. Potensi lahan untuk perhutanan sosial tersebut terbesar di Kabupaten Muba (258.551,23 hektare), Kabupaten Muaraenim (183.095,34 hektare), Kabupaten OKI (180.565,56 hektare), Ogan Komering Ulu Selatan (93.707,48 hektare), Ogan Komering Ulu (65.892,86 hektare), Musirawas (53.921,20 hektare), Empat Lawang (49.105,39 hektare), Lahat (45,606,94 hektare), Musirawas Utara (34.408,17 hektare), Pagaralam (27.267,87 hektare), Ogan Komering Ulu Timur (10.251,93 hektare), Banyuasin (5.89,33 hektare), dan Lubuklinggau (1.525,79 hektare).Rendahnya perhutanan sosial di Indonesia, khususnya Sumsel, dijelaskan Dedi disebabkan beberapa hal. Misalnya pemerintah pasif atau cenderung menunggu. Kontrol dan pembinaan yang tidak berjalan. Rumit dan berbelit, sebab pengurusan izin disamakan dengan perizinan HTI. “Pemerintah daerah menganggap program perhutanan sosial ini program pemerintah pusat,” kata Dedi. [SEP]" "Bukan Rumah Biasa, Kapuas Hulu Bangun Rumah Workshop Madu Hutan","[CLS] Ini bukan rumah biasa. Fungsinya pun tidak seperti kebanyakan rumah yang ada. Ia semacam wadah tempat menggali informasi, sekaligus menjadi tahap awal pengolahan madu hutan organik dalam kemasan. Begitulah gambaran Rumah Workshop Madu Hutan yang akan dikelola Asosiasi Periau Danau Sentarum (APDS) di kawasan Taman Nasional Danau Sentarum.Rumah itu berdiri pada Sabtu (14/5/2016) di Dusun Semangit, Desa Nanga Leboyan, Kecamatan Selimbau dan diresmikan penggunaannya oleh Bupati Kapuas Hulu, AM Nasir. “Rumah Workshop Madu Hutan ini sudah selaras dengan harapan pemerintah daerah,” kata Nasir melalui siaran pers yang dikirim Asosiasi Periau Danau Sentarum (APDS) ke Mongabay Indonesia di Pontianak, Minggu (15/5/2016).Menurutnya, pembangunan Rumah Workshop Madu Hutan ini menjadi salah satu upaya agar semua desa yang ada di Kapuas Hulu bisa menggali potensi masing-masing desa demi peningkatan kesejahteraan. Termasuk wilayah desa di dalam kawasan Taman Nasional Danau Sentarum.Nasir menjelaskan, sebagai salah satu sub-sentra madu hutan di Kapuas Hulu, rumah workshop tersebut sekaligus menjadi Sekretariat Koperasi APDS yang sebelumnya menggunakan rumah warga. Sebelumnya, bupati juga meresmikan bangunan yang sama pada Agustus 2015, yang merupakan sub-sentra yang dikelola Asosiasi Periau Mitra Penepian di Desa Penepian Raya, Kecamatan Jongkong.Dengan adanya pengembangan budidaya madu hutan ini, kata Nasir, diharapkan bisa memberikan tambahan penghasilan bagi masyarakat. Pemerintah daerah, menurutnya sudah lama memikirkan bagaimana caranya memasarkan dan mengemas produk madu hutan dengan baik sehingga menjadi andalan Kapuas Hulu.“Tentu saja ini bukan persoalan yang gampang. Sekarang koperasi sudah ada, namun yang menjadi kendala adalah modal awal yang digunakan koperasi untuk menalangi biaya dalam menghimpun madu hasil panen dari masyarakat,” urai Nasir." "Bukan Rumah Biasa, Kapuas Hulu Bangun Rumah Workshop Madu Hutan","Dalam kesempatan yang sama, Kepala Balai Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum (TNBKDS), Arief Mahmud mengatakan, meski saat ini dua taman nasional yaitu TN Danau Sentarum (TNDS) dan TN Betung Kerihun (TNBK) dilebur menjadi satu, namun pihaknya tetap akan melanjutkan komitmen melestarikan TNDS bersama masyarakat yang tinggal di dalam kawasan.Pada 2014, Balai TNDS bersama Aliansi Organis Indonesia (AOI) dan Tropical Forest Conservation Act (TFCA Kalimantan) menggagas membangun rumah workshop madu yang berfungsi sebagai pusat informasi mengenai pengelolaan madu hutan di Danau Sentarum.“Potensi lebah madu yang ada di TNDS luar biasa. APDS bersama sub-sentra yang lain, telah melakukan upaya membudidayakan lebah madu, sehingga sangat wajar jika kita mendorong budidaya madu hutan semakin hari semakin baik. Kita bersama masyarakat, memberdayakan potensi yang ada, sehingga masyarakat mendapatkan manfaat atas keberadaan TNDS,” kata Arief.Manfaat yang sudah dirasakan masyarakat di antaranya peningkatan harga madu hutan yang dihasilkan dari Danau Sentarum. Tren pertumbuhan harga pun, untuk saat ini sudah lebih baik jika dibandingkan tahun sebelumnya.“Tentu itu semua berkat kerja sama dan sinergi semua pihak, baik itu pemerintah kabupaten, masyarakat, taman nasional, dan LSM yang tak henti memberikan pendampingan kepada masyarakat supaya kualitas madu hutan semakin meningkat,” kata Arief.Kerja sama itu, merupakan yang pertama kalinya dilakukan semua pihak, khususnya di dalam kawasan Taman Nasional Danau Sentarum. Untuk itu, tambah Arief, di sisi lain keberadaan dan kelestarian taman nasional harus tetap terjaga, supaya manfaatnya bisa terus dirasakan oleh masyarakat secara berkelanjutan, termasuk menjaga dan mengantisipasi terjadinya kebakaran lahan saat musim kering.Manfaat Rumah Workshop" "Bukan Rumah Biasa, Kapuas Hulu Bangun Rumah Workshop Madu Hutan","Sementara itu, Presiden APDS, Basriwadi mengatakan, dengan adanya rumah workshop diharapkan bisa meningkatkan kapasitas dan pengembangan madu hutan ke depannya. Pembangunan rumah workshop tersebut, tak terlepas dari dukungan taman nasional yang dituangkan dalam nota kesepahaman sebagai bentuk kerja sama.Pembangunan fisik rumah workshop tersebut, dibangun oleh pihak taman nasional, sedangkan isi  dalamnya difasilitasi TFCA Kalimantan. Selain itu, bangunan workshop juga dilengkapi dengan panel surya dengan kapasitas daya 3.500 watt yang berfungsi sebagai sumber energi yang digunakan dalam proses pengolahan madu hutan.Peran Dinas Perkebunan dan Kehutanan, Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi, dan Badan Pengelolaan DAS Kapuas sangat penting dalam pengembangan kelembagaan sub-sentra maupun sentra madu hutan di Kapuas Hulu.“Dengan adanya rumah workhsop ini diharapkan bisa meningkatkan kapasitas dan kualitas dalam pengembangan madu hutan, yang merupakan salah satu sumber penghasilan masyarakat di kawasan danau selain pengelolaan sumber daya dari sektor perikanan,” jelas Basriwadi.Asosiasi periau tertuaAPDS adalah salah satu asosiasi tertua di Kapuas Hulu yang berdiri sejak 2006. Pada awal pembentukannya, APDS baru beranggotakan lima periau dengan jumlah anggota 86 orang. Saat ini, jumlah anggota APDS mencapai 15 periau, dengan jumlah anggota mencapai 305 orang. Periau merupakan kelompok tradisional pemanen madu hutan di Kapuas Hulu. Satu periau biasanya beranggotakan 10 hingga 25 orang." "Bukan Rumah Biasa, Kapuas Hulu Bangun Rumah Workshop Madu Hutan","AOI Regional Kalimantan Barat yang terdiri dari enam lembaga di antaranya Yayasan Dian Tama, Perkumpulan Kaban, Yayasan Riak Bumi, PRCF Indonesia, APDS dan WWF-Indonesia Program Kalimantan Barat, melakukan pendampingan sejak Juni 2014 melalui proyek Pengembangan Madu Hutan Organis Kapuas Hulu AOI-TFCA selama dua tahun. TFCA Kalimantan sendiri, mulai bekerja di Kapuas Hulu melalui kerja sama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kapuas Hulu.Produksi sentra madu hutan Kapuas Hulu yang meliputi kawasan TNDS, hutan desa Bumi Lestari dan Mentari Kapuas di Kecamatan Jongkong, serta Kecamatan Bunut Hilir bisa mencapai 60 ton dalam satu periode panen. Namun, jumlah tersebut belum sepenuhnya terserap oleh koperasi sentra yang mewadahi empat koperasi primer atau sub-sentra yang ada.Saat ini, harga madu hutan yang sudah melalui proses pengolahan bisa mencapai Rp225 ribu per kilogramnya, dengan asumsi harga berkisar Rp75 ribu dalam kemasan 250 milli liter atau setara dengan 325 gram. Madu hutan yang diproduksi APDS maupun asosiasi periau yang menjadi anggota sentra, terjamin kualitas organiknya dengan kadar air rendah di bawah 21 persen. [SEP]" "Boy dan Mama Nam, Cerita Haru Individu Orangutan yang Berhasil Diselamatkan","[CLS] Upaya penyelamatan orangutan dan habitatnya di Kalimantan Barat terus dilakukan. Kondisi ini dikarenakan masih minimnya kesadaran bersama akan pentingnya peranan orangutan dalam ekosistem rimba.“Orangutan itu, idealnya hidup di hutan. Sama sekali bukan binatang peliharaan,” kata Kepala BKSDA Kalbar, Sustyo Iriyono, setelah menerima Boy Panamuan, satu individu orangutan yang dipelihara warga di Desa Ambawang, Kecamatan Ambawang, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, 20 Januari 2016. Boy layaknya sudah menjadi anggota keluarga tersebut, yang membuat Elsi (18), histeris saat berpisah dengan Boy.Sustyo mengatakan, Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) yang akan menangani rehabilitasi Boy di Kabupaten Ketapang. Jika kondisinya siap untuk hidup di alam, Boy akan dilepasliarkan di areal Gunung Palung. Habitat di Taman Nasional tersebut masih terjaga alami.Sustyo menambahkan, penyerahan orangutan tersebut merupakan kali pertama di 2016. Tahun sebelumnya, BKSDA telah mengevakuasi 40 individu dari peliharaan warga. “Diperkirakan, masih ada warga yang memelihara orangutan di Kalimantan Barat.”Elia Natalia, ibunda Elsi menjelaskan bahwa Boy sudah dirawat sejak 14 Agustus 2013. Kala itu, tiga karyawan perkebunan sawit dimana Ewaldus, suaminya juga bekerja, menemukan bayi orangutan. Mereka mengevakuasi Boy yang terbaring lemah. Ewaldus membuatkan kandang berukuran 2X3 meter dekat dapur keluarga. Boy diberi makan bubur dan susu balita. “Dia tak selamanya kami kurung, kadang kami bawa ke rumah. Bahkan diajak tidur bersama.”Mama NamDi waktu bersamaan, Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi (YIARI) bekerja sama dengan BKSDA SKW I Ketapang berhasil menyelamatkan satu individu orangutan dan bayinya di Semanai, Desa SimpangTiga, Kecamatan Sukadana, Kabupaten Kayong Utara. Operasi penyelamatan diawali laporan warga yang melihat induk dan bayi orangutan tengah memakan pisang di kebun." "Boy dan Mama Nam, Cerita Haru Individu Orangutan yang Berhasil Diselamatkan","Tak ingin terjadi konflik, YIARI Ketapang langsung mengirimkan tim Human-Orangutan Conflict Response Team (HOCRT) untuk melakukan verifikasi dan survei. Laporan warga benar. Tim menilai, orangutan tersebut mencari makan di kebun warga, karena buah-buahan di tempatnya hidup sudah terbakar.Orangutan memang pemakan buahan. Mereka juga memakan daun, bunga, dan kambium. Untuk protein, orangutan memakan rayap dan semut. Kebiasaanya memakan buah dan daya jelajahnya yang cukup jauh di rimba raya membuat orangutan berperan penting dalam regenerasi tumbuhan.“Hutan di sini habis terbakar, makanya orangutan tidak bisa kemana-mana lagi,” ujar Muhadi, anggota tim HOCRT. Operasi penyelamatan pun dimulai pukul 08.00 WIB.Tim penyelamat menggunakan senapan bius karena orangutan yang akan dipindahkan adalah orangutan liar. Perlu empat kali tembakan terhadap orangutan betina berusia sekitar 20-25 tahun ini.Tembakan pertama gagal karena peluru bius mental, tembakan kedua berhasil masuk, namun setelah ditunggu 10 menit, orangutan ini tetap bertahan di atas pohon. Akhirnya drh. Ayu, koordinator tim medis YIARI Ketapang memutuskan untuk memberikan top-up obat bius.Tembakan ketiga tepat sasaran, obat bius masuk ketubuh orangutan yang kemudian diberi nama Mama Nam. Namun setelah ditunggu selama 20 menit, Mama Nam tetap bergeming di atas pohon meskipun sudah terlihat sempoyongan. “Dia sangat kuat dan tidak mau menyerah. Sungguh mengagumkan karena meskipun kurus dan lemah, dia masih bertahan karena ingin melindungi bayinya,” jelas Ayu." "Boy dan Mama Nam, Cerita Haru Individu Orangutan yang Berhasil Diselamatkan","Setelah memperhitungkan dengan matang, akhirnya tembakan keempat membuat Mama Nam jatuh ke jaring yang sudah di bentangkan. Kondisinya memprihatinkan, tubuhnya kurus kering dengan tulang menonjol. Tim medis memasang infus karena Mama Nam mengalami dehidrasi. “Kelihatannya sudah berhari tidak makan,” imbuh Ayu lagi. Bayinya yang berusia 2-3 tahun berusaha kabur dan beberapa kali tampak agresif.Tim penyelamat memutuskan membawa Mama Nam ke Pusat Penyelamatan dan Konservasi Orangutan (PPKO) YIARI untuk mendapatkan perawatan. “Kejadian ini merupakan pengalaman traumatis bagi orangutan. Kehilangan habitat, sumber makanan, dan tempat tinggal karena kebakaran, lalu dibius dan dibawa ke pusat rehabilitasi,” tambah Ayu.Mama Nam dan bayinya menambah jumlah orangutan yang menjadi korban kebakaran hutan dan lahan. Awal 2016, YIARI telah menyelamatkan dua individu. Sepanjang 2014, tidak kurang dari 44 kali penyelamatan dilakukan.Karmele L Sanchez, Direktur Program YIARI Ketapang mengatakan, sangat menyedihkan melihat induk orangutan dan bayinya kelaparan selama berbulan karena habitatnya terbakar. “Kami masih menghadapi akibat kebakaran hutan yang terjadi di wilayah Ketapang. Kami memperkirakan, tahun ini akan ada El Nino yang menyebabkan kemarau panjang dan berpotensi terjadinya kebakaran.”Karmele berharap, masyarakat membantu mencegah kebakaran sebelum terlambat. “Kami tidak tahu seberapa besar kemampuan kami mengatasi pengalaman traumatis orangutan yang habitatnya terbakar habis,” pungkasnya. [SEP]" "Kala Terumbu Karang Sumbar Memutih…","[CLS] Terumbu karang di Perairan Sumatera Barat, mengalami pemutihan (coral bleaching). Bahkan, Perairan Mandeh, yang selama ini aman juga mengalami hal serupa. Fenomena ini hampir terjadi di berbagai daerah.Indrawadi Mantari, peneliti terumbu karang dari Universitas Bung Hatta (UBH) Padang mengatakan, hampir semua koloni terumbu karang genus Arcopora tersebar di kawasan wisata bawah laut memutih.Pengamatan dia, pemutihan terumbu karang terlihat di Perairan Sungai Pinang, Pulau Sironjong Besar, Pulau Sironjong Kecil, Pulau Pagang dan Pulau Marak. Dia memperkirakan, tiga bulan kedepan koloni karang ini akan ditumbuhi alga fitoplankton yang membuat warna menghitam, setelah itu karang mati.Indrawadi menyatakan, terjadi peningkatan suhu merata di perairan Indonesia seperti data National Ocean Atmospheric Administration (NOAA). Pengukuran di perairan laut oleh Loka Penelitian Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir (LPSDKP), Bungus diketahui suhu permukaan laut Perairan Sumbar mencapai 31-32 derajat celcius, kedalaman  2-5 meter 30-29 derajat celcius.“Terumbu karang sangat rentan perubahan suhu. Sedikit saja suhu naik terumbu karang akan memutih. Idealnya suhu rata-rata di perairan laut 25-28 derajat,” katanya di Padang, pekan lalu.Dia mengatakan, pemanasan suhu terjadi 2016 terparah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Saat coral bleaching melanda sebagian besar Perairan Sumbar pada 1998, 2000 dan 2010, wisata Mandeh tak terdampak karena kawasan itu di daerah teluk dipengaruhi air sungai hingga suhu relatif stabil. Berbeda, tahun ini, suhu tak stabil lagi. “Ini membuktikan kenaikan suhu perairan laut cukup tinggi.”Penyelam senior Diving Prokalamator UBH ini menjelaskan, terumbu karang yang mengalami pemutihan bermacam-macam, ada karang bercabang (acropora), karang meja (acrovora tabulate), karang lunak (soft coral) dan karang massive (polites). Pemantauan menggunakan metode standardisasi kaji cepat dari Reef Check Indonesia." "Kala Terumbu Karang Sumbar Memutih…","Tim yang mengamati terumbu karang Club Diving UBH Padang dan Pengelola Taman Wisata Perairan (TWP) Pulau Pieh, Padangpariaman. Tim ini menyelam di TWP Pulau Pieh di tiga pulau, yakni Pulau Pieh Pandan, Kasiak Pariaman dan Tangah Tiku.Pengamatan juga ke Taman Nirwana Bungus Teluk Kabung, Sungai Pinang, Pulau Pagang, Pulau Marak, Sironjong Gadang, Sironjong Kecil dan Mandeh. “Semua pulau itu di Kabupaten Pesisir Selatan. Penyelaman selama tiga kali, 24 Maret, 13 April dan 18 April,” katanya.Kondisi cukup memprihatinkan, dari penyelaman 13 Maret di Perairan Pulau Pagang dan Pulau Merak, air laut berwarna putih karena pemutihan karang sudah mengeluarkan substrat kapur.“Ini tinggal menunggu kehancuran saja. Padahal biasa kecerahan menyelam di kawasan yang dijuluki Raja Ampat Sumatera ini bisa sampai 22 meter. Bahkan di Pulau Pieh, karang tahan perubahan suhu, massive juga ikut, lokasi kolonin ditemukan di kedalaman 19-20 meter.”Uniknya, katanya, ada dua koloni terumbu karang kedalaman empat meter di Perairan Pulau Sironjong Besar, masih bagus walau warna agak pucat. “Jika pemanasan global diperkirakan sampai Juli, terumbu karang masih bisa selamat hingga bisa dipakai untuk pembibitan.”Produksi ikan terdampakEni Kamal, Ketua Pengurus Mitra Bahari Nasional untuk Sumatera mengatakan, pemutihan terumbu karang akan berdampak pada produksi perikanan Sumbar, terutama dua tahun kedepan. Dia memperkirakan, penurunan produksi ikan bisa sampai 30%.Saat ini, katanya, tangkapan nelayan Sumbar mencapai 320.000 ton pertahun, dengan kerusakan terumbu karang, pendapatan nelayan nisa hilang sampai Rp45 miliar pertahun." "Kala Terumbu Karang Sumbar Memutih…","Saat ini, ada sekitar 13.000 nelayan aktif terkena dampak coral bleaching. Dengan kerusakan terumbu karang, kata Eni, akan terjadi mortalitas alami ikan plagis karena tak tersedia makanan. Tingkat kematian ikan alami pun akan meningkat. “Contoh jika satu induk ikan bertelur 100.000 , karena tak tersedia rumah sebagai tempat bermain dan mencari makan, maka benih-benih ikan akan hilang sampai 60%.”Coral bleaching, merupakan faktor alam dan tak bisa pulih dalam waktu cepat. Untuk itu, mitra Bahari Nasional sedang mendiskusikan bagaimana mencari solusi nelayan tak terlalu terpuruk.Saat ini, katanya, usulan solusi mengembangkan budidaya kerapu dan rumput laut terutama di pulau-pulau, seperti gugusan Pulau Pandan, Pesisir Selatan, Pasaman Barat.“Ini sudah kami diskusikan dan sejalan dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang mau meningkatkan pendapatan nelayan, seperti memperbanyak budidaya ikan di pesisir, membuat lebih banyak rumah ikan (rumpon) hingga jika terjadi faktor alam seperti ini migrasi ikan tak terlalu cepat.”Sumbar, lanut lumbung benih ikan karena hamparan mangrove tempat telur ikan tersebar di Kepulauan Mentawai dan Airbangis, Pasamanbarat. Ikan-ikan akan besar di padang lamun dan terumbu karang tersebar di perairan laut Sumbar. Tak heran, Sumbar banyak ikan plagis (ikan karang).Faktor alam dan  eksploitasi pesisirAndry Indryasworo Sukmoputro, Kepala Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Padang mengatakan, coral bleaching merupakan fenomena alam rutin dampak perubahan kondisi alam maupun iklim ditambah tekanan ekploitasi sumber daya pesisir dan laut juga pengaruh virus pada koloni karang.Coral bleaching makin lama makin cepat. Sebelumnya, setiap 16 tahun sekali dengan luasan tak terlalu luas, kini makin cepat hingga mengkhawtirkan kala pemulihan lebih lambat dari kerusakan." "Kala Terumbu Karang Sumbar Memutih…","BPSPL Padang, kata Andry, memetakan sebaran coral bleaching bersama-sama UBH dan ahli terumbu karang. Untuk mencegah kerusakan makin luas, BPSPL sedang sosialisasi terutama di wilayah-wilayah potensi pariwisata agar menghentikan atau menunda selam yang mengalami pemutihan. Juga tak memperkenankan wisatawan atau masyarakat memanfaatkan terumbu karang mati.Kini, KKP bekerjasama dengan beberapa lembaga swadaya masyarakat memetakan fenomena pemutihan karang ini secara nasional. “Saya rasa hampir merata seluruh Indonesia kecuali beberapa daerah seperti Kepulauan Anambas masih bertahan.”Di pesisir barat Sumatera khusus Sumatera Barat, katanya, pemutihan hampir merata puncaknya diperkirakan April-Mai ini. “Bahkan terumbu karang di kawasan konservasi perairan nasional Pieh ada kedalaman 20 meter. Biasa, pemutihan hanya pada kedalam permukaan kurang 10 meter.” [SEP]" "Sihir Ajaib Gerhana Matahari Total di Kapal Ekspedisi 2016","[CLS] Saat Gerhana Matahari Total (GMT), Rabu, 9 Maret 2016, saya berada di rombongan besar pemburu gerhana. Total kami sekitar 1.160 orang saat menanti fenomena astronomi tersebut di kapal milik Pelni yaitu KM Kelud. Kami tergabung dalam Tim Ekspedisi Gerhana Matahari Total 2016 Maritim yang diadakan oleh Menko Maritim. Puluhan wartawan dan fotografer, dalam dan luar negeri, ratusan pelajar dan mahasiswa berprestasi, serta para undangan tumpah-ruah di kapal yang bertolak dari Tanjung Priok ke Belitung, yang dilepas oleh Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli, Selasa, 8 Maret 2016.Pengamatan dari kapal memang dilakukan untuk menghindari awan yang diprediksi akan menjadi ganjalan para pemburu gerhana ini. Belitung dipilih karena merupakan 1 dari 12 lokasi di Indonesia yang akan mengalami GMT. Selain itu, fenomena astronomi yang cukup langka yang dikombinasikan dengan latar pemandangan laut cantik dengan bebatuan khas Belitung menjadikan pengamatan kali ini begitu dinanti dan disambut antusis para peserta ekspedisi.Setelah berlayar kurang lebih 14 jam, kapal tiba di perairan utara Belitung. Kapal dengan 10 dek ini sempat menunjukkan kemampuannya berputar lincah, mencari lokasi paling strategis dengan minimal awan untuk pengamatan. Kehadiran para ahli dari BMKG dan Astronomi ITB makin menegaskan tempat terbaik kapal bersandar, di perairan utara Belitung, antara Pantai Lengkuas dan Tanjung Kelayang.Sebagai pegiat lingkungan yang berkutat dengan satwa liar, terutama burung, pastinya saya akan melakukan pengamatan terhadap hidupan liar ini, sebagai target ekspedisi. Terlebih saat gerhana, kejadian alam yang tidak setiap waktu terlihat." "Sihir Ajaib Gerhana Matahari Total di Kapal Ekspedisi 2016","Sebelum gerhana, saya dan seorang rekan mengamati tiga individu burung cikalang kecil (Fregata ariel) yang terbang melayang, berputar mencari makan di arah ufuk timur. Kehadirannya menambah magis saat matahari mulai muncul, perlahan. Makanan utama cikalang kecil adalah ikan, selain juga mengkonsumsi cumi-cumi, telur, dan anakan burung laut. Burung ini sering dilihat di perairan di seluruh Sunda Besar. Perilaku yang biasa ia lakukan.Lalu, bagaimana ketika gerhana? Saat mulai terjadi pertemuan antara piringan bulan dan matahari, pukul 6.21 WIB, aktivitas cikalang kecil tak terlihat lagi. Langit tampak sepi dan perlahan meredup seiring semakin hilangnya matahari yang terhalang oleh piringan bulan.Satu jam berlalu, tanpa terasa semua mata memandang proses tertelannya sang surya oleh Batara Kala. Saat pukul 7.21 WIB, terjadilah awal dari dua menit sepuluh detik momen gerhana total.Momen diawali dengan jeritan wow dari para penumpang kapal yang terpesona melihat merjan Bailey dan korona yang mengagumkan. Selebihnya, terpekur dan tersihir memandangi fenomena unik ini.Saya menyempatkan diri membuka kacamata gerhana dan melihat sekeliling perairan. Gelap, tak ada aktivitas burung karena saya berada di tengah laut lepas dan tidak banyak hidupan liar yang teramati. Ini membuat saya bertanya, bagaimana umumnya satwa bereaksi saat GMT terjadi. Sayang, literatur mengenai hal ini cukup jarang karena para pemburu gerhana lebih banyak mengupas pada sang matahari dibandingkan hidupan liarnya." "Sihir Ajaib Gerhana Matahari Total di Kapal Ekspedisi 2016","Tahun 2000, Elliot J. Tramer dari Departemen Biologi Universitas Toledo, Ohio, dalam papernya dituliskan hasil pengamatan perilaku burung saat gerhana matahari total yang terjadi pada Februari 1998 di pesisir utara Venezuela. Paper yang diterbitkan oleh The Wilson Ornithological Society ini melaporkan bahwa cikalang elok (Fregata magnificens), undan coklat (Pelecanus occidentalis), dan dara-laut royal (Sterna maxima) yang awalnya sedang mencari makan sebelum gerhana, meninggalkan teluk sebelum gerhana total. Mereka terbang mengarah ke lokasi sarang mereka, perilaku yang biasa dilakukan ketika matahari terbenam. Kemungkinan, cikalang kecil yang saya amati melakukan hal yang serupa sebagaimana kerabatnya, cikalang elok.Elliot juga mengamati camar tertawa (Larus atricilla) yang berhenti mencari makan dan terbang bolak-balik di atas air dalam kelompok kompak selama 3 menit totalitas gerhana. Dari pengamatan tersebut terlihat, dua belas menit setelah totalitas selesai, cikalang dan undan kembali ke teluk, bergabung dengan camar dan melanjutkan mencari makan. Berikutnya, dara laut yang menyusul sejam lebih setelah terjadinya totalitas gerhana. Hipotesis Elliot menunjukkan, meskipun gerhana terjadi dalam waktu yang tak lama, tampaknya penurunan cahayanya cukup mengganggu perilaku normal burung yang aktif di siang hari.Sementara, Dr. Paul Murdin, OBE, yang saat itu Profesor Astronomi Tamu di Liverpool John Moores University’s Astronomy Research Institute, pernah mempublikasikan hasil pengamatan lapangan yang dilakukan oleh 250 anggota Wildlife and Environment Zimbabwe di Taman Nasional Mana Pool saat terjadi gerhana, 2001. Saat itu, karena lokasi pengamatannya di darat, maka burung yang teramati kebanyakan juga burung yang beraktifitas di daratan." "Sihir Ajaib Gerhana Matahari Total di Kapal Ekspedisi 2016","Dalam penelitian itu sebagaimana dituturkan Dr. Murdin, WEZ ditemukan beberapa keanehan perilaku burung di habitat alaminya saat gerhana. Kicauan burung di taman nasional berhenti selama periode gelap gerhana. Lalu, saat matahari perlahan muncul setelah ditinggalkan piringan bulan,  burung merpati mengumandangkan nada kresendo panggilan fajar. Burung lain seperti kutilang dan jalak mulai bersuara bak paduan suara. Sedangkan angsa dan burung air seperti kuntul dan cangak terlihat kembali ke sarang mereka.Akhirnya, hasil pencarian di jurnal akademik tertua yang saya lakukan mengenai pengamatan perilaku hewan saat gerhana matahari total tertuju pada tulisan William Morton Wheeler dkk. tahun 1932.Tulisan Wheeler dkk. yang dimuat dalam Proceedings of the American Academy of Arts and Sciences tahun 1935 tersebut sudah mendata dan mengumpulkan hasil pengamatan perilaku satwa sejak gerhana total terjadi tahun 1851 di Swedia. Cakupan koleksi datanya pun tak hanya taksa burung tapi juga insekta dan mamalia.Tulisan yang cukup menyeluruh ini menyingkap bervariasinya perilaku satwa liar saat terjadi GMT. Begitupun dengan respon burung, untuk spesies sama kadang teramati mereka mengeluarkan nada panggilan panik, namun di tempat lain spesies tersebut cenderung menarik diri. Hanya saja, tidak dirinci jelas waktu terjadinya gerhana di tiap tahun pengamatan.Cahaya merupakan petunjuk penting bagi hewan untuk memulai kegiatan. Gerhana dapat merubah kondisi cahaya ini secara dramatis. Hewan diurnal (yang aktif siang hari) berperilaku seolah malam menjelang sehingga kembali ke sarang dan bahkan perilaku tidur mereka meningkat, saat GMT terjadi. Sementara, hewan  nokturnal (yang aktif malam hari) menunjukkan pola sebaliknya." "Sihir Ajaib Gerhana Matahari Total di Kapal Ekspedisi 2016","Mengingat gerhana kali ini terjadi tak berapa lama setelah matahari menunjukkan diri, hewan nokturnal dan diurnal mungkin masih menganggap durasi malam diperpanjang. Hewan diurnal yang baru saja hendak beraktivitas, sesaat membatalkan kegiatannya, sementara hewan  nokturnal yang mau beranjak tidur, awas kembali.Penelitian mengenai perilaku burung dan satwa liar secara komprehensif memang harus terus dilakukan, tidak hanya di darat tetapi juga di laut. Yang pastinya diperkuat dengan lebih banyak data dan pengamatan saat GMT terjadi di berbagai tempat di bumi.*Hilda Lionata, Pegiat lingkungan yang aktif di Burung Indonesia. E-mail: [email protected] [SEP]" "Perdagangan Kulit Harimau Terbongkar di Riau dan Medan","[CLS] Harimau Sumatera, makin merana. Di berbagai wilayah di Sumatera, satwa langka dan dilindungi ini terus diburu dan organ tubuh diperjualbelikan. Terbukti, dalam waktu berdekatan, di Riau dan Medan, berhasil digagalkan perdagangan kulit harimau.Di Riau, petugas Balai Penegakan Hukum Sumatera dan BKSDA berhasil membongkar perdagangan kulit harimau, pekan lalu. Di sebuah hotel di Kota Medan,  tim Wildlife Crime Unit (WCU) juga membongkar jaringan perdagangan kulit harimau pada Jumat (14/10/16).Dalam operasi gabungan di Riau, penyidik mengamankan satu lembar kulit harimau utuh, dari dua pelaku berinisial AH Dan JO di di Indragiri Hulu. Selain kulit, ada juga tulang belulang harimau.Petugas menduga, kedua pelaku agen kulit dan tulang harimau.   Eduward, Kepala Seksi Wilayah II Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Sumatera, mengatakan, kasus terungkap bermula dari informasi masyarakat, menyebutkan kedua pelaku memiliki dan menyimpan kulit harimau utuh beserta tulang belulang.Dia membentuk tim dan bersama BKSDA Riau, bergerak dan menyamar sebagai pembeli. Tawar menawar terjadi. Ketika bukti ditunjukkan kepada petugas, kedua pelaku langsung diamankan.Tim, katanya, mengintai pelaku sekitar dua minggu, baru mulai janji ‘transaksi.’Identifikasi awal kulit, kata Edward, harimau jantan dewasa berasal dari hutan Jambi , dan dijual ke Riau.Keduanya diperiksa sebagai saksi, namun tak tertutup kemungkinan menjadi tersangka.Sementara di Medan, WCU dibantu penyidik Ditreskrimsus Polda Sumut, para pelaku ditangkap tanpa perlawanan sedikitpun. Tim berhasil mengamankan barang satu kulit harimau utuh masih basah, diduga baru dibunuh.Tim cukup terkejut melihat hasil kulitan para pelaku, begitu rapi. Tak ada luka sedikitpun pada tubuh, bahkan tapak, kepala hingga badan dikuliti dengan rapi. Ada dugaan pelaku jaringan profesional yang menggeluti kegiatan ini cukup lama." "Perdagangan Kulit Harimau Terbongkar di Riau dan Medan","Kombes Pol Toga H Panjaitan, Direktur Krimsus Polda Sumut, Senin (17/10/16) di Medan, mengatakan, berhasil mengamankan tiga pelaku, masing-masing berinisial EM (37), S alias A (61), dan B alias A (35).Ketiganya ditangkap saat akan transaksi di hotel Jalan Sisingamangaraja Medan kepada petugas menyamar.Penyidikan awal, EM sebagai penjual, S alias A sebagai pembeli.“Jadi setelah membeli dari EM, A dan B akan menjual lagi pada pembeli selanjutnya yaitu penyidik saya yang menyamar. Saat kulit ditunjukkan, langsung diamankan ketiga pelaku. Itu agar tak melarikan diri dan menghilangkan barang bukti, ” kata Toga.Dari pemeriksaan awal, EM mengaku  kulit harimau dibeli dari warga Aceh, U. Satu lembar kulit utuh ini Rp3 juta.Dia cari pembeli lain yaitu A dan B. Setelah jual beli, A dan B menjual pada pembeli lain, tak lain petugas nyamar.A dan B menjual kulit harimau kepada petugas nyamar Rp70 juta.Dia menjelaskan, mengatakan, dari pengembangan kasus, para pelaku bukan saja memperdagangkan kulit harimau, melainkan berbagai satwa dilindungi seperti sisik trenggiling, rusa sambar, tempurung kura-kura, dan satu karung sisik ular piton.Untuk mengembangkan kasus ini, dia memerintahkan penggeledahan Gudang EM. Disini, penyidik dibantu tim WCU berhasil menemukan sedikitnya tiga kg sisik trenggiling yang akan dijual Rp10 juta per kilogram. Lalu, 10 kulit ular piton, dan 20 kg tempurung kura-kura. Semua dikemas dalam goni dan plastik siap jual oleh pelaku.Toga akan mengejar jaringan lain yang belum tertangkap. Dia akan berkoordinasi dengan penyidik Polda Aceh.EM mengaku, baru kali ini memperdagangkan kulit harimau Sumatera. Satwa-satwa lainpun dia berdalih titipan orang.WCU menilai, perdagangan satwa tetap marak karena hukum sangat lemah dan banyak permasalahan  dalam penanganan." "Perdagangan Kulit Harimau Terbongkar di Riau dan Medan","Irma Hermawati, Legal Advisor WCU, mengatakan, kurangnya pengetahuan dan kemauan aparat penegak hukum, khusus Jaksa Penuntut Umum mengungkap kasus perdagangan satwa ilegal.Seringkali Jaksa menangani perkara tak jeli dalam memberikan petunjuk kepada penyidik. Jadi, yang disidangkan hanya pelaku lapangan, tanpa menyentuh aktor pemodal.Jaksa yang meneliti berkas perkara hanya memfokuskan diri kepada ketentuan UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, tanpa melihat ketentuan  peraturan perundang-undangan lain.Selain itu, belum ada jaringan atau kerjasama baik di dalam ataupun luar, dalam membantu mengungkapkan perdagangan satwa ilegal.Dia juga menilai, kepedulian aparat penegak hukum terutama jaksa dan hakim, minim dalam kasus perdagangan satwa. Jadi, banyak tuntutan pidana dan putusan pengadilan rendahIrma mencontohkan, kasus Fahrial,  pedagang gading gajah ilegal dengan bukti satu gading dan satu caling gajah, serta 650 kilogram tulang gajah, hanya vonis 10 bulan penjara, denda Rp1.500.000.Data WCU, di Indonesia, penyebab terbesar penurunan spesies, adalah eksploitasi berlebihan. Menurut Irma,  perdagangan satwa liar dan habitat hilang, adalah ancaman terbesar.“Karena keadaan geografis dan status negara dagang besar, Indonesia juga sumber besar, tujuan, dan tempat transit penyelundupan dan penyembunyian satwa liar, ” katanya.Konsekuensi perdagangan tak berkelanjutan adalah ancaman satwa. Nilai perdagangan ilegal Indonesia sendiri diperkirakan US$1 miliar per tahun. [SEP]" "Mengharukan..  Orang Ini Menyerahkan Elang Ular Bido Di Pameran Foto Elang","[CLS] Hampir tujuh dasawarsa lalu Indonesia merdeka, terbebas dari belenggu tangan penjajah. Tentu setiap dari kita memiliki penafsiran akan hal itu. Terlepas dari suka cita kemerdekan, tapi nyatanya kita masih lupa akan problematika yang menerpa negeri ini.Tengok saja, bagaimana persoalan lingkungan dan satwa endemik Indonesia kian terdegradasi dan terancam dari tanah yang dijuluki jamrud katulistiwa.Akhir pekan lalu, satwa dilindungi jenis Elang Ular Bido (Spilornis cheela), pemiliknya Dede Suherlan (55) warga asal Pasirmalang, Lembang, Bandung Barat menyerahkan kepada Pusat Konservasi Elang Kamojang, Garut, Jawa Barat.Pemiliki elang ras Jawa –Bali ini, Dede  berujar, kepemilikan elang tersebut berawal ketika ukuran elang masih kecil. Itupun kata dia, didapat dari penjual yang nenawarkan hewan dilindungi tersebut kepada anaknya.Dia menuturkan, awalnya dia tidak mengetahui hewan yang baru dibelinya merupakan satwa pemuncak rantai makanan. Ketika sudah dipelihara, kata dia, baru nampak terlihat dari besarnya ukuran dan motif bulu elang muncul.“Waktu itu masih kecil mau saya langsung dilepasin, tapi takut malah nantinya diburu orang. Jadi saya putuskan untuk dipelihara dulu sampai gede,”ujar Dede disela-sela acara Pameran Foto Elang tahun 2016 oleh komunitas pemotret burung Eloner Indonesia, Jalan Sumatera, Kota Bandung, Sabtu (27/08/2016) lalu.“Saya tahu itu (elang) dilindungi, takut memeliharanya karena ada aturannya makanya saya serahkan hari ini. Awalnya saya mau lepasin langsung, Lalu saya ketemu dengan pemoto elang, kata mereka tidak boleh memelihara elang karena dilarang harus dilepaskan. Terus saya diajak kesini untuk diserahkan ke pusat konservasi elang ,” pungkas dia." "Mengharukan..  Orang Ini Menyerahkan Elang Ular Bido Di Pameran Foto Elang","Ketua konservasi Elang Kamojang, Zaini Rakhman memperkirakan usia elang tersebut berumur kurang dari 1 tahun. Pihaknya, akan segera melakukan proses karantina untuk mengetahui kondisi elang. Setelah itu direhabilitasi untuk memulihkan sifat alamiahnya sampai akhirnya dilepasliarkan kembali.Zaini mengungkapkan banyak sekali kasus penjualan yang memperdagangkan anakan elang. Itu dapat menurunkan populasi di alam sebab elang agak lama dalam berbiak. Dia menyebutkan, elang yang ada di penakaran ditambah dengan hasil penyerahan dari warga tersebut genap berjumlah 48 ekor. Tetapi , baru 15 ekor saja yang berhasil dilepaskanliarkan ke habitat semula.“Elang bido ini katanya didapatkan di kawasan Lembang Bandung. Karena kawasan jelajah elang ini cukup luas, maka salah satu upaya pelepasliaran idealnya adalah di tempat semula ditemukan. Tapi kami belum tahu apakah Lembang ini kawasan jelajahnya atau daerah persebarannya. Nanti akan kami cek terlebih dahulu,” papar dia.Zaini menpresentasikan penurunan populasi elang disebabkan 40 persen rusaknya habitat dan 50 persen perdagangan satwa mencapai lebih dari. Dia menuturkan dalam kurun waktu 1 tahun hampir 40 ekor elang hilang dari habitat aslinya.Indonesia sendiri memiliki 75 spesies elang dan diantara kondisinya sekarang ada beberapa masuk ke dalam kategori konservasi kritis, genting, sangat jarang hingga kurang terperhatikan.“Tentu kondisi ini miris sekali, ada jenis elang ular yang kategorinya sangat jarang dan hanya hidup pulau Mentawai. Perlu ada upaya serius dari semua pihak untuk mempertahankan agar tidak punah,” kata Zaini.Elang berperan secara ekologis sebagai puncak rantai makanan  dalam ekosistem. Jika salah satu dari rantai makan terputus maka akan berpengaruh besar terhadap keseimbangan lingkungan." "Mengharukan..  Orang Ini Menyerahkan Elang Ular Bido Di Pameran Foto Elang","“Untuk melepasliarkan 1 ekor elang saja ke alam, kami susahnya minta ampun. Perlu tenaga serta usaha keras dengan dana yang tidak sedikit. Jika kondisi sebaliknya malah elang terus diburu dan diperjualbelikan dan habitatnya dirusak. Mesti bagaimana lagi upaya pelestariannya? Mari kita sama – sama melindungi satwa langka ini,” imbuh dia.Visualisasi KonservasiPameran foto elang 2016, kata  penggagas pameran, Amri A Zaenur menjelaskan ingin mengedukasi masyarakat lewat fotografi untuk pelestarian satwa dilindungi khususnya elang.“Sebetulnya kami terbentuk dari hobi yang sama yaitu memotret. Cuma kami ingin sesuatu yang beda sebagai objeknya. Karena sebagian dari kami kagum akan sosok burung garuda, ya kami mencoba memotret kegagahan burung elang,” kata Amri yang juga sebagai Pembina Komunitas Elanor Indonesia.Dia memaparkan, Komunitas yang terbentuk 2 tahun lalu kini telah menjelejahi sebagian besar kawasan Jawa Barat, Cilacap Jawa Tengah dan Sumatera Barat. Elanor Indonesia dalam perjalanannya juga sudah mengabadikan lebih dari 20 spesies termasuk elang Afrika yang bermigrasi ke Indonesia lewat jepretan kamera.Amri mengatakan kadang perlu waktu dua minggu lebih untuk mendapatkan satwa predator tersebut.  Menelusuri hutan hingga berada di tengah hutan untuk mencari keberadaan elang.Ketika Mongabay menanyakan perlihal kondisi habitat elang di alam bebas, Amri menjawab kebanyakan dalam kondisi rusak. Dikatakan Amri, kondisi tersebut karena tidak adanya burung – burung di dalam hutan.“Dari Indikator tersebut jelas bisa dikatakan ada salah satu rantai makanan terputus dan bisa disimpulkan bahwa hutan tersebut dalam kondisi tidak sehat,” ucap dia.Dia juga menghimbau kepada masyarakat untuk tidak memburu burung – burung kecil di hutan, sebab dapat berdampak pada keseimbangan ekologi  hutan." "Mengharukan..  Orang Ini Menyerahkan Elang Ular Bido Di Pameran Foto Elang","Pameran yang menampilkan 32 foto elang, kata dia, hendaknya menjadi bahan refleksi dari kemerdekaan Indonesia. Dia berharap dengan digelarnya pameran tersebut dapat menyadarkan masyarakat supaya lebih peduli dan mesyukuri alam yang sudah dikaruniakan Tuhan kepada bangsa kita agar dimerdekakan seperti halnya kita merdeka. [SEP]" "Selain Curah Hujan, Ini Penyebab Debit Air DAS Citarum Meninggi","[CLS] Beberapa hari ini, hampir sebagian kawasan di wilayah Bandung Raya tergenang banjir. Hal ini disebabkan karena debit air sungai Citarum menjadi naik karena tingginya intensitas hujan yang terjadi di cekungan Bandung, Jawa Barat.Wilayah cekungan Bandung meliputi Kabupaten Sumedang, Bandung, Bandung Barat, Kota Bandung dan Cimahi.  Berdasarkan data yang dihimpun, di Kabupaten Bandung, banjir masih melanda Kecamatan Dayeuhkolot, Bojongsoang dan Baleendah dengan ketinggian air antara 40 – 200 cm, yang mengakibatkan 919 kepala keluarga dengan 3.577 jiwa mengungsi.Di Rancaekek, Banjir juga menutup akses jalan nasioal Bandung – Garut – Jawa Tengah. Sekitar pukul 18.30 pada Jumat, (11/11/2016), ketinggian air mencapai 60 cm, sehingga sebagian kendaraan roda dua dan empat tidak bisa melintas, namun hanya mobil besar saja yang bisa melintas.Demikian juga di Kota Bandung, sudah 3 kali terakhir ini dilanda banjir besar di kawasan Pagarsih yang menyebabkan 4 mobil terbawa hanyut dan merobohkan 1 rumah.Limpasan air akibat banjir juga berdampak ke daerah aliran sungai (DAS) Citarum yang memiliki luas 12.000 km2 , melintasi 12 wilayah administrasi kabupaten/kota. Hulu dari sistem sungai berada di cekungan Bandung dengan memiliki 7 sub DAS sungai yang semuanya bermuara ke Citarum.Berdasarkan informasi yang diterima Mongabay, terhitung sejak Sabtu (12/11/2016),  debit inflow atau volume air Sungai Citarum ke Waduk Saguling mencapai 360 meter kubik /detik, sehingga tinggi muka air (TMA) waduk terus mengalami kenaikan dengan debit 171,73 meter kubik/detik.General Manager PT Indonesia Power Unit Pembangkitan Saguling, Hendres Wayen, membenarkan, telah terjadi kenaikan TMA di Waduk Saguling sebesar 643,80 meter diatas permukaan laut (mdpl). Tetapi  sudah mengalami penurunan ke angka 642,76 mdpl." "Selain Curah Hujan, Ini Penyebab Debit Air DAS Citarum Meninggi","“Pukul 18.00 sudah terjadi penurunan kembali. Ada tim kami yang standby di Dam Control Center (DCC) yang memantau waduk dan bendungan selama 24 jam, mengingat kondisi cuaca sekarang sedang tidak menentu dan kondisi air masih fluktuatif. Pemantauan tetap kami lakukan secara intensif,” kata dia saat dihubungi Mongabay, Minggu, (13/11/2016).Sebelumnya, pada Kamis, (10/11/2016) lalu pukul 21.00, sudah terjadi elevasi air yang mencapai 643,80 mdpl dari batas normal 643,0 mdpl. Kemudian pukul 21.45, dibuka pintu spillway gate 3 dan debit air yang keluar mencapai 13,64 meter kubik per detik.Hendres berujar, hal ini dilakukan karena melihat elevensi air Waduk Saguling sudah mencapai ketinggian di 643,80 mdpl. Berdasarkan Standard Operasional Procedure (SOP) bahwa pihaknya harus membuka pintu saluran pembuangan sebesar 1 meter.Di sungai dengan panjang 300 km tersebut terdapat 3 waduk yang saling berurutan. Waduk yang tertinggi adalah Waduk Saguling, kemudian Waduk Cirata dan paling bawah Waduk Jatiluhur.Jadi, misalkan air dari Waduk Saguling melimpas, tentunya bantaran Sungai Citarum dari outlet Saguling sampai Waduk Cirata akan mengalami kenaikan debit air. “Sepanjang Waduk Cirata masih bisa menampung, elevasi masih bisa dikendalikan,” paparnya.Hendres menyesalkan, banyak masyarakat yang membangun rumah mendekati badan sungai. Padahal menurut kententuan, daerah dari titik tertinggi air di bantaran sungai tidak boleh ada pembangunan, tetapi ada saja yang nekat membangun. Untuk itu, pihaknya mengimbau masyarakat supaya tidak perlu khawatir tetapi mesti tetap waspada.Evakuasi" "Selain Curah Hujan, Ini Penyebab Debit Air DAS Citarum Meninggi","Berdasarkan pantauan Mongabay di lapangan, derasnya arus Sungai Citarum menenggelamkan 1 jembatan proyek  PLTA Saguling. Jembatan tersebut memiliki panjang 30 dan lebar 6 meter. Jembatan yang baru dibangun tahun 2013 lalu merupakan akses yang menghubungkan Kecamatan Cipatat Kabupaten Bandung Barat dengan Kecamatan Haurwangi Kabupaten Cianjur.Menurut Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bandung Barat, Diki Maulana, pihaknya masih berjaga – jaga untuk mengevakuasi masyarakat bila kondisi kian memburuk.“Untuk Sementara, kami baru membuka posko satu di Desa Cihea. Kemarin Kamis (10/11/2016), pukul 01.00 dini hari karena mendengar sirine sebagai penanda permukaan air sungai naik, kami langsung lakukan evakuasi warga sebanyak 63 jiwa di RW 25. Kondisinya sekarang masih siaga,“ kata dia saat ditemui di Desa Cihea, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Bandung Barat.Dia menuturkan, di sekitar bantaran yang masuk wilayah outlet Waduk Saguling terdapat 2 desa dengan lebih dari 420 kepala keluarga. Pihaknya terus berkomunikasi dengan Indonesia Power Unit Pembangkitan Saguling untuk memantau perkembangan debit air Citarum.Ketua RW 25 Kampung Cisameung Irin (63), mengatakan di Kampung Cisameung terdapat 93 kepala keluarga dengan sekitar 267 jiwa yang terbagi di 3 RT.Irin menceritakan, naiknya debit air Sungai Citarum merupakan kejadian yang terulang keempat kalinya, yakni tahun 1992, 2002, 2010 dan sekarang 2016. Terparah terjadi tahun 2010 hingga sebagian rumah di bantaran sungai terendam dan memutuskan jembatan akses penghubung Kabupaten Cianjur dan Bandung Barat.“Kalau tidak salah di Kampung sebelah teh kampung Bantar Caringin, Desa Cihea, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur. Itu masuknya RW 10, kurang lebih ada sekitar 450 kepala keluarga,” ucap Irin.Menampung" "Selain Curah Hujan, Ini Penyebab Debit Air DAS Citarum Meninggi","Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Sutopo Purwo Nugroho, mengatakan, belum ada laporan banjir yang merendam desa-desa di bantaran sungai di sekitar Waduk Saguling.“Pihak BPBD terus berkoordinasi dengan semua pihak mengingat tinggi muka air Waduk Saguling terus naik turun,” kata Sutopo melalui siaran pers.Dikatakan dia, tidak kaitannya antara limpasan Waduk Saguling dengan banjir di Karawang kemarin. Begitu juga melimpasnya Waduk Saguling tidak akan memberikan dampak kepada masyarakat di Bandung karena aliran Waduk Saguling ke utara, sedangkan Bandung lebih tinggi posisinya dan berada di tenggara Waduk Saguling.Di bawah Waduk Saguling terdapat Waduk Cirata dan Waduk Jatiluhur yang masih mampu menampung luapan air dari Waduk Saguling. Kedua waduk tersebut belum melimpas sehingga masih aman.Tinggi muka air Waduk Cirata pada Sabtu pagi (12/11/2016) tercatat 219,84 m dpal. Batas melimpas jika lebih dari 220,07 m dpal. Tujuh spillway di Waduk Cirata masih ditutup. Begitu juga dengan Waduk Jatiluhur masih belum melimpas.Sekilas CitarumSungai Citarum pernah dituliskan dalam naskah Bujangga Manik. Bujangga Manik merupakan salah satu dari Raja Sunda yang melakukan pengembaraan (abad 15) antara Jawa – Bali untuk mencari ketenangan batin spritualnya.Para ahli geografi dan arkeologi pun menjadikan naskah ini sebagai referensi untuk mengetahui topografi wilayah serta catatan sejarah dari suatu tempat yang dikunjungi oleh Bujangga.Salah satu wilayah di Jawa Barat yang disinggahi Sang Bujangga berada di kawasan Bandung Selatan, Kabupaten Bandung. Diantaranya  Gunung Malabar, Danau Cisanti (hulu sungai Citarum) dan Gunung Wayang." "Selain Curah Hujan, Ini Penyebab Debit Air DAS Citarum Meninggi","Dari data yang dikumpulkan Mongabay, telah terjadi perubahan penggunaan atau tutupan lahan di DAS Citarum hulu yang sudah berlangsung lama seperti lahan terbuka, perkebunan,  pemukiman, serta kawasan industri. Sehingga jumlah hutan mengalami penurunan yang sangat besar. Hal itu mengakibatkan erosi pada DAS terendapkan disepanjang pengaliran Sungai Citarum termasuk sedimentasi di Waduk Saguling.Bisa jadi bukan saja tentang anomali cuaca dengan curah hujan yang tinggi, tetapi ekologis citarum memang sudah rusak. [SEP]" "Pesan Penting Menjaga Alam Borneo Lewat Foto","[CLS] Dinding-dinding ruang pameran di Kelas Pagi Yogyakarta, Jalan Katamso, Yogyakarta, Minggu (1/5/16), terpasang foto-foto karya warga, dari Bunut Hilir, Batang Lupar, Nanga Jelundung, Paloh, dan Batu Ampar, Kalimantan Barat, dan Sebangau Kalimantan Tengah. Ia ditampilkan beragam topik. Semua foto mambawa pesan konservasi, mulai satwa, hutan, laut dan kehidupan masyarakat adat di Tanah Borneo.Rio Pangestu warga Dayak Iban dari Batang Lupar dengan karya foto dipamerkan mengatakan, secara geografis daerah itu koridor konservasi luar Taman Nasional Danau Sentarum, area konservasi dan habitat orangutan.Mayoritas Dayak Iban, katanya,  petani seperti padi, dan sayur mayur. Ada juga berburu, namun relative, menunggu persediaan daging di rumah habis. Hewan biasa diburu babi hutan. Komoditas lain, buah tengkawang (engkabang).Ahmad Sarmin. Dari Batu Ampar bercerita tentang fotonya. Soal hutan mangrove, pesut dan bekantan, kehidupan masyarakat sebagai petani dan nelayan. “Daerah kami tidak begitu terkenal di Indonesia. Kami akan angkat potensi maritim lewat kamera,” katanya.Di desanya ada banyak bermacam penyu. Bahkan ada kebijakan jika nelayan melaut dan menjerat penyu dengan pukat, pukat harus dipotong. Jika melaut dan merusak, kehidupan harus dirusak.Selain itu, katanya, menjadikan Batu Ampar khas adalah ikan tirus. Ikan untuk benang operasi, hanya ada di Batu Ampar.“Bentuk syukur terhadap alam, kami selalu ada ritual selamatan laut, sebagai bentuk terima kasih kepada laut yang berikan kehidupan.”Cerita dari Mega Sari, perempuan Melayu asal Paloh, Kabupaten Sambas tak kalah menarik. Kampung itu identik dengan pantai. Letak berbatasan langsung dengan Malaysia. Setiap hari sunset terlihat indah di Pantai Paloh. Kekhasan lain, penyu." "Pesan Penting Menjaga Alam Borneo Lewat Foto","Pantai Paloh dikenal pusat konservasi penyu. “Ancaman terbesar oleh manusia, mulai untuk perdagangan telur dan cangkang, hingga daging,” kata Mega.  Untuk menjaga keberlanjutan penyu, ada masyarakat pengawas untuk memindahkan telur penyu terhindar dari pemburu.Selain nelayan, warga Paloh  juga bertani lada. Lada dijual ke negara tetangga karena harga lebih mahal.Sudianur dari Sebangau bercerita. Dia senang bisa memamerkan foto-foto ini. Desa dia berseberangan dengan Taman Nasional Sebangau. Satwa endemik di hutan orangutan (kahiu). Selain orangutan ada bekantan, monyet, dan rusa.Sementara itu, Direktur Akademik Kelas Pagi Yogyakarta, Bari Paramarta Islam menyambut baik kolaborasi dengan Panda Click! sebagai pertukaran budaya dengan medium fotografi.KPY membuka kelas fotografi gratis untuk masyarakat, apapun latar belakang dengan semangat, fotografi tak sulit, bukan hanya kalangan elit. [SEP]" "Sawit yang Perlahan Mengepung Aceh","[CLS] Perkebunan sawit telah mengepung Aceh. Data yang dikeluarkan oleh Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh berdasarkan data Pemerintah Aceh (Maret 2015) penguasaan ruang  sektor perkebunan mencapai 810.093 hektar.Dari 810.093 hektare perkebunan itu, baik milik perusahaan besar maupun masyarakat, 393.270 hektare merupakan kebun sawit. Kabupaten Nagan Raya menempati urutan pertama (82.252 hektare), diikuti Aceh Timur (60.592 hektare), dan Aceh Singkil (55.441 hektare). Total produksi sawit di Aceh 2008–2013 mencapai 10.939.270 ton, dengan puncak kejayaan di 2012 (5.070.556 ton).Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh, Muhammad Nur, Minggu (10/12/2015) mengatakan, perluasan kebun sawit yang tidak terkendali, telah merubah bentang alam Aceh yang menyebabkan terjadinya kerusakan fungsi dan jasa lingkungan. “Perubahan terutama pada hutan, badan air, danau dan sungai.”Menurut Nur, September 2014–Maret 2015, persentase penduduk miskin di perkotaan mengalami penurunan, namun masyarakat yang berada di perdesaan, tempat perkebunan termasuk sawit, meningkat 0,25 persen.Nur menambahkan, ekspansi sawit dengan beragam kasus berdampak serius terhadap ekonomi, sosial, dan ekologi. Kasus sengketa lahan warga dengan perusahaan sampai hari ini belum terselesaikan, justru terkesan adanya pembiaran. “Konflik sosial, konflik satwa, hutan yang rusak, kekeringan, pencemaran, hingga hilanya desa telah membuktikan, keberadaan perkebunan di Aceh jauh dari harapan UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.”Tokoh masyarakat di Kabupaten Aceh Singkil, Sukardi mengatakan, berbagai permasalahan terjadi sejak pembukaan kebun sawit dilakukan. “Kami telah cukup lama melawan agar perusahaan tidak mengambil lahan pertanian atau kebun masyarakat. Tapi, usaha tersebut tidak membuahkan hasil." "Sawit yang Perlahan Mengepung Aceh","Sukardi mengatakan, masyarakat menderita karena perusahaan membuat masyarakat tergantung pada mereka. “Sawah sudah tidak bisa digarap, sebagian besar masyarakat saat ini hidup dari rawa dan sungai.”PemusnahanDari 19 kabupaten/kota di Aceh yang memiliki perkebunan sawit, hanya Kabupaten Aceh Tamiang yang telah menerapkan aturan pemusnahan kebun sawit yang masuk areal hutan lindung. Sawit tersebut diganti dengan tanaman hutan yang hasilnya dapat dimanfaatkan masyarakat.Bupati Aceh Tamiang, Hamdan Sati, saat pemusnahan sawit pertengahan Desember 2015 menyebutkan, 1.071 hektar kebun sawit yang masuk hutan lindung di Kecamatan Tenggulun, Aceh Tamiang sedang dimusnahkan. “Kami melawan kegiatan yang merusak sumber-sumber air di Aceh Tamiang.”Hamdan menambahkan, dengan mengembalikan kebun sawit menjadi hutan, semua pihak di Aceh Tamiang telah mempersiapkan kehidupan yang lebih baik bagi generasi mendatang. “Kita harus ingat, banjir bandang 2006 lalu akibat rusaknya hutan di hulu Tamiang. Sekarang, saatnya kita mengembalikan hutan seperti sedia kala.”Secara tegas, Hamdan menyebutkan, meski keberadaan kebun sawit ilegal tersebut diiming-iming dapat memberikan pendapatan asli daerah (PAD), namun dirinya tetap menolak. “Kami tidak ingin sawit ilegal ini. Semakin cepat restorasi dilakukan, semakin cepat pula kita mendapatkan hasilnya, baik dari stabilnya sumber air maupun hasil hutan non-kayu yang kelak dihasilkan dari tanaman hutan ini.” [SEP]" "Keluarkan Instruksi, Gubernur Aceh Perpanjang Moratorium Tambang","[CLS] Setelah berhasil menertibkan pertambangan bermasalah di Provinsi Aceh melalui Instruksi Gubernur Nomor 11/INSTR/2014 tentang Moratorium Izin Usaha Pertambangan Mineral Logam dan Batubara, dan mencabut puluhan izin usaha pertambangan (IUP), Pemerintah Aceh pun melanjutkan moratorium pertambangan hingga 30 Oktober 2017.Gubernur Aceh dalam Instruksi Gubernur Aceh Nomor 09 Tahun 2016 yang ditandatangani 25 Oktober 2016 menyebutkan, moratorium dikeluarkan untuk menyempurnakan tata kelola usaha pertambangan secara strategis, terpadu, dan terkoordinir.“Keluarnya Instruksi Nomor 09 tahun 2016 ini, maka instruksi sebelumnya dicabut, terang Gubernur Aceh Zaini Abdullah, pada 30 Oktober 2016.Baca: Gubernur Aceh: Moratorium Perizinan Tambang Tetap DilanjutkanDalam instruksi itu, Gubernur memerintahkan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi, Bappeda, Badan Pelayanan Perizinan Terpadu, Bapedal, Dinas Kehutanan, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Badan Investasi dan Promosi, serta Bupati dan Walikota seluruh Aceh untuk mengambil langkah-langkah sesuai tugas. Serta fungsi dan kewenangan masing-masing untuk mendukung moratorium pemberian IUP Mineral Logam dan Batubara.“Dinas Pertambangan dan Energi harus melakukan perencanaan ruang wilayah IUP sesuai RTRW Aceh. Juga, melakukan pengelolaan pertambangan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dan melakukan evaluasi serta verifikasi Clear and Clean terhadap kegiatan usaha pertambangan yang sudah memiliki IUP,” sebut Zaini Abdullah.Gubernur pun meminta Badan Pelayanan Perizinan Terpada untuk tidak memproses permohonan izin prinsip atau persetujuan gubernur untuk IUP eksplorasi mineral logam dan batubara, kecuali peningkatan IUP operasi produksi. Namun, hal tersebut diberikan setelah semua persyaratan terpenuhi sesuai perundang-undangan." "Keluarkan Instruksi, Gubernur Aceh Perpanjang Moratorium Tambang","“Dinas Perindustrian dan Perdagangan harus menghentikan distribusi merkuri atau air raksa dan sianida yang digunakan dalam kegaitan pertambangan. Serta, berkoordinasi dengan kepolisian untuk menghentikan peredaran bahan berbahaya tersebut.”Kepada Bupati dan Walikota, Gubernur meminta semua aktivitas pertambangan diawasi, dievaluasi, dan dicabut IUP yang tidak aktif. Serta, mempersiapkan wilayah pertambangan rakyat, namun harus berada di luar hutan lindung.“Bupati dan Walikota harus menghentikan dan memberikan sanksi kepada semua pertambangan di hutan lindung, baik yang telah mengantongi IUP maupun kontrak karya,” tutur Zaini.Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh yang memantau pertambangan mengatakan, moratorium IUP yang telah diberlakukan Pemerintah Aceh sejak Oktober 2014 hingga Oktober 2017 merupakan kemajuan yang sangat berarti demi penyelamatan hutan dan lingkungan Aceh.“Ini harus jadi contoh nyata bagi pemerintah pusat dan provinsi lain, untuk melakukan moratorium sebagaimana yang dilakukan Pemerintah Aceh. Sejak pemberlakuannya, sudah 92 IUP dicabut,” ujar Koordinator Gerakan Anti Koruspsi (GeRAK) Aceh, Askhalani.Askhalani menuturkan, pertambangan telah merusak hutan Aceh yanag tidak hanya di hutan lindung tetapi juga hutan konservasi. Pemerintah Aceh saat ini harus melakukan proteksi terhadap hutan seluas 648.000 hektare dari IUP yang dicabut. Solusinya adalah dengan melanjutkan moratorium.“Patut diketahui, hasil Korsup Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2014-2015 menunjukkan ada tunggakan piutang kepada negara dari penerimaan bukan pajak (sektor tambang mineral dan batubara) oleh perusahaan yang telah mengantongi IUP di Aceh sebesar Rp24,7 miliar,” paparnya.Instruksi Gubernur Aceh_Moratorium Tambang 2016. Silakan unduh [SEP]" "Ritual Merehatkan Laut di Perairan Nusa Penida","[CLS] Nusa Penida, sebuah kawasan kepulauan di Kabupaten Klungkung, Bali meniadakan semua aktivitas di laut selama 24 jam tiap tahunnya dengan sebutan Nyepi Segara sebagai penghormatan pada laut pemberi kesejahteraan. Kali ini dirayakan pada Minggu (17/10/16).Nyepi berarti sepi, hening. Sementara Segara artinya laut. Suasana penghentian segala aktivitas laut nampak di titik-titik penyeberangan dari dan menuju Nusa Penida yang terdiri dari tiga pulau Nusa Ceningan, Lembongan, dan Nusa Penida ini.Misalnya titik penyeberangan kapal di Pantai Sanur, Denpasar. Sejumlah speedboat yang rutin bekerja bolak balik menyeberangkan penumpang terlihat ditambatkan. Biasanya penyeberangan sudah ramai sejak pukul 7.30 pagi sampai sore sekitar pukul 4. Hari itu, mesin-mesin speedboat istirahat. Perjalanan dengan kapal cepat biasanya dilalui sekitar 30-50 menit dari Sanur menuju Nusa Penida tergantung kondisi gelombang.Hanya warga yang tak merayakan Nyepi Segara di Sanur yang sedang menikmati pantai dengan mandi atau bermain pasir. Sementara di pesisir Kusamba, Kabupaten Klungkung warga sekitar turut menghormati Nyepi Segara ini dengan meniadakan aktivitas di perairan.Nyoman Widana, salah satu warga di Nusa Penida merayakan Nyepi Segara dengan sembahyang di pura Segara. Pura ini umum dan cukup banyak tersebar terutama di pesisir. Tempat ritual penghormatan sang Baruna, simbol penguasa laut.Menurutnya warga sangat menghormati Nyepi Segara ini dengan cara meniadakan semua aktivitas di laut. Misalnya tak mencari ikan, rehat dari rutinitas merawat lahan rumput laut, termasuk meniadakan segala aktivitas wisata air yang menjadi primadona di Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida ini.“Desa adat menerapkan sanksi bagi pelanggar, ada yang sanksinya denda ada juga beras. Tergantung desa adat masing-masing,” ujar Widana yang menjadi humas Badan Pengawas Desa Ped di Nusa Penida ini." "Ritual Merehatkan Laut di Perairan Nusa Penida","Nyepi Segara adalah kearifan lokal yang diwarisi turun temurun. Warga pesisir Nusa Penida menyadari laut sudah memberikan berkah dan kini saatnya pengendalian diri dengan merehatkan selama sehari. “Agar penguasa laut tak mengusik. Kami percaya kekuatan niskala dan tak berani melanggar,” tambahnya tentang keyakinan ini.Secara ritual, Nyepi Segara bertolak dari Hari Raya Nyepi peringatan tahun baru Saka umat Hindu di Bali yang diperingati secara nasional tiap tahun. Ada upacara penyucian benda-benda sakral dan pengambilan air suci di laut untuk ditaruh di pura-pura lalu diberikan ke warga yang sembahyang. Kemudian ritual simbol pengorbanan dengan menghaturkan sejumlah hewan ke laut. Diakhiri dengan hening untuk introspeksi diri sendiri dan penyucian alam.Saat Hari Nyepi, Bali menjadi senyap karena seluruh aktivitas dihentikan, terutama fasilitas publik termasuk bandara dan pelabuhan selama 24 jam penuh.Ada empat hal yang dianjurkan tak dilakukan. Empat pantangan tersebut antara lain  Amati Karya,  Amati Geni, Amati Lelungan dan Amati Lelaungan. Amati Karya atau tidak bekerja dan tidak menjalankan aktivitas lainnya. Amati Geni, yakni tidak menyalakan api maupun lampu penerang, Amati Lelungan tidak bepergian dan Amati Lelanguan tidak mengumbar hawa nafsu atau bersenang-senang.Selain Nyepi di laut, sejumlah desa lain juga melakukan ritual Nyepi versi lainnya dengan cara berbeda. Desa-desa adat di Bali menerapkan Desa Kala Patra artinya menghormati tiap ritual sesuai keyakinan dan waktunya. Untuk menyederhanakan, Nyepi diseragamkan waktunya oleh pemerintah di era Orde Baru dan menjadi hari libur nasional.Jembatan RobohNyepi Segara tahun ini riuh karena sebuah jembatan yang menghubungkan pulau terkecil Nusa Ceningan dengan Nusa Lembongan di kawasan perairan Nusa Penida ini ambrol. Laporan sementara pemerintah pada pukul 23.00 WITA menyebut sedikitnya 9 korban meninggal dan 30 luka-luka." "Ritual Merehatkan Laut di Perairan Nusa Penida","Sejumlah warga yang dikonfirmasi dari Denpasar menyebut aktivitas di jembatan yang selalu berderak dan goyang ketika dilewati kendaraan ini sedang ramai karena ada upacara agama di sebuah pura di ujung jembatan di Pulau Ceningan.Jembatan ini lebarnya sekitar 1,5 meter dan panjang sekitar 100 meter. Motor yang melewati harus bergantian dari arah Ceningan dan Lembongan. Karena sering goyang, diplesetkan menjadi jembatan cinta.Pemandangan sekitarnya indah dengan perahu nelayan dan aktivitas petani rumput laut sehingga kerap menjadi lokasi selfie juga.Jembatan Kuning, sebutan lain warga karena catnya kuning ini roboh pada Minggu (16/10/2016) pukul 18.30 Wita. Berdasarkan laporan sementara Pusdalops BPBD Bali yang diterima dari Puskesmas Nusa Penida 2 dan Puskesmas Pembantu Ceningan terdapat 9 orang meninggal dunia dan 30 orang luka-luka.Sebanyak 8 korban meninggal yang sudah berhasil diidentifikasi adalah I Wayan Sutamat, 49, asal Jungut Batu.Putu Ardiana, 45, Lembongan.Ni Wayan Merni, 55, Jungut Batu.I Putu Surya, 3, Jungut Batu, I Gede Senan, 40, Kutampi Nusa Penida, Ni Wayan Sumarti, 56, Dusun Klatak, Ni Putu Krisna Dewi, 9, dan Ni Kadek Mustina, 6.Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam laporna publiknya merilis hingga pukul 21.00 Wita pencarian korban dihentikan karena kondisi gelap. Selain itu juga sudah tidak ada laporan dari masyarakat setempat yang anggota keluarganya hilang. Namun demikian evakuasi akan dilanjutkan besok pagi.Berdasarkan laporan sementara semua korban adalah masyarakat lokal. Tidak ada warga asing. Pencarian dilakukan oleh masyarakat dan aparat setempat. Petugas Basarnas, BPBD dan lainnya belum dapat menjangkau pulau Nusa Lembongan dan Pulau Nusa Ceningan. Kapal Basarnas akan diberangkatkan pada Senin (17/10/2016) pagi pukul 06.00 Wita." "Ritual Merehatkan Laut di Perairan Nusa Penida","Laporan ini menyebut saat roboh diatas jembatan terdapat banyak warga karena sedang melakukan upacara keagamaan di Pura Bakung Ceningan yaitu Hari Nyepi Segara dimana tidak melakukan aktivitas di laut sehingga jalur darat ramai.  Sebelum runtuh sudah goyang-goyang kemudian ambruk.Beberapa pengendara motor dan orang sehingga jatuh ke laut yang sedang surut. Beberapa warga yang ada di lokasi langsung berusaha menyelamatkan korban. Beberapa korban yang jatuh ada yang langsung berenang dan berjalan di selat. Tidak diketahui secara pasti berapa jumlah warga yang jatuh saat jembatan ambruk.Diduga karena kelebihan beban karena banyaknya masyarakat di atas jembatan sehingga seling jembatan putus dan jatuh ke laut. Selain itu beberapa kali juga pernah rusak dan sudah mendapat perbaikan. Lokasi di kepulauan menyebabkan kesulitan untuk melakukan evakuasi.Kepala UPT Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bali Gede Jaya Serataberana yang dikonfirmasi mengatakan Senin pagi pencarian akan dilanjutkan. Termasuk tindak lanjut jembatan ambrol, satu-satunya penghubung darat dua pulau Nusa Lembongan dan Ceningan.“Semua korban baik meninggal dan luka sudah diambil keluarganya masing-masing. Besok semua pihak akan ke lokasi,” katanya. Ia menyebut Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) setempat yang menjadi lokasi pelayanan kesehatan bisa menangani korban. [SEP]" "Andal Investor Reklamasi Teluk Benoa Dikritisi Tidak Menyakinkan","[CLS] Rapat publik penilaian Analisis Dampak Lingkungan Hidup (Andal) tentang rencana reklamasi Teluk Benoa pada Jumat (29/1) di Kantor Gubernur Bali berlangsung tegang sekaligus riuh,. Rapat diwarnai interupsi dari warga penolak reklamasi, yang kurang ditanggapi pimpinan rapat dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).Sementara di luar gedung, ribuan warga unjuk rasa dikoordinir Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBALI) membentuk barisan sekitar 1 kilometer mengelilingi Lapangan Renon terus menegaskan penolakannya. Mereka bergantian orasi dijaga puluhan polisi yang membarikade pintu gerbang kantor Gubernur Bali.Menurut catatan Mongabay, sedikitnya ada 36 orang yang berbicara dalam forum untuk publik menilai Andal investor dari PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI) sebagai pemrakarsa utama dan PT. Dinamika Atria Raya yang mengurus penambangan pasir di Lombok. Namun kurang dari 10 orang yang mendapat waktu untuk mengkritisinya. Belum ada keputusan apakah Andal ini layak atau tidak, hanya diminta merevisi.Reklamasi dilakukan untuk membuat 12 pulau seluas 638 hektar sebagai kawasan wisata dan hunian. Material yang dibutuhkan batu dan pasir laut. Investor mengutip Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.1329/2014 untuk legalitas penambangan pasir di Lombok yang merupakan daerah pariwisata dan juga pertambangan.Sementara untuk reklamasi Teluk Benoa mengutip Perpres No.51/2014 tentang Perubahan atas Perpres No 45/2011. Perpres 51 ini dikeluarkan mantan presiden SBY beberapa bulan sebelum lengser untuk mengubah peraturan sebelumnya yang menyatakan Teluk Benoa kawasan konservasi menjadi kawasan pemanfaatan umum.Konsep Revitalisasi" "Andal Investor Reklamasi Teluk Benoa Dikritisi Tidak Menyakinkan","I Ketut Sudiarta, dosen Jurusan Perikanan dan Ilmu Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Warmadewa (Unwar) Denpasar menyebut kajian mengenai dampak penting kegiatan Revitalisasi Teluk Benoa dan Penambangan Pasir Laut  yang direncanakan terhadap lingkungan hidup, tidak berdasarkan atas pengetahuan dan prinsip‐prinsip pengelolaan pesisir terpadu.Pertama, judul rencana kegiatan tidak sesuai atau konsisten dengan deskripsi kegiatan. Judul rencana kegiatan adalah “Rencana Kegiatan Revitalisasi Teluk Benoa dan Penambangan Pasir Laut” sedangkan dari deskripsi kegiatan tergambar ada rencana kegiatan reklamasi di Teluk Benoa.Menurutnya jika yang dimaksud “revitalisasi” dalam konteks  kepariwisataan,  yaitu “revitalisasi daya tarik wisata” sebagaimana PP No.50/2010 tentang RIPPARNAS maka reklamasi (pengurugan) tidak termasuk ke dalam strategi revitalisasi.Sedangkan jika mengacu kepada definisi “revitalisasi” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, revitalisasi berarti “proses, cara, perbuatan menghidupkan atau menggiatkan kembali”. “Apa yang mau dihidupkan atau digiatkan kembali terhadap ekosistem Teluk Benoa?” katanya.Ia juga berargumen dalam UU No.27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau‐Pulau Kecil dan UU No.1/2014 tentang Perubahan Atas UU No.27/2007 sebagai pijakan hukum reklamasi wilayah pesisir dan pulau‐pulau kecil tidak dikenal istilah “revitalisasi”.Sudiarta mengingatkan paradigma pengelolaan wilayah pesisir yang dikenal dengan pendekatan pengelolaan wilayah pesisir terpadu (integrated coastal management). Indonesia sudah mengadopsinya yang melahirkan UU No. 27/2007. Bali sendiri sudah juga mengadopsinya sejak tahun 2000 dengan ditetapkannya Bali sebagai National ICM Demonstration Site of Indonesia, kerjasama Kementerian Lingkungan Hidup dan PEMSEA." "Andal Investor Reklamasi Teluk Benoa Dikritisi Tidak Menyakinkan","“Bali mempunyai pengetahuan atau kearifan lokal tentang ICM yaitu Nyegara Gunung, jelas pria yang juga membuat riset modeling dampak reklamasi bersama Conservation International (CI) Indonesia ini.Konsep Nyegara  Gunung adalah roh Perda No.16/2009 dimana Bali sebagai satu kesatuan wilayah provinsi dan sebuah pulau kecil dikelola berdasar prinsip satu pulau, satu perencanaan, dan satu pengelolaan. Hal ini kerap diwacanakan pemimpin daerah Balim, namun tidak diimplementasikan.Mengganggu EkosistemTim riset yang dikoordinasikan ForBALI juga mengumpulkan analisisnya terhadap Andal ini namun tak bisa disampaikan secara utuh di rapat tim penilai Andal pusat ini karena pembagian waktu berbicara yang kurang adil.Misalnya ada catatan soal analisis ekosistem dan risiko kebencanaan dari I Made Iwan Dewantama dari CI Indonesia dan I Made Kris Adi Astra seorang analis cuaca. Keduanya hadir dalam rapat.Dalam rekomendasi Iwan, kesesuaian lokasi dari rencana kegiatan sangat dipaksakan, hanya mengacu pada Peraturan Presiden  dan merusak tatanan hukum di tingkat daerah terutama terkait dengan peraturan daerah (Perda) rencana tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota. Hal ini tentu menimbulkan ketidakpastian hukum yang bisa menjadi preseden buruk di masa yang akan datang. Perda RTRW yang telah disusun dengan susah payah akhirnya harus berubah hanya karena ada Perpres baru untuk mengubah status konservasi Teluk Benoa.Perbedaan cara pandang masyarakat Bali terhadap Teluk Benoa menurutnya tidak dipahami oleh investor. Argumennya Teluk Benoa merupakan kawasan sedang rusak dengan tingginya tingkat sedimentasi sehingga perlu direvitalisasi. “Padahal masyarakat Bali melihat sebagai kawasan ekologi dan kawasan suci penting dibuktikan dengan indeks keanekaragaman hayati tinggi,” sebut Iwan." "Andal Investor Reklamasi Teluk Benoa Dikritisi Tidak Menyakinkan","Teluk Benoa juga menyimpan cadangan carbon. Menurutnya kalau cadangan carbon dibongkar dan diurug maka sangat berpotensi untuk mengganggu.Soal pengurugan, dalam Andal tidak ada penjelasan untuk memastikan tidak akan ada air keruh yang masuk ke perairan Serangan, Sanur dan Tanjung Benoa hingga Nusa dua yang sangat berpotensi membunuh ekosistem perairan seperti rumput laut dan terumbu karang di kawasan itu.Dalam catatanya, Iwan menerangkan pada tahap konstruksi tidak dijelaskan mengenai kebutuhan air bersih. Padahal Bali sedang menghadapi krisis air bersih untuk minum dan subak.Usulan pemrakarsa menggunakan air laut sebagai bahan baku air bersih juga tidak dijelaskan mengenai teknologi yang dipakai yang mahal dan belum ada di Indonesia. Selain itu, investor belum memiliki izin eksploitasi air laut.  Jika air permukaan akan dipakai maka akan mengganggu sistem pertukaran air di dalam teluk.Andal juga tidak menyebutkan ukuran alur antar pulau reklamasi, yang bisa menjamin adanya pergerakan air. Karena bila air llaut tidak mengalir, berpotensi jadi sumber penyakit.Disebutkan dalam Andal terganggunya lalu lintas laut oleh kegiatan penambangan pasir laut dianggap sebagai dampak tidak penting, padahal area yang dilalui sangat luas yaitu dari lokasi pengambilan pasir hingga ke dalam Teluk Benoa.“Tidak ada penjelasan mengenai kondisi lalu lintas di wilayah yang dilalui oleh kapal pengangkut pasir, padahal melewati selat Lombok yang relatif padat karena merupakan alur laut kelautan Indonesia (ALKI) dan selat Badung yang merupakan jalur utama transportasi laut menghubungkan Bali dan Nusa Penida,” ingatnya." "Andal Investor Reklamasi Teluk Benoa Dikritisi Tidak Menyakinkan","Ditambah lagi tidak dimasukkannya data dari riset yang dilakukan Conservation International Indonesia mengenai keanekaragaman hayati mamalia laut di perairan selatan Bali yang dilakukan November-Desember 2015 lalu. Datanya menunjukkan bahwa perairan selatan Bali merupakan jalur ruaya penting spesies mamalia laut.Satwa tersebut yaitu Sperm Whale (Physeter macrocephalus), Sei whale (Balaenoptera borealis), Bryde’s whale (Balaenoptera edeni), Spinner dolphins (Stenella longirostris), Spotted dolphins (Stenella attenuata), Risso’s dolphins (Grampus griseus), Fraser’s dolphins (Lagenodelphis hosei) dan Bottlenose dolphins (Tursiops sp).Selain itu juga penyu, sunfish (Mola mola), pari manta , hiu paus/whale shark (Rhincodon typus), hiu dan ular laut yang tidak teridentifikasi jenisnya.Kajian sosial dan buaya juga kembali dijelaskan oleh Sugi Lanus soal situs-situs dan kawasan suci di Teluk Benoa. “Mestinya para pemangku (pemimpin ritual di lokasi persembahyangan) dilibatkan,” ujarnya.Peneliti Penanggulangan Bencana UPN Veteran Yogyakarta, Eko Teguh Paripurno mengingatkan setiap proyek besar memiliki risiko dan ini harus dikelola. “Kalau saya baca masalah yang ada di Teluk Benoa menarik, pencemaran limbah, pembuangan sampah, sedimentasi. Negara berkewajiban menata itu semua. Kan banyak caranya tidak hanya dengan reklamasi, kenapa kita menutup cara yang lain. Tanggung jawab negara bukan diprivatisasikan,” sebut Eko.Suriadi Darmoko Direktur Walhi Bali mengingatkan ada 11 desa adat di sekitar Teluk Benoa yang sudah resmi menyatakan penolakan dan harus didengar suaranya. Setidaknya ada 4 perwakilan desa adat yang bisa bicara dan menolak reklamasi. Kemudian pentingnya partisipasi publik di Lombok misalnya dalam survey oleh investor banyak warga tak menjawab karena belum pahami resiko.  “Kalau dibilang milik rakyat Bali, ini faktanya dijual,” sentilnya.Klaim Investor" "Andal Investor Reklamasi Teluk Benoa Dikritisi Tidak Menyakinkan","Sebaliknya dari pihak investor yang membawa analis budaya dan agama menyebut apa yang dilakukan TWBI sesuai dengan prinsip keseimbangan lingkungan Bali, Tri Hita Karana.Jro Mangku Gede Suarjaya, Mantan Dirjen Hindu dan Budha yang mewakili kepentingan TWBI ini menjelaskan budaya sebagai potensi utama Bali menggunakan kepariwisataan sebagai wahana aktualisasinya sehingga terwujud hubungan timbal balik yang dinamis antara pariwisata dan kebudayaan.Komisaris PT TWBI, Marvin Lieano kembali meyakinkan publik bahwa reklamasi adalah solusi dari masalah sedimentasi dan sampah di kawasan ini. “Kami dan kolega di TWBI dan para konsultan mempunyai ide bagaimana caranya agar Teluk Benoa diperhatikan secara khusus agar daya saingnya meningkat nasional maupun dunia. Maka revitalisasi menurut saya harus dilakukan,” ujarnya.Konsultan TWBI, Iwan Setiawan memaparkan teknis reklamasi. Bermuaranya masing-masing sungai ke Benoa tak akan mengalami gangguan. Kegiatan konstruksi meliputi 3 yakni ketersediaan sumber urugan, penataan alur antar pulau, dan pengurugan.Material hasil penataan jadi bahan timbunan sekitar 10 juta meter kubik sisanya dari Selat Alas-Lombok sekitar 30 juta meter kubik. “Kita membangun pulau itu bertahap didasarkan pertimbangan sosial ekonomi. Selama 3 tahun seluruh pulau terbentuk,” katanya.Metode reklamasi dengan pembuatan tanggul permanen dan sementara menggunakan kantong pasir. Fasilitas yang ada seperti jalur pipa bahan bakar disiasati dengan adanya desain pulau terbelah untuk keamanan pipa.  Pengadaan air salah satunya dengan mengolah air laut dengan teknologi RO dan daur ulang air hujan.Pihaknya mengaku mendapat ringkasan 180 dampak yang dikaji di antaranya terumbu karang pengaruh mobilisasi pasir urug dari Selat Alas ke Teluk Benoa. Lalu kemungkinan banjir, hidrologi, kualitas udara, air, dan lainnya.Proses Perizinan" "Andal Investor Reklamasi Teluk Benoa Dikritisi Tidak Menyakinkan","Ketua Komisi Penilai Amdal Pusat, San Afri Awang, mengatakan Amdal (proses setelah Andal) ini bukan satu-satunya soal perizinan, tapi Amdal menentukan langkah berikutnya.Menurutnya ada distorsi antara reklamasi dan revitalisasi.  “Jadi kesannya kalau reklamasi selalu dalam posisi mengubah segalanya, atau dikesankan mengubah rona lingkungan secara drastis, tapi revitalisasi ini beda,” sebutnya.Reklamasi murni menurutnya mungkin bisa mengubah bentang alam, tapi kalau revitalisasi bentang alam tidak akan terganggu. “Setuju atau tidak setuju tolong diarahkan pada substansinya. Memang proses ini yang diperintahkan dalam peraturan perundang-undangan, harus kita jalankan dengan tertib, santun dan bermartabat,” lanjutnya.Pimpinan rapat lainnya adalah Wakil Ketua DPRD Bali Sugawa Korry. Ia tak mengkritik dampak buruk namun memberi catatan jika reklamasi jadi dilakukan. Investor diminta mengutamakan tenaga kerja lokal, tidak menggunakan air bawah tanah dan irigasi, dan pengawasan proyek.Ada sedikit insiden yang membuat riuh ketika ada anggota DPRD yang angkat tangan untuk ikut bicara namun ditolak oleh Sugawa Korry. Menurutnya yang berhak bicara hanya undangan komisi I dan III. Sementara yang ingin bersuara adalah AA  Ngurah Adhi Ardana dari Komisi II dan seorang anggota DPRD Kota Denpasar kerap menyatakan penolakan rencana reklamasi. Pemkot Denpasar sampai kini secara resmi menolak proyek ini.Ada juga beberapa warga Lombok Timur yang mengatakan setuju pada rencana ini. Misalnya Abdul Mahjid dan Taufik Hidayat. “Janganlah ketika mengarah ke mendukung, dicap menjadi antek-antek. Di Lombok Timur terjadi gerakan seperti itu sehingga kalau kita mengarah ke mendukung, dicap dapat uang. Bagi yang menolak, apa benar menolak. Ini menjadi pertanyaan kami. Kami di lapangan di masyarakat pesisir sepakat bumi air dikuasai negara untuk kepentingan rakyat,” kilahnya. [SEP]" "Opini: Kelahiran Badak Sumatera yang Sungguh Membanggakan","[CLS] Lahirnya badak betina, anak ke dua dari pasangan Ratu dan Andalas di Suaka Rhino Sumatera (Sumatran Rhino Sanctuary, SRS) Taman Nasional Way Kambas, Lampung, Kamis, 12 Mei 2016, pukul 05.40 WIB, bukan hanya membuat kita bangga. Tetapi juga menunjukkan kepada dunia internasional, kita mampu meningkatkan populasi badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis).Empat tahun sebelumnya, 23 Juni 2012, Andatu yang berkelamin jantan, lahir dari pasangan yang sama di tempat yang sama juga.Bila kita simak, SRS yang telah ada sejak 1996 dan baru berhasil membiakkan anak badak pertama, Andatu di 2012, sempat menimbulkan pertanyaan. Rentang waktu kelahiran yang harus menunggu 16 tahun tersebut apakah keberhasilan yang dirancang atau tanpa sengaja?Pertanyaan ini didasari pada keresahan para pihak yang menganggap konservasi badak dengan cara in situ adalah upaya terbaik untuk menyelamatkan badak sumatera. Alasannya, suatu spesies akan berkembang baik bila berada di habitat aslinya. Mereka menganggap, penangkaran badak bukan cara yang ideal. Para pemikir ini juga mengkritisi, apakah kelahiran Andatu itu, merupakan upaya serius SRS untuk menjaga badak sumatera.Tahun 2016, lahir lah anak badak ke dua. Kabar gembira ini adalah pembuktian bahwa penangkaran badak yang dilakukan di SRS tidak semata mempertemukan badak jantan dan betina. Akan tetapi juga, menciptakan satu ekosistem kehidupan: bagaimana “memelihara” badak mulai dari pakan, kesehatan, ruang hidup, hingga hubungan harmonis antara badak dengan penjaganya (keeper).Saya ingin katakan, keberhasilan terhadap lahirnya dua badak tersebut bukan tiba-tiba. Bukan “sesuatu” yang jatuh dari langit. Keberhasilan ini merupakan kesungguhan. Upaya berproses yang memang dirancang untuk sukses. Ada improvisasi pengalaman, ada keseriusan maksimal dalam perjalanannya. Sebuah sistem yang merupakan living ecosytem tersendiri di SRS." "Opini: Kelahiran Badak Sumatera yang Sungguh Membanggakan","Banyak ilmu yang kami dapatkan dari perjalanan waktu tersebut. Badak betina misalnya, ia hanya bisa didatangi badak jantan untuk kawin, kira-kira empat hari dari siklus estrous yaitu antara 20-27 hari yang rata-ratanya 24 hari. Di luar waktu itu, ia enggan, malah bisa jadi akan berkelahi adu cula bila disatukan.Kini, para keeper sudah paham, dan akan memberitahukan kepada dokter hewan saat estrous tiba yang selanjutnya dokter menggunakan ultrasonografi memeriksa kondisi badak betina itu untuk dipertemukan dengan badak jantan. Ini hal rinci yang tidak bisa dipahami begitu saja.Saat badak kawin pun, belum tentu keberhasilan akan dicapai. Ini proses istimewa. Sebagai gambaran, alat kelamin badak sumatera itu bercabang tiga, seperti trisula, ukuran yang satu lebih panjang dari dua yang ada. Bila sang betina belum siap, dipastikan perkawinan sempurna tidak akan terjadi. Hanya penjaga badak yang tahu pasti kapan waktunya. Ini mengartikan, untuk mencapai perkawinan sempurna hingga keberhasilan lahirnya satu individu badak dibutuhkan keahlian tersendiri. Bukan teori, praktik langsung. Bukan kebetulan, tapi belajar plus kesabaran.StrategiLahirnya dua individu badak di SRS ini tentu saja sangat signifikan dari segi populasi. Jumlah keseluruhan badak sumatera yang sekarang diperkirakan 100 individu mengartikan, adanya pertambahan dua persen.Memang, di alam ada juga badak sumatera yang lahir, tapi apakah kita bisa memastikan melihatnya? Meskipun, di Way Kambas kami menemukan badak kecil yang menunjukkan adanya perkawinan, namun dapat dipastikan probabilitasnya kecil. Populasinya yang terbatas, belum tentu saat badak jantan dan betina bertemu akan melakukan perkawinan. Lagi-lagi bila tidak sesuai jadwal estrous tersebut." "Opini: Kelahiran Badak Sumatera yang Sungguh Membanggakan","Pertanyaan muncul, apa yang harus dilakukan agar badak sumatera yang ada di alam liar tetap terjaga? Kita paham, ada strategi konservasi badak, baik badak sumatera maupun badak jawa (Rhinoceros sondaicus).Untuk badak jawa di Ujung Kulon, lokasinya sudah jelas dan termonitor. Sehingga dari komposisi jantan dan betina yang ada kita dapat mengetahui keberhasilan perkawinan itu. Lahirnya 7 badak jawa dalam 3 tahun terakhir mengindikasikan, peningkatan 10 persen dari populasi tersebut telah ada dari perkirakan jumlahnya sebanyak 60 individu.Badak sumatera? masih banyak pekerjaan serius yang harus dilakukan. Berdasarkan hasil penelitian dan penilaian kehidupan populasi badak sumatera terlihat ada 10 kantong populasi yang terisolasi satu sama lain. Di antara populasi itu, hanya ada dua populasi yang mungkin bisa berlanjut dengan perlindungan baik yaitu di Way Kambas. Sisanya, badak yang ada di kantong populasi itu jumlahnya di bawah 30 individu per kantong, bahkan ada yang 5 badak dalam satu kantong.Berdasarkan rujukan ke IUCN Conservation Breeding Species, bila jumlah populasi badak dalam satu kantong kurang dari 40 individu, harus dilakukan upaya pembenahan populasi agar pertemuan badak jantan dan betina untuk berbiak terjadi. Tentu saja wilayah ini harus mendapat perlindungan penuh dan tidak ada perburuan atau intensive protection zone. Sementara, bila populasinya lebih kecil dari 15 individu, harus ada upaya khusus membuat intensive management zone, artinya badak dipersatukan dalam satu zona intensif. Sedangkan badak yang jumlahnya kurang dari 5 individu dalam satu kantong harus dipersatukan untuk menjadi populasi minimum, tujuannya agar berbiak.  " "Opini: Kelahiran Badak Sumatera yang Sungguh Membanggakan","Untuk mengerjakan itu semua, tentu saja YABI tidak bisa sendirian. Badak-badak ini milik Indonesia, karena itu pemerintah harus berada di garda depan, meskipun ada bantuan dari pihak lain, pemerintah sudah seharusnya selalu di depan. Berikutnya, kerja sama. Kita harus membuat sistem yang baik dalam hal konservasi badak. Dengan begitu, kita mengerti apa yang harus kita lakukan dan tujuan yang hendak dicapai, dengan cara belajar bersama.KeberhasilanYABI telah membuat Population and Habitat Viability Assessment yang diharapkan bisa menjadi kesepahaman bersama untuk konservasi badak sumatera, berdasarkan saran berbagai pihak dari sejumlah lokakarya yang dilakukan. Di sini sudah dituangkan langkah-langkah yang harus dilakukan terkait upaya penyelamatan badak sumatera.Keberhasilan melahirkan dua badak sumatera, membuat YABI terus berupaya melestarikan badak sumatera di seluruh habitat yang memadai dan berkelanjutan. Langkah nyata, bila badak di SRS terus bertambah, tentunya akan dikembalikan lagi ke habitatnya, setelah melalui kajian. Saat ini, ada habitat yang sudah tidak ada lagi badaknya seperti di Taman Nasioanl Kerinci Seblat, yang dulunya disebut gudangnya badak.Luasan SRS yang 100 hektar, kini menampung 3 badak jantan (Andalas, Andatu, dan Harapan) dan 4 betina (Ratu, Bina, Rosa, dan yang baru lahir, adiknya Andatu). Dengan metode penangkaran in situ, satu badak saat ini memerlukan 20 hektar untuk ruang jelajahnya. Perluasan pastinya penting dilakukan agar kehidupan badak selalu nyaman.Penting diketahui, SRS merupakan wilayah yang meyakinkan kita akan jumlah badak sumatera yang pasti. Wilayah ini dipagar, dijaga, dan dimonitor 24 jam penuh. SRS diharapkan menjadi pusat breeding dan juga pusat pembelajaran terbaik, center of excellence, konservasi badak sumatera. Semua keilmuan, kita pusatkan di sini, ke depannya. Semoga!" "Opini: Kelahiran Badak Sumatera yang Sungguh Membanggakan","*Widodo S. Ramono, Direktur Eksekutif Yayasan Badak Indonesia (YABI). Email: [email protected]. Tulisan ini opini penulis [SEP]" "Tanpa Paksaan, Warga Ini Serahkan Elang Peliharaannya","[CLS] Senin pagi, 20 Juni 2016, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat menerima beberapa satwa dilindungi. Satwa tersebut merupakan peliharaan warga, yang kemudian menyerahkannya ke BKSDA, karena mengerti bila memelihara satwa dilindungi merupakan perbuatan melanggar hukum.Lim Tjin Hua alias Tommy, warga Sungai Jawi Dalam, Kota Pontianak, yang memelihara dua elang-laut perut-putih (Haliaeetus leucogaster), satu elang bondol (Haliastur indus), dan satu individu elang tiram (Pandion haliaetus). Tommy juga menyerahkan tiga primata jenis owa-owa atau klempiau (Hylobates mulleri), yang terdiri dari satu induk dan dua anak.“Pemilik memelihara elang selama satu hingga lima tahun. Dia merupakan kolektor satwa, tidak ada indikasi sebagai penyalur satwa dilindungi,” kata Sustyo Iriyono, Kepala BKSDA Kalbar. Sustyo menekankan agar tindakan perdagangan ilegal tumbuhan dan satwa liar serta kepemilikan satwa liar yang dilindungi undang-undang untuk kesenangan, harus bisa dihentikan.Sustyo mengimbau masyarakat yang memelihara satwa liar dilindungi, untuk menyerahkan kepada pihak Balai agar dapat direhabilitasi dan dikembalikan ke habitat aslinya. “Tempat paling baik satwa adalah alam liar. Bukan di kandang,” kata dia. Satwa-satwa tersebut, rencananya akan dititiprawatkan sementara waktu di Lembaga Konservasi Sinka Zoo Singkawang. Khusus untuk klempiau, akan segera dileparliarkan, setelah diperiksa kesehatannya, karena masih memiliki sifat liar.Terkait elang, Sustyo mengatakan, jenis ini termasuk satwa dilindungi. Sehingga, tidak bisa diperjualbelikan dan dipelihara bebas, mengingat secara keseluruhan di wilayah Indonesia populasi dan habitatnya sudah berkurang. “Berdasarkan UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya dan PP No 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, semua jenis elang itu dilindungi,” katanya." "Tanpa Paksaan, Warga Ini Serahkan Elang Peliharaannya","Dihubungi terpisah, Zaini Rahman yang merupakan pegiat konservasi elang menuturkan, semua jenis elang memang dilindungi. Jenis ini ditandai dari ukurannya yang agak besar hingga besar. Burung pemangsa ini memiliki paruh berkait dengan cakar kuat, yang berfungsi untuk mencabik vertebrata. “Kegiatan memelihara elang yang berkembang di masyarakat saat ini lebih ke prestise saja. Ini dampak dari kegiatan falconry yang belakangan marak,” ujarnya, Rabu (22/06/2016).Falconry adalah memelihara elang yang digunakan untuk berburu. Kegiatan ini merupakan budaya yang berkembang di luar seperti Jepang, Korea, Tiongkok, dan Timur Tengah. Bahkan, di Timur Tengah, aktivitas berburu yang disebut olah raga menggunakan elang ini, telah dilakukan sejak abad ke-8 Masehi yang selanjutnya berkembang ke Eropa, terutama di kalangan bangsawan. “Di Indonesia,  falconry dilakukan untuk atraksi. Yang harus dipastikan adalah dari mana elang tersebut diperoleh? Apakah di Indonesia ada penangkaran elang? Toh, tidak semua budaya luar harus kita terima bulat-bulat,” papar Zaini.Di alam, elang berperan penting sebagai top predator. Keseimbangan ekosistem akan terganggu bila elang diburu atau ditangkap untuk dipelihara. “Ekosistem kawasan akan tidak seimbang pastinya. Di satu sisi ada kemungkinan jumlah elang mengalami penurunan dan di lain sisi populasinya berlebih.”Mengenai elang peliharaan, Zaini menuturkan, rehabilitasi harus dilakukan terlebih dahulu sebelum pelepasliaran dilakukan. Rehabilitasi ini meliputi kesehatan dan perilaku. Jangan sampai, elang yang akan dilepaskan itu ternyata berpenyakit atau cacat, sehingga tidak dapat berburu terlebih beradaptasi di alam liar. “Berapa lama waktu penyembuhan yang dibutuhkan, tergantung kondisi elang itu sendiri. Pastinya, kesehatan yang prima dan perilaku liarnya harus muncul kembali.”Sitaan" "Tanpa Paksaan, Warga Ini Serahkan Elang Peliharaannya","Hingga Juni 2016,  BKSDA Kalbar telah menerima penyerahan dan evakuasi sejumlah satwa, seperti primata, mamalia, reptili, aves, dan jenis tanaman dilindungi. Untuk primata, BKSDA melakukan evakuasi terhadap 12 individu orangutan (Pongo pygmaeus) dan 17 mamalia. Selain itu, terdapat 36 ekor reptil yaitu biawak tak bertelinga (Lanthanotus borneensis), buaya muara, tokek pakistan, ular sanca batik, sanca bola, serta ular viper.Untuk golongan burung, BKSDA Kalbar menerima penyerahan dan evakuasi sebanyk 863 individu, terdiri dari elang, rangkong badak, kangkareng hitam, murai batu, kacer, cucak hijau, dan kerak kerbau yang kebanyakan akan diselundupkan via Bandara Supadio Pontianak. Dari golongan tumbuhan dilindungi, BKSDA Kalbar telah mengamankan sebanyak 125 rumpun, terdiri dari 37 rumpun anggrek alam dan 88 rumpun kantong semar. [SEP]" "Minim Perlindungan, Kucing Liar dan Karnivora Kecil Kalimantan Terancam Punah","[CLS] Kalimantan merupakan pulau terbesar ketiga di dunia yang wilayahnya meliputi Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam menyimpan keragaman satwa. Namun, keberadaan satwa tersebut terancam akibat konversi habitat, pembalakan liar, perburuan, dan kebakaran hutan.Kucing tandang (Prionailurus planniceps), musang air (Cynogale bennetii), musang gunung (Hemigalus hosei), dan biul kalimantan (Melogale everetti) adalah jenis satwa yang terancam di sana.Untuk mengetahui ancaman ini dan  keterbatasan pengetahuan mengenai karnivora Kalimantan, tiga spesialis group dari IUCN (The Cat Specialist Group, The Otter Specialist Group dan The Small Carnivore Specialist Group), bekerja sama dengan Sabah Wildlife Department dan Leibniz Institute for Zoo and Wildlife Research mengorganisir pertemuan the Borneo Carnivore Symposium (BCS) pada 2011.“Apa yang ingin dicapai melalui BCS adalah untuk memahami lebih dalam mengenai sebaran dan kebutuhan konservasi bagi kucing dan karnivora kecil di Kalimantan, yang selanjutnya mengembangkan target-target upaya konservasi pada karnivora yang paling terancam,” kata Dr. Andreas Wilting, peneliti dari Intitute for Zoo and Wildlife Research (IZW) dalam keterangannya.“Tujuan ini tercapai melalui kolaborasi antar-jejaring Borneo Carnivore Consortium, suatu jaringan dari lebih 60 peneliti, konservasionis, dan pemerhati yang bekerja di Kalimantan baik peneliti setempat maupun internasional,” lanjutnya.Hasil perjalanan panjang penelitian tersebut adalah tulisan ilmiah 15 karnivora kecil dan 5 kucing liar, yang tercakup di dalamnya sebaran, konservasi dan prioritas penelitian untuk setiap jenis karnivora kecil dan kucing liar Kalimantan tersebut. Tulisan ilmiah tersebut diterbitkan dalam The Raffles Bulettin of Zoology, Singapore, 30 Mei 2016.Peta jalan penyelamatan " "Minim Perlindungan, Kucing Liar dan Karnivora Kecil Kalimantan Terancam Punah","Dr. J. W. Duckworth, selaku otoritas  IUCN SSC Red List mengatakan, status konservasi karnivora tidak terdapat di manapun terkecuali Kalimantan. Jenis tersebut, yang hidup di habitat dataran tinggi, dataran rendah dan lahan basah, sangat mengkhawatirkan.“BCS dan suplemen ini telah memberikan informasi terbaru yang penting  dan dapat digunakan dalam memperbaiki catatan Red List IUCN. Sehingga, memungkinkan lembaga pemerintah dan juga para konservasionis untuk memfokuskan upaya perlindungan pada kelompok spesies yang terancam ini,” katanya.Kucing tandang dan musang air merupakan satwa spesialis dataran rendah dan lahan basah. Keberadaannya terancam, di wilayah Indonesia, karena lahan gambut dan dataran rendah kerap terbakar selama berbulan. Kebakaran ini selain menjadi bencana lingkungan dan ekologi yang memprihatinkan, juga meningkatkan ancaman bagi jenis kucing dan karnivora kecil tersebut.“Mereka mempunyai kemampuan berburu ikan, tetapi untuk memungkinkan melakukan hal tersebut memerlukan area lahan basah. Habitat saat ini terus berkurang dengan cepatnya” tegas Wilting.Sementara di wilayah dataran tinggi, yang terancam keberadaan adalah musang gunung dan biul kalimantan. Dua jenis satwa ini hanya dijumpai di Kalimantan dan tidak ditemukan di tempat lain di dunia.John Mathai, peneliti ekologi hidupan liar dari Sarawak, Malaysia, yang  mempelajari musang gunung di dataran tinggi Sarawak menjelaskan, wilayah tersebut rentan terhadap pengaruh perubahan iklim, disamping perubahan habitat.“Namun demikian, selain karena perubahan iklim dan habitat, serta ancaman perburuan, perdagangan daging satwa serta kebakaran hutan dan lahan gambut, isu utama masalah konservasi yang dihadapi karnivora di Kalimantan adalah kurangnya informasi mendasar spesies tersebut,” ujar Mathai." "Minim Perlindungan, Kucing Liar dan Karnivora Kecil Kalimantan Terancam Punah","The Borneo Carnivore Consortium berharap, publikasi suplemen ini akan menjadi pemicu untuk kerja sama inisiatif konservasi di masa mendatang, antara peneliti dan praktisi.“Kita memerlukan lebih erat lagi upaya kerja sama konservasi dengan sektor perkebunan sawit dan kehutanan. Kerja sama lebih baik lagi juga harus dilakukan antara peneliti dan konservasionis otoritas setempat untuk melindungi keanekaragaman karnivora di hutan Kalimantan” kata William Baya, Direktur Departemen Satwa Liar Sabah.Bagi peneliti Indonesia, data mengenai karnivora di Kalimantan yang sedikit, merupakan tantangan yang harus dihadapi. Peta jalan yang telah dipublikasikan tersebut menjadi arahan berarti mengenai aktivitas yang dilakukan karnivora itu.*Rustam. Peneliti dan Staf Pengajar Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Kalimantan Timur. Email: [email protected] [SEP]" "Sius, Petani Difabel Pelopor Pertanian Organik yang Diundang Makan Malam Jokowi","[CLS] Memilih profesi sebagai petani bukan merupakan sebuah keterpaksaan atau nasib. Menjadi petani merupakan sebuah pilihan profesi dan jika ditekuni bisa memberikan kesejahteraan. Setidaknya ini moto hidup yang dipercayai oleh Ignasius Leta Odja atau Sius (52 tahun). Petani dari desa Waturaka, Kecamatan Kelimutu, Ende, yang meski difabel tapi mampu mengembangkan pertanian organik.Menurut Sius, yang berperawakan sedang langsing ini, masih banyak lahan yang belum digarap di Flores. Asalkan ada kemauan dan dampingan dari dinas maupun LSM, maka hasil yang baik dapat diraih.“Kalau petani mau berusaha pasti bisa hidup makmur. Apalagi pariwisata di Flores mulai bergeliat sehingga peluang pertanian semakin besar. Petani jangan pernah malu untuk belajar dari pengalaman petani lain yang sukses,” tuturnya saat dijumpai Mongabay akhir Juni lalu di rumahnya, yang sekaligus dijadikan home stay wisata.Sius memang bukan sosok petani biasa. Sejak belajar ilmu pertanian di Boawae, Nagekeo, atas fasilitasi dari Keuskupan Agung Ende pada tahun 1990, dia mulai menjadi petani pionir hortikultura dengan menanam berbagai sayuran seperti sawi, buncis, tomat, cabe, seledri hingga buah-buahan seperti stroberi, buah naga hingga jeruk. Tanaman sayuran ini dirotasi setelah panen padi, sehingga pendapatan yang diperoleh oleh petani dapat meningkat.Sejak tahun 2013, Sius mulai mengembangkan pertanian organik. Awalnya banyak yang meragukan apa yang dilakukan Sius. Apalagi bentuk tanaman yang dihasilkan oleh Sius ukurannya lebih kecil, dan tidak laku saat dijual ke pasar.Sius pun tidak putus asa, dia lalu mulai mencari pasar sendiri. Dia memberi penjelasan kepada pembeli bahwa meski tomat dan sayuran yang dia jual kecil dan berlubang namun lebih baik bagi kesehatan." "Sius, Petani Difabel Pelopor Pertanian Organik yang Diundang Makan Malam Jokowi","“Kalau hama saja tidak mau makan sayur [yang disemprot zat kimia], masa manusia mau makan, jelas-jelas itu racun. Berarti kita tidak mau hidup sehat, Akhirnya banyak yang membeli sayuran kami,” ujar Sius menjelaskan kiat menjual produk sayuran organiknya.Hingga kini dirinya tetap bertahan dengan tanaman organik. Dalam sebulan, Sius memperoleh pendapatan antara 8-9 juta rupiah dari menjual sayur, tomat dan stroberi. Khusus stroberi, dia mengembangkan tiga ribu bibit stroberi di kebunnya.“Saya ingin mengembangkan stroberi. Potensinya sangat besar karena belum ada yang kembangkan di Flores,” paparnya.Menjadi TeladanBuah kerja keras Sius rupanya terpantau dan mendapat apresiasi pemerintah. Tahun  2009 ayah empat orang anak ini terpilih menjadi petani teladan tingkat Kabupaten Ende. Tahun 2011 dia terpilih menjadi petani sukses provinsi NTT, dan 2015 meraih predikat petani teladan tingkat nasional.Satu yang dia tak lupakan adalah ketika diundang makan malam bersama Presiden Jokowi di Jakarta. Momen yang paling berkesan adalah ketika Presiden memberikannya baki berisi bendera merah putih.“Saya tidak pernah bermimpi menjadi orang yang terkenal dan mendapat penghargaan. Mungkin ini balasan Tuhan pada saya,” ungkapnya.Kesuksesan bagi Sius memang tidak datang dengan sendirinya, namun dilakukan tanpa kenal lelah. Apalagi untuk orang yang berkekurangan fisik seperti dirinya. Saat itu Sius masih bersekolah di kelas lima sekolah dasar, dia sedang bekerja di penggilingan padi. Saat itu dirinya mengangkat karung beras yang terlalu berat, lalu terdengar bunyi di bagian pinggang yang disebabkan bergesernya tulang pinggang. Meski sempat dibawa ke RS Ende, kesehatannya semakin parah hingga mengalami kelumpuhan di kedua kaki." "Sius, Petani Difabel Pelopor Pertanian Organik yang Diundang Makan Malam Jokowi","Selama dua tahun, Sius berbaring di tempat tidur, setelah itu baru dia belajar berjalan memakai tongkat. Hingga akhirnya dapat berjalan kembali, meski tidak bisa normal seperti sediakala.  Saat itu, meski kedua orangtuanya mencoba menyekolahkannya kembali, Sius merasa kondisi tidak memungkinkan. Dia memutuskan berhenti sekolah dan turut membantu orangtuanya bertani.Meski telah dianggap berhasil, Sius tidak pelit berbagi ilmu. Dia selalu berpikir positif. Baginya ilmu harus dibagikan kepada orang lain. Saat ini, Sius sering diundang menjadi pelatih di beberapa kabupaten di Flores seperti Ende, Sikka, Ngada, Nagakeo, Manggarai, bahkan hingga pulau Sumba. Dia mengajari petani dari mulai pengolahan tanah, penanaman, pemberian pupuk, perawatan tanaman hingga pasca panen. Ilmu pun dia bagikan hingga para petani itu berhasil.“Saya hanya ingin berbagi ilmu yang saya dapat saja, tidak meminta imbalan,” tuturnya perlahan.Saat ini, Sius masih berobsesi agar desanya Waturaka dapat menjadi desa percontohan untuk pelatihan petani swadaya. Khususnya, agar orang-orang muda tidak lagi merantau ke tempat jauh, tapi bisa bekerja di kampung menjadi petani yang berhasil.“Tahun 2006 rumah petani di desa Waturaka masih berdinding bambu dan beratap ilalang, namun saat ini sudah banyak yang berdidinding tembok dan memiliki mobil pick up untuk menjual hasil pertaniannya,” ujarnya.Sebagai koordinator, Sius membagi kelompok tani di desa Waturaka dengan membuat jadwal tanam sayur dan melakukan rotasi agar semua petani dapat menanam komoditi lain. Rotasi dilakukan tiap tiga bulan yang diikuti diskusi kelompok rutin setiap bulannya.Aloysius Jira Loi (57) kepala desa Waturaka kepada Mongabay mengatakan, Sius merupakan sosok petani yang pantang menyerah. Sius selalu membagi ilmu yang didapat dan memberikan nilai tambah bagi petani. Sius pun selalu mencari terobosan agar petani bisa hidup sejahtera." "Sius, Petani Difabel Pelopor Pertanian Organik yang Diundang Makan Malam Jokowi","“Dirinya bisa menjadi contoh bagi petani lain dan menjadi motor penggerak kegiatan di desa. Konsep Agro Wisata yang dikembangkan juga membuat wisatawan tertarik,” ujar Loi. [SEP]" "Mengapa Indonesia Masuk Salah Satu Daftar Pembuang Sampah Plastik Terbanyak ke Laut?","[CLS] Bulan Maret adalah bulan yang spesial. Hari Air Sedunia baru saja kita peringati pada tanggal 22 Maret yang lalu. Momen ini sekaligus dapat kita jadikan bahan renungan untuk melihat perairan laut yang tercemar akibat lemahnya praktik manajemen sampah daratan dan daerah aliran sungai.Dalam sebuah rilis penelitian yang diterbitkan  tahun 2015, para peneliti dari Universitas Georgia yang dipimpin oleh Jenna Jambeck membuat pemeringkatan negara-negara pembuang sampah plastik terbanyak ke laut. Dari estimasi total 275 juta metrik ton (MT) sampah plastik yang diproduksi dari 192 negara di seluruh dunia pada tahun 2010, diperkirakan terdapat antara 4,8 – 12,7 juta MT masuk ke lautan lepas.Indonesia dalam penelitian tersebut, berada dalam posisi nomor dua dibawah Tiongkok dan berada satu peringkat di atas Filipina. Adapun ketiga negara ini memiliki kesamaan, yaitu sama-sama negara berkembang di Asia, berpenduduk urban padat, dan memiliki batas wilayah yang langsung berbatasan dengan laut.Berbasiskan data 2010, Indonesia menjadi peringkat kedua negara “penyumbang” sampah plastik terbesar di dunia yaitu sebesar 3,2 juta ton, setelah Tiongkok yang sebesar 8,8 juta ton yang lalu disusul oleh Filipina diperingkat ketiga yaitu sebesar 1,9 juta ton.Menarik saat mencermati, bahwa negara industri terbesar dunia seperti Amerika Serikat dalam peringkat ini hanya menempati peringkat ke-20. India, negara berpopulasi kedua terbesar di dunia juga berada di luar peringkat sepuluh besar. Padahal kedua negara ini pun sama-sama memiliki wilayah yang langsung berbatasan dengan laut.  Amerika Serikat memiliki banyak kota besar di pesisir Pasifik maupun Atlantiknya. " "Mengapa Indonesia Masuk Salah Satu Daftar Pembuang Sampah Plastik Terbanyak ke Laut?","Berbeda dengan Tiongkok, Indonesia dan Filipina, ternyata negara-negara ini mampu mengelola sampahnya secara efektif. Selayaknya negara maju, Amerika Serikat memiliki kemampuan untuk mencegah sampah plastik untuk memasuki laut, yaitu lewat infrastruktur pengelolaan sampah yang mampu menurunkan kuantitas kumulatif sampah plastik di darat. Hasil penelitian Jambeck menyebutkan terdapat korelasi kemampuan sebuah negara untuk ‘menjerat dan mengumpulkan’ sampah plastik di darat dengan jumlah sampah di lautan. Semakin efektif pengelolaan maka, jumlah sampah di lautan akan semakin menurun. Karena umumnya sampah di lautan dibawa dan mengikuti aliran air sungai, peneliti lain kolega Jambeck, Kara L. Law menyebutkan terdapat hubungan erat antara jumlah sampah yang ada di lautan dengan tingkat polutan sungai di tiap negara. Negara yang mampu mengelola sungai secara efektif, maka perairan lautnya akan semakin bersih dari sampah plastik.Sampah Sungai dan Problem Negara BerkembangNegara kepulauan seperti Indonesia dan Filipina (keduanya merupakan negara kepulauan terbesar di dunia), memiliki masalah klasik negara berkembang. Keterbatasan sumberdaya, kapital dan teknologi yang disandingkan dengan geografis pulau, menyebabkan sampah dan sampah plastik mudah lepas dari daratan dan terakumulasi di lautan lepas. Ambilah contoh, perairan Teluk Jakarta, yang merupakan muara dari sekitar 13 sungai dan anak sungai yang melalui kota-kota berpopulasi padat lebih dari 20 juta orang. Perairan Teluk Jakarta saat ini tercemar sampah plastik berskala akut. " "Mengapa Indonesia Masuk Salah Satu Daftar Pembuang Sampah Plastik Terbanyak ke Laut?","Tidak heran pasukan oranye sampai perlu diterjunkan tiap hari hanya untuk “menggiring sampah plastik.” Sampah yang hanyut di Teluk Jakarta, merupakan sampah-sampah yang dihanyutkan dari daratan dan sungai. Sampah-sampah ini juga termasuk sisa sampah yang lepas tak tertampung dari sekitar total 6.500-7.000 ton sampah per hari yang dihasilkan dari warga Jakarta dan sekitarnya.Hal yang sama terjadi untuk provinsi kepulauan lain, seperti Bali. Provinsi ini setiap harinya menghasilkan sekitar 10 ribu ton sampah perhari yang dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Tanpa adanya perubahan teknologi dan model penanganan sampah terpadu, sebagian dari sampah akan terus masuk ke perairan, dan menjadi sumber pencemaran baru.Masalah sampah plastik di lautan tidak lepas dari bagaimana kualitas sungai sebagai pembawa limbah. Sungai yang tercemar dan jarak yang relatif pendek antara hulu sungai dan muara sungai, secara khusus di pulau Jawa, Bali dan pulau-pulau kecil lainnya, menyebabkan sampah dan limbah sungai pun menjadi semakin cepat terbawa ke laut.Indonesia mempunyai catatan buruk mengenai polutan sungai. Sungai Citarum pada tahun 2013 dinobatkan oleh Blacksmith Institute, sebuah lembaga non-profit bidang lingkungan di New York, sebagai sungai paling tercemar di dunia. Sungai Citarum, panjangnya sekitar 300 kilometer yang diawali dari lereng Gunung Wayang di tenggara Kota Bandung melewati kawasan pertanian, perikanan, pemukiman, kawasan industri, dan berakhir di Muara Bendera dan terus menuju Laut Utara Jawa. Sungai ini tercemar berat limbah industri tekstil yang tidak memiliki fasilitas IPAL (instalasi pengolahan air limbah)" "Mengapa Indonesia Masuk Salah Satu Daftar Pembuang Sampah Plastik Terbanyak ke Laut?","Sungai lain yang tercemar berat adalah Ciliwung. Sungai ini memiliki panjang 120 kilometer yang berhulu di Gunung Gede, Kabupaten Cianjur melewati kawasan pemukiman, kawasan pabrik, melewati 3 kota besar yaitu Bogor, Depok, dan Jakarta, yang akhirnya bermuara  di Teluk Jakarta.Berdasarkan perhitungan SNI terdapat sekitar 1.733 ton sampah per hari yang dihasilkan kedua sungai tersebut yang  “disetor” ke laut atau berarti terdapat setidaknya 632.545 ton sampah setiap tahunnya yang masuk ke laut.Untuk melihat eskalasi yang terjadi, tidak saja Citarum (termasuk 28 km aliran sungai Cikapandung yang melintasi kota Bandung), Ciliwung dan Cisadane saja yang bermasalah.  Menyitir dari data KLH 2013, maka terdapat 75 persen dari 57 sungai besar yang ada di Indonesia yang dikategorikan tercemar berat, 60 persen penyebabnya berasal dari limbah domestik rumah tangga. Tingkat cemaran sungai dari limbah domestik tidak lepas dari sikap mental masyarakat yang menganggap sungai merupakan “halaman belakang” dan dapat digunakan sebagai tempat pembuangan sampah umum. Masyarakat yang tinggal di sepanjang bantaran sungai dan kali, tampaknya telah kehilangan etika untuk menjaga kebersihan lingkungan sungai.Di negara berkembang lain seperti Tiongkok, hal yang sama pun terjadi. Sungai-sungai di Tiongkok memiliki tingkat polutan yang amat tinggi, baik dari sampah domestik maupun  limbah industri. Tiongkok mempunyai dua sungai yang berpredikat masuk 10 sungai terkotor di dunia yaitu sungai Yellow dan sungai Songhua.Sungai lain di Tiongkok yang tercemar berat adalah sungai Yenisei.  Sungai ini dikenal berbahaya lantaran racun, radiasi, dan hasil cemaran rumah tangga. Sungai  Yenisei telah terkontaminasi pada tingkat parah dan serius." "Mengapa Indonesia Masuk Salah Satu Daftar Pembuang Sampah Plastik Terbanyak ke Laut?","Saking kotornya sungai-sungai di Tiongkok akibat cemaran industri dan rumah tangga, sempat memunculkan cerita satire tentang orang yang tak jadi bunuh diri di sungai, bahkan berusaha kabur keluar karena terlanjur jijik dengan sampah yang ada di sungai. Seperti Indonesia, Filipina pun mempunyai beberapa sungai yang sangat kotor dan mempunyai tingkat polutan yang sangat tinggi seperti sungai Marilao dan Pasig yang membelah metro Manila. Sungai-sungai ini dipenuhi sampah domestik dan limbah industri yang membuat air sungai ini berada pada tahap berbahaya. Pemerintah pun turun tangan. Salah satunya mengontrol limbah rumah tangga yang masuk ke aliran sungai ini. Upaya yang dilakukan mirip yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Basuki T. Purnama,  yaitu memindahkan sebagian pemukiman kumuh yang berlokasi di badan sungai ke tempat yang lebih layak huni.Selain limbah domestik, limbah Industri juga berperan besar memberi polutan bagi lautan. Industri yang tidak mengoperasikan IPAL secara optimal akan  membuang limbahnya langsung ke sungai karena kapasitas IPAL tidak sesuai dengan kapasitas produksi. Jika terjadi demikian maka industri tersebut akan menyembunyikan saluran pembuangan limbah industrinya agar sulit dijangkau petugas hukum. Undang-Undang di Indonesia yang berhubungan dengan lingkungan, pengelolaan wilayah badan sungai dan hunian sebenarnya sudah banyak. Tinggal bagaimana pemerintah memiliki ketegasan untuk melaksanakan dan menegakkan aturan yang ada. Termasuk di dalamnya kewajiban pemerintah untuk melakukan monitoring pembuangan limbah industri berdasarkan PP No.82/2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran. Dengan mengatur limbah domestik daratan dan aliran sungai dengan baik, disertai dengan teknologi pemusnahan sampah yang efektif, semoga Indonesia dapat keluar dari daftar salah satu negara pencemar laut terbesar di dunia." "Mengapa Indonesia Masuk Salah Satu Daftar Pembuang Sampah Plastik Terbanyak ke Laut?","* L. P. Hutahaean, penulis adalah praktisi teknik planologi dan pengamat wilayah perkotaan [SEP]" "Kala Larangan Bakar Lahan Pukul Rata, Tradisi Masyarakat Adat Terancam","[CLS] Gema alat musik tradisional berirama memulai rintai pengawa bumai betaun. Inilah siklus berladang menurut masyarakat Dayak Suku Iban, Sungai Utik, Kalimantan Barat.Luas wilayah mereka sekitar 9.000 hektar terbagi dalam beberapa bagian. Ada hutan lindung, hutan cadangan air, dan hutan produksi atau biasa untuk berladang.”Tanah to indae kitae,” kata Florentius Rengga,  masyarakat adat Sei Utik, di Jakarta (27/6/16).Kata-kata itu bermakna, tanah adalah ibu kita. Ia memberikan makan sehari-hari.  “Tanpa tanah, tak ada hidup bagi masyarakat adat Sei Utik.”Pemanfaatan lahan, katanya, tak boleh dengan serakah. Bumi bisa marah. “Harus disesuaikan dengan kebutuhan kita,” katanya.Dengan ada larangan membakar lahan—padahal tradisi ini sudah berlangsung turun menurun, ratusan tahun—menjadi kerisauan masyarakat adat.Bakar bukan sembarang bakar. Masyarakat adat punya aturan dari tradisi ini. Ada ngesunsur aie, merupakan aktivitas membersihkan segala hama penyakit yang akan merugikan ladang.”Awalnya kami pergi ke hulu ladang ini,” kata Florensius.Penyembuhan tanah ini sebelum nyintu tanah. Sekitar 5-10 orang berkumpul upacara acara adat dengan sesajian makanan. ”Juga membuat kayu burung nendak atau kurai.”Aktivitas ini bagian memohon restu petara tanah atau leluhur, agar panen lebih berhasil dari tahun sebelumnya. Biasa luasan kurang dua hektar.Salah satu sajian mengunakan hati babi. Jika empedu membesar, artinya tahun ini hasil ladang akan lebih banyak, begitu sebaliknya.Selanjutnya, manggul jalai. Ia memberikan tanda kepada leluhur soal tempat berladang. ”Hari pertama jalan di hulu, hari kedua baru ke hilir,” katanya.Lalu, mereka akan melihat tempat yang akan jadi ladang, dinamakan neggah ambo. Kepastian tempat itu secara adat melalui nganjung batu panggul. Nantinya,  ada batu untuk memasak dan parang, buat tebasan pertama.”Itu selama tiga hari, penebasan hari pertama, kedua, ketiga.”" "Kala Larangan Bakar Lahan Pukul Rata, Tradisi Masyarakat Adat Terancam","Hari berikutnya, penebasan setengah hari dengan luasan sesuai keperluan. Biasa, hanya puluhan meter persegi. Lahan didiamkan selama seminggu hingga dua minggu sampai rumput tumbuh kembali. Sampai penebangan kayu di wilayah itu, katanya, saat memasuki masa menebas.Kemudian ngerangkae kareba, yakni, pengeringan ladang dengan menaruh ranting dan batang di atas ladang. Biasa sampai sebulan hingga warga memanfaatkan waktu itu dengan mencari pencarian lain dulu.Sebelum pembakaran, masyarakan akan membatasi ladang dengan membuat sekat. Tujuannya, agar api tak merembet ke tempat lain. Nunu atau membakar setelah pohon dan rantai kering.”Itu dijagain, kita pun menentukan arah angin dan meminta restu terlebih dahulu dengan leluhur,” katanya.Penentuan arah angin ini, katanya, agar api tak membakar lahan lain. Setelah membakar, pemilik tak boleh pergi ke ladang selama satu hari kecuali keadaan mendesak.”Misal api ternyata merembet, kami juga harus turut bertanggung jawab dan menjaga.”Selesai proses itu, acara adat dilanjutkan dengan pemberian sesajian, terakhir menanam dengan komoditas padi dan ketela sebagai unggulan. Juga jagung, mentimun, peringgi, labo, kacang panjang, sayuran dan terung.Berdasarkan kepercayaan, ada tiga padi di Sungai Utik,  yakni padi pon, pulut dan padi mudah. Pulut (ketan) atau padi tertua kepercayaan nenek moyang.Dalam kepercayaan masyarakat, padi pon, katanya, dalam ritual jampi-jampi, bisa menjadi binatang berbisa. Padi ini,  harus ditanam bersamaan tanaman lain, seperti menyuburkan tanah, mengusir hama, dan lain-lain.Setelah menanam, ada beberapa kegiatan terlarang dilakukan, seperti, menenun, dan menganyam gelang. Saat inilah, berdoa kepada leluhur meminta padi agar tumbuh subur." "Kala Larangan Bakar Lahan Pukul Rata, Tradisi Masyarakat Adat Terancam","Masyarakat terus penjagaan dan mengusir hama dan kegiatan lain. Aktivitas-aktivitas itu, seperti mantun (membersihkan rumput), dan nyumba’ (mengambil padi baru akhir tahun). Lalu, nganjung tikai (mengambil tangkai pertama dari padi pon), ngetau (memilih benih padi), berangkut (membawa padi ke rumah), nungkuk (membersihkan butir padi dari tangkai dengan diinjak).Ada ngerekai (menjemur padi), besimpan (menyimpan dalam lumbung padi), gawai nganek batu (membersihkan atau memberi makan batu, parang panggul, kapak, dengan cara adat) dan gawai taun atau pesta panen.Modernisasi sempat memasuki wilayah ini, mengganti tradisi nungkuk pakai alat pertanian tetapi tak sukses. ”Sempat saat nungkuk menggunakan mesin. Lalu bermimpi anak padi menangis tangan patah, jadi tak dilanjutkan,” katanya.Kebakaran hutan dan lahan melanda Indonesia, pada 2015. Selain kebakaran luas di konsesi perusahaan, lahan-lahan wargapun terbakar.Suara-suara desakan menghapus aturan yang membolehkan warga buka lahan sampai dua hektar, muncul.Awal 2016, Presiden Joko Widodo memerintahkan larangan masyarakat membakar lahan. Jika pejabat daerah tak tegas, akan dipecat. Pesan ini membuat geger masyarakat adat yang sudah turun menurun menjalankan tradisi. Mereka terintimidasi aparat keamanan yang berjaga-jaga.”Jika kami tak boleh berladang dengan membakar, orang kota tak bolehlah naik mobil, pakai barang-barang yang menimbulkan emisi,” kata Vernadius Muling, masyarakat adat Sei Utik, Kalbar,  kala bertemu di Jakarta.Pemerintah, katanya,  tak memberikan solusi malahan mengirimkan tentara ke desa-desa. Masyarakat yang hendak berladang ketakutan. Padahal, berladang salah satu siklus kehidupan masyarakat adat.Padahal, katanya, berladang masyarakat adat tak membahayakan lingkungan jika dibandingkan korporasi yang membakar lahan.Berladang masyarakat adatpun,  memiliki aturan dan tradisi turun-temurun. Jika melanggar, akan ada sanksi adat." "Kala Larangan Bakar Lahan Pukul Rata, Tradisi Masyarakat Adat Terancam","”Berladang benteng terakhir pertahanan budaya, pemerintah memiliki kewajiban melindungi mereka dan melindungi segala tradisi,” kata Mina Susanta Setra, Deputi Satu Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).Sejak awal 2016, banyak ancaman kriminalisasi mayarakat adat. Kondisi ini, berdampak ke berbagai aspek kehidupan, dari sosial, ekonomi dan budaya. ”Potensi ancaman kelaparan sangat besar, apalagi masyarakat tak berladang karena takut ditangkap aparat,” katanya.Perlakuan ini, kata Mina, bisa menimbulkan konflik, tradisi dan banyak tanaman bibit lokal hilang.  ”Seharusnya pemerintah mampu merespon dan duduk bersama. Bukan malah mengirim TNI.”Masyarakat adat, katanya,  membuka ladang tak sembarangan, ada dasar musyawarah adatnya.Membuka ladang dua hektar ini, katanya, ada dalam UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal 69 ayat 2 menjelaskan soal pembukaan lahan dengan membakar boleh memperhatikan kearifan lokal daerah masing-masing.”Pemahaman aparat perlu ditingkatkan mengenai ini. Mengapa masyarakat ditangkap, korporasi dibiarkan? Jika kriminalisasi terus dilakukan, aparat jelas melanggar hukum,” kata Tommy Indriati, Perhimpunan Pembela MA Nasional (PPMAN).Kearifan lokal, katanya, bukanlah tata cara hanya juga spiritualitas hubungan masyarakat adat dengan leluhur, alam dan sekitar.AMAN dan PPMAN mendesak, ada legal standing terkait keberadaan masyarakat adat.”Sejauh ini, tak ada yang sampai ditangkap, namun masyarakat ketakutan. Kalau tak ada yang berladang, bagaimana kehidupan sehari-harinya?” ucap Maling. [SEP]" "Ketika Penegak Hukum Bersepakat Lindungi Taman Nasional Bogani Nani Wartabone","[CLS] Taman Nasional Bogani Nani Wartabone yang berada di Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Utara, belum lepas dari kejahatan kehutanan dan lingkungan hidup. Kejahatan tersebut berupa perambahan, penebangan kayu liar, penambangan tanpa izin, perburuan satwa dilindungi, dan juga kebakaran hutan.Para penegak hukum yang berada di Kabupaten Bone Bolango, wilayah terluas taman nasional, bersepakat menandatangani memorandum of understanding (Nota Kesepakatan) pengamanan dan perlindungan kawasan taman nasional Bogani Nani Wartabone.Kesepakatan itu digelar 23 Juli 2016 dan diprakarsai oleh E-PASS (Enhancing Protected Area System in Sulawesi). Program ini merupakan proyek hibah GEF yang diinisiasi sejak 2011 oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama UNDP. Tujuannya, membantu KLHK memperkuat sistem kawasan konservasi di Sulawesi untuk merespon berbagai ancaman terhadap keberadaan sumber daya hayatinya.Para penegak hukum yang bersepakat itu adalah Kepala Kepolisian Resort Bone Bolango, Kepala Kejaksaan Negeri Bone Bolango, Ketua Pengadilan Negeri Gorontalo, Kepala Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sulawesi, serta Kepala Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone.Kepala Kejaksaan Negeri Bone Bolango, Joko Wibisono, mengatakan bahwa tindak pidana kehutanan merupakan salah satu kasus yang menyita perhatian kejaksaan, mengingat menyelamatkan lingkungan dan hutan itu merupakan tanggung jawab bersama. Saat ini juga, katanya, terdapat paradigma dalam hal penuntutan perkara keanekaragaman hayati dengan memberi efek jera kepada pelaku maupun koorporasi dengan menerapkan instrumen multidoor lebih komprehensif.“Ada ekspektasi kepada para penegak hukum, khususnya jaksa penuntut umum agar menangani lebih profesional dengan hasil optimal,” ungkap Joko." "Ketika Penegak Hukum Bersepakat Lindungi Taman Nasional Bogani Nani Wartabone","Menurutnya, pada 2012 KLHK menyatakan, laju deforestasi diperkirakan mencapai 1,08 juta hektar per tahun yang terjadi terencana maupun tidak, antara lain konversi hutan untuk sektor non-kehutanan seperti perkebunan, pertanian, pemukiman, dan pemekeran wilayah. Sedangkan kehilangan hutan yang tidak direncanakan berasal dari kebakaran hutan dan lahan, penyerobotan lahan, penebangan liar dan penebangan yang tidak mengikuti prinsip-prinsip kelestarian, pertambangan, dan perkebunan tanpa izin, penggunanan kawasan hutan non-prosedural serta penegakan hutan yang lemah.Joko menambahkan, fakta tersebut menunjukan perangkat hukum di bidang kehutanan belum mampu memberikan efek positif perlindungan keanekaragaman hayati. Sedangkan Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, memiliki celah sehingga belum menyentuh pelaku utama pembalakan liar serta memberikan efek jera pelaku kejahatan.“Untuk itu lahirlah Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan,” kata Joko.Ditambahkannya lagi, undang-undang pencegahan, pemberantasan, dan perusakan hutan itu membawa dua mandat baru bagi Kejaksaan RI dalam penyelesaian perkara kerusakan hutan. Yaitu, penuntut umum wajib mengambil alih penyidikan, apabila penyidik tidak dapat melengkapi dalam jangka waktu yang telah ditentukan, dan pembentukan Lembaga Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan bersama unsur KLHK, Kepolisian, dan unsur terkait yang bertanggung jawab kepada Presiden RI.“Jaksa sebagai aparat penegak hukum melakukan penanganan perkara kehutanan menggunakan pendekatan multi disiplin ilmu yang tidak hanya fokus pada peraturan di sektor kehutanan, tetapi juga peraturan perundang-undangan di bidang lain yang terkait. Antara lain lingkungan hidup, perkebunan, pertambangan, perpajakan, tindak pidana Korupsi, dan tindak pidana pencucian uang,” jelas Joko." "Ketika Penegak Hukum Bersepakat Lindungi Taman Nasional Bogani Nani Wartabone","Dari perspektif kehakiman, Pengadilan Negeri Gorontalo yang diwakili Hakim Ngguli Liwar Mbani Awang, menjelaskan bahwa tindak pidana kehutanan merupakan kasus sangat penting untuk ditangani. Ia berharap nota kesepakatan tersebut membuka ruang komunikasi para pihak untuk saling memahami tugas dan fungsi serta bekerja sama menyelamatkan kawasan konservasi.Di tempat yang sama, Kepala Kepolisian Resor Bone Bolango, yang diwakili oleh Wakil Kapolres, Kompol Moh. Mukhson, berkomitmen memberantas tindak pidana lingkungan hidup dan kehutanan dan akan mengawal proses penyidikan yang dilakukan PPNS (Penyidik Pejabat Negeri Sipil).Dinamika Bogani Nani Wartabone merupakan merupakan taman nasional darat terbesar di Sulawesi, dengan luas 282.008,757 hektare. Namun, ada perubahan fungsi dan peruntukan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 325 tahun 2010.Perubahan fungsi tersebut berupa hutan produksi terbatas (HPT) seluas 15.012 hektare, hutan produksi (12 hektare), dan areal penggunaan lain (167 hektare). Perubahan fungsi kawasan hutan lain menjadi kawasan taman nasional yaitu hutan produksi menjadi taman nasional seluas 1.831 hektare, hutan lindung menjadi taman nasional seluas 8.146 hektare, dan hutan produksi terbatas menjadi taman nasional seluas 462 hektare.“Luas taman nasional yang berada di Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, berkurang 4.752 hektare. Dengan demikian, luas Bogani Nani Wartabone keseluruhan menjadi 282.008,757 hektare, dari sebelumnya 287.115 hektare,” kata Noel Layuk Allo, Kepala Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone.“Saat ini sudah ditata batas, namun belum ditetapkan.”" "Ketika Penegak Hukum Bersepakat Lindungi Taman Nasional Bogani Nani Wartabone","Selain memiliki kekayaan flora dan fauna, taman nasional Bogani Nani Wartabone juga memiliki potensi wisata alam seperti air terjun, sumber air panas, goa batu dan stalaktit Hungayono, habitat burung maleo di Hungayono, dan panorama alam (landscape view) di Bukit Peapata. Namun, yang lebih terkenal di kawasan ini adalah tiga spesies kunci, yaitu burung maleo, anoa, dan babi rusa.Menurut Noel, permasalahan yang dihadapi saat ini adalah perambahan kawasan seluas 3.500 hektare, baik yang terjadi di Gorontalo maupun di Sulawesi Utara. Penyebabnya, kurang lebih 194 desa berbatasan langsung dengan taman nasional, terbatasnya luas pertanian sekitar kawasan, kurangnya lapangan pekerjaan, serta meningkatnya harga komiditi perkebunan seperti cengkih, coklat, kopra, serta pala.“Tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya fungsi dan manfaat taman nasional juga masih rendah,” ujar Noel.Permasalahan berikutnya, katanya, adalah penebangan liar yang disebabkan berkurangnya pasokan kayu dari kawasan hutan produksi, tingginya permintaan kayu di Sulawesi Utara, adanya keterlibatan oknum aparat, penegakan hukum masih lemah, serta adanya izin pengolahan di lokasi hutan produksi yang tidak memiliki potensi kayu.Persoalan penambang emas tanpa izin juga terjadi di taman nasional, dikarenakan tingginya kandungan emas di sebagian lokasi. Masyarakat menganggap tambang emas merupakan mata pencaharian yang gampang mendatangkan keuntungan ekonomi. Sedangkan pengawasan pengolahan emas di luar kawasan belum diatur.Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Bone Bolango, Jumadil mengatakan, daerahnya merupakan wilayah paling luas yaitu 104.740,15 hektare atau 55,71 persen taman nasional. Permasalahannya adalah, belum tuntasnya tata batas khususnya yang berada di Desa Tulabolo Timur." "Ketika Penegak Hukum Bersepakat Lindungi Taman Nasional Bogani Nani Wartabone","Selain itu, menurut Jumadil, tidak adanya daerah penyangga dalam hal ini hutan lindung atau hutan produksi, pada pinggiran taman nasional yang berbatasan langsung dengan areal penggunaan lain, menyebabkan masyarakat sulit memanfaatkan kawasan hutan sekitar taman nasional.“Yang kami lakukan saat ini adalah revisi penetapan kawasan hutan sesuai mekanisme peraturan perundang-undangan melalui revisi rencana tata ruang wilayah (RTRW). Serta, merevisi zona pemanfaatan dalam kawasan taman nasional khususnya sekitar wilayah enklav Pinogu,” paparnya. [SEP]" "Sistem Canggih Ini Mampu Gabungkan Kondisi Satwa Liar, Habitat, Manusia dan Konfliknya.  Seperti Apa?","[CLS] Tidak dipungkiri lagi bahwa Pulau Sumatera mempunyai kekayaan hidupan liar, baik flora maupun  fauna, yang sangat tinggi. Berbagai upaya dan keberhasilan telah dicapai untuk mempertahankan keanekaragaman hayatinya.Namun di sisi lain tantangan makin besar, deforestasi Sumatera yang sangat masif dan kematian satwa liar dilindungi yang makin marak. Satwa kharismatik Sumatera seperti harimau, gajah, badak, dan orangutan juga tidak luput dari tekanan tersebut.Data dari statistik Kementerian LHK 2014 menunjukkan bahwa angka deforestasi di dalam dan di luar kawasan hutan tahun 2012-2013 (ha/thn) di Indonesia sebesar 727.891.20 ha/tahun, sedangkan di Pulau Sumatera sebesar 191.353.10 hektar per tahun.Jika ditelisik lebih lanjut seperti yang telah diunggah Mongabay 2014 yang lalu untuk laju deforestasi historis (2000-2012) sebesar 671.420 hektar per tahun yang berasal dari lahan mineral 525.516 hektar dan lahan gambut 145.904 hektar per tahun. Sedangkan laju degradasi hutan 425.296 hektar per tahun, berasal dari lahan mineral 409.073 hektar dan lahan gambut 16.223 hektar per tahun.Perubahan kondisi habitat tersebut dengan berbagai tujuan berpengaruh pada keberadaan satwa liar di dalamnya, secara khusus harimau Sumatera.  Hal tersebut diamini oleh Febri Anggriawan Widodo, Research and Monitoring (Tiger and Elephant) Module Leader WWF Indonesia yang menyampaikan bahwa kondisi habitat harimau Sumatera saat ini mengalami tekanan yang tidak ringan.Habitat termasuk ukuran serta ketersediaan satwa mangsa utama berpengaruh terhadap populasi harimau meskipun tidak tertutup kemungkinan faktor lainnya seperti tekanan manusia termasuk perburuan yang ternyata juga sangat berperan untuk hilangnya individu jarimau, namun hal tersebut perlu diteliti lebih lanjut." "Sistem Canggih Ini Mampu Gabungkan Kondisi Satwa Liar, Habitat, Manusia dan Konfliknya.  Seperti Apa?","“Diperlukan baseline dan monitoring berkelanjutan, secara khusus harimau Sumatara yang dapat dilakukan secara kolaboratif,” lanjut Febri.Itulah sekelumit kegundahan peserta yang hadir saat symposium internasional satwa liar di Universitas Lampung, pertengahan Oktober kemarin.  Pada kesempatan ini berbagai informasi dipaparkan, baik dari aspek ekologi dan social. Disisi lain, yang menarik juga untuk dicermati adalah bagaimana pengembangan system pemantauan hutan beserta isinya, pemerintah, LSM, termasuk masyarakat yang ada dalam dan sekitar kawasan hutan.Sistem TerpaduPada symposium tersebut diperkenalkan sebuah sistem yaitu SAFE System yang berhubungan dengan penanganan konflik satwa dan manusia. SAFE System merupakan instrumen yang menggabungkan data berbasis hasil, satu tujuan, dan menggabungkan elemen-elemen yang berkonflik.Bagian dari system tersebut  berisi tentang pemahaman terhadap konflik itu sendiri, monitoring, mitigasi, kebijakan, pencegahan, dan respon. Ashley Brooks, dari WWF Tiger Alive Initiative menyampaikan bahwa proses SAFE System terdiri atas kompilasi informasi konflik satwa dan manusia, penilaian cepat, pengembangan strategi SAFE, pelaksanaan strategi, monitoring (dan mengulangi proses).SAFE System menempatkan terutama keselamatan manusia, dan keselamatan komponen lain sebagai aset  yaitu satwa, habitat dan monitoringnya, ungkap Ashley.Hal tersebut penting agar tidak hanya memperhatikan satwa liarnya saja yang selamat, namun perlu upaya agar manusia, habitat, serta asset yang ada pun selamat. Dengan system ini akan didapatkan gambaran prioritas serta arahan dari hasil yang didapat berdasarkan baseline dan selanjutnya dikembangkan strategi SAFE system." "Sistem Canggih Ini Mampu Gabungkan Kondisi Satwa Liar, Habitat, Manusia dan Konfliknya.  Seperti Apa?","“Bisa saja dalam penilaian cepat terkait proteksi habitat di kawasan dinilai bagus, namun kondisi orang/masyarakat masih kurang aman dari konflik dengan satwa. Hal tersebut menjadi temuan dasar untuk dinilai dan dievaluasi yang selanjutnya masuk dalam pengembangan strateginya,” tambah Ashley.Sistem ini merupakan pengembangan dari Management Effectiveness Tracking Tool (METT), Conservation Assured Tiger Standards (CATS), dan Rapid Assessment and Prioritizing of Protected  Area Management (RAPPAM), dengan data yang lebih komprehensif.Keselamatan manusia menjadi tujuan strategis dalam mengembangkan “SAFE System” karena didalamnya berisi informasi aksi yang dapat dilakukan serta indikasi dana yang dibutuhkan.Sistem ini masih tergolong baru dan baru dilakukan di Bhutan sebagai percontohan yang selanjutnya akan dilakukan di India, Nepal, dan Indonesia.Pengambil KeputusanMeskipun sistem tersebut penting, namun lebih penting bagaimana instrument itu bekerja di lapangan, karena sudah banyak instrument dikembangkan. Selain METT, CATS, RAPPAM, saat ini juga telah ada pengembangan SMART yaitu Spatial Monitoring and Reporting Tool. Artinya.Berbagai sistem monitoring tersebut tidak lantas membingungkan pengguna di tingkat tapak. Karena tentunya efektifitas dari system tersebut memiliki standar masing-masing dan target-target khusus.Sistem yang dikembangkan sebagai alat tersebut juga dapat berkontribusi terhadap pemantauan kondisi habitat dan flagship species, terutama di bentang alam Sumatera karena kondisi satwa dan habitatnya di Sumatera semakin kritis.  Semua system itu diharapkan dapat memperkuat dasar pengambilan kebijakan dan implementasi dalam upaya perlindungan terhadap satwa liar dan habiatnya serta masyarakat yang ada" "Sistem Canggih Ini Mampu Gabungkan Kondisi Satwa Liar, Habitat, Manusia dan Konfliknya.  Seperti Apa?","Masih banyak pekerjaan rumah tentunya bagaimana pelestarian satwa liar di Indonesia ini makin membaik dan bagaimana kolaborasi antar sektor/lembaga dapat terjalin untuk sama-sama berkontribusi bagi pelestarian satwa serta penghidupan berkelanjutan dibarengi dengan sistem yang dikembangkan tersebut berkontribusi nyata buat satwa dan habitatnya serta manusia.Apakah bisa?  Tentu bisa jika ada kemauan kuat para pihak. [SEP]" "Balai Karantina Gagalkan Penyelundupan Ratusan Burung via Bandara Kualanamu","[CLS] Kali kesekian, upaya penyelundupan ratusan burung melalui jalur Bandara Kualanamu International Airport (KNIA) terjadi. Modusnya, jumlah satwa kiriman jauh lebih besar dari dalam dokumen. Bersyukur aksi digagalkan petugas Balai Karantina Pertanian Kelas II Medan, Sumatera Utara.Dalam kasus ini, dua orang diduga pemilik diamankan petugas, masing-masing berinisial AES (56) dan MPO (35). Kedua pelaku warga Sekata Medan, dan masih menjalani pemeriksaan oleh PPNS di Kantor Balai Karantina Pertanian Kelas-II.Jafar Sidik, Kepala Kantor Balai Karantina Pertanian Kelas-II Medan mengatakan, kasus ini terbongkar pada Selasa (16/8/16) oleh petugas yang mencurigai dokumen pengiriman barang yang dilampirkan pelaku.Saat pemeriksaan, ternyata dokumen pengiriman satwa ini tak sesuai isi sertifikat atau dokumen karantina (KH-9), yang dikeluarkan 15 Agustus 2016.Isi dokumen pengiriman 282 burung. Saat pengecekan, ternyata pelaku memalsukan dokumen, jumlah kiriman tak sesuai dokumen asli yang dikeluarkan Karantina Pertanian Kelas-II Medan.Harusnya, dikirim 282 burung, rincian ledekan 150, kutilang emas dua, cucak kutilang tiga, kerak kerbau dua, manyar 50, dan pleci 75.Ketika diperiksa, ada 972 burung de­ngan 15 jenis, yang ditempatkan dalam tiga koli isi burung di Terminal Cargo Bandara Kuala Namu Line 1.“Saya langsung perintahkan diproses. Mereka coba main-main dengan memalsukan dokumen negara sah. Seluruh barang bukti sudah diamankan,” kata Jafar.Dari pemeriksaan, ratusan burung itu akan dikirim ke Jakarta, menggunakan pesawar terbang Lion Air. Satwa dikirim pakai jasa pengangkutan PT AO di Tan­jung Morawa.Meskipun belum tersangka, katanya, kedua pelaku masih terus pemeriksaan untuk membongkar modus mereka memalsukan dokumen sah.  Kedua pelaku dianggap melanggar karantina hewan, ikan dan tumbuhan, dengan ancaman hukuman pidana maksimal tiga tahun, dan denda Rp150 juta." "Balai Karantina Gagalkan Penyelundupan Ratusan Burung via Bandara Kualanamu","“Memang burung itu bukan satwa dilindungi, tetapi menyalahi dokumen.”Mengantisipasi ratusan burung tak mati, sementara ditempatkan di penangkaran Karantina Kelasa-II Medan lalu diserahkan ke BKSDA Sumut untuk pelepasliaran.G. Siboro, Kabid Teknis BBKSDA Sumut, mengatakan, paling utama penyelamatan satwa agar tak mati. Meski belum masuk satwa dilindungi, katanya, harus ada upaya penyelamatan agar tak punah. [SEP]" "Perdagangkan Paruh Rangkong dari Leuser Hanya Vonis 2 Bulan","[CLS] Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Stabat, Langkat, Sumatera Utara, menjatuhkan hukuman dua bulan penjara denda Rp5 juta, terhadap Zama’as, pedagang paruh rangkong yang diambil dari Taman Nasional Gunung Leuser.Majelis Hakim diketuai Nurhadi, menyatakan, Zama’as, warga Kecamatan Kutabaru, ini, terbukti sah memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian bagian lain satwa dilindungi. Barang bukti 12 paruh rangkong.“Dari pemeriksaan barang bukti dan saksi di persidangan, kami menyatakan terkdawa terbukti bersalah. Vonis dua bulan adil menurut kami. Terdakwa wajib membayar biaya perkara Rp2.000, ” kata Nurhadi, Senin (18/1/16), saat dikonfirmasi.Menurut dia, putusan berdasarkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Stabat, dan permohonan Zama’as, mengharapkan hukuman ringan.Berkas tuntutan JPU yang diperoleh Mongabay, terdakwa dituntut empat bulan penjara, denda Rp5 juta, karena sengaja menjadi penadah, menyuruh orang memburu dan membunuh rangkong.JPU Boston R. Marganda, dalam tuntutan menyatakan, Zama’as Minggu (14/6/15), di Dusun Karang Rejo, Desa Perkebunan Namo Tongan, Kutabaru, Langkat, tertangkap tangan memperdagangkan paruh rangkong.“Menuntut empat bulan kurungan sebagai bentuk penjeraan agar tidak mengulangi perbuatan lagi,”Kasus terbongkar berkat informasi Wildlife Crime Unit (WCU), yang melaporkan pada Polisi Kehutanan Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL). Kepala BBTNGL Andi Basrul memerintahkan operasi penertiban satwa liar di SPTN V Bahorok, Langkat, TNGL.Kala diwawancara, Zama’as mengatakan, paruh rangkong dari membeli dari pemburu. Dia mengaku telah menjalankan aktivitas ilegal satu tahun terakhir. Paruh rangkong yang dibeli, dikirim ke penampung utama di Jakarta bernama Aseng. Jadi, 12 paruh rankong, rencana ada yang mengambil dari Jakarta, tetapi keburu tertangkap." "Perdagangkan Paruh Rangkong dari Leuser Hanya Vonis 2 Bulan","Dia mengaku, sudah ratusan paruh rangkong dijual yang dibawa ke sejumlah negara, seperti Tiongkok, Malaysia, dan Singapur. Semua rangkong dari Aceh.“Yang 12 paruh ini dari pemburu di Desa Pinding, Blangkejen, Gayo Lues, Rp50.000 per gram. Saya menjual Rp70.000 per gram, kalau berhasil diselundupkan keluar, lebih mahal lagi.” Hukuman ringan Noviar Andayani, Country Director WCS Indonesia, kepada Mongabay mengatakan, harus dikritisi pemberian hukuman rendah. Selain hukuman berat, lebih penting konsistensi penegak hukum memproses hukum pelaku kejahatan satwa.“Penyebar luasan hukuman yang menimbulkan efek jera harus disampaikan pada masyarakat. Artinya, jika masyarakat berburu, menjual atau memperdagangkan, dan membunuh satwa, akan diproses hukum.”Andi Basrul, Kepala BBTNGL menilai belum ada efek jera pelaku terutama di Sumut. Perburuan dan perdagangan satwa terus terjadi bahkan berulang dengan pelaku dan jaringan sama.Penyebabnya, kata Basrul, hukuman buat pelaku lemah. Kini, Undang-Undang Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya, sedang revisi. [SEP]" "Bila Antam Beroperasi di Jambi, Beragam Masalah Ini Bisa Terjadi…","[CLS] Kehadiran PT Aneka Tambang (Antam) di dua kabupaten di Jambi, yakni, Merangin dan Sarolangun, mendapat penolakan dan kecaman keras Walhi dan masyarakat. Mereka khawatir beragam masalah akan muncul kala tambang beroperasi membuka hutan alam.Analisa Walhi, pertambangan Antam bakal meningkatkan potensi banjir di sana. Direktur Walhi Jambi, Musri Nauli mengatakan, jika Antam lanjut khawatir banjir dan longsor mengancam 20 desa di dua kabupaten itu.“Penambangan emas tradisional dua kabupaten itu, sudah sering menimbulkan banjir. Baru-baru ini Batang Asai banjir bandang. Apalagi Antam di hulu dengan tutupan hutan baik, yaitu hutan produksi terbatas,” katanya.Perusahaan sudah mengantongi izin konsensi tambang berdasarkan  SK Menhut-IKE-5412011 soal izin pinjam pakai kawasan hutan untuk kegiatan eksplorasi bahan galian emas dan mineral pengikutnya pada HPT. Izin di Merangin sekitar 4.754 hektar. Lalu, SK Menhut-IKE-488-2012 mengenai izin pinjam pakai kawasan hutan untuk eksplorasi emas dan mineral pengikut pada HPT di Merangin 3.877 hektar.SK Bupati Merangin  tentang persetujuan izin usaha pertambangan eksplorasi pada Antam seluas 9.690 hektar, Juga SK Bupati Merangin tahun 2010 soal persetujuan penyesuaian kuasa pertambangan eksplorasi menuju IUP eksplorasi kepada Antam 7.633 hektar.Operasi Antam, katanya, juga berpotensi menimbulkan kekeringan. Ada enam sungai besar dan 96 anak sungai terancam, jika daerah hulu ada tambang. “Sungai-sungai ini denyut nadi kehidupan masyarakat di Merangin. Yang pasti, akan terjadi kekeringan kala kemarau, nanti air minum diganti emas saja,” katanya." "Bila Antam Beroperasi di Jambi, Beragam Masalah Ini Bisa Terjadi…","Keenam sungai meliputi  Sungai Mempenau,ada dua hulu jatuh ke Mempenau, mengaliri Desa Talang Tembago Jangkat Timur. Sungai Ampar, sekitar 28  anak sungai jatuh ke Sungai Ampar. Sungai Batang Asai Besar, ada 26 anak sungai ke Sungai Batang Asai Besar. Sungai Sako Merah, ada 13 anak sungai jatuh ke sini. Lalu, Sungai Mengkudam ada 13 anak sungai ke sini. Terakhir Sungai Batang Tangkui, ada 13 anak sungai ke sungai ini.Dampak dari pembukaan hulu sungai, katanya, juga merusak lebih 500 hektar persawahan dan pertanian.”Di Sungai Batang Asai Kecil ada persawahan 117 hektar. Padi ladang dan jagung sekitar empat hektar. Sungai Batang Tangkui ada sawah 58 hektar dan Sungai Mempenau Talang Tembago mengairi sawah seluas 155 hektar,” ucap Musri.Hutan desa berhutan lebat terancamIzin Antam juga menyebabkan Hutan Desa Muara Madras seluas 5.330 hektar bakal hilang. Sebab, hampir 90% luasan masuk konsesi eksplorasi Antam, seluas 5.185 hektar. Serupa dengan Hutan Desa Talang Tembaga seluas 2.707 hektar, masuk konsesi Antam seluas 898 hektar. Padahal status hutan desa HPT dengan tutupan hutan primer sangat rapat.Selama ini,  hutan desa berpotensi dikelola masyarakat menjadi perkebunan dan pertanian. Ketua Lembaga Pengelola Hutan Desa Muara Madras, Badrul Amin menyebutkan, penduduk desa tak mengetahui keberadaan Antam. “ Kami tak tahu ada Antam. Kami tak pernah diajak berdiskusi apalagi Hutan Desa kami masuk konsesi mereka,” katanya kepada Mongabay, pekan lalu.Badrul menyebutkan, hutan desa mereka dengan penetapan 2012 terjaga baik dengan tutupan lebat. Aturan Desa Muara Madras, katanya,  melarang penebangan hutan. “Masih banyak kayu-kayu alam berdiameter besar seperti kayu medang, jernang dan rotan. Satu batang kayu dilindungi di sini, tak boleh ada yang menebang.”" "Bila Antam Beroperasi di Jambi, Beragam Masalah Ini Bisa Terjadi…","Musri mengatakan, rencana pembukaan jalan dari Undergrone Mine ke Desa Batu Empang, Batang Asai, Sarolangun sepanjang 22 Km lebar 18 meter, kemungkinan sekitar 82 hektar hutan primer terbuka. Jalan ini akan membelah KPH Limau Sarolangun dan usulan Hutan Desa Batu Empang.Dengan pembuatan jalan memotong 15 anak sungai, katanya,  bedampak pengurangan debit air Sungai Batang Tangkui. Sungai ini digunakan masyarakat di 11 desa untuk kebutuhan sehari-hari dan pembangkit listrik mikrohidro.Rencana jalan ini, katanya, dalam HPT berhutan primer dengan kelerengan 25%-40%. Dalam Analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) hanya menjelaskan pembukaan jalan pakai maksimal kelerengan 12%. [SEP]" "Dengan Abon Ikan, Kelompok Ini Sukses Berdayakan Masyarakat Pesisir","[CLS] Masyarakat pesisir selalu identik dengan kemiskinan dan ketertinggalan, namun Kelompok Usaha Mangga Tiga membuktikan sebaliknya. Kelompok usaha olahan hasil budidaya perikanan yang berdomisili di Kelurahan Tanjung Merdeka, Kecamatan Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan ini mampu merintis usaha abon ikan yang hasilnya mampu mengangkat derajat anggotanya dari kemiskinan.Dalam rentang waktu empat tahun, kelompok ini bisa berkembang maju dengan produknya yang tersebar di berbagai toko dan gerai oleh-oleh di Kota Makassar. Produk mereka pun beragam, mulai dari abon ikan lele, abon ikan gabus, abon ikan cakalang, otak-otak, bakso ikan dan aneka produk pangan olahan lainnya.Siang itu, awal Juni 2016, Mongabay  berkunjung ke Rumah produksi Mangga Tiga, sebuah ruang sederhana berukuran sekitar 4×4 meter, dengan beragam peralatan dapur tertata rapi di dalamnya. Aktivitas biasanya dilakukan di siang hari, ketika seluruh anggota kelompok sudah selesai mengerjakan pekerjaan di rumah masing-masing sebagai ibu rumah tangga.Ratna Sari Dewi (42), Ketua Kelompok Mangga Tiga, orangnya sangat ramah dan terbuka. Kesuksesan Pokmas Mangga Tiga tak terlepas dari kemampuan bisnis dan keuletannya. Dari inisiatif Ratna ini pulalah gerak dan kesuksesan Kelompok Mangga Tiga bermula.Berawal dari Lele Menurut Ratna, Kelompok Mangga Tiga sebenarnya berdiri tahun 2007, namun baru aktif kembali tahun 2010. Awalnya kelompok ini fokus usaha pada pertanian sayuran organik, namun tak berkembang baik.Awal mula pembentukan kelompok ini berlangsung secara tidak sengaja. Di awal 2010, Ruslan, suami Ratna, memulai usaha budidaya ikan lele. Sayangnya usaha budidaya ini banyak kelemahan.Di tahun 2010, menurut Ratna, bisnis ikan lele ternyata belum cukup dikenal luas di Kota Makassar. Stigma ikan berkumis ini sebagai ikan yang kotor membuat sebagian masyarakat enggan mengkonsumsinya." "Dengan Abon Ikan, Kelompok Ini Sukses Berdayakan Masyarakat Pesisir","“Banyak yang budidaya namun kemudian terkendala di pemasaran. Meski hasil panen melimpah namun pembeli yang datang masih hitung jari. Belum lagi ketika ada kelebihan size. Ikan yang kecil tak tahu harus dijual kemana, karena tak ada yang mau membeli. Di sisi lain ikan ini, karena merupakan ikan tawar, sangat rawan mati dan cepat membusuk.”Kelebihan stok ikan lele ini biasanya dikonsumsi sendiri. Namun karena konsumsi yang sama terus menerus setiap hari menimbulkan kebosanan, utamanya bagi anak-anaknya.“Saya merasa sangat sayang membuang ikan-ikan ini. Saya mulai putar otak, apa kira-kira yang bisa dilakukan dengan kelebihan ikan ini.”Dalam kegalauan itu, harapan muncul ketika Ratna bertemu dengan Salmiah, seorang penyuluh budidaya dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Makassar. Meski mereka sudah lama kenal, namun baru dalam sebuah pertemuan singkat tersebut Ratna menyampaikan keluh kesahnya terkait kelebihan stok ikan lele tersebut.Salmiah kemudian menawarkan melatih mereka membuat produk olahan dari ikan lele, yang saat itu belum pernah dilakukan. Salmiah kemudian meminta agar Ratna dan sejumlah ibu-ibu lainnya menyiapkan 5 kg ikan lele.“Saya bingung dan langsung bertanya ikan itu mau diapakan? Lalu katanya akan dibuat abon ikan. Lalu kami pun diajari cara mengolah ikan dan proses pembuatan abon ikan tersebut saat itu juga.”Hasil abon ikan yang dikerjakan Ratna bersama dua orang lainnya tersebut ternyata cukup memuaskan dan siap jual. Produknya dijual di Pasar Tani di Anjungan Pantai Losari yang ada setiap hari minggu. Ratna dengan rasa percaya diri yang tinggi menyanggupi untuk ikut menjual abon ikan hasil buatannya ke acara yang diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi Sulsel tersebut." "Dengan Abon Ikan, Kelompok Ini Sukses Berdayakan Masyarakat Pesisir","Karena masih awal, kemasan produk mereka pun masih sangat sederhana, yaitu menggunakan kemasan nasi kuning berukuran 100 gram. Modal yang digunakan ketika itu belum terhitung dengan baik. Ikan lele belum dibeli, begitupun bumbu-bumbu lainnya, masih diambil dari rumah masing-masing.Karena butuh merek dagang, Salmiah, menyarankan agar mereka memakai nama Mangga Tiga, karena sudah memiliki sertifikat, sehingga tidak susah lagi dalam hal pengurusan perizinan. Pengurus Kelompok Mangga Tiga pun tak keberatan kelompok itu diambilalih oleh Ratna dan ibu-ibu lainnya.“Mulai dari sinilah kemudian Kelompok Mangga Tiga mulai dihidupkan kembali sampai sekarang,” jelas Ratna.Proses penjualan awal di Pasar Tani diakui Ratna cukup mendebarkan, karena mereka harus bersaing dengan produk dari kelompok usaha lain yang sudah mapan. Di penghujung hari, produk mereka laku 8 bungkus, sementara sisanya 7 bungkus ternyata diberi uang pengganti dari panitia.Dari situ, mereka makin termotivasti memproduksi abon lebih banyak lagi. Mereka juga mulai menghitung biaya produksi. Dengan biaya saat itu Rp250 ribu, menghasilkan 25 bungkus abon. Mereka jugal Rp15 ribu per bungkus, terkumpul hasil penjualan Rp375 ribu, dengan keuntungan Rp125 ribu.Kesuksesan penjualan itu, membuat mereka mulai secara rutin menjajakan produknya di Pasar Tani tersebut. Produksi pun meningkat seiring dengan semakin banyaknya pelanggan. Apalagi mereka mulai membuat produk abon lain, seperti abon ikan gabus dan ikan cakalang.Kini, dari 4 kali produksi selama sebulan bernilai Rp18 juta, meskipun sebagian dalam bentuk titipan barang di toko. Produksi abon ikan gabus misalnya, dari awalnya hanya produksi 10 kg kini meningkat menjadi 50 kg.“Penghasilan bersih bisa dapat Rp8 juta lah, karena barang harus titip jual dulu,” tambah Ratna." "Dengan Abon Ikan, Kelompok Ini Sukses Berdayakan Masyarakat Pesisir","Produk mereka pun sudah dijual secara luas di banyak oulet di Kota Makassar, seperti Toko Satu Sama Jalan Landak, Grand Toserba Cendrawasih, Grand Toserba Panakkukang, Indomode Alauddin, Plaza Buah Hertasning, RS Hikmah, Cahaya Sulawesi, dan Toko Ole-ole Kota Daeng.Dukungan PendampinganSetelah tiga tahun berproduksi seadanya, mereka mendapat dukungan dari Program Coastal Community Development International Fund for Agricultural Development (CCD-IFAD) atau Proyek Pembangunan Masyarakat Pesisir (PMP) dari Kementerian Kelautan dan Perikanan kerjasama dengan IFAD.Dari program ini, mereka mendapatkan bantuan peralatan dan pelatihan, yang berdampak pada produksi, motivasi dan rasa percaya diri yang meningkat.Sebagian besar anggota kelompok ini berasal dari keluarga kurang mampu dengan profesi beragam, mulai dari nelayan tangkap, nelayan budidaya, buruh bangunan, pekerja bengkel dan penjual es keliling. Dari usaha ini, para anggota Kelompok Mangga Tiga bisa mendapatkan tambahan penghasilan sekitar Rp500 ribu – Rp 1 juta per bulan. Beberapa anggota kelompok bahkan sudah memiliki usaha sendiri dengan modal pinjaman dari kelompok.Dahlia (36), salah satu anggota Kelompok Mangga Tiga, mengakui keaktifannya dalam kelompok dapat membantu menutupi kekurangan penghasilan dari suaminya yang berprofesi sebagai penjual es keliling. Dari kelompok ia juga mendapatkan modal usaha nasi kuning“Hasil dari usaha kelompok dan usaha sendiri ini bisa membantu penghasilan keluarga dan membiayai anak-anak sekolah. Alhamdulillah kini anak tertua saya sudah SMA.”Hal yang sama dirasakan, Rabiah (34), ibu rumah tangga dengan tiga anak orang ini mengakui tak kesulitan lagi dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga. “Lumayan dari hasil kelompok kita bisa beli gas dan beras serta biaya sekolah anak-anak, tidak tergantung lagi pada suami.” [SEP]" "Soal Isu Lingkungan, Berikut Rekomendasi Para Santri","[CLS] Sebanyak 750 santri dari 336 pesantren se-Jawa dan Madura, berkumpul di Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin-Cirebon pada 20-22 Oktober 2016. Mereka berkumpul dalam gelaran Batsul Masail, kegiatan yang diselenggarakan Forum Musyawarah Pondok Pesantren (FMPP) guna membahas beragam permasalahan di tanah air mulai tax amnesty, Pokemon Go, tenaga kerja asing hingga persoalan lingkungan.Soal lingkungan, ada tiga poin jadi fokus pembahasan mereka, terkait reklamasi, bahaya limbah dan mineral dan batubara. Pembahasan-pembahasan itu berjalan dengan mengedepankan semangat I’tiradl (perdebatan argumentatif), tetapi tetap berorientasi kepada kutub at turats atau kitab kuning.“Selama 30 tahun gelaran bahtsul masail, ini pertama kali diselenggarakan di Jawa Barat. Permasalahan yang dibahas sangat beragam. Beberapa sudah menjadi kebijakan pemerintah. Tema dalam forum bahtsul masail merupakan pertanyaan yang disodorkan masing-masing pesantren. Kemudian dipilah sebelum menjadi tema bahasan dalam bahtsul masail,” kata Ketua Panitia Bahtsul Masail, Dr. KH. Arwani Syaerozie dalam rilis kepada Mongabay.Juru Bicara FMPP, Jamaluddin Mohammad, saat dihubungi Mongabay mengatakan, masing-masing tema dibahas santri dengan perdebatan cukup panjang. Pendapat-pendapat mereka merujuk pada al-quran, hadits, ushul fiqh dan pendapat beberapa ulama. Dari perdebatan-perdebatan itu, akhirnya menghasilkan beberapa rekomendasi.Rekomendasi pertama, terkait reklamasi. “Intinya kami memandang dari sudut maslahat dan mudharat. Reklamasi ini kami lihat lebih banyak mudharat daripada maslahat. Indonesia kan sebenarnya tak memerlukan reklamasi atau membuat pulau baru. Indonesia bukan negara kontinental, tetapi maritim. Negara sudah banyak pulau, tak penting lagi membuat pulau atau daratan baru,” katanya.Soal Reklamasi,  katanya, harus dilihat dari berbagai sisi, dari sosial dan budaya, sampai lingkungan.  Reklamasi bisa merusak ekosistem." "Soal Isu Lingkungan, Berikut Rekomendasi Para Santri","“Contoh dari sisi sosial dan budaya, kita lihat reklamasi Teluk Benoa. Ada salah satu tempat disitu dianggap sakral. Dengan reklamasi, akan menghilangkan tempat itu. Segi lingkungan, reklamasi bisa mengubah ekosistem laut sekitar. Karena ada bahaya lebih banyak ini, secara kaidah, kebijakan ini nggak penting-penting amat. Malah banyak mudharat,” katanya.Untuk reklamasi yang sudah berjalan, lahan tak boleh dimiliki perorangan atau perusahaan tetapi harus negara, hak milik bersama. Bukan malah diperjualbelikan atas nama perorangan ataupun perusahaan.“Seperti reklamasi di Jakarta yang sudah berjalan. Lahan tak boleh dijual pribadi harus dimiliki oleh negara.”Kedua, ancaman limbah pabrik. Menurut dia, para santri yang ikut gelaran ini sepakat dalam mendirikan pabrik jangan sampai mengancam lingkungan. Hal itu, katanya, jelas sesuai Al-Quran surat Al-A’raf ayat 56 bahwa jangan merusak bumi.“Kalau soal limbah, industri harus mengelola limbah jangan sampai menimbulkan kerusakan ekosistem alam sesuai peraturan pemerintah. Wa laa tufshiduu fil ardi ba’da islaahiha. Tak boleh merusak bumi, merusak alam setelah Allah memberikan manfaaat-manfaat dari alam itu. Jadi pembangunan harus tetap melihat manfaat dan mudharat yang ditimbulkan. Pembangunan tak boleh semena-mena hingga merusak masa depan manusia,” katanya.Menurut dia, pembangunan harus menerapkan konsep berkelanjutan dan mempertimbangkan keteraturan. Kalau tak begitu, manusia akan musnah. Dia berkaca pada kondisi beberapa pabrik skala kecil pengolahan batu alam di Palimanan, Cirebon. Pabrik-pabrik itu, katanya, merugikan lingkungan sekitar.“Limbah dibuang ke sawah dan kali hingga air menjadi keruh, tak bisa lagi digunakan masyarakat. Ada ratusan hektar lahan rusak terkena limbah. Satu sisi perusahaan itu oke menguntungkan, membuka lapangan pekerjaan. Jangan lupa, juga harus mempertimbangkan lingkungan. Batu-batu yang diambil itu seharusnya tak merusak gunung.”" "Soal Isu Lingkungan, Berikut Rekomendasi Para Santri","Ketiga, soal ekspor bahan mentah minerba. Dia melihat, pemimpin negara harus memprioritaskan rakyat. Ketika ekspor minerba, hanya akan menguntungkan negara lain dan menciptakan ketergantungan terhadap negara lain.“Rekomendasi, haram hukumnya pemerintah mengekspor bahan baku mentah. Sejahterakan negara sendiri sebelum mensejahterakan negara lain. Perusahaan tambang harus membangun smelter,” katanya.Mengenai bahaya pertambangan, kata Jamaluddin, itu kembali pada prinsip pembangunan berkelanjutan yang tak boleh merusak lingkungan. Pembangunan,  termasuk pertambangan, harus mempertimbangkan aspek-aspek kelanjutan alam semesta.“Tuhan menciptakan bumi dengan baik, kita sebagai manusia tak boleh merusak kebaikan itu. Kami berharap, rekomendasi kami bisa menjadi dasar pemerintah mengambil kebijakan. Semoga rekomendasi kami ini ditindaklanjuti.”Jamaludiin mengatakan, rekomendasi-rekomendasi itu dalam waktu dekat segera diserahkan kepada para pemangku kebijakan, seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, DPR, Komnas HAM dan lain-lain.Tema-tema lain yang dibahas dalam gelaran ini seperti soal buruh asing, status kewarganegaraan pelaku tindak pidana terorisme, implementasi resolusi jihad di era modern, Piagam Madinah sebagai konstitusi negara untuk masyarakat plural, perda syariah dan lain-lain. [SEP]" "Laporan Greenpeace Ungkap Kehancuran Daerah Kala Terkepung Tambang Batubara","[CLS] Greenpeace meluncurkan investigasi bertajuk “Desa Terkepung Tambang Batubara: Kisah Investasi Banpu” pada Rabu (30/3/16). Banpu, perusahaan asal Thailand dianggap menimbulkan dampak buruk bagi perubahan bentang alam, mencemari air, menghancurkan lahan pertanian dan menyisakan lubang-lubang tambang raksasa. Investigasi ini kerjasama Greenpeace bersama Jaringan Advokasi Tambang (Jatam).Banpu di Indonesia memiliki saham 65% pada PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITM), terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Tiga anak perusahaan PT Kitadin, PT Indominco Mandiri, dan PT Jorong Barutama Greston. Tahun 2014, ITM produksi batubara 29,1 juta ton.Banpu kini merencanakan ekspansi PLTU batubara besar-besaran di Asia Tenggara. Otomatis, akan bersampak pada eksploitasi besar-besaran di Indonesia. Tahun ini, Banpu berusaha meningkatkan sumber pendanaan melalui penawaran saham pendana (initial public offering) di Bursa Efek Thailand. Pendaftaran IPO sejak akhir 2015.Studi kasus Greenpeace, masyarakat di Desa Kerta Buana Tenggarong Kalimantan Timur (Kaltim) terpapar dampak negatif batubara PT. Kitadin.Bondan Andriyanu, Jurukampanye Batubara Greenpeace Indonesia mengatakan, 50% atau 796 hektar desa berubah menjadi konsesi tambang. Sisi barat dan timur, tambang sudah tak beroperasi, menyisakan bekas lubang. Warga mengeluhkan banjir dan kekeringan. Semula desa itu wilayah transmigrasi kebanyakan dari Bali.“Warga mengeluh sejak 2003. Jika musim hujan banjir, kemarau warga terpaksa tak bisa menanam padi karena tak ada lagi air di saluran irigasi. Air irigasi, terjebak di lubang-lubang bekas tambang Kitadin membentuk danau buatan,” katanya.Kitadin membangun kanal dan saluran pembuangan air melewati desa. Ketika air meluap, otomatis rumah warga banjir." "Laporan Greenpeace Ungkap Kehancuran Daerah Kala Terkepung Tambang Batubara","Kondisi ini membuat siklus panen menjadi tak menentu. Semula menanam setahun dua kali hasil lebih 10 ton. Kini menanam setahun sekali, hasil empat ton. Lahan pertanian dan sawah tersisa hanya 80 hektar.Tak jauh dari Desa Kerta Buana, yakni Desa Bangun Rejo keadaan seperti desa tak bertuan. Awalnya desa itu dihuni 10.000 penduduk. Dari empat dusun, tersisa dua saja. Kitadin membeli lahan-lahan warga untuk tambang batubara.“Warga mereka tak ada pilihan. Tanah telanjur dijual, pindah ke tempat lain menjadi buruh. Dampak dirasakan kala Kitadin beroperasi,” katanya.Air tercemar. Warga terpaksa membeli air minum. “Kini mereka harus menggali sumur kedalaman 10-20 meter buat dapat air,” kata Bondan.Warga setempat, I Nyoman Derman pernah ditangkap 2003 dan penjara tiga bulan karena menolak pertambangan. Dia bersikukuh tak menjual lahan. Penangkapan membuat warga tak berani demonstrasi.Studi kasus juga di PT Indominco Mandiri, Kutai Kartanegara, Kaltim. Perusahaan beroperasi di hulu Sungai Santan, hingga kualitas air memburuk. “Ini berdampak pada kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Air berubah warna, banyak ikan mati, warga sekitar mengeluh sering gatal-gatal,” katanya.Sejak 2005, warga berhenti mengkonsumsi air Sungai Santan untuk minum dan memasak. Perusahaan langsung membuang limbah ke hulu sungai. Di sana ada tiga sungai sepanjang 13,4 km, Santan, Kare dan Pelakan.Warga, sangat tergantung ketiga sungai ini. Mereka memanfaatkan aliran sungai untuk transportasi, air bersih, tangkapan ikan dan irigasi lahan-lahan pertanian. Penolakan warga terus terjadi.”" "Laporan Greenpeace Ungkap Kehancuran Daerah Kala Terkepung Tambang Batubara","Warga mengirim surat keberatan pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, supaya tak menerbitkan izin lingkungan penambangan batubara di Sungai Santan. Gayung bersambut. Pada 11 Februari 2015, warga audiensi dengan Direktur Pencegahan Dampak Lingkungan Hidup dan meminta Komisi Penilai Amdal Pusat membatalkan rencana penambangan batubara di Santan. Akhirnya 24 November 2015, KLHK mengeluarkan surat menarik persetujuan pertambangan di sungai itu.Hal ini diikuti Gubernur Kaltim yang mengeluarkan surat penolakan rencana pengalihan atau relokasi Sungai Santan, Kare dan Pelakan.Meski begitu, kata Bondan, bukan berarti warga benar-benar aman. Saat ini, Indominco tengah merevisi Amdal.Dihubungi terpisah, Dirjen Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK Karliansyah mengungkapkan, Indominco pada 2014 pernah meraih peringkat biru penghargaan Proper. Pada 2015, penilaian pada perusahaan itu tak diumumkan.“Ada aduan masyarakat dan sedang di bawah kendali penegakan hukum.”Daerah lain yang diinvestigasi Greenpeace dan Jatam adalah Jorong, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan, pertambangan batubara PT Jurong Barutama Greston.“Sejauh mata memandang begitu banyak lubang-lubang bekas tambang beragam ukuran di ditinggalkan begitu saja setelah batubara dikeruk habis Jorong Barutama,” kata Bondan.Bahkan, ada lubang tambang selebar dua kilometer. Pada 2014, Greenpeace mengukur kadar PH air di lubang tambang yang menyerupai danau ini. Hasilnya, PH sangat asam 3,74. Di lubang tambang lain kadar PH berkisar antara 3,15-4,66. Juga ada kandungan mangan diatas rata-rata.“Air lubang tambang berwarna warni. Kadang biru, kadang hijau. Air mengalir ke sungai dan meracuni.”Bondan mengatakan, Banpu seharusnya tak lagi ekspansi bisnis batubara di Indonesia. Dia meminta Pemerintah Indonesia mengawasi ketat dan penegakan hukum tegas melindungi rakyat." "Laporan Greenpeace Ungkap Kehancuran Daerah Kala Terkepung Tambang Batubara","Arif Fiyanto, Juru Kampanye Energi Greenpeace Indonesia menambahkan, hasil investigasi ini menunjukkan batubara meninggalkan jejak kerusakan lingkungan masif. Bukan hanya menghancurkan lingkungan hidup, juga mengancam masyarakat sekitar.“ Ini hanya sekelumit potret tambang batubara di Indonesia. Kita ingin publik tahu, Banpu sudah timbulkan masalah lingkungan. Ini harus dibereskan.”Mongabay mencoba konfirmasi lewat email kepada ITM, tetapi sampai berita ini turun belum mendapatkan tanggapan.Protes PLTU batubara BatangKesengsaraan warga tak hanya di lokasi produksi batubara seperti di desa-desa di Kaltim dan Kalsel, juga di tempat pemanfaatan batubara, seperti PLTU Batang, Jawa Tengah. Warga tak bisa memilih bertahan di lahan mereka, tetapi harus melepas kepada perusahaan demi pembangunan PLTU batubara di Batang.Pada Jumat (1/4/16), warga Batang aksi di Kedutaan Besar Jepang di Jakarta. Kostum mereka cukup nyentrik, menyerupai hantu Jepang putih banyak coretan darah.“Kami akan terus menghantui Pemerintah Jepang agar membatalkan pembiayaan PLTU di Batang,” kata juru bicara aksi yang tergabung dalam Solidaritas untuk Keadilan Warga Batang (SKWB), Hadi Priyanto.Beberapa waktu lalu SKWB juga aksi di Universitas Indonesia kala Bupati Batang Yoyok Riyo Sudibyo bertandang. Tak ada respon.Beberapa peserta aksi teaterikal. Seng dibentangkan bertuliskan “Coal Kills Us.” Seorang perempuan berdiri tegak mematung membawa cangkul menggambarkan penderitaan warga Batang yang tak lagi bisa mengakses sawah. Pemagaran oleh PT Bhimasena Power Indonesia (BPI) sejak 24 Maret 2016.“Pemerintah Jepang harus menghentikan proyek yang banyak korban ini. Tak hanya merusak lingkungan dan menghancurkan ekonomi masyarakat, juga merusak reputasi Jepang sebagai negara yang menghormati HAM.”" "Laporan Greenpeace Ungkap Kehancuran Daerah Kala Terkepung Tambang Batubara","Megaproyek PLTU batubara Batang, akan berdiri di lima desa, Ujungnegoro, Karanggeneng, Ponowareng, Wonokerso, dan Roban (UKPWR). PLTU ini kerjasama pemerintah Indonesia dengan konsorsium BPI. BPI terdiri dari PT Adaro Energy (Indonesia), PT Itochu (Jepang), dan PT J-Power (Jepang). Proyek berkapasitas 2 x 1.000 Megawatt diklaim menjadi PLTU batubara terbesar di Asia Tenggara. Luas lahan 226 hektar. [SEP]" "Perda Karhutlah Sumatera Selatan Harus Intervensi Pengelolaan Dana Desa. Kenapa?","[CLS] Dalam upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan gambut (karhutlah), Pemerintah Sumatera Selatan akan mengeluarkan peraturan daerah. Terkait hal tersebut, diharapkan, kebijakan tersebut mengintervensi pengelolaan dana desa. Kenapa?“Ini penting. Jangan sampai pengelolaan dana desa justru mendorong pengrusakan hutan dan lahan gambut. Misalnya, membangun infrastruktur di lahan gambut tanpa melihat tata kelolanya,” kata Bahtiyar Abdullah dari Dusun Sembilan, sebuah organisasi penguatan masyarakat desa, Minggu (17/01/2016).“Jadi sangat diperlukan adanya intervensi Pemerintah Sumatera Selatan (Sumsel) dalam pengelolaan dana desa terkait karhutlah. Poin ini selain menyebutkan semua kegiatan pembangunan berbasis lingkungan hidup, juga menjelaskan apa saja yang harus dilakukan terhadap desa mereka,” kata Bahtiyar yang juga aktif di Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sumsel.Bahtiyar mencontohkan pembangunan infrastruktur yang dapat dilakukan pemerintah desa terkait penanggulangan karhutlah. Misal, jalur evakuasi atau akses jalan di wilayah yang rentan kebakaran, serta tower pemantauan kebakaran. Sementara, guna mengatasi dampak kemarau serta kebakaran, seperti terjadinya krisis air bersih, “Pemerintah desa dapat membangun bunker atau penampungan air bersih,” katanya.Berdasarkan pengalaman terjadinya kebakaran hutan dan lahan gambut beberapa waktu lalu, selain terserang berbagai penyakit, masyarakat desa di sekitar kebakaran juga mengalami krisis air bersih. “Banyak keluarga mengeluarkan biaya untuk memenuhi air bersih,” kata Bahtiyar.Terkait karhutlah di Sumsel, Dusun Sembilan menjalankan program penguatan masyarakat desa di Kabupaten Ogan Ilir (OI). “Ada 18 desa di Kabupaten OI yang rentan kebakaran hutan dan lahan. Pendekatan pendidikan yang kami lakukan selain seni, pengolahan anggaran pemerintah desa, juga pengembangan ekonomi kelompok perempuan,” ujar Bahtiyar." "Perda Karhutlah Sumatera Selatan Harus Intervensi Pengelolaan Dana Desa. Kenapa?","Ke-18 desa tersebut ada di beberapa kecamatan. Di Kecamatan Indralaya Utara: Desa Sungai Rambutan, Pulau Semambu, Lorok, Parit, Soak Bato, Pulau Kabal, dan Tanjung Pulih.Di Kecamatan Lubuk Keliat: Desa Talang Tengah Laut dan Lubuk Keliat. Di Kecamatan Muarakuang: Desa Tanah Abang Ulu dan Sri Menanti. Di Kecamatan Pemulutan: Desa Talang Pangeran Ulu, Muara Baru, serta Simpang Pelabuhan Dalam. Di Kecamatan Pemulutan Darat: Desa Arisan Jaya. Sedangkan di Kecamatan Rambang Kuang: Desa Kuang Dalam Baru dan di Kecamatan Tanjung Batu: Desa Burai dan Sentul.Kearifan lokalDr. Yenrizal dari UIN Raden Fatah Palembang menuturkan, peraturan daerah atau peraturan gubernur tersebut, diharapkan selain memperhatikan penataan penggunaan anggaran desa, situs sejarah, juga harus mengadopsi nilai-nilai kearifan lokal terkait pengelolaan lahan ramah lingkungan.“Sudut pandang perda itu dulu yang penting. Jangan sekadar berasumsi bahwa masyarakat itu sebagai pembakar lahan. Karena ada juga kelompok masyarakat yang peduli lingkungan dalam melakukan aktivitas pertaniannya. Misalnya pada masyarakat Semende,” kata Yenrizal, Selasa (18/1/2015).“Nilai-nilai lokal yang peduli lingkungan hidup tersebut harus diadopsi sebagai paradigma, sehingga perda yang dilahirkan tidak menghambat aktivitas masyarakat yang bertumpu pada petanian,” ujarnya.Selanjutnya, kata Yenrizal, perda itu juga harus memperhatikan karakter masyarakat di wilayah pegunungan dan lahan basah. “Sistem pertanian dan karakter masyarakat terhadap pengelolaan hutan juga berbeda antara pegunungan dan lahan basah. Kalau di lahan basah, mungkin pelarangan masyarakat beraktivitas di hutan dapat dilakukan, sebab umumnya mereka masuk hutan untuk mengambil kayu. Sementara di pegunungan, umumnya mereka masuk hutan untuk mengambil hasil hutan nonkayu. Artinya, kebijakan akses terhadap hutan benar-benar menyentuh karakter yang berbeda ini.”Kelompok perempuan" "Perda Karhutlah Sumatera Selatan Harus Intervensi Pengelolaan Dana Desa. Kenapa?","Sri Lestari Kadariah, aktivis hukum lingkungan dan perempuan, mengharapkan perda itu memfasilitasi atau mendorong peranan kelompok perempuan. “Sebab, kelompok perempuan sangat besar peranannya dalam keluarga di desa. Selain menjadi ibu rumah tangga, mereka juga menjadi pekerja di lahan pertanian bersama laki-laki. Bahkan, dalam beberapa kelompok masyarakat, perempuan menjadi pengendali api saat lahan dibakar. Oleh karena itu, penting sekali pemberdayaan perempuan di desa. Baik diberikan pengetahuan mengenai karhutlah, juga terkait kesehatan, dan penguatan ekonomi,” ujar mantan Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel ini.“Pada bencana kebakaran hutan dan lahan gambut beberapa waktu lalu, perempuan merupakan korban utama bersama anak-anak terkait kesehatan. Banyak ibu hamil atau baru melahirkan terganggu kesehatannya. Ini fakta, bukan tidak mungkin perempuan menjadi pintu utama dalam menjaga lingkungan atau upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan gambut,” ujarnya. [SEP]" "Seperti Apa Keberpihakan Pemerintah pada Masyarakat Pesisir? Ini Salah Satunya..","[CLS] Kebeperpihakan kepada masyarakat pesisir terus diupayakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) saat ini. Tujuannya, agar masyarakat pesisir bisa meningkatkan kesejahteraan hidupnya lebih bagus lagi. Salah satu upayanya, adalah dengan diberikan kebebasan dari kewajiban memiliki Surat Laik Operasi (SLO) bagi nelayan dan pembudidaya ikan skala kecil.Kebebasan dari SLO tersebut, menurut Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Eko Djalmo Asmadi, pada Kamis (03/02/2017), tujuannya memang untuk menggenjot produktivitas pemilik usaha skala kecil di wilayah pesisir. Yang dimaksud, adalah nelayan dan pembudidaya ikan skala kecil.Eko mengungkapkan, kebebasan dari SLO tersebut dituangkan dalam Peraturan Menteri Kelautan  dan Perikanan Nomor 1/PERMEN-KP/2017 tentang Surat Laik Operasi Kapal Perikanan dan sudah ditandatangani oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti pada 19 Januari 2017 dan Menteri Hukum dan HAM pada 23 Januari 2017.Eko mengatakan SLO  adalah salah satu perangkat yang digunakan oleh Pengawas Perikanan untuk memeriksa kepatuhan kapal-kapal perikanan sebelum melakukan kegiatan. Melalui penerbitan SLO, kapal-kapal perikanan akan diketahui kepatuhan mengenai  persyaratan administrasi maupun kelayakan teknis untuk melakukan kegiatan perikanan.Dengan diterbitkannya peraturan tersebut, Eko berharap, para nelayan dan pembudi daya ikan dengan skala kecil di seluruh Indonesia bisa meningkatkan kapasitas produksinya tanpa khawatir biaya produksinya akan membengkak. Dengan demikian, berikutnya, mereka bisa merasakan hasil positif dari peningkatan produksi tersebut." "Seperti Apa Keberpihakan Pemerintah pada Masyarakat Pesisir? Ini Salah Satunya..","“Kewajiban  memiliki SLO kapal perikanan dikecualikan untuk nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil, namun nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil yang dibebaskan adalah mereka  yang  hanya  memiliki  satu  unit atau  lebih  kapal  perikanan  dengan  ukuran kumulatif paling besar sepuluh gros ton saja,” jelas dia.Lebih rinci Eko memaparkan, dalam Permen tersebut juga dijelaskan tentang kategori nelayan kecil yang diartikan sebagai nelayan yang melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.“Yang masuk kategori nelayan kecil itu, sesuai Permen, bisa yang tidak menggunakan kapal penangkap ikan dan juga menggunakan kapal penangkap ikan berukuran paling besar 10 gros ton,” sebut dia.Sedangkan pembudidaya ikan sesuai dengan Permen tersebut, adalah yang melakukan pembudidayaan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari- hari.Penerbitan Izin BaruSelain nelayan dan pembudidaya ikan berskala kecil, KKP memastikan, pemilik kapal di atas 10 GT wajib membuat SLO. Selain itu, ada juga kewajiban untuk membuat izin baru untuk operasional kapal-kapal yang akan melakukan penangkapan ikan.Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Zulficar Mochtar mengatakan, untuk satu izin baru, idealnya waktu yang dibutuhkan minimal 30 hari atau sebulan.Proses yang lebih lama tersebut, menjadi bagian dari proses due dilligence yang dilaksanakan KKP.Proses tersebut, kata Zulficar, menjadi bagian dari implementasi Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 tentang Datar Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.“Dengan due dilligence, maka kita bisa memastikan (investor) asing tidak dapat masuk dalam perikanan tangkap Indonesia lagi,” ucap dia." "Seperti Apa Keberpihakan Pemerintah pada Masyarakat Pesisir? Ini Salah Satunya..","Adapun, kata Zulficar, penerbitan izin yang dilakukan melalui proses due dilligence itu mencakup izin untuk Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), dan Surat Izin Kapal Penangkap Ikan (SIKPI).“Karena proses yang komprehensif, tidak heran waktunya juga tidak sebentar. Ini harus dimaklumi oleh semua pemilik kapal. Kita inginnya cepat juga, tapi kan demi kebaikan bersama juga,” tutur dia.Karena due dilligence memerlukan waktu yang tidak sebentar, Zulficar mengatakan, seluruh proses penerbitan izin baru tidak bisa dilaksanakan secara sekaligus. Tapi, proses akan dilakukan untuk pemohon izin baru yang sudah melengkapi syarat administrasi yang ditetapkan.“Sudah dua tahap kita lakukan. Dua tahap tersebut sudah kita berikan izinnya. Sekarang sedang masuk tahap ketiga,” jelas dia.“Kita pastikan izin-izin ini kita akan selesaikan. Due dilligence memakan waktu karena adanya proses kelengkapan. Kita mempercepat, memastikan, agar kapal melaut sesuai dengan proses yang ada,” tambah dia.Kewajiban Sertifakasi HAMSelain izin operasional, Indonesia juga sudah resmi memberlakukan kewajiban bagi para pemilik usaha dan kapal untuk melakukan sertifikasi hak asasi manusia (HAM) pada usaha perikanan. Tujuannya, agar profesi pekerja industri perikanan diakui sebagai profesi legal dan dilindungi.Untuk mendorong para pelaku industri melakuan sertifikasi, KKP menerbitkan Permen KP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Persyaratan dan Mekanisme Sertifikasi Hak Asasi Manusia Perikanan. Peraturan tersebut diterbitkan untuk melengkapi Permen No.42 Tahun 2016 tentang Perjanjian Kerja Laut Bagi Awak Kapal Perikanan.(baca : Indonesia Wajibkan Pelaku Industri Perikanan dan Kelautan Miliki Sertifikat HAM)" "Seperti Apa Keberpihakan Pemerintah pada Masyarakat Pesisir? Ini Salah Satunya..","Menteri Susi Pudjiastuti mengatakan, dua peraturan yang diterbitkan itu, melengkapi Permen No.35 Tahun 2015 tentang Sistem dan Sertifikasi Hak Asasi Manusia pada Usaha Perikanan. Peraturan perintis itu, diterbitkan bertepatan dengan hari HAM se-dunia 2015 yang jatuh pada 10 Desember 2015.“Dengan diterbitkannya Permen, kita ingin para pekerja perikanan diakui keberadaannya. Mereka tidak lagi dianggap sebelah mata. Mereka harus diberi perlindungan penuh seperti para pekerja di industri lain,” ungkap dia.(baca : Mulai Hari Ini, Nelayan dan ABK Peroleh Perlindungan HAM)Menurut Susi, para pekerja di industri perikanan sejauh ini masih belum mendapatkan hak yang layak. Bahkan, tidak sedikit di antaranya justru mendapatkan perlakuan tidak pantas dengan dibebani jam kerja yang sangat panjang.“Ada banyak ribuan orang yang bekerja di industri ini, dari hari ke hari tanpa jaminan yang layak. Dan mereka tidak tahu harus bagaimana. Di laut, mereka juga harus menghadapi resiko kematian dan luka. Itu semua untuk mendapatkan tangkapan ikan,” tutur dia.Salah satu fakta paling memilukan, kata Susi, adalah terungkapnya jaringan industri perikanan yang beroperasi di Indonesia Timur, khususnya di Benjina dan Ambon (Maluku). Di sana, para pekerja perikanan mendapatkan perlakuan yang sangat buruk dan sama sekali tidak mendapatkan perlindungan hukum maupun materi.“Kita tidak mau apa yang terjadi di Benjina akan terulang lagi. Para pekerja perlu pengakuan secara hukum dan HAM. Mereka juga sama seperti pekerja di industri lain di dunia ini,” sebut dia.(baca : Pemerintah Bentuk Tim Khusus Tangani Perbudakan di Benjina)Dengan adanya peraturan sertifikasi, Susi mengharapkan semua pelaku industri perikanan bisa mulai menata dirinya secara perlahan. Dengan demikian, para pekerja akan mendapatkan perlindungan penuh secara hukum maupun HAM." "Seperti Apa Keberpihakan Pemerintah pada Masyarakat Pesisir? Ini Salah Satunya..","Adapun, menurut Susi, perlindungan yang mendesak untuk diberikan kepada para pekerja perikanan, adalah pemberian asuransi. Menurutnya, bekerja di tengah laut itu harus menanggung resiko sangat tinggi dan penghasilan yang tidak menentu.(baca : Kenapa Masih Ada Nelayan yang Belum Tahu tentang Perlindungan Asuransi?) [SEP]" "Negara Kembali Lalai dalam Tata Kelola Garam?","[CLS] Kasus dugaan penyalahgunaan izin impor yang menyeret nama Direktur Utama PT Garam (Persero) Achmad Boediono sedang mendapat sorotan tajam dari publik. Kasus tersebut tak hanya menegaskan ada yang tidak beres dalam pengaturan importasi garam, namun juga ketiadaan perlindungan terhadap petambak garam di Indonesia.Demikian dikatakan Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati di Jakarta, Minggu (11/6/2017). Menurut dia, walau Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam sudah berlaku, namun realisasinya masih belum terlihat di lapangan.Susan mengungkapkan, tertangkapnya Boediono oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Badan Reserse Kriminal Polri, Sabtu (10/6/2017), semakin mempertegas ada yang tidak beres dalam pengelolaan impor garam selama ini.(baca : Kenapa Kebijakan Impor Garam Harus Ditinjau Kembali?)  Boediono sendiri setelah ditangkap, kemudian ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyalahgunaan izin importasi distribusi garam sebanyak 75.000 ton. Dia melaksanakan impor setelah menerima penugasan dari Menteri BUMN untuk mengimpor garam konsumsi untuk memenuhi kebutuhan garam konsumsi nasional.Akan tetapi, menurut Susan, tugas tersebut dinilai bertentangan dengan Surat Persetujuan Impor yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdaganganan yang menyatakan bahwa impor garam boleh dilakukan oleh PT Garam hanyalah garam industri dengan kadar NaCL di atas 97 persen. Itu berarti, impor garam konsumsi tidak diperbolehkan.Namun, itu ternyata belum cukup. Meski dilarang, Boediono malah mengemas ulang 1000 ton garam industri impor tersebut dalam kemasan 400 gram dengan menggunakan cap SEGI TIGA G dan dijual ke pasaran untuk kepentingan konsumsi.“Sedangkan 74.000 ton diperdagangkan kepada 45 perusahaan lainnya,” ungkap dia." "Negara Kembali Lalai dalam Tata Kelola Garam?","(baca : Garam Nasional Gagal Produksi Sepanjang 2016, Kenapa Bisa Terjadi?)  Susan Herawati menegaskan, apa yang dilakukan Boediono tersebut jelas melanggar Peraturan Menteri Perdagangan 125 tahun 2015 tentang Ketentuan Importasi Garam. Menurutnya, di dalam peraturan tersebut sudah jelas tertuang bahwa importir garam industri dilarang memperdagangkan atau memindahtangankan garam industri kepada pihak lain.“Akibat perbuatan Boediono, 3 juta petambak garam, baik laki-laki dan perempuan menjadi semakin sulit bersaing di pasar nasional dan semakin terpuruk,” tandas dia. Tata Kelola GaramPendapat yang sama juga diperlihatkan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI). Menurut KNTI, kasus dugaan penyalahgunaan impor garam yang dilakukan Achmad Boediono semakin memperjelas bahwa tata kelola garam kondisinya masih carut marut.Ketua DPP KNTI Marthin Hadiwinata mengatakan, terungkapnya kasus Achmad Boediono menjelaskan bahwa Pemerintah harus segera berbenah dan memperbaiki tata niaga garam. Tak hanya itu, agar kasus serupa tidak terulang di kemudian hari, Pemerintah juga harus segera meninjau ulang kuota impor garam yang selama ini dinikmati pengusaha.“Peristiwa penangkapan tersebut menunjukkan carut marutnya tata niaga garam dan sangat diduga kuat terjadi permainan dalam garam impor yang dibocorkan untuk dijual sebagai garam konsumsi,” ungkap dia.(baca : Permendag tentang Garam Bertentangan dengan Semangat Nawacita)  Menurut Marthin, selama ini petambak garam tradisional lokal mengalami pemiskinan dengan harga jual yang rendah di pasaran. Kondisi itu diperparah karena Pemerintah tidak memperhatikan masalah yang dihadapi petambak garam lokal tersebut." "Negara Kembali Lalai dalam Tata Kelola Garam?","Marthin menjelaskan, dari informasi yang dikumpulkan, PT Garam membeli garam konsumsi dari petambak lokal dengan harga standar KW 3 Rp200 – 250 /Kg, standar KW 2 Rp450/kg, dan standar KW 1. Rp650-700/Kg. Dengan harga tersebut, petambak tidak memperoleh keuntungan yang optimal, bahkan tidak bisa menutupi biaya produksi.Dengan fakta tersebut, Marthin mendesak agar kasus seperti yang dilakukan Achmad Boediono dan sejenisnya harus diusut sampai tuntas hingga mencapai mafia impor garam yang disinyalir ada di tangan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), dan Kementerian Perdagangan (Kemendag).(baca : Sudahlah Harga Garam Rakyat Rendah, Petambak Makin Terdesak Impor Pula)Selain mengusut tuntas dan memberi perlindungan penuh kepada petambak garam, Marthin mendesak kepada Pemerintah untuk segera menghentikan impor garam yang dilakukan pengusaha dan nilainya sangat besar.“Importasi garam yang selama ini diberikan kepada pengusaha harus dihentikan dan ditinjau ulang, karena tidak adil kepada petambak garam lokal yang selama ini menderita karena garam industri dibocorkan secara sengaja untuk dijual bagi konsumsi rumah tangga,” tandas dia.  Mafia GaramDi sisi lain, apa yang terjadi pada kasus Achmad Boediono, menurut Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim, itu menunjukkan bahwa selama ini tata kelola melibatkan aktor mafia garam. Praktik itu bisa terjadi, karena Pemerintah selama mengabaikan kepentingan petambak garam.“Juga karena longgarnya mekanisme perizinan yang terbagi ke dalam empat kementerian/lembaga Negara,” jelas dia.Halim memaparkan, dalam kasus penyalahgunaan impor garam, bisa ditelusuri bahwa dalam impor garam memang ada peluang besar untuk ‘bermain’. Hal itu bisa terjadi jika:(1) Data produksi garam nasional yang sulit diverifikasi;(2) Celah data ini dimanfaatkan oleh importir untuk mengajukan izin impor garam; dan" "Negara Kembali Lalai dalam Tata Kelola Garam?","(3) Surat rekomendasi KKP bisa dijadikan sebagai celah kedua apabila eksplisit menyebut alokasi garam impor untuk konsumsi.Menurut Halim, karena garam impor pada umumnya berstandar garam industri, itu menegaskan ada permainan di tingkat importir dalam pengajuan izin dan PT Garam selaku eksekutor yang juga memanfaatkan peluang dagang ini.Indikatornya terjadinya permainan itu, papar Halim, adalah:(1) Belum ada pendistribusian kartu petambak garam, asuransi jiwa petambak garam, dan asuransi usaha pertambakan garam;(2) Pembukaan kran impor garam tanpa lebih memprioritaskan penyerapan garam rakyat; dan(3) Impor garam dilakukan justru dialokasikan untuk garam konsumsi, bukan industri.Sebelumnya, Halim juga mendesak Pemerintah Indonesia untuk meninjau kembali kebijakan importasi garam yang akan dilaksanakan pada 2017. Peninjauan dilakukan, karena Pemerintah dinilai belum bisa menjamin penyerapan garam produksi rakyat di semua sentra produksi dan pergudangan rakyat.“Pemerintah Indonesia dinilai gagal memberdayakan petambak garam nasional yang ada di sejumlah sentra produksi garam untuk memenuhi kebutuhan garam nasional sepanjang 2016. Akibatnya, produksi garam di tahun tersebut anjlok ke angka 118.054 ton saja dari target 3,2 juta ton,” ungkap dia pekan ini.Imbas dari kegagalan produksi tersebut, Halim mengatakan, pada 2017 Pemerintah Indonesia melaksanakan impor garam sebesar 200 ribu ton yang dilaksanakan pada semester I oleh PT Garam (Persero).Kegagalan produksi tersebut, dalam sudut pandang Halim, menjadi kegagalan kabinet kerja pimpinan Presiden RI Joko Widodo. Penilaian tersebut, karena bukan hanya gagal melakukan produksi, kebijakan importasi garam juga akhirnya dibuka dengan alasan yang sama.“Besaran target produksi 2016 sudah diturunkan, dari 3,6 juta ton menjadi 3,2 juta ton. Ironisnya, kegagalan ini diperparah dengan kebijakan importasi garam yang merugikan kepentingan petambak garam rakyat,” ungkap dia.   " "Negara Kembali Lalai dalam Tata Kelola Garam?","Kegagalan Produksi 2016Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (PRL) KKP Brahmantya Satyamurti Poerwadi, dalam kesempatan berbeda menjelaskan kenapa garam nasional gagal mencapai target produksi yang ditetapkan sebesar 3,2 juta ton pada 2016.Menurut Brahmantya, penyebab kegagalan melakukan produksi, tidak lain disebabkan oleh kondisi alam yang tidak bersahabat.“Garam tahun lalu puso (gagal panen) karena benar-benar kondisi alam. Kita sudah berusaha keras, tapi kondisi alam yang sangat tidak bersahabat membuat produksi gagal mencapai target karena banyak yang gagal produksi,” ungkap dia.Brahmantya menjelaskan, untuk bisa melakukan produksi garam yang normal, idealnya memang diperlukan sinar matahari dan iklim yang panas. Prasyarat cuaca tersebut, mutlak dibutuhkan para petambak garam di berbagai daerah untuk bisa memproduksi garam yang bagus dan berkualitas.Namun, menurut dia, prasyarat tersebut pada 2016 tidak bisa diperoleh, karena anomali cuaca La Nina sangat mengontrol kemampuan petambak garam melakukan produksinya. Karena La Nina tersebut, petambak tidak mendapat sinar matahari terik mengingat sepanjang 2016 dilanda musim kemarau basah.“Tahun 2016 itu, curah hujan rerata lebih besar dari 150 milimeter per bulan. Bahkan, di beberapa tempat ada yang mencapai 300 milimeter per bulan. Itu kondisi yang menyulitkan bagi para petambak garam,” ujar dia.(baca : Ketika Garam dan Bakau Bersatu, Siasat Pelestariannya di Pesisir Utara Lamongan)Selain jumlah produksi yang jauh dari target pada 2016, KKP juga merilis stok garam yang tersedia sampai akhir 2016 lalu jumlahnya mencapai 112.671 ton. Dengan demikian, pada 2017 ini, KKP menargetkan bisa terlaksana panen komoditas garam linear hingga mencapai 3,2 juta ton.  [SEP]" "Cerita Petani Kopi dari Lembah Masurai (Bagian 2)","[CLS]   Beberapa kali saya terhempas dari dudukan motor trail  yang  saya tumpangi dalam perjalanan ke Talang Sanda. Gundukan tanah curam membuat saya terayun-ayun. Nyaris terjatuh. Talang Sanda, Dusun Sungai Tebal,  Desa Tua Kecamatan Lembah Masurai ini memang terbilang sulit dijangkau.Talang, sebutan untuk lokasi pemukiman di kebun-kebun sepanjang kaki Lembah Masurai. Jika berjalan kaki dari Dusun Sungai Tebal perlu tiga jam perjalanan. Pakai motor sekitar dua jam.Beruntung, saat saya menuju Talang Sanda jalan kering, Cerita akan berbeda kala tanah becek karena hujan. Dapat dipastikan tak ada ojek kopi bisa ditumpangi untuk keluar masuk kawasan ini.Saya sedikit terlambat datang. Belasan anak yang belajar di pondok kecil sudah pulang ke rumah masing-masing. Hanya tertinggal Salsiah dan Hasanah, guru Kelas Jauh di Talang Sanda. Baca juga: Berebut Lahan di Lembah Masurai (Bagian 1) Kelas Jauh ini berinduk di SDN 300/VI Dusun Sungai Tebal. Salsiah menyebutkan sekolah ini didirikan sejak 2016 atas inisiatif warga Talang Sanda yang secara administrasi berada di RT 23 Dusun Sungai Tebal.“Anak-anak jauh kalau mau sekolah. Mereka selama ini sulit mendapat pendidikan. Banyak yang tidak bersekolah, karena jika bersekolah keluar biaya yang dikeluarkan sangat besar,” kata Salsiah.Secara swadaya, mereka berhasil membangun sebuah pondok belajar disebut sekolah. Sekolah Dasar ini terdiri dari lima kelas. Ada 19 siswa yang sudah bersekolah, dari kelas satu hingga kelas lima. Meskipun ada lima tingkatan kelas, semua siswa belajar pada ruangan yang sama.Ada 400 keluarga di Talang Sanda, mereka mayoritas menggantungkan hidup sebagai petani kopi. Ngadiyo (57), warga Talang Sanda menyebutkan tinggal di lereng perbukitan bukan pilihan mereka. Namun keadaan memaksa mereka, demi menyambung hidup setiap hari." "Cerita Petani Kopi dari Lembah Masurai (Bagian 2)","Ngadiyo, merantau ke Lembah Masurai berawal jadi buruh tani. Ada berbagai macam tipe buruh tani kopi. Pertama, sistem bagi hasil, hasil panen diperoleh petani akan dibagi dua dengan buruh tani. “Ada juga buruh tani dengan menyewa lahan. Ada juga buruh tani gaji dihitung harian berdasarakan hasil panen.“Di sini rata-rata banyak yang jadi buruh,mba’. Saya, sampai saat ini masih buruh. Penghasilan kotor buruh tani Rp3 tiga juta,” katanya.Penghasilan ini belum lagi harus dikurangi biaya pengangkutan hasil panen kopi ke luar. Ngadiyo sulit menyekolahkan anak ke luar dari Talang tempat dia bermukim. “ Biaya sangat mahal, kalau harus sekolah di luar. Belum lagi anak-anak harus ngekos, kalau tak ada saudara di dusun,”  katanya.  Pengangkutan panen biji-biji kopi pakai ojek kopi. Ojek rata-rata gunakan motor trail, karena kondisi jalan sulit dilalui. Setiap kilogram biji kopi dihargai Rp2.000. Satu motor mampu mengangkut hingga 300an kg.Ojek kopi pun cukup menggiurkan. Anjar (24), ojek kopi sempat memiliki penghasilan hingga Rp30 juta setiap panen besar. “Tahun lalu, saya dapat Rp30 juta. Bisa beli motor trail ini. Sebelumnya ngojek pakai motor bebek,” katanya.Dalam satu kali pengangkutan, ojek kopi kena biaya perawatan jalan di setiap simpang-simpang yang dilalui Rp5.000.Menuju Talang Sanda, ada tujuh kali pungutan di persimpangan, dana untuk perbaikan jalan. ”Iya, kita ga apa-apa ada pungutan. Karena kalau tidak ada uang itu perbaikan jalan tak bisa dilakukan. Yang repot tukang ojek juga kala jalan tidak bisa dilalui,” kata Anjar.Sepanjang mata memandang di Lembah Masurai, disuguhi pohon-pohon kopi berjejer rapi.  Ketinggian mencapai 1.000 mdpl, sangat cocok sebagai lahan perkebunan kopi robusta. Diperkirakan sekitar 15.000 hektar lahan juga masuk Taman Nasional Kerinci Seblat." "Cerita Petani Kopi dari Lembah Masurai (Bagian 2)","Kalkulasi hitungan kotor saja, jika setiap satu hektar 3.000 batang kopi dan setiap batang menghasilkan dua kilogram kopi basah, hasil kopi kering 0,33 kg. Dengan total luasan 15.000 hektar, produksi kopi sampai 14. 850.000 kilogram.Dengan harga kopi kini Rp20.000, setiap kilogram, pemasukan bisa 2,9 triliun setiap tahun.Ashari, pendamping SPI Merangin mengatakan, aliran dana dari kopi yang 10% untuk pajak pertambahan nilai maka ada sekitar Rp29 miliar mengalir untuk negara.Kendati demikian, nasib petani ini hingga kini belum sebagai warga negara secara administrasi. Dari total 8.000 jiwa tersebar di beberapa desa di Kecamatan Lembah Masurai, hanya 10% yang terdata dan memiliki KTP dengan alamat tempat domisili.Hendri Putra Camat Lembah Masurai menyebutkan, banyak pendatang belum mendapatkan KTP karena mereka masih terdaftar di tempat tinggal sebelumnya.“Kalau tak ada KTP itu karena mereka masih terdata di alamat sebelumnya. Kita memang tak bisa mengeluarkan KTP karena mereka tinggal di lokasi TNKS,” katanya.  Dia memberikan kelonggaran dengan memberikan KTP sementara jika ada pengurusan administrasi, misal terkait dengan layanan pendidikan dan kesehatan.“Kalau ada sakit butuh untuk asuransi biaya pengobatan , kita berikan surat keterangan domisili saja. Sifatnya sementara, sampai ada kejelasan status lahan sebagai temapat tinggal mereka.”Adili, selaku Ketua RT 23 dalam kawasan Talang Sanda mengatakan, agar pemerintah segera menetapkan status mereka hingga hak-hak sebagai warga negara dapat utuh.“Minta pemerintah segera menetapkan kejelasan status kami. Selama ini kami kesulitan mengakses layanan-layanan publik seperti kesehatan, pendidikan dan layanan lainnya.”Selama ini, mereka swadaya, bantu membantu jika ada yang sakit. “Kelas Jauh ini juga hasil swadaya semua.”Kejalasan status para pendatang ini, kata Ashari juga menjadi pintu dalam penyelesaian perebutan lahan di Lembah Masurai." "Cerita Petani Kopi dari Lembah Masurai (Bagian 2)","Menurut dia, jika ada kejelasan kawasan dan kependudukan dapat mencegah perambahan tak meluas.Kala ada tata batas ulang, mana areal TNKS sudah terambah dan kejelasan administrasi kependudukan, dia yakin persoalan perambahan dapat diminimalisir.“Kami sebagai pendatang juga warga negara yang berhak atas penghidupan dan pengakuan negara.”Senja perlahan menyapa pucuk-pucuk daun kopi. Ranum dan memerah biji-biji kopi tak senikmat kehidupan para petani yang tinggal di talang-talang sepanjang Kaki Gunung Masurai. Tak ada pengakuan dan stigma negatif terus menghantui mereka. Masib perlu perjuangan panjang… (Bersambung)    [SEP]" "Pembollo dan Pejappi, Metode Pengobatan Tradisional untuk Anak di Komunitas Adat Kaluppini","[CLS] Hadirah panik luar biasa. Sudah seminggu anaknya, Haslinda, yang belum berumur dua tahun sering menangis di malam hari. Istilah dikampungnya rajo-rajoan. Badannya demam, malas makan dan dari mulutnya keluar bau tak sedap.Sudah dua kali ia membawanya ke Pusmesmas Pembantu (Pustu) dan diberi sejumlah obat dari petugas kesehatan setempat. Namun sakitnya tak kunjung sembuh. Perawat di Pustu itu yang prihatin karena konsumsi obat modern yang begitu banyak pada bayi itu, kemudian bertanya tentang kemungkinan pengobatan alternatif di kampung tersebut. Hadirah pun teringat pada Sando Pea, atau dukun melahirkan di kampung, yang ternyata tantenya sendiri.“Saya teringat kalau di sini memang ada namanya pembollo dan kebetulan ada tante seorang Sando Pea yang bisa kasih obat-obatnya. Saya awalnya memang prioritas ke Pustu karena takut terjadi apa-apa,” Hadirah menceritakan pengalamannya dua bulan sebelumnya ketika ditemui Mongabay di rumahnya di Dusun Datte, Desa Lembang, Kecamatan Enrekang, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan, Minggu (23/4/2017).  Desa Lembang dulunya adalah pemekaran dari Desa Kaluppini, sehingga secara adat istiadat masih berada dalam pengaruh kebudayaan komunitas adat Kaluppini.Pembollo sendiri berarti racikan obat dari berbagai macam tanaman yang digunakan oleh masyarakat setempat untuk mengobati berbagai macam penyakit, khususnya pada anak balita. Racikan obat ini telah diberi semacam mantra atau doa untuk mempercepat penyembuhan.Pembollo dari Sando Pea ini ternyata sangat manjur. Tak butuh waktu lama bagi Sando Pea untuk mengenali penyakit yang diderita sang bayi. Beragam macam tanaman seperti kunyit, bawang merah, merica, dan lainnya dicampur, sebelum diberikan kepada Haslinda, sang bayi." "Pembollo dan Pejappi, Metode Pengobatan Tradisional untuk Anak di Komunitas Adat Kaluppini","“Haslinda anak saya itu menderita panas dalam. Setelah diberi obat keluar lendir yang banyak dari mulut. Baru setelah itu ia merasa nyaman dan mulai membaik. Cuma harus diperiksa beberapa kali lagi ke sana,” ungkap Hadirah.Menurut Nurbaya, peneliti dari Poltekes Mamuju, Sulawesi Barat, yang sedang meneliti kearifan adat kaluppini terkait strategi bertahan hidup pada ibu dan gizi pada bayi, pembollo ini memiliki banyak jenis, tergantung sakit yang diderita si anak, namun pembollo yang paling sering digunakan adalah daun paria, bawang merah, panini, kencur, merica, kalongkong (kelapa yang masih kecil) dan ralle.“Itu kadang dicampur dengan air kelapa, madu atau air saja. Tergantung apa yang tersedia. Kalau air kelapa dan madu tak ada maka bisa hanya menggunakan air putih saja,” katanya.  Menurut Nurbaya, sakit yang biasa diderita anak-anak adalah demam, cacar, diare, panas dalam dan sarampa.“Kalau diare mereka pakai daun jambu dicampur daun paria. Kalau anak-anak demam mereka ada tahapan pembollo-nya, karena dikhawatirkan anak tersebut menderita sarampa, penyakit yang paling ditakuti. Kalau dalam tiga hari si anak belum sembuh, mereka gunakan konsep mappasibali.”Mappasibali sendiri adalah pengobatan dengan cara kombinasi antara obat tradisional dengan obat modern yang umumnya diperoleh dari Pustu, yang bisa diartikan saling melengkapi.Hal menarik dari pembollo ini, lanjut Nurbaya, bahwa pengetahuan tentang jenis tanaman yang bisa digunakan sebagai obat sebenarnya sudah diketahui luas masyarakat, hanya saja sebelum digunakan harus diberi jampi-jampi atau bacaan doa dari dukun atau Sando Pea." "Pembollo dan Pejappi, Metode Pengobatan Tradisional untuk Anak di Komunitas Adat Kaluppini","“Misalnya kalau anaknya sakit demam atau diare, biasanya mereka sudah tahu obatnya, mereka sudah siapkan dari rumah untuk dibawa ke Sando Pea. Sando Pea nantinya akan meracik dan memberi semacam jampi atau doa sebelum diberikan kepada anak. Kadang juga Sando Pea hanya tiup atau jampi saja, nanti ibunya yang akan racik sendiri.” Pejappi: Kotak P3K alami untuk bayiDi masyarakat adat Kaluppini ini, masyarakat juga mengenal konsep Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K) untuk bayi, atau strategi antisipasi pengobatan untuk bayi yang baru lahir hingga mencapai usia tertentu, yang disebut pejappi.Pejappi adalah kumpulan berbagai jenis tanaman yang terdiri dari kunyit, kayu manis, panini dan kariango, yang diberikan kepada bayi setelah dia lahir. Pejappi ini juga telah diberi jampi atau doa dari Sando Pea, yang akan disimpan dekat bayi.“Ini menjadi P3K pertama, disimpan di sekitar bayi sehingga mudah dijangkau ketika dibutuhkan. Biasanya untuk pengobatan penyakit-penyakit yang lazim diderita bayi, seperti demam, batuk dan diare.”Pejappi ini biasanya diikat di ayunan si bayi, selain agar mudah dijangkau juga karena penempatan pejappi ini punya aturan tersendiri, tak boleh dilangkahi kucing.“Fungsi lain pejappi adalah sebagai pelindung bagi bayi dari gangguan-gangguan dari hal-hal yang bersifat supernatural.”  Makanan untuk ibu menyusuiDalam penelitiannya, Nurbaya juga menemukan kearifan masyarakat terkait pemanfaatan tanaman-tanaman sekitar digunakan untuk memperlancar Air Susu ibu (ASI) bagi ibu yang baru saja melahirkan.Sejumlah tanaman yang lazim digunakan antara lain kulo atau sukun berbiji, pucuk daun labu, daun katuk dan daun kelor. Cara konsumsinya adalah dengan cara dimasak, dicampur dengan jenis sayuran lain." "Pembollo dan Pejappi, Metode Pengobatan Tradisional untuk Anak di Komunitas Adat Kaluppini","“Kalau daun kelor kan memang konsumsi sehari-hari, jadi tak usah dikombinasi dengan sayuran lain. Kalau kulo biasanya dicampur dengan sayur bening atau sayur santan, sedangkan untuk daun katuk dan pucuk daun labu biasanya dicampur dengan sayur bening saja.”Berbagai informasi jenis makanan ini diperoleh dari orang tua dan telah menjadi pengetahuan umum warga yang diwariskan secara turun temurun.“Kalau dari bidan biasanya informasinya hanya bersifat umum, misalnya dianjurkan perbanyak makan sayur, tak disebutkan secara spesifik jenis sayurannya.”Selain makanan yang dianjurkan, terdapat juga beragam jenis makanan pantangan bagi ibu hamil. Misalnya, pantangan makan jantung pisang. Alasannya, jangan sampai anaknya nanti akan seperti jantung pisang, besar di awal, namun lama kelamaan menjadi kecil.“Ada juga pantangan tak boleh makan usus ayam karena takut ari-ari si bayi akan melilit leher sendiri.”Pantangan lain adalah selama masa nifas, atau sesaat setelah melahirkan, tak boleh mengkonsumsi buah pepaya, yang muda ataupun matang. Alasannya, takut getah pepaya akan mengganggu kondisi rahim si ibu. Kearifan masyarakat adat yang perlu dilestarikanMenurut Nurbaya, tradisi pengobatan melalui pembollo ataupun pejappi ini harus dilihat sebagai kearifan masyarakat adat dan lokal dalam pengobatan, yang tidak sepenuhnya bergantung pada penggunaan obat-obatan modern yang bisa saja mengandung zat kimia yang berbahaya jika dikonsumsi berlebihan.“Ini patut diapresiasi dan diteliti lebih lanjut. Kita bisa belajar banyak dari kearifan-kearifan tersebut.”Menurutnya, metode pengobatan tradisional tersebut tidak bertentangan dengan pengobatan modern dan bisa dikategorikan sebagai pengobatan herbal." "Pembollo dan Pejappi, Metode Pengobatan Tradisional untuk Anak di Komunitas Adat Kaluppini","“Saya periksa di berbagai penelitian menunjukkan tanaman-tanaman tersebut memang memiliki khasiat herbal seperti yang dipahami oleh masyarakat di Kaluppini. Jadi pada dasarnya tak ada yang perlu dikhawatirkan dari segi dampak. Apalagi selama ini hasilnya memang selalu dapat menyembuhkan. Dan yang tak kalah pentingnya adalah mudah diperoleh secara gratis di sekitar pekarangan rumah.”  [SEP]" "Begini Kampanye Free Dolphin, Dari Nonton Film The Cove Sampai Jangan Lihat Sirkusnya","[CLS] Dialog dan penayangan The Cove, film investigasi pembantaian lumba-lumba (dolphin) di Taiji, Jepang menjadi menu utama kampanye perlindungan mamalia ini di Sanur, Denpasar, akhir pekan lalu (30/4/2017).The Cove, film yang menghentak kesadaran dibuat pada 2009 ini diputar dan kini sudah ada alih teks dalam Bahasa Indonesia yang dikerjakan organisasi pecinta film Minikino dari Bali. Film ini memperlihatkan bagaimana asal mula dolphin menjadi bintang layar, kemudian menarik perhatian industri seperti sirkus dan akuarium raksasa. Sampai berhasil merekam peristiwa pembantaian lumba-lumba yang dilakukan tiap tahun di sebuah teluk rahasia di Taiji, Jepang. Disebut lebih dari 20 ribu ekor mamalia laut ini dibantai.Dimulai dengan kehadiran Richard O’Barry yang berkisah bagaimana serial televisi berjudul Flipper, nama seekor bottlenose dolphin (lumba-lumba hidung botol) dan menjadi bintang utama ini meledak di pasaran, disukai penontonnya. Ric adalah pelatih dan penangkap Flipper. Ia menyebut menangkap 5 ekor pada 1962, lalu dilatih agar terlihat lucu memainkan sejumlah atraksi dan mengikuti instruksi. Serial TV ini lalu ditayangkan pada 1964.  Ada banyak footage, gambar-gambar video Ric muda bermain bersama Cathy, seekor dolphin betina muda yang menjadi bintangnya. Bahkan Ric membawakanTVv ke samping kolam agar Cathy bisa melihat dirinya di layar.Titik balik terjadi. Cathy diyakini bunuh diri, menenggelamkan dirinya di depan Ric. Ia menatap Ric beberapa saat sebelum mengambil nafas terakhirnya di permukaan.“Ia bunuh diri dalam lenganku, ia menatap mataku dan tarik nafas terakhir,” ujar Ric. Dolphin disebut bernafas dengan sadar, dengan mengambil udara di permukaan. Beda dengan manusia yang bernafas spontan." "Begini Kampanye Free Dolphin, Dari Nonton Film The Cove Sampai Jangan Lihat Sirkusnya","“Kecerdasan non human. Mereka tak boleh ada di penangkaran. Senyum dolphin di TV adalah tipuan, mereka terlihat bahagia hanya tipuan. Mereka harusnya berenang 40 km tiap hari,” seru Ric dalam film. Karena itu lumba-lumba diyakini menderita berada dalam kolam karena kehilangan daya jelajah dan sonarnya. Di laut, lumba-lumba bisa mendengar detak jantung, dan tahu jika manusia hamil. Karena itu banyak kejadian manusia diselamatkan.Kesadaran yang membuatnya terguncang ini menjadikan Ric berubah haluan. Ia melepaskan beberapa dolphin dalam penangkaran di Amerika Serikat sampai ditangkap. Ia meyakini sudah mendorong pembantaian terbesar dengan popularitas Flipper membuat warga dunia berbondong ingin mengeluas, mencium, dan melihat atraksi dolphin.Ric juga tergerak dengan peristiwa terkait nasib lumba-lumba di negara-negara lain sampai sekarang. Misalnya kisah dari Taiji, Jepang soal isu pembantaian rutin tiap tahun saat musim migrasi lumba-lumba. Ia mengajak Louie Psihoyos, dari Oseanic Preservation Society (OPS) yang juga fotografer dan pembuat film.  Nama Richard O’Barry pernah dihapus dalam sebuah konferensi internasional karena sikap dan aksinya melindungi lumba-lumba. Saat di Jepang untuk mengungkap peristiwa Taiji, ia kerap diinterogasi intel di hotel.Dalam film dokumenter apik dan dramatik ini, terekam sejumlah kapal nelayan membuat formasi mengelilingi puluhan lumba-lumba yang sedang migrasi dengan membuat suara menakuti. Memukul badan kapal hingga bersuara nyaring dan si hidung botol takut. Jaring pukat ditebar sebagai  penghalang, para dolphin tak bisa melarikan diri. Keesokan hari, para pembeli seperti pelatih sirkus dan show datang dan memilih mana yang dibelinya. Harganya disebut sampai Rp2 miliar. Dolphin yang tak terpilih, dihalau ke teluk terpencil yang dikelilingi bebukitan terjal ini lalu dibantai." "Begini Kampanye Free Dolphin, Dari Nonton Film The Cove Sampai Jangan Lihat Sirkusnya","Air laut sekitarnya merah darah. Tak ada dolphin yang naik ke permukaan. Mayatnya ditarik ke kapal atau pantai untuk diambil dagingnya. Sebagian dijual untuk konsumsi dan ada yang dijadikan program makan siang gratis untuk siswa sekolah.Keberhasilan merekam pembantaian ini bukan hal mudah, OPS membuat tim dengan personil terlatih karena sulitnya medan, ketatnya pengamanan, dan ancaman otoritas keamanan setempat. Mereka tahu sudah diintai dan beberapa kali mengusir Ric, tim OPS, dan lainnya dari dekat lokasi teluk.Dimulai dengan menyiapkan alat perekam suara hydrophone di bawah laut yang berhasil merekam suara penderitaan mereka. Kemudian membuat batu palsu dengan alat rekam di dalamnya diletakkan di sejumlah titik bukit. Tim ini terdiri dari pasangan penyelam free diving yang andal, operator kamera thermal, dan keahlian lainnya.Tim film dokumenter juga berhasil menampilkan investigasi kenapa Jepang begitu mendapat dukungan dalam komite perburuan paus di konferensi IWC. Salah satu yang terungkap, negara kepulauan kecil yang mendukung mendapat bantuan keuangan dari Jepang. Pejabat bidang perikanan dan anggota dewan juga diwawancara soal pembantaian Taiji.Ada juga upaya menelusuri kenapa warga mau membeli dan konsumsi daging lumba-lumba yang bermekuri tinggi. Jepang punya sejarah kelam karena peristiwa keracunan di Minamata akibat pembuangan limbah ke laut sembarangan. Anam-anak dalam kandungan terdampak dan cacat fisik serta mental sejak lahir. Kandungan merkuri yang diperbolehkan 0,4 ppm sementara dolphin mengandung 2000 ppm. Warga Jepang di perkotaan yang diwawancara menyebut tak tahu ada pembantaian di Taiji dan heran kenapa ada yang makan daging lumba-lumba." "Begini Kampanye Free Dolphin, Dari Nonton Film The Cove Sampai Jangan Lihat Sirkusnya","The Cove memperlihatkan warga sekitar Taiji meyakini pembantaian ini tradisi dan lumba-lumba dipropagandakan pemerintah sebagai hama jadi sah dibantai. Ikan-ikan disebut terus berkurang karena banyaknya lumba-lumba di lautan. Paus dan dolphin disebut penyebabnya, bukan manusia. Film ini kemudian ditayangkan secara dramatis di konferensi IWC oleh Ric dengan memasang layar di tubuhnya. Ia masuk ke dalam ruangan penuh delegasi, membawa adegan sadis pembataian ke wajah-wajah mereka sampai wartawan juga tertarik merekam aksi ini. Perubahan kebijakan pun terjadi.Dua akivis perempuan Femke Den Haas dari Jakarta Animal Aid Network (JAAN) dan Melanie Subono mengajak berdialog sebelum The Cove diputar. Mereka membahas kenapa mendorong kesadaran warga agar menghindari show dolphin sangat penting.Femke Haas mengatakan banyak dolphin ditangkap di laut Karimun Jawa dan dibawa ke Bali untuk dimasukkan kolam kecil. “Klorin membuat menderita, kita saja berenang sakit mata. Bisnis ini misedukasi. Sebarkan pesan ini,” serunya. Agar bisa menghibur pengunjung, dolphin menurutnya mengalami penderitaan.Ia berharap semua negara melarang pertunjukkan dolphin. Belanda menurutnya mulai menutup pertunjukkan lumba-lumba satu demi satu. Femke mengampanyekan warga terlibat dalam gerakan seperti dalam laman Freebalidolphins.org, salah satunya jangan beli tiket show dolphin.Saat ini menurutnya yang diperlukan people power, gerakan massa untuk bersama menyuarakan. Karena tempat pertunjukkan yang menggunakan dolphin seperti sirkus, dalam kolam renang, dan lainnya masih banyak. Di Bali menurutnya tiket seperti ini dijual mahal dan menargetkan warga asing. Karena itu, kampanye Free Bali Dolphins ini digiatkan di kalangan warga asing dan ekspatriat." "Begini Kampanye Free Dolphin, Dari Nonton Film The Cove Sampai Jangan Lihat Sirkusnya","Sementara untuk skala nasional ada kampanye video pada 2013 melibatkan artis Choky Sitohang, presenter TV Riyanni Djangkaru, Gemala Hanafiah, Saras Dewi, dan lainnya untuk tidak beli tiket ke show dolphin.  “Binatang tak bisa bicara, kita yang harus ambil langkah dari penderitaannya.Kami punya banyak relawan di Indonesia, banyak dukungan dari warga lokal,” lanjut Femke pada warga asing yang berkumpul mengikuti fundraising dengan membeli merchandise dan kampanye Free Bali Dolphin di Genius Café , Pantai Sanur.  Ia menyebut beberapa kali berdiskusi dan berkirim surat ke Dinas Pendidikan, agar menyampaikan ke siswa sekolah bahwa sirkus bukan pendidikan binatang. Namun proses ini menurutnya belum menarik perhatian otoritas. Femke menyebut kampanye ini juga bekerja sama dengan Ric O’Barry Dolphin Project, digagas oleh Richard O’Barry, 75 tahun, aktivis perlindungan dolphin dan penggagas film The Cove. Sayangnya Ric, panggilan aktivis yang beberapa kali ditangkap karena aksinya membebaskan dolphin ini batal berkomunikasi dengan warga lewat sambungan internet dengan audiens di Sanur.Melanie Subono mendukung kampanye ini karena keyakinannya semua mahluk hidup harus bebas. “Saya awalnya tidak tahu kenapa sirkus, kenapa dolphin hidupnya buruk dalam kolam. Pemerintah masih beri izin pada animal cruelty atas nama konservasi dan edukasi,” kata aktivis yang juga bersikap pada persoalan hak asasi manusia ini.Ia percaya people power, lebih baik berbuat sesuatu untuk bersuara. “Saya mahluk hidup, saya mau hidup demikian juga mahluk lain, Kalau tak ada yang beli tiket, sirkus tutup,” pungkasnya.Dalam kamapanye ini dibuat sejumlah aksi seni seperti lomba menggambar bersama anak dan mural di kanvas oleh komunitas street art bertopik dolphin. Para seniman jalanan ini banyak berkontribusi dengan membuat mural dan teks kampanye free Bali Dolphin di sejumlah tembok di Bali.  [SEP]" "Ruang Perempuan dan Adaptasi Perubahan Iklim Masyarakat Pesisir","[CLS] Letak geografis dan kondisi bentang alam Indonesia menjadikannya rentan terhadap dampak negatif perubahan iklim. Perubahan iklim  berpotensi menyebabkan perubahan ekologis  dan ekosistem pesisir. Dipicu tekanan akibat cuaca ekstrim, kenaikan muka air laut, kenaikan suhu dan perubahan pola cuaca.Pengaruh perubahan iklim pun telah mendorong kenaikan suhu dan intensitas hujan rata-rata, demikian pula dengan kejadian cuaca ekstrim. Intensitas kejadian dari bencana hidrometeorologi pun mendominasi hingga lebih 90 persen (BNPB, 2016). Masyarakat pesisir, -kelompok yang tergantung kepada mata pencarian dari pemanfaatan sumberdaya alam, termasuk mereka yang bermukim di pulau-pulau kecil yang tersebar di Nusantara, adalah salah satu kelompok yang paling memiliki kerentanan tinggi akibat perubahan iklim ini.Baca juga: Perempuan Nelayan, Mampukah Memperjuangkan Kesetaraan?Berbeda dengan masyarakat agraris di darat, yang bertalian dengan konsep kepemilikan dan penguasaan lahan yang lebih terkontrol, maka produktivitas pesisir dan hasil sumberdaya lautnya bersifat open access. Dalam konteks ini, menjadi penting untuk kita dapat memahami bagaimana perempuan dan laki-laki dalam komunitas pesisir memiliki cara pandang yang berbeda terkait adaptasi. Perempuan Pesisir Lebih Rentan “Di Negeri (Desa) Wassu, perempuan berperan penting dalam adaptasi. Sebelum musim gelombang tinggi, mereka sudah menyiapkan segala kebutuhan. Yang unik, perempuan menyiapkan lauk pengganti ikan yang sulit didapat pada musim Timur dengan mencari laor (cacing laut), memanen rumput yang tumbuh di tanjung-tanjung” –Bu Bace, tinggal di Haruku, Kepulauan Lease Maluku Tengah. Peryataan diatas memberi contoh gambaran bagaimana perempuan dan laki-laki  mengalami pengalaman yang berbeda. Situasi demikian terutama terjadi karena  perbedaan konteks sosial-budaya dimana mereka berdiam. " "Ruang Perempuan dan Adaptasi Perubahan Iklim Masyarakat Pesisir","Perempuan  pesisir memegang peran penting dalam rantai nilai ekonomi. Perempuan terlibat sejak pra hingga paska produksi (KIARA, 2017). Temuan lain menyebutkan jumlah perempuan yang menerima dampak  kejadian bencana lebih besar dari laki-laki dengan perbandingan rasio 4:1 (London School of Economic). Angka  ini terkait dengan pemenuhan hak ekonomi dan sosial dimana bencana berlangsung. Disayangkan, seringkali tindakan adaptasi tidak mempertimbangkan secara setara, bahkan kerap menafikan kebutuhan dan kepentingan yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Sudut pandang konstruksi sosial memungkinkan kedua gender  menerima dampak dan memaknai tindakan  penyesuaian secara berbeda. Bagi  perempuan pesisir, fenomena ini nyata terlihat. Dalam hal ini, posisi dan peran gender yang berbeda yang dilekatkan pada mata pencaharian, kehidupan domestik dan publik menyebabkan perbedaan tersebut. Karena itu, perempuan pesisir pun mempersepsikan perubahan iklim dan pemaknaan adaptasi secara berbeda. Perempuan nelayan banyak terlibat dalam persiapan melaut, meski mereka tidak banyak ikut dalam proses penangkapan secara langsung. Ditahap setelahnya, perempuan juga turut memasarkan dan mengolah hasil tangkapan untuk meningkatkan nilai ekonomi hasil tangkapan. Karena peran yang khas, perempuan pesisir memiliki pandangan berbeda mengenai bentuk penyesuaian yang perlu dilakukan. Sayangnya, adaptasi seringkali dipersepsikan  hanya dalam berbagai bentuk pembangunan atau perbaikan infrastruktur, penyediaan alat  dan teknologi tangkap. Padahal upaya penyesuaian dalam persepsi perempuan tidak sekedar menyangkut infrastruktur tersebut. " "Ruang Perempuan dan Adaptasi Perubahan Iklim Masyarakat Pesisir","Di ranah domestik, perempuan bertanggungjawab memastikan kebutuhan pangan anggota keluarga terpenuhi secara seimbang. Saat musim dimana nelayan tidak bisa melaut akibat gelombang tinggi, perempuan diserahi tanggung jawab untuk membantu mencari alternatif mata pencarian dan sumber pangan lain, untuk kebutuhan keluarga.  Peran tersebut meski sering dianggap sepele, meski sejatinya   bernilai penting.Dari sudut padang perempuan, bentuk penyesuaian yang tepat  adalah  menemukan alternatif cara memenuhi kebutuhan pangan.  Misalnya, semacam  kebun keluarga menjadi jawaban.   Dalam  kondisi kekurangan air tawar, upaya adaptasi untuk menyediakan sumber air  tidak hanya mencari sumber air baru dan  membangun tangki penampung. Padahal, karena berbagai aktivitas peran domestiknya, perempuan memerlukan kemudahan akses ke sumber air.Demikian pula akses terhadap kredit dan bantuan. Meskipun tidak  resmi dianggap berprofesi sebagai nelayan,  perempuan perlu memiliki akses yang sama terbuka untuk mendapatkan kredit dan bantuan keuangan. Proteksi asuransi nelayan yang sedang digalakkan oleh pemerintah, perlu dinilai secara kritis apakah telah mempertimbangkan  keterlibatan perempuan dalam rantai ekonomi. Adalah penting perempuan pesisir dan keluarganya  layak untuk mendapatkan perlindungan asuransi. Adaptasi perubahan iklim  khususnya bagi masyarakat pesisir memerlukan suara perempuan. Diatas semuanya,  penyesuian pada tingkat masyarakat sepatutnya memberi ruang untuk  meningkatkan peran strategis perempuan dalam pengambilan keputusan ditingkat publik. Sehingga pemenuhan prinsip akses, partisipasi, kontrol, manfaat yang seimbang pun dapat terpenuhi. * Suryani Amin, penulis adalah Penasihat Adaptasi Perubahan Iklim berbasis Masyarakat dalam program USAID-APIK. Artikel ini merupakan pendapat pribadi.  [SEP]" "Indonesia Ajak PBB dan Uni Eropa Terlibat dalam Penegakan Hukum di Laut","[CLS] Indonesia mengajak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Uni Eropa (UE) untuk ikut mengawal pelaksanaan aturan anti illegal, unreported, unregulated (IUU) fishing yang diterapkan di Indonesia sekarang. Ajakan tersebut dimaksudkan, agar dunia internasional tahu dan paham tentang penerapan konsekuensi bagi pelaku IUU Fishing di Indonesia.Pernyataan tersebut diserukan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti saat mengisi panel World Ocean Summit (WOS) 2017 yang berlangsung di Nusa Dua, Bali, 22-24 Februari 2017. Dalam panel bertajuk What Comes Next: A Call or Commitments itu, Susi dengan tegas menerangkan resiko dan hukuman bagi pelanggar hukum di perairan Indonesia.“Pelarangan atau pembatasan ini (IUUF, transshipment, kapal eks-asing) adalah untuk keberlanjutan perikanan kita. Kebijakan ini justru menambah stok ikan kita menjadi lebih banyak. Jadi semestinya semua negara setuju dengan kebijakan ini,” ucap dia.  Dengan konsekuensi hukuman tegas, Susi menyebut, ada dampak positif lain yang akan didapat oleh Indonesia dan negara lain di seluruh dunia. Dampak itu, tidak lain adalah diterapkannya ekonomi biru (blue economy) yang tidak lain adalah pemanfaatan ekonomi di sektor kelautan dan kemaritiman dengan ramah lingkungan.“Jadi antara pertumbuhan dan ekonomi kelestarian itu jalan berbarengan. Kita upayakan ekosistem di marine resources ini memperkuat produktivitas kita,” tutur dia.Menurut Susi, sejak IUU Fishing terjadi di perairan Indonesia, potensi Indonesia sebagai negara pemilik garis pantai terpanjang kedua dunia, tidak bisa dimaksimalkan. Padahal, dengan panjang 97 ribu kilometer garis pantai, seharusnya Indonesia bisa menjadi negara produsen perikanan besar di dunia." "Indonesia Ajak PBB dan Uni Eropa Terlibat dalam Penegakan Hukum di Laut","Namun, kata Susi, kenyataannya Indonesia hanya mampu menjadi peringkat ketujuh negara penghasil tuna di dunia, kalah dari Taiwan yang garis pantainya bahkan jauh di bawah Indonesia. Untuk itu, lanjut dia, pengelolaan perikanan berkelanjutan penting diterapkan di Indonesia.“Saya pikir, dalam bisnis perikanan ini kita harus membuat tata kelola yang berkelanjutan dengan produktivitas yang baik. Bisnis yang menghasilkan produktivitas tinggi tanpa menjaga keberlanjutan hanya akan merugikan negara kita,” ujar dia.Susi kemudian mencontohkan, pada periode 2000 hingga 2003, transaksi ekspor Indonesia mengalami fase penurunan yang sangat jauh hingga menyebabkan industri perikanan saat itu mengalami penurunan drastis. Semua itu, salah satunya karena tata kelola perikanan berkelanjutan tidak diterapkan.  Susi menilai, kesadaran masyarakat Indonesia akan kelestarian laut masih rendah dan harus ditingkatkan. Kata dia, salah satu upaya yang sedang digalakkan saat ini adalah pembangunan sektor perikanan dan kelautan dan mulai memperlihatkan hasil yang baik, meskipun secara umum stok ikan mengalami penurunan.“Saya tidak bisa membuat aturan sendiri tanpa dukungan berbagai pihak. Saya butuh dukungan Pak Presiden, para elit politik, institusi-institusi, pengusaha, dan masyarakat nelayan. Saya juga butuh Interpol misalnya untuk mencegah kejahatan transnasional yang sering terjadi,” ajak dia. Apresiasi dari Dunia InternasionalDirektur Eksekutif WOS 2017 Charles Goddard mengatakan penyelenggaraan WOS bertujuan untuk mengetahui kondisi perikanan global dan bagaimana melakukan perikanan yang lebih berkelanjutan. Dan keberhasilan Indonesia dalam menangani IUU Fishing menjadi salah satu contoh yang patut diketahui secara global." "Indonesia Ajak PBB dan Uni Eropa Terlibat dalam Penegakan Hukum di Laut","“Satu hal yang menjadi perhatian kami pada perikanan di Indonesia adalah program yang sukses dari Ibu Susi Pudiastuti dalam menangani IUU Fishing. Itu suatu hal yang fantastis dan semua orang mengatakan itu kesuksesan yang luar biasa. Dan tentu saja Indonesia mempunyai target yang tinggi untuk membangun bisnis perikanan. Dan pertanyaan kemudian yang patut diungkapkan adalah bagaimana proses selanjutnya, untuk mengubah keberhasilan IUU Fishing di perairan Indonesia dan meningkatkan perikanan domestic Indonesia menjadi perikanan yang berkelanjutan,” kata Goddard yang diwawancarai Mongabay disela-sela penyelenggaraan WOS di Nusa Dua Bali.“Dan saya pikir pemerintah Indonesia telah memikirkan dan mencoba untuk menangani dan mengetahui pelaksanaannya agar perikanan menjadi lebih berkelanjutan. Dan itu menjadi tantangan yang cukup berat karena Indonesia menetapkan target pertumbuhan yang tinggi dari volume dan pendapatannya dari sektor perikanan,” tambahnya.Berkaitan dengan upaya penyelamatan sektor kelautan dan perikanan Indonesia, dunia internasional memberikan apresiasnya dengan lugas. Apresiasi itu, diberikan atas langkah-langkah yang diambil Indonesia dalam mengatasi masalah kelautan dan sekaligus meminta Indonesia lebih berperan aktif dalam skala yang lebih besar.“Laut adalah masalah penting yang bukan saja menjadi masalah Indonesia tetapi juga masalah seluruh dunia. Yang menarik, mereka ingin melihat leadership Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar,” ungkap Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan di Nusa Dua, Bali.Menurut Luhut, apresiasi dari internasional tersebut, didapat setelah dia melakukan pertemuan pertemuan bilateral dengan beberapa delegasi seperti dari Uni Eropa, United Nations Environment Programme (UNEP), International Maritime International (IMO), dan Food and Agriculture Organization (FAO).  " "Indonesia Ajak PBB dan Uni Eropa Terlibat dalam Penegakan Hukum di Laut","Selain dengan lembaga di atas, pertemuan juga dihadiri Peter Thomson, President of General Assembly United Nations, dan delegasi dari Kepulauan Solomon, serta delegasi Kepulauan Fiji.“Masalah lingkungan ini perlu penanganan segera dan komprehensif harus dikerjakan bersama demi kebaikan bersama,” ucap dia.Luhut menerangkan, dalam pertemuan tersebut, delegasi dari PBB meminta inisiatif Indonesia dalam menjaga lautan dan itu didukung langsung oleh PBB. Selain itu, delegasi dari Uni Eropa meminta Indonesia menggelar pertemuan atau konferensi untuk membuat rencana aksi tentang masalah laut.“Akhirnya, disepakati untuk mengadakan Ocean Action Forum yang akan membuat action plan untuk masalah laut ini, antara lain seperti sampah plastik ini,” jelas dia.Menurut Luhut, masyarakat Internasional melihat Indonesia saat ini sudah bisa memainkan peran dalam masalah-masalah internasional. Respon bagus tersebut diharapkan bisa dibaca oleh Presiden RI Joko Widodo dan berharap bisa menaikkan level Indonesia di dunia internasional. Prioritas KemaritimanTentang skema kemaritiman yang banyak diperbincangkan dalam forum WOS, Luhut menjelaskan bahwa itu memang menjadi fokus yang sedang dibicarakan. Menurutnya, skema kemaritiman adalah bagaimana membangun infrastruktur dengan baik, setelah sejak lama pembangunan itu diabaikan.“Dimasa lalu,budget kita banyak digunakan untuk subsidi. Sekarang infrastruktur harus dibangun, kalau tidak segera dibangun, cost kita masih akan tetap tinggi,” sebut dia.Luhut mengungkapkan, sejak subsidi dialihkan kepada sektor yang lebih tepat, dampak positif sudah mulai terlihat seperti harga-harga kebutuhan bahan pokok di kawasan Indonesia timur yang sudah mulai turun hingga 22%." "Indonesia Ajak PBB dan Uni Eropa Terlibat dalam Penegakan Hukum di Laut","“Sampling di beberapa tempat, tapi kan ini baru dua tahun. Jadi kalau kita terus melakukan hal ini, membangun jalan, bandar udara, pelabuhan laut dan lain-lain, akan lebih terlihat lagi (hasil positif) di tahun 2020,” ujarnya.Setelah infrastruktur, Luhut menyebut, prioritas Kemaritiman selanjutnya adalah sektor pariwisata, perikanan dan energi. Menurutnya, hingga kini hampir semua tujuan wisata yang sudah dideklarasikan oleh Indonesia, jumlah wisatawannya mengalami kenaikan.“Sekarang yang harus kita lakukan adalah membersihkan daerah-daerah wisata itu dari sampah. Selain itu, pemetaan bawah laut saat ini juga masih berlangsung, tujuannya untuk bisa menambah potensi yang bisa digali dari dasar laut Indonesia,” papar dia.  [SEP]" "Izin Berlayar dari Syahbandar Jayapura Dipertanyakan Tim Bersama","[CLS]  Keputusan Syahbandar Jayapura yang memberikan izin kapal MV Caledonian Sky keluar perairan Indonesia menuju Filipina, menjadi salah satu sorotan dalam rapat bersama yang digelar Kementerian Koordinator Kemaritiman, Rabu (15/3/2017) petang. Keputusan tersebut, dinilai sangat aneh karena kapal diketahui sudah merusak terumbu karang di Raja Ampat, Papua Barat.Hal itu dikatakan Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Kemenko Maritim Ridwan Djamaludin saat ditemui Mongabay di Jakarta, Rabu, seusai rapat. Menurut dia, keputusan dikeluarkannya izin berlayar ke Filipina, menjadi pertanyaan besar dari semua anggota tim bersama yang terlibat dalam penanganan kerusakan terumbu karang di Selat Dampir, Kabupaten Raja Ampat.  Kata Ridwan, izin pelayaran untuk sebuah kapal laut memang harus dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan dalam hal ini adalah Syahbandar Kepelabuhan. Berkaitan dengan itu, izin pelayaran kapal MV Caledonian Sky dikeluarkan oleh Kantor Syahbandar dan Otorita Pelabuhan Laut Klas II A Jayapura di Provinsi Papua.“Memang ada yang berbicara (saat rapat), dokumen kapal itu tadi diperlihatkan. Memang kapal tersebut ternyata boleh masuk ke kawasan perairan tersebut. Itu sudah sesuai dengan regulasi yang dikeluarkan KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan),” jelas dia.Untuk kawasan tersebut, Ridwan memastikan, sesuai regulasi, itu adalah kawasan yang masuk zona pemanfaatan. Dengan demikian, kapal laut dipastikan boleh masuk ke dalamnya. Yang jadi persoalan, kata dia, kapal seberat apa yang seharusnya boleh dan tidak masuk ke dalam kawasan perairan.“Itu yang jadi pembahasan juga. Kita sedang belajar dari kelemahan ini. Kita juga belajar dari Great Barrier Reef yang ada di Australia. Di sana ada pembatasan kapal dan beratnya masuk ke dalam kawasan tersebut,” tutur dia." "Izin Berlayar dari Syahbandar Jayapura Dipertanyakan Tim Bersama","Tentang keputusan Syahbandar mengeluarkan izin berlayar ke Filipina, Ridwan menjelaskan, bahwa hal itu juga sudah melalui prosedur dan hukum yang tepat. Mengingat, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, hanya dua hal yang bisa menahan sebuah kapal untuk tetap berada di tempat dan tidak melanjutkan pelayaran.“Dua hal itu adalah karena perintah pengadilan, dan juga karena alasan cuaca. Nah, dua hal tersebut tidak ada pada saat mereka mengajukan izin keluar lagi. Karenanya, surat pun keluar dari Syahbandar,” ucap dia.  Namun demikian, Ridwan berjanji, tim bersama akan menyelidik alasan pasti kenapa Syahbandar mengeluarkan izin kapal tersebut untuk keluar dari perairan Raja Ampat. Kata dia, itu yang menjadi evaluasi dari tim bersama saat ini dan akan diperbaiki untuk kepentingan di masa mendatang.“Ada yang mengatakan, ini bukan soal menahan atau tidak menahan, tapi ini mengizinkan berlayar sekarang atau tidak? Ini yang menjadi perdebatan. Kita akan cari tahu lebih lanjut alasannya,” ungkap dia. Tuntutan Ganti RugiBerkaitan dengan keberadaan kapal yang sekarang ada di perairan Filipina, Ridwan Djamaludin mengaku bahwa itu juga menjadi salah satu kendala yang akan dihadapi. Karena, menurut dia, dengan kapal berada di luar wilayah Indonesia, maka Pemerintah Indonesia tidak bisa melakukan penahanan secara langsung.“Kita tidak punya kewenangan untuk menangkap kapal ataupun nakhodanya, karena itu di luar wilayah Indonesia. Yang bisa kita lakukan adalah tuntutan ganti rugi dan juga tuntutan pidana dan disipliner,” urai dia.Untuk memuluskan proses penuntutan secara hukum, Ridwan menyebutkan, pihaknya sudah melakukan komunikasi dengan pihak Kedutaan Besar. Namun, dia tidak menyebut Kedubes mana yang sudah diajak komunikasi tersebut, mengingat kapal MV Caledonian Sky adalah kapal berbendera Bahama, namun bermarkas dan bernakhoda warga negara Inggris." "Izin Berlayar dari Syahbandar Jayapura Dipertanyakan Tim Bersama","“Ini kan kompleks. Karenanya kita secara informal sudah melakukan koordinasi dengan Kedubes juga,” tutur dia.  Sementara itu, Deputi Koordinasi Bidang Kedaulatan Maritim Kemenko Kemaritiman Arif Havas Oegroseno mengatakan, pihakya sudah memanggil perwakilan pemilik kapal MV Caledonian Sky dan perwakilan asuransi kapal di Indonesia yaitu SPICA Services Indonesia.Arif menyebut, ada dua hal yang ditanyakan dalam pertemuan itu.  Pertama, apakah asuransi menanggung ganti rugi kerusakan terumbu karang dan kerugian terkait lainnya saja. Kemudian, apakah asuransi juga menanggung tanggung jawab pidana kapten kapalnya atau tidak.Branch Manager SPICA Services Indonesia Dony yang langsung hadir dalam pertemuan tersebut, menjawab pertanyaan Arif dengan jelas. Menurut dia, pihaknya akan memberikan ganti rugi atas klaim yang diajukan oleh pihak ketiga. Tetapi, syaratnya harus ada survei dan verifikasi data lapangan.“Intinya, kami tidak akan mengabaikan masalah ini dan akan terus berkoordinasi dengan pemerintah,” ujar dia.Mendapat tantangan tersebut, Arif kemudian menjelaskan, Pemerintah saat ini sudah menurunkan tim survei yang baru akan kembali ke Jakarta pada Sabtu (18/3/2017) mendatang. Untuk itu, kedua pihak akhirnya menyepakati untuk melakukan survei bersama di Raja Ampat.“Pihak asuransi menjanjikan akan mendatangkan surveyor independen yang merupakan ahli coral reef (terumbu karang) dari Universitas Indonesia atau dari kawasan,” jelas Arif.Menurut Arif, survei bersama yang dilakukan mulai Jumat (17/3/2017) akan melihat dan menyepakati luas area kerusakan. Sementara, untuk valuasi kerugian itu akan dilakukan pada tahap selanjutnya." "Izin Berlayar dari Syahbandar Jayapura Dipertanyakan Tim Bersama","“Proses valuasi harus dilakukan secara hati-hati dan cermat dengan memperhitungkan berbagai aspek, antara lain ekosistem, keragaman hayati, nilai wisata, kehilangan kesempatan ekonomi, kerugian masyarakat sekitarnya dan hal-hal lain yang penting dalam valuasi kerugian kerusakan terumbu karang,” papar dia.  Arif menambahkan, mengingat asuransi tidak menanggung aspek tanggung jawab pidana kapten kapal, maka Indonesia menyampaikan kepada wakil pemilik kapal bahwa Indonesia mempertimbangkan dengan serius tuntutan pidana sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.“Kita ingin mencari tanggung jawab kapten kapal yang telah merusak lingkungan laut di kawasan konservasi,” ucap dia.Sesuai ketentuan International Maritime Organisation dan juga kode etik awak dan nakhoda kapal, Arief mengatakan, kapten memiliki tanggung jawab dalam bidang perlindungan lingkungan hidup. Selain  itu, dalam Code of Conduct of Merchant Navy yang dikeluarkan Inggris, perusakan lingkungan hidup merupakan salah satu bentuk pelanggaran berat yang dapat berakibat dicabutnya izin berlayar.Seperti diketahui, kandasnya Kapal Pesiar MV Caledonia Sky terjadi pada Sabtu (4/3/2017) pukul 12.41 WIT di sekitar Pulau Manswar, Distrik Meos Manswar, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Raja Ampat. Kapal tersebut mengangkut 79 orang kru kapal dan 102 penumpang dari berbagai negara.Dari informasi sementara, kapal tersebut diduga kandas akibat nakhoda hanya memonitor Global Positioning System (GPS) dan radar tanpa memperhitungkan pasang surut air laut. Karena itu, kapal akhirnya terjebak di perairan dangkal dan baru bisa ditarik keluar setelah air kembali naik.  " "Izin Berlayar dari Syahbandar Jayapura Dipertanyakan Tim Bersama","Terjebaknya kapal berukuran besar tersebut di perairan dangkal, mengakibatkan terumbu karang disekitarnya mengalami mengalami kerusakan. Dari hasil pemeriksaaan, terumbu karang diperkirakan mengalami kerusakan fisik mencapai lebar 300-400 meter dan panjang 100 meter dengan kedalaman perairan sekitar 5 meter.Sedangkan hasil pemeriksaaan lapangan dari Tim Pusat Penelitian Sumber Daya Perairan Pasifik Universitas Papua pada minggu kedua Maret 2017, menunjukkan kapal Caledonia Sky kandas dan merusak terumbu karang seluas 13.533 meter persegi atau 1,35 hektar.  [SEP]" "Melihat Gedeg Dinding Bambu Anyaman Kaya Motif ala Woloare","[CLS] Di tengah maraknya warga kota yang membangun rumah berdinding semen, tak dinyana rumah berdinding anyaman bambu atau gedeg masih diminati di wilayah kota maupun sepanjang Kabupaten Ende. Banyak gedeg yang dicat sesuai selera pemilik sehingga memberi kesan menarik.Dibandingkan rumah tembok, rumah berdinding gedeg memiliki keunggulan. Selain lebih murah dan ramah lingkungan, maka rumah gedeg akan lebih aman di wilayah yang rawan gempa, seperti lazimnya banyak terjadi di daerah Flores.Keberadaan rumah gedeg pun tak lepas dari masih adanya usaha kerajinan tangan ini yang berlokasi di Dusun Woloare, Kelurahan Woworena, Kecamatan Ende Utara, Kabupaten Ende.Baca juga: Cerita Bambu, Tanaman Kaya Manfaat yang Masih Dipandang Sebelah mataPuluhan kepala keluarga yang menetap disini masih setia menekuni hidup menjadi pengrajin gedeg. Hampir di setiap rumah di dusun ini, masih mudah ditemukan pengrajin yang sibuk menganyam bambu di halaman rumah dan ruang tamu.Salah satunya, Stefanus Sea (49) dan Yosefina Mina (60) pasangan suami isteri yang tetap setia menekuni pekerjaan ini. Saat ditemui Mongabay-Indonesia di rumahnya, Stefanus sedang membelah bambu wulung (Gigantochloa atroviolacea), istrinya asyik menganyam dan anak bungsunya mengiris bambu panjang yang baru dipotongnya.“Kami sejak kecil sudah menganyam bambu. Pekerjaan ini diwariskan turun temurun. Memang tidak semua, tetapi setiap keluarga pasti ada yang jadi pengrajin gedeg,” ujarnya.Stefanus dan pengrajin lainnya meyakini, warisan leluhur ini merupakan garis tangan, sebuah bekal hidup. Ibaratnya dengan hanya melihat dan belajar sebentar dari orangtuanya, mereka bisa terampil menganyam.“Kami yakin selalu saja ada yang membeli karya kami, sebab tidak mungkin leluhur kami melihat kami hidup menderita, saat melanjutkan pekerjaan yang dulu juga menghidupi mereka,” kata Yosefina penuh keyakinan. Gedeg Kaya Motif" "Melihat Gedeg Dinding Bambu Anyaman Kaya Motif ala Woloare","Pengerjaan gedeg di Woloare masih dilakukan secara tradisional. Bambu panjang dipotong memakai parang sepanjang 1,5 dan 2 meter. Bambu diletakkan di tanah beralaskan kayu bulat lalu diiris.Sesudahnya bambu tersebut dipisahkan satu persatu dan diiris hingga tipis agar mudah dianyam. Potongan bambu dijemur sehari hingga dua hari di terik matahari.“Ada yang kulitnya dikupas dan ada yang tidak. Kalau memakai kulit lebih tahan lama. Tapi semua tergantung selera pembeli,” tutur Stefanus.Baca juga: Bambu, Tanaman Sejuta Manfaat yang Sepi PeminatGedeg di Woloare terkenal dengan berbagai motifnya. Ada motif bunga sidhu (ketupat) berukuran besar dan kecil. Ada juga motif bintang, pala, bunga manusia atau manusia berpegangan tangan. Motif-motif tersebut melambangkan kebersamaan  hidup komunitas warga dusun ini.Markus Muri (64) yang menekuni usaha ini sejak tahun 1964 mengatakan, motif sidhu, bermakna kerukunan antar umat manusia tanpa pandang bulu. Penduduk kampung Woloare beragama Islam dan Katolik yang berasal dari satu etnis yakni etnis Ende. Motif sidhu melambangkan kebersamaan, ikatan kekerabatan diantara mereka.Motif bunga bintang melambangkan pencerahan, memudahkan masyarakat kampung mereka mengais rejeki. Bisa juga diartikan sebagai daya tarik atau penglaris bagi usaha yang ditekuni.Sedangkan motif  bunga manusia bermakna keberadaban dimana setiap manusia saling menghargai tanpa melihat asal usul. Motif manusia berpegangan tangan melambangkan semangat atau pesan gotong royong, bergandengan tangan menyelesaikan setiap permasalahan.“Semua motif memiliki makna atau pesan tersendiri namun pada hakikatnya semua itu melambangkan sebuah kebersamaan, senasib sependeritaan,”  terangnya. Selalu Dibeli          Walau tak mengiklankan langsung produknya, pembeli dari luar Ende seperti Mbay, Bajawa dan beberapa kabupaten lainnya di pulau Flores bahkan Timor dan Sumba selalu datang membeli kerajinan tangan ini." "Melihat Gedeg Dinding Bambu Anyaman Kaya Motif ala Woloare","Gedeg hasil produksi Woloare berukuran seragam dengan panjang 2 meter dan lebar 1,5 meter. Namun ada juga yang menganyam sesuai ukuran yang diminta pembeli dengan tambahan biaya. Untuk gedeg biasa, pengrajin melepasnya dengan harga 35 ribu rupiah sementara untuk gedeg bermotif dihargai 65 ribu rupiah.“Untuk yang dua lapis atau dianyam dobel harganya sedikit lebih mahal yakni sekitar 60 ribu rupiah,” beber Markus.Motif apapun bisa dengan mudah dikerjakan sebab para pengrajin mengaku sudah terbiasa menganyamnya. Dalam sehari rata-rata setiap pengrajin menghasilkan 2 sampai 3 lembar gedeg.Sebagai gambaran, untuk sebuah rumah berukuran panjang 7 meter dan lebar 5 meter dibutuhkan 22 lembar gedeg sebagai dinding. Gedeg pun bisa dicat beraneka warna setelah dianyam atau di jadikan dinding. Agar lebih kuat dan terlihat rapih gedek dipaku di kayu dengan dilapisi bambu belah di sisi pinggirnya.Hendrikus Reo, staf Dinas perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Ende yang bertindak selaku pendamping kelompok mengakui, untuk kabupaten Ende kerajinan gedeg hanya ada di Woloare dan ini sudah berlangsung sejak dahulu.Untuk bantuan pemberdayaan menurutnya, kantornya menggandeng Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk memberikan pelatihan dan bantuan modal serta peralatan. Untuk varian produk, pengrajin pun kerap dilatih membuat tempat tisu, keranjang dan kurungan ayam. [SEP]" "Udang Perisai Purba Ini Muncul di Gurun Setelah Hujan Turun","[CLS] Di gurun di Australia, negeri yang penuh dengan makhluk yang indah dan aneh, terdapat peninggalan prasejarah, seekor crustacea atau yang dikenal sebagai udang perisai.Triops australiensis, yang terlihat seperti perpaduan kepiting tapal kuda dan makhluk luar angkasa ini, dimasukkan dalam kelompok Crustacea yang disebut branchiopoda. Artinya,  “kaki insang” karena kakinya seperti daun, yang masing-masing memiliki insang untuk menghirup udara.Makhluk ini memang terlihat sangat aneh, sebuah organisme dengan telur yang dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Karena kelangkaan air, telur tersebut dapat tinggal di bawah tanah aktif hingga tujuh tahun atau lebih, yang dengan sabarnya menunggu hujan cukup deras agar bisa menetas. Ketika hujan turun maka jutaan makhluk ini keluar dari lumpur.Baru baru ini, warga Australia bernama Nick Morgan memposting beberapa foto di laman Facebook Northern Territory Parks and Wildlife untuk mencari tahu jawaban atas apa yang dia lihat dan mengejutkan ituPihak Northern Territory Parks and Wildlife kemudian memberikan penjelasan: “Ini adalah jenis crustacea yang dikenal sebagai udang perisai. Ada satu spesies yang terdapat di Australia, Triops australiensis.”Udang ini mampu beradaptasi dengan baik di alam sekitarnya. Telur-telur ditinggalkan di bawah tanah yang akan tetap aktif selama bertahun-tahun, sampai ada hujan yang cukup besar, yang memicu telur-telur tersebut menetas.Sekarang adalah waktu terbaik untuk melihat udang perisai karena hujan lebat baru-baru ini terjadi di wilayah Central Australia. ”Mereka bisa muncul dalam jumlah jutaan” kata Michael Barritt, seorang ahli dari taman nasional tersebut. “Tapi jangan terkecoh dengan namanya. Mereka sejatinya bukan udang,” tambahnya, sebagaimana diberitakan di Tree Hugger.com " "Udang Perisai Purba Ini Muncul di Gurun Setelah Hujan Turun","Makhluk-makhluk ini tidak hidup lama. Mereka akan bertelur sebelum kondisi gurun kembali memanas. “Ini bukan telur biasa” kata Barritt. “Telur-telur ini bisa benar-benar mengering, terbawa angin, dan mampu bertahan di cuaca ekstrim pedalaman Australia. Termasuk panas terik, maupun dingin di malam hari di musim dingin.Udang perisai ini sudah ada di planet bumi sejak 350 juta tahun silam. [SEP]" "Asyiknya Belajar Konservasi di Pusat Pendidikan Konservasi Laut Bali yang Baru Dibuka","[CLS] Sejumlah orang belajar membuat koral dari tanah liat. Dipandu instruktur dari Jenggala Keramik, koral-koral ini akan dibakar lalu diwarnai seperti keramik. Di ruang lain, ada kelas tentang Kawasan Konservasi Perairan (KKP) dan sesi mengenal cara monitoring koral di lautan.Semua kegiatan tersebut mewarnai pembukaan fasilitas Pusat Konservasi Laut atau Center for Marine Conservation di Sanur, Bali, Jumat malam (11/8/2017). Keramik-keramik bentuk koral itu akan disatukan menjadi Tembok Karang, hiasan besar dalam pusat pendidikan dan pelatihan oleh Yayasan Coral Triangle Center (CTC) yang bermarkas di Bali ini.Pembangunan fasilitas ini baru tahap pertama meliputi sejumlah bangunan tempat pelatihan dan kolam renang pelatihan selam. Pusat Konservasi Laut ini diklaim yang pertama dan satu-satunya di Indonesia dengan dukungan fasilitas cukup lengkap dan ditargetkan menjangkau lebih dari 1,5 juta masyarakat hingga tahun 2020.  Di ruang kelas KKP, ada sejumlah staf CTC yang memandu apa itu KKP dan manfaatnya. Salah satu fasilitator adalah Nyoman Suardana. Ia menyiapkan tumpukan kartu informasi bergambar. Ia memulai dengan pre test dengan tablet menjawab 3 pertanyaan umum apa yang kita bayangkan soal KKP. Skor tes awal langsung diperlihatkan.Kemudian mulai memperlihatkan kartu bergambar kehidupan pesisir. Ada mangrove, laut, gunung, orang berenang, pemancing, nelayan, dan lainnya tercampur di satu area. Ia menanyakan bagaimana rasanya melihat suasana seperti ini.Kemudian mengenalkan apa itu zona atau pengaturan wilayah, dengan 4 area utama yakni perlindungan mutlak, perikanan berkelanjutan, pemanfaatan, dan zona lain untuk akomodir kebutuhan spesifik suatu daerah. Misalnya kawasan suci.“Zona pemanfaatan tak boleh kegiatan ekstraksi atau penangkapan. Budidaya di perikanan berkelanjutan,” jelas Nyoman. Menurutnya akan lebih teratur semua kegiatan diatur alokasinya." "Asyiknya Belajar Konservasi di Pusat Pendidikan Konservasi Laut Bali yang Baru Dibuka","Beralih ke hal teknis soal desain KKP yang harus memperhatikan ekologi, biofisik, dan ekonomi. Misalnya 20-40% habitat penting harus masuk kawasan perlindungan seperti coral reef, seagrass dan mangrove. Ada banyak kartu-kartu bergambar lain dan permainan yang menjelaskan KKP pada pengunjung dalam sesi singkat ini.Sementara di sesi lain yang dilakukan saat bersamaan, pengunjung launching ini bisa memilih, ada Marthen Welly dan beberapa ahli selam yang fokus di monitoring bawah laut. Mereka mengajak pengunjung mengenal apa yang dilakukan peneliti di bawah laut. Bagaimana mereka bekerja mengukur area observasi di bawah laut dan tebak-tebakan jenis satwa yang ditemui.Di halaman utama, puluhan undangan, donatur, pengurus yayasan, dan stakeholder CTC lainnya berkumpul mendengarkan rencana pengembangan pusat konservasi laut ini di masa depan. “Kita harus menemukan cara pembangunan dan konservasi agar berjalan seimbang. Pembangunan keberlanjutkan memperhatikan keseimbangan jangka panjang dan pendek. Konservasi dan pembangunan bisa berjalan seimbangan,” ujar George Tahija, Ketua Dewan Pengawas CTC dalam acara pembukaan fasilitas pelatihan. George dan istrinya berkali-kali disebut orang yang paling berperan dalam pembentukan Yayasan CTC pada 2010.  Indonesia sedang mengembangkan potensi laut. Namun menurutnya ada tantangan kerusakan terumbu dan meningkatnya sampah khususnya polusi plastik di kepulauan.Rili Djohani, Direktur Eksekutif CTC secara spesifik menyebut pelayanan pusat konservasi ini adalah pelatihan untuk dive operator, edukasi interaktif, khususnya membawa isu coral triangle ke publik." "Asyiknya Belajar Konservasi di Pusat Pendidikan Konservasi Laut Bali yang Baru Dibuka","Indonesia adalah rumah bagi sekitar 60 persen spesies terumbu karang dan ikan-ikan karang yang beraneka ragam di bumi ini. Lebih dari 70 persen penduduk Indonesia tinggal di wilayah pesisir, sehingga kepastian dan keberlanjutan ekosistem perairan laut ini menjadi penting sebagai sumber pangan, penghidupan, dan perlindungan dari dampak cuaca buruk. Di sisi lain, ekosistem ini mulai terancam oleh kegiatan penangkapan ikan secara berlebihan dan merusak, pariwisata yang tidak bertanggung jawab, pembangunan wilayah pesisir yang tidak terkendali, serta polusi.Melalui pameran yang inovatif dan partisipatif, para pengunjung Pusat Konservasi Laut akan dapat belajar mengenai keterkaitan antara laut, kesejahteraan manusia dan penghidupan, serta pentingnya perlindungan laut.CTC menyebut lembagai ini merupakan pusat pelatihan bersertifikasi dari Pemerintah Indonesia dan mitra resmi dari Inisiatif Segitiga Karang untuk Terumbu Karang, Perikanan dan Ketahanan Pangan (Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries and Food Security). Saat ini CTC mendukung kegiatan pelestarian laut di lapangan melalui situs-situs pembelajaran di Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida di Bali dan jaringan Kawasan Konservasi Perairan Kepulauan Banda di Maluku.CTC berencana memperluas jangkauan dan pengaruhnya dengan membangun Pusat Konservasi Laut di Bali yang akan menjadi pusat percontohan bagi kegiatan pelatihan konservasi dan penjangkauan. Area ini juga diharapkan jadi salah satu obyek wisata pertunjukan seni budaya, karena strategis berlokasi di pusat wisata Sanur.Daerah kerja di konservasi sumber daya laut di kawasan Segitiga Karang yakni Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Filipina, Kepulauan Solomon, dan Timor-Leste. Pusat Konservasi Laut ini dinilai akan memegang peranan kunci dalam menjangkau para pemangku kepentingan di seluruh enam negara tersebut.  " "Asyiknya Belajar Konservasi di Pusat Pendidikan Konservasi Laut Bali yang Baru Dibuka","Pembukaan fasilitas tahap pertama ini juga dihadiri Suseno Sukoyo, Penasihat Khusus bagi Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kawasan Segitiga Karang merupakan pusat bagi keanekaragaman hayati laut dunia. Kawasan ini menjadi hunian bagi 76% spesies karang dan 37% dari seluruh spesies ikan karang yang telah dikenali. Wilayah ini juga penting sebagai kawasan pemijahan bagi spesies ikan bernilai ekonomis penting seperti tuna, serta hewan laut yang mempesona dan dilindungi, seperti paus, penyu, pari manta, ikan mola-mola, dan masih banyak lagi.Kekayaan sumber daya laut dan pesisir yang tak terkira ini bisa memberi manfaat besar bagi lebih dari 363 juta masyarakat dari enam negara tersebut, termasuk bagi jutaan masyarakat lain di luar kawasan itu. Ikan dan sumber daya laut lainnya merupakan sumber pendapatan, makanan, penghidupan, dan komoditas ekspor di seluruh negara Segitiga Karang.Sebagai penarik perhatian publik, fasilitas ini akan dilengkapi sejumlah wahana. Misalnya Escape Room SOS from the Deep (Permainan Tantangan Penyelamatan dari Kedalaman). Diharapkan menjadi sarana interaktif yang menyenangkan untuk memberi informasi kepada masyarakat mengenai lingkungan laut dan segala ancaman yang terjadi saat ini bersamaan dengan usaha memecahkan tantangan permainan. Para pengunjung diyakini akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai situasi laut terkini, apa saja yang dapat mereka lakukan.Pemerintah Indonesia telah menetapkan target pencapaian kawasan konservasi perairan sebesar 20 juta hektar pada 2020. Fasilitas ini disebut bagian dari upaya itu. Pusat Konservasi Laut ini dipromosikan dengan nama bahasa Inggrisnya, CTC Center for Marine Conservation mudah diakses. Dari bandara Ngurah Rai sekitar 30 menit ke arah Sanur." "Asyiknya Belajar Konservasi di Pusat Pendidikan Konservasi Laut Bali yang Baru Dibuka","Pusat pendidikan dan pelatihan seperti bukan hal baru namun belum banyak dikembangkan di Indonesia. Ada banyak fasilitas dengan semangat sama, yang membedakan adalah luas lahan, sarana pendukung, dan kemasan informasinya. Di Bali ada sejumlah fasilitas terkait isu pesisir seperti Turtle Center for Education and Conservation di Serangan, Denpasar. Area pendidikan praktis di lapangan juga memungkinkan seperti yang dilakukan sejumlah komunitas seperti Organisasi Pemandu Selam Tulamben di Karangasem.  [SEP]" "Lagi, Harimau Mati di Sosopan, Gigi Taring dan Kumis Hilang","[CLS]  Belum kering tanah kubur harimau Sumatera muda yang ditemukan warga Desa Haporas, Kecamata Sosopan, Kabupaten Padang Lawas Sumatera Utara (Sumut), Senin (10/7/17), kembali ada temuan satwa ini mati tak jauh dari lokasi pertama Rabu (12/7/17).Gunawan Alza, Kepala Bidang Wilayah III Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Sumatera Utara (BBKSDA Sumut), diwawancarai Mongabay di Medan, Jumat siang (11/7/17), mengatakan, kabar temuan harimau mati mereka peroleh dari Koramil 07 Sosopan, Rabu pagi sekitar pukul 09.30. Harimau betina ini panjang 194 cm dan berat 32 kg.Baca juga: Sakit sampai Mulut Berbelatung, Harimau dari Sosopan Ini Tak TertolongSeksi Wilayah VI Kotapinang, yang menerima informasi langsung ke lokasi. Saat tiba, bersama tim medis memeriksa kondisi satwa dan sudah mati.“Saat tiba, harimau sudah diamankan Koramil dari lokasi ditemukan. Koordinasi dengan Koramil, segera pemeriksaan harimau,” kata Gunawan.Berdasarkan pemeriksaan kondisi fisik, banyak telur lalat pada bagian tubuh, tak ada luka luar. Hanya ada bagian tubuh harimau hilang, seperti sepasang taring sebelah kiri, dan kumis.“Keterangan Komandan Koramil 07 Sosopan, saat diamankan kondisi harimau sudah seperti itu,” katanya, sambil menunjukkan sejumlah dokumentasi saat evakuasi harimau pertama dan kedua.Mereka lalu membawa harimau ke Barumun Nagary Wildlife Sanctuary (BNWS), untuk pemeriksaan dan necropsy.Necropsy berlangsung selama dua jam, 15.40-17.30, dengan pengambilan sampel organ untuk pemeriksaan laboratorium guna mengetahui penyebab pasti kematian harimau.“Pemeriksaan sementara, harimau mati sakit, sebab tak ada luka pada bagian luar. Setelah pengambilan sampel tubuh, Kamis, harimau dibawa dan diserahkan ke BBKSDA Sumatera.”Dari keputusan akhir, BBKSDA Sumut akan mengawetkan tubuh harimau ini. Pengawetan ini, katanya, untuk penelitian dan pendidikan serta ilmu pengetahuan." "Lagi, Harimau Mati di Sosopan, Gigi Taring dan Kumis Hilang","Saat ditanya soal bagian tubuh hilang, dia sudah membentuk tim untuk penyidikan lebih lanjut, guna mengetahui siapa yang mengambil sepasang gigi taring dan kumis harimau.Gunawan belum bisa menyimpulkan apakah kedua harimau mati karena diracun atau tidak. Hasil laboratorium, katanya,  belum selesai.Dia bilang, ada beberapa faktor harimau muncul dekat pemukiman warga yang berdekatan dengan kawasan hutan. Pertama, karena sakit akhirnya turun ke pemukiman karena tak mampu bersaing dengan harimau lain yang sehat dan kuat dalam berburu makanan.Kedua, harimau sudah tua kemungkinan keluar dari kawasan karena dekat hutan ada warga memelihara binatang.Ketiga, habitat sudah hancur. Gunawan bilang, di Sosopan, Padang Lawas, ada perambahan dan pembukaan lahan hingga harimau kehilangan habitat.Keempat, ada juga induk harimau menyapi anak usia dua tahun, untuk mencari makan sendiri dan tak diawasi sang induk. “Ini juga jadi faktor ada anak harimau terlihat diperkampungan.”Data mereka, harimau terpantau di Barumun, ada sampai delapan, namun sudah mati dua.Mereka kembali memasang kamera pemantau di kantong-kantong harimau Sumatera di Barumun, untuk pemantauan.Sebelumnya,  Senin (10/7/17), harimau jantan diperkirakan berusia tiga hingga empat tahun, ditemukan lemah tak berdaya di perkerbunan warga di Desa Haporas, Kecamata Sosopan, Kabupaten Padang Lawas. Harimau ini tampak lemas. Tak lama setelah penyelamatan, satwa ini mati.     [SEP]" "Pemerintah Didesak Segera Selesaikan Aturan Perlindungan Ekosistem Karst","[CLS]  Ancaman terhadap ekosistem karst makin menggila di negeri ini. Kalangan pegiat lingkungan pun mendesak, pemerintah segera mengesahkan rancangan peraturan pemerintah soal ekosistem karst yang sudah dibahas sejak bertahun-tahun lalu.Wahyu A. Perdana Manajer Kampanye Pangan, Air, dan Ekosistem Esensial Walhi Nasional menjabarkan, di Jawa Barat, misal, 40% karst terancam pertambangan.  Sedangkan di Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah, dari 7.250.000 hektar karst, 2.918.000 hektar terancam pertambangan dan perkebunan sawit.Di Maros Pangkep, Sulawesi Selatan, pertambangan mengancam 19.066 hektar karst, di Aceh Tamiang 2.549 hektar karst terancam tambang semen. Di Pasaman Barat, Sumbar,  650 hektar karst terancam pertambangan batu gamping.Adapun data lain dihimpun Walhi, di Karst Gunung Sewu yang membentang dari Bantul dan Gunungkidul (Yogyakarta), Wonogiri (Jawa Tengah) dan Pacitan (Jawa Timur), kerusakan bukit karst terlihat jelas karena pembangunan infrastruktur jalan jalur lintas selatan (JJLS), dan tambang batu gamping baik legal maupun ilegal. Juga pengembangan industri pariwisata dengan konsep pembangunan skala besar seperti hotel, resort dan villa, serta wisata massal.“Perlu regulasi dan lembaga atau badan khusus berwenang mengatur fungsi, pemanfaatan serta perlindungan ekosistem karst yang berkarakter unik, multi fungsi, dan multi sektor,” katanya, baru-baru ini dalam pertemuan sekitar 70 mahasiswa pecinta alam (mapala ) anggota Walhi 19 provinsi di Indonesia, pada 17-23 November 2017 di Wonogiri, Jawa Tengah.Mapala ini berkumpul ikut mendesak pemerintah segera melahirkan kebijakan perlindungan dan pengelolaan ekosistem esensial karst.Regulasi, kelembagaan, dan kebijakan karst saat ini, kata Wahyu,  sangat parsial, bias geologi, dan banyak bertentangan dengan kebutuhan masyarakat sekitar karst hingga memunculkan konflik sosial dan potensi pelanggaran hak asasi manusia." "Pemerintah Didesak Segera Selesaikan Aturan Perlindungan Ekosistem Karst","Untuk itu, katanya, perlu percepatan pembahasan dan pengesahan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Ekosistem Karst (RPP Karst).RPP ini, katanya,  akan mengatur kawasan karst dan pemanfaatannya berdasarkan zonasi untuk menjamin kepastian hukum baik bagi kelestarian karst, dan hak asasi.“Kebijakan ini harus komprehensif dalam pengelolaan dan perlindungan karst.”Kebijakan itu,  wajib berprespektif keadilan ekologis dan bukan eksploitatif. Pada sisi kebijakan kelembagaan, katanya,  wewenang pengelolaan karst harus pada satu lembaga atau ementerian dengan prespektif perlindungan. Jadi, upaya perlindungan bisa menyeluruh dan terkoordinasi tanpa terpengaruh ego sektoral antara lembaga atau kementerian.Selain itu, kebijakan pengelolaan dan perlindungan itu harus mengakui wilayah kelola rakyat. Hal ini, katanya, bisa tercapai jika dalam penyusunan melibatkan multi-pihak seluas-luasnya, terutama kelompok masyarakat terdampak.Petrasa Wacana dari Masyarakat Speleologi Indonesia (MSI) mengatakan, RPP Karst harusnya bisa jadi kebijakan memperkuat upaya perlindungan kawasan karst sesuai UU No 32/2009 dan PP No 26/2008 tentang rencana tata ruang dan tata wilayah nasional.Saat ini, katanya, hanya ada Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mieral (ESDM) No 17/2012 tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK). Obyeknya,  lebih fisik geologi, dan sampai sekarang metode penetapan karst masih dalam perdebatan.“Pentingnya RPP Karst ini supaya bisa melihat perlindungan karst bukan dari aspek pemanfaatan sumberdaya geologi semata, tapi dapat jadi acuan bersama bagaimana melihat sistem ekologi karst dan bagaimana menilai kerusakan dan melindungi karst dan sistem ekologinya,” ucap Petra.  Dalam pembahasan RPP Karst sejak 2010,  katanya, RPP ini sudah berkali-kali revisi dan masuk ke Sekretariat Negara. Penghambatnya, tak ada persamaan persepsi tentang pengelolaan karst." "Pemerintah Didesak Segera Selesaikan Aturan Perlindungan Ekosistem Karst","KESDM dan Asosiasi Semen Indonesia (ASI) tetap melihat pengelolaan dari sisi pemanfaatan karst, KLHK dan praktisi speleologi melihat pengelolaan karst dari sisi perlindungan dan ekosistem. “RPP Karst jelas ditolak ESDM dan ASI,” katanya.Petra menyebutkan, soal pendefinisian karst, KESDM masih mempertahankan definisi geologi bahwa karst identik dengan kawasan kering dan tandus.  Sementara dalam perkembangan ilmu karst di dunia,  bahwa karst memiliki keunikan sistem hidrologi.“Jika tak kunjung ada kebijakan tegas dalam perlindungan ekosistem karst, kerusakan akan meluas dan ancaman bencana ekologi makin besar, terutama kekeringan air.”Halik Sandera, Direktur Walhi Yogyakarta mengatakan, perlindungan sangat penting mengingat ekosistem karst makin terancam industri ekstraktif, maupun investasi merusak lingkungan seperti villa, jalan, tambang, resort sampai hotel.  Aktivitas lain, eksplorasi pada enam goa di sekitar Pegunungan Sewu.“Belum ada keseriusan pemerintah menyelesaikan, salah satu peraturan mandat UU Lingkungan Hidup,” katanya kepada Mongabay, Senin, (27/11/17).Karst, katanya, ekosistem terbentuk dalam kurun waktu ribuan tahun, tersusun atas batuan karbonat (batu kapur/batu gamping) yang mengalami proses pelarutan hingga membentuk kenampakan morfologi dan tatanan hidrologi yang unik dan khas.Di Indonesia, prakiraan luas kawasan karst mencapai hampir 20% dari luas wilayah. PBB memperkirakan ketersediaan air pada 25% penduduk dunia dipenuhi oleh ekosistem karst.Dengan aturan tak kunjung selesai, katanya, akan memperbesar ancaman karst dan konflik di tapak.“Memahami ekosistem karst tak bisa parsial, harus utuh. Setidaknya sumbangsih dan dampak perubahan ekosistem terhadap lingkungan, valuasi ekonomi, sosial budaya, serta jasa lingkungan,” katanya." "Pemerintah Didesak Segera Selesaikan Aturan Perlindungan Ekosistem Karst","Saat ini,  ancaman terbesar ekosistem karst  adalah industri ekstraktif, khusus semen. Batu gamping dan kapur sebagai komponen utama karst, bahan baku utama industri semen.Ancaman lain, dari aktivitas manusia seperti pembukaan perkebunan monokultur skala luas, dan industri pariwisata, yang tak mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan.Berdasar data proyeksi Asosiasi Semen Indonesia pada Oktober 2017, yang dihimpun Walhi, kapasitas pabrik semen mencapai 107.971480 ton, padahal proyeksi konsumsi domestik hanya 65,1 juta ton. Angka proyeksi ini masih lebih besar dibandingkan realisasi kebutuhan semen hingga Agustus 2017 sebesar 41.128.780 ton.Kehilangan ekosistem karst, katanya, bakal mengancam keseimbangan iklim dengan kerusakan satu ekosistem penyeimbang siklus karbon. Parahnya, sisi lain pertambahan industri ekstraktif, khusus semen dicatat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai penyumbang emisi karbon terbesar 48%, berdasarkan Laporan Investigasi Gas Rumah Kaca KLHK 2014.Tiongkok, katanya, justru menutup banyak industri semen atau lebih tepat memindahkan ke luar negeri- setelah menyadari industri semen menaikkan emisi CO2 dari 57% pada 1994 jadi 72% pada 2005.Saat bersamaan,  Kementerian Perlindungan Lingkungan Tiongkok berencana mengurangi produksi semen hingga 37 juta ton pada 2015.  Industri semen juga berpotensi penyumbang pencemaran udara terbesar, karena memproduksi sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksida (Nox), karbon monoksida (CO), serta debu dan karbon dioksida (CO2) sebagai penyumbang polusi terbesarnya.    [SEP]" "Mahasiswa Ini Buat Alat Pengering Kerupuk Hemat Energi","[CLS]   Fandri Christanto, mahasiswa semester akhir Jurusan Teknik Elektro, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, Jawa Timur, ini memang kreatif. Ia berinovasi merancang alat pengering kerupuk, didasari keinginan untuk membantu orangtuanya yang merupakan pengusaha rumah tangga kerupuk di Mojokerto.Tekad kuat Fandri untuk menciptakan alat ini muncul setelah melihat lamanya proses pengeringan kerupuk yang mengandalkan sinar mentari. Kerupuk dijemur hingga seharian. Namun, bila hujan turun, kerupuk mentah yang masih basah tidak akan kering maksimal, butuh penyinaran tambahan.“Saya membuat alat ini karena terinspirasi orangtua yang memang pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) kerupuk. Ketika musin hujan, susah mengeringkan kerupuk, tidak ada sinar matahari dan juga memerlukan tempat yang luas,” ujarnya. Baca: Afis Sabi Masrury, Mahasiswa Kreatif Pencipta Alat Pendeteksi Ikan Dibantu dosen pembimbing, Fandri merancang alat berukuran 120 x 260 cm, dan tingginya sekitar 240 cm tersebut. Alat ini bisa menggantikan peran panas matahari sehingga produksi kerupuk tetap normal, bahkan lebih optimal.“Alat ini dirancang untuk mengeringkan kerupuk dalam jumlah banyak. Juga, tidak perlu lapangan luas untuk menjemurnya. Waktu pengeringan lebih cepat dan wadahnya lebih efisien,” katanya.  Bila proses pengeringan kerupuk yang mengandalkan sinar matahari memakan waktu seharian, alat ini cukup 90 menit. Kapasitas atau daya tampungnya sekitar 50 – 60 kilogram untuk satu kali proses pengeringan.“Bahan bakar LPG digunakan sebagai pemanas, sedangkan listrik untuk menyalakan blower dan sistem otomasi. Listrik hanya memakan daya sekitar 72 watt sementara LPG ukuran tiga kilogram bisa dipakai untuk tiga kali pengeringan,” lanjut Fandri." "Mahasiswa Ini Buat Alat Pengering Kerupuk Hemat Energi","Dosen pembimbing dari Fakultas Teknik Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, Andrew Joewono mengungkapkan, alat pengering kerupuk ini hemat energi karena memanfaatkan angin panas yang terus diputar. Terdapat saluran khusus yang memastikan angin panas yang ditiupkan ke kotak pengeringan tidak ada yang keluar. Diputar kembali ke kotak.“Mesin ini ada tiga bagian, ada rak pengeringan, rak pengarah, dan blowing angin panas. Metode pengeringannya menggunakan angin panas. Angin diputar untuk dimasukkan kembali, sehingga tidak ada angin panas yang terbuang. Ini yang menjadikannya lebih hemat,” terangnya.  Alat pengerin kerupuk ini juga dapat dipakai untuk mengeringkan ikan asin, keripik, serta produk makanan lain. Selain itu, Andrew mengatakan, alat ini juga pernah digunakan untuk mengeringkan pakaian pada usaha laundry.“Tidak hanya kerupuk atau sejenisnya, tapi juga hal lain yang selama ini memerlukan panas matahari. Karena alat ini mengandalkan angin panas, tidak tidak perlu khawatir lagi bila sinar mentari tertutup awan atau pada kondisi cuaca tidak menentu,” tandasnya.   [SEP]" "Indonesia Wajibkan Pelaku Industri Perikanan dan Kelautan Miliki Sertifikat HAM","[CLS] Berkaca pada berbagai kasus kejahatan yang menerpa para pekerja di industri perikanan dan kelautan, Pemerintah Indonesia meminta seluruh pelaku industri tersebut untuk segera melakukan sertifikasi hak asasi manusia (HAM) pada usaha perikanan. Tujuannya, agar profesi pekerja industri perikanan diakui sebagai profesi legal dan dilindungi.Untuk mendorong para pelaku industri melakuan sertifikasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2017 tentang Persyaratan dan Mekanisme Sertifikasi Hak Asasi Manusia Perikanan. Peraturan tersebut diterbitkan untuk melengkapi Permen No.42 Tahun 2016 tentang Perjanjian Kerja Laut Bagi Awak Kapal Perikanan.Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, dua peraturan yang diterbitkan itu, melengkapi Permen No.35 Tahun 2015 tentang Sistem dan Sertifikasi Hak Asasi Manusia pada Usaha Perikanan. Peraturan perintis itu, diterbitkan bertepatan dengan hari HAM se-dunia 2015 yang jatuh pada 10 Desember 2015.“Dengan diterbitkannya Permen, kita ingin para pekerja perikanan diakui keberadaannya. Mereka tidak lagi dianggap sebelah mata. Mereka harus diberi perlindungan penuh seperti para pekerja di industri lain,” ungkap dia di Jakarta, Selasa (24/1/2017).(baca : Mulai Hari Ini, Nelayan dan ABK Peroleh Perlindungan HAM)Menurut Susi, para pekerja di industri perikanan sejauh ini masih belum mendapatkan hak yang layak. Bahkan, tidak sedikit di antaranya justru mendapatkan perlakuan tidak pantas dengan dibebani jam kerja yang sangat panjang.“Ada banyak ribuan orang yang bekerja di industri ini, dari hari ke hari tanpa jaminan yang layak. Dan mereka tidak tahu harus bagaimana. Di laut, mereka juga harus menghadapi resiko kematian dan luka. Itu semua untuk mendapatkan tangkapan ikan,” tutur dia." "Indonesia Wajibkan Pelaku Industri Perikanan dan Kelautan Miliki Sertifikat HAM","Salah satu fakta paling memilukan, kata Susi, adalah terungkapnya jaringan industri perikanan yang beroperasi di Indonesia Timur, khususnya di Benjina dan Ambon (Maluku). Di sana, para pekerja perikanan mendapatkan perlakuan yang sangat buruk dan sama sekali tidak mendapatkan perlindungan hukum maupun materi.“Kita tidak mau apa yang terjadi di Benjina akan terulang lagi. Para pekerja perlu pengakuan secara hukum dan HAM. Mereka juga sama seperti pekerja di industri lain di dunia ini,” sebut dia.(baca : Pemerintah Bentuk Tim Khusus Tangani Perbudakan di Benjina)Dengan adanya peraturan sertifikasi, Susi mengharapkan semua pelaku industri perikanan bisa mulai menata dirinya secara perlahan. Dengan demikian, para pekerja akan mendapatkan perlindungan penuh secara hukum maupun HAM.Adapun, menurut Susi, perlindungan yang mendesak untuk diberikan kepada para pekerja perikanan, adalah pemberian asuransi. Menurutnya, bekerja di tengah laut itu harus menanggung resiko sangat tinggi dan penghasilan yang tidak menentu.Cabut Izin OperasionalSetelah Permen No.2 Tahun 2017 terbit, KKP mendesak pelaku industri perikanan untuk segera mengikuti sertifikasi HAM pekerja perikanan. Jika proses itu tidak segera dilakukan, maka izin operasional untuk kapal dan usaha perikanan tidak akan diberikan dan atau diperpanjang.Menurut Sekretaris Jenderal KKP Sjarief Widjaja, izin operasional yang tidak akan dikeluarkan itu, mencakup Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), Surat Izin Penangkap Ikan (SIPI) dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI). Kebijakan itu akan diterapkan tanpa memandang situasi dan kondisi lagi.“Jika ada perusahaan yang sedang mengajukan izin baru, maka kita tidak akan keluarkan izin. Begitu juga, jika ada yang ingin memperpanjang izin, kita akan tolak perpanjangannya. Jika ingin keluar, wajib ikuti sertifikasi HAM pekerja perikanan,” urai dia." "Indonesia Wajibkan Pelaku Industri Perikanan dan Kelautan Miliki Sertifikat HAM","Karena dinilai sangat mendesak, Sjarief mengingatkan kepada semua perusahaan untuk segera mengurus proses sertifikasi. Hal itu, karena Indonesia adalah negara yang menyumbangkan tenaga pekerja perikanan dalam jumlah besar.(baca : Tekad Indonesia Hapuskan Praktek Perdagangan Manusia dalam Industri Perikanan)Sjarief menyebutkan, dari data terakhir yang dimiliki BNP2TKI, tenaga pekerja perikanan Indonesia jumlahnya mencapai 210.000 orang. Jumlah itu, kata dia, dipastikan akan bertambah lagi, mengingat pekerja perikanan yang tidak terdata oleh Pemerintah jumlahnya masih sangat banyak.Untuk perusahaan yang wajib melakukan sertifikasi sendiri, Sjarief memaparkan, adalah perusahaan yang mengoperasikan kapal berukuran minimal 30 gros ton (GT). Jika memenuhi kriteria tersebut, maka perusahaan wajib memenuhi syarat untuk sertifikasi seperti asuransi untuk pekerja perikanan.“Saat ini, kapal berukuran 30 GT ke atas jumlahnya ada 3.900 unit. Jumlahnya bertambah lagi, karena ada tambahan 2.600 unit hasil dari pengukuran ulang,” jelas dia.Uji Tuntas SertifikasiMeski sudah memenuhi kriteria, sebuah perusahaan belum dipastikan akan mendapatkan izin baru atau perpanjangan dari KKP. Menurut Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Zulficar Mochtar, perusahaan harus mengikuti proses uji tuntas (due dilligence) sertifikasi HAM pekerja perikanan.Selain perusahaan, menurut Zulficar, pihak yang harus mengikuti uji tuntas adalah unit pengolahan ikan (UPI), pemilik kapal, penyewa kapal, dan pelaku industri perikanan lainnya yang aktif. Semua pihak tersebut, akan dinilai sejauh mana komitmen terhadap penegakan HAM pekerja perikanan.“Untuk yang melakukan uji tuntas itu adalah tim independen yang diambil dari Pemerintah, Non Pemerintah, dan akademisi,” jelas dia." "Indonesia Wajibkan Pelaku Industri Perikanan dan Kelautan Miliki Sertifikat HAM","Agar pihak yang berkaitan bisa mengikuti sertifikasi dengan baik, Zulficar mengingatkan agar mereka mulai menyusun mekanisme seperti apa HAM pekerja perikanan. Dengan mempersiapkan diri, maka proses uji tuntas akan bisa dilewati dengan baik.Setelah uji tuntas dilewati, kata Zulficar, proses berikutnya adalah Pemerintah akan mengeluarkan sertifikat yang menyatakan perusahaan sudah lulus uji sertifikasi. Sertifikat tersebut, sekaligus juga sebagai dokumen resmi untuk mendapatkan izin baru atau perpanjangan dari KKP.“Sertifikat tersebut berlaku untuk waktu tiga tahun. Jika tidak ada sertifikat, maka tidak akan ada izin baru atau perpanjangan lagi,” sebut dia.Anggota Satgas 115 Mas Achmad Santosa, menjelaskan bahwa dalam proses uji tuntas, akan dinilai sejauh mana perusahaan memberikan asuransi kepada pekerja perikanan, bagaimana standar upah yang diterapkan, dan kebijakan HAM lain.“Policy HAM adalah hak dan kewajiban dan mengacu pada perlindungan HAM,” ucap dia.Untuk memulai proses, KKP saat ini sedang membuat daftar perusahaan yang memenuhi syarat untuk mendapatkan sertifikat HAM. Dari pendataan sementara, sudah ada tujuh perusahaan yang masuk dalam daftar positif layak mendapatkan sertifikat HAM, namun KKP masih terus melakukan pendataan.Terendah Komitmen HAMDi sisi lain, Sekretaris Utama BNP2TKI Hermono mengakui bahwa pekerja perikanan adalah profesi yang paling rendah komitmen HAM-nya. Karena itu, banyak sekali kejadian yang menimpa para pekerja, baik itu di Indonesia ataupun di luar negeri.“Jadi, ada banyak warga Indonesia yang bekerja di kapal asing. Mereka tidak mendapat perlindungan penuh dan hidup di bawah tekanan dengan jam kerja yang sangat panjang. Ini adalah persoalan tata kelola yang harus dibenahi dalam sektor ini,” ungkap dia." "Indonesia Wajibkan Pelaku Industri Perikanan dan Kelautan Miliki Sertifikat HAM","Dengan diterbitkannya Permen No.2 Tahun 2017, Hermono berharap permasalahan HAM yang menimpa para pekerja perikanan bisa berkurang dan selanjutnya tidak ada lagi.International Organization of Migration (IOM) merilis laporan bersamaan dengan penerbitan Permen No 2 Tahun 2017. Dalam laporan tersebut, seperti diungkapkan Kepala Misi IOM Indonesia Mark Getchell, diperoleh temuan yang meliputi: [SEP]" "Fokus Liputan : Mewujudkan Perikanan Berkeadilan di Pulau Buru : Kondisi Nelayan Kecil [Bagian 1]","[CLS] Sejak 2014, nelayan di Pulau Buru, Provinsi Maluku menjadi bagian dari program fair trade fishery atau perikanan dengan prinsip perdagangan berkeadilan. Dalam fair trade fishery, nelayan-nelayan kecil menerapkan sejumlah prinsip seperti pembayaran adil, pelestarian lingkungan, hingga penghormatan terhadap hak asasi manusia.Pada akhir Agustus lalu, Mongabay Indonesia melihat langsung praktik fair trade fishery pertama di dunia yang melibatkan nelayan kecil, pemasok, organisasi non-pemerintah (ornop), dan perusahaan pengolahan tuna itu. Tulisan ini merupakan bagian pertama sekaligus sebagai pengantar tentang kondisi nelayan di Pulau Buru pada umumnya.***  Matahari baru saja tenggelam di Desa Waepure, Kecamatan Airbuaya, Kabupaten Buru, Maluku akhir Agustus lalu. Semburat jingga masih terlihat di ufuk barat menghadirkan kilau cahaya di permukaan air laut.Petang itu, sebagian nelayan di Desa Waepure baru kembali dari melaut. Setelah sekitar 12 jam memancing di laut, mereka kembali ke pesisir. Perahu-perahu berukuran kecil, rata-rata hanya satu nelayan di tiap perahu berbobot 1-2 gross ton (GT), berputar sebentar di air untuk mencari posisi sebelum kemudian menuju daratan.Sekelompok nelayan, antara 5-6 orang, menyambut teman-temannya yang baru sampai di pantai. Mereka menyiapkan balok-balok kayu di pasir sebagai pijakan ketika perahu kecil tiba di daratan, untuk memudahkan perahu bersandar.(baca : Nelayan Kecil Lebih Sejahtera dengan Perdagangan Berkeadilan. Kok Bisa?)Jafar Wagola, bapak tiga anak, termasuk salah satu nelayan di Pantai Waepure petang itu. Setelah melaut sejak sekitar pukul 3 pagi, hari itu dia hanya mendapatkan satu ekor tuna jenis sirip kuning (yellow fin). Jafar memotong tangkapannya menjadi empat bagian besar (loin) begitu mendapatkannya. Saat sampai di daratan, ikan tuna itu sudah dalam bentuk potongan besar." "Fokus Liputan : Mewujudkan Perikanan Berkeadilan di Pulau Buru : Kondisi Nelayan Kecil [Bagian 1]","Tiap potong tuna dia bungkus plastik setelah sebelumnya dibersihkan bagian tulang dan kulitnya. Begitu sampai darat, dia langsung menjual empat potong tuna itu ke pemasok (supplier) langganannya.  Jafar sebenarnya berasal dari Desa Asilulu, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah di bagian utara Pulau Ambon. Dia mengaku baru tiga bulan tinggal di pantai Desa Waepure. Bersama anak istri dan teman-temannya dia menempuh perjalanan dengan perahu di laut selama sekitar 12 jam dari desa asalnya untuk kemudian menetap sementara di Desa Waepure.Sekitar 20 keluaga itu membangun pemukiman sementara, bangunan mirip tenda dengan atap dari plastik terpal, persis di pinggir pantai, dengan perahu-perahu yang bersandar didepannya. “Kami pindah sementara ke sini karena makin susah dapat ikan di desa kami sendiri,” kata Jafar.Petang itu nelayan-nelayan lain menyiapkan pancing atau mengisi bensin mesin mereka. Mereka bersiap untuk kembali melaut besok pagi dini hari. Sebagian lagi hanya duduk-duduk di depan tenda. Di tempat lain, anak-anak usia SD bermain kejar-kejaran di pantai hitam dengan pasir dan batu kerikil. Ibu-ibu duduk sambil menggendong bayinya menikmati ombak.Hari makin gelap. Semburat jingga sisa matahari pelan-pelan hilang. Ombak-ombak terus datang. Menyapu pasir. Membawa aroma laut dari laut di bagian utara Pulau Buru.(baca : Memetakan Solusi menuju Perikanan Skala Kecil Berkelanjutan. Bagaimana Prakteknya?) Nelayan KecilBuru termasuk salah satu pulau besar di Provinsi Maluku, provinsi kepulauan yang juga memiliki Kepulauan Banda, Kepulauan Kei, dan Kepulauan Aru. Luas pulau ini sekitar 9.505 km persegi, lebih luas dibandingkan Pulau Bali yang luasnya sekitar 5.636 km persegi. Pulau ini terdiri dari dua kabupaten yaitu Buru dan Buru Selatan." "Fokus Liputan : Mewujudkan Perikanan Berkeadilan di Pulau Buru : Kondisi Nelayan Kecil [Bagian 1]","Untuk mencapai Pulau Buru perjalanan bisa dari Kota Ambon, ibu kota Provinsi Maluku, lewat laut ataupun udara. Perlu waktu 10 jam dengan kapal feri dari pelabuhan di Ambon hingga Namlea, ibu kota Kabupaten Buru Utara sekaligus kota terbesar di Pulau Buru. Penerbangan Ambon – Namlea hanya ada satu kali dalam seminggu.  Sejak akhir 1960-an, nama Pulau Buru identik dengan pulau buangan untuk para tahanan politik (tapol) yang dianggap berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia. Para tapol itu umumnya tinggal di Kecamatan Waeapo di bagian selatan dari Namlea. Lokasi para tapol saat ini menjadi salah satu daerah penghasil beras, tidak hanya di Pulau Buru tetapi juga di Maluku.Di balik nama besar yang telanjur melekat sebagai pulau buangan para tapol, Pulau Buru sebenarnya juga salah satu lumbung ikan bagi Maluku, terutama di daerah pesisir utara Pulau Buru seperti Namlea, Waprea, Waplau, dan Waepure.Jafar dan nelayan kecil lain di pemukiman sementara Desa Waepure termasuk salah satu contoh kehidupan nelayan-nelayan di Pulau Buru, Maluku. Pada umumnya, nelayan di sini merupakan nelayan kecil dengan perahu berbobot 1-2 GT. “Sebagian besar nelayan Pulau Buru memang nelayan kecil dengan bobot perahu di bawah 10 GT,” kata Masruhin Soumena, Kepala Bidang Pengolahan dan Produksi Dinas Perikanan Kabupaten Buru.Menurut Masruhin, nelayan Pulau Buru lebih bersifat subsisten, menangkap ikan hanya untuk keperluan hidup sehari-hari, bukan untuk tujuan ekspor. Cara mereka menangkap pada umumnya dengan memancing sehingga lebih ramah lingkungan. Lokasinya di Laut Seram yang berada di sisi utara Pulau Buru. Seperti halnya Jafar, para nelayan itu melaut hanya dalam hitungan jam, antara 10 sampai 12 jam.(baca :  Bisnis Tuna Berkelanjutan di Indonesia Terhalang Akibat Kurangnya Data dan Insentif)" "Fokus Liputan : Mewujudkan Perikanan Berkeadilan di Pulau Buru : Kondisi Nelayan Kecil [Bagian 1]","Perikanan termasuk sektor yang menyumbang tenaga kerja terbanyak di Kabupaten Buru bersama dengan pertanian dan kehutanan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Buru, jumlah rumah tangga perikanan di Kabupaten Buru pada tahun 2015 sebanyak 7.620 rumah tangga. Jumlah terbanyak berada di Kecamatan Namlea. Hal ini karena pengaruh kepadatan penduduk kecamatan serta jumlah desa pesisir di kecamatan tersebut.Namun, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pemprov Maluku menyajikan data berbeda. Hingga 2016 lalu, berdasarkan data DKP Provinsi Maluku, rumah tangga perikanan di Kabupaten Buru hingga 2016 sebanyak 644. Jumlah itu termasuk paling kecil di Maluku. Bandingkan, misalnya dengan Kabupaten Maluku Tengah yang memiliki 15.353 rumah tangga perikanan dan jumlah perahu mencapai 3.543 perahu. Di Pulau Buru, menurut data DKP Pemprov Maluku, lebih dari 70 persen nelayan menggunakan perahu tanpa motor ukuran kecil.Dari sisi produksi, hasil produksi perikanan laut Kabupaten Buru sebesar 8.038,28 ton pada 2015, meningkat dibandingkan 2014 yang hanya sebesar 7.696,20 ton. Berdasarkan data DKP Pemprov Maluku, jenis ikan tangkapan di Kabupaten Buru yang paling banyak adalah layang (773 ton), selar (502 ton), julung (470 ton), kembung (314 ton), cakalang (275 ton), dan tuna (259 ton).Meskipun demikian dari sisi ekonomi penjualan ikan tuna merupakan yang terbanyak kedua (Rp2,6 miliar) setelah layang (Rp3,8 miliar). Di tingkat provinsi, tuna merupakan ikan yang paling banyak diekspor sepanjang 2016 berjumlah 1.115,21 ton. Jumlah tersebut hanya kalah dengan udang sebanyak 2.071,84 ton. Adapun ikan kerapu beku yang terbanyak ketiga dengan jumlah tangkapan hanya 8,86 ton pada 2016 lalu.  " "Fokus Liputan : Mewujudkan Perikanan Berkeadilan di Pulau Buru : Kondisi Nelayan Kecil [Bagian 1]","Ikan tuna di Pulau Buru dihasilkan oleh nelayan-nelayan kecil semacam Jafar maupun nelayan lain di Desa Waepure. Mereka menjualnya melalui pemasok yang oleh nelayan setempat biasa disebut supplier. Sebagian besar nelayan kecil tergantung pada pemasok tidak hanya dalam penjualan hasil tangkapan tetapi juga dalam operasional.Saldin, nelayan di Desa Wamlana, termasuk salah satu pemasok. Selain sehari-hari juga melaut, Saldin menyediakan kebutuhan bagi nelayan-nelayan lain di desanya. Misalnya perahu, bensin, es, hingga plastik. Es dan plastik merupakan kebutuhan untuk menjaga agar kualitas ikan tangkapan tetap bagus selama nelayan melaut.Saat ini Saldin memiliki empat perahu yang tiga di antaranya dia pinjamkan ke nelayan lain. “Gratis. Mereka hanya membayar bensin dan harus menjual ikannya ke saya,” kata Saldin. Sebagai pengepul, dia sangat tergantung pada pasokan ikan dari nelayan-nelayan kecil. Namun, di sisi lain, nelayan-nelayan kecil juga sangat tergantung pada suplai bahan bakar minyak ataupun sarana melaut lainnya dari pemasok.Dari nelayan kecil semacam Jafar lalu ke pengepul seperti Saldin, ikan tuna dari Pulau Buru kemudian akan diolah lagi sebelum kemudian diekspor ke Amerika Serikat. Mereka merupakan bagian dari rantai panjang perikanan dari laut hingga meja makan.  [SEP]" "Mendorong Implementasi Rencana Aksi Nasional Konservasi Penyu","[CLS] Pada 2017 ini, Turtle Conservation and Education Center (TCEC) Serangan, Denpasar, Bali melakukan relokasi 93 sarang dengan jumlah telur 9306 butir. Sarang peneluran penyu ini berasal dari sejumlah kabupaten seperti Badung, Kota Denpasar, Gianyar, dan Klungkung.Made Sukanta, Direktur TCEC Serangan menyebut ada sejumlah faktor yg menyebabkan kepunahan penyu laut bisa terjadi. Perdagangan ilegal, rusaknya habitat peneluran akibat aktivitas manusia seperti kegiatan wisata, pembangunan di daerah pesisir, juga abrasi pantai. Berikutnya dari aktivitas perikanan seperti penggunaan trawl, limbah minyak kapal dan jaring nelayan serta penggunaan mata pancing yang tidak sesuai.“Kami berusaha untuk meminimalisir faktor pertama dan kedua dengan program penyelamatan penyu hasil sitaan kepolisian dan dengan program relokasi sarang penyu ke tempat yang lebih aman dan terkontrol,” jelas pria ini. Jika telur-telur tersebut dibiarkan di pantai, maka keselamatan hidup dari telur penyu terancam.  Ancamannya bisa dari hewan liar, kenaikan muka air laut yg menyebabkan telur penyu menjadi gagal menetas, dan masih maraknya pencurian terhadap telur penyu. Program relokasi sarang penyu alami ini ke sarang semi-alami.Kepala Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar Suko Wardono mengatakan pihaknya mulai melakukan pembinaan secara intensif kepada kelompok masyarakat pelestari dan pelaku konservasi penyu di wilayah Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Untuk melaksanakan amanat Surat Edaran Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 526 Tahun 2016 tentang pelaksanaan perlindungan penyu, telur, bagian tubuh dan/atau produk turunannya." "Mendorong Implementasi Rencana Aksi Nasional Konservasi Penyu","Tiga isu utama implementasi pengelolaan konservasi penyu, mengacu pada Rencana Aksi Nasional (RAN) Konservasi Penyu Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) adalah pengurangan perdagangan ilegal dan pengurangan konsumsi ilegal, proteksi habitat peneluran penyu, dan stabilnya populasi 6 spesies penyu yang ada di Indonesia.Hal ini didiskusikan dalam sebuah kunjungan kerja oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, Brahmantya Satyamurti Poerwadi bersama Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Viva Yoga Mauladi di TCEC Serangan, Balipada Jumat (16/06/2017).Dalam siaran pers BPSPL Denpasar disebutkan diskusi ini memperkuat pengelolaan konservasi penyu oleh KKP ini dipandu Dr. drh. Windia Adnyana, peneliti penyu dari Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana dan Suko Wardono.“Implementasi RAN Penyu membutuhkan dukungan dan mandat yang jelas oleh Undang-Undang, dimana saat ini ketidakjelasan tersebut membutuhkan penyempurnaan pengelolaan sehingga akan berdampak positif bagi penyu dan masyarakat,” ujar Brahmantya.  Ketidakjelasan dukungan peraturan perundang-undangan yang ada dapat merugikan upaya pelaksanaan strategi, sebagai contoh masih maraknya perdagangan ilegal dan konsumsi ilegal penyu di wilayah Bali dan Nusa Tenggara.Brahmantya menambahkan pengelolaan habitat dan proteksi habitat penyu juga membawa manfaat bagi pariwisata di Bali. “Inisiatif kelompok masyarakat pelestari penyu dalam melaksanakan konservasi penyu harus terus didampingi oleh Pemerintah. TCEC misalnya sebagai salah satu lokasi edukasi, banyak wisatawan membantu dan melihat langsung perawatan penyu maupun tukik,” katanya.Hal senada disampaikan Viva Yoga Mauladi. “Inisiatif kelompok masyarakat dalam pengelolaan konservasi penyu harus mendapat pendampingan karena pengelolaan penyu harus mengacu pada prinsip kesejahteraan hewan”, tambah Viva." "Mendorong Implementasi Rencana Aksi Nasional Konservasi Penyu","Selama berada di TCEC Serangan mereka melihat kolam perawatan penyu-penyu yang sakit atau sedang diselamatkan. Penyu-penyu ini menjadi barang bukti sitaan perdagangan atau pemanfaatan ilegal. Selain itu ada juga penyu untuk tujuan penelitian dan pemanfaatan ritual keagamaan.Brahmantya dan Viva Yoga juga melakukan pelepasliaran 2 ekor penyu hijau dalam kondisi sehat di Pura Campuhan Windhu Segara, Pantai Padang Galak, Denpasar. Penyu-penyu tersebut telah menjalani masa perawatan oleh tim kedokteran hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana.Made Sukanta, Direktur TCEC Serangan menjelaskan kedua penyu tersebut sudah menjalani perawatan. Keduanya ditemukan oleh Kepolisian Polda Bali dalam operasi penangkapan jaringan perdagangan ilegal.Perdagangan penyu di Bali yang banyak terekspos adalah yang verbal seperti pengangkutan dan pengolahannya. Sementara ada banyak usaha-usaha wisata dengan klaim konservasi menjadi objek wisata yang perlu diverifikasi agar warga mendapat pengetahuan yang benar bagaimana prinsip konservasi dijalankan.  Sosialisasi UU KelautanUsai acara di Serangan dan Padanggalak, tim KKP dan DPR ini melanjutkan kegiatan ke tempat lain untuk sosialisasi Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan di Gedung Pasca Sarjana, Universitas Udayana Bali. BPSPL Denpasar mencatat, sosialisasi UU Kelautan menuai banyak masukan dan tanggapan dari komponen yang hadir.Viva Yoga memaparkan kebijakan maritim Indonesia. Negara Maritim adalah negara yang mampu memanfaatkan laut, walau negara tersebut mungkin tidak punya laut tetapi mempunyai teknologi, ilmu pengetahuan, peralatan dan lain-lain untuk mengelola dan memanfaatkan laut tersebut, baik ruangya maupun kekayaan alamnya dan letaknya yang strategis." "Mendorong Implementasi Rencana Aksi Nasional Konservasi Penyu","Kepentingan negara-negara luar kawasan atas wilayah perairan asia tenggara menjadi perhatian. Kepentingan utama bagi negara-negara luar kawasan terutama Cina (Tiongkok), Jepang, dan Amerika Serikat, adalah kepastian akses dan atau ketersediaan sumberdaya.Kesimpulannya adalah untuk menuju poros maritim, terlebih dahulu Indonesia harus berupaya dan memperkuat statusnya ke arah negara maritim. Untuk itu Indonesia harus mampu memanfaatkan semua unsur kelautan di sekelilingnya untuk kepentingan nasionalDukungan DPR menurutnya terlihat di pengalokasian anggaran. Ada peningkatan yang cukup tajam dilihat dari tahun 2007 sebesar Rp3,3 Triliun, ke tahun 2015 sebesar Rp10 Triliun dan terakhir tahun 2016 sebesar Rp11 Triliun.“Pertanyaannya adalah apakah peningkatan anggaran berimbas terhadap produksi perikanan di Indonesia dan peningkatkan kesejahteraan masyarakat?” kata Viva.Berdasarkan UU 23/2014, kewenangan kini bergulir ke daerah untuk mengelola sumber daya di wilayah laut paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi dan 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi untuk kabupaten/kota.Hal ini menarik kewenangan kabupaten/kota ke provinsi dan proporsi dana ke daerah akan terkonsentrasi pada DAK dan transfer ke daerah.Menyikapi sejumlah regulasi yang memantik perdebatan seperti Permen KP No. 56/2014 tentang Moratorium Perizinan Penangkapan Ikan; No. 57/2014 tentang Pelarangan Transhipment; No. 1/2015 tentang larangan menangkap kepiting, lobster dan rajungan ukuran tertentu; No. 2/2015 tentang larangan penggunaan jaring pukat tarik dan pukat hela, Viva menyampaikan sejumlah catatan.Pertama, setiap daerah memiliki kekhasan, misalnya Jawa Tengah yang banyak nelayan Pantura menangkap ikan dengan cantrang, payang, dogol dan alat tangkap lain yang masuk dalam pelarangan Permen KP No. 2/2015." "Mendorong Implementasi Rencana Aksi Nasional Konservasi Penyu","Pelarangan menyebabkan keresahan di kalangan nelayan, karena menyebabkan nelayan menganggur, menurunnya pendapatan, dan menyumbangkan peningkatan angka kriminalitas. Menurutnya pemerintah harus memberikan ruang bagi daerah, terutama provinsi, untuk menentukan kebijakan dalam merespons kebijakan pusat.Sejumlah pembahasan dalam UU tentang Kelautan ini misalnya dalam pasal 49 disebutkan setiap orang yang melakukan pemanfaatan ruang Laut secara menetap yang tidak memiliki izin lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).DIskusi lain misalnya menyoroti belum adanya mandat kewenangan pengelolaan spesies ikan (perairan) dan pentingnya mempercepat proses penetapan Rancangan Peraturan Daerah Propinsi Bali tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K). Perda ini akan memberikan dasar bagi perijinan lokasi dan perijinan pengelolaan bagi seluruh aktivitas di perairan laut yang menetap.Ada juga permohonan bantuan Pokmaswas Yasa Segara Bengiat Nusa Dua Badung dalam pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan seperti terumbu karang dan sarang peneluran alami penyu di wilayah Nusa Dua.    [SEP]" "Cerita Para Perempuan Penjaga Mangrove dari Papua","[CLS]   Hari Kartini jatuh pada 21 April, dan Hari Bumi setiap 22 April. Memperingati dua hari penting ini, Mongabay, menyajikan seri tulisan mengenai perjuangan dan upaya perempuan-perempuan dalam menjaga lingkungan dan alam. Mereka bekerja tanpa pamrih. Bagi para perempuan ini, memulai berbuat sesuatu bagi alam walau kecil lebih baik daripada tidak sama sekali. Mereka sosok-sosok inspiratif.  Edisi pertama, Mongabay, akan mengangkat cerita perempuan-perempuan dari Manokwari, Papua, yang sadar akan keterancaman bencana tsunami lalu menanam puluhan ribu mangrove. Kelompok  ini terdiri dari perempuan-perempuan berusia rata-rata 50 tahunan!Ceritanya, pada 10 Oktober 2002, gempa menguncang Ransiki, distrik di Manokwari, Papua Barat, kini jadi Ibukota Kabupaten Manokwari Selatan.Rika Rumadas,  terpaut ratusan kilo meter dari distrik itu, tepatnya di Kampung Wamesa, Distrik Manokwari Selatan, Manokwari. Dia  terhempas di atas perahu karena kiriman gelombang tsunami usai gempa.Malam itu, Rika usai memancing di sekitar pantai, beruntung tsunami tak merengut nyawanya. Itu kejadian 15 tahun silam.“Beruntung ombak (tsunami) tak mematikan. Saya hanya kaget karena perahu terhempas dan berusaha mendayung ke kampung. Saya mendayung ternyata sudah jalan raya,” katanya, memulai cerita.Kabupaten Manokwari Selatan,  merupakan daerah rawan gempa. Pada 2002,  gempa di siitu terjadi dua kali, pada September enam skala richter dan Oktober 7,6 skala richter, diikuti tsunami.Tsunami terpantau di Pesisir Ransiki, Oransbari hingga Manokwari. Di Manokwari,  ketinggian terpantau satu meter. Akibat gempa, delapan orang meninggal dunia, 632 terluka, dan 1.000 rumah hancur di Ransiki, Oransbari dan Manokwari.Saat itu, Rika sedang ditunggu keluarga. Warga lain di kampung berpenduduk sekitar 97 keluarga itu sudah berlari ke bukit sekitar satu kilometer dari kampung. “Keluarga laki-laki menunggu saya bersama-sama lari ke daerah aman.”" "Cerita Para Perempuan Penjaga Mangrove dari Papua","Selviana Yoweni, perempuan lain di kampung itu bercerita soal kepanikan warga saat tsunami. “Saya lagi masak ada gempa. Menyusul tsunami. Kami yang perempuan diminta keluar rumah, berlari ke bukit,” katanya.Dampak tak mendapat informasi cukup, tsunami tak jadi pelajaran berharga bagi warga. Mereka kembali hidup normal seperti tak pernah ada bencana.Sepuluh tahun kemudian, pada 2013, warga termasuk Rika dan Selviana, bersama tujuh perempuan lain di kampung itu–belakangan jadi aktor utama pelindung manggrove—, baru tahu kalau mereka bisa selamat dari tsunami, karena pantai memiliki pelindung alami yakni, mangrove. Tanaman itu mulai berkurang karena sering ditebang.Mereka tahu manggrove sebagai pelindung utama dari hantaman gelombang tsunami, dari sebuah lembaga yang datang ke kampung pada 2013. Lembaga itu mengedukasi mereka.Rika dan Selviana bersama enam rekan perempuan lain berumur rata-rata lebih 50 tahun sadar, manggrove harus mereka jaga.“Kami kelompok mama-mama yang tadi sering mengambil mangrove untuk jadi kayu bakar, bahkan kadang dijual jadi merasa bersalah. Kami akhirnya tahu tentang penting menjaga mangrove lalu berhenti menebang Mangrove,” ujar Rika.Kelompok perempuan ini konsisten menanam mangrove. Mereka diajar cara mencari bibit mangrove, menyiapkan koker (polybag), lahan, menanam, hingga merawat.  Akhirnya pekerjaan dimulai pada Maret 2013. Tiap pagi, selepas menyiapkan sarapan keluarga dan membereskan pekerjaan rumah, mereka berjalan kaki ke hutan Mangrove berjarak sekitar satu kilometer dari kampung. Mencari bibit mangrove jatuh dari pohon induk. Bibit-bibit dikumpulkan di pinggir hutan. “Pekerjaan itu kami lakukan tiga kali seminggu,” katanya.“Kami kadang dimarah suami. Kami bilang mangrove kami tanam itu nanti pele (menghalangi-red) kita dari tsunami,” kata Lea Dubri (37). Lea satu-satunya perempuan kelompok itu yang berumur kepala tiga." "Cerita Para Perempuan Penjaga Mangrove dari Papua","Rika Rumadas, Selviana dan perempuan lain, masing-masing, Orpa Dubri, Hermalina Suabei,  sudah berumur limapuluhan. Satu orang lagi Paulina Inggesi Mansumber meninggal dunia karena tumor kandungan kala usia 75 tahun. Rika Dubri, perempuan lain berumur 69 tahun dan sedang sakit.Rika Rumadas mengatakan,  meski Paulina sudah tua namun sangat bersemangat. Hampir setiap mereka bekerja dia selalu terlibat. “Ibu Paulina kalau duduk sambil koker sampai keram. Kalau mau berdiri kami harus bantu. Setelah itu harus menunggu sampai keram hilang baru kami pulang,” kataya. “Rika Dubri juga sangat bersemangat.”Setelah masuk polybag, para perempuan tangguh itu menanam anakan mangrove itu. Dengan kaki telanjang mereka menanam di sela-sela pohon mangrove dan area lebih luas.Bahkan, kala menyiapkan lahan di lokasi degan tumbuhan berduri tajam, mereka sampai berdarah-darah. “Kami bekerja di hutan mangrove dari pukul 9.00-18.00. Hujan pun kami bertahan.”Orpa Dubri mengatakan, masyarakat lain di kampung itu mengunjing aktivitas mereka selama ini. “Mereka kira kami dibayar. Mereka bilang kalau dibayar itu kasih tahu supaya kita bantu. Kami tak dibayar. Kami bekerja menebus “dosa kami”. Kami sadar pentingnya memelihara mangrove,” katanya. “Suami saya tak marah. Dia mendukung saya.”  Perjuangan para perempuan itu menanam mangrove berlangsung selama 2, 6 tahun, hingga akhir 2015. Selama itu, mereka berhasil menanam 32.000 bibit manggrove di lahan enam hektar. Bibit dari Gunung Botak, daerah di Kabupaten Manokwari Selatan dan Teluk Bintuni, kabupaten yang memiliki Manggrove terluas di Indonesia.Kadang aktivitas mereka dibantu anak-anak sekolah minggu. Mereka juga pernah dibantu komunitas lain, bahkan mantan Bupati Manokwari Bastian Salabai ikut menanam. Untuk perawatan seperlunya. Kadang mereka juga harus menanam ulang bibit yang mati atau terseret air pasang." "Cerita Para Perempuan Penjaga Mangrove dari Papua","Sayangnya,  segala upaya para perempuan itu ada yang merusak. Bibit yang sudah jadi pohon rimbun itu kini sebagian rata dengan tanah. Dua alat eskavator bulan lalu diam-diam masuk melalui pantai dan menerjang pohon-pohon yang tumbuh subur itu. Bibit-bibit yang mereka siapkan di koker untuk pengganti bibit yang mati juga hancur.Pemilik lokasi itu disebut-sebut menghabiskan pohon-pohon ini untuk menyambut program pemerintah. Mereka tak bisa berbuat banyak.Upaya mereka bertemu bupati belum membuahkan hasil. “Kami ingin tahu batas tanah kami ini sampai dimana. Kami pikir lahan yang kami tanami itu milik kami,” ucap Rika.Rika bersama warga di Kampung Wamesa dikenal sebagai suku pendatang. Tanah mereka tempati pemberian tuan tanah setempat. Dulu ukuran cukup luas, namun menyusut perlahan karena desakan pembangunan.     [SEP]" "Foto: Indahnya Leuser, Hutan Alami yang Harus Kita Pertahankan","[CLS]   Kawasan Ekosistem Leuser merupakan hutan hujan alami yang membanggakan Indonesia dan dunia. Wilayahnya membentang seluas 2,6 juta hektare di dua provinsi. Di Aceh, berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan, sekarang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), No.190/Kpts-II/2001, luasnya sekitar 2.255.577 hektare. Sedangkan di Sumatera Utara, berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No.10193/Kpts-II/2002, luas kawasan hutan dan areal penggunaan lainnya sekitar 384.292 hektare.Ekosistem Leuser dilindungi Keputusan Presiden No.33 Tahun 1998 tentang Pengelolaan Kawasan Ekosistem Leuser. Sementara Taman Nasional Gunung Leuser seluas 792.672 hektare, yang berada di dalam Ekosistem Leuser, ditetapkan melalui SK Menteri Kehutanan pada 23 Mei 1997 (KepMenHut No.276/Kpts-VI/1997). Baca: Foto Udara: Inilah Kappi, Hutan Mengagumkan di Zona Inti Leuser   Hutan hujan ini sangat alami dan menyimpan pesona alam tak terbantahkan. Hutan ini kaya akan flora dan fauna, termasuk sebagai habitat kunci badak sumatera, harimau sumatera, gajah sumatera, dan orangutan sumatera. Empat mamalia besar ini hidup di bentang yang sama, di Leuser. Diperkirakan, ada 105 spesies mamalia, 382 spesies burung, dan 95 spesies reptil dan amfibi yang hidup di sini.Dengan topografinya yang mengagumkan, fungsi ekosistem Leuser begitu penting untuk mendukung kehidupan sekitar empat juta orang yang tinggal di daerah sekitarnya. Mereka yang berada di Aceh maupun Sumatera Utara. Jasa ekologis kawasan ini ditaksir bernilai USD 600 juta per tahunnya dan fungsi pentingnya sebagai pencegah banjir dan erosi, penyuplai air untuk pertanian, begitu nyata bagi kehidupan masyarakat keseharian. Keindahan alamnya juga dapat dikembangakan untuk pariwisata. Baca: Mereka Tidak Pernah Menyerah Menjaga Hutan Leuser   " "Foto: Indahnya Leuser, Hutan Alami yang Harus Kita Pertahankan","Diperkirakan, sekitar 1,5 miliar ton karbon terkandung di hutan Leuser. “Kami masyarakat lokal sangat tergantung dari alaminya hutan Leuser. Dari hutan ini kami menggantungkan hidup, secara langsung maupun tidak,” sebut Johan, salah seorang masyarakat Ketambe, Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Aceh.  Johan pemilik penginapan di pinggir hutan Leuser ini mengaku, sebagian besar tamu yang menginap itu merupakan wisatawan yang ingin menikmati keindahan hutan Leuser. “Kalau hutan Leuser rusak, wisatawan tidak akan mau datang ke sini, sementara sebagian besar masyarakat Ketambe menggantungkan hidup dari pariwisata,” ujar Johan.Berdasarkan penelitian Pieter van Beukering (2002), ekosistem Leuser memberikan jasa ekologi luar biasa bagi masyarakat sekitar. Selain itu, Leuser merupakan benteng terakhirnya kehidupan badak, harimau, gajah, dan orangutan sumatera. Tidak ada tempat lain di dunia ini yang sungguh mengagumkan sebagaimana Leuser.     [SEP]" "Wologai, Kampung Adat Keren yang Telah Berusia 800 Tahun","[CLS] Jika berkunjung ke Kabupaten Ende, jangan lupakan menyempatkan diri datang ke Kampung Adat Wologai.  Kampung yang terletak di ketinggian sekitar 1.045 mdpl merupakan salah satu kampung adat tersisa yang masih ada di Flores. Diperkirakan usianya sudah sekitar 800 tahun.Wologai terletak sekitar 37 kilometer arah timur kota Ende, di Kecamatan Detusoko yang dapat ditempuh dengan kendaraan umum maupun mobil sewaan dengan harga sekitar 300 ribu rupiah selama sehari.Di bagian depan sebelah kanan pintu masuk kampung terdapat sebuah pohon beringin yang diyakini komunitas adat Wologai ditanam oleh leluhur mereka, yang sekaligus konon setara dengan waktu pendirian kampung adat ini.Satu hal unik dari Wologai adalah arsitektur bangunannya yang berbentuk kerucut. Rumah-rumah dibangun melingkar dan ada tiga tingkatan dimana setiap tingkatannya disusun bebatuan ceper di atas tanah yang sekelilingnya dibangun rumah-rumah. Semakin ke atas, pelataran semakin sempit menyerupai kerucut.Deretan rumah panggung di kampung ini dibangun melingkar mengitari Tubu Kanga, sebuah pelataran yang paling tinggi yang biasa dipakai sebagai tempat digelarnya ritual adat. Batu ceper yang terdapat di tengah digunakan serupa altar untuk meletakan persembahan bagi leluhur dan sang pencipta.Rumah panggung ini dibuat dari kayu yang diletakan di atas 16 batu ceper yang disusun tegak untuk dijadikan tiang dasar penopang bangunan ini. Bangunan dengan panjang sekitar 7 meter dengan lebar sekitar 5 meter ini memiliki atap berbentuk kerucut yang dibuat dari alang-alang atau ijuk. Tinggi banguan rumah sekitar 4 meter sementara atapnya sekitar 3 meter.Karena keunikannya, tak heran saat disambangi Mongabay Indonesia, akhir Maret lalu terdapat beberapa wisatawan asing sedang memotret di tempat ini.  Filosofi Bentuk Bangunan" "Wologai, Kampung Adat Keren yang Telah Berusia 800 Tahun","Menurut  Bernadus Leo Wara, mosalaki ria bewa atau juru bicara para tetua adat di kampung ini, jumlah keseluruhan rumah adat di kampung Wologai adalah 18 rumah adat, 5 rumah suku dan sebuah rumah besar. Jelasnya, rumah suku dipakai sebagai tempat penyimpanan benda pusaka atau peninggalan milik suku. Sedangkan rumah besar hanya ditempati saat berlangsung ritual adat.“Bentuk atap rumah adat yang menjulang memiliki filosofi yang berhubungan dengan kewibawaan para ketua adat yang didalam struktur adat dianggap dan dipandang lebih tinggi dari masyarakat adat biasa,” terangnya.Mencermati rumah adat di Wologai seyogyanya mirip dengan rumah adat lainnya milik etnis Lio. Bagian kolong rumah (lewu) dahulunya dipergunakan untuk memelihara ternak seperti babi dan  ayam. Ruang tengah digunakan sebagai tempat tinggal, sedangkan loteng difungsikan sebagai tempat menyimpan barang-barang yang akan digunakan pada saat ritual adat.Aloysius Leta seorang pemahat patung yang ditemui Mongabay di pelataran rumah adat menjelaskan, zaman dahulu leluhurnya adalah kelompok nomaden, hingga akhirnya memutuskan menetap di Wologai.“Tiap suku mempunyai bentuk bangunan rumah adat yang sama namun memiliki ciri khas yang berbeda seperti ukiran yang ada pada tiang kayu bangunannya,” jelas Leta. “Dahulu pun atap rumah tidak boleh dari ijuk tetapi alang-alang. Tapi sekarang banyak yang mempergunakan ijuk, sebab jika pakai alang-alang maksimal 3 tahun sekali atapnya harus diganti. Sementara kalau dengan ijuk bisa bertahan puluhan tahun.”  Menurut Leta, untuk membangun rumah adat tidak boleh sembarang. Perlu didahului dengan ritual adat Naka Wisu. Yaitu aturan memotong pohon di hutan untuk digunakan sebagai tiang penyangga rumah. Ritualnya harus dilakukan pukul 12 malam, dengan terlebih dahulu perlu menyembelih seekor ayam." "Wologai, Kampung Adat Keren yang Telah Berusia 800 Tahun","Demikian pula dengan keberadaan Kampung Adat Wologai. Leo menjelaskan masyarakat masih mempertahankan bentuk kampung adat karena tunduk dan taat pada perintah leluhur yang berpesan untuk selalu menjaga tradisi yang telah dilakukan turun-temurun.Dalam setahun jelasnya di Kampung Adat terdapat dua ritual besar yakni panen padi, jagung dan kacang-kacangan (Keti Uta) pada bulan April, dan tumbuk padi (Ta’u Nggua) pada bulan September. Puncak ritual Ta’u Nggu’a adalah Pire dimana  selama 7 hari masyarakat tidak menjalankan aktivitas hariannya.“Selama masa ini seluruh masyarakat adat Wologai dilarang melakukan aktifitas pekerjaan seperti bertani, mengiris tuak dari pohon enau dan lainnya. Mirip upacara Nyepi di Bali,” jelasnya.Setelah melewati berbagai upacara, maka komunitas adat akan menggelar ritual Gawi atau menari bersama di atas pelataran di sekeliling Tubu Kanga sebagai simbol mengucap kegembiraan dan kebersamaan. [SEP]" "Saat Masyarakat Adat Nechiebe dan Ormu Wari Berembuk Membuat Aturan Kampung Adat","[CLS] Angin berdesir. Pohon-pohon berdiri membentuk benteng. Ombak samudera Pasifik memecah. Di batu-batu besar yang menjorok ke laut, anak-anak bermain di antara gemuruhnya ombak. Orang dewasa beraktifitas sebagaimana mestinya; mencari ikan atau mencari pinang.Yoel Rate berjalan menuju balai adat. Lalu mengitari kampung. Dia adalah sekretaris kampung Nechiebe. Tangannya memegang megaphone. Dengan menggunakan pengeras suara, dia mengumumkan kepada masyarakat dan kepala-kepala suku, agar segera berkumpul di balai adat siang hari.Inilah Nechiebe. Kampung adat dengan 225 jiwa penduduknya yang bermukim di pesisir, tepat menghadap ke laut lepas. Terletak di Distrik Raveni Rara, Kabupaten Jayapura. Untuk menuju Nechiebe hanya bisa ditempuh dengan speedboat selama satu jam lebih dari pasar Hamadi, Kota Jayapura.Sejak kemarin para tetua adat sudah mulai berkumpul untuk membahas tentang aturan kampung. Pertemuan ini sempat tertunda karena menunggu Ondoafi atau pemimpin tertinggi dalam struktur adat di Nechiebe.“Ondoafi sudah ada. Acaranya akan mulai siang hari. Juga akan hadir Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung, Kepala Distrik, dan ketua Dewan Adat Suku Imbi Numbay,” teriak Yoel.Beberapa jam kemudian, ketika matahari mulai meninggi, acaranya berlanjut. Lima kepala suku marga hadir pada saat itu. Mereka mengikuti acara seremonial pembukaan penyusunan peraturan kampung. Setelah makan siang, masyarakat mulai antusias membahas peraturan kampung.Gustaf Toto sebagai Ondoafi, menyampaikan permintaan maafnya kepada warga karena ia tidak sempat hadir pada malam sebelumnya. Sebab disaat bersamaan ia diundang pemerintah kabupaten untuk membahas wilayah adat Nechiebe." "Saat Masyarakat Adat Nechiebe dan Ormu Wari Berembuk Membuat Aturan Kampung Adat","Menurutnya, selama ini peraturan adat hanya seperti cerita yang kasat mata saja dan hanya menjadi pengetahuan lisan bagi masyarakat. Sehingganya perlu dibuat aturannya secara tertulis tentang bagaimana menjaga hutan adat, menjaga air, menjaga tempat keramat, menjaga laut, dan menjaga pegunungan Cyclops yang telah menjadi bagian dari masyarakat adat di Nechiebe.“Termasuk juga bagaimana sanksi-sanksi adat yang mengatur masyarakat,” jelas Gustaf Toto.Kehadiran Gustaf Toto sebagai Ondoafi di tengah-tengah mereka menjadi penyemangat tersendiri bagi masyarakat yang hadir. Pembahasan peraturan kampung berjalan alot, sebab sangat terkait erat dengan hak-hak ulayat masing-masing kepala suku. Mereka membahas satu persatu setiap peraturan yang akan dibuat beserta dengan sanksi-sanksinya. *** Salah satu yang menjadi pembahasan mereka adalah mengelola kekakayaan alam di Nechiebe. Termasuk burung khas Nechiebe yaitu cendrawasih.“Burung cendrawasih itu jahe. Burung surga. Adat sudah melarang pemanfaatan burung cendrawasih,” kata Monika Toto, tokoh perempuan adat Nechiebe.Setiap pagi burung cendrawasih banyak bermain di hutan Cyclops. Namun perburuan menyebabkan semakin hilangnya burung yang juga merupakan lambang adat bagi orang Nechiebe.Dari penjelasan Monika, warga kemudian membahas mengenai larangan dan denda adat pengambilan burung cendrawasih, baik yang dilakukan oleh masyarakat kampung adat dan orang yang datang dari luar kampung Nechiebe.Tidak hanya cendrawasih, masyarakat juga membahas satu persatu satwa-satwa yang berada di dalam pegunungan Cyclops yang sudah dilindungi oleh adat, seperti kakatua jambul kuning, kus-kus totol, landak, dan satwa lainnya. Selain itu, dalam peraturan kampung, masyarakat juga menerapkan denda berdasarkan larangan yang diatur oleh negara yaitu Undang-undang nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya." "Saat Masyarakat Adat Nechiebe dan Ormu Wari Berembuk Membuat Aturan Kampung Adat","“Jika terbukti akan ada sanksi berlapis. Yaitu sanksi adat berupa tomako batu (kapak batu), ditambah denda sebesar Rp 25 juta. Serta sanksi berdasarkan Undang-undang konservasi yang diatur oleh negara sebesar Rp 100 juta,” ungkap Gustaf Toto.  Selain membahas mengenai satwa, warga juga membuat aturan mengenai pembukaan jalan ke kampung, penebangan kayu sowang (Xanthosthemon novaguineense Valeton), pemanfaatan air dari pegunungan Cyclops, serta mengatur tentang ekowisata, terutama yang berkaitan dengan pengamatan burung cendrawasih.Selain sumber daya alam yang ada di daratan, masyarakat juga membahas mengenai larangan dan sanksi adat sumber daya alam yang ada di laut.“Masyarakat kita memiliki wilayah adat yang ada di laut juga. Sudah ada zona-zona berdasarkan wilayah pengelolaan yang diatur setiap suku,” jelas Gaspar Fouw, kepala suku marga Fouw.Selama ini menurut warga, sering ada aktifitas penyelaman bawah laut yang dilakukan oleh wisawatan baik dalam dan luar negeri di wilayah adat mereka, namun tidak memberikan dampak sama sekali bagi kampung adat Nechiebe. Termasuk pemasangan rumpon tanpa izin adat.“Juga tentang sampah plastik yang dibuang ke laut oleh kapal milik PT Pelni harus dimasukan dalam peraturan kampung adat. Kita akan datangi kantor mereka disertai dengan bukti-bukti foto ketika mereka membuang sampah ke laut,” usul salah seorang warga. Di perairan laut kampung Nechiebe memang menjadi jalur keluar masuk kapal penumpang, terutama milik PT Pelni.Usulan itu disetujui oleh semua masyarakat termasuk para kepala suku marga dan Ondoafi. *** " "Saat Masyarakat Adat Nechiebe dan Ormu Wari Berembuk Membuat Aturan Kampung Adat","Peraturan kampung adat mengenai pengelolaan sumber daya alama ini tidak hanya dilakukan di kampung Nechiebe. Namun juga dilakukan di kampung adat Ormu Wari. Kedua kampung ini saling berdekatan. Untuk mencapainya dari Nechiebe menggunakan speedboat dengan durasi sekitar 10-15 menit. Topografi kampung Ormu Wari sama seperti Nechiebe, masih berada dalam distrik yang sama, yaitu Distrik Raveni Rara.Peraturan kampung adat yang dilakukan di dua kampung itu berlangsung bersamaan hampir sepekan. Di mulai dari akhir Juli hingga awal Agustus 2017. Antusias warga kampung untuk menjaga sumber daya alam, dan tempat-tempat keramat yang merupakan wilayah terlarang untuk dimasuki siapa saja amat terasa.Sejak dahulu, Ormu Wari memiliki tiga sub suku besar; Yefei, Yoari, dan Trong yang hidup di lereng perbukitan Cyclops. Tiga sub suku besar ini adalah pembagian kekuasaan berdasarkan pemerintahan adat. Yefei membidangi pemerintahan adat, Yowari berkaitan dengan perang, dan Trong yang berkaitan dengan perekonomian.Praktis Nechiebe dan Ormu Wari memiliki struktur adat dan pembagian suku berdasarkan keret atau suku marga yang sama persis. Sehingga pembahasan peraturan kampung adat kadang berjalan alot. Bahkan salah satu kelompok berdiskusi hingga pukul tiga dini hari.“Karena ini menyangkut hak-hak ulayat dan pengelolaannya, menjaga tempat keramat, dan juga bagaimana menjaga pegunungan Cylops dari kerusakan,” ungkap Musa Nari, salah seorang warga di kampung adat Ormu Wari.  Dalam pengaturan Dewan Adat Suku (DAS), baik Nechiebe dan juga Ormu Wari berada dalam DAS Imbi Numbay. Pembahasan peraturan kampung adat di kedua wilayah ini juga diikuti oleh perwakilan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua, beserta Masyarakat Mitra Polhut (Polisi Kehutanan)." "Saat Masyarakat Adat Nechiebe dan Ormu Wari Berembuk Membuat Aturan Kampung Adat","Richard Kalilago, pendamping masyarakat dan Community Outreach and Sustainable Development USAID LESTARI untuk program Papua di lanskap Cyclops menyebut peraturan kampung itu berupa draft yang kajian hukumnya akan dicek agar tidak bertentangan dengan peraturan daerah di atasnya.“Jika sudah selesai semua prosesnya maka kami akan disosialisasikan kepada semua instansi yang terkait yang ada di Kabupaten Jayapura. Dengan demikian, Nechiebe dan Ormu Wari akan menjadi kampung pertama di Kabupaten Jayapura yang mempunyai peraturan kampung adat mengenai pengelolaan sumber daya alam,” ucap Richard.Yafet Ikari, Kepala Kampung Ormu Wari, berharap peraturan yang semuanya berbasis nilai-nilai kearifan masyarakat itu akan menjadi alat untuk melindungi sumber daya alam dan harus dipatuhi oleh seluruh masyarakat.“Kampung kami ini kaya akan sumber daya alam, banyak potensi yang bisa dimanfaatkan. Peraturan kampung yang ada ini harus dipatuhi oleh masyarakat dan juga orang-orang dari luar yang datang masuk ke wilayah adat,” ujar Yafet Ikari.Semoga dengan membuat peraturan kampung itu, kekayaan alam tetap terjaga menjamin masa depan keturunan mereka masih terjaga dengan baik di kaki pegunungan Cyclops.   [SEP]" "Diberi Asuransi, Bagaimana Tanggapan Nelayan Sikka?","[CLS] Kabupaten Sikka di Flores, NTT terdiri dari daratan, perairan dan 17 pulau di sekitarnya. Total luas lautan Sikka adalah sekitar 5.800 km persegi atau lima kali luas daratannya. Tidak heran dengan potensi itu, Biro Pusat Statistik 2016 menyebut terdapat 5.185 Kepala Keluarga (KK) nelayan di Sikka, meningkat dari 5.080 KK di tahun 2013.Sesuai amanat UU Nomor 7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam, pemerintah pun mulai memberikan bantuan asuransi bagi para nelayan.Asuransi ini ditujukan bagi kaum nelayan seperti dimaksud dalam pasal 6, yang meliputi nelayan kecil, nelayan tradisional, nelayan buruh dan nelayan pemilik yang memiliki kapal penangkap ikan baik dalam satu unit maupun dalam jumlah kumulatif lebih dari 10 GT sampai dengan 60 GT yang dipergunakan dalam usaha penangkapan ikan.Ali Sadikin nelayan asal Nangahure Lembah, Kelurahan Wuring, Kecamatan Alok Barat kepada Mongabay saat penerimaan asuransi (24/02), mengaku sangat terbantu dengan adanya pemberian asuransi bagi nelayan.Ali bersyukur sekali sebab selama ini nelayan sangat tidak diperhatikan nasibnya bila terjadi kecelakaan.“Ini bukti perhatian pemerintah kepada kami masyarakat kecil yang nelayan ini. Saya berterima kasih kepada Bupati Sikka dan Menteri Kelautan dan Perikanan yang sudah memperhatikan kami masyarakat nelayan,” sebutnya.Usman, seorang nelayan lainnya pun berkata senada. Baginya, dengan adanya asuransi nelayan merasa terlindungi saat melaut. Katanya, banyak nelayan Sikka yang memiliki kapal penangkap ikan berukuran 1 sampai 3 GT yang dilengkapi mesin tempel terkadang harus melaut sejauh 20 sampai 30 mil laut.“Kami tentu tidak ingin mengalami kecelakaan, namun bila terjadi kecelakaan kami bisa terlindungi. Isteri kami pun bisa mendapatkan santunan bila kami mengalami nasib nahas, yang berujung kehilangan nyawa,” tuturnya." "Diberi Asuransi, Bagaimana Tanggapan Nelayan Sikka?","Bagi Usman, resiko mengalami kecelakaan selalu ada, sebab nelayan tradisional dalam melaut hanya mengandalkan pengalaman. Kadang tidak luput dari terjangan gelombang besar dan angin kencang yang kerap membuat kapal terbalik bahkan tenggelam. Baca juga: Kenapa Masih Ada Nelayan yang Belum Tahu tentang Perlindungan Asuransi? Belum Kesemua Nelayan Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Sikka Heribertus Krispinus saat ditemui Mongabay Indonesia usai penyerahan asuransi bagi nelayan di TPI Alok Maumere (24/02) menyebutkan saat ini Pemda Kabupaten Sikka terlebih dahulu fokus memberikan bantuan asuransi bagi nelayan kecil dan nelayan tradisional.“Kami baru tahun 2016 diberitahukan oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), sehingga baru bisa lakukan sosialisasi pertengahan tahun 2016 dan berlanjut pada pendataan KK nelayan yang akan menjadi prioritas penerima asuransi,” jelasnya.Terangnya, Kabupaten Sikka mendapat jatah dua ribu asuransi bagi nelayan, hasil kerjasama PT Asuransi Jasindo dan KKP, namun hingga Februari 2017 baru bisa direalisasikan bagi 490 KK nelayan yang terebar di wilayah pesisir Kabupaten Sikka.Dia berjanji akan mengusahakan agar tahun 2017 sebanyak 1.510 asuransi sisanya bisa dibagikan.“Jatah kita banyak, sebab nelayan di Sikka sekitar 5 ribu lebih nelayan namun kami terkendala dalam melakukan pendataan. Perlu ada verifikasi lanjut terhadap nelayan bersangkutan, karena saat didatangi nelayan kadang sedang melaut, sehingga butuh waktu tunggu,” ungkapnya.Alfred Ferdi, Staf Bidang Perikanan Tangkap di Dinas Perikanan Kabupaten Sikka menyebutkan jika saat ini asuransi yang dibagikan baru berupa asuransi jiwa, sedangkan asuransi tenaga kerja masih menunggu tindak lanjut dari KKP.Soal perpanjangan pembayaran premi pun, pihaknya masih menunggu petunjuk lanjutan dari kementrian." "Diberi Asuransi, Bagaimana Tanggapan Nelayan Sikka?","“Saat sosialisasi nelayan sangat antusias dan mereka sangat bergembira menyambut adanya program ini. Meski memang dibutuhkan waktu verifikasi yang harus dipenuhi oleh nelayan, sehingga makan waktu sedikit lama,” jelasnya. Tentang Asuransi Bagi NelayanDalam rilis yang dikeluarkan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementrian Kelautan dan Perikanan menyebutkan bahwa sebanyak satu juta asuransi akan disalurkan kepada nelayan. Sehingga nelayan akan terlindungi dengan memperoleh santunan jika terjadi kecelakaan dan meninggal dunia.Asuransi ini diperuntukkan bagi nelayan kecil sebagai tertanggung dengan persyaratan seperti memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) suami/istri, Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Nelayan yang sudah masuk dalam database Direktorat Kenelayanan. Juga bagi nelayan yang belum pernah mendapatkan bantuan asuransi, serta nelayan yang berusia 17-65 tahun dan memiliki tabungan yang masih aktif.Adapun jaminan yang ditanggung yaitu nelayan yang mengalami kecelakaan dan memerlukan biaya pengobatan, mengalami cacat tetap, meninggal dunia karena kecelakaan dalam bekerja, dan nelayan yang meninggal dunia secara alami.Terkait dengan jangka waktu pertanggungan, polis asuransi bagi nelayan berlaku satu tahun yang dimulai sejak polis diterbitkan.  [SEP]" "Saat Pocongan Lobster Dimusnahkan, Maka Langkah Baru Dijejak","[CLS] Pemahaman masyarakat tentang pentingnya menjaga sumber daya laut perlahan tapi pasti semakin meningkat. Penanda itu bisa dilihat dari komitmen masyarakat dan juga nelayan yang ada di sebagian daerah di Nusa Tenggara Barat untuk tidak lagi menangkap benih lobster.Nelayan yang sudah berkomitmen itu, tercatat ada di Kabupaten Lombok Tengah, Lombok Timur, dan Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Di tiga daerah itu, sedikitnya ada 2.246 rumah tangga (RT) yang yang terbiasa menangkap benih lobster untuk mendapatkan penghasilan rutin.Nelayan yang menyatakan komitmennya, kemudian mengucapkan ikrar janji di hadapan para pejabat yang ada di Provinsi NTB dan juga Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Mereka semua, berjanji tidak akan mengakap lagi benih lobster ataupun lobster dengan ukuran berat 200 gram atau lebih kecil lagi dan sedang bertelur.  Ikrar tersebut, secara bersamaan diucapkan oleh Saeful Rizal, wakil nelayan dari Lombok Barat, Legur dari wakil nelayan Lombok Tengah, dan Lalu Mahruf mewakili nelayan Lombok Timur. Setelah berikrar, ketiga orang tersebut kemudian menyatakan akan beralih usaha ke bidang kelautan dan perikanan.“Kami juga bersedia memusnahkan alat tangkap benih; dan turut serta menjaga kelestarian sumberdaya kelautan dan perikanan. Serta sepakat melaporkan penerima bantuan yang masih melakukan aktivitas penangkapan benih kepada Pemerintah dan aparat terkait,” ucap Legur yang diamini dua rekannya.Dengan adanya ikrar dari nelayan dan masyarakat di tiga daerah tersebut, itu menunjukkan bahwa implementasi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 Tahun 2016 tentang Larangan dan Pengeluaran Lobster, Kepiting dan Rajungan dari Wilayah NKRI, dinilai semakin bagus. Hal itu diungkapkan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto." "Saat Pocongan Lobster Dimusnahkan, Maka Langkah Baru Dijejak","“Implementasi Permen ini bukan semata-mata didasarkan pada niatan untuk mematikan usaha masyarakat, namun Pemerintah justru ingin menyelamatkan kepentingan yang lebih besar, yaitu bagaimana menyelamatkan sumberdaya lobster agar nilai ekonominya bisa dinikmati secara jangka panjang,” ungkap dia.Slamet menuturkan, meski ada yang menentang dengan pemberlakuan Permen tersebut, namun itu harus disikapi sebagai bagian dari pembelajaran bangsa Indoensia yang mengemban tugas dan tanggungjawab untuk mengelola sumberdaya secara berkelanjutan. Kata dia, aspek keberlanjutan harus dimaknai oleh semua pihak sebagai proses untuk memanfaatkan sumber daya tanpa mengorbankan generasi mendatang.“Mereka juga punya hak yang sama atas sumberdaya yang ada baik kuantitas maupun kualitasnya,” ucap dia.  Menurut Slamet, pentingnya menumbuhkan kesadaran di NTB, karena di provinsi tersebut ada banyak potensi sumber daya kelautan yang sangat besar, terutama lobster. Untuk itu, penting menjaga kelestarian aset tersebut, sehingga siklus kehidupan lobster bisa berjalan secara normal.“Jika eksploitasi benih lobster terus berlangsung, maka dipastikan siklus kehidupan lobster ini akan terputus, dampaknya maka ketersediaan stok lobster di alam akan menurun drastis dan sangat mungkin anak cucu kita tidak akan mengenali lagi komoditas satu ini,” lanjut dia. Pemusnahan Pocongan LobsterSebagai provinsi yang dikenal sebagai sentra produksi lobster, ikrar yang diucapkan para nelayan di tiga daerah semakin memperkuat rencana Pemerintah untuk menjaga potensi lobster yang masih ada. Selain berikrar, para nelayan juga memusnahkan ribuan alat tangkap benih lobster atau dalam istilah nelayan setempat disebut pocongan." "Saat Pocongan Lobster Dimusnahkan, Maka Langkah Baru Dijejak","Pemusnahan pocongan tersebut dilakukan dengan cara dibakar di Teluk Bumbang yang merupakan salah satu sentral terbesar tangkapan benih lobster di Lombok. Di teluk tersebut, sedikitnya ada 1.000 lubang keramba jaring apung (KJA) yang di dalamnya berisi Pocongan. Itu berarti dalam sehari bisa puluhan ribu benih lobster yang tertangkap dan diperjualbelikan secara ilegal.Padahal, selain Teluk Bumbang, sentra benih lobster di Lombok ada juga di empat lokasi lainnya, yakni Teluk Awang, Teluk Grupuk, Teluk Ekas dan Teluk Sepi. Itu artinya, jumlah tangkapan benih lobster setiap harinya diperkirakan berkali-kali lipat banyaknya.Panjang Jumadi, salah seorang nelayan yang biasa menangkap benih lobster mengaku menghentikan aktivitas menguntungkan tersebut karena sadar bahwa itu adalah kegiatan yang tidak benar. Karenanya, dia bersama masyarakat bersepakat untuk beralih ke usaha perikanan budidaya.Sebagai gambaran bagaimana tingginya eksploitasi benih lobster, pada 2015 saja ada upaya penyelundupan 1,9 juta ekor benih lobster senilai Rp98, 3 miliar ke berbagai daerah dan luar Indonesia. Sementara, dalam rentang tahun 2014 total benih lobster yang keluar dari NTB tercatat 5,6 juta ekor dengan nilai mencapai Rp130 miliar.  Kompensasi Rp50 miliarUntuk memuluskan implementasi Permen KP No 56/2016, KKP sudah mengalokasikan dana sebesar Rp50 miliar. Dana tersebut akan digunakan untuk biaya kompensasi pemberlakuan Permen kepada para nelayan dan pembudidaya ikan.Slamet Soebjakto menyebutkan, dana kompensasi tersebut di antaranya akan diberikan untuk 2.246 RT eks penangkap benih lobster, masing-masing di Kabupaten Lombok Tengah sebanyak 873 RTP, Lombok Timur 1.074 dan Lombok Barat sebanyak 229 RTP." "Saat Pocongan Lobster Dimusnahkan, Maka Langkah Baru Dijejak","“Kami telah menyerap aspirasi masyarakat dengan memberikan kesempatan pilihan usaha budidaya yang akan digeluti pasca pengalihan ini. Karena sebenarnya mereka pada awalnya juga pembudidaya ikan, jadi kami akan kembalikan pada profesi semula,” jelas dia.Sementara, Direktur Badan Layanan Usaha (BLU) KKP Sharif Syahrial mengungkapkan, pihaknya siap membantu akses pembiayaan untuk pengembangan usaha budidaya melalui sistem pinjaman lunak. Kata dia, masyarakat tinggal mengajukan proposal pinjaman melalui pendamping BLU yang ada di daerah masing-masing dan kemudian ditindaklanjuti.Sekretaris Jenderal KKP Rifky Effendi Hardijanto menyatakan apresiasi atas kesadaran masyarakat eks penangkap benih lobster untuk menghentikan kegiatannya. Menurutnya, ini menandakan masyarakat mulai memahami pentingnya pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan secara bertanggungjawab dan berkelanjutan.Rifky mengungkapkan, setidaknya 4 juta ekor benih lobster yang bernilai ekonomi sangat besar setiap tahun keluar dari NTB dengan tujuan utama ke Vietnam. Menurutnya, fenomena eksportasi benih lobster tersebut justru menguntungkan negara lain, sementara Indonesia tidak bisa merasakan nilai tambah apa-apa.“Pemerintah sadar bahwa implementasi aturan ini pasti akan memberikan dampak ikutan yang akan mempengaruhi ekonomi masyarakat. Oleh karenanya itu, Pemerintah pasti tidak akan tinggal diam, kami telah siapkan antisipasi atas dampak ikutan tersebut dengan memberikan kompensasi berupa dukungan untuk kegiatan usaha pembudidayaan ikan,” pungkasnya.  [SEP]" "Apa Kabar Kebijakan Moratorium Sawit?","[CLS]  Hampir setahun sudah, tepatnya 14 April 2016, Presiden Joko Widodo, mengumumkan bakal ada kebijakan moratorium sawit dan batubara. Kala itu, sambutan positif datang dari berbagai kalangan menyikapi niatan dalam tataran perbaikan tata kelola hutan dan lahan ini.Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, bergerak bikin evaluasi semua perizinan sampai bikin draf. Soal moratorium batubara, diundur dulu, fokus sawit.Hari berganti bulan, bahkan sudah berganti tahun, kebijakan yang kabarnya berupa Instruksi Presiden itupun tak kunjung datang. Pertemuan lintas kementerian tahun lalu kerab berlangsung. Apa kabar moratorium sawit?”Pemerintah mau membangun fiksi atau serius untuk menghentikan kejahatan lingkungan oleh korporasi?” kata Zenzi Suhadi, Kepala Departemen Kajian Kebijakan dan Pembelaan Hukum Walhi Nasional, kepada Mongabay.Bagaimanapun, katanya, moratorium sawit ini menjadi komitmen Jokowi yang terus dinanti. Pemerintah, katanya, jangan hanya bikin wacana hingga membuat publik menanti janji.”Kami harap berbentuk Inpres ini akan lebih kuat kalau ada penegakan hukum,” katanya, baik bagi level pemerintah pusat maupun daerah.Proses pembuatan moratorium yang lama ini, kata Zenzi, hendaknya mampu memberi indikator jelas terhadap perbaikan fungsi dan daya dukung lingkungan.”Tak hanya sebatas mengevaluasi perizinan. Penegakan hukum jadi bagian dalam moratorium.”Teguh Surya, Direktur Yayasan Madani mengatakan, tarik-menarik terjadi dalam tubuh kabinet kerja Presiden Jokowi. Dimana, banyak politisi dan pejabat di rantai pasok industri sawit.”Jelas, rancangan kebijakan ini pun menghambat rencana ekspansi untuk memenuhi target produksi di angka 40 juta ton pada 2020.”Dalam pembuatan kebijakan, katanya, pemerintah tak melakukan konsultasi publik. Para pegiat lingkungan, seperi Walhi, Yayasan Madani, Greenpeace Indonesia dan lain-lain tak mendapatkan kesempatan menyuarakan langsung." "Apa Kabar Kebijakan Moratorium Sawit?","”Kita tak pernah mendapatkan undangan untuk bahas moratorium sawit. Jelas tak libatkan masyarakat sipil,” katanya.Prabianto Mukti Wibowo, Asisten Deputi Tata Kelola Kehutanan, Kementerian Koordinator Perekonomian, mengatakan, sudah sebulan lalu finalisasi. ”Sudah ada di meja Presiden, sejak bulan lalu (Februari, red),” katanya di Jakarta. Dia belum tahu kapan aturan terbit.Pembahasan aturan ini terbilang alot diduga tarik menarik antara kepentingan perlindungan lingkungan (hutan) dan ekonomi.”Apapun yang diputuskan tak akan bisa memuaskan kepentingan maksimum ekonomi dan konservasi, selalu ada tradeoff  antara keduanya,” kata Herry Purnomo, Guru Besar IPB kepada Mongabay.Dia bilang, cari titik temu dari kedua kepentingan itu tidaklah mudah. Lintas kementerian saja, dari KLHK, Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan, bisa punya pandangan lain.”Kementerian Perekonomian ini harusnya bisa menjembatani lintas kepentingan dan Presiden berani memutuskan atas nama kepentingan masyarakat banyak,” katanya.Tarik menarik kepentingan ini, katanya, tak wajar, kala dilandasi keserakahan dan melawan hukum dan aturan berlaku.”Solusinya hanya pada tata ruang.”Herry bilang, sebenarnya, ada banyak celah mensinergikan kepentingan konservasi dan ekonomi, dengan mengembangkan pendekatan bentang alam atau landscape approach. Industri sawit, perlu menyadari hutan dan konservasi penting. Tanpa hutan, sawit akan hancur. Pasokan air terganggu, hama dan penyakit meledak, perubahan iklim akan makin terasa. Begitu juga pertanian jadi penting untuk pertumbuhan ekonomi dan mensejahterakan masyarakat tanpa merusak lahan.”Sawit seharusnya dikembangkan pada lahan bukan hutan atau lahan pertanian dan budidaya.”Untuk itu, hanya keberanian Presiden dalam mengambil keputusan agar ada langkah maju. ”Ini kan sudah lama didiskusikan.”    [SEP]" "Sampai Kapan Pun, Masyarakat Punan Adiu akan Mempertahankan Hutan Adatnya","[CLS]   Bagi masyarakat adat Punan Adiu di Kabupaten Malinau, Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), hutan adalah sumber vital kehidupan mereka. Turun-temurun, mereka menjaga hutan adatnya dari para perambah yang ingin mengubah menjadi kebun sawit dan tambang. Hutan seluas 17.414,94 hektare itu, adalah hutan primer yang dihuni beragam satwa liar dan ditumbuhi pepohon besar.“Ini hutan primer, benar-benar perawan. Kami menjaga kelestariannya karena penopang utama kehidupan kami,” ujar Ketua Adat Punan Adiu Markus Ilun kepada Mongabay Indonesia, belum lama ini.Dijelaskan Markus, Suku Dayak Punan Adiu yang berada di Desa Punan Adiu, Kecamatan Malinau Selatan, jumlahnya hanya 33 kepala keluarga. Namun, seluruh kepala keluarga ini bertanggung jawab untuk menjaga kelestarian hutan adat tersebut.“Sejak 2006, kami berkirim surat hingga SK Bupati Malinau turun pada 2017. Sekarang, kami lagi memperjuangkan ke Presiden. Di Hutan adat kami ada pohon ulin yang usianya ratusan tahun, gaharu, rotan, juga satwa liar.”Berkat hasil kerja keras warga, hutan Punan Adiu terpilih sebagai kawasan percontohan pengelolaan hutan adat. Meski awalnya, banyak pihak yang meragukan. “Setiap hari warga berputar mengelilingi hutan. Kami patroli dan kami tidak pernah tersesat. Kami mengerti betul hutan adat kami,” Markus.  Ancaman Menurut Markus, saat ini, ancaman terbesar hutan adat Punan Adiu adalah ekspansi kebun sawit, tambang batubara, dan pembalakan liar. Markus pernah menyampaikan hal itu kepada Kepala Badan Lingkungan Hidup setempat, yang ketika dijelaskan ternyata sebagian wilayah hutan adat tersebut adalah areal penggunaan lain. “Kami sudah melaporkan kondisi ini ke Bupati Malinau, Dinas Kehutanan Malinau, hingga Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, agar hutan kami tidak dirusak,” tuturnya." "Sampai Kapan Pun, Masyarakat Punan Adiu akan Mempertahankan Hutan Adatnya","Nantinya, jika Kementerian LHK telah mengesahkan Hutan Punan Adiu sebagai hutan adat, kami akan membuat berbagai peraturan. “Kami sanggup menjaga hutan kami, bahkan kami telah menjadi contoh untuk desa-desa lain,” harapnya. Baca: Masyarakat Punan Adiu, Setia Menjaga Kearifan Lokal dan Hutan Adatnya Ketua Lembaga Pemerhati dan Pemberdayaan Masyarakat Dayak Punan Malinau (LP3M), Boro Suban Nikolaus, menyatakan sejak 1993 masyarakat Punan Adiu telah berupaya mendapatkan pengakuan dari negara atas wilayah hutan adat mereka.Dari catatan Niko, pada 2005, ketika Malinau masih berada di wilayah Kalimantan Timur, hutan adat ini tertekan dengan kebijakan sawit sejuta hektare Pemerintah Provinsi Kaltim.“Di 2008, ada lima perusahaan sawit skala besar yang menginginkan kawasan tersebut. Ditemani aparatur kecamatan, bos-bos perusahaan itu berusaha melobi kepala adat, warga, dan kepala desa untuk mendapatkan hutan. Tapi masyarakat mengerti, kalau hutan hilang kehidupan Punan Adiu akan berhenti,” ungkapnya.  Masyarakat adat pun mencari jalan keluar. Mereka meminta bantuan pemerintah setempat dan lembaga swadaya masyarakat. Beruntung, semua desa adat di Malinau dilindungi Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Malinau No 10 Tahun 2012. Penetapan itu berdasarkan banyaknya etnis Suku Dayak yang mendiami Malinau, yakni Dayak Leundayeh, Kenyah, Kayan, Tidung, Bulungan, Berusu, Abai, Punan, Merap, Tahoi, dan Tinggalan. Perda itu kemudian menjadi pintu masuk masyarakat Punan Adiu untuk mendapatkan pengakuan dan melindungi hak-hak mereka.“Berkaca pada Punan Adiu, desa-desa lain juga ikut menolak masuknya perusahaan tambang dan sawit. Punan Adiu memang pantas menjadi desa percontohan, sebab perjuangan masyarakatnya luar biasa,” tutur Nico. Peraturan Hutan Adat Punan Adiu   [SEP]" "Titik Api Kembali Bermunculan di Aceh, Apa Penyebabnya?","[CLS]   Sejumlah titik api kembali muncul di Aceh. Di Kabupaten Aceh Barat, titik api yang bersumber dari pembukaan lahan untuk perkebunan dengan cara dibakar, menyebabkan jalan nasional yang menghubungkan kabupaten tersebut dengan Kabupaten Aceh Jaya dan Kota Banda Aceh diselimuti asap.“Sore atau pagi hari, asapnya sangat tebal, jarak pandang sangat terbatas. Warga sangat terganggu dengan kebakaran ini,” sebut Dedi Gunawan, warga Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, pada 24 Oktober 2017.Dedi mengatakan, kebakaran hutan khususnya hutan gambut di Aceh Barat sudah sering terjadi. Asap muncul akibat pembakaran hutan gambut untuk dijadikan kebun kelapa sawit. “Penegakan hukum untuk pelaku harus dilakukan, banyak warga yang harus menanggung akibatnya,” tambahnya. Baca: Api Berkobar di Lahan Gambut Aceh Barat, Bencana Tahunan yang Kembali Terulang Kepala BPBD Aceh Barat, Syahluna Polem kepada wartawan menjelaskan, kabut asap yang menyelimuti beberapa daerah di Kabupaten Aceh Barat terjadi karena kebakaran lahan gambut. “Ada pemilik lahan yang membersihkan dengan cara membakar. Petugas BPBD Aceh Barat dibantu kepolisian dan TNI telah memadamkan api di beberapa tempat, khusunya di Kecamatan Kaway XVI dan Johan Pahlawan,” terangnya kemarin.Syahluna menambahkan, dibeberapa tempat, tim pemadam kesulitan memadamkan api karena lokasi yang jauh dari jalan. Tidak ada sumber air yang bisa diambil. “Pompa air jadi tidak berguna karena tidak ada sumber air, akhirnya tim memamdamkan api dengan cara manual,” ujarnya.  Titik api akibat pembersihan lahan gambut untuk dijadikan kebun juga terdeteksi di hutan gambut Rawa Tripa, Kabupaten Nagan Raya, dan di hutan gambut Suaka Margasatwa Rawa Singkil." "Titik Api Kembali Bermunculan di Aceh, Apa Penyebabnya?","Di Rawa Singkil, titik api yang jumlahnya belasan, tersebar di Kecamatan Trumon Selatan, Kabupaten Aceh Selatan. Titik api paling banyak terlihat di Desa Ie Meudama, yang sebagian besar telah menjadi perkebunan sawit. Pada Juni 2017, belasan hektar hutan SM Rawa Singkil juga dibakar di desa ini. “Lahan itu memang sengaja dibakar untuk dijadikan kebun sawit, umumnya sang pemilik berasal dari luar Trumon,” sebut Imran, warga setempat. Baca juga: Suaka Margasatwa Rawa Singkil, Gambut yang Terus Dirambah Pembukaan lahan di Suaka Margasatwa Rawa Singkil ini diakui oleh Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Sapto Aji Prabowo. Di depan kepala desa yang berbatasan langsung dengan SM Rawa Singkil, Sapto menyebutkan, dirinya menemukan warga yang mengaku membuka lahan, karena tidak memiliki lahan. Tapi, setelah lahan dibuka, dijual ke pengusaha.“Saya memiliki bukti kejadian, pembukaan lahan dilakukan untuk mencari keuntungan dengan menjual ke orang lain. Setelah itu, warga kembali mengaku butuh lahan pertanian atau perkebunan,” terangnya, pada 19 September 2017.Sapto menambahkan, Rawa Singkil merupakan hutan gambut layaknya sponse yang ketika air datang akan diserap dan di simpan. Namun, saat tidak ada air, sedikit-sedikit air dilepaskan. Keberadaannya sangat penting, salah satunya untuk menjaga agar daerah tersebut tidak banjir.“Jika Rawa Singkil terus rusak akibat pembukaan lahan, banjir lebih parah akan terjadi. Belum lagi daerah-daerah itu akan kekurangan air saat kemarau,” ujarnya.  Pantauan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Blang Bintang, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh mengungkapkan, pada Selasa, 24 Oktober 2017, tercatat ada 60 titik api yang tersebar di 12 kabupaten/kota di Aceh." "Titik Api Kembali Bermunculan di Aceh, Apa Penyebabnya?","“Nagan Raya (16 titik), Aceh Barat (15 titik), Aceh Tengah (10 titik), Bireun (7 titik), dan Aceh Barat Daya, Gayo Lues, Aceh Selatan (4 titik),” jelas Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Blang Bintang, Zakaria.Sementara, hasil pantaun satelit yang dilakukan Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) mencatat dari 16-23 Oktober 2017, di Aceh muncul sekitar 662 titik api yang tersebar di 17 kabupaten/kota.Sekretaris HaKA, Badrul Irfan mengatakan, jumlah titik api tersebut diketahui berdasarkan data yang didapat pada portal Global Forest Watch (GFW). Portal ini dapat diakses siapapun untuk memantau jumlah titik api.“Titik api dipantau melalui data Visible Infrared Imaging Radiometer Suite (VIIRS). HAkA mendeteksi menggunakan satelit Suomi-NPP. Sementara nama produknya adalah VIIRS yang melengkapi data MODIS,” jelasnya.Badrul mengatakan, dari 662 titik api, jumlah terbanyak terdeteksi di Nagan Raya, yaitu 107 titik. Disusul Aceh Barat (106 titik), Aceh Tengah (86 titik), Aceh Selatan (72 titik) dan Gayo Lues (53 titik). “Pemerintah dan semua pihak harus terus menekankan larangan pembakaran lahan di musim kemarau seperti sekarang ini,” tandasnya.   [SEP]" "Kawasan Hutan Penyangga Rusak, DAS Poboya Merana","[CLS] Daerah Aliran Sungai (DAS) Poboya, merupakan jantung sumber air bagi warga di wilayah Kecamatan Mantikulore, Palu Timur dan sekitarnya. Sayangnya kondisinya saat ini memprihatinkan, debit dan kualitas airnya makin hari semakin menurun karena pertambangan emas juga perubahan bentang lahan. Alih-alih didominasi pepohonan, di sepanjang aliran sungai yang tersisa hanyalah padang rumput, kaktus dan beberapa tanaman perdu.Di musim kemarau, sungai Poboya terlihat kering. Di tapak sungai yang lebarnya kurang lebih 40 meter hanya terlihat bebatuan sedang dan kecil. Aliran air lebarnya hanya 1-1,5 meter saja. Di sebelah barat tampak lokasi pertambangan emas, tepat di bawah jembatan penghubung kelurahan Poboya dan Lasoani.Berdasarkan data BPDAS Palu–Poso Sulawesi Tengah lahan kritis pada DAS Poboya 1.338,14 hektar (18,31%) dari total luas DAS 7.306,40 Hektar. Saat ini, lahan yang berpotensi kritis 2.645,97 hektar (36,21%), agak kritis seluas 919,859 hektar (12,59%) dan sangat kritis seluas 595,575 hektar (8,15%).“Prinsip air, apalagi di catchment area atau daerah hulu, perakaran tumbuhan mengikat air saat hujan, disimpan. Pada musim kemarau baru didistribusikan. Kalau sudah tidak ada hutan maka tidak ada tempat penyimpanan air,” jelas pakar hidrologi Profesor I Wayan Sutapa kepada Mongabay Indonesia. Dia menyebut air yang tak tersimpan menjadi limpasan (run off) yang berakibat banjir di hilir.Jika run off tidak terjadi atau berkurang, lanjut Sutapa, maka antara musim kemarau dan musim hujan tidak jauh perbedaan debit air yang dihasilkan.“Sekarang tidak ada air, kalau musim hujan luar biasa airnya besar, karena begitu, tidak ada lagi penyimpanan air, tidak ada lagi tumbuhan. Perlu ada upaya kuat untuk ditanami kembali, dihijaukan kembali.”  Berdampak Pada Suplai Air PDAM Kota Palu" "Kawasan Hutan Penyangga Rusak, DAS Poboya Merana","“Memang setiap tahun ada penurunan debit air,” jelas Kepala Bagian Teknis PDAM Kota Palu, Alfian. Menurutnya, hal ini diakibatkan oleh rusaknya hulu Poboya. Dari kawasan pegunungan Poboya mengalir tiga DAS, yaitu Poboya, Vatutela dan Kawatuna.“Yang tersedia dari sumber Poboya sebenarnya cukup besar, diatas 400 liter/detik yang bisa kami kelola hanya 120 liter/detik. Itupun air permukaan,” jelas Alfian. DAS Poboya sendiri merupakan sumber air unggulan karena merupakan sumber air terbesar, dibanding sumber air lain seperti Vatutela dan Kawatuna.Dari data Profil Perusahaan Air Minum Kota Palu, potensi pada Sungai Poboya untuk pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) wilayah kota Palu yang memiliki lebar basah dihulu 4 meter dengan kemiringan 0.0404, dan berketinggian +567 mdpl, memiliki debit air 411 liter/detik.“Untuk di Kawatuna, 10 tahun lalu saat kami ukur debitnya 280 liter/detik, namun, beberapa waktu lalu saat kami melakukan pengukuran bersama dengan teman-teman konsultan hanya berkisar 260 – 240 liter/detik, bahkan pernah hanya hingga 180 liter/detik. Sedangkan, penurunan debit air yang paling terlihat jelas di DAS Vatutela,” ujarnya.  Akibatnya Rusaknya Kawasan PenyanggaPegunungan Poboya sendiri berstatus sebagai Cagar Alam dan sebagian masuk dalam kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Poboya Paneki. Menurut Nahardi, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah, situasi Poboya saat ini kritis.“Lahan yang terdegradasi akibat pertambangan tanpa izin didalam kawasan Tahura mencapai 77 hektar,” jelas Nahardi. “Dampak penggunaan bahan kimia berbahaya, seperti Mercury (Hg) dan Cyanide (Cn), itu [sumber dampak lingkungan] yang utama, walaupun laporan terakhir tidak ada lagi merkuri, tapi sianida masih digunakan,” tambahnya.Baca juga: Tahura Poboya Paneki Terusik Tambang Emas. Bagaimana Ini?" "Kawasan Hutan Penyangga Rusak, DAS Poboya Merana","Selain itu, sekitar 70% dari 7.128 hektar lahan di dalam kawasan Tahura Poboya Paneki kondisinya sangat kritis, padahal Tahura merupakan kawasan lindung konservasi dan juga kawasan tangkapan air.“Penyebabnya selain untuk tambang, lahan digunakan untuk penggembalaan ternak oleh warga sehingga terjadi deforestasi. Yang lagi marak, juga penebangan pohon untuk kayu bakar, baik untuk dikonsumsi sendiri atau diperjualbelikan. Kami menemukan spot-spot pembakaran,” ungkap Bambang Kepala UPTD Tahura Poboya Paneki. Degradasi lahan jelasnya terjadi sejak tahun 2006.Terkait usaha pertambangan yang masuk dalam kawasan, sebenarnya sudah ada aturan yang melarang aktifitas pertambangan didalam kawasan Tahura. Bambang menyebut, awalnya aktifitas penambangan dilakukan oleh masyarakat secara tradisional, hingga berkembang besar seperti saat ini.Selain masalah pertambangan yang belum jelas kapan berhentinya, Unit Pelaksana Teknis (UPT) Tahura Poboya Paneki diperhadapkan sulitnya upaya merehabilitasi dan mereboisasi kawasan yang terlanjur rusak.“Kami tanam, belum sempurna tumbuh sudah diserbu ternak warga. Dalam 1 hari sampai 3 kali masuk dan jumlah tidak main-main, sampai 150 ekor kambing. Bagaimana mau tumbuh bagus?” tanya Bambang. “Hasil hutan silakan diambil, tapi jangan merusak.”Sebagai alternatif jika krisis air suatu saat terjadi di DAS Poboya, saat ini sedang dikaji aliran air yang berasal dari Pasigala (Palu-Sigi-Donggala), yang debitnya masing cukup besar dan diharap dapat memenuhi kebutuhan air warga.“Tapi tetap saja, mudah-mudahan tidak sampai kritis begitu,” jelas Narhadi berharap. Dia menyebut, setiap perubahan, kecil ataupun besar pasti berpengaruh termasuk pada area penyangga." "Kawasan Hutan Penyangga Rusak, DAS Poboya Merana","“Memang tidak mudah untuk melakukan rehabilitasi pada kawasan Tahura yang rusak akibat pertambangan apalagi dengan kondisi fisik biologi tanah yang cukup kering untuk menghutankan kembali. Sangat tidak mudah, tapi upaya-upaya itu harus terus dilakukan,” papar Nahardi.Kerusakan hutan, masalah deforestasi dan degradasi memang jika dibiarkan akan membawa bencana.   [SEP]" "Kembangkan Sektor Kemaritiman, Indonesia Bentuk Konsorsium Riset Samudera","[CLS]   Berstatus sebagai negara pemilik garis pantai terpanjang kedua di dunia, pemanfaatan sektor kemaritiman di Indonesia, hingga saat ini dinilai masih sangat kurang. Padahal, dengan segala potensi yang ada, sektor kemaritiman bisa memenuhi segala kebutuhan, terutama dari sektor perikanan dan kelautan.Hal tersebut diakui Menteri Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro di Jakarta, Selasa (26/9/2017). Rendahnya pemanfaatan potensi yang ada, menurut dia, salah satunya karena penelitian untuk sektor kemaritiman masih sangat rendah.“Dalam usia 72 tahun Indonesia menjadi negara merdeka, kita belum dapat memanfaatkan sumber daya laut secara maksimal.Rendahnya pemanfaatan, menurut Bambang, bisa dilihat dari sumbangan sektor kemaritiman dan kelautan terhadap produk domestik bruto (PDB) masih rendah dibandingkan sektor-sektor lainnya. Sektor maritim, kata dia, hingga saat ini hanya sanggup menyumbang sekitar 4 persen saja terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.Padahal, Bambang menyebut, dengan perairan laut seluas 5,8 juta km persegi atau seluas 2/3 dari total yurisdiksi nasional yang mencapai 7,73 juta km2, serta memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada, harusnya sektor maritim Indonesia bisa berkembng pesat.“Laut yang luas berisi sumber daya hayati dan non-hayati yang sangat kaya. Perairan laut Indonesia dikenal sebagai hot spot untuk marine biodiversity,” jelas dia.Rektor Institut Teknologi Bandung Kadarsah Suryadi menjelaskan, pemanfaatan sektor kemaritiman harus segera dilakukan sebanyak mungkin jika ingin menjadikan Indonesia sebagai negara maritim yang kuat. Tetapi, untuk mencapai itu, dipastikan perlu dilakukan penelitian (riset) yang mendalam dan berkesinambungan oleh para ahli di bidangnya." "Kembangkan Sektor Kemaritiman, Indonesia Bentuk Konsorsium Riset Samudera","“Ini bagus, karena memang riset sudah harus dilakukan. Kita samakan persepsi dengan perguruan tinggi yang ada di Indonesia. Riset seperti apa yang bisa dilakukan,” tutur dia.  Pernyataan yang sama juga diungkapkan Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber daya Alam Bappenas Arifin Rudyanto. Menurut dia, pembangunan kemaritiman mutlak untuk dilaksanakan bersama oleh semua pihak. Hal itu, karena pembangunan kemaritiman berdampak banyak untuk berbagai sektor kehidupan.Adapun, Arifin menyebut, ada beberapa kerangka pembangunan maritim yang bisa dijadikan acuan, yaitu: Konsorsium Riset SamuderaAgar semua potensi kemaritiman bisa dimanfaatkan sebanyak mungkin, seluruh riset ilmiah yang dilakukan para pakar di perguruan tinggi, harus dilakukan sinkronisasi. Tujuannya, agar tercipta harmonisasi riset antar perguruan tinggi. Dengan demikian, akan tercapai efisiensi riset yang terarah dan sesuai dengan kebutuhan.Menurut Deputi Bidang Koordinasi SDM, Iptek, dan Budaya Maritim Kementerian Koordinator Kemaritiman Safri Burhanuddin, melalui konsorsium riset samudera yang digagas oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), keterpaduan riset akan bisa diwujudkan.“Selama ini, kita tidak maju karena riset berjalan sendiri-sendiri. Sekarang riset dilakukan oleh konsorsium dan perguruan tinggi menyediakan SDM-nya,” ungkap dia.Dengan adanya konsorsium, Safri mengatakan, riset tentang satu isu bisa dilakukan lebih dinamis dan itu dilaksanakan oleh perguruan tinggi. Isu tersebut, mencakup juga isu utama yang sedang berkembang saat itu dan dinilai menjadi kebutuhan utama untuk segera dikembangkan.Safri mengungkapkan, dengan dilaksanakan riset secara bersama yang dideklarasikan pada Selasa (26/9/2017), dia optimis pada 2019 Indonesia sudah bisa melihat hasilnya. Jika itu bisa terjadi, maka kebutuhan teknologi dan yang lainnya untuk pembangunan maritim, bisa disediakan dengan cepat." "Kembangkan Sektor Kemaritiman, Indonesia Bentuk Konsorsium Riset Samudera","Untuk melaksanakan riset bersama di bawah konsorsium, Safri menyebut, perlu digandeng semua perguruan tinggi dan juga lembaga terkait yang ada di daerah maupun di pusat. Dengan demikian, kebutuhan sumber daya manusia untuk proses riset, diharapkan bisa terpenuhi dengan mudah.Untuk konsorsium sendiri, selain LIPI yang menjadi penggagas, ada juga 10 lembaga/kementerian, perguruan tinggi di dalamnya. Mereka adalah Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman; Kementerian Kelautan dan Perikanan; Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi; Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas); Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI); Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT); Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG); Universitas Sriwijaya; Institut Teknologi Bandung (ITB); dan Institut Pertanian Bogor (ITB).  Adapun, dari hasil deklarasi tersebut, disimpulkan bahwa riset samudera di Indonesia dibutuhkan untuk mendukung pembangunan dan daya saing riset nasional. Kemudian, perlunya penyusunan Master Plan riset samudra yang terintegratif, sinergis, fokus, dan mengacu pada Rencana Induk Riset Nasional, serta didukung sarana prasarana dan peralatan yang dibutuhkan. Terakhir, semua pemangku kepentingan setuju untuk mengintegrasikan data hasil riset samudera lewat Pusat Data Nasional yang dapat diakses dan dimanfaatkan bersama.Berdasarkan kesepahaman tersebut, semua pemangku riset samudera bersepakat untuk : Isu UtamaDeputi Ilmu Kebumian LIPI Zainal Arifin menjelaskan, kehadiran konsorsium riset samudera bisa menjadi pemecah masalah untuk sektor kemaritiman Indonesia. Mengingat, sejak lama, sektor tersebut masih sangat minim keterlibatan para pakar untuk proses pengembangannya." "Kembangkan Sektor Kemaritiman, Indonesia Bentuk Konsorsium Riset Samudera","“Keterlibatan SDM kelautan kita sangat rendah dibandingkan dengan Tiongkok dan Malaysia. Karena itu, program riset harus ada harmonisasi dan melakukan joint infrastructure dengan yang lain,” ungkap dia.Secara teknis, Zainal menjelaskan, konsorsium riset akan melaksanakan riset sesuai dengan kebutuhan dan isu terkini. Untuk pelaksananaan riset, itu akan dilakukan di masing-masing perguruan tinggi dengan menggunakan SDM masing-masing. Setelah riset selesai, hasilnya baru dilaporkan kepada konsorsium melalui sebuah sistem yang akan dibangun.“Dengan adanya konsorsium, nanti tidak akan ada lagi perguruan tinggi melakukan riset dengan isu yang sama bersama perguruan tinggi lain. Nantinya, setiap isu akan digarap secara berbeda oleh perguruan-perguruan tinggi,” tandas dia.Sebagai tahap awal, Zainal menyebut, konsorsium akan memprioritaskan penelitian dengan fokus pada keanekaragaman hayati dan konservasi. Isu tersebut, mencakup di dalamnya adalah penelitian tentang penilaian stok ikan secara nasional.“Ada 15 isu prioritas yang akan digarap di tingkat nasional. Dalam 10 tahun ke depan, itu riset tentang keanekaragaman hayati dan konservasi. Ini program skala nasional. Hasilnya bisa disimpan,” pungkas dia.  [SEP]" "Kala Penebangan Liar Terjadi di Taman Nasional Wasur","[CLS]   Kampung Wasur, berada di dalam Taman Nasional Wasur, Merauke, Papua. Penduduk setempat hidup dari berburu, mencari sayur di hutan sampai membuka lahan pertanian. Aparat kampung gusar karena tak jauh dari kampung terjadi penebangan liar antara lain buat jual beli kayu bakar.Pantauan Mongabay di lapangan, tampak batang-batang kayu berserakan. Terlihat juga gergaji mesin, tergeletak di tanah. Kayu ukuran kecil, diameter 31 centimeter banyak ditebang.Domingus Bakap, Kepala Urusan Pembangunan Kampung Wasur menyesalkan sikap tuan dusun yang menebang hutan lalu kayu dijual ke penadah asal Wasur II.“Padahal mereka sepakat jangan menebang pohon bus yang masih hidup,” katanya.Guna menjaga hutan, pemerintah kampung sudah menetapkan peraturan kampung sejak lama. Lewat Perkam Nomor 5/1997 soal peredaran hasil  hutan yang tersusun atas kesepakatan penduduk Wasur.Untuk menegakkan perkam itu, katanya, aparat harus siaga mengawasi termasuk menarik semua retribusi atas truk pengangkut kayu (kayu bakar) asal Wasur.“Salah satu butir perkam ini menyebutkan,  setiap warga hanya boleh menebang kayu kering atau mati,” katanya.Dengan hanya menebang kayu kering ini, katanya, supaya menjaga keseimbangan hutan tempat gantungan hidup warga Wasur itu.Menurut dia, kala menebang pohon di hutan pemilik dusun harus memperhatikan wilayah karena pemerintah telah menetapkan zonasi. Ada zona pemanfaatan, zona rimba (tak bisa tebang pohon) maupun zona sakral (terlarang).“Jadi warga Wasur harus menjaga dan memperhatikan ini,” katanya.  Kalaupun mau memanfaatkan pepohonan di hutan pada zona pemanfaatan, misal, buat kayu bakar, katanya, harus tetap memperhatikan keberlangsungan hutan. Sebab, warga juga bergantung hidup dari hutan jadi bahaya kalau sampai kehilangan hutan." "Kala Penebangan Liar Terjadi di Taman Nasional Wasur","“Kalau tebang terus tak ada pohon untuk anak cucu kelak karena sudah habis. Mereka akan berburu di mana lagi?” Jangan menunggu hutan habis, mulai sekarang hentikan, atau dikurangi, jangan merusak hutan.”Agustinus Mahuze, tokoh pemuda asal Kampung Wasur menilai, jadi masalah kalau tuan dusun punya hak penuh. “Jangan mengambil kayu seenak perut karena hidup tergantung hutan dari tempat sakral, kayu, ikan dan lain-lain. Semua dari hutan,” katanya.Mahuze bilang,  penjualan kayu bakar dari daerah itu sudah tergolong kartel. Penduduk maupun tuan dusun dimanfaatkan oknum tertentu di masyarakat. “Nanti bila hutan habis, walaupun di Taman Nasional Wasur, tetap menebang saja.”Dia mengajak, warga tak menebang pohon untuk bisnis kayu bakar, kecuali buat keperluan rumah tangga  “Kita tak tahu, bila hutan habis, penduduk persalahkan siapa. Masyarakat yang akan rasakan juga,” katanya.Willem Kambuan, Kepala Kelurahan Rimba Jaya, mengatakan, pengusaha batu bata rata-rata penduduk luar Papua, seperti dari Jawa. Mereka penduduk Muting, atau Jagebob. Mereka biasa bercocok tanam tetapi tak berhasil, maka mencari tempat di pinggiran Merauke.Caranya,  membuka usaha batu bata dan sudah berlangsung lama. Kambuan bilang,  pemilik usaha batu bata hanya numpang di lahan orang.“Mereka umumnya pakai lahan orang juga untuk membuat batu bata untuk rumah di Merauke. Berkat mereka, bangunan bisa berdiri sekarang,” katanya.Nurdin, penduduk Wasur II, membuat batu bata. Untuk bikin batu bata, katanya, perlu kayu bakar. Jadi, dia memerlukan kayu-kayu dari warga Wasur.  Usaha Nurdin telah berlangsung lama dan perlu kerjasama dengan pemilik dusun. Beberapa pemilik kendaraan pick up, biasa dia pakai untuk mengangkut kayu.Per ret kayu biasa dia bayar Rp350.000. Selain itu, dia bayar tukang pikul untuk angkut ke kendaraan, tukang gergaji mesin, memindahkan batang ke jalan besar lalu mobil membawa ke tempat tujuan." "Kala Penebangan Liar Terjadi di Taman Nasional Wasur","Karsan, juga pembuat batu bata mengatakan, harga kayu per ret agak tinggi tetapi bersyukur selama ini tak jadi masalah berarti. “Kita juga orang miskin, tanah yang sementara garap ini milik orang. Butuh banyak masalah hal, seperti air, jalan parah di ujung jalur perlu perhatian,” katanya.Usaha batu bata harus serius. Kadang, katanya, kayu terangkut tetapi uang tak cukup hingga harus berutang. Harga kayupun melonjak, dari Rp350.000 bisa jadi Rp400.000 sampai Rp700.000,  tergantung lama tunggakan.“Harus tambah lagi dengan sekam padi, total per ret Rp300.000 dan dibungkus karung plastik,” katanya.Donald Hutasoit, Kepala Balai Taman Nasional Merauke mengatakan, tak membiarkan hutan ditebang siapapun kecuali pemilik ulayat dengan memperhatikan zonasi.Dia meminta, pemilik dusun jangan membiarkan hutan mereka ditebang. Kalau dari dalam Taman Nasional Wasur, katanya, jelas-jelas, tak boleh truk pengangkut kayu melintas. “Pasti petugas menahan kecuali kayu di luar taman nasional. Kita harus mengecek betul asal kayu dari mana.”    [SEP]" "Cerita Piton Raksasa di Kebun Sawit sampai Terkaman Beruang di Riau","[CLS]  Robert Nababan (37) adalah warga Batang Gansal, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Dia berhasil selamat setelah bertarung dengan ular sanca atau piton pada dua pekan lalu. Sanca mati. Dipotong-potong dan dimakan warga. Robert, nyaris kehabisan darah. Dua hari berikutnya Bunui (55) Warga Kabupaten Kampar, Riau, meninggal dunia,  diserang beruang.Robert alami robek besar tangan kiri akibat gigitan piton. Diapun dilarikan ke RSUD Indrasari, Pematang Reba, sejauh 65 kilometer. Keluarga dekat Robert, Risdawaty Nababan selalu mengupdate peristiwa ini dalam akun Facebok miliknya.Dia posting beberapa foto piton batik (Malayopython reticulatus) yang telah mati. Badan ular itu digantung di antara dua pohon. Juga ada foto anak-anak yang duduk seperti sedang bermain ayunan di atas badan piton. Foto ini kemudian viral di sosial media terutama Facebook. Bahkan satu postingan ada yang dibagikan netizen hingga ribuan kali.Beberapa hari setelah viralitas itu, di sebuah postingan, Risdawaty emosi. Dia seperti jengah dengan komentar netizen yang menyalahkan Robert dan warga yang telah membunuh dan memakan reptil raksasa ini. Risdawaty merasa tersudut jika disebut mereka harus bertanggungjawab atas kematian predator besar itu.Komentar Poltak Panjaitan misalkan. “Jangan marah ito, kalau petugas melihat ini Ito diminta pertanggungjawaban, karena itu binatang buas yang dilindungi. Mengapa dia datang ke tempat kerja, karena habitatnya telah dirusak oleh manusia dan sumber makannya pun tidak mencukupi lagi, jadi karena lapar dia bisa makan manusia juga.”Namun Risdawaty yang masih bersedih karena Robert dalam kondisi terluka balik bertanya seperti yang dia tulis: “Kalau sudah kamu yang ditelan, berani gak komen, ularnya dibiarin hidup. Suka gak suka kalau gak tau ceritanya diam saja. Tak usah komen yang bukan-bukan.”" "Cerita Piton Raksasa di Kebun Sawit sampai Terkaman Beruang di Riau","Kalau melihat dari ukuran ular tujuh meter, satu manusia bisa dilahap. Kejadian di Mamuju, Sulawesi Barat pada Maret lalu, misal. Bapak dua orang anak ditemukan utuh di dalam ular piton bunga (Python reticulatus). Bahkan lengkap dengan sepatu boot yang terlihat jelas menonjol di bawah kulit ular. Panjang ular ini mencapai tujuh meter. Sama dengan ukuran piton yang dikalahkan Robert.Mungkin inilah yang ditakutkan Risdawaty dan warga Batang Gansal. Jika saja tidak ada kejadian itu, entah apa dan siapa yang akan disantap si piton.Amir Hamidy dari Pusat Penelitian Biologi LIPI mengatakan, ukuran piton batik dengan panjang tujuh meter itu dinilai ektra ordinari atau tak seperti umumnya meskipun bukan yang terbesar.Dari 20an kelompok piton, Indonesia sendiri memiliki jenis piton paling banyak dari negara manapun. Namun cuma tiga dilindungi dalam hukum Indonesia. Tiga piton itu yakni sanca timor (Python timorensis), sanca bodo (Python molurus) dan sanca hijau (Chondropython viridis). Piton di Batang Gansal bukanlah hewan dilindungi.“Secara CITES, piton ini masuk di Appendix II. Artinya pemanfaatan hewan ini masih bisa diperbolehkan dari alam, jadi negara mengatur berapa bisa dipanen. Begitu juga ketika diekspor dan negara pengimpor juga ada ketentuannya,” kata Amir.CITES adalah konvensi perdagangan internasional untuk spesies flora dan fauna yang terancam. Karena itu, negara tidak bisa menyalahkan pemanfaatan di tingkat lokal. Negara juga harus menghormati kebudayaan atau keyakinan masyarakat yang selama ini memanfaatkannya. “Negara gak bisa melarang etnis tertentu karena konteksnya bushmeat.”Lalu bagaimana dengan perubahan hutan habitat piton yang kini menjadi kebun monokultur. Apakah hutan jadi kebun telah membuat spesies ini terancam lalu balik menyerang?" "Cerita Piton Raksasa di Kebun Sawit sampai Terkaman Beruang di Riau","Batang Gansal satu dekade lalu memang dipenuhi hutan-hutan alam. Kini,  hutan itu berganti jadi perkebunan sawit. Usia pohon ada telah mencapai 12 tahun. Meski demikian populasi ular sawah-sebutan warga lokal ternyata masih banyak.“Dulu hutan rawa gambut. Perkebunan sawit semua keliling. Ularnya masih banyak di kanal-kanal,” katanya kepada Mongabay.  Annisa Rahmawati, Pengkampanye Hutan Greenpeace Indonesia, mengatakan, pembukaan hutan untuk perkebunan dan pembangunan jalan telah membuat hutan menjadi kawasan terbuka. Pertemuan antara manusia dengan satwa liar makin sering.“Hutan makin terbuka. Habitat mereka jadi berkotak-kotak. Padahal mereka secara alamiah akan mengikuti jelajah yang sama. Jadi walau dipotong-potong jalan dan perkebunan, mau gak mau tetap melewati jalur itu,” katanya.Meski demikian,  menurut Amir Hamidy,  perubahan habitat sejauh ini tak mengganggu populasi dan keberlanjutan piton. Karena itu, perubahan hutan rindang yang basah njadi hamparan gambut gersang dan kering di tahun-tahun pertama pembangunan kebun sawit tak membuatnya terusir.Dalam rantai makan, ia tetap berada di posisi paling atas, predator. Apalagi di kebun sawit banyak tikus jadi mangsa piton. Piton bisa tumbuh sehat dan tubuh terus memanjang.Amir sendiri pernah menyaksikan orang baru menangkap piton sepanjang dua meter saat menikmati makanan ringan di Kota Bogor. Padahal,  Bogor adalah kota padat penduduk. Selama mangsa ada, piton bisa hidup sehat.“Dalam 10 tahun terakhir tak ada perubahan dalam reproduksinya. Reproduksi inilah yang jadi indikator perubahan. Hewan ini cukup adaptable pada semua kondisi habitat. Piton masih bisa survive ketika mendapat mangsa. Apapun itu,” ucap Amir. Tewas diterkam beruang" "Cerita Piton Raksasa di Kebun Sawit sampai Terkaman Beruang di Riau","Konflik yang berujung maut antara manusia dan binatang buas di Riau,  terus terjadi. Hanya berselang dua hari dari kejadian di Batang Gansal, awal pekan pertama Oktober ini, beruang madu diduga menyerang sepasang suami istri di Desa Teluk Paman, Kabupaten Kampar, Riau. Sang Istri, Bunui meninggal. Sedangkan Saruli, suami kini cidera berat dan hingga Jumat kemarin dirawat di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.Bunui dan Saruli pada pagi naas itu sedang menakik karet di kebun orang. Tiba-tiba Bunui diterkam hewan yang dilindungi itu. Saruli segera menolong. Mereka bertarung. Suara minta pertolongan menggema di kebun karet tua itu. Beruang berlalu meninggalkan pasutri yang terkapar.Mukhlis (40) Sekretaris Desa Teluk Paman mengatakan, selama ini warga sering berjumpa beruang. Bahkan enam tahun lalu pernah konflik di tempat sama, beruang mencakar kaki seorang warga.“Gak seperti ini ada korban. Hutan bisa dibilang gak ada lagi. Di dekat kebun karet itu, di samping-sampingnya (kebun tua) sudah pada ditebang untuk jadi sawit,” katanya.   [SEP]" "Tumbuhan-tumbuhan Cantik Penghias Hutan Batang Toru","[CLS]   Kawasan ekosistem Batang Toru merupakan hutan dengan keragaman hayati tinggi. Selain dihuni spesies baru orangutan tapanuli, di wilayah ini juga hidup beragam tumbuhan cantik.Yayasan Ekosistem Lestari (YEL), yang telah melakukan penelitian di Batang Toru, baru-baru ini merilis sejumlah flora hasil temuan mereka. Nursaniah Nasution, Analis Tumbuhan Unik YEL, mengatakan di hutan yang masuk tiga kabupaten tersebut Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Utara, ditemukan kantong semar, Amorphophallus atau bunga bangkai, dan Rafflesia.Rhizanthes, atau tumbuhan parasit yang masih satu suku dengan Rafflesia juga ada di Batang Toru. Ada juga Balanophora, sejenis tumbuhan parasit, dan Thismia (tumbuhan saprofit), Rhododendron atau bunga azalea, serta Begonia, masyarakat di sekitar hutan Batang Toru menyebutnya asam-asam. Baca: Orangutan Tapanuli, Spesies Baru yang Hidup di Ekosistem Batang Toru Saniah menjelaskan, untuk kantong semar atau Nephentes, ada 12 jenis di sini. Berdasarkan literatur, sekitar 30 persen, adalah jenis yang hidup di Sumatera.“Delapan di antaranya endemik Sumatera, yaitu N. flava, N. ovata, N. tobaica, N. sumatrana, N. bongso, N. rhombicaulis, N. longifolia, dan N. Spectabilis. Sisanya merupakan jenis umum yaitu N. albomarginata, N. ampullaria, N. gracilis, dan N. rafflesiana. Jika dijelajah lebih luas lagi kemungkinan akan ada penambahan jenis,” jelasnya, awal Desember ini.  Lebih jauh dia menjelaskan, dari penelusurannya, ditemukan juga bunga bangkai yang mayarakat Tapanuli menyebutnya anturbung/atturbung, yaitu Amorphophallus titanum. Ini merupakan bunga bangkai raksasa atau titan arum, dan Amorphophallus gigas, atau bunga raksasa. “Untuk bunga padma, pernah ditemukan jenis Rafflesia cf. micropylora-gadutensis.”" "Tumbuhan-tumbuhan Cantik Penghias Hutan Batang Toru","Saniah menjelaskan, Amorphophalus dan Rafflesia sering disebut bunga bangkai. Ini kemungkinan, keduanya mengeluarkan bau busuk untuk menarik serangga yang bertujuan membantu penyerbukan.“Padahal, hubungan kekerabatannya jauh. Amorphophallus mendapatkan makanan dari umbinya (pada fase bunga), sedangkan Rafflesia memperoleh makanan hanya dari inangnya.”  Tumbuhan parasitSaniah menjelaskan, dalam ekspedisinya bersama tim YEL tersebut, ditemukan tumbuhan Rhizanthes infanticida. Jenis ini tersebar di Sumatera, Malaysia bagian barat, hingga bagian selatah Thailand. Di Sumatera pernah ada di Sumatera Barat, tapi untuk di Batang Toru ini yang pertama kali karena belum ada publikasinya.“Genus Rhizanthes memang belum sepopuler Rafflesia, padahal bentuknya tidak kalah menarik,” jelasnya. Baca juga: Ada Ratusan Jenis Anggrek dari Hutan Batang Toru Balanophora juga merupakan tumbuhan parasit dari famili Balanophoraceae, yang ukurannya jauh lebih kecil dibandingkan Rafflesia atau Rhizanthes. Jenis ini lebih mudah dijumpai, karena memiliki banyak inang dan bisa hidup pada ketinggian 900-2.800 meter diatas permukaan laut.  Data lapangan ini akan kami tindaklanjuti dengan proses identifikasi menggunakan buku identifikasi, jurnal ilmiah, dan juga menanyakan ke para ahli. “Tujuannya adalah untuk publikasi sekaligus mengungkap kekayaan hutan Batang Toru. Pastinya untuk tujuan konservasi, ilmu pengetahuan, dan menambah wawasan masyarakat akan keanekaragaman hayati Indonesia,” tandas Saniah.    [SEP]" "Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua","[CLS]   Di Jakarta, Bupati Merauke, Bupati Boven Digoel, warga calon penerima plasma dan Korindo adakan pertemuan. Di Merauke, warga protes dan tolak sawit. Warga di Merauke, tambah berang kala ada pertemuan dengan perwakilan yang mengatasnamakan masyarakat, seolah-olah semua warga menerima kehadiran perusahaan sawit. Pagi itu,  di bilangan Jakarta Pusat, berlangsung pertemuan ‘para pihak’ antara Bupati Merauke, Bupati Boven Digoel,  perwakilan warga kedua daerah calon petani plasma, Hamdani, anggota Komisi IV DPR RI dan perwakilan perusahaan sawit, PT Korindo Grup.Dalam pertemuan itu bahasan banyak menyangkut komitmen memberikan 20% konsesi Korindo kepada masyarakat sebagai petani plasma, tetapi terhambat komitmen moratorium hutan perusahaan. Mereka menuding, hambatan perusahaan buka lahan—termasuk plasma—karena tekanan lembaga swadaya masyarakat/ organisasi masyarakat sipil.“Kami tak mau ada intimidasi dari LSM. Pengelolaan koperasi harus dibuka,” kata Richard Nosal Kuola, tokoh masyarakat Digoel Atas, dalam pertemuan 24 Juli 2017 itu.Baca juga: Investigasi Ungkap Korindo Babat Hutan Papua dan Malut jadi Sawit, Beragam Masalah Ini MunculDia meminta perusahaan segera membuka lahan-lahan plasma.  Dia menyangka, penyetopan pembukaan lahan perusahaan karena ulah lembaga swadaya masyarakat.Serupa dikatakan Imanuel Gebze, warga dalam konsesi PT Dongin Prabawa, Merauke mengatakan, koperasi buka sejak 2016. Kini, mereka menanti pembukaan kebun plasma. “Kami tolong minta dibuka.”Frederikus Gebze, Bupati Merauke, usai pertemuan di Jakarta mengatakan, pemerintah daerah terbuka bagi investor. Dengan investor, katanya, mereka dapat manfaat dan kesejahteraan. Dia kesal dengan lembaga nonpemerintah (non government organization/NGO) yang merilis laporan deforestasi dalam konsesi Korindo." "Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua","“Milik hak warga. Hak dusun, 20% biar kelola tetapi tak bisa dilakukan karena penyampaian dari NGO yang seakan-akan ada deforestasi. Seakan-akan membahayakan. Perusahaan mau membuka (lahan) tapi tak bisa,” katanya.Dia mendesak pembukaan lahan plasma dan moratorium perusahaan setop. “Hentikan omelan bicara atas nama hutan. Lebih baik masyarakat diberdayakan kelola alam. Suatu saat kan bisa tanam kembali dan lain-lain. Prinsip kami berikan dan tunggu kebijakan dari Korindo,” ucap Gebze.Sebagai bupati, dia sudah tandatangani pembentukan koperasi sejak 2016. Sudah ada empat dan setiap koperasi, pemerintah Merauke memberikan stimulan Rp300 juta.“Apalagi yang jadi persoalan. Koperasi sudah diberi oleh pemda. Lahan tinggal dberikan ke masyarakat agar kelola.”Gebze berangan, koperasi akan menjadi pemasok beragam keperluan hidup perusahaan, termasuk jadi penyedia tenaga kerja.Menyadari banyak ‘sumbatan’ investasi, pada pertemuan ini juga mendeklarasikan forum investasi Merauke dan Boven Digoel.“Kami bentuk forum investasi di wilayah Merauke agar segala sesuatu yang sangkut perkembangan dan info keberlangsungan investasi dapat didiskusikan semua orang, termasuk LSM dan seluruh stakeholder berkepentingan,” katanya.Dengan forum investasi itu, harapannya, kalau ada hambatan, atau masalah seputar investasi di kedua wilayah, bisa diskusikan bersama-sama.Ungkapan Benediktus Tambonop, Bupati Boven Digoel, tak jauh beda dari Bupati Merauke. Papua , katanya, merupakan daerah luas sekali, sekitar tiga kali Pulau Jawa.Dengan kekayaan besar, katanya, daerah tak mampu mengelola sendiri. “Kami sangat butuhkan investasi. Kalau ada bupati di Papua yang tak mau investasi itu sangat aneh. Kami perlu investasi. Investasi positif, saling menguntungkan antara investor dan masyarakat. Itu yang kita butuhkan,” katanya." "Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua","Selama ini, katanya,  investasi masuk mendatangkan pasar bagi masyarakat. Sebagian besar, kebutuhan perusahaan diperoleh dari masyarakat sebagai penyedia beras, telur dan lain-lain.Dia bilang, terima investor salah satu cara orang Papua ingin berubah. Dulu, katanya, Orang Papua, pakai koteka dibilang ketinggalan zaman. Sekarang mau maju dengan memberikan sebagian lahan buat investasi, tak boleh.“Kami mau berubah terus apa masalahnya buat LSM atau NGO? Kami tak jual tanah orang lain. Kami tak berikan dusun orang lain.”Dalam menarik investasi, katanya, pemerintah tak pakai pola lama, keputusan dari pemerintah. “Sudah berubah. Investor masuk harus setuju warga dulu baru pemerintah tanda tangan. Saya pikir itu tugas pemerintah buat lindungi masyarakat,” katanya.Dia bilang, tak anti LSM tetapi kalau menyampaikan suatu hal mesti ada tawaran solusi. “Mari datang ke tempat kami… kalau ada solusi masyarakat kami pikir tak ada masalah. Mereka diperintah jaga hutan. Kalau hanya bicara-bicara saya pikir hentikan saja karena tak selesaikan masalah masyarakat kami. Yang benar itu beri solusi…,” ucap Tambonop.Pastor Felix Amias dari anggota Missionariorum Sacratissimi Cordis (MSC) juga hadir dalam pertemuan itu. Dia bilang, kalau ada masalah, terpenting cari solusi. Dia bilang, NGO perlu ada sebagai alat kontrol tetapi tak bisa sebagai penentu keputusan. “Kalau masyarakat sudah sepakat, perusahaan sudah ada izin resmi, jalan saja.”Dia cerita pengalaman di kampungnya kala investor akan masuk. “Saya bertanya kepada mereka, kamu mau tempat ini dibangun atau tidak?Felix melihat, kala itu memang ada ketakutan warga akan hilang hutan tempat hidup dan budaya mereka. “Misal,  kalau tebang hutan buat perkebunan harus atur hutan yang ditinggalkan agar masyarakat bisa tetap hidup. Bisa ambil kayu bakar dan lain-lain juga budaya. Perlu ada kesepakatan. Ini tawaran solusi ketakutan itu,” katanya." "Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua","Felix bilang, kalau ada kritikan harus melihat sisi positif dan negatif. “Kalau negatif lebih banyak itu harus dikoreksi. Namanya pembangunan pasti ada dikorbankan. Tak ada pembangunan tanpa pengorbanan. Tapi kurangi korbannya. Kerugian sekecil mungkin.”   Surat wargaSebelum pertemuan di Jakarta, beberapa masyarakat adat di Kabupaten Merauke, membuat pernyataan sikap mendukung perusahaan sawit. Ada yang tulis tangan pakai kertas dari buku bermerek “Mirage” maupun kertas HVS. Ada juga pakai ketikan.Mereka merupakan masyarakat di lingkaran perusahaan PT Dongin Prabhawa, anak perusahaan Korindo ini minta lahan masyarakat (plasma) bisa dibuka dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di dalam negeri maupun luar negeri tak protes kepada perusahaan sawit.Ada dari masyarakat Kampung Nekias, Distrik Ngguti, tertanggal 2 Juli 2017. Mereka yang bertanda tangan adalah Sekretaris Kampung; Simon Walinaulik, Perwakilan Adat; Demianus Blamen, Dewan Majelis Gereja; Matheus Walinaulik, dan Wakil Ketua Koperasi Iska Bekai; Abraham Yolmen.Dalam surat itu, mereka menyatakan, pembangunan kebun bagi masyarakat kewajiban perusahaan hingga diharapkan pemerintah mengambil langkah agar perusahaan segera merealisasikan pembangunan plasma.“Kami ingin segera memiliki kebun sawit untuk kesejahteraan kami ke depan.”Selain itu,  mereka menolak campur tangan dari pihak luar yang mengatasnamakan organisasi sosial yang bertujuan menggagalkan pembangunan kebun masyarakat. Mereka menganggap itu menghalangi peningkatan martabat dan kesejahteraan warga pemilik hak ulayat.“Kami yang memiliki hutan, bukan orang atau pihak lain.”Masyarakat juga sudah memiliki koperasi serba usaha yang diberi nama “Iska Bekai” lengkap dengan perizinan dari pemerintah daerah. Mereka berharap, pemerintah dapat memberikan kemudahan kepada perusahaan untuk membuka hutan demi pembangunan kebun sawit masyarakat." "Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua","Pemerintah dan perusahaan diminta tak mendengar organisasi masyarakat yang bersifat menghasut dengan alasan menyelamatkan lingkungan.“Kami yang harus diselamatkan dari kehidupan pola lama menjadi manusia baru,” tulis warga.Dari Kampung Yalhak, pernyataan ditandatangani sektretaris kampung: Sefnat Mahuze, tokoh adat: Yulianus Yaimahe, tokoh agama: Charles Yaimahe, sekretaris II koperasi Iska Bekai: Melianus Kaize.“Kami tidak sepaham dengan masuknya LSM atau NGO yang menekan perusahaan PT Dongin Prabhawa, hingga berakibat terhentinya pembukaan lahan termasuk pembangunan kebun masyarakat. Kami sebagai pemilik hak ulayat yang harus diperhatikan.”Mereka berharap, pemerintah kabupaten Merauke membantu menyelesaikan permasalahan tekanan LSM kepada perusahaan ini, dengan memfasilitasi pembukaan hutan untuk perusahaan dan mewujudkan peningkatan kesejahteraan warga.Dalam surat itu, sembilan marga yang tergabung dalam areal PT Dongin Prabhawa menulis, mereka sudah pernah studi banding ke Sumatera Barat dan ingin mengubah hidup seperti saudara-saudara di luar Papua.“Saya Ketua Marga Gebze Dinaulik sangat mengharapkan supaya jangan ganggu kami. Kami mau maju,” tulis Simon Kumbu Dinaulik. Pertemuan aneh John Gobai, dari Koalisi Peduli Korban Investasi di Tanah Papua angkat bicara. Dia mengatakan tindakan pemerintah daerah dengan menggelar pertemuan di Jakarta merupakan hal aneh dan bertentangan dengan UU Nomor 21/2001, tentang Otonomi Khusus Papua.“Bagi saya ini aneh dan pola lama. Yang benar itu bicara di kampung. Biar mau ribut kah, mau berdebat atau bermusyawarah, tetap dilakukan di kampung. Jangan kooptasi hak masyarakat adat,” katanya.Tanah itu, katanya,  memang milik Marga Gebze, Kaize, Mahuze, dan seterusnya, termasuk Bupati Frederikus Gebze." "Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua","Namun dia mengingatkan, jabatan bupati hanya lima tahun, sementara masyarakat hidup berpuluh-puluh tahun. Sebaiknya, tetap juga mendengarkan suara yang protes sawit.Soal pernyataan sikap masyarakat adat dan surat kepada LSM agar tak mengganggu perusahaan membuka lahan plasma di ulayat mereka, katanya, biasa terjadi di berbagai tempat.Dia balik bertanya,”Apakah orang Papua bisa mengelola sawit atau justru menguntungkan petani sawit asal non Papua?”Gobai bilang, dimana-mana investasi pasti ada pro dan kontra. “Itu memang tercipta dan diciptakan. Bupati harusnya jadi mediator aktif untuk semua masyarakat, bukan malah berat sebelah,” katanya.Bagi dia, orang yang menerima sawit adalah yang masih merasakan manisnya investor. “Yang merasakan pahit belum sekarang, yang menderita mendapatkan pahit itu justru anak dan cucu mereka.”    ***Korindo lewat sayap perusahaan, PT Tunas Sawaerma (TSE) bikin komitmen moratorium, seperti terpantau dari website Musim Mas, salah satu pembeli sawit Korindo.Dalam website itu, menyebutkan, pada 10 November 2016, TSE, memperpanjang kajian moratorium dan mempublikasikan pemberhentian pengembangan lahan melibatkan PT Tunas Sawaerma, PT Berkat Cipta Abadi dan PT Dongin Prabhawa.Awal mulai, TSE bikin kebijakan moratorium pengembangan lahan baru pada 9 Agustus 2016. Pada Oktober 2016, TSE mempublikasikan kebijakan keberlanjutan baru.  Kebijakan ini mencakup kegiatan operasional di Indonesia yang langsung dikelola TSE.Pada 1 September 2016, tiga organisasi merilis laporan berjudul, Burning Paradise: Palm Oil in The Land of the Tree Kangaroo. Ketiga organisasi ini, adalah Migthy, organisasi kampanye lingkungan global dan Sekretariat Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Agung (SKP-KAMe), merupakan kelompok kemanusiaan di Merauke, Papua. Juga Yayasan Pusaka, adalah organisasi nirlaba di Indonesia, dengan fokus riset dan advokasi hak-hak masyarakat adat." "Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua","Riset mereka sejak 2013 hingga Juni 2016, dengan menelusuri fakta-fakta Korindo ini lewat citra satelit, video dan foto-foto dari lapangan langsung atau lewat drone (pesawat tanpa awak).Dari sana, terlihat bagaimana kawasan yang dulu berhutan, kini tinggal lapangan luas.  Sebagian lahan, sudah ditanami sawit, bagian lain masih hamparan kosong.Dari video, terlihat alat-alat berat bekerja membersihkan lahan. Kayu-kayu bagus dikumpulkan. Stacking dibuat,  berupa jalur berisi tumpukan kayu-kayu kecil.Setelah tahu fakta-fakta ini, pembeli Korindo, seperti Wilmar dan Musim Mas, menyetop sementara pasokan sawit perusahaan sampai ada perbaikan. Korindo pun mengumumkan moratorium.Pada pertemuan di Jakarta 24 Juli itu, dari Korindo, tak ada menjelaskan perkembangan tata kelola lahan konsesi pada masa moratorium.Perwakilan Korindo, Lee Jong Myeong, Managing Director PT Tunas Sawaerma,  hanya cerita soal pengalaman di Papua. Dia seakan ingin meyakinkan kalau dia mengerti Papua.Lee bilang, sudah ke Papua, sejak 1992. Awal masuk Papua, keamanan tak terjamin. “OPM (Organisasi Papua Merdeka-red)  itu terlalu banyak di tengah-tengah perusahaan. Putera daerah tak tenang, apalagi pendatang. Apalagi orang asing,” katanya.Pada 2001, ada 15 orang kena sandera, salah satu dia. “Selama 21 hari tertahan di hutan bersama OPM tapi kami tetap bertahan.”Dia merasa berpengalaman di Papua. “Jadi kami banyak makan asam garam di Papua. Saya berani bicara,” katanya tanpa merespon warga yang ingin lahan plasma segera dibuka.Lee bilang, punya usaha di Papua, bukan satu dua tahun tetapi sudah 35 tahun jadi harus meningkatkan kepedulian terhadap masyarakat.“Itu yang kita upayakan selama ini,” katanya, seraya panjang lebar menjelaskan soal bantuan pendidikan dan kesehatan yang sudah perusahaan berikan kepada warga Papua." "Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua","Lalu dia mempersilakan datang ke Papua, kalau ingin tahu informasi dengan benar. “Kita akan senang hati dan terbuka.”Usia pertemuan, kala Mongabay bertanya soal perkembangan moratorium hutan pun, dia tak mau berkomentar.Malah yang cukup panjang lebar menceritakan upaya perusahaan dalam masa moratorium adalah Nyoto Santoso, Kepala Departemen Konservasi, Fakultas Kehutanan, IPB.  Dia juga menyalahkan organisasi masyarakat sipil yang mengeluarkan riset dan menuding mereka mengada-ngada untuk cari masalah perusahaan.Nyoto menceritakan, Korindo penjual minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) ke perusahaan-perusahaan anggota Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) seperti Musim Mas. Meskipun Korindo bukan anggota RSPO, tetapi produk sawit yang perusahaan beli harus sesuai syarat RSPO.RSPO wajibkan kalau mau jadi anggota harus ada penilaian kawasan bernilai konservasi tinggi (HCV) dan kawasan bernilai karbon tinggi (high carbon stock/HCS).Laporan Mighty, katanya, menyoroti Korindo pada banyak hal, seperti kebakaran lahan, dan deforestasi. “Isu pertama (kebakaran) itu tak terbukti,” katanya kepada Mongabay, usai pertemuan.Isu kedua, pemahaman deforestasi, katanya, jadi bumerang karena areal yang dibangun awalnya hak pengusahaan hutan (HPH) juga milik Korindo. Setelah kayu ditebang, pemerintah berikan izin kebun.“Dalam pandangan NGO itu masih hutan.”Dia bilang kalau cek ke lapangan kayu besar tak ada lagi. “Kalau main di karbon kan rendah.” Namun, dia akui juga masih ada wilayah berkayu tinggi. “Disitulah yang terjadi tuduhan deforestasi.”Bagi dia, hal seperti itu seharusnya tak masuk sebutan deforestasi. “Mengapa? Karena untuk hukum di Indonesia, semua legal dan clear. Cuma dari persepsi internasional kan seperti itu. Hingga buyer tak mau beli CPO,” katanya." "Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua","Dia bilang, telah mendatangi organisasi-organisasi non pemerintah yang terlibat dalam penelitian guna menggali masalah Korindo. “Karbon tinggi, kita lakukan. FPIC (free prior and informed consent-red) juga kita lakukan.  Semua setuju, malah minta plasma percepat.”Kini, aturan pemerintah bilang masyarakat harus mendapatkan plasma 20% dari konsesi. “Oke, kita beri plasma, tapi tak bisa buka. Masyarakat menuntut kepada NGO agar segera dibuka.”Dia beralasan, karena organisasi masyarakat sipil mendesak Korindo lakukan moratorium hingga perusahaan tak bisa buka lahan, termasuk buat plasma.“Ini potret kita hadapi seperti ini. Korindo tak bisa jual. Kita diancam agar tak laku dijual di dunia. Ini lebih jahat dibanding teroris. Ini upaya satu pihak tekan pihak lain. Satu pihak jerumuskan pihak lain. Harusnya nasional satu pihak, satu suara,” katanya dalam pertemuan.  Dia juga mengklaim masyarakat sebagai pemilik daerah dan pemda setuju. “Tata ruang sudah oke. Clear semua,” katanya, seraya bilang, moratorium sampai Oktober tahun ini.Sisi lain, kata Nyoto, pemerintah mestinya berdiri di depan nyatakan, perusahaan tak ada masalah. “Kalau moratorium gini, berkuasa mana, LSM dengan pemerintah? Akhirnya, lebih berkuasa LSM kan?  Ini yang perlu kita luruskan,” katanya, sambil katakan NGO luar negeri tak semua memahami hukum Indonesia.Dia menuding, pemerintah tak paham dan lalai mengawal kebijakan mereka sendiri. Kalau tak boleh buat kebun, katanya, jangan berikan izin sawit dan tak melepas kawasan hutan.“Mestinya kan begitu. Saya berulangkali bilang ke pemerintah harus konsisten dalam bikin kebijakan itu. Ini gak konsisten. Ini ada yang dimoratorium, diem saja.” Sesat pikir moratoriumPastor Anselmus Amo, Direktur SKP KAMe-Merauke, menanggapi. Katanya, terjadi sesat pikir tentang moratorium." "Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua","“Moratorium, tak diberikan oleh NGO. Ini statemen yang menyesatkan, yang disampaikan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab,” katanya, dalam rilis media, Rabu (9/8/17).Menurut Pastor Amo, ada gugatan oleh NGO terhadap aktivitas perusahaan yang membuka lahan dengan cara membakar lahan, yang dilarang oleh aturan pemerintah. “Sayang sekali bila pemerintah daerah agak ‘tutup mata’ dengan hal ini.”Ketidakpedulian pemerintah daerah, katanya, sudah tersistematis, jadi walaupun bupati bicara hal baik bagi warga, belum tentu berjalan baik oleh pelaksana teknis.“NGO menggugat perusahaan karena ada pelanggaran HAM dan kerusakan lingkungan. Bila perusahaan memperhatikan HAM dan lingkungan, tak mungkin ada gugatan NGO.”Senada Inda Fatinaware, Direktur Eksekutif Sawit Watch. Dia mengatakan, jangan menyesatkan pola pikir masyarakat dengan alasan moratorium.Kebun plasma, katanya,  harus diberikan perusahaan kepada masyarakat sesuai UU Perkebunan No 39/2014. Jadi, katanya,  tak ada alasan bagi perusahaan tak membangun kebun plasma. Apalagi Korindo Grup sejak lama di Merauke dan Boven Digoel.“Seharusnya sekarang sudah ada kebun plasma untuk masyarakat. Pertanyaannya, selama ini kemana saja dan kenapa tak bangun kebun plasma untuk masyarakat?  Jadi, jangan gunakan moratorium sebagai alasan untuk tak membangun kebun plasma.”   ***Siang itu, Melkor Wayoken, laki-laki  53 tahun Kepala Kampung Nakias juga pemilik ulayat Dusun Maam, terlihat berkaca-kaca.Sesekali dia membolak balik sebuah koran lokal di Jayapura dan membaca komentar beberapa perwakilan masyarakat yang menolak LSM yang dituding menyulitkan Dongin Prabawa, beroperasi di Distrik Ngguti, Dusun Maam.Warga yang bicara di koran itu adalah Sekretaris Kampung Nakias, Simon Walinaulik, Abraham Yolmen, Demianus Blamen dan Yohanes Samkakai." "Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua","Menurut Wayoken,  apa yang mereka laporkan sama sekali tidak benar.  Wayoken hampir menangis saat Mongabay wawancara. Dia langsung mengecek informasi di koran.Dia heran mereka  bisa mewakili penduduk Nakias. Dia sendiri adalah Kepala Kampung Nakias. “Mereka tak berhak mewakili masyarakat,” kata pria yang juga Kepala Adat Kampung Nakias ini.Semestinya,  dia mendapat informasi segala persoalan menyangkut Dusun Maam,  termasuk pertemuan di Jakarta.Dia jengkel, kala undangan, melalui pesan singkatpun tak dia terima, sebagai aparat pemerintah paling bawah, tiba-tiba ada orang Kampung Nakias dan Kampung Tagaepe, muncul mengatasnamakan warga.“Pertemuan itu dalam rangka apa? Utusan dari siapa?  Benarkah mewakili pemilik adat atau tidak?”Wayoken mengatakan, kebun berada dalam wilayah masyarakat Maam, milik Kampung Nakias, Tagaepe, Salamepe, Banabepe. Pemilik sah dusun itu Ny. Elisabeth Ndiwaen dan Mariana Walinaulik, tetapi mereka tak ikut dalam pertemuan itu.Sebagai pemerintah Kampung Nakias, dia kesal ada yang mengaku wakil warga mengatakan, Dusun Maam, dan beberapa kampung sekitar sudah sejahtera.“Kata itu tepatnya untuk perusahaan sendiri, karyawan yang ada dalam perusahaan ini yang menikmati kesejahteraan.”Dia beberkan, warga hidup dalam keterbatasan, termasuk Pemerintah Kampung Nakias juga. Sekolah SD YPK di Nakias, dalam kondisi miris. Rumput hampir setinggi ruang kelas. Perusahaan tak pernah melirik sekolah di Kampung Nakias.“Yang sejahtera hanya karyawan di Maam, menyekolahkan anak SD, bus selalu siap mengantar jemput. Anak karyawan saja. Anak-anak Kampung Nakias tak ada sekolah di Nakias, Tagaepe, Salamepe atau Boepe. Tidak pernah diperhatikan perusahaan juga,” katanya.Wayoken kritis terhadap kehadiran sawit di kampung mereka. Dalam rapat pembentukan koperasi dia juga menyampaikan kepada pengurus—semua orang Papua–, bahwa, perusahaan tak memperhatikan orang di Maam." "Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua","Wayoken mengibaratkan, warga di Maam seperti ayam bertelur di padi, tetapi mati kelaparan. “Mereka berenang tapi mati kahausan,” katanya dan berharap, kepala daerah memperhatikan warga bukan kepentingan pribadi.Warga Maam, katanya, sudah menolak perusahaan ini puluhan kali tetapi mereka bercokol. Kalau warga protes, katanya, mereka panggil aparat keamanan.”Kami orang Marind punya aturan.  Dusun Maam adalah tempat sakral orang Marind, tempat mencari makan semua orang Marind.”Serupa ungkapan Elisabet Ndiwaen, perempuan asal Kampung Nakias. Dia tak setuju PT. Dongin Prabhawa masuk tanpa kesepakatan.“Saya sebagai pemilik hak ulayat apapun tetap pertahankan hak dan berbicara kebenaran,” katanya.Dulu, katanya, dia penentang Bupati Merauke Romanus Mbaraka,  kala menjabat karena memperbolehkan perusahaan masuk.  Dongin Prabhawa, katanya, masuk ilegal karena melecehkan hak Marga Dinaulik.“Sampai pembagian uang di Kampung Tagaepe, belum tahu hingga sekarang siapa yang menerima. Kami, Marga Dinaulik tak pernah ambil uang itu. Tak tahu perwakilan dari mana. Jadi yang terima uang atas nama Marga Dinaulik ini kami tidak tahu.”Dia terus menentang sawit masuk demi anak cucu. “Bukan saya punya anak cucu saja tetapi semua orang Marind.”Koperasi terbentuk pada 2009, dia tetap menolak. Koperasi tersendat karena perusahaan mau memperluas kebun di Maam dengan alasan masuk wilayah hak guna usaha (HGU).Dinaulik menentang perluasan lahan Maam dengan cara meminta hutan lagi. Dia tak setuju pembongkaran hutan dengan alasan dalam HGU sudah mencantumkan lahan koperasi.“Saya pasti lawan perusahaan sampai titik darah penghabisan kalau pembangunan demi koperasi mau bongkar hutan lagi. Hutan sudah habis. Cukup sudah perusahaan menipu.”Dia tak mau hutan terbongkar lagi. Walau kebiasaan disana, perempuan tak punya hak berbicara tentang tanah tetapi warisan leluhur milik Dinaulik." "Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua","“Semua warga Marind punya hak juga, termasuk cucu Marga Dinaulik. Cukup sudah hutan dibongkar demi kemauan perusahaan.”“Kami perempuan tetap bersuara, untuk pertahankan hak kami karena ahli waris dari leluhur kami,” katanya sambil meminta bupati, sebagai anak adat orang Marind agar menyelesaikan masalah ini.Soal LSM atau NGO masuk ke sana, katanya, malah mereka yang mengundang datang karena khawatir hutan bakal habis.“Kami yang mengundang mereka, karena kami merasa sandaran kami sudah tidak ada lagi. Siapapun orangnya, tidak boleh batasi LSM Karen mereka (bekerja) untuk masyarakat. Bila perusahaan atau pemerintah tak mampu selesaikan merekalah yang kita datangkan.”Mariana Dinaulik, tokoh perempuan asal Kampung Nakias, pemilik Dusun Maam mengatakan, bosan menghadapi Dongin Prabhawa dan Pemda Merauke.Dia berharap, presiden turun ke Merauke menyelesaikan masalah ini. “Jangan hanya LSM tetapi presiden.”Pada Hari Masyarakat Adat Internasional, 9 Agustus 2017, komunitas adat dan organisasi masyarakat sipil, termasuk media di Papua, bikin pernyataan bersama antara lain, soal Korindo.Mereka dari masyarakat adat Kampung Nakias, Tagaepe, Ihalik, Wambon Tekamerop, SKP KAMe, Sawit Watch, Yayasan Pusaka, Papuan Voices, Belantara Papua, SKPKC Fransiskan Papua, Garda Papua, Suara Papua, Tabloid Jubi, Yayasan Teratai Hati Papua (YTHP), Forum Independen Mahasiswa Papua, PMKRI Cabang Merauke.Melkor Wayoken datang juga. Dia kesal, ada oknum aparat Kampung Nakias menyamar jadi kepala kampung dan menandatangani surat pernyataan lalu pakai cap pemerintah Kampung Nakias." "Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua","Pernyataan itu, katanya,  dibuat tanpa sepengetahuan dia sebagai kepala kampung. “Lalu dorang pergi dengan rombongan Bupati Merauke dan Bupati Boven Digoel buat pertemuan di Jakarta. Saya jelas tidak terima, kalau memang dorang tahu saya ada di sini kenapa dorang tidak panggil saya sebagai pemerintah kampung yang punya wilayah di mana perusahaan bekerja?” katanya dalam rilis.“Saya ini dipilih oleh masyarakat Kampung Nakias. Dorang tahu saya berada di Merauke tetapi dorang tidak panggil saya.”       [SEP]" "Disorot Negatif di Indonesia, Susi Diganjar Penghargaan di Amerika","[CLS] Meski mendapat sorotan negatif di dalam Negeri, namun kinerja Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti justru mendapat penilaian positif dari luar negeri. Setidaknya, itu yang tergambar saat dia melakukan kunjungan kerja ke Amerika Serikat awal Juni.Di Negeri Paman Sam, perempuan asal Pangandaran, Jawa Barat itu didapuk penghargaan tertinggi Seafood Champion Award untuk kategori kepemimpinan (leadership) dari empat kategori yang ada, yaitu innovation, vision, advocacy, dan leadership.Dalam gelaran yang dihelat di Seattle, Susi mendapat penghargaan karena dinilai sangat berani memberantas praktik penangkapan ikan secara ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur atau illegal unreported and unregulated fishing yang dilakukan kapal ikan asing (KIA) dan kapal ikan Indonesia (KII) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPPRI).  Dari keterangan resmi yang dikirimkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Susi mendapatkan penghargaan tersebut, juga karena dianggap telah berperan penting dalam menjaga kesehatan laut dan praktik pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan yang bertanggung jawab, melalui pelarangan penggunaan trawls dan alat tangkap tidak ramah lingkungan lainnya.“Kepeduliannya terhadap kasus perbudakan yang terjadi di kapal perikanan juga menjadi salah satu aspek penilaian,” demikian menurut Sekretaris Jenderal KKP Rifky Effendi Hardijanto yang menerima penghargaan tersebut karena Susi berhalangan hadir.Rifky mengatakan, penghargaan yang didapat atasannya itu merupakan buah kerasnya selama ini. Sebelum menjadi menteri, kata dia, Susi memulai usaha lebih dulu sebagai pedagang seafood skala kecil di Pangandaran. Di sana, dia bergabung bersama ribuan nelayan kecil lainnya yang mengais rezeki." "Disorot Negatif di Indonesia, Susi Diganjar Penghargaan di Amerika","“Saat beliau dipercayakan Presiden Joko Widodo untuk menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan, beliau merasa bertanggung jawab untuk memastikan bahwa lautan sebagai warisan terbesar Indonesia dapat dinikmati seluruh anak bangsa hingga generasi-generasi berikutnya,” ungkap dia.Rifky kemudian mengatakan, dia dan tim di KKP tak menampik bahwa sosok menteri Susi saat ini sedang menghadapi tantangan atas implementasi kebijakan-kebijakan yang sudah dibuatnya. Namun, dia tak khawatir, karena di sisi lain, masih banyak yang mengakui kebijakan KKP sebagai pencapaian reformasi perikanan dan penegakan hukum.Kebijakan-kebijakan tersebut, kata dia, seperti penenggelaman kapal penangkap kapal ikan ilegal, moratorium kapal ikan eks asing, larangan bongkar muat di tengah laut (transshipment), dan larangan penggunaan alat penangkapan yang merusak lingkungan.“Kami percaya, bagaimanapun ini hanyalah permulaan. Ini adalah awal yang baik, tapi kita masih harus melakukan lebih banyak lagi,” tambah dia.Presiden Seaweb and The Ocean Foundation Mark Spalding mengatakan, penghargaan ini diberikan atas keberanian dan kreativitas orang dan atau organisasi yang dapat mendorong ketersediaan, kemajuan, dan kelestarian stok makanan laut dunia. Seafod Champion Award tahun ini telah menunjukkan tren prioritas solusi praktis dan terjangkau bagi nelayan skala kecil dan negara berkembang.  Intervensi IndonesiaMeski tidak hadir saat mendapatkan penghargaan, Susi Pudjiastuti tetap hadir dalam “Dialog Kemitraan 4: Menjaga Keberlanjutan Perikanan” yang digelar keesokan harinya dalam rangkaian acara Konferensi Laut PBB di Markas Besar PBB di New York, AS. Bahkan, dalam kegiatan tersebut, Susi menyampaikan intervensi Indonesia berkaitan dengan menjaga laut dunia." "Disorot Negatif di Indonesia, Susi Diganjar Penghargaan di Amerika","“Lautan menutup sekitar 71% permukaan bumi. Lautan harus dilindungi untuk menumbuhkan dan menjaga kelestarian kehidupan laut. Ini merupakan tugas kita untuk menjaga hak lautan,” ungkap dia.Susi mengatakan, agar lautan bisa dijaga dengan baik, perlu campur tangan masyarakat dunia secara langsung. Kata dia, masyarakat dunia harus memahami bahwa lautan dan kehidupan yang terkandung di dalamnya berhak untuk hidup lestari.Untuk itu, menurut Susi, dunia memerlukan suatu badan global untuk mengatur perlindungan terhadap hak laut, yang tak akan terganggu oleh agenda politik apapun. Namun, menurutnya, Badan yang ditunjuk harus mengawasi kehidupan laut seperti ikan dan terumbu karang yang hidup di dalamnya.“Khususnya dengan bersama-sama berjuang melawan Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing,” tutur dia.Lebih jauh Susi menjelaskan, agar kelestarian sumber daya alam yang ada di laut bisa tetap terjaga dengan baik, laut lepas perlu dijaga dengan manajemen yang lebih baik. Tujuannya, untuk memastikan penangkapan hasil laut di sebuah negara melaksanakan sistem berkelanjutan.Untuk itu, Susi menyarankan agar negara-negara dunia melakukan penangkapan menggunakan peralatan dan metode yang aman, mengontrol Fish Agregating Device (FAD) atau rumpon, dan tidak menguras induk-induk ikan yang bermigrasi menuju zona perkembangbiakan mereka.  “Ketika induk-induk ikan tidak kembali ke zona perkembangbiakan (akibat ditangkap), bayi-bayi ikan tidak akan lahir untuk menjaga keberlanjutannya, sehingga dunia akan kehabisan stok ikan,” papar dia.Dengan dilakukan perlindungan, Susi menyebut bahwa itu juga akan memberi manfaat kepada nelayan tradisional karena mereka adalah industri skala kecil yang sangat rentan. Jika sudah begitu, nelayan juga akan merasakan dampaknya hingga bisa mencapai kesejateraan secara ekonomi.“Laut harus dapat menjadi sarana nelayan kecil untuk meningkatkan kualitas hidup mereka,” ucap dia." "Disorot Negatif di Indonesia, Susi Diganjar Penghargaan di Amerika","Mengingat perlindungan terhadap laut sangatlah penting, Susi meminta agar dunia memahami bahwa IUU Fishing bisa berdampak buruk bagi kesehatan laut. Praktik tersebut juga masuk dalam kategori kejahatan transnasional yang terorganisir.Dalam praktiknya, kata Susi, selain melakukan pencurian ikan juga terjadi perdagangan manusia, penyelundupan narkoba, transaksi bahan bakar minyak (BBM) ilegal, IUU Fishing juga melakukan kejahatan seperti penyelundupan binatang langka.Dengan ancaman yang sangat tinggi, Susi meminta PBB mengakui bahwa kejahatan perikanan transnasional terorganisir (transnational organized fisheries crime) dalam resolusi Majelis Umum PBB.Selain itu, untuk mencegah terjadinya IUU Fishing, diperlukan sebuah tim ahli independen yang akan merekomendasikan rencana untuk melembagakan kejahatan perikanan transnasional terorganisir. Kemudian, juga untuk mendorong pengakuan berdasarkan Dokumen Resolusi Majelis Umum PBB. Laut KeberlanjutanLebih jauh Susi menceritakan bagaiman kondisi Indonesia di masa lalu saat pengelolaan wilayah laut masih buruk. Menurutnya, dulu Indonesia kurang memperhatikan aspek keberlanjutan dalam tata kelola wilayah perikanan dan kelautan. Kondisi itu diperparah dengan maraknya praktik illegal fishing yang membuat Indonesia kehilangan banyak stok ikan.“Berdasarkan data statistik tahun 2003-2013, stok ikan di lautan Indonesia berkurang hingga 30 persen,” jelas dia.Susi kemudian bercerita, dulu saat masih menjadi pengusaha perikanan, dia harus membeli 30 sampai 40 ton ikan dari pasar ikan setiap hari untuk diekspor ke Jepang dan Amerika Serikat. Namun, lambat laun, dia kemudian hanya bisa mendapatkan 100 kg ikan saja.“Saya tidak tahu mengapa itu bisa terjadi, hingga saya menjadi Menteri dan menemukan alasannya. Ternyata penyebabnya adalah praktik illegal fishing dan penangkapan yang tak memperhatikan keberlanjutan,” kenang dia." "Disorot Negatif di Indonesia, Susi Diganjar Penghargaan di Amerika","Karena sadar bahwa keberlanjutan menjadi kunci, Susi setelah menjadi Menteri kemudian menerapkannya dalam semua program kerja. Dalam dua tahun kepemimpinannya sejak 2014, berbagai kemajuan dan perbaikan langsung terlihat nyata, termasuk peningkatan stok ikan Indonesia.Berdasarkan Data Komisi Pengkajian Ikan Nasional, pada 2014 stok ikan Indonesia hanya 6,5 juta ton. Kemudian, pada 2016 jumlahnya sudah mencapai 12 juta ton. Selain itu, angka konsumsi ikan masyarakat juga meningkat dari 36 kg per kapita pada 2014 meningkat jadi 43 kg per kapita di 2016.“Pembatasan kuota guna menjaga keberlanjutan sumber daya ikan dan usaha memerangi IUUF ini, saya pikir juga menjadi perhatian anggota PBB lainnya. Indonesia juga sudah membuktikan dengan stok tuna yang fantastis, di mana 60 persen yellow fin tuna dunia berasal dari Indonesia,” tandas dia.Konferensi Laut PBB sendiriberlangsung pada 5-9 Juni 2017 dengan mengusung tema Our Ocean, Our Future: Partnering for the Implementation of SDG’s 14. Tujuannya untuk mengidentifikasi upaya-upaya yang diperlukan dalam implementasi Sustainable Development Goals (SGD’s) No.14.  [SEP]" "Rumah Baru Kucing Hutan Ini di Hutan Sicike-cike","[CLS]   Dua kucing hutan kembali ke habitat, hutan Sicike-cike, Dairi, Sumatera Utara, Sabtu (29/4/17). Sebelum lepas liar, tim medis Indonesian Spesies Conservation Program (ISCP) bersama Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Sidikalang, memeriksa kondisi kesehatan satwa. Mereka sehat.Saat kandang terbuka, satwa ini tampak canggung keluar. Mereka masih beradaptasi terlebih dahulu. Beberapa menit berselang, satu kucing hutan dewasa mengaung langsung lari kencang ke kiri hutan Sicike-cike. Kucing remaja masih tinggal dekat kandang, mengaung beberapa saat, kemudian berari ke kanan hutan.Tuahmanraya Tarigan, Kepala Seksi Wilayah-I BKSDA Sidikalang, kepada Mongabay mengatakan, konsep BKSDA Sumut menjaga satwa tetap ada di alam. Jadi langkah utama meningkatkan penyitaan satwa dilindungi.Dia mengatakan, bagi masyarakat yang memelihara satwa liar agar menyerahkan ke BKSDA Sumut untuk dilepasliarkan ke alam.Kucing hutan, katanya, tinggal di alam liar, bukan kandang sempit buatan manusia. Kini,  status satwa hampir punah, hingga harus dijaga ketat dan tak diburu, perdagangkan atau dipelihara.Dua kucing hutan ini, lepas liar di hutan Sicike Cike, karena kerapatan hutan masih bagus. Kegiatan ilegal berdampak kerusakan habitat terbilang minim.Saat ini, katanya, masih banyak para pemburu menangkap satwa dilindungi seperti kucing hutan, untuk diperjualbelikan. Faktor ekonomi, jadi salah satu alasan mereka.“Melalui Mongabay kami sampaikan, kucing hutan dilindungi UU Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem. Jangan sekali-kali mau membeli satwa dilindungi ini.”  Rudianto Sembiring, Direktur ISCP mengatakan, dua macan akar sudah empat bulan di kandang karantina di Sibolangit, Deli Serdang. Satwa ini, katanya, hasil penyitaan dan serah terima dari warga di Kota Medan dan di Desa Sikeben, Deli Serdang.Selama di karantina, dua satwa ini jalani rehabilitasi seraya mengamati sifat liar, dan makanan dari binatang baik hidup dan mati." "Rumah Baru Kucing Hutan Ini di Hutan Sicike-cike","“Ini sangat perlu, untuk terus melatih dan menjaga sifat liarnya, sehingga jika nanti dilepas kembalikan ke alam, satwa-satwa ini tetap bisa bersaing mencari makannya, dan mampu berburu guna mendapatkan makanan mereka, ” ucap Rudianto.Dia bilang, banyak orang memburu ini di alam dengan cara memberikan makanan dipasang jerat. Lebih miris, terkadang membunuh induk untuk mendapatkan anakan.Ada lebih menyedihkan lagi, satwa dipelihara sejak bayi, lalu jadi koleksi mereka yang tergabung dengan komunitas binatang. Ada juga menjual bayi, lalu dipelihara bebas.“Bagi ISCP, biarkan satwa ini hidup dan mati di alam sesuai kondratnya.”      [SEP]" "Bukan Hanya Cerita, Penderita Penyakit Minamata Sudah Ada di Indonesia (Dilengkapi Video)","[CLS] Emas, kata ini seolah menggambarkan keuntungan dan keberuntungan yang akan didapat oleh penggalinya. Namun tanpa sadar, pertambangan emas telah membawa kerusakan baik untuk lingkungan maupun kesehatan penambang. Tanpa sadar, pertambangan emas menjadi awal mula dari sebuah bencana.Merkuri (raksa, Hg), adalah logam berat yang umum digunakan untuk pemurnian emas. Masalahnya, banyak penambang yang tidak tahu atau mengabaikan bahaya merkuri. Logam cair ini diperlakukan hanya sebagai unsur logam biasa. Akibatnya fatal. Ketika merkuri sudah terserap kedalam tubuh, efeknya bisa menjadi turun-temurun.Sesungguhnya tragedi Minamata, Jepang membuka mata dunia tentang bahaya pencemaran merkuri ke lingkungan. Dampak buruk cemaran merkuri masih mengintai sejauh ini. Bukan lagi hanya cerita, namun ancaman penyakit akibat dampak merkuri (minamata) pun telah mengintai wilayah-wilayah di Indonesia.Baca juga: Akhirnya, Indonesia Ratifikasi Konvensi MinamataDentang jarum jam di rumah Juhanda (32) nyaris tak terdengar. Hanya deru mesin gelundungan (penghancur mineral) terdengar dari rumah tetangga. Mesin tu berputar hampir 24 jam. Putarannya seolah menunjukkan laju roda kehidupan masyarakat Desa Cisitu, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Banten.Bagi sebagian masyarakat setempat, menambang sudah jadi mata pencaharian. Setidaknya, dalam 10 tahun terakhir ini, pekerjaan rawan resiko ini diminati oleh masyarakat. “Ngelubang” atau masuk lubang untuk mencari emas, dianggap sebagai pekerjaan bagi kaum lelaki di desa ini.Padahal sebelumnya, desa indah dengan punggung-punggung pegunungan, berpopulasi penduduk 7.841 jiwa ini, mayoritas adalah pekerja tani, yang akrab dengan sawah, huma dan cangkul. Desa ini berbatasan dengan kawasan Taman Nasional Halimun Salak (TNHS)." "Bukan Hanya Cerita, Penderita Penyakit Minamata Sudah Ada di Indonesia (Dilengkapi Video)","Empat tahun sudah, Juhanda tidak mampu lagi beraktifitas kerja fisik. Dia hanya bisa berada di rumah. Dia didera penyakit kepala yang berkepanjangan. Seluruh tubuhnya kehilangan daya. Tangan dan kakinya kaku serta sulit berjalan. Berbicara pun kurang fasih mengeja kata.“Setelah sakit parah waktu itu, kondisi saya (sekarang) seperti ini. Tidak banyak yang dapat dilakukan,” Kata Juhanda terbata–bata saat ditemui Mongabay Indonesia (12/09).Entah, begitu kata dia. Juhanda mengaku kurang paham apa penyakitnya. Sepengetahuannya, dia tidak memiliki riwayat sakit. Semua berjalan normal, bekerja seperti biasa.Keterbatasan biaya memaksa dia mengubur rasa penasarannya menyoal penyakit yang diderita. Terlebih akses dan jarak lumayan jauh baginya untuk menjangkau rumah sakit, yang berjarak sekitar 30 km dari desanya.Ditengah keterbatasan, Juhanda masih mengerahkan sisa tenaga untuk bekerja. Dia mengerjakan apapun semampunya. “Tidak banyak, cuma membuat sapu. Bila ada pesenan, akan saya buatkan. Lumayan untuk makan dan beli obat warung,” ucapnya.Baca juga: Pemerintah Targetkan Penambang Emas Kecil Bebas Merkuri 2018, Mungkinkah?Di rumah ukuran 4 x 4 meter, Juhanda ditemani Ibunya, Utaminah (70). Dari 7 anak Utaminah, hanya Juhanda yang sakit parah. Kadang, untuk makan dan mandi pun memerlukan bantuan ibunya. Malangnya, semenjak sakit, istrinya malah pergi meninggalkan dirinya.Nasib serupa juga dialami Ocih (65) warga sekitar. Hampir 10 tahun, dia menderita penyakit parkinson atau degenerasi sel saraf pada otak bagian tengah.Wanita berusia lanjut itu, sepanjang hari mengalami tremor atau gemetaran pada tubuh rentanya. Tak ada kata keluar dari mulutnya. Hanya sesekali tersenyum simpul menahan pegal.Keadaannya terus melemah. Bahkan untuk makan, mandi dan tidur pun sudah tidak mampu dikerjakan sendiri. Beruntung, anak bungsunya setia melayani." "Bukan Hanya Cerita, Penderita Penyakit Minamata Sudah Ada di Indonesia (Dilengkapi Video)","“Gejala awalnya saya tidak tahu. Sebelum itu ibu masih bisa jalan. Namun, setahun ini sudah tidak bisa apa–apa,” jelas Selvi Oktaviani (19), anak bungsu Ocih.Di RT 2 RW 2, Camelia Karisa anak berusia 7 tahun juga mengalami ganguan kesehatan. Bocah itu mengidap keterbelakangan mental. Menurut Nur Aini (27) ibunya, saat dilahirkan Camelia sehat seperti bayi normal umumnya. Perkembangan dan pertumbuhannya terbilang baik.Namun, buah hatinya mendadak kejang–kejang ketika menginjak umur 3 tahun. Sejak itu, putri semata wayangnya mengalami keterbelakangan metal. “Dia sering memukul kepala dan menangis tiap malam. Seperti merasakan pusing. Upaya pengobatan, sudah ke dokter hingga pengobatan tradisional. Namun, pernah terhenti akibat biaya dan jarak juga,” ujar Nia.  Desa GelundungHampir seluruh rumah tangga di Cisitu memiliki unit gelundung (penghancur batu) sendiri. Pada aktifitasnya, masyarakat akrab menggunakan bahan kimia logam berat dalam memecah batu dan tanah agar emas terpisah dari mineral lainnya.Seperti halnya yang dilakukan Aam Daris (45), seorang penambang emas. Sudah 10 tahun ini, dia keluar-masuk lubang tambang. Dalam sekali menambang, bisa menembus lubang yang dalamnya 100–300 meter.Dia mengaku, paling maksimal membawa pulang 2 beban (5 kilogram) batuan tambang ke rumah. Perhitungannya, dari total 100 beban yang dikumpulkan dalam tiga hari, hasil harus dibagi dengan pemilik lubang, dan dibagi rata dengan jumlah penambang.Baca juga: Serahkan Ratifikasi Konvensi Minamata ke PBB, Bagaimana Upaya Indonesia Tekan Peredaran Merkuri?Selanjutnya, karung beban diproses menggunakan gelundung. Agar biji emas terpisah dari material batu dan tanah, ditambahkan bahan kimia jenis merkuri dan sianida (CN). Dua cairan tersebut ditakar, lalu dimasukan ke mesin bersama material tambang dan diputar selama 8–12 jam." "Bukan Hanya Cerita, Penderita Penyakit Minamata Sudah Ada di Indonesia (Dilengkapi Video)","“Sekali proses, sebenarnya tidak tentu ada (emas). Dapat 1–2 gram emas saja sudah tergolong beruntung,” ujar Aam. Dia menyebut, satu ons merkuri dibeli dengan harga Rp 150 ribu, katanya bahan itu mudah didapat di toko-toko emas.Saat ditanya, Aam tidak tahu bahaya dan efek samping dari merkuri. Yang dia tahu, merkuri dipakai dalam proses mengolah bahan tambang. Padahal sisa-sisa tanah dari gelundung kerap dibuang sembarangan, bahkan di area yang dekat dengan sumber air.  Hasil AnalisaMedicus Grup, lembaga nirlaba di bidang kesehatan, telah melakukan pemantauan di Cisitu sejak 2014 lalu. Hasil analis yang dilakukan, menunjukan lingkungan Desa Cisitu telah tercemar merkuri cukup parah. Akibat buangan dari proses pengolahan tambang yang langsung ke air dan terkontaminasi ke daerah sekitarnya.Sekitar 110 orang yang diperiksa secara acak, ditemukan 27 orang dicurigai terkena indikasi penyakit berhubungan dengan keracunan merkuri. Sebelas orang dinyatakan positif terpapar berat merkuri, termasuk 6 yang masih berusia anak–anak.“Orang yang terkena keracunan merkuri ini, dalam jangka panjang belum ada penanganannya secara khusus,” jelas Founder Medicus, Dokter Josep William.Baca juga: Fokus Liputan: Mereka Bertaruh Nyawa Demi Batu CinnabarWilliam yang juga berprofesi sebagai dokter umum mengatakan, secara klinis gejala merkuri tak terasa seketika, perlu waktu antara 5-10 tahun. Gejala khusus tidak ada, karena keracunan merkuri ini sangat luas penyakitnya, dapat menjangkit sistem saraf, kanker dan gangguan kesehatan. Penyakit ini dapat muncul sebagai penyakit kulit, paru-paru, kelainan ginjal, kelainan pembuluh darah, hingga beragam penyakit hormonal lainnya.Merkuri mengancam kesehatan karena termasuk polutan yang parsisten (bertahan di lingkungan) dan bisa terbawa sangat jauh begitu terlepas pada air atau udara." "Bukan Hanya Cerita, Penderita Penyakit Minamata Sudah Ada di Indonesia (Dilengkapi Video)","Di lokasi-lokasi Penambangan Emas Skala Kecil (PESK) ditemukan kadar merkuri jauh melebihi baku mutu. Baik yang terdapat di perairan, tanah, udara hingga rantai makanan. Namun, data resmi yang dikeluarkan belum ada.“Di Cisitu, dalam dua tahun terakhir ada kasus kematian akibat keracunan merkuri. Besar kemungkinan resikonya akan meningkat. Tapi tergantung kadar yang bisa ditolerir oleh tubuh terhadap paparan merkuri, ” kata William.Di sisi lain, sebuah laporan yang dikeluarkan oleh NGO pemerhati dampak tambang emas, BaliFokus mengidentifikasi bahwa sektor PESK merupakan sumber utama emisi merkuri. Dengan sumbangan sekitar 57,5% ke alam. Adapun peredaran merkuri di Indonesia dalam tahun 2016 mencapai 1,300 ton.Meskipun pemerintah telah membuat regulasi dan percepatan ratifikasi konvensi Minamata, namun upaya menghapus merkuri di tingkat lapangan tidaklah mudah. Logam berat ini, tidak hanya digunakan di sektor pertambangan emas rakyat, tetapi digunakan dalam berbagai keperluan lain.Tanpa adanya kebijakan yang tepat, pelarangan kegiatan akan berdampak sosial yang meluas. Puluhan ribu orang di Indonesia sudah terlanjur tergantung nasib kepada usaha pertambangan PESK. Namun, jika didiamkan lingkungan di sekitar pertambangan akan rusak dan tercemar logam berat.Warga lintas generasi akan terpapar keracunan merkuri. Air sungai akan tercemar, merkuri terbawa ke ke hilir dan berdampak pada biota sungai dan laut. Penyakit minamata, bukan hanya sekedar cerita, tetapi akan merebak di Indonesia. Siapkah kita?Video (diproduksi oleh Indonesia Nature Film Society/INFIS bekerjasama dengan Mongabay Indonesia). [SEP]" "PLTA Masih Jadi Tumpuan untuk Capai Target 23 persen Bauran Energi Terbarukan","[CLS] Untuk memenuhi kebutuhan listrik, Indonesia sedang mengoptimalkan kapasitas pembangkit listrik dari energi baru dan terbarukan, terutama dari tenaga air. Namun, Dewan Energi Nasional (DEN) mengingatkan bahwa target tersebut harus mempertimbangkan waktu yang dibutuhkan untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga air.Hal tersebut disampaikan oleh Achdiat Atmawinata, anggota DEN bidang industri, sesudah sidang DEN ke 10, bulan lalu.“Potensi PLTA itu besar sekali, sekitar 20 GW, campuran dengan mikrohidro. (Tetapi) pembangunannya lama, sementara sekarang sudah 2017,” jelas Achdiat.  Berdasarkan rencana penyediaan energi terbarukan dari DEN, pembangunan PLTA ditargetkan mencapai 17.986,7 Mega Watt pada tahun 2025 dan meningkat menjadi 38.000 Mega Watt pada tahun 2050. Jumlah ini jauh lebih tinggi ketimbang geothermal yang hanya ditargetkan 7.238,5 Mega Watt pada tahun 2025 dan 17.546,0 Mega Watt pada tahun 2050.Hingga kini, kapasitas yang sudah terpasang sebesar 8.111 Mega Watt atau 10.81 persen dari sumber daya 75.000 Mega Watt, untuk tipe hidro.Pembangunan PLTA, lanjutnya, bisa memakan waktu lima tahun, mulai dari survei hingga pembangunan fisik.“Tidak sebentar. Initial cost-nya tinggi tapi operational cost-nya akan lebih murah. Mikrohidro relatif lebih murah, Tapi, bisa masuk ke grid yang gede atau yang off grid,” katanya.Januari lalu, Presiden Joko “Jokowi” Widodo telah menyetujui Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang menitikberatkan kepada agenda pembangunan pembangkit listrik 35.000 Mega Watt. Mayoritas bahan bakar untuk pembangkit listrik tersebut berasal dari batubara.Namun, RUEN masih memberikan ruang kepada pengembangan energi terbarukan sebesar 23% hingga 2025.  Tumiran dari DEN menyatakan bahwa target energi terbarukan tersebut tidak ada perubahan." "PLTA Masih Jadi Tumpuan untuk Capai Target 23 persen Bauran Energi Terbarukan","“Karena RUEN ini sudah ditetapkan, harus bisa dicapai dengan berbagai cara dan strategi pencapaian. Kita sudah komitmen terhadap perubahan iklim, mencapai ketahanan energi, kemandirian energi dan memastikan sumber-sumber energi local bisa memenuhi kebutuhan energi daerah masing-masing,” katanya.Achdiat menambahkan bahwa PLTA jauh lebih murah dari panas bumi, baik dari investasi dan feasibility.“Panas bumi baru beberapa persen (bisa dimanfaatkan), ongkosnya tinggi dan ketika ngebor belum tentu dapat, sehingga risikonya besar,” tambahnya. “Cuman PLTA harus dihitung benar, gimana hujan di situ, daerah tangkapan air, water catchment areas, dan sekarang dengan global warming, kan berubah cuaca dan semacamnya. Jadi, butuh data untuk bikin dam, (data yang) reliable.”Meski tidak menyebutkan secara spesifik target pembangunan PLTA, namun Achdiat menyatakan bahwa sudah bisa dibangun di lima pulau besar.“Misalnya, di sungai Mahakam di Kalimantan saja belum ada (PLTA). Dibuang-buang gitu aja (potensi air), sayang kan? Daripada gali-gali batubara terus bolong lobang dan diekspor, lalu (menghasilkan) emisi CO2. Air (PLTA) kan lebih ramah (lingkungan),” tambahnya.  Sektor industri juga bisa menggunakan listrik dari PLTA, sebagai contoh INALUM (PT Indonesia Asahan Aluminium Persero) bisa memakai listrik murah, mengurangi biaya dan bisa membangun smelter. Ia pun mencontohkan industri baja dan petrochemicals bisa melakukan hal yang serupa.“Luar biasa itu. Jadi, value added-nya juga tinggi (karena) listriknya lebih murah,” tandasnya mengingatkan bahwa tinggal delapan tahun lagi untuk bisa mencapai target 23 persen, yang separuhnya berasal dari PLTA." "PLTA Masih Jadi Tumpuan untuk Capai Target 23 persen Bauran Energi Terbarukan","Ia juga mengingatkan pihak mana saja yang harus mengambil tanggung jawab karena sumber daya air merupakan lintas kementerian, tidak berada di bawah ESDM semata. Lebih lanjut, ia mengatakan harus ada kejelasan atas industri mana saja yang bisa menggunakan listrik dari PLTA dan berapa daya yang dibutuhkan.“Yang namanya PLTA kan harus kontinu, sementara ngomong EBT (energi baru terbarukan), maaf saja solar cell tidak bisa kontinu. Ketika jam empat (sore), (listrik) sudah mati. Tidak bisa disimpan dan baterenya masih sebesarnya rumah,” katanya mengistilahkan PV (Photovoltaic) sebagai appetizer sementara main course adalah panas bumi, PLTU dan PLTA bila ingin mengembangkan energi baru terbarukan.Sementara, Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) dan juga pakar isu energi di Indonesia, mengatakan bahwa target pengembangan PLTA sulit terpenuhi karena besarnya sumber daya tapi tidak diimbangi oleh permintaan yang besar.“Resources (air) yang besar itu adanya di Kalimantan dan Papua, sedikit di Sulawesi. Untuk Jawa dan Sumatra sudah tidak ada lagi yang besar-besar. Ukurannya bisa mencapai 10.000 MW hingga 14.000 MW, contohnya (sungai) Mamberamo saja bisa mencapai 12.000 MW,” kata Tumiwa. “Tapi, kalau dibangun di sana sebanyak itu, yang menyerap siapa? Berapa kemampuan demand-nya di sana? Ada sumber daya tapi ga ada yang pakai.”Untuk seluruh pulau Kalimantan, lanjutnya, hanya membutuhkan daya sebesar 1.500 Mega Watt.Lebih lanjut, ia mengatakan hanya industri-industri besar, seperti petrochemical dan smelter, yang bisa menyerap listrik sebesar itu tapi akan makan waktu bertahun-tahun." "PLTA Masih Jadi Tumpuan untuk Capai Target 23 persen Bauran Energi Terbarukan","“Bisa juga bangun kabel laut dari Jawa ke Kalimantan, tapi itu akan panjang sekali. Atau, bangun industri di sana. Pindahkan saja industri di Jawa ke Kalimantan. Tapi, apa mungkin dilakukan selama delapan tahun?” jelasnya menambahkan butuh minimal sepuluh tahun untuk memulai pembangunan PLTA dengan skala besar.  Berbeda dengan Achdiat yang tidak terlalu mengusulkan tenaga surya, Fabby menyatakan bahwa kapasitas panas matahari di Indonesia justru bisa dimanfaatkan sebagai energi intermittent (sela), selain mengoptimalkan panas bumi dan biomassa.“Yang mungkin bisa dikembangkan dengan cepat adalah surya. Potensi surya ini cukup besar sebesar 500 Giga Watt. Untuk rooftop pelanggan PLN, baik rumah tangga dan industri, bisa dikembangkan sebesar 5-7 Giga Watt. Untuk utility scale, bisa dikembangkan hingga 115 Giga Watt di Pulau Jawa. Jadi, solar ini siap sebagai intermittent (energi sela), setidaknya mencapai 50.000 Mega Watt,” tandasnya.Lebih lanjut, Fabby masih menekankan kepada optimalisasi panas bumi dan biomassa.“Meskipun target yang ditetapkan sebesar 7.000 Mega Watt tapi masih bisa sampai 10.000 Mega Watt. Pengembangan geothermal kan jangka panjang,” tambahnya. “Yang kedua, maksimalkan biomass, misalnya dari pertanian, limbah kelapa sawit, dan kebun energi. Memang butuh lahan yang besar, itu saja yang perlu dipikirkan.”Fabby mengatakan bahwa target energi terbarukan sebesar 23 persen tidak akan berubah, namun tidak akan bisa sepenuhnya tercapai.“RUEN (Rencana Umum Energi Nasional) baru disetujui tapi belum ditandatangan. Tapi, angkanya tidak akan berubah karena sudah ada Perpresnya. Hanya saja tidak akan sepenuhnya tercapai. Ya, kalau mau optimal, ke geothermal, biomassa, dan tenaga surya,” jelasnya.  [SEP]" "Ditangkap Lagi, Pedagang Satwa Liar Dilindungi di Kediri","[CLS]   Perdagangan satwa liar dilindungi jenis kukang (Nycticebus spp) terus terjadi di Jawa Timur. Di medio Juli ini, total 16 individu kukang yang disita dari pedagang, sebelum dijual ke berbagai kota di Jawa. Sebanyak 7 kukang diamankan dari dua tempat di Kota Kediri, sementara 9 kukang lagi disita dari pedagang di salah satu rumah di Kabupaten Kediri, pada 13 Juli 2017.Beny Bastiawan, Kepala Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Dirjen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatakan, pengungkapan perdagangan satwa liar dilindungi ini berdasarkan pemantauan media online.“Informasi dari masyarakat ada perdagangan satwa liar dilindungi. Setelah kami gerebek, ada 9 kukang yang kami amankan dari pelaku berinisial HK,” tuturnya, baru-baru ini.Selain kukang, petugas dari KLHK juga mengamankan 1 individu burung julang emas. Saat ditemukan di rumah tersangka, kukang dan julang emas kondisinya terlihat lemah. “Untuk mencegah maraknya perdagangan satwa liar dilindungi, kami akan terus melakukan operasi ke berbagai tempat yang dicurigai, komunitas pencinta satwa pun akan kami pantau,” ujar Beny. Baca: Jual 7 Individu Kukang Sumatera Secara Online, Lelaki Ini Ditangkap Polisi Tri Saksono, Kepala Seksi Wilayah 2 Surabaya, Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara menambahkan, pelaku ditangkap saat membawa kotak paket berisi 4 individu kukang. Sedangkan 5 individu kukang lainnya beserta 1 julang emas ditemukan saat penggeledahan rumah pelaku di Dusun Kaota, Desa Semen, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri." "Ditangkap Lagi, Pedagang Satwa Liar Dilindungi di Kediri","“Pengakuan tersangka, 4 kukang didapat dari Garut, Jawa Barat. Sedangkan 5 kukang diperoleh dari lereng Gunung Wilis, di daerah Poh Sarang. Kalau julang emas berasal dari Nganjuk. Pelaku sudah mendapat pesanan 10 kukang, jadi kurang 1 lagi,” terangnya.Dari pengakuan pelaku, satu individu kukang yang dibeli dari pemburu seharga Rp150.000 dan dijual menjadi Rp250.000. Untuk julang emas akan dijual seharga Rp800.000. “Periode 2017 ini, Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara telah menyidik 10 kasus perdagangan satwa liar dilindungi, tersebar di Jawa Timur dan Jawa Tengah.”Tri Saksono menambahkan, model perdagangan satwa liar saat ini semakin rapi dan canggih, memanfaatkan media sosial atau online. Pengiriman barang bahkan menggunakan layanan ojek online maupun ekspedisi. “Nama dan alamat pengirim disamarkan. Barangnya dititipkan ke suatu tempat, sehingga penjual dan pembeli tidak bertemu.”  Terus diburuPeneliti primata dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Wirdateti, menyatakan kukang merupakan satwa urutan kedua terbanyak yang diperdagangkan secara ilegal setelah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis).Di pasar lokal atau domestik, kukang diburu dan diperdagangkan untuk dipelihara atau sekadar memenuhi minat penghobi satwa liar. Padahal, statusnya Appendiks 1 yang tidak boleh diburu dan diperdagangkan. Bahkan, kukang dari Indonesia ada yang dijual ke luar negeri, ke Eropa dan Tiongkok.“Biasanya, kukang dipelihara kalau di pasar domestik. Sedangkan di luar negeri, dijadikan bahan obat medis,” katanya kepada Mongabay Indonesia." "Ditangkap Lagi, Pedagang Satwa Liar Dilindungi di Kediri","Adanya pernyataan mengenai anggota tubuh kukang sebagai bahan obat, menurut Wirdateti, hal tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Namun, beberapa negara seperti Vietnam, Kamboja, dan Tiongkok mengunakannya sebagai campuran obat-obatan. “Ada yang percaya sebagai obat, tapi sebenarnya secara ilmiah belum terbukti.”Perburuan kukang, terutama kukang jawa (Nycticebus javanicus) yang merupakan satwa endemik Jawa, tergolong tinggi beriringan dengan berkurangnya luasan hutan di pulau ini. Saat ini sebaran kukang jawa sebatas Jawa Barat dan Banten. “Kalau di Jawa Timur ada, berarti memang ada persebarannya. Tapi, harus dibuktikan dulu.”Kukang biasanya hidup di hutan sekunder dengan banyak rintangan, yang berbatasan dengan area perkebunan atau pertanian, serta hutan bambu. Kukang makan buah-buahan, serangga dan getah. Satwa ini biasanya berada di ketinggian antara 10 hingga 600 meter diatas permukaan laut (m dpl).“Kalau di hutan besar sulit ditemukan karena kanopinya lebat sehingga serangga jarang.”Perburuan dan perdagangan kukang yang semakin marak, tidak dapat dilepaskan dari tingginya permintaan akan satwa yang biasa beraktivitas di malam hari ini. Bahkan, perdagangan kukang lebih banyak melalui media sosial yang pengirimannya melalui jasa online atau paket ekspedisi.Sebagai bagian ekosistem alam, kukang berfungsi menebar benih karena kesukaannya makan buah-buahan. Kukang juga memakan getah dan serangga, sehingga urine dan kotorannya sangat bermanfaat untuk penyubur tanaman.“Fungsinya sebagai penyerbuk dan pembasmi hama bila memakan serangga. Kalau pemakan buah berarti sebagai penebar biji dan membantu perkembangbiakan tumbuhan di alam. Andai kukang hilang, rantai makanan akan terputus karena predatornya seperti ular, elang, atau macan tutul tidak lagi memiliki mangsa.”  Julang " "Ditangkap Lagi, Pedagang Satwa Liar Dilindungi di Kediri","Yokyok Hadiprakarsa dari Rangkong Indonesia mengatakan, keberadaan julang atau rangkong menjadi indikasi masih sehatnya suatu hutan. Namun, bila perburuan dan perdagangan julang emas terus berlangsung, akan mempengaruhi proses penghijauan hutan secara alami.“Sama seperti jenis rangkong lain, kalau ada hutan gundul, dia yang bertugas mereboisasi secara alami. Kalau jumlahnya berkurang di alam, berarti reboisasi terhambat karena rangkong merupakan burung pemencar benih.” Baca juga: Nasib Kelam Rangkong, Antara Perburuan dan Jasa yang Terlupakan Julang emas (Rhyticeros undulatus) kata Yokyok, merupakan jenis rangkong yang banyak diperdagangkan. Biasanya satwa ini dibeli sebagai peliharaan para penghobi atau pencinta burung eksotik. “Julang emas ini butuh satu bulan untuk berkembang, mulai bertelur sampai menetas, sehingga termasuk cepat. Jenis ini yang paling banyak dibiakkan di kebun binatang,” ujarnya.Burung yang mampu terbang lebih dari satu kilometer ini dipasaran dihargai antara Rp800.000 hingga Rp1.000.000 untuk anakan. Julang dan rangkong dapat ditemui di hutan yang vegetasinya cukup banyak atau masih lebat, seperti Alas Purwo, Meru Betiri, juga kawasan Gunung Ijen.“Kalau di Gunung Wilis sepertinya ada, selama hutannya masih terjaga,” imbuh Yokyok.Seperti halnya kukang, fungsi julang sebgagai penebar benih, karena merupakan satwa pemakan semua jenis buah. Terjaganya julang di alam menjadi indikator masih terlindunginya hutan beserta ekosistemnya.“Julang memakan jenis buah ficus di hutan hingga kenari. Keberadaan julang memastikan peremajaan hutan tetap terjaga,” tandasnya.   [SEP]" "Tanpa Disengaja, Fotografer Ini Merekam Dahsyatnya Fenomena Alam di Greenland","[CLS]   Fotografer James Balog dan timnya sedang meneliti gletser ketika kamera mereka menangkap sesuatu yang luar biasa.Insiden itu terjadi di Greenland, ketika James dan teman-temannya mengumpulkan seluruh foto melalui kamera yang telah disebar di sekitar Lingkaran Arktik selama bertahun-tahun.Saat James dan krunya sedang mencoba mengambil foto-foto dan video terbaik untuk sebuah film dokumenter, terjadi sesuatu luar biasa di depan mata mereka, dan secara kebetulan kamera sedang menyala.Meskipun fotografer Amerika ini mengkhususkan diri pada fotografi alam, selama bertahun-tahun,  ia tidak percaya pada adanya perubahan iklim.Bahkan, selama hampir 20 tahun, ia mengejek para ilmuwan tentang pemanasan global.“Saya tidak berpikir bahwa manusia mampu mengubah fisika dasar dan kimia seluruh planet besar ini. Rasanya tidak mungkin, sepertinya tidak akan mungkin,” kata Balog di masa lalu, sebagaimana dilansir dari Newsner.com.  Hingga pada 2005, saat Balog menyadari sesuatu yang salah ketika melihat secara close-up bagaimana perubahan iklim benar-benar telah mengubah planet ini.Selama expedisi di Kutub Utara, ia melihat kerusakan langsung yang sangat besar. Tepat 10 tahun kemudian, film Balogs ‘”Chasing Ice” diputar perdana, dan ia memutuskan untuk mendokumentasikan mencairnya gletser dengan bantuan ratusan kamera. Saat itulah, Balog menangkap kejadian alam paling spektakuler yang pernah difilmkan.  Dalam waktu kurang dari 1 jam 15 menit, Balog dan timnya melihat sepotong gletser seukuran Lower Manhattan jatuh ke laut dengan cepat, dahsyat, dan mengerikan.Peristiwa bersejarah tersebut telah dicatat dalam Guinness Book of Records dan jelas menunjukkan betapa seriusnya situasi saat ini bagi bumi. Climate change adalah  bencana geologi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Sayangnya, kejadian runtuhnya glestser raksasa ini bukan akan menjadi yang terakhir.  " "Tanpa Disengaja, Fotografer Ini Merekam Dahsyatnya Fenomena Alam di Greenland","Pada November 2016, Kutub Utara lebih hangat 20 derajat C di atas rata-rata. Planet ini akan menghadapi bencana dahsyat, kecuali kita bisa menurunkan emisi gas rumah kaca menjadi nol sebelum tahun 2070. Masih ada waktu.Video ini sesungguhnya menjadi pengingat kita semua, betapa seriusnya bencana yang menghadang planet bumi di masa depan. Semoga kita bisa berbuat sesuatu dari sekarang.   [SEP]" "Mongabay Travel: Pantai Koomang yang Membuat Kita Melayang","[CLS]   Sangat memukau. Mengunjunginya benar-benar merasakan sensasi luar biasa. “Belum banyak yang datang ke Pantai Koomang di Pulau Enggano itu,” tutur Sofian, warga Kota Bengkulu yang menceritakan pengalaman serunya kepada Mongabay.Keindahan Pantai Koomang memang sulit dilupakan. Di ujung baratnya, ada tebing batu dengan ketinggian 10 – 20 meter, seperti memisahkan dua laut. Di tebing batu itu juga ada dua “terowongan” alami. Terowongan yang besar, diperkirakan panjangnya 3 meter, dengan kedalaman 7 meter. Sementara yang kecil, panjangnya 2 meter, dan dalamnya 2 meter.“Bisa snorkeling atau sekadar berenang. Senangnya, kita tidak tenggelam, mungkin karena kadar garamnya tinggi, sehingga mendorong kita mengapung. Terumbu karangnya juga bagus dan banyak ikan hias.”  Menurut Sofian, Pantai Komang sangat potensial dikelola menjadi daerah tujuan wisata dengan minat khusus. Untuk mencapainya, kita terlebih dahulu naik kapal ferry selama 10 – 12 jam dari Pelabuhan Pulau Baai, Kota Bengkulu, yang berlabuh di Pelabuhan Kahyapu di Desa Kahyapu. Setelah itu, perjalanan dilanjutkan dengan sepeda motor menuju Desa Banjar Sari sekitar 37 km.Dari Desa Banjar Sari, perjalanan dilanjutkan dengan perahu nelayan sekitar 2 jam menuju ke daerah yang disebut Sebalik. “Selama mengarungi laut ini, kita bisa melihat keindahan alam bawah laut. Terumbu karang dan ikan hias. Kalau beruntung, kita juga bisa melihat lumba-lumba,” kata lelaki yang dikenal dengan nama Sofian Rafflesia ini.  Potensi wisataPulau Enggano merupakan pulau terdepan di Samudera Hindia. Sebagai kepulauan, Enggano yang berjarak 145 km dari Kota Bengkulu dan dengan jarak terdekat Manna, Bengkulu Selatan (95 km) memiliki pulau-pulau kecil di sekitarnya. Sebut saja, Pulau Merbau, Pulau Dua, Pulau Bangkai, dan Pulau Satu. Khusus Pulau Satu, hanya terlihat bila air laut surut." "Mongabay Travel: Pantai Koomang yang Membuat Kita Melayang","Secara administrasif, Pulau Enggano ditetapkan sebagai Kecamatan Pulau Enggano, bagian dari Kabupaten Bengkulu Utara. Terdiri dari Desa Malakoni, Meok, Banjarsari, Kaana, Apoho, dan Desa Kahyapu, dengan Ibu Kota Kecamatan Desa Kahyapu. Enggano merupakan wilayah masyarakat adat Enggano yang terdiri dari Suku Ka’ahoa, Kaitora, Ka’arubi, Kauno, Kaharuba dan Kaamay (suku pendatang).  Enggano memiliki potensi wisata hebat karena alamnya yang unik dan indah, ditunjang budaya khas dan peninggalan sejarah masyarakat lokal maupun penjajahan. Mengutip Regen (2011), potensi wisata yang bisa diandalakn tersebut adalah pengamatan penyu, pengamatan burung, berkemah, menjelajah, panjat tebing, mancing, selancar dan snorkeling.Pengamatan penyu bisa dilakukan di tepi pantai Pulau Enggano, sekitar Teluk Labuho, Teluk Abeha, Teluk Kioyo, Teluk Ahai, dan Teluk Malakoni. Sedangkan pengamatan burung, sedikitnya ada 29 jenis terpantau di sini.Sofian yang telah dua kali mengunjungi Enggano mengaku belum puas. “Masih banyak yang belum dikunjungi. Di sepanjang pesisir pantai saja, banyak tempat menarik lain yang belum dilihat. Belum lagi hutan. Saran saya, kalau berminat mengunjungi Pulau Enggano, sebaiknya meluangkan waktu yang panjang.”  Daya dukung Hasil Studi Daya Dukung Lingkungan Pulau Enggano oleh Badan Pengendali Dampak Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Bengkulu, Kementerian Lingkungan Hidup, dan Pusat Penelitian Lingkungan Universitas Bengkulu 2005, merekomendasikan pemanfaatan dan pengembangan Pulau Enggano yang harus berwawasan lingkungan. Mengingat, ekosistem Pulau Enggano merupakan ekosistem unik dan rentan terhadap gangguan." "Mongabay Travel: Pantai Koomang yang Membuat Kita Melayang","Sedangkan hasil Studi Daya Dukung Pemanfaatan dan Pengembangan Kepulauaan Enggano yang dilakukan Pusat Penelitian Lingkungan Universitas Bengkulu pada 2006 menyebutkan, pengembangan pariwisata pantai sangat sesuai dilakukan. Analisa dilakukan dengan menekankan ruang beraktivitas dan ketersediaan air bersih. Pertimbangannya, ketersediaan air bersih di Pulau Enggano sangat tergantung pada air sungai melalui curah hujan. Literatur tambahan:   [SEP]" "Teater Potlot: Lahan Gambut Adalah Aku, Juga Dirimu!","[CLS]   “Lahan gambut, rawa lebak adalah aku. Juga dirimu!” demikian kutipan dialog para gambut dalam pertunjukkan “Rawa Gambut” akan dipentaskan keliling Teater Potlot, Maret – Agustus 2017.Naskah drama ini mengisahkan pergulatan kehidupan manusia yang berada di kawasan rawa gambut, di pesisir Pantai Timur Sumatera, Sumatera Selatan (Kabupaten Ogan Komering Ilir, Banyuasin, dan Musi Banyuasin).“Gambut menjadi tokoh-tokoh metafora yang menjelaskan siapa dirinya. Gambut pun bercerita tentang masa lalu dan sejarah. Ia seakan berkabar dan mengirim pesan kepada semua orang, bagaimana berperilaku dan memperlakukan alam dan aneka hayati yang hidup di lahan basah yang subur dan makmur itu,” kata Conie Sema, sang sutradara, kepada Mongabay Indonesia, akhir pekan lalu.Lanjutnya, gambut juga mengingatkan manusia yang mengelola dan memanfaatkan dirinya sebagai lahan berkebun dan berladang. “Aku adalah surga bagi dirimu. Aku adalah sungai dan kolam. Pohon-pohon dan kicau burung. Rumah bagi satwa dan beribu aneka hayati. Aku jutaan mata air dan ikan-ikan. Aku memberimu oksigen dan sumber mineral. Menjaga anak cucumu dari petaka dan kesengsaraan. Selalu berdoa hidupmu lebih lama dariku,” kata para gambut menjelaskan dirinya dalam cerita tersebut.  Terkait dengan kerusakan dan kebakaran hebat lahan gambut di penjuru bumi ini, akibat kesalahan pengelolaan dan pemanfaatan oleh manusia, gambut pun berkata, “Di sini, semua orang menjadi kebun. Mereka menata dan memilih bibit akan ditanam. Lalu memagarinya dengan akal dan pikiran. Tanah menerima benih-benih itu, dan menjaganya. Merawatnya dengan kasih sayang. Hingga menghasilkan buah. Itulah hakikat berkebun. Semua bekerja. Semua mendapatkan hasil. Itulah hakikat keadilan bagi semua.”" "Teater Potlot: Lahan Gambut Adalah Aku, Juga Dirimu!","Pada intinya, cerita itu menjelaskan gambut adalah cermin peradaban. Adalah pesan-pesan cinta yang tertulis dalam prasasti leluhur. Pesan menjaga bumi dan kehidupan. Pesan agar kita selamat dari bencana. Tetapi kenyataan hari ini, gambut tidak lagi menjadi surga bagi semua. Gambut ditimbun, dibakar, dan dihancurkan. Semua menjadi sepi dan asing. Burung-burung terbang tanpa fajar dan sungai. Ikan-ikan meninggalkan rawa tanpa kemarau. Dan keterasingan itu sendiri adalah jutaan kebun yang pelan-pelan datang tanpa suara dan kegaduhan.“Itulah kenyataan yang diceritakan dalam drama ini. Sebuah kerja paradoks manusia dan ilmu pengetahuan mengelola alam jagat raya ini. Menggugah hati nurani dan cinta manusia tentang makna menghargai dan menjaga kelestarian alam. Mengingatkan arti dan hakikat keadilan dari jargon-jargon konservasi dan restorasi lingkungan,” ujar Conie di sela latihan di sanggar kebun Teater Potlot di Bandarlampung, Lampung.“Kau tak usah sibuk mengurus kami. Kami bisa mengurus diri kami sendiri. Kau urus saja dirimu,” ujar para gambut yang diperankan sejumlah aktor.  Hari Bumi 23 Maret 2017Pertunjukan Teater Potlot ini akan dimulai dari Peringatan Hari Bumi di Palembang pada 23 Maret 2017. Peringatan Hari Bumi ini berdasarkan kelahiran Prasasti Talang Tuwo, sebuah prasasti ekologi milik Kerajaan Sriwijaya.Selanjutnya, direncanakan Teater Potlot akan pentas di Jambi (Mei), Lampung (Juni), Riau (Juli) dan Sumatera Barat (Agustus).Selain pertunjukan, kata Conie, juga dilakukan diskusi yang temanya seni dan lingkungan hidup. Sasaran pertunjukan dan diskusi selain pekerja seni, budaya, akademisi, penggiat lingkungan hidup, juga pelajar dan mahasiswa. “Kami berharap melalui seni pertunjukan teater, ke depan sebagian lahan gambut tetap terjaga, sementara yang dimanfaatkan dapat dikelola secara lestari, yang jauh dari berbagai persoalan yang menonjol saat ini seperti kebakaran,” katanya.  " "Teater Potlot: Lahan Gambut Adalah Aku, Juga Dirimu!","Teater Potlot berdiri tahun 1984 di Palembang. Teater ini bermula dari komunitas kecil di sebuah kampung. Pada perkembangannya Teater Potlot lebih cenderung bereksplorasi dengan gagasan yang berorientasi pada konsep-konsep “teater pembebasan”. Potlot menginginkan teater terbebas dari ruang teks yang menyandera kebebasan kreatif. Tetapi tetap bisa berkomunikasi dan terpahami oleh penonton, terutama pesan-pesan moral yang hendak disampaikan.Salah satu yang menonjol teater, pada era Orde Baru atau tahun 1990-an, yakni pengusung gagasan “pembunuhan sutradara” yakni upaya pembongkaran feodalistik dunia teater sebagai seni pertunjukkan atau sistem pemerintahan di Indonesia. Beberapa produksinya seperti Wong-Wong, Bonseras (Boneka Setengah Waras), Sebungkus Deterjen Hari Ini, Muria Sandal Theklek di Dada, 50 Tahun Ikan Asin dalam Kaos Kaki,  Orang-Orang Barunta, Hutan Geribik, terakhir Majhi.   [SEP]" "Buah Manis Bertani Organik di Pancuang Taba","[CLS]   Udara dingin terasa saat memasuki Kanagarian Pancuang Taba, Kecamatan IV Nagari Bayang Utara, Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Deretan perbukitan berjejer mengelilingi nagari yang berbatasan langsung dengan Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS) ini.Hutan rimbun senantiasa menjaga dari berbagai ancaman bencana alam. Kala kemarau, tak pernah alami kekeringan, begitupun penghujan, tak ada banjir. Hutan terjaga membuat pasokan air bersih tak pernah surut. Air pegunungan senantiasa mengalir ke pipa-pipa warga memenuhi kebutuhan air bersih buat keperluan minum, mandi, mencuci dan lain-lain.Pancuang Taba di kelilingi perbukitan dan pesawahan cukup luas. Berbagai tanaman perkebunan ada seperti karet, kopi sampai kemiri.Hasil bumi tak hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri juga dijual ke pasar-pasar tradisional.Dalam bercocok tanam, sejak dulu masyarakat Pancuang Taba mengenal sistem pertanian organik. Mereka terbiasa pakai bahan-bahan alami dari sekitar mereka. Seiring pupuk-pupuk kimia, masuk, kebiasaan mulai bergeser.“Dari dulu orangtua kami sudah bertanam organik, semua tanaman semak di pinggir sawah itu selalu dimasukkan ke sawah untuk jadi pupuk organik begitupun kotoran sapi,” kata Asrul Norman, Wali Nagari Pancuang taba, pekan lalu.Sayangnya, dengan masuk pengaruh pupuk kimia, masyarakat mulai tergiur dan meninggalkan pupuk alami.Bertahun-tahun bercocok tanam pakai pupuk kimia, sekarang petani di Pancuang Taba, berangsur ke pertanian organik. KKI Warsi dan Perkumpulan Pertanian Organik (PPO) Sariak Alahan Tigo (Santiago), lakukan pendampingan beberapa bulan terakhir.Hesriyeldi,  Ketua PPO Santiago mengatakan,  sebelum pertanian organik, tim PPO terlebih dahulu penilaian untuk melihat kondisi setempat." "Buah Manis Bertani Organik di Pancuang Taba","“Waktu penilaian awal kita mulai mendatangi sawah dan lihat, ternyata paling signifikan dan bertentangan dengan versi budidaya PPO adalah pengelolaan tata air terlalu banyak, boros. Dengan air terlalu tergenang unsur hara bisa hanyut hingga pertumbuhan padi dari segi anakan kurang,” katanya.Setelah penilaian baru memperkenalkan sistem pertanian organik pada September 2016. Kala itu,  ada 35 petani ikut praktik lapangan da terapkan di sawah masing-masing.  Bibit diambil dari lahan masyarakat sendiri dengan kriteria bebas hama penyakit, pertumbuhan bagus, sehat dan seragam.“Pilih bibit lokal karena adaptasi iklim padi tumbuh disini sudah cocok dengan iklim disini, rasanya disukai masyarakat, namanya padi seway. Ini padi endemik sangat bagus dan segi rasa sangat disukai masyarakat,” katanya.Untuk pemupukan, diambilkan dari kotoran sapi. Kandang sapi langsung dekat sawah. Kala panen tiba, semua kotoran sapi kering dikirim ke sawah.   Panen meningkatMurhadi Irianto, warga setempat sudah menerapkan pertanian organik. Dia menilai, sawah lebih stabil dan meningkatkan hasil panen serta turunkan biaya produksi.“Dulu saat kemarau tanah kering dan rekat-retak, retakan cukup besar, sebesar kepalan tangan. Begitupun sebaliknya ketika hujan, sawah tergenang, kita tidak bisa  jalan di pematang sawah, karena datar oleh air,” katanya seraya bilang, sejak tanam organik, retakan tanah tak seberapa saat kemarau.Sejak dulu,  petani Pancuang Taba sudah mengenal hama padi bisa terbasmi hanya dengan  mengelola sistem pengairan. “Ketika kami keringkan sawah tiga hari, ulat ini hilang, lalu masukkan air lagi. Walau kering tiga hari tak ada keretakan tanah dan musuh alami mati. Ini menghemat, hanya mengeringkan.  Artinya, sumber air ditutup sementara.”" "Buah Manis Bertani Organik di Pancuang Taba","Selama ini, katanya, ada musuh padi yang sangat ditakuti petani yakni lumut. “Seperti ini lumut, ternyata kandungan N (Nitrogen) lebih tinggi lagi dari bahan organik lain. Sebelum ini, tak bisa dimanfaatkan oleh masyarakat karena tak tau ilmunya,” katanya.Sejak berorganik, petani tak tergantung pupuk kimia. Kalau selama ini mulai nyemai sudah tergantung pupuk, setelah organik tak ada sama sekali. Kelangkaan pupuk pun tak berimbas kepada petani.Dari hasil panen juga mengalami peningkatan. Dari pengolahan non organik hanya 4,5 ton perhektar, olahan sawah organik bisa 5,8 ton perhektar.Produksi ini lebih besar dari panen rata-rata di Pesisir Selatan hanya 4,5 ton perhektar. Dari kualitas, beras organik lebih berat dari beras biasa.“Berorganik tak sulit karena memanfaatkan segala sumber daya sekeliling termasuk kelebihan sisa makanan ternak, kelebihan sayur, kelebihan sisa pembakaran.  Semua sisa-sisa. Ada sisa perkebunan, sampah sisa kulit manis, kulit pinang, itu sangat membantu.”Raynald Daus, Manajer Advokasi dan Kebijakan Warsi, mengatakan, ada beberapa kegiatan Warsi bersama-sama masyarakat, seperti pengembangan pertanian organik.Pengembangan pertanian organik ini, katanya,  perlu didukung beberapa inisiatif lain misal, pengelolaan biogas.“Harapan kami sebisa mungkin pengelolaan sawah termasuk ladang di Pacuang Taba dalam satu dua tahun ke depan sudah memakai sistem pertanian organik.     [SEP]" "Marguiensis, Udang Asli Indonesia Pelengkap Udang Vaname","[CLS] Ketergantungan Indonesia pada komoditas udang vaname (Litopenaeus vannamei) sudah berlangsung sejak lama. Ketergantungan itu terjadi, karena udang putih tersebut selama ini menjadi komoditas andalan untuk ekspor Indonesia. Sementara, pasokan untuk indukya harus didatangkan dari luar negeri alias diimpor.Untuk memutus ketergantungan tersebut, Indonesia kini mengembangkan udang putih yang bibitnya bisa ditemukan di perairan Indonesia. Udang tersebut, adalah udang putih yang dikenal di pasar internasional dengan sebutan banana shrimp (Penaeus merguiensis). Udang tersebut bisa ditemukan di perairan Laut Arafuru di Provinsi Maluku.Pengembangan udang tersebut dilakukan langsung oleh Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara, Jawa Tengah selama dua tahun terakhir. Dibandingkan dengan Vaname, udang Marguiensis disebut lebih tahan dari serang penyakit.  Direktur Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto di Jepara, pekan ini, mengatakan, udang yang sedang dikembangkan tersebut tergolong baru di Indonesia. Meskipun, udang tersebut adalah jenis udang asli Indonesia karena hanya ditemukan di perairan Indonesia.“Udang ini punya potensi besar untuk dikembangkan. Kita tunggu waktu setahun lagi, udang semoga sudah bisa diproduksi masal,” ungkap dia kepada Mongabay.Sebagai udang jenis baru yang diperkenalkan kepada para pembudidaya ikan, Slamet menyebut, ada banyak keunggulan tidak dimiliki udang jenis lain. Salah satunya, karena Marguiensis sudah melalui uji selama dua tahun di Jepara dan dinyatakan terbebas dari ancaman berbagai penyakit udang." "Marguiensis, Udang Asli Indonesia Pelengkap Udang Vaname","Fakta tersebut, menurut Slamet, berbeda jauh dengan udang Vaname yang saat ini menjadi andalan para pembudidaya di seluruh Indonesia. Vaname, kata dia, termasuk rentan dari serangan penyakit dan itu masih menjadi hal yang menakutkan setelah Indonesia mendapat pengalaman buruk saat mengembangkan udang Windu atau giant tiger (Penaeus monodon).“Berkali-kali, Bu Menteri (Susi Pudjiastuti) selalu meminta saya untuk menjaga Vaname dari serangan penyakit. Dia juga minta kita untuk menyiapkan udang jenis lain sebagai andalan baru, mengantisipasi serangan penyakit pada Vaname yang sekarang sudah terjadi di sejumlah negara,” tutur dia.Tak hanya tahan dari penyakit, Slamet mengatakan, keunggulan Marguiensis dibandingkan Vaname, karena udang jenis tersebut induknya bisa dijumpai di perairan Indonesia alias tidak perlu dilakukan impor seperti halnya bibit Vaname. Dengan keunggulan tersebut, Slamet optimis, Marguiensis bisa mengikuti jejak Vaname dalam bisnis perudangan nasional ke depan.“Kita akan angkat udang merguensis ini sebagai kandidat baru dalam bisnis perudangan nasional. Apalagi ini merupakan udang asli Indonesia, sehingga kita punya tanggunjawab untuk mempertahankan keragaman jenis udang lokal Indonesia,” jelas dia.  Substitusi dengan VanameSebagai jenis baru yang sedang dikembangkan, Marguiensis adalah harapan baru untuk bisnis perudangan nasional. Namun, menurut Slamet Soebjakto, keberadaan Marguiensis ke depan tidak akan menggantikan Vaname yang saat ini menjadi andalan Indonesia untuk ekspor ke pasar internasional.“Kita akan jadikan Marguiensis ini substitusi dengan Vaname. Itu artinya, baik Vaname maupun Marguiensis bisa saling melengkapi saat produksi di antara keduanya sedang turun. Dengan kata lain, jika Vaname turun, maka Marguiensis akan hadir sebagai pemasok utama,” tutur dia." "Marguiensis, Udang Asli Indonesia Pelengkap Udang Vaname","Meski ada keunggulan yang tidak dimiliki Vaname, Slamet mengatakan, Marguiensis cenderung memiliki karakter lebih aktif dibandingkan dengan Vaname. Itu artinya, udang tersebut harus dibesarkan di kolam yang dipastikan tidak memiliki kebocoran sekecil apapun.“Jika sampai ada yang bocor, maka dengan keaktifannya, Marguiensis akan berusaha mencari jalan untuk bisa kembali ke alam. Naluri kembali ke alamnya termasuk yang paling kuat dibandingkan dengan udang jenis lain,” tutur dia.Akan tetapi, Slamet meminta kepada semua pembudidaya untuk tidak perlu takut membudidayakan Marguiensis. Sebabnya, saat ini sudah tersedia teknologi canggih yang bisa memproduksi alas penutup dasar kolam dengan kuat. Sehingga, kebocoran yang harus dihindari dalam memproduksi Marguiensis bisa dicegah.Kepala BBPBAP Jepara Sugeng Rahardjo mengungkapkan, meski baru dikembangkan, induk Marguiensis bisa ditemukan di hampir semua wilayah perairan Indonesia, terutama di sekitar Laut Arafuru, Maluku. Ketersediaan itu, akan memudahkan pengembangan Marguiensis ke depannya.Menurut Sugeng, siklus reproduksi udang jenis ini relatif singkat dibandingkan dengan udang windu yang memakan waktu lebih lama. Saat udang sudah berumur 6 bulan atau mencapai ukuran berat 30-40 gr, kata dia, udang sudah bisa dijadikan induk. Kemudian, udang juga tahan terhadap penyakit dan memiliki cita rasa enak.“Keunggulan lain, pertumbuhannya relatif baik dengan mengandalkan kadar protein pakan yang rendah dan lebih banyak memanfaatkan detritus, sehingga secara otomatis biaya produksi usaha akan lebih efisien,” papar dia." "Marguiensis, Udang Asli Indonesia Pelengkap Udang Vaname","Tentang kapasitas produksi, Sugeng menjelaskan, hingga kini kapasitas produksi hatchery yang ada mampu menyediakan sebanyak 18 juta ekor benur per tahun. Saat ini, pihaknya memiliki 18 bak dengan kapasitas produksi per bak mencapai 300 ribu benur per siklus (1 tahun sebanyak 4 siklus). Untuk menjamin ketersediaan induk, pihaknya saat ini terus melakukan domestikasi.“Upaya perekayasaan pada jenis udang ini memberikan hasil sangat menggembirakan, ke depan BBPBAP Jepara siap untuk menjadi pionir pengembangan udang merguensis di seluruh Indonesia”, tegas Sugeng.Sekretaris Jenderal KKP Rifky Effendi Hardjianto yang hadir di Jepara, meminta DJPB untuk mempercepat pengembangan udang Marguiensis sehingga bisa segera dilakukan produksi masal. Pengembangan perlu disegerakan, karena saat ini ketergantungan Indonesia pada Vaname sangatlah tinggi.“Dipercepat, karena ini udang asli Indonesia. Sehingga untuk ketersediaan induk tidak perlu diimpor lagi,” ucap dia.Riky menyebut, pengembangan udang asli Indonesia ini akan menjadi terobosan baru sebagai pengganti dalam mengantisipasi udang vaname yang saat ini mulai banyak terkendala penyakit. Menurutnya, iitu penting untuk memotong rantai penyakit.“Udang merguensis atau dipasar ekspor dikenal dengan banana shrimp ini cenderung banyak disukai konsumen. Sebagai gambaran harga 1 kg size 60 mencapai Rp90 ribu, lebih tinggi dibandingkan dengan udang vaname. Ini akan menjadi peluang baru dalam mengisi permintaan pasar ekspor,” papar dia.Salah satu pembudidaya yang hadir di Jepara, Adip, menyatakan ketertarikannya untuk mencoba budidayakan udang merguensis. Menurutnya, dengan keunggulan yang banyak, dia optimis bisa mengembangkannya lebih baik dari Vaname. Namun, dia mengakui harus paham lebih detil tentang teknik pembudidayaan udang tersebut." "Marguiensis, Udang Asli Indonesia Pelengkap Udang Vaname","“Kami berharap udang merguensis ini akan menjadi primadona baru di pasaran, sehingga bisa menjadi obat rindu bagi kembalinya kejayaan udang asli Indonesia,” kata Adip.Sebelum di Jepara, pengembangan udang juga dilakukan di Aceh. DJPB melalui BPBAP Ujung Batee berhasil melakukan pembenihan udang pisang yang merupakan jenis udang endemik Aceh. Eksplorasi melalui domestikasi udang asli Indonesia tersebut, disamping akan menghasilkan nilai ekonomi, juga bisa mempertahankan khasanan kekayaan sumber daya udang Indonesia.Seperti diketahui, bisnis perudangan nasional saat ini masih didominasi oleh jenis udang vaname dan udang windu. Data mencatat selama kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir (2011 – 2015) produksi udang nasional mengalami kenaikan rata-rata sebesar 13,48 persen.  [SEP]" "Gubernur Kalimantan Barat Bersurat ke Presiden Jokowi Perihal “Investasi” di Gambut, Maksudnya?","[CLS]   Gubernur Kalimantan Barat, Cornelis, mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo pada 25 April 2017 lalu. Isinya, perihal implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2016 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor. P.17/MENLHK/-SETJENKUM.1/2/2017 di Provinsi Kalimantan Barat.Dalam surat itu, Cornelis melaporkan, sebelum dua peraturan tersebut diterbitkan, telah ada 43 perusahaan yang bergerak di bidang kehutanan, khususnya hutan tanaman industri. Bahkan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang mengeluarkan izin, mengacu tata ruang kawasan hutan sesuai peruntukannya. Perusahaan-perusahaan itu juga mendapatkan persetujuan kelayakan lingkungan berdasarkan peraturan perundang-undangan.Cornelis juga menuliskan, perusahaan-perusahaan tersebut masih beroperasi, mengacu pedoman pelaksanaan yang telah diterbitkan pemerintah. Namun, akan terkena dampak dari dua aturan baru yang diterbitkan belakangan. Surat tiga lembar tersebut ditembuskan juga ke Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Menteri Koordinator Perekonomian, Menteri Dalam Negeri, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Kepala Badan Restorasi Gambut, dan Ketua Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia.Kepala Dinas Kehutanan Kalimantan Barat, Marius Marcellus, membenarkan surat tersebut. “Surat itu hanya meminta arahan lebih lanjut Presiden. Ada pertentangan aturan yang sempat menimbulkan reaksi.” Baca: Kena Sanksi Administrasi, Seluruh Operasi PT. MPK di Sungai Puteri Harus Setop Marius meluruskan adanya anggapan bahwa Kalbar tidak mendukung program restorasi gambut di Indonesia. Dia meminta semua pihak memandang permasalahan ini dengan jernih, tidak parsial. Surat itu juga bukan merupakan sikap tidak merespon positif itikad pemerintah untuk penataan pengelolaan sumber daya alam." "Gubernur Kalimantan Barat Bersurat ke Presiden Jokowi Perihal “Investasi” di Gambut, Maksudnya?","Kata dia, PP 57 Tahun 2016 di dalam pasalnya menyatakan, bagi perusahaan yang sudah mengantongi izin dapat terus lanjut dengan memperhatikan water management (pengelolaan air). Sehingga tidak terjadi kebakaran di lahan gambut. Namun, kemudian keluar lagi aturan dari KLHK, yang di dalam pasalnya tidak ada penjabaran lebih lanjut. “Ini yang menjadi persoalan. Pasalnya, teman-teman di HTI sudah membangun industri,” katanya.Walau dalam peraturan disebutkan juga, untuk konsesi yang sebagain besar lahannya masuk kawasan gambut, akan dicarikan lahan pengganti. “Masalahnya dimana? Kalbar kan semuanya gambut,” tukas Marcel.Mestinya, kata dia, peraturan pemerintah dan turunan pelaksanaannya harus sejalan. Fakta di lapangan, tidak sedikit perusahaan-perusahaan HTI yang sudah melakukan aktivitas sesuai dengan aturan yang berlaku. Bahkan, salah satunya mendapat penghargaan dari KLHK. Dia menyontohkan: Alas Kusuma.Pemda Kalbar juga telah menganalisa dampak jika perusahaan-perusahaan tersebut hengkang. Salah satunya, 20 ribu warga akan kehilangan mata pencaharian. Jumlah itu didapat dari delapan perusahaan HTI yang ada. Akibatnya, sebut dia, Alas Kusuma telah mengurangi kegiatan operasional karena regulasi yang tidak sinkron ini.Konsep Kawasan Ekosistem Esensial (KEE), paling ideal menjawab permasalahan gambut di Kalbar. KEE mempunyai prioritas di areal kubah gambut. Untuk kubah gambut yang belum beralih fungsi tutupan lahannya, mutlak harus dikonservasi. Sedangkan yang sudah mengantongi izin, bisa diteruskan hingga batas izin berakhir, dengan pengaturan air yang ketat. “Industri kehutanan di Kalbar, hadir tanpa dana perbankan sebagai pembiayaan. Mereka pakai dana cash untuk membangun,” kata Marcel.  Preseden buruk" "Gubernur Kalimantan Barat Bersurat ke Presiden Jokowi Perihal “Investasi” di Gambut, Maksudnya?","Walhi Kalimantan Barat menanggapi surat itu sebagai sikap Gubernur Kalbar, Cornelis, yang secara terbuka melawan peraturan pemerintah dan peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. “Ini preseden buruk bagi perlindungan dan perbaikan tata kelola ekosistem rawa gambut di Indonesia,” kata Anton P. Widjaya, Direktur Eksekutif Daerah WALHI Kalimantan Barat.Sikap perlawanan tersebut, menempatkan kepentingan korporasi dan devisa negara dari kegiatan merusak ekosistem rawa gambut lebih penting dari pada inisiatif perlindungan dan perbaikan tata kelolanya, khususnya di Kalimantan Barat. “Kami meminta Pemerintah Daerah Kalimantan Barat tidak menutup mata fakta bahwa rezim keterlanjuran izin-izin konsesi kebun kayu berkontribusi terhadap penghancuran lingkungan hidup di Kalimantan Barat,” ujar Anton.Pemerintah Daerah Kalimantan Barat harus menunjukkan komitmen kuat untuk melakukan pembenahan tata kelola SDA khususnya sektor kehutanan dan perkebunan. Juga,  upaya penegakan hukum yang tengah dijalankan pemerintah dan berbagai komitmen Presiden Joko Widodo lainnya. Seperti, moratorium dan pemulihan ekosistem gambut.Penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2016 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.17/MENLHK/-SETJENKUM.1/2/2017 adalah tindakan kongkrit negara mewujudkan perlindungan dan perbaikan ekosistem rawa gambut terdegradasi di seluruh wilayah Indonesia.“Peraturan tersebut bersifat mandatori, mengikat seluruh pemangku kepentingan dibawahnya untuk menjadi implementor, mengawal, jika diperlukan memaksa sanksi pidana,” paparnya.  Dalam kasus Kalbar, hanya 15 perusahaan yang berada di gambut dari  47 IUPHHK-HTI. Jadi, surat gubernur tersebut hanya mewakili segelintir pihak. “Seharusnya Pemprov Kalbar melakukan revitalisasi izin HTI, bukan melawan kebijakan penyelamatan gambut,” cetus Muhammad Lutharif, dari Eyes of Forest Kalimantan Barat." "Gubernur Kalimantan Barat Bersurat ke Presiden Jokowi Perihal “Investasi” di Gambut, Maksudnya?","Sebelum PP 57 terbit, Menurut Lutharif, korporasi kehutanan seperti Asia Pulp and Paper (APP Grup) dan April Grup pada tahun 2013 dan 2014 telah meluncurkan komitmen Kebijakan Konservasi. APP meluncurkan Forest Conservation Policy (FCP) dan APRIL meluncurkan Sustainable Management Forest Policy (SMFP). Dua kebijakan tersebut berkomitmen mematuhi hukum Indonesia, melindungi dan melestarikan gambut, selain mereka juga berkomitmen menghentikan penebangan hutan alam hingga 2019 dan 2020.Selain industri kehutanan, industri perkebunan kelapa sawit juga meluncurkan komitmen sama. Korporasi Asian Agri, Wilmar, GAR, Salim dan Sinarmas juga menerbitkan komitmen menyelamatkan gambut dan mematuhi hukum Indonesia. Saatnya mereka semua konsisten dengan komitmen-komitmen tersebut.Di dunia global, bahkan korporasi kehutanan dan sawit telah mengkampanyekan bahwa mereka telah berubah dan berjuang mematuhi hukum Indonesia dan menyelamatkan gambut. “Faktanya, ketika Pemerintah Indonesia meminta mereka mematuhi hukum untuk menyelamatkan gambut, mengapa korporasi malah tidak patuh,” ungkapnya.Pemerintah harus mengambil tindakan tegas kepada seluruh jajaran pejabat dibawahnya baik pusat maupun daerah yang melakukan perlawanan. Atau, menghambat target perlindungan dan pemulihan gambut akibat karhutla yang terjadi.“Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla harus menegur keras dan menertibkan jajarannya yang tidak menjalankan PP 57 dengan konsisten,” tandasnya.   [SEP]" "Catatan Akhir Tahun: Mencermati Capaian Hak Kelola Hutan buat Warga, Apa Terobosan 2018?","[CLS]   Warga berkonflik dengan perusahaan maupun pemerintah karena lahan hidup mereka masuk konsesi atau dalam kawasan hutan terjadi di penjuru negeri. Izin-izin keluar bermasalah karena tumpang tindih dengan ruang hidup warga, sedang alas hak warga lemah meskipun mereka sudah hidup lama bahkan lebih lama dari Indonesia. Penguasaan lahan di negeri ini timpang, pemodal memperoleh ‘roti’ berlimpah, rakyat kecil hanya remah-remah. Kemiskinan pun banyak terjadi di sekitar dan dalam kawasan hutan.Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), menyebutkan, sebanyak 25.863 desa ada dalam dan sekitar kawasan hutan, 71% masyarakat bergantung hutan,  dengan 10,2 juta jiwa masuk kategori miskin.Baca juga: Sembilan Komunitas Peroleh Penetapan Hutan AdatKala Joko Widodo, maju sebagai calon presiden, dia berjanji memperhatikan hak-hak kelola masyarakat ini. Begitu mulai berkuasa, Jokowi mencanangkan reforma agraria (land reform) dengan distribusi lahan sembilan juga hektar, dengan 4,5 juta hektar dalam penanganan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN, sisanya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan alias dalam kawasan hutan.Pemerintah juga canangkan perbesar akses kelola masyarakat dalam kawasan hutan lewat perhutanan sosial dengan target sampai 2019, seluas 12,7 juta hektar.  Pemberian akses ini bisa lewat beberapa cara seperti hutan desa, hutan tanaman rakyat, hutan kemasyarakatan, kemitraan sampai hutan adat.  Kebijakan teranyar keluar pada 2017,  yakni, izin pemanfaatan hutan perhutanan sosial (IPHPS) khusus pemberian akses kelola warga di hutan Jawa.Baca juga: Cerita Para Petani di Jawa yang Peroleh Hak Kelola Hutan" "Catatan Akhir Tahun: Mencermati Capaian Hak Kelola Hutan buat Warga, Apa Terobosan 2018?","Bak berburu capaian, menjelang akhir tahun, KLHK mengeluarkan lumayan banyak surat keputusan hak kelola lahan kepada masyarakat di hutan Jawa. Pada November lalu, Presiden Jokowi, keliling dari Jawa Barat, Jawa Tengah hingga Jawa Timur, untuk memberikan izin kelola di hutan yang selama ini di bawah kelolaan Perhutani ini. Sebelumnya, di Istana Negara, Presiden serahkan kali kedua surat keputusan penetapan hutan adat di beberapa daerah.Implementasi hak kelola masyarakat, baik masyarakat adat maupun lokal terutama di kawasan hutan, mulai bergerak walau terbilang tak begitu lancar. Kalau dibandingkan dengan pemerintahan sebelumnya, alami perkembangan lebih besar. Per 18 Desember 2017, realisasi baru 1.333.483,48 hektar dengan target hingga akhir tahun 1.529.706,77 hektar.Sebagai pembanding, selama tujuh tahun, kabinet pemerintahan lalu perhutanan sosial 449.104,23 hektar. Saat kabinet Jokowi selama tiga tahun, hingga 18 Desember 2017, 884.379,25 hektar.Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pernah bilang, target realistis perhutanan sosial hingga 2019 seluas 4,38 juta hektar. Harapannya, luasan 12,7 juta,  dihitung jika kepemimpinan Presiden Jokowi hingga dua periode.”Tantangan kita pada verifikasi. Ini membutuhkan sumber daya manusia,” katanya, kala itu.Siti mengatakan, pada 2018, implementasi perhutanan sosial dan tanah obyek reforma agraria (TORA) menyentuh pada persoalan konflik lahan, salah satu tumpang tindih dengan perusahaan.”Sebenarnya,  tahun ini sudah mulai. Kita harus hati-hati. Kalau ada konflik harus dilihat riwayat karena ada hak masyarakat, ada yang sudah berizin, 2018 harus diberesin.”" "Catatan Akhir Tahun: Mencermati Capaian Hak Kelola Hutan buat Warga, Apa Terobosan 2018?","KLHK, katanya, telah mengidentifikasi dan mengomunikasikan masalah ini ke beberapa daerah di luar Jawa.  Sebenarnya, kementerian ini, ada instrumen kebijakan yang memungkinkan pemberian kelola warga lewat Peraturan Menteri LHK Nomor 12/Menlhk-II/2015 soal pembangunan hutan tanaman industri. Pemilik izin HTI wajib mengalihkan 30% lahan untuk dua peruntukan, 20% buat kebun rakyat dan 10% kawasan perlindungan (areal hutan lindung).”Ini harus ditagih,” katanya.Bambang Supriyono, Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, KLHK, mengatakan, sampai 22 Desember 2017, masih ada 196.223,29 hektar sedang proses dengan target selesai akhir tahun. Ia terdiri dari 163.469,27 hektar hutan desa, 32.664,02 hektar hutan kemasyarakatan, dan 90 hektar skema kemitraan.Meskipun Menteri Siti lapor ke Presiden target ideal 4,3 juta hektar, KLHK berharap bisa mencapai pemberian akses kelola warga seluas 5.873.483 hektar sampai 2019 berada di 1048 desa.  Jutaan hektar kawasan konservasi buat kelola rakyatTahun depan, pemerintah melalui KLHK bikin terobosan dengan target sekitar 1,3 juta hektar kawasan konservasi bisa jadi akses kelola warga.”Yang penting ini kemitraan konservasi, sudah ada desa konservasi untuk akses pemanfaatan ikan, lebah. Polanya,  kemitraan konservasi,” katanya.Aturan soal ini, kata Bambang, sedang disusun melalui Peraturan Dirjen Konservasi  Sumber Daya Alam dan Ekosistem. Kemungkinan akhir Desember, aturan terbit. Kemitraan konservasi seluas 1.300.000 hektar itu,  target 2018 seluas 500.000 hektar dan 800.000 hektar pada 2019.Besaran target 1,3 juta hektar ini menyumbang porsi cukup besar dalam target  5,8 juta hektar hak kelola warga sampai 2019." "Catatan Akhir Tahun: Mencermati Capaian Hak Kelola Hutan buat Warga, Apa Terobosan 2018?","Rincian target 5,87 juta hektar antara lain, katanya, berupa penetapan areal kerja (PAK) belum terbit izin atau hak pengelolaan perhutanan sosial 208.337 hektar, usulan permohonan pengakuan perlindungan kemitraan kehutanan 100.078 hektar.Lalu, usulan baru permohonan perhutanan sosial 1.402.151 hektar, IPHPS 222.137 hektar, pemberdayaan KPH 527.419 hektar, kelola lahan di kawasan konservasi 1.300.000 hektar, konflik tenurial jadi perhutanan sosial 289.426 hektar, hutan adat 26.190 hektar.Bambang mengatakan,  pada 2018, KLHK tak hanya mengejar luasan, juga memberi manfaat melalui pendampingan kelembagaan, tata kelola dan usaha produktif.Berbicara soal hutan adat, katanya, perlu ada instrumen kebijakan lain. Berdasarkan UU Kehutanan Nomor 41/1999, jika berada di kawasan hutan, perlu ada peraturan daerah mendukung. Kini, pemerintah daerah mulai pengakuan lewat peraturan daerah maupun surat keputusan bupati.KLHK, katanya, sedang membangun sebuah sistem percepatan capaian ini, yakni, sistem navigasi perhutanan sosial, bakal terbit Februari nanti.  ”Ini jadi navigator, ada pendampingan kelembagaan, tata kelola dan usaha perekonomian,” katanya.Sistem ini, diikuti panduan pendampingan, hingga izin yang diberikan akan memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat. Pendampingan ini, katanya, akan terbagi dalam kluster sesuai kondisi masyarakat yang sudah mendapatkan izin. Penanda kluster dengan warna.Kalau, blue, kondisi masyarakat belum memiliki penguatan kelembagaan hingga fokus pada bagian itu. Silver, pendampingan fokus pada tata kelola, penguatan komoditas, rencana pasar dan akses modal. Gold, masyarakat sudah memiliki lembaga BUMDes atau koperasi, akan dicarikan offtaker. ”Harus bertahap agar mereka tidak kaget. Kalau sudah advance, nanti bisa terintegrasi (lintas hak pengelolaan). Jadi, membentuk industri ekonomi pedesaan, misal, industri nira,” ucap Bambang.  " "Catatan Akhir Tahun: Mencermati Capaian Hak Kelola Hutan buat Warga, Apa Terobosan 2018?","Sistem ini, katanya, akan bekerja lintas sektor kementerian dan lembaga disesuaikan kebutuhan lapangan dan di bawah koordinasi Bappenas. Dia contohkan, wilayah membutuhkan pendampingan, bekerjasama dengan Kementerian Pedesaan, kalau perlu bibit unggul pertanian bersama Kementerian Pertanian. , Untuk tanaman hutan bisa bekerjasama dengan Badan Litbang KLHK.Bramantya Satyamurti Poerwadi, Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan pun andil. Dia bilang, KKP memastikan, semua pemanfaatan sumber daya perikanan dan kelautan harus pro keberlanjutan dan memberi manfaat pada masayrakat luas.”Ini jadi grand design tahun 2018-2019.”Akselerasi lintas kementerian dan lembaga ini, katanya, jadi penting dalam mewujudkan kesejahteraan pasca pemberian izin. Total perhitungan kebutuhan biaya 2017 pada luasan 2 juta hektar diperkirakan masih ada ‘jurang’ anggaran Rp506, 235 miliar, dari total Rp840 miliar dan alokasi daftar isian pelaksanaan anggaran 2018 sebesar Rp334 miliar.   BerkelanjutanAbetnego Tarigan, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan mengatakan, penguatan implementansi RAPS ini sejalan dengan isu ekonomi berkeadilan. Selain pengakuan dan perlidungan, katanya, harus juga menggerakkan model usaha kecil menengah ekonomi kreatif dalam perhutanan sosial.”Perlu interaksi insentif dengan aktivitas sosial, ekonomi dan budaya. Perlu ada keseimbangan antara kepentingan keberlanjutan dan kesejahteraan masyarakat.”Nur Hidayati, Direktur Eksekutif Walhi Nasional mengatakan, saat ini jadi momentum politik, bahwa perjuangan kelompok warga selama berpuluh tahun mulai didengarkan. Konsep memperluas wilayah kelola rakyat dengan memberikan akses penguasaan, pengelolaan dan pemanfaatan kekayaan alam, tanah dan hutan laut untuk keadilan ekologis." "Catatan Akhir Tahun: Mencermati Capaian Hak Kelola Hutan buat Warga, Apa Terobosan 2018?","”Pemerintah perlu transparan. Kami mohon, pemerintah tak menutup akses, seringkali kita kesulitan membantu dalam hal pengawasan karena akses informasi tertutup,” katanya.Dia mendesak, pemerintah memahami karakteristik masyarakat hingga pemberian akses kelola, tata kelola sampai peningkatan ekonomi tak bisa disamaratakan. Kebutuhan masyarakat, katanya, berbeda mulai dari soal keamanan lahan, sampai proses hulu ke hilir.”Kita desak pemerintah melihat sesakma dari wilayah-wilayah yang sudah didampingi. Mengawasi proses RAPS (reforma agraria dan perhutanan sosial-red) agar sesuai target.  Jangan sampai masyarakat yang selama ini berjuang malah tak dapat.”Yaya, begitu sapaan akrabnya, mengatakan, terpenting saat ini masyarakat mendapatkan legalitas atau akses pengelolaan.Dari pengamatan Walhi, katanya, banyak menemukan kriminalisasi petani di perusahaan negara seperti Perhutani maupun PTPN. ”Jokowi perlu revolusi mental di perkebunan dan kehutanan , mentalitas alat perangkat aparatur negara, BUMN masih menggunakan pola lama,” katanya.Yaya menilai, kebijakan hak kelola rakyat masih bersifat populis dan tak ada kesinambungan lintas rezim kepemimpinan. Sebelum kepemimpinan Jokowi-JK,  juga ada sistem pengelolaan hutan dengan berbagai penyebutan. Era Jokowi, tren dengan RAPS.Dia berharap, pemberian akses kelola masyarakat ini tak mengenal periode kepemimpinan, tetapi berkelanjutan.    [SEP]" "Fokus Liputan : Penambangan Batu Paras Ilegal yang Terus Berlangsung di Tukad Petanu (Bagian 1)","[CLS] Tiga perempuan menjunjung batu paras di kepalanya. Tampak berakrobat menyeberang sungai melalui jembatan dari beberapa bilah bambu saja. Mereka membawa 10-20 kg beban di kepalanya tanpa alat bantu. Paras ditumpuk di kepala begitu saja.Mereka mengambil paras yang sudah dihaluskan di tebing-tebing lokasi penambangan, menumpuk sendiri di atas kepala, lalu menyeberang sungai. Perjalanan berisiko lanjutan adalah menyusuri tebing menuju pinggir jalan, agar mudah diangkut truk.Para pengangkut paras ini melalui jalanan berbatu, terjal, menerabas ilalang. Di beberapa tanjakan, sejumlah padas terlihat hancur karena terjatuh. Bisa jadi karena pembawanya terpeleset, apalagi di musim hujan saat itu, November, di Bali.“Paling banyak bisa 8 kali angkut,” ujar salah seorang tukang. Dia dan rekannya dari Kabupaten Bangli, bekerja dari pagi sampai sore hari. Bolak-balik naik carter angkutan antar kabupaten Gianyar-Bangli. Para tukang angkut ini agak tertutup. Mereka sangat hati-hati menjawab pertanyaan orang asing terkait pekerjaannya. Maklum, lokasi penghidupan mereka statusnya illegal.Sedikitnya ada 5 spot rute mengangkut hasil tambang Tukad (sungai) Petanu di Kemenuh, Kecamatan Sukawati, Gianyar ini. Tiap spot tambang memiliki timnya sendiri, lokasi dan tenaga kerja.Sekurang-kurangnya tiga tingkatan status.Pertama bos penyewa lahan. Ini aneh, jika ditambang tentu saja lahan habis tapi statusnya sewa menyewa. Kemudian kontraktor penambang, terakhir pekerjanya. Tukang ada tiga jenis yakni tukang kepluk (membuka lahan), tukang potong, dan tukang penghalus yang menjadikan potongan paras siap angkut. Kemudian porter atau tukang angkut dominan perempuan usia 30-50 tahun." "Fokus Liputan : Penambangan Batu Paras Ilegal yang Terus Berlangsung di Tukad Petanu (Bagian 1)","Suara-suara mesin gerinda memekakkan telinga, kadang bersahut-sahutan di sunyinya sungai Petanu yang dalamnya 10-30 meter dari tebing. Semua bekerja dengan tekun karena hasilnya tergantung jumlah yang berhasil ditambang atau diangkut.Gede Sugiarta, seorang pegiat lingkungan punya hitung-hitungan perkiraan berdasar observasi dan wawancara selama mengamati proses penambangan ini beberapa tahun. Memperlihatkan nilai ekonomi yang cukup besar dari usaha tambang batu paras tanpa izin ini.Dalam satu are lahan yang ditambang nilai kotornya diperkirakan lebih dari Rp2 miliar selama sekitar 4 bulan proses penambangan jika volume parasnya 1000m3. Dari 1 are lahan yang disewa, yang ditambang kedalamannya sekitar 10 meter karena 3 meter lapisan bawah kualitasnya rendah.Dengan perkiraan 30% limbah serpihannya, jumlah paras ukuran 15x5x50 cm yang bisa ditambang sekitar 80 ribu unit, ukuran 20x5x60 cm sekitar 50 ribu unit, dan paras sendi sekitar 16 ribu unit. Harga jual paras ini cukup mahal, antara Rp14-20 ribu per unit jika beli langsung ke lokasi tergantung ukuran. Sementara sendi harganya Rp50-60 ribu per unit.Dari hasil kotor ini, dikurangi biaya-biaya yang dikeluarkan seperti sewa lahan sekitar Rp50 juta, tukang kepluk sekitar Rp1600 per unit paras, tukang potong Rp1500, penghalus Rp1200, dan tukang angkut Rp1000-3000 per unit paras tergantung ukuran.Juga ada biaya lain seperti sewa lahan pinggir jalan untuk etalase atau menyimpan paras, biaya sewa akses angkut dari sungai ke lokasi simpan, kontribusi ke desa, dan pengeluaran lain untuk keamanan. Hasil bersihnya diperkirakan lebih 50% dari hasil kotor atau sekitar Rp1 miliar." "Fokus Liputan : Penambangan Batu Paras Ilegal yang Terus Berlangsung di Tukad Petanu (Bagian 1)","Nilai berbeda disebut Nengah Taman adalah salah satu pemilik salah satu area tambang batu paras di Tukad Petanu. Ia mengatakan di kawasan tempat tinggalnya Desa Sumampan masih tersisa kurang dari 10 pemilik tambang. Ada juga pemilik tambang di luar desa karena aliran Tukad Petanu lintas desa.Pria yang juga Kelihan Dinas Banjar Medahan ini mengatakan ia baru mulai bisnis ini pada 2010. Dari 6 are lahan yang disewa, kini sisa 1 are saja. Sejak bom Bali pada 2002, pematung kayu ini kehilangan penghasilan. Kerajinan patung kayu yang merata di desa ini mulai menunjukkan penurunan. “Tukang kayu libur, cari kerja tak dapat,” serunya.Mulai lah ia melirik usaha penambangan yang dimulai warga luar desa yang berpengalaman menambang paras di tempat lain. Taman memulai sebagai buruh angkut. Ia juga minta 3 buah paras per minggu untuk dibawa pulang. Setelah terkumpul 150 buah, ia jual. Hasilnya lumayan.Modal sudah terkumpul, ia menyewa lahan untuk ditambang. “Ada perjanjian kontrak lahan dan harus disetujui kelihan banjar,” jelasnya.Ia menyebut per are menghasilkan 3000 buah paras. “Dalam satu bulan, paling kerja full seminggu,” elaknya. Jika harganya rata-rata Rp20 ribu maka hasilnya sekitar Rp60 juta. Biaya-biaya yang muncul menurut Taman untuk menambang per unit paras adalah tukang kepluk Rp1500, sensor Rp1200, penghalus Rp1800, angkut Rp1300, sewa lahan menyimpan paras Rp2 juta/tahun, dan setoran ke desa Rp1 juta per are.Pria tengah baya ini memperkirakan keuntungan bersih sekitar Rp2000 per unit. Jadi penghasilan sekitar Rp6 juta jika produksinya 3000 unit per are lahan yang ditambang. Ini versi salah satu pemilik tambang.Taman mengakui pernah ada sidak dari Satpol PP dalam rangka operasi penertiban tambang. “Kita sangat dilema, mau ngurus izin tapi tak ada izinnya,” keluhnya. Ia menyebut sudah beberapa kali ikut rapat pembahasan, namun sampai kini belum jelas mekanismenya." "Fokus Liputan : Penambangan Batu Paras Ilegal yang Terus Berlangsung di Tukad Petanu (Bagian 1)","Bisnis batu paras akan terus ada karena permintaan tinggi. “Umat Hindu sangat perlu untuk pura, kalau ditutup apa yang dipakai membangun?” sergahnya. Soal dampak lingkungan ia tahu pernah ada kerusakan irigasi pertanian. Tapi ia mengajukan siasat. “Habis digali ditanami lagi sisa lahan di bawahnya, otomatis rapi dan hijau,” katanya. Ide ini tetap tak bisa memulihkan sempadan sungai seperti semula karena pertambangan tak bisa diperbaharui.Sejumlah foto udara Tukad Petanu yang beredar di internet memperlihatkan bopeng-bopeng bekas penambangan kontras dengan suasana sekitarnya yang hijau.Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Bali I Nyoman Astawa Riyadi menyebut semua penambangan illegal. “Serba dilematis, warga sekitar juga ikut. Tapi mana lebih besar dengan dampak lingkungannya?” serunya.Dinas PU provinsi memiliki peran strategis dalam proses pemberian izin pasca UU No 23 tahun 2014 bahwa kewenangan dikembalikan ke tingkat provinsi. Sebelumnya izin penambangan dan lingkungandi tingkat kabupaten. Nah, PU Bali punya wewenang untuk memberi rekomendasi teknis dalam pemberian izin penambangan.Pemerintah Provinsi Bali efektif menangani kegiatan pertambangan sejak Maret 2016 dengan diberlakukannya Peraturan Gubernur Bali Nomor 6 tahun 2016 tentang Perizinan Usaha Pertambangan Batuan. Disebutkan tiap usaha harus punya Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang memenuhi syarat administrasi, teknis, dan lingkungan dari kabupaten setempat.Jika penambangan di wilayah sungai harus mendapat rekomendasi dari Balai Wilayah Sungai Bali-Penida merupakan perpanjangan tangan Kementrian Pekerjaan Umum. Sungai-sungai di Bali menurut keputusan Presiden No 12 tahun 2012 tentang Penetapan Wilayah Sungai termasuk Wilayah Sungai Strategis Nasional yang ditangani pemerintah pusat." "Fokus Liputan : Penambangan Batu Paras Ilegal yang Terus Berlangsung di Tukad Petanu (Bagian 1)","Kenapa usaha penambangan terus berlangsung sejak tahun 90-an sampai sekarang? Astawa memaparkan penambangan batu paras di aliran Tukad Petanu sudah berlangsung sekitar 20 tahun lalu. Awalnya aktivitas sampingan warga setempat lalu menjadi penambangan rakyat karena makin banyak yang eksplorasi dan membesar skalanya.Penambangan dilakukan di tebing curam dan membahayakan pekerjanya. “Juga merusak lingkungan dan saluran irigasi subak, menyebabkan terputusnya aliran irigasi pertanian,” tambahnya.Rusaknya saluran irigasi tua dan vital yang dibuat di masa lalu ini mengakibatkan ribuan petani tak bisa bekerja. Koran Bali Post pada 27 Agustus 2011 menulis lebih dari 1800 hektar lahan pertanian melingkupi 40 subak di kawasan sungai Blahbatuh dan Sukawati mengalami kekeringan pasca rusaknya terowongan induk di aliran sungai Petanu.Pada 2015, sedikitnya 15 penambang ditangkap. Menurut Putu Agus Budiana Kabid ESDM Dinas PU Bali tahun ini hingga Desember pernah 8 kali jadi saksi di pengadilan. Ia mengaku tak memantau putusannya. “Sama sekali tidak punya izin, yang berperan di lapangan menegakkan ya polisi,” katanya. [SEP]" "Siapa Pemilik Pulau Pari Sebenarnya?","[CLS] Kekecewaan dirasakan warga Pulau Pari, Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Kabupaten Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta setelah pelaporan mereka tentang upaya privatisasi pulau tersebut oleh PT Bumi Pari Asri (BPA) lambat direspon Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dan Kantor Staf Presiden (KSP).Bersama Koalisi Selamatkan Pulau Pari (KSPP), warga dan nelayan Pulau Pari secara bersama menyatakan bahwa hingga saat ini kedua lembaga Negara tersebut tidak merespon pelaporan mereka. Akibatnya, hingga saat ini tidak ada perkembangan penyelesaian permasalahan tersebut.Adapun, pelaporan yang disampaikan kepada Kementerian ATR/BPN dan KSP tersebut, adalah tentang upaya perampasan tanah oleh PT BPA yang ingin melakukan privatisasi pulau. PT BPA mengklaim memiliki 90% wilayah pulau pari dari total 42 Hektar lahan di pulau pari.  Ketua Forum Peduli Pulau Pari Sahrul, menyampaikan laporan pertemuannya dengan dua lembaga tersebut. Selain menjelaskan tentang masalah yang terjadi, dia mengaku dalam pertemuan tersebut disampaikan juga semua data tentang upaya privatisasi pulau oleh PT BPA. Kemudian, disampaikan juga laporan intimidasi dan pelanggaran yang dilakukan PT BPA pada Maret 2017.“Kami mengadukan telah terjadi pelanggaran administrasi atas terbitnya sertifikat yang dimiliki PT Bumi Pari,” ucap dia.Saat menyampaikan pelaporan, Sahrul menyampaikan, pihaknya bersama koalisi meminta KSP bisa segera memanggil Kementerian ATR/BPN dan memeriksa proses penerbitan surat yang dimiliki PT BPA. Dengan adanya pemeriksaan, dia berharap akan ada pembatalan sertifikat yang dimiliki PT BPA karena penuh dengan pelanggaran.Akan tetapi, menurut Sahrul, hingga saat ini, tak ada perkembangan apapun dari KSP terkait pelaporan tersebut. Meskipun, pada saat bersamaan, pihaknya juga sudah mengajukan permohonan pembatalan sertifikat hak atas tanah di Pulau Pari ke Kementerian ATR/BPN secara langsung." "Siapa Pemilik Pulau Pari Sebenarnya?","“Namun, tetap saja tidak ada perkembangan apapun,” ucap dia.Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) yang ikut memperjuangkan hak nelayan di Pulau Pari, mengecam lambatnya respon yang diperlihatkan Pemerintah melalui dua lembaga di atas. Menurut perwakilan KNTI Tigor Gemdita Hutapea, sebagai lembaga negara yang memiliki kewenangan dalam menyelesaikan permasalahan masyarakat, sudah seharusnya KSP dan Kementerian ATR/BPN menindaklanjuti permasalahan masyarakat.“Tidak boleh membiarkan begitu saja permasalahan masyarakat,” tegas dia.  Harapkan Ombusdman RIMengingat tidak ada respon apapun dari KSP dan Kementerian ATR/BPN, Tigor menyebut, harapan satu-satunya yang masih tersisa adalah di tangan Ombusdman Republik Indonesia. Kepada lembaga tersebut, warga sudah mengirimkan surat resmi berisi tentang upaya privatisasi yang dilakukan PT BPA.Dari surat tersebut, Ombusdman langsung merespon dengan mengirimkan surat balasan pada 3 Mei lalu. Dalam surat itu Ombusdman meminta agar nelayan Pulau Pari dapat memberikan data-data penguasan lahan untuk dilakukan verifikasi dengan sertifikat PT BPA.“Kita pernah berkirim surat yang menjelaskan bahwa PT Bumi Pari Asri menguasai lima bidang tanah di Pulau Pari,” sebut dia.Mengingat cepatnya respon yang diberikan Ombusdman RI, warga Pulau Pari kini menaruh harapan besar kepada lembaga tersebut untuk bisa segera memeriksa kebenaran munculnya sertifikat yang dimiliki PT BPA. Menurut perwakilan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Ronald Siahaan, ada pelanggaran yang dilakukan BPN Jakarta Utara dalam menerbitkan sertifikat.“Sehingga berdasarkan Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 9 Tahun 1999 dan Permen ATR/BPN Nomor 11 Tahun 2016 dapat dilakukan pembatalan sertifikat,” jelas dia." "Siapa Pemilik Pulau Pari Sebenarnya?","Menurut Ronald, sebelum muncul respon dari Ombusdman, pihaknya berharap ada koordinasi antara tiga lembaga negara tersebut, yakni Ombusdman, Kementerian ATR/BPN, dan KSP. Namun, harapan tersebut tak pernah terwujud karena dari ketiganya, hanya Ombusdman saja yang memberikan respon tentang kasus tersebut.Di sisi lain, dalam beberapa waktu ini, kata Ronald, pihak PT BPA dan aparat Pemerintah justru memaksa agar warga menerima berbagai solusi yang ditawarkan. Diantaranya, agar warga dapat menyewa tanah di Pulau Pari, dan atau membeli tanah sesuai dengan nilai jual objek pajak (NJOP) ke PT BPA.“Namun, nelayan telah menolak solusi itu dan memih menyelesaikan masalah ini ke Ombudsman RI,” tandas dia.  Di atas segala hal, Ronald mewakili nelayan Pulau Pari menuntut agar  KSP ataupun Kementerian ATR/BPN bersama-sama dengan OmbudsmanRI dapat  menyelesaikan masalah nelayan Pulau Pari dan menjamin hak-hak kepemilikan dan penguasaan warga yang telah turun-temurun dimiliki.“Apalagi, keberadaan nelayan telah dilindungi berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan,” jelas dia.Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Utara Firdaus membenarkan bahwa ada sekitar 80 nama perorangan yang memiliki sertifikat hak milik atas Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Mereka kemudian membuat konsorsium perusahaan PT Bumi Pari Asri.“Selama ini Pulau Pari itu dimiliki oleh 80-an nama yang bersertifikat perorangan, baru kemudian konsorsium menjadi PT Bumi Pari Asri,” jelas dia.Sebelum mereka mendirikan konsorsium, Firdaus mengaku, 80-an nama tersebut pernah mengajukan permohonan hak kepada Kejari Jakut atas kepemilikan tanah mereka di Pulau Pari. Dengan permohonan hak, maka tanah mereka yang belum bersertifikat itu bisa digunakan untuk kepentingan pribadi." "Siapa Pemilik Pulau Pari Sebenarnya?","“Tanah tersebut hak milik perseorangan. Jadi, PT Bumi Pari Asri tidak punya hak di sana. Saat ini, PT tersebut hanya memiliki hak guna bangunan,” tutur dia.  Berkas PerkaraBerkaitan dengan kriminalisasi yang dialami tiga nelayan asal Pulau Pari pada 11 Maret lalu, Kepolisian Resort Kepulauan Seribu telah melimpahkan berkas perkara kasus tersebut ke Kejaksaan Negeri Jakarta Utara. Pelimpahan dilakukan pada 15 Mei lalu. Ketiga nelayan yang dimaksud, adalah Mustaghfirin alias Boby, Bahrudin alias Edo, dan Mastono alias Baok.Ketiga Nelayan tersebut dipidanakan,karena diduga melakukan pungutan liar (pungli) di pantai Perawan, PulauPari. Ketiganya ditangkap aparat Polres Kepulauan Seribu pada 11 Maret lalu dan dituduh melakukan pungli dengan membebankan biaya sebesar Rp5.000 kepada para wisatawan yang ingin masuk ke wilayah pantai Pasir Perawan.Tim Advokasi Selamatkan Pulau Pari yang mengetahui ada pelimpahan berkas perkara tersebut ke Kejari Jakut, mengaku terkejut. Pasalnya, sebelumnya tim sudah mengirimkan surat permohonan agar dilaksanakan gelar perkara ke Kejari Jakut.“Kami telah mengirimkan surat permohonan untuk dilakukan gelar perkara, kami ingin memperlihatkan didepan Polisi dan Jaksa bahwa tidak ada perbuatan pidana yang dilakukan oleh ketiga nelayan. Kami berkesimpulan kasus ini dipaksakan oleh pihak kepolisian. Sehingga sudah seharusnya dilakukan penghentian perkara terhadap perkara ini,” ungkap pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Matthew Michele Lenggu.Matthew menjelaskan, pihaknya berani menyimpulkan seperti itu, karena tim hukum sudah melakukan pengecekan dilapangan dan ternyata Pantai Perawan tersebut adalah wilayah kelola bersama nelayan. Kata dia, nelayan-nelayan Pulau Pari bersama-sama membuka Pantai Perawan sebagai tempat wisata." "Siapa Pemilik Pulau Pari Sebenarnya?","“Untuk menjaga Pantai Perawan tetap bersih, seluruh warga sepakat para wisatawan yang berkunjung dikenakan biaya Rp5.000. Namun, apabila ada wisatawan yang tidak ingin membayar, warga tetap mempersilakan mereka masuk. Sifanya tidak memaksa,” papar dia.Selain tidak ada pemaksaan, Matthew meyakinkan bahwa uang retribusi dari wisatawan juga tidak untuk kepentingan pribadi, melainkan itu untuk kepentingan bersama. Uang tersebut, kata dia, digunakan untuk membayar petugas kebersihan, penerangan listrik, membangun sarana dan prasarana pantai, membangun tempat ibadah dan menyantuni anak yatim.  [SEP]" "Ada Temuan Jahe Jenis Baru dari Sulawesi","[CLS]   Pada 2009, Marlina Ardiyani, peneliti Taksonomi dan Sistematika Zingiberaceae dari Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi,  Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), bersama beberapa rekan melakukan perjalanan menyusuri berbagai tempat di Sulawesi–dari Sulawesi Utara, Tengah, Tenggara dan Selatan. Mereka mengamati tumbuhan sekeliling. Kelompok ini sedang berburu dan menginventarisasi jahe liar.Mengapa memilih Sulawesi? Marlina Ardiyani dalam surat elektronik mengatakan, kawasan timur garis Wallacea belum memiliki dokumentasi baik mengenai jahe. Di kawasan barat garis imajiner itu, dokumentasi dan inventarisasi sudah cukup banyak, seperti Sumatera, Jawa dan Borneo.Dalam perjalanan berburu jahe ini sekitar dua bulan, bersama Axel Dalberg Poulsen peneliti dari Royal Botanic Garden Edinburgh (RBGE) Skotlandia dan mitra setempat dari Universitas Tadulako Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan.Hasilnya, di karst Maros Sulawesi Selatan di sela hutan batu, tim menemukan jahe liar jenis baru. Namanya Zingiber ultralimitale.Pemberian nama pakai ultralimitale, mengacu pada letak batas wilayah. Sejawat jauhnya di kawasan ini adalah jenis budidaya, seperti Zingiber officinale (jahe verietas merah dan putih), Zingiber montanum (Bangle), Zingber odoriferum, dan Zingiber zerumbet (lempuyangan). “Tapi ultralimitale memperlihatkan jenis baru dari marga Zingiber– liar – di wilayah timur garis Wallace,” kata Marlina.Ketika tim menemukan ultralimitale, mereka perlahan dan hati-hati mengangkat karena akar bertumpu di sela bebatuan. Akar dipenuhi retakan batu kapur.  Ada 10 umbi jahe dipindahkan. Beberapa ditanam di Kebun Raya Bogor, setengahnya di Royal Botanic Garden Edinburgh." "Ada Temuan Jahe Jenis Baru dari Sulawesi","Dalam A new species of Zingiber (Zingiberaceae) east of Wallace’s Line di jurnal Gardens Bulletin Singapore pada 2017, M. Ardiyani, M.F. Newman & A.D Poulsen menjelaskan, awalnya jahe ini dianggap spesies dari marga Globba L (jahe-jahean yang lain), sebagai satu-satunya spesies yang diketahui berada di timur garis Wallacea.Menganggap temuan ini menarik, tim memutuskan mengambil tumbuhan steril itu yang diharapkan akan berbunga hingga memudahkan proses identifikasi.Di Kebun Raya Bogor, saat dorman tumbuhan diduga sudah mati, di Edinburgh, beberapa tumbuhan berbunga dengan baik, hingga memudahkan tim mengidentifikasi sebagai spesies dari marga Zingiber dan bukan dari marga Globba.Akhirnya,  tumbuhan ini dibuatkan deskripsi lengkap termasuk rincian bunga, morfologi serbuk sari, dan data barcode DNA.Temuan ini pun menjelaskan posisi jenis baru dalam pembagian unit taksonomi (seksi) ke dalam seksi Zingiber  dengan data palinologi (polen atau serbuk sari) menggunakan mikroskop pemindai elektron (scanning electron microscope/SEM). Juga analisis molekuler dengan sekuens DNA (urutan basa-basa DNA). Sekuens DNA antara satu spesies dengan spesies lain dibandingkan dan dianalisis guna merekonstruksi kekerabatan.Rimpang  jahe Zingiber ultralimitale ini bercabang antara 5-8 mm, bagian luar berwarna coklat, dan bagian dalam agak kekuningan. Umbi pun terasa pahit dibandingkan Zingiber officinale (jahe budidaya umum)  Jahe dikenal masyarakat Jahe yang dikenal umum di masyarakat ada dua, yakni,  jahe merah (Zingiber officinale varietas merah) dan jahe putih (Zingiber officinale). Jahe merah biasa untuk obat-obatan dan jahe putih untuk rempah makanan.Di Sulawesi Selatan, jahe putih dipakai dalam salah satu minuman khas bernama sarabba. Jahe ini diparut halus dan direbus bersama santan dan gula merah. Saat meneguk, badan terasa hangat. Obat jahe dalam beberapa bahasa lokal di Luwu bernama layya, untuk sakit perut melilit." "Ada Temuan Jahe Jenis Baru dari Sulawesi","Mengapa jahe memberi rasa pedas? Menurut Marlina, kemungkinan itu dari zingeron tanaman. Rimpang jahe mengandung minyak atsii, mineral sineol, fellandren, kamfer, borneol, dan vitamin A, B1, C, dan protein.Di seluruh dunia, ada sekitar 1.500 jenis dari suku Zingiberaceae atau suku empon-emponan atau jahe-jahean. Di Indonesia hampir 500 jenis.“Jadi kurang lebih sepertiga (di Indonesia) dari Zingiberaceae yang ada di dunia. Ini menunjukkan betapa kaya diversitas jahe liar di hutan-hutan nusantara dan betapa penting Indonesia untuk mempelajari keragaman jahe liar itu,” katanya.Penyebaran atau distribusi jenis jahe-jahean (marga Zingiber) berada di India, IndoChina, Malesia (istilah biogeografi untuk penyebutan wilayah yang membentang dalam zona ekologi Indomalaya hingga Australia) hingga ke Pasifik Barat.  [SEP]" "Merancang Bentuk Kota-kota Masa Depan Dunia. Seperti Apa?","[CLS] Diperkirakan, tahun 2050, tiga perempat dari populasi manusia dunia akan menjadi penghuni lingkungan perkotaan. Urbanisasi yang cepat memang memiliki manfaat ekonomi, tapi jika kita mempertimbangkan bahwa kota-kota tersebut menggunakan 80% dari seluruh energi yang ada, dan bila sejumlah kota tersebut adalah penghasil terbesar dari gas rumah kaca dunia, maka kita harus memiliki visi pembangunan kota masa depan.Tulisan berjudul What Will the Cities of Tomorrow Look Like? di Niume.com ini menuturkan  bahwa konsep kota masa depan bukanlah hal yang baru. Pengertian awal dari istilah itu dapat ditelusuri kembali ke zaman kuno. Istilah ini sering digunakan untuk menggambarkan proyeksi imajinatif ideal tentang bagaimana rupa sebuah kota, terlepas dari analisis mendalam di masa itu. Dalam beberapa dekade terakhir, istilah tersebut lebih sering digunakan sebagai tanggapan terhadap isu-isu urbanisasi yang cepat dan global.Kota masa depan sebagai sebuah konsep telah digunakan oleh berbagai kelompok untuk menandai hal berbeda, terutama direvitalisasi untuk memperkenalkan gagasan perubahan positif dan penyesuaian-penyesuaian kesalahan konsep masa lalu.Kota-kota saat ini menghadapi tantangan yang lebih serius dibanding satu abad lalu. Di era sekarang, kota-kota perlu mengakomodasi lebih banyak orang karena pertumbuhan penduduk yang makin cepat, tren migrasi, dan meningkatnya mobilitas manusia. Sementara, pada saat yang sama kota-kota juga harus memberikan jaminan sosial, stabilitas dan kualitas hidup yang baik bagi semua. Dari sini muncul isu-isu lingkungan dan menjadi salah satu tantangan paling penting di kota-kota dunia saat ini.Kota Berkelanjutan, Cerdas, dan Tangguh" "Merancang Bentuk Kota-kota Masa Depan Dunia. Seperti Apa?","Pendekatan holistik akan ide kota masa depan telah menjadi wacana bidang arsitektur dan diskusi publik luas. Kota, kini dianggap sebagai sistem atau jaringan entitas dengan dinamika sendiri dan sifat yang merespon lingkungan sekitar. Karena 80% dari emisi karbon berasal dari kota-kota, maka mengatasi masalah tersebut bisa dimulai dari kota.Mirip dengan kota ide masa depan, ada beberapa istilah lain yang digunakan untuk menggambarkan rencana yang diusulkan untuk perubahan. Di antara yang paling populer tentu adalah kota yang sustainable, yang berfokus pada minimalisasi dampak lingkungan dan konsumsi energi yang minimum. Di sisi lain, kota cerdas atau Smart City, mengacu pada ide-ide dari sistem IT yang canggih dan penggunaan teknologi digital yang memberikan ruang konektivitas yang lebih baik, serta pelayanan publik yang responsif.Ide lain yang populer adalah salah satu kota tangguh mampu menahan guncangan lingkungan, ekonomi dan sosial. Semua ide-ide ini didasarkan pada pro-aktif sikap terhadap masa depan, menemukan cara terbaik untuk memperkenalkan langkah-langkah adaptif, dan koordinasi strategi pertumbuhan dengan perilaku ramah lingkungan. Ide populer lain adalah kota tangguh, kota yang yang mampu bertahan dari berbagai tantangan alam, ekonomi, dan sosial.Semua ide-ide tentang kota masa depan tersebut didasarkan pada semangat mencari cara terbaik untuk memperkenalkan langkah-langkah adaptif dan koordinasi startegi pertumbuhan dengan perilaku ramah lingkungan.Masdar City – Kota Zero – Karbon PertamaIde lain yang populer adalah  kota ramah lingkungan yang punya tujuan akhir untuk mencapai zero-carbon dan menghilangkan semua limbah karbon. Mungkin contoh yang paling populer adalah Kota Masdar di Uni Emirat Arab." "Merancang Bentuk Kota-kota Masa Depan Dunia. Seperti Apa?","Masdar City adalah gagasan dari Masdar, sebuah perusahaan energi terbarukan, dan hampir sepenuhnya didanai oleh Pemerintah Abu Dhabi. Pembangunan kota benar-benar dimulai dari nol dan diharapkan selesai pada 2020 – 2025. Ide dari Masdar City adalah membangun model sustainable living, kota netral karbon, dan sepenuhnya didukung oleh energi hijau. Meskipun gagasan ini dipuji dan didukung oleh organisasi-organisasi lingkungan, sejauh ini Masdar City masih menjadi sebuah kota hantu. Namun, pembangunan Masdar City telah menginspirasi negara-negara lain untuk memperkenalkan eksperimen mereka yang serupa.China, negara penghasil karbon dioksida terbesar di dunia, juga mulai membangun kota mandiri yang ramah lingkungan. Tianjin, kota yang dibangun dari sebuah kawasan pembuangan limbah beracun, yang kini kota berteknologi tinggi, bebas emisi, adalah kota masa depan yang memukau. Namun, seperti juga proyek Masdar City di Abu Dhabi, Tianjin juga dikritik, dengan alasan bahwa lebih baik memperbaiki kota-kota yang sudah ada menjadi menjadi kota yang sustainable, ketimbang membangun kota-kota baru dari nol.Singapura adalah satu di antara yang terbaik dan paling inovatif sebagai contoh kota masa depan.Contoh kota sustainable Ketika kita berbicara tentang kota berkelanjutan, ada banyak contoh hebat dari seluruh dunia, di mana pemerintah bekerja sama dengan berbagai elemen telah berhasil memperkenalkan kebijakan jangka panjang ramah lingkungan. Misalnya, mengurangi emisi gas, mendorong penggunaan transportasi ramah lingkungan, dan menciptakan lebih banyak ruang hijau. Singapura mungkin adalah contoh terdepan bagaimana upaya-upaya yang terus dijalankan, kota ini dapat memecahkan berbagai masalah pencemaran berat setelah negara ini menjalankan industrialisasi." "Merancang Bentuk Kota-kota Masa Depan Dunia. Seperti Apa?","Singapura sekarang merupakan kota terhijau di Asia. Negara ini mewajibkan seluruh bangunan baru menjadi green building, dan memasukkanya dalam undang-undang. Salah satu tantangan terbesar kota berkelanjutan yang harus dihadapi adalah bagaimana mengkoordinasikan pembangunan ekonomi dengan perlindungan lingkungan. Kota-kota lain yang berhasil melakukannya adalah Vancouver, Ibu Kota Skandinavia Stockholm, Oslo dan Helsinki, Curitiba di Brazil dan Freiburg, Jerman.Membawa alam Berbagai rencana membangun kota masa depan sangat bergantung pada kolaborasi antara kelompok-kelompok berbeda dan kepentingan atau prioritas berbeda pula. Kita telah melihat beberapa tahun terakhir, masyarakat lokal bekerja keras untuk menerapkan perubahan dengan menemukan cara-cara inovatif untuk membawa kembali alam ke perkotaan.Namun, tentu hal itu belum cukup. Kota-kota masa depan yang mengikuti ide-ide perubahan positif akan tergantung pada kolaborasi antara para arsitek, perencana kota, insinyur, bersama dengan ahli demografi, ekonom, politisi, investor, dan masyarakat. Isu lingkungan yang ada saat ini lebih berat dari sebelumnya, dan efek perubahan iklim sebagian besar mulai dirasakan di lingkungan perkotaan.Kesadaran lingkungan tidak cukup untuk memecahkan masalah. Cara kota diatur dan dialog terbuka antara pejabat dan spesialis akan memiliki dampak penting pada masa depan kota itu sendiri dan lingkungan global dalam jangka panjang. [SEP]" "Hutan Kerumutan Terjarah, Harimau pun Berkeliaran di Ladang Warga","[CLS]    Obrolan lima orang di sebuah gubuk kayu berdinding papan seketika hening. Mencekam. Mereka harus mengatur napas pelan-pelan agar tak menarik perhatian. Seekor harimau dari hutan Suaka Margasatwa Kerumutan Riau, mendekat bahkan hingga berjarak tiga meter di belakang gubuk.Bukan sekadar melintas, anak harimau yang diperkirakan berumur dua tahunan itu justru bermain-main. Duduk santai dan sekali-sekali bergerak berlangsung sekitar 10 menit.“Kami semua takut. Kami diam tapi sempat merekam. Kami mengintip lewat celah dinding papan,” kata Muly Hutomo, Kepala Bidang Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (BBKSDA) Riau Wilayah I kepada Mongabay, Senin (20/2/17).Muly pada Selasa (7/2/17) yang berada dalam gubuk hanya bisa pasrah. Dia khawatir jika anak harimau itu ditemani sang induk mungkin ke sisi lain gubuk. Waktu itu sudah sore, sekitar pukul 17.00. Mereka hanya berdiam di gubuk sampai si belang kembali ke hutan.“Seperti jinak. Hanya duduk-duduk. Padahal, beberapa meter dari harimau ada beberapa ayam. Ayam ndak diganggu,” katanya.Kejadian serupa juga dialami Man (40) pagi hari di hari sama. Gubuknya sekitar satu kilometer dari Muly. Saat itu anak harimau juga “bermain” di pekarangan gubuk.Saking takut dan kalut, Man meminta anak harimau tak mengganggunya berladang dan mempersilakan memakan ayam atau anjing peliharaan.“Saya kalut, saya bilang, ambil ajalah kalau mau anjing atau ayam tu, jangan ganggu kami. (Harimau) ndak melakukan gerakan apa-apa, hanya duduk aja,” ujar Muly, menceritakan apa laporan Man.Pertemuan manusia dan harimau Sumatrea makin sering. Bahkan keesokan hari, hanya beberapa jam setelah Muly dan tim BBKSDA pergi ke lokasi lain melanjutkan monitoring dan patroli, harimau kembali muncul di dekat gubuk." "Hutan Kerumutan Terjarah, Harimau pun Berkeliaran di Ladang Warga","Sekitar pukul 11 siang, saat seorang ibu mencuci pakaian di parit dekat gubuk, induk harimau muncul dari balik rimbunan hutan di seberang parit. Ibu sangat ketakutan lantaran jarak hanya sekitar tiga meter atau selebar parit. Keduanya sempat diam dan saling menatap. Beberapa orang bapak di gubuk dan melihat kejadian mendekat hati-hati.“(Ibu) pasti ketakutan. Tapi gelagap harimau tidak melakukan apa-apa. Bapak-bapak juga datang sekitar 10 orang. (Mereka) berhadap-hadapan, setelah itu harimau menghilang ke hutan. Kejadian itu berlangsung beberapa menit. Ada sekitar lima menit,” ucap Muly.Menurut dia, harimau sering muncul karena makin aktivitas manusia makin meningkat di wilayah habitat satwa ini. Muly menemukan ada penebangan kayu di areal pemanfaatan lain (APL) dan pembuatan jalan baru. Jalan ini, katanya, langsung berbatasan dengan parit dan Hutan Kerumutan. Juga ada empat gubuk tepat di perbatasan hutan.“Di hutan ini kami menemukan sekitar tiga. Kami jumpai fisik dan jejak kaki, dua anak, satu induk,” katanya.Hutan gambut Kerumutan seluas 1,3 juta hektar adalah habitat penting satwa dilindungi termasuk harimau Sumatera, harimau dahan, beruang madu dan lain-lain. Kawasan ini terus tertekan akibat pembalakan liar dan alih fungsi lahan menjadi perkebunan sawit dan akasia.Bahkan akhir Januari hingga Februari pekan kedua lalu, baik kepolisian maupun BBKSDA telah membakar puluhan gubuk yang ditinggal lari para pembalak. Satu pembalak ditangkap. Ratusan kubik kayu jenis meranti disita. Kebakaran hutan juga terpantau di sini.   Penyelundupan trenggiling gagalSementara itu, pada 12 Februari, Polres Bengkalis, berhasil menggagalkan upaya penyelundupan 89 trenggiling (Manis javanica). Puluhan satwa terancam punah ini berasal dari hutan di Sumatera Selatan, akan diselundupkan ke Malaysia melalui pelabuhan rakyat di Bengkalis. Empat orang jadi tersangka." "Hutan Kerumutan Terjarah, Harimau pun Berkeliaran di Ladang Warga","Dua hari setelah penangkapan, BBKSDA Riau melepasliarkan 80 dari 89 trenggiling ke Taman Nasional Zamrud. Sembilan mati karena pengangkutan dari Sumsel ke Bengkalis dan dalam perjalanan ke Zamrud, Siak, Riau.Kepada Mongabay, Kepala Seksi Wilayah IV BBKSDA Riau, Zanir mengatakan, lepasliar di Zamrud karena hutan konservasi masih alami dan habitat asli trenggiling.Kini empat tersangka ditahan di Polres Bengkalis untuk keterangan dan pengembangan kasus. Para tersangka dijerat UU Konservasi Sumberdaya Hayati dan Ekosistem karena memperdagangkan satwa dilindungi.Kejadian ini hanya berselang satu pekan menjelang peringatan Hari Trenggiling sedunia pada Sabtu (18/2/17). Trenggiling merupakan binatang paling banyak diperdagangkan di seluruh dunia.Di Afrika, satwa ini dimakan, di Tiongkok, daging diyakini memiliki efek penyembuhan dan sebagai makanan mewah. Tahun 2015, Indonesia menyita lima ton metrik trenggiling beku, 77 kilogram sisik dan 96 trenggiling hidup dari Sumatera dengan tujuan Tiongkok.    [SEP]" "2017, KKP Fokus Dampingi Penggantian API Cantrang ke Gillnet Millenium","[CLS] Bersamaan dengan berlakunya larangan penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan mulai 1 Januari 2017, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mulai mengubah fokus pendampingan kepada nelayan yang ada di sejumlah daerah. Fokus itu, diakselerasikan dengan rencana KKP yang menerapkan penggunaan alat tangkap baru yang ramah lingkungan, gillnet millenium.Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Pemberdayaan Masyarakat Kelautan dan Perikanan (BPSDM KP) Rifky Effendi mengatakan, jika tahun lalu KKP fokus mendampingi para nelayan yang bekerja sebagai anak buah kapal (ABK) untuk diarahkan menjadi pembudidaya ikan, maka tahun ini pendampingan seperti itu sudah tidak ada.“Pada 2017 ini, kita fokus mendampingi nelayan yang menggunakan alat tangkap seperti cantrang yang dilarang digunakan lagi. Kita ingin mendampingi mereka bagaimana mengganti alat tangkap dengan yang ramah lingkungan,” ucap dia di Jakarta, Selasa (10/1/2017).Selama masa pendampingan itu, Rifky menjelaskan, pihaknya memberikan sosialisasi bagaimana menggunakan alat tangkap baru yang sama sekali asing bagi pengguna cantrang. Meski baru, namun mereka diyakinkan bahwa alat yang baru kualitasnya tidak kalah bagus dan bisa menghasilkan tangkapan ikan yang sama banyaknya.“Kita ingin memberi pemahaman kepada mereka, para pengguna alat tangkap yang dilarang, bahwa dengan mengganti alat ke yang baru, itu sama sekali tidak mengalami kerugian. Justru, alat yang baru ini akan berdampak bagus untuk lingkungan,” tutur dia.Sesuai rencana, Rifky menyebutkan, masa pendampingan kepada nelayan pengguna cantrang itu akan berlangsung selama enam bulan hingga Juni mendatang. Selama masa tersebut, BPSDM KP bekerja bersama Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT). Selain itu, untuk mempercepat proses sosialisasi, pihaknya melibatkan Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN)." "2017, KKP Fokus Dampingi Penggantian API Cantrang ke Gillnet Millenium","Selama masa sosialisasi dan pendampingan, Rifky menyebutkan, pihaknya akan memberi pelatihan di sembilan lokasi yang ada di Indonesia. Metode pelatihan yang diberikan, nantinya berupa training of trainer (TOT) dan akan diberikan kepada nelayan yang terpilih.“Metode itu diterapkan, karena kita menyadari, dengan banyaknya orang yang harus dilatih, waktunya tidak akan mencukupi. Jadi, akhirnya diambil metode TOT. Diharapkan, nanti alumni TOT ini akan jadi pelatih yang bisa melatih nelayan lainnya,” papar dia.Adapun, Rifky menambahkan, sembilan lokasi yang akan menggelar pelatihan TOT itu, adalah Sumatera Utara (Sumut), Lampung, Banten, Jawa Barat (Jabar), Jawa Tengah (Jateng), Jawa Timur (Jatim), Kalimantan Barat (Kalbar), Kalimantan Tengah (Kalteng), dan Sulawesi Selatan (Sulsel).“Cantrang ini kan masa transisinya enam bulan. Selama itu, kita akan dampingi proses penggantian dengan melibatkan ahli yang bagus. Pekan keempat Januari ini sudah mulai dilaksanakan pelatihan,” jelas dia.Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Zulficar Mochtar mengatakan, meski cantrang resmi dilarang,  namun Pemerintah tetap memberi kesempatan kepada para pengguna alat tangkap tersebut untuk melakukan proses transisi selama enam bulan ke depan terhitung sejak Januari 2017.“Kita beri waktu toleransi selama enam bulan ke depan. Selama waktu tersebut, diharapkan pengguna alat tangkap, khususnya cantrang, bisa segera melakukan penggantian,” ungkap dia.Menurut Zulficar, dalam masa enam bulan ke depan, pihaknya juga akan melakukan pendampingan secara intensif kepada para pengguna alat tangkap yang dilarang untuk bisa melakukan penggantian. Itu artinya, upaya penggantian akan didorong melalui pendampingan, dan tidak hanya dari pemberlakuan Permen." "2017, KKP Fokus Dampingi Penggantian API Cantrang ke Gillnet Millenium","Selama proses enam bulan tersebut, Zulficar berjanji tidak akan ada penangkapan nelayan ataupun kapal yang masih menggunakan alat tangkap yang dilarang. Namun, agar para pengguna memahami, Pemerintah berjanji hanya akan memberikan teguran saja kepada para pengguna dan memberikan peringatan untuk segera menggantinya.DJPT mengonfirmasi, selama proses sosialiasi pada 2015-2016, pihaknya telah berhasil mendorong pengguna cantrang untuk mengganti dengan alat yang ramah lingkungan. Dari data yang ada, jumlahnya sudah mencapai 3.198 kapal berukuran kurang dari 10 gros ton (GT) dan 2.578 kapal berukuran 10 sampai 30 GT. Adapun alat tangkap cantrang yang sudah diganti sebanyak 2.091 unit. Tiga Alat Penangkapan Ikan DilarangSesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 71/PERMEN-KP/2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, mulai 1 Januari 2017 Pemerintah resmi melarang alat penangkapan ikan (API) yang dianggap bisa merusak lingkungan.API yang resmi dilarang itu, menurut Zulficar Mochtar, adalah:Ketiga jenis API yang dilarang itu, menurut Zulficar, ditetapkan karena KKP ingin mewujudkan pemanfaatan sumber daya ikan yang bertanggung jawab, optimal dan berkelanjutan serta mengurangi konflik pemanfaatan sumber daya ikan berdasarkan prinsip pengelolaan sumber daya ikan.“Pada pasal 21 disebutkan bahwa API yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan merupakan API yang apabila dioperasikan akan mengancam kepunahan biota, mengakibatkan kehancuran habitat, dan membahayakan keselamatan pengguna,” papar dia.Seluruh API yang dilarang tersebut, menurut Zulficar, tidak boleh dioperasikan terhitung 1 Januari 2017 di seluruh wilayah pengelolaan penangkapan (WPP) RI. [SEP]" "Kemendes Minta Ada Aturan Muluskan Pembangkit Energi Terbarukan di Desa","[CLS]  Kementerian Desa, Pembangunan Desa Tertinggal dan Transmigrasi meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) membuat aturan yang memudahkan perusahaan swasta membangun pembangkit listrik mandiri pada ribuan desa yang belum mendapat akses listrik.Eko Putro Sandjojo,  Menteri Desa, Pembangunan Desa Tertinggal dan Transmigrasi, mengatakan,  dengan aturan ini akan membolehkan perusahaan swasta membangun pembangkit listrik kurang dari lima megawatt. Tujuannya, penyediaan listrik dan pengembangan program elektrifikasi desa, kawasan perdesaan, daerah tertinggal dan transmigrasi.“Salah satu yang menyambut ini adalah GE (PT.General Electric Operations Indonesia). Ini karena potensi sangat besar. Tahun ini ada tiga model percontohan, masing-masing di (kabupaten) Dompu, Sumba Timur dan Lampung,” katanya setelah menandatangani nota kesepahaman bersama Kemendes PDTT dengan GE di Jakarta, minggu lalu.Dalam kerjasama ini, katanya, GE akan mendukung penyediaan portofolio teknologi pembangkit listrik, termasuk solusi hibrida, perpaduan bahan bakar gas atau solar dengan tenaga surya (photovoltaic), pembangkit listrik energi terbarukan, dan solusi kelistrikan digital atau microgrid.Data kementerian, dari total 82.190 desa masuk kategori elektrifikasi, 69.531 desa sudah teraliri listrik.Dengan sistem ini,  diharapkan dapat menjawab kebutuhan listrik di 13.000 desa belum berlistrik yang tersebar di transmigrasi, perbatasan, bagian terluar dan tertinggal di Indonesia.Kemendes PDTT menjadwalkan aplikasi pertama kerjasama ini terlaksana pada 2018.Eko menyebut kebutuhan listrik tiap desa sekitar 200 kilowatt. Dalam penerapannya,  program ini tak menggunakan dana desa, namun diarahkan pada kerjasama perusahaan pembangkit dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)." "Kemendes Minta Ada Aturan Muluskan Pembangkit Energi Terbarukan di Desa","“Nanti yang membeli BUMDes. BUMDes yang datang ke rumah-rumah jadi kolektor. Ini kesempatan besar karena perusahaan mau taruh power plant gratis di desa-desa. Perusahaan untung, desa dapat listrik, warga desa bertambah maju,” ucap Eko.Proyek pertama, tahun ini di Kabupaten Dompu berkapasitas 30 kilowatt yang akan bisa dimanfaatkan sekitar 60 rumah tangga.Dalam kesempatan sama, Ignasius Jonan, Menteri ESDM mengatakan,  pemerintah tetap akan melanjutkan program elektrifikasi nasional 35.000 megawatt meski tak sesuai target- semula rampung 2019 mundur hingga 2024-2025. Dalam pemenuhannya, sesuai perintah presiden, elektrifikasi harus ekspansi ke semua pulau di Indonesia.“Karena itu kami mendukung smart grid atau ada yang menyebut on/independent grid untuk area pedesaan di mana kalau kita butuh kita bisa pasang, tapi kalau pakai transmisi biaya akan lebih besar,” katanya.Jonan menegaskan, pemerintah selalu berharap tarif terjangkau bagi publik. “Pemenuhan penting, namun lebih penting penambahan kapasitas adalah harga wajar.”Atas dasar ini, KESDM tak memprioritaskan pembangkit kecil, umumnya menggunakan energi terbarukan di wilayah luas seperti Kalimantan dan Papua.Jonan meyakinkan,  ke depan penggunaan energi terbarukan akan fokus pemerintah dalam menurunkan tarif listrik.“Renewable energy pasti akan kita terapkan. Pemerintah akan mengatur tarif batas atas energi fosil dan renewable. Kalau tidak (diatur) pemerintah akan sulit bikin traif listrik turun. Pemerintah juga tak senang kalau tarif listrik naik.”  Handry Satriago, CEO GE Indonesia mengatakan, baik pemerintah maupun IPP perlu menyadari, indsutri energi Indonesia sedang mangalami transformasi terkait lanskap energi yang terus berubah." "Kemendes Minta Ada Aturan Muluskan Pembangkit Energi Terbarukan di Desa","“Perubahan ini didorong perkembangan teknologi, keprihatinan meningkat terhadap dampak lingkungan, perilaku konsumen, kebijakan-kebijakan baru, naik turun harga bahan bakar dan keterbatasan sumber daya,” katanya. Tantangan investasi energi terbarukanThomas Wagner, Head of Energy Working Group, EuroChamp Jakarta mengatakan,  tantangan utama pengembangan energi terbarukan di Indonesia salah satu kebijakan pemerintah.“Negara-negara di ASEAN punya potensi energi terbaarukan sangat besar. Namun ada ketidakstabilan kebijakan, misal di Indonesia,  ada perubahan tarif atau Filipina mengumumkan akan menghentikan beberapa program yang ada,” kata perwakilan EnviTec Biogas AG Asia Tenggara ini.Selain itu,  dalam membuat keputusan politik terkait investasi terbarukan, masih pada biaya jangka pendek yang seringkali menafikan manfaat jangka panjang. Selain itu, tekanan publik menggunakan energi terbarukan juga masih rendah.Untuk itu, Direktur Austindo Aufwind New Energy ini meminta pemerintah dan pengambil kebijakan untuk menjadikan nilai keberlanjutan sebagai nilai utama investasi.“Perlu dukungan politik, diikuti regulasi yang jelas untuk pembangunan pembangkit ongrid. Para pemimpin politik mesti membangun opini publik, bukan malah mengikutinya. Jadikan ekspansi energi terbarukan sebagai political will meski ada biaya jangka pendek.”Para investor, kata Wagner,  sudah siap sedia asal dalam menentukan harga, ada pertimbangan keunikan pembangkit energi terbarukan seperti stabilitas harga, skala kecil, sesuai potensi lokal, dan nilai keberlanjutan.“Price is only one factor. Simplicity and transparency are key.”      [SEP]" "Benarkah Keberadaan Rumpon Ganggu Ekologi Kelautan di Indonesia?","[CLS] Keberadaan rumpon di seluruh Indonesia tidak akan mendapat tolerasi lagi dari Pemerintah. Dengan tegas, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan akan membersihkan seluruh rumpon yang sudah ada di bawah perairan di seluruh daerah.Diterapkannya kebijakan tersebut, tak lain karena rumpon dinilai bukan sebagai sarana untuk menangkap ikan yang baik. Dengan kata lain, keberadaan rumpon dinilai bisa merusak ekologi perairan setempat dan itu bisa mengancam keberadaan ikan-ikan.Hal tersebut diungkapkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyikapi semakin maraknya pengusaha dan nelayan yang menggunakan rumpon untuk menangkap ikan. Menurut dia, rumpon tidak akan diberi tempat lagi di perairan Indonesia.“Rumpon, apapun nama dan bentuknya, itu adalah mengganggu. Selain itu, rumpon juga ilegal, karena Pemerintah tidak pernah mengeluarkan izin dalam bentuk apapun,” ungkap dia di Jakarta, akhir pekan lalu.Meski Susi tidak menampik ada rumpon yang sudah lama berada di bawah perairan Indonesia, namun dia tidak akan membiarkannya untuk tetap ada. Pasalnya, jika terus dibiarkan, keberadaan rumpon bisa menurunkan kualiats lingkungan hidup di sekitar perairan tersebut.“Jadi jelas kalau rumpon itu harus dibasmi sampai habis,” ucap dia.Karena rumpon dilarang, Susi memastikan bahwa tidak ada izin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat ataupun daerah. Hal itu, karena izin rumpon itu hanya diterbitkan oleh Pemerintah Pusat. Jika di daerah ada rumpon dengan izin Pemerintah Daerah, itu bisa dipastikan adalah rumpon ilegal.“Kita perlu dukungan semua pihak untuk menertibkan keberadaan rumpon ini. Karena, tidak semua bisa kita pantau. Jika ada yang tahu di daerah ada rumpon yang berizin pemda setempat, laporkan ke kami. Itu ilegal,” jelas dia." "Benarkah Keberadaan Rumpon Ganggu Ekologi Kelautan di Indonesia?","Berkaitan dengan rumpon di daerah tersebut, Susi mendapat laporan ada rumpon liar di sekitar Laut Seram, Maluku. Keberadaan rumpon tersebut, dipastikan akan ditertibkan karena itu tidak berizin dan bisa merusak ekologi perairan setempat.“Satgas 115 juga kini akan mendalami kasus rumpon di Laut Seram yang diduga kuat berjumlah banyak dan dimiliki perusahaan besar,” katanya.Menurut Susi, semakin banyak rumpon yang dipasang di perairan Indonesia, maka itu akan berpotensi mengalihkan pergerakan tuna ke dalam kawasan perairan nasional. Jika itu dibiarkan, maka itu dinilai bisa merugikan nelayan kecil dan tradisional.Susi menyebut, selain di Laut Seram, perairan yang saat ini diketahui terdapat banyak rumpon, adalah di sekitar perairan Nusa Tenggara Timur (NTT), Teluk Tomini (Sulawesi Tengah) dan Bitung (Sulawesi Utara).“Di sana, tangkapan nelayan tradisional sebagian besar hanya malalugis yang dikenal sebagai ikan umpan untuk tuna. Padahal potensi tangkapan di sekitar Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik sangat besar karena merupakan habitat tuna dan ikan pelagis besar lainnya,” tutur dia.Menurut Susi, ikan-ikan seperti tuna dan pelagis besar lain biasanya hidup bergerombol di dalam perairan, namun kemudian terhadang rumpon dan akhirnya hanya berputar-putar di sekitar rumpon saja. Dia yakin, jika rumpon tidak ada, ikan akan mendekat ke pesisir. Apa Itu Rumpon?Dilansir berbagai sumber literasi, rumpon adalah jenis alat bantu penangkapan ikan yang biasanya dipasang di bawah laut, baik perairan dangkal maupun dalam. Tujuan pemasangan rumpon, adalah untuk menarik sekumpulan ikan yang ada dan berdiam di sekitar rumpon. Setelah terkumpul, ikan-ikan tersebut biasanya akan ditangkap." "Benarkah Keberadaan Rumpon Ganggu Ekologi Kelautan di Indonesia?","Rumpon yang dikenal dewasa ini, tidak lain adalah karang buatan yang sengaja dibuat oleh nelayan atau pengusaha perikanan. Agar ikan bisa datang lebih banyak, biasanya rumpon juga terdiri dari berbagai jenis barang lain seperti ban, dahan dan ranting pohon.Agar barang-barang tersebut bisa tetap berada di bawah air, biasanya akan disertai dengan alat pemberat berupa beton, bebatuan, dan alat pemberat lain. Supaya posisi rumpon bisa aman di tempat semula, biasanya alat pemberat akan ditambah lagi jika memang diperlukan.Meski rumpon adalah karang buatan yang berfungsi sebagai rumah ikan yang baru, namun pembuatannya biasanya dilakukan sealami mungkin mendekati rupa asli dari karang alami. Rumpon yang sudah ditanam tersebut, kemudian akan diberi tanda oleh pemiliknya, sehingga memudahkan mengidentifikasi jika sedang berada di atasnya.Di Indonesia, sebagian besar rumpon yang ditanam terdiri dari tiga jenis:.Rumpon Itu Merugikan?Sebelum Susi mengeluarkan kebijakan pada awal 2017, menteri asal Pangandaran, Jawa Barat itu juga sudah mengeluarkan pernyataan serupa pada medio 2016 di Institut Pertanian Bogor (IPB). Tetapi, di kampus tersebut, Susi mendapat penolakan argumen dari pengajar Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan IPB, Roza Yusiandayani.Menurut Roza, kebijakan pelarangan rumpon di tengah laut yang diterapkan KKP harusnya bisa dipertimbangkan kembali. Hal itu, karena penanaman rumpon banyak memberi manfaat ekonomi bagi nelayan tradisional.“Saya sudah 25 tahun  melakukan penelitian, selain itu saya juga baca di berbagai jurnal ilmiah. Jadi, saya tidak sepakat jika rumpon harus dimusnahkan,” ujar dia." "Benarkah Keberadaan Rumpon Ganggu Ekologi Kelautan di Indonesia?","Seusai diskusi, Roza menjelaskan, rumpon yang ada saat ini sudah meningkatkan pendapatan tangkapan ikan bagi nelayan. Tak tanggung-tanggung, dia menyebut peningkatannya bisa mencapai 40 persen lebih. Jika dirupiahkan, per kapal bisa mendapatkan penghasilan rerata Rp10-60 juta dan itu bisa membantu perekonomian nelayan.Berkaitan dengan pernyataan Susi yang menyebut rumpon itu dilarang, Roza  memaparkan fakta bahwa rumpon sudah diatur dalam SK Mentan nomor 51/KPTS/Ik.250/1/97. Dalam SK tersebut, rumpon diakui sebagai alat bantu penangkapan ikan yang dipasang didasar laut.“Di Bengkulu, ada rumpon yang dipasang dan itu punya orang Jakarta. Namun, nelayan setempat bisa memanfaatkannya karena bisa mencari ikan di sekitar rumpon tersebut. Rumpon bisa menjamin kelangsungan hidup ikan dengan ukuran 100 sentimeter,” jelas dia.Karena ada manfaat yang dirasakan, Roza meminta Susi untuk mempertimbangkan kebijakan pelarangan rumpon di seluruh wilayah perairan Indonesia. Kata dia, jika memang pelarangan akan diberlakukan, maka itu lebih tepat diterapkan kepada rumpon yang dimiliki investor asing.“Kalau mau dimusnahkan, ya rumpon punya asing saja. Kalau rumpon punya nelayan lokal, sebaiknya jangan ya. Itu bermanfaat banyak,” pungkas dia. [SEP]" "Andingingi, Ritual Kajang Mendinginkan Bumi","[CLS]  Di sebuah hamparan rerumputan di tengah hutan yang dinamakan Je’ne Berang, ratusan orang berpakaian hitam berkumpul, duduk bersila, lelaki dan perempuan, orang dewasa dan anak-anak. Sebuah pohon beringin besar berdiri tegak di sekitar tempat itu. Di bawahnya dipenuhi sesajian makanan yang telah didoakan.Kumpulan orang-orang itu adalah warga dari Komunitas Ammatoa Kajang di Kabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan yang tengah merayakan ritual yang disebut Andingingi. Sebuah ritual ruwat bumi yang dilaksanakan tiap tahun. Tahun ini jatuh pada tanggal 6 November 2017.Andingingi adalah sebuah prosesi yang sakral di mana banyak laku yang harus dilakukan sebelum pelaksanaannya. Semua orang yang datang ke lokasi acara diwajibkan berpakaian hitam dan harus melepas alas kaki. Peserta ritual juga dilarang meludah sembarang tempat, tidak berbicara dan bergerak yang banyak, yang bisa mengalihkan perhatian pemangku adat yang sedang menyelenggarakan ritual. Pengambilan gambar untuk foto dan video hanya diperkenankan setelah pelaksanaan ritual inti.Sebagian besar pemangku adat Kajang yang berjumlah 26 orang hadir dalam ritual, kecuali Ammatoa. Turut hadir Bupati Bulukumba, Andi M Sukri Sappewali dan sejumlah pejabat dari kabupaten dan provinsi Sulawesi Selatan. Hadir pula sekitar 100-an fotografer dari berbagai daerah di Sulawesi sebagai undangan khusus.Pelaksanaan andingingi tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Jika selama ini dilaksanakan dalam kawasan yag disebut rambang seppang, di salah satu bagian hutan yang disakralkan, maka tahun ini dilaksanakan di luar kawasan, meski masih tetap termasuk dalam bagian kawasan hutan Kajang.“Kita memang meminta agar ritual ini dilakukan di luar kawasan rambang seppang agar bisa diikuti dan didokumentasikan oleh pihak luar. Ini bagian dari promosi budaya Ammmatoa Kajang,” ungkap Andi Buyung Saputra, Camat Kajang, yang dalam struktur adat Kajang menjabat sebagai labbiria.  " "Andingingi, Ritual Kajang Mendinginkan Bumi","Sebelum pelaksanaan andingingi ini, malam sebelumnya telah dilakukan ritual yang disebut appalenteng ere’ sebagai ritual persiapan andingingi. Ritual ini dipimpin langsung oleh Ammatoa. Lokasinya sama dengan lokasi pelaksanaan ritual andingingi. Selama acara berlangsung tidak diperkenankan untuk mengambil gambar foto dan video. Penerangan pun hanya menggunakan obor.Menurut Andi Buyung, ritual appalenteng ere’ ini sebenarnya merupakan acara inti dari pelaksanaan andingingi, karena dipimpin langsung oleh Ammatoa yang melakukan pemberkatan. Semua bahan-bahan atau kelengkapan ritual andingingi disiapkan pada ritual ini.Buyung menggambarkan kehidmatan acara ini bisa dilihat dari kondisi langit yang cerah dan suasana yang tiba-tiba terasa damai dan menenangkan.“Biasanya setelah pelaksanaan andingingi ini akan disertai dengan hujan deras, cuma untuk saat ini kita minta agar tak ada hujan karena adanya atraksi ritual attunu panroli dan tarian pabitte passapu setelahnya,” tambahnya.Ramlah, Kepala Dusun Benteng, Desa Tana toa, yang juga merupakan salah satu putri Ammatoa menjelaskan bahwa andingingi bagi masyarakat kajang semacam ritual ruwat bumi dan kehidupan, di mana dalam ritual ini dipanjatkan doa-doa agar dalam setahun ke depan senantiasa diberikan keselamatan dan kesehatan dari Tu Rie’ Ara’na atau Tuhan yang Maha Kuasa.“Tujuan dari ritual ini adalah meminta kepada Tu Rie’ Ara’na agar dimudahkan rezeki, dipanjangkan umur dan senantiasa diberikan kedamaian dan dijauhkan dari mara bahaya,” ujarnya." "Andingingi, Ritual Kajang Mendinginkan Bumi","Ritual andingingi ini dimulai dengan pembacaan doa dari perwakilan adat. Setelah itu dua orang mengitari tempat kegiatan sambil memerciki peserta dengan air yang telah diberkati menggunakan tangkai buah pinang dan sejumlah dedaunan yang diikat jadi satu, yang disebut pabbe’bese. Sejumlah orang terlihat sengaja menengadahlan wajahnya agar terperciki air tersebut. Setelahnya, beberapa orang memoleskan bacca ke jidat dan leher peserta ritual. Bacca ini adalah sejenis bedak cair yang terbuat dari tepung beras dicampur kunyit.Di akhir acara disajikan makanan berupa nasi dan daging kerbau menggunakan piring yang terbuat dari daun lontar yang disebut tide. Ada juga sayuran yang disajikan menggunakan wadah yang terbuat dari tempurung kelapa.Sebagai bagian dari ritual ini, sekitar 50 meter dari lokasi andingingi dilakukan atraksi ritual attunu panroli atau membakar linggis hingga merah karena panas.Ritual ini dimulai dengan pengumpulan ranting pohon dan dedaunan, yang kemudian dibakar hingga apinya membesar. Setelah apinya dirasa cukup, linggis pun dipanaskan di tumpukan dedaunan terbakar tersebut hingga warnanya memerah.Salah seorang pemangku adat yang bernama Puto Gassing kemudian mengambil linggis panas tersebut dengan tangan tanpa pelapis. Untuk membuktikan bahwa linggis itu benar-benar panas maka sejumput daun diletakkan di atas linggis yang segera terbakar. Berkali-kali ia mengusap-usapkan telapak kakinya ke linggis tersebut dari atas ke bawah, dan ia tak terluka sedikit pun.  " "Andingingi, Ritual Kajang Mendinginkan Bumi","Attunu panroli ini adalah salah satu mekanisme penyelesaian perkara di Kajang jika terjadi keraguan siapa pelaku dari pelanggaran tersebut. Kepada pihak berperkara disuruh memegang linggis panas tersebut. Jika tangannya melepuh ketika memegang linggis itu, maka dialah pelakunya. Sedangkan bagi yang bukan pelaku, tidak akan merasakan panasnya linggis tersebut. Meski pada umumnya pelaku tidak mau mengikuti upacara tersebut, sehingga kadang dilanjutkan dengan ritual attunu Passau, yang tingkatannya lebih tinggi.Setelah atraksi attunu panrili tersebut dilanjutkan dengan pementasan tarian pabitte passapu, yang merupakan tarian penyambutan dalam tradisi Kajang. Dalam tarian ini digambarkan terjadinya sabung ayam dengan menggunakan passapu atau kain penutup kepala bagi orang Kajang. Di lokasi yang sama juga terdapat pertunjukan tenun dari perempuan Kajang.Menurut Buyung, pelaksanaan andingingi yang dilaksanakan secara terbuka dan bisa diikuti oleh orang luar Kajang ini adalah bagian dari upaya mengenalkan tradisi Kajang secara lebih luas dan bisa menjadi objek wisata budaya di masa yang akan datang.“Kita berharap ini bisa memberi income bagi masyarakat Kajang, meski tetap hati-hati juga karena banyaknya pantangan-pantangan yang harus dipenuhi bagi pendatang.”Di tahun-tahun mendatang Buyung bahkan berharap ada acara khusus tahunan berupa Festival Kajang, yang bisa mengenalkan lebih luas berbagai kekayaan budaya yang ada di dalam masyarakat Kajang.Komunitas adat Kajang hingga saat ini masih sangat ketat dalam menjaga tradisi, termasuk dalam kaitannya dengan menjaga hutan. Kawasan hutan yang disakralkan tak boleh sama sekali dimanfaatkan kecuali sebagai tempat pelaksanaan ritual. Dalam kawasan rambang seppang berlaku banyak larangan-larangan, misalnya tak boleh menggunakan peralatan modern dan tak bisa menggunakan alas kaki ketika berada dalam kawasan yang terdiri dari 8 dusun ini." "Andingingi, Ritual Kajang Mendinginkan Bumi","Andingingi sendiri memiliki beberapa macam bentuk, antara lain andingingi kampong (kampung), andingingi borong (hutan) dan andingingi bola (rumah). Tujuannya sama, yang berbeda hanya pada skalanya.Komunitas adat Kajang di Tana Toa dipimpin oleh seorang disebut Ammatoa yang sangat dipatuhi oleh warganya. Ammatoa ini memegang tampuk kepemimpinan di Tana Toa sepanjang hidupnya terhitung sejak dia dinobatkan hingga meninggal. Proses pemilihan Ammatoa tidak gampang dan bukan suatu hal yang dicita-citakan karena proses pemlihannya bukan melalui pemilihan warga tetapi ditunjuk langsung oleh Tu Rie’ A’ra’na melalui serangkaian ritual yang rumit.  [SEP]" "Cerita dari Persidangan Amisandi yang Terjerat Hukum Gegara Tolak PLTA Seko","[CLS] Persidangan Amisandi, warga Seko yang berniat berdialog malah ditangkap terasa aneh. Saksi-saksi karyawan PLTA, PT Seko Power Prima, memberikan kesaksian beda dengan bekas perkara. Sebagian saksi malah tak tahu Amisandi, bahkan tak tahu kalau dia jadi pelapor! Sedangkan 13 warga Seko yang sudah vonis hukum berkirim surat ke Presiden Joko Widodo, agar melihat kasus yang menimpa wilayah mereka.Sore pertengahan Juli 2016, di beranda rumah Andri Karyo di Desa Tana Makaleang, Seko Tengah, Luwu Utara, saya bertemu Amisandi, seorangpensiunan tentara. Mata selalu melotot saat embahas topik serius. Sedikit kaku dan tak bisa tertawa lepas.Deru mesin dari kenalpot motor tukang ojek yang mengambil haluan saat hendak berbelok ke Desa Hoyane atau sebaliknya, kadang-kadang membenamkan suara kami. Tiba-tiba, salah satu dari mereka bertabrak. Beras, kopi, kebutuhan lain yang digandeng terjerembab bersama. Pengemudi, saling tertawa lalu masing-masing mengangkat motor. Tak ada kemarahan dalam kecelakaan itu. Inilah Seko, tanah penuh kasih.Tak selang lama, seorang lelaki melintas di depan rumah. Berjalan kaki, tak melihat ke kami. Amisandi dan Andri Karyo yang asyik bercerita, tiba-tiba terdiam. “Dia itu keluarga juga. Om saya malah. Tapi dia pro pembangunan PLTA,” kata Andri.Sejak 2014,  rencana pembangunan PLTA oleh PT Seko Power Prima mulai sosialisasi di Seko, beberapa orang mulai membuat kubu. Pro kontra terjadi.Sebagian memilih mendukung termasuk gerbong kepala desa–baik Tana Makaleang dan Hoyane –sebagian menolak.Bagi warga penolak, pertemuan-pertemuan di rumah Andri. Mereka berembug dan memikirkan nasib mereka kelak. Beberapa informasi awal melesat menghampiri warga. Salah satuny:  PLTA hanya kedok membawa pertambangan ekstraktif di Seko. Atau pula PLTA akan membuat warga di relokasi. PLTA akan menghilangkan lahan pertanian warga. PLTA untuk pertambangan." "Cerita dari Persidangan Amisandi yang Terjerat Hukum Gegara Tolak PLTA Seko","Baca juga: Kala Protes PLTA, Belasan Warga Seko DitangkapAdri Karyo, penentang utama. Dia tameng saat membuat aksi demonstrasi. Mereka bahkan menduduki lokasi eksplorasi dan menahan alat berat perusahaan. Sampel tanah dan batuan direbut kembali dan dibuang ke sungai.Seko Power Prima, membalas dengan membawa rombongan kepolisian. Dari mulai brimob, polisi dari Luwu Utara, hingga Polwan.Pada akhir 2016, 13 warga ditangkap polisi. Mereka dituduh menjadi perusuh. Pada Februari 2017, 13 orang itu vonis tujuh bulan penjara.Belakangan, ketika sidang Andri dan warga lain masih berlanjut, Amisandi ditangkap. Kini, persidangan Amisandi masih berlangsung dengan tuduhan pengancaman karyawan Seko Power Prima pada 28 Desember 2016. Baca juga: Konflik PLTA Seko, Mau Dialog Malah DitangkapProses sidang ketujuh, agenda mendengarkan saksi jaksa pada 20 April 2017. Saya berada dalam ruang sidang Pengadilan Negeri Masamba di Luwu Utara.Amisandi duduk pakai rompi tahanan orange. Dia menghadap hakim. Empat pengacara di sisi kanan. Dua Jaksa Penuntut Umum sisi kiri.“Bagaimana rasanya menghadapi sidang?” tanya saya sebelum Amisandi memasuki ruangan.“Kuat dan semangat!” jawab Amisandi.“Bagaimana kalau bapak kelak tak bebas?”“Berjuang itu, ujungnya bukan di penjara. Jalan terus. Kalau polisi makin kuat dan semena-mena. Warga juga akan makin kuat.”  Saksi janggal Pertemuan ini kali kedua saya dengan Amisandi. Kali ini, tak ada kopi di teras. Tak ada tatapan ke pohon nira yang memperlihatkan Bunglon berjalan pelan. Melainkan berbincang sambil berdiri. Masing-masing kami memegang terali besi.Amisandi hanya beberapa menit duduk di tempat itu lalu berpindah di samping Nursari, tim pengacara yang duduk paling ujung. Dia menyaksikan Ginandjar Kurli, Manager Operasional Seko Power Prima ambil sumpah bersaksi sebenar-benarnya." "Cerita dari Persidangan Amisandi yang Terjerat Hukum Gegara Tolak PLTA Seko","Dua hari sebelum proses pengadilan itu, saya bertemu Ibrahim, tim pengacara dari Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara. “Persidangan Amisandi seperti pradilan sesat,” katanya.Empat saksi, kata Ibrahim, dalam fakta persidangan membantah semua pengakuan mereka dalam berkas perkara.Aris Tejang karyawan Seko Power Prima, pelapor dalam berkas perkara menyatakan Amisandi mengancam perusahaan, membawa senjata tajam dan bikin trauma.“Itu BAP bunyi begitu. Fakta persidangan, Aris Tejang tak merasa takut. Bahkan tak tahu jika dia jadi pelapor,” kata Ibrahim.“Jadi bagaimana mungkin. Orang tak takut sedikitpun merasa terancam?” ujar Ibrahim.Ungkapan itu pula yang ditanyakan Ibrahim saat sidang. “Aris adalah karyawan saya. Saya meminta dia jadi saksi. Sebagai tim perusahaan melaporkan Amisandi,” kata Ginandjar.Sebelumnya, saksi lain, Yusnandar karyawan Seko Power Prima menyatakan tak pernah melihat Amisandi mengancam. Dia bertemu bahkan berbincang dengan Amisandi pada 28 Desember.Saksi lain, Aldi Mathius yang diperiksa penyidik 10 Januari bahkan menyangkal pernah mengungkapkan sumpah di depan penyidik. Padahal dalam berkas perkara dia bilang mendapatkan ancaman Amisandi dengan kata,” Kalau kamu paksa pekerjaan disini, akan ada pertumpahan darah.”Namun, enam saksi dalam berkas perkara temasuk dua pekerja dari Jawa, Suryana dan Dayat, menyatakan melihat Amisandi membawa parang panjang diikatkan di pinggang. “Di fakta sidang, Dayat dan Suryana menyatakan berada dalam rumah saat pertemuan 28 Desember. Itu membantah pernyataan sendiri. Jika tak melihat Amisandi,” ucap Ibrahim.“Pertanyaan saya. Apakah ini bukan upaya kriminalisasi? Jika terus begini, maka muara akan menjadi proses peradilan sesat. Hakim harus jeli melihatnya.”Sidang mendengarkan saksi Ginandjar, berlangsung Rabu 20 April 2017. Mulai pukul 14.00, berakhir 16.30, dengan dua kali penundaan karena listrik padam." "Cerita dari Persidangan Amisandi yang Terjerat Hukum Gegara Tolak PLTA Seko","Ginandjar dihujani pertanyaan dari hakim dan tim pengacara, berkali-kali telihat mengubah gaya duduk. Terkadang tangan kiri jadi topangan dan kaki bergoyang-goyang.“Apakah saksi (Ginandjar) tahu mengapa warga menolak PLTA,” kata hakim.“Tahu. Karena mereka mengira tanah mereka akan tenggelam,” kata Ginandjar.“Apakah saksi dalam hal ini perusahaan sudah memiliki Amdal dan sudah sosialisasi ke Masyarakat?”“Sudah Pak. Berkali-kali,” kawab Ginandjar.“Apakah saksi tahu SK 300 tahun 2004?”“Tahu.”“Pernah baca?”“Pernah tapi sebagian.”“Apakah saksi tahu keberadaan masyarakat adat Seko?” lanjut hakim.“Tidak tahu.”Akhirnya, terkait soalan masyarakat adat, Ginandjar, pun memperlihatkan surat tugas atau surat persetujuan yang dikeluarkan Kedatuan Luwu (Seko bagian Kedatuan Luwu yang kini berpusat di Palopo) yang mendukung operasi PLTA. Surat itu dikeluarkan Januari 2015 dengan tandatangan Andi Bau Iwan Alamsyah Djemma A Barue, sebagai Datu Luwu.Meski demikian, Andi Bau Iwan, bukanlah Datu Luwu yang diakui pemerintah. Datu Luwu kini adalah Andi Maradang Mackulau opu To Bau.Surat lain adalah persetujuan Ketua Dewan Adat Seko (DAS) yakni Barnabas Tandi Paewa. “Sepengtahuan saya, Seko terdiri dari beberapa masyarakat adat,” kata Andi Maradang.Terkait kepengurusan Barnabas sebagai ketua dewan adat Seko pun tanpa sepengatahuan istana Kedatuan Luwu. “Saya belum tahu.”Dalam persidangan itu, berkali-kali Ginandjar menyatakan dokumen izin mereka miliki sudah lengkap. Dari Amdal, persetujuan pemerintah daerah hingga izin kehutanan di Sulawesi Selatan.Soalan lain, katanya, mengenai ketakutan warga ada tambang akan mengikuti PLTA, ditampik tegas. “Tidak mungkin rencana PLTA diubah jadi tambang. Itu tidak masuk akal,” katanya." "Cerita dari Persidangan Amisandi yang Terjerat Hukum Gegara Tolak PLTA Seko","Namun, dokumen rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) 2015-2102, pada halaman 408 untuk proyeksi kebutuhan tenaga listrik di Sulawesi Selatan, dinyatakan bila pertumbuhan ekonomi di Sulsel tinggi menjadikan permintaan listrik tinggi. Beberapa investor telah mengajukan permohonan sambungan listrik ke PLN untuk keperluan industri pengolahan bahan tambang (smelter) di Bantaeng dan Luwu (Kecamatan Bua). Rencana kebutuhan daya listrik mencapai 600 MW.Dalam RUPTL itu, dijelaskan hingga 2024, pembangkit baru akan 3.564 MW. Estimasi beban puncak pelanggan 2.782 MW.Akhirnya, kata Ibrahim, kekhawatiran mengenai peruntukan listrik untuk pertambangan terlihat jelas. “Apakah listrik di Seko murni kebutuhan masyarakat? Itu yang kita pertanyakan lagi,” katanya.Tak hanya itu, Januari 2017, perusahaan PT Arebamma Kalla sedang pembahasan Amdal untuk penambangan bijih besi di Seko.Tahun 1992, Arkeolog berkebangsaan Inggris, Ian Caldwell bersama seorang rekan telah melakukan perjalanan dan menjelaskan mengenai potensi pasir besi di sepanjang pegunungan antara Rongkong, Seko, hingga Kalumpang (Sulawesi Barat).“Apa yang kami pelajari dari perjalanan ini? Pertama, terdapat banyak biji besi antara Sabbang dan karama. Tambang-tambang besi, bila itu istilah yang tepat, berupa lubang galian tempat bijih besi ditambang,” tulis Ian Caldwell dalam laporan Menembus Daratan Tinggi Sulawesi Selatan.“Yang jelas. Saat ini, kami masih dalam tahap eksplorasi. Melihat dan mengukur tekanan dan jalur air kelak. Untuk bicara dampak kita belum bisa, karena belum dalam tahap kontruksi,” kata Ginandjar di luar persidangan.  “Biarkan kita jalan dulu dong.”  Padahal, sebelum pembuatan Amdal, perusahaan harus mulai memetakan dan melihat utuh kajian lingkungan. “Harusnya masyarakat tahu, bagaimana dampak kelak. Amdal kan menjelaskan itu. Kenapa harus menunggu tahap konstruksi?” kata Ibrahim." "Cerita dari Persidangan Amisandi yang Terjerat Hukum Gegara Tolak PLTA Seko","Amran Achmad, Guru Besar Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin–pernah jadi tim penilai Amdal Sulawesi Selatan– mengatakan, Amdal itu dokumen dasar untuk pembangunan. Segala macam dampak baik itu biofisik maupun sosial budaya sudah harus diketahui. “Jadi tidak benar perusahaan tak bicara dampak, walaupun baru eksplorasi,” katanya.“Mungkin saja perusahaan tidak mau membuka dampak-dampak yang akan terjadi, atau ia (perusahaan) tidak tahu apa isi dokumen Amdal.” Surat untuk Presiden JokowiPada 25 April 2017, Pemerintah Daerah menggelar jumpa pers, menghadirkan Kepala Desa Tana Makaleang, Embonnatana, dan Hoyane. Hadir pula Bupati Luwu Utara Indah Putri Indriyani, Kapolres Luwu Utara AKBP Dhafi.Dalam perjumpaan itu, tiga kepala desa dari Seko yang wilayah sedang polemik PLTA, membantah suasana kurang kondusif.“Wilayah kami kondusif, tak ada intimidasi warga,” kata Kepala Desa Hoyane, Esra Nombe, seperti diberitakan koranseruya.comMasih dalam pertemuan sama, Kasatreskrim Polres Luwu Utara AKP M Tanding, bahkan menyatakan, kepolisian masih memiliki target pencarian beberapa warga Seko yang disanyalir biang kerok serta tukang provokasi.Dua hari setelah pertemuan, 27 April 2017, Perhimpunan Mahasiswa Indonesia Luwu Utara (Pemilar) mengunjungi 14 warga Seko di Rumah Tahanan Masamba.Adam Husein,  Ketua Pengurus Pusat Pemilar ikut tergabung dalam Aliansi Solidaritas Peduli Seko, berdiskusi dan menghasilkan kesepakatan membuat surat untuk Presiden Indonesia." "Cerita dari Persidangan Amisandi yang Terjerat Hukum Gegara Tolak PLTA Seko","Dominggus Paenganan seorang tervonis tujuh bulan, menjadi juru tulis surat itu. Surat ditulis pakai tinta hitam. Dalam isi surat, dia menceritakan kegelisahan masyarakat Seko setelah masuk PLTA. “Terlalu banyak tindakan kekerasan terjadi terhadap masyarakat, penyerobotan lahan dan perampasan lahan tanah milik masyarakat. Dilakukan paksa oleh karyawan PT Seko Power Prima. Kekerasan ini didukung penuh Pemerintah Luwu Utara, anggota dewan, Kepolisian dan uknum TNI,” tulis surat itu.Surat sebanyak empat halaman. Satu halaman menjadi lampiran dimana 13 orang tahanan membubuhkan tandatangan masing-masing.Kepala lampiran diberi kalimat: “Kami warga Seko ditangkap karena berani menolak PLTA PT Seko Power Prima. Tolong selamatkan kami!”Momentum pembuatan surat ini dianggap tepat, sebab Jumat malam 28 April, grup musik Slank akan jadi tamu penghibur di Masamba dalam rangkaian HUT Luwu Utara.Siang sebelumnya, personil band Slank disajikan makanan khas dan makan nasi tarone dari Seko. “Malamnya setelah konser selesai, saya berikan surat itu pada Kaka Slank,” kata Adam.“Saya tak bisa lama berbicara, karena polisi menjaga saya. Jadi kami berharap dan orang Seko berharap, melalui Kaka surat itu dapat sampai ke tangan Presiden.”   [SEP]" "Fokus Liputan: Mereka Bertaruh Nyawa Demi Batu Cinnabar (Bagian 1)","[CLS]   Gerimis turun pagi hingga malam hari. Tiada henti. Pendakian menuju kampung di Puncak Gunung Tembaga, makin sulit, harus ekstra hati-hati. Lengah sedikit, terpeleset ke jurang, atau masuk lubang bekas tambang di sekitar jalur pendakian.Jalan setapak berbatu dan berundak. Tampak ratusan lubang bekas tambang mengangga, berdiameter satu meter, hanya tertutup potongan kayu. Banyak pula tak tertutup. Selama perjalanan terlihat pohon cengkih, kayu putih, pala dan sagu.Di setengah pendakian, puluhan pondok beratap terpal biru dibangun. Setiap pondok punya lubang tambang. Anak-anak bermain di depan pondok. Tampak para pengangkut batuan tambang hilir mudik, bergantian naik dan turun. Mereka saling menyapa, dan sesekali belanja di warung, di pinggir jalur pendakian.Meto Alkatiri dan keluarga asal Ambon. Sejak 2016, mereka memutuskan tinggal di Gunung Tembaga, Dusun Hulung, Desa Iha, Kecamatan Huamual, Seram Bagian Barat, Maluku.Pria berusia 34 tahun ini kala datang jadi pemikul batu cinnabar, bahan utama membuat merkuri atau air raksa. “Dulu pemikul hasil tambang di Gunung Botak. Ketika ditutup, pindah ke Gunung Tembaga,” katanya.Sore, pertengahan Juli lalu, Meto baru naik dari lubang tambang miliknya pada kedalaman 15 meter. Istrinya,  Indah, tampak mendulang batu cinnabar di depan halaman pondok, sembari mengawasi kedua anak mereka bermain.Pondokan beratap dan berdinding terpal warna biru, berukuran 5 x 10 meter, berlantai tanah.Kala itu, musim angin timur. Hujan angin dan udara dingin terasa setiap hari. Di dalam pondok, ada lubang sedalam 12 meter tertutup papan tebal 10 sentimeter. Berjarak satu meter, ada tiga tempat tidur dari jahitan karung plastik.Di bagian depan, dua kamar berukuran 2,5 meter x 2,5 meter tersekat terpal. Ketika hujan, lantai becek dan licin. Kedinginan, kehujanan dan panas terik matahari, mereka rasakan.“Tidur di sini (dekat lubang), termasuk masak dan mandi,” ucap Meto." "Fokus Liputan: Mereka Bertaruh Nyawa Demi Batu Cinnabar (Bagian 1)","Di pondok, Meto tak hanya bersama anak dan istri. Adik laki-lakinya beserta istri juga tinggal bersama. Mereka ikut menambang dan mendulang.  Awalnya, tahun lalu, kala tambang emas Gunung Botak, Pulau Buru, ditutup pemerintah Maluku, dia terpaksa ke Ambon jadi buruh kayu.Sebulan kemudian, dia mendengar dari kawan soal penambangan batu cinnabar di Gunung Tembaga. Bersama adik laki-lakinya, dia berangkat.Awal tiba, tak ada sanak saudara, hanya ikut kawan.  Dia jadi bekijang atau pemikul hasil tambang. Memikul dari gunung ke kampung di pesisir pantai Desa Iha.Setiap bulan dia terima bagi hasil Rp950.000. Berbeda jauh ketika Meto memikul hasil galian tambang di Gunung Botak, setiap hari bisa meraup Rp3.000.000.Berbekal pengamatan harian, dia mulai mendulang di pinggir pantai. Akhirnya Meto nekat menggali lubang, mencari pinjaman modal dari pengepul. Bersamaan itu, anak dan istri, dia ajak menambang.“Semua hasil tambang dijual ke pemodal, dipotong pinjaman. Sampai sekarang belum lunas,” katanya.Meto,  punya tiga lubang tambang. Hanya satu lubang aktif sedalam 35 meter. Kalau beruntung, dia dapat puluhan kilogram cinnabar perhari.Di dalam lubang, tiap hari Meto dan keempat rekan harus bertaruh nyawa. Dia mengikis tanah dan batuan, mencari reff (urat) batu cinnabar. Tak ada alat pengaman di lubang tambang. Hanya lampu di kepala, tanpa helm pelindung.Sistem penambangan cinnabar hampir semua sama, mulai vertikal, lalu horizontal, kembali vertikal, kemudian horizontal. Begitu terus hingga kedalaman dirasa cukup. Tak ada penyangga di setiap lorong horizontal yang sudah tergali.Kayu hanya terpasang sebagai penopang. Di empat sisi pinggir lubang vertikal. Meto terkadang takut bahaya reruntuhan batu selama bekerja di lubang tambang itu. Meskipun begitu, bagi Meto dan penambang lain, lebih takut pulang tak bawa uang daripada terpendam di dalam lubang tambang." "Fokus Liputan: Mereka Bertaruh Nyawa Demi Batu Cinnabar (Bagian 1)","Kala hujan deras, Meto,  memilih tak menambang karena takut longsor. Dia dan istri hanya mendulang di depan pondok. Setiap hari, dapat sekitar dua kilogram cinnabar dari hasil berdulang. Harga sekilogram cinnabar di gunung Rp115.000 dan pesisir Rp120.000.“Kami jual seminggu sekali. Jika uang belanja habis, hasil tambang langsung dijual,” katanya.Setiap hari, Meto,  dan keluarga habiskan uang untuk keperluan konsumsi. Dia harus membeli air bersih Rp6.000 untuk lima liter. Juga mengeluarkan uang belanja harian. Harga barang di atas gunung tiga kali lipat harga di pesisir. Dia juga harus membeli solar Rp70.000 buat lima liter untuk genset (listrik).Dalam lubang, mereka hanya hanya angin blower plastik. Sesekali pewangi disemprotkan di mesin blower agar tak melulu menghirup udara lembab di lubang.  Meto tahu cinnabar untuk membuat merkuri tetapi tak tahu bahaya terkena paparan cinnabar dan merkuri bagi kesehatan. Baginya,  duit hasil tambang lebih penting, dibandingkan memikirkan dampak.Dari pondok Meto, ada puluhan pondok penambang lain. Ada pula pondokan hancur berikut lubang tambang yang sudah ditinggal pergi.Kala kepala menengadah, terlihat  lereng, dan tebing curam.  Ada juga pondok-pondok penambang, di Puncak Gunung Tembaga. Ratusan bangunan semi permanen. Ada berdinding papan, anyaman bambu, sampai sebagian semen.“Penambang datang tak hanya dari Maluku. Ada dari Jawa, Sulawesi, dan Kalimantan,” kata Meto.Meto punya rencana kembali ke Gunung Botak di Namlea, Pulau Buru. Dia mendengar Gunung Botak kembali dibuka untuk penambang. Penghasilan di Namlea, lebih besar dibandingkan di Gunung Tembaga. Apapun risiko dia hadapi, demi biayai anak sekolah dan keluarga.“Jika pemerintah ada alternatif tak menambang dan menghasilkan uang saya mau. Jika tak ada, jangan larang kami,” katanya." "Fokus Liputan: Mereka Bertaruh Nyawa Demi Batu Cinnabar (Bagian 1)","Bertaruh nyawa demi cinnabar juga dilakukan Ghani Matdoam. Pria dari Maluku Tenggara ini sudah lebih lama setahun menambang di Gunung Tembaga. Dia tahu tambang cinnabar dari rekannya.Ghani belum punya modal bikin lubang. Dia hanya mendulang di lubang-lubang bekas tambang, atau bekas urukan tambang.  “Sehari dapat tiga kilogram. Dikumpulkan dulu, baru dijual,” katanya.Sebelum di Gunung Tembaga, Ghani jadi pemikul bahan galian emas di Gunung Botak, Pulau Buru. Dia tak tak tahu bahaya batu cinnabar dan merkuri. Dia hanya tahu cinnabar bahan bikin merkuri, dan mengikat emas.Pondok biru ‘perkampungan’ tambang, hanya berjarak satu hingga lima meter. Warung-warung memutar musik bervolume keras. Antarwarung dan pondok saling memutar. Suara musik bercampur teriakan anak-anak bermain di sekitar lubang-lubang bekas tambang dan pondok mereka.Ada pemikul hasil tambang, hanya pekerja dan ada pemilik lubang-lubang sekaligus penambang. Maswan Kaisupi, warga Desa Iha, penambang yang memilki lubang galian. Dia termasuk penambang lama di Gunung Tembaga.Maswan punya tiga lubang tambang aktif. Dua lubang punya hasil baik. Setiap lubang bisa dapat hingga 100 kilogram, bahkan ada sampai 500 kilogram. Pencatatan Maswan, sudah lebih dari empat ton cinnabar dari kedua lubang itu.Lubang tambang Maswan mulai 50-70 meter dengan sembilan pekerja. Mereka dari Ternate dan Buton. Mereka hanya memakai lampu kelapa (head lamp), dan sarung tangan. Blower dari plastik panjang masuk ke lubang, hanya bantuan udara agar tak lelah dan cukup oksigen.Para pekerja ini mendapat bayaran dengan bagi hasil. Total penjualan tambang dikurangi biaya makan dan minum, dan beli solar. Sisanya, bagi rata.“Ada 1.000 lebih penambang di sini (Desa Iha). Mereka dari Jawa, Makassar, Manado dan Ternate,” kata Maswan." "Fokus Liputan: Mereka Bertaruh Nyawa Demi Batu Cinnabar (Bagian 1)","Maswan bisa menjual cinnabar langsung ke pengepul di Gunung Tembaga. Dia tak berkontak langsung dengan pembeli besar di Jakarta, Ambon, Sukabumi atau di Surabaya.Menurut dia, pengepul yang berhubungan langsung dengan pembeli besar. Di pesisir, ada pembeli eceran maupun besar.Dia bercerita, awal mula cinnabar ditemukan masyarakat sekitar akhir 2010. Sebelum ada tambang, masyarakat bekerja tani sagu dan mencari ikan di laut.“Sekarang semua beralih jadi penambang. Di Desa Luhu masih banyak bertani dan nelayan.”Dia dengar banyak pembeli ditangkap, dengan alasan cinnabar dilarang. Maswan tahu, operasi penambangan mereka di Gunung Tembaga ilegal. Warga, katanya, siap mengurus izin, asal tak ditutup.Di Gunung Tembaga, ada aturan bagi penambang. Mereka bebas menggali lubang, namun tak boleh ada meminum keras, dan berjudi.Aturan adat ini jika ada yang melanggar kena hukum cambuk tujuh kali. Jika tiga kali melanggar dicambuk 21 kali dan keluar dari kampung.“Di Gunung Tembaga,  dilarang dompeng. Selain merusak lingkungan, risiko longsor besar,” ucap Maswan.Sepemahaman dia, nambang pakai dompeng dengan menyemprotkan air ke badan gunung. Air ambil dari laut. Tak hanya gunung rusak, laut juga rusak.  Maswan tahu risiko menambang di lubang berisiko kematian. Tahun 2014, satu orang meninggal, empat selamat. Peristiwa itu karena penambang tak mendengarkan nasihat penambang lain, bahwa lubang di bawah sudah luas dan dalam, hingga rentan runtuh.“Jika hujan tak ada menambang di lubang. Hanya berdulang, risikonya besar,” kata Maswan.Aturan lain bagi penambang, setiap kilogram penjualan kena retribusi 5.000 untuk desa. Per bulan, setiap lubang tambang kena retribusi Rp100.000.Uang itu, katanya, untuk keperluan bersama. Ketika ada musibah pada penambang, dana dapat dipakai." "Fokus Liputan: Mereka Bertaruh Nyawa Demi Batu Cinnabar (Bagian 1)","Bagaimana kalau ada perusahaan masuk? Maswan berharap, tak ada perusahaan masuk di Gunung Tembaga. Walau dia tahu beberapa kali orang asing dari Tiongkok dan Korea datang dan melihat langsung kualitas batu dan penambangan.“Penambang tak masalah membayar retribusi.  Saya setuju pemerintah mengatur penambangan, tapi tidak ditutup,” katanya.Para penambang, kata Maswan, ingin pemerintah mengatur penambangan cinnabar di Gunung Tembaga. Ada koperasi atau izin penambangan rakyat, hingga hasil tambang yang keluar satu pintu.Dengan begitu, katanya, warga tetap mendapatkan penghasilan dari tambang, dan pemerintah dapat memberikan aturan hukum jelas.“Jika tambang ditutup, perekonomian warga mati. Pemerintah punya solusi apa agar penambang sejahtera?”Sama seperti Maswan, Ahmad Marinda dari Desa Loki dan Emiyanti dari Toraja tetap ingin penambangan cinnabar lanjut. Ahmad sudah habis modal Rp100 juta untuk membuat lubang, dan belum balik modal.Saat ini,  dia berjualan di Gunung Tembaga. Emiyanti meninggalkan anak-anak sekolah di Ambon untuk mendulang cinnabar demi memenuhi kebutuhan sehari-hari dan sekolah anak.Mayoritas penambang tak tahu dampak paparan batu cinnabar dari aktivitas menambang di lubang, maupun berdulang. Bagi mereka terpenting dapat uang, risiko mereka akan hadapi.“Jika pemerintah tutup tambang, berikan kami kerja yang menghasilkan untuk membiayai hidup dan anak-anak kami,” ucap Emiyanti.Tak hanya di gunung, penambangan cinnabar juga ada di pesisir. Para penambang biasa disebut bekodok.Pondok-pondok dari papan dan tembok semen berdiri di Pantai Dusun Hulung, Desa Iha, Kecamatan Huamual. Berjarak 50 meter dari bibir pantai, jika air pasang, hanya 20 meter. Puluhan tumbuhan mangrove rusak dan mati. Sampah-sampah berserakan di bibir pantai, dari plastik, kaleng, batang kayu hingga pakaian." "Fokus Liputan: Mereka Bertaruh Nyawa Demi Batu Cinnabar (Bagian 1)","Diran, mendulang cinnabar di pinggir pantai. Dia mengeruk pasir pakai wajan, mencampurkan dengan air dan memutar-mutarkan.“Cinnabar berat, ia akan ada di bagian bawah. Warna merah hitam,” katanya.Perempuan 49 tahun asal Wakatobi, Buton, ini belasan tahun berjualan makanan ringan di Pelabuhan Liang, Ambon, sebelum memutuskan menambang cinnabar.Dia dan suami bikin kamp berukuran 3×3 meter. Berjarak 25 meter dari bibir pantai. Atap daun sagu dan dinding papan.Suaminya terlebih dahulu menambang cinnabar di Pulau Seram, setahun lalu. Iming-iming penghasilan besar menambang, Diran mencari peruntungan di Pulau Seram. Dia tinggalkan anak yang sedang bersekolah di Ambon.Jika tekun, sehari dia dapat dua kilogram cinnabar. Kalau tak musim hujan dan ombak tak besar, Diran akan mendulang di pantai. Suaminya menambang di gunung. Terkadang turun membawa hasil, kadang sudah membawa uang.Diran tak menjual cinnabar harian ke pengepul, kalau uang belanja habis, baru akan jual.Kalau membandingkan antara jual makanan di pelabuhan dan mendulang, katanya, pendapatan tak jauh beda. Seminggu, dapat Rp1 juta dari mendulang cinnabar.“Pada bulan puasa sekilo (kilogram-red) sampai Rp150.000, karena penambang sedikit,” katanya.  Abdul Rajab Paltiha, warga Desa Iha, sejak 2012, mendulang cinnabar di Pantai Hulung. Awal tahu cinnabar dari tetangga. Tawaran pendapatan besar dari menambang, membuat Abdul tergiur sampai mengurangi jadwal mengajar di sekolah.Dia guru kontrak mata pelajaran olah raga, di SD, SMP hingga SMA di Desa Iha dan Desa Luhu. Setiap Senin-Kamis, dia naik ke Gunung Tembaga, menambang lubang milik temannya.“Jumat dan Sabtu total mengajar di sekolah. Sisanya menambang, termasuk hari libur sekolah,” kata Abdul.Sehari dia dapat dua kilogram cinnabar, sekitar Rp 220.000 perhari. Gaji guru honor Rp300.000 perbulan." "Fokus Liputan: Mereka Bertaruh Nyawa Demi Batu Cinnabar (Bagian 1)","Pendapatan menjanjikan itulah yang bikin Abdul lebih mengutamakan menambang dibandingkan mendidik siswa di sekolah.  “Sehari saya menambang, setara gaji sebulan sebagai guru,” katanya.Abdul tahu bahaya cinnabar dan merkuri tetapi dia merasa masih sehat dan tak terdampak. Tak semua penambang tahu bahaya cinnabar dan merkuri macam Abdul.Meto, Ghani, Diran dan hampir semua penambang, tak tahu bahaya cinnabar maupun merkuri bagi kesehatan. Mereka tak pernah dapatkan sosialisasi dari pemerintah.Kini, ada sekitar 2.000an penambang di Gunung Tembaga. Jumlah ini sudah berkurang dari sebelumnya, karena sebagian mereka kembali ke Gunung Botak, yang mulai buka lagi. ***Namanya Indra Sukawatiningsih, berambut ikal dan panjang. Para penambang memanggil dia,  Mama Indra. Sejak 2014, Indra jadi pengepul dan pembeli cinnabar di Dusun Hulung,  Desa Iha.Dia dari Jawa Timur, ikut suami ke Pulau Seram. Di Desa Iha,  ada lima pengepul cinnabar besar, kebanyakan warga asli Ambon.“Saya salah satu pengepul besar disini,” kata Mama Indra,  bercerita.Awal jadi pengepul dan pembeli, karena ada kenalan bos besar atau pembeli dari Ambon. Kala itu, dia menjual cinnabar merah 500 kilogram, ketika harga perg  Rp45.000. Sebulan dia bisa menyiapkan cinnabar 16 ton.“Tergantung pembeli dan pemesanan. Sistem saya ada duit, ada barang,” katanya.  Pengiriman cinnabar dilakukan Indra, sehari hingga dua hari sekali, ketika pesanan melimpah. Indra tak akan mengirim cinnabar jika pembeli tak membeli tunai. Baginya, model ada uang ada barang memudahkan dia membeli cinnabar dari penambang.Pembeli cinnabar Mama Indra datang dari Sukabumi, Bogor, Bekasi, Jakarta dan Surabaya. Awalnya, pemesan hanya dari Ambon dan Jakarta. Tanpa dia ketahui, nomor handphone tersebar ke para pembuat merkuri.Tak semua pembeli cinnabar Mama Indra kenal. Baginya, tak penting. Terpenting,  mau bayar kontan, barang akan dia kirim." "Fokus Liputan: Mereka Bertaruh Nyawa Demi Batu Cinnabar (Bagian 1)","Dulu,  cinnabar merah lebih dicari dan harga tinggi. “Cinnabar ada dua, merah dan hitam. Dulu harga merah tinggi, saat ini disamakan.”Mama Indra membeli cannabar siapapun asal bagus. Tak hanya membeli di pesisir, karyawan dia akan membeli cinnabar dari penambang di gunung.Adapun sistem pengiriman cinnabar Indra, melalui berbagai cara. Dulu dia dengan leluasa mengirim melalui jasa cargo pesawat Garuda Indonesia.Dia mengirim dua ton, tiap dua hari sekali untuk pembeli di Jakarta dan Bogor. Kala itu, katanya, perputaran uang cepat, tak seperti kini. Sekarang, dia was-was barang kiriman tertangkap dan kena sita polisi maupun tentara.“Jika barang ditahan, bos tak bisa beli lagi, kami mati rezeki,” katanya.Dia tahu para pembeli cinnabar adalah para pengolah dan pembuat merkuri. Indra menyebut beberapa nama mereka.Indra pernah datang dan melihat sendiri pembuatan merkuri di Bogor, dua dua tahun lalu.Dia ceritakan cara olah merkuri,  dengan keringkan cinnabar terlebih dahulu, lalu giling jadi bubuk. Kemudian campur kapur dan biji besi dan bakar pakai kayu. Tetesan uap pembakaran mengalir ke wadah besi dan jadi merkuri.Kini banyak penangkapan pedagang cinnabar. Indra tak mau alami kerugian. Tekan risiko, cinnabar di gudang dia keluar jika sudah pembayaran kontan.Mekanisme pengantaran melalui pelabuhan seperti Pelabuhan Liang, Hitu atau pelabuhan besar, ditentukan pembeli. Cinnabar akan diturunkan di pinggiran pantai lain di Ambon, tergantung koordinasi pembeli dengan pemilik speedboat.“Pembeli yang atur semua. Jika mereka minta jasa keamanan atau apapun, mereka yang atur,” katanya.Indra sering pakai jasa perahu cepat milik warga Iha. Biasa, cinnabar kirim ke Pelabuhan Hitu. Saat ini,  tempat penurunan cinnabar dirahasiakan pembeli. Setiap pengantaran pakai dua perahu paling sedikit lima ton. Saat itu, lima ton cinnabar Indra siap kirim kepada pemesan di Jakarta." "Fokus Liputan: Mereka Bertaruh Nyawa Demi Batu Cinnabar (Bagian 1)","“Tinggal dikirim saja, pemesan sudah ada. Tunggu koordinasi.”   BerbahayaJossep William, pendiri Medicuss Foundation sudah lakukan penelitian dampak merkuri pada darah warga Desa Iha dan Desa Luhu. Temuan penelitian mereka memperlihatkan, sampel sudah melampaui ambang batas sembilan mikrogram per liter.Sebanyak 21 warga yang diambil sampel darah, hanya satu kandungan merkuri dianggap normal.William bilang, paparan penambangan cinnabar tetap ada. Dalam bentuk batu, dampak tidak terlalu hebat, dibandingkan sudah merkuri. Kala terpapar lama, pelahan pasti muncul efek. Perbandingannya, jika keracunan merkuri sekitar lima hingga 10 tahun, cinnabar lebih panjang.Temuan mereka, banyak terkena dampak merkuri di usia tua. “Cinnabar jangan diubah merkuri, dampak sepanjang massa. Paparan berbahaya bagi manusia, tumbuhan dan hewan.”Menurut dia, pemeriksaan dilakukan Kodam Patimura pada penduduk di Desa Iha dan Desa Luhu, menunjukkan pada tubuh mereka mengandung kadar merkuri tinggi. Walaupun mereka tak pernah membakar cinnabar menjadi merkuri. Pemaparan langsung dari cinnabar terjadi.Tambang di Seram ini, katanya, mulai akhir 2010, berarti sudah sekitar tujuh tahun mereka terpapar.“Ancaman merkuri tak hanya penambang yang menggadaikan nyawa, melainkan ancaman kemanusiaan bagi banyak orang.Dia menceritakan, untuk membuat merkuri dari cinnabar perlu suhu pembakaran dari 100-500 derajat celcius. Meskipun begitu, paparan panas matahari bisa membuat racun merkuri keluar.Memang, katanya,  belum ada pembuktian, terkait berapa persen racun keluar dari cinnabar terkena matahari. Tak hanya matahari, penambangan di lubang juga berisiko orang terkena paparan racun merkuri.Selama ini, menekan merkuri tak menyebarkan racun dengan memasukkan ke tong plastik, lalu dicor beton dengan ketebalan tertentu. Baginya, lebih baik kalau setop pembakaran merkuri." "Fokus Liputan: Mereka Bertaruh Nyawa Demi Batu Cinnabar (Bagian 1)","Medicuss Foundation juga penelitian di Gunung Botak, Pulau Buru pada 2015. Mereka tak dapat menghitung pemakaian merkuri setiap bulan karena begitu banyak tong merkuri dan tromol di lokasi. Perhitungan pemakaian merkuri hanya bisa di Desa Gogrea, dari menghitung gelundung tromol yang beroperasi.“Di Gogrea sebulan memerlukan enam ton merkuri. Jika dibandingkan Gunung Botak satu banding 30,” kata William.Dua bulan lalu dia penelitian melalui google earth, melihat Teluk Namlea. Di sana, tampak robekan seperti selaput susu.  Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sependapat dengan dia kalau robekan itu bukan benda padat. Di Google Earth tak menjelaskan soal itu. Mereka duga kuat paparan limbah merkuri. “Perlu pembuktian lebih lanjut, apakah itu merkuri atau bukan.”William meyakini dampak merkuri di Pulau Buru, sudah parah. Temuan Medicus dari keterangan warga, buaya di Sungai Namlea,  banyak mati, bahkan sapi. Dugaan karena paparan merkuri.Sampel Medicus dan Kodam Patimura pada 40 warga, 21 dari penambang di gunung. Hasilnya, warga di bagian pantai terpapar racun lebih tinggi dibandingkan warga gunung.“Harus ada tindakan cepat dan tepat dari pemerintah terkait cinnabar dan merkuri. Jika lambat, makin banyak racun masuk ke tubuh manusia dan dampak meluas,” ucap William. Bersambung     [SEP]" "Gairah Kalimantan Timur Menjadi Provinsi Konservasi Badak","[CLS]   Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim), Awang Faroek Ishak, baru saja mendeklarasikan semangat Kaltim yang memiliki badak sebagai Provinsi Konservasi Badak. Menurutnya, semua badak yang ada di Kaltim sebaiknya tidak lagi disebut badak sumatera, melainkan badak kalimantan yang hidup di Kaltim. Pendapat tersebut ia sampaikan pada Lokakarya Sosialisasi dan Perencanaan Konservasi Badak di Kalimantan Timur, Selasa (14/03/17) di Kantor Gubernur Kaltim, Jalan Gajah Mada, Samarinda.Langkah awal sebagai salah satu Provinsi Konservasi Badak, Awang meminta seluruh pemangku kepentingan daerah untuk mengamankan dan menyelamatkan badak beserta habitatnya. Langkah berikutnya, lanjut dia, harus ada tim hebat yang mencari badak serta menentukan kawasan perlindungan sekaligus penyelamatannya. “Selain pesut, orangutan, gajah, dan banteng, kita juga perlu menjaga badak. Sejak dulu, saya mendukung perlindungan satwa yang ada di Kaltim, terutama yang endemik.”Awang menegaskan, walaupun jenis badak yang ditemukan di Kutai Barat (Kubar) sama dengan badak sumatera, pasti ada perbedaan genetik yang lain. Pasalnya, dari lokasi yang ditempati badak sudah jelas di provinsi berbeda. Sehingga tidak menarik, kata dia, jika badak di kalimantan disebut badak sumatera.“Saya dulunya dosen di Universitas Mulawarman dan menyukai penelitian. Sudah pasti antara badak sumatera dan badak di Kalimantan ada bedanya, walaupun jenisnya sama.”Awang telah menyiapkan kawasan konservasi badak di Kutai Barat, yang tercatat dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kaltim. Menurutnya, kawasan konservasi badak di eks tambang emas PT. Kelian Equitorial Mining (KEM) Kutai Barat cocok untuk habitat badak karena dipenuhi pakannya serta tidak terganggu aktivitas manusia dan perusahaan. “Kawasan itu memang sudah dipersiapkan dan dipilih karena lokasinya dekat dengan ditemukannya badak pertama kali.”" "Gairah Kalimantan Timur Menjadi Provinsi Konservasi Badak","Meski jumlah badak yang ada di Kalimantan diperkirakan hanya belasan individu, Awang tetap bersemangat menjadikan Kaltim sebagai Provinsi Konservasi Badak. “Nanti bisa dikawinkan dan melahirkan anak-anak baru. Masih ada harapan” sebutnya.  Keinginan Gubernur Kaltim tersebut, diapresiasi Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati, Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Bambang Dahono Adji.Bambang menyebut, penyelamatan badak sumatera di Kalimantan dilakukan oleh KLHK, WWF Indonesia, serta para tokoh dan kepala adat Kutai Barat dan Mahakam Ulu. “Penyelamatan badak sudah dilakukan sejak dulu. Kabar bahagianya, badak Najaq ditemukan, tapi mati pada 5 April 2016. Mudah-mudahan, langkah penyelamatan dan konservasi ini bisa menyelamatkan badak lainnya.”Bambang mengatakan, pihaknya telah menetapkan hutan eks tambang emas PT. KEM sebagai kawasan hutan dengan tujuan khusus (KHDTK). Di daerah tersebut tidak boleh lagi ada aktivitas manusia terkait penambangan atau penebangan kayu. “Saya mendukung semangat Gubernur Kaltim untuk memiliki badak sendiri. Bahkan, rencana Gubernur memasang foto badak di bandara sebagai simbol kekayaan Kaltim harus diapresiasi. Semoga penyelamatan badak ini berjalan baik,” tuturnya.  SubspesiesPeneliti Animal Biosystematics and Ecology, Institut Pertanian Bogor (IPB), Dedy Duryadi Solihin, mengatakan setelah pihaknya melakukan penelitian badak yang ditemukan di Kaltim, ada kemungkinan jika badak yang ditemukan tersebut adalah subspesies.Dedy memastikan hal itu setelah melihat dan membandingkan spesies badak Andalas, Bina, dan Turga dengan badak di kalimantan ini. Hasilnya, spesies badak ini berbeda. Meski ada kesamaan genetik, perbedaannya hanya 2 persen dan tingkat kesamaannya mencapai 98 persen, masih ada kemungkinan badak di kalimantan ini menjadi subspesies." "Gairah Kalimantan Timur Menjadi Provinsi Konservasi Badak","“Untuk memastikan spesies baru, diperlukan tiga perbedaan. Namun, di penelitian lain, badak di kalimantan ini terlihat lain sendiri. Dia tidak sama dengan badak andalas dan badak sumatera lainnya. Kemungkinan merupakan subspesies,” jelasnya.Permasalahan DNA, lanjut Dedy, akan terus diamati. Dipastikan, badak yang ditemukan di Kalimantan tersebut bukan spesies baru. Namun, memiliki genetik berbeda, memiliki 8 asam amino, sedangkan badak yang lain tidak sebanyak itu. Kedepan, pihaknya akan melakukan langkah-langkah penyelamatan badak dan mengawinkannya. Sehingga, dapat menetukan jenis spesiesnya pada anak-anak badak itu.“Kita akan lakukan perkawinan terstruktur. Untuk langkah mendesak, akan diidentifikasi semua kantong penemuan badak. Kita upayakan agar badak selamat,” pungkasnya.Sebagai penjelasan, badak sumatera diklasifikasikan dalam tiga subjenis berdasarkan persebarannya. Dicerorhinus sumatrensis sumatrensis daerah persebarannya berada di Sumatera, Malaysia, dan Thailand. Dicerorhinus sumatrensis harrissoni ada di wilayah Kalimantan. Sementara Dicerorhinus sumatrensis lasiotis ada di Vietnam, Myanmar bagian utara hingga Pakistan bagian timur. Untuk subjenis Dicerorhinus sumatrensis lasiotis, beberapa peneliti badak menyebutkan, keberadaannya sudah tidak terlihat lagi sejak puluhan tahun lalu.     [SEP]" "Enggan Buka Dokumen Kajian Teluk Jakarta, Luhut Dituduh Berbohong","[CLS] Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ) menuduh Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Pandjaitan melakukan kebohongan karena tidak membuka hasil kajian Gabungan Reklamasi Teluk Jakarta. Tuduhan tersebut muncul, setelah sidang lanjutan gugatan informasi publik yang dilayangkan KSTJ kembali digelar di Jakarta, Senin (06/03/2017).Dalam sidang tersebut, Luhut diketahui hanya memberikan dokumen dalam powerpoint yang sebelumnya diberikan tetapi tidak memenuhi permohonan informasi yang diajukan. Karena itu, Luhut dinilai telah melakukan kebohongan, mengingat dokumen tersebut sebelumnya sudah pernah diberikan juga.Indonesian Center for Enviromental Law (ICEL) yang hadir mewakili KSTJ, membeberkan fakta dalam persidangan, Luhut yang datang dengan perwakilannya, enggan untuk membuka hasil kajian dan terlihat menutup-nutupinya dengan berbagai cara.“Itu menunjukkan ada sikap yang inkonsisten terkait reklamasi Teluk Jakarta yang diperlihatkan Luhut. Ini merupakan preseden buruk hak atas informasi sebagai bagian dari hak atas lingkungan,” ungkap Rayhan Dudayev, dari ICEL.  Lebih lanjut dia menjelaskan, dalam persidangan tersebut, wakil dari Menko Maritim hanya menyebut bahwa ada rekomendasi tentang reklamasi Teluk Jakarta, tanpa menyebut ada hasil kajian tentang itu.Karena itu, menurut Rayhan, sikap yang diperlihatkan Menko Maritim tersebut menunjukkan ada dasar yang tidak kuat berkaitan dengan keinginan mereka untuk melanjutkan proyek reklamasi di Teluk Jakarta. Dan bahkan, jika itu terus dilaksanakan, maka itu adalah tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh Menko Maritim.“Sebelumnya, Menko Maritim sudah berjanji akan membuka hasil kajian dari proyek reklamasi di Teluk Jakarta. Namun, janji itu tidak ditepati dan justru itu semakin memperlihatkan bahwa Menko Luhut berupaya untuk membuat publik semakin bingung dengan sikap Pemerintah,” jelas dia." "Enggan Buka Dokumen Kajian Teluk Jakarta, Luhut Dituduh Berbohong","Kredibilitas Pemerintah dipertanyakan dalam penyelesaian kasus reklamasi di Teluk Jakarta. Tidak seharusnya reklamasi dilanjutkan pembangunannya, sementara proses hukumnya masih terus berjalan. Jalan paling aman, seharusnya Pemerintah menunda reklamasi sampai ketetapan hukumnya jelas.  Sebelumnya, Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) menilai, jika reklamasi kembali dilanjutkan, akan banyak masalah yang timbul. Di antaranya, karena ketetapan hukumnya tidak ada. Padahal, untuk bisa melaksanakan reklamasi, ketetapan hukum harus jelas.Direktur Eksekutif WALHI Nasional Nur Hidayati mengatakan, ketetapan hukum yang menjadi acuan utama dalam reklamasi, adalah peraturan daerah (Perda) tentang zonasi kawasan pesisir dan pulau-pulau terpencil.“Jika perda zonasi sudah ada, reklamasi bisa terus dilanjutkan. Tentu saja, dengan memenuhi segala ketentuan yang menjadi syarat,” ungkap dia kepada Mongabay.Nur Hidayati menjelaskan, selain perda zonasi, reklamasi yang dilakukan di Teluk Jakarta, khususnya yang sudah berjalan di Pulau G, F, I, dan K, dinyatakan melanggar ketentuan yang berlaku di Indonesia. Yaitu, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dan UU No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.Tidak hanya itu, proyek reklamasi Teluk Jakarta, ditengarai juga sudah melanggar tata aturan yang lain. Menurut Nur Hidayati, pengembang dalam melakukan penyusunan analisis mengendai dampak lingkungan (AMDAL) tidak partisipati dan tidak melibatkan nelayan.“Yang juga sudah dilanggar, dalam proyek reklamasi di Teluk Jakarta, itu ditemukan kepentingan untuk bisnis jauh lebih besar dibanding kepentingan untuk umum atau rakyat. Karenanya, reklamasi tidak benar. Itu semua kata Majelis Hakim PTUN Jakarta ya,” sebut dia." "Enggan Buka Dokumen Kajian Teluk Jakarta, Luhut Dituduh Berbohong","Karena itu, WALHI menilai, apa yang dilakukan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Sumber Daya Luhut Pandjaitan dengan membuat pernyataan proyek reklamasi di Teluk Jakarta dilanjutkan, itu adalah kesalahan besar dan patut dipertanyakan kebenarannya.“Kemenkomar mengklaim dalam pernyataannya bahwa itu sudah disepakati oleh instansi lain, namun itu juga patut ditelusuri lagi kebenarannya,” jelas dia.  Ungkapan penuh keraguan tersebut sangat beralasan. Karena Nur Hidayati mencatat, hingga saat ini dua instansi sentral, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) diketahui masih memiliki sikap yang sama yakni merekomendasikan reklamasi dihentikan.“Tapi bisa apa jika Luhut sudah mengeluarkan pernyataan seperti itu. Tinggal tunggu waktu saja sekarang apakah kekuatan hukumnya akan ada atau tidak,” jelas dia. Revisi Undang-Undang PerikananSementara itu, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia mengungkap rencana Pemerintah untuk melakukan revisi atas Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. Revisi tersebut, seharusnya bisa memberikan manfaat banyak dengan mensejahterakan nelayan dan pekerja perikanan.Ketua Pengembangan Hukum dan Pengembangan Nelayan KNTI Marthin Hadiwinata mengatakan, revisi UU Perikanan seharusnya menjadi pintu masuk bagi kesejahteraan nelayan dan pelaku usaha perikanan di Indonesia.Dalam pandangan dia, revisi ini seharusnya melakukan porsi yang besar dengan pembagian usaha perikanan dengan menekankan kegiatan pasca-produksi. Dengan menekankan kegiatan pasca-produksi akan meningkatkan nilai komoditas perikanan yang dapat bersaing di dalam maupun di luar negeri.“Permasalahan UU Perikanan sebelumnya yang diatur dalam UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 45 Tahun 2009 tidak memiliki pengaturan mengenai pasca-produksi,” ungkap dia." "Enggan Buka Dokumen Kajian Teluk Jakarta, Luhut Dituduh Berbohong","Secara politik, Marthin mengatakan, kondisi hukum UU Perikanan yang ada sekarang hanya berfokus kepada kegiatan produksi saja. Hal ini, bisa dilihat dari banyaknya pasal lebih dari 100 dalam UU Perikanan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 52 persen di antaranya membahas tentang produksi, 29,4 persen membahas tentang pra produksi, 15 persen mengatur tentang pra hingga pasca produksi, dan hanya 17,6 persen membahas tentang pasca produksi.“Revisi UU Perikanan dengan draft terakhir tertanggal 13 Februari 2017 masih berbicara di tataran yang sama, yakni bertumpu kepada aspek produksi saja,” jelas dia.Porsi yang dibuat dalam UU tersebut, menurut Marthin sangatlah tidak pas. Karena, dari 13 juta lebih tenaga kerja di sektor perikanan, sebanyak 51 persen di antarana diketahui beraktivitas di sektor produksi (tangkap dan budidaya), 38 persen di pemasaran, dan hanya 11 persen di sektor pengolahan.Padahal, kata Marthin, jika porsinya diubah, maka itu akan mengubah kondisi. Contohnya saja,  dengan lapangan kerja yang terbuka di bagian pasca produksi yaitu di sektor pengolahan, maka itu akan membuka lapangan pekerjaan yang lebih besar bagi para pekerja perikanan.“Namun tentu harus ada juga perlindungan pekerja yang baik meliputi kondisi kerja yang layak, perlindungan asuransi dan masa tua, pengawasan ketenagakerjaan yang kuat hingga masalah pengupahan. Hal tersebut juga tidak diatur Revisi Undang-Undang Perikanan,” tutur dia.  [SEP]" "Analisis DNA Menunjukkan, Populasi Badak Sumatera Tidak akan Pernah Pulih","[CLS]  Sebuah studi yang didasarkan pada analisis genom menunjukkan, kondisi badak sumatera telah menuju kepunahan hampir 12 ribu tahun silam. Hasil penelitian terbaru ini mengatakan pada kita bahwa akhir Zaman Es telah menghabiskan sebagian besar wilayah hidup mereka.Hilangnya habitat akibat deforestasi dan perburuan berlebihan, tentunya semakin menghancurkan populasi spesies ini yang tidak akan pernah pulih. Meski begitu, para ilmuwan terus berupaya dengan usaha penangkaran guna meningkatkan jumlahnya guna mencegah kepunahan.  Penelitian yang dipublikasikan Kamis, 14 Desember 2017, di Jurnal Current Biology ini, didasarkan pada analisis gen Ipuh, badak sumatera jantan (Dicerorhinus sumatrensis) yang mati di Kebun Binatang Cincinnati pada 2013. Para ilmuwan menemukan, di ujung Pleistosen, Zaman Es terakhir, adalah malapetaka kehidupan spesies tersebut.“Data urutan genom kami menunjukkan bahwa era Pleistosen merupakan masa naik turun (roller-coaster ride) populasi badak sumatera,” terang penulis utama laporan tersebut, Herman Mays, Jr. dari Departemen Ilmu Hayati di Marshall University.Analisa genom menunjukkan, puncak tertinggi jumlah spesies ini mencapai 57.800 individu, saat bukti penemuan fosil menunjukan perluasan mamalia kontinen menuju sub-kontinen mencakup sebagian besar Asia Tenggrara yang sebelumnya dikenal sebagai Sundaland, sekitar 950 ribu tahun lalu.Pada akhir Pleistosen, populasi badak berbulu dan terkecil di dunia ini hanya menyisakan 700 individu. Saat ini, skenario terburuknya, diperkirakan hanya ada 30 individu badak sumatera tersisa di alam liar.“Spesies ini dalam perjalanan menuju kepunahan untuk waktu yang sangat lama,” jelas rekan penulis laporan itu, Terri Roth, wakil presiden konservasi di Kebun Binatang Cincinnati.Analisa Genom memahami bagaimana perubahan drastis jumlah populasi sangat berkaitan dengan perubahan iklim di masa lalu." "Analisis DNA Menunjukkan, Populasi Badak Sumatera Tidak akan Pernah Pulih","Menurut penelitian tersebut, alasan utama terjadinya penurunan tajam populasi dikarenakan kenaikan permukaan air yang memisahkan jembatan tanah, yang menghubungkan pulau-pulau di Kalimantan, Jawa, dan Sumatera lalu ke Semenanjung Malaysia dan daratan Asia yang kemudian memecahkan habitat para badak.Analisa tersebut mengindikasi, dampak paling parah dari penurunan jumlah populasi adalah isolasi geografis yang membuat mereka semakin rentan terhadap ancaman aktivitas manusia. Seperti, deforestasi dan perburuan yang berlebihan.“Populasi mereka semakin habis dan tidak ada tanda-tanda akan kembali naik, atau pulih,” menurut Mays.  John Payne, Executive Director Sabah-based Borneo Rhino Alliance (BORA), yang tidak terlibat dengan penelitian tersebut, menggambarkannya sebagai “yang paling menarik” karena menyoroti dua poin. Populasi badak sumatera secara keseluruhan cenderung fluktuatif (naik turun) bahkan jika tidak ada aktivitas manusia, yang oleh karena itu, usaha penyelamatannya tetap harus dilakukan.Payne mencatat, kurangnya kelahiran badak merupakan alasan penurunan populasi, sebagai makhluk soliter yang biasanya tinggal di hutan pegunungan padat, bukan perburuan atau kehilangan habitat.Seperti mamalia besar lainnya, badak sumatera berkembangbiaknya sangat lambat. Betina tidak mencapai kematangan seksual sampai usia 6 atau 7 tahun, dan jantan 10 tahun – asalkan mereka selamat dari perburuan dan kebakaran buatan manusia. Betina hanya kawin setiap empat atau lima tahun sekali, dan masa kehamilan spesies ini 16 bulan. Remaja tinggal bersama induknya dua sampai tiga tahun." "Analisis DNA Menunjukkan, Populasi Badak Sumatera Tidak akan Pernah Pulih","“Untuk menyelamatkan spesies terancam punah memerlukan upaya besar yang harus dilakukan dengan meningkatkan kelahiran,” kata Payne. “Saya harap makalah ini bisa menjadi dasar untuk memperkuat titik dasar itu, sehingga kita bisa menjauh dari sekadar membangun taman nasional, menerjunkan unit perlindungan badak, dan berharap yang terbaik.”“Itu selalu menjadi alasan kegagalan,” tambahnya.Payne juga memperhatikan, temuan tersebut memperkuat pentingnya dukungan untuk mencegah terjadinya kepunahan spesies ini.“Jumlah kenaikan dan penurunan spesies yang paling mudah diukur adalah dalam satuan puluhan ribu tahun,” katanya. Dia juga menambahkan, “Mengatakan bahwa kita seharusnya membiarkan beberapa spesies punah karena ‘alam’ merupakan omong kosong.”  Widodo Ramono, Direktur Eksekutif YABI, sebuah LSM konservasi badak Indonesia, mengatakan bahwa kepunahan badak sumatera tidak hanya mewakili hilangnya sebuah spesies, tapi juga keseluruhan genusnya.Badak sumatera adalah satu-satunya spesies Dicerorhinus yang masih hidup, kelompok paling primitif yang berevolusi 15 hingga 20 juta tahun lalu. Ini adalah peninggalan hidup dari keluarga badak masa lalu yang pernah menjelajahi keseluruhan Eurasia, dan satu-satunya kerabat hidup badak yang diburu manusia sampai punah 10.000 tahun yang lalu.“Kami masih membutuhkan lebih banyak pengetahuan tentang spesies ini, terutama tantangan dalam membiakkannya,” kata Widodo.Meskipun menjadi satwa liar yang dipuja dan dicintai secara global, penjagaan terhadap badak sumatera gagal dilakukan dengan baik karena upaya konservasi yang tidak efektif terhambat oleh kurangnya dukungan dari Pemerintah Indonesia.Terry Roth, yang mempelopori program penangkaran yang dimulai dengan Ipuh dan melahirkan harapan baru untuk kebangkitan kembali spesies tersebut, mengatakan bahwa lebih banyak yang harus dilakukan untuk menyelamatkan badak." "Analisis DNA Menunjukkan, Populasi Badak Sumatera Tidak akan Pernah Pulih","“Spesies badak sumatera keberadaannya seperti digantung di sebuah benang,” tandasnya. Penterjemah: Akita Arum Verselita. Artikel berbahasa Inggris di Mongabay.com dapat Anda baca di tautan ini.   [SEP]" "Beragam Tantangan Jaga Kekayaan Laut Maluku Utara","[CLS]  Pemerintah melalui Kementerian Perikanan dan Kelautan cukup gencar menindak kapal-kapal asing yang terlibat illegal, unreported, unregulated (IUU) fishing, namun pelanggaran terus terjadi, salah satu di Maluku Utara.“Saat ini, di Malut, tak sedikit nelayan-nelayan asing mencuri ikan dengan teknologi canggih. Kementerian Kelautan sudah bekerja keras. Menteri Susi tak segan-segan menenggelamkan kapal asing di perairan Indonesia tanpa izin,” kata Muhammad Natsir Thaib, Wakil Gubernur Maluku Utara dalam Peluncuran Fair Trade dan Penyusuan Rencana Kerja Tahun II USAID-SEA, di Ternate, pekan lalu.Masalah lain bagi Malut, kontribusi sektor perikanan terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) masih lebih rendah dari Sulawesi. Padahal, katanya, ekspor ikan dari Pelabuhan Sulawesi, Maksasar, dan Surabaya dari Malut.“Sudah 15 tahun sumber daya ikan Malut ke luar negeri, namun tercatat sebagai potensi ikan dari Sulawesi dan Surabaya,” katanya.Natsir berharap, kehadiran USAID-SEA dapat membantu menjaga kekayaan laut Malut. Dalam fair trade ada konservasi laut, mendampingi bahkan melatih nelayan Malut mendapat tangkapan ikan berkualitas di pasaran.Celly Catharina, Manajer Program USAID Indonesia mengatakan, kegiatan ini, 70% fokus perikanan lokal dan pengelolaan sumber daya laut di tiga provinsi sasaran yakni Maluku, Malut, dan Papua Barat.Tahun pertama proyek ini di Malut meliputi penyusunan dan analisa data-data perikanan, status sosio-ekonomi, kondisi biofisik, pesisir, serta sumber daya laut.“Serial data dan analisis hal penting bagi proses perencanaan tata ruang laut serta menentukan arah intervensi proyek USAID-SEA tahun II dan selanjutnya,” katanya.Celly mengklaim, pada 2014, kegiatan ini berhasil diterapkan di dunia dan mengangkat reputasi Indonesia dalam pengelolaan perikanan tangkap." "Beragam Tantangan Jaga Kekayaan Laut Maluku Utara","“Sejak itu, perikanan di Maluku menikmati keberhasilan proses sertifikasi terutama dalam membangun kesadaran dan kapasitas komunitas nelayan, serta membangun kesadaran lingkungan maupun sosial,” katanyaUSAID-SEA mencatat, 69% luasan Malut atau 145.819 km2 adalah perairan dengan 3.104 km garis pantai. Stok ikan mencapai 1.035.230 ton per tahun dengan produksi 51.000 ton per tahun pada 2011.  Ancaman ekosistem Penangkapan ikan berlebih di Malut jadi salah satu ancaman utama kelestarian sumber daya perikanan terutama praktik perikanan ilegal, tak memenuhi aturan, dan tak terlaporkan.Praktik ini dilakukan nelayan dari negara lain yang menangkap ikan pelagis besar, demersal, dan sampai kerapu ekspor ke sejumlah negara Asia.Ancaman lain, katanya, praktik perikanan merusak, pengambilan terumbu karang, reklamasi, data status sumber daya laut minim, dan sistem registrasi kapal-kapal kecil lemah.Tak hanya itu. Kawasan Konservasi Perairan (KKP) sedikit dan pengelolaan KKP lemah hingga kapasitas dan koordinasi dalam tata ruang laut minim, perusakan habitat laut, serta penegakan hukum lemah.Belum lagi, kapasitas para pemangku kepentingan minim, dan belum ada peraturan perikanan di provinsi menambah daftar panjang ancaman kelestarian sumber daya laut dan perikanan Malut.Celly bilang, proyek ini juga fokus penanggulangan penangkapan ikan berlebih dan praktik perikanan merusak melalui berbagai kegiatan. Baik penelitian untuk menilai status sumber daya ikan, identifikasi tumpang tindih data, evaluasi registrasi, dan sistem pengawasan kapal, serta pengembangan sistem pelacakan kapal.Tantangan tata ruang laut, katanya,  diatasi melalui pengembangan aturan zonasi daerah, sosialisasi tata ruang laut, dan pengembangan sistem pengawasan dan evaluasi." "Beragam Tantangan Jaga Kekayaan Laut Maluku Utara","Mengenai penanganan IUU Fishing, katanya, ada kolaborasi peran dengan penegak hukum, dan pengawasan berbasis masyarakat. Penegak hukum, katanya, akan dibekali pelatihan kapasitas soal penanganan IUU Fishing.  Kendala nelayan tangkapRencana Fair Trade and Fisheries Program ini belum sepenuhnya bisa menjawab tantangan nelayan di Malut yang tersebar di beberapa pulau.Ikbal Abdul Saleh, nelayan 46 tahun mengatakan, masih banyak kendala mendapat kualitas ikan yang baik. Kendala itu seperti es sulit, belum lagi listrik sering padam, bahkan mereka harus bersaing dengan nelayan asing.“Kami di daerah jauh dari akses listrik, jadi sulit dapat es untuk menampung ikan,” kata perwakilan nelayan Kelompok Tuna Jaya ini. Serupa dikatakan La Muda, Ketua Kelompok Nelayan Beringin Jaya dari Desa Obi, Halmahera Selatan. Dia keluhkan dari es sampai bahan bakar sulit. “Kendala kami juga bagaimana menangkap ikan kualitas ekspor.”     [SEP]" "Kenapa Pembangunan di Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Masih Tertinggal?","[CLS] Pembangunan pulau terdepan yang diklaim Pemerintah Indonesia sebagai etalase Nusantara, hingga kini berjalan sangat lambat. Padahal, pembangunan pulau-pulau terluar sudah dimulai sejak 2005 lalu atau 12 tahun lalu. Akibat kondisi tersebut, hingga saat ini masalah kemiskinan dan disparitas sosial masih terus terjadi di kawasan tersebut.Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Mohamad Abdi Suhufan di Jakarta belum lama ini mengatakan, pembangunan fisik di kawasan pesisir dan pulau-pulau terdepan hingga saat ini dinilai masih terlalu jauh perkembangannya. Padahal, Presiden Joko Widodo sudah berjanji bahwa pembangunan Indonesia di masa kepemimpinannya akan dimulai dari pesisir.“Komitmen pemerintah untuk mempercepat pembangunan pulau-pulau kecil terluar masih mengalami kendala karena keterbatasan infrastruktur dan tingginya angka kemiskinan,” ungkap dia.  Selain kendala tersebut, Abdi menjelaskan, lambatnya pembangunan juga karena perencanaan dan anggaran pembangunan pulau-pulau kecil terdepan berpenduduk oleh Kementerian dan Lembaga Negara masih belum fokus pada upaya mengatasi masalah mendasar di pulau-pulau tersebut. Padahal, pada 2017 ini Pemerintah Indonesia menerbitkan peraturan berupa Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2017 tentang Penetapan Pulau Kecil Terluar.“Terbitnya Keppres seharusnya bisa menjadi momentum bagi Negara untuk melakukan perbaikan pengelolaan pulau kecil terdepan di perbatasan Negara. Kenyataannya, implementasi peraturan tersebut hingga saat ini belum terlihat bagus,” ucap dia.Dalam Keppres No 6 Tahun 2017, menurut Abdi, Pemerintah resmi menambahkan jumlah pulau kecil terdepan dari 92 menjadi 111. Dengan demikian, pulau kecil terdepan bertambah sebanyak 19 pulau pada 2017 ini. Penetapan 92 pulau sendiri dilakukan Pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 278 Tahun 2005." "Kenapa Pembangunan di Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Masih Tertinggal?","Abdi menjelaskan, keterlambatan yang masih berlangsung dalam pembangunan pulau kecil terdepan, mengakibatkan penyediaan kebutuhan dasar seperti sarana dan prasarana infrastruktur dan ekonomi masih berjalan di tempat. Dengan kata lain, pembangunan yang sudah berjalan selama 12 tahun, belum memecahkan persoalan kemiskinan yang menjadi stigma kuat untuk kawasan pesisir dan pulau-pulau terdepan.Menurut Abdi, angka kemiskinan masyarakat di pulau kecil terluar hingga saat ini masih sangat tinggi yaitu mencapai 35 persen. Angka tersebut masih jauh di atas angka kemiskinan nasional yang kini tinggal 10,64 persen saja. Tak hanya itu, dia menambahkan, saat ini sekitar 8 (delapan) pulau masih belum terlayani sarana telekomunikasi.Abdi mencontohkan, akibat buruknya sarana telekomunikasi, di pulau Liran yang terletak di Kabupaten Maluku Barat Daya, Provinsi Maluku, masyarakat lokal terpaksa masih mengandalkan telekomunikasi menggunakan fasilitas perusahaaan telekomunikasi asal Timor Leste. Dengan kondisi itu, jumlah penduduk di pulau terdepan seperti pulau Liran, dari waktu ke waktu terus menyusut.“Pada tahun 2016 lalu jumlah penduduk di pulau-pulau kecil terluar berpenduduk sebanyak 305.596 jiwa,” tutur dia.  Ego PembangunanBuruknya pembangunan di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil terdepan, menurut Abdi, disebabkan karena Pemerintah tidak memiliki cetak biru (blue print) atau desain khusus pembangunan pulau-pulau kecil terdepan. Ketiadaan cetak biru tersebut, mengakibatkan perencanaan yang dilakukan banyak yang salah kaprah.“Pemerintah tidak menetapkan satuan unit pembangunan pulau terluar pada skala apa, apakah provinsi, kabupaten, kecamatan atau desa, sehingga masing-masing Kementerian melakukan intervensi sesuai dengan pemahamannya masing-masing,” jelas dia." "Kenapa Pembangunan di Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Masih Tertinggal?","Mengingat ada ego pembangunan yang sama besar antara satu pihak dengan pihak yang lain, Abdi meminta Pemerintah untuk mendorong dilakukan pengawasan dalam pemanfaatan dana desa yang sudah dialokasikan untuk desa-desa kecil di pulau terdepan. Pengawasan perlu dilakukan, karena saat ini ada potensi anggaran pembangunan sebesar Rp525 miliar untuk 350 desa di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil terdepan.“Mengingat kapasitas aparat desa, akses informasi yang terbatas dan minimnya tenaga pendamping desa, maka perlu ada strategi khusus untuk memastikan dana desa tersebut digunakan untuk membantu masyarakat pulau terluar agar bisa keluar dari jeratan kemiskinan,” papar dia.  Abdi menjelaskan, berdasarkan Kepres 6/2017 saat ini Indonesia memiliki 111 pulau kecil terdepan. Dari 111 pulau tersebut, terdapat 42 pulau berpenduduk dan 69 pulau tidak berpenduduk. Pulau kecil terluar tersebut tersebar di 18 provinsi, 27 kabupaten, 57 kecamatan dan sekitar 350 desa. Berdasarkan Perpres 78/2005 terdapat 17 Kementerian/Lembaga yang diberi tugas untuk berkoordinasi dan melakukan intervensi pembangunan di pulau-pulau kecil terluar.Untuk penanganan perbatasan sendiri, pada 2015 lalu Presiden Jokowi sudah memberikan instruksi agar semuanya dilakukan pada empat Kementerian yaitu : Kementerian Pertahanan, Kementerian PUPR, Kementerian Perhubungan dan Kementerian Komunikasi dan Informatika.Buruknya pembangunan yang ada di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil terdepan, menurut Peneliti DFW-Indonesia Subhan Usman, bisa terjadi karena Pemerintah belum bisa membedakan strategi pembangunan perbatasan Indonesia yang berbasis darat dan laut atau pulau-pulau kecil." "Kenapa Pembangunan di Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Masih Tertinggal?","“Penelitian kami di pulau kecil terluar berpenduduk, menemukan bahwa kemiskinan yang terjadi dikarenakan keterbatasan akses dan minimnya pilihan hidup masyarakat. Beberapa pulau kecil di Maluku Barat Daya seperti pulau Liran, pulau Kisar dan pulau Wetar dilayani dengan sarana transportasi laut yang terbatas,” jelas dia.Minimnya sarana transportasi laut, kata Subhan, terlihat dari pelayanan kapal reguler milik Pemerintah yang tidak memiliki jadwal tetap keberangkatan. Kondisi itu, membuat masyarakat tidak memiliki kepastian dan itu menyebabkan biaya menjadi tinggi dan investor enggan datang ke pulau kecil terluar.“Dari sisi transportasi udara, karena kendala teknis, maskapai penerbangan tidak mau mengangkut hasil laut seperti ikan, udang dan lobster dari ibukota kabupaten ataupun kawasan pesisir lainnya,” kata dia.Agar persoalan tersebut bisa dipecahkan, Subhan meminta Negara untuk hadir di pulau terdepan dengan fokus memperbaiki penyediaan sarana transportasi, telekomunikasi, dan membangun infrastruktur yang saling terhubung. Pemerintah, sambung dia, perlu memastikan bahwa program Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) yang dilaksanakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bertujuan untuk membangun infrastruktur yang terhubung antara ibu kota kabupaten dengan pulau kecil terluar.  Industri PesisirDi saat pembangunan di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil terdepan berjalan di tempat, Pemerintah justru melakukan eksploitasi kawasan tersebut melalui pengembangan pariwisata yang didesain untuk menjadi kawasan unggulan di masa mendatang. Proyek pengembangan tersebut, dibuat dengan menggunakan dana yang berasal dari utang luar negeri." "Kenapa Pembangunan di Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Masih Tertinggal?","Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati mengatakan, pembangunan yang masuk dalam Proyek Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) itu bisa mengancam kehidupan masyarakat pesisir. Tak hanya itu, pembangunan juga dipastikan akan menambah beban utang luar negeri.“Pusat Data dan Informasi KIARA mencatat, dana yang dibutuhkan untuk proyek 10 destinasi wisata prioritas beserta infrastruktur pendukungnya mencapai lebih dari Rp132 triliun,” jelas dia.Salah satu proyek yang masuk dalam KSPN, kata Susan, adalah pembangunan kawasan terpadu Mandalika yang berlokasi di Nusa Tenggara Barat. Proyek wisata paling mutakhir tersebut, digadang-gadang akan menyaingi Bali karena memiliki keindahan wisata laut dan juga kelengkapan alam di darat dan budayanya.Menurut Susan, meski akan mendatangkan banyak uang untuk Negara, namun dia meminta Pemerintah untuk bisa menjamin keberlangsungan warga yang tinggal di kawasan tersebut. Jika itu tidak dilakukan, maka ancaman kehilangan tempat tinggal akan terjadi lagi di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil.“Kita bisa belajar dari tergusurnya 109 Kepala Keluarga di Gili Sunut, Lombok Timur dimana mereka telah kehilangan tempat mencari nafkah hanya karena wilayah mereka mau dibuat area pariwisata. Bisa dibayangkan proyek Kawasan Strategis Pariwisata Nasional ini berpotensi melakukan hal yang sama; perampasan ruang,” tutur dia.Proyek KSPN sendiri, kata Susan, khususnya yang dibangun di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil , itu bertentangan dengan sejumlah peraturan seperti Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2007 jo UU No 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Kemudian, Putusan Mahkamah Konstitusi No 3 Tahun 2010 tentang Larangan Privatisasi dan Komersialisasi Wilayah Pesisir dan Pulau- pulau Kecil." "Kenapa Pembangunan di Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Masih Tertinggal?","“Dan ada juga UU Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam,” pungkas dia.  [SEP]" "Demi Kelestarian Laut, Nelayan NTB Janji Tidak Lagi Menangkap Benih Lobster","[CLS]   Upaya menjaga sumber daya laut, salah satunya benih lobster, melalui penerapan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 Tahun 2016 tentang Larangan dan Pengeluaran Lobster, Kepiting dan Rajungan, terus dilakukan. Terutama, di Nusa Tenggara Barat, provinsi yang menjadi sumber produksi benih lobster.Di wilayah yang masuk Kawasan Timur Indonesia (KTI) itu, ribuan nelayan yang sebelumnya berprofesi penangkap benih lobster, sudah menyatakan berhenti melakukan aktivitas tersebut. Namun, deklarasi ini dinilai sejumlah kalangan yang kontra hanya akal-akalan saja, karena akan mematikan ekonomi rumah tangga (RT).Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Slamet Soebjakto di Jakarta, pekan lalu mengatakan, ribuan nelayan yang tersebar di tiga daerah, yakni Kabupaten Lombok Tengah, Lombok Barat, dan Lombok Timur, membantah semua tuduhan pihak yang kontra. Bahkan, kata dia, nelayan dengan sikap terbuka menerima bantuan kompensasai Pemerintah Indonesia.“Masyarakat eks penangkap benih lobster sudah menyatakan siap menerima bantuan kompensasi bagi usaha budidaya ikan,” ujarnya. Baca: Saat Pocongan Lobster Dimusnahkan, Maka Langkah Baru Dijejak Menurut Slamet, dari hasil penelusuran di lapangan langsung, dia dan tim mendapatkan fakta bahwa semua elemen masyarakat memperlihatkan kekompakan dengan tetap menghentikan aktivitas penangkapan benih lobster. Bagi masyarakat, penghentian adalah upaya yang paling masuk akal, karena bisa menyelamatkan sumber daya laut dan sekaligus menyelamatkan ekosistemnya.“Masyarakat yang telah terverifikasi sebagai calon penerima bantuan, tidak ada satupun yang menolak dan mengembalikan bantuan yang akan diberikan. Mereka tetap komitmen dengan ikrar yang sudah diucapkan,” jelas dia." "Demi Kelestarian Laut, Nelayan NTB Janji Tidak Lagi Menangkap Benih Lobster","Ucapan Slamet diperkuat oleh pernyataan Kepala Desa Mertak, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Haji Bangun. Menurut dia, tidak satupun warga yang menolak bantuan. Ia justru heran karena berkembang isu penolakan bantuan.“Justru, kami menunggu bantuan terealisasi dalam waktu dekat. Harapannya, usaha budidaya akan berjalan sukses, sehingga ekonomi kami kembali bangkit,” ungkapnya.Hal senada dituturkan Amaq Mita, warga yang sebelumnya berprofesi sebagai penangkap benih lobster di Teluk Gerupuk, Lombok Tengah. Menurut dia, warga dan nelayan sudah berikrar menghentikan aktivitas penangkapan benih lobster.“Kami siap menerima bantuan yang akan digunakan untuk alih usaha ke budidaya ikan,” tandasnya.  Dana kompensasi Untuk memuluskan implementasi Permen KP Nomor 56 Tahun 2016, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sudah mengalokasikan dana sebesar Rp50 miliar. Dana tersebut akan digunakan untuk biaya kompensasi pemberlakuan Permen kepada nelayan dan pembudidaya ikan.Slamet Soebjakto menyebutkan, dana kompensasi di antaranya akan diberikan untuk 2.246 RT eks penangkap benih lobster, masing-masing di Kabupaten Lombok Tengah sebanyak 873 RTP, Lombok Timur 1.074 RTP, dan Lombok Barat sebanyak 229 RTP.“Kami telah menyerap aspirasi masyarakat dengan memberikan kesempatan pilihan usaha budidaya yang akan digeluti pasca-pengalihan. Karena sebenarnya, mereka pada awalnya pembudidaya ikan, jadi kami akan kembalikan pada profesi semula,” jelas dia.Sementara, Direktur Badan Layanan Usaha (BLU) KKP Sharif Syahrial mengungkapkan, pihaknya siap membantu akses pembiayaan pengembangan usaha budidaya melalui sistem pinjaman lunak. Kata dia, masyarakat tinggal mengajukan proposal pinjaman melalui pendamping BLU yang ada di daerah masing-masing dan kemudian ditindaklanjuti." "Demi Kelestarian Laut, Nelayan NTB Janji Tidak Lagi Menangkap Benih Lobster","Sekretaris Jenderal KKP Rifky Effendi Hardijanto mengapresiasi kesadaran masyarakat eks penangkap benih lobster untuk menghentikan kegiatannya. Menurutnya, ini menandakan masyarakat mulai memahami pentingnya pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan.Rifky mengungkapkan, setidaknya 4 juta ekor benih lobster yang bernilai ekonomi sangat besar, setiap tahun keluar dari NTB dengan tujuan utama ke Vietnam. Menurutnya, fenomena eksportasi benih lobster tersebut justru menguntungkan negara lain, sementara Indonesia tidak bisa merasakan nilai tambah apa-apa.“Pemerintah sadar bahwa implementasi aturan ini pasti akan memberikan dampak ikutan yang akan mempengaruhi ekonomi masyarakat. Pemerintah tidak akan tinggal diam, telah siapkan antisipasi atas dampak ikutan tersebut dengan memberikan kompensasi berupa dukungan usaha pembudidayaan ikan,” pungkasnya.  Pocongan lobsterDikenal sebagai provinsi sentra produksi lobster, ikrar yang diucapkan para nelayan di tiga kabupaten NTB ini bermakna sangat dalam. Alasannya, rencana Pemerintah untuk menjaga potensi lobster yang masih ada bisa terus berlanjut. Selain berikrar, para nelayan juga memusnahkan ribuan alat tangkap benih lobster atau dalam istilah nelayan setempat disebut pocongan.Pemusnahan pocongan dilakukan dengan cara dibakar di Teluk Bumbang yang merupakan salah satu sentral terbesar tangkapan benih lobster di Lombok. Di teluk tersebut, sedikitnya ada 1.000 lubang keramba jaring apung (KJA) yang di dalamnya berisi pocongan. Itu berarti, dalam sehari bisa puluhan ribu benih lobster yang tertangkap dan diperjualbelikan secara ilegal.Padahal, selain Teluk Bumbang, sentra benih lobster di Lombok ada juga di empat lokasi lainnya, yakni Teluk Awang, Teluk Gerupuk, Teluk Ekas, dan Teluk Sepi. Artinya, jumlah tangkapan benih lobster setiap hari diperkirakan berkali lipat banyaknya. " "Demi Kelestarian Laut, Nelayan NTB Janji Tidak Lagi Menangkap Benih Lobster","Baca juga: Penyelundupan Benih Lobster Bernilai Jutaan Dolar AS Berhasil Digagalkan Panjang Jumadi, nelayan yang biasa menangkap benih lobster, mengaku menghentikan aktivitas menguntungkan tersebut karena sadar bahwa kegiatan tersebut tidak benar. Karenanya, dia bersama masyarakat sepakat beralih ke usaha perikanan budidaya.Sebagai gambaran bagaimana tingginya eksploitasi benih lobster, pada 2015 ada upaya penyelundupan 1,9 juta ekor benih lobster senilai Rp98,3 miliar ke berbagai daerah dan luar Indonesia. Sementara, dalam rentang 2014 total benih lobster yang keluar dari NTB tercatat 5,6 juta ekor dengan nilai mencapai Rp130 miliar.  Kesadaran masyarakatIkrar dari warga dan nelayan di tiga kabupaten di NTB, menjelaskan bahwa saat ini pemahaman masyarakat tentang pentingnya menjaga sumber daya laut, perlahan tapi pasti, meningkat. Masyarakat semakin sadar bahwa menangkap benih lobster ataupun lobster dengan ukuran berat maksimmal 200 gram atau lebih kecil lagi dan sedang bertelur, adalah kesalahan.“Kami juga bersedia memusnahkan alat tangkap benih, dan turut serta menjaga kelestarian sumberdaya kelautan dan perikanan. Serta, sepakat melaporkan penerima bantuan yang masih melakukan aktivitas penangkapan benih kepada Pemerintah dan aparat terkait,” ucap Legur, nelayan dari Lombok Tengah yang berikrar di depan pejabat Pemprov NTB dan masyarakat.Selain Legur, ada juga Saeful Rizal, nelayan dari Lombok Barat, dan Lalu Mahruf, nelayan dari Lombok Timur. Ketiga nelayan itu, menjadi wakil dari tiga kabupaten saat melakukan ikrar. Saat berikrar, selain berjanji tidak akan menangkap benih lobster lagi, ketiganya juga berjanji bersama masyarakat akan mulai beralih ke usaha budidaya ikan.Slamet Soebjakto berpendapat, dengan adanya ikrar dari nelayan dan masyarakat di tiga daerah tersebut, menunjukkan bahwa implementasi Permen KP Nomor 56 Tahun 2016 semakin bagus." "Demi Kelestarian Laut, Nelayan NTB Janji Tidak Lagi Menangkap Benih Lobster","“Implementasi Permen ini bukan semata-mata didasarkan pada niatan untuk mematikan usaha masyarakat, namun Pemerintah justru ingin menyelamatkan kepentingan yang lebih besar. Yaitu, bagaimana menyelamatkan sumber daya lobster agar nilai ekonominya bisa dinikmati secara jangka panjang,” ungkap dia.Menurut Slamet, meski ada yang menentang dengan pemberlakuan Permen tersebut, semua harus disikapi sebagai bagian dari pembelajaran bangsa Indonesia yang mengemban tugas dan tanggung jawab untuk mengelola sumber daya berkelanjutan. Aspek keberlanjutan harus dimaknai oleh semua pihak sebagai proses untuk memanfaatkan sumber daya tanpa mengorbankan generasi mendatang.“Mereka juga punya hak yang sama atas sumber daya yang ada, kuantitas maupun kualitasnya,” ucap dia.Pentingnya menumbuhkan kesadaran di NTB, menurut Slamet, karena di provinsi ini banyak potensi sumber daya kelautan yang bisa diandalkan, terutama lobster. Untuk itu, penting menjaga kelestarian aset tersebut, sehingga siklus kehidupan lobster berjalan normal.“Jika eksploitasi benih lobster terus berlangsung, dipastikan siklus kehidupan lobster akan terputus, dampaknya adalah ketersediaan stok lobster di alam akan menurun drastis. Sangat mungkin, anak cucu kita tidak akan mengenali lagi komoditas satu ini,” paparnya.  [SEP]" "Pegiat Lingkungan Minta Jokowi Turun Tangan Atasi Kemelut Tambang Semen di Rembang","[CLS]   Kamis malam, (23/2/17), Gurbernur Jawa Tengah Ganjar Pranomo menandatangani izin lingkungan baru buat PT Semen Indonesia (Persero) Tbk, operasi pabrik dan tambang di Rembang. Hanya selang sebulan lebih sejak izin lama dicabut, Senin (16/1/17). Para pegiat lingkungan tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Pegunungan Kendeng menilai putusan gubernur salah kaprah dan meminta Presiden Joko Widodo, mengambil sikap.Izin lingkungan baru  bernomor 660.1/0493 ini menyebutkan, Pemprov Jateng memberikan izin kepada Semen Indonesia menambang batu gamping dan tanah liat di Pegunungan Kendeng. Surat ini ditandatangani Sugeng Riyanto, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jateng.Jumat siang, (24/2/17), para pegiat lingkungan aksi ke Kantor Kementerian Dalam Negeri mendesak Menteri Dalam Negeri memecat Ganjar karena diangkap membangkang terhadap hukum (obstruction of justice) dan menyalahi prosedur hukum berlaku.Baca Juga: Menyimak Pandangan Para Pakar Soal Izin Lingkungan Baru PT Semen IndonesiaIzin lingkungan tak hanya melangkahi putusan Mahkamah Agung juga membangkang terhadap Presiden. Pada Agustus 2016, ada kesepakatan Presiden di hadapan Masyarakat Kendeng menyebutkan, tak boleh ada izin sebelum Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) selesai. KLHS sedang disusun dikomandoi Kantor Staf Presiden (KSP) dan KLHK.”Mendesak Jokowi meminta Ganjar membatalkan izin lingkungan,” kata Siti Rakhma Mary Herwati, kuasa hukum masyarakat Rembang, seraya bilang, sulit berharap, gubernur yang mencabut.Dengan tindakan gubernur ini, katanya, malah bikin ketidakpastian hukum. ”Presidenlah yang mampu memberikan kepastian hukum. Kita berkejaran dengan waktu, penambangan segera mulai dan operasi pabrik bisa jalan hari ini.”" "Pegiat Lingkungan Minta Jokowi Turun Tangan Atasi Kemelut Tambang Semen di Rembang","Dia mengecam keras KSP, sebenarnya mengetahui ada manuver-manuver yang akan dilakukan Ganjar setelah putusan MA, melalui proses yang menyalahi hukum. KSP juga terindikasi mengabaikan penerbitan izin ini.”Mereka konsen KLHS dan mengabaikan proses lain. Hingga terbit izin ini mereka tak bisa apa-apa.”Rakhma memaparkan, KSP mengetahui ada indikasi Ganjar akan membangkang perintah Presiden dan tak mempedulikan KLHS. Seharusnya, KSP berupaya dan ambil langkah cepat menghentikan izin lingkungan baru, misal, cepat-cepat mengkomunikasikan dengan Presiden. ”Mereka gagal melakukan itu bahkan tak tau izin akan keluar cepat.”Merah Johansyah, Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang mengatakan, tindakan Ganjar menerbitkan izin lingkungan ini preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia.”Ini terjadi pembangkangan hukum oleh bawahan Mendagri. Ini bisa jadi contoh buruk bagi daerah lain yang memiliki ekosistem karst.” Dia contohkan, daerah punya karst, di Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Timur.”Ganjar mengabaikan aspirasi masyarakat dan temuan lapangan, padahal dokumen Amdal yang diajukan, dibangun, dikonstruksi dari izin lama.”Aksi diterima Hasan, Kepala Sub Bidang Fasilitasi Pengaduan Kemendagri. Dia  menerima aspirasi dari para aktivis lingkungan tetapi mereka tak boleh masuk karena perlu ada izin untuk audensi.Senada dikatakan Zainal Arifin, direktur LBH Semarang. Dari Jateng,  dia mengatakan, upaya warga negara memperoleh kepastian hukum terampas tindakan arogan pemerintah daerah, pembangkangan hukum dan kesewenang-wenangan.“Ganjar telah bertindak sewenang-wenang dan menciptakan preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia,” kata Zainal." "Pegiat Lingkungan Minta Jokowi Turun Tangan Atasi Kemelut Tambang Semen di Rembang","Dia bilang, perjuangan waarga di jalur hukum terjawab dengan keputusan MA. Ternyata, jawaban keadilan itu tak memberikan kepastian hukum bagi warga. “Izin lingkungan yang sebelumnya jadi obyek sengketa dan diputus MA, berbuah izin lingkungan baru,” katanya.Kewajiban gubernur sebenarnya melaksanakan putusan MA yang berisi klausul pembatalan dan perintah pencabutan obyek sengketa serta membayar biaya perkara. Tidak ada klausul melakukan tindakan lain.“Tetapi, gubernur Jateng mengatur selain yang diperintahkan MA. Di sinilah Ganjar menunjukkan arogansinya. Sangat disayangkan, tindakan arogan dilanjutkan dengan arogan lain dengan penerbitan izin lingkungan baru.”Dengan alasan diskresi, gubernur sebenarnya telah bertindak sewenang-wenang dan cacat hukum.“Kami tegas mengecam tindakan gubernur menerbitkan izin lingkungan baru. Mengecam tindakan menciptakan preseden sangat buruk dalam penegakkan hukum, merusak rasa keadilan masyarakat.”Ganjar, katanya, memberikan contoh buruk melawan putusan pengadilan dan konstitusi, serta bisa berakibat kehilangan kepercayaan masyarakat terhadap pengadilan dan dunia hukum Indonesia.Direktur Eksekutif Sajogyo Institute, Eko Cahyono mengatakan, sebagai kepala daerah, kengototan Ganjar menunjukkan keberpihakan pada kepentingan modal daripada nasib rakyat, lingkungan dan ruang hidupnya.Janji Jateng ijo royo-royo, hanya buaian kampanye. Pemimpin dengan citra populis, katanya, tak menjamin kebijakan selaras dengan nilai dan prinsip keadilan sosial.“Presiden wajib menegur keras Ganjar hingga pemecatan karena pembangkangan mandat dan ketidakpatuhan hukum. Putusan MA dipelintir,” ucap Eko.  Berita Mongabay, sebelumnya, Gubernur Ganjar mengatakan, pakai diskresi untuk mengisi kekosongan hukum pascaputusan peninjauan kembali (PK) Mahkamah Agung. Dia telah melaporkan penggunaan diskresi kepada Presiden." "Pegiat Lingkungan Minta Jokowi Turun Tangan Atasi Kemelut Tambang Semen di Rembang","Dia telah mengirimkan niat itu kepada Presiden. Usai izin keluar, dia juga menyampaikan lagi soal diskresi itu kepada Presiden.Ganjar juga mengirim surat pada Bupati Rembang Abdul Hafidz, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jateng, serta Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Jateng.“Dinas LHK dan ESDM bersama bupati akan mengawasi operasional pabrik semen bersama-sama masyarakat. Kita awasi bersama-sama untuk melaksanakan komitmen atas lingkungan dan kesejahteraan masyarakat setempat.” Lapor ke DPRSehari sebelum putusan, Kamis (23/2/2017), masyarakat yang berkonflik dengan korporasi tambang batu gamping dan tanah liat pun menyuarakan aspirasi melalui rapat dengar pendapat di Komisi VII.Sebelas masyarakat difasilitasi Jatam diterima Hadi Mulyadi, Wakil Ketua Komisi VII DPR. Menurut catatan Jatam, Indoesia darutar karst. Ada 232 izin penambangan batu gamping sebagai bahan baku semen di seluruh Indonesia.”Kami mendesak ada moratorium tambang kapur,” kata Merah. Karst memberikan penghidupan berupa sumber mata air bagi masyarakat sekitar.  Untuk itu, katanya, perlu peran DPR megawasi KESDM, BUMN dan KLHK.Adapun perwakilan warga itu dari Sulawesi Selatan, Pati, Rembang, Kalimantan Timur, Karawang dan Tuban. Secara bergantian, perwakilan rakyat menceritakan keluh kesah mereka.Gunarti, perwakilan masyarakat Kendeng, Jateng,  mengatakan, kehilangan Pegunungan Kendeng ini merusak semua. “Jika tetap ngotot, petani akan dikemanakan, generasi penerus pun akan kehilangan nasibnya.”Harapan mereka sederhana, tetap ingin jadi petani dan bisa meneruskan generasi muda serta Jawa Tengah sebagai lumbung padi nusantara.”Dalam penambangan itu ada 302 titik sejarah suku kami. Ini jadi ancaman geologi, air, identitas budaya pun akan hilang,” ucap Iwan, masyarakat ekosistem Karst Maros-Pangkep, Sulawesi Selatan." "Pegiat Lingkungan Minta Jokowi Turun Tangan Atasi Kemelut Tambang Semen di Rembang","Yudha Febrian, warga dari Karawang Jabar sudah mendapatkan dampak penambangan PT Semen Garuda. ”Mereka datang 2012, 2014, banjir melanda kabupaten kami.”Karst di Kawarang berpengaruh pada persediaan air minum waduk Jatiluhur. ”Bayangkan jika sumber mata air itu rusak, bagaimana air minum bapak-bapak dan ibu-ibu di Jakarta? Kita manusia ekologis, yang membutuhkan air.”Hadi Mulyadi mengatakan, aspirasi ini akan dirapatkan pada rapat pimpinan pekan mendatang. Dia merencanakan akan memanggil KESDM, KLHK dan perusahaan-perusahaan tambang terkait. Terutama mereka yang menyebabkan korban lubang tambang, konflik masyarakat dan kesusakan ekologi.”Kami menyadari tambang di karst merusak lingkungan hidup, jika dimungkinkan ada payung hukum nanti akan dibicarakan lebih lanjut.”    [SEP]" "Menguak Aksi Kerajaan Kecil Sawit di Kalimantan","[CLS]   Prolog: Jakarta,  2007Pada 29 November 2007, di lantai sepuluh bangunan kantor yang berselubung marmer di Jakarta, pewaris dari salah satu keluarga terkaya di Indonesia kedatangan seorang tamu dari Kalimantan.Arif Rachmat, pemuda berusia 32 tahun, adalah pewaris kerajaan bisnis dan harta kekayaan yang akan menjadikannya sejajar dengan orang-orang terkaya di dunia. Ayahnya bangkit sebagai seorang industriawan besar di bawah kemimpinan rezim Soeharto.Setelah krisis moneter menimpa Asia yang memaksa sang presiden turun dari tahta pada 1998, ayah Arif mendirikan konglomerasi sendiri, Grup Triputra. Dia membawahi berbagai bidang usaha dari pertambangan hingga manufaktur.Arif tumbuh sebagai salah seorang generasi pasca-Soeharto yang paling diuntungkan berkat kekayaannya. Dia mengenyam bangku kuliah di salah satu universitas Ivy League yang paling bergengsi di Amerika Serikat, dan mengawali karir dengan bekerja di perusahaan besar di negara itu.Baru-baru ini, dia pulang untuk bergabung dengan perusahaan keluarganya, dengan mengambil alih usaha perkebunan milik Triputra. Saat ini, dia berniat untuk menjadi pemain terkemuka dalam kancah industri sawit yang sedang booming di Indonesia.Tamu yang mengunjungi Arif pada Kamis itu adalah Ahmad Ruswandi, pemuda berkacamata yang mudah tersenyum dan tertawa ketika gugup. Dia masih berusia 30 tahun, hampir sepantaran dengan si tuan rumah. Ruswandi memiliki latar belakang yang berbeda, namun dia mungkin sudah menduga bahwa peruntungannya akan bertambah pada saat dia memasuki lift yang melesat menaiki Menara Kadin." "Menguak Aksi Kerajaan Kecil Sawit di Kalimantan","Waktu itu, ayah Ruswandi, Darwan Ali, adalah Bupati Seruyan, sebuah kabupaten di Kalimantan Tengah. Dia menjabat di tengah-tengah era yang disebut dengan reformasi. Setelah tiga dekade lamanya Indonesia berada di bawah era Soeharto, bupati seperti Darwan memperoleh kewenangan baru yang sangat besar. Hal ini termasuk kewenangan untuk melepaskan lahan-lahan di kabupaten mereka kepada perusahaan swasta.Para bupati, seperti halnya Darwan Ali, sebenarnya punya pilihan. Mereka bisa memilih untuk mengembangkan kabupatennya dan, saat sama, melindungi hak-hak masyarakat yang mereka wakili. Atau mereka bisa memilih mengulangi dosa-dosa Soeharto, yang merampok sumber daya alam Indonesia guna memperkaya para kerabat dan kroninya.Adegan di Menara Kadin ini, mengindikasikan arah yang sudah diambil. Memasuki saat macet sore di ibu kota, anaknya menjual satu perusahaan “cangkang” kepada Triputra. Perusahaan ini tak memiliki aset selain izin mengembangkan kebun sawit raksasa di Seruyan.Izin ini diterbitkan Darwan sendiri, yang saat itu sedang kampanye berbiaya sangat tinggi untuk kembali menjabat. Ini bukanlah perusahaan cangkang pertama yang pernah dijual Ruswandi. Dia bukanlah satu-satunya anggota keluarga Darwan yang menguangkan aset-aset Seruyan.  Selama sembilan bulan terakhir, The Gecko Project dan Mongabay melakukan penyelidikan terhadap berbagai kesepakatan lahan di Seruyan selama masa peralihan menuju demokrasi. Kami menelusuri jejak dokumen dan aliran uang, melacak mereka yang terlibat, dan mewawancarai masyarakat yang terkena dampak dari berbagai aksi yang dilakukan Darwan, saat menjabat Bupati Seruyan.Investigasi ini adalah sebuah perjalanan yang membawa kami dari mengunjungi beberapa firma hukum di Jakarta hingga lembaga pemasyarakatan di Palangkaraya, dari badan-badan legislatif daerah hingga desa-desa yang bertahan seperti pulau-pulau di tengah lautan perkebunan sawit." "Menguak Aksi Kerajaan Kecil Sawit di Kalimantan","Kesepakatan-kesepakatan tersebut berperan dalam salah satu ledakan industri pertanian yang mungkin terbesar sepanjang sejarah dunia. Dalam beberapa tahun belakangan, setelah Darwan dan belasan bupati lain menduduki kursi kepemimpinan, perkebunan jadi berlipat ganda di wilayah nusantara. Dampak kerusakan pada hutan tropis Indonesia mengirim negara ini ke peringkat atas dalam daftar negara pemicu perubahan iklim.Seruyan dengan sendirinya memainkan peran penting dalam hal ini, tetapi kisah tentang bupati, seperti Darwan Ali memiliki implikasi yang lebih luas. Dia bukanlah contoh satu-satunya, melainkan contoh umum bagaimana belasan bupati menggunakan kekuasaan di seluruh penjuru negeri, dan bagaimana perusahaan-perusahaan perkebunan menyebar hingga ke penghujung nusantara.Dampak-dampak dari tindakan mereka terus dirasakan meskipun lebih dari satu dekade telah berlalu, seiring hilangnya hutan-hutan Indonesia yang terus berlangsung hingga kini.Industri sawit sering kali digambarkan sebagai suatu keajaiban ekonomi yang dengan cepat menghasilkan pemasukan dan modernisasi ke wilayah-wilayah terpencil. Narasi ini menghadirkan cerita tentang perluasan yang terencana, terkontrol dan mengikuti aturan. Kerusakan pada lingkungan merupakan efek samping yang disayangkan dari kewajiban moral untuk melaksanakan pembangunan.Namun ada versi lain di balik cerita itu, yang melibatkan transaksi bawah tangan dan kolusi. Dalam versi ini, para politisi diam-diam membagi-bagi lahan milik rakyat dan menjualnya kepada anak-anak konglomerat.Lahan-lahan pertanian yang merupakan sumber pangan bagi masyarakat pedesaan digusur hingga perusahaan-perusahaan multinasional bisa menghasilkan komoditas untuk diekspor. Upaya-upaya untuk mengendalikan kabupaten direduksi oleh kemampuan para calon kepala daerah untuk mendanai pilkada dengan uang hasil sawit, hingga mereka dikenal dengan julukan “raja kecil.”" "Menguak Aksi Kerajaan Kecil Sawit di Kalimantan","Kesepakatan Darwan di Seruyan meskipun sangat besar, hanya mewakili sepenggal dari total lahan yang izinnya diterbitkan untuk perusahaan-perusahaan. Bagian yang paling penting adalah hal-hal yang mereka ceritakan mengenai bagaimana sistem itu dimainkan, yang memungkinkan para kepala daerah megeksploitasi sumber daya alam.Dengan menyelami cerita itu, kami memaparkan bagian tersembunyi dari sebuah sistem yang beroperasi di seluruh nusantara.Hari ini, tindakan para bupati seperti Darwan merebak di berbagai penjuru Indonesia, saat perselisihan lahan dan deforestasi terus terjadi di lahan-lahan yang mereka serahkan kepada perusahaan-perusahaan. Memahami korupsi yang terjadi dalam masa yang rapuh ini bisa menjadi kunci mengakhiri krisis ini.  ***  Indonesia Terlahir KembaliAhmad Ruswandi berusia 21 tahun ketika ribuan demonstran menduduki gedung Majelis Permusyawaratan Rakyat pada 1998, menuntut pengunduran diri Soeharto yang sudah lanjut umur.Krisis moneter telah mengakibatkan nilai tukar mata uang rupiah terjun bebas hingga menghilangkan kekuasaan sang diktator untuk menutupi kesenjangan sosial yang teramat dalam.Pertumbuhan ekonomi berbarengan dengan penggunaan militer merupakan pondasi rezim Soeharto, kala itu. Namun, di saat perekonomian runtuh, cadangan pangan goyah dan pengangguran melonjak tajam, dia kemudian ditinggalkan oleh para menterinya, dan akhirnya mengundurkan diri.Selama tiga dekade, Soeharto telah menyerahkan seluruh sektor perekonomian ke tangan para anggota keluarga dan para kroni. Investigasi majalah Time memperkirakan, keluarga ini berhasil menimbun kekayaan hingga mencapai US$15 miliar. Transparency International, sebuah LSM, menempatkan dia pada peringkat pertama dalam daftar pemimpin paling korup di dunia." "Menguak Aksi Kerajaan Kecil Sawit di Kalimantan","Pada masa kekosongan kepemimpinan setelah pengunduran Soeharto, negara terancam pecah. Indonesia sudah lama diikat oleh pemusatan kekuasaan yang dipaksakan dengan kekuatan militer. Tanpa adanya daya magnet yang diberikan Soeharto di Jakarta, daerah-daerah mulai berjuang keluar dari kendali orbitnya.Perjuangan untuk menggantikan kekuasaan rezim Soeharto berujung pada kekerasan di berbagai wilayah nusantara.  Imbalan yang diharapkan bagi mereka yang berhasil mendaki ke puncak adalah jatah kekayaan alam Indonesia yang berlimpah.Kepulauan negeri ini menyimpan logam dan bahan bakar fosil berharga, di balik hutan tropis yang kaya kayu yang bernilai sangat tinggi. Selama tiga dekade, semua orang hanya bisa memandang tak berdaya, ketika uang yang dihasilkan dari eksploitasi sumber daya alam mengalir keluar pulau, menuju Jakarta dan ke rekening pribadi keluarga dan kroni-kroni Soeharto. Sekarang kekayaan ini menjadi bisa diperebutkan.Dalam situasi yang bergejolak inilah Darwan Ali, bangkit menjadi seorang politikus yang punya pengaruh. Dia lahir di sebuah desa di tepian Sembuluh, sebuah danau besar di tengah Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah.Asal-usulnya simpang siur, meskipun tetua setempat mengatakan, bahwa dia lahir awal 1950-an dari orangtua penjahit dan petani, dan memberi nama anak-anaknya yang lain Dardi, Darlen, Darhod dan Darwis.Pada 1990-an, dia tinggal di ibu kota kabupaten, Sampit, saat perekonomian daerah itu sangat bergantung pada penebangan hutan. Kayu-kayu keras berharga diekstrak dari hutan-hutan lebat yang dahulu menyelimuti seluruh bagian pulau itu. Rakit-rakit gelondongan kayu dialirkan melalui hilir sungai menuju Sampit, dan dari sana dikirim menggunakan kapal ke negara-negara kaya di seluruh dunia." "Menguak Aksi Kerajaan Kecil Sawit di Kalimantan","Penebangan terus meluas hingga jauh melampaui batas eksploitasi yang sah menurut hukum ataupun yang dapat dilakukan secara berkelanjutan. Suatu sistem perekonomian di bawah tangan tumbuh subur, dengan arus uang masuk dari perdagangan kayu yang tidak memiliki izin.Seperti itulah dunia tempat Darwan bekerja, pertama sebagai pengusaha kontraktor bangunan, kemudian sebagai pelobi sektor industri, selain juga sebagai pejabat setempat yang cukup terkemuka dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).Sosok Darwan seperti digambarkan dalam media setempat saat itu, adalah sosok pelobi tangguh yang siap melawan berbagai peraturan yang membatasi lingkup usaha mereka. Dia protes ketika beberapa perusahaan dilarang mengikuti proses tender kontrak-kontrak pemerintah karena dugaan keterlibatan suap dan korupsi.Dia sosok kontroversial ketika memenangkan kontrak penyediaan perabot sekolah yang tidak ditenderkan. Dia juga mengeluhkan soal pajak yang diterapkan bagi sektor kehutanan, yang dijalankan pemerintah untuk mengurangi penebangan liar.“Kesan keseluruhan tentangnya adalah pebisnis tipikal daerah frontier Kalimantan yang menghasilkan banyak uang dari ekonomi gelap bayangan,” kata Gerry van Klinken, profesor Universitas Amsterdam yang mengikuti politik Kalimantan dari dekat.  Seiring dengan berkurangnya kendali dari Jakarta, ekonomi bayangan dan sosok-sosok yang mengendalikannya menjadi lebih dominan.  Mafia kayu menjamur memasuki wilayah-wilayah yang dilindungi. Taman Nasional Tanjung Puting, yang sebagian besar terdiri atas hutan rawa penuh dengan orang utan, macan tutul dan buaya, menjadi sasaran empuk karena memiliki kayu ramin dan ulin.Pada awal 1999, Indonesia mengawali program desentralisasi yang cukup ambisius dengan menyerahkan serangkaian kekuasaan dari pemerintahan pusat kepada pemerintah daerah. Harapan dan tujuannya, mencegah pergerakan separatis dan membuat pemerintah lebih dipercaya oleh rakyatnya." "Menguak Aksi Kerajaan Kecil Sawit di Kalimantan","Para bupati diberikan kewenangan untuk menerbitkan peraturan sendiri, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah pusat. Pemerintah daerah kemudian menjalankan dengan penuh kebebasan. Dari beberapa keputusan pertama yang diambil Pemerintah Kotawaringin Timur, salah satu menarik retribusi dari pengiriman kayu ilegal hingga menjadikan perekonomian bayangan ini bagian dari sistem.Pada 2002, Seruyan, yang diberi nama sama dengan sungai yang membelah wilayah itu, dipisahkan dari Kotawaringin Timur menjadi kabupaten baru. Tahun berikutnya, Darwan — saat itu menjabat sebagai Ketua PDIP di Kotawaringin Timur —, menjadi bupati pertama Seruyan.Wilayah yang masuk kewenangannya dari pesisir Laut Jawa hingga hutan-hutan pedalaman. Bagian barat mencakup sebagian dari Taman Nasional Tanjung Puting. Wilayahnya didominasi dataran rendah antara taman nasional dan Kota Sampit, dengan Danau Sembuluh di tengah-tengah. Lebih dari dua-pertiga kabupaten ini masih berselubung hutan. Meskipun sudah ditipiskan oleh penebangan liar, kekayaan satwa liar di wilayah ini masih mampu bersaing dengan lansekap manapun di bumi.Bupati pertama sejak era Reformasi, yang telah memperoleh kewenangan baru lebih besar ini, dipilih anggota DPRD. Kebangkitan Darwan mengejutkan beberapa pengamat, yang memandangnya sebagai pemain baru di dunia politik.Dia dikatakan pernah mengumumkan bahwa birokrat manapun yang mendukung pencalonannya akan naik pangkat dari eselon satu menjadi dua, atau eselon dua menjadi tiga, dan seterusnya. Dia kurang memahami bahwa sebenarnya penyebutan itu malah merupakan penurunan pangkat.Meskipun demikian, dia terlanjur dipandang sebagai putra daerah, yang akan bertarung buat rakyatnya. Dia memerintah selama lima tahun, setengah dekade untuk mengubah peruntungan daerahnya, sebelum menghadapi para konstituen di kotak suara." "Menguak Aksi Kerajaan Kecil Sawit di Kalimantan","Pada 2003, perekonomian di Seruyan, tak berkembang. Perdagangan kayu runtuh karena penebangan berlebihan. Danau Sembuluh, sebelumnya pusat industri pembangunan kapal yang pada masa jayanya sempat menyerap banyak tenaga kerja dari pulau-pulau lain. Kapal-kapal itu terbuat dari kayu dan untuk mengangkut kayu, hingga industri itu mati ketika kayu komersil habis. Karena pohon-pohon yang paling berharga sudah ditebangi, Darwan mewarisi suatu kabupaten yang masa kejayaan kayu sebagai pemasukan utamanya, telah berakhir.Perkebunan, terutama sawit, merupakan pengganti dengan prospek paling jelas. Buah sawit menghasilkan lemak yang bermanfaat bagi beragam produk dari cokelat hingga bahan bakar nabati. Permintaan dunia akan komoditas ini terus mengalami peningkatan. Wilayah  selatan Danau Sembuluh dipandang memiliki potensi amat besar dalam mengembangkan komoditas dagang ini dalam skala raksasa.Meskipun tak memiliki infrastruktur cukup memadai, Seruyan dekat dengan kota pelabuhan, Pangkalanbun dan Sampit. Pemerintah daerah menimbang potensi Sampit sebagai sebuah pusat kegiatan, yang menyerap buruh untuk bekerja di perkebunan dan mengekspor sawit ke pasar global.Darwan mengumumkan rencana untuk mengundang para investor dari Hong Kong dan Malaysia. Dia menjanjikan pelabuhan baru untuk memfasilitasi ekspor dan memberikan kemudahan regulasi.Marianto Sumarto, pemilik pabrik pengolahan kayu yang bergabung dengan tim kampanye Darwan pada 2003 mengatakan, pergeseran kekuasaan ke tangan putra daerah telah menciptakan harapan. “Masyarakat ada kebanggaan tersendiri,” katanya kepada kami. “Nggak taunya, di belakangnya, dia main lebih besar lagi.”  ***Booming Sektor Perkebunan Sawit" "Menguak Aksi Kerajaan Kecil Sawit di Kalimantan","Dulu, pernah ada perlawanan terhadap sejumlah kecil perusahaan perkebunan yang ada di Seruyan sebelum Darwan menjadi bupati. Penduduk desa yang terdampak oleh perusahaan sawit pertama yang memasuki area Danau Sembuluh, PT Agro Indomas, mengklaim bahwa pertama kali mereka mengetahui bahwa lahan milik mereka masuk ke konsesi, ketika lahan pertanian dibakar atau diratakan.Saat perusahaan menghancurkan pemakaman, hal ini mendorong warga desa merusak satu jembatan terletak di dalam konsesi.Seorang penduduk desa yang lahan diambil perusahaan lain, PT Mustika Sembuluh, kemudian mengatakan kepada sebuah LSM bahwa masyarakat tak punya pilihan selain menerima kompensasi sesuai ketentuan perusahaan. Mereka memandang hal ini sebagai penyerahan lahan secara “paksa”.“Jika kami menolak, kami berhadapan dengan aparat keamanan yang didatangkan untuk menjaga kegiatan perusahaan,” katanya.“Kepala desa kami dulu pernah mengatakan, meskipun ada yang menolak menyerahkan lahan, perusahaan akan tetap meratakan lahan karena mereka sudah punya izin. Karena lahan kami milik negara.”Perkebunan-perkebunan ini mencemari danau dan sungai hingga keperluan air bersih di beberapa wilayah harus diangkut dengan truk tangki air. Pencemaran juga menghentikan perdagangan ikan, seiring dengan jatuhnya industri pembangunan kapal. “[Mengakibatkan] migrasi secara besar-besaran penduduk laki-laki,” kata Gregory Acciaioli, Dosen University of Western Australia, yang melakukan penelitian lapangan di kabupaten itu.“Ada banyak sekali rumah tangga dikepalai perempuan yang bekerja, mengisi polybag dengan tanah dan bibit untuk perkebunan sawit,” katanya kepada kami.“Mereka hampir tidak punya cukup uang untuk bertahan hidup.”  “Situasinya sangat menyedihkan.”" "Menguak Aksi Kerajaan Kecil Sawit di Kalimantan","Meskipun sudah ada beberapa pengalaman buruk seperti ini, ada optimisme baru terhadap perkebunan sawit besar pada awal pemerintahan Darwan. Menurut Mashudi Noorsalim, yang pernah bekerja untuk beberapa lembaga riset kebijakan Indonesia dan mempelajari pertumbuhan industri sawit Seruyan,  ketika Darwan menjabat, beberapa orang menggantungkan harapan pada prospek penyerapan tenaga kerja, atau kontrak untuk mengangkut buah sawit atau membangun infrastruktur.  Mashudi mengatakan kepada kami, banyak penduduk mengira beberapa hal akan menjadi lebih baik karena Darwan, putra daerah. “Beberapa penduduk setempat percaya bahwa dia akan membuat perkebunan-perkebunan itu membantu mereka,” katanya.Sebagai seorang bupati, Darwan bisa menerbitkan izin untuk siapapun yang dia inginkan, tanpa konsultasi publik maupun proses tender. Kementerian Kehutanan secara teori memegang kendali terhadap tahap akhir proses perizinan di wilayah-wilayah lahan yang berada di bawah jurisdiksinya. Namun, kementerian ini sering diabaikan di seluruh provinsi Kalimantan Tengah, hingga pengawasan terhadap kekuasaan bupati dalam menerbitkan perizinan seakan dihapuskan.Di Seruyan, hal ini mengakibatkan ledakan izin-izin perkebunan sawit dengan jumlah melampaui izin yang diterbitkan oleh hampir semua kabupaten lain di Indonesia.Analisa kami terhadap perizinan pada sumber data pemerintah dan sumber-sumber lain menunjukkan, antara 1998-2003, hanya tiga izin diberikan kepada perusahaan sawit di Seruyan. Pada 2004 dan 2005, Darwan menerbitkan 37 izin, jika disatukan mencakup wilayah hampir 500.000 hektar, setara tujuh kali wilayah Kota Jakarta.Pola ini mirip dengan yang terjadi di seluruh Kalimantan, namun dalam skala yang lebih besar,  saat para bupati memanfaatkan wewenang mereka terhadap kesepakatan lahan, membagi-bagikan izin yang mengakibatkan ledakan deforestasi." "Menguak Aksi Kerajaan Kecil Sawit di Kalimantan","Salah  satu perusahaan yang pertama mendapat izin dari Darwan adalah BEST Group, yang dimiliki kakak-beradik Winarto dan Winarno Tjajadi. Namun izin itu memotong Taman Nasional Tanjung Puting ke sudut timur laut. Taman nasional ini pernah diselamatkan dari kerusakan pada 2003, ketika Jakarta akhirnya mengambil langkah melawan penebangan liar. Aparat keamanan datang ke Tanjung Puting untuk menunjukkan kekuasaan yang bertujuan memperingatkan bahwa masa kejayaan eksploitasi kayu yang tidak terkontrol sudah berakhir.Kementerian Kehutanan memaksa Darwan untuk mencabut izin itu. Namun dia tetap pada pendiriannya, dan bulldozer milik BEST menerobos masuk ke hutan taman nasional. Peristiwa ini satu pertanda yang menunjukkan siapa pemegang kuasa sesungguhnya saat itu.Para penggerak awal ledakan perizinan di Seruyan antara lain keluarga-keluarga terkaya di Indonesia dan Malaysia. Ketika Darwan mulai menjabat pada 2003, Robert Kuok, kala itu orang kaya nomor dua di Malaysia, kemungkinan besar merupakan pemilik lahan terbesar di Seruyan. Portofolio perkebunan Seruyan milik dia akan digabungkan dengan perusahaan perkebunan lain, yang merupakan bagian dari bisnis keluarga Kuok– yang makin menyebar– untuk membentuk Wilmar International, perusahaan sawit yang mungkin terbesar di dunia.Pada 2005, Arif Rachmat menjadi CEO usaha perkebunan keluarganya, Triputra Agro Persada, dan pembukaan lahan mulai dilakukan untuk salah satu perkebunan pertama mereka, suatu konsesi raksasa di selatan Danau Sembuluh. Dua dari keluarga terkaya di Indonesia menyatukan diri ke dalam struktur perusahaan yang memiliki perkebunan-perkebunan Triputra di Seruyan." "Menguak Aksi Kerajaan Kecil Sawit di Kalimantan","Hutan-hutan di Kalimantan menyimpan kandungan karbon dalam volume sangat besar. Karbon ini dilepas ketika hutan raya jadi perkebunan. Di bagian selatan pulau ini, kebanyakan dari hutan ini tumbuh di lahan gambut berawa, terdiri atas beberapa lapisan bahan organik yang dalam dan tertimbun selama ribuan tahun.Untuk menanam pada lahan gambut, pekebun sawit pertama menggali parit besar untuk mengeringkan kandungan air dalam tanah, hingga mengakibatkan proses dekomposisi sangat cepat. Proses ini melepaskan gas rumah kaca ke atmosfir dalam jumlah sangat besar.Lahan gambut kering jadi sangat mudah terbakar. Sementara, perusahaan-perusahaan dan penduduk desa rutin menggunakan api untuk membuka lahan pertanian. Pada 2006, Indonesia mengalami salah satu musim pembakaran terburuk sepanjang sejarah, ketika asap kebakaran di Sumatera dan Kalimantan, memicu bom karbon dan menyelimuti wilayah itu dengan kabut asap yang bisa terlihat dari luar angkasa. Seruyan merupakan salah satu wilayah yang paling parah terkena dampak ketika di bawah administrasi Darwan.Dalam suatu film dokumenter pada 2007 mengenai dampak perkebunan sawit di Seruyan, seorang penduduk desa menunjuk ke sekelompok pohon terisolasi di antara hamparan lahan gundul. Satu orangutan besar terlihat duduk di salah satu pucuk pohon. Primata berwarna oranye ini hidup di pepohonan, dan bergantung pada hamparan pohon yang membentang di sepanjang wilayah selatan Seruyan, merupakan habitat mereka.Hewan-hewan ini masih bisa bertahan ketika beberapa pohon terbesar menghilang karena ditebangi pembalak liar tetapi tak bisa bertahan ketika hutan tempat tinggal mereka rata dengan tanah, yang dalam sekejap berganti perkebunan." "Menguak Aksi Kerajaan Kecil Sawit di Kalimantan","Pada tahun sama ketika terjadi kebakaran besar di Seruyan, suatu laporan yang dikomisikan Pemerintah Inggris menyita perhatian, soal emisi deforestasi global lebih besar dibandingkan emisi yang dihasilkan bahan bakar fosil sektor transportasi. Pada 2007, Bank Dunia membuat kesimpulan mengejutkan, bahwa akibat kerusakan hutan dan gambut, Indonesia memproduksi lebih banyak emisi gas rumah kaca dibandingkan negara lain manapun terkecuali Amerika Serikat dan China.Deforestasi dan perubahan pada tata guna lahan – eufemisme dari perluasan perkebunan – terhitung menyumbang 85% emisi di Indonesia. Secara global, Indonesia menyumbang lebih dari sepertiga emisi di bawah kategori ini, yang sekarang diakui sebagai penyebab utama perubahan iklim.Sebagian besar deforestasi di Indonesia, terjadi di Sumatera dan Kalimantan, yang merupakan pusat pertumbuhan perkebunan. Namun, di pulau-pulau ini, deforestasi hanya terpusat di dua provinsi: Riau, terletak di bagian timur laut pulau Sumatera, dan Kalimantan Tengah, rumah bagi Darwan Ali. Provinsinya telah menjadi inti dari suatu krisis global, dimana Seruyan memainkan peran.  ***Nyanyian Peniup PeluitPada suatu hari awal 2007, sebuah mobil menepi di rumah Marianto Sumarto, pemilik pabrik pengolahan kayu yang pernah membantu Darwan Ali menjadi bupati di Seruyan. Dia tinggal di Kuala Pembuang, kota kecil di pesisir yang merupakan ibu kota Seruyan.Marianto mengenali sosok pria di balik kemudi sebagai seorang pejabat pemerintah. Pejabat itu kemudian menurunkan kaca jendela dan menyerahkan setumpuk kertas.“Tolong diperiksa – ada beberapa masalah,” katanya datar, sebelum pergi." "Menguak Aksi Kerajaan Kecil Sawit di Kalimantan","Ketika Marianto memeriksa dokumen ini, dia menemukan salinan izin-izin perkebunan yang sudah diberikan Darwan untuk beberapa perusahaan, beserta daftar nama direktur dan alamat-alamat perusahaan. Dia segera mengenali beberapa nama orang yang masih ada hubungan keluarga dengan Darwan. Di antara beberapa alamat yang terdaftar, dia mengenali rumah kakak laki-laki Darwan di Kuala Pembuang.Marianto tak tahu mengapa pria itu membawakan informasi itu. Mungkin dia peduli terhadap Seruyan dan ingin meluruskan keadaan. Mungkin dia merasa kecewa dengan keadaan dan berpikir bahwa Marianto bisa melakukan sesuatu.Marianto adalah pendatang dari pulau Jawa yang tiba di Kalimantan pada 1985 untuk bergabung dengan perusahaan perkapalan milik kawannya. Dia kemudian pindah ke perusahaan kayu Malaysia, sebelum akhirnya bisa berdiri sendiri sebagai “penebang liar”, sebagaimana yang dia katakan.Ketika Seruyan dibentuk, Marianto menjadi Ketua PDIP di kabupaten yang baru berdiri itu, saat sama ketika Darwan memimpin partai itu di Kotawaringin Timur yang letaknya bersebelahan. Dia bergabung dengan kampanye Darwan untuk menjadi bupati pada 2003, dan kakak iparnya menjadi wakil bupati.Namun, saat dia bertemu dengan sang pemberi data atau si peniup peluit (whistleblower), Marianto sudah kurang simpati dengan kepemimpinan Darwan. Dia merasa, Darwan sudah mengkhianati harapan bahwa Seruyan akan dikembangkan demi kemakmuran warga. Perkebunan yang dibiarkan membanjiri wilayah itu telah menciptakan dampak yang sebaliknya.“Ini yang saya lihat,” kata Marianto kepada kami pada awal tahun ini, sambil duduk-duduk di rumah yang sama dia bertemu sang whistleblower. “Mungkin saya orang yang paling kritis di kabupaten ini.”Marianto, pria kurus tinggi, bersuara serak dengan senyuman lebar. Ketika kami bertemu, dua jarinya dibungkus kain kasa. Jari-jari itu terluka dalam sebuah kecelakaan mobil beberapa hari sebelumnya dan dua kuku jari terkelupas." "Menguak Aksi Kerajaan Kecil Sawit di Kalimantan","Nama julukan pria ini, Codot, didapat dari masa lalunya saat dia tergabung dalam band rock tahun 1980-an. “Dari muara sampai ke ujung sungai, tahu semua nama saya,” katanya.Beberapa hari setelah peroleh data itu, Marianto dan seorang kawannya menempuh perjalanan selama empat jam naik mobil menuju Sampit, untuk memeriksa sederet alamat lain dalam dokumen-dokumen itu.Dia mengenali alamat yang pertama sebagai rumah anak Darwan, Ahmad Ruswandi. Mereka pernah rapat-rapat kampanye di sana selama persiapan pencalonan Darwan sebagai bupati. Satu atau dua kali Marianto menginap di rumah itu. Dia juga mengenal alamat yang kedua. Rumah itu milik tukang jahit langganan Darwan, yang memproduksi baju safari untuk PDIP.“Masalahnya, negara kita ini adalah negara korup,” katanya kepada kami. “Banyak pejabat yang ada, nggak menghidupkan Seruyan, tambah mau hidup dari Seruyan.”   ***The Gecko Project dan Mongabay menyatukan cerita di balik praktik penghambur-hamburan izin dari berbagai arsip di pasar saham, database perizinan pemerintah dan akta-akta perusahaan. Informasi dan kesaksian lebih lanjut juga diberikan oleh Marianto, dan aktivis lokal bernama Nordin Abah, yang secara terpisah melakukan investigasi terhadap Darwan dalam kurun waktu yang berdekatan dengan Marianto.Kami menguatkan temuan-temuan kami dengan berbagai wawancara dengan orang-orang yang terlibat di beberapa perusahaan yang terkait.Gambaran yang dihasilkan adalah suatu skema terperinci dan terkoordinasi untuk mendirikan perusahaan-perusahaan cangkang yang didaftarkan atas nama kerabat dan kroni Darwan. Darwan memberikan masing-masing perusahaan itu izin lahan ribuan hektar, dan kerabat dan kroninya menjual ke beberapa konglomerat terkaya." "Menguak Aksi Kerajaan Kecil Sawit di Kalimantan","Mereka yang terlibat bisa meraup keuntungan hingga ratusan ribu, bahkan jutaan dolar. Jika rencana itu dijalankan sampai selesai, ia akan mengubah hampir seluruh wilayah selatan Seruyan, di dataran rendah yang terletak di bawah perbukitan, jadi perkebunan sawit raksasa. Jika itu terjadi, kita bakal bisa berkendaraan sejauh 75 kilometer dari timur ke barat dan 220 kilometer dari selatan ke utara melewati bentangan lautan sawit.Skema ini melibatkan sederet pelaku lebih dari 20 orang yang berperan sebagai direktur maupun pemegang saham di perusahaan-perusahaan cangkang itu. Tokoh-tokoh yang memainkan peran itu terdiri dari anggota keluarga Darwan, kolega semasa dia masih menjadi Kepala Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) di Kotawaringin Timur, para anggota tim suksesnya, dan setidaknya satu orang yang mengakui namanya digunakan sebagai samaran.Istri Darwan, Nina Rosita, adalah pemegang saham di salah satu perusahaan. Anak perempuannya, Iswanti, menjabat di tiga perusahaan sebagai direktur atau pemegang saham. Anak perempuan lainnya, Rohana, juga menjabat direktur. Anak laki-lakinya, Ruswandi, memegang peranan lebih mengemuka, sebagai direktur di beberapa perusahaan dan pemegang saham  setidaknya  di satu perusahaa n. Kakak laki-lakinya, Darlen, memiliki dua perusahaan. Adik laki-lakinya, Darwis, memiliki satu perusahaan.  Kebiasaan ini menyebar hingga keluarga besarnya, sampai dengan keponakan laki-laki dan suami keponakan perempuannya.Secara keseluruhan, kami mengidentifikasi 18 perusahaan yang terhubung dengan Darwan. Tiga perusahaan dibentuk beberapa tahun sebelum dia menduduki jabatan sebagai bupati. Kondisi ini menunjukkan, dia sudah tertarik dengan sawit skala besar sebelum berkarir di bidang politik. Dua perusahaan lain dibentuk pada 2004, satu tahun setelah dia berkuasa, dan kemudian pada awal 2005 sederet kegiatan lain jadi makin intens." "Menguak Aksi Kerajaan Kecil Sawit di Kalimantan","Lima perusahaan dibentuk dalam rentang waktu sangat pendek yaitu dua hari pada akhir Januari; satu perusahaan lain muncul dua minggu kemudian. Kami berhasil menemukan nama-nama para direktur di semua perusahaan itu, dan para pemegang saham di semua perusahaan terkecuali pada enam perusahaan.Setidaknya satu orang anggota keluarga Darwan menjadi pemegang saham di hampir semua perusahaan. Nama Darwan tidak muncul  di perusahaan manapun, namun menurut pandangan Marianto, Darwan mengendalikan skemanya. “Ibarat catur,” katanya. “Aktornya tetap Darwan, mereka sebagai pionnya.”  ***Sebagian besar nama itu jarang digunakan . Namun, beberapa nama lebih sering muncul dibandingkan yang lain, dan hal ini menjadi petunjuk penting terkait bagaimana skema ini berfungsi. Nama pertama adalah Vino Oktaviano, yang disebut-sebut sebagai pemegang saham di tiga perusahaan yang didirikan pada hari sama, dan sebagai direktur di satu perusahaan lainnya.Nordin Abah, aktivis Kalimantan Tengah yang sempat menjalankan investigasi sendiri terhadap Darwan, kebetulan cukup mengenal Vino. Mereka menyekolahkan anak-anaknya di sekolah yang sama dan terkadang bertemu untuk minum kopi.Pasca skandal BEST Group dan Taman Nasional Tanjung Puting, Nordin mencari nama-nama di balik menjamurnya izin yang diterbitkan Darwan. Saat menemukan nama Vino, Nordin langsung menanyakan hal ini kepadanya . Vino menjawab bahwa Darwan hanya menggunakan namanya. Dia sendiri tak memiliki peranan langsung di perusahaan-perusahaan itu.“Dia kira biasa saja, gak jadi apa-apa gitu,” kata Nordin kepada kami, di kantor lembaga swadaya masyarakat di Palangkaraya, yang dia kepalai, Save Our Borneo. “Cuma dia tidak mau turut bertanggung jawab.”" "Menguak Aksi Kerajaan Kecil Sawit di Kalimantan","Vino bekerja sebagai kontraktor bangunan, mendapatkan proyek-proyek dari pemerintahan Darwan, juga keponakan istri Darwan. Nama bos-nya, merupakan orang kepercayaan Darwan, saat dia masih aktif di Gapensi, juga muncul di dokumen-dokumen perusahaan itu.“Kamu masuk penjara Vino, kalau [perusahaan jadi] nggak karu-karuan,” kata Nordin mengingatkan, kala itu. “Saya dikerjain, Din,” jawab Vino. “Aku ditipu.”Nordin adalah ahli kampanye yang memburu perusahaan-perusahaan sawit yang memporak-porandakan Seruyan. Dia juga memiliki koneksi kuat dengan dan di dalam kabupaten itu. Pamannya pernah bertugas sebagai sekretaris daerah, posisi tertinggi sebagai pegawai negeri sipil.Ketika menyelidiki Darwan, dia mulai menyadap keluarganya sendiri yang bertugas di pemerintahan untuk mencari petunjuk. Dia berhasil menguak beberapa nama yang terlibat, dan seperti halnya Marianto, dia juga menemukan banyak perusahaan didaftarkan menggunakan alamat palsu atau alamat properti yang dimiliki sang bupati dan keluarga.Nordin menyadari, perusahaan perkebunan suatu saat perlu mengoperasikan pabrik untuk mengolah buah sawit. “Sedangkan Vino itu pabrik tahu aja gak punya dia,” kata Nordin terbahak. Dia yakin, ada beberapa orang lain yang telah dimanfaatkan dengan cara sama. “Orang kamu mungkin guru, mungkin wartawan, mungkin pengusaha kontraktor bangunan. Punya izin perkebunan? Ya gak bisa,” kata Nordin.“Kamu tidak punya kapasitas yang memadai untuk bangun kebun. Dan juga gak ada duit. Dijual aja ini. Ceritanya sih aku pinjam nama, menggunakan namamu untuk menjual kepada yang lain.”Nama Ambrin M Yusuf, muncul sebagai direktur di salah satu perusahaan. Nordin mengidentifikasi tokoh ini sebagai orang kepercayaan Darwan sejak masih aktif di Gapensi. Kami menelusuri Yusuf hingga rumahnya di Kuala Pembuang, dimana dia baru saja kembali setelah menjalani hukuman penjara atas perannya sebagai kurir uang tunai dalam skandal suap di daerah itu." "Menguak Aksi Kerajaan Kecil Sawit di Kalimantan","Dia mengaku sebagai mitra politik Darwan. Dia mengatakan, bahwa beberapa  perantara meminta untuk memasang namanya di satu perusahaan sawit. Namun dia menjelaskan klaim yang sulit dipercayai, bahwa dia menolak tawaran ini. Bahwa orang yang namanya digunakan dalam dokumen-dokumen itu adalah orang lain yang memiliki nama sama.Meskipun demikian, dia mengakui merupakan hal “biasa” bagi seorang bupati membagikan izin bagi anggota keluarga.Apa yang diceritakan oleh Yusuf dan Vino menunjukkan, kroni-kroninya digunakan sebagai topeng, kemungkinan untuk menyembunyikan nama orang lain – penerima manfaat yang sesungguhnya – dari dokumen-dokumen perusahaan. Nordin dan Marianto percaya, beberapa orang lain yang namanya muncul sebenarnya terlibat lebih jauh. Mereka berdua menunjuk seorang pria bernama Khaeruddin Hamdat sebagai sosok utama.Khaeruddin muncul sebagai direktur di tiga perusahaan, namun tidak pernah sebagai pemegang saham. Marianto, Nordin dan yang lain mengidentifikasi dia sebagai “ajudan” Darwan. Khaeruddin baru berusia 30-an tahun saat perusahaan-perusahaan itu didirikan. Nordin menggambarkan sosoknya sebagai “bos di Jakarta” dan penjaga gerbang bagi Darwan, yang melakukan rapat dengan para eksekutif sawit di hotel mewah di Jakarta.“Karena Darwan harus melindungi dirinya kan,” jelas Nordin, “gak mungkin dong dia yang tanda tangan kontrak jual-beli.”Sebagian dari mereka yang terlibat dalam skema ini terbukti sukar ditemui atau menolak berkomentar ketika mereka menyadari perihal apa yang sebenarnya kami tanyakan. Namun salah satu dari mereka, kami sudah tahu pasti keberadaannya, Hamidhan Ijuh Biring. Dia dipenjara karena skandal korupsi lain. Kami melacaknya hingga ke lembaga pemasyarakatan di jalan protokol di Palangkaraya, ibu kota Kalimantan Tengah." "Menguak Aksi Kerajaan Kecil Sawit di Kalimantan","Nama Hamidhan muncul sebagai direktur dan pemegang saham di salah satu 18 perusahaan itu. Dia juga menikah dengan sepupu perempuan Darwan. Dia mengatakan, mendirikan perusahaan itu dan menerima satu izin dari Darwan namun mengalami kekurangan modal untuk mengembangkannya menjadi perkebunan.Darwan mendorongnya untuk menjual perusahaan itu kepada seorang rekan politiknya di Jakarta, yang juga direktur salah satu perusahaan sawit yang ada di Seruyan. Setelah kesepakatan itu berhasil dilakukan, dia menerima sejumlah pembayaran, namun kemudian menemukan bahwa sisanya langsung diberikan kepada Darwan.“Ternyata di dalamnya ada Pak Darwan, intinya mungkin Pak Darwan ngomong, ‘Gak usah dibayarlah Pak Hamidhan gapapa juga’,” katanya, merasa getir.Sebelum hubungannya dengan Darwan memburuk, Hamidhan adalah orang yang dekat dengannya, dan membantunya kampanye maju pilkada 2008. Dia membenarkan klaim dari Nordin dan Marianto bahwa Khaeruddin berperan sebagai ajudan Darwan. Dia mengatakan, setiap kali dia bertemu bupati itu, Khaeruddin ada bersamanya. ***Kronologi yang terjadi setelah perusahaan-perusahaan cangkang dibentuk menunjukkan dua hal. Pertama, tujuannya bukanlah agar pendiri bisa mengembangkan perkebunan sendiri. Antara Desember 2004 sampai Mei 2005, Darwan membagikan izin perkebunan untuk 16 perusahaan milik keluarga dan kroninya. Sebelum akhir 2005, sedikitnya sembilan dari perusahaan-perusahaan itu dijual ke perusahaan-perusahaan sawit besar seharga ratusan ribu dolar.Suatu hal tidak masuk akal bahwa sederet orang yang saling terhubung, terutama anggota keluarga, secara bersamaan membentuk sejumlah perusahaan hanya untuk memutuskan bahwa mereka tak memiliki kapasitas untuk menjalankan perusahaan-perusahaan itu. Satu-satunya penjelasan mengenai apa yang sesungguhnya terjadi adalah, bahwa perusahaan-perusahaan ini memang didirikan untuk dijual.  " "Menguak Aksi Kerajaan Kecil Sawit di Kalimantan","Kedua, hal ini menujukkan bahwa cara-cara pembentukan dan penjualan perusahaan-perusahaan itu terkoordinasi dengan sangat baik. Sebagian besar perusahaan-perusahaan ini didirikan dalam jarak waktu sangat singkat, kebanyakan hanya selisih beberapa hari. Beberapa juga dijual dalam jangka waktu sangat singkat, yaitu beberapa bulan setelah pendiriannya.Delapan dari perusahaan-perusahaan cangkang ini dibeli oleh keluarga Kuok akhir 2005. Keluarga Darwan dan kroni-kroninya pada akhirnya akan memperoleh hampir satu juta dolar dari kesepakatan dengan biliuner Malaysia.Dalam skema besarnya, jumlah ini hanyalah sedikit, sebagian kecil dari jumlah yang diperoleh keluarga Kuok jika perkebunan itu jadi dikembangkan. Tapi dalam kesepakatan ini para pemegang saham yang terhubung dengan Darwan juga memegang lima persen saham di masing-masing perusahaan itu, yang bisa menjadikan mereka masing-masing seorang milyader.Bukti yang diperoleh Nordin mengenai hubungan antara keluarga Darwan dan perusahaan-perusahaan yang dijual kepada keluarga Kuok ini pertama kali dibeberkan dalam laporan dari sebuah LSM, pada Juni 2007.Laporan ini diterbitkan hanya dua minggu sebelum dua dari perusahaan-perusahaan keluarga Kuok disatukan untuk membentuk Wilmar International. Saat itu, Wilmar sudah dihujani berbagai kritikan atas kegiatan ilegal, pelanggaran hak masyarakat dan perusakan lingkungan di banyak areal perkebunannya.  Pada tahun sama, sebuah konsorsium LSM mengajukan keluhan terhadap ombudsman Bank Dunia, dengan memberikan bukti yang nantinya mengukuhkan bahwa lembaga itu telah melakukan pelanggaran terhadap berbagai mekanisme pengamanan sendiri dengan mendanai perusahaan Malaysia tersebut." "Menguak Aksi Kerajaan Kecil Sawit di Kalimantan","Meskipun tuduhan terkait izin-izin yang diterbitkan Darwan hanya disebutkan sekilas dalam laporan LSM itu, kemungkinan akan skandal korupsi ternyata cukup kuat. Dalam sebuah surel yang menanggapi pertanyaan-pertanyaan untuk artikel ini, Wilmar mengataka bahwa perusahaan itu memutuskan untuk tak mengembangkan perkebunan-perkebunan itu dan membiarkan perizinan yang diterbitkan oleh Darwan kadaluwarsa setelah berhadapan dengan beberapa LSM.Wilmar menolak untuk menyebutkan kapan keputusan itu dibuat, dan terus menyertakan perusahaan-perusahaan itu dalam laporan-laporan tahunannya hingga 2010.Usaha perkebunan milik Triputra Group, dikepalai oleh Arif Rachmat yang masih muda, membeli tujuh perusahaan dari keluarga bupati itu. (Triputra menolak sejumlah permintaan kami untuk wawancara terkait Arif Rachmat, namun mereka menjawab beberapa pertanyaan kami lewat surel.)  Empat dari tujuh perusahaan ini kemudian tidak dikembangkan hingga izinnya kadaluwarsa, sedangkan tiga lainnya, yang dikembangkan kemudian, terhubung langsung dengan anak Darwan, Ahmad Ruswandi.Ketiga perusahaan itu bernama PT Salonok Ladang Mas, PT Mega Ika Khansa dan PT Gawi Bahandep Sawit Mekar. Pada akhir 2007, dua dari perusahaan ini mulai membuka suatu kawasan luas yang terdiri atas hutan, gambut dan lahan pertanian.  ***Marianto yakin, Darwan telah mengkhianati para konstituennya. Saat dia bertemu dengan whistleblower pada awal 2007, booming di sektor perkebunan sedang puncak-puncaknya, meskipun rata-rata penduduk Seruyan lebih menderita dibandingkan ketika masa penebangan liar.Saat ini, satu-satunya pilihan bagi banyak petani adalah mendapatkan upah sangat sedikit sebagai buruh di salah satu perkebunan itu. Mereka kehilangan lahan pertanian mereka sendiri, kerusakan hutan membuat mereka kekurangan makanan dan sumber hutan lain, dan mencari ikan di sungai jadi makin sulit karena sungai-sungai terkena polusi." "Menguak Aksi Kerajaan Kecil Sawit di Kalimantan","Menurut Marianto, Darwan patut disalahkan atas segala permasalahan yang terjadi. Sebagai bupati, dia memiliki kewenangan mencabut izin seperti halnya kewenangan menerbitkannya. Jika dia ingin melakukannya, tentu saja dia dapat memaksa perusahaan-perusahaan itu memenuhi janji terhadap masyarakat Seruyan. Bocoran data yang didapat menegaskan bahwa dia memiliki motivasi berbeda.Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang lahir setelah kejatuhan Soeharto, muncul sebagai kekuatan baru melawan penggelapan oleh para pegawai pemerintah. Pada Juni 2007, ketika proses merger Wilmar selesai, Marianto mengemas temuan-temuannya dan berangkat ke Jakarta untuk menyampaikan langsung ke KPK.Menjelang 2007, beberapa delegasi dari seluruh dunia tiba di Pulau Bali untuk menghadiri acara konferensi perubahan iklim tahunan PBB yang ke 13. Nasib hutan-hutan di bumi ini, jelas merupakan salah satu agenda bahasan.Namun di metropolitan Jakarta, permainan yang berbeda sedang terjadi. Empat hari sebelum konferensi PBB dimulai, saat Darwan Ali menyiapkan kampanye pilkada langsung untuk pertama kali, anaknya Ruwandi memasuki Menara Kadin untuk melakukan pertemuan dengan Arif Rachmat, guna menandatangani kesepakatan ketujuh dan terakhir antara keluarganya dan Triputra.   ***Setelah jatuhnya Soeharto, ada sedikit optimisme bahwa perampokan besar yang dilakukan oleh rezimnya akan mereda. Diharapkan bahwa desentralisasi kekuasaan yang berjalan cepat akan menggeser akuntabilitas keputusan-keputusan politik menjadi lebih dekat dengan masyarakat.Dalam buku berjudul Democracy for Sale, ilmuwan politik Ward Berenschot dan Edward Aspinall menulis bahwa kabupaten-kabupaten di Indonesia menjadi didominasi oleh “sistem di balik layar yang terdiri atas hubungan dan jaringan politik yang didasari hubungan pribadi, kesepakatan yang dirahasiakan, imbal jasa, korupsi, dan sederet praktik bayangan lainnya.”" "Menguak Aksi Kerajaan Kecil Sawit di Kalimantan","Pemilihan umum merupakan suatu dasar permainan ini. Kegiatan itu jadi sangat mahal, dengan biaya yang jumlahnya sebanding dengan besarnya kekuasaan atas proyek-proyek yang sangat menguntungkan atau sumber daya alam, dimana sang pemenang bisa membagikan kepada para pendukungnya.Bagi para bupati yang memimpin kabupaten-kabupaten yang lahan dan hutan sangat kaya, mereka seringkali menghabiskan hingga jutaan dolar. Berenschot, Aspinall dan para akademisi lainnya yang sudah mempelajari pemilihan umum di Indonesia selama dua dekade telah mengidentifikasi proses penggunaan uang secara seragam dan sistematis yang dilakukan para kandidat.Modusnya , mereka membayar orang-orang penting dalam partai politiknya untuk memastikan bahwa mereka akan dipilih sebagai kandidat. Kemudian, mereka merekrut suatu kelompok aktivis politik yang besar dan tokoh-tokoh berpengaruh untuk bergabung dengan tim suksesnya.Lalu, mereka akan menyiapkan uang bagi tim sukses untuk membeli dukungan dari pemegang kekuasaan setempat–kepala desa, pemuka agama dan kepala klub-klub olahraga. Orang-orang ini pada akhirnya akan mengumpulkan dukungan publik dalam lingkup pengaruhnya masing-masing.Para kandidat mengadakan kampanye dan konser mahal, membayar penyanyi-penyanyi terkenal untuk tampil dan melakukan bagi-bagi makanan gratis. Pada akhirnya, mereka terlibat dalam apa yang dikenal sebagai “serangan fajar,” mengirim belasan suporter untuk beredar di jalan dan berkunjung rumah-ke-rumah, membagikan uang langsung kepada para pemilih untuk mengumpulkan dukungan mereka.Hal ini, kata Berenschot, merupakan biaya paling besar bagi para kandidat. Dia memperkirakan, harga pencalonan sebagai bupati berkisar antara US$1,2 juta hingga US$6 juta." "Menguak Aksi Kerajaan Kecil Sawit di Kalimantan","Dana ini diperoleh dari para pebisnis dan kontraktor lokal, yang mengharapkan pamrih jika kandidat tersebut sukses. “Rampungnya pemilihan adalah waktunya membalas jasa, dan para donor serta orang-orang yang membantu kampanye bisa mengharapkan balas jasa dari kandidat yang menang dengan diberi pekerjaan, kontrak, kredit, proyek, dan manfaat-manfaat lainnya,” tulis Berenschot dan Aspinall.Mereka juga menulis, petahana memiliki posisi awal yang unggul, karena telah menabung sejumlah “harta jarahan –terutama berasal dari keterlibatan mereka dalam berbagai bentuk korupsi,” untuk pemilihan umum yang selanjutnya. “Imbal jasa dan keuntungan materi di setiap tingkatan siklus pemilihan umum sudah mewabah hingga tepat untuk berpikir bahwa demokrasi di Indonesia adalah untuk diperjual-belikan”.Dalam pengakuannya, Hamidhan Ijuh Biring, suami keponakan perempuan Darwan yang memperoleh izin dari Darwan, memainkan peran sama pada kampanye 2008. Pada saat itu, kata Hamidhan kepada kami, bupati itu sudah memalaknya. Namun dia masih percaya bahwa dia akan diuntungkan jika Darwan mempertahankan kursinya. Diapun ikut maju dengan bergabung dalam tim pemenangan.Hamidhan mengatakan, menyumbang Rp500 juta  kampanye Darwan sebelum pemilihan. Dia memahami, telah bergabung dengan sederet tokoh yang sudah mengambil keuntungan pribadi dari patron bupati itu–kontraktor-kontraktor yang diberi proyek-proyek yang sangat menguntungkan dari Darwan tanpa mengikuti proses tender, dan bos-bos perkebunan yang bisa menyuruh para pekerja yang kebanyakan pendatang dari wilayah lain di Indonesia–, untuk memilih petahana.Dalam serangan fajar, katanya, uang tunai senilai Rp150.000 sampai Rp300.000  akan ditempelkan pada bagian belakang paket mie instan dan dibagikan bagi para pemilih." "Menguak Aksi Kerajaan Kecil Sawit di Kalimantan","Pada Februari 2008, Darwan memenangkan pemilihan dan melanjutkan posisi sebagai bupati Seruyan dalam masa jabatan kedua selama lima tahun. Untuk merayakan, kakak laki-lakinya, Darlen, mengadakan konser di dekat danau, dengan mengundang penyanyi Rhoma Irama, yang dikenal sebagai Si Raja Dangdut. Konsekuensi dari kemenangannya dan kesepakatan lahan yang terjadi di bawah pengawasannya segera terlihat jelas bagi orang-orang di kabupatennya.  ***Ketika Warga Mulai MelawanSuatu malam ketika Darwan masih menjabat pada periode kedua, seorang petani bernama Marjuansyah, yang tinggal di desa tempat bupati itu dibesarkan, berhadapan dengan oknum polisi.Selama dua tahun dia memelihara sepetak kecil sawit di timur Danau Sembuluh, dan ratusan pohon muda saat itu sudah hampir berbuah. Namun, lahan juga berada di wilayah yang izinnya diterbitkan untuk PT Salonok Ladang Mas, salah satu perusahaan yang sudah dijual oleh Ahmad Ruswandi, anak Darwan, ke Triputra.Polisi itu mengatakan kepada Marjuansyah bahwa mereka datang mewakili perusahaan. Anak perusahaan Triputra , katanya, ingin membeli seluruh lahan seluas sembilan hektar itu Rp5 juta per hektar.Uang sebesar itu tak akan bertahan lama, sementara sawit yang sudah dia rawat bisa menghasilkan pendapatan, sebagai jaminan penghasilan di masa tua nanti. Dia tak mau menjual lahan itu, namun merasa kesulitan mengatakan tidak kepada perusahaan yang mendekati masyarakat lewat polisi.Dengan harapan bisa melepaskan diri dari mereka, dia kemudian mengatakan, tak bisa menerima kurang dari dua kali lipat dari harga yang ditawarkan.Bukannya mundur, katanya, perwakilan Triputra malah mencari dan membayar orang lain yang bersedia mengklaim kepemilikan palsu atas lahannya. Pejabat setempat yang mudah dipengaruhi membantu menjamin transaksi itu." "Menguak Aksi Kerajaan Kecil Sawit di Kalimantan","Perusahaan sawit kemudian menggilas lahan perkebunan milik Marjuansyah dengan buldoser – sawit yang ditanam petani biasa lebih rendah mutunya dibandingkan pohon-pohon yang ditanam perusahaan – dan menghancurkan satu pondok yang sudah dia bangun.“Saya laporkan sampai ke polda,” kata Marjuansyah kepada kami di rumah seorang temanya di desa itu, sambil menggenggam foto buram tempat tinggalnya dulu. “Tapi tidak ada reaksi — saya yang dipanggil! Perusahaannya, nggak pernah dipanggil!”Banyak orang di Seruyan yang mengalami nasib serupa ketika perusahaan-perusahaan perkebunan melakukan ekspansi hingga mendesak lahan pertanian mereka dan hutan-hutan di sekitar. Sudah lazim bagi perusahaan menawarkan sedikit uang untuk membeli lahan mereka, sepertinya dilakukan dengan harapan mencegah perlawanan. Praktiknya, tidak ada negosiasi, sebagaimana dialami Marjuansyah, hanya ada pilihan yang sangat sempit untuk mengatakan tidak.Para petani berada pada posisi kurang diuntungkan, karena negara tak mengakui hak-hak mereka atas lahan. Beberapa dari mereka memiliki sertifikat lahan yang diterbitkan kepala desa, yang secara hukum sebenarnya kurang kuat dibandingkan izin-izin yang dikeluarkan bupati sebagaimana yang dimiliki perusahaan.Sertifikat yang diterbitkan kepala desa mudah dipalsukan atau dimanipulasi, sebagaimana dialami Marjuansyah. Banyak klaim lahan tumpang tindih, suatu situasi yang sebelumnya bukan merupakan permasalahan bagi warga desa sebelum ada tekanan komersial pada lahan itu, dan permasalahan itu bisa selesai melalui hukum adat. Ketika perusahaan hadir, mereka mengakibatkan dan mengeksplotasi perseteruan ini, dengan membeli lahan dari siapapun yang bersedia untuk menjual duluan.Kehadiran oknum polisi untuk negosiasi dengan Marjuansyah bukanlah suatu peristiwa asing. Di kasus lain, mereka mengambil langkah berani dan berat sebelah dalam melindungi kepentingan-kepentingan perusahaan." "Menguak Aksi Kerajaan Kecil Sawit di Kalimantan","Seorang petani bernama Wardian bin Junaidi menceritakan kepada kami mengenai bagaimana anak perusahaan Triputra yang sama menghancurkan pohon-pohon karet dan durian miliknya. Keluhannya terhadap perusahaan diacuhkan.Waktu itu, Wardian nekat memanen buah sawit sendiri.  “Saya mencoba memberanikan ke sana karena sudah bosan datang ke perusahaan,”  kata pria yang berumur 63 tahun ini.“Nyatanya, saya dituduh mencuri. Sebenarnya orang-orang itulah yang pencuri. Tapi hukum itu tebang pilih. Kami orang miskin nggak punya apa-apa. Kalau perusahaan punya uang banyak.”  Dia ditahan dan dipenjara selama enam bulan.  ***Sejak awal hadirnya industri sawit di Indonesia, pemerintah telah berusaha menyeimbangkan antara menyerahkan lahan ke perusahaan-perusahaan besar yang mampu mengembangkan perkebunan yang menguntungkan, dan memastikan masyarakat sekitar memperoleh manfaat. Sepanjang 1980-an hingga 1990-an, pemerintah telah bereksperimen dengan mencoba berbagai model.Cara paling umum adalah dengan meminta perusahaan membantu petani-petani setempat mengelola kebun “plasma”, yaitu kebun masyarakat yang ditanami sawit. Dua hektar pohon dewasa saja sudah bisa menciptakan perubahan besar bagi kehidupan petani miskin di pedesaan di Indonesia.Perbandingan ukuran lahan yang harus disediakan perusahaan bervariasi. Memberikan terlalu banyak untuk perusahaan akan mengakibatkan masyarakat tak memperoleh manfaat; sedangkan jika terlalu sedikit akan membuat investasi jadi kurang menarik. Pada 2002, peraturan berlaku saat itu ambigu dari segi bagaimana perusahaan akan membantu petani lokal, namun jelas bahwa perusahaan harus melakukannya. Ini adalah peraturan yang memberi kuasa kepada bupati untuk menerbitkan izin, dan kewenangan untuk mencabut perizinan jika perusahaan gagal “menumbuhkan dan memberdayakan” masyarakat setempat." "Menguak Aksi Kerajaan Kecil Sawit di Kalimantan","Pada 2007, peraturan-peraturan ini menjadi lebih konkrit, dengan mewajibkan perusahaan menyediakan, menanam dan menyerahkan suatu wilayah kebun plasma yang setara seperlima dari luas izin konsesi yang mereka miliki.Setiap perusahaan yang diberi lampu hijau oleh Darwan wajib mematuhi peraturan-peraturan ini, tetapi tak ada yang melakukannya. Sejak keluarga Kuok dan Rachmat datang ke Seruyan pada awal 2000-an, mereka sudah menjanjikan kebun plasma. Memasuki periode kedua kepemimpinan Darwan, kegagalan mereka memenuhi janji mengakibatkan keresahan yang terus berkembang.Jika perampasan lahan di awal adalah suatu tamparan keras, tidak terlaksananya kebun plasma merupakan rasa sakit berkepanjangan. Tanpa plasma masyarakat tidak mendapatkan akses terhadap kekayaan yang dihasilkan perkebunan, yang terkonsentrasi di tangan-tangan para biliuner pemilik lahan terluas di kabupaten itu.Penduduk desa sudah kehilangan lahan mereka, sungai menjadi tercemar, pekerjaan posisi terbaik di perkebunan diberikan kepada pendatang yang dianggap memiliki kemampuan lebih baik. Buruh harian memetik buah sawit hanya menghasilkan upah yang sangat kecil untuk bisa bertahan hidup layak.Ketika protes dari para penduduk desa tak didengarkan, jadi makin jelas bahwa Darwan tak hanya berpihak kepada kepentingan perusahaan, juga mengendalikan arah bentuk kebijakan dalam dukungannya terhadap perusahaan-perusahaan itu.Ketika Triputra menciptakan keresahan dengan rencana membangun sebuah pabrik pemrosesan sawit di hulu Danau Sembuluh, warga yang mengeluh diancam bupati itu sendiri.“Pada 2010, dia menghadiri acara keagamaan di desa kami dan mengatakan, ‘tidak ada yang boleh menentang pabrik atau akan ada masalah,” kata seorang penduduk desa kepada sebuah LSM." "Menguak Aksi Kerajaan Kecil Sawit di Kalimantan","Pada awal periode kepemimpinan Darwan yang kedua, seseorang bernama Budiardi terpilih duduk di DPRD. Dia terang-terangan bilang terpilihnya dia merupakan mandat untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat melawan perusahaan.Budiardi berasal dari Kecamatan Hanau, dimana perkebunan BEST Group didirikan di tengah-tengah taman nasional dan desa-desa di sekitar. Tak lama kemudian dia berpendapat sia-sia mencoba melakukan perubahan sistem dari dalam. Partai Darwan mendominasi di DPRD, ketuanya adalah keponakannya.“Suaranya apapun untuk menentang kebijakan Darwan ini, percuma,” kata Budiardi. “Kerjanya DPR ini, mengontrol kerjanya bupati.”James Watt, petani Desa Bangkal, desa di tepian Danau, sudah terlanjur percaya dengan janji Darwan yang katanya akan membuat perkebunan bisa bermanfaat untuk rakyat, sebelum lahannya diambil alih Sinar Mas Group, konglomerat Indonesia yang didirikan keluarga Widjaja. “Katanya untuk mensejahterakan rakyat — ternyata nol,” kata James.“Yang sejahtera itu bukan rakyat, tapi untuk orang-orang yang berkepentingan.”Saat perusahaan terus memaksa, Darwan tak melakukan apa-apa. “Dia selalu mengabaikan apa yang janji-janji dia itu.” Sebagai dramatisasi dia lalu meniru suara Darwan, “Kesempatan mumpung saya sebagai pejabat bupati, jadi kesempatan saya meraih uang yang sebesar-besarnya. Kan gitu.”Ketika perlawanan dilakukan para petani Seruyan melalui jalur pemerintahan–lembaga desa, polisi, DPRD, dan bupati–gagal, mereka mulai mengambil tindakan langsung. Seorang laki-laki bernama Sadarsyah mengklaim bahwa lahannya yang direbut anak perusahaan Triputra menjadi suatu simbol dari konflik-konflik yang tak terselesaikan pada awal 2011, yang mengakibatkan para penduduk desa menutup akses jalan perusahaan selama berhari-hari. Perusahaan lalu menuduh dia sebagai penipu dan melaporkan para demonstran ke polisi." "Menguak Aksi Kerajaan Kecil Sawit di Kalimantan","Sementara itu, di perkebunan milik Wilmar, ratusan penduduk desa menutup jalan utama menuju area konsesi, dimana limbah pabrik terus mencemari pasokan air setempat. Polisi anti huru-hara sejak saat itu sering terlihat di perkebunan.Ketika tim LSM mengunjungi salah satu perkebunan Wilmar pada 2012, salah satu hal yang pertama mereka lihat adalah seorang tentara yang dipersenjatai dengan senapan serbu M-16.   ***Prospek penuntutan oleh KPK mulai membayangi Darwan. Lembaga anti-rasuah ini mengunjungi Seruyan pada 2008, sebagai tindak lanjut laporan Marianto, setelah Darwan diputuskan menjabat bupati pada periode kedua.Menurut Marianto, mereka menggeledah kantor-kantor pemerintah untuk mencari data melalui beberapa kunjungan ke Kuala Pembuang, ibu kota kabupaten yang terletak di tepi laut. KPK menolak untuk berkomentar terkait kasus Darwan ini.Suatu hari, mereka mengadakan pertemuan dengan asisten Darwan dan sekumpulan tokoh setempat, termasuk Marianto. “Jangan sekadar datang untuk lihat-lihat saja,” Marianto ingat waktu mendesak mereka.“Kita mengharap, dengan kedatangan KPK ini, kita minta ada ending yang diharapkan masyarakat.” Hingga periode kedua, investigasi ini sepertinya tidak dilanjutkan.Nordin Abah, aktivis yang investigasi sendiri terhadap Darwan, juga melaporkan ke KPK. Dia saling kontak dengan pimpinan dari lembaga itu selama masa jabatan kedua Darwan, namun kasus ini tak pernah terungkap. Selain ke KPK, Nordin punya pilihan untuk melaporkan atas tindakan korupsi ke polisi atau kantor kejaksaan. Namun, dia mengatakan kepada kami bahwa hal itu akan “sia-sia.”Nordin juga khawatir bahwa dia bisa “dikriminalisasi”: ditahan atas pelanggaran yang tidak dilakukannya. Dia mengatakan, menerima ancaman terhadap anak-anaknya, yang dikirim lewat pesan singkat (SMS)." "Menguak Aksi Kerajaan Kecil Sawit di Kalimantan","“Nordin, kalau kamu di sini lagi, kamu kalau masih ke Seruyan, kamu pikirkan anak kamu masih kecil,” katanya menceritakan, bunyi pesan orang yang mengintimidasi.“Saya sebenarnya agak terganggu dengan ancaman tentang anak itu. Kalau hanya saya gak masalah, tapi kalau anak itu saya terganggu.” Nordin meninggal dunia karena hipertensi pada Juni tahun ini, pada usia 47 tahun.  ***Menjelang akhir Juli 2011, ketegangan di Seruyan makin memuncak. Ribuan warga desa di seluruh kabupaten itu mendatangi Kuala Pembuang, mendirikan tenda di luar gedung DPRD dan meminta audiensi dengan bupati.Para demonstran mewakili 27 desa, dan datang menyuarakan keluhan ganda yaitu pencaplokan lahan dan kegagalan menyediakan kebun plasma. Salah satu koordinator aksi itu adalah James Watt, petani dari Bangkal yang kehilangan lahan karena dicaplok Sinar Mas Group.Mereka didampingi oleh anggota DPRD yang bersimpati, termasuk Budiardi. Mereka menggelar spanduk, mendirikan dapur umum dan mendeklarasikan bahwa mereka berniat tinggal sampai Darwan keluar menemui merekaBeberapa hari kemudian, Darwan akhirnya muncul dari gedung DPRD. Dia keluar menuju panggung beranda, melihat para demonstran yang mengelilingi panggung itu di bawah. Dia mengenakan kemeja bupati berwarna hitam dan berkancing, serta peci hitam. Dia didampingi oleh orang kepercayaan dan tokoh-tokoh pemerintahan lain.  James Watt dan para pemimpin demonstran menggunakan alat pengeras suara untuk membacakan tuntutan mereka. Mereka ingin bupati menggunakan kewenangan mendorong perusahaan-perusahaan menyelesaikan konflik lahan. Juga memaksa perusahaan untuk menyediakan seperlima lahan untuk perkebunan masyarakat.Darwan mendengarkan, dan menjawab akan menyambut kedatangan masyarakat dan berusaha menyampaikan aspirasi mereka kepada perusahaan-perusahaan itu. Namun, dia mengatakan, perusahaan tak mungkin menyediakan lahan plasma di dalam wilayah perkebunan karena mereka tak wajib melakukan itu." "Menguak Aksi Kerajaan Kecil Sawit di Kalimantan","Para demonstran kemudian menyoraki dia, berteriak bahwa dia seorang pembohong, sebagaimana diingat James. Darwan mengacungkan tangan berusaha membuat mereka diam. Mereka terus berteriak.“Akhirnya dia kan malu,” kata James. “Karena didesak begitu, akhirnya dia tidak mau lagi bicara. Langsung dia balik, masuk ke dalam dan keluar lewat belakang.” ***Protes ini terjadi selama masa puncak konflik rakyat di berbagai penjuru Indonesia. Bulan berikutnya, konflik suram di Mesuji, Sumatera Selatan, menjadi pusat perhatian nasional. Beberapa bulan kemudian, ratusan penduduk desa menduduki Pelabuhan Sape di Pulau Sumbawa untuk menentang izin pertambangan yang diterbitkan bagi sebuah perusahaan Australia. Setelah lima hari, polisi anti huru-hara menembakkan senjata mereka ke arah blokade, hingga menewaskan dua remaja.Pada bulan sama, 28 petani dari Pulau Padang, Riau, menjahit mulut mereka memprotes konsesi industri kayu yang mengklaim lebih dari sepertiga pulau mereka. Akhir tahun, setidaknya 22 orang meninggal dalam ratusan aksi protes di berbagai wilayah Indonesia.Banyak pakar mengutuk aksi demonstran karena “mengabaikan hak demokrasi mereka untuk mengajukan keluhan melalui perwakilan rakyat yang sudah dipilih” dan memilih untuk melakukan “aksi jalanan,” sebagaimana dikutip di editorial Jakarta Post.Budiardi, anggota DPRD dari Seruyan, memiliki pandangan berbeda. “Kita bercoba berkomunikasi dengan mereka soal penyelesaian konflik lahan dan kemitraan dengan masyarakat,” katanya. “Tapi, saya pikir, kita tidak bisa berbuat apa-apa kalau kepala daerahnya kayaknya tidak menginginkan apa yang diminta oleh masyarakat.”Pada Desember tahun sama, 11 orang dari Hanau, kecamatan yang sama dengan asal Budiardi, memasuki perkebunan BEST Group untuk aksi vandalisme. Marah setelah bertahun-tahun berupaya protes ke perusahaan tetapi tak berhasil, mereka menggunakan satu truk dan tali serta mencabut beberapa pohon sawit sampai ke akarnya." "Menguak Aksi Kerajaan Kecil Sawit di Kalimantan","Semua orang yang terlibat masuk penjara selama beberapa bulan. Budiardi tidak ada disana, namun dia mengorganisir protes di depan kantor perusahaan, dan sekarang dia dijuluki “provokator.” Surat perintah diterbitkan untuk menahannya.Budiardi tak mengacuhkan perintah itu dan pergi ke Jakarta bersama dengan warga Hanau untuk audiensi di DPR. Setelah sebulan berlalu sebagai seorang “buronan”, Budiardi akhirnya ditangkap juga. Dia disidangkan dan dipenjara selama empat bulan.Bagi Budiardi, yang terjadi akhirnya meluluhkan semangatnya. Setelah memenuhi hukuman penjara dan kembali ke rumah, dia mengosongkan lemari berkas yang dia miliki, mengambil semua fotokopi perizinan yang pernah diterbitkan Darwan beserta dokumen-dokumen lain, membawa ke belakang rumah, dan membakarnya.“Saya kecil harapan, untuk percaya lagi dengan pemerintahan sekarang,” katanya. “Saya secara pribadi, nggak lagi mau ikut campur di situ.” ***Meskipun pergulatan melawan perkebunan berhasil memukul mundur semangat juang Budiardi, sebaliknya malah membuat James Watt menguatkan tekad. Dia membutuhkan tekad itu untuk menghadapi kandidat terdepan yang akan menggantikan Darwan setelah periode kedua dan terakhir masa kepemimpinannya berakhir, yang tak lain adalah anak laki-laki bupati itu, Ahmad Ruswandi.Pada saat pilkada di Seruyan, April 2013, semangat reformasi sudah bertekuk lutut di bawah kuasa pemimpin daerah yang memanipulasi demokrasi. Para kerabat pejabat daerah merayap masuk ke ruang-ruang di pemerintahan, saat para bupati berupaya melanjutkan kepemimpinannya melampaui batas masa kepemimpinan, dengan memasukkan pasangan, saudara kandung, saudara sepupu dan anak-anak mereka ke dalam jabatan politik.Tak lama, pada 2013, penahanan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar karena menerima suap kala memutus perkara perselisihan pilkada akhirnya mendorong isu dinasti politik ini hingga menjadi sorotan di tingkat nasional." "Menguak Aksi Kerajaan Kecil Sawit di Kalimantan","Meskipun demikian, ketika Ruswandi mencalonkan diri sebagai bupati, dia sudah menciptakan kekhawatiran besar bagi para lawan mereka di Seruyan, yang hampir tidak bisa membayangkan lima tahun lagi di bawah kepemimpinan anggota keluarga Darwan.“Masyarakat pun lihat, ibarat HP itu — cuma berubah casing-nya saja,” kata Wardian, petani yang pernah dipenjara karena mencuri buah sawit sebagai pembalasan atas perusahaan yang merampas lahannya. “Mesinnya tetap, yang itu aja.”Menurut aturan main yang biasa berlaku, Ruswandi kemungkinan akan menang dengan mudah. Setiap orang di 12 partai yang memiliki kursi di DPRD sudah mendukung dia. Penantang utama sudah dipaksa mengundurkan diri dari pilkada ketika salah satu partai menarik dukungan dan mendukung Ruswandi pada detik-detik akhir. Ketua cabang partai di Seruyan bingung atas keputusan yang diambil di tingkat provinsi itu.Ward Berenschot, salah satu pengarang Democracy for Sale, mengatakan, uang seringkali digunakan ketika para kandidat mencari dukungan dari partai-partai politik, dan para kandidat membutuhkan dukungan dari partai-partai politik itu untuk mencalonkan diri. Partai-partai itu bisa meminta sampai lebih dari Rp1 miliar untuk setiap kursi yang mereka duduki di DPRD.Ambrin M Yusuf, laki-laki yang mengaku nyaris tak bisa menghindar dari keterlibatan dalam skema perizinan Darwan, bergabung dengan tim kampanye Ruswandi. Dia mengatakan kepada kami, bahwa Darwan sendirilah yang telah mengumpulkan dukungan bagi Ruswandi.“Semua partai kan diambil Haji Darwan,” katanya, dengan menyebutkan gelar kehormatan untuk menunjukkan rasa hormat." "Menguak Aksi Kerajaan Kecil Sawit di Kalimantan","Darwan dikatakan sangat percaya diri pada peluang anaknya sampai sesumbar bahwa tak akan ada bedanya jika pasangan pencalonannya adalah orangutan. Namun ketika Ruswandi kampanye di desa-desa yang telah mengalami berbagai bentuk pembangunan di bawah kepemimpinan ayahnya selama satu dekade, dia mungkin akan melihat alasan untuk melihat dari sudut berbeda. Jalurnya menuju kemenangan pilkada mungkin tak semudah seperti yang dia perkirakan sebelumnya.Berhadapan dengan Wardian, dia mendengar bahwa jalurnya menuju kemenangan mungkin tidak sejelas yang diharapkannya. “Kalau kamu mengandalkan uang, kamu tidak menang,” kata Wardian.Rasa percaya diri Darwan terbukti kurang tepat. Suatu gerakan akar rumput perlahan menggelembung di balik satu-satunya penantang, Sudarsono, yang tidak memiliki dukungan partai dan harus maju sebagai calon independen.Syarat pencalonan independen adalah mengumpulkan ribuan tanda tangan untuk maju pilkada. Sudarsono adalah seorang anggota DPRD Kalimantan Tengah, sementara kandidat yang maju sebagai wakil bupati, Yulhaidir, pernah mendampingi para demonstran pada aksi besar-besaran tahun 2011 sebagai anggota DPRD Seruyan.Tokoh-tokoh utama dari peristiwa itu, seperti James Watt, mendukung kampanyenya dan mendirikan pos sukarelawan di rumahnya masing-masing, dimana mereka mengorganisir gerakan itu.Sudarsono-Yulhaidir maju lewat platform yang tepat menyasar industri sawit, dengan menandatangi ikrar bahwa jika terpilih, mereka akan mendorong perusahaan-perusahaan itu untuk menuntaskan konflik lahan dan menyediakan kebun plasma. Hal ini sesuai dengan aspirasi para pemilih yang merasa dikhianati oleh Darwan yang dulunya mereka percaya. Sudarsono diumumkan sebagai pemenang dengan selisih cukup besar. Ruswandi menuduh kemenangan ini sebagai kecurangan, namun tuntutannya kalah di Mahkamah Konstitusi." "Menguak Aksi Kerajaan Kecil Sawit di Kalimantan","Era Darwan Ali telah usai. Meskipun kehancuran akibat transaksi-transaksi lahan yang dilakukannya akan terus berlanjut, dia sudah kehilangan kekuasaan. Setidaknya untuk saat ini.  *** Korupsi dengan Modus Makin CanggihBagi segelintir pemerhati yang tahu kelakuan Darwan, cukup jelas dia dianggap telah menyalahgunakan jabatan untuk menghasilkan uang bagi keluargany [SEP]" "Opini: Kelompok Rentan, Keadilan dan Kemerdekaan Iklim","[CLS] Kesepakatan Paris mengenai perubahan iklim telah mengulurkan komitmen untuk penurunan emisi dari semua pihak  atau negara yang terlibat di dalamnya. Namun, kegagalan Protokol Kyoto untuk mengikat para pihak untuk menurunkan emisinya agar menahan laju pemanasan global nampaknya akan segera terjadi pada Kesepakatan Paris. Amerika Serikat yang dinakhodai oleh Donald Trump menarik keterlibatan Amerika Serikat dari Kesepakatan Paris.Alasan Trump berkenaan dengan persoalan kepentingan negaranya karena mengikuti Kesepakatan Paris akan berdampak buruk bagi perekonomian negaranya. Dalam berbagai pidatonya, Trump kerap mempertanyakan mengapa Amerika Serikat harus memimpin agenda perubahan iklim dunia. Maka, wacana mengenai kesenjangan keadilan iklim antara negara maju dan negara berkembang semakin mengemuka.Terminologi keadilan iklim lalu menimbulkan pertanyaan kritis yaitu siapa dan kelompok mana yang patut menilai keadilan iklim? Apa indikatornya, dan bagaimana perspektif yang dibangunnya?Disisi lain, Indonesia dalam berbagai forum menegaskan bahwa target penurunan emisi (komitmen INDC) pada tahun 2030 sebesar 29 persen dengan upaya sendiri dan 41 persen dengan bantuan internasional. Namun di sisi lain, masih banyak ‘kelompok rentan’ di Indonesia yang rentan terdampak perubahan iklim.Data dari Badan Pusat Statistik sejak tahun 1989 hingga 2017, lapangan pekerjaan di Indonesia dominan diisi tenaga kerja di sektor pertanian, perkebunan, kehutanan dan perikanan. Data pada Februari 2017, jumlah tenaga kerja di sektor tersebut mencapai 39.678.453 jiwa.Juga, sebagai negara kepulauan, berbagai perubahan iklim akan berdampak signifikan terhadap masyarakat yang hidup di kawasan pertanian, yang tergantung pada hasil pertanian dan perkebunan serta mereka yang tergantung pada siklus agroforestry  kehutanan. Tujuan Adaptasi" "Opini: Kelompok Rentan, Keadilan dan Kemerdekaan Iklim","Dalam menghadapi perubahan iklim, tindakan adaptasi dan mitigasi menjadi keharusan di sektor penghidupan yang bergantung pada alam. Konteksnya berbeda ketika mitigasi berupaya mencegah dan memperlambat dampak perubahan iklim, sedangkan adaptasi merupakan upaya menyesuaikan diri dengan perubahan alam.Dalam kehidupan keseharian, kelompok rentan tidak bisa menunggu inovasi teknologi maupun pembekalan teknis lainnya yang membutuhkan waktu yang lama. Walaupun komponen teknologi dan inovasi lainnya sangat dibutuhkan untuk melengkapi tindakan adaptasi.Yang menjadi prioritas dibutuhkan bagi kelompok rentan adalah bagaimana dapat melakukan upaya adaptasi terhadap perubahan iklim dengan biaya yang terjangkau, sesuai dengan kondisi lokalitas dan modalitas sosial yang dimilikinya.Kelompok rentan perlu dibangkitkan kesadarannya untuk melakukan tindakan adaptasi yang tidak hanya sekedar mengikuti agenda pembangunan saja, melainkan kebutuhan dasar yang harus dilakukan. Maka, kesadaran adaptasi perlu mengedepankan tujuan sesungguhnya yang hendak dicapai.Dalam hal ini, tujuan utama adalah mengangkat harkat dan martabat kelompok rentan untuk menghadapi perubahan iklim dengan segenap kemampuannya. Lokalitas yang berbeda maka upaya adaptasi yang dilakukan kelompok rentan di berbagai wilayah Indonesia tidak lepas dari latar belakang budaya yang melekat. Legitimasi pengetahuan lokalLokalitas kelompok rentan mengantarkan hal penting pada khalayak bahwa pemaknaan, persepsi dan pengetahuan yang dimiliki menjadi hal yang sepatutnya dihargai karena memiliki nilai dan keunikan tersendiri.Adaptasi adalah proses dinamika sosial dan kemampuan masyarakat menyesuaikan diri bertindak secara kolektif (Adger, 2001). Berdasarkan definisi adaptasi tersebut bahwa adaptasi merupakan proses sosial sehingga penekanan  unsur sosial selayaknya menjadi prioritas karena mempersiapkan kelompok rentan untuk mampu dan tangguh menghadapi perubahan iklim." "Opini: Kelompok Rentan, Keadilan dan Kemerdekaan Iklim","Isu perubahan iklim semestinya dapat menjadi tonggak untuk melakukan pembaharuan untuk kemanusiaan. Keberpihakan kepada kelompok rentan merupakan bentuk penghargaan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia untuk hidup terbebas dari ancaman yang dapat melemahkan kehidupan ekonomi kelompok rentan yang akan menyebabkan penurunan kualitas hidup.Kelompok rentan memiliki pengalaman di bidangnya, maka yang menjadi praktek baik yang pro sosial dan lingkungan hidup dari kelompok rentan perlu untuk dilegitimasi dan dihargai.Karena dengan legitimasi pengetahuan lokal yang dimiliki kelompok rentan dapat mendorong kepercayaan diri dan menyadarkan bahwa kelompok tersebut memiliki kemampuan untuk mencari cara tangguh menghadapi perubahan iklim.Apabila kelompok rentan tidak difasilitasi oleh tindakan adaptasi maka kerusakan lingkungan hidup akan makin masif karena faktor ketidaktahuan dan faktor keterpaksaan karena terhimpit beban hidup dan sempitnya ruang untuk mencari penghidupan lain.Karena ketidaktahuan dan keterpaksaan, kelompok rentan yang merupakan pencari nafkah dan dianggap melanggar hukum kemudian menjadi ‘terpenjara’ maka akan menambah beban kehidupan bagi keluarga, terutama anak-anak yang memiliki masa depan yang layak untuk diperjuangkan.Dalam renungan kemerdekaan RI ke-72, secercah harapan akan kemerdekaan iklim bagi kelompok rentan merupakan hal yang sangat penting untuk diperjuangkan karena menyangkut hak hidup rakyat untuk hidup secara layak dan bermartabat. * Ica Wulansari, penulis adalah pengamat isu perubahan iklim dan lingkungan. Artikel ini merupakan opini penulis.  [SEP]" "Kala Darah Naga Jadikan Pembalak Liar Pelestari Hutan Bukit Betabuh (Bagian 2)","[CLS]   Setelah 1,5 jam melewati kebun sawit plasma PT Tri Bakti Sarimas, kami lalu menyusuri hulu Sungai Putat. Air jernih dan dangkal, dasar sungai bisa terlihat. Tak lama, saya bersama dua warga Desa Air Buluh, tiba di pondok Kelompok Tani Hutan (KTH) Bukik Ijau, akhir Agustus lalu. Kami tiba menjelang senja di pondok yang berdiri tepat di kawasan inti Hutan Lindung Bukit Betabuh ini.Malam itu, kami berbincang tentang program pembibitan jernang.  Sekitar pukul 20.00, tiba-tiba terdengar bunyi mesin kendaraan. Suara makin malam makin kencang dan ramai. Bukan saja suara kendaraan, terdengar juga suara mesin sinsaw. Para pembalak liar beraksi.Pembibitan dan penanaman 2.500 jernang di zona inti awal Agustus, kini terancam pembalakan liar.“Susah (diberantas). Sekarang aja dah di mana-mana, ada semua. Kalau ndak percaya besok pagi sekitar pukul 10.00 dengar aja mobil dari sana itu. Sinsaw sudah bunyi semua di  sekitar lokasi yang kita bikin ini,” kata Sunarto, anggota Kelompok Tani Hutan Bukik Ijau.Hutan Lindung Bukit Betabuh seluas 44.000 hektar. Kawasan ini habitat penting satwa dilindungi terancam punah seperti harimau Sumatera dan gajah Sumatera. Selain itu, ada trenggiling, kucing hutan, landak, tapir, beruang madu dan lain-lain. Beragam jenis burung juga ada seperti punai, kuau, ayam hutan, murai batu, elang dan rangkong serta gagak.Kekayaan flora seperti kayu-kayu bernilai tinggi juga tumbuh , seperti  meranti, kempas, punak, mersawa, bentangur, durian dan keruing. Sejak beberapa tahun terakhir, penghancuran Hutan Lindung Bukit Betabuh berlangsung, tak saja karena tekanan sawit ilegal skala kecil dan besar, juga pembalakan liar.Pagi harinya, saya berangkat ke lokasi illegal logging di zona inti Bukit Betabuh. Kami berangkat berlima. Setelah satu jam menyusuri hulu Sungai Putat, raungan mesin-mesin penghancur hutan terdengar lebih nyaring." "Kala Darah Naga Jadikan Pembalak Liar Pelestari Hutan Bukit Betabuh (Bagian 2)","Jalan logging dibangun para pembalak liar dari Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat, selebar lima meter dan masuk sekitar tiga kilometer ke zona inti mulai perbatasan di Desa Timpeh, Sawahlunto.  KPH Lindung Kuantan Singingi Selatan juga mengawasi Hutan Lindung Bukit Betabuh pernah mengusir pembalak itu beberapa pekan sebelum ini. Bahkan eskavator milik pembalak diperintahkan menggali badan jalan sedalam dua meter untuk memutus akses ke dalam.Saat saya ke lokasi di jalan itu, ternyata sudah ada jembatan. Dua balok kayu besar diletakkan menjembatani dua sisi lubang. Di bagian jalan zona inti pun terdapat jejak kendaraan.Sunarto, Firman, Rusdi dan Ded, anggota KTH Bukik Ijau geram melihat jalan sudah diputus kembali tersambung. Mereka langsung memalang jalan dengan kayu dan menanam dua bibit jernang tepat di tengah jalan. Dua bibit jernang itu baru diambil dari hutan. Mereka juga mencat kayu yang masih tergeletak di pinggir jalan dengan tulisan “dilarang merusak hutan” dan “KTH Bukik Ijau”.“Pas pemerintah operasi, ada efek sedikit. Cuma berhenti sebentar. Sudah itu masuk lagi tapi ndak sama alat (berat). Jadi orang itu sinsaw kayu jadi pecahan ditarik pakai Honda (motor). Dulu, bawa gelondongan sekarang bawa pecahan. Banyak akalnya,” kata Sunarto.Sunarto dulu adalah pelaku pembalak liar di Hutan Lindung Bukit Betabuh. Sejak 2001 berhenti. Dia memilih berkebun karet. Dulu saat penebangan hutan marak, sedikitnya 50 sawmill  berjejer di sepanjang lintas Lubuk Jambi dan Air Buluh. Sekarang sawmill itu masih ada dan aktif terutama di Kasang dan Lubuk Jambi.Dia sadar, membalak kayu tidak membuat kaya. Sebaliknya, ada utang berserak di setiap sawmill. Setiap kali ke hutan, dia dan anggota pinjam uang antara ratusan ribu hingga Rp2 juta. Uang itu untuk beli minyak, beras dan makanan selama seminggu di hutan juga membiayai keluarga di desa." "Kala Darah Naga Jadikan Pembalak Liar Pelestari Hutan Bukit Betabuh (Bagian 2)","“Ini kalau dijalankan terus-terusan ndak bikin kaya. Yang ada malah utang.”Firman, di usia sekolah telah bekerja mengangkut kayu-kayu balak yang dialirkan lewat sungai ke truk. Dia lakoni selama 1,5 tahun, dengan memindahkan kayu-kayu berdiameter 70 sentimeter untuk bawa ke sawmill. Dia dapat Rp300.000 dibagi enam orang anggota. “Kadang-kadang ada tiap hari,” katanya.Ayah satu anak ini kini lebih memilih kerja motong karet atau menjadi sopir carteran. “Motong karet di kebun orangtua setengah hektar. Per minggu Rp200.000-300.000. Cukuplah untuk makan anak istri,” katanya.  Firman dan Sunarto, sudah tak menebang kayu. Mereka justru aktif melestarikan Hutan Lindung Bukit Betabuh yang dulu pernah hancur. Mereka bergabung dalam KTH Bukik Ijau. Kelompok tani hutan ini menanam jernang (Daemonorops draco). Ia jauh lebih masuk akal dan menentramkan hati mereka.“Lebih asikan sekarang, bikin ladang karet. Kalau dulu merusak, sekarang ndak. Ingat anak-anak, cucu kita besok. Besok-besok ini ndak ada lagi hutan,” kata Sunarto.Mengapa jernang? Menurut Firman, Hutan Lindung Bukit Betabuh adalah habitat jernang, terlebih harga jual tinggi. Harapannya, bisa menambah pendapatan keluarga.Jernang adalah sejenis resin berwarna merah dari tumbuhan rotan atau biasa juga dikenal darah naga. Di tangan pengumpul atau toke, getah jernang kini dihargai hampir Rp5 juta per kilogram. Harga cangkang yang sudah diambil getah Rp50.000 per kilogram. Jika cangkang digiling, harga jauh lebih mahal Rp1,1 juta per kilogram.Kini jernang makin langka. Bukan saja karena tutupan hutan hilang dampak pembalakan liar dan perkebunan sawit, juga persaingan para pencari jernang dari provinsi tetangga, Sumatera Barat." "Kala Darah Naga Jadikan Pembalak Liar Pelestari Hutan Bukit Betabuh (Bagian 2)","“Dulu, itu satu kg pernah dapat satu minggu. Kalau sekarang sudah susah dapat sekilogram . Satu ons pun dah susah satu hari. Karena dah banyak mati di hutan itu karena banyak cari kayu. Orang ambil kayu kan asal tumbang, kena jernang dah susah tumbuh. Kalau cari harus lebih luas lagi,” ucap Firman.Hendri Yanto, Ketua KTH Bukik Ijau mengatakan, anggota mereka 33 orang. Delapan perempuan, termasuk istrinya sendiri. Sejak dulu, mata pencarian Hendri cari getah jernang. Kini,  dia bersama warga Air Buluh sepakat membentuk kelompok KTH pada paruh kedua 2016.“Kami bentuk kelompok supaya kelompok ini bisa mencegah illegal logging yang mau masuk,” katanya.Sejak memulai pembibitan jernang di hutan seluas 25 hektar, petani hutan ini membentuk tim patroli. Tim inilah yang akan mengawasi perkembangan pembibitan dan penanaman . Tim juga yang akan menyisip bibit baru jika ada yang mati. Dana operasiona dari sumbangan anggota. Tim ini juga akan melaporkan setiap penghancuran hutan kepada pemerintah (KPHL).Perkembangan kelompok Bukik Ijau cukup maju membuat iri warga lain. Dulu, Hendri dan anggota kelompok sempat dicemooh warga lantaran membibit rotan jernang. Sekarang, justru ada dua atau tiga kelompok tani hutan lagi yang ingin dibentuk.Dia berharap,  pemerintah membantu masyarakat yang sudah berkomitmen menjaga hutan lindung ini dengan menyediakan mesin penggiling cangkang jernang. Dengan penambahan kelompok petani hutan, katanya,  bisa jadikan desanya sebagai sentral jernang di Riau.Sejauh ini,  bantuan datang dari LSM HutanRiau dan KPH Lindung Kuantan Singingi Selatan.“Rencana dibentuk dua atau tiga kelompok lagi. Kelompok ingin punya mesin giling. Kita berharap pemerintah juga membantu kami yang menjaga hutan ini,” ucap Hendry." "Kala Darah Naga Jadikan Pembalak Liar Pelestari Hutan Bukit Betabuh (Bagian 2)","Para petani hutan Air Buluh seperti diburu waktu. Perluasan penanaman bibit jernang sangat perlu di tengah pembalak liar terus menggerogoti kawasan inti Bukit Betabuh hingga kini.Harapan memperbaiki ekonomi dengan memanfaatkan hasil hutan bukan kayu dari Bukit Betabuh bisa saja mentok jika mesin-mesin gergaji para penebang kayu lebih cepat mendekati kawasan pembibitan mereka. Jernang sendiri hidup di bawah kanopi hutan. Pertumbuhannya sangat bergantung kelestarian hutan alam.Perambahan masif ini telah diketahui Bupati Kuantan Singingi Mursini. Info ini sudah dilaporkan ke Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup Wilayah II Sumatera. Raungan itu tetap menderu-deru mengusik ketentraman hutan Sumatera dan membuat para petani hutan Air Buluh, was-was. Habis       [SEP]" "Generasi Muda Enggan Bertani. Ini Solusinya..","[CLS]  Indonesia sedang krisis petani. Dalam satu dekade terakhir terdapat indikasi penurunan minat masyarakat, khususnya generasi muda, untuk terjun dalam sektor pertanian. Sensus Pertanian 2003 misalnya, menunjukkan Rumah Tangga Petani yang semula berjumlah 31,23 juta RTP, menurun menjadi 26,13 juta RTP atau turun 16,3 persen pada tahun 2013.Data BPS juga menunjukkan hanya 12 persen dari total yang ada saat ini yang berusia dibawah 35 tahun. Sisanya merupakan petani tua berusia di atas 45 tahun. Data lain menunjukkan hanya tiga persen anak petani yang melanjutkan kiprah orang tuanya sebagai petani.Untuk Sulawesi Selatan, jumlah rumah tangga usaha pertanian juga mengalami penurunan yang cukup siginifikan, mencapai 9,36 persen. Jika pada tahun 2003 jumlahnya sebanyak 1.082.251 rumah tangga menurun menjadi 980.946 rumah tangga di tahun 2013.Kondisi ini yang kemudian mendorong PT Mars Symbioscience Indonesia (MSI) menyelenggarakan seminar dan workshop bertajuk “Jadilah petani Millenial” di Aula Prof Mattulada, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin, Makassar, pada awal November 2017 lalu.Indah Putri Indriani, Bupati Luwu Utara, dalam paparannya mengajak generasi muda untuk tidak malu menjadi petani, karena menjadi petani kakao itu justru pekerjaan yang keren dan menguntungkan secara finansial. Kelebihan pertanaman kakao karena tidak mempunyai musim tertentu, beda dengan durian dan rambutan, sehingga bisa cepat menghasilkan uang.“Jika tujuan kita kerja adalah untuk mencari uang, maka jadilah petani kakao. Kakao mudah dipasarkan. Saat ini kakao adalah urutan pertama untuk ekspor dan investasi. Jadi potensinya sangat besar. Ketika negara ini menghadapi krisis, petani kakao justru tidak merasakannya,” katanya.Tanaman kakao sendiri memang termasuk tanaman yang cepat berbuah, paling lama dua tahun sudah bisa produksi dimana satu pohon bisa menghasilkan minimal 40 kg kakao kering." "Generasi Muda Enggan Bertani. Ini Solusinya..","Menurut Indah, di Kabupaten Luwu Utara sendiri sudah menghasilkan berbagai ladang untuk pertanaman kakao ini. Hulunya juga sudah siapkan.“Ini menjadi tantangan, adakah petani milenial di sini yang mau mencoba? Ayo ke Luwu Utara. Di sana misalnya ada Desa Batu Alang yang menjadi kampung kakao. Ada juga warkop kakao dan Desa Tarobok dimana kampung ini menjadi tempat belajar menanam kakao. Learning by doing,” ujarnya.Ia menambahkan bahwa secara nasional, Sulsel menyumbang 14,44 persen untuk lahan dan 22,42 persen untuk produksi. Sementara Kabupaten Luwu Utara menyumbang 14,47 persen lahan dan 15,56 persen produksi kakao untuk skala Sulawesi Selatan dengan produktifitas sekitar 0,61 ton per hektar.“Jadi memang sangat potensial sehingga kita kemudian berupaya untuk bisa kerjasama dengan industri, universitas, dan masyarakat untuk meningkatkan produksi.“  Menurutnya, untuk mendorong peningkatan produktivitas kakao di daerahnya, pemerintah antara lain telah memastikan komoditas ini menjadi bagian dari rencana strategis dalam RPJMN. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian, Kabupaten Luwu Utara juga ditetapkan sebagai kawasan pengembangan kakao nasional.“Jadi harus dipastikan bahwa ini harus berada dalam skema pemerintah dan kami sedang merencanakan untuk program kakao masuk sekolah. Di Luwu Utara kini sudah ada satu SMK yang bergerak di sektor pengolahan kakao dan sudah sejak awal bekerja sama dengan PT. Mars Indonesia,” tambahnya.Nurhady Sirimorok, peneliti dari INSIST, menjelaskan semakin jauhnya generasi muda dari pertanian di beberapa daerah yang pernah menjadi lokasi penelitiannya.“Pekerjaan saya setiap hari dari desa ke desa berdiskusi dengan para petani. Saya baru saja dari sebuah desa di Kabupaten Soppeng, menghitung sejak kapan anak-anak muda di sana meninggalkan daerahnya untuk menanam kakao di daerah lain,” katanya." "Generasi Muda Enggan Bertani. Ini Solusinya..","Di Kabupaten Soppeng, tambahnya, mereka yang kelahiran 1983 ke bawah cenderung meninggalkan kampung. Sejak akhir 1990-an produktifitas sudah mulai menurun. Selain kurangnya petani, salah satu alasannya adalah siklus produksi alami yang mulai menurun.Di Kabupaten Luwu Utara sendiri, tambahnya, kebanyakan generasi muda enggan menjadi petani dan lebih memilih menjadi pelaut. Sebabnya, mereka tumbuh ketika produktifitas kakao itu sudah surut, sehingga komoditas ini dianggap tidak menjanjikan.Menurut Nurhadi, keengganan generasi muda untuk bertani juga dipicu oleh faktor lain, yaitu lingkungan pendidikan di keluarga dan sekolah.“Kalau kita tanyakan lebih dalam lagi, sebenarnya ada faktor yang sangat mempengaruhi keinginan untuk menghasilkan petani yang unggul. Di rumah, yang ada hanya instruksi dan hukuman kalau bersalah, tidak ada diskusi. Hal yang sama juga terjadi di sekolah. Nah, apa yang terjadi, mereka ini tidak mampu mengeluarkan idenya.”Menurutnya, selama ini yang berminat jadi petani adalah anak-anak yang tidak berpeluang sekolah lebih tinggi. Itupun menjadi pilihan terakhir, ketika tidak ada lagi pekerjaan lain yang bisa didapatkan.“Itu karena di sekolah memutus hubungan antara anak dan tanah. Jadi kebanyakan bilang bahwa kalau kita belajar fisika dan biologi tidak diperlihatkan di alam sekitar. Mereka tidak diajarkan untuk prakarsa, sehingga ketika mereka diharapkan menyelesaikan masalah di lingkungan mereka, justru lebih memilih pergi,” tambahnya.Nurhadi selanjutnya menyarankan agar dibuat wadah-wadah yang bisa membuat anak-anak muda untuk bisa berdiskusi dan berprakarsa secara bebas.“Di salah satu kabupaten malah, semua orang yang saya tanyakan, lembaga LKMD itu tidak penting. Padahal ini adalah lembaga yang sangat penting untuk meningkatkan prakarsa anak muda.”  " "Generasi Muda Enggan Bertani. Ini Solusinya..","Nahrul, salah seorang Cocoa Doctor dampingan PT MSI, menceritakan pengalaman dan cerita sukses sebagai petani kakao di daerahnya, Kabupaten Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara. Cocoa Doctor atau Dokter Kakao sendiri adalah alumni Akademi Kakao yang tugasnya membantu petani kakao untuk merehabilitasi kebun mereka agar mampu memproduksi kakao 2 ton per hektar.“Untuk menjadi seorang petani, menikmati sesuap nasi, itu tidak perlu yang mewah. Lebih nikmat rasanya menyantap makanan di alam bebas dengan suara burung-burung sekitar dibanding suara musik,” katanya.Dalam setahun, ia bisa memperoleh pendapatan hingga hingga Rp72 juta, hanya dari hasil penjualan bibit kakao dan pupuk. Belum termasuk hasil penjualan biji kakao, dalam bentuk basah dan kering. Ia bahkan telah memiliki kendaraan roda empat dari hasil usahanya tersebut.“Saya bisa membuktikan bahwa bertani itu jika ingin sukses tidak hanya mengandalkan otot saja, tetapi juga otak. Saran saya bagi anak muda, kalau kalian betul-betul ini menjadi petani maka harus ditanamkan jiwa untuk fokus, tidak main-main. Dan jangan segan mengeluarkan modal yang lebih besar untuk mendapatkan hasil yang lebih besar pula,” tambahnya.Menurut Arie Noval Iskandar, Director Corporate Affairs PT MSI, untuk mendorong kembali gairah generasi muda untuk bertani dilakukan berbagai upaya literasi di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi. Salah satunya melalui kerjasama dengan 2 SMK pertanian di Sulawesi.“Kita juga bekerja sama dengan pakar dari Australia yang akan membantu memasukkan best practice yang akan kita masukan ke dalam kurikulum dan basic-nya adalah mahasiswa. Inilah yang akan kita coba lakukan, bagaimana meningkatkan kemampuan petani, bukan hanya sekedar petani namun juga menjadi petani pengusaha. Ini masih panjang sebenarnya, namun itulah yang kami inginkan dari Mars,” ujarnya.  [SEP]" "Kala Petugas Gagalkan Pengiriman Ratusan Kulit Ular ke Jawa","[CLS]  Petugas Pengawasan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) Resort Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Pelabuan Belawan, Medan, Sumatera Utara, Selasa pagi (30/5/17) berhasil menggagalkan pengiriman ratusan lembar kulit ular kemasan dan siap kirim ke Jawa, pakai kapal KM Kelud tujuan Tanjung Priok, Jakarta.Zakaria, Pengendali Eksostem Hutan (PEH), Petugas Pengawasan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) BKSDA)Pelabuan Belawan, kepada Mongabay mengatakan, pembongkaran kasus ini setelah mendapatkan informasi soal bagian tubuh satwa yang akan masuk ke Kapal KM Kelud di Pelabuhan Belawan.Dia bersama tim langsung mengintai dan menemukan satu kg kantung plastik besar, berisi kulit ular. Mengantisipasi hal tak diinginkan, dia langsung meminta pemilik barang, Riduan Sitohang, turun dari kapal dan memeriksa dokumen barang. Kulit ular rencana dikirim ke Kerawang, Jawa Barat.  Dari pemeriksaan dokumen warga Medan ini, petugas tak menemukan surat izin edar dalam negeri, dan surat angkutan dan tumbuhan maupun satwa liar dalam negeri yang dikeluarkan BKSDA Sumut. Dia langsung mengamankan barang bukti dan pemilik kulit ular itu.Pemeriksaan fisik kulit ular, kata Zakaria, diketahui jenis ular python brongersmai atau masyarakat mengenal dengan nama ular gendang.Pemerintah, katanya, mengatur kuota tangkap ular ini di alam. “Ini perlu, agar tak ada yang sembarangan memburu, membunuh tumbuhan dan satwa tak dilindungi sekalipun.”Kuota tangkap ini, katanyasoal aturan dapat darimana, berapa jumlah dan lain-lain. Untuk itu, perlu pengawasan meski bukan satwa dilindungi. “Kalau diambil dari hutan lindung sangat dilarang karena populasi di alam berkurang.”Herbert Aritonang, Kepala Seksi Wilayah II BBKSDA Sumut, mengatakan, pemilik dan barang bukti diamankan guna mendalami darimana kulit ular ini, dan apakah ada aturan dilanggar. “Apakah ada sanksi pidana atau tidak, nanti diputuskan penyelidikan.”" "Kala Petugas Gagalkan Pengiriman Ratusan Kulit Ular ke Jawa","Riduan mengaku, baru kali ini mengirimkan kulit ular ke Jawa. “Itupun karena ada pesanan dari warga Dusun Benden, Kerawang, Jawa Barat atas nama Sudiyanto.”Saat ditanya bagaimana berhubungan dengan Sudiyanto, kata Sitohang dari seorang teman. Mereka selama ini belum pernah bertemu. Komunikasi hanya melalui telephone seluler.  Soal pembayaran, katanya berdasarkan kepercayaan. Ketika barang pesanan sampai, baru bayar via rekening bank.“Ini baru pertama kali kirim kulit ular. Saya gak pernah. Modal kepercayaan aja kami, kalau barang sampai dia kirim uang.”Dia mengatakan, kulit-kulit ular dari orang yang mendapatkan ular di jalan dan sawah.Ketika mencoba mendalami dokumen, Sitohang menunjukkan dokumen dari notaris, Dinas Pertanian Badan Karantina Pertanian, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, dan surat Karantina Hewan.Dengan begitu lengkap dokumen minus dokumen BKSDA, ada keraguan dia pemain baru dalam perdagangan tubuh satwa.Dari laporan petugas, pelaku sudah beberapa kali menjalankan aksi, mengirim potongan tubuh satwa tanpa memiliki dokumen resmi dari BKSDA Sumut.“Temuan awal, dokumen menyertai barang tak dimiliki pemilik. Kita sudah periksa di Kantor BKSDA Sumut,” Herbert.Dari perhitungan awal, jumlah kulit ular yang akan dikirim ke Jawa ada 350 lembar. Barang bukti sudah dikemas rapi. Kondisi kulit ular sangat bagus, tak ada lecet atau luka.    [SEP]" "Lagi, Pesut Ditemukan Mati di Pesisir Teluk Balikpapan","[CLS] Pada pertengahan September 2017 lalu, seekor pesut atau lumba-lumba air tawar (Orcaella brevirostris) ditemukan mati di pantai tengah Tanjung Sorong, Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur (Kaltim), Rabu (13/9/2017). Pada saat ditemukan, kondisi pesut itu sudah membusuk, diperkirakan kematiannya sudah lebih dari tiga hari.Kabar tersebut pertama kali diunggah oleh salah satu netizen PPU melalui akun facebook grup warga PPU Penajam Terkini. Kamis (14/92017), pemerintah setempat beserta Rare Aquatic Spesies of Indonesia (RASI) menurunkan tim untuk memastikan kabar tersebut. Hasilnya, dipastikan seekor pesut pesisir mati dengan tingkat kebusukan sudah berada di tingkat empat. Artinya, kondisi sudah cukup parah dan agak sulit mengidentifikasi penyebab kematiannya.Peneliti RASI, Danielle Kreb mengatakan untuk memastikan apakah benar bangkai tersebut adalah lumba-lumba, RASI harus menurunkan stafnya ke lokasi. Dapat dipastikan bangkai tersebut merupakan lumba-lumba irawaddy karena memiliki sirip tengah. “Saya sebenarnya tidak ke lokasi, tapi ada tim RASI yang diturunkan, namanya Maulana. Dari keterangan Maulana, dipastikan jika bangkai tersbeut adalah lumba-lumba Irawaddi atau lumba-lumba pesisir,” kata dia.  Menurutnya, penyebab kematian lumba-lumba itu tidak bisa dipastikan. Meski demikian, setelah memerhatikan detil foto yang dikirim stafnya, Daniella menduga lumba-lumba tersebut mati karena terjerat jaring nelayan. “Kondisinya sudah membusuk mencapai tingkat empat, artinya sulit dideteksi, staf di lapangan sudah memastikan keadaannya. Saya lihat dari foto-foto di lapangan, ada bekas jaring. Seperti bekas jeratan, seperti itu dan staf ke sana juga bersama tim dari BPSPL,” kata dia." "Lagi, Pesut Ditemukan Mati di Pesisir Teluk Balikpapan","Dari panjang tubuhnya, diperkirakan lumba-lumba tersebut masih remaja. Sehingga, kata dia, kecil kemungkinan mati karena sakit. Daniella sangat menyesalkan kejadian tersebut, karena sampai saat ini, menurut dia masih banyak laporan tentang kelalaian para nelayan yang tidak menjaga renggeknya. “Masih banyak informasi, kalau ada nelayan yang memasang renggek dan tidak dijaga. Jadi ketika ada lumba-lumba yang masuk, tidak terlihat,” ujarnya.Danielle juga memastikan kematian pesut bukan karena limbah dan pencemaran di laut pesisir. Karena, menurutnya lumba-lumba yang mati hanya satu. Jika lebih dari satu, maka dimungkinkan kematian disebabkan karena limbah. “Kalau itu pencemaran, pasti banyak yang mati. Memang beberapa waktu ini ada keluhan terkait buangan pulut kelapa sawit lewat kanal air ke laut. Tapi belum saya pastikan ke sana lagi,” jelasnya.Dalam waktu dekat, Danielle berencana bertolak ke Balikpapan untuk memantau perkembangan kondisi lumba-lumba di sana. Daniella juga akan melihat kondisi laut di pesisir dan Teluk Balikpapan, lantaran beberapa bulan terakhir banyak komunitas dari nelayan dan pemancing yang menghubunginya terkait pencemaran lingkungan. “Banyak yang menghubungi saya dan mengeluhkan kondisi laut di sana. Saya berencana akan ke sana untuk melihat langsung. Saya mengharap ada kerjasama Dinas Lingkungan Hidup untuk masalah lingkungan di sana,” ujarnya.  Senada, Staf RASI, Maulana mengatakan penyebab kematian lumba-lumba itu sudah tidak bisa diprediksi sebab. Ketika ditemukan, bangkainya langsung dikuburkan tak jauh dari lokasi ditemukannya. “Bangkai tidak bisa diperiksa lagi karena sudah membusuk. Jadi langsung dikuburkan tak jauh dari lokasi penemuan. Saya ke lokasi tidak sendiri, bersama pemerintah setempat, Forum Peduli Teluk Balikpapan dan BPSPL,” jelasnya. Kondisi Laut yang Mengkhawatirkan" "Lagi, Pesut Ditemukan Mati di Pesisir Teluk Balikpapan","Forum Peduli Teluk Balikpapan (FPTB) menduga pesut sedang bermigrasi dari Teluk Balikpapan. Sebab, lokasi persebarannya hingga ke Pantai Sorong dan Tanjung Jumlai PPU.Anggota FPTB, Hery Seputro, mengatakan kematian mamalia laut Teluk Balikpapan sudah terjadi tiga kali selama tahun 2017. Kasus kematian di Bulan september adalah kasus yang ketiga. Sebelumnya, ada juga kematian di Pantai Melawai Balikpapan.“Selama Tahun 2017 ada 3 kematian, tapi yang berhasil ditemukan bangkainya hanya 2, yakni yang mati di Pantai Melawai dan Pantai Sorong ini. Sementara yang satu lagi, masih belum dipastikan fakta atau hoax. Tapi sepertinya bangkainya sudah dihanyutkan karena waktu kami datangi, tidak ditemukan lagi,” ungkapnya.Dijelaskan Hery, untuk mengetahui penyebab kematian mamalia laut, umumnya harus dengan cara nekropsi. Namun karena kondisi bangkai yang ditemukan sudah membusuk, maka pihaknya memutuskan tidak melakukan nekropsi. “Seharusnya nekropsi untuk memastikan penyebab kematiannya. Tapi sudah busuk, jadi langsung dikuburkan ketika ditemukan,” katanya.  Terkait Teluk Balikpapan, Hery menegaskan harus monitoring dan survey terbaru untuk mengetahui kondisi yang terjadi di sana. “Sepertinya memang harus ada survey dan monitoring untuk mengetahui kondisi yang terjadi di Teluk Balikpapan. Sejauh ini, tidak ada pencemaran di laut. Limbah atau minyak belum terlihat,” ujarnya.Meski demikian, lanjut dia, kondisi pesut di Teluk Balikapapan masih terancam oleh pencemaran sampah. Karena, lanjut dia, semua biota laut bisa mati karena memakan sampah. “Pernah suatu kali kami melakukan nekropsi untuk biota laut, ternyata penyebab kematiannya karena memakan sampah. Contoh penyu hijau, biota ini makan ubur-ubur dan rumput laut. Jika ada plastik atau pampers, dia mengira itu makanan dan akan dimakan dan menyebabkan kematian,” jelasnya." "Lagi, Pesut Ditemukan Mati di Pesisir Teluk Balikpapan","Senada, Sekar Mira dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melihat fenomena kematian lumba-lumba yang tak biasa di Pesisir Balikpapan. Menurutnya, jika benar dalam satu tahun telah terjadi tiga kematian, maka dipastikan ada sesuatu yang salah pada kondisi laut di pesisir. “Keterdamparan dapat menjadi indikasi bahwa ada sesuatu yang salah di perairan kita,” kata dia.Setelah melihat gambar kematian lumba-lumba Irawaddy itu, Sekar membenarkan tingkat kebusukannya sudah berada di nomor empat bahkan lima. Namun untuk memastikan penyebab kematiannya, tetap harus melakukan nekropsy. “Tindakan nekropsy atau pengamatan bangkai paska kematian harus dilakukan agar dapat lebih definitif dalam menggali penyebab kematian,” ujarnya.  [SEP]" "Betapa Hutan Begitu Penting bagi Orang Mentawai (Bagian 1)","[CLS]   Toggilat Sabulukungan dan Stefanus Satoutou, bergantian mengucap mantra sambil menghadap ke sebuah pohon durian tumbang. Dua lelaki Mentawai ini menyiapkan beberapa helai dedaunan yang dipetik di tengah perjalanan. Mereka masukkan dalam batang bambu.Toggilat mendekati pohon tumbang sambil berbicara dalam bahasa Mentawai. Volume suara cukup keras seolah sedang berbicara menyampaikan kabar kepada pohon itu. Tangan lelaki 70-an tahun yang biasa disapa teteu (kakek) ini terlihat memegang secarik kain kecil berwarna kuning.Dia terus berucap sambil menghadap ke akar pohon yang terjungkit ke luar. Secarik kain dia taruh di ujung akar, dan mengambil daun tadi lalu diusapkan ke batang pohon sembari terus mengucapkan mantra.Setelah itu, giliran Stefanus bergerak. Dia mengambil bambu berisi dedaunan kemudian memutari pohon. Kalimat-kalimat mantra terus terucap. Terakhir dia memercikkan air dalam bambu ke akar hingga batang pohon dan ke rombongan yang ikut ke lokasi itu. Sepercik air terasa membasahi kulit kepala saya.Dua orang tetua adat Suku Sabulukungan dan Satotou ini baru saja melakukan Pasinenei mone, ritual meminta maaf kepada pohon kirekat karena tergusur untuk pembukaan jalan transmentawai.Dalam kepercayaan Mentawai (arat Sabulungan) setiap makhluk hidup punya jiwa atau roh, terlebih yang terpilih sebagai kirekat.Kirekat adalah tanda kenangan terhadap orang yang meninggal, bentuk berupa ukiran cetakan telapak kaki dan tangan dari orang yang meninggal di batang (pohon) durian di tengah hutan.Kirekat dibuat dengan menggambar langsung dari telapak kaki atau telapak tangan orang yang meninggal ke pelepah batang sagu. Pelepah batang sagu diiris sesuai gambar dan jadi cetakan untuk ditorehkan pada batang durian." "Betapa Hutan Begitu Penting bagi Orang Mentawai (Bagian 1)","Guratan begitu halus mengikuti alur garis telapak kaki dan tangan manusia. Di pohon durian yang jadi kirekat di depan kami itu, selain ukiran telapak kaki juga buat penanda untuk postur tubuh dengan menandai pohon berupa lubang kecil untuk posisi lutut, pinggang, bahu dan kepala.Biasanya, pohon durian untuk mengukir kirekat harus dari jenis paling baik. Pohon besar, buah lebat dan rasa enak. Pohon kirekat tak boleh ditebang atau jadi “alak toga” atau mas kawin untuk perempuan. Sebagai penanda, persis di sebelah pohon kirekat ditanam bunga surak. Bunga ini berpagar, berarti semua orang tahu kalau ada kirekat.“Ini kirekat abang dan anak saya, jika rindu dengan mereka saya akan mendatangi pohon ini,” kata Toggilat usai ritual pasinenei mone pada pohon kirekat di Bad Mara, perbatasan Dusun Gotap, Desa Saliguma, Siberut Tengah dengan Desa Muntei, Siberut Selatan, akhir November lalu.  Kesedihan si teteu bukan tanpa sebab. Pohon durian kirekat keluarga ini tumbang bikin dia amat terpukul. Tak ada lagi monumen atau kenangan dari keluarga yang meninggal.Tak hanya teteu, keluarga besar dari Suku Sabulukungan juga merasakan kesedihan mendalam. Bagi mereka,  pohon kirekat merupakan salah satu lambang kehormatan, harkat dan martabat anggota uma (suku).“Kirekat ini berpuluh-puluh tahun kami rawat, ada rumput di sekitarnya, dibersihkan, jika ada kayu-kayu atau ranting jatuh juga kami bersihkan. Kami sangat menghargai dan menjaga pohon ini,” katanya.Heronimus Sabulukungan, Kepala Dusun Puro II yang ikut rombongan mengatakan,  penggusuran kirekat di Jalan Transmentawai sekitar pertengahan November. Toggilat saat itu tengah di ladang mendengar eksavator bekerja. Kala dilihat,  ternyata pohon kirekat sudah tumbang.Atas penggusuran sepihak ini, Suku Sabulukungan menjatuhkan tulou (denda) kepada kontraktor penggusur." "Betapa Hutan Begitu Penting bagi Orang Mentawai (Bagian 1)","“Kami minta kepada Pemkab Mentawai meninjau dan melihat langsung kirekat yang tumbang. Bagi kami, kirekat ini suatu kebudayaan sakral dan tak bisa dimainkan,” katanya.Dia bilang, jangankan menebang atau menggusur pohon, mematahkan bunga yang mereka tanam di pinggir saja akan dapat sanksi adat.  “Kalau ada yang mematahkan atau merusak akan didenda adat, apalagi orang luar yang melakukannya,” kata Heronimus.Aturan adat ini, katanya,  sudah berlaku sejak nenek moyang mereka.  “Kalau dulu,  jika ada menebang kirekat akan terjadi peperangan antar suku, karena menurut kepercayaan Mentawai, kirekat itu seolah-olah ada orang yang berdiri disitu.”“Penebangan ini diibaratkan orang yang sedang berdiri lalu tiba-tiba dibacok. Seandainya ada kami disitu, mungkin akan langsung kami panah orang itu,” katanya.Atas kasus ini, pemkab lakukan mediasi. Kontraktor sudah bayar denda. “Mereka memberikan uang tulou Rp2 juta. Uang itu kami pakai untuk ritual adat termasuk membeli beberapa babi yang daging dibagi-bagikan kepada anggota suku.”Hutan, bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat adat Mentawai seperti para Sikerei. Ritual pasinenei mone, hanya salah satu ritual Mentawai yang berkaitan erat dengan alam.Bagi mereka, hutan tak sekadar tempat menyambung hidup seperti mencari rotan, berladang dan berburu. Lebih dari itu, hutan dalam kepercayaan tradisional Mentawai juga tempat tinggal roh-roh leluhur yang turut menjaga segala jenis tumbuh-tumbuhan obat yang sangat berguna bagi hidup manusia.Hutan juga untuk ritual dan pengobatan bagi orang sakit. Aturan-aturan adat dan kepercayaan tradisional dalam pengelolaan hutan terlihat jelas dalam kegiatan-kegiatan penting uma. Khawatir masuk HTIKini hutan mereka terancam perkebunan kayu atau hutan tanaman industri yang bakal masuk. Masyarakat Mentawai menolak rencana HTI milik PT. Biomass Andalan Energi,  yang peroleh izin 20.030 hektar di Pulau Siberut." "Betapa Hutan Begitu Penting bagi Orang Mentawai (Bagian 1)","“Sapru leleu sappru engatta (kalau hutan kita habis, habislah kehidupan kita),” kata Bruno Tatebburuk, tetua Suku Sabulukungan.Menurut dia, tanah klaiman HTI antara lain merupakan wilayah adat mereka yang membentang dari Desa Saliguma hingga Saibi, Siberut Tengah.Di tanah leluhur itu, terdapat goa sangat bersejarah bagi Suku Sabulukungan, yakni Goa Sipukpuk. Menurut cerita orang tua mereka, Goa Sipukpuk merupakan jelmaan uma, tempat menyagu dan tempat ayam leluhur yang tersambar petir dan jadi batu karena mempermainkan anjing.Seluruh anggota Sabulukkungan dalam uma juga ikut jadi batu. Uma yang jadi batu dinamakan Goa Sipukpuk.Andai nanti akhirnya tak bisa mempertahankan tanah ulayat dari ekspansi HTI,  Goa Sipukpuk,  akan mereka pertahankan hingga titik darah penghabisan.“Tak ada cara lain, jika Sipukpuk dirusak HTI, kami bersedia berperang,” katanya.Bagi Suku Sabulukkungan,  merusak Goa Sipukpuk sama dengan menabuh genderang perang.Selama ini, katanya, warga tak pernah dilibatkan dalam pembahasan HTI meski wilayah masuk konsesi. Warga baru tahu ketika mahasiswa Mentawai membicarakan itu pada mereka.“Kami tak pernah dilibatkan. Kenapa tiba-tiba tanah kamimasuk? Ini tak bisa diterima.”Tabib Mentawai Boroi Ogok dan Pangarita Sabaggalet juga gusar. Eksploitasi hutan oleh perusahaan, kata mereka,  akan menghabisi tanaman obat tradisional. “Kehadiran perusahaan kayu maupun HTI akan menyusahkan kami menjalankan ritual sebagai Sikerei,” katanya.  Pangarita mengatakan, banyak ramuan obat tersimpan di hutan. Jenis tanaman biasa mereka ambil lebih subur tumbuh di hutan dan lebih berdaya magis daripada di pekarangan rumah. Beberapa tumbuhan obat atau daun bebetei, katanya,  tak bisa hidup di pekarangan rumah karena memerlukan lingkungan lebih sejuk.Kalau HTI masuk, akan melenyapkan tanaman yang mereka perlukan, seperti pengalaman saat HPH merajalela di Siberut dekade 1970-an." "Betapa Hutan Begitu Penting bagi Orang Mentawai (Bagian 1)","Obat-obatan mereka merupakan racikan beragam tanaman. Kalau salah satu racikan tumbuhan kurang, katanya, sama saja tak ada guna. Jadi, katanya, berapapun jauh tempat mencari obat di hutan, para Sikerei akan menjelajah hutan sampai memperoleh daun yang diperlukan.Boroi juga bilang, tempat baik tumbuhan obat di hutan. Setiap mereka mengambil tumbuhan obat, katanya,  selalu mengajak roh penjaga membantu mengobati atau menjalankan ritual.Kekuatan obat, kata Boroi,  bukan hanya karena daun, namun daya magis dan mantra saat memetik maupun menggunakan.Otomatis kalau hutan rusak mereka akan kesusahan. “Kami susah karena tanaman akan payah didapat juga tak mabajou (daya penyembuh hilang).”Serupa dikatakan Teu Lakka Tatebburuk. Selain untuk bahan obat-obatan, hutan juga penyedia kayu untuk membangun uma. Hutan bagi kehidupan mereka, katanya, sangat penting.“Kami membuat uma kayu diambil dari hutan, mengambil daun bebetei (pengusir roh jahat) juga dari hutan, itulah fungsi hutan bagi kami.”Sebagai bentuk rasa hormat atas roh penguasa hutan, katanya, tiap kali menebang kayu besar di hutan diawali ritual panangga. Panangga merupakan ritual meminta izin kepada penguasa hutan atas pemakaian kayu milik ‘mereka’.Saat ritual panangga mempersembahkan secarik kain, rokok dan barang-barang lain sebagai bukti mereka memberi mahar kepada penguasa hutan.Ritual panangga juga kerap dilakukan saat mereka membuka ladang atau membuka tempat pemeliharaan ternak seperti babi dan ayam. “Kepada roh penguasa mereka meminta berkat agar dijauhkan dari malapetaka dan hasil panen melimpah.”Orang Mentawai, katanya, tak sembarangan memperlakukan hutan karena roh penguasa bisa mengamuk dan memberikan penyakit kepada pembuat onar atau perusak hutan. (Bersambung)     [SEP]" "Hanya Bahas Pidana, Kuasa Hukum DL Sitorus Protes Mongabay. Siahaan: Koperasi Menang Gugatan Perdata","[CLS] Darianus Lungguk Sitorus, pemilik perkebunan sawit PT Torganda, di Padang Lawas, Sumatera Utara, protes pemberitaan Mongabay Indonesia. Melalui kuasa hukum Lembaga Bantuan Hukum Merah Putih, dia menuding pemberitaan Mongabay Indonesia keliru hanya memberitakan soal eksekusi lahan kebun sawit di hutan Register 40, bagian putusan pidana oleh Mahkamah Agung,  tanpa memasukkan soal gugatan perdata mereka.Marihot Siahaan, kuasa hukum Sitorus, menulis surat kepada Mongabay dengan menekankan, Koperasi Parsadaan Simangambat Ujung Batu (“Parsub”) dan Koperasi Perkebunan Kelapa Sawit Bukit Harapan, mengajukan gugatan perdata dan menang di Pengadilan Negeri Padangsidempuan maupun Pengadilan Tinggi Sumatera Utara dalam perkara perdata No 37/Pdt.G/2015/PN.Psp dan No 46/Pdt.G/2015/PN.Psp di Pengadilan Negeri Padang Sidempuan dan Pengadilan Tinggi Medan pada tahun 2015.Kini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, selaku pihak tergugat, mengajukan kasasi. Proses hukum masih berjalan.“Keluarga DL Sitorus telah merasa sangat dirugikan, dipojokkan, seolah-olah DL Sitorus sebagai pihak yang tetap bersalah (padahal tidak),” begitu bunyi surat yang disampaikan Marihot Siahaan dari Lembaga Bantuan Hukum Merah Putih ke Mongabay pada 14 Juni 2017.Duduk perkaranya berawal ketika Mahkamah Agung, lewat putusan Nomor 2642 K/Pid/2006 tertanggal 12 Februari 2007, menjatuhkan hukuman delapan tahun penjara kepada DL Sitorus, denda Rp5 miliar, subsider kurungan selama enam bulan. Mahkamah Agung juga memutuskan seluruh barang bukti berupa perkebunan sawit seluas 47.000 hektar bersama aset di atasnya dikembalikan ke negara Indonesia lewat Departemen Kehutanan –nama terdahulu dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan." "Hanya Bahas Pidana, Kuasa Hukum DL Sitorus Protes Mongabay. Siahaan: Koperasi Menang Gugatan Perdata","Pada Januari 2015, Mongabay Indonesia, mendapat informasi bahwa eksekusi lahan dan aset di hutan Register 40, belum bisa berjalan dan mewawancarai Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara Muhammad Yusni. Ia diberitakan dengan judul “Parah! 8 Tahun Putusan MA Tumpul, Sawit Masih Kuasai Register 40. ”Pada Juli 2015, Mongabay juga memberitakan pertemuan para menteri membahas eksekusi lahan, dalam berita berjudul “Eksekusi Hutan Sawit di Register 40 Berlarut, Ini Kata Para Menteri.”Terakhir, Mongabay memuat berita soal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menetapkan DL Sitorus sebagai tersangka dan tahanan kota pada 17 Juni 2017, dua tahun sesudah berita sebelumnya, berjudul “Tetap Kuasasi Hutan Register 40 untuk Sawit, DL Sitorus Kembali Jadi Tersangka.”Menunjuk kepada ketiga pemberitaan itu, Siahaan berpendapat Mongabay hanya memuat dari satu sisi atau tak cover both sides. LBH Merah Putih, dimana Siahaan bekerja, juga merupakan kuasa hukum gugatan perdata dari Koperasi Parsub dan Koperasi Perkebunan Kelapa Sawit Bukit Harapan. Siahaan juga menyebutkan bahwa Mongabay melakukan “penggiringan opini” untuk memojokkan kliennya.Dalam suratnya, Siahaan menulis bahwa “secara de facto dan de jure” tak pernah ada hutan Register 40 karena belum ada tata batas dan penetapan kawasan yang disebut Mongabay maupun pihak pemerintah sebagai “hutan Register 40.”Hal ini sebutnya sesuai dengan hasil laporan pemerintah dalam hal ini hasil laporan tim Interdept 2005 (Tim antara lain terdiri dari Departemen Kehutanan, Departemen Dalam Negeri, Badan Pertanahan Nasional, Pemerintah Daerah dalam Provinsi Sumut) menyatakan sebagai fakta terdapat 43 perusahaan di lokasi yang disebut-sebut sebagai Register 40." "Hanya Bahas Pidana, Kuasa Hukum DL Sitorus Protes Mongabay. Siahaan: Koperasi Menang Gugatan Perdata","Dia sebutkan, bahwa putusan pidana dari Mahkamah Agung adalah tentang kawasan hutan Register 40 yang disebut seolah-olah berdasarkan Gouvernement Besluit No. 50 tertanggal 24 Jun 1924 (GB50). Juga kebun sawit yang dikelola Persub dan KPKS Bukit Harapan seolah-olah terletak di lima desa di Padang Lawas: Desa Aek Raru, Janji Matogu, Langkimat, Paranpadang dan Desa Mandasip.”Padahal tidak betul, dan hal tersebut dibuktikan dalam sidang pembuktian dan sidang pemeriksaan di lokasi dalam perkara perdata,” kata surat Siahaan.Koperasi Parsub dan KPKS Bukit Harapan mengajukan gugatan perdata, menurut Siahaan, yang mereka menangkan sampai Pengadilan Tinggi Sumatera Utara.Dalam putusan itu, menurut Siahaan, KPKS Bukit Harapan dan Koperasi Parsub, tak berada dalam lima desa seluas sekitar 6.000 hektar, “Sedangkan dalam dakwaan dan putusan (pidana) menyatakan luas kebun sawit yang dikelola Persub dan KPKS Bukit Harapan seluas 47.000 hektar di dalam lima desa itu.”Siahaan menulis, “GB50 itu sendiri tak pernah bisa menjadi dasar hukum untuk penetapan kawasan hutan Register 40, karena tak pernah masuk dalam sistem hukum Republik Indonesia.”Jadi, katanya, di lokasi yang disebut-sebut sebagai Register 40 tak pernah ada kawasan hutan. Yang ada, “… banyak kebun-kebun sawit milik masyarakat, yayasan, perusahaan dalam negeri dan asing, koperasi, sampai BUMN.”Menurut Siahaan, eksekusi terhadap putusan kasasi di dalam lima desa itu telah terlaksana pada 29 Agustus 2009 di kantor Kejaksaan Tinggi Medan. “Eksekusi tersebut sebagai pelaksanaan putusan pidana dimaksud terhadap kebun sawit di lima desa. Sedangkan kebun sawit Persub dan KPKS Bukit Harapan tak pernah ada di lima desa itu,” tulisnya." "Hanya Bahas Pidana, Kuasa Hukum DL Sitorus Protes Mongabay. Siahaan: Koperasi Menang Gugatan Perdata","Dengan begitu, menurut Siahaan, sebenarnya secara hukum, putusan pidana dari Mahkamah Agung tak dapat dieksekusi karena belum ada penetapan kawasan Register 40, bukan permainan kejaksaan atau Kementerian Kehutanan, seperti dalam berita. Tanggapan MongabayRidzki R Sigit, Program Manager Mongabay Indonesia, mengatakan, Mongabay Indonesia, adalah media khusus lingkungan hidup hingga liputan banyak soal kehutanan.“Pada Januari 2015, ketika wartawan kami di Medan mengetahui dari Muhammad Yusni, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, bahwa ada kesulitan dalam menjalankan keputusan Mahkamah Agung soal Register 40, kami tentu memuatnya,” katanya.Yusni mengacu pada putusan Mahkamah Agung nomor 2642/K/PID/2006, yang sudah berkekuatan hukum dan memutuskan DL Sitorus, bersalah melakukan penguasaan terhadap hutan negara, lewat perusahaannya, PT Torganda dan PT Torus Ganda.Putusan kasasi itu menyebutkan:Kesulitan menjalankan keputusan Mahkamah Agung itu, lalu dibahas dalam rapat kabinet antar-kementerian, pada 30 Juni 2015, dihadiri Menteri Koordinator Bidang Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dan Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidah Baldan. Mereka membahas sejumlah kasus agraria dan pertanahan termasuk Hutan Register 40.Sesudah rapat selesai, banyak wartawan yang bertugas di Manggala Wanabakti, tempat rapat diadakan, diundang mendengarkan perkembangan kasus itu.“Wartawan kami juga meliput jumpa pers itu. Nara sumbernya adalah anggota kabinet,” katanya. Ia sesuai kriteria sumber dalam proses verifikasi, yang diterangkan buku The Elements of Journalism karya Bill Kovach dan Tom Rosenstiel.Pada Agustus 2015, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengeluarkan PERMEN-LHK RI No.P.47/Menlhk-Setjen/2015 guna mengambil alih kedua lahan itu guna diserahkan ke sebuah badan usaha milik negara." "Hanya Bahas Pidana, Kuasa Hukum DL Sitorus Protes Mongabay. Siahaan: Koperasi Menang Gugatan Perdata","Sebelumnya pada 2009, Menteri Kehutanan mengeluarkan surat Keputusan Menteri No. 696/697 tertanggal 19 Oktober 2009 yang menunjuk Badan Pengelola Sementara Eks Aset Terpidana DL Sitorus di Kawasan Hutan Register 40 Padang Lawas, yang terdiri dari  Badan Pengawas dan Badan Pelaksana pengelolaan yaitu PT Inhutani IV (Persero).“Pada 2009, PT Inhutani IV ditunjuk sebagai badan pengawas dan pelaksana pengelolaan. Pada 2015, saat berita dibuat, PT Inhutani IV sudah holding dengan Perhutani. PT Inhutani I, II, III, IV, dan V telah bergabung ke Perhutani sejak 17 September 2014. Itu setelah Perhutani ditetapkan sebagai holding BUMN bidang kehutanan. Maka, Perhutani disebut dalam artikel itu,” ucap Ridzki.Dua keputusan menteri ini juga digugat oleh KPKS Bukit Harapan, sampai tingkat kasasi, namun ditolak Mahkamah Agung lewat putusan Nomor 143 K/TUN/2011.Pada Mei 2017, Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK  Rasio Ridho Sani mengadakan pertemuan pers dan memberikan keterangan resmi soal status DL Sitorus, menjadi sebagai tersangka dan tahanan kota. Sani mengatakan Sitorus masih menguasai Register 40, mengacu pada putusan kasasi 2007.Direktorat Penegakan Hukum adalah pihak berwenang di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan buat melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus-kasus lingkungan dan kehutanan. Mongabay memberitakan keterangan Rasio Ridho Sani sebagai sumber terverifikasi yang tahu dan berada persis di pusaran persoalan hukum ini." "Hanya Bahas Pidana, Kuasa Hukum DL Sitorus Protes Mongabay. Siahaan: Koperasi Menang Gugatan Perdata","Soal tuduhan Mongabay menggiring opini, kata Ridzki, perlu diletakkan dalam pemahaman jurnalisme. Walter Lippmann, seorang pemikir jurnalisme, menulis buku Public Opinion pada 1922 bahwa jurnalisme memang menciptakan opini publik. “Tanggungjawab jurnalisme adalah mencari kebenaran fungsional. Soal opini yang timbul, ia sepenuhnya berada dalam pemahaman masyarakat.” Ridzki mengatakan, dalam ketiga pemberitaan Mongabay tersebut tak keliru. Mereka sudah dikerjakan dengan standard jurnalisme yang baku.Terkait dengan rencana liputan langsung lapangan, ia menyebut memang Mongabay belum pergi ke lapangan di Padang Lawas. “Kami baru bikin laporan-laporan pendek. Surat LBH Merah Putih membuat kami berpikir bikin laporan khusus tentang sengketa lahan di Register 40. Kami akan senang bila pihak DL Sitorus membuka akses informasi kepada Mongabay buat liputan tersebut.”   [SEP]" "Kontroversi di Balik Reklamasi Pantai Makassar, Antara Kepentingan Rakyat dan Pengembang","[CLS] Pengerukan pasir yang dilakukan perusahaan asal Belanda, Royal Boskalis, di Pulau Tanakek dan Sanrobone, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan, mendapat kecaman dari Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA). Kecaman muncul, karena pengerukan tersebut akan merusak ekosistem di sekitar perairan Takalar yang menjadi lokasi pengerukan.Sekretaris Jenderal KIARA Susan Herawati di Jakarta mengatakan, pengerukan pasir yang dilakukan di Takalar, tak hanya berdampak pada lingkungan saja, namun juga pada kondisi sosial masyarakat di sekitar lokasi pengerukan. Hal itu, ditandai dengan penolakan warga di Takalar terhadap pengerukan pasir tersebut.“Penambangan pasir yang dilakukan di Takalar berpotensi menimbulkan kriminalisasi masyarakat pesisir,” ucap dia belum lama ini.(baca : Tolak Tambang Pasir Laut, Warga Takalar Ramai-ramai Bakar Pantai)  Menurut Susan, tanda-tanda kriminalisasi semakin menguat karena saat ini sudah ada tiga orang warga Takalar yang ditangkap aparat kepolisian setelah melakukan aksi unjuk rasa menolak pengerukan pasir untuk reklamasi di Makassar. Padahal, proyek yang akan membangun Center Point of Indonesia (CPI) dan berfungsi sebagai waterfront city tersebut, dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dan Pemerintah Kota Makassar.Susan memaparkan, demi bisa mewujudkan ambisi Pemprov dan Pemkot, material pasir pun akhirnya didatangkan dari luar Makassar, tepatnya dari Takalar oleh Royal Boskalis. Keputusan tersebut diambil, karena ketersediaan pasir di Makassar tidak ada dan pengembang yang mendapatkan konsesi memutuskan untuk memenuhinya dari pulau kecil di sekitar perairan Sulsel.“Selain Takalar, pasir juga dikeruk dari Pulau Gusung Tangaya dan dilakukan dalam jumlah yang banyak,” jelas dia.(baca : Ketika Laut Takalar Terus Terancam Tambang Pasir) Pencurian Wilayah Pesisir" "Kontroversi di Balik Reklamasi Pantai Makassar, Antara Kepentingan Rakyat dan Pengembang","Tentang Royal Boskalis, Susan kemudian mengingatkan bahwa perusahaan tersebut sebelum beroperasi di Takalar, terlebih dulu melakukan pengerukan untuk reklamasi di Teluk Jakarta. Seperti halnya di Sulsel yang dilakukan di pulau-pulau kecil, untuk kebutuhan pasir Teluk Jakarta, kata dia, perusahaan Belanda itu juga melakukan pengerukan di pulau kecil yang ada di wilayah perairan Provins Banten.Pengerukan secara kontinu yang dilakukan untuk proyek reklamasi tersebut, menurut Susan, sama saja dengan pencurian wilayah pesisir. Bedanya, jika pencurian biasa dilakukan tanpa ada izin yang resmi, namun untuk proyek reklamasi, izin tersebut bisa dengan mudah didapatkan.“Perampasan pesisir kita terstruktur dan masif terjadi di 16 titik area pesisir Indonesia,” tutur dia.  Dalam melaksanakan operasi pengerukan, Susan mengungkap, Royal Boskalis mengoperasikan kapal Fairway yang mempunya daya angkut sebesar 5 ribu kubik atau setara dengan 5833 mobil truk dengan kapasitas enam kubik. Dengan kapasitas sebesar itu, untuk dua hari tiga malam saja, pasir yang diangkut dari Laut Takalar jumlahnya mencapai 175 ribu kubik atau setara 29.167 truk.“Itu dilakukan dengan lima kali bongkar muat. Pada saat bersamaan, keuntungan finansial dari sekali keruk dan bongkar muat mencapai Rp3,5 miliar. Artinya, perusahaan mendapatkan keuntungan finansial sebesar Rp17,5 miliar dari lima kali bongkar muat,” papar dia.“Pengambilan pasir laut dalam jumlah yang sangat besar ini berdampak terhadap kerusakan laut di lokasi yang menjadi tempat pengambilan material pasir dan berdampak pada 4.690 kepala keluarga dari masyarakat pesisir yang tinggal di pantai Makassar,” tambah dia.(baca : Penambangan Pasir di Perairan Galesong Terus Berlanjut, Warga Ultimatum Pemprov Sulsel) Cacat Kebijakan" "Kontroversi di Balik Reklamasi Pantai Makassar, Antara Kepentingan Rakyat dan Pengembang","Susan Herawati melanjutkan, meski hingga kini proyek CPI terus berlanjut, namun proyek tersebut cacat secara konstitusional. Tanda ada yang tidak beres dalam kebijakan, terlihat dari tarik ulur pembahasan rancangan peraturan daerah (Raperda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Makassar.“Sudah empat tahun tarik ulur terus terjadi. Namun, begitu disahkan menjadi Perda pada 2016 lalu, Pemkot Makassar langsung mengalokasikan lahan seluas 4500 hektare yang berada di wilayah ruang pesisir dan pulau-pulau kecil menjadi sasaran reklamasi. Dan, itu dilakuan tanpa pembahasan RZWP3K (Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau- pulau Kecil),” tandas dia.Tidak adanya pembahasan RZWP3K tersebut, menurut Susan, semakin mempertegas adanya ketidakberesan dalam pembahasan kebijakan reklamasi di Kota Makassar. Hal itu, karena dalam melaksanakan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau kecil haruslah dilaksanakan dengan tertata baik dan melibatkan masyarakat pesisir secara aktif.(baca : Aksi Warga Takalar Menolak Tambang Pasir: Jangan Paksa Kami Menjadi Teroris)  Agar bisa tertata dengan baik, menurut Susan, harus ada rencana zonasi pesisir dan pulau kecil sebelum melakukan pemanfaatan wilayah tersebut untuk kepentingan komersial ataupun lingkungan. Kewajiban itu, sebut dia, tertuang dalam Mahkamah Konstitusi Nomor 3 Tahun 2010.“Di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2007 dan revisinya, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta Putusan Mahkamah Kontisusi dimandatkan secara tegas rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil harus dilakukan lebih dulu,” tegas dia. Reklamasi untuk Rakyat" "Kontroversi di Balik Reklamasi Pantai Makassar, Antara Kepentingan Rakyat dan Pengembang","Klaim reklamasi untuk rakyat diungkapkan oleh Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo saat diberondong pertanyaan oleh wartawan beberapa waktu lalu. Menurut dia, pelaksanaan reklamasi melalui pembangunan CPI akan tetap berlanjut meski Komisi IV DPR RI mempertanyakan izin pelaksanaan reklamasi di kawasan tersebut.“Kami mau rakyat bisa menikmati Pantai Losari. Ini cita-cita kami. Semoga bisa tercapai,” ucap dia pada awal Juni lalu.Cita-cita membahagiakan rakyat Makassar dan Sulsel tersebut, dalam benak Syahrul, di antaranya dengan membangun beragam fasilitas yang bisa digunakan oleh masyarakat umum. Fasilitas yang dimaksud, adalah tempat rekreasi, lintasan lari, dan fasilitas lain.Secara keseluruhan, kata Syahrul, dengan adanya reklamasi, nantinya kawasan Pantai Losari akan bertambah panjangnya dari 800 meter sekarang menjadi 5 kilometer. Dengan garis pantai sepanjang itu, maka kebutuhan pantai untuk masyarakat dengan layak diyakininya bisa terwujud.  Berkaitan dengan banyaknya penolakan dari berbagai kalangan, Syahrul menegaskan bahwa itu tidak masalah. Karena menurutnya, pembangunan CPI sebelumnya sudah dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal). Selain itu, Perda Zonasi juga sudah dikeluarkan untuk mendukung pelaksanaan reklamasi.(baca : Tolak Tambang Pasir, Masyarakat Galesong Utara Lapor ke KPK)Di sisi lain, meski mendapat reaksi pro dan kontra, pengembang yang mendapat konsesi, PT Ciputra Surya Tbk, tak serta merta menghentikan pembangunan. Bahkan, perusahaan tersebut pada akhir 2016 lalu sudah mendapatkan dana sebesar Rp1,2 triliun dari hasil pemasaran rumah tapak yang ada di atas proyek reklamasi." "Kontroversi di Balik Reklamasi Pantai Makassar, Antara Kepentingan Rakyat dan Pengembang","Hal itu diungkapkan Direktur Utama PT Ciputra Surya Tbk Harun Hajadi di Jakarta. Menurut dia, untuk tahap pertama, pembangunan akan dilaksanakan di atas lahan seluas 106,41 hektare yang sudah direklamasi. Sebelum itu, pihaknya melakukan pembersihan ranjau darat sisa dari perang dunia II.Untuk proyek CPI, PT Ciputra Surya Tbk melaksanakan reklamasi yang luasnya total mencapai 157,23 hektare. Untuk proyek tahap pertama, Harun menjanjikan akan menyelesaikan pembangunan rumah tapak beserta fasilitas lainnya dalam waktu maksimal 24 bulan. Untuk keperluan itu, dana sebesar Rp3,5 triliun sudah disiapkan.   [SEP]" "Setelah Cabut Izin PT MMP, Saatnya Pemerintah Pulihkan Lingkungan Pulau Bangka","[CLS]    Ulva Novita Takke, tak bisa menahan airmata. Pendiri Yayasan Suara Pulau Bangka ini tercekat saat berbicara soal kemenangan warga Pulau Bangka, Sulawesi Utara, melawan perusahaan tambang PT. Mikgro  Metal Perdana (MMP). Kemenangan terwujud dengan pencabutan izin operasi produksi MMP oleh Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan, 24 Maret lalu.“Bisa dibayangkan saat berita ini kami bagi dengan teman-teman di sana, seneng banget. Perjuangan ini, panjang sekali. Maju mundur, jatuh bangun. Sampai ada yang harus di penjara, berantem dengan saudara sendiri,” katanya, awal April lalu di Jakarta.Meski bukan asli Bangka, Ulva lebih 11 tahun hidup di pulau kecil itu.  Kemenangan ini mengingatkan Ulva awal mula gerakan warga menuntut pemerintah membatalkan izin MMP lima tahun silam.Meski dari awal persidangan, warga menang, namun tak mudah membuat pemerintah tunduk pada putusan pengadilan.“Sempat mau menyerah, capek. Bagaimana lagi, itu rumah kami, tempat tinggal kami, kami nggak punya pilihan lain. Kalau itu ditambang kemana lagi harus pergi?”Kenangan perjuangan mempertahankan Bangka dari perusahaan tambang juga hadir dalam penuturan pentolan band Slank, Akhadi Wira Satriaji alias Kaka.Si pehobi menyelam ini, seketika jatuh cinta pada Bangka saat diving di perairan itu. “Mendengar pulau ini akan ditambang seperti ada petir tengah hari,” kata Kaka.Sejak itu, dia ikut membantu perjuangan Ulva dan warga Bangka. Kaka bikin petisi di change.org yang ditandatangani hampir 30.000 orang.“Terima kasih buat yang udah tandatangan petisi. Kayak jam 12 minum air es, I am happy…” Meskipun tambang belum mengeruk hasil, tetapi kerusakan sudah terjadi hingga pemerintah perlu segera memulihkan pulau ke kondisi semula.Menyambut kemenangan ini Kaka berniat ‘manggung’ di Pulau Bangka menghibur warga yang trauma dengan sengketa ini." "Setelah Cabut Izin PT MMP, Saatnya Pemerintah Pulihkan Lingkungan Pulau Bangka","“Aku musti nyanyi di sana. Supaya orang datang lagi ke Pulau Bangka dan ikut mencintai pulau itu,” kata Kaka.Surat pencabutan izin diterima salah satu perwakilan Koalisi Save Bangka Island, Jatam, 30 Maret 2017. Surat diantar langsung Staf Khusus Menteri ESDM, Hadi M Djuraid.Bambang Gatot Ariyono, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara ESDM mengatakan, setelah pencabutan izin status lahan 2.000 hektar konsesi MMP kembali kepada pemerintah. Namun, katanya, tak perlu ada pemulihan lingkungan karena izin baru sebatas eksplorasi.“Kan belum nambang, belum ngapa-ngapain. Eksplorasi nggak besar dampaknya. Kalau tambang baru besar. Eksplorasi nggak ada (dana) jamrek (jaminan reklamasi-red),” katanya. Pastikan tak ada izin baruMerah Johansyah Ismail, Koordinator Jatam Nasional, mengatakan, surat pencabutan izin harus diikuti penegakan hukum dan pemulihan lingkungan. Penegakan hukum, katanya,  akan jadi yurisprudensi tonggak penyelamatan pulau-pulau kecil lain di Indonesia.“Karena lobi-lobi perusahaan masih berlangsung sampai sekarang bahkan ke tingkat menteri,” katanya.Perusahaan, harus bertanggungjawab terutama kerusakan lingkungan akibat infrastruktur yang mereka bangun, yang membuka hutan, mengganggu masyarakat adat hingga mereklamasi pantai.Pemerintah, katanya, juga harus memastikan tak ada izin baru di Pulau Bangka. “Jangan sampai di pusat sudah cabut ada pemberian izin baru di daerah lewat rencana tata ruang dan tata wilayah dan perda zonasi wilayah. Mestinya ini terakhir, tak ada lagi izin baru.”Menurut Merah, penting mengembalikan kegembiraaan dan ketentraman warga yang mengalami trauma psikologis akibat gesekan pro kontra pertambangan." "Setelah Cabut Izin PT MMP, Saatnya Pemerintah Pulihkan Lingkungan Pulau Bangka","Senada dikatakan Ariefsyah Nasution, Juru Kampanye Greenpeace Indonesia. Koalisi penyelamatan Pulau Bangka, katanya, mengapresiasi kebijakan pemerintah tak membangkang putusan Mahkamah Agung. Namun pemerintah harus memastikan tak ada lagi opsi tambang untuk Bangka dan pulau-pulau kecil lain.Untuk itu, katanya, masyarakat perlu mengawal pemerintah guna memastikan status lahan MMP.“Pemerintah harus fasilitasi reforma lahan, jangan sampai menimbulkan potensi konflik atau malah masuk investor lain,” ucap Arief.Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, juga harus segera menurunkan tim melihat skema terbaik pemulihan lingkungan, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan, memastikan tata ruang zonasi pulau kecil bebas dari pertambangan. “Kadang pemerintah abai dan tak punya fokus jelas,” katanya.Nur Hidayati, Direktur Walhi Nasional mengatakan, kebijakan KESDM perlu diapresiasi di tengah banyak pembangkangan hukum pemerintah.Perlindungan pulau kecil, langkah penting bagi Presiden kala ingin mewujudkan poros maritime. Pulau-pulau kecil, katanya, seharusnya jadi pertahanan berbagai ancaman.“Jokowi harus memperhatikan daya tampung dan daya dukung. Kalau pulau kecil rusak, poros maritim Jokowi nggak ada apa-apanya,” kata Yaya, sapaan akrabnya.Selama ini, pembangunan era Jokowi masih bias darat , menafikan dampak pembangunan di darat yang akhirnya bermuara di laut seperti polusi. “Pulau kecil dianggap tak ada di peta hingga mudah dieksploitasi.”    [SEP]" "Akankah Pembangunan 994 Kapal untuk Nelayan Berjalan Tepat Waktu?","[CLS] Jumlah bantuan kapal perikanan yang akan diberikan Pemerintah Indonesia pada 2017 kembali mengalami perubahan. Semula, Pemerintah berjanji akan menggulirkan bantuan sebanyak 1.068 unit kapal dengan beragam ukuran untuk nelayan yang ada di seluruh Indonesia. Tapi, Pemerintah kemudian memperbaruinya menjadi 994 unit saja untuk tahun ini.Kabar tersebut disampaikan langsung Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Sjarief Widjaja di Jakarta, akhir pekan lalu. Menurut dia, perubahan angka tersebut bisa terjadi karena tim yang bekerja untuk bantuan kapal melakukan verifikasi data di lapangan lebih detil.“Memang jumlahnya berkembang. Karena kita melakukan verifikasi data calon penerima,” ucap dia.  Untuk keperluan tersebut, Sjarief mengatakan, KKP mengalokasikan anggaran sebesar Rp361 miliar yang ditujukan untuk pembangunan kapal di galangan kapal yang sudah ditunjuk. Kapal-kapal yang akan dibangun tersebut, akan dikerjakan oleh galangan setelah melalui mekanisme lelang dan pembangunannya dilaksanakan maksimal hingga Desember 2017.Adapun, menurut Sjarief, mekanisme lelang yang digunakan ada dua, yakni lelang melalui e-katalog dan lelang umum. Untuk e-katalog, terdapat 658 unit kapal yang akan dilakukan lelang, sementara untuk lelang umum terdapat 426 unit kapal yang akan dilelang.“Tujuan dari penggabungan dua mekanisme lelang, karena kita belajar dari pengadaan kapal pada tahun sebelumnya (2016, red). Tahun ini, kita ingin lebih baik lagi, makanya digabung saja,” ungkap dia.Dengan melakukan dua mekanisme lelang, Sjarief menyebut, pihaknya bisa melaksanakan pembangunan kapal-kapal kecil dengan melibatkan galangan kecil melalui lelang e-katalog. Kemudian, pada saat yang bersamaan, KKP juga bisa melaksanakan pembangunan kapal berukuran sedang hingga besar melalui mekanisme lelang umum." "Akankah Pembangunan 994 Kapal untuk Nelayan Berjalan Tepat Waktu?","Selain memperbaiki sistem lelang, Sjarief mengungkapkan, pada tahun ini pihaknya juga ingin memperbaiki sistem pembayaran dari sistem turnkey (pembayaran saat kapal selesai) ke sistem termin (pembayaran berdasarkan kemajuan fisik). Dengan cara tersebut, maka pembangunan diharapkan bisa lebih lancar dan lebih baik dibanding 2016.“Harganya juga lebih bagus sekarang. Kalau Anda perhatikan, 5 GT tadinya (pengadaan 2016) harganya Rp50 juta sekarang (jadi) Rp37 juta. Jadi kita sudah mulai melihat sumber material yang lebih baik lebih murah, kualitasnya lebih bagus,” tutur dia.  Untuk rincian kapal yang akan dibangun maksimal pada Desember 2017 nanti, Sjarief menjelaskan, adalah sebanyak 449 unit kapal yang berukuran di bawah 5 gros ton (GT), 384 unit kapal berukuran 5 GT, 134 unit kapal berukuran 10 GT, 15 unit kapal berukuran 20 GT, 6 unit kapal berukuran 30 GT, dan 3 unit kapal berukuran 120 GT.“Kita juga akan melaksanakan pembangunan tiga unit kapal angkut berukuran 100 GT yang dilengkapi dengan freezer di dalamnya,” jelas dia.Sjarief menyebutkan, untuk perkembangan saat ini, sebanyak 426 unit kapal ukuran di bawah 5 GT, 3 unit kapal ukuran 100 GT dan 3 unit kapal ukuran 120 GT sedang dalam proses pada unit layanan pengadaan (ULP). Sementara 26 unit kapal di bawah 5 GT, 384 unit kapal 5 GT, 134 unit kapal 10 GT, 15 unit kapall 20 GT dan 6 unit kapal 30 GT sudah melakukan kontrak dan melaksanakan pembangunan kapal perikanan.“Juli kemarin sudah selesai (mengikat) kontrak. Jadi sekarang sudah (ada) progress dan mulai jadi kapalnya,” ungkap dia. Libatkan KoperasiLebih lanjut Sjarief menjelaskan, untuk distribusi bantuan kapal tahun ini, pihaknya kembali melibatkan koperasi yang ada di seluruh Indonesia. Adapun, koperasi yang dilibatkan sebanyak 265 koperasi dan tersebar di 130 kabupaten/kota dan 29 provinsi." "Akankah Pembangunan 994 Kapal untuk Nelayan Berjalan Tepat Waktu?","Seperti tahun sebelumnya, menurut dia, keterlibatan koperasi dalam penyaluran bantuan kapal, karena Pemerintah ingin memastikan kapal yang sudah dibangun tersampaikan kepada nelayan lokal yang benar-benar membutuhkan. Oleh itu, calon penerima kapal dipastikan harus menjadi anggota koperasi yang sudah lolos verifikasi calon penerima bantuan kapal.“Dengan demikian, nelayan bisa memanfaatkan stok sumber daya ikan yang ada dengan berkelanjutan. Selain itu juga untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk perikanan sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan,” kata dia.Sjarief mengharapkan, dengan adanya bantuan kapal yang akan diproduksi tahun ini, pihaknya melihat ada peluang meningkatkan volume produksi perikanan tangkap sebanyak 213.170 ton dengan nilai produksi mencapai Rp2,1 triliun. Selain itu, ada potensi kenaikan rerata pendapatan nelayan menjadi Rp1,8 juta per bulan.  Pada kesempatan yang sama, Direktur Kapal dan Alat Penangkapan Ikan KKP Agus Suherman menjelaskan, sebelum kapal dibangun, nelayan dilibatkan secara aktif dengan diikutsertakan dalam uji coba kapal bantuan beragam ukuran yang sudah dibangun pada tahun anggaran 2016. Uji coba tersebut dilaksanakan pada April dan Mei lalu di sejumlah lokasi.Menurut Agus, keterlibatan nelayan dalam uji coba tersebut, tidak lain agar nelayan bisa mendapatkan bantuan kapal sesuai dengan kebutuhannya dan disesuaikan dengan kondisi wilayah laut masing-masing. Cara tersebut, kata dia, diharapkan bisa memperbaiki program bantuan kapal yang sudah dilakukan pada 2016, dimana saat itu ada ketidakcocokan kapal dengan nelayan yang menerimanya.“Untuk persoalan calon penerima dan spesifikasi yang dibutuhkan, kita juga meminta mereka mencoba dulu baru diberi bantuan,” ungkap dia. Alat Penangkapan Ikan" "Akankah Pembangunan 994 Kapal untuk Nelayan Berjalan Tepat Waktu?","Selain kapal, Pemerintah juga berusaha menepati janjinya untuk memberikan bantuan alat penangkapan ikan (API) kepada nelayan yang terkena dampak peralihan API tidak ramah lingkungan. Untuk tahun ini, sebanyak 5.275 unit API akan dibangun dengan menggunakan anggaran sebesar Rp148,69 miliar.“Sebanyak 49 spesifikasi teknis alat penangkapan ikan ramah lingkungan akan diberikan kepada nelayan dengan melibatkan Dinas Kelautan dan Perikanan di Provinsi/Kabupaten/Kota, Balai Besar Penangkapan Ikan dan perguruan tinggi,” ungkap Agus Suherman.Menurut dia, dari total pengadaan API pada 2017 ini, sebanyak 892 unit telah terdistribusi ke berbagai lokasi di Indonesia, sedangkan 1.383 unit dalam proses pendistribusian. Selain untuk nelayan yang terdampak API tidak ramah lingkungan, dia menyebutkan, bantuan API juga diberikan kepada nelayan lain.Agus menambahkan, dari hasil verifikasi di lapangan, nelayan yang berhak mendapatkan bantuan API karena terdampak pelarangan API tidak ramah lingkungan ada di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Banten, Lampung, Jambi, Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur.“Penetapan calon penerima bantuan alih alat penangkapan ikan yang dilarang dengan memperhatikan aspek legal harus memiliki kartu nelayan, bukti pendaftaran kapal perikanan, pas kecil atau pas besar dan hanya untuk kapal di bawah 10 GT,” jelas dia.Agus Suherman berharap, adanya bantuan sarana penangkapan ikan dari KKP pada tahun ini dapat dirasakan manfaatnya oleh sekitar 13.975 nelayan dan melibatkan 41.925 RTP. Namun, dia mengingatkan kepada nelayan untuk tidak menjual kapal yang sudah diberikan.“Meski tidak ada sanksi, karena kapal menjadi milik nelayan begitu serah terima, tapi kita akan atur dari perizinannya untuk melaut. Jika di atas 30 GT itu ada di Pusat, sementara di bawah 30 GT itu ada di daerah,” ucap dia.  Kajian Mendalam" "Akankah Pembangunan 994 Kapal untuk Nelayan Berjalan Tepat Waktu?","Sebelumnya, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Kemaritiman untuk Kemanusiaan Abdul Halim sempat menyatakan bahwa seharusnya KKP melaksanakan moratorium bantuan kapal pada 2017 ini. Langkah itu harus diambil, karena sebelumnya KKP tidak melakukan kajian mendalam untuk melaksanakan program bantuan kapal.“Dengan adanya moratorium, maka ke depan harus dilakukan kajian mendalam dulu dan sasarannya seperti apa saat ada di lapangan. Harus ada kajian partisipatif mengenai sasaran pembangunan kapal hingga sebaran penerima bantuan,” ungkap Halim.Menurut Halim, selain kajian mendalam, program bantuan kapal akan menuai kesuksesan jika dilaksanakan dengan menjalin kerja sama yang sinergi dengan Kementerian Perhubungan berkaitan dengan perizinan pendaftaran kapal dan juga hal lainnya.Tak lupa, Halim mengingatkan, KKP juga harus memperbaiki pelaksanakan program bantuan kapal dengan memberikan pelatihan pengoperasian kapal melalui pemanfaatan teknologi mutakhir di bidang penangkapan ikan. Dengan demikian, aktivitas melaut bisa lebih efisien dan mengurangi resiko kecelakaan kerja.“Program bantuan kapal untuk nelayan harus lebih baik lagi. Jangan sampai mengalami kegagalan seperti program bantuan kapal inka mina di periode KKP sebelumnya,” pungkas dia.  [SEP]" "Menyedihkan, Tiga Individu Kukang Jadi Bangkai di Resort Wisata Camar Bulan","[CLS]   Bangkai satu individu kukang kalimantan (Niycticebus menagensis) bergelantung di pohon. Tubuhnya hanya menyisakan belulang dengan bulu yang melekat. Pemandangan ini terlihat saat tim evakuasi satwa dari Yayasan Internasional Animal Rescue Indonesia (YIARI) bersama petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat tiba di Resort Camar Bulan, Desa Temajok, Kecamatan Paloh, Sambas, Kalimantan Barat, Kamis (13/04/2017).Bangkai lainnya teronggok di tanah, di atas daun-daun akasia yang gugur. Bagian tubuhnya relatif utuh. Keberadaan tim di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia ini memang untuk mengevakuasi 17 kukang yang menjadi satwa peliharaan di tempat wisata tersebut. Saat tim tiba lokasi, sang pemilik tidak di tempat.Menuju lokasi tidaklah mudah. Tim harus menempuh sekitar 10 jam perjalanan, dua kali penyeberangan. Tempat peristirahatan ini belakangan dikenal dengan ikon rumah terbalik yang diklaim sebagai konsep pertama di Kalimantan Barat.Petugas mencatat penyerahan dari NN Setiawan, seorang pelajar, yang berada di tempat tersebut sekaligus penjaga resort. “Menurut pemilik, kukang dibeli dari masyarakat seharga Rp100 ribu. Telah dipelihara empat bulan, diberi makan pisang,” ujar Kepala BKSDA Kalbar, Margo Utomo.Kukang-kukang tidak dipelihara di kandang. Mereka menempati area terbuka yang ditumbuhi dua pohon. Lokasinya bersebelahan dengan genset yang menyala 24 jam. Di Desa Temajok, listrik hanya menyala malam hari. Tenaga listrik di pasok dari PLTD dan tenaga surya. Resort tersebut memiliki beberapa pondok dengan bentuk seperti tenda, terbuat dari kayu. Dua pohon tersebut diberi lampu." "Menyedihkan, Tiga Individu Kukang Jadi Bangkai di Resort Wisata Camar Bulan","Tim YIARI menduga kuat, kukang-kukang tersebut stres, sehingga tidak mau makan. Dari 17 individu kukang, hanya 7 yang bisa dievakuasi. Tiga individu mati, sementara 7 lainnya tidak diketahui. “Saat ini, satwa berada di kandang transit BKSDA Kalbar di Pontianak, untuk mendapatkan perawatan tim dokter dari YIARI sebelum dibawa ke Ketapang,” tambah Margo.  Sebelumnya, pada  8 April 2017, BKSDA Kalbar juga telah mengamankan dua individu kukang dari pemelihara di Kota Pontianak dan Kabupaten Kubu Raya. Ketua YIARI, Tantyo Bangun, berharap ada tindakan hukum terkait kasus-kasus pemeliharaan satwa dilindungi itu.“Selayaknya ada sanksi serius. Tidak saja dari sisi penegakan hukum, tetapi masyarakat luas harus mengutuk tindakan ini. Memelihara satwa liar dilindungi, sama saja dengan menyiksa. Tindakan tegas sesuai UU 5 Tahun 1990 layak diterapkan.”Tantyo menuturkan, perdagangan untuk pemeliharaan berperan besar mendorong kepunahan kukang. Sebanyak 30 persen kukang hasil perburuan mati dalam perjalanan dari pemburu ke pedagang. Kukang mati karena stres, dehidrasi, atau terluka akibat transportasi yang buruk.Saat di pedagang, kukang mengalami penderitaan, yaitu pemotongan gigi taring. Pemotongan ini kerap menyebabkan infeksi mulut yang berujung pada kematian karena kukang kesulitan makan. “Rata – rata kukang hanya berumur enam bulan saja saat diperdagangan atau dipelihara,” katanya.  Happy Hendrawan, aktivis lingkungan dan peneliti dari Swandiri Institute menyatakan hal senada. “Petugas masih menggunakan bahasa penyerahan, bukan penyitaan. Penindakan pada kasus-kasus tertentu, mutlak dilakukan,” katanya. Pemilihan kata dapat menjadi preseden sifat permisif pemerintah terhadap pemeliharaan satwa dilindungi." "Menyedihkan, Tiga Individu Kukang Jadi Bangkai di Resort Wisata Camar Bulan","Kasus pemeliharaan satwa dilindungi juga menjadi hal yang berulang. Happy mengatakan, hal ini didorong oleh beberapa aspek. “Bisa informasi, sumber daya manusia, atau tren,” katanya. Dari aspek informasi, bisa jadi hal perlindungan dan larangan tidak sampai ke masyarakat. Walau diakui, upaya penyadartahuan dari pemangku kebijakan sudah dilakukan.Bisa jadi, proses penyadartahuan yang dilakukan tidak sistematis dan sektoral. Upaya ini memang membutuhkan waktu dan kerja sama para pihak hingga aparatur pemerintah level desa. “Cuma nanti argumennya; dana dan personil.”Disisi lain, lanjut Happy, pemeliharaan satwa dilindungi juga terkait syahwat pemenuhan hobi yang tak terbendung. Akibatnya, pemahaman atas perlindungan dan larangan melihara terlebih berburu satwa langka diabaikan. “Ini lintas kelas sosial, cenderungnya menengah ke atas yang suka melihara satwa dilindungi. Masyarakat kecil lebih ke pemenuhan pasokan.”Kukang (Nycticebus sp) atau yang dikenal dengan nama lokal malu-malu merupakan primata nokturnal (aktif malam hari) dilindungi Undang-undang No 5 Tahun 1990 dan Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1999. Kukang memiliki peran penting di habitat sebagai penyeimbang ekosistem alam. Kukang membantu penyerbukan dan penyebaran tumbuhan di alam serta mengendalikan hama serangga yang berpotensi menyerang tanaman produktif masyarakat atau tumbuhan hutan itu sendiri.  Perburuan tinggiData Pusat Penyelamatan dan Rehabilitasi IAR Indonesia menunjukkan, pada 2015 sekurangnya 200 – 250 individu kukang ditawarkan di tujuh pasar besar di empat kota besar Indonesia. Sementara hasil pemantauan online 2015 menunjukkan sebanyak 400 individu kukang dipelihara oleh pemilik media sosial." "Menyedihkan, Tiga Individu Kukang Jadi Bangkai di Resort Wisata Camar Bulan","“Data 2016, sebanyak 625 individu kukang diperdagangkan oleh 50 grup jual beli hewan di Facebook. Rata-rata, harga pasaran kukang dijual seharga 350 – 500 ribu Rupiah,” kata Risanti, staff media YIARI. Sementara dari penelusuran online tim @kukangku di media instagram, ditemukan sekitar 500 postingan negatif mengenai kukang. Konten negatif tersebut berupa foto/video ‘pamer kukang peliharaan’, selfie bareng kukang, dan penggunaan kata pets/peliharaan pada caption.  Sepanjang 2015-2016, lebih dari 1.500 individu kukang diambil paksa dari alam. Dengan angka perputaran uang di pasar mencapai lebih 500 juta Rupiah dalam setahun. Angka tersebut belum termasuk biaya rehabilitasi hingga pelepasliaran terhadap kukang hasil sitaan penegak hukum dan penyerahan masyarakat.Biaya yang dikeluarkan oleh lembaga konservasi untuk rehabilitasi satu individu kukang sebesar Rp20.000.000. Dengan begitu, dapat diasumsikan negara mengalami kerugian material sebesar Rp30 miliar.Pemeliharaan disebut sebagai salah satu penyebab yang mendorong kepunahan kukang, karena jual beli tetap berlangsung. Pemeliharaan akan menjadi contoh dan daya tarik bagi orang sekitar untuk melakukan hal yang sama.“Efek penggunaan media sosial dengan pamer foto tersebut secara tidak langsung menjadi faktor yang membuat pemeliharaan kukang menjadi tren di masyarakat,” tutur Risanti.   [SEP]" "Upaya Menjaga Lahan Gambut Papua","[CLS]  Sebutan gambut belum familiar di Papua. “Dengar berita di Riau, ada kebakaran lahan gambut macam bingung, lahan gambut tu yang bagaimana?” kata Wirya, pegiat lingkungan aktif di Jerat Papua, mengenang kejadian beberapa tahun lalu. Diapun berupaya mencari tahu.Wirya adalah koordinator Pantau Gambut Regio Papua bersama Godlif Korwa, dari Yayasan Lingkungan Hidup (Yali) Papua.Pertengahan Mei lalu di Jayapura, mereka sosialisasi dan mendiskusikan platform perlindungan gambut Papua bersama media, komunitas mahasiswa dan LBH Jayapura.Banyak peserta hanya mendengar, namun tak memahami apa dan bagaimana bentuk gambut itu. Dalam kegiatan ini, Pantau Gambut Papua memperkenalkan  lahan gambut, klasifikasi berdasarkan ketebalan, luas dan sebaran di Pulau Papua, serta ancaman kerusakan.Sebagian besar gambut berupa hutan dan menyimpan karbon jumlah besar. Karbon, katanya, tersimpan mulai permukaan hingga kedalaman. Saat terjadi penebangan hutan terutama dalam skala besar, oksigen dan sinar matahari memicu pelepasan karbon dari dalam tanah gambut.Karbon bertransformasi jadi karobondioksida dan lepas ke udara bebas. Pelan-pelan lahan gambut yang menyimpan air dalam jumlah besar jadi kering dan mudah terbakar hingga berbagai gas beracun terlepas ke atmosfir.Berdasarkan ketebalan, gambut diklasifikasi jadi empat, antara lain gambut dangkal ketebalan 50-100 cm,  gambut sedang 100-200 cm, gambut dalam 200-300  cm dan gambut sangat dalam lebih 300 cm.Data Wetland Internasional 2006  menyebutkan, ketebalan gambut Papua umumnya tak lebih tiga meter. Gambut dangkal relatif lebih subur dibanding gambut dalam. Sebaran dan ancaman kerusakanDi Papua, gambut tersebar hampir di 37 kabupaten baik di Papua maupun Papua Barat dengan luas beragam.Berdasarkan data Balai Besar Litbang Sumber Daya Lahan Pertanian (BBLSDLP) Kementerian Pertanian, luas gambut di seluruh Papua 3.681. 673 hektar, sebanyak 2.658.184 hektar Papua dan  1.023.489 hektar Papua Barat." "Upaya Menjaga Lahan Gambut Papua","Lahan gambut terluas di  Papua ada di Mappi (479.848 hektar), Membramo Raya (384.496 hektar), Asmat (378.415 hektar), Mimika (268.207 hektar), Sarmi (203.909 hektar), Boven Digoel (179.523 hektar) dan  Tolikara (168.233 hektar).Untuk Papua Barat ada, di Teluk Bintuni (445.659 hekta), Sorong Selatan (287.905 hektar), Sorong (126.201 hektar) dan Kaimana (107.436 hektar).Dari jumlah ini, sudah 80.000 hektar rusak. Dia bilang, kerusakan lahan gambut di wilayah lain di Indonesia seperti Sumatera dan Kalimantan, 20 kali lipat dibanding Papua hingga penting tata kelola yang baik hingga tak timbulkan masalah ke depan.Data lahan gambut Papua masih berbeda-beda antara  BBLSDLP, Wetlands International dan Badan Restorasi Gambut.Menurut BBLSDLP 3.681. 673 hektar, Wetlands International 7,97 juta hektar dan Badan Restorasi Gambut 6 juta hektar.Pantau gambut Papua pakai data BBLSDLP. Sisi lain, Kementerian kehutanan pakai data Wetland. “Ini harus diklarifikasi lagi oleh Pantau Gambut Papua, karena nanti sulit pemantauan kalau data awal masing-masing masih berbeda-beda.”Meskipun begitu, potensi kerusakan gambut Papua sangat tinggi. Ancaman kerusakan terbesar, katanya, dari perusahaan-perusahaan yang dapat izin eksploitasi dibandingkan masyarakat kecil buat keperluan pertanian.Dalam peta sebaran izin perusahaan di Papua, baik pengusahaan hutan alam, maupun pertambangan dan perkebunan, berada di atas gambut.Hasil penelitian Jerat Papua 2014 menyebutkan, ada 155 perusahaan beroperasi di Papua dan mengkapling lahan 25.527.497 hektar atau lebih separuh luas daerah ini.Dari data BBDSLP, peta stok karbon Papua, 4.875.648.988 ton ada di Papua dan 1.651.119.005 ton Papua Barat serta 97,94% di kawasan hutan." "Upaya Menjaga Lahan Gambut Papua","Degradasi dan deforestasi terus terjadi. Periode 2000-2014, rata-rata degradasi pertahun 190.994 hektar melepas emisi 282.917.103 Ton CO2 atau rata-rata 20.208.364 ton CO2 pertahun. Deforestasi 38.775 hektar pertahun dengan total emisi  278.342.241 ton CO2 atau 19.881.589 ton CO2. Upaya perlindungan Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, sudah dibentuk Badan Restorasi gambut (BRG). BRG menjadi lembaga nonstruktural yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 dan bertanggung jawab kepada Presiden.Papua, salah satu provinsi prioritas kertas BRG dalam merestorasi gambut. Selain Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.Salah satu program BRG adalah Desa Peduli Gambut (DPG) Tahun 2017 ada di 75 desa tersebar di tujuh provinsi termasuk Papua.Melalui program ini, dilakukan pemetaan sosial-spasial dan pendampingan terhadap Desa Peduli Gambut. Di Papua, program ini di dua kabupaten yaitu Merauke dan Mappi.Beatriks Gebze, Enumerator Program Desa Peduli Gambut di Merauke mengatakan, Juni-Juli 2017, akan pemetaan gambut di Kampung Kaliki Distrik Kurik, Merauke. Bersamanya ada tim lain antara lain fasilitator desa dan tenaga penghubung kegiatan BRG di provinsi.“Kami akan pemetaan lahan gambut, kondisi terakhir, kepemilikan perusahaan atau masyarakat. Jika ada aktivitas pembangunan oleh pemerintah, apakah terdapat kanal dan sumur bor, potensi di lahan gambut. Terpenting bagaimana pengetahuan masyarakat tentang gambut dan pemanfaatan selama ini,” katanya.Kegiatan di desa-desa itu dari perencanaan dan pembentukan kawasan perdesaan, perhutanan sosial dan reforma agraria. Lalu, resolusi konflik, pemberdayaan ekonomi desa, penguatan pelembagaan masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan gambut serta pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Ditambah juga penguatan inovasi lokal oleh komunitas terkait pengelolaan gambut." "Upaya Menjaga Lahan Gambut Papua","Meskipun BRG kabupaten belum terbentuk, katanya, sebagai tim tetap berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten seperti Badan Pemberdayaan Masyarakat Kampung (BPMK) dan dinas-dinas terkait termasuk Dinas Kehutanan.Sementara itu, dari organisasi non pemerintah, Pantau Gambut Papua sudah terbentuk dan melibatkan beberapa lembaga pemerhati lingkungan. Di Papua berpusat di Jayapura, di Papua Barat di dua tempat yaitu Sorong dan Manokwari.Wirya bilang, ada dua hal penting dalam rencana kerja Pantau gambut Papua. Pertama, kapasitas untuk mendukung proses dan kinerja gerakan Pantau Gambut Papua. Kedua, obyek pantau seperti kondisi gambut di tiap wilayah, ancaman dan respon daerah terhadap inisiatif yang dimulai Pusat. Komitmen pelaku restorasi sendiri baik pemerintah, swasta maupun masyarakat juga jadi obyek pantau. Pilih saguUntuk perlindungan dan restorasi gambut di Papua, sagu jadi salah satu pilihan. Sagu, katanya,  sangat dekat dengan kehidupan orang Papua terutama di pesisir, bahkan dianggap sebagai identitas Papua.“Sagu memiliki nilai material dan spiritual. Sebagai nilai material, sagu sumber makanan sehat dan memberikan beragam manfaat lain untuk kebutuhan sehari-hari orang Papua. Daun bisa buat dinding atap rumah dan lain-lain.”Sagu juga tanaman ramah gambut. Sagu dapat menyerap air 200-1.000%. Masa panen sagu di lahan gambut sekitar 10-12 tahun. Sagu sekali tanam, tak perlu tanam lagi, tak perlu pupuk atau dibersihkan. Sagu juga berfungsi sebagai tanaman pelindung agar lahan gambut tak mengering dan terbakar.  [SEP]" "Sikapi Gugatan Asosiasi Bisnis, Begini Upaya Mereka Jaga UU Lingkungan","[CLS]  Kamis, 8 Juni 2017, Walhi, Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) akan mengajukan permohonan para pihak (gugatan intervensi) terkait judicial review UU Lingkungan Hidup dan UU Kehutanan oleh APHI dan GAPKI kepada Mahkamah Konstitusi.”Kita menyiapkan permohonan para pihak agar hukum kita memiliki pemberdayaan melawan kejahatan lingkungan,”  kata Henry Subagyo, Direktur Eksekutif  ICEL, di Jakarta,Selasa  (6/6/17). Keduanya, mengajukan permohonan mengacu pada pasal-pasal yang diuji materi oleh kedua asosiasi perusahaan itu.Henry menilai, UU 32/2009 ini terbit berdasarkan refleksi kegagalan hukum dalam penanganan persoalan lingkungan hidup dari hulu ke hilir, dimana sebelumnya UU 23/1997. UU itu, baru sebatas berbicara pada pengelolaan lingkungan hidup, belum menyentuh persoalan perlindungan dan pengelolaan serta lemahnya penegakan hukum.Baca juga: Panas dengan Hukum Kebakaran Huran, Asosiasi Pengusaha Kayu dan Sawit Gugat UU LingkunganNur Hidayati, Direktur Eksekutif Walhi Nasional menilai, UU lingkungan ini menitikberatkan pada aspek perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.”Upaya GAPKI dan APHI ini merugikan posisi lingkungan hidup yang kami wakili karena strict liability ini membawa semangat perlindungan dari korban dari upaya maupun aktivitas berbahaya bagi lingkungan,” katanya.Meski demikian, keduanya menilai hingga kini gugatan kasus kebakaran hutan dan lahan masih sangatlah minim. Baru satu yang putus, yakni PT Waringin Agro Jaya yang masih proses banding. Ada empat proses persidangan lain.”Pasal strict liability ini belum banyak negara dalam menggugat kerusakan lingkungan oleh korporasi. Seharusnya, ini justru lebih banyak didayagunakan ke depan, bukan justru dihapus atau reduksi makna dan substansinya,” ucap Yaya, panggilan akrab Nur Hidayati." "Sikapi Gugatan Asosiasi Bisnis, Begini Upaya Mereka Jaga UU Lingkungan","Aksi Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) dan Gabungan Pengusaha Sawit Indonesia (GAPKI) ini, katanya, merupakan salah satu upaya perlawanan. Seharusnya, kata Henry, di tengah situasi seperti ini, asosiasi memberikan sumbangsih dan solusi bukan hanya untuk anggota, namun bagi Indonesia.Isna Fatmawati, peneliti ICEL sekaligus kuasa hukum menegaskan judicial review ini tak hanya berbicara terkait lingkungan hidup juga kemanusiaan. Kearifan lokalKetiga organisasi masyarakat sipil ini pun juga akan mengajukan gugatan, khusus menitikberatkan pada Pasal 69 ayat (2) UU Nomor 32/2009.”Pasal 69 ini harus dipertahankan mati-matian, AMAN khusus mengajukan dalam pihak terkait langsung Pasal 69,” kata Muhnur Satyahaprabu, dari Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara.Dia menilai, pasal ini sangat berdampak langsung baik kewenangan maupun hak-hak masyarakat adat.”Kami melihat persoalan ini krusial, dari pengajuan material itu untuk mencabut pasal yang melindungi kearifan lokal,” ucap Tommy Indriadi Agustin, dari Devisi  Advokasi Pengurus Besar AMAN.Pasal ini,  katanya, jadi alat pengakuan keberadaan masyarakat adat dengan segala aktivitasnya. Kalau gugatan APHI dan GAPKI terkabul, masyarakat adat bakal jadi sasaran.”Pasal ini penting untuk intervensi, karena perlu disampaikan. Perlindungan dan pengakuan masyarakat adat ini bisa bias jika pasal ini dihapuskan.”Muhnur menegaskan, masyarakat adat sudah ada sebelum korporasi datang. ”Eksistensi dan aktivitas masyarakat adat sudah diakui sah secara hukum dan negara memberikan kuasa pada mereka,”Menurut dia, alasan jadi penggugat intervensi karena tiga faktor. Pertama, banyak kawasan adat masuk dalam konsesi kehutanan maupun perkebunan skala besar. ”Bahkan masih banyak konflik sampai sekarang belum selesai,” katanya." "Sikapi Gugatan Asosiasi Bisnis, Begini Upaya Mereka Jaga UU Lingkungan","Kedua, dari kondisi itu, para pengusaha hendak merebut tanah secara ilegal. Ketiga, pengusaha seakan mau melempar tanggung jawab kepada masyarakat adat.     [SEP]" "Ada Mitos Sirip Hiu dalam Perayaan Imlek, Seperti Apa Itu?","[CLS] Ikan hiu adalah ikan predator yang memiliki fungsi tegas untuk menjaga ekosistem di lautan luas. Keberadaannya menandakan bahwa ekosistem laut sedang dalam kondisi baik. Jika populasi ikan yang terkenal ganas itu menurun, maka bisa dipastikan akan turun pula kualitas ekosistem laut di sekitarnya.Fakta tersebut sudah diketahui dan dipahami oleh pecinta lingkungan, dan juga para pegiat alam yang ada di dunia. Tak terkecuali, bagi World Wildlife Fund (WWF) Indonesia yang fokus mengkampanyekan penyelamatan hiu di Indonesia dan di dunia.Coral Triangle Program WWF Indonsia Wawan Ridwan, dalam sebuah kesempatan di Jakarta, Rabu (25/1/2017), menjelaskan, sebagai hewan predator, hiu bisa dengan mudah menyeleksi apa saja yang harus dimakan dan apa yang tidak.“Pada umumnya, hiu itu makan ikan-ikan yang lemah dan dalam kondisi sakit. Kemudian, hiu juga akan memangsa ikan dalam populasi yang besar. Karena itu, hiu bisa mengatur sendiri,” ucap dia.Wawan mengatakan, jika hiu mengalami penurunan signifikan jumlahnya, maka dipastikan akan memengaruhi ekosistem laut. Kondisi itu, dipastikan akan terjadi di seluruh wilayah perairan di dunia.Wawan mencontohkan, di Tasmania (Australia), ada fenomena menarik tentang penurunan populasi hiu di kawasan tersebut yang diketahui sebabnya oleh perburuan secara masif. Karena penurunan tersebut, ekosistem di lautan Tasmania terancam kualitasnya.“Hiu itu di sana memakan gurita, dan gurita ini memakan lobster. Nah, karena jumlah gurita yang sangat banyak, dan hiu sudah semakin berkurang, maka gurita semakin bebas memangsa lobster. Akibatnya, lobster langsung menurun drastis populasinya,” ucap dia.Sunda Banda Sea scape and Fisheries Leader WWF Indonesia Imam Mustofa berpendapat sama dengan Wawan Ridwan. Menurut dia, keberadaan hiu mutlak dibutuhkan oleh lautan dan itu berarti laut tidak akan hidup jika hiu tidak ada." "Ada Mitos Sirip Hiu dalam Perayaan Imlek, Seperti Apa Itu?","“Nggak ada hiu, nggak ada laut. Hiu adalah salah satu hewan top predator,” jelas dia.Bukti bahwa hiu mengontrol ekosistem di laut, menurut Imam, bisa dilihat dari pertumbuhan terumbu karang. Jika terumbu karang bisa tumbuh dengan baik, maka dipastikan hiu masih banyak jumlahnya di sekitar perairan tersebut.“Terumbu karang ini adalah tumbuhan. Itu kotoran terumbu karang dimakan oleh ikan-ikan kecil. Ikan-ikan kecil kemudian dimakan oleh hiu. Nah, bisa dibayangkan jika hiu tidak ada, ikan mana yang mau makan kotoran terumbu karang?” papar dia. Perayaan Imlek Identik dengan Hiu?Terus menurunnya populasi hiu di dunia, menurut Imam Mustofa, adalah karena perburuan masif yang dilakukan oleh manusia. Meski hiu adalah top predator di laut, kata dia, namun manusia adalah top predator di bumi.“Jadi, hiu itu terkenal ganas, tapi tidak ada bandingannya jika melihat keganasan manusia,” sebut dia.Salah satu perburuan hiu yang terus dilakukan, menurut Imam, adalah untuk diperjualbelikan dan kemudian dijadikan makanan yang dijual dengan harga mahal. Jenis makanan yang dimaksud, salah satunya adalah sup sirip ikan hiu yang biasa disajikan dalam perayaan hari raya Imlek.“Biasanya, saat Imlek, itu yang dicari adalah sirip hiu yang akan dimasak jadi sup. Selain dimasak sendiri, ada juga yang diolah oleh restoran,” jelas dia.Banyaknya yang berburu ikan hiu untuk diambil siripnya dan dikonsumsi pada saat perayaan Imlek, menurut Imam, merupakan hal yang harus dipertimbangkan. Hal itu, karena hiu jumlahnya akan terus menyusut jika siripnya diambil.“Hiu itu kalau siripnya diambil dan dilepas kembali ke laut, kecil kemungkinan hidup. Jadi, populasinya terancam terus menyusut jika sup sirip hiu masih terus disajikan di perayaan seperti Imlek,” tutur dia." "Ada Mitos Sirip Hiu dalam Perayaan Imlek, Seperti Apa Itu?","Imam menguraikan, dalam kurun waktu 15 tahun terakhir, jumlah hiu terus mengalami penyusutan. Dari 73 juta ton permintaan hiu secara global, dia menyebut, 109 ribu ton diantaranya berasal dari pasokan hiu Indonesia. Itu berarti, Indonesia menyumbang 15 persen pasokan secara global.“Yang miris, hiu di Indonesia itu ditangkap sebagai sampingan. Jika ikut tertangkap bersama ikan lain, ya itu akan diambil. Jika ada yang mau beli, akan dijual, jika tidak ya bisa dikonsumsi atau dikembalikan ke laut,” ujar dia.Untuk pusat konsumsi hiu di Indonesia, Imam menyebut Jakarta dan Surabaya sebagai pusat penyebarannya. Di dua kota tersebut, permintaan hiu dari waktu ke waktu terus ada dan jumlahnya tidak sedikit.“Dari hasil monitoring selama 2013 sampai 2016, memang penjualan hiu terus turun. Namun, pada 2016, sirip hiu yang tersaji di menu makanan jumlahnya mencapai 12.622 kg atau 73.000 porsi per tahun,” ungkap dia.Kampanye Puasa HiuAgar jumlah hiu bisa kembali stabil, Imam Mustofa meminta konsumen untuk berhenti sementara mengkonsumsi sirip hiu. Penghentian tersebut, bisa dilakukan melalui perayaan Imlek yang biasanya menghabiskan sirip hiu sangat banyak di seluruh dunia.“Puasa dulu hiu saja. Kita kan paham bahwa ikan itu diciptakan untuk dimanfaatkan. Hiu ini bukan tidak boleh dikonsumsi, tapi harus peka terhadap populasinya. Jika memang sudah turun, berhenti dulu konsumsi,” ucap dia.Kampanye berhenti mengkonsumsi sirip hiu tersebut, juga diungkapkan Dharmadi dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan (Pustlitbangkan) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Menurut dia, bukan saja karena jumlahnya yang terus menurun, mengkonsumsi hiu juga hingga saat ini belum terbukti memberi manfaat lebih untuk tubuh.“Yang ada, justru tubuh bisa terancam jika mengkonsumsi sirip. Hal itu, karena dalam hiu terdapat merkuri dengan jumlah yang cukup tinggi,” ungkap dia." "Ada Mitos Sirip Hiu dalam Perayaan Imlek, Seperti Apa Itu?","Jika merkuri itu masuk ke dalam tubuh manusia melalui hiu, Dharmadi memaparkan, itu akan menyebabkan gangguan dan kerusakan pada otak. Dan bahkan, jika paparan merkuri jangka panjang masuk ke dalam tubuh manusia, maka itu bisa mengakibatkan kelumpuhan.Dalam semangkuk daging hiu atau setara dengan 40 gram, Dharmadi menjelaskan, ternyata ada kandungan merkuri di ambang batas yang ditetapkan WHO dibawah kadar 0.5 ppm.Oleh karena itu  WWF-Indonesia mengajak industri jasa makanan dan perhotelan di Indonesia untuk mengambil peran dalam gerakan konservasi global dan beralih dari produk berbahan dasar hiu dalam hidangannya.Dalam lima tahun terakhir, gerakan global untuk menghilangkan segala bentuk sajian berbahan dasar hiu mendapatkan momentum besar dengan lebih dari 18.000 properti jaringan hotel internasional yang melarang penyajian masakan berbahan dasar hiu.Jaringan Hongkong Shanghai Hotel, Shangri-La Hotel, Hilton dengan lebih dari 4.700 propertinya, Starwood Hotel di 1.300 jaringannya, Intercontinental Hotel Group di hampir 5.000 jaringan hotelnya, Carlson Rezidor dengan lebih dari 1.100 properti, dan Marriot International di hampir 4.500 properti hotelnya telah mengumumkan larangan penyajian hiu sejak tahun 2012. Menurut perhitungan WWF, sedikitnya 18.200 properti jaringan hotel di dunia tidak lagi menyajikan hidangan berbahan dasar hiu.“Menghilangkan hiu dari rantai makanan mengganggu keseimbangan ekosistem laut, yang dampaknya akan bermuara pada manusia,” ujar Andy Cornish, Shark & Ray Initiative Leader, WWF International. “Banyak jaringan hotel internasional telah memahami ancaman serius dari konsumsi sirip hiu kepada ekosistem laut. Namun masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Sekarang kami mengajak seluruh pihak di sektor jasa makanan yang belum mengambil tindakan serupa untuk bergabung dalam gerakan global ini dengan menghargai dan menjaga laut kita.” Mitos Sirip Hiu dalam Imlek" "Ada Mitos Sirip Hiu dalam Perayaan Imlek, Seperti Apa Itu?","Pakar Kuliner dan Budaya dari Asosiasi Peranakan Tionghoa Indonesia, Aji Bromokusumo, dalam kesempatan yang sama, menyebut, besarnya konsumsi sirip ikan hiu dalam perayaan Imlek di seluruh dunia, karena ada kepercayaan yang dalam kebudayaan Tionghoa.“Salah satunya, orang Tionghoa itu percaya, dengan makan sirip hiu, maka mereka bisa menunjukkan kemampuan finansial kepada orang-orang. Selain itu, dalam tradisi kuno, sirip hiu juga mewakili kemakmuran, panjang umur dan keemasan,” papar dia.Selain mewakili unsur kemakmuran, Aji menambahkan, ada kepercayaan masyarakat Tionghoa yang meyakini bahwa sirip ikan hiu memiliki berbagai manfaat kesehatan untuk meningkatkan kesehatan kulit, gairah seksual, menambah energi, mencegah penyakit jantung, dan menurunkan kolesterol.“Khasiat tersebut mungkin terjadi, karena kandungan kolagen dalam sirip ikan hiu.Sirip ikan hiu dianggap kaya kolagen padahal di ceker ayam juga ada kolagen, di cingur juga ada. Jadi, saya kira hanya mitos,” tandas dia.Karena melihat itu hanya mitos, Aji tidak keberatan jika WWF dan pegiat lingkungan menyerukan para penikmat kuliner untuk mengganti menu sirip hiu dalam perayaan Imlek. Menurutnya, permintaan itu tidak sulit, karena masih ada menu lain yang tidak kalah enak dan memiliki khasiat bagus untuk kesehatan.“Hidangan khas Imlek haruslah mewakili tiga hal, yakni bisa berjalan di darat, terbang di udara, dan berenang di air. Menyajikan tiga hal di atas sebagai rasa syukur supaya usaha lancar. Bisa diwakili dengan bebek atau ayam, daging babi, dan ikan. Sirip hiu bukanlah suatu keharusan sama sekali sebagai ucapan rasa syukur. Jadi nggak perlu sirip hiu,” pungkas dia. [SEP]" "Rafflesia Terbesar Mekar di Cagar Alam Maninjau? Berikut Foto-foto dan Videonya…","[CLS]   Julukan bumi rafflesia mungkin pantas disematkan kepada Sumatera Barat. Pasalnya,  di Tanah Minangkabau ini,  tepatnya di Cagar Alam Maninjau,  ditemukan rafflesia jenis paling langka berdiameter sampai 107 sentimeter. Menurut Agus Susatya, peneliti rafflesia dari Universitas Bengkulu,  diameter ini terbesar dari yang pernah ditemukan baik di Indonesia maupun di negara yang pernah tumbuh rafflesia seperti Malaysia dan Filipina.Bunga langka ini mekar Maninjau, di Jorong Marambuang, Nagari Baringin, 17 Desember lalu. Tak hanya diameter bunga, di sekitar lokasi tumbuh juga ada sebaran kuncup rafflesia terbanyak yang pernah ditemukan. Ada 46 kuncup di dua petak ukur seluas empat meter persegi. Ini jumlah terbanyak, sebelumnya di Bengkulu, ada 27 kuncup. Dari sebaran kuncup ini, enam sudah mekar sempurna dan layu.Agus mengatakan, tempat tumbuh rafflesia ini tergolong masih bagus dan terjaga. Saat Agus bersama BKSDA Sumbar melakukan pemetaan ditemukan puluhan kuncup. “Meski belum sempat melihat semua kuncup, pengamatan kita bisa menemukan beberapa kuncup baru yang sebelumnya tidak terlihat,” katanya.Peta kuncup dan akar, katanya,  jadi sangat penting agar pengunjung bisa  diarahkan hingga tak menginjak kuncup. “Kuncup  rafflesia paling kecil bisa satu sentimeter, ini tak terlihat sama sekali. Bentuk seperti tanah jika terinjak akan mati,” katanya.Dia menyebut jika kuncup di Maninjau memecahkan rekor terbanyak di Indonesia.“Kalau kita lihat kuncup sampai 46 termasuk tertinggi, saya pernah mengamati di Bengkulu, pernah 27 kuncup. Saya pikir ini habitat masih sangat bagus. Dari pengamatan yang pernah dilakukan rata-rata populasi satu inang sekitar 10 kuncup.”  Untuk jenisnya, kata Agus,  adalah Rafflesia tuan mudae. Jenis ini termasuk langka, sebelumnya pernah ditemukan di Serawak atau Kalimantan." "Rafflesia Terbesar Mekar di Cagar Alam Maninjau? Berikut Foto-foto dan Videonya…","“Yang jelas ini bukan Rafflesia arnoldii, kalau kita lihat kemiripan-kemiripan itu sama persis dengan tuan mudae, di literatur jenis ini pernah ditemukan di Serawak.”Dalam tulisan taksonomi tentang tuan mudae, katanya, ada dua pendapat dari peneliti rafflesia yakni  William Meyer dan Jamili Nais. Meyer, peneliti rafflesia yang mempublikasikan jenis-jenis rafflesia pertama pada 1997 menempatkan tuan mudae sebagian varian dari arnoldii  atau subspesies dari arnoldii.“Jadi menurut Meyer, Rafflesia tuan mudae masuk kategori Rafflesia arnoldii,” kata Agus.Peneliti lain, Jamili Nais, penulis buku Rafflesia On the World menyebutkan Rafflesia tuan mudae adalah spesies tersendiri bukan bagian arnoldii. “Saya juga sependapat dengan dia (Jamili Nais-red).”Alasan Agus sependapat dengan Nais karena saat Meyer publikasi belum banyak data detail dikumpulkan, berbeda dengan Nais.“Saat melihat rafflesia di Cagar alam Maninjau saya juga berpendapat begitu, jenis ini tuan mudae, bukan arnoldii,” katanya.Beberapa perbedaan morfologi ditemukan Agus antara jenis rafflesia di Maninjau dengan arnoldii, seperti warna kelopak (perigon), kalau arnoldii lebih ke oranye sedangkan tuan mudae ke arah merah maron.  “Warna saja belum tentu jadi karakter yang kuat.”  Ciri lain, pola putih atau bercak pada kelopak bunga. Bercak di Cagar Alam Maninjau, tunggal sedangkan arnoldii itu ganda (besar dan kecil).Lalu, pola bercak arnoldii besar di kelilingi kecil, di Maninjau,  tidak. Kalau rafflesia di Maninjau, jarak antarbercak agak berjauhan, arnoldii lebih rapat dan bagian dalam (ramenta) atau bulu berada pada bagian dalam.Secara morfologi, jenis ini sama dengan rafflesia di Bukit Baka, Nagari Salo, Agam,  yang ditemukan Agustus 2016." "Rafflesia Terbesar Mekar di Cagar Alam Maninjau? Berikut Foto-foto dan Videonya…","Untuk tuan mudae, katanya, pertama kali ditemukan di Indonesia. “Kalau tuan mudae ini pertama kita lihat. Saya akan mendalami morfologi spesimen di Sumbar kemudian dibandingkan dengan arnoldii,” katanya.Setelah penelitian, Agus akan publikasi internasional. “Publikasi penting, hingga kita bisa melihat sebaran di Sumatera itu lebih luas,  tidak seperti yang diketahui selama ini.”Dia bilang, temuan ini satu kebanggaan nasional. “Penemuan di Bukit Baka, Sumbar,  juga belum ada publikasi. Saya rasa ini perlu,” katanya.Untuk temuan di Cagar Alam Maninjau, sangat bisa akses secara internasional karena kawasan ini belum ada catatan temuan rafflesia, meskipun kata masyarakat pernah ada pada 1970 tetapi belum ada publikasi.Agus menjelaskan, wilayah sebaran rafflesia di Sumatera,  terbentang di sepanjang Bukit Barisan, mulai Aceh sampai Lampung. Data sementara,  ada 12 jenis rafflesia di Sumatera.  Mulai dari Aceh ada Rafflesia micropylora, R. atjehensis lalu sebelah selatan ada Rafflesia awangensis, bergeser ke Sumut, hingga Lampung ada R. Hasseltii, R. gadutensis,  R. bengkuluensis dan terbaru R. kemumu.Berdasarkan penelitian, ada tiga rafflesia pernah ditemukan di Sumbar ini, yakni Rafflesia arnoldii,  R.gadutensis dan  R.haseltii serta R. tuan mudae. Khusus tuan mudae pernah ditemukan penduduk setempat di Bukit Baka, Nagari Salo, Agam, Agustus 2016.Sumbar juga memiliki Cagar Alam Rafflesia Arnoldii di Batang Palupuh, Bukittinggi, Agam. Di cagar alam ini pernah mekar arnoldii diameter 1,7 meter.Cagar alam ini memiliki luas 3,40 hektar memiliki fungsi utama perlindungan habitat bunga raksasa dengan akar ryzanthes. Pada 1997, ada sekitar 14 kelompok tumbuh (putik) rafflesia.  Sebelumnya, tahun 70-80-an di Sumbar ada Rafflesia arnoldii di Bukittinggi.  BKSDA Sumbar akan galang dana publikasi" "Rafflesia Terbesar Mekar di Cagar Alam Maninjau? Berikut Foto-foto dan Videonya…","Untuk pengamanan lokasi, mengingat dekat dari pemukiman, BKSDA mengimbau melalui pemerintah nagari untuk tak merusak atau memindahkan tumbuhan itu. BKSDA membuat rambu (tanda) larangan (imbauan) di lokasi dan pagar pengaman sementara untuk universitas (lembaga) yang akan pendataan (penelitian).“Ke depan akan kami  perbaiki pagar dan papan dengan yang lebih baik. Minat publik melihat bunga sedapat mungkin kami bendung dan akan terus sosialisasi aturan di Cagar alam,” kata Erly,  Kepala BKSDA Sumbar.Dia bilang, banyak hal harus dilakukan meski dengan keterbatasan, termasuk mencoba kerjasama dengan media massa untuk sosialisasi kepada masyarakat. “Juga pendekatan kepada pemda agar ikut memberi  perhatian terhadap spesies ini,” katanya.Erly mengatakan,  BKSDA bersama peneliti Agus Susatya akan susun rencana jadikan raflesia tumbuhan utama Sumbar dan Indonesia, jadi negara utama, bersaing dengan Malaysia dan Filipina.“BKSDA Sumbar akan berusaha anggarkan dana dan galang kerjasama dengan berbagai pihak, terutama BKSDA dan taman nasional se-Sumatera. Dana ini untuk biaya penelitian, publikasi dan kampanye agar Sumatera dan Indonesia jadi negara rafflesia,” katanya.          [SEP]" "Indonesia Masuk Dewan Eksekutif IOC UNESCO? Apa Manfaatnya?","[CLS] Peluang untuk meningkatkan kampanye ilmu kelautan semakin terbuka lebar menyusul terpilihnya Indonesia menjadi anggota Dewan Eksekutif dalam Komisi Oseanografi Antar Pemerintah (Intergovernmental Oceanographic Commission/IOC). Komisi tersebut ada dalam naungan Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO).Asisten Deputi Bidang Iptek Maritim Kemenko Kemaritiman Nani Hendiarti menjelaskan, terpilihnya Indonesia menjadi penanda bahwa perjuangan dalam beberapa tahun ini dalam mengamankan wilayah laut mulai mendapat apresiasi. Selain Indonesia, kata dia, masuk dalam anggota Dewan Eksekutif, adalah Australia, Jepang, Korea, Filipina, Pakistan, Thailand, dan Tiongkok.Pertemuan tersebut digelar di Paris, Perancis, pada akhir Juni lalu. Selain diwakili Kemenko Maritim, Indonesia juga diwakili delegasi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Perwakilan Tetap RI di UNESCO, Paris.  “Dengan terpilihnya Pemerintah Indonesia menjadi anggota Executive Member Council IOC of UNESCO untuk periode 2017 – 2019, pemerintah perlu mengupayakan peningkatan tata kelola, sarana dan prasarana ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan, serta program riset kelautan straregis,” ungkap Nani di Jakarta, awal pekan ini.Menurut dia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia perlu mempertimbangkan pentingnya data bagi pembangunan kemaritiman serta pertumbuhan ekonomi kelautan. Untuk itu, diperlukan komitmen yang kuat untuk bisa mewujudkan Pusat Data Kelautan Indonesia di bawah koordinasi Kemenko Maritim.“Sebagai negara kepulauan terbesar di Asia dan Pasifik, posisi Indonesia sebagai Anggota Dewan Eksekutif akan membuka peluang semakin lebar dalam mewujudkan Poros Maritim Dunia,” tutur dia. Pusat Data Kelautan" "Indonesia Masuk Dewan Eksekutif IOC UNESCO? Apa Manfaatnya?","Tentang pembangunan Pusat Data Kelautan Indonesia, Nani menyebut, itu diperlukan koordinasi yang kuat di antara pihak terkait yang memiliki kepentingan sama. Tujuannya, agar pembangunan bisa mewujudkan peningkatan tata kelola, sarana dan prasarana ilmu pengetahuan teknologi (Iptek) kelautan, serta program riset kelautan strategis.“Dengan membangun Pusat Data Kelautan, nantinya Indonesia menjadi kontributor untuk pertukaran data dan informasi oseanografi internasional. Kontribusi itu akan mendorong peningkatan kemampuan pengetahuan dan keterampilan, serta literasi kelautan bagi peneliti muda,” papar dia.  Nani memaparkan, riset kelautan bisa didorong dan ditingkatkan melalui rencana induk riset nasional (RIRN) dan juga grand strategy riset kelautan nasional yang sedang disusun bersama akademisi atau Universitas dengan berkoordinasi bersama Kemenko Maritim.“Bisa dilakukan melalui dua cara itu,” ucap dia.Terpilihnya Indonesia dalam keanggotaan Dewan Ekskutif, diyakini Direktur Jenderal UNESCO Irina Bukova akan menjadi awal yang cerah. Baginya, kemitraan dalam the Decade of Oceans akan semakin mendorong pemahaman tentang laut dan manfaatnya lebih luas bagi kehidupan masyarakat.Seperti halnya Bukova, Sekretaris Jenderal IOC Vladimir Ryabinin juga menyatakan perlunya sinkronisasi antara kebutuhan regional dengan sasaran global untuk lebih mengintegrasikan sumberdaya kelautan. Akurasi Data Sebelum berjuang di UNESCO, Indonesia lebih dulu berjuang di lembaga PBB lainnya, lembaga pangan (Food and Agriculture Organization/FAO). Di lembaga tersebut, Indonesia meminta negara-negara anggota untuk meningkatkan kualitas pengelolaan data sektor perikanan dan kelautan." "Indonesia Masuk Dewan Eksekutif IOC UNESCO? Apa Manfaatnya?","Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan, dengan meningkatkan pengelolaan kualitas data di masing-masing negara, maka selanjutnya FAO akan mendapatkan data yang lebih akurat dan lebih baik lagi. Jika demikian, maka program peningkatan ketahanan pangan di seluruh dunia, khususnya Indonesia bisa berjalan dengan lebih bagus lagi.“Indonesia sangat mendorong negara-negara anggota FAO untuk meningkatkan kualitas data yang disampaikan ke FAO dengan lebih akurat, terbaru, dan bertanggung jawab,” ucap dia.  Susi menjelaskan, karena data global yang akurat menjadi rujukan utama dalam mengelola sektor perikanan dan kelautan, maka sudah seharusnya setiap negara bisa mengelola sumber daya perikanan dan kelautannya dengan lebih bertanggung jawab dan berkelanjutan.“Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah memberikan data perikanan yang lebih baik kepada Food and Agriculture Organization (FAO) untuk penyusunan The State of World Fisheries and Aquaculture (SOFIA),” tutur dia.Perempuan asal Pangandaran, Jawa Barat, itu menilai, mustahil bagi Indonesia dan negara-negara lain di dunia untuk bisa membangun ketahanan pangan yang berkelanjutan, sementara data perikanan dan kelautan secara global tidak ada yang akurat dan kredibel.“Saat ini, Indonesia sedang mencanangkan program Satu Data. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan proses pengumpulan data perikanan dengan tiga pendekatan, yaitu sumber daya manusia, proses, dan teknologi,” jelasnya.Susi juga mengungkapkan tentang pentingnya implementasi FAO Code of Conduct for Responsible Fisheries dan International Plans of Action on IUU Fishing dalam sektor kelautan dan perikanan di semua semua negara. Menurutnya, itu bisa mendorong terciptanya pasar dunia yang lebih baik lagi dan bisa dipertanggungjawabkan." "Indonesia Masuk Dewan Eksekutif IOC UNESCO? Apa Manfaatnya?","“FAO telah melakukan perbaikan dalam penerapan kuesioner untuk mengawasi implementasi FAO Code of Conduct for Responsible Fisheries dan Internasional Plans of Action on IUU Fishing. Kemudian, ada juga laporan dan dokumen SOFIA. Ini harus diapresiasi,” ungkap dia.Susi menambahkan, perikanan menjadi salah satu faktor pendorong yang paling penting bagi pertumbuhan ekonomi dunia, inklusivitas sosial, dan pelestarian lingkungan. Bagi dia, semua elemen ituada dalam perikanan dan kelautan di Indonesia.“Ini membuktikan bahwa Indonesia sangat serius menjadikan laut sebagai masa depan bangsa dengan mendasarkan tiga pilar, kedaulatan, keberlanjutan dan kesejahteraan,” tambahnya.  Untuk diketahui, FAO Committee on Fisheries (COFI) merupakan lembaga dibawah FAO yang merupakan forum internasional untuk membahas berbagai permasalahan perikanan global. sementara, dari laporan SOFIA, pada 2014 lalu stok ikan dunia yang dieksploitasi mencapai total 90,1 persen.Sedangkan, pada 2015, Bank Dunia juga sudah merilis data bahwa pengelolaan stok ikan sepanjang tahun sudah tidak berjalan efektif. Salah satu penyebabnya, karena faktor adanya penangkapan ikan ilegal melalui IUU Fishing.Pada 2015, kata Bank Dunia, potensi uang yang hilang karena IUU Fishing dari total produksi perikanan dunia mencapai USD75 miliar sampai USD125 miliar atau ekuivalen Rp980,625 miliar sampai Rp1,634 triliun.Untuk Indonesia sendiri, Susi pernah menjelaskan, akibat perikanan tangkap yang ilegal, negara kehilangan pendapatan sebesar USD20 miliar atau ekuivalen Rp261,500 miliar.  [SEP]" "llmuwan AS Periksa Kesehatan Ikan Hiu di TN Teluk Cendrawasih. Apa Hasilnya?","[CLS] Sejumlah ilmuwan bersama pakar dari Amerika Serikat berhasil melaksanakan pemeriksaan kesehatan dari populasi hiu paus, yang sejak tahun 2016 termasuk dalam status terancam punah (Endangered) dalam Daftar Merah Spesies Terancam Punah Internasional Union for Conservation of Nature (IUCN Red List), di Taman Nasional Teluk Cenderawasih, Papua Barat.Pada perjalanan yang pertama kali dilakukan di dunia ini, Tim Peneliti memeriksa kesehatan dari 26 ekor hiu paus, serta memasang 7 buah penanda satelit (satellite tag), dan 4 buah penanda akustik (accoustic tag).  Kemajuan penelitian ini dinilai memiliki implikasi yang signifikan untuk menyelidiki misteri seputar kesehatan hiu paus, termasuk potensi dampak pariwisata serta interaksi manusia lainnya terhadap kesehatan hiu paus.“Rincian ini dapat memberikan informasi lebih dalam pengembangan kebijakan konservasi di masa akan datang untuk melindungi dan menjaga stabilitas populasi populasi hiu paus di Indonesia dan secara khusus di Taman Nasional Teluk Cendrawasih,” ungkap Linda Chalid dari Conservation International Indonesia (CII) dalam rilisnya ke mongabay, Selasa (22/8/2017).Penelitian yang berlangsung sejak 25 Juli hingga 5 Agustus ini, merupakan kolaborasi antara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)/Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih (BBTNTC), Universitas Papua (UNIPA), Conservation International (CI), dan Georgia Aquarium.Para pihak berkolaborasi bersama untuk menghasilkan temuan penelitian yang dapat menjadi referensi dalam penguatan kebijakan daerah dan nasional untuk konservasi hiu paus maupun pengelolaan ekowisata yang berkelanjutan." "llmuwan AS Periksa Kesehatan Ikan Hiu di TN Teluk Cendrawasih. Apa Hasilnya?","“Situasi unik di Teluk Cendrawasih memberi para peneliti kesempatan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Penilaian kesehatan ini dirancang untuk memberi informasi yang rinci terkait dampak ekowisata maupun penelitian yang selama ini dilakukan terhadap kesejahteraan hiu paus,” ungkap Ketut Putra, Vice President Conservation International Indonesia.  Menurut Ketut, penilaian kesehatan hiu paus yang dilakukan terhadap hiu paus liar ini merupakan kali pertama di dunia, dan karena itu data yang didapatkan akan menjadi acuan seluruh peneliti di dunia.“Informasi penelitian ini bisa menjadi acuan bagi Pemerintah Indonesia dalam pengelolaan ekowisata hiu paus secara berkelanjutan dengan cara yang bermanfaat bagi masyarakat pesisir setempat tanpa memberi dampak negatif bagi kesejahteraan hiu paus, dan kami sangat senang dan mengapresiasi betapa BBTNC-KLHK dan KKP memulai memanfaatkan data ilmiah dalam membangun tata kelola spesies yang sangat sensitif ini demi keberlangsungannya,” katanya.Menurut Andi Rusandi, Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut (KKHL) KKP, informasi lengkap terkait hiu paus perlu banyak diketahui oleh semua pihak yang ingin mengembangkan ekowisata hiu paus guna mendukung pelestarian dan pengelolaannya di Indonesia.“Pengembangan ekowisata hiu paus di Indonesia harus menekankan aspek konservasi. Untuk keperluan itu, KKP juga telah menerbitkan buku Pedoman Wisata Hiu paus yang dapat menjadi panduan. Hasil penelitian ini akan memperkaya informasi tentang spesies ini karena kini data status populasi dan migrasi hiu paus cukup terbatas, sehingga dukungan banyak pihak sangat kami apresiasi,” ungkap Andi." "llmuwan AS Periksa Kesehatan Ikan Hiu di TN Teluk Cendrawasih. Apa Hasilnya?","Ben G. Saroi, Kepala Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih (BBTNTC) menyatakan apresiasinya atas inisiatif penelitian berkesinambungan dan komprehensif yang dilaksanakan untuk mendukung pelestarian hiu paus dan memberi referensi bagi pengelolaan pariwisata berkelanjutan.“Teluk Cenderawasih sebagai rumah bagi populasi hiu paus terbesar di Indonesia membutuhkan informasi menyeluruh atas spesies terancam punah ini. Karena itu, data dari hasil penelitian dan informasi komprehensif yang akan diperoleh terkait hiu paus akan melengkapi informasi/data sebelumnya hasil kerjasama BBTNTC, WWF dan UNIPA, sebagai referensi penguatan kebijakan konservasi serta kebijakan kelola pariwisata di Teluk Cenderawasih,” katanya.  Menurutnya, semua stakeholders yang terkait dalam pengelolaan Taman Nasional Teluk Cendrawasih (TNTC) perlu berkontribusi dalam implementasi ekowisata berbasis masyarakat adat di TNTC dalam rangka peningkatan ekonomi masyarakat dan mengurangi bahkan menghilangkan resistensi masyarakat adat terhadap eksistensi kawasan TNTC.Menurut Linda, penelitian kesehatan yang membutuhkan sampel biologis hiu paus ini tergolong sulit dan bahkan awalnya dinilai hampir mustahil untuk dilaksanakan, karena sampai sekarang para peneliti belum menemukan cara untuk mengkondisikan hiu paus dalam lingkungan terkontrol untuk selanjutnya dilakukan pengambilan sampel yang dibutuhkan dalam peninjauan kesehatan hiu paus.Namun hal tersebut berubah pada tahun 2014 ketika tim BBTNTC, UNIPA, KKP, dan CI Indonesia menemukan bahwa hiu paus di Teluk Cenderawasih seringkali tertangkap secara tidak sengaja oleh jaring nelayan bagan saat mereka sedang menjaring ikan puri/teri.“Menariknya, hiu paus terlihat cukup tenang saat tertangkap jaring nelayan bagan dan seringkali dijumpai terdiam di dasar jaring, menunggu untuk dikeluarkan.”" "llmuwan AS Periksa Kesehatan Ikan Hiu di TN Teluk Cendrawasih. Apa Hasilnya?","Pada perjalanan kali ini, fenomena unik tersebut dimanfaatkan oleh tim CI Indonesia untuk memasangkan penanda satelit finmount (sejenis penanda satelit yang dipasangkan pada sirip punggung) sembari mengambil sampel yang diperlukan bagi penilaian kesehatan hiu paus.Dalam kurun waktu penelitian yang relatif singkat, para peneliti melakukan katalogisasi informasi dan pengujian sampel, serta mempersiapkan laboratorium pengujian di kapal penelitian, yang pada tahap berikutnya akan dilanjutkan di laboratorium UNIPA di Manokwari, Papua Barat. Selama ekspedisi berlanjut, tim telah memasangkan tujuh buah penanda satelit yang diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pergerakan hiu paus dan perilakunya selama dua tahun ke depan.  Dari pihak UNIPA, Dr. Selvi Tebay, Wakil Rektor Bidang Kerjasama yang juga seorang peneliti bidang perikanan menyampaikan bahwa penelitian aspek kesehatan hiu paus merupakan penelitian perdana yang dilakukan UNIPA bersama mitranya KKP, CI, BBTNC, dan Georgia Aquarium di Tahun 2017. Studi lain seperti pemasangan tag satelit dan pengembangan wisata hiu paus telah dilakukan oleh UNIPA dengan mitra kerjasamanya.“Penelitian kesehatan hiu paus akan memperkaya khazanah keilmuan dan pengembangan kepakaran di UNIPA serta memberi manfaat praktis dan nyata bagi upaya konservasi hiu paus dan upaya pengelolaan pariwisata bahari berkelanjutan di tanah Papua sebagai aspek kebijakan bagi Pemerintah. Harapannya melalui penilaian kesehatan ini, UNIPA dapat mengembangkan kapasitas dan keahlian dalam bidang konservasi marine spesies termasuk pentingnya ilmu kesehatan hiu paus untuk mendukung pengelolaan spesies tersebut di Indonesia.”, ujarnya." "llmuwan AS Periksa Kesehatan Ikan Hiu di TN Teluk Cendrawasih. Apa Hasilnya?","Sementara itu, Mudji Rahayu, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) dari UNIPA menambahkan bahwa saat ini UNIPA melalui FPIK telah menyiapkan sumberdaya manusia secara khusus untuk mendalami hiu paus, terutama melalui studi lanjut S2 dan S3.“Beberapa dosen juga melakukan penelitian terkait ekologi dan genetik hiu paus. Untuk pengembangan jaringan yang lebih kuat, FPIK telah bekerjasama dengan Balai Besar Taman Nasional Teluk Cendrawasih membangun Whale Shark Center di Soa Nabire.”Sebagai salah satu mitra penelitian ini, Georgia Aquarium, sebuah organisasi non-profit asal Atlanta, Amerika Serikat, yang berfokus pada upaya edukasi dan penelitian yang mendukung pelestarian keanekaragaman hayati laut, menyampaikan bahwa data yang dikumpulkan memberikan gambaran yang sangat bernilai mengenai kehidupan dan aktivitas spesies yang hingga kini informasinya masih sangat sedikit diketahui.“Ketika informasi tentang hiu paus lebih banyak diperoleh, kami menjadi lebih mudah dalam mendidik masyarakat dan mendukung perlindungan spesies ini,” ujar Alistair Dove, Vice President Penelitian dan Konservasi di Georgia Aquarium.  [SEP]" "Habitat Kedua Untuk Badak Jawa, Kapan Diwujudkan?","[CLS]   Tidak mudah, namun bukan tidak mungkin. Ungkapan tersebut menggambarkan bagaimana keberlanjutan konservasi badak jawa terkait habitat kedua yang kembali menyeruak pada peringatan Hari Badak Sedunia, yang dirayakan setiap tahunnya pada 22 September.Usulan habitat baru dan translokasi terkait pembangunan second population badak jawa, sejatinya sudah diinisiasi sejak 1989. Acuan konservasinya tertuang dalam Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) badak jawa melalui Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) Nomor P.43/Menhut-II/2007.Dalam Permenhut yang berlaku 2007-2017 itu, disebutkan tiga mandat aksi strategis konservasi yang harus dilakukan: meningkatkan populasi 20%, membangun habitat kedua, dan mendirikan suaka badak jawa. Seperti yang kita ketahui, Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) merupakan satu-satunya kantung eksistensi badak jawa di dunia. Namun, wilayah TNUK ini sendiri dinilai cukup riskan bagi keberlajutan konservasi Rhinoceros sondaicus tersebut. Artinya, populasi yang hanya terdapat di satu areal, memiliki risiko kepunahan yang tinggi. Terlebih, kawasan yang memiliki luas sekitar 20 ribu hektare itu terbilang “jenuh” bagi 67 induvidu badak. Baca: Kisah Badak Jawa yang Kini Hanya Ada di Ujung Kulon Yuyun Kurniawan, Rhino Conservation Specialist Word Wide Fund (WWF) menilai, arah kebijakan pemerintah cenderung tidak tegas dalam hal memutuskan habitat kedua tersebut. Pasalnya, telah hampir 30 tahun rencana ini terus digulirkan tanpa ada kepastian dan kejelasan.“Keputusan itu, hingga sekarang belum ada. Padahal, mandat sudah jelas dalam rencana aksi,” terangnya, saat ditemui di Bandung, baru-baru ini.  Yuyun memaparkan, tujuan habitat kedua adalah melindungi badak jawa dari bencana alam, misalnya, ledakan Gunung Krakatau, gempa bumi, dan tsunami. Disamping itu, karena badak jawa memiliki sebaran terbatas, diperlukan kebijakan jangka panjang." "Habitat Kedua Untuk Badak Jawa, Kapan Diwujudkan?","Degradasi habitat, inbreeding, penularan penyakit, dan perburuan dalam kawasan merupakan sejumut persoalan yang mesti diperhitungkan. Maka, perlu tindakan pengelolaan yang tepat dan terencana. “Habitat kedua juga diperuntukan untuk menambah populasi. Sehingga, manajemen pengolaan kawasan mesti diintesifkan.”Terkait lokasi ideal bagi habitat kedua, lanjut dia, WWF telah melakukan kajian kawasan secara parsial di Pulau Jawa. Disimpulkan bahwa sulit menemukan kawasan yang memiliki hutan dataran rendah minimal 20 ribu hektare dari luasan hutan 38,543 hektare yang jadi pesebaran badak jawa di Semananjung Ujung Kulon.“Luasan hutan di Jawa sudah menciut dan terfragmentasi. Sangat sulit menemukan luasan hutan ideal,” ujarnya. Baca: Indikasi Perburuan Badak Jawa Memang Ada Studi lokasi itu dilakukan di beberapa wilayah. Lokasi habitat baru di luar TNUK, diupayakan, berdasarkan sejarah distribusi alaminya. Penilaiannya pun berdasarkan aksesibilitas, kemiripan ekologi, dan beberapa faktor kunci lainnya.  Yuyun mengatakan, ada beberapa lokasi yang dinilai memenuhi kriteria. Wilayah tersebut di antaranya adalah Taman Nasional Halimun Salak, Cagar Alam Rawa Danau, Suaka Margasatwa Cikepuh, Cagar Alam Cikeusih, dan Cagar Alam Sancang.“Berdasarkan kajian ekologi dan faktor kunci lainnya. SM Cikepuh dipilih karena memiliki kemiripan dengan TNUK. Sehingga, direkomendasikan untuk dijadikan sebagai calon habitat baru,” tambahnya.Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan juga membentuk tim khusus bersama WWF dalam tahapan rencana translokasi. Rencana bloking zonasi pengelolaan kawasan pun sudah ditentukan. Nantinya, di cagar alam seluas 8.000 hektare itu akan dibagi tiga zona.Zona 1, diperuntukkan sebagai lokasi calon habitat kedua badak jawa dengan luas 4.000 hektare. Zona 2 sebagai penunjang aktivitas dan ketersediaan pakan badak. Sedangkan zona 3 merupakan areal pemanfaatan.  Tumpang tindih regulasi" "Habitat Kedua Untuk Badak Jawa, Kapan Diwujudkan?","Yuyun menyebut, di kawasan Cikepuh sendiri terindikasi terjadi tumpang tindih pemanfaatan. Selain wilayah tersebut dikhususkan untuk konservasi, ternyata di lokasi yang sama juga merupakan tempat latihan perang Pasukan Komando Cadangan Stategi Khusus Angkatan Darat (Kostrad).Dia mengatakan, bila merujuk aturan perundangan-undangan, baik kehutanan ataupun konservasi dan keanekaragaman hayati, jelas tidak diperkenankan. Ini berlandaskan fungsi zonasi. Telebih, Cikepuh bersatus suaka margasatwa, wilayah perlindungan flora dan fauna.Lagi pula, menurutnya, sejauh ini KLHK belum melakukan MoU dengan angkatan darat atas usulan lahan di Cikepuh sebagai lokasi latihan perang. “Harusnya, KLHK lebih memprioritaskan rencana awal, sebagai habitat kedua badak jawa,” tuturnya. Baca juga: Penelitian Ini Coba Singkap Ancaman Tsunami pada Kehidupan Badak Jawa Selain itu, kata Yuyun, di dalam zonasi Cikepuh, terdapat juga lahan milik Kostrad yang telah disertifikasi sekitar 300 hektare. Selain itu, lokasi habitat kedua badak jawa ini masuk juga dalam skema pengembangan Geopark Ciletuh, programnya Pemprov Jawa Barat.“Habitat badak jawa di TNUK diperkirakan hanya mampu mendukung populasi viabel tidak kurang dari 50 individu. Sementara itu, berkembangnya invasive species tumbuhan langkap (Arenga obtusifolia) merupakan ancaman utama perubahan ekosistem habitat badak jawa di Ujung Kulon.”Yuyun mengatakan, keseriusan pemerintah adalah kunci kesuksesan peralihan habitat badak jawa ini. SRAK badak jawa harus dilaksanakan sebagai program strategis, yang berakhir tahun ini. Dua dari tiga mandat telah dijalankan yaitu peningkatan populasi dan pembangunan suaka badak.“Bagaimana dengan kebijakan untuk membangun habitat kedua? Sebaiknya kepentingan konservasi harus menjadi prioritas pemerintah,” tandasnya.  Manfaat konservasi" "Habitat Kedua Untuk Badak Jawa, Kapan Diwujudkan?","Dihubungi terpisah, Peneliti Molekuler ITB Dr. Adi Pancoro mengatakan, upaya konservasi di Indonesia harus diimbangi dengan roadmap penelitan. Tujuannya, agar konservasi dapat berkelanjutan dan terarah. Pada perkembangannya, perlu dilakukan terobosan baru seperti konservasi genetik sebagai faktor penunjang.Dalam rangka menunjang upaya-upaya konservasi badak jawa, misalnya, usaha identifikasi keanekaragaman genetik mempunyai arti dan manfaat penting. Data yang diperoleh dari analisis genetik populasi pun dapat digunakan sebagai landasan.“Sejauh ini, kita banyak kehilangan informasi dalam hal genetik. Variasi genetik menjadi penting guna memahami dan memantau populasi yang tersisa. Dan seharusnya, konservasi menggunakan kombinasi ekologi, biologi molekuler, genetika populasi, pemodelan matematis dan taksonomi,” jelasnya.   Adi melanjutkan, konsekuensi persebaran badak jawa yang terbatas, berpotensi terjadinya inbreeding atau perkawinan sedarah. Hal ini tentunya harus dihindari agar tidak terjadi “kelainan” atau cacat fisik. Selain itu, bisa berakibat pula menurunkan genetik yang berujung pada kerentanan populasi terhadap kepunahan.“Begitu juga dengan peran biologi molekuler. Molekuler berbasis DNA yang sifatnya diwariskan, kedepannya diharapkan bisa diaplikasikan. Metode ini, kasarnya menjodohkan. Setidaknya bisa menyilangkan, mengindari inbreeding. Keuntungan lainnya adalah menjaga kelesatarian di level DNA sehingga lebih mudah memahami permasalah populasi maupun habitat,” terangnya.Yang perlu ditekan, kata Adi, dari agenda translokasi dan reintroduksi membangun second population ini, adalah mengintensifkan kawasan. Sebab, sudah tidak bisa lagi areal hutan yang ideal sebagai habitat satwa. “Yang terpenting adalah perlindungan kawasan. Jangan sampai habitatnya hilang. Karena, sekuat apapun satwa survive bila habitatnya rusak, akan mati juga,” tuturnya." "Habitat Kedua Untuk Badak Jawa, Kapan Diwujudkan?","Badak jawa (Rhinoceros sondaicus) merupakan mamalia berpostur tegap. Tingginya, hingga bahu, sekitar 128-175 sentimeter dengan bobot tubuh 1.600-2.280 kilogram. Meski penglihatannya tidak awas, akan tetapi pendengaran dan penciumannya super tajam yang mampu menangkap sinyal bahaya yang menghampiri kehidupannya. Satu cula berukuran 27 sentimeter berwarna abu-abu gelap atau hitam merupakan ciri khas utama jenis ini.   [SEP]" "Habitat Menyempit, Pelepasliaran Orangutan akan Semakin Sulit","[CLS]   Mengembalikan orangutan ke habitatnya, bukan pekerjaan mudah. Banyak hal yang harus dilakukan untuk memastikan, orangutan yang dilepasliarkan nanti, benar-benar mampu bertahan hidup di hutan, rumah aslinya.Terlebih, habitat orangutan yang ada saat ini kian menyempit dikarenakan konversi hutan terus terjadi. Akibatnya, akan sulit mencari lokasi yang benar-benar cocok untuk orangutan yang bakal dilepasliarkan. Di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBR) saja, diprediksi hanya bisa menampung 250 hingga 300 individu orangutan. Jumlah yang masih jauh dari kata ideal.“Jika konservasi tidak menjadi prioritas kita dan kita tidak melestarikan alam, manusia tidak akan bertahan hidup. Upaya konservasi dan kesuksesannya akan mempengaruhi kehidupan kita dan generasi mendatang,” ungkap CEO BOSF (Borneo Orangutan Survival Foundation) Jamartin Sihite, saat pelepasliaran 12 individu orangutan ke TNBBR di Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah, Rabu (02/8/2017).Jamartin mengatakan, di BOSF saat ini, ada ratusan orangutan yang telah menyelesaikan tahap rehabilitasi di Sekolah Hutan. Banyak juga yang telah mengantri di pulau pra-pelepasliaran, menanti giliran untuk dilepasliarkan.“Orangutan yang kita lepasliarkan itu sudah melewati proses pembelajaran menjadi liar kembali. Kita pastikan, bisa mencari makan sendiri, bikin sarang, lebih suka manjat pohon ketimbang di tanah, tak terlalu suka melihat manusia, dan mengenali musuh-musuh alaminya. Selain itu, terbebas TBC, hepatitis, dan penyakit lainnya. Jika ada penyakit, itu merupakan penyakit orangutan, bukan dari manusia,” paparnya." "Habitat Menyempit, Pelepasliaran Orangutan akan Semakin Sulit","Sejauh ini, menurut Jamartin, dari puluhan orangutan yang dilepasliarkan di TNBBBR, kondisinya menunjukan hal positif. Daya tahan hidupnya mencapai 90 persen. “Memang tidak seratus persen hidup, ada tiga individu mati. Tapi, masih dikatakan aman, di bawah 20 persen. Tiga individu ini ditemukan pada 2016, setelah dilakukan nekropsi penyebabnya adalah predator alaminya yang ada di sana,” ujarnya.Manajer BOSF Nyaru Menteng Denny Kurniawan saat ditemui Mongabay Indonesia di Palangkaraya, menyatakan pelepasliaran ini adalah yang ke enam kali di TNBBBR dan yang ke-18 dilakukan BOSF keseluruhan di Kalimantan Tengah, sejak 2012.”Lebih lanjut Denny mengatakan, 12 individu orangutan tersebut terdiri delapan betina dan empat jantan. Dengan tambahan ini, sudah 59 orangutan yang dilepasliarkan di TNBBR. “Hingga akhir Juli 2017, BOSF telah melepasliarkan 289 individu orangutan ke hutan alami. Rinciannya, 214 dari Nyaru Menteng, Kalimantan Tengah, dan 75 dari Samboja Lestari, Kalimantan Timur,” terangnya.  DukunganAdib Gunawan, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah, mengatakan pihaknya sebagai perpanjangan tangan Pemerintah, mendukung penuh kegiatan pelepasliaran orangutan.“Kami bersama mitra, tak lelah dan tak henti, merangkul semua pihak untuk menjaga dan melindungi orangutan, sebagai spesies kebanggaan Kalimantan Tengah. Salah satu caranya adalah, menginisiasi pembentukan forum-forum, sosialisasi dan kampanye, serta rehabilitasi dan pelepasliaran orangutan di habitat yang aman dan terlindungi.”Lebih lanjut Adib mengatakan, upaya konservasi yang dilakukan BOSF untuk menyelamatkan, merehabilitasi, dan melepasliarkan orangutan ke habitat yang terjaga merupakan inisiatif yang harus didukung sepenuhnya. “Kita harus memastikan anak cucu nanti, masih menikmati kekayaan alam yang melimpah ini,” katanya." "Habitat Menyempit, Pelepasliaran Orangutan akan Semakin Sulit","Heru Raharjo, Kepala Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR) Wilayah Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat mengatakan, pihaknya bekerja sama dengan BOSF dan BKSDA Kalimantan Tengah telah melepasliarkan 47 individu orangutan di TNBBR. “Kami melakukan pemantauan reguler bersama tim BOSF untuk memastikan orangutan yang telah dilepasliarkan itu aman.Sejauh ini, hasil pengamatan menunjukkan, keamanan hidup orangutan terjaga dan adaptasi mereka di alam liar sangat baik. “Semoga, seluruh orangutan yang telah dilepasliarkan di TNBBBR segera membentuk populasi baru demi keberlanjutan upaya konservasi,” ucapnya.Kegiatan pelepasliaran orangutan tersebut mendapat dukungan USAID LESTARI. Lembaga ini berkomitmen mendukung upaya pelepasliaran orangutan di TNBBR hingga 2018.Rosenda Chandra Kasih, Koordinator Lansekap Katingan-Kahayan USAID LESTARI mengatakan, status orangutan di Kalimantan telah mencapai kondisi sangat terancam punah. Semua pihak, harus bekerja sama dan saling dukung upaya perlindungan orangutan dan penyelamatan habitatnya.“Kami, di kawasan hutan Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya, bersama pihak BOSF beserta pemerintah, swasta dan masyarakat berupaya menjamin keberlangsungan hidup orangutan hingga terciptanya populasi orangutan liar baru. Harus kita ingat, maraknya ancaman kepunahan orangutan yang ada adalah tugas kita bersama untuk menghentikannya,” tegasnya.   [SEP]" "Para Nelayan Ini Beralih Gunakan Energi Surya Saat Melaut","[CLS] Di sebuah aliran sungai yang bermuara di pesisir Utara Laut Jawa, belasan perahu terlihat menonjol dengan panel-panel energi surya. Perahu-perahu motor ini mengalihkan penggunaan energi terutama untuk penerangan dari aki (accu) setrum ke energi terbarukan, solar panel.Perahu dicat dengan warna mentereng atau yang catnya sudah memudar terlihat lalu lalang di sodetan Sungai Bengawan Solo ini. Papan-papan panel surya terlihat mencuat dipasang dengan tangkai kayu atau bambu sebagai penopang.Ketika negara sibuk menggelar konferensi-konferensi tingkat tinggi energi terbarukan, puluhan nelayan ini sudah mendahului mengeksekusinya secara swadaya. Pun banyak proyek besar energi terbarukan mangkrak. Implementasinya masih seperti jargon.  Para nelayan tak banyak pertimbangan teori atau koar-koar soal ramah lingkungan karena alasannya praktis. Sesuai kebutuhan nelayan di pesisir pantai Utara Lamongan ini. Aki-aki yang disetrum listrik rumahan mudah rusak karena tiap hari bongkar pasang dari perahu.“Sekarang enak gak perlu cabut pasang ngisi aki di rumah atau toko setrum aki. Aki ditaruh di perahu saja,” ujar Nurkholis. Ia sedang sibuk memindahkan rajungan hasil tangkapan pada Rabu (30/06/2017) pagi di perahunya. Rajungan salah satu hasil laut yang laris di Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.Aki yang digunakan untuk menyimpan energi dari panen panas mentari ini sekitar 70 ampere. Tak pernah kehabisan daya untuk lampu-lampu penerangan yang dipasang di perahunya dan sangat membantu saat melaut malam. Nurkholis mengaku sudah dua tahun menggunakan solar panel.Sementara sebelumnya, ia tergantung pada listrik PLN. Aki harus dicabut untuk disetrum dengan biaya sekitar Rp15 ribu sekali setrum. Masalahnya bukan di biaya saja, tapi umur aki. Menurutnya daya cepat habis dan aki berumur pendek cepat rusak karena sering bongkar pasang. “Sekarang nancap terus di perahu,” tambahnya.  " "Para Nelayan Ini Beralih Gunakan Energi Surya Saat Melaut","Modal awal sekitar Rp2 jutaan untuk membeli aki dan panel suryanya. Tapi investasi ini menurutnya sepadan dengan mudahnya kini memanen energi dan hemat waktu setrum aki berjam-jam.Penggunaan solar panel ini dari mulut ke mulut, antar nelayan. Mereka melihat rekan yang lain lebih nyaman dengan instalasi panel surya terpasang. Nurkholis misalnya melihat saudaranya memulai pasang duluan. “Sekarang ada montirnya, gak perlu belajar banyak. Di toko juga banyak yang jual, harganya makin murah,” papar pria tengah baya ini. Karena makin banyak yang menggunakan, persediaan makin banyak, harga jadi lebih rendah.Demikian juga dengan nelayan lain. Dhoifi dan Abdul Fatah menyebutnya lampu matahari. Dhoifi sudah menggunakan panel surya sekitar 4 tahun, ia baru ganti panel surya untuk ukuran lebih besar. Agar bisa memanen matahari lebih banyak.“Saya baru ganti dua minggu lalu. Volume aki sekarang dua kali lebih besar,” urainya ditemui usai melaut. Di pinggir Pelabuhan Sedayulawas para pengepul ikan sudah menunggu hasil tangkapan, dan supir becak motor siap mendistribusikannya ke pembeli. Salah satu yang termahal adalah ikan tenggiri.Biaya yang dikeluarkan Dhoifi untuk satu set instalasi energi surya sekitar Rp2,2 juta. Ia juga mengakui sangat kerepotan buka pasang aki untuk disetrum. Apalagi jika tegangan listrik naik turun tak stabil. Aki yang diisi daya mudah rusak. “Toko pengecasan gak laku sekarang,” ia terkekeh.Menurutnya sebagian besar nelayan sekitar sudah ganti ke lampu matahari. Versi Dhoifi, sekitar 200 orang. Penggeraknya adalah kebutuhan yang sama untuk mendapat energi yang mudah dikelola.  Inisiatif Meringankan NelayanPara nelayan kecil selayaknya mendapat sokongan untuk meringankan biaya melaut. Salah satunya melalui aplikasi teknologi, terutama yang lebih ramah di kantong dan lingkungan." "Para Nelayan Ini Beralih Gunakan Energi Surya Saat Melaut","Dikutip dari media agribisnis peternakan trobos.com, arsip berita 2009 lalu menyebutkan para santri di Pondok Pesantren Sido Giri, Pasuruan, Jawa Timur membuat prototipe mesin perahu motor tempel bertenaga listrik. Mesin ini mampu menghemat biaya melaut.Media online ini menulis bermula dari keprihatinan atas harga bahan bakar minyak (BBM) terutama solar yang melonjak tajam, sejumlah santri membuat mesin perahu motor tempel bertenaga listrik. Dengan menggunakan mesin bertenaga listrik ini nelayan tidak perlu lagi membeli BBM.Mereka cukup mengisi atau charge listrik ke baterai besar atau aki sebagai sumber tenaga penggerak mesin. Biaya untuk mengisi aki jauh lebih murah dibandingkan membeli BBM. Ketua Robitoh Maahid Islamiah (RMI) atau Asosiasi Pesantren se-Indonesia, KH Mahmud Alizain memberikan gambaran, jika rata-rata dalam sehari seorang nelayan untuk melaut membutuhkan biaya sampai Rp60.000 untuk membeli solar maka dengan menggunakan mesin ini hanya mengeluarkan biaya sekitar Rp 3.000. Keunggulan lainnya, ujar Mahmud, mesin ini punya kekuatan pendorong yang hampir sama dengan mesin berbahan bakar solar. Selain itu, mesin ini juga tidak menimbulkan polusi.Ada juga skripsi-skripsi di sejumlah blog terkait nelayan dan energi terbarukan. Misalnya pemanfaatan air laut sebagai sumber arus listrik untuk menghidupkan lampu LED dengan menggunakan air laut sebagai sumber energi listrik  dan lempengan katoda (tembaga) dan anoda (seng) sebagai penghantar arus (konduktor).Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (BBPSEKP) pada tahun 2013 melaksanakan kajian sosial ekonomi pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan di sektor kelautan dan perikanan sebagai salah satu isu strategis nasional yang sangat relevan dan perlu dilakukan. Berikut informasi yang dikutip dari leaflet online di web http://bbpse.litbang.kkp.go.id." "Para Nelayan Ini Beralih Gunakan Energi Surya Saat Melaut","Penelitian dilakukan pada bulan Januari-Desember 2013. Lokasi penelitian yang dipilih merupakan lokasi-lokasi potensial untuk dilakukan pengembangan energi laut, yaitu di Kabupaten Gresik (Pulau Bawean), Kabupaten Raja Ampat (Selat Meonsmar), Kabupaten Klungkung (Nusa Penida), Kabupaten Bangka (Teluk Klabat) dan Kabupaten Flores Timur (Selat Larantuka). Lokasilokasi tersebut dipilih berdasarkan rencana institusi teknis, baik di lingkup KKP maupun di luar KKP, yang akan membangun dan memasang peralatan energi laut, khususnya energi arus laut dan gelombang pada tahun berjalan.Hasil dan ringkasannya disebutkan, sektor kelautan dan perikanan sangat berkepentingan terhadap isu energi. Hal ini dikarenakan kelimpahan energi terbarukan yang bersumber dari laut. Energi laut dapat ditambang dalam berbagai bentuk di antaranya tenaga angin, tenaga surya, tenaga arus, tenaga gelombang, tenaga pasang surut, dan perbedaan suhu air laut.  Namun demikian, sampai saat ini potensi energi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal dan ketergantungan pada energi fosil tetap berlanjut. Fakta menunjukkan bahwa kemajuan optimalisasi sumberdaya laut sangat lambat. Oleh karena itu, wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil berpeluang menjadi lumbung energi nasional karena besarnya potensi energi yang terkandung di perairan-perairan sekitarnya. Di sisi lain, sejauh ini wilayah-wilayah tersebut merupakan kantung-kantung kemiskinan, salah satunya karena keterbatasan pasok energi.Hasil analisis skala prioritas wilayah pengembangan energi terbarukan mengindikasikan dari 5 wilayah yang disurvei, wilayah yang menjadi prioritas pengembangan energi gelombang dan arus laut dari prioritas tertinggi sampai terendah dengan skala prioritas masing-masing (0.76, 0.67, 0.65, 0.61, 0.51) adalah Raja Ampat, Larantuka, Bawean, Nusa Penida, dan Kabupaten Bangka." "Para Nelayan Ini Beralih Gunakan Energi Surya Saat Melaut","Secara potensi, Larantuka memiliki potensi arus yang cukup besar dimana kecepatan arus mencapai (4 m/detik) menurut Irwandi (2010). Tapi Raja Ampat (0,11 m/det) menjadi prioritas karena meskipun secara potensi lebih kecil ketimbang Larantuka, komitmen Pemda, potensi konsumen dan subisidi yang diberikan pemerintah untuk mendukung aplikasi pengembangan energi terbarukan cukup besar. Sedangkan wilayah yang menjadi kurang prioritas dalam pengembangan energi terbarukan adalah Kabupaten Bangka, di Kecamatan Belinyu. Hal ini disebabkan dari sisi potensi arus tidak masuk dalam Arus Laut Indonesia (Arlindo) yang berpotensi untuk pengembangan energi arus.  [SEP]" "10 Kelelawar Paling Unik di Dunia, Bagaimana Wujudnya?","[CLS]   Kelalawar sudah lama diasosiakan dengan dunia kegelapan, cerita-cerita menyeramkan, dan kehidupan malam. Mungkin banyak pula di antara kita yang menganggap bila kelelawar hanya terdiri dari beberapa spesies, dan umumnya berwujud sama.Selain itu, ada juga yang menganggap kelelalawar sebagai hama yang harus diberantas, tanpa menyadari betapa berjasanya makhluk ini pada ekosistem. Mulai dari penyerbuk tanaman, penyeimbang populasi hama dan serangga, penyubur tanah, serta sumber makanan untuk organisme lain.Di seluruh dunia, tercatat ada sekitar 1.100 spesies kelelawar. Inilah mamalia yang bisa terbang, bergigi tajam, dan berkaki empat!Mongabay Indonesia telah mengumpulkan 10 spesies kelelawar, dari berbagai sumber, yang mungkin paling unik di muka bumi ini.  Ditemukan di hutan hujan Filipina, kelelawar ini memiliki salah satu wajah paling aneh di antara mamalia. Telinga dengan warna gelap berbintik kuning, mata oranye dan hidung berlubang besar yang mirip tabung, memberikan penampilan wajah yang aneh. Umumnya, jenis ini makan buah ara dan buah-buahan lainnya, namun dalam keadaan tertentu menyantap serangga juga.  Kelelawar ini banyak ditemukan di Afrika di sepanjang garis khatulistiwa. Dinamakan demikian karena bentuk kepalanya yang sangat aneh, besar dan mirip palu. Kepala ini diperlukan untuk menghasilkan suara yang keras, menarik perhatian kelelawar betina. Jenis ini adalah pemakan buah-buahanan dan kadang serangga.  Kelelelawar ini ditemukan di Benua Amerika, dari Meksiko bagian selatan, Bolivia hingga hutan di Brasil. Kelelawar ini sering disebut Fringe-lipped bat, atau kelelawar berbibir, karena mulutnya yang dipenuhi duri dan ujung-ujung yang tajam. Termasuk hidungnya yang menjulang tajam. Bulu-bulunya tajam dan tebal.  " "10 Kelelawar Paling Unik di Dunia, Bagaimana Wujudnya?","Diberi nama demikian karena kelelawar ini menghisap darah. Bisa jadi, inilah kelelawar yang selalu diasosiakan dengan film-film horor. Padahal, kelelawar ini dinamai berdasarkan cerita vampir, bukan sebaliknya; Oxford English Dictionary mencatat keterlibatan kelelawar vampir dalam cerita vampir di Inggris dimulai 1734.Walaupun gigitan kelelawar vampir biasanya tidak berbahaya bagi manusia, jenis ini diketahui sering menyerang ternak dan bahkan manusia. Seringkali meninggalkan tanda berupa dua bekas gigitan di kulit korbannya.  Kelelawar ini cukup unik, karena berbulu putih, dan ketika terbang di malam hari, memang terlihat kontras dengan gelapnya malam. Inilah mengapa dipanggil kelelawar hantu. Jenis ini  ditemukan di hutan hujan tropis dari Meksiko ke Brasil, dan juga di Pulau Trinidad, di Karibia. Hewan ini menghabiskan siangnya bertengger di bawah daun palem yang besar, berburu ngengat dan serangga terbang lainnya di malam hari.  Kelelawar ini banyak ditemukan di Venezuela, Kolombia, Peru, dan di sepanjang cekungan Sungai Amazon. Inilah salah satu spesies yang paling sedikit diketahui keberadaannya karena memang terbatas dan langka. Hidup menyendiri di pepohonan besar yang tinggi.  Kelelawar pemakan serangga ini banyak ditemukan di hutan hujan kawasan tengah dan selatan Afrika. Kelelawar ini terkenal dengan “tatanan rambutnya yang aneh” dan sang jantan mengeluarkan  bau aneh  untuk menarik perhatian sang betina selama pacaran.  Kelelawar besar ini memakan ikan dan hidup di Meksiko beserta beberapa negara di Amerika Latin. Kelelawar ini juga dijuluki Great Bulldog bat, karena wajahnya yang mirip anjing bulldog.Jenis ini menggunakan kakinya yang bercakar panjang untuk menangkap ikan yang berenang di permukaan sungai. Selain tentunya memakan serangga.  " "10 Kelelawar Paling Unik di Dunia, Bagaimana Wujudnya?","Kelelawar pemakan buah ini ditemukan di Meksiko dan Amerika Tengah, yang dikenal sebagai “Murcielago viejito” (kelelawar orang tua) atau “Murcielago zopilote” (kelelawar kondor), karena tubuh dan wajahnya yang keriput. Ada lipatan besar kulit yang digunakan sebagai masker untuk menutupi wajahnya ketika tidur.  Kelelawar ini memiliki telingga yang begitu besar, dengan proporsi yang lebih besar dari umumnya. Menggunakan echolocation untuk menemukan mangsanya, telinga besar itu memberi pendengaran jauh lebih baik ketimbang kelelawar lain yang bertelinga lebih kecil. Jenis ini banyak ditemukan di bagian tenggara Amerika Serikat.   [SEP]" "Pohon-pohon Langka Indonesia, Bagaimana Nasibnya?","[CLS]   Terpikirkah Anda, berapa banyak jenis pohon langka di Indonesia? Bagaimana kondisinya saat ini?Menurut peneliti Botani dan Ekologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Tukirin Partomihardjo, sampai saat ini belum terdata rapi berapa jenis pohon langka di Indonesia. Sebagai gambaran, di Jawa saja, yang sudah banyak mengalami kerusakan habitat, masih ada sekitar 3.000-an jenis tumbuhan, dari tingkat lumut sampai pohon. Untuk keseluruhan Indonesia, tentu jumlahnya lebih banyak lagi.Kurangnya perhatian kita terhadap keberadaan pohon langka, ditambah terbatasnya informasi ilmiah mengenai populasi dan biologinya, menyebabkan tingkat keterancamannya bertambah. “Pohon dapat membentuk ekosistem kehidupan jenis satwa yang berada di dalamnya. Sejak hidup hingga mati, pohon memiliki fungsi yang sangat bermanfaat untuk kehidupan makhluk hidup,” terangnya baru-baru ini.Tukirin menjelaskan, saat pohon tumbuh dan berkembang, ia akan membentuk suatu lingkungan yang nyaman untuk satwa: mengontrol suhu, kelembaban, dan kesegaran udara karena menghasilkan oksigen. Juga, memberikan pakan berupa buah, daun, dan madu. “Saat pohon mati pun, dan dimanfaatkan untuk berbagai hal, fungsinya untuk mempertahankan keseimbangan lingkungan tetap ada, yaitu sebagai penyimpan karbon.” Baca: Foto: Keren, Inilah Desa-Desa Berbingkai Pohon Buah Asli Kalimantan Lalu, apakah ancaman nyata terhadap keberadaan pohon langka saat ini? Tukirin memaparkan empat aspek yang harus serius kita diperhatikan. Pertama, adanya pemanfaatan berlebihan. Kedua, habitat tumbuh pohon semakin terdesak akibat perkembangan penduduk untuk dijadikan bangunan dan perumahan. Ketiga, kerusakan habitat membuat variasi genetik dan kesehatan jenis pohon mengalami penurunan kualitas. Keempat, penyebaran biji dan penyerbukan bunga memerlukan satwa, semakin rusaknya lingkungan beserta habitat jenis-jenis satwa penyebar, semakin sulit juga regenerasi pohon dilakukan." "Pohon-pohon Langka Indonesia, Bagaimana Nasibnya?","Contoh, pada jenis durian (Durio sp) yang memerlukan kalelawar dalam penyerbukannya. Akibat habitat kalelawar yang hidup di gua karst banyak ditutup atau dibuat tambang, maka populasinya yang berkurang berimbas pada kelestarian jenis durian tersebut.“Upaya yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan pepohonan langka di Indonesia adalah dengan mempertahankan keberadaannya di alam. Hutan tersisa sebaiknya tidak diganggu, karena hutan dapat “menyembuhkan” dan “memperbaiki” dirinya sendiri,” ungkap Tukirin.  SRAK Pohon LangkaDokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Pohon Langka Indonesia hasil kerja sama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dan Forum Pohon Langka Indonesia (FPLI), pun dibuat untuk menyelamatkan pohon-pohon langka Indonesia.Sekretaris Forum Pohon Langka Indonesia, Arief Hamidi, menuturkan forum dibentuk dengan visi menyelamatkan jenis-jenis pohon langka Indonesia melalui pengelolaan dan kebijakan konservasi yang sejalan dengan Arahan Strategi Konservasi Spesies Nasional, Convention on Biological Diversity (CBD). Misi awalnyanya, mencegah kepunahan 12 jenis pohon langka di alam dengan cara menurunkan tingkat ancaman, serta memastikan keberlanjutan manfaatnya bagi masyarakat dan lingkungan luas.“SRAK untuk menyelamatkan pohon langka tersisa di Indonesia memang harus dibuat. Sebelumnya, SRAK untuk dua jenis tumbuhan telah ada yaitu jenis Rafflesia spp dan Amorphophalus spp, pada September 2015,” tuturya. Baca juga: Lima Spesies Baru dari Genus Pohon Terbesar Ditemukan di Sulawesi Arif menjelaskan, FPLI didirikan 3 Maret 2016 yang sifatnya relawan dan partisipatif. Anggotanya para pakar dari Direktorat Keanekaragaman Hayati KLHK, Puslit Botani LIPI, Puslitbang Hutan-KLHK, maupun dari non-pemerintah seperti Fauna & Flora International, ZSL, dan para pemerhati konservasi pohon." "Pohon-pohon Langka Indonesia, Bagaimana Nasibnya?","“Pada September 2017, soft launching Dokumen SRAK 12 Jenis Pohon Langka Indonesia telah dilakukan. Tujuannya, agar pemerintah memiliki kebijakan untuk menyelamatkan pohon-pohon langka Indonesia,” jelasnya, Selasa (17/10/17).Pemilihan 12 jenis pohon langka ini bukan serta merta. Butuh waktu dua tahun untuk memilih mana yang menjadi pohon prioritas. Sebelumnya, ada 40 jenis pohon yang dipilih, lalu diseleksi menjadi 25 jenis. Setelah dilihat tingkat keterancaman yang paling segera ditindaklanjuti, akhirnya disepakati 12 jenis yang dibagi dalam tiga prioritas.Prioritas I (KRITIS), berarti menuntut segera dilakukan konservasi karena akan punah dalam waktu dekat. Pohon endemik dengan sebaran sempit dalam kategori ini adalah Dipterocarpus littoralis, Dipterocarpus cinereus, Vatica bantamensis, dan Vatica javanica ssp. javanica,Prioritas II (MENDESAK), merupakan jenis pohon yang mendesak untuk dilakukan konservasi dikarenakan tingkat keterancaman yang tinggi dan ancaman kepunahan yang terus terjadi. Spesies ini adalah Shorea javanica dan Dryobalanops aromatica.Prioritas III (PERLU KONSERVASI), adalah sebaran pohon endemik yang terbilang cukup luas, namun tingkat keterancamannya tinggi. Jenisnya adalah Eusideroxylon zwageri, Anisoptera costata, Shorea pinanga, Durio oxleyanus, Durio graveolens, dan Castanopsis argentea.“Pemilihan 12 jenis ini berdasarkan distribusinya yang terbatas, endemik lokal, dan pemanfaatan yang berlebihan. Diharapkan, setelah buku pedoman SRAK ini terbit, akan muncul buku lain untuk menyelamatkan pohon-pohon langka Indonesia,” tegas Tukirin yang juga Ketua Forum Pohon Langka Indonesia. Profil 12 Pohon Langka Indonesia Dipterocarpus littoralis" "Pohon-pohon Langka Indonesia, Bagaimana Nasibnya?","Nama lokalnya pelahlar. Jenis ini termasuk Kritis (CR; Critically Endangered) menurut IUCN. Pelahlar dapat mencapai tinggi 50 m dan berdiameter lebih dari 150 cm. Jenis ini dapat hidup di hutan campuran dataran rendah, di punggung bukit, lereng dan pinggiran aliran air, serta pada substrat tanah bukit kapur di Nusakambangan bagian barat. Kayunya digunakan untuk bahan bangunan, pembuatan kapal dan pertukangan, sedangkan resinnya untuk memakal perahu/menutup celah-celah kayu.  Dipterocarpus cinereusNama lokalnya lagan bras. Jenis ini termasuk Punah (EX; Extinct) menurut IUCN tahun 1998. Namun, pada 2013 tim ekspedisi Kebun Raya Bogor menemukan kembali jenis ini di Pulau Mursala, Sumatera Utara. Jenis ini dapat mencapai tinggi 50 m dan berdiameter lebih dari 100 cm. Jenis ini dimanfaatkan untuk kayu bangunan.  Vatica bantamensisNama lokalnya resak banten atau kokoleceran. Jenis ini termasuk Terancam (EN; Endangered) menurut IUCN. Tingginya bisa mencapai 30 m. Jenis ini merupakan identitas Provinsi Banten dan diketahui hanya tumbuh di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten, pada hutan dataran rendah di lereng-lereng bukit atau gunung. Kayunya dimanfaatkan sebagai bahan bagunan dan pembuatan kapal atau perahu.  Vatica javanica ssp. javanicaNama lokalnya resak brebas atau pelahlar laki. Jenis ini termasuk Kritis (CR; Critically Endangered) menurut IUCN dan tingginya hingga 27 m dengan diameter 25 cm. Jenis ini dilaporkan hanya tumbuh di hutan primer atau sekunder tua pada ketinggian 250-900 m di daerah perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah, tepatnya di Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes. Kayu jenis ini umum digunakan untuk konstruksi bangunan.  Shorea javanica" "Pohon-pohon Langka Indonesia, Bagaimana Nasibnya?","Nama lokalnya damar mata kucing atau pelahlar lengo. Status jenis ini belum dinilai oleh IUCN. Berukuran besar, tinggi mencapai 40-50 m dan diameter hingga 150 cm. Sebaran alami terbatas di Sumatera dan Jawa, tumbuh di hutan primer atau sekunder pada ketinggian hingga 500 m.Resinnya dijadikan bahan baku industri cat, farmasi, kosmetik hingga bahan pangan aditif, sedangkan penggunaan tradisionalnya untuk memakal perahu dan penerangan rumah. Secara ekologis, damar mata kucing dapat menjadi penyubur tanah karena akarnya berasosiasi dengan mikoriza pengikat dan pengumpul hara.  Dryobalanops aromaticaNama baku internasional jenis ini adalah Dryobalanops sumatrensis namun Dryobalanops aromatica lebih dikenal di Indonesia sehingga untuk menghindari kesalahpahaman, jenis nama Dryobalanops aromatica digunakan dalam SRAK ini. Nama lokalnya kapur.Status jenis ini belum dinilai oleh IUCN. Pohon kapur berukuran besar dengan tinggi 40-50 m dan diameter mencapai 100-150 cm. Jenis ini tumbuh di punggung bukit hutan dipterokarpa pada ketinggian ≤ 400 m di Sumatera, Kepulauan Riau, dan Kalimantan bagian barat. Kayunya berkualitas tinggi digunakan untuk konstruksi bangunan, sedangkan kampernya untuk bahan parfum yang dikenal dengan nama dagang kapur barus.  Eusideroxylon zwageriNama lokalnya ulin. Jenis ini termasuk Rentan (VU; Vulnerable) menurut IUCN. Berukuran sedang hingga besar dan dapat mencapai ketinggian 50 m dengan diameter hingga 200 cm. Jenis ini tersebar luas, di Indonesia meliputi Sumatera bagian selatan, Bangka-Belitung, dan Kalimantan.Tumbuh di hutan dataran rendah hingga ketinggian 625 m baik di lahan datar, lereng maupun perbukitan. Ulin atau dikenal sebagai “kayu besi” dianggap menjadi kayu paling kuat dan awet se-Asia Tenggara dan dapat digunakan untuk berbagai keperluan bangunan baik konstruksi ringan maupun berat.  Anisoptera costata" "Pohon-pohon Langka Indonesia, Bagaimana Nasibnya?","Nama lokalnya mersawa dan ki tenjo. Jenis ini termasuk Terancam (EN; Endangered) menurut IUCN. Jenis ini cukup besar, tingginya mencapai 65 m dengan diameter mencapai 1,5 m, berbanir tinggi hingga 4 m. Sebaran alami pohon ini cukup luas di kawasan Asia Tenggara, di Indonesia tumbuh di Sumatera, Kalimantan, dan Jawa pada hutan hujan dataran rendah hingga ketinggian 700 m.  Shorea pinangaNama lokalnya tengkawang pinang. Status jenisnya belum dinilai IUCN. Berukuran sedang hingga besar dengan diameter 130 cm dan tinggi 60 m. Jenis ini endemik Kalimantan yang tumbuh pada habitat hutan perbukitan pada ketinggian di bawah 700 m. Minyak tengkawang dari buahnya menjadi bahan baku untuk industri kosmetik dan makanan, disamping digunakan oleh masyarakat lokal sebagai minyak goreng.  Durio oxleyanusNama lokalnya durian daun atau kerantongan. Jenis ini termasuk Rentan (VU; Vulnerable) menurut IUCN, berukuran besar, tinggi mencapai 35-45 cm dan diameternya mencapai 100 cm. Durian ini tersebar di Sumatera dan Kalimantan. Buahnya dapat dimakan dan menjadi salah satu komoditas yang diperdagangkan di pasaran. Selain itu, kayunya merupakan salah satu kayu bangunan berkualitas dan menjadi pakan beragam satwa liar, terutama satwa terancam punah seperti orangutan.  Durio graveolensNama lokalnya durian burung atau tebelak. Status jenis ini belum dinilai oleh IUCN, ukurannya besar, tinggi mencapai 50 m dan berdiameter melebihi 100 cm. Tersebar alami di Sumatera dan Kalimantan, di hutan dataran rendah perbukitan hingga ketinggian 1.000 m. Durian ini memiliki manfaat selain menjadi komoditas buah bagi masyarakat juga sebagai pakan burung enggang atau rangkong, sehingga berperan penting dalam ekosistem satwa liar.  Castanopsis argentea" "Pohon-pohon Langka Indonesia, Bagaimana Nasibnya?","Nama lokalnya saninten dan berangan. Statusnya belum dinilai IUCN, ukurannya sedang dengan tinggi mencapai 30 m dan diameter 60 cm. Jenis ini tumbuh alami dalam hutan-hutan perbukitan hingga pegunungan bawah pada ketinggian 150-1750 m di Sumatera dan Jawa. Saninten selain dimanfaatkan kayu dan buahnya oleh manusia, juga menjadi pakan alami bagi beragam satwa liar hutan terutama primata. Saninten memiliki peran dan banyak manfaat dalam ekosistem hutan.   [SEP]" "Ternyata Perairan Indonesia Timur Adalah Rumah Hiu Berjalan yang Hanya Ada di Indonesia","[CLS] Tak hanya dikenal sebagai surga terumbu karang, Indonesia juga ternyata menjadi surga bagi hiu yang sangat langka. Perairan yang menjadi lokasi favorit untuk berdiam dan berkembang biak, adalah perairan Indonesia Timur, khususnya di Papua Barat dan Maluku.Apa saja jenis hiu langka yang ada di perairan Indonesia tersebut? Dari informasi yang dirilis Conservation International (CI) Indonesia, sedikitnya ada lima jenis hiu langka yang sudah ditemukan ada di perairan Indonesia.Kelima hiu tersebut, masuk dalam kelompok jenis hiu hiu berjalan yang jumlahnya sangat terbatas di dunia. Menurut CI Indonesia, hingga saat ini hiu berjalan hanya ada sembilan jenis di dunia dan lima jenis di antaranya sudah diketahui ada di perairan Indonesia.Marine Program Director CI Indonesia Victor Nikijuluw mengatakan, keberadaan lima dari sembilan jenis hiu berjalan di Indonesia, sudah sepatutnya mendapatkan perhatian istimewa di kalangan pecinta ekosistem laut. Untuk itu, keberadaannya harus mendapatkan perlindungan secara langsung oleh siapapun.“Semua ikan hiu pasti bisa berenang. Tetapi hanya beberapa spesies saja yang bisa berjalan. Makanya, spesies tersebut disebut hiu berjalan atau walking shark,” ucap dia di Jakarta, Kamis (19/01/2017).Victor memaparkan, sebagai hiu yang langka ditemukan di belahan bumi lainnya, keberadaan lima spesies hiu berjalan di Indonesia, sudah sepantasnya mendapatkan peningkatkan status perlindungan dari Pemerintah. Peningkatan perlindungan tersebut, sudah diberikan kepada Hiu Paus dan Pari Manta.Lebih lanjut Victor menuturkan, hiu berjalan dinilai sangat istimewa, karena dari semua jenis hiu yang ada, hanya hiu berjalan yang berbeda sendiri. Kata dia, disebut hiu berjalan, karena gerakannya di dasar laut menggunakan sirip -siripnya untuk bergerak." "Ternyata Perairan Indonesia Timur Adalah Rumah Hiu Berjalan yang Hanya Ada di Indonesia","“Itu persis seperti melata atau berjalan. Cara tersebut terutama dilakukan di perairan dangkal dan umumnya bisa dilihat pada malam hari,” sebut dia.Secara taksonomi, Victor menjelaskan, hiu berjalan sering disebut sebagai Hiu Bambu (bamboo shark) dan dikelompokkan dalam genus Hemiscyllium. Ada 4 Spesies EndemikAdapun, lima jenis hiu berjalan yang ada di Indonesia, seperti rilis resmi CI Indonesia, empat diantaranyaadalah spesies endemik atau hanya ditemukan di perairan Indonesia. Keempatnya, adalah hiu berjalan Raja Ampat (Hemiscyllium freycineti), biu berjalan Teluk Cendrawasih (H. galei), hiu berjalan Halmahera (H. halmahera), dan hiu berjalan Teluk Triton Kaimana (H. henryi).Sementara, satu spesies lagi, adalah biu berjalan H.trispeculare yang ditemukan di perairan Aru Maluku. Spesies tersebut tidak masuk endemik, karena bisa ditemukan juga di pantai utara dan barat Benua Australia.Menurut pakar hiu dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Fahmi, terbatasnya jumlah dan perairan yang menjadi habitat hiu berjalan di dunia, tidak lain karena hiu jenis tersebut memiliki sifat biologi yang unik dan tidak seperti spesies ikan terumbu karang lain.“Kelompok ikan hiu ini memiliki  kemampuan berenang  yang terbatas dan amat tergantung pada habitat dan kedalaman tertentu. Ssehingga tidak sanggup bergerak jarak jauh dan tidak memiliki potensi sebaran yang tinggi,” ujar dia.Fahmi menerangkan, tipe reproduksi hiu berjalan adalah dengan meletakkan telurnya pada substrat tertentu untuk kemudian menetas dan berkembang menjadi menjadi individu dewasa pada habitat yang sama.Seluruh temuan ilmiah tersebut, kata Fahmi, akan dilaporkan kepada pemerintah daerah yang memiliki wilayah perairan tempat lima jenis hiu berjalan ada. Dengan adanya pelaporan, dia berharap ke depan perlindungan hiu berjalan bisa dilakukan oleh pemerintah pusat maupun daerah." "Ternyata Perairan Indonesia Timur Adalah Rumah Hiu Berjalan yang Hanya Ada di Indonesia","Fahmi menyebutkan, dari lima jenis hiu berjalan yang sudah ditemukan di Indonesia, baru hiu jenis Hemiscyllium freycineti yang sudah diberikan perlindungan penuh. Aturan tersebut dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Raja Ampat yang menjadi penguasa wilayah perairan tempat hiu tersebut ada.“Sejauh ini, baru spesies Hemiscyllium freycineti yang ada di Raja Ampat yang dilindungi oleh Perda Raja Ampat Nomor 9 Tahun 2012 mengenai Larangan Penangkapan Ikan Hiu, Pari Manta, dan Jenis-jenis Ikan Tertentu di Perairan Laut Raja Ampat,” papar dia.Menurut Fahmi, upaya yang dilakukan Raja Ampat tersebut patut untuk diikuti oleh daerah lain yang diketahui wilayah perairannya terdapat hiu berjalan. Perlindungan penuh penting dilakukan, karena jika dibiarkan bebas, maka akan banyak yang memburunya dan itu akan memusnahkan populasinya yang sangat sedikit.“Saat ini, kelompok hiu berjalan merupakan kelompok ikan hiu yang sering dijadikan ikan hias dan memiliki nilai jual tinggi di pasaran internasional. Beberapa negara maju bahkan sudah melakukan upaya budidaya spesies hiu berjalan untuk kepentingan komersial,” ungkap dia.Dengan fakta seperti itu, Fahmi mendesak kepada Pemerintah untuk segera melakukan pengelolaan terhadap jenis hiu tersebut dan juga habitatnya. Jangan sampai, keberadaan jenis hiu tersebut ke depan justru banyak ditemukan di akuarium-akuarium ikan hias dan justru sulit ditemukan di habitat aslinya.Daya Tarik PariwisataSebagai hiu yang langka yang tidak ditemukan di perairan belahan dunia lain, hiu berjalan yang ada di Indonesia bisa menjadi aset pariwisata. Hal itu, karena keberadaan hiu tersebut biasanya ada di perairan yang dangkal yang biasa menjadi tempat wisata laut." "Ternyata Perairan Indonesia Timur Adalah Rumah Hiu Berjalan yang Hanya Ada di Indonesia","Victor Nikijuluw mengungkapkan, daya tarik hiu berjalan untuk pariwisata, bisa dimulai dengan memasukkannya dalam wisata snorkeling ataupun menyelam. Khusus untuk wisata snorkeling, dia menilai itu sangat cocok karena bisa menarik banyak orang, namun tetap dengan jumlah yang terbatas.“Dengan melakukan snorkling atau berperahu di perairan dangkal, hiu berjalan akan mudah dijumpai,” tutur dia.Akan tetapi, Victor menambahkan, karena spesies hiu berjalan mudah ditemukan, ancaman keberlanjutannya juga semakin besar. Karena itu, sebaiknya spesies tersebut tidak diganggu ketika wisatawan sedang berwisata di pesisir.“Jangan merusak terumbu karang serta padang lamun yang merupakan habitat serta tempat mereka memijah. Kerusakan habitat dapat mengancam kelestariannya. Bila dilakukan konservasi dengan baik, maka kehadiran spesies ini akan menjadi pesona pariwisata yang unik dan meningkatkan nilai pariwisata,” tandas dia.Menurut Victor, karena keberadaan hiu berjalan masih sangat langka, CI Indonesia secara berkala melakukan pengawasan langsung di perairan Papua Barat. Dari hasil pengawasan tersebut, didapat kesimpulan bahwa populasi Hiu Berjalan berada dalam ancaman.“Hal itu, karena daerah sebaran hiu berjalan yang terbatas daripada perkiraan sebelumnya. Akibatnya, spesies  unik ini lebih mungkin terpapar terhadap ancaman setempat,” jela dia.Yang dimaksud ancaman setempat, Victor memaparkan, adalah seperti penangkapan ikan yang tidak bertanggung jawab, tumpahan minyak, peningkatan suhu, bencana seperti angin siklon dan tsunami, kerusakan pantai, pembangunan wilayah pesisir dengan cara reklamasi, serta perkembangan industri pariwisata yang tidak memperhatikan keberlanjutan lingkungan." "Ternyata Perairan Indonesia Timur Adalah Rumah Hiu Berjalan yang Hanya Ada di Indonesia","Untuk diketahui, Hiu Berjalan endemik Indonesia dari jenis Hemiscyllium freycineti, ditemukan pertama kali di Raja Ampat pada 1824. Kemudian pada 2008, jenis H. henryi ditemukan di perairan Kaimana  dan H. galei ditemukan di Teluk Cenderawasih. Sedangkan H. halmahera ditemukan perairan Halmahera pada 2013.Dari hasil studi yang dilakukan CI dengan LIPI, Western Australian Museum, dan California Academy  of Science terhadap sembilan spesies hiu berjalan , didapat kesimpulan bahwa  daerah  sebaran semuanya terbatas di wilayah cincin utara Benua Australia, Papua Nugini, Perairan Papua Barat, Halmahera, dan Aru.Temuan yang didukung oleh Mark Erdmann dan Gerald Allen dari CI, dan Western Australian  Museum ini merupakan perkembangan hasil temuan sebelumnya yang menunjukkan daerah sebaran yang luas dari bagian utara Benua Australia, Papua Nugini, hingga Seychelles di Samudera Hindia dan Pulau Solomon di Pasifik. [SEP]" "Hidup di Wilayah Rawan Longsor, Berikut Masukan Tim Mitigasi Bencana UGM","[CLS]   April lalu Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, alami longsor. Risiko longsor susulan, dan banjir bandang berpotensi terjadi lebih parah di wilayah-wilayah rawan longsor sekitar.Dwikorita Karnawati,  Rektor Universitas Gadjah Mada mengatakan, biasa kalau sudah terjadi banyak longsor, selang beberapa saat disusul banjir bandang dan skala kematian bisa berlipat. Jatuh korban lebih banyak bisa dicegah.“Longsor masih akan terjadi, bisa di berbagai wilayah di Indonesia, termasuk Ponorogo, Nganjuk, Jawa Barat dan Jawa Tengah, bisa di luar Jawa dan skala bisa lebih besar,” katanya, baru-baru ini.Dari penelitian mereka, jika banyak longsor, selang beberapa saat disusul banjir bandang. “Itu bisa dicegah, salah satu upaya menggalakkan masif peringatan dini, terutama kepada warga di lokasi rawan longsor,” katanya.Badan Geologi, katanya, sudah memetakan lokasi rawan longsor, mereka harus lebih siaga, mengedukasi masyarakat, mengenali tanda-tanda gejala awal terjadi longsor, termasuk upaya pencegahan.Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD),  wajib mengecek zona merah, dan warga rawan longsor. Saat hujan,  warga jangan ada di lokasi, wajib evakuasi.“Jangan di lokasi saat hujan, mengalah dengan alam, ketika musim hujan saatnya menata kembali tata lahan, termasuk masyarakat,” ucap Dwikorita.Dia bilang, andai zona itu ada jalan raya, pemda harus menutup akses sementara saat hujan, agar tak terjadi kecelakaan. “Khusus di Nganjuk dan Ponorogo, daerah longsor di lereng gunung, bisa dikatakan sudah kronis , batuan rupuh dan lereng curam.”Dari citra satelit atau foto udara terlihat lereng tebing curam dan batuan rapuh, atau tertutup tanah labil. Titik longsor, katanya, ada di zona patahan, hingga tinggal tunggu proses pemicu, salah satu air hujan. Kondisi ini lebih berbahaya jika longsor diikuti banjir bandang." "Hidup di Wilayah Rawan Longsor, Berikut Masukan Tim Mitigasi Bencana UGM","Bencana ini, katanya, sangat berbahaya karena mengandung endapan longsor berupa bebatuan dan pepohonan yang dapat menghancurkan pemukiman warga.Melihat beberapa peristiwa banjir bandang di Indonesia, dia mengidentifikasi beberapa gejala awal banjir bandang, seperti ketinggian air sungai bertambah, perubahan kondisi air lebih keruh dengan membawa muatan pasir dan kerikil.Menurut penuturan korban bencana sebelumnya, saat berada di mulut sungai mereka melihat tiba-tiba air keruh, tak lama muncul luapan dahsyat.  “Tanda-tanda ini harus diwaspadai bersama. Semoga peristiwa seperti ini tak terjadi lagi.”  Dwikorita memimpin tim mitigasi bencana longsor UGM di Banaran, Pulung, Ponorogo, Jawa Timur, terjun ke lokasi bencana yang merenggut korban 28 orang. Mereka mencari fakta lapangan sekaligus mengetahui penyebab utama longsor.Tim dari beberapa bidang ilmu ini menganalisis dan memitigasi kemungkinan longsor susulan baik di lokasi atau wilayah lain di Ponorogo. Juga membantu pemetaan relokasi bagi warga terdampak bencana pakai drone.Berdasarkan pengamatan, kata Dwikorita, karakteristik lereng di lokasi bencana dengan bentuk lurusan memotong memang menunjukkan gejala rawan longsor. Hanya tinggal menunggu proses pemicu.Air hujan, katanya, salah satu pemicu longsor. Dia menekankan, longsor belum tentu langsung setelah hujan turun karena perlu proses bagi air hujan meresap ke dalam tanah.Dia mengingatkan, warga di daerah rawan dapat mengurangi risiko longsor dengan tak langsung kembali ke daerah rawan setelah hujan.“Tak selalu begitu hujan terus langsung runtuh karena bisa saja longsor baru beberapa jam sesudahnya. Selesai hujan jangan langsung ramai-ramai kembali,” katanya.Dari fenomena itu, katanya, penting kewaspadaan terhadap lereng-lereng rawan, termasuk di lokasi longsor lalu. Sebab, longsor yang berhenti di lahan miring masih mungkin lanjut." "Hidup di Wilayah Rawan Longsor, Berikut Masukan Tim Mitigasi Bencana UGM","“Siapa pun jangan sampai berada di lokasi habis longsor, kecuali orang ahli yang sudah dilengkapi perlengkapan menyelamatkan diri.”Bagus Bestari Kamarullah, tim mitigasi bencana UGM mengatakan, ketidaktahuan risiko pasca longsor seringkali memicu korban jatuh lebih besar. Bencana susulan seringkali berisiko menelan korban lebih daripada bencana pertama.“Saat bencana pertama, masyarakat ingin menolong atau mencari keluarga. Berkumpul tanpa mengetahui barangkali ada risiko cukup besar,” katanya.Untuk itu, penting pemahaman risiko bencana dan kewaspadaan dari berbagai pihak terkait, baik masyarakat sekitar maupun relawan atau petugas yang terlibat proses evakuasi.Berdasarkan pengamatan lapangan,  katannya, kemiringan lereng di Ponorogo lebih 40 derajat. Secara ilmiah, jika curam akan bergerak ke bawah, ada kelurusan punggung bukit dan sungai, kekuatan daya tahan mengikat akar partikel melemah.  Faktornya, batuan hasil lapukan,  kurang terkonsolidasi dan lapuk.Keadaan ini, berisiko tinggi ketika ada aktivitas manusia (yang tak mendukung) dengan tanaman semusim, seperti jahe, singkong, dan palawija lain. Tanaman ini, katanya, ikut menyumbang ketidakseimbangan ekosistem lahan.Yang jadi pekerjaan bersama, katanya, memperbaiki tata guna lahan, karena masih ada potensi bencana berikutnya.Data 1980-2010, di Jawa, terjadi lebih 1.500 longsor, dengan karakter unik karena korban meninggal lebih besar dibanding luka. Bencana di Jawa, katanya, sangat spesifik, karena korban meninggal lebih besar berkaitan erat perilaku longsor.Longsor, biasa terjadi pada durasi pendek hingga masyarakat tak cukup waktu menyelamatkan diri. Sebagain besar longsor di malam hari, dini hari, dan pagi hari." "Hidup di Wilayah Rawan Longsor, Berikut Masukan Tim Mitigasi Bencana UGM","Sutopo Purwo Nugroho, Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan, ancaman longsor makin meningkat di Ponorogo. Tanah retak disertai bunyi gemuruh di Desa Dayakan, Kecamatan Badegan menyebabkan jumlah pengungsi bertambah.Awalnya, pengungsi dari Dusun Watuagung Desa Dayakan 249 orang, jadi 341 jiwa menyusul dentuman suara  gemuruh sangat keras 21 kali pada 10 April lalu.Lebar tanah retak mencapai 300 meter, lebar 40 centimeter dan kedalaman tiga meter di Watuagung. Sebanyak 22 rumah rusak dari total 69 unit.   [SEP]" "Menuju Restorasi Gambut di Kalimantan Barat, Begini Kondisinya (Bagian 2)","[CLS]   Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat bertekad menyusun perencanan pertumbuhan ekonomi hijau (green growth plan), terkait restorasi gambut dan pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan.Sejak Februari 2017, Pemprov Kalbar bahkan telah kick off melalui workshop yang dihadiri perwakilan Duta Besar Norwegia, perwakilan Badan Restorasi Gambut, pimpinan IDH Sustainable Trade, lembaga legislatif, Forkopimda Kalbar, beberapa kepala daerah, akademisi, pelaku usaha dan organisasi sipil kemasyarakatan.“Pemerintah Kalimantan Barat memiliki komitmen kuat menjaga lingkungan, karena itu  dukungan penuh terbentuknya Badan Restorasi Gambut diberikan,” ujar Wakil Gubernur Kalimantan Barat Christiandy Sanjaya. Dia mengatakan, pihak swasta semestinya ikut dilibatkan untuk merestorasi gambut. “Keterlibatan pihak swasta (perusahaan) bisa dengan memanfaatkan CSR maupun kewajiban perusahaan menjaga lahan gambut.” Baca: Target Restorasi Gambut di Kalimantan Barat, Seperti Apa? (Bagian 1) Christiandy mengharapkan, pelaku usaha berkomitmen menjalankan undang-undang, sehingga kebakaran lahan di Kalimantan Barat, yang menimbulkan bencana kabut asap, tidak perlu terulang. “Saya ada fotonya, terlihat api itu sudah masuk ke areal pepohonan. Kalau itu dilakukan perusahaan sawit maka tidak ada tempat di Kalbar, pesan Gubernur,” katanya. Sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat, dia mengingatkan, agar kepala daerah tidak memberikan izin di atas lahan gambut.Khusus lahan gambut yang di atasnya telah menjadi lahan budidaya pertanian, Christiandy menyatakan, manajemen pengelolaan lahan sangat penting dilakukan. Petani juga harus komit menjaga lahan gambut tersebut, agar tidak hilang fungsinya. “Komoditi pertanian yang cocok di lahan gambut ini seperti aloevera, nanas, dan jagung,” katanya.  " "Menuju Restorasi Gambut di Kalimantan Barat, Begini Kondisinya (Bagian 2)","Deputi 1 Badan Restorasi Gambut (BRG), Budi Wardana, memberikan apresiasi terhadap kebijakan ini. Dia mengatakan pembangunan hijau ramah lingkungan berbasis komoditas merupakan langkah nyata daerah. Tujuannya, mewujudkan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan sosial, dan kelestarian lingkungan.“Ini sangat penting karena dari 17 juta hektare lebih kawasan di Kalbar, sekitar 10 persennya berupa gambut,” katanya, di Pontianak. Pertumbuhan ekonomi hijau, harus didorong dengan pertumbuhan berkeadilan, dengan memerhatikan pertumbuhan ekonomi lokal berkelanjutan.Ekonomi lokal berkelanjutan tersebut dapat meningkatkan ketahanan sosial, mengurangi emisi gas rumah kaca, keseimbangan ekosistem bahkan dapat menyediakan jasa lingkungan. Untuk itu, Budi menekankan agar pemerintah Kalbar terus memperjuangkan penetapan 30 persen kawasan lindung dan pengelolaan sumber daya yang efektif. Terutama, pada kawasan yang mempunyai hutan lindung.Budi mengatakan, orientasi pembangunan yang ekspansif di kawasan gambut telah menciptakan kondisi 57 persen lahan gambut di Indonesia rusak. Ini disebabkan aktivitas pembuatan saluran kanal dan tata cara pembukaan lahan melalui cara bakar. Di Kalbar, lahan seluas 120 ribu hektare merupakan target pemulihan gambut yang mengalami degradasi.“Lebih 50 persen gambut yang akan di restorasi (64 ribu hektare) berada di lahan konsesi. Sementara 38 ribu hektare di HTI dan HPH, sedangkan 36 ribu di perkebunan sawit dan lahan masyarakat.”" "Menuju Restorasi Gambut di Kalimantan Barat, Begini Kondisinya (Bagian 2)","Intervensi yang dilakukan BRG; di areal konsesi dalam kawasan lindung, akibat perluasan Rencana Tata Ruang Wilayah, disesuaikan sebagai fungsi lindung. Untuk areal kawasan lindung tidak berizin, dilakukan penertiban dan dikembalikan fungsi lindungnya. Untuk kawasan konservasi, dilakukan KLHK, sedangkan kawasan lindung oleh pemerintah provinsi. Areal konsesi dalam kawasan budidaya, restorasi akan dilakukan oleh pemegang konsesi. “Kegiatan fisik yang dilakukan meliputi; rewetting, canal blocking, penanaman kembali, dan pemasangan monitor pembasahan,” tambahnya.  Mutlak dilakukanHermawansyah, Direktur Swandiri Institute, memandang restorasi gambut sebagai hal yang mutlak dilakukan. Setelah direstorasi, lahan gambut memerlukan waktu agar kembali ke fungsi asalnya. Sehingga, moratorium izin di lahan gambut tidak perlu dicabut. “Memang aturan sebelumnya membolehkan sawit ditanam di kawasan gambut dengan batasan-batasan tertentu. Tapi, setelah kebakaran besar 2015, dan (kebakaran lahan) ditemukan banyak di konsesi sawit, keluarlah kebijakan moratorium untuk direstorasi yang dikoordinasikan oleh BRG,” ujar Wawan, sapaannya.Tahun 2015, pengeringan rawa gambut yang dilakukan oleh perusahaan kelapa sawit dan bubur kertas, disinyalir merupakan penyumbang besar kerusakan hutan tropis di Indonesia serta emisi gas rumah kaca. Konversi lahan gambut, menyebabkan fungsinya sebagai penampung air hilang. Gambut seperti ampas kering yang mudah terbakar. Tahun itu pula, ditemukan indikasi pembakaran lahan untuk pembukaan dan pembersihan lahan.Perusahaan sebenarnya tak perlu risau, karena pemerintah memberikan kesempatan satu masa tanam untuk tanaman yang ada di atas lahan gambut. “Namun, yang dibutuhkan adalah ketegasan pemerintah. Sanksi dan penegakan hukum itu ranahnya KLHK, bukan BRG. Jika perusahaan tidak serius, izin konsesinya harus dicabut,” kata Wawan." "Menuju Restorasi Gambut di Kalimantan Barat, Begini Kondisinya (Bagian 2)","Negara tidak boleh kalah dengan kepentingan investor. Disitulah pentingnya agenda Korsup SDA KPK, khususnya sawit. Jika ada pelanggaran hukum, harus diproses sesuai aturan berlaku. “Bukan malah melonggarkan aturan karena keterlanjuran.”Terkait mekanisme pengambilan keputusan ditingkat sekber (seretariat bersama), harus dipertegas apa saja yang menjadi domain Sekber. Format Sekber Kalbar ini, seperti Dewan Kehutanan Nasional, ditingkat pusat yang terbagi dalam berbagai kamar baik pemerintah, swasta, LSM, dan masyarakat adat.“Jangan sampai sekber dimanfaatkan pihak swasta guna melapangkan jalan ‘green wash‘ mereka. Lebih fatal, lagi kalo sampai ada CSO yang menjadi  ‘tangan’ swasta.”  Desa peduli gambutTahun ini, tiga kabupaten di Kalimantan Barat menjadi target restorasi gambut. Kabupaten lainnya akan dilaksanakan dengan skema pendanaan non-APBN. Pada lahan gambut yang akan direstorasi di areal yang tidak terbebani izin, BRG melaksanakan program Desa Peduli Gambut dengan pelibatan masyarakat dan pemerintah desa.Sebanyak 64 perwakilan telah mengikuti pelatihan dan pembekalan bagi fasilitator restorasi gambut di tingkat desa dan tenaga pemetaan partisipatif pemetaan sosial. “Mereka akan mendalami keahlian fasilitasi masyarakat dan pemetaan sosial untuk mendukung implementasi strategi restorasi gambut. Mereka akan ditempatkan di desa-desa prioritas restorasi gambut Kalbar,” ungkap Deputi Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi dan Kemitraan BRG, Myrna Safitri. Mereka ujung tombak pemerintah, membantu sosialisasi dan edukasi masyarakat desa. Mereka yang bekerja di tingkat tapak.Para fasilitator ini akan bersinergi dengan pendamping desa, memfasilitasi penyusunan perencanaan desa yang memperhatikan aspek restorasi gambut. Para fasilitator akan mendampingi pembentukan dan penguatan kelembagaan masyarakat, termasuk kelembagaan ekonomi, seperti Badan Usaha Milik Desa (Bumdes)." "Menuju Restorasi Gambut di Kalimantan Barat, Begini Kondisinya (Bagian 2)","Selain fasilitator desa, pelatihan juga melibatkan tenaga pemetaan partisipatif dan pemetaan sosial. Tugas mereka membantu masyarakat membuat peta desa secara partisipatif serta mengumpulkan informasi dan data sosial yang dapat digunakan dalam perencanaan pembangunan desa dan kegiatan restorasi gambut. “Para fasilitator dibekali teknik resolusi konflik,” katanya.Selanjutnya, BRG akan menambah fasilitator desa di 100 desa lain, bekerja sama dengan kelompok masyarakat sipil. Luasan wilayah yang tercakup dalam program Desa Peduli Gambut (DPG) sekitar 1 juta hektare.Kepala Harian Tim Restorasi Gambut Daerah Kalimantan Barat, Marius Marcellus TJ, mengatakan, pemanfaatan lahan gambut oleh berbagai kepentingan, baik masyarakat maupun pelaku usaha, yang dianggap penyebab kebakaran lahan, rentan timbulkan konflik. “Pelaku usaha khawatir terhadap implikasi hukum, sedangkan masyarakat yang menggantungkan hidupnya dengan memanfaatkan lahan gambut, bisa menjadi pihak yang dirugikan pula,” tandasnya. (Selesai)   [SEP]" "Dikukuhkan di New York, Jumlah Pulau Indonesia Kini Sebanyak ….","[CLS] Jumlah pulau yang ada di Indonesia dipastikan bertambah lagi setelah Pemerintah Indonesia merilis data terbaru saat berlangsungnya konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berlangsung di New York, Amerika Serikat pekan ini. Dari data yang dirilis Kemerintah Kelautan dan Perikanan (KKP), Indonesia kini terdiri dari 16.056 pulau yang sudah diberi nama dan terverifikasi.Sebelum jumlah mutakhir tersebut dirilis, pada awal 2017 lalu Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP lebih dulu merilis jumlah pulau yang sudah terverifikasi. Saat itu, dilaporkan bahwa Indonesia sudah terdiri dari 14.572 pulau atau lebih banyak 1.106 pulau dari data resmi sebelumnya.Direktur Jenderal PRL Brahmantya Satyamurti Poerwadi di Jakarta pekan lalu mengatakan, sejak 2015 hingga Juli 2017 dilakukan verifikasi jumlah pulau yang ada dan hasilnya didapat bahwa jumlahnya sebanyak 16.056 pulau. Dengan demikian, jumlah pulau yang terverifikasi saat ini bertambah 2.509 pulau.“Indonesia telah memverifikasi sebanyak 2.590 pulau bernama untuk dilaporkan ke PBB pada konferensi ke-11 sidang UNCSGN. Sehingga, total pulau bernama bertambah menjadi 16.056 pulau,” ucap dia.(baca : Bukan 13.466 Pulau, Indonesia Kini Terdiri dari ….)  Sidang UNCSGN yang dimaksud, kata Brahmantya, adalah United Nations Conference on the Standardization of Geographical Names yang berlangsung sejak 7 Agustus lalu. Pada sidang tersebut, Indonesia diwakili KKP bersama Delegasi RI yang diketuai Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG).“Kita laporkan berupa data pulau bernama ke PBB. BIG merupakan National Names Authority dari Indonesia yang menggantikan Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi,” jelas dia." "Dikukuhkan di New York, Jumlah Pulau Indonesia Kini Sebanyak ….","Brahmantya mengatakan, sebagai instansi yang terlibat, KKP bertugas dan berperan aktif dalam kegiatan toponimi (bahasan ilmiah tentang nama tempat, asal-usul, arti, penggunaan, dan tipologinya), validasi dan verifikasi pembakuan nama pulau-pulau kecil yang telah dimulai dari tahun 2005 hingga 2017.Sebelum dikukuhkan dalam sidang PBB tahun ini, Brahmantya menyebut, pengukuhan oleh PBB untuk pulau-pulau bernama yang terverifikasi terakhir kali dilaksanakan pada 2012 atau lima tahun yang lalu. Saat itu, pengukuhan dilaksanakan pada sidang ke-10 UNCSGN.“Kedepannya, jumlah pulau Indonesia yang sudah bernama masih bisa bertambah dikarenakan belum seluruh pulau-pulau kecil yang telah di validasi, dilakukan verifikasi pembakuan nama pulaunya,” lanjut Brahmantya.(baca : Tak Bernama Sejak Lama, Pemerintah Segera Berikan Status 100 Pulau Kecil dan Terdepan) Pembakuan NamaSelain sidang UNCSGN, pada pekan yang sama juga digelar Pada 30th Session of the United Nations Group of Experts on Geographical Names (UNGEGN). UNGEGN melalui 24 divisi geografis/linguistik dan kelompok kerjanya, menangani masalah pelatihan, digital file data dan gazetteers, sistem romanisasi, nama negara, terminologi, publisitas dan pendanaan, serta pedoman toponimi.Adapun, keberadaan UNGEGN bagi setiap negara adalah sebagai pihak yang memutuskan pembakuan nama geografis berstandar nasional melalui proses administrasi yang diakui oleh National Names Autorithy dari masing-masing negara. Kemudian, setelah itu didistribusikan secara luas dalam bentuk standar nasional seperti gazetteers, atlas, basis data berbasis web, pedoman toponimi atau nama, dan lain-lain.“Sebagai dasar perlunya standardisasi global nama geografis, UNGEGN mengutamakan pencatatan nama lokal yang digunakan dan mencerminkan bahasa dan tradisi suatu negara,” tutur Brahmantya.  " "Dikukuhkan di New York, Jumlah Pulau Indonesia Kini Sebanyak ….","Selain berpartisipasi aktif dalam melaporkan jumlah pulau bernama, Brahmantya mengungkapkan, pada sesi ke-30 sidang UNGEGN ini Indonesia melalui anggota Delegasi RI juga berperan aktif dengan mengikuti sebanyak 7 (tujuh) working group tematis dan menjadi pemateri di dalam kegiatan tersebut.Adapun, working group yang dimaksud, adalah Features beyond a single sovereignty and international cooperation , Toponymic data files and gazetteers , Terminology in the standardization of geographical names, Country names, Exonyms, Toponymic education , Geographical names as culture, dan heritage and identity.“Diharapkan keikutsertaan Delegasi RI dalam working group tersebut dapat bermanfaat dalam implementasi dan akselerasi pembakuan nama rupa bumi di Indonesia, termasuk pulau-pulau kecil,” tegas diaJumlah pulau paling mutakhir tersebut resmi ditetapkan melalui Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2017 tentang Penetapan Pulau-Pulau Kecil Terluar.(baca : Lusi, Nama Pulau Paling Baru di Indonesia) Pulau Terdepan Bertambah LagiSekretaris Direktorat Jenderal PRL Agus Dermawan mengatakan, sejalan dengan program KKP yang akan menertibkan pulau-pulau di seluruh Indonesia, PRL menjabarkannya dengan memulai pengklasifikasian pulau-pulau kecil dan terdepan.Sebelum 2017, kata Agus, jumlah pulau kecil dan terdepan adalah 92 pulau. Namun, itu berubah karena pada 2017 bertambah sebanyak 19 pulau lagi. Dengan demikian, total pulau kecil dan terdepan menjadi 111 pulau.Selanjutnya, menurut Agus, ke-111 pulau tersebut akan segera dilegalisasi, diberikan nama, dan dikelolanya dengan lebih baik lagi.“Itu target kita tahun 2017 ini. Kita kelola melalui Hak Pengelolaan Lahan (HPL), karena pulau kecil dan terluar kita ada 92 pulau, dan sudah didaftarkan lagi 19, jadi total 111 pulau,” jelas dia." "Dikukuhkan di New York, Jumlah Pulau Indonesia Kini Sebanyak ….","Agus mengungkapkan, untuk rencana pengelolaan ratusan pulau kecil dan terdepan yang akan dilaksanakan pada 2017, itu akan dilakukan melalui koordinasi antar kementerian dan lembaga terkait. Dengan melakukan koordinasi, maka diharapkan akan ada keselarasan dalam menertibkan pulau-pulau tersebut.“Kita identifikasi masalahnya bersama, kita samakan data, karena luasan semua pulau sudah ada. Tapi akan kita crosscheck dengan Kementerian/Lembaga lain yang mempunyai fungsi planaloginya,” lanjutnya.  Di antara kementerian dan lembaga tersebut, Agus mengakui bahwa pihaknya juga berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk menyelaraskan rencana maupun data.“Selain itu, kita juga menggandeng Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan untuk melakukan valuasi pulau tersebut,” tandas dia.“Sebanyak 111 pulau terkecil dan terluar ini adalah batas negara. Jadi yang diutamakan negara mau bangun apa di sana, sehingga kita tidak melulu bicara soal investor maupun ekonominya,” tambah dia. Hak Anak PesisirSementara itu, bertepatan dengan perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia ke-72, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) mengkritik kebijakan Pemerintah yang dinilai belum berpihak kepada masyarakat kecil. Di antara mereka, terdapat anak pesisir yang nasibnya masih belum menentu hingga saat ini.Sekretaris Jenderal KIARA Susan Herawati mengatakan, persoalan anak pesisir sampai kapan pun akan terus ada, mengingat mereka tinggal di lokasi yang jauh dari perkotaan. Tanpa ada pembangunan yang terencana baik, anak-anak pesisir akan terabaikan. Namun, dengan pembangunan yang bagus, anak-anak pesisir juga belum terjamin masa depannya." "Dikukuhkan di New York, Jumlah Pulau Indonesia Kini Sebanyak ….","Susan mencontohkan, kasus yang sedang hangat saat ini adalah pembangunan pulau-pulau yang ada di Teluk Jakarta, Provinsi DKI Jakarta. Keberadaan proyek reklamasi tersebut, meski terkesan megah, tetapi justru merenggut masa depan anak-anak pesisir yang tinggal di sekitarnya.“Hari ini puluhan anak pesisir di Teluk Jakarta menuliskan sejumlah harapan kepada Pemerintah, diantaranya: negeri ini lebih berdaulat di atas tanah dan airnya; masyarakat pesisir memiliki laut yang bersih dan sehat, serta orang tua mereka mampu melaut lagi,” ungkap Susan menyebutkan harapan anak-anak pesisir yang tinggal di Marunda Kepu dan Muara Angke tersebut.Susan berharap, dengan adanya reklamasi di Teluk Jakarta, itu membawa dampak buruk bagi anak-anak nelayan yang ada di kawasan tersebut. Untuk itu, dia mengingatkan agar Pemerintah bisa membuka hati untuk melihat lebih dekat kondisi anak-anak pesisir di Teluk Jakarta.Di pesisir Jakarta tersebut, Susan menyebut, terdapat 3790 rumah tangga perikanan (RTP) dan 60.221 anak-anak yang berusia di bawah 17 tahun. Anak-anak tersebut, kata dia, memiliki hak yang sama dengan anak-anak yang lain di seluruh Indonesia.  Susan menjelaskan, berdasarkan konvensi Hak Anak PBB pada 1980, terdapat 10 hak yang harus diberikan kepada anak-anak, yaitu:1) Hak untuk bermain;2) Hak untuk mendapatkan pendidikan;3) Hak untuk mendapatkan perlindungan;4) Hak untuk mendapatkan nama;5) Hak untuk mendapatkan status kebangsaan;6) Hak untuk mendapatkan makanan;7) Hak untuk mendapatkan akses kesehatan;8) Hak untuk mendapatkan rekreasi;9) Hak untuk mendapatkan kesamaan; dan10) Hak untuk memiliki peran dalam pembangunan.Susan menambahkan, proyek reklamasi yang sedang berlangsung di Teluk Jakarta memberi gambaran dengan jelas bagaimana nasib anak-anak pesisir setelah tempat tinggal dan mencari rezeki bagi orang tua mereka digusur untuk kepentingan pembangunan." "Dikukuhkan di New York, Jumlah Pulau Indonesia Kini Sebanyak ….","“Mulai saat ini, negara harus hadir untuk memperhatikan dan mencerdaskan kehidupan anak-anak pesisir di Indonesia,” pungkas dia. [SEP]" "Menariknya Produk Olahan Sampah dari Desa Hutan Monyet","[CLS]   Komang Arya, pelajar kelas 2 SMP Sila Candra, Batubulan, Gianyar ini menjaga stannya sendiri. Ada sebuah lemari kaca besar dan meja berisi puluhan kreasi mengolah sampah aneka jenis model dan bahan baku.Ia membuat sendiri semuanya setelah belajar dari teman ibunya saat kelas 5 SD. Bahan bakunya tak sulit karena ibunya membuka Bank Sampah di rumahnya. Arya sudah terbiasa bekerja dalam sunyi. “Teman-teman saya tidak terlalu tertarik,” katanya. Keuntungannya hanya saat pelajaran keterampilan, ia dengan mudah mencari nilai karena sudah terbiasa mengolah sampah jadi aneka kerajinan.Ada yang bisa dibuat dengan mudah, lebih banyak yang cukup sulit dan lama karena perlu ketekunan dan detail. Misalnya yang mudah terjual adalah gantungan kunci dari aneka jenis kemasan yang termasuk bad plastic atau plastik yang tak laku dijual karena sulit didaur ulang jadi plastik baru. Misal kemasan sampo, deterjen, kopi saset, pewangi, dan lainnya. Biasanya plastik ini mengandung lapisan aluminium foil di dalamnya.Ia mengolah sampah nakal ini menjadi bentuk-bentuk hewan seperti ikan. Agar lebih atraktif ditambah manik-manik untuk mata dan anyaman sebagai sisiknya. Dijual Rp5000 per biji. “Saya bisa beli handphone dan lemari sendiri,” Arya bangga.Desain dan pengerjaan lebih rumit di antaranya wadah sesajen dari anyaman kertas koran bekas dan tas. Hasil kerajinan sampahnya terlihat rapi dan kuat. Misalnya tas dari aneka “bad plastic” tebal hanya dianyam tanpa dijahit. Lalu disambungkan tali untuk pegangan tangan. Ia mengaku belum bisa menjahit.Arya adalah salah satu pengrajin sampah di Trash Fest, festival olah sampah yang dilaksanakan kelompok muda atau Yowana Desa Padangtegal, Ubud, Gianyar pada 4-5 November lalu. Dipusatkan di sebuah lahan sebelah Monkey Forest, objek wisata populer di Ubud yang dihuni ratusan monyet dan hutannya." "Menariknya Produk Olahan Sampah dari Desa Hutan Monyet","Beberapa tahun ini Padangtegal memperlihatkan sistem pengolahan sampah terintegrasi. Tiap rumah didorong memilah sampah organik dan anorganik dahulu sebelum diangkut truk milik desa. Termasuk hotel dan restoran yang memadati desa ini. Sampah organik diolah di Rumah Kompos dan TPS Temesi di kota Gianyar yang digunakan untuk menyuburkan hutan monyet ekor panjang di Monkey Forest.  Lingkaran ekologis di Padangtegal ini diperkenalkan lewat stan Rumah Kompos. Ada sebuah video yang ditayangkan berisi kampanye memilih sampah dan mengurangi penggunaan plastik. Pesan ini disampaikan alm Ida Pedanda Made Gunung, mendiang pemimpin ritual agama Hindu yang dikenal kritis dan dihormati.“Ke pura bawa canang pakai plastik? Seperti TPA nanti. Plastik tidak datang sendiri dari langit atau dibawa anjing. Plastik dibuang manusia sendiri, jangan lagi menggunakan plastik,” ingatnya. Ada juga role model Komang Arnawa, juara binaraga yang berkampanye pria sejati buang sampah di tempatnya. Di sini juga dipamerkan tong sampah terpilah dan booklet panduan mengolah sampah organik di rumah. Bisa dijadikan kompos organik cair dan padat.Kadek Sujana, salah satu anak muda dari Yowana Desa Padangtegal penggagas acara ini mengatakan sebagai daerah wisata Ubud harusnya bisa menyontohkan pengelolaan sampah. “Daerah wisata kan wajib bersih,” katanya. Ia sendiri relawan TrashStock, gerakan dengan misi sama di Bali.Anak-anak muda desanya ingin bergerak dalam penyadaran lingkungan ini melalui Trash Fest. Apalagi desanya menurut Sujana sudah menyontohkan pengelolaan sampah. “Ada pemberian penghargaan untuk warga yang rajin memilah sampah, tong sampahnya diisi nama,” tutur pria yang akrab dipanggil Eby ini. Selain masalah sampah, saat ini menurutnya Ubud makin padat karena kemacetan panjang. Jadilah polusi asap jika berjalan kaki di kampung turis ini." "Menariknya Produk Olahan Sampah dari Desa Hutan Monyet","Karena bersinggungan dengan seni dan budaya, tak heran aneka kerajinan yang dipamerkan di Trash Fest lekat dengan ritual. Misalnya dalam lomba kreasi olah sampah ada kelompok banjar yang buat Barong, purwarupa rangkaian sesajen atau Gebogan, dan ogoh-ogoh (boneka raksasa yang diarak malam jelang Hari Raya Nyepi).Ada puluhan stan produk olahan sampah serta makanan yang dibuat tanpa menawarkan plastik sebagai wadah. Jadilah piring diganti dengan anyaman janur atau daun. Demikian juga sendoknya. Makanan juga lebih sehat seperti sayuran, ketupat, dan lainnya. Namun air kemasan masih dijual di salah satu stan.Selain itu ada juga aneka pertunjukkan fashion show daur ulang yang dibawakan remaja-remaja Desa Padangtegal. Show seperti ini menarik perhatian anak-anak muda yang hadir.  Rumah KomposRumah Kompos dibuat desa persis depan Monkey Forest. Di hutan ini dihuni sekitar 600 monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Orang Bali menyebut bojog, dalam bahasa Bali. Warna bulu monyet lucu yang kerap naik ke bahu pengunjung ini keabu-abuan hingga coklat kemerahan. Ada jambang di pipi berwarna abu-abu, terkadang terdapat jambul di atas kepala. Hidung datar dengan ujung hidung menyempit. Ekornya panjang.Menurut catatan ProFauna, monyet yang umum dijumpai ini tersebar luas di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Statusnya tidak dilindungi. Namun di Desa Padangtegal, Ubud, monyet ini dilindungi. Mereka tinggal di lahan 12 hektar, di pusat keramaian,  salah satu desa turis terkenal di dunia. Mereka membuat Padangtegal kaya. Hutan monyet yang terkenal dengan nama Monkey Forest ini menjadi sumber oksigen di tengah makin macetnya Ubud." "Menariknya Produk Olahan Sampah dari Desa Hutan Monyet","“Luas hutan terus ditambah, ini pohon-pohon baru umur 10-15 tahun,” kata Murdana, salah satu pengelola. Tak mudah menumbuhkan pohon di habitat bojog ini. “Banyak bibit mati dirusak, dahan dipatahkan  atau dicabut buat mainan.” Monkey Forest punya tim khusus menangani hutan konservasi ini.  Bibit terjaga, kalau rusak segera diganti.Membuat hutan baru dan menumbuhkan dalam waktu cepat memerlukan pupuk. Mereka memutuskan menggunakan kompos agar alami dan tak meracuni habitat bojog.Kalau kompos beli terus, biaya cukup besar. Bagaimana solusinya? Sejak 2013, mereka mulai merintis produksi kompos skala rumah tangga. Tiap warga diminta memilah sampah rumah, lalu mengolah menjadi kompos padat maupun cair. Tak berjalan mulus. Tak banyak yang mau membuat kompos walau desa sudah memberikan tiga tempat sampah gratis.Untungnya,  di Gianyar ada tempat pembuangan akhir (TPA) Temesi yang mengelola sampah dengan composting. Setelah diangkut dari lebih dari 700 rumah dan restoran, hotel, café, dan usaha lain di desa, sampah organik dibawa ke TPA Temesi. Karena sudah terpilah di truk antara organik dan anorganik, Temesi barter dengan kantong-kantong kompos tiap hari.Rumah Kompos  tak bisa mengolah semua sampah organik karena lahan sempit. Hanya buat model cara pengolahan, misal  petak model composting, petak kecil kebun, dan penampungan sedikit sampah anorganik. “Kami ingin mendidik anak-anak memilah sampah, mengolah sejak dini dan memperlihatkan caranya di sini,” kata Supardi Asmorobangun, pengelola Rumah Kompos.Volume sampah organik terangkut di Padangtegal saat ini disebut sekitar 12-16 ton per hari. Sedangkan non organik 4 truk. Residu plastik dibawa ke TPA Suwung sekitar 2 truk per hari. Supardi menyebut jumlah pelanggan sampah di desa ini per November ini sebanyak 710 warga, 367 di antaranya pengusaha hotel, restoran, cafe, warung, kantor, artshop, dan lainnya.  [SEP]" "Penambangan Pasir di Perairan Galesong Terus Berlanjut, Warga Ultimatum Pemprov Sulsel","[CLS] Tuntutan masyarakat Galesong, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan yang menolak penambangan pasir di laut terus berlanjut dan kian mengarah ke ancaman tindakan anarkis. Pemerintah Provinsi Sulsel dan perusahaan dinilai tidak konsisten memenuhi janji mereka. Aktivitas pengambilan pasir masih terus berlanjut melanggar kesepakatan mereka dengan warga selama ini.Amarah dan kekecewaan warga ditumpahkan pada saat pertemuan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Sulsel di Hotel Colonial, Makassar, Kamis (22/6/2017). Pertemuan ini adalah tindak lanjut dari hasil rapat kordinasi pelaksanaan pertambangan pasir laut Kabupaten Takalar pada 10 Mei 2017 lalu di Ruang Rapat Sekretaris Daerah Pemprov Sulsel.  Pertemuan yang dihadiri Kepala Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup (DPLH) Sulsel yang mewakili Gubernur, Dinas Kelautan dan Perikanan Sulsel dan Komisi Amdal Sulsel, Pemda Takalar dan sejumlah camat dan kepala desa di Takalar seharusnya merupakan diskusi dan sosialisasi namun berubah ricuh ketika warga dari Galesong dan Sanrobone Takalar menggunakan momentum ini untuk mendesak pemerintah untuk segera menghentikan proses penambangan tersebut.“Tambang ini harus segera dihentikan sebelum ada korban jiwa. Coba bayangkan dalam sehari kapal itu bisa tiga kali pulang balik ambil pasir dengan selisih 8 jam. Yang kami inginkan adalah pemerintah ataupun perusahaan harus membuat pernyataan bahwa pertambangan itu tak ada lagi,” ungkap Haji Mone, salah seorang perwakilan warga.(baca : Ramai-ramai Menolak Tambang Galian Pasir Laut di Galesong)Haji Mone mengakui ia hampir mati ketika perahu yang ditumpanginya hampir saja tenggelam ketika berusaha mengejar kapal yang sedang beroperasi.Warga semakin marah ketika Camat Galesong Utara, Syahriar, yang dianggap pro tambang mencoba memberikan klarifikasi dan menenangkan warga." "Penambangan Pasir di Perairan Galesong Terus Berlanjut, Warga Ultimatum Pemprov Sulsel","“Tuntutan bapak dan ibu itu sudah diterima…” katanya, yang langsung dipotong warga namun salah faham dengan pernyataan tersebut dan serentak berteriak:“Pembohong! Dari dulu kami menolak. Kami tidak pernah terima!” teriak warga histeris.  Irfan, salah seorang warga lain bahkan menyerukan untuk menyandera seluruh pejabat yang ada dalam ruangan sebelum menyatakan menerima tuntutan warga dan ikut menolak keberadaan tambang pasir tersebut.“Tak ada pejabat di ruangan ini boleh pergi sebelum memberi pernyataan akan menolak tambang pasir,” katanya, yang segera disambut warga lain dengan teriakan, “Betull!”(baca : Tolak Tambang Pasir, Masyarakat Galesong Utara Lapor ke KPK)Menanggapi tuntutan warga tersebut, Kepala Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup Sulsel, Andi Hasbi, menyatakan bahwa penambangan tersebut tidak bisa serta merta dihentikan, namun ada aturan hukum yang harus dilalui. Masyarakat tidak bisa memaksakan kehendaknya karena ada aturan hukumnya.“Tidak bisa langsung begitu saja. Namun kita akan menghentikan dulu ini (aktivitas pengerukan kapal Fairway). Proses untuk menghentikan selanjutnya akan kita selesaikan. Kita tidak bisa menghentikan begitu saja. Walhi sendiri tidak bisa menghentikan begitu saja,” katanya.Warga langsung memotong sambil berteriak lantang, “Kami bisa!”Andi Hasbi yang mulai terpancing meninggikan suara. “Semua ada aturan mainnya. Kalau bapak punya aturan main untuk menghentikan silahkan. Negara ini negara hukum. Kalau seperti ini tidak ada yang bersifat langsung. Kalau kita sepakat berada di negara hukum maka kita harus berdasar hukum. Kita harus melaksanakan sesuai prosedur,” katanya." "Penambangan Pasir di Perairan Galesong Terus Berlanjut, Warga Ultimatum Pemprov Sulsel","Mendengar tanggapan Kadis PLH tersebut, Muhammad Al Amin, Kepala Biro Advokasi Walhi Sulsel menimpali bahwa pernyataan Kadis PLH agar warga menaati hukum bukanlah hal yang tepat saat itu. Hanya upaya tarik ulur pemerintah. Ia menilai situasi tersebut tidak akan selesai dan akan terus berulang selama tak ada langkah konkrit dari Pemprov Sulsel.“Sekarang kita akan mendengar apakah Gubernur Sulsel yang diwakili oleh Kadis lingkungan hidup setuju dengan masyarakat agar menghentikan pertambangan Galesong. Jangan bertele-tele. Sekarang tugas kita adalah agar kapal itu berhenti dan pergi dari Galesong. Kita mau agar semua kapal-kapal tersebut meninggalkan Galesong sekarang juga. Pakai otoritas gubernur atas nama Kadis lingkungan hidup untuk menghentikan aktivitas tersebut,” ungkap Amin berapi-api.(baca : Aksi Warga Takalar Menolak Tambang Pasir: Jangan Paksa Kami Menjadi Teroris)Mendapat tantangan tersebut Kadis PLH langsung mengiyakan untuk memenuhi sebagian dari tuntutan warga.“Ok. Khusus untuk kapal itu, saya menyatakan akan meminta agar ditarik hari ini,” katanya, yang segera mendapat tepuk tangan dari warga.  Irfan mengapresiasi pernyataan tersebut namun ia menilai itu harus dibuktikan dengan ditariknya kapal pengeruk pasir tersebut yang kini masih berada di wilayah perairan Galesong.“Kita akan lihat di aplikasi apakah kapal tersebut sudah bergerak meninggalkan lokasi atau tidak. Jika memang sudah ada pergerakan maka kami akan keluar dari tempat ini. Dan seterusnya kami berharap tak ada lagi penambangan. Panggil dulu pihak kapal,” ujar Irfan setengah berteriak.Menurut Amin, pernyataan Kadis BPLH itu adalah garansi (jaminan) bahwa kapal pengeruk pasir itu akan menghentikan aktivitasnya dan segera meninggalkan perairan Galesong." "Penambangan Pasir di Perairan Galesong Terus Berlanjut, Warga Ultimatum Pemprov Sulsel","“Sekarang waktunya kita akan memantau. Kalau ada pergerakan yang nyata maka kita tinggalkan tempat ini dan sebaliknya jika tidak kita akan tetap bertahan,” katanya mengulang seruan Irfan.Amin melanjutkan bahwa Walhi beserta masyarakat akan terus berupaya memperjuangkan penghentian pertambangan itu.“Kita akan terus berjuang hingga pertambangan itu dihentikan. Kita akan memaksa Provinsi Sulsel, Gubernur Syahrul Yasin Limpo untuk menghentikan penambangan dengan mencabut izin yang terlanjur sudah dikeluarkan untuk perusahaan tersebut,” katanya.Setelah ada jaminan dari Kadis DPLH Sulsel, sejumlah perwakilan masyarakat dari berbagai desa menyatakan pernyataan sikap.“Pada hari ini saya menyatakan mewakili seluruh masyarakat Galesong Selatan khususnya warga Bonto Marannu menolak penambangan pasir. Bahkan kami sudah melakukan penghadangan di kapal,” ungkap Dunial Maulana, Kepala Desa Bonto Marannu, Galesong Selatan.  Tetap BerlanjutMenurut Yusran Nurdin Massa, Direktur Blue Forests, kemarahan warga terkait aktivitas penambangan pasir ini adalah buntut dari ketidakkonsistenan pihak perusahaan yang terus melakukan penambangan meski izinnya belum lengkap.“Di sisi lain pemerintah Provinsi Sulsel terkesan menutup mata terhadap aktivitas tersebut, meski izinya belum lengkap,” katanya.Pada 9 Mei 2017 lalu, warga sempat mencegat dan memaksa sebuah KM Bulan di sekitar perairan Galesong. Melalui mediasi dari Kapolres Takalar, kapten kapal berjanji untuk tidak lagi melakukan penambangan dan menyatakan saat itu mereka masih sebatas melakukan survey." "Penambangan Pasir di Perairan Galesong Terus Berlanjut, Warga Ultimatum Pemprov Sulsel","Masalah semakin membesar ketika sebuah kapal pengeruk pasir lain dengan kapasitas lebih besar, yaitu Fairway datang dari Belanda. Tak menunggu lama sejak kedatangan, kapal ini langsung beroperasi di sekitar perairan Galesong. Warga sendiri bisa memantau aktivitas dan kedatangan kapal-kapal tersebut melalui aplikasi FindShip yang diunduh dari Google Store.Warga sempat bemain kucing-kucingan dengan pihak kapal. Warga bahkan melakukan pencegatan dan melemparkan petasan ke kapal, yang membuat kapal segera meninggalkan kawasan tersebut.Setelah aksi pencegatan tersebut, terdengar kabar bahwa kapal Fairway akan berhenti beroperasi sementara sebelum adanya kepastian perizinan. Namun warga menanggapi kabar tersebut dengan dingin, dianggap sebagai isu yang sengaja disebar agar masyarakat lengah.Aktivitas Fairway sempat terhenti tiga hari setelah pencegatan tersebut. Namun pada 18 Juni 2017, Fairway kembali melakukan aktivitas dengan kawalan dari Polair. Beberapa warga yang berusaha melakukan pencegatan terhenti karena adanya kawalan tersebut. Hingga kemudian Pemprov menginisasi pertemuan di Hotel Colonial tersebut.Pantauan Mongabay menggunakan aplikasi FindsShip beberapa jam setelah pertemuan di Hotel Colonial tersebut, terlihat bahwa kapal tersebut memang meninggalkan perairan Galesong. Sayangnya tidak pulang menuju kawasan Centerpoint of Indonesia (CPI) Makassar, namun menuju Kepulauan Tanakeke yang jaraknya beberapa mil dari perairan Galesong. [SEP]" "Moratorium Hutan dan Tunda Izin Sawit Bisa Saling Melengkapi","[CLS]  Moratorium izin hutan primer dan lahan gambut sejak 2011, sudah dua kali perpanjangan, memasuki kali ketiga pada Mei ini. Meskipun sudah berjalan enam tahun tetapi dinilai belum mampu memperbaiki tata kelola. Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil menyerukan penguatan moratorium izin hutan dan segera keluarkan aturan tunda sementara izin perkebunan sawit hingga kedua kebijakan bisa saling melengkapi.Nur Hidayati, Direktur Eksekutif Walhi Nasional mengatakan, bila moratorium hutan primer diikuti sawit, perlindungan hutan akan kukuh. Keduanya,  harus sejalan beriringan dan mendapatkan manfaat dari momentum perpanjangan moratorium yang disebutkan sedang dalam kajian.Adapun peta ndikatif penundaan pemberian izin baru (PIPPIB), instrumen moratorium hutan tak mampu mencegah alih fungsi lahan, baik melalui revisi tata ruang maupun praktik pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan sawit. Sisi lain, produktivitas dan penanaman kebun sawit masih rendah.Baca juga: 6 Tahun Moratorium Hutan Belum Terlihat Perbaikan Tata Kelola, Berikut Masukan KoalisiBerdasarkan evaluasi Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil Indonesia, antara lan Walhi, Sawit Watch, TuK Indonesia, Auriga dan Kemitraan, luas hutan primer dimoratorium cencdrung menurun, 69,14 juta hektar jadi 66,44 juta hektar, dari Juni 2011 hingga November 2016. Meski, dalam dua tahun terakhir luas dimoratorium anak 2,42 juta hektar.”Adanya penurunan PIPPIB proses pengeluaran hutan karena tata ruang, ini jadi modus. Pelepasan hutan parsial dengan ada perkebunan sawit,” katanya.Walhi melihat, pelepasan kawasan hutan bermodus tata ruang ini dengan melakukan penghancuran hutan primer atau penyangga wilayah PIPPIB. Dengan begitu, wilayah ini tak lagi representasi hutan primer, hingga berubah membentuk cluster dan kebun sawit." "Moratorium Hutan dan Tunda Izin Sawit Bisa Saling Melengkapi","Pelepasan kawasan hutan melalui mekanisme tata ruang, sempat mengalami peningkatan selama masa moratorium, secara berurutan 159.300 hektar (2011), 1,8 juta hektar (2012) dan 2,4 juta hektar (2013). ”Puncaknya 2014, mencapai 3,2 juta hektar.”Selama masa moratorium, pemerintah melepaskan hutan parsial untuk perkebunan sawit seluas 1.677.217 hektar. Rinciannya, 944.071 (2011-2013) dan 645.005 hektar (2013-2015), 88.140 hektar (2015-2017).Kini, berdasarkan data Kementerian Pertanian, luas kebun sawit per 2016 sebanyak 11,7 juta hektar.Koalisi menyebutkan, perpanjangan moratorium hutan perlu disambut dengan penguatan lintas kementerian dan lembaga.  “Kinerja kementerian terkait sumber daya alam, masih ada yang tak optimal,” katanya seraya menyebutkan seperti, Kementerian ATR, Kementan dan Energi dan Sumber Daya Mineral, perlu ditingkatkan kinerja.Presiden Jokowi, perlu memiliki komitmen sebagai pemimpin untuk memperhatikan kinerja atas aturan yang dikeluarkan dalam perbaikan tata kelola.Dalam kesempatan berbeda, Teguh Surya, Direktur Eksekutif  Madani Berkelanjutan mengatakan, moratorium hutan dan lahan harus lebih kuat agar bisa mewujudkan niatan Presiden menurunkan kebakaran hutan dan lahan, mengurangi kesenjangan penguasaan lahan antara korporasi dan warga dengan memberikan akses kelola masyarakat (tanah untuk rakyat/Tora).Dengan begitu, penundaan pemberian izin di hutan primer dan lahan gambut sangat penting guna memberikan kesempatan pada pemerintah untuk memperbaiki tata kelola.Meskipun selama perjalanan enam tahun moratorium belum menunjukkan perbaikan tata kelola signifikan, katanya, tetapi kebijakan menyetop izin hutan dan lahan itu penting.Untuk itu, katanya, pemerintah perlu menguatkan moratorium hutan ini dengan melakukan beberapa hal yang telah direkomendasikan kalangan organisasi masyarakat sipil." "Moratorium Hutan dan Tunda Izin Sawit Bisa Saling Melengkapi","Dia menyebutkan, ada enam poin rekomendasi. Pertama, menyusun peta jalan Indonesia menuju bebas deforestasi 2020. Kedua, membuat rencana aksi Indonesia menuju bebas deforestasi 2020. Ketiga, memantau implementasi dari rencana aksi Indonesia bebas deforestasi.Keempat, kata Teguh, mempercepat terbitnya kebijakan satu peta. Kelima, evaluasi perizinan terintegrasi dan keenam, penegakan hukum dan penyelesaian sengketa alternatif.Kala keenam rekomendasi ini jalan, katanya, pemerintahan Jokowi akan lebih jelas dalam merealisasikan rencana dan mengukur kinerja.Dia mendorong KLHK, lebih berani dan menepati janji. “Janji penguatan (moratorium) sudah sejak 13 Mei 2015 disampaikan dan tak terjadi,” katanya seraya bilang, KLHK juga harus berpikir lebih strategis, seperti berkolaborasi dengan para pihak dalam menjalankan strategi dan langkah penguatan moratorium tadi.Teguh juga menyoroti, koordinasi antara kementerian dan lembaga sampai pemerintah di daerah kurang solid. Kondisi ini, katanya, terlihat, dari niatan atau rencana Presiden lambat terealisasi antara lain kebijakan satu peta.  Presiden sampai bikin Peraturan Presiden buat mempercepat kebijakan satu peta, tetapi tetap bak jalan di tempat juga. Tata kelola sawitSyahrul Fitra dari Auriga memaparkan data sawit untuk memperlihatkan betapa urgen perbaikan tata kelola sektor ini, salah satu dengan moratorium sawit terlebih dahulu.Dia mengawali dengan mempertanyakan luasan perkebunan sawityang sangat berpengaruh pada pengambilan kebijakan. ”Apakah data BPS itu 11,7 juta hektar diambil dari realisasi tanam, luasan IUP atau ber-HGU?” katanya.Kala Auriga ambil bagian bersama KPK dalam membedah industri sawit luasan 15 juta hektar, penggabungan data antara Kementerian ATR dan Pertanian dan overlay dengan KPK. Rincannya, 10,7 juta hektar perusahaan swasta, 4,4 juta hektar adalah perkebunan rakyat dan 493.776 milik BUMN." "Moratorium Hutan dan Tunda Izin Sawit Bisa Saling Melengkapi","”Angka perkebunan rakyat bisa dikatakan perkebunan plasma, masih melekat dengan perusahaan. Karena pekebun plasma, pasti ada intinya.”Berbicara realisasi, Auriga menganalisa, data luasan IUP perkebunan sawit di empat provinsi, Riau, Jambi, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah mencapai 11.265.374 hektar izin usaha perkebunan. ”Yang ber-HGU itu 3,13 juta hektar dan realisasi tanam 3,67 juta hektar atau sekitar 32,59%”Auriga menekankan, perizinan baru untuk sektor perkebunan sawit tak lagi perlu. Data saja masih belum jelas dan realisasi sangatlah minim. Dia contohkan, Riau, sudah ber-HGU 929.000 hektar, realisasi tanam 719.000 hektar, IUP 2,1 juta hektar. ”Kita tahu Riau sudah lama menanam sawit, tak masuk akal jika ada penambahan luasan sawit lagi,” katanya.Ahmad Surambo, Deputi Direktur Sawit Watch menyebutkan, produktivitas sawit masih rendah, sekitar 2,79 ton minyak sawit mentah perhektar pertahun. Untuk kebun rakyat sekitar 2,33 ton, kebun negara 3,05 ton, kebun swasta 3,07 ton. Pemerintah mencanangkan produktivitas kebun sawit Indonesia bisa 9 ton CPO perhektar pertahun.Moratorium sawit inilah, katanya, kunci tata kelola perkebunan sawit dan hutan, begitu juga pemerataan ekonomi untuk mengurangi kekurangan.Sawit Watch menggarisbawahi ada ketimpangan penguasaan dan realisasi penanaman tak sesuai rencana.Begitu juga TuK Indonesia menganalisa dari 5,07 juta hektar kebun sawit dikuasai 25 grup perusahan besar, realisasi baru 3,07 juta hektar. ”Realisasi yang dikerjakan baru 60%,” kata Edi Sutrisno dari Perkumpulan Transformasi untuk Keadlilan.Monica Tanuhandaru, Direktur Eksekutif Kemitraan mengatakan, harus ada moratorium sawit guna memperbaiki tata kelola. Dia mendesak, perlu tim independen audit kepatuhan pada industri yang berbasis lahan dengan indikator jelas dengan pengawasan KPK.Kala ada pelanggaran, katanya, ada sanksi hukum. ”Ini harus transparan kepada publik.”" "Moratorium Hutan dan Tunda Izin Sawit Bisa Saling Melengkapi","Soal perlu penegakan hukum kuat juga disuarakan Didik Suharjito, Ketua Presidium Dewan Kehutanan Nasional dalam rapat kerja DKN di Jakarta, pekan lalu.Dia bilang, hutan tersisa harus dipertahankan dan terjaga dari gerusan perambahan hutan, illegal logging, sampai industri ekstraktif dari berbagai kepentingan.Dia menilai, selama ini tata kelola hutan dan lahan masih lemah baik penegakan hukum maupun ketaatan pada regulasi. Yang terjadi di lapanganpun deforestasi, degradasi hutan sampai kesejahteraan masyarakat sekitar hutan jauh dari kata sejahtera.Didik menilai,  masih banyak terjadi tumpang tindih lahan, baik pusat maupun daerah. ”Ini perlu diselesaikan dengan penegakan hukum dan ketaatan pada tata ruang.”    [SEP]" "Pemerintah Harus Tepati Janjinya untuk Pangkas Proses Perizinan Kapal Perikanan","[CLS] Sulitnya mendapatkan dokumen perizinan untuk aktivitas melaut bagi para nelayan, pengusaha, maupun pegiat dalam industri kelautan dan perikanan, dijawab lugas oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Lembaga negara yang mengurusi laut dan ikan itu, merespon keluhan para pelaku usaha perikanan yang selama ini mengurus perizinan.Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Sjarief Widjaja mengatakan, persoalan yang dikeluhkan oleh para pelaku industri perikanan dan kelautan, memang banyak berasal dari proses perizinan untuk aktvitas melaut mereka. Izin yang dimaksud, terutama adalah untuk kapal berukuran di atas 30 gros ton (GT) yang memang pengelolaannya dilaksanakan oleh KKP di Jakarta.“Kita lakukan mekanisme (perizinan), sehingga tidak ada sumbatan di pusat hingga daerah, terkait dengan perizinan pengelolaan wilayah penangkapan perikanan,” ujar dia belum lama ini.(baca : Akhirnya, KKP Terbitkan 312 Izin untuk Kapal dan Pengusaha Lagi)  Menurut Sjarief, keluhan tersebut muncul karena birokrasi yang harus ditempuh cukup rumit dan melelahkan. Sehingga, para pelaku usaha perikanan akhirnya menempuh jalan pintas untuk mendapatkan dokumen perizinan yang diperlukan.“Keterbatasan waktu memaksa para pelaku usaha untuk menggunakan jasa pengurus, sehingga memperpanjang mekanisme perizinan, penambahan biaya, dan kurangnya kelengkapan dokumen,” jelas dia.Untuk itu, Sjarief mengungkapkan, saat ini pihaknya terus berupaya untuk memangkas birokrasi pengajuan perizinan dan memberi kemudahan bagi para pelaku usaha untuk mendapatkannya. Tak lupa, dia menjanjikan, proses pengajuan perizinan untuk saat sekarang akan berlangsung dengan cepat, transparan, dan terkendali.“Ini bisa terjadi karena ada pelayanan terpadu satu pintu. Selain itu, bagi yang melek teknologi, ada juga pelayanan melalui website, yang kita namakan e-service,” tutur dia." "Pemerintah Harus Tepati Janjinya untuk Pangkas Proses Perizinan Kapal Perikanan","Dengan diberikan kemudahan seperti itu, Sjarief optimis, dokumen perizinan yang diterbitkan jumlahnya akan meningkat lagi pada tahun ini.(baca : Sampai Kapan Kapal Perikanan Tak Melaut?)  Lima Hari ProsesSjarief menjelaskan, dengan diberlakukannya pelayanan terpadu satu pintu, pelaku usaha perikanan yang akan memproses dokumen perizinan, tidak lagi mendapat pelayanan selama 20 hari. Akan tetapi, dengan pelayanan baru tersebut, proses pengajuan perizinan bisa diproses hanya dalam waktu lima hari saja.“Lama proses mengurus perizinan yang dulunya 20 hari akan kami dorong menjadi lima hari,” ungkap dia.Dengan lama waktu lima hari, kata Sjarief, proses perizinan bisa dilaksanakan dengan lengkap dan tepat waktu. Hal itu, karena dokumen yang diurus di KKP hanya terdiri dari Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), Buku Kapal Perikanan (BKP), dan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI)/Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) saja.“Sementara, dokumen perizinan yang lainnya itu harus diurus di institusi lainnya seperti Kementerian Perhubungan,” tutur dia.“Dengan pemangkasan waktu proses perizinan, ini juga menjadi bentuk reformasi birokrasi yang ada dalam tubuh KKP, khususnya dalam birokrasi perizinan. Ini juga meningkatkan produktivitas dan nilai ekonomi yang ada,” tambah dia.Untuk tahun ini, Sjarief mengatakan, KKP akan membuka gerai khusus perizinan di 30 lokasi. Namun, dari jumlah tersebut, yang sudah dibuka hingga sekara baru mencapai 11 lokasi. Di lokasi-lokasi tersebut, KKP pada tahun ini sudah menerbitkan 539 SIUP, 375 SIPI, dan 4 SIKPI.“Dari perizinan yang diproses pada tahun ini, sudah ada sumbangan PNBP sebesar Rp35 miliar,” tutur dia." "Pemerintah Harus Tepati Janjinya untuk Pangkas Proses Perizinan Kapal Perikanan","Sementara, pada tahun sebelumnya, KKP sudah membuka gerai perizinan di 32 lokasi yang menghasilkan penghasilan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp86 miliar. Di 32 lokasi tersebut, Sjarief menyebut, KKP pada 2016 sudah menerbitkan 1.153 SIUP, 1.007 SIPI, 44 SIKPI, dan 1.019 BKP.(baca : Berapa Lama Waktu untuk Penerbitan Izin Baru Kapal?)  Di dalam gerai perizinan yang sudah dan akan dibuka, menurut Sjarief, disediakan pelayanan perizinan yang lengkap, karena di dalamnya tidak hanya tersedia pejabat pelaksana perizinan dari KKP saja. Melainkan juga, ada pejabat pelaksana perizinan dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).“Dengan adanya pelayanan terpadu satu atap, nanti akan banyak proses perizinan yang bisa dilaksanakan. Ini juga bagus untuk menindak tegas para pelaku usaha yang nakal yang melakukan markdown ukuran kapal,” jelas dia.Pentingnya menindak para pelaku usaha yang nakal tersebut, bagi Sjarie bukanlah tanpa alasan. Hal itu, karena sebelumnya sudah banyak sekali ditemukan kapal dengan dokumen perizinan berukuran lebih kecil dari ukuran sebenarnya.“Ada juga nelayan kecil yang nakal. Kapalnya disebut hanya 5 GT, ternyata bisa mencapai 40 GT. Kita beri kesempatan pada nelayan tersebut untuk memperbaikinya,” ujarnya.(baca : Perkasa di Depan Kapal Asing, Susi Pudjiastuti Kesulitan di Depan Kapal Dalam Negeri) Due Dilligence ProcessSebelumnya, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) pernah mengatakan, proses penerbitan untuk perizinan baru memang diperlukan waktu setidaknya 30 hari. Lamanya waktu tersebut, diklaim karena penerbitan izin baru memerlukan waktu lebih lama dibandingkan dengan penerbitan izin perpanjangan kapal." "Pemerintah Harus Tepati Janjinya untuk Pangkas Proses Perizinan Kapal Perikanan","Pengakuan tersebut diungkapkan Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Zulficar Mochtar. Proses yang lebih lama tersebut, kata dia, menjadi bagian dari proses due dilligence yang dilaksanakan KKP untuk menerbitkan perpanjangan atau izin baru untuk kapal-kapal.Proses tersebut, juga menjadi bagian dari implementasi Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 tentang Datar Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.“Dengan due dilligence, maka kita bisa memastikan (investor) asing tidak dapat masuk dalam perikanan tangkap Indonesia lagi,” ucap dia.Adapun, Zulficar menyebutkan, penerbitan izin yang dilakukan melalui proses due dilligence itu mencakup izin untuk Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), dan Surat Izin Kapal Penangkap Ikan (SIKPI).“Karena proses yang komprehensif, tidak heran waktunya juga tidak sebentar. Ini harus dimaklumi oleh semua pemilik kapal. Kita inginnya cepat juga, tapi kan demi kebaikan bersama juga,” tutur dia.Karena due dilligence memerlukan waktu yang tidak sebentar, Zulficar mengatakan, seluruh proses penerbitan izin baru tidak bisa dilaksanakan secara sekaligus. Tapi, proses akan dilakukan untuk pemohon izin baru yang sudah melengkapi syarat administrasi yang ditetapkan.“Kita pastikan izin-izin ini kita akan selesaikan. Due dilligence memakan waktu karena adanya proses kelengkapan. Kita mempercepat, memastikan, agar kapal melaut sesuai dengan proses yang ada,” tambah dia.(baca : Baru 0,97 Persen Perizinan Kapal yang Disetujui KKP, Kenapa Demikian?)  Bersamaan dengan Zulficar, Direktur Eksekuti Pusat Kemaritiman untuk Kemanusiaan Abdul Halim juga berpendapat bahwa perizinan yang diterbitkan KKP sangatlah lambat. Menurutnya, walau sudah ada klaim perbaikan untuk pengurusan perizinan kapal perikanan dari KKP, namun ditengarai hal itu tidak sepenuhnya terjadi." "Pemerintah Harus Tepati Janjinya untuk Pangkas Proses Perizinan Kapal Perikanan","“Karena di lapangan, hingga kini masih ditemukan fakta ketidakberesan dalam urusan perizinan kapal perikanan milik nelayan dan pengusaha,” ujar dia.Halim menjelaskan, minimnya jumlah izin kapal perikanan yang disetujui berimplikasi terhadap upaya memandirikan usaha perikanan nasional. Terlebih lagi, fakta tersebut mengindikasikan lemahnya fungsi kelembagaan dalam menjalankan prosedur perizinan kapal perikanan, yakni KKP dan Kementerian Perhubungan.  [SEP]" "Soal Resolusi Sawit: RSPO Nilai Peluang Perbaikan, Parlemen Uni Eropa akan ke Indonesia","[CLS]  Kekhawatiran Resolusi Sawit jadi kampanye negatif bagi Indonesia di pasar Uni Eropa, tampaknya terlalu berlebihan. Pasalnya, ekspor ke Eropa malah mengalami peningkatan,  berbanding terbalik dengan negara tujuan ekspor utama sawit Indonesia, India dan Tiongkok. Resolusi Sawit bikinan parlemen Eropa munculkan beragam tanggapan. Indonesia bersama dengan Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) bilang berupaya menangkal dampak buruk Resolusi Sawit. Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), sebagai organisasi nirlaba lintas pemangku kepentingan industri sawit,  menilai sikap Uni Eropa bukan ancaman.”Justru ini momentum perbaikan bagi sektor sawit dalam negeri. Kami juga melihat ini bukanlah upaya perang dagang, ini peluang menaikkan standar komoditas,” kata Tiur Rumondang, Direktur RSPO, di Jakarta, beberapa pekan lalu.Setiap negara, katanya,  memiliki upaya memproteksi komodita strategis masing-masing dan hal wajar, termasuk, Indonesia. Apalagi, sawit jadi komoditas yang sedang ‘digandrungi’ dunia. Yang menjadi perhatian itu, katanya, jangan ada diskriminasi.Masa ini, katanya, bisa jadi momentum perkebunan Indonesia menunjukkan upaya baik yang sudah dilakukan selama ini. ”Kami menyediakan pintu jika mereka ingin mengetahui lebih lanjut apa yang telah dilakukan RSPO dalam memperbaiki diri dan mengkonfirmasi yang telah dilakukan.”Tiur mengatakan, perlu ada pengembangan berkelanjutan dalam tata kelapa sawit pada standar RSPO kedepan. ”Kami menyambut baik 2020 itu ada CSPO (certified sustainable palm oil-red) bagi Eropa. Ini peluang. Apa yang kami perjuangkan didukung,” katanya.Berdasarkan data RSPO, kini baru 1,82 juta hektar kebun sawit tersertifikasi RSPO, sekitar 13-14% di Indonesia. Hingga Februari lalu, produksi sawit dengan CSPO 57,03% atau 6,97 juta metrik ton dari 12,22 juta metrik ton di seluruh dunia." "Soal Resolusi Sawit: RSPO Nilai Peluang Perbaikan, Parlemen Uni Eropa akan ke Indonesia","Sementara itu, delegasi Parlemen Uni Eropa bakal datang ke Indonesia guna duduk bersama dengan pemangku kepentingan sawit dan kunjungan lapangan. Mereka berencana ke Riau dan berdialog dengan petani.Kunjungan ini rencana 21-22 Mei akan datang ke kebun dan industri sawit di Riau. Pada 23 Mei rencana bertemu Komisi I, IV dan VI DPR RI. Pada 24 Mei 2017, bakal ada pertemuan dengan pemerintah lewat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.  Revisi standar RSPORSPO pun pembaruan kriteria dan prinsip (P&C) yang jatuh tempo pada 2018. Agenda rutin lima tahunan ini akan memasukkan isu terkait hak asasi manusia (HAM) dalam standar RSPO.”Sejak tahun lalu, saya berupaya membawa agar komponen human right diperkuat,” katanya.RSPO telah membentuk kelompok kerja menkaji unsur HAM. Salah satu fokus HAM, katanya, tekait pekerja bawah umur. Untuk itu, dia bekerja sama dengan beberapa pihak, salah satu Unicef, dalam memberikan masuk perumusan standar.Soal isu perburuhan sektor perkebunan, katanya, hingga kini belum ada regulasi mengatur. ”Aturan tenaga kerja atau buruh manufaktur terlalu umum. Padahal perlakuan sektor perkebunan sangat berbeda.”Tiur berharap,  ada aturan terkait tenaga kerja sektor perkebunan, diatur turunan UU Perkebunan. Melalui itu, ucap Tiur,  RSPO dapat mudah mengaplikasikan dalam prinsip dan kriteria yang baru.”Kami terbuka menerima kritik terhadap kriteria dan celah dalam penerapan standar,” katanya, seraya bilang, isu legalitas dan keterlacakan, seringkali mendapatkan laporan dari beberapa pihak. Bersama dengan Inobu dan WWF, RSPO sedang mengkaji standar itu. Tarik menarik? Atas sikap RSPO yang disebut-sebut mendukung resolusi sawitpun, pada 3 Mei 2017, Indonesia Growers Caucus– merupakan wadah perkumpulan para korporasi kebun sawit– tergabung dalam keanggotaan RSPO mengeluarkan rilis terkait pemberhentian sementara dari anggota RSPO." "Soal Resolusi Sawit: RSPO Nilai Peluang Perbaikan, Parlemen Uni Eropa akan ke Indonesia","Dalam rilis disebutkan tiga keputusan, yakni pengunduran diri sementara koordinator Indonesia Growers Caucus, Edi Suhardi sebagai anggota Board of Governors, RSPO, penghentian sementara waktu keterlibatan perwakilan perkebunan sawit Indonesia dalam berbagai forum RSPO. Juga tak telibat sementara waktu dan tak bertanggung jawab terhadap berbagai keputusan dalam berbagai forum RSPO. Adapun, disebutkan ketidakterlibatan itu hingga ada keputusan lain diambil dalam pertemuan anggota akhir Mei 2017.Selang sehari, pada 4 Mei 2017, Indonesia Growers Caucus menarik rilis karena proses pengambilan keputusan kurang koheren dan tak akurat. ”Ini dinamika. Caucus kan forum yang tak mengikat dari anggota dan didesain  perwakilan para growers. Ada kesepakatan pengunduran diri sementara itu awalnya untuk langkah dalam merefleksikan diri, me-review dan berdiskusi matang hingga pertemuan anggota akhir Mei nanti.”Dengan begitu, perwakilan anggota Indonesian Growers Caucus dari berbagai perusahaan akan tetap aktif dalam forum RSPO.  Adapun pertemuan khusus pada 24 Mei 2017 nanti, Edi akan memperkuat keterlibatan anggota di RSPO. ”Ini jadi tantangan, kita juga mau menunjukkan peran jelas bahwa Indonesian Growers Caucus bukan hanya perwakilan tunggal, ada keragaman posisi. Semua anggota bisa menyuarakan secara individu.”Mengenai resolusi sawit, Edi menilai Uni Eropa gagal memahami produk sawit Indonesia. ”Ada diferensiasi. Ada berkelanjutan dan tidak, sedangkan dalam resolusi itu tak jelas kedudukannya, hingga jadi tak fair,” katanya.Diapun mengharapkan, pemerintah Uni Eropa bisa membedakan produk CSPO. ”Kita kan sedang menyempurnakan P&C, harapannya standar dari Uni Eropa nanti bisa ditentukan bersama. Nanti P&C (prinsip dan kriteria-red)  mengikuti keinginan pasar dan disesuaikan kondisi growers di Indonesia,” katanya. Ekspor ke Eropa malah naik" "Soal Resolusi Sawit: RSPO Nilai Peluang Perbaikan, Parlemen Uni Eropa akan ke Indonesia","Ribut-ribut Resolusi Sawit mendapat tudingan sebagai kampanye negatif tampaknya terlalu berlebihan. Pasalnya, ekspor ke Eropa malah mengalami peningkatan berbanding terbalik dengan negara tujuan ekspor utama sawit Indonesia, India dan Tiongkok.Rilis Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyebutkan, ekspor ke negara-negara Uni Eropa mengalami peningkatan meskipun pertengahan Maret lalu ada Resolusi Sawit dan pelarangan biodiesel berbasis sawit karena dinilai penyebab deforestasi, korupsi, pekerja anak dan pelanggaran HAM.Fadhil Hasan, Direktur Eksekutif Gapki mengatakan, ekspor minyak sawit Indonesia ke negara-negara Uni Eropa alami kenaikan 27% atau dari 352.000 ton Februari ke 446.920 ton pada Maret.  “Naiknya ekspor ke negara-negara Eropa menunjukkan negara-negara ini tetap membutuhkan minyak sawit,” katanya.Dalam beberapa proses produksi industri,  terutama produk-produk rumah tangga sehari-hari sangat tergantung minyak sawit. Harga sawit, lebih murah dibandingkan sumber minyak nabati lain.Peningkatan permintaan cukup signifikan juga tercatat dari Amerika Serikat (AS) . Kenaikan permintaan 52% dari 54.850 ton Februari jadi 83.380 ton Maret. Meskipun beberapa minggu sebelum itu, AD menuduh Indonesia praktik dumping biodiesel ekspor.“Ini belum berpengaruh bagi ekspor minyak sawit dan produk turunan ke Amerika Serikat,” katanya.Kenaikan permintaan minyak sawit Indonesia ini, katanya, diikuti negara-negara Afrika 13% dan Pakistan 10%.Kondisi mengejutkan, negara tujuan utama ekspor sawit Indonesia yaitu India dan Tiongkok malah turun. Pada Maret ini, India turun 27% atau dari 587.930 ton pada Februari jadi 430.030 ton.Penurunan ini, katanya, terjadi di Tiongkok jug sebesar 18% atau dari 344.090 ton di Februari jadi 322.140 ton." "Soal Resolusi Sawit: RSPO Nilai Peluang Perbaikan, Parlemen Uni Eropa akan ke Indonesia","Penurunan permintaan karena negara ini katena persesiaan rapeseed kedua negara berlebihan terutama India. India , katanya, juga baru mengeluarkan regulasi penurunan tarif impor minyak bunga matahari dari 30% jadi 10% efektif berlaku 1 April 2017.Keadaan ini bikin para pedagang menahan diri beli minyak sawit dan akan menaikkan pembelian minyak bunga matahari memanfaatkan penurunan tarif impor.Gapki juga menyampaikan, sepanjang Maret harga rerata minyak sawit mentah global pada kisaran US$685 –US$750 per metrik ton dengan harga US$731,7 per metrik ton.Pemerintah Indonesia sendiri menetapkan bea keluar ekspor CPO Mei US$0 per metrik ton dengan harga referensi US$731,01 per metrik ton.“Untuk pertama kali bea keluar ditetapkan nol pada 2017 karena harga minyak sawit terus tergerus. Harga rata-rata patokan di bawah batas bawah pengenaan bea keluar yaitu US$750 per metrik ton.”    [SEP]" "RTRW Papua Barat Rawan Deforestasi Besar-besaran","[CLS]  Rencana tata ruang wilayah (RTRW) Papua Barat 2013-2033 yang selesai tahun 2015 dinilai berpotensi mendorong deforestasi dan degradasi hutan yang ada kini. Dalam RTRW itu, luasan kawasan lindung tersisa 3,3 juta hektar, alokasi budidaya 6,4 juta hektar. Sebelum revisi  diketahui fungsi budidaya 46,1% sekitar 4,5 juta hektar dan fungsi lindung lebih besar 53,9 % (sekitar 5,3 juta hektar). Luas hutan Papua dan Papua Barat mencapai 29,4 juta hektar, atau 35% dari total hutan di Indonesia.“RTRW Papua Barat 2013-2033 menunjukkan ancaman perubahan fungsi dan peruntukan kawasan hutan seluas dua juta hektar. Ini lebih banyak mengakomodasi kepentingan ekonomi dan korporasi,” kata Nikolaus Djemris Imunuplatia, Koordinator Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Ruang Hidup Adat dan Perlindungan Hutan Papua Barat dalam diskusi belum lama ini.Dia menilai, fungsi dan peruntukan hutan, berubah menuruti kepentingan korporasi, seperti rencana ekstraksi usaha pertambangan Gunung Botak, Manokwari Selatan.Dalam setiap proses pembahasan substansi RTRW Papua Barat, katanya,  minim partisipasi masyarakat luas hingga mengabaikan hak-hak masyarakat adat Papua. Kondisi ini, menyebabkan rasa ketidakadilan dan memicu konflik di Papua, meluas.Saat ini,  kata Nikolaus, ada 143.000 wilayah adat di Papua Barat sudah teridentifikasi. Terjadi tumpang tindih di wilayah adat, katanya, selain menyebabkan luasan hutan merosot, juga keresahan dan ketegangan di masyarakat Papua.“Ini menciderai komitmen pemerintah pusat maupun daerah untuk membangun Papua lebih sejahtera. Pemerintah harus memastikan paradigma pembangunan Papua lebih mengakomodir hak-hak adat guna perlindungan hutan,” katanya.Anes Akwan, Koordinator Pantau Gambut Papua mengatakan, revisi RTRWP Papua Barat mengancam ekosistem gambut. Ada banyak perusahaan mendapatkan izin eksploitasi di gambut." "RTRW Papua Barat Rawan Deforestasi Besar-besaran","“Dalam peta sebaran izin perusahaan di Papua, baik pengusahaan hutan alam, perkebunan maupun pertambangan, setidaknya ada 155 perusahaan beroperasi dan mengkavling 25,5 juta hektar di gambut.”Dengan pemanfaatan sumberdaya alam yang begitu eksploitatif dan penegakan hukum lemah, khawatir ekosistem gambut terancam rusak.Sisi lain, upaya pemulihan ekosistem gambut di Papua, masih belum menunjukkan hasil. Program Badan Restorasi Gambut, misal, kata Anes, belum nyata terlihat di Papua.“BRG belum nampak di Papua. Ada tujuh provinsi prioritas BRG, tapi belum menyentuh Papua. Sisi lain ada diskriminasi perlindungan dan pengakuan hak-hak masyarakat adat.”Ketika bicara perlindungan, katanya, kaji ulang perizinan penting dan hak-hak masyarakat adat perlu terlindungi.Meski begitu, Anes tetap optimis dua tahun sisa pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla, komitmen perlindungan dan pemberdayaan masyarakat gambut di Papua Barat bisa terealisasi.  Upaya restorasi gambut, katanya, harus berjalan beriringan dengan pemenuhan hak-hak dan pemberdayaan masyarakat adat.“RTRW Papua Barat mengancam eksistensi masyarakat adat di wilayah gambut,. Ada inkonsistensi pemerintah daerah yang menyebabkan terjadi pengabaian. Penting bagi pemerintah pusat intervensi kewenangan,  jangan sampai ada raja-raja kecil.”Esau Yaung, Direktur Yayasan Paradiseae menekankan, dalam RTRWP masih terlihat ketimpangan penguasaan hutan dan lahan antara korporasi besar dan masyarakat.Hasil analisis Yayasan Paradiseae, menyebutkan, pola ruang Papua Barat sebelum direvisi  diketahui fungsi budidaya 46, 1 % sekitar 4,5 juta hektar) dan fungsi lindung lebih besar 53,9 % (sekitar 5,3 juta hektar)." "RTRW Papua Barat Rawan Deforestasi Besar-besaran","Rinciannya, fungsi budidaya, yakni, hutan produksi terbatas 12,3%, hutan produksi tetap 13,6%, hutan produksi dapat dikonversi 13,0%,   perkampungan/desa 4,5%, pertambangan 0,2%, pertanian agropolitan 0,1%, dan tanaman tahunan/perkebunan 2,2%). Untuk fungsi lindung sebelum revisi, yakni, cagar alam darat (11,8%), gambut (5,9%), hutan lindung (21,5%), hutan suaka alam dan hutan wisata (0,3%), kawasan rawan bencana (2,3%), kawasan resapan air  (7,8%), lahan basah (0,3%), suaka margasatwa darat (0,5%), taman nasional darat (3,5%), dan taman wisata alam (0,2%).Sedang RTRW Papua Barat 2013-2033,  terlihat peningkatan fungsi budidaya jadi 66% (6, 5 Juta hektar), fungsi  lindung  turun jadi 34 % (3,3 juta hektar).Fungsi budidaya terdiri dari hutan produksi terbatas 16%, hutan produksi tetap 15%,  hutan produksi dapat dikonversi 10%, kawasan budidaya lain 5%, perkebunan 4%, pemukiman 3%, pertambangan 0,2%, dan pertanian 12%.  Lalu, fungsi lindung: hutan lindung 16% dan suaka alam atau kawasan pelestarian alam 18%.     [SEP]" "Berharap Petambak Tradisional di Pantai Timur OKI Peduli Gambut. Mungkinkah?","[CLS]   Jika dilihat dari udara atau menggunakan googgle maps, pantai timur Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, sepanjang 295,14 kilometer, dipenuhi petak-petak. Petak yang umumnya berbentuk bunjur sangkar ini bukan persawahan, melainkan pertambakan tradisional. Kawasan Hutan Lindung Pantai Sungai Lumpur dan Mesuji seluas 98.115 hektare juga dipenuhi tambak.Kawasan yang dulunya hutan rimba kemudian gundul karena aktivitas HPH tampaknya sulit dikembalikan hutannya, dan bahkan saat ini menjadi langganan kebakaran saat musim kemarau. Diduga, aktivitas para petambak yang membersihkan lahan atau membuka tambak baru yang disertai membuat kanal dan membakar, menyebabkan kekeringan dan kebakaran.Di sisi lain, kebakaran besar yang terjadi pada 2015 lalu menyebabkan pantai timur Kabupaten OKI banyak didatangi para petambak dari Bugis, Jawa, dan Bima. Sebab, lahan yang terbuka karena kebakaran membuat para petambak tradisional lebih mudah membuka tambak.Bagaimana mengatasi atau menata keberadaan para petambak tradisional ini? “Kita sulit sekali menertibkan petambak tradisional karena jumlahnya ribuan dan menyangkut ekonomi masyarakat luas. Yang mungkin kita lakukan pada tahap awal adalah membina mereka agar tidak merusak lingkungan, dan tidak membuka tambak baru,” kata Dr. Najib Asmani, Koordinator Tim Restorasi Gambut (TRG) Sumsel, pertengahan Oktober 2017.***Perjalanan dari Palembang menuju lokasi pertambakan di pantai timur Kabupaten OKI, tidaklah mudah. Membutuhkan waktu sekitar lima jam jalan darat, dilanjutkan sekitar 4,5 jam menggunakan speed boat.Lokasi tambak di belakang desa, yang umumnya di muara sungai atau berbatasan dengan Selat Bangka. Adapun desa yang berada di pantai timur Kabupaten OKI adalah Sungai Lumpur, Simpang Tiga Makmur, Simpang Tiga Abadi, Kuala 12, dan Simpang Tiga Jaya. Desa-desa ini hampir sebagian besar terbentuk karena aktivitas HPH puluhan tahun lalu." "Berharap Petambak Tradisional di Pantai Timur OKI Peduli Gambut. Mungkinkah?","Para petambak tradisional ini bukan hanya masyarakat lokal, seperti dari Tulungselapan, Mesuji, dan Cengal, juga berasal dari Lampung, Bugis, Jawa, hingga Bima. Para pendatang ini diperkirakan membuka lahan di kawasan hutan lindung. “Jika aparat datang mereka langsung lari. Masyarakat lokal tentu saja takut membuka tambak di hutan lindung karena pasti ketahuan,” kata seorang warga di Tulungselapan. Baca: Sepucuk, Lahan Gambut yang Kini Dipenuhi Nanas dan Tidak Terbakar Lagi Maukah para petambak ini mengubah perilakunya yang tidak lestari tersebut? Meskipun masih perlu dibuktikan, sekelompok petambak tradisional di Desa Simpang Tiga Jaya atau tepatnya di Kanal 0, Dusun Sungai Pedada, berkeinginan mengubah pertambakan mereka menjadi lebih moderen dan lestari. Namun, sejumlah kendala yang dihadapi mereka.Ketika TRG Sumsel yang didukung BRG (Badan Restorasi Gambut) coba membantu, para petambak tradisional ini dengan tangan terbuka menerima.“Kami berharap jika pemerintah melalui BRG memberikan bantuan kepada kelompok ini, dapat meningkatkan produksi tambak udang dan ikan. Selanjutnya, bantuan dapat dikembangkan untuk kelompok lain, sehingga para petambak tidak lagi membuka lahan baru dengan alasan tambak yang ada tidak produktif atau hasilnya rendah,” kata Suwardi, Staf Kedeputian II BRG, saat bertemu dengan belasan petambak tradisional di Kanal O, Sungai Pedada, Desa Simpang Tiga Jaya, Kecamatan Tulungselapan, Kabupaten OKI, pertengahan Oktober 2017.Kanal O, sebenarnya anak Sungai Pedada, bukan kanal buatan. Disebut kanal karena dulunya digunakan perusahaan HPH membawa balok-balok kayu. Pertambakan ini sekitar 300 meter dari Hutan Lindung Pantai Sungai Lumpur." "Berharap Petambak Tradisional di Pantai Timur OKI Peduli Gambut. Mungkinkah?","“Yang lebih penting juga, jangan sampai ada kegiatan pembakaran. Sebab, jika kebakaran terjadi bukan hanya kita yang rugi, para pelaku akan ditangkap dan dihukum. Masyarakat Indonesia akan dikecam dunia karena bencana kabut asap yang merugikan kesehatan, mengganggu transportasi, hingga perubahan iklim seperti yang kita rasakan saat ini,” lanjutnya.Selain bantuan teknologi, berupa kincir air dan mesin diesel, juga akan diberikan pelatihan terkait pertambakan udang dan ikan yang lestari dengan produksi yang baik. “Kita akan menghadirkan ahli dari perguruan tinggi dan dinas terkait di Sumatera Selatan,” jelasnya.  Minim ilmu dan teknologiTambak di pantai timur rata-rata berukuran 50 x 20 meter dengan kedalaman berkisar 2-3 meter. Setiap petambak rata-rata memiliki dua tambak. Tambak ini dibuat menggunakan cangkul dan peralatan pembersihan manual, membutuhkan waktu sekitar dua-tiga bulan untuk membuat satu tambak.Saat ini, mereka menambak udang windu dengan campuran ikan bandeng. “Setelah udang windu berusia tiga bulan baru dimasukan bibit ikan bandeng. Saat udang berusia enam bulan baru dipanen,” kata Sudarman, Kepala Dusun Sungai Pedada.“Para petambak ini hampir seluruhnya mengandalkan pengalaman, baik saat bekerja untuk orang lain atau informasi dari petambak lainnya. Tidak ada ilmu yang didapatkan secara khusus,” katanya. “Selain itu tidak ada teknologi atau pemberian pakan khusus. Ya, tambak dibuka, dibersihkan kemudian ditabur benih lalu diberikan pakan tradisional yang dibawa air saat pasang. Tidak dilapisi plastik dan menggunakan kincir air,” lanjutnya. Baca juga: Menyelamatkan Potensi Kerbau Rawa dari Dampak Kerusakan Gambut, Bagaimana Caranya? Penggunaan obat kimia dilakukan saat membuka atau membersihkan tambak, yang tujuannya untuk membersihkan hama. “Semua itu berdasarkan pengalaman, tidak ada penyuluh atau pendamping untuk para petambak ini,” jelasnya." "Berharap Petambak Tradisional di Pantai Timur OKI Peduli Gambut. Mungkinkah?","Berapa besar penghasilan dari setiap tambak? “Rata-rata Rp50 juta per panen. Setahun dua kali panen. Dikurangi biaya pengobatan dan pembelian BBM yang digunakan buat menyedot air, sisanya sekitar Rp50 juta,” jelasnya. Penghasilan ini didapat dari penghasilan udang windu sekitar 4-6 ratus kilogram per tahun dan ikan bandeng sekitar 2 ton per tahun. Udang dan ikan dipasarkan ke Jakarta, dan sebagian kecil dijual ke Palembang.  Tapi yang menjadi persoalan utama para petambak adalah bibit dan pakan. Bibit yang mereka dapatkan dari Jawa dan Lampung kualitasnya rendah, selain bibit sisa dari penjualan ke petambak lainnya di Jawa atau Lampung, juga lemah saat sampai ke lokasi karena jauhnya perjalanan yang membutuhkan waktu berkisar dua hari.“Jika bibit yang didapat jauh lebih bagus, jelas penghasilan kami di sini meningkat,” kata Basri, salah seorang petambak. “Kalau bisa pemerintah membuat sentra pembibitan udang dan ikan di sini. Katanya mau dibuat di Pulau Maspari, tapi belum jalan,” lanjutnya.Selain bibit, juga pakan yang digunakan para petambak masih makanan alami. Tidak ada pengetahuan membuat pakan buatan untuk udang windu maupun ikan bandeng. “Seandainya berbagai persoalan tersebut dapat teratasi, baik karena bantuan pemerintah, pasti hidup kami akan lebih sejahtera dan sangat puas dengan tambak yang ada,” tegas Basri.   [SEP]" "Kemelut Penyelamatan Karst Kendeng dari Tambang Semen, Potret Karut Marut Agraria di Indonesia","[CLS]  Solidaritas demi Pegunungan Kendeng lestari muncul di berbagai daerah, bahkan luar negeri. Dari Medan, Palembang, Bangka Belitung, Lampung, Yogyakarta, Karawang, Purwokerto, Surabaya, Tangerang, Samarinda, Wonogiri, Semarang, Bandung, Palu, Malang sampai Hong Kong.  Mereka mendukung penyelamatan karst Kendeng dengan aksi menyemen kaki. Meninggalnya, Patmi, ibu-ibu dari Pati, yang ikut aksi semen kaki di Jakarta, bak jadi bahan bakar, menyulut semangat perjuangan.Di Jakarta, setiap hari para relawan semen kaki berdatangan, dari pegiat lingkungan, aktivis dari organisasi masyarakat sipil, musisi, seniman sampai jurnalis.Senin lalu, di depan Istana Negara seorang pelukis, Hardi Danuwijaya, ikut aksi solidaritas Kendeng.  Berkaos Che Guavara dengan topi kabaret bintang satu, dia meletakkan kanvas putih di tanah. Sedikit demi sedikit, dia menggoreskan kuas warna pada kanvas itu.Hardi menggambar Patmi. ”Ini tragedi besar bagi Indonesia yang katanya negara agraris,” katanya seraya menyayangkan respon lamban Presiden atas konflik di Rembang.Dia bilang, memacu infrastruktur dan investasi hingga tak seimbang dengan kultur agraris Indonesia. Kondisi seperti ini terus terjadi. Potret masalah agrariaDewi Kartika, Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaharuan Agraria juga ikut menyemen kaki pekan lalu mengatakan, masalah Kendeng merupakan wajah persoalan agraria pada banyak daerah di Indonesia.Konflik ini, katanya, jadi preseden buruk terutama bagi Presiden Joko Widodo (Jokowi) karena gagal melindungi petani dan menjalankan reforma agraria.”Ekskalasi konflik agraria terus meningkat, justru pemerintah Jokowi yang pro rakyat belum mengubah cara-cara intimidatif dan kriminalisasi,” katanya." "Kemelut Penyelamatan Karst Kendeng dari Tambang Semen, Potret Karut Marut Agraria di Indonesia","Dari KPA 2015, ada 252 konflik naik jadi 450, yang melingkupi luasan 1,265.027 hektar. Sektor properti, menempati urutan kedua setelah sektor perkebunan, yakni 117 konflik dan infrastruktur sampai 100 kasus.Adi Wibowo, Koordinator Media Kampanye KPA mengatakan, benang merah pendirian Jokowi untuk membangun pabrik semen karena ada proyek infrastruktur. Sisi lain, produksi semen kini sudah surplus sekitar 30 juta ton.Kasus Rembang ini, katanya, merupakan masalah masyarakat Indonesia terkait sumber kehidupan dan mata air terancam.“Aksi ini universal, tetapi simbol bagi masyarakat dalam mempertahankan air, tanah dan hak mereka,” kata Yati Andriyani, Koordinator Kontras.Dia berharap, ada langkah kongkrit Presiden untuk menghentikan pabrik semen. Diapun coba menyadarkan, persoalan tak hanya pada tingkat bawah, juga pemerintahan pusat.”Presiden Jokowi seharusnya tak melempar tanggung jawab, karena dia memiliki kekuasaan politik, dimana BUMN, negara yang seharusnya lebih aktif,” katanya.Daniel Johan, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Kebangkitan Bangsa mengatakan, akan membela masyarakat, terutama mereka yang memperjuangkan sumber air dan kehidupan.Soal kabar kuat beredar menyatakan, konflik ini terkait perang dagang, dan masyarakat dibayar,  katanya, Komisi IV akan mengumpulkan bukti lapangan.”Kita pertengahan April akan kesana.”PKB, katanya, akan meminta tokoh lingkungan dari Nusa Tenggara Barat sekaligus angggota DPRD PKB, mama Aleta mengawal. Dia juga ingin mengajak para anggota dan Ketua Komisi IV melihat persoalan lebih serius.  Keterlibatan bank Koalisi Responsi Bank Indonesia mendesak Bank Mandiri menghentikan pembiayaan kredit kepada Semen Indonesia di Rembang, Jawa Tengah sebesar Rp3,96 triliun, dengan rincian Rp3,46 triliun kredit investasi dan Rp500 miliar buat modal kerja." "Kemelut Penyelamatan Karst Kendeng dari Tambang Semen, Potret Karut Marut Agraria di Indonesia","Maria Lauranti, Koordinator Responsi mengatakan, Bank Mandiri dalam penilaian 2014-2016,  memang tak ada kebijakan khusus penyaluran pinjaman bagi sektor berisiko tinggi dalam pertambangan.”Seharusnya debitur Bank Mandiri menaati prinsip-prinsip hak asasi manusia maupun pelestarian lingkungan hidup yang sudah banyak diadopsi sektor keuangan internasional,” katanya.Otoritas Jasa Keuagan, katanya, juga perlu mendorong perbankan di Indonesia memasukkan risiko sosial dan lingkungan.  Sejak 2014, OJK memiliki roadmap keuangan berkelanjutan, namun masih belum jadi peraturan utama.”Harus jelas, mana pembiayaan yang berisiko terhadap lingkungan,” kata Rahmawati Retno Winarni, Direktur Eksekutif TuK.Kartika Wirjoatmojo, Direktur Utama Bank Mandiri mengatakan, komitmen kredit yang sudah hampir kucur tak dapat ditarik kembali. ”Saya melihat pabrik ini bermanfaat menaikkan taraf hidup masyarakat disana,” katanya. Protes Jokowi di SumutSementara itu, kala kunjungan kerja Presiden Jokowi ke Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) dan Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara 24-25 Maret 2017, diwarnai protes dari sejumlah organisasi masyarakat sipil dan mahasiswa.Aksi protes digelar di titik 0 kilometer Kota Medan ini, sebagai protes terhadap pemerintah yang dianggap mengabaikan putusan Mahkamah Agung yang memenangkan gugatan warga Rembang, Jawa Tengah dengan perintah cabut izin lingkungan Semen Indonesia.Massa menamakan diri Kedan Kendeng Menolak Pabrik Semen ini, menilai Presiden tak mampu mengambil sikap tegas pada Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, yang dianggap mengabaikan putusan MA karena mencabut izin lingkungan pembangunan pabrik dan tambang semen tetapi mengeluarkan izin baru lagi." "Kemelut Penyelamatan Karst Kendeng dari Tambang Semen, Potret Karut Marut Agraria di Indonesia","Kedan Kendeng juga mengecor kaki mereka sebagai dukungan terhadap masyarakat Kendeng terus berjuang menolak pembangunan pabrik semen. Massa juga membawa tampan berisikan semen dan beras, lalu disamping tertulis kalimat pertanyaan kepada kepala negara dan Gubernur Ganjar,” Apakah memakan semen atau beras?”Gumilar Aditya Nugroho, Koordinator Aksi dari Kedan Kendeng Menolak Pabrik Semen, Sabtu (25/3/17) mengatakan, aksi sebagai bentuk solidaritas terhadap petani Kendeng.Mereka meminta Presiden, mendengar tuntutan mereka, dan mengambil sikap tegas membela masyarakat Kendeng, serta menghormati putusan hukum yang memenangkan warga.“Untuk kawan-kawan di Kendeng, kalian jangan putus asa. Jangan takut, kalian tak sendiri. Seluruh Kami ada mendukung. Almarhum Ibu Patmi pasti bangga jika rakyat bersatu mendukung perjuangan kalian.”Khairul Bukhari, Manager Evaluasi Walhi Sumut, mengatakan, Gubernur hingga Presiden harus menjalankan putusan MA yang berkekuatan hukum tetap.Pembangunan pabrik semen mengancam pertanian warga, dan ekosistem karst Kendeng bakal rusak.Wina Khairina, Direktur Hutan Rakyat Institute (HaRI) berharap, Presiden bisa memastikan pemenuhan dan perlindungan hak-hak warga Kendeng dengan memastikan alam dan lingkungan terjaga.Menurut Juniati Aritonang, Koordinator Divisi Studi dan Advokasi Bakumsu, bola panas ada di Gubernur Jateng, yang mengabaikan putusan MA dan mengeluarkan izin baru kepada Semen Indonesia di Rembang. Penyelesaian masalah ini, katanya, dengan mencabut izin baru, dan menghormati serta melaksanakan putusan MA.Quadi Azam, Peneliti Pusat Hak Azasi Manusia Universitas Negeri Medan (UNIMED) mengatakan, negara dianggap abai dalam kejadian pelanggaran bisnis dan hak azasi manusia.    [SEP]" "Besarnya Potensi Karbon Biru dari Pesisir Indonesia, Tetapi Belum Ada Roadmap Blue Carbon. Kenapa?","[CLS]  Berstatus sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, tak lantas menjadikan Indonesia sebagai negara yang sukses mengelola potensi pesisirnya. Hingga kini, masih banyak potensi pesisir yang belum dimanfaatkan dengan baik oleh Indonesia.Selain untuk potensi ekonomi dan konservasi, kawasan pesisir yang ada di wilayah kepulauan Indonesia punya potensi besar untuk ikut berperan dalam penanganan isu perubahan iklim. Hal itu, karena kawasan pesisir Indonesia menjadi rumah bagi seperempat hutan bakau (mangrove) dunia.Deputi Bidang SDM, Iptek, dan Budaya Maritim Kementerian Koordinator Kemaritiman Safri Burhanuddiin di Jakarta, akhir pekan lalu mengatakan, potensi besar yang ada di kawasan pesisir akan terus didorong untuk dikembangkan sebagai potensi karbon biru. Hal itu, berkaitan dengan upaya Pemerintah Indonesia untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) hingga 29 persen pada 2030 mendatang.“Selain itu, pemanfaatan karbon biru, juga sebagai bentuk implementasi dari tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDG) butir 14,” ungkap dia.(baca : Mencari Strategi yang Pas untuk Implementasi SGDs Butir 14: Ekosistem Kelautan)Safri mengatakan, berbeda dengan ekosistem daratan yang cenderung tidak akan bertambah pada saat tertentu, ekosistem pesisir mampu menyerap dan menyimpan karbon dalam sedimen secara terus menerus dalam kurun waktu yang lama. Potensi itu akan semakin besar jika dilakukan pengelolaan dengan baik.Safri menjelaskan, saat ini terdapat tiga ekosistem yang berpotensi sebagai karbon biru (blue carbon), yaitu mangrove, padang lamun, dan kawasan payau. Karbon Biru, kata dia, merupakan upaya untuk mengurangi emisi karbondioksida sehingga bisa memitigasi pemanasan global dan perubahan iklim dengan cara menjaga keberadaan hutan bakau, padang lamun, rumput laut dan ekosistem pesisir." "Besarnya Potensi Karbon Biru dari Pesisir Indonesia, Tetapi Belum Ada Roadmap Blue Carbon. Kenapa?","“Vegetasi pesisir diyakini dapat menyimpan karbon 100 kali lebih banyak dan lebih permanen dibandingkan dengan hutan di daratan,” jelas dia.(baca : Lestarikan Mangrove Sama Dengan Menunda Perubahan Iklim. Kok Bisa?)  Safri menyebutkan, pemanfaatan ekosistem pesisir untuk karbon biru memerlukan pengelolaan ekosistem pesisir yang berkelanjutan dan koordinasi antar kementerian serta pemangku kepentingan lainnya. Oleh karena itu, masih diperlukan komunikasi yang kontruktif untuk bersama-sama menyusun Roadmap Blue Carbon Indonesia. Perubahan IklimLebih jauh Safri mengungkapkan, karena potensi yang besar, ekosistem pesisir bisa berperan efektif bagi masyarakat sebagai solusi adaptasi alami dan mitigasi dampak perubahan iklim. Hal itu, seperti cuaca ekstrim dan perlindungan terhadap bencana alam.“Tanpa ekosistem pesisir, masyarakat pesisir di Indonesia akan mengalami kesulitan ekonomi yang sangat serius sebagai dampak dari tekanan yang ditimbulkan oleh kegiatan perikanan tangkap, budi daya dan pariwisata,” tutur.Pada kesempatan yang sama, CEO WWF-Indonesia Rizal Malik mengungkapkan, sebagai negara kepulauan, Indonesia sangat bergantung kepada kawasan ekosistem pesisir yang berperan penting bagi masyarakat Indonesia sebagai sumber ekonomi dari perikanan dan sekaligus berperan dalam mitigasi dan adaptasi dampak perubahan iklim. Kata dia, kerusakan ekosistem pesisir tidak hanya dapat mengakibatkan bencana ekologis, tapi juga menimbulkan dampak kerugian ekonomi yang masif.(baca : Ini Alasan Indonesia Harus Perjuangkan Isu Kelautan di COP21 Paris)Rizal menyebutkan, berdasarkan data REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation), kerusakan ekosistem mangrove relatif lebih tinggi dibanding ekosistem padang lamun yang mencapai 3,7 persen per tahun dengan tingkat kerusakan paling tinggi terjadi di pulau Jawa terutama Pantura." "Besarnya Potensi Karbon Biru dari Pesisir Indonesia, Tetapi Belum Ada Roadmap Blue Carbon. Kenapa?","“Kondisi terbaik ekosistem ini berada di utara Kalimantan Timur dan kawasan Indonesia Timur seperti Papua dan Maluku,” tutur dia.  Melihat fakta tersebut, menurut Rizal, upaya perlindungan dan restorasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil perlu dilakukan untuk menjamin fungsi optimal ekosistem pesisir. Kata dia, ekosistem pesisir yang sehat akan menjamin keberlangsungan perikanan Indonesia terutama bagi 90 persen pelaku usaha perikanan skala kecil yang bergantung pada sumberdaya ikan di pesisir.“Kebijakan yang mendukung pelestarian dan pemanfaatan berkelanjutan dari kawasan pesisir sangat dibutuhkan untuk menyejahterakan masyarakat dikawasan tersebut,” tambah dia.Seperti diketahui, pada Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP UNFCCC) ke-22 di Marrakesh, Maroko, karbon biru digaungkan sebagai salah satu kontribusi bagi target pengurangan emisi karbon di dunia. Secara global, sebanyak 151 negara memiliki karbon biru, tetapi hanya 50 yang mengagendakannya untuk pengurangan emisi dalam komitmen NDC-nya.(baca : Indonesia Kembali Ungkapkan Blue Carbon Untuk Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim)Dari penelitian yang dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan sejak lima tahun terakhir, lanjut Safri, padang lamun memiliki potensi menyerap dan menyimpan karbon sekitar 4,88 ton/ha/tahun. Total ekosistem padang lamun di Indonesia diperkirakan dapat menyimpan 16,11 juta ton karbon /tahun.Sementara, untuk ekosistem mangrove, rata-rata penyerapan dan penyimpanan karbon bisa mencapai 38,80 ton/ha/tahun. Bila dihitung secara total, maka potensi penyerapan karbon ekosistem mangrove adalah 122,22 juta ton/tahun.Akan tetapi, potensi besar tersebut, diiringi fakta bahwa Indonesia telah kehilangan lebih dari seperempat luas hutan bakau dalam tiga dekade terakhir dari 4,20 juta hektar pada tahun 1982 menjadi 3,48 juta hektar pada tahun 2017.  Karbon Biru versus Perikanan Budidaya" "Besarnya Potensi Karbon Biru dari Pesisir Indonesia, Tetapi Belum Ada Roadmap Blue Carbon. Kenapa?","Dosen Ilmu Atmosfer Institut Pertanian Bogor (IPB) Daniel Murdiyarso, mengatakan, pemanfaatan hutan bakau, adalah untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Keberadaannya bisa menyerap emisi yang bertebaran di udara dengan sangat banyak.Menurut Daniel, kemampuan mangrove dalam menyerap emisi di bumi, mencapai 20 kali dari kemampuan hutan tropis. Karena itu, mangrove keberadaannya bisa menjadi gudang terbesar untuk penyimpanan emisi dunia.“Potensi ekonomi dari mangrove sangatlah besar. Ada potensi blue carbon yang bisa menghasilkan nilai ekonomi hingga USD10 miliar. Itu jumlah yang sangat besar,” jelas peneliti Center for International Forestry Research (CIFOR) itu.Besarnya potensi karbon biru atau blue carbon tersebut, kata Daniel, tidak lepas dari luasnya kawasan mangrove di Indonesia yang saat ini mencapai 2,9 juta hektare. Luasan tersebut sama dengan luas negara Belgia di Eropa atau seperempat dari total luas mangrove yang ada di seluruh dunia.Daniel memaparkan, dalam satu hektar hutan mangrove di Indonesia, tersimpan potensi karbon yang jumlahnya 5 kali lebih banyak dari karbon hutan dataran tinggi. Dan faktanya, saat ini hutan mangrove di Indonesia menyimpan cadangan karbon 1/3 dari total yang ada di dunia.“Saat ini karbon yang tersimpan di hutan mangrove Indonesia mencapai 3,14 miliar ton. Dan, untuk bisa mengeluarkan karbon sebanyak itu, Indonesia perlu waktu hingga 20 tahun lamanya,” ucap anggota penyusun laporan panel antar pemerintah untuk perubahan iklim PBB (IPCC) .(baca : Candaan Serius Menteri Kelautan Tentang Blue Carbon)Karena begitu besarnya potensi penyimpanan karbon, Daniel mengingatkan kepada semua orang untuk selalu menjaga hutan bakau di Tanah Air. Pasalnya, jika sampai terjadi deforestasi mangrove, maka akan ada karbon yang dilepaskan ke udara." "Besarnya Potensi Karbon Biru dari Pesisir Indonesia, Tetapi Belum Ada Roadmap Blue Carbon. Kenapa?","“Itu artinya, ada emisi yang kembali udara. Dan, emisi tahunan dari kerusakan hutan mangrove Indonesia mencapai 190 juta co-eq. Itu jumlah yang sama dengan emisi jika setiap mobil di Indonesia mengitari bumi hingga dua kali,” tandas dia.  Menurut Daniel, kerusakan mangrove di Indonesia ikut menyumbangkan kerusakan mangrove di dunia. Karena faktanya, emisi global tahunan dari rusaknya ekosistem pesisir berasal dari rusaknya hutan mangrove Indonesia.Dan, Daniel menyebutkan, salah satu penyebab terjadinya kerusakan mangrove di Indonesia, adalah karena semakin masifnya pengembangan sektor perikanan budidaya di seluruh pulau. Tak tanggung-tanggung, dia menyebut, dalam tiga dekade terakhir, 40 persen hutan mangrove Indonesia rusak, karena budidaya perikanan.“Setiap tahun, 52 ribu hutan mangrove Indonesia hilang dan itu setara dengan areas seluas kota New York di AS dalam 18 bulan,” jelas dia.(baca : Quo Vadis “Blue Carbon” Di Indonesia?)Sementara itu, Conservation International Indonesia menyebut, saat ini Indonesia memiliki hutan mangrove seluas total 3,1 juta hektare atau 22,6 persen dari mangrove di dunia. Dengan luasan seperti itu, stok karbon yang ada di hutan mangrove Indonesia total mencapai 3,14 myu-gC atau setara 3,14 miliar ton.Dengan potensi yang besar tersebut, setiap tahunnya Indonesia masih mengalami deforestasi mangrove dengan luasan rerata mencapai 52 ribu ha. Kondisi tersebut, bisa mengancam keberadaan hutan mangrove secara keseluruhan.  [SEP]" "Indonesia Terus Berupaya Lestarikan Dugong dan Padang Lamun dari Kepunahan, Bagaimana Caranya?","[CLS] Semakin sedikitnya populasi dugong (dugong dugon) di perairan Indonesia dalam beberapa tahun terakhir, memaksa Pemerintah Indonesia untuk semakin meningkatkan perhatian untuk menyelamatkan mamalia laut tersebut. Untuk itu, Indonesia bergabung dengan Madagaskar, Malaysia, Mozambik, Sri Lanka, Timor Leste, dan Vanuatu dalam proyek Dugong and Seagrass Conservation Project (DSCP).Sesuai dengan namanya, menurut Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (PRL) Kementerian Kelautan dan Perikanan Andi Rusandi, proyek tersebut berfokus pada penyelamatan dugong dan habitat padang lamun dari ancaman kepunahan.Andi menjelaskan, dalam proyek tersebut, DSCP Indonesia menggelar “Pelatihan Metode Survei dan Pemantauan untuk Dugong dan Habitat Lamun” yang akan dilaksanakan dua kali di Jakarta dan Toli-toli, Sulawesi Tengah.“Di dua tempat tersebut, para akademisi, peneliti, dan praktisi akan mendapatkan materi pelatihan yang berisi tentang penyelamatan dugong dan habitat lamun,” ucap Andi, Kamis (2/2/2017).Dia menerangkan, DSCP adalah proyek regional Global Environtment Facility (GEF) yang diinisiasi bersama United Nation Environment Programme – Convention on the Conservation of Migratory Species (UNEP-CMS) bekerjasama dengan Mohammed bin Zayed Species Conservation Fund (MbZ).Dengan digelarnya pelatihan tersebut, Andi berharap, semua pihak terlibat bisa meningkatkan kapasitas pemangku kepentingan di tingkat nasional dan daerahnya dalam upaya konservasi dugong dan habitatnya.Termasuk, kata Andi, dalam implementasi kegiatan pemantauan berbasis masyarakat dan penanganan mamalia laut terdampar. Selain itu, pelatihan juga diharapkan mampu meningkatkan kapasitas peneliti, akademisi dan praktisi konservasi dugong dan habitatnya dalam hal survei udara (aerial survey), survei akustik serta analisis data GIS maupun manajemen database-nya." "Indonesia Terus Berupaya Lestarikan Dugong dan Padang Lamun dari Kepunahan, Bagaimana Caranya?","Dengan digelarnya pelatihan, Andi mengatakan, data dan informasi terkait dugong dan padang lamun bisa semakin dilengkapi lebih detil. Dengan demikian, kebijakan pengelolaan dan perlindungan keduanya bisa dilaksanakan dengan tepat sasaran.“Kami berharap nantinya pihak-pihak dapat bersama membantu untuk mengimplementasikan Rencana Aksi Nasional (RAN) Konservasi Dugong dan Lamun yang telah disusun bersama,” tutur dia.Kepala Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dirhamsyah  pada kesempatan yang sama mengatakan, dengan bergabungnya Indonesia dalam DSCP dan menggelar pelatihan, data dugong dan padang lamun bisa terkumpul sebagai basis data nasional.Sementara, Direktur Coral Triangle WWF-Indonesia, Wawan Ridwan menyebutkan, pelatihan tersebut diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan, kesadaran, dan keterlibatan berbagai pihak dan masyarakat dalam pelestarian dugong dan padang lamun.“Melalui DSCP, masyarakat didorong untuk menjadi pelaku utama dan duta bagi perlindungan dugong dan padang lamun di wilayahnya,” kata dia.Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Institut Pertanian Bogor (IPB) Luky Adrianto, menyebut, riset dugong dan padang lamun perlu ditingkatkan karena selama ini masih tertinggal bila dibandingkan dengan riset terumbu karang dan mangrove.Salah satu upaya penyelamatan yang bisa dilakukan, kata Luky, adalah dengan melibatkan masyarakat di dalamnya. Menurut dia, cara tersebut diyakini akan lebih efektif karena sudah terbukti dalam penyelamatan satwa laut ikan hiu dan pari manta.Seperti diketahui, dugong adalah salah satu dari 35 jenis mamalia laut di Perairan Indonesia yang biasa ditemui di habitat padang lamun. Dugong dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999." "Indonesia Terus Berupaya Lestarikan Dugong dan Padang Lamun dari Kepunahan, Bagaimana Caranya?","Selain itu, dugong sudah masuk dalam Daftar Merah oleh the International Union on Conservation of Nature (IUCN) dunia sebagai satwa yang “rentan terhadap kepunahan”. Tak cukup itu, dugong juga masuk dalam Apendiks I oleh the Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES),Dengan perlindungan berlapis tersebut, Dugong dinyatakan sebagai satwa laut yang dilindungi penuh dan tidak dapat diperdagangkan atau dimanfaatkan dalam bentuk apapun.Untuk melaksanakan hasil pelatihan, DSCP Indonesia akan memulainya di 4 lokasi, yaitu Bintan-Kepulauan Riau, Alor-Nusa Tenggara Timur, Kotawaringin Barat-Kalimantan Tengah, dan Tolitoli-Sulawesi Tengah.Dana Hibah Rp11 miliarSebelum terlibat dalam proyek DSCP, Indonesia mendapatkan dana hibah sebesar Rp11 miliar pada 2016. Dana tersebut berasal dari GEF dengan UNEP-CMS dan difokuskan untuk program pelestarian dugong dan padang lamun.Selain Indonesia, Sekretaris Direktorat Jenderal PRL KKP Agus Dermawan mengatakan, negara lain yang mendapatkan dana hibah adalah negara yang tergabung dalam proyek DSCP internasional, yaitu Malaysia, Sri Lanka, Mozambik, Madagaskar, Timur Leste, dan Vanuatu.“Dana tersebut akan digunakan untuk kegiatan penyelamatan dugong dan padang lamun selama tiga tahun, dari 2016 hingga 2018,” ungkap dia.Agus Dermawan mengatakan, setelah mendapatkan dana hibah pada 2016 lalu, pihaknya bekerjasama dengan sejumlah pihak untuk menyiapkan dan melaksanakan tiga program kegiatan untuk penyelamatan dugong dan habitat lamun.Ketiga program tersebut, kata Agus, adalah penguatan kebijakan strategi nasional dan rencana aksi untuk konservasi dugong dan habitatnya, penguatan penyadaran masyarakat dan riset terkait konservasi dugong dan padang lamun, dan manajemen pengelolaan dugong dan habitatnya berbasis masyarakat." "Indonesia Terus Berupaya Lestarikan Dugong dan Padang Lamun dari Kepunahan, Bagaimana Caranya?","Menurut Agus, meski KKP ikut berperan, namun program tersebut bukanlah program Pemerintah dan melainkan adalah program bersama dengan sejumlah pihak. Untuk proyek tersebut, pihaknya menjadikan Pulau Bintang dan Alor sebagai proyek pertama dan percontohan untuk penyelamatan dugong dan habitat lamun.“Kita sadar bahwa dugong ini semakin terancam, jadi harus ada upaya penyelamatan secara langsung dan berkelanjutan. Namun, kita tidak punya data dan informasi yang lengkap berkaitan dengan penyebaran Dugong dan habitat lamun ini,” ucap dia.Sementara, kata Agus, di sisi lain, ada fakta yang tak bisa diabaikan bahwa dugong hingga saat ini masih menjadi objek perburuan oleh masyarakat ataupun pihak tetentu. Atau, kalaupun tidak, Dugong kerap kali terperangkap dalam jaring nelayan dan itu biasanya akan dimanfaatkan untuk dipelihara oleh masyarakat.Agus menyebutkan, perlunya penyelamatan dugong dan habitat lamun, karena dugong dikategorikan mamalia laut yang siklus hidupnya sangat singkat. Dia memperkirakan, dugong paling lama bertahan hidup mencapai usia 60 tahun.“Karena itu, jumlahnya sangat terbatas. Harus dijaga dengan baik oleh kita. Dugong ini juga hanya bisa melahirkan satu bayi setiap kali melakukan masa reproduksi yang berlangsung selama tujuh tahun,” jelas dia.Konsumsi Daging DugongLebih lanjut Agus Dermawan mengatakan, terus terancamnya populasi Dugong saat ini, tidak lain karena di Indonesia, terutama di sejumlah wilayah, ada kebiasaan mengonsumsi daging dugong oleh sekelompok orang atau perseorangan. Konsumsi tersebut, tak lepas dari mitos yang masih melekat kuat di dalam komunitas masyarakat tersebut.“Masih ada mitos di masyarakat, jika mengambil air mata dugong dan taringnya, bisa dipakai untuk pesugihan. Untuk dagingnya, itu dikonsumsi oleh banyak orang. Jika dapat dugong, itu akan ada pesta yang mewah sekali,” papar dia." "Indonesia Terus Berupaya Lestarikan Dugong dan Padang Lamun dari Kepunahan, Bagaimana Caranya?","Menurut Agus, jika terus dibiarkan kebiasaan tersebut, maka populasi dugong akan semakin terancam di Indonesia. Karenanya, butuh penanganan lebih jauh untuk menyelamatkan dugong dan habitat lamun dari ancaman kepunahan. [SEP]" "Pegiat Lingkungan: Masalah Agraria dan Lingkungan di Jawa Timur Harus Diselesaikan","[CLS]   Konflik agraria dan ekologi yang terjadi di Jawa Timur, tak jarang membenturkan masyarakat dengan korporasi, aparatur pemerintah, dan aparat militer. Kondisi ini merupakan pemandangan nyata yang ada di depan mata.Data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur menunjukkan, ada 127 kasus agraria dan lingkungan, yang mengakibatkan penyerobotan tanah rakyat dan kerusakan lingkungan.“Tiap tahun, jumlah konflik tidak turun. Mungkin ada kesalahan dalam hal pengelolaan alam dan regulasinya,” terang Rere Christanto, Direktur Eksekutif Walhi Jawa Timur.Rere menyebut, migas dan tambang mineral merupakan ancaman serius bagi kelestarian lingkungan, karena berpotensi menimbulkan konflik sosial di tengah masyarakat. Hal ini berkaitan erat dengan aturan yang tidak berpihak pada lingkungan maupun masyarakat kecil. “Dorongan investasi di sektor ekstraktif, seperti pertambangan migas maupun mineral, menjadikan masyarakat harus berhadapan dengan kekuasaan.”Di sektor migas, di Jawa Timur ada 63 Wilayah Kerja Pertambangan. Pembagiannya, 31 Wilayah Kerja Pertambangan dengan status eksploitasi atau KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) dan 32 Wilayah Kerja Pertambangan yang sedang dalam status eksplorasi.Sementara di sektor pertambangan mineral dan batubara, data yang dihimpun melalui Korsup KPK (Koordinasi-Supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi) menunjukkan, per 29 Agustus 2016, jumlah izin usaha pertambangan (IUP) di Jawa Timur mengalami penurunan. Bila dibanding data Kementerian ESDM, dari 378 IUP di 2012, menjadi 347 IUP pada 2016.Namun, luasan lahan pertambangan di Jawa Timur justru mengalami peningkatan signifikan. Bila di 2012 seluas 86.904 hektare, meningkat menjadi 551.649 hektare di 2016. Kenaikan hingga 535 persen ini hanya dalam kurun waktu 4 tahun." "Pegiat Lingkungan: Masalah Agraria dan Lingkungan di Jawa Timur Harus Diselesaikan","Menurut Rere, bencana yang terjadi akhir-akhir ini, salah satunya akibat kegagalan mengelola sumber daya alam, serta wilayah-wilayah yang seharusnya menjadi daerah resapan diubah peruntukannya. “Wilayah hutan penyangga dibabat habis. Ini yang mendorong munculnya bencana-bencana ekologis.”  Komitmen Walhi Jawa Timur, secara umum juga, mempertanyakan komitmen pemerintahan Presiden Joko Widodo di bidang reforma agraria, yang merupakan bagian dari Nawacita. Pemerintah harus segera melakukan perubahan, melalui pemberian kepastian hukum terhadap petani dan rakyat kecil, serta penyelesaian konflik. Sebagaimana yang dialami petani di Wongsorejo, Banyuwangi, Sengon, dan Blitar.“Dampaknya tentu saja pada kehidupan masyarakat, kedaulatan pangan, krisis ekologi, dan penghancuran sosial budaya,” kata Rere, awal pekan ini.Dion Mulder dari Serikat Mahasiswa Indonesia, yang tergabung dalam Koalisi Jawa Timur Peduli Agraria (Jelaga) mengatakan, masyarakat sering menjadi pihak yang dikalahkan ketika konflik berlangsung. “Persoalan Lumajang adalah contoh nyata,” ujarnya.Selain kasus tambang pasir besi di Lumajang, Dion juga menyoroti kasus agraria dan lingkungan lainnya yang terjadi di Jawa Timur. Sebut saja tambang emas di Tumpang Pitu Banyuwangi, Jember, dan beberapa daerah di pesisir selatan Jawa Timur. “Penyelesaian kasus-kasus tersebut harus mengedepankan dialog, dengan memprioritaskan lingkungan hidup ketimbang investasi semata,” paparnya.   [SEP]" "Tanah Bergerak, “Murka” Alam yang Sering Terjadi di Bogor","[CLS] Fenomena geologi gerakan tanah yang banyak terjadi di wilayah dataran tinggi sering menimbulkan kekhawatiran, terlebih bagi masyarakat yang tinggal di sekitar area tersebut. Bogor, kabupaten dan kota, adalah wilayah rawan akan tanah bergerak yang berujung pada bencana longsor. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mencatat, ada sekitar 40 titik daerah rawan longsor yang teridentifikasi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.Merunut permasalahan, mengapa Bogor kerap mengalami fenomena tersebut?Peneliti sekaligus dosen Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjajaran Bandung, Dicky Muslim kepada Mongabay Indonesia menjelaskan, pergerakan tanah atau longsor pada prinsipnya terjadi bila gaya pendorong di lereng atas lebih besar dari gaya penahan di bawahnya. Hal ini disebabkan dua faktor mendasar.Pertama, faktor pendorong, berkaitan dengan hal yang memengaruhi kondisi material itu sendiri. Kedua, adanya pemicu yang bisa berkaitan langsung dengan penyebab bergeraknya material tersebut.“Keduanya berkait dan kita bisa membedakannya. Faktor pendorong, misalnya di wilayah tersebut memang material batuan dan tanahnya lapuk, sehingga mudah tergerus apabila air meresap ke dalam terus-menerus. Untuk faktor pemicu, timbul akibat aktivitas di atas permukaan tanah yang menyebabkan bobot tanah meningkat hingga tidak mampu lagi menopang beban,” papar Dicky, Kamis (5/4/2018).Baca: Alih Fungsi Kawasan Hutan, Pemerintah Segel Belasan Bangunan dan Villa di Puncak  Lebih lanjut Dicky menerangkan, karakteristik batuan dan tanah di wilayah Bogor memang memiliki potensi gerakan cukup besar. Ini didasari topografi dengan kemiringan lereng curam dan kondisi geologis berupa tanah vulkanologis dari gunung api muda yang ada di sekitarnya." "Tanah Bergerak, “Murka” Alam yang Sering Terjadi di Bogor","Batuan endapan gunung api, batuan sedimen kecil bercampur pasir, kerikil, dan lempung cenderung lapuk dan kurang kuat. Batuan jenis itu, kata dia, akan mudah bergerak apabila mengalami proses pelapukan.  Selain dua faktor mendasar tadi, ada pengaruh lain yang juga sangat penting, yaitu air. Air merupakan unsur kunci dalam proses terjadinya gerakan tanah. Sistem drainase yang tidak begitu baik ditambah vegetasi di lereng yang terus menghilang ikut menyumbang terjadinya pergeseran tanah dan longsor di wilayah Bogor.“Tanah memiliki tingkat korosi yang tinggi, sangat mudah untuk meresap air. Sementara daya serap alami dari pepohonan sudah tidak ada, air terus masuk ke dalam tanah, ditambah beban dari aktivitas di permukaan yang semakin meningkat. Jadilah pergeseran tanah itu,” tambahnya.  Pemaparan Dicky Muslim diperkuat oleh peneliti Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Agus Budianto. Menurut Agus, geomorfologi Bogor yang berbukit dengan lereng curam, dibangun dengan endapan material pelapukan dari batuan gunung api muda. Di samping itu, aktivitas manusia yang tidak terkontrol, serta curah hujan tinggi menyebabkan potensi longsor semakin besar.“Posisi Bogor ini persis di lembah Pangrango dan Salak. Sebagian besar batuan dan tanahnya dibangun dari material gunung api dengan tingkat kelapukan yang sangat tinggi. Sementara, tata kelola kawasan selama ini belum optimal, memicu banyaknya pembangunan infrastruktur yang tidak sehat dengan tidak memerhatikan lingkungan,” terangnya, kepada Mongabay Indonesia kemarin.Baca juga: Bogor yang Rindu Hujan    MitigasiAgus Budianto yang juga menjabat Kepala Bidang Mitigasi Gerakan Tanah PVMBG mengatakan, aktivitas gerakan tanah masih berpotensi cukup tinggi di sejumlah titik wilayah Bogor. Berdasarkan peta potensi gerakan tanah yang dikeluarkan Badan Geologi, khusus kawasan Puncak, masih berada di zona merah gerakan tanah." "Tanah Bergerak, “Murka” Alam yang Sering Terjadi di Bogor","“Badan Geologi setiap bulannya selalu memperbarui peta prakiraan zona kerentanan gerakan tanah. Peta itu disusun dari hasil overlay atau tumpang susun antara peta zona kerentanan gerakan tanah yang diterbikan Badan Geologi dengan peta prakiraan curah hujan yang diterbitkan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG),” jelasnya.  Dia menambahkan, peta itu juga, rencananya akan disempurnakan dengan overlay pertumbuhan permukiman dan pertumbuhan perubahan lahan. Namun, Agus menegaskan informasi pada peta kerentanan gerakan tanah tersebut bukan diperuntukkan mencegah kejadian. Melainkan, sebagai peringatan dini, antisipasi, dan mencegah korban bila terjadi longsor.“Upaya preventif ini, harapannya agar semua stakeholder mengambil langkah untuk wilayah prioritas rentan longsor. Selain itu, masyarakat yang berada di sekitar wilayah rentan gerakan tanah juga harus aktif menjaga. Apabila ada retakan sedikit apapun, jangan hanya diam, karena itu bisa jadi tanda-tandanya,” pungkas Agus. Dilansir dari situs resmi Badan Geologi, kejadian gerakan tanah atau longsor periode Maret 2018 yang melanda sebagian besar Jawa, dipicu oleh intensitas curah hujan tinggi hingga sangat tinggi. Sepanjang Maret, setidaknya terhitung 146 kejadian gerakan tanah atau tanah longsor di 43 kabupaten/kota. Kejadian longsor juga berulang kali terjadi di kawasan Puncak (Cianjur dan Bogor) termasuk kawasan Puncak Pass. Longsor di kawasan tersebut sudah sering, kejadiannya mulai Januari 2009, 2013, 2014, dan 2018 ini.   [SEP]" "Begini Kisah Desa Salenrang yang Sukses Tolak Tambang Dengan Wisata","[CLS] Kawasan wisata Rammang-rammang di Desa Salenrang, Kabupaten Maros, cukup populer bagi warga Sulawesi Selatan karena keindahan alamnya yang diapit oleh pegunungan karst. Menyimpan misteri tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung.Pengelolaan kawasan ini untuk wisata dilakukan baru tiga tahun terakhir ini. Dulunya, kawasan ini hanya dikenal sebagai pegunungan kapur yang kaya akan marmer. Lokasinya yang tak jauh dari pabrik semen Bosowa, menjadikannya rentan untuk dieksploitasi.Bahkan beberapa perusahaan sedang mempersiapkan penambangan di daerah ini, meski kemudian terhenti karena mendapat penolakan dari warga yang tergabung dalam Persatuan Rakyat Salenrang (PRS).Tak ingin tambang ini masuk lagi ke daerah tersebut warga kemudian berinisiasi melakukan upaya perlindungan melalui pendekatan lain, yaitu melalui wisata. Pariwisata menjadi alat perjuangan warga merebut ruang kelola wilayah dari dominasi swasta dan pemerintah.baca : Rammang-Rammang, Keajaiban Alam Berpadu Sejarah Panjang Kehidupan Manusia  “Pariwisata ini hanya salah satu cara untuk merebut ruang-ruang kelola yang bisa kami bangun. Jadi ini bukan soal pariwisata semata, hanya saja kebetulan kami pasnya di situ. Ini soal ruang kelola. Kami dapat legalitas di pariwisata, sehingga kami masuki di situ,” ungkap Iwan Dento, panggilan akrab Muhammad Ikhwan, aktivis PRS, yang kini menjadi penanggung jawab wisata Rammang-rammang, awal Juli 2018.Bagi Iwan, perjuangan itu tidaklah mudah, karena kadang harus berbenturan dengan kepentingan pemerintah dan swasta. Pengelolaan wisata ini akhirnya dilakukan secara mandiri tanpa dukungan dari Pemda setempat. Dukungan terbesar justru datang dari Pemerintah Desa. Untuk pengelolaan, mereka membentuk wadah bernama Kelompok Sadar Wisata Hutan Batu." "Begini Kisah Desa Salenrang yang Sukses Tolak Tambang Dengan Wisata","“Selama ini memang kami masih jalan sendiri. Pemda belum pernah ada event apa pun di sini. Bahkan kami dianggap rival dari kawasan wisata Bantimurung dan Leang-leang yang dikelola Pemda. Mereka kan kejar PAD Rp8 miliar/tahun, sementara kami masuknya di PA Desa,” ungkap Iwan.Meski tanpa dukungan Pemda, pengelolaan wisata Rammang-rammang ini terbilang sukses. Tercatat, ada 70 ribu wisatawan domestik dan mancanegara selama 2017. Tahun 2018 diperkirakan melampaui jumlah itu. Industri wisata ini menjadi sumber pendapatan utama bagi 60 persen KK atau sekitar 282 KK dari 500 KK yang ada di desa Salenrang, baik dari usaha penyewaan perahu, kuliner, petugas kebersihan, penginapan, parkir.Dari retribusi dan penyediaan jasa, diperoleh pemasukan hingga Rp15 juta/bulan. Sebanyak 30 persen masuk kas desa, sisanya digunakan untuk biaya operasional pengelola wisata.“Jadi ini tak menjadi beban, malah saling bersinergi dengan pemerintahan desa,” tambahnya.baca juga : Beginilah Kawasan Wisata Rammang-rammang, Bentuk Perlawanan Warga terhadap Tambang  Sinergi pengelola wisata dengan Pemdes Salenrang, tidak hanya dalam hal kontribusi PAD tetapi juga dalam hal alokasi Anggaran Dana Desa (ADD). Pada 2017 misalnya, sebagian ADD digunakan untuk pembangunan area kuliner, dermaga, dan pembebasan lahan untuk kawasan parkir.“Desa kami mungkin satu-satunya desa yang punya aset tanah di Maros hingga bagian aset di Pemda bingung bagaimana pengaturannya, karena selama ini belum ada contoh. Aset ini peruntukannya jelas, begitu juga dengan income-nya. Kami membebaskan lahan dan tidak membiarkannya terlantar.”Pembangunan kawasan wisata ini terus berlangsung. Pada 2018, rencananya dibangun area outbond, menggunakan dana desa dan hasil pendapatan pengelolaan wisata.menarik dibaca : Menelusuri Jejak Wallace di Maros Pengelolaan Sampah" "Begini Kisah Desa Salenrang yang Sukses Tolak Tambang Dengan Wisata","Ada hal menarik dalam pengelolaan wisata Rammang-rammang, yaitu upaya meminimalisir sampah pengunjung demi menjaga keaslian dan keasrian kawasan ini. Iwan menginisiasi lahirnya Toko Sampah, yang dikelola bersama istrinya, Marwah.“Kita di sini ada program Jumat Menimbang. Setiap Jumat, warga yang punya sampah plastik dan kertas bisa menjualnya ke sini. Kita beli sesuai dengan harga yang berlaku di pasaran,” ujar Iwan.Awalnya jual beli sampah dilakukan tunai. Belakangan Iwan mengubahnya menjadi penukaran dengan barang-barang kebutuhan rumah tangga, seperti baskom, kompor gas, parut kelapa, toples kue, dan lain-lain.“Mereka bisa memesan barang apa yang diinginkan. Nanti mereka membayar secara cicil, dihitung sesuai dengan jumlah sampah yang mereka setor. Tinggal dikonversi saja nilai sampah tersebut ke dalam bentuk uang,” katanya.  Marwah mengakui besarnya antusiasme warga mengikuti program tersebut. Dalam seminggu jumlah sampah yang terkumpul hingga ratusan kilogram.“Mereka lebih senang ditukar dengan barang dibanding dibayar cash, karena kalau uang mungkin terlihat nilanya sedikit. Beda jika ditukar dengan barang-barang kebutuhan rumah tangga langsung kelihatan hasilnya. Mereka bayarnya pun tidak menjadi beban karena cukup dibayar dengan sampah.”Jual beli sampah ini, dinilai Iwan, sebagai solusi ganda, permasalahan persampahan terselesaikan, sekaligus menguntungkan bagi warga setempat.Belakangan Iwan juga mengembangkan program Ecobrick di mana ia membeli sampah plastik dari masyarakat berupa sampah plastik kresek yang dipadatkan dalam botol plastik. Botol-botol ini nantinya bisa digunakan untuk macam-macam kebutuhan, seperti pembuatan kursi, dinding dan taman.“Ini menggantikan fungsi batu bata. Sementara pengembangan, namun Pemdes siap menjadi mitra membeli Ecobrick yang kami kumpulkan. Bisa untuk bikin taman desa, pot, kursi dan macam-macam.”  Perda Perlindungan Karst " "Begini Kisah Desa Salenrang yang Sukses Tolak Tambang Dengan Wisata","Perjuangan warga Salenrang untuk memperoleh kepastian ruang kelola tidak terbatas pada pariwisata, tetapi juga jaminan hukum wilayah hidupnya. Caranya dengan menggagas lahirnya Perda Perlindungan Kawasan Karst. Prosesnya kini dalam tahap penuntasan draf sebelum diajukan di DPRD.“Kebetulan ada anggota dewan yang mau memperjuangkan Perda ini. Makanya Perda ini kemudian menjadi inisiatif dewan,” lanjut Iwan.Keberadaan Perda ini sangat penting bagi warga Salenrang yang tinggal di sekitar kawasan karst, termasuk keberlangsungan industri pariwisata mereka.“Ini akan berdampak pada keberlangsungan wilayah kelola. Saya tidak bisa menjamin kalau saya tidak di sini lagi apakah pariwisata di Rammang-rammang ini akan tetap berlanjut. Kami berharap aktivitas kami sekarang ini akan bisa diwariskan ke generasi mendatang. Kita butuh pengakuan negara, karena ini ternyata penting. Makanya saya berambisi untuk mewujudkan pengakuan ini,” katanya.Perda Perlindungan Karst bakal melindungi kawasan dari dampak eksploitasi yang berlebihan, baik dari perusahaan ataupun masyarakat sendiri. Termasuk potensi konflik masyarakat dengan pemerintah.“Konflik akan bisa dihindari dengan adanya kejelasan batas-batas ruang kelola ini, dan itu harus melibatkan dan mempertimbangkan keberadaan masyarakat yang ada di sekitar kawasan,” jelas Iwan.baca : Miris! Beginilah Kondisi Karst Maros-Pangkep  Keberadaan Perda ini juga penting bagi Rammang-rammang untuk mendapat pengakuan global dari UNESCO. Baru-baru ini, Rammang-rammang telah mendapat pengakuan sebagai site geopark, tapi baru sebatas pengakuan nasional.“Untuk menuju pengakuan global melalui UGG, UNESCO Global, syaratnya harus ada regulasi daerah sebagai pendukung. Makanya keberadaan Perda ini nantinya akan semakin meneguhkan kawasan ini dalam perlindungan global.”  [SEP]" "Kisruh Tambang Emas Rakyat Tak Berujung di Kalimantan Barat","[CLS] Water Cannon Polres Kapuas Hulu menyemprotkan air tekanan tinggi. Tujuannya memecah konsentrasi massa di ruas Jalan Rahadi Usman, tepatnya di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, 24 April 2018 lalu. Namun, massa terus merangsek ke gedung yang pagarnya dikunci dan dijaga ratusan petugas keamanan itu.Di sudut berbeda, seorang pria mengenakan helm, berkemeja putih dengan ransel hitam, maju ke arah gedung DPRD. Tangannya mengapit Traffic Cone. Kerucut berwarna oranye yang digunakan untuk pembatas jalur lalu litas itu dilemparkannya ke arah gerbang besi. Teriakan di belakang pria ini pun makin ramai. Lainnya seolah terpicu. Seorang lagi di sisi lain coba maju, namun semprotan air keburu menghentikan aksinya.Kayu, batu dan beberapa benda yang didapati massa di jalan dilempar ke agar gedung wakil rakyat itu. Beberapa petugas yang membaur dengan massa coba menghalau. Adu mulut terjadi. Situasi bertambah panas, teriakan demi teriakan terdengar. Isinya caci maki. Media massa setempat menyebutkan, jumlah pelaku unjuk rasa saat itu hampir seribuan. Baku hantam dengan petugas keamanan tak dapat dihindari, kaca jendela dan pintu gedung DPRD rusak. Namun, kericuhan bisa diatasi walau ada petugas yang terluka, begitu pun warga.Massa berasal dari sembilan kecamatan di Kapuas Hulu. Di tempat mereka, baru saja digelar operasi penertiban pertambangan emas tanpa izin (PETI) oleh jajaran Kepolisian Daerah Kalimantan Barat, melalui Kepolisian Resor Kapuas Hulu. Delapan orang ditahan, alat-alat disita. Kegiatan ini ditengarai penyebab rusaknya ekosistem Sungai Kapuas dan lingkungan sekitar. Merkuri yang digunakan, didapat melalui jalur tidak resmi." "Kisruh Tambang Emas Rakyat Tak Berujung di Kalimantan Barat","Muhammad Dahar, didapuk sebagai koordinator aksi unjuk rasa. “Penertiban yang dilakukan pihak kepolisan membuat masyarakat resah. Selama ini masyarakat menggantungkan hidup dengan mencari emas,” ujar Dahar, saat mediasi. Dia minta dicarikan solusi, diberi izin untuk menambang. Tak lagi diburu dan dibui.Perdebatan panjang pun terjadi. Hingga akhirnya tercapai kesepakatan, setelah para pihak bertemu. Ada anggota DPRD, kepolisian, wakil masyarakat, dan pemerintah. Isinya, masyarakat dapat menambang seperti biasa tanpa ada gangguan dari pihak manapun. Polisi tidak boleh melakukan penertiban sambil menunggu proses perizinan tambang rakyat. DPRD Kapuas Hulu pasang badan. Mereka akan memfasilitasi pembentukan tim untuk koordinasi dengan pemerintah provinsi dan pusat, terkait kekisruhan ini.Baca: Operasi Serentak di Enam Lokasi PETI Dilakukan, Para Pelaku Kabur Lebih Dulu  Usut provokatorDemo tersebut tidak menyurutkan jajaran Polda Kalbar melakukan penertiban. Serangkaian operasi tetap dilakukan di daerah lain. Kepolisian Resor Sanggau mengamankan sembilan penambangan emas tanpa izin dari sejumlah lokasi berbeda. Operasi dilakukan di seluruh wilayah hukum Polres Sanggau selama 14 hari.Di Kepolisian Resor Singkawang, 18 tersangka PETI ditangkap. Polisi menggrebek para pelaku di lokasi berbeda, di Jalan Wonosari, Kelurahan Roban, Kecamatan Singkawang Tengah; Jalan Sungai Pinang, Kelurahan Sagatani; dan di Embung, Kelurahan Pajintan, Kecamatan Singkawang Timur. Selain mengamankan barang bukti, polisi memusnahkan 12 mesin dompeng dengan membakarnya di lokasi.Di Kabupaten Melawi, lima pelaku di Kecamatan Menukung ditangkap. Mereka dijerat pasal 158 UU RI Nomor 4 Tahun 2009, tentang pertambangan mineral dan batubara, Juncto pasal 55 KUHP, ancaman hukuman di atas sepuluh tahun penjara dan denda Rp10 miilar. Operasi dengan sandi ‘PETI Kapuas’ dilakukan di seluruh jajaran Polda Kalbar." "Kisruh Tambang Emas Rakyat Tak Berujung di Kalimantan Barat","Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Barat, Inspektur Jenderal Polisi Didi Haryono, menolak kompromi. “Tambang tanpa izin berdampak rusaknya ekosistem, tak hanya di lokasi,” ujarnya kepada media di Markas Polda Kalbar, 25 April 2018. Merkuri atau air raksa mencemari ekosistem Sungai Kapuas, hingga ke hilirnya.“Sudah dilarang Presiden dan Kapolri,” ungkapnya. Dia sependapat tambang emas rakyat ini dicarikan solusi. Para pekerja harus buka mata pada bahaya yang dihadapi, dampak racun merkuri akan terus menghantui bila terpapar setiap hari.Baca juga: Kala Presiden Instruksikan Hapus Penggunaan Merkuri pada Tambang Emas Rakyat  Polda Kalbar akan melakukan rapat koordinasi dengan seluruh pemerintah daerah terkait isu PETI ini. Termasuk, dengan anggota legislatif agar ada kesamaan persepsi. Sementara itu, penyidikan hasil operasi terus berjalan. Polisi akan membidik para penadah. Termasuk adanya kemungkinan pihak-pihak yang memprovokasi kegiatan penertiban tersebut. “Akan kita dalami dulu, jangan sampai ada yang melegalkan yang ilegal,” kata Didi.Persoalan ini bagai dejavu bagi Polda Kalbar. Tahun 2015 lalu, Arief Sulistyanto yang saat itu menjabat Kapolda Kalbar menghadapi masalah serupa. Kini Arief menjabat sebagai asisten Sumber Daya Manusia Kapolri, dua bintang tersemat dibahunya. Salah satu prestasinya di Kalimantan Barat adalah memberantas PETI dengan pasal berlapis. Lantaran persoalan PETI sangat komplek. Ada banyak kepala yang harus dinafkahi. Perut-perut yang harus diberi makan. Juga kebutuhan akan sandang dan papan." "Kisruh Tambang Emas Rakyat Tak Berujung di Kalimantan Barat","“Ini bukti penegakan hukum di hilir, tidak akan pernah menjadi solusi. Ini soal perut. Selama belum selesai, akan terus terjadi,” cetus Arief saat itu. Arief pun mengusut para pemodal. Undang-undang pencucian uang diterapkan. Alur uang haram itu diikuti. Seorang pengusaha emas di kawasan Pontianak Utara dibekuk. Di kediamannya ditemukan alat-alat peleburan emas. Seorang rekannya pun dijerat. Konstruksi hukum yang dibangun Arief hingga kini masih diterapkan.  Cari solusiIstilah PETI diberikan pada penambangan swadaya masyarakat yang tidak mengantongi izin pemerintah. Kegiatan ini seringkali tidak memerhatikan aspek kerusakan lingkungan dan kesehatan. Modus operandinya menyedot serta mengeruk dasar dan dinding sungai menggunakan mesin dompeng. Proses pemisahan emasnya, sebagian besar pelaku, menggunakan merkuri yang air bilasannya kembali ke sungai. Mesin-mesin penyedot pasir itu ditambat di rakit, perahu, atau di darat.Pekerja tambang langsung menjual emasnya ke pengepul. Harga beli sesuai kesepakatan. Hasil yang didapat, tentu lebih besar dari pekerja bangunan atau buruh perkebunan kelapa sawit. Namun, risiko juga besar. Tak jarang tanah longsor akibat sedotan mesin, memakan korban jiwa.Disisi lain, teknik ini menyebabkan banyak emas berkadar redah tertinggal. Pasalnya, mereka hanya memilih emas berkadar tinggi saja, tidak ada upaya pemulihan lokasi juga.United Nations Environmental Program (UNEP) pada 2013, mengidentifikasi sektor pertambangan emas skala kecil (PESK) sebagai penyumbang utama emisi dari merkuri 37 persen, diikuti PLTU batubara 24 persen. Asia Timur dan Asia Tenggara menyumbang penyebaran merkuri mencapai 39,7 persen. Indonesia pun berada di zona merah peredaran dan pemanfaatan merkuri. Setiap tahunnya 200 ton merkuri dilepaskan (dirilis) ke udara, tanah dan perairan." "Kisruh Tambang Emas Rakyat Tak Berujung di Kalimantan Barat","Pemerintah Provinsi Kalbar mengambil alih penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) sejak Undang-undang 23/2014 tentang Pemerintah Daerah berlaku Oktober 2016 lalu. Maka, solusi kasus ini ada di tingkat provinsi. Wakil Bupati Kapuas Hulu, Antonius Pamero mengatakan, penetapan wilayah pertambangan rakyat (WPR) bisa jadi jalan keluarnya. “Tentunya, dengan cara-cara yang tidak merusak lingkungan. Misalnya, penggunaan merkuri tidak mencemari sungai,” tambahnya.Pasal 26 PP 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan menyebutkan, kriteria penetapan WPR adalah; mempunyai cadangan mineral sekunder yang terdapat di sungai dan/atau di antara tepi dan tepi sungai, mempunyai cadangan primer logam atau batubara dengan kedalaman maksimal 25 meter, ada endapan teras, dataran banjir, dan endapan sungai purba.Selain itu, luas maksimal WPR adalah 25 hektar. Wilayah tersebut juga harus sudah dikelola masyarakat setidaknya minimal 15 tahun. Dalam menetapkan WPR, bupati/walikota berkewajiban melakukan pengumuman mengenai rencana WPR kepda masyarakat secara terbuka.Setelah penetapan WPR, tahap selanjutnya adalah bupati/wali kota memberikan izin pertambangan rakyat (IPR). Izin bisa diberikan kepada penduduk setempat, baik perseorangan maupun kelompok masyarakat, atau koperasi.Sebelum memberikan IPR, ada syarat teknisnya. Pengaju harus membuat surat pernyataan yang memuat aturan kedalaman sumur, penggunaan pompa mekanik, penggelundungan atau permesinan dengan jumlah tenaga maksimal 25 horse power untuk 1 IPR; dan tidak menggunakan alat berat atau bahan peledak.  " "Kisruh Tambang Emas Rakyat Tak Berujung di Kalimantan Barat","Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menciptakan prototipe teknologi pengolahan emas tanpa merkuri untuk penambang emas skala kecil. Direktur Pusat Teknologi Pengembangan Sumber Daya Mineral BPPT Dadan Moh Nurjaman mengatakan, penggunaan tanpa merkuri membuat perbaikan lingkungan mencapai 80 hingga 90 persen,” katanya di Jakarta, tahun lalu. Bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pilot project pengolahan emas bebas merkuri dilakukan di Pacitan, Banyumas, Lebak, dan Pulau Buru. Alternatif teknologi yang ditawarkan BPPT adalah pemanfaatan reaktor yang bisa mensubstitusi penggunaan merkuri untuk PESK bahkan industri.Direktur Indonesian Institute For Sustainable Mining (IISM) Rezki Syahrir mengatakan, kelemahan usaha pertambangan saat ini adalah cara pandang dari sisi hukum positif saja. “Kearifan lokal masyarakat yang harus dihargai, terkait sosial dan lingkungan mereka yang berurusan langsung dengan lingkungan sekitarnya,” katanya saat seminar nasional mengenai pertambangan di Universitas Tanjungpura, Pontianak, tahun lalu.Dia mengatakan, pengelolaan lingkungan berbasis kearifan lokal harus dilihat sebagai upaya pemenuhan aspek sosial masyarakat di sekitar areal penambangan. Regulasi yang ada tidak mengatur hal itu. “Pemerintah harus bisa menakar dalam membuat aturan, untuk siapa dan aturan yang mana,” pungkasnya.   [SEP]" "Bahaya Luar Biasa, Andai Cula Badak dan Tulang Harimau Dilegalkan di China","[CLS]  Pemerintah China telah membuat kebijakan kontroversi yang mengundang amarah pegiat lingkungan. Negeri Tirai Bambu ini akhir Oktober 2018 melegalkan cula badak dan tulang harimau sebagai bahan baku obat tradisional meski dalam perkembangannya kebijakan itu ditunda, mulai 12 November 2018 hingga waktu yang belum ditentukan. Indonesia, negara pemilik dua jenis badak dan harimau sumatera, tentu saja harus mewaspadai dampak aturan “menyesatkan” tersebut.Kepala Subdit Pengawetan Jenis Direktorat KSDAE KLHK Puja Utama mengatakan, badak merupakan satwa dilindungi. Memperjualbelikan satwa dan organ tubuhnya merupakan tindak pidana. Terkait dengan kebijakan Pemerintah China yang hendak melegalkan perdagangan cula badak, dia dengan tegas menolak hal tersebut.“Kebijakan China ini akan membuat semakin rentannya populasi badak di Indonesia. Kita harus lebih waspada. Tetapi, biasanya hal itu diputuskan di COP CITES dan kita akan memberikan pertimbangan. Indonesia melindungi badak sumatera dan badak jawa. Di Afrika dulu boleh. Tapi di Indonesia tidak, karena jelas dilindungi, juga memperjualbelikan bagian tubuhnya dilarang” jelasnya di Jakarta, Jum’at (16/11/2018).Puja mengatakan, jika kebijakan Pemerintah China tetap diberlakukan, akan mengancam populasi badak Indonesia. Walaupun nanti, misalnya cula badak diambil dari Afrika, tapi ada kemungkinan akan dicampur dengan cula badak hasil perburuan gelap di Indonesia.“Prinsipnya, kita tidak mendukung kebijakan tersebut karena akan menambah tekanan populasi badak. Di alam, kita punya tim perlindungan dan pemantau di Sumatera dan Jawa yang baik, bekerja 20 hari sebulan. Bergantian. Di Sumatera juga tim mengumpulkan jerat,” lanjutnya.Baca: Badak Sumatera, Apakah Baik-baik Saja di Habitatnya?  Di China, cula badak yang akan digunakan untuk pengobatan tradisional, menurut Puja, harus dipertanyakan dari mana sumbernya. Sebab, di China tak ditemukan badak." "Bahaya Luar Biasa, Andai Cula Badak dan Tulang Harimau Dilegalkan di China","“Badak dari mana, China tak punya. China yang menjadi anggota CITES harusnya tunduk pada aturan dan tak bisa sembarang memutuskan. China memang jadi bahasan karena menggunakan organ satwa liar sebagai bahan pengobatan. Itu juga menjadi bahasan di CITES yang terdiri 197 negara anggota,” tuturnya.Baca: Kisah Romantis Perilaku Kawin Badak Jawa  Direktur Forum Konservasi Leuser (FKL) Rudi Putra, dihubungi terpisah menyatakan, hingga saat ini perburuan satwa langka termasuk badak dan harimau sumatera masih terjadi di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL).“Salah satu cara yang harus dilakukan untuk menekan perburuan satwa langka di KEL adalah dengan meningkatkan patroli pengamanan. Saat ini ada 26 tim Ranger yang dimiliki FKL,” terangnya.Rudi menambahkan, jika kebijakan China itu benar-benar diberlakukan, pengamanan satwa di hutan Leuser harus lebih ditingkatkan, melebihi yang selama ini dilakukan.   “Setiap saat harus ada tim patroli,” ujarnya.  Cula badak merupakan keratin yang menggumpal, pengembangan jaringan epidermis seperti kuku atau rambut pada manusia. Keratin merupakan manfaat protein yang diproduksi oleh folikel keratin. Cula tidak memberikan nilai positif untuk manusia, kecuali berguna pada badak itu sendiri sebagai pertahanan diri.Penelitian yang dipublikasikan di Journal of Ethnupharmaculogy, 33 (1991) 45-50, Elsevier Scientific Publishers Ireland Ltd, menunjukkan sesungguhnya tanduk kerbau dapat digunakan sebagai pengganti cula badak untuk mengobati hipertermia. Terutama, bila disiapkan dengan herbal atau bahan yang sesuai dengan prinsip-prinsip resep senyawa pengobatan China. Meski, ada kemungkinan dosis lebih tinggi dari tanduk kerbau diperlukan dalam pengobatan itu. Kajian ilmiah tersebut berjudul Ethnopharmacology of rhinoceros horn. II: antipyretic effects of prescriptions containing rhinoceros horn or water buffalo horn." "Bahaya Luar Biasa, Andai Cula Badak dan Tulang Harimau Dilegalkan di China","Baca: Kenapa Permintaan Cula Badak, Gading Gajah, dan Tulang Harimau Tinggi di Asia?  Perburuan akan meningkatKepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh saat menjadi pembicara diskusi terarah garapan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh bersama Forum Koservasi Leuser (FKL), 14 November 2018 menjelaskan, kebijakan China sangat berpengaruh terhadap populasi harimau sumatera di Aceh.“Jumlah harimau di Aceh berkisar 150 hingga 200 individu, berdasarkan survei 2013-2015. Populasinya tersebar di Kawasan Ekosistem Leuser juga hutan Ulu Masen,” terang Sapto Aji Prabowo.Sapto mengatakan, tanpa ada aturan yang melegalkan cula badak dan tulang harimau di China, perburuan satwa dilindungi saja terus terjadi. Bila aturan itu benar-benar diberlakukan, dipastikan perburuan makin meningkat.“Kulit, tulang harimau, serta cula badak dan awetan satwa lainnya yang dicuri di Indonesia, khususnya di Aceh, umumnya dikirim ilegal ke China. Apa jadinya jika diperbolehkan di China, tentu saja akan mempercepat kepunahan satwa kebanggaan Indonesia ini,” jelasnya.Baca juga: Melihat Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Harimau Sumatera 2018-2028. Seperti Apa?  Sapto menambahkan, selain perburuan, nasib harimau sumatera makin tragis karena pengrusakan habitat: perambahan hutan maupun pembalakan liar. Selain itu, pengungkapan kasus perburuan harimau dan satwa liar sulit diungkap sebagaimana peredaraan narkoba. Dari kasus yang dibongkar, perdagangan bagian tubuh satwa liar tidak dilakukan satu orang, tapi jaringan.“Bisa jadi tidak saling kenal. Sulit dilacak hingga ke pembeli utama,” ujarnya.  Ahli konservasi harimau sumatera, Hariyo Tabah Wibisono dalam diskusi itu mengatakan, sejumlah pihak sedang melakukan survei populasi harimau sumatera di sejumlah habitat. “Diharapkan berjalan maksimal sehingga bisa didapat data akurat sebaran harimau dan informasi pendukung lainnya.”" "Bahaya Luar Biasa, Andai Cula Badak dan Tulang Harimau Dilegalkan di China","Hariyo menyebutkan, saat ini juga dipastikan   konservasi harimau di beberapa tempat yang sudah berjalan baik bisa ditingkatkan. Habitat harimau yang terabaikan juga mulai diperhatikan. “Harapannya, konservasi harimau bisa menggandakan populasi pada lanskap besar di 2022,” ujarnya.Lelaki disapa Bibah ini melanjutkan, perlindungan koridor harimau yang menghubungkan dua kawasan hutan sangat penting dilakukan agar harimau bisa berpindah dari satu lokasi ke lokasi lain.   “Seperti hutan penghubung Kawasan Ekosistem Leuser dengan Ulu Masen di wilayah Beutong, Kabupaten Nagan Raya. Hutan ini sangat penting karena di Ulu Masen populasi harimau berkurang dan harimau dari Leuser bisa pindah ke kawasan ini,” tandasnya.   [SEP]" "Seekor Penyu Terjaring Nelayan Sikka, Bagaimana Nasibnya?","[CLS] Seekor penyu hijau (Chelonia mydas) berukuran panjang sekitar satu meter dan lebar sekitar 70 sentimeter ditemukan terjaring pukat nelayan desa Sikka kecamatan Lela kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, di perairan laut Sawu, Jumat (29/6/2018) dini hari sekitar pukul 01.00 WITA.Penyu tersebut pun dibawa ke pesisir pantai dan diikat di pepohonan. Setelah mengumpulkan para nelayan desa Sikka serta bersama warga masyarakat dan anak-anak sekolah di desa tersebut, penyu tersebut pun di lepas kembali ke laut sambil mengabadikan aksi itu tersebut lewat foto dan video.“Saya malam itu lepas jaring di laut Sawu depan desa Sikka dan sekitar pukul 01.00 WITA, seekor penyu terjaring sehingga saya membawa ke darat dan mengikatnya. Keesokan harinya baru saya ajak nelayan lain untuk melepasnya,” tutur Rikardus Inosensius, kepada Mongabay-Indonesia, Jumat (29/6).baca : Penyu Belimbing Ini Terjaring Nelayan, Mau Diselamatkan, Malah Hilang. Kok Bisa?  Atas kesadarannya sendiri, Rikardus melepaskan penyu tersebut meskipun ada masyarakat yang ingin membelinya untuk dikonsumsi. Dirinya beralasan, hewan laut ini dilindungi sehingga tidak mau menjualnya ataupun dikonsumsi.Waktu ditangkap penyu hijau berusia tua tersebut tidak terluka. Menurutnya, dulunya penyu sering tersangkut di jaring nelayan dan dijual atau untuk dikonsumsi sebab kesadaran masyarakat belum ada. Nelayan hanya berpikir untuk mendapatkan uang saja meski jumlahnya tidak seberapa.“Jaring saya juga sedang rusak dan saya sedang menjahitnya sendiri sehingga kalau bisa pemerintah membantu para nelayan yang memiliki kesadaran untuk melepas kembali ikan dan hewan laut yang dilindungi,” pintanya.  Berdayakan Nelayan" "Seekor Penyu Terjaring Nelayan Sikka, Bagaimana Nasibnya?","Paskalis Maopa Karwayu, warga Sikka lainnya menjelaskan, sebelum penyu tersebut dilepas, dirinya mengajak serta para nelayan dan anak-anak sekolah agar bisa memberikan edukasi kepada mereka bahwa hewan laut tersebut dilindungi dan tidak boleh dikonsumsi ataupun dijual.“Waktu melepasnya saya membuatkan videonya menggunakan telepon genggam dan meng-upload-nya di facebook untuk memberikan kesadaran kepada masyarakat lainnya agar mencintai hewan dan satwa yang dilindungi dan terancam punah,” tuturnya.baca : Penyu Hijau, Si Hewan Purba Penjelajah  Paskalis mengatakan, daerah pesisir pantai di desa Sikka, Watutedang hingga Lela dan lainnya di pantai selatan, merupakan daerah tempat bertelur penyu dan masyarakat sering sekali menemukan penyu bertelur dan mengambil telurnya untuk dijual atau dikonsumsi.BKSDA dan dinas Kelautan dan Perikanan kabupaten Sikka diminta agar harus sering melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan para nelayan untuk tidak menangkap dan mengkonsumsi ikan dan hewan lain yang dilindungi“Dinas Kelautan dan Perikanan  kami harapkan untuk membantu para nelayan berupa sarana dan pra sarana alat tangkap agar para nelayan juga lebih peduli dan menjaga kelestarian ekosistem laut dan hewan laut yang dilindungi. Bila kelompok nelayan di ajak bekerja sama melestarikan penyu dengan mengembangbiakkannya maka nelayan bisa mendapatkan pemasukan tambahan,” sebutnya.Selain sosialisasi, himbau Paskalis, perlu juga dibuatkan papan informasi berisi larangan menangkap, memperjualbelikan dan mengkonsumsi hewan laut yang dilindungi. Juga dicantumkan pula sanski hukuman kurungan penjara dan denda yang harus dibayarkan agar masyarkaat nelayan paham dan takut melanggarnya.baca : Inilah Penyelamatan Penyu Hijau di Tengah Bentang Laut Sulu Sulawesi  Habitat Penyu" "Seekor Penyu Terjaring Nelayan Sikka, Bagaimana Nasibnya?","Vinsensius Parera seorang penyelam yang sering mengantar wisatawan menyelam di pantai selatan Sikka kepada Mongabay-Indonesia mengatakan, sebagai penyelam dirinya sering menyelam dan meneliti terumbu karang khususnya di sepanjang  pantai selatan di laut Sawu.Di sepanjang perairan ini, Vinsensius selalu menemukan penyu sisik hijau dan penyu hijau serta penyu belimbing. Beberapa tahun lalu juga nelayan menemukan penyu belimbing termasuk yang ditemukan di Doreng bulan Mei kemarin yang mungkin telah dijual dan dikonsumsi masyarakat.“Para wisatawan asing yang diving di pantai selatan sangat menyukai sebab selain banyak penyu juga sering ditemukan ikan hiu dan napoleon di kedalaman 5 sampai 8 meter. Wisatawan Jepang dan Pernacis paling suka melihat hiu. Bahkan saat menyelam kita sering bermain-main dengan hiu dan penyu,” bebernya.Memang sering ada pengeboman di pantai selatan, ungkap Vinsen, tetapi tidak terlalu merusak terumbu karang. Selama melakukan penyelaman  di sepanjang pantai selatan, terumbu karang juga banyak sekali dijumpai dan hanya sedikit sekali yang rusak akibat aksi pengeboman ikan oleh nelayan dari luar kabupaten Sikka.Tahun 2001, Vinsen bekerja sama dengan kelompok  nelayan di Ndete, kecamatan Magepanda, membuat penangkaran penyu dan rutin melepas tukik ke laut lepas. Pelepasan tukik atau anak penyu tersebut pun menjadi paket wisata dan banyak wisatawan asing yang tertarik dan memberikan sumbangan dana.“Namun usaha tersebut akhirnya tersendat karena bantuan dana dari pemerintah daerah tidak ada. Penyu tersebut kan butuh makan dan harus ada orang yang merawatnya secara rutin dan butuh digaji,” jelasnya.Usaha ini pun sebut Vinsen, akhirnya tidak bertahan lama padahal saat itu juga digabung dengan pengembangbiakkan mangrove dan telah banyak pelajar yang studi banding di tempat tersebut. Untuk itu pemerintah harus intervensi dana untuk membantu kelompok-kelompok nelayan dan pencinta lingkungan." "Seekor Penyu Terjaring Nelayan Sikka, Bagaimana Nasibnya?","baca : Masyarakat Kampung Malaumkarta: Dulu Konsumsi dan Buru, Sekarang Sayangi Penyu  Agustinus Djami Koreh, kepala seksi konservasi wilayah IV Balai Besar KSDA NTT saat ditemui Mongabay-Indonesia di kantornya mengaku sangat berterima kasih atas pemahaman nelayan di desa Sikka yang rela melepas kembali penyu sisik hijau yang terjaring pukat nelayan.BKSDA kata Agustinus, sangat bersyukur ternyata para nelayan sudah memiliki pemahaman tentang hewan laut yang dilindungi sehingga mereka tidak mengkonsumsi penyu namun melepaskannya kembali ke laut. Pihaknya pun mengetahuinya dari media sosial.“Dengan melepaskannya kembai ke laut dan membuat video dan membagikannya ke medis sosial membuat banyak masyarakat memahami bahwa menangkap hewan laut yang dilindungi dilarang dan bisa dikenakan sanksi pidana sesuai Undang-Undang No.5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alama Hayati dan Ekosistemnya,” ungkapnya.Agustinus berjanji akan menjadwalkan kembali untuk melakukan sosialisasi kepada para nelayan di pesisir pantai selatan terkait hewaan laut dan satwa yang dilindungi. Bagi kelompok nelayan yang serius untuk mengembangbiakkan penyu untuk dilepas kembali ke laut, pihaknya siap melakukan pendampingan dan mengalokasikan dananya.  [SEP]" "RUU Pertanahan, Sudahkah Menjawab Persoalan Agraria?","[CLS]  Pemerintah sedang menyusun UU Pertanahan,  sebagai salah satu regulasi dalam mewujudkan reforma agraria yang jadi cita-cita Presiden Joko Widodo. Dalam penyusunannya, RUU yang kini berada di panitia kerja (panja) DPR, dinilai masih belum jadi jalan keluar bagi beragam persoalan agraria.Mia Siscawati, Ketua Program Studi Kajian Gender Universitas Indonesia, mengatakan,  RUU Pertanahan jika dikaji dengan kerangka evaluasi gender yang dikembangkan Global Land Tool Network (GLTN) UN Habitat, belum mengadopsi kesetaraan partisipasi perempuan dan laki-laki serta kepengaturan atas tanah yang responsif  gender.Kondisi ini, katanya, terlihat dari proses penyusunan RUU belum mendorong pemahaman dan kemauan politik untuk melaksanakan pendekatan kesetaraan dan keadilan gender dalam penguasaan dan pengelolaan tanah.Dalam draf, katanya, belum ada penyusunan bersifat transparan dan mempertimbangkan warga, terutama dari kelompok yang langsung terdampak.“Kalau tidak didorong Konsorsium Pembaruan Agraria, Solidaritas Perempuan dan lain-lain mereka tak merasa perlu bertemu dengan masyarakat terdampak,” katanya dalam diskusi di Jakarta.Dia bilang, dokumen yang merujuk RUU dikembangkan tak dengan data terpilah gender.  Jadi, belum ada klausul terkait sumberdaya yang dapat ditindaklanjuti dengan alokasi sumberdaya khusus untuk peningkatan kapasitas warga agar memperoleh manfaat dari kebijakan pertanahan.Dengan kata lain, katanya, substansi belum membuka ruang penilaian manfaat kebijakan untuk warga.Dari segi pertimbangan legal,  juga belum ada klausul yang memperkuat perlindungan hak perempuan atas tanah. Jadi,  belum bisa disebut ada bundle of right, hak atas tanah dan hak asasi manusia.“Tidak sedikit perempuan yang mengurus tanah ke BPN, enggan karena aura petugas yang masih sering bertanya, suaminya mana?  bapaknya mana?” kata Mia." "RUU Pertanahan, Sudahkah Menjawab Persoalan Agraria?","RUU juga belum mengakui pertentangan kepentingan dampak terpilah gender yang berakibat belum ada mekanisme resolusi konflik yang sensitif gender.Secara umum, substansi RUU memandang masyarakat sebagai entitas homogen yang tak berjenis kelamin dan tak terpengaruh tradisi dan beragam aspek sosial budaya lain.“Ini bertentangan dengan kompleksitas realita di mana akses berbagai kelompok sosial di dalam masyarakat termasuk akses perempuan dan laki-laki atas tanah terkait erat dengan faktor sosial dan budaya,” kata Mia.RUU juga belum memberikan inovasi bagi model ekonomi lokal yang dikembangkan perempuan dan kelompok marjinal lain.Malahan, katanya,  lebih memberikan jalan bagi pengembangan industri yang justru membatasi keragaman model ekonomi lokal.Selain itu, RUU ini juga belum terlalu kuat mengadopsi pendekatan terpadu atas pengelolaan tanah oleh sektor terkait seperti pertanian, pengelolaan air dan sanitasi.“RUU belum betul-betul mendorong pengembangan pasar lokal yang dapat diakses beragam kelompok sosial yang menguntungkan mereka secara ekonomi, sosial dan budaya.”Dia menilai, RUU Pertanahan malah lebih memberikan jalan bagi perusahaan besar beroperasi– pada titik tertentu memberi kesempatan kerja, namun warga di wilayah kerja justru memperoleh kerugian ekonomi sosial dan politik.  Usulan masyarakat sipilSejumlah masyarakat sipil seperti KPA dan Solidaritas Perempuan mengajukan sejumlah usulan kepada DPR.Masyarakat sipil berharap,  RUU dapat menjawab permasalahan pertanahan yang dihadapi perempuan, terutama soal ketimpangan penguasaan tanah berbasis gender.Data BPS 2016 menunjukkan,  hanya 15,88% dari 44 juta bidang tanah teridentifikasi dikuasai perempuan.“Sistem adat yang masih patriarki menyebabkan perempuan kehilangan hak mereka atas tanah,” kata Nisa Anisa dari Solidaritas Perempuan." "RUU Pertanahan, Sudahkah Menjawab Persoalan Agraria?","Dia contohkan, perempuan di Lombok Nusa Tenggara Barat,  tak bisa dapat hak waris tanah karena hanya laki-laki yang boleh mendapat waris tanah. Laki-laki dianggap sebagai kepala keluarga yang mengurus urusan publik. Begitu juga dengan perempuan di Jawa, dapat warisan lebih sedikit dari lelaki.Perempuan juga belum diakui dalam ruang pengambilan keputusan terutama terkait perencanaan dan pengelolaan tanah di wilayah mereka. Perempuan belum ditanyakan pendapatnya mengenai penyelesaian konflik agraria dan belum dilibatkan dalam agenda reforma agraria.Dalam berbagai konflik agraria banyak kekerasan fisik dan psikologis dialami perempuan. Terutama konflik yang melibatkan aparat keamanan atau kepolisian, berupa intimidasi, kekerasan dan kriminalisasi.“Peristiwa-peristiwa itu menimbulkan trauma berbeda terhadap perempuan,” katanya.Mereka harus menghadapi intimidasi dan ketakutan untuk berkativitas di luar rumah karena khawatir ditangkap atau mengalami kekerasan.Hal sama sering terjadi adalah kerugian materi yang langsung berimbas kepada perempuan sebagai penyedia pangan di rumah.Menurut Nisa,  perlu ada penegasan khusus mengenai asas keadilan gender sebagai acuan dasar dalam keseluruhan pengaturan, pengurusan, pengelolaan dan pengawasan pertanahan untuk menjamin hak perempuan.RUU Pertanahan, katanya,  juga harus menjamin hak perempuan atas tanah, termasuk melindungi kepemilikan dan penguasaan perempuan terhadap tanah saat berhadapan dengan kepentingan pihak lain.Dalam ketentuan umum, katanya,  perlu diatur bahwa subyek pemegang hak atas tanah adalah individu, perempuan dan laki-laki serta badan hukum sesuai peraturan perundang-undangan berlaku." "RUU Pertanahan, Sudahkah Menjawab Persoalan Agraria?","Untuk pelaksanaan reforma agraria yang berkeadilan gender masyarakat sipil mengusulkan obyek reforma agraria dan penerima tanah reforma agraria termasuk tanah hasil penyelesaian konflik agraria struktural perlu penekanan untuk warga Indonesia baik perempuan dan laki-laki, individu maupun sekelompok orang.Kemudian, katanya, partisipasi perempuan harus terjamin penuh dalam merencanakan pengelolaan tanah.Soal perolehan untuk kepentingan umum dan pengalihfungsian tanah,  masyarakat sipil menilai pencabutan hak tanah dengan cara dan pendekatan yang menghormati, memenuhi dan melindungi hak-hak masyarakat terdampak baik perempuan maupun laki-laki.Pendekatan yang dimaksud, katanya,  termasuk tersedia relokasi yang bernilai sosial dan ekonomi lebih baik, menjamin peningkatan kualitas kehidupan masyarakat terelokasi atau setidaknya sama dengan sebelumnya.Pengalihfungsian tanah, katanya,  juga harus disertai pengkajian dampak lingkungan dan sosial serta studi lain yang diperlukan, dengan analisis dan terpilah gender.Masyarakat sipil juga mengusulkan peran serta masyarakat, baik perempuan maupun laki-laki memiliki hak dan kesempatan sama berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan tanah.Pengawasan, katanya,  bisa berupa pengawasan sosial, pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan dan/atau penyampaian informasi atau laporan.Mereka juga usulkan,  dalam penyelesaian konflik agraria harus melibatkan perempuan. Dalam bagian penjelasan UU, katanya, perlu diterangkan kebutuhan dan kepentingan berbeda bagi perempuan dan laki-laki termasuk pemulihan trauma pasca sengketa.Siti Maimunah, peneliti Sajogjo Institut menilai,  percepatan kerusakan ekologis karena akses pertanahan rumit terhadap perempuan tak cukup disikapi dengan perbaikan RUU Pertanahan.Ia harus diikuti pemikiran bagaimana memulihkan lingkungan termasuk sosial budaya yang teracak-acak oleh berbagai kegiatan industri ekstraktif," "RUU Pertanahan, Sudahkah Menjawab Persoalan Agraria?","“Petani berubah mata pencaharian. Lahan berubah fungsi tak lagi untuk pertanian. Semua ini tidak sesederhana dijawab dengan reforma agraria,” katanya.Menurut Mai, perlu melihat kelindan kerusakan ekologis sebagai hubungan relasi antara pulau, seperti untuk industri semen perlu melihat dari hulu ke hilir mulai dari tambang batu kapur, galian c, dan batubara.Tak hanya itu. Dia bilang, visibiltas perempuan di wilayah krisis sosial ekologis, perlu dilihat sebagai dampak sejarah. Pembangunan yang mensyaratkan perubahan geografis di perdesaan dan hutan untuk jalan ekstraktif bagi komoditas global, katanya,  membawa dampak buruk bagi lingkungan dan masyarakat. Foto utama: Perempuan, jadi tulang punggung keluarga sudah lumrah, bahkan di pedesaan, perempuan malah penyedia pangan utama. Sayangnya, dalam hak penguasaan lahan, perempuan masih minim terakui dan dominan jadi ranah laki-laki. Organisasi masyarakat sipil mendesak, dalam RUU Pertahanan, seharusnya, memberikan hak sama soal penguasaan lahan antara perempuan dan laki-laki. Foto: Konsorsium Perempuan Kalbar  [SEP]" "Rentannya Duyung di Pulau Bintan Riau. Ada Apa?","[CLS] Keberadaan Duyung (Dugong dugon) di perairan Pulau Bintan dan sekitarnya, sejak lama sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat di Provinsi Kepulauan Riau. Mamalia laut tersebut, selalu menarik perhatian sebagian masyarakat, baik yang ada di dalam maupun luar pulau. Tak heran, Duyung kemudian menjadi ikon pariwisata di Kabupaten Bintan.Dari waktu ke waktu, ketertarikan masyarakat terhadap satwa laut tersebut makin meningkat. Bukan saja sebagai obyek pariwisata, Duyung juga diburu dan dikonsumsi. Seperti yang terjadi di pulau Air Glubi yang letaknya sangat berdekatan dengan pulau Bintan.Site Manager Dugong and Seagrass Conservation Project (DSCP) Indonesia untuk Bintan Siti Kusmiati menyebut, ketertarikan masyarakat terhadap Duyung sebagai dua sisi mata uang. Yaitu berdampak positif, karena Duyung semakin dijaga keberadaannya di laut. Di sisi lain, Duyung terancam hilang dari perairan di sekitar Bintan.“Duyung adalah mamalia laut yang keberadaannya semakin langka. Perlu kerja sama semua pihak, termasuk masyarakat di Bintan untuk bisa melestarikan hewan laut itu,” ucap perempuan yang biasa dipanggil Ati itu saat bertemu Mongabay di Bintan, pada akhir April lalu.baca : Miris.. Masih Banyak Nelayan Berburu Duyung di Bintan Riau. Begini Ceritanya..  Menurut Ati, selain harus mengampanyekan perubahan cara pandang terhadap Duyung di masyarakat, tantangan sangat besar dirasakan di Bintan, adalah penyadartahuan konservasi Duyung kepada para nelayan. Pasalnya, meski pemahaman membaik, tetapi kebiasaan nelayan menangkap ikan masih membahayakan Duyung.Ancaman tersebut, adalah penggunaan alat tangkap jaring yang biasa ditebar nelayan di satu blok kawasan perairan dan kemudian ditinggalkan selama hampir 24 jam. Kondisi itu bisa membuat Duyung terperangkap jaring." "Rentannya Duyung di Pulau Bintan Riau. Ada Apa?","“Karena jaring yang ditebar ada di lokasi perairan dangkal dan di sekitarnya terdapat padang Lamun yang menjadi lokasi favorit Duyung untuk mencari makan. Tetapi, biasanya, saat nelayan kembali mengecek jaring, tak jarang ditemukan Duyung yang sudah terperangkap,” jelasnya.Duyung yang terperangkap selama berjam-jam, biasanya beresiko mati. Kalaupun masih hidup, peluang untuk bertahan dan pulih akan sangat kecil. Sehingga sebagian besar duyung akan mati.baca : Terjerat Jaring Nelayan, Begini Nasib Duyung di Konawe Utara Ini…  Oleh karena itu ancaman tertinggi bagi Duyung di Bintan adalah tangkapan yang tidak sengaja (by cacth). Untuk menghentikan resiko tersebut, diakuinya bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Mengingat, penggunaan jaring sebagai alat tangkap sudah dilakukan oleh masyarakat secara turun temurun dan itu dianggap sebagai kebiasaan yang normal.“Sebenarnya, penggunaan jaring tidak menjadi masalah, karena itu tidak merusak lingkungan. Tetapi, karena ada Duyung, maka jaring juga menjadi ancaman. Masyarakat masih belum terlalu paham soal itu,” jelas Ati.Di Bintan, alat tangkap yang biasa digunakan untuk menangkap ikan adalah kelong caca, yaitu jaring yang dipakai pada sebuah bangunan menyerupai bagan dan ditempat di satu lokasi perairan tertentu yang dinilai sebagai tempat berkumpul ikan.baca : Jokowi : Ikan Putri Duyung Hanya Cerita. Begini 20 Fakta Sebenarnya Tentang Duyung  Limbah KapalAncaman lain di perairan Bintan, adalah limbah kapal seperti sisa bahan bakar. Biasanya, menurut Ati, limbah tersebut akan dibuang ke tengah laut di wilayah zona ekonomi eksklusif (ZEE) yang menjadi batas wilayah Negara. Peristiwa tersebut, selalu terjadi setiap tahun dan pelakunya juga masih sulit dideteksi karena dilakukan di kawasan ZEE yang tidak bisa dijangkau oleh aparat." "Rentannya Duyung di Pulau Bintan Riau. Ada Apa?","Hal itu dibenarkan Syamsul Hidayat, anggota Kelompok Pengawasan Masyarakat (Pokmaswas) Desa Pegudang Kecamatan Teluk Sebong. Limbah yang selalu muncul setiap tahun di perairan Bintan, menjadi masalah yang tidak terselesaikan. Pasalnya, limbah terbawa arus hingga naik ke kawasan pantai.“Yang paling mengkhawatirkan, adalah limbah bisa merusak padang lamun yang menjadi makanan Duyung. Kalau Duyung mungkin akan berenang jauh ke laut dalam untuk menyelamatkan diri dari limbah. Tetapi, kalau mereka kehilangan makanan lamun, bagaimana bisa bertahan hidup Duyung-duyung itu?” ungkap Syamsul.Sehingga limbah kapal menjadi ancaman besar lain pelestarian Duyung. Namun, penyelesaiannya perlu keterlibatan banyak pihak, termasuk Pemerintah Pusat. Mengingat, jalur pelayaran yang selalu ditemukan limbah bahan bakar kapal, selain di ZEE, juga di jalur yang dikelola Kementerian Perhubungan RI.“Semoga saja segera dituntaskan itu masalah limbah. Kita, masyarakat juga menjadi terganggu dan proses pelestarian Duyung juga menjadi terhambat,” tandasnya.baca : Miris.. Duyung Terdampar Di Pantai Ini Malah Dipotong-potong dan Dijual  Sekretaris Desa Pegudang Yanti Mardaliah saat ditemui di Balai Desa Pegudang, menjelaskan limbah kapal menjadi ancaman besar pelestarian Duyung. Namun, ada lagi ancaman lain yang dihadapi yaitu penyusutan habitat padang lamun di Desa Pegudang yang semula 4 hektare menjadi tersisa 2 hektare.Menurut Yanti, penyusutan terjadi karena perairan di Desa Pegudang masuk dalam wilayah pelabuhan internasional yang sedang dibangun di kawasan tersebut. Untuk proses pembangunan, pihak pelaksana mengambil kawasan padang lamun untuk pembangunan jalur pelayaran kapal.“Tak hanya itu, di Desa kami juga tanah sebagian besar dikuasai perusahaan swasta. Jadi kalau kami ingin melaksanakan program konservasi menjadi terbatas. Padahal, di Desa Pegudang ini sering dijumpai Duyung sejak dulu hingga sekarang,” tuturnya." "Rentannya Duyung di Pulau Bintan Riau. Ada Apa?","Selain Desa Pegudang, kawasan lain di Pulau Bintan yang juga menjadi kawasan konservasi Duyung dan diinisiasi oleh DSCP Indonesia, adalah Desa Teluk Bakau, Malang Rapat, dan Berakit. Di empat desa tersebut, saat ini sudah dibuat peraturan desa (Perdes) tentang Daerah Perlindungan Padang Lamun (DPPL) yang menjadi induk dari konservasi Duyung. Untuk pelaksanaan tersebut, DSCP juga menggandeng pihak swasta yang ada di Bintan seperti Banyan Tree Resort, Nikoi, dan Club Med.baca: Kisah Para Pemburu Dugong di Teluk Bogam  Kepala Bidang Kelautan, Konservasi, dan Pengawasan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau Sunipto menjelaskan keempat desa yang memiliki DPPL tersebut, saat ini sudah dimasukkan dalam naskah akademik rancangan zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K). Draf tersebut, diharapkan sudah bisa disahkan pada pertengahan tahun ini atau maksimal pada akhir 2018.Adanya perda RZWP3K di Kepri, maka pengaturan kawasan perairan bisa dilakukan dengan bijak dan sesuai peruntukkan. Keberadaan perda tersebut, ke depannya akan mendukung upaya konservasi pada biota laut yang ada di perairan Kepri, khususnya Bintan seperti Duyung.Upaya konservasi terhadap Duyung di Bintan, juga dilakukan dengan menyelamatkan spesimen mamalia laut tersebut. Upaya tersebut dilakukan oleh tim Fakultas Kelautan dan Ilmu Perikanan (FPIK) Institut Pertanian Bogor (IPB), bertujuan untuk penanda keberadaan Duyung dan penguat aksi konservasi kepada masyarakat.baca : Penanganan Dugong Terdampar: Diteliti Dulu atau Langsung Dikubur/Ditenggelamkan?  Pengajar pada FPIK Adriani Sunuddin di Bintan, mengatakan, penyusunan spesimen dilakukan pada 2015 saat tim IPB mendatangi Desa Pegudang. Saat itu, penyusunan dilakukan, karena tim ingin mengabadikan fisik Duyung dan dilihat oleh masyarakat umum. Kebetulan, pada saat itu, tim mendapat kabar ada anakan Duyung yang mati dan dikubur selama dua tahun sejak 2013." "Rentannya Duyung di Pulau Bintan Riau. Ada Apa?","“Saat itu kemudian kita bongkar kuburan dan diangkat kerangka anakan berusia sekitar dua tahunan itu, kemudian menyusunnya menjadi bentuk utuh. Perlu waktu sekitar lima hari untuk menyelesaikannya. Dengan adanya spesimen, maka warga bisa melihat kapan saja bagaimana rupa dan bentuk Duyung itu sebenarnya,” jelas dia.Dengan keberadaan spesimen yang disimpan di Desa Pegudang, Adriani berharap, kesadaran masyarakat terhadap konservasi Duyung dan Lamun bisa terus meningkat. Juga, diharapkan masyarakat bisa ikut menularkan pengetahuannya kepada warga lain yang belum paham tentang Duyung dan Lamun.baca : Padang Lamun di Teluk Bogam, Rumah Makan Kawanan Dugong  DilindungiLamun (seagrass) merupakan tumbuhan berbunga yang tumbuh di dasar perairan pesisir. Biasanya, lamun membentuk hamparan yang disebut padang lamun. Lamun sejatinya bukanlah rumput laut, tapi dia adalah tumbuhan yang memiliki daun, rimpang/ batang yang menjolor (rhizome), dan akar sejati. Sedangkan rumput laut (seaweed) adalah ganggang (elgae).Sebagai tumbuhan laut, lamun biasanya tumbuh terendam di dalam air laut yang bersubstrat pasir atau campuran pasir, lumpur, dan pecahan karang, sampai ke kedalaman air laut yang tidak lagi terkena penetrasi sinar matahari. Di Indonesia, lamun umumnya tumbuh di daerah pasang surut dan sekitar pulau-pulau karang.Sebagai pengendali ekosistem di laut, lamun menjadi habitat yang penting dan sebagai tempat bagi biota laut mengasuh dan membesarkan anaknya, serta tempat mencari makan bagi ikan-ikan karang, seperti kakap dan satwa laut berukuran besar seperti penyu dan duyung.  Di Indonesia, terdapat 13 jenis lamun dari total 60 jenis lamun di seluruh dunia. Meski cukup banyak, namun DSCP mengingatkan bahwa lamun berpotensi bisa terkena penyakit diakibatkan air laut yang tercemar. Biasanya, itu dipengaruhi dari kesadaran warga pesisir untuk bisa menjaga laut dari pencemaran." "Rentannya Duyung di Pulau Bintan Riau. Ada Apa?","Dengan menjaga laut dari pencemaran, maka manfaat dan fungsi lamun akan bisa bekerja dengan baik. Lamun adalah tanaman bisa mengolah karbon dioksida dan mengubahnya menjadi energi dalam bentuk biomassa yang dimanfaatkan oleh biota-biota laut seperti ikan-ikan.Lamun juga berperan sebagai pemerangkap sedimen di laut. Daun lamun yang lebat akan memperlambat arus dan ombak yang dapat menyebabkan erosi. Kemudian, daun dan sistem akar lamun dapat memerangkap sedimen dan mengendapkannya di dasar, sehingga air menjadi lebih jernih dan terjaga kualitasnya.Sementara, Duyung adalah mamalia laut yang sudah dikenal di masyarakat Indonesia sejak lama. Hewan laut itu tubuhnya bisa mencapai antara 2,4 hingga 3 meter dengan rentang berat badan dari 230 hingga 908 kilogram. Sebagai mamalia laut yang bertubuh besar, Duyung termasuk lambat dalam reproduksinya. Untuk bisa mendapatkan satu anakan Duyung, waktu yang diperlukan bisa mencapai 14 bulan kehamilan dengan rentang waktu antar kelahiran rerata 2,5 hingga 5 tahun.Menurut Ketua Yayasan Lamun Indonesia (Lamina) Aditya Hikmat Nugraha, anakan Duyung akan disusui selama 14 bulan dan akan terus bersama induk betina hingga berusia 7 tahun. Setelah itu, anakan Duyung akan dilepas oleh induk untuk kawin. Selanjutnya, Duyung akan menjadi dewasa dan hidup mencapai rerata hingga 70 tahun.Sebagai negeri kepulauan, Indonesia diuntungkan karena menjadi negeri habitat bagi Duyung. Dari barat di Aceh hingga timur di Papua, populasi Duyung dinyatakan ada. Ilmuwan spesialisasi laut, Mark Spalding pernah memaparkan bahwa populasi Duyung di Indonesia sebagian besar ada di Indonesia Timur, khususnya di perairan Arafura, Papua, perairan Nusa Tenggara (Lesser Sunda), Paparan Sunda, dan selat Makassar." "Rentannya Duyung di Pulau Bintan Riau. Ada Apa?","Perang ekologis Duyung sangatlah penting, sebagai pengendali ekosistem laut yang tidak tergantikan biota laut lainnya. Sebagai pemakan lamun, Duyung biasa memakannya dengan cara mengaduk substrat yang ada di bawah pasir laut. Cara tersebut membantu siklus nutrien di alam dan menyuburkan tanah yang ada di bawah perairan.Oleha karena itu, Pemerintah memasukkan Duyung sebagai satu dari 20 spesies prioritas yang dilindungi dan tercatat dalam Undang-Undang No.5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya. Dan dalam UU No.31/2004 tentang Perikanan. Selain itu, dilindungi Peraturan Pemerintah No.7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.Di level internasional, Dugong dilindungi dengan masuk daftar Global Red of IUCN dengan status rentan (Vulnerable/VU), dan daftar The Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) dengan status Appendix I atau dilarang memperdagangan bagian tubuhnya dalam bentuk apapun.  [SEP]" "Inilah 10 Fakta Menarik tentang Laut Indonesia","[CLS] Banyak side event, diskusi, maupun pameran selama dua hari pelaksanaan Our Ocean Conference (OOC) 2018 di Nusa Dua, Bali pada 29-30 Oktober 2018. Salah satunya adalah peluncuran buku berjudul The States of the Sea hasil kolaborasi pemerintah Amerika Serikat (AS) dan Indonesia.Peluncuran buku The States of the Sea dilakukan pada Senin (29/10/2018) dihadiri Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Joseph R. Donovan Jr. dan Penasehat Senior Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Aryo Hanggono.Buku ini dibuat dalam dua bahasa, Indonesia dan Inggris. Keduanya terdiri dari tiga jilid. Buku pertama membahas gambaran umum kondisi laut Indonesia. Buku kedua tentang kondisi laut di Indonesia Timur, khususnya Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 715 meliputi tiga provinsi yaitu Maluku, Maluku Utara, dan Papua Barat. Buku terakhir tentang proyek-proyek konservasi kelautan di WPP 715 oleh USAID bersama lembaga-lembaga mitranya dalam program Sustainable Ecosystems Advanced (SEA) di wilayah tersebut.Buku ini merangkum perjalanan dari upaya bersama untuk mendorong kelestarian laut Indonesia. Dengan gaya tulisan populer, desain penuh foto dan infografis, serta materi detail, tiga laporan ini bisa menjadi rujukan komprehensif tentang kondisi laut Indonesia.“Dokumen ini akan menjadi panduan dalam upaya terpadu untuk meningkatkan sumber daya laut di Indonesia,” kata Joseph R. Donovan Jr.baca :  Pengaruh Global Indonesia Semakin Terasa di Our Ocean Conference 2018  Donovan melanjutkan Pemerintah AS melalui proyek SEA di bawah USAID mendukung upaya pemerintah Indonesia untuk meningkatkan penggunaan dan pelestarian sumber daya laut dengan mereformasi pengelolaan perikanan dan mempromosikan kawasan perlindungan yang efektif.Kedua pemerintah juga bekerja sama untuk memerangi praktik perikanan ilegal, tidak terdaftar, dan tidak terlaporkan (IUU Fishing)." "Inilah 10 Fakta Menarik tentang Laut Indonesia","Sementara itu Aryo Hanggono mengatakan buku ini memberikan tambahan wawasan bagi pemangku kepentingan di sektor perikanan. Misalnya, nelayan, pelaku bisnis, dan pemerintah lokal. “Kita masih membutuhkan eksplorasi sumber daya perikanan. Selama ini masih lebih banyak di permukaan, belum di bawah dasar laut,” kata Aryo. Fakta MenarikSebagai referensi lengkap tentang kondisi laut saat ini, buku The States of the Sea menampilkan informasi-informasi menarik dan relevan. Buku bagian pertama ini berisi gambaran umum pengelolaan sumber daya laut untuk perikanan skala kecil dan habitat laut penting di Indonesia.Berikut adalah sepuluh fakta menarik yang diambil dari buku jilid satu : Pertama, kedalaman laut. Rata-rata kedalaman laut di Indonesia mencapai 200 meter. Namun, terdapat pula beberapa cekungan (lubuk) dan palung laut yang dalam. Laut Indonesia juga memiliki beberapa gunung berapi yang masih aktif di dalamnya.Salah satu penjelajahan terhadap sistem cekungan yang kompleks ini adalah Ekspedisi Snellius oleh pemerintah kolonial Belanda pada 1929-1930. penjelajahan ini menemukan adanya 27 lubuk dan palung dalam. Palung paling dalam ditemukan di wilayah Banda mencapai 7,4 km.baca :  Dikukuhkan di New York, Jumlah Pulau Indonesia Kini Sebanyak ….  Kedua, arus besar. Laut Indonesia merupakan jalur perlintasan Arus Lintas Indonesia Indonesia (Arlindo) yang menyambungkan Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Arus ini sangat besar sehingga mencapai sekitar 15 Sverdup. Sebagai gambaran, satu Svedrup setara dengan 1 juta kubik air per detik. Artinya, besarnya arus di laut Indonesia mencapai 15 juta meter kubik per detik!" "Inilah 10 Fakta Menarik tentang Laut Indonesia","Arlindo juga menjadi satu-satunya tempat di dunia di mana air permukaan ekuator yang hangat mengalir dari satu samudra ke samudra lain. Ini menjadikannya pendorong utama dalam sabuk sirkulasi laut global atau Great Ocean Conveyor Belt (GOCB). Arlindo lalu membawa dan mendistribusikan kembali perairan permukaan hangat dan perairan lebih dingin ke seluruh dunia. Perputaran inilah yang mengatur iklim secara global. Ketiga, terumbu karang terluas. Indonesia memiliki wilayah terumbu karang terbesar di Asia Tenggara. Luasnya mencapai 39.500 km persegi mencakup 16 persen habitat karang dunia. Dengan demikian, Indonesia adalah produsen utama larva karang, yang menyebar untuk mengisi wilayah-wilayah lain di seluruh dunia.baca juga :  Sembilan Tahun Peringati Hari Terumbu Karang Dunia, Bagaimana Kondisi di Indonesia?  Keempat, mangrove paling kaya karbon. Beberapa riset menunjukkan mangrove di Indonesia juga termasuk di antara hutan paling kaya karbon di dunia, yaitu mengandung karbon lebih dari tiga kali lebih banyak per hektare dibandingkan hutan tropis. di dataran rendah. Jika dibandingkan dengan hutan-hutan tropis di dataran tinggi, jumlahnya lima kali lebih banyak.Luas hutan mangrove di Indonesia diperkirakan mencapai 3,25 juta ha. Lebih dari 50 persen hutan mangrove Indonesia berada di Papua Barat, dan selebihnya banyak dijumpai di sepanjang garis pantai Sumatra dan Kalimantan.baca :  Seperti Apa Indeks Kesehatan Mangrove dan Lamun di Indonesia?  Kelima, spesies penyu terbanyak. Indonesia mempunyai enam dari tujuh spesies penyu laut yang ada di dunia. Laut Indonesia menyediakan tempat bersarang dan mencari makan penting serta jalur migrasi penting di persimpangan Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Di antara enam spesies penyu di Indonesia tersebut, tiga di antaranya adalah Penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu belimbing (Dermochelys coriacea), dan penyu tempayan (Caretta caretta)." "Inilah 10 Fakta Menarik tentang Laut Indonesia","baca juga :  Penyu Hijau, Si Hewan Purba Penjelajah  Keenam, satwa menari. Beberapa satwa laut Indonesia ternyata lebih senang berdansa-dansi pada malam hari. Saat hari sudah gelap, beberapa jenis hewan mikrofauna sering menari di terumbu karang, termasuk udang seperti udang harlequin (Hymenocera picta) dan udang bumblebee bergaris (Gnathophyllum americanum). Satwa lain juga senang berjoget di malam hari layaknya kawanan udang, yaitu gurita cincin-biru kecil dan mematikan (genus Hapalochlaena) serta spesies lobster berduri yang lebih besar (Panulirus homarus, Panulirus ornatus).  Ketujuh, penghasil ikan terbesar di dunia. Indonesia merupakan penghasil komoditas perikanan laut terbesar kedua di dunia, setelah China. Menurut laporan FAO, sekitar 5,4 juta ton ikan diproduksi pada 2012 dengan potensi total produksi mencapai sekitar 9,93 juta ton. Namun, berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.47/2016, jumlah tangkapan yang diizinkan “hanya” mencapai 7,95 juta ton. Kedelapan, nelayan kecil. Sekitar 97 persen armada penangkapan ikan di Indonesia merupakan nelayan skala kecil. Nelayan kategori ini menggunakan perahu bermotor kecil, baik tanpa mesin maupun dengan mesin hingga 10 gross ton (GT). Menurut DitjenPerikanan Tangkap KKP sampai tiga tahun lalu terdapat lebih dari 540.000 kapal skala kecil ini beroperasi di seluruh perairan Indonesia. Riset lain mengatakan jumlah pastinya tidak bisa diketahui karena kapal-kapal skala kecil ini tidak memerlukan izin layaknya kapal besar.Umumnya nelayan kecil ini menangkap ikan jenis demersal, seperti kerapu, kakap, ataupun ikan pelagis kecil, termasuk kembung dan banyar. Sebagian di antaranya menangkap ikan pelagis besar seperti tuna ataupu non-ikan, seperti kepiting dan lobster.  " "Inilah 10 Fakta Menarik tentang Laut Indonesia","Kesembilan, tujuan utama menyelam. Sebagai salah satu tempat kekayaan biodiversitas terkaya di dunia, laut Indonesia menjadi tempat wisata bawah laut, termasuk menyelam. PADI, oganisasi pelatihan dan sertifikasi selam scuba, menempatkan Indonesia di peringkat kelima dalam tujuan menyelam teratas dunia. Sementara itu menurut CNN, laut Indonesia menempati setengah dari sepuluh tempat menyelam teratas di dunia.Ada sekitar 710 lokasi penyelaman teridentifikasi di Indonesia dan lebih dari 400 bisnis menyelam beroperasi di seluruh Indonesia.  Kesepuluh, peran tak tergantikan. Mungkin banyak yang belum tahu, laut berperan penting dalam produksi primer elemen rantai makanan dasar yaitu plankton dan organisme terkait. Spesies-spesies ini menyediakan udara yang dihirup untuk spesies yang hidup di darat, termasuk manusia. Oksigen ini menjadi sumber kehidupan paling penting manusia, tetapi justru jarang disadari fungsi dan keberadaannya.Nyatanya, meskipun berperan penting, laut menghadapi tekanan kian besar. Menurut buku The States of the Sea ancaman-ancaman itu antara lain penangkapan ikan yang merusak, penangkapan ikan berlebihan, polusi laut, pembangunan pesisir, dan perubahan iklim. Padahal, tanpa lautan yang sehat termasuk di Indonesia, manusia tidak akan bisa hidup.  [SEP]" "Warga Coba Selamatkan Paus Pilot yang Terdampar di Pesisir Donggala. Bagaimana Akhirnya?","[CLS] Seekor paus pilot sirip pendek atau short finned pilot whale (Globicephala macrorhynchus) terdampar di Pantai Tandaiyo, Desa Ogoamas II, Kecamatan Sojol Utara, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah.Terdamparnya paus itu sontak menarik perhatian warga setempat. Dalam sebuah video yang diunggah Ita Almahera di akun facebooknya Jumat (25/05/2018) pagi, terlihat usaha warga menyelamatkan sang paus dengan mengarahkan tubuhnya ke arah lautan.Ukuran tubuh paus yang cukup besar menyulitkan evakuasi. Warga menggunakan balok kayu untuk mengungkit tubuh paus agar berbalik ke arah laut. Mereka berusaha membuat paus berukuran sekitar 4 meter ini tetap berada di dalam air.baca : Asyik Mengikuti Makanan, Paus Ini masuk Ke Teluk Malala Tolitoli. Bagaimana Akhirnya?  Usaha tersebut berhasil. Paus berhasil kembali ke lautan yang agak dalam dan mulai menjauhi bibir Pantai Tandaiyo. Tarikan napas lega dan beberapa seruan terdengar dari warga.Tetapi tak lama, paus itu kembali berenang ke daratan. Seruan senang warga tertahan berganti cemas. “Kandas moppi tue (masih kandas itu)”. Warga yang sebagian besarnya nelayan ini kembali berjibaku menggiring paus ke lautan. Kondisi tersebut terus berulang, megafauna ini tetap merapat ke bibir pantai kembali. Beberapa jam kemudian mamalia besar ini tidak selamat.baca : Paus Pilot yang Mati Terdampar Itu Ditenggelamkan di Laut  “Sudah sore pas saya pulang kerja lewat disitu, saya lihat banyak orang berkumpul dan saya ikut juga mau lihat, dan saya lihat ada paus, jadi saya foto-foto dan upload,” kata Sabiruddin, petugas PDAM Donggala.Dari foto bangkai paus yang diunggah Sabiruddin pukul 16.43, tampak luka di sisi kanan tubuhnya dan pangkal ekor" "Warga Coba Selamatkan Paus Pilot yang Terdampar di Pesisir Donggala. Bagaimana Akhirnya?","Sabiruddin yang juga warga desa Ogoamas ini mengatakan baru pertama kalinya melihat paus masuk ke wilayah mereka. Saat sabiruddin mendekati dan melihatnya, mamalia besar ini sudah dalam kondisi tidak terselamatkan alias mati.Warga kemudian menggiring dan menghanyutkan bangkai paus ke tengah laut. Menurutnya hal tersebut dilakukan karena warga tidak tahu bagaimana cara menguburkannya.Desa Ogoamas II berhadapan dengan laut lepas Selat Makassar atau berada di jalur Laut Sulawesi yang juga merupakan jalur migrasi mamalia laut. Bulan Juni–Juli merupakan masa mamalia laut raksasa bermigrasi.baca : Sedih! Dari 32 Paus Pilot yang Terdampar di Pantai Probolinggo, 10 Individu Mati  Penyebab TerdamparKasus terdamparnya paus bukanlah kejadian pertama, tetapi untuk kasus mamalia jenis ini cukup mengundang keheranan Field Assistant and Research Dolphin Project, Amank Raga. “Kalau melihat dari ciri-cirinya melalui foto dan video itu, paus ini dari jenis paus pilot sirip pendek. Yakin cuma 1 individu saja?” tanya Amank menanyakan jumlah paus yang terdampar saat dihubungi Mongabay.Menurutnya, jenis mamalia laut satu ini memiliki potensi besar untuk terdampar massal. Paus Pilot sirip pendek berkelompok dan berenang mengikuti pemimpinnya. Proses migrasinya juga acak, mengikuti persediaan pakan yang berlimpah seperti cumi, gurita dan sotong. Jika pakan bergerak ke daerah dangkal, mereka akan mengikutinya. Jenis ini juga termasuk yang paling rentan terhadap gangguan sonar, polusi suara dan dan seismik. Sistem navigasi mereka sangat sensitif dengan gangguan gelombang suara dibanding jenis paus lainnya.Dikarenakan tingkat kerentanannya sangat tinggi inilah yang menjadi penyebab paus jenis ini memiliki potensi tinggi untuk terdampar massal apabila pemimpin kawanannya terkena gangguan sonar tersebut, jelas Amank.baca : Empatpuluh Lima Ekor Paus Pilot Whale Mati Terdampar di NTT  " "Warga Coba Selamatkan Paus Pilot yang Terdampar di Pesisir Donggala. Bagaimana Akhirnya?","Selain itu, ada 3 faktor yang menjadi penyebab mengapa megafauna ini bisa terdampar dan mati :“Dari video ini, kelihatan kalau paus ini sudah capek dan disorientasi sonar. Berenang di air dangkal juga membuat fisik paus makin payah karena gravitasi yang makin berat,” ungkapnya lagi.Sedangkan luka pada bagian sisi kanan tubuh dan pangkal ekor paus pilot, menurut Amank, kemungkinan luka baru akibat gesekan karang atau congkelan kayu oleh warga.baca : Menyedihkan, Lumba-Lumba Mati Teriris-iris di Karangasem Bali Video yang diunggah Ita Almahera di akun facebooknya memperlihatkan warga yang berusaha menyelamatkan seekor Paus Pilot Sirip Pendek (Globicephala macrorhynchus). Cara Penanganan Amank mengapresiasi inisiatif warga menangani paus terdampar hidup. “Dengan kondisi terdampar dan masih hidup memang harus segera dibalik posisinya menghadap ke laut lagi. Kemudian jangan buru-buru paksa release (lepas), buatkan lubang seukuran tubuhnya dengan kepala dan lubang pernapasannya tidak terendam air. Hal ini guna memudahkan paus ambil napas dalam proses recovery. Sesudah dirasa kondisinya membaik dan tenaganya pulih, baru dirilis,” jelasnya.Saat melepaskannya tidak hanya melepasnya di pinggir, tapi harus diantar ketengah, bisa digiring dengan perahu atau berenang di sisi kanan–kiri, untuk mencegah paus kembali ke daratan. “Catatan juga, jangan pakai kayu buat nyongkel tubuhnya,” tambahnya. Terhambat komunikasiBalai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Makassar Satker Palu, Andi Syahruddin ketika dikonfirmasi Mongabay mengatakan pihaknya langsung berkoordinasi dan mencari informasi ketika mengetahui ada paus terdampar.Dia juga mengapresiasi usah awarga mengevakusi paus ke lautan. “Cuma caranya menggunakan balok kayu untuk mencongkel itu tidak benar, bisa luka nanti,” katanya menyesalkan." "Warga Coba Selamatkan Paus Pilot yang Terdampar di Pesisir Donggala. Bagaimana Akhirnya?","Koordinasi dan komunikasi oleh BPSPL Satker Palu tidak membuahkan hasil karena di wilayah lokasi terdampar tidak ada petugas maupun Pokmaswas (Kelompok Masyarakat Pengawas).“Kami sudah mencoba menghubungi kepala desa setempat cuma tidak direspon. Beruntung ada informasi yang saya terima dari warga disana, pausnya sudah mati dan sudah dihanyutkan oleh warga,” katanya.  Padahal, menurutnya lagi, pihaknya sudah berkoordinasi dengan pemda setempat terutama dengan daerah-daerah yang dianggap merupakan jalur migrasi dari biota laut ini untuk segera memberikan informasi ketika ada kejadian terdampar.Pihaknya juga melakukan sosialisasi secara langsung kepada masyarakat untuk penanganan mamalia laut terdampar. Selain itu, pamflet, brosur dan media sosial juga turut menjadi sarana komunikasi menyampaikan informasi tersebut.Dia juga mengakui apa yang dilakukan ini belum menyentuh masyarakat pesisir secara keseluruhan.Dalam catatan BPSPL Satker Palu, ini kasus ke tiga paus terdampar sejak Januari 2018. Dalam kurun waktu 2015-2018, sudah ada 15 kasus mamalia laut terdampar dalam wilayah kerja mereka.Sampai saat ini pihaknya terus memantau keberadaan bangkai paus tersebut akan terdampar dimana.  [SEP]" "Asian Games 2018 Dimulai, Titik Api Masih Terpantau di Sumatera Selatan","[CLS]  Pembukaan Asian Games 2018 telah dilakukan di Jakarta, Sabtu (18/8/2018). Gelaran olahraga akbar se-Asia yang diikuti 45 negara ini resmi dimulai. Namun, titik panas masih terpantau di Sumatera Selatan. Para pelaku, terkesan tidak peduli pada  event internasional ini, yang sewaktu-waktu dapat dihentikan jika terjadi bencana kabut asap di Palembang. Selain DKI Jakarta, Palembang, Sumatera Selatan, adalah kota penyelenggara Asian Games ke-18.Berdasarkan pantauan Mongabay Indonesia dari laporan harian BPBD Sumsel, Sabtu (18/8/2018) pukul 18.30, ditemukan 39 titik panas yang tersebar di sejumlah wilayah di sumatera Selatan. Antara lain, Kabupaten Musi Banyuasin (12 titik), Banyu Asin (4 titik), Musirawas (6 titik), Ogan Komering Ilir (4 titik), Ogan Komering Ulu Timur (2 titik), Musirawas Utara (2 titik), PALI (1 titik), dan Kota Palembang (1 titik). Hotspot atau titik panas itu bersumberkan LAPAN.Berdasarkan patroli udara menggunakan helikopter, ditemukan fire spot atau titik api di Desa Upang dan Desa Sementul di Kabupaten Banyuasin. Api di Upang dapat dipadamkan sementara di Sementul mengecil.Di Kabupaten OKI, titim api ditemukan di Desa Simpang Tiga, Desa Serapek, Desa Menang Raya. Di tiga desa ini api padam. Sementara di Desa Pulau Beruang, dan Desa Serimenang api mengecil.Di Kabupaten Ogan Ilir, titik api ada di Desa Meranjat III yang kemudian padam dan di Rawa Jaya api mengecil. Sementara di Kabupaten Muba ditemukan di Desa Mangsang yang apinya mengecil.Upaya pemadaman melalui darat juga dilakukan seperti di Desa Ibul Besar di Kabupaten Ogan Ilir, dan di Dusun Tanjung Lalang, Desa Mulya, Kecamatan Teluk Gelam, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI).Baca: Asian Games dan Jejak Kehidupan Bahari di Sungai Musi  " "Asian Games 2018 Dimulai, Titik Api Masih Terpantau di Sumatera Selatan","Berapa jumlah titik api selama pertengahan Agustus atau menjelang pembukaan Asian Games? Diperkirakan sudah mencapai ratusan. Berdasarkan pantauan laporan harian BPBD Sumsel Agustus ini, tercatat hingga Sabtu (18/8/2018), hanya satu hari Sumatera Selatan bebas dari fire spot. Setiap hari dilaporkan adanya upaya pemadaman kebakaran lahan baik melalui udara maupun darat.Kabupaten yang setiap hari ditemukan titik api antara lain OKI, OI, Banyuasin, Musi Banyuasin, dan Musirawas. Titik ini kebanyakan terjadi di lahan belum digarap dan beberapa titik di perkebunan sawit. Sejauh informasi yang didapat, lahan konsesi dan konservasi di Sumatera Selatan masih aman dari kebakaran.  “Saya tidak mengerti kenapa masih ada kebakaran. Di desa kami juga ditemukan kebakaran lahan. Tidak ada warga desa yang mengaku atau melihat manusia yang membakar lahan tersebut. Agek aneh,” kata Edi Rusman, tokoh masyarakat Desa Perigi Talangnangka, Kabupaten OKI, Sabtu (18/8/2018) malam.“Lantaran di lahan gambut, meskipun dangkal, kami terpaksa melakukan pemadaman selama tiga hari hingga api benar-benar padam. Termasuk, bara di dalam gambut,” ujarnya.Baca juga: Kabut Asap Masih Jadi Ancaman Asian Games 2018 di Palembang  Jika memang ada warga desanya yang melakukan, Edi sungguh tidak mengerti. “Larangan membakar rasanya sudah pada paham. Ancaman hukuman penjara juga sudah tahu. Soal Asian Games yang merupakan pertarungan harga diri Bangsa Indonesia terkait kebakaran juga sudah dijelaskan. Anak-anak juga sudah tahu itu. Entah apa yang ada di pikiran pelaku. Benar-benar sulit dipahami,” kata Edi.Keluhan Edi, yang merupakan aktivis kelompok tani, mungkin juga dirasakan sebagian warga Palembang ketika lahan yang tidak begitu jauh dari lokasi penyelenggaraan Asian Games di Jakabaring Palembang, juga terbakar, sepekan lalu." "Asian Games 2018 Dimulai, Titik Api Masih Terpantau di Sumatera Selatan","“Pelakunya jelas manusia aneh. Rasanya hampir semua warga Palembang sudah tahu jika membakar lahan itu dilarang dan dapat dihukum. Apalagi penyelenggaraan Asian Games ini dapat terancam dibatalkan atau dihentikan jika ada kabut asap akibat kebakaran,” kata Tasma Linda, seorang jurnalis di Palembang, Jumat (17/8/2018).  Kebakaran di lahan kosong yang tak jauh dari kompleks apartemen atlet di Jakabaring, Palembang, cukup mengejutkan. Api muncul malam hari atau Jumat (10/8/2018) malam. Upaya pemadaman dari darat dan udara dilakukan hingga Sabtu (11/8/2018) siang.Dugaan Tasma, tidak digelarnya cabang olahraga populer yang banyak penggemarnya seperti sepakbola putra, adalah bentuk ancaman yang dilakukan dalam bentuk kabut asap. “Padahal, Gelora Sriwijaya Jakabaring merupakan stadion berstandar internasional. Harusnya, warga Sumsel tetap menjaga nama Indonesia, khususnya Palembang,” terangnya.Hampir setiap hari selama sebulan ini, helikopter lalu lalang di atas perkampungan wilayah timur Palembang. Sebut saja Kalidoni dan Plaju, yang mengarah ke Kabupaten OKI dan OI. “Saya heran, setiap musim kemarau pasti ada kebakaran dank abut asap. Pelaku harusnya ditangkap, sehingga tidak menimbulkan kerusakan lingkungan,” ujar Muryati (83), warga Plaju. Foto utama: Maskot Asian Games 2018. Sumber: Asian Games 2018.id   [SEP]" "10 Jenis Ikan Air Tawar Paling Ganas di Dunia","[CLS]  Di penghujung Juni 2018, publik hangat membicarakan ikan Arapaima gigas yang dilepaskan pihak tak bertanggung jawab di Sungai Brantas, Mojokerto, Jawa Timur.Ikan air tawar endemik Sungai Amazon di Amerika Selatan ini, sejatinya sudah dilarang masuk ke wilayah Indonesia berdasarkan   Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 41 Tahun 2014. Mengapa ikan yang panjangnya bisa mencapai empat meter ini begitu ditakutkan kehadirannya?Renny Kurnia Hadiaty, peneliti iktiologi atau biologi ikan dari Pusat Penelitian Biologi LIPI, dalam keterangan tertulisnya kepada media menjelaskan Arapaima gigas   sangat berbahaya bagi ikan asli Indonesia karena sifatnya yang predator. “Jenis yang dinamai Pirarucu   atau ikan merah oleh masyarakat sekitar Amazon ini tidak hanya memangsa ikan tetapi juga melahap udang, katak, hingga burung yang terbang di sekitar permukaan air.”Renny melanjutkan, hadirnya Arapaima gigas   dipastikan menjadi pesaing ikan asli yang telah ada. Tidak hanya dalam hal makanan tetapi juga pemanfaatan ruang jelajah. “Ukurannya yang besar pastinya akan menghabisi satwa akuatik asli di perairan yang dimasukinya. Terlebih, jenis ini bisa beradaptasi di lingkungan yang tidak ideal sekalipun dan kemampuan reproduksinya hingga 50 ribu butir dalam sekali pembuahan,” jelasnya.Baca: Ikan Arapaima, Ikan Berbahaya yang Masuk ke Indonesia  Haryono dari Pusat Penelitian Biologi LIPI menambahkan, di negara asalnya Arapaima gigas  sudah mengalami   overfishing. Bahkan, Pemerintah Brasil telah mengeluarkan larangan untuk menangkapnya sejak 2001. Meski begitu, penangkapan ilegal terus terjadi sehingga diduga populasinya menurun.“Arapaima gigas   yang dilepas di Sungai Brantas dan di perairan air tawar Indonesia harus ditangkap seluruhnya. Sosialisasi peraturan harus digiatkan agar pelaku, pengusaha, dan pemelihara ikan hias mengerti, hingga sanki yang harus diberikan,” jelasnya.  " "10 Jenis Ikan Air Tawar Paling Ganas di Dunia","Michael Risdianto dari Wild Water Indonesia, dalam keterangan tertulisnya menyayangkan pelepasan spesies asing invasif yang pastinya merugikan sumber ikan lokal dan lingkungan kita. “Ikan predator yang beratnya bisa mencapai 200 kilogram ini akan merusak keaslian ekosistem perairan Sungai Brantas. Untuk perairan Indonesia yang lebih baik, mari kita selamatkan ikan lokal dan jaga sumber mata air yang ada,” tandasnya.Arapaima gigas   masuk Appendix II dalam daftar   Convention International Trade in Endangered   (CITES). Artinya, jenis ini belum mengalami kepunahan, namun harus diawasi perdagangannya agar tetap tejaga kelestariannya.Baca: Ikan Endemik Sungai Brantas Terancam Keberadaan Arapaima  Selain Arapaima, sejatinya ada beberapa jenis ikan air tawar predator yang mematikan. Mongabay Indonesia telah mengumpulkan 10 ikan air tawar terganas dari berbagai sumber yang patut Anda ketahui.  Jenis ini sudah mendapatkan reputasi sebagai ikan air tawar sangat berbahaya, dan sering ditampilkan dalam film-film thriller Hollywood. Piranha atau piraña adalah ikan air tawar terganas dan predator yang hidup di sungai-sungai di Amerika Selatan. Ikan ini  selalu mencari makan berkelompok, melahap satwa dengan cepat juga ikan, siput, serangga yang hinggap di air, hingga tanaman-tanaman sungai.   Belut listrik sebenarnya adalah jenis ikan todak dan lebih terkait erat dengan ikan lele dibandingkan belut sejati. Ikan yang tidak biasa ini menghuni perairan di Amazon dan lembah Orinoco di Amerika Selatan, tempat mereka berburu mangsa dan mempertahankan diri dengan menghasilkan semburan listrik yang kuat dan mematikan.Belut listrik menghirup udara dari permukaan untuk bernafas. Berkat organ internal khusus, ia dapat menghasilkan kejutan listrik lebih besar dari 500 volt. Itu cukup untuk membunuh manusia dewasa. Jenis ini hanya menyerang manusia jika terganggu dan cenderung hidup di air yang keruh dan stagnan.   " "10 Jenis Ikan Air Tawar Paling Ganas di Dunia","Ikan ini cukup ditakuti.   Para ahli biologi seringkali memperingatkan bahwa ikan air tawar ini dapat dengan mudah menghabisi hewan-hewan air tawar lain di Amerika Utara.Predator ini terkenal rakus memburu makanan, memangsa invertebrata, katak, dan ikan yang lebih kecil, bahkan menyerang apa pun yang bergerak.Snakehead dapat hidup di luar air hingga empat hari lamanya dan bisa bertahan dari kekeringan di sungai dengan menggali ke dalam lumpur.   Nama snakehead mengacu pada bentuk kepalanya yang menyerupai kepala ular.   Ikan muskellunge (Esox masquinongy) adalah raja habitat air tawar di Amerika Utara, bisa tumbuh sepanjang 1,8 meter dan beratnya mencapai 32 kilogram.   Ikan ini masih berkerabat dengan barracuda, berbadan besar, panjang, bergigi tajam, dan tentu saja kuat. Muskellunge dapat dengan mudah menarik mangsanya yang besar ke bawah air.   Ikan pari air tawar raksasa diketahui menghuni sungai-sungai di Asia Tenggara dan Australia utara, panjangnya hingga 5 meter dengan berat hingga 600 kilogram. Sangat sedikit informasinya, termasuk berapa banyak yang tersisa, dan apakah bisa hidup di air asin.Jenis ini sulit dilihat, karena sering mengubur diri di sedimen sungai. Tubuhnya memiliki duri di pangkal ekor sepanjang 28 cm yang mengandung racun mematikan. Banyak ilmuwan takut bila ikan ini terancam akibat hilangnya habitat dan polusi air sungai.   Ikan ini disebut sebagai vampirnya dunia ikan. Ikan yang  yang banyak ditemukan di perairan air tawar di Amerika Selatan ini memiliki ciri khas  taring bawah yang panjang dan tajam.Payara sangat licin, lincah, dan, memiliki warna silver mencolok. Tubuhnya, bisa sepanjang setengah meter dan giginya yang tajam dengan mudah menembus daging mangsanya. Mereka dikenal sebagai pemangsa ikan-ikan piranha. Ikan candiru. Sumber foto: The Natural History Museum/Alamy Stock Photo via BBC.com  " "10 Jenis Ikan Air Tawar Paling Ganas di Dunia","Ikan ini ukurannya kecil, sekitar 15 cm panjangnya. Namun karena ukurannya ini, ia menjadi salah satu ikan air tawar paling ditakuti di dunia. Biasanya, memakan insang ikan yang lebih besar di Amazon. Namun, selama beberapa abad terakhir telah ada laporan tentang makhluk-makhluk ini di uretra manusia, masuk melalui lubang-lubang tubuh.Candiru adalah ikan parasit, sekali mereka masuk ke salah satu lubang, entah itu anus, vagina atau salurang kencing, mereka akan tinggal di sana dengan mencampur rasa sakit luar biasa. Sialnya, ikan ini tidak bisa dikeluarkan dengan cara biasa, hanya melalui operasi.   Hiu ini banyak ditemukan di perairan dangkal dan hangat sepanjang pantai. Inilah mengapa sangat berbahaya bagi manusia. Hiu banteng bisa lama beredar di air tawar atau sungai meski bukan jenis hiu sungai sejati. Jenis ini memangsa ikan, penyu, burung, kerang, udang-udangan, bahkan mamalia darat.   Ini adalah  jenis ikan aligator terbesar di dunia. Ikan ini  pada umumnya memiliki panjang 2,5 meter dengan berat 100 kg. Alligator gar biasanya memakan ikan kecil, serangga, mamalia air dan bahkan buaya berukuran kecil. Ikan ini sangat agresif, dan di berbagai negara dilarang untuk diperjualbelikan karena bisa merusak ekosistem alami sungai.Oleh para ahli, Alligator gar dianggap sebagai fosil hidup. Ini dikarenakan tergolong primitif yang sudah ada sejak   ratusan juta tahun lalu. Jenis ini merupakan ikan asli Amerika Serikat bagian Selatan, yakni perairan sepanjang Texas dan Oklahoma juga Sungai Mississipi, Sungai Ohio dan Missouri hingga ke Meksiko. Giginya tajam menyeramkan, meski begitu belum ada laporan penyerangan terhadap manusia.   Ikan ini hidup di sungai-sungai besar di Afrika, sebagai predator ganas dengan gigi-gigi tajam yang besar. Mereka sering berburu berkelompok dan sesekali memakan hewan besar. Referensi:  [SEP]" "Tampung Kayu Ilegal, Izin Perusahaan Sawmill ini Dicabut Gubernur Aceh","[CLS] Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, resmi mencabut Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IUIPHHK) Perusahaan Sawmill Hakim Meriah di Kabupaten Bener Meriah. Pencabutan dilakukan karena perusahaan pengolahan kayu tersebut (sawmill) terbukti menampung kayu hasil penebangan liar.Tehnical Assisten Gubernur Aceh, M. Rizal Falevi Kirani, Jum’at (26/1/2018) mengatakan, pencabutan izin tertuang dalam Keputusan Gubernur Aceh Nomor 522/19/2018, tertanggal 25 Januari 2018.“Pencabutan merupakan bagian tindak lanjut sidak yang dilakukan Gubernur Aceh pada 24 November 2017. Dalam sidak itu, Irwandi Yusuf menemukan terjadinya penyalahgunaan izin dengan cara menampung  atau mengolah bahan baku kayu yang berasal dari sumber yang tidak sah atau ilegal,” ujar Falevi.Terkait kondisi tersebut, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh menerbitkan surat usulan pencabutan izin usaha IUIPHHK atas nama perusahaan itu.“Berdasarkan peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, IUIPHHK ini telah dilanggar Perusahaan Hakim Meriah untuk menadah, menampung atau mengolah bahan baku hasil hutan yang berasal dari sumber tidak sah. Ini sungguh menyimpang,” terang Fahlevi. Baca: Data RPJM Aceh 2016: Hutan Rusak Hanya Enam Ribu Hektar. Tanggapan Aktivis Lingkungan? Kepala Biro Humas dan Protokol Pemerintah Aceh Mulyadi Nurdin mengatakan, Keputusan Gubernur Aceh ini sekaligus mencabut keputusan sebelumnya bernomor 522.562/BP2T/761/IUIPHHK/IV/2016 tanggal 18 April 2016 tentang pemberian izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IUIPHHK) jenis sawmill. Ditujukan ke usaha Sawmill Hakim Meriah di Kabupaten Bener Meriah, Aceh.“Dengan demikian, sejak dilakukan pencabutan keputusan tersebut, semua kegiatan industri yang dilakukan Perusahaan Hakim Meriah dihentikan,” ujarnya.  Kunjungan mendadak" "Tampung Kayu Ilegal, Izin Perusahaan Sawmill ini Dicabut Gubernur Aceh","Seperti yang pernah Mongabay beritakan sebelumnya, Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf pada 24 November 2017 melakukan kunjungan mendadak ke salah satu lokasi penebangan kayu milik salah satu perusahaan di Desa Wer Tingkem Kecamatan Mesidah dan Desa Rusip, Kecamatan Syiah Utama, Kabupaten Bener Meriah. Saat melakukan sidak ke Desa Rusip, Irwandi Yusuf menemukan banyak kayu yang ditebang tanpa izin milik Perusahaan Sawmill Hakim Meriah.“Ini pabrik kayunya berizin, izin gubernur tahun 2016 bisa kita lihat di papan di depan pabrik,  tapi sumber kayunya tidak sah, kayu curian ditebang entah dimana mana bukan dari sumbernya,” kata Irwandi.Berdasarkan Informasi dari Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh yang dihubungi langsung Irwandi melalui handphone, diketahui sumber kayu berasal dari lahan pribadi pemilik perusahaan tersebut.“Heran juga saya Dinas Kehutanan memberi izin sumber kayu milik pribadi di tengah hutan. Ada orang punya hutan?,” tanya Irwandi kepada Kepala Dinas LHK tersebut sembari mengatakan dirinya berada dilokasi perusahaan.Selain itu, lanjut Irwandi, perusahaan ini juga banyak permasalahannya dalam hal perizinan di 2016. “Katanya, ada backing dari oknum Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Semua sudah laporan ke saya, hanya belum ada bukti.”Irwandi meminta Kapolres Bener Meriah, AKBP Fahmi Irwan Ramli yang ikut sidak untuk memeriksa para saksi. Tujuannya, untuk mengetahui apakah lokasi penebangan dilakukan di area yang diberikan izin atau tidak. “Pabrik ini tidak boleh beroperasi dan harus dihentikan, karena sumber kayunya yang tidak jelas dan ilegal,” tegasnya.  Bupati Bener Meriah, Ahmadi menyampaikan, banyak menerima laporan masyarakat terkait penebangan ilegal di wilayah tersebut. “Karena ini kewenangan provinsi, dalam rakor pimpinan daerah saya sudah sampaikan kepada Gubernur Aceh. Hari ini, Gubernur datang melihat langsung.”" "Tampung Kayu Ilegal, Izin Perusahaan Sawmill ini Dicabut Gubernur Aceh","Ahmadi mengatakan, dirinya bersama Muspida Bener Meriah siap melaksanakan dan mengkoordinasikan perintah atau keputusan Gubernur Aceh. “Kalau penghentian, penutupan, dan penindakan sifatnya ke ranah hukum, kita hanya berkoordinasi atau membantu pihak kepolisian,” ujarnya.Berdasarkan sumber dari pegiat lingkungan di Kabupaten Bener Meriah yang enggan disebutkan namanya dikatakan, kasus Perusahaan Hakim Meriah sudah pernah dilaporkan ke Dinas LHK dan Polda Aceh. Bahkan, personil KPH pernah menangkap truk pengangkut kayu tanpa dokumen di perusahaan tersebut.   “Namun akhirnya, truk dilepas dengan alasan kasus sudah ditangani pihak terkait di provinsi,” jelasnya. Banner:   Polisi Daerah Aceh menyita sekitar enam meter kubik kayu ilegal yang di tebang di hutan lindung di Kecamatan Leupung, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, 25 Februari 2016 silam. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia   [SEP]" "Hutan Mangrove di Aceh Tamiang Rusak, Begini Kondisinya","[CLS] Aceh Tamiang merupakan kabupaten di Provinsi Aceh yang memiliki hutan mangrove luas. Namun, hutan di pesisir timur Aceh tersebut rusak, akibat berbagai kegiatan ilegal.Dalam   SK   Menteri Kehutanan Nomor   SK.103/MenLHK-II/2015 tanggal 2 April 2015 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Kehutanan Nomor   SK.865/Menhut-II/2014 tanggal 29    September 2014 mengenai Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Provinsi Aceh disebutkan, luas hutan pesisir mangrove di Kabupaten Aceh Tamiang adalah 24.013,5 hektar.“Dari luasan tersebut, 18.904,26 hektar berupa hutan produksi, sementara 5.109,24 hektar berstatus hutan lindung,” jelas Direktur Eksekutif Walhi Aceh, Muhammad Nur, Senin (12/3/2018).Muhammad Nur menambahkan, hutan mangrove yang keseluruhan tersebar di   Kecamatan Seuruway, Bendahara, Banda Mulia, serta Manyak Payed itu, sekitar 85 persen dalam kondisi rusak akibat dirambah. Kayunya dijadikan bahan baku arang. Meski begitu ada juga yang menebang mangrove untuk dijadikan tambak atau kebun sawit.“Perambahan yang dilakukan masyarakat, sebagian besar dibiayai pemilik dapur arang, yang jumlahnya lebih 200 unit. Secara umum, dapur tersebut diindikasikan tidak memiliki izin,” terangnya.Baca: Penting Bagi Kehidupan, Harusnya Mangrove Tidak Dirusak  Rusaknya mangrove, selain menimbulkan abrasi pantai dan sungai, juga akan mengganggu keseimbangan ekosistem pesisir. Walhi Aceh berharap, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh segera melakukan penertiban dan merehabilitasi kawasan yang rusak.Pemerintah Aceh Tamiang dan Pemerintah Provinsi Aceh juga harus memfasilitasi ekonomi alternatif kepada masyarakat, yang selama ini bergantung hidup pada kegiatan ilegal tersebut.   “Salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan memfasilitasi pembentukan perhutanan sosial,” ungkapnya.  " "Hutan Mangrove di Aceh Tamiang Rusak, Begini Kondisinya","Masyarakat Aceh Tamiang, Khairul Azmi mengatakan, sejak hutan mangrove di Aceh Tamiang rusak, tangkapan ikan nelayan tradisional juga menurun.   “Begitu juga dengan kepiting bakau yang mulai sulit didapat padahal harganya lumayan mahal. Hal yang sama juga dengan udang yang perlahan menghilang.”Khairul Azmi mengatakan, jika hal ini terus terjadi, banyak masyarakat yang akan kehilangan mata pencaharian dan menambah angka kemiskinan di Aceh Tamiang.“Pengrusakan hutan mangrove di Aceh Tamiang hanya menguntungkan segelintir orang. Baiknya, hutan ini dijaga sehingga masyarakat dapat terus menikmati hasil tangkapan ikan, udang dan kepiting,” ujarnya.  Perhatian seriusHusaini dari Yayasan Sheep Indonesia (YSI) Wilayah Aceh menyebutkan hal yang sama. Menurut dia, kerusakan ini harus ada perhatian serius dari pemerintah.   “Dampak buruk dari rusaknya hutan mangrove adalah hilangnya biota mangrove seperti kepiting dan udang serta ikan yang merupakan tangkapan nelayan tradisional. Meningkatnya intrusi air laut ke daratan bakal membuat air sumur masyarakat menjadi payau, tidak bisa digunakan sebagai air minum.”Padahal, jika mangrove tidak dirusak, atau hutan dipertahankan, kondisi tersebut akan menguntungkan masyarakat. Juga, mendatangkan pendapatan untuk daerah.   “Misalnya hutan mangrove ini dijadikan sebagai tempat wisata. Ini, sebagaimana yang dilakukan Pemerintah Kota Langsa, mengembangkan ekowisata hutan mangrove, yang bertetangga dengan Kabupaten Aceh Tamiang,” terangnya.Ini momentum yang tepat bagi Pemerintah Aceh Tamiang untuk    memasukkan rencana pengelolaan hutan mangrove sebagai prioritas pembangunan. Pemerintah Aceh Tamiang, saat ini tengah menyusun revisi qanun atau perda tentang RPJM Daerah dan Qanun RTRW Daerah.   “Kajian lingkungan hidup strategis kedua qanun tersebut juga dalam penyusunan, jadi ini kondisi ideal,” jelasnya.  " "Hutan Mangrove di Aceh Tamiang Rusak, Begini Kondisinya","Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Aceh, Saminuddin B Tau mengakui, saat ini tutupan hutan mangrove di Aceh Tamiang terus berkurang akibat kegiatan ilegal.   “Hutan mangrove di Aceh Tamiang tersisa sekitar 40 persen. Meskipun tutupan hutannya menurun, namun statusnya sebagai kawasan hutan tidak berubah.”Saminuddin menyebutkan, selain berubah fungsi menjadi kebun kelapa sawit dan areal tambak, hutan mangrove di Aceh Tamiang juga berkurang akibat penebangan liar untuk bahan baku arang.“Dapur arang ini sulit dihentikan karena melibatkan banyak pihak termasuk dari luar Aceh. Ada oknum aparat dari Medan, Sumatera Utara, yang sudah sangat dikenal oleh petugas kehutanan sebagai backing kegiatan pengiriman arang dari Aceh Tamiang ke Sumatera Utara. Saat ini sedang dicarikan solusi menghentikannya,” tuturnya.  Saminuddin menambahkan, untuk memperbaiki hutan mangrove di Aceh Tamian yang rusak, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh sedang bekerja sama dengan lembaga non-pemerintah menyusun rencana perbaikan guna mengembalikan kembali fungsinya.“Kita akan merehabilitasi hutan yang rusak dan sedang mencari solusi terbaik agar perambahan dan kegiatan ilegal tidak lagi terjadi,” tandasnya.   [SEP]" "Bunga tak Sekadar Estetika, Tapi Mampu Jaga Keseimbangan Ekosistem, Kok Bisa?","[CLS] Saat perjalanan antara Cilongok menuju Pekuncen, Banyumas, Jawa Tengah (Jateng), di sepanjang jalan terdapat hamparan sawah yang begitu luas. Uniknya, di pinggir sawah yang berbatasan dengan jalan, para petani menanami berbagai macam tanaman bunga. Ada warna kuning dan merah.Salah seorang petani di Desa Karangtengah, Cilongok, Sanuri (45), mengungkapkan kalau dirinya sengaja menanam bunga kenikir. “Kami diberitahu oleh para penyuluh lapangan pertanian (PPL) untuk menanami tanaman bunga kenikir. Ini bunganya kuning-kuning. Mereka mengatakan kalau bunga tersebut akan menumbuhkan musuh alami wereng. Ternyata pada saat panen bulan Oktober lalu, areal pertanian saya juga tidak diserang wereng,” ungkap Sanuri pada Jumat (2/11/2018).Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan (Dinpertan) Banyumas Widarso mengakui kalau pihaknya telah mendorong kepada petani untuk menanam berbagai jenis tanaman bunga. “Tanaman hias berbunga itu adalah refugia. Jenisnya macam-macam, ada bunga matahari (Helianthus annus L.), bunga kenikir (Cosmos caudatus), bunga kertas (Zinnia sp.) dan lainnya. Bunga-bunga tersebut ternyata mampu mendatangkan predator alami hama, salah satunya adalah hama wereng batang coklat. Nyatanya, dalam beberapa waktu terakhir, ada dampak baik yakni minimnya serangan wereng,” jelas Widarso.Widarso mengatakan ujicoba telah dilaksanakan di sejumlah tempat dan petani sudah merasakan dampaknya. Ke depannya, pihaknya terus mendorong agar penanaman berbagai macam tanaman bunga terus digalakkan.baca:  Ternyata Serangga Mampu Tingkatkan Produksi Buah dan Sayur, Seperti Apa?  " "Bunga tak Sekadar Estetika, Tapi Mampu Jaga Keseimbangan Ekosistem, Kok Bisa?","Mengapa tanaman bunga bisa mendatangkan predator alami hama tanaman padi? Dosen Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Mujiono mengatakan kalau tanaman refugia menghasilkan nektar karena memiliki bunga warna-warni. Bunga dari refugia disenangi oleh serangga berguna, sebab sebagai musuh alami dari hama tanaman khususnya padi dan sayuran. “Serangga yang merupakan predator alami tersebut disebut sebagai parasitoid. Makhluk hidup ini memangsa hama, sehingga sangat dibutuhkan dalam mengendalikan hama. Namun, musuh alami harus disediakan lingkungan yang baik untuk habitatnya,” ujarnya.Untuk itulah, pihaknya mengembangkan rekayasa ekologi sebagai teknik pengendalian hayati dalam bidang pertanian. Ada berbagai jenis tanaman refugia yang dikembangkan di antaranya adalah kipahit atau rondo semoyo (Tithonia diversifolia), bunga tembelekan (Lantana sp.), akar wangi (Vitivera zizanioides), bunga tahi ayam (Tagetes erecta), kacang pintoi (Arcahis pintoi), bunga matahari, bunga kenikir, bunga kertas dan lainnya. “Seluruh bunga-bunga tersebut kami kembangkan di Experimental Farming (Exfarm) atau Kebun Percobaan di Kompleks Fakultas Pertanian Unsoed,” jelasnya.Makanya, di kompleks Exfarm Fakultas Pertanian itu, berbagai jenis tanaman berbunga ditanam. Yang menarik, berbagai kupu yang serangga cukup banyak di area setempat. Itu menjadi pertanda kalau bermacam-macam serangga begitu tertarik dengan bunga yang menghasilkan nektar. “Kalau nantinya bunga-bunga ini disebar ke areal pertanian, maka itulah yang disebut dengan rekayasa ekologi untuk pengendalian hayati. Jadi, sebetulnya kami mencoba menyeimbangkan ekosistem di alam,” ungkap Mujiono.baca :  Gelombang Suara Gantikan Pestisida untuk Berantas Hama, Seperti Apa?  " "Bunga tak Sekadar Estetika, Tapi Mampu Jaga Keseimbangan Ekosistem, Kok Bisa?","Jadi sebetulnya, bunga itu sebagai bagian dari “rumah” parasitoid serta sebagai sumber makanan tambahan. Dengan demikian hidup parasitoid bakal lebih baik, karena tercipta lingkungan yang mendukung. “Fertilitasnya naik, jumlah telur juga banyak. Kalau jumlah telur banyak, maka mendorong populasi tinggi. Sehingga dengan populasi yang tinggi bakal tercipta musuh alami bagi hama tanaman,”katanya.Untuk musuh wereng coklat, misalnya, adalah jenis Oligosita sp. dan Anagrus sp. “Oligosita sp itu mampu menyerang telur-telur wereng coklat, meski letaknya berada di dalam jaringan tanaman. Serangan tersebut tidak mematikan tanaman. Anagrus sp juga demikian. Kedua jenis predator ini menggunakan nektar sebagai salah satu pakan tambahan juga,” ungkap Mujiono.Apakah pernah dipraktikkan? Mujiono mengungkapkan kalau dirinya telah mempraktikkan di berbagai tempat di antaranya di Cirebon dan Brebes. Di Kapetakan, Cirebon, misalnya, ada demplot seluas 30 hektare (ha) yang ditanami padi. Budidaya padi di lokasi setempat dilakukan secara organik mampu menghasilkan 9,5 ton per ha. “Karena kebutuhan pangan kita banyak, maka harus disiati dengan teknologi ramah lingkungan. Kami melakukan menanam padi dengan sistem alami tetapi ditopang dengan teknologi. Jadi, selain produksi sehat dan lingkungan lestari, hasilnya juga tinggi,” ujarnya." "Bunga tak Sekadar Estetika, Tapi Mampu Jaga Keseimbangan Ekosistem, Kok Bisa?","Ia mengatakan selain mencoba di  Cirebon, selama enam tahun terakhir, juga dikembangkan pertanian organik di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Hikmah 2 Benda, Desa Sirampog, Kecamatan Bumiayu, Brebes. “Sewaktu pertama kali mengembangkan pertanian di lokasi yang hanya sekitar 8.000 m2, areal sawah baru saja diserang hama wereng. Nah, biasanya sehabis serangan wereng bakal muncul penyakit tungro. Jadi, areal setempat harus disehatkan dulu. Berbarengan dengan itu, ditanami berbagai jenis tanaman berbunga. Alhamdulillah, sampai sekarang hama terkendali. Kalau pun ada, itu sangat kecil karena lingkungannya cocok untuk perkembangbiakan musuh alami. Setiap panen, mampu menghasilkan sekitar 5 ton padi. Memang kalau dibandingkan dengan areal dataran rendah, wilayah pegunungan akan lebih rendah produksinya karena pengaruh penyinaran,” katanya.baca juga : Begini Cerita Sekolah Pinggir Hutan yang Ajarkan Kearifan Lingkungan  Kini, Mujiono juga tengah mengembangkan konsep semacam itu di Desa Windujaya, Kecamatan Kedungbanteng, Banyumas. “Ada lahan milik petani di desa setempat yang siap dikembangkan dengan teknologi ramah lingkungan dan penciptaan habitat musuh alami hama. Salah satu yang diupayakan adalah menggarap lahan sekaligus menyiapkan pematang sawah untuk ditanami berbagai jenis tanaman berbunga. Sehingga begitu padi mulai bertumbuh berbarengan dengan tanaman bunga. Harapannya, musuh alami dari hama padi seperti untuk wereng dan penggerek batang, akan datang ke lokasi setempat. Ekosistem alamiah jadi bisa dipertahankan tanpa perlu ada pestisida,” katanya." "Bunga tak Sekadar Estetika, Tapi Mampu Jaga Keseimbangan Ekosistem, Kok Bisa?","Mujiono mengatakan untuk satu ha tanaman padi, misalnya, kebutuhan luas ideal tanaman bunga tidak bisa dipastikan. Hanya, semakin banyak tanaman bunga, maka kemunculan musuh alami hama tanaman padi kian banyak. Itu artinya, pengendalian hama dapat lebih baik. “Tanaman refugia juga harus diperhatikan, karena biasanya umur tanaman tersebut hanya berkisar antara enam bulan hingga satu tahun. Tanaman bunganya harus diganti. Tetapi kadang, tak perlu diganti karena ada yang tumbuh secara alami,”paparnya.Sepertinya, para petani masih membutuhkan dorongan agar mereka mengembangkan tanaman refugia. Peran dari perguruan tinggi dan dinas terkait sangat penting untuk terus mensosialisasikan. Sebab, rekayasan ekologi itu sangat penting bagfi habitat predator hama sehingga diharapkan bakal menekan atau malah menghilangkan konsumsi pestisida.  [SEP]" "Aksi di Kapal Tanker Sawit Wilmar, Aktivis Greenpeace Ditahan","[CLS]   Aksi damai aktivis Greenpeace menaiki kapal kargo pengangkut minyak sawit milik Wilmar berujung penahanan. Enam aktivis Greenpeace ditahan kapten kapal tanker raksasa Stolt Tenacity. Mereka menaiki kapal kargo sepanjang 185 meter yang sedang membawa muatan produk minyak sawit dari Wilmar International.Kiki Taufik, Kepala Kampanye Hutan Global Greenpeace Asia Tenggara berada di atas kapal Greenpeace Esperanza.. Dihubungi Mongabay via Whatsapp dia mengtakan, Kapal Stolt Tenacity, membawa muatan minyak sawit Wilmar dari Indonesia ke Eropa.Sejumlah aktivis Greenpeace dari Indonesia, Jerman, Inggris, Perancis, Kanada dan Amerika Serikat, aksi damai menaiki kapal protes perusakan hutan di Indonesia oleh perkebunan sawit.Kapal itu membawa minyak sawit dari kilang penyulingan Wilmar di Dumai, Riau. Kilang di Dumai, menampung pasokan minyak sawit dari para perusahaan sawit termasuk Bumitama, Djarum, keluarga Fangiono dan Gama. Fasilitas Wilmar lain memasok satu atau dua dari dua kilang, termasuk kilang PT Multi Nabati Sulawesi milik Wilmar, yang diduduki Greenpeace pada September lalu.“Aksi ini terjadi di Perairan Teluk Cadiz di dekat Spanyol, sampai sekarang aktivis masih ditahan” kata Kiki Taufik dari kapal Esperanza Greenpeace.Sebelum ditahan, mereka berhasil membentangkan spanduk bertuliskan “Save our Rainforest” (selamatkan hutan hujan kita) dan “Drop Dirty Palm Oil” (hentikan minyak sawit kotor).Sebelum aksi mulai, kapten kapal telah diberitahu melalui saluran radio VHF tentang protes damai dan tanpa kekerasan. “Pemberitahuan aksi damai kami diacuhkan, dan menahan para relawan di salah satu kabin kapal kargo,” katanya.  Hannah Martin, Jurukampanye di kapal Greenpeace Esperanza mengatakan, mereka memiliki keterbatasan kontak radio dengan sukarelawan dan meminta kapten kapal membebaskan mereka." "Aksi di Kapal Tanker Sawit Wilmar, Aktivis Greenpeace Ditahan","Dalam rilis investigasi Greenpeace terbaru menyebutkan, Wilmar merupakan pemasok utama minyak sawit untuk perusahaan raksasa makanan ringan, Mondelez . Produk-produk terkenal Mondelez antara lain biskuit Oreo, cokelat Cadbury, dan biskuit Ritz.Investigasi itu menemukan, pemasok minyak sawit Wilmar telah menghancurkan 70.000 hektar hutan di seluruh Asia Tenggara dalam dua tahun dan bukti terkait kebakaran hutan, pekerja anak, eksploitasi pekerja, penebangan ilegal hingga perampasan tanah.“Minyak sawit dapat diproduksi tanpa merusak hutan. Lebih dari 1 juta orang di seluruh dunia menuntut tindakan nyata. Saatnya bagi Mondelez dan merek rumah tangga lain mendengarkan seruan menjauhi Wilmar hingga terbukti minyak sawit bersih, ” ​​ kata Martin.Dari rilis Greenpeace, Waya Maweru, pemanjat asal Sulawesi Utara mengatakan, telah menyaksikan dampak deforestasi dari ulah perusahaan perkebunan sawit nakal yang menyebabkan kota-kota tercekik kabut asap kebakaran hutan.Hingga kini, Greenpeace terus berkomunikasi dengan kapten kapal meminta pembebasan para aktivis. Keterangan foto utama:  Aksi Greenpeace meminta Wilmar menghentikan perusakan hutan di Indonesia.Foto: Greenpeace [SEP]" "Citarum Masih Berkutat Masalah Meski Berbagai Proyek Diluncurkan","[CLS] Penanganan masalah Sungai Citarum dikebut. Program-program rekaya fisik getol dilakukan meski kondisi sungai terbesar di Jawa Barat itu tak kunjung membaik. Triliunan Rupiah sudah dikucurkan dalam 30 tahun terakhir, guna memulihkan sungai sepanjang 297 kilometer ini.Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum memiliki sejarah panjang dalam keterlibatan proyek-proyek yang dikerjakan oleh pemerintahan pusat, provinsi, dan daerah. Juga, lembaga donor seperti Asian Develoloment Bank (ADB) yang bersedia memberi pinjaman untuk Citarum.Proyek besar terakhir yang dicanangkan adalah Integrated Citarum Water Resorces Management Investment Program yang didanai oleh pinjaman ADB sebesar US$ 500 juta atau setara 6 triliun Rupiah. Pelaksanaan efektifnya mulai 2008 di bawah skema multitranch selama 15 tahun.Program ini tidak diketahui masih berjalan atau tidak, terlebih setelah bergulirnya program baru yaitu Citarum Harum yang didukung Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2018 Tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran Dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum. Pastinya, sejauh mana keberhasilan program besar itu, belum diketahui pasti, karena sampai hari ini Sungai Citarum masih didera ribuan ton limbah industri dan limbah rumah tangga.Melihat kembali persoalan Citarum, memang cukup pelik dan multidimensi. Membahas berbagai permasalahnya tentu saja harus diimbangi solusi dengan kualitas setara. Alasan ini yang membuat program Citarum Harum yang diresmikan Presiden Jokowi Febuari 2018 lalu, dinilai berbeda karena memakai skema terintegritas.Baca: Menanti Sungai Citarum Pulih, Akankah Terwujud?  Meski penanganan Citarum tidak lagi parsial dan sudah ada kata sepakat perihal itegritas, namun faktanya, peta jalan atau roadmap pengendaliannya belum jelas. Ini terkait mekanisme akan seperti apa dan bagaimana Citarum kedepan." "Citarum Masih Berkutat Masalah Meski Berbagai Proyek Diluncurkan","Akhirnya, beberapa proyek strategis yang menyoal Citarum kembali digulirkan. Tujuannya sama; memperbaiki kualitas Citarum, mengendalikan banjir, mengatasi persoalan lingkungan di DAS Citarum, dan menyediakan pasokan air baku.Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumaharan Rakyat (PUPR) melalui Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum yang berwenang terhadap badan sungai melakukan langkah struktural. Seperti, melakukan normalisasi Sungai Citarum hulu (2017-2019) dengan anggaran Rp78 miliar, pembangunan floodway Cisangkuy paket I dan II (2015-2019) Rp311 miliar dan Rp 320 miliar.Normalisasi juga dilakukan di beberapa anak sungai Citarum seperti Sungai Cimande dengan anggaran Rp93,15 miliar, Sungai Cikijing Rp92,56 miliar, dan Sungai Cikeruh Rp53,31 miliar yang ditargetkan rampung pada 2018. Pembangunan Embung Gedebage di Kota Bandung dengan biaya Rp85,48 miliar juga ditargetkan di tahun yang sama.  Kemudian, yang sedang berjalan sekarang Kolam Retensi sebagai pengendali banjir di Bandung Selatan. Dengan dana Rp203,83 miliar, nantinya, kolam tersebut diproyeksikan menampung limpasan Sungai Citarum di daerah Dayeuhkolot dan Baleendah sekitar 1 meter dan mengurangi luas genangan dari semula 342 hektar menjadi 41 hektar.Kolam retensi yang berada persis di sisi Sungai Citarum ini memiliki luas 8,7 hektar dengan kapasitas tampung 220 ribu meter kubik. Dilengkapi juga 3 unit pompa pengendali banjir berkapasitas 3,5 meter kubik/detik dan 1 unit pompa harian berkapasitas 1,5 meter kubik/detik.Sekitar 30 kilometer dari Kolam Retensi Cieuteung, BBWS Citarum tengah melakukan pembangunan terowongan atau tunnel di Curug Jompong yang rencananya rampung pada 2019 mendatang. Biaya yang dibutuhkan sebesar Rp352 miliar, untuk panjang terowongan sepanjang 2×230 meter yang berfungsi mempercepat laju arus Sungai Citarum.  Tidak realistis" "Citarum Masih Berkutat Masalah Meski Berbagai Proyek Diluncurkan","Terkait banjir Citarum, warga di Baleendah dan Dayeuhkolot, sepertinya, sudah lelah bencana ini. Asep warga Baleendah menuturkan, rekayasa fisik Citarum tidak menyelesaikan persoalan, malah memindahkan persoalan ke wilayah lain. “Dulu sudah. Rekayasa sungai berupa pelurusan pada bagian yang berkelok,” gumam Asep.Geolog T. Bacthiar berpendapat, wacana pembangunan terowongan Curug Jompong hanya akan mengulang kegagalan yang sudah. Sedimen sungai akibat erosi di hulu akan terbawa aliran sungai dan menjadi masalah pada Waduk Saguling. Limpahan material yang dibawa aliran sungai bakal membuat volume sedimentasi di Waduk Saguling menjadi lebih tinggi. Jika tidak siap dengan konsekuensi gangguan operasional pembangkit listrik, maka pemerintah disarankan mengkaji kembali proyek tersebut.“Kalau tidak siap, berarti jangan lakukan itu. Kalau masih butuh energi dari Saguling, tidak perlu bikin terowongan yang dianggap solusi banjir. Padahal keliru sebetulnya,” ujar dia.  Bila diasumsikan, skenario kerugian ekonomi seandainya Citarum terus menerus mengalami degradasi adalah senilai US$ 3 miliar/tahun dari energi listrik yang dihasilkan 3 waduk di Citarum yaitu 1.400 MW yang setara 16 juta ton/tahun BBM atau 5 miliar kwh/tahun listrik. Belum lagi kerugian bila air Citarum tidak lagi mengairi sawah seluas 420.000 hektar. Asumsi itu di luar kerugian dari sektor-sektor lain seperti perikanan, air baku, infrastruktur, dan lainnya.Selama ini pun, kerugian negara pada Sungai Citarum tidak ketahui. Begitupun program-program yang dicanangkan. Ketimbang melakukan proyek yang minim kajian, Bachtiar menyarankan untuk mengentaskan perkara banjir di Citarum dengan merevitalisasi kali-kali maupun danau penampungan air yang telah mati sepanjang DAS Citarum. Langkah restorasi tersebut dianggap lebih ramah lingkungan." "Citarum Masih Berkutat Masalah Meski Berbagai Proyek Diluncurkan","Walaupun revitalisasi Citarum bukan hanya harus dilihat dari sisi ekologisnya saja, tetapi juga dari dimensi lain yang berkaitan. “Namun, setidaknya itu lebih bijaksana. Memperbaiki Citarum sekarang itu harus memperbaiki hutan, tidak ada jalan lain,” tandas Bachtiar.   [SEP]" "Hiu Paus Mati Terdampar di Pulau Mansinam","[CLS]  Hiu paus sepanjang 8,8 meter terdampar di Pulau Mansinam, Manokwari. Awalnya, warga melihat hiu paus, masih ada gerakan.  Kala coba evakuasi,  sudah tak bernyawa lagi. Akhirnya, tim gabungan berhasil menyeret bangkai hiu paus gunakan dua longboat, ke daratan untuk  dikuburkan.  Yan Agus Rumbewas, aktivis lingkungan Komunitas Anak Air Manokwari (KAAM) berdiri di kedalaman satu meter di ujung ekor hiu paus (whale shark) sepanjang 8,8 meter di Pulau Mansinam, Manokwari, Papua Barat pukul 12.30 waktu setempat.Kurang dari 10 orang, dari berbagai organisasi seperti RAPI, Universitas Papua, BPBD Manokwari dan Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih (BBTNTC) membentuk barisan sepanjang tubuh hiu paus. Matahari begitu terik.Pada kepala sang Rhincodon typus ini, seorang pegawai BBTNTC berusaha menanamkan sebatang kayu lima-lima ke bagian celah sirip leher yang terjebak di karang.Dua urat tali tambang yang mengikat tubuh bagian ekor dan sirip leher ditarik bersamaan oleh dua speedboat, diikuti dorongan yang lain.  Setelah mencoba beberapa kali, tubuh mamalia laut ini akhirnya berhasil keluar dari jebakan karang di pulau itu, sekitar empat jam proses evakuasi. Hiu paus inipun dievakuasi dengan dua longboat milik komunitas KAAM. Hiu paus ditarik menuju daratan Manokwari, berjarak sekitar dua mil untuk dikuburkan.Mamalia laut itu terdampar mati di Pantai Timur Pulau Mansinam, tepatnya pada koordinat S0 53’ 20 dan E134 6’ 1” pada Sabtu (8/9/18). Lokasi di ujung pulau itu tak terpaut jauh dari Taman Nasional Teluk Cenderawasih (TNTC).Mamalia ini terdampar di pantai penuh karang hidup, dengan sekitar dengan terlihat ikan-ikan kecil. Belum ada informasi pasti kapan hiu paus ini mati.Temuan ini bikin heboh warga Manokwari, setelah terunggah ke media sosial. Beberapa foto beredar di Facebook memperlihatkan anak-anak berkurumun di lokasi temuan, dan sebagian berdiri di punggung hiu paus." "Hiu Paus Mati Terdampar di Pulau Mansinam","Korneles Rumbrawer, nelayan yang baru kembali dari melaut mengatakan, melihat hiu paus sekitar pukul 06.00.  Dia melihat, kepala hiu paus di dalam air dan ekor di permukaan. Dia menyampaikan informasi itu kepada warga Pulau Mansinam.Saat ditemukan, kata Korneles, hiu paus itu masih sempat menggerakkan tubuh, ekor tampak berkibas, berusaha ke daerah lebih rendah, namun akhirnya kandas. “Hiu paus masih terlihat hidup (saat itu),” kata Korneles.Warga yang tinggal di Manokwari, tepatnya di Teluk Sawaibu ––daratan Manokwari persis di depan Pulau Mansinam—, dengan cepat kembali ke darat mengambil peralatan seadanya untuk menolong hiu paus itu.Begitu kembali, mereka tak dapat berbuat banyak. Hiu paus sudah kaku alias mati. Tak lama berselang,  lokasi mulai dipenuhi anak-anak, dan beberapa dari mereka sudah berada di punggung hiu paus.Yafet Rumbobiar, warga Pulau Mansinam mengatakan, pertama kali menemukan hiu paus pada pukul 07.30. Saat itu, hiu paus yang terkenal sebagai salah satu ikon wisata Indonesia itu telah mati. Setelah itu, ramai warga terutama anak-anak berkerumun.“Saat anak-anak di punggung hiu paus, darah keluar dari punggung tapi saya tak melihat luka di tubuh hiu paus. Anak-anak langsung turun dari punggung hiu saat itu juga,” katanya.  Air Suruan, peneliti di Whale Shark Indonesia, mengatakan, hiu paus sepanjang sekitar 8,8 meter dengan lingkar tubuh 4,4 meter kategori dewasa muda. Dia tak menemukan luka serius pada tubuh hiu paus berkelamin jantan ini. Hanya dua goresan kecil pada kepala.“Tak ada luka berarti di tubuh hiu paus. Di Papua Barat,  setahu kami ini kasus pertama. Di Taman Nasional Teluk Cenderawasih juga belum pernah ditemukan kasus hiu paus mati terdampar,” katanya kepada Mongabay di sela-sela evakuasi.Dia bilang, temuan itu tak jauh dari jalur migrasi hiu paus menuju Taman Nasional Teluk Cenderawasih." "Hiu Paus Mati Terdampar di Pulau Mansinam","Ben G Saroi, Kepada Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih kepada Mongabay mengatakan, tak ada bekas luka pada tubuh hius paus.Dia mengutip keterangan Arnold, dokter hewan di Manokwari, yang mengatakan, tak ada tanda-tanda luka pada bagian tubuh luar hius paus.“Penyebab kematian tak diketahui pasti, ada kemungkinan keracunan, untuk memastikan penyebab menunggu hasil uji laboratorium,” katanya.Ben mengatakan, tak ada semacam sidik jari atau photo identification (DI) pada hiu paus itu. Pada sirip juga tak ada penanda satelit.BBTNTC mengatakan, sejumlah titik lokasi mencari makan hiu paus di TNTC terancam rusak. Salah satu ancaman kerusakan karena eksploitasi berlebihan pada ekosistem ikan puri, ikan santapan hiu paus.  Sejak berhasil dievakuasi, hiu paus baru bisa dikuburkan sekitar 9 jam setelahnya. Tim baru mendapat kepastian penguburan sekitar dua jam setelah hiu paus berhasil dievakuasi ke sekitar Pantai Balai Latihan Kerja (BLK) di Manokwari.Proses menarik hiu paus ke daratan BLK tak berjalan mulus karena tali yang digunakan beberapa kali terputus karena berat. Sekitar pukul 21.30, hiu paus baru dikuburkan setelah diambil sampel jaringan kulit dan insang.Sementara di Taman Nasional Teluk Cenderawasih hingga kini sudah teridentifikasi ada 169 hiu paus, 47 individu ada penanda satelit. Keterangan foto utama:   Hiu paus setelah berhasil ditarik keluar dari karang yang menjebaknya di pantai Pulau Mansinam. Foto: Duma Sanda/ Mongabay Indonesia   [SEP]" "Menyoal Tarik Ulur Kebijakan Jatah Batubara Domestik","[CLS]  Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Koordinator Bidang Maritim,  Jumat (27/7/18), bikin pernyataan yang mengundang respon publik. Di Istana Kepresidenan, Luhut bilang pemerintah akan mencabut kebijakan alokasi pasar domestik (domestic market obligation/DMO) batubara karena harga naik di pasar dunia. Agustus ini,  harga batubara acuan (HBA) mencapai US$107,83 per ton.Senada dengan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Thahar mengatakan kebijakan DMO hanya menghapus aturan harga batubara jatah domestik, kuota 25% tetap berlaku. Sebagai ganti, perusahaan dipungut bayaran US$2-3 per ton dari ekspor batubara.Selasa (31/8/18) semua wacana ini dicabut. Menteri ESDM Ignasius Jonan menegaskan,  rencana pencabutan kebijakan DMO batal. Aturan DMO, sesuai Peraturan Menteri ESDM No 23/2018, tetap berjalan setidaknya hingga akhir 2018. Wacana pencabutan kebijakan ini dikatakan sebagai evaluasi pelaksanaan DMO yang baru berjalan beberapa bulan.Permen 23 dan Kepmen 1.395 tahun 2018, intinya mengatur setiap pengusaha batubara harus mengalokasikan 25% produksi untuk keperluan dalam negeri alias untuk kebutuhan PLN.Juga diatur, kuota ini dihargai US$70 per ton. Artinya, harga tak mengikuti naik turun harga pasar atau HBA.Hersanto Suryo, Kepala Seksi Pengawasan Usaha Operasi Produksi Batubara, dalam diskusi di Jakarta minggu lalu kembali menegaskan, regulator dalam hal ini KESDM, tetap akan melaksanakan permen sesuai aturan.“Ini masih tetap berlaku sampai 2019. Mungkin tahun depan angka 25% ini akan naik atau turun. Angka ini cuma berlaku tahun ini. Nanti evaluasi setiap tahun,” katanya.Sejauh ini, KESDM melakukan pengawasan dan minta semua produsen batubara memenuhi pasokan wajib ke PLN.Pemerintah juga minta laporan per bulan PLN,  salah satu melihat kondisi pasokan batubara. “Sejauh ini pasokan ke PLN tak ada masalah. Produsen tetap komit,” katanya." "Menyoal Tarik Ulur Kebijakan Jatah Batubara Domestik","Aturan DMO berlaku sama untuk semua pemegang izin usaha produksi (IUP) dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B). Jika tak memenuhi kuota, perusahaan akan kena sanksi potongan produksi tahun selanjutnya.Dalam rencana pembangunan jangka RPJMN pemerintah telah menetapkan total produksi batubara 406 juta ton pada 2018. Dalam target produksi tahun ini, KESDM mencatat target produksi 485 juta ton hingga akhir tahun.Hersanto mengakui perbedaan target ini. Menurut dia, pemerintah pusat hanya bisa mengontrol penuh pemegang izin PKP2B. Pemegang IUP, kewenangan ada di daerah masing-masing.  Jika DMO dihapuskan?Peneliti Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Rizky Ananda mengatakan,  penghapusan harga khusus DMO batubara akan menambah beban PLN setidaknya US$4,2 miliar atau Rp58 triliun. Ia dihitung dari selisih harga khusus DMO US$70 per ton dan HBA Juli, US$104,65.Kalau iuran ekspor kena maksimal pada US$3 per ton, terkumpul maksimum US$1,39 miliar atau sekitar Rp19.47 triliun. Dengan hitungan penambahan 100 juta ton, seperti perkiraan Menteri Luhut, PLN akan tetap terbebani US$2,8 mliar atau Rp39 triliun.Perlu diperhatikan, kata Risky, kondisi tata kelola batubara saat ini masih menyimpan banyak masalah, seperti per Maret 2018 masih ada 710 IUP non CNC.“Izin non CNC ini tidak dicabut tapi juga tidak diakhiri,” katanya.Hingga Juli 2018,  setidaknya ada Rp4,5 triliun piutang PNBP dari batubara. Catatan akhir 2016,  masih ada 631.000 hektar konsesi batubara di hutan lindung, 212.000 hektar di kawasan konservasi.“Hingga Juni 2018,  baru 60% IUP Minerba sudah menempatkan jaminan reklamasi dan hanya 16% menempatkan jaminan pascatambang.”Dengan kondisi ini, industri batubara, katanya, malah menerima insentif berlebihan dari negara. Mulai dari kenaikan target produksi batubara tahun 2018 sebesar 5% dari RKAB 2017, sekitar 485 juta ton." "Menyoal Tarik Ulur Kebijakan Jatah Batubara Domestik","“Ini bertentangan dengan RPJMN 2015-2019 yang menetapkan produksi batubara 406 juta ton tahun 2018.”Insentif lain berupa penundaan kewajiban penggunaan kapal nasional dari 1 Mei 2018 menjadi 1 Agustus 2020. Pemerintah juga memberi penundaan kewajiban asuransi nasional untuk ekspor batubara hingga Februari 2019 sesuai Peraturan Menteri Perdagangan No 48/2018.Mengutip laporan Extractive Industries Transparency Initiative (EITI) 2016, kata Rizky, dari ribuan IUP minerba tercatat di KESDM, hanya 1654 IUP membayar PNBP. Dari semua yang membayar PNBP, hanya disumbang 112 perusahaan.“Upaya pemerintah menggenjot produksi dan ekspor menaikkan penerimaan negara tanpa perbaikan sistem pengawasan dan penegakan hukum bagi perusahaan yang tidak patuh akan jadi boomerang bagi pemerintah.”Mengapa? “Sistem verifikasi batubara masih lemah.”Ada indikasi perbedaan data antara laporan survei (LS) dengan data BPS dari Ditjen Bea Cukai.Catatan PWYP,  perbedaan data LS dan Bea Cukai mencapai 93,4 juta ton batubara.Sementara itu, Analis Institute for Energy and Financial Analysis (IEEFA) Elrika Hamdi menyoroti dampak kebijakan batubara terhadap tarif litrik dan subsidi kepada PLN.Tahun ini,  subsidi untuk PLN naik jadi Rp59,9 triliun dari Rp45 triliun karena kenaikan harga BBM dan batubara plus nilai tukar rupiah yang terdepresiasi terhadap dolar Amerika Serikat.Risikonya, jika PLN terus bergantung pada bahan bakar fosil, akhirnya PLN tetap bergantung pada harga komoditas yang naik turun.Dari pemodelan IEEFA terhadap subsidi PLN untuk lima tahun sejak 2017, dengan asumsi harga BBM dan batubara naik 10% pada 2018, 5% pada 2019, selebihnya kenaikan flat, pada 2021 akan terjadi subsidi lebih banyak,  46%." "Menyoal Tarik Ulur Kebijakan Jatah Batubara Domestik","Hal ini, katanya, diperkirakan pada 2020-2022—andai rencana penambahan PLTU seperti pencanangan 35.000 megawatt–, pada tahun-tahun ini pembangunan PLTU selesai (COD) dan PLN harus membayar semua daya Independent Power Producer (IPP) sesuai Power Purchase Agreement (PPA).“Akibatnya, yang kena kalau nggak subsidi dari pajak, atau tarif listrik naik. Sebenarnya kita double burden sebagai konsumen dan pembayar pajak,” kata Elrika.Dengan kata lain, katanya, bila IPP 55% terdiri dari pembangkit batubara, 25% dari gas, PLN terpapar risiko kenaikan (volatility) harga batubara dan gas. Ditambah lagi nilai tukar rupiah yang besar dalam jangka panjang.  Tak perlu 35.000 megawatt Pertanyaan ini juga banyak dipertanyakan pakar dan pemain industri ini.“Bagaimana sekarang dan nanti? Apakah perlu sebanyak itu? Perlukan mayoritas dari batubara? Untuk pertanyaan terakhir ini selalu ada jawaban klasik,” kata Elrika.Jawaban klasik yang dimaksud yakni batubara murah, Indonesia punya banyak cadangan batubara, batubara adalah base load yang menstabilkan jaringan, dan memancing pertumbuhan ekonomi.“Think again,” katanya.Jawaban batubara energi murah adalah versi PLN. Selama ini, argumen ini tak didukung data memadai.Perhitungan biaya pembangkitan (levelized cost of eenergy/LCOE), katanya, tak pernah diungkap. “Transparansi data detail pembangkit dan transmisi, procurement system PLN sulit didapat.”Di luar negeri, sudah banyak reverse auction atau technology neutral auction yang menghasilkan harga listrik US$2,5-3,5 sen per kWh, dan terus turun.Pendapat cadangan batubara Indonesia banyak juga dinilai simpang siur. Dalam ajang besar batubara Coaltrans 2018 angka muncul antara 25-50 tahun, batubara akan habis.“Pertanyaan selanjutnya, katanya, kalori berapa? Mengingat batubara kalori rendah sudah karang dipakai di luar negeri, kenapa Indonesia masih mau?”" "Menyoal Tarik Ulur Kebijakan Jatah Batubara Domestik","Kalori rendah biasa ditemukan pada potensi pembangkit mulut tambang seperti PLTU Riau 1 yang belakangan ramai karena kasus dugaan suap melibatkan anggota DPR.Menjawab alasan batubara adalah energi andalan yang menstabilkan jaringan, dibantah dengan argumen teknologi penyimpanan yang makin berkembang dan murah baik dengan pumped hydro, baterai atau hydrogen based. “Ditambah lagi Indonesia punya teknologi geothermal yang belum terkeksploitasi sepenuhnya.”Mengenai alasan pertumbuhan ekonomi sebagai alasan pembangunan banyak perlu PLTU, menurut IEEFA, ekonomi berkembang tak hanya soal pengadaan listrik. Pembangunan ekonomi terutama di daerah terpencil perlu pendekatan yang komprehensif.Nur Hidayati, Direktur Eksekutif Walhi Nasional menilai, tarik ulur DMO menunjukkan impulsifnya kebijakan batubara.“Ini menunjukkan pemerintah lagi galau nggak tau ambil devisa dari mana. Kebijakan sama sekali tidak mencerminkan benar-benar memenuhi kebutuhan energi masyarakat. Soal kerugian dan keuntungan dari potensi harga pasar yang naik,” kata Yaya, sapaan akrabnya.Kondisi ini, katanya,  menunjukkan tak adapolitical will yang sungguh-sungguh dari pemerintah untuk bikin roadmap energi lebih bersih, ramah lingkungan hingga tak perlu terus menerus menggantungkan energi dari sumber daya yang volatile.“Bagaimana kita mau memastikan ketahanan energi kalau harga komoditas itu bukan kita yang tentukan.”Di samping itu target energi terbarukan, katanya, masih jauh dari target dan harapan karena tak ada keluar kebijakan dasar pemerintah untuk meletakkan landasan kuat ke depan dengan basis energi yang benar-benar dimiliki.“Energi angin, surya relatif mahal karena subsidi untuk fossil fuel. Selain tak patuh bayar PNBP, jaminan reklamasi, jaminan pascatambang, pencemaran dan dampak kesehatan juga harus ditanggung masyarakat. Itu semua subsidi bagi harga yang dianggap murah.” " "Menyoal Tarik Ulur Kebijakan Jatah Batubara Domestik","Keterangan foto utama: Tongkang batubara dibawa ke muara Sungai Samarinda untuk dibawa kembali ke PLTU atau ekspor ke negara luar. Foto Tommy Apriando/ Mongabay Indonesia   [SEP]" "Mengenal Masnawati, Petani Muda Milenial dari Luwu Timur","[CLS] Namanya Masnawati. Ia warga Desa Tarengge, Kecamatan Wotu, Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Berbeda dengan sebayanya, perempuan berusia 24 tahun ini sehari-hari bekerja sebagai petani kakao. Berada di antara rimbunan pohon kakao dan bibit-bibit yang jumlahnya puluhan ribu setiap hari.Ketika saya menemuinya di rumahnya, menjelang magrib, Kamis (12/4/2018), ia baru saja membersihkan diri selepas dari kebun. Wajahnya bersih berseri seperti gadis muda kebanyakan. Tidak terlihat sebagai petani pada umumnya.Ia lalu memperlihatkan kebun pembibitannya yang berada di halaman rumahnya. Meski tak begitu luas, di lahan itu diproduksi sekitar 20 ribu bibit kakao dalam setahun dalam setahun. Sebagian tangkainya tertutup lembaran plastik hasil penyambungan.“Itu sambung pucuk,” katanya singkat.baca : Baramang, Petani Kakao yang Sukses Membina Petani Lain  Lokasi pembibitan itu dulunya adalah kebun kakao milik ayahnya. Karena kebutuhan lahan untuk lokasi pembibitan, ia menebang seluruh pohon tersebut. Apalagi pohon-pohon tersebut sudah berumur tua dan kurang produktif lagi.Masnawati merintis usaha pembibitan kakao ketika masih sekolah di SMK Pertanian Tomuni, Luwu Timur. Berawal dari usaha patungan bersama empat orang teman sekolahnya pada 2012 lalu. Mereka melihat potensi bisnis jual bibit, karena sebagian besar petani di desanya adalah petani kakao, sementara usaha pembelian bibit kakao belum ada saat itu.“Kami berlima mengumpulkan uang masing-masing Rp100 ribu sehingga terkumpul modal usaha Rp500 ribu. Itu untuk beli kebutuhan pembibitan, seperti polybag, tenda untuk tempat pembibitan, pupuk dan lainnya,” ujarnya.Setelah enam bulan, usaha mereka berhasil. Bibit kakao sebanyak 500 pohon habis terjual. Dengan harga per pohon Rp5.000, mereka memperoleh hasil penjualan Rp2,5 juta. Keuntungan pun dibagi rata dengan teman-temannya.baca : Generasi Muda Enggan Bertani. Ini Solusinya..  " "Mengenal Masnawati, Petani Muda Milenial dari Luwu Timur","Berbeda dengan teman-temannya, Masnawati kemudian melanjutkan usaha pembibitan tersebut. Seluruh hasil keuntungan usahanya digunakan untuk menanam bibit kembali. Saat itu ia akan tamat SMA, sehingga berpikir dari hasil kebun itu kelak bisa membiayai kuliahnya.Benar saja, usaha pembibitannya kemudian terus berlanjut, bahkan ketika melanjutkan kuliah di Politani Pangkep. Jumlah produksi bibit semakin meningkat, seiring dengan semakin banyaknya permintaan. Jika tak sedang di kampung, perawatan kebunnya dilakukan oleh saudara laki-lakinya.Setelah kuliahnya selesai, Masnawati memutuskan untuk mengelola usaha pembibitannya secara lebih intens. Tidak hanya mengelola kebun pembibitan, ia juga memutuskan untuk mengelola secara mandiri sebagian dari kebun kakao ayahnya seluas 1 hektar.Dari hasil pembibitan kakao ini, dalam setahun, Masnawati bisa memperoleh penjualan hingga Rp100 juta. Keuntungan bersih yang bisa ia hasilkan sebesar Rp60 juta. Sementara dari kebun kakao, pendapatannya sekitar Rp30 juta per tahun. Ini berarti, dari usaha kakao ini saja ia mendapatkan penghasilan Rp90 juta per tahun, atau rata-rata Rp7,5 juta per bulan.baca : Laskar Belati, Menjaga Kakao Luwu Tetap Lestari  Ia kini bahkan punya usaha tambahan lain, yaitu penjualan kotoran ayam untuk bahan pembuatan pupuk kompos. Kotoran unggas itu dibeli dari Kabupaten Sidrap dengan harga Rp17.000/karung/sak, dan dijual dengan harga Rp22.000/sak kepada petani. Dalam sebulan ia bisa menjual hingga 150 sak.”Selalu terjual habis, dan bahkan masih banyak yang cari, sementara stok terbatas,” ungkapnya. Berawal dari HobiKesenangan Masnawati bertani berawal dari hobinya terhadap tanaman ketika masih SMP. Ia sering membantu ayahnya di kebun memetik dan membelah buah kakao. Kesenangan bertani ini kemudian membuatnya melanjutkan pendidikan di SMK Pertanian Tomuni." "Mengenal Masnawati, Petani Muda Milenial dari Luwu Timur","Menjelang selesai kuliah, ia magang selama tiga bulan di CRS MARS di Tarengge, tak jauh dari rumahnya. Di saat magang inilah yang kemudian banyak belajar tentang kakao dan kemudian memberinya ide untuk membuka usaha pembibitan kakao.“Ketika lanjut di Politani, saya kembali magang di MARS. Saya belajar lebih banyak lagi tentang kakao. Bahkan sempat juga dibantu ada bantuan Pak Husin dari MARS,” katanya.baca : Mengenal Cocoa Doctor, Petani Kakao Penggerak di Sulawesi  Mengelola pembibitan kakao menurutnya memiliki tantangan tersendiri. Masalah yang biasa ia hadapi adalah ketika musim kemarau yang bisa membuat upaya sambung pucuknya gagal.“Tak banyak, tapi pasti ada yang gagal karena sambungannya kering. Kalau musim hujan juga kadang ada yang gagal karena penyakit namun jumlahnya juga sedikit saja,” tambahnya.Usaha pembibitan Masnawati ini ternyata cukup populer di kalangan petani kakao, tidak hanya dari desanya, namun juga dari desa-desa tetangga, dan bahkan juga banyak dari luar kabupaten. Tidak hanya dari petani, ia juga sering mendapat pemesanan dari pihak pemerintah daerah dalam skala besar.“Sering malah kami kewalahan memenuhi seluruh permintaan.”Meski beberapa kali sempat ingin bekerja di perusahaan, Masnawati kini memantapkan diri untuk tetap menjadi petani. Ia tak risih seperti sebayanya yang lebih memilih bekerja di kota. Justru merasa bangga. Apalagi ia sering diundang menjadi pembicara di berbagai pelatihan petani.Dari usahanya ini juga ia bisa membantu perekonomian keluarga dan menyekolahkan adik-adiknya.“Hasilnya bisa untuk renovasi rumah dan biaya sekolah adik-adik. Ada juga untuk kebutuhan sehari-hari dan ditabung. Sebagian juga untuk tambahan modal usaha. Rencana nanti mau perluas kebun pembibitan.”baca : Cegah Kepunahan Kakao, Dibangun Pusat Penelitian di Pangkep  " "Mengenal Masnawati, Petani Muda Milenial dari Luwu Timur","Andi Fitriani, Corporate Affairs MARS Indonesia, memuji Masnawati yang dinilainya sebagai inspirasi bagi generasi muda di desa yang kini justru banyak meninggalkan lahan pertanian untuk bekerja di kota atau sebagai PNS.“Kita pernah survei dan menemukan bahwa generasi muda yang mau bertani jumlahnya semakin sedikit. Ini juga karena faktor orang tua yang kadang tidak ingin anaknya menjadi petani. Melihat petani sebagai pekerjaan kelas dua.”Menurut Fitri, MARS Indonesia sendiri kini berupaya untuk mengajak kembali generasi muda untuk bertani. Salah satunya melalui program Next Gen yang menyasar siswa SMK pertanian, melalui pendampingan dan pembuatan kurikulum berbasis pada muatan lokal.“Kita juga mengajak anak muda lain di luar skema SMK, berupaya menggairahkan kembali minat mereka pada pertanian.”Luwu Raya, sebutan untuk empat kabupaten di wilayah Luwu, selama ini memang menjadi sentra produksi kakao di Sulsel, dan bahkan nasional. Produksi kakao sempat mengalami penurunan produksi yang sangat drastis karena serangan hama PBK di awal tahun 2000-an.baca : Teror Hama Ini Hancurkan Masa Keemasan Petani Kakao Luwu  Berkat upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta, masalah ini diminimalkan dampaknya. Petani-petani yang fokus mengelola lahannya sesuai yang dianjurkan, bisa memperbaiki kembali produksinya.“Kalau target dari kami sendiri sih produksi 2 ton kering/hektar,” tambah Fitriani.MARS juga mempunyai petani binaan yang dinamakan Cocoa Doctor. Istilah bagi petani terampil yang telah dilatih di Cocoa Academy selama beberapa bulan. Mereka kemudian kembali ke desanya untuk mengajak petani lain agar bisa mengelola kebunnya secara baik, sesuai dengan yang dianjurkan oleh penyuluh. Setiap Cocoa Doctor biasanya memiliki 100-an dan bahkan ada yang mencapai ratusan petani binaan lainnya." "Mengenal Masnawati, Petani Muda Milenial dari Luwu Timur","“Agar mudah mengajak petani lain, maka mereka harus memperlihatkan bukti, makanya mereka membuat kebun percontohan yang disebut Wow Farm. Kebun kakao yang ketika orang masuk ke dalamnya akan merasa takjub dengan hasil panen yang besar dan banyak.”  [SEP]" "Komitmen Indonesia untuk Ekonomi Biru dalam Perikanan Budidaya","[CLS] Komitmen untuk menerapkan ekonomi biru pada sektor kelautan dan perikanan, dipertegas oleh Indonesia, salah satu negara peserta sekaligus tuan rumah Our Ocean Conference (OOC) 2018 yang berlangsung di Nusa Dua, Bali, 29-30 Oktober 2018. Konsep tersebut, diadopsi Indonesia untuk pengembangan sektor perikanan budidaya yang saat ini semakin diminati masyarakat.Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto mengatakan, penerapan konsep ekonomi biru akan semakin memperkuat pengelolaan potensi perikanan budidaya secara berkelanjutan. Tak cukup di situ, ekonomi biru juga diyakini bisa membuat pengelolaan potensi menjadi lebih produktif dan berwawasan lingkungan.“Penerapan ekonomi biru juga akan mendorong pengelolaan perikanan perikanan budidaya lebih efisien dan memicu kreativitas serta teknologi,” ucapnya di Nusa Dua, Selasa (30/10/2018).Dengan keunggulan tersebut, Slamet mengungkapkan, pihaknya menaruh harapan besar pada konsep ekonomi biru yang sedang diterapkan di Indonesia sekarang. Konsep tersebut akan menjadi media efektif untuk menerjemahkan konsep pembangunan ekonomi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.“Konsep itu bisa memberikan hasil yang optimal dan sumber daya yang memberikan nilai tambah,” ujarnya.baca :  Akankah Komitmen OOC 2018 Bisa Selamatkan Lautan Dunia?  Tentang konsep ekonomi biru tersebut, Slamet menuturkan, Indonesia mendapat banyak pelajaran berharga untuk mewujudkan perikanan yang berkelanjutan. Di antaranya, adalah bagaimana konsep tersebut menciptakan produk nir limbah atau nol limbah (zero waste) untuk setiap produksi perikanan budidaya." "Komitmen Indonesia untuk Ekonomi Biru dalam Perikanan Budidaya","Menurut Slamet, konsep inovatif seperti itu memberi jawaban yang tegas kepada siapapun mengenai tantangan kerentanan pangan melalui peningkatan produksi ikan signifikan. Sementara, di saat yang sama, inovasi tersebut juga mampu mendorong peningkatan devisa negara karena terjadinya peningkatan volume dan nilai ekspor perikanan budidaya.“Pada akhirnya, itu akan mendorong terciptanya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan sekaligus menciptakan lapangan pekerjaan yang banyak. Kita juga bisa mengubah kemiskinan menjadi kesejahteraan, karena sistem ekonomi konvensional sudah tidak mampu menyerap konsep hakiki pembangunan berkelanjutan,” sambungnya.baca :  Seluruh Dunia Didorong Segera Terapkan Ekonomi Biru untuk Laut Berkelanjutan Sinkrinonasi ProgramSlamet menjabarkan, apa yang sedang dikampanyekan dunia melalui ekonomi biru, ternyata sudah sejalan dengan visi dan misi KKP dalam melaksanakan kepemimpinannya sekarang, yaitu mengembangkan kelautan dan perikanan yang berdaya saing dan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat.“Di antaranya adalah dengan pengembangan kawasan ekonomi dengan pendekatan ekonomi biru,” tegasnya.Bagi Slamet, pengembangan perikanan budidaya dengan pendekatan ekonomi biru akan mampu mendorong industrialisasi kelautan dan perikanan yang berkelanjutan, karena dilakukan melalui pendekatan yang ramah lingkungan dan efisien. Dengan kata lain, prinsip ekonomi biru bukan sekedar ramah lingkungan saja, namun memberi keuntungan secara ekonomi yang berlipat ganda.Penilain tersebut keluar dari mulut Slamet, karena prinsip ekonomi biru akan memanfaatkan setiap detil yang digunakan untuk proses produksi perikanan menjadi sesuatu bernilai secara ekonomi. Dia mencontohkan, limbah yang dalam produksi konvensional selalu tak berguna, dalam ekonomi biru menjadi bernilai ekonomi karena bisa menghasilkan produk yang lain." "Komitmen Indonesia untuk Ekonomi Biru dalam Perikanan Budidaya","“Tak kalah pentingnya juga, ekonomi biru mampu memberdayakan masyarakat melalui penyerapan tenaga kerja yang terbuka,” tuturnya.  Banyaknya manfaat yang bisa didapat dari konsep ekonomi biru, menuru Slamet, bisa dijadikan jawaban bagi Indonesia dalam menghadapi tantangan perikanan budidaya saat ini dan di masa yang akan datang. Tantangan itu, yaitu bagaimana mencukupi kebutuhan pangan masyarakat dunia di tengah permasalahan daya dukung lingkungan dan perubahan iklim secara global.Data lembaga pangan dunia PBB (FAO) mencatat, hingga 2050 mendatang penduduk dunia bisa mencapai angka 9,7 miliar jiwa. Itu berarti, tuntutan untuk menyediakan pangan yang berkecukupan sekaligus dengan berkelanjutan, mutlak harus bisa diwujudkan oleh dunia. Tantangan tersebut, sangat cocok untuk dijawab dengan konsep ekonomi biru.Pemanfaatan ekonomi biru untuk menjawab tantangan dari FAO tersebut, dipilih karena FAO sendiri sudah memperkirakan bahwa pada 2030 mendatang, kontribusi perikanan budidaya dalam menyuplai kebutuhan perikanan di dunia akan mencapai 58 persen atau mendominasi secara keseluruhan dibandingkan saudaranya, perikanan tangkap.Dengan fakta seperti itu, Slamet tak meragukan konsep ekonomi biru untuk diterapkan dalam perikanan budidaya di Indonesia. Terlebih, saat ini perikanan budidaya sudah memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional dan diharapkan akan menjadi pemasok utama untuk kebutuhan perikanan nasional.“Itu bisa untuk membangun kemandirian dan ketahanan pangan nasional, serta menjadi penghela pertumbuhan ekonomi dan memberikan porsi besar bagi peran pemberdayaan masyarakat,” tuturnya.baca :  Seperti Apa Peran Teknologi Bioflok untuk Ketahanan Pangan Nasional?  Program Percontohan" "Komitmen Indonesia untuk Ekonomi Biru dalam Perikanan Budidaya","Sebelum dunia mengampanyekan penerapan ekonomi biru pada OOC 2018, Slamet mengklaim, Indonesia lebih dulu menerapkan konsep tersebut pada proses produksi perikanan budidaya. Tanpa ragu, dia menyebut pengembangan teknologi bioflok, sistem minapadi, recirculating aquaculture system (RAS), dan budidaya rumput laut hasil kultur jaringan sebagai contohnya.Menurut Slamet, ekonomi biru harus dimanfaatkan dan dikembangkan, karena konsep tersebut memiliki landasan yang kuat saat diterapkan, yaitu ekologi, ekonomi, dan sosial. Untuk itu, ekonomi biru adalah bagian dari dinamika dunia dalam pemikiran konsep pembangunan yang berkelanjutan dan bertumpu pada kesejahteraan sosial.Lebih jauh Slamet memaparkan tentang tiga pengembangan yang sudah dilakukan oleh KKP. Untuk teknologi bioflok, itu adalah teknologi yang memungkinkan dilakukannya peningkatan produksi, ramah lingkungan, dan efisien dalam penggunaan lahan dan sumberdaya air hingga 80 persen. Kemudian, bioflok juga mampu meningkatkan pendapatan pembudidaya dan sekaligus konsumsi ikan nasional.Kemudian, pengembangan minapadi juga terbukti mampu meningkatkan produksi padi dari 5–6 ton/ha/panen menjadi 8–10 ton/ha/panen dan itu dilakukan melalu efisiensi pemanfaatan lahan padi yang mencapai 80 persen. Selain itu, minapadi juga menghasilkan padi bebas pestisida atau organik, karena pupuk yang digunakan berasal dari sisa metabolisme ikan.Sementara, penerapan RAS pada kegiatan budidaya mampu menggenjot produktivitas hingga 100 kali lipat, efisien dalam penggunaan air dan lahan hingga 80 persen, mudah dalam manajemen kualitas air, dan dapat dilakukan sepanjang tahun karena pergantian air yang minim.baca :  Teknologi RAS untuk Kemajuan Perikanan Budidaya, Seperti Apa?  " "Komitmen Indonesia untuk Ekonomi Biru dalam Perikanan Budidaya","Terakhir, pada budidaya rumput laut hasil kultur jaringan, konsep ekonomi biru mampu memberikan keuntungan dalam menghasilkan rumput laut berkualitas serta dapat dilakukan secara terus menerus dalam skala massal dengan waktu yang relatif singkat. Teknologi ini mampu menyediakan bibit rumput laut secara kontinu serta tidak tergantung kondisi alam.“Inovasi-inovasi teknologi semacam inilah yang akan terus kita dorong dan diaplikasikan di masyarakat secara masif, sehingga sektor akuakultur dapat menjadi motor penggerak perekonomian,” tegas dia.Diketahui, setelah OOC 2018 selesai, KKP berkomitmen untuk mengembangkan perikanan budidaya berbasis teknologi yang berkelanjutan. Pengembangan itu akan dilakukan dalam sistem minapadi di atas lahan seluas 963 hektare yang sudah dimulai sejak 2015 dan akan berakhir pada 2019. Untuk pengembangan tersebut, dana sebesar USD3 juta atau ekuivalen Rp44 miliar sengaja digelontorkan oleh Pemerintah Indonesia.Kemudian, pengembangan berikutnya adalah dalam budidaya rumput laut dengan adopsi teknologi kultur jaringan, lebih spesifik untuk rumput laut jenis Eucheuma cottonii yang dilaksanakan dari 2015 sampai 2019. Pengembangan tersebut, juga mengadopsi prinsip berkelanjutan.  [SEP]" "Saat Warga Penolak Tambang di Pulau Bangka Curhat pada KPK. Apa Hasilnya?","[CLS] Hari itu, Kamis (26/4/2018), warga berkumpul di pesisir pulau Bangka, Minahasa Utara, Sulawesi Utara, di lokasi yang rencananya menjadi dermaga perusahaan tambang. Memang, sekitar 300 meter dari pesisir, terlihat beberapa bangunan. Namun, ketika Mahkamah Konstitusi (MA) mengabulkan gugatan warga yang menolak pertambangan, serta pencabutan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP) oleh menteri ESDM, pembangunan itu tidak dilanjutkan.Sesaat kemudian, nampak 3 kapal mendekat ke dermaga yang belum rampung itu. Di atas kapal ada sejumlah pejabat perwakilan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Koordinasi bidang Maritim, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Pemprov Sulut, Pemkab Minahasa Utara serta Polda Sulut.Namun, 3 kapal itu hanya berada di tengah laut. Untuk menuju lokasi berkumpulnya warga, rombongan pejabat harus menggunakan perahu karet. Kondisi yang agak aneh, kapal pejabat itu tidak berani menepi ke dermaga, meski hanya berjarak sekitar 300 meter.baca : Setelah Cabut Izin PT MMP, Saatnya Pemerintah Pulihkan Lingkungan Pulau Bangka  Saat proses mendaratkan sejumlah pejabat negara itu, beberapa orang memandangi kapal yang ditumpangi wartawan dan aktivis lingkungan. Mereka berteriak-teriak, dengan suara yang agak samar. Tapi kami tahu, itu tanda penolakan. Terbukti kemudian kapal kami beberapa kali dilempari batu. Dari kejauhan, kami menyaksikan salah seorang utusan KPK berupaya menenangkan warga agar tidak melempari batu lagi.Rombongan pejabat kemudian mendatangi desa Ehe untuk berdiskusi dengan warga. Tetapi wartawan tidak bisa mendokumentasikan kegiatan tersebut. Kami memutuskan menunggu di tengah laut, agar bisa memantau gerak kapal para pejabat untuk memastikan wawancara bisa dilakukan setelahnya.baca : Jonan Cabut Izin Produksi Tambang PT MMP di Pulau Bangka, Langkah Selanjutnya? Curhat ke KPK" "Saat Warga Penolak Tambang di Pulau Bangka Curhat pada KPK. Apa Hasilnya?","Menjelang sore, sebagian pejabat memutuskan kembali ke Manado, beberapa lainnya meneruskan perjalanan ke desa Kahuku. Di desa ini, situasinya agak lain. Wartawan yang sebelumnya ditolak, berkesempatan mendokumentasikan diskusi antara warga desa dengan rombongan pejabat yang dikoordinir Satgas III bidang Koordinasi dan Supervisi (Korsupgah) KPK.  Informasi dari warga desa Kahuku, sebagian besar warga desa Ehe mendukung upaya pertambangan di Pulau Bangka, terbukti adanya penjualan tanah dan warganya yang berharap dapat bekerja di perusahaan tambang. Tapi, berbeda di desa Kahuku,  warganya sejak lama memprotes dan menempuh jalur hukum untuk mengenyahkan perusahaan tambang dari pulau itu.Diana Takumansang, warga desa Kahuku mengatakan, berbagai upaya telah dilakukan menolak pertambangan. Bahkan, sejumlah ibu-ibu di desa itu sempat menggelar aksi buka baju. “Pulau ini merupakan peninggalan nenek moyang. Kalau mereka bisa, kenapa kami tidak boleh mempertahankan pulau yang kami cintai ini?” ujar Diana menangis kepada sejumlah pejabat yang hadir di desa Kahuku.Sedangkan Kantiandagho Paraeng, warga desa Kahuku khawatir jika pulau Bangka menjadi wilayah pertambangan, pekerjaan mereka terdampak buruk. Padahal selama ini mereka bisa hidup tanpa kehadiran perusahaan tambang.“Dari dulu kami hidup dengan kopra, jadi nelayan atau petani. Apalagi sekarang sudah ada program dari Presiden, yaitu BUMDes. Untuk hasil pertanian dari menanam jagung, sudah ada, walaupun baru mencapai 10 ton,” terangnya.baca : Bupati Minahasa Utara Tolak Pertambangan Pulau Bangka  Sementara itu, Imanuel Tinungki, kepala desa Kahuku, bersyukur atas kunjungan KPK ke desa itu. Sebab, Pemdes merupakan ujung tombak di masyarakat, dan perwakilan pemerintah pusat. Ia sering mendapat keluhan warga, terkait perusakan sumber air yang diduga akibat aktifitas perusahaan tambang." "Saat Warga Penolak Tambang di Pulau Bangka Curhat pada KPK. Apa Hasilnya?","“Di atas gunung itu gundul karena dibongkar perusahaan untuk pembuatan jalan dan gudang bahan peledak. Sumber air di situ ditimbun. Padahal dulu jadi tempat untuk memanfaatkan air bersih. Kini, tiap hujan air jadi keruh,” terangnya kepada Mongabay-Indonesia.Imanuel merasa perlu memberi pengertian dan berposisi netral di tengah warga yang beda pendapat. Karena itu, ia berharap berbagai pihak mau menjunjung supremasi hukum. “Apalagi desa Kahuku sedang menunjang program pemerintah pusat lewat dana desa. Kan, mubazir sesuatu yang sudah dibikin bagus-bagus, ketika tambang masuk jadi rusak,” tambahnya.Pulau Bangka, yang luasnya hanya 4800 hektar ini, hampir setengahnya atau sekitar 2000 hektar, direncanakan menjadi wilayah pertambangan biji besi.baca juga : Meski Ada Keputusan MA, PT MMP Bersikeras Menambang di Pulau Bangka  Bertahun-tahun sebagian warga pulau menolak kehadiran perusahaan tambang. Sebagian lagi mendukung. Perbedaan itu sempat memicu konflik pada September 2013. Akibatnya, beberapa warga mengalami luka-luka, dan 2 orang penolak tambang dihukum.Warga penolak tambang sudah menempuh berbagai cara, termasuk jalur hukum. Pada 2013, MA mengabulkan gugatan mereka. Seluruh wilayah PT Mikgro Metal Pedana (MMP) seluas 2000 hektar dikembalikan pada pemerintah. Kemudian pada Maret 2017, lewat SK No.1361K/2017, Menteri ESDM mencabut izin produksi tambang PT MMP di pulau Bangka.baca : Kepedulian Tiada Pudar Kaka Slank untuk Pulau Bangka Mengkoordinir SolusiDalam diskusi dengan warga, Dian Patria, Kepala Satgas III Korsupgah KPK menjelaskan, pihaknya mencari tahu persoalan sekaligus solusi masalah pertambangan di pulau Bangka." "Saat Warga Penolak Tambang di Pulau Bangka Curhat pada KPK. Apa Hasilnya?","Berdasarkan pertemuan dengan warga Ehe, KPK mencatat dua permintaan yaitu pengembalian hak-hak warga dan pemulihan ekonomi. “Kami sudah ke lokasi, sudah ke Ehe, sudah ketemu hukum tua (kepala desa). Mereka ingin kejelasan. (Perusahaan tambang) mau terus atau tidak ? Kalau tidak terus, warga minta hak-haknya dikembalikan, karena tanah sudah dijual, sudah balik nama. Mereka juga sudah dijanjikan akan dijadikan pekerja di sana,” terangnya.Sedangkan, kepada warga desa Kahuku, KPK menjelaskan putusan pengadilan tidak detil mengatur instansi yang berwenang mengeksekusi dikeluarkannya perusahaan tambang dari pulau itu. Artinya pengadilan hanya memutuskan pencabutan izin perusahaan.“Tidak ada perintah untuk mengeluarkan atau menyegel perusahaan. Tidak bisa serta-merta mengusir orang, kalau mereka punya hak atas tanah. Ini faktanya, kami tidak berani memberi harapan-harapan,” ujarnya kepada warga desa Kahuku.“Kita tinggal cari solusi bagaimana meminimalisir masalah yang ada, dan kami mengawal, jangan sampai ada upaya mengaktifkan izin-izin yang ada. Jadi, memang kita semuanya adalah korban.”baca : Inilah Kondisi Pulau Bangka Setelah Kehadiran Tambang  Kepada wartawan, Dian Patria menjelaskan, kunjungan itu merupakan agenda KPK terkait program Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam Indonesia sejak 2015 untuk menyelamatkan hutan, tambang, laut dan kebun. Tambang jadi salah satu fokusnya.“Kami mendorong pemerintah untuk mencabut izin-izin yang bermasalah, termasuk PT Mikgro Metal Perdana (MMP). Nah, izinnya sudah dicabut. Ada konflik, kami tiap bulan disuratin. Jadi, kami mengkoordinasikan peran antar lembaga.”" "Saat Warga Penolak Tambang di Pulau Bangka Curhat pada KPK. Apa Hasilnya?","Sampai saat ini, KPK sudah mendengar informasi adanya dugaan korupsi. Namun belum memperoleh data rinci. “Kan, si perusahaan bilang sudah habis sekian triliun, berarti ada indikasi (korupsi) ke arah pejabat. Sampai sekarang kami tunggu-tunggu pengakuan mereka, tapi belum ada laporan,” terang Dian Patria.Sedangkan Brahmantya Satyamurti Poerwadi, Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP, yang hadir diundang KPK, berharap KKP menemukan solusi pertambangan itu.“Saya tadi mencatat, masyarakat di sini pakai alat tangkap apa, terus ada tanah yang dijual. Untuk pertambangan, sudah keluar putusan (dari MA dan Menteri ESDM). Indikasi perusakan alam, kami lihat dari masyarakat. Nanti akan kami datangi lagi. Kalau rehabilitasi, dikelola oleh Kemenko Maritim. Intinya, kami akan cari solusi bersama,” jelasnya.baca : Tolak Tambang Pulau Bangka, Dua Warga jadi Tersangka  Ungkap Indikasi Korupsi Jull Takaliuang, Direktur Yayasan Suara Nurani Minaesa yang hadir di desa Kahuku berharap, KPK bisa mengungkap indikasi korupsi atau penyalahgunaan wewenang oleh pejabat terkait, tidak hanya di Sulut, namun juga di Jakarta. Menurutnya, indikasi pelanggaran hukum bisa dilihat ketika satu lembaga mencabut izin, sedangkan lembaga lain berupaya mengaktifkan kembali perusahaan tambang di pulau Bangka.“Misalnya, Kemenko Maritim memimpin program recovery lingkungan untuk menjalankan putusan eksekusi. Tiba-tiba, kementerian perekonomian mau mengaktifkan PT MMP atas dasar investasi. Ini adalah keanehan yang harus disikapi oleh KPK,” terangnya.Perbedaan persepsi merupakan penyebab terus terjadinya konflik di tengah warga. Sebagian warga berharap perusahaan tambang kembali beroperasi, dan mereka mendapat pekerjaan di sana. Di sisi lain, izin tambang telah dicabut." "Saat Warga Penolak Tambang di Pulau Bangka Curhat pada KPK. Apa Hasilnya?","Padahal, perkembangan pekerjaan tim Kemenko Maritim telah positif masuk ke program-program pemulihan lingkungan pasca pencabutan izin. Karena itu, pemerintah di pusat maupun daerah, perlu menyatukan perencanaan di masing-masing lembaga dan lebih aktif serta berani menindaklanjuti keputusan hukum.“Bicaranya soal global warming dan lain-lain, tapi aksinya tidak ada, ya sama saja tong kosong berbunyi nyaring,” tegas Jull.baca : Opini : Pulau Bangka Meradang Karena Tambang  Bagi Merah Johansyah, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), beberapa hal bisa dipetik dari kunjungan sejumlah pejabat itu. Pertama, kurangnya persiapan dan proses kedatangan pejabat, terutama pengamanan.“Kami sangat kecewa, masyarakat sipil dan jurnalis tidak bisa mengawal proses secara keseluruhan, karena pengamanan dari kepolisian tidak maksimal,” sesalnya.Kedua, jika izin PT MMP sudah dibatalkan, maka seluruh kegiatan pertambangan menjadi tidak sah atau tidak memiliki dasar hukum. Termasuk infrastruktur tambang yang ada di lokasi.“Mestinya dipikirkan skenario untuk mengeluarkan infrastruktur tadi untuk bisa melakukan pemulihan lingkungan. Selain itu, pemulihan sosial, terkait jual-beli tanah dan konflik antar warga,” tambahnya.baca : Pulau Bangka, Wisata Lebih Menjanjikan daripada Tambang  Sebelumnya, dalam diskusi dengan warga Kahuku, KPK menyatakan keputusan hukum hanya mencabut SK yang diterbitkan. Sedangkan, eksekusi untuk mengeluarkan perusahaan tambang perlu menempuh langkah lanjutan.Menanggapi penilaian tersebut, Johansyah menyatakan, eksekusi di atas kertas saja tidak cukup. Sebab, gugatan warga ditujukan untuk menolak kehadiran tambang. Karenanya, pemerintah diminta untuk memfasilitasi keputusan hukum, dengan cara mengeluarkan infrastruktur pertambangan dari pulau Bangka." "Saat Warga Penolak Tambang di Pulau Bangka Curhat pada KPK. Apa Hasilnya?"," “Di luar poin-poin tadi, (KPK harus membongkar) indikasi korupsi. Kami meminta KPK menyelidiki dugaan penyelahgunaan wewenang. Tambang yang izinnya sudah dicabut, kok masih ada di sini?” pungkasnya.  [SEP]" "Saat Menteri, KPK dan Musisi Suarakan Kasus Lingkungan di Gedung DPR. Begini Ceritanya..","[CLS] Gemuruh lagu mars Bali Tolak Reklamasi dan lagu untuk para perempuan pegunungan Kendeng, Jateng, yang terus berjuang menjaga kelestariannya berkumandang di dalam gedung DPR, Jakarta. Gerakan penyelamatan lingkungan dari ancaman eksploitasi teluk dan area sumber air ini sudah berlangsung beberapa tahun sampai kini.Saat digelorakan, para pimpinan DPR dan MPR serta sejumlah menteri pada acara peringatan “20 Tahun Reformasi: Kembali ke Rumah Rakyat” ini sudah meninggalkan tempat acara pada Selasa malam (08/05/2018) ini. Hal ini membuat penonton menyeruak ke depan sampai ke atas panggung untuk menggemakan bersama Jerinx dari band Superman Is Dead (SID) dan band Marjinal.Mereka mengepalkan tangan kiri dan menyanyi bersama disisa waktu acara yang dihelat Tempo Media Group bekerja sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) selama 7-21 Mei 2018. Jerinx dan Marjinal tampil kembali di penutup acara, namun sebelum mereka tampil seluruh pejabat dan artis sudah dipersilakan ke panggung untuk foto bersama. Usai selebrasi foto ini, para pejabat ini meninggalkan lokasi.“Semoga pengambil keputusan masih di sini. Tak ada suatu kaum merampas hak hidup,” sebut Jerinx sebelum duet dengan band Marjinal menyanyikan lagu tentang perayaan keberagaman di Indonesia.baca : Tiga Tahun Pemerintahan Jokowi-JK, Bagaimana Capaian Reforma Agraria?  Dilanjutkan dendang Marsinah dari Marjinal, tokoh perempuan pemberani yang menginsipirasi nama band ini. “Semoga malam ini mengingatkan kita perjuangan masih panjang,” ujar Mike Marjinal. Ia juga berkali-kali mengajak penonton berteriak, “Kendeng Lestari. Hidup Kendeng.” Para petani perempuan dari Kendeng yang kerap disebut Kartini Kendeng dan Marsinah adalah legenda dan suara-suara perlawanan." "Saat Menteri, KPK dan Musisi Suarakan Kasus Lingkungan di Gedung DPR. Begini Ceritanya..","Puisi dan musik adalah menu utama peringatan tumbangnya rezim Orde Baru pada 1998 yang dipimpin mahasiswa dengan menduduki gedung DPR. Sebuah puisi berjudul Sajak Bulan Mei karya WS Rendra membuka pesta sastra dibacakan bergantian oleh Ketua MPR Zulkifli Hasan dan Ketua DPR Bambang Soesatyo.“Aku tulis sajak ini di bulan gelap raja-raja. Bangkai-bangkai tergeletak lengket di aspal jalan. Amarah merajalela tanpa alamat. Ketakutan muncul dari sampah kehidupan. Pikiran kusut membentuk simpul-simpul sejarah. O, jaman edan! O, malam kelam pikiran insan! Koyak-moyak sudah keteduhan tenda kepercayaan. Kitab undang-undang tergeletak di selokan. Kepastian hidup terhuyung-huyung dalam comberan. O, tatawarna fatamorgana kekuasaan!” Demikian potongan sajak yang lengkapnya cukup panjang dan membuat bulu kuduk berdiri. Rendra membacakan saat ikut aksi warga dan mahasiswa pada 1998 ini. Karya ini memulai dengan jelas apa yang ingin disuarakan dalam peringatan ini. Menggedor pilar-pilar beton gedung wakil rakyat.baca : Bercermin dari Kasus Kendeng, Sulitnya Warga Peroleh Keadilan Lingkungan  Puisi-puisi selanjutnya juga mengalir mengingatkan apa saja peristiwa kekerasan negara yang masih belum dibongkar. Reza Rahardian dan Morgan Oey menyuarakan ketertindasan dan kemiskinan dari karya-karya Widji Thukul yang sosoknya masih belum ditemukan.Berlanjut suara bergetar Menteri Luar Negeri Retno Marsudi karya Sapardi Djoko Damono berjudul Dongeng Marsinah. Buruh perempuan yang dibunuh dan kasusnya juga tak selesai.Agus Rahardjo, Ketua KPK membacakan puisi hilangnya sumberdaya petani berjudul Tanah karya Widji Thukul. “Reformasi telah melahirkan ketetapan MPR menciptakan pemerintah bersih dari KKN, salah satunya UU KPK dan Tipikor. Saya ingin berpesan siapa yang ingin membubarkan KPK, mengkhianati reformasi,” katanya sebelum membacakan sajak singkat ini." "Saat Menteri, KPK dan Musisi Suarakan Kasus Lingkungan di Gedung DPR. Begini Ceritanya..","Musisi dan aktivis Jerinx SID memilih mendendangkan lagu dari gubahan karya almarhum bu Pasek, seorang perempuan korban kekerasan dampak G30S/PKI 1965 di Bali. Lagu “Di Kala Sepi Mendamba” ini masuk dalam kompilasi album Prison Songs karya komunitas anak muda Taman 65. Ditulis dalam penjara di sebuah penjara, sebuah surat cinta untuk suaminya.“Malam yang aneh, tidak biasa berdiri di sini. Sebuah bangsa yang besar selalu ditentukan sejarahnya, kadang sejarah ditulis pemenang tak semua pemenang bukan individu yang benar,” seru Jerinx membuka. Menurutnya perlu banyak yang dibuka kembali karena distorsi sejarah.Lagu kedua yang diciptakan Jerinx saat surfing di Pantai Kuta disebutnya tentang ketidakadilan. Jadilah Legenda, lagu ini memantik koor pengunjung yang didominasi anak muda. “Kami tak ingin laut kami jadi lautan beton,” teriaknya menolak rencana reklamasi di Teluk Benoa.baca : Ketika Tolak Reklamasi Teluk Benoa Jadi Komoditas Pilkada Bali  Puisi-puisi selanjutnya tak kalah tajam dan dalam menyenggol penguasa rakus. Misal Bupati Pakpak Bharat Remigo Yolando dan Bupati Bekasi Neneng Hassanah membacakan karya berjudul “Puisi itu Adalah” karya WS Rendra. “Politisi mencintai rakyat, di hari libur mereka pergi ke Amerika, mereka berkata penyambung lidah rakyat. Kadang mereka anti demokrasi, kadang mereka menggerakkan demokrasi,” demikian nukilannya.Sajak berjudul Peringatan karya Widji Thukul dibacakan aktor Lukman Sardi, karya ini langganan dibacakan para demostran. Sedangkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti membacakan karya Widji Thukul berjudul Bunga dan Tembok. Sebuah karya sangat tajam merefleksikan kekuatan alam. Diumpamakan seperti sebuah biji yang mampu tumbuh, berdaun lebat, berakar kuat, membelit, dan merubuhkan tembok." "Saat Menteri, KPK dan Musisi Suarakan Kasus Lingkungan di Gedung DPR. Begini Ceritanya..","Arif Zulkifli, Pemimpin Redaksi Tempo ketika membuka acara ini mengatakan acara ini diusulkan Tempo ke DPR. Saat ini di redaksi Tempo hampir semua wartawan pasca reformasi 98. Pada 1994 Tempo dibreidel Orde Baru lalu setelah Presiden Suharto tumbang saat Habibie diangkat jadi presiden, terbit kembali.Tim Tempo sengaja memilih karya yang bernada gugatan dan diproduksi sekitar 98. Muncul karya yang paling banyak dibacakan dari Widji Thukul, WS Rendra, Sapardi Djoko Damono, Sutardzi Calzoum Bachri, Mustafa Bisri, dan Joko Pinurbo.Selama 7-21 Mei 2018 juga ada diskusi publik Kiprah Aktivis ’98 sebagai Anggota DPR, Pameran Foto Reformasi, Diskusi Publik Anak Muda di Era Reformasi, dan Peringatan Malam Refleksi 20 Tahun Reformasi.  [SEP]" "Kala Pari Gergaji Tertangkap Nelayan di Riau","[CLS] Pari gergaji yang tertangkap nelayan di Tebing Tinggi Barat, Riau, Jumat (19/1/18). Foto :   BPSPL Padang/ Mongabay Indonesia Satu pari gergaji atau dikenal dengan hiu gergaji (Pristis pristis) terjaring nelayan Desa Tanjung Peranap, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, Jumat (19/1/18) sore. Pari dibagikan ke sejumlah warga. Kini,  Balai Pengelolaan Sumberdaya Perairan dan Laut (BPSPL) Padang melacak siapa penyimpan muncung gergajinya.Aswandi, Kepala Desa Tanjung Peranap, Kecamatan Tebing Tinggi Barat, mengatakan, lima nelayan jaring kurau ta sengaja mendapatkan pari, Jumat sore kemarin. Saat menarik jaring ternyata berat. Mereka minta pertolongan kapal lain untuk menarik jaring ke pantai.“Mereka jaring ikan kurau, itulah, ketika mereka narik, makin berat dan makin berat. Ternyata hiu gergaji. Kebetulan yang menjaring masyarakat desa saya,” katanya) saat dihubungi Mongabay, Sabtu (20/1/18) sore.Pari terjaring di selat antara Pulau Sumatera dan Pulau Tebing Tinggi, berjarak hanya setengah mil dari bibir pantai. Diduga nelayan tak tahu pari jenis ini dilindungi oleh hukum Indonesia bahkan status terancam.“Ini kejadian pertama kali. Warga gak tau bahwa ini dilindungi. Ramai-ramai ke laut karena ikan gratis. Ndak dijual itu. Habis semua. Tulangnya aja ndak ada lagi,” kata Aswandi.Windi Syahrian Djambak, Koordinator BPSPL Padang Wilayah Kerja Riau, Jambi, Sumatera Selatan mengatakan, tim tengah menyusuri kemungkinan masih ada sisa bagian tubuh pari. Bagian yang bernilai ekonomis tinggi adalah muncung gergaji yang biasa jadi koleksi.“Biasanya muncung jadi kerajinan. Ini satwa langka dilindungi. Ia diburu masyarakat terutama muncungnya,” katanya kepada Mongabay.Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, setiap orang dilarang menyimpan bagian satwa dilindungi baik dalam keadaan hidup maupun mati. Ancaman, hukuman lima tahun penjara dan denda maksimal Rp500 juta." "Kala Pari Gergaji Tertangkap Nelayan di Riau","“Soal tindakan atau penyidikan lebih lanjut, masih kewenangan KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan-red). Kita (BPSPL) lebih kepada sosialisasi dan pencegahan.”   Terancam punahBerdasarkan daftar merah lembaga pemeringkat konservasi dunia (IUCN), satwa ini terancam punah atau satu tahap menuju punah di alam liar. Hal itu diakui Dharmadi dari Pusat Riset Perikanan, Badan Riset Sumber Daya Manusia-KKP.Yang tertangkap ini, katanya, pari gergaji jenis besar yakni Pristis pristis.  Dari penelitian dia di Merauke, Papua, baru-baru ini, teridentifikasi tiga jenis dari spesies pari ini yakni Anoxypristis cuspidata, Pristis zijsron dan Pristis pristis (nama baru Pristis microdon).Dia bilang, pari gergaji yang tertangkap itu bukan hiu karena insang ada di bawah. Untuk penyebarannya, kata Dharmadi, hampir di seluruh perairan Indonesia.“Di Indonesia baru teridentifikasi dari penelitian di Merauke yang merupakan bagian dari kegiatan Indonesaw, baru ada tiga spesies. Diduga ada empat spesies. Itu jenis (tertangkap di Riau), yang memang sangat-sangat jarang tertangkap. Ukurannya besar. Pristis pristis yang tertangkap di Riau,” katanya.Menurut dia, sosialisasi kepada nelayan sudah dilakukan sejak November lalu. Hasilnya lumayan, beberapa nelayan mulai melepas kembali pari kalau tertangkap jaring mereka.Dharmadi berharap, ada upaya konservasi bersama hingga bisa memberikan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat di kantong-kantong nelayan di Indonesia.     [SEP]" "Langgar UU Perkebunan, Denda Rp3 Miliar bagi KUD Pematang Sawit","[CLS] Setelah enam bulan proses persidangan KUD Pematang Sawit, akhirnya majelis hakim memutus koperasi ini terbukti bersalah karena melanggar UU Perkebunan pada 14 Maret lalu.Ketua Majelis Hakim Meni Warlia bersama anggota, Ria Ayu Rosalin dan Rahmad Hidayat Batubara, menetapkan, hukuman denda Rp3 miliar dan lahan kelola dikembalikan.Sebelumnya, pada persidangan 28 Februari 2018, jaksa penuntut umum Martalius, menuntut terdakwa denda Rp7 miliar. Martalius melandaskan tuntutan berdasarkan dakwaan tunggal, Pasal 105 jo Pasal 47 ayat (1) jo Pasal 113 ayat (1) huruf a, UU RI Nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan.“Semua unsur dalam dakwaan telah terpenuhi,” katanya, saat membaca tuntutan.Unsur-unsur dalam pasal itu, setiap perusahaan yang budidaya perkebunan, melakukan usaha budidaya perkebunan dengan luasan skala tertentu (25 hektar atau lebih).Fakta sidang, hasil pengecekan lapangan dengan mengambil titik koordinat maupun keterangan saksi JPU, menyatakan, KUD Pematang Sawit menanam sawit 304,37 hektar. Modelnya, KUD bekerjasama dengan beberapa pemodal.Hal ini diakui Dedi Altina, salah satu pemodal. Dia telah menikmati hasil panen sawit sejak bekerjsama pada 2008. Bahkan, Hairul Pagab sebagai wakil ketua maupun Syamsuarlis sebagai ketua, saat bersaksi juga mengakui.Kata Martalius, unsur ini juga terpenuhi. Kemudian soal tak memiliki izin usaha perkebunan.Selama persidangan, tak ada keterangan saksi maupun Hairul Pagab sebagai pengurus koperasi menyatakan KUD Pematang Sawit telah memiliki izin. JPU memakai keterangan saksi Heri Hadiasyah Putra, pegawai Dinas Perkebunan dan Kehutanan Pelalawan.Heri, saat menjabat, pernah menegur KUD Pematang Sawit dengan melayangkan surat supaya mengurus izin tetapi tak pernah mendapat respon." "Langgar UU Perkebunan, Denda Rp3 Miliar bagi KUD Pematang Sawit","Akhir tuntutan, Martalius meminta supaya lahan kelolaan terdakwa dikembalikan pada negara melalui Dinas Kehutanan cq PT Nusantara Sentosa Raya (NSR). Konon, perusahaan inilah yang melaporkan KUD Pematang Sawit ke Mabes Polri pada 29 Maret 2016.“Karena areal itu dalam konsesi NSR yang telah diberi izin pemerintah,” katanya.Penasihat hukum membela terdakwa KUD Pematang Sawit. Menurut mereka, alasan JPU tidaklah tepat dan tak adil terhadap masyarakat yang berhimpun dalam koperasi.Mereka menilai, subyek hukum tidak tepat ditujukan pada KUD Pematang Sawit. Pasalnya, KUD bukanlah perusahaan perkebunan, melainkan koperasi, di dalamnya ada masyarakat Desa Segati, Langgam, Pelalawan.“Meskipun KUD Pematang Sawit telah berbadan hukum,” kata Azis Fahri Pasaribu, penasihat hukum koperasi.Edi Sutrisno Sidabutar, juga penasihat hukum koperasi, membantah terdakwa mengelola lahan lebih 25 hektar. Alasannya, lahan KUD Pematang Sawit bekerjasama dengan pemodal, adalah milik masyarakat yang masing-masing tak lebih dari dua hektar.Lahan itu diserahkan oleh ninik mamak Datuk Antan pucuk pimpinan masyarakat Desa Segati, untuk dikelola dan ditanami sawit.Penjelasan ini sekaligus membantah tuntutan JPU yang menyatakan KUD tidak memiliki izin. “Karena masyarakat hanya mengelola lahan tak lebih dua hektar, mereka cukup diberi surat tanda daftar budidaya atau STDB,” kata Edi.Seharusnya, kata Aziz,  pemerintah mensosialisasikan aturan mengenai budidaya tanaman perkebunan yang harus memiliki izin. Menurut dia, tak semua masyarakat paham dengan aturan itu.Penasihat hukum juga tidak sependapat dengan permintaan JPU, supaya lahan kelolaan masyarakat kembali pada NSR melalui dinas terkait. Permintaan ini,  dinilai tak memandang rasa keadilan bagi masyarakat yang sudah menguasai lahan puluhan tahun.“Seharusnya, ini masuk dalam ranah perkara perdata karena berhubungan dengan batas kepemilikan lahan,” katanya." "Langgar UU Perkebunan, Denda Rp3 Miliar bagi KUD Pematang Sawit","Meskipun tuntutan JPU Rp7 miliar, hakim memutus denda Rp3 miliar dan membayar biaya perkara Rp5.000. Putusan hakim juga memerintahkan lahan kelola KUD harus dikembalikan.Sebelum hakim menutup sidang, kedua belah pihak baik JPU maupun penasihat hukum terdamkwa akan pikir-pikir dalam menanggapi keputusan ini.Hairul Pagab tampak mengusap muka dan menghela nafas. Sebelum berdiri dan menyalami majelis hakim, JPU dan mendekati penasihat hukum. Tak ada kata lain diucapkan Hairul, selain berterimakasih dan tersenyum sembari keluar dari ruang sidang bersama-sama. Foto utama: Ilustrasi kebun sawit. Foto: Eko Rusdianto/ Mongabay Indonesia    [SEP]" "Pasar Ikan Segar Muara Baru untuk Tingkatkan Konsumsi Makan Ikan?","[CLS] Sejak didengungkan pada September 2016, rencana pembangunan pasar ikan segar modern di Muara Baru, Jakarta Utara, akhirnya diwujudkan pada akhir pekan lalu atau 1,5 tahun kemudian. Pembangunan pasar tersebut, diklaim akan mengadopsi konsep pasar ikan segar modern yang ada di Tokyo, Jepang.Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti setelah melaksanakan peletakan batu pertama untuk pembangunan proyek tersebut pada Kamis (08/2/2018), mengatakan bahwa konsep pasar ikan yang dibangun di Muara Baru tersebut akan menggabungkan antara pasar tradisional dengan pasar modern.“Dengan demikian, semua kebutuhan untuk masyarakat bisa didapatkan. Tentu saja, berkaitan dengan ikan dan produk kelautan lain,” ucapnya.Meski menggabungkan pasar tradisional dan modern, Susi menjanjikan, pasar ikan yang mulai dibangun tersebut akan menerapkan prinsip kebersihan dan higienis. Kedua prinsip tersebut dinilainya sangat penting, karena itu bisa membawa level pasar ikan Indonesia ke tingkat dunia.“Jadi, konsep yang dibangun di Muara Baru ini menjadi yang pertama di Indonesia. Semua produk perikanan dengan pendukungnya hadir di sana,” tutur dia.baca : Sulap Muara Baru Jadi Pasar Ikan Kelas Dunia, Pemerintah Gelontorkan Rp560 M  Di atas lahan seluas 22.444 meter persegi, Susi menjanjikan, pasar ikan Muara Baru akan menjadi pendukung untuk peningkatan ekonomi warga dan juga Indonesia, produktivitas dan nilai tambah produk perikanan, pengembangan sentra bisnis kelautan dan perikanan, dan akan berperan dalam peningkatan angka konsumsi ikan." "Pasar Ikan Segar Muara Baru untuk Tingkatkan Konsumsi Makan Ikan?","Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Nilanto Perbowo di kesempatan yang sama juga menjelaskan, pasar ikan modern memang akan sepenuhnya mengadopsi kesuksesan Pasar Tsukiji di Tokyo yang dikenal sebagai pasar ikan segar modern di Jepang. Akan tetapi, mengingat ada berbagai keterbatasan yang harus dihadapi Indonesia, tidak semua konsep Tsukiji bisa diikuti.“Yang terpenting, kita mengadopsi konsep kebersihan melalui sanitasi dan higienitas pasar. Konsep itu menjadi perhatian utama, karena lebih penting untuk mendukung terwujudnya pasar modern yang bersih,” jelas dia.Menurut Nilanto, mengadopsi penuh konsep di Tsukiji memang tidak bisa dilakukan karena pasar terkenal itu tidak bisa dibandingkan dengan pasar manapun di dunia. Tetapi, kata dia, ada banyak konsep yang bisa diambil dari Tsukiji, yaitu pengelolaan, ketersediaan ikan, variasi jenis ikan, entah itu yang hidup, segar, beku, diasinkan, kering, dan itu ada semua.“Konsep itu yang ingin dibawa kemari,” tegas dia. baca : Revitalisasi Muara Baru Tidak Tepat Sasaran?Untuk mewujudkan keinginan tersebut, Nilanto menyebut, KKP sengaja mendatangkan tenaga ahli dari Jepang yang memiliki spesialisasi untuk pembangunan pasar ikan. Tenaga ahli tersebut, dilibatkan sejak awal perencanaan pembangunan hingga proses pembangunan selesai dilakukan. Kehadiran tenaga ahli Jepang, diharapkan bisa menerjemahkan keinginan Pemerintah untuk membangun pasar sebagus Tsukiji tetapi disesuaikan dengan kondisi di Muara Baru.Nilanto menjelaskan, dengan konsep yang matang dan terencana, dia berharap transaksi di pasar akan meningkat 10 persen dari transaksi yang terjadi di pasar lama yang lokasinya ada di samping pasar yang dibangun sekarang. Di pasar lama, transaksi bisa mencapai Rp9 miliar atau 400 ton ikan per hari dengan melibatkan 3.400 tenaga kerja.baca : Benarkah Kinerja Ekspor Perikanan Indonesia Ungguli Negara Pesaing?  " "Pasar Ikan Segar Muara Baru untuk Tingkatkan Konsumsi Makan Ikan?","Pasar KoreaTak hanya merujuk pada pasar ikan segar Tsukiji di Tokyo, Jepang, pasar di Muara Baru nantinya akan mengadopsi konsep yang sudah ada di pasar ikan segar modern seperti di Seoul, Korea Selatan dan Sydney, Australia. Kedua kota tersebut dipilih, karena dinilai sangat bersih dan higienis dan sudah menjadi pasar ikan segar modern berkelas dunia.Direktur Utama Perum Perikanan Indonesia (Perindo) Risyanto Suanda mengatakan, sebelum pembangunan dimulai, dia dan tim sudah melakukan studi tentang pengelolaan pasar ikan yang ada di dua kota tersebut. Hasilnya, dari studi tersebut, Indonesia memang layak untuk meniru pengelolaan di dua kota tersebut.“Kita sudah survei ke dua kota tersebut. Memang, di sana pengelolaannya sangat bagus. Ikan di sana tidak boleh jatuh ke lantai. Jadi higienitasnya dijaga. Di sana juga ada kulinernya, jadi bisa sekalian untuk mengisi perut di pasar,” jelas dia.Risyanto mengungkapkan, dengan perencanaan yang matang dan pengelolaan yang baik, dia optimis pasar ikan Muara Baru bisa menjadi sumber baru pendapatan Perindo di masa mendatang. Tak hanya itu, dia juga menyebut sudah menyusun rencana aksi untuk pengelolaan pasar yang akan diintegrasikan dengan fasilitas dan aktivitas yang sudah ada di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman Muara Baru.baca : Pasar Ikan Segar Internasional Dibangun di Bandung?  Lebih lanjut Risyanto menjelaskan, untuk pengelolaan pasar di lokasi yang sedang dibangun sekarang, dia menjanjikan akan ada pemisahan jam operasional antara pasar basah, kering, dan perlengkapan perikanan dan kelautan. Pemisahan jam tersebut, dimaksudkan agar tata kelola menjadi lebih baik dan terjamin kebersihan dan higienitasnya.“Kita juga jamin, nanti harga yang ada di pasar baru akan kompetitif dan lebih murah. Itu agar kehadiran pasar bisa ikut membantu kampanye meningkatkan makan ikan di masyarakat,” tandas dia. Konsumsi Ikan" "Pasar Ikan Segar Muara Baru untuk Tingkatkan Konsumsi Makan Ikan?","Selain bertujuan untuk memberikan alternatif baru bagi masyarakat Jakarta dan sekitarnya, pembangunan pasar ikan di Muara Baru juga dijadikan sebagai momen untuk meningkatkan konsumsi makan ikan di kalangan warga Jakarta, umumnya di Indonesia. Dengan kata lain, jika kampanye makan ikan terus didengungkan, masyarakat yang tertarik kemudian akan mencari ikan untuk dikonsumsi.“Nah, kalau kita terus kampanye makan ikan, terus ikannya tidak segar dan susah didapat, bagaimana warga mau makan ikan? Untuk itu, kita sediakan tempatnya, kita jamin ikannya segar dan tempatnya bersih. Jadi, masyarakat bisa makan ikan sepuasnya,” ungkap dia.Saat ini, Susi menyebut, angka konsumsi per kapita per tahun masyarakat Indonesia mencapai 46,7 kilogram dan diharapkan pada 2018 ini angkanya naik menjadi 53 kg per kapita per tahun. Untuk bisa mencapai kenaikan angka tersebut, satu-satunya cara yang bisa dilakukan, adalah dengan berkampanye untuk mendorong masyarakat Indonesia mengonsumsi ikan.“Saya ingin masyarakat lebih gemar mengonsumsi ikan, jangan daging terus. Ikan itu lebih murah, lebih mudah didapat. Kalau daging kan lebih mahal dan sering harus impor. Ikan juga lebih sehat kolestrolnya (sedikit) dibandingkan daging” ujar dia.Dengan kehadiran pasar modern di Muara Baru, Susi optimis masyarakat Jakarta dan sekitarnya akan mengalami perubahan paradigma tentang pasar ikan yang selama ini dikenang sebagai tempat yang bau dan kumuh. Jika sudah berubah paradigma di masyarakat, dia yakin kampanye makan ikan bisa semakin cepat diterima oleh masyarakat.  Agar kampanye makan ikan bisa semakin meningkat dan diterima masyarakat, Susi menjanjikan tak hanya di Muara Baru, pembangunan pasar ikan segar modern juga akan dibangun di kota lain. Untuk sementara, kata dia, rencana pembangunan akan dilakukan di Palembang (Sumatera Selatan) dan Bandung (Jawa Barat)." "Pasar Ikan Segar Muara Baru untuk Tingkatkan Konsumsi Makan Ikan?","“Kalau kita bersihkan pasar, masyarakat akan senang makan ikan. Dengan pasar ikan modern, saya yakin akan bisa meningkatkan minat masyarakat untuk datang dan beli,” tambah dia.Tujuan dibangunnya banyak pasar ikan modern yang segar, menurut Susi, karena dia ingin memberi kemudahan bagi penduduk Indonesia untuk mendapatkan produk perikanan yang segar dan berkualitas. Untuk itu, dia merencanakan akan membangun satu pasar untuk melayani 100.000 penduduk di seluruh Indonesia.Untuk diketahui, pembangunan ditargetkan bisa selesai pada akhir 2018 dan beroperasi pada awal 2019. Di pasar tersebut, nantinya akan ada 900 lapak basah, 69 kios pasar kering, 18 kios pancing, dan 68 kios ikan segar. Selain itu, bangunan pasar juga akan dilengkapi dengan fasilitas pendukung antara lain chiling room, ice storage, layanan perbankan, klinik kesehatan, wisata kuliner, laboratorium, masjid, pengepakan ikan, gardu PLN, dan instalasi pengelolaan air limbah.“Kita akan menyediakan produk perikanan yang high quality, safe, traceable, high value content, dan competitive,” ujar Nilanto.  [SEP]" "Susi Larang Botol Kemasan dan Sedotan Plastik di Pulau Pari. Kenapa?","[CLS] Saat ini, tidak ada satupun wilayah di bumi yang bersih dari sampah plastik, baik di daratan maupun lautan. Termasuk di Indonesia, sampah plastik di lautan sudah menjadi masalah besar. Tidak terkecuali di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta.Meskipun masyarakat Pulau Pari relatif telah menjaga kebersihan lingkungan daratannya, tetapi bukan berarti masalah sampah plastik selesai. Sampah plastik tetap ada karena plastik sudah lekat dengan kehidupan sehari-hari. Termasuk penggunaan minuman kemasan, sedotan dan snack kemasan yang umumnya dengan plastik.Oleh karena itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengajak masyarakat Pulau Pari untuk membatasi penggunaan sampah.“Mulai besok tidak boleh lagi ada minuman sedotan di pulau ini. Karena plastik itu dibuang kemana? (Sampah plastik) di laut itu baru hancur 450 tahun. Indonesia ini sekarang penyumbang sampah plastik kedua terbesar di dunia. Malu kita. Kita mandi pakai sabun, habis pakai sabun pakai bedak, habis pakai bedak, pakai minyak wangi. Kurang apa lagi? Tapi buang plastik ke sana (laut). Kitanya bersih alamnya kotor,” kata Susi ketika berdialog dengan tokoh masyarakat dan warga Pulau Pari, Minggu (22/7/2018).baca : Darurat: Penanganan Sampah Plastik di Laut  Ia mencontohkan keberhasilan Kenya, Namibia, dan Ghana mengurangi penggunaan plastik. Salah satunya mengganti penggunaan kantong plastik dengan tas ramah lingkungan.“(Orang) ke pasar beli cabai setengah ons (dibungkus) 1 kresek, bawang merah ½ ons (dibungkus) satu kresek. Satu ibu rumah tangga pulang habis belanja bawang merah (bawa) satu kresek, jahe (dibungkus) satu kresek, semua (belanjaan) sepuluh kresek bawa pulang ke rumah. Habis itu jadi sampah. Mau nanem pisang, nyangkul tanah isinya apa? Kresek,” keluh Susi." "Susi Larang Botol Kemasan dan Sedotan Plastik di Pulau Pari. Kenapa?","Ia meminta pemda setempat, aparat keamanan dan masyarakat bersinergi membuat aturan khusus larangan membuang sampah sembarangan, demi keindahan dan kebersihan untuk mendukung pariwisata di Pulau Pari.“Persoalan pulau itu ada di kebersihan, sanitasi, dan pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah ini sangat penting. Bayangkan setiap minggu 1000 turis datang ke mari. Masing-masing bawa kantong kresek berapa? Bungkus makanan dan lain-lain, mau dikemanakan sama Bapak-bapak? Buang ke laut? Pada saat air pasang balik lagi. Laut itu tidak suka dengan sampah. Pasti akan kembali ke pantai Bapak,” paparnya.Selain itu, warga Pulau Pari juga diminta tidak membuang langsung limbah minyak, sampah kimia, cat, dan oli ke laut karena dapat merusak terumbu karang.baca : Yuk, Bantu Anak-Anak Pulau Pari Menanam Mangrove dan Bersihkan Pantai  Sedangkan Direktur Eksekutif Nasional Walhi Nur Hidayati mengatakan warga Pulau Pari menjaga kebersihan lingkungannya dari sampah plastik. “Disini (Pulau Pari), mereka menjaga lingkungannya bersih sekali. Baik di daratan, pantai dan lautnya. Sampah plastik datang dari luar Pulau Pari,” kata Yaya, panggilan akrab Nur Hidayati yang berada di Pulau Pari saat dihubungi Mongabay Indonesia pada Senin (23/7/2018).Dia menjelaskan warga Pulau Pari sempat menggantungkan hidupnya dengan budidaya rumput laut. Akan tetapi karena pencemaran di perairan Kepulauan Seribu termasuk di Pulau Pari yang tinggi, budidaya rumput laut pun jadi mati.Seperti diketahui Pulau Pari yang merupakan bagian dari Kepulauan Seribu dekat dengan Teluk Jakarta dengan aktivitas pelabuhan yang tinggi dan juga jalur Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) yang merupakan jalur transportasi laut yang padat, sehingga tingkat pencemaran juga tinggi.“Mereka kemudian beralih ke wisata. Sambil merehabilitasi mangrove. Tetapi pariwisata di Pulau Pari sedang ada kasus. Kami sudah lama melakukan pendampingan disini,” katanya." "Susi Larang Botol Kemasan dan Sedotan Plastik di Pulau Pari. Kenapa?","baca : Pulau Pari, Gairah Wisata Baru di Kepulauan Seribu  Warga Pulau Pari memang sedang menghadapi kasus sengketa lahannya dengan PT Bumi Pari Asri (BPA) yang ingin menguasai pulau tersebut untuk bisnis pariwisatanya.Yaya mengatakan Walhi bersama koalisi beberapa LSM seperti Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) melakukan pendampingan ke warga Pulau Pari dalam kasus sengketa lahan tersebut.baca : Siapa Pemilik Pulau Pari Sebenarnya?Koalisi tersebut kemudian mengajak pemerintah pusat, berbagai lembaga negara dan kementerian terkait, termasuk Pemprov DKI Jakarta untuk menyelesaikan masalah tersebut sengketa kepemilikan lahan antara warga Pulau Pari dan perusahaan tersebut. “Kita mengajak Bu Susi untuk mendukung perjuangan masyarakat Pulau Pari,” kata Yaya yang ikut mendampingi Susi saat di Pulau Pari.Yaya mengutip ucapan Susi saat dialog dengan warga Pulau Pari bahwa pulau masih banyak sehingga tidak pantas untuk diperebutkan. Apalagi warga juga sudah lama tinggal di Pulau Pari secara turun temurun. “Bu Susi menyindir perusahaan tersebut agar mencari pulau lain untuk bisnis wisatanya,” jelasnya.baca juga : Pulau Pari, Riwayatmu Kini…  Dia menjelaskan sebenarnya Koalisi mengundang Ombusdman RI, kementerian seperti Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Kementerian Dalam Negeri, KKP, dan KLHK, serta Pemprov DKI untuk datang ke Pulau Pari untuk membahas permasalah sengketa kepemilikan untuk datang pada Sabtu (28/7/2018) sekaligus menanam bibit mangrove untuk memperingati Hari Mangrove Sedunia setiap tanggal 26 Juli.“Akan tetapi karena Bu Susi tidak bisa datang pada tanggal 28 Juli, maka beliau datang hari Minggu (22/7/2018) kemarin untuk berdialog dengan warga dan menanam mangrove,” jelas Yaya.baca juga : Perbedaan Cara Pandang Kriminalisasi Nelayan Pulau Pari, Seperti Apa? " "Susi Larang Botol Kemasan dan Sedotan Plastik di Pulau Pari. Kenapa?","Tanam MangroveSelain berdialog dengan warga Pulau Pari, Susi Pudjiastuti juga menanam bibit mangrove. Dia menyarankan agar dibuat kanal bagi orang yang ingin berwisata masuk ke hutan mangrove. Dengan adanya kanal, wisatawan tidak akan merusakan hutan mangrove dan mengganggu satwa laut seperti ikan dan kepiting yang bereproduksi disitu.Susi juga menghimbau warga untuk tidak menebang pohon mangrove untuk membuat rumah maupun kolam pertambakan udang, karena fungsinya sebagai penahan gelombang laut dan habitat nyamuk malaria.  Sedangkan Yaya mengatakan, warga Pulau Pari sudah sejak lama memiliki inisiatif untuk melakukan rehabilitasi hutan mangrove yang sebelumnya rusak. Padahal hutan mangrove mempunyai nilai ekonomi seperti kepitinga dan udang.“Ketika mangrove rusak dibutuhkan gerakan massal seperti yang dilakukan masyarakat Pulau Pari. Dan ini seharusnya dilindungi pemerintah dan diberikan fasilitasi-fasilitasi sehingga inisiatif warga makin banyak muncul dan menumbuhkan perbaikan-perbaikan di berbagai tempat,” papar Nur Hidayati.Sementara itu, Ketua Koalisi Selamatkan Pulau Pari (KSPP) Sahrul Hidayat mengungkapkan, upaya pelestarian mangrove juga telah ditularkan masyarakat Pulau Pari kepada para wisatawan yang datang. “Setiap kita kedatangan wisatawan, kita selalu tawarkan kalau mau kunjungan ke Pari ayo kita bersama lihat tanaman mangrove. Dengan kunjungan Anda ke Pulau Pari, berarti Anda menanamkan kebaikan buat Pari sekarang dan ke depan,” tambahnya.***Keterangan foto utama : Sampah plastik dan botol bekas air mineral dikumpulkan oleh anak-anak pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta.  Foto: Ridzki R. Sigit/Mongabay Indonesia  [SEP]" "Cikalang Juga Menderita Bila Laut Tercemar","[CLS] Peneliti Aldo Pacheco Ferreira dalam jurnal Marine Ornithology tahun 2014 menyatakan, burung laut merupakan salah satu indikator produktivitas dan kesehatan yang baik bagi lingkungan laut. Pola distribusi dan kelimpahan burung laut, sangat berkorelasi dengan produksi primer dan kelimpahan ikan.Fluktuasi populasi, kematian massal, dan fenomena lain yang mempengaruhi populasi burung laut dapat digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan kontaminan. Tidak mengherankan, burung laut digunakan dalam beberapa studi pemantauan lingkungan.Beberapa penelitian pun mengungkapkan, jenis yang berguna sebagai indikator sehatnya laut, untuk mengetahui jenis polutan di tubuh burung laut, adalah burung cikalang. Alasannya, jenis ini termasuk konsumen paling tinggi dalam jaring-jaring makanan di laut.  Penelitian yang dilakukan Rowan Mott dan kawan-kawan dalam jurnal Marine Pollution Bulletin 2017 menunjukkan, paparan merkuri melalui bulu mengungkapkan bahwa jenis cikalang kecil dan cikalang besar sama-sama terpapar. Perbandingan konsentrasinya adalah burung dewasa lebih tinggi ketimbang burung muda.“Kami melakukan analisis terhadap bulu kedua burung ini saat di sarang, sebelum melakukan perjalanan ke beberapa lokasinya untuk mencari makan di Samudra Hindia bagian timur, Australia bagian barat laut, dan Indonesia. Hasil ini memberikan masukan, perlunya pengaturuan emisi merkuri yang lebih ketat untuk meminimalkan potensi ancaman terhadap cikalang dan jenis burung lainnya,” jelas Rowan.Merkuri yang menggenangi laut, tentunya akan diserap oleh ikan, krustasea, dan plankton. Biota laut yang terpapar ini selanjutnya dimakan oleh cikalang dan burung laut lainnya. Efek dari kandungan merkuri yang tinggi berakibat telur burung pecah sebelum waktunya, perkembangan sistem syaraf terganggu, keberhasilan reproduksi menurun, hingga berdampak pada ketidaksempurnaan embrio.Baca: Burung Air, Kenapa Harus Disensus?  Cikalang" "Cikalang Juga Menderita Bila Laut Tercemar","Cikalang merupakan burung laut dari suku Fregatidae. Jenis ini memiliki tubuh panjang dan ekor menggarpu, tipikal penerbang handal dengan bentuk paruh seperti kait. Julukannya, “burung perampok” karena kecepatannya merebut makanan dari jenis lainnya.Di Indonesia, ada tiga jenis cikalang yang beredar yaitu cikalang christmas (Fregata andrewsi), cikalang kecil (Fregata ariel), dan cikalang besar (Fregata minor). Di utara Jakarta, tiga jenis ini akan dengan mudah terlihat, terutama di Teluk Jakarta, saat mencari makan.Di teluk yang terletak antara Tanjung Pasir dan Tanjung Karawang ini, memang masih dijumpai berbagai jenis ikan. Berdasarkan data volume dan nilai produksi perikanan tangkap di laut dan perairan umum Provinsi DKI Jakarta, diperkirakan di wilayah ini terdapat sekitar 60 jenis ikan, cumi, rajungan, hingga udang.Meski memiliki keragaman biota, nyatanya Teluk Jakarta tidak bebas dari beban pencemaran. Ini dikarenakan, ada 13 sungai yang mengalir ke wilayah ini sekaligus sebagai aliran pembuangan yaitu Angke, Bekasi, Cakung, Cidurian, Ciliwung, Cikarang, Cimancuri, Ciranjang, Cisadane, Citarum, Karawang Krukut, dan Sunter.  Arifin, peneliti LIPI Oceanography dalam laporan Condition and Trend of the Greater Jakarta Bay Ecosystem tahun 2004 menuliskan, sejatinya ekosistem Teluk Jakarta menyediakan empat fungsi utama kesejahteraan manusia dan pembangunan ekonomi. Ada layanan pendukung kehidupan, pasokan sumber daya alam, rekreasi, dan pengatur limbah.Mangrove, padang lamun dan terumbu karang yang berada di sekitar Teluk Jakarta mendukung keberadaan kehidupan laut dan komunitas lokal. Sementara, di daratan ada sekitar 50 industri mulai dari transportasi, dermaga, produk susu, hingga industri dan rekreasi." "Cikalang Juga Menderita Bila Laut Tercemar","“Perkembangan yang cepat di Jabotabek dalam 20 tahun terakhir menyebabkan perairan pesisir Teluk Jakarta semakin dipengaruhi kombinasi dampak manusia dan alam yang meliputi transformasi ekosistem alam, praktik-praktik tidak berkelanjutan, hingga eksploitasi sumber daya dan polusi,” jelasnya.Polusi yang paling mengancam keberadaan biota laut adalah logam berat hasil buangan industri yang berada di sekitar Teluk Jakarta. Penelitian mengenai logam berat di Teluk Jakarta ini telah dilakukan oleh Cordova bersama peneliti LIPI Oceanography pada 2016 sebagaimana tertera dalam jurnal Marine Research in Indonesia.Riset ini mengungkapkan, logam berat tembaga (Cu), kadmium (Cd), seng (Zn) ditemukan dekat mulut sungai. Sedangkan konsentrasi tinggi jenis logam berat timbal (Pb), nikel (Ni), dan merkuri (Hg) ditemukan sekitar lima kilometer dari garis pantai.  Cordova dkk juga menjelaskan nilai yang dapat dibandingan dengan TEL dan PEL. TEL (Threshold Effect Level) adalah tingkat dibawah efek merugikan yang jarang menyebabkan efek kematian pada biota akuatik; sedangkan PEL (Probable Effect Level) adalah tingkat konsentrasi rendah dalam memberikan perlindungan untuk biota akuatik.Konsentrasi logam berat yang berada di bawah TEL akan menghasilkan kurang dari 10% efek berbahaya, sementara konsentrasi yang lebih tinggi dari PEL akan menghasilkan 50-70% efek berbahaya.“Hasil yang diperoleh yaitu tembaga (Cu) di muara sungai dan 5 km; timbal (Pb) di jarak 5 km; nikel (Ni) di muara sungai jarak 5 km, 10 km, dan 20 km; seng (Zn) di muara sungai, 5 km dan 10 km; merkuri (Hg) di mulut sungai, di jarak 5 km, 10 km, dan 20 km melewati nilai TEL. Sementara konsentrasi seng (Zn) di mulut sungai dan merkuri (Hg) di mulut sungai dan di jarak 5 km telah melewati nilai PEL,” terangnya." "Cikalang Juga Menderita Bila Laut Tercemar","Menurut Cordova, konsentrasi logam berat yang lebih tinggi di dekat pantai Teluk Jakarta mencerminkan dampak antropogenik yang tinggi. Hal ini karena banyaknya industri transportasi, farmasi, kertas, kulit, kimia dan industri petrokimia yang membuang limbahnya ke sungai. Kurangnya instalasi pengelolaan air limbah di kawasan industri hulu juga menyebabkan sejumlah besar logam berat dibuang ke ekosistem Teluk Jakarta. LiteraturCordova M,R., Purbonegoro, T., Puspitasari, R., Hindarti, D. 2016. Assessing contamination level of Jakarta Bay nearshore sediments using Green Mussel (Perna viridis) larvae. Mar. Res. Indonesia vol 41 (2): 67-76Mott R., Herrod A, Clarke, R.H. 2017. Post-breedaing dispersal of frigatebirds increases their exposure to mercury. Marine Pollution Bulletin 119: 204-210.Ferreira, A.P. 2014. Persistent organic pollutant levels in Magnificent Frigatebird Fregata magnificens in Southeastern Brazil. Marine Ornithology 42:163-167Arifin, Z. 2004. Local Millenium Ecosystem Assessment: Condition and Trend of the Greater Jakarta Bay Ecosystem. Report submitted to the Assistant Deputy Minister for Coastal and Marine Ecosystem, Ministry of Environment, Republic of Indonesia.   [SEP]" "Puluhan Ribu Hektar Gambut dan Hutan Alam Papua Lepas untuk Kebun Sawit","[CLS]  Pemerintah kembali melepas hutan alam dan lahan gambut untuk perkebunan sawit baru di Papua. Hal ini diketahui setelah Badan Kooordinasi Penanaman Modal (BKPM) menerbitkan izin pelepasan kawasan hutan untuk usaha perkebunan sawit kepada PT. Sawit Makmur Abadi (SMA). Luas mencapai 28.817,42 hektar. Izin ini tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Nomor 2/1/PKH/PMDN/2018, tertanggal 10 April 2018.Koalisi Organisasi Masyarakat Pro Keadilan, HAM dan Lingkungan di Tanah Papua mengecam pelepasan kawasan hutan ini. “Kami menganalisis keberadaan izin SMA dengan menggunakan PIPPIB (peta indikatif penundaan pemberian izin baru-red) dan RTRW Papua, ditemukan kawasan hutan yang dilepaskan ada hutan bergambut 8.825 hektar dan hutan alam primer 95 hektar,” kata Maurits Rumbekwan, juru bicara koalisi juga Direktur Eksekutif Walhi Papua.Selain itu, katanya, hutan itu masuk wilayah adat empat kampung di Distrik Napan dan Wapoga, Nabire, Papua.Sebelumnya,  SMA sudah mendapat izin lokasi melalui SK Bupati Nabire Nomor 89/2014. Perusahaan ini mendapat izin usaha perkebunan melalui SK Gubernur Papua Nomor 07/2015 dengan luas 40.000 hektar.Koalisi menyatakan, pelepasan kawasan hutan ini menyalahi komitmen Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Pemerintah, katanya,  menyampaikan komitmen dan kebijakan tentang moratorium izin baru pada kawasan hutan alam dan gambut.Pemerintah,  juga menyatakan menunda izin pelepasan kawasan hutan untuk usaha perkebunan sawit. Ia tertuang dalam Inpres Nomor 6/2017.“Praktiknya, pemerintah masih belum sungguh-sungguh menghormati kebijakan dan ketentuan penundaan izin baru itu. Pemerintah masih terus menerbitkan izin baru pelepasan kawasan hutan untuk ekspansi perusahaan sawit di Tanah Papua,” kata Maurits.Nabire memiliki gambut seluas 173.400 hektar. Koalisi menyebutkan, ada 8.825 hektar gambut dan 95 hektar hutan alam primer masuk konsesi SMA." "Puluhan Ribu Hektar Gambut dan Hutan Alam Papua Lepas untuk Kebun Sawit","“Ini jadi catatan karena ketika dunia internasional sedang mencoba membangun rendah emisi, di Nabire ada perusahaan dengan konsesi di gambut,” kata Wirya Supriyadi dari Jerat Papua.Kebijakan dan ketentuan penundaan izin baru sebenarnya sangat penting untuk meningkatkan tata kelola perkebunan berkelanjutan. Selain menjamin kelestarian lingkungan, katanya, hal ini panting untuk keadilan, perlindungan dan penghormatan atas hak-hak masyarakat adat Papua.Koalisi menyebutkan, pemilik dan pengurus SMA terdiri dari purnawirawan (TNI/Polri). Hasil penelusuran dokumen oleh koalisi, kepengurusan SMA antara lain, Direktur Imam Sudjarwo, Direktur Utama Robert Theodorus Kodong, Komisaris Hendra Prametu dan Komisaris Utama Benny Adrian.Imam Sudjarwo adalah Komjen Polisi, mantan Kepala Korps Brimob (2009), kini menjabat Ketua PB PBVSI dan Direktur Utama PT Indosiar.Robert T. Kodong adalah Brigjen Polisi,  pernah menjabat Kepala Pusat Info Pengolahan Data Divisi Telematika Mabes Polri (2010), kini pengurus Wakil Ketua Budang Litbang PBVSI.Hendra Prametu adalah pengusaha pasir galian dan bahan bangunan, pemilik perusahaan PT. Tara Mulia. Kini juga mengurus PBVS, Wakil Ketua Bidang Dana PBVSI.Imam Basrowi, pengusaha dan pemilik perusahaan kayu PT. Sariwarna Unggul Mandiri di Nabire, turut jadi pengurus direktur SMA. Imam adalah pengusaha yang membuka hutan di Kampung Sima dan jadi areal perkebunan PT. Nabire Baru maupun PT. Sariwana Adi Perkasa.“Hampir semua pengurus dalam perusahaan ini purnawirawan.  Kekhawatiran penggunaan tindakan sewenang-wenang,”  kata Deni Yomaki dari Yayasan Lingkungan Hidup Papua.  Kampung-kampung yang terkena dampak pelepasan ini antara lain Kampung Totoberi, Kampung Kamarisanoi, Kampung Taumi. Ketiganya di Distrik Wapoga, Nabire. Kampung lain adaalah Kampung Napan, Distrik Napan, Nabire." "Puluhan Ribu Hektar Gambut dan Hutan Alam Papua Lepas untuk Kebun Sawit","Dalam siaran pers ini koalisi mengingatkan pemerintah bahwa tanah-tanah di Papua bukanlah lahan kosong.Masing-masing wilayah, katanya,  punya memiliki pemilik ulayat. Dia sudah diakui pemerintah dalam keputusan Mahkamah Konsitusi No 35/2013, bahkan hutan adat bukan lagi hutan negara.“Kebun sawit tak cocok dengan kita. Kita tidak punya modal besar jadi petani sawit. Perusahaan-perusahaan ini bukan bagian dari cara kita bekerja. Ini yang menimbulkan stigma orang Papua, malas. Membuat kita miskin padahal punya tanah,” kata Pendeta Magda Kafiar, dari KPKC Sinode GKI.Magda berpengalaman mendampingi masyarakat adat di lokasi-lokasi perkebunan sawit. Dia bilang, kebun sawit tak memberdayakan orang Papua.“Walaupun awal dijanjikan dengan plasma, bahwa mereka bisa kaya, duduk tenang di rumah dan rekening masuk uang, sebenarnya itu tak bisa seperti yang mereka bayangkan awal. Kalau mau menjadi petani sawit, mereka harus punya modal besar. Itu yang tidak dipikirkan pemerintah.”Awalnya, masyarakat adat mendapat kebun plasma, namun akhirnya kebun-kebun itu tak dibisa dikelola. Kebun  plasma lalu diserahkan kepada orang lain. Untuk kembali hidup dari hutan sudah tak bisa karena hutan sudah jadi kebun sawit.“Ini yang jadi penyebab masyarakat adat di sekitar perkebunan sawit lebih menderita.”Selama pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, ada 12 izin pelepasan untuk perkebunan sawit di Papua dengan ;uasan mencapai 232.751, 62 hektar. Lokasi tersebar di beberapa wilaya seperti Merauke, Mappi, Nabire, Sorong, Sorong Selatan, Teluk Wondama, dan Teluk Bintuni. Tak masuk peta moratorium?Arnold Manting, Kepala BPKH Wilayah X Jayapura mengklarifikasi atas data-data koalisi. Dia bilang, lokasi yang dilepas untuk SMA tak masuk PIPPIB– revisi 13 tahun 2017. PIPPIB revisi setiap enam bulan sekali.Sebelumya, luas konsesi SMA 40.000 hektar. Setelah ada PIPPIB revisi 13 tahun 2017, turun jadi 28.817,42 hektar." "Puluhan Ribu Hektar Gambut dan Hutan Alam Papua Lepas untuk Kebun Sawit","“Sesuai data kami, saya pastikan tak ada hutan alam primer dan gambut karena itu mengacu aturan pemerintah. Areal itu di luar hutan primer dan gambut.”Arnold bilang, tugas BPKH antara lain menelaah status dan fungsi kawasan hutan atas perubahan fungsi maupun perubahan peruntukan, proses pengukuhan kawasan hutan, dan  memberikan data dan informasi tentang kehutanan.Terkait dengan posisi masyarakat adat, katanya, izin perusahaan sudah sejak lama. ‘”Proses itu sudah 2014. Izin mulai dari bupati.  Dilihat dari SK ini.”Namun, sebagaimana tercantum dalam SK Nomor 2/1/PKH/PMDN/2018, tertanggal 10 April 2018, dari 28.817,42 hektar pelepasan untuk SMA, terdapat 4.645 hektar ekosistem gambut dengan fungsi lindung, 16.762 hektar fungsi budidaya.Salah satu poin kewajiban perusahaan adalah mengembangkan hutan bernilai konservasi tinggi pada sebagian areal hutan itu yang berada dalam ekosistem gambut fungsi lindung seluas 4.645 hektar ini. Keterangan foto utama: Hutan negeri ini terus berubah jadi izin-izin kebun sawit. Data Sawit Watch, menyebutkan, sampai 2017, kebun sawit sudha mencapai 22 juta hektar. Apakah, semua hutan mau disulap jadi sawit tanpa memikirkan dampak buruk bagi manusia dan lingkungan? Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia [SEP]" "Kementerian LHK Gandeng Komisi Yudisial, Antisipasi Putusan Serupa PN Meulaboh?","[CLS] Belum lama ini terjadi putusan aneh dalam tatanan peradilan di Indonesia. Betapa tidak, pengadilan negeri membatalkan putusan Mahkamah Agung! Cerita ini terjadi di Pengadilan Negeri (PN) Meulaboh, Aceh Barat, Aceh,  sudah membatalkan putusan Mahkamah Agung tahun 2015 yang memerintahkan PN Meulaboh mengeksekusi PT Kallista Alam,  atas kasus pembakaran hutan gambut Rawa Tripa.Baca juga:  Kasus Pembakar Rawa Tripa Aneh, PN Meulaboh Batalkan Putusan Mahkamah AgungPada 12 April 2018,  putusan PN Meulaboh mengabulkan gugatan perdata Kallista Alam dan menyatakan,  putusan MA Nomor 651 K/Pdt/2015 yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht) tak mempunyai titel eksekutorial (tak bisa dieksekusi) dan menyatakan pembakaran hutan dalam kawasan gambut tak bisa dimintakan pertanggungjawaban hukumnya kepada Kallista Alam.Kondisi ini,  menimbulkan ketidakpastian hukum dan jadi tanda tanya bagi penegakan hukum lingkungan di Indonesia. Padahal, kasus Kallista Alam merupakan salah satu kemenangan negara dalam menangani penegakan hukum lingkungan hidup, dengan  hukuman Rp114,3 miliar dan membayar biaya pemulihan lingkungan Rp251,76 miliar.Selang satu bulan, pada 23 Mei 2018 di Jakarta, Kementerian Lingkungan Hidup bersama dengan Komisi Yudisial menandatangani nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) kerjasama antarlembaga guna menyelesaikan perkara lingkungan dan kehutanan.Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum, KLHK mengatakan, MoU ini sangat penting dalam penyelesaian kasus-kasus lingkungan. Mulai dari putusan perdata yang telah memiliki kekuatan hukum tetap namun terkendala dalam proses eksekusi, penanganan perkara tindak pidana kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan yang memasuki tahap persidangan, sampai sengketa tata usaha negara terkait penegakan hukum administrasi." "Kementerian LHK Gandeng Komisi Yudisial, Antisipasi Putusan Serupa PN Meulaboh?","Meskipun begitu baik Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan maupun Aidul Fitriciada Azhari, Ketua Komisi Yudisial,  mengelak kalau MoU ini terdorong kasus Kallista di Aceh. Mereka bilang kesepakatan ini merupakan rencana lama.”Ini formalisasi dari proses yang sudah lama dilakukan. Untuk lebih mengefektifkan kerjasama ini, dituangkan dalam nota kesepahaman,” kata Aidul usai penandatangan MoU di Jakarta.Kerjasama ini, katanya, tak hanya dalam pemantauan dan pemeriksaan, namun skala lebih luas termasuk peningkatan kapasitas hakim. Dia mengakui, jumlah hakim di Indonesia masih minim yang memiliki sertifikasi lingkungan hidup.Soal kasus PN Meulaboh, dia sudah mendapatkan laporan. Hingga kini, sudah ada tim turun lapangan untuk memeriksa saksi, bukti termasuk hakim.Idealnya, proses pemeriksaan ini memerlukan 60 hari. ”Kalau diprioritaskan bisa lebih cepat. Mei baru mulai. Saya rasa bisa lebih cepat,” katanya.Aidul bilang, hakim menghadapi kekuatan kapital yang besar. ”Ada kepentingan korporasi berhadapan dengan kepentingan publik. Godaan besar terbesar dari korporasi. Yang dihadapi di korporasi ini ada kapital besar sekali yang bisa memengaruhi independensi hakim,” katanya.Dengan kerja sama ini, dia berharap bisa membawa kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat Indonesia dan alam. Tekanan pembangunan ekonomi, katanya, membuat kesadaran nilai tradisional berkurang, yakni keterkaitan antara manusia dan alam.Siti Nurbaya, Menteri LHK berharap, dengan MOU ini dapat bersinergi dengan KY, seperti dalam pertukaran data dan informasi, pemantauan peradilan bersama, dukungan tenaga ahli, sosialisasi dan kampanye, serta berbagai kegiatan lain yang dapat memperkuat pelaksanaan tugas masing-masing pihak.Bentuk kongkret kerjasama ini, katanya, seperti penyelesaian proses dokumen perkara, sampai pengadilan." "Kementerian LHK Gandeng Komisi Yudisial, Antisipasi Putusan Serupa PN Meulaboh?","Dia bilang, kementerian seringkali mendapatkan kesulitan pada tingkatan PTUN yang menyangkut ”komplain” terhadap regulasi dan peraturan perundangan.”Harus dipahami [hakim]  betul kenapa ada aturan itu, apa isinya, ruang lingkup dan lain-lain. Harus tidak ada keberpihakan secara tidak pas,  gitu kira-kira kita harapkan,” katanya.Selama ini, katanya, KLHK sudah bekerja sama dengan KY dalam menangani kasus lingkungan hidup. Berdasarkan data, pada periode 2015-2018, KLHK menangani 1.995 pengaduan, mengawasi 2.089 izin, memberikan 450 sanksi administratif.Dalam proses perdata atau tuntutan kerugian negara, KLHK menangani 220 kasus (senilai Rp 16,9 Triliun) di pengadilan dan 110 kesepaktan di luar pengadilan (senilai Rp 42,55 Miliar).  Sedangkan, dalam kasus pidana, terdapat 433 kasus dinyatakan berkas lengkap.Dalam kasus kehutanan, 610 operasi pengamanan hutan dilakukan, 196 operasi pembalakan liar, 221 perambahan hutan dan 187 kejahatan tumbuhan satwa liar.”Setiap pelanggaran hukum lingkungan hidup dan kehutanan tidak hanya berdampak langsung kepada kehidupan masyarakat luas tetapi pada timbulnya kerugian ekologi dan ekonomi untuk negara,” katanya.  Upaya sistematis Secara terpisah, Henri Subagiyo, Direktur Eksekutif Indonesia Center For Environmental Law (ICEL) menyebutkan, putusan PN Meulaboh ini menciderai keadilan lingkupan hidup yang lahir dari upaya sistematis berupa putusan pengadilan.”Ada upaya pemutihan tanggung jawab oleh Kallista Alam yang telah berkekuatan hukum tetap. Gugatan Kallista Alam ini bentuk perlawanan terhadap eksekusi,” katanya.Dalam gugatan Kallista menganulir sebagian dari wilayah yang digugat KLHK karena tak berada di hak guna usaha mereka.  Namun,  dalam tuntutan justru perusahaan meminta terlepas dari seluruh tanggung jawab kerugian lingkungan hidup di HGU mereka." "Kementerian LHK Gandeng Komisi Yudisial, Antisipasi Putusan Serupa PN Meulaboh?","Henri menilai terjadi kekeliruan dalam penerapan hukum oleh majelis hakim dalam perkara ini. Dengan menganulir seluruh titel eksekutorial putusan MA, hakim mengabaikan fakta bahwa benar terjadi kebakaran di konsesi perusahaan itu.ICEL pun mendesak kepada Mahkamah Agung segera memeriksa majelis hakim dalam perkara ini dan membuktikan apakah ada indikasi pelanggaran kode etik perilaku hakim. Juga mempercepat eksekusi putusan perkara ini karena sudah berkekuatan hukum tetap.”Juga mencopot dan mengganti Ketua PN Meulaboh karena terbukti telah menghambat pelaksanaan eksekusi putusan dalam perkara ini.” Foto utama: Rawa Tripa yang dibakar oleh PT. Kallista Alam. Foto: Paul Hilton/SOCP/YEL  [SEP]" "Sungguh Malang Nasib Kukang Sumatera Albino Ini","[CLS]  Satu individu kukang sumatera albino berhasil diselamatkan tim gabungan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Seksi Wilayah III Bandar Lampung. Kukang tersebut disita dari remaja berinisial NA (17) di Blerang Simpur, Desa Kecapi, Kalianda, Lampung Selatan, Provinsi Lampung, saat hendak dijual melalui Facebook, 31 Agustus 2018.“Setelah menerima laporan warga tentang NA yang hendak menjualnya seharga Rp1 juta, tim langsung bergerak,” jelas Teguh Ismail, Kepala Seksi Konservasi Wilayah III BKSDA Bandar Lampung, kepada Mongabay Indonesia, awal September.Di lokasi, petugas hanya bertemu keluarga NA yang diwakili ibunya, Rosdiawati. Kepada petugas, dia mengaku tidak mengetahui bila primata yang ditemukan anaknya di depan rumah itu merupakan satwa dilindungi. Rosdianawati juga tidak ngeh bila NA akan menjualnya.“Setelah menerima penjelasan status primata nokturnal tersebut, Rosdiawati mendukung upaya kami mengembalikan kukang itu ke alam bebas. Meski demikian, BKSDA tetap menelusuri permasalahan hingga tuntas, apakah kukang tersebut ditemukan atau hasil buruan,” jelasnya.Teguh meminta masyarakat untuk tidak berburu, menangkap, memelihara apalagi memperdagangkan satwa liar dilindungi termasuk kukang. Kalau terlajur memiliki, segera serahkan ke BKSDA. Kukang albino ini selanjutnya dititiprawatkan di PPS BKSDA Seksi Wilayah III Bandar Lampung untuk menjalani serangkaian perawatan dan rehabilitasi guna pemulihan kondisi.“Bila semuanya baik dan memungkinkan, kami segera melepasliarkannya. Untuk pemantauan, akan dipasang radio collar, BKSDA akan bekerja sama dengan Yayasan IAR Indonesia untuk pelaksanaannya,” terangnya.Baca: Si Imut Kukang dan Tujuh Fakta Uniknya  Jangan pelihara kukang Robithotul Huda, Manajer Program IAR Indonesia mengatakan, kukang merupakan salah satu primata yang banyak dijadikan satwa peliharaan. Akibatnya, banyak kukang mati sia-sia dikarenakan penyiksaan yang mereka alami sebelum diperdagangkan." "Sungguh Malang Nasib Kukang Sumatera Albino Ini","“Mengingat prinsip ekonomi supply dan demand, pemeliharaan kukang cenderung bersifat mendukung perdagangan. Artinya, perburuan akan terus berlangsung sepanjang masih adanya permintaan. Untuk itu, kami mengimbau masyarakat untuk tidak membeli atau memelihara kukang, karena akan mempercepat laju kepunahan.”Huda mengapresiasi langkah tegas BKSDA Bandar Lampung pada kasus ini. Menurut dia, perjumpaan kukang yang kian sulit, terlebih kukang sumatera albino yang sangat jarang terjadi, harus dilindungi dan dilestarikan kehidupannya. Selain itu, riset mendalam mengenai kukang perlu dilakukan, sebab sejauh ini penelitian mengenai kukang masih minim, terlebih kukang albino. “Penelitian yang dilakukan bisa beragam, mulai dari perilaku sosial, tingkat ketahanan hidup di alam, dan berbagai aspek lainnya,” jelasnya.Baca: Mencabut Gigi Kukang Sama Saja Membunuhnya Perlahan  Wirdateti, peneliti dari Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) kepada Mongabay Indonesia menjelaskan, albino merupakan kelainan genetik yang menyebabkan produksi pigmen melanin di kulit, rambut dan mata berkurang, bahkan, sama sekali tidak diproduksi. Meski kemungkinannya kecil, albino bisa terjadi pada satwa lain, tidak hanya pada mamalia, melainkan juga pada takson seperti reptil dan aves (burung).Albino diturunkan secara genetik dari salah satu induk. Meskipun induk tidak albino, tetapi gen resesif yang tidak muncul pada induk, dapat diturunkan kepada anak atau dari tetuanya.“Kasus albino kukang ini murni kelainan genetik, gen pembawa dari induk betina atau jantan mengalami mutasi. Kelainan tersebut menyebabkan warna kulit, rambut dan bulu memiliki warna pucat atau putih,” terangnya, Selasa (04/9/2018)." "Sungguh Malang Nasib Kukang Sumatera Albino Ini","Wirdateti menggarisbawahi, perlu perawatan serta perhatian khusus untuk menangani satwa albino. Menurutnya, satwa yang memiliki kelainan pigmentasi ini cenderung memiliki kelemahan. Umumnya adalah keterbatasan pandangan yang dapat memengaruhi kemampuannya melihat.Baca juga: Seperti Kita, Alba Juga Rindu Kampung Halaman  Bahaya penyakitSelain melanggar hukum, memelihara kukang juga dapat menimbulkan berbagai dampak yang merugikan manusia, salah satunya zoonosis atau penularan penyakit dari satwa ke manusia, maupun sebaliknya. Potensi penularan penyakit ini cukup tinggi mengingat kukang memiliki kedekatan genetik dengan manusia.“Ancaman penularan penyakit yang cukup tinggi adalah cacingan. Penularan cacing dapat melalui kontak langsung dengan telur yang ada di lantai, tanah, makanan, buah, air, dinding rumah, kasur, pakaian dan media pengantar lainnya,” jelas Imam Arifin, dokter hewan IAR Indonesia.Imam menjelaskan, cacing yang umumnya ditemukan di feses kukang paling banyak adalah nematoda (cacing gilik) dan cestoda (cacing pita). Pada infeksi ringan cacing jenis itu dapat menimbulkan gangguan pencernaan dan anemia, gangguan toksik, hingga perforasi dinding usus.Sementara pada infeksi berat dampak yang ditimbulkan berupa malnutrisi. Malnutrisi ini menyebabkan hipoalbuminemia (albumin dalam darah menurun) dan edema (penimbunan cairan pada rongga tubuh).“Tidak hanya itu, pada saat fase migrasi yang terjadi sebelum cacing menjadi dewasa di dalam usus juga menyebabkan kerusakan jaringan hingga pendarahan di hati dan paru-paru,” jelasnya.Imam menyarankan untuk tidak memelihara kukang mengingat dampak yang ditimbulkan cukup membahayakan bagi kesehatan manusia. Jadi, tidak ada untungnya menjadikan kukang sebagai hewan peliharaan." "Sungguh Malang Nasib Kukang Sumatera Albino Ini","Populasi kukang semakin terancam akibat kerusakan habitat, perburuan dan perdagangan untuk pemeliharaan. Bahkan, ada pandangan tentang satwa ini kerap dikaitkan dengan kepercayaan mistis dan takhayul untuk dijadikan tumbal.  Kukang (Nycticebus sp) atau yang dikenal dengan si malu-malu merupakan primata dilindungi UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi.Kukang juga dilindungi peraturan internasional dalam Apendiks I oleh Convention International on Trade of Endangered Species (CITES) yang artinya dilarang dalam segala bentuk perdagangan internasional. Primata nokturnal (aktif di malam hari) itu juga termasuk dalam daftar 25 primata terancam punah di dunia.Di Indonesia, berdasarkan ekologi dan persebarannya, terdapat tiga jenis kukang yaitu kukang jawa (Nycticebus javanicus), kukang sumatera (Nycticebus coucang), dan kukang kalimantan (Nycticebus menagensis).Berdasarkan data IUCN (International Union for Conservation of Nature), kukang jawa masuk dalam status Kritis (Critically Endangered/CR) atau satu langkah menuju kepunahan di alam. Sementara kukang sumatera dan kukang kalimantan statusnya adalah Rentan (Vulnerable/VU) atau tiga langkah menuju kepunahan di alam liar.   [SEP]" "Mereka Tetap Menunggu RUU Masyarakat Adat Disahkan","[CLS]  Kampung Muser, di Kecamatan Muara Samu, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur (Kaltim) adalah satu dari sekian banyak kampung yang menunggu disahkannya RUU Masyarakat Adat.Terjepit antara sawit dan tambang, warga adat kampung ini tetap mempertahankan kearifan lokalnya dalam keseharian. Bahkan, mereka sukses menyelenggarakan Jambore Nasional (Jamnas) Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN), sebagai tuan rumah, di penghujung April 2018 lalu.Kepala Lembaga Adat Paser (LAP) Muara Samu Kampung Muser, Repan, menjelaskan RUU Masyarakat Adat adalah harapan di tengah keterbatasan. Tidak hanya sebagai instrumen penyelesaian konflik lahan dan hutan, tapi juga pemulihan hak-hak masyarakat adat yang telah dirampas tanpa persetujuan.“Sejak lama, kami menanti disahkannya RUU Masyarakat Adat. Ini harapan kami terutama untuk penyelesaian konflik, rehabilitasi wilayah serta lahan dan sumber daya alam yang diambil alih hingga dirusak tanpa persetujuan kami,” jelasnya, Kamis (19/7/2018).Repan menjelaskan, ruang gerak masyarakat adat terutama di Kabupaten Paser sangat terbatas. Terkungkung industri pertambangan dan sawit, membuat hidup masyarakat dalam tekanan ekonomi. Hutan adat tidak ada begitu pula lahan pertanian sebagai sumber penghidupan. Yang tersisa hanya tawaran kerja dari perusahaan tambang raksasa, dengan syarat pendidikan tinggi dan keahlian mumpuni.“Hanya sedikit masyarakat adat yang memiliki pendidikan tinggi. Kalaupun ada yang bekerja, mungkin hanya sebagai bawahan,” ujarnya.Baca: Pemerintah-DPR Sepakat Lanjut Bahas RUU Masyarakat Adat  Dulu, lanjut dia, sumber penghidupan masyarakat adat Paser adalah bercocok tanam. Tidak hanya kopi dan padi, tapi juga palawija. Seiring berkembangnya industri batubara dan perkebunan sawit, lahan pertanian menyempit." "Mereka Tetap Menunggu RUU Masyarakat Adat Disahkan","“Kami punya hutan yang kami sebut hutan adat, tapi hanya sebatas pengakuan. Jika nantinya RUU Masyarakat Adat disahkan, kami berupaya menjaganya dengan legalitas agar tidak dikuasai perusahaan,” jelasnya.Kepada Presiden Joko Widodo, Repan menyampaikan harapannya. Saya harap Pak Presiden mampu memperjuangkan hak-hak masyarakat adat dan mengesahkan RUU Masyarakat Adat. “Semoga Pak Presiden mendengar harapan kami.”Kampung Muser terbentuk sejak 1962, sekitar 90 persen penduduknya adalah warga adat Paser. Rata-rata penduduknya bertani dan berladang dengan cara berpindah. Karena lahan sudah tidak ada, warga memutuskan menjadi petani sawit dan menetap di kampung terisolir.Baca juga: Akhirnya, Kemendagri Dukung Pembahasan RUU Masyarakat Adat Lanjut  Kampung yang hilangSelain Kampung Muser yang terancam hilang, ada pula kampung adat yang benar-benar hilang. Namanya Kampung Biu, yang dulunya terletak di tepi Sungai Biu, Kecamatan Muara Samu. Air sungai yang tercemar limbah batubara dan kerap meluap, membuat masyarakatnya terpaksa pindah ke hutan. Begitu masyarakat pindah, hutan di kampung mereka ikut raib. Hutan yang dulunya diklaim sebagai hutan adat, dibuka untuk konsesi tambang.“Dulu kami hidup di tepi Sungai Biu. Kami berkebun di kiri dan kanan sungai. Tiba-tiba air sungai keruh, dijadikan aliran pembuangan limbah batubara,” terang Ketua Adat Kampung Biu, Ambriansyah.Kampung kami ternyata memiliki batubara kualitas tinggi. Kami harus angkat kaki. “Meski ini tanah kami, tapi masuk lahan konsesi PKP2B milik perusahaan Kideco. Kesimpulannya, kami terusir dari tanah kami sendiri,” jelasnya." "Mereka Tetap Menunggu RUU Masyarakat Adat Disahkan","Adanya RUU Masyarakat Adat, Ambriansyah berharap, keadilan bagi masyarakat adat Paser segera datang. Tanah leluhur yang tergerus tambang dapat direhabilitasi kembali. “Saya sering menangis, seperti anak kecil, menghadapi perusahaan tambang. Saya mohon agar kehidupan adat di Kabupaten Paser tidak diganggu. Sebagai masyarakat adat yang kecil, kami butuh tanah leluhur dan hutan. Kami tidak pernah mengganggu seperti yang sering dituduhkan hingga berujung kriminalisasi,” paparnya.   Penantian panjangSekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Rukka Sombolinggi, mengatakan, RUU Masyarakat Adat adalah langkah tepat untuk melindungi masyarakat adat di Indonesia. Banyaknya adat dan budaya hilang, tidak mendapat perhatian penuh pemerintah karena itu RUU Masyarakat adat harus segera disahkan untuk menjaga kebhinekaan.“Kita harus ingat, Bhinneka Tunggal Ika dan Pancasila itu ada karena masyarakat adat. Indonesia dibangun dari adat dan budaya yang kuat. Tapi seiring waktu, tidak ada lagi perhatian khusus untuk masyarakat adat. Tergerus perkembangan zaman,” kata Rukka.Sejak Presiden Jokowi menyatakan komitmennya mendukung dan mendorong RUU Masyarakat Adat, masyarakat adat berkesempatan mensinergikan aturan-aturan mereka berkaitan dengan produk hukum. “Memang benar, sudah ada pasal-pasal yang mengatur masyarakat adat, tapi itu tidak lengkap karena masih terpotong. Bahkan, ada pasal yang bertentangan dengan RUU ini, untuk itu harus diselaraskan demi kelestarian masyarakat adat,” jelasnya.  Rukka berharap, proses RUU Masyarakat Adat tidak terlalu lama. Adanya pengakuan, tentunya akan mengembalikan segala hak-hak masyarakat adat. “Inilah sulitnya kita, aturan masyarakat adat terganjal peraturan. Atau, ada juga kota dan kabupaten yang memang sudah sepemahaman dengan masyarakat adat, tapi terganjal peraturan. Prosesnya lambat sekali dan sulit,” terangnya." "Mereka Tetap Menunggu RUU Masyarakat Adat Disahkan","Rukka meminta pemerintah untuk lebih menyederhanakan proses pengakuan masyarakat adat. “RUU Masyarakat adat ini akan memudahkan pemerintah dalam menyelesaikan segala bentuk permasalahan. Tidak perlu berbelit, karena sejatinya Indonesia dibentuk dari masyarakat adat yang tersebar di penjuru Nusantara,” tandasnya.   [SEP]" "Ketika Hutan Lombok Gundul, Bencana Muncul (3)","[CLS]  Banjir bandang dan longsor dengan kayu-kayu gelondongan hanyut, salah satu indikasi kawasan hulu rusak. Sambelia, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, jadi lokasi langganan banjir sejak 2006. Saling tuding penyebab kerusakan hutan, apakah masyarakat atau perusahaan pemegang izin hutan tanaman industri (HTI)—penyedia kayu bahan bakar pengovenan tembakau. Yang pasti, perlu ada jalan keluar, bagaimana hutan-hutan di hulu terjaga dan mencari model pengeringan tembakau ramah alam.  ***Bangunan kayu ini berukuran sekitar1,5 X 2,5 meter. Itulah kini tempat Kartini, warga Dusun Menanga Reak, Desa Dara Kunci, Sambelia, Lombok Timur, menghabiskan malam hari sejak gempa mengguncang Lombok 29 Juli, silam.Rumah dari batako tak roboh karena gempa pertama, tetapi terus dihantui rasa ketakutan. Hingga empat kali gempa besar mengguncang Lombok, 19 Agustus malam, tembok bangunan rumah yang baru dua tahun itu ambruk. Bagian tembok sisi lain terlihat miring, tak langsung ambruk karena tertahan tiang kayu. Barang-barang berharga sudah dia keluarkan, khawatir terkubur reruntuhan rumah.Baca juga: Ketika Tembakau Picu Kerusakan Lingkungan di Lombok (Bagian 1)Duka dampak bencana gempa masih dirasakan Kartini dan keluarga. Belum usai masalah gempa, warga Dusun Menanga Reak, dibayangi kecemasan musim hujan.Menanga Reak, dusun di Desa Dara Kunci ini sebenarnya dekat laut. Ia salah satu dusun cukup parah terdampak banjir Sambelia pada 2013. “Rumah rusak ini dulu rusak juga karena banjir, baru diperbaiki,’’ katanya.Kecemasan Kartini, bukan tanpa alasan. Tahun lalu, banjir besar kembali menjerjang Sambelia, kali ini di Desa Belanting, bertetangga Dara Kunci. Luapan air sungai menggenangi puluhan rumah warga, menghanyutkan harta benda sampai ternak.Baca juga: Ketika Perusahaan Pemasok Tembakau Berkonflik Lahan dengan Warga Lombok (Bagian 2)" "Ketika Hutan Lombok Gundul, Bencana Muncul (3)","Seorang perwira kepolisian, pengajar di Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting ditemukan tewas keesokan hari di sungai. Mobilnya terseret air bercampur lumpur saat mencoba menyeberangi sungai. Air bah tiba-tiba datang.Setiap ada banjir di desa-desa lain di Sambelia, Kartini merasa suatu saat banjir serupa kembali menghantam kampungnya.Tinggal di bagian hilir, jauh dari kawasan hutan, Kartini dan 933 keluarga di Desa Dara Kunci adalah saksi mata keganasan banjir badang 2006. Nyaris berbagai infrastruktur jembatan putus. Rumah dekat aliran sungai hanyut. Kayu gelondongan banyak hanyut. Dari sana warga korban banjir menuding dampak penebangan di bagian hulu.Baca juga:   Mengerikan, Demi Tembakau Anak-anak Ini Terpapar Nikotin dan RacunSetelah banjir bandang 2006, bencana ini seakan jadi langganan rutin setiap tahun di Sambelia. Tak seperti banjir 2006, tetapi selalu menyisakan “oleh-oleh,” minimal jembatan desa putus, beberapa rumah hanyut, dan menggenangi rumah-rumah warga. Banjir 2013, memutus salah satu jalan penghubung dusun di Desa Dara Kunci.Tahun 2015, tak sampai banjir besar. Pada 2017, banjir bercampur lumput membuat warga kembali cemas. Banjir 2006, juga bercampur lumpur.Faisal, Kepala Desa Dara Kunci tambah pusing dengan gempa yang merusak lebih setengah rumah warga. Desa yang dekat pusat gempa 19 Agustus lalu ini membuat 625 rumah warga rusak berat.Selain rehabilitasi gempa, Faisal juga memikirkan kelanjutan proyek pembuatan tanggul di sungai yang melintas di Dusun Batu Sela dan Menanga Reak. Pada banjir 2017, luapan air sungai masuk ke rumah warga.Tak separah pada banjir-banjir sebelumnya, tetapi jadi sinyal bahwa kejadian serupa bisa terjadi, dalam skala lebih besar. “Tanggul itu untuk mencegah luapan air masuk kampung.”Menanga Reak dan Batu Sela, adalah dua dusun paling parah kerusakannya karena banjir Sambelia. Setiap musim hujan tiba, warga di dua dusun ini penuh kecemasan.  " "Ketika Hutan Lombok Gundul, Bencana Muncul (3)","Apalagi, setelah gempa mengguncang Lombok, beberapa bukit alami keretakan. Kalau nanti curah hujan lebat, mereka khawatir banjir akan bercampur lumpur. Lumpur itulah yang banyak membuat kerusakan.Faisal bilang, tak perlu mencari teori untuk mengetahui penyebab banjir. Yang pasti, katanya, bagian hulu (hutan) gundul. Tak peduli apakah masyarakat atau perusahaan yang memiliki izin penebangan, bagi Faisal, mereka harus bertanggungjawab terhadap bencana banjir di Sambelia.“Yang menebang di daerah atas, tetapi kami di bawah yang kena banjir bandang,’’ katanya.Sebagian Dara Kunci, memang berbatasan dengan kawasan hutan, termasuk sebagian warga juga terlibat konflik dengan PT Sadhana Arifnusa. Lahan yang dikuasai perusahaan pembeli daun tembakau kering itu membentang dari ujung utara hingga ujung selatan Sambelia. Hampir semua desa di Sambelia, masuk peta hutan tanaman industri perusahaan ini.Dampak banjir tak sekadar kerusakan material, juga psikologis masyarakat terganggu.Baca juga:   Kala Petani Temanggung Beralih Tanam dari Tembakau ke Kopi dan Sayur (Bagian 1)Warga ketakutan ketika hujan lebat turun. Mereka mencemaskan air bah dari hulu yang bermuara di pesisir di kampung.“Jalan rusak karena banjir dulu sampai sekarang belum semua diperbaiki,’’ kata Faisal.Satu-satunya cara agar banjir tak lagi jadi bencana tahunan di Sambelia, adalah menghutankan kembali daerah hulu. Lahan kuasa masyarakat dan perusahaan harus kembali ke fungsi semula sebagai hutan. “Kami lelah juga dengan banjir,’’ katanya. ***HM Amin, Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) periode 2013-2018 yang mengakhiri jabatan pada 17 September 2018 pernah melemparkan wacana ke publik agar hutan Sambelia ditanami beringin. Niat politikus Golkar yang bergabung ke Nasdem ini bukan bermaksud politis jadikan Sambelia sebagai hutan beringin–pohon yang identik dengan Golkar." "Ketika Hutan Lombok Gundul, Bencana Muncul (3)","Kala itu, kata Amin, hanya beringinlah pohon yang memungkinan Sambelia cepat pulih dari lahan kritis. Beringin cepat tumbuh dan pohon tak bisa dimanfaatkan. Pohon itu akan menyimpan air dan menghijaukan kembali Sambelia.Ide yang sulit terealisasi di lapangan. Sebagian besar hutan produksi di Sambelia, terbebani izin perusahaan, yang sejak awal memerlukan kayu. Bahkan, kalau perusahaan menanam kayu, mereka tak akan membiarkan terlalu lama, harus ditebang cepat untuk kebutuhan bahan bakar.Baca juga:   Tembakau Temanggung, Andalan Daerah Tetapi sebagian Tanam di Hutan LindungDari 1.794 hektar hutan di Lombok Timur, merupakan konsesi Sadhana, perusahaan pembeli daun tembakau kering ini memiliki izin hutan tanaman industri cadangan energi (HTICE). Berdasarkan rekomendasi Gubernur NTB tertanggal 9 Juni 2009 tentang IUPHHK-HTI Sadhana seluas 4.028 hektar, tersebar di Lombok Timur 1.794 hektar, Lombok Tengah 829 hektar, dan Lombok Utara 1.407 hektar.Perusahaan ingin memastikan produksi tembakau petani terus berlanjut dengan menyediakan bahan bakar pengovenan.  Yazid Sururi, pegiat lingkungan sekaligus peneliti kehutanan bilang, hasil pengamatan dan pemetaan di Sambelia, baik hutan kelolaan masyarakat (hutan kemasyarakatan) maupun perusahaan, tak jauh berbeda, sama-sama kritis. Wilayah HKm, katanya, tak semua terjaga baik, juga perusahaan, tak menjalankan kewajiban menanami konsesi mereka.Dulu, lahan itu cukup hijau dengan gerakan rehabilitasi lahan (gerhan) maupun pohon tanaman petani, belakangan perusahaan membersihkan lahan dengan menebang semua. Yang terjadi, katanya, lahan makin kritis.“Perusahaan juga menebang dengan metode clear cutting (sistem tebang habis),’’ katanya.Dengan metode ini, perusahaan membabat habis dan menanami komoditas kayu keperluan mereka. Sistem tebang habis inilah, katanya, yang membuat lahan makin kritis, belum lagi laju penanaman tak secepat penebangan." "Ketika Hutan Lombok Gundul, Bencana Muncul (3)","Saat curah hujan tinggi, tanah yang tak lagi ada pepohonan mudah tergerus, jadi lumpur. Limpahan air dan lumpur ini menerjang Sambelia, merusak rumah, jembatan, dan fasilitas umum lain. Selain itu, banjir juga membawa potongan kayu dari hutan. Ia hanyut bersama air.Pria yang memetakan tutupan hutan di Sambelia pada 1995-2015 ini mengatakan, dari peta satelit tampak jelas area tutupan lahan berkurang. Lahan non kayu terus bertambah. Di peta citra satelit yang diolah Yazid juga tampak salah satu pulau kecil (gili) dengan hutan mangrove berkurang cukup luas.Dia bilang, perlu penelitian lebih lanjut guna mengetahui dampak kerusakan hutan di hulu, banjir, dan kesehatan hutan mangrove di beberapa daerah di Sambelia.Menurut Yazid, kalau melihat intensitas banjir di Sambelia, kondisi sudah darurat. Untuk itu, perlu upaya segera menghijaukan hutan yang gundul, baik di hutan lindung maupun hutan produksi di konsesi perusahaan maupun masyarakat.Pemerintah, katanya, harus menekankan agar lahan-lahan itu segera ditanami pepohonan kuat menahan erosi.Untuk jangka panjang, Yazid mengusulkan, ubah status HTI jadi kawasan konservasi. Begitu juga status hutan produksi di bagian lain, kembali jadi kawasan konservasi. “Itu tawaran jangka panjang.”  Selama ini, katanya, tuduhan kerusakan hutan sering tersemat kepada petani. Mereka membuka lahan, mengganti dengan tanaman semusim. Memang, katanya, ada petani menanami lahan di ketinggian dengan tanaman semusim seperti kacang panjang, jagung, dan padi. Selain itu, mereka juga menanam tanaman keras seperti pohon serikaya dan jambu mete. Pohon buah itu bantuan dari pemerintah.Warga juga bergantung pada pohon buah itu, katanya, karena tanaman semusim hanya bisa pada musim hujan. Kala kemarau, justru musim panen buah-buahan dan bermanfaat bagi petani.“Selama ini lahan HKm terus yang dituduh gundul, dan sebagai pemicu banjir,’’ katanya." "Ketika Hutan Lombok Gundul, Bencana Muncul (3)","Padahal, di lahan-lahan kelola itu, katanya, petani menjaga pohon buah karena sumber penghasilan mereka. Sayur hanya keperluan sehari-hari. Kondisi itu, katanya, berubah ketika perusahaan masuk. Pepohonan dan tanaman dibersihkan.Andra Ashadi, Serikat Tani Nasional (STN) Lombok Timur bilang, justru perusahaan penyebab kerusakan hutan Sambelia. Kala lahan masih kelolaan petani, mereka tak mengganggu tanaman dari proyek gerhan seperti sonokeling. Begitu perusahaan masuk, semua ditebang termasuk pepohonan warga. Kayu-kayu itu, katanya, untuk pengovenan tembakau.“Justru perusahaan yang membuat lahan di Sambelia makin kritis. Coba tunjukkan mana tempat rimbun yang pohon ditanam perusahaan?”Andra menunjukkan kepada saya foto-foto dokumentasi STN Lombok Timur selama mengadvokasi petani di Sambelia. Dia memperlihatkan, aktivitas masyarakat. Di dalam beberapa foto terlihat masyarakat mengangkut kayu gelondongan untuk membangun masjid. Kalau lihat volume, tak banyak.Foto lain memperlihatkan, lahan HTICE. Di lahan itu terlihat kayu yang sudah ditebang dan dipotong kecil. Kayu-kayu itu tertumpuk rapi. Di belakang tumpukan kayu itu terlihat kondisi lahan nan tandus.Dari perusahaan, dalam tulisan di Mongabay, sebelumnya, Kuswanto Setia Budi, Station Manager PT Sadhana Arifnusa mengatakan, konsesi Sadhana sudah ditanami, baik di Lombok Tengah maupun Lombok Timur. Di Desa Sambelia, Lombok Timur, dalam proses.Di Lombok Tengah, lebih maju. Pohon perusahaan sudah panen. Perusahaan mengakui, ada persoalan dengan petani. Beberapa petani belum bisa kompromi dengan skema perusahaan.Saat ini, katanya, perusahaan berproses menyelesaikan konflik dengan petani.Lahan di Lombok Utara, katanya, sampai kini masih menunggu petunjuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kemungkinan kemitraan penuh dengan tanaman perkebunan." "Ketika Hutan Lombok Gundul, Bencana Muncul (3)","Di Sambelia, para petani menolak kemitraan perusahaan . Menurut mereka, kemitraan itu merugikan. Para petani memilih mempertahankan lahan garapan.Di Sambelia, katanya, perusahaan melakukan pembersihan dengan clear cutting. Lahan kritis dalam proses penanaman. “Semua masih baru hingga proses belajar.”Kala perusahaan masuk, katanya, kawasan juga kritis, warga masuk. Dia klaim, ada perusahaan justru bagian menghutankan kembali lahan gundul.Bagaimana dengan kebijakan perusahaan menyediakan bahan bakar kayu bagi petani tembakau mitra?Kuswanto mengklaim, sejak semula perusahaan menegaskan hutan sebagai penyangga. Tanaman utama adalah turi. Ia ditanam di lahan warga masing-masing, baik di pematang sawah, ladang dan kebun.Dalam tiga tahun, turi bisa panen dan jadi bahan bakar kayu mandiri, tanpa perlu mencari keluar.Meskipun begitu, meyakinkan petani menanam dan memanfaatkan turi tak mudah. Petani berasumsi, kayu yang baik untuk pembakaran seperti kayu asam. Akhirnya, petani berburu kayu, selain turi.“Inilah yang memicu maraknya penebangan pohon keras. Bahkan petani mitra perusahaan pun sulit diyakinkan dengan bahan bakar turi, kualitas pengovenan bagus.”   Perlu ada solusi Markum, dosen Kehutanan Universitas Mataram bilang, perusahaan seharusnya bisa menyisihkan dana tanggung jawab sosial (corporate social responsibility/CSR) untuk riset bahan bakar alternatif.Metode pembakaran, katanya, memang menimbulkan masalah baru bagi lingkungan. Asap pembakaran mengganggu kualitas udara terutama oven tembakau berada di perkampungan yang bisa menganggu pernafasan warga sekitar. Apalagi kalau di kampung itu banyak oven.Setidaknya, kata Markum, perusahaan perlu riset mencari formula meminimalisir dampak pembakaran. Dari berbagai bahan bakar alternatif selain minyak tanah, perusahaan perlu riset mencari bahan bakar ramah lingkungan." "Ketika Hutan Lombok Gundul, Bencana Muncul (3)","Menurut Markum, kayu dari Pulau Lombok dan Sumbawa tidak ramah lingkungan. Bahkan, kerugian dari pembakaran menggunakan kayu itu tak sebanding dengan dampak ekonomi dari bisnis tembakau di Lombok.Dulu, katanya, warga pernah coba cangkang sawit. Di NTB tak ada perkebunan sawit tetapi didatangkan dari Kalimantan dan Sumatera.“Cangkang sawit yang pernah dipakai, menurut petani, api yang tak sebagus kayu. Di sinilah peran perusahaan melakukan kajian dan percobaan untuk menemukan model tungku yang kira-kira bisa memaksimalkan panas pembakaran cangkang sawit,” katanya, seraya bilang perlu riset untuk mencari kriteria cangkang sawit terbaik untuk pengovenan.Ahmad Rifai, DPP Serikat Tani Nasional (STN) mengatakan, pemerintah juga tak boleh berpangku tangan melihat kerusakan lingkungan karena penggunaan kayu berlebihan.Pemerintah, katanya, juga tak boleh membiarkan petani berjuang sendiri mencari bahan bakar untuk pengovenan tembakau. Dana bagi hasil cukai hasil tembakau, katanya, yang didapat pemerintah harus kembali ke petani dalam bentuk penyediaan bahan bakar alternatif.“Jangan habis dibagi-bagi ke daerah dan untuk program yang tak jelas bagi petani,’’katanya.Rifai mendesak, pemerintah dan perusahaan segera mencarikan alternatif pengeringan tembakau dengan teknologi ramah lingkungan. Pemerintah dan perusahaan, katanya, tak boleh pelit mengeluarkan dana meriset teknologi yang memungkinkan pengeringan tembakau tanpa harus pakai pembakaran seperti sekarang.“Apakah itu mengggunakan energi panas matahari, listrik, atau teknologi lain.”Dia bilang, teknologi ini akan mahal, tak akan terjangkau petani. Untuk itulah, perlu ada upaya pengeringan tembakau tak melulu oleh petani, juga oleh perusahaan atau penyediaan fasilitas oleh pemerintah.Teknologi pengeringan ramah lingkungan itu, katanya, bisa mengurangi beban pemerintah dalam memperbaiki kerusakan lingkungan dampak penebangan pohon masif setiap musim tembakau." "Ketika Hutan Lombok Gundul, Bencana Muncul (3)","Di Jawa, kata Rifai, pengeringan tembakau tak seperti di Lombok. Dia juga tak mengerti alasan perusahaan yang beroperasi di Lombok, memaksa petani harus mengeringkan tembakau dengan metode pembakaran.Menurut dia, perlu evaluasi sistem pengeringan dengan memasang gelantang (tembakau diikat pada sebuah tongkat, kemudian digantung seperti jemuran baju di dalam oven).“Apakah memungkinkan ada cara lain lebih menghembat bahan bakar tapi hasil lebih bagus? Setidaknya, bisa mengurangi bahan bakar yang harus disiapkan setiap musim tembakau. Jangan cuma mau enak beli yang sudah jadi saja,.”Jadi, bagaimana nasib lingkungan, hutan dan keselamatan warga di Lombok, ke depan? (Selesai) Keterangan foto utama:    Tumpukan kayu sudah dipotong dan siap dijual ke petani tembakau di lahan konsesi HTI-CE PT Sadhana Arifnusa. STN menuding perusahaan juga menebang pohon hasil proyek reboisasi dan gerhan yang ditanam petani dan pemerintah. Foto: STN Lotim/Mongabay Indonesia    [SEP]" "Hutan Aceh yang Masih Bersahabat dengan Kerusakan","[CLS] Kerusakan hutan di Provinsi Aceh masih terjadi. Perambahan hutan untuk dijadikan kebun dan pembalakan liar adalah dua aktivitas ilegal yang harus terus diwaspadai.Berdasarkan data Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HaKA) kerusakan hutan periode 2016 – 2017 sebesar 17.333 hektar.   Jika dibandingkan kondisi dua tahun sebelumnya yang mencapai 21 ribu hektar, kerusakan kali ini menurun.Tiga besar kabupaten dengan tingkat kerusakan hutan terbesar adalah Aceh Utara (2.348 hektar), Aceh Tengah (1.928 hektar), dan Aceh Selatan (1.850 hektar). “Temuan 2017 bisa menjawab kenapa Aceh Utara menderita banjir beberapa waktu lalu. Periode 2015 – 2016, Aceh Utara juga menjadi kabupaten kedua tertinggi kerusakan hutannya,” terang Agung Dwinurcahya, Manager Geographic Information System (GIS) HaKA.Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) di Aceh yang menjadi fokus kerja HAKA, sambung Agung, juga mengalami kerusakan. Angka deforestasinya pada 2017 mencapai 6.875 hektar.   Kabupaten tertinggi deforestasinya adalah Aceh Selatan (1.847 hektar), disusul Aceh Timur (1.222 hektar), dan Nagan Raya (946 hektar). Tahun 2017 merupakan periode terendah deforestasi di KEL.“Tahun 2016 kerusakan mencapai 10.351 hektar, bahkan di 2015 mencapai 13.700 hektar. KEL yang ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN) harus dijaga dan dikelola dengan mengedepankan konsep perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan yang lestari,” jelasnya, Senin (15/01/17). Baca: Data RPJM Aceh 2016: Hutan Rusak Hanya Enam Ribu Hektar. Tanggapan Aktivis Lingkungan? Berdasarkan data ground checking atau monitoring lapangan yang dilakukan Forum Konservasi Leuser (FKL) di 12 Kabupaten/Kota yang masuk dalam KEL, pada 2017 ditemukan 1.528 kasus pembalakan liar. Volume kayunya mencapai 7.421,3 meter kubik.“Volume kayunya meningkat jika dibandingkan tahun 2016 yaitu 3.665 meter kubik,” terang Ibnu Hasyim, Manager Database FKL.  " "Hutan Aceh yang Masih Bersahabat dengan Kerusakan","Ibnu Hasyim mengatakan, berdasar hasil temuan lapangan tim FKL di 2017, Kabupaten Aceh Tamiang tercatat sebagai wilayah paling banyak aktivitas perambahan hutan untuk lahan perkebunan. Luasnya mencapai 1.347 hektar.“Total kerusakan hutan KEL yang terdata akibat perambahan seluas 6.648 hektar dengan 1.368 kasus. Di 2017 juga terjadi pembangunan jalan sepanjang 439.4 kilometer,” ungkapnya.  Jaga lingkunganDirektur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh, Muhammad Nur menyebutkan, pada 2017 telah terjadi beberapa kali kebakaran. Mulai dari hutan gambut di Aceh Barat, Aceh Jaya, Rawa Tripa di Kabupaten Nagan Raya, hingga di kawasan Suaka Margasatwa Rawa Singkil, Aceh Selatan.“Kebakaran terjadi akibat pembukaan lahan perkebunan ilegal. Tidak terlihat adanya penegakkan hukum untuk kejahatan lingkungan ini.”Muhammad Nur mengatakan, kegiatan pembangunan dalam kawasan hutan yang tidak  berspektif  lingkungan juga memperparah kerusakan hutan di Aceh. Termasuk, rencana pembangunan beberapa proyek energi seperti PLTA Tampur dan PLTA Kluet.“Kami memperkirakan jika proyek ini dilanjutkan, termasuk pembangunan jalan yang membelah hutan, kerusakan hutan di tahun-tahun mendatang akan terus bertambah.”Akibat kerusakan hutan yang terus terjadi, bencana juga mengikuti dengan kerugian yang besar. “Banjir dan kekeringan yang sering terjadi. Akibat banjir, kerugian Aceh mencapai Rp219,6 miliar sementara akibat kekeringan gagal panen terjadi,” ungkapnya.  Gubernur Aceh dalam pertemuan dengan Bupati Gayo Lues dan Nagan Raya serta pimpinan daerah lainnya terus mengingatkan untuk menjaga hutan. “Aceh harus menjaga hutan dan lingkungannya bukan karena permintaan pihak asing atau lembaga donor. Tapi, karena kebutuhannya sendiri,” sebut Irwandi Yusuf." "Hutan Aceh yang Masih Bersahabat dengan Kerusakan","Irwandi berpendapat, menjaga hutan sangat penting dilakukan karena topografi Aceh yang ekstrim, sehingga rentan dengan bencana alam. “Topografi Aceh termasuk Gayo Lues sangat ekstrim, apabila keseimbangan alam terganggu maka bencana alam akan terus terjadi.”  Untuk menjaga hutan Ekosistem Leuser, Gubernur Aceh juga mengaku telah membatalkan rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi atau geothermal di zona inti Leuser, atau di Kappi oleh PT. Hitay Panas Energy.   “Saya telah batalkan proyek panas bumi di zona inti Leuser, sementara perusahaan tersebut telah saya minta membangun proyek panas bumi di Gunung Geureudong,” sebutnya.Gunung Geureudong merupakan gunung yang terletak di antara Kabupaten Bener Meriah, Aceh Tengah, dan Kabupaten Aceh Utara yang berdekatan dengan Burni Telong, yang juga memiliki potensi panas bumi. Potensi panas bumi di Gunung Geureudong diperkirakan mencapai 110 megawatt.   [SEP]" "Sungai Kampar Meluap, Ribuan Ikan Mati","[CLS]    Sekitar setengah bulan, Desa Pangkalan Terap, Kecamatan Teluk Meranti, Riau, terendam banjir. Sungai Kampar, meluap. Jalanan tenggelam. Sekitar 38 rumah warga terendam.Kebun dan lahan pertanian tenggelam. Ikan toman, baung, tapa, gabus dan banyak ikan kecil maupun besar mengapung, Ribuan ikan mati. Tiap pagi, sekitar 30 kilogram ikan mati dalam alat tangkap bubu. Busuk dan hancur tak dapat diolah. Udang pun mati.Meski begitu, nelayan desa tetap mencari ikan, menunggu matahari tinggi atau air sedikit surut untuk menyusuri Sungai Kampar. Pasang tiba lagi jelang sore dan tengah malam. Sangat mengganggu kegiatan sehari-hari masyarakat.Sejak 19 Desember lalu, masyarakat yang tinggal di bantaran sungai terus memungut ikan mati. Hari pertama mereka mengumpulkan sekitar 500 kilogram. Sebagian mengasapi dan mengasinkan ikan. Aebagian lagi tak mau ambil risiko mengkonsumsi ikan-ikan itu.Cari ikan, salah satu sumber ekonomi di sana selain memotong karet. Ujang Masni, petani dan nelayan Desa Pangkalan Terap, mengatakan, tidak biasa ikan mati dengan jumlah banyak. Banjir memang tahunan, biasa, hanya satu dua ikan mati.  Meskipun terendam anak-anak tetap berangkat sekolah tiap pagi pakai sampan. Pukul 13.00, atau waktu pasang tiba, sekolah akan tenggelam. Air sungai keruh. Air bikin gatal kalau kena kulit. Perih di mata ketika cuci muka. Masyarakat tak berani pakai air ini. Mau tak mau pakai air hujan bahkan air galon untuk mandi.Ujang dan masyarakat sekitar belum menerima bantuan dari pemerintah selama banjir menggenangi pemukiman. Mereka terpaksa buat lantai tambahan dalam rumah untuk menghindari genangan air. PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) ada membagikan 300 kilogram beras dan 30 kotak mie instan.“Saya dapat satu kilogram beras dan tiga bungkus mie instan tadi pagi,” kata Anistra, nelayan desa. Itu pertama kali dia dapat bantuan sejak banjir menggenang November lalu." "Sungai Kampar Meluap, Ribuan Ikan Mati","Selama banjir Anistra, tak dapat berbuat apa-apa. Dia utang di warung untuk keperluan sehari-hari. Anistra hidup dengan tujuh orang kelurga di rumah.Sudirman, Dewan Majelis Pusat Gambut Riau, yang tinggal bersebelahan dengan Desa Pangkalan Terap, meminta Dinas Lingkungan Hidup Pelalawan segera mengidentifikasi penyebab ikan mati. “Kami tak mau efeknya pada masyarakat dan anak-anak.”Syamsul Anwar, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Pelalawan, menduga ikan mati karena limbah. Dia mengklaim tak ada limbah industri, meski diakui RAPP membuang limbah ke sungai. Dia bilang, sudah sesuai baku matu. RAPP, katanya, selalu memberi laporan dan DLH Pelalawan selalu menguji terlebih dahulu limbah buangan.  Faktor lain, kata Syamsul, bisa jadi ikan mati karena kekurangan oksigen atau mikroorganisme dalam air. Kejadian serupa pernah terjadi tahun-tahun sebelumnya bila sungai meluap saat banjir.“Makin banyak debit air dalam sungai sebenarnya lebih cepat dan mudah mengurai limbah yang dibuang ke sungai.”Syamsul terus meyakinkan, dugaan ikan itu datang dari Kuantan Singingi, Kampar atau Pariaman, bukan asli di Sungai Kampar. Dia merujuk hulu Sungai Kampar, dari daerah itu. Ditambah lagi, PLTA Koto Panjang, selama musim hujan beberapa kali menaikkan pintu air untuk mengurangi debit air.Untuk membuktikan dugaan ikan mati karena limbah industri atau rumah tangga, Syamsul menunggu hasil uji sampel Dinas Perikanan Pelalawan. Mereka juga akan menguji sampel air sungai. “Itu tidak selesai satu atau dua hari. Tunggulah hasilnya. Jangan bilang kami kerja tidak profesional.”  Cerita Ujang Masni, Dinas Perikanan dan Kelautan Pelalawan datang ke desa itu, Rabu (26/12/18). Petugas hanya datang memfoto dan bertanya pada masyarakat, tetapi tak mengambil sampel air atau ikan mati. Setelah mereka pulang, menyusul Sapta, ditugasi Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, ditemani petugas DLH Pelalawan." "Sungai Kampar Meluap, Ribuan Ikan Mati","Bedanya, Sapta membawa air sungai untuk sampel uji laboratorium. “Hasilnya, saya harus lapor atasan. Saya hanya ditugaskan cek lokasi dan mengambil air sungai untuk diuji,” katanya.Satu hari pasca peninjauan petugas, Ujang datang ke Pekanbaru, membawa beberapa ikan mati dan sebotol air sungai. Kata Ismail dan Udin, aktivis Jaringan Masyarakat Gambut Riau, yang mendampingi Ujang, sampel itu akan diserahkan pada Adhy Prayitno, peneliti di Pusat Studi Bencana Universitas Riau. Keterangan foto utama:    Warga mengumpulkan ikan-ikan mati dari Sungai Kampar. Foto: dokumen warga   [SEP]" "200 Kg Sisik Penyu Diamankan, Makassar sebagai Transit Perdagangan Liar Satwa Dilindungi","[CLS] Makassar menjadi salah satu kota transit perdagangan satwa yang dilindungi. Ini terbukti dari kasus ditangkapnya dua warga negara asing China atas nama Chen Jianyi alias Aii (25) dan Zhong Qiushan alias Acong (31), yang diduga terlibat dalam perdagangan sisik penyu, pada akhir Januari 2018 silam oleh aparat kepolisian di Kota Makassar, Sulawesi Selatan.Iptu Donna Briadi, Kepala Unit Tindak Pidana Tertentu (Tipiter), Bareskrim Polrestabes Makassar, menjelaskan bahwa penangkapan tersebut, dilakukan setelah mendapat informasi dari warga. Mereka ditangkap oleh tim Jatanras Polrestabes Makassar, yang dipimpin oleh Aiptu Syamfhidar di Jalan Sunu, Kompleks Unhas, Kecamatan Tallo, Makassar.“Setelah ada pengaduan dari warga, tim langsung ke lokasi melakukan pengecekan dan ternyata memang ditemukan 200 kg sisik penyu yang sudah dikeringkan. Dua orang kami amankan. Semuanya WNA, satu sebagai tersangka dan satunya sebagai saksi. Kita langsung bawa tersangka karena barang buktinya ada,” ungkapnya kepada Mongabay-Indonesia, Kamis (08/02/2018).baca : Sita 51 Penyu Hijau, Kapolda: Bali Target Penyelundupan  Menurut Donny, perkara ini sementara dalam berproses, administrasinya sudah periksa semua. Tinggal memeriksa saksi-saksi yang terkait. Selain itu, juga dilakukan pendalaman adanya keterlibatan warga lokal dalam kasus ini.Tersangka diketahui belum melakukan pengiriman, baru sebatas pengumpulan. Dari pengakuannya kepada penyidik diketahui bahwa sisik penyu tersebut diperoleh dari Kabupaten Sorong, Papua Barat. Makassar hanya sebagai tempat pengumpul dan transit sebelum akhirnya dikirim ke luar.“Kita masih sementara melakukan pendalaman, namun dari pengakuan sementara diketahui Makassar hanya transit saja. Katanya diambil dari Sorong, Papua. Kita juga kordinasi dengan berbagai pihak yang terkait,” tambah Donna." "200 Kg Sisik Penyu Diamankan, Makassar sebagai Transit Perdagangan Liar Satwa Dilindungi","Menurut Donna, kasus penangkapan sisik penyu dalam skala besar ini yaitu 200 kg, diperkirakan berasal dari puluhan penyu, adalah pertama kali selama masa jabatannya setahun terakhir.baca : Balai Karantina Gagalkan Penyelundupan Ratusan Tempurung Penyu Sisik, Eh…Pelaku Kabur  Menurut Andry Indryasworo Sukmoputro, Kepala Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan laut (BPSPL) Makassar Kementerian Kelautan dan Perikanan, selama ini Makassar memang hanya sebagai daerah transit perdagangan satwa yang dilindungi, yang berasal dari berbagai daerah di kawasan timur Indonesia.“Selama ini yang kami dapatkan info terkait pemanfaatan biota yang dilindungi, khususnya Penyu, Makassar hanya sebagai tempat transit untuk kemudian diteruskan ke Bali, sebagai pasar potensial. Walaupun ini dilakukan secara sembunyi-sembunyi,” ujarnya.Menurut catatan BPSPL Makassar sendiri, upaya penindakan hukum terkait penyu ini telah terjadi dua kali sepanjang tahun 2016-2017. Baik itu untuk dijual, maupun digunakan sebagai atraksi wisata.“Seperti yang terjadi di Bira Pulau Liukang Loe, Bulukumba yang juga sudah berproses P21 yang ditangani Reskrimshus Polda Sulsel.”Terkait sumber penyu, berbagai daerah di kawasan timur memang telah menjadi sumber target perdagangan ilegal ini. Tidak hanya dari Papua dan Papua Barat, juga ada dari perairan Tual Maluku, perairan Menui Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah.“Pada April 2016 dilakukan penyitaan sebanyak 70 ekor penyu oleh Satker PSDKP Luwuk Banggai. Semua penyu yang dalam kondisi hidup tersebut telah dilepasliarkan BPSPL di perairan Kendari, Sulawesi Tenggara,” tambahnya.baca : Penyelundupan Penyu Hijau ke Bali Kembali Marak  Menurut Andry, selain penyu, yang juga sering diselundupkan adalah kuda laut, yang termasuk dalam Appendix II, yaitu masih boleh diperdagangkan asal ada kuota." "200 Kg Sisik Penyu Diamankan, Makassar sebagai Transit Perdagangan Liar Satwa Dilindungi","“Umumnya kuda laut yang diperdagangkan dalam bentuk kering, padahal yang diperbolehkan sesuai kuota adalah dalam kondisi hidup.”BPSPL Makassar sendiri telah menginisiasi adanya unit pengelolaan pemanfaatan untuk budidaya kuda laut ini dengan memberikan bantuan berupa penangkaran kuda laut kepada beberapa kelompok di Pulau Sebangko, Kabupaten Pangkep.“Saat ini sudah mendapatkan izin pengambilan induk dan sudah berkembang biak F1 (turunan 1) yang nanti jika sudah bisa berkembang biak kembali F2 (turunan 2), maka baru bisa mendapatkan izin memperdagangkan dengan kuota jika sudah ada approval dari LIPI sebagai Scientific Authority. Kedua perizinan sampai saat ini masih ada di BKSDA KLHK.”Menurut Andry, BPSPL Makassar selama ini selalu diminta sebagai saksi ahli untuk identifikasi apakah biota-biota yang terjaring atau ditahan termasuk kategori spesies yang dilindungi atau tidak, baik berdasarkan UU 5/1990 tentang KSDAH dan PP No.7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa atau berdasarkan UU No.31/2004 jo UU No.45/2009 tentang Perikanan atau berdasarkan Appendix CITES. Perdagangan terumbu karang hidupMuhammad Zamrud, Kepala Seksi Pengawasan dan Pengendalian Balai Besar Karantina Ikan dan Pengendali Mutu (BBKIPM) Makassar mengatakan penyelundupan sisik penyu biasanya lewat laut karena jika dilakukan lewat udara akan segera terdeteksi oleh balai karantina.“Jika pun dilakukan lewat udara maka biasanya ada kerjasama dengan petugas bandara. Sama yang terjadi dalam penyelundupan terumbu karang.”  " "200 Kg Sisik Penyu Diamankan, Makassar sebagai Transit Perdagangan Liar Satwa Dilindungi","Selain sisik penyu, yang paling sering diselundupkan adalah terumbu karang. Kasus terakhir paling besar adalah pada bulan Juli 2017 lalu, di mana penyelundupan sekitar 32 koli terumbu karang berhasil digagalkan di Denpasar, Bali. Terumbu karang itu diambil dari Kabupaten Pangkep dan diselundupkan keluar melalui Bali. Jumlahnya diperkirakan sekitar 1100 pieces yang dikemas dalam travel bag.“Modusnya memang seperti itu, dimasukkan dalam travel bag, di-packing dan di-wrapping lalu dimasukkan di bagasi. Di bandara mustahil bisa lolos kalau tidak ada kerjasama dengan orang dalam. Sudah pernah petugas bandara, Arsev, yang ditangkap karena ini.”baca : Penyelundupan 1300-an Koral Digagalkan di LombokTerumbu karang ini biasanya diselundupkan dalam kondisi hidup. Dijual ke luar negeri melalui persinggahan Bali dan Jakarta. Di negara tujuan harganya akan sangat mahal. Biasanya akan dijadikan ornamen akuarium. Terumbu karang dari kawasan timur dianggap memiliki kelebihan tersendiri.“Kelebihan terumbu karang di kawasan timur itu karena memiliki corak yang beragam dan indah, yang sulit ditemukan di kawasan barat.”Menurutnya, Pangkep termasuk daerah yang memiliki tingkat pencurian terumbu karang yang cukup tinggi. Bahkan termasuk dalam zona merah. Praktek ini masih selalu terjadi karena faktor ekonomi bagi nelayan dan adanya pihak yang memfasilitasi. Upaya sosialisasi sering dilakukan namun tetap saja kasus pencurian sering terjadi.baca : Kenapa Penyelundupan Koral di Bali Marak Terjadi?  Pengaduan wargaMenurut Andry, terkait masih adanya perdagangan satwa yang dilindungi ini, peran serta masyarakat sangat dibutuhkan meski memang harus disiapkan media pengaduannya. Untuk itulah kemudian BPSPL Makassar membuat saluran pengaduan masyarakat baik terkait pelayanan maupun informasi pemanfaatan biota laut yang dilindungi, baik melalui medsos WA maupun email." "200 Kg Sisik Penyu Diamankan, Makassar sebagai Transit Perdagangan Liar Satwa Dilindungi","“Silahkan buka di wesite kami di http://bpsplmakasar.kkp.go.id/pengaduan-pelayanan. Lalu mengisi form yang ada. Terlebih dahulu pilih 1 dari 3 Form media pengaduan yang kami miliki,” ungkap Andry.Dikatakan Andry, formulir tersebut diberikan untuk mempermudah masyarakat menyampaikan pengaduan atau informasi terkait layanan yang diberikan oleh BPSPL Makassar atau isu terkait Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di Wilayah Kerja, meliputi Provinsi Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara dan Provinsi Sulawesi Selatan.“Tak perlu khawatir terungkapnya identitas diri pelapor karena kami akan merahasiakan identitas mereka. Kami menghargai informasi atau aduan yang dilaporkan. Fokus kami kepada materi informasi yang dilaporkan. Secara Hukum, pelapor mendapat jaminan hak perlindungan terhadap informasi yang disampaikan. Ini tertuang dalam Pasal 14 ayat (2) dan pasal 30 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,” tambahnya.  [SEP]" "Soal Tumpahan Minyak Teluk Balikpapan, Pertamina Bakal Kena Sanksi Administratif","[CLS] Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bakal menjatuhkan sanksi administratif kepada PT Pertamina (Persero) Tbk, atas kelalaian hingga terjadi tumpahan minyak mentah di Teluk Balikpapan yang menyebabkan pencemaran lingkungan. Begitu paparan Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI, Senin (16/4/18).Dalam rapat kerja itu juga Arcandra Tahar, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral; Elia Massa Manik, Direktur Utama PT Pertamina; bersama Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan dan penyidik Kepolisian Daerah Kalimantan Timur. Dalam rapat yang dipimpin Gus Irawan Pasaribu, Ketua Komisi VII DPR RI itu membahas mulai temuan di lapangan terkait penyebab tumpahan minyak hingga ganti rugi kepada masyarakat terdampak.Siti mengatakan, temuan pengawasan lingkungan menunjukkan, antara lain dokumen lingkungan tak mencantumkan dampak penting alur pelayaran pipa dan kajian perawatan pipa, inspeksi pipa tak memadai hanya untuk kepentingan sertifikasi. Juga tak memiliki sistem pemantauan pipa otomatis dan tak memiliki sistem peringatan dini.”Jika sistem baik, sebenarnya tak perlu menunggu lima sampai tujuh jam dan tak perlu sampai kebakaran,”  katanya di sela-sela rapat.KLHK pun menyiapkan sanksi administratif berupa paksaan pemerintah bakal terbit tujuh hari ke depan. Adapun sanksi itu, katanya, memberikan perintah kepada Pertamina untuk kajian risiko lingkungan dan audit lingkungan pada keamanan pipa penyalur minyak, dan kilang minyak. Juga mengecek semua instalansi pemipaan bawah laut yang menjadi areal kerjanya.Pertamina pun diperintahkan memberikan rencana pemulihan untuk penanggulangan tumpahan minyak. Meski demikian, hingga kini KLHK masih mengkaji kerusakan dan sedang memperhitungkan kerugian terdampak." "Soal Tumpahan Minyak Teluk Balikpapan, Pertamina Bakal Kena Sanksi Administratif","Ekosistem mangrove, katanya, diperkirakan,  terdampak paling besar. ”Sekitar 40-60% dari nilai kerusakan keseluruhan,” katanya.Berdasarkan data lapangan, ekosistem mangrove rusak kurang lebih 34 hektar di Kelurahan Kariangau. Berdasarkan perhitungan overlay tutupan mangrove terdampak mencapai 270 hektar di Balikpapan dan Kabupaten Paser Utara.Selain itu, tumpahan minyak itu berdampak pada lingkungan, ada pasir atau tanah terkontaminasi minyak 12.145 meter kubik di Kota Balikpapan dan 30.156 meter kubik di Penajam Paser Utara. Jejak minyak pun ditemukan di pasir pantai pada kedalaman bervariasi, mulai dari vegetasi pantai, muara sungai, biota, batu karang.Area terdampak karena tumpahan minyak diperkirakan mencapai sekitar 7.000 hektar dengan panjang pantai terdampak di Kota Balikpapan dan Panajam Paser Utara  sekitar 60 kilometer.Arcandra Tahar, Wakil Menteri ESDM tampak berupaya membela Pertamina. Dia mengatakan, pipa penyaluran milik Pertamina di Teluk Balikpapan sudah layak operasi dan sesuai standar Asme/ANSI B.31.4 dan spesifikasi teknis. ”Jadi, dalam keadaan layak operasi,” katanya.  Dia bilang, integritas instalansi migas tak hanya dipengaruhi oleh kesesuaian dan pemenuhan terhadap standar, juga faktor eksternal.Agus H. Purnomo, Direktur Jenderal Perhubungan Laut mengatakan, penyebab pipa Pertamina patah masih dalam penyelidikan polda. Ada dugaan jangkar kapal pengangkut batubara berbendera Panama dengan ABK Tiongkok mengenai pipa Pertamina hingga putus.”Dalam pelayaran ini, kapal ini diperkirakan jangkarnya lolos.”Hingga kini, sudah ada 45 saksi dimintai keterangan oleh Polda Kaltim dalam tindak lanjut kasus tumpahan minyak. Penyidik pun sudah menyiapkan tujuh saksi ahli yang akan dimintai pendapat. Meski demikian, mereka masih mau memberikan keterangan setelah hasil uji laboratorium terkait sampel pencemaran minyak sudah keluar." "Soal Tumpahan Minyak Teluk Balikpapan, Pertamina Bakal Kena Sanksi Administratif","Kombes Pol Yustan Alpiani, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kaltim menyebutkan, akan lakukan pemotongan pipa putus dan membawa ke darat untuk diselidiki. ”Pemotongan ini untuk melihat ini benturan atau apa, supaya kasus ini jelas apakah pipa ini terseret jangkar atau ga,” katanya.Arcandra berharap, proses penyelidikan Polda Kaltim dapat cepat selesai hingga pihak yang bertanggung jawab segera diketahui.Soal temuan KLHK, Elia Massa pun berusaha membela diri.”Itu kan semua izin sudah lengkap, tapi ini dalam rangka pemulihan dan membuat sistem baru ke depan. Itu kan objek vital itu, Direktur Teknik dari ESDM akan datang ke kilang kita untuk investigasi. Kita gak bisa langsung nyimpulin.”   Sudah turunArcandra mengatakan, tim dari inspektor migas sudah ke lapangan untuk pengecekan dan pengawasan. “Contohnya, apakah dari sisi kedalaman pipa sudah tepat dan diberi pemberat? Iya sudah dilakukan. Pipa dilengkapi sarana bantu navigasi pelayaran, iya sudah. Pada alur pelayaran ada rambunya, iya,” katanya.KESDM, katanya, melihat sudah ada kesesuaian terkait kewajiban pipa penyalur wajib memiliki pelindung atau pagar pengamanan. Begitu juga, terkait desain konstruksi klasifikasi lokasi, dan lain-lain sudah mengacu standar migas. Persyaratan inspeksi berkala, katanya,  juga sudah sesuai dan program pengawasan pipa penyalur secara periodik ada sertifikasi.“Prosedur keadaan darurat dan penanganan kecelakaan maupun kegagalan operasi juga sesuai, ada kelengkapannya. Prosedur pencegahan penanggulangan kebakaran dan pencemaran lingkungan juga menurut kelengkapan prosedur,” katanya memaparkan informasi sesuai laporan dokumen kelengkapan prosedur di KESDM.   Ganti rugi " "Soal Tumpahan Minyak Teluk Balikpapan, Pertamina Bakal Kena Sanksi Administratif","Pertamina pun berupaya bertanggung jawab atas  kasus tumpahan minyak di Balikpapan ini. Selain prioritas penanganan dan memulihkan lingkungan, Pertamina juga memberikan santunan dan berbagai alat kerja baru bagi nelayan yang mengalami dampak.Setiap keluarga korban mendapatkan Rp200 juta, mengacu sejumlah aturan terkait, antara lain soal bantuan premi asuransi nelayan KKP.    ”Selain santunan uang, kami juga beri modal usaha dan lapangan kerja bagi keluarga yang ditinggalkan,” kata Elia.Mereka juga mengganti kapal terbakar dan mengakomodasi keluarga bekerja di lingkungan Pertamina.Bagi warga yang kehilangan mata pencaharian karena tumpahan minyak, katanya, Pertamina melakukan penggantian jaring, kapal, keramba serta peralatan nelayan lain. Untuk nelayan yang belum bisa melaut dapat kompensasi Rp200.000 setiap hari dan penggantian bibit kepiting 800 kilogram.Muhammad Nasir, anggota Komisi VII DPR dari Partai Demokrat berkomentar.  ”Cukup aneh. Seharusnya 16 hari sudah cukup. Ini seperti pelemparan politik menurut saya, padahal publik menunggu. Hingga 16 hari setelah kejadian terputusnya pipa minyak belum seorang pun ditetapkan sebagai tersangka,” katanya.“Padahal, pemilik pipa sudah diketahui. Begitu juga dengan kapal yang diduga membuang jangkar dan tersangkut pipa hingga pipa terseret dan putus.”Kurtubi,  juga anggota Komisi VII menyebutkan,  kasus ini menunjukkan mekanisme pengawasan kondisi fisik migas di Indonesia masih lemah. ”Ke depan untuk keamanan dalam badan migas tak cukup bangun pipa lalu selesai, perlu ada mekanisme kontrol dan pengawasan lebih serius, tidak hanya Kalimantan Timur,” katanya. Dia pun meminta pihak berwenang menelusuri pemilik kapal MV Even Judger.Mukhtar Tompo, anggota Komisi VII DPR menyesalkan kinerja penyelidikan kasus ini terkesan lambat. Hingga kini belum diketahui siapa pelaku. ”Obyek pidana tidak jelas, ini perlu menjadi perhatian semua.” " "Soal Tumpahan Minyak Teluk Balikpapan, Pertamina Bakal Kena Sanksi Administratif","Desak langkah konkretSetelah delapan jam berlangsung, Komisi VII DPR pun akhirnya menyimpulkan 10 poin harus ditindaklanjuti lebih cepat dan konkret. Pertamina diminta kongkret memberikan ganti rugi berupa santunan kepada masyarakat terdampak kebocoran minyak.Komisi VII mendesak Menteri ESDM, Menteri LHK, dan Dirut Pertamina secepatnya menuntaskan persoalan tumpahan minyak di Teluk Balikpapan. ”Agar ada kepastian hukum bagi semua pihak, dan menyampaikan laporan tertulis paling lambat minggu ke empat April 2018,”  kata Gus Irawan, pimpinan rapat Komisi VII.Mereka juga diminta melaksanakan kegiatan antisipatif dan proaktif agar bencana tak terulang di masa mendatang. Komisi VII mendesak Menteri LHK menyiapkan sanksi administratif dan gugatan perdata kepada pihak yang mencemari atau merusak lingkungan.”Mendesak KLHK mewajibkan penanggung jawab kawasan yang berisiko tinggi untuk membuat analisis risiko lingkungan sesuai ketentuan Pasal 47 UU Nomor 32 Tahun 2009,” katanya.Komisi juga mendesak,  KESDM kaji ulang menyeluruh atas obyek vital Pertamina dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS). Begitu juga terkait penerapan pengawasan pipa bawah laut terutama di daerah terlarang sebagaimana diatur dalam perundangan. ”Serta pengawasan dengan menerapkan teknologi terkini secara periodik untuk memastikan ketentuan standar HSE (health, safety, environment-kesehatan, keselamatan dan lingkungan-red)  jalan dengan benar.”Pertamina pun didesak memperbarui sistem pengawasan obyek vital dengan menerapkan teknologi terkini berdasarkan ketentuan standar yang benar. Adapun, semua jawaban tertulis atas pertanyaan anggota Komisi VII harus disampaikan paling lambat 23 April 2018. Foto utama: Air laut yang hitam karena tumpahan minyak. Foto: Facebook Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan   [SEP]" "Pergerakan Global Mencari Percepatan Solusi Adaptasi Iklim","[CLS] Apa yang terjadi saat tiga orang kuat dunia bertemu? Munculnya gagasan dan komitmen sungguh-sungguh untuk mencari jalan keluar dari resiko dampak buruk perubahan iklim global.Pada 16 Oktober 2018, Bill Gates, orang terkaya kedua di dunia, Ban Ki-Moon, sekjen ke-8 PBB dan Kristalina Georgiwa, CEO Bank Dunia, meluncurkan Komisi Global dalam Adaptasi untuk mendorong pergerakan global dalam rangka percepatan solusi adaptasi iklim.Dunia sudah merasakan berbagai akibat kenaikan suhu 10C melalui berbagai gejala cuaca yang lebih ekstrim, naiknya permukaan air laut dan berkurangnya daratan es laut Arktik, seperti yang dilaporkan oleh Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) yang dirilis tanggal 8 Oktober 2018.Laporan itu juga mengingatkan bahwa hanya ada 12 tahun tersisa bagi dunia untuk mencegah pemanasan global tidak lebih dari 1.50C. Pencegahan itu bisa dicapai asalkan langkah yang direkomendasikan segera dilaksanakan. Jika pemanasan melebihi 20C, maka dampak buruk pada ekosistem, kesehatan dan kesejahteraan manusia menjadi lebih sukar untuk diatasi.baca :  Dampak Mengerikan Perubahan Iklim Tengah Melanda Bumi  Adaptasi terhadap perubahan iklim bukan menjadi pilihan lagi, melainkan menjadi keharusan. Tidak mudah, namun tidak mustahil. Sejarah membuktikan bahwa manusia mampu beradaptasi terhadap perubahan. Tantangan besar inilah yang ingin dicari solusinya oleh trio tokoh dunia itu.“Kita sedang dalam masa yang berisiko tinggi sekaligus sangat menjanjikan,” ujar Bill Gates dalam media rilisnya. “Kita perlu kebijakan-kebijakan untuk membantu penduduk yang rentan untuk beradaptasi, dan kita harus mematikan bahwa pemerintah dan pemangku kepentingan mendorong inovasi serta membantu menghasilkan terobosan-terobosan bagi orang-orang dan daerah-daerah yang paling memerlukan”." "Pergerakan Global Mencari Percepatan Solusi Adaptasi Iklim","“Tanpa aksi adaptasi yang mendesak, kita membahayakan ketahanan pangan, energi dan air beberapa dekade ke depan. Keberlangsungan pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan global mungkin terjadi meskipun adanya tantangan besar – namun hanya terjadi apabila masyarakat berinvestasi lebih banyak dalam adaptasi. Biaya adaptasi lebih murah daripada biaya melakukan bisnis seperti biasanya. Dan manfaatnya lebih besar,” tambah Ban Ki-Moon.Komisi ini akan mengidentifikasi upaya-upaya ketangguhan iklim, menggelontorkan sumberdaya untuk menopangnya dan memastikan komunitas dan berbagai negara saling bekerjasama dan berbagi praktik-praktik terbaiknya.baca :  Pembangunan Rendah Karbon untuk Mengerem Laju Perubahan Iklim  Mereka berkeinginan untuk mengenalkan aksi iklim yang efektif melalui empat cara.Pertama, memperkenalkan ihwal ketangguhan iklim secara lebih luas pada masyarakat dan pemimpin dunia melalui laporan-laporan dan kegiatan networking. Mengapa? Karena, masih banyak yang belum mengetahui berbagai peluang yang akan didapat apabila kita lebih tangguh dan kurang rentan pada perubahan iklim dan bahaya alam.Kedua, mendorong pebisnis untuk memasukkan ketangguhan iklim dalam neraca laba mereka. Saat ini, sudah banyak perusahaan multinasional yang mulai mendukung Perjanjian Paris dan memahami bahwa perubahan iklim memunculkan resiko terhadap model bisnis mereka.Ketiga, memprioritaskan khalayak yang sangat terpinggirkan di dunia. Mereka ini umumnya yang paling rentan pada perubahan iklim tapi malah mendapat bantuan yang paling sedikit.Keempat, mengarusutamakan gagasan kepemimpinan dunia dalam perubahan iklim. Pencetus pergerakan global ini menyadari bahwa meskipun adaptasi merupakan tantangan dunia, masih sangat sedikit pelopor dunia yang dapat mendorong transformasi yang sangat diperlukan. Peran Indonesia" "Pergerakan Global Mencari Percepatan Solusi Adaptasi Iklim","Tentu saja misi besar semacam ini tidak dapat dikerjakan sendirian. Mereka merangkul 28 pemimpin dunia dari 17 negara untuk berpartisipasi, serta bekerjasama dengan World Resources Institute dan Global Center on Adaptation untuk mewujudkan tujuan itu.Indonesia termasuk dalam 17 negara yang telah berkomitmen untuk ikut memajukan langkah Komisi tersebut. Negara lainnya termasuk Argentina, Banglades, Kanada, China, Costa Rica, Denmark, Ethiopia, Jerman, Grenada, India, Kepulauan Marshal, Meksiko, Belanda, Senegal, Afrika Selatan dan kerajaan Inggris.Keikutsertaan Indonesia sangat berguna, penting dan perlu dimanfaatkan secara maksimal untuk menyuarakan kepentingan nasional, sambil berkontribusi pada kegiatan global macam ini.Upaya Komisi yang pertama, yakni pengenalan ketangguhan iklim secara lebih luas pada masyarakat dan para pemimpin, sangat relevan bagi Indonesia untuk mendorong peningkatan political will –menuju Indonesia yang ramah lingkungan (termasuk ramah iklim). Selain banjir dan angin ribut, bencana iklim masih terkesan dianggap “bukan prioritas”. Mungkin karena penampakan bencananya sering tidak terlihat jelas dan kejadiannya secara perlahan. Berbeda dengan dengan gunung meletus, gempa bumi dan tsunami. Padahal, kehilangan dan kerusakan yang ditimbulkan bencana iklim sering lebih besar dari bencana-bencana lain yang lebih kasat mata.Juga, terkadang ada yang beranggapan bahwa perubahan iklim global hanyalah permasalahan di “awang-awang”, tidak akan ada efeknya pada yang terjadi di Indonesia. Ketika penulis mendiskusikan hasil kajian dampak perubahan iklim global terhadap ketahanan air di salah satu kota besar di Sulawesi, beberapa pemangku kepentingan menyatakan mereka baru menyadari bahwa apa yang terjadi secara global berpengaruh pada situasi kota dimana mereka tinggal beserta kelangsungan hajat hidupnya." "Pergerakan Global Mencari Percepatan Solusi Adaptasi Iklim","baca juga :  Begini Seruan Indonesia Atasi Dampak Perubahan Iklim untuk Negara Kepulauan di Dunia  Keinginan Komisi untuk mendorong inovasi dan terobosan-terobosan baru, juga sangat sesuai prinsip kebijakan Presiden Jokowi. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 mencantumkan system pembangunan adaptif yang berorientasi pada ketahanan pangan, kemandirian energi, ketahanan ekosistem maupun wilayah khusus, termasuk perkotaan, pesisir dan pulau kecil.Mata pencaharian sebagian besar masyarakat Indonesia masih tergantung kepada cuaca dan iklim. Sudah ada contoh adaptasi yang dilakukan secara swadaya, meskipun masih terkesan sporadis. Misalnya, di Temanggung banyak petani beralih tanam dari tembakau ke kopi dan sayuran, salah satu alasannya adalah karena ketidakpastian musim dan kesadaran akan rawan bencana.Namun, belum ada kajian untuk mengetahui apakah peralihan semacam itu tepat/bermanfaat baik secara jangka pendek maupun jangka panjang. Jangan-jangan peralihan itu hanya tepat untuk jangka pendek namun dapat menimbulkan permasalahan baru kedepannya, alias mal-adaptasi.Dalam konteks ini, Indonesia (melalui pemerintah dan peneliti lokalnya) dapat menyuarakan perlunya bimbingan dan/atau kajian jenis adaptasi lokal yang cocok supaya bisa menghindari mal-adaptasi. Selain itu, pemetaan upaya-upaya adaptasi di Indonesia akan sangat diperlukan untuk proses pembelajaran dan pengambilan keputusan kedepannya. Apa yang tepat dilakukan di Jawa, belum tentu cocok dilakukan di Kalimantan, dan sebaliknya.Lebih dari separuh penduduk Indonesia tinggal di perkotaan, yang umumnya terletak di wilayah pesisir, dan sangat rentan terhadap dampak negatif perubahan iklim." "Pergerakan Global Mencari Percepatan Solusi Adaptasi Iklim","Penelitian Hallegate dkk (2013) menempatkan Jakarta pada ranking ke 20, dari 136 kota di dunia, dalam segi resiko kerugian ekonomi akibat banjir, sementara kota Guanzhou, China, pada ranking ke 1. Yang perlu dicermati, ranking Jakarta diperkirakan naik menjadi nomer 11 pada tahun 2050. Dan estimasi ini belum memasukkan proses subsidence Jakarta yang dapat memperparah tingkat resiko itu.Dalam kasus ini, Indonesia dapat menyuarakan perlunya transformasi dan keterpaduan antara adaptasi perubahan iklim dengan pengelolaan resiko bencana, penataan dan pembangunan kota, serta pengurangan kemiskinan misalnya, sambil mencapai Tujuan Pembanguan Berkelanjutan (SDG) yang diamanahkan PBB. Pentingnya berbagi pelajaran atau sumberdaya dengan kota-kota di negara lain, yang dipromosikan oleh Komisi baru ini, akan sangat membantu transformasi yang diperlukan.Laporan IPCC yang paling anyar telah membunyikan alarm bagi pemerintahan dan kita semua. Laporan itu juga memberikan harapan dan peta jalan menuju masa depan dunia dan generasi selanjutya. Komisi Global dalam Adaptasi bentukan beberapa tokoh penting dunia ini diharapkan menjadi cahaya untuk memulai perjalanan itu. Wallahulam.Dimana ada tantangan, disitu ada peluang baru yang bisa ditangkap.***Dr. Dewi G.C. Kirono*, peneliti dan pemerhati adaptasi perubahan iklimDr. Agus Supangat**, peneliti senior di Pusat Perubahan Iklim ITBTulisan ini merupakan opini pribadi penulis  [SEP]" "Begini Cerita Sekolah Pinggir Hutan yang Ajarkan Kearifan Lingkungan","[CLS] Letaknya berada persis di pinggiran hutan. Topografisnya perbukitan. Sehingga untuk menjangkaunya harus melewati jalan menanjak dan di kanan kirinya ada hutan. Setelah melewati perkampungan kecil Dusun Pesawahan, Desa Gununglurah, Kecamatan Cilongok, Banyumas, Jawa Tengah (Jateng) sampailah di sekolah pinggiran bernama MTs Pakis.Sekolah itu memang berbeda dengan sekolah-sekolah umum lainnya. Meski secara formal  tetap mengacu pada kurikulum yang ada, tetapi sekolah tidak menerapkan sistem pendidikan layaknya sekolah umum. Guru mereka seluruhnya adalah relawan pendidikan. Sebagian besar pengajar adalah para mahasiswa yang kuliah di beberapa perguruan tinggi di Purwokerto.Pekan lalu, misalnya, sebagian anak-anak MTs berada di dalam kelas. Relawan pendidikan mahasiswa IAIN Purwokerto, Roif (23) terlihat tengah menunjukkan gambar kepada sejumlah siswa. “Kalian tahu tidak, ini adalah sejumlah satwa yang berada di lingkungan kita. Ada berbagai macam burung, capung dan lainnya. Nanti, kalian bisa langsung keluar kelas untuk melakukan pengamatan,” ungkap Roif.baca : Ini yang Dilakukan Warga Pinggiran Hutan Maknai Hari Bumi 2018  Di tangan Roif memang terlihat sejumlah satwa yang telah diidentifikasi keberadaannya di sekitar lokasi sekolah. Gambar-gambar tersebut dicetak untuk memperlihatkan keanekaragaman hayati yang ada di kawasan perbukitan Dusun Pesawahan yang merupakan perbatasan antara Desa Gununglurah dengan Desa Sambirata. Gambar itu dibuat atas kerja sama dengan Biodiversity Society (BS) Banyumas.Kemudian, para siswa keluar dari ruang untuk berjalan-jalan di sekitar lokasi MTs Pakis, tepatnya di sekitar Telaga Kumpe. Kebetulan di sekitar telaga banyak capung atau kupu-kupu. Dengan menggunakan kamera digital sederhana, mereka melakukan pemotretan. Peralatannya juga tidak terlalu banyak, sehingga kadang para siswa bergantian dalam menggunakan kamera." "Begini Cerita Sekolah Pinggir Hutan yang Ajarkan Kearifan Lingkungan","Di sekitar Telaga Kumpe tersebut, mereka menemukan sejumlah capung dan kupu-kupu yang cantik. “Kalau ke lapangan seperti ini menyenangkan. Jadi tidak hanya belajar di dalam ruangan kelas. Kami memang juga dididik untuk mengenali lingkungan dan menjaga lingkungan,” ujar Kenti (14) siswi kelas 8 MTs Pakis.baca : Dulu Bau dan Mencemari, Kini Jadi Kebun Konservasi  Menurut Kenti, mempedulikan lingkungan sekaligus bagaimana melestarikannya telah menjadi bagian tak terpisahkan dari anak-anak di MTs Pakis. Bahkan, katanya, beberapa kali anak-anak sekolah setempat ikut serta melakukan pengamatan diajari soal konservasi dari para pegiat BS Banyumas. “Kami kerap mengikuti pengamatan burung untuk mengenal keanekaragaman hayati. Di sekitar sekolah ini saja sih. Kegiatan itu, juga bisa mendukung pelajaran Biologi,” ungkapnya.Pegiat BS Banyumas Ari Hidayat mengakui kerap para aktivis BS Banyumas datang mendampingi para siswa di MTs Pakis untuk mendidik kepedulian mereka terhadap lingkungan, khususnya gerakan konservasi. “Salah satu contoh yang terkait dengan konservasi, misalnya cerita soal elang hitam. Kebetulan di sekitar sini ada sarang elang hitam. Kami mengatakan kalau elang hitam harus dijaga. Mengapa demikian? Kalau elang hitam habis, maka populasi tikus bakal semakin banyak. Tikus menyerang padi dan merugikan petani. Nah, kalau ada elang, maka populasi tikus dapat dikendalikan karena ada predator yang dijaga kelestariannya. Itu hanya satu soal sederhana,” ungkap Ari." "Begini Cerita Sekolah Pinggir Hutan yang Ajarkan Kearifan Lingkungan","Dijelaskan oleh Ari, dirinya juga mendampingi anak-anak MTs Pakis untuk melakukan pengamatan. “Dari hasil pengamatan yang pernah kami lakukan, misalnya, ada temuan berbagai jenis burung. Misalnya saja sikep madu Asia (Pernis ptilorhynchus), bubut jawa (Centropus nigrorufus), cekakak Jawa (Halcyon cyanoventris), elang hitam (Ictinaetus malayensis), dan uncal buao (Macropygia emiliana). Bahkan, khusus elang hitam, anak-anak MTs sini secara berkala melaporkan mengenai perkembangbiakan elang hitam. Dari kecil sampai besar. Karena dekat dengan lokasi sarang, jadi mereka bisa intens pengamatannya,” ujarnya.baca : Heboh Acara Perburuan Satwa yang Akhirnya Batal, Begini Ceritanya  Menurut Ari, komunikasi masih terus dibangun dengan anak-anak MTs Pakis sehingga diharapkan mereka dapat menjadi kader-kader konservasi yang tangguh di lingkungannya. “Bahkan, mereka juga cerita jika ada pemburu yang datang membawa senapan, mereka berani untuk menegur. Praktik-praktik seperti inilah yang kemudian akan menjadikan gerakan konservasi semakin meluas,” tuturnya.Sementara Kepala MTs Pakis Isrodin menambahkan jika sekolahnya memang tidak dapat dilepaskan dari pembelajaran mengenai kearifan lokal dan kepedulian terhadap lingkungan. “Kami sengaja mendirikan sekolah di pinggiran seperti ini menyasar pada anak-anak kampung yang berada di sekitar hutan. Sehingga harus ada pelajaran mendasar mengenai interaksi mereka dengan lingkungan serta bagaimana menjaganya. Nah, itu kami wujudkan dalam pelajaran dan praktik sehari-hari. Contohnya adalah mengenal keanekaragaman hayati di sekitar sekolah,” jelas Isrodin." "Begini Cerita Sekolah Pinggir Hutan yang Ajarkan Kearifan Lingkungan","Ia mengatakan konsep lainnya yang dikembangkan adalah agroforestri atau sistem penggunaan lahan yang mengkombinasikan pepohonan dengan tanaman pertanian untuk meningkatkan keuntungan baik secara ekonomis maupun lingkungan. “Kegiatan ini kami nyatakan dengan membudidayakan sayur mayur dan peternakan di sekitar areal sekolah. Dengan catatan, kami tidak menebang pepohonan di situ. Kami juga tidak mengembangkan agroforestri di hutan milik Perhutani,” tegasnya.baca : Jejak Kearifan Lingkungan dalam Tradisi Kelenteng  Jadi, lanjut Isrodin, selain mencetak kader-kader konservasi, para peserta didik juga diajak untuk belajar bertani sejak dini. Tentu saja bertani dengan kearifan lingkungan. Tidak menebang pohon dan tak merusak hutan. Dan sesungguhnya para siswa di sini juga tidak asing, karena sejak lahir mereka bermukim tidak jauh dari hutan.“Ada berbagai jenis sayuran yang kami tanam di sekitar sekolah maupun kebun lingkungan sekolah. Ada sayur pakis, cabai, kacang dan jenis sayuran lainnya. Kami sengaja menanam sayuran untuk memenuhi kebutuhan hidup sendiri di sini. Tidak seluruh anak pulang ke rumahnya, tetapi ada yang menginap di sekolah. Untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari, kami ambil dari lingkungan kami sendiri. Sayuran jelas-jelas sayur organik yang lebih sehat,” tandasnya.  [SEP]" "Banyak Celah Kerugian Negara Dampak Kebijakan Fiskal Batubara, Ini Alasannya","[CLS]  Batubara masih jadi ‘andalan’ mengurangi defisit keuangan negara. Harga jual tinggi, US$107 pada Oktober 2018 jadi alasan terus meningkatkan produksi dan ekspor. Benarkah ekspor batubara dapat menyelamatkan keuangan negara?Baca juga: Menyoal Tarik Ulur Kebijakan Jatah Batubara DomestikFirdaus Ilyas, Koordinator Divisi Riset Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan, banyak celah kebocoran sebabkan kerugian negara karena kebijakan fiskal batubara.“Kerusakan lingkungan, bencana alam, kehilangan air bersih tak sebanding dengan pendapatan Rp20-Rp30 triliun per tahun?” katanya dalam diskusi awal Oktober lalu.Batubara, katanya, sumber daya alam masih dalam lingkaran setan untuk mengongkosi biaya politik yang tinggi. Baca juga:   Greenpeace: PLTU di Celukan Bawang Meracuni BaliMengutip data Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kementerian Keuangan, dari 7.115 wajib pajak pertambangan mineral dan batubara (minerba) dan minyak dan gas (migas), hanya 1.035 wajib pajak ikut program pengampunan pajak (tax amnesty) periode pertama. Dalam realisasi periode pertama tax amnesty, wajib pajak pribadi dan badan sektor pertambangan minerba 6.001. Sebanyak 967 wajib pajak ikut tax amnesty total nilai tebusan Rp221,71 miliar. Rata-rata tebusan Rp229, 27 juta.Baca juga:  Cerita Mereka yang Hidup di Sekitar Tambang Batubara dan PLTUUntuk migas, baru 68 dari 1.114 wajib pajak ikut tax amnesty dengan nilai tebusan Rp40,60 miliar atau rata-rata Rp527,29 juta.Data realisasi uang tebusan tax amnesty periode pertama, paling rendah ada Rp5.000 untuk minerba dan Rp10.000 migas.Sisi lain, kontribusi penerimaan pajak minerba, sejak 2012-2015, terus turun dari 5% ke 2%. Tahun 2016, penerimaan pajak batubara Rp16,23 triliun, turun 2014 sebesar Rp15,34 triliun dan Rp28,94 triliun pada 2012.Untuk mineral juga turun jadi Rp4,51 triliun dari Rp8,11 triliun pada 2014 dan Rp14,13 triliun pada 2012." "Banyak Celah Kerugian Negara Dampak Kebijakan Fiskal Batubara, Ini Alasannya","Dari sisi kepatuhan pelaporan surat pemberitahuan tahunan (SPT) minerba juga lebih banyak tak melapor dibanding melapor. Tahun 2015, tercatat 3.580 wajib pajak melapor, sisanya 4.523 tak melaporkan SPT tahunan.Padahal, katanya, kalau lihat neraca batubara Indonesia, sebagian besar ekspor. Data Ditjen Minerba Energi dan Sumber Daya Mineral pada 2015, dari 461 juta ton produksi, 365 juta ton ekspor. Hanya 86 juta ton untuk dalam negeri. Begitu juga 2016, dari 445 juta ton, 331 juta ton ekspor dan 128 juta ton untuk keperluan domestik.  Data bedaBerdasarkan data produksi batubara Indonesia selama 2006-2015, KESDM mencatat produksi 3.315,2 juta ton. Sedangkan Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan data produksi batubara periode sama hanya 3.266,2 juta ton.“Dengan kata lain ada selisih data produksi 49,1 juta ton,” kata Firdaus.Data tak sama dalam neraca batubara juga ditemui untuk ekspor Kementerian Perdagangan sebesar 3.421,6 juta ton. Menurut KESDM volume ekspor batubara Indonesia periode sama 2.902,1 juta ton.“Terdapat lagi perbedaan data ekspor 519,6 juta ton.”Kalau dibandingkan lagi dengan data catatan negara pembeli dalam periode sama ditemukan angka 3.147 juta ton. Ada selisih 274,2 juta ton, dimana data versi Indonesia atau data Kementerian Perdagangan lebih tinggi dari data negara-negara penerima.Selama 2006-2016, nilai ekspor batubara Indonesia US$184,853 miliar. Data negara pembeli, nilai impor batubara Indonesia US$226,525 miliar, terdapat selisih US$41,671 miliar.Berdasarkan data-data ini, ICW menyimpulkan, ada dugaan transaksi kurang dilaporkan ke negara. Selama periode ini, katanya, terindikasi nilai transaksi perdagangan batubara, atau ekspor kurang lapor secara tak wajar mencapai US$27,062 miliar atau sekitar Rp365,3 triliun (kurs Rp.13.500).Rinciannya, US$1,455 miliar pada 2006, naik periode 2010-2013 dan terakhir 2016 mencapai US$2,917 miliar." "Banyak Celah Kerugian Negara Dampak Kebijakan Fiskal Batubara, Ini Alasannya","“Dari total nilai transaksi kurang dilaporkan atau dilaporkan tidak wajar, akan berdampak pada kewajiban kepada keuangan negara baik royalti maupun pajak. Secara keseluruhan nilai indikasi kerugian negara mencapai Rp.133,6 triliun, dari kewajiban pajak Rp95,2 triliun dan royalti Rp38,5 triliun.”  ***UU No 4/2009 tentang mineral dan batubara dan PP No 23/2010 mengamanatkan, arah kebijakan batubara menjamin ketersediaan sebagai sumber energi dalam negeri. UU juga mengatur, pengendalian produksi dan ekspor batubara harus untuk kepentingan nasional.Untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya batubara wajib pengolahan dan penetapan kebutuhan dalam negeri.“Ekspor batubara setelah terpenuhi kebutuhan dalam negeri,” kata Sri Raharajo, Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara Ditjen Minerba KESDM.Dia bilang, pengendalian produksi batubara untuk memenuhi ketentuan aspek lingkungan, konservasi sumber daya dan mengendalikan harga batubara. Pengendalian penjualan batubara, katanya, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan stabilitas harga minerba.Kebijakan ini lahir dari strategi dan rencana aksi 2015-2019, antara lain soal peningkatan jatah batubara domestik (DMO) sekitar 27% per tahun atau pada 2019 sekitar 60% dari rencana produksi nasional. Ia diikuti penurunan persentase ekspor 14% per tahun, dan penyusunan neraca batubara nasional serta pengawasan pelaksanaan DMO pada izin pertambangan.Selain itu, arah kebijakan batubara juga harus memprioritaskan batubara sebagai sumber energi. Kata Sri, itu jadi dasar pemerintah membuat aturan DMO batubara dengan mewajibkan pengusaha mengalokasikan 25% produksi mereka bagi keperluan dalam negeri. Harga pun dipatok US$70 per ton.Harga batubara acuan US$70 per ton ini berlaku untuk 2018 dan pada 2019 dengan volume penjualan paling banyak 100 juta metrik ton per tahun." "Banyak Celah Kerugian Negara Dampak Kebijakan Fiskal Batubara, Ini Alasannya","Mengapa realisasi di lapangan berbeda? KESDM mengakui target dan realisasi produksi batubara 2016-2018, lebih tinggi dari rencana umum energi nasional (RUEN).Sri beralasan, karena mempertimbangkan kapasitas produksi eksisting pemegang izin pperasi produksi.“Ada yang meningkat tahapan, semula tahap eksplorasi jadi operasi produksi,” katanya. Alasan lain, katanya, meningkatkan cadangan devisa negara melalui ekspor batubara.Namun Sri bilang, produksi batubara masing-masing perusahaan sesuai batasan produksi tercantum dalam dokumen studi kelayakan dan izin lingkungan.“KESDM berkomitmen memenuhi seluruh kebutuhan dalam negeri. Kelebihan produksi akan dialokasikan untuk ekspor.”Sesuai Keputusan Menteri ESDM No 1925K/30/MEM/2018, perusahaan yang memenuhi DMO dapat kenaikan produksi bersama sampai jumlah produksi nasional bertambah 100 juta ton sepanjang memenuhi kaedah teknik pertambangan baik dan memenuhi kewajiban bidang lingkungan.Kepmen ini juga mengatur kewajiban menggunakan cara pembayaran letter of credit-sebuah cara pembayaran internasional, yang memungkinkan eksportir menerima pembayaran tanpa menunggu berita dari pemesan atau importir. Llau bisa mengembalikan sepenuhnya penjualan ekspor minerba melalui rekening devisa dalam negeri.Dalam Kepmen ESDM 1924/30/MEM/2018 menyatakan, produksi batubara untuk 2018 sebesar 485 juta ton. Tambahan produksi batubara 2018 paling banyak 100 juta ton untuk penjualan ke luar negeri hingga produksi tahun ini jadi 585 juta ton. Tambahan produksi 100 juta ton ini, katanya, tak kena kewajiban DMO.  Bagaimana penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari ekspor minerba? PNBP hingga kini masih didominasi migas. Tahun 2017, PNBP migas Rp82 triliun, diperkirakan naik jadi Rp94 triliun 2018.Non migas, termasuk batubara mengalami fluktuasi. Tahun 2016, menyumbang Rp21 triliun, naik Rp29 triliun pada 2017, diperkirakan turun jadi Rp27 triliun tahun ini." "Banyak Celah Kerugian Negara Dampak Kebijakan Fiskal Batubara, Ini Alasannya","“Penerimaan mineral non migas berfluktuasi terutama dipengaruhi harga, volume batubara dan kurs,” kata Mariatul Aini, Direktur PNBP Kementerian Keuangan.Dari 2009-2014, tren penerimaan PNBP minerba naik terutama karena peningkatan volume produksi dari 240 juta ton 2006 jadi 458 juta ton pada 2014. Pada 2014-2016, tren penerimaan menurun terutama penurunan harga batubara, dari harga acuan rata-rata US$73 perton 2014 jadi US$60 per ton 2016.Pada 2017 dan 2018, penerimaan naik rata-rata US$85,92 hingga rata-rata September 2018, US$99,59.Kontribusi iuran royalti batubara dan penjualan hasil tambang periode Januari-September 2018, total Rp35,86 triliun dengan rincian Rp15,90 triliun dari iuran royalti dan Rp19,96 triliun dari penjualan hasil tambang (PHT). Pada 2017, iuran royalti Rp.18,69 triliun, dan PHT Rp16,86 triliun.Sesuai aturan, iuran tetap setiap perusahaan tambang batubara yang dalam tahap eksplorasi kena tarif US$2 perhektar per tahun, tahap operasi produksi US$4 perhektar per tahun. Royalti batubara untuk kalori masing-masing kurang atau sama dari 5.100 kkal kena tarif 3% dari harga jual, 5.100-kurang atau sama dengan 6.100 kkal kena tariff 5% dan lebih 6.100 kkal 7% dari harga jual.Untuk pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) kena penjualan hasil tambang dihitung dari bagian pemerintah pusat 13,5% dikurangi tarif royalti.Mariatul menjelaskan, ada beberapa hal yang mempengaruhi sensifitas batubara yakni kurs, volume, subsidi, HBA dan DMO. Setiap depresiasi rupiah terhadap dollar sebesar Rp100, akan meningkatkan PNBP Rp0.29 triliun dengan nilai kurs rata-rata Rp14.047. Sementara kenaikan volume batubara 1 juta ton akan meningkatkan PNBP Rp0,08 triliun. Setiap perubahan 1 USD harga batubara berdampak pada besaran subsidi listrik Rp0,2 triliun.“Apabila DMO dihapus PNBP akan meningkat Rp3,7 triliun,” katanya." "Banyak Celah Kerugian Negara Dampak Kebijakan Fiskal Batubara, Ini Alasannya","Setiap kenaikan harga batubara acuran (HBA) US$1 akan meningkatkan PNBP Rp0,4 triliun. Pengawasan lemahKemenkeu membenarkan pengawasan pemerintah lemah di lapangan atas volume, kalori, dan harga karena hanya mengandalkan surveyor. Hal itu, katanya, menyebabkan PNBP batubara tak oprimal.Kementerian juga menyadari verifikasi dokumen belum optimal, dalam menguji kebenaran pembayaran karena saat ini masih pakai post audit oleh BPKP.“Belum terintegrasi sistem antarkementerian dan lembaga menyebabkan data berbeda,” kata Mariatul.Untuk itu, katanya, pemerintah perlu memperbaiki mekanisme pengawasan lapangan, memastikan dijalankannya tugas verifikasi dan melakukan integrasi atas sistem yang dibangun masing-masing instansi.“Untuk selanjutnya dibuat single identity bagi setiap transaksi ekspor tambang minerba agar dapat penelusuran masing-masing elemen data yang dimiliki kementerian.”Selain itu, kata Mariani, perlu juga sanksi penghentian pengapalan dan pencabutan izin bagi perusahaan yang masih punya tunggakan PNBP. Juga perlu bimbingan teknis bagi pengusaha minerba dan pemerintah daerah soal tata cara pemungutan, penghitungan dan PNBP minerba.  Kementerian Perdagangan mencatat hingga 12 September 2018, ada 391 eksportir terdaftar (ET) batubara dan produk batubara. Rinciannya, 38 PKP2B, 310 izin operasi, 41 izin khusus pengangkutan dan penjualan serta dua izin khusus pengolahan.Merry Maryati, Direktur Ekspor Produk Industri dan Pertambangan Kementerian Perdagangan mengatakan, dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 102/2018 mulai berlaku 7 Oktober 2018, mengatur kebijakan ekspor batubara. Mulai 1 Februari 2019, wajib gunakan asuransi nasional, mulai 1 Mei 2020 wajib pakai angkutan laut yang dikuasai oleh perusahaan angkutan laut nasional.“Bank Indonesia juga sedang sinkronisasi kebijakan devisa hasil ekspor guna mendorong peningkatan devisa.”" "Banyak Celah Kerugian Negara Dampak Kebijakan Fiskal Batubara, Ini Alasannya","Kalau tarik data 2013-2017, catatan Kemendag, tren ekspor batubara turun 6.49%, volume turun 2,63%. Tahun 2018, periode Januari-Juli dibanding 2017 periode sama berdasarkan nilai juga naik 25,74% dan volume naik 14.05%.Catatan Badan Perencanaan Nasional (Bappenas) menyebutkan, setidaknya 48 juta jiwa tinggal di kawasan hutan dan hidup bergantung dengan alam. Sekitar 10.2 juta hidup miskin.“Terdapat 11 provinsi kaya sumber daya alam dengan kinerja ekonomi tak lebih baik dibandingkan yang lain,” kata J Rizal Primana, Direktur Sumber Daya Energi Mineral dan Pertambangan Bappenas.Eksklusivitas pengelolaan migas menyebabkan migas hanya sumber pendapatan semata, namun tak memberikan dampak pengembangan luas pada wilayah setempat.Di Lhokseumawe, Aceh, misal pernah jadi penghasil gas bumi terbesar di Indonesia. Pada 1990, PT Arun NGL mengelola LNG terbesar di dunia dengan kapasitas 1,5 juta ton pertahun dan ekspor ke Jepang dan Korea Selatan.Data 2017, laju pertumbuhan jasa dari kegiatan ekonomi (PDRB) Aceh, 4,19%, lebih rendah dari PDRB nasional yakni 5,23%. PDRB per kapita Rp23.367, sementara PDRB per kapita nasional Rp38.169.Jumlah penduduk miskin Aceh per 2017 masih 15,92% sementara nasional 10,12%.“Tidak seluruh daerah penghasil migas mampu berkembang menjadi daerah maju,” kata Rizal.Begitu juga dengan batubara. Indonesia merupakan eksportir batubara terbesar dunia, namun komposisi produk ekspor masih tertinggal.Karena itu, kata Rizal, perlu transisi penyediaan energi dengan perubahan paradigma dari bahan mentah jadi pemanfaatan modal pembangunan. Kendalikan dari perencanaan Maryadi Abdullah, Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia mengatakan, pemerintah harus bisa mengendalikan produksi dan ekspor batubara mulai penyusunan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB). Pemerintah tak bisa mengandalkan angka ajuan perusahaan begitu saja." "Banyak Celah Kerugian Negara Dampak Kebijakan Fiskal Batubara, Ini Alasannya","“Dimana kedaulatan kita kalau perusahaan yang menentukan berapa produksi? Pemerintah harus memberikan kuota produksi,” katanya.Untuk itu, katanya, perlu audit perjanjian jual beli dengan perusahaan batubara sebagai evaluasi dan kontrol produksi.“Posisi negara harus lebih tinggi. Kontrol lapangan juga tidak hanya saat awal, bisa per triwulan. Degan begitu kalau ada gelagat melebihi target negara bisa kendalikan.”Alasan menyelamatkan defisit keuangan negara, kata Maryati, bisa kendalikan dengan bikin modeling lewat menghitung aset sumber daya alam. Kalau perlu, katanya, negara bikin kebijakan pajak progresif.“Bukan hanya memandang ini sebagai komoditas.” Keterangan foto utama:     Tongkang batubara dibawa ke muara Sungai Samarinda untuk dibawa kembali ke PLTU atau ekspor ke negara luar. Foto Tommy Apriando/ Mongabay Indonesia               [SEP]" "Desakan Publik Menguat, Kapan Eksekusi PT. Kallista Alam Dilakukan?","[CLS]  Sebanyak 120 ribu tandatangan dibubuhkan masyarakat. Publik mendesak, Pengadilan Tinggi Aceh dan Mahkamah Agung membatalkan putusan Pengadilan Negeri Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, Aceh, yang menganulir putusan Mahkamah Agung terhadap kasus pembakaran hutan gambut Rawa Tripa di Kabupaten Nagan Raya.Mahkamah Agung dalam putusannya Nomor: 651 K/Pdt/2015, telah memvonis PT. Kalista Alam bersalah karena membakar hutan gambut Rawa Tripa. Perusahaan ini juga diwajibkan membayar ganti rugi sebesar Rp366 miliar.Namun, tiga tahun setelah putusan itu, PT. Kallista Alam justru meminta perlindungan hukum ke Pengadilan Negeri (PN) Meulaboh dan menggugat balik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Pemerintah Aceh. Dalihnya, ada kesalahan koordinat pada lahan hak guna usaha (HGU) atau error in objecto.“Parahnya, Majelis Hakim PN Meulaboh yang dipimpin oleh Said Hasan justru mengabulkan permintaan perusahaan sawit tersebut,” ujar Juru Bicara Gerakan Rakyat Aceh Menggugat (GeRAM), Fahmi pada 13 Juli 2018.Baca: Kasus Pembakar Rawa Tripa: Aneh, Pengadilan Negeri Meulaboh Batalkan Putusan Mahkamah Agung  Pengadilan Negeri Meulaboh, pada 12 April 2018, menyatakan  bahwa putusan Mahkamah Agung itu tidak mempunyai titel eksekutorial atau tidak bisa dieksekusi. Majelis hakim juga mengatakan, pembakaran hutan dalam kawasan gambut tersebut tidak bisa dimintakan pertanggungjawaban hukumnya kepada PT.Kallista Alam.“Keputusan Said Hasan yang secara hirarki di bawah Mahkamah Agung, mengundang tanda tanya. Bagaimana mungkin putusan MA dimentahkan begitu saja oleh pengadilan negeri ataupun pengadilan tingg,” tanya Fahmi.“Majelis hakim juga membebaskan PT. Kallista Alam dari segala tanggung jawab, mengganti rugi dan memulihkan lahan terbakar.   Padahal, kesalahan koordinat yang digugatkan hanyalah sebagian lahan, secara fakta majelis hakim telah melakukan sidang di lokasi pembakaran,” tambahnya." "Desakan Publik Menguat, Kapan Eksekusi PT. Kallista Alam Dilakukan?","Seharusnya, perusahaan ini tidak melakukan gugatan baru atas kasus yang sudah berkekuatan hukum tetap.   Apalagi, mempersalahkan koordinat lahan yang sudah diperiksa mulai Pengadilan Negeri Meulaboh, Pengadilan Tinggi Banda Aceh, hingga Mahkamah Agung.“Periode Januari 2013 – Desember 2017, sebanyak 193 titik api terdeteksi dan 60 hektar hutan hilang di dalam konsesi PT. Kallista Alam. KLHK menemukan bukti bahwa perusahaan terus mengeksploitasi lahan yang sudah mereka bakar dan membuat kanal baru,” terangnya.Bila keputusan Mahkamah Agung dengan mudah dibatalkan, mau dibawa kemana hukum Indonesia. “Demi kepastian hukum yang berkeadilan,   kami   mendesak   Mahkamah Agung Republik Indonesia untuk membatalkan putusan  Nomor:16/Pdt.G/2017/PN.Mbo   sekaligus memerintahkan PN Meulaboh melaksanakan eksekusi terhadap PT. Kallista Alam. Ini sesuai putusan perkara Nomor: 1 PK/PDT/2017 jo Nomor: 651 K/Pdt/2015 jo Nomor: 50/PDT/2014/PT BNA jo Nomor: 12/PDT.G/2012/PN.MBO untuk membayar biaya pemulihan lingkungan sebesar Rp366 miliar,” ungkap Fahmi.Baca: Eksekusi Kasus PT. Kallista Alam Tak Kunjung Dilakukan, Kenapa?  PetisiYayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) bersama GeRAM membuat petisi agar PT. Kalista Alam dihukum dan putusan yang membela perusahaan tersebut dibatalkan. Dukungan tersebut digalang melalui  Change.org/HukumPembakarLahan.“Koalisi masyarakat sipil menyerahkan dukungan publik ini ke Pengadilan Tinggi Banda Aceh. Masyarakat berharap, eksekusi putusan MA terhadap perusahaan pembakar rawa  gambut Tripa, Nagan Raya, dapat direalisasikan” ungkap Badrul Irfan, Sekretaris Yayasan HAkA.Badrul menambahkan, penyerahaan petisi yang dilakukan 13 Juli itu dihadiri juga perwakilan dari Rumoh Transparansi, FORA, Change.org Indonesia, dan Perhimpunan Pengacara Lingkungan Hidup (P2LH)." "Desakan Publik Menguat, Kapan Eksekusi PT. Kallista Alam Dilakukan?","“Ini bentuk dukungan untuk membatalkan putusan PN Meulaboh. Kami juga mendesak Mahkamah Agung membatalkan putusan 16/Pdt.G/2017/PN.Mbo,” tambah Badrul.Kepala Humas PT Banda Aceh, Maratua Rambe, yang menerima petisi menyatakan akan mempelajari dahulu dukungan masyarakat tersebut. “Saat ini, berkas-berkas dari PN Meulaboh belum lengkap kami terima, sehingga, proses banding belum bisa dimulai,” katanya.Sebelumnya, Rumoh Transparansi telah melaporkan kasus ini ke KPK dengan nomor pengaduan 96297 pada hari Rabu, 2 Mei 2018. “Kami mencium ada penyelewengan yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 366 miliar. Kami anggap ini upaya penyalahgunaan wewenang PN Meulaboh sehingga kami mengadukan PN Meulaboh ke Komisi Pemberantasan Korupsi,” ujar Crisna, perwakilan Rumoh Transparansi.Salah satu penandatangan petisi dengan akun Aslam Saad menulis, “Ketika hukum digadaikan oleh penegak hukum kepada para perusak hutan, rakyat sekitar hutan semakin menderita dan negara tak berdaya.” Akun lain dengan nama Elok Galih Karuniawati menulis, “Selamatkanlah hutan kita dan eksekusi perusahaan yang telah ceroboh membakar hutan. #SaveTripa.”   [SEP]" "Sains: Belajar Mengenal Karang Hias dan Perairan Tempat Hidupnya","[CLS] Tidak semua jenis karang dijadikan target dalam perdagangan karang hias. Meski spesiesnya sama, namun hanya karang yang memiliki warna yang eksotik, ukuran yang pas dan bentuk yang menarik yang umumnya akan diambil dari alam oleh nelayan.Menurut penelitian Green & Shirley (1999), ada beberapa jenis karang hias yang menjadi target utama dalam perdagangan. Diantaranya Cynarina lacrymalis, Tracyphyllia geoffroyi, Nemenzophyllia turbida, Physogyra lichtensteini, Plerogyra spp, Euphyllia spp, Blastomussa spp, Acanthastrea spp, dan Scolymia spp. Masing-masing spesies itu telah memiliki batasan kuota pengambilan tiap tahunnya oleh pemerintah, yang diatur oleh otoritas manajemen dan otoritas keilmuan.Lalu apa yang membuat karang berbeda, meski masih tergolong satu spesies yang serupa?Ternyata, keindahan warna karang tergantung pada spesies algae bersel satu simbiosisnya, yaitu zooxanthellae. Karang jenis yang sama bisa saja memiliki jenis zooxanthellae yang berbeda, demikian juga untuk jenis clade (kelompok zooxanthellae yang memiliki ciri yang sama). Berdasarkan hasil penelitian, dalam 1 cm2 polip karang, dapat dijumpai 10 milyar sel zooxanthellae!Ada beberapa jenis zooxanthellae yang sudah teridentifikasi hingga saat ini, diantaranya: Symbiodinium microadriatum, sementara dalam suatu jenis terdapat lagi beberapa jenis clade lagi, saat ini sudah diketahui ada 9 clade yaitu clade A – clade I.Para peneliti mengelompokkan clade berdasarkan kemampuan beradaptasi zooxanthellae terhadap sinar matahari, sinar UV, dan suhu. Spesies yang paling banyak dijumpai berada pada clade A. Keberadaan Karang Hias di Perairan Indonesia" "Sains: Belajar Mengenal Karang Hias dan Perairan Tempat Hidupnya","Dari beberapa lokasi dimana penulis pernah terlibat melakukan survei diantara tahun 2002-2018, yaitu perairan Lampung, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Jawa Tengah, karang hias dapat dijumpai di berbagai kedalaman dan tipe habitat seperti reef plate (dataran terumbu), reef crest (tubir), reef slope (lereng terumbu), dan gosong (patch reefs).Biasanya penelitian kondisi karang secara saintifik sering dilakukan pada kedalaman 3, 5, dan 10 meter pada dataran terumbu dan tubir. Namun terumbu karang hias target perdagangan bisa saja tidak dijumpai di kedalaman ini. Bisa jadi lebih dalam.Di dataran terumbu, yang umumnya memiliki kedalaman antara 1-3 meter, karang hias umumnya memiliki karakteristik pertumbuhan cepat dan populasi yang berlimpah. Karang di lokasi ini memiliki sifat sensitif terhadap perubahan suhu seperti pemutihan (coral bleaching) dan rentan terhadap kematian.Namun sebaliknya, karang dataran terumbu memiliki sifat cepat tumbuh dan pulih cepat dalam waktu kurang dari empat tahun. Dengan syarat, selama substrat dan kondisi lingkungan mendukung untuk pertumbuhan.  Jenis karang cepat tumbuh berasal dari kelompok yang memiliki pertumbuhan (life form) bercabang (branching), lembaran (folious) dan mengerak (encrusting). Jenis karang hias di lokasi ini diantaranya Acropora, Seriatopora, Pocillopora, Montipora dan Fungia. Semuanya sudah berhasil dibudidayakan untuk tujuan karang hias akuarium, kecuali jenis Fungia.Karang di perairan tubir umumnya berada pada kedalaman 3-7 meter. Karang hias yang bisa dijumpai di perairan ini, diantaranya Euphyllia, Scolymia, serta beberapa jenis karang yang dijumpai di dataran terumbu." "Sains: Belajar Mengenal Karang Hias dan Perairan Tempat Hidupnya","Lereng terumbu berada pada kedalaman diatas 8-12 meter. Di kedalaman inilah biasanya banyak ditemukan karang dari kelompok polip besar seperti Cynarina lacrymalis, Tracyphyllia geoffroyi, Nemenzophyllia turbida, Physogyra lichtensteini, Plerogyra spp, Euphyllia spp, Blastomussa spp, Acanthastrea spp, dan Scolymia spp. Beberapa jenis ini ada juga yang dijumpai pada daerah lebih dangkal atau lebih dalam.Sebaliknya, tak semua perairan tubir merupakan habitat karang ini. Pada saat survey, belum tentu semua jenis karang target berada di dalam satu kawasan secara lengkap dalam jumlah banyak.Karang jenis Cynarina lacrymalis dan Trachyphillia geoffroyi sering ditemukan bersamaan dalam satu kawasan. Sebaliknya, karang jenis Catalaphyllia jardenei dan Nemenzophyllia turbida sangat jarang ditemukan.  Sebuah perkecualian, dalam sebuah penyelaman di suatu area di Sulawesi Tengah, penulis menjumpai karang Catalaphyllia jardenei dalam luasannya bagai hamparan. Hal serupa dijumpai untuk karang genera Euphyllia yang hidup berkelompok dalam hamparan yang luas. Sebagai catatan, lokasi ini dirahasiakan oleh para nelayan dan pencari karang hias alam. Hanya pada tim peneliti yang dipercaya saja, akan mereka hantar ke lokasi ini.Berbeda dengan lokasi lainnya, maka gosong umumnya berkondisi ekstrim, yaitu memiliki arus yang kencang dan cepat berubah arah dan kecepatan. Kedalamannya mulai dari dangkal hingga 30 meter atau lebih, bersubstrat pasir dan lumpur halus.Di lokasi ini sering ditemukan karang polip besar tergeletak di atas pasir. Karang jenis ini tidak bisa menempel ke substrat dan tidak membentuk terumbu karena terhalang pasir. Nelayan dengan sangat mudah mengambilnya tanpa menggunakan alat bantu. Langsung dipungut masuk keranjang dan dibawa ke kapal." "Sains: Belajar Mengenal Karang Hias dan Perairan Tempat Hidupnya","Habitat karang hias polip besar umumnya ditemukan pada perairan dalam diatas 14 meter, substrat biasanya berpasir hingga lumpur. Kadangkala penyelam membutuhkan teknik penyelaman yang hati-hati, agar substrat lumpur dan pasir tidak teraduk yang dapat mengakibatkan perairan menjadi keruh.Selain itu karang polip besar sering ditemukan pada perairan yang berarus. Hal ini karena banyak sumber makanan karang yang dibawa arus. Sifat perairan cepat menjadi jernih, karena air keruh akan terbawa arus dengan cepat.  Hingga saat ini, pemanfaatan karang hias polip besar umumnya masih bersumber dari alam. Karena sifatnya yang memerlukan waktu tumbuh lama, belum ada teknologi budidaya yang efisien dari sisi ekonomi untuk karang ini. Para ilmuwan masih melakukan pengkajian lebih lanjut tentang potensi budidaya secara seksual agar pemanfaatan karang dapat dilakukan di masa depan.Agar tetap lestari, maka perlu ekstra kehati-hatian dalam pemanfaatan karang hias dari alam, juga lewat  pengaturan dan pengawasannya yang ketat, karena belum semua jenis karang hias berhasil dibudidayakan. * Dr. Ofri Johan, M.Si. penulis adalah peneliti pada Balai Riset Budidaya Ikan Hias, Kementerian Kelautan dan Perikanan.  [SEP]" "Pilih Mana, Pupuk Kimia atau Pupuk Organik?","[CLS] Tanah yang subur, lingkungan yang bersih, dan bebas dari polusi adalah idaman bagi semua orang di Indonesia. Begitu juga dengan petani yang biasa menanam berbagai tanaman hayati di seluruh Indonesia. Mereka semua mendambakan tanah yang diolah dengan ditanami berbagai tanaman, bisa memberikan manfaat seperti disebutkan di atas.Adalah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang paham dengan harapan petani tersebut. Lembaga riset Negara itu, dalam beberapa tahun terakhir fokus mengembangkan pupuk organik hayati (POH) untuk memberikan alternatif pupuk pertanian bagi para petani. Pupuk yang dikembangkan itu, diklaim lebih ramah lingkungan dan bisa menerapkan prinsip lingkungna berkelanjutan.Deputi Bidang Jasa Ilmiah LIPI Mego Pinandito di Jakarta, belum lama ini mengatakan, POH adalah pupuk non axenic kultur Rizo-mikroba Pemacu Pertumbuhan (RPPT) yang memiliki biokatalis dalam menyediakan Nitrogen, Phosfat, Kalimum (NPK), zat pengatur tumbuh, dan asam-asam organik yang sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi tanaman dan kesehatan tanah.baca : Pertanian Organik, Untuk Mendukung Keberlanjutan Lingkungan  “Tahun ini adalah masalah stunting, gizi buruk. Itu jadi masalah jika terjadi pada satu generasi. Untuk itu kita wajib untuk menyediakan bahan pangan yang bergizi dan menghentikan stunting. Bagaimana caranya? Salah satunya melalui pengolahan tanah yang ramah lingkungan,” ujarnya.Menurut Mego, bagaimana menyajikan bahan pangan yang aman dan nyaman untuk dikonsumsi masyarakat, khususnya generasi muda bangsa Indonesia, adalah dengan cara menyediakan yang bebas dari bahan pestisida. Selain itu, tanah yang diolah juga harus seha dan tidak tercemar.“Lahan marginal atau tercemar juga semakin meningkat. Ini yang ikut memicu bahan pangan tidak sehat. Perambahan hutan juga ikut berperan di dalamnya,” tuturnya." "Pilih Mana, Pupuk Kimia atau Pupuk Organik?","Peneliti Pusat Penelitian Biologi LIPI Sarjiya Antonius menyebut, dalam menyediakan bahan pangan yang sehat dan aman dikonsumsi, itu berkaitan erat dengan ekonomi, lingkungan, dan sosial yang ada di sekitar petani. Selain itu, pola pikir dari petani tentang penilaian terhadap pupuk yang aman untuk dipakai, juga sangat penting untuk dimiliki. Jangan sampai, demi menekan biaya produksi, pupuk dipilih yang asal dan tidak aman untuk kesehatan.Menurut Anton, pola pikir petani yang menilai bahwa POH adalah mahal, selama ini berarti keliru. Mengingat, POH yang dikembangkan LIPI adalah pupuk yang aman dan terjangkau dari segi harga. Jadi, jika selama ini petani sangat bergantung pada pupuk jenis urea dan pupuk M51, tidak ada alasan untuk tetap bertahan dengan keduanya.“Itu mencemari air tanah dan menyebabkan oksigen berkurang juga. Pestisida itu berdampak negatif untuk manusia dan makhluk hidup lainnya. Tujuan pestisida untuk mengendalikan hama, tapi penggunaannya sudah melebihi takaran dan menyebabkan resistensi,” paparnya.baca : Ajak Warga Merauke Beralih ke Pupuk Organik dari Bahan di Sekitar  Mengingat saat ini petani semakin bergantung kepada pupuk kimia, Anton menghimbau kepada mereka untuk bisa memahami lebih jauh tentang dampak buruk yang ditimbulkan dari penggunaan pupuk tersebut. Jika masih terus bergantung, maka tanah yang diolah untuk ditanami akan dikendalikan sepenuhnya oleh bio katalis.Anton menyebutkan, formula POH berbasis bahan atau substrat organik lokal mudah didapat oleh masyarakat dengan harga yang terjangkau. Adapun, bahan-bahan pembuatan pupuk tersebut, adalah tauge, gula merah, molase, air kelapa muda, agar-agar, tepung jagung, dan tepung ikan.Selain bahan-bahan di atas, Anton mengatakan, pembuatan POH juga mengkombinasikan 10 isolat mikroba unggul yang didapatkan LIPI dari berbagai daerah di seluruh Indonesia. Penggunaan isolat tersebut, semakin menguatkan manfaat yang terkandung di dalam pupuk. " "Pilih Mana, Pupuk Kimia atau Pupuk Organik?","ManfaatLebih jauh Sarjiya Antonius menjelaskan, POH yang dikembangkan LIPI memiliki manfaat yang bisa mendorong pada peningkatan kesejahteraan petani. Manfaat itu, adalah peningkatan produksi pertanian secara signifikan, tanaman menjadi lebih tahan dari serangan hama penyakit, dan meningkatkan kualitas biokimia tanah pertanian.Dengan segala manfaat tersebut, Anton sangat berharap para petani bisa memulai melepaskan ketergantungan mereka pada pupuk kimia. Apalagi, saat ini POH bisa didapatkan tidak hanya dengan dibeli dari toko pertanian, melainkan juga melalui proses diseminasi yang dilakukan senytdiri dan kini sudah disebarluaskan ke berbagai daerah di Indonesia.“Lewat sosialisasi dan diseminasi, kita berharap itu bisa mengubah pola pikir petani akan ketergantungan penggunaan pupuk kimia dan mendorong untuk beralih ke pupuk organik. Dengan penggunaan pupuk organik hayati, maka keberlangsungan kesuburan lahan petanian di masa depan dapat terjaga dengan baik,” ujar dia.Selain memiliki manfaat yang baik untuk prinsip keberlanjutan, Anton menambahkan, penggunaan pupuk organik hayati juga bisa meningkatkan kualitas dan kuantitas pangan. Dengan manfaat itu, diharapkan ke depan sosial dan ekonomi kerakyatan juga bisa mengalami peningkatan setelah menggunakan POH.Dengan kata lain, Anton menegaskan, penggunaan pupuk organik hayati mampu menekan biaya produksi, pembuat produk pangan lebih bergizi, tidak mencemari lingkungan, dan tetap menjaga kesehatan serta kesuburan tanah. Jika itu dilakukan, maka di masa mendatang kestabilan produksi pangan nasional bisa diwujudkan.baca : Yanir, Berkali Gagal Hingga Berhasil Kembangkan Pertanian Tanpa Bakar di Lahan Gambut  " "Pilih Mana, Pupuk Kimia atau Pupuk Organik?","Namun demikian, Anton mengatakan, di balik kelebihan yang dimiliki POH, masih ada kekurangan yang tidak bisa dilupakan, yaitu efek perlakuan pada tanaman tidak secepat pupuk kimia. Fakta tersebut, membuat petani sulit diyakinkan bahwa POH memiliki manfaat lebih baik dan hemat biaya.Kemudian, jika menggunakan POH, diperlukan tenaga untuk mengolahnya karena memerlukan waktu antara 1 hingga 2 minggu untuk bisa terlihat hasilnya. Hal itu berbeda dengan pupuk kimia yang sudah bisa dilihat hasilnya setelah tiga hari pemakaian.Untuk saat ini, Anton menuturkan, penggunaan dan diseminasi POH hasil pengembangan LIPI sudah dipakai di 70 daerah. Selain itu, sudah ada dua perusahaan yang melakukan produksi secara massal dan menjualnya secara bebas. Dari data yang ada di LIPI, saat ini sudah ada 6.000 petani yang menggunakan POH sebagai pupuk pertanian mereka.Adapun, daerah yang sudah mengadopsi POH sebagai pupuk pertanian, adalah Kabupaten Malinau (Kalimantan Utara), Kabupaten Wonogiri (Jawa Tengah), Kabupaten Ngawi (Jawa Timur), Kabupaten Bangka (Bangka Belitung), dan Kabupaten Sangihe (Sulawesi Utara).“Produksi pupuk saat ini telah mencapai 14.000 liter dengan potensi aplikasi pada lahan seluas 600 hektar dalam satu musim,” jelasnya.baca : ​Cerita dari Mentawai: Warga Desa Munte Mulai Bikin Pupuk Organik  Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bangka Kemas Arfani Rahman di Jakarta, mengatakan, penggunaan teknologi POH yang dikembangkan LIPI sangat membantu daerahnya untuk mengembangkan pertanian dengan cara yang efisien dan sehat. POH yang diadopsi, terbukti mampu meningkatkan produksi pertanian yang dilakukan di Kabupaten Bangka.“Daerah kita ini bukan penghasil pertanian. Jadi kita masih memulai. Produk pupuk organik hayati sangat membantu kami dalam proses percepatan itu,” jelas dia." "Pilih Mana, Pupuk Kimia atau Pupuk Organik?","Menurut Kemas, tanah di Bangka sangat memprihatinkan karena miskin dari unsur hara, sifat atau tanah asam dengan Ph 4-5, dan mikrobiologi rendah akibat pertambangan timah di masa lalu. Karakteristik itu menjadi tantangan besar bagi masyarakat yang ingin bertani di Bangka. Beruntung, dia mengaku sejak 2016 daerahnya sudah mengadopsi teknologi POH yang dikembangkan LIPI.Saat pertama kali menggunakan, Kemas memaparkan, pihaknya sukses melaksanakan panen padi sebanyak 3,5 ton untuk setiap hektare. Jumlah tersebut, pada saat itu dinilai sebagai keajaiban karena jika melihat karakteristik tanah di Bangka sangat tidak memungkinkan untuk menanam padi dan menghasilkan jumlah sebanyak itu.“Setelah itu, kami mulai optimis bisa bertani di Bangka. Terakhir, pada 8 Mei lalu, kita mendapatkan panen hingga 4,28 ton per hektare. Hasil tersebut cukup memuaskan karena di Bangka saat panen padi itu rerata hanya sanggup 2,7 ton per hektare,” tuturnya.Selain dirasakan oleh Pemkab Bangka, Kemas menyebutkan, teknologi yang dihasilkan LIPI tersebut juga sudah dirasakan oleh para petani di daerahnya. Dia menyebut, POH dirasakan petani memberi hasil memuaskan, seperti anakan pada tanaman padi lebih banyak, produksi yang meningkat, akar tanaman lebih kuat dan juga tahan dari serangan hama penyakit.“Paling penting, penggunaan pupuk kimia juga menjadi berkurang dan itu bisa menekan biaya produksi menjadi lebih murah. Pupuk organik hayati ini menjadi solusi bagi kami untuk saat ini dan masa mendatang,” tandasnya.  [SEP]" "Opini: Penanggulangan dan Langkah Hukum pada Kasus Tumpahan Minyak di Teluk Balikpapan","[CLS]  Sabtu 31 Maret 2018, langit dan air di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur, berwarna hitam. Langit hitam karena kapal terbakar, di laut terjadi tumpahan minyak mentah. Saat itu, diduga tumpahan karena kegiatan salah satu perusahaan eksploitasi minyak—belakangan terungkap,  kalau tumpahan minyak karena pipa bawah laut PT Pertamina, terputus. Minyak mentah pun tumpah mengotori laut.Sangat disayangkan,  informasi resmi mengenai kronologis peristiwa ini -termasuk siapa pihak bertanggungjawab- tidak disampaikan segera kepada publik.Malah, terlebih dahulu beredar informasi tak resmi mengenai dampak tumpahan minyak yang menguraikan ada korban jiwa, kerugian lingkungan dan kerugian masyarakat.Kalau mengacu Pasal 53,  ayat 2 huruf a Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 (selanjutnya disebut “UU 32/2009”), pemberian informasi kepada masyarakat merupakan salah satu langkah dalam upaya penanggulangan.Selain penyampaian informasi resmi cepat dan tepat, setidaknya ada tiga langkah lain perlu dilakukan pemerintah dalam menangani kasus ini. Pertama, memastikan pihak bertanggungjawab melakukan penanggulangan atau jika belum dapat ditentukan, pemerintah terlebih dahulu melakukan penanggulangan.Kedua, memastikan pihak yang bertanggungjawab untuk pemulihan lingkungan. Ketiga, upaya penegakan hukum yang bersifat melengkapi kedua poin sebelumnya. Kedua langkah pertama  merupakan prioritas pertama,  sedangkan langkah terakhir sebagai prioritas kedua. Penanggulangan keadaan daruratPembicaraan publik di media sosial dan pemberitaan media massa awal terjadi peristiwa tak fokus kepada upaya “penanggulangan keadaan darurat.” Banyak pernyataan mengenai perlu valuasi kerugian lingkungan atau penegakan hukum. Tentu, kedua hal ini tidak salah, namun dalam keadaan seperti ini, pembicaraan dan tindakan penanggulangan seharusnya lebih diutamakan." "Opini: Penanggulangan dan Langkah Hukum pada Kasus Tumpahan Minyak di Teluk Balikpapan","Basis regulasi mengenai penanggulangan karena tumpahan minyak di laut telah diatur lebih lengkap dalam Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2006 tentang Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak Di Laut (selanjutnya disebut “Perpres 109/2006”). Perpres ini disusun agar pemerintah dapat melakukan tindakan secara cepat, tepat dan terkoordinasi untuk mencegah, mengatasi, menanggulangi dan meminimalisir dampak akibat penyebaran tumpahan minyak di laut.Hal menarik dari Perpres 109/2006 adalah kewajiban nakhoda atau pimpinan, pemilik, operator kapal, penanggung jawab unit pengusahaan minyak lepas pantai, pimpinan unit pengusahaan migas atau pimpinan atau penanggung jawab kegiatan lain untuk penanggulangan dalam keadaan darurat.  Hal ini merupakan pengejawantahan dari prinsip pencemar membayar (polluter pays principle), yang diperkuat dengan pengaturan Pasal 11 mengenai tanggung jawab mutlak (strict liability) atas biaya penanggulangan, kerugian masyarakat dan kerusakan lingkungan. Dengan pengaturan itu, perpres ini meminimalisir penggunaan APBN dalam penanggulangan keadaan darurat.Penanggulangan dalam keadaan darurat merupakan kewajiban pencemar. Penulis gunakan terminologi “pencemar” karena Perpres 109/2006 menganut asas strict liability, hingga penanggungjawab usaha otomatis bertanggungjawab tanpa perlu membuktikan unsur kesalahan.Ketika,  dapat dipastikan siapa pihak bertanggungjawab dan demi mencegah dampak lingkungan lebih luas, pemerintah dapat melakukan penanggulangan terlebih dahulu. Biaya yang timbul dari kegiatan penanggulangan ini akan dibebankan kepada pencemar. Jika pencemar telah melakukan penanggulangan, penting bagi pemerintah untuk mengawasi apakah penanggulangan (clean up)  itu sudah benar-benar “bersih.” Yang perlu dipahami, “bersih tidak bersih”-nya laut akibat tumpahan minyak bukan ditentukan oleh pencemar, melainkan pemerintah dengan dukungan ahli." "Opini: Penanggulangan dan Langkah Hukum pada Kasus Tumpahan Minyak di Teluk Balikpapan","Pemerintah dalam hal ini adalah pusat dan daerah– dalam Perpres 109/2016—peran terbagi dalam tiga kategori, yaitu: tier 1 merupakan penanggulangan oleh tim lokal, tier 2 adalah penanggulangan oleh tim daerah. Tier 3, penanggulangan oleh tim nasional dipimpin Menteri Perhubungan dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.Pembagian kategori ini dapat dilihat sebagai upaya koordinasi, analisis kebutuhan sumber daya manusia, dan  analisis kebutuhan sarana dan prasarana antar instansi pemerintah. Pengaturan lebih detail mengenai penanggulangan pencemaran ini diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 58 Tahun 2013 tentang Penanggulangan Pencemaran di Perairan dan Pelabuhan (selanjutnya disebut “Permen 58/2013”).  Memastikan pemulihan Pemulihan merupakan tahap lanjutan setelah penanggulangan. Pemulihan mustahil tanpa ada rencana pemulihan. Rencana pemulihan perlu untuk mengidentifikasi dan menjelaskan kerusakan ekosistem, metode, tahap-tahap yang akan dilakukan, jangka waktu, mekanisme pengawasan, dan hal lain.Mengacu kepada Pasal 54 ayat (1) UU 32/2009, pemulihan wajib oleh pencemar. Jika pencemar telah ditentukan dalam tahap penanggulangan, penting bagi pemerintah dan pencemar menyepakati rencana pemulihan yang disusun oleh pencemar. Penyusunan rencana pemulihan ini didahului dengan penilaian terhadap kerusakan ekosistem.Dalam pemulihan, mungkin ada ekosistem tak terpulihkan. Pertanyaannya, apa yang akan dilakukan pemerintah terhadap hal ini?Salah satu cara bisa ditempuh pemerintah dengan pemulihan tambahan (compensatory restoration) pada ekosistem lain yang sejenis. Apapun itu, tentu perlu disepakati oleh pemerintah dengan pencemar dalam rencana pemulihan.   Penyelesaian sengketa dan penegakan hukum " "Opini: Penanggulangan dan Langkah Hukum pada Kasus Tumpahan Minyak di Teluk Balikpapan","Jika penanggulangan dan pemulihan sebagai prioritas pertama telah berjalan namun masih ada biaya belum dikompensasi, dapat ditempuh penyelesaian sengketa lingkungan hidup. Ia dapat dilakukan melalui dan di luar pengadilan.Contoh biaya ini antara lain, kompensasi karena hasil tangkapan nelayan berkurang, kompensasi berkurang wisatawan, kompensasi pemasukan usaha berkurang, dan kompensasi ekosistem tak terpulihkan. Lalu, biaya penilaian kerusakan sampai persidangan. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup ini dapat dilakukan oleh pemerintah melalui Hak Gugat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan maupun oleh masyarakat yang mengalami kerugian.Sedangkan penegakan hukum pidana harus digunakan untuk tujuan berbeda dengan penyelesaian sengketa lingkungan hidup. Dalam hal ini,  pidana sebaiknya sebagai instrumen bersifat punitif,  agar memberikan efek jera dan mencegah tindak pidana terulang. Tentu, sangat mungkin penggunaan pertanggungjawaban pidana korporasi selama syarat-syarat terpenuhi.Dalam masalah ini, penyelesaian sengketa lingkungan hidup maupun penegakan hukum pidana bukan prioritas pertama. Prioritas pertama adalah penanggulangan dan pemulihan. Jika pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) ingin berupaya maksimal menangani masalah ini, penting memikirkan strategi penempatan upaya penegakan hukum agar sinkron dengan penanggulangan dan pemulihan.Jikalau KLHK,  ingin tetap penegakan hukum terlebih dahulu, sebaiknya dengan perintah untuk penanggulangan dan pemulihan melalui sarana sanksi administratif. Dengan begitu, sanksi administratif tetap sinkron dengan upaya penanggulangan dan pemulihan. Penulis adalah Deputi Direktur Indonesian Center for Environmental Law dan Pengajar Hukum Lingkungan STHI Jentera Foto utama: Biota laut yang mati karena tumpahan minyak di Teluk Balikpapan. Foto: Facebook KLHK/ Mongabay Indonesia   [SEP]" "Gerakan Menghadap Laut, Gerakan Bersihkan Sampah Plastik dari Lautan","[CLS] Ekosistem laut benar-benar terancam dengan kehadiran sampah plastik yang kita buang sepanjang waktu. Sampah yang berasal dari darat itu, kemudian masuk ke perairan laut dibawa oleh sungai, manusia, dan juga aktivitas industri yang ada di sekitar kawasan pesisir. Jika tidak dihentikan, World Economic Forum (WEF,2016) menyebut pada 2050 populasi ikan akan terus menyusut dan berbanding terbalik dengan plastik yang jumlahnya melebihi ikan.Sementara, di sisi yang lain, Indonesia juga berperan besar dalam pengendalian sampah plastik yang ada di laut. Menurut Jenna R Jambeck dalam bukunya “Plastic Waste Inputs from Land into the Ocean”, Indonesia adalah negara kedua di dunia yang menyumbang sampah plastik terbesar ke lautan.Masih menurut WEF, hanya 14 persen dari total sampah plastik dunia yang bisa dan sudah dilakukan daur ulang. Sementara, Bank Dunia (2016) menyebutkan, sebanyak 400 ribu ton sampah plastik diperkirakan masuk ke perairan Indonesia setiap tahun.Sayangnya, hingga saat ini belum ada regulasi untuk pembatasan plastik dalam kehidupan keseharian. Itu berbeda dengan 60 negara di dunia yang saat ini sudah berkomitmen untuk melepaskan dari ketergantungan plastik melaui peraturan pembatasan penggunaannya.Sedangkan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan menyebutkan bahwa kawasan perairan Timur Indonesia menjadi salah satu kawasan paling banyak mengandung mikro plastik. Dari penelitian, sepertiga sampel ikan yang ditangkap di sana, ternyata mengandung mikro plastik.baca : Air Laut Indonesia Sudah Terpapar Mikroplastik dengan Jumlah Tinggi, Seperti Apa?  " "Gerakan Menghadap Laut, Gerakan Bersihkan Sampah Plastik dari Lautan","Dalam setiap kantong plastik, Chris Tyree dan Dan Morrison pernah mengungkap dalam bukunya “Invisible: The Plastic Inside Us”, terdapat sedikitnya 84 ribu mikroplastik. Tak hanya itu, keduanya juga mengungkap fakta mengejutkan, di dalam air keran di seluruh dunia, ternyata selama ini mengandung mikro plastik.Merujuk pada fakta-fakta tersebut, penanganan sampah plastik secara terpadu dan komprehensif, wajib dilakukan Indonesia sejak sekarang. Hal itu, dilakukan langsung di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman yang menggulirkan rencana aksi nasional (RAN) penanganan sampah plastik sejak 2017.Sementara, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga tak kalah gesit untuk ikut bergerak memulai penanganan sampah plastik melalui kampanye, penyuluhan, sosialisasi, dan pembentukan kelompok Pandu Laut Nusantara yang di dalamnya terdapat sejumlah figur penting dari berbagai profesi di Indonesia. Kelompok tersebut, sudah bergerak dan memulai kampanye ‘Gerakan Menghadap Laut’ di seluruh Indonesia. Menghadap LautPada Minggu (19/8/2018), gerakan “Menghadap Laut” dikampanyekan di 76 lokasi pantai yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Kampanye itu sekaligus merayakan kemerdekaan Indonesia ke-73. Dengan lebih dari 20 ribu relawan, gerakan tersebut membersihkan kawasan pesisir dengan melibatkan masyarakat sekitar dan juga pejabat dari Pemerintah setempat.Sementara, sebagai pembina utama Pandu Laut Nusantara, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti langsung memimpin gerakan tersebut di Bitung, Sulawesi Utara. Untuk Jakarta, gerakan dipusatkan di Pantai Ancol Timur serta Kepulauan Seribu.baca juga : Ratusan Orang di Bitung ‘Menghadap Laut’ Bersama Menteri Susi. Ada Apa?  " "Gerakan Menghadap Laut, Gerakan Bersihkan Sampah Plastik dari Lautan","Susi mengatakan, Indonesia merupakan negara penyumbang sampah plastik ke lautan terbesar kedua di dunia, dan sampah plastik sangat berbahaya jika tetap dibiarkan ada. Untuk itu, gerakan ini menjadi bagian dari komitmen Indonesia untuk mengurangi 70 persen sampah plastik di lautan pada 2025.“Gerakan menghadap laut menunjukkan kepedulian masyarakat pada laut Indonesia, aksi ini menjadi salah satu gerakan penting dalam menunjang target Bangsa sebagai Poros Maritim Dunia,” tuturnya.Diketahui, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), produksi sampah plastik di Indonesia mencapai 64 juta ton per tahun, dimana sebanyak 3,2 juta ton merupakan sampah plastik. Sedangkan, kantong plastik yang terbuang ke lingkungan diketahui jumlahnya mencapai 10 miliar lembar setiap tahunnya. Itu sama dengan 85 ribu ton kantong plastik.Ketua Umum Pandu Laut Nusantara Bustar Maitar mengungkapkan, Indonesia harus bisa merdeka dari sampah plastik, dan sehingga Pemerintah harus lebih serius dalam melarang penggunaan plastik sekali pakai. Karenanya, kegiatan gerakan di 76 lokasi, menjadi bentuk keinginan rakyat untuk terbebas dari sampah plastik dan ingin merawat laut secara utuh.Direktur Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik Tiza Mafira menerangkan, permasalahan sampah di Jakarta masih terus terjadi hingga saat ini, karena Pemerintah Provinsi DKI Jakarta masih melakukan sistem pengumpulan sampah yang tidak terpilah dari rumah tangga. Kondisi itu, membuat sampah masih berakhir di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).“Oleh karena itu, pada saat aksi bersih-bersih pantai dan laut ini, sampah yang terkumpul dipilah dan masing-masing sampah akan dikelola oleh pihak-pihak seperti bank sampah, kelompok masyarakat daur ulang,” jelasnya." "Gerakan Menghadap Laut, Gerakan Bersihkan Sampah Plastik dari Lautan","Di luar itu, Tiza berharap, kegiatan “Menghadap Laut” bisa memberikan edukasi kepada masyarakat bahwa pencegahan lebih baik dari pengelolaan. Menurutnya, kalau barang sudah menjadi sampah apalagi menjadi polusi, sulit dilakukan penanganan. Oleh karena itu, masyarakat harus bergerak bersama untuk menggunakan barang-barang yang dapat dipakai ulang, dibandingkan plastik sekali pakai.Tiza menyebut, Gerakan Menghadap Laut juga dijadikan salah satu cara untuk mengetahui dari mana bocornya sampah yang berakhir di lautan, dan seperti apa jenis-jenis sampahnya. Dia berjanji akan melakukan identifikasi sampah apa saja yang dari konsumsi darat bisa sampai bocor ke laut.“Jumlah sampah yang terkumpul di tiap tempat berbeda-beda. Sampah tersebut kemudian diserahkan kepada Dinas Lingkungan Hidup setempat untuk kemudian dikelola secara tepat,” pungkasnya.baca juga : Darurat: Penanganan Sampah Plastik di Laut  Pantai Pasir Jambak PadangAksi “Menghadap Laut” juga dilakukan di kota Padang, Sumatera Barat, pada Minggu (19/8/2018) yang diikuti ratusan peserta yang berasal dari berbagai instansi. Kegiatan dipusatkan di kawasan Muaro Padang dan kawasan Perairan Mandeh, Tarusan, Pesisir selatan. Selain itu ada juga kegiatan bersih-bersih pantai secara swadaya oleh masyarakat di Pantai Pasir Jambak tepatnya di Jambak Sea Turtle Camp.Di kawasan Muaro Padang peserta aksi yang terdiri atas pegawai Balai Pengelolaan Submer daya Perairan dan Laut (BPSPL) Padang, Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM), Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) provinsi/kota, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan instansi pemerintahan lainnya dibagi menjadi beberapa kelompok. Sebagian membersihkan kawasan perairan sungai dengan menggunakan perahu dan sebagian lagi membersihkan kawasan pinggir sungai." "Gerakan Menghadap Laut, Gerakan Bersihkan Sampah Plastik dari Lautan","Kepala BPSPL Padang, Muhammad Yusuf yang mengikuti kegiatan ini mengatakan dipilihnya kawasan Muaro Padang karena berdasarkan hasil pantauan, kawasan ini termasuk lokasi yang tingkat sampahnya cukup tinggi dibanding tempat lain dan merupakan gerbang masuk menuju laut.“Kita berharap kawasan ini bersih dari sampah karena sungai ini muaranya ke laut juga sehingga perlu dibersihkan dari hulunya,” sebutnya.baca juga : Miris.. Video Pari Manta Makan Sampah Plastik Ini Viral  Peserta kegiatan juga melakukan edukasi kepada masyarakat agar tidak membuang sampah ke Batang Arau yang bermuara ke laut. “Semoga kedepan akan ada kegiatan rutin bersih-bersih pantai dan sungai disini, dengan melibatkan masyarakat disini,” ujarnya.Ia menambahkan dari dulu kota Padang terkenal sebagai kota bersih namun ada beberapa sungai yang masih kotor, “Harapan kita masyarakat kota padang dapat menjaga kebersihan baik itu dirumahnya, lingkungan masing-masing dan di pinggir pantai,” pungkasnya.Di titik kedua, kawasan perairan Mandeh yang sering dijuluki Raja Ampatnya Sumatera, sekitar 50 penyelam membersihkan jaring nelayan yang banyak tersangkut di bangkai kapal MV. Boelangan Nederland di perairan Mandeh hingga membersihkan sampah di Pulau Setan lanjut ke Sungai Gemuruh.Para penyelam yang terdiri dari Diving Universitas Bung Hatta (UBH), Tabuik Diving Club, Andespin Dive, BPSPL Padang, DKP Pemprov Sumbar, Universitas Negeri Padang Diving Club, dan putra/putri maritim Sumbar berhasil mengumpulkan lima karung sampah plastik berupa botol air kemasan dan plastik makanan ringan. Sampah tersebut dikumpulkan ke tempat sampah TPI Carocok Tarusan. Menariknya aksi yang dimulai sejak pagi hingga sore ini juga diikuti oleh para wisatawan yang sedang berlibur di Pulau Setan." "Gerakan Menghadap Laut, Gerakan Bersihkan Sampah Plastik dari Lautan","Di Pantai Pasir jambak tepatnya di Sea Turtle Camp kegiatan bersih-bersih pantai menghadap ke laut dihadiri oleh sekitar 800 peserta yang terdiri dari mahasiswa Politeknik ATI Padang, Siswa SMP 42 Padang, Dinas Lingkungan Hidup, Kepala Gegana Brimobda Sumbar, Kepala Dinas Koperasi dan UKM kota Padang dan anggota dewan dari DPR RI dan DPRD kota. Sebelum membersihkan pantai sepanjang 2 kilometer kegiatan bersih-bersih ini dimulai dengan pelepasan tukik.baca juga : Sejumlah Pihak Berkomitmen Mengurangi Sampah Plastik di Lautan. Seperti Apa?  Pantai Gorontalo Gerakan bersih pantai dan laut “Menghadap ke Laut” juga dilakukan di pantai Gorontalo, yang dipimpin oleh Sekda Pemprov Gorontolo Anis Makki dan melibatkan seluruh SKPD Pemprov, Muspida, pihak BUMN dan Perbankan, Pengusaha perikanan, Pengusaha Hotel dan Restoran, Pramuka, SMK Kemaritiman, TNI dan Polri yang berjumlah sekitar 2.000 orang.“Peserta kebanyakan dari masyarakat setempat, sekitar 500-an orang,” kata Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Pemprov Gorontalo, Soetrisno yang dihubungi Mongabay Indonesia pada Senin (20/8/2018).Hasil pengumpulan sampah yang didominasi sampah plastik kemudian dikirimkan dan dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir. Pada kesempatan itu juga dilakukan penanaman bibit pohon dan pembagian 60 unit kacamata renang atau google kepada anak-anak pesisir.“Juga ada sedekah ikan, pembagian gratis 400 kg ikan kepada masyarakat setempat dari pengusaha perikanan dan dari Baznas. Pembagian ikan ini karena saat ini lagi paceklik ikan disebabkan ombak besar,” tambah Soetrisno.  Pantai Sanur Gerakan “Menghadap ke Laut” yang diikuti ratusan orang juga dilakukan di Bali yang dipusatkan di Pantai Mertasari, Sanur, Minggu (19/8/2018). Salah satu kegiatan yang baru diperkenalkan adalah memetakan sampah, sumber dan jenisnya." "Gerakan Menghadap Laut, Gerakan Bersihkan Sampah Plastik dari Lautan","Made Putri Karidewi dari WWF dan Marine Debris Guard Udayana memandu sekitar 30 anak muda memetakan dan menghitung jumlah sampah di pesisir dengan metode dari The Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation (CSIRO), lembaga penelitian Australia.Selain di Pantai Mertasari, kegiatan juga dilakukan di pesisir Sanur-Denpasar dan Les-Buleleng. Bali Selatan dan Utara. Di dua tempat ini, kegiatan memetakan sampah ini juga dilakukan, terutama bersama anak-anak dan remaja.Pantai Mertasari saat itu langitnya sedang dihiasi ratusan layang-layang ukuran besar. Mereka berkompetisi dalam Sanur Kite International Festival. Jadilah panen angin dan sampah di tempat yang sama oleh dua pihak berbeda.Menurut data panitia, 832 orang terlibat mulai dari memungut sampah, memilah, lalu menimbangnya. Sedikitnya 1,2 ton sampah didominasi plastik dikumpulkan sekitar 2 jam saja. Sampah terlihat mengambang di bibir pantai, peserta harus berbasah-basah menarik sampah dari laut. Sampah ukuran besar yang sangat beracun seperti styrofoam dan ban juga ditarik dari pesisir.menarik dibaca : Bali Pulau Surga atau Surga Sampah?  Hutan mangrove yang berada di sekitar pantai juga turut dibersihkan. Sampah plastik yang sudah lama tertanam diambil karena menghambat pertumbuhan mangrove, bahkan mematikannya.Sampah yang terkumpul, dipilah menjadi 7 kelompok. Para relawan menimbang dan mencatat. Ini akan jadi bagian dari database sampah laut di Indonesia. Sampah terpilah diangkut tim Eco Bali dan DLH.Permana Yudiarso dari BPSPL Denpasar memandu kegiatan peserta bersama anak-anak muda relawan Earth Hour dan Marine Buddies WWF Indonesia. Penyanyi Titi DJ kemudian melanjutkan dengan mengajak seluruh peserta ke bibir pantai membentuk rangkaian rantai untuk aksi “Menghadap Laut”." "Gerakan Menghadap Laut, Gerakan Bersihkan Sampah Plastik dari Lautan","Titi DJ, salah satu duta Pandu Laut Nusantara memandu refleksi dan menggugah kesadaran melindungi laut dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dilanjutkan lagu Nenek Moyangku Seorang Pelaut. Angin berhembus dari arah laut menambah dingin sore jelang petang.Setelah itu, relawan Turtle Conservation and Education Center Serangan memandu warga untuk pelepasan 150 tukik jenis Lekang.  Acara ini diikuti puluhan lembaga pemerintah dan swasta, sekolah, serta komunitas terlibat seperti WWF Indonesia, CTC, Conservation International Indonesia, BPSPL Denpasar, BKIPM, Loka Riset Perikanan Tuna, DKP Provinsi Bali, Indonesia Power Up, Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (Himitekindo), Himpunan Mahasiswa Pecinta Alam dan Lingkungan Hidup (HIMAPALHI) STIBA Saraswati, dan lainnya.“Strateginya diubah, dari sebelumnya di tingkat lembaga pemerintah kini bersama komunitas anak-anak muda jadi lebih efektif,” ujar Permana.  [SEP]" "Catatan Kritis Divestasi Freeport","[CLS]  Pemerintah Indonesia telah menandatangani head of agreement (HoA) dengan Freeport Mc MoRan soal divestasi saham. Beberapa pihak mengapresiasi langkah Pemerintah Indonesia yang berupaya menyelesaikan negosiasi alot dengan perusahaan Amerika Serikat ini. Pihak lain mengkritisi, seperti berbagai organisasi masyarakat sipil. Mereka memberikan catatan kritis terutama soal masalah lingkungan yang belum tuntas dan akuntabilitas dari proses transaksi divestasi.Baca juga: Pemerintah Ambil Alih 51% Saham Freeport, Akankah jadi Kabar Baik bagi Lingkungan dan Orang Papua?Khalisah Khalid, Kepala Departemen Kampanye dan Perluasan Jaringan Eksekutif Nasional Walhi menilai,  persoalan Freeport harus juga dilihat dari aspek keadilan dan keberlanjutan. Bukan hanya bagi pemerintah Indonesia, tetapi orang Papua, terutama masyarakat adat dan lingkungan.Bagi Walhi, katanya, persoalan Freeport di tanah Papua,  bukan soal perdagangan atau ekonomi semata. Ada begitu banyak fakta kejahatan Freeport seperti pelanggaran lingkungan dan hak asasi manusia orang Papua.“Kerugian hilangnya kehidupan, kebudayaan, penghancuran bentang alam dan hutan Papua, pencemaran lingkungan selama ini tak jadi dasar penghitungan dalam cerita investasi, semua dianggap tak ada nilai,” kata Alin, panggilan akrabnya.Maurits J Rumbekwan, Direktur Walhi Papua, dalam rilis menyatakan, Freeport adalah gambaran luka orang Papua.“Bukan hanya kerugian ekonomi, bangsa Indonesia dan orang Papua selama ini telah mengalami kerugian atas nilai-nilai kehidupan, kebudayaan dan lingkungan hidup yang dihancurkan industri raksasa ini di tanah  ulayat Suku Amungme dan Kamoro,” katanya.Baca juga: Kementerian Lingkungan Permasalahkan Penanganan Limbah B3 Freeport di Mimika" "Catatan Kritis Divestasi Freeport","Menurut Alin, penandantanganan HoA, tak boleh jadi penghapusan atau pemaafan atas berbagai pelanggaran HAM.  Hingga kesepakatan ini ditandatangani Pemerintah Indonesia dan Freeport, pemerintah Indonesia berkewajiban mengusut dugaan pelanggaran HAM dan lingkungan sebelum kesepakatan ditandatangani.“Juga mencegah keberulangan dengan menghentikan berbagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia.”Freeport juga harus tunduk pada ketentuan hukum dan regulasi di Indonesia. “Penegakan hukum juga harus tetap dilakukan.”Sebelumnya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan dugaan kerugian negara atas implementasi kontrak karya Freeport sekitar Rp185 triliun. Pelanggaran itu, kata BPK,  mulai penggunaan hutan lindung, kelebihan pencairan jaminan reklamasi, dan penambangan bawah tanah izin lingkungan. Juga, kerusakan karena pembuangan limbah di sungai, utang kewajiban dana pasca tambang dan penurunan permukaan akibat tambang bawah laut.“Pemerintah Indonesia, khusus Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan harus tetap memajukan penegakan hukum atas temuan BPK ini. Freeport juga harus tunduk pada UU Minerba, kewajiban perubahan kontrak karya menjadi izin usaha pertambangan.”Walhi mendesak, setelah lebih setengah abad Freeport menguasai Indonesia dengan investasi tambang, mereka harus phase out dari Indonesia.Pemerintah Indonesia, katanya,  harus menyiapkan kebijakan transisi berkeadilan bagi orang Papua dan lingkungan. Dalam proses menuju ke arah phase out, katanya, kewajiban-kewajiban perusahaan ini harus dipenuhi, antara lain pemulihan lingkungan yang telah tercemar dan hancur, antara lain soal pembuangan tailing ke sungai.Dalam masa transisi ini,  katanya, pemerintah harus menyiapkan ekonomi baru bagi orang Papua, terutama masyarakat adat. “Juga bagaimana menghentikan penggunaan kekerasan terhadap orang Papua.”  Mengapa harus divestasi?  " "Catatan Kritis Divestasi Freeport","Dosen energi dari Universitas Tarumanegara, Ahmad Redi menilai,  masyarakat harus senang dan bangga bila pemerintah melalui BUMN (PT Inalum) memiliki saham 51% di Freeport.“Perlu diapresiasi kerja baik. Katanya kerja dalam diam selama 3.5 tahun, hingga akhirnya pemerintah dan  Freeport sepakat transaksi jual-beli saham (divestasi saham).” Sebenarnya, negosiasi telah mulai sejak 2012.“Tentu kesenangan itu harganya tidak murah, tidak cuma-cuma,” kata Redi.Mengapa? Pertama, pembelian 41,64% saham Freeport hingga kepemilikan saham pemerintah melalui Inalum jadi 51%, itu dibeli bukan gratis. Harganya, US$3.85 miliar atau Rp55 triliun. “Semoga harga ini dihitung berdasarkan replacement cost bukan fair market value.”Kedua, lanjut mantan Kepala Subdivisi Regulasi Sumber Daya Alam Kementerian Sekretaris Negara ini, US$3.85 miliar ini jumlah besar. Inalum tak punya dana sebesar itu. Bahkan apabila dihitung total seluruh aset Holding BUMN Pertambangan (Inalum, Bukit Asam, Antam, dan Timah) baru Rp58 triliun.  Jadi, katanya, Inalum pasti mencari pembiayaan dengan berutang ke BUMN perbankan atau bank-bank swasta lain.“Di saat kondisi keuangan negara sedang terbebani, pilihan pembiayaan melalui utang di perbankan ini jadi pilihan ngeri-ngeri sedap. Apalagi bila melalui pembiayaan asing. Ini tentu tidal sesuai filosofi divestasi saham yaitu guna pemanfataan potensi nasional untuk kemanfaatan sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat Indonesi,” katanya.Adakah opsi lain untuk mendapatkan saham tidak hanya 51% bahkan 100% secara cuma-cuma? “Jawabannya ada,” kata Redi." "Catatan Kritis Divestasi Freeport","Opsinya, selain pembelian saham divestasi, yaitu tak memperpanjang operasi Freeport pasca berakhirnya kontrak karya 2021 atau akan berakhir kurang tiga tahun lagi. Membeli saham divestasi atas suatu perusahaan yang akan habis kontrak karya, katanya, sama saja dengan membeli sesuatu yang sebentar lagi jadi milik pemerintah sendiri. Apabila operasi tambang Freeport tidak diperpanjang pasca 2021, eks wilayah dimiliki 100% oleh pemerintah tanpa embel-embel membeli saham divestasi.Kala operasi Freeport tak ada perpanjangan pasca 2021, pemerintah, tak perlu lagi membeli saham divestasi hingga tak perlu membeli dengan harga fantastis.Opsi berani dan berdaulat lain, katanya, jadikan cadangan mineral di wilayah usaha Freeport sebagai modal atau saham negara.Tawarannya, pemerintah akan memperpanjang operasi Freeport pasca 2021, dengan jadikan cadangan mineral di wilayah kegiatan usaha Freeport sebagai modal atau saham negara sampai 51% modal.“Artinya pemerintah tak perlu membeli saham itu.”Untuk melaksanakan opsi berani dan berdaulat ini, Indonesia perlu pemerintah berani dan tak takut kepada Amerika Serikat dan Freeport.Divestasi saham, kata Redi, bermanfaat bagi negara karena akan ada peralihan kontrol dan manfaat ekonomi (deviden) dari asing ke pemerintah.  AkuntabilitasKoalisi Masyarakat Sipil, Publish What You Pay (PWYP) Indonesia pada satu sisi mengapresiasi niat baik dan upaya pemerintah selama 3,5 tahun belakangan menyelesaikan polemik kontrak Freeport menjelang masa kontrak berakhir 2021. Sisi lain,  PWYP mengingatkan, masih banyak pekerjaan harus diselesaikan dan didetailkan menyangkut kepastian pengelolaan sumber daya alam di Papua.Prosesnya juga harus berjalan transparan dan akuntabel, perlu konsistensi para pihak dalam memegang kesepakatan, dan perlu pertimbangkan berbagai aspek secara komprehensif termasuk soal lingkungan, sosial, dan kepentingan masyarakat lokal di Papua." "Catatan Kritis Divestasi Freeport","Maryati Abdullah, Koordinator Nasional PWYP Indonesia mengatakan langkah penandatanganan Heads of Agreement ini masih menyisakan banyak pertanyaan untuk didalami secara kritis, agar benar-benar memberikan keuntungan bagi bangsa dan masyarakat.“Bagaimana metode valuasi atau penentuan nilai kepemilikan saham Indonesia pada Freeport? Apakah telah tercapai final kesepahaman jumlah dan nilai perhitungan atau penafsirannya? Apakah penandatanganan kesepakatan final, hingga dapat disebut penguasaan 51% saham telah sah?”Dengan HoA, tersirat pengelolaan tambang oleh Freeport akan berlanjut hingga 2041. Pertanyaannya, kata Maryati, apakah telah tercapai kesepahaman, komitmen dan kesepakatan akan bentuk pengelolaan, yang menurut UU bukan lagi berbentuk kontrak karya melainkan IUPK.Dengan kata lain, Freeport bukan hanya harus melepaskan 51% saham juga menyepakati klausa kewajiban pengolahan dan pemurnian di dalam negeri untuk peningkatan nilai tambah, bersepakat atas ketentuan fiskal dan perpajakan secara prevailing yang disyaratkan pemerintah. Juga serta bersedia mematuhi segala ketentuan standar lingkungan dan sosial di yurisdiksi Indonesia.“Jika tidak, pemerintah dapat sewaktu-waktu memberi sanksi bahkan mengakhiri IUPK Freeport.”Senada disampaikan Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR).Pada dasarnya, katanya, negosiasi Agustus 2017 dan  Juli 2018 tak banyak berubah walaupun nilai ambil alih kepemilikan disepakati US$3.85 miliar. Perlu diingat, katanya, angka ini pembayaran participating interest Rio Tinto pada operasi saat ini.Dengan fakta ini pemerintah perlu memberikan klarifikasi atas klaim bahwa Indonesia menguasai 51% saham Freeport. Publik, katanya,  perlu mencermati tahapan perundingan berikutnya, termasuk tanggung jawab Freeport mengatasi kerusakan lingkungan dari operasi selama ini.“Jangan sampai beban itu dialihkan kepada Inalum seiring penguasaan mayoritas saham Freeport.”" "Catatan Kritis Divestasi Freeport","PWYP Indonesia juga mendesak pemerintah terlebih dahulu mengusut enam indikasi pelanggaran lingkungan Freeport, berdasarkan laporan BPK dalam 2013-2015.“Sejauh ini , masalah-masalah itu belum menemui titik terang penyelesaian, padahal BPK telah menghitung potensi kerugian negara ditimbulkan Freeport.  Jumlahnya fantastis, Rp185,563 triliun,” kata Aryanto Nugroho, Manajer Advokasi PWYP Indonesia.Persoalan lain,  yang masih pekerjaan rumah pemerintah yakni penyelesaian 47 ​pelanggaran lingkungan Freeport dari hasil temuan Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) meliputi ketidaksesuaian operasi dengan rencana pemantauan dan pengelolaan lingkungan (RKL-RPL).Menurut KLHK, Freeport juga tak memantau dan mengendalikan beragam polusi di udara, laut, sungai, dan hutan, termasuk limbah berkategori bahan berbahaya dan beracun (B3).Sementara itu, Nurkholish Hidayat dari Kantor Hukum dan Hak Asasi Manusia – Lokataru mengingatkan, para pihak yang melakukan kesepakatan tak mengabaikan status dan kondisi para pekerja Freeport , terutama 8.400 pekerja mogok dan PHK sepihak oleh manajemen karena dianggap mangkir.Nurcholish menyesalkan suara pemerintah (Menteri Tenaga Kerja) absen atas nasib para pekerja itu. “Perhatian atas pekerja seharusnya sama besar dengan perhatian terhadap ekonomi,” kata pria juga wakil masyarakat sipil di EITI Indonesia.  Transparansi dan akuntabilitasFabby juga Dewan Pembina PWYP Indonesia menambahkan,  pemerintah harus terbuka dan transparan kepada publik terkait penentuan nilai dan pelepasan saham Freeport yang memerlukan dana besar ini.“Bagaimana rute dan mekanisme valuasi-nya, komponen apa saja yang yang dihitung? Termasuk juga darimana sumber pembiayaan divestasi? Jangan sampai over value, berujung merugikan keuangan negara.”" "Catatan Kritis Divestasi Freeport","Transparansi, katanya, hal krusial agar publik dan segenap pihak mendapatkan informasi benar dan seimbang mengenai keadaan sesungguhnya dari proses yang berlangsung. Dengan begitu, tak terjadi informasi asimetris, yang dapat memicu kekeliruan bahkan polemik publik yang tidak sehat karena ketidaktahuan dan kurang informasi.Dokumen dan informasi kesepakatan dan kesepahaman,  sejatinya ditunjukkan dan dibuka kepada publik agar tak salah tafsir.“Misal, dari HoA kemarin, mengapa bukan isi HoA yang didetailkan justru yang beredar siaran pers dari masing-masing pihak, yang satu sama lain bisa saja berbeda sudut penekanan,” kata Maryati.PWYP mengapresiasi upaya pemerintah melaporkan perkembangan setiap proses kepada publik, tetapi, katanya, tanpa transparansi, potensi penggiringan informasi menyesatkan ataupun politisasi opini sangatlah rawan.Sebaliknya, dengan keterbukaan,  debat dan diskursus sehat akan berkembang dan kontruktif. Standar transparansi dan keterbukaan informasi publik, katanya,  menurut UU juga mensyaratkan pemerintah memberikan alasan kebijakan dan argumen sejelas-jelasnya kepada publik.  Bagaimana Orang Papua?Adolfina Kuum, tokoh perempuan Suku Amunghme juga memberikan komentar. Menurut dia, masyarakat di Amungme dan Kamoro, tak lagi peduli dengan pembicaraan terkait Freeport.“Tidak ada satupun yang bicara kenyataan di sini seperti apa. Mereka (pemerintah) bicara divestasi saham tetapi tidak berbicara akibat yang ditimbulkan. Ada dua suku di sini. Suku Amungme di Pegunungan dan Kamoro di Dataran rendah.”Pemerintah, kata Adolfina,  seharusnya memberi perhatian pada hasil audit lingkungan Freeport.  Dia menyebut,  sungai-sungai di wilayah pesisir rusak karena sudah tertimbun limbah tailing, antara lain Sungai Yamaima, Nifa, Samban, Wanowong, Jikwa, Kali Kopi, Amutuwau, dan Menarjawei." "Catatan Kritis Divestasi Freeport","“Sungai-sungai ini dinyatakan tercemar dan hilang. Di dalam sungai-sungai ini tersimpan sendi-sendi kehidupan masyarakat suku asli.  Sungai-sungai ini jadi tempat pencarian makan. Ini sudah hancur semua. Hilang.”Kalau di pesisir,  ruang hidup masyarakat hancur karena limbah tambang (tailing), Suku Amungme di Pegunungan,  ruang hidup hancur dengan bom Freeport untuk mendapatkan emas dan mineral.“Kami tidak mau bicara divestasi, ini kehancuran di depan mata. Kehancuran budaya, ketergantungan hidup tinggi ke Freeport dan kerusakan lingkungan.”Fred Boray ,  Sekretaris Dinas Pertambangan Papua mengatakan, dari 51% divestasi saham Freeport, 10% untuk Pemerintah Papua. Di dalam itu termasuk untuk Pemerintah Timika dan masyarakat adat pemilik ulayat.Dengan demikian, katanya, pemerintah daerah harus menanamkan modal 10%. Hingga kini,  belum ada kejelasan bagi pemerintah daerah dan belum ada arahan apakah modal 10% ditanggung pemerintah daerah atau Inalum.“Yang jadi persoalan bagi kami, dari 10% itu kita dapat dalam bentuk bagaimana? Angka berapa? Itu bagian dari tanggungg jawab di dalam Freeport ke depan.”Fred menyatakan, Pemerintah Papua menunggu keputusan pusat (Inalum).Soal masalah lingkungan, katanya, dana pemulihan dikelola sendiri oleh Freeport. Dana itu,  masuk dalam program tanggunjawab sosial Freeport.Mengenai pencemaran karena tailing, katanya, pemerintah daerah meminta kompensasi pembayaran air permukaan. Besar kompensasi Rp5,6 triliun. Sayangnya, permintaan itu sudah dibatalkan Makhkama Agung.“Dari pesawat bisa kelihatan luas wilayah yang dipakai pengendapan. Jadi pemerintah daerah berpikir kalau sudah sampai menggunakan tanah yang seluas ini, tidak ada kontribusi untuk kami. Maka minta dari air. Mahkamah Agung sudah putuskan, dibatalkan seluruhnya. Ini yang jadi masalah.” Keterangan foto utama: “Daratan’ yang terlihat itu merupakan endapan tailing PT Freeport. Foto: Yoga Pribadi   [SEP]" "Ancaman Sampah Plastik untuk Ekosistem Laut Harus Segera Dihentikan, Bagaimana Caranya?","[CLS] Sampah plastik hingga kini masih menjadi persoalan serius bagi Indonesia dan juga negara lain di dunia. Di Nusantara, sampah plastik tak hanya dijumpai di wilayah darat saja, tapi juga sudah menyebarluas ke wilayah laut yang luasnya mencapai dua pertiga dari total luas Indonesia. Semua pihak dihimbau untuk terus terlibat dalam penanganan sampah plastik yang ada di lautan.Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) mencatat, setiap tahun sedikitnya sebanyak 1,29 juta ton sampah dibuang ke sungai dan bermuara di lautan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 13.000 plastik mengapung di setiap kilometer persegi setiap tahunnya. Fakta tersebut menasbihkan Indonesia menjadi negara nomor dua di dunia dengan produksi sampah plastik terbanyak di lautan.Sekretaris Jenderal KIARA Susan Herawati mengatakan, semakin banyak sampah plastik di lautan, maka semakin besar ancaman bagi kelestarian ekosistem di laut. Meski ancaman kerusakan tak hanya berasal dari sampah plastik, tetapi dia tetap mengingatkan bahwa dampak yang ditimbulkan dari sampah plastik juga sangat berbahaya.“Untuk itu, mari selamatkan laut Indonesia dan ekosistemnya dari sampah,” ungkap dia belum lama ini.Susan menjelaskan, ancaman kerusakan ekosistem di laut, juga disebabkan oleh pencemaran industri, penangkapan ikan berlebih, reklamasi pantai, dan pengasaman laut sebagai dampak perubahan iklim. Kondisi itu, harus segera dicarikan solusi untuk menyelamatkan ekosistem laut yang bermanfaat sangat banyak untuk masyarakat.baca : Darurat: Penanganan Sampah Plastik di Laut  Khusus untuk sampah plastik, Susan menyebutkan, Indonesia hanya kalah dari Tiongkok saja dalam hal produksi tahunan dan mengungguli 18 negara dari total 20 negara di dunia yang produksi sampah plastik di laut tinggi. Ke-18 negara itu, termasuk di dalamnya adalah Filipina, Vietnam, Sri Lanka, Thailand, Mesir, Nigeria, Malaysia, dan Bangladesh." "Ancaman Sampah Plastik untuk Ekosistem Laut Harus Segera Dihentikan, Bagaimana Caranya?","“Masih banyak orang yang berpikir bahwa laut adalah tempat sampah besar padahal laut adalah sumber pangan yang strategis,” tutur dia.Fakta lain tentang sampah plastik, menurut Susan, dalam siklus 11 tahun, jumlah plastik mengalami peningkatan hingga dua kali lipat, dengan kemasan dan bungkus makanan atau minuman menjadi penyumbang sampah plastik terbanyak.DI saat yang sama, Susan mengatakan, dalam kurun waktu 19 tahun dari 1998 hingga 2017, KIARA mencatat ada 37 kasus tumpahan minyak yang terjadi di perairan Indonesia. Beberapa di antaranya, adalah kasus yang terjadi di kawasan perairan Timor di Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 2016. Sampai saat ini, kerugian ekologis akibat pencemaran ini belum dipulihkan.Dalam konteks itu, Susan menambahkan, kebijakan yang konsisten dari Pemerintah sangat dibutuhkan, seperti pelaksanaan moratorium proyek reklamasi pantai, proyek tambang di pesisir dan regulasi dumping ke perairan nasional.“Pendidikan dan penyadaran mengenai laut dan sampah plastik, penting dilakukan oleh bersama oleh lintas kementerian seperti KKP, KLHK dan Kemenko Maritim, karena sampai saat ini laut masih dipahami sebagai tempat pembuangan akhir sampah manusia,” tegas dia.baca : Foto : Sampah Plastik Di Lautan Indonesia   Dana Gotong RoyongMenteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan di tempat terpisah menjelaskan, penanganan sampah plastik terus dilakukan oleh Pemerintah Indonesia melalui rencana aksi nasional (RAN) yang melibatkan lintas instansi dan pemerintah daerah di seluruh provinsi. Keterlibatan itu, salah satunya untuk keperluan pendanaan penanganan sampah plastik." "Ancaman Sampah Plastik untuk Ekosistem Laut Harus Segera Dihentikan, Bagaimana Caranya?","Luhut mengatakan, dana yang diperlukan untuk penanganan sampah plastik sedikitnya mencapai USD1 miliar atau setara dengan Rp13,6 miliar. Dana tersebut, akan digunakan untuk periode lima tahun hingga 2025 mendatang. Untuk sekarang, Pemerintah akan menggalang dana dari 14 kementerian dan pemerintah daerah, termasuk pemerintah Kabupaten/Kota dan Provinsi.“Kita perlahan terus laksanakan dan kontinu. Kita sadar ini tidak bisa sekaligus, tapi bertahap. Yang paling susah, menyadarkan masyarakat tentang pentingnya membuang sampah pada tempatnya, bukan sembarangan dan apalagi ke laut,” ucap dia beberapa pekan lalu di Jakarta.Tak hanya melibatkan instansi pemerintah, Luhut juga meminta keterlibatan dari pihak swasta dalam melakukan penanganan sampah plastik. Mengingat, produksi sampah juga banyak berasal dari swasta melalui berbagai sektor yang dikelola dan dijalankan mereka. Ajakan tersebut, diminta untuk dilaksanakan di lapangan, dan bukan saja pada manajerial.baca juga : Sampah Plastik Ada di Perairan Laut Sabang hingga Merauke, Bagaimana Sikap Pemerintah?  Tentang RAN yang sudah diluncurkan beberapa waktu lalu, Luhut menuturkan, bahwa itu dibuat untuk dijadikan peta jalan (roadmap) dalam mengatasi sampah plastik laut. Dengan demikian, pada 2025 mendatang, Indonesia diharapkan sudah bisa mengurangi sampah plastik di laut hingga 70 persen.Selain fokus membersihkan sampah di laut, Luhut menerangkan, RAN yang sudah dilaksanakan tersebut, juga akan fokus bagaimana membersihkan sampah, khususnya sampah plastik yang ada di perairan sungai dan pantai.Dengan penanganan yang sama di sungai dan pantai, dia berharap, volume sampah dan sampah plastik di laut bisa terus berkurang dan secara perlahan jumlah produksinya juga bisa terus menurun dari daratan." "Ancaman Sampah Plastik untuk Ekosistem Laut Harus Segera Dihentikan, Bagaimana Caranya?","Direktur Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri RI Jose Tavares mengatakan, permasalahan sampah yang ada di laut dari hari ke hari memang semakin tak terbendung. Volume sampah yang ada di laut, juga terus meningkat dengan cepat. Kondisi itu, menjadikan laut sebagai kawasan perairan yang rawan dan menghadapi persoalan sangat serius.“Setiap tahun sedikitnya 12,7 juta metrik ton sampah plastik yang diproduksi di daratan dibuang ke laut di seluruh dunia. Sampah plastik ini tidak hanya mencemari lautan, tapi juga membahayakan kelangsungan makhluk hidup, termasuk kita,” ucap dia.baca : Sampah Plastik Semakin Ancam Laut Indonesia, Seperti Apa?  Jose Tavares mengatakan, sampah plastik yang berasal dari daratan dan dibuang ke laut jumlahnya mencapai 80 persen dari total sampah yang ada di laut. Sampah-sampah tersebut masuk ke lautan, disebabkan oleh pengelolaan sampah yang kurang efektif dan perilaku buruk dari masyarakat pesisir di seluruh dunia dalam menangani sampah plastik.Polusi laut akibat sampah plastik ini, kata Jose, tidak hanya berdampak buruk terhadap lingkungan, tapi juga merugikan dari sisi ekonomi karena pendapatan negara dari sektor kelautan juga menurun. Oleh itu, harus dicari solusi yang tegas untuk mengatasi persoalan sampah plastik yang ada di laut.Deputi Sumber Daya Manusia, Iptek, dan Budaya Maritim Kementerian Koordinator Kemaritiman Safri Burhanuddin mengungkapkan, upaya Indonesia dalam penanganan sampah plastik, dilakukan dengan membuat RAN Sampah Plastik.“Saat ini Pemerintah RI juga sedang menggalakkan kebijakan mengubah sampah menjadi sumber energi,” ucap dia.baca : Indonesia Siapkan Dana Rp13,4 Triliun untuk Bersihkan Sampah Plastik di Laut  " "Ancaman Sampah Plastik untuk Ekosistem Laut Harus Segera Dihentikan, Bagaimana Caranya?","Menurut Safri, berbagai masalah dan tantangan yang dihadapi saat ini dalam mengelola sampah plastik yang ada di laut harus dipecahkan bersama. Selain itu, harus juga dibahas bagaimana mencari inovatif, kebijakan lokal dan nasional, kemitraan swasta, publik, dan pendidikan untuk perubahan perilaku masyarakat agar berperan aktif memerangi sampah plastik. Hayati LautLebih jauh Safri Burhanuddin mengungkapkan, jika sampah plastik di laut tidak dicegah produksinya, maka itu akan mengancam keberadaan biota laut yang jumlahnya sangat banyak dan beragam. Tak hanya itu, sampah plastik bersama mikro plastik yang ada di laut juga bisa mengancam kawasan pesisir yang memang sangat rentan.“Indonesia mengakui tantangan sampah plastik tidak hanya di laut melainkan juga di daratan,” tutur dia.Dengan ancaman yang terus meningkat, Safri menyebut, berbagai upaya terus dilakukan Pemerintah Indonesia untuk bisa mengurangi dan menurunkan produksi sampah plastik di laut. Upaya yang dilakukan, melalui penanganan yang terintegrasi, baik dari tataran kebijakan hingga pengawasan implementasi kebijakan penanganan sampah plastik, khususnya sampah plastik laut.Tentang RAN Sampah Plastik Laut, Safri menjelaskan, itu terdiri dari empat pilar utama, yaitu perubahan perilaku, mengurangi sampah plastik yang berasal dari daratan, mengurangi sampah plastik di daerah pesisir dan laut, serta penegakan hukum, mekanisme pendanaan, penelitian-pengembangan (inovasi teknologi) dan penguatan institusi.Di sisi lain, Safri menyebut, sejalan dengan penyusunan rencana aksi, Kolaborasi Bilateral, Regional juga kerja sama Pemerintah dan swasta terus digalang untuk mengendalikan sampah plastik laut. Upaya pengendalian mutlak dilakukan melalui pemantauan dan pengumpulan sampah plastik dari laut dengan menggunakan teknologi yang relevan untuk menjamin hasilnya." "Ancaman Sampah Plastik untuk Ekosistem Laut Harus Segera Dihentikan, Bagaimana Caranya?","“Peningkatan kesadaran lingkungan melalui pendidikan sekaligus memperbaiki fasilitas pengelolaan sampah di pulau-pulau kecil dan daerah pesisir juga akan menjadi bagian besar dari upaya pengelolaan ini,” ujar dia.Dalam Konferensi East Asia Summit (EAS) 2017 yang digelar di Bali, Indonesia mengampanyekan perang terhadap sampah plastik di lautan. Dalam konferensi tersebut, Indonesia menyampaikan beberapa langkah yang telah dilakukan Indonesia untuk memerangi sampah plastik di laut.“Diantaranya adalah penerbitan Perpres Nomor 16 Tahun 2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia dan National Plan of Action on Marine Plastic Debris 2017-2025 (Mei 2017), Kampanye Combating Marine Plastic Debris serta Reduction Plastic Bag Production and Use,” papar Safri.EAS merupakan forum regional yang menjadi wadah dialog dan kerja sama strategis para pemimpin dari 18 negara dalam menghadapi berbagai tantangan utama yang ada di kawasan. Ke-18 negara peserta EAS adalah 10 negara anggota ASEAN, Amerika Serikat, Australia, India, Jepang, Korea Selatan, RRT, Rusia, dan Selandia Baru.  [SEP]" "Kedaulatan Negara Jadi Pokok Bahasan Utama dalam RUU Perikanan, Seperti Apa?","[CLS] Sejumlah poin penting masuk dalam usulan revisi Undang-Undang No.45/2009 tentang Perikanan yang kini sedang dibahas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia. Di antara yang paling menonjol, adalah tentang kedaulatan Negara.Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di Jakarta, Senin (21/5/2018) mengatakan, dengan melakukan revisi, dia berharap kedaulatan bangsa di mata dunia bisa lebih kuat lagi. Untuk itu, dia menganggap bahwa revisi menjadi pilihan yang sangat penting dan harus dilakukan oleh Indonesia. Menurut dia, kedaulatan Indonesia sebagai negara kepulauan harus diperkuat segera.Dengan memperkuat kedaulatan, menurut Susi, RUU harus bisa mengakomodasi kepentingan Negara untuk melaksanakan moratorium dan penenggelaman kapal asing. Jika itu sudah terwujud, maka upaya untuk menjaga Negara di wilayah perairan sendiri bisa lebih baik lagi dilakukan oleh instansi ataupun aparat Negara.Upaya untuk memperkuat penjagaan di wilayah perairan, kata Susi, mendapat dukungan penuh dari Presiden RI Joko Widodo melalui penerbitan Peraturan Presiden No.44/2016 tentang Daftar Negatif Investigasi (DNI). Perpres tersebut, menjadi penerus dari aturan moratorium yang sudah diterbitkan KKP dan sudah berakhir.“Ini menjadi komitmen bersama untuk menjaga perairan kita. Sekarang kita ingin berkomitmen untuk menjaganya dengan diperkuat Undang-Undang,” tuturnya.baca : Pekerja Perikanan Indonesia Masih Diperlakukan Diskriminatif oleh Perusahaan?  Jika nanti revisi disetujui menjadi UU, Susi berharap, para pelaku pelanggaran di wilayah perairan Indonesia bisa dihukum maksimal dari mulai nakhoda kapal, anak buah kapal (ABK) hingga para pemilik kapal. Dengan demikian, diharapkan efek jera akan bisa didapatkan para perlaku tersebut." "Kedaulatan Negara Jadi Pokok Bahasan Utama dalam RUU Perikanan, Seperti Apa?","“Masalahnya, sampai sekarang Indonesia belum menghukum korporasi yang menjadi pemilik kapal-kapal pelaku pelanggaran. Akhirnya, sindikasi kejahatan internasional yang terorganisir itu bisa semakin berkembang dan meluas ke seluruh dunia,” sebut dia.Susi mengungkapkan, dalam pembahasan RUU yang dilakukan bersama DPR RI, pihaknya mengajukan sedikitnya 10 poin pasal yang bisa diperkuat. Dari semua poin yang diajukan itu, terdapat poin penguatan untuk penutupan akses bagi pemodal, kapal, dan tenaga kerja asing untuk penangkapan sumber daya perikanan secara langsung.Lebih jauh Susi mengatakan, tanpa adanya revisi UU Perikanan, KKP berhasil menegakkan aturan hukum di wilayah perairan dalam negeri. Tanpa ragu, dia menyebut ada 7.000 kapal asing mendapatkan efek jera dan enggan untuk kembali melaut di Indonesia. Di saat bersamaan, KKP menerapkan moratorium dan Perpres No.44/2016.Hal yang juga menjadi sorotan Susi dan sudah diusulkan untuk masuk dalam revisi UU Perikanan, adalah aturan tentang wilayah operasi bagi kapal asing yang sebaiknya ada di luar zonasi 12 mil dari luar garis pantai Indonesia. Usulan itu dilakukan, semata-mata untuk menjaga keberlangsungan nelayan lokal yang ada di setiap pulau.baca : Kejahatan Perikanan Sudah Melaju Semakin Jauh, Seperti Apa Itu?  Poin PenguatanDirektur Jenderal Perikanan Tangkap Sjarief Widjaja menjelaskan, dalam beberapa tahun terakhir, Pemerintah telah mengeluarkan sejumlah kebijakan yang berkaitan dengan kesejahteraan nelayan. Kebijakan tersebut, sebaiknya dipertegas dalam peraturan perundang-undangan. Oleh itu, revisi UU Perikanan menjadi pilihan yang tepat untuk melanjutkan komitmen Negara dalam melindungi wilayah perairan laut dan segala hal di dalamnya.“Melalui revisi, kita ingin juga nelayan dan industri dalam negeri bisa lebih diakui lagi dan lebih mandiri dengan memiliki sistem pengawasan yang lebih kuat,” ucapnya." "Kedaulatan Negara Jadi Pokok Bahasan Utama dalam RUU Perikanan, Seperti Apa?","Secara garis besar, Sjarief mengungkapkan, revisi UU salah satunya bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada nelayan dalam negeri lebih baik lagi. Nelayan yang dimaksud, terutama adalah nelayan keci yang memiliki kapal dengan ukuran di bawah 5 gros ton (GT) dan terbesar di seluruh pulau di Nusantara.Menurut Sjarief, RUU Perikanan yang sekarang sedang dalam pembahasan di DPR RI, adalah salah satu usulan yang masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) untuk periode 2015-2019. Dengan fakta tersebut, RUU diharapkan sudah bisa disahkan menjadi UU paling cepat pada tahun ini dan paling lambat pada Januari 2019 mendatang.baca : Sudahkah Perempuan Nelayan Diakui dalam Sektor Kelautan dan Perikanan?  Tentang 10 poin pasal penguatan dalam RUU, Sjarief menyebutkan bahwa yang pertama adalah tentang larangan penanaman modal asing, penggunaan kapal asing dan penggunaan kapal yang dibangun di luar negeri. Yang kedua, tentang larangan menggunakan nakhoda dan ABK asing. Ketiga, tentang larangan alih muat kapal (transhipment).Keempat, tentang pengaturan kerja sama internasional, yang mana akan dihapuskan konsep pengelolaan internasional bersama, namun menekankan pada kerjasama berbasis informasi dan teknologi. Kelima, tentang pertanggungjawaban pidana korporasi dan pemilik manfaat. Keenam, tentang pengakuan hak laut dan peran masyarakat dalam melindungi hak laut.Kemudian, ketujuh tentang perlindungan hak asasi manusia untuk pekerja perikanan. Kedelapan, tentang penenggelaman kapal. Kesembilan, tentang larangan terkait plasma nutfah. Dan kesepuluh, adalah tentang pengaturan nelayan kecil." "Kedaulatan Negara Jadi Pokok Bahasan Utama dalam RUU Perikanan, Seperti Apa?","Tentang poin penenggelaman kapal, Sjarief Widjaja mengatakan, pihaknya meminta ada penguatan dalam RUU untuk menjaga kedaulatan negara kesatuan RI (NKRI) dari praktik pencurian ikan. Penguatan harus dilakukan, karena setiap kali ada kapal yang terbukti mencuri ikan, KKP harus menunggu keputusan hukum dari pengadilan.Cara tersebut, menurut Sjarief, walau bisa dilaksanakan, tetapi cukup menyita waktu yang tidak sebentar. Sementara, jika ada pembahasan tentang penenggelaman kapal dalam UU Perikanan yang baru, maka proses penenggelaman akan lebih cepat dilakukan tanpa harus menunggu keputusan inkrah dari pengadilan.“Jadi bisa saja kita lakukan penenggelaman langsung di laut jika memang ada pelanggaran besar yang dilakukan kapal asing,” tegas dia.Sjarief menambahkan, aturan penenggelaman kapal harus termaktub di dalam UU Perikanan yang baru, tidak lain karena laut adalah wilayah pengelolaan perikanan yang tidak dikerjasamakan dengan dunia internasional.baca : Benarkah Akses Terbuka Data VMS Bisa Hancurkan Industri Perikanan Nasional?  Tumpang TindihKetua Komisi IV DPR RI Edhy Prabowo di kesempatan yang sama mengatakan, RUU yang sedang dalam pembahasan dipastikan tidak akan terjadi tumpang tindih dengan perangkat hukum lain yang ada di Indonesia. Untuk itu, keberadaan UU Perikanan yang baru nanti akan melalui proses sinkronisasi dengan semua regulasi yang berkaitan dengan wilayah perikanan dan kelautan.Tentang usulan yang diajukan KKP, Edhy memastikan bahwa itu semua akan diterima tetapi dengan syarat usulan tersebut bisa mengakomodir kepentingan nelayan dan pelaku usaha yang menjadi stakeholder di sektor kelautan dan perikanan. Tak lupa, setiap usulan yang masuk harus selalu memperhatikan faktor kelestarian alam di laut." "Kedaulatan Negara Jadi Pokok Bahasan Utama dalam RUU Perikanan, Seperti Apa?","Walau memastikan akan menerima usulan dari KKP, Edhy mengingatkan bahwa KKP harus memiliki langkah preventif lain dalam menjaga sumber daya alam laut dari penangkapan ikan ilegal. Kata dia, langkah yang lama seperti penenggelaman kapal sebaiknya tidak dijadikan sebagai langkah yang utama bagi KKP.“Ketentuan tentang penenggelaman kapal tetap akan dipertahankan,” tutur dia.  Khusus untuk dunia usaha, Edhy juga menegaskan bahwa RU akan mengakomodir apa yang dibutuhkan oleh paara pelaku usaha, tetapi dengan syarat tetap mengedepankan kedaulatan negara dan perlindungan nelayan kecil. Dengan kata lain, DPR RI tidak ingin mengkhotomi antara pengusaha, nelayan, masyarakat pesisir, dan pengusaha.“Kita wajib membela nelayan, masyarakat pesisir, tapi negara tetap butuh pengusaha, bagaimana negara menghubungkan pengusaha dan nelayan menjadi satu kesatuan, tidak ada yang menjadi korban,” kata dia.Edhy mengatakan, saat ini draf RUU dalam tahap harmonisasi oleh Badan Legislatif (Baleg) DPR dan harus diharmoniskan dengan UU No.23/2014 tentang Pemerintahan daerah, UU No.1/2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, serta UU No.7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam.  [SEP]" "Berkonflik dengan Perusahaan Sawit PT SAL, Warga Pungkat Kirim Surat ke BPN","[CLS]  Warga Desa Pungkat, Indragiri Hilir, Riau,  khawatir dengan kehadiran perusahaan sawit, PT Setia Agrindo Lestari (SAL), yang tak hanya menebangi hutan juga mengancam kelangsungan kebun pinang dan kelapa mereka. Anak usaha First Resources ini pun berkonflik dengan masyarakat. Bupati sudah keluarkan surat pemberhentian operasi sementara, tetapi di lapangan terus berjalan. Warga pun kirim surat ke BPN agar lembaga ini tak keluarkan hak guna usaha (HGU).  Hamdalis, Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Desa Pungkat, Kecamatan Gaung, Kabupaten Indragiri Hilir, didampingi Devi Indriani staf Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau, menyerahkan dua lembar surat ke pelayanan umum Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional wilayah Riau, awal April lalu.Mereka menemui Firdaus Afiat, Kasi Penanganan Sengketa Pertanahan, di lantai dua gedung itu.Surat itu berisi penolakan warga terhadap operasi PT Setia Agrindo Lestari (SAL). Warga khawatir, sejak beroperasi 2013, perusahaan sawit ini melenyapkan berbagai jenis kayu yang jadi sumber pembuatan kapal bagi masyarakat, seperti kayu meranti, kelat dan samak.“Banyak lagi jenis kayu lain. Kami mencarinya makin jauh,” kata Hamdalis, usai menyerahkan surat.Sejak menanam sawit, perusahaan juga merusak perkebunan kelapa dan pinang warga karena serangan kumbang yang datang dari kebun perusahaan. Dampak lain, masyarakat tak dapat memanfaatkan air di sungai rawa yang biasa untuk keperluan rumah tangga. Rasa dan warna air sudah berubah.Surat itu, ditujukan ke Kementerian ATR/BPN, di Jakarta, lewat kantor pos di hari sama. Kata Devi, surat ke BPN Riau hanya tembusan, termasuk BPN Indragiri Hilir, juga mereka kirimi.Dari berbagai kecemasan itu, warga Desa Pungkat meminta Kementerian ATR/BPN tak mengeluarkan hak guna usaha (HGU) kepada perusahaan." "Berkonflik dengan Perusahaan Sawit PT SAL, Warga Pungkat Kirim Surat ke BPN","“Ada indikasi mereka sedang mengajukan permohonan HGU. Karena sejak beroperasi pada 2013, mereka tak memilikinya,” kata Devi.Firdaus Afiat, tampak kurang sependapat dengan Devi. Menurut dia, jika perusahaan telah memiliki izin usaha perkebunan dan izin lokasi, mereka tak dapat menolak permohonan HGU dari perusahaan.Dia justru menganjurkan keberatan ini disampaikan ke pemerintah daerah setempat. “Karena muaranya di sana,” singgung Firdaus.Devi memahami anjuran itu tetapi tetap meminta Kepala ATR.BPN Kanwil Riau pertimbangkan permasalahan di lapangan sebelum mengeluarkan HGU perusahaan.Walhi Riau, katanya,  bersedia menyerahkan laporan hasil kajian lapangan, jika diperlukan. ***Penolakan warga terhadap perusahaan sawit ini sudah sejak 2014. Warga sekitar pernah berhadapan dengan aparat, 21 orang, termasuk Hamdalis pernah mendekam dalam penjara selama sembilan bulan.Mereka dihukum karena membakar alat berat perusahaan. Hamdalis bilang, warga sudah geram dan tak dapat menahan diri lagi kala itu.Bupati Indragiri Hilir, HM Wardan,  pernah mengeluarkan surat penghentian sementara aktivitas SAL. Tampaknya perintah ini tidak dihiraukan karena warga terus bersinggungan dengan perusahaan. Akhirnya dibentuk tim verifikasi lapangan oleh pemerintah, sebelum Wardan maju lagi di Pilkada serentak 2018. Foto utama: Warga Pungkat, protes PT SAL ke Kantor  Bupati Indragiri Hilir, Riau. Foto: dokumen warga.  Temuan Walhi RiauWalhi Riau mencatat, sepanjang 2012-2013, Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir banyak mengeluarkan izin pada perusahaan.DPRD Indragiri Hilir, bikin rapat antara Komisi I dan II beserta pemerintah daerah. Mereka meninjau ulang seluruh izin yang dikeluarkan Indra Mukhlis Adnan, sebelum menyelesaikan jabatannya sebagai bupati, waktu itu." "Berkonflik dengan Perusahaan Sawit PT SAL, Warga Pungkat Kirim Surat ke BPN","Ada tujuh perusahaan dipantau langsung, salah satu SAL, yang dinilai tak memenuhi kewajiban, berdasarkan keputusan Kepala Badan Perizinan, Penanaman Modal dan Promosi Daerah Indragiri Hilir nomor 503 tertanggal 13 November 2013.Kebun sawit SAL luas sekitar 17.059 hektar, masuk ekosistem gambut dan sebagian besar kedalaman lebih tiga meter. Gambut jadi kering karena saluran drainase perusahaan.Aktivitas SAL bertentangan dengan Pasal 26 ayat (1) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 57/2016, tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014, soal Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.SAL tidak memberikan 20% dari luasan areal tanam untuk pembangunan kebun masyarakat. Walhi mencatat, berdasarkan risalah rapat Komisi I dan II bersama pemerintah kabupaten.Mereka juga mengecek langsung ke lapangan dan tak menemukan blok atau bagian kebun masyarakat yang dimaksud.Sejalan dengan kewajiban itu, SAL juga tak pernah memberi bantuan berupa fisik atau lain-lain pada masyarakat Desa Pungkat, sebagai bagian program corporate social responsibility/CSR.Kebakaran di lahan SAL juga terjadi pada Agustus 2015. Perusahaan diduga tak memiliki sarana dan prasarana pencegahan kebakaran, serta tak memiliki sistem pengendalian organisme pengganggu hama tanaman.Pembukaan lahan memicu datangnya kumbang dan merusak tanaman masyarakat. Kebun masyarakat berada dalam penguasaan SAL yang sudah dikelola sebelum perusahaan ini mendapat izin.Walhi Riau menemukan, indikasi, SAL menguasai areal dengan cara membeli lahan dari masyarakat Desa Belantarajaya, surat keterangan tanah diterbitkan pemerintah desa bersangkutan. Padahal,  lahan berada dalam wilayah administrasi Desa Pungkat.Dalam proses pengurusan izin, SAL juga diduga melanggar prosedur dan menyerahkan dokumen tidak benar. Selain dalam kawasan hutan, konsesi masuk dalam peta indikatif penundaan izin baru." "Berkonflik dengan Perusahaan Sawit PT SAL, Warga Pungkat Kirim Surat ke BPN","Ia juga tumpang tindih dengan dua perusahaan. Pertama, berada di areal PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa, memasok bahan baku bubur kertas bagi Asian Pulp Paper (APP).Kedua, PT Bina Keluarga,  yang memegang izin hak pengusahaan hutan (HPH). Tumpang tindih lain, kawasan ini masuk dalam rencana moratorium pemerintah yang tidak dibenarkan untuk dapat izin.Hanya saja, pada masa-masa akhir sebelum duduk di DPR, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menerbitkan SK 878/Menhut-II/2014 pada 29 September, tentang kawasan hutan Riau, status berubah jadi areal penggunaan lain.Menurut catatan Walhi Riau, meski tak lagi jadi kawasan hutan, secara kronologi penguasaan kawasan, SAL tetap dianggap bersalah. Pertama, sejak pertama kali menguasai hutan, status masih kawasan hutan.Kedua, perubahan dari kawasan hutan jadi APL, diduga karena isi surat ajuan oleh Direktur SAL No. 236 ke Kementerian Kehutanan pada 2012, terkait kondisi lahan tidak sesuai kenyataan di lapangan jadi mereka boleh mendapat izin baru.Surat rekomendasi yang dikeluarkan Dinas Perkebunan Indragiri Hilir Nomor 050 pada 16 Oktober 2013 untuk penerbitan izin usaha perkebunan (IUP) SAL, tampaknya juga keliru.Pasalnya, surat itu juga merujuk pada surat Dirjen Planologi No. S.1489  tertanggal 17 Desember 2012, yang merespon surat Direktur SAL.Indikasi kekeliruan lain, katanya, mengenai nota kesepahaman antara SAL dan masyarakat Desa Pungkat Nomor: 02.0.4 tertanggal 23 Juli 2013. Kesepahaman ini diragukan. Sebab, sebagian masyarakat Desa Pungkat, sejak awal menolak SAL di wilayah mereka.Walhi Riau menyampaikan,  hasil temuan ini ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kantor Staf Presiden hingga upaya hukum ke Polda Riau. Permasalahan warga Desa Pungkat dengan SAL inipun jadi prioritas penyelesaian konflik oleh KLHK di Riau.Riko Kurniawan, Direktur Walhi Riau, mengatakan, SAL tak patuh komitmen pemerintah dalam memperbaiki kawasan gambut." "Berkonflik dengan Perusahaan Sawit PT SAL, Warga Pungkat Kirim Surat ke BPN","“Perusahaan itu jelas cacat administrasi, membuka kanal di lahan gambut dan tumpang tindih dengan izin lain padahal jelas tidak dibenarkan,” katanya.Sejak ada surat penghentian sementara operasi perusahaan oleh Bupati Indragiri Hilir, SAL terus dipantau KLHK termasuk kepolisian. Mereka dilarang beraktivitas apapun tak konflik lagi dengan masyarakat. Sayangnya, aktivitas perusahaan tetap berjalan.April lalu, empat orang dari Polri ditemani Polisi Tembilahan datang ke Kantor Desa Pungkat pukul 09.00. Mereka pakai speedboat Pol Airud Tembilahan. Zaki Kepala Desa Pungkat memberitahu masyarakat.Pertemuan tak sampai setengah jam. Polisi minta dokumen izin SAL pada masyarakat. Saat itu,  juga warga menberikan salinan dokumen dan diperiksa sebentar.Polisi tak banyak bicara dan masyarakat juga tak banyak tanya. “Mereka langsung pulang, tak mau diajak mampir oleh tokoh masyarakat,” kata Hamdalis.Surat masyarakat Pungkat kepada BPN beberapa bulan lalu belum ada kabar, Devi pun mendatang lagi BPN Wilayah Riau, Rabu (23/5/18).Yeni Seksi II Bidang Penetapan Hak Atas Tanah dan Pemberdayaan Masyarakat, memberi Devi selembar surat. Isinya, BPN Riau belum  menerima permohonan perpanjangan HGU SAL.Surat tertanggal 12 April 2018 itu ditandatangani Lukman Hakim, Kepala Kantor BPN.  Surat ditembuskan ke Kantor Pertanahan Kabupaten Indragiri Hilir.Devi menolak surat itu karena isi tak sesuai keinginan masyarakat. Mereka minta,  BPN memblokir permohonan HGU dari SAL. “Bukan menjelaskan belum menerima perpanjangan.”BPN berjanji memperbarui surat itu.  “Nanti mereka akan kabari saya lagi.”Mongabay berkali-kali berusaha mengkonfirmasi ke perusahaan tetapi tak mendapatkan penjelasan. Dari konfirmasi ke First Resources, karena SAL anak usaha mereka dengan mendatangi kantornya, di Gedung Surya Dumai Group, minggu pertama April lalu." "Berkonflik dengan Perusahaan Sawit PT SAL, Warga Pungkat Kirim Surat ke BPN","Seorang perempuan mengarahkan langsung SAL, di lantai 10, gedung yang sama Jalan Jenderal Sudirman Pekanbaru.Permintaan pertama tak ditanggapi dan disarankan oleh satpam mengajukan surat permohonan wawancara.Selang beberapa minggu, Mongabay mengajukan surat dimaksud pada 24 Februari 2018. Beberapa jam setelah surat diterima oleh satpam, seorang perempuan yang menyebut namanya Dewi, memberitahu lewat sambungan telepon, bahwa mereka sudah berupaya menghubungi orang yang berwenang menjawab permintaan wawancara.“Nomornya tidak bisa dihubungi. Jadi kami tidak bisa buat janji untuk wawancara,” katanya sebelum menutup telepon. [SEP]" "30 Tahun Waduk Cirata, Ditandai Penurunan Kualitas Air","[CLS]  Cirata merupakan waduk seluas 6.200 hektar. Waduk yang berada di tiga kabupaten di Jawa Barat (Bandung Barat, Cianjur, dan Purwakarta) ini, perlahan dan pasti mengalami penurunan kualitas air. Apa penyebabnya?“Kualitas air waduk turun ke level tiga. Berbeda saat pertama kali dibangun, level satu,” terang Kepala Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC) Wawan Darmawan, saat peringatan 30 Tahun Waduk Cirata bertema Save Our Water di Cipeundeuy, Kabupaten Bandung Barat, akhir November 2018.Wawan menjelaskan, ada 4 level kualitas air yang dapat dimanfaatkan waduk. Yang terburuk level 4, jika melebihi itu, air tidak layak digunakan. Artinya, tercemar berat.“Level 3 sekarang masih bisa digunakan untuk operasional PLTA dan perikanan. Begitu juga Level 4, untuk pertanian. Namun, degradasi air menimbulkan dampak lain seperti waduk lebih rentan korosi dan menghambat operasional PLTA,” terangnya.  Menurut catatan BPWC, biaya pemeliharaan turbin PLTA Pembangkit Jawa-Bali di Unit Pembangkitan Cirata Rp25 miliar per tahun. Sebagian besar digunakan untuk overhaul turbin akibat tingginya laju korosi.Persoalan lain adalah pendangkalan. Sedimentasi rata-rata tahunan mencapai 5,6 juta meter kubik berdampak pada kemampuan menyimpan air. “Waduk yang didesain berusia 100 tahun itu dipastikan berkurang kemampuannya menyimpan air.”  Asisten Analis Hidrologi dan Sedimentasi BPWC, Farid Al Rasyid, dihubungi terpisah mengatakan, kondisi ini dipengaruhi berbagai faktor. “Buruknya kualitas air dan laju sedimentasi yang tak terbendung sesungguhnya dapat mengurangi usia waduk,” paparnya.Hasil pengukuran terakhir pada 2017, volume tampung debit air di Cirata mencapai 1,7 miliar meter kubik. Kemampuan ini menyusut sekitar 300 juta meter kubik dibandingkan saat bendungan ini didirikan.  Logam berat" "30 Tahun Waduk Cirata, Ditandai Penurunan Kualitas Air","Farid menjelaskan, air Waduk Cirata juga tercemar limbah logam berat jenis timah dan timbal. Selain itu, hasil parameter biologi, fisika, dan kimia yang diteliti sejak 2005, menunjukan kadar fosfat, amoniak, dan nitrit yang selalu melebihi ambang batas.“Ada beberapa parameter yang kami pantau berkala. Di beberapa titik memang ada yang melebihi ambang batas,” jelasnya.Beberapa jurnal ilmiah juga menyebut ikan dari Waduk Cirata dan Saguling di daerah aliran Sungai Citarum terkotaminasi logam berat. Diduga, limbah berasal dari sejumlah industri di daerah aliran (DAS) Citarum dan Cisokan di Bandung, Cimahi, Bandung Barat, dan Cianjur yang ditengarai mengalir ke kedua sungai itu, lalu masuk ke Waduk Cirata.Ada pula limbah organik sisa pakan ikan, kotoran manusia, dan rumah tangga yang ikut mencemari waduk. Waduk Cirata ditaburi lebih dari 5.000 ton pakan ikan tiap panen.“Setengah pakan ikan terbuang ke dasar waduk karena ikan tak memakan seluruhnya. Sedimentasi dari pembuangan pakan terhitung lebih besar dari faktor alami,” urainya.  Hasil pendataaan Satuan Tugas Sektor 12 program Citarum Harum menunjukkan, jumlah keramba jaring apung (KJA) di Cirata diprediksi lebih dari 98.000 unit. Berdasarkan data yang dihimpun, nilai investasi setiap KJA, rata-rata Rp50 juta per unit. Bila dikalkulasikan dengan jumlah KJA saat ini, totalnya Rp4.9 triliun. Satu unit rata-rata terdiri 4-5 petak.Bila merujuk Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 21 tahun 2002, kuota yang diizinkan bagi budidaya ikan di Waduk Cirata hanya 12.000 petak. Atau, satu persen dari luas wilayah.  Menangani membludaknya KJA, Dansektor 12 Citarum Harum, Kolonel Satriyo Medi Sampurno mengatakan pihaknya akan melakukan upaya penertiban. Ditargetkan akhir 2018, sebanyak 12.000 petak KJA ditertibkan." "30 Tahun Waduk Cirata, Ditandai Penurunan Kualitas Air","“Ini menjadi prioritas, dilihat dari kualitas air saat ini. Kami lakukan pemetaan agar terkendali. Di satu sisi, sebetulnya petani ikan mengakui hasil KJA menurun. Kami juga berkoordinasi dengan pihak terkait mencari ekonomi alternatif,” kata Satriyo.  Petani ikan Cirata di Desa Margalaksana, Cipeundeuy, Aep (35), mengungkapkan, hasil panen kerap merugi karena tidak sebanding dengan pengeluaran. Satu petak rata-rata membutuhkan pakan ikan sekitar 1-1,5 ton. Panen 3-4 bulan sekali.“Ikan akan mati massal jika arus air bawah naik ke atas. Biasanya, membawa limbah dan mematikan seluruh ikan yang ada di keramba. Ini berlangsung setiap menjelang musim hujan. Apalagi sekarang air sudah jelek. Banyak ikan yang terkena penyakit,” tandasnya.   [SEP]" "Pengelolaan Perikanan Terintegrasi Diperkenalkan di Papua Barat","[CLS] Pengelolaan perikanan di kawasan konservasi perairan (KKP) Provinsi Papua Barat secara bertahap terus meningkat kondisinya dibandingkan waktu sebelumnya. Di provinsi tersebut, pengelolaan kini dilakukan secara terintegrasi dengan melibatkan aspek pelestarian alam dan manfaat ekonomi jangka panjang bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya.Integrasi pengelolaan tersebut diperkenalkan secara resmi untuk pertama kali dalam sebuah loka karya yang dilaksanakan di Manokwari, Papua Barat, pekan lalu. Loka karya yang diinisiasi Conservation International (CI) Indonesia bersama Yayasan Bina Usaha Lingkungan Environmenal Defense Fund (YBUL-EDF), bertujuan untuk mengampanyekan gerakan pengelolaan KKP dengan lebih baik lagi.Pemprov Papua Barat terus aktif melibatkan seluruh kabupaten dan kota agar bisa segera menerapkan pengelolaan yang terintegrasi. Sebagai langkah awal, KKP Daerah Kabupaten Kaimana berperan sebagai daerah pertama yang menerapkan pengelolaan terintegrasi.baca : Diluncurkan Dana Abadi untuk Pengelolaan Kawasan Konservasi Kepala Burung Papua  Sekretaris Daerah Provinsi Papua Barat Nataniel D Mandacan di Manokwari, mengatakan, pengelolaan perikanan secara terpadu penting untuk dilaksanakan di Papua Barat, karena harus ada sinergi yang baik antara Pemprov dengan Pemerintah Kabupaten serta pemangku kebijakan lainnya. Melalui pengelolaan yang terintegrasi, perikanan berkelanjutan pada tahap berikutnya bisa tercapai.“Saya mengapresiasi upaya yang dilakukan Kaimana sebagai contohnya dalam pengelolaan terpadu perikanan berkelanjutan dan KPPD,” ucap dia.Melalui pengelolaan integrasi, Nataniel berharap, nantinya akan terbangun sebuah skema kelola kawasan konservasi yang komprehensif dengan melibatkan pelestarian alam dan ekonomi bagi masyarakat. Skema itu dinilainya bisa memicu kebangkitan ekonomi bagi masyarakat yang tinggal di sekitar KKPD seperti Kaimana." "Pengelolaan Perikanan Terintegrasi Diperkenalkan di Papua Barat","Pemkab Kaimana sendiri, hingga saat ini terus mendorong pelestarian dan pengelolaan perikanan berkelanjutan yang dapat melindungi sumber pangan dan pendapatan masyarakat. Upaya tersebut semakin aktif dilakukan setelah terbit Surat Keputusan Gubenur No.523/60/3/2018 tentang Pencadangan Kawasan Konservasi Perairan Daerah Kaimana, seluas 508.324 Ha yang meliputi: Kawasan Konservasi Perairan Daerah Buruway, Arguni dan Teluk Etna.Dalam praktiknya, KKP KKPD Kaimana akan menerapkan pengelolaan perikanan berkelanjutan di dalam kawasan melalui kegiatan pengelolaan perikanan berbasis adat. Untuk melaksanakan pendekatan pengelolaan perikanan berkelanjutan dan KKPD, keduanya masih memiliki keterikatan yang kuat dan tidak bisa dilepaskan.baca : Kaimana Deklarasikan Zonasi Laut untuk Konservasi    Dua SisiNataniel menyebut, di satu sisi pengelolaan perikanan berkelanjutan yang baik diharapkan dapat meningkatan pendapatan masyarakat serta mendukung fungsi KKPD. Akan tetapi, di sisi lain, pengelolaan KKPD yang efektif diharapkan bisa menjamin ketersedian stok ikan bagi masyarakat serta meningkatkan fungsi lain dari KKPD peningkatan potensi pariwisata bahari.Marine Program Director CI Indonesia Victor Nikijuluw di kesempatan yang sama mengatakan, selain pengelolaan terpadu perikanan berkelanjutan, khususnya di Kabupaten Kaimana, Pemkab dan Pemprov juga ditantang untuk ikut terlibat dalam pengelolaan perikanan berkelanjutan. Keterlibatan itu diperlukan, karena sudah ada pengalihan kewenangan pengelolaan perikanan dari Kabupaten ke Provinsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No.23/2014.“Maka diperlukan pembahasan gagasan pengelolaan terpadu dengan pemangku kepentingan utama tingkat Provinsi guna menghasilkan sinergi antar Pemerintah Provinsi dan Kabupaten,” jelas dia." "Pengelolaan Perikanan Terintegrasi Diperkenalkan di Papua Barat","Kepala Bidang Pengelolaan Ruang Laut dan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Papua Barat Bastian Wanma, meminta kepada semua pelaku perikanan di Papua Barat untuk bisa meninggalkan praktik perikanan yang eksploitatif dan segera beralih ke praktik perikanan yang modern dan memikirkan keberlanjutan sumber daya yang ada.“Serta memberi multiplier effect bagi sektor lain, terutama pariwisata di KKPD yang saat ini sedang diusahakan dan difasilitasi bersama. Saya harap model ini dapat menjadi sebuah kerjasama pembangunan yang bisa memberikan nilai tambah bagi kesejahteraan masyarakat,” tutur dia.baca : Papua Barat Dijanjikan Bisa Ekspor Langsung Produk Perikanan, Kapan Itu?  Pada 2016, Provinsi Papua Barat sudah memperlihatkan komitmennya untuk menjaga alam di wilayah perairan setelah provinsi tersebut menasbihkan dirinya sendiri sebagai provinsi konservasi pada 19 Oktober 2015. Untuk melakukan komitmen itu, Papua Barat menggandeng kelompok lokal independen yang fokus melaksanakan konservasi di wilayah Bentang Laut Kepala Burung (BLKB). Saat itu, ada 27 kelompok yang terlibat dalam pelaksanaan konservasi.Sekda Papua Barat Nathaniel D Mandacan mengatakan, kelompok lokal tersebut melaksanakan konservasi setelah mendapatkan hibah dari Inovation Small Grants Program (ISGP). Program tersbeut adalah hibah kecil dan menengah yang diberikan kepada kelompok-kelompok lokal pelaku konservasi di wilayah BLKB yang memiliki keanekaragaman hayati paling tinggi di dunia.“Kepemilikan lokal merupakan aspek penting bagi keberlanjutan jangka panjang dan keberhasilan pembangunan di Provinsi Papua Barat yang mengedepankan prinsip-prinsip kelestarian sesuai visi Provinsi Konservasi,” jelas dia." "Pengelolaan Perikanan Terintegrasi Diperkenalkan di Papua Barat","Dari 27 kelompok tersebut, sebanyak 15 kelompok atau hampir 60 persen merupakan komunitas akar rumput yang berasal dari masyarakat dan bukan merupakan lembaga berbadan hukum. Seluruh kelompok tersebut, melaksanakan inisiasi konservasi berfokus pada kesehatan lingkungan, pembangunan kapasitas lokal, penguatan produksi perikanan berkelanjutan, serta perlindungan habitat dan spesies.baca : Bentang Laut Kepala Burung Dijaga 27 Kelompok Lokal Papua Barat    Kawasan BaruBerkaitan dengan pengelolaan kawasan konservasi laut (KKL) di Indonesia, Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP Agus Dermawan mendorong dibentuknya kawasan konservasi baru dengan luas yang besar dan signifikan. Jika itu dimungkinkan, dia berencana akan mendeklarasikan kawasan baru tersebut pada penyelenggaraan World Oceans Conference 2018 yang berlangsung di Bali.“Bagaimana kawasan konservasi yang kita declare itu bisa dikelola dengan baik dan menghasilkan sesuatu untuk masyarakat. Tantangannya ke depan bagaimana membangun jejaring dalam skala besar,” tandas dia.Agus menyebut, membuat KKL besar dan signifikan saat ini bukanlah sesuatu yang mustahil. Hal itu, bisa dlihat dari keberhasilan pembentukan Taman Laut Sawu yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kawasan konservasi yang ada dalam gugusan kepulauan wilayah Sunda Kecil itu luasnya mencapai 3,35 juta ha.Sementara, Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut KKP Andi Rusandi, mengungkapkan, salah satu poin penting setelah kawasan konservasi laut terbentuk, adalah bagaimana menjaganya dengan baik. Untuk bisa melakukan itu, harus ada pengawalan yang ketat dari Pemerintah maupun masyarakat di sekitar kawasan.“Contoh adalah alat tangkap ikan, itu harus yang ramah lingkungan. Jika dirasa memang belum ramah (lingkungan), maka harus dicari solusinya. Itu bisa dilakukan, asalkan ada komunikasi dengan nelayan dan masyarakat,” ucap dia." "Pengelolaan Perikanan Terintegrasi Diperkenalkan di Papua Barat","Salah satu bukti keberhasilan menjaga kawasan konservasi laut, menurut Andi, bisa dilihat dari Taman Laut Sawu. Di sana, sebagian besar masyarakat yang ada di sekitar kawasan tersebut, atau umumnya sekitar Sunda Kecil, sudah mengenal seperti apa itu konservasi.Menurut Andi, karena ada pemahaman dari masyarakat, penerapan konservasi di sekitar tempat tinggal mereka juga menjadi lebih mudah dilaksanakan. Bahkan, kata dia, hampir 50 persen masyarakat di sekitar Sunda Kecil menyatakan setuju konservasi dilaksanakan di sekitar tempat tinggal mereka.“Peran masyarakat adat sangat signifikan dalam melaksanakan konservasi di Sunda Kecil. Kita usulkan agar peran masyarakat adat bisa masuk dalam Undang-Undang, agar menjadi semakin jelas. Kita tidak bisa bergerak selama regulasinya masih abu-abu,” ujar dia.“Ada 10 kabupaten di Sawu ini. Tahun ke tahun harus bisa lebih kongkrit lagi,” tambah dia.  [SEP]" "Demi Madu Alami Hutan Harus Lestari, Mengapa?","[CLS] Suasana tenang menyelimuti Rumah Pilpil, desa yang dihuni masyarakat suku Karo dengan berbagai marga. Letak desa ini bertetangga dengan kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.Ada yang menarik di sini, Senin (19/3/2018) malam, beberapa warga bersiap memanen madu lebah liar. Kegiatan kali ini, berlokasi di camp Indonesian Species Conservation Program (ICSP). Ada tujuh sarang besar lebah yang siap dipetik di pohon tualang.Peralatan sederhana telah disiapkan. Ada paku, alat penerangan, hingga daun sirih hutan dalam satu ikatan besar yang berguna untuk mengusir lebah yang hinggap di sarangnya. Daun sirih yang dibakar akan mengeluarkan asap dan bara yang sangat tidak disenangi lebah.Adalah Cornelius Sembiring (37) yang terbiasa memanjat pohon. Sejak kelas 2 SMP, dia sudah keluar masuk hutan bersama ayahnya, mencari sarang lebah liar. “Untuk memanjat, saya gunakan paku besar yang digunakan sebagai pijakan. Saat dekat sarang madu, daun sirih hutan dibakar. Berikutnya madu diturunkan dengan ember,” jelasnya yang sudah kebal disengat lebah.Dia menjelaskan, sedikit banyaknya madu yang diperoleh, tergantung musim bunga di hutan. Semakin banyak bunga semakin banyak madu yang dihasilkan, karena lebah ini menghisap madu bunga. “Lebah hanya membuat sarang di beberapa jenis pohon saja, seperti pohon sililis, tualang, dan kesumpat.Baca juga: Geliat Budidaya Lebah Trigona di Desa Penyangga Tesso Nilo, Seperti Apa?  Ada beberapa jenis madu yang diperoleh. Jika madu berwarna hitam, lebah liar itu menghisap bunga dadap, jika warna kuning berasal dari bunga kayu hutan. Pastinya, madu tersebut tetap lezat untuk dikonsumsi.Cornelius mengatakan, bersama warga desa, mereka tidak menjual madu secara komersil. Biasanya, setelah panen, madu dibawa kerumah, diperas dan dipisahkan dari lebah yang masih terikut sarang. Setelah itu, dibagi dengan keluarga dan tetangga." "Demi Madu Alami Hutan Harus Lestari, Mengapa?","Namun begitu, tidak sedikit warga luar kabupaten datang ke desa mereka mencari madu asli ini. Harga dipatok Rp200.000 untuk satu botol ukuran sedang. “Madu ini bagus untuk kesehatan dan stamina. Buat anak-anak bisa jadi obat flu, demam, batuk, dan sebagainya,” ungkapnya.  Bagi warga Rumah Pilpil, menjaga hutan akan memberi keuntungan besar. Madu lebah liar akan tetap bisa dipanen, tanpa harus mengeluarkan biaya sepeser pun, bila hutan tetap ada.“Yang kami ingin sampaikan adalah, jika hutan terjaga maka akan memberikan sumber kehidupan juga untuk kita. Mari kita jaga alam, bersahabat dengan alam, sebab leluhur kami juga melakukan hal yang sama,” tutur Cornelius sembari memeras madu lebah alami di rumahnya.  Rudianto Sembiring, Direktur ISCP mengatakan, pohon tualang menjadi kegemaran lebah liar untuk membuat sarang. Saat ini, lebah liar mulai sulit ditemukan akibat pembalakan liar, perambahan yang masif, dan alih fungsi lahan yang menyebabkan lebah liar sulit mencari pohon sesuai standarnya untuk bersarang. Belum lagi, penggunaan pupuk pestisida untuk buah-buahan yang membuat menu utama lebah liar berkurang.Lebah, menurutnya, merupakan penyerbuk tanaman khususnya buah-buahan seperti jeruk, durian dan jenis buah agroforestry di Rumah Pilpil. Juga, daerah lain yang masih memiliki tutupan hutan yang baik.“Itu sebabnya, berbagai jenis pohon yang ada di camp ISCP tetap kami jaga. Lebah liar yang membuat sarang di sini cukup banyak. Kami kampanyekan kepada masyarakat agar menjaga hutan sehingga bisa mendapatkan madu berlimpah seperti sekarang ini,” jelasnya.  Terkait panen, menurut Rudi, pengambilan dilakukan saat cuaca cerah. Jika musim hujan, hasilnya tidak akan bagus, sebab madu akan bercampur air.   “Bagi kami di ISCP, kampanye pelestarian hutan dengan memanfaatkan apa yang ada di dalamnya tanpa harus merusak, menjadi target utama. Bila hutan terjaga, kita bisa memanfaatkan hasilnya,” tandasnya.   [SEP]" "Pembunuhan Ratusan Buaya di Sorong Lanjut ke Proses Hukum, Berikut Foto-foto dan Videonya","[CLS]  Pembunuhan ratusan buaya di Distrik Aimas, Sorong, Papua Barat,  jadi viral di media sosial, Facebook Sabtu (14/7/18) atau sehari setelah seorang warga,  Sugito meninggal diterkam buaya di lokasi penangkaran Jumat (13/7/18).Kasus di Kelurahan Klamalu, Distrik Mariat, Kabupaten Sorong, Papua Barat ini, mendapat banyak sorotan hingga mendorong Kepolisian Resor Sorong menyelidiki kasus itu meskipun korban dan penangkaran disebut-sebut telah bersepakat tak menempuh jalur hukum.Penangkaran buaya itu milik Andreas Siahaan dikelola dengan nama CV. Mitra Lestari Abadi (MLA). Dalam informasi yang dikeluarkan Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Sorong, disebutkan buaya dibantai tercatat 292 ekor.Kapolres Sorong AKBP Dewa Made Sidan Sutrahna kepada Mongabay menyatakan, proses hukum tetap lanjut karena kasus itu sudah jadi viral. “Kita tetap proses hukum. Ini kan sudah viral,” kata Dewa Made, Selasa (17/7/18).Kepolisian, katanya, memisahkan kasus itu jadi tiga bagian, kelalaian pihak perusahaan yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa, perusakan fasilitas penangkaran dan pembantaian buaya.Untuk seluruh kasus, kata Made, polisi telah memeriksa 10 saksi. “Kita tetap proses (ketiga kasus itu). Kami sudah mengidentifikasi orang yang kemungkinan menjadi terduga tersangka,” katanya.Secara terpisah, Kepala Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (BBKSDA) Sorong Basar Manullang kepada Mongabay menyatakan, berkomitmen penuh mendukung kepolisian mengungkap kasus pembantaian itu.“Kami bersama-sama Kepolisian sedang fokus menyusun anatomy crime hingga kasus sangat diharapkan lanjut ke perkara,” katanya.  KronologiDalam siaran pers BBKSDA Sorong, disebutkan, korban Sugito masuk ke penangkaran tanpa diketahui pengelola penangkaran Kamis (13/7/18). Sugito berteriak meminta tolong setelah diterkam buaya." "Pembunuhan Ratusan Buaya di Sorong Lanjut ke Proses Hukum, Berikut Foto-foto dan Videonya","Petugas yang melihat korban setelah mendengar teriakan, juga ikut berteriak meminta tolong kepada warga sekitar, kemudian bersama-sama menolong korban.BKSDA menyebut, penangkaran dan keluarga korban telah bertemu dan disepakati perusahaan akan memberi uang duka sebelum pemakaman.Usai pemakaman, sekitar pukul 11.15, warga disebut secara tidak terduga menuju penangkaran dan membunuh buaya-buaya disana, termasuk merusak kantor dan mes.Padahal,  sebelum itu Ketua Ikawangi Sorong telah meminta warga dalam sambutan sebelum pemakaman, agar tidak melakukan tindakan anarkis dan menyerahkan kasus itu kepada kepolisian.“Warga membawa senjata tajam, palu, pemecah batu, balok kayu dan sekop. Di antara kerumunan massa dikenali salah satu pejabat publik,” kata BKSDA dalam rilis.BKSDA menyatakan, ada 292 buaya dibunuh massa, yaitu sepasang indukan dan 290 berukuran 8–12 inci. Sebagian massa juga disebut menjarah anakan buaya berukuran kurang empat inci.Manullang menyayangkan pembantaian buaya yang terdiri dari buaya muara dan buaya air tawar ini. Kedua satwa itu dilindungi dan pembunuhan melanggar UU Nomor 5/1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.  Gambaran lokasiSementara itu,  dalam video dan gambar yang diambil pada hari ketiga setelah pembataian, seperti diperoleh Mongabay, suasana di sekitar penangkaran buaya sudah kondusif. Tidak ada warga di lokasi.Dalam gambar itu terlihat enam kolam penangkaran buaya sesuai umur. Kolam-kolam itu berdinding tembok berukuran paling pendek sekitar satu meter lebih, untuk anakan buaya. Paling tinggi sekitar 2,5 meter untuk induk buaya.Sisi lain, petugas terlihat sedang menggali tanah untuk mengubur buaya-buaya mati. Bagian lain tampak garis polisi.Bangkai sebagian besar dibakar, disisakan sekitar 10 buaya untuk barang bukti." "Pembunuhan Ratusan Buaya di Sorong Lanjut ke Proses Hukum, Berikut Foto-foto dan Videonya","Video itu juga memperlihatkan, beberapa bagian kolam rusak setelah diamuk massa. Ada juga sisa-sisa kayu yang dipakai masuk ke areal kolam, termasuk untuk memukul buaya hingga mati.Luas lokasi penangkaran buaya itu, diperkirakan sekitar satu hektar di kelilingi pagar seng. Di luar pagar di kelilingi rawa yang ditumbuhi rerumputan.Lokasi penangkaran berada tak jauh dari jalan utama. Untuk ke sana dari jalan utama, masih harus melewati jalan lingkungan sekitar 500 meter terbuat dari beton.Untuk masuk ke penangkaran,  harus melalui jalan timbunan di atas rawa sepanjang 100 meter. Lokasi penangkaran sedikit di atas bukit.Kepolisian menyebut,  jarak penangkaran buaya dengan pemukiman warga, sekitar 200 meter.Di lokasi pembantaian juga masih terpasang beberapa spanduk cetak yang mendesak penangkaran buaya CV. Mitra Lestari Abadi ditutup.Keliopas Krey,  Pakar Herpetologi Universitas Papua mengatakan, sebenarnya di Papua Barat,  sudah banyak kasus manusia diterkam buaya, bahkan terbunuh, termasuk kasus gigitan buaya di Manokwari pertengahan Mei lalu.Buaya, katanya, merupakan spesies soliter (suka menyendiri dan tertutup), tetapi soal makanan merupakan reptil sosial yang memakan mangsa bersama-sama. Perilaku-perilaku ini mempengaruhi respon buaya terhadap manusia. Jadi banyak kasus gigitan, katanya,  bukan karena buaya berada di habitat manusia tetapi sebaliknya, manusia di ‘rumah’ buaya.Untuk kasus di Sorong,  katanya,  orang-orang di penangkaran buaya tentu mereka yang memahami perilaku satwa ini atau orang-orang terlatih. Meski begitu, katanya,  bisa jadi warga sekitar merasa terintimidasi dan keberadaan penangkaran menganggu aktivitas sosial, apalagi sampai berujung korban jiwa.“Akibatnya, warga melakukan respon negatif,” katanya. “Dalam kasus di Sorong kita cukup prihatin, karena menimbulkan korban jiwa,” kata Keliopas." "Pembunuhan Ratusan Buaya di Sorong Lanjut ke Proses Hukum, Berikut Foto-foto dan Videonya","Dia mengatakan, pengelolaan penangkaran harus diawasi ketat oleh pemilik penangkaran dan pemerintah guna menghindarkan korban jiwa.“Bisa jadi ada unsur-unsur kelalaian dan keamanan yang kurang diperhatikan dengan baik oleh manajemen penangkaran dan pihak terkait,” katanya.BKSDA menyatakan,  penangkaran buaya CV. Mitra Lestari Abadi, salah satu penangkaran di Papua Barat, yang mengantongi Keputusan Direktur Jenderal PHKA Nomor: SK. 264/IV-SET/2013 tertanggal 9 Desember 2013. Itu surat perpanjangan izin usaha penangkaran buaya air tawar (Crocodylus  novaeguineae) dan buaya muara (Crocodylus porossus).  Mitra Lestari juga mengantongi surat keterangan tidak menimbulkan gangguan bagi manusia. Keterangan foto utama: Buaya-buaya yang mati dibantai dikumpulkan untuk dibakar lalu akan dikuburkan di lokasi penangkaran. Foto: Istimewa untuk Mongabay Indonesia     [SEP]" "Peran Saksi Ahli Ungkap Kejahatan Satwa Liar Sangat Penting, Mengapa?","[CLS]  Peran saksi ahli dalam persidangan kejahatan satwa liar dilindungi sangat penting untuk mengungkap sejumlah fakta yang belum diketahui. Keterangan saksi ahli yang lengkap dan akurat juga akan sangat membantu hakim untuk memberikan vonis yang tepat bagi pelaku kriminal tersebut. Giyanto, Senior Wildlife Crime Specialist Wildlife Conservation Society-Indonesia Program, menuturkan, jika saksi ahli mampu menjelaskan detil menderitanya satwa yang dibunuh, diburu, atau diperdagangkan, pastinya akan menggugah hakim memberikan hukuman tanpa ampun untuk pelaku.“Ini bukan pada nyawa satu ekor satwa, tetapi bagaimana prosesnya dibunuh atau dijerat, lalu diperdagangkan secara ilegal. Jadi, bukan sebatas barang bukti. Bukan itu saja, tetapi sekali lagi, bagaimana saksi ahli ini mampu menarik simpati hakim agar memberikan hukuman berat bagi pelaku kejahatan. Itu kuncinya,” jelasnya pada pada   workshop   Perumusan Sistem Jaringan Kerja Sama Forensik Satwa Liar Nasional di Medan, Sumatera Utara, baru-baru ini.Saksi ahli dipersidangan, menurut Giyanto, bisa memaparkan bagaimana tersiksanya satwa yang dikurung dalam kandang sempit, dengan makanan tidak layak. Atau, memberikan gambaran bagaimana kekejaman yang dilakukan pemburu harimau yang membunuh lalu mengulitinya. Termasuk, menceritakan bila ada anak orangutan yang dijual, yang sudah pasti induknya dibunuh dahulu.“Kekejaman yang dilakukan pelaku harus diterangkan saksi ahli. Membunuh satwa dilindungi merupakan kejahatan besar yang tentu saja harus dihukum maksimal oleh hakim,” terangnya.Baca juga: Mati Dipelihara Warga, Kasus Anak Orangutan Sumatera Ini Masih Diselidiki  Kepala Balai Pengamanan dan Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup dan   Kehutanan (PamGakkum LHK) Wilayah Sumatera, Edward Sembiring mengatakan, sangat mutlak menghadirkan saksi ahli di persidangan." "Peran Saksi Ahli Ungkap Kejahatan Satwa Liar Sangat Penting, Mengapa?","Dalam pengusutan perkara tumbuhan dan satwa liar serta kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan, sangat penting memberikan bukti ilmiah. Jika saksi ahli tidak bisa dihadirkan untuk dimintai keterangan, pembuktian kasus bernilai lemah.“Secara hukum, posisi saksi ahli di pengadilan netral, tidak berpihak pada siapapun kecuali kebenaran.   Kami tidak mencari kesalahan seseorang, tetapi ingin menegakkan   keadilan,” paparnya, Selasa (18/12/2018).Lebih jauh Edward mengatakan, di tingkat penyidikan, keterangan saksi ahli begitu penting. Keterangannya objektif dengan penjelasannya utuh.“Jaksa penuntut umum, sangat penting menghadirkan saksi ahli di persidangan untuk membuat suatu perkara terang benderang. Ahli yang dihadirkan diharapkan bisa menjelaskan kepada hakim apa dampak suatu rantai makanan hilang. Ini sekaligus mengambil empati hakim untuk memberikan hukuman berat pelaku agar tidak lagi mengulangi perbuatannya.”Baca: Kajian Biologi Molekuler Bantu Penyelidikan Perdagangan Satwa Ilegal  PengungkapanGiyanto menambahkan, saat ini jalur perdagangan satwa liar yang digunakan pelaku kejahatan makin licin. Di Maluku Utara misalnya, rute penyelundupan burung paruh bengkok tidak lagi ke Filipina atau Surabaya yang menggunakan jalur searah. “Tetapi, dikirim ke Batam dengan memutar,” jelasnya.Bagaimana dengan modus perdagangan? Giyanto mengatakan, ada yang melalui online. Misal, taring harimau atau cula badak ditawarkan sebagai obat tradisional yang sebetulnya mitos belaka. Ada juga ramuan sisik trenggiling dijual di Jakarta yang dikatakan obat juga, padahal bukan.Baca: Menanti Peran Ahli Forensik Mengungkap Kasus Kejahatan Satwa Liar  Modus lainnya adalah pura-pura memelihara. Trik ini dilakukan, bila diketahui petugas, pemilik satwa langsung bersedia menyerahkannya, sehingga tidak diproses hukum.“Cara ini dilakukan para pedagang satwa liar dilindungi untuk lepas dari jerat hukum.”" "Peran Saksi Ahli Ungkap Kejahatan Satwa Liar Sangat Penting, Mengapa?","Satu hal pasti tambahnya, bukan warga Indonesia saja yang menjadi kurir dalam perdagangan satwa liar dilindungi. “Dari fakta yang diungkap ada orang Belanda, Jepang, Korea, dan Qatar yang rata-rata pelaku membawa tas yang telah dimodifikasi. Untuk itu, hukuman penjara dan denda yang diputuskan hakim harus tinggi,” tandasnya.   [SEP]" "Walhi Sumatera Utara akan Gugat KLHK Terkait Konflik Satwa Liar. Alasannya?","[CLS] Wahana Lingkungan Hidup Sumatera Utara (Walhi Sumut), tengah mempersiapkan berkas dan dokumen gugatan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Gugatan dilakukan karena KLHK dianggap lalai terhadap terjadinya konflik satwa liar, yaitu matinya harimau sumatera jantan di Desa Bankelang, Kecamatan Batang Natal, Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara, Minggu (04/3/2018) pagi.Dana Tarigan, Direktur Eksekutif Walhi Sumut, kepada Mongabay Indonesia mengatakan, saat ini timnya tengah mengumpulkan semua berkas, bukti, dan fakta yang nantinya dilampirkan untuk menggugat KLHK. Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara (BBKSDA Sumut), juga akan digugat, karena dianggap berperan terhadap matinya harimau tersebut.“Terkait kematian harimau di Madina, saat ini pemerintah dan perwakilannya menyalahkan masyarakat yang melakukan pembunuhan terhadap harimau yang diduga terluka itu,” terangnya Selasa (06/3/2018).Menurut Dana, konflik manusia dengan harimau bukan kali pertama terjadi di Sumatera Utara. Sebelumnya, terjadi di Tapanuli Utara, Toba Samosir, Labuhan Batu Utara, dan Simalungun. “Ini persoalan sangat serius, bukan sebatas harimau dibunuh. Masalah sebenarnya adalah alih fungsi lahan di Mandailing Natal.”Baca: Sadis! Harimau Terluka Dibunuh, Bangkainya Digantung untuk Tontonan  Di sana ada konsesi tambang PT. Sorikmas Mining seluas 24 ribu hektar di blok B dan 30 ribu hektar lebih di blok A. Belum lagi, perkebunan sawit di Madina dan Tapanuli Selatan (Tapsel) beserta hutan tanaman industri.Deforestasi menyebabkan konflik manusia dengan satwa liar, khususnya harimau sumatera terus terjadi. “Harimau turun ke permukiman karena habitatnya hancur akibat izin konsesi yang diberikan pemerintah dalam hal ini KLHK,” jelas Dana." "Walhi Sumatera Utara akan Gugat KLHK Terkait Konflik Satwa Liar. Alasannya?","BBKSDA Sumut yang merupakan perpanjangan KLHK juga jangan melihat sebatas konflik. Akar masalahnya harus diketahui yaitu deforestasi. Bila masalah ini diatasi, konflik tidak akan terjadi lagi.Mewakili masyarakat yang terancam dan satwa yang habitatnya rusak, kami menggugat pemerintah dan pemegang konsesi di sana. Alasannya, karena menjadi penyebab hancurnya habitat satwa liar, termasuk harimau sumatera, sehingga terusir dari rumahnya sendiri.“Selain KLHK dan BBKSDA Sumut, kami akan gugat PT. Sorikmas Maining, dan perkebunan sawit. Tambang-tambang yang sudah dicabut izinnya di kawasan Mandailing Natal dan Tapanuli Selatan juga harus bertanggung jawab. Walhi memiliki legal standing mewakili lingkungan, baik itu harimau, gajah, dan masyarakat untuk melakukan gugatan. Hak mereka harus dilindungi,” terang Dana.Baca juga: Melihat Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Harimau Sumatera 2018-2028. Seperti Apa?  Kepala Departemen Kajian, Pembelaan, dan Hukum Lingkungan Walhi, Zenzi Suhadi menyatakan, Walhi bisa mewakili lingkungan dan masyarakat, sehingga pihaknya mempersiapkan gugatan ke KLHK. Termasuk, BBKSDA Sumut.Merurut dia, dalam perspektif dan opini, seolah kasus matinya harimau sumatera di Madina, masyarakat yang sengaja membunuhnya. Pemerintah dan banyak organisasi tidak melihat kejahatan yang sesungguhnya. Sebenarnya, konsesi pertambangan dan monukultur adalah predator utama ekosistem, yang secara langsung maupun tidak telah mengusir satwa dari habitatnya.“Kami mewakili harimau dan masyarakat yang jadi korban konflik, akan menggugat penyebab utamanya. Yaitu, pemerintah yang menerbitkan izin kepada perusahaan tambang emas, batubara, hutan tanaman industri, perkebunan kelapa sawit, dan perusahaan lain yang dapat konsesi,” ujarnya.  " "Walhi Sumatera Utara akan Gugat KLHK Terkait Konflik Satwa Liar. Alasannya?","Perspektif ini, harus diluruskan kepada publik dan negara sendiri. Mengapa? Persoalan satwa akan semakin luas bila negara tidak mengambil posisi yang lebih tepat.“Yang kami gugat selain KLHK, adalah mereka yang merubah bentang alam secara langsung yaitu perusahaan. Sekarang lagi dikumpulkan izin, nomor SK perusahaan, dan nama perusahaan yang merubah langsung bentang alam. Ini kami sebut kejahatan luar biasa terhadap lingkungan, mendorong orang lain menjadi tersangka dalam hal ini komunitas,” terangnya.  Uji koreksi ini akan dilakukan terhadap pemerintah pusat, dalam hal ini KLHK, pemerintah daerah, dan BBKSDA Sumut. Mengapa mereka? Seharusnya, mereka yang melindungi hutan, bukan memberikan izin kepada perusahaan untuk menghancurkannya.“Pemerintah daerah juga akan kita uji, karena beberapa komoditi sektoral izinnya dikeluarkan oleh pemerintah daerah seperti pertambangan,” papar Zenzi.  Terkait kasus matinya harimau sumatera di Mandailing Natal, BBKSDA Sumut mengakui adanya dugaan illegal logging di lokasi terjadinya konflik satwa dengan manusia tersebut. Ini terungkap melalui surat BBKSDA Sumut dengan nomor S. 899/K3/BIDTEK/KSA/02/2018 yang ditandatangani oleh Kepala BBKSDA Sumut, Hotmauli Sianturi. Ditujukannya, kepada Kapolda Sumatera Utara, yang isinya meminta bantuan penyidikan terkait adanya kejahatan kehutanan di sana.Dalam surat itu, Hotmauli menyatakan ada pihak yang sengaja memprovokasi untuk membunuh harimau sumatera yang terpantau di area penebangan liar dalam kawasan ilegal di KPHP IX dan Taman Nasional Batang Gadis.   Sehingga, BBKSDA Sumut meminta bantuan kepolisian untuk mengusut penebangan liar dan konflik satwa dengan modus-modus tertentu. Foto utama:  Harimau sumatera. Foto: Rhett Butler/Mongabay.com   [SEP]" "Menyelaraskan Identitas Rawang dan Restorasi Gambut","[CLS] Dari sejumlah diskusi dengan berbagai masyarakat yang hidup di sekitar lahan basah di Sumatera Selatan, penulis menjumpai mereka mengalami kebingungan ketika disebutkan kata “gambut”. Bagaikan anak sekolah dasar yang sedang belajar memahami sesuatu, beragam pertanyaan pun muncul.“Ini bukan gambut. Ini rawang tempat kami cari ikan dan kayu. Pondok kami bae ada di dalam rawang. Kalau lahan gambut, itu di sana yang dijadikan kebun sawit dan HTI,” sebut seorang nelayan di Tulungselapan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) kepada penulis.Dari penjelasannya tampak jelas sebuah garis demarkasi. Mereka terlihat asing dengan istilah gambut, bias pun terjadi. Bahkan pada sebagian masyarakat yang mengaku telah mendapatkan penyuluhan tentang restorasi gambut, mereka berpendapat lahan gambut adalah rawa yang sudah dikelola jadi perkebunan sawit, HTI atau lahan pertanian milik para transmigran.Padahal jika ditelisik, rawa gambut adalah bagian dari rawang atau yang biasa disebut sebagai “lebak berayun” atau “rawa berayun”; yang punya arti lahan rawa atau lebak yang jika diinjak membuat tubuh seperti digoyang.  Rawang sebagai Identitas Bagi masyarakat Melayu di Sumatera dan Semenanjung Malaysia, rawang bukan sebatas penyebutan wilayah lahan basah atau rawa. Rawang telah menjelma menjadi penyebutan sebuah identitas sebuah komunitas atau masyarakat, yang hidup di kawasan tersebut.Hasil penelusuran penulis maka banyak nama permukiman, dari dusun, desa hingga kota yang menggunakan kata “rawang”. Di seantero Sumatera misalnya, nama rawang mudah dijumpai. Ada Rawang Besar di Kabupaten OKI. Ada desa Rawang di Padang Selatan dan Pariaman, Rawang Air Putih dan Rawang Kao di Siak. Rawang Baru, Rawang Lama dan, Rawang Pasar di Asahan." "Menyelaraskan Identitas Rawang dan Restorasi Gambut","Ada nama Rawang Binjai dan Rawang Bonto di Kuantan Singingi dan Rawang Sari di Pelalawan. Di Aceh Utara ada Rawang Itik, hingga Hampan Rawang di Sungai Penuh, Kerinci, Jambi. Di Malaysia, ada kota bernama Rawang yang masuk negara bagian Selangor.Semua penyebutan nama “rawang” merujuk pada lokasi permukiman yang dulunya adalah kawasan lahan basah, entah berupa lebak, rawa, dan gambut.Rawang juga merujuk pada konotasi kawasan lahan basah yang bebas diakses. Jika pun terjadi pembatasan, lebih melihat penghormatan pada seseorang yang lebih dahulu mengakses satu wilayah di rawang. Tidak ada perizinan atau tanda kepemilikan pada lahan ini.Baca juga: Masyarakat Rawang yang Perlahan Kehilangan Tempat HidupnyaDr. Edwin Martin, peneliti Balai Litbang LHK Palembang, awal September 2018, menyebut sudah seharusnya restorasi gambut di Indonesia, -khususnya di Sumatera Selatan, dilakukan dengan mengarah pengembalian kepada identitas rawang.“Rawang adalah ekosistem kompleks lahan basah dimana ada keseimbangan hasil-hasil alam dan kebutuhan manusia sekitarnya. Rawang mengandung makna intrinsik wilayah basah, kaya, subur dan tempat kembali damai. Kemana titik restorasi gambut hendak diarahkan? Secara ideal seharusnya kembali ke konteks rawang ini,” ungkapnya saat itu.Harapan Edwin ini menurut penulis cukup beralasan. Sebab berbagai program restorasi gambut saat ini sasarannya lebih fokus pada pengelolaan kawasan konservasi, wilayah konsesi dan HGU yang semuanya sulit untuk diakses oleh komunitas rawang, yang akibatnya mereka jauh dari jangkauan pembangunan.Pada tahun 2018, desa-desa yang berada di Kawasan Hidrologis Gambut (KHG) mengalami kebakaran lahan seperti tahun sebelumnya, seperti Cengal, Mesuji dan Tulungselapan, -yang semuanya merupakan permukiman tempat komunitas rawang-nya masih ada. Nyaris mereka tidak pernah tersentuh oleh program pemberdayaan." "Menyelaraskan Identitas Rawang dan Restorasi Gambut","Di sisi lain, pemberdayaan ekonomi cenderung berorientasi pada pengelolaan lahan gambut. Program yang didukung terbatas pada pertanian, perkebunan atau kegiatan ekonomi yang berbasis lahan. Akibatnya program ini hanya dapat diterima masyarakat transmigran yang sejak awal “dipaksa” mengelola lahan gambut.Tak heran, jika muncul program pemeliharaan sapi atau kambing, yang merupakan tradisi masyarakat yang hidup di tanah mineral. Demikian juga menanam nenas atau jagung; yang jelas sama sekali bukan tradisi dari orang rawang.Dapat dikatakan sedikit sekali program  yang menyentuh komunitas rawang. Jika pun ada, mungkin hanya tradisi anyaman saja yang didukung; meski pasarnya belum tampak menjanjikan.Di komunitas rawang, dikenal anyaman purun, pandan, rotan dan bambu, semua tumbuhan yang banyak dijumpai dan cepat tumbuh di daerah rawa. Anyaman ini dirangkai menjadi beragam peralatan rumah tangga, tempat tidur, hingga alat memancing dan berkebun.Tradisi anyaman ini lalu diadopsi oleh masyarakat di tepi sungai, yang pada saat terjadi perpindahan permukiman ke wilayah darat, tradisi ini pun turut berkembang di desa-desa tersebut.Baca juga: Wong Rawang, Membaca Jejak Keberadaan Mereka di Lahan GambutOrang rawang, tinggal di rumah atau pondok bertiang yang ada di atas permukaan air. Transportasi yang mereka gunakan adalah perahu berukuran kecil tanpa mesin, yang dapat dinaiki dua orang. Untuk bertahan hidup di daerah rawa, mereka mencari ikan dengan cara memancing yang disebut bekarang.  Dalam bekarang dikenal proses menguras genangan air di rawa dangkal dengan cara disekat,  juga terjadi proses pemilihan ikan. Ikan diambil yang berukuran besar, yang berukuran kecil dibiarkan hidup. Uniknya, tidak semua ukuran ikan dapat memakan umpan yang berada di pancing." "Menyelaraskan Identitas Rawang dan Restorasi Gambut","Dalam tradisi cocok tanam, komunitas rawang baru melakukan penanaman pada saat musim kemarau. Di rawa kering atau gambut dangkal, mereka menanam labu dan terong-terongan, serta menabur padi yang disebut sonor, yang sekarang sudah dilarang karena ada aktifitas membakar lahan sebelum penaburan benih padi dilakukan.Orang rawang juga tidak memiliki tradisi makan makanan hewan berkaki empat. Sebaliknya mereka memiliki tradisi olah beragam ikan yang menghasilkan berbagai ragam kuliner seperti sale atau ikan asap, pekasem, ikan asin hingga terasi. Semua olahan ini menjaga agar ikan yang ditangkap tidak cepat membusuk, tapi dapat disimpan untuk waktu yang lama.Kekayaan hasil sagu dari pohon aren pun mereka kombinasikan dengan ikan melahirkan kuliner yang eksis dan terkenal: pempek. Sangat dipercaya, pempek yang dulunya disebut lenjeran, adalah makanan pokok masyarakat Nusantara, sebelum hadirnya padi sebagai sumber makanan.Pempek, -seperti halnya dendeng, dapat disimpan berhari-hari selama seseorang melakukan perjalanan. Jika pun kering, makanan ini tidak langsung dibuang. Setelah diiris-iris, dapat dijadikan kerupuk, yang dulunya cukup dibakar di atas bara api, tak perlu harus digoreng dengan menggunakan minyak kelapa atau sawit seperti sekarang ini.Beragam tradisi cara hidup, bercocok tanam dan olah pangan komunitas rawang yang diwariskan selama bergenerasi telah menjelma menjadi pengetahuan untuk hidup bertahan di lahan basah.Penulis percaya berbagai tradisi komunitas di daerah rawang, telah turut berkontribusi dan memperkaya kebudayaan masyarakat lahan basah atau maritim yang ada di Indonesia dan Asia Tenggara. Seharusnya ini menjadi modal dalam upaya menjaga dan memperbaiki bentang alam yang terlanjur rusak." "Menyelaraskan Identitas Rawang dan Restorasi Gambut","Sudah waktunya berbagai pengetahuan ini difasilitasi, -bukannya dimatikan, ketika diperhadapkan dengan program lahan gambut. Jika tidak, maka ini akan menjadi pertanda keselarasan identitas rawang dan restorasi gambut di Sumatera Selatan menuju kepada kepunahan. Foto utama:  Ilustrasi nelayan tradisional Sungai Sebangau, Kalimantan Tengah, mencari ikan dengan cara memancing atau memasang perangkap ikan yang lestari. Foto: Taufik Wijaya * Taufik Wijaya, penulis adalah pengamat sosial, jurnalis dan sastrawan. Tinggal di Palembang. Artikel ini merupakan opini penulis.  [SEP]" "Bupati Gayo Lues: Jaga Leuser Tak Mungkin Tanpa Libatkan Masyarakat","[CLS] Gayo Lues, satu kabupaten di Provinsi Aceh hasil pemekaran Kabupaten Aceh Tenggara pada 10 April 2002. Daerah ini terkenal karena asal Tari Saman yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia Tak Benda oleh UNESCO pada 2012 lalu.Gayo Lues juga mendapat julukan “Kabupaten Seribu Bukit”, karena wilayahnya yang berada dan bagian dari gugus pegunungan Bukit Barisan. Karena geografisnya, ia merupakan wilayah penting dari keberadaan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL).Kawasan TNGL (luas 1.095.5895 hektar) sejatinya telah mendapatkan predikat sebagai   Tropical Rainforest Heritage of Sumatera (TRHS) atau Situs Warisan Dunia Hutan Hujan Tropis Sumatera oleh Komite Warisan Dunia pada 2004.Saat ini Bupati Gayo periode 2017-2022 dijabat oleh Muhammad Amru. Kepada publik, Amru pernah sampaikan komitmennya untuk jaga hutan Leuser.“Keseimbangan ekonomi masyarakat dengan kewajiban mereka menjaga hutan harus seimbang. Jika bermasalah, sulit mewujudkan hal yang ingin dicapai,” tuturnya tentang strategi menjaga hutan Leuser, seperti dilansir dari    Lintas Gayo, edisi 27 Januari 2018.Dia pun mengatakan, siap kerjasama dengan pegiat lingkungan dan para pihak guna mewujudkan hutan Leuser yang lestari.Pada akhir bulan Februari 2018, Mongabay Indonesia berkesempatan lakukan wawancara dengan Bupati Muhammad Amru, di Rumah Dinas Bupati Gayo Lues di Blangkejeren. Berikut petikannya.  Mongabay: Kabupaten Gayo Lues bersinggungan langsung dengan TNGL. Bagaimana memanfaatkan potensi ini? Muhammad Amru: Kawasan TNGL merupakan hutan yang sangat alami. Terbaik di dunia, beragam flora dan fauna ada di dalamnya, dan yang paling lengkap di Indonesia.Di Gayo Lues banyak potensi wisata alam yang bisa membangkitkan perekonomian masyarakat. Sebut saja pendakian ke Gunung Leuser, wisata sungai, treking hutan, taman anggrek, dan lainnya." "Bupati Gayo Lues: Jaga Leuser Tak Mungkin Tanpa Libatkan Masyarakat","Desa Agusen di Gayo Lues, misalnya telah ditetapkan sebagai kampung wisata. Di sini ada wisata hutan, sungai, bahkan bisa lihat langsung aktivitas masyarakat menanam padi di sawah atau memetik kopi.Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo menyinggung tentang pembangunan dataran tinggi di Gayo. Rencana itu akan diwujudkan melalui acara Gayo-Alas Mountain International Festival. Kegiatan ini melibatkan empat kabupaten, Gayo Lues, Bener Meriah, Aceh Tengah, dan Aceh Tenggara.Kami berharap itu akan membuka mata dunia untuk melihat keindahan hutan dan alam dataran tinggi Gayo dan Alas. Kami ingin kegiatan ini akan mengundang lebih banyak wisatawan mancanegara yang menyukai wisata alam, hutan, pegunungan, serta budaya.  Mongabay: Agusen ditetapkan sebagai daerah wisata, apakah ini termasuk cara mengajak masyarakat untuk jaga hutan Leuser?Harapannya seperti itu. Kalau ekonomi masyarakat sejahtera, kesadaran jaga lingkungan akan meningkat. Jika ekonomi tidak diperhatikan, masyarakat tidak akan peduli. Jangankan untuk hal remeh, hal berat sekalipun macam tanam ganja di tengah hutan pun akan dilakukan.Dulu, Agusen dikenal sebagai daerah paling banyak kebun ganjanya. Perlahan, Pemkab Gayo Lues mengajak masyarakat tidak lagi tanam ganja, tapi tanam tanaman menghasilkan, seperti kopi.Sekarang kami terus bangun sarana untuk mendukung ekowisata di Agusen, baik itu tempat wisata maupun pendukung lainnya seperti jalan.  Mongabay: Gayo Lues merupakan daerah hulu sejumlah sungai yang muaranya ke pesisir Aceh. Bagaimana usaha pemkab dan masyarakat menjaga sumber air?Kami terus membangun dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk jaga sungai-sungai. Salah satu cara lewat anggaran yang ada.Pemkab Gayo Lues telah minta seluruh Kepala Desa yang memiliki kawasan hutan untuk alokasikan Dana Desa minimal Rp50 juta untuk program penyelamatan lingkungan dan hutan." "Bupati Gayo Lues: Jaga Leuser Tak Mungkin Tanpa Libatkan Masyarakat","Untuk desa-desa yang tidak memiliki kawasan hutan, pemkab minta agar ada dana yang dialokasikan untuk bangun taman-taman.Ini akan menjadi indikator untuk bantuan Dana Desa berikutnya.   Desa yang tidak alokasikan anggaran untuk penyelamatan lingkungan dan hutan, dana akan ditahan sementara. Desa yang ikuti aturan, tahun berikutnya dana akan digandakan.Anggaran untuk penyelamatan lingkungan atau hutan tersebut, bukan dipakai dalam bentuk proyek. Tapi, kembali untuk kegiatan yang memancing masyarakat gemar tanam pohon dan sadar pelestarian lingkungan.Kami paham dampak kegiatan ini tidak akan langsung terlihat. Tidak kontan. Tapi harus diingat, 11 kabupaten/kota di Provinsi Aceh, hulu airnya ada di Gayo Lues. Gayo Lues penting buat Aceh.  Mongabay: Pandangan Anda terhadap tudingan bahwa masyarakat adalah perambah kawasan hutan, lalu bagaimana strateginya penanganannya?Hal ini terjadi karena masyarakat tidak mendapat pemberdayaan, untuk menyejahterakan dirinya dengan cara tidak lagi merusak hutan.Penting saya katakan, masyarakat jangan sampai merasa dimusuhi. Kita jangan hanya melarang, tapi tidak ada solusi. Kita harus terus berikan penyadaran, termasuk beri mereka konpensasi. Misalnya, beasiswa untuk anak-anak dari keluarga yang tinggal di pinggiran hutan.Lewat pendidikan, kita berharap anak-anak tersebut tidak lagi seperti orangtua mereka, yang gantungkan hidup dengan merusak hutan.Kalau masyarakat yang sudah bertahun-tahun gantungkan hidup dari kebun yang dirambah itu diusir, akhirnya bisa terjadi kerawanan sosial. Konflik baru tercipta. Pemkab Gayo Lues tidak sampai ke sana mengawasinya, karena kawasan Gunung Leuser itu wewenang BBTNGL.Di sisi lain, masyarakat juga ingin kantor TNGL berada di Provinsi Aceh. TNGL itu kan sebagian besar wilayahnya ada di Aceh, tapi kenapa kantornya di Medan, Sumatera Utara? Secara logika saja, wilayahnya di Gayo Lues, tapi yang jaga di Medan.  " "Bupati Gayo Lues: Jaga Leuser Tak Mungkin Tanpa Libatkan Masyarakat","Mongabay: Bagaimana hubungan Pemkab Gayo Lues dengan Balai Besar TNGL untuk menjaga kelestarian hutan warisan dunia ini?Kami berharap dan selalu tekankan kepada BBTNGL agar hutan Leuser dapat bermanfaat bagi masyarakat. Ada baiknya dilakukan program pemberdayaan masyarakat.Dengan personil yang banyak pun, [saya rasa] TNGL tidak akan bisa dijaga maksimal, apalagi personil BBTNGL pun terbatas. Akibatnya, taman nasional ini ada yang dirambah, dijadikan kebun. Akan berbahaya jika yang ditanam itu ganja, yang jelas-jelas dilarang.Saya lihat saat ini sudah ada upaya pihak BBTNGL untuk bimbing masyarakat, -bukan menakuti lagi. Sudah ada juga upaya berikan kompensasi bagi masyarakat yang tinggal di pinggir taman nasional.Harapan saya, Pemkab Gayo Lues dan BBTNGL dapat terus bekerjasama jaga hutan warisan dunia ini, sekaligus sejahterakan masyarakat.    Mongabay: Pandangan Anda terhadap hutan yang terlanjur rusak atau dirambah masyarakat?Hutan yang telah dirambah, baik di dalam hutan lindung maupun TNGL kami harap dan terus upayakan, bisa dimanfaatkan masyarakat lewat penghijauan. Ditanami komoditas unggulan semacam kopi. Kopi itu bersahabat, ramah lingkungan.Melalui program perhutanan sosial, kami berharap masyarakat diberi kesempatan tanami daerah-daerah yang terlanjur rusak tersebut. Apakah tanam kopi, atau tanaman lain yang serasi dengan alam. Minimal, hutan yang rusak karena dirambah, tidak lagi terbuka.  Mongabay: Sebagai Pimpinan Daerah di Kabupaten Gayo Lues, apa pesan dan harapan Anda?Saya salah seorang pendiri Kaukus Pembangunan Berkelanjutan Aceh yang digagas DPR Aceh, bersama Wakil Ketua DPR Aceh, Teuku Irwan Djohan dan anggota DPR Aceh lainnya. Kami akan terus mengajak semua orang untuk menjaga hutan dan lingkungan, agar air bersih tetap mengalir." "Bupati Gayo Lues: Jaga Leuser Tak Mungkin Tanpa Libatkan Masyarakat","Yang terpenting membangun kesadaran masyarakat. Masa, orang luar negeri sudah sampai ke luar angkasa, sementara kita masih saja sibuk cegah banjir. Ayo ramai-ramai kita jaga hutan dan lingkungan.   [SEP]" "Perburuan Walabi Marak di Merauke","[CLS]  Perburuan kangguru atau walabi di Merauke, Papua, mengkhawatirkan. Berburu bukan lagi untuk konsumsi sendiri tetapi sudah diperdagangkan di pasaran.  Fremensius Obe Samkakai, tokoh masyarakat Marind, sedih menyaksikan kangguru (walabi) atau nama lokal saham, marak diburu untuk dagangan di Merauke.Dia minta, perburuan satwa ini dihentikan. Obe khawatir, kalau terus menerus diburu, walabi akan punah.Bagi sebagian orang Marind saham ini sebagai totem atau hewan suci, terutama klen Samkakai. Dalam adat Marind , walabi biasa jadi penutup kandara atau tifa.Dia bilang, sebagai totem seharusnya satwa ini terjaga bukan jadi buruan. Apalagi, katanya, kangguru satwa dilindungi dan logo Pemerintah Merauke.“Ini aset bangsa,” katanya.  Untuk itu, katanya, perlu kesadaran semua untuk menghargai satwa endemik seperti saham ini.Irwan Effendi, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Merauke mengatakan, pemburuan membuat saham makin berkurang di alam. Terlebih setelah akses Jl. Trans Papua, ada, perburuan makin menggila.Satwa endemik Papua ini, katanya, memang jadi satu sumber protein bagi warga. Namun, katanya, tradisi Marind berburu dengan alat tradisional seperti panah, dan parang, dan untuk keperluan sendiri. Kalau sudah berburu, lalu daging dijual ke pasar, katanya, bisa membahayakan keberlangsungan satwa ini.Walabi, katanya, satwa dilindungi tetapi masyarakat lokal masih bisa memanfaatkan secara tradisional. “Jangan terlalu banyak sampai mengancam mereka dan keseimbangan alam.”Dia bilang, satwa dilindungi ini bisa ditemukan di beberapa hutan konservasi seperti Cagar Alam Bupul, Suaka Marga Satwa Mbian dan Taman Nasional Wasur.“Kami bertugas melindungi satwa ini dari pemburu asing yang biasa membunuh satwa walabi,” katanya.Dia mengajak semua pihak mengawasi perburuan satwa ini. Tak bisa hanya mengandalkan BKSDA, karena personil polisi hutan terbatas, bisa dihitung dengan jari." "Perburuan Walabi Marak di Merauke","“Hentikan perburuan ilegal untuk dijual. Semua harus sadar. Satwa ini totem Samkakai,” katanya.  Ronny Tethool WWF Indonesia, Kantor Merauke, mengatakan, walabi jadi kebanggaan orang Merauke. Satwa ini ikon Merauke.Saham biasa hidup  berkelompok dan tak suka kebisingan alias sangat terganggu dengan bunyi.Saat savanna habis, dan tumbuh rumput baru, kala itulah pakan mereka tersedia lagi. Satwa ini, katanya, sangat takut rumput terbakar, bila teganggu pasti mereka pindah.Saham sulit perkembangan biak. Mamalia berkantong ini saat melahirkan akan membiarkan anak dalam kantong untuk mendapatkan asupan susu. Bagi betina yang sudah beranak satu, misal, belum tentu semasa hidup punya anak lagi.“Cara membedakan betina, tinggal menghitung putingnya saja dan ada kantong.”  Sebenarnya, kata Ronny, kalau walabi terjaga, bisa jadi obyek ekowisata tetapi dalam kondisi alami bukan buatan manusia. Bila kandang buatan manusia, katanya, harus ada izin dari BKSDA.Dengan ekowisata, katanya, bisa membantu mata pencarian masyarakat, salah satu jadi pemandu wisata. “Misal, mereka menjelaskan seputar kangguru, masa hamil dan membesarkan anak, kangguru itu apa, bagaimana perkembangbiakan, pola hidup. Pakan bagaimana,” katanya.Donald Hutasoit, Kepala Balai Taman Nasional Wasur, menyesalkan, pihak-pihak yang memburu satwa ini hingga populasi terancam.Kearifan lokal Marind, sebenarnya mengatur, pemanfaatan terbatas satwa ini, misal, kapan berburu, usia, berapa banyak, larangan bunuh betina. Tampaknya, hal ini mulai luntur, katanya, mereka banyak berburu tanpa tradisi adat lagi.Bilang satwa ini diburu, harus memakai alat tak sembarang, secara tradisonal seperti panah dan busur, parang. Orang dari luar, katanya, memiliki kemampuan senjata angin untuk membunuh satwa bahkan jadi pajangan di media sosial. " "Perburuan Walabi Marak di Merauke","Keterangan foto utama:   Kala hutan Papua, terbabat jadi sawit, di manakah kangguru pohon ini bisa tinggal? Mereka menanti kepunahan…Foto dari laporan Mighty, SKP-KAM Merauke, Yayasan Pusaka, dan Federasi Eropa untuk Transportasi dan Lingkungan dan Federasi Korea untuk Gerakan Lingkungan.   [SEP]" "Di Ketinggian Pegunungan Himalaya yang Beku, Tanaman-tanaman ini Tumbuh","[CLS] Banyak spesies tanaman yang mampu bertahan  hidup di lingkungan ketinggian yang ekstrim. Beberapa diantaranya misalnya adalah rerumputan berbatang keras, teki-tekian, herba berbunga, tanaman cushion, lumut, dan lumut kerak. Tanaman-tanaman di ketinggian ini  harus beradaptasi dengan kondisi lingkungan mereka yang keras, suhu yang begitu rendah, kering, radiasi ultraviolet, dan musim tumbuh yang singkat.Sekelompok ilmuwan mendaki di ketinggian 6000 meter lebih, dan terkejut menemukan kawasan tempat hidup organisme hijau ini. Tim ini kemudian mempelajari tanaman ini selama beberapa waktu.  Tim yang dipimpin oleh Jiri Dolezal, dari Institute of Botany di Czech Academy of Sciences Průhonice, Republik Ceko, mengadakan studi tidak terlalu lama, mengalami rasa mual dan kelelahan luar biasa mempelajari bagaimana tanaman merespon pemanasan di lokasi ketinggian tersebut.“Kami hanya mampu mempelajarinya beberapa jam saja dalam sehari,” kata Roey Angel, anggota tim dari Universitas Wina di Austria.Berbeda dengan tanaman yang telah mereka temukan dan pelajari, tumbuhan ini begitu kuat bertahan meski pada suhu dingin yang menusuk. Tanaman ini memiliki cara yang memungkinkan mereka untuk melawan musim dingin yang panjang dan keras serta kekurangan air. Ukurannya tak  lebih besar dari koin, mengandung kadar gula antibeku yang tinggi , dan memiliki daun yang tertata seperti roset yang membantu mereka untuk memantulkan udara yang lebih hangat.  Akar mereka juga kecil, tetapi tim menemukan bahwa dari akar 1 milimeter, tumbuhan ini mampu membuat sekitar 20 titik pertumbuhan.  Ini menyiratkan bahwa tanaman ini telah ada selama setidaknya dua dekade." "Di Ketinggian Pegunungan Himalaya yang Beku, Tanaman-tanaman ini Tumbuh","Lumut dan ganggang dikenal tumbuh di ketinggian setinggi ini, tetapi yang ini  adalah sesuatu yang berbeda: tanaman vaskular; tanaman bantal, tepatnya. Bahkan ada enam spesies yang berbeda dari mereka, semuanya tumbuh di dataran kecil yang menghadap ke barat daya di Gunung Shukule II, di wilayah Ladakh di India.Tumbuhan itu adalah Draba alshehbazii, Draba altaica, Ladakiella klimesii, Poa attenuata, Saussurea gnaphalodes dan Waldheimia tridactylites. Komunitas kecil vegetasi ini sekarang menjadi habitat tumbuhan tertinggi yang pernah ditemukan, bertahan hidup di ketinggian di atas 6.120 m.  Para peneliti kemudian mempelajari tanaman ini dan menyatakan bahwa  tanaman itu telah berevolusi untuk bertahan hidup dalam kondisi dingin yang ekstrim dan berubah-ubah di ketinggian itu.  Meski dengan bantuan adaptasi ini, tanaman ini  tidak mungkin bisa bertahan hidup di kawasan jika tak ada gletser mencair dan juga pemanasan global yang berdampak menghangatkan puncak-puncak di pegunungan Himalaya.Menurut para peneliti, suhu rata-rata di musim tumbuh yang begitu singkat di tempat ini telah meningkat sekitar 6 derajat Celsius dalam satu dekade terakhir. Ketika suhu terus naik, tanaman di tempat itu mempunyai kesempatan untuk tumbuh.Satu-satunya faktor pembatas yang nyata bagi mereka untuk tumbuh dan berkembang adalah suhu yang begitu dingin saat musim dingin; tanaman ini membutuhkan setidaknya 40 hari di tanah yang tidak beku setiap tahun untuk tumbuh. “Dengan adanya pemanasan global, saya yakin di masa depan, tanaman-tanaman akan tumbuh di tempat yang lebih tinggi lagi” ujar Dolezal." "Di Ketinggian Pegunungan Himalaya yang Beku, Tanaman-tanaman ini Tumbuh","Ilmuwan lain menyatakan kesetujuannya. “Saya terkejut ada tanaman yang tumbuh di  ketinggiannya tersebut – ini sangat tinggi,” kata Jan Salick, seorang kurator senior di Missouri Botanical Garden di St Louis, Amerika Serikat.  Salick juga menyatakan bahwa puncak-puncak gunung beku di dunia nantinya akan ditumbuhi tanaman-tanaman seperti ini, yang akan tumbuh di ketinggian-ketinggian baru, seiring perubahan iklim. Sumber : newscientist.com dan springernature.com  [SEP]" "Dampak Gempa 6,4 SR di Lombok: 16 Meninggal dan Ratusan Pendaki Rinjani Terjebak","[CLS] Belasan warga meninggal, ratusan luka-luka, dan sebagian pendaki Gunung Rinjani terjebak longsoran saat mendaki. Evakuasi warga dan wisatawan pendaki gunung masih berlangsung.Pasca gempabumi dengan kekuatan 6,4 SR mengguncang wilayah Lombok, Bali dan Sumbawa pada Minggu (29/7/2018) pukul 05.47 WIB masih diikuti dengan gempa susulan. Hingga Minggu pukul 14.00 WIB, BMKG mencatat telah terjadi 124 kali gempa susulan. Gempanya dengan kekuatan yang lebih kecil dan tidak berpotensi tsunami.BMKG Wilayah III Bali juga melaporkan sejumlah gempa susulan pada Senin pagi. Di antaranya berkekuatan Mag:3.6 SR, pukul 06:35:03 WIB, Lok:8.75 LS,116.41 BT (15 km Tenggara Lombok Tengah-NTB), kedalaman 10 km.Data dari BNPB  tercatat 16 orang meninggal dunia, 355  jiwa luka-luka, 5.141 jiwa mengungsi dan ribuan unit rumah rusak. Dampak terparah dari gempa terdapat di Kabupaten Lombok Timur.Lombok Timur paling dekat dengan titik gempa kekuatan 6.4 SR pada pukul 05:47:39 WIB, Lintang 8.26 LS, Bujur 116.55 BT, dan kedalaman 10 km lokasi Sumbawa ini. Titik gempa ini sekitar 28 km Barat Laut Lombok Timur, 32 km Timur Laut Lombok Utara, 57 km Timur Laut Lombok Tengah, 61 km Timur Laut Mataram, dan 1105 km Tenggara Jakarta.  Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam siaran pers menyebut di Kabupaten Lombok Timur terdapat 11 orang meninggal dunia yaitu Isma Wida/P/30 thn warga negara Malaysia, Ina Marah/P/60 thn, Ina Rumenah/P/58 thn, Aditatul Aini/P/27 thn, Herniwati/P/30 thn, Ina Hikmah/P/60 thn, Fatin/P/80 thn, Egi/L/17 thn, Wisnu/L/8 thn, Hajratul/P/8 thn dan Siti Nur Lesmanida Ismail/P/30 thn asal Malaysia. Sebanyak 343 korban dengan 223 orang luka berat dan 120 orang luka. Pengungsi sebanyak 2.663 jiwa. Kerusakan rumah mencapai lebih dari 1.000 unit rumah baik rusak berat, rusak sedang dan rusak ringan. Pendataan masih dilakukan." "Dampak Gempa 6,4 SR di Lombok: 16 Meninggal dan Ratusan Pendaki Rinjani Terjebak","Di Kabupaten Lombok Utara terdapat 4 orang meninggal dunia yaitu Juniarto/L/8 thn, Rusdin/L/34 thn, Sandi/L/20 thn, dan Natrinep/P/13 thn. Sebanyak 38 jiwa luka berat yaitu 12 orang luka-luka dirawat di Puskesmas Senaru, 15 orang di Postu Sambikelen, 1 orang di RSUD Tanjung, dan 10 orang di Puskesmas Anyar. Data sementara kerusakan rumah terdapat 41 unit rusak berat, 74 unit rusak sedang dan 148 unit rusak ringan. Sebanyak 6.237 KK terdampak gempa.Beberapa laporan kerusakan rumah juga terdapat di Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Sumbawa Barat, dan Kota Mataram. Pendataan masih dilakukan oleh BPBD.  Kebutuhan mendesak saat ini adalah tenaga medis, tandu, peralatan kesehatan, sarana untuk anak-anak, dan makanan siap saji. BPBD dan beberapa instansi lain telah menyalurkan bantuan permakanan, air mineral, tenda pengungsi, makanan lauk pauk, makanan tambahan gizi dan lainnya. Mobilisasi peralatan dan logistik terus dilakukanSecara umum infrastruktur seperti komunikasi, jalan, listrik dan lainnya masih baik. Kementerian Komunikasi dan Informatika melaporkan kondisi layanan telekomunikasi di kawasan terdampak khususnya di Kecamatan Sambelia, Kecamatan Sembalun dan Kecamatan Bayan, operator Telkomsel dan XL Axiata melaporkan layanan komunikasi seluler tetap dapat digunakan. Sementara jaringan Indosat dan H3I tidak dapat digunakan akibat padamnya aliran listrik. PLN masih melakukan perbaikan.Laporan Kepala Pelaksana BPBD NTB H. Mohammad Rum menyebutkan upaya saat ini adalah mobilisasi peralatan dan menyalurkan logistik di wilayah terdampak. Kemudian mengirim Tim Kaji Cepat untuk memperkuat Posko Penanganan Bencana Gempa dalam penanganan luka-luka dan meninggal dunia." "Dampak Gempa 6,4 SR di Lombok: 16 Meninggal dan Ratusan Pendaki Rinjani Terjebak","I Komang Kusumaedi dari Pusdalops BPBD Bali melaporkan kerusakan dilaporkan warga di Kabupaten Karangasem, daerah terdekat dengan Lombok. Berupa tempat ibadah atau pura milik Dadya Jro Nengah Sedaan Berata Banjar Dinas Biaslantang kelod di Desa Purwakerthi, Kecamatan Abang. Kerugian material sekitar Rp15 juta. Di wilayah Desa Bunutan beberapa villa mengalami kerusakan. Tim dari Bali sudah berangkat ke NTB membawa bantuan logistik BNPB yang ada di Pos Komando Gunung Agung Tanah Ampo. Logistik BNPB yang dibawa berupa selimut 1.500 dan matras 1.000 buah.  Sedangkan Presiden Joko Widodo yang melakukan kunjungan kerja di NTB pada Minggu (29/7/2018) sore memerintahkan memerintahkan jajarannya seperti Kepala BNPB, Menteri Sosial, Menteri PU PR dan Panglima TNI untuk bergerak membantu masyarakat.Pada Senin (30/7/2018) pagi Presiden juga mengunjungi langsung lokasi terdampak gempa dan masyarakat di posko pengungsian di Desa Madayin, Sambelia, Lombok Timur. Kepada korban yang rumahnya roboh akibat gempa tersebut, Presiden Jokowi menginstruksikan agar segera diberikan uang, sehingga mereka bisa membangun rumahnya kembali.“Nanti akan dibantu per rumah kira-kira lima puluhan juta, dan akan segera ditindaklanjuti oleh Kepala BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), disupervisi oleh Kementerian PUPR, dan diawasi juga oleh Pak Gubernur, Pak Bupati,” ujar Presiden seperti dikutip dari laman Setkab. Evakuasi pendaki" "Dampak Gempa 6,4 SR di Lombok: 16 Meninggal dan Ratusan Pendaki Rinjani Terjebak","Evakuasi pendaki yang berada di Gunung Rinjani masih dilakukan oleh petugas. Berdasarkan data dari Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR) dikutip dari Humas BNPB, jumlah pendaki ke Gunung Rinjani tercatat 826 jiwa, baik wisatawan asing dan nusantara. Laporan dari BTNGR Resor Senaru sebanyak 115 orang wisatawan asing sudah turun di Senaru Kabupaten Lombok Utara pada Minggu. Proses evakuasi pendaki masih dilakukan oleh petugas BTNGR, Kantor SAR Mataram, Brimob Polri NTB dan relawan.Mongabay Indonesia mengonfirmasi ke pihak pengelola TNGR dan pada Senin siang disebutkan sekitar 400 orang sedang dipandu untuk turun ke pintu Sembalun karena pintu Senaru tak bisa difungsikan. “Tak layak didaki, banyak longsoran menutup jalan,” sebut Rio Wibawanto, Kepala Seksi Pengelolaan Wilayah II TNGR Lombok Timur.Sebelumnya sudah tercatat 109 orang pendaki turun termasuk 36 warga asing, 6 lokal, pemandu 4 orang, dan porter 63 orang. Saat gempa terjadi diperkirakan lebih dari 800 orang sedang mendaki. Data ini didapatkan dari dua pos pintu masuk, Sembalun dan Senaru. Pendaki paling banyak melalui Sembalun, rata-rata tiap hari disebutkan 400 orang. Rata-rata waktu tercepat pendakian adalah 2 hari, namun dari data pengunjung mereka melakukan perjalanan bisa sampai 5 hari.  Gunung Rinjani setelah Gempa. Saat ini masih ada ratusan pendaki tertahan di Rinjani karena jalur menuju basecamp tertutup material longsor. Pihak taman nasional menghimbau para pendaki mencari posisi aman terlebih dahulu sembari menunggu arahan lebih lanjut dari pihak SAR. _ Photo by @daretarc Video from facebook #rinjani #mountrinjani #gunungindonesia #lombok #prayforlombokA post shared by PENDAKI & GUNUNG INDONESIA (@gunungindonesia) on Jul 29, 2018 at 4:27pm PDT " "Dampak Gempa 6,4 SR di Lombok: 16 Meninggal dan Ratusan Pendaki Rinjani Terjebak","Sementara jenazah satu orang pendaki yang meninggal, Muhammad Ainul warga Makassar, Sulawesi Selatan disebutkan sedang dievakuasi turun. “Menurut temannya kena batu di kepala saat di area danau Segara Anak,” jelas Rio. Ia naik gunung pada 27 Juli dan saat gempa sedang di area jembatan danau.Sedangkan satu jenazah bernama Siti Nur Lesmawida Ismail (30) asal Malaysia meninggal tertimpa reruntuhan bangunan. Almarhumah mendaki bersama rombongannya dari relawan Majelis Belia Malaysia (MBM) berjumlah 18 orang.Pendaki yang terluka belum terdata namun sudah disiapkan pelayanan kesehatan. Para pendaki yang terjebak disebut paling banyak sedang berada di area danau Segara Anak yang dikelilingi bebukitan. Dalam kaldera gunung berapi Rinjani ini ada gunung baru yakni Baru Jari.BNPB melaporkan Tim Evakuasi Gabungan  berjumlah 184 orang yang terdiri dari 10 staf  TNGR, 120 anggota personil TNI di antaranya 100 anggota kopassus, 3 personil Sabhara dan 10 anggota Brimob dari Polri, 15 anggota Basarnas, 6 tenaga medis yang terdiri 1 orang dokter dan 5 orang perawat, dan 20 anggota relawan. Pada Senin pukul 07.00 WITA berangkat melalui jalur Sembalun untuk melakukan evakuasi dan membawa logistik bagi para wisatawan yang masih berada di dalam kawasan Gunung Rinjani.Sampai jam 01.54 WITA jumlah pengunjung yang diperkirakan naik sesuai daftar pengunjung sebanyak 820 orang, dengan rincian 448 orang mendaki pada 27 Juli 2018 dan sebanyak 372 orang pada 28 Juli 2018. Jumlah wisatawan yang naik masih bisa bertambah dengan jumlah porter, guide dan tamu yang berangkat naik pada 25-26 Juli. Untuk pengunjung yang sudah terdaftar turun hingga Minggu pukul 23.30 sebanyak 680 orang yang terdiri 358 wisatawan mancanegara dan 166 wisatawan lokal. Demi keamanan pendakian Gunung Rinjani di tutup mulai tanggal 29 Juli 2018 sampai waktu yang belum ditentukan.  [SEP]" "Kapan Indonesia Terbebas dari Sampah?","[CLS] Ancaman kerusakan ekosistem dunia akibat sampah, semakin mendapat perhatian dari masyarakat umum yang ada di Indonesia. Upaya tersebut selaras dengan misi Pemerintah Indonesia yang saat ini sedang gencar melakukan gerakan Indonesia terbebas dari sampah. Kampanye tersebut, termasuk produksi sampah plastik yang ada di laut.Di antara pihak yang terpanggil untuk melakukan gerak membebaskan Indonesia dari sampah, adalah kelompok swadaya Indonesia Bergerak Bebas Sampah. Sekumpulan anak muda yang memiliki keprihatinan yang sama terhadap permasalahan sampah yang ada di seluruh Negeri itu, mendeklarasikan diri untuk membantu Pemerintah mewujudkan target Indonesia bebas sampah pada 2025.baca : Indonesia Serukan Semua Negara Harus Kurangi Sampah Mikroplastik, Seperti Apa?Tetapi banyak tantangan mencapai target bebas sampah karena Indonesia adalah negara yang sedang berkembang dan memiliki karakteristik masyarakat yang sangat majemuk. Kondisi tersebut, mengakibatkan banyak sekali masalah yang muncul dan tidak terselesaikan.“Produksi sampah ini dari waktu ke waktu terus meningkat. Sementara, di saat yang sama, sampah yang sudah dihasilkan tidak semuanya bisa dibawa ke tempat pembuangan akhir (TPA),” kata Koordinator Indonesia Bergerak Bebas Sampah Syir Asih Amanati di Jakarta, Selasa (30/1/2018).baca : Sampah Plastik Kian Mendekati Pusat Kutub Utara, Pertanda Apa?  Tak hanya itu, karakter masyarakat Indonesia belum terbiasa mengolah sampah yang ada di rumah tangga. Akibatnya, produksi sampah harian hanya sebagian kecil yang terkumpul dan dikirim ke TPA, sebagian lagi tersebar di berbagai tempat.Kebiasaan yang seharusnya dimulai dari rumah itu, menurut Syir, mengakibatkan pengolahan sampah mengalami kesulitan saat semua sampah sudah berada di TPA. Meskipun, di Indonesia sudah ada beberapa TPA yang memiliki teknologi bagus untuk mengolah sampah." "Kapan Indonesia Terbebas dari Sampah?","“Kita masih ingat, bagaimana tragedi (TPA) Leuwigajah yang ada di Cimahi, Jawa Barat. Tragedi pada 2005 itu, menjadi tragedi terburuk di Indonesia dan terburuk kedua di dunia setelah tragedi serupa di Filipina. Semua itu, bermula karena sampah,” jelas dia.Syir mengungkapkan, permasalahan sampah tidak terbatas di perkotaan. Di kawasan pesisir dan juga pedalaman, sampah selalu menjadi masalah yang tidak terselesaikan. Oleh karena itu perlu solusi bersama agar tidak terjadi tragedi TPA Leuwigajah.baca : Dianggap Abai Tangani Sampah Popok, Gubernur Jawa Timur Digugat WargaAtas keprihatinan tersebut, Syir bersama beberapa teman berinisiatif membentuk Indonesia Bergerak Bebas Sampah. Kelompok yang didominasi anak muda itu, berdiri sejak 2015 dan memulainya dengan berkampanye di lokasi Car Free Day (CFD) di Jakarta.“Saat itu, yang terpikir oleh kita adalah bagaimana untuk bergerak bersama membebaskan Indonesia dari sampah. Selama ini, banyak sekali orang yang memiliki keprihatinan yang sama dan ingin melakukan kampanye bebas sampah, selalu kesulitan karena tidak tahu harus bagaimana. Melalui kelompok ini, diharapkan kesulitan itu bisa dipecahkan bersama,” tutur dia.baca : Begini Aliansi Pemerintah dengan Swasta untuk Solusi Sampah Plastik di Laut  Setelah kampanye di CFD Jakarta, respon luar biasa datang dari seluruh Indonesia dengan bertambahnya kolaborator dari berbagai kota. Jika di awal berdiri jumlah kolaborator hanya 61 dengan 20 titik yang tersebar di sejumlah kota, pada 2017, jumlah kota sudah lebih dari 200 dengan kolaborator lebih dari 1.000 orang.“Kampanye yang dilakukan di seluruh Indonesia, tidak terbatas pada sampah yang ada di darat saja. Sampah yang ada di laut, juga menjadi fokus kampanye oleh teman-teman semua,” tegas Syir.baca : Sampah Plastik, Harus Ada Inovasi Pemanfaatannya Perangkat Hukum" "Kapan Indonesia Terbebas dari Sampah?","Pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Greeneration Foundation Vanessa Letizia mengatakan Gerakan Indonesia Bebas Sampah melibatkan banyak kalangan, termasuk kelompok dan perseorangan dari seluruh Indonesia.Vanessa menjelaskan, persoalan sampah tidak hanya menjadi tanggung jawab Pemerintah saja, melainkan menjadi tanggung jawab bersama, dengan salah satu caranya membangun kesadaran untuk membuang sampah pada tempatnya dan memilah sampah organik dan non organic.“Tapi, tanggung jawab saja tidak cukup. Indonesia memerlukan perangkat hukum yang bisa mengikat siapa saja terhadap sampah. Jika ada perangkat hukum, masyarakat dan siapapun akan bisa dikenakan sanksi pidana,” ucapnya.baca : Indonesia Serukan Penanganan Sampah Plastik di COP 23  Peraturan sampah sudah diterapkan di sejumlah negara yang mengklaim negerinya sudah bebas sampah, seperti di Singapura, Jepang, Korea Selatan, dan negara maju lainnya di dunia.Kebutuhan perangkat hokum di Indonesia, juga diamini oleh Syir. Menurutnya, untuk memuluskan kerja keras Pemerintah dan juga para relawan di seluruh Indonesia, perangkat hukum yang mengatur tentang sampah sebaiknya segera dibuat. Kehadiran perangkat hukum, diyakini dia bisa mempercepat proses membersihkan sampah di seluruh Negeri.baca : Selokan Ini Dulu Tempat Buang Sampah, Kini jadi Rumah Ikan Sampah LautBerkaitan dengan produksi sampah Indonesia yang terus meningkat, Deputi Bidang Kedaulatan Maritim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Arif Havas Oegroseno mengungkapkan, Pemda bertanggung jawab penuh untuk mengelola sampah karena terkait pemberlakuan otonomi daerah.“Tetapi, yang menjadi persoalan adalah, Pemda tidak punya anggaran yang memadai untuk mengelola sampah yang idealnya adalah USD15 per orang per tahun,” ucapnya." "Kapan Indonesia Terbebas dari Sampah?","Sedang pengelolaan sampah di laut, Indonesia mendapatkan dana perwalian kemaritiman yang dikelola oleh Bank Dunia. Dana tersebut berasal dari dana hibah dari Norwegia dan Denmark sebesar masing-masing USD1,4 juta dan USD875 ribu. Dana tersebut, menunjukkan bahwa ada dukungan dari dunia internasional terhadap Indonesia.“Bekerjasama dengan pemerintah daerah kita akan memanfaatkan dana hibah itu untuk menyusun desain pengelolaan limbah padat, membantu memperkuat jaringan antar bank sampah,” jelas dia.baca : Indonesia Siapkan Dana Rp13,4 Triliun untuk Bersihkan Sampah Plastik di Laut  Sedangkan World Bank Country Director Rodrigo A. Chaves mengatakan upaya bersama lintas institusi dan lembaga, khususnya yang berada di daerah aliran sungai, sangatlah penting dan dibutuhkan. Pendekatan tersebut, menunjukkan bahwa ada permasalah yang harus diselesaikan secara bersama, seperti pengelolaan limbah padat di daerah perkotaan sampai kawasan pesisir.“Itu penting, karena kerja sama antar instansi akan bisa mengurangi kebocoran limbah ke laut dan jalur air yang terhubung lainnya. Berdasarkan hasil studi kami, sekitar 80 persen kebocoran limbah ke laut berasal dari sampah di daratan yang tidak terambil atau terkelola dengan baik. Diperkirakan setiap warga negara Indonesia bertanggung jawab atas rata-rata 1 kilogram sampah plastik per tahun,” jelas dia.Sementara, Duta Besar Norwegia Vegard Kalee menyebutkan, pengelolaan sampah di wilayah pesisir dan laut menjadi sangat penting, karena kedua kawasan tersebut berperan penting dalam perekonomian dunia, khususnya di Indonesia. Kedua kawasan tersebut, berfungsi sebagai sumber penghasilan dan mata pencaharian bagi ratusan juta orang di dunia." "Kapan Indonesia Terbebas dari Sampah?","“Polusi sampah, khususnya dalam bentuk plastik sangat mengancam kesehatan dan keseimbangan ekosistem di laut dan daerah pesisir. Sebuah hasil studi bahkan menyatakan bahwa apabila ini terus berlanjut, maka pada 2050 akan ada lebih banyak plastik dari sisi massa daripada ikan di lautan dunia,” terang dia.Untuk diketahui, Indonesia saat ini memproduksi 64 juta ton sampah per tahun, termasuk 3.2 juta ton sampah plastik yang 1.3 juta ton di antaranya berakhir di laut. Berbagai hasil studi bahkan menemukan bahwa Indonesia adalah pencemar sampah plastik nomor dua di dunia setelah Cina.baca : Akibat Sampah, Laut Indonesia Bakal Hadapi Tiga Ancaman Serius  Dalam menghadapi berbagai tantangan tersebut, Pemerintah Indonesia telah menempatkan pengelolaan laut yang berkelanjutan, penanganan sampah di laut dan pengelolaan sampah secara umum sebagai prioritas.Pada pertemuan G20 di bulan Juli 2017, Presiden Joko Widodo menyatakan komitmen bahwa pada 2025, Indonesia akan mengurangi sampah hingga 30 persen dan mengurangi sampah plastik laut hingga 70 persen.Target ini akan dapat dicapai melalui penerapan berbagai inisiatif, seperti Program Pengelolaan Limbah Padat Nasional (NSWM), Agenda Laut Nasional dan Rencana Aksi Nasional Penanganan Sampah Plastik. Dua terakhir dari inisiatif ini dipimpin oleh Kemenko Bidang Kemaritiman.  [SEP]" "Semua Kekuatan Telah Dikerahkan, Titik Api Muncul Juga","[CLS]  Guna mensukseskan penyelenggaraan Asian Games 2018 di Jakarta dan Palembang, pemerintah secara serius mencegah terjadinya kebakaran lahan dan hutan (karhutla) di Sumatera Selatan, Riau, dan Jambi, serta daerah lainnya di Indonesia. Harapannya, selama penyelenggaraan hajatan tersebut, Indonesia bebas kabut asap. Namun, di pekan pertama Agustus ini, sudah 39 titik api yang dipadamkan tim penanggulangan karhutla Sumatera Selatan. Ada apa?“Sumatera Selatan sudah mengerahkan semua kekuatan. Seluruh pihak dilibatkan, dari masyarakat, manggala agni, perusahaan, Badan Restorasi Gambut (BRG), akademisi, NGO internasional, nasional hingga lokal, serta Kepolisian dan TNI. Kampanye dan sosialisasi bebas kabut asap selama Asian Games sudah dilakukan dua tahun lalu. Tapi, titik api tetap saja terjadi. Kita hanya berharap, para pelaku dibukakan hatinya oleh Tuhan, sehingga kebakaran segera berhenti, ” kata Dr. Najib Asmani, Staf Khusus Gubernur Sumsel Bidang Perubahan Iklim, Senin (06/8/2018).Dijelaskan Najib, ada sejumlah kelemahan dalam mencegah aksi para pelaku. Pertama, perkiraan kami lahan yang dipantau terlalu luas sekitar ratusan ribu hektar, sementara jumlah personil tim pencegah dan pemadam api maksimal seribu orang. Ini ditambah beberapa lokasi rawan yang memang sulit dijangkau atau diakses melalui jalan darat. Kedua, tidak ada peralatan atau teknologi yang mampu memadamkan api malam hari. Sementara helikopter tidak dapat beroperasi malam hari. “Sampai saat ini, setiap titik api dapat diatasi atau dipadamkan. Semua berkat kerja keras semua pihak, kita berharap hingga dua bulan kedepan kondisi bersahabat ini terjaga,” katanya." "Semua Kekuatan Telah Dikerahkan, Titik Api Muncul Juga","Apakah masih ada perusahaan dan petani yang sengaja membakar lahan? “Masalah ini saya tidak tahu. Kita tunggu hasil kerja para penegak hukum terkait kebakaran yang terjadi. Tapi saya pikir melalui kampanye, sosialisasi, dan besarnya hukuman terhadap para pelaku pembakaran, saya percaya perusahaan atau perseorangan akan takut melakukannya,” jelas Najib.Baca: Asian Games dan Jejak Kehidupan Bahari di Sungai Musi  Sementara itu, TNI sudah menurunkan prajuritnya di 55 desa di Sumatera Selatan yang rawan kebakaran. Hal ini disampaikan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, saat memimpin apel komando operasi kebakaran hutan dan lahan dalam rangka Pengamanan Asian Games 2018, di halaman Griya Agung, Jalan Demang Lebar Daun Palembang, Jumat (03/8/2018). “Sudah ada pasukan di sana, tidur bersama masyarakat dan terus memantau bila terjadi kebakaran,” terangnya, sebagaimana dikutip dari Global Palnet News.Dijelaskan Hadi, ada tiga konsep yang digunakan dalam pengamanan ini. Pertama, pembasahan di lahan gambut, lalu penggunaan teknologi modifikasi cuaca, serta operasi darat yang difokuskan di 55 desa.Berdasarkan catatan Mongabay Indonesia dari laporan harian BPBD Sumatera Selatan (Sumsel) melalui patroli udara, selama enam hari pertama atau 1-6 Agustus 2018, tercatat 39 titik api. Titik api berada di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) sebanyak 23 titik, tersebar di wilayah yang sebelumnya selalu terbakar. Ada Tulungselapan, Cengal, Sungai Ceper, Jejawi, Sungai Bungin, Pangkalan Lampan, SP Padang, Mesuji, Pedamaran Timur, dan Mesuji Jaya.Di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) tercatat 7 titik api, yang tersebar di Muara Medak, Rantau Bayur, Senawar Jaya, Lalan, Bayung Lincir. Kabupaten Ogan Ilir (OI) sebanyak tiga titik. Di Kabupaten Muaraenim sebanyak dua titik yaitu di Sungai Rotan dan Muara Belida. Terakhir, di Palembang sebanyak empat titik api yang berada di Bukit Baru dan Karya Jaya.  “Hantu” atau krisis kesadaran?" "Semua Kekuatan Telah Dikerahkan, Titik Api Muncul Juga","Munculnya titik api di Sumsel menjelang Asian Games 2018, membuat banyak pihak bingung. Sebab hampir semua pihak dilibatkan dengan menjalankan berbagai program.“Saya melihatnya sudah pada tataran krisis kemanusiaan. Ego manusia yang tinggi memacu manusia menjadi industrial exploitator. Kekuatan penuh nasional yang dikerahkan tidak akan merubah keadaan kalau nihil kesadaran dari manusianya sendiri. Ini bisa dari pelaku bisnis, oknum aparat, hingga masyarakat,” kata Yusuf Bahtimi, peneliti dari CIPOR kepada Mongabay Indonesia, Senin (06/8/2018).Hubungannya dengan penelitian yang dilakukan CIFOR bisa terlihat dari api yang muncul sebagai driver atau pemacunya adalah motif ekonomi. Ego yang muncul ingin meraup keuntungan materiil menyebabkan kepedulian menjadi hilang. “Pertanyaannya, apakah penyebabnya? Apakah pandangan manusia yang terlampau anthoropocentris? Hilangnya identitas masyarakat yang melekat dengan alam? atau penyebab lainnya?” terang Yusuf.  Dr. Yenrizal Tarmizi, pakar komunikasi dari UIN Raden Fatah Palembang, terkesan kesal dengan adanya kebakaran pada kemarau ini. “Saya percaya ini pekerjaan sekelompok orang yang tujuannya untuk memberikan kesan pada dunia, jika Indonesia tidak mampu mensukseskan Asian Games 2018 tanpa asap. Ini murni ada unsur kesengajaan. Saya pikir aparat kepolisian dan lainnya wajib menangkap dan memproses mereka yang tertangkap dengan motif lainnya, bukan sebatas ekonomi yang selama ini sebagai alas an utama,” jelasnya.Menurut Yenrizal, pada 2018 ini semua pihak dilibatkan mengatasi atau mencegah karhutla. Termasuk, masyarakat dan pemerintah desa. “Saya yakin para petani akan sangat takut, apalagi hadirnya aparat kepolisian dan TNI di lapangan. Begitu pun perusahaan, mereka pasti sangat dirugikan sebab izinnya akan dicabut selain denda lingkungan yang sangat besar,” ujar Yenrizal yang membuat poster kekesalan “Pembakar Lahan: Teroris Hantu” di akun Facebook miliknya.   [SEP]" "Mantan Pekerja APP Ungkap Namanya Dipakai untuk Perusahaan Rahasia di Kalimantan","[CLS]  Investigasi oleh Mongabay menemukan bukti baru menunjukkan salah satu produsen kertas terbesar di dunia, Asia Pulp & Paper (APP) sengaja menyembunyikan kepemilikan perusahaan kontroversial yang terlibat dalam deforestasi. Kejelasan datang setelah bantahan berulang kali oleh APP bahwa perusahaan itu memiliki perusahaan lain, karena struktur perusahaan tidak jelas ini jadi perbincangan.Dua mantan karyawan APP diwawancarai Mongabay mengatakan, manajemen menggunakan nama mereka pada arsip resmi untuk perusahaan, PT Muara Sungai Landak (MSL), yang menebang hutan tropis di Kalimantan Barat, untuk membuka perkebunan kayu pulp di hutan gambut sekitar 3.000 hektar sejak 2013. Salah satu karyawan mengatakan, dia telah menerima pembayaran bulanan untuk kompensasi pengaturan itu. Dia mengaku takut protes karena khawatir kehilangan pekerjaan.Baca juga: Koalisi Menelusuri Kepemilikan Bisnis Asia Pulp and Paper, Apa Temuannya? Berdasarkan penjelasan dan laporan mantan karyawan ini tentang cara kerja dalam manajemen APP, bertentangan dengan pernyataan yang perusahaan buat dalam beberapa bulan terakhir yang menyatakan, “tidak ada hubungan” dengan PT Muara Sungai Landak.Temuan ini menempatkan APP tepat di tengah perdebatan yang muncul tentang keberadaan “perusahaan bayangan” di antara kepemilikan usaha milik keluarga konglomerat yang mendominasi sektor perkebunan kayu di Indonesia ini.Baca juga: Kala Greenpeace Putus Hubungan dengan Asia Pulp and Paper Berkat tekanan kelompok masyarakat sipil, sebagian kelompok bisnis ini telah berjanji menghentikan deforestasi.  Namun, makin jelas mereka menggunakan berbagai metode untuk menyembunyikan kendali atas aset-aset usaha yang bermasalah.APP dimiliki  keluarga taipan Eka Tjipta Widjaja, yang memiliki investasi di berbagai sektor, mulai real estat, perbankan, pertambangan dan agribisnis sampai produk makanan dan lain-lain." "Mantan Pekerja APP Ungkap Namanya Dipakai untuk Perusahaan Rahasia di Kalimantan","Pada 2013, APP membuat ikrar menghentikan deforestasi. Greenpeace memberikan legitimasi komitmen ketika setuju untuk memberi masukan perusahaan tentang cara menerapkannya.Desember lalu, bagaimanapun, APP menemukan diri terlibat dalam skandal ketika Associated Press menerbitkan kajian mengenai struktur perusahaan ini. Artikel itu juga menunjukkan, MSL dimiliki melalui lapisan perusahaan induk atas nama dua karyawan APP: pekerja IT berusia 36 tahun dan auditor 43 tahun.Temuan-temuan itu menunjukkan, APP menggunakan nama mereka sebagai proksi menyembunyikan kepemilikan usaha dari MSL, dan diam-diam mengambil keuntungan dari penghancuran hutan besar-besaran di Kalimantan Barat.APP membantah mengendalikan MSL. Mereka mengklaim dalam beberapa pernyataan publik dan wawancara, bahwa karyawannya membentuk perusahaan sendiri, tanpa sepengetahuan manajemen.APP mengakui,  karyawan ketiga terdaftar sebagai Direktur MSL, tetapi mengatakan telah “dihentikan” dari posisi di APP segera setelah keterlibatan di perusahaan itu ditemukan. Dua karyawan lain, katanya, sudah meninggalkan APP.  Penyelidikan Mongabay membuktikan bertentangan dengan cerita APP. Hubungan perusahaan dengan operasi penghancuran hutan di Kalimantan Barat itu jauh lebih dalam daripada yang diakui.Wawancara dengan mantan karyawan APP juga menunjukkan, upaya mengaburkan keterkaitan kepemilikan dikoordinasikan dari dalam lingkaran konglomerat.APP telah mengakui, tiga karyawannya terlibat di MSL. Setelah Mongabay, menganilisis catatan perusahaan menunjukkan nama-nama tiga orang lain yang tampaknya telah dipekerjakan APP saat sama ketika mereka terdaftar sebagai petugas dari MSL.Mongabay berhasil melacak dua orang. Keduanya mengatakan, manajemen APP telah menggunakan nama mereka di MSL.“Perusahaan itu dijalankan oleh orang yang lain,” kata salah seorang dari mereka. Dia mengatakan, “tidak memiliki pilihan lain.”  " "Mantan Pekerja APP Ungkap Namanya Dipakai untuk Perusahaan Rahasia di Kalimantan","Mongabay juga dapat mengungkapkan, perusahaan yang membeli sebagian besar kayu MSL memiliki kesamaan di belakang layar dengan konglomerat Widjaja.  Perusahaan itu, PT Cakrawala Persada Biomas, mengoperasikan pabrik pelet kayu di Kalimantan Barat.Catatan perusahaan menunjukkan,  dua direkturnya adalah sepasang mantan eksekutif senior di perusahaan minyak sawit milik keluarga Widjaja. Setidaknya satu dari mereka dipekerjakan saat yang sama ketika dia terdaftar sebagai karyawan perusahaan penggilingan. Namun tak seorang pun dapat dihubungi untuk dimintai komentar.Seorang juru bicara untuk sawit Sinar Mas Grup ini mengatakan,  tak bisa berkomentar mengenai perusahaan penggilingan karena “kami tidak terlibat dalam entitas ini.” Saham-saham pengendali di perusahaan, dipegang dua perusahaan dari negara surga pajak, British Virgin Island dan Labuan, Malaysia.Petinggi ketiga dari perusahaan penggilingan bekerja untuk beberapa perusahaan asuransi keluarga Widjaja dan yayasan yang didirikan konglomerat ini.Dihubungi melalui telepon, pria itu mengakui hubungannya dengan Cakrawala Persada Biomas, tetapi mengatakan tidak dapat mengatakan, apakah dia terdaftar sebagai komisaris atau direktur.Menginformasikan bahwa dia komisaris, dia menyarankan Mongabay berbicara dengan direktur dan menutup saluran telepon.Peran pria ini di perusahaan penggilingan meningkatkan keraguan terhadap APP. APP mengklaim, para karyawan bekerja untuk pihak ketiga, atau mendirikan perusahaan mereka sendiri, tanpa sepengetahuan atau persetujuannya.  Namun peran pria ini dalam konglomerat Widjaja, tertera di atas kertas, tidak ada hubungan dengan operasi agribisnisnya.Sentimen serupa disuarakan salah satu karyawan APP yang namanya muncul di pengajuan resmi MSL, dan bekerja di Jakarta, berkantor sama dengan tiga orang yang mengakui keterlibatannya dalam perusahaan APP." "Mantan Pekerja APP Ungkap Namanya Dipakai untuk Perusahaan Rahasia di Kalimantan","Ditanya apakah salah satu dari tiga orang itu mungkin bisa mendirikan dan menjalankan perusahaan itu sendiri—usaha besar yang membutuhkan akuisisi izin usaha dari berbagai tingkat pemerintahan, akses ke modal dan alat berat—karyawan itu menjawab dengan yakin,” Tidak pernah.” “Tak pernah.” Seorang mantan karyawan APP lain ingat pernah bekerja dengan salah satu dari tiga orang itu setuju,  dan mengatakan, tak percaya orang yang disebutkan namanya dapat menjalankan perusahaan itu. “Karena dia tak memiliki kemampuan untuk itu,” katanya, berbicara dengan minta nama anonim.“Untuk mengelola area konsesi, Anda harus memiliki keterampilan kerja lapangan. Anda harus tahu cara menanam, memanen dan membawa kayu ke penggilingan. Saya rasa dia tidak memiliki kemampuan seperti itu, sungguh. ”Salah satu dari dua karyawan APP yang mengatakan namanya digunakan untuk MSL,  orangnya lebih tertutup. Dia enggan menjelaskan detail bagaimana modus-modus seperti itu berjalan. Diapun segera mematikan telepon.Yang jelas darinya soal perusahaan itu bukan milik dia. “Semua didasarkan pada inisiatif [konglomerat],” katanya. “Tidak mungkin saya menominasikan diri [sebagai direktur].”Untuk APP, temuan ini memiliki konsekuensi di luar MSL. Perusahaan kertas raksasa ini juga mendapat kecaman atas hubungannya dengan 24 perusahaan lain sebagai pemasok bahan bakunya. APP selalu merujuk perusahaan-perusahaan ini sebagai pemasok “independen,” tak dimiliki oleh atau berafiliasi dengannya. Namun, laporan lembaga swadaya masyarakat dan media baru-baru ini mengindikasikan, mereka dimiliki segelintir karyawan APP. APP membantah, kalau telah memiliki perusahaan-perusahaan itu secara diam-diam." "Mantan Pekerja APP Ungkap Namanya Dipakai untuk Perusahaan Rahasia di Kalimantan","Dalam lima tahun sejak APP berjanji menghentikan pembukaan hutan, MSL telah melibas hampir 30 kilometer persegi (12 mil persegi) hutan. Lisensi perusahaan mencakup total 130 kilometer persegi (50 mil persegi) dan membentang sebagai habitat orangutan Kalimantan ((Pongo pygmaeus) yang sangat terancam punah.Menurut analisis Greenpeace, hampir seluruh konsesi terletak di lahan gambut. Dalam beberapa dekade terakhir, zona gambut Indonesia yang luas telah dikeringkan perusahaan-perusahaan perkebunan, menyebabkan gambut mudah terbakar.Pada 2015, kebakaran gambut di Indonesia menyelimuti kepulauan dan negara-negara tetangga dalam kabut asap yang mencekik, memabukkan jutaan warga Indonesia, dan menghasilkan emisi gas rumah kaca meroket. APP berjanji menghentikan pembukaan tak hanya hutan juga lahan gambut.Jika keluarga konglomerat ini mengendalikan MSL, itu melanggar lebih dari ikrar sukarela. Pada 2016, Presiden Indonesia,  Joko Widodo,  menandatangani aturan moratorium semua pembukaan lahan gambut baru. Namun, menurut Greenpeace, MSL membersihkan gambut tahun lalu.Greenpeace pada Mei memutuskan hubungan dengan APP, dengan mengatakan, upaya menyembunyikan skandal kepemilikan gagal, dan menuntut mereka bertanggung jawab atas penghancuran hutan termasuk di konsesi MSL. APP tetap kekeuh bilang, kalau tak ada hubungan dengan MSL dan tak ada kayu masuk ke rantai pasokan mereka.Ditanya mengenai temuan terbaru Mongabay, Elim Sritaba, Direktur Keberlanjutan APP, memilih tak menjawab soal setidaknya enam karyawan mereka disebutkan dalam pengajuan resmi untuk MSL, atau klaim nama-nama pekerja sering dipakai perusahaan.Sritaba mengatakan, tak ada seorang pun yang “diberi kompensasi” untuk dicatat sebagai direktur MSL. Dia menyebut klaim itu,  salah dan tidak berdasar." "Mantan Pekerja APP Ungkap Namanya Dipakai untuk Perusahaan Rahasia di Kalimantan","“Kami menyambut kritik ke dalam organisasi kami, karena kami percaya bahwa itu membantu kami melakukan yang lebih baik,” katanya, melalui surat elektronik.“Tetapi saat yang sama, jika kami menghabiskan seluruh waktu membela diri terhadap serangan tak berdasar, kami akan kekurangan sumber daya untuk pekerjaan lebih  penting yang perlu dilakukan dalam memerangi perubahan iklim.”   ‘Sebaiknya jangan protes’Salah satu mantan karyawan APP yang mengatakan namanya dipakai untuk MSL mengenang awal mula sadar namanya telah melekat pada perusahaan. Ini dimulai ketika tim hukum kantor di Jakarta membawa dokumen untuk ditandatangani buat penyewaan alat berat.“Ketika itu saya menyadari, oh, saya ditunjuk sebagai anggota dewan,” katanya. “Sekali lagi, mereka sudah menyiapkan segalanya untuk saya. Jadi saya tidak punya pilihan lain. ”Di APP, katanya, itu praktik standar untuk nama karyawan yang akan diakai buat perusahaan seperti MSL. Makin senior, katanya, makin tinggi kesempatan nama dilampirkan di profil perusahaan. “Jadi, jika Anda mencapai tingkat tertentu-manajer senior, general manajer- akan ada risiko tinggi bahwa Anda akan ditunjuk jadi salah satu anggota dewan,” katanya.Karyawan ini,  biasa tak dinilai penting di perusahaan, jadi masuk akal namanya dipakai untuk perusahaan seperti MSL. Bukan untuk perusahaan yang lebih besar seperti Arara Abadi, yang diakui dimiliki oleh APP.Karyawan itu bilang, tak pernah ada yang meminta izin gunakan namanya untuk perusahaan. Mereka tak perlu melakukan hal itu– APP sudah memiliki data pribadi karyawan. “Setelah Anda mendaftar kerja, Anda mengisi CV Anda, kan?” katanya. “Anda juga memberikan ID Anda. Itu seharusnya cukup bagi [manajemen] untuk menunjuk Anda.”" "Mantan Pekerja APP Ungkap Namanya Dipakai untuk Perusahaan Rahasia di Kalimantan","“Maksud saya, mereka sudah punya ID Anda. Mereka hanya datang ke notaris dan mendirikan perusahaan atau bagaimana, saya tidak tahu. Berarti bahwa sampai batas tertentu mereka tidak menggunakan persetujuan Anda sebelumnya untuk menunjuk Anda sebagai anggota dewan.”Pengakuannya  tentang praktik seperti ini dikonfirmasi oleh mantan karyawan APP lain yang bekerja di kantor sama di Jakarta. (Namanya tak muncul di MSL.)Dia mengatakan, sudah biasa bagi rekan-rekannya disebut sebagai petugas dari perusahaan itu. Beberapa dari mereka benar-benar mengelola perusahaan, yang lain namanya hanya muncul  demi kepentingan dokumen.“Saya tidak bisa mengatakan itu situasi hitam dan putih. Ini lebih keabu-abuan.”Karyawan yang menandatangani makalah untuk MSL mengatakan, tak pernah benar-benar berpartisipasi dalam manajemen. Dia bahkan tak tahu siapa yang membeli kayu yang dihasilkan. Dia menerima sekitar Rp1 juta per bulan sebagai kompensasi untuk penggunaan nama itu.Penggunaan nama ini membuat dia resah tetapi hanya dalam diam. “Selama Anda ingin bekerja [untuk APP], saya kira akan mengerti yang terbaik bagi Anda untuk tak memprotes keputusan semacam itu.”   Tanda-tanda awalHasil investigasi bersama Eyes on the Forest, koalisi organisasi masyarakat sipil di Indonesia, melihat buldoser bekerja di konsesi MSL.Mereka mulai menggunakan drone memantau konsesi. Dalam perjalanan ke lapangan, mereka mengidentifikasi sarang orangutan dan mengukur kedalaman dan luas gambut. Mereka mendengar dari penduduk desa yang tinggal di dekat perkebunan, bahwa itu milik Grup Sinarmas.Untuk memeriksa pernyataan penduduk desa, para investigator LSM mencari akta pendirian dan akta notaris MSL dan jaringan perusahaan induk dari data pemerintah melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Kementerian Hukum dan HAM." "Mantan Pekerja APP Ungkap Namanya Dipakai untuk Perusahaan Rahasia di Kalimantan","Dokumen-dokumen yang tersedia secara publik mengungkapkan nama-nama pemegang saham, direktur dan komisaris untuk setiap perusahaan. Hasil pencarian online menunjukkan, beberapa orang ini adalah karyawan APP. Mereka, misal,  mencantumkan di profil LinkedIn milik mereka.Ian Hilman, dari Koalisi Masyarakat Sipil Kalimantan mengatakan,   Eyes on the Forest tak akan menghadapi APP kecuali mereka memiliki bukti definitif bahwa APP benar-benar mengendalikan MSL.Mereka terus memantau konsesi, pada 2015,  merilis laporan yang menunjukkan berapa banyak hutan hancur oleh MSL.Tanda-tanda itu ada di sana, kata Hilman. MSL, didaftarkan ke sebuah gedung di Sinarmas Land Plaza, Jakarta. Meskipun itu konsesi relatif kecil sekitar 130 kilometer persegi– beberapa konsesi APP 20 kali lebih besar— jelas ada uang besar di belakangnya.“Ini aneh,” kata Hilman, bahwa pemilik MSL, dua pekerja kantoran.“Jika Anda melihat di lapangan, MSL memiliki investasi besar seperti menyewa mesin berat, menggali saluran kanal, dan membangun sebuah jalan.”  Ada indikasi lain kalau MSL adalah operasi APP.Desember lalu, sebuah peta di situs web APP yang menunjukkan titik api jelas-jelas menyebutkan, MSL sebagai salah satu konsesi “mitra” raksasa kertas di Kalimantan. Peta yang Mongabay  lihat itu telah diturunkan.Sritaba dalam wawancara Februari lalu, mengatakan, MSL telah keliru masukkan dalam peta.Dokumen lain, buatan 2007 oleh APP, kala Mongabay, cek MSL masuk daftar konsesi.Awal tahun ini, Greenpeace menemukan, perusahaan perkebunan kayu pulp lain dimiliki konglomerat ini sedang ‘membersihkan’ hutan di Kalimantan Selatan.Ketika organisasi lingkungan mempertanyakan soal ini kepada APP, raksasa kertas itu mengatakan PT Hutan Rindang Banua, berada di luar kewenangan mereka, karena milik tangan berbeda dari keluarga Widjaja. Menurut mereka komitmen keberlanjutan itu tak berlaku." "Mantan Pekerja APP Ungkap Namanya Dipakai untuk Perusahaan Rahasia di Kalimantan","“Di satu sisi, mereka berbicara tentang menghentikan tindakan mereka, tetapi sisi lain terus melakukan deforestasi,” Rusmadya Maharuddin, juru kampanye hutan bersama Greenpeace, kepada Mongabay. Masalah kepercayaanAPP terus mengklaim, MSL dibentuk oleh karyawan yang tak bertanggung jawab. Pada Mei, raksasa kertas itu mengatakan,  akan menyewa perusahaan auditor besar untuk “melihat kepemilikan saham dari semua bisnis kehutanan di Indonesia untuk menentukan apakah ada karyawan APP yang terlibat dalam bisnis yang menimbulkan konflik kepentingan.” APP masih berniat audit, kata Sritaba menulis dalam email.Sementara itu, pemerintah mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan transparansi. Pada Maret, Presiden Indonesia Joko Widodo mengeluarkan keputusan yang mewajibkan perusahaan mengungkapkan kepemilikan  mereka dalam waktu satu tahun.“Harapannya, itu dapat ditegakkan, setiap entitas akan menyatakan kepemilikan usahanya,” Sulistyanto, Wakil Kepala Biro Pencegahan KPK, kepada Mongabay.Dalam kasus APP, Rusmadya dari Greenpeace,  lebih skeptis. “Ini bukan mengenai perusahaan yang siap memulai dalam perang melawan deforestasi,” katanya.“Mereka tidak transparan.”  *** Kontribusi data dan informasi juga dari Aseanty Pahlevi dan terjemahan berita oleh Akita Arum Verselita. Berita awal bisa dilihat di Mongabay.com  Keterangan foto utama: Orangutan kalimantan yang nasibnya harus kita perhatikan karena hutan tempat hidupnya kian tergerus. Foto: BOSF/Indrayana    [SEP]" "Berbagi Ruang Hidup dengan Orangutan di Stasiun Penelitian Ketambe","[CLS]  Stasiun Penelitian Ketambe yang berada di Kabupaten Aceh Tenggara, Aceh, memang identik dengan orangutan sumatera. Berada di Taman Nasional Gunung Leuser, tempat riset seluas 450 hektar ini, dikelola oleh Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL) dan Forum Konservasi Leuser (FKL).Orangutan (Pongo abelii) sangat mudah ditemui, saat bermain atau mencari makan di pepohonan. “Di sini, kehidupan orangutan tidak ada yang mengganggu. Mereka hidup tanpa ada ancaman,” terang Manager Stasiun Penelitian Ketambe, Arwin.Menurut Arwin, petugas di stasiun selalu mengawasi siapa saja yang datang. Bagi tamu atau peneliti, dipastikan tidak boleh mengganggu tumbuhan dan satwa, termasuk orangutan yang dilihat.“Kami membuat aturan, siapapun yang masuk ke sini tidak boleh memberi makan dan meniru suara satwa. Ini untuk menjaga satwa hidup alami,” ujar warga Desa Ketambe ini.Baca: Stasiun Riset Ketambe, Bukan Orangutan Sumatera Saja yang Bisa Diteliti  Kehidupan orangutan di Ketambe semakin terjaga karena stasiun ini diapit dua sungai besar, Lawe Ketambe dan Lawe Alas di Aceh Tenggara. “Awalnya, pusat penelitian hanya seluas 1,5 km persegi (Rijksen 1978). Pada 1979, Dr. Chris Schrümann memperluas, mengukur, dan memetakan dengan sangat akurat sehingga menjadi 4,5 km persegi,” ungkap Arwin yang juga pernah menjadi asisten peneliti.Pada 11 September 2018 sore, Mongabay Indonesia disambut satu induk orangutan bersama anaknya yang berumur sekitar lima tahun. Mamalia ini tidak tampak terganggu dengan keberadaan manusia, tetap memakan pucuk pohon bahkan hanya di ketinggian kurang dari 10 meter.“Orangutan tidak akan pindah kalau tidak merasa terancam. Kami selalu memastikan, mereka aman mencari makan meskipun dekat bangunan penelitian,” ujarnya.Baca: Sri Suci Utami Atmoko, Sang Konservasionis Orangutan Sejati  " "Berbagi Ruang Hidup dengan Orangutan di Stasiun Penelitian Ketambe","Manager Riset FKL, Muhammad Isa, mengatakan orangutan sumatera jantan mempunyai kantung pipi lebar. Panjang tubuhnya sekitar 1,25 meter sampai 1,5 meter. Berat orangutan jantan dewasa 50-90 kilogram sementara betina 30-50 kilogram. Bulu-bulunya coklat kemerahan.Orangutan terbagi dalam 13 kantong populasi di Pulau Sumatera. Dari jumlah itu, kemungkinan hanya tiga kantong populasi yang memiliki 500 individu, sedangkan tujuh kantong populasi sekitar 250 individu.Enam dari tujuh kantong populasi orangutan diperkirakan akan terganggu habitatnya 10-15% akibat penebangan hutan. Berdasarkan IUCN Red List, orangutan sumatera dikategorikan Kritis (Critically Endangered).  Karena orangutan yang mudah ditemui di Desa Ketambe, wilayah ini menjadi salah satu tujuan ekowisata bagi wisatawan lokal maupun asing. Pelaku wisata di Ketambe menawarkan paket menyusuri hutan, sungai, dan melihat orangutan.“Namun, wisatawan yang ingin melihat orangutan di dalam Stasiun Ketambe, tidak bisa masuk sembarangan. Harus mengantongi izin dari BBTNGL. Kalau di luar stasiun, cukup membayar tiket,” terang Arwin.Baca juga: Stasiun Penelitian Orangutan Ketambe Hidup Lagi  Stasiun Penelitian Ketambe didirikan pada 1971 oleh peneliti berkebangsaan Belanda, Herman D. Rijksen yang bekerja untuk Universitas Wageningen, Belanda.Pembangunan ini didanai oleh Netherlands Foundation for the Advancement of Tropical Research   dan   Netherlands Appeal of the World Wildlife Foundation. Awal pendiriannya, ditujukan sebagai lokasi rehabilitasi orangutan sekaligus pusat penelitian.  Pada 1980, pengelolaan stasiun diserahkan ke Dirjen PHPA (Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam) dan sejak itu Ketambe dijadikan pusat penelitian. Sementara, pusat rehabilitasi orangutan dipindahkan ke Bukit Lawang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara." "Berbagi Ruang Hidup dengan Orangutan di Stasiun Penelitian Ketambe","Hingga sekarang, Stasiun Penelitian Ketambe menjadi laboratorium alam istimewa. Menjadi daya tarik tersendiri bagi peneliti dalam dan luar negeri, khususnya primata.   [SEP]" "Deklarasi Bandung: Jalankan Reforma Agraria Sejati dan Pengakuan Wilayah Adat","[CLS]   Global Land Forum (GLF), 24-27 September 2018 mengusung tema United for Land Rights, Peace and Justice, telah usai. Konferensi tiga tahunan ini melahirkan Deklarasi Bandung, yang menyepakati tata kelola lahan harus berpusat pada masyarakat atau manusia.Deklarasi Bandung, disepakati 260 organisasi dari 84 negara di seluruh dunia, tersebar di Afrika, Asia, Eropa, Timur Tengah, Amerika Utara, Amerika Latin dan Karibia.Baca juga: Kado Hari Tani 2018: Presiden Tandatangani Perpres Reforma AgrariaPada butir keempat deklarasi menyebutkan, dalam tiga tahun terakhir, mereka melihat ketidaksetaraan sosial ekonomi kian ekstrem dan makin akut.”Kekayaan dan kekuasaan, mengontrol tanah dan sumber alam lain, seringkali terkonsentrasi pada segelintir orang yang mengorbankan banyak orang,” kata petikan dalam dokumen itu.Dampak perubahan iklim kian nyata, konflik tanah kian terlihat dan peningkatan penderitaan manusia hingga mendorong migrasi. Korupsi, kurang transparan dan akuntabilitas jadi salah satu pemicu perampasan dan konflik.Baca juga: Mengupas Borok Agraria, Akankah Temukan Obatnya?Adapun fokus utama dalam deklarasi ini terbagi dalam dua masalah, yakni perlindungan lahan dan pembela lingkungan serta reformasi agraria, termuat dalam butir 7 dan 8.Bahwa, tren pembunuhan, serangan dan kriminalisasi pembela atas lahan dan lingkungan, baik individu maupun masyarakat, tak dapat diterima. Ia jadi “krisis global” tak hanya di Indonesia, tetapi di berbagai negara, terutama pada petani dan masyarakat adat.Selama dekade terakhir, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) melaporkan terjadi perampasan tanah melalui pengusiran 3,5 juta orang, penahanan pembela hak atas tanah dan lingkungan 1.617 orang dan pembunuhan pejuang tanah dan lingkungan 122 orang." "Deklarasi Bandung: Jalankan Reforma Agraria Sejati dan Pengakuan Wilayah Adat","Dengan begitu, penting memperkuat kerangka kerja, lembaga dan instrument HAM, seperti proses yang sedang berlangsung di Dewan Hak Asasi Manusia pada Deklarasi PBB tentang hak-hak petani dan orang lain yang bekerja di pedesaan.”Kami menyerukan kepada pemerintah segera menegakkan kewajiban mereka melindungi pembela lahan dan lingkungan.”  Dalam deklarasi itu, mereka meminta sepenuhnya menerapkan Deklarasi PBB tentang pembela hak asasi manusia yang diadopsi 20 tahun lalu. Juga memastikan perusahaan dan investor menghormati hak-hak pembela lahan dan lingkungan dalam kegiatan dan rantai pasokan mereka.Untuk reformasi agraria diharapkan kembali menjadi agenda politik nasional dalam memperbaiki ketimpangan pada masyarakat pedesaan. Pendekatan reforma agraria berkelanjutan dan kesetaraan gender jadi jalan penting menuju masa depan dengan meminimalkan konflik dan menciptakan keadilan sosial.Untuk mencapai tujuan, sangat penting pembaharuan agraria: pertama, didasarkan kebijakan pertanian, penguasaan lahan, investasi dan penggunaan lahan yang koheren dan berkelanjutan. Kedua, didukung sumber daya dan infrastruktur sosial memadai.Ketiga, dirancang dan diimplementasikan dengan partisipasi berarti dari organisasi yang mewakili petani kecil, masyarakat adat, penggembala dan komunitas lokal yang terkena dampak.Keempat, mengakui hubungan intrinsik masyarakat adat dengan tanah, wilayah, dan sumber daya alam mereka. Juga mendukung semua bentuk hak tanah masyarakat dan hak penguasaan lahan adat sebagai cara mengatasi konflik lahan. Kelima, tak boleh didanai pinjaman apapun atau dukungan keuangan eksternal lain yang bertentangan dengan tata kelola lahan yang berpusat pada manusia." "Deklarasi Bandung: Jalankan Reforma Agraria Sejati dan Pengakuan Wilayah Adat","Michael Taylor, Direktur International Land Coalition (ILC) mengatakan, dalam deklarasi itu semua anggota setuju penatakelolaan lahan berpusat pada manusia. Ia langkah penting mengatasi kemiskinan dan kelaparan, serta membangun perdamaian dan keadilan.“Tata kelola lahan yang berpusat pada masyarakat berarti keputusan tentang tanah, air dan sumber daya alam dibuat pertama dan terutama perempuan, laki-laki, keluarga dan masyarakat yang hidup dan bergantung pada tanah,” katanya kepada Mongabay.Ada 11 butir rekomendasi lahir dalam Deklarasi Bandung, dua poin terkahir merujuk pada konteks Indonesia. Agenda ambisius pemerintah Indonesia, terkait 9 juta hektar lahan dan 12,7 juta hektar kawasan untuk rakyat.Namun, Taylor mengingatkan, reformasi agraria sejatinya bukan hanya sertifikasi ha katas tanah. ”Reformasi agraria harus mengatasi konflik tanah dengan memberikan tanah kepada mereka yang tidak memiliknya dan menghentikan kriminalisasi pembela hak atas tanah,” katanya.  Dia bilang, tantangan terbesar reforma agraria pada level global adalah bagaimana mengatasi ketidaksetaraan di banyak negara.Dia contohkan, Kolombia, Afrika Selatan dan Indonesia, selalu mencoba menerapkan reforma agraria sejati namun terbukti sulit. Lebih mudah, katanya, mengesahkan hak daripada mendistribusikan dari kaya ke miskin.Dewi Kartika, Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mengatakan, dalam konteks Indonesia, deklarasi Bandung, menekankan dukungan reforma agraria sejati, termasuk pengakuan wilayah adat.Meski ada langkah positif pemerintah, dengan menerbitkan Perpres 88/2017 tentang penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan. Inpres 8/2018 tentang penundaan dan evaluasi peizinan perkebunan sawit dan peningkatan produktivitas perkebunan sawit dan Perpres Reforma Agraria. Baginya, terlalu dini menyebutkan, perpres reforma agraria mampu membuat percepatan program ini." "Deklarasi Bandung: Jalankan Reforma Agraria Sejati dan Pengakuan Wilayah Adat","”Reforma agraria sejati itu harus bertumpu pada wilayah konflik agraria dan harus jadi prioritas utama dari target 9 juta hektar,” katanya.Wilayah yang berkonflik agraria itu nyata sebagai potret ketimpangan, marjinalisasi kelompok karena akses dan hak tanah tak diakui.Pemerintah pun, katanya, diharapkan mampu memisahkan antara reformasi dan sertifikasi tanah yang jadi program rutin Badan Pertanahan Nasional.Berdasarkan data Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN, target 9 juta hektar tanah obyek reforma agraria (tora) sebagian besar dari sertifikasi lahan dan pelepasan kawasan hutan. Hanya 400.000 dari 9 juta hektar dari tanah terlantar dan konsesi kadaluarsa.Sebesar 8,6 juta hektar dari legalisasi lahan rakyat yang belum bersertifikat (4,5 juta hektar, 3,9 juta melalui prona dan 0,6 dari lahan transmigrasi) dan pelepasan kawasan hutan (4,1 juta hektar).”Sertifikasi lahan bukanlah reforma agraria. Reforma agraria sejati adalah mendistribusikan hak lahan kepada mereka yang tak memiliki,” kata Michael.  KPA pun mencoba mendorong dan membantu pemerintah melaksanakan reforma agraria dari bawah atau masyarakat untuk mengefektifkan waktu pemerintah.”Mulai dari identifikasi obyek, subyek, by name by address, luasan tiap orang dan penata gunaan lahan maupun penataan produksi.”Seharusnya, tinggal kepastian hukum dan jaminan keberlanjutan serta analisa agar kepemilikan tanah berjangka panjang.Kalangan organisasi masyarakat sipil sudah serahkan peta lokasi prioritas reforma agraria ada 444 lahan tersebar pada 20 provinsi dan 98 kabupaten dengan luas 654.392 hektar, baik dalam kawasan hutan maupun bukan.Dewi bilang, ada 444.888 keluarga di lahan itu. Setiap lokasi adalah kampung atau desa definitif yang terbentuk dan berkembang meski belum ada legalitas lahan." "Deklarasi Bandung: Jalankan Reforma Agraria Sejati dan Pengakuan Wilayah Adat","”Kenapa (lahan) tidak diprioritaskan oleh kementerian terkait? Jika kita ingin mempercepat proses reforma agraria, mari kerjakan dari inisiatif masyarakat dari bawah,” katanya.           Jangan politisasi Tantangan lain bagi Indonesia, katanya, momen tahun politik. Tantangan ini mampu memperlihatkan sejauh mana keseriusan pemerintah fokus terhadap agenda reforma agraria.KPA khawatir, jika Perpres Agraria ada, namun fokus pemerintah pada kemenangan tahun 2019. ”Kita punya landasan hukum tapi tidak dikerjakan. Itu namanya politisasi reforma agraria, itu yang harus kita hindarkan,” kata Dewi.Politisasi reforma agraria, katanya, meningkatkan kepentingan politik elit bukan pada masyarakat. Untuk itu, perlu langkah serius dan pembuktian bagi pemerintahan Presiden Joko Widodo mendorong keadilan sosial dengan memprioritaskan reforma agraria.  Dia bilang, reforma agraria dan pengakuan hutan adat merupakan agenda politik. “Itu harus mendapatkan dukungan politik dari seluruh kalangan baik parlemen, pemerintah dan masyarakat. Yang kita tolak, politisasi reforma agraria.”Dia berharap, setelah ada perpres, pemerintah pusat memastikan bahwa kebijakan ini mampu dipahami, diketahui dan disosialisasikan ke pemerintah daerah. Provinsi, kabupaten dan kota, katanya, kunci pelaksanaan tora. Kalau tak paham, bakal menghambat implementasi.”Seringkali agenda prioritas nasional, tak langsung jadi prioritas daerah, ditambah tahun politik, kepentingan pasti banyak.”Rukka Simbolinggi, Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat (AMAN) khawatir, tahun politik reforma agraria susah berjalan. Apalagi, ijon politik, korupsi sumber daya alam marak dan wilayah adat seringkali jadi agunan calon pemimpin daerah.”Untuk itu, usulan masyarakat justru harus jadi perhatian dan acuan utama tora.”" "Deklarasi Bandung: Jalankan Reforma Agraria Sejati dan Pengakuan Wilayah Adat","Berdasarkan data AMAN dan Forest Watch Indonesia (FWI), sejak 1968, hingga kini, ada 175 konflik masyarakat adat. Ia meliputi sektor perkebunan (62 kasus), kehutanan produksi (35), pertambangan (36), transmigrasi(4). Juga kehutanan konservasi (17), hutan lindung (7), infrastruktur (3), dan lain-lain (migrasi, pangan dan energi, pariwisata, sarana umum, pesisir dan laut dan sarana militer).Penyelesaian reforma agraria pada lahan masyarakat adat harus diawali dengan tiga tahapan, yakni rekognisi, restitusi dan rehabilitasi. Setelah itu, baru berbicara redistribusi.Reforma agraria yang berjalan saat ini, kata Rukka, tak berdasar pada pengakuan atau rekognisi masyarakat adat atas wilayah mereka.Dia menyayangkan, dalam Perpres Reforma Agraria tak meletakkan masyarakat adat sebagai obyek dan subyek. “Perpres bisa berguna jika pemda diperintahkan mengidentifikasi dan inventarisasi masalah-masalah di wilayahnya dan penanganan konflik,” katanya.Percepatan reforma agraria dan pengakuan wilayah adat, katanya, dapat dilakukan dengan menyasar wilayah yang selama ini jadi bank tanah pebisnis, lahan terlantar dan wilayah bekas HGU. Di lapangan, banyak eks HGU jadi pemukiman, ladang dan kebun masyarakat.Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pengakuan hutan adat baru 25.110,34 hektar dari realisasi 1.917.890,07 hektar perhutanan sosial. Keterangan foto utama:   Pihak PT Lonsum saat menghadapi ratusan warga Kecamatan Kajang, Bulukumba, Sulsel, pemilik lahan yang melakukan aksi menuntut PT Lonsum menghentikan aktivitas di lahan mereka. Foto: Rudi Tahas/Agra Bulukumba/Mongabay Indonesia.   [SEP]" "Mahkamah Agung Batalkan Sebagian Perda Tanah Ulayat Riau","[CLS]  Setelah hampir empat bulan menunggu, Mahkamah Agung, akhirnya membatalkan sebagian Perda Nomor 10/2015 tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya, atas gugatan uji materi Walhi Riau dan LBH Pekanbaru.Walhi Riau dan LBH Pekanbaru diberi kuasa tiga perwakilan masyarakat adat Batu Sanggan Kampar dan Talang Mamak Indragiri Hulu, mengajukan permohonan 20 Februari 2018. Mereka keberatan dengan Pasal 1 angka 11 dan 13, Pasal 10 ayat 1, Pasal 11, Pasal 16 ayat 1, Pasal 19 dan Pasal 20 ayat 2 dalam perda ini.“Prosesnya sudah kita mulai sejak 2015. Karena kondisi asap dan beberapa kendala lain, permohonan baru dapat kita ajukan awal tahun ini,” kata Boy Jerry Even Sembiring, Manajer Kajian Kebijakan Walhi Nasional.Menurut mereka, Pasal 1 angka 11 dan 13 tak menjelaskan perbedaan tanah ulayat dan tanah adat hingga muncul tafsir beragam. Juga ada pertentangan antara Pasal 1 angka 10 dengan Pasal 10 ayat 1 mengenai hak ulayat dan obyek tanah ulayat. Intinya, yang dimaksud obyek tanah ulayat, segala benda di atasnya tak termasuk tambang berat di dalam bumi.Pasal itu, tak menjelaskan jenis-jenis tambang berat. Padahal, UU Mineral dan Batubara 2009 tak mengenal tambang berat termasuk UU Minyak dan Gas Bumi 2001. Jadi, Pasal 10 ayat 1 dianggap tak memiliki rujukan jelas.“Pasal 10 cenderung mengutamakan kepentingan investasi tambang di atas tanah masyarakat adat bila dapat izin dari pemerintah,” kata Aditia Bagus Santoso, Direktur LBH Pekanbaru. UU Minyak dan Gas Bumi jelas melarang kegiatan itu.Pasal 10, katanya, juga bertentangan dengan UU Pokok Agraria karena mengecualikan apa yang terkandung dalam bumi. Padahal, UU Nomor 5/1960 itu menjelaskan, selain permukaan bumi juga tubuh bumi di bawahnya serta di bawah air.Menurut Boy, Pasal 10 berpotensi menghilangkan kekayaan dalam tanah ulayat." "Mahkamah Agung Batalkan Sebagian Perda Tanah Ulayat Riau","Kemudian, Pasal 11 ayat 4, tentang pengembalian tanah ulayat oleh pemakai atau pengelola pada pemilik tanah ulayat bila perjanjian kerjasama berakhir. Pasal ini, katanya, bertentangan sendiri dengan ayat sebelumnya, sama sekali tak menjelaskan siapa pemakai atau pengelola.Pasal 16 ayat 1, menjelaskan pemindahan kepemilikan hak tanah ulayat untuk kepentingan nasional dan pembangunan daerah. Namun, katanya, tak ada penjelasan mengenai dua alasan itu.Padahal, dalam Pasal 2 ayat 4, menyatakan, kepemilikan, pengelolaan dan pemanfaatan tanah ulayat untuk kepentingan masyarakat adat, bukan kepentingan nasional.Pasal 16 ayat 1, juga dianggap bertentangan dengan UU Nomor 2/2012 tentang Pengadaaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Juga turunannya Perpres Nomor 71/2012. Kalimat untuk kepentingan nasional dan pembangunan di daerah, tak ada dalam dua aturan lebih tinggi itu.Ada lagi yang dinilai membingungkan Walhi Riau dan LBH Pekanbaru, mengenai sanksi pidana Pasal 19 ayat 1, merujuk Pasal 11.  Padahal, pasal rujukan itu menjelaskan tata cara pemanfaatan tanah ulayat bukan pemberian sanksi. Di dalamnya banyak mengandung unsur pelaku dan berbagai macam perbuatan.Secara keseluruhan, Walhi dan LBH Pekanbaru nilai Perda No 10/2015 bertentangan dengan peraturan perundang-undangan lebih tinggi, tak punya kekuatan hukum dan tak berlaku umum.Supandi, Ketua Majelis Hakim bersama dua anggota, Is Sudaryono dan Irfan Fachruddin yang memeriksa permohonan, mengeluarkan putusan akhir Mei lalu. Mereka hanya membatalkan Pasal 10 ayat 1 dan dan Pasal 16 ayat 1.Kedua pasal itu bertentangan dengan peraturan lebih tinggi, yakni, UU Pengadaaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, UU Mineral dan Batubara, UU Minyak dan Gas Bumi dan UU Pokok Agraria.Walhi Riau dan LBH Pekanbaru apresiasi putusan majelis hakim. Meski tak semua pasal tetapi putusan dianggap bisa menyelamatkan tanah ulayat demi kepentingan masyarat adat." "Mahkamah Agung Batalkan Sebagian Perda Tanah Ulayat Riau","Supriadi, perwakilan masyarakat adat Talang Mamak, juga pemohon, juga senang. “Dengan batalnya beberapa pasal, pemerintah tak semena-mena lagi menerbitkan izin tambang. Selama ini tak pernah ada musyawarah atau melibatkan pemangku adat saat perusahaan tambang itu beroperasi,” katanya.Masyarakat adat Talang Mamak, sedang mendorong pemerintah Indragiri Hulu menerbitkan aturan pengakuan masyarakat hukum adat. Para pemuda aktif bikin kegiatan mengenal sejarah masyarakat adat Talang Mamak dan mengunjungi tempat-tempat keramat.“Untuk mengenal jati diri dan sejarah,” katanya.Bagi Himyul Wahyudi, perwakilan masyarakat adat Batu Sanggan juga pemohon uji materil, pembatalan beberapa pasal belum menjamin perlindungan bagi masyarakat adat sebelum RUU masyarakat adat sah. Ada atau tidaknya pasal itu, katanya, tetap memberi ruang pada korporasi sawit dan tambang mengeruk kekayaan di tanah ulayat.Kondisi ini, katanya, sudah tampak di wilayah adat beberapa kenegerian Kampar. Tumpang tindih kepemilikan lahan antara masyarakat dan korporasi kerap menimbulkan konflik bahkan pemerintah ikut mengklaim wilayah adat itu.Yudi mendorong, Pemerintah Riau segera membuat perda tentang pengakuan masyarakat adat. Perda 10/2015 dirasa belum menjawab keinginan masyarakat adat.Lagi pula, katanya, perda itu dibuat sama sekali tak melibatkan masyarakat adat termasuk organisasi sipil yang konsen isu itu.“Perda pengakuan masyarakat adat dapat menjamin dan memberi ruang mandiri bagi mereka mengatur wilayah adat.” Keterangan foto utama:    Kehidupan warga adat Talang Mamak di Riau. Foto: Lusia Arumingtyas/ Mongabay Indonesia     [SEP]" "Berikut Upaya Antisipasi Berulangnya Kebakaran Hutan dan Lahan di Kalteng","[CLS] Kabupaten Pulang Pisau merupakan satu dari kabupaten di Kalimantan Tengah, yang paling menderita akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tahun 2015. Menurut Sipongi (KLHK, 2015) lahan seluas 98.784,73 pun terbakar habis. Untuk koordinasi, maka peran KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) dianggap penting untuk mencegah berulangnya karhutla di masa datang. Apalagi di lokasi yang lahan gambutnya sudah rusak, seperti eks Proyek Lahan Gambut (PLG) Satu Juta Hektar.Joko Listyanto, Kepala KPH 31 Kahayan Hilir, Kabupaten Pulang Pisau yang membawahi lokasi Blok C eks PLG menyebut banyak tantangan yang dihadapi oleh KPH 31 dalam mencegah kebakaran hutan dan lahan. Termasuk minimnya infrastruktur seperti jalan yang sulit dijangkau jika terjadi kebakaran; serta luasnya wilayah yang tak imbang dengan jumlah anggota UPT Kahayan Hilir.Luas wilayah KPH unit 31 adalah 369,958 hektar. Ia terbagi dalam 10 blok dan 2.306 petak, terdiri dari hutan lindung 149,243 hektar dan hutan produksi 220,715 hektar. Kawasan ini 70% diantaranya merupakan lahan gambut sehingga rentan terjadi kebakaran. Data KPH Unit 31, kebakaran 2015 terparah terjadi di KPH Unit 31, terjadi di daerah Sebangau. Saat itu belum terbentuk tim pemantau apapun.Baca juga: Tiga Tahun Sejak Kebakaran Hebat, Bagaimana Kondisi Lahan Gambut itu Sekarang?“Meski begitu, di unit 31 ini kami tetap berupaya lakukan pencegahan karhutla. Kami lakukan rehabilitasi hutan dan lahan, pemberdayaan masyarakat dengan pola perubahan sosial dan masyarakat serta program perlindungan hutan dan ekosistem,” jelas Joko.Hal itu sekarang menjadi pembelajaran, Unit 31 telah bekerjasama dengan para pihak. Seperti  tim respon api dari Manggala Agni, SKPD terkait, serta kepolisian. Regu-regu kecil yang lakukan patroli juga disiagakan untuk memantau titik api. Pembuatan Sekat-Sekat Kanal" "Berikut Upaya Antisipasi Berulangnya Kebakaran Hutan dan Lahan di Kalteng","Selain mencegah kebakaran, hal penting yang harus dilakukan adalah membasahi dan menanam kembali area gambut yang bekas terbakar.Membasahi gambut dilakukan dengan membangun tabat atau sekat-sekat kanal. Sekat ini penting sebagai pengatur hidrologi air di kawasan gambut. Dengan air dan kadar kelembaban gambut terkontrol, maka tanah menjadi basah, dan tak lagi mudah terbakar. Saat diperlukan, sekat dapat dibuka dan ditutup.Saat berkunjung ke lokasi Blok C bulan Mei lalu, Mongabay Indonesia melihat kontruksi kayu berjajar menutup saluran kanal primer dari Blok C ke arah Desa Kalawa sudah terbangun. Untuk mengalirkan air, sebuah saluran kecil diantara konstruksi dibuat. Konstruksi dirancang agar aliran air tetap mengalir yang tak akan menimbulkan konstruksi terganggu atau jebol.  Di atasnya tertumpuk sebidang tanah selebar kira-kira sepuluh meter, yang menahan aliran air yang mengalir dari kanal primer. Dengan demikian gambut yang berada di sekitarnya kembali menjadi basah.“Dengan penyekatan kanal, maka ketersediaan air tetap melimpah walau musim kemarau. Gambut basah kembali sehingga terhindar dari resiko kebakaran hutan dan lahan,” kata Wanson, Kepala Desa Garung yang menemani perjalanan.Dia menyebut proses penutupan kanal primer eks PLG blok C, tak ada penolakan dari masyarakat. “Tak ada penolakan dari warga. Warga jarang lewat di kanal primer PLG. Malah sekarang kami bersyukur kanal primer ini ditutup,” katanya.Untuk penyekatan di kanal primer eks PLG blok C mulai dilakukan Juni 2017 dan dikerjakan oleh BWS (Badan Wilayah Sungai) Kemenpepura.  Di Desa Garung, jelas Wanson telah terbangun total 30 sekat kanal, 5 sekat untuk tiap handil (sungai kecil). Diantaranya handil Baru, Gandis, Kalumpang, Kecap, dan Jejangkit. Pembangunan sekat kanal tersebut dilakukan melalui skema swakelola atas dukungan para pihak seperti Badan Restorasi Gambut (BRG)." "Berikut Upaya Antisipasi Berulangnya Kebakaran Hutan dan Lahan di Kalteng","“Itu hasil musyawarah di tingkat warga. Sebelum kita lakukan restorasi di gambut, kita minta persetujuan masyarakat. Lewat proses Padiatapa (Persetujuan Atas Dasar Informasi di Awal Tanpa Paksaan). Masyarakat setuju pembangunan sekat di handil.”Untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan pun, Pemdes Garung telah membentuk Masyarakat Peduli Api (MPA) yang beranggotakan 20 orang. ***Di lain pihak Kepala Desa Gohong Yanto Adam mengaku kalau warganya sekarang lebih peduli dengan bahaya kebakaran. Warga Desa Gohong yang mayoritas petani yang dulu menggunakan sistem pertanian lahan berpindah, sekarang pelan-pelan mulai berubah.Yanto menyebut, sejak dua tahun lalu tak ada lagi warganya yang melakukan ladang berpindah.“Saat kejadian tahun 2015 itu sekitar 80% lahan gambut terbakar dan itu sangat merugikan masyarakat Gohong. Kebun banyak yang terbakar, bahkan yang sudah masuk usia panen. Masyarakat rugi hilang hasil kebun dan ekonomi. Belum termasuk kerugian kesehatan kami,” ujarn Yanto.Dia mengaku senang karena sekarang warga desa telah dilatih cara pemadaman api, cara lakukan evakuasi warga, serta bikin lokasi mengungsi bila terjadi kebakaran.“Dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah yang ada di Kabupaten Pulang Pisau [yang latih], pada tahun 2016 telah dibentuk Desa Tangguh Bencana,” ujarnya.Pemerintah Desa juga telah membentuk MPA (Masyarakat Peduli Api) dan MPT (Masyarakat Peduli Tabat). Peralatan untuk memadamkan api jika terjadi kebakaran, pun sudah disiapkan.Menurut Yanto, saat ini di Desa Gohong, sudah dibangun 200 titik sumur bor. Untuk menguatkan upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, pemerintah desa juga telah meningkatkan koordinasi dengan para pihak.“Kami kerjasama dengan TNI Polri. Kalau Manggala Agni bersama tim MPA  stand by di Posko. Juga ada pertukaran informasi jika ada titik api, info lewat jajaran Babinsa dan Polri.”" "Berikut Upaya Antisipasi Berulangnya Kebakaran Hutan dan Lahan di Kalteng","Hal serupa dilakukan oleh KPH Unit 31. Menurut Joko, di tahun 2018 pihaknya telah melakukan patroli tiap bulan. Juga lakukan sosialisasi, seperti di Desa Jabiren dan Gohong, dua desa yang masuk wilayah rawan kebakaran.“Koordinasi dan kolaborasi dengan MPA terus kami lakukan. Kami selalu tukar menukar informasi dengan berbagai pihak,” tutur Joko.Tak lupa dia pun minta agar ada dukungan anggaran untuk persiapan antisipas kebakaran. “Harapannya perlu terus ada dukungan pemerintah dan para pihak, untuk dana pengadaan sarana prasarana dan pelatihan masyarakat.  Supaya persiapan atasi kebakaran semakin solid,” tutupnya.  [SEP]" "Negara Tidak Hadir di Tengah Masyarakat Pesisir?","[CLS] Masyarakat pesisir yang mendiami seluruh pulau di Indonesia membutuhkan perlindungan dari Negara. Hal itu untuk menghalau berbagai ancaman yang datang silih berganti kepada masyarakat di kawasan tersebut. Ancaman tersebut, bisa berupa kriminal, kesejahteraan, sosial, dan lainnya. Yang paling mendasar, masyarakat pesisir saat ini banyak yang terancam akan kehilangan ruang penghidupannya di laut.Fakta tersebut, menurut Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati, sangatlah miris mengingat Indonesia adalah negara kepulauan yang tak bisa dilepaskan dari struktur masyarakat pesisir. Tak hanya itu, masyarakat pesisir kemudian semakin tersudutkan karena menghadapi berbagai ancaman setelah pembangunan ramai dilaksanakan di wilayah pesisir.“Dalam konteks relasi dengan Negara, masyarakat pesisir terancam harus berhadapan dengan proyek-proyek pemerintah berupa reklamasi, pertambangan pesisir, dan pariwisata yang mengakibatkan masyarakat pesisir tergusur dari ruang penghidupannya tanpa ada perlindungan yang pasti atas keterikatannya dengan wilayah pesisir dan laut,” ucapnya pekan lalu.baca : Susan Herawati: Masalah Nelayan bukan Hanya Cantrang  Agar masyarakat pesisir bisa tetap bertahan hidup dengan rasa aman dan nyaman, Susan menyebut, Negara harus hadir untuk mendampingi, memberdayakan, dan sekaligus menjamin hak-hak konstitusional mereka. Proses tersebut, diyakini bisa memberi kekuatan untuk masyarakat pesisir dalam menghadapi berbagai tekanan dan ancaman.Akan tetapi, menurut Susan, walau sangat dibutuhkan kehadirannya, hingga saat ini Negara masih belum terlihat hadir dan memberikan perlindungan kepada masyarakat pesisir. Padahal, dalam konteks tersebut Negara wajib untuk selalu hadir mendampingi." "Negara Tidak Hadir di Tengah Masyarakat Pesisir?","Susan memaparkan, ketidakhadiran Negara bisa dilihat saat proses penetapan Peraturan Daerah (Perda) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau kecil (RZWP3K) yang masih belum mempertimbangkan dan memasukan kepentingan masyarakat pesisir. Proses tersebut, terlihat saat penyusunan perda di delapan provinsi yaitu Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Lampung, dan Sulawesi Tengah.“Sementara itu, ada lima provinsi yang berada dalam tahap akhir yaitu Jawa Timur, Lampung, Jawa Tengah, Kalimantan Barat dan Sumatera Barat,” ungkapnya.baca : Tambang Pasir Laut Itu Membuat Nelayan Pantai Labu Menderita  Di luar itu, Susan menambahkan, tiga provinsi hingga saat ini masih dalam tahap proses perbaikan yaitu Sulawesi Selatan, Banten, dan Kalimantan Utara. Selain provinsi yang disebut di atas, hingga saat ini sisanya atau sebanyak 19 provinsi masih belum memiliki Perda RZWP3K. Semua dokumen yang sudah disusun, lebih mempertimbangkan kepentingan pemodal bukan masyarakat pesisir.Pengakuan NelayanSelain pembuatan Perda RZWP3K, Susan menjelaskan, ketidakhadiran Negara bisa juga dilihat dari pengakuan terhadap peran serta kontribusi nelayan, khususnya perempuan nelayan, di Indonesia. Dari total 8.077.719 rumah tangga perikanan, hanya ada 1.108.852 kartu nelayan yang disiapkan oleh negara.“Dari angka tersebut, hanya ada 21.793 kartu nelayan yang diperuntukkan untuk perempuan nelayan. Artinya, hanya dua persen saja kartu nelayan untuk perempuan nelayan,” tuturnya.Berkaitan dengan hal tersebut, Susan mengatakan, pemberian asuransi nelayan yang menjadi mandat Undang-Undang No.7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam, hingga saat ini baru diberikan sekitar 143.600 asuransi kepada nelayan. Padahal, pemerintah telah menargetkan 1 juta asuransi nelayan.baca : Revisi Perpres Jabodetabekpunjur Potensial Cederai Masyarakat Pesisir?  " "Negara Tidak Hadir di Tengah Masyarakat Pesisir?","Selain dua fakta di atas, Susan memaparkan, fakta ketiga bahwa Negara tidak hadir di masyarakat pesisir, adalah berkaitan dengan kebijakan peralihan alat tangkap yang masih berjalan di tempat. Permasalahan dalam skema bantuan peralihan alat tangkap yang belum merata dan tidak sesuai dengan spesifikasi alat tangkap yang dibutuhkan nelayan, menjadi persoalan serius saat ini.“Implementasi kebijakan masih belum mengakomodir kebutuhan dan keragaman nelayan dengan kondisi geografis pesisir yang berbeda-beda,” tandas dia.Berdasarkan peta persoalan tersebut, KIARA meminta Pemerintah untuk tetap hadir memberikan perlindungan dan menjamin hak konstitusional masyarakat pesisir dan mengimplementasikan amanat Undang-Undang No.7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam.Pusat Data dan Informasi KIARA pada 2017 mencatat jumlah desa pesisir di Indonesia sebanyak 12.827 desa dari 78.609 desa yang tersebar di seluruh Indonesia. Dari seluruh desa tersebut, tercatat ada 8.077.719 rumah tangga perikanan yang hidup dan mendiami kawasan desa pesisir serta menggantungkan kehidupannya terhadap aktivitas perikanan.Susan mengatakan, jika satu rumah tangga terdiri dari 3 orang, maka ada lebih dari 25 juta orang yang tinggal di kawasan pesisir dan menggantungkan kehidupannya terhadap aktivitas perikanan. Namun, jika satu rumah tangga terdiri dari 5 orang, maka ada lebih dari 40 juta orang yang tinggal di kawasan pesisir dan menggantungkan kehidupannya terhadap aktivitas perikanan.“Permasalahan serius yang dihadapi masyarakat pesisir yang dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori utama, yaitu permasalahan yang bersumber dari alam, permasalahan kerusakan alam yang disebabkan oleh manusia baik secara langsung maupun tidak langsung, dan permasalahan sosial ekonomi politik,” tegasnya.baca : Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan Nelayan dan Pesisir Mendesak  Pesisir Jawa Tengah" "Negara Tidak Hadir di Tengah Masyarakat Pesisir?","Ancaman yang ada di masyarakat pesisir, ternyata dirasakan langsung oleh sebagian besar masyarakat yang mendiami pesisir Jateng. Di sana, nelayan dan masyarakat semakin lama semakin terusir dan tersingkir dari ruang-ruang kehidupan dan penghidupan mereka karena adanya kebijakan-kebijakan yang tidak memperhatikan masyarakat.Pegiat Lingkungan Masyarakat Pesisir Nico Wauran mengatakan, persoalan yang ada di Jateng dewasa ini memang semakin tak bisa dibendung. Menurutnya, fakta tersebut menjadi cerminan bahwa Pemerintah baik di pusat maupun di daerah tidak serius dalam mengelola wilayah pesisir Indonesia dan tidak mementingkan nelayan dan masyarakat pesisir khususnya di Jawa Tengah.Adapun, Nico yang mewakili Layar Nusantara, menyebut ada berbagai persoalan di wilayah pesisir Jateng, yaitu:baca : Pemprov Jateng Langgar Undang-Undang dalam Pembahasan Zonasi Pesisir?  Berangkat dari beberapa permasalahan Nelayan dan masyarakat pesisir Jateng di atas, jaringan masyarakat Jateng menuntut Pemerintah Pusat maupun Daerah untuk :  [SEP]" "Penanganan Sampah di Banyumas sebagai Kota Adipura Belum Tuntas, Kenapa?","[CLS] Dua truk pengangkut sampah masuk ke tempat pembuangan akhir (TPA) di Kaliori, Kecamatan Kalibagor, Banyumas, Jawa Tengah (Jateng). Sejumlah pemulung langsung mengejar truk untuk mendapatkan sampah yang masih dapat dimanfaatkan. Truk-truk yang masuk ke TPA setempat dibatasi. Hanya 15 truk per harinya. Kesepakatan itu diperoleh antara warga di sekitar TPA Kaliori dengan Pemkab Banyumas pada Sabtu (26/5) lalu. Kesepalatan ditandatangani oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Banyumas Wahyu Budi Saptono yang merangkap sebagai Pelaksana harian (Plh) Bupati Banyumas.Dalam kesepakatan yang ditandatangani di atas meterai itu, Wahyu menyepakati tiga hal, salah satunya adalah setiap harinya TPA Kaliori hanya boleh menerima sampah maksimal 15 truk. Pembuangan hanya diputuskan hanya sampai 31 Desember 2018 atau akhir tahun ini. Sedangkan kesepakatan kedua adalah percepatan pembangunan talud dan bronjong serta drainase serta menututp TPA Kaliori sesuai dengan peraturan yang berlaku dan tidak membangun hanggar di TPA setempat.Apakah pembukaan TPA Kaiori dapat menyelesaikan masalah sampah secara permanen? Jawabannya tidak. Kenapa? Berdasarkan kalkulasi dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Banyumas, setidaknya ada 40 truk sampah setiap hari yang dihasilkan dari penduduk Kota Purwokerto. Dulu, sebagian masuk ke tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) yang ada di tujuh titik. Jumlahnya kecil, maksimal hanya satu truk di satu TPST per harinya. Sedangkan sebagian besar langsung masuk ke TPA Kaliori. Kalau sekarang hanya diperbolehkan membuang 15 truk ditambah katakankah 6-7 truk ke TPST, maka masih ada lebih 17 truk sampah yang tidak terangkut.baca : Banyumas Darurat Sampah. Ada Apa?  " "Penanganan Sampah di Banyumas sebagai Kota Adipura Belum Tuntas, Kenapa?","Lalu di manakah 17 truk sampah itu? Mongabay mencoba menelusurinya. Ternyata, sebagian besar sampah-sampah tersebut berada di tempat-tempat penampungan sementara. Sebab, produksi sampah tetap sama, sedangkan daya tampung ke TPA terbatas. Ada beberapa tempat penampungan sementara yang ternyata meluber karena melebihi dari kapasitasnya. Misalnya di tempat penampungan di Jl Karangkobar, Purwokerto. Sampahnya meluber nyaris di jalan raya. “Sebetulnya sampah sudah diambil oleh truk pengangkut sampah, tetapi sekarang tidak setiap hari dilakukan. Mungkin 2-3 hari sekali baru diangkut. Sehingga sampah menumpuk di situ. Apalagi, ada warga juga yang membuang sampah di tempat penampungan sementara itu, meski sekarang ada tulisan mengenai pelarangan pembuangan sampah,”ungkap Karso (48).Tidak hanya di situ, tempat penampungan sementara di beberapa tempat juga ditutup dengan menggunakan portal. Contohnya di Jl Kuburan, Kelurahan Purwokerto Kulon, Kecamatan Purwokerto Selatan yang menutup tempat penampungan sementara. “Kami memang sengaja menutup tempat penampungan sementara dengan portal, supaya sampah tidak terlalu banyak. Sebab, pengangkutan sampah hanya tiga hari sekali, sehingga kalau dibuka, maka bisa saja orang dari luar membuang sampah ke sini,”ujar Ketua RT setempat, Sayidin." "Penanganan Sampah di Banyumas sebagai Kota Adipura Belum Tuntas, Kenapa?","Ia mengakui kalau produksi sampah di lingkungan setempat masih tetap sama saja dengan sebelum terjadi darurat sampah di Kota Purwokerto. Meski beberapa waktu lalu, ada imbauan melalui pesan berantai di media sosial WA grup mengenai pengelolaan sampah. Imbauan dari pemkab di antaranya adalah masing-masing RT/RW mengelola sampah di lingkungan sendiri serta masyarakat diminta untuk mulai melaksanakan pengelolaan sampah dengan prinsip 3R yakni reduce atau mengurangi, reuse atau memakai ulang serta recycle atau mendaur ulang. “Sepertinya, imbauan tersebut masih belum dilaksanakan. Tidak gampang kalau tak ada gerakan bersama. Apalagi cuma imbauan,”ujarnya.baca : Dampak Pencemaran Limbah Sampah, Sawah tak Bisa Ditanami, Air Berwarna Coklat  Pemkab Banyumas juga terlihat belum memiliki strategi jitu terkait pengelolaan sampah. Salah satu upayanya adalah dengan membuat tempat pembuangan baru di Kompleks GOR Satria Purwokerto yang terlinat sejak Jumat (1/6). Hanya saja, upaya pembuangan sampah ke tanah kosong di sekitar GOR Satria tersebut belum mendapat keterangan resmi, apakah akan permanen atau sementara waktu saja.Apakah sampah di Kota Purwokerto hanya dibuang begitu saja? Ternyata sebetulnya tidak juga. Karena ada sejumlah TPST yang berjalan aktif. Salah satunya adalah TPST Sejahtera di Kelurahan Purwanegara, Kecamatan Purwokerto Utara.Bahkan, pengelola TPST setempat justru menyatakan kalau kondisi darurat sampah seperti inilah yang seharusnya bisa menjadi momentum gerakan untuk mengelola sampah. Ini disampaikan oleh salah satu anggota Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) sebagai pengelola TPST Sejahtera di Kelurahan Purwanegara, Kecamatan Purwokerto Utara." "Penanganan Sampah di Banyumas sebagai Kota Adipura Belum Tuntas, Kenapa?","“Dengan adanya persoalan sampah yang terjadi sekarangm, seharusnya membuat masyarakat lebih bijak soal sampah. Tidak begitu saja sembarangan membuang sampah. Karena sebetulnya sampah dapat dimanfaatkan dan bernilai ekonomis,”ungkap salah satu pengelola TPST setempat, Aji (31).baca : Limbah Pangan Disulap Jadi Energi Terbarukan dan Pupuk Organik  Aji bukanlah orang yang hanya bisa “omong doang”, tetapi telah mempraktikkan bagaimana sesungguhnya sampah sebetulnya dapat dikelola dengan baik, sehingga mengurangi sampah yang dibuang di TPA. “Setiap harinya, kami mengolah sampah hingga 1,5 ton. Sedangkan yang berhasil dimanfaatkan lagi sekitar 600-800 kilogram (kg) atau lebih dari 50%. Sampah kami manfaatkan untuk pembuatan pupuk untuk sampah organik dan sampah plastik kami kumpulkan karena nanti ada yang mengangkut untuk didaur ulang kembali,”jelasnya.Dikatakan oleh Aji, setiap bulan TPST Sejahtera di Kelurahan Purwanegara tersebut, mampu memproduksi pupuk organik berkisar antara 3-4 ton. Pupuk organik dijual dengan harga antara Rp1.500 hingga Rp2.500/kg, tergantung pembelinya. “Rata-rata pengelola di sini adalah petani, sehingga pupuk juga dapat dimanfaatkan untuk memupuk padi. Kami juga mendapat penghasilan tambahan dari mengelola sampah di sini. Ya, tidak mesti, cuma rata-rata Rp1 juta, kadang lebih sedikit, tergantung produksi sampahnya juga,”katanya.Pengelola lainnya, Upi (49) menambahkan kalau sampah yang dikelola oleh TPST Sejahtera hanya berasal dari Kelurahan Purwanegara saja. “Memang TPST di sini belum mampu mengelola sampah yang banyak jumlahnya. Tetapi, setidaknya bisa menjadi contoh, bahwa sesungguhnya dengan adanya TPST bakal mampu menurunkan volume sampah ke TPA,”jelasnya." "Penanganan Sampah di Banyumas sebagai Kota Adipura Belum Tuntas, Kenapa?","Apa yang telah dilakukan oleh TPST di Kelurahan Purwanegara tersebut patut menjadi contoh. Apalagi, sesungguhnya Pemkab Banyumas pernah mencanangkan program satu aparatur sipil negera (ASN) wajib setor 1 kg sampah anorganik setiap bulannya. Demikian juga dengan adanya imbauan mengenai 3R di masing-masing RT/RW. “Kalau untuk program 1 kg sampah anorganik per bulan untuk satu ASN, sepertinya tidak jalan. Saya juga tidak setor. Tidak tahu kenapa enggak jalan, yang jelas mandek sepertinya,”ungkap seorang ASN yang enggan disebutkan namanya.baca : Banyumas Canangkan Satu PNS, Satu Kg Sampah Plastik dalam Satu Bulan  Secara umum, Pemkab Banyumas telah memiliki rencana untuk membuat TPST berskala besar dan dilengkapi tempat penampungan seperti hanggar. TPST tersebut bakal menggantikan TPA, karena TPA nantinya tidak ada. “Ada tujuh TPST yang nantinya dibangun. Masing-masing TPST memiliki lahan 1.000 meter persegi (m2). Namun demikian, semuanya membutuhkan proses. Apalagi, untuk membangun TPST dengan skala seperti itu membutuhkan dana cukup besar, mencapai Rp3 miliar per TPST. Saat sekarang yang hampir rampung adalah TPST di Tiparkidul, Kecamatan Ajibarang,”ungkap Asisten Ekonomi dan Pembangunan Pemkab Banyumas Didi Rudwianto.Dalam satu kesempatan, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Banyumas Suyanto mengatakan bahwa TPST bakal mengolah sampah hingga nantinya tinggal 10% saja yang menjadi residu. “Namun, itu membutuhkan waktu. Tidak bisa langsung dalam tahun ini. Apalagi, nanti ada beberapa TPST yang dibangun dan membutuhkan proses lelang serta pembangunan,”katanya." "Penanganan Sampah di Banyumas sebagai Kota Adipura Belum Tuntas, Kenapa?","Suyanto mengatakan pihaknya saat sekarang memprioritaskan penanganan sampah yang menumpuk untuk dibuang ke TPA Kaliori. Karena jumlah sampah yang dibuang dibatasi, maka dilakukan prioritas. Ia juga mengatakan akan mencari alternatif tempat baru untuk pembuangan sampah. Namun, sampai sekarang belum diketahui di mana. Apakah salah satu alternatif pembuangan di Kompleks GOR? Belum ada jawaban resmi, meski secara faktual sudah ada sejumlah truk pengangkut sampah yang membuang ke tanah kosong di sekitar GOR.Pemkab dituntut segera melakukan terobosan untuk mengatasi persoalan sampah yang masih terjadi. Sebagai pemkab yang diganjar penghargaan Adipura empat kali berturut-turut sejak 2014-2017 tentu memiliki strategi jitu dalam pengelolaan sampah. Jika persoalan sampah tidak segera teratasi, maka Adipura terancam tak lagi diraih.  [SEP]" "Geliat Budidaya Lebah Trigona di Desa Penyangga Tesso Nilo, Seperti Apa?","[CLS]  Desa Lubuk Kembang Bungo, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, Riau, yang merupakan penyangga Taman Nasional Tesso Nilo mulai membudidayakan lebah penghasil madu Trigona sp. Adalah Kelompok Tani Perempuan Batang Nilo, yang beranggotakan ibu-ibu dan para wanita, yang membudidayakan lebah dari Genus Meliponini tersebut dengan bantuan Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF).Direktur Yayasan Taman Nasional Tesso Nilo yang berkonsorsium dengan Pundi Sumatera sebagai Fasilitator Wilayah TFCA Regional Sumatera Bagian Tengah dan Selatan, Yuliantony mengatakan,  biasanya lebah ini hidup di antara kayu alam yang sudah mati. Sedangkan untuk budidaya yang telah dilakukan, dua stup ditempatkan di suhu yang tidak panas. Tujuannya, untuk menghasilkan madu berkualitas.“Koloni Trigona sp belum ada yang dikembangbiakkan, sehingga diambil langsung dari alam. Dalam dua bulan terakhir, perkembangan lebah ini cukup baik, dan kami berharap bisa terus meningkat. Kemungkinan akan ada penambahan 23 stup lagi,” jelasnya, baru-baru ini. Baca: Ruang Hidup Gajah di Tesso Nilo Terbatas, Bisakah Konflik Diminimalisir?   Data dari Badan Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menjelaskan, prosedur pembuatan stup lebah trigona sebaiknya menggunakan kayu berserat halus. Namun, hingga saat ini belum ada ukuran standar stup, variasinya bisa  20 x 15 x 17 cm.  Stup bisa digantung atau disusun pada rak, diletakkan di tempat teduh  yang tidak terkena sinar matahari langsung.Lebah Trigona sendiri berwarna hitam, panjang tubuhnya antara 3-4 mm, dengan rentang sayap 8 mm. Lebah pekerja memiliki kepala besar dan rahang panjang. Sedang lebah ratu berukuran 3-4 kali ukuran lebah pekerja, perut besar mirip laron, berwarna kecoklatan dan mempunyai sayap pendek. “Sengatannya tidak sakit,” terang Yuliantony.   Menguntungkan" "Geliat Budidaya Lebah Trigona di Desa Penyangga Tesso Nilo, Seperti Apa?","Fasilitator TFCA Regional Sumatera Bagian Tengah dan Selatan, Pundi Sumatera,  Damsir Chaniago,  mengatakan lebah madu bagi petani atau masyarakat yang hidup bertani, sangat menguntungkan. Ada simbiosis mutualisme.  Lebah membatu penyerbukan tanaman yang secara otomatis akan meningkatkan produktivitas pertanian.Menurut Damsir, beberapa literatur yang ada menyebutkan keberadaan lebah menjadi salah satu alat pendeteksi terganggu tidaknya lingkungan. “Jika masih ditemukan banyak lebah, kualitas lingkungan di wilayah tersebut dipastikan bagus.”  Khusus di Tesso Nilo, Pundi Sumatera sejak 2007 sudah mendorong pemanfaatan lilin dari lebah. Produk ini bisa digukan sebagai aroma terapi organik, dan satu perusahaan kosmetik dunia pernah ditawarkan meski tidak berlanjut.“Paling tidak, masyarakat mengetahui bukan hanya madu yang bisa dijual namun ada lilin lebah yang bernilai tinggi. Ini produk turunan yang sangat bagus untuk dikembangkan,” jelasnya.Damsir mengatakan, terkait naik turunnya penjualan madu, ini ditentukan dari kualitas madu. Jika tidak ada campuran, dipastikan harga akan tinggi. “Bila harga naik, masyarakat juga yang menikmati keuntungannya.”Lantas bagaimana cara menyeimbangkan hasil produksi madu dengan perlindungan kawasan? Menurutnya, pemerintah baik itu di provinsi, kabupaten, kecamatan, dan desa, bisa membuat peraturannya.  Di dekat kawasan Kerinci, masyarakatnya sudah bisa mengembangkan dan membudidayakan lebah madu Trigona sp juga. Untuk menjaga kawasan agar tidak rusak, mereka membuat peraturan desa yang mengikat semua masyarakat agar menjalankan bisnisnya dengan baik dan benar.  Alam juga terjaga.“Saya rasa di sini dan wilayah lain bisa dilakukan. Dengan adanya peraturan desa, budidaya bisa dilakukan. Alam terjaga dan taraf ekonomi meningkat. Dengan begitu, kesejahteraan masyarakat yang berada di sekitar kawasan hutan akan membaik,” tandasnya.    [SEP]" "UNEP Report: Potensi Investasi Miliaran USD di Segitiga Terumbu Karang Indonesia","[CLS] Badan Dunia untuk Lingkungan (UNEP) pada 6 November 2018, merilis laporan terbaru berjudul The Coral Reef Economy.Ada tiga poin penting dalam laporan UNEP tersebut, yaitu :Temuan baru dalam laporan UNEP tersebut menawarkan peluang bisnis yang menarik untuk berinvestasi dalam perlindungan terumbu karang dunia, dengan manfaat ekonomi membentang dalam puluhan miliar dolar AS hanya dalam satu dekade.Berfokus pada dua kawasan terumbu karang utama dunia, studi The Coral Reef Economy membandingkan perkiraan hasil ekonomi dua skenario dari 2018 hingga 2030: skenario pertama Terumbu Karang Sehat, di mana terumbu karang dikembalikan menuju kondisi yang sehat melalui peningkatan investasi dalam perlindungan dan pelestarian; dan skenario kedua Terumbu Karang Terdegradasi, di mana kesehatan terumbu terus menurun kesehatannya dari level saat ini.baca : Sembilan Tahun Peringati Hari Terumbu Karang Dunia, Bagaimana Kondisi di Indonesia?  Perbedaan pada kedua skenario sangat mencolok: perubahan dari penurunan ke peningkatan kesehatan terumbu karang lebih lanjut pada periode hingga 2030 dapat membuka tambahan keuntungan 37 miliar USD (2,6 miliar USD per tahun) di Indonesia dari tiga sektor utama yang tergantung pada terumbu karang: pariwisata, perikanan komersial, dan pembangunan pesisir.Unit Terumbu Karang UNEP menyatakan bahwa: “Investasi di terumbu karang menawarkan manfaat yang besar, tidak hanya secara ekonomi, tetapi juga untuk kehidupan laut, dan masyarakat pesisir yang sangat bergantung pada kondisi terumbu karang yang sehat sebagai sumber makanan, mata pencaharian dan perlindungan.”" "UNEP Report: Potensi Investasi Miliaran USD di Segitiga Terumbu Karang Indonesia","Terumbu karang sangat berharga karena menyediakan sumber makanan, mata pencaharian, dan peluang ekonomi bagi lebih dari setengah miliar manusia yang tersebar di hampir 100 negara, dan sebagai benteng pesisir dari hantaman cuaca ekstrem; dan juga sebagai rumah yang menaungi seperempat dari semua spesies laut yang dikenal.Namun ekosistem vital ini sedang terdegradasi dengan cepat sebagai dampak pemanasan laut akibat perubahan iklim, penangkapan ikan berlebihan, pengasaman laut, dan berbagai kegiatan berbasis lahan. Dunia telah kehilangan setidaknya seperlima dari terumbu karang dunia, dan menghadapi ancaman kehilangan paling nyata sebanyak 90 persen dari semua terumbu karangnya dalam 30 tahun ke depan.baca juga :  Inilah Kondisi Beberapa Terumbu Karang Indonesia..  Penanggung Jawab Unit terumbu karang UNEP mengingatkan bahwa: “Perubahan iklim sangat berpengaruh pada terumbu karang, diperlukan tindakan segera untuk menghambat perubahan iklim sehingga terhindar dari hilangnya karang dengan skala global. ” Memodelkan Terumbu Karang Hasil model perhitungan UNEP menunjukkan bahwa apabila terumbu karang terus menurun sejalan dengan tren historis, maka nilai terumbu karang untuk sektor-sektor utama dapat jatuh secara riil sebesar 2,2 miliar USD di Indonesia per tahun pada 2030 dibandingkan 2018. Kerugian tersebut dapat memiliki dampak lanjutan yang nyata terhadap mata pencaharian lokal dan pendapatan pajak pemerintah di setiap wilayah, yang semakin menambah potensi kerugian bagi masyarakat yang bergantung pada terumbu karang.Di bawah skenario terumbu karang yang sehat, tutupan karang hidup (diidentifikasi sebagai penanda kunci kesehatan terumbu karang) diperkirakan akan meningkat menjadi 36,4 persen di Indonesia pada 2030. Di bawah skenario terumbu karang yang terdegradasi, tutupan karang hidup diperkirakan menurun dari rata-rata dari 16,6 persen menjadi 11 persen di Indonesia pada 2030." "UNEP Report: Potensi Investasi Miliaran USD di Segitiga Terumbu Karang Indonesia","Perlindungan dan pengelolaan ekosistem terumbu karang terutama yang didanai oleh sektor publik, diakui secara luas. Tetapi pada kondisi saat ini, belum cukup untuk menjaga kesehatan terumbu karang dan memenuhi target yang diadopsi internasional.baca juga : Seperti Apa Upaya Penyelamatan Terumbu Karang di Wilayah Segitiga Karang Indonesia?  Berbagai pilihan kebijakan dan intervensi yang dapat menghasilkan manfaat bersih keuangan dan pengembalian investasi yang positif bagi para pemangku kepentingan bagi pemerintah dan sektor swasta dijelaskan dalam laporan UNEP tersebut. Intervensi yang dimodelkan dapat dilaksanakan di masing-masing daerah untuk membantu meringankan tekanan utama terhadap terumbu karang dalam jangka waktu pendek hingga menengah, seperti penangkapan ikan berlebihan, erosi dan pengelolaan air limbah yang tidak tepat.Kajian ini menunjukkan tentang bagian dari pengembalian ekonomi yang lebih luas, mungkin bertambah pada sektor lain yang secara tidak langsung terkait dengan terumbu karang dan manfaat sosial dan lingkungan dari pemulihan ekosistem terumbu karang kritis seperti konservasi keanekaragaman hayati dan nilai-nilai warisan budaya. Temuan Utama Hasil perhitungan model dari laporan UNEP tersebut menunjukkan tentang pencapaian peningkatan kesehatan terumbu karang dan peluang keuntungan yang dapat diraup. Ada 6 temuan utama dalam laporan tersebut, yaitu :Nilai ekonomi sektor swasta terumbu karang adalah pariwisata, perikanan komersial dan pembangunan pesisir yang sangat terkait dengan kesehatan terumbu karang. Nilai ekonomi untuk ketiga sektor ini setara dengan 13,9 miliar USD per tahun di wilayah Segitiga Terumbu Karang Indonesia. Jika karang terus menurun, nilai per tahun bisa turun 2,2 miliar USD pada 2030." "UNEP Report: Potensi Investasi Miliaran USD di Segitiga Terumbu Karang Indonesia","Perubahan menuju kondisi terumbu karang yang sehat pada tahun 2030 dapat membuka tambahan 37 miliar USD (atau 2,6 miliar USD per tahun) di Indonesia. Diperlukan mekanisme pembiayaan yang inovatif dan berkelanjutan akan sangat penting untuk memastikan arus investasi.menarik dibaca :  Mungkinkah Terumbu Karang Diasuransikan?  Manfaat sosial dari restorasi ekosistem bisa lebih besar daripada keuntungan finansial sektor swasta. Misalnya, mengurangi pembuangan air limbah kota yang tidak diolah ke lingkungan pesisir dapat menciptakan manfaat kesehatan.Pengelolaan erosi dapat mengurangi kehilangan tanah pertanian, sementara aforestasi pantai dapat mendukung kehutanan berkelanjutan dan meningkatkan penangkapan karbon. Perluasan zona larang ambil mempromosikan perikanan berkelanjutan dengan melestarikan stok dan keanekaragaman ikan.Hasil ini seharusnya tidak diambil sebagai cerminan dari total nilai terumbu karang, tetapi sebagai salah satu komponen dari manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan yang lebih luas dari perlindungan aset terumbu karang.Berbagai kebijakan dan intervensi yang dapat menghasilkan manfaat keuangan bersih tersedia bagi pemerintah dan sektor swasta. Temuan ini harus mendorong bisnis, pembuat kebijakan dan LSM untuk menyusun kebijakan dan inisiatif untuk membantu menumbuhkan ekonomi yang bergantung pada terumbu karang yang berkelanjutan.Aksi untuk meningkatkan kesehatan terumbu karang akan membantu mewujudkan Agenda Pembangungan 2030 dan SDGs. Keempat intervensi tersebut dianalisis secara langsung pada SDG 14 yaitu Pelestarian dan Penggunaan lautan, Laut dan Sumber Daya Laut secara Berkelanjutan, juga bisa berkontribusi pada SDG 6 yaitu Kepastian Air dan Sanitasi untuk semua, dan SDG 15 yaitu Pemanfaatan Ekosistem Darat secara Berkelanjutan.baca juga :  Menguak Ketangguhan Terumbu Karang Dari Perubahan Iklim  " "UNEP Report: Potensi Investasi Miliaran USD di Segitiga Terumbu Karang Indonesia","Upaya untuk meningkatkan kesehatan terumbu karang harus dipertimbangkan dalam konteks jangka panjang perubahan iklim, yang menghadirkan ancaman keberadaan bagi banyak terumbu karang. Bahkan jika tujuan Kesepakatan Paris tercapai, IPCC memperingatkan bahwa hingga 90% dari semua terumbu karang dapat hilang pada tahun 2050.Tindakan terhadap ancaman lokal (termasuk penangkapan ikan berlebihan, erosi, dan polusi) untuk memaksimalkan ketangguhan karang dapat membantu meredam dampak, tetapi efek perubahan iklim, termasuk pemanasan lautan dan perubahan siklon dan pola curah hujan, menambah ketidakpastian pada analisis yang disajikan dalam perhitungan ini.Intervensi yang menargetkan perikanan yang berkelanjutan, air limbah dan manajemen erosi dapat memberikan dampak positif pada kesehatan terumbu karang dan aktifitas ekonomi yang bergantung pada terumbu karang.Di Wilayah Segitiga Terumbu Karang Indonesia, intervensi ini dapat menutup 70% kesenjangan antara nilai yang diperkirakan berasal dari terumbu karang yang terdegradasi dan sehat pada tahun 2030. Hasil model perhitungan menujukkan bahwa target untuk mencapai perbaikan besar dalam kesehatan terumbu karang dapat dicapai dengan cepat.*** Dr Agus Supangat*, Research Associate di Pusat Penelitian Oseanografi LIPI. Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis.***Keterangan foto utama : Ikan dan terumbu karang yang ditemukan di perairan Puru Kambera di Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia [SEP]" "Buntut Protes PLTU Indramayu, Buruh Tani Mendekam Dalam Tahanan","[CLS] Dua buruh tani asal Pulokuntul, Desa Mekarsari, Kecamatan Patrol, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Sawin dan Sukma, ditangkap dan ditahan polisi pada 4 September 2018 diduga menghina bendera nasional karena menancapkan bendera terbalik. Awalnya, dua orang ini protes pembangunan PLTU batubara Indramayu.“Sawin dan Sukma adalah tahanan nurani hanya karena menyuarakan hak mereka dan harus segera dibebaskan,” kata Usman Hamid, Direktur Amnesty International Indonesia, pada 20 hari penahanan Sawin dan Sukma.Pada 1 November, sidang kedua mestinya memasuki agenda eksepsi. Sidang urung karena hakim ketua tak hadir. Kedua buruh tani terjerat Pasal 24 a UU No 24/2009 tentang bendera, bahasa dan lambang Negara serta lagu kebangsaan. Mereka ditahan berdasarkan laporan bahwa Sawin dan Sukma, menancapkan bendera terbalik pada 14 Desember 2017. Sawin dan Sukma menyangkal tuduhan itu.Baca juga: Berkonflik dengan PLTU Indramayu II Berbuntut Penangkapan, Warga Mekarsari Lapor Komnas HAMSebelumnya, polisi menangkap Sawin Sukma, dan Nanto, seorang buruh tani lain pada 17 Desember 2017 untuk tuduhan serupa. Mereka kemudian dilepas di hari yang sama karena tak cukup bukti.Kasus ini bermula pada Mei 2015, saat Bupati Indramayu Anna Sophanah mengeluarkan izin lingkungan pembangunan PLTU batubara Indramayu II. Pada Juli 2017, beberapa orang terdampak PLTU, termasuk Sawin dan Sukma menggugat izin lingkungan PLTU ke PTUN Bandung.Pada 6 Desember 2017, PTUN Bandung memenangkan warga dan memutuskan mencabut izin lingkungan PLTU. Untuk merayakan keputusan pengadilan, bertepatan dengan perayaan Hari Raya Islam, Sawin, Sukma dan beberapa warga lain memasang bendera merah putih pada 14 Desember 2017 di lokasi lahan. Berselang dua hari, Sawin mengetahui bendera yang dipasang terbalik. Yakin bahwa dia memasang bendera dengan benar, Sawin mengecek ke lokasi dan menemukan beberapa bendera sudah hilang." "Buntut Protes PLTU Indramayu, Buruh Tani Mendekam Dalam Tahanan","Penangkapan akhir September lalu menghadapkan kedua buruh tani dengan ancaman hukuman lima tahun penjara atau denda Rp500 juta.Baca juga: Warga Mekar Sari Khawatir Daya Rusak Pembangkit Batubara Sesi II IndramayuAmnesty mendesak Kapolda Jawa Barat Irjen Pol Agung Budi Maryoto membebaskan Sawin dan Sukma. Juga memastikan mereka dilindungi dari penyiksaan dan perlakukan buruk lain selama dalam tahanan serta memiliki akses tetap kepada keluarga maupun pengacara pilihan mereka.“Mereka ditahan hanya karena menyuarakan hak mereka secara damai,” kata Usman.Penahanan Sawin dan Sukma, katanya, tak bisa dibenarkan karena sewenang-wenang dan atas dasar tuduhan lemah.“Juga dilakukan tengah malam seperti mengejar kriminal.”Dalam penahanan pertama, menurut Usman, kelihatan sekali polisi tak memiliki bukti dan saksi yang menguatkan tuduhan terhadap kedua tersangka. Pemasangan bendera dilakukan sebagai rasa syukur karena menang PTUN. Tak ada alasan bagi buruh tani ini menghina lambang negara.Menurut Usman, langkah yang mereka ambil untuk patuh hukum dan menempuh perjuangan dengan cara bermartabat justru berhadapan dengan lembaga kepolisian dan kejaksaan yang seharusnya bermartabat dan tak sewenang-wenang.“Benar ada agenda pembangunan yang harus dipastikan keamanannya, kalau mengorbankan warga kecil, justru mengabaikan tugas mengayomi masyarakat.”Hal lain yang menjadi sorotan Amnesty adalah keluarga tersangka jadi hidup tak menentu setelah penahanan mereka.“Kedua istri buruh tani ini luar biasa, meski jauh dari pusat informasi, suami mereka buruh tani, tapi punya cara pandang jauh ke depan membela lingkungan tetap bersih, agar anak mereka bebas dari penyakit yang bisa ditimbulkan dari aktivitas PLTU.”Upaya masyarakat mendapatkan lingkungan dan kehidupan yang lebih baik dan sehat dirusak dengan cara penanganan hukum yang, bagi Amnesty, mirip cara orde baru." "Buntut Protes PLTU Indramayu, Buruh Tani Mendekam Dalam Tahanan","Sebelum kasus Sawin dan Sukma, aktivis lingkungan di Banyuwangi, Budi Heriawan atau dikenal Budi Pego ditahan 10 bulan penjara pada 24 Januari 2018 oleh Pengadilan Negeri Banyuwangi, Jawa Timur. Dia dianggap melanggar Pasal 107a KUHP tentang Kejahatan Terhadap Keamanan Negara.Budi Pego dituduh bersalah karena menyebarkan ideologi komunis, tidak mengabarkan polisi setempat mengenai pelaksanaan protes sesuai aturan UU No 9 tahun 1998 dan sebagai pemimpin aksi mempromosikan ideologi pro komunis.Konstitusi Indonesia menjamin kebebasan berekpresi dan berkumpul secara damai. Aturan hukum terus digunakan untuk menghukum aktivitas politik damai dan memenjarakan orang yang damai mengutarakan pendapat dan ekspresi mereka.   ***Erawati dan Yati, tak bisa menahan tangis saat menunjukkan foto Sawin yang memegang bambu dengan bendera terpasang benar, sesaat sebelum ditancapkan di lokasi syukuran warga. Setelah kedua suami mereka, hidup istri buruh tani ini tak menentu.Mereka ibu rumah tangga yang menumpukan hidup pada penghasilan suami. Sawin, buruh tani sementara Sukma biasa jadi buruh traktor di sawah.“Dulu bisa tiap hari ada yang manggil kerja. Dua minggu berturut-turut ada,” kata Yati, sambil menggendong anak bungsunya berusia tiga tahun.Sejak PLTU Indramayu I dibangun, disusul pelepasan lahan pertanian untuk PLTU II, penghasilan suami menurun drastis.“Sekarang sekali dua minggu itu udah alhamdulillah,” kata Erawati.Kalau tak ada panggilan kerja buruh tani, Sawin dan Sukma biasa mencari ikan di laut. Sejak PLTU I beroperasi, nelayan desa harus melaut lebih jauh. Biasa, dengan modal bahan bakar lima liter nelayan bisa membawa pulang penghasilan Rp200.000-300.000 dari udang rebon. Udang rebon diolah jadi terasi.Sejak PLTU I membuang limbah air panas di laut, nelayan kesulitan mencari ikan dan udang. “Habis bensin 20 liter belum tentu dapat,” kata Domo, warga yang tergabung dalam Jatayu." "Buntut Protes PLTU Indramayu, Buruh Tani Mendekam Dalam Tahanan","Erawati, istri Sukma, masih ingat bagaimana suaminya menyiapkan bendera untuk memeriahkan syukuran warga atas kemenangan di PTUN.“Suami saya merakit bendera itu di rumah. Setelah dirakit diberdirikan sampai dua malam di sudut rumah Ibu Ramini, tetangga saya. Dua malam, kalau memang terbalik pasti ada yang bilang,” kenang Erawati.PLTU II Indramayu merupakan ekspansi dari PLTU I Indramayu berkapasitas 1.000 megawatt.Menurut Komite Percepatan Penyediaan Infratsruktur Prioritas (KPPIP) proyek senilai Rp27 triliun ini akan menghasilkan listrik untuk keperluan Pulau Jawa dan Bali.PLTU ini dibangun dari skema pendanaan APBN dengan pinjaman luar negeri. PLTU akan beroperasi 2019. Monitoring proses pinjaman dan pengadaan tanah melibatkan Japan International Cooperation Agency (JICA), Bappenas, Kementerian Keuangan dan PLN.Sejak awal pembangunan PLTU, kata Erawati, tak pernah ada sosialisasi terhadap warga sekitar. PLN dan perusahaan hanya memanggil warga yang memiliki lahan yang akan dibebaskan. Kala itu, lahan pertanian dihargai Rp163.000 per meter.PLTU II yang akan dibangun berjarak kurang dari 150 meter dari rumah Erawati. Dampak PLTU I seperti polusi udara, kebisingan, konflik antarwarga, sudah dirasakan.“Sekarang kalau arah angin ke rumah saya anak-anak langsung batuk,” katanya.   KasasiPer 1 November, gugatan dimenangkan PLN di pengadilan tinggi. Warga didampingi Walhi dan LBH Bandung lantas mengajukan kasasi.Dwi Sawung, Manager Kampanye Energi dan Perkotaan Walhi, mengatakan, Walhi telah melayangkan surat keberatan warga kepada JICA baik langsung maupun melalui surat elektronik.JICA berjanji tak akan mencairkan pinjaman berikutnya. Saat ini, JICA sudah memberikan pinjaman untuk studi teknis PLTU.“Mereka (JICA-red) juga mendanai Polri sejak 2001 untuk reformasi kepolisian. Nyata, di kasus ini polisi tak ada reformasi, Kasus ini berakhir di penjara,” katanya." "Buntut Protes PLTU Indramayu, Buruh Tani Mendekam Dalam Tahanan","Walhi menilai, penahanan Sawin dan Sukma, sebagai upaya pembungkaman perlawanan warga.Catatan Amnesty, ada dua pola yang sering dilakukan pemerintah dan aparat negara dalam kriminalisasi pejuang dan aktivis lingkungan. Pertama, dihadapkan dengan simbol negara, seolah warga sedang menentang pemerintah atau dianggap menyimpang dari ideologi negara. Hal ini, katanya, terjadi pada kasus Budi Pego di Banyuwangi.Kedua, kriminalisasi biasanya dengan pola tindakan yang berbau kriminal, misal, memasuki pekarangan orang lain, merusak tanaman perusahaan, atau jika ada demonstrasi terjadi insiden seperti perusakan pagar yang membuat warga jadi tersangka.Pola-pola ini seringkali menghadap-hadapkan petani dengan pemerintah, seperti kasus Kendeng, di mana masyarakat yang menentang pembangunan pabrik semen oleh PT Semen Indonesia dianggap anti pembangunan.“Kalau terjadi di Papua, masyarakat adat yang menolak perkebunan sawit atau pertambangan selalu dituduh anti NKRI,” kata Usman.Dalam beberapa kasus, polisi juga menggunakan aparat sebagai saksi. Dalam kasus Sawin dan Sukma, polisi jadi saksi dan laporan babinsa.“Ada banyak cara pemerintah masa lalu yang mungkin diulangi lagi kini karena ambisi pemerintah mengejar agenda pembangunan.”Willy Hanafi, Direktur LBH Bandung yang mendampingi warga mengatakan, ada penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan izin lingkungan PLTU Indramayu II.Izin harus terbit oleh Gubernur Jawa Barat, malah keluar dari Bupati Indramayu, Anna Sophanah.Bupati Anna Sophanah terpilih menjadi Bupati Indramayu dalam pemilihan kepala daerah 2015. Akhir Oktober lalu Anna menerima penghargaan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atas kepedulian terhadap pembinaan proklim terhadap masyarakat di Indramayu.Cukup mengejutkan, awal November ini, Anna menyampaikan surat pengunduran diri kepada Gubernur Jawa Barat terpilih Ridwan Kamil. Menurut Kamil, Anna mengundurkan diri karena alasan keluarga." "Buntut Protes PLTU Indramayu, Buruh Tani Mendekam Dalam Tahanan","Saat ini, permintaan pengunduran diri Anna menunggu keputusan Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo.  [SEP]" "Menanti Peran Ahli Forensik Mengungkap Kasus Kejahatan Satwa Liar","[CLS]  Tindak kejahatan kehutanan dalam bentuk perdagangan dan pembunuhan satwa liar membutuhkan pembuktian spesifik. Peran ahli forensik sangat dinanti untuk mengungkap aksi kriminal tersebut.Direktur Konservasi dan Keanekaragaman hayati (KKH), Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem (KSDAE) KLHK, Indra Exploitasia mengatakan, pelibatan ahli forensik dan dokter hewan sebagai pelaksana lapangan pada proses penegakan hukum sangat penting dilakukan. Salah satu undang-undang yang digunakan adalah undang-undang peternakan dan kesehatan hewan. “Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sudah memakai undang-undang tersebut,” ujarnya pada workshop Perumusan Sistem Jaringan Kerja Sama Forensik Satwa Liar Nasional di Medan, Sumatera Utara (29-30/11/2018).Indra menyatakan, pihaknya sudah membentuk wildlife crime unit. Semua unit pelaksana teknis telah dibekali sarana dan prasana, berupa mobil, motor, dan alat-alat penyelamatan satwa. “Di internal jejaring direktorat sudah dilakukan, NGO dan mitra lainnya diharapkan membentuk jejaring yang sama. Kedepan, jika ada kematian satwa bisa langsung diketahui, apakah karena diracun atau penyakit, sehingga diketahui penyebabnya,” harapnya.Prof. Bambang Pontjo, Pakar Patologi Veteriner dan juga guru besar dari Institut Pertanian Bogor (IPB) mengatakan, perlakuan forensik untuk satwa tidak berbeda dengan manusia. Selama ini, kendala analisis forensik satwa adalah banyaknya spesies. Standar yang diperlukan juga banyak, sesuai jumlah jenisnya, terutama satwa liar dilindungi yang memiliki spesies terbatas.“Pada prinsipnya, pengerjaan forensik satwa hampir sama dengan manusia. Untuk itu, perlu dilakukan kerja sama, sebab kejahatan terhadap satwa liar dilakukan oleh manusia bermoral rendah,” jelasnya.Baca: Forensik Ala Detektif akan Dilakukan untuk Perangi Perburuan Badak di India  " "Menanti Peran Ahli Forensik Mengungkap Kasus Kejahatan Satwa Liar","Bambang menjelaskan, terkait teknologi khususnya untuk identifikasi DNA, secara umum bisa dilakukan. Namun, pembanding sampelnya yang masih sedikit, karena kondisi spesies yang sedikit dan terbatas. Sampai saat ini, belum ada ahli forensik bersertifiksi. Pendidikan khusus forensik satwa liar juga belum ada. Sementara, kasus kejahatan terus terjadi.“Selama ini, kasus identifikasi masih ditangani jajaran KLHK yang memiliki dokter hewan. Mereka juga yang diminta menjadi saksi ahli forensik dalam kasus-kasus kejahatan satwa liar karena memang kompeten,” tuturnya.Baca: Begini Asyiknya Belajar Identifikasi Forensik DNA Penyu Untuk Bongkar Perdagangan Satwa  Peran pentingKombes Adi Karya Tobing, Kasubdit I Direktorat Tindak Pidana Tertentu Mabes Polri, mengatakan, untuk kepentingan penyidikan kejahatan satwa liar, peran saksi ahli atau dokter hewan sangat penting.Untuk mengungkap kasus, penyidik berangkat dari alat bukti keterangan ahli sebagai petunjuk. Ini penting untuk mengetahui penyebab kematian, wajar atau tidak, dan kapan terjadinya. “Berbeka penjelasan saksi ahli, penyidik bisa mencari siapa pelakunya.”Adi mengatakan, pihaknya sudah mengungkap berbagai kasus kejahatan satwa liar dilindungi sejak 2012-2018, berbekal keterangan para ahli. Ada 203 kasus yang dibongkar dengan jumlah tersangka 230 orang. Merka ada warga negara asing dari Kuwait, China, India, Thailand, Jerman, Jepang, dan Rusia.“Semua itu tidak terlepas dari peran dan keterangan saksi ahli yang membantu aparat Kepolisian Republik Indonesia,” jelasnya.  Samedi, Direktur Program TFCA Sumatera mengatakan, pihaknya membuat satu program pendanaan untuk konservasi hutan di Sumatera. “Permasalahan satwa liar penting dicarikan solusi. Konsepnya harus ada,” ujarnya." "Menanti Peran Ahli Forensik Mengungkap Kasus Kejahatan Satwa Liar","Muhammad Wahyu, Direktur Vesswic yang menjadi fasilitator diskusi menyatakan, pertemuan ini untuk menyatukan persepsi berbagai pihak, guna membangun sistem tentang forensik satwa liar. Sehingga, dapat membantu penegak hukum membongkar kejahatan satwa liar.“Kami bekerja terintegrasi. Vesswic tengah membangun peta genetik gajah sumatera dengan mengambil sampel DNA dari gajah jinak. Diharapkan, informasi yang ada dapat membantu aparat penegak hukum ketika menyidik kasus kematian mamalia tersebut,” tandasnya.   [SEP]" "Banggai Cardinal Jadi Ikan dengan Perlindungan Terbatas di Indonesia","[CLS] Popularitas ikan capungan Banggai atau Banggai cardinalfish (Pterapogon kauderni) di dunia dalam beberapa dekade terus memperlihatkan peningkatan sangat signifikan. Di Amerika Utara, ikan yang sering dijadikan hiasan akuarium itu selalu menjadi perburuan bagi pecinta ikan hias. Perburuan itu, biasanya melibatkan Indonesia sebagai negara asal ikan endemik tersebut.Eksploitasi yang terus menerus dilakukan terhadap ikan yang masuk dalam keluarga cardinalfish tropis kecil Apogonidae dan merupakan satu-satunya anggota dari genusnya itu, bagi Pemerintah Indonesia bisa mengancam keberlangsungan populasinya. Apalagi, hingga saat ini tidak banyak lembaga yang sukses melakukan budidaya ikan tersebut alias pasokannya masih bergantung kepada alam.Untuk menjaga keberadaan ikan tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) secara resmi telah menetapkan status ikan tersebut sebagai dilindungi terbatas. Pengesahan status tersebut dilakukan melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: 49/KEPMEN-KP/2018. Di dalam Kepmen tersebut, dijelaskan bahwa perlindungan dilakukan secara terbatas berdasarkan tempat dan waktu.baca : Banggai Cardinalfish, Ikan Asli Indonesia  Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang KKP Brahmantya Satyamurti Poerwadi di Jakarta, pekan lalu, menjelaskan bahwa tempat dan waktu tertentu yang disebutkan di dalam Kepmen, adalah berlaku hanya di wilayah Kepulauan Banggai, Sulawesi Tengah, dan hanya pada bulan Februari-Maret dan Oktober-November.Menurut Brahmantya, status yang termaktub di dalam Kepmen, dibuat berdasarkan hasil rekomendasi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Badan Riset Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (BRSDM KP). Sesuai rekomendasi kedua lembaga tersebut, ikan capungan Banggai mencapai puncak musim pemijahan pada waktu-waktu yang disebutkan di atas." "Banggai Cardinal Jadi Ikan dengan Perlindungan Terbatas di Indonesia","“Keluarnya Kepmen tersebut menjadi bentuk komitmen dari Pemerintah untuk mengelola ikan endemik Indonesia melalui kaidah-kaidah pengelolaan secara berkelanjutan,” ungkapnya.Brahmantya menjelaskan, selain untuk menjaga kepentingan keberlanjutan kegiatan perikanan nasional, itu juga menjadi bukti bahwa Indonesia berkomitmen dalam menjaga sumber daya hayati dan lingkungannya. Dengan demikian, pemanfaatan ikan capungan Banggai bisa dilakukan secara lestari dan terus berlanjut hingga ke generasi berikutnya.baca : Banggai Cardinal ditengah Meningkatnya Kepopuleran dan Ancaman Populasinya  Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut Andi Rusandi menambahkan, ikan capungan Banggai biasanya hidup berasosiasi dengan bulu babi dan anemon. Untuk itu, dalam melakukan konservasi, perlu dilakukan secara terintegrasi dan secara menyeluruh. Dengan demikian, perlindungan dan pemanfaatan ikan tersebut bisa dilakukan secara bersamaan dan tetap dalam koridor yang aman.“Paling penting, harus ada juga perlindungan mikrohabitat ikan capungan Banggai melalui pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Daerah,” tegasnya.Salah satu dukungan yang penting untuk dilakukan dalam melaksanakan konservasi ikan capungan Banggai, menurut Andi, adalah keterlibatan pemerintah daerah, yakni Pemerintah Kabupaten Banggai Kepulauan, Kabupaten Banggai, Kabupaten Banggai Laut dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah. Keterlibatan mereka, akan berdampak besar pada proses konservasi yang akan dan sudah dilakukan.“Dukungan pemerintah daerah dalam upaya perlindungan ikan capungan Banggai sangat besar pengaruhnya,” tandas dia.baca : Serunya  Melihat Keluarga Banggai, Ikan Endemik Sulawesi yang Terancam Punah  Peran Daerah" "Banggai Cardinal Jadi Ikan dengan Perlindungan Terbatas di Indonesia","Andi mengatakan, upaya yang dilakukan pemerintah daerah sendiri bukan tidak ada. Belum lama ini, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah telah melakukan pencadangan Kawasan Konservasi Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil (KKP3K) Daerah Kabupaten Banggai, Kabupaten Banggai Kepulauan, dan Kabupaten Banggai Laut (BANGGAI DALAKA) dengan luas kawasan mencapai 869.059,94 hektare.Upaya tersebut, bagi Andi, menjadi bukti dari keseriusan pemerintah daerah dalam melindungi hayati laut yang statusnya terancam. Oleh itu, bentuk apapun dalam upaya perlindungan dan konservasi, harus terus dilakukan dan diapresiasi oleh semua kalangan.Selain pencandangan, Andi menyebutkan, KKP bersama Pemprov Sulteng tengah berupaya menyelesaikan penyusunan Rencana Pengelolaan dan Zonasi KKP3K Daerah BANGGAI DALAKA sebagai acuan bagi pengelola dakam melaksanakan kegiatan perlindungan, peestarian, pemulihan, pemanfaatan (berkelanjutan) sumber daya kelautan dan perikanan.“Ini dalam konteks siklus pengelolaan adaptif, agar target-target pengelolaan kawasan konservasi dapat tercapai,” sambung dia.Diketahui, ikan capungan Banggai adalah jenis ikan hias air laut endemik Indonesia. Ikan tersebut pertama kali ditemukan di perairan laut Pulau Banggai pada 1920. Selanjutnya, diketahui bahwa penyebaran endemik sangat terbatas dan sebagian besar berada di Kabupaten Banggai Kepulauan dan Banggai Laut Provinsi Sulawesi Tengah.Sebagai ikan endemik, capungan Banggai diketahui memiliki jangkauan yang sangat terbatas dalam suatu wilayah geografis dan diperkirakan hanya mencapai 5.500 kilometer persegi dengan total populasi kecil diperkirakan tak lebih dari 2,4 juta ekor.baca : Sanggupkah Indonesia Mengejar Singapura dalam Industri Ikan Hias Dunia?  " "Banggai Cardinal Jadi Ikan dengan Perlindungan Terbatas di Indonesia","Selain di kepulauan Banggai, sebaran capungan Banggai juga ada di kepulauan lain. Sebuah populasi kecil ikan tersebut diketahui ditemukan di Luwuk, Sulawesi Tengah dan kemudian ditemukan lagi populasi tambahan di Selat Lembeh, Sulawesi Utara. Fakta tersebut menegaskan bahwa capungan Banggai adalah terdiri dari populasi terisolasi dan terkonsentrasi.Meskipun endemik, akibat pelepasan pada jalur pedagangan sebagai ikan hias, populasi introduksi ikan tersebut dapat ditemukan di lokasi lainnya, seperti di perairan Luwuk, Bitung, Ambon, Kendari, Teluk Palu, dan Gilimanuk. Walau demikian, dari hasil penelitian, ikan capungan Banggai di kepulauan Banggai memiliki struktur genetika tertinggi dan memiliki corak warna yang khas, dibanding jenis di luar kepulauan Banggai.Ciri-ciri dari capungan Banggai, adalah ikan yang memiliki tubuh dengan panjang maksimal sekitar 8 centimeter. Dengan ukuran yang kecil, ikan tersebut tetap mudah dikenali karena memiliki sirip punggung berumbai di bagian pertama dan memanjang sampai ke ekor. Kemudian, pada sirip punggung kedua, diketahui berdiri sangat tegak dengan pola warna yang tegas yaitu tiga garis hitam di kepala dan tubuh.Ciri-ciri yang hanya ada pada capungan Banggai itu, semakin dipertegas melalui perbedaan antara jantan dan betina. Antara kedua jenis kelamin itu, terdapat rongga mulut yang mencolok besar dan itu hanya bisa terlihat saat mereka sedang diam. BerkelompokCiri-ciri lain yang bisa ditemui dari ikan capungan Banggai, mereka adalah ikan yang aktif pada pagi dan sore hari dan merupakan ikan laut tropis demersal yang biasa berkelompok hingga jumlahnya rerata 9 ekor. Saat berenang, ikan tersebut biasanya ada di perairan dangkal pada kedalaman antara 1,5 hingga 2,5 meter saja." "Banggai Cardinal Jadi Ikan dengan Perlindungan Terbatas di Indonesia","Sebagai ikan yang habitat utamanya di perairan dangkal, ikan capungan Banggai biasa mendiami habitat terumbu karang, padang lamun, dan daerah terbuka pasir. Selain itu, habitat dengan perairan yang tenang dan terlindungi oleh pulau-pulau lebih besar, biasanya juga menjadi habitat paling disukai oleh ikan tersebut.Di luar habitat-habitat tersebut, ikan capungan Banggai biasanya juga bisa ditemukan pada bulu babi, anemon laut, dan karang bercabang. Untuk makanan utama, ikan tersebut biasanya memakan planktonik, demersal, dan organisme bentik. Copepoda merupakan bagian terbesar dari sasaran mereka.Keunikan dari ikan capungan Banggai, adalah saat proses pemijahan. Biasanya, pasangan jantan dan betina akan membangun wilayah pemijahan beberapa meter dari kelompok utama. Kemudian, telur-telur yang ukuran diameternya 2,5 milimeter ditempatkan pada rongga mulut indukan jantan untuk jangka waktu tak terbatas hingga menetas.Tak hanya itu, sebagai spesies unik yang hidup di perairan terbatas, capungan Banggai juga membedakan dirinya dari ikan laut lain karena tidak memiliki tahapan plankton. Kemudian, sepanjang hidupnya, ikan tersebut bisa bertahan maksimal hingga 4 tahun di penangkaran dan 2 tahun di laut lepas.Di sisi lain, Andi Rusandi menjelaskan, perdagangan ikan capungan Banggai sebagai ikan hias dan di waktu bersamaan terjadi kerusakan mikrohabitat, mengakibatkan terjadinya penurunan kepadatan populasi ikan tersebut di habitat alaminya. Lembaga konservasi dunia the International Union for Conservation of Nature (IUCN) telah memasukan ikan capungan Banggai ke dalam daftar merah (red list) dengan kategori spesies yang terancam punah." "Banggai Cardinal Jadi Ikan dengan Perlindungan Terbatas di Indonesia","Selanjutnya pada konferensi penandatangan (conference of parties/COP) Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora ke-17, dihasilkan keputusan yang mewajibkan Indonesia untuk mengimplementasikan upaya konservasi dan pengelolaan ikan capungan Banggai. Tujuannya, adalah untuk memastikan perdagangan internasional mempertimbangkan prinsip yang berkelanjutan serta melaporkan kemajuan dari upaya yang telah dilakukan pada pertemuan ke-30 Animal Committee CITES, pada 2018.  [SEP]" "Trekking di Tengah Aroma Kopi dan Cengkeh di Bali Utara","[CLS] Menjadi traveler pemula di Bali bukan berarti harus ke lokasi wisata alam ramai, penuh kerumunan manusia, seperti Tanah Lot dan Bedugul. Keheningan adalah permulaan yang lebih menggairahkan.Salah satu yang bisa coba dijelajahi adalah Munduk dan Gobleg, desa bertetangga, berhawa sejuk di Kabupaten Buleleng, Bali Utara. Sekitar 2,5 jam berkendara dari Kota Denpasar, melewati kawasan wisata Bedugul.Desa ini dikelilingi bebukitan dengan pohon-pohon cengkeh di sekelilingnya. Pohon ini mengisi celah tanah miring, namun tetap tegak menjulang.Gradasi warna pohon cengkeh dari kejauhan membuat lapisan-lapisan warna menyamankan mata. Ada yang hijau pekat, hijau muda, dan cokelat muda. Menandakan keragaman usia pohon. Dari dekat, cengkeh terlihat membosankan karena dahan-dahannya terlalu rapi menutup batang pohon, terlihat sama semua. Namun ketika menutup bebukitan, dari jauh mereka seperti monster-monster lucu minion mengajak bermain bersama. Meliuk-liuk ditiup angin, dihinggapi kaki-kaki burung.Salah satu cara mengajak pepohonan ini bermain adalah menyibak jalur trekking di bebukitan, menuju kampung atau air terjun di perbatasan Desa Munduk-Gobleg yang dingin ini. Air Terjun Melanting, salah satunya. Ada yang mengenal dengan air terjun Munduk, walau secara administratif masuk desa tetangganya.baca :  Desa Wanagiri: Air Terjun dan Harumnya Kopi Bali  Jalur masuk bisa dari jalan raya utama atau hotel Melanting. Dari hotel yang berada di tengah kebun cangkeh ini ada jalan setapak bisa dilalui sepeda motor, terutama oleh pengendara yang membangun rumah di kemiringan bukit.Jalur setapak ini landai, diapit bukit dan saluran air bening dihinggapi banyak laba-laba air, capung, dan lainnya. Menandakan sebuah habitat relatif sehat. Sisi lain adalah kemiringan bukit, ada yang cukup terjal dengan tegakan cengkeh, kopi, dan aliran sungai kecil." "Trekking di Tengah Aroma Kopi dan Cengkeh di Bali Utara","Berjalan sekitar 15 menit saja, sudah terdengar gemericik air dari kejauhan. Aliran sungai makin meninggi, limpahan air menghantam bebatuan. Sebuah pertigaan dengan papan informasi memberi penjelasan batas desa-desa berhawa dingin kawasan ini, misal Desa Gobleg, Munduk, Selat, dan Pedawa. Papan lain menunjukan jalur ke air terjun. Jika belok kanan menuju Air Terjun Melanting, sementara belok kiri ada air terjun Labuhan Kebo. Secara administratif, keduanya masuk Desa Gobleg.Air terjun Melanting lebih dekat, sekitar 5 menit jalan kaki sudah terlihat jembatan bambu untuk menyeberang sungai. Lalu ada dua kamar ganti dan papan harga tiket, Rp10 ribu untuk dewasa, Rp5 ribu untuk anak-anak. Namun pada akhir November lalu, tak ada penjaga pemungut tiket masuk.Instalasi batu-batu ditumpuk berjejer di sana-sini. Taman-taman kecil yang disesuaikan dengan lanskap alaminya. Hanya ditata saja. Pancuran air bisa jadi tempat bermain anak-anak dengan aman. Hempasan air sudah memanggil untuk mendekat. Benar saja, tinggi air terjun lebih dari 20 meter, tubuh dan kepala bisa sakit jika berani menghadang jatuhnya air dari atas bukit.baca juga : Menengok Segarnya Air Terjun Banyumala Bali  Sekelompok anak muda bergantian pose di air terjun, foto sendirian, lalu berpasangan, dan terakhir melompat bersama. Silih berganti turis asing datang dan menikmati riuhnya tumpahan air. Bebatuan tebing diukir air, dipahat bergaris-garis geometris sesuai gravitasi.Suhu air cukup membuat tubuh menggigil. Keinginan berendam hanya bisa dipenuhi beberapa menit sebelum menyerah menyeka tubuh dengan handuk. Sisa waktu diisi dengan menyantap makan siang yang dibeli dari warung sekitar desa." "Trekking di Tengah Aroma Kopi dan Cengkeh di Bali Utara","Kawasan dua desa bertetangga ini, Gobleg-Munduk juga diperindah dua danau Buyan dan Tamblingan. Keduanya jadi langganan pecinta alam seperti trekking dan camping. Jika tak bisa turun ke tepi danau, cukup menyesap kopi melihatnya dari kejauhan dari pinggir jalan raya.Danau Buyan dan Tamblingan kerap disebut danau kembar atau twin lake karena berdampingan. Keduanya dikelilingi bebukitan dan jadi sumber baku air bersih.Banyak warung yang menyediakan bale-bale atau tempat duduk di pinggir jalan depan pemandangan kedua danau. Secangkir kopi tubruk sekitar Rp7000 dan sepiring pisang goreng adalah teman terbaik melengkapi suasana berkabut di area ini.baca juga :  Asyiknya Berburu Matahari di Bukit Kursi Bali  Kedua danau sedang menghadapi pengendapan atau sedimentasi. Pada musim hujan lebat, air danau sering meluap sampai menenggelamkan rumah atau pura-pura sekitarnya. Pohon-pohon penangkap air berkurang karena perambahan menjadi area kebun sayur dan bunga, komoditas dengan panen lebih cepat.Pusat akomodasi adalah Munduk. Banyak jenis tempat menginap di sini, mulai dari villa sampai guest house. Jika turun sampai kawasan pemukiman, pasar, dan pusat kesibukan warga berjejer penginapan di tengah-tengah pemukiman. Mereka menjual pemandangan bebukitan penuh cengkeh di kanan dan kiri jalan desa.Bangunan tua peninggalan masa kolonial masih ada karena Belanda sempat menjadikan Buleleng sebagai ibukota Bali. Cengkeh adalah salah satu rempah yang diincar para pedagang Belanda, dan Munduk yang sejuk adalah tempat tinggal yang nyaman untuk tentara dari negeri dingin ini. Sebuah patung dengan figur tentara ada di salah satu sudut desa ini.Walau didominasi cengkeh, ada beberapa bagian bukit yang masih ditanami padi. Mereka membuat terasering untuk memudahkan bertanam padi dan membagi air lebih efisien. Selain mendapat beras, bonusnya adalah tata lahan persawahan apik untuk warga yang melihat aktivitas pertanian ini." "Trekking di Tengah Aroma Kopi dan Cengkeh di Bali Utara","Saat itu, padi makin merunduk dan menguning, jelang panen. Sangat kontras dengan hamparan bebukitan menghijau penuh cengkeh di atasnya. Aroma cengkeh terbawa angin sampai ke kaki bukit. Menyapa hidung pengendara di jalan-jalan desa. Apalagi saat musim panen, pekerja pemetik cengkeh memenuhi kebun-kebun rakyat ini.baca juga : Kisah Kearifan Lokal Desa Les Melestarikan Terumbu Karang Buleleng  Dari profil desa, area kebun cengkeh lebih luas yakni 500 hektar lebih, dibanding kopi 300an hektar. Pemandangan hijau terbentang sejauh mata memandang karena luas area pemukiman sekitar 73 ha, kurang dari 10% dari luas Luas perkebunan lebih dari 1000 ha. Sementara persawahan hanya 132,74 ha, memberi panorama alternatif di tengah perbukitan yang berada di ketinggian 500-1500 mdp ini.Hutan lindung juga tercatat sekitar 1.056,100 ha. Hutan yang dimiliki negara di luar perkebunan rakyat. Hasil hutan non kayu adalah madu dan bambu.Laman ini memuat sejarah desa, dan di masa lalu Desa Munduk merupakan sentra kopi arabica terbaik di Bali yang diekspor ke Belanda dan Jerman melalui Pelabuhan Laut. Dari Desa Munduk menuju pelabuhan, kopi diangkut menggunakan gerobak yang ditarik kerbau. Harga cengkeh yang meroket, membuat kopi mulai tersingkir.Sekitar 1905, Pesanggrahan sering menjadi tempat menginapnya tamu-tamu asing di Bali. Pesanggrahan di Desa Munduk disebut juga berfungsi sebagai sanatorium bagi orang-orang kota kalangan atas yang menderita penyakit TBC.Zaman pendudukan Jepang, Pesanggrahan dijadikan tempat tentara Jepang dan pernah tinggal seorang mantri kesehatan Jepang bernama Kitamura. Saat revolusi mempertahankan kemerdekaan Negara Republik Indonesia, Pesanggrahan dijadikan tangsi militer (KNIL) oleh pihak Belanda, sedangkan para pejuang dari Desa Munduk bergerilya di pinggiran desa sampai sekitar tahun 1950an." "Trekking di Tengah Aroma Kopi dan Cengkeh di Bali Utara","Hesti Sugiri, petugas Kehutanan di Kabupaten Buleleng mengatakan cengkeh secara ekonomi hasilnya baik, tapi dari ilmu konservasi tanah dan air kurang baik.Ia menyontohkan di desa lain di Buleleng seperti Desa Sidatapa dan Pedawa, cengkeh mulai dikurangi jumlahnya supaya bisa ditanami jenis lain. “Konservasi tanah dan air bisa terjaga kembali khususnya ketersedian air,” ujarnya terkait sumber-sumber penyangga air di hulu Bali ini.  [SEP]" "Monster Laut Berbulu Putih Ini Membuat Ilmuwan Terkesima","[CLS]  Seonggok makhluk besar dan misterius penuh bulu terdampar di pantai timur Rusia.   Dilansir dari The Siberian Times, “monster laut” yang berbau dan berbulu itu ukurannya setidaknya tiga kali lebih besar dari manusia biasa. Makhluk tersebut muncul di pantai Laut Bering di sisi Pasifik semenanjung Kamchatka di sebuah desa terpencil bernama Pakatchi.Kejadian ini pertama kali dilaporkan oleh Svetlana Dyadenko, seorang penduduk  yang melihat makhluk misterius itu dan mengambil foto dan memvideokannya. Dalam video yang dibagikan di YouTube berjudul “Kamchatka sea monster,” Svetlana terlihat memeriksa satwa berwarna abu-abu dan putih, memiliki banyak bulu dan ekor   (atau tentakel), namun tidak ada kepala atau bagian tubuh lain yang bisa diidentifikasi.Foto dan video yang diambil Svetlana tersebut dalam waktu singkat viral di dunia maya di seluruh dunia. Spekulasi yang beredar menyebutkan, makhkuk aneh itu adalah sisa peninggalan purba, sedangkan yang lain mengatakan wooly mammoth atau gajah  berbulu yang sudah punah dan dan terkubur dalam permafrost. Dalam geologi, permafrost adalah tanah yang berada di titik beku pada suhu 0 °C. Permafrost umumnya terletak dekat Kutub Utara dan Selatan.  Dalam akun media sosialnya, Svetlana menulis makhluk itu ditutupi tubular fur atau bulu berbentuk tabung. “Kelihatannya seperti bulu, tapi berbentuk seperti tabung, seolah banyak pipa kecil menggantung di bangkai itu. Makhluk yang benar-benar aneh. Saya sudah google dan tidak menemukan apa pun yang menyerupai itu,” tuturna.Svetlana juga bertanya apakah itu bisa menjadi “makhluk kuno” dan meminta para ilmuwan untuk “memeriksa teka-teki ini bahwa laut melemparkan pada kita.” Dalam penjelasannya, dia juga menjelaskan bahwa makhluk itu terlalu berat untuk dipindahkan atau digali.  " "Monster Laut Berbulu Putih Ini Membuat Ilmuwan Terkesima","Ada juga yang berspekulasi bahwa makhluk misterius tersebut adalah globster, istilah yang diciptakan pada 1962 untuk menggambarkan sebuah bangkai misterius yang tersapu di Tasmania, Australia.Globster adalah istilah teknik dari ahli hewan asing, yang didefinisikan sebagai ‘bagian massa organik yang tersapu dari laut atau sumber air lainnya’.  Meski begitu, banyak yang yakin itu adalah sisa-sisa bangkai paus atau hiu atau makhluk laut lainnya yang telah membusuk. Bentuknya berubah aneh.Ilmuwan laut Rusia, Sergei Kornev, dari Research Institute of Fisheries and Oceanography, mengatakan monster di Kamchatka itu adalah bagian dari bangkai paus. “Akibat lama di laut dan jadi makanan binatang laut lainnya, bangkai paus sering berubah bentuk yang aneh. Itu adalah bagian dari bangkai paus, bukan badan yang utuh” tandasnya.   [SEP]" "Jelang Natal, Aktivis Serukan Penyelamatan Satwa Liar di Pasar Tomohon","[CLS] Jelang Natal dan Tahun Baru, sejumlah aktivis konservasi menggelar kampanye di pasar Tomohon, Sabtu (22/12/2018). Di sana, mereka membagi informasi tentang penyelamatan satwa dan bahaya konsumsi daging satwa liar, hewan domestikasi, serta status perlindungan satwa jenis tertentu.Kampanye itu digelar oleh gabungan sejumlah organisasi yang menamakan diri Solidaritas untuk Bumi. Mereka di antaranya, Kaum Muda Pecinta Alam (KMPA) Tunas Hijau Airmadidi, Yayasan Selamatkan Yaki, Pusat Penyelamatan Satwa Tasikoki (PPST) dan Animal Friends Manado Indonesia (AFMI).Pesan-pesan penyelamatan satwa liar itu dibagikan lewat stiker dan kalender. Selain itu, mereka juga mendirikan stand informasi di sekitar pasar Tomohon. Aksi tersebut tentu mengundang pro dan kontra. Beberapa orang di sekitar pasar mengapresiasi, tapi ada juga yang merespon negatif.“Ada yang ambil stiker, lalu merobeknya. Ada juga yang mengusir kami, dengan alasan tak ada masalah di pasar Tomohon,” ujar Kasa Abdullah Kaunang, Ketua KMPA Tunas Hijau kepada Mongabay Indonesia, Sabtu (22/12/2018).“Tapi ada juga yang minta kalender dan stiker. Ada yang baru tahu jenis satwa dilindungi, lalu bilang ‘kalau so nimbole makang yaki (kalau tidak boleh makan yaki), kita bole makang tikus toh?’” demikian Kasa menirukan pertanyaan salah seorang pengunjung pasar.baca :  Begini Nasib Satwa-satwa Ini di Pasar Ekstrem…  Di pasar Tomohon, mereka menyaksikan secara langsung berbagai jenis daging satwa liar maupun domestikasi yang diperdagangkan. Namun, tak satupun peserta kampanye menemukan daging satwa liar dilindungi. Kata mereka, sebagian besar pedagang dan pengunjung pasar telah mengetahui jenis satwa dilindungi. Contohnya yaki (Macaca nigra)." "Jelang Natal, Aktivis Serukan Penyelamatan Satwa Liar di Pasar Tomohon","Meski, di luar pasar Tomohon, Yayasan Selamatkan Yaki masih menerima laporan perburuan satwa dilindungi, namun angka itu terbilang menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya. Diyakini, salah satu faktor yang mendorong fenomena itu adalah membaiknya kesadaran masyarakat dalam aspek konservasi.“Sudah banyak pengguna sosial media yang membantu menyampaikan pesan-pesan konservasi. Mereka meneruskan laporan-laporan itu ke pihak berwenang,” terang Prisillia Morley Loijens, Education Coordinator Yayasan Selamatkan Yaki.Jelang Natal, Yayasan Selamatkan Yaki juga menyampaikan keterkaitan antara kekristenan dengan konservasi. Memang, beberapa kurun waktu belakangan, mereka memiliki program Green Gospel. Menyertakan lembaga dan tokoh-tokoh gereja di Sulawesi Utara untuk terlibat dalam upaya penyelamatan yaki.baca juga :  Jelang Hari Raya Paskah, BKSDA Sulut dan Aktivis Antisipasi Perdagangan Satwa Dilindungi. Ada Apakah?  Pada bulan November, mereka menggelar kegiatan Green Gospel di kelurahan Duasudara, Bitung. Kemudian, Desember dengan pendekatan serupa, menyertakan anak-anak sekolah minggu di kelurahan Pinangunian.Prisillia mengatakan, pendekatan itu beranjak dari penilaian bahwa, masih ada sebagian besar masyarakat yang menganggap tidak ada pantangan dalam hal konsumsi. Pandangan itu, seringkali dianggap jadi pembenaran untuk mengkonsumsi daging satwa liar. Padahal, manusia juga punya tugas dan tanggungjawab untuk melindungi segala ciptaan Tuhan.“Tapi, kita seringkali menyalahgunakan kekuasaan dengan mengeksploitasi sumberdaya alam, hingga beberapa spesies kunci, endemik Sulawesi Utara, sudah menghadapi ancaman kepunahan. Padahal Tuhan mau kita menjaga dan melestarikan alam ini,” ujar Prisillia. Minim Pengawasan" "Jelang Natal, Aktivis Serukan Penyelamatan Satwa Liar di Pasar Tomohon"," Animal Friends Manado Indonesia (AFMI), dalam kesempatan tersebut, menyampaikan lemahnya pengawasan daging hewan non-ternak yang diperdagangkan di pasar Tomohon. Fenomena itu beresiko menularkan penyakit dari hewan ke manusia.Berdasarkan survei pada bulan Juli 2018, mereka mendapati bahwa hewan domestikasi khususnya anjing, dikirim dalam keadaan mati. Ditambah lagi, dari lokasi tujuan, misalnya Sulawesi Selatan atau Sulawesi Tengah, jarak rata-rata menuju Tomohon sekitar 3 malam. Dalam 2 kali pengintaian yang mereka lakukan, es-es itu diketahui sudah mencair ketika tiba di lokasi tujuan.Persoalannya, menurut Frank Delano Manus, Program Manajer AFMI, pengawasan dalam distribusi hewan non-ternak ini terbilang minim. Tak ada proses karantina juga surat keterangan sehat dari daerah asal. Apalagi, hewan tersebut dikirim dalam keadaan mati.“Otoritas pasar bilang, kewenangan mereka hanya di pasar. Sementara, Dinas Peternakan hanya mengawasi hewan ternak yang masuk ke pasar. Untuk membatasi pasokan daging, kewenangannya ada di Pemerintah Provinsi,” tutur Frank.baca juga :  Jelang Pengucapan Syukur Kabupaten Minahasa, Diduga Daging Yaki Dijual Di Pasar Langowan  Temuan AFMI dalam survei itu, daging ular paling mendominasi perdagangan di pasar Tomohon, yang mencapai 1,7 ton. Angka itu lebih tinggi dari perdagangan daging jenis lain di pasar Tomohon dan pasar-pasar yang jadi lokasi survei.“Daging ular meningkat 22-23%. Itu yang sudah diperjual-belikan di pasar Tomohon. Jenis daging lain tidak ada peningkatan signifikan. Bahkan, daging anjing turun 11%,” papar Frank. “Itu baru hari normal. Jelang Natal atau Tahun Baru angkanya pasti lebih tinggi, walau belum tentu hingga 2 kali lipat. Tapi sayang pengawasannya belum maksimal.” Menolak P92" "Jelang Natal, Aktivis Serukan Penyelamatan Satwa Liar di Pasar Tomohon","Dalam kampanye Solidaritas untuk Bumi, aktivis juga menyerukan penolakan pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.92/2018. Sebab, peraturan itu dinilai minim kajian akademik serta mengabaikan satwa endemik dan terancam di Sulawesi Utara.Billy Gustafianto Lolowang, Manager Wlidlife Rescue & Endangered Species Pusat Penyelamatan Satwa Tasikoki (PPST) mengatakan, beberapa jenis satwa endemik yang sebelumnya dilindungi, kini tidak lagi tercatat dalam peraturan tersebut. Padahal, tingkat keterancamannya terbilang tinggi serta wilayah sebaran yang terbatas.Contohnya, kuskus beruang Sulawesi (Ailurops ursinus) dan Macaca nigrescens. Kedua satwa ini, oleh daftar merah IUCN dikategorikan vulnerable (rentan), dengan tren populasi yang terus menurun.Dulu, dalam PP No.7/1999, Macaca nigra dan Macaca nigrescens merupakan spesies dengan nama yang sama yaitu Cynopithecus niger. “Macaca nigra diperjelas, nigrescens tidak. Padahal lingkup sebarannya terbatas,” terang Billy.Dia khawatir, tidak dilindunginya satwa liar endemik akan semakin meningkatkan keterancaman akibat perburuan dan perdagangan. “Orang-orang mungkin sudah sadar, tidak berburu, memperdagangkan, memelihara atau konsumsi Macaca nigra. Tapi bagaiamana dengan Macaca nigrescens?”Keanehan lain, tambah Billy, dikeluarkannya burung Anis-bentet Sangihe dari daftar lindung. Sebab, burung ini tidak termasuk jenis yang ditangkarkan dan dipelihara. Bahkan, populasinya di alam pun sulit ditemukan.“Besar harapan kami jenis-jenis endemik, juga satwa yang tingkat keterancamannya tinggi, perlu diperhatikan kembali, terkait status konservasi dan perlindungannya,” pungkas Billy.  [SEP]" "Begini Usaha KKP Selamatkan Ikan Belida Endemik di Sungai Musi. Seperti Apa?","[CLS] Ikan belida, salah satu ikan endemik di Palembang, Sumsel. Foto : Yitno/Mongabay Indonesia Sungai Musi yang menjadi sungai besar di Pulau Sumatera, dikenal sebagai habitat penting bagi ikan-ikan endemik lokal seperti nilen, baung, dan belida. Keberadaan sungai tersebut, sejak lama telah menjadi andalan dan penghidupan bagi masyarakat di sekitarnya. Tetapi, dalam beberapa dekade terakhir, ikan endemik di sungai tersebut mulai menghadapi ancaman kepunahan.Menurut Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (DJPB KKP) Slamet Soebjakto, ancaman yang dihadapi ikan endemik di sungai Musi, dari hari ke hari semakin tak terbendung. Salah satu penyebabnya, karena ikan-ikan tersebut setiap hari selalu menjadi buruan warga dan dilakukan tanpa melalui prosedur konservasi.“Salah satu yang sedang menurun adalah ikan belida. Ikan jenis lokal tersebut, seharusnya bisa dijaga kelestariannya oleh kita semua,” ucap dia menyebut ikan endemik bernama latin Chitala lopis itu.baca : Ikan Air Tawar Mendesak untuk Dilindungi Populasinya, Kenapa?Jika perburuan terus dilakukan tanpa dibarengi dengan perlindungan, Slamet mengungkapkan, dalam beberapa tahun ke depan ikan endemik di sungai Musi dipastikan akan hilang alias punah. Untuk itu, agar ancaman itu tidak datang, dia meminta semua pihak untuk bisa ikut melestarikan ikan endemik yang saat ini masih ada di sungai Musi.“Bisa dibayangkan, jika ikan ini setiap hari ditangkap, tanpa ada upaya penyangga stok, maka dipastikan beberapa tahun ke depan bisa hilang,” tuturnya di Palembang, Sumsel, pada pekan terakhir 2017.  Slamet menerangkan, terus menurunnya populasi ikan belida, disebabkan karena penangkapan ikan tersebut dilakukan tanpa jeda oleh masyarakat di sekitar sungai. Ikan tersebut jadi buruan, karena biasa digunakan oleh warga sebagai bahan baku pembuatan makanan khas Sumatera Selatan, pempek." "Begini Usaha KKP Selamatkan Ikan Belida Endemik di Sungai Musi. Seperti Apa?","“Sudah jadi rahasia umum, aktivitas penangkapan ikan belida sejak bertahun-tahun terus dilakukan. Ikan yang terkenal dengan dagingnya yang super lezat ini, terus dilirik masyarakat sebagai bahan baku makanan khas empek-empek. Berdasarkan pengakuan masyarakat sekitar, jumlah tangkapan ikan belida kian hari kian menurun,” papar dia.Untuk mencegah terus menurun populasi ikan endemik di sungai Musi, Slamet mengatakan, pihaknya ikut bertanggungjawab untuk menjaga kelestarian berbagai jenis ikan tersebut. Di antara cara yang dilakukan untuk melakukan perlindungan, kata dia, adalah dengan melakukan restocking ikan endemik tersebut ke dalam sungai.“Tujuan dari restocking adalah untuk memulihkan populasi ikan endemik di sungai Musi,” jelas dia.baca : Ikan-ikan Air Tawar Jambi Inipun Terancam PunahUntuk melaksanakan restocking, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya menebar sedikitnya 260 ribu ekor benih ikan endemik seperti nilem, baung, dan belida ke sungai Musi. Penebaran tersebut dilakukan akhir 2017 lalu di Palembang, ibu kota Sumatera Selatan.Slamet menambahkan, untuk melaksanakan restocking, Balai Perikanan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Jambi bertanggungjawab untuk menyediakan benih ikan endemik yang diperlukan. Untuk itu, ikan-ikan endemik yang ada di sungai Musi, ke depan akan terus diperbanyak lagi jumlahnya melalui restocking.Setelah dilakukan penebaran benih, Slamet berharap masyarakat di sekitar sungai Musi, dan umumnya di Sumatera Selatan bisa menjaga kelestarian sungai dan isinya. Menurutnya, penting untuk dilakukan pengaturan jadwal penangkapan ikan pada musim-musim tertentu dan dilakukan secara selektif.“Untuk mengatur pengelolaan sumberdaya ikan endemik ini dengan melibatkan masyarakat lokal, Wali Kota (Palembang) bisa menginisiasi penyusunan regulasi seperti Perda (peraturan daerah),” tandas dia.  " "Begini Usaha KKP Selamatkan Ikan Belida Endemik di Sungai Musi. Seperti Apa?","Himbauan tersebut direspon Wali Kota Palembang Harnojoyo. Dia berjanji, setelah penebaran benih dilakukan, pihaknya akan ikut menjaga kelestarian sungai dan mengampanyekannya kepada masyarakat. Bentuk penjagaan tersebut dilakukan, tidak lain karena ikan endemik di sungai Musi selama ini telah menjadi ikon khas Palembang.“Kami mendorong masyarakat untuk turut punya tanggungjawab akan keberadaan ikan ini. Terkait pentingnya Perda pengelolaan sumberdaya ikan lokal, menjadi masukan penting bagi Pemda untuk menindaklanjutinya,” tegas dia.baca : 7 Spesies Ikan Tawar Baru Ini Ditemukan di Indonesia KonservasiAgar ikan endemik bisa terus bertahan dan populasinya meningkat lagi, perlu dilaksanakan konservasi sumberdaya ikan yang ada di perairan daratan. Prinsip konservasi, menurut Pengajar Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor Sulistiono, sudah dijelaskan dalam UU No.31/2004 tentang Perikanan.“Dalam UU tersebut diatur tentang konservasi sumber daya ikan yang dilakukan melalui konservasi ekosistem, konservasi jenis dan konservasi genetik,” jelasnya.Menurut Sulistiono, dalam melaksanakan konservasi sumber daya ikan, prosesnya tidak dapat dipisahkan dengan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara keseluruhan. Selain dalam UU, konservasi juga diatur lebih rinci di dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.60/2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan yang di dalamnya diatur tentang pengelolaan konservasi atau habitat ikan.“Termasuk di dalamnya adalah pengembangan kawasan konservasi perairan sebagai bagian dari konservasi ekosistem,” ujar dia.Selain mengatur tentang konservasi, Sulistiono menyebutkan, di dalam PP disebutkan juga aturan tentang pemanfaatan berkelanjutan dari jenis-jenis ikan serta terpeliharanya keanekaragaman genetik ikan.baca : Bagaimana Mencegah Ikan Asing Berbahaya Masuk ke Perairan Indonesia?  " "Begini Usaha KKP Selamatkan Ikan Belida Endemik di Sungai Musi. Seperti Apa?","Lebih jauh Sulistiono mengatakan, banyak pendapat dari para ahli tentang batasan konservasi. Namun, itu semua tergantung dari waktu, keahlian, dan pandangan terhadap alam beserta dinamikanya.“Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, pengertian konservasi tidak ada yang berdiri sendiri, tetapi selalu dikaitkan dengan objek pengaturan hukumnya,” jelas dia.Dengan adanya konservasi, Sulistiono mengatakan, upaya perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan sumber daya ikan, termasuk di dalamnya adalah ekosistem, jenis, dan genetika bisa menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman sumber daya ikan.Alasan kenapa beberapa jenis ikan perlu diberikan tindakan konservasi, kata Sulistiono, adalah karena mereka mengandung nilai ekonomi, nilai sosial, nilai ekologi, nilai budaya, nilai religi, nilai estetika, dan adanya ancaman kepunahan.Adapun, tujuan dilaksanakan konservasi jenis ikan tertentu, menurut Sulistiono, adalah: 1) Menjaga atau meningkatkan produksi; 2) Keseimbangan alam; 3) Perbaikan genetika/spesies; 4) Menggali manfaat potensial; 5) Turisme; 6) Pendidikan dan penelitian; 7) Estetika; 8) Endemik, etnik; 9) Kesehatan lingkungan; dan 10) Kelestarian keanekaragaman.baca : Patin Raksasa dari Hulu Kapuas Pengawasan LemahDi sisi lain, Peneliti Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Haryono mengatakan, penurunan yang terus terjadi pada populasi ikan endemik lokal, bisa terjadi karena hingga saat ini pengawasan terhadap ikan tersebut masih belum seaktif pengawasan ikan yang ada di perairan laut.Menurut Haryono, ikan yang tumbuh di air tawar, bisa ditemukan di habitat air yang mengalir (lotik) seperti sungai, dan air yang menggenang (lentik) seperti danau, waduk, dan rawa.“Perairan umum daratan air tawar ini terutama ada di pulau Kalimantan dan Sumatera,” ucap dia." "Begini Usaha KKP Selamatkan Ikan Belida Endemik di Sungai Musi. Seperti Apa?","Di Indonesia, Haryono menjelaskan, total luas perairan umum daratan mencapai 55 juta hektare. Dengan rincian, luas perairan sungai 11,95 juta ha, perairan danau/waduk 2,1 juta ha, dan perairan rawa 39,4 juta ha.Dengan luasan seperti itu, Haryono menyebut, ikan bisa berkembang dengan baik. Namun, di habitat tersebut, faktanya terdapat sejumlah ikan endemik yang populasinya mulai terancam. Ikan jenis tersebut, biasanya tersebar pada wilayah geografis atau habitat yang terbatas.“Selain ikan endemik, ada juga ikan asli atau lokal, ikan langka, ikan terancam punah, ikan introduksi, dan ikan invasif,” papar dia.Mengingat ikan air tawar tumbuh dan berkembang biak di perairan daratan, Haryono menegaskan, jumlahnya dari waktu ke waktu terus mengalami penurunan. Salah satunya, adalah ikan endemik yang kini jumlahnya terus menurun.Di Indonesia, kata Haryono, total ada 4.782 spesies ikan asli Indonesia yang tersebar di berbagai wilayah perairan. Dari jumlah tersebut, ikan air tawar memiliki 1.248 spesies, ikan laut dengan 3.534 spesies, ikan endemik 130 spesies, introduksi 120 spesies, terancam punah 150 spesies, dan invasif sebanyak 13 spesies.   [SEP]" "Kenapa Pemerintah Tak Juga Perbaiki Tata Kelola Garam Nasional?","[CLS] Pemerintah akan segera mengeluarkan rekomendasi impor garam untuk memenuhi kekurangan garam industri sebesar 1,33 juta ton dari total kebutuhan 3,7 juta ton. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sendiri dikabarkan akan menerbitkan rekomendasi untuk impor garam sebesar 600 ribu ton. Adapun, izin yang sudah diterbitkan dari kebutuhan 3,7 juta ton adalah 2,37 juta ton dan diterbitkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).Impor tersebut dengan payung hukum berupa Peraturan Pemerintah (PP) No.9/2018 tentang Tata Cara Pengendalian Impor Komoditas Perikanan dan Komoditas Pergaraman Sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri.Dengan bakal diterbitkannya izin impor tambahan garam oleh Kemenperin, maka hal tersebut mengambil kewenangan penerbitan izin tersebut oleh KKP dalam Undang-Undang No.7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam.Sejumlah kalangan menilai penerbitan PP No.9/2018 tersebut sebagai kebijakan yang kurang tepat. Penerbitan PP memang akan memuluskan impor garam, tetapi juga sekaligus akan semakin menyudutkan masyarakat pesisir dan petambak garam.Penilaian tersebut diungkapkan Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati di Jakarta, Minggu (18/3/2018). Menurut dia, kebijakan tersebut dinilai sudah tidak berpihak lagi kepada kedaulatan, keberlanjutan, dan kesejahteraan petambak garam di Indonesia. Padahal, selain impor, ada pilihan lain yaitu pembenahan tata kelola garam nasional yang masih amburadul.“(Presiden) Jokowi tidak punya itikad baik (untuk) membenahi tata kelola garam. PP ini dinilai semakin mempermudah impor komoditas perikanan dan pergaraman yang selama ini jelas-jelas hanya menguntungkan pengimpor saja,” ungkapnya." "Kenapa Pemerintah Tak Juga Perbaiki Tata Kelola Garam Nasional?","Menurut Susan, penerbitan PP oleh Presiden Joko Widodo tersebut, juga semakin menegaskan bahwa pemerintahan sekarang semakin kehilangan komitmen untuk melindungi dan memberdayakan masyarakat pesisir yang selama ini memiliki kontribusi besar terhadap komoditas perikanan dan pergaraman di Indonesia.baca : Kenapa Harus Impor Garam Lagi?  Kontra UU No.7/2016Tak hanya memperlihatkan sikap tidak konsisten, Susan menerangkan, substansi dari PP tersebut juga sudah jelas bertentangan dengan Undang-Undang No.7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam. Padahal, kedua peraturan itu diterbitkan dalam kurun waktu hampir berdekatan.Susan merinci beberapa hal yang bertentangan dalam PP dengan UU No.7/2016. Pertama, di dalam UU No.7/2016, kewenangan pengendalian Impor komoditas perikanan dan pergaraman berada di bawah kewenangan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Sementara, dalam PP No.9/2018, kewenangan sudah beralih ke bawah kendali KKP, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Perdagangan.“Hal ini jelas akan terus melanggengkan ego sektoral kementerian dalam urusan impor,” kata dia.Poin kedua yang menjadi perhatian Susan, adalah tentang klausul yang ada di dalam UU yang menyebut penetapan tempat pemasukan, jenis, waktu pemasukan, dan/atau standar mutu wajib impor garam dengan sangat jelas, yakni mengikuti ketentuan dan aturan yang ditetapkan oleh KKP. Akan tetapi, dalam PP, aturan itu dikaburkan.Tak hanya itu, Susan kemudian menambahkan, di dalam PP sudah tidak dibahas lagi tentang batasan waktu impor komoditas perikanan dan pergaraman. Pembebasan batasan itu, akan menjadi kebijakan yang sangat berbahaya di kemudian hari.baca : Kenapa Kebijakan Impor Garam Harus Ditinjau Kembali?  " "Kenapa Pemerintah Tak Juga Perbaiki Tata Kelola Garam Nasional?","Mempertimbangkan dua hal utama yang disebutkan di atas, Susan meminta Pemerintah untuk segera membatalkan PP No.9/2018 karena itu bertentangan dengan UU No.7/2016 sekaligus berpotensi mematikan industri perikanan dan pergaraman rakyat di Indonesia.Terpisah, Sekretaris Jenderal Persaudaraan Petambak Garam Indonesia (PPGI) Waji Fatah Fadhilah mengungkapkan kekecewaannya atas penerbitan PP No.9/2018. Menurut dia, penerbitan PP akan semakin mempermudah impor garam ke Indonesia tanpa mempertimbangkan waktu yang tepat seperti waktu panen raya garam rakyat.“Kami masyarakat petambak garam kecewa dengan pemerintah,” tegasnya.Waji mengatakan, alasan Pemerintah yang menyebut kandungan natrium klorida (NaCl) dalam garam masyarakat tidak sampai 97 persen, merupakan alasan klasik yang seharusnya tidak perlu dimunculkan. Menurut dia, saat ini petambak garam rakyat sudah terus meningkatkan kualitasnya dan itu terjadi di banyak tempat.Waji kemudian mencontohkan, di kebun garam miliknya di Cirebon, Jawa Barat, sudah sejak lama garam diproduksi dengan memerhatikan kandungan NaCI di atas 97 persen. Tak hanya itu, di saat musim hujan, kebun miliknya masih bisa melakukan produksi garam hingga mencapai 200 ton.“Pemerintah seharusnya memperkuat usaha garam rakyat dengan cara mengimplementasikan seluruh mandat yang terkandung di dalam UU No.7/2016. Sebaliknya, dengan mempermudah impor garam melalui aturan baru, justru akan mematikan usaha garam rakyat secara perlahan-lahan,” pungkas dia.baca : Dulu Indonesia Swasembada Garam, Kini Jadi Importir Garam, Ada Apa Sebenarnya?  Sementara, pendapat serupa juga diungkapkan Serikat Nelayan Indonesia (SNI) yang menilai penerbitan PP yang ditandatangani langsung oleh Presiden Joko Widodo, merupakan kebijakan yang salah karena sudah bertabrakan dengan UU No.7/2016." "Kenapa Pemerintah Tak Juga Perbaiki Tata Kelola Garam Nasional?","Sekretaris Jenderal SNI Budi Laksana di Jakarta, Minggu, menjelaskan, Pemerintah membuat langkah blunder dengan menerbitkan PP impor garam. Seharusnya, Pemerintah jeli tentang adanya ketidakjelasan kewenangan dalam kendali impor yang selama ini berjalan.“Ini adalah masalah keberpihakan dan ketidakberpihakan. Adanya tumpang tindih kewenangan dalam kendali impor di kementerian mengindakasikan tarik menarik kepentingan yang kuat,” ungkap dia.Menurut Budi, persoalan kelangkaan garam selalu menjadi masalah dari tahun ke tahun tetapi tidak ada upaya dari Pemerintah untuk mencari jalan keluar. Tak hanya itu, penerbitan UU No.7/2016, juga sudah menegaskan bahwa Pemerintah harus memberikan perlindungan kepada petambak garam yang menjadi stakeholder dalam dunia perikanan dan kelautan.Akan tetapi, Budi menyebut, bagi Pemerintah, langkah terbaik untuk memecahkan persoalan garam adalah dengan memilih jalan pintas untuk memberikan izin impor garam melalui penerbitan PP. Padahal, di dalam PP yang menjadi prioritas adalah 21 perusahaan yang mendapatkan kuota impor garam.“Sementara, masyarakat petani garam yang tinggal di sepanjang pesisir pantai Indonesia diabaikan,” tegas dia.baca : Bangkit dari Keterpurukan, Indonesia Targetkan Swasembada Garam pada 2019. Bagaimana Strateginya?  MendesakMenteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution di kesempatan berbeda pada Minggu menjelaskan, Pemerintah memiliki pertimbangan sendiri kenapa saat ini PP diterbitkan dan memberikan kewenangan Kemenperin untuk menerbitkan rekomendasi impor garam. Menurut dia, alasan utamanya adalah karena saat ini kebutuhan garam industri sudah sangat mendesak.“Saat ini kebutuhannya sudah sangat mendesak. Sudah tidak ditemukan jalan keluar lagi, ya itu yang dilakukan,” ujarnya." "Kenapa Pemerintah Tak Juga Perbaiki Tata Kelola Garam Nasional?","Darmin mengatakan, sebelum diterbitkan PP oleh Presiden, kementerian melakukan koordinasi untuk memecahkan persoalan pasokan garam industri. Saat itu, KKP sebagai kementerian yang memberikan rekomendasi, tidak kunjung memberikan rekomendasi tambahan untuk impor garam. Padahal, di saat yang sama, kebutuhannya sudah sangat mendesak.Tetapi, Darmin melanjutkan, dorongan KKP yang ingin memberdayakan industri garam rakyat yang tersebar di sejumlah daerah untuk membantu pasokan garam industri, dinilai tidak tepat. Mengingat, kualitas garam lokal hingga saat ini masih belum bisa dipakai untuk kebutuhan garam industri. Akibatnya, pasokan untuk sementara masih belum bisa dipenuhi.“Itu sudah jelas tidak bisa. Garam lokal itu tidak bisa dipakai untuk garam industri,” ucap Darmin.baca : Ada Praktik Kartel dalam Tata Niaga Garam Nasional?  Adapun, Darmin menyebutkan, industri yang hingga saat ini masih memerlukan pasokan garam industri, misalnya industri kaca, dan kertas. Kedua industri tersebut, terancam tidak bisa melaksanakan produksi karena pasokan garam industri sudah tidak ada lagi.Jika kondisi itu terjadi, Darmin menjelaskan bahwa Indonesia tidak bisa membantu industri yang sudah mendapatkan kucuran investasi dari dalam dan luar negeri. Dari perusahaan yang sedang mengalami kesulitan itu, bahkan ada yang mengancam akan merelokasi usahanya ke negara lain seperti Thailand, Vietnam, dan Malaysia.Kesimpulannya, Pemerintah akan segera mengeluarkan rekomendasi impor garam untuk menggenapi kebutuhan garam industri sebesar 3,7 juta ton. Adapun, izin yang sudah diterbitkan dari kebutuhan 3,7 juta ton adalah 2,37 juta ton dan diterbitkan KKP. Kebutuhan IndustriMenteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah akan tetap mengimpor garam untuk kebutuhan sejumlah industri dalam negeri, antara lain di industri kimia, aneka pangan dan minuman, farmasi dan kosmetika, sampai kertas." "Kenapa Pemerintah Tak Juga Perbaiki Tata Kelola Garam Nasional?","Airlangga pun menjelaskan, kualitas garam yang digunakan oleh industri tidak hanya terbatas pada kandungan natrium klorida (NaCl) yang tinggi, yakni minimal 97 persen. Namun, masih ada kandungan lainnya yang harus diperhatikan seperti Kalsium dan Magnesium dengan maksimal 600 ppm serta kadar air yang rendah.“Jadi, pemerintah mengimpor garam untuk kebutuhan bahan baku industri-industri tersebut. Sedangkan untuk garam konsumsi, masih akan dipenuhi oleh industri garam nasional,” jelasnya melalui siaran pers di Jakarta, Minggu (18/3/2018).baca : Seperti Apa Dugaan Keterlibatan Kartel dalam Tata Niaga Garam Nasional?  Ketua Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) Tony Tanduk menyambut baik adanya kebijakan baru yang memastikan mengenai ketersediaan pasokan bahan baku garam industri. Sedangkan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi S. Lukman menyampaikan, seiring dengan peningkatan investasi dan ekspansi, industri makanan dan minuman membutuhkan setidaknya 550 ribu ton garam sebagai bahan baku setiap tahunnya.Sementara itu, Direktur PT Asahimas Chemical Eddy S. menyatakan, garam industri merupakan bahan baku utama di sektor industri kimia dasar yang dibutuhkan lebih dari 400 perusahaan nasional. Diperkirakan, untuk industri-industri kimia sejenis, penggunaan garam industri impor saat ini sekitar 1,8 juta ton per tahun.  [SEP]" "Si Kowil, Upaya Sigap TNI Cegah Kebakaran Hutan dan Lahan","[CLS] Setelah meluncurkan Bios 44, sebagai upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan di Sumatera Selatan (Sumsel), Korem 044 Garuda Dempo (Gapo) kini meluncurkan Si Kowil atau Sistem Informasi Komando Kewilayahan. Fungsinya, memantau setiap munculnya titik api di hutan maupun lahan gambut. Sistem ini terkoneksi dengan kepolisian, BPBD, pemerintah Sumatera Selatan, Tim Restorasi Gambut Sumsel, dan lainnya.“Dengan aplikasi ini, kami dapat langsung memerintahkan prajurit untuk mendatangi lokasi kebakaran atau titik api. Termasuk, keberadaan prajurit dan babinsa di setiap wilayah komando Korem 044 Gapo,” kata Kol. Inf. Kunto Arief Wibowo, Komandan Korem 044 Gapo, usai peluncuran sistem tersebut di markasnya, di Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (20/3/2018).“Target penyelenggaraan Asian Games 2018, bebas kebakaran atau asap semoga dapat tercapai dengan pemantauan atau pencegahan sejak dini,” katanya. Bagi yang ingin mengakses Si Kowil dapat menginstal dari smartphone via aplikasi google playstore.Menurut Kunto, yang pada Kamis ini, posisinya digantikan Kol. Inf. Iman Budiman, Si Kowil adalah sistem yang digunakan Tentara Nasional Indonesia (TNI), khususnya Korem 044 Gapo, untuk memetakan berbagai potensi, sumber daya, kebakaran hutan dan lahan gambut secara langsung maupun tidak. Tujuan utamanya, demi keutuhan dan kedaulatan Indonesia.Si Kowil, lanjutnya, memuat peta tematik berbasis GIS atau model utamanya berupa geografi, demografi, kondisi sosial, peritiwa, kolaborasi proyek, berita, back office management, serta tracking.Baca: Lahan Gambut di Sumatera Selatan Disebar Bios 44, Untuk Apa?  " "Si Kowil, Upaya Sigap TNI Cegah Kebakaran Hutan dan Lahan","Awalnya, Si Kowil sebagai upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan, tetapi dikembangkan sehingga dapat dipakai untuk umum. “SI Kowil tidak dapat berjalan tanpa dukungan infrastruktur modul-modul di balik layar. Seperti, struktur garis komando, kewenangan hak akses, penyusunan dan pembagian wilayah, serta organisasi dan kepangkatan.”Pangdam II Sriwijaya Mayjen TNI AM Putranto, seperti dikutip Sriwijaya Post, memberikan penghargaan tinggi terhadap inovasi teknologi yang dilakukan Komandan Korem 044 Gapo beserta jajarannya. Sebelumnya, Bios 044 sudah banyak digunakan bukan hanya di Sumatera Selatan juga beberapa daerah lain di Indonesia, kini Si Kowil bisa digunakan.Putranto berharap Si Kowil dapat ditularkan di wilayah Korem lain, Kodam II Sriwijaya, yang mencakup Sumatera Selatan, Jambi, Lampung, Bengkulu dan Bangka-Belitung. “Sistem ini sangat bagus, agar dapat ditularkan ke korem lain dan harus dilengkapi pengamanan kuat, sehingga dalam penggunaan tidak ada gangguan,” ujarnya.Baca juga: Sepucuk, Lahan Gambut yang Kini Dipenuhi Nanas dan Tidak Terbakar Lagi  Diperkenalkan di COP 22Kunto Arief Wibowo merupakan Komadan Satgas Karhutla Sumsel sejak 2016. Saat menjabat, dia memperkenalkan Bios 44 ke Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, termasuk menyampaikan dan memamerkannya pada KTT Perubahan Iklim 2016 (COP 22) di Marrakesh, Maroko.Bios 44 merupakan paduan beberapa mikroorganisme yang disatukan, fungsinya memperkecil atau menutupi rongga-rongga lahan gambut, sehingga gambut tidak mudah terbakar. Dengan kata lain, lahan gambut yang sudah diolah atau dimanfaatkan dipercepat menjadi lahan mineral." "Si Kowil, Upaya Sigap TNI Cegah Kebakaran Hutan dan Lahan","Beberapa wilayah yang menjadi percontohan penyebaran Bios 44 adalah Sepucuk dan Desa Simpang Tiga di Kabupaten OKI, Desa Sungai Rambutan, Kabupaten Ogan Ilir (OI), yang setelah tiga bulan, lahannya menjadi subur. Misalnya, tanaman nanas yang tumbuh subur di sela perkebunan sawit di Sepucuk, sehingga setahun terakhir kawasan tersebut bebas dari kebakaran.Bios 44 dibagikan gratis kepada para petani yang ingin menggunakannya. “Para petani di Sumsel dapat mengambil gratis biang Bios 44 di setiap kantor kodim yang ada,” kata Kunto.Tim Restorasi Gambut (TRG) Kalimantan Selatan yang sempat mengunjungi kawasan Sepucuk akhir 2017 lalu, tertarik untuk melakukan penyebaran Bios 44 di kawasan gambut yang sudah diolah.“Bios 44 sangat bermanfaat bagi lahan gambut yang sudah diolah, dan sangat berguna bagi lahan pertanian masyarakat di lahan gambut, sehingga menjadi subur dan tidak perlu dilakukan pembakaran lahan. Itu berarti, dapat mengurangi kemungkinan terjadinya kebakaran di lahan gambut,” kata Sigit Wibowo, beberapa waktu lalu, saat menjabat Kepala Dinas Kehutanan Sumsel.   [SEP]" "Gelombang Tinggi Menerjang Pesisir Bali dan Merusak Sejumlah Sarana","[CLS] Gelombang tinggi sampai 5 meter menerjang pesisir Bali sejak 21 Juli lalu. Puluhan jukung nelayan rusak, beberapa akomodasi wisata diterjang rob, dan warung-warung pinggir pantai ambruk.Fitri, perempuan pedagang pisang goreng di Pantai Padanggalak, Sanur, meratapi warungnya yang rata dengan tanah pada Rabu (25/07/2018) pagi. Matahari baru beranjak dari cakrawala dan pisang gorengnya mengepul hampir matang. Tiba-tiba ombak menggulung menghantam warungnya yang berjarak sekitar 10 meter dari titik pasang sebelumnya.Ia lari kencang sambil berteriak ke arah pemukiman. Air laut dengan cepat menyapu lahan parkir dan menggenangi taman-taman sekitarnya.Ketinggian ombak sampai lebih 3 meter karena berhasil melampui krib penahan ombak dari bebatuan hitam besar yang dipasang di pantai pusat melasti atau ritual penyucian ini. Ombak juga melumat jalan setapak sampai paving hancur, jalan ambrol sepanjang sekitar 50 meter. Jalan setapak yang ambrol ini persis depan warungnya.Pada sore hari, Fitri dibantu anaknya masih mengais sisa peralatan warung yang bisa dipakai lagi. Semangatnya berjualan tak surut. Ia segera memasang pasak-pasak kayu baru dan berpindah mundur sekitar 2 meter dari titik warung sebelumnya. “Ini ombak paling tinggi beberapa hari ini. Saya harus bikin warung lagi, saya sudah 15 tahun di sini,” serunya.  Sementara di pesisir Bali Timur, sejumlah pemilik villa dan homestay di Amed, salah satu pusat akomodasi di pinggir pantai melaporkan diterjang ombak pada Rabu pagi. Sebagian turis yang menginap dipindahkan ke akomodasi lain karena air laut masuk ke kamar-kamar sampai pintu depan.Kepala Desa Purwakerthi, Kubu, Karangasem, I Nengah Karyawan meminta bantuan Badan Penanggulangan Bencana Daerah setelah mendapat laporan warga dan ke lapangan merekam banjir rob air laut akibat gelombang tinggi ini. “Puluhan jukung nelayan rusak terseret arus,” katanya." "Gelombang Tinggi Menerjang Pesisir Bali dan Merusak Sejumlah Sarana","Ia tak mengira gelombang besar beberapa hari ini menghantam kawasan ini cukup parah sampai melampui pantai dan halaman-halaman villa yang dibangun lebih tinggi dari pantai. Panorama matahari terbit yang biasanya menenangkan di pesisir Amed ini kini sebaliknya. Suara ombak menderu-deru. Dari laporan yang masuk, sedikitnya 5 villa yang terendam rob air laut ini. “Ada turis yang tidak mau pindah, tapi kami harus evakuasi ke hotel lain demi keselamatannya,” urai Karyawan.  Peringatan gelombang tinggi sudah disampaikan sejak 20 Juli oleh sejumlah otoritas di Bali seperti Badan Meteorologi, Klimatologi, Dan Geofisika Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, Dan Geofisika Wilayah III. Tindak lanjutnya, pengelola pelabuhan laut membuat pengumuman pada pemilik kapal-kapal untuk tak beroperasi. Misalnya Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas IV Padangbai Ka Subsie Keselamatan berlayar, Penjagaan, dan patroli I Nyoman Parwata membuat surat peringatan bagi nahkoda kapal fastboat untuk menunda keberangkatan dari 21 Juli sampai 25 Juli demi keselamatan.Akibatnya penyeberangan dari Bali ke Lombok dan sebaliknya, atau kapal barang dari dan ke kepulauan Nusa Penida banyak yang batal berangkat beberapa hari ini. Demikian juga speedboat yang biasanya lalu lalang dari dan ke pulau-pulau kecil Gili, Lombok dari pelabuhan Padangbai, Karangasem.Warga dan turis di pulau-pulau kecil seperti Nusa Penida dan Lembongan juga tertahan tak bisa menyeberang. Dalam situasi bencana seperti ini, prosedur keselamatan warga di pesisir diuji. Seperti peringatan dini, informasi evakuasi, dan lainnya.  BMKG kembali merilis peringatan dini gelombang tinggi wilayah perairan Bali – NTB pada 25 Juli 2018 jam 08.00 Wita sampai 26 Juli 2018 jam 08.00 Wita. Tinggi gelombang 0.5 – 2.0 meter terjadi di Laut Bali dan Laut Sumbawa. Tinggi gelombang 1.25 – 2.5 meter di Selat Bali bagian Utara sampai Selat Lombok bagian Utara." "Gelombang Tinggi Menerjang Pesisir Bali dan Merusak Sejumlah Sarana","Sementara tinggi gelombang 1.5 – 6.0 meter di Selat Bali bagian Selatan, Selat Badung, dan Selat Lombok bagian Selatan. Tinggi gelombang 2.0 – 6.0 meter di Selat Alas bagian Selatan sampai perairan Selatan Sumbawa. Terakhir, tinggi gelombang 3.5 – 6.0 meter di Samudera Hindia Selatan Bali hingga NTB.Disebutkan risiko tinggi terhadap keselamatan pelayaran adalah perahu-perahu nelayan. Waspadai angin dengan kecepatan di atas 15 knot dan ketinggian gelombang di atas 1.25 m. Untuk kapal tongkang waspadai angin dengan kecepatan lebih dari 16 knot dan ketinggian gelombang lebih dari 1.5 m.Sementara untuk kapal Ferry waspadai kecepatan angin lebih dari 21 knot dan ketinggian gelombang lebih dari 2.5 m. Kapal ukuran besar seperti kapal kargo atau kapal pesiar waspadai kecepatan angin lebih dari 27 knot serta ketinggian gelombang lebih dari 4.0 m.I Wayan Wirata, prakirawan BMKG Wilayah III yang dikonfirmasi menyebut pesisisir Selatan Bali akan terdampak dengan ketinggian gelombang maksimum 5 meter. Penyebabnya dari Barat Australia ada mascarene high atau pusat tekanan tinggi, memicu swell atau alun yang menjalar ke Utara. Imbasnya gelombang tinggi ke arah Selatan Jawa, Bali, dan NTB. “NTT tak terlalu signifikan. Atmosfer dinamis, bisa berubah, dari hasil pemodelan gelombang diperkirakan masih tinggi,” ujarnya.Pihak BMKG menerima laporan sejumlah sarana di pesisir rusak karena gelombang melewati pantai. Termasuk pantai-pantai pusat wisata dari pesisir Selatan sampai Timur seperti Kuta, Pecatu, Pandawa, Ketewel, dan Kusamba. Puncak gelombang menuju pesisir bisa sampai 20 meter. “Kalau pesisirnya landai bisa lebih jauh, kalau cekung tertahan,” ingatnya.Video-video kerisauan warga di pesisir termasuk pengusaha pariwisata wara-wiri di media sosial beberapa hari ini. Gelombang juga menerjang kios-kios penjual minuman di tepi Pantai Kuta, hampir menghanyutkan kursi-kursi dan tempat berjemur." "Gelombang Tinggi Menerjang Pesisir Bali dan Merusak Sejumlah Sarana","Pembangunan yang terlalu dekat titik pasang surut air laut kini memperlihatkan risiko nyata. Padahal dalam tata ruang diatur pembangunan seperti hotel dan restoran harusnya mengikuti jarak sempadan pantai sedikitnya 100 meter.  [SEP]" "Menikmati Raptor Bermigrasi di Gunung Sega Bali","[CLS] Jalan berkelok dan sangat terjal harus dilalui sekitar 30 menit berkendara sampai tiba di sebuah bukit tertinggi, di ujung timur Pulau Bali. Nama dusun dan bukitnya Gulinten, tapi kadung populer dinamakan Gunung Sega. Karena menjadi lokasi stasiun transmisi TVRI Gunung Sega sejak 2005.Mesin motor panas saat berhasil tiba dan parkir di halaman stasiun pemancar TVRI. Seorang perempuan muda sedang bersiaga tiap jam memantau langit, berbekal teropong binocular dan kamera. Beberapa kali ia pindah posisi, di halaman depan, halaman belakang, sampai titik bukit lainnya.Santi Tyas, mahasiswa jurusan Biologi FMIPA Universitas Udayana ini sangat bersemangat melakukan penelitian untuk skripsinya, menghitung jumlah dan jenis burung raptor yang bermigrasi. Ditemui pada Rabu (31/10/2018), Santi mengatakan sudah memantau tiap hari sejak 4 Oktober hingga 30 November ini. Periode bermigrasinya ribuan raptor dari daerah dingin ke hangat.Bukit Sega yang berada di seberang bebukitan Pura Lempuyang, Karangasem, Bali ini dinilai salah satu tempat pemantauan terbaik. Para raptor yang terbang mengarah ke Pulau Lombok, bahkan bisa terbang sepinggang para pengamat burung jika berada di titik bukit tertentu.baca :  Indonesia Adalah Jalur Penting Migrasi Burung, Anda Mengetahui?  Pada Oktober sampai November adalah puncak migrasi raptor-raptor ini. Tak sulit menemukan mereka sedang terbang dengan sayap terbentang di langit. Terutama pagi sampai tengah hari. Jelang sore, jumlah yang melintas makin sedikit, bisa dihitung jari.Selain raptor yang bermigrasi, juga terlihat sejumlah burung elang seperti ular bido yang tinggal di kawasan ini, mereka disebut residen. Suaranya tajam membelah bebukitan. Beberapa kali terbang berputar mengamati wilayah kekuasaanya. Sangat mendebarkan mengamati pemangsa ini dari jarak lebih dekat, namun tetap harus dibantu teropong. Mata dimanja dengan kekuatan rentang sayap dan kecepatan terbangnya." "Menikmati Raptor Bermigrasi di Gunung Sega Bali","Santi memulai pemantauan dari jam 8 pagi sampai 5 sore dengan mencatat jumlah, arah, dan pola terbang, apa sendiri, bergerombol, atau bareng sesama jenisnya. Tiap hari jumlahnya fluktuatif, pernah dalam sehari sampai ribuan ekor.Salah seorang staf transmisi TVRI, Dono Waluyo juga menjadi pengamat dan fotografer burung. Ia sudah terbiasa menghitung rombongan ribuan raptor di langit. Menggunakan sistem kotak, hanya untuk mereka yang terlatih dan berpengalaman sebagai birdwatcher.Saat musim dingin di bumi belahan Utara, rombongan raptor ini mencari tempat hangat ke negara-negara di garis khatulistiwa. Arus balik diperkirakan Maret-Mei, juga melewati bebukitan di Bali Timur ini. “Titik favorit di bukit itu, burung muncul dari bawah naik ke atas ke arah Lombok,” tunjuk Santi.baca juga :  Burung Bermigrasi, Apa yang Dicari?  Mochamad Saifudin, adalah salah satu pengamat burung setia yang menghelat event pemantauan pada 14 Oktober lalu di Gunung Sega. Dengan fasih ia bercerita tentang migrasi burung pemangsa di Bali.Peta jalur burung pemangsa misal dari Rusia, Jepang, Cina, memiliki rute mayor dan minor. Salah satu lintasan mayor adalah Dusun Gulinten, Abang, Karangasem ini. “Rutin lewat tiap tahun selain daerah dan negara lain seperti Lombok, Flores, dan lainnya di Indonesia,” kata Udin, panggilan akrabnya.Sebelum sampai Bali, burung pemangsa ini masuk dari Baluran, Ijen, Alas Purwo (Jatim) ke Bali Barat (TNBB). Kemudian lewat pesisir utara Bali sampai Singaraja, dan terakhir Gunung Sega di Karangasem.Dari pengalamannya, dipetakan ada tiga jalur utama migrasi. Bali Utara, Tengah, dan Selatan. Jika lewat Bali Tengah, mereka terbang di atas gunung Batukaru dan 3 danau (Buyan, Tamblingan, dan Beratan)." "Menikmati Raptor Bermigrasi di Gunung Sega Bali","“Gunung Sega seperti mulut botol, titik kumpul sebelum ke Pulau Lombok,” sebutnya kenapa jumlah yang dipantau bisa sangat banyak di kawasan ini. Burung itu masuk Lombok lewat Malimbu, Gunung Tunak, pesisir Utara. Pengamatan dilakukan tiap tahun, bahkan bisa dua kali saat perkiraan datang dan pergi, arus datang dan balik.Dalam satu hari bisa melintas 500-1000 ekor tapi bisa juga saat yang sama tahun berikutnya satu pun tak melintas. Tiga jenis raptor dominan yakni Sikep-madu Asia (Pernis ptilorhyncus/Oriental Honey-buzzard), Elang-alap Cina (Accipiter soloensis/Chinese Sparrowhawk), Elang-alap Jepang (Accipiter gularis/Japanese Sparrowhawk).baca :  Menghitung Burung Pemangsa Migrasi, Bagaimana Caranya?  Saifusin berkisah, lokasi pengamatan Gunung Sega diketahui dari seorang peneliti asing bernama Fransisco yang melakukan penelitian jalur migrasi di Bali. Saat itu yang teramati jumlahnya fantastik 3000-5000 ekor selama musim migrasi.Karena penasaran, ia janjian dengan pengamat burung itu. Sejak menekuni pengamatan burung pada 2009, ia mengaku belum pernah bisa melihat burung di udara dalam jarak dekat. “Ternyata benar, elang sejajar pinggang, pernah 7-10 meter jarak terdekat,” serunya. Ada yang bertengger di atas kepalanya seperti Alap-alap Cina namun saat itu belum ada kamera hanya bengong.Sejak 2012, Saifudin dan pengamat lain baru mulai rutin ke Sega. Festival pengamatan pertama yakni Bali Bird of Prey Migration Watch Festival dihelat bersama Sewaka Elang, awal November puncak migrasi. “Hal yang langka, Elang Jawa terbang bersama burung-burung migrasi lain,” ingatnya. Raptor residen itu kerap siaga ketika akan ada melintas. Karena sifatnya teritorial, jika ada individu lain masuk, coba mengusir tapi kalah jumlah dengan Elang alap Cina yang lebih banyak lewat." "Menikmati Raptor Bermigrasi di Gunung Sega Bali","Cerita-cerita Saifudin inilah yang membawa berkunjung ke Gunung Sega. Bukit yang memang indah dengan hamparan sawah dan pemukiman penduduk di lereng dan kakinya, megahnya bukit Lempuyang, dan panorama Gunung Agung.Menurut Udin, lokasi ini berpotensi sebagai ekowisata birdwatching, fotografi, ekowisata berbasis migrasi burung pemangsa, dan sarana pendidikan.baca :  Migrasi Burung Pemangsa dan Kelestarian Hutan Indonesia  Populasi raptor terbanyak diperkirakan melalui jalur migrasi pintu masuk utama Bali Barat. Namun, cuaca dan posisi yang terlalu jauh dari kawanan burung ini menyulitkan pemantauan. Sementara di Gunung Sega, titiknya tinggi. Para raptor memanfaatkan thermal untuk naik dan hembusan angin untuk membantu terbang melewati selat Lombok. Sementara arus balik lebih sulit memantau, burung migrasi ini bisa dijumpai di Bali Barat seperti Pulau Menjangan.Udin berharap area migrasi ini dilestarikan sebagai daerah penyangga. Selain ekowisata juga diharap mendorong edukasi perlindungan pemangsa tak boleh diperjualbelikan, ditangkap, juga untuk rekreasi.Frank Williams Museum Patung Burung Unud bekerja sama dengan Minpro Rothschildi FKH Unud, Bird Study Club Curik Bali Prodi Biologi FMIPA Unud, KPB Kokokan dan SAB Wildlife Photographer Community menyelenggarakan Festival Pengamatan Migrasi Burung Pemangsa pada Oktober 2018.Pada festival ini, terdapat 2 kegiatan yang dilakukan yaitu on site migration watch yang dilaksanakan di Gunung Sega pada 14 Oktober 2018 serta seminar ‘Sang Garuda di Pulau Dewata” 27 Oktober 2018 di kampus Unud.On site migration watch di Gunung Sega diikuti oleh 60 peserta dari civitas akademik Unud dan berbagai unsur masyarakat umum. Peserta mengamati 3 jenis burung pemangsa yang terbang melintas di atas Gunung Sega dari arah Gunung Agung yaitu Chinese Sparrowhawk, Oriental Honey Buzzard, dan Japanese Sparrowhawk. Dari jam 8.00-14.00, tercatat 2.064 individu yang terbang melintas." "Menikmati Raptor Bermigrasi di Gunung Sega Bali","menarik dibaca :  Kiprah Birdwatcher, Tak Hanya Mengamati Burung, Tapi Juga Konservasi. Seperti Apakah?  Ketua Unit Museum Patung Burung Unud Luh Putu Eswaryanti Kusuma Yuni mengatakan Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa merupakan salah satu wilayah transit dan tujuan bagi berbagai burung migran.Burung pemangsa melalui Indonesia, termasuk Pulau Bali, dari dua jalur koridor yaitu Eastern Inland Corridor/East Asian Continental Flyway dan Pasific Corridor/East Asian Oceanic Flyway. Gunung Sega Karangasem merupakan tempat yang strategis untuk mengamati migrasi burung pemangsa karena merupakan bottleneck dari jalur migrasi tersebut.  [SEP]" "Mangrove Itu Bermanfaat, Sekaligus Terancam, Kenapa?","[CLS] Ancaman masih terus terjadi pada hutan mangrove di seluruh Indonesia karena peralihan fungsi kawasan hutan bakau oleh berbagai pihak. Seperti reklamasi, sentra perikanan budidaya, bahkan kayu untuk bahan bakar bagi masyarakat pesisir. Semua pemanfaatan yang tidak tepat itu bakal menghancurkan ekosistem mangrove.Tak heran jika Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wiratno menyebut kawasan hutan mangrove adalah salah satu ekosistem yang paling produktif, tetapi juga sekaligus paling terancam di dunia. Itu dikatakannya saat peringatan hari Mangrove se-dunia di Jakarta, Kamis (26/7/2018).Wiratno mengatakan, seperti terumbu karang (coral reef), hutan mangrove berperan sebagai daerah perlindungan dan perkembangan bagi biota laut yang sangat beragam, seperti ikan, kepiting, udang, moluska. Mangrove juga menjadi habitat favorit untuk kawanan monyet, burung, dan reptil. Tak hanya itu, mangrove juga ternyata menyediakan layanan penting (critical service) untuk manusia.“Hal ini meliputi layanan terhadap perikanan komersial maupun terhadap masyarakat sekitar yang mengandalkan penghasilan dan sumber makanannya dari perikanan daerah pesisir serta sebagai daerah pariwisata, konservasi, pendidikan dan penelitian,”ungkap dia.Menurut Wiratno, hutan mangrove Indonesia memegang peranan penting untuk dunia, dari total 15,2 juta hektare hutan mangrove dunia yang tersebar di 124 negara tropis dan sub tropis, karena 21 persen di antaranya berada di Indonesia. Sehingga hutan mangrove Indonesia sangat layak untuk dikelola sebagai kawasan lindung, termasuk dengan menggunakan skema ekosistem esensial.baca : Seperti Apa Indeks Kesehatan Mangrove dan Lamun di Indonesia?  " "Mangrove Itu Bermanfaat, Sekaligus Terancam, Kenapa?","Guru Besar Ekologi dan Silvikultur Mangrove dari Institut Pertanian Bogor Cecep Kusmana menambahkan, kerusakan hutan mangrove yang mencapai hingga 50 persen di dunia, sebagian besar terjadi di Indonesia. Hal itu, menegaskan bahwa pengelolaan mangrove secara terpadu mutlak harus dilakukan untuk menjaga kelestarian di masa mendatang.“Juga dengan konsep MERA (Mangrove Ecosystem Restoration Alliance) yang bersifat kemitraan, itu sangat sesuai untuk memperbaiki kondisi ini,” tutur dia.Sementara, Pakar Mangrove dari IPB Dietriech G Bengen menegaskan bahwa pengelolaan mangrove secara terpadu tidak bisa dilakukan secara sendiri-sendiri, melainkan harus menjalin kerja sama yang solid antara lembaga penelitian, lembaga swadaya masyarakat, akademisi untuk riset dan data, serta swasta. Selain itu, harus ada koordinasi antar instansi pemerintah baik di pusat maupun di daerah yang didukung oleh pakar dan pihak lain yang berkompeten.Di tempat sama, Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Jatna Supriatna mengatakan, penyadartahuan tentang tanaman mengrove dan ekosistem harus terus ditingkatkan kepada semua generasi yang ada di Indonesia. Hal itu, sebagai bentuk edukasi dalam pengelolaan mangrove yang lebih efektif dan sekaligus menjadi bagian dari implementasi strategi mitigasi dan adaptasi untuk mengatasi perubahan iklim (climate change).baca juga : Lestarikan Mangrove Sama Dengan Menunda Perubahan Iklim. Kok Bisa?  Muara AngkeBersamaan dengan peringatan hari mangrove se-dunia setiap 26 Juli, Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jakarta menjalin kerja sama dengan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) untuk penguatan fungsi Suaka Margasatwa Muara Angke menjadi pusat edukasi lingkungan dan restorasi ekosistem mangrove. Kerja sama itu, akan mendukung pengelolaan terpadu ekosistem mangrove di Jakarta." "Mangrove Itu Bermanfaat, Sekaligus Terancam, Kenapa?","Kepala BKSDA Jakarta Ahmad Munawir mengatakan, kerja sama yang dijalin dengan YKAN menjadi implementasi dari dukungan antar lembaga, baik pemerintah maupun swasta. Kerja sama itu sangat baik untuk meningkatkan kesadaran masyarakat juga tentang pentingnya menjaga mangrove untuk kehidupan pesisir.Ketua Yayasan YKAN Rizal Algamar menyebutkan, dijalinnya kerja sama dengan BKSDA Jakarta, menjadi bentuk dukungan dari pihak non pemerintah untuk menjaga hutan mangrove dari kerusakan. Apalagi, kondisi terkini, hutan mangrove di Indonesia memerlukan tindakan kolektif yang bisa mencegah kerusakan lebih lanjut dan bisa meningkatkan kualitas hutan.Rizal menjelaskan, konsep MERA yang bertujuan untuk konservasi dan restorasi secara bersamaan, menjadi wadah yang tepat dan bisa menyatukan semua pemangku kepentingan di Indonesia untuk tujuan yang sama dan dalam skala dan waktu yang lebih signifikan. Konsep tersebut, diharapkan bisa melaksanakan pelestarian sekaligus perbaikan kondisi mangrove secara bersamaan dan simultan.Untuk konservasi ekosistem mangrove sendiri, Rizal menyebutkan, ada empat tantangan strategis yang harus dihadapi, yaitu membangun pendekatan ilmiah untuk perlindungan dan restorasi hutan mangrove; melibatkan pemangku kepentingan kunci untuk mengubah kebijakan dan peraturan; pengelolaan yang terpadu dan efektif untuk restorasi, proteksi serta keberlanjutan dari sisi pendanaan; dan program kemitraan dan penjangkauan.“Melihat kondisi mangrove Indonesia yang sangat membutuhkan perhatian, YKAN bersama mitra telah menginisiasi sebuah wadah yang akan melibatkan beragam pemangku kepentingan terkait konservasi dan restorasi mangrove yaitu Mangrove Ecosystem Restoration Alliance (MERA),” tutur dia.baca juga : Dapatkah Mangrove Tetap Bertahan Terhadap Kenaikan Muka Air Laut?  Karbon Biru" "Mangrove Itu Bermanfaat, Sekaligus Terancam, Kenapa?","Di sisi lain, Peneliti Senior Center for International Forestry Research (CIFOR) Daniel Murdiyarso mengungkapkan, pemanfaatan hutan bakau, adalah untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Keberadaannya bisa menyerap emisi yang bertebaran di udara dengan sangat banyak.Menurut Daniel, kemampuan mangrove dalam menyerap emisi di bumi, mencapai 20 kali dari kemampuan hutan tropis. Karena itu, mangrove keberadaannya bisa menjadi gudang terbesar untuk penyimpanan emisi dunia.“Potensi ekonomi dari mangrove sangatlah besar. Ada potensi blue carbon yang bisa menghasilkan nilai ekonomi hingga USD10 miliar. Itu jumlah yang sangat besar,” jelas dosen Ilmu Atmosfer Institut Pertanian Bogor (IPB) disela-sela acara Blue Carbon Summit 2018 di Jakarta, Selasa-Rabu (17-18/7/2018).Besarnya potensi karbon biru tersebut, kata Daniel, karena luasnya kawasan mangrove di Indonesia yang saat ini mencapai 2,9 juta hektare. Luasan tersebut sama dengan luas negara Belgia di Eropa atau seperempat dari total luas mangrove yang ada di seluruh dunia.Daniel memaparkan, dalam satu hektar hutan mangrove di Indonesia, tersimpan potensi karbon yang jumlahnya 5 kali lebih banyak dari karbon hutan dataran tinggi. Dan faktanya, saat ini hutan mangrove di Indonesia menyimpan cadangan karbon 1/3 dari total yang ada di dunia.“Saat ini karbon yang tersimpan di hutan mangrove Indonesia mencapai 3,14 miliar ton. Dan, untuk bisa mengeluarkan karbon sebanyak itu, Indonesia perlu waktu hingga 20 tahun lamanya,” ucap anggota penyusun laporan panel antar pemerintah untuk perubahan iklim PBB (IPCC) .menarik dibaca : Indonesia Petakan Kembali Mangrove untuk Karbon Biru  Karena begitu besarnya potensi penyimpanan karbon, Daniel mengingatkan kepada semua orang untuk selalu menjaga hutan bakau di Tanah Air. Pasalnya, jika sampai terjadi deforestasi mangrove, maka akan ada karbon yang dilepaskan ke udara." "Mangrove Itu Bermanfaat, Sekaligus Terancam, Kenapa?","“Itu artinya, ada emisi yang kembali udara. Dan, emisi tahunan dari kerusakan hutan mangrove Indonesia mencapai 190 juta setara karbon. Itu jumlah yang sama dengan emisi jika setiap mobil di Indonesia mengitari bumi hingga dua kali,” tandas dia.Menurut Daniel, kerusakan mangrove di Indonesia ikut menyumbangkan kerusakan mangrove di dunia. Karena faktanya, emisi global tahunan dari rusaknya ekosistem pesisir berasal dari rusaknya hutan mangrove Indonesia.Dan, Daniel menyebutkan, salah satu penyebab terjadinya kerusakan mangrove di Indonesia, adalah karena semakin masifnya pengembangan sektor perikanan budidaya di seluruh pulau. Tak tanggung-tanggung, dia menyebut, dalam tiga dekade terakhir, 40 persen hutan mangrove Indonesia rusak, karena budidaya perikanan.“Setiap tahun, 52 ribu hutan mangrove Indonesia hilang dan itu setara dengan areas seluas kota New York di AS dalam 18 bulan,” jelas dia.Sementara itu, Conservation International Indonesia menyebut, saat ini Indonesia memiliki hutan mangrove seluas total 3,1 juta hektare atau 22,6 persen dari mangrove di dunia. Dengan luasan seperti itu, stok karbon yang ada di hutan mangrove Indonesia total mencapai 3,14 myu-gC atau setara 3,14 miliar ton.Dengan potensi yang besar tersebut, setiap tahunnya Indonesia masih mengalami deforestasi mangrove dengan luasan rerata mencapai 52 ribu ha. Kondisi tersebut, bisa mengancam keberadaan hutan mangrove secara keseluruhan.  [SEP]" "Foto : Beginilah Aktivitas Nelayan Indonesia","[CLS] Berawal dari sebuah tradisi di Pelabuhan Ratu, hari nelayan kini menjadi salah satu hari besar nasional. Tanggal 6 April merupakan Hari Nelayan Nasional yang telah ditetapkan sejak 57 tahun yang lalu sejak masa pemerintahan Orde Baru. Hari Nelayan Nasional ini ditetapkan untuk mengapresiasi jasa para nelayan nasional.Indonesia yang merupakan Negara maritim dan terdiri dari ribuan pulau-pulau kecil, dan Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki garis pantai terpanjang kedua setelah Kanada. Maka tak heran nelayan menjadi salah satu penopang penghasilan Negara. Ada banyak macam pencarian hasil laut yang dilakukan oleh masyarakat nelayan nasional.Dan ini adalah beberapa potret nelayan di beberapa daerah nusantara. 1. Desa LesDesa Les merupakan salah satu desa nelayan pencari ikan hias di daerah Tejakula, Buleleng, Bali. Pada awalnya nelayan di Desa Les adalah nelayan yang mencari ikan hias dengan cara merusak, yaitu dengan menggunakan potasium. Yang tentu saja ini menyebabkan karang-karang di sekitar desa les menjadi mati.Nelayan desa les harus melakukan perjalanan berhari-hari untuk mendapatkan hasil yang baik. Karena keadaan itulah, dan pelatihan dari LSM, nelayan Desa Les mulai melakukan penanaman koral dan penangkapan ikan hias dengan cara yang lebih ramah terhadap lingkungan.   2. Nelayan RoaRoa di Bolaang Mongondow Timur, Sulawesi Utara merupakan salah satu daerah di Indonesia yang mempunyai produk hasil laut unggulan ikan roa. Ketika sedang musimnya, hampir di setiap desa nelayan di Sulawesi Utara, berburu jenis ikan yang satu ini. Roa asap dan sambal roa adalah dua dari beberapa olahan dari roa yang cukup terkenal.    3.  Nelayan di Laut selatan Pulau Jawa" "Foto : Beginilah Aktivitas Nelayan Indonesia","Laut selatan Pulau Jawa, menyimpan potensi yang cukup besar di sektor perikanan di Indonesia. Tetapi sayangnya, laut yang langsung lepas menuju samudra Indonesia itu, akan cukup sulit dieksplore hasil lautnya ketika musim ombak datang. Ombak di laut selatan bisa 2 kali lebih besar dibandingkan dengan sebelah utara Pulau Jawa di musim yang sama.         [SEP]" "Rawan Kebakaran, Sejumlah Desa di Sumatera Selatan Jadi Prioritas Penanganan","[CLS] Tim Restorasi Gambut (TRG) Sumatera Selatan merilis nama-nama desa di Sumatera Selatan yang sangat rawan terhadap bencana kebakaran hutan dan lahan. Jika hutan dan lahan di sekitar desa ini terbakar, dipastikan kabut asapnya masuk Palembang. Tercatat ada 47 desa yang tersebar di tiga kabupaten.Di Kabupaten Banyuasin, semuanya berada di Kecamatan Air Kumbang yang berbatasan dengan kawasan Suaka Margasatwa Padang Sugihan. Desa tersebut adalah Nusa Makmur, Sebokor, Budi Mulyo, Sido Makmur, dan Teluk Tenggiri.Sebanyak delapan desa berada di Kabupaten Ogan Ilir, yakni Talang Tengah Laut (Kecamatan Lubuk Keliat), Lorok, Suak Batok, Parit, Sungai Rambutan, Pulau Semambu, Tanjung Pule, dan Pulau Kabal (Kecamatan Indralaya Utara).Di Ogan Komering Ilir (OKI), kabupaten yang memiliki lahan gambut sekitar 750 ribu hektar, terdapat 33 desa. Seluruh desa tersebut tersebar di Kecamatan Pedamaran, Sungai Menang, Pedamaran Timur, Cengal, Sirah Pulau Padang, Pampangan, Pangkalan Lampam, Tulungselapan, dan Air Sugihan.“Jika dikaitkan dengan penyelenggaraan Asian Games 2018, bila desa ini terbakar wilayah hutan atau lahannya, dapat mengganggu penerbangan yang melintasi Selat Malaka. Desa itu adalah Kepahyang di Kabupaten Musi Banyuasin,” kata Najib Asmani, Koordinator TRG Sumatera Selatan (TRG), Jum’at (4/5/2018).Terkait soal ini, pemerintah Sumsel melakukan berbagai upaya, yang didukung berbagai pihak, mulai dari program restorasi gambut, pembentukan masyarakat peduli api, serta upaya tim pencegahan dan penanggulangan kebakaran oleh pemerintah, TNI, kepolisian, dan perusahaan.“Bentuk kegiatannya mulai dari penguatan ekonomi masyarakat, penyuluhan, pembentukan posko dan tim pemadam kebakaran hutan dan lahan (karhutla),” katanya. “Jika semua program berjalan sesuai rencana dan target masing-masing pelaksananya tercapai, kami yakin kebakaran tidak akan terjadi di 2018 ini,” lanjutnya." "Rawan Kebakaran, Sejumlah Desa di Sumatera Selatan Jadi Prioritas Penanganan","Dengan adanya pemetaan 47 desa yang sangat rawan kebakaran hutan dan lahan ini, jelas Najib, diharapkan jadi panduan berbagi pihak yang telah berkomitmen mencegah bencana yang dapat mengganggu Asian Games 018 di Palembang. “Mari kita kompak mencegah kebakaran,” ujarnya.  Butuh 150 droneSulitnya akses memantau titik api di wilayah gambut, TRG Sumsel saat ini membutuhkan sedikitnya 150 drone yang jangkauannya sekitar lima kilometer. “Kita butuh untuk pemantauan,” kata Najib.Drone tersebut, juga dapat digunakan malam hari. Kenapa? Berdasarkan pengalaman, kebakaran malam sulit diatasi karena keterbatasan akses melalui jalur darat. Aksi pembakaran oleh pihak yang tidak bertanggung jawab juga banyak dilakukan malam hari.“Drone ini mungkin dapat disediakan pihak yang berkomitmen mencegah kebakaran hutan dan lahan gambut. Bisa dari pemerintah, lembaga donor atau perusahaan, baik yang digunakan sendiri maupun disumbangkan ke TRG. Yang jelas, harus ada penggunaan drone jika benar-benar ingin membebaskan Sumsel dari kebakaran hutan dan lahan,” ujarnya.  Lima kecamatanBerbeda dengan pemetaan yang dilakukan TRG Sumsel, BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Kabupaten OKI memfokuskan lima kecamatan yang rawan terjadi kebakaran hutan, kebun dan lahan sebagai prioritas pencegahan dan penanggulangan. Kecamatan tersebut adalah Sungai Menang, Pedamaran Timur, Jejawi, Pangkalan Lampam, dan Air Sugihan. Hal ini diungkapkan Umar Hasan, Kabid Logistik dan Bencana BPBD OKI, kepada pers, Kamis (03/05/2018), sebagaimana dilansir dari Global Planet News.Mengapa hanya lima kecamatan? “Wilayah tersebut sangat rawan,” katanya. Di lima kecamatan ini juga terdapat pos siaga yang disiapkan untuk berbagai pihak yakni kepolisian, TNI, masyarakat peduli api, Manggala Agni, BPBD, dan lainnya.  " "Rawan Kebakaran, Sejumlah Desa di Sumatera Selatan Jadi Prioritas Penanganan","Terlepas dari hal tersebut, masih dari berita yang sama, Plt Bupati OKI, HM Rifai, menjelaskan, pihaknya sangat serius dmenanggulangi kebakaran hutan dan lahan. Mengingat, Agustus 2018, di Palembang berlangsung Asian Games yang diikuti ribuan atlet dari puluhan negara Asia.“Gubernur Sumsel sudah menginstruksikan agar Sumsel pada 2018 zero kabut asap. Kita akan sekuat tenaga mendukungnya, Pemkab OKI sudah membentuk satuan tugas penanganan karhutla 2018,” tandasnya.   [SEP]" "Apakah Pembangunan Poros Maritim Sudah Sukses?","[CLS] Perayaan Hari Maritim Nasional, tiga hari lalu, 21 Agustus 2018, menjadi momen penting bagi Indonesia untuk mengevaluasi sejauh mana fokus Porom Maritim yang dibawa kepemimpinan Presiden Joko Widodo sudah berjalan. Dalam empat tahun terakhir, Poros Maritim menjadi tumpuan masyarakat pesisir untuk mengembangkan dirinya.Tetapi, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) memberi penilaian khusus untuk kinerja Poros Maritim dan menyimpulkan bahwa periode kepemimpinan Joko Widodo dan wakilnya Jusuf Jalla, dianggap gagal mensejahterakan masyarakat pesisir Indonesia.Sekretaris Jenderal KIARA Susan Herawati di Jakarta, Selasa (21/8/2018) mengatakan, dalam melaksanakan poros maritim dunia, ada lima pilar yang selalu menjadi pijakan Indonesia dalam bekerja. Kelimanya, adalah (1) membangun kembali budaya maritim Indonesia, (2) menjaga sumber daya laut dan menciptakan kedaulatan pangan laut dengan menempatkan nelayan pada pilar utama, dan (3) memberi prioritas pada pembangunan infrastruktur dan konektivitas maritim dengan membangun tol laut, deep sea port, logistik, industri perkapalan, dan pariwisata maritim.Kemudian, Susan menyebutkan, pilar berikutnya atau keempat yang menjadi pijakan, adalah penerapan diplomasi maritim melalui usulan peningkatan kerja sama di bidang maritim dan upaya menangani sumber konflik, seperti pencurian ikan, pelanggaran kedaulatan, sengketa wilayah, perompakan, dan pencemaran laut dengan penekanan bahwa laut harus menyatukan berbagai bangsa dan negara dan bukan memisahkan.“Untuk terakhir atau kelima, yaitu membangun kekuatan maritim sebagai bentuk tanggung jawab menjaga keselamatan pelayaran dan keamanan maritim,” tutur dia.baca : KNTI : Poros Maritim, Masih Belum Jelas Hingga Sekarang  " "Apakah Pembangunan Poros Maritim Sudah Sukses?","Menurut Susan, pilar yang menjadi pijakan dalam melaksanakan pembangunan poros maritim dunia di Indonesia, sudah berjalan sejak Jokowi memimpin Negeri ini empat tahun lalu. Tetapi, selama itu pula, Indonesia hanya dijadikan sebagai sub narasi One Belt One Road (OBOR) Tiongkok. Kinerja tersebut, menjelaskan bahwa kepemimpinan Jokowi gagal mewujudkan Indonesia menjadi Poros Maritim Dunia.“Indonesia harus melayani kepentingan ekonomi-politik Pemerintah Tiongkok. Di sisi lain, Pemerintah juga semakin memperlihatkan keberpihakannya kepada investor,” ungkapnya.Bukti bahwa Indonesia di bawah kepemimpinan Jokowi lebih banyak berpihak ke investor, Susan mengungkapkan, banyak proyek yang dilaksanakan dengan dalih untuk meningkatkan daya saing Indonesia di dunia internasional. Kenyataannya, proyek-proyek tersebut hanya sebagai pembungkus saja untuk memuluskan jalan keberpihakan kepada para pemilik modal.Adapun, proyek-proyek yang dibangun dengan dalih untuk meningkatkan daya saing Indonesia, di antaranya proyek reklamasi, proyek destinasi wisata baru, konsesi tambang di pesisir, serta berbagai proyek lainnya yang berdampak buruk bagi kehidupan masyarakat pesisir. Di saat yang sama, kesejahteraan masyarakat pesisir justru berjalan di tempat dan itu menjadi kabar buruk bagi masyarakat pesisir.baca juga : Begini Kampanye Kebijakan Kelautan Indonesia untuk Wujudkan Indonesia Negara MaritimSusan menambahkan, selama empat tahun Jokowi memimpin Indonesia, sebanyak 38 wilayah pesisir di Indonesia sudah menjalani proses reklamasi. Proyek yanga sudah berjalan itu, pada kenyataannya memunculkan permasalahan karena ada lebih dari 700 ribu keluarga nelayan yang terdampak dan terpaksa kehilangan wilayah tangkapan ikan." "Apakah Pembangunan Poros Maritim Sudah Sukses?","Selain proyek reklamasi, Susan menyebutkan, masyarakat pesisir di Indonesia juga menderita oleh proyek pertambangan pesisir dan proyek pariwisata pesisir serta pulau-pulau kecil yang saat ini tengah dikembangkan oleh pemerintah melalui proyek Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). Untuk proyek tambang, sebanyak 32 ribu keluarga nelayan menjadi terdampak.“Sementara itu, proyek pariwisata pesisir dan pulau-pulau kecil yang merampas ruang hidup, menjadi ancaman setidaknya bagi satu juta keluarga nelayan di Indonesia. Kesimpulannya, setelah empat tahun poros maritim, masyarakat pesisir di Indonesia tak lebih sejahtera. Sebaliknya, mereka semakin kehilangan ruang hidup akibat kebijakan pembangunan,” tandasnya.menarik dibaca : Negara Tidak Hadir di Tengah Masyarakat Pesisir?  Labuan BajoSalah satu contoh kebijakan yang sudah merugikan masyarakat pesisir, adalah Peraturan Presiden No.32/2018 tertanggal 5 April 2018 tentang Badan Otoritas Pengelola Kawasan Pariwisata Labuan Bajo Flores. Perpres tersebut menjadi yang ketiga setelah BOP Danau Toba di Sumatera Utara, dan BOP Borobudur Jawa Tengah.Tak cukup disitu, Deputi Pengelolaan Pengetahuan KIARA Parid Ridwanuddin memastikan, Presiden masih akan menerbitkan Perpres yang sama untuk BOP Wakatobi dan BOP Bromo Tengger Semeru. Khusus untuk BOP yang ada di wilayah pesisir, dia menyebut bahwa pembentukan BOP menjadi catatan negatif karena itu sama saja dengan merampas ruang hidup masyarakat yang ada di kawasan pesisir.Parid mengatakan, di dalam Perpres 32/2018 Pasal 2 ayat 2 dan ayat 3, disebutkan bahwa BOP Kawasan Labuan Bajo Flores akan menguasai wilayah paling sedikit hingga mencapai 400 hektar, yang diantaranya meliputi Desa Gorontalo seluas 83 hektar dan Desa Nggorang seluas 83 hektar. Keduanya terletak di kecamatan Komodo.baca : Badan Otoritas Pariwisata Labuan Bajo Ditetapkan Presiden, Apa yang Harus Dibenahi?" "Apakah Pembangunan Poros Maritim Sudah Sukses?","Adapun, total kawasan di bawah kontrol dan penguasaan BOP tersebar di 6 kabupaten, di Nusa Tenggara Timur, yaitu Manggarai Barat, Manggarai, Ngada, Ende, Sikka, dan Flores Timur. Dalam catatan KIARA, kawasan Pariwisata di bawah kontrol dan penguasaan BOP tak hanya terletak di kawasan daratan, tetapi juga masuk di kawasan pesisir.“Hal ini akan berdampak kepada kehidupan masyarakat pesisir di enam kabupaten yang dijadikan kawasan BOP Labuan Bajo Flores,” jelasnya.Menurut Parid, pembentukan BOP Labuan Bajo Flores merupakan cara baru perampasan ruang hidup masyarakat pesisir, khususnya di NTT. Kesimpulan itu muncul, karena di dalam Perpres 32/ 2018, Pasal 23 ayat 1 poin c, disebutkan bahwa BOP Kawasan Labuan Bajo Flores memiliki wewenang untuk menyewakan dan atau mengadakan kerja sama penggunaan, pemanfaatan, dan pengelolaan tanah dengan pihak ketiga, serta menerima uang pembayaran sewa dan atau uang keuntungan hasil usaha kerja sama.baca juga : Marta Muslin: Turisme Labuan Bajo Harus Buat Warga Lokal Sejahtera  Sementara, Direktur Eksekutif WALHI NTT Umbu Wulang Tana Amahu Paranggi menuturkan, akibat proyek BOP yang sudah digulirkan dan diperkuat dengan Perpres, tak sedikit masyarakat pesisir yang tak bisa lagi mengakses laut untuk menangkap ikan. Hal itu terjadi, karena masyarakat sudah dilarang memasuki BOP Labuan Bajo Flores yang menjadi kawasan pariwisata.“Setidaknya ada 1.719 nelayan yang tinggal di kawasan Labuan Bajo dan Taman Nasional Komodo yang terancam ruang hidupnya,” ungkapnya.Paranggi menyebutkan, akibat proyek pariwisata di NTT, seorang warga di Kabupaten Sumba Barat bernama Poro Duka harus meregang nyawa. Dia menjadi korban dari proyek yang didesain bukan untuk membangun kehidupan masyarakat pesisi. Akan tetapi, proyek seperti itu disediakan untuk memberi kemudahan para investor dalam mencari rupiah." "Apakah Pembangunan Poros Maritim Sudah Sukses?","Dari data KIARA, diketahui jumlah masyarakat pesisir di enam kabupaten sangat banyak. Di Kabupaten Manggarai Barat, jumlahnya mencapai 1.026 rumah tangga Perikanan (RTP), Kabupaten Manggarai sebanyak 841 RTP, Kabupaten Ngada sebanyak 917 RTP, Kabupaten Ende sebanyak 2.010 RTP, Kabupaten Sikka sebanyak 1.493 RTP, dan Kabupaten Flores Timur sebanyak 3.047 RTP.“Total rumah tangga nelayan yang akan terdampak proyek pariwisata ini sebanyak 9.334 keluarga,” tegas dia.Tak hanya soal pembangunan fisik, Paranggi kemudian mengkritik pendanaan proyek-proyek seperti itu. Khusus untuk proyek BOP seperti di Labuan Bajo Flores, pendanaan terpaksa dilakukan dengan cara berhutang kepada lembaga-lembaga donor internasional seperti Bank Dunia.“Setelah Proyek KSPN Danau Toba, KSPN Borobudur, dan KSPN Mandalika, kini Proyek KSPN Labuan Bajo Flores akan didanai oleh utang dari World Bank. Pemerintah harus segera menghentikan proyek ini demi keberlanjutan kehidupan masyarakat pesisir yang lebih berdaulat di atas tanahnya sendiri,” pungkasnya.  [SEP]" "Perempuan Juga Bisa Bangun Ketahanan Pangan","[CLS]  Perempuan desa sekitar kawasan hutan memiliki potensi dan hak untuk terlibat mengelola hutan dalam hal menghadapi perubahan iklim dan ancaman krisis pangan. Memberdayakan perempuan wajib dilakukan untuk mencapai keadilan gender, bahkan strategis dikembangkan pemerintah desa sebagai program unggulan, agar mendapatkan dukungan pemerintah kabupaten hingga provinsi.Demikian benang merah paparan Dosen Jurusan Kehutanan Universitas Bengkulu Guswarni Anwar, Aktivis Perkumpulan LivE/Walhi Bengkulu Pitri Wulansari, dan Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat Desa Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Fery Murtiningrum dalam “Potensi Keterlibatan Perempuan dalam Pengelolaan Hutan Untuk Ketangguhan Perubahan Iklim dan Ketahanan Pangan” di Desa Pal VIII, Rejang Lebong, Bengkulu, baru-baru ini.Diskusi melibatkan Kelompok Perempuan Peduli Lingkungan (KPPL) Maju Bersama, Komunitas Perempuan Penyelamat Situs Warisan Dunia, Jaringan Perempuan Desa Sekitar TNKS (Taman Nasional Kerinci Seblat), tokoh agama, dan jurnalis.Perempuan juga rentan menjadi korban dampak perubahan iklim seperti kekeringan, kebanjiran, kebakaran hutan, anomali cuaca, hingga ancaman krisis pangan. Di lain sisi, perempuan mempunyai peran penting dalam upaya hadapi perubahan iklim sekaligus membangun ketahanan pangan berkaitan pengelolaan hutan.“Penanaman pohon jenis lokal yang sudah diketahui manfaatnya sebagai penghasil pangan dapat dilakukan bersamaan membudidayakan tanaman pangan di bawah tegakan pohon,” kata Guswarni." "Perempuan Juga Bisa Bangun Ketahanan Pangan","Lulusan doktoral bidang forest science di School of Forest Resources and Environmental Science, Michigan Technological University ini menambahkan, terbitnya Peraturan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Nomor: P.6/KSDAE/SET/Kum.1/2018 Tentang Petunjuk Teknis Kemitraan Konservasi Pada Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam telah membuka kesempatan luas pada kelompok perempuan untuk terlibat aktif dalam kemitraan kehutanan dan upaya konservasi hutan.“Potensi perempuan sebagai mitra akan sangat dibutuhkan.”Baca: Menyelamatkan Situs Warisan Dunia Berarti Juga Menyelamatkan Kehidupan Perempuan   Lampiran Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.31/MENLHK/SETJEN/SET.1/5/2017 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengungkapkan, pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan diarahkan untuk menghadapi perubahan iklim. Salah satu prioritasnya adalah ketahanan pangan dan revitalisasi pertanian, perikanan, serta kehutanan.“Merealisasikan hak perempuan harus dilakukan sebagai bagian mencapai keadilan gender bidang lingkungan hidup dan kehutanan,” jelas Pitri.Dampak perubahan iklim dan ancaman krisis pangan merupakan dua permasalahan yang dihadapi masyarakat desa, khususnya perempuan. Pemerintah desa dapat memberdayakan perempuan melalui upaya pelestarian lingkungan hidup dan pengembangan potensi sumber daya alam. “Memberdayakan perempuan untuk membentuk dan mengembangkan produk unggulan melalui skema kemitraan kehutanan termasuk upaya yang bisa dilakukan pemerintah desa,” terang Fery.Belum satu pun pemerintah desa di sekitar kawasan TNKS memprogramkan pemberdayaan perempuan guna membangun ketahanan pangan. Dukungan Pemerintah Desa Pal VIII terhadap inisiatif KPPL Maju Bersama untuk terlibat mengelola TNKS layak dikembangkan." "Perempuan Juga Bisa Bangun Ketahanan Pangan","“Pemerintah desa juga dapat meminta dukungan pemerintah kabupaten dan provinsi untuk pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan hutan konservasi,” kata Fery.   Peran hutan Vira et al (2015) mengungkapkan peran hutan dan pohon untuk ketahanan pangan dan nutrisi, secara langsung maupun tidak. Peran langsung meliputi keanekaragaman, kualitas dan kuantitas makanan, yakni penyediaan pangan berupa buah, sayur, kacang, jamur, pakan ternak, pangan hewani (daging hewan buruan, ikan dan serangga). Juga, jaring pengaman mata pencaharian, yakni pangan untuk masa paceklik dan kelangkaan lainnya, komposisi nutrisi, dan bahan bakar kayu untuk memasak.Peran tidak langsung meliputi produk pohon untuk penghasilan pendapatan, yakni produk kayu, hasil hutan bukan kayu dan hasil pohon agroforestri lainnya. Berikutnya, jasa eksositem berupa penyedia sumber daya genetik, penyerbukan, pengatur iklim mikro, habitat, penyedia air, hingga pengedali hama.Hampir serupa, laporan HLPE (2017) menyebutkan empat saluran utama kontribusi hutan dan pohon untuk ketahanan pangan dan nutrisi, yakni penyedia langsung pangan; bioenergi, terutama untuk memasak; penghasilan dan pekerjaan; serta jasa ekosistem.  Ajak perempuan Inisiatif KPPL Maju Bersama untuk menjadi mitra TNKS bukan sekadar mendapatkan akses pemungutan hasil hutan bukan kayu, tetapi juga ingin melakukan penanaman pohon-pohon lokal yang memberikan hasil.“Bibitnya kami produksi, menggunakan pupuk organik dari kotoran ternak, sekam padi, kulit kopi, dan limbah pertanian,” kata Ketua KPPL Maju Bersama Rita Wati. Selain pembibitan, pupuk organik juga dimanfaatkan untuk sayur-sayuran." "Perempuan Juga Bisa Bangun Ketahanan Pangan","KPPL Maju Bersama akan mengajak perempuan desa mengembangkan agroforestri (kebun campur) di kebun dan lahan sekitar rumah. “Rencana ini mendapat dukungan Kepala Desa Pal VIII, Ibu Prisnawati. Kami sudah mengadakan pertemuan dengan perwakilan ibu-ibu dan perangkat desa untuk menentukan jenis tanaman yang akan dibibitkan. Kami juga berencana, mengajak ibu-ibu melakukan budidaya lebah madu. Kepala desa pun mendukung,” ujar Rita.    Referensi:   [SEP]" "Siap-siap, Pemilik Satwa Liar Impor Bakal Dijerat UU Karantina","[CLS]  Kepemilikan dan pemeliharaan satwa yang bukan asli Indonesia, kini tidak luput dari perhatian pemerintah. Kerja sama antarlembaga penegak hukum dan otoritas lainnya terus digiatkan guna memberantas kasus-kasus serupa. Salah satunya, dengan menerapkan Undang-undang Karantina untuk memidanakan para pelaku yang memiliki satwa-satwa impor ilegal.Hal ini yang diberlakukan pada DR, terdakwa kasus kepemilikan dan pemeliharaan kura-kura endemik Madagaskar. Penangkapan DR merupakan hasil inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan Unit Tipidter Bareskrim Mabes Polri di rumahnya di Jalan Cililitan Kecil, Kramat Jati, Jakarta Timur, pada Agustus 2017. Dalam sidak itu, terdakwa terbukti memelihara dua individu kura-kura endemik Madagaskar jenis Astrochelys radiata tanpa memiliki surat atau sertifikat pendukung lainnya.Berdasarkan hasil penyelidikan, DR terbukti menyimpan kura-kura endemik itu di kediaman pribadinya. Kini, terdakwa DR alias Daniel Rooseno, dituntut pidana kurungan penjara dan denda di persidangannya di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (30/7/2018).“Terdakwa terbukti memiliki dua individu kura-kura di halaman rumahnya dengan tidak memiliki dokumen atau sertifikat resmi dari negara asal yaitu Madagaskar,” ungkap Didit Prastowo, Jaksa Penuntut Umum terdakwa DR di PN Jakarta Timur.  Dalam persidangan, Didit menuntut terdakwa 6 bulan kurungan penjara dengan masa percobaan 1 tahun. Selain itu, terdakwa juga diminta membayar denda Rp50 juta atau subsider 6 bulan kurungan. “Tuntutan ini diberikan karena terdakwa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan yang telah ditetapkan dalam Pasal 5 Undang-undang RI No. 16 Tahun 1992 Tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan,” tegasnya." "Siap-siap, Pemilik Satwa Liar Impor Bakal Dijerat UU Karantina","Dia menjelaskan, Undang-undang No.16 Tahun 1992 mengatur kepemilikan satwa jenis apapun dari luar negeri harus memenuhi persyaratan seperti Health Certificate (HC) dari negara asalnya. Di samping itu, pemilik juga harus melalui tempat pemasukan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia, serta dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina untuk keperluan tindakan karantina.“Namun, ia tidak melakukan prosedur sebagaimana yang telah disebutkan di atas,” jelas Didik.  Tantyo Bangun, Ketua Yayasan IAR Indonesia mengatakan, kura-kura jenis Astrochelys radiata ini merupakan salah satu jenis kura-kura yang paling banyak diperdagangkan secara ilegal di seluruh dunia. Padahal, jenis itu berstatus terancam punah dan masuk ke dalam kategori Kritis (Critically Endangered) di daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN) serta terdaftar dalam Lampiran I CITES. Itu artinya, satwa ini tidak boleh dimanfaatkan ataupun diperdagangkan dalam bentuk apapun.Untuk itu, Tantyo mengapresiasi upaya pemerintah yang serius memproses kasus kepemilikan dan pemeliharaan kura-kura tersebut. Karena menurutnya, perdagangan ilegal satwa liar merupakan bentuk kejahatan lintas-negara yang harus ditangangi secara khusus dengan kerja sama antarnegara.“Kami melihat tanggapan baik dari penegak hukum di Indonesia yang semakin menunjukkan komitmennya. Hukum harus berjalan tanpa memandang asal negara satwa tersebut, sepanjang tidak legal dapat ditindak,” jelasnya baru-baru ini.  Terus meningkatPerdagangan kura-kura dilindungi dari luar negeri tanpa surat keterangan dan sertifikat masih banyak terjadi di Indonesia. Di jejarang sosial media Facebook misalnya, masih dapat ditemukan forum jual beli kura-kura yang berasal dari luar negeri tanpa surat keterangan dan dihargai sangat tinggi. Sebagian besar merupakan jenis kura-kura yang dilindungi secara internasional yang perdagangannya dilarang." "Siap-siap, Pemilik Satwa Liar Impor Bakal Dijerat UU Karantina","Laporan terbaru TRAFFIC edisi Maret 2018, menyebutkan sekitar 4.985 individu kura-kura darat dan air tawar yang terdiri dari 65 spesies diperjualbelikan bebas di tujuh lokasi pasar di Jakarta dalam kurun waktu 5 bulan. Temuan itu bahkan menunjukan hampir setengah dari spesies-spesies tersebut terancam punah berdasarkan informasi IUCN Red List.Dalam publikasi ilmiah yang berjudul   Slow and Steady: The Global Footprint of Jakarta’s Tortoise and Freshwater Turtle Trade itu mengungkapkan bahwa sedikitnya delapan spesies yang teramati bukan asli Indonesia, melainkan spesies yang dilarang untuk diperdagangkan secara internasional berdasarkan The Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES). Besar kemungkinan, kura-kura itu diimpor secara ilegal. Penelitian itu mengungkapkan temuan yang mengejutkan. Survei yang dilakukan pada 2015 itu menemukan peningkatan jumlah kura-kura darat dan air tawar yang diperdagangkan di Jakarta, dibandingkan hasil survei 2004 dan 2010. Antara 92 hingga 983 individu teramati setiap minggunya.“Jika pihak berwajib tidak menindak perdagangan ini dan pasar-pasar terbuka yang memperdagangkan spesies tersebut secara ilegal sebagai prioritas aksi penegakan hukum tetap ada, maka banyak spesies yang saat ini terancam akan makin terdesak menuju kepunahan,” jelas Kanitha Krishnasamy, Acting Regional Director untuk TRAFFIC di Asia Tenggara.Penelitian itu juga menemukan indikasi adanya situasi buruk dibandingkan temuan sebelumnya, yaitu jumlah yang lebih besar pada spesies-spesies yang bukan asli Indonesia, terdaftar dalam CITES dan terancam. Tercatat antara lain adalah kura-kura Yniphora;   Astrochelys yniphora   dan kura-kura Radiata;   Astrochelys radiata   yang keduanya adalah spesies endemik Madagaskar dan terdaftar dalam Lampiran I CITES yang dilarang untuk diperdagangkan internasional dalam segala bentuk sejak 1975." "Siap-siap, Pemilik Satwa Liar Impor Bakal Dijerat UU Karantina","Riset ini juga meningkatkan dua kekhawatiran yang sudah lama dirasakan oleh para peneliti bahwa tingkat perdagangan kura-kura ilegal yang terjadi di Indonesia cukup tinggi. Sementara, hukum nasional untuk terus mengurangi efektivitas perlindungan spesies kura-kura lokal maupun jenis asing masih ada celahnya.“Agar kesepakatan internasional seperti CITES bisa efektif, Indonesia harus bergerak untuk melindungi bukan hanya spesies asli, tapi juga dari luar. Terutama yang berulang kali diselundupkan,” pungkas Krishnasamy.   [SEP]" "‘Memanen’ Listrik Sambil Menjaga Hutan di Desa Non Blok","[CLS] Di sebuah kawasan hutan tak jauh dari pemukiman warga, berdiri sebuah bangunan dengan deru mesin bergema di dalamnya. Bangunan tersebut adalah gardu turbin (power house) Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di Desa Non Blok, Kecamatan Kalaena, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.Delapan tahun sejak didirikan, bangunan tersebut masih terjaga dengan baik. Mesin-mesin di dalamnya masih utuh. Kalaupun ada kerusakan, biasanya bisa cepat diperbaiki oleh pengelolanya.“Kalau pun ada kerusakan berat biasanya tinggal ganti alatnya, cuma harus dibeli di Makassar dan Surabaya,” ungkap Mika Siampa (30), salah seorang pengelola PLTMH tersebut, awal April 2018 lalu.Menurut Mika, alat yang sering rusak dan harus diganti setiap tahun adalah bearing atau laher. Alat ini rentan dengan kerusakan karena bekerja di dalam air. Alat lainnya adalah puly, yang sudah mengalami beberapa kali pergantian.Peralatan yang ada di PLTMH harus selalu dikontrol dan dirawat. Mesin bisa tiba-tiba mati menyebabkan sebagian desa menjadi gelap gulita di malam hari.“Biasanya mesin sering mati di musim hujan karena saluran air tersumbat. Baik itu oleh ranting ataupun dedaunan yang terbawa dari sungai,” ungkap Mika.baca : Tri Mumpuni, Terangkan Daerah Terpencil dengan Energi Air dan Angin  Saluran air sepanjang sekitar 100 meter dengan lebar 1,5 meter itu di ujungnya terdapat dam. Gunanya untuk mengontrol aliran air masuk ke pembangkit. Di depan dam ini terdapat saringan (sand trap) yang berfungsi menyaring kotoran-kotoran atau sampah-sampah yang terbawa air dari sungai.PLTMH di Desa Non Blok ini adalah 1 dari 7 lokasi PLTMH yang dibangun oleh Dinas ESDM Kabupaten Luwu Timur pada 2010 lalu. Listrik PLN sendiri saat itu belum bisa menjangkau dan masih dalam tahap penjajakan. Keadaan masih gelap gulita.“Dulu desa kami ini sangat terpencil, akses transportasi pun susah tidak seperti sekarang,” ungkap Suryadi, Kepala Desa Non Blok." "‘Memanen’ Listrik Sambil Menjaga Hutan di Desa Non Blok","Berbeda dengan lokasi lain, PLTMH Desa Non Blok ini masih bertahan hingga sekarang. Jika di awal adanya PLTMH dengan kapasitas 22 ribu kwh ini jumlah rumah yang dialiri mencapai 290 rumah atau seluruh rumah yang ada di desa tersebut, maka sekarang jumlah pelanggan hanya sebanyak 90 rumah saja. Khusus untuk keluarga yang kurang mampu.Kelemahan PLTMH adalah tegangan atau voltase yang tidak stabil dan tidak tetap, jika dari PLTMH keluar dengan tegangan 220 volt, maka ketika sudah menjangkau rumah-rumah tegangannya semakin berkurang seiring dengan semakin jauhnya rumah dari PLTMH.Dalam kondisi pemakaian normal, sekedar penerangan lampu dan TV biasanya tak ada masalah. Hanya saja di waktu-waktu tertentu, khususnya di saat pemakaian puncak listrik akan menjadi redup.“Kalau rumah terdekat dengan PLTMH biasanya nyalanya akan terang sekali, maka rumah terjauh mulai redup dan tak stabil. Apalagi kalau pemakaian banyak dan serentak,” jelas Suryadi.baca : Desa-desa Ini Penuhi Energi dari Sumber Lokal Ramah Alam  Di tahun 2015, ketika listrik dari PLN mulai masuk, sebagian besar rumah beralih ke listrik PLN. Rumah yang bertahan umumnya keluarga yang tak mampu. Untuk pemasangan instalasi listrik dari PLN di rumah-rumah butuh biaya pemasangan instalasi yang cukup besar, yaitu Rp2,8 juta. Iuran bulanan pun cukup besar dan terus mengalami peningkatan.Kelebihannya adalah dayanya yang stabil, sementara listrik PLTMH cenderung tak stabil, kekuatannya semakin berkurang jika rumah jauh dari gardu.“Kalau listrik PLTMH itu biasanya tidak kuat untuk pemakaian kulkas. Malah bisa bikin rusak kulkas. Makanya banyak yang kemudian beralih ke listrik PLN. Yang bertahan listrik PLTMH karena kebutuhannya juga memang tak banyak, hanya untuk penerang saja,” jelas Suryadi." "‘Memanen’ Listrik Sambil Menjaga Hutan di Desa Non Blok","Ketika listrik PLN mulai masuk, sempat ada pertanyaan dari pihak PLN terkait keberadaan PLTMH tersebut, namun pemerintah desa setempat kemudian bisa meyakinkan bahwa keberadaan PLTMH tersebut tidak akan mengganggu suplai listrik PLN secara signifikan.Terbukti kemudian, antusias warga untuk listrik PLN cukup besar. PLN juga dinilai tidak bisa mengabaikan listrik PLTMH karena dibangun pemerintah menggunakan APBD, bukan dari swadaya masyarakat. Apalagi kemudian dari segi aliran listrik menggunakan instalasi yang berbeda.“Tak ada alasan PLN untuk menolak keberadaan PLTMH tersebut,” jelas Suryadi.Ketika listrik PLN masuk, sebagian besar warga yang pindah aliran ke listrik PLN langsung membeli perangkat-perangkat elektronika, seperti mesin cuci, rice cooker, dan lainnya. Pemakaian listrik warga rata-rata Rp100 – Rp200 ribu per bulan, dengan menggunakan listrik pra bayar.Belakangan penggunaan listrik pra bayar ini sarat dengan masalah. Tagihan listrik Suryadi pernah mencapai Rp300 ribu – Rp400 ribu per bulan. Tagihan menjadi normal setelah ia komplain ke PLN, yang kemudian melakukan perbaikan pada meteran listriknya.Menurut Mahyuddin, pejabat penanggungjawab pembangunan PLTMH ini dari Dinas ESDM Luwu Timur, tak semua PLTMH tersebut bisa bertahan hingga sekarang, seperti halnya di Desa Non Blok. Kendalanya pada perilaku masyarakat dalam menggunakan listrik secara berlebihan sehingga menyebabkan kerusakan pada dinamo.“Banyak yang dinamonya jebol karena kelebihan kapasitas meski sudah digunakan pembatas. Masalah lain adalah penentuan lokasi yang tidak tepat, ini yang perlu dievaluasi studi dan DED yang akurat khususnya tentang debit air. Banyak lokasi yang jika musim kemarau airnya berkurang sehingga PLTMH tidak bisa digunakan,” katanya.baca : Pangan sampai Listrik di Nagari Ini dari Hutan yang Terjaga  " "‘Memanen’ Listrik Sambil Menjaga Hutan di Desa Non Blok","Menurutnya, keberadaan PLTMH ini masih dibutuhkan masyarakat di Luwu Timur, khususnya untuk daerah-daerah yang sulit dijangkau jaringan PLN dan memiliki potensi untuk pembangunan PLTMH. Apalagi di Lutim sendiri masih terdapat sejumlah daerah yang tak terjangkau listrik khususnya di daerah pesisir pegunungan.Tantangan pembangunan PLTMH ini sendiri adalah keterbatasan anggaran dan sinkronisasi program listrik desa oleh PLN dengan pemerintah daerah yang perlu ditingkatkan.Setelah Dinas ESDM kabupaten dihapuskan, penanggung jawab pengelolaan dan pengawasan PLTMH ada pada Dinas Transmigrasi dan Pemukiman (Tarkim). Tanggung jawab pengadaan untuk PLTMH ini tidak lagi berada di kabupaten tetapi di provinsi dan pusat.“Sekarang pengadaan PLTMH dan peningkatan kapasitas PLTMH masih bisa dilakukan namun pengusulannya ke provinsi dan pusat. Daerah hanya bisa memasilitasi saja. Kita juga akan membantu mendorong adanya bantuan ini dari provinsi dan pusat,” katanya.Suryadi sendiri berharap program PLTMH ini tetap dipertahankan, termasuk di daerah yang listriknya telah ada, seperti Desa Non Blok. Kalau perlu ada peningkatan daya hingga 50 ribu kwh.“Kita sudah rasakan manfaat PLTMH ini sangat besar bagi masyarakat. Bagaimana dulu desa ini gelap gulita lalu menjadi terang sejak adanya listrik PLTMH, dan semakin terang dengan masuknya listrik dari PLN. PLTMH masih harus ada karena tidak semua warga mampu membeli kwh dari PLN. Ini sangat membantu masyarakat miskin di sini,” katanya.Keberadaan PLTMH ini juga dinilai berdampak positif bagi terjaganya hutan di sekitar desa tersebut yang berbatasan dengan kawasan hutan cagar alam marga satwa Faruhempanai.“Di sekitar hutan sini masih sering kita lihat Anoa dan Rangkong. Selama PLTMH ada maka hutan ini akan selalu terjaga,” katanya.  [SEP]" "Moratorium Sawit Segera Terbit? Berikut Poin-poin Draf Inpresnya","[CLS] Setelah hampir dua tahun—sejak April 2016– rencana pemerintah keluarkan aturan  tunda sementara (moratorium) izin sawit digodok, tampaknya bakal keluar dalam waktu dekat ini. Dalam rancangan kebijakan itu dikatakan, Instruksi Presiden soal penundaan perizinan kebun sawit paling lama tiga tahun. Berbagai kalangan berikan tanggapan.Dari draf dokumen yang diperoleh Mongabay, aturan berjudul Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit ini sudah disetujui dan ditandatangani Darmin Nasution, Menteri Koordinator Perekonomian per 22 Desember 2017. Sebelumnya, draf ini sudah melalui Pramono Anung, Sekretaris Kabinet pada 6 November 2017.Inpres ini dengan tujuan kepada kementerian (lembaga), hingga kepala daerah (gubernur, bupati/walikota). Adapun kementerian dan lembaga itu antara lain Menko Perekonomian, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Pertanian, dan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, dan Menteri Dalam Negeri.Penundaan dan evaluasi perkebunan sawit serta peningkatan produktivitas kebun sawit ada di bawah koordinasi Menteri Koordinator Perekonomian. Untuk pelaksanaan, akan ada tim kerja bentukan Menko Perekonomian.”Inti arah dari Bapak Presiden adalah perizinan lahan sawit, hilirisasi dan peremajaan tanaman sawit,” kata Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, di sela Rapat Koordinasi Nasional Hutan Adat di Jakarta, Selasa (23/1/18).Inpres ini, katanya,  menitikberatkan kesejahteraan rakyat dan pembenahan perizinan yang ada. Siti mengatakan, sekitar 4 juta hektar perkebunan sawit milik rakyat memiliki produktivitas rendah." "Moratorium Sawit Segera Terbit? Berikut Poin-poin Draf Inpresnya","”Sehabis inpres keluar, tak ada izin baru. Izin-izin yang sudah keluar atau sedang proses dari KLHK untuk pelepasan dilakukan dalam kaitan sudah jadi HGU (hak guna usaha-red) atau belum. Setelah jadi HGU, seperti apa, juga akan dievaluasi,” katanya.Soal evaluasi izin, katanya, antara lain terhadap usaha-usaha sawit yang sudah berizin tetapi belum ada kegiatan, perubahan penggunaan tanah dan perubahan komoditas dari pengajuan awal.Kelengkapan perizinan yang sedang berproses pun akan ditelaah, baik terkait tata ruang, sampai budidaya. “Apakah hutan yang diajukan bisa dikonversi? Termasuk perizinan yang sama sekali belum ada usulan izin pelepasan kawasan hutan. ”Itu dipertimbangkan, diperketat dan hati-hati.”Begitu juga terhadap izin sedang proses apabila masih mempunyai hutan produktif, maka hutan tidak akan dilepaskan.Muhammad Teguh Surya, Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan menyambut baik substansi draf inpres ini, meski ada beberapa catatan.Menurut dia, aturan ini memberikan bentuk baru pengelolaan dan perbaikan demi kelestarian ekologi dengan mengembalikan kawasan hutan yang terlanjur jadi perkebunan sawit llegal.Teguh berharap, temuan dari evaluasi dan pengawasan terhadap perkebunan sawit ini dapat ditindaklanjuti melalui penegakan hukum.Selain itu, katanya, dalam proses verifikasi perlu memperhatikan indikator sosial, misal, soal free, prior and informed consent (FPIC), konflik masyarakat dan konsultasi publik atau penolakan warga.Namun, organisasi masyarakat sipil menggarisbawahi soal periode masa moratorium. ”Kami mendesak inpres ini seharusnya berbasis kriteria dan indikator capaian, bukan berbatas waktu,” kata Mardi Minangsari, pegiat Kaoem Telapak.Indikator capaian yang dimaksud Mardi, seperti terkait tata kelola berkelanjutan, kepastian hukum, penurunan emisi dan lain-lain." "Moratorium Sawit Segera Terbit? Berikut Poin-poin Draf Inpresnya","Siti beranggapan, kalau evaluasi berjalan lancar, waktu tiga tahun sudah cukup untuk moratorium. ”Saya malah bilang dua tahun cukup, moratorium tidak ada izin baru, jika evaluasi menyebutkan sawit bagus, peremajaan oke dan lain-lain,” katanya.Greenpeace Indonesia juga menyambut baik Inpres moratorium izin perkebunan sawit ini. Meskipun begitu, dalam siaran pers, Greenpeace menekankan dua hal penting perlu ada dalam kebijakan ini.Pertama, harus ada evaluasi izin yang sudah keluar. Ratri Kusumohartono, Jurukampanye Hutan Greenpeace Indonesia mengatakan, seharusnya pemerintah evaluasi bukan hanya perizinan yang berproses, juga yang sudah diberikan.“Izin yang bermasalah harus dicabut, dan kawasan hutan harus dilindungi,” katanya.Evaluasi izin, katanya, seharusnya bisa membantu pemerintah dalam merealisasikan kebijakan Satu Peta. Satu Peta, kata Ratri, sangat penting sebagai efek gentar mencegah pembukaan hutan dan lahan gambut ilegal.Dengan Satu Peta, titik api yang kerap di wilayah perkebunan sawit, bisa mudah diketahui. Pemerintahpun, katanya, bisa segera menegur dan memberikan sanksi bagi pelanggar aturan.Kedua, inpres seharusnya mengatur tak hanya perizinan perkebunan di kawasan hutan, juga areal penggunaan lain (APL), termasuk kawasan pangan. “Ini penting karena makin marak kawasan pangan dialihfungsikan menjadi perkebunan sawit.”Berbagai penelitian, katanya, menyebutkan, beberapa tahun belakangan makin banyak lahan sawah jadi perkebunan sawit terutama di Sumatera dan KalimantanDia contohkan, di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi. Dalam periode 2006-2014, konversi lahan sawah jadi perkebunan sawit mencapai 15.616 hektar. Awalnya, perubahan itu terjadi seiring program satu juta hektar lahan sawit tahun 2000.  Harus transparanMengenai tim kerja untuk pelaksanaan penundaan, dan evaluasi izin kebun sawit, Teguh memberikan masukan komposisi tim." "Moratorium Sawit Segera Terbit? Berikut Poin-poin Draf Inpresnya","”Kita berharap tim kerja harus independen dan perwakilan masyarakat sipil masuk di dalamnya.”Terpenting lagi, katanya, membangun sistem kerja transparan mulai dari evaluasi, rekomendasi hingga tindak lanjut penegakan hukum.Kemenko, katanya,  juga perlu menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi, yang sebelumnya menginisiasi Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam pada 2015. Temuan-temuan KPK pun seharusnya bisa menjadi dasar dalam evaluasi dan verifikasi perizinan sawit.”Moratorium ini harus melacak usulan pelepasan kawasan hutan oleh perusahaan sawit yang tak memilki HGU atas nama perhutanan sosial dan reforma agraria, sebagai salah satu modus.”Dalam draf inpres itu tim kerja bertugas verifikasi data pelepasan atau tukar menukar kawasan hutan untuk perkebunan sawit, peta izin usaha perkebunan atau surat tanda daftar usaha perkebunan, izin lokasi dan HGU, serta sinkronisasi pelaksanaan kebijakan Satu Peta.Tim juga memiliki kewenangan rekomendasi kepada menteri, gurbernur, bupati/walikota terkait penetapan kembali areal dari kawasan hutan yang telah pelepasan atau tukar menukar kawasan hutan. Juga, penetapan tanah terlantar dan penghentian proses penerbitan atau pembatalan HGU dan langkah-langkah hukum atau tuntutan ganti rugi atas penggunaan kawasan hutan untuk perkebunan sawit. Rekomendasi tim ini, berdasarkan hasil verifikasi data dan evaluasi dari setiap kementerian dan lembaga. Ada pengecualianSementara itu, KLHK memiliki tugas untuk penundaan pelepasan ataupun tukar menukar kawasan hutan untuk sawit, memverifikasi dan mengevaluasi data pelepasan atau tukar menukar kawasan hutan pada perkebunan sawit yang telah terbit. Juga menindaklanjuti rekomendasi tim kerja soal penetapan kembali areal dari kawasan hutan yang telah pelepasan atau tukar menukar dan melaksanakan langkah hukum." "Moratorium Sawit Segera Terbit? Berikut Poin-poin Draf Inpresnya","Teguh mengatakan, ada jebakan dalam moratorium ini, terkait pengecualian penundaan pelepasan ataupun tukar menukar bagi permohonan pelepasan atau tukar menukar kawasan hutan untuk perkebunan sawit yang telah ditanami dan diproses. Adapun itu berada dalam ketentuan Pasal 51 Peraturan Pemerintah Nomor 104 /2015 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan.”Pasal pengecualian ini seharusnya dihapus dan tak diberikan di awal tapi ditentukan setelah evaluasi dan verifikasi. Pasal ini jadi penawar dalam moratorium.”Untuk Menteri Pertanian, bertugas menyusun dan verifikasi data serta peta izin usaha perkebunan sawit dan pendaftaran surat tanda daftar usaha perkebunan sawit. Lalu, evaluasi proses pemberian izin dan pelaksanaan kewajiban perusahaan perkebunan yang sudah mengantongi izin.Mentan wajib meningkatkan pembinaan kelembagaan petani sawit guna optimalisasi dan intensifikasi pemanfaatan lahan untuk produktivitas sawit. Mentan juga bertugas memastikans setiap perkebunan sawit menerapkan standar wajib sawit berkelanjutan (Indonesia Sustainable Palm Oil/ISPO).Sedangkan, poin penting tugas Menteri ATR/BPN adalah menghentikan dan pembatalan HGU dan perlu percepatan penerbitan hak tanah kepada masyarakat–dalam pelaksanaan 20% alokasi buat warga dari luas HGU kebun sawit.Untuk tugas Mendagri, melakukan pembinaan dan pengawasan kepada gubernur dan bupati/walikota. Sedangkan, tugas kepada kepala daerah (gubernur, bupati/walikota)  agar lebih tegas memoratorium dan pengumpulan data, evaluasi dan verifikasi ke lapangan.Buat Kepala BKPM, mendapat instruksi perlu penundaan permohonan penanaman modal baru untuk perkebunan sawit atau perluasan perkebunan." "Moratorium Sawit Segera Terbit? Berikut Poin-poin Draf Inpresnya","Tugas dalam moratorium dan evaluasi perizinan dan peningkatan produktivitas perkebunan sawit lintas kementerian dan lembaga di bawah koordinasi Menko Perekonomian. Menko wajib melaporkan pelaksanaan inpres kepada presiden setiap enam bulan atau sewaktu-waktu kalau diperlukan.Keterangan foto utama: Pemerintah akan menerbitkan aturan tunda sementara izin kebun sawit. Mampukan perbaiki tata kelola kebun sawit yang carut marut? Foto: Eko Rusdianto/ Mongabay Indonesia [SEP]" "Jangan Lagi Ada Ikan Arapaima di Sungai Brantas!","[CLS]  Aktivis lingkungan Ecoton mendesak Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Surabaya 1, Kementerian Kelautan dan Perikanan, segera memproses hukum pemilik sekaligus pelepas ikan Arapaima gigas ke Sungai Brantas, Mojokerto, Jawa Timur, penghujung Juni lalu.Direktur Eksekutif Ecoton, Prigi Arisandi mengatakan, desakan dilakukan agar aparatur yang menangani kasus ini bekerja serius. Menjalankan instruksi Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti.“Yang dikatakan Bu Susi (Menteri KKP) jelas, mendorong pelaku dipidana. Ini menyangkut pidana lingkungan karena pelaku memiliki, kemudian melepaskan di perairan terbuka. Perintah Bu Susi tegas, musnahkan atau goreng ikan Arapaima untuk makan siang,” seru Prigi, baru-baru ini.Keterangan awal pemilik Arapaima berinisial HG, hanya 8 ekor yang dilepas. Namun, tangkapan warga bersama tim Ecoton ada 22 ekor di Sungai Brantas. Terlepas perbedaan keterangan dan fakta lapangan, Prigi menyebut HG melakukan pelanggaran hukum.“Kita punya Permen (peraturan menteri) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Nomor 41 Tahun 2014, yang menyatakan ada 152 jenis ikan berbahaya. Siapapun tidak boleh alias dilarang memasukkan jenis tersebut ke Indonesia. Artinya, ada pelanggaran hukum,” jelasnya.Prigi mengatakan, pihaknya akan menggugat pelaku. “Kami akan gugat, jangan sampai berlarut atau tidak ditangani serius. Arapaima gigas yang masih berkeliaran di sungai akan melahap apa saja,” ujarnya.Baca: Ikan Endemik Sungai Brantas Terancam Keberadaan Arapaima  " "Jangan Lagi Ada Ikan Arapaima di Sungai Brantas!","Selain ditemukan di Sungai Brantas di kawasan Mojokerto dan Sidoarjo, Arapaima gigas juga ditemukan di sekitar rolak Gunungsari di Surabaya, di Sungai Surabaya yang merupakan anak Sungai Brantas. Temuan ini, kata Koordinator Nasional Indonesia Water Community of Practice (IndoWater CoP), Riska Darmawanti, menjadi ancaman ikan asli atau endemik di Sungai Brantas. Arapaima gigas bersifat predator dan invasif.Riska mengatakan, hasil penelitian yang dilakukan Ecoton bersama warga setempat, menunjukkan bahwa jenis ini merupakan predator rakus yang mengancam 25 jenis ikan lokal Sungai Brantas.“Konsekuensinya, ikan asli akan habis. Dari yang kemarin kami buka perutnya, Arapaima gigas sudah makan wader, keting, dan lele. Sudah kelihatan nafsu makannya sangat besar. Kalau dibiarkan bahaya, ekosistem bakal terganggu,” terangnya.Baca: Ikan Arapaima, Ikan Berbahaya yang Masuk ke Indonesia  Buka poskoKepala Seksi Tata Pelayanan, Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Surabaya 1, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Djoko Darman Tani mengungkapkan, pihaknya telah membuka posko di kantor BKPIM.“Kami btelah muka posko hingga 31 Juli. Tujuannya, menerima ikan-ikan sejenis Arapaima gigas yang dilarang beredar, terutama yang diimpor dari amazon. Himbauan ini saya sampaikan, agar masyarakat yang memiliki, kaum pebisnis maupun pemilik pribadi, agar menyerahkan ke posko ini,” tegasnya.Djoko menambahkan, pihaknya akan memproses hukum kasus pelepasan ini, sesuai aturan dan kewenangan yang dimiliki BKIPM Surabaya 1, sambil berkoordinasi dengan instansi berwenang. “Kami akan kerja sama dengan instansi lain, kami sedang memprosesnya. MAsalah ini akan ditangani bersama,” lanjut Djoko yang memastikan barang bukti Arapaima gigas yang ditangkap dalam pengawasan BKIPM.Baca juga: 10 Jenis Ikan Air Tawar Paling Ganas di Dunia  " "Jangan Lagi Ada Ikan Arapaima di Sungai Brantas!","Kerja sama untuk menangkap kembali Arapaima diperlukan, karena keterangan pemilik tidak sesuai dengan fakta temuan. Dugaan kami, masih banya yang dilepas ke Sungai Brantas, didasari pengakuan pada rekaman di sosial media.“Di sosial media, ada suara menyebut 70 ekor ikan Arapaima mami dan papi dibuang ke sSungai Brantas. Ini harus diselidiki, jangan mudah percaya omongannya. Awalnya dikatakan pelaku hanya 8 ekor, nyatanya kami sudah menemukan 22 ekor,” lanjutnya.BKIPM Surabaya 1, pada Selasa (17/7/2018) ini, rencananya akan mengundang ke kantor para komunitas, masyarakat penghobi, serta pemilik ikan impor yang masuk dalam larangan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Sedangkan tindak lanjut pada Arapaima gigas yang telah diamankan, Djoko mengaku masih menunggu putusan pimpinan.“Untuk 22 ekor Arapaima gigas yang telah kami amankan, nanti akan diputuskan nasibnya. Kemungkinan dititipkan ke Kebun Binatang Surabaya,” tandas Djoko.   [SEP]" "Drone Digunakan untuk Memastikan Keberadaan Suku Asli di Hutan Amazon","[CLS]  Pemerintah Brasil menggunakan pesawat tak berawak (drone) untuk memastikan keberadaan masyarakat suku asli yang tak pernah berinteraksi dengan dunia luar di pedalaman hutan Amazon. FUNAI, badan pemerintah yang mengurusi masyarakat asli di Brazil, melakukan ekspedisi ke wilayah dekat perbatasan Brasil dengan Peru untuk mengetahui keberadaan masyarakat yang mengasingkan diri di sepanjang Sungai Juruazinho, yang memisahkan wilayah adat Mawetek dan Vale dengan Javari, di Brazil.Daerah ini sangat terpencil – FUNAI mengatakan timnya melakukan perjalanan lebih dari 180 kilometer dengan perahu, mobil, dan sepeda motor. Lalu, dilanjutkan dengan 120 kilometer berjalan kaki menerabas hutan hujan.Pada dua ekspedisi sebelumnya, FUNAI mengumpulkan bukti dari masyarakat yang terisolasi ini, misalnya kapak yang terbuat dari bilah batu, alat-alat dari kulit kayu, dan kano yang terbuat dari batang pohon palem yang dilubangi.Baca: Kisah Seorang Penduduk Asli Terakhir dan Bahaya yang Mengancam Hutan Amazon  Untuk mengkonfirmasi keberadaan kelompok tanpa melanggar batas wilayah mereka, FUNAI menerbangkan drone di atas hutan dan memotret pondok dan tanaman di tengah bagian pohon yang ditebang. Drone juga memfilmkan dua orang berjalan, salah satunya membawa tombak atau tiang, dan beberapa orang lagi, termasuk di dalamnya anak-anak.Kedua wilayah adat ini adalah rumah bagi berbagai suku, menurut FUNAI. Kawasan yang dihuni oleh masyarakat ini membentang seluas 85.000 kilometer persegi, atau lebih besar dari wilayah Austria. Ada beberapa kelompok yang terpisah dari  dunia luar di sini – Matsés, Matis, Marubo, Kanamari, Kulina-Pano, Korubo dan Tsohom Djapa – dan hingga 16 kelompok terisolasi, yang 11 diantaranya telah dikonfirmasi. Wilayah Pribumi Mawetek, yang mencakup 1.150 kilometer persegi, ditempati oleh orang-orang Kanamari.  " "Drone Digunakan untuk Memastikan Keberadaan Suku Asli di Hutan Amazon","FUNAI melakukan ekspedisi tersebut untuk melindungi masyarakat asli yang terisolasi. Saat ini, masyarakat secara resmi diberi wilayah yang luas untuk memungkinkan mereka terus hidup secara tradisional dan melindungi mereka dari perambahan dan penyakit yang dibawa orang luar. Namun, serbuan ilegal ke wilayah mereka oleh penebang, penambang, peternak, pengedar narkoba, dan spekulan masih terus terjadi.“Kewaspadaan dan pengawasan harus ditingkatkan di kawasan untuk mengekang tindakan pelanggar dan memastikan kepemilikan penuh wilayah oleh penduduk asli,” kata koordinator ekspedisi Vitor Góis.   Saat ini, diperkirakan ada sekitar 70 kelompok masyarakat asli di Brasil. Banyak dari mereka diyakini telah mengucilkan diri secara sukarela setelah terjadi interaksi negatif dengan orang luar. Termasuk depredasi/pembinasaan oleh misionaris, penjajah, dan pedagang karet.  Beberapa dari mereka di Peru dan Brasil baru-baru ini muncul dari hutan akibat konflik dan perambahan. Interaksi ini tentu membahayakan keberadaan mereka, menyebabkan terkena penyakit yang tak pernah mereka alami sebelumnya dan tanpa memiliki obatnya. FUNAI berupaya mengelola interaksi untuk mengurangi risiko tersebut. Penerjemah: Akhyari Hananto.   Artikel Bahasa Inggris di Mongabay.com dapat Anda baca di   tautan ini.   [SEP]" "Sengkarut PTPN di Enrekang, Konflik pun Bakal Berlarut","[CLS]  Pertemuan PTPN dengan Komisi B DPRD Sulsel tak menghasilkan keputusan apa-apa. Perusahaan pelat merah ini pun berencana lanjut tanam sawit di lahan tak ber-HGU, konflik dengan warga bakal berlarut-larut…Senin, 9 April 2018, Ambo Ala,  menekan tombol pengeras suara di depannya. Saat lampu merah di pangkal microphone menyala, dia berbicara dengan nada datar.“PTPN XIV ini mempekerjakan sekitar 7.000 keluarga, dulu ya… Beberapa waktu lalu, perusahaan ini berada di ujung tanduk,” katanya. “Hampir-hampir perusahaan ini tutup. Kalau tutup, ada berapa banyak orang yang kehilangan pekerjaan?”Ambo Ala, adalah profesor yang menyandang kajian pertanian. Pada 1987,  dia pernah menjadi kepala Laboratorium Ekologi Universitas Hasanuddin, lalu Dekan Fakultas Pertanian Universitas Muslim Indonesia.Pada 2007, dia jadi Sekretaris Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Pertanian. Saat ini, dia komisaris utama PT Perkebunan Nusantara XIV.Pada siang yang sejuk di lantai dua gedung DPRD Sulawesi Selatan itu, dia hampir menghipnotis isi ruangan. Orang-orang takzim mendengarkan pemaparannya, termasuk delapan anggota Komisi B.“PTPN XIV ini adalah aset besar di kawasan Timur Indonesia. Ada sekitar 130.000 hektar. Perusahaan ini tak miskin, tapi utang banyak,” katanya.PTPN XIV adalah perusahaan perkebunan milik negara alias badan usaha milik negara (BUMN). Ia tersebar di tujuh provinsi di Sulawesi, yakni, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara Timur. Terbesar di Sulsel dengan unit bisnis perkebunan sawit, gula, dan kapas.Baca juga: Konflik dengan Warga, Tanpa HGU PTPN XIV di Enrekang Mulai Tanam SawitBeberapa tahun terakhir ini, unit bisnis PTPN XIV khusus di Sulsel, bukan terdengar kabar kesuksesan, melainkan timbul benturan dengan masyarakat. Konflik tak terkendali." "Sengkarut PTPN di Enrekang, Konflik pun Bakal Berlarut","Di unit bisnis gula wilayah Takalar, misal, kampung menjadi mencekam. Puluhan orang pernah mendekam jeruji besi. Di Luwu Timur, Mantadulu,  lahan sawit berkonflik dengan tanah transmigrasi dan masyarakat lokal,  sekarang proses persidangan.Di Burau–masih Luwu Timur–dugaan pencemaran dari limbah pabrik sawit membuat masyarakat tak lagi menggunakan sungai. Begitu pun di Keera, terakhir di Enrekang.Konflik lahan di Enrekang inilah, yang membuat para staf PTPN menghadiri rapat dengar pendapat di DPRD Sulsel.Di Enrekang, dari kebun Maroangin, Kecamatan Maiwa, lahan PTPN seluas 5.230 hektar. Ia berawal pada 1973,  lahan itu jadi bisnis ternak PT Bina Mulia Ternak. Pada 1996, jadi PTPN XIV. Penggabungan ini ikut mengubah haluan bisnis, dari ternak jadi perkebunan.BUMN ini, menanam ubi kayu dan mendirikan pabrik tepung tapioka. Berharap napas panjang, tetapi tidak bertahan. PTPN pun menggandeng sebuah perusahaan untuk tetap hidup, keadaan tak berubah. Akhirnya,  pada 2004, pabrik tapioka resmi tutup.Pada 2003, hak guna usaha (HGU) perusahaan habis. Pemerintah Enrekang bersikukuh tak mengeluarkan rekomendasi kelanjutan HGU.Apa yang terjadi setelah penutupan? Bagaimana nasib lahan ribuan hektar itu? Lahan dibiarkan, tanpa ada pengelolaan. Masyarakat di sekitar,  masuk mengelola lahan. Mereka tanam jagung dan padi.Andi Ansyar Kadir, dari Bidang Pengadaan Tanah Kanwil Badan Pertanahan Nasional Sulsel mengatakan, lahan 5.230 hektar di Maroangin terindikasi terlantar. Bahkan dalam berita acara Badan Pemeriksa Keuangan 2015, dinyatakan perusahaan ini tak pernah memberikan kontribusi pada pemerintah daerah.“Data kami ini Pak, di Enrekang,  memang banyak tanah-tanah terindikasi terlantar. Syukur-syukur (PTPN XIV) ini pelat merah, tidak kena perpres mengenai penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar.”" "Sengkarut PTPN di Enrekang, Konflik pun Bakal Berlarut","Kenapa tanah itu terlantar? Direktur Utama PTPN XIV, Doni P. Gandamihardja mengatakan, telantar karena alasan finansial. Sejak awal berdiri, perusahaan ini selalu mengalami kerugian.“Kami sampai saat ini belum dapat memberikan konstribusi laba. Jadi terus rugi, dari sisi equity, sekarang ini PTPN XIV, sedang mengalami equity negatif,” katanya.“Modal kami negatif. Kalau berdasar kepada teori, mungkin PTPN XIV harusnya sudah dikategorikan bangkrut, pak. Karena memang sejak awal berdiri, sampai saat ini, tidak bisa memberikan kontribusi laba.”  Pada 2014, dibentuk holding perkebunan bersama PTPN III, dan aktif operasional pada 2015. Geliat mulai terlihat. PTPN XIV, membentuk kembali unit bisnis, fokus pada tebu untuk pabrik gula di Takalar dan Bone serta sawit di Enrekang.Bagi PTPN XIV, sawit secara bisnis memberikan peluang ekonomi. Tahun 2016, dilakukan pembibitan sawit di kebun Maroangin.Doni mengaku, sosialisasi penanaman sudah diberikan kepada masyarakat.Kenyataan lapangan berbeda. “Saya tahu mereka buat pembibitan. Orang PTPN datang dan mengajak saya. Dia bilang bibit itu tidak ditanam di Maroangin, tapi untuk Luwu,” kata Saparuddin, warga Kecamatan Maiwa.“Apa yang terjadi, 2017, mereka menanam. Mulai memancang sawit di tengah lahan warga yang sudah berkebun,” kata Saparuddin.Doni berdalih, keliru kalau bilang PTPN menyerobot lahan warga karena lahan itu ‘milik’ PTPN—padahal, HGU sudah habis.  “Jadi kalau bilang, kami melakukan tindakan kekerasan dan menyerobot lahan warga itu keliru. Karena pada dasarnya itu lahan PTPN sendiri,” kata Doni.“Jadi, ada pagar PTPN itu digunting dan dimasuki warga. Ada banyak sawit kami yang daunnya rusak karena warga masukkan sapi. (Daun) Itu dimakan sapi,” kata Ambo Ala." "Sengkarut PTPN di Enrekang, Konflik pun Bakal Berlarut","Pada 20 Maret 2018, saat mengunjungi Maroangin, Saparuddin mengajak kami memasuki lahan yang dia klaim milik orangtuanya di dalam wilayah PTPN.  Ada 40 sapi berjalan bebas di antara tanaman sawit. Tak ada yang memakan daun sawit.“Sapi nda makan daun sawit?” tanya saya.“Tidak. Saya sebenarnya berharap sapi saya makan sawit, tapi rupanya tidak,” kata Saparuddin.  Tak ber-HGU HGU PTPN XIV berakhir pada 2003. Doni mengatakan,  permintaan perpanjangan sejak 2001, sampai sekarang belum ada kejelasan. Pada 2012, PTPN XIV dan Pemerintah Enrekang melakukan kesepakatan mengeluarkan seluas 2.230 hektar, untuk kepentingan umum, seperti sekolah, pemurnian air PDAM, tanah perkemahan, dan kebun raya.“Pada dasarnya kami sepakat dengan pelepasan itu. Sudah ada SK dari Pemda Enrekang juga. Tapi kan ada proses, yang harus kami lalui agar pelepasan ini sesuai ketentuan, kami sebagai pemilik aset,” katanya.Dia bilang, walaupun HGU berakhir, tak serta merta mereka harus hengkang dari lahan itu. “Dengan asetnya. Bahkan kami tetap wajib dalam aturan untuk menjaganya. Sampai jelas, bahwa hak atas lahan itu, digantikan atau ditunjuk yang lain. Seperti itu.”Ada ketidakjelasan izin hak sudah 15 tahunan.  “Sampai berapa tahun sebenarnya proses dalam standar operasional di BPN?” kata Ansyar Kadir, anggota Komisi B DPRD Sulsel.“Kalau SK  (surat keterangan-red), pemberian hak, menurut standar operasi yang ada, itu cuman 96 hari. Kalau lengkap. Hanya ini dengan jenjang kewenangan, kantor wilayah yang ukur atau BPN pusat? Ini kan masih ada tarik menarik,” katanya.Kala ketidakjelasan izin berlarut, Pemerintah Enrekang melayangkan surat pada 2 Juni 2016 dan 13 Juli 2016, meminta PTPN XIV tak lagi beraktivitas dalam konsesi selama proses hukum tidak jelas.Surat itu hanya jadi angin lalu. PTPN tetap tanam sawit." "Sengkarut PTPN di Enrekang, Konflik pun Bakal Berlarut","Dewan Enrekang, membentuk Panitia Khusus (Pansus) dalam sengketa lahan itu. Beberapa pertemuan dilakukan bersama masyarakat pansus menemukan kalau mayoritas warga meminta PTPN hengkang.“Kalau alasan PTPN mempekerjakan masyarakat lokal, coba cek saja. Berapa persen?” kata Rahim, petani dengan lahan bertanam padi tergusur perusahaan untuk sawit.   Mengapa harus dipertahankan? Pertemuan di Komisi B DPRD Sulsel, berlangsung sekitar satu jam. Penjelasan dan pembacaan pandangan, terkesan terburu-buru. Beberapa perangkat legislatif Komisi B itu akan menghadiri pelantikan pejabat provinsi.Tak ada kesimpulan dalam pertemuan. Kata pamungkas dewan, adalah akan menindaklanjuti. “Bayangkan, ini mereka bicara tentang PTPN XIV, perusahaan pelat merah yang melibatkan banyak konflik, tapi seperti tak ada masalah,” kata Rizki Anggraini Arimbi, Divisi Pengembangan Sumber Daya dan Pengorganisasian Walhi Sulsel.Menurut Kiki, panggilan akrabnya, PTPN XIV yang mengusai ratusan ribu hektar di Sulsel tak ada yang tak berkonflik dengan masyarakat sekitar. Di Kabupaten Wajo, mereka benar-benar tertutup.Masyarakat, sejak awal mendiami lokasi, harus angkat kaki. “Di Kecamatan Keera, ada kompleks pemakaman keluarga warga masuk PTPN. Mereka dilarang masuk, kalau masuk pun, harus dikawal,” katanya.Empat tahun lalu, pada 2014, di Wajo, intimidasi warga karena konflik dengan PTPN XIV, terjadi masif. Aparat militer hampir setiap hari pemeriksaan. Menyambangi rumah warga dan menciptakan teror.Pada 2016, Enrekang bergolak karena intimidasi serupa. PTPN XIV, menguasai lahan 5.230 hektar dan Wajo 12.170 hektar. Penguasaan lahan itu, dikelola maksimal hanya ribuan hektar. “Jadi ada ribuan hektar lain terlantar. Sementara warga di sekitar lahan tak memiliki lahan.”Pemerintah, katanya, tak perlu mempertahankan perusahaan  negara yang terus menerus rugi dan berkonflik dengan masyarakat ini." "Sengkarut PTPN di Enrekang, Konflik pun Bakal Berlarut","“Bukankah lebih baik, pemerintah jadikan lahan itu dalam program reforma agraria.” ***Pada Maret 2018, saya berkunjung ke perumahan karyawan di kebun Maroangin. Berjumpa dengan beberapa buruh, mereka bukan warga lokal tetapi pendatang dari dari beberapa tempat, termasuk dari provinsi lain.Sejak PTPN memulai penanaman sawit, pada 2017 lahan tanam baru sudah mencapai 650 hektar. Tahun 2018, target mencapai 700 hektar.“Kami berharap, ketika semua selesai target kami adalah menanam sawit seluas 2.500 hektar. Bukan tidak mungkin kami akan membangun pabrik juga di Maroangin,” kata Doni.Di Sulsel, sawit PTPN XIV–Luwu Utara dan Luwu Timur – 60% merupakan tanaman tua. Untuk memenuhi bahan baku pabrik, sumber dari masyarakat.Tahun 2018, PTPN XIV menargetkan tanaman lagi sawit seluas 3.500 hektar, realisasi tanam baru 1.000 hektar.Kalau PTPN lanjut tanam sawit, kelak pemandangan sepanjang jalan menuju Toraja adalah sawit… Foto utama: Hamparan sawit milik PTPN XIV di Maroangin, Kabupaten Enrekang. Meskipun HGU berakhir pada 2003, perusahaan tetap beraktivitas. Foto: Eko Rusdianto/ Mongabay Indonesia    [SEP]" "Belasan Penyu Terjebak Dalam Bak Penampung PLTU Teluk Sirih, Ada Videonya…","[CLS]  Sekitar 12 penyu terjebak di dalam bak penampung atau bejana (intake) Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Teluk Sirih, Sumatera Barat. Penyu-penyu ini diduga masuk melalui pipa-pipa saluran air di dalam laut kemudian terperangkap ke dalam intake.Belum diketahui pasti kapan penyu-penyu ini terperangkap, namun mereka sudah dievakuasi dan dilepas ke laut lepas. Sepuluh penyu lepas di Perairan Sinyaru pada Kamis (22/3/18), sisanya, di pantai pasir Jambak, setelah sebelumnya menjalani observasi dan pengobatan di Jambak Sea Turtle Camp karena kondisi tubuh lemah dan mengalami luka-luka di bagian mata.Muhammad Yusuf,  Kepala BPSPL Padang, mengatakan,  awal mula tahu penyu di dalam intake PLTU saat seorang pengunjung konservasi penyu di Pasir Jambak mengatakan pernah melihat hewan serupa di dalam bak penampungan PLTU.Mendengar informasi ini, BPSPL Padang bersama tim terpadu Camp Sea Turte Jambak, Harfiandri Damanhuri peneliti penyu dari UBH Padang,Yayasan Cahaya Maritim, BKSDA Sumbar, Satker TWP Pieh dan dokter hewan mengecek ke lokasi. Ternyata benar.“Kami dapat info Sabtu (17/3/18) dari pengunjung yang sedang berlibur di Pantai Pasir Jambak. Kami curiga kok PLTU pelihara dalam bak, akhirnya BPSPL Padang bersama tim terpadu mengcek ke lokasi dan benar, beberapa penyu di dalam bak besar,” katanya.Setelah pengecekan, tim rapat, pada Senin dilakukan evakuasi dari dalam intake. Awalnya, tim menghitung ada 10 penyu, ternyata setelah evakuasi, masih ada tertinggal dua lagi. Karena hari sudah malam evakuasi dua penyu lanjut keesokan hari.  Untuk mengeluarkan penyu-penyu berukuran besar dengan berat mencapai seratus kilogram ini, tim pakai crane yang telah dipasangkan jaring agar penyu tak terluka." "Belasan Penyu Terjebak Dalam Bak Penampung PLTU Teluk Sirih, Ada Videonya…","Setelah keluar, , penyu direlokasi ke UPTD Balai Benih Ikan Pantai, Teluk Buo,  tidak jauh dari PLTU. Kesehatan penyu diperiksa, kemudian pengukuran serta pasang penanda (taging metal) pada kaki kanan untuk mengetahui populasi dan sebaran dan daerah jelajah saat penyu sudah dilepaskan ke alam.Dari hasil pengecekan diketahui ini penyu hijau (Chelonia mydas L) atau green turtle dan penyu sisik (Eretmochelys imbricate) atau hawksbill turtle. Berat penyu mulai 13,5 kilogram hingga terbesar 120 kilogram, dengan panjang mulai 50 sentimeter hingga 105 sentimeter.Dari 12 penyu itu, 10 dalam kondisi sehat hingga layak lepas,  dua lagi mengalami penurunan daya tahan tubuh dan terdapat luka-luka jadi harus dirawat terlebih dahulu.“Saat pengecekan ada dua penyu mengalami body scoring rendah dan lemah serta luka di bagian mata,” kata dokter Hewan Idham Fahmi. Pengawasan lemahMasuknya penyu ke dalam bejana PLTU Teluk Sirih bukan pertamakali ini. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Barat, Yosmeri mengatakan, sebelumnya pernah ada laporan masuk dua penyu masuk intake kemudian dilepaskan ke perairan.Penyu-penyu di dalam intake masuk melalui pipa-pipa sekitar lima sampai tujuh meter di bawah permukaan laut yang terhubung ke dalam intake.“PLTU memerlukan air laut untuk memutar mesin, ia memiliki pipa dari laut ke intake dari pipa-pipa itulah berbagai benda laut masuk, ada ikan, sampah bahkan manusia yang berenang sekitar sana bisa masuk,” ucap Yosmeri.  Di dalam intake ada saringan, semua benda masuk terkumpul di saringan itu. Saat petugas PLTU memonitor, membersihkan saringan tampaklah penyu, kemudian dilaporkan ke DKP.“Kita turunkan tim untuk mengevakuasi, kita sudah ada perjanjian kerjasama dengan PLTU, sewaktu tersangkut dua penyu dua tahun lalu. Jika ada penyu terperangkap lagi, tolong laporkan ke kami.”" "Belasan Penyu Terjebak Dalam Bak Penampung PLTU Teluk Sirih, Ada Videonya…","Menanggapi hal ini, Ade Edward, Ahli Geologi Lingkungan juga Tim Teknis Komisi Amdal Sumbar mengatakan, penyu masuk intake karena tak ada border buffer zona atau zona penyangga yang menjadi kawasan pelindung.Padahal, katanya, setiap saluran inlet/intake harus ada beberapa tahap penyaring dan zona penyangga yang dilingkupi alat penyaring.“Gunanya untuk pengamanan, baik itu pengamanan barang-barang mereka dari benda asing maupun pengamanan benda atau biota laut dari luar agar tidak masuk ke saluran.”Saluran atau jaringan di bawah laut, katanya,  biasa berupa pipa.  Kemungkinan jaringan hanya satu atau dua hingga tekanan isap sangat tinggi, benda-benda laut dapat tersedot termasuk penyu.Jadi, katanya, jaring harus menjadi filter tahap pertama. Buffer zone ini wajib ada pada setiap intake baik di laut, danau maupun sungai.Artinya, kata  Ade, penyebab utama penyu masuk karena tak ada zona penyangga dengan pembatas harus dipasang pelampung dan jaring sampai ke dasar laut minimal radius 100 meter.“Jika diperhatikan dari foto udara, di lokasi intake PLTU Teluk Sirih tak terlihat ada buffer zone, ini berbeda dengan penampakan foto udara PLTA Maninjau,” katanya.Kejadian berulang penyu masuk ke saluran intake karena tak ada buffer zone diduga karena pengawasan lemah dari dinas terkait dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup Sumbar.“Di dalam amdal ada lampiran UKL-UPL, pemantauan seharusnya per-tiga bulan, berapa kali memantau, siapa yang memantau,  apa-apa yang dipantau lalu kalau pemantauan tidak sesuai standar?”DLH, katanya,  harus mengevaluasi agar pemilik kegiatan mengikuti aturan. “Kalau tidak beri peringatan satu, dua tiga bahkan disetop.  Pertanyaanya,  apakah DLH melakukan itu? Jika tidak lembaga terkait bisa menuntut.”Hingga berita ini diturunkan, baik DLH maupun PLTU enggan berkomentar terkait masalah ini.  Perairan bagus?" "Belasan Penyu Terjebak Dalam Bak Penampung PLTU Teluk Sirih, Ada Videonya…","Indra Junaidi Zakaria, peneliti terumbu karang dari Universitas Andalas mengatakan, kawasan perairan cukup baik untuk habitat penyu. Pada beberapa kali penyelaman di perairan PLTU Teluk Sirih, dia menemukan beberapa penyu.“Pengalaman menyelam di Teluk Sirih termasuk juga Teluk Buo untuk penelitian ikan karang, terumbu karang sejak 2000, 2001 dan awal 2002 kemudian 2004 dan 2007 dan 2008. Sebelum ada pembangunan PLTU Teluk Sirih, hanya dua kali menjumpai penyu hijau. Itupun tidak mendarat karena jantan,” katanya.Setelah ada PLTU lokasi tertutup hingga nelayan tak bisa bebas masuk. “Sekitar setahun lalu saya dapat informasi dari mereka yang menyelam di Teluk Sirih untuk pemantauan UKL dan UPL-nya, ditemukan sembilan penyu penyu hijau dan lekang,” katanya.Dia bilang, penyu meningkat datang, karena lokasi PLTU jarang terganggu dan perairan cukup hangat bagi penyu. Kawasan ini, katanya,  sudah ditumbuhi rumput laut dan beberapa makanan penyu.“Jadi mereka ramai-ramai ke sana. Untuk lebih ilmiahnya tim Biologi Universitas Andalas akan coba amati.”    [SEP]" "Andai Burung Air Hilang, Apa yang Terjadi pada Lingkungan?","[CLS]  Burung air merupakan jenis burung yang secara ekologis hidupannya bergantung pada lahan basah. Bagaimana kondisinya saat ini?Ada 197 jenis burung air di Indonesia. Saat Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1999 dikeluarkan, hanya 47 jenis yang dilindungi. Kini, bila kita merunut aturan baru Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.92/MENLHK/SEKJEN/KUM.1/8/2018, jumlah yang dilindungi menjadi 108 jenis.Namun sebaliknya, ada 4 jenis menjadi tidak dilindungi lagi, yaitu kuntul kecil (Egretta garzetta), kuntul sedang (Egretta intermedia), kuntul karang (Egretta sacra), dan kuntul kerbau (Bubulcus ibis).Ragil Satriyo Gumilang, Koordinator Asian Waterbird Census Indonesia menjelaskan, kehidupan burung air tidak lepas dari ancaman. Tercatat, 20 indikasi negatif yang mempengaruhi populasi hidupan liar ini.“Kami mencatat berdasarkan hasil Sensus Burung Air Asia tahun 2017 di Indonesia. Indikasi ancaman paling besar ada di 146 lokasi di 22 provinsi. Perburuan, pestisida, serta limbah domestik masih menjadi penyumbang ancaman utama. Kondisi ini diperparah dengan kerusakan ekosistem lahan basah yang meningkat,” jelasnya.Baca: Burung Air, Kenapa Harus Disensus?  Ragil menuturkan, momentum Asian Waterbird Census yang dilaksanakan setiap Januari atau membuat aturan lokal perlindungan lokasi seperti peraturan desa (perdes) sangatlah penting. Adanya perdes merupakan langkah nyata menjaga habitat burung air sekaligus mengumpulkan data terkini keberadaan burung air di lahan basah. Informasi yang terkumpul digunakan untuk menentukan status populasi global dan serta acuan pengelolaan lahan basah.“Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tengah menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Perlindungan Sistem Penyangga Kehidupan. Besar harapan kami, RPP mendukung perlindungan spesies penting yang belum dilindungi dengan menetapkannya di wilayah tertentu,” terangnya." "Andai Burung Air Hilang, Apa yang Terjadi pada Lingkungan?","Baca juga: Burung Migran dan Kecemasan Lingkungan di Sembilang  Yus Rusilla Noor, Program Manager Wetlands International Indonesia mengatakan, bila burung air hilang keseimbangan alam terganggu. “Misal, tanpa adanya burung air pemakan hama padi maka ledakan populasi hama pertanian terjadi. Panen gagal dan ketahanan pangan kita terganggu,” terangnya.Terkait empat jenis burung air yang statusnya tidak dilindungi lagi, Yus mengatakan, memang keberadaannya cukup umum di alam. Bahkan, melimpah di lokasi-lokasi tertentu. Namun, jika pada akhirnya habis di alam, pastinya yang rugi kita juga. “Perubahan status ini agar menjadi perhatian KLHK maupun LIPI. Selain perlindungan melalui pendekatan spesies, upaya ini harus dibarengi dengan pendekatan kawasan,” jelas Yus.Ancaman-ancaman pada burung air penetap ini terjadi juga pada jenis migran. Delapan jenis burung air migran yang belum dilindungi Permen 92/2018 adalah kedidi besar (Calidris tenuirostris), gajahan tahiti (Numenius tahitensis), cerek melayu (Charadrius peronii), biru-laut ekor-hitam (Limosa limosa), biru-laut ekor-blorok (Limosa lapponica), kedidi merah (Calidris ruficollis), dan kedidi golgol (Calidris ferruginea).Jenis-jenis tersebut memiliki perilaku dan sifat biologis unik yang rentan terhadap kepunahan dan memiliki tingkat keterancaman berdasarkan kriteria IUCN Redlist. “Bahkan, dari lima jenis tersebut, belum lama ini diperbarui/ditingkatkan status keterancamannya,” ujar Yus.  Burung airBurung air ada yang penetap dan ada yang migran. Disebut migran bila sebagian besar proporsi populasi global atau regionalnya melakukan pergerakan teratur, keluar dari lokasi berbiaknya. Waktu dan tujuan pergerakannya bisa diduga." "Andai Burung Air Hilang, Apa yang Terjadi pada Lingkungan?","Indonesia merupakan bagian wilayah Asia dan Pasifik barat yang juga menjadi rute migrasi burung air. Lokasi berbiak burung pengembara di Siberia, China dan Alaska ini ditinggalkan kurang lebih delapan bulan untuk menuju belahan Bumi selatan yang beriklim tropis dan hangat.  Habitat di belahan Bumi selatan sangat cocok menyediakan makanan berupa moluska, arthropoda, dan cacing. Habitat tersebut berada di mangrove dan hamparan lumpur (mudflat), rawa rumput (grass swamp), savana dan rawa herba (herbaceous swamp). Danau alam dan buatan yang memiliki luas 0.25% dari luas wilayah Indonesia dan lahan basah buatan, seperti tambak, juga menjadi penyedia pakan dan sarang burung air.Kelompok burung air ini merupakan kumpulan dari keluarga Podicipedidae (titihan), Phalacrocoracidae (pecuk), Pelecanidae (pelikan), Ardeidae (kuntul, cangak, kowak), Ciconiidae (bangau), Threskiornithidae (pelatuk besi), Anatidae (bebek, mentok, angsa), dan Gruidae (burung jenjang). Juga, Rallidae (ayam-ayaman, mandar, kareo, terbombok), Heliornithidae (Finfoot), Jacanidae (ucing-ucingan), Rostratulidae, Haematopodidae, Charadriidae (trinil), Scolopacidae (gajahan, berkek), Recurvirostridae, Phalaropodidae, Burhinidae, Glareolidae (terik) dan Laridae (camar). Referensi:Howes, J., Bakewell, D., Noor, Y.R. 2003. Panduan Studi Burung Pantai. Wetlands Inernational-Indonesia Programme, Bogor.   [SEP]" "Pisonia, Pohon Pembawa Kematian Bagi Ribuan Burung","[CLS] Pohon bernama lengkap Pisonia brunoniana ini dikenal memiliki reputasi mengerikan. Nama indahnya itu justru membawa kematian untuk burung-burung yang hinggap di tubuhnya. Pohon   berbunga kecil ini asli dari kawasan tropis, terbentang dari Hawaii, Selandia Baru, hingga India.Pohon ini tidak memiliki wujud ‘mengancam’, tanpa duri dan tanpa buah beracun, serta tiada pula bagiannya yang berfungsi menjebak hewan. Namun, jika diteliti dari akar hingga rantingnya, akan kita temukan ribuan tulang dan tubuh-tubuh kecil yang kaku dan mengering.Belum ditemukan alasan jelas mengapa pohon ini begitu ‘suka’ membantai burung. Ahli ekologi menyatakan, bisa jadi ini hanya salah satu kebiasaan mengerikan evolusi.Alan Burger dari University of Victoria di Kanada yang telah mendengar reputasi garang Pisonia sejak 1990-an, pergi ke Pulau Cousin di Seychelles. Tujuannya, untuk melihat lebih dekat populasi pohon tersebut dan koloni-koloninya, sebagaimana dilansir dari Science Alert.Pisonia menghasilkan kacang berukuran panjang di mana polongnya berlapis getah tipis yang lengket. Getah inilah yang menjebak serangga dan burung saat mereka tergoda untuk memakan kacang di dalamnya.Serangga yang terjerat, terlihat mudah dipatuk burung yang tidak menaruh curiga. Burung yang tidak hati-hati dapat dengan mudah terjerat di polong kacang yang lengket itu.Banyak sekali bangkai burung yang terlihat terurai dengan tanah di kaki pohon. Beberapa burung malang, bahkan terjebak tinggi di cabang-cabang pohon itu. Washington Post menulis, burung-burung yang terjebak di cabang-cabang pohon tersebut seperti merupakan “hiasan pohon natal yang mengerikan.”  " "Pisonia, Pohon Pembawa Kematian Bagi Ribuan Burung","Alan E. Burger menghabiskan waktu 10 bulan pada 1999-2000 untuk meneliti dan mengetahui, manfaat apa yang diperoleh sang pohon dari membunuh ribuan burung. Alan memulainya dari area di sekitar bangkai-bangkai burung yang kaya nutrisi untuk tanah, untuk melihat apakah biji-biji dari pohon akan tumbuh lebih cepat dan subur.Ternyata tidak. Biji-biji yang tersebar di sekitar bangkai burung sama sekali tak berbeda dengan biji di tempat lain. Mereka tumbuh biasa saja. Jadi, pada dasarnya Pisonia tidak mendapatkan manfaat dari banyaknya bangkai burung di kaki pohonnya.Justru, di kaki pohon terlihat begitu banyak sisa kotoran burung yang dipercaya lebih bermanfaat dibanding bangkainya. Artinya, Pisonia akan lebih mendapatkan manfaat dari burung yang hidup dibandingkan yang mati.Lalu, mengapa ada getah lengket yang membunuh banyak burung?Alan Burger mencelupkan biji-bijian dari kacang polong tersebut ke dalam air laut untuk meneliti apakah pohon menggunakan bangkai burung sebagai rakit, untuk menyebarkan diri dari pulau ke pulau. Ternyata, polong kacang mati dalam waktu 5 hari setelah dicelupkan ke air laut, sekaligus mematahkan teori tersbeut.Alan Burger kemudian mencoba mencelupkan bibit Pisonia di air selama beberapa minggu. Ternyata, bibit itu bertahan hidup. Sementara, bibit-bibit Pisonia yang tertinggal dapat hidup dan tumbuh menjadi pohon yang baru dimanapun bibit itu menempel.“Burung yang hidup tampaknya tetap menjadi kunci penyebaran Pisonia. Meski begitu, ada konsekuensi yang sungguh mematikan dari memiliki bibit yang benar-benar lengket dan memproduksi banyak bibit dalam satu tandannya. Itulah yang membuat beberapa burung terjebak,” jelas Alan Burger.   Matinya burung-burung  karena terlengket getah adalah hanyalah “kerusakan yang tak disengaja”. Selama burung-burung itu hidup untuk menyebarkan bibit, Pisonia akan terus tumbuh menyebar, di tempat-tempat lain." "Pisonia, Pohon Pembawa Kematian Bagi Ribuan Burung","Bagian yang sulit dimengerti dari hal ini adalah bahwa meskipun berbahaya, burung laut suka dengan Pisonia. Di beberapa tempat, seperti di Pulau Utara dari Selandia Baru, Pisonia hampir punah sebagai akibat ditebang secara intensif demi mencegah burung terjebak.Sementara di Pulau Cousine, Seychelles, petugas konservasi mempunyai cara berbeda. Mereka membebaskan dan membersihkan burung yang terjebak demi menyelamatkan hewan tersebut. (Berbagai sumber).Laporan penelitian Alan E. Burger ini, telah dipublikasikan di Journal of Tropical Ecology Vol. 21, No. 3 (May, 2005), pp. 263-271.   [SEP]" "Restorasi Gambut Harus Sejalan dengan Penegakan Hukum","[CLS]  Implementasi restorasi (pemulihan) gambut sudah berjalan hampir dua tahun. Meskipun begitu, titik api di lahan gambut seringkali muncul, terutama di provinsi-provinsi prioritas restorasi. Organisasi lingkungan, Walhi menilai, upaya restorasi gambut harus sejalan dengan ketegasan penegakan hukum bagi pelaku kebakaran hutan dan lahan.Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sejak 2015, telah memberikan 163 sanksi administrasi, 12 sanksi perdata dan 35 pidana. Sanksi administrasi jadi andalan KLHK, karena dianggap memberikan efek jera dan mudah diterapkan tanpa melalui kejaksaan, hakim maupun kepolisian.Nur Hidayati, Direktur Eksekutif Walhi Nasional mengatakan, penegakan hukum seharusnya jadi bagian dari pemulihan restorasi gambut terlebih target restorasi gambut paling besar pada konsesi perusahaan.  ”Sayangnya penegakan hukum kembali melemah,” katanya, dalam diskusi di Jakarta, baru-baru ini.Pada September 2016, Badan Restorasi Gambut (BRG) mengeluarkan peta indikatif restorasi gambut, dari 2,49 juta hektar areal kesatuan hidrologis gambut (KHG), 1,4 juta hektar di konsesi kehutanan dan perkebunan.Berdasarkan data WALHI Jambi, ada 46 perusahaan dengan lahan terbakar pada 2015, 16 di lahan gambut. Meski demikian, hanya lima perusahaan diproses hukum.Bahkan, katanya, penegakan hukum lebih dicondongkan kepada masyarakat adat/lokal dan petani yang mendapat stigma sebagai pembakar lahan. Padahal, aparat penegakan hukum selama ini masih lemah dalam pengawasan pada konsesi perusahaan.MR Karliansyah, Direktur Jenderal Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan KLHK menyebutkan, luasan kebakaran hutan dan lahan periode Januari-Agustus 2018 sekitar 12.175 hektar, luasan lebih kecil dibandingkan 2015 mencapai lebih dua juta hektar.Dia pun mengatakan, pada periode ini, kebakaran hutan dan lahan paling besar di luar konsesi, baik perkebunan maupun hutan." "Restorasi Gambut Harus Sejalan dengan Penegakan Hukum","“Berdasarkan data Lapan dengan kepercayaan lebih 80%, periode ini ditemukan titik panas 1.639 titik,” katanya, dengan 1.308 titk berada lahan mineral, 213 titik di lahan gambut berfungsi lindung dan 118 titik lahan gambut budidaya.Hingga kini, katanya, ada 31 pemegang izin kehutanan hutan tanaman industri dan 39 pemegang hak guna usaha perkebunan menyelesaikan dokumen rencana pemulihan. Sedangkan, penataan restorasi sudah dikerjakan 80 perusahaan perkebunan dan 14 perusahaan HTI.“Masih kita pantau, evaluasi dan supervisi bersama. Kita nanti evaluasi bisa memenuhi (standar ketinggian muka air) 0,4 meter,” katanya. Moratorium sawitYaya, panggilan akrabnya menyatakan, komitmen pemulihan gambut Presiden Joko Widodo ini, perlu diperkuat dengan menerbitkan moratorium sawit. Pengawasan, evaluasi dan audit perizinan jadi sangat krusial dalam upaya restorasi gambut karena luasan konsesi terbakar pada 2015. Belum lagi, keinginan perusahaan terus memperluas lahan, dengan begitu moratorium sawit mendesak demi perbaikan tata kelola kebun sawit.”Sebenarnya tak terjadi perubahan struktural signifikan dalam luasan konsesi perusahaan, dan tak terjadi juga paya perusahaan maupun pemerintah yang bisa memastikan tak akan terjadi lagi karhutla.”Walhi melihat,  persoalan karhutla sebagai problem struktural warisan rezim masa lalu yang bukan hanya eksploitatif, juga sektoral. Dia berharap, pembenahan tata kelol harus melampaui dari sekat-sekat birokrasi yang sudah rusak akut.Berdasarkan Perpres Nomor 1/2016 tentang BRG, dia melihat BRG dan tim gambut daerah belum ada koordinasi dan belum terbangun sinergitas, padahal harapan ke daerah terlalu tinggi.”Daerah sendiri memiliki kepentingan politik elite daerah yang seringkali tak sama dengan nasional,” kata Anton Wijaya, Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Barat.  Jadi, katanya, komitmen perbaikan tata kelola gambut ini masih tersandera banyak kepentingan." "Restorasi Gambut Harus Sejalan dengan Penegakan Hukum","Keterbatasan kewenangan BRG dalam perpres ini juga dinilai jadi hambatan dalam kelancaran pencapaian target restorasi terutama kemampuan memaksa dan penegakan hukum korporasi. Secara politik, katanya,  BRG tak memiliki kekuatan di lapangan, ketika berhadapan dengan kekuatan korporasi.Padahal, katanya,  sebagian besar dari target restorasi di konsesi perusahaan. Penegakan hukum, katanya , seolah jadi bagian terpisah dari restorasi gambut dan mandat perpres. Faktanya, pelanggaran investasi sebagian besar di lahan gambut.Riko Kurniawan, Direktur Eksekutif Walhi Riau, mengatakan, banyak titik-titik api berasal dari daerah prioritas gambut dan pada perusahaan yang dahulu mendapatkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). “Jika penegakan hukum tak tegas, titik api pasti masih terjadi,” katanya.Dia juga menilai aksi koreksi (corrective action) pemerintah  tak kelihatan, salah satu, audit kepatuhan perizinan.  Perkuat BRGWalhi pun merekomendasikan perbaikan Perpres No. 1/2016,  agar memperkuat nomenklatur atau wewenang BRG hingga mampu menjalankan fungsi-fungsi penyelamatan dan perbaikan restorasi gambut.“Hingga  BRG jadi simbol keseriusan dan komitmen kuat pemerintah dalam memperbaiki tata kelola lahan gambut di Indonesia.”Dia bilang,  memberikan perlindungan dan pengakuan terhadap wilayah kelola rakyat pada ekosistem rawa gambut bisa menjaga lahan dari karhutla. Warga, katanya, mampu mengelola lahan gambut dengan adil dan lestari, berbasiskan pengetahuan dan kearifan masyarakat adat/lokal.Nazir Foead, Kepada Badan Restorasi Gambut mengatakan, restorasi terkesan lambat karena mengutamakan partisipasi masyarakat dalam pembangunan kanal.“Jika memilih lelang lalu kontraktor mengerjakan, selesai. Tapi kan tidak begitu, masyarakat harus diajak jadi bagian dari restorasi,” katanya." "Restorasi Gambut Harus Sejalan dengan Penegakan Hukum","Berdasarkan laporan Walhi provinsi prioritas restorasi masih terjadi kebakaran, misal, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Riau dan Jambi. Kata Nazir, hasil pekerjaan restorasi belum bisa nampak dalam waktu satu tahun. “Apalagi, lahan gambut kita sudah terlanjur rusak karena bekas terbakar.”Dia membenarkan, ada kebakaran di wilayah restorasi gambut karena permukaan kering. “Masih di permukaan, pemadaman lebih mudah karena api tak merambat ke bawah.”Nazir mengatakan, lahan gambut rusak bekas terbakar, kemampuan dalam menyimpan air jadi berkurang. Terlebih, saat kemarau, gambut perlahan mengering karena penguapan.Myrna Safitri, Deputi Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi, dan Kemitraan BRG, menyebutkan,  permasalahan mengukur dampak atau pengaruh restorasi ini cukup kompleks. “Kami dengan kelompok ahli sedang menyiapkan pengukuran jelas.”Pasca 2020, BRG akan menyelesaikan tugas dan memberikan laporan kepada Presiden dengan beberapa catatan masalah di lapangan, misal, perlu instrumen regulasi memperkuat, kelembagaan, dan apakah memerlukan unit kerja tersendiri atau tidak. “(Aspek itu) sudah jadi observasi kami,” katanya, seraya berharap, kerja-kerja BRG pasca 2020, dapat dikerjakan pemerintah daerah. Keterangan foto utama: Kebakaran gambut terjadi di kebun sawit di Dusun Benuang, Desa Teluk Nilap, Kecamatan Kubu Darussalam, Rokan Hilir. Di dusun ini sedikitnya 14 rumah dan sejumlah kendaraan roda dua hangus terbakar pada pekan lalu. Hingga Jumat lalu, api masih berkobar. Foto: Zamzami/ Mongabay Indonesia  [SEP]" "Pemerintah Aceh Belum Bersikap Terhadap Tambang Emas di Beutong, Ada Rahasia?","[CLS]  Aktivis lingkungan hidup dan hak asasi manusi (HAM) bersama mahasiswa berbagai perguruan tinggi di Aceh mendesak Plt. Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, menolak kehadiran PT. Emas Mineral Murni (EMM). Perusahaan yang telah mendapatkan izin dari pemerintah pusat untuk mengeruk emas di Beutong Ateuh Banggalang, Kabupaten Nagan Raya, ini kedatangannya dianggap akan merusak hutan dan merugikan masyarakat.“Plt. Gubernur Aceh hingga saat ini belum bersikap atas nama Pemerintah Aceh. Padahal, jelas-jelas izin PT. EMM yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) tidak memperhatikan kewenangan Provinsi Aceh seperti yang diatur undang-undang,” ujar Manager Advokasi dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh, Muhammad Nasir dalam orasinya di Banda Aceh, Senin (10/12/2018).PT. EMM mendapatkan izin usaha pertambangan melalui surat Nomor: 66/1/IUP/PMA/2017 tanggal 19 Desember 2017. Luasnya 10 ribu hektar di Kecamatan Beutong Ateuh, Kabupaten Nagan Raya, dengan skema penanaman modal asing (PMA).Baca: Merusak Hutan Beutong Sama Saja Mengusik Harimau Sumatera  Padahal, menurut Nasir, terkait kewenangan pengelolaan sumber daya alam, dalam UU No 11 Pasal 156 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh, dituliskan Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota, mengelola sumber daya alam di darat maupun laut sesuai kewenangannya. Sumber daya alam tersebut dirinci pada ayat 3 yaitu pertambangan berupa mineral, batubara, panas bumi, serta kehutanan, pertanian, perikanan, dan kelautan.“Sedangkan ruang lingkup pengelolaan meliputi perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan, dan pengawasan kegiatan usaha berupa eksporasi, operasi produksi, dan budidaya,” jelasnya.Baca:   Tidak Ada Tempat untuk Perusahaan Tambang Emas di Beutong!  " "Pemerintah Aceh Belum Bersikap Terhadap Tambang Emas di Beutong, Ada Rahasia?","Nasir mengatakan, IUP PT. EMM berpotensi melanggar hukum dan cacat prosedur formil dan materil. Sebelumnya, perusahaan ini juga sudah mendapat surat persetujuan penghentian sementara melalui surat Bupati Nagan Raya Nomor 545/200/2014 tertanggal 6 Juni 2014, berlaku sampai 5 Juni 2015. “Akan tetapi, tahun 2017 pihak BKPM mengeluarkan izin baru dengan konsep PMA. Kondisi ini memiliki conflict of interest dan berpotensi cacat prosedur.”Plt .Gubernur Aceh hingga saat ini belum membentuk tim khusus sesuai permintaan DPR Aceh. “Kami curiga, di dalam perusahaan tersebut ada sesuatu yang ditutupi,” ujar Nasir.  Rekomendasi dicabutPenolakan terhadap izin PT. EMM telah dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh. Dalam rapat paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR Aceh Sulaiman Abda, pada 6 November 2018, DPR Aceh menilai, izin perusahaan bertentangan dengan kewenangan Pemerintah Aceh dan menimbulkan gejolak di masyarakat.“Persoalan ini ditangani Komisi II DPRA. Komisi yang membidangi investasi juga sudah menyiapkan rekomendasi penolakan,” kata Sulaiman Abda.Baca:   Tegas! Masyarakat Beutong Tolak Perusahaan Tambang Emas  Ketua Komisi II DPRA Nurzahri dalam laporannya menyebutkan, izin eksplorasi PT. EMM dikeluarkan tanpa rekomendasi DPR Aceh maupun Pemerintah Aceh. Izin ini melanggar sejumlah peraturan pemerintah, termasuk Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh atau UUPA.“Kami juga sudah menelusuri proses perizinannya. Dalam Analisa Dampak Lingkungan (Amdal) yang diajukan hanya konsesi lahan seluas 3.620 hektar di Kabupaten Nagan Raya. Tapi dalam izin eksplorasi, luas lahannya menjadi 10.000 hektar, bahkan hingga ke Kabupaten Aceh Tengah. Ini tidak masuk akal, luas yang diberikan melebihi Amdal yang diajukan,” ujarnya." "Pemerintah Aceh Belum Bersikap Terhadap Tambang Emas di Beutong, Ada Rahasia?","Nurzahri menambahkan, selain mendapat penolakan masyarakat, keberadaan perusahaan yang telah beraktivitas sejak 2006 itu juga bakal merusak hutan yang selama ini dijaga masyarakat. Kerusakan yang tidak akan bisa dipulihkan.“DPR Aceh merekomendasikan pencabutan izin PT. EMM. Selain itu, DPR Aceh juga meminta Pemerintah Aceh untuk membentuk tim khusus yang melibatkan DPR Aceh untuk melakukan upaya hukum terhadap IUP PT. EMM yang dikeluarkan oleh BKPM,” sebut Nurzahri melalui keputusan DPR Aceh melalui surat Nomor: 29/DPRA/2018.Baca:   Harimau Sumatera Menampakkan Diri, Pertanda Apa?  Sebelumnya, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Sapto Aji Prabowo berharap, hutan Beutong tidak dialihfungsikan untuk kegiatan yang merusak. Hutan ini sangat penting untuk jalur perpindahan satwa langka dari Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) ke hutan Ulu Masen.“Kami berharap kalau bisa, hutan Beutong tidak dirusak. Ini satu-satu jalur lintasan satwa atau koridor tersisa,” tegasnya.   [SEP]" "Pesta Demokrasi yang Korup Picu Gadaikan Sumber Daya Alam","[CLS]   Juni tahun ini, pilkada serentak 2018 akan berlangsung di 171 kabupaten dan kota dan provinsi di Indonesia. Idealnya, jutaan warga di negara demokrasi terbesar ketiga ini akan diberikan hak memilih pemimpin yang kelak menentukan dan membawa arah nasib mereka ke depan.Kenyataannya, sebagian besar dari mereka dihadapkan pada para pasangan calon yang tengah menggadaikan sesuatu untuk kepentingan korporasi secara sembunyi-sembunyi. Banyak warga tak sadar, bahwa, mereka sebetulnya sedang memilih kandidat yang didukung perusahaan pelanggar hak asasi manusia (HAM) dan melakukan kerusakan hebat lingkungan.Keterlibatan yang sepatutnya tak dilakukan korporasi terhadap pendanaan kampanye itu merupakan persoalan global. Dari negara-negara rapuh di Afrika Barat,  sampai negara demokrasi mapan seperti Amerika Serikat, proses pengambilan kebijakan oleh pemerintah kerapkali dibelokkan oleh hubungan antara politisi dan korporasi. Dalam dua dekade proses demokrasi di Indonesia, fenomena ini mengakar, sistemik, dan mendasari berbagai tantangan paling serius yang sedang dihadapi.Menemukenali bagaimana kepentingan politik dan korporasi bisa bersatu, adalah kunci memahami mengapa begitu sedikit kemajuan dicapai dalam penyelesaian dua masalah paling mengerikan di Indonesia, yakni penghancuran lingkungan dan kian marak kemunculan (proliferasi) konflik lahan dan sumber daya alam.Kedua krisis yang tak dapat terpisahkan itu tampaknya kian meluas karena tekanan korporasi terhadap politisi di daerah dan hubungan saling menguntungkan di antara mereka. Itu dimulai saat Indonesia memasuki tahun-tahun politik, terutama pilkada. Kebangkitan dan skala politik uangTransisi Indonesia menuju demokrasi mulai tahun 1998 dengan tumbangnya rezim diktator militer. Ketika itu, Presiden Soeharto menerapkan kontrol sangat ketat dan sentralistik, termasuk dalam urusan politik dan penguasaan sumber daya alam di Indonesia." "Pesta Demokrasi yang Korup Picu Gadaikan Sumber Daya Alam","Setelah era Orde Baru,  tumbang dan hegemoni pemerintah pusat ikut menyusut, giliran elit politik lokal bersama investor berlomba-lomba merebut kendali atas sumber daya yang bernilai miliaran dolar. Di masa lalu, para gubernur dan bupati/walikota yang muncul untuk memimpin di masing-masing daerah (kabupaten/kota maupun provinsi) di seluruh nusantara, awalnya dipilih Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).Pemilihan gubernur di Kalimantan Tengah (Kalteng) pada Januari 2000, menampilkan potret nyata dari politik uang yang terjadi di dalam persaingan sengit antara para calon kepala daerah. Kalteng sendiri adalah provinsi kaya potensi sumber alam dan hutan di Pulau Kalimantan yang menjadi paru-paru dunia. Saat itu, lawan dari kandidat yang menang, membocorkan daftar 31 nama anggota dewan yang menerima cek perjalanan masing-masing Rp100 juta untuk memenangkan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur tertentu.Pada malam sebelum pemilihan, ada uang Rp50 juta dibagikan ke setiap anggota DPRD, bahkan masih ada lagi uang ngucur di hari pemilihan kepada mereka yang masih ragu dan hendak menggoyahkan pilihan.Menurut laporan dari sebuah konsorsium lembaga swadaya masyarakat setempat, dikutip dari sebuah makalah akademis, pemodal yang mendanai kampanye itu ialah Abdul Rasyid. Setelah itu, pengusaha ini dengan leluasa mengambil kayu dari taman nasional di Kalteng.  Tahun 2005, perubahan besar terjadi dan mengubah wajah demokrasi di Indonesia dengan ada pilkada langsung. Rakyat mempunyai hak memilih sendiri kepala daerah masing-masing. Harapan bahwa kandidat tidak akan sanggup membeli suara dari konstituen seperti yang pernah mereka lakukan terhadap anggota parlemen, tampaknya keliru." "Pesta Demokrasi yang Korup Picu Gadaikan Sumber Daya Alam","Justru, terjadi perpindahan kekuasaan secara dramatis terhadap kontrol atas tanah, tambang, maupun sumber alam lain dari para pemegang kebijakan di Jakarta kepada “raja-raja kecil” di daerah. Hal itu malah menyebabkan, nilai “upeti” yang diberikan makin membengkak. Dana-dana kampanye pun dilihat layaknya investasi yang berpotensi memberikan keuntungan bagi para pengusaha dan korporasi.Kini, setelah 13 tahun berjalan, para pakar politik dan pengamat mendokumentasikan sejauh mana proses pemilu berlangsung, termasuk peran kunci dari permainan uang yang menyertai.Sebuah buku berjudul Electoral Dynamics (2016), memperlihatkan proses pemilu legislatif tahun 2014. Pada buku itu diungkapkan, “Anggapan umum yang berkembang di media adalah bahwa para kandidat perlu memberikan uang tunai kepada pemilihnya, membagi-bagikan barang atau hadiah, dan menyuap… para pejabat di berbagai tingkatan di mana hal itu sebelumnya tidak pernah terjadi dalam sejarah politik elektoral di Indonesia.”Sementara itu, dikutip dari buku lain berjudul Democracy for Sale yang akan diluncurkan tahun ini, mengutarakan, “Pertukaran berbagai dukungan maupun keuntungan material di seluruh tahapan siklus politik elektoral telah melekat kuat, hingga amat tepat mengatakan,  bahwa demokrasi di Indonesia memang sedang dijual.”Proses itu melibatkan banyak tindakan mahal dan melanggar hukum. Untuk mendapatkan surat suara, para kandidat harus memperoleh dukungan partai politik (parpol) mewakili sedikitnya seperlima kursi di DPRD. Ada saja oknum dari parpol yang mengenakan biaya terlampau tinggi. Secara halus, mereka menyebutnya dengan “mahar politik.”" "Pesta Demokrasi yang Korup Picu Gadaikan Sumber Daya Alam","Ward Berenschot, salah satu penulis buku Democracy for Sale, memprediksi, harga di daerah kaya sumber daya alam dapat mencapai nominal Rp1 miliar (sekitar US$72.000) untuk setiap kursi di parlemen. Pada Januari lalu, seorang calon gubernur mengakui kalau diminta membayar mahar politik Rp40 miliar (sekitar US$2,9 juta) untuk mendapatkan dukungan sebuah parpol.Mereka yang ingin menghindari praktik mahar politik, dapat maju sebagai calon independen. Untuk bisa merealisasikan, kandidat independen harus sanggup mengumpulkan tanda tangan 6,5 sampai 10% dari jumlah pemilih terdaftar di daerah pemilihan. Pekerjaan itu tentu sangat menantang mengingat luasan dan jumlah populasi berbeda-beda di Indonesia.Kenyataannya, hanya segelintir calon independen yang mampu memenuhi syarat itu. Pada provinsi yang relatif besar, misal, target tanda tangan dan salinan KTP yang harus dikumpulkan bisa mencapai 800.000 orang.Abdon Nababan, aktivis senior dalam gerakan masyarakat adat, berjuang untuk maju sebagai calon independen di daerah asalnya, Sumatera Utara. Dia gagal mengumpulkan tanda tangan sesuai target dalam waktu sangat terbatas.“Jika saya maju melalui parpol, akan ada banyak uang yang dibutuhkan,” kata Abdon. “Karena hampir semua parpol di Indonesia itu tidak benar-benar berlandaskan pada ideologi, melainkan transaksi-transaksi politik.”Sebuah survei terhadap para calon kandidat oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mengidentifikasi, mahar politik merupakan komponen paling mahal dari sebuah kampanye politik. Pada proses awal, sejumlah calon berusaha mendapatkan dukungan dari berbagai pihak untuk memenangkan persaingan dengan nama-nama calon yang bakal muncul.Tahapan selanjutnya,  bisa jadi sama mahal karena mereka akan membagi-bagikan uang dan hadiah kepada para pemilih. Meski jumlah per kepala mungkin relatif kecil, tetapi biaya kumulatif dari praktik ilegal itu sangatlah mahal." "Pesta Demokrasi yang Korup Picu Gadaikan Sumber Daya Alam","“Ternyata masyarakat melihat politik itu siapa yang suka kasih uang, kasih materi — itu lebih dominan,” kata Alfridel Jinu, mantan wartawan yang pernah maju dalam pilkada di Kabupaten Gunung Mas, Kalteng, tahun 2013. Dari tempatnya, dia mengutarakan dengan lantang, “Jadi siapa yang bisa memberi suplai konsumtif itu maka akan menjadi pilihan.”Kandidat yang menang dalam pertarungan itu adalah Hambit Bintih yang kemudian dipenjara karena korupsi. Dia diduga telah “membeli” suara Rp300.000 per kepala (setara US$26). Di kabupaten dengan jumlah sekitar 60.000 pemilih, total biaya yang dikeluarkan lebih US$1,5 juta.Di Sumatera Utara, provinsi di mana Abdon Nababan gagal mengumpulkan target suara sebagai calon independen.Jadi, perkiraan biaya pemenangan kepala daerah dalam pilkada, bisa dibilang mencapai puluhan miliar rupiah atau setara jutaan dolar. Menurut kajian KPK tahun 2016, prediksi biaya itu antara Rp20-Rp30 miliar.Mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas pernah mengungkapkan,  pada majalah Tempo bahwa pemilihan kepala daerah di Jawa Tengah memerlukan biaya hingga Rp52 miliar.Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo memperkirakan,  biaya pemenangan pilkada menelan angka hingga Rp75 miliar.Tak ada batasan untuk belanja kampanye, kecuali hal itu berlaku lokal tetapi ada batas untuk donasi kampanye, yaitu Rp1 miliar per individu dan Rp4 miliar per lembaga atau perusahaan. Meski begitu, pada kenyataan, kontribusi bisa jauh melampaui ketentuan.Berbagai kelemahan dan banyak celah luput dalam pemantauan, menyebabkan muncul situasi yang diibaratkan oleh Marcus Mietzner dengan “even the most blatant violations are not investigated.” (Bahkan, pelanggaran paling mencolok sekali pun tidak diselidiki.)" "Pesta Demokrasi yang Korup Picu Gadaikan Sumber Daya Alam","Satu parpol, ungkap profesor dari Australian National University (ANU) itu, bisa membelanjakan uang hingga Rp100 miliar untuk iklan televisi saja pada pemilihan legislatif 2009. Parpol menggandakan sendiri seluruh anggaran yang dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu). Sedangkan sumber uang, tampaknya tetap tersembunyi dan dirahasiakan secara aman.Tidak jarang, para calon mempertaruhkan tabungan mereka sendiri sebagai modal kampanye atau ada pula yang sampai berutang. Kalaupun ada, sangat sedikit dari mereka yang cukup kaya untuk memodali sendiri keseluruhan biaya kampanye politik.“Mustahil bagi mereka menutupi biaya dari kantong sendiri,” kata Jimly Asshiddiqie, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi. “Itu pasti dari donor korporat.” Dana kampanye dan persekongkolanKPK mewawancarai 450 dari hampir 800 pasangan calon yang ikut dalam pilkada 2015. Dua pertiganya melaporkan, para pemodal yang membiayai kampanye politik mereka, meminta balasan sebagai imbal jasa. Hal itu dapat berupa kontrak-kontrak dengan pemerintah, pekerjaan, kebijakan, dan izin bisnis.Sejalan diutarakan Mietzner. “Kandidat yang berhasil menduduki jabatan… menganggap ‘pos baru’ mereka itu sebagai utang yang penting atau suatu kewajiban untuk melayani kepentingan sponsor mereka.”Ketika kepentingan para calon terkonsentrasi pada jumlah pemilih atau area tertentu (konstituen), wakil perusahaan atau bisnis keluarga sudah siap menaruh orang di sana. Saat dua kepentingan berbeda (politik dan bisnis), bertemu pada suatu titik, sesungguhnya ia bisa jadi momentum korporasi mendapatkan dan memainkan kekuasaannya. Perusahaan bisa efektif mengambil jabatan politik itu sendiri.  Gubernur Kalteng yang menjabat sekarang, Sugianto Sabran, adalah keponakan Abdul Rasyid. Kini, Rasyid dikenal sebagai miliarder dengan sumber kekayaan dari perkebunan sawit." "Pesta Demokrasi yang Korup Picu Gadaikan Sumber Daya Alam","Contoh lain, ada Gubernur Lampung, Muhammad Ridho Ficardo. Dia tak lain putra direktur di Sugar Group Companies, sebuah perusahaan induk dari perkebunan dan pabrik gula.“Kedekatan dengan perusahaan, saya bukan dekat, itu keluarga saya,” kata Ridho menanggapi pertanyaan tentang sangkut paut dirinya dengan perusahaan itu. “Tidak ada yang minta dilahirkan jadi anak raja.”Setelah Ridho menang pilkada pada 2014, bisa jadi angin segar bagi kelanjutan izin-izin perusahaan perkebunan itu,  di mana karung-karung gula berukuran besar berhias foto dirinya dibagi-bagikan kepada pemilih disertai uang tunai. Pengamat setempat memperkirakan bahwa proses pilkada telah menelan biaya hingga Rp500 miliar.Begitu menjabat, ada banyak cara bagi pemenang yang duduk di tampuk kepemimpinan mengatur pembayaran “balas jasa” kepada para donatur sekaligus mempersiapkan amunisi untuk pemenangan pada kampanye politik di putaran kedua.Mereka bisa saja menggelembungkan harga-harga proyek infrastruktur dan memberikan kontrak-kontrak yang menguntungkan perusahaan yang berada di bawah kendali sanak keluarga maupun kroni-kroninya. Mereka dapat mengeruk uang melalui penggelembungan biaya pengadaan alkes (peralatan rumah sakit) atau tanker minyak. Politisi di daerah-daerah yang kaya tambang dan mineral, telah memainkan kendali strategis atas izin-izin yang dikeluarkan untuk pertambangan.Bagi para bupati yang mengambil alih kendali di daerah-daerah dengan ekonomi yang relatif stagnan dan pembangunan infrastruktur lemah, tanah merupakan komoditas paling berharga yang bisa mereka gadaikan. Izin-izin perusahaan perkebunan sawit di Kalimantan, biasa dijual pada kisaran US$400-US$1.200 per hektar atau sekitar Rp5,2 juta sampai 15,6 juta per hektar. Para bupati dapat menerbitkan izin-izin terhadap ribuan hektar lahan sekaligus kepada siapa saja yang mereka inginkan." "Pesta Demokrasi yang Korup Picu Gadaikan Sumber Daya Alam","Jadi, bukanlah suatu kebetulan jika pada awal penyelenggaraan pilkada langsung disertai praktik pembelian suara secara massal tahun 2005, diikuti juga fenomena yang membuntuti, yaitu ledakan perkebunan sawit. Tingkat ekspansi perkebunan sawit di Kalimantan setelah tahun 2005, terbukti menunjukkan peningkatan hingga empat kali lipat lebih 3.750 kilometer persegi per tahun.  Korupsi, transaksi lahan, dan pemiluEkspansi perkebunan sawit punya konsekuensi lain yang harus dibayar dengan harga tak ternilai. Kebun sawit memicu penghancuran hutan hujan di Indonesia dan membawa negara ini masuk dalam peringkat atas daftar penghasil emisi karbon global. Ekspansi sawit juga menjerumuskan ribuan desa ke konflik dengan desa-desa tetangga mereka, dengan pemerintah, dan perusahaan yang telah merampas tanah mereka.Mongabay dan The Gecko Project menyelidiki seluk beluk korupsi yang mendorong penerbitan izin-izin untuk perusahaan perkebunan. Dalam dua kasus yang kami paparkan ini, kami menemukan ada hubungan langsung antara ekspansi lahan perkebunan dan korupsi dalam politik elektoral. Temuan ini menunjukkan,  situasi yang mempertegas ada praktik-praktik korupsi berakar kuat pada persoalan deforestasi dan konflik lahan selama ini.Kasus pertama yang kami telusuri, adalah kasus Bupati Seruyan, Kalimantan Tengah, yang menerbitkan izin-izin kepada 18 perusahaan cangkang yang didirikan keluarga dan kroni-kroninya. Perusahaan cangkang adalah sebutan bagi perusahaan aktif, tetapi terlihat tak memiliki operasi bisnis maupun aset signifikan dan dicurigai sebagai tempat persembunyian atas usaha lain. Pada waktu relatif cepat, perusahaan-perusahaan ini berpindah tangan jadi milik dua perusahaan sawit terbesar di Indonesia dengan nilai mencapai jutaan dolar. Anak dari bupati itu, menjual salah satu perusahaan hanya dalam waktu tiga bulan sebelum ayahnya maju. Pertarungan di daerah pun dirusak tuduhan politik uang." "Pesta Demokrasi yang Korup Picu Gadaikan Sumber Daya Alam","Pada kasus kedua, seorang bendahara kampanye Bupati Gunung Mas, Kalimantan Tengah, diketahui menjual lima perusahaan ke perusahaan sawit Malaysia pada bulan-bulan mendekati pemungutan suara. Dugaan biaya kampanye politik membengkak hingga Rp97,2 miliar. Sebagian dari uang itu kemungkinan besar untuk menyuap Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar agar mengeluarkan keputusan yang menguntungkan pihak bupati.Tak dapat dibantah lagi. Dua kasus yang dipaparkan itu setidaknya memberikan bukti bahwa korupsi memainkan peran begitu luar biasa dalam mendorong deforestasi dan konflik lahan.Di Seruyan, korupsi berujung pada perluasan lahan untuk perusahaan perkebunan sawit secara dramatis. Namun, masyarakat tak mendapat manfaat ekonomi dari kehadiran sawit. Sedangkan di Gunung Mas, bupati menerbitkan izin-izin di banyak kawasan perbatasan desa. Masyarakat desa pun memprotes perkebunan yang hendak merampas hutan-hutan tempat hidup mereka.Ada indikasi kuat, praktik serupa tersebar luas di berbagai penjuru Indonesia. Tampaknya hal itu masih ditutup rapat dan seolah jadi “rahasia” umum. Belum ada data komprehensif menguatkan indikasi ini.Meski begitu, belakangan KPK mengadili para kepala daerah yang memperdagangkan izin-izin melalui suap. Baru-baru ini, pada Oktober lalu, Rita Widyasari, Bupati Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, jadi terdakwa kasus gratifikasi perizinan perusahaan perkebunan Rp6 miliar. Ibu dari Rita, Dayang Kartini, adalah pemegang saham terbesar di perusahaan berbeda yang mengoperasikan banyak pertambangan batubara di kabupaten sama.  " "Pesta Demokrasi yang Korup Picu Gadaikan Sumber Daya Alam","Di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, Íyang maju menggantikan ayahnya sebagai bupati, Morkes Effendi, diyakini membiayai kampanye politik dengan menjual izin-izin pertambangan yang melekat pada sejumlah perusahaan cangkang. Lalu, ada pula seorang bupati di Sumatera, Tengku Azmun Jaffar, menggunakan perusahaan cangkang dan memandatkan anggota keluarga (sebagai proksi)-dengan kekuasaan yang dipegangnya-untuk memuluskan jalan bagi serangkaian perkebunan kayu.Dari kasus-kasus yang terungkap maupun wawancara dengan sejumlah pejabat pemerintah, eksekutif perusahaan, dan pengacara, dapat disimpulkan, korupsi terjadi tampak dari, antara lain,  pertama, penggunaan perusahaan cangkang tak bisa ditelusuri asal-usul aktivitas bisnis. Perusahaan cangkang ini sebagai saluran menjual izin-izin kepada investor yang sesungguhnya.Kedua, izin dipercepat atau diterbitkan tanpa pemenuhan prasyarat sesuai hukum, seperti analisis dampak lingkungan. Ketiga, sejumlah besar izin untuk anak perusahaan dari satu grup bisnis dalam waktu singkat. Keempat, izin keluar oleh politisi yang kemudian divonis bersalah atas pelanggaran korupsi lain. Kelima, izin yang diterbitkan atau dijual saat kampanye menjelang pencoblosan.Mungkin bisa jadi ada alasan yang masuk akal dalam beberapa hal tetapi dari kasus-kasus yang dipaparkan, jadi sangat jelas bahwa memang ada persekongkolan antara politisi, perusahaan, dan perantara yang melakukan pemindahan aset antara mereka.Analisis kami terhadap basis data izin-izin yang dikeluarkan pemerintah dan sejumlah dokumen perusahaan, menunjukkan, mereka tersebar luas di seluruh kabupaten yang paling banyak ditargetkan oleh perusahaan-perusahaan sawit raksasa sebagai pemain utama." "Pesta Demokrasi yang Korup Picu Gadaikan Sumber Daya Alam","Berbagai ancaman paling signifikan terhadap hutan Indonesia yang muncul beberapa tahun terakhir, sebetulnya sudah jadi peringatan keras yang tak bisa diabaikan. Di Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku, Bupati Theddy Tengko mengeluarkan izin 28 perkebunan tebu di lahan 4.800 kilometer persegi. Ia terjadi rentang waktu lima bulan menjelang pemungutan suara– di mana dia berharap mempertahankan kursi.Lalu, izin terakhir datang lima hari sebelum pencoblosan. Izin-izin ini tampak begitu dipaksakan segera terbit dan keluar tanpa ada analisis dampak lingkungan sesuai aturan hukum.Theddy kemudian divonis bersalah karena menggelapkan uang Rp43 miliar dari anggaran daerah.Ekspansi sawit jadi ancaman terbesar bagi hutan Indonesia. Di Papua, izin-izin untuk perkebunan sawit dikeluarkan Bupati Yusak Yaluwo yang kemudian dipenjara karena kasus penggelapan dana Rp67 miliar. Sementara rencana proyek di Kepulauan Aru berhasil dikalahkan gerakan massif masyarakat sipil di kalangan akar rumput. Sedang,  proyek di Papua terus berlanjut. Sejauh ini, belum ada tindakan hukum yang diambil. Jalan tempuh berbedaDi balik potret politik kotor, harapan masih tetap ada. Sejumlah kepala daerah lain bermain dengan melawan arus. Mereka melakukan kampanye dengan program dan kebijakan yang populer, seperti subsidi layanan kesehatan. Mereka juga tak segan-segan untuk menolak bujuk rayu korporasi ketika menjabat. Para kepala daerah seperti itu, sayangnya, relatif lebih banyak di kawasan perkotaan yang memiliki corak ekonomi campuran atau relatif beragam,  di mana tak ada satu kepentingan terlihat mendominasi." "Pesta Demokrasi yang Korup Picu Gadaikan Sumber Daya Alam","Contoh nyata itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang memulai karier politik sebagai Wali Kota Surakarta, Jawa Tengah, kemudian sebagai Gubernur Jakarta. Para penulis buku Democracy for Sale, berpendapat, pemimpin-pemimpin serupa Jokowi sangat kecil kemungkinan muncul di tempat-tempat yang memiliki corak ekonomi terkonsentrasi pada satu atau segelintir sektor utama.Kondisi itu, menurut mereka, cenderung terjadi di daerah perdesaan maupun kawasan hutan di mana agribisnis dan industri ekstraktif tampak begitu menonjol.Ada beberapa bukti untuk menunjukkan bahwa kandidat yang lebih mementingkan kepentingan rakyat atau publik memiliki peluang untuk menang. Mereka yang berhasil mengambil hati rakyat, dapat menyingkirkan kepentingan perusahaan yang sudah mengakar. Untuk bisa mendukung situasi itu dan memecah hegemoni persekongkolan mafia-mafia di daerah, perlu intervensi jauh lebih besar. Itu tak hanya dilakukan KPK, juga partisipasi masyarakat sipil. Beberapa perkembangan progresif di bidang hukum belakangan ini bisa mendukung kerja-kerja melawan korupsi.Saat ini, banyak pejabat publik, termasuk lebih dari 70 kepala daerah, dipenjara atas kasus penyuapan. Tetapi, masih belum banyak penyidikan dan penyelidikan mampu mengungkap perusahaan-perusahaan yang menjadi ujung tombak dari praktik-praktik korupsi di daerah.Masalah ini sebetulnya diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung No. 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi (Perma 13/16). Perma 13/16 bisa dikatakan membawa perubahan radikal dalam penegakan hukum. Peraturan ini, menghilangkan hambatan hukum yang dihadapi KPK dalam meminta pertanggungjawaban perusahaan-perusahaan yang selama ini banyak melarikan diri atau berdalih dari konsekuensi atas bukti keterlibatan mereka dalam kasus-kasus korupsi." "Pesta Demokrasi yang Korup Picu Gadaikan Sumber Daya Alam","Peraturan Presiden No. 13/2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (Perpres 13/18) keluar Maret ini. Ia bisa digunakan untuk mengungkap siapa sesungguhnya penerima manfaat dari perusahaan dan mengurangi kemampuan politisi kongkalikong dengan perusahaan maupun kroni-kroni yang tak lain adalah sanak keluarga mereka sendiri. Perpres ini diharapkan dapat memandatkan peninjauan situasi terhadap izin-izin perkebunan sawit.Investigasi kami menunjukkan, hambatan penegakan hukum sebetulnya tak melulu mengacu pada keterbatasan payung hukum, ada juga tekanan politik dialami KPK. Jadi, amat penting mempertimbangkan kapasitas dan beban yang diemban lembaga ini dalam memburu para pelaku kejahatan tindak pidana korupsi.Bisikan-bisikan dari perusahaan perkebunan untuk bisa melanggengkan ekses-ekses bisnis, tampaknya sama-sama kuat dengan gerakan masyarakat sipil yang tanpa henti melawan upaya perusakan hutan dan perampasan lahan.Pertanyaannya, apakah dengan situasi carut marut antara politik elektoral maupun krisis lingkungan dan sosial ini, bisa berdampak pada impunitas yang terus berlanjut?  ***Tulisan ini bagian pertama dari tiga analisis akan diterbitkan The Gecko Project dan Mongabay, seputar pilkada Serentak yang dijadwalkan berlangsung akhir Juni 2018. Rangkaian artikel itu merupakan bagian dari seri “Indonesia for Sale.”Artikel kedua akan membahas mengenai berbagai peraturan dan implementasi yang sejauh ini memberikan kontribusi pada berlangsungnya praktik korupsi di daerah. Artikel ini akan memaparkan berbagai contoh terkait intervensi yang bisa dilakukan masyarakat sipil dalam memerangi praktik serupa di negara-negara lain, seperti India, Chili, dan Amerika Serikat. Artikel berbahasa Inggris bisa ditemukan di Mongabay.com " "Pesta Demokrasi yang Korup Picu Gadaikan Sumber Daya Alam","Keterangan foto utama: Hutan berubah jadi kebun sawit di Sare Rangan, Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Pilkada korup memicu izin-izin konsesi lahan keluar sebagai modal kampanye politik. Foto: Sandy Watt untuk The Gecko Project.  [SEP]" "Peralihan Cantrang, Pilih Mengganti atau Berhenti Melaut?","[CLS] Nelayan di sejumlah kabupaten/kota yang ada di kawasan Pantai Utara Jawa, terus mendapat desakan dari Pemerintah untuk segera mengganti alat tangkap cantrang yang masuk kelompok alat penangkapan ikan (API) tidak ramah lingkungan dengan API yang ramah lingkungan. Penggantian itu mendapat pengawalan ketat dari Tim Khusus Peralihan Alat Tangkap yang Dilarang.Untuk mempercepat proses penggantian, Pemerintah tak hanya menerjunkan tim khusus tersebut ke lapangan, tapi juga menutup akses bagi para pemilik kapal yang menggunakan cantrang untuk bisa menangkap ikan di laut. Ancaman itu tidak main-main, karena Pemerintah sudah membuktikannya dengan tidak mengeluarkan izin apapun kepada para pemilik kapal yang menolak untuk mengganti alat tangkap.Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di Jakarta, Senin (12/2/2018), menyebutkan, dari semua kapal yang dilakukan pendataan di kawasan Pantura, sebanyak 111 kapal terpaksa dilarang untuk melaut dan tidak diberikan izin dalam bentuk apapun. Pelarangan tersebut dikeluarkan, karena kapal-kapal tersebut bersikukuh akan tetap menggunakan cantrang sebagai alat tangkap mereka.“Kita tidak kasih karena sudah sesuai arahan Pak Presiden (Joko Widodo) bahwa semua nelayan cantrang harus mengikuti peralihan alat tangkap. Namun, mereka nyatanya masih menolak. Berjanji untuk beralih saja tidak mau mereka ini,” jelasnya.baca : Satgas Khusus Dibentuk untuk Selesaikan Polemik Cantrang?  Walau 111 kapal cantrang tersebut belum menyatakan kesanggupan untuk mengganti alat tangkapnya dan berimbas tidak bisa melaut, tetapi Pemerintah tetap memberi kesempatan kepada para pemiliknya untuk menandatangani Surat Pernyataan Kesanggupan dan melengkapi semua dokumen kepemilikan kapal cantrang yang dibutuhkan.“Kita memberi kesempatan kepada mereka untuk melakukan penggantian alat tangkap. Jika tidak mau, ya berarti izin melautnya tidak akan pernah dikeluarkan,” ungkap dia." "Peralihan Cantrang, Pilih Mengganti atau Berhenti Melaut?","baca : Nelayan Ajukan Jaminan untuk Proses Pergantian Cantrang, Apa Saja?Menurut Susi, larangan melaut tersebut hanya berlaku bagi kapal yang menolak untuk mengganti alat tangkap cantrang ke alat tangkap ramah lingkungan. Sementara, bagi kapal-kapal yang sudah bersedia untuk mengganti namun masih dalam proses pergantian, Pemerintah memastikan bahwa kapal-kapal tersebut tetap diperbolehkan untuk menangkap ikan di laut.Bahkan, kata Susi, khusus untuk kapal-kapal tersebut, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Kepolisian RI, Badan Keamanan Laut (Bakamla), dan Kepala Staf Angkatan Laut, agar tidak menangkap kapal yang berada di laut, yang sedang melakukan proses pergantian cantrang.“Itu berlaku bagi kapal yang sudah memiliki Surat Keterangan Melaut (SKM). Itu artinya, kapal tersebut sedang mengganti alat tangkap cantrang ke alat tangkap yang ramah lingkungan,” tutur dia.Kapal itu disyaratkan juga menggunakan alat vessel monitoring system (VMS). Sementara, yang belum memiliki VMS, dilarang melaut meskipun sudah dinyatakan layak beroperasi oleh tim khusus.“Selain karena cuaca juga yang membuat kapal-kapal tersebut dilarang melaut. Biar aman,” tambahnya.baca : Nelayan Pantura Masih Ada yang Tolak Pergantian Cantrang  Surat Pernyataan MelautSebelum mendaptakan SKM, Susi Pudjiastuti mengatakan, para nakhoda kapal sebaiknya membuat Surat Pernyataan Melaut (SPM) terlebih dahulu. Dengan demikian, setelah SPM keluar, SKM bisa diproses dan diterbitkan untuk izin melaut lagi.Adapun, menurut dia, kapal-kapal yang diharuskan membuat SPM, adalah kapal yang sudah menyanggupi untuk mengganti alat tangkap cantrang dengan yang ramah lingkungan. Untuk kapal-kapal seperti itu, dari hasil pendataan tim khusus, jumlahnya sudah terus bertambah. Termasuk, sebanyak 229 kapal cantrang yang ada di Kota Tegal, Jawa Tengah dan menyatakan sanggup untuk mengganti." "Peralihan Cantrang, Pilih Mengganti atau Berhenti Melaut?","Pendataan di Kota Tegal sendiri, disebutkan Susi sudah dilakukan sejak 30 Januari hingga 9 Februari. Selama proses tersebut, selain mendata jumlah kapal yang bersedia dan tidak untuk melakukan penggantian alat tangkap, tim khusus juga mendata Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang diterima dari pemilik kapal cantrang dan dinyatakan layak operasi di laut lagi.“Dari hasil pendataan, didapat angka hingga 9 Februari jumlahnya sudah mencapai Rp4 miliar,” ungkapnya.baca : Nelayan Cantrang Bebas dari Pidana di Atas Laut, Tapi ….Dari Kota Tegal, tim khusus berpindah lokasi ke Kabupaten Rembang, Jateng, dan mendapatkan setidaknya 336 kapal cantrang yang diketahui memakai cantrang sebagai alat tangkap utama.Dari jumlah tersebut, Susi menyebutkan, sebanyak 259 kapal diantaranya diketahui berukuran di atas 30 gros ton (GT) dan 77 kapal berukuran di bawah 30 GT. Sementara, dari total kapal di Rembang yang menggunakan cantrang, disebutkan bahwa 75 persen sudah melakukan pemalsuan ukuran hingga lebih kecil dari ukuran sebenarnya (mark down).“Apabila terdapat pemilik kapal cantrang yang mendapatkan kesulitan mengganti alat tangkap karena biayanya mahal, Pemerintah siap membantu fasilitas permodalan untuk pergantian alat tangkap,” tegas dia.  Sebelumnya, Ketua Tim Khusus Peralihan Alat Tangkap yang Dilarang Widodo menjelaskan, tim khusus bekerja memantau kapal-kapal yang diperbolehkan kembali beroperasi oleh Presiden Jokowi. Kapal-kapal tersebut, tetap boleh beroperasi tetapi harus melaksanakan proses pergantian alat tangkap ke yang ramah lingkungan.“Jadi, selama masa peralihan alat tangkap menjadi ramah lingkungan, kapal cantrang masih diperbolehkan untuk beroperasi,” ungkap Widodo saat di Tegal, akhir pekan lalu." "Peralihan Cantrang, Pilih Mengganti atau Berhenti Melaut?","Saat melakukan pendataan di lapangan, Widodo mengungkapkan, pihaknya menemukan ratusan kapal yang diduga kuat melakukan mark down atau ukuran kapal yang asli lebih besar dari ukuran yang tertulis resmi dalam surat. Aksi kecurangan tersebut, harus ditiadakan karena merugikan banyak pihak, termasuk nelayan lain dan Negara.“Jadi di dalam surat tertera 30 GT (gros ton), padahal aslinya ada yang 50. Ada yang 100 GT bahkan 155 GT,” sebut dia.Menurut Widodo, kapal-kapal yang melakukan mark down tersebut bisa mengacaukan pengawasan yang dilakukan Pemerintah. Hal itu, karena Pemerintah menerapkan regulasi untuk setiap ukuran kapal. Salah satu contohnya, adalah regulasi izin untuk kapal berukuran lebih dari 30 GT yang seharusnya dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat.“Tetapi, karena melakukan mark down, kapal yang seharusnya ukuran lebih dari 30 GT, kemudian menjadi di bawah 30 GT. Akibatnya, izin kemudian dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah,” tegasnya.Mengingat pentingnya pendataan kapal, Widodo meminta kepada semua pemilik kapal untuk mendaftarkan diri ikut proses pendataan dengan cara mendatangi langsung lokasi pendataan. Kehadiran pemilik, sangat dinantikan karena itu bisa memastikan akurasi data yang dibutuhkan.“Jadi pendaftarannya ini, pemiliknya yang kita harapkan datang langsung. Tatkala bukan pemiliknya , kami minta harus ada. Karena kita ingin data-data yang akurat dari kepemilikan kapal ini,” tegas dia.  Pendataan ulang kapal menjadi bentuk komitmen KKP dalam menjalankan perintah Presiden pada 17 Januari 2018 lalu. Setelah dilakukan pendataan, KKP baru akan memberikan rekomendasi untuk berlayar atau tidak. Cara tersebut sesuai dengan arahan Presiden yang meminta agar nelayan cantrang tetap bisa melaut selama proses pergantian alat tangkap." "Peralihan Cantrang, Pilih Mengganti atau Berhenti Melaut?","Selain di Kota Tegal, Widodo menyebutkan, pendataan ulang, verifikasi, dan validasi kapal cantrang juga dilakukan di Batang, Pati, Rembang, Lamongan, dan Pekalongan. Proses yang sedang berlangsung tersebut sudah dimulai sejak Kamis (1/2/2018) lalu.  [SEP]" "Cerita Perempuan Penyelamat Mangrove dari Nagalawan","[CLS] Upaya Jumiati dan para perempuan di Desa Nagalawan, menanam mangrove di pesisir kritis, tak hanya mengatasi dan mencegah bencana seperti abrasi pantai dan banjir bandang juga bermanfaat bagi peningkatan ekonomi warga. Mereka mengolah beragam produk dari mangrove. Kawasan itupun jadi tempat wisata edukasi mangrove. Namanya Jumiati. Dialah penggerak perempuan nelayan dari Desa Sei Nagalawan, Kabupaten Sedang Bedagai (Sergai), Medan, Sumatera Utara. Dia menyambut saya ramah saat datang ke penginapannya di Bandung. Kala itu, dia menghadiri konferensi Global Land Forum 2018.Jumiati tampak menyeduh segelas teh seraya menggendong anaknya yang masih berusia delapan bulan. Saat wawancara, anaknya dijaga perempuan nelayan lain yang tergabung dalam Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia.Begitu juga kala Jumiati jadi narasumber Inisiatif Perlawanan Rakyat, Melawan Solusi Palsu Ekonomi Global, rekannya yang membantu menjaga sang bayi.”Saya berharap inisiatif masyarakat lokal yang lahir secara natural bisa dipandang oleh pemerintah,” kata perempuan 39 tahun ini.Ibu tiga orang anak ini bersama sang suami menginisasi perempuan nelayan menanam mangrove di pesisir laut, di daerah tempat mereka tinggal.”Mangrove banyak manfaat, seperti menahan abrasi,” katanya.Pengetahuan menanam itu dia dapat dari keluarga sang suami. Pada 1980-an, kawasan itu banyak mangrove namun terbabat habis oleh perusahaan yang mengelola tambak. Pesisir jadi gersang, bahkan hampir hilang.Dampaknya, masyarakat yang panen. Penghasilan nelayan kian menurun, abrasi, banjir kalau ada pasang besar.Jumiati berharap, hutan mangrove sekaligus dapat menopang ekonomi keluarga warga sekitar pesisir.Satu demi satu bibit mangrove mereka tanam hingga kini sudah belasan hektar. Awalnya, mereka mulai sangatlah sulit, banyak orang menganggap aksi mereka tak memberikan manfaat." "Cerita Perempuan Penyelamat Mangrove dari Nagalawan","”Dianggap kurang kerjaan oleh laki-laki dan banyak ejekan lain, tapi saya tetep jalan,” katanya, seraya bilang ingin mengembalikan kondisi hutan mangrove seperti dulu. Dia tetap semangat. Dia berpikir, ejekan mungkin karena mereka pengetahuan manfaat hutan mangrove bagi mereka terutama warga pesisir atau nelayan.Lambat laun, pelahan-lahan, pengetahuan masyarakat tumbuh, mulai ada kesadaran peduli alam. Mereka sudah tau tak boleh menebang pohon sembarang dan betapa penting hutan mangrove.  Bersama Jumiati, para perempuan tak hanya menikmati manfaat mangrove sebagai benteng alam dari abrasi, juga secara ekonomi. Tempat itu jadi wisata edukasi, dengan masyarakat jadi pengelola.Warga kini menawarkan paket edukasi plus wisata, seperti kelas mangrove, adopsi pohon, tracking dan kelas pengolahan hasil dari mangrove.”Semua saya lakukan otodidak, belum ada pendampingan kala itu,” katanya sambil bilang, pernah ikut sekali penyuluhan dari Dinas Koperasi Sumatera Utara.Bersama para perempuan, dia pun membuat usaha lain seperti sembako dan simpan pinjam. Sampai pada akhirnya, Oktober 2005, dia membentuk Koperasi Kelompok Perempuan Nelayan Muara Tanjung. Kini anggota koperasi simpan pinjam ada 67 orang. Ia gabungan antara nelayan laki-laki (30 orang) dan perempuan (37 orang).Debut awal koperasi dia memikirkan, bagaimana pendataan pengeluaran dan pemasukan, memberikan pinjaman dan mengajak warga menabung.Perempuan keturunan Sumatera dan Jawa ini pun sempat memutar otak mencari cara yang hendak mereka lakukan untuk peningkatan ekonomi masyarakat.”Kita buat produk olahan dari mangrove, seperti kerupuk jeruju, teh, sirup mangrove, selai mangrove dan dodol mangrove,” katanya. Produk kelolaan ini sudah dilengkapi izin Dinas Kesehatan, maupun label halal." "Cerita Perempuan Penyelamat Mangrove dari Nagalawan","Ketekunan Jumiati dan kelompoknya sejak 2004 membuahkan hasil. Kini koperasi nelayan ini punya enam unit usaha, yakni, simpan pinjam bermodal kepercayaan, wisata edukasi mangrove, pengolahan produk turunan mangrove dan hasil laut.Unit usaha itu lahir, katanya, dari kebutuhan masyarakat, misal, simpan pinjam perlu ada karena nelayan sulit mendapatkan utang perbankan. ”Biasa pakai agunan, mana kita punya itu. Mengurus sertifikat aja sulit, tanah tak ada. Kalau ada sertifikat laut mungkin kita bisa,” katanya tertawa.Pinjaman, katanya, diberikan bukan untuk kegiatan konsumtif, seperti memperbaiki mesin kapal rusak, alat tangkap nelayan, atau buat sampan. “Paling besar pinjaman Rp2 juta.”Perputaran keuntungan dari unit usaha, katanya, biasa mendatangkan ide lain untuk pengembangan koperasi. Kini, mereka mengusahakan tambak alam, sudah empat kolam terbangun.Per unit usaha itu bisa memperkerjakan semua anggota tanpa harus ‘mengemis’ ke pemerintah. ”Dari mulai manajemen, bagi hasil, pekerja kami atur sendiri,” katanya.Kehidupan mandiri masyarakat pun terbangun, ekonomi bangkit pelahan.”Kalau dalu rumah atap, sekarang seng. Dulu lantai semen, sekarang keramik. Dulu tidak memiliki Honda sekarang punya,” katanya.Dia membandingkan pendapatan warga rata-rata per hari, pada 2005 sekitar Rp30.000 sekarang Rp100.000.Pemahaman soal pendidikan pun meningkat. Kalau dulu anak-anak tak sekolah, tidak apa-apa, kini malu. Sekolah jadi penting.Budaya menabung lewat koperasi pun muncul. Dulu, katanya, saat Lebaran, tidak punya uang, beragam barang di rumah terjual. Sekarang, tabungan lebaranLada, bahkan dapat sisa hasil usaha.Koperasi ini, katanya, tak hanya berbicara unit usaha tetapi jadi sarana membangun semangat berorganisasi dan berinovasi.”Mau bergantung negara untuk kita memang susah. Kita harus mandiri dan berdikari mengelola potensi yang ada.” " "Cerita Perempuan Penyelamat Mangrove dari Nagalawan","Keterangan foto utama:    Jumiati, penggerak perempuan nelayan dari Desa Sei Nagalawan, Kabupaten Sedang Bedagai (Sergai), Medan, Sumatera Utara. Foto: Lusia Arumingtyas/ Mongabay Indonesia [SEP]" "Alam Kinipan Lestari Lebih Bermanfaat bagi Warga daripada jadi Sawit","[CLS]       Kini, Laman (Desa) Kinipan, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah, memasuki masa panen padi. Masyarakat Kinipan menyebut musim mahanyi (memanen). Ibu-ibu pergi ke ladang memanen padi lahan kering sejak matahari baru muncul. Kampung Kinipan yang berpenduduk sekitar 700 jiwa itu tampak sepi. Mariana punya kesibukan sendiri. Pagi itu, dia tampak asyik membersihkan tumbuhan liar yang belum mengganggu pemandangan di sekitar selokan rumah betangnya. Dia tak turun ke ladang atau ke hutan. “Kami baru panen bulan muka,” katanya, Rabu (30/1/19).Baca juga: Warga Kinipan Tanam Pohon di Hutan Adat yang Terbabat SawitKeluarga Mariana, tanam padi butir lebih besar dari jenis yang panen saat ini. Mereka tanam bukan varietas unggul yang biasa dipromosikan penyuluh pemerintah.“Kami menanam padi yang kami sebut samanukng. Biasa empat atau lima bulan bisa dipanen. Padi banyak dipanen sekarang itu sahui. Ada juga yang menyebut samua. Biasa tiga sampai empat bulan ditanamnya,” kata perempuan 48 tahun itu.Padi bibit lokal dan cara bertani tradisional masih jadi tulang punggung ketahanan pangan desa ini. Mariana kesulitan ketika diminta merinci berapa banyak panen. Namun, katanya, padi itu lebih dari cukup memenuhi kebutuhan keluarga. “Untuk makan kami setahun lebih saja,” katanya.Baca juga:  Warga Laman Kinipan Minta Pemimpin Lamandau Lindungi Hutan Adat MerekaSelain berdaulat beras, warga desa di tepi Sungai Batang Kawa, Lamandau, Kalimantan Tengah itu juga relatif bisa memenuhi keperluan pangan lain. Sayur-sayuran seperti terong-terongan, ubi kayu, dan rebung (tunas bambu) tersedia di kebun dan hutan mereka." "Alam Kinipan Lestari Lebih Bermanfaat bagi Warga daripada jadi Sawit","Mereka juga memiliki ribuan pohon buah-buahan musiman yang bernilai jual tinggi seperti durian, jengkol, langsat, dan rambutan. Belum lagi, buah-buahan endemik hutan Kalimantan yang jadi kekhasan desa ini, seperti satar, rambutan hutan, idur, kekali dan aneka varian durian (terotungan, pompakan, kusik, sedawak), yang tersebar di hutan sekitar laman.Saat musim buah, pundi-pundi pendapatan warga bisa lebih melonjak. Panen primadona mereka adalah jengkol. Satu kilogram jengkol Rp15.000.Hardi, warga Kinipan, pernah memperoleh Rp15 juta sekali menjual jengkol. Tina, perempuan Kinipan yang lain menambahkan, bagi pengepul, membeli jengkol berton-ton, bukan masalah bila musim tiba. Ada sekitar lima pengepul di desa itu.Pasca bencana kabut asap—dampak kebakaran hutan dan lahan 2015, berladang untuk bertanam padi tak lagi senyaman dahulu. Larangan membuka lahan tanpa bakar, membuat mereka tak tenang berladang. Mariana mengatakan, orang Kinipan sempat mengalami bom air dari udara ketika musim membuka lahan berlangsung.Meskipun begitu, katanya, hal itu tak terlalu jadi masalah bagi mereka. Kalau hanya produksi padi untuk keperluan sendiri, katanya, mereka bisa atasi.   Khawatir sawitMariana bilang, lebih mengkhawatirkan bagi orang Kinipan adalah investasi perkebunan sawit yang terus mereka tolak.Sawit masuk dalam bentuk plasma itu khawatir makin menyulitkan mereka berladang. Apalagi, kehadiran sawit dengan membabat pepohonan buah dan hutan yang bernilai tinggi.Mariana tak percaya, sawit akan membuat hidup mereka lebih sejahtera, sebagaimana digembar-gemborkan pemerintah dan perusahaan. Hasil plasma dua hektar, katanya, tak akan lebih banyak daripada yang mereka peroleh dari ladang dan hutan.“Kami dari hutan bisa membuat banyak sarjana. Bukan dari sawit. Kami macam ini lebih bebas,” katanya." "Alam Kinipan Lestari Lebih Bermanfaat bagi Warga daripada jadi Sawit","Senada diungkapkan Rusani. Dia khawatir, mereka malah jadi pekerja kebun sawit kala perusahaan masuk. Dia bilang, beberapa keluarganya di desa yang ada investasi sawit, tak bisa lagi berladang atau berkebun tanaman lain. “Hih aku tak kubisa bekerja di kebun (sawit) itu,” katanya.Baca juga:  SML Bantah Tudingan Caplok Lahan, Begini Jawaban Tetua Adat KinipanRencana masuk sawit di Kinipan bukan cerita baru. Pada 2005, Kinipan masih bagian dari Kecamatan Delang, terlibat kesepakatan dengan seluruh desa di kecamatan itu menolak investasi sawit. Beberapa tahun kemudian, Kinipan dan seluruh desa di aliran Sungai Batang Kawa, mekar jadi Kecamatan Batang Kawa, rencana investasi sawit makin nyata.Pada 2012, PT Sawit Mandiri Lestari (SML), mulai menyosialisasikan rencana mereka membuka sawit di Kinipan. Waktu itu warga menolak. “Terakhir 2016, tiga kepala desa, Kinipan, Benakitan, dan Ginih, juga menolak. Jadi penolakan warga terhadap perkebunan sawit ini sudah lama,” kata Effendi Buhing, Ketua Komunitas Adat Laman Kinipan.Akhir Januari lalu, Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria (TPPKA), Kantor Staf Presiden (KSP), datang ke Kinipan, survei lapangan.  Riwayat penolakan itu kembali dipaparkan Buhing di hadapan TPPKA, Kantor Staf Presiden (KSP), dipimpin Iwan Nurdin dalam pertemuan dengan warga di Balai Desa Kinipan, Rabu (30/1/19). KSP turun langsung ke Kinipan, menyusul pengaduan delapan orang Kinipan ke Jakarta Mei dan awal Juni 2018.Sebelumnya, Rabu (10/10/18), dua hari setelah demonstrasi warga Kinipan di DPRD Lamandau, KSP memanggil perusahaan, Bupati Lamandau, dan dinas-dinas terkait di Lamandau dan Kalimantan Tengah, untuk menjelaskan masalah ini.Baca juga: Bupati Lamandau Bahas Wilayah Kinipan, BPN: Masih Bisa Dikeluarkan dari Konsesi" "Alam Kinipan Lestari Lebih Bermanfaat bagi Warga daripada jadi Sawit","Saat itu, KSP meminta dalam pertemuan pembahasan selanjutnya diserahkan ke Pemkab Lamandau pada November 2018, dengan mengundang KSP dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), yang mendampingi Kinipan. Hingga kunjungan tim KSP akhir Januari lalu, pertemuan bersama itu belum terwujud.Kehadiran tim dari KSP ini membuat harapan sedikit mengembang, sekaligus menerbitkan pertanyaan baru bagi masyarakat Kinipan. “Bisakah kiranya setelah ini, kami menyelamatkan hutan kami?” tanya Rusani, pada saya.Saat TPPKA KSP tiba, Kinipan merasa dalam kondisi makin terdesak. Sebagian hutan adat yang mereka klaim, tak diakui pemerintah daerah. Bupati Lamandau memutuskan wilayah yang kini sudah terbabat (land clearing) SML, masuk dalam administrasi Desa Karang Taba, Kecamatan Lamandau. Seluruh wilayah yang masuk ke Karang Taba itu kini sudah ‘bersih’ oleh perusahaan.Selama ini, secara administrasi pemerintahan, tata batas antara Kinipan dan Karang Taba, belum putus, sampai bupati menyampaikan penegasan dalam rapat bersama perangkat kedua pihak desa dan kecamatan, Jumat (17/1/19). Putusan bupati itu menimbulkan reaksi bagi Kinipan, dengan aksi menanam pohon di lahan yang sudah dibersihkan perusahaan, Sabtu (18/1/19).Menyikapi masalah ini, Iwan Nurdin, pimpinan rombongan TPPKA mengatakan, upaya Komunitas Kinipan menolak investasi sawit tak melanggar hukum. Dia menyebut, kalau masyarakat menolak hutan dikonversi jadi perkebunan dalam bentuk plasma atau lain-lain, pemerintah juga punya banyak fasilitas aturan hukum untuk mengakomodasi. Bisa dalam bentuk hutan desa, hutan adat, atau hutan komunal." "Alam Kinipan Lestari Lebih Bermanfaat bagi Warga daripada jadi Sawit","“Jadi saya harapkan kita semua bahu membahu bekerja sama, di lingkaran pemerintah daerah di lingkaran pemerintah desa dan lingkaran masyarakat. Karena dengan bahu-membahu itulah kita mencari jawaban. Hukum itu telah disediakan. Pilihan banyak, kita bisa mencari jawaban yang paling memuaskan,” kata lelaki yang juga Ketua Dewan Nasional Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) ini.  Dalam pertemuan perusahaan, pemerintah daerah dan KSP di Jakarta Oktober lalu, dua sudah mengingatkan, lahan yang bisa digarap perusahaan yang benar-benar telah keluar izin hak guna usaha (HGU).“Kami mengingatkan, yang disebut dengan hak perusahaan itu adalah areal HGU. Izin lokasi itu bukan hak perusahaan. Itu tanah negara. Kami mendorong area yang masih berkonflik, khusus, Desa Kinipan, tak ada land clearing,” kata Iwan.Dia bilang, tak ada kewenangan perusahaan mengajak masyarakat yang tak mau berplasma. Apalagi, katanya, belum ada SK calon petani dan calon lahan.Perihal sengketa tatabatas Kinipan dan Karang Taba, yang diprotes Kinipan, kata Iwan, KSP masih harus mengklarifikasi pada desa terkait dan pemerintah daerah. “Tentu kami akan menerima laporan dan meminta klarifikasi apakah semacam itu.”  Menjaga adat, tetapi terbukaKomunitas Adat Kinipan yang didukung mayoritas warga Kinipan, sejak empat tahun terakhir memilih mekanisme adat untuk membentengi hutan dan adat mereka.Bergabung dalam AMAN, mereka memetakan wilayah adat pada 2015. Wilayah itu kemudian dideklarasikan pada 2016 dan telah terverifikasi syarat dan kelengkapan untuk memperoleh pengakuan sebagai masyarakat adat oleh Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) pada 2017." "Alam Kinipan Lestari Lebih Bermanfaat bagi Warga daripada jadi Sawit","Secara sosial budaya, sebagaimana di banyak desa di pedalaman Lamandau, di Kinipan, masih mempraktikkan nilai dan pranata adat. Dalam relasi terhadap lahan dan hutan, misal, mereka tetap bersandar pada ketentuan turun-temurun. Suatu dukuh (untuk menyebut ladang atau eks ladang yang banyak pepohonan buah dan tampak menyerupai hutan), hasil hanya bisa diakses oleh keturunan dari leluhur dukuh itu. Orang Kinipan, mengerti semua aturan itu.Situs-situs adat pun masih terpelihara. Beberapa tiang pantar yang menandakan pernah diselenggarakan upacara tiwah (upacara kematian tingkat akhir) berdiri di Laman Kinipan. Mereka juga masih merawat dengan baik apa yang disebut Pusaka Laman, prasasti yang dikeramatkan terkait sejarah berdirinya kampung. Di Kinipan, mereka menyebut prasasti itu Upuy Temaduk. Pemakaian kata upuy berarti datuk atau buyut, menandakan relasi kuat mereka dengan masa lalu. Keberadaan artefak budaya itu masih lengkap dengan ceritanya.“Jadi Temaduk itu dipercaya penangkal marabahaya kalau ada orang dari luar ingin berbuat jahat,” kata Elyakin Pangkong, Mantir Adat Kinipan.Tempat-tempat bersejarah dan dikeramatkan pun masih lekat dalam ingatan orang Kinipan. Mulai dari Dukuh Onyuk, tempat muasal Kahingai, orang yang mendirikan Kinipan, hingga Pulau Inuhan, daratan tinggi di tengah-tengah Sungai Batang Kawa di bagian hilir. Pulau Inuhan ini cukup unik. Selain di tengah sungai yang berarus deras, ia juga tak pernah terendam air walau di puncak musim hujan sekalipun. Ritual adat pun kerap dilakukan di tempat ini, seperti yang dilakukan warga Kinipan sebelum aksi menanam pohon di tanah yang sudah ‘bersih’ oleh perusahaan." "Alam Kinipan Lestari Lebih Bermanfaat bagi Warga daripada jadi Sawit","Kendati begitu, Kinipan bukan komunitas yang tertutup dengan dunia luar. Menjaga adat, katanya, tidak berarti tak bisa menerima nilai-nilai baru, yang dianggap bisa disesuaikan dengan tradisi. Dari segi keyakinan beragama formal, contoh, orang Kinipan dewasa ini mayoritas memeluk Kristen. “Tinggal dua orang yang masih memeluk Kaharingan,” kata Buhing.Menurut Ester Ritawati, pendeta yang bertugas di Kinipan, Gereja Kalimantan Evangelis (GKE) yang dia pimpin sudah berdiri sejak 1945. Kinipan salah satu pusat pengembangan agama Kristen di hulu Lamandau.  Selain itu, meski akses jauh, dan masa lalu harus melalui sungai, banyak orang Kinipan lebih dari setengah abad lalu, merantau. Mereka bersekolah hingga bisa memperoleh pekerjaan dan jabatan di luar tradisi leluhur. Walaupun masa itu hanya ada sekolah tingkat dasar, namun banyak orang Kinipan, berhasil sekolah hingga jadi guru, pendeta, tenaga kesehatan, polisi, dan tentara.Kampung ini membanggakan mereka karena pernah punya jenderal, Brigjend Purn Victor Phaingdi era akhir 1980-an, yang hingga hari ini belum ada yang menyamai di Lamandau.Watak terbuka orang Kinipan ini kadang-kadang disertai sikap kompromis. Ceritanya, pada 2002, mereka memprotes perusahaan kayu yang menebang hutan mereka masuk tanpa pamit. Kisah ini cukup heroik, karena mereka berani menyandera buldoser milik perusahaan, dibawa ke laman mereka. Kemudian, terbuka negosiasi. Warga pada akhirnya membentuk koperasi dan bekerja sama dalam skema HPH perusahaan, sampai 2004." "Alam Kinipan Lestari Lebih Bermanfaat bagi Warga daripada jadi Sawit","Wilayah hutan eks-HPH itulah kini yang jadi klaim ada Kinipan, tetapi masuk dalam konsesi SML. Warga Kinipan, heran, ketika zaman kayu, tak ada klaim wilayah itu dari desa tetangga. Setelah lahan jadi kebun sawit–yang belum ada kesepakatan dengan Kinipan–, kini diklaim milik Desa Karang Taba, bahkan, bupati telah menyatakan wilayah itu bukan milik Kinipan. Masuknya investasi sawit inilah yang mereka tolak. Mereka memahami, sawit berbeda dengan HPH, yang tak menghabisi isi hutan.Walau baru memperoleh HGU sekitar 9.000-an hektar di luar Kinipan, SML telah memperoleh izin lokasi dari pemerintah daerah, dan izin pelepasan lahan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Dalam rencana kerja mereka, Kinipan juga masuk dalam rencana pembukaan lahan itu.Saat ini, meski tak banyak, beberapa warga Kinipan bekerja pada SML. Dalam pertemuan dengan KSP, mereka juga berani menyuarakan sikap mereka yang berbeda dengan kebanyakan orang Kinipan.Dirga, warga Kinipan yang mengaku lama merantau dan baru pulang ke Kinipan bilang, perlu pekerjaan hingga bekerja di SML.“Saya sebagai orang putra daerah bekerja di SML. Ini murni saya butuh pekerjaan. Maksud saya begini, kalau di Kinipan, sudah sejahtera, tak mungkin kami merantau, tak mungkin kami mencari pekerjaan lain.”Senada diungkapkan Thomas Lidin, warga Kinipan, pensiunan pegawai negeri sipil. “Saya tak tahu Undang-undang, enggak tahu hukum hutan tanah, ulayat, adat. Maksud kami masyarakat Kinipan ini ingin perubahan. Punya lapangan pekerjaan, punya penghasilan per bulan,” katanya.Buhing dan kawan-kawan, mereka tak mempersoalkan pilihan pekerjaan warga Kinipan, termasuk di SML yang kebun ada di sekitar desa mereka. Yang mereka tolak, konversi hutan mereka jadi kebun sawit besar. Mereka nilai, akan mendegradasi lingkungan dan sumber penghidupan mereka secara tradisional." "Alam Kinipan Lestari Lebih Bermanfaat bagi Warga daripada jadi Sawit","Sementara perusahaan akan tetap jalan dengan skema. Kinipan, sangat berharap solusi pemerintah dalam menjaga lahan hutan adat mereka.“Akan ada rapat internal membahas solusi bagi Kinipan,” kata Iwan, Senin (11/2/19). Keterangan foto utama:    Warga Kinipan sedang panjat pohon langsat. Buah langsat, salah satu buah yang ada di kebun dan hutan Kinipan. Foto: Budi Baskoro/ Mongabay Indonesia   [SEP]" "Walhi Desak Anies Cabut IMB di Pulau Reklamasi Jakarta","[CLS]     Walhi mendesak Gubernur Jakarta, Anies Baswedan mencabut 932 izin mendirikan bangunan (IMB) di lahan reklamasi Pantai Utara Jakarta. Organisasi lingkungan hidup ini beranggapan, penerbitan IMB bertentangan dengan komitmen Pemerintah Jakarta, untuk menghentikan reklamasi.Pemerintah Jakarta, telah menerbitkan IMB bagi 932 bangunan, terdiri 409 rumah tinggal, 212 rumah kantor, dan 311 bangunan lain di Pulau D. Baca juga: Komitmen Gubernur Setop Reklamasi Jakarta DipertanyakanTubagus Soleh Ahmadi, Direktur Eksekutif Walhi Jakarta, mendesak pencabutan ratusan IMB di Pulau D itu. Walhi juga mendesak Pemerintah Jakarta menghentikan reklamasi berikut pembangunan di atas pulau yang sudah ada.“Untuk pulau eksisting, aktivitas juga harus dihentikan. Dibuat kajian untuk membongkarnya,” katanya.Baca juga : Gubernur DKI Jakarta Langgar Aturan di Teluk Jakarta?Reklamasi teluk Jakarta, katanya, merupakan proyek ambisius yang merusak lingkungan, dan merugikan masyarakat sekitar.“Gubernur Jakarta saat ini tak ada bedanya dengan sebelumnya yang memaksakan reklamasi berjalan. Statemen gubernur beberapa waktu lalu seolah menunjukkan bahwa reklamasi dengan pembangunan di atasnya dua hal berbeda. Padahal reklamasi dan pembangunan di atasnya itu tak bisa dipisahkan,” katanya di Jakarta, Senin (17/6/19)Tubagus bilang, reklamasi, sejatinya bukan program pemerintah. Ia inisiatif bisnis yang difasilitasi pemerintah.“Seolah-olah ini agenda pemerintah. Padahal berangkat dari agenda bisnis yang merusak pantai utara Jakarta. Reklamasi hadir di tengah situasi pantai utara Jakarta sedang dan terus memburuk.”Tubagus menyebut, sejarah dan fase kebijakan reklamasi hingga IMB keluar cenderung dipaksakan. Sejak terbit Kepres 52/1995, terlihat muatan ekonomi lebih dominan dalam proyek itu." "Walhi Desak Anies Cabut IMB di Pulau Reklamasi Jakarta","Soal lingkungan baru disebut setelah banyak protes muncul. Reklamasi, katanya, dianggap solusi merevitalisasi teluk Jakarta. Padahal, dampak yang timbul justru merugikan masyarakat.Dalam analisis dampak lingkungan (andal) Badan Pelaksana Reklamasi September 2000, latar belakang menyebutkan rencana reklamasi untuk menjawab dan membuka investasi.  Cabut pergub Gubernur Jakarta, katanya, menerbitkan IMB di Pulau D dengan dasar tak jelas.  Penerbitan IMB berangkat dari argumentasi kebijakan yang dipaksakan.“Pertanyaan utama, apakah Gubernur DKI dapat tak memberikan IMB? Tentu sangat bisa. Gubernur bisa saja tak memberikan IMB, namun lebih memilih diterbitkan dengan alasan keterlanjuran.”Tubagus bilang, penerbitan IMB ini dengan menggunakan dasar kebijakan Pergub 206/2016 soal panduan rancang kota Pulau C, Pulau D dan Pulau E hasil reklamasi kawasan strategis Pantai Utara Jakarta. Aturan ini, katanya, juga dibuat untuk menutupi keterlanjuran-keterlanjuran.Pergub 206/2016 mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 36/2005 tentang Peraturan Pelaksana UU 28/2002 tentang Bangunan Gedung.Pergub itu, katanya, juga tidak tepat. Pesoalan dasar terletak pada reklamasi dibangun di atas ruang yang belum jelas peraturannya.“Artinya, Pergub 206/2016 keluar untuk memfasilitasi pendirian bangunan di atas lahan reklamasi.”Dia bilang, Pasal 18 ayat (3) PP 36/2005 dikatakan, dalam memberikan persetujuan mendirikan bangunan gedung, bupati, walikota, atau gubernur Jakarta, harus meminta pertimbangan dari tim ahli bangunan gedung.“Apakah sebelum diterbitkannya IMB, Gubernur Jakarta telah meminta pertimbangan dari tim ahli atau belum?”Pada 2018, Anies menyegel bangunan di atas lahan itu. Tak lama, penyegelan dicabut dengan alasan pengembang sudah memenuhi kewajiban." "Walhi Desak Anies Cabut IMB di Pulau Reklamasi Jakarta","“Gubernur seharusnya dapat membatalkan atau mencabut pergub (Pergub 206/2016-red), bukan hanya menarik draf Raperda Kawasan Strategis Pantura Jakarta, padahal kedua peraturan ini saling berhubungan?”Baca juga : Berikut Putusan Pemerintah Soal Pulau-pulau Reklamasi Teluk JakartaPergub 206/2016 ditetapkan pada 25 Oktober 2016. Aktivitas pembangunan dan bangunan ada sebelum peraturan muncul. Tubagus menganggap, itu sudah menyalahi aturan.“Gubernur Jakarta memberikan IMB dengan alasan ketaatan dan good governance itu mengada-ada. Mereka sendiri yang sedang mencontohkan dan memperlihatkan perilaku tata kelola buruk.”Kalau kesalahan dan keterlanjuran terus berjalan, katanya, sesungguhnya Gubernur Jakarta sedang membawa lingkungan Jakarta ke arah makin tak jelas.  Sejak awal Walhi menolak proyek reklamasi Teluk Jakarta. Wahyu Perdana, Pengkampanye Ekosistem Esensial Walhi Nasional mengatakan, menolak reklamasi Teluk Jakarta termasuklah penerbitan IMB di pulau buatan itu. Penerbitan IMB, katanya, sama sekali tak mempertimbangkan lingkungan hidup. Padahal, katanya, bicara lingkungan hidup, juga akan berdampak pada sosial dan ekonomi masyarakat.Reklamasi teluk Jakarta, katanya, justru meningkatkan kekeruhan, berdampak pada semua alur ikan, dan menghambat pertumbuhan karang. Dalam konteks ekonomi, laporan Kementerian Kelautan dan Perikanan, dua tahun lalu menyebut, reklamasi membuat pendapatan nelayan di Teluk Jakarta, turun drastis.Dalam konteks kebencanaan, penutupan jalan keluar 13 kanal (sungai) dari Jakarta itu meningkatkan risiko banjir. Menurut Wahyu, reklamasi hanya menunjukkan ketidakpedulian pemerintah. Dari rezim ke rezim tak ada perubahan, pendekatan sangat normatif dan prosedural.“Padahal, kalau bicara hukum, jauh sebelum prosedural, harus memenuhi rasa keadilan di masyarakat.”" "Walhi Desak Anies Cabut IMB di Pulau Reklamasi Jakarta","Senada Edo Rakhman, Koordinator Kampanye Walhi Nasional. Dia mengatakan, kebijakan Gubernur Jakarta menerbitkan IMB sebuah kesalahan besar .“Gubernur Jakarta menyatakan mencabut 13 izin reklamasi. Pertanyaannya? Sisanya, itu dicabut atau tidak? Kita tahu kan di sana akan ada 17 pulau akan dibangun. Apakah kemudian izin reklamasi yang sudah jadi daratan itu sudah dicabut atau belum?”Edo juga mempertanyakan status izin reklamasi. “Harusnya diumumkan dong bagaimana status izin reklamasi terhadap reklamasi yang belum jalan,” katanya.Dia menilai aneh, kala gubernur berupaya menggiring opini dengan memisahkan antara reklamasi dengan IMB pulau reklamasi.“Pernyataan yang tak masuk akal dengan memisahkan antara reklamasi dengan IMB. Amdal IMB ini mana? Amdal mana yang dipakai hingga IMB ini bisa keluar?”Edo bilang, salah satu syarat IMB keluar itu kajian lingkungan. “Apakah dia menggunakna kajian lingkungan reklamasi? Yang kemudian, jika itu benar dianulir dan dicabut, ya seharusnya kan tidak boleh terbit IMB.” Keterangan foto utama:    Bangunan di Pulau D, dan C, kala masih bergabung, sudah disegel sejak 2016. Penyegelan berlanjut 2018. Pada, 2019, IMB ratusan bangunan di Pulau D keluar. Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia  [SEP]" "Habis Banjir Terbitlah Petisi Tutup Tambang di Bengkulu","[CLS]   Baca:Banjir dan Longsor Bengkulu, Ada yang Salah dengan Pengelolaan Bentang Alam?Banjir dan Longsor Bengkulu, Perbaikan Lingkungan Prioritas UtamaBanjir dan Longsor Bengkulu, Jalur Hukum Ditempuh Demi Bencana Menjauh** Banjir besar yang terjadi di Bengkulu pada Sabtu, 27 April 2019, mendorong netizen meminta Pemerintah Provinsi Bengkulu dan Presiden Republik Indonesia untuk menutup tambang batubara. Alasannya, aktivitas tersebut membuat rusaknya hutan di daerah hulu sungai penyebab banjir Bengku.Hingga Minggu, 23 Juni 2019 pukul 09.30 WIB, sudah 78.300 orang menandatangani petisi di laman Change.org tersebut. Petisi bertajuk ‘Tutup Tambang Batubara Penyebab Banjir Bengkulu’ ini dibuat Edy Prayekno, videografer, pada 4 Mei 2019.Menurut cerita Edy, dia tergerak melakukan hal itu, berawal dari pengalamannya menerbangkan drone di hulu Sungai Bengkulu, Maret 2019. Saat itu, dia menemukan area bukaan lahan tambang batubara di hulu DAS Bengkulu, yang merupakan daerah konservasi dan hutan lindung.  Satu bulan berselang, tepatnya Jum’at, 26 April 2019, terjadi hujan lebat. Besoknya, tepat pukul 5.30 WIB, genangan air membanjiri sekitar rumahnya. Pukul 09.00 WIB, ketika Edy menerbangkan drone, dia terkaget melihat setengah Bengkulu terendam. Kekhawatirannya akan bencana terbukti.“Pengalaman itu yang mendorong saya membuat petisi,” katanya, Rabu [19/6/2019].Data Badan Penanggulangan Bencana Nasional [BPBN] per Rabu [01/5/2029] menunjukkan, banjir merenggut 30 nyawa, 6 orang hilang, 184 rumah rusak, 7 bangunan pendidikan terdampak, dan 40 titik infrastruktur rusak [jalan, jembatan, dan gorong-gorong].Daerah yang terdampak banjir tersebar di 9 kabupaten/kota, mulai dari Kota Bengkulu, Kabupaten Bengkulu Tengah, Kabupaten Bengkulu Utara, Kabupaten Kapahiang, Kabupaten Rejang Lebong, Kabupaten Lebong, Kabupaten Seluma, Kabupaten Bengkulu Selatan, dan Kabupaten Kaur.  46 persen dikapling" "Habis Banjir Terbitlah Petisi Tutup Tambang di Bengkulu","Direktur Genesis Uli Arta Siagian mengatakan, sekitar 46 persen wilayah DAS Bengkulu dikapling konsesi perusahaan pertambangan. Luas DAS Bengkulu adalah 51.951 hektar, sedangkan luas konsesi pertambangan yang sudah diizinkan sebesar 21.694 hektar.Selain itu, ada 33 lubang tambang batubara yang belum direklamasi di wilayah DAS Bengkulu. Paling banyak di Kabupaten Bengkulu Tengah. Sebanyak 23 lubang tersebar di wilayah DAS Air Bengkulu, terutama di Hutan Lindung Bukit Daun dan Taman Buru Semidang Bukit Kabu. “Sudah jelas banjir di Bengkulu ini karena DAS yang rusak. Pemerintah harus melakukan evaluasi, lubang-lubang harus direklamasi,” jelasnya.  Pengelolaan Tiga akademisi dari Universitas Bengkulu, yakni Heri Suhartono, M. Fajrin Hidayat, dan Edi Suharto telah membuat presentasi kajian Pengelolaan DAS di Provinsi Bengkulu. Mereka yang tergabung dalam Forum DAS Bengkulu menyampaikan informasi tersebut pada “Rapat Evaluasi Pasca-Banjir dan Longsor FKPD Provinsi Bengkulu” pada 27 Mei 2019. Tercatat, ada 89 DAS mengalir di 10 kabupaten/kota di Bumi Rafflesia.Di antara DAS itu ada yang terpantau rusak, yakni DAS Air Bengkulu, DAS Air Kungka, DAS Sebelat, DAS Ketahuan, DAS Air Pino, DAS Air Manna, DAS Air Nasal, DAS Air Luas, DAS Air Kinal dan DAS Air Seluma. Akibatnya, banjir dan longsor terjadi di 9 kabupaten/kota, Provinsi Bengkulu.Para akademisi juga menyoroti ketimpangan kebijakan pemerintah di wilayah DAS, di hulu dan hilir yang terbagi atas beberapa administrasi kabupaten. Akibatnya, pengelolaan dan aktivitas yang berlangsung tidak terpadu dan tidak sinergis.“Tidak ada master plan pengelolaan DAS terpadu yang jelas dan terukur sehingga tidak ada kejelasan tata ruang sebagai nilai rehabilitasi dan nilai konservasi,”ungkap laporan itu." "Habis Banjir Terbitlah Petisi Tutup Tambang di Bengkulu","Mereka juga menuliskan pemanfaatan lahan oleh masyarakat yang sebagian besar tidak memenuhi kaidah konservasi tanah dan air. Sampai saat ini, belum ada institusi yang mengelola segala aspek di DAS secara utuh. Perencanaan hingga pelaksaan dari hulu hingga hilir tidak tampak.Ada tiga rekomendasi yang disampaikan. Pertama, teknik pengendalian banjir harus dilakukan komprehensif pada daerah rawan dan pemasok air banjir. Kedua, prinsip dasar pengendalian daerah kebanjiran dilakukan dengan meningkatkan dimensi palung sungai sehingga aliran air yang lewat tidak melimpah. Ketiga, pengendalian banjir di daerah tangkapan air bertumpu pada prinsip penurunan koefisien limpasan melalui teknik konservasi tanah dan air.  Mengutip Media Center Provinsi Bengkulu, Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah mengatakan, penanganan pasca-banjir dilakukan melibatkan Forkopimda Provinsi Bengkulu, Kabupaten dan Kota, serta pihak terkait. Segala data kerusakan dikumpulkan.Rohidin menjelaskan, Forum Daerah Aliran Sungai [DAS] Terpadu akan dibuat sekretariat khusus. Tujuannya, agar ada upaya perbaikan pengelolaan DAS, terutama empat DAS utama, yaitu Ketahun, Bengkulu, Manna, dan Padang Guci.“Bentuk yang disepakati adalah menanam pohon, pembangunan bendungan dan pelapisan tebing,” jelasnya, Senin [27/5/2019].Gubernur menegaskan, akan meminta perguruan tinggi mengevaluasi dokumen lingkungan. Terutama, kinerja perusahaan perkebunan dan pertambangan yang ada di Bengkulu.“Kita tidak bermaksud menghakimi salah satu pihak. Tetapi, kita betul-betul ingin mencari solusi produktif, kolaborasi antara investasi dan kinerja lingkungan menjadi sebuah kebutuhan. Ini semua harus dilakukan bersama, agar memberikan dampak positif untuk lingkungan Bengkulu,” tandasnya.   [SEP]" "Setelah Reklamasi Pelabuhan Benoa Berhenti, Bagaimana Rehabilitasi Mangrove Kini?","[CLS]  Sejak Februari 2019, Mongabay Indonesia meluncurkan sejumlah artikel tentang kematian mangrove di perairan Teluk Benoa. Belasan hektar mangrove mati terdampak reklamasi perluasan Pelabuhan Benoa oleh Pelindo.baca : Areal Tahura Mangrove Rusak Karena Reklamasi Pelindo, Bagaimana Penegakan Hukumnya? [Bagian 2]Enam bulan kemudian, pada 25 Agustus 2019, Gubernur Bali Wayan Koster meminta PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III segera menghentikan reklamasi di areal seluas 85 hektar di sekeliling Pelabuhan Benoa. Penghentian ini karena pengurugan wilayah laut itu menyebabkan rusaknya ekosistem bakau seluas 17 hektar serta sejumlah pelanggaran.Permintaan itu disampaikan Gubernur Koster dalam surat resmi kepada Direktur Utama Pelindo III yang juga ditembuskan kepada Menteri BUMN, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Perhubungan, serta Menteri Agraria dan Penataan Ruang.Gubernur Koster meminta Pelindo III tidak melanjutkan kegiatan reklamasi dan pengembangan di areal Dumping I dan Dumping II sejak surat itu diterima. Pelindo III diminta segera melakukan pemulihan terhadap kerusakan lingkungan dan ekosistem mangrove. Berikutnya meminta Pelindo III segera melakukan penataan areal Dumping I dan Dumping II.Sesudah ditata areal tersebut hanya boleh digunakan sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH). Pelindo III diminta melakukan kaji ulang terhadap Rencana Induk Pengembangan (RIP) Pelabuhan Benoa agar memperhatikan tatanan yang sesuai dengan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali.baca : Peringatan Dini Terkikisnya Hutan Mangrove, Benteng Alami di Selatan Bali [Bagian 1]  Dikutip dari website Pemprov Bali, reklamasi yang dilakukan oleh Pelindo III terhadap lahan seluas 85 Ha terdiri atas lokasi Dumping I seluas 38 Ha dan lokasi Dumping II seluas 47 Ha. Proses administrasi mulai tahun 2012, kegiatan pelaksanaan pengembangan mulai tahun 2017, dan saat ini sedang berjalan dengan capaian 88,81%." "Setelah Reklamasi Pelabuhan Benoa Berhenti, Bagaimana Rehabilitasi Mangrove Kini?","Pelanggaran-pelanggaran serta kerusakan vegetasi mangrove ini ditemukan oleh Tim Monitoring dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Bali. Kepala DLH Bali, I Made Teja mengatakan sejak Februari 2019, Tim Monitoring sudah melakukan empat kali kunjungan lapangan dan menemukan sejumlah pelanggaran serta kerusakan lingkungan. Setahun DibiarkanKerusakan kawasan mangrove di Teluk Benoa sudah dipetakan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Taman Hutan Rakyat (Tahura) Ngurah Rai sejak Agustus 2018. Artinya perlu waktu setahun sampai Pemerintah Provinsi Bali bertindak. Selain mangrove di dalam areal Pelindo, juga terdampak pada areal mangrove kawasan Tahura Mangrove Ngurah Rai. Benteng alami di Selatan Bali.Mongabay Indonesia mendapat akses surat dari UPTD Tahura Ngurah Rai kepada Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tertanggal 6 Februari 2019 melaporkan perkembangan penanganan dampak kematian akibat kegiatan PT. Pelindo III Bali. Isinya menerangkan kronologis kerusakan sejumlah tutupan mangrove di kawasan Tahura Ngurah Rai dampak pengurugan tanah (reklamasi) oleh Pelindo III dalam rangka pengembangan pelabuhan.Mangrove yang mati dilaporkan mulai Agustus 2018, di sebelah barat dan selatan Restoran Akame yang menjadi wilayah Pelindo III. Ini disebut di luar kawasan Tahura. Namun ada juga mangrove mati yang berada di kawasan Tahura dan terdampak reklamasi berada di sisi timur seluas sekitar 17 hektar. Jenis mangrove yang mati kebanyakan jenis plasma nuftah, habitat asli Tahura ini yakni Soneratia alba.baca juga : Degradasi Mangrove Indonesia: Fenomena Dieback Pada Kawasan Teluk Benoa Bali  " "Setelah Reklamasi Pelabuhan Benoa Berhenti, Bagaimana Rehabilitasi Mangrove Kini?","Akhirnya UPTD Tahura Ngurah Rai berkoordinasi dengan Pelindo dan menyampaikan surat pada 5 September 2018 untuk minta pertanggungjawaban atas kematian pohon mangrove dampak reklamasi Pelindo. Areal terdampak diminta direhabilitasi dengan mengembalikan kondisi lingkungan serta berkoordinasi dengan Badan Pusat Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kehutanan KLHK untuk melakukan pengkajian teknis atas kematian mangrove.UPTD Tahura juga mengirim surat ke Balitbang Kehutanan dan Pelindo juga berkoordinasi dengan Puslit, dan lainnya untuk melakukan kajian. Akhirnya pada 21-26 September tim Litbang Kehutanan mengkaji kematian mangrove dan dan kesimpulannya mati karena sedimentasi lumpur dan pendangkalan pasang surut air laut ke kawasan mangrove.Rekomendasinya, buat kanal-kanal untuk membasahi mangrove dari pasang surut air laut dan penanaman kembali areal yang terdampak dengan jenis mangrove yang sesuai. Dari rekomendasi ini, UPTD Tahura kembali bersurat ke Pelindo III agar segera melakukan pemulihan lingkungan.Didampingi UPTD, sejak Oktober 2018, Pelindo disebut sudah melakukan perbaikan dengan membuat kanal-kanal untuk membasahi kawasan mangrove. Juga membuat bibit jenis Rhizophora mucronata, Rhizophora apicullata, dan Bruguiera sebanyak 100 ribu bibit.Laporan dampak reklamasi oleh Pelindo ini juga terkonfirmasi dari Laporan Hasil Rapat Identifikasi Kerusakan Mangrove Tahura Ngurah Rai tertanggal 6 Desember 2018.menarik dibaca : Sedihnya Duta Earth Hour Lihat Mangrove Benoa Bali Tersisa 1%. Kok Bisa?  Rapat dipimpin oleh Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Bali dan Nusa Tenggara. Isinya mirip dengan surat kronologis UPTD Tahura. Namun ada detail bagaimana kematian mangrove terjadi akibat kesalahan proses pengerukan reklamasi. Berikut kutipan laporannya :" "Setelah Reklamasi Pelabuhan Benoa Berhenti, Bagaimana Rehabilitasi Mangrove Kini?","PT Pelabuhan Indonesia III berencana melakukan pengembangan Pelabuhan Benoa sesuai dengan rencana induk pelabuhan (RIP) nasional, dimana pengembangan Pelabuhan Benoa akan dijadikan Marine Tourism Hub. Dalam upaya pembangunan ini, pemrakarsa telah memperoleh izin lingkungan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).Pelabuhan Benoa yang dikembangkan sebagai Marine Tourism Hub, dimana luas semula Pelabuhan Benoa sekitar 58 hektar akan dikembangkan menjadi 143 hektar. Sehingga memerlukan perluasan pengembangan seluas 85 hektar yang akan dilaksanakan dengan reklamasi/peninggian lahan pengembangan pelabuhan.Dalam upaya penanganan sedimentasi akibat reklamasi/peninggian lahan pengembangan pelabuhan, pemrakarsa akan melakukan pengelolaan lingkungan dengan membangun sejenis tanggul atau revetment, serta pemasangan silt screen sebagai tabir penghalang padatan yang terdispersi ke perairan sekelilingnya.Fakta di lapangan bahwa tidak dilakukan pembangunan tanggul/revetment serta pemasangan silt screen sehingga proses penimbunan material menyebabkan terjadinya pendangkalan atau sedimentasi pada areal lainnya. Hal ini sudah tidak sesuai dengan kaedah pengelolaan lingkungan berdasarkan izin lingkungan yang telah diberikan oleh KLHK.baca juga : Nasib Miris Hutan Mangrove Teluk Benoa  Mareta Mulia Atmadja, Liaison Officer General Affair and Communication PT Pelindo III Regional Bali-NTB yang ditemui Mongabay-Indonesia di kantornya pada 28 Februari lalu menyebut sudah menanam bibit mangrove 3 jenis sekitar 50 ribu. Jika dikonversi sekitar 5 hektar." "Setelah Reklamasi Pelabuhan Benoa Berhenti, Bagaimana Rehabilitasi Mangrove Kini?","Untuk memastikan bibit yg ditanam bisa tumbuh sementara proyek masih berlangsung, ia menyebut ada mitigasi koordinasi dengan Tahura dan Litbang Kehutanan di Bogor. Selain itu sedang dibuatkan kanal untuk aliran air. Mareta mengatakan ini proyek strategis nasional dengan pengembangan pelabuhan menjadi 3 zona, perikanan, wisata, dan curah cair distribusi BBM. Terkait desain pengembangan, ia belum bisa memberikan saat wawancara. Monitoring Pertumbuhan MangroveI Nyoman Serakat, Kepala UPT Tahura Ngurah Rai dikonfirmasi Mongabay, Selasa (10/9/2019) menyebut pada Januari – Februari 2019 Pelindo menanam sekitar 50 ribu mangrove dan mengklaim tumbuhnya 95%, dengan tinggi sekitar 50 cm. Pada Agustus 2019, ditambah penanaman 50 ribu lagi. “Pelindo sudah membuat pernyataan akan mengembalikan pohon mangrove seperti semula,” katanya.Kematian mangrove menurutnya akibat sedimentasi dan pasang surut air laut terhambat oleh pengurugan yang belum dibuatkan saluran.Namun peneliti menyebut penanaman kembali mangrove belum bisa dikatakan berhasil. Penanaman tanpa perawatan, penyesuaian jenis mangrove, dan mengembalikan alur laut dinilai sangat penting saat ini.  “Walau reklamasi sudah distop efeknya masih jalan. Karena perubahan alam, tetap jalan. Reklamasi bawa banyak sedimen, apa yang dilakukan sudah mengubah alur air,” urai Hanggar Prasetio, peneliti dari Conservation International Indonesia dan pegiat komunitas Mangrove Nusantara, dikonfirmasi Selasa (10/9/2019).Alur air berubah dan mencari jalannya sendiri, sedimen pun menyertai. Menumpuk di suatu tempat, menutupi akar mangrove lalu mati.Dari pemantauannya terakhir, jenis mangrove yang banyak ditanam adalah rhizopora, jenis mangrove depan atau pioner. Memerlukan pasang surut air yang cukup. Sementara bentang pesisir sudah berubah, jenis itu tak cocok. Diperlukan jenis mangrove yang tak perlu tergenang air." "Setelah Reklamasi Pelabuhan Benoa Berhenti, Bagaimana Rehabilitasi Mangrove Kini?","“Perawatan perlu tiap hari. Tak hanya tanam tapi juga merekayasa bentang alam biar mangrove tumbuh normal. Jangan tanam saja,” ingatnya. Ia tertarik terlibat langsung, misal membuat site plan dan pengelolaan bersama.Dari hasil observasinya, beberapa kelompok nelayan di sana sadar ketika diminta bantuannya membangun mangrove kembali. “Karena mereka terkena dampak. Tak bisa melaut lagi, lokasi tangkapan di sana, alur air untuk jukung berubah, padahal banyak ikan,” papar Hanggar.Hal yang sama disampaikan Permana Yudiarsa, Kepala Seksi Program dan Evaluasi Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar. Pihaknya melakukan pemetaan kondisi mangrove di Benoa sejak Agustus 2018.Dimulai pengumpulan bahan dan keterangan kekeruhan perairan dampak reklamasi Pelabuhan Benoa. Selanjutnya pada Januari-Februari 2019 menindaklanjuti laporan pengaduan masyarakat tentang matinya mangrove. Dari perhitungannya, kematian sekitar 11 hektar saat itu.Selain menanam kembali, menurutnya perlu perbaiki tata air atau sirkulasi air laut agar mangrove dapat terus mendapat aliran air payau atau laut. Kemudian monitoring pertumbuhan mangrove.“Tadi pagi saya lihat di lokasi sudah dibuat alur air laut dari Serangan, tapi menurut kami ini tidak cukup. Harus ada dua sumber air laut, dari Pelabuhan Benoa dan dari Serangan,” katanya pada Selasa (10/9/2019).  [SEP]" "Liputan Banyuwangi : TPST Tembok Rejo, Inikah Solusi Sampah Muncar? (3)","[CLS]  Keberhasilan pembangunan yang signifikan di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, yang dibuktikan berbagai penghargaan yang diterima selama kepemimpinan Bupati Abdullah Azwar Anas, seakan ternodai oleh permasalahan sampah di Kecamatan Muncar yang belum tuntas terselesaikan.Berbagai upaya pengelolaan sampah telah dilakukan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi, seperti pengerukan dan pengangkutan sampah, pengelolaan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan program Bank Sampah.Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Pemkab Banyuwangi, Husnul Chotimah, ketika ditemui Mongabay di ruang kerjanya, Jumat (28/6/2019) mengatakan, bahwa penanganan sampah di Banyuwangi dari hulu ke hilir memang belum maksimal.Sehingga, atas rekomendasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Pemkab Banyuwangi berinisiatif menggandeng organisasi non pemerintah Systemiq untuk menyelesaikan permasalahan sampah yang sudah bertahun-tahun di Kecamatan Muncar.baca : Liputan Banyuwangi : Sampah Muncar yang Tak Kunjung Terselesaikan (1)  Bersama SystemiqSystemiq yang didanai pemerintah Norwegia dan institusi bisnis Borealis dari Austria, kemudian membuat program penanganan sampah bernama STOP (Stopping the Tap on Ocean Plastics) pada April 2018.“Pada setahun pertamanya ini, Systemiq baru memfokuskan kerja pada satu dari 10 desa yang ada di Kecamatan Muncar, yaitu Desa Tembokrejo. Desa ini dipilih karena telah ada TPST (tempat pembuangan sampah terpadu), sehingga dipandang paling potensial sebagai proyek percontohan penyelesaian masalah sampah di Muncar,” kata Nur Anik, Community Development Systemiq kepada Mongabay, Kamis (27/6/2019).Selain sudah mempunyai TPST, Desa Tembokrejo juga mempunyai jumlah penduduk yang paling banyak di Muncar, yaitu sekitar 29.174 jiwa, atau 25 % dari keseluruhan penduduk Muncar yang berjumlah 133.187 jiwa." "Liputan Banyuwangi : TPST Tembok Rejo, Inikah Solusi Sampah Muncar? (3)","Dan TPST Tembokrejo, merupakan satu-satunya TPST yang ada di kecamatan Muncar. TPST yang merupakan proyek dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) ini dibangun pada tahun 2016 untuk mengatasi masalah sampah.baca juga : Liputan Banyuwangi : Sulitnya Ubah Budaya Nyampah Masyarakat Muncar (2)  Pada awal tahun 2017, TPST yang dikelola oleh BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) Tembokrejo memiliki pegawai 4 – 7 orang saja karena hanya mengolah setoran sampah dari 100 rumah saja dari total 9.000 rumah yang ada di desa Tembokrejo. Kondisi itu membuat pengelolaan TPST ini sempat stagnan atau berjalan di tempat.“Systemiq kemudian masuk membenahi pengelolaan sampah TPST dengan memperkuat dan memaksimalkan keberadaan BUMDes Tembokrejo menjadi lebih baik,” lanjut Nur Anik.Saat ini TPST Tembokrejo sudah berkembang dengan pesat. Bisa dikatakan 100% warga di desa Tembokrejo atau sekitar 9.000 rumah, menyerahkan sampahnya ke TPST Tembokrejo, dengan membayar iuran kolektif sampah Rp10.000/bulan/rumah tangga.menarik dibaca : Penanganan Sampah Perlu Paradigma Baru   Penyadaran WargaProses peningkatan pengelolaan sampah di TPST ternyata tidak mudah. Butuh kesabaran yang luar biasa karena harus memberi penyadaran tentang bahaya sampah kepada warga Tembokrejo.“Sudah menjadi rahasia umum tentang karakter masyarakat Muncar yang penuh tantangan. Dan tidak adanya sistem pengambilan sampah di daerah pinggiran atau pedesaan, menjadi kendala terbesar dari penyelesaian masalah sampah Muncar,” jelas Nur Anik.Systemiq bersama BUMDes kemudian mengadakan sosialisasi dari rumah ke rumah, selain juga menyediakan tempat pembuangan sampah di tempat umum, dimana sampahnya diambil secara berkala oleh petugas TPST." "Liputan Banyuwangi : TPST Tembok Rejo, Inikah Solusi Sampah Muncar? (3)","Para pekerja TPST pun meningkat pesat dalam setahun, dari 5-7 orang di tahun 2017 menjadi 71 orang saat ini. Jumlah sampah yang dikelola pun berkembang, dari hanya ratusan kilo perhari, menjadi 15 ton per harinya.perlu dibaca : Jawa Timur Pastikan Tangani Masalah Sampah Impor   Pengelolaan SampahDalam membantu BUMDes Tembokrejo, Systemiq fokus ada dua hal yaitu pemrosesan sampah di TPST dan penyiapan sarana serta prasarana agar fungsi TPST tetap berkelanjutan bila Systemiq sudah tidak ada lagi di Muncar. Termasuk penyiapan kepada warga dan pemerintahan desa Tembokrejo.Pemrosesan sampah di TPST, dengan memilah sampah organik dan non organik. Sayangnya sampah non organik yang masuk tidak bernilai ekonomis karena kebanyakan berupa bungkus kopi, sabun, bumbu masak, makanan instant dan kantong plastik. Jarang terlihat sampah botol plastik yang mempunyai nilai jual tinggi.Karena itu, pemilihan perusahaan-perusahaan yang akan diserahkan untuk mendaur ulang, menjadi sedikit rumit dan selektif. Hanya perusahaan tertentu saja yang mau mendaur ulang sampah-sampah itu.Untuk sampah organik, sebagian diolah menjadi kompos dan dijual ke masyarakat sebagai penyubur tanah. Sebagian lainnya diolah untuk dipergunakan sebagai bahan makanan bagi maggot atau larva lalat tentara hitam (Hermetia illucens).perlu dibaca : Lalat Tentara Hitam sebagai Satu Solusi Penanganan Sampah, Seperti Apa?   “Budi daya Lalat tentara hitam atau black soldier fly (BSF) ini menjadi solusi kreatif dan efektif untuk masalah sampah organik, serta menguntungkan bagi pembudi daya. Ini karena prosesnya jauh lebih cepat dibandingkan kompos,” kata Putra Perdana Kusuma, Facilities Project Officer Systemic, yang ditemui Mongabay, Kamis (27/6/2019)." "Liputan Banyuwangi : TPST Tembok Rejo, Inikah Solusi Sampah Muncar? (3)","Jika kompos membutuhkan waktu 3 bulan sampai siap dipergunakan, sementara lalat tentara hitam ini hanya membutuhkan 10-12 hari saja sampai siap panen. Dan maggot lalat tentara hitam dapat mengurai dan mengurangi sampah sampai lebih dari 80 persen, dan tinggal 20 persen residunya.Pembudi daya lalat hitam pun juga untung, karena maggotnya bakal dipanen untuk kemudian dijual ke masyarakat sebagai pakan ternak atau ikan, dengan harga yang lebih tinggi dibanding olahan organik lainnya atau non organik sekalipun, yaitu Rp.6.000-7.000 per kilogramnya. Dan proteinnya pun terbukti lebih tinggi dari pakan ternak atau ikan yang lainnya.   Kendala Benarkah TPST Tembokrejo ini merupakan salah satu solusi jitu dalam mengatasi masalah sampah di Muncar ?Dari fakta dan wawancara selama liputan lapangan oleh Mongabay Indonesia, ada beberapa kendala yang menghambat penyelesaian masalah sampah yang telah bertahun-tahun di Muncar.Masalah utama yaitu kesadaran warga terhadap kebersihan lingkungannya yang sangat kurang. Jangankan untuk memilah sampah organik dan non organik dari rumah masing-masing, membayar iuran kebersihan yang relatif murah bila dibandingkan dengan di perkotaan, yaitu hanya Rp10.000/bulan saja, sangat sulit dilakukan. Warga Desa Tembokrejo yang seluruhnya telah menyerahkan sampahnya ke TPST, tidak semuanya membayar iuran sampah.Permasalahan kedua adalah mengenai peraturan sebagai dasar hukum pengelolaan sampah. “Dasar hukum tentang desa Tembokrejo dan BUMDesnya serta wilayah tugasnya yang menaungi TPST memang ada, tetapi Peraturan Desa di desa-desa yang berada dalam wilayah Kecamatan Muncar lainnya, yang mengatur tentang pengelolaan sampah secara langsung, masih belum ada,” kata Husnul Khotimah, Kepala DLH Pemkab Banyuwangi.Padahal kehadiran landasan hukum sangat diperlukan untuk memberikan wewenang bagi aparat desa untuk lebih tegas dalam menyelesaikan masalah sampah Muncar." "Liputan Banyuwangi : TPST Tembok Rejo, Inikah Solusi Sampah Muncar? (3)","Sedangkan Kepala Desa Tembokrejo, Sumarto kepada Mongabay-Indonesia mengatakan pihaknya telah menerbitkan Perdes No.2/2019 tentang pengelolaan Sampah. Isinya antara lain mengenai retribusi bulanan sampah dan sanksi bila melanggarnya. Retribusi berkisar Rp10 ribu/rumah tangga, Rp150 ribu per warung dan toko, Rp300 ribu untuk lembaga pendidikan dan Rp1 juta untuk pabrik.“Pengelolaan sampah desa beserta sanksinya diatur dalam PerDes No.2 tahun 2019,” kata Sumarto.  Keberadaan TPST bisa menjadi solusi ampuh mengatasi masalah sampah, apabila cakupannya bisa menyeluruh wilayah Kecamatan Muncar. Sayangnya TPST itu hanya ada di desa Tembokrejo saja. Masyarakat di desa selain Tembokrejo, masih lebih memilih membuang sampahnya ke sungai atau laut ketimbang menyerahkannya ke TPST. Apalagi ditambah dengan embel-embel membayar iuran.Kehadiran Systemiq dalam setahun ini mungkin sangat membantu pemerintah dan warga dalam menyelesaikan masalah sampah. Hanya saja, apakah di sisa waktu yang ada untuk pendampingan masalah sampah ini, yaitu tahun 2021, masalah sampah Muncar bisa terselesaikan dengan baik?Atau setidaknya telah melakukan persiapan di semua aparat desa dan warganya, mengingat bahwa telah setahun masa pendampingan, Systemiq baru menyelesaikan masalah sampah di satu desa saja yaitu Tembokrejo. Padahal masih ada 9 desa lainnya dengan karakter warganya yang sama, tidak mempunyai TPST di desanya, dan memiliki masalah sampah dan limbah pabrik yang kurang lebih sama setiap desanya.TPA kabupaten Banyuwangi yang menjadi tempat pembuangan akhir segala residu atau sisa sampah yang tidak bisa diolah di TPST Tembokrejo, juga belumlah siap sepenuhnya.  Seperti kata Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas, “Penyelesaian masalah sampah harus melibatkan berbagai pihak dan pemberdayaan warganya secara aktif.”" "Liputan Banyuwangi : TPST Tembok Rejo, Inikah Solusi Sampah Muncar? (3)","Tetapi tanpa keinginan bersama yang kuat, baik dari warga maupun aparat pemerintahan dari tingkat kabupaten sampai ke desa untuk mewujudkan lingkungannya bersih, maka semuanya akan menjadi sia-sia. Segenap sumberdaya tampaknya memang harus dikerahkan untuk menghilangkan sampah dan limbah pabrik dari Muncar.  [SEP]" "Ketika Sofyan Basir Terlilit Korupsi Proyek PLTU Riau","[CLS]     Jejeran orang yang terlibat kasus proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara di Riau I, bertambah. Setelah menjerat petinggi perusahaan dan anggota DPR, Selasa (23.4.19), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Sofyan Basir, Direktur Utama PT PLN (Persero) sebagai tersangka. Dia diduga terlibat dalam perkara tindak pidana korupsi kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU mulut tambang Riau I.”KPK meningkatkan perkara ke penyidikan dengan tersangka SFB (Sofyan Basir), Direktur Utama PLN,” kata Saut Situmorang, Wakil Ketua KPK dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, di Jakarta, Selasa (23/4/19).SFB, diduga bersama-sama atau membantu Eni Maulani Saragih dan kawan-kawannya menerima hadiah atau janji dari Johannes Budisutrisno Kotjo, soal kesepakatan kontrak kerja sama Pembangunan PLTU Riau I.Baca juga: Kasus Pembangkit Batubara Riau Jerat Anggota Dewan, LSM: Proyek Listrik Rawan Korupsi Pada Oktober 2015, Direktur PT Samantaka Batubara, mengirimkan surat kepada PLN intinya memohon agar memasukkan proyek PLTU Riau I dalam rencana umum penyediaan tenaga listrik (RUPTL) PT PLN, tetapi tak ada tanggapan positif.Sebagian besar saham PT Samantaka Batubara, dimiliki oleh Blackgold Natural Resources Limited, yang terdaftar di Singapura. Johannes Budisutrisno, pemegang saham utama Blackgold yang ditangkap oleh KPK pada kasus sama 13 Juli 2018.Johannes didakwa membayar suap mencapai Rp4,75 miliar kepada Eni Maulani Saragih, mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR. Adapun suap itu agar Eni dapat membantu Johannes dalam mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) PLTU mulut tambang Riau I. Pembagian suap ini juga melibatkan Idrus Marham, mantan Sekjen Golkar.Rencananya, proyek ini dikerjakan konsorsium perusahaan terdiri dari Blackgold Natural Resources Ltd, PT PJB, PT PLN BatuBara dan China Huadian Engineering co Ltd." "Ketika Sofyan Basir Terlilit Korupsi Proyek PLTU Riau","SFB disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Febri Diansyah, juru bicara KPK memandang, energi merupakan sektor strategis yang bersentuhan dengan kepentingan masyarakat, terutama kelistrikan. Sektor ini, katanya, memiliki risiko korupsi cukup tinggi dan kalau terjadi kerugian akan dirasakan langsung masyarakat luas.PLTU Riau I, satu dari puluhaan pembangkit yang direncanakan pemerintah lewat 35.000 MW.  Perluas penyelidikan Para pegiat lingkungan mengapresiasi penetapan Sofyan Basir jadi tersangka. Adhityani Putri, Direktur Center For Energy Research Asia (CERA) mengatakan, KPK perlu memperluas penyelidikan pada semua PLTU mulut tambang yang memulai proses perencanaan dan penunjukan.”Begitu juga PLTU dan proyek listrik yang misterius muncul di RUPTL setelah proyek sudah disepakati lewat penunjukan langsung,” katanya.Model ini, katanya, menimbulkan kecurigaan karena dianggap proyek tak muncul dari perencanaan berbasis sistem, tetapi berbasis proyek.Dia bilang, risiko korupsi dalam banyak simpul ini mulai dari perencanaan, pengadaan hingga pengoperasian suatu pembangkit tenaga listrik sumber apapun. Belajar dari kasus ini, terlihat sistem pengadaan PLTU mulut tambang dengan penunjukkan langsung membuka celah relatif besar bagi praktik suap dibandingkan proyek PLTU lain.”Karena ada ketergantungan pihak yang memiliki kepentingan pada keputusan satu pihak yang memiliki kekuasaan di suatu mekanisme yang tak transparan.”Berbeda dengan tender, di mana proses lebih terbuka ke publik. Dia contohkan, ada pengumuman di media, syarat-syarat yang dibeberkan terbuka dan tenggat waktu jelas serta pengambilan keputusan melibatkan suatu proses terbuka dan panel." "Ketika Sofyan Basir Terlilit Korupsi Proyek PLTU Riau","Dwi Sawung, Manajer Kampanye Energi dan Prrkotaan Eksekutif Nasional Walhi mengatakan, penetapan Sofyan sebagai tersangka langkah maju dalam membongkar relasi energi kotor batubara dan praktik korupsi di tingkat elit politik dan pemerintahan. “Meski langkah KPK sebenarnya telat hampir 10 bulan.”Kasus ini, katanya, menunjukkan pembangunan pembangkit batubara, selain kotor dari segi emisi dan dampak lingkungan hidup juga gunakan praktik bisnis kotor, penuh suap menyuap.Menurut Sawung, hingga kini dalam membongkar praktik korupsi PLTU, tersangka masih menyasar pada individu komisaris perusahaan, anggota dewan dan dirut PLN, belum menyentuh korporasi yang melakukan suap.“Korporasi seperti Samantaka, Blackgold dan CHEC belum jadi tersangka oleh KPK, padahal pelaku suap Johannes, tak mungkin bertindak untuk dirinya sendiri tetapi untuk perusahaan.”Sama dengan kasus PLTU Cirebon II. Dalam sidang kasus suap di Pengadilan Tipikor Bandung 10 April 2019, kasus penangkapan tangan Bupati Cirebon Sunjaya, terdapat fakta persidangan, Sunjaya menerima uang dari PLTU Cirebon II melalui Hyundai sebagai kontraktor utama.Kasus ini, katanya, menjadi perhatian Walhi karena lokasi PLTU Cirebon II yang melanggar tata ruang jadi tidak melanggar tata ruang lewat revisi tata ruang Cirebon.Hindun Mulaika, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace mengatakan, kasus ini contoh karut marut sistem regulasi di Indonesia dan banyak aktor yang memaksakan kepentingan masing-masing dengan otoritas yang dimiliki." "Ketika Sofyan Basir Terlilit Korupsi Proyek PLTU Riau","Begitu juga, katanya, ekspansi PLTU Celukan Bawang di Bali, mulai analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) sampai ketidaksesuaian RTRW. Bahkan, sampai tiga tahun terakhir, proyek ini tak masuk dalam rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) yang disahkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Meskipun begitu, izin tetap keluar dari Gubernur Bali dan masuk proyek yang ditawarkan dalam investasi Belt and Road Initiative (BRI) oleh Pemerintah Indonesia kepada Pemerintah Tiongkok.”Tuntutan soal energi bersih bukan hanya tak menghasilkan emisi juga bersih dari praktik-praktik korupsi dan berkeadilan,” kata Sawung.Menurut dia, energi bersih berbasis energi setempat dan dibangun dengan prinsip mempertimbangkan lokasi dan hak masyarakat harus dikedepankan. Energi kotor, korupsi dan ladang mengeruk keuntungan korporasi, katanya, saatnya ditinggalkan.“Kasus suap PLTU ini harus jadi titik tolak untuk transisi energi menuju bersih berkeadilan.” Kepentingan elit politik?Hindun Mulaika, menyebutkan, keterlibatan kepentingan elit politik dalam kepemilikan tambang batubara dan bisnis pembangkit listrik memberikan potensi konflik kepentingan antara posisi pejabat publik dan perusahaan yang ingin memenangkan tender.Bahkan banyak kejanggalan-kejanggalan rencana proyek PLTU. “Bisa kita analisa singkat, PLN menyatakan, kondisi oversupply di sistem Jawa-Bali, tetapi penambahan dan ekspansi proyek-proyek PLTU skala besar masih terus berjalan.”“Ini jelas risiko bagi APBN, jadi kalau proyek-proyek ekspansi PLTU batubara di Jawa-Bali ini terus berlanjut, sangat patut kita mempertanyakan. Ini sebetulnya kepentingan siapa? Kalau negara saja rugi, siapa yang sebetulnya diuntungkan?” katanya.Greenpeace pun mendesak, pemerintah kaji ulang semua proyek di bawah payung 35.000 MW, mulai dari kesesuaian regulasi, perizinan hingga kelayakan amdal." "Ketika Sofyan Basir Terlilit Korupsi Proyek PLTU Riau","”Hal lebih penting, kalau Indonesia terus lanjut dengan ekspansi massif PLTU batubara, kita telah mengkhianati Perjanjian Paris.”Lebih-lebih, katanya, potensi energi terbarukan di Indonesia, sangat besar. Tanpa dukungan regulasi tepat, kata Hindun, energi terbarukan akan sulit berkembang dan mendapatkan dukungan investor serta perbankan.“Kebijakan energi ini adalah tentang kemauan politik. Tidak perlu dipertanyakan ketersediaan potensi serta tekhnologi. Kalau negara lain sudah bisa memulai transisi energi, kenapa Indonesia masih terus terjebak dalam lingkaran hitam batubara?”  Keterangan foto utama:     Batubara, sumber energi yang timbulkan masalah lingkungan dan sosial di masyarakat juga rawan praktik-praktik korupsi. Foto: Hendar  [SEP]" "Cerita Korban Gempa Gane: Bangun Huntara Mandiri dan Hidup dari Pangan Lokal","[CLS]     Pada penghujung Juli lalu, di Desa Jibubu, Gane Barat Selatan, Halmahera Selatan, Maluku Utara, begitu ramai. Tak hanya ramai oleh keluarga korban gempa yang berkumpul dalam satu hunian sementara (huntara), juga kesibukan mereka memaku atap seng dan dinding rumah dari papan.Kala saya menyambangi desa ini empat hari pasca gempa, belum banyak bantuan menyentuh desa dengan 77 keluarga dan 300 jiwa lebih itu.Baca juga: Kala Gempa Kekuatan 7,2 SR Guncang HalmaheraBantuan beras pertama datang dari desa sendiri beli pakai dana desa 300 sak, dengan 40 kg persak. Ada juga bantuan makanan cepat saji seperti mie instan.Dalam kondisi mengungsi dan kekurangan terpal untuk membangun tenda, warga mandiri bikin huntara sekitar 1,5 kilometer dari desa mereka. Lokasinya, di tempat agak tinggi. Lokasi ini sekaligus jadi permukiman baru.Baca juga: Bagaimana Nasib Warga Halmahera Selatan Pasca Gempa?Mereka membangun dengan mengambil bahan dari reruntuhan rumah terutama seng dan kayu. Ada yang memilih membangun di tepi jalan yang menghubungkan ke Desa Gane Dalam dan Jibubu. Ada juga yang membangun agak jauh dari jalan dan berada di tempat agak tinggi. Tidak itu saja, lokasi yang dipilih juga berada di bawah tanaman kelapa atau kebun pisang milik mereka.Keluarga besar Hasyim Tomadehe membangun satu huntara besar buat tinggal lima keluarga. Mereka memilih membuat huntara di ketinggian untuk menghindari ancaman tsunami pasca gempa besar melanda Gane 14 Juli lalu.  Lahan yang mereka pilih adalah kebun pisang dan ubi kayu. Di sekeliling huntara, banyak tanaman pisang dan ubi kayu, sebagai pangan utama warga. Di dapur huntara juga terlihat tandan pisang baru tebang.Hasyim Tomadehe, mengatakan, memilih membangun huntara di kebun pisang dan ubi kayu selain menghindari tempat rendah karena takut tsunami, juga ketersediaan pangan lokal ada setiap saat." "Cerita Korban Gempa Gane: Bangun Huntara Mandiri dan Hidup dari Pangan Lokal","“Kami sadar, bukan satu dua hari tinggal di sini. Mungkin bisa satu tahun bahkan lebih karena rumah-rumah sudah hancur bahkan kampung kami diusulkan pindah karena perkampungan sudah takut ditinggali,” katanya.Warga, katanya, takut kembali ke Kampung Jibubu, karena saat gempa air keluar dari dalam tanah seperti menyembur. Terjadi rekahan tanah memanjang di tepi pantai desa itu.Hasyim bilang, tak mau banyak berharap uluran tangan pemerintah. “Kami inisiatif sendiri beberapa keluarga berkumpul membuat rumah yang bisa ditinggali enam bulan sampai satu tahun. Kami memilih kebun ini karena ada pisang, ada kasbi (singkong-red) yang bisa dimakan jika sudah tak ada beras,” katanya.Langkah ini, dia ambil sebagai bentuk adaptasi terhadap bencana yang melanda desa mereka. Mereka juga memilih membangun huntara dengan material dari rumah yang rusak.“Jika kami gunakan terpal atau tenda, daya tahan tak lama. Kami harus tinggal cukup lama sampai rumah bisa terbangun kembali. Butuh biaya besar dan waktu cukup lama membangun kembali rumah kami,” katanya.Dia tak banyak berharap kepada pemerintah karena yang terdampak bencana ini bukan hanya satu dua desa. “Kami harus bangun rumah supaya bisa ditinggali,” katanya.Warga di sini berpikir jangka panjang. Setelah tanggap darurat bencana berakhir atau bantuan dan sumbangan pemerintah maupun masyarakat umum berakhir, mereka harus mengurus diri masing-masing. Karena itu, harus berusaha hidup menetap dan mandiri dengan membangun hunian sebelum ada rumah tinggal lebih layak.Soal makanan, katanya, mereka juga mengandalkan pangan lokal seperti pisang, ubi kayu dan sagu. “Beras juga makanan utama tetapi jika belum ada bantuan, kami andalkan pisang dan ubi kayu serta sagu,” katanya." "Cerita Korban Gempa Gane: Bangun Huntara Mandiri dan Hidup dari Pangan Lokal","Rugaya Alkatiri, istri Hasyim mengatakan, soal pangan, mereka tak khawatir karena tidak hanya beras. Mereka memiliki kebun pisang maupun ubi kayu yang bisa menjamin konsumsi hingga berbulan- bulan belum habis.“Saat kami mengungsi hari pertama hingga hari kedua tidak lapar karena kami mengungsi itu kebun yang pisang cukup banyak. Siap dikonsumsi,”katanya.Warga di desa ini terbilang tak terlalu pusing logistik makanan karena banyak pangan pilihan selain beras tersedia di lahan mereka.Saat menyambangi tempat pengungsian di Jibubu itu baru-baru ini, saya menyaksikan ibu-ibu di tenda milik keluarga Hasyim, memasak makanan dari pisang dan ubi kayu. Meski ada bantuan beras dan mie instan untuk, tetap saja ada pangan lain yang dimasak untuk konsumsi sehari-hari.Di huntara itu, ada lima karung beras dan beberapa karton mie instan. Ada juga pisang dan singkong tersedia di dapur.Cerita soal pangan lokal yang sangat membantu warga korban bencana alam , terlebih ketika belum ada bantuan, juga dilakukan warga Desa Gane Luar. Daerah ini, hingga hari ketiga pasca bencana belum ada bantuan bahan makanan.Dalam kondisi itu, pangan lokal dari kebun-kebun warga jadi andalan. Pemerintah Halmahera Selatan, baru mulai mendistribusi bantuan masuk ke daerah mereka pada hari ketiga.  Kala itu, warga berembuk dan mengecek kebun yang punya tanaman pisang, singkong maupun ketela rambat. “Hari ketiga kejadian, belum ada bantuan logistik datang, kami berembuk dan mengidentifiksi kebun warga yang memiliki pisang dan singkong untuk jadi bahan makanan,” kata Samaun Malonga, tokoh masyarakat Gane Luar.Dia bilang, pangan lokal tak bisa ditinggalkan karena dari kecil hidup mereka mengkonsumsi pisang dan ubi kayu. Saat ini, sebagian warga Gane Luar membangun rumah di kebun sebagai hunian sementara sambil menunggu waktu tepat membangun kembali rumah yang hancur." "Cerita Korban Gempa Gane: Bangun Huntara Mandiri dan Hidup dari Pangan Lokal","Huntara, mereka bangun di kebun selain aman, juga tidak khawatir kesulitanan makanan. “Kitorang (kami,red) di sini pangan lokal menjadi penolong utama pasca bencana ketika belum datang bantuan,” katanya.Senada dikatakan Argaia Sangaji, warga Gane Dalam. Perempuan usia 72 tahun ini yang hidup bersama anak dan cucu di pengungsian itu tetap mengandalkan sagu sebagai makanan utama mereka.Meski di pengungsian banyak bantuan beras maupun mie instan, dia tetap menyiapkan tepung sagu untuk konsumsi sehari- hari.Saat ditemui di tenda pengungsian, di Lapangan Sepak Bola Gane Dalam, belum lama ini, dia sedang menjemur tepung sagu di beberapa nampan.Tepung sagu ini dibawa ke tempat pengungsian usai gempa. Kala dia mencari mengambil barang-barang tersisa ternyata ada tepung sagu tak rusak. Sagu ini dia dapat dari olahan warga.“Ini bagian saya. Sebelum gempa sagu yang saya tanam diolah warga Gane Dalam. Tepung sagu yang ditaruh dalam baskom itu, tak rusak jadi dibawa ke tempat pengungsian untuk dikeringkan,”katanya.Dia perlu makan popeda (bubur sagu) atau dibakar maupun divorno jadi lempengan sagu. Selain itu, bahan makanan khas Maluku ini juga bisa tahan lama sebagai bahan konsumsi jangka panjang.  Kemandirian wargaHerman Oesman, sosiolog Maluku Utara mengatakan, kalau dilihat inisiatif dan respon warga menunjukkan mereka memiliki kemandirian dan tak ingin tergantung pada pemerintah dalam menangani persoalan.“Perlawanan dengan simbol-simbol. Ini sudah dapat jadi “pesan” warga untuk pemerintah, bahwa, mereka memerlukan kepastian, ketepatan, dan keberlanjutan meniti hari-hari mereka usai bencana.”Abdul Kadir Arief, Ketua Ikatan Geologi Indonesia (IAGI) Maluku Utara mengatakan, aksi warga itu menunjukkan kemandirian menyikapi kondisi pasca bencana." "Cerita Korban Gempa Gane: Bangun Huntara Mandiri dan Hidup dari Pangan Lokal","Hal ini, katanya, perlu mendapat respon pemerintah hingga bisa mengembangkan jadi kampung pembelajaran bencana, terutama dalam kemandirian mereka menyikapi pasca bencana. Warga bahkan memindahkan tempat tinggal secara mandiri.“Ini sebuah langkah maju. Ini sebenarnya model evakuasi mandiri yang diidam-idamkan negara ketika suatu daerah terkena bencana, termasuk misal, menentukan jalur evakuasi mereka ketika terjadi bencana,” katanya.Dalam konsep respon pasca bencana, katanya, satu bulan pertama memindahkan warga yang kocar-kacir di dalam tenda. Warga dalam tenda maksimal dua atau tiga bulan.“Tidak boleh lebih, karena orang akan stres. Orang yang tinggal di tenda itu tidak sehat secara social. Misal, keluarga yang punya anak perempuan dan laki laki tinggal di suatu tempat bercampur.”Dalam waktu tiga bulan itu, katanya, pemerintah harus mulai membangun shelter. Shelter , katanya, berfungsi sebagai tempat menunggu pembangunan hunian tetap. “Yang terjadi saat ini warga sudah bisa melakukan sendiri. Ini menunjukkan kemandirian warga.” Keterangan foto utama:    Warga korban gempa Gane, tengah mengupas singkong. Mereka bertahan hidup dari pangan dari kebun. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia [SEP]" "Debat Capres: Perubahan Iklim Tak Dibahas, Energi Terbarukan Suram?","[CLS]      Minggu (17/2/19), Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggelar debat kedua calon presiden dengan tema energi, pangan, infrastruktur, sumber daya alam dan lingkungan. Malam itu, Joko Widodo, calon presiden nomor urut satu berkemeja lengan panjang putih. Sementara Prabowo Subianto, capres nomor urut dua bersetelan jas hitam.Sebagai pertahana, Jokowi, menjawab lebih sistematis mengenai hal-hal yang sudah dia lakukan selama jadi presiden. Meskipun begitu, secara umum, debat masih banyak retorika dan isu-isu penting masih luput dari radar kedua calon seperti perubahan iklim, dan kriminalisasi warga maupun pengoptimalan energi terbarukan dari surya, air, angin maupun panas bumi.Bicara infrastruktur, Prabowo mengatakan, akan bangun infrastruktur untuk masyarakat. Dia mengkritik proyek infrastruktur era Jokowi tak efisien, tanpa kajian tepat dan tidak memperhatikan kepentingan rakyat.Jokowi menampik, pembangunan infrastruktur itu untuk rakyat. Ada 191.000 jalan desa untuk masyarakat. Jalur produksi ini, katanya, bermanfaat bagi petani, begitu juga pembangunan 58.000 irigasi dengan dana desa.Kala menjawab soal konflik infrastruktur, Jokowi bilang dalam 4,5 tahun ini hampir tak ada konflik dalam pembebasan lahan. Dia minta biaya pembebasan lahan lebih tinggi, konsepnya ganti untung bukan ganti rugi. Jokowi menyebutkan, telah membangun banyak pelabuhan baru atau pengembangan 21 lokasi, airport baru 10 bandara pada 2018.Kala membahas soal energi, kedua kubu menyatakan, perlu mengurangi energi fosil dan beralih ke terbarukan. Namun, mereka sama-sama mengandalkan sawit, sebagai sumber energi terbarukan.Mereka mengandalkan sawit tanpa penjabaran pentingnya sumber-sumber energi didapat dengan cara-cara baik dan tak timbulkan masalah lingkungan maupun pelanggaran HAM.”Sawit adalah komoditas penting, ini juga menjanjikan karena kita dapat menggunakan sawit sebagai biodiesel dan biofuel,” kata Prabowo.  " "Debat Capres: Perubahan Iklim Tak Dibahas, Energi Terbarukan Suram?","Dia yakin, Indonesia akan mampu swasembada energi, melalui sawit sebagai biofuel dan peningkatankan kesejahteraan petani sawit.“Kita manfaatkan sawit untuk jadi tambahan bahan bakar, karena dalam waktu dekat kita jadi nett importir bahan bakar minyak. Kita punya peluang dari sawit.”Prabowo juga sebut selain sawit, bioethanol dari aren, singkong sampai tebu.Jokowi menyebutkan, sudah jalankan B20, bakal meraih B100. Dia bilang, produksi sawit Indonesia 46 juta ton per tahun.”Kita menuju B100 hingga total produk dari sawit masuk biofuel, hingga ketergantingan bahan bakar minyak impor kurang,” katanya.Kedua capres hanya bahas ‘kulit-kulit’ energi terbarukan tanpa sama sekali menyinggung sumber energi terbarukan dan bersih seperti tenaga surya, air, angin sampai panas bumi.Bicara kebakaran hutan dan lahan, Jokowi mengklaim dalam tiga tahun tak terjadi kebakaran hutan dan gambut. “Itu adalah kerja keras kita semua.”Faktanya, dalam tiga tahun 2016, 2017 dan 2018, karhutla memang alami penurunan dan tak terjadi tragedi seperti 2015, tetapi karhutla masih terjadi.Berdasarkan data karhutla Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kebakaran 14.604,84 hektar (2016), 11.127,49 hektar (2017), 4.666,39 hektar (2018), turun jauh dari 2015 yang mencapai jutaan hektar.  Reforma agrariaSoal ketimpangan kepemilikan lahan, Jokowi bicara program reforma agraria dan perhutanan sosial, sudah terimplementasi lahan kelola warga sekitar 2,53 juta hektar dari target 12,7 hektar. ”Kita juga mendampingi mereka agar tanah-tanah yang diberikan itu produktif, ada yang ditanami kopi, buah-buah, jagung.”Untuk distribusi lahan, sudah memberikan 5 juta sertifikat kepada masyarakat pada 2017 dan 7 juta sertifikat pada 2018.Prabowo memiliki pandangan berbeda, tampak tak sepaham dengan distribusi lahan kepada warga. Menurut dia, jumlah lahan terbatas, sedangkan kenaikan populasi terus meningkat." "Debat Capres: Perubahan Iklim Tak Dibahas, Energi Terbarukan Suram?","”Jika bapak bangga bagi juta-juta tanah, pada saatnya nanti, kita tidak punya lahan lagi untuk dibagi-bagi.”Prabowo belum sempat menyebutkan strategi, hanya bilang kalau dapat mandat akan jalankan UUD 1945. “Pasal 33 bahwa bumi, air dan kekayaan di dalamnya dikuasai negara, rakyat boleh …” Waktu habis.Penyataan ini ditanggapi Jokowi dengan menyebutkan, Prabowo memiliki lahan besar di Kalimantan Timur seluas 220.000 hektar dan Aceh Tengah 120.000 hektar. ”Saya sampaikan, bahwa pembagian-pembagian seperti ini tidak dilakukan di masa pemerintahan saya.”Pada akhir debat, Prabowo pun mengakui kepemilikan lahan itu. ”Itu benar, tapi itu HGU, itu milik negara. Setiap saat negara bisa ambil kembali. Kalau untuk negara, saya rela kembalikan itu semua. Daripada jatuh ke orang asing, lebih baik saya yang kelola karena saya nasionalis dan patriot.”   Debat hanya formalitas?Hariadi Kartodihardjo, Guru Besar Institu Pertanian Bogor (IPB) menyayangkan, debat capres ini hanya terlihat seperti formalitas memenuhi amanat UU Nomor 7/2017 tentang Pemilu. Perdebatan tidak menyentuh akar permasalahan di lapangan dan penyelesaian tak semudah diucapkan kedua kubu.”Ini lebih pada retorika politik. Saya tidak menangkap substansi inovasi yang muncul dan akar masalah yang penting dalam upaya peningkatan lingkungan ke depan. Ini tidak muncul,” katanya kepada Mongabay.Presiden Jokowi, katanya, dalam memaparkan lebih sistematis karena pihak yang sedang menjabat. Sayangnya, Prabowo lebih banyak menggunakan retorika dan data empiris yang kurang kuat.  Dia berekpetasi, perdebatan seharusnya memberikan penyataan kritis kepada lawan, tetapi itu tak terjadi. ”Banyak fakta kuat dan otentik untuk sama-sama mengkritisi tapi itu tidak muncul.”" "Debat Capres: Perubahan Iklim Tak Dibahas, Energi Terbarukan Suram?","Perdebatan kali ini, dia anggap masih belum pada titik penyelesaian masalah. Dia contohkan, pernyataan Prabowo soal akan memisahkan kembali Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup. Ia tak bisa dilihat secara pragmatis karena sumber daya alam yang terkait dengan pangan, energi, air dan lingkungan itu erat kaitan dengan tanah termasuk investasi hingga masyarakat adat/lokal.Isu kriminalisasi masyarakat yang masuk hutan lindung dan pembebasan tanah pun absen dalam ajang perdebatan ini.Hariadi melihat, kedua kubu membawa upaya problematika sawit diselesaikan melalui teknologi. ”Fakta itu bukan menjawab problematika yang terjadi di lapangan. Persoalan sawit itu tidak terkontrol dan tak ada memastikan arah, meski sudah ada berbagai kebijakan, misal, moratorium sawit,” katanya.Pemerintah, masih belum mampu menentukan solusi masalah, seperti HGU kawasan hutan, izin salah tempat, dan menanam di luar HGU.”Itu bukan hanya jadi persoalan deforestasi juga kerugian negara, karena sawit di luar HGU tidak bayar pajak.”Kekecewaan Hariadi pun dirasakan Nur Hidayati, Direktur Eksekutif Walhi Nasional. ”Sebenarnya yang kami harapkan dari debat ini adalah penjelasan, bagaimana capres itu melaksakan visi misi bukan pada tataran apa,” katanya saat siaran langsung di TVRI.“Kami sebenarnya lebih mengharapkan jawaban elaboratif dan tajam, tadi masih normatif dan lebih banyak mempromosikan apa yang sudah dicapai,” kata salah satu panelis debat ini.Dia bilang, masih banyak jargon keluar dalam debat ini yang tidak menyentuh substansial masalah.Khalisah Khalid, dari Walhi Nasional juga menantang kedua calon mampu menyelesaikan masalah struktural kepemilikan lahan di Indonesia.Harapannya, melalui sisa waktu dua bulan menuju pilpres, debat bisa jadi rujukan masyarakat untuk mengetahui, memahami isu lingkungan yang sangat erat kaitan dalam kehidupan sehari-hari." "Debat Capres: Perubahan Iklim Tak Dibahas, Energi Terbarukan Suram?","Dewi Kartika, Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria pun menyebutkan pertanyaan yang dirumuskan panelis sudah berdasarkan fakta dan data konkrit lapangan. ”Seharusnya kedua capres tidak mengabaikan data dan situasi pesoalan yang sedang berkembang,” katanya.Soal proses pembangunan infrastruktur yang memiliki dampak negatif, respon Jokowi, tidak ada penggusuran, perampasan tanah dan konversi lahan pertanian. Padahal, konflik terus terjadi, tak hanya dalam empat tahun ini, sejak bertahun-tahun lalu.”Harusnya lebih ditekankan bagaimana pembangunan infrastruktur itu bisa jalan sesuai kebutuhan dan tujuan tetapi tidak berdampak negatif. Kita mau strategi ke depan seperti apa agar ekses negatif tidak ada,” katanya.Soal kebijakan reforma agraria, jawaban Jokowi tidak menyentuh pada penjelasan redistribusi lahan 9 juta hektar yang masih tersendat.Dia bilang, Prabowo berjanji reforma agraria dalam visi-misi tetapi tak setuju redistribusi tanah kepada rakyat dengan alasan tanah terbatas.“Beralasan daripada asing yang kuasai lantas “lumrah” dia saja yang kuasai. Asal anti swasta asing, tetapi prinsip absolut negara berkuasa atas sumber-sumber agraria adalah sikap anti-reform,” katanya dalam penjelasan via Facebook.Ucapan Prabowo, tak lengkap. “Kesannya tanah dikuasai oleh negara, lupa menyebutkan justru sebesar-besarnya kemakmuran untuk rakyat. Hingga timbul pertanyaan, apakah ini akan diakuisisi penguasaan agraria oleh negara?”Dia nilai, tim Prabowo tak bekerja. “ HGU itu obyek reforma agraria karena telah sebabkan ketimpangan. Beliau jelas tak paham juga reforma agraria, pun prinsip landreform sebagai jantung reforma agraria. Tapi bukannya punya organ himpunan kerukunan dari petani?”Khalisah Khalid mengkhawatirkan terkait tawaran-tawaran energi terbarukan kedua paslon, misal, dengan gunakan bioethanol dan biofuel." "Debat Capres: Perubahan Iklim Tak Dibahas, Energi Terbarukan Suram?","”Saat komitmen pemulihan lingkungan, kemudian dorongan pada biofuel, di mana keduanya setuju. Artinya, masa depan kita suram,” kata Alin, sapaan akrabnya.Mengapa tawaran itu berpotensi berbahaya? “Ini sama karena monokultur, pasti akan ada ekspansi lahan, kemudian persoalan lingkungan.”Alin bilang, seharusnya moratorium sawit bisa menjadi pintu masuk tata kelola sawit juga bersinergi dengan reforma agraria dan perhutanan sosial. Sayangnya, Jokowi tak sebutkan itu dalam ajang debat kemarin.Pilihan biofuel sawit ini memiliki kontribusi besar terhadap perubahan iklim.   Minus perubahan iklim dan energi terbarukan suram?Adhityani Putri, dari Center for Energy Research Asia (CERA) menyayangkan, debat capres berlangsung tak menyentuh masa depan energi Indonesia, termasuk energi bersih.”Program 35.000 MW tak dibahas sama sekali dan tidak digugat padahal program ini dominan energi batubara yang masif dan kotor,” katanya.Energi kotor ini menyebabkan mata pencaharian penduduk hilang, pencemaran, polusi debu akibat bongkar muat dan menghasilkan emisi gas rumah kaca.Debat ini pun, katanya, tidak menjelaskan strategi kedua calon agar Indonesia mengurangi ketergantungan pada energi fosil.”Saya pesimis dan khawatir tidak akan ada gebrakan baru untuk mengupayakan Indonesia beralih ke masa depan energi bersih,” katanya.Pernyataan terkait Indonesia harus mulai mengurangi ketergantungan pada energi fosil, dijawab melalui minyak sawit sebagai solusi. Biodiesel dari minyak sawit, katanya, banyak masalah, mulai dari isu lahan, kerusakan lingkungan, deforestasi, sampai masalah sosial ekonomi lain.Dia kecewa, tak ada komitmen mendukung sumber energi terbarukan, seperti surya, angin, air, dan panas bumi yang berlimpah di negeri ini.”Kita tidak memiliki kemewahan waktu, industri ekstraktif yang menang. Terkait energi terbarukan, paslon tidak mau phase out dari energi kotor,” kata Alin." "Debat Capres: Perubahan Iklim Tak Dibahas, Energi Terbarukan Suram?","Padahal, Indonesia memiliki potensi energi terbarukan besar. Berdasarkan data Koalisi #BersihkanIndonesia, Indonesia memiliki potensi surya 207.898 MW (baru termanfaatkan 0,04%), potensi laut 17.989 MW (0,002%), potensi mini dan mikro hidro 19.385 MW (1%), angin 60.647 MW (0,01%), air 75.091 MW (6,4%) dan panas bumi 29.544 MW (termanfaatkan 1%)Teguh Surya, dari Yayasan Madani Berkelanjuan menyebutkan, debat kali ini sangat minim langkah koreksi capaian dan inovasi seperti apa yang hendak dilakukan mereka. Keduanya belum bisa menangkap isu kerentanan dari perubahan iklim yang datang seperti bom waktu.Perubahan perubahan iklim luput dari bahasan mereka.“Kedua kandidat gagal melihat komitmen iklim nasional sebagai benang merah sekaligus penentu dari kelima isu yang dibahas dalam debat,” kata Anggalia Putri Permatasari, Manajer Pengelolaan Pengetahuan Yayasan Madani Berkelanjutan di Jakarta, Senin (18/2/19).Capres Jokowi lebih menekankan pada berbagai langkah kebijakan, program, dan proyek terkait kelima isu debat. Namun dia kurang mengelaborasi permasalahan dan solusi mendasar yakni tata kelola.Dia bilang, kontras antara capres petahana dan penantang. Satu sisi Jokowi cenderung menekankan langkah kebijakan dan data capaian tetapi kurang mengelaborasi maslaah mendasar dari lima isu yang diperdebatkan, yakni tata kelola.Sedangkan Prabowo, selalu menyebut mengenai swasembada, kemandirian, berdikari dan kepentingan nasional, yang dibenturkan dengan kepentingan asing.“Jadi Prabowo lebih banyak memainkan permasalahan identitas soal nasionalis. Termasuk pernyataan pamungkas yang mengatakan lebih baik saya yang kelola daripada asing. Kami lihat Prabowo, lebih banyak janji-janji populis tetapi miskin elaborasi program kerja, langkah konkrit dan bagaimana sih strategi menurunkan harga listrik itu juga tidak dielaborasi.”" "Debat Capres: Perubahan Iklim Tak Dibahas, Energi Terbarukan Suram?","Soal inftrastruktur, katanya, kedua capres sama sekali tak melihat keterkaitan erat antara infrastruktur dan perubahan iklim. Kedua kandidat, katanya, tak mengelaborasi desain utuh terkait pembangunan infrastruktur dalam kacamata kerentanan terhadap dampak perubahan iklim.“Juga bagaimana pembangunan infrastruktur akan berdampak pada upaya penurunan emisi.”Selain itu, solusi peningkatan ganti rugi yang ditekankan kedua kandidat cenderung salah fokus. Seharusnya, ia didorong persetujuan berdasarkan informasi awal tanpa paksaan dari masyarakat terdampak sebelum proyek infrastruktur masuk. Tujuannya, menjamin kemanfaatan dan mencegah pelanggaran HAM. Keterangan foto utama:     Hutan adat Kajang. yang sudah mendapatkan pengakuan dari pemerintah. Masyarakat adat, sebagai garda terdepan penjaga hutan guna menghadapi perubahan iklim.  Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dan rombongan, dengan berpakaian hitam-hitam dan bertelanjang kaki sesuai adat, mengunjungi hutan dan Komunitas Adat Ammatoa Kajang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, Senin (8/8/16). Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia     [SEP]" "Cerita Sepeda Bambu yang Dikayuh Jokowi","[CLS]     Presiden Joko Widodo, tampak mengayuh sepeda diiringi ratusan pesepeda lain menuju panggung di Plaza Tenggara Kompleks Gelora Bung Karno, Jakarta Pusat. Sabtu sore, 12 Januari itu, digelar deklarasi dukungan dari alumni Universitas Indonesia untuk pasangan presiden dan wakil presiden nomor urut satu, Joko Widodo-Ma’ruf Amin.Sepeda yang dikendarai Jokowi, hari itu terbilang unik dibanding sepeda-sepeda lain. Warna sepeda dominan putih, dengan kerangka coklat alami. Ada tulisan Spedagi pada bagian kerangka dekat roda belakang. Pembawa acara kemudian menerangkan sepeda itu merupakan produksi dalam negeri, dihasilkan di Temanggung, Jawa Tengah.Baca juga:  Belajar Hidup Ramah Alam dari Desa (Bagian 1)Sepeda dengan kerangka bambu ini adalah karya Singgih Susilo Kartono, alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) yang memenangkan beberapa penghargaan internasional untuk desain produk. Singgih juga, pegiat lingkungan dan gerakan sosial yang mengajak orang hidup selaras dengan alam.Itu bukan kali pertama Jokowi menyentuh Spedagi. Sekitar dua tahun lalu, Jokowi bahkan membeli dua Spedagi.“Saya sendiri yang menyerahkan ke Pak Jokowi di sebuah acara di Jakarta. Saya ingat beliau mengatakan desainnya bagus ya, beda dengan sepeda bambu lain,” kata Singgih kepada Mongabay.   Manfaatkan bambu Spedagi merupakan gagasan kreatif Singgih setelah suatu ketika dia menemukan foto sepeda bambu di internet yang dibuat oleh orang Amerika, Craig Calfee.“Saya merasa tertampar karena sebagai seorang sarjana desain dan melihat di sekitar rumah banyak tumbuh bambu justru tidak melakukan apa-apa atas sumber daya yang melimpah itu,” katanya, dalam sebuah acara di Ngadiprono, Kedu, Temanggung.Baca juga:   Belajar Merawat Alam ala Singgih lewat Pasar Papringan" "Cerita Sepeda Bambu yang Dikayuh Jokowi","Spedagi sebenarnya akronim atau singkatan dari sepeda pagi, sebuah kebiasaan yang dilakukan Singgih saat di desa. Kadang ditemani sang istri, Tri Wahyuni, atau kerabat dekat mereka menyusuri jalanan desa dengan bersepeda.“Ini semua gara-gara kolesterol,” kata Singgih setengah bercanda, mengisahkan Spedagi bermula.Proses penciptaan sepeda bambu cukup berliku, berawal pada 2013. Spedagi generasi pertama masih gunakan bambu utuh. Kala itu, Singgih memilih bambu diameter kecil namun kuat sebagai kerangka sepeda. Mirip seperti gagang sapu.Sepeda bambu terlihat besar, kasar, dan cukup sulit menyatukan batang-batang bambu karena diameter tidak selalu sama. Dalam sebuah kesempatan Singgih pernah memperlihatkan setumpuk sepeda bambu buatannya yang gagal.“Saya tidak putus asa. Saya terus mencoba menyempurnakan sampai ketemu yang saya mau,” katanya waktu itu.Setelah gunakan bambu utuh, Singgih beralih pakai bilah bambu. Dia pakai bambu petung yang terkenal kuat, besar, dan mudah didapat. Rangka bambu itu disambung dengan logam dan resin. Seluruh pekerjaan pembuatan sepeda dengan tenaga lokal yang juga cukup melimpah di desa.Baca juga: Tularkan Gerakan Pemanfaatan Sumber Daya Lestari ke Negeri Sakura (Bagian 2)Spedagi adalah produk kerajinan tangan, dan dia tak bermaksud jadi produk industri massal. Jangan membayangkan ada pabrik sepeda di desa itu. Untuk menghasilkan satu sepeda bambu perlu enam hari kerja, dengan cermat, lewat tangan-tangan terampil artisan. Mengendarai Spedagi laksana mengendarai karya seni.Beberapa varian Spedagi akhirnya dia ciptakan. Mulai dari Spedagi Dwiguna (dual track) yang dirancang untuk bersepeda di jalan pedesaan maupun kota. Spedagi Dalanrata (road bike) khusus untuk jalan yang mulus. Spedagi Gowesmulyo (joy bike) untuk perkotaan dengan jarak pendek, dan Spedagi Rodacilik (minivelo) yang menggunakan ban berdiameter kecil yang juga cocok untuk jalan perkotaan." "Cerita Sepeda Bambu yang Dikayuh Jokowi","Sepeda yang ditunggangi Jokowi adalah varian dari Spedagi Gowesmulyo. Harga mulai Rp3,5 juta untuk kerangka saja. Kalau utuh termasuk roda dan aksesoris lain sampai Rp8,65 juta.Spedagi sendiri menjadi ikon dari gerakan merevitalisasi desa. Desa sebenarnya banyak memiliki potensi, yang tidak terlihat oleh masyarakat desa itu sendiri. Bersama timnya dia memulai proyek Pasar Papringan, sebuah upaya konservasi kebun bambu menjadi tempat yang menarik dan mendatangkan tambahan pendapatan bagi warga desa.Kini Spedagi sebagai sebuah gerakan tidak hanya ditularkan di Indonesia namun juga Jepang, dan dalam penjajakan ke beberapa negara lain.  Keistimewaan Sepeda bambu ciptaan Singgih memang unik. Bambu petung dipilih karena banyak tumbuh di desa. Bentuknya yang besar dan kuat memudahkan untuk membuat ukuran sama. Penggunaan bahan alam ini tentu saja bisa mengurangi bahan-bahan ekstraktif yang cenderung merusak alam.Dari sebatang bambu petung usia dewasa, Singgih mampu membuat lima hingga tujuh kerangka sepeda. Sebuah lompatan nilai tambah dari bambu yang sering dianggap bahan alam biasa.“Bambu itu material masa depan,” kata Singgih.Selain kuat, dan alami, bambu bisa untuk banyak hal, dari perabotan, rangka rumah, hingga kerajinan. Bambu tumbuh baik di banyak tempat di Indonesia. Bambu juga cepat tumbuh, hingga pemanfaatan bisa mengurangi penggunaan kayu hutan. Pada akhirnya pemilihan material bambu bisa mengurangi deforestasi.Saat saya mencoba salah satu seri Spedagi di jalan desa, tidak ada perbedaan mencolok yang dirasakan dibandingkan dengan sepeda berkerangka aluminium atau logam. Baik saat merambah jalan berbatu maupun jalan rata." "Cerita Sepeda Bambu yang Dikayuh Jokowi","Sepeda bambu terasa nyaman dikendarai karena bambu sesungguhnya merupakan material penyerap getaran terbaik dibanding material besi, aluminium bahkan serat karbon. Kelemahan sekaligus keunggulan bambu adalah sifatnya yang lentur. Kerangka sepeda Spedagi didesain sedemikian rupa mengurangi sifat ini. Sejauh ini, Singgih masih belum merekomendasikan sebagai sepeda balap profesional.Keistimewaan lain sepeda bambu rancangan Singgih adalah ide pemanfaatan kearifan lokal atas bambu itu sendiri. Bambu sejak lama sebagai bahan pembuatan rumah di desa. Meski umur pakai bisa berbilang tahun lewat perlakuan yang tepat, namun kini bambu mulai ditinggalkan.“Saya terinspirasi dari rumah di desa yang memanfaatkan bambu sebagai usuk penahan genting. Para tukang pembuat rumah di desa menggunakan dua bilah bambu yang saling ditangkupkan.”Kerangka sepeda bambunya juga dibuat dari dua bilah bambu yang ditautkan. Dua bilah bambu dengan teknik tertentu diserut lalu disatukan. Jika rancangan awal bentuknya silinder, pada desain sepeda bambu terakhirnya sengaja berbentuk oval.Hasilnya, kuat juga terlihat ramping. Selain itu, lebih banyak lagi bambu terpakai dari sebatang bambu.“Saya memilih bentuk oval selain kuat ini juga lebih cantik,” kata Singgih.Bersepeda Spedagi, tak lengkap jika tidak menggunakan aksesoris helm asli sepeda bambu. Helm Spedagi juga terbuat dari bambu. Bentuknya mirip engkrak berukuran kecil yang pas dikenakan di kepala. Ada tali yang menggantung di bawah dagu agar engkrak kecil itu tidak jatuh.Engkrak sebenarnya adalah piranti yang dipakai untuk mengumpulkan sampah. Namun dalam sudut pandang Singgih engkrak itu bisa bernilai tinggi dan berubah jadi helm. Sebenarnya, dia sudah merancang helm untuk Spedagi, tetapi menjelang bata waktu, Singgih gagal. Sampai dia melihat ada engkrak yang terbalik." "Cerita Sepeda Bambu yang Dikayuh Jokowi","“Engkrak ini awalnya cuma untuk memungut sampah dan seringkali tergeletak begitu saja tanpa diperhatikan orang. Tapi ketika ini dibuat lebih kecil dan dipakai sebagai topi benda ini menjadi lucu, indah, dan unik. Orang juga suka mengenakannya,” kata Singgih.Topi Engkrak Spedagi menjadi sebuah simbol upaya mengangkat harkat bambu, mengubah fungsi dari pengumpul sampah menjadi pelindung kepala, bagian terpenting dari tubuh seseorang.   Penghargaan Pengakuan atas kualitas dan desain produk sepeda bambu buatan Indonesia ini beberapa kali datang dari ajang di luar negeri. Pada 2017, Spedagi memperoleh Bronze Award dalam DFA–Design for Asia Awards– diselenggarakan di Hong Kong. Pada 2018, Spedagi memenangi Gold Award Good Design Jepang 2018. Spedagi terpilih dari hampir 4.500 entri dari seluruh dunia.Sepeda bambu Singgih sudah menjalani serangkaian uji coba. Spedagi telah diperiksa Japan Vehicle Inspection Association (JVIA), dan uji kendara di Indonesia melewati Jakarta Madiun sejauh 750 km tanpa kerusakan. Setiap produk Singgih memberikan garansi selama dua tahun.Penghargaan dan lolos uji di Jepang ini membuktikan, kualitas Spedagi diakui di negara yang dikenal memiliki standar tinggi untuk produk ini.Uniknya, Singgih memberi nama dan memberi seri untuk tiap produk memakai bahasa Jawa. Seri Pringtelulas berarti bambu tigabelas seperti untuk varian Spedagi Rodacilik atau roda kecil. Varian Gowesmulyo yang dipakai Jokowi itu berarti gowes nyaman. Seri Dalanrata, misal berarti jalan rata, bentuk mirip sepeda balap. Dwiguna, bentuk seperti sepeda gunung baik untuk jalan berbatu maupun jalan rata.Bukan kali itu saja Singgih menerima penghargaan untuk desain yang memakai pendekatan ecoproduct dan ecodesign. Dia juga memenangkan beberapa penghargaan internasional untuk desain Radio Kayu Magno. Radio kayu juga dikoleksi dan dipamerkan di beberapa museum desain ternama dunia." "Cerita Sepeda Bambu yang Dikayuh Jokowi","Singgih dengan karya-karyanya membuktikan, sumber lokal yang terdapat di desa, yang melibatkan talenta atau artisan dari desa, diproduksi di desa, bisa memiliki kualitas dunia. Keterangan foto utama:     Joko Widodo menaiki Spedagi. Foto: Jokoway.com   [SEP]" "Inge dan Boris, “Penguasa Baru” Situ Patenggang","[CLS]   Suasana sunyi mengiringi sepasang owa jawa keluar kandang habituasi menuju hutan tepian Situ Patenggang, Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Tirai kabut yang perlahan ditembus sinar matahari di akhir Juli 2019, menjadi penanda berakhirnya masa karantina primata anggota anggota suku Hylobatidae ini.Tanpa suara, dua individu Hylobates moloch itu langsung bergelayutan di dahan-dahan pohon. Melihat pemandangan itu, wajah Sigit Ibrahim bersama para pegiat lingkungan lainnya tampak puas. Inge dan Boris sudah bebas. Koordinator Perawat Pusat Rehabilitasi Primata Jawa, The Aspinal Foundation, telah merehabilitasi keduanya hampir setahun.Inge merupakan betina 6 tahun hasil sitaan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam [BBKSDA] Jawa Barat. Sedangkan Boris, jantan 9 tahun hasil breeding di Bali Zoo.Baca: Kisah Mudiknya 6 Owa Jawa ke Tanah Pasundan  Sigit mengatakan, proses menjodohkan mereka terjadi di kandang karantina. Bila tidak, owa tak dapat dilepasliarankan, alias tidak akan bertahan jika tak memiliki pasangan.Di kadang berukuran 25 x 25 meter, mereka melewati beragam terapi pemulihan. Mengembalikan insting alami yang hilang akibat terbiasa dipelihara manusia menjadi hal terlama. Terapi lain yang dilakukan adalah meletakkan variasi makanan, hingga memperbanyak tempat bergelantung.Jika owa memenuhi indikator “liar” langkah selanjutnya pelepasliaran. Tandanya, mereka galak dan waspada setiap ada manusia atau obyek lain mendekat. “Owa pun mulai meninggalkan kebiasaan berjalan di tanah, lebih sering bergelanyut,” terang Sigit.Baca: Berbagi Kawasan di Gunung Tilu : Antara Manusia Dan Primata  Owa tak berekor. Tubuhnya langsing, berbulu halus lebat kelabu keperakan. Mukanya kelilingi rambut kehitaman. Di habitat alaminya, ia piawai bergelayut [brachiating] di dahan pucuk pohon tinggi. Bunyi suaranya khas hut-hut-huuuot- huuuot." "Inge dan Boris, “Penguasa Baru” Situ Patenggang","Sayangnya, nasib owa jawa berada di jurang kepunahan. Kera yang kedua tangannya lebih panjang hampir dua kali dari badannya ini, perlahan kehilangan daya sebagai penguasa hutan-hutan Jawa.Bukti itu, diceritakan Sigit. Ia mengatakan, masyarakat sekitar kawasan Cagar Alam Situ Patengang terakhir kali mendengar suara owa pada 1980-an. “Setelah itu tak hilang,” ucapnya.Inge dan Boris menjadi owa pertama yang dilepasliarakan di kawasan konservasi berstatus cagar alam seluas 86 hektar tersebut. Keberadaannya bakal membuat hutan ini lebih bernyawa setelah 39 tahun senyap.Baca: Foto: Hidup Owa Memang Seharusnya di Hutan  Habitat tergangguSejak didirikan 2012, Aspinal fokus melakukan kajian kawasan sekaligus pelepasliaran di wilayah Bandung Selatan, terutama Cagar Alam Gunung Tilu. Sudah 37 owa dikembalikan ke alam.Kabar baiknya, hasil monitoring Aspinal mencatat ada pasangan owa yang kawin dengan owa liar. Ada pula yang setia dengan pasangan sejak karatina. Bahkan, terpantau empat anakan owa lahir di alam.Umumnya, owa hidup berkelompok dalam suatu keluarga terdiri induk dan jantan berikut anakan yang belum disapih. Rata-rata, berpopulasi antara 2 sampai 4 individu tiap kelompok.Sang induk, melahirkan anak sekitar 220-an hari. Bayi owa akan tetap berada di kelompoknya dan disampih setelah remaja. Usia matang seksual, kata Sigit, antara 6-7 tahun. Setelah itu owa pra-dewasa harus meninggalkan teritori kelompoknya. Pergi merantau sekaligus mencari jodoh untuk membuat kelompok baru. Setidaknya, owa membutuh 33 hektar kawasan sebagai teritori.Baca juga: Owa, Primata Dilindungi Ini Ada Saja yang Pelihara!  Kata peneliti Suci Utami yang hadir pada pelepasliaran, di alam bebas, seperti di sisa hutan yang ada tingkat harapan, hidup owa cuma belasan tahun. Itu pun kalau tidak dibunuh pemangsa buas, termasuk manusia." "Inge dan Boris, “Penguasa Baru” Situ Patenggang","“Tetapi yang dominan terganggunya habitat. Di Jawa, tak ada hutan yang tak dirambah. Bahkan saat meneliti, saya menemukan owa terkurung di salah satu kawasan yang sudah habis dibabat,” ungkap Suci yang juga meneliti orangutan.Ia menuturkan, kedua satwa endemik ini memiliki kesamaan. Sama-sama menghadapi ancaman besar, kehilangan habitat yang mempersempit ruang hidup mereka.  Upaya konservasiUpaya konservasi owa jawa bukan hal gampang. Selain karena kejahatan perburuan dan perdagangan, habitat primata ini pun terancam hilang akibat degradasi dan pembukaan hutan.“Tidak menutup kemungkinan daya jelajah owa terdesak, lalu hidup di hutan mendekati puncak gunung,” ujar Sigit. Biasanya owa hidup di hutan berketinggian 600-an meter di atas permukaan laut.Hasil pengamatan di lapangan menunjukan, owa yang telah beranak-pinak seolah mengajarkan anaknya untuk bermain ke arah puncak dari teritorinya. Mereka memilih tidak mendekati kaki gunung yang berpeluang bersinggungan dengan aktivitas manusia.“Nasibnya bertahan bila pemerintah berpihak mempertahankan habitatnya.”Direktur Eksekutif Aspinal, Made Wedana, berpandangan, rehabilitasi bukanlah opsi paling baik menyelamatkan owa jawa. Menurutnya, pilihan terbaik justru menjaga kawasan sebagai habitatnya.“Opsi tersebut jauh lebih murah dan efektif ketimbang dimulai penangkapan, rehabilitasi yang diakhiri pelepasliaran. Proses ini panjang dan sulit,” terangnya.Wedana bilang, pertama kali melakukan kajian kawasan di Gunung Tilu terdapat 15 kelompok atau sekitar 40 individu owa. Kini, populasinya di kawasan seluas 8.000 hektar itu mencapai 77 individu.“Kami tidak melepas di banyak tempat. Kami fokus di wilayah ini dengan upaya optimal. Terutama pengamanan kawasan,” tuturnya.Pada 2008, Wedana meneliti persebaran owa dan memprediksi populasinya masih pada kisaran angka 2.000 hingga 2.500 individu. Namun, angka itu masih belum pasti, terhenti pada keterbatasan pendanaan." "Inge dan Boris, “Penguasa Baru” Situ Patenggang","Ikhwal populasi owa jawa, Kepala BBKSDA Jabar Ammy Nurwati mengaku belum mengetahui pasti. Belum ada data keseluruhan. Ia mengatakan hanya mengetahui jumlahnya berdasarkan kantong populasi di beberapa side monitoring saja.Pemerintah memang memiliki upaya ingin menambah populasi di alam. Salah satu upaya melalui rencana aksi yang dibuat berkala. “Upaya itu sudah membuahkan hasil,” tuturnya. Namun, Ammy enggan merinci indikator peningkatan tersebut.  Indonesia merupakan rumah besar 7 jenis owa dari 19 jenis yang ada di Asia. Ada Hylobates moloch [owa jawa] yang tersebar di Jawa Barat dan sebagian Jawa Tengah; Hylobates lar [serudung] yang berada di Sumatera bagian utara; Hylobates agilis [ungko] di Sumatera bagian tengah ke selatan; juga Symphalangus syndactylus [siamang] di seluruh Sumatera.Berikutnya, Hylobates klosii [bilou] di Pulau Mentawai, Sumatera Barat; Hylobates muelleri [kelempiau] di seluruh Kalimantan; serta Hylobates albibarbis [ungko kalimantan atau kalaweit] yang berada di Kalimantan bagian barat. Seluruh owa dilindungi Permen LHK P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.   [SEP]" "Presiden Teken Inpres Setop Izin di Hutan Primer dan Gambut, Masih Ada Revisi Berkala?","[CLS]      Akhirnya, Presiden Joko Widodo, menandatangani Inpres tentang Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut pada 5 Agustus lalu.“Benar, saya sudah monitor pada 5 Agustus kemarin, Bapak Presiden telah menandatangani Inpres soal penghentian pemberian izin baru dan penyempurnaan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut,” kata Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Jakarta, Selasa (6/8/19).Dia bilang, inpres ini pembaharuan dari Inpres 6/2017 dengan perubahan dari urusan penundaan jadi penghentian pemberian izin baru dan penyempurnaan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut.Baca juga: Kebijakan Setop Izin di Hutan Primer dan Lahan Gambut Bakal Permanen?Kebijakan ini mulai pada mei 2011, lewat Inpres No 10/2011 sampai Inpres 6/2017 tentang penundaan pemberian izin baru di hutan primer dan lahan gambut. Areal penundaan pemberian izin itu, katanya, tergambar secara spasial dalam Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru (PIPPIB) dan revisi tiap enam bulan sekali. Sampai Juli 2019, inpres sudah revisi 15 kali.“Telaahan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terhadap data series analisis luas penundaan pemberian izin baru, menunjukkan areal PIPPIB sudah mempunyai luasan relatif stabil atau agak konstan atau tetap diangka sekitar 66 juta hektar,” katanya.Menurut dia, imbas kebijakan moratorium ini memperlihatkan, terjadi pengurangan luas deforestasi signifikan dalam areal penundaan sekitar 38%.Siti mengatakan, tata kelola hutan alam primer lebih baik, terlihat dari luas PIPPIB tetap, pengurangan angka deforestasi signifikan dan ada perubahan rencana pengusahaan hutan tanpa mengganggu produktivitas." "Presiden Teken Inpres Setop Izin di Hutan Primer dan Gambut, Masih Ada Revisi Berkala?","“Juga telah banyak terbit peraturan yang menjaga tata kelola lahan gambut. Penegakan hukum terkait lingkungan hidup dan kehutanan berjalan baik,” katanya.Selain itu, wilayah penghentian pemberian izin baru jadi potensi result-based payment REDD+ sejalan dengan penerapan kebijakan pemberian insentif pengendalian perubahan iklim sebagaimana PP 46/2017 tentang Instrument Ekonomi Lingkungan.Wilayah penghentian pemberian izin baru itu, katanya, jadi target pencapaian Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia dari sektor kehutanan.Menurut dia, menetapkan dalam regulasi terhadap hutan primer vegetasi alam lebat dan lahan gambut adalah konfirmasi karena sudah tidak lagi beri izin.“Inpres yang ditandatangani itu mengatur perintah kepada jajaran eksekutif. Inpres adalah semacam excecutive order yang harus dipatuhi jajaran pemerintah di bawah presiden.”“Isinya memerintahkan kepada Menteri LHK, Menteri Dalam Negeri, Menteri ATR, Menteri Pertanian dan Menteri PUPR, Kepala BIG, gubernur dan bupati, walikota secara umum tidak lagi memberikan izin baru di area PIPPIB.”Selain itu, dalam inpres terbaru ini juga ada perintah penyempurnaan kebijakan tata kelola izin usaha, pengelolaan lahan kritis, serta penggunaan emisi karbon.Dalam inpres, katanya, ada juga pengecualian berkenaan dengan izin-izin yang sudah ada dan telah mendapatkan persetujuan prinsip, pembangunan berisfat vital, dan perpanjangan izin. Juga, restorasi ekosistem, jalur evakuasi bencana alam, penyiapan pusat pemerintahan atau pemerintahan daerah, proyek strategis nasional dan kepentingan pertahanan keamanan serta penunjang keselamatan umum. Inpres juga memerintahkan gubernur, bupati dan walikota tidak memberikan rekomendasi izin baru di areal PIPPIB.“Ini sangat baik dan positif. Makin nyata langkah Presiden Jokowi dan pemerintah dalam menyiapkan lingkungan yang baik.” " "Presiden Teken Inpres Setop Izin di Hutan Primer dan Gambut, Masih Ada Revisi Berkala?","Abetnego Tarigan, Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden (KSP) mengatakan, inpres sudah ditandatangani presiden tetapi belum diundangkan, hingga belum rilis ke publik. Dokumen inpres, katanya, baru bisa diakses kalau sudah ditandatangani menteri.“Untuk perpres biasa ditandatangani Menteri Hukum dan HAM setelah ditandatangani presiden, dokumen inilah disebar dan dikeluarkan. Untuk inpres biasa ditandatangani setneg atau seskab, setelah ditandatangani presiden. Gak jarang perlu waktu lima sampai tujuh hari, kadang bisa lebih cepat juga,” kata Abet.Inpres ini, katanya, memerlukan sistem pemantauan lebih terbuka dan dapat diakses publik. Kawasan yang dilarang terbit izin harus mendapat dukungan, seperti pemantauan independen dari publik atau lembaga-lembaga non pemerintah yang relevan dengan isu ini.“Peran Kemendagri sangat penting memastikan pemerintah daerah benar-benar memahami dan melaksanakan inpres. Ujung tombak di lapangan ada pada pemda.”Kalau bicara inpres yang ditandatangani presiden ini ideal atau tidak, kata Abet, pasti sulit menentukan kriteria ideal.  Yang pasti, katanya, inpres ini mencoba mengoptimalkan perlindungan hutan dan gambut.“Inpres itu pastinya instruksi ke internal pemerintah. Dalam inpres ini berkaitan dengan pelarangan penggunaan kewenangan, dalam hal ini penerbitan izin di hutan alam dan gambut.”Inpres ini, katanya, dengan melihat pola pemanfaatan lahan di Indonesia. Ekspansi perizinan perusahaan besar sudah tak prioritas. Untuk itu, kebijakan pemerintah kini lebih menyasar ke pemberian nilai tambah dan industri hilir." "Presiden Teken Inpres Setop Izin di Hutan Primer dan Gambut, Masih Ada Revisi Berkala?","“Kalau hanya di hulu saja, juga tidak memberikan manfaat signifikan. Kita juga dari kondisi lingkungan perlu jaga. Kondisi hutan sudah dilihat bahwa moratorium dengan segala kritik juga berkontribusi terhadap penurunan deforestasi,” katanya, seraya bilang, inpres merupakan pilihan cukup tepat. Dengan begitu, kata Abet, moratorium yang sudah berjalan ini ada kepastian.Soal usulan berbagai pihak agar hutan sekunder masuk dalam inpres, katanya, inpres belum sampai ke sana. “Kita juga harus melihat di luar hutan primer itu punya potensi untuk dikelola rakyat dalam bentuk perhutanan sosial. Jadi, jangan juga kita mengunci potensi dan peluang rakyat memanfaatkan di tengah pemerintah masih melanjutkan perhutanan sosial.”  Membingungkan, permanen tetapi tetap revisi periodik?Teguh Surya, Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan mengatakan, dari draf Inpres tentang Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut, hanya mengubah judul dari ‘penundaan’ jadi ‘penghentian pemberian izin baru.’“Terkait substansi tak mengalami perubahan signifikan,” katanya di Jakarta, Kamis (8/8/19).Dia nilai, tak ada penguatan substansi dan dasar hukum setelah delapan tahun kebijakan moratorium berjalan. Padahal, fakta di lapangan perlu perlindungan hutan alam menyeluruh, kaji perizinan, penegakan hukum karena pengawasan lemah dan penyelasaian konflik.Sebaliknya, kebijakan ini tetap mengakomodasi praktik pembabatan hutan oleh korporasi tanpa melalui proses evaluasi atau peninjauan izin terlebih dahulu yang terlihat dalam poin pengecualian.Dalam draf inpres yang diperoleh Mongabay, menyebutkan, ada berbagai pengecualian, pertama, bagi permohonan yang telah mendapatkan izin prinsip atau penggunaan kawasan hutan buat eksplorasi sebelum Inpres No 10/2011." "Presiden Teken Inpres Setop Izin di Hutan Primer dan Gambut, Masih Ada Revisi Berkala?","Kedua, pelaksanaan, pembangunan vital nasional, yaitu, panas bumi, minyak dan gas bumi, ketenagalistrikan dan lahan kedaulatan pangan. Di sana, disebutkan, padi, jagung, tebu, sagu, singkong, dan kedelai.Ketiga, perpanjangan izin pemanfaatan hutan, atau penggunaan kawasan hutan. Keempat, restorasi ekosistem. Kelima, kegiatan terkait pertahanan dan keamanan negara. Keenam, jalur evaluasi dan penampungan sementara korban bencana alam.Ketujuh, penyiapan pusat pemerintahan, ibukota pemerintahan, kantor pusat pemerintahan nasional, provinsi, kabupaten dan kota. Kedelapan, infrastruktur yang merupakan proyek strategis nasional dan kesembilan, prasarana penunjang keselamatan umum.Bahkan, kata Teguh, hutan yang ‘terlindungi’ inpres sekitar 66 juta itu belum sepenuhnya aman. Dalam poin draf kebijakan tetap menyebutkan, melakukan revisi terhadap PIPPIB pada kawasan hutan setiap enam bulan sekali setelah berkoordinasi dengan kementerian/lembaga non kementerian terkait.Dengan begitu, kebijakan ini, katanya, juga masih berpotensi mengkonversi gambut meskipun sudah ditetapkan sebagai fungsi lindung lewat aturan soal penentuan dan penetapan dan pengelolaan puncak kubah gambut berbasis kesatuan hidrologi gambut (KHG).“Besar kemungkinan komitmen perlindungan hutan akan terus berkurang dari 66 juta hektar mengingat PIPPIB akan tetap revisi setiap enam bulan. Masih berlaku berbagai pengecualian untuk mengakomodasi permohonan yang telah mendapat persetujuan prinsip dan perpanjangan izin. Pengaturan ini membingungkan. Harusnya dihapus. Ini menghilangkan niat baik memberikan perlindungan hutan alam tersisa secara permanen,” katanya.Dia bilang, perlu kejelasan soal posisi atau letak 66 juta hektar hutan yang dilindungi inpres yang kabarnya sudah terbit 5 Agustus ini. “Bagaimana status hutan adat dan atau wilayah kelola masyarakat yang terdapat dalam PIPIB? Apakah telah teridentifikasi?”" "Presiden Teken Inpres Setop Izin di Hutan Primer dan Gambut, Masih Ada Revisi Berkala?","Teguh bilang, luasan PIPPIB berkurang selama periode 2011-2019 sekitar 3 juta hektar. Hingga kini, katanya, tak ada penjelasan di mana wilayah pengurangan dan untuk kepentingan apa atau siapa. Begitu juga mekanisme tidak jelas dan tidak mumpuni bagi publik berpartisipasi alias proses tertutup.Dia juga mempertanyakan nasib hutan di luar 66 juta hektar yang masuk inpres. “Apakah berarti hutan di luar itu siap dikonversi? Mengingat merujuk pada data status hutan dan kehutanan indonesia 2018, tercatat luas hutan alam Indonesia adalah 89,4 juta hektar, di mana 6,9 juta hektar masih berada di alokasi penggunaan lain.”Kala masa jeda izin selama delapan tahun ini, katanya, tetap terbit izin pelepasan kawasan hutan di wilayah PIPPIB dan gambut di Boven Digoel, Papua seluas 2.618 hektar. Terhadap kasus-kasus ini, katanya, tak ada evaluasi. Belum lagi, izin pelepasan untuk kebun sawit di Buol, pada November 2018, dua bulan setelah Inpres Moratorium Izin Sawit.“Situasi ini jadi preseden buruk dalam menegakkan kebijakan perlindungan hutan, leadership Jokowi belum menjawab tantangan dan dinamika ini,” katanya.Satu lagi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, tetap tak menerima instruksi alias bebas tugas dari melindungi hutan. Padahal, katanya, tambang dan energi—terutama biofuel yang bersumber sawit—sektor rakus lahan.Belum lagi, kalau berbicara rencana pembangunan jangka menengah nasional ( RPJMN). Dalam RPJMN, katanya, bilang mau mempertahankan tutupan hutan Indonesia seluas 94 juta hektar sampai 2025.Dalam rencana kehutanan tingkat nasional (RKTN) 2011-2030, telah mengagendakan ekspansi hutan tanaman industri 5 juta hektar. “Pertanyaannya, apakah inpres ini, RPJMN dan RKTN telah sinkron? Kalau tidak, situasi ini makin membingungkan dan berpotensi menjadi lubang deforestasi dan mengancam keberhasilan pencapain komitmen iklim,” kata Teguh." "Presiden Teken Inpres Setop Izin di Hutan Primer dan Gambut, Masih Ada Revisi Berkala?","Inda Fatinaware, Direktur Eksekutif Sawit Watch mengatakan, inpres ini seharusnya jadi momentum kaji ulang dan mengevaluasi semua kondisi hutan dan gambut.“Soal sawit, kita berharap terjadi evaluasi benar-benar soal perizinan. Harus dilihat semua. Kemudian, kita juga memastikan wilayah kelola masyarakat secara aman dan tidak ada lagi pembukaan sawit di gambut yang bermasalah,” katanya.Kebijakan dalam inpres, kata Inda, seharusnya terintegrasi dengan kebijakan lain sperti Inpres Moratorium Izin Sawit, Perpes 88/ 2017 tentang penyelesaian tata batas kehutanan, dan Perpres 86/2018 soal reforma agraria.“Jangan sampai kebijakan yang permanenkan moratorium ini malah menutup ruang untuk evaluasi terhadap izin-izin di atasnya. Tak bisa seperti itu, jangan sampai larinya seperti pemutihan. Kita berharap permanen ini tidak membuat pemutihan atas kosnesi-konsesi yang bemasalah.”Arie Rompas, dari Greenpeace Indonesia mengatakan, kebijakan ini bukan soal permanen atau tidak tetapi bagaimana memastikan apa yang akan dilindungi melalui inpres ini.Dengan kebijakan permanen, katanya, belum tentu menjawab persoalan kalau tetap sama kalau wilayah cakupan perlindungan itu tidak masuk dalam kebijakan ini. “Inpres ini juga harusnya memasukkan penegakan hukum. Kalau kebijakan ini tak ada penegakan hukum, tak akan maksimal,” katanya.Dia bilang, seharusnya perhutanan sosial dan hutan adat bisa masuk pengecualian dalam inpres. Sebab, kedua hal ini bukan ancaman. Sementara poin pengecualian lain, hilangkan. Dengan pengecualian-pengecualian ini, katanya, masih memberikan peluang pembukaan hutan primer dan lahan gambut.“Di inpres ada pengecualian soal ibukota baru. Seharusnya, misi ibukota berkelanjutan kan seharusnya tidak merusak hutan. Itu juga jadi perdebatan tersendiri. Kalau pemindahan ibukota membuka lahan gambut dan hutan alam, itu problem baru juga.” " "Presiden Teken Inpres Setop Izin di Hutan Primer dan Gambut, Masih Ada Revisi Berkala?","Keterangan foto utama: Hutan di Aceh, yang sebagian berubah jadi kebun sawit. Mampukah, kebijakan setop izin di hutan primer dan lahan gambut, menghentikan praktik-praktik seperti ini? Foto: Junaedi Hanafiah/ Mongabay Indonesia    [SEP]" "Pulangkan Sampah Impor ke Negara Asalnya!","[CLS]   Setelah pengembalian lima kontainer sampah kertas bercampur plastik ke Amerika Serikat, Juni 2019, Bea Cukai Tanjung Perak, Surabaya segera memulangkan lagi delapan kontainer sampah kertas terkontaminasi plastik serta bahan berbahaya dan beracun [B3] ke Australia.Kepala Kantor Bea Cukai Tanjung Perak, Surabaya, Basuki Suryanto menuturkan, rekomendasi pemulangan telah dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK]. Hanya menunggu waktu.“Rekomendasinya reekspor. Sampah kertas itu terbukti berbahaya, terkontaminasi limbah plastik dan sampah popok,” ungkap Basuki, di Surabaya [09/7/2019].Dalam pantauan di Terminal Petikemas Surabaya [TPS], tempat penitipan kontainer sampah impor, terlihat material lain selain sampah kertas asal Australia. Tidak hanya sampah plastik tapi juga popok bayi sekali pakai, bercampur tabloid dan majalah bekas terbitan Australia.“Sampah dari Amerika Serikat dan Jerman lainnya masih menunggu rekomendasi KLHK untuk dikembalikan. Tiga perusahaan sedang diperiksa,” ujarnya.Baca: Jawa Timur Pastikan Tangani Masalah Sampah Impor  Basuki menuturkan, tidak semua kontainer sampah impor diperiksa Bea Cukai, karena selain masuk daftar jalur hujau, kontainer telah diperiksa di pelabuhan negara asal sampah. Kerja sama dengan Sucofindo atau Surveyor Indonesia. Yang dicurigai akan diperiksa langsung.Bea Cukai Tanjung Perak Surabaya memiliki catatan, ada 18 perusahaan terkait sampah kertas impor yang semuanya berhenti di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Perusahaan yang terbukti memuat sampah plastik dan B3 sebagai ikutannya, punya waktu 90 hari sejak masuk Indonesia, untuk reekspor.“Sejauh ini hanya kena wajib mengembalikan. KLHK yang akan memutuskan, hukumannya ada di UU 32/2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup,” lanjutnya.Baca: Tidak Hanya Ganggu Kesehatan, Sampah Juga Merusak Lingkungan  " "Pulangkan Sampah Impor ke Negara Asalnya!","Basuki mengatakan, infomasi yang diperoleh dari Sucofindo menyebutkan, ada sekitar 10 hingga 12 ribu kontainer diimpor setiap bulan. Namun, sejak ramai pemberitaan sampah impor, pada Juni 2019, jumlahnya turun, 600 hingga 700 kontainer saja.“Adanya kejadian ini, import khusus sampah kertas berkurang. PT. PKR [inisial] pada Januari 109 dokumen, dan Juni tinggal 20 dokumen. PT. ADS, Januari 77 dokumen, sementara Juni turun jadi 23 dokumen. PT. KTK, Januari [130 dokumen], Februari [152 dokumen], Juni [87 dokumen], jadi banyak yang turun,” terangnya.Baca: Pemerintah Perlu Setop Dulu Izin Impor Sampah  Protes aktivis Sejumlah aktivis lingkungan di Jawa Timur mendesak pemerintah menanganai sampah impor tegas dan serius, termasuk mengembalikan ke negara asalnya. Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah atau Ecoton, Prigi Arisandi mengatakan, Bea Cukai sebagai otoritas negara harusnya mengetahui konsisi ini semua. Selama ini sampah kertas impor masuk kategori jalur hijau, sehingga pemeriksaan dinilai formalitas saja.“Seharusnya ada SOP jelas, dari 1.000 kontainer, misalnya berapa persen yang diperiksa,” ungkapnya.Kementerian Perdagangan yang mengatur regulasi juga dinilai berandil lolosnya sampah plastik dan B3 bersamaan dengan sampah kertas sebagai bahan baku pabrik kertas.“Kementerian Perdagangan punya sendiri yang namanya Sucofindo, bagian inspeksi, Sucofindo dan Surveyor Indonesia. Justru mereka yang harusnya mengantisipasi,” jelasnya.Hanie Ismail dari Komunitas Nol Sampah juga mendorong pemerintah menerapkan aturan hukum tegas. Hanie meminta agar limbah B3 dan plastik tidak dibiarkan masuk Indonesia melalui sampah kertas.“Regulasi harus benar-benar diterapkan. Bukan hanya Bea Cukai, tapi yang impor harus ditindak. Kalau misalkan kertas ya kertas saja,” jelasnya.Baca juga: Tangani Sampah Impor, Pemerintah akan Kuatkan Regulasi dan Penegakan Hukum  " "Pulangkan Sampah Impor ke Negara Asalnya!","Jumat [12/7/2019] sore, puluhan aktivis lingkungan bersama warga Surabaya, Sidoarjo dan Gresik, berunjuk rasa di depan Konsulat Jenderal Amerika Serikat di Surabaya. Mereka menyerukan Amerika berhenti mengirim sampah plastik ke Indonesia.“Kami minta sampah dikembalikan ke Amerika. Kami tidak mau sampah dari luar membanjiri desa dan lingkungan kami,” kata Rully Mustika, peserta aksi.Mahasiswi asal Gresik, Sofi Azilan mengutarakan, tidak seharusnya negara maju seperti Amerika mengirim sampah ke Indonesia. “Harusnya negara maju yang penduduknya pintar-pintar, bisa mikir, mengerti, dampak sampah pada lingkungan dan terutama masyarakat. Amerika harusnya mampu mengatasi sampahnya sendiri dengan teknologi.”Tidak hanya berunjuk rasa dan menyerahkan tuntutan ke konsulat, pengunjuk rasa juga menyerahkan surat yang ditulis dua pelajar Jawa Timur kepada Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Isinya, meminta negera tersebut berhenti membuang sampah ke Indonesia.   [SEP]" "Komnas HAM Minta DPR Tunda Pengesahan RUU Pertanahan","[CLS]     DPR berencana mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Pertanahan pada 24 September nanti. Rencana ini menimbulkan banyak kritik dari berbagai kalangan. Draf RUU yang diinisiasi DPR sejak 2012 ini dinilai masih banyak masalah. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga menentang pengesahan RUU Pertanahan ini. Komisi ini menilai, RUU Pertanahan melanggengkan impunitas, pelanggaran HAM, dan bias konstitusional. Komnas HAM meminta, DPR menunda pengesahan RUU ini.“Dalam prespektif HAM beberapa hal RUU Pertanahan berpotensi menimbulkan terabaikan asas kemanusiaan yang menekankan pada pentingnya upaya perlindungan, pemenuhan dan penghormataan HAM,kata Sandrayati Moniaga, Wakil Bidang Eksternal Komnas HAM dalam temu media di Komnas HAM Jakarta, Jumat (6/9/19).Baca juga: Kuat Nuansa Pebisnis, Minim Urus Masalah Rakyat, Tunda Pengesahan RUU PertanahanPadahal, katanya, sesuai Pasal 6 huruf b UU Nomor 11/2012 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan asas kemanusiaan adalah kewajiban dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. “Esensi dasar dalam persoalan agraria terkait erat dengan permasalahan HAM,” katanya.Sandra mengatakan, laporan isu agraria dari masyarakat banyak masuk ke Komnas HAM dan dari tahun ke tahun alami peningkatan. Pada 2015, ada 109 kasus, 2016 (223), dan 2017 sebanyak 269 kasus. Soal konflik agraria pun, katanya, jadi salah satu prioritas Komnas HAM.Dalam rentang 2014-2015, Komnas HAM Inkuiri Nasional dan jadikan konflik agraria salah satu prioritas.“Ketika persoalan pemilikan, penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang menimbulkan konflik mekanisme maupun penyelesaian belum memadai. DPR dan pemerintah secara kolaboratif menyusun RUU Pertanahan, secara materi ternyata bukan melengkapi UU Pokok Agraria, UUD 1945 dan TAP MPR No 9 tahun 2001,” katanya." "Komnas HAM Minta DPR Tunda Pengesahan RUU Pertanahan","Dia beri contoh masalah dalam RUU Pertanahan. Pasal 1 angka 12 dalam RUU Pertanahan mengenai reforma agraria hanya prioritas pada penataan aset dan akses dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan. Ia terkesan sebagai pelengkap semata.Baca juga: RUU Pertanahan, Sudahkah Menjawab Persoalan Agraria?Bukan itu saja. Draf RUU Pertanahan, belum mengatur mekanisme penyelesaian konflik agraria komprehensif sebagai dampak kebijakan pemerintahan masa lalu yang otoriter. Proses penyelesaian konflik agraria dalam RUU Pertanahan, katanya, diarahkan ke ranah hukum formal dengan pembentukan pengadilan pertanahan.Kondisi ini, katanya, berpotensi memiliki keterbatasan wewenang dalam menyelesaikan konflik agraria karena kebijakan negara di masa lalu.“Dalam Pasal 25 ayat 8, berpotensi melanggengkan impunitas terhadap korporasi yang menguasai lahan secara fisik melebihi luasan hak.  Sandra mengatakan, dari 2,7 juta hektar lahan berkonflik dengan perusahaan sebagian besar tanah ini wilayah hidup masyarakat. “Sebagian perusahaan yang diproses KPK.”Isi draf RUU Pertanahan, katanya, juga bias dan menimbulkan degradasi konsepsi pengaturan masyarakat adat dan pengakuan dalam konstitusi UUD 1945 Pasal 18 yang bersifat deklarator. Dengan ada pengaturan Pasal 4 ayat (2) dan Pasal (4) yang mengatur kriteria masyarakat adat yang diakui dan wajib pembentukan peraturan daerah.Baca juga: RUU Pertanahan, Bagaiman Perkembangannya?Dia sebutkan, Pasal 56, menimbulkan penerapan asas kepastian hukum tak proporsional oleh lembaga penjamin. Sebab, proteksi hak kepemilikan hanya yang punya sertifikat. Padahal, faktual tanah-tanah rakyat, termasuk masyarakat adat, banyak tak memiliki sertifikat. Apabila, terlanjur terbit sertifikat oleh BPN tanpa ada free prior onform consent (FPIC), tak ada mekanisme peninjauan sebagaimana dalam perundang-undangan sebelumnya.”" "Komnas HAM Minta DPR Tunda Pengesahan RUU Pertanahan","RUU Pertanahan, katanya, berpotensi melanggengkan pengabaian bagi akses masyarakat terhadap lahan milik dengan menambah jangka waktu penguasaan hak guna usaha (HGU). Perusahaan pemegang HGU dapat izin 35 tahun, diperpanjang 35 tahun dan diperpanjang 20 tahun alias total 90 tahun. Kondisi ini, katanya, membuat aturan permisif terhadap penguasaan individual yang luas. Dalam ketentuan Pasal 12 ayat 4, apabila memiliki di berbagai tempat hanya diberikan pajak progresif.“Pasal 101 RUU Pertanahan juga berpotensi menghidupkan kembali kolonisasi oleh negara atau asas domain verklaring melalui pengaturan hak pengelolaan yang memberikan kewenangan penuh kepada pemerintah untuk mengatur hubungan hukum dan hanya ketentuan diatur dengan penetapan pemerintah,” katanya.Baca juga: Para Pakar Agraria sampai Organisasi Masyarakat Sipil Kritik RUU PertanahanDalam Pasal 13, RUU Pertanahan, kata Sandra, berpotensi memperluas jerat pidana terhadap rakyat dengan penerapan ketentuan yang ambigu yaitu mengancam pengenaan pidana yang menguasai dan memanfaatkan hak atas tanah yang bertujuan spekulatif. Pengertian aturan ini dipandang tidak jelas.“Kami meminta presiden melalui kementerian terkait dan DPR menunda pengesahan RUU Pertanahan. Itu semata-mata agar kembali mendiskusikan muatan materi yang diatur agar selaras dengan konstitusi. Serta memastikan upaya perlindungan, pemenuhaan dan penegakan HAM di bumi Indonesia,” katanya.Maria Sri Wulan Sumardjono, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) mengatakan, pasca mendapatkan banyak kritik, perbaikan draf RUU Pertanahan hanya bersifat parsial dan tambal sulam. Tidak dilihat sebagai produk hukum yang dibangun berdasarkan konsep utuh.“RUU Pertanahan belum dapat jadi landasan mencapai keadilan agraria sesuai tujuan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 dan UU Pokok Agraria. Bahkan berpotensi melanggar konstitusi, putusan mahkamah konstitusi, maupun TAP MPR No 9/2001,” katanya." "Komnas HAM Minta DPR Tunda Pengesahan RUU Pertanahan","Draf RUU ini, berpotensi mengingkari UU Pokok Agraria dan menafikan UU sektoral terkait. Seharusnya, kata Maria, RUU Pertanahan menerjemahkan cita-cita keadilan agraria sesuai tujuan Nawacita.Dalam Nawacita, tertulis bahwa keadilan agraria akan diperoleh dengan memberikan kepastian hukum kepemilikan tanah, mencegah krisis ekologi, mengatasi konflik, mengurangi kemiskinan dan menurunkan ketimpangan ekonomi.Draf RUU Pertanahan, dia anggap belum berpihak pada masyarakat lemah dan posisi tawar mereka seperti petani, perempuan, masyarakat hukum adat dan lainnya. Justru bagi pihak yang kuat posisi tawarnya, RUU Pertanahan memberikan berbagai kemudahan.“Reforma Agraria dalam RUU Pertanahan tidak dianggap penting. Pengaturan hanya menyalin Perpres No. 86/2018 dan tidak memasukkan reforma agraria dalam pasal-pasalnya. Pendaftaran tanah dilihat sebagai teknis administratif belaka dan tak jadi sarana mengidentifikasi tanah-tanah yang berpotensi sebagai obyek reforma agraria, sekaligus menyelesaikan konflik di lapangan,” katanya.  Maria bilang, RUU Pertanahan berpotensi menghambat proses pengukuhan, penetapan hak ulayat. Juga berpotensi menghapus kemungkinan pemberian hak atas tanah di atas tanah ulayat dengan persetujuan masyarakat hukum adat, kecuali terhadap hak pakai.Menurut Maria, RUU Pertanahan juga memberikan diskresi kewenangan luas kepada Menteri ATR/BPN untuk mengatur dan mengelola pemanfaatan tanah negara. Kebijakan peruntukan ini berpotensi mendukung kepentingan pihak yang kuat posisi tawar dan tak memprioritaskan tanah negara sebagai obyek reforma agraria.“Pengaturan tentang hak pengelolaan sebagai aset untuk membuka peluang investasi berpotensi melanggar peraturan perundang-undangan terkait pengelolaan aset dengan dampak kerugian negara sudah jelas sanksi hukumnya.”" "Komnas HAM Minta DPR Tunda Pengesahan RUU Pertanahan","Selain itu, penguasaan tanah secara fisik yang melebihi pemberian hak atas tanah, status cenderung diputihkan. Hal ini menunjukan sikap toleran terhadap pelanggaran dan berasumsi, tanah kelebihan itu berstatus tanah negara.“Berpotensi mengakibatkan ketertutupan informasi publik, terutama terhadap HGU dengan menafikan UU Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan putusan Mahkamah Agung.”RUU Pertanahan, kata Maria, menghapus Pasal UU Pokok Agrariak karena tak mengakomodasi pluralisme hukum, memandang tanah hanya dari fungsi ekonomi, abai terhadap fungsi sosial dan ekologi. Juga tak berhasil meminimalisasi ketidakharmonisan UU sektoral terkait bidang pertanahan.“Tanpa perbaikan mendasar, konseptual dan komprehensif, pengesahan yang dipaksakan justru akan kontraproduktif.”Siti Rakhma Mary Herwati dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyebut, RUU Pertanahan sebagai bentuk membangun koloni baru di bawah investasi. Karena itu, RUU Pertanahan, tak layak disahkan.“Ada berbagai macam persoalan mengenai pengelolaan lahan di Indonesia. Salah satu masalah mendasar, ketimpangan penguasaan struktur agraria dan banyak konflik di seluruh nusantara oleh perampasan-perampasan lahan masyarakat untuk pembangunan perkebunan, kehutanan, pertambangan, taman nasional, dan pembangunan infrastruktur.”Berdasarkan laporan akhir tahun YLBHI 2018 tercatat, 300 kasus konflik agraria di 16 provinsi ditangani 15 kantor-kantor LBH dan YLBHI.Permasalahan ini, katanya, seharusnya dijawab dengan RUU Pertanahan melengkapi UU Pokok Agraria. Sayangnya, RUU Pertanahan justru cenderung merevisi UU Pokok Agraria.“Bagian konsideran RUU ini sudah mereduksi filosofi dasar agraria, menyamakan dengan pertanahan. Dalam UU Pokok Agraria, agraria diartikan tak terbatas tanah, tetapi meliputi ruang di atas tanah dan di bawah tanah,” katanya." "Komnas HAM Minta DPR Tunda Pengesahan RUU Pertanahan","Dalam RUU Pertanahan, kata Rakhma, membuat tidak diakui hak membuka tanah. Padahal, kasus-kasus struktural utama seperti sengketa lahan perkebunan dan kehutanan antara masyarakat lokal/ adat melawan perusahaan karena lahan-lahan hasil membuka hutan masyarakat diklaim perusahaan. Dalam UU Pokok Agraria, hak membuka tanah termasuk hak atas tanah.“Hak membuka tanah menjadi argumentasi dan basis klaim masyarakat meminta kembali hak atas tanah dalam konflik agraria. Tetapi dalam Pasal 16 RUU ini, hak ini dihilangkan. Yang digolongkan sebagai hak atas tanah hanyalah hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai.”Soal hak milik, katanya, isi RUU Pertanahan juga bertentangan dengan UU Pokok Agraria. Terdapat tiga cara terjadi hak milik berdasarkan UU Pokok Agraria, antara lain, menurut hukum adat, karena penetapan pemerintah, dan ketentuan UU. Dalam Pasal 19 RUU Pertanahan, hak milik hanya terjadi karena penetapan pemerintah. Dalam penjelasan Pasal 22 UU Pokok Agraria, cara terjadi hak milik menurut hukum adat ialah pembukaan tanah.“Penghapusan cara terjadi hak milik dalam Pasal 19 RUU ini segaris dengan penghapusan jenis hak atas tanah, yaitu hak membuka tanah dalam UU Pokok Agraria,” katanya.Kemudian terkait bank tanah atau lembaga pengelolaan tanah. Menurut Rakhma, pasal-pasal terkait ini secara terang menunjukkan nafsu investasi dalam RUU Pertanahan.Bank tanah, katanya, diatur dalam satu bagian tersendiri terdiri atas enam pasal. Dalam mengatur kewenangan menerima hak pengelolaan, setingkat instansi pemerintah, pemerintah daerah, dan BUMN atau BUMD. “Setelah dikritik masyarakat sipil, penyusun RUU kemudian mengubah nama bank tanah jadi Lembaga Pengelolaan Tanah tetapi maksud dan kewenangan sama.”Di balik rencana mengadakan lembaga ini, kata Rakhma, menunjukkan keinginan pemerintah membangun proyek-proyek infrastruktur." "Komnas HAM Minta DPR Tunda Pengesahan RUU Pertanahan","Dalam pengaturan tentang pendaftaran tanah, masyarakat berhak mendapatkan informasi mengenai data pertanahan. Tetapi, ada informasi dikecualikan, yaitu, daftar nama pemilik hak atas tanah. Dalam konteks penyelesaian konflik agraria, menutup data itu sama dengan mempersulit penyelesaian konflik.“Daftar nama pemilik hak atas tanah bukan salah satu informasi yang dikecualikan dalam UU Keterbukaan Informasi Publik. RUU ini bertentangan dengan UU Keterbukaan Informasi Publik.”  Soal pembentukan pengadilan pertanahan, katanya, memperlihatkan pemerintah tak memahami permasalahan pertanahan di Indonesia, akar masalah, dan cara menyelesaikan. Pembentukan pengadilan pertanahan di dalam RUU ini, tak ada perbedaan antara penyelesaian kasus tanah di pengadilan umum dengan pengadilan pertanahan. “Akhirnya bisa diduga, pengadilan pertanahan akan jadi proyek baru yang tak berdampak apapun pada penyelesaian konflik pertanahan struktural,” katanya.Dalam draf terbaru versi 1 September, terdapat sembilan ancaman pidana dan berpotensi mengkriminalkan masyarakat yang sedang memperjuangkan hak atas tanah mereka. Antara lain, pertama, Pasal 87 yang memidanakan orang yang menggunakan dan memanfaatkan tanah tanpa izin. Ancaman kriminalisasi terhadap masyarakat yang mempertahankan tanah dari penggusuran ada dalam Pasal 89. Pasal 94, masyarakat yang sedang menyuarakan atau memperjuangkan kembali tanah dapat ditafsirkan sebagai permufakatan jahat yang mengakibatkan sengketa atau konflik pertanahan.Rakhma menilai, RUU Pertanahan merupakan upaya sistematis menghilangkan hak-hak masyarakat atas tanah. Dia juga menganggap, RUU ini upaya berlebihan mempermulus investasi dengan segala cara. Ancam masyarakat adat" "Komnas HAM Minta DPR Tunda Pengesahan RUU Pertanahan","Erasmus Cahyadi, Deputi II Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mengatakan, RUU Pertanahan mengancam masyarakat adat. “RUU Pertanahan mendefenisikan tanah obyek agraria sebagai tanah yang dikuasai negara untuk didistribusikan atau diredistribusikan sebagai reforma agraria.Kesulitan pengakuan wilayah adat sebagai hak masyarakat adat karena peraturan perundang-undangan, katanya, justru meletakkan wilayah sebagai tanah yang dikuasai negara. “Mekanisme pengakuan wilayah adat tidak dapat diandalkan. Pengakuan di kawasan hutan hanya 30.—-an hektar. Begitu pula mekanisme pengakuan wilayah adat melalui skema hak komunal, sampai hari ini belum berjalan.”Dalam RUU Pertanahan, katanya, masyarakat adat tak disebutkan spesifik sebagai subyek penerima tanah obyek regorma agraria (tora). Hanya, sebutan kelompok masyarakat. Istilah mirip dengan kelompok masyarakat ini ada dalam Perpres Reforma Agraria Nomor 86 tahun 2018. Dalam aturan itu, pakai istilah kelompok masyarakat dengan hak kepemilikan bersama, merupakan gabungan dari orang-perseorangan yang membentuk kelompok, berada dalam satu kawasan tertentu serta memenuhi persyaratan untuk diberikan obyek redistribusi tanah.“Definisi ini mengindikasikan, kelompok itu bukanlah kelompok yang tumbuh secara alamiah seperti masyarakat adat, tetapi dibentuk. Praktiknya, masyarakat adat juga tidak begitu mudah mendorong pengakuan hak atas wilayah adat dengan pakai istilah itu.”Kalau mencermati asal-usul tanah tora, hal itu bukan alat menyelesaikan konflik masyarakat adat. Sebaliknya, tora dapat dipandang sebagai pembiaran bahkan pemutihan terhadap tanah-tanah yang masa lalu maupun sekarang berada dalam konflik. Tanah dari bekas HGU, bekas tambang atau dari kawasan hutan, misal, dianggap begitu saja sebagai tanah negara, lalu jadi tora." "Komnas HAM Minta DPR Tunda Pengesahan RUU Pertanahan","“Padahal, tanah-tanah itu bisa jadi bagian dari wilayah adat yang dirampas melalui mekanisme perizinan dan peruntukan kawasan hutan. Ketika tanah-tanah dialokasikan sebagai tora.” Lagi-lagi, katanya, masyarakat adat tak mudah mengakses karena satu-satunya pintu masuk bagi masyarakat adat adalah merebut makna kelompok masyarakat yang disebut dalam RUU Pertanahan agar jadi subjek penerima tora.Kalau RUU Pertanahan tetap jalan, justru membuat mekanisme pengakuan masyarakat adat dan hak ulayat jadi makin sulit.RUU Pertanahan, katanya, tak menyelesaikan permasalahan masyarakat adat. Selama ini, katanya, mekanisme pengakuan masyarakat adat dan hak ulayat melalui petauran daerah terbukti sulit karena ada keterlibatan unsur politis dalam proses penyusunan. Para perancang RUU Pertanahan ini, katanya, memilih melanggengkan kesulitan itu.Soal mekanisme pengakuan atau penetapan hak ulayat melalui perda juga jadi keberatan AMAN. Hingga kini, di provinsi, tidak ada mekanisme penetepan hak ulayat. Padahal, banyak hak ulayat terletak di lintas provinsi seperti beberapa kasepuhan terletak di wilayah administratif Jawa Barat dan Banten. Bahkan, ada pula hak ulayat lintas negara.RUU Pertanahan, katanya, mengatur sengketa pertanahan selesai melalui musyawarah mufakat lewat proses mediasi dengan tatacara ditetapkan menteri. Kalau proses mediasi tidak berhasil, para pihak dapat memilih pengadilan untuk menyelesaikan sengketa. Sisi lain diatur pula, sengketa pertanahan diselesaikan melalui pengadilan pertanahan yang dibentuk Mahkamah Agung, paling lama dalam lima tahun setelah UU Pertanahan ditetapkan. Keterangan foto utama: Perusahaan yang membuka kebun sawit dan berkonflik lahan dengan masyarakat adat Laman Kinipan di Kalteng. Foto: Safrudin Mahendra-Save Our Borneo  [SEP]" "Ironi, Tidak Ada Kajian Khusus Kerajaan Sriwijaya dan Kejayaan Maritimnya","[CLS]   Baca sebelumnya: Jika Kerajaan Sriwijaya Fiktif, Bagaimana Kedaulatan Maritim Indonesia?** Ironi. Sejarah Indonesia dikenal internasional karena adanya Kerajaan Sriwijaya, yang menguasai maritim Asia Tenggara selama beberapa abad. Namun, sampai saat ini Indonesia belum memiliki pusat studi atau penelitian kejayaannya.Singapura, yang tidak memiliki sejarah kuat dengan Kerajaan Sriwijaya justru punya pusat penelitian Sriwijaya. Mengapa?“Mempelajari khusus kerajaan-kerajaan di Indonesia [di perguruan tinggi] dapat dikatakan nyaris tidak ada. Apalagi khusus Sriwijaya. Banyak hal yang dapat digali dari Sriwijaya untuk membangun bangsa ini,” kata Bambang Budi Hutomo, arkeolog lahan basah dari Pusat Arkeologi Nasional, kepada Mongabay Indonesia, Selasa [03/2/2019].“Di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, tempat saya kuliah dulu, pelajaran sejarah kerajaan masuk dalam kerajaan-kerajaan kuno di Nusantara. Semua diinfokan pada mahasiswa selama dua semester. Boleh jadi tidak mendalam. Kalau mau mendalami, ya sendiri-sendiri, atau setelah lulus. Saya tertarik mempelajari Sriwijaya setelah ada seminar internasional awal 1980-an,” kata lelaki yang akrab dipanggil “Tomi” yang melakukan penelitian Kerajaan Sriwijaya sejak 1985.“Nah, sekarang ini, tampaknya belum ada lagi yang mau menekuni, mencari dan membaca referensi buku-buku Sriwijaya. Apalagi meneliti lapangan,” jelasnya.Dia mengatakan, langkah pemerintah terkait pentingnya menggali dan mengembangkan sejarah Kerajaan Sriwijaya sebagai ilmu pengetahuan belum terlihat. “Pemerintah sekarang masih direpotkan masalah-masalah seperti Papua, perpindahan ibu kota, ekonomi, dan lainnya,” katanya." "Ironi, Tidak Ada Kajian Khusus Kerajaan Sriwijaya dan Kejayaan Maritimnya","Lanjut dia, jangankan pemerintah, para peneliti sejarah dan budaya saja masih kurang peduli dengan Sriwijaya. Misalnya menulis buku atau artikel di media massa maupun jurnal, berdasarkan kajian teks yang didukung penelitian lapangan. “Atau, kegiatan pendidikan lainnya, sehingga opini Sriwijaya fiktif tidak mungkin lahir atau muncul, gugur sebelum ditulis atau disebarkan.”  Diajarkan ke sekolah dan perguruan tinggiDr. Najib Asmani, akademisi dari Universitas Sriwijaya mengatakan, sejarah Kerajaan Sriwijaya memang dipelajari di perguruan tinggi. Tapi, perlu diajarkan di sekolah juga.“Banyak hal yang dapat diungkap. Mulai sikap masyarakatnya yang pemberani, egaliter dan terbuka, juga pemimpin dermawan. Terpenting, ada ajaran menjaga alam semesta atau Bumi yang tercermin dalam Prasasti Talang Tuwo,” kata mantan Koordinator Tim Restorasi Gambut [TRG], yang kini menjabat staf khusus Bupati Muba Bidang Pembangunan Hijau.“Nilai-nilai tersebut sangat dibutuhkan generasi muda saat ini yang akan membangun Indonesia masa depan,” katanya.Bambang Budi Utomo sangat mendukung jika sejarah Kerajaan Sriwijaya menjadi muatan lokal di sekolah Indonesia, terkhusus Sumatera Selatan, Jambi, Lampung, dan Bangka-Belitung. “Sehingga, akan lahir generasi muda paham.”  Dr. Tarech Rasyid, akademisi dan penggagas Badan Pemajuan Kebudayaan [Bapeka] Sumatera Selatan, mengatakan seharusnya sejumlah perguruan tinggi negeri atau swasta di Sumatera Selatan, sebagai wilayah lahir dan berkembangnya Kerajaan Sriwijaya, melakukan kajian khusus. Misalnya, program studi sejarah atau filsafat Sriwijaya.Selama ini, kata Tarech, sejarah Sriwijaya hanya menjadi pengetahuan dasar pelajar, seperti halnya mereka mengenal kerajaan-kerajaan di Nusantara. Termasuk pula di perguruan tinggi.“Kita berharap, Sriwijaya yang telah melahirkan peradaban tinggi menjadi perhatian pemerintah, khususnya Pemerintah Sumatera Selatan,” ujarnya." "Ironi, Tidak Ada Kajian Khusus Kerajaan Sriwijaya dan Kejayaan Maritimnya","Pemerintah daerah dapat mengambil kebijakan di dunia pendidikan dengan menjadikan Sriwijaya dan peradaban melayu sebagai muatan lokal. Seperti, SLTP dan SLTA.“Kebijakan ini tentu saja butuh kajian mendalam. Tujuannya, lahir modul atau buku ajar yang tepat, menjawab moderenitas yang dihadapi masyarakat Sumatera Selatan,” katanya.Sonia Anisah Utami, seniman dan seorang dosen seni, sangat setuju jika sejarah Sriwijaya dipelajari mahasiswa di Sumatera Selatan. “Kenapa? Sebab Sriwijaya telah melahirkan peradaban luhur. Hanya bangsa berpengetahuan dan memiliki budaya tinggi yang dapat melahirkannya,” tuturnya.  Nilai-nilai luhur dan ilmu pengetahuan SriwijayaBanyak nilai luhur atau ilmu pengetahuan yang dapat dipelajari manusia Indonesia hari ini. “Bukan hanya tata kelola lingkungan, juga kerukunan beragama, dan kemaritiman,” lanjut Bambang Budi Utomo.Di masa pemerintahan Sriwijaya, mayoritas rakyatnya menganut Buddha, tapi ajaran agama lain diterima. “Misalnya, sebuah arca Buddha dihadiahkan pendeta Hindu kepada Maharaja Sriwijaya. Maharaja juga mengirim surat ke Khalifah Umar bin Abdul Azis disertai permintaan dikirimkan mubaligh untuk mengajarkan hukum-hukum Islam di Sriwijaya.”“Paling penting itu dunia kemaritiman. Mulai dari teknologi perkapalan, hingga menata perniagaan lautan yang saat ini sebagian besar wilayahnya masuk Indonesia. Sriwijaya itu berdaulat di laut,” katanya.  Tarech melihat, ada tujuh nilai yang dapat dipelajari dari peradaban Sriwijaya. Pertama, religious, menempatkan sang pencipta sebagai dasar berkehidupan dan berberbangsa. Kedua, pemahaman agama menciptakan masyarakat toleran.Ketiga, menghargai alam yang diciptakan bukan hanya untuk manusia, juga semua makhluk hidup. Keempat, menghargai perempuan. Di Prasati Talang Tuwo terdapat pandangan memuliakan perempuan. Ada larangan perselingkuhan." "Ironi, Tidak Ada Kajian Khusus Kerajaan Sriwijaya dan Kejayaan Maritimnya","Kelima, penghargaan pada generasi mendatang. Dalam pembuatan Taman Sriksetra, Raja Sriwijaya menanam pohon-pohon dan tanaman untuk semua makhluk hidup. Bukan hanya saat ini, juga masa mendatang.Keenam, kerja keras. Ini terlihat dari para pemimpin dan masyarakatnya yang mengarungi lautan, bertemu banyak suku bangsa secara damai. Peperangan diambil jika terpaksa. Ketujuh, penghargaan ilmu pengetahuan. Tercermin dalam teknologi perkapalan dan pelayaran.“Menjaga tanah air Indonesia hari ini dan mendatang, harus sunguh-sungguh mempelajari Sriwijaya,” tandasnya.   [SEP]" "Cerita Adat Ngadas dari Kematian, Kerukunan hingga Pandangan Lingkungan","[CLS]  Karyo Selamet (36), terlihat senang siang itu. Selain karena bisa berkumpul dengan rekan dan keluarganya diatas panggung, ia juga merasa beruntung berkesempatan untuk mengikuti rangkaian prosesi upacara Entas-entas di Desa Ngadas, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Minggu (14/07/2019). Ngadas merupakan salah satu diantara 36 desa Suku Tengger, terletak di wilayah Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).Bagi warga Ngadas, pelaksanaan upacara Entas-entas secara khusus yaitu untuk menyucikan roh atau adma bagi orang yang sudah meninggal dunia. Atau sebagai upaya untuk memperingati kematian keluarga yang tiada agar arwahnya bisa mendapatkan tempat yang lebih baik. Ritual adat ini, dilaksanakan pada hari yang ke-1000 atau minimal pada hari ke-44 setelah keluarga ada yang meninggal. Istilah Entas-entas berasal dari bahasa Jawa, yaitu entas yang berarti mengangkat.baca : Foto : Unan-Unan, Tradisi Tengger Menentukan Penanggalan Demi Kesuburan  Untuk melakukan upacara ini, berbagai keperluan dipersiapkan, diantaranya adalah kain putih, bebek, cepel, cobek, beras, kulak. Selain itu, juga menyediakan sebuah boneka yang diberi nama Petra, sebagai tempat kembalinya roh atau adma. Adapun pembuatan boneka itu menggunakan bahan dedaunan dan bunga, kemudian nantinya akan disucikan oleh pemuka adat. Masing-masing benda yang digunakan sebagai sarana upacara tersebut mempunyai makna tersendiri bagi warga Ngadas.Ada beberapa tahapan prosesi yang dilakukan, diantaranya yaitu, mengisi kulak atau bumbung yang terbuat dari bambu itu dengan beras. Kemudian, semua keluarga kumpul dibawah kain putih panjang yang dibentangkan oleh dukun setempat. Setelah itu, dilakukan prosesi Entas-entas. Inti dari upacara ini, bagi warga Ngadas yaitu untuk mengembalikan manusia kepada unsur alaminya, yaitu tanah, kayu, air dan panas." "Cerita Adat Ngadas dari Kematian, Kerukunan hingga Pandangan Lingkungan","Adma atau roh yang dientas diwakili oleh orang yang masih hidup, meskipun itu tidak ada hubungan saudara. Adapun salah satu persyaratan warga yang mau mewakili adma tersebut tidak boleh memakai baju, untuk yang perempuan diharuskan memakai kemben, atau pakaian tradisional pembungkus tubuh wanita yang secara historis umum ditemui di daerah Jawa dan Bali. Karena dalam pandangan warga Ngadas, orang yang sudah meninggal itu tidak memakai baju ataupun lainya.Mereka yang mewakili adma itu kemudian dipayungi dengan menggunakan kain berwarna putih, diantaranya adalah anak-anak, muda maupun dewasa. Mereka kemudian diberikan mantra oleh dukun. Setelah itu, semua Petra dibawa ke tempat pembakaran untuk di sempurnakan.baca juga : Hari Raya Kasada, Sebuah Persembahan Akan Kesuburan  KerukunanPenduduk desa Ngadas sebanyak 2.026 jiwa, memiliki tiga keyakinan agama yang dipeluk. Diantaranya pemeluk agama Budha sebesar 50 persen, agama Islam 40 persen dan agama Hindu 10 persen. Ada tiga masjid, satu pura dan satu vihara di desa ini untuk warga menjalankan ibadah masing-masing.Di desa Ngadas masyarakatnya dianggap masih memegang teguh adat istiadat kehidupan lebih plural. Joko Tri Haryanto, peneliti dari Balai Peneliti dan Pengembangan Agama Semarang, melalui jurnalnya, menjelaskan, walau di Ngadas terpolarisasi dalam banyak agama, namun masyarakatnya tetap taat dan tunduk pada adat Tengger.Dia melanjutkan, kuatnya pengaruh adat Tengger juga disebabkan oleh pandangan masyarakat yang cukup kuat terhadap kekuatan-kekuatan supranatural yang ada di lingkungan mereka. Kerukunan beragama terwujud dalam praktik-praktik keseharian di masyarakat. Hal tersebut, menurut Joko, juga bisa dilihat dari spasial atau hunian pemukiman ynag tidak ada pembagian khusus berdasarkan agama. Semua umat beragama membaur dan hidup berdampingan.menarik dibaca : Bunga Abadi Tengger Semeru dari Desa Wisata Edelweis  " "Cerita Adat Ngadas dari Kematian, Kerukunan hingga Pandangan Lingkungan","Selain itu, kata dia, kondisi kerukunan ini terwujud dalam praktik-praktik sosial masyarakat Desa Ngadas yang masih menyelenggarakan bermacam tradisi, seperti tradisi sayan (undang), gantenan dan genten cecelukan (saling bergantian membantu, dan gantian mengundang makan), tradisi nyelawat (salawatan) atau nglayat apabila ada musibah kematian.Dalam hal kerjasama, menurut Joko, masyarakat desa Ngadas biasa melakukan kerjasama dalam bidang pertanian maupun peternakan dengan sistem paron atau pertigaan. Dia menilai, hubungan sesama maupun antar umat beragama berjalan dengan baik karena adanya sikap toleransi dalam bermasyarakat dengan baik yang didasari dengan nilai-nilai budaya Tengger.“Hal ini menandakan tidak ada persoalan dalam perbedaan agama, dan rasa kebersamaan sebagai warga Tengger sangat kuat mendukung terwujudnya kerukunan ini,” jelasnya dalam artikelnya yang berjudul ‘Kearifan Lokal Pendukung Kerukunan Beragama Pada Komunitas Tengger Malang Jatim’.Selain itu, adanya upacara-upacara adat seperti Entas-entas, Karo, Unan-Unan dan Yadya Kasada juga menambah jalinan tali persaudaraan masyarakat Ngadas, mereka berbaur menjalankan upacara adat itu bersama-sama.baca juga : Berburu Embun Beku di Lautan Pasir Gunung Bromo  Pandangan LingkunganSifat umum di dalam kehidupan sehari-hari orang Ngadas mempunyai kebiasaan hidup guyub-rukun. Selain itu, juga mempunyai pandangan lain tentang alam. Robert W. Hefner, dalam bukunya ‘Geger Tengger: Perubahan Sosial dan Perkelahian Politik’, menjelaskan, diantara adat istiadat Tengger yang harus dijalankan adalah bagaimana menjaga hubungannya dengan lingkungan, yang digunakan untuk keperluan hidup mereka dalam sehari-hari." "Cerita Adat Ngadas dari Kematian, Kerukunan hingga Pandangan Lingkungan","Sebagai masyarakat yang tinggal di pegunungan, masyarakat Tengger Ngadas memiliki ketertarikan dengan lingkungan sangat tinggi, yang hal ini dicermati lewat homogenitas pekerjaan mereka sebagai petani pegunungan yang sangat tergantung pada tanah, tanaman, binatang (ternak), cuaca, dan air, serta hutan untuk memenuhi kebutuhan penunjang mereka.Kebanyakan pekerjaan masyarakat Ngadas adalah petani. Ladang-ladang mereka berada di lereng-lereng gunung dan puncak-puncak yang berbukit. Alat pertanian yang digunakan juga sederhana, yaitu cangkul, sabit dan semacamnya. Adapun untuk hasil pertaniannya adalah kentang, kubis, bawang prei, wortel, dsb.menarik dibaca : Masyarakat Adat Tengger Hidup Berdamai dengan Alam  Atas persepsinya tentang alam, cara masyarakat Tengger Ngadas menyelaraskna diri dengan alam, antara lain adalah melalui kepatuhannya terhadap nilai-nilai adat istiadat yang dimanifestasikan melalui ketaatan terhadap norma-norma hukum (adat) dan norma-norma sosial, dan pelaksanaan terhadap upacara-upacara adat sebagai penghormatan kepada Tuhan Pencipta dan para roh leluhur, roh penjaga desa.Menurut Sutarto, dalam disertasinya, menambahkan, pelanggaran terhadap itu semua akan menimbulkan gangguan, yang berupa wabah penyakit, bencana alam, kelaparan, gagal panen, dan lain sebagainya. Oleh sebab itu, pelanggaran terhadap adat istiadat (yang bermuara pada perusakan alam) akan mendapat reaksi keras dari anggota masyarakat. Persepsi ini kemudian memunculkan perilaku kearifan lingkungan.Perilaku kearifan lingkungan yang dilakukan masyarakat Tengger juga di teliti Purnawan D. Negara, dalam jurnalnya tentang Kearifan Lingkungan Tengger dan Peranan Dukun Sebagai Faktor Penentu Pelestarian Lingkungan Tengger Pada Desa Enclave Ngadas, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru: Suatu Tinjauan Hukum, antara laiin perlakuannya terhadap tanah. Masyarakat Ngadas tidak menjual tanah untuk orang diluar wilayahnya." "Cerita Adat Ngadas dari Kematian, Kerukunan hingga Pandangan Lingkungan","Terhadap hutan, adanya larangan menebang pohon di hutan dengan sanksi menebang 1, menanam 100. Hal ini juga berlaku untuk sumber mata air dengan tidak merusak kawasan sekitar, dan tidak akan mengkomoditaskan sumber air tersebut di pakai desa lain. Selain itu masyarakat Ngadas juga melakukan intropeksi diri atas perilakunnya terhadap lingkungan lewat pelaksanaan upacara-upacara adat secara konsisten, seperti Kasada, Karo, Unan-unan, Pujan Mubeng, Barikan dan Leliwet.   [SEP]" "She Creates Change: Perempuan-perempuan di Balik Petisi Penyelamatan Lingkungan Hidup","[CLS]      Tahun lalu, platform petisi change.org mencatat, petisi penyelamatan lingkungan hidup jadi paling populer di Indonesia. Banyak petisi digagas soal penyelamatan hutan, penolakan tambang, penggunaan energi bersih, perlindungan hewan dan primata serta pengelolaan sampah hingga fashion dan musik bertemakan lingkungan. Uniknya, petisi-petisi ini digagas perempuan-perempuan dari berbagai daerah di Indonesia.Change kemudian mengumpulkan 20 perempuan pembuat petisi untuk membantu mereka menyusun dan kampanye lebih besar.“Kita melihat trend memang tahun 2018 paling populer adalah petisi soal lingkungan. Ini paling dekat dan banyak yang peduli,” kata Desmarita Murni, Partnership Director Change.org saat She Creates Change, sebuah Green Camp digagas lembaga ini akhir bulan lalu di Cipanas, Jawa Barat.Banyaknya petisi lingkungan digagas oleh perempuan menjadi perhatian bagi Change. Menurut catatan Change, saat ini pengguna media sosial lebih banyak laki-laki. Pembuat petisipun, menurut Desma, lebih banyak laki-laki.“Karena itu, kita ingin membantu perempuan pembuat petisi ini untuk mengenali potensi diri, menggali dan memperkuat kampanye dari sisi keterampilan, menggunakan teknologi, berjejaring agar meraih pendukung terbanyak,” katanya.Change lantas memilih 20 orang, dari 1.200an pendaftar untuk berkumpul dan mengikuti Green Camp. Mereka yang terpilih adalah yang telah memulai berbagai petisi di change.org.Beberapa peserta adalah mereka yang membuat petisi penyelamatan hutan untuk melindungi lingkungan baik untuk hewan maupun perlindungan dari kebakaran hutan dan lahan. Beberapa terkait gaya hidup dan hobi misal fashion dan musik.Desma mencontohkan, Yuli Sugihartati, perempuan dari Blitar, Jawa Timur yang membuat satu unit instalasi biogas mengubah limbah kotoran sapi jadi sumber energi terbarukan pengganti listrik pada 2014." "She Creates Change: Perempuan-perempuan di Balik Petisi Penyelamatan Lingkungan Hidup","Saat ini, sudah 17 biogas yang dia dampingi. Dia membawa energi dan penerangan setidaknya kepada 25 keluarga. Apa yang dilakukan Yuli tak hanya membuat lingkungan jadi lebih bersih dan tak ada lagi bau tak sedap dari kotoran sapi, juga membantu ibu rumah tangga hingga tak perlu lagi mencari kayu bakar atau mengeluarkan uang untuk membeli gas.“Karena inisiasi dan pendampingan Yuli, hutan terselamatkan dan perempuan setempat punya waktu lebih banyak untuk keluarga.”Kampanye dan usaha Yuli, bagi Change perlu dukungan lebih besar agar dapat menyasar kelompok lebih besar serta area lebih luas.  Ada juga Nurul Fitria, Alfonsa Jumkon Wayap, Tantia Shecilia, Sri Haryanti, Vivi Dwi Santi, Alifi Rehanun Nisya yang bikin petisi untuk menyelamatkan hutan di Riau, Kalimantan dan Papua. Masing-masing punya alasan dan target berbeda meski visinya satu, menyelamatkan hutan.Nurul Fitria, atau akrab disapa Yaya, misal, mengagas petisi fokus pada penegakan hukum bagi perusahaan pembakar hutan di Riau. Pemicunya, sangat personal bagi Yaya. Saat kebakaran hutan terjadi 2015, seorang keponakan masih usia lima bulan meninggal dunia karena menderita infeksi saluran pernapasan.Yaya, aktif di sebuah organisasi jaringan pemantau hutan Riau, Jikalahari. Saban hari Yaya disibukkan membuat desain grafis, rilis media dan video yang disebarkan melalui media sosial untuk advokasi dan pendidikan bagi publik tentang pentingnya penegakan hukum bagi korporasi pembakar hutan.Kalau Yaya bergerak dengan desain grafis, Tantia Shecilia juga aktif di Eyes on the Forest di Raiu, juga kampanye lewat jalur podcast bernama Akar Gaharu. Targetnya, mengedukasi anak muda peduli dengan isu lingkungan." "She Creates Change: Perempuan-perempuan di Balik Petisi Penyelamatan Lingkungan Hidup","Langkah lain ditempuh Sri Haryanti, yang bergiat bersama Gemawan, sebuah organisasi masyarakat sipil yang mendampingi masyarakat agar dapat mengakses hak kelola hutan lewat pemetaan partisipatif. Anti, begitu sapaannya, melibatkan masyarakat adat, pemerintah daerah dan desa.Menurut dia, perempuan kerap jadi korban karena kerusakan lingkungan dan seringkali terlupakan dalam dalam proses pengambilan kebijakan dan pengelolaan sumber daya alam.Sisi lain, bagi Vivi Dwi Santi, seorang dokter hewan adat Kalimantan Tengah, dan Alifi Rehanun Nisya, yang bergabung dengan HAkA Sumatera, perlindungan hutan penting bagi satwa liar seperti orangutan.Alfonsa Jumkon Wayap, menggagas petisi penyelamatan hutan Papua karena investigasi tentang penebangan Hutan Adat Suku Moi di Sorong untuk pengembangan perkebunan sawit.Fonsa menemukan, banyak janji perusahaan tak ditepati, hutan adat terus tegerus, sementara masyarakat asli makin sulit mencari hewan buruan dan sagu.Cerita lain datang dari Adetya Pramandira, yang mengagas petisi mendesak pemerintah menjalankan reforma agrarian. Dera, yang pernah tinggal di Tumpang Pitu, Jawa Timur, melihat konflik agraria yang memakan korban, merampas ruang hidup masyarakat, mendikriminasi petani dan aktivis.Dera bergabung dengan Front Nahdliyin untuk kedaulatan sumber daya alam dan aktif kampanye di media massa dan aksi. Dia mengajar di sekolah yang tergusur di Tambak Rejo, dan mendampingi petani Surokonto, Wetan yang terpidana-karena mempertahankan lahan garapannya- hingga mendapat grasi dari presiden.Ada juga pendekatan kampanye Linda Nursanti dari Gresik, Jawa Timur, Mariane Imel dari NTT, Westiani Agustin dari Bantul, Wijatnika dari Depok, dan Camelia Jonathan dari Jakarta.Linda membuat film “Lakardowo Mencari Keadilan” yang menceritakan perjuangan warga Lakardowo yang tercemar limbah B3." "She Creates Change: Perempuan-perempuan di Balik Petisi Penyelamatan Lingkungan Hidup","Mariane menginiasasi gerakan #bongkarpasang yang mengajak publik melakukan reuse dengan mendonasikan pakaian mereka lalu ‘dipasangkan’ dengan pembeli yang mau memperpanjang masa pakai. Dana yang terkumpul dari program ini untuk membiayai kegiatan Children See Children Do, sebuah komunitas belajar bahasa Inggris untuk anak-anak di Kota Kupang.  Ada pula kampanye menggunakan pembalut kain yang digagas Westiani Agustin. Ani ingin berkontribusi mengurangi dampak pembalut kain sekali pakai bagi perempuan dan lingkungan. Dia menggagas usaha pembalut kain bernama @b.i.y.u.n.g, juga jadi media edukasi pentingnya perempuan peduli pada diri sendiri, kemanusiaan dan kepada bumi.Wijatnika, kampanye isu lingkungan lewat bahan bacaan populer seperti teenlit, novel remaja dan komik percintaan. Cerita fiksi, katanya, pendekatan lebih ceria dan menyenangkan bagi anak muda. Melalui petisi, Nika ingin mendesak para pemimpin agama di Indonesia untuk dakwah penyelamatan lingkungan.Sementara itu, musik adalah cara unik Camelia Jonathan, dalam menyalurkan kecintaan sekaligus mengedukasi publik tentang lingkungan. Merilis beberapa lagu dan video bertema lingkungan, CJ, panggilan akrabnya, memenangkan beberapa penghargaan.“Audio dan visual adalah medium yang sangat kuat dalam menyampaikan pesan,” kata CJ.Konten video dan musik terkait perubahan iklim mewarnai karya-karya CJ.Petisi-petisi penyelamatan lahan dan emisi juga digagas perempuan asal Sumatera Barat, Uslaini, Fera Diana dari Jambi, Blandina Patty dari Jayapura, Jessica Novia dari Jakarta dan Fitri Novita asal Cilegon." "She Creates Change: Perempuan-perempuan di Balik Petisi Penyelamatan Lingkungan Hidup","Sejak bertemu dengan komunitas ibu-ibu yang terpaksa harus menjadi pemulung batu bara di Sawahlunto karena tempat tinggal dikuasai perusahaan tambang, Uslaini tergerak untuk kampanye menolak izin tambang yang merusak lingkungan dan ruang hidup di Sumbar. Selain studi “Perempuan dan Batubara” untuk memahami latar belakang pilihan mata pencaharian masyarakat di sekitar tambang, dia juga membantu memetakan alternatif untuk mereka.Hal lain yang jadi perhatian dan kampanye juga soal limbah berbahaya yang mengaliri daerah aliran sungai Batanghari karena tambang emas, batubara dan bijih besi. Dalam kampanye itu, Uslaini meminta Gubernur Sumatera Barat mencabut izin usaha tambang di hulu DAS Batanghari yang merusak lingkungan dan kesehatan warga.Tak jauh dari Sumbar, Fera Diana dari Jambi, seorang fasilitator pendidikan tinggal berdampingan dengan Suku Anak Dalam (SAD) di Jambi. Melihat dampak langsung pengambilan lahan oleh perusahaan di sekitar tempat tinggal SAD seperti penuruhan hasil hutan, tradisi tergerus.Fera berkampanye agar pemerintah dapat mengatur kembali persyaratan penggunaan hutan untuk tanaman industri agar penggunaan lahan melibatkan masyarakat adat terpencil.Kampanye di sekolah, media sosial dan masyarakat adat juga dilakukan Blandina Patty, yang punya mimpi agar satwa endemik seperti cenderawasih dapat dilindungi dan kawasan habitat jadi daerah ekowisata untuk mendukung ekonomi masyarakat lokal.Dua anak muda lain, Jessica Novia dan Fitri Novita, fokus pada isu emisi dan kampanye untuk pengurangan emisi gas rumah kaca. Jessica bersama dua rekan, membuat perangkat Carbonethics untuk mengukur jejak karbon baik individu maupun perusahaan.Komunitas yang kini sudah menjadi yayasan ini kemudian membantu perusahaan untuk menghitung jejak emisi." "She Creates Change: Perempuan-perempuan di Balik Petisi Penyelamatan Lingkungan Hidup","Menurut Jessica, banyak masyarakat belum sadar tentang perubahan iklim dan bahayanya. Karena itu, pendidikan soal ini menjadi fokus kampanyenya. Dalam tiga tahun ke depan Jessica ingin membantu lebih banyak perusahaan menjadi carbon neutral dan banyak masyarakat mendapat manfaat dari upaya itu.  Fitri, yang kini aktif di Fossil Free Cilegon, juga punya misi meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap isu perubahan iklim dan energi terbarukan dengan menggerakan berbagai komunitas di berbagai kota.Isu lain yang jadi fokus perempuan pembuat petisi ini adalah hubungan kerusakan lingkungan dan pencemaran, dengan disabilitas. Satu contoh, kampanye yang digagas Leni Febriati, Syalfitri dan Ilma Rivai.Menurut Leni, pencemaran limbah pertambangan dan polusi udara karena kebakaran hutan berdampak buruk pada kehamilan ibu dan bayi. Untuk itu, penyandang disabilitas harus terlibat dalam upaya mencari solusi kasus kerusakan lingkungan.Itu pula yang jadi semangat Ilma Rivai, penyandang disabilitas yang semangat menyuarakan perubahan untuk lingkungan inklusif dan bebas stigma.Syalfitri, lewat inisiatif yang digerakkan ingin mengajak publik bertanggungjawab dan mulai berubah untuk menangani darurat sampah di Indonesia. Baginya, sampah bukan hanya tanggungjawab pemerintah namun tokoh agama, tokoh masyarakat, akademisi dan semua.Dengan program She Creates Change ini, kata Desmarita, para perempuan pembuat perubahan ini kelak punya visi jelas, percaya pada kekuatan kolektif, bisa menajamkan keahlian dan keterampilan mereka. Juga, berpikir sistemik dan spesifik, serta terbuka untuk umpan balik.“Dari strategi gerakan, taktik kampanye, riset isu, hingga menulis sesuatu yang dapat mengunggah siapapun yang membaca,” kata Desma. " "She Creates Change: Perempuan-perempuan di Balik Petisi Penyelamatan Lingkungan Hidup","Keterangan foto utama: Ilustrasi. Kebakaran hutan dan lahan yang menyebabkan asap dan menggangu berbagai aspek, terutama kesehatan warga. Jutaam prang terdampak asap karhutla, dari menderita ISPA sampai meninggal dunia. Asap kebakaran hutan, salah satu isu yang muncul dalam petisi Change.org. Isu-isu lingkungan jadi topik populer di Change. Org, pada 2018, dengan pembuat para perempuan. Foto: Foto: Avry P/Mongabay Indonesia  [SEP]" "Kerbau Pampangan, Sumber Daya Genetik Menjanjikan di Rawa Gambut","[CLS]   Bila kita mengunjungi Dusun Kuro, Kecamatan Pampangan, Kabupaten Ogan Komering Ilir [OKI], Sumatera Selatan, pasti akan melihat sejumlah kerbau rawa peliharaan masyarakat yang berkubang di rawa gambut.Sekilas, pemandangan ini tampak biasa. Tapi, sesungguhnya kerbau-kerbau itu istimewa. Kerbau pampangan, biasa disebut, berasal dari India yang disilangkan dengan kerbau lokal pada abad ke-19.Di masa Kesultanan Palembang, sekitar awal abad ke-19, sejumlah kerbau ini bersama para pengembalanya didatangkan dari India. Setibanya di Palembang, kerbau-kerbau tersebut dibawa ke Pulau Kuro, dipelihara agar menghasilkan susu. Susu diolah menjadi puan [fermentasi susu kerbau dan gula], yang merupakan makanan mewah di istana Kesultanan Palembang, masa itu“Kuro merupakan dusun tertua di sini. Hampir semua masyarakat yang memelihara kerbau rawa di OKI, Ogan Ilir [OI] maupun Banyuasin, berasal dari Kuro,” kata Muhammad Hasan, Kepala Desa Bangsal, Kecamatan Pampangan, Kabupaten OKI, baru-baru ini.  Kerbau-kerbau ini kemudian berkembang biak, menyebar ke sejumlah wilayah lain di sekitar Pulau Kuro. Atau, pulau lain yang kini terbagi dalam Kecamatan Pampangan dan Pangkalan Lampam di Kabupaten OKI, serta Kecamatan Rambutan di Kabupaten Banyuasin. Sebagian juga, bahkan dipelihara warga di Tulungselapan atau di Kabupaten Ogan Ilir.Berapa jumlah kerbau pampangan? Tercatat, sekitar 2.100 ekor berada di Kecamatan Pampangan dan Pangkalan Lampam. Sementara populasi di Sumatera Selatan keseluruhan diperkirakan mencapai 5.000 ekor. Ribuan kerbau ini digembala di kawasan rawa gambut yang mengelilingi pulau-pulau tersebut.  " "Kerbau Pampangan, Sumber Daya Genetik Menjanjikan di Rawa Gambut","Terhadap potensinya yang menjanjikan, Alex Noerdin, saat menjabat Gubernur Sumatera Selatan, pernah berencana mengembangkannya. Alex menginginkan, rawa gambut di Sumatera Selatan yang mencapai 600 ribu hektar, bukan hanya dimanfaatkan sebagai lahan pertanian tapi juga untuk peternakan kerbau. Dalam perkembangannya, sebagaimana dikutip dari Berita Pagi, tengah dibangun sentra pengembangan kerbau rawa di Kecamatan Rambutan, Kabupaten Banyuasin, yang mendapat bantuan APBN.  Simbol keluargaMengapa masyarakat Kuro, Bangsal, dan Mengris yang berada di Pulau Kuro tetap mempertahankan atau memelihara kerbau pampangan? “Di derah lain mungkin memelihara kerbau bertujuan ekonomi semata. Tapi bagi kami, memelihara kerbau sebagai simbol keluarga. Artinya, kerbau akan dijual jika si pemiliknya benar-benar butuh uang seperti mau menyekolahkan atau menikahkan anak. Pendapatan hanya melalui produksi susu. Kalau dijual, tergantung berat, kisaran Rp15-20 juta per ekor,” kata Muhammad Husin, warga Desa Bangsal.  Masyarakat masih percaya, memelihara kerbau sebagai wujud kesetiaan pada Sultan Palembang. “Sebab, sebagian besar kerbau di sini merupakan keturunan kerbau milik Sultan Palembang yang didatangkan dari India dulu,” ujarnya.Kesultanan Palembang memang sudah tidak ada. Tapi, sebagian besar wong Palembang pun masih bisa mengkonsumsi puan. Puan masih dijual Hari Jumat, di Masjid Agung Palembang, harganya kisaran Rp20 ribu per liter.  Asal IndiaBenarkah kerbau rawa di Pampangan maupun daerah lainnya di Kabupaten OKI dan OI berasal dari India? “Setahu kami, dari cerita orangtua atau kakek kami, kerbau ini memang dari Teluk Benggala, India, yang kini masuk wilayah Bangladesh,” tutur Hasan.Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian RI No.694/Kpts/PD.410/2/2013 tentang Penetapan Rumpun Kerbau Pampangan, dijelaskan pasti bahwa rumpun kerbau pampangan berasal dari India yang disilangkan dengan kerbau lokal.  " "Kerbau Pampangan, Sumber Daya Genetik Menjanjikan di Rawa Gambut","Ciri-cirinya kepala hitam, leher bagian bawah bewarna putih membentuk setengah lingkaran, tubuh dominan hitam. Sementara, mukanya segitiga pendek agak cembung dan memiliki ruang dahi lebar. Sedangkan tanduknya, pendek, melingkar ke belakang arah dalam.Disebutkan pula dalam keputusan tersebut, kerbau pampangan sebagai kekayaan Sumber Daya Genetik [SDG] Ternak Lokal Indonesia. Kerbau ini mempunyai keragaman bentuk fisik yang khas, dibandingkan kerbau asli dan kerbau lokal lain. Dengan sejumlah penjelasan itu, kerbau pampangan harus dilindungi dan dilestarikan. Nopri Ismi, Ketua Lembaga Pers Mahasiswa Ukhuwah UIN Raden Fatah Palembang, Sumatera Selatan, periode 2018. Penulis mengikuti pelatihan jurnalistik Mongabay Indonesia di Palembang pada 2017 dan 2018   [SEP]" "Bunin, Mutiara Terpendam di Kaki Leuser","[CLS]  Bunin, desa yang berada di Kecamatan Serbajadi, Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh ini memang aduhai. Hutannya asli, pemandangannya alami. Letaknya di kaki Kawasan Ekosistem Leuser, membuat siapa saja yang datang ingin selama mungkin menginap.Butuh tiga jam perjalanan dari Kota Langsa atau dua jam dari jalan Banda Aceh – Sumatera Utara menunju Bunin. Lelah akan sirna begitu kita melihat hamparan sawah yang hijau, sungai yang jernih dan masyarakat yang sederhana.“Di sini sebagian besar masyarakatnya keturunan Gayo, salah satu suku yang mendiami dataran tinggi Aceh. Umumnya, warga bekerja sebagai petani, pencari rotan, petani madu, dan ada yang menggantungkan hidup dengan mencari ikan di sungai,” terang Kepala Desa Bunin, Mustakirun, saat menerima kunjungan Mongabay Indonesia yang tergabung dalam tim Hutan Itu Indonesia, 22 Desember 2018.Baca: Foto: Sisi Lain Leuser dari Sungai Alas-Singkil  Mustakirun mengatakan, Bunin memiliki potensi menjanjikan untuk dikembangkan sebagai wilayah ekowisata. Selain udara segar, hutan dan sungai di sini orisinil. Namun, semua itu butuh proses, masyarakat tentunya harus dipersiapkan dahulu.“Cita-cita kami adalah menjadi desa wisata alam, apakah menelusuri hutan dan sungai, termasuk sebagai daerah tujuan mancing ikan karena ada ikan jurung (Tor sp) ukuran besar di sini. Atau juga menjelajah Gunung Mancang yang juga ada air terjunnya dengan nama yang sama,” ujar mantan pasukan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) kelahiran 1984.  Kami bergerak, tergoda dengan penjelasan Mustakirun. Dua jam menelusuri aliran sungai untuk menuju Air Terjun Mancang. “Air terjun ini dinamakan Mancang karena letaknya di aliran Sungai Mancang. Bentuknya bertingkat, jernih dan pastinya tidak ada sampah plastik,” ujar Mustakirun yang turut menemai.Foto: Agusen, Desa Wisata Nan Indah di Kaki Leuser  " "Bunin, Mutiara Terpendam di Kaki Leuser","Apa yang dilakukan masyarakat Bunin untuk melindungi hutan? Mustakirun mengatakan, masyarakat sedang merintis memiliki hutan desa. Desa Bunin juga telah membentuk Lembaga Pengelolaan Hutan Gampong atau Desa (LPHG).“Awal Desember 2018, kami telah bertemu Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Aceh untuk membicarakan izin pengurusan hutan desa,” tuturnya.Baca: Ibrahim, Ahlinya Tumbuhan dan Satwa Liar Leuser    Usulan hutan desaKetua LPHG Desa Bunin, Kabupaten Aceh Timur, Salat, menjelaskan, Bunin merupakan wilayah yang dikelilingi hutan lindung. Hutan yang mereka ajukan menjadi hutan desa itu seluas 2.780 hektar itu. Penyelamatan hutan harus segera dilakukan karena masih ada aktivitas penebangan liar dan perambahan yang mengakibatkan banjir bandang.“Selain antisipasi banjir, kami juga tidak ingin berkonflik dengan gajah liar. Gerak cepat kami lakukan, hutan harus diselamatkan. Inilah dasar pengajuan kami ingin memiliki hutan desa,” jelasnya.  “Maju kena konflik satwa, mundur kena banjir. Padahal, pelakunya bukan warga Bunin. Jangan sampai juga terjadi longsor, karena hanya ada satu jalan menuju desa ini. Untuk itu kami bertekad mempunyai hutan desa,” tambah Mustakirun.Baca: Hutan Leuser yang Selalu di Hati Salman Panuri  Kepala Bidang Rehabilitasi Lahan, Bina Usaha, dan Perhutanan Sosial Dinas Lingkungan Hidup Kehutanan Aceh, Ridwan menyatakan, tujuan masyarakat ingin mengelola hutan desa sangatlah baik. Hanya saja, persepsi tentang bagaimana mengelola hutan itu yang harus disamakan anatara masyarakat dengan pemerintah.“Kalau tujuannya sudah sejalur, saya yakin mewujudkan hutan desa menjadi lebih mudah. Kita semua ingin hutan lestari dan masyarakat sejahtera,” terangnya.Ridwan berharap, ketika izin hutan desa keluar pastinya akan sangat membantu perekonomian masyarakat Bunin. “Untuk itu, penguatan lembaga masyarakat harus dibangun sejak sekarang,” ujarnya." "Bunin, Mutiara Terpendam di Kaki Leuser","Baca: Foto: Indahnya Leuser, Hutan Alami yang Harus Kita Pertahankan  Manager Yayasan Hutan, Alam dan Linkungan Aceh (HAkA), Crisna Akbar mengatakan, HAkA turut mendampingi masyarakat Bunin mengurus perizinan hutan desa. Persiapan mengembangkan potensi desa dengan cara tidak merusak hutan juga tengah digarap.“Kami bersama masyarakat terus menggali potensi desa. Semangat masyarakat untuk membangun desanya luar biasa. Semoga, langkah baik ini mendapat dukungan berrbagai pihak,” ujarnya.Baca juga: Catatan Akhir Tahun: Kejamnya Manusia Pada Gajah Sumatera  Tahun 2015, pemerintah telah membangun Conservation Response Unit (CRU) Serbajadi di Bunin. Hadirnya tiga gajah jinak milik Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh di CRU itu, bukan hanya bermanfaat membantu menyelesaikan konflik gajah liar dengan manusia, tapi juga dapat dikembangkan menjadi objek wisata. Potensi yang makin melengkapi keindahan alam Bunin, bak mutiara.   [SEP]" "Adakah Cara Lain Pemanfaatan Benih Lobster, Selain Ekspor?","[CLS]  Wacana untuk melegalkan pengiriman benih lobster (BL) ke luar Indonesia melalui jalur ekspor, mendapat penolakan keras dari Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA). Rencana tersebut, meski diklaim bertujuan bagus untuk menghentikan aksi penyelundupan BL, tetapi dinilai sebagai rencana yang tidak masuk akal.Pernyatan itu diungkapkan Sekretaris Jenderal KIARA Susan Herawati menanggapi isu yang berkembang dalam beberapa hari terakhir tentang rencana Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk mengizinkan ekspor BL.Menurut dia, jika wacana ekspor BL berhasil diwujudkan, maka itu akan berdampak negatif bagi perekonomian nasional dan bukan sebaliknya, yakni memberikan dampak positif. Untuk itu, KIARA mendesak agar rencana tersebut bisa segera dihentikan dan menggantinya dengan rencana lain yang lebih baik dan bermanfaat untuk publik.“Alasannya, hal itu akan mendorong eksploitasi sumberdaya perikanan di perairan Indonesia semakin tidak terkendali,” ucapnya di Jakarta, Rabu (18/12/2019).baca : Pro dan Kontra Pelegalan Jual Beli Benih Lobster  Bagi KIARA, kebijakan larangan ekspor BL yang selama ini sudah dijalankan oleh KKP, menjadi kebijakan yang tepat dan patut mendapatkan apresasi dari semua pihak. Terlebih, selama kebijakan tersebut dijalankan, devisa Negara yang berhasil diselamatkan nilainya mencapai Rp635,59 miliar yang berasal dari 6.669.134 BL.“Itu terjadi selama periode 2014 sampai 2018,” tuturnya.Susan mengatakan, agar rencana tersebut bisa diwujudkan, Edhy Prabowo bahkan disebut akan melaksanakan revisi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.56/2016 tentang Larangan Penangkapan dan atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari Indonesia. Rencana itu, dinilai tidak perlu dilakukan karena KKP masih memiliki tugas lain yang tak kalah penting." "Adakah Cara Lain Pemanfaatan Benih Lobster, Selain Ekspor?","Meski berdampak bagus, tetapi Susan menilai, penerbitan Permen tersebut tidak diikuti dengan skema transisi yang jelas. Akibatnya, pasca diterbitkan Permen, timbul masalah yang besar karena masih banyaknya pembudi daya lobster yang terjebak dalam situasi tersebut dan tidak bisa beralih profesi dengan proses yang cepat.Bagi Susan, kekurangan seperti itu harus bisa diperbaiki oleh Edhy sebagai Menteri KP untuk lima tahun mendatang. Dengan cara seperti itu, maka Pemerintah sudah melaksanakan pembangunan keberlanjutan sumber daya perikanan dengan memastikan manfaat yang besar untuk perekonomian Indonesia bisa diwujudkan.“Bukan justeru sebaliknya membuka keran ekspor benih lobster yang jelas akan berdampak bagi keberlanjutan sumber daya perikanan sekaligus perekonomian Indonesia,” tegasnya.baca juga : Sebanyak Rp1,37 Triliun Potensi Kerugian Negara Diselamatkan Dari Penyelundupan Benih Lobster  Bukan SolusiOleh karena itu Susan berpendapat, jika KKP memiliki tujuan ingin memberantas praktik penyelundupan BL dari berbagai wilayah Indonesia ke negara tujuan seperti Singapura dan Vietnam, maka yang harus dilakukan adalah dengan memberantas praktik tersebut sampai ke akarnya.Sementara, jika tujuan itu dilakukan dengan membuka jalur ekspor secara langsung, maka diyakini akan memicu kontraproduktif di masyarakat. Dengan demikian, dari pada terus membangun wacana ekspor BL yang jelas kontra produktif, Edhy Prabowo sebaiknya fokus untuk memastikan keberlanjutan sumber daya perikanan Indonesia tetap terpelihara selama tiga bulan pertama masa kerjanya.“Baik ketegasan hukum dalam pemberantasan penyelundupan, mau pun pemberdayaan ekonomi nelayan,” pungkasnya." "Adakah Cara Lain Pemanfaatan Benih Lobster, Selain Ekspor?","Sebelumnya, pada Senin (16/12/2019), Menter KP Edhy Prabowo menyatakan bahwa rencana penerbitan izin untuk melaksanakan ekspor BL, sampai saat ini masih sebatas wacana yang terus dikaji. Wacana tersebut muncul, karena Pemerintah ingin menyelamatkan sumber daya lobster yang ada di lautan dan sebelumnya dieksploitasi untuk kemudian diselundupkan ke negara lain.Tetapi, melakukan pelarangan untuk tidak memanfaatkan BL secara langsung, menurut Edhy juga bukan merupakan kebijakan yang tepat. Mengingat, sampai sekarang ada banyak nelayan di Indonesia yang masih memanfaatkan BL sebagai mata pencaharian mereka.“Untuk itu, kita kaji dan merumuskan ulang peraturan terkait hal ini, bersama para stakeholder dan ahli-ahli,” ungkapnya.perlu dibaca : Sampai Kapan Penyelundupan Benih Lobster Terus Terjadi?  Melalui pembahasan dan kajian dengan melibatkan para pakar dan praktisi, Edhy berharap akan muncul kebijakan perdagangan BL yang tepat dan bisa tetap mengedepankan prinsip keberlanjutan untuk menjaga laut dan sumber daya ikan yang ada di dalamnya. Dengan kata lain, ada keseimbangan antara mata pencaharian dengan kelestarian lingkungan.Berdasarkan komunikasi yang sudah dilakukan dengan para ahli, Edhy mengklaim bahwa tingkat kelulushidupan (survival rate/SR) BL saat berada di alam sampai mencapai usia dewasa hanya mencapai 1 persen saja. Hasil riset tersebut dipublikasikan sebelumnya oleh Carribean Sustainable Fisheries dan Australian Center for International Agriculture Research.Di sisi lain, Edhy menyebutkan, upaya untuk melaksanakan pelestarian lingkungan di sekitar lokasi habitat BL, juga harus mempertimbangkan keberlangsungan hidup masyarakat yang selama ini masih bergantung pada pemanfaatan BL untuk mendapatkan penghasilan. Untuk itu, harus ada kebijakan yang tepat agar pemanfaatan BL bisa berjalan baik. Legalisasi" "Adakah Cara Lain Pemanfaatan Benih Lobster, Selain Ekspor?","Dari sekian banyak opsi yang sudah didiskusikan dengan para pakar, Edhy mengatakan bahwa opsi legalisasi pembesaran BL dan ekspor BL menjadi opsi yang paling mengemuka. Akan tetapi, dia memastikan kalau opsi tersebut sampai sekarang masih dipelajari lebih dalam dan belum diputuskan menjadi kebijakan yang tetap.“Ada opsi untuk ekspor, apakah solusi itu benar? Apakah tepat ekspor 100 persen? Saya tidak akan setuju kalau mau tanya sikap saya. Saya maunya dibesarkan 100 persen di Indonesia, karena itulah potensi kita dan akan mendapatkan nilai tambah yang besar,” tegasnya.baca juga : Benih Lobster Senilai Lebih Rp 5 Milyar Hendak Diselundupkan ke Vietnam  Menurut Edhy, dengan fakta SR yang sangat rendah, maka jika tidak dilaksanakan pembesaran, BL berpotensi akan mengalami kematian. Sementara, jika dibesarkan, maka BL akan berpotensi memiliki SR hingga mencapai 70 persen, walau diakuinya ada juga yang kisarannya mencapai 40 persen.Akan tetapi, sekali lagi Edhy menegaskan bahwa prinsip yang paling penting dalam pemanfaatan BL adalah bagaimana untuk mempertahankan para pencari nafkah tidak kehilangan mata pencahariannya. Selama ini, pemanfaatan BL dilakukan oleh nelayan pengambil BL dan nelayan penangkap lobster dewasa.“Kedua profesi nelayan ini harus bisa hidup berdampingan, tanpa kehilangan mata pencahariannya. Dua sisi mata pedang ini harus saya temukan dalam satu kesempatan yang sama,” sebutnya.Untuk memastikan kelangsungan lobster di alam, Edhy mengungkapkan kalau KKP saat ini sudah menerapkan beberapa aturan untuk pembesaran BL. Di antara aturan itu, adalah mewajibkan pelaku pembesaran BL untuk mengembalikan sedikitnya 5 persen hasil dari pembesaran BL untuk dikembalikan ke alam.“Kelulushidupan BL di alam akan meningkat dari 1 persen menjadi sedikitnya 5 persen,” tutur dia." "Adakah Cara Lain Pemanfaatan Benih Lobster, Selain Ekspor?","Selain melalui metode tersebut, Edhy menyebutkan upaya untuk mempertahankan lobster di alam adalah dengan menjaga wilayah perairan dari praktik penangkapan ikan dengan cara merusak (destruktif). Praktik seperti itu, biasanya akan melibatkan bahan kimia yang berbahaya seperti sianida dan akan mengakibatkan kerusakan pada ekosistem perairan laut, terutama pada terumbu karang.“Intinya adalah dalam langkah satu kebijakan yang akan kami ambil harus mempertimbangkan aspek ekonomi, tetap mempertahankan lapangan pekerjaan yang dulunya ada agar tetap ada, dan menghasilkan devisa negara, namun lingkungannya juga terjaga,” pungkasnya.  [SEP]" "Kerja Sama Internasional Ancam Kehidupan Nelayan Tradisional?","[CLS]   Masa depan sektor perikanan tangkap dikhawatirkan akan terpuruk jika tidak dilakukan koreksi dan penanganan yang benar dari sekarang. Kekhawatiran itu muncul, karena Indonesia saat ini terlibat dalam kerja sama ekonomi dan perdagangan di kawasan ASEAN dengan enam negara mitra ekonomi dan juga tiga negara Asia Timur, yaitu Jepang, Tiongkok, dan Korea Selatan.Kerja sama yang melibatkan sembilan negara tersebut, menurut Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati, dikenal dengan nama Regional Comprehensive Economie Partnership (RCEP) dan pada akhir Februari lalu baru saja melangsungkan perundingan di Nusa Dua, Bali, Indonesia.Susan menjelaskan, sebagai wadah kerja sama ekonomi dan perdagangan, RCEP diarahkan untuk menjadi pasar perdagangan bebas terbesar di dunia. Untuk itu, dalam setiap perundingan yang dilaksanakan, isu yang diangkat tidak hanya mencakup perdagangan barang dan jasa saja. Melainkan juga, perlindungan investasi dan mekanisme penyelesaian sengketa.“Dan juga tentang e-commerce, government procurement, serta perlindungan hak kekayaan intelektual,” tutur dia, di Jakarta, akhir pekan lalu.baca :  Sudah Tepatkah Kebijakan Pemerintah di Sektor Kelautan dan Perikanan?  Di antara bahasan-bahasan tersebut, Susan menyebutkan, RCEP menginisiasi negara-negara yang terlibat kerja sama untuk melaksanakan liberalisasi jasa perikanan tangkap. Melalui kerja sama tersebut, negara-negara yang terlibat akan bisa melakukan penangkapan ikan di perairan negara-negara tersebut. Termasuk, perairan Indonesia yang akan menjadi wilayah tangkapan ikan bagi sembilan negara tersebut." "Kerja Sama Internasional Ancam Kehidupan Nelayan Tradisional?","Menurut Susan, kerangka kerja sama yang dibuat dalam RCEP tersebut jelas akan berdampak buruk pada sektor perikanan tangkap nasional dan sekaligus wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Dengan adanya kebebasan menangkap ikan di wilayah perairan Indonesia, itu akan mengancam keberlangsungan hidup jutaan nelayan tradisional yang selama ini menggantungkan hidup mereka pada sumber daya perikanan.“Nelayan tradisional harus bersaing dengan kapal-kapal besar penangkap ikan negara-negara RCEP. Selain itu, kebijakan tersebut akan berdampak pada eksploitasi sumber daya alam perikanan Indonesia,” katanya.Dengan kata lain, Susan melihat bahwa perundingan RCEP yang sudah dilaksanakan tidak akan memberikan dampak yang baik bagi kehidupan delapan juta nelayan tradisional di Indonesia. Di sisi lain, perundingan itu, justru menjadi ancaman sangat serius bagi kedaulatan Negara dan juga masyarakat pesisir dan Indonesia. Ancaman InvestasiDengan melaksanakan liberalisasi jasa perikanan tangkap, Susan menyebut bahwa jalan investor untuk menancapkan bisnisnya di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil, khususnya di sektor pariwisata bahari akan semakin mudah. Terlebih, saat ini Pemerintah Indonesia sedang giat mendorong investasi di bidang pariwisata yang dibalut dalam nama Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) yang tersebar di 10 lokasi.“Dari 10 lokasi tersebut, tujuh kawasan itu berada pada kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil. Mereka adalah Tanjung Kelayang, Tanjung Lesung, Kuta Mandalika, Labuan Bajo, Morotai, Wakatobi, dan Kepulauan Seribu,” paparnya.Susan menambahkan, kuatnya dorongan Pemerintah Indonesia dalam menggenjot investasi pada sektor pariwisata, karena Negara sangat berharap sektor tersebut bisa menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi nasional di masa mendatang. Untuk 2019 saja, Pemerintah menargetkan pemasukan devisa dari sektor pariwisata hingga mencapai Rp280 triliun." "Kerja Sama Internasional Ancam Kehidupan Nelayan Tradisional?","baca juga :  Jepang Bisa Lemahkan Indonesia di Pasar Perikanan Global?  Upaya keras yang sedang dilakukan Pemerintah itu, bagi Susan semakin menegaskan bahwa Negara tidak memperlihatkan keberpihakan kepada masyarakat pesisir. Hal itu terbukti, karena dari KSPN, ruang hidup masyarakat pesisir sudah dirampas. Dia kemudian mencontohkan, masyarakat yang tinggal di Kabupaten Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta, menghadapi kenyataan sedang mendapat ancaman kriminalisasi karena KSPN.“Ada 312 kepala keluarga yang berkonflik dengan sebuah perusahaan pariwisata dan terancam dikriminalisasi,” tuturnya.Selain di pesisir dan pulau-pulau kecil wilayah DKI Jakarta, Susan menambahkan, ancaman serupa juga kini dirasakan masyarakat yang tinggal di kawasan Mandalika, Nusa Tenggara Barat. Di sana, lebih dari 300 KK terusir dari kawasan pesisir dan kehilangan wilayah tangkapan tradisional mereka saat bekerja sebagai nelayan skala kecil.Melalui RCEP, Susan menegaskan, investasi pariwisata semakin diperkuat dan untuk kepentingan itu Pemerintah akan banyak melakukan deregulasi menyesuaikan dengan kepentingan investasi. Dengan kata lain, sampai kapanpun masyarakat pesisir tetap akan menjadi korban. Untuk itu, atas nama KIARA, dia meminta Pemerintah untuk tidak melanjutkan perundingan RCEP karena tidak akan memberikan apa-apa bagi masyarakat pesisir di Indonesia.“Perundingan RCEP karena tak memiliki dampak baik bagi kehidupan masyarakat pesisir,” pungkasnya.Sebelumnya, kritikan juga dikampanyekan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) pada Januari lalu. Saat itu, KNTI mengkritik kebijakan Pemerintah Indonesia tentang kebijakan jalinan kerja sama dengan Norwegia untuk bidang perdagangan pada sektor kelautan dan perikanan. Kerja sama yang ditandatangani resmi oleh kedua negara pada Minggu (16/12/2018) itu, menjadi ancaman serius bagi nelayan tradisional di Indonesia." "Kerja Sama Internasional Ancam Kehidupan Nelayan Tradisional?","Ketua DPP KNTI Marthin Hadiwinata menyatakan, dengan kerja sama tersebut, Norwegia bisa mengekspor produk kelautan dan perikanan mulai 2019 hingga mencapai lebih dari 80 persen. Tak hanya itu, dari kerja sama tersebut, Norwegia bebas mengekspor produknya dengan tanpa dikenakan biaya bea masuk.baca :  Nelayan Indonesia Terancam Semakin Terpuruk karena Norwegia?  Kehidupan NelayanMarthin menjelaskan, dengan memberikan kebebasan biaya bea masuk, itu sama saja dengan membiarkan nelayan akan terpuruk karena produknya tidak bisa bersaing dengan produk dari Norwegia. Kondisi itu, tidak boleh dibiarkan, karena akan mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia yang ada di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil.Tentang perjanjian tersebut, Marthin menerangkan bahwa itu bisa terjadi berkat forum European Free trade association (EFTA) yang di dalamnya terdapat Norwegia sebagai salah satu anggota. Lewat forum tersebut, negosiasi untuk membebaskan biaya bea masuk ke Indonesia, telah diperjuangkan oleh Norwegia sejak delapan tahun lalu.“Negosiasi di antara kedua negara tersebut dilakukan secara tertutup tanpa partisipasi dari masyarakat sipil, ataupun organisasi nelayan di Indonesia,” ucapnya.Secara khusus, perjanjian yang terjalin antara EFTA dengan Indonesia, menjadi sarana untuk menjaga keberlangsungan perdagangan bebas di sektor perdagangan, khususnya untuk perikanan. Perjanjian tersebut, menguntungkan bagi Norwegia, tapi di sisi lain justru itu memberi kerugian bagi Indonesia. Kondisi itu, akan semakin terasa jika perjanjian dagang untuk 2019 sudah berjalan." "Kerja Sama Internasional Ancam Kehidupan Nelayan Tradisional?","Mengenai keuntungan yang diraih Norwegia melalui perjanjian dagang tersebut, menurut Marthin, tidak lain karena negara tersebut bisa mengamankan kepentingan posisi ekonomi mereka dalam perdagangan internasional. Kondisi itu, secara langsung akan menguntungkan perusahaan-perusahaan perikanan laut yang selama ini biasa mengekspor ke Indonesia ataupun negara lain.“Perjanjian perdagangan ini hanya akan meningkatkan dan membuka pasar ekspor untuk perusahaan Norwegia. Sementara perjanjian itu akan menjadikan hal sebaliknya bagi situasi perikanan Indonesia,” tandasnya.  Koordinator Riset dan Advokasi Indonesia for Global Justice Rahmat Maulana, membeberkan fakta bahwa perjanjian yang telah dijalin antara EFTA dengan Indonesia hanya akan menyebabkan Indonesia dibanjiri ikan impor dari Norwegia. Kondisi itu, pada akhirnya akan menyebabkan 2,7 juta jiwa nelayan akan terancam keberlangsungan kehidupannya karena produk yang mereka hasilkan tidak bisa lagi bersaing.“Nelayan yang menggantungkan kehidupan pada laut, akan semakin terpuruk di tengah ketidakpastian usaha perikanan,” tuturnya.Menurut Rahmat, ancaman yang kini sedang mengintai profesi nelayan, khususnya nelayan skala kecil itu, bertentangan dengan Undang-Undang No.7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam. Pada Pasal 12 UU tersebut, disebutkan bahwa Negara wajib melakukan pengendalian terhadap impor komoditas perikanan dan komoditas pergaraman.Selain poin di atas, Rahmat menyebutkan, dalam UU No.18/2012 tentang Pangan juga ditegaskan bahwa impor pangan hanya boleh dilakukan apabila produksi pangan di dalam negeri sudah tidak mencukupi dan/atau tidak dapat diproduksi di dalam negeri. Penegasan dari UU tersebut, menjelaskan bahwa impor pangan tidak bisa sembarangan dilakukan.  [SEP]" "Paus Sperma Terdampar di Pulau Mataha Berau, Bagaimana Nasibnya?","[CLS] ***Seekor paus sperma dengan panjang sekitar 8 meter terdampar di pesisir laut Mataha, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Kabar kematian paus tersebut hampir tidak diketahui masyarakat, lantaran jarak Pulau Mataha dengan pusat Kota Berau sangat jauh.Paus terdampar itu diketahui pertama kali oleh petugas penjaga laut (ranger) Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pemkab Berau, pada Senin (10/12/2018) lalu dalam kondisi mati penuh luka (kode 3-4). Tidak ada pemeriksaan khusus pada bangkai mamalia besar itu, sebab kembali hanyut oleh air pasang beberapa hari setelah ditemukan.Wakil Ketua Satgas Kawasan Konservasi Berau, Yunda Zuliarsih menjelaskan kabar terdamparnya paus itu sudah dilaporkan sejak bulan lalu. Namun pihaknya menyerahkan sepenuhnya pada para ranger agar menangani bangkai tersebut. “Iya benar, ada bangkai paus yang terdampar pada Bulan Desember 2018. Yang menemukan pertama kali adalah ranger Pulau Mataha dan Bilang-bilangan. Mereka itu sebenarnya adalah penjaga telur penyu, tidak sengaja menemukan paus yang terdampar,” jelasnya kepada Mongabay-Indonesia pada Selasa (15/1/2019).baca :  Ditemukan 5,9 Kg Sampah Dalam Perut Paus Sperma di Wakatobi. Kok Bisa?  Karena tidak dinekropsi, Yunda mengatakan pihaknya tidak tahu penyebab luka-luka dan kematian paus tersebut. Para ranger sendiri kesulitan untuk menangani paus tersebut karena mereka hanya petugas pengawas penyu dengan alat-alat sederhana. Lokasi pulau tersebut juga jauh dan sulit dijangkau, sehingga DKP  Pemkab Berau menyerahkan penanganannya kepada ranger yang menemukan. Akhirnya diputuskan untuk menenggelamkan bangkai tersebut.“Diperkirakan bangkai tersebut sudah mati selama berhari-hari. Jadi diputuskan untuk ditenggelamkan saja, karena tidak mungkin dibawa ke darat,” jelasnya." "Paus Sperma Terdampar di Pulau Mataha Berau, Bagaimana Nasibnya?","Yunda mengatakan perairan di selatan Pulau Mataha sering ditemukan mamalia besar terdampar. Pulau Mataha merupakan pulau yang tidak berpenghuni, dan lokasinya jauh dari Kota Berau. Pulau tersebut merupakan pulau persinggahan penyu-penyu di laut Berau Selatan untuk bertelur, sehingga pulau Mataha terkenal dengan sebutan “Pulau Telur”.Pulau Mataha yang masuk wilayah Kepulauan Derawan, Kecamatan Batuputih, Kabupaten Berau merupakan tempat pendaratan Penyu Hijau (Chelonia mydas) terbesar ke-8 di dunia dan penghasil 60% telur penyu dari seluruh perairan Kabupaten Berau.baca juga :  Paus Sperma Dihalau ke Laut Setelah Ditunggangi Banyak Orang  Bukan Kasus Kali PertamaTerdamparnya paus di perairan selatan Kabupaten Berau,bukan kejadian yang pertama.Berdasarkan catatanYunda, pada Mei 2018 silam, seekor Paus Pilot juga terdampar di Pantai harapan, Laut Selatan Berau, Kecamatan Biduk-biduk. Sedangkan di Bulan November 2018, seekor paus tanpa sirip ditemukan terdampar dan mati di Pantai Maratua, laut Berau bagian Utara.Berbeda dengan kasus sebelumnya, terdamparnya mamalia ini kuat dugaan karena siripnya yang sengaja dipotong oleh manusia. Namun Dinas Perikanan tidak bisa memastikan kejadian itu, karena kondisi bangkai sudah membusuk.“Kabupetan Berau dikelilingi oleh banyak pulau dan didiami biota laut yang bermacam-macam. Mulai dari penyu, mamalia besar hingga ikan-ikan yang dikonsumsi. Sehingga memang selama ini, masyarakat Berau tidak kaget lagi jika menemukan adanya mamalia besar yang terdampar. Namun yang menjadi soal adalah penyebab kematiannya,” kata Yunda.Selama ini, menurut dia, kondisi laut Berau adalah laut yang kondusif. Tidak ada keluhan mengenai sampah, limbah dan pendangkalan laut. Konflik dengan manusia dan nelayan pun juga hampir tidak ada laporan, hal itu membuat Yunda yakin jika memang kondisi laut Berau baik dan tidak terindikasi tercemar." "Paus Sperma Terdampar di Pulau Mataha Berau, Bagaimana Nasibnya?","“Tidak ada masalah sampah di Berau, limbah-limbah perusahaan juga tidak ada, karena Kabupaten Berau bukan daerah industri. Selama ini yang diributkan bukan masalah limbah dan sampah, konflik dengan manusia juga jarang terjadi. Jadi kalau mau menduga-duga kematian biota laut itu juga tidak bisa,” katanya.baca juga :  Paus Sperma Ditemukan Terdampar di Barru, Bagaimana Akhirnya?  Yunda menjelaskan, posisi laut Berau Selatan adalah jalur migrasi mamalia laut. Terbukti, tahun-tahun sebelumnya juga pernah ada Dugong dan Teripang Raksasa yang terdampar di Laut Selatan Berau. Kerap terdamparnya biota laut di perairan selatan itu karena kondisi laut merupakan wilayah perairan dalam. Sehingga wilayah laut selatan di Kabupaten Berau sangat memungkinkan menjadi jalur migrasi mamalia laut.“Dibandingkan laut bagian utara, bagian selatan ini memang sering ditemukan mamalia besar yang terdampar. Bahkan ada taripang raksasa yang terdampar, ini membuktikan kalau di daerah tersebut memang merupakan laut dalam. Sehingga, ikan-ikan besar dan mamalia laut menggunakannya sebagai jalur migrasi,” ungkapnya.Yunda menerangkan, kasus mamalia terdampar merupakan satu masalah yang harus ditangani bersama. Namun saat ini, masalah laut Berau sudah sepenuhnya diserahkan pada Pemprov Kaltim, sehingga pihaknya akan menunggu arahan langsung dari Provinsi. Demikian pula masalah RZWP3K yang gencar digalakkan, Yunda menilai itu merupakan satu jalan keluar yang baik untuk penanganan masalah-masalah biota laut.“Kita kan dulu memang punya rencana zonasi laut, tapi sekarang kan sudah diserahkan semua para Provinsi Kaltim. Tapi memang RZWP3K itu tujuannya juga untuk melindungi biota laut. Yah kita akan bekerja sebaik-baiknya, agar laut Berau tetap sehat dan tetap nyaman dihuni biota laut. Terutama ikan-ikan yang dikonsumsi, kita akan terus jaga laut Berau agar pendapatan nelayan terus melimpah,” jelasnya." "Paus Sperma Terdampar di Pulau Mataha Berau, Bagaimana Nasibnya?","baca juga :  Ribuan Pakaian Bekas dari Malaysia Kotori Pulau Konservasi Sangalaki  Sementara itu, peneliti ikan sekaligus Dekan Fakultas Perikanan Universitas Mulawarman, Iwan Suyatna, mengatakan Laut Berau termasuk alur ruaya biota mamalia laut, seperti paus, lumba-lumba termasuk hiu dan lainnya. Di dalam RZWP3K pemprov Kaltim, tercatat alurnya dekat dengan Pulau Maratua. “Lautnya memang termasuk dalam (deep sea) sesuai dengan kebutuhan lingkungan hidupnya,” sebutnya.Iwan menjelaskan, ada beberapa alasan mengapa mamalia laut bisa terdampar ke daratan. Biasanya, karena individual tersebut sedang terserang penyakit atau karena luka berbagai sebab, seperti luka terkena jaring, kapal atau disengaja. Kemudian mamalia tersebut mengalami disorientasi. Jika paus atau lainnya terdampar dalam kondisi suda busuk, artinya bisa jadi mamalia tersebut sudah menderita sakit dan ketika terdampar cepat membusuk.“Disorientasi yang dimaksud adalah tidak tahu arah dan tidak mampu mengendalikan diri. Bisa jadi umurnya sudah tua, sehingga semua kemampuan organ tubuh nenurun, sementara arus laut atau lautan yang dinamis perlu keseimbangan tubuh yang prima,” jelasnya.Menurut Iwan, terdamparnya mamalia laut kadang kala lebih satu atau bergerombol. Terkait dengan ini, satu diantara sifat biota mamalia laut adalah pelagis (berenang di permukaan air) sehingga efeknya jika terjadi iklim ekstrim angin besar, badai atau efek oseanografis arus kuat, maka terdamparnya populasi mamalia sangat dimungkinkan.Selain dua penyebab itu, Iwan juga mencatat biota mamalia laut memiliki nilai ekonomis dari berbagai aspek sebagai makanan, kesehatan, wisata, bahan eksperimen dan lainnya. Sehingga sengaja diburu dan dapat mencederai fisik, sehingga mengganggu kesimbangannya. “Sengaja diburu denga fisik yang cidera juga menjadi satu diantara banyak faktor penyebab terdamparnya mamalia,” pungkasnya." "Paus Sperma Terdampar di Pulau Mataha Berau, Bagaimana Nasibnya?","menarik dibaca :  Bentang Laut Sulu Sulawesi, Jantung Segitiga Karang Dunia   [SEP]" "Melihat Masa depan Panglima Laot di Aceh","[CLS] Hukum adat merupakan perangkat penting  dari kepercayaan, tradisi yang menyuburkan  nilai-nilai dan praktek bijak masa lampau. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 B Bab IV Perubahan ke-2  menyatakan ”Negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia”.Panglima Laot merupakan salah satu institusi hukum adat tertua, memperoleh legitimasi UU Nomor 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh,  menyusul Qanun  Nomor 9/2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat dan  Nomor 10/2008 tentang Lembaga Adat.Hukum adat laot Aceh mengatur berbagai hal terkait aktivitas di sektor kelautan. Mulai dari penerapan batasan wilayah, hari pantang melaut, pelestarian lingkungan, pelaksanaan ritual, relasi sosial dan ketentuan lain.Panglima Laot, memiliki tugas  menegakkan aturan adat laot dan memberikan sanksi bagi pelanggar. Sanksi dapat berupa penyitaan hasil tangkapan hingga membayar denda dan pelarangan melaut untuk jangka waktu tertentu.Panglima Laot dianggap sebagai salah satu sistem adat yang paling lestari di Nusantara. Sejumlah publikasi menyebutkan bagaimana peran penting Panglima Laot hingga kini.Sayang, tidak cukup banyak rujukan yang mengurai tantangannya. Bahasan mengenai Panglima Laot berkisar pada keagungan sejarah, muatan hukum tata kelola sumber daya sistem tersebut semata. Padahal, terlepas dari peran penting Panglima Laot, tersingkap sejumlah  tantangan.  Melacak Asal Mula Panglima LaotPanglima laot bermula pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda di Kerajaan Islam Aceh (1607-1636). Kala itu, Panglima Laot bertugas memobilisasi masyarakat pesisir untuk berperang serta memungut biaya cukai pada kapal-kapal yang singgah di pelabuhan." "Melihat Masa depan Panglima Laot di Aceh","Pada masa  setelah kemerdekaan diraih, tugas dan peran Panglima Laot beralih sebagai pemimpin adat dan mengatur kebiasaan yang berlaku dibidang penangkapan ikan di laut, termasuk mengatur wilayah penangkapan, penambatan perahu dan penyelesaian konflik.Seiring waktu, Panglima Laot  mengalami perubahan. Secara tradisional masyarakat Aceh hanya mengenal Panglima Laok Lhok atau wilayah pesisir pantai, dimana nelayan berdomisili dan melakukan usaha penangkapan ikan. Lhok merujuk pada satu desa pantai, beberapa desa (kemukiman) satu kecamatan atau satu kepulauan. Panglima Laot Kabupaten kemudian terbentuk saat musyawarah Panglima Laot se-Aceh di Kota Langsa tahun 1982. Struktur  baru  tersebut dimaksudkan memudahkan  koordinasi dan penyelesaian sengketa antar Lhok.Pada tahun 2000, lewat pertemuan Panglima Laot di Kota Sabang dan Banda Aceh, Panglima Laot Provinsi  juga dibentuk.  Panglima Laot, Tantangan dan Perannya dalam Konteks Kekinian Namun, nyatanya, di beberapa wilayah (Lhok) pelaksanaan hukum adat dan peran Panglima Laot tidak berjalan seperti seharusnya. Pengetahuan mengenai hukum adat laot kian tergerus, khususnya di generasi yang lebih  muda. Tanggung jawab yang diemban Panglima Laot tidak disokong  kapasitas yang setara.Dahulu, posisi Panglima Laot dipegang oleh figur yang memiliki karisma, wawasan dan pengetahuan mumpuni di bidang kelautan. Belakangan ini Panglima Laot tidak lagi selalu dijabat pemimpin representatif.Dengan kapasitas yang tidak memadai, tidak mudah bagi Panglima Laot untuk menjalankan fungsi sebagaimana diharapkan.  Akibatnya, berbagai pelanggaran atas hukum adat, misalnya penangkapan dan penggunaan alat tangkap yang destruktif,  lumrah terjadi." "Melihat Masa depan Panglima Laot di Aceh","Secara kelembagaan, Panglima Laot tidak mendapatkan akses yang cukup  untuk  membangun kapasitas pengetahuan dan keterampilan yang  diperlukan dari sisi pembiayaan. Tidak ada alokasi anggaran khusus untuk Pemangku Adat Panglima Laot maupun pengelolaan lembaga, dari Lhok sampai Kabupaten.Umumnya kebutuhan operasional Panglima Laot mengandalkan pungutan bersumber dari nelayan yang bergantung pada hasil tangkapan musiman. Tidak jarang bahkan biaya harus dipenuhi sendiri oleh Panglima Laot sendiri.  Tentu saja tidak mudah bagi  sebagian Panglima laot  yang  juga hidup dalam keterbatasan. Akibatnya, jabatan Panglima Laot tidak menarik bagi  mereka yang berkecukupan.Tantangan lain berkaitan dengan ketidakjelasan batasan wilayah tangkapan dan kelola antar lhok maupun batas antara wilayah adat dan batas administratif pemerintah. Saat ini nelayan dinilai bebas menangkap ikan di mana saja di seluruh perairan Aceh. Sementara dari konteks penyelesaian sengketa, nelayan tersebut akan berhadapan dengan Panglima Laot setempat di wilayah sengketa terjadi.  Mencermati sejumlah tantangan tersebut, dibutuhkan upaya serius memperkuat kelembagaan Panglima Laot dan mengembalikan peran dan fungsinya sebagai bagian dari struktur adat untuk memimpin pelaksanaan hukum adat laut.Selain itu, butuh kejelasan peran dan fungsi Panglima Laot Kabupaten dan Provinsi  dalam koordinasi lembaga adat laot dan pemerintah. Penguatan kelembagaan juga berkaitan dengan internalisasi Qanun Nomor 9/2008 tentang Pembinaaan Adat Istiadat dan Qanun Nomor 10/2008 tentang Lembaga Adat kepada Nelayan." "Melihat Masa depan Panglima Laot di Aceh","Peningkatan pengetahuan, keterampilan dan ekonomi kelembagaan dan aparatur Panglima Laot mutlak dibutuhkan,  agar Panglima Laot dapat melaksanakan fungsinya secara optimal. Guna mendukung pengawasan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan dibutuhkan kerjasama antara Panglima Laot dengan Pemerintah terkait kejelasan batas wilayah dan pembagian peran dalam fungsi pengawasan terhadap pelarangan berbagai aktivitas yang merusak.Sejatinya,  kebijakan dan program kelautan-perikanan berkelanjutan  harus turut mengungkit kapasitas Panglima Laot, nelayan dan masyarakat pesisir. Panglima Laot semestinya ditempatkan sebagai mitra Pemerintah, tidak saja pada aspek pengawasan, namun dalam ranah perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program secara keseluruhan.Demikian, pengakuan Panglima Laot seyogyanya dilekatkan juga dengan kebijakan pendanaan.Tanpa upaya sunggguh-sungguh memperkuat  Panglima Laot, sulit mengharapkan institusi ini memberi andil  atas  tata kelola  laut. Bukan mustahil, kelak hanya  ada sebagai formalitas semata! * Ina Nisrina (Senior Coordinator Aceh) dan Suryani Amin (Knowledge Management Coordinator) pada Wildlife Conservation Society Indonesia Program. Isi artikel ini merupakan tanggung jawab penulis   [SEP]" "Pantai Mertasari Sanur, Lokasi Favorit Aksi Clean-Up ini tak Kehabisan Sampah","[CLS]  Pantai Mertasari, Sanur, Denpasar adalah salah satu lokasi langganan aksi clean-up di Bali. Oleh komunitas, pemerintah, dan perusahaan. Namun, sampah plastiknya tak pernah habis. Seperti aksi terakhir pekan ini yang diikuti sejumlah peselancar dunia.Sebagian peringatan hari lingkungan dan kelautan kerap dipusatkan di pantai langganan kompetisi layangan ini. Terlebih dua tahun terakhir setelah isu sampah laut terus meluas.Salah satu penyebabnya selain jadi muara beberapa sungai, bisa jadi sampah plastik yang terkubur di pasir dan sela-sela batu besar, sarana penahan abrasi di pantai ini. Ini dibuktikan oleh belasan orang yang berhasil menarik puluhan kilogram sampah plastik dari tumpukan bebatuan, sebagian sudah hancur dan tak nampak lagi merek di kemasannya. Namun plastiknya tak hancur, malah jadi serpihan. Calon mikroplastik yang akan menyebar di lautan.Sampah plastik yang tertimbun dan terperangkap karang batu dan karang ini ditarik dengan penjepit bambu atau aluminium, oleh sejumlah relawan aksi peringatan bersih pantai atau International Coastal Clean Up 2019, pada Jumat (10/5).baca : Rela Ngayah demi Membersihkan Ubud dari Sampah  Bergabung bersama sekitar 700 relawan adalah tiga surfer dunia yang dihadirkan oleh Breitling, produsen jam tangan mewah. Bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Perikanan dan Kelautan serta Ocean Conservancy. Para peselancar populer ini adalah Kelly Slater, Stephanie Gilmore, dan Sally Fitzgibbons." "Pantai Mertasari Sanur, Lokasi Favorit Aksi Clean-Up ini tak Kehabisan Sampah","Kelly Slater, salah satu legenda surfing ini menggunakan tangannya menarik plastik dari krib karang. Bersama beberapa relawan lain, ia tengkurap di karang agar tangannya menjangkau ke permukaan pasir yang tertutup krib ini. Sekitar 10 menit, ia berhasil menarik sekitar satu kardus sampah plastik. “Saya menggali pasir dan batu, tidak berpindah di titik ini. Apa impresimu pada sampah ini?” tanyanya saat diwawancara tim Ocean Conservancy.Menurutnya upaya daur ulang harus dilakukan dengan benar karena masih banyak botol dibuang sembarangan. Ia heran bagaimana satwa laut menghadapi dampak sampah dari darat ini.Stephanie Gilmore dan Sally Fitzgibbons membagi pengalamannya di pantai lain di dunia, walau kelihatannya bersih, juga kadang masih ada sampah. Risikonya jika dibiarkan, maka gelombang mikroplastik yang tercipta. Ketiganya menyebut solusinya mudah. “Bawa botol air sendiri, tas, tak butuh banyak usaha. Tiap orang sebaiknya memulai,” sahut mereka bergantian.Saat ini, makin banyak peselancar membuat video di laut menunggangi gelombang sampah. Juga penyelam yang memotret genangan sampah di permukaan ketika mengamati megafauna seperti paus dan pari manta. Hal ini dengan mudah dilakukan saat musim angin barat menerpa pesisir Bali, ketika angin mengarah ke daratan.baca juga : Riset Membuktikan Ini Jenis Sampah Laut Terbanyak di Pesisir Bali  Event bersih-bersih pantai yang hanya sekitar satu jam ini dibuat megah dengan lokasi yang beratapkan konstruksi besi raksasa bak konser musik besar. Ada banyak tenda yang menaungi logistik minuman dan makanan, registrasi, tempat penimbangan sampah, dan lainnya.Sintya dan Gek Uma, siswa SD 11 Sanur ini tak kalah bersemangat. Sekolah ini paling sering terlibat dalam aksi bersih-bersih karena lokasinya di Sanur. Mereka menentang plastik sampah besar dan memutari krib." "Pantai Mertasari Sanur, Lokasi Favorit Aksi Clean-Up ini tak Kehabisan Sampah","Sementara dua perempuan muda yang bekerja di BPSPL Denpasar, Nia dan Ina menunjukkan dua wadah berisi puntung rokok. Mereka mengaku dipungut dalam waktu 30 menit di sekitar pantai, terutama tempat parkir dan bale-bale, tempat duduk. “Kami sudah kasih tahu supir-supir di tempat parkir, mereka iya-iya saja,” ujar keduanya. Para perokok agaknya perlu membawa wadah puntung rokok pribadi jika tak menemukan tong sampah. Puntung ini malah merepotkan karena terdiri dari aneka bahan berbeda.Relawan lain mengumpulkan bekas tali-tali layangan dan plastik layangan. Area Pantai Mertasari ini padat aktivitas massal sehingga pengelolaan sampah jadi tantangan besar.baca juga : Sustainism Lab, Cara Trendi Kelola Sampah Sendiri di Bali  Di sudut lain ada sejumlah meja yang memamerkan inisiatif pengolahan sampah, misal komposting, jadi kerajinan, dan pembakaran. Pojok yang cukup menarik perhatian sejumlah orang, sebuah mesin pembakar sampah plastik oleh kelompok Get Plastic atau tarik plastik. Mesin sebesar gerobak bakso keliling ini diletakkan di atas pasir, Dimas Bagus Wijarnako, salah satu pendiri Get Plastic mendemonstrasikan pembakaran sampah plastik jadi minyak. Ia mengoperasikan mesin GP009 pengembangan dari mesin sebelumnya.Bagus menunjukkan reaktor, kondensor, tabung penyimpanan minyak, serta penyaring gas dengan teknik hidrokarbon di perangkat ini. Ia menuang tutuk botol plastik warna-warni dan kresek ke dalam kotak pembakaran yang tak nampak mengeluarkan asap.Sistem pembakaran pirolasis ini makin banyak yang jual, secara umum adalah proses dekomposisi senyawa organik yang terdapat dalam plastik melalui proses pemanasan dengan sedikit atau tanpa melibatkan oksigen." "Pantai Mertasari Sanur, Lokasi Favorit Aksi Clean-Up ini tak Kehabisan Sampah","Inisiatif pembakaran sampah Get Plastic ini menargetkan plastik jenis LDPE seperti kantong/tas kresek, pembungkus makanan, dan lainnya yang jarang dikumpulkan untuk dijual. Karena nilai ekonomisnya kecil. Beda dengan botol PET dan kaleng.“Jenis plastik HDPE dan PP paling tinggi kualitas minyaknya, seperti Pertamax,” seru Dimas. Ia sendiri mengklaim sudah ujicoba tur Jawa-Bali pada 2018 lalu menempuh perjalanan 1200 km menggunakan minyak hasil pembakaran sampah dengan model pirolasis ini.Residu hasil pembakaran disebut sekitar 5% dari total berat sampah yang dibakar. Dimas menyebut tak mencemari lingkungan karena senyawa black carbon yang bisa jadi pupuk.perlu dibaca : Inilah Gringgo, Aplikasi Android Pengelolaan Sampah di Bali  Tapi ia mengingatkan tak jual alat pembakaran, malah ingin menunjukkan bahaya sampah plastik karena bisa jadi minyak. Salah satu pilot project-nya sebuah desa di Banyuwangi, untuk mengurangi volume sampah warga.“Ini edukasi, jika sampah plastik tetap berbahaya walau dapat minyak,” kata Dimas. Ia juga tidak setuju ide insinerator untuk membakar sampah perkotaan yang akan dilaksanakan sejumlah pemerintah daerah. Mekanismenya belum bisa bersih dan berisiko mencemari dioksin, senyawa beracun dari asap pembakaran. Sementara mesinnya berkonsep vacum, mekanisme tertutup. Sehingga dalam prosesnya memerlukan pendinginan, ia menyiapkan wadah berisi air di sisi mesin.Apakah sampah bisa hilang hanya dibakar atau dipungut?Pantai Mertasari menunjukkan walau langganan aksi kampanye publik, selama perilaku manusia masih membuang sampah sembarangan atau tak mengurangi kemasan sekali pakai, maka sampah yang berisiko ke laut masih tinggi. Ini jadi bagian manajemen pengelolaan sampah yang masih jadi pekerjaan rumah pemerintah dan pengelola obyek wisata pesisir." "Pantai Mertasari Sanur, Lokasi Favorit Aksi Clean-Up ini tak Kehabisan Sampah","Dalam kegiatan ini terkumpul lebih dari 630 kg sampah dalam waktu satu jam oleh lebih dari 700 relawan yang terdaftar terdiri siswa dan siswi SMP Wisata Sanur, SD 10 Sanur, SMP 9 Sanur dan SD 11 Sanur, dan komunitas lokal seperti Marine Buddies, Trash Hero, Eco Bali, Bersih-Bersih Bali, Bye-bye Plastic Bag, dan masyarakat umum lainnya.  [SEP]" "Potensi Gempa Itu Ada dan Harus Diantisipasi","[CLS]   Peringatan pontensi gempa di Kota Surabaya dengan kekuatan maksimal magnitudo 6,5 yang dikeluarkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat [PUPR] pada 2017, harus disikapi dengan kewaspadaan. Edukasi dan sosialisasi merupakan langkah antisipasi yang telah dilakukan Pemerintah Kota Surabaya.“Kita sudah sosialisasi ke pelajar dan masyarakat yang terdampak. Bila dua sesar itu aktif, seluruh Surabaya terdampak, sehingga kita perlu ada pencegahan dan pendidikan gempa itu sendiri,” terang Whisnu Sakti Buana, Wakil Wali Kota Surabaya, Kamis [03/10/2019].Pemerintah Kota Surabaya juga melakukan pengecekan kesiapan bangunan, baik rumah biasa maupun gedung bertingkat, memastikan apakah sudah memenuhi persyaratan tahan gempa atau belum.Menurut Whisnu, Pemerintah Kota Surabaya akan menjadikan kajian dan hasil penelitian tim Institut Teknologi Sepuluh Nopember [ITS] Surabaya sebagai bahan evaluasi menyusun Perda Rencana Tata Ruang Wilayah [RTRW] tahun 2022. Perda saat ini belum memasukkan SNI Bangunan Tahan Gempa, meski pada persyaratan untuk mendapatkan izin mendirikan bangunan [IMB] sudah mengarah pada ketentuan yang disyaratkan.“Sambil evaluasi Perda RTRW, seluruh bangunan di sekitar, yang memang berada di sesar aktif akan dievaluasi IMB berikut standarisasinya,” jelasnya.Baca: Dapatkah Satwa Memprediksi Terjadinya Gempa?  Pada seminar “SNI Bangunan Tahan Gempa dan Penelitian Gempa Kota Surabaya” yang digelar Pusat Studi Kebumian, Bencana, dan Perubahan Iklim [PSKBPI] ITS Surabaya bekerja sama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat [PUPR], Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian PUPR, Lukman Hakim mengatakan, Standard Nasional Indonesia [SNI] merupakan syarat mutlak mendirikan sebuah bangunan, terutama mengantisipasi potensi gempa. Bangunan diharapkan tahan dan terhindar kerusakan saat terjadi gempa." "Potensi Gempa Itu Ada dan Harus Diantisipasi","“SNI kita sudah diakui, karena kita memperbaiki kondisi kegempaan maka konstanta satu wilayah berbeda-beda, baik itu mengenai pembagian wilayahnya, A, B, C, dan D. Semua bangunan di wilayah tertentu, harus update dengan SNI baru,” paparnya.Penghitungan mengenai massa bangunan dan percepatan gempa menjadi dasar penentuan kategori bangunan. Perubahan SNI yang memperhatikan hal-hal terperinci terkait daya tahan gempa, harus menjadi standar semua bangunan. SNI Bangunan Tahun Gempa nantinya akan jadi acuan penerbitan izin pemerintah daerah atas bangunan yang akan berdiri di suatu kawasan.“Semua bangunan harus berstandar nasional,” terangnya baru-baru ini.Baca: Banyak Satwa Laut Terdampar, Apakah Terpengaruh Gempa?  Dua patahanDua patahan atau sesar aktif yang ada di Surabaya dan Waru dapat menimbulkan gempa sewaktu-waktu. Cara pandang masyarakat terhadap bencana harus diubah, dari responsif atau baru bertindak setelah bencana terjadi, menjadi antisipatif melalui mitigasi bencana.Amien Widodo, geologi dari Pusat Studi Kebumian, Bencana, dan Perubahan Iklim [PSKBPI] ITS Surabaya, menyebut dua sesar aktif yang berpotensi gempa tersebut tidak perlu membuat takut, namun tetap waspada. Edukasi penguatan bangunan tahan gempa harus diberikan kepada masyarakat, sambil melakukan penilaian bangunan yang telah ada selama ini.“Tinggal menyiapkan rumahnya, tanahnya, dan orangnya. Harus ada assessment terhadap bangunan sekolah, bangunan heritage, dan cagar budaya, karena dipakai banyak orang sehingga harus ada yang menilai. Kita menyarankan, Pemkot Surabaya melakukan penilaian dan memberikan contoh bagaimana cara menguatkan rumah warga,” terang Amien." "Potensi Gempa Itu Ada dan Harus Diantisipasi","Pengenalan bencana dan hidup harmoni dengan alam sekitar harus menjadi pedoman masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana. Kesadaran itu, merupakan salah satu cara meminimalkan risiko, termasuk gempa. Cara-cara menyelamatkan diri dan bertahan hidup menjadi modal menghindarkan jatuhnya banyak korban,” jelasnya.Baca: Surabaya, Wajah Kota Ramah Lingkungan di Indonesia  Guru Besar Fakultas Teknik Sipil, ITS Surabaya, Prof. Priyo Suprobo, menyatakan masyarakat harus diberi pemahaman mengenai potensi kekuatan gempa di Surabaya, serta cara menyelamatkan diri. Kondisi bangunan di Surabaya, meski diyakini sudah menerapkan SNI Bangunan Tahan Gempa, tetap perlu diperiksa kondisinya.“Kita harus bersahabat dengan gempa. Surabaya sudah melakukan penelitian yang dilakukan Pak Amien dan teman-teman dalam dua tahun ini. Ini merupakan bagian mengantisipasi gempa,” katanya.Selain itu, dibutuhkan pula peta zonasi gempa di Kota Surabaya. Peta itu nantinya dijadikan pedoman dan petunjuk warga kota untuk evakuasi, menyelamatkan diri ke tempat lebih aman. “Setelah itu, perlu ada kawasan, khusus peta gempa di Surabaya. Langkah berikutnya, kita cek satu persatu bangunan-bangunan yang ada,” tutur Priyo.Jawa Timur pernah diguncang gempa besar yang dirasakan seluruh Jawa pada 1836. Pada 1953, terjadi juga gempa yang dirasakan cukup kuat di wilayah Surabaya dan sekitar.   [SEP]" "Penenggelaman Kapal Pencuri Ikan Jalan Keluar Terbaik bagi Indonesia","[CLS]  Kebijakan penenggelaman kapal ikan asing (KIA) pelaku illegal, unreported, unregulated fishing (IUUF) yang diterapkan Pemerintah Indonesia sekarang diyakini menjadi kebijakan paling pas dan menjadi solusi untuk keluar dari persoalan IUUF. Tanpa kebijakan tersebut, aktivitas IUUF diyakini akan semakin merajalela terjadi di wilayah perairan laut Nusantara.Demikian diungkapkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti saat memimpin penenggelaman kapal di Natuna, Kepulauan Riau, akhir pekan lalu. Bagi dia, apa yang dilakukan Negara sekarang dengan menenggelamkan kapal, menjadi penanda ketegasan Negara dalam menyelesaikan persoalan IUUF yang melibatkan kapal asing.“Menenggelamkan kapal ini kesannya serem, kesannya jahat, tapi merupakan way out yang paling cantik untuk menyelesaikan permasalahan IUU Fishing di negeri kita. Kalau tidak, mau berapa tahun permasalahan IUU Fishing akan bisa diselesaikan?” jelasnya di Natuna.baca : Tiga Kapal Asing Pencuri Ikan Ditenggelamkan di “Kuburan” Kapal Belawan  Dengan menenggelamkan kapal pelaku IUUF, Susi menegaskan bahwa Indonesia tidak main-main dalam menjaga wilayah lautnya dari aktivitas IUUF. Jika itu konsisten dilakukan, maka negara lain dan juga para pelaku IUUF dari negara tersebut diyakini akan takut kepada Indonesia.Bagi Susi, kebijakan penenggelaman kapal menjadi pas dan tepat bagi Indonesia, karena dengan wilayah laut yang luas, Negara tidak mungkin melakukan pengawasan terus menerus oleh kapal perang ataupun pesawat terbang. Untuk itu, agar wilayah laut bisa aman, satu-satunya cara adalah bagaimana Indonesia bisa disegani oleh negara lain.“Kita ini harus menunjukkan bahwa kita tegas dan konsisten serta tidak main-main dalam penegakan hukum. Itulah pagar terbaik laut kita,” tuturnya." "Penenggelaman Kapal Pencuri Ikan Jalan Keluar Terbaik bagi Indonesia","Susi kemudian mencontohkan negara tetangga seperti Singapura yang sukses menjaga kedaulatan lautnya dengan baik. Meski negara tersebut luasnya tidak seberapa, namun mereka bisa menaklukkan negara lain melalui akuntabilitas, integritas, dan ketegasan dalam berbagai kebijakan negara mereka, baik untuk dalam maupun luar negeri.baca juga : Ini Sinyal Tegas Indonesia untuk Kapal Pencuri Ikan Vietnam  Pagar LautDengan fakta seperti itu, Susi mengaku tak merasa heran melihat Singapura bisa bebas dan tenang dalam menjaga wilayah lautnya tanpa keterlibatan armada perang yang mereka miliki. Apa yang berhasil dilakukan dan diterapkan Singapura, sudah sepatutnya ditiru oleh Indonesia, agar kedaulatan Negara di atas laut, tidak perlu lagi dijaga oleh banyak kapal dan pesawat patroli.“Indonesia ini juga bisa, bukan tidak bisa,” tegasnya.Pada kesempatan tersebut, Susi juga kembali meminta semua pihak untuk memahami tentang kebijakan penenggelaman kapal pelaku IUUF. Kebijakan tersebut, juga sudah diterapkan oleh negara lain seperti Australia kepada pelaku IUUF, dan termasuk kepada kapal dari Indonesia yang melakukan aktivitas terlarang tersebut di perairan laut negara lain.“Australia juga membakar kapal Indonesia bila masuk ke wilayah laut mereka dan menangkap ikan secara ilegal di perairan laut mereka,” ucapnya.Berkaitan dengan aktivitas IUUF, Susi menyebut bahwa dari semua wilayah laut di Indonesia, ada beberapa tempat yang dinilai sangat rawan dan menjadi titik favorit bagi KIA untuk mencuri ikan. Dari sekian tempat itu, perairan Laut Natuna Utara di Provinsi Kepulauan Riau menjadi salah satunya yang masuk kategori tersebut.baca : Indonesia Murka pada Kapal Ikan Asing Pelaku Pencurian Ikan  " "Penenggelaman Kapal Pencuri Ikan Jalan Keluar Terbaik bagi Indonesia","Menurut Susi, Laut Natuna selalu menjadi buruan pelaku IUUF, karena letak geografisnya yang strategis dan menjadi sangat penting karena posisinya ada di tengah negara-negara tetangga. Agar wilayah tersebut bisa tetap aman dari serbuan KIA pelaku IUUF, maka Indonesia perlu memperkuat regulasi hukumnya dengan sangat baik.“Tidak boleh ada lubang atau kelemahan lagi. Kalau kita akan kembali ke pelelangan kapal, maka akan kembali lagi seperti dulu,” ungkapnya.Tak hanya bagus untuk kedaulatan Negara, Susi menambahkan kebijakan penenggelaman kapal juga ternyata berdampak positif pada pengelolaan sumber daya di laut. Hal itu bisa dilihat dengan terjaganya biomassa laut Indonesia dan terus meningkat kondisinya dibandingkan beberapa tahun lalu. Membaiknya biomassa, diklaim Susi sudah melampaui 300 persen dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.“(Jadi) lebih subur, lebih banyak ikannya, lebih besar-besar ukuran (ikan)-nya,” sambungnya.Dengan membaiknya biomassa, Susi menyebut itu juga berdampak positif pada dunia ekonomi yang berasal dari sektor kelautan dan perikanan. Saat ini, terjadi peningkatan nilai ekspor dan angka nilai tukar nelayan (NTN) yang berlangsung selama empat tahun terakhir. Tak lupa, dia menyebut kalau Indonesia sudah menjadi produsen tuna nomor satu di dunia.perlu dibaca : Kedaulatan Negara di Laut Bergantung pada Bakamla  Klaim PositifSusi menerangkan, produksi ekspor Indonesia untuk tuna sudah menjadi nomor dua yang masuk ke pasar Eropa. Jika dinilai dengan uang, nilainya bisa mencapai miliaran dollar AS. Kemudian, NTN juga naik lebih dari 10 persen dalam empat tahun ini. Itu menegaskan bahwa peperangan melawan IUUF itu membuahkan hasil yang positif.“Kalau dihitung secara bisnis, bisnis perang melawan pencuri ikan itu adalah bisnis yang sangat menguntungkan untuk negara,” tuturnya." "Penenggelaman Kapal Pencuri Ikan Jalan Keluar Terbaik bagi Indonesia","Diketahui, pada Sabtu (11/5/2019), sebanyak 13 KIA dimusnahkan di tiga lokasi berbeda, yaitu Natuna, Belawan (Sumatera Utara), dan Pontianak (Kalimantan Barat). KIA yang dimusnahkan jumlahnya terdiri dari 7 unit berbendera Vietnam dan dimusnahkan di Natuna, 3 unit berbendera Malaysia dan dimusnahkan di Belawan, serta 3 unit berbendera Vietnam dan dimusnahkan di Pontianak.Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Agus Suherman menjelaskan, kegiatan penenggelaman ini merupakan pelaksanaan penegakan hukum terhadap pelaku IUUF, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Perikanan Republik Indonesia.Kapal-kapal yang dimusnahkan tersebut, kata Agus, merupakan kapal-kapal yang telah mendapatkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (incrakht). Oleh karena itu, penenggelaman yang dilakukan merupakan pelaksanaan dari putusan pengadilan dan dilaksanakan oleh Jaksa dengan didukung oleh Satgas 115.baca juga : Vietnam, Negara Dominan Pelaku IUUF di Laut Indonesia  Dengan ditenggelamkannya 13 kapal, Agus menjelaskan, jumlah kapal yang sudah dimusnahkan sejak Oktober 2014 hingga saat ini mencapai 516 kapal. Jumlah itu terdiri dari 294 kapal berbendera Vietnam, 92 kapal berbendera Filipina, 76 kapal berbendera Malaysia, 23 kapal berbendera Thailand, 2 kapal berbendera Papua Nugini, 1 kapal berbendera Tiongkok, 1 kapal berbendera Nigeria, 1 kapal berbendera Belize, dan 26 kapal berbendera Indonesia.Untuk melaksanakan penenggelaman, Agus mengatakan bahwa cara yang dilakukan adalah dengan cara melubangi badan kapal, dan bukan dengan diledakkan. Kemudian, untuk memudahkan kapal tenggelam ke dasar perairan, pasir dan batu akan dimasukkan ke dalam badan kapal dan selanjutnya dilakukan penambahan pemberat untuk memperkuat posisi kapal. Cara itu, membuat kapal tidak akan bergeser dari titik penenggelaman yang sudah ditentukan." "Penenggelaman Kapal Pencuri Ikan Jalan Keluar Terbaik bagi Indonesia","“Sebelum ditenggelamkan, dipastikan bahwa tidak terdapat bahan bakar serta bahan-bahan kimia lainnya pada kapal yang dapat menimbulkan pencemaran perairan. Penenggelaman tersebut merupakan cara pemusnahan kapal yang dipandang ramah lingkungan. Kapal-kapal yang tenggelam pun dapat berfungsi sebagai terumbu karang buatan (artificial reef) dan menjadi habitat baru bagi ikan,” pungkasnya.  [SEP]" "Sulitnya Masyarakat Laman Kinipan Mau Pertahankan Hutan Adat Mereka","[CLS]    Komunitas Laman Kinipan, Lamandau, Kalimantan Tengah, 29-30 Juli 2019 punya gawe. Mereka menerima rombongan kecil organisasi non pemerintah bidang riset dan advokasi hak asasi manusia dari Jakarta.Di tengah kesibukan melayani tamu, Willem Hengki, Kepala Desa Kinipan, dan Effendi Buhing, Ketua Komunitas Adat Laman Kinipan, menerima undangan dari Kantor Staf Presiden (KSP), via pesan Whatsapp. Isi undangan, rapat koordinasi penanganan konflik agraria Laman Kinipan, di Jakarta Jumat, 2 Agustus 2019.Sinyal seluler sulit di sana, pesan undangan itu tak serta-merta cepat mereka terima. Waktu mepet dan biaya tiket pesawat mahal, sempat membuat mereka berpikir panjang. Meskipun begitu, mengingat pentingnya pertemuan ini, mereka memutuskan berangkat.Baca juga: Warga Laman Kinipan Minta Pemimpin Lamandau Lindungi Hutan Adat MerekaDaftar undangan menyebutkan menghadirkan para pihak, ada Gubernur Kalimantan Tengah, Bupati Lamandau, dinas-dinas terkait provinsi dan kabupaten. Para direktorat jenderal dari kementerian terkait juga masuk dalam undangan.Bagi mereka, acara ini strategis untuk menyelesaikan sengketa lahan mereka dengan PT Sawit Mandiri Lestari (SML). Warga Dayak Tomun di tepi Sungai Batang Kawa Lamandau ini melawan usaha SML buka kebun sawit ke hutan adat Kinipan, sejak awal 2018.“Paling tidak, aktivitas perusahaan berhenti dulu. Saat ini, bukan rimba lagi, mereka sudah masuk babas (hutan eks ladang yang banyak pohon buah-red),” kata Buhing.Kamis (25/7/19), sebelum mereka terima tamu dari Jakarta, warga adat Laman Kinipan, mengusir eksavator perusahaan yang tengah membabat hutan. Mereka lalu memasang apa potas, sebuah tali pantangan. Secara adat potas tak boleh dilanggar.Baca juga: Begini Nasib Hutan Adat Laman Kinipan Kala Investasi Sawit Datang" "Sulitnya Masyarakat Laman Kinipan Mau Pertahankan Hutan Adat Mereka","Mereka merekam ritual adat ini, dan menyebarkan melalui media sosial. Tercatat lebih 42.000 pasang mata yang menyaksikan video ini di laman Facebook Save Kinipan.  Bupati dan gubernur absenAkhirnya, lima perwakilan Kinipan, berangkat. Ada Hengki dan Buhing, juga Ketua PD AMAN Lamandau, dan dua warga Laman Kinipan.Apa yang terjadi setelah pertemuan itu berlangsung? “Pertemuan ini sebenarnya tak memuaskan bagi kita. Mengingat bupati, gubernur tidak datang,” kata Hengki, setelah pertemuan di KSP.“Sangat disayangkan. Padahal, itu rapat koordinasi. Semua pihak harus datang. Supaya jelas, terang-benderang. Penjelasan semua pihak, baik masyarakat atau bupati sangat-sangat diperlukan. Ini supaya percepatan penyelesaian konflik tidak berkepanjangan,” kata Kepala Desa Kinipan yang baru menjabat kurang setahun ini.Warga kecewa karena orang-orang dari daerah, dari gubernur, bupati sampai dinas tak ada muncul. “Kalau di KSP, dirjen-dirjen yang diundang hadir,” kata Buhing.Baca juga: Warga Kinipan Tanam Pohon di Hutan Adat yang Terbabat SawitPemerintah daerah tak hadir, tuntutan jangka pendek Kinipan agar babat hutan dan babas alias pembersihan lahan (land clearing) oleh perusahaan setop, tak menemukan jawab.Buhing bilang, KSP merasa bukan dalam kapasitas menghentikan land clearing. “Dibilang orang KSP, itu kewenangan pemerintah daerah. Kita tidak punya penekanan gimana. Keinginan kita, itu dihentikan!”Buhing bilang, KSP berjanji menggelar pertemuan lanjutan dengan menghadirkan bupati, gubernur dan instansi terkait lagi. “Mereka hanya akan memfasilitasi. Ada penekanan betul-betul bupati dan gubernur harus bisa hadir dalam pertemuan selanjutnya. Artinya, akan ada pertemuan lagi.”Warga Kinipan tetap berkeras, land clearing setop terlebih dahulu, terlebih sudah jauh masuk ke wilayah Kinipan. “Okelah, ada beberapa kali pertemuan. Tolong hentikan (land clearing-red) ini dulu. Itu maksudnya!”" "Sulitnya Masyarakat Laman Kinipan Mau Pertahankan Hutan Adat Mereka","Pada Oktober tahun lalu, KSP juga pernah menggelar pertemuan dengan perusahaan dan Bupati Lamandau. Pertemuan menyusul setelah lebih 200 orang Kinipan, turun gunung, menggeruduk DPRD Lamandau di Nanga Bulik. Saat itu, tak ada perwakilan Kinipan hadir di KSP. Kali ini, kala menerima undangan dari KSP memutuskan datang, malah pemerintah daerah semua absen.   HGU di luar KinipanKendati belum melahirkan solusi, Kinipan merasa pertemuan Jumat (2/8/19) itu memberikan informasi penting soal hak guna usaha (HGU) SML. Dalam pertemuan itu, Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menginformasikan, HGU SML tak masuk sampai ke Kinipan.“Ada kejelasan dari ATR BPN bahwa Kinipan secara izin HGU tidak masuk, 9.000 hektar itu Kinipan tidak masuk. Koperasi Kinipan pun tidak ada terdaftar. Katanya ada plasma. Plasma kan koperasi. Nah, ada 5.000 hektar katanya plasma. Tetapi didata tidak ada Kinipan,” ucap Buhing.Penjelasan bahwa, Kinipan masih di luar HGU, sebenarnya pernah disampaikan SML. Haeruddin Tahir, Chief Operation SML, menyampaikan, soal itu seperti dalam berita di Mongabay, 11 November 2018.Baca juga:   SML Bantah Tudingan Caplok Lahan, Begini Jawaban Tetua Adat KinipanDalam wawancara dengan Mongabay di Pangkalan Bun, 31 Oktober 2018, Tahir membeberkan, SML memperoleh izin pelepasan lahan 19.091 hektar dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui surat 1/I/PKH/PNBN/2015 pada 19 Maret 2015. Izin pelepasan areal inti 9.435,22 hektar dan plasma 9.656,37 hektar.Selanjutnya, berdasarkan pengukuran kadastral (pertanahan) BPN 13 April 2017, mereka mendapatkan lahan 17.046 hektar. Di dalam itu, untuk perkebunan inti 9.435 hektar dan plasma 7.611 hektar dan HGU seluas 9.435,22 hektar. “Semua yang sudah HGU itu areal inti. Yang plasma izin lokasi, pelepasan, dan kadastral,” ucap Tahir, kala itu. Tumpang tindih izin dengan wilayah adat" "Sulitnya Masyarakat Laman Kinipan Mau Pertahankan Hutan Adat Mereka","Pada pertemuan Senin (4/8/19) di Ruang Rapat PPAT Kementerian ATR-BPN, Kinipan diwakili organisasi pendamping mereka, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), dan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi).Dalam pertemuan dipimpin Husaini, Direktur Pengaturan Pendaftaran Hak Tanah, Ruang dan PPAT, Direktorat Jenderal Hubungan Hukum Keagrarian, Kementerian ATR-BPN, itu menyatakan, pengukuran terhadap permohonan HGU SML pada 13 April 2017. Hasil pengukuran itu lantas verifikasi panitia B pada 9 Mei 2017. Pada 9 Agustus 2017, SK HGU SML terbit, terbagi atas HGU inti 9.000 hektar dan plasma 5.000 hektar.Kasmita Widodo, Kepala BRWA, dalam pertemuan itu juga tumpang susun (overlay) peta wilayah adat Kinipan dengan peta perizinan milik SML. Hasilnya, ada tumpang tindih HGU inti seluas 2.235 hektar plus 390.1 hektar dan plasma 343,8 hektar plus 720.2 hektar masuk dalam wilayah adat Laman Kinipan.Berdasarkan catatan hasil pertemuan BRWA, AMAN dan Walhi., ATR-BPN menanyakan status hukum wilayah adat Kinipan. ATR-BPN juga bilang, saat proses pengukuran batas desa, melibatkan masyarakat setempat.Kasmita mengatakan, peta Kinipan dibuat dengan menunjukkan batas-batas jelas, seperti nama tempat, pohon madu dan lain-lain. “Sementara batas-batas desa yang dibuat dan ditunjukkan desa lain tidak jelas,” katanya, melalui pesan singkat, Sabtu (10/8/19).Dia juga menyebut desa-desa yang berbatasan dengan Kinipan sudah bersepakat soal batas. Pengecualian dengan Desa Karang Taba, Kecamatan Lamandau. Karang Taba merupakan salah satu dari 12 desa yang masuk dalam rencana pembukaan lahan sawit SML.Pada 28 Januari 2019, Bupati Lamandau telah memutuskan batas antara Kinipan dan Karang Taba itu." "Sulitnya Masyarakat Laman Kinipan Mau Pertahankan Hutan Adat Mereka","Keputusan ini tidak diterima Kinipan, karena menganggap proses belum selesai. Keputusan itu, tak saja tidak sesuai klaim mereka, juga menggugurkan kesepakatan dengan beberapa desa lain yang sudah tertuang dalam berita acara. “Bupati telah mengambil keputusan sepihak tanpa proses semestinya dalam penataan batas desa,” kata Kasmita.Bupati Lamandau, Hendra Lesmana, dalam tulisan di Mongabay awal tahun itu, menyatakan, bertindak sesuai UU Nomor 6/2014 tentang Desa, dan telah menerima pelimpahan dari desa.“Apabila desa dan desa di dalam satu kabupaten tidak bisa menyelesaikan bersama, tentu dengan ketentuan peraturan dilimpahkan ke bupati. Bupati yang akan mengambil keputusan dan penegasan,” katanya.Soal putusan Bupati Lamandau, Kinipan, sampai kini belum tahu tertuang dalam bentuk apa. “Produknya apa? Perbup atau SK Bupati? Jadi terakhir kutanya Bagian Pemerintahan Setda Lamandau, mereka bilang, ini perbup bentuknya. Ini diverifikasi di Biro Hukum Provinsi, memerlukan waktu tahunan,” kata Hengki.Sukarelawan Abadi, Kepala Bagian Pemerintahan Sekretariat Daerah, Lamandau menyatakan, betul perbup masih verifikasi di Bagian Hukum Pemprov Kalteng.“Iya, tapi belum tahu, enggak mungkinlah sampai tahunan, mudah-mudahan cepat terealiasi. Yang jelas masih dalam proses,” katanya, via telepon, Selasa (12/8/19).  Tanggung jawab pemerintahDi luar kontroversi soal batas desa, izin lokasi dan pelepasan kawasan pada SML diakui sampai wilayah Kinipan. Berdasarkan pertemuan dengan ATR-BPN, Kasmita menyampaikan, IUP SML 26.000 hektar. Senada pernah disampaikan SML.Dalam wawancara dengan Mongabay, 31 Oktober 2018, Bobi Lawi, project manager SML mengatakan, Kinipan masuk konsesi perusahaan berupa izin lokasi dan pelepasan kawasan.“Kalau dari peta Kinipan enggak masuk kadastral. Pelepasan masuk, izin lokasi masuk. Cuma di kadastral tidak masuk,” katanya." "Sulitnya Masyarakat Laman Kinipan Mau Pertahankan Hutan Adat Mereka","Keterangan ini, jadi penjelas kenapa terjadi tumpang-tindih peta izin perusahaan dengan wilayah hutan adat Kinipan. Satu sisi, perusahaan memperoleh izin dari pemerintah untuk menjalankan usaha, meski Kinipan merasa tak pernah memberi persetujuan. Sedang, usulan Kinipan mengamankan hutan melalui skema adat, belum mendapatkan pengakuan dari pemerintah.Rukka Sombolinggi, Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), berkomentar. “Pemerintah harus segera identifikasi secara partisipatif untuk menentukan bersama batas wilayah Kinipan sesuai sejarah asal-usul. Itu tanggung jawab pemerintah. Tidak tepat pemerintah tak tanggung jawab lalu Kinipan kemudian jadi korban.” Keterangan foto utama:    Perusahaan yang membuka kebun sawit dan berkonflik lahan dengan masyarakat adat Laman Kinipan di Kalteng. Foto: Safrudin Mahendra-Save Our Borneo     [SEP]" "Pembangunan Jembatan Sumatera-Bangka, Bagaimana Dampak Ekologi dan Sosial Budaya?","[CLS]   Sebuah jembatan akan dibangun, menghubungkan Sumatera Selatan dengan Pulau Bangka sepanjang 15,2 kilometer. Jembatan ini berawal dari Desa Tanjung Tapa, Kecamatan Tulung Selapan, Kabupaten Ogan Komering Ilir [OKI], Provinsi Sumatera Selatan hingga Desa Permis, Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi Kepulauan Bangka-Belitung, yang dimulai 2020. Apa dampaknya?“Tampaknya gambut tersisa atau yang tengah diupayakan direstorasi di OKI kian sulit terjaga. Hadirnya jembatan membuat wilayah gambut kian terbuka, mendorong banyak pihak datang, khususnya di sekitar jembatan. Mulai pembangunan infrastruktur permukiman baru, pergudangan, pelabuhan, dan lainnya,” kata Muhammad Hairul Sobri, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia [Walhi] Sumatera Selatan, Sabtu [10/08/2019].“Selain itu hutan lindung berupa kawasan mangrove yang selama ini sudah rusak kian terancam,” lanjutnya.Herman Deru, Gubernur Sumatera Selatan, di Griya Agung, Palembang, Jumat [19/07/2019], menjelaskan usulan pembangunan jembatan penghubung Sumatera Selatan dengan Bangka tersebut menelan biaya sekitar Rp15 triliun. Sudah disetujui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat [PUPR].Dijelaskannya, dikutip dari Tempo, pembangunannya sudah menarik sejumlah investor, seperti dari Cina, tapi akhirnya diputuskan menggunakan APBN. Saat ini, tengah dilakukan penilaian dan kelayakan.Baca: Lahan Gambut Seluas 615.907 Hektar Bakal Direstorasi, Begini Rencananya  Anggaran Rp15 triliun, kata Hairul, bukan biaya murah. Apalagi kalau sumber pendanaan merupakan utang negara, rakyat yang harus memikul beban. “Perlu perhitungan matang dan berkeadilan agar dampak kesejateraan rakyat terjamin,” katanya." "Pembangunan Jembatan Sumatera-Bangka, Bagaimana Dampak Ekologi dan Sosial Budaya?","Sebagai informasi, luas gambut di Kabupaten OKI sekitar 750 ribu hektar dari total luas di Sumatera Selatan sekitar 1,2 juta hektar. Tapi, sebagian besar gambut di OKI sudah menjadi konsesi dan perkebunan sawit. Sementara, hutan lindung berupa kawasan mangrove yang luasnya sekitar 190 ribu hektare, tersisa sekitar 90 ribu hektar.Sementara restorasi gambut di Sumatera Selatan targetnya seluas 615.907 hektar. Wilayah yang akan direstorasi adalah areal pasca-kebakaran 2015 yaitu 12.237 hektar HGU; 160.053 hektar IUPHHK; 48.420 hektar APL; 28.377 hektar kawasan hutan; 1.941 hektar kawasan hutan lindung; dan 39.336 hektar kawasan konservasi.Wilayah gambut di Kabupaten Musi Banyuasin [Muba], Banyuasin dan OKI dikerjakan dari 2017-2019. Sementara 2020, restorasi gambut di Sumatera Selatan difokuskan pada Kabupaten Muaraenim, Musirawas dan Muba.Doni Al Maleeq, pendidik dan budayawan Bangka Selatan, yang rumahnya tak jauh dari lokasi rencana pembangunan jembatan di Desa Permis, menilai jembatan tersebut akan memberikan dampak positif bagi masyarakat Bangka. “Transportasi darat dari Bangka ke Sumatera, khususnya Sumatera Selatan, menjadi cepat,” katanya pada Juni 2019.Namun, dia juga khawatir jembatan ini kian mendorong banyak pendatang untuk melakukan eksplorasi penambangan timah. “Bangka ini sudah rusak akibat penambangan timah. Jangan sampai adanya jembatan justru mendorong penambangan meningkat. Pemerintah Bangka harus ketat dan tegas soal ini. Misalnya, melakukan moratorium, termasuk pula pembukaan hutan di Bangka untuk perkebunan yang merusak alam,” katanya.  Nasib nelayan di Selat Bangka" "Pembangunan Jembatan Sumatera-Bangka, Bagaimana Dampak Ekologi dan Sosial Budaya?","Muhammad Hairul Sobri berharap, pembangunan jembatan ini jangan hanya untuk kepentingan perluasan dan akses eksploitasi sumber daya alam, terutama HTI, sawit, dan pertambangan. “Perlu ada perhatian khusus bagi nelayan yang menggantung hidupnya di Selat Bangka. Setidaknya, pembangunan ini tidak akan berdampak pada rusaknya wilayah tangkapan ikan nelayan.”Rustandi Adriansyah, Ketua AMAN [Aliansi Masyarakat Adat] Sumatera Selatan, juga mencemaskan nasib nelayan yang selama ini mencari ikan di Selat Bangka. Baik nelayan di sepanjang pesisir timur Sumatera Selatan maupun di Pulau Bangka. “Bentang alam pasti berubah dengan hadirnya jembatan, khususnya gambut dan mangrove. Nelayan tentunya akan merasakan,” katanya, Minggu [11/08/2019].Rustandi berharap, pemerintah melakukan kajian akurat terkait dampak lingkungan, sosial dan ekonomi yang dirasakan masyarakat. “Khususnya, terkait zona tangkapan ikan nelayan,” katanya.Rabin Ibnu Zainal, Direktur Pinus [Pilar Nusantara] Sumsel, mengatakan jembatan tersebut jelas memberikan dampak ekonomi bagi pemerintah terkait transportasi. Tapi, dia berharap pemerintah melakukan kajian dampak lingkungan. Selain mengancam berkurangnya kawasan gambut, hutan mangrove, juga aspek kriminalitas.Masyarakat Bangka yang selama ini hidup relatif tenang atau angka kriminalitas rendah, bukan tidak mungkin mengalami perubahan, khususnya keamanan. Pemerintah bukan hanya fokus pada fisik jembatan, juga mengantisipasi berbagai dampak tersebut,” ujarnya, Minggu [11/08/2019].  Jaga situs pemukiman masyarakat Sriwijaya" "Pembangunan Jembatan Sumatera-Bangka, Bagaimana Dampak Ekologi dan Sosial Budaya?","Conie Sema, seniman dari Teater Potlot, teater yang terus menyuarakan persoalan rawa gambut di Sumatera Selatan, termasuk keberadaan situs permukiman Sriwijaya di Cengal, Tulungselapan dan Air Sugihan di Kabupaten OKI mengatakan, harus ada jaminan perlindungan terhadap keberadaan situs pemukiman Sriwijaya tersebut. Sebab, hadirnya jembatan menyebabkan kawasan gambut terbuka. Banyak pihak akan mengelola kawasan gambut menjadi infrastruktur maupun lainnya.“Apalagi sebagian besar gambut di sana sudah dikuasai perusahaan atau pribadi. Hanya sebagian kecil yang dikuasai negara. Sementara situs, sebagian besar berada di kawasan konsesi perusahaan dibandingkan perorangan,” katanya, Minggu.Seperti diberitakan Mongabay Indonesia sebelumnya, kawasan gambut di Cengal, menurut Nurhadi Rangkuti, arkeolog dan mantan Kepala Balar Sumsel, di masa lalu merupakan sebuah bandar Sriwijaya yang ramai dikunjungi berbagai kapal dari belahan dunia. Sebagaimana ditulisnya dalam artikelnya “Teluk Cengal: Lokasi Bandar Sriwijaya” di Kemendikbud.  Berdasarkan data Balai Arkeologi Sumsel, di wilayah Air Sugihan yang masuk Kabupaten OKI dan Banyuasin, terdapat 58 situs Sriwijaya yang tersebar di Desa Banyubiru [24], Desa Kertamukti [18], Desa Riding [6], Desa Nusantara [5], dan Desa Bukit Batu [3]. Ini belum termasuk di Cengal dan Tulungselapan.“Kami berharap, setiap pembangunan di Sumsel benar-benar dikaji dampaknya bagi lingkungan. Bukan hanya ekologi juga sosial dan budaya, sehingga setiap pembangunan tidak meninggalkan jejak kelam bagi sejarah bangsa. Seperti halnya pembangunan pabrik PT. Pusri yang menghabisi situs permukiman Kuto Gawang di Palembang,” kata Conie." "Pembangunan Jembatan Sumatera-Bangka, Bagaimana Dampak Ekologi dan Sosial Budaya?","Sebelumnya Conie Sema mengatakan restorasi gambut di Sumatera Selatan dari 2017-2019, belum ada program terkait restorasi gambut di lokasi penemuan situs permukiman Kerajaan Sriwijaya, seperti di Cengal. “Restorasi tidak menyelamatkan, jangan pula pembangunan menghancurkan,” tandasnya.   [SEP]" "Klasterisasi pada Budi daya Udang, Pilihan untuk Menjaga Keberlanjutan","[CLS]  Prinsip berkelanjutan terus dijadikan panduan untuk mengembangkan budi daya udang secara nasional. Penerapan prinsip tersebut dipilih, karena selain bisa menggenjot produksi budi daya, juga akan menjadi keberlanjutan lingkungan hidup di sekitar lokasi usaha budi daya perikanan. Upaya tersebut, sekaligus untuk menjaga agar usaha budi daya perikanan bisa tetap ramah lingkungan.Penerapan prinsip berkelanjutan tersebut diakui menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi oleh industri perikanan budi daya nasional. Hal itu ditegaskan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo saat menghadiri acara Rapat Koordinasi Nasional Kementerian Kelautan dan Perikanan (Rakornas KKP) 2019 yang berlangsung di Jakarta, pekan lalu.Menurut dia, diantara upaya yang dilakukan untuk mendukung terwujudnya prinsip berkelanjutan, adalah dengan mengggunakan sistem budi daya berbasis klasterisasi. Sistem tersebut, sengaja dikembangkan oleh KKP untuk mengembangkan prinsip budi daya secara bertanggung jawab dan berkelanjutan.Edhy menyebutkan, dengan menggunakan prinsip klaster, pengelolaan budi daya udang bisa dilakukan dalam satu kawasan dengan memakai manajemen teknis dan usaha yang dikelola secara bersama. Penyatuan kawasan tersebut bertujuan agar usaha budi daya udang bisa mengurangi seminim mungkin kegagalan produksi.“Dan sekaligus bisa meningkatkan produktivitas, namun tetap ramah lingkungan,” ungkapnya.baca : Prinsip Keberlanjutan Diterapkan pada Pengembangan Tambak Udang Dipasena  Selain menjaga agar lingkungan sekitar bisa tetap berkelanjutan, budi daya udang secara nasional juga juga dilaksanakan dengan mengacu pada program prioritas yang sudah dibuat oleh KKP. Program yang dimaksud, adalah budi daya berbasis klaster, pengelolaan irigasi tambak partisipatif (PITAP), bantuan induk bermutu dan benih unggul, serta bantuan eksavator." "Klasterisasi pada Budi daya Udang, Pilihan untuk Menjaga Keberlanjutan","Menurut dia, dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2020-2024, pengembangan budi daya udang dengan menggunakan sistem klaster menjadi salah satu prioritas dari KKP. Untuk mendukung penerapan prinsip berkelanjutan itu, pihaknya berjanji akan fokus untuk menata kembali kebijakan dan regulasi untuk melaksanakan investasi udang.Dengan menerapkan sistem dan prinsip budi daya yang tepat, Edhy yakin sub sektor perikanan budi daya akan kembali mencapai masa kejayaan seperti dekade era 1990-an lalu. Tetapi, dia berjanji, untuk menggenjot produksi, prinsip berkelanjutan akan terus dijaga dan diterapkan, karena itu juga berkaitan dengan keberlangsungan usaha.Melalui pengembangan yang saat ini dilakukan, Pemerintah berharap itu menjadi sinyal bagus untuk meningkatkan produksi komoditas udang secara nasional. Tetapi, Pemerintah meminta agar para pelaku usaha bisa mengembangkan inovasi teknologi budi daya dengan tetap mempertimbangkan daya dukung lingkungan.“Mudah-mudahan nanti berbudidaya udang bisa menjadi alternatif usaha masyarakat. Tak butuh modal besar, dengan modal minim pun bisa dilakukan,” ucapnya.baca juga : Sistem Biosekuriti Budi Daya Udang Indonesia Diakui Dunia. Begini Ceritanya..   BerkelanjutanPrinsip berkelanjutan untuk budi daya perikanan, juga ditegaskan oleh Direktur Jenderal Perikanan Budi daya KKP Slamet Soebjakto. Saat bertemu Mongabay pekan lalu, dia menyebutkan kalau pengembangan budi daya perikanan seperti yang diminta oleh Presiden RI Joko Widodo, akan tetap memperhatikan prinsip berkelanjutan dengan menjaga lingkungan tetap lestari.Dengan kata lain, Slamet menyebutkan kalau KKP akan fokus untuk mengembangkan teknologi yang bisa menggenjot produksi udang secara nasional. Tetapi, di saat yang sama pihaknya juga akan tetap fokus untuk menjaga lingkungan sekitar lokasi usaha budi daya bisa tetap bagus dan lestari." "Klasterisasi pada Budi daya Udang, Pilihan untuk Menjaga Keberlanjutan","Keuntungan yang akan didapat jika budi daya perikanan menerapkan prinsip berkelanjutan, di antaranya adalah akan bisa menjaga komoditas yang sedang dikembangkan dari berbagai serangan penyakit ikan. Contoh nyata, untuk lokasi tambak yang berada di pesisir pantai, maka pelaku usaha harus memastikan ada area untuk tanamam bakau (mangrove).Untuk itu, Slamet meminta kepada para pelaku usaha agar bisa menerapkan prinsip berkelanjutan pada usaha budi daya perikanan yang sedang dijalankan. Mengingat, sekali saja ancaman menghampiri tambak, maka produksi juga akan terancam dengan cepat.Salah satu yang menjadi perhatian, adalah penyakit early mortality syndrome (EMS), yang disinyalir memiliki kemiripan dengan penyakit acute hepatopancreatic necrosis disease (AHPND). Kedua penyakit tersebut, diketahui merupakan penyakit serius yang bisa menyebabkan berbagai kerugian fisik dan finansial pada industri budi daya udang.Dampak negatif dari kedua penyakit itu, kata Slamet, sudah dirasakan di beberapa negara dan berakhir dengan penurunan produksi udang secara signifikan. Negara-negara yang dimaksud, di antaranya adalah Tiongkok, Thailand, Vietnam, Malaysia, Meksiko, dan Filipina.“Kerugian paling signifikan dari ancaman kedua penyakit tersebut, adalah penurunan produksi yang signifikan. Bagi Indonesia, ancaman terus akan semakin terasa karena udang adalah komoditas nasional yang menjadi andalan untuk pasar ekspor,” tegas dia.Menurut Slamet, penyakit tersebut ditimbulkan dari infeksi Vibrio parahaemolyticus (Vp AHPND) yang diketahui mampu memproduksi toksin dalam jumlah yang tidak sedikit. Khusus AHPND, penyakit tersebut sangat rentan menyerang udang windu (Penaeus monodon) dan udang vaname (Penaeus vannamei).perlu dibaca : Benteng Pertahanan Negara dari Serangan Penyakit Udang  Penyakit" "Klasterisasi pada Budi daya Udang, Pilihan untuk Menjaga Keberlanjutan","Di sisi lain, ancaman penyakit udang juga diungkapkan Kepala Badan Riset Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM KP) Sjarief Widjaja. Menurutnya, penyakit udang bisa meningkatkan kematian pada udang hingga 100 persen saat masih berada di dalam tambak.Adapun, penyakit udang yang harus diwaspadai, selain dua yang disebut di atas, juga adalah penyakit bintik putih (white spot syndrome/WSS). Jika tambak sudah terpapar penyakit tersebut, maka potensi yang akan timbul adalah kerugian materi yang tidak sedikit, karena udang akan mengalami kematian.Sjarief menjelaskan, udang yang sudah terpapar penyakit bintik putih, pada prosesnya akan langsung menyerang organ lambung, insang, kutikula epidermis, dan jaringan ikat hepatopankreas. Tanda-tanda serangan itu akan terlihat pada gejala bintik-bintik berwarna putih yang muncul pada lapisan dalam eksoskeleton dan epidermis.“Jika sudah demikian, maka udang tidak mau makan, dan berikutnya akan terancam kematian,” tutur dia.Akan tetapi, mengingat udang adalah komoditas andalan nasional untuk ekspor, Sjarief bersama sejumlah balai riset di bawah KKP terus berusaha mencari obat untuk mencegah dan melawan penyakit ikan pada udang. Upaya itu bahkan sudah dilakukan sejak 2013 silam dengan menggandeng Balai Riset Perikanan Budi daya Air Payau dan Penyuluhan Perikanan (BRPBAP3) Maros, Sulawesi Selatan.“Jadi, yang dikembangkan dari riset tersebut adalah pemanfaatan tanaman bakau untuk dijadikan obat penyakit pada udang,” jelas dia.Dipilihnya tanaman bakau sebagai penawar obat untuk penyakit udang, karena tanaman tersebut banyak dijumpai di kawasan pesisir di seluruh Nusantara. Fakta itu diperkuat dengan data yang dirilis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2015 yang menyebutkan tanaman bakau d Indonesia luasnya mencapai 3.489.140,68 hektare.baca juga : Ancaman Penyakit EMS dan AHPND pada Udang  " "Klasterisasi pada Budi daya Udang, Pilihan untuk Menjaga Keberlanjutan","Sementara bagi Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), perintah Presiden RI Joko Widodo kepada Edhy Prabowo untuk mengembangkan sub sektor perikanan budi daya merupakan hal yang bagus. Tetapi, pengembangan tersebut jangan sampai mengabaikan kepentingan hajat hidup orang banyak, utamanya masyarakat pesisir.“Jangan sampai ada ruang negosiasi antara KKP dengan investor demi kepentingan jangka pendek, yang ujungnya mengorbankan orang banyak,” ucap Sekretaris Jenderal KIARA Susan Herawati di Jakarta, pekan lalu.  [SEP]" "Ini Keuntungan Budidaya Ikan Nila dengan Teknologi Bioflok","[CLS]  Prinsip keberlanjutan yang dianut teknologi bioflok untuk perikanan budi daya, dinilai sudah memberikan banyak keuntungan bagi pengembangan budi daya ikan. Teknologi ini meningkatkan jumlah produksi, sekaligus menggenjot pendapatan pembudidaya secara signifikan. Komoditas yang berhasil dikembangkan dengan teknologi bioflok, salah satunya adalah ikan nila.Direktur Jenderal Perikanan Budi daya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebijakto menjelaskan pengembangan teknologi bioflok untuk budi daya ikan nila semakin dirasakan manfaatnya oleh pembudi daya ikan. Salah satunya, karena berhasil meningkatkan kelangsungan hidup ikan nila secara signifikan.“Itu meningkat signifikan. Untuk kelangsungan hidup atau survival rate ikan nila dengan teknologi bioflok sudah berhasil mencapai angka 90 persen,” ungkap Slamet, pekan lalu di Jakarta.baca : Teknologi Bioflok Ternyata Menguntungkan Budidaya Ikan Nila, Begini Penjelasannya  Keunggulan lainnya, menurut Slamet, adalah tingkat penggunaan pakan menjadi semakin efisien, dan nilai feed conversion ratio (FCR) juga semakin rendah menjadi 1,05. Angka tersebut menunjukkan, jika pembudi daya ingin menghasilkan ikan nila sebanyak 1 kilogram, maka dibutuhkan pakan sebanyak 1,05 kg.Angka FCR terkini itu, kata Slamet, menurun drastis jika dibandingkan dengan pemeliharaan di kolam biasa, dengan nilai FCR bisa mencapai 1,5. FCR merupakan perbandingan berat pakan dengan berat total (biomass) ikan dalam satu siklus periode budi daya. Semakin turun angka FCR, maka semakin baik kualitas dan produksi budi daya yang dihasilkan.Teknologi bioflok pada budi daya ikan nila juga terbukti meningkatkan kepadatan dalam kolam. Jika menggunakan sistem konvensional, kepadatan maksimal hanya 10 ekor ikan nila/meter kubik, maka dengan menggunakan bioflok kepadatan menjadi 100 ekor/meter kubik." "Ini Keuntungan Budidaya Ikan Nila dengan Teknologi Bioflok","Menurut Slamet, keberhasilan yang sudah dicapai tersebut, semakin menguatkan bahwa pengembangan budi daya nila dengan sistem bioflok menjadi salah satu terobosan untuk meningkatkan produksi nila secara nasional. Teknologi tersebut diyakini bisa meningkatkan pendapatan pembudi daya secara signifikan dan tetap mengutamakan prinsip keberlanjutan.“Penerapan teknologi ini terbukti efektif dan efisien dalam penggunaan sumber daya air dan lahan serta adaptif terhadap perubahan iklim,” tuturnya.baca juga : Bioflok, Budidaya Ikan Lele dan Nila di Lahan Terbatas  Komoditas PotensialSlamet mengatakan ikan nila bisa menjadi salah satu komoditas air tawar potensial dikembangkan di Indonesia. Karena nila bisa bertahan dari perubahan lingkungan, tumbuh dengan cepat, dan lebih resisten terhadap penyakit. Keunggulan tersebut menjadi kombinasi yang tepat dan pas untuk memicu produksi ikan nila secara nasional.Terlebih lagi, ikan nila semakin diminati masyarakat sehingga meningkatkan permintaan pasar yang tinggi. Konsumen penyuka nila tidak hanya dari dalam negeri, tetapi juga dari luar negeri.“Komoditas ekspor terutama untuk ke Amerika Serikat dalam bentuk fillet. Oleh karena itu, produktivitasnya harus dipacu terus menerus,” ucapnya.Melihat keunggulan dan keuntungan penggunaan teknologi bioflok, Slamet mendorong penguasaan dan penggunaan teknologi tersebut bisa semakin meluas ke berbagai pelosok Nusantara. Penyebaran teknologi tersebut salah satunya bakal dilakukan unit pelaksana teknis (UPT) Ditjen Perikanan Budi daya.Pelibatan UPT untuk penyebaran bioflok ke seluruh daerah, menurut Slamet, agar teknologi tersebut bisa tepat guna dan tidak keliru dalam penerapannya. Dengan kata lain, teknologi bioflok akan terasa keunggulan dan keuntungannya, jika mengikuti kaidah cara budi daya ikan yang baik." "Ini Keuntungan Budidaya Ikan Nila dengan Teknologi Bioflok","“Seperti penggunaan benih unggul, pakan sesuai SNI (standar nasional Indonesia), serta pemantauan kualitas air budidaya,” jelas dia.Slamet meyakini teknologi ini mampu menyediakan sumber protein dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat. Teknologi bioflok mampu menyediakan dua hal sekaligus, yaitu program perbaikan gizi dan penyediaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat.Salah satu daerah yang menerapkan bioflok untuk ikan nila, adalah Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, melalui ada kelompok pembudidaya ikan (Pokdakan) Indra Makmur. Menurut Ketua Pokdakan Indra Makmur Syamsul Bahari, dengan bioflok, ikan nila yang dihasilkan lebih gemuk dan kandungan air dalam daging lebih sedikit.baca juga : Kampung Bioflok untuk Ketahanan Pangan Papua Barat. Seperti Apa?   Pengumpul RupiahSyamsul merinci biaya investasi kelompoknya dengan menggunakan bioflok. Untuk pembuatan kolam beton ukuran 15 meter kubik dibutuhkan Rp2 juta, pengadaan pompa air sebesar Rp500.000 dan biaya operasional keseharian. “Total biaya operasional sebesar Rp3,9 juta,” tuturnya.Dengan periode pemeliharaan selama 3 bulan, Syamsul menjelaskan dapat diproduksi 279 kg ikan nila dengan ukuran panen 200 gram/ekor. Jika harga per ekor diasumsikan Rp26 ribu, maka pendapatan kotor kelompok tersebut dari sekali panen bisa mencapai sebesar Rp7 juta.“Keuntungan bersih budidaya ikan nila sistem bioflok yang dapat saya peroleh dari setiap kolam mencapai Rp3,1 juta per siklus, saya memiliki 10 unit kolam dengan rincian 2 bak tandon dan 8 kolam budidaya, sehingga pendapatan bersih selama periode budi daya yang saya lakukan dapat mencapai Rp24,8 juta”, sambungnya.“Dengan budi daya nila sistem bioflok ini menjadi sumber pendapatan keluarga bagi pembudi daya dan pihak-pihak lain yang terkait dengan usaha ini, karena hasilnya dapat dijual ke usaha perdagangan ikan, rumah makan, jasa rekreasi pemancingan, pengolahan fillet dan lainnya,” sebutnya." "Ini Keuntungan Budidaya Ikan Nila dengan Teknologi Bioflok","Kepala Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi Supriyadi mengatakan, ikan nila dipilih untuk sebagai komoditas lanjutan sistem bioflok, karena nila termasuk kelompok herbivora. Dengan demikian proses pembesarannya bisa berjalan lebih cepat.Selain itu, menurut Supriyadi, ikan nila dipilih karena mampu mencerna flok yang tersusun atas berbagai mikroorganisme, yaitu bakteri, algae, zooplankton, fitoplankton, dan bahan organik sebagai bagian sumber pakannya. Kemampuan tersebut dinilai menguntungkan dalam budi daya di kolam.menarik dibaca : Teknologi Digital Mulai Digunakan untuk Perikanan Budidaya Nasional  Menurut Supriyadi, keunggulan yang dihasilkan dari budi daya bioflok memang banyak, termasuk meningkatkan kelangsungan hidup hingga lebih dari 90 persen dan tanpa pergantian air. Air bekas budi daya juga diklaimnya tidak berbau jika menggunakan bioflok. Keunggulan tersebut membuat bioflok tidak mengganggu lingkungan sekitar dan dapat disinergikan dengan budi daya tanaman, misalnya sayur-sayuran dan buah-buahan.“Hal ini dikarenakan adanya mikroorganisme yang mampu mengurai limbah budi daya menjadi pupuk yang menyuburkan tanaman,” ungkap dia.Diketahui, produksi ikan nila secara nasional terus mengalami peningkatan dan itu ditandai dengan capaian produksi pada 2016 sebesar 1.114.156 ton, dan kemudian meningkat lagi pada 2017 menjadi 1.265.201 ton. Adapun, sentra budidaya ikan nila di Indonesia terdapat di Jawa Barat, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Sulawesi Utara dan Sumatera Utara.  [SEP]" "Bali Berhenti 24 Jam Saat Nyepi, Termasuk Internet","[CLS]  Rangkaian hari raya tahun baru saka 1941 yang dirayakan dengan Hari Raya Nyepi sudah dimulai dengan upacara Melasti. Sebagian garis pantai dipadati umat Hindu yang melakukan ritual penyucian diri dan alam selama beberapa hari sebelum Nyepi pada Kamis (7/3/2019) ini.Mulai Kamis pagi mulai pukul 6, Bali menyepi. Seluruh aktivitas kecuali di instansi darurat berhenti, tidak ada warga di luar rumah, termasuk penghentian internet sampai Jumat pagi pukul 6.Pentingnya sumber-sumber air seperti laut bagi Bali, terlihat saat ritual Melasti. Ribuan orang di tiap desa menuju ke pantai dan melakukan persembahyangan menghadap sang baruna. Bahkan ritual ini terasa magis karena sarana suci perwujudan Ida Betara di pura-pura dibawa ke laut untuk disucikan. Bahkan tak jarang ada warga yang trance.Hal ini terlihat di sepanjang pantai di pesisir Gianyar sejak Minggu (3/3/2019). Gemuruh ombak menemani ratusan ribu orang bersembahyang dan membuat parade di pantai membawa seluruh sarana suci. Misalnya di Pantai Masceti, tiap desa masih datang bergantian untuk Melasti di pesisir yang makin dimakan abrasi ini pada Selasa (5/3/2019).baca :  Begini Pengaruh Nyepi terhadap Laut dan Penghuninya  Di tengah panas terik, warga menunggu persembahyangan bersama, kemudian mendapat percikan tirta, air suci untuk dibasuh di kepala dan diseruput dengan tangan. Sedikit tapi meluruhkan dahaga. Setelah itu mereka menuju laut sebagai simbol penyucian sebelum menyambut Tahun Baru Saka dengan Nyepi.Suara baleganjur bersaing dengan debur ombak. Para penjaga pantai mengamati dan berjaga di pantai. Sebuah bendera merah, tanda peringatan dilarang berenang terlihat berkibar-kibar, sudah lapuk dan tinggal setengahnya. Warga yang ingin mengambil air laut dengan wadah pun harus bersabar menunggu ombak agar tak tergulung." "Bali Berhenti 24 Jam Saat Nyepi, Termasuk Internet","Ketut Anim, anggota Balawista Gianyar ini sedang berjaga dengan temannya. Hanya ada 24 orang petugas penyelamat di sepanjang pantai Gianyar yang terkenal berombak ganas di Selat Badung ini. Tak heran, abrasi makin mengikis pantai. “Banyak kejadian terseret ombak. Abrasi makin parah, untung diisi penahan ombak, kalau tidak bisa habis,” ujarnya sambil mengamati aktivitas melasti.Usai prosesi melasti di pantai, dengan sigap sejumlah petugas kebersihan mengumpulkan sampah dominan organik dari sesajen ini. Salah satunya Pande, pria tua ini menyapu dengan gesit. Ia dan 7 orang temannya diupah membersihkan area melasti selama 4 hari dan harus melakukannya dengan cepat sebelum rombongan melasti desa lain tiba.baca juga : Merehatkan Bumi dengan 5 Hal Ini Saat Nyepi  Dibanding ritual-ritual melasti sebelumnya, kali ini sampah plastik terlihat berkurang. Masih ada kresek pembungkus canang dan kemasan makanan minuman. Tapi dibanding dengan ribuan orang yang melasti, sampah plastik ini mungkin dari puluhan orang yang masih tak peduli dengan dampak sampahnya. Petugas kebersihan yang diorganisir sangat membantu mencegah sampah plastik ini ke laut.Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali menyampaikan pedoman pelaksanaan Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1941. Rangkaian upacaraya dimulai dengan Melis/Melasti/Mekiyis sampai 6 Maret yang pelaksanaannya disesuaikan dengan desa setempat.Selanjutnya adalah upacara Tawur Kesanga yang dilakukan dengan sejumlah prosesi. Pertama, perwakilan dari masing-masing desa/kecamatan datang ke Pura Besakih membawa perlengkapan persembahyangan untuk mohon Nasi Tawur dan Tirtha Tawur untuk disebarkan dan dipercikkan di wilayah masing-masing.Selanjutnya tiap desa menggunakan Upakara Tawur Agung dengan segala kelengkapannya. Dilaksanakan dengan mengambil tempat pada Catuspata (perempatan utama) pada waktu tengah tepet (sekitar pukul 12.00 Wita)." "Bali Berhenti 24 Jam Saat Nyepi, Termasuk Internet","Berlanjut sampai tingkat rumah tangga dengan sarana persembahyangan lebih sederhana. Misalnya menghaturkan Segehan Manca Warna 9 (sembilan) dengan olahan ayam brumbun, disertai tetabuhan tuak, arak, berem, dan air yang didapatkan dari desa setempat, dihaturkan ke hadapan Sang Bhuta Raja dan Sang Kala Raja.Keramaian kemudian berpindah ke jalan-jalan, disebut Pangerupukan, saat ribuan ogoh-ogoh dari ukuran kecil sampai 6 meter diarak oleh anak-anak dan orang tua. Dilengkapi api (obor), bunyi-bunyian seperti baleganjur dan lainnya. Ngerupuk dilakukan dengan keliling desa, dan parade ogoh-ogoh ini bisa sampai tengah malam.baca juga :  Bali Menyepi, untuk Pertama Kali Internet Juga Mati  Hingga Kamis pagi, pukul 6, petugas keamanan tradisional (pecalang) sudah berjaga-jaga di tiap pemukiman dan jalan. Keriuhan Pangerupukan berganti dengan sunyi, sepi. Nyepi Sipeng dilaksanakan 24 jam sejak jam 06.00 Wita sampai dengan jam 06.00 Wita keesokan harinya, dengan melaksakan Catur Brata Penyepian.Di antaranya Amati Geni, yaitu tidak menyalakan api/lampu termasuk api nafsu yang mengandung makna pengendalian diri dari segala bentuk angkara murka. Amati Karya, tidak melakukan kegiatan fisik/kerja namun melakukan aktivitas rohani untuk refleksi diri. Amati Lelungan, tidak berpergian, dan Amati Lelanguan, tidak mengadakan hiburan/rekreasi yang bertujuan untuk bersenang-senang, melainkan tekun melatih batin.Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Bali juga menyepakati agar penganut agama dan keyakinan lain menyesuaikan pelaksanaan Brata Penyepian seperti tidak ada bunyi pengeras suara misalnya saat sholat dan tidak menyalakan lampu pada waktu malam hari. Dapat diberikan pengecualian bagi yang menderita atau sakit dan membutuhkan layanan untuk keselamatan." "Bali Berhenti 24 Jam Saat Nyepi, Termasuk Internet","Ketua PHDI I Gusti Ngurah Sudiana dan majelis-majelis agama dan keagamaan di Bali menyatakan seruan bersama lainnya yakni penyedia jasa transportasi laut, darat, dan udara tidak diperkenankan beroperasi selama Hari Raya Nyepi. Demikian juga lembaga penyiaran televisi dan radio. Provider penyedia jasa selular pun diharapkan mematikan data selulernya.Seruan ini direspon Kemenkominfo dengan Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika No.3/2019. Seluruh penyelenggara telekomunikasi yang menyediakan akses internet di Bali mendukung seruan kecuali di obyek vital dan sarana darurat. Misalnya rumah sakit, kantor polisi, militer, BPBD, BMKG, Basrnas, dan lainnya.Dampak silent day 24 jam saat Nyepi ini kerap diukur oleh BMKG untuk menilai pengurangan emisi, dengan memasang alat di sejumlah titik.  [SEP]" "Kisah Nelayan Pulau Ambo yang Insyaf Ngebom Ikan","[CLS]  Jelang sore. Di perairan dangkal Pulau Ambo, kecamatan Balabalakang, Mamuju, Sulawesi Barat. ST dan dua kawannya bersiap. Dari laci kapalnya, dia mengambil benda mirip lontong, tapi tanpa bungkusan daun pisang. Benda itu adalah dinamit (trinitrotoluene/ TNT).Dari atas kapal, ST menerawang dasar laut, untuk mencari letak kerumunan ikan. Bila menemukannya, maka di situ jadi target ST.Memantau dengan seksama, kerumunan ikan pun tampak di matanya. Saat yang sama, ST lalu menyulut sumbu ledak dengan api korek, meski sulit karena harus terhempas angin.Berulang kali ia memantik, sumbu ledak pun terbakar. ST tinggal melempar benda berwarna merah tersebut ke laut.Tak cukup semenit, dinamit telah menyentuh dasar laut. Untuk sampai meledak, makan waktu sekira 30 menit. Di waktu selanya, ST menjauhkan kapal miliknya. Agar tak bosan menunggu, ia menghisap rokok. Satu hingga dua batang.ST, sengaja memilih perairan dangkal, letak terumbu karang. Selain ikannya yang banyak, ia mudah menyelam, saat mengambil ikan yang mati nantinya. 2 hingga 3 pikul atau setara 120 kilogram ikan mati, bisa ia angkut ke atas kapal.baca : Kisah Para Pemburu Hiu Pulau Ambo [1]  Ratusan kilogram tangkapannya, ia pasok ke kelompok tentara yang tengah mengerjakan jalan trans Mamuju-Makassar beberapa puluh tahun lalu—masih wilayah Sulawesi Selatan.“Dia kasih saya juga uang. Dia langganan saya,” katanya yang ditemui Mongabay Indonesia di rumahnya di Pulau Ambo, Sabtu (20/7/2019)“Dari mana dapat itu bom?” tanya saya.“Tentara itu yang kerja jalan kasih,” jawab ST santai.Daya ledak dinamit sangat keras, para tentara yang dimaksud ST, menggunakannya untuk memecah gunung. Jika di bawah air, dinamit dapat merusak biota laut dan mungkin, mencelakai ST.Dinamit itu, oleh nelayan setempat, disebut ‘gogos’. Sebab, bentuk lonjongnya serupa hidangan panggang yang terbuat dari campuran ketan dan santan, terbungkus daun pisang." "Kisah Nelayan Pulau Ambo yang Insyaf Ngebom Ikan","“Saya sekarang ndak pakai (dinamit lagi),” kata ST.ST, tak perlu merogoh kocek buat beli sebatang dinamit. Karena, tentara, si langganannya dapat memberikan dia cuma-cuma. Dengan syarat, hasil bomnya dipasok ke mereka.Pengetahuan soal dinamit atau hulu ledak lainnya, diakui ST sangat minim. Meledakkannya saja ia tak tahu. Apalagi, digunakan dalam air. Lantas, siapa yang mengajarinya? Tentara, pelanggan setia ST.“Dia juga yang buatkan (rakit), jadi tinggal saya pakai,”baca juga : Kisah Para Pemburu Hiu Pulau Ambo : Antara Produksi dan Konservasi [2]  Nyaris tiga tahun, ST menangkap ikan dengan cara ini. Penghasilannya, lumayan untuk mencukupi kebutuhan sandang pangan isteri dan anak-anaknya. Ditambah, saat itu, ia tak susah payah mencari pembeli dan berjam-jam memancing ikan.Namun, itu kisah kelam ST. Pasca-nelayan asal pulau sebelah tewas terkena ledakan. ST, akhirnya sadar. Sejak itu, ia kembali menggunakan pancing tasi, dengan satu mata kail—yang hampir tiga tahun tak terpakai. ST juga takut, isterinya menjanda dan anak-anaknya menjadi yatim.Hingga sekarang, ST memancing ikan dengan alat sederhana, meski harus seharian mancing ikan hingga mendapat 100 kilogram.“Memancing aman!” seru dia bersemangat. “Biar tong hasilnya tidak banyak.”Kenapa ST berhenti membom ikan? Dengan nada datar ia menjawabnya.“Takut. Takut juga ditangkap polisi,” ujarnya.  ‘Rahasia’ Pulau AmboSaya dicegat seorang warga Ambo, saat mencoba mewawancarai isteri, dari korban yang terkena ledakan bom racikan pupuk urea. Ia bercerita, bahwa suami tetangganya tewas mengenaskan saat kejadian beberapa tahun lalu. Tubuhnya hancur terkena ledakan.Kenangan kelam itu pula, yang nyaris buat tetangganya depresi berat. Karenanya, warga melarang saya untuk menyungkil kisah kelam itu kembali. Warga Ambo juga punya memori kolektif tentang. Mereka sangat prihatin." "Kisah Nelayan Pulau Ambo yang Insyaf Ngebom Ikan","Mama DN, panggilan isteri sang korban. Selama di pulau Ambo, saya kerap berpapasan dengan dia. Bila bertemu, kami saling sapa. Dia ramah, juga murah senyum.“Singgah ki’,” ajak dia, tiap kali berpapasan di jalan.Saban pagi atau sore, Mama DN menyapuh jalan desa yang terletak di belakang rumahnya, tanpa upah. Dia melakukannya sejak kepergian sang suami.Mama DN, satu diantara keluarga korban, yang hingga saat ini masih menetap di Pulau Ambo. Dari informasi yang terhimpun, sedikitnya ada tiga korban meninggal dunia akibat bom ikan. Para keluarga korban lainnya, memutuskan untuk meninggalkan pulau seluas 10,6 hektare ini.Meski telah menelan korban, praktek destructive fishing masih ada di Pulau Ambo. Dan hal ini, menjadi ‘rahasia’ tersendiri bagi warga.Meski begitu, beberapa nelayan yang diduga masih aktif melakukan praktek ini, menolak untuk diwawancara.baca juga : Janji Ali yang Tak akan Mengebom Ikan Lagi  Surga Pembom IkanRidwan Alimuddin pernah melakukan riset soal destructive fishing di Kawasan Indonesia Tengah, termasuk di Pulau Ambo, kecamatan Balabalakang, Kabupaten Mamuju. Dalam risetnya, ia mendapat ‘keunikan’ di Pulau Ambo, yang ia sebut sebagai ‘surganya’ pembom ikan.“Fishing ground-nya (wilayah pancing) itu relatif terisolasi. Kan beda misalnya dengan yang di Supermonde, itu kan relatif dekat dengan daratan Sulawesi. Pulau Ambo agak terpencil. Tapi di sisi lain, pasarannya itu gampang,”kata Ridwan yang juga pegiat literasi di Majene, Sulwar saat dihubungi Mongabay Indonesia, Rabu (31/7/2019).Pendiri Armada Pustaka Mandar tersebut mengatakan tangkapan ikan hasil pemboman banyak dijual ke Kabupaten Kota Baru, Kalimantan Barat dan Kelurahan Manggar, Balikpapan Timur, Kalimantan Timur. Jenis ikan yang paling diminati pasar yakni ikan biji nangka merah (goatfish)." "Kisah Nelayan Pulau Ambo yang Insyaf Ngebom Ikan","Goatfish itu masuk ke wilayah Kalimantan untuk memasok kebutuhan pangan laut bagi pekerja kebun sawit di Kalimantan hingga Malaysia. Sebelum diedar ke pasar, ikan itu sebelumnya dikeringkan.“Ikan (goatfish) itu tidak bisa dipancing, karena ikan itu kan bergerombol. Terus kalau mau (tangkap) pakai jaring di terumbu karang, susah itu. Kan pasti robek-robek. Jadi kalau mau efektif, terlepas apakah itu merusak lingkungan atau apa, ya pakai bom,” kata Ridwan.Ramli Zaenal, 42, Kaur Pelayanan Desa Balabalakang Timur membenarkan, pelaku pembom ikan masih tetap ada, kendati ia tak berani menyebut secara pasti siapa orangnya.“Kurang tahu, tapi masih ada saya dengar,” katanya saat ditemui ditemui Mongabay Indonesia di rumahnya, Sabtu (20/7/2019)Yang marak di telinga Ramli, yakni penggunan potassium cyanide. Bahan ini, mudah didapat, baik di toko bahan kimia atau toko online.perlu dibaca : Nasib Suku Bajo, Pengembara Laut yang Dicap Pelaku Bom Ikan [Bagian 1]  Bila bom akan mematikan ikan, bahan ini tidak. Ikan hanya jatuh pingsan bila terkena. Itu kenapa, cairan ini disebut ‘bius’. Meski tampak tidak merusak, dampak cairan bius, sebenarnya lebih parah dari bom. Inilah yang diakui ST.“Kalau kami di sini tidak biarkan pembius, mending bom dari pada pembius. Kalau bius itu, ke mana ikut arus di situ kena (ikan atau terumbu karang),” kata ST.Beberapa kali, ST dan kawan-kawannya menangkap ‘pembius’ ikan di sekitar Pulau Ambo. Nelayan itu kata dia berasal dari pulau sebelah.“Itu lagi saya di marahi petugas (Polres) Mamuju,” kata dia.ST bilang, pelaku pembom ikan masih berkeliaran di pulau ini. Mereka bersembunyi dengan ragam modus. Salah satunya, diduga menyamar jadi penangkap teripang.“Kalau di sini itu, sembunyi-sembunyi. Biasa kita kira pergi memancing, ternyata pergi membom. Atau dikira menyelam (tangkap) teripang, padahal membom,” katanya." "Kisah Nelayan Pulau Ambo yang Insyaf Ngebom Ikan","“Seperti orang tidak ada otaknya yang pake bom begitu. Kalau ditangkap ko memang bebas ji, tapi habis uangmu juga membayar. Baru kalau sudah bebas, membom lagi itu.”menarik dibaca : Cerita Namu, Dulu Desa Pengebom Ikan Kini Surga Keindahan Alam  Sejak Jaman JepangST bisa dibilang sudah lama menggeluti praktek demikian. Namun, rupanya ada yang lebih lama dari dia.Ridwan dalam risetnya menemukan, praktek pengeboman ikan di Kecamatan Balabalakang, terkhusus Pulau Ambo telah dilakukan sejak zaman kolonial Jepang. Saat itu, para nelayan mengakali isian rudal.“Diambil dari sisa mesiu bahan peledak,” sebut Ridwan. “Nanti belakangan yang mengenalkan untuk menggunakan (bom) pupuk itu dari nelayan Taiwan.”Kesaksian serupa ST kata Ridwan, juga ada. Namun, asal bomnya bukan dari tangan tentara, melainkan pekerja tambang batu bara di Kalimantan.Sebelum sampai ke tangan nelayan. Bom itu kata Ridwan, diselundupkan ke pemangku pasar ikan di Kalimantan Timur.“Dan, orang itu juga yang melepaskan kalau ada yang tertangkap. Dia bisa bayar Rp50 juta sampai Rp100 juta kalau ada yang tertangkap,” ujar Ridwan.baca juga : Di Pulau Solor, Bom Ikan Berganti Lumbung Ikan Desa, Bagaimana Hasilnya?  Peran Pemerintah Pulau Ambo, kini terancam abrasi. Diprediksi dalam setahun, bibir pantai tepi barat terkikis 2 meter.2015 lalu, Tim dari Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP) Universitas Hasanuddin (Unhas), melakukan penilitian di gugus kepulauan Balabalakang. Di Pulau Ambo, mereka mengamati bencana abrasi.Ahmad Bahar, dosen konservasi sumber daya hayati laut Unhas ini melihat abrasi tepi barat di Pulau Ambo, selain karena gelombang, juga disebabkan karena rusaknya pemecah ombak alami, ­yaitu terumbu karang.“Itu terumbu karangnya sudah banyak rusak. Mereka (warga Ambo) akui memang. Jadi gampang sekali tergerus,” katanya saat ditemui di Unhas." "Kisah Nelayan Pulau Ambo yang Insyaf Ngebom Ikan","Terumbu karang merupakan struktur besar bawah air. Spesies karang yang membangun terumbu karang dikenal hard coral (HC) atau karang keras. Terumbu karang ini berguna meredam arus dan gelombang laut.Dari survey yang dilakukan tim FIKP Unhas, ditemukan bahwa, persentase tutupan karang keras dan ‘lembek’ (soft coral/SC) tidak mencapai angka 50. Dengan rincian, HC hanya 10 persen, sedang SC 15 persen.Ahmad bilang, di tepi barat, tim FIKP mendapati kondisi terumbu karang yang rusak. Dugaan kuat, disebabkan karena terkena ledakan bom.Pada 2018, tepi barat Pulau Ambo diterjang gelombang. Akibatnya sebuah masjid dan tiga rumah milik warga porak poranda. Padahal 20 meter dari tepi pantai sekarang, kata warga, dulunya masih terdapat pemukiman.“Cepat sekali itu. Wah bahaya sekali,” respons Ahmad saat saya menunjukkan foto kerusakan di Masjid di Pulau Ambo karena abrasi pantai.perlu dibaca : Perairan Teluk Hadakewa: Dulu Marak Potas dan Bom Ikan, Sekarang Dilindungi lewat Adat  Lantas, bagaimana peran pemerintah?Lukman Sanusi, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Mamuju mengklaim, sejauh ini pihaknya selalu mendorong nelayan di Pulau Ambo agar memakai alat tangkap yang ramah lingkungan.“Karena dapat berdampak buruk terhadap ekosistem laut,” katanya saat dihubungi Selasa (30/7/2019).Lukman bilang, pihaknya kerap menggelar sosialisasi di kalangan nelayan di Pulau Ambo. Harapannya tak lain untuk menekan penggunaan bom, bius, atau alat tangkap lainnya yang dapat merusak lingkungan laut, macam, merusak terumbu karang, penurunan jumlah ikan, mengganggu penghasilan nelayan lain, dan bisa sewaktu-waktu mencederai nelayan.Respons nelayan kata dia, sangat baik. Sebab menurut Lukman, komunitas nelayan sadar, bahwa laut merupakan masa depan mereka." "Kisah Nelayan Pulau Ambo yang Insyaf Ngebom Ikan","“Kami juga mengupayakan, untuk melibatkan unsur terkait dalam pencegahan penangkapan ikan dengan menggunakan bom,” ujarnya. “Kami bekerjasama dengan pihak Polairud dan Lanal Mamuju.”Kalaupun nelayan pembom ikan tidak beralih, katanya dapat diancam pidana 5 tahun penjara dan denda maksimal 2 miliar bila tertangkap tangan sedang melakukan pengeboman ikan.Ancaman pidana itu sesuai dengan Undang-undang (UU) No.45/2009 tentang Perikanan.  [SEP]" "Urusan Lingkungan, Melanie Subono Selalu Ada Waktu","[CLS]   Lingkungan, satwa dan alam liar, bukan barang baru bagi Melanie Subono. Sudah 15 tahun lebih, ia aktif kampanye yang tidak sekadar ucapan, tapi dibuktikan dengan turun langsung ke laut, pantai, juga hutan.Awal Mei 2019, saya bertemu Melanie Subono, saat mengunjungi Taman Nasional Way Kambas, Lampung. Apalagi kalau tidak melihat Harapan, badak sumatera kelahiran Cincinnati Zoo, Ohio, Amerika, 27 Mei 2007. Sejak 2 November 2015, jantan ini sudah jadi penghuni tetap Suaka Rhino Sumatera [SRS], Way Kambas.“Negara kita luar biasa kaya, harusnya kita bangga memiliki badak sumatera. Namun sayang, tidak semua masyarakat tahu, bagaimana mau peduli,” ujarnya waktu itu.Badak sumatera merupakan satwa berstatus Kritis [Critically Endangered] atau satu langkah menuju kepunahan di alam liar. Satu dari lima spesies badak tersisa di dunia yag hidup di Bumi sejak 20 juta tahun silam.Populasi Sumatran Rhino tidak lebih dari 100 individu, bahkan kurang. Persebarannya hanya di Taman Nasional Gunung Leuser [TNGL], Taman Nasional Bukit Barisan Selatan [TNBBS], Taman Nasional Way Kambas [TNWK], dan Kutai Barat [Kalimantan Timur].Baca: Hanya Badak Sumatera di Hati Mereka  Apakah hanya badak yang mengusik kegelisahan Melanie? Tidak. Penyanyi rock n roll ini punya banyak waktu menengok gajah sumatera [Elephas maximus sumatranus], di Pusat Latihan Gajah [PLG] Way Kambas, Lampung.Sebanyak 42 individu gajah, ada di sini. Sementara, sekitar 26 individu lain, disebar di empat Elephant Response Unit [ERU], di Resort Margahayu, Tegal Yoso, Bungur dan di Braja Harjosari.“Gajah itu istimewa, pintar. Dia ini “ngeh” niat manusia. Gue gak pernah sekalipun disakiti. Selama niat kita baik, dia paham,” tuturnya, dalam perbincangan lanjutan di Jakarta.Baca: Erin, Kisah Gajah Belalai Buntung yang Viral  " "Urusan Lingkungan, Melanie Subono Selalu Ada Waktu","Sebelumnya, perempuan kelahiran Hamburg, Jerman, mengunjungi CRU Serbajadi, Aceh Timur, Aceh, akhir Maret 2019. Sama, melihat langsung mamalia besar Sumatera.“Taukah lo, gajah gak pernah lupa sama orang baik, teman, maupun musuhnya. Setelah gue belajar berkomunikasi dengan satwa, banyak hal yang gue pelajari. Terutama, berbagai kehidupan di Bumi. Mereka tidak pernah berniat jahat pada manusia, hanya manusia yang punya niat jahat pada hewan. Bukan kebalikannya,” tulis Melanie, di akun media sosialnya.Baca: Seperti Manusia, Gajah Ingin Diperhatikan Kesehatannya  “Stop Elephant Cruelty, Stop Penyiksaan Gajah di Borobudur” adalah petisi yang dibuat Melanie, respon adanya wisata gajah di satu sudut Candi Borobudur. Wisata yang sesungguhnya bentuk kekejaman terhadap gajah, mengakibatkan adanya sejumlah kekerasan fisik maupun psikis. Mulai dari dipisahkan dari habitat alami dan rombongannya hingga dilatih bekerja sebagai hewan tunggangan.“Selain ditunggangi memang bukan perilaku alami, pemberian beban di punggung gajah akan merusak tonjolan tulang. Di mana prinsip animal walfare yang dianut Indonesia?,” protes sang presenter.Petisi di Change.org yang digagas April 2019 itu, sudah memperoleh 82 ribu tanda tangan. “Sebenarnya, yang aku kejar bukan jumlah. Buat apa sejuta juga kalau tidak guna. Pihak pengelola, bersedia audiensi pada 3 Juli 2019,” jelas Melanie melalui percakapan WhatsApp, 29 Juni 2019.Baca: Cinta Kita yang Hilang pada Gajah Sumatera  Rosek Nursahid, pendiri PROFAUNA, menyatakan kesannya tentang Melanie Subono, sebagai sosok aktif. Terjun langsung ke lapangan, terlibat kampanye lingkungan.“Sudah lama, awalnya dikenalkan Slank yg sudah dukung PROFAUNA. Kalau Slank gabung PROFAUNA sejak 2002, Melanie sekitar 2003,” tuturnya, baru-baru ini." "Urusan Lingkungan, Melanie Subono Selalu Ada Waktu","Menurut Rosek, kita ingin banyak tipikal Melanie. Hal lain yang juga dibutuhkan dari selebritis Indonesia ke depan adalah dukungan fund rising. Di luar [USA], banyak yang bergerak, semisal Leonardo DiCaprio, Bono U2, dan lainnya. “Dengan begitu, masyarakat lebih mudah terpengaruh, peduli lingkungan hidup.”Apakah efektif? Betul, jika artis tersebut membaur langsung, ikut jelajah hutan dan lainnya. Kalau sebatas ucapan, kurang greget, karena masyarakat [netizen] suka tergerak jika ada tindakan nyata. “Minimal menggemakan jagad maya,” ujarnya.Baca juga: Suara Bergelora Robi “Navicula” di Bumi Hijau Indonesia  Wawancara Mongabay Indonesia dengan Melanie Subono.Anda tidak asing dengan dunia konservasi?Tidak asing. Saya orangnya suka belajar hingga mengerti. Saya paling sebel dengan diri sendiri bila ada yang tanya tapi tidak paham jawabannya. Nyemplung, nyebur sekalian.Perampasan lahan, keterancaman tumbuhan dan satwa terus saya dalami. Konservasi ini sebagaimana saya menggeluti dunia buruh migran.Awalnya, saya belajar konservasi dari PROFAUNA. Pelepasliaran orangutan yang sekarang ramai dilakukan, saya sudah mengenalnya sejak 15 tahun silam. Saya juga aktif di Bali Sea Turtle Society. Saya orang yang terus bergerak. Tidak lelah? Atau makin asik kampanye lingkungan?Setiap keliling Indonesia, hampir 20 tahun ini, saya selalu sempatkan melihat lingkungan sekitar, masyarakat lokal, dan sebagainya. Hingga saat ini, belum seperempat wilayah Nusantara yang saya kunjungi.Banyak hal yang saya dapat. Indonesia itu keren, alamnya sungguh kaya. Ini yang membuat saya selalu semangat. Seperti orang yang haus sekaligus lapar…Gak perlu jauh-jauh. Tiap kali baca Mongabay Indonesia, banyak hal baru yang saya menginspirasi. Keragaman hayati yang harus membuat kita percaya diri." "Urusan Lingkungan, Melanie Subono Selalu Ada Waktu","Ada hal sedih yang harus saya katakan, kadang, saya dapat info tentang Indonesia yang indah dan unik, justru dari bule-bule asing. Antara gemas, gelisah, atau terpukau mendengarnya.Akhirnya saya berpikir, saya harus melakukan sesuatu untuk Indonesia.   Anda masuk hutan untuk melihat langsung gajah maupun orangutan. Apa yang dicari?Saya ingin menyuarakan kehidupan mereka. Jadi, gak mungkin kan kalau gue woro-woro ternyata belum pernah lihat makhluk tersebut. Intinya, dari dulu saya memang suka satwa.Mestinya, manusia belajar banyak dari gajah. Fakta-fakta yang saya baca menunjukkan, satwa berbelalai ini banyak manfaatnya untuk kehidupan kita, kecerdasan hingga sensitivitasnya.Lihat saja, bila ada yang mati mereka berkumpul, dari yang jauh sekalipun. Hingga bikin upara alam sendiri, ala mereka. Ini luar biasa sekali.Saya kadang merenung, tanpa manusia, satwa bisa hidup tenang. Tidak diburu, atau hutan tidak dirusak yang merupakan rumah mereka.Manusia harusnya bijak, agar Bumi damai. Kondisi masyarakat kita yang bangga melihat satwa ke luar negeri, ketimbang ke Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, atau Papua, pandangan Anda? Gak keren aja menurut gue. I don’t know, fenomena apa ini. Sepertinya bukan hanya pada satwa tapi juga wisata. Kita senang buang uang puluhan juta Rupiah untuk ke Maldive, misalnya, padahal bule luar setengah mati ingin ke Indonesia. Urusan baju juga begitu, rela beli mahal demi merek terkenal.Saya belajar dari Mas Ivan Slank, kata dia, kita masih terbelit gengsi. Budaya yang suka membandingkan dari segi negatif ini yang harus dibuang.Harusnya, sifat bangga Indonesia yang kita tunjukkan. Kita punya gajah, badak, orangutan, rangkong, trenggiling, harimau, macan tutul, penyu, dan segala hal yang tidak dimiliki bangsa lain.Melanie Subono gak akan pernah berhenti menyuarakan alam Indonesia yang penuh pesona. Gue akan terus bermusik, berkarya positif. Sampai kapan? Sampai Tuhan tidak butuh gue lagi.   " "Urusan Lingkungan, Melanie Subono Selalu Ada Waktu","Anda sudah bikin musik atau karya khusus alam Indonesia?Musik saya selalu bicara tentang alam meski tidak langsung disebutkan. Lirik-liriknya selalu menyiratkan kekayaan Indonesia, menghargai apa yang kita miliki, sehingga bisa dinyanyikan di ranah apapun.Di luar musik, saya mengajak sekaligus menyontohkan teman-teman untuk peduli lingkungan. Saya lakukan dari hal kecil yang bisa dan gampang. Minimal, berbuat.Saya juga ikut mengharumkan Indonesia di luar negeri. Sebagai field commander tim DCI [Drum Corps Indonesia] di kejuaraan World Music Contest XVII-2013 di Kerkrade, Netherland, Juli 2013. Bangga jadi orang Indonesia berprestasi, merinding ketika lagu Indonesia Raya dikumandangkan.Pemberian terindah Tuhan bernama Indonesia, harus kita jaga dan rawat sebaik mungkin. Seluruhnya. Anda menjadi anggota tim ekspertise atau tim ahli, sebagaimana Ibu Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menyebut. Apa karena Anda sering demo atau rajin kritik? Menurut gue begini, jadi aktivis, 20 tahun lalu untuk selalu protes, itu memang kita lakukan. Saat itu, kita memang tidak diizinkan bersuara hingga era Reformasi 1998 datang.Sekarang, kita punya hak bersuara. Jadi, kita jangan demo dan protes melulu, harus memberi solusi juga.Meski begitu, saya tetap bilang ke Bu Siti, “Saya jadi ekspertise, tapi bila Ibu salah tetap saya demo.” Dia bilang boleh. Jadi, jarak kritis saya tetap ada, tanpa harus ikut partai, atau embel-embel lain.Gue mau karena ingin belajar, menciptakan kondisi yang lebih baik. Meski, jalur pendidikan yang saya tekuni tidak menonjol, tidak ada apa-apanya.   Anda punya strategi kampanye untuk generasi milenial? Saya terus ikut perkembangan kekinian. Saya selalu ingatkan pemerintah, NGO, dan pegiat lingkungan, generasi mudah harus dilibatkan. Kita tidak boleh arogan dengan mengabaikan mereka." "Urusan Lingkungan, Melanie Subono Selalu Ada Waktu","Ingat, generasi muda ini potensial. Kita harus menyesuaikan dengan gaya mereka. Kampanye yang paling berhasil adalah, kita tahu siapa sasaran spesifiknya.Saya bikin kaos dengan tulisan “IM A PROUD INDONESIAN” bergambar gajah bagian depan. Saya ikuti tren warna. Pesan yang disampaikan juga tidak berat. Ini bagian kampanye.Harapannya, peduli lingkungan jadi gaya hidup kita semua, keseharian.   [SEP]" "Bertaruh Nyawa Demi Emas di Lombok [1]","[CLS]     Jalan berdebu menutupi hampir setengah roda motor yang saya kendarai. Di beberapa tanjakan terpaksa teman yang jadi pemandu turun. Tak kuat menanjak. Paling aman melewati lubang menganga di tengah jalan. Di kala musim hujan, lubang itu tempat kendaraan roda empat membawa material batu dari lokasi tambang.Saya berpapasan dengan mobil Taft yang sudah dimodifikasi. Bagian belakang mobil itu penuh dengan karung berisi batu. Menyusul mobil Hardtop dengan muatan sama. Meraung-raung saat melewati tanjakan. Satu dump truk bermuatan sama meliuk perlahan mencari jalan yang aman untuk dilewati. Saat musim kemarau seperti saat ini, dump truk bisa naik ke beberapa lokasi. Saat musim hujan, hanya sepeda motor bisa melewati jalan ini.Batu yang dibawa kendaraan ini digali dari Bukit Montor dan Bukit Malaikat. Dua bukit di Desa Buwun Mas, Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat. Montor ini bukit legenda di kalangan penambang emas. Di awal kejayaan tambang emas Sekotong, pada 2008-2010, sekali angkut material dari Bukit Montor bisa menghasilkan puluhan juta rupiah. Penamaan bukit itu tak lepas dari sejarah bukit itu yang memberikan kekayaan bagi para penambang. Kekayaan diukur dari jumlah montor (motor dan mobil) yang dimiliki.Kondisi Bukit Montor saat saya kunjungi akhir Agustus lalu berbeda jauh dengan tahun 2008-2010. Saat ini, Bukit Montor seperti kampung. Puluhan tenda memenuhi bukit, punggung bukit dan tempat lapang. Tampak juga warung-warung kaki lima dengan tenda terpal.Saat ini, terlihat ada empat tenda besar yang masih terpasang di Bukit Montor. Tak ada aktivitas warung kaki lima, tempat para buruh melepas penat. Di masa kejayaan tambang emas, memiliki lubang di Bukit Montor adalah jaminan kekayaan. Setiap menyebut Bukit Montor, orang akan berujar “cair.” Cair ini jadi sebutan untuk mendapatkan emas." "Bertaruh Nyawa Demi Emas di Lombok [1]","Di masa kejayaan tambang emas, setiap karung berisi batu dari Bukit Montor, pasti akan mengandung emas. “Kalau sekarang sulit. Tak seperti dulu,’’ kata Burhan, seorang penambang emas saat saya temui di rumahnya di Dusun Teangin-Angin, Desa Buwun Mas.Burhan mengolah emas di halaman rumahnya. Bebatuan yang mengandung emas datang dari Bukit Montor dan Bukit Malaikat, masih satu wilayah dengan Teangin-Angin. Bebatuan itu dipecahkan dengan alat penghancur batu, lalu dilebur menjadi lebih halus (pulp). Material yang lebih halus itu kemudian dituangkan ke dalam kolam yang dilapisi terpal. Di dalam kolam inilah,  material itu  dicampur dengan merkuri dan sodium sianida. Ketika merkuri mulai langka dan mahal, penambang gunakan sodium sianida dicampur karbon.  Bukit Malaikat, sekitar dua kilometer  dari Bukit Montor adalah tempat yang masih banyak dijumpai  penambangan emas di Desa Buwun Mas. Saat saya tiba di Bukit Malaikat, beberapa buruh sedang istirahat. Sebagian mengangkut karung-karung berisi batu dari lubang tambang.Beberapa perempuan juga terlihat mengangkut karung berisi bebatuan. Karung itu diletakkan di pinggir jalan. Selanjutnya karung-karung itu akan dibawa ke tempat pengolahan yang tersebar di beberapa desa di Kecamatan Sekotong.Bukit Malaikat adalah bukit legenda, seperti Bukit Montor. Sekitar 10 tahun aktivitas tambang emas di Sekotong, dua bukit ini masih menjadi lokasi penambangan. Kandungan emas di bebatuan bukit itu masih ada. Beda kasus dengan bukit-bukit lain yang ditinggalkan penambang karena sudah tak  ada emas. Di Bukit Montor dan Bukit Malaikat, kedalaman lubang bisa 40 meter." "Bertaruh Nyawa Demi Emas di Lombok [1]","Saat saya memasuki tenda-tenda di Bukit Malaikat, hanya satu orang lelaki yang tiduran. Dia menjaga mesin kompresor terus menyala. Dari kompresor itu dipasang selang kain ukuran tiga inchi ke dalam lubang di bawah tenda. Kedalaman lubang dengan lebar 1.5 meter itu sekitar 10 meter. Kemudian, dari kedalaman vertikal 10 meter itu, digali lubang menyamping.“Masih ada orang di bawah,’’ kata pemuda yang berjaga di tenda itu. Pemuda yang berjaga itu tidak menyebutkan namanya. Dia bilang, harus izin bosnya dulu kalau mau turun.Saya menunggu cukup lama, hingga membatalkan keinginan turun ke lubang. Nyali juga menciut setelah menengok ke lubang gelap dan sempit itu.Lubang tambang emas ini banyak menelan korban. Peristiwa sepanjang 2008-2010, saat puluhan penambang tewas tertimbun. Ada penambang terkubur hidup-hidup. Ada penambang tertimpa bongkahan batu akibat longsor di bagian bukit. Ada penambang jatuh lalu tertindih bebatuan besar.   Awal mula Namanya Ayung. Saya menemui di salah satu pengolahan emas, dia sedang memperbaiki beberapa komponen mesin gelondongan. Di tempat Ayung bekerja, ada empat mesin besar, masing-masing mesin itu memiliki “anak” gelondongan kecil. Satu mesin memutar 20 gelondongan keci. Hingga total ada 80 gelondongan di gudang itu. Mesin itu ditaruh di halaman belakang rumah. Di gudang yang hanya ditutupi terpal, mesin bekerja hampir 24 jam.Setiap mesin giliran. Satu kali bekerja, ada 20 gelondongan yang dihidupkan. Setelah cukup, material lumpur bercampur merkuri di dalam gelondongan disaring untuk memisahkan dengan ampas. Selanjutnya, emas yang masih bercampur dengan merkuri dipisahkan melalui proses penguapan merkuri.Pada proses ini biasa dilakukan di rumah. Beberapa penambang yang saya jumpai menolak halus ketika meminta melihat proses pemisahan.Ayung bukan warga Sekotong. Dia dari Jawa Barat. Ayung mengaku, berada di Sekotong sejak 2008. Dia generasi awal “konsultan” tambang emas dari Jawa Barat." "Bertaruh Nyawa Demi Emas di Lombok [1]","Pada 1986-2004, PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) meneliti Sekotong. Dari hasil penelitian itu ditemukan kandungan emas. Potensi emas rendah, hingga NNT tidak lanjut. Kemudian dilanjutkan PT Indontan. Perusahaan ini sempat membangun basecamp. Indotan penelitian hingga 2006.Pada tahun itu ,disahkan Perda Nomor 11/2006 tentang RTRW NTB. Dalam perda disebutkan kalau Pulau Lombok bukan daerah tambang logam. Masyarakat Sekotong, sudah terlanjur tahu ada kandungan emas. Dengan mencoba-coba, mereka menggali di sekitar basecamp PT, termasuk di daerah-daerah yang pernah kena survei tim perusahaan.Penambangan emas skala kecil atau tambang rakyat ini mulai marak pada 2008. Saat itulah, banyak penambang lebih berpengalaman datang dari Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan, dan Sulawesi. Pada awal-awal tambang ilegal itu, Sekotong yang dulu dikenal sebagai daerah banyak blank spot, sulit akses, berubah jadi kota baru.Ribuan orang datang dari berbagai daerah. Pemerintah daerah bersama aparat TNI-Polri sampai menghadang penghadangan orang-orang dari luar daerah yang datang ke Sekotong.“Saya diminta tolong saja mas’’ kata Ayung ketika saya menanyakan apa posisinya. Dia mengaku, sudah sering bolak-balik Jawa Barat – Lombok. Dia tidak sendiri.Para penambang dari Jawa Barat, membagi ilmu mereka ke penambang lokal. Selain mengajarkan teknik untuk membangun lubang, mereka lebih banyak dipakai di pengolahan. Mulai dari merancang mesin gelondongan, pencampuran merkuri, pengolahan. Para penambang dari luar ini juga diduga membuka jalur perdagangan merkuri.  " "Bertaruh Nyawa Demi Emas di Lombok [1]","Para penambang cepat belajar. Kalau dulu hanya gunakan gelondongan, berbentuk tabung dengan listrik, belakangan mereka membangun gelondongan lebih besar. Terakhir, merancang gelondongan vertikal yang disebut tong. Ketinggian tong ini kadang sampai 10 meter dengan diameter tiga meter. Berton-ton material lumpur yang mengandung emas dituangkan dalam tong. Berkilogram merkuri masuk dalam tong. Air dari pengolahan itu dibuang ke kolam yang dibangun di dekat tong. Sebagian inilah yang dibuang ke sungai dan laut.Topografi Sekotong berbukit berbatasan dengan laut. Banyak gelondongan beroperasi di rumah-rumah warga di pinggir pantai. Sepanjang Sekotong Barat, Sekotong Timur, Buwun Mas, Pelangan banyak dijumpai gelondongan di pinggir pantai. Air dari pengolahan emas itu dibuang begitu saja di halaman, yang mengalir ke perairan.Gelondongan skala besar (tong) pun tak mengolah air limbah. Dibuang begitu saja di kolam yang mereka gali. Beberapa hasil penelitian menyebutkan, air limbah itu dibuang ke perairan. Air inilah yang mencemari sungai, sawah, tanaman. Masuk ke dalam rantai makanan, berujung berdampak pada manusia.Cerita sukses penambang emas di Sekotong terdengar di seantero Lombok. Hanya berdasarkan cerita dari satu penambang ke penambang lain, warga di beberapa daerah mencoba peruntungan.Mereka juga menggali bukit-bukit. Lokasi penambangan yang pernah dilakukan adalah di Batu Jangkih dan Montong Sapah (Lombok Tengah) yang berbatasan dengan Sekotong (Lombok Barat). Penambangan lain di Gunung Prabu (Lombok Tengah), bukit-bukit di Batunampar (Lombok Timur)." "Bertaruh Nyawa Demi Emas di Lombok [1]","Penambangan di Batunampar, belum sempat berkembang, sudha ditertibkan. Begitu juga di sekitar perbatasan bagian selatan Lombok Tengah-Lombok Barat. Yang bertahan hingga kini penambangan di Gunung Prabu. Gunung Prabu ini bersebelahan dengan kawasan ekonomi khusus (KEK) Mandalika. Bahkan, kawasan yang kini jadi areal pertambangan ilegal masih satu kawasan pengembangan KEK Mandalika.Berulang kali otoritas KEK Mandalika meminta perhatian khusus pemerintah daerah menertibkan tambang emas di Gunung Prabu.Rencana penertiban di Gunung Prabu tak berjalan mulus. Aparat tampak berhati-hati setelah ribut kala penertiban di Sekotong, bentrok antara aparat dengan masyarakat terjadi. Bahkan, mobil Satpol PP dirusak. Puncaknya, perusakan dan pembakaran mesin-mesin Indotan yang akan masuk ke Sekotong.Lambat laun Sekotong mulai redup. Penambang menggali manual, kemampuan mereka terbatas. Nerbanding terbalik dengan di Gunung Prabu. Para penambang pakai alat berat.Gunung yang dulu rimbun, kini botak. Tak sekadar menggali lubang dengan linggis, penambangan di Gunung Prabu membawa alat berat. Bukit dikeruk, dan lama-kelamaan makin terkikis.Awalnya, penambang pakai merkuri, kini gunakan karbon dan sodium sianida. Mereka pakai kolam pengendapan dengan perlu sedikit listrik untuk mesin pompa air yang biasa untuk di akuarium.Kusnadi, Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) NTB bilang, potensi emas di Pulau Lombok, memang ada. Daerah selatan Pulau Lombok dulu gunung purba. Dalam proses geologi berlangsung ribuan tahun, mineral-mineral di gunung itulah yang mengendap menjadi logam. Selain emas, katanya, ada juga mangan.“Itu yang membuat tambang emas itu di selatan,’’ katanya." "Bertaruh Nyawa Demi Emas di Lombok [1]","Kusnadi bilang, emas dan mangan potensi di Lombok bagian selatan. Dia tak setuju dengan pola penambangan saat ini karena rentan longsor, dan pencemaran. Tidak ada pengolahan limbah. Selain mengubah bentang alam, katanya, merkuri dan sodium sianida yang dipakai untuk memisahkan emas itu berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan.“Selama manusia menjadikan emas sebagai mineral berharga, selama itu pula tambang akan dilakukan,’’ katanya.  Pencemaran parahPencemaran dari tambang emas sudah terjadi. Temuan berbagai penelitian membuktikan itu. Tak hanya lingkungan, tumbuhan dan biota air tercemar, manusia juga terdampak.Pada 2010, tim peneliti dari Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada (UGM) bekerjasama dengan Fakultas MIPA Universitas Mataram (Unram) mempublikasikan hasil studi kandungan merkuri di Sekotong. Studi lapangan oleh 14 orang peneliti, mengambil sampel di lapangan pada 12-28 Oktober 2009.Sampel diambil dari cuplikan air dari Sungai Selodong, Blongas, Pelangan, Selindungan, Tawun, Tembowong, Gawah Buak. Tim juga mengambil air tanah dan tanah di sekitar sungai itu. Mereka juga meneliti biodiversitas hewan (gastropoda dan ikan) maupun tumbuhan sekitar.Dari hasil penelitian, tim menemukan 1.497 gelondongan dan 570 (38 %) membuang limbah ke sungai. Hasil penelitian itu menyebutkan, kandungan merkuri yang terdeteksi pada daun di tiga tumbuhan terpilih (Cyperus rotundus, Eupatorium inulifolium, dan Tectona grandis) di sekitar quarry telah tinggi, berkisar antara 0,5 sampai sembilan kali lipat batas ambang yang diacu (NAB 0,3 ppm).Ada perbedaan sangat signifikan antara stasiun I dengan stasiun III— tempat banyak ditemukan limbah tailling—dengan kenaikan nilai kadar merkuri pada daun baik di Pelangan-Selindungan (tujuh kali lipat), Tembowong–Gawah Pudak (8-169 kali lipat), Tawun (dua kali lipat), Blongas (4-41 kali lipat), maupun Selodong (38-45 kali lipat)." "Bertaruh Nyawa Demi Emas di Lombok [1]","Penelitian yang pernah diseminarkan di Hotel Grand Legi Mataram ini juga menyebutkan, kandungan merkuri di lumpur quarry sudah sangat tinggi di empat daerah kajian, yaitu, Pelangan-Selindungan, Tembowong–Gawah Pudak, Tawun dan Selodong.Masih dalam penelitian itu disebutkan, kadar merkuri dalam air sungai mencapai nilai ambang batas (NAB) yang disyaratkan WHO, yaitu 0,001 ppm. Pada Sungai Tembowong Gawah-Pudak, Selodong dan Pelangan masih 1xNAB, Sungai Pelangan-Selindungan 3xNAB, dan Sungai Blongas 6xNAB.Kalau ditinjau dari nilai oksigen terlarut dalam air (DO), secara keseluruhan kualitas air sungai sudah kritis, DO mendekati angka empat, di bawah angka ini perairan sungai dapat dikatakan tercemar berat.Dalam penelitian itu disebutkan kisaran nilai DO pada Sungai Pelangan-Selindungan, Tembowong Gawah-Pudak, Tawun, dan Selodong berturut-turut adalah 3,47 sampai 4,70, 2,4 sampai 5,01, 4,11 sampai 5,13, dan 2,29 sampai 5,84. Kondisi parah terdapat pada stasiun IV Tawun-Gawah Pudak dan stasiun V Selodong.Di arah Muara Sungai Blongas, terindikasi ada penutupan pasir, yang khawatir meningkatkan pencemaran di stasiun itu.Hasil penelitian itu juga menyebutkan, pola penyebaran kadar merkuri tertinggi di perairan sungai berada di kawasan tengah, yakni, Selodong stasiun III, Blongas stasiun II dan Pelangan-Selindungan stasiun II.Kemudian lima jenis ikan gelodok di lokasi pengamatan, yaitu, Periopthalmus sp., Apocrytes sp., Baeophthalmus sp., Calamiana sp. dan salah satu jenis anggota sub famili Sicidiinae. Kadar merkuri tertinggi pada gelodok di Muara Sungai Blongas (2,071 ppm) dan kadar terendah di Muara Sungai Selodong (0,004 ppm). Kadar merkuri pada gelodok dipengaruhi oleh tertutup atau terbukanya muara sungai.Hasil penelitian itu membuat pro kontra di masyarakat. Upaya sosialisasi dan penertiban pemerintah bersama aparat tak mempan. Penambang tetap banyak, baru berkurang ketika terjadi kecelakaan." "Bertaruh Nyawa Demi Emas di Lombok [1]","Ada juga penelitian oleh Lale Bidasari, Alfina Taurida Alydrus, dan Kasnawi Al Hadi dari Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Mataram. Penelitian itu , menyebutkan limbah merkuri di Desa Pelangan Kecamatan Sekotong berada di kedalaman 1,25 meter – 19,8 meter. Dari hasil penelitian mereka ditemukan juga arah pergerakan limbah merkuri dari barat menuju timur.Pada 2017, penelitian oleh Filsa Era Sativa, Agil Al Idrus, dan Gito Hadiprayitno soal kandungan merkuri (Hg) dan mangan (Mn) pada Pilsbryoconcha exilis dan sedimen di Sungai Pelangan.Hasil analisis kandungan Hg pada Pilsbryoconcha exilis menunjukkan, Hg tertinggi pada spesies Pilsbryoconcha exilis yang terdapat di stasiun III dengan nilai 0.623 mg/kg dan nilai terendah terdapat pada stasiun I sebesar 0.039 mg/kg. Spesies pada stasiun III memiliki nilai di atas batas aman Hg pada moluska.Nilai kandungan mangan pada penelitian menunjukkan, spesies tertinggi terdapat pada stsiun III dengan nilai 38.52 mg perkg dan terendah stasiun I dengan nilai 12.9 mg perkg. Rata-rata kandungan Hg dan Mn sedimen teringgi, pada stasiun III dengan nilai masing-masing 1.9 mg perkg dan 234.46 mg perkg.  Perhatian pemerintah kembali terarah ke Sekotong ketika BaliFokus/Nexus3 mempublikasikan hasil penelitian mereka. Tak sekadar merilis kandungan merkuri di perairan Sekotong, Nexus3 juga merilir, merkuri berdampak pada masyarakat Sekotong.Yuyun Ismawati dari Nexus3 menjelaskan, penelitian pada 20-an lokasi, baik penelitian awal maupun intensif. Ada yang sudah publikasi ada yang tidak karena data kurang valid, atau tidak ada sumber.Nexus3  studi di berbagai daerah seperti di Aceh, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulwesi Utara, Banten, Jawa Tengah, NTB dan Maluku." "Bertaruh Nyawa Demi Emas di Lombok [1]","Yuyun melibatkan tim terdiri dari dokter-dokter dari Universitas Mataram, ahli emisi dan pencemaran udara dari ITB, ada ahli hukum lingkungan dari ICEL dan CRPG. Ada juga kawan-kawan ahli dari luar negeri. Dengan komposisi tim lengkap, Nexus3 menjamin hasil riset mereka valid.Hasil riset Nexus3 ini juga tak jauh berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Hanya, publikasi Nexus3 jadi polemik karena menyebutkan sudah ada korban pencemaran.Publikasi Nexus3 ini berjudul, “Dugaan keracunan merkuri di tiga lokasi pertambangan emas skala kecil (PESK) di Indonesia, Bombana-Sulawesi Tenggara, Sekotong-Lombok Barat, dan Cisitu-Lebak 16 Februari-6 Maret 2015.” Penelitian itu menyimpulkan, terjadi pencemaran di Sekotong.Disebutkan, tambang Sekotong berlangsung 10 tahun dan pakai merkuri lebih dari 70 ton per tahun. Dalam 10 tahun terakhir, proses ekstraksi emas pindah ke desa dan menjamur di wilayah permukiman. Jumlah penduduk wilayah Sekotong, dengan praktik penambangan emas tersebar sekitar 40.000 orang. Hampir 50% populasi terlibat dalam kegiatan yang berhubungan penambangan dan pengolahan emas.Di Sekotong, Lombok Barat, konsentrasi merkuri tertinggi di udara yang penelitian itu dapatkan, 54,931.84 ng/m3, terendah 121,77 ng/m3. Di depan salah satu rumah terdapat gelondong beroperasi konsentrasi merkuri di udara sekitar 20,891.93ng/m3, di sebelah rumah orang yang diduga keracunan merkuri.Temuan awal Nexus3 selama tiga pekan di lapangan, anak usia tiga tahun, Zs dari Sekotong menderita kaki pengkor disebut juga congenital talipes. Ini semacam kelainan bawaan yang melibatkan satu kaki atau keduanya. Kaki yang terkena tampak terputar secara internal di bagian pergelangan kaki. Rz, bocah tujuh tahun, menderita katarak mata. Ada temuan warga yang diduga terdampak merkuri inilah, rilis Nexus3 memantik respon di Lombok." "Bertaruh Nyawa Demi Emas di Lombok [1]","Nurhandini Eka Dewi, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTB mengatakan, Dinas Kesehatan provinsi dan Dinas Kesehatan Lombok Barat, tetap memantau kondisi di Sekotong.Dia mengakui, pernah ada riset dari Universitas Indonesia (UI) tentang gejala yang diduga dampak pencemaran merkuri terjadi di Sumbawa. Dari Dinas Kesehatan Lombok Barat menyatakan, belum ada temuan terdampak merkuri.Untuk antisipasi, Dinas Kesehatan melakukan penjaringan kasus yang dicurigai menderita gangguan kesehatan akibat merkuri lalu skrening pada terduga terdampak. Dinas Kesehatan juga penyuluhan tentang dampak merkuri kepada masyarakat di daerah tambang. Juga, advokasi kepada camat dan kades terkait upaya meminimalisir dampak pencemaran merkuri.Dinas kesehatan, katanya, juga menggelar pelatihan bagi dokter, perawat dan bidan Puskesmas Sekotong dan pelangan tentang cara skrening gejala keracunan merkuri.Sosialisasi internal kepada kepala Puskesmas dan dokter Puskesmas tentang dampak pencemaran merkuri terhadap kesehatan dan hasil penelitian Nexus3/Balifokus.“Dinas Kesehatan bakti sosial untuk penyebaran imformasi tentang dampak pencemaran merkuri, pemeriksaan dan pengobatan gratis kepada masyarakat di wilayah tambang. Termasuk juga advokasi kepada Pemda Lobar dalam pengendalian perdagangan merkuri,’’ katanya.Kondisi Sekotong, katanya, kini lebih baik dibandingkan 10 tahun silam. Aktivitas penambangan maupun penggunaan merkuri berkurang. Peredaran sudah dibatasi. Dinas Kesehatan, katanya, juga melihat kondisi kesehatan masyarakat.“Masyarakat mulai menyadari dampak penggunaan merkuri terhadap kesehatan. Saat ini, kepemilikan gelondongan jauh berkurang dibandingkan 5-10 tahun lalu,’’ katanya. (Bersambung)  Keterangan foto utama: Para buruh sedang menggali lubang di lokasi baru di Buwun Mas, Kecamatan Sekotong, Lombok Barat. Para buruh ini berbagi keuntungan dengan pemodal. Foto: Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia  [SEP]" "Tangkapan Ikan Tongkol Melimpah, Harga Turun di Lamongan","[CLS]  Waktu menunjukkan pukul 08.00 WIB, ketika sejumlah nelayan bersiap-siap berangkat untuk melaut. Meski kondisi langit tampak mendung. Namun, suasana tetap riuh dengan aktivitas para nelayan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI), Desa Kranji, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.Satu persatu perahu yang bersandar itu mulai berangkat. Sebagian lagi masih persiapan, sembari menunggu awak kapal perikanan (APK) yang lain datang. Ada yang memperbaiki mesin, tidak sedikit pula yang terlihat bersenda gurau di atas kapal sebelum mereka berangkat melaut. Di sudut lain tampak nelayan lain sedang menyulam jaring ikan yang jebol.“Jaring ini untuk ikan tongkol. Disini kami semua nelayan harian,” kata Siha (50), nelayan setempat disela-sela menyulam jaring berukuran 3 cm ini, pada Senin (02/12/2019). Nelayan harian di sini artinya mereka mencari ikan di laut hanya sehari, dimulai dari jam 08:00 WIB sampai dengan jam 17.00 WIB, ada juga yang sampai jam 20.00 WIB. Tergantung sedikit banyak tangkapan, dan juga keberuntungan mereka di laut. Kalau tangkapan banyak, mereka mendarat bisa sampai larut malam.baca : Mengintip Aktivitas Pembuatan Kapal Perikanan di Pantai Utara Lamongan   Memasuki musim hujan seperti sekarang ini, rata-rata ikan hasil tangkapan mereka yaitu ikan tongkol. Dibandingkan ikan yang lain, ikan dengan nama latin Euthynnus affinis ini menjadi primadona bagi nelayan setempat. Selain pasarnya jelas, disaat datang musim seperti saat ini komoditasnya juga melimpah. Musim ikan tongkol ini biasanya pada awal bulan Desember hingga pada bulan Februari mendatang. Berbeda lagi ketika musim kemarau, pada saat musim panas hasil tangkapan mereka berganti ikan kembung (Rastrelliger), atau warga lokal menyebutnya dengan sebutan ikan belo. Bergantung Pada Laut" "Tangkapan Ikan Tongkol Melimpah, Harga Turun di Lamongan","Seperti nelayan pada umumnya, hidup para nelayan setempat ini sangat bergantung pada laut di pantai utara Lamongan itu. Bobi (48) menjelaskan, mencari ikan di laut itu tidak selalu beruntung. Kadang berhasil, kadang pula tidak membawa pulang tangkapan ikan. Keranjang yang mereka bawa balik ke daratan kadang kondisinya tetap kosong. Mencari ikan di laut itu ibaratnya orang mencari jarum dalam tumpukan jerami.“Dapat diamati sendiri, tidak satupun ikan tongkol yang kami dapat hari ini. Namanya mencari ikan hidup di laut kadang dapat, kadang juga kosong. Kalau dapat terus ya bisa kaya,” lanjut pria yang mengaku berprofesi sebagai nelayan sejak kecil ini. Meskipun keadaan terasa sulit, mereka mengaku susah berganti profesi. Karena menjadi nelayan adalah pengetahuan yang mereka dapat sejak kecil. Begitu juga nelayan sebelum mereka, yang dapat mereka lakukan adalah bertahan dengan segala cara untuk tetap bisa menghidupi keluarga.Melaut beserta kawan-kawannya, Bobi menggunakan kapal dengan ukuran 18 Gross tonnage (GT). Muatannya bisa sampai 50 ton. Satu kapal biasa diisi 30-35 APK. Dia mengaku, hampir setiap hari melaut, kecuali pada hari jum’at saja yang libur. Sekali melaut, untuk biaya operasionalnya bisa mencapai Rp2 juta, yang paling banyak memakan biaya yaitu solar, itu belum termasuk bekal makan. Untuk bekal makan mereka membawa sendiri-sendiri.baca juga : Kisah Peliknya Para Pencari Tiram di Lamongan   Pada saat yang sama, keadaan nelayan setempat ini bisa sangat berbeda. Jika Bobi awal bulan Desember ini kurang beruntung saat melaut. Munir (45) yang juga berprofesi sama merasa mujur. Sebab, tangkapan ikan tongkol yang dia dapatkan bersama kawan-kawanya ini cukup melimpah." "Tangkapan Ikan Tongkol Melimpah, Harga Turun di Lamongan","Mereka berhasil membawa ikan tongkol ke darat 10 ton. Namun, Munir mengaku meski hasil tangkapan banyak harga jual ke pengepul juga menjadi turun. Untuk itu dia berharap, harga ikan bisa tetap stabil meskipun sekarang ini sedang musim. “Padahal ikan disini kualitasnya ekspor, kalau harga terus turun ya rugilah nelayan,” katanya.Lanjut dia, untuk harga ikan tongkol ini bisa berubah dalam sehari, bahkan dalam hitungan jam pun bisa berubah. Disaat ikan tongkol banyak, harga yang awalnya Rp18 ribu/kg bisa turun hingga Rp13-14 ribu/kg. Harga ikan tongkol tidak tentu, semakin banyak hasilnya harga semakin murah. Padahal, saat melaut tidak setiap hari mereka beruntung.“Kalau tidak dapat ikan sama yang punya perahu ya tidak digaji,” tambahnya. Untuk itu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mereka terkadang harus pinjam uang dulu ke juragan kapal. Setelah dapat ikan, mereka baru melunasi. Sebagian dari mereka ada yang hanya membawa ikan untuk lauk saja. Karena hasilnya untuk melunasi hutang. Jika beruntung, Munir dan kawan-kawanya hanya akan membawa pulang Rp100.000-Rp200.000 ribu.menarik dibaca : Foto : Merekam Kehidupan di Pelelangan Ikan Lamongan   Minim FasilitasSumberdaya ikan yang hidup di wilayah perairan Kabupaten Lamongan dinilai memiliki tingkat keragaman hayati (biodiversity) paling tinggi. Di wilayah perairan laut Lamongan terdapat beberapa jenis ikan bernilai ekonomis tinggi. Diantaranya yaitu tuna, kerapu, udang, tongkol, tenggiri, kakap, cumi-cumi dan rajungan. Namun, sayangnya potensi lautan yang sangat luas ini belum dimaksimalkan sebaik mungkin." "Tangkapan Ikan Tongkol Melimpah, Harga Turun di Lamongan","Muh. Subhan, salah satu pengepul ikan mengatakan pada saat musimnya, ikan yang keluar dari TPI ini bisa sampai ratusan ton. Subhan sendiri mengaku pernah mengirim ikan ke pabrik maupun pasar sedikitnya yaitu 10 ton. Untuk pasarnya antara lain yaitu Surabaya, Banyuwangi, dan Jakarta. “Kalau musimnya begini, fasilitas pelelangan ikan bisa sampai penuh sesak,” ujarnya. Untuk itu dia berharap tempat pelelangan ikan ini supaya lebih diperbesar lagi.Selain itu, pabrik es juga ditambah. Karena jika musim ikan melimpah seperti sekarang selama ini yang sering menjadi kendala adalah kekurangan es batu. Ikan tongkol ini termasuk ikan yang karakternya cepat basi. Kekuatan ikan ini tanpa es hanya mampu bertahan 3-4 jam. Lebih dari itu ikan bisa basi. Hal itu juga akan berpengaruh ke harga ikan, jika kondisinya kurang segar harga ikan bisa turun 50 persen.Sementara itu, sumber Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Lamongan menyebutkan, Produksi Perikanan Sektor Laut pada 2015 di Pelabuhan Pelelangan Ikan di Kranji sejumlah 2.609,8 ton. Adapun untuk data Produksi Perikanan Laut menurut Jenis Ikan, produksi ikan tongkol sejumlah 1,865.4 ton.  [SEP]" "Demi Keberlanjutan di Alam, Benih Lobster Fokus untuk Dibudidayakan","[CLS]  Pemerintah Indonesia memberi isyarat akan memilih jalan budi daya untuk pemanfaatan benih lobster yang tersedia di alam. Pilihan tersebut diambil, karena pemanfaatan potensi lobster untuk saat ini masih sangat besar di Indonesia. Itu artinya, pemanfaatan akan berfokus pada pembesaran benih lobster menjadi lobster siap jual dengan nilai yang tinggi.Isyarat tersebut diperlihatkan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo saat berada di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, Kamis (26/12/2019). Menurut dia, jika memang potensi pemanfaatan melalui pembesaran juga bernilai jual tinggi, maka itu menjadi jalan yang bagus untuk mengembangkan potensi lobster di Tanah Air.Menurut Edhy, dengan melakukan pembesaran lobster, maka itu juga akan meningkatkan nilai tambah pendapatan masyarakat pesisir yang selama ini sangat bergantung pada pemanfaatan lobster. Hal itu, terutama dirasakan oleh masyarakat pesisir yang tinggal di kawasan sentra penghasil benih lobster dari alam seperti di Provinsi NTB.“Pembesaran benih lobster akan dorong nilai tambah untuk masyarakat pesisir,” ucapnya.baca : Adakah Cara Lain Pemanfaatan Benih Lobster, Selain Ekspor?  Upaya untuk mendorong pemanfaatan benih lobster melalui budi daya, tidak lain karena Edhy melihat kalau perairan di kawasan selatan NTB selama ini menjadi salah satu titik utama di Indonesia yang bisa ditemukan benih lobster dengan jumlah yang melimpah. Kawasan tersebut bersaing ketat dengan perairan selatan Jawa dan barat Sumatera dalam hal produksi benih lobster.Dari banyak kajian yang sudah dilakukan bersama KKP dan lembaga penelitian lain, diperkirakan ada ratusan juta benih lobster per tahun yang bisa ditemukan di titik-titik utama disebut di atas. Kelimpahan produksi tersebut, pada satu waktu akan memicu terjadinya sink population, yakni kondisi dimana populasi benih lobster akan mengalami pengurangan atau lenyap secara tiba-tiba." "Demi Keberlanjutan di Alam, Benih Lobster Fokus untuk Dibudidayakan","Kondisi itu terjadi, saat fase puerulus berlangsung, yakni fase di mana lobster memiliki ciri tubuh menyerupai lobster dewasa namun belum memiliki kerangka luar yang keras. Saat fase tersebut berlangsung, kelulushidupan (survival rates/SR) benih lobster maksimal hanya 0,1 persen saja atau hanya 1 ekor dari total 10.000 ekor benih lobster saja yang berhasil mencapai usia dewasa.Fakta ilmiah tersebut menjadi hasil penelitian bersama KKP melalui Balai Perikanan Budi daya Laut (BPBL) Lombok dengan Australian Centre for International Agricultural Research (ACIAR). Dengan itu juga, Pemerintah dipaksa harus bisa memanfaatkan benih lobster dengan baik dan bijak, tanpa menimbulkan polemik yang memicu pro dan kontra di masyarakat.baca juga : Pro dan Kontra Pelegalan Jual Beli Benih Lobster  Budi dayaUntuk itu, Edhy menyebut kedatangannya ke Lombok Timur, menjadi upaya untuk mendorong pemanfaatan benih lobster dengan cara dibesarkan melalui sistem budi daya. Khusus di kawasan Teluk Elong sampai Dusun Gilire, benih lobster sudah dilakukan pembesaran secara konvensional sejak 2007 atau 12 tahun lalu.“Sementara di Teluk Ekas, pembesaran benih lobster dilakukan dengan menggunakan teknologi yang lebih modern,” ungkapnya.Menurut Edhy, teknik pembesaran yang dimiliki masyarakat di Lombok Timur, menjadi bukti bahwa Indonesia bisa melakukan upaya pemanfataan benih lobster dengan cara yang bijak dan bernilai jual tinggi. Pemanfaatan menggunakan media teknologi ataupun konvensional, menyerupai pemanfaatan serupa di Vietnam.“Saya takjub, ternyata sudah banyak masyarakat yang terlibat dalam kegiatan ini. Kita harapkan usaha pembesaran lobster ini mampu memberikan nilai tambah pendapatan bagi masyarakat pesisir,” tuturnya." "Demi Keberlanjutan di Alam, Benih Lobster Fokus untuk Dibudidayakan","Pengembangan budi daya untuk benih lobster, diyakini tak hanya memberikan manfaat secara ekonomi semata saja, namun juga akan memicu peningkatan stok di alam. Caranya, adalah dengan melaksanakan pengaturan kewajiban restocking benih lobster pada fase tertentu.Untuk itu, Edhy berjanji akan segera menyusun peta jalan (roadmap) untuk pengembangan industri lobster nasional dengan melibatkan semua stakeholders terkait. Dalam penyusunan itu, akan dilakukan kajian stok, pengaturan area tangkap lestari, pemetaan ruang untuk budi daya, penyiapan teknologi, investasi, dan yang lain-lain.perlu baca : Sebanyak Rp1,37 Triliun Potensi Kerugian Negara Diselamatkan Dari Penyelundupan Benih Lobster  Menurut dia, jika budi daya bisa dikelola dengan bijaksana, maka itu akan menghasilkan nilai tambah yang bagus, bisa mempekerjakan banyak orang, menyejahterakan masyarakat, dan menambah devisa untuk Negara. Kemudian, juga akan meningkatkan pangan berprotein tinggi bagi masyarakat Indonesia dan sekaligus ikut mengatasi persoalan stunting pada generasi muda.Oleh itu, Edhy akan terus melibatkan peneliti, perekayasa, dan pembudi daya ikan kawasan perairan untk bisa berinovasi dan menciptakan keberhasilan pembenihan (breeding) lobster dan membuat indukan yang unggul. Cara itu, diyakini akan membawa perikanan budi daya nasional tidak lagi bergantung pada induk matang telur yang ada di alam.“Namun menggunakan indukan lobster dari hasil breeding yang terprogram,” tegas dia.Dengan tekad yang kuat dan keseriusan yang sangat tinggi, Edhy meyakini kalau Indonesia bisa menjadi negara produsen lobster besar di dunia dan bisa mengalahkan Vietnam yang saat ini sudah mampu membentuk ekosistem pembesaran lobster dengan sangat baik. Itu artinya, Indonesia harus bekerja lebih baik dibandingkan Vietnam, termasuk untuk teknik budi daya lobster yang akan digunakan. Revisi" "Demi Keberlanjutan di Alam, Benih Lobster Fokus untuk Dibudidayakan","Di sisi lain, walau Edhy menyatakan Pemerintah akan fokus pada pembesaran benih lobster, pihaknya tetap akan melakukan kajian ulang Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 Tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portinus Pelagicus spp.). Peraturan tersebut, dinilai masih menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.Dalam pembuatannya dulu, Edhy menyebut kalau Permen tersebut bertujuan bagus karena untuk mengendalikan eksploitasi benih lobster dan sekaligus menjaga keberlanjutan stoknya di alam. Tetapi sayangnya, peraturan tersebut mendapat respon beragam, karena dinilai telah menghambat usaha orang-orang yang selama itu menggantungkan hidupnya pada benih lobster.“Oleh karena itu, pemerintah kembali melakukan pengkajian, tidak hanya dengan memperhatikan aspek lingkungan, tetapi juga ekonomi dan sosio-kultural,” sebutnya.baca juga : Benih Lobster Senilai Lebih Rp 5 Milyar Hendak Diselundupkan ke Vietnam  Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebut kalau Permen KP No.56/2016 sudah tidak relevan untuk diterapkan pada kondisi sekarang. Menurut dia, pasal 7 dalam Permen tersebut yang di dalamnya mengatur larangan penjualan benih lobster untuk budi daya harus segera diubah.Bagi dia, segala aktivitas budi daya produk kelautan dan perikanan, tidak seharusnya dikenakan aturan pelarangan. Hal itu, karena dari setiap aktivitas budi daya perikanan diyakini akan bisa menghasilkan nilai ekonomi yang tinggi, selama itu dilakukan dengan mengikuti prosedur teknik budi daya.“Jadi, jangan ada pelarangan untuk pembudidayaan. Jadi pembudidayaan itu jangan dilarang lagi,” ucap dia belum lama ini." "Demi Keberlanjutan di Alam, Benih Lobster Fokus untuk Dibudidayakan","Akan tetapi, walau nanti Permen direvisi, Luhut berjanji kalau Pemerintah Indonesia akan tetap mengontrol dan melakukan pengawasan secara ketat semua aktivitas budi daya benih lobster di seluruh Indonesia. Pengawasan tetap dilakukan, karena Pemerintah tidak mau terjadi penyelewengan untuk budi daya BL seperti aktivitas penyelundupan ke luar negeri.“Iya, tapi diawasi. Itu kan memang Undang-Undang perintahnya begitu,” sebutnya.Di sisi lain, sambutan positif diperlihatkan Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan saat mengetahui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan fokus memanfaatkan benih lobster untuk kegiatan budi daya. Menurut dia, KKP mendengar masukan dari banyak pihak tentang rencana ekspor benih lobster yang mengundang pro dan kontra.Seperti dilansir ANTARA, Kamis (26/12/2019), Abdi Suhufan meminta agar Pemerintah bisa mengembangkan kegiatan budi daya lobster dengan lebih baik lagi. Selain itu, Pemerintah juga diharapkan bisa memberikan insentif kepada para pembudi daya lobster melalui bantuan teknis ataupun penempatan petugas perikanan.“Yang memahami teknik budi daya dan bisa memberikan pendampingan kepada kelompok pembudi daya,” tegasnya.  [SEP]" "Ulah Vietnam Ini Mengintimidasi Indonesia di Laut Natuna Utara","[CLS]  Perairan Laut Natuna Utara yang masuk wilayah administrasi Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, sejak lama selalu menjadi kawasan yang ramai dilalui oleh kapal-kapal ikan dari berbagai penjuru dunia. Situasi itu tak berubah, meski ketegangan politik dalam beberapa tahun terakhir terjadi di kawasan tersebut dan melibatkan negara Asia Timur dengan Asia Tenggara.Dalam setahun ini, salah satu negara Asia Tenggara, Vietnam, bahkan semakin gencar menangkap ikan di kawasan perairan yang masuk dalam zona ekonomi eksklusif Internasional (ZEEI). Tak heran, jika sepanjang 2019 Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengklaim sudah menemukan 13 kapal patroli negara tersebut yang berjaga atau selalu ada di perairan tersebut.Bagi Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan, berjaganya 13 kapal patroli Vietnam tersebut bertujuan agar kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan mereka bisa tetap berjalan baik. Kapal-kapal tersebut terdiri dari kapal patroli perikanan dan kapal coast guard dan fokus melakukan penjagaan di wilayah perbatasan antar negara.“Itu dilakukan oleh Vietnam, karena belum clear-nya batas zona ekonomi eksklusif kedua negara (Indonesia dan Vietnam), sehingga menjadi celah dan justifikasi Vietnam untuk memperluas wilayah penangkapan ikan di Laut Natuna Utara,” ungkapnya kepada Mongabay Indonesia, Rabu (11/9/2019).baca : Ini Sinyal Tegas Indonesia untuk Kapal Pencuri Ikan Vietnam  Celah hukum yang dimanfaatkan oleh Vietnam tersebut, seharusnya tidak boleh dibiarkan oleh Indonesia. Untuk itu, perlu ada upaya peningkatan intensitas patroli rutin dan penambahan armada pengawasan di kawasan perairan tersebut. Sehingga semakin tegas peran TNI menjaga teritori Indonesia di Natuna Utara." "Ulah Vietnam Ini Mengintimidasi Indonesia di Laut Natuna Utara","Dengan lebih banyak melaksanakan patroli laut, Suhufan menyebut, keamanan kawasan perairan itu juga semakin meningkat dan itu berarti meningkatkan pencegahan masuknya kapal ikan asing (KIA) yang menangkap ikan di Laut Natuna Utara. Disisi lain, bakal meningkatkan jaminan keamanan bagi kegiatan penangkapan ikan oleh kapal ikan Indonesia.Selain meningkatkan patroli, Suhufan menambahkan, Indonesia bisa memanfaatkan keberadaan sentra kelautan dan perikanan terpadu (SKPT) Natuna untuk mendorong produksi perikanan di kawasan Natuna dan sekitarnya. Sehingga tercipta sinergi kegiatan antara pengamanan di laut dan kegiatan produktif penangkapan ikan.“Istilah Presiden Jokowi, adalah ‘kita bikin ramai’ di laut,” tambah Suhufan.baca juga : Vietnam, Negara Dominan Pelaku IUUF di Laut Indonesia  Kartu KuningSementara, Pemerhati Sektor Kelautan dan Perikanan Abdul Halim mengatakan, berjaganya 13 kapal patroli Vietnam di perairan Laut Natuna Utara, menjelaskan bahwa negara tersebut sedang berupaya memperbaiki kondisi sektor perikanan dalam negeri, setelah Uni Eropa memberikan kartu kuning kepada negara tersebut.Agar proses perbaikan berjalan baik, Vietnam perlu cukup pasokan produk perikanan, dan salah satunya dilakukan dengan menangkap ikan di perairan negara tetangga, termasuk Indonesia. Proses produksi perikanan untuk memperbaiki nama negara itu, membuat aktivitas tersebut didukung penuh oleh aparat Vietnam di atas laut.Untuk mengimbangi kegiatan Vietnam itu, Halim meminta Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan pengawasan di kawasan Laut Natuna Utara dan mendorong kapal ikan dalam negeri untuk melaksanakan aktivitas pemanfaatan sumber daya ikan (SDI) di perairan itu yang berbatasan langsung dengan Vietnam.“Vietnam berani seperti itu, karena mereka memanfaatkan kosongnya perairan perbatasan dan juga untuk menjaga produktivitas ekonomi mereka di sektor perikanan,” pungkasnya." "Ulah Vietnam Ini Mengintimidasi Indonesia di Laut Natuna Utara","baca juga : Indonesia Murka pada Kapal Ikan Asing Pelaku Pencurian Ikan  Sebelumnya, pada Senin (9/9/2019), Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengungkapkan fakta terbaru berkaitan dengan hadirnya kapal-kapal dari Vietnam. Tak hanya kapal ikan yang dalam kurun waktu setahun ini banyak ditangkap di perairan tersebut, namun juga kapal patroli keamanan negara tersebut.Susi menyebutkan, khusus untuk kapal ikan, dalam setahun ini, dari seluruh KIA yang ditangkap oleh Satuan Tugas IUU Fishing (115), 81 persen diantaranya adalah kapal berbendera Vietnam. Dan dalam setahun, ada sedikitnya 13 kapal patroli Vietnam yang sengaja berjaga di Laut Natuna Utara yang menjadi kawasan landas kontinen bagi Indonesia.Susi menilai, kehadiran kapal-kapal patroli tersebut menjadi bentuk intimidasi kepada Indonesia dan kehadiran mereka juga untuk mendukung aktivitas kapal ikan Vietnam untuk menangkap ikan di sekitar Laut Natuna Utara. Padahal, kawasan perairan tersebut seharusnya menjadi kawasan terlarang bagi kapal patroli dari negara mana pun.“Kapal-kapal tersebut melanggar dan masuk ke wilayah yang menjadi bagian dari zona ekonomi eksklusif Indonesia (ZEEI),” ujar Susi yang juga Komandan Satgas 115.perlu dibaca : Laut Natuna Masih Disukai Kapal Asing Penangkap Ikan Ilegal. Kenapa?  Pelanggaran UNCLOSAgar kegiatan kapal-kapal Vietnam tersebut tidak terus berlangsung, Susi menyebutkan pihaknya akan mengajukan nota protes ke Vietnam melalui Kementerian Luar Negeri RI. Semua data satelit yang menjelaskan tentang keberadaan kapal-kapal tersebut, akan diberikan kepada Kemenlu untuk dijadikan bahan mengajukan protes." "Ulah Vietnam Ini Mengintimidasi Indonesia di Laut Natuna Utara","Masuknya kapal-kapal Vietnam di perairan Laut Natuna Utara, bisa terjadi karena saat ini tejadi saling klaim antara Indonesia dan Vietnam. Itu diakui sendiri oleh Susi pada kesempatan yang sama. Dia menyebutkan, kapal-kapal Vietnam masuk ke Indonesia melalui sebagian wilayah ZEEI, khususnya yang berada di luar garis batas kontinen Indonesia.Namun demikian, Susi menegaskan, walau masih terjadi saling klaim wilayah, kapal patroli Vietnam tidak seharusnya masuk ke wilayah ZEEI. Berdasarkan aturan Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) pada pasal 74 ayat 3, disebutkan bahwa negara yang bersengketa harus melakukan provisional arrangement (perjanjian sementara) terkait wilayah yang masih disengketakan atau terdapat saling klaim (overlapping).baca juga : KKP Kembali Tangkap 8 Kapal Ikan Asing Ilegal dari Vietnam dan Malaysia  Staf Ahli Satgas 115 Mas Achmad Santosa berpendapat, klaim Vietnam di Laut Natuna Utara yang berbatasan langsung dengan wilayah Indonesia sebenarnya memang tidak sesuai dengan aturan dalam UNCLOS. Klaim tersebut dibuat Vietnam dengan perhitungan yang salah, karena mereka menggunakan aturan bagi negara kepulauan seperti Indonesia.Dalam sistem perhitungan jarak ZEE dengan mengadopsi aturan untuk negara kepulauan, ZEE dihitung sejauh 200 mil laut dari garis pantai pulau terluar. Dengan demikian, Vietnam menghitung dengan metode tersebut, meski mereka bukan negara kepulauan seperti Indonesia.Merujuk pada peraturan tersebut, pria yang biasa disapa Ota itu menegaskan bahwa ZEE Indonesia dan Vietnam seharusnya tidak bersinggungan secara langsung, atau bahkan tumpang tindih. Terlebih, karena Indonesia adalah negara yang patuh dalam menentukan batasan ZEE.  " "Ulah Vietnam Ini Mengintimidasi Indonesia di Laut Natuna Utara","Terkait dengan perjanjian sementara (provisional arrangement), Ota menyebutkan bahwa sampai saat ini prosesnya masih dalam tahap pembicaraan awal. Untuk proses tersebut, sampai saat ini belum ada pembahasan lebih detil, dan karenanya baik Indonesia ataupun Vietnam harus bisa menahan diri tidak melakukan upaya-upaya yang bisa mengganggu perdamaian antara kedua negara.Di sisi lain, Vietnam tidak boleh mengirimkan kapal patroli ke wilayah yang diklaim Indonesia sebagai kawasan ZEE. Meskipun, di kawasan tersebut, tidak ada kapal patroli ataupun kapal ikan yang berasal dari Indonesia. Padahal, kawasan perairan Laut Natuna Utara masuk dalam wilayah pengelolaan perikanan (WPP) RI 711.“Kami masih teliti kenapa kapal-kapal kita jarang ke situ. Di satu sisi, kapal pengawas kita nggak boleh menangkap kapal pengawas negara lain. Hanya bisa memperingatkan dan menghalau agar mereka keluar. Jadi, yang paling tepat memang adalah masing-masing menahan diri,” pungkasnya.  [SEP]" "Aksi Desak Tangani Kebakaran Hutan dan Kabut Asap Berulang","[CLS]        Ratusan mahasiswa dan seniman Kota Medan, Sumatera Utara, menggelar aksi di depan Kantor Gubernur Sumut, di Medan, di penghujung September lalu. Mereka mendesak pemerintah segera menangani asap kebakaran hutan dan lahan berulang di sejumlah wilayah di Indonesia, terutama di Sumatera dan Kalimantan.Di Sumatera Utara, selain asap kiriman, kebakaran gambut dan lahan perkebunan sawit juga terjadi. Berdasarkan data Badan Penanggulan Bencana Daerah Sumatera Utara (BPBD Sumut) dan BPBD Asahan, kebakaran gambut terjadi di Desa Pembangunan, Sri Kepayang, Asahan sekitar 30 hektar. Akibatnya, kabut asap menyelimuti sejumlah wilayah hingga ke Kota Tanjung Balai dan Batubara.Data Pemerintah Sumut, selain Asahan, asap karhutla juga terjadi di Kota Padang Sidempuan, Padang Lawas Utara (Paluta) dan Labuhan Batu Selatan (Labusel). Di Labusel, pemerintah terpaksa meliburkan sekolah pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan SD.“Inilah yang membuat kami khawatir. Asap kebakaran hutan jelas menganggu kesehatan manusia. Kami turun ke jalan mendesak pemerintah tak hanya pencitraan. Segera tangani serius,” kata Muhammad Fahrizal Tarigan, penanggung jawab aksi, kepada Mongabay.  Berdasarkan data Pusat Penanggulangan Krisis (PPK), Kementerian Kesehatan, rekapitulasi data penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) 2019 di beberapa provinsi, antara lain, Riau pada periode Februari-September 268.591 jiwa, Jambi periode Juli-Agustus ada 63.554 korban.Di Sumatera Selatan, terpapar ISPA periode Maret- September ada 291.807 orang. Di Kalimantan Barat, Februari-September, 163.662 orang, Kalimantan Tengah Mei-September 36.419 jiwa dan Kalimantan Selatan Juni- Agustus ada 60.993 orang.Kalau melihat data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sampai 21 September 2019, pantauan titik api kategori sedang dan tinggi hingga sore hari 2.288 titik untuk seluruh Indonesia." "Aksi Desak Tangani Kebakaran Hutan dan Kabut Asap Berulang","Menurut Tarigan, kondisi enam provinsi berasap dengan kualitas udara berdasar konsentrasi PM10 adalah Riau 314 (berbahaya), Jambi 238 (sangat tak sehat). Lalu, Sumatera Selatan 155 (tak sehat), Kalimantan Barat 324 (berbahaya), Kalimantan Tengah 409 (berbahaya) dan Kalimantan Selatan 22 (baik).“Kalau dilihat data itu, perhatikan provinsi tetangga kita, yaitu Riau, kebakaran hutan cukup masif. Kita di Sumut tekena. Kami desak, pemerintah bertindak cepat menangani masalah ini. Jangan cuma pembakar yang ditangkap, korporasi juga,” katanya.Dalam aksi penolak asap dan kebakaran hutan ini, para seniman Kota Medan dan mahasiswa menggelar aksi teatrikal, pembacaan puisi, akustik musik, dan pembagian masker kepada pengguna jalan.Ada yang menarik dalam aksi menolak asap dan pembakaran hutan ini. Dua seniman dan mahasiswa menggunakan kostum orangutan dan harimau Sumatera.“Ini bentuk keprihatinan kita atas pembakaran hutan juga rumah satwa liar dilindungi seperti harimau Sumatera dan orangutan.”“Kami mendesak pemerintah mencabut izin perusahaan yang menyalahi aturan.”Melihat kesehatan masyarakat di sejumlah kabupaten dan kota di Sumut mulai terganggu kabut asap karhutla, Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi, bersama Pangdam l/BB, Kapolda Sumut, bupati/walikota kabupaten kota, dan pengusaha perkebunan sawit, menggelar rapat terbatas.Di hadapan para pengusaha perkebunan sawit, menyatakan, tengah mendata serta mengumpulkan temuan lapangan. Kalau nanti terbukti ada perusahaan perkebunan sawit sengaja membakar lahan, akan langsung mencabut izin mereka.“Jadi kalau saya bilang, bukan api saja yang dipadamkan. Pembakardan yang menyuruh membakar juga wajib di padamkan,” katanya.Pemerintah Sumut juga sudah membagikan hampir 500.000 masker. Seluruh puskesmas dan Dinas Kesehatan juga diminta siaga 24 jam penuh. Kalau ada warga terserang sesak napas segera tangani." "Aksi Desak Tangani Kebakaran Hutan dan Kabut Asap Berulang","“Sumut siaga kebakaran hutan. Selain dibantu aparat kepolisian kita juga dibantu pasukan TNI dari jajaran Kodam I Bukit Barisan,” kata Edy.  Hujan, kualitas udara membaikPantauan BNPB berdasarkan citra satelit Modis-catalog Lapan pada Senin (30/9/19), menunjukkan kualitas udara membaik seiring hujan turun, titik api (hotspot) berkurang di Sumatera dan Kalimantan.Agus Wibowo, Humas BNPB dalam rilis Selasa (1/10/19) mengatakan, pantauan titik panas cenderung turun, seperti di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat (Kalbar) dan Kalimantan Tengah (Kalteng).Data 30 September, mencatat titik panas berjumlah 673, tertinggi di Kalimantan Selatan dengan 141 titik, Kalimantan Tengah 63, Sumatera Selatan 63 dan Jambi 15. Riau dan Kalimantam Barat, tidak terdeteksi ada titik api.Luasan hutan dan lahan terbakar selama 2019, sekitar 328.724 hektar.“Kecenderungan titik panas turun semoga terus dipertahankan hingga masyarakat dapat menghirup udara sehat dan beraktivitas di luar rumah,” kata Agus. Keterangan foto utama:    Kabut asap karhutla. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia  [SEP]" "Forum Diskusi Mongabay : KEE Upaya Atasi Konflik Gajah dan Manusia di Jambi","[CLS]    Konflik gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) dengan masyarakat jadi masalah serius beberapa tahun terakhir ini di Tebo, Jambi. Padahal, Tebo, terutama lansekap Bukit Tigapuluh merupakan kantong populasi gajah terpadat di Sumatera bagian tengah. Populasi gajah terdesak alih fungsi kawasan hutan jadi pemukiman, tambang dan perkebunan hingga populasi yang sebagian besar berada di luar Taman Nasional Bukit Tigapuluh, makin terdesak.Pada Januari-Juni 2018, saja tercatat konflik gajah dengan masyarakat ada 188 kasus. Pada Mei lalu, konflik menyebabkan gajah betina berusia dua tahun diduga tewas karena diracun.Baca juga: Mereka Berupaya Selamatkan Gajah Jambi Kala Habitat Terus TergerusBKSDA Jambi bersama berbagai pihak terkait tengah mengupayakan wilayah habitat dan jelajah gajah jadi kawasan ekosistem esensial (KEE).Wawan Gunawan, Kepala Seksi Wilayah II BKSDA Jambi mengatakan, KEE seluas 54.000 hektar, terdiri dari hutan tanaman industri dan restorasi serta lima desa masuk Kecamatan Sumay. Di KEE ini akan dibangun pagar listrik, pusat edukasi lingkungan dan ekowisata.“Pembangunan KEE mulai tahun ini. Kami tengah survei lapangan menentukan pembuatan pagar listrik dan menggali potensi ekonomi warga desa dalam dan sekitar KEE,” katanya, dalam diskusi yang diadakan Mongabay, beberapa waktu lalu.  Tim BKSDA, katanya, sedang sosialisasi KEE dan rencana pembangunan pagar listrik. Rata-rata, warga mendukung tetapi ada juga desa belum mau memberikan komitmen mendukung rencana ini seperti Desa Pemayungan.Dengan pembangunan KEE, katanya, selain meredam konflik gajah dan masyarakat juga mendapatkan keuntungan ekonomi, seperti pengembangan ekowisata di kawasan KEE. Dia bilang, berbagai pihak terlihat dalam pembangunan KEE ini, dari pemerintah, masyarakat dan swasta serta organisasi masyarakat sipil, seperti Forum Konservasi Gajah Sumatera (FKGI)." "Forum Diskusi Mongabay : KEE Upaya Atasi Konflik Gajah dan Manusia di Jambi","Krismanko Padang, Ketua FKGI mengatakan, pembangunan KEE ini salah satu solusi mengatasi konflik gajah dengan masyarakat. “KEE ini model baru, di samping perencanaan lapangan harus mapan, dasar hukum juga harus diperkuat,” katanya.Dia katakan, penegakan hukum di KEE harus tegas agar populasi gajah tersisa dapat diselamatkan.Lansekap Bukit Tigapuluh, kantung populasi gajah terbesar di Sumatera Tengah menampung sekitar 143 gajah. Dalam kondisi ideal perlu habitat 2.000 km persegi untuk populasi gajah lebih 100. Saat ini, tak ada lagi kawasan seluas itu. Kawasan yang memungkinkan didiami kelompok gajah di lansekap Bukit Tigapuluh hanya sekitar 400 kilometer persegi, seluruh kawasan di luar wilayah konservasi.Sebagian besar ruang jelajah gajah di lansekap Bukit Tigapuluh adalah hutan produksi yang dikuasai swasta. Peran mereka, katanya, sangat penting dalam menyelamatkan populasi gajah tersisa. Keterangan foto utama:  Bangkai gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) tanpa kepalaterlihat di areal perkebunan sawit plasma di Desa Tanjung, Kecamatan VII Koto, Tebo, Jambi, Rabu (18/11/14). Foto: Andreas Sarwono/FKGI    [SEP]" "Demo Perusahaan Sawit, Warga Sembuluh Keluhkan Danau Tercemar Limbah","[CLS]  Terik matahari di Desa Sembuluh I, tidak menyurutkan semangat ratusan warga berunjuk rasa ke perusahaan sawit PT. Salonok Ladang Mas, Minggu [13/1/2019]. Mereka menuntut keadilan yang telah diabaikan korporasi berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Usaha Perkebunan Berkelanjutan.Masyarakat gabungan tujuh desa ini, Tabiku, Bangkal, Terawan, Danau Sembuluh I, Danau Sembuluh II, Telaga Pulang, dan Desa Cempaka Baru, Kecamatan Danau Sembuluh, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah, menyampaikan sejumlah persoalan.Jarak tanam kebun kurang 500 meter dari danau, pencemaran limbah pabrik, pestisida, dan pengambilalihan tanah warga untuk lahan perkebunan adalah sejumlah pelanggaran perusahaan yang disampaikan masyarakat. Sembuluh merupakan danau terbesar di Kalimantan Tengah seluas 7.832,5 hektar dengan panjang 35,68 kilometer.Wardian, tokoh masyarakat Sembuluh yang tanahnya dicaplok perusahaan di sekitar Danau Sembuluh menyatakan limbah perusahaan telah mengotori danau dan merusak habitat ikan. “Semula danau kami airnya bening. Kami minta kondisi danau dikembalikan semula dan lahan di sekitarnya dihijaukan lagi. Ada 53 jenis ikan yang hidup seperti jelawat, arwana, tabiring, dan bamban. Kami harap pemerintah melihat langsung pelanggaran perusahaan.”Wardian mengatakan, masyarakat berharap danau dapat difungsikan sebagaimana semula: sumber air bersih, sumber penghidupan, dan jalur transportasi. “Akibat pencemaran, kami kesulitan air dan perusahaan tidak pernah memberikan solusi untuk segala permasalahan.”Baca: Banyak Sungai Tercemar Limbah Sawit, Berharap KPK Tangani Tak Hanya di Danau Sembuluh  Haji Multani, Ketua Koperasi Danau Alam Subur yang menangani plasma perusahaan PT. Salonok Ladang Mas, menyatakan keberadan lahan perusahaan akan diverifikasi. “Terkait lahan perusahaan, verifikasi tetap berjalan,” tuturnya." "Demo Perusahaan Sawit, Warga Sembuluh Keluhkan Danau Tercemar Limbah","Safrudin Mahendra dari Sove our Borneo (SOB) Kalimantan Tengah menyebut, aksi masyarakat Sembuluh sebagai bentuk kegelisahan. Hampir 20 tahun investasi masuk ke daerah tersebut yang nyatanya membuat warga banyak merugi, seperti pencemaran danau yang merupakan sumber penghidupan mereka. “Tangkapan ikan berkurang, janji-janji investasi yang katanya mau memberi kesejahteraan tidak realisasi, tetutama soal plasma,” katanya.Kondisi ini harus menjadi pertimbangan pemerintah untuk melakukan evaluasi perizinan. “Kami lihat, perusahaan menggarap lahan di luar hak guna usaha (HGU). Harus ada evaluasi dan sanksi. Jangan lagi bebani masarakat,” ujarnya baru-baru ini.Baca juga: Anggota DPRD Kalteng dan Petinggi Grup Sinar Mas Tersangka Kasus Suap Limbah Sawit  Kuasai lahan, awal konflikHasil riset Walhi Kalimantan Tengah menunjukkan, konflik lahan terjadi setelah masuknya perusahaan sawit. Pada 1994-1995 diawali PT. Agro Indomas di Sembuluh seluas 12 ribu hektar, yang awalnya masuk Desa Terawan, Bangkal, Sembuluh I dan Dukuh Lampasa. Proses masuknya dengan survei untuk mengetahui di mana saja lokasi tanah masyarakat yang terkena langsung pembukaan perkebunan.Konflik mulai terlihat ketika proses land clearing pada 1996. Ganti rugi tanah dan kesepakatan perusahaan dengan masyarakat Terawan, Dukuh Lampasa, Bangkal dan Sembuluh I mengalami kendala. Perusahaan ini sekarang memiliki pabrik pengolahan CPO (Crude Palm Oil) sendiri.Perusahaan sawit lainnya yang ada di sekitar Sembuluh adalah PT. Sawit Mas Nugraha Perdana (12.000 ha), PT. Kerry Sawit Indonesia (19.202 ha), PT. Rungau Alam Subur (6.725 ha), dan PT. Salonok Ladang Mas (12.750 ha) yang didemo masyarakat.Sebelum perusahaan sawit masuk, di Sembuluh telah ada perusahaan hak penguasaan hutan (HPH), yaitu PT. Gajah Seno Sakti dan PT. Kayu Mas yang beroperasi 1980-an. HPH tersebut sedikit banyak berperan mengeksploitasi hutan di sekitar Sembuluh. " "Demo Perusahaan Sawit, Warga Sembuluh Keluhkan Danau Tercemar Limbah","Foto utama:   Buah sawit. Foto: Rhett Butler/Mongabay   [SEP]" "Kebakaran Hutan dan Lahan Terus Terjadi, Bagaimana Solusinya?","[CLS]  Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) selama musim kemarau 2019 diberbagai wilayah di Indonesia terus terjadi. Efek dari kebakaran cukup banyak dan luas, juga memiliki dampak yang signifikan terhadap lingkungan, ekonomi, warisan dan struktur sosial daerah pedesaan, dan juga kota terdekat maupun negara tetangga.Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), berdasarkan citra satelit landsat sampai pada bulan September 2019 ini kebakaran hutan dan lahan mencapai 857.755 hektare. Untuk lahan mineral 630.451 hektare, dan lahan gambut 227.304 hektare.Raffles B. Pandjaitan, Plt Direktur Pengendali Kebakaran Hutan dan Lahan KLHK, Selasa (22/10/2019) menjelaskan, total luasan itu terdiri 66.000 hektare di Hutan Tanaman Industri (HTI), 18.465 hektare hutan alam, 7.545 hektare Restorasi Ekosistem (RE), dan 7.312 hektare di areal pelepasan kawasan hutan. Terbanyak di wilayah yang dikeluarkan Kementerian ATR/BPN yang sudah bersertifikat, seluas 110.476 hektare.baca : Kebakaran Hutan dan Lahan Sampai September 2019 Hampir 900 Ribu Hektar  Sementara di Jawa Timur pada rentang bulan Juli dan Agustus, Walhi Jatim mencatat ada beberapa titik kawasan hutan di Jatim yang mengalami kebakaran cukup luas. Meliputi hutan di teritori Kabupaten Tuban, Bondowoso, Situbondo, Madiun, Nganjuk, Malang dan Batu. Beberapa kawasan hutan yang terbakar itu menurut Walhi Jatim keluasannya cukup masif, yaitu wilayah gunung Panderman, gunung Arjuno dan gunung Welirang. Ketiga gunung ini masuk di kawasan Malang Raya yaitu Batu, Malang, sebagian Mojokerto dan Pasuruan.Adapun, total luasan hutan yang terbakar di gunung Panderman 2.452 hektare, kemudian gunung Arjuno sekitar hampir 3.000 hektare." "Kebakaran Hutan dan Lahan Terus Terjadi, Bagaimana Solusinya?","Walhi Jatim menilai, kebakaran hutan di provinsi terluas di Pulau Jawa ini cukup stabil, tidak ada penurunan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun, kecuali pada tahun 2016 yang tidak ada kebakaran di beberapa kawasan hutan ini. Di tahun 2014 Walhi Jatim mencatat, kawasan hutan yang terbakar ada sekitar 4.995 hektare, kemudian di tahun 2015 meningkat menjadi 7.996 hektare, pada tahun 2016 dinilai tidak ada kebakaran di kawasan hutan.Di tahun selanjutnya, 2017 mereka mencatat ada 5.116 hektare hutan yang terbakar. Angka itu dikatakan naik kembali di tahun 2018, dengan keluasan area hutan yang terbakar sekitar 7.279 hektare. Di tahun ini, menurut Walhi Jatim ada beberapa kawasan lindung yang terbakar, yakni kawasan Taman Nasional Baluran di Situbondo dan beberapa kawasan hutan di Probolinggo dan Pasuruan.baca juga : Menyibak Problem Kebakaran Hutan dan Lahan yang Tak Kunjung Usai  Lebih MurahAda banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kebakaran hutan. Salah satunya yaitu pembukaan lahan yang dilakukan masyarakat petani. Selain itu, kebakaran hutan juga bisa terjadi karena olah oknum korporasi. Hingga 16 September 2019 polisi sudah menetapkan 185 tersangka perseorangan dan empat korporasi dalam kasus karhutla yang terjadi di Riau, Kalbar dan Kalteng. KLHK mengklaim, telah menyegel sebanyak 42 perusahaan yang diduga menjadi otak di balik pembakaran hutan dan lahan.Selain di Kalimantan dan Sumatra, praktik pembakaran hutan dan lahan juga terjadi di sejumlah titik di Kabupaten Lamongan, Jatim. Di Kabupaten berjuluk tahu campur ini masih banyak petani yang membersihkan lahan dengan cara membakar, baik itu di lahan pribadi maupun lahan milik Perhutani." "Kebakaran Hutan dan Lahan Terus Terjadi, Bagaimana Solusinya?","Sujarwo salah satunya, pria kelahiran 1935 ini mengaku membersihkan lahan dengan cara membakar itu lebih mudah dan praktis. “Sebelum memasuki hujan lahan dibakar dulu, nanti kalau sudah datang musim hujan baru ditanami jagung,” ujar pria 4 anak ini saat ditemui Mongabay di lahan garapanya di Desa Gampang Sejati, Kecamatan Laren, Kabupaten Lamongan, Jatim, Selasa (29/10/2019).Hal sama juga dikatakan Suhanis (52), perempuan ini mengaku lahanya bisa lebih bersih setelah dibakar, selain itu juga tidak terlalu memakan banyak biaya dibandingkan sewa jasa orang. “Kalau memakai jasa orang paling tidak harus mempersiapkan biaya kurang lebih Rp5 juta,” kata petani penggarap lahan Perhutani ini.Sementara itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengemukakan, dari 328.724 hektare luas karhutla di tahun 2019 ini 99% terjadi karena ulah manusia.menarik dibaca : Kesiapsiagaan Masyarakat Hadapi Karhutla Rendah, Siapa Pendana Konsesi Terbakar?   Solusi Saat di konfirmasi, Acep Akbar, peneliti utama Bidang Kebakaran Hutan dan Silvikultur dari Balai Peneliti dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Banjarbaru, menjelaskan ada banyak faktor penyebab kebakaran hutan dan lahan.Dia menilai untuk penyebab kebakaran hutan ini sudah umum. Termasuk masyarakat perorangan, seperti warga sekitar hutan yang membuka lahan untuk berladang. Perusahaan yang tidak berizin usaha ketika membuka lahan untuk ditanami kelapa sawit. Ada juga pembakaran arsonis (yang direncanakan), atau bermotif kriminal.“Kebakaran juga bisa terjadi saat orang membuka akses untuk memanfaatkan sumber daya alam di dalam hutan. Bisa ikan, hutan, bisa hasil hutan, kayu atau lebah madu,” jelas Acep yang dihubungi Mongabay Indonesia, Selasa (05/11/2019)." "Kebakaran Hutan dan Lahan Terus Terjadi, Bagaimana Solusinya?","Menurut dia, untuk saat ini isu yang sedang ramai yaitu kebakaran hutan di lahan gambut. Karena kebakaran di lahan mineral itu dirasa tidak menghasilkan asap tebal, pada umumnya bahan bakarnya kering, dan kadar airnya rendah. Sehingga pembakaranya dinilai sempurna, tidak menghasilkan koloid asap. Karena itu, untuk saat ini yang menjadi perhatian oleh banyak kalangan itu justru lebih kepada lahan gambut.Profesor riset bidang kebakaran hutan dan silvikultur ini melanjutkan, untuk solusinya harus ada pembinaan ke para pengguna api. Karena menurutnya, pada dasarnya manusia hanya bisa melakukan pencegahan dan pemadaman sejak dini.Jika sudah terlanjur luas, itu sudah dianggap sebagai bencana anthropogenic disasters yang dibuat oleh manusia. “Atau strategi seperti apa yang saya sebut dengan pengelolaan atau pencegahan kebakaran berbasis masyarakat sekitar hutan,” katanya.baca juga : Kala Satwa Menderita karena Kebakaran Hutan dan Lahan  Menurut dia, keterlibatan masyarakat sekitar hutan sangat dibutuhkan. Seperti pemberdayaan masyarakat melalui pembentukan Masyarakat Peduli Api. Selain itu, juga harus ada pelatihan, fasilitas, biaya operasional secara intensif. “Saya mengusulkan, kalau misalkan dana desa dianggarkan untuk itu kan sebenarnya lebih praktis dan juga efektif,” kata pria penulis buku ‘Pemahaman dan Solusi Masalah Kebakaran Hutan di Indonesia’ itu.Lanjutnya, di masyarakat tertentu kearifan lokal dalam mencegah kebakaran hutan itu sebenarnya sudah terbentuk. Beberapa desa seperti Kalimantan Selatan, Desa Mawangi, Suku Banjar. Kemudian di Desa Loksado, Suku Dayak, di sekitar kampung mereka tidak ada kebakaran hutan. “Mereka tertib sekali, tetap membakar tetapi terkendali. Lahannya dikeringkan dulu sehingga tidak menghasilkan asap, kemudian disekat, dan mereka bergiliran, tidak serentak,” ujarnya." "Kebakaran Hutan dan Lahan Terus Terjadi, Bagaimana Solusinya?","Untuk solusi berikutnya yaitu pembuatan teknologi yang sifatnya bisa dipakai untuk lahan organik sisa-sisa kebakaran seperti tunggak kayu. Teknologi itu harus bisa digunakan untuk membuat bahan yang bermanfaat dan memiliki nilai jual. “Kalau misalkan itu bisa dimanfaatkan, saya yakin pembakaran yang biasa dilakukan akan berkurang, tapi sekali lagi itu juga harus didukung dengan sistem pemasaran, lebih-lebih bisa sampai ekspor,” pungkasnya..   [SEP]" "Perubahan Iklim Nyata Dirasakan Nelayan dan Masyarakat Pesisir","[CLS]  Ancaman dampak perubahan iklim kini semakin nyata dirasakan nelayan dan masyarakat pesisir dan ada di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil. Ancaman itu, ditandai berbagai bencana alam di berbagai wilayah Indonesia. Termasuk, Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah, yang baru saja dilanda cuaca buruk dan gelombang tinggi.Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati mengatakan, pihaknya terus memantau kondisi yang terjadi di berbagai daerah saat ini. Dari hasil pemantauan, memang di Demak, diketahui kondisinya sedang buruk dan mengakibatkan nelayan di daerah tersebut tidak bisa melaut.“Nelayan berhenti melaut, demi menghindari bahaya yang lebih besar,” ucapnya akhir pekan lalu di Jakarta.Berdasarkan data yang dilansir Pusat Data dan Informasi KIARA, di Kecamatan Wedung, Kabupaten Demak banyak nelayan yang berhenti melaut sejak Januari. Sementara, data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah yang dirilis pada 2017, di Demak saja terdapat 3.846 orang yang profesi utamanya sebagai nelayan tangkap.“Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.336 nelayan tangkap terpaksa harus menghentikan aktivitasnya di laut sejak Januari lalu. Sementara, sisanya banyak yang tetap beraktivitas dengan segala keterbatasan,” paparnya.baca :  Nelayan dan Masyarakat Pesisir Terdampak Perubahan Iklim?  Menurut Susan, akibat banyaknya nelayan yang tidak menangkap ikan, kehidupan ekonomi mereka langsung mengalami penurunan sangat drastis. Sebagai gantinya, mereka terpaksa harus mencari pekerjaan baru yang sifatnya serabutan dan dengan penghasilan yang tidak menentu. Kondisi itu, membuat para nelayan semakin mengalami penurunan pendapatan." "Perubahan Iklim Nyata Dirasakan Nelayan dan Masyarakat Pesisir","Akan tetapi, Susan mengatakan, saat nelayan harus menghadapi dampak perubahan iklim, di saat yang sama mereka juga harus menghadapi permasalahan serius abrasi pantai. Kondisi itu kini dialami nelayan di Demak, khususnya di Kecamatan Wedung. Dari fakta dan data yang dikumpulkan KIARA di lapangan, permasalahan abrasi sudah dirasakan nelayan dalam beberapa tahun terakhir ini.“Setiap tahun seluas 1 hektare tanah di kawasan pantai di Kecamatan Wdung hilang akibat kiris iklim. Bencana abrasi ini nyata telah mengancam ruang hidup nelayan,” tuturnya. Anomali CuacaSusan menyebutkan, apa yang dialami warga dan nelayan di Demak, menjadi gambaran kondisi nelayan secara umum. Walau harus dilakukan penelitian untuk mencari data dan fakta lebih detil, namun dia meyakini kalau perubahan iklim telah memunculkan masalah alam yang tidak bisa dihindari oleh nelayan. Paling utama, adalah perubahan cuaca dan gelombang laut yang semakin tak mengenal musim.Dalam kondisi ini, Susan mendesak Pemerintah, khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk segera melaksanakan mandat Undang-Undang No.7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam.“Salah satu mandat penting dari UU tersebut adalah melindungi nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam dari risiko bencana alam, perubahan iklim, serta pencemaran,” katanya.baca juga :  Bagaimana Ancaman Perubahan Iklim di Kawasan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil?  Lebih detil, Susan menyebutkan, dalam UU tersebut, dengan jelas dan tegas disebutkan bahwa salah satu tantangan utama nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam, adalah persoalan perubahan iklim. Dengan adanya tantangan tersebut, UU kemudian memandatkan kepada Pemerintah untuk bisa menyediakan informasi penting berkaitan dengan dampak perubahan iklim yang terjadi di seluruh Indonesia, terutama kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil." "Perubahan Iklim Nyata Dirasakan Nelayan dan Masyarakat Pesisir","“Seperti cuaca buruk, gelombang tinggi, dan bencana alam lainnya,” jelasnya.Dengan fakta tersebut, Susan menyatakan, jika ada satu nelayan mengalami kerugian akibat tidak bisa melaut, maka kerugian yang harus ditanggungnya paling sedikit mencapai Rp300 ribu. Jika kondisi itu ternyata dialami oleh banyak nelayan, maka dia menyebutkan bahwa kerugian akan jauh lebih banyak dan itu akan menyulitkan perekonomian nelayan bersama keluarganya masing-masing.Oleh itu, Susan menegaskan, dalam kondisi seperti itu, keterlibatan negara mutlak harus dilakukan. Bagi dia, persoalan ini harus segera disikapi oleh Pemerintah dengan memberikan asuransi sebagaimana dimandatkan oleh pasal 30 ayat 1-6. Dari catatan KIARA, selama ini asuransi yang dimandatkan UU No.7/2016 tidak diberikan kepada nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam yang berhak.“Skema pemberian asuransi ini masih bersifat top-down. Kami mencatat, asuransi yang diberikan Pemerintah tidak diberikan kepada nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam yang jelas-jelas terdampak perubahan iklim,” ungkapnya.Untuk itu, Susan meminta kepada KKP untuk bisa turun langsung ke daerah-daerah yang terdampak perubahan iklim seperti di Demak. Dengan turun langsung, maka persoalan bisa dipetakan dan dipecahkan lebih cepat dengan dicarikan jalan keluar. Dengan kata lain, Pemerintah harus hadir secara langsung untuk menyelesaikan persoalan nelayan.Dampak perubahan iklim yang dirasakan nelayan dan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil, sebelumnya juga sudah diperingatkan Kepala Sub Direktorat Perubahan Iklim Badan Pembangunan dan Perencanaan Nasional (Bappenas) Sudhiani Pratiwi. Menurut dia, Indonesia memang menjadi satu dari banyak negara pulau dan kepulauan di dunia yang merasakan langsung dampak perubahan iklim di kawasan pesisir.baca juga :  Perempuan Pesisir Perkotaan Rentan Terdampak Perubahan Iklim  Indonesia Timur" "Perubahan Iklim Nyata Dirasakan Nelayan dan Masyarakat Pesisir","Sudhiani bahkan memprediksi, dalam hitungan 15 tahun ke depan, dampak tersebut akan mengakibatkan terjadinya kenaikan permukaan air laut sampai kenaikan gelombang pasang. Pada kurun waktu tersebut, Indonesia Timur diprediksi akan menjadi wilayah terparah yang terkena dampak.“Jika tidak dilakukan antisipasi dari sekarang, akan muncul banyak sekali masalah di pesisir. Tak hanya teknis, namun juga non teknis,” ucap dia, bulan lalu.Menurut Sudhiani, kawasan terparah yang terdampak perubahan iklim diprediksi terjadi di sekitar pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan kawasan Selatan Maluku. Di kedua kawasan tersebut, gelombang air laut akan mengalami kenaikan hingga mencapai empat meter. Kondisi itu, dipastikan akan menyulitkan para nelayan yang harus mencari ikan menggunakan perahu tradisional.Satu-satunya cara agar dampak dari perubahan iklim itu bisa diatasi, kata Sudhiani, adalah dengan menyiapkan langkah antisipasi dari sekarang. Walaupun masih jauh, tetapi kesiapan menghadapi situasi akan menjadi solusi paling bagus untuk mengatasi dampak perubahan iklim. Terlebih, kawasan pesisir adalah kawasan paling rentan terkena dampak tersebut.“Pemetaan masalah sangat penting untuk dilakukan. Apalagi, persoalan pesisir itu ada kaitan erat dengan sosial ekonominya. Itu berarti, masyarakat di sekitar harus dilibatkan, karena memang merekalah yang akan terdampak secara langsung,” ungkapnya.baca juga :  LSM Sayangkan Debat Capres Tidak Bahas Krisis Pesisir dan Pulau Kecil, Kenapa?  Tentang kenaikan gelombang air laut, menurut Sudhiani itu harus dicarikan solusi dari sekarang, salah satunya dengan mengganti perahu tradisional yang biasa digunakan nelayan lokal. Perahu yang akan digunakan berikutnya, minimal harus berukuran 10 gros ton (GT) dan terbuat dari material yang kuat dari serangan korosi air laut." "Perubahan Iklim Nyata Dirasakan Nelayan dan Masyarakat Pesisir","Pernyataan Sudhiani kemudian diperkuat oleh Kepala Sekretariat Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN API) Bappenas Putra Dwitama. Menurutnya, seluruh provinsi harus bisa bersinergi dengan Pemerintah pusat berkaitan dengan adaptasi perubahan iklim (API) yang saat ini dilaksanakan.“Perlu ada zonasi untuk pengaturan kawasan pesisir. Harus ada pembaruan untuk mengadaptasi perubahan iklim yang terjadi hingga 2045 mendatang,” tuturnya.Putra menyebutkan, untuk bisa melaksanakan RAN API, Pemerintah harus mengubah haluan untuk tidak lagi melaksanakan program sesuai kebutuhan pemerintah. Akan tetapi, mulai sekarang adaptasi harus melaksanakan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Konsep seperti itu harus diterapkan, karena masyarakat akan menjadi aktor utama di lapangan.  [SEP]" "Masyarakat Adat Lembak: Konservasi Air Danau Dendam Tak Sudah Harus Diutamakan","[CLS]  Menjaga kelestarian Danau Dendam Tak Sudah (DDTS) adalah keniscayaan bagi Masyarakat Adat Lembak, Kota Bengkulu. Selain penting bagi kehidupan, kelestarian danau yang berada di kawasan Cagar Alam Danau Dusun Besar (CADDB) itu juga berkaitan erat dengan bukti sejarah masyarakat di masa silam.“Danau Dendam Tak Sudah merupakan identitas kami, keberadaannya harus dipertahankan,” ujar Usman Yasin, tokoh Masyarakat Adat Lembak dalam pertemuan masyarakat dan pemuda adat yang diselenggarakan Komunitas Tobo Berendo, baru-baru ini.Pertemuan digagas untuk menyikapi rencana perubahan fungsi sebagian CADDB menjadi Taman Wisata Alam. Dari luas CADDB 577 hektar, rencana perubahannya seluas 88 hektar, dan Danau Dendam Tak Sudah (53 hektar) masuk dalam skema tersebut.“Rencana pemanfaatan potensi wisata jangan sampai merusak Danau Dendam Tak Sudah. Esensinya konservasi air,” terang Usman.  Cukup banyak tradisi Masyarakat Adat Lembak terkait aktivitas menangkap ikan dan bersawah di danau. Ada ikan main, ikan nyakai, kenuri turun dome (sawah), kenuri penyulung (akan tanam padi), kenuri nasi satan (akan panen), dan kenuri apam (setelah panen).“Tradisi ini bisa menarik orang berkunjung. Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pariwisata sangat penting dilakukan,” ujar Syaiful Nawar, Pembina Komunitas Tobo Berendo.Danau Dendam Tak Sudah telah direncanakan menjadi tuan rumah Festival Sungai dan Danau dalam rangka Visit 2020 Wonderful Bengkulu. Komunitas Tobo Berendo telah melakukan sejumlah kegiatan seperti neron (minum kopi) gratis setiap Minggu pagi di pinggir danau dan aksi bersih-bersih. “Jangan sampai kita tidak dilibatkan,” tambah Dedi Suryadi, Ketua Komunitas Tobo Berendo.  Kajian" "Masyarakat Adat Lembak: Konservasi Air Danau Dendam Tak Sudah Harus Diutamakan","Usulan perubahan sebagian fungsi Cagar Alam Danau Dusun Besar telah dikaji Tim Evaluasi Kesesuaian Fungsi yang dibentuk 30 Desember 2016. Berikutnya, Tim Terpadu dibentuk 6 September 2018 dan telah turun ke lapangan pada 29 Oktober – 2 November 2018.“Tim Terpadu merekomendasikan adanya perubahan fungsi. Kami menunggu SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” kata Kepala Urusan Evaluasi Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu, Said Jauhari, belum lama ini.  Said mengatakan, peluang Masyarakat Adat Lembak untuk dilibatkan dalam pemanfaatan sumber daya air dan wisata alam terbatas sangat memungkinkan. Ada aturan Menteri LHK Nomor: P.43/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2017 tentang Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam serta Peraturan Direktur Jendral Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Nomor: P.06/KSDAE/SET/Kum.1/6/2018 tentang Petunjuk Teknis Kemitraan Konservasi Pada Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.“Bila SK perubahan fungsi turun, rencana penyusunan blok perlindungan, pemanfaatan, tradisional, dan religi akan dilakukan,” terang Said.  Dikutip dari dokumen BKSDA Bengkulu, CADDB ditunjuk sebagai kawasan konservasi oleh Pemerintahan Hindia Belanda melalui Bisluit Gubernur Hindia Belanda Stb 1936 No. 325 tanggal 17 Juni 1936 seluas 11,5 hektar. Surat Keputusan Gubernur Bengkulu Nomor: 166/B4-1/1979 tanggal 15 Mei 1979 menyebut luasnya 430 hektar yang diperkuat Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 171/Kpts/UM/3/1981 tanggal 3 Maret 1981.Pemancangan batas pun dilakukan berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor: 383/Kpts-II/1985 tanggal 27 Desember 1985 tentang Tata Guna Hutan Kesepakatan, Pengesahan Batas oleh Menteri Kehutanan pada 24 Februari 1992, dan ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 602/Kpts-II/1992 tanggal 10 Juni 1992.  " "Masyarakat Adat Lembak: Konservasi Air Danau Dendam Tak Sudah Harus Diutamakan","Flora yang tumbuh di sini adalah anggrek pensil (Papillionanthe hookeriana), kantung semar (Nephentes sp), pulai (Alstonia scholaris), ambacang rawa (Mangifera spp), terentang (Regraca auriculata), bakung (Crinum asiaticum), sagu (Metroxylon sagu Rottb), dan teratai (Neliumbium nucifera).  Untuk fauna, ada kucing hutan, beruk (Macaca nemestrina), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), lutung (Presbytis cristata), burung raja udang, ikan tabakang (Hellostoma temminckii), juga ikan gabus (Ophiocephalus striatus).   [SEP]" "Hutan Aceh Rusak? Tiga Masalah Besar Ini Harus Diselesaikan","[CLS]   Hutan di Aceh memang belum bebas dari kerusakan. Pembalakan liar, perambahan untuk kebun, hingga pertambangan adalah tiga masalah besar yang belum terselesaikan hingga saat ini.Data yang dirilis Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) 23 Januari 2019 menyebutkan, sejak 2015-2018 luas tutupan hutan di Aceh yang hilang mencapai 75.007 hektar. Rinciannya, pada 2015 (21.056 hektar), 2016 (21.060 hektar), 2017 (17.820 hektar), dan 2018 (15.071 hektar).Khusus 2018, empat besar daerah yang paling tinggi deforestasinya adalah Kabupaten Aceh Tengah (1.924 hektar), Aceh Utara (1.851 hektar), Gayo Lues (1.494 hektar), dan Kabupaten Nagan Raya (1,261 hektar).“Keseluruhan, tutupan luas hutan Aceh hingga akhir 2018 adalah 3.004.352 hektar. Pemantauan kerusakan melalui teknologi citra satelit dibantu deteksi otomatis GLAD Alerts dari   Global Forest Watch   (GFW) yang kemudian dilakukan interpretasi visual. Area terpantau rusak langsung di-ground check   tim lapangan,” ungkap Agung Dwinurcahya, Manager   Geographic Information System (GIS) Yayasan HAkA.Baca: Hutan Leuser yang Selalu di Hati Salman Panuri  Untuk Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) terpantau juga kerusakannya akibat perkebunan, pertambangan dan illegal logging. Angka deforestasi 2018 ini sebesar   5.685 hektar.Jika dihitung berdasarkan kabupaten yang terdapat di Ekosistem Leuser, Gayo Lues menempati urutan pertama seluas 1.063 hektar. Diikuti Nagan Raya (889 hektar)   dan Aceh Timur (863 hektar).“Angka deforestasi ini menurun dibandingkan 2016 (10.384 hektar) dan 2017 (7.066 hektar),” tutur Agung.Sementara Taman Nasionan Gunung Leuser (TNGL) wilayah Aceh, pada 2018 luas tutupan hutan hilang seluas 807 hektar. Angka ini naik jika dibandingkan dengan 2017 (624 hektar) dan 2016 (460 hektar).Baca: 2.778 Hektar Hutan Leuser Telah Direstorasi  " "Hutan Aceh Rusak? Tiga Masalah Besar Ini Harus Diselesaikan","HAkA juga memantau titik api selama 2018 menggunakan sensor MODIS (482 titik) dan VIIRS (3.128 titik). “Jika dianalisis berdasarkan Batas Fungsi Kawasan Hutan SK KemenLHK No. 103 Tahun 2015, setelah APL, kawasan hutan yang mengalami deforestasi tertinggi   adalah   hutan lindung   (3.577 ha), hutan produksi (2.728 ha), dan TNGL   (807 hektar). Laju deforestasi terutama di KEL sangat berdampak pada bencana yang terjadi di Aceh seperti banjir dan kekeringan,” jelas Agung.Keseluruhan, KEL adalah sumber air penting empat juta masyarakat Aceh. KEL juga berfungsi sebagai mitigasi bencana seperti banjir dan longsor. “Kita berharap, pemerintah dan penegak hukum lebih serius melindungi hutan dan menghijaukan kembali yang rusak,” ungkap Agung.Baca: Robohnya Sawit Ilegal di Hutan Lindung Aceh Tamiang  Kasus meningkatT. Pahlevie, Koordinator Monitoring Forum Konservasi Leuser (FKL) mengungkapkan, pada 2018, temuan kasus pembalakan, perambahan dan pembukaan jalan di Kawasan Ekosistem Leuser meningkat.FKL menemukan 2.418   kasus   pembalakan liar   dengan jumlah kayu hilang mencapai 4.353,81 meter kubuk. Berikutnya, 1.838  kasus   perambahan   dengan luas hutan hilang mencapai 7.546,3 hektar. Untuk pembukaan jalan di hutan ada 108   kasus dengan panjang 193.85 kilometer.“Kabupaten tertinggi pembalakan adalah Aceh Selatan   (473 kasus),   diikuti Aceh Timur   (437 kasus)   dan Aceh Tamiang   (377 kasus). Kabupaten teratas perambahan adalah Aceh Timur   (378 kasus), Gayo Lues   (326 kasus) dan Aceh Tenggara  (316 kasus),” ujarnya.Pahlevie mengatakan, semua data kegiatan ilegal di KEL, secara berkala telah dilaporkan ke pihak berwenang. Mulai dari Kepada Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh termasuk Kesataun Pengelolaan Hutan (KPH), Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh hingga kepolisian." "Hutan Aceh Rusak? Tiga Masalah Besar Ini Harus Diselesaikan","“Kami masyarakat sipil, tidak berwenang melakukan penegakan hukum. Kami hanya melaporkan sejumlah temuan itu kepada pihak berwenang,” jelasnya.Baca: KLHK: PT. EMM, Perusahaan Tambang Emas di Beutong, Tidak Memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan  Koordinator Tim Perlindungan Satwa Liar FKL Dedy Yansyah, menambahkan untuk temuan kasus perburuan di KEL pada 2018 menurun. Namun jumlah perangkap/jerat naik. Ada 613 perburuan, sementara di 2017 ditemukan 729 kasus. Untuk jumlah jerat 834 buah, ini naik dibandingkan tahun lalu sebanyak 814 perangkap.“Terhitung 2014-2018, tim telah memusnahkan 5.529 jerat yang dipasang pemburu untuk menyakiti landak dan trenggiling hingga gajah, harimau, dan badak sumatera,”   jelasnya.Dedy mengatakan, tim FKL melakukan patroli lapangan di KEL selama 15 hari setiap bulan. “Tim menemukan kegiatan ilegal paling banyak di hutan lindung, hutan produksi, dan TNGL.”  Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh Sapto Aji Prabowo, berkali mengatakan, rusaknya hutan akibat perkebunan dan pembalakan menyebabkan jalur lintasan dan habitat satwa menyempit. Satwa terjepit dan konflik tidak bsa dihindari.“Perkebunan yang dibuka, ada yang merupakan jalur lintasan atau habitat satwa, terutama gajah sumatera,” ujarnya.Aceh tidak sama dengan daerah lain di Sumatera, karena provinsi paling barat Indonesia ini sebagian besar habitat satwa liarnya tidak hanya berada di kawasan konservasi. Tapi juga di hutan lindung, hutan produksi dan areal penggunaan lain (APL).“Sebagian besar konflik satwa liar yang terjadi karena habitatnya rusak. Saat konflik gajah terjadi, tim yang melakukan penggiringan sering menemukan kegiatan ilegal dan kebun yang ada di hutan.”" "Hutan Aceh Rusak? Tiga Masalah Besar Ini Harus Diselesaikan","Masalah lain, konflik satwa liar dengan manusia dimanfaatkan pemburu untuk membunuh satwa. “Pemburu hanya menunggu informasi di mana pertikaian terjadi, setelah itu turun ke lokasi tanpa harus menghabiskan banyak waktu di rimba,” tandasnya.   [SEP]" "Erupsi Bromo, antara Mitigasi Bencana dan Wisata Alam","[CLS]     Sejak akhir Maret lalu, hujan abu vulkanik mengguyur Bukit Cinta di Desa Wonokitri, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Lokasi ini jadi salah satu spot menarik berswafoto dengan latar Gunung Bromo. Guyuran abu vulkanis Gunung Bromo, tak menyurutkan kunjungan wisata.Banyak wisatawan berswafoto dengan latar Gunung Bromo yang tengah erupsi. Sadarman, wisatawan asal Jakarta, tak mengira kunjungan ke Gunung Bromo bertepatan dengan erupsi.Dia bersyukur, bisa menikmati fenomena alam langka ini. “Ini sangat bagus, bersyukur bisa melihat mengepul dari kawah,” katanya.Kunjungan ke Bromo, katanya, sudah kali ketiga. Baru kali ini, bisa menyaksikan erupsi. Fenomena alam itu dia abadikan dengan kamera. Untuk menepis abu vulkanis, dia kenakan syal penutup mulut dan hidung.Baca juga: Bunga Abadi Tengger Semeru dari Desa Wisata Edelweis Sejauh ini, kata Sadarman, relatif aman. Tak ada yang perlu dikhawatirkan apalagi otorita pengelola lawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) masih membuka wisata ke Gunung Bromo. Dia bersama rombongan wisata kantor tempatnya bekerja tetap menikmati Bromo di ketinggian 2.329 meter di atas permukaan laut (m.dpl).East Java Ecotourism Forum (EJEF) mengatakan, kalau wisatawan mancanegara justru tertarik dengan fenomena alam yang tergolong langka itu. Mereka akan menikmati dan mengabadikan erupsi Bromo.Agus Wiyono, Ketua EJEF mengatakan, erupsi merupakan atraksi wisata menarik bagi wisatawan mancanegara. Fenomena ini langka, sulit ditemui di negara asalnya. Terpenting, katanya, mereka tetap menjaga keamanan dan keselamatan. “Tetap mematuhi ketentuan dan tak melanggar batas aman. Asal tak mendekat ke kawah,” katanya.  Erupsi jadi atraksi wisata " "Erupsi Bromo, antara Mitigasi Bencana dan Wisata Alam","Kunjungan wisatawan mancanegara dari Eropa ke Gunung Bromo cukup tinggi. Tiap tahun terus meningkat. Data Balai Besar TNBTS menyebutkan, wisatawan mancanegara pada 2017 sebanyak 23.568, 2018 orang. Pada 2018, naik jadi 25.076 wisatawan mancanegara.Wisatawan nusantara pada 2016 sebanyak 451.976 orang, 2017 naik jadi 623.994 dan 2018 naik jadi 800.130 orang.Kunjungan wisata melalui tour operator dari jaringan EJEF juga terus meningkat. Pada 2017, 1.400, naik 1.900 orang pada 2018. Tahun ini, diperkirakan terus melonjak. Kunjungan wisatawan mancanegara, kata Agus, terjadwal. Mereka membeli paket wisata setahun sebelumnya.Gagoek S Prawito, Ketua Association of The Indonesian Tours and Travels Agencies (Asita) Malang mengatakan, wisatawan yang berkunjung ke Bromo, terencana. Mereka datang untuk mengamati fenomena alam vulkanik Bromo. Meskipun begitu, katanya, keamanan wisatawan, harus terjaga.“Dilematis, di sejumlah negara perkiraan ada erupsi saja sudah ditutup untuk wisata. Di Indonesia, pemangku kebijakan mempertimbangkan ekonomi dan lingkungan,” katanya.Jadi, katanya, tergantung kesepakatan antara otorita pengelola kawasan Bromo, Pemerintah Pasuruan, Probolinggo, Lumajang dan Malang.“Abu tak sampai satu kilometer, wisatawan dianjurkan mengenakan masker,” katanya.  Wisatawan tak datang khusus mengamati erupsi. Bromo jadi satu tujuan utama wisatawan mancanegara ke Jawa Timur, selain Kawah Ijen di Bondowoso.Wisatawan mancanegara, biasa mengawali perjalanan wisata ke Yogyakarta, naik kereta ke Malang. Selama di Malang, mereka city tour keliling Kota Malang untuk melihat arsitektur masa kolonial. Malam terus ke penanjakan melihat matahari terbit lanjut ke Bromo.Usai dari Bromo, mereka lanjut ke kawah Ijen untuk melihat fenomena blue fire (api biru) di Kawah Ijen dan aktivitas penambangan belerang. Selanjutnya, wisatawan biasa lanjut ke Pulau Bali." "Erupsi Bromo, antara Mitigasi Bencana dan Wisata Alam","Sempat beredar di media sosial video, wisatawan mancanegara memaksa masuk mendekati kawah. Bahkan, wisatawan itu melawan petugas saat dilarang mendekati kawah.Jhon Kenedie, Kepala Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BBTNBTS) mengatakan, kedua wisatawan itu mencoba memasuki zona larangan kunjungan satu kilometer dari kawah aktif Bromo.Pasangan ini, katanya, laki-laki berpaspor Jerman dan perempuan Rusia. Petugas telah memperingatkan mereka.“Dibantu petugas lain, mereka berhasil dicegah mendekat ke Kawah Bromo. Dia menyadari jika perbuatannya berbahaya,” kata Jhon. Selanjutnya, mereka diminta keluar kawasan berbahaya.  Untuk mengoptimalkan pengamanan, wisatawan dilarang memasuki zona berbahaya radius satu kilometer dari bibir kawah Bromo. Pengamanan dibantu personil TNI, polisi, pelaku jasa wisata, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan pemerintah desa.Selain itu, juga dipasang papan informasi berupa spanduk dan baliho yang menjelaskan kondisi erupsi Bromo hingga pengunjung memahami dan tak mendekati daerah bahaya.Wisatawan masih bisa menikmati alam sekitar Bromo seperti lautan pasir, penanjakan Bromo untuk melihat matahari terbit, Bukit Kedaluh, Bukit Cinta atau padang Sabana Kaki Jenggot atau Telletubies.Berdasar data Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Pos Pengamatan Gunung Api Bromo di Ngadisari Kecamatan Sukapura Gunung Api Bromo berstatus waspada pada level II. Ia Mmerekomendasikan agar wisatawan atau masyarakat tak memasuki radius satu kilometer dari kawah aktif Bromo.  Berkah petaniMasyarakat sekitar Bromo, tetap beraktivitas menawarkan jasa kuda di lautan pasir. Mengenakan sarung khas Suku Tengger, yang melilit di leher mereka antara lalu lalang kendaraan jip pengangkut wisatawan. Warga menjajakan oleh-oleh khas Bromo berupa syal, sarung tangan dan gantungan kunci bergambar Bromo." "Erupsi Bromo, antara Mitigasi Bencana dan Wisata Alam","Warga yang bekerja sebagai petani dan peternak tetap ke kebun. Sejumlah warga mengendarai motor membonceng rumput gajah untuk pakan ternak melintasi lautan pasir.Warga Wonokitri, Tosari, Kabupaten Pasuruan Wartono, mengatakan, kalau abu vulkanis Bromo merupakan rezeki bagi mereka.Suku Tengger, mempercayai abu dari Bromo membawa rezeki, menambah kesuburan tanah. “Bagi msyarakat Tengger, hujan abu sudah biasa.”  Sedangkan tanaman rusak karena guyuran abu vulkanis hanya semusim. Setelah itu, tanah makin subur dan akan lebih bagus. Masyarakat Suku Tengger meyakini, vulkanis Bromo, bagian kepercayaan kalau Dewa sedang membangun rumah.Aktivitas Bromo menyebabkan kerusakan perkebunan dan sayur warga mayur. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jatim mencatat, abu vulkanis merusak 3.200 hektar lebih tanaman warga di Pasuruan, Lumajang dan Probolinggo. Terdiri dari lahan sawah dan perkebunan seperti kebun kentang, wortel dan kubis.Hadi Sulistyo, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jatim, mengatakan, terparah di Pasuruan, kebun rusak sekitar 2.000-an hektar. “Sebagian bisa diselamatkan dengan menyemprot dengan air,” katanya.Suslam Pratama, pengajar Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang, mengatakan, abu vulkanis mengandung banyak mineral tanaman hingga tanah subur dan baik untuk tanaman. “Juga membunuh hama penyakit tanaman.”  Keterangan foto utama:    Wisatawan mancanegara melihat semburan abu vulkanis dari kawah aktif Gunung Bromo di Bukit Kingkong, Desa Wonokitri, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia [SEP]" "Membiayai Usaha Perikanan Berkelanjutan","[CLS]  Perilaku manusia (pemerintah, legislator, pebisnis, dan nelayan) membuat resiko ketidakpastian di dalam pengelolaan sumber daya perikanan kian membesar. Hal ini disebabkan oleh pengambilan keputusan tata kelola sumber daya yang menafikan pertimbangan saintifik, minusnya pengendalian terhadap regulasi, dan ketidakmampuan regulator dalam memprediksi perilaku pelaku usaha di dalam pemanfaatan sumber daya.Sejarah mencatat, maraknya pemakaian trawl (pukat hela) pada kurun 1970-1980 menunjukkan betapa buruknya pengelolaan sumber daya perikanan di Indonesia. Betapa tidak, tingginya konflik horisontal antarpelaku usaha berimbas pada rusaknya ekosistem sumber daya perikanan. Dalam situasi seperti itulah, terbitnya Keputusan Presiden No.39/1980 tentang Penghapusan Jaring Trawl setidaknya bisa meminimalisasi resiko ketidakpastian di dalam pengelolaan sumber daya perikanan.baca :  Nelayan Ajukan Jaminan untuk Proses Pergantian Cantrang, Apa Saja?Lantas bagaimana situasi tata kelola sumber daya perikanan belakangan ini?Disahkannya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen) No.2/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia justru menghadirkan resiko ketidakpastian baru. Salah satu imbasnya sebagaimana ditemui oleh Suryawati dan Pramoda (2016) adalah nelayan cantrang di Kota Probolinggo, Provinsi Jawa Timur, mengalami penurunan pendapatan, kerugian aset usaha yang sudah diinvestasikan, dan kredit macet ke perbankan." "Membiayai Usaha Perikanan Berkelanjutan","Tak jauh berbeda, Ermawati dan Zuliyati (2016) juga mendapati fakta bahwa pemberlakuan Permen 2/2015 menimbulkan dampak sosial dan ekonomi bagi nelayan cantrang di Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati, di antaranya adalah tingginya angka pengangguran dan menurunnya tingkat kesejahteraan nelayan. Pasalnya, sebanyak 120.966 nelayan menggantungkan hidupnya pada operasionalisasi 10.758 unit kapal cantrang atau 41,25% dari jumlah kapal yang ada di Jawa Tengah. Pada konteks inilah, tarik-ulur kebijakan pelarangan cantrang antarinstitusi pemerintah yang terjadi sepanjang 4 tahun 4 bulan terakhir mengindikasikan betapa pengendalian terhadap regulasi belum sepenuhnya dilakukan dengan baik. Apa penyebabnya?baca juga :  Susi : Cantrang Itu, Sekali Tangkap Bisa Buang Banyak Sumber Daya Ikan  Buruknya pengendalian terhadap regulasi di sektor perikanan ini terjadi akibat ketidakmampuan pemerintah (selaku regulator) dalam memprediksi pelbagai kemungkinan dampak yang timbul pasca diterbitkannya Permen 2/2015. Dalam situasi inilah, pelaku usaha perikanan tangkap kehilangan produktivitasnya. Imbasnya, kapasitas untuk mengembalikan pinjaman pendanaan usaha perikanan dari perbankan/non-perbankan menjadi terbengkalai.Otoritas Jasa Keuangan (Oktober 2018) mencatat, pembiayaan usaha kelautan dan perikanan yang disalurkan melalui perbankan sejak tahun 2015-2018 mengalami peningkatan. Pada tahun 2015, alokasi pembiayaan mencapai Rp21,37 triliun untuk 257.087 debitur. Sementara pada tahun 2018 angkanya melonjak menjadi Rp30,31 triliun untuk 350.358 debitur. Meski mengalami kenaikan dari sisi alokasi pembiayaan dan jumlah debitur, angka kredit macetnya justru mengalami peningkatan dari 1,8% (2015) menjadi 1,93% (2018)." "Membiayai Usaha Perikanan Berkelanjutan","Inisiatif pembiayaan lain yang dibangun oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) adalah membentuk BLU-LPMUKP (Badan Layanan Umum–Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan) yang dibentuk pada tahun 2017 melalui Permen No.3/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja LPMUKP.Sejak beroperasi pada 10 November 2017, BLU-LPMUKP telah menyalurkan dana sebesar Rp365 miliar kepada 14.002 penerima manfaat (nelayan, pembudidaya, pengolah/pemasar, petambak garam, dan masyarakat pesisir lainnya) di 210 kabupaten/kota. Alokasi pembiayaan terbesar dari BLU-LPMUKP ini didominasi oleh sektor penangkapan ikan (Rp126,4 miliar) dan pembudidayaan ikan (Rp159,604 miliar).perlu dibaca :  Lembaga Keuangan Mikro, Harapan Baru Nelayan untuk Bertahan Hidup  Pertanyaannya, seberapa efektifkah pembiayaan yang digelontorkan, baik melalui perbankan maupun BLU-LPMUKP, dalam menghadirkan praktik usaha perikanan yang berkelanjutan?Seperti diketahui, setidaknya terdapat 3 dimensi keberlanjutan dalam pengelolaan sumber daya perikanan, yakni ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup. Tiga dimensi inilah yang semestinya menjadi fokus pembiayaan usaha di sektor perikanan di Indonesia. Alih-alih menghadirkan pembiayaan usaha perikanan untuk sustainable fisheries, Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan (Desember 2018) justru menemui fakta bahwa sejauh ini penyaluran pembiayaan usaha perikanan hanya menargetkan besaran alokasi yang tersalurkan semata dan mengenyampingkan apakah mata rantai usaha perikanan yang dibiayai berkontribusi terhadap tata kelola perikanan yang berkelanjutan dari hulu ke hilir." "Membiayai Usaha Perikanan Berkelanjutan","Temuan di atas sejalan dengan hasil riset Transformasi (2017) yang menunjukkan bahwa pertama, pemberian izin penangkapan ikan yang dikeluarkan oleh KKP (untuk kapal >30 GT) atau Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi (kapal <30 GT) tidak mempertimbangkan ketersediaan sumber daya ikan di wilayah pengelolaan perikanan yang dituju. Akibatnya, ada tekanan yang cukup besar terhadap tingkat kelestarian sumber daya ikan. Ditambah lagi, hal ini berpotensi melahirkan konflik antarnelayan di laut.Kedua, 80% unit bisnis perikanan mengakui kesulitan dalam mengurus kelengkapan administrasi perizinan perikanan dikarenakan jauhnya akses transportasi dan biaya yang terlampau tinggi. Selain merugikan keuangan negara, praktek ini juga menyulitkan aktivitas pengawasan pemanfaatan sumber daya ikan di laut maupun di darat, seperti aktivitas perikanan budidaya, pengolahan ikan, dan pemasaran hasil perikanan.baca juga :  Begini Nelayan Mengkritik Susi di Depan Jokowi  Ketiga, sulitnya usaha perikanan skala kecil mengakses permodalan. Padahal, akses terhadap permodalan merupakan hal yang sangat penting untuk menjamin keberlangsungan bisnis dan peningkatan kesejahteraan pemilik dan tenaga kerjanya.Ada sejumlah faktor yang menyebabkan nelayan sulit memperoleh akses permodalan dari perbankan, yakni (i) perbankan melakukan analisa bisnis menggunakan standar keuangan yang sering kali tidak bisa dipenuhi oleh nelayan, khususnya skala kecil; (ii) produk keuangan yang ditawarkan kepada nelayan tidak mengakomodasi pola usaha perikanan yang bersifat musiman; dan (iii) layanan perbankan menggunakan jam kerja yang tidak sesuai dengan pola kerja nelayan.Di Jawa Timur dan Jawa Barat, adanya stigma pengemplang uang dan persepsi ketidakpastian yang tinggi terhadap usaha perikanan menjadikan nelayan sulit mengakses permodalan dari dunia perbankan. Situasi ini menjadikan sebagian pelaku usaha perikanan serba bergantung kepada tengkulak atau pengambak." "Membiayai Usaha Perikanan Berkelanjutan","Keempat, instansi pemerintah di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota mesti duduk bersama mengevaluasi tingkat implementasi Undang-Undang No.45/2009 tentang Perubahan atas UU No.31/2004 tentang Perikanan dan UU No.23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya berkenaan dengan pelaksanaan kewenangan pengawasan dan pembinaan kepada pelaku usaha perikanan. Hal ini diperlukan mengingat adanya kesenjangan yang sangat besar antara regulasi dengan pelaksanaannya di lapangan. Belum lagi apabila kelembagaan di daerah belum memiliki kesiapan untuk menjalankan mandat UU atau aturan turunan pelaksananya.Bertolak dari keempat temuan di atas, bisa dikatakan bahwa resiko ketidakpastian di dalam pengelolaan sumber daya perikanan bisa diatasi apabila ketidakpastian alamiah (didorong oleh dinamika ekologi dan lingkungan) dan ketidakpastian manusia (didorong oleh adanya preferensi, perilaku, dan terkadang kebijakan yang dalam beberapa hal tidak dikendalikan dengan baik) dikelola dengan manajemen yang inklusif dan berkeadilan, serta ditopang oleh skema pembiayaan usaha perikanan berkelanjutan dan bertanggung jawab.perlu dibaca :  Capres Dinilai Belum Punya Visi Kelautan yang Berkelanjutan****Abdul Halim, Direktur Eksekutif Center of Maritime Studies for Humanity; Konsultan Peneliti “Pembiayaan Usaha Perikanan Berkelanjutan” pada Pusat Transformasi Kebijakan Publik (2017). Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis.  [SEP]" "21 Provinsi Terjadi Subsiden Tanah, Ancaman Terbesar Berada di Kawasan Pesisir, Seperti Apa?","[CLS]  Wilayah pesisir menjadi kawasan paling rawan berpotensi amblas atau penurunan muka tanah (subsiden). Insiden alami tersebut bisa terjadi di semua kawasan, tanpa memandang kondisi dan situasi, termasuk di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (P3K). Selain pesisir, subsiden juga rawan terjadi di wilayah gambut dataran rendah.Hal itu dipaparkan Asisten Deputi Lingkungan dan Kebencanaan Maritim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Sahat Panggabean di Jakarta, akhir pekan lalu. Menurutnya, ancaman subsiden mengintai kawasan gambut dan pesisir dengan karakteristik tanah mineral dan juga kawasan pesisir tanah gambut.“Sangat mendesak dilakukan untuk menghindari dampak dan bencana yang lebih besar di kemudian hari. Persoalan subsiden tanah menjadi hal yang perlu segera diatasi,” ungkapnya.baca : Kala Pemerintah Fokus Lagi Proyek Tanggul Laut Raksasa, Penelitian Ungkap Cara Itu Bukan Solusi  Sahat mengatakan, saat ini setidaknya ada 132 kabupaten/kota di 21 provinsi di Indonesia yang terindikasi mengalami subsiden, terutama ada di wilayah pesisir. Hal itu, menjadi gambaran terkini yang sedang dihadapi kawasan tersebut, yang tentu berdampak pada kehidupan masyarakat.Agar persoalan itu tidak semakin meluas, Pemerintah membuat peta jalan (road map) berisi strategi prioritas yang akan dilakukan oleh setiap daerah. Dengan demikian, peta jalan tersebut akan menjadi pedoman bagi semua pemangku kepentingan yang berkaitan dengan kawasan pesisir dan gambut.Sahat menjelaskan, subsiden tanah merupakan pembunuh senyap (silent killer) yang kini mengintai kawasan pesisir dan gambut di hampir seluruh Indonesia. Ancaman itu secara perlahan namun pasti akan merusak dan bahkan menghilangkan kawasan tersebut." "21 Provinsi Terjadi Subsiden Tanah, Ancaman Terbesar Berada di Kawasan Pesisir, Seperti Apa?","Bagi Pemerintah, upaya mitigasi dan adaptasi mutlak dilakukan sejak sekarang dengan melibatkan sumber daya yang sudah ada, seperti lembaga, pemerintah daerah, dan perguruan tinggi. Setelah itu, baru direncanakan apa aksi yang akan dilaksanakan berikutnya.Menurut Sahat, dari hasil pengukuran geodetik, geo-hidrologi, geoteknik dan lain-lain, laju subsiden tanah di kawasan pesisir non gambut dapat mencapai antara 1-20 cm/tahun. Di beberapa tempat, bahkan total penurunannya sudah mencapai antara 5-6 meter/tahun.baca juga : Banjir Rob Rutin Landa Belawan, Apa Upaya Pemerintah Daerah?  Resiko SubsidenSementara, laju subsiden di pesisir gambut juga sudah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Berdasarkan penelitian Hooijer et al. (2012), diketahui bahwa lahan gambut yang ditanami akasia akan mengalami subsiden tanah sekitar 5,2 cm/tahun pada kedalaman air tanah rerata 70 cm.Di lain pihak, dari hasil penelitian terbaru diketahui bahwa setiap penurunan 1 cm muka air tanah di lahan gambut, maka itu akan berpotensi melepaskan sebanyak 0,91 ton karbondioksida/hektare/tahun. Saat bersamaan, , permukaan air laut justru mengalami kenaikan rerata antara 4 milimeter (mm) hingga 1 cm per tahun.“Akibatnya, kota-kota pesisir mengalami banjir rob,” tuturnya.Ancaman banjir rob itu, bahkan sudah menjadi bencana permanen di sejumlah lokasi di beberapa kota di Indonesia. Untuk itu, harus ada penanganan yang cepat dan serius agar bisa mencegah subsiden semakin dalam dan parah.Menurut Sahat, proses penurunan muka tanah ini berlangsung sangat pelan, namun pasti terjadi. Jika tidak diantisipasi dan dicari upaya yang lebih serius untuk mengatasi persoalan tersebut, maka dampak dari subsiden pasti akan merugikan kawasan tersebut dan sekitarnya." "21 Provinsi Terjadi Subsiden Tanah, Ancaman Terbesar Berada di Kawasan Pesisir, Seperti Apa?","“Wilayah gambut pesisir yang mengalami subsiden tanah serta terdampak kenaikan air laut pun berpotensi mengalami banjir rob. Terindikasi potensi luas banjir rob ini mencapai jutaan hektar di masa yang akan datang, misalnya di Pantai Timur Sumatera,” tambahnya.perlu dibaca : Kawasan Cekungan Bandung Makin Sering Banjir.  Ada Apa?  Tentang penyusunan peta jalan yang sudah dilakukan, Sahat menyebutkan bahwa prosesnya melibatkan Wetlands International Indonesia (Yayasan Lahan Basah) dan Institut Teknologi Bandung (ITB). Dokumen resmi bernama Peta Jalan Mitigasi dan Adaptasi Amblesan (Subsiden) Tanah di Dataran Rendah Pesisir, diluncurkan pada Kamis, pekan lalu.Dalam dokumen ini, telah dikaji kelembagaan dan kebijakan yang ada, serta dipetakan lokasi-lokasi yang memiliki ancaman bahaya subsiden tanah dan harus dilakukan pemantauan. Hal itu menjadi dasar penyusunan strategi adaptasi jangka pendek (short term measure), dan upaya mitigasi untuk jangka panjang (long term measure) yang komprehensif.Sahat menambahkan, Peta Jalan ini akan dimasukkan ke dalam Peraturan Presiden No.16/2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia (KKI) dan juga dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Oleh karena itu, persoalan subsiden menjadi isu nasional yang perlu diselesaikan segera.“Terima kasih kepada teman-teman daerah yang akan menjadi percontohan dan tentu kita akan kawal karena ini merupakan isu nasional,” pungkasnya.baca juga : Merekayasa Resapan Air Hujan dan Mencegah Banjir di Kota Semarang. Seperti Apa?  Konservasi PesisirDeputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa Kemenko Maritim Agung Kuswandono dalam sambutan resmi dalam dokumen Peta Jalan, mengatakan bahwa tingginya laju subsiden di kawasan pesisir, akan menghambat upaya konservasi dan rehabilitasi seperti di Pantai Utara Jawa." "21 Provinsi Terjadi Subsiden Tanah, Ancaman Terbesar Berada di Kawasan Pesisir, Seperti Apa?","“Selain itu, berpotensi menghilangkan ekosistem gambut tropis seperti di Pantai Timur Sumatera. Pada lokasi-lokasi perbatasan dan pulau terluar seperti di Kepulauan Meranti, Provinsi Riau, kondisi ini menjadikan titik lemah bagi pertahanan Bangsa dan Negara,” paparnya.Dalam menyusun dokumen, Agung menyebutkan, Pemerintah melakukannya dengan proses yang inklusif dan partisipatif melalui pelibatan semua pihak terkait yang berasal dari kementerian dan lembaga terkait, akademisi, stakeholder dan masyarakat yang berada di beberapa lokasi prioritas. Selain itu, proses ini juga melibatkan para ahli di bidangnya, baik tingkat lokal maupun nasional untuk memastikan data dan informasi bisa tersusun dengan baik dan akurat.Mengingat pentingnya mitigasi dan adaptasi subsiden, Agung berharap dokumen yang sudah dibuat bisa menjadi acuan semua pihak dalam pengembangan dan pelaksanaan kegiatan mitigasi dan adaptasi. Dengan demikian, kegiatan bisa sesuai dengan yang diharapkan dan mengacu pada kaidah teknis dan kelimuan yang tepat.“Strategi yang dimuat dalam dokumen Peta Jalan diharapan bisa menjadi tahapan penyelesaian permasalahan subsiden tanah di dataran rendah pesisir Indonesia,” tambahnya.Secara umum, Agung menjelaskan, subsiden tanah di Indonesia terjadi akibat faktor antropogenik atau sebagai akibat dari aktivitas manusia, seperti pengambilan air tanah yang berlebihan, efek pembebanan (loading effect), eksploitasi minyak dan gas bumi, dampak kegiatan tambang bawah permukaan, pengeringan (drainase), dan oksidasi lahan gambut.Sementara, faktor penyebab lain yang sifatnya non-antropogenik, yaitu kompaksi (penekanan partikel sehingga membentuk massa yang padat) alamiah dan efek tectonic subsidence akibat dari penunjaman dan pergerakan patahan bumi. Untuk Indonesia, kedua faktor non antropogenik itu kecil pengaruhnya terhadap susbsiden tanah dibandingkan faktor antropogenik." "21 Provinsi Terjadi Subsiden Tanah, Ancaman Terbesar Berada di Kawasan Pesisir, Seperti Apa?","menarik dibaca : “Gambut for Beginners”: Tujuh Jawaban Penting untuk Pemula  Head of Office Wetlands International Indonesia I Nyoman Suryadiputra mengakui tingginya laju subsiden yang terjadi di kawasan pesisir dan gambut, memang akan menghambat upaya konservasi dan rehabilitas di kawasan pesisir. Padahal, upaya tersebut justru akan bisa menyelamatkan kawasan pesisir dari kerusakan.“Kebakaran gambut saat ini di pesisir Sumatera dan Kalimantan akan memperparah turunnya permukaan tanah gambut, bahkan sangat merugikan pembangunan di berbagai Kawasan Ekonomi Strategis serta ekosistem pesisir,” tandasnya.  [SEP]" "Setelah Gagal, Pembakaran Sampah Jadi Listrik Kembali Dilakukan di Bali","[CLS]  Proyek-proyek besar atas nama lingkungan di Bali kerap muncul jelang konferensi internasional. Terakhir, Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung, Denpasar akan diwujudkan secepatnya, ditargetkan beroperasi 2020.Namun, pemerintah Bali pernah gagal dalam proyek besar mengurangi timbunan sampah menjadikan listrik. Badan Pengelola Kebersihan wilayah Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan) pernah menjamin semua sampah di TPA akan sepenuhnya bisa dimusnahkan pada 2012. PT. Navigat Organic Energy Indonesia (NOEI) menjadi investor pengolahan sampah di TPA Suwung saat itu.Empat Pemda kawasan Sarbagita yang membuang sampahnya ke TPA Suwung membuat kerjasama penanganan sampah sejak 2007. Salah satu klausul adalah investor bisa mengolah sampah jadi listrik namun tak terpenuhi dan sudah putus kontrak. Tidak ada kesepakatan soal tipping fee dari tiap ton sampah yang diolah karena biaya pembakaran sampah sangat mahal.baca :  Proyek “Penghijauan” Gunungan Sampah Bali Diresmikan. Apakah Efektif?  Di era pemerintahan Jokowi, rencana insenerator sampah ini kembali diluncurkan Kemenko Kemaritiman. Salah satu proyek dari Perpres No.58/2017 tentang Percepatan Proyek Strategis Nasional. Dinaungi Perpres No.35/2018  tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah yang Menghasilkan Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan. Direncanakan di 12  kota besar lain selain Denpasar, yakni Jakarta, Tangerang, Tangerang Selatan, Bekasi, Bandung, Semarang, Surakarta, Surabaya, Makassar, Palembang, dan Manado.Proyek di TPA Suwung ini dibahas dalam rapat koordinasi di Kantor Gubernur Bali, pada Rabu (13/02/2019), Denpasar. Dipimpin Gubernur Bali, dihadiri perwakilan pemerintah kawasan Sarbagita, pelaksana proyek Waskita Karya dan PT Indonesia Power, dan para pihak lainnya." "Setelah Gagal, Pembakaran Sampah Jadi Listrik Kembali Dilakukan di Bali","Gubernur Bali I Wayan Koster meyakini proyek ini akan diselesaikan dalam waktu sesingkatnya. “Sedang dibuat feasibility study  (FS), harus mulai beroperasi 2020,” sebutnya usai rapat yang dihelat tertutup dari media itu.Terkait mangraknya proyek sebelumnya di era Gubernur Mangku Pastika, ia menyebut kali ini tak mungkin gagal. “Dulu dikelola swasta, semua minta tipping fee,  ternyata bohongan saja semua,” ia tertawa. Saat ini menurutnya lebih baik karena dikelola BUMN model sharing.Tantangan lain adalah memastikan pasokan sampah dari kawasan Sarbagita dan ketersediaan lahan untuk menumpuk sampah. Karena sebagian besar gunungan sampah di TPA kini diurug tanah dan ditanami sejumlah pohon.baca juga :  Menyoal Listrik Sampah: Amankah bagi Lingkungan dan Kesehatan?  Proyek Revitalisasi TPA Regional Sarbagita Suwung ini diluncurkan Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan pada Desember 2017 di TPA Suwung. Proyek yang dibuat untuk mengurangi bau, mencegah longsor sampah, dan menyambut sidang tahunan IMF dan World Bank di Bali pada 2018 ini dilaksanakan selama 3 tahun dimulai akhir Desember 2017 sampai Oktober 2019.Ditanya dampak lingkungan dan risiko ekologi insinerator, Koster menyebut akan dinilai dari Amdal. “Tak ada jalan lain,” katanya soal pemilihan pembakaran sampah untuk jangka pendek ini karena makin tak terkendali. Sementara untuk jangka panjang, Pemprov akan membuat peraturan penanganan sampah dari hulu ke hilir. “Sekarang alirannya dari hulu berjubel di sini, harus dipotong mata rantai. Tahun 2021 bakal setinggi 21 meter,” jelas Koster." "Setelah Gagal, Pembakaran Sampah Jadi Listrik Kembali Dilakukan di Bali","Namun ada risiko lain. Karena ada 2 model penataan TPA, pengelola memerlukan tambahan lahan untuk sanitary landfill, dan yang direncanakan adalah sekitar 1,4 hektar lahan mangrove dekat TPA Suwung. “Ini namanya trade-off, pilihan yang harus dilakukan untuk mengatasi, pilihan pahit, sampah harus diselesaikan,” kata Koster. Pihaknya sedang meminta izin pemanfaatan area taman hutan rakyat mangrove ini ke kementerian.Diperkirakan pada tengah tahun ini area lama akan berhenti menerima sampah baru. Sampah akan mulai mengisi sanitary landfill. Volume sanitary landfill baru sekitar 1 juta m3, bila diisi sampah 1100 ton/hari akan penuh dalam 445 hari (September 2020). Sementara waktu pembangunan PLTSa hingga operasional perlu 24 bulan (April 2019 – April 2021).Volume sampah yang masuk selama masa konstruksi diperkirakan 2,7 juta m3. Dengan daya tampung sanitary landfill  1 juta m3, maka perlu area baru untuk menimbun sampah, dan yang diajukan adalah area Tahura Mangrove.baca juga :  Ini PLTS Kayubihi, Satu-satunya Proyek Energi Terbarukan yang Masih Beroperasi di Bali  Yuyun Ismawati, aktivis lingkungan yang giat meneliti pengelolaan limbah berbahaya dan kini bermukim di Inggris mengatakan program waste to energy  (WTE) Pirolysis di UK tidak bisa dibandingkan dengan calon WTE Indonesia karena feedstock-nya agak berbeda.“Memang bisa saja dipaksakan secara teknis pengeringan, campur ini dan itu jadi pellet RDF (Refuse Derived Fuel) lalu dibakar dengan teknik Pyrolysis tapi jadi ada extra unit dan butuh energi,” paparnya soal teknik ini.Sementara di TPA Suwung, sampah bernilai ekonomi akan jadi rebutan dengan pemulung dan pedaur-ulang yang sudah mapan usahanya. Sampah yang bisa dibakar dan sampai ke Suwung nanti hanya residual dan nilai kalorinya rendah." "Setelah Gagal, Pembakaran Sampah Jadi Listrik Kembali Dilakukan di Bali","“Kemungkinan akan butuh fuel additive to burn the waste dan opsi termurah adalah low grade coal. Pertanyaannya, apa fuel additive  yang akan digunakan dalam operasional WTE di Indonesia? Siapa yang akan diuntungkan?” selidik Yuyun terkait kemungkinan penggunaan bahan bakar batu bara ini.Penerima penghargaan lingkungan The Goldman Environmental Prize 2009 ini menilai semua proyek WTE di Indonesia belum feasible  secara finansial maupun ekonomi. Tipping fee Rp400.000 – Rp500.000 per ton sampah menurutnya akan memberatkan Pemda.Aturan tentang siting atau lokasi WTE di Indonesia juga belum ada. Menurutnya di Eropa ada pembedaan insentif untuk penggunaan thermal treatment  sebagai energy from waste facility  dan sebagai waste disposal site.  Selain itu aturan penanganan abu terbang (municipal incinerator fly ash/MIFA) dan abu kerak (municipal incinerator bottom ash/MIBA) belum jelas.Ia memperkirakan semua MIBA dan MIFA proyek WTE akan dilonggarkan penanganannya karena Kemenko memaksakan proyek WTE 12 kota harus jadi.menarik dibaca :  Bali Memerlukan Percepatan Energi Bersih dan Terbarukan  Hokkop Situngkir, Direktur Waskita Karya Energi menjelaskan studi kelayakannya rampung April atau Mei ini. Hambatan lebih ke teknis, lahan yang tersedia menurutnya harus sejalan dengan kapasitas PLTSa. “Ingin dipercepat tapi sampah bertambah. Solusinya mempercepat waste management,” ujarnya. Lahan PLTSa diplot 5 hektar, untuk kekurangannya diusulkan penggunaan lahan mangrove untuk tambahan penampungan sampah sementara sekitar 1,4 hektar.Saat ini sampah Sarbagita lebih dari 1000 ton per hari, peningkatannya sekitar 4% dari tahun 2017 sampai 2019. “Sepanjang 3 tahun setelah PLTSa beroperasi sampah yang datang dan kita tambang bisa kita kelola,” jelasnya. Sampai bisa mengajukan penambahan lokasi penimbun sampah atau menambah daya PLTSa. Tambahkan insinerator sehingga sampah yang dibakar makin banyak." "Setelah Gagal, Pembakaran Sampah Jadi Listrik Kembali Dilakukan di Bali","Ia meyakini dengan tim teknologinya mampu menangani limbah insinerator seperti B3 dan fly ash. “Perlu penanganan khusus, di Indonesia belum ada teknologi pengolahan sampah, yang sudah berhasil Jepang, China, Taiwan,” tambah Hokkop. Ia menyebut salah satu timnya konsultan dari Perancis yang ditunjuk Indonesia Power.  [SEP]" "Jalan Panjang Menuju Sawit Swadaya Berkelanjutan di Sintang","[CLS]       Hamparan sawit tampak di kebun warga. Tak jauh dari tanaman sawit itu, ada sawi, kangkung, kacang panjang, mentimun sampai semangka. Berbagai sayur mayur juga terlihat di sela-sela tanaman sawit baru tanam. Warga Desa Telaga Dua, Sintang, ini tumpang sari tanaman sawit muda dengan beragam macam sayur. Warga juga ada yang menanam karet, buah-buahan macam semangka, padi maupun jagung. Zuleha, petani Desa Telaga, mengatakan, mendapatkan bagian kerja memupuk tanaman sawit. Untuk menanam sawit sampai menyediakan pupuk, katanya, dikerjakan sang suami.Sedang bertani sayur mayur atau tumpang sari di sela sawit muda dilakukan para perempuan desa, termasuk Suleha. Usai memberi pupuk sawit, katanya, para perempuan beralih merawat sayur mayur.“Memupuk tidak setiap hari, jadi kita biasa berkebun sayur. Ada sawi, kangkung dan kacang panjang, kita tanam. Biasa juga menanam semangka juga, kita tumpang sarikan dengan sawit yang masih berumur muda. Kalau sawit sudah besar kita tak bisa lagi tumpang sari,” katanya, tampak baru pulang dari kebun sawit yang tak jauh dari rumah. Ahmad Zaini, Kepala Desa Telaga Dua saat saya temui menceritakan sekitar 158 keluarga di Desa Telaga Dua berkebun sawit.Desa Telaga Dua, katanya, punya empat dusun. Rata-rata warga tanam sawit di tanah milik sendiri, dengan kisaran dua sampai empat hektar.Warga desa ini, kata Zaini, mayoritas transmigrasi dari Jawa Tengah dan Jawa Timur, ketika datang sudah disiapkan lahan oleh pemerintah seluas dua hektar untuk masing-masing keluarga.Ada juga, katanya, warga yang menanam sawit sampai tujuh atau delapan hektar. “Hanya satu atau dua keluarga.”Dari satu hektar lahan, katanya, produksi sawit warga sekitar dua sampai tiga ton tandan buah segar, tergantung proses pemeliharaan dan suplai pupuk." "Jalan Panjang Menuju Sawit Swadaya Berkelanjutan di Sintang","“Petani kita kan masih bergantung kepada pupuk dan modal untuk membeli pupuk cukup besar, jadi biasa produktivitas sawit tergantung sama ketersediaan pupuk di petani sawit,” katanya.Perihal pengelolaan lahan, menurut Zaini, petani sawit di desa hanya memanfaatkan lahan milik mereka dan jarang membuka lahan untuk sawit. Kondisi ini, katanya, karena ketersediaan lahan juga minim.“Masyarakat berpandangan, tidak harus membuka lahan besar untuk meningkatkan produktivitas sawit. Kami juga tak berani membuka lahan ke kawasan hutan, kita hanya memanfaatkan lahan milik pribadi,” katanya.Ketua Kelompok Tani Tuan Telaga, Yohanes Ajet mengatakan, gabungan kelompok tani (gapoktan) di desa ini terdiri dari sembilan kelompok dengan berbagai komoditas, beranggotakan 240 orang. Saat ini, fokus gapoktan adalah mencari pasar sawit. Mereka tengah proses kemitraan dengan salah satu perusahaan sawit.Saat ini, telah terukur 279,58 hektar dari 158 petani sawit swadaya di dalam Gapoktan Telaga Dua.“Petani di desa ini mayoritas menanam sawit. Jika ada sisa tanah (milik pribadi-red) ditanami karet, jagung dan padi. Ada juga semangka tapi tidak banyak.”Lahan basah di desa ini, katanya, memang mereka kelola khusus untuk menanam padi. “Dari dulu begitu. Tidak terlalu luas,” kata Muhammad Nurofiq, petani swadaya Desa Telaga Dua.Perihal tumpang sari, katanya, memang di lahan sawit baru tanam dan masih umur di bawah lima tahun karena masih ada sisa lahan di sela-sela jarak tanam. Mayoritas tumpang-sari, katanya, untuk sayur mayur dan semangka.“Jadi, kalau kita disebut petani sawit saja tidak pas, karena memanfaatkan lahan juga menanam berbagai jenis tanaman holtikultura dan palawija,” katanya." "Jalan Panjang Menuju Sawit Swadaya Berkelanjutan di Sintang","Dia bersyukur, petani Desa Telaga Dua, sekitar 80% sudah memiliki surat tanda daftar budidaya (STD-B). Surat ini untuk pendataan petani sawit menuju pembenahan tata kelola. “Yang lain masih mengurus administrasi di Dinas Pertanian dan Perkebunan Sintang, terus kita dorong juga.”   Berbagai masalah Ahmad Zaini mengatakan, warga mulai menanam sawit tahun 2013. Sebelumnya, mereka pernah bekerja di perusahaan perkebunan sawit, PT Bonti Permai Jaya, sebagai pekerja kasar. “Pada tahun 2012, mereka berhenti dan mulai menanam sawit di kebun sendiri,” kata Zaini.Walau warga sudah memiliki pengalaman tanam sawit tetapi mereka masih mengalami berbagai kendala ketika mulai berkebun, baik dalam proses pembibitan, penanaman, suplai pupuk, pemeliharaan sampai proses panen.“Ketika awal menanam kami membeli bibit sembarangan, hingga waktu ditanam banyak yang mati,” katanya.Begitu juga pemeliharaan, katanya, masih pakai metode sederhana kalau ada hama atau penyakit baru diobati. “Tidak diantisipasi jauh-jauh hari. Ini tentu berpengaruh pada hasil panen kebun sawit kami,” ucap Zaini.Muhammad Nurofiq, petani swadaya Desa Telaga Dua mengatakan, warga juga kesulitan akses pupuk. Warga, katanya, biasa mencari alternatif pupuk lain, berupa tangkos dan pupuk kandang.“Pupuk selalu jadi masalah bagi petani sawit. Sawit butuh suplai pupuk memadai. Kalau kita pesan pupuk yang banyak dan rutin, berpengaruh biaya besar. Akses pupuk sulit, jadi kita menyiasati dengan membeli pupuk kandang dan tangkos,” katanya.Selain soal pupuk, kata Nurofiq, petani juga hadapi harga di tengkulak yang fluktuatif. Pemasaran sawit petani, katanya, masih bergantung tengkulak dengan harga tak menentu." "Jalan Panjang Menuju Sawit Swadaya Berkelanjutan di Sintang","“Kadang turun, kadang naik. Warga tak tahu kenapa harga naik dan turun. Tengkulak mematok harga, masyarakat mau tidak mau harus menjual,” katanya, seraya. Pada September lalu, harga sawit per kilogram di tengkulak Rp800. Padahal, kata Nurofiq, harga Dinas Perkebunan Sintang untuk sawit berumur tujuh tahun Rp1.184,72 perkilogram.Dia berharap ada angin segar dari rencana kemitraan Gapoktan Tuah Telaga, dan perusahaan sawit. Gapoktan Tuah menunggu proses kemitraan dengan harapan petani bisa mendapatkan harga layak ataupun sesuai keputusan pemerintah.Saat ini, gapoktan di Desa Telaga Dua ini bersama WWF Indonesia sedang merancang kerja sama dengan PT Sintang Agro Mandiri (SAM) di Kecamatan Binjai Hulu. Dengan kemitraan, perusahaan akan membeli buah sawit petani.“Ini agar petani sawit swadaya di desa tak lagi bergantung harga tengkulak.”Sunadi, Ketua Koperasi Plasma Maju Jaya mengatakan, selalu menyediakan suplai pupuk di Desa Telaga Dua. Ketersediaan pupuk di koperasi, katanya, bergantung yang diberikan PT Bonti.“Kalau pupuk kita punya Koperasi Plasma Maju Jaya yang berafiliasi dengan PT Bonti. Cara kerjanya, pupuk datang dari koperasi itu menyesuaikan pesanan petani. Ketika pupuk datang, kita sering kekurangan karena pesanan harus dibagi dengan setok pupuk dari koperasi.”Awal berdiri koperasi, katanya, inisiasi PT. Bonti dan berlanjut sampai sekarang. Jadi, mereka pun tak bisa mengatasi masalah kekurangan pupuk karena tergantung pasokan yang masuk dari perusahaan.“Jadi, koperasi ini berisikan pupuk dan alat-alat yang berkaitan dengan pengelolaan kebun sawit, termasuk alat untuk memanen. Nah, perihal suplai pupuk kita memang masih bergantung [pasokan dari PT Bonti].”   Menuju sawit berkelanjutan" "Jalan Panjang Menuju Sawit Swadaya Berkelanjutan di Sintang","Desa Telaga Dua, berupaya menuju tata kelola sawit berkelanjutan. Mereka kini dalam dampingan WWF Indonesia. Ardhie Sulistio, SPO Smallholder dan MT Consultant WWF Indonesia mengatakan, selama pendampingan petani swadaya mereka mengamati kondisi petani swadaya berbeda dengan petani plasma. Petani plasma, katanya, dapat dukungan perusahaan.“Petani swadaya budidaya sawit tanpa kerjasama dengan pihak lain. Tak ada standard good agricultural practice diterapkan petani swadaya, selain berdasarkan kebiasaan masing-masing,” katanya.Belum lagi penggunaan bibit tak bersertifikasi, tak ada buku pedoman teknis berbudi daya sawit, tidak ada rekomendasi pupuk, menghilangkan sampai mengabaikan aspek-aspek keselamatan kerja.“Kondisi ini, sering menciptakan anggapan, petani swadaya tidak mampu melakukan praktik budidaya lestari,” katanya.Tantangan lain, petani sawit swadaya dalam memenuhi aspek-aspek berkelanjutan, katanya, soal biaya. “Siapakah yang akan mendanai petani sawit swadaya ini, tentu petani sendiri. Permasalahan biaya, sertifikasi tidak murah.”Dia contohkan, beberapa hal dalam memenuhi aspek berkelanjutan, seperti pemasangan amaran, pemakaian alat pelindung diri (APD), mengurangi penggunaan pestisida dan beralih ke pengendalian hayati. Juga perlu biaya besar dalam pembuatan gudang, lokasi penanganan limbah B3, tempat penyimpanan, pencucian alat pekakas pertanian, pembuatan rekomendasi pupuk ke pihak terkait, pengelolaan areal konservasi, bahkan pembayaran audit sertifikasi.Meskipun begitu, petani terus berupaya memperbaiki tata kelola. Petani Desa telaga Dua, tidak ada lagi membuka lahan dengan cara bakar. Mereka sudah tahu dampak buruk pembakaran lahan, seperti yang tertulis dalam buku pedoman teknis bududaya sawit.Buka lahan tanpa bakar ini, katanya, didukung ada jasa sewa alat berat di desa itu. Hingga petani memilih pakai jasa sewa ini." "Jalan Panjang Menuju Sawit Swadaya Berkelanjutan di Sintang","“Dengan penggunaan alat berat dalam membuka lahan, masyarakat sejak tahun kemarin sudah tak lagi membuka dengan membakar. Penggunaan alat ini memang efektif.”WWF Indonesia juga mengintensifilkasi lahan dan tekankan perawatan serta cara kelola yang baik dalam berkebun untuk menaikkan produksi, bukan dengan membuka lahan baru. Petani, katanya, mulai pakai pupuk secukupnya tetapi ketersediaan pupuk masih terbatas.“Pada kasus ini mungkin bisa jadi pekerjaan rumah penyuluh pertanian setempat. Perlu juga ada pemberdayaan pengelolaan pupuk yang murah bagi petani namun efektif bagi perkebunan dan tanah garapan,” katanya.Ardhie mengatakan, petani Desa Telaga Dua, tak ada membuka kebun di lahan gambut. Petani sawit desa ini, katanya, memahami berkebun di lahan gambut memerlukan modal besar, terutama biaya perawatan tinggi.Petani juga memahami lahan tempat mereka berkebun. “Hasil pengukuran disampaikan langsung ke petani, areal mana masuk kawasan hutan, agar petani tak ada merambah ke kawasan hutan,” kata Ardhie, yang sudah setahun lebih mendampingi petani sawit swadaya di Desa Telaga Dua ini.Guna mendampingi petani mengelola sawit bertanggung jawab, WWF Indonesia program hulu landscape melakukan berbagai pelatihan dan peningkatan kapasitas petani di Desa Telaga Dua. Pelatihan itu, antara lain, pertama, praktik tata kelola terbaik (best management practices), praktik agrikultur yang baik (good agriculture practices) maupun budidaya sawit.Kedua, pelatihan pendidikan kelembagaan yang melibatkan Dinas Pertanian dan Perkebunan Sintang. Ketiga, pembuatan demontration plot (demplot)." "Jalan Panjang Menuju Sawit Swadaya Berkelanjutan di Sintang","“Kita juga pendidikan lingkungan dalam pembangunan berkelanjutan.” Para petani desa ini juga menyiapkan diri menuju standar sawit berkelanjutan, dengan target mendapatkan sertifikat, baik Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) maupun Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). “Sisanya, kita membagikan berbagai buku pedoman dan referensi kepada petani juga alat pelindung diri bagi petani,” katanya.  Gunarni, Kepala Bidang Pengembangan Perkebunan, Dinas Pertanian dan Perkebunan Sintang, mengatakan, dalam mendorong sawit berkelanjutan perlu menyelesaikan beberapa tahapan.Dia menyebutkan tahapan sedang dikerjakan Dinas Pertanian dan Perkebunan Sintang saat ini, menyelesaikan pendataan STD-B.Saat ini, dinas baru mendata sekitar 2.000–3.000 hektar lahan sawit petani yang sudah punya STD-B.Data STD-B, katanya, jadi fokus utama membahas sawit swadaya berkelanjutan di Sintang. Gunardi bilang, STD-B bisa untuk petani sawit mempermudah penjualan produksi ke pabrik kelapa sawit (PKS) di sekitar mereka.“Petani sawit swadaya selalu berisiko terhadap harga. Masalahnya, rantai harga di tengkulak. Kalau sudah bermitra dengan pabrik akan membeli dengan harga dari pemerintah,” katanya.Harga TBS pemerintah, katanya, berubah sebulan sekali. “Harga TBS hanya berlaku bagi petani yang bermitra dengan perusahaan dan petani mandiri yang sudah diakui [emda,” kata Gunardi.Saat ini, katanya, di Sintang, sudah ada delapan pabrik pengolahan sawit tersebar pada 14 kecamatan yang ada perkebunan sawit.Soal ketersediaan pupuk di kalangan petani swadaya, kata Gunardi, perlu ada perhitungan jelas kebutuhan petani, termasuk penggunaan pestisida di kebun sawit.“Ini perlu kita bahas, kebutuhan pupuk di kebun sawit selama ini hanya berdasarkan pengalaman. Belum ada hitung-hitungan. Ini yang sedang kita dorong, kita nanti bisa melihat efektivitas dan efisiensinya.”" "Jalan Panjang Menuju Sawit Swadaya Berkelanjutan di Sintang","Menurut dia, soal sawit berkelanjutan di Sintang, ada tiga aspek perlu jadi perhatian, yakni, aspek sosial, lingkungan dan ekonomi. Ketiga aspek itu, katanya, perlu sinergii.“Keberlanjutan dari sisi ekonomi, kita perlu melihat bagaimana hasil sawit ini berdampak pada pendapatan. Perlu dorong mereka melihat cara kerja untuk mendapatkan ISPO atau RSPO dan kerja sama dengan perusahaan,” katanya.Aspek sosial, katanya, perlu perhatian dalam pemberdayaan kelompok tani di desa, termasuk penguatan kapasitas kelembagaan dan personal petani dalam berkebun sawit.Untuk berkelanjutan dari sisi lingkungan, kata Gunardi, mengenai tata kelola sawit dari cara kelola lahan, penggunaan pupuk herbisida sesuai kebutuhan, penggunaan insektisida segala macam fungsi pupuk. “Bahkan, itu harus seminimal mungkin penggunaannya.”Pemkab Sintang menyatakan keseriusan membehani tata kelola sawit mandiri atau swadaya. Dia akui bukan pekerjaan mudah. Kini, Dinas Pertanian dan Perkebunan sedang pelatihan pendataan penggunaan data spasial tingkat desa.“Output-nya peta, kita ajarkan masyarakat menggunakan GPS dan menentukan titik koordinat. Ini untuk penguatan data yang kita. Warga bisa mempercepat pengumpulan [data].”Sektor perkebunan di Sintang berkontribusi terhadap 22% produk domestik regional bruto (PDRB) Kabupaten Sintang. Kebun sawit di Sintang, dikelola 48 perusahaan dengan luas tanam 180.000 hektar, dan sawit swadaya sekitar 6.000 hektar.Bupati Sintang, Jarot Winarno, mengatakan, pembenahan petani swadaya jadi prioritas Pemerintah Kabupaten Sintang. Pemerintah daerah, katanya, mendorong petani peroleh ISPO maupun RSPO.“Pendataan sudah mulai dari tingkat desa. Data potensi petani mandiri itu belum pasti, perlu pendataan dan melibatkan semua kepala desa. Kalau sudah ada data, enak pembinaannya,” kata Jarot." "Jalan Panjang Menuju Sawit Swadaya Berkelanjutan di Sintang","Dia sadari, membangun sawit mandiri berkelanjutan bukan tugas mudah dan sebentar serta perlu sinergitas antar pihak, baik perusahaan sawit, lembaga swadaya masyarakat, petani, koperasi dan pemerintah.Bupati berharap, kabupaten yang dia pimpin bisa jadi contoh terbaik penerapan petani  sawit swadaya berkelanjutan di Indonesia.“Perlu kita rancang serius. Saat ini, pemerintah terus kerja-kerja mendorong sawit berkelanjutan di Sintang dengan memperhatikan kesejahteraan petani dan lingkungan.” * Firdaus Darkatni adalah wartawan Pontianak Post. Liputan ini mendapatkan dukungan dari Mongabay Indonesia.  Keterangan foto utama:  Kebun sawit mandiri atau swadaya di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, sekitar 6.000 hektar, salah satu di Desa Telaga Dua, Kecamatan Binjai Hulu. Warga tanam tak hanya sawit, ada sayur mayur, buah-buahan, karet, sampai pagi dan jagung. Foto: Firdaus Darkatni/ Pontianak Post  [SEP]" "Nestapa Masyarakat Pesisir di Tengah Bencana Industri Semburan Minyak","[CLS]  Misteri besar masih menyelimuti peristiwa semburan minyak yang muncul dari bawah laut pada sumur pengeboran YYA-1 milik PT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ), perairan Karawang, Jawa Barat. Hingga pekan ketiga sejak kejadian pada 12 Juli 2019, belum ada keterbukaan informasi tentang penyebab terjadinya peristiwa mengerikan tersebut.Padahal, peristiwa tersebut oleh Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) dan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Nasional disebut sebagai bencana industri yang besar. Sebutan tersebut muncul, karena semburan minyak berhasil melumpuhkan aktivitas masyarakat pesisir yang ada di sekitar lokasi peristiwa. Bahkan, nelayan praktis sama sekali tidak menangkap ikan sejak 12 Juli 2019.Koordinator JATAM Nasional Merah Johansyah menyebutkan, upaya penanganan yang dilakukan oleh Perusahaan hingga saat ini masih sangat lambat dan tidak ada keterbukaan informasi. Padahal, selama masa penanganan berlangsung, masyarakat pesisir mempertaruhkan harus keberlangsungan hidupnya. Tanpa laut yang bersih, masyarakat tidak akan bisa mendapatkan sumber penghidupan.“Dan itu berarti tidak ada penghasilan yang bisa didapat oleh para nelayan selama waktu yang tidak terbatas,” ucapnya di Jakarta, Senin (29/7/2019).baca : Begini Nasib Buruk Masyarakat Pesisir akibat Tumpahan Minyak di Karawang  Tentang keterbukaan informasi, Merah menyorotnya dengan sangat tajam. Seharusnya, Perusahaan yang mengambil peranan utama pada bencana tersebut, bisa memberikan informasi sebanyak mungkin kepada publik, terutama masyarakat pesisir yang mendiami kawasan di sekitar lokasi semburan minyak. Namun yang terjadi, hingga saat ini justru sangat minim informasi tentang hal itu." "Nestapa Masyarakat Pesisir di Tengah Bencana Industri Semburan Minyak","Kalaupun ada informasi yang berhasil dipublikasikan, menurut Johansyah itu juga sifatnya masih belum bisa dijamin kebenarannya. Contohnya saja, soal informasi berapa banyak minyak yang ada di kawasan perairan tersebut, Perusahaan memang sudah menyebutkannya. Tetapi, angka 3.000 barel yang disebutkan mencemari laut di sana, dicurigai bukan angka yang sebenarnya.Kecurigaan tersebut muncul, karena Merah mengaku sudah mendapatkan informasi detil saat KIARA dan JATAM melihat langsung ke lokasi semburan. Dari fakta yang didapat, minyak yang tercecer dan mencemari perairan terlihat sangat banyak dan berwarna pekat dengan mengeluarkan bau menyengat yang memicu sakit kepala dan mual. Transparansi InformasiTak hanya itu, ketertutupan informasi juga diperlihatkan Perusahaan kepada masyarakat pesisir di sana dan bahkan cenderung tidak memberikan pemahaman yang sebenarnya. Akibatnya, warga yang melihat lautnya tidak bisa dijadikan pusat aktivitas, kemudian memutuskan untuk ikut membantu proses pembersihan ceceran minyak.“Sayangnya, Perusahaan tidak membekali perlindungan yang tepat kepada warga yang turun langsung untuk membersihkan. Warga dibiarkan mengambil ceceran minyak dengan tangan kosong dan tanpa pakaian khusus,” tuturnya.  Berdasarkan apa yang sudah didapat berupa fakta dan pandangan mata di lokasi kejadian, dia meyakini kalau minyak yang mencemari perairan Karawang jumlahnya lebih dari 3.000 barel. Untuk itu, Perusahaan harus bisa memberi informasi yang akurat dan jelas tentang hal tersebut agar tidak terjadi kesimpangsiuran informasi.Tanpa ada keterbukaan informasi, Merah menyebut, upaya yang dilakukan oleh Perusahaan tak akan ada hasil yang baik. Terlebih, hingga saat ini Pemerintah belum terlihat muncul sebagai salah satu pihak pemegang regulasi dan pelindung masyarakat pesisir dan ekosistem pesisir. Padahal, dalam situasi seperti itu, Negara harus muncul sebagai pengatur situasi." "Nestapa Masyarakat Pesisir di Tengah Bencana Industri Semburan Minyak","Lebih detil, Merah mengungkapkan, dari hasil investigasi di lapangan, KIARA dan JATAM mencatat beberapa hal sangat ganjil yang dilakukan oleh Perusahaan, di antaranya:  Dampak KesehatanSementara, Sekretaris Jenderal KIARA Susan Herawati mengatakan, mengingat bencana tersebut hingga sekarang belum teratasi sumbernya, KIARA dan JATAM mendesak kepada Pemerintah Pusat dan Daerah untuk bisa mengambil langkah-langkah darurat, meskipun itu sudah terlambat. Terlebih, setiap hari selama 24 jam warga terdekat terus terpapar melalui udara, dan air.“Dan besar kemungkinan juga (terpapar) melalui sumber-sumber protein hewani dari daratan dan perairan pesisir yang tercemar,” sebut dia.Agar dampak kesehatan dari peristiwa tersebut tidak terus bertambah, Susan mendesak agar semua pihak tanpa batasan harus bisa ikut terlibat dalam pemantauan, seperti:  Susan menambahkan, sesuai dengan konsesi kerja, area pengeboran minyak milik PHE ONWJ tersebut menyebar di perairan yang secara administrasi masuk ke dalam 20 kecamatan di dua provinsi, yakni Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta. Namun, khusus untuk kejadian sekarang, wilayah daratan yang sudah terdeteksi baru mencapai 10 kecamatan. Dengan rincian, di dalamnya terdapat 1.940 rumah tangga (RT) nelayan, 5.738 pembudi daya ikan.“Jika melihat jumlah minyak yang mencemari perairan, perkiraan jumlah nelayan, pembudi daya ikan, dan rumah tangga, akan semakin banyak lagi. Apalagi, jika Pertamina hanya membatasi masa penanganan sampai sepuluh minggu saja,” ungkapnya.Dalam kondisi seperti itu, Susan mengharapkan peran Negara bisa muncul sesegera mungkin. Peran tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi daya Ikan, dan Petambak Garam. Salah satu peran yang harus dilakukan dalam peristiwa tersebut, adalah membentuk tim investigasi independen untuk menyelidiki penyebab semburan minya." "Nestapa Masyarakat Pesisir di Tengah Bencana Industri Semburan Minyak","Kehadiran tim independen, diyakini bisa menjamin transparansi dalam investigasi peristiwa tersebut, yang mencakup dari pengumpulan data, pelaporan data dan informasi kunci yang harus dilaporkan ke publik. Agar transparansi bisa terjamin, pemiihan komposisi anggota tim juga harus memenuhi syarat-syarat independensi yang berkaitan dengan investigasi. Penanganan KebocoranPelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Djoko Siswanto, mengatakan, PT PHE ONWJ berupaya mempercepat mematikan sumur sekitar anjungan lepas pantai yang bocor.“Kami berusaha percepat untuk mematikan sumur. Rig sudah ada di tempat untuk drilling, rencana konduktor akan ditajak hari ini,” kata Djoko di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (29/7/2019) seperti dikutip dari gatra.comUntuk mempercepat pengerjaannya, lanjut Djoko, pihak terkait telah menambah kru dan tim, baik yang menangani oil spill dan untuk penutupan sumur. Tim dari Boots and Coots pun sudah didatangkan beserta para ahli lainnya.Djoko mengatakan insiden oil spill tersebut masih masuk dalam kategori tier 1. Ini berarti penanganannya masih dalam skala perusahaan, namun dengan bantuan dari berbagai pihak.  Berdasarkan data dari PHE ONWJ, katanya, pola sebaran minyak masih mengarah ke barat, dengan potensi panjang pesisir yang terdampak seluas 52 mil. Pengelolaan limbah di wilayah Karawang dan Bekasi diperoleh 17.830 karung yang berasal dari temuan tumpahan minyak di tujuh pantai.“Untuk penanggulangan tumpahan minyak di shoreline sudah dipasang oil boom onshore sebanyak 1.430 mtr dan melanjutkan pembersihan limbah di area mangrove. Secara paralel, tim mulai membuat rencana penanganan dampak masyarakat dan lingkungan tiga bulan ke depan,” ujarnya." "Nestapa Masyarakat Pesisir di Tengah Bencana Industri Semburan Minyak","Djoko menambahkan, untuk merespons tumpahan minyak, tim penanganan melakukan berbagai upaya, antara lain monitoring efektivitas Static Boom, melanjutkan recovery minyak di Static Boom dengan Skimmer sebanyak 6 unit (2 unit di Victory, 1 unit di Dunamos, 1 unit di Garuda, dan 2 di Transko Andalas).Total limbah terkumpul berkisar 7.000 liter, 32 trash bag yang diangkat dan dikirim ke darat sebanyak 9.250 kg. Tim juga berkoordinasi dengan OSCT untuk tambahan dua Giant Octopus Skimmer, melibatkan 25 kapal nelayan melakukan pengambilan limbah tetap berlangsung, 32 offshore boat, boom terpasang 3.700 meter, spare 1.200 di shore base Maruda, dan 2.325 mtr oil boom onshore sudah berada di Karawang.Kementerian ESDM mencatat tumpahan minyak yang dipicu gelembung gas di sekitar sumur YYA-1 Blok Offshore North West Java (ONWJ) Pertamina, sudah mencapai 51 ribu barel per hari sampai hari ini.Djoko mengatakan, berdasarkan laporan tim di lapangan kebocoran minyak terjadi sejak munculnya gelembung gas, setiap harinya minyak yang tumpah di ‎perairan mencapai ‎3 ribu barel per hari. ‎”Laporan dari tim di lapangan, kira kira semburan minyak itu sebesar kira kira 3.000 Bopd per hari, konstan sejak 12 Juli,” tambah Djoko seperti dikutip dari liputan6.com.  [SEP]" "Ekspor Raya Perikanan Simbol Kebangkitan Sektor Kelautan?","[CLS]  Ekspor raya yang dilaksanakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) secara serentak di lima pelabuhan utama, pekan lalu, bisa menjadi indikasi adanya upaya perbaikan yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia untuk ekspor produk perikanan. Hal itu bisa dilihat, dari besarnya nilai ekspor yang terkumpul dari aktivitas besar tersebut.Demikian penilaian Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan berkaitan dengan kegiatan ekspor serentak yang dilaksanakan dari lima pelabuhan besar nasional, yaitu Tanjung Priok (Jakarta), Tanjung Perak (Surabaya, Jawa Timur), Tanjung Emas (Semarang, Jawa Tengah), Belawan (Medan, Sumatera Utara), dan Soekarno Hatta (Makassar, Sulawesi Selatan).Menurut Abdi Suhufan, apa yang sudah dilakukan oleh KKP tersebut, bukan saja akan memperbaiki kinerja mereka yang terus mendapat sorotan tajam dari publik, namun juga secara bersamaan akan ikut menaikkan cadangan devisa Negara, karena nilai ekspor yang berhasil dikumpulkan dari ekspor raya jumlahnya besar.“Itu signifikan untuk devisa Negara, di tengah menurunnya pendapatan Negara dari ekspor,” ucapnya.baca : Benarkah Kinerja Ekspor Perikanan Indonesia Ungguli Negara Pesaing?  Tetapi, Abdi menilai, walau sudah ada catatan positif, Pemerintah perlu bekerja keras untuk mengatasi persoalan mahalnya biaya logistik yang hingga saat ini masih menjadi penghambat ekspor. Untuk itu, Presiden RI Joko Widodo perlu memberi perhatian khusus atas upaya yang sedang dilakukan oleh KKP dan pihak terkait untuk meningkatkan ekspor perikanan nasional.“Sebab, stok dan produksi ikan saat ini sedang naik,” sebutnya." "Ekspor Raya Perikanan Simbol Kebangkitan Sektor Kelautan?","Abdi menambahkan, khusus untuk kargo udara, Pemerintah perlu turun tangan langsung mempertemukan pihak maskapai penerbangan dan pengelola bandara untuk melakukan tinjauan komponen biaya yang bisa ditekan. Ada peluang untuk menurunkan biaya logistik melalui efisiensi tarif gudang yang dikelola oleh pihak Angkasa Pura dan anak perusahaannya. Perlindungan NegaraAbdi melihat tarif gudang bisa ditinjau ulang lebih murah lagi dan juga harus ada jaminan tidak akan ada pungutan liar (pungli). Pasalnya, selama ini pungli di bandara kargo selalu memberikan beban ganda bagi pelaku usaha untuk ekspor.Agar hal itu terwujud, perlunya ada perlindungan dari Pemerintah terhadap kegiatan usaha perdagangan hasil laut. Karena usaha perikanan melibatkan banyak pihak dari sejak hulu dengan menghabiskan banyak modal, waktu, dan tenaga kerja, hingga sampai hilir yang menjadi ujung dari kegiatan tersebut.“Komoditas hasil laut yang ditransportasikan via udara, rentan terhadap kematian. Sehingga prosedur dan sistem handling di gudang bandara dan airlines mesti ditangani dengan baik,” tuturnya.Selain perlindungan, Pemerintah juga perlu membangun dan menyediakan lemari pendingin (cold storage) dengan standar nasional Indonesia (SNI) di beberapa bandara utama yang menjadi penghubung antar pulau. Hal itu untuk mendukung dan mempermudah kegiatan ekspor hasil laut melalui bandara oleh para pelaku usaha.Adapun, contoh bandara yang pantas untuk dilengkapi cold storage di antaranya adalah Bandara Hasanuddin di Makassar (Sulsel), Bandara Sam Ratulangi di Manado (Sulawesi Utara), dan Bandara Pattimura di Ambon (Maluku). Dukungan fasilitas seperti itu, menjadi penting karena bisa meningkatkan kualitas produk perikanan yang akan dieskpor.baca juga : Kinerja Perikanan Nasional Tercoreng Kegagalan Ekspor 2017, Kenapa Bisa Terjadi?  " "Ekspor Raya Perikanan Simbol Kebangkitan Sektor Kelautan?","Di sisi lain, kenaikan biaya logistik yang terjadi sekarang, dikhawatirkan akan mengganggu upaya Pemerintah untuk meningkatkan ekspor hasil laut ke luar negeri. Hal itu, karena saat ini sudah terjadi penurunan proses produksi di sentra-sentra penghasil produk perikanan di seluruh Nusantara.“Itu terjadi karena ketidakmampuan pelaku usaha dalam mengirimkan barangnya ke tujuan akhir,” tegas Abdi Suhufan.Diketahui, ekspor raya yang digelar pekan lalu, diikuti oleh 147 perusahaan perikanan yang menjadi binaan Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM). Dalam kegiatan tersebut, sebanyak 394 kontainer yang berisi 8.938,76 ton dikirim ke berbagai negara dari lima pelabuhan tersebut. Volume ekspor tersebut nilainya mencapai Rp588,79 miliar.Dalam keterangan resminya kepada wartawan, KKP menyebut komoditas yang dikirim pada ekspor raya, adalah frozen tillapia, baby octopus, crayfish, frozen shrimp, frozen whole cleaned cuttlefish, frozen whole round squid, frozen black tiger shrimps, frozen squid, frozen pomfret, frozen cuttle fish, frozen black pomfret.Juga ada frozen threadfin fish, frozen sweetlip, frozen ribbon fish, frozen shark fish, frozen squid, frozen catfish, frozen ribbon fish, various frozen tuna yellowfin fillet, frozen grouper fillet, frozen snapper fillet, frozen wahoo, frozen oil fish, frozen swordfish, frozen marlin, dan frozen tuna.perlu dibaca : Perintah Luhut ke Susi: Hentikan Penenggelaman, Pulihkan Ekspor Perikanan  Volume BesarSedangkan negara tujuan ekspor produk perikanan itu adalah Amerika Serikat, Uni Eropa, Tiongkok, Spanyol, Singapura, Sri Lanka, Hong Kong, Jepang, Korea Selatan, Thailand, Vietnam, Austria, Malaysia, Prancis, Puerto Riko, Italia, Belanda, Australia, Inggris, Denmark, dan Yunani. Sementara, produk yang dikirim, berasal dari perusahaan yang dibina BKIPM Jakarta II, Surabaya, Semarang, Stasiun KIPM Medan II, dan Balai Besar KIPM Makassar." "Ekspor Raya Perikanan Simbol Kebangkitan Sektor Kelautan?","Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang memimpin langsung pelepasan ekspor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (19/7/2019) mengatakan ekspor raya itu menggambarkan kondisi perikanan nasional saat ini semakin membaik. Hal itu didukung karena Pemerintah dalam lima tahun terakhir sudah menindak kapal-kapal ikan pelaku illegal, unreported, unregulated fishing (IUUF) dan sudah menenggelamkan sebanyak 516 kapal berbendera asing.Bagi Susi, pemberantasan IUUF inilah yang telah memberikan dampak positif terhadap Stok Ikan Nasional. Berdasarkan hasil kajian Komisi Nasional Pengkajian Stok Ikan (Kajiskan), Maximum Sustainable Yield (MSY) perikanan Indonesia naik signifikan dari 7,3 juta ton pada 2015 menjadi 12,54 juta ton pada 2017, atau meningkat sebesar 71,78 persen.Susi mengklaim, setelah IUUF diberantas, terjadi peningkatan stok ikan yang kemudian mendorong peningkatan ekspor komoditas perikanan. Tren ekspor produk perikanan Indonesia kemudian meningkat 45,9% dari 654,95 ribu ton dengan nilai USD3,87 miliar pada 2015 menjadi 955,88 ribu ton dengan nilai USD5,17 miliar pada 2018.“Hingga saat ini, produk perikanan kita telah diekspor ke lebih dari 157 negara di dunia. Namun, Amerika Serikat masih menjadi negara tujuan utama,” ujarnya.Selain Amerika Serikat, negara lain yang masuk dalam 10 besar negara tujuan ekspor utama Indonesia yaitu Tiongkok, Jepang, Singapura, Thailand, Malaysia, Taiwan, Italia, Vietnam, dan Hong Kong. Adapun 10 jenis komoditas dominan yang dieskpor yaitu udang, tuna, cumi-cumi, olahan rajungan, kepiting, gurita, kakap, dan kerapu. menarik dibaca : Ekspor Tuna dari Indonesia, Amerika Serikat Tekankan Perikanan Berkelanjutan " "Ekspor Raya Perikanan Simbol Kebangkitan Sektor Kelautan?","Susi menambahkan, lewat kegiatan ekspor raya, dia mendorong para pengusaha perikanan terus meningkatkan kepatuhannya untuk melaporkan hasil tangkapan dan ekspor yang sesuai. Dengan begitu, sektor perikanan akan menjadi sektor yang menarik bagi investor, karena menyumbangkan surplus pada pertumbuhan ekonomi Indonesia.“Kalau pelaporannya kecil kemudian impornya banyak, terjadilah defisit. Negara ini juga akan kurang dihormati dan kurang diminati secara ekonomi. Nanti tidak ada lagi investor mau masuk ke Indonesia,” tegasnya.  [SEP]" "Kurangi Plastik, Wadah Daging Kurban Pakai Besek","[CLS]     Usai shalat Idul Adha di lapangan, siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) III Kota Malang, Jawa Timur. Sebagian siswa dan guru berkutat dengan hewan kurban, enam sapi dan 16 kambing berjajar di halaman sekolah di Jalan Cipto Kota Malang.Satu-persatu, bergantian sapi dan kambing disembelih di halaman sekolah. Seorang tukang jagal khusus datang untuk menyembelih seluruh hewan kurban. Lingkungan sekolah riuh. Dalam tempo sejam, seluruh hewan kurban telah disembelih.Giliran para siswa putra membantu proses selanjutnya, memisahkan daging dengan kulit dan tulang. Siswa putri membentangkan kain terpal di lapangan basket. Mereka duduk bersimpuh, berjajar, bertugas memotong dan menimbang daging ukuran 1,5- 2 kilogram.  Sembari menunggu proses memotong dan menimbang, siswa lain mengusung besek wadah dari anyaman bambu. Besek menggunung. Usai daging dipotong dan ditimbang, mereka masukkan daging ke besek. Seluruh daging dikemas dalam besek, daging kurban siap didistribusikan kepada para penerima.“Sejak tahun ini, kami berkomitmen menggunakan wadah ramah lingkungan,” kata Rahman Helmi, Ketua Panitia Kurban SMPN 3 Kota Malang, Minggu (11/8/19). Sebelumnya, ada usulan daging dibungkus daun jati. Daun jati sulit diperoleh di Kota Malang dan perlu keterampilan.Besek pun jadi pilihan. Saat membeli besek di pasar tradisional rata-rata kesulitan memasok dengan jumlah besar dan waktu cepat. Mereka harus membeli langsung ke perajin di Sumberpucung, Kabupaten Malang. “Membeli 750, satu besek, Rp2.500,” katanya.Mereka beralih tak pakai kresek karena, tas plastik sulit terurai. Besek bisa hancur dan terurai dalam waktu singkat. Penggunaan besek ini juga bagian dari pendidikan lingkungan kepada siswa.“Sesuai program sekolah, diputuskan pakai besek,” katanya, seraya bilang, besek akan mereka gunakan seterusnya.   Pesanan besek meningkat" "Kurangi Plastik, Wadah Daging Kurban Pakai Besek","Daging kurban pakai besek berdampak terhadap penjualan di tingkatan perajin. Perajin besek di Jalan Pesantren Desa Talunsono, Ngajum, Kabupaten Malang, jual besek naik 50%. “Meningkat terutama untuk wadah daging kurban,” kata perajin besek, Sukarsih.Biasa dia produksi 100 besek sepekan. Dia menerima pesanan besek untuk hajatan, perajin tape dan pernikahan. Harga besek Rp5.000. Sebagian besar untuk wadah tape di Probolinggo. Selama ini, pesanan berdatangan dari Probolinggo, Situbondo, dan Gunung Kawi di Kabupaten Malang.Walhi Jawa Timur, Purnawan D Negara mengapresiasi SMP Negeri 5 Kota Malang yang menyalurkan daging kurban dengan besek. Ada kesadaran, katanya, merevitalisasi nilai ekologi dengan religi.SMP ini, katanya, tak hanya retorika, tetapi mengajarkan gerakan nyata dalam kehidupan sehari-hari. iukur dampaknya dan pengaruhnya terhadap lingkungan.Wadah besek, katanya, bakal mendapat dua pahala sekaligus, yakni, pahala atas ibadah kurban dan atas menyelamatkan lingkungan. “Ada nilai ekologi yang ditanamkan. Berkorban untuk menyelamatkan lingkungan.”Dia berharap, pendidikan ekologi dan religi dari SMP Negeri 3 Kota Malang bisa tertular kepada sekolah lain. “Agar tahun depan berubah, tak gunakan tas kresek, beralih ke besek atau daun jati. Ini mendidik pelajar peduli lingkungan sejak dini.”  Perlu keteladananPurnawan juga dekan Fakultas Hukum Universitas Widyagama Malang meminta, aksi sekolah ini bisa tertangkap pengambil kebijakan. Bupati dan wali kota, katanya, bisa menunjukkan keteladanan ekologi.Sutiaji, Wali Kota Malang berkomitmen, mengurangi sampah plastik. Dia mulai mengimbau kegiatan di pemerintahan Kota Malang tak gunakan air minum kemasan plastik. Selain itu, semua wadah plastik dikurangi.“Sebelumnya, sudah ada peraturan wali kota. Dianulir Gubernur Jawa Timur karena harus ada aturan di atasnya yang kuat,” katanya." "Kurangi Plastik, Wadah Daging Kurban Pakai Besek","Untuk pembungkus daging kurban, Sutiaji mengeluarkan imbauan kepada panitia penyembelihan hewan mengganti tas kresek dengan bungkus ramah lingkungan, seperti daun atau besek. “Itu hanya imbauan, tak ada sanksi,” katanya.Senada dengan Wali Kota Malang, Pelaksana Tugas Bupati Malang Sanusi juga mengeluarkan imbauan melalui pembinaan mentan (Bintal). Dia menyarankan, panitia penyembelihan hewan kurban mengganti tas kresek ke wadah lain. “Bisa pakai besek atau daun jati, sebagai pengganti kresek.”Dulu, masyarakat di Kabupaten Malang membagikan daging kurban dengan daun jati. Cara ini lebih sehat dan daging lebih enak.Aksi serupa, mengganti bungkus daging kurban, dari kantong plasktik ke  daun jati atau besek juga dilakukan di beberapa tempat, salah satu  di Pesantren Ekologi, Ath-Thaariq, Garut, Jawa Barat. Sejak beberapa tahun ini, Ath-Thaariq, sudah mengubah bungkus daging kurban, tak pakai kantong plastik lagi demi mengurangi tekanan terhadap lingkungan.  Keterangan foto utama:    Besek, sebagai pembungkus daging kurban, menggantikan plastik kresek. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia     [SEP]" "Tsunami dan Ketidakpastian Mitigasi Bencana (Bagian 2)","[CLS]     Awal Januari lalu, pascatsunami menerjang Banten dan Lampung, masih menyisakan banyak pekerjaan. Hingga Sabtu (5/1/19) korban tercatat 437 orang meninggal dunia, 9.061 orang luka, 10 hilang dan 16.198 mengungsi.Berdasarkan rapat koordinasi dipimpin Gubernur Banten, disepakati, masa tanggap darurat selesai 4 Januari 2019, lanjut periode transisi darurat menuju peralihan selama dua bulan, yaitu, 6 Januari-6 Maret 2019.Baca juga: Tsunami dan Ketidakjelasan Mitigasi Bencana (Bagian 1)Selama masa transisi darurat, pemerintah membangun hunian sementara (huntara). Huntara untuk menampung pengungsi dengan rumah rusak berat dan rusak ringan. Tujuannya, meminimalisir gejolak sosial dan mengantisipasi musim hujan agar pengungsi lebih nyaman.Untuk membangun huntara perlu dua bulan—pembangunan sebelum hunian tetap. Pemerintah Pandeglang akan mengajukan dana siap pakai ke BNPB guna pembangunan huntara. Pengerjaan fisik oleh TNI.Untuk perbaikan rumah rusak ringan, Pemerintah Pandeglang dan Banten, akan mengalokasikan anggaran untuk perbaikan. Untuk perbaikan rumah rusak berat dan sedang akan diusulkan melalui hibah rehabilitasi dan rekonstruksi ke BNPB.Baca juga: Warisan Leluhur Selamatkan Warga Adat di Lombok Ini dari GempaSesuai kesepakatan dan rapat koordinasi tak ada pembangunan huntara di Lampung Selatan namun hunian tetap untuk relokasi. Pemerintah sudah siapkan dua hektar lahan.   MitigasiSusan Herawati Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mengatakan, ketangguhan masyarakat merupakan kunci utama mitigasi dari potensi tsunami.Satu kekhawatiran lagi, setelah bencana, perampasan ruang masyarakat justru makin tinggi, baik di Palu maupun Selat Sunda.Baca juga:Tsunami Selat Sunda Tewaskan 222 Orang, BNPB: Hindari Dekat Pantai dan Tetap WaspadaSusan bilang, kebijakan relokasi warga diikuti memberikan status zona merah terhadap wilayah berpotensi bencana, kemudian diambil negara untuk pariwisata." "Tsunami dan Ketidakpastian Mitigasi Bencana (Bagian 2)","“Kami percaya, masyarakat punya pola ketangguhan, seperti apa? Mangrove. Mereka punya mangrove kok di Selat Sunda, kemudian ekspansi jadi pariwisata,” katanya seraya bilang pemerintah salah kaprah dalam mengartikulasikan kerentanan. “Bahkan punya kecenderungan menambah kerentanan itu sendiri.”Untuk itu, selain membangun mitigasi, pemerintah perlu mengembalikan kedaulatan sejati bagi masyarakat pesisir yakni hak penuh mengelola wilayah mereka.Baca juga:Gempa dan Tsunami Palu-Donggala, Ratusan Orang Tewas, Infrastruktur Rusak ParahSementara, Eko Teguh Paripurno, pakar bencana dari Pusat Studi Manajemen Bencana (PMSB), Magister Manajemen Bencana Universitas Negeri “Veteran” Yogyakarta menilai, pemerintah perlu memperbaiki masterplan sesuai konteks karakter bahaya, perubahan kapasitas dan kerentanan yang berkembang termasuk di Sulawesi Tengah, terutama Palu dan sekitar.“Masterplan kemarin, seharusnya sudah sesuai kajian waktu itu. Tentu sudah ilmiah, karena bersandar pada kajian lembaga saat itu,” kata Eko.Diskusi masterplan, katanya, menarik karena sering berurusan dengan pengelolaan, kesesuaian, dengan rencana tata ruang dan tata wilayah serta rencana penanggulangan bencana.Sebagai payung hukum, katanya, cukup dengan keputusan gubernur, atau peraturan daerah provinsi.Soal anggaran Rp16,7 triliun, dia bilang relatif. Terpenting, harus mempertimbangkan kebutuhan yang sesuai. “Masterplan perlu dipertimbangkan tak hanya infrastruktur, juga sosial dan budaya, serta ekonomi.”PSMB, katanya, konsisten merekomendasikan dan mendorong pendekatan sosial budaya dalam menyelesaikan pengurangan risiko. “Tata ruang, masterplan dan lain-lain, dipastikan setelah kajian risiko jelas dan zonasi ditentukan,” katanya.Sukmandaru Prihatmoko, Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) menjelaskan, tsunami Selat Sunda lalu merupakan tsunami vulkanik. Ia disebabkan aktivitas vulkanik yang berkaitan dengan letusan gunung." "Tsunami dan Ketidakpastian Mitigasi Bencana (Bagian 2)","Tsunami di Selat Sunda lalu, katanya, memang cukup rumit karena letusan gunung tak langsung jadi penyebab tetapi dampak longsorannya. Potensi kejadian pun kecil.“Kebetulan, muncul di Krakatau,” katanya.Tsunami tanpa didahului gempa, katanya, sekitar 10% dari kejadian selama ini.Potensi kejadian berulangpun kecil. Namun, Sukmandaru mengingatkan, kewaspadaan tetap harus jadi perhatian baik pemerintah maupun masyarakat di pesisir.Potensi letusan gunung, katanya, masih ada. Meski tak akan sebesar letusan induk Krakatau pada 1883 yang menewaskan lebih 36.000 jiwa.“Kalau berdasarkan gejala yang kita amati sekarang tak akan sebesar ibunya karena tinggi sudah menurun dari 338 meter jadi 100 meter.”Meskipun begitu, kesiapsiagaan perlu. Citra satelit menunjukkan ada rekahan berpotensi jadi jalur longsor baru. Mitigasi wajib.Selama ini, dalam amatan dia, banyak standar prosedur operasi dan teori mitigasi namun belum terimplementasi dengan baik. “Saya selalu bilang, mitigasi tidak boleh berhenti.”Mitigasi perlu sejak dini. Di hulu mitigasi dengan membangkitkan kesadaran masyarakat terhadap semua potensi bencana. Selanjutnya, tata ruang sesuai potensi bencana.“Kalau sudah tau rawan bencana perlu bikin perlakuan khusus, misal, di Selat Sunda, sudah tahu itu rawan bencana hindari proyek bangunan besar. Seandainya harus dengan kaidah yang harus dipatuhi misal kode bangunan tertentu,” katanya.Serupa dikatakan Andang Bachtiar, dikenal dengan sebutan geolog merdeka. “Tidak ada kata terlambat untuk mitigasi,” katanya.Soal pengaktifan kembali masterplan, katanya, pemerintah harus fokus membuat daftar area yang perlu mitigasi, misal sebelah barat Kota Padang, untuk potensi bencana di megatrust Mentawai dan Selat Sunda.BNPB, katanya, juga harus merujuk pada penelitian dan kajian terbaru seperti potensi bencana di sepanjang sesar Lembang dan Cimandiri, yang masuk rawan bencana, namun padat penduduk dan infrastruktur." "Tsunami dan Ketidakpastian Mitigasi Bencana (Bagian 2)","Kajian dan riset-riset ini, katanya, mesti jadi landasan penyusunan mitigasi. Dia bersyukur, pandangan ini sudah terlihat pada Doni Monardo, Kepala BNPB yang baru dilantik Presiden Joko Widodo awal Januari 2019.Meski sempat tertunda beberapa hari, presiden akhirnya melantik Doni menjadi Kelapa BNPB menggantikan Willem Rampangilei. Sebelumnya, Doni adalah Sekjen Dewan Ketahanan Nasional dan Panglima Kodam III Siliwangi.Jabatan Kepala BNPB, sangat krusial. Ia jabatan setingkat menteri hingga pemberhentian dan pengangkatan kewenangan presiden.BNPB, katanya, sangat strategis karena memiliki fungsi koordinasi, komando dan pelaksana dalam penanggulangan bencana, baik pra, tanggap darurat dan pascabencana. Hal itu, katanya, diatur dalam UU No 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana dan PP No 21/2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.  Hutan pantai Bagaimana pandangan Doni Munardo dalam penanggulangan bencana? Dalam kunjungan ke Pandeglang setelah dilantik, Doni mengusulkan hutan pantai sebagai salah satu upaya mitigasi dalam mengurangi risiko bahaya tsunami masa depan.Doni melihat, hutan pantai juga bisa bermanfaat bagi masyarakat di sepanjang pantai yang masuk zona merah bahaya gempa bumi dan tsunami.Dia contohkan, beberapa jenis pohon dapat ditemui di beberapa tempat dan berfungsi sebagai penahan alami dari hantaman tsunami. Beberapa jenis pohon dapat ditanam dan cocok di pinggir pantai seperti pule, ketapang, mahoni, waru, beringin dan kelapa.“Ini tujuan kita mengurangi bencana. Sejak sekarang kita siapkan. Kawasan di zona merah Selat Sunda ini sudah harus mempersiapkan diri.”Pandangan ini dibenarkan Abdul Muhari, pakar tsunami dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. Hutan pantai, katanya, dapat mengurangi laju energi tsunami dan menahan koral besar.Abdul mengatakan, karakter tsunami di kawasan ini membawa koral hingga 10 ton ke darat. Pohon-pohon berdiameter besar dapat menahan laju koral." "Tsunami dan Ketidakpastian Mitigasi Bencana (Bagian 2)","Doni memberikan arahan, penanaman pohon diserahkan kepada pemerintah kabupaten, termasuk melibatkan Dinas Kehutanan provinsi. Penanaman, katanya, memperhatikan juga berapa panjang pantai, dan setiap wilayah tentu ada lapisan.“Kita minta bupati menyusun rencana dan mengajukan ke BNPB. Kebutuhan apa yang dapat kita usulkan ke Kementerian Keuangan,” kata Doni.Sehubungan mitigasi dan adaptasi wilayah rawan gempa dan tsunami, kata Doni, beberapa upaya dapat dilakukan semua pihak, seperti kesiapsiagaan masyarakat.Dia bilang, sosialisasi terus diberikan ke semua lapisan masyarakat oleh semua komponen, termasuk para ulama.Doni menekankan, ada latihan yang menyentuh sampai tingkat rukun warga di kawasan zona merah. Dia juga sebutkan, soal aturan, seperti peraturan daerah terhadap seluruh pengelola hotel agar memperhatikan konstruksi.Dia mengunjungi pantai yang memiliki shelter tsunami. Sayangnya, pembangunan shelter belum sempurna karena masalah administrasi. Dia berharap, shelter untuk kepentingan kebencanaan.“Dengan memperkuat upaya mitigasi, menyiapkan rute evakuasi, dan tata ruang berbasis risiko bencana,” katanya yang mengunjungi kawasan ditemani para ahli geologi dan vulkanologi.   ***Nurjanah, warga yang tinggal kurang 100 meter dari Pantai Carita, hidup bersama empat orang keluarga. Dia, suami, seorang anak, dan ibunya. Mereka bergantung hidup dari warung kecil yang menyediakan jajanan, seperti mie instan, kelapa muda, makanan ringan, dan lain-lain.Malam minggu sebelum tsunami menggulung kawasan Selat Sunda, keluarga Nurjanah berharap ‘panen’ karena pengunjung ramai. Bencana datang, hingga isi warung mereka gunakan untuk keperluan mengungsi.Pedagang lain, Saripah, pendatang di Kampung Cipondo, sebuah desa antara Carita dan Tanjung Lesung, bersama suami membuka warung makan kecil di tepi pantai." "Tsunami dan Ketidakpastian Mitigasi Bencana (Bagian 2)","Dia menjual ikan bakar, dan berbagai olahan seafood lain. Rencana mereka sehari sebelum malam Natal, akan panen keramba. Tsunami menggulung keramba. Habis tak bersisa.“Nggak jadi panen,” kata Saripah.Saya meninggalkan Pandeglang, sore hari ketiga pasca tsunami. Pekerjaan rumah masih banyak, antara lain, pemulihan ekonomi warga seperti Nurjanah dan Saripah dan kepastian mitigasi bagi 3,8 juta warga Indonesia yang tinggal di daerah rawan tsunami. (Habis) Keterangan foto utama:     Desa Teluk, Banten, pasca tsunami. Foto: Della Syahni/ Mongabay Indonesia   [SEP]" "Ironi di Kepulauan Kei : Kaya Potensi Perikanan, Tapi Miskin Pemanfaatan [1]","[CLS]  “Belum lama ini saya terpaksa buang ikan. Terlalu banyak (ikan ditangkap), tapi tidak ada penadah (pengepul ikan),” kata Saharudin Meturan kepada Mongabay, Jumat (27/9/2019).Saharudin yang lebih akrab dipanggil Udin adalah salah satu nelayan di Desa Dian Pulau, Kecamatan Hoat Sorbay, Kabupaten Maluku Tenggara, Provinsi Maluku. Ia memiliki bagan dan perahu motor berkekuatan 40 PK.Setiap hari Udin melaut. Sekali melaut, ia bisa mendapatkan 10 ton ikan pelagis kecil seperti ikan Layang dan Kembung.Hasil tangkapan yang melimpah ini, menurut Udin, merupakan dampak positif dari kebijakan pemerintah melakukan penghentian sementara (moratorium) perizinan eks kapal asing di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 714 Laut Banda dan WPP 718 di Laut Arafura.Sedangkan Alimudin Banda, nelayan di Desa Satehan, Kecamatan Kei Kecil, Kabupaten Maluku Tenggara mengatakan ia dan rekan-rekannya bisa menangkap ikan puluhan ton di rumpon miliknya. Bahkan terkadang kapal mereka tidak mampu memuat ikan.Alimudin menuturkan saat nelayan kapal asing Tiongkok dan Filipina beroperasi perairan di pertengahan Dobu, Kabupaten Kepulauan Aru, dan perairan Kei Besar, Maluku Tenggara, menangkap ikan Layang (ikan Momar dalam bahasa lokal). Selain daerah penangkapannya yang jauh, juga karena cahaya lampu kapal asing lebih banyak.“Nah, setelah kapal-kapal asing itu keluar (dari perairan Indonesia), kami mulai dapat banyak ikan Momar karena cahaya lampu di rumpon kapal asing sudah tidak ada. Momar mulai masuk ke perairan dimana kami memasng rumpon,” ungkapnya.baca : Kaya Tapi Miskin, Potret Potensi Perikanan Maluku yang Belum Optimal, Kenapa?  " "Ironi di Kepulauan Kei : Kaya Potensi Perikanan, Tapi Miskin Pemanfaatan [1]","Tetapi di sisi lain, nelayan juga merasakan dampak negatif moratorium. Moratorium diberlakukan untuk menertibkan kapal perikanan yang tidak mempunyai izin, izinnya telah kadaluarsa atau memanipulasi perizinan kapal. Salah satu perizinan kapal yaitu surat izin penangkapan ikan (SIPI). Dengan dibekukan atau dicabutnya SIPI, maka kapal itu tidak boleh melakukan operasi di laut.Moratorium beroperasinya kapal perikanan berukuran besar di wilayah perairan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No.56/2014 tentang Penghentian Sementara Perizinan Usaha Perikanan Tangkap di WPP RI dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No.57/2015 tentang Penghentian Sementara Kapal Eks Asing dan Pelarangan Transshipment.Sejumlah perusahaan perikanan di Maluku Tenggara dan Kota Tual kena dampak moratorium. Dua diantaranya yaitu PT Maritim Timur Jaya (MTJ) dan PT Binar Surya Buana (Binar) milik CEO Artha Graha Group, Tomy Winata.Selain perusahaan milik Tomy, ada pula CV. Pulau Mas, perusahaan yang bergerak di usaha ekspor ikan karang hidup. Perusahaan ini berdomisili di Bali, dan memiliki cabang di Kota Langgur, ibukota Kabupaten Maluku Tenggara.Perusahaan-perusahaan tersebut biasa menampung ikan hasil tangkapan para nelayan seperti Udin sebelum moratorium. Kapal-kapal asing dari Hongkong dan Thailand juga jadi penadah ikan di Maluku Tenggara.“Kalau ada kapal ikan Hongkong dan Thailand, mereka langsung beli ikan kami. Berapa pun banyaknya. Makanya, kami sesalkan kebijakan moratorium yang melarang kapal-kapal asing masuk ke sini untuk mencari dan membeli ikan,” tandas Udin.baca juga : Begini Klaim Kesuksesan Perikanan di Maluku menurut Susi  " "Ironi di Kepulauan Kei : Kaya Potensi Perikanan, Tapi Miskin Pemanfaatan [1]","Namun menurut Kepala Bidang Pemberdayaan Nelayan, DKP Maluku Tenggara, Edward Belson, meningkatnya jumlah produksi perikanan tangkap di daerah itu bukan dampak langsung dari kebijakan moratorium. Tetapi karena karena penangkapan ikan di Maluku Tenggara oleh nelayan musiman dengan alat tangkap ikan sederhana.“Jadi (moratorium perizinan kapal) tidak terlalu berdampak, kecuali kapal besar yang beroperasi di atas 12 mil laut. Dulu kapal besar beroperasi pun tidak masuk di dalam pulau yang menjadi lokasi tangkapan nelayan di sini,” kata Belson kepada Mongabay Indonesia di ruang kerjanya, Senin (30/9/2019). Kaya Potensi, Pemanfaataan Rendah Kepulauan Kei memiliki nilai strategis dalam pembangunan nasional karena merupakan pusat kegiatan nasional sektor perikanan tangkap. Hal itu dibuktikan dengan penetapan Kepulauan Kei menjadi salah satu kawasan minapolitan di Indonesia sesuai Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan bernomor KEP.32/MEN/2010.Secara administratif Kepulauan Kei terdiri dari satu kabupaten dan satu kota, yaitu Kabupaten Maluku Tenggara dan Kota Tual. Sedangkan perairan Kepulauan Kei dimasukkan masuk dalam WPP 714 (Laut Banda) yang berpotensi besar dalam perikanan tangkap.Data Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Maluku Tenggara dan Kota Tual 2014 menyebutkan, produksi total perikanan sebesar 6.712 ton dengan jumlah tangkapan diperbolehkan (JTB) sebesar 5.369 ton Produksi perikanan tersebut di peroleh dari komoditi-komoditi perikanan seperti ikan pelagis, ikan demersal, ikan karang dan non ikan.perlu dibaca : Menteri Susi Ditagih Janji Jadikan Maluku Lumbung Ikan Nasional  " "Ironi di Kepulauan Kei : Kaya Potensi Perikanan, Tapi Miskin Pemanfaatan [1]","Sedangkan data DKP Provinsi Maluku menunjukkan produksi perikanan tangkap di Maluku Tenggara pada 2018 mencapai 102.497 ton. Sementara berdasarkan data DKP kabupaten Maluku Tenggara, jumlah produksi perikanan tangkap meningkat setiap tahun, yakni 66.835 ton pada 2014, 92.896 ton pada 2015, naik menjadi 93.562 ton pada 2015, dan 2017 sebanyak 94.121 ton.DKP Maluku Tenggara menargetkan produksi perikanan tangkap 94.591 ton, sedangkan sektor perikanan budidaya, khususnya rumput laut sebanyak 17.708 ton pada 2019.Sementara realisasi sampai dengan triwulan kedua dan bulan Agustus 2019 sudah mencapai 81.324 ton dari target 112.300 ton. Rinciannya, produksi tangkap tercatat telah mencapai 67.162 ton, sedangkan budi daya sudah mencapai 14.162 ton.Produksi per jenis ikan, antara lain Cakalang 208 ton (2014), 236 (2015), 241 (2016), dan 233 ton (2017). Kemudian Tenggiri 538 ton (2014), 227 ton (2015), 172 ton (2016) dan 285 ton (2017), Tongkol 647 ton (2014), 829 ton (2015), 850 ton (2016) dan 835 ton (2017), dan ikan Kembung 299 ton (2014), 425 ton (2015), 450 (2016), dan 465 ton (2017).Selain itu, ikan Layang 362 ton (2014), 522 ton (2015), 520 ton (2016) dan 899 ton (2017), dan ikan Teri 741 ton (2014), 1.163 ton (2015), 1.182 ton (2016) dan 1.163 ton (2017).baca juga : ‘Perang’ Gubernur Maluku Karena Kesal Tak Kunjung Jadi Lumbung Ikan Nasional  Alat Tangkap TradisionalAkan tetapi sumber daya ikan yang melimpah ini, tidak sebanding dengan pemanfaatannya. Pasalnya, rata-rata nelayan di Maluku Tenggara dan Kota Tual merupakan nelayan ‘musiman. Hanya di beberapa desa seperti Sathean, Kecamatan Kei Kecil, dan Selayar, Kecamatan Kei Kecil Barat, nelayannya melaut setiap hari." "Ironi di Kepulauan Kei : Kaya Potensi Perikanan, Tapi Miskin Pemanfaatan [1]","Dosen Politeknik Perikanan Tual, Benediktus Jeujanan yang pernah melakukan penelitian tesis tentang nelayan rumpon di Perairan Kepulauan Kei ini menyebutkan, hampir 90 persen nelayan di Kota Tual dan Maluku Tenggara merupakan nelayan tradisional. Alat tangkap yang digunakan yakni jaring bobo (purse seine), bagan (lift net), jaring insang (gill net), pancing tonda (troll line), pancing ulur (hand line) dan pancing tegak (vertical line).Daerah penangkapan nelayan juga di sekitar pantai, sekira 0-4 mil, karena ukuran armada penangkapan yang dimiliki rata-rata berukuran kecil. Perikanan tradisional masih melekat pada nelayan-nelayan di pesisir ini.“Karena memang nelayannya juga nelayan tradisional. Alat tangkapnya tradisional,” ujar Benediktus kepada Mongabay Indonesia, Jumat (27/9/2019).Tak hanya alat tangkap, minimnya sumber daya manusia (SDM) nelayan dan rendahnya harga komoditas ikan juga jadi masalah lainnya. Benediktus mengungkapkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pernah memberikan bantuan satu unit kapal pole and line (huhate), tapi tidak dipakai oleh nelayan karena tidak memiliki skill.Hal teknis seperti ini jarang diperhatikan oleh pemerintah daerah sehingga ikan-ikan pelagis besar tidak menjadi tangkapan unggulan nelayan setempat. Ikan Cakalang, Tuna dan ikan pelagis besar lainnya yang terlihat di pasar, ditangkap menggunakan pancing tonda.menarik dibaca : Setelah Nyatakan Perang, Gubernur Maluku Bersikukuh Tegaskan 5 Tuntutan Kepada Menteri Kelautan  Hal senada disampaikan Kepala Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Kota Tual, Silvinus M.C. Jaftoran kepada Mongabay Indonesia, Senin (30/9/2019). Menurutnya, sumber daya perikanan di Maluku Tenggara dan Tual belum dimanfaatkan secara optimal, karena rata-rata nelayan masih menggunakan alat tangkap tradisional." "Ironi di Kepulauan Kei : Kaya Potensi Perikanan, Tapi Miskin Pemanfaatan [1]","Ia membandingkan dengan daerah kaya ikan lainnya seperti di Bitung, Sulawesi Utara dan beberapa daerah di provinsi Sulawesi Selatan. Meski dengan kapasitas kapal yang sama, nelayan di dua provinsi itu mendapatkan hasil tangkapan melimpah sehingga meningkatkan kesejahteraan mereka.Di sisi yang lain, lembaga pemerintah pemangku kepentingan perikanan di Kota Tual sudah memadai. Seperti adanya perwakilan Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, PPN, DKP dan perusahaan perikanan. Namun, semua itu belum berdampak signifikan pada peningkatan taraf hidup nelayan maupun masyarakat Tual pada umumnya.“Dulu orang asing datang ambil ikan kita. Sekarang kapal asing sudah tidak ada lagi, tetapi sama saja, kita masih tetap saja penonton, karena peralatan belum terlalu modern, dan SDM masih rendah,” terang Silvinus.****Tajudin Buano, jurnalis Harian Pagi Ambon Ekspres. Artikel ini didukung oleh Mongabay Indonesia  [SEP]" "Tiga Besar Persoalan Lingkungan Hidup yang Harus Diselesaikan Negara","[CLS]   Ada tiga persoalan penting terkait lingkungan hidup yang harus diselesaikan Joko Widodo [Jokowi], ketika terpilih menjadi Presiden Indonesia, lima tahun lalu. Yakni, kebakaran hutan dan lahan [karhutla], konflik agraria antara masyarakat desa dengan negara dan perusahaan, serta terancamnya keberadaan masyarakat adat. Jokowi menunjuk Siti Nurbaya, sebagai Menteri LHK [Lingkungan Hidup dan Kehutanan] guna menyelesaikan dua persoalan tersebut.Kini, Jokowi kembali memimpin Indonesia untuk lima tahun ke depan dan Siti dipercaya lagi menjadi Menteri LHK. Apa yang harus dilakukan Presiden bersama Menteri LHK?“Ya, masih seperti lima tahun lalu. Mengatasi karhutla yang tetap saja terjadi di lahan gambut, dan program perhutanan sosial yang terlihat gagal mengatasi konflik agraria, serta menyelamatkan masyarakat adat,” kata Mualimin Pardi Dahlan, anggota Dewan Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia [Walhi] kepada Mongabay Indonesia, Rabu [23/10/2019].Sebab, upaya yang dilakukan Jokowi seperti membentuk dan menjalankan program restorasi gambut melalui Badan Restorasi Gambut [BRG] terbukti belum mampu mencegah kebakaran di lahan gambut. Bencana kabut asap tetap dirasakan di Kalimantan dan Sumatera.Begitu juga skema percepatan Perhutanan Sosial [PS] dan TORA [Tanah Objek Reforma Agraria], tidak menyentuh optimal masyarakat yang mengalami konflik, atau menyelamatkan keberadaan masyarakat adat.“Jadi, tidak ada yang bisa diharapkan dari Menteri Siti Nurbaya, selama kebijakan perhutanan sosial bukan jawaban atas konflik agraria, jika tetap diarahkan hanya untuk di luar konsesi korporasi,” lanjutnya.Baca: Kabinet Baru Jokowi, Bagaimana Nasib Lingkungan dan Reforma Agraria?  " "Tiga Besar Persoalan Lingkungan Hidup yang Harus Diselesaikan Negara","Terbukti, dari sejak pertama Siti menjabat Menteri LHK pada kabinet kerja jilid 1, dari ratusan ribu hektar yang kita ajukan melalui skema perhutanan sosial tidak bisa direalisasikan. Padahal, yang diajukan ini sebagian besar dari wilayah konflik agaria. “Persoalan ini sudah disampaikan Walhi saat melakukan rapat kerja dengan KLHK, dan hasilnya dijadikan sebuah buku,” terang Mualim.Seandainya pemerintahan Jokowi tetap komit menyelesaikan konflik agraria, maka Menteri Siti Nurbaya harus merevisi PS agar menjadi instrumen resolusi konflik. Akar masalah ketimpangan itu, tidak seimbangnya penguasaan lahan antara korporasi dan rakyat. Bahkan dalam RUU Pertanahan saat ini negara akan semakin berkuasa penuh atas tanah. “Bahkan ada ketentuan pengampunan bagi korporasi yang menggarap lahan di luar izin konsesinya.”Baca: Periode Kedua, Presiden Jokowi Diminta Fokus Benahi Tata Kelola Sumber Daya Alam  Selain itu KLHK juga belum sepenuhnya mewujudkan permintaan lahan adat oleh masyarakat adat melalui skema PS, yang sebetulnya dapat menyelamatkan hutan alam tersisa. “Fakta yang kita saksikan di lapangan maupun hasil penelitian berbagai pihak, masyarakat adat lebih efektif menjaga hutan, dibandingkan apa yang dilakukan pihak lain termasuk lembaga negara,” katanya.Dikatakan Mualimin, negara hanya boleh mengatur bukan menguasai. Rakyat yang harus diberi kuasa penuh sebagai pemilik, diberikan perlindungan untuk mengelola dengan budaya kearifan lokal, yang sudah tumbuh dalam bingkai harmoni manusia dan alam secara berkelanjutan.Sementara TORA, harus dievaluasi dari program yang terlihat hanya bagi-bagi tanah menjadi agenda yang sejati yakni reforma agraria atau penataan ulang kuasa atas tanah secara adil." "Tiga Besar Persoalan Lingkungan Hidup yang Harus Diselesaikan Negara","“Strateginya, jangan fokus pada tanah bebas, hingga seakan-akan ada kehendak baik membagikan tanah. Padahal, faktanya hampir 80 persen daratan Indonesia sudah dikuasai korporasi, dan inil yang menjadi sumber konflik agraria tidak berkesudahan.”Negara harus melakukan langkah tegas. “Hentikan sementara pemberian izin pihak yang haus lahan, evaluasi dan audit izin yang sudah ada apalagi yang berkonflik, serta tegakkan hukum atas setiap pelanggaran. Hukum korporasi yang melanggar, termasuk pidana korupsi di sektor sumber daya alam,” tegasnya.Baca: Keberpihakan Negara pada Investasi di Sektor Kemaritiman  Dr. Najib Asmani, Ketua Yayasan Kelola Lanskap Berkelanjutan, juga menyampaikan apa yang akan dilakukan Siti Nurbaya dalam memimpin KLHK lima tahun ke depan. Fokus masih terkait restorasi gambut dan mangrove, mengatasi karhutla, serta meningkatkan dan memperbaiki target PS.“Ya, masih persoalan yang sama. Memang program restorasi gambut dan mangrove, dan pencegahan karhutla tidak dapat dilakukan cepat. Harus fokus, sabar, dan butuh waktu panjang. Sehingga program ini jangan berhenti, dan tidak dapat diukur dari kerja lima tahun lalu. Kerja lima tahun lalu merupakan pelajaran guna memperbaiki sistem koordinasi dan strategi yang dilakukan. Betul, harus ada perbaikan atau perubahan,” kata Najib.Sementara PS, dapat dikejar dalam lima tahun ke depan, baik untuk mengatasi konflik agraria maupun menyelamatkan keberadaan masyarakat atau komunitas adat di Indonesia. “Menjaga keberadaan hutan alam tersisa,” ujarnya.Baca juga: Lahan Sawit Terbakar Hakim Putuskan Bayar Rp261 Miliar, Perusahaan di Kalteng Ini Bermasalah Sejak Lama  Pendekatan budayaConie Sema, pekerja seni dan budaya di Palembang, mengatakan, terkait upaya mengatasi persoalan lingkungan hidup di Indonesia selama ini, termasuk lima tahun pemerintahan Jokowi yang lalu, tampaknya pendekatan masih berpijak pada ekonomi dan hukum." "Tiga Besar Persoalan Lingkungan Hidup yang Harus Diselesaikan Negara","“Selama ekonomi masih berbasis sumber daya alam dan rakyat tidak memiliki kekuatan modal, seperti lahan dan teknologi, maka pendekatan ekonomi hanya sebuah mitos, yang akhirnya memberikan luka bagi rakyat Indonesia. Jika terus dibiarkan, menjadi sebuah dendam dan kemarahan yang absurd, yang sebenarnya sudah kita rasakan saat ini,” kata Conie.Begitu pun pendekatan hukum, yang justru menjadikan masyarakat dendam pada negara atau pemerintahan, bukan melahirkan kesadaran. Kenapa? Sebab pelanggaran hukum yang mereka lakukan, seperti membakar lahan dan merambah hutan, bukan karena pilihan atau sikap, melainkan karena kondisi mereka yang tidak memiliki pengetahuan dan teknologi.“Berbeda di negara maju, penegakan hukum dilakukan karena rakyatnya tidak memiliki alasan lagi untuk melanggar sebuah aturan. Ibarat menangkap seorang anak yang kelaparan karena mencuri sepotong roti.”Conie menyarankan, pendekatan yang dilakukan adalah budaya dalam menjalankan skema-skema yang dijalankan pemerintah. Misal, memahami nilai-nilai budaya dari sebuah masyarakat. Dari situ dilakukan dialog, yang kemudian mendorong mereka membangun nilai-nilai baru penuh komitmen dan kesadaran bersama terhadap kondisi lingkungan yang sudah tidak sama seperti di masa lalu.“Jika pendekatan budaya diutamakan, pengakuan lahan adat merupakan pilihan utama dibandingkan hutan kemitraan, hutan desa, maupun hutan kemasyarakatan dalam program PS,” ujarnya.Conie juga “mencemaskan” pernyataan Presiden Jokowi soal pengutamaan goal atau output. Sebab jika ini digunakan untuk industri berbasis sumber daya alam, seperti perkebunan, maka bukan tidak mungkin persoalan lingkungan ditepiskan guna mewujudkan target produksi. Namun jika digunakan untuk penyelamatan lingkungan dan sumber daya manusia itu sangat baik.“Perlu penegasan Presiden, hal ini diberlakukan pada pembangunan yang mana, atau program yang mana,” terang Ketua Teater Potlot ini.   [SEP]" "Kasus Tambang Emas Ilegal di Gunung Botak, dari Jaringan Penambang sampai Perusahaan Terjerat Hukum","[CLS]     Tim gabungan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri dan Polda Maluku, menetapkan beberapa orang dan satu perusahaan sebagai tersangka kasus kejahatan pertambangan emas ilegal dan kerusakan lingkungan, di Gunung Botak, Kabupaten Buru, Maluku. Polisi masih terus mengembangkan kasus dan masih memungkinkan tersangka terus bertambah.Sejak 6 Januari 2019, tim Bareskrim Mabes Polri, dipimpin Kombes Pol. Sulistiyono, Kasubdit II Bidang Lingkungan Hidup, sudah berada di Polda Maluku, guna tindaklanjut penyidikan izin operasi tiga perusahaan di Sungai Anahoni dan penambang emas ilegal, di sekitaran Pulau Buru.Baca juga: Petaka Tambang Emas di Pulau BuruAtas proses itu, sembilan orang jadi tersangka dan ditangani Polres Pulau Buru. Mereka ada sebagai penyandang dana, penyedia bahan kimia berbahaya atau maupun penadah. Sembilan tersangka ini masing-masing berinisial, BP, RS, N, ditahan sejak 12 November 2018, atas dugaan kasus tromol.Kemudian, WT dan S delik sama, dan berkas mereka sudah lengkap. Sedang empat orang lain dugaan kasus tong (berisi merkuri) yakni, A, MN, AN dan SN.Selain sembilan tersangka perorangan, polisi juga menetapkan tersangka korporat, PT. Buana Pratama Sejahtera (BPS) dengan dugaan melanggar UU Mineral dan Batubara. Meskipun begitu, polisi belum menetapkan sosok tersangka perusahaan.Baca juga: Setop Tambang Ilegal Gunung Botak Tak Bisa Sekadar Bongkar Tenda PenambangKombes Pol. Sulistiyono, Kasubdit II Tindak Pidana Tertentu, mengatakan, beberapa pekan sebelum Gunung Botak, ditutup, mereka bersama Dirkrimsus Polda Maluku, menyelidiki tiga perusahaan di Gunung Botak, yakni BPS, Prima Indo Persada (PIP) dan Sinergi Sahabat Setia (SSS)." "Kasus Tambang Emas Ilegal di Gunung Botak, dari Jaringan Penambang sampai Perusahaan Terjerat Hukum","Untuk BPS, lebih dulu jadi laporan polisi. Dalam penyelidikan sampai penyidikan, petugas gunakan banyak pintu penegakan hukum, baik dari UU Minerba, UU UU Kehutanan sampai UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.“Untuk tiga perusahaan ini, kami baru menetapkan BPS sebagai tersangka,” katanya.Hingga kini, katanya, sudah pemeriksaan terhadap 16 orang, empat dari Dinas Lingkungan Hidup Maluku termasuk kepala dinas, dua dari KLH Buru, serta 10 orang perusahaan.“Sudah ada delapan orang sebagai tersangka. Mereka sebagai penambang, penyumbang dana, suplai B3 dan penadah,” katanya.Sejauh ini, katanya, belum ada pejabat pemerintah jadi tersangka, baru perusahaan. “Intinya, ini akan diselidiki sampai tuntas, tentu melalui mekanisme dan tahapan. Kita harus menghargai proses karena tidak instan,” katanya.  Dia sebutkan, kasus ini berawal kala penyelidikan dengan membawa beberapa contoh diduga limbah B3 ke Jakarta.“Di kantor, kami periksa dan memeriksa saksi-saksi, berita acara interogasi. Kami juga gelar perkara hingga ditingkatkan jadi penyidikan,” katanya.Tim Mabes Polri juga sudah memasang police line, di lokasi rendaman emas, karena diduga melakukan pengolahan dengan B3. Di lokasi yang diduga wilayah kerja milik PIP ini, terdapat tiga alat berat kena police line.“Untuk kasus tambang BPS tersangka, PIP sudah LP, dan SSS masih penyelidikan. Pengolahan emas di Gunung Botak diduga pakai sianida dan lain-lain. Kesimpulannya, kontribusi perusahaan mengumpul bahan baku untuk mengolah emas,” katanya.Mengenai dugaan keterlibatan dua oknum polisi dalam kasus penambangan emas ilegal di Gunung Botak, Kombes Pol. M Roem Ohoirat, Kabid Humas Polda Maluku, bilang, mereka ditangani internal oleh Propam." "Kasus Tambang Emas Ilegal di Gunung Botak, dari Jaringan Penambang sampai Perusahaan Terjerat Hukum","“Memang benar, ada dua anggota diduga menerima sesuatu. Soal itu, belum ada perkembangan, sudah ditangani Propam. Sesuai janji kapolda, jika kedua oknum polisi terbukti menerima sesuatu, akan dipecat,” katanya.Sebelumnya, dua oknum polri ini diberitakan terindikasi terkait penambang emas tanpa izin di Gunung Botak. Namun peran mereka belum pasti sebagai orang yang mendukung atau menerima suap dari para penambang ilegal.Roem bilang, kedua oknum polisi sedang menjalani pemeriksaan atas dugaan keterlibatan dalam kasus tambang emas Gunung Botak. Data Mongabay, dua oknum polisi ini, satu bertugas di Polres Pulau Buru dan satu lagi Polsek Waeapo.Menurut Roem, keduanya terancam dipecat jika hasil pemeriksaan terbukti. “Kita tunggu saja prosesnya. Yang pasti dalam proses.”Kombes Pol. Firman Nainggolan, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Maluku, mengatakan, poses tiga perusahaan di Gunung Botak, Pulau Buru, diambil alih Bareskrim Mabes Polri.“Seperti disampaikan kapolda, penanganan penambang emas tanpa izin di Gunung Botak oleh Polda Maluku, tiga perusahaan yang aktivitas di Sungai Anahoni, ditangani Bareskrim Mabes Polri,” katanya dalam konferensi pers, di Maluku, Jumat (11/1/19).   Berizin rehabilitasi malah nambang?Melihat kasus di Sungai Anahoni oleh tiga perusahaan, kata Firman, jika melihat ke belakang, persoalan erat dengan perizinan. Tiga perusahaan itu, katanya, awalnya izin untuk penataan rehabilisasi, pasca penertiban sebelumnya." "Kasus Tambang Emas Ilegal di Gunung Botak, dari Jaringan Penambang sampai Perusahaan Terjerat Hukum","Berita Mongabay, sebelumnya, sejak Agustus 2018, aparat gabungan TNI/ Polri, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Dinas Lingkungan Hidup Buru, pemerintah daerah, dan sejumlah organisasi kemasyarakatan, melakukan pembersihan dan penertiban ribuan penambang ilegal tambang Gunung Botak, atau biasa disebut Gunung Emas, di Kabupaten Buru, Maluku. Ratusan tenda milik penambang yang berjejer di kawasan itu dibongkar dan dibakar.Dalam perjalanan, tim yang dibentuk baik Bareskrim maupun Polda Maluku ini menemukan, penataan dan reklamasi oleh perusahaan tak berjalan, malah mereka menambang. “Nah, aktivitas perusahaan ini gunakan bahan kimia berbahaya, seperti sianida.”Semestinya, penataan, tak pakai sianida tetapi mengangkat sedimen dan ditempatkan pada satu tempat, kemudian bukit itu ditata kembali dengan cara ditanami.“Inilah yang ditangani polda maupun Bareskrim. Polda menertibkan dan penanganan berkaitan penambangan ilegal di Gunung Botak. Jadi sudah ditutup total bahkan dijaga ketat aparat. Para pelaku sudah kita amankan, salah satu jaringan yang berkaitan pendistribusian bahan kimia berbahaya,” katanya.Bareskrim Polri, katanya, sedang menyelidi kerusakan lingkungan yang sudah mengandung B3. Soal perizinan akan kena Pasal 85 UU Minerba soal penertiban perizinan.Perihal ini, katanya, tiga orang dari Dinas KLH Buru sudah diperiksa karena ada perizinan terbit dari mereka mengenai kelayakan lingkungan.“Bareskrim juga memanggil Kepala Dinas Lingkungan Hidup, namun tidak datang karena alasan tak ada di tempat.”Dia bilang, pada prinsipnya, proses hukum tetap jalan, tetapi dalam penanganan harus dipilah-pilah, tak boleh satu berkas. Dalam arti, kasus antara dinas dan perusahaan berjalan terpisah.   Cegah merkuri-sianida" "Kasus Tambang Emas Ilegal di Gunung Botak, dari Jaringan Penambang sampai Perusahaan Terjerat Hukum","Pada Maret tahun lalu, polisi mengupayakan pencegahan distribusi bahan berbahaya ke Gunung Botak, baik merkuri maupun sianida. Polisi juga sudah menandatangani kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) bersama.“Ada beberapa yang masih berupaya memasukkan B3. September kemarin, kami berhasil ungkap kasus pengiriman sianida satu konteiner yang diangkut pakai kapal Pelni di Namlea,” kata Firman.Pelni juga akan diajak ikut tanda tangan MoU agar tak lagi memuat bahan kimia berbahaya masuk ke Gunung Botak atau ke tempat-tempat lain.Menurut dia, polisi terus lakukan pencegahan intens. Dia berharap, ada kerjasama dari perusahaan agar tak memasukkan bahan B3 tanpa izin ke areal tambang.Selain itu, Polres Buru juga menempatkan pos penjagaan fokus di pelabuhan atau pintu-pintu masuk. Setiap kapal berlabuh di Pelabuhan Namlea, langsung diperiksa.“Untuk sianida tak ada lagi pengiriman ke Pulau Buru. Mungkin yang lama belum disentuh, namun polisi sudah menurunkan tim untuk memprosesnya. Polisi juga sudah lakukan sosialisasi ke masyarakat agar menyerahkan bahan berbahaya yang masih disimpan,” katanya.Selain merkuri dan sianida, Polda Maluku juga menyinggung sejenis obat-obatan untuk proses penambangan. Ia ditemukan pada dua lokasi berbeda, di Tantui Ambon dan Pelabuhan Namlea.Hasil penyelidikan, sejenis obat-obatan itu ditemukan pada gudang di Tantui, merupakan sisa yang diangkut ke Pulau Buru.“Karena ada beberapa keterangan perlu kita ambil, terutama BPS. Dari hasil laboratorium Tim Forensik, obat-obatan ini juga mengandung sianida, tetapi saya tidak tahu berapa persen, meski begitu tetap kategori bahan kimia berbahaya,” katanya." "Kasus Tambang Emas Ilegal di Gunung Botak, dari Jaringan Penambang sampai Perusahaan Terjerat Hukum","Informasi diterima Mongabay, Selasa (15/1/19), warga Desa Dobowae, Kecamatan Wailata dan Gegoria, Kecamatan Waeapo, Kabupaten Buru, menyerahkan B3 berupa merkuri 6, 6 kg kepada Polda Maluku. Penyerahan B3 secara sukarela diterima langsung Wakapolres Pulau Buru, Kompol Bachri Hehanussa.Setelah penyerahan B3, tim asistensi kemudian memberikan sosialisasi kepada masyarakat soal bahaya merkuri terhadap kesehatan dan lingkungan. Sebelumnya, polisi minta warga menyerahkan merkuri dan sianida secara sukarela sebelum penindakan.  Keterangan foto utama:     Kombes Pol. Sulistiyo mengecek rendaman di kawasan tambang Gunung Botak, Pulau Buru. Foto: Humas Polda Maluku   [SEP]" "Bedah Visi Misi Lingkungan Capres dan Cawapres, Seperti Apa?","[CLS]       Pada 17 April 2019, Indonesia akan memilih presiden dan wakil presiden periode 2019-2024 serta pemilihan anggota legislatif. Dua pasangan calon berlaga. Nomor urut satu, Joko Widodo-Ma’ruf Amin, dan kedua, Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno.Kedua pasangan calon sudah menyerahkan visi misi mereka ke Komisi Pemilihan Umum (KPU), beberapa bulan lalu. Dari sana, publik bisa melihat dan mengkritisi dokumen visi misi, termasuk khusus sektor lingkungan, seperti dilakukan Yayasan Madani Berkelanjutan.Baca juga: Kado Hari Tani 2018: Presiden Tandatangani Perpres Reforma AgrariaTeguh Surya, Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan dalam diskusi bersama media di Jakarta beberapa waktu lalu mengatakan, analisis visi misi paslon Jokowi-Ma’ruf terkait isu lingkungan dalam lima fokus, yakni pengelolaan hutan dan gambut berkelanjutan, ketimpangan penguasaan lahan, penegakan hukum, perlindungan dan pengakuan hak masyarakat adat, serta energi terbarukan.Pasangan nomor urut satu ini merangkum visi misi dalam dokumen Nawacita plus 1 dengan sembilan sub bahasan. Pertama, peningkatan kualitas manusia Indonesia. Kedua, struktur ekonomi produktif, mandiri, dan berdaya saing. Ketiga, pembangunan merata dan berkeadilan.Baca juga: Kementerian Agraria Mulai Distribusikan Lahan Bekas HGUKeempat, mencapai lingkungan yang berkelanjutan. Kelima, kemajuan budaya yang mencerminkan kepribadian bangsa. Keenam, penegakan sistem hukum bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya. Ketujuh, perlindungan bagi segenap bangsa dan memberikan rasa aman kepada seluruh warga.Kedelapan, pengelolaan pemerintahan yang bersih, efektif dan terpercaya. Kesembilan, sinergi pemerintahan daerah dalam kerangka negara kesatuan.Khusus misi keempat, Jokowi-Ma’ruf, memaparkan tiga program aksi dan 13 butir kebijakan fokus pada tata ruang terintegrasi, mitigasi perubahan iklim, penegakan hukum dan rehabilitasi lingkungan." "Bedah Visi Misi Lingkungan Capres dan Cawapres, Seperti Apa?","Baca juga: Dua Tahun Molor, Perda Masyarakat Adat Ammatoa Kajang Akhirnya DisahkanDari 260 butir penjabaran program, yang membahas isu lingkungan hidup sekitar 20%. Terdiri dari 17% mengenai pengelolaan hutan dan gambut berkelanjutan, ketimpangan penguasaan lahan, dan penegakan hukum.Sebanyak 3% mengenai perlindungan dan pengakuan hak masyarakat adat serta energi terbarukan.“Visi Misi Jokowi-Ma’ruf secara umum mendukung pengelolaan lingkungan berkelanjutan. Terutama yang tercantum dalam misi keempat tentang capaian lingkungan hidup yang berkelanjutan,” kata Teguh.Dia menyebut, ada beberapa permasalahan belum terakomodasi dalam visi misi itu, antara lain tata kelola perkebunan sawit, pemberhentian deforestasi, pengelolaan konflik tenurial, penataan desa di kawasan hutan serta pencegahan dan pemberantasan korupsi sumber daya alam.    Selain itu, katanya, soal perlindungan hak masyarakat adat, tidak ditemukan pembahasan rancangan UU masyarakat adat dan hutan adat. Juga belum mencangkup mengenai penanganan polusi, dan tambang serta energi terbarukan.Teguh membandingkan dokumen Nawacita saat Pilpres 2014. Ada banyak perbedaan.“Terkait pengelolaan hutan dan gambut berkelanjutan, pada pilpres 2014, Jokowi-Jusuf Kalla menyampaikan 14 butir komitmen penguatan sektor kehutanan. Dia sangat tegas dan jelas menyebutkan berbagai angka target terkait pengelolaan hutan berkelanjutan.”Baca juga: Buah Manis Masyarakat Adat Serampas Dalam Menjaga HutanPada visi-misi 2019-2024, katanya, Jokowi-Ma’ruf tidak lagi menyebutkan angka-angka target tegas dalam penjabaran visi-misi hutan dan lahan.Dalam visi misi sekarang, katanya, ada beberapa komitmen hilang, seperti penyediaan data sumber daya hutan secara de facto dan de jure, penyelesaian konflik kepemilikan hak pengelolaan dan tumpang tindih perizinan, dan pelestarian hutan dan perlindungan 20,63 juta hektar areal berhutan." "Bedah Visi Misi Lingkungan Capres dan Cawapres, Seperti Apa?","Soal ketimpangan penguasaan lahan, katanya, dalam visi misi sebelumnya, ada dua poin komitmen. Pertama, pendistribusian aset terhadap petani melalui distribusi hak atas tanah petani melalui land reform dan program kepemilikan lahan bagi petani dan buruh tani. Menyerahkan lahan seluas 9 juta hektar dan perhutanan sosial 12,7 juta hektar.Kedua, meningkatkan akses petani gurem terhadap kepemilikan lahan pertanian dari rata-rata 0,3 hektar menjadi dua hektar per keluarha tani, dan pembukaan 1 juta lahan pertanian kering di luar Jawa dan Bali.“Pada periode ini, Jokowi dan Ma’ruf fokus pada kebijakan melanjutkan agenda reforma agraria, sebagaimana disebutkan dalam penjabaran misi ketiga tentang pembangunan merata dan berkeadilan.”Mereka, katanya, akan mempercepat redistribusi aset dalam skema reforma agraria dan perhutanan sosial yang tepat sasaran.Lalu, melanjutkan pendampingan masyarakat dalam penggunaan, pemanfaatan dan produksi atas tanah obyek reforma agraria dan perhutanan sosial hingga lebih produktif. Juga mempercepat percepatan legalisasi atas tanah-tanah milik rakyat dan tanah wakaf. Serta meneruskan, meningkatkan peremajaan, pemeliharaan, pendampingan, penyuluhan, kemitraan dan legalisasi tanah perkebunan rakyat.Meski begitu, kata Teguh, masalah terpenting belum terakomodir dalam visi misi itu ialah solusi penanganan konflik agraria dan tata kelola desa di kawasan hutan.Juga mengenai pencegahan dan pemberantasan korupsi perizinan sumber daya alam. Dalam visi dan misi sebelumnya, Jokowi tegas menyebut penegakan hukum lingkungan, pemberantasan penebangan liar dan penambangan liar." "Bedah Visi Misi Lingkungan Capres dan Cawapres, Seperti Apa?","Hal ini berbeda dengan visi misi saat ini. Jokowi-Ma’ruf, tidak tegas menyebutkan tentang korupsi terkait dengan sumber daya alam. Mereka hanya menyebutkan, pencegahan dan pemberantasan korupsi yaitu akan melaksanakan konsisten strategi nasional pencegahan korupsi fokus pada perizinan dan tata niaga, keuangan negara. Serta penegakan hukum dan reformasi birokrasi di setiap kementerian, lembaga, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan lain.“Perlu butir yang menyebutkan dengan tegas tindakan penegakan hukum untuk korupsi di sektor sumber daya alam, baik terkait perizinan di kawasan hutan, tambang, dan lain-lain,” katanya.   Dalam hal perlindungan dan pengakuan hak masyarakat adat, di visi misi sebelumnya Jokowi-JK memiliki beberapa agenda prioritas utama, seperti peninjauan kebijakan, legislasi UU terkait masyarakat adat, pengelolaan tanah dan sumber daya alam, dan penyelesaian konflik.Dalam visi misi saat ini, katanya, hak masyarakat adat ditumpangkan pada misi keenam soal penghormatan, perlindungan dan pemenuhan HAM. Di sana, disebutkan komitmen melindungi dan memajukan hak-hak masyarakat adat mulai aspek legal, pemberdayaan ekonomi, perlindungan hukum, hingga pemanfaatan sumber alam lestari tanpa perincian. Juga disebutkan peningkatan pendidikan konservasi lingkungan berkelanjutan dengan melibatkan komunitas masyarakat adat.Menurut Teguh, perlu tindak lanjut terhadap komitmen sebelumnya, seperti meninjau ulang dan menyesuaikan seluruh peraturan perundang-undangan terkait pengakuan, penghormatan, perlindungan dan pemajuan hak-hak masyarakat adat. Terutama, yang berkaitan dengan hak-hak atas sumber-sumber agraria.Baca juga: Kado Manis Akhir Tahun, Kali Pertama Pemerintah Tetapkan Hutan Adat" "Bedah Visi Misi Lingkungan Capres dan Cawapres, Seperti Apa?","Selain itu, melanjutkan proses legislasi RUU pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat, memastikan proses-proses legislasi terkait pengelolaan tanah dan sumber daya alam, seperti RUU Pertanahan dan lain-lain. Juga dapat memastikan UU Desa, berjalan.  Energi terbarukanSaat Pilpres 2014, Jokowi-JK memiliki sembilan poin komitmen membangun daulat energi berbasis kepentingan nasional. Dalam pengembangan strategi jangka panjang, akan mengubah sistem harga beli energi terbarukan hingga sesuai nilai keekonomian atau sesuai risiko investasi sektor ini. Strategi jangka pendek, kontribusi pengurangan subsidi energi perlu masuk dalam perhitungan keekonomian melalui penggunaan tenaga panas bumi dengan tenaga air, biofuel dan biomassa yang diproduksi melalui pembentukan tata kelola energi terbarukan yang efisien efektif.Selain itu, akan dibentuk badan usaha khusus seperti Bulog yang bertugas memperkuat industri biofuel dan terjamin perdagangan biofuel efisien melalui pembentukan tata kelola efisien dan efektif.Baca juga: Menilik Hulu Hilir Kebijakan Biodiesel IndonesiaKomitmen yang disampaikan dalam visi-misi pilpres 2019, kata Teguh, antara lain pengembangan energi terbarukan berbasis potensi setempat dan ramah lingkungan, meneruskan program-program peningkatan produksi dan pemanfaatan energi fosil efisien, meningkatkan nilai tambah untuk kemajuan perekonomian nasional.“Juga meneruskan dan mengokohkan pengembangan energi terbarukan untuk mencapai target terukur pada 2025, termasuk memberikan akses kepada rakyat untuk mengembangkan dan mengelola sumber-sumber energi terbarukan.”Menurut Teguh, perlu komitmen melanjutkan sembilan kebijakan sebelumnya, teruma mencapai industri migas kuat dan tangguh, menghadirkan teknologi hemat energi dan merancang isu perubahan iklim tak hanya lingkungan juga perekonomian.  " "Bedah Visi Misi Lingkungan Capres dan Cawapres, Seperti Apa?","Rebekka Angelyn, Direktur Eksekutif Koaksi Indonesia mengatakan, dalam membedah visi misi dari paslon satu tak bisa lepas dari Nawacita pertama, capaian-capaian pemerintahan dan realita sektor energi secara keseluruhan, bukan hanya soal energi terbarukan.“Ada hal-hal yang dari awal 2018 ramai dibicarakan mengenai kemampuan finansial PLN dan Pertamina menahan harga bahan bakar mintak. Isu iklim investasi energi terbarukan yang tidak didukung dan hal-hal lain seperti program biodiesel,” katanya.Dia membandingkan Nawacita sebelumnya dengan saat ini. Nawacita saat ini, belum menjawab isu-isu strategis seperti, harga BBM , minyak dunia meningkat, batubara dan komitmen perubahan iklim sektor energi.“Dalam vis misi sekarang, disebut pemanfaatan energi fosil meskipun efisien. Di Nawacita sebelumnya statemen agresif, misal, strategi cerdas energi terbarukan dan menghadirkan teknologi hemat energi.”Dia bilang, soal pemanfaatan energi fosil efisien mengkhawatirkan karena energi terbarukan tak ada pernyataan apapun. Meskipun, katanya, ada hal baru muncul, misal, pengembangan energi terbarukan sesuai potensi daerah. “Menunjukkan ada ruang untuk desentralisasi penyediaan akses energi.”Menurut dia, siapapun yang terpilih, harus fokus komitmen mengakselerasi pencapaian target pemenuhan kebutuhan energi masyarakat Indonesia dengan energi terbarukan sebagai pilihan utama. Berdasarkan potensi lokal, didukung kebijakan, pendanaan, teknologi, dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia.“Khusus mengenai kebijakan pemerintah terkait bahan bakar nabati sebagai bagian energi terbarukan, ke depan harus melalui pemantauan dan evaluasi terukur dari hulu ke hilir. Jadi tidak hanya memperhatikan kepentingan ekonomi juga sosial dan lingkungan hidup,” katanya." "Bedah Visi Misi Lingkungan Capres dan Cawapres, Seperti Apa?","Komitmen pada kebijakan pembangunan berkelanjutan, katanya, juga harus diperlihatkan dengan perbaikan tata kelola energi yang menjunjung prinsip akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi publik. Juga penegakan hukum dan transisi berkeadilan dari energi ke terbarukan.Agus Sari, Tim TKN Jokowi-Ma’ruf Amin menanggapi berbagai pandangan ini. Dia bilang, Nawacita sebelumnya dan Nawacita plus satu kesatuan, tak bisa terpisahkan. Publik, katanya, penting melihat capaian dan rekam jejak Pemerintahan Jokowi selama empat tahun terakhir.“Kalau kita lihat kok Nawacita plus satu lebih lemah? Itu karena Nawacita plus satu harus dimasukkan dulu ke dalam Nawacita sebelumnya. Kemudian dievaluasi sebagai satu dokumen terintegrasi,” katanya.Dalam semua proses politik, petahana punya keungulan karena sudah mempunyai track record. “Empat tahun belakangan ini sejauh apa sepak terjangnya? Itu juga dievaluasi sebagai bagian dari janji komitmen visi misi sebelumnya. Bagaimana track record? Itu memperlihatkan seberapa visi misi berikutnya bisa dievaluasi,” kata Agus.Soal deforestasi, katanya, publik bisa menilai sendiri rekam jejak pemerintahan sekarang. Selama Pemerintahan Jokowi, angka deforestasi turun. Padahal, Indonesia mendapatkan predikat nomor satu sebagai perusak hutan terbesar di dunia.“Kalau melihat titik api. Sejak 2015 hingga sekarang, turun lumayan besar. Pemerintah juga habis-habisan menegakkan hukum bagi pembakar hutan.”Fokus Jokowi dalam Nawacita pertama adalah soal pengentasan kemiskinan dan pemerataan. Kemudian terejawantah dalam kebijakan perhutanan sosial dan reforma agraria. Sebelum reforma agraria jalan, kata Agus, 88% pengalihan lahan untuk korporasi. Saat ini, lebih besar bagi rakyat." "Bedah Visi Misi Lingkungan Capres dan Cawapres, Seperti Apa?","Agus juga mengungkap penegakan hukum lingkungan. Jokowi, katanya, menunjukkan komitmen kuat. Banyak korporasi digugat pemerintah dan diputus pengadilan dengan hukuman, sanksi dan biaya pemulihan lingkungan triliunan rupiah.“Saya belum pernah melihat penegakan hukum lingkungan sebaik sekarang. Sampai-sampai korporasi gerah dan saksi ahli dikriminalisasi. Sebegitu paniknya mereka,” katanya.Mengenai perlindungan gambut, kata Agus, komitmen Jokowi sudah jelas dengan membentuk Badan Restorasi Gambut (BRG). Konservasi lahan gambut akan lanjut.Terkait masyarakat adat, katanya, Jokowi berkomitmen memberikan perlindungan dan menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35 soal hutan adat bukan hutan negara. Hal ini, katanya, sejalan dengan reforma agraria dan perhutanan sosial, hutan adat terintegrasi di dalamnya. “Ini menunjukkan komitmen lumayan bagus. Angka 12,7 juta hektar, masih akan dipertahankan.”Persoalan energi terbarukan, katanya, memang masalah kronis. Namun, katanya, Pemerintah Jokowi sudah memiliki kesadaran fosil fuel adalah industri bakal tenggelam. Pemerintah punya target capai energi terbarukan 23% pada 2025.   Bagaimana visi misi Prabowo-Sandiaga? Sementara visi misi pasangan calon Prabowo-Sandiaga, ingin memperkuat komitmen tata kelola hutan dan lahan. Namun, tawaran solusi justru akan memperluas ketimpangan penguasaan lahan dan laju ekspansi perkebunan monokultur.Teguh mengatakan, meski paslon nomor dua menyatakan akan berperan aktif dalam mengatasi perubahan iklim global, namun belum menyampaikan langkah konkret. Mereka juga belum punya komitmen menyelesaikan akar persoalan perubahan iklim yaknipenggundulan hutan dan perusakan lahan gambut masif karena tata kelola hutan dan lahan Indonesia buruk." "Bedah Visi Misi Lingkungan Capres dan Cawapres, Seperti Apa?","Paslon Prabowo-Sandi mengeluarkan dokumen visi misi berjudul “Empat pilar mensejahterakan Indonesia: sejahtera bersama Prabowo Sandi.” Dalam dokumen, tim pemenangan, Koalisi Indonesia Makmur memberi porsi 17,6% untuk pengelolaan lingkungan. Rinciannya, isu pengelolaan hutan berkelanjutan hanya 8,1%, ketimpangan penguasaan lahan 2%, energi terbarukan 1,4% serta penegakan hukum 6,1%.“Komitmen perlindungan gambut, mitigasi bencana, polusi industri, perkebunan sawit dan masyarakat hukum adat tak dapat tempat sama sekali,” kata Teguh.Teguh mengapresiasi niat memperbaiki lingkungan yang tercantum dalam dokumen ini yakni rehabilitasi hutan rusak, lahan kritis, dan daerah aliran sungai serta moratorium hak guna usaha juga hak guna banguna (HGB) yang habis masa berlaku.Namun, katanya, solusi justru berpotensi memperluas masalah ketimpangan penguasaan lahan dan laju ekspansi perkebunan monokultur karena komitmen merehabilitasi hutan rusak jadi hutan tanaman industri.“Ini mengindikasikan, pasangan Prabowo-Sandi belum memahami persoalan lingkungan hidup di Indonesia secara tepat dan belum punya konsep membangun tanpa merusak,” kata Teguh.Sebagai pengusaha, baik Prabowo maupun Sandi ikut menjalankan beberapa perusahaan sektor perkebunan sawit. Salah satunya, PT Tidar Kerinci Agung milik Prabowo dan PT Provident Agro milik Sandi.Namun, perbaikan tata kelola industri sawit nasional tak menjadi perhatian. Padahal, katanya, isu perkebunan sawit berkelanjutan jadi salah satu topik bahasan utama pemerintah Indonesia dan global baik dalam konteks ekonomi, petani dan lingkungan hidup.Dengan latar belakang pengusaha sawit, tetapi tak ada ketegasan kedua calon dalam agenda mereka dalam mendesak perbaikan industri ini.“Terlilitnya Prabowo-Sandi dalam pusaran bisnis sawit khawatir mengganggu indepedensi dalam menjalankan pemerintahan.”" "Bedah Visi Misi Lingkungan Capres dan Cawapres, Seperti Apa?","Isu pengelolaan hutan berkelanjutan tertuang dalam aksi pilar kedua (kesejahteraan masyarakat) dan ketiga (budaya dan lingkungan hidup). Ada 12 komitmen Prabowo-Sandi terhadap pengelolaan hutan.“Dari 12 komitmen itu ada empat isu strategis perlu digarisbawahi melihat kondisi pengelolaan hutan dan gambut Indonesia saat ini,” kata Sri Lestari, peneliti Yayasan Madani Berkelanjutan.Pertama, mengenai usulan bank tanah dengan memanfaatkan moratorium HGU dan HGB yang habis masa berlaku. Mengutip laporan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Agustus lalu tentang status hutan Indonesia 2018, disebutkan kebijakan moratorium pemberian izin baru untuk melindungi 66,4 juta hektar hutan di kawasan konservasi dan lindung.  Moratorium HGU diatur Inpres No 8/2018 tentang penundaan dan evaluasi perizinan perkebunan sawit serta peningkatan produktivitas perkebunan,“Komitmen moratorium HGU dan HGB pasangan ini selayaknya menjelaskan tindakan strategis apa yang hendak dilakukan mengingat moratorium bukan hal baru lagi.”Kedua, mengenai restorasi lahan, Yayasan Madani menilai target kandidat ini dalam restorasi lahan kritis tak jelas. Pasangan ini menyoroti hutan rusak restorasi menjadi hutan alam, HTI, dan hutan tanaman pangan serta melestarikan alam dan satwa liar.“Merehabilitasi hutan rusak dengan membangun HTI bukan restorasi melainkan memperlebar ketimpangan penguasaan lahan dan meningkatkan kerusakan lahan.”Data 2013, luas lahan kritis di Indonesia mencapai 24,3 juta hektar, tak termasuk Jakarta. Ia meliputi 15,5% juta hektar lahan kritis dalam kawasan hutan. KLHK menanam 100.000 hektar dari 10 juta hektar target lahan rusak. “Ini saja masih jauh memadai untuk menutup kawasan hutan dan hutan konservasi yang terlanjur rusak.”Jadi, katanya, komitmen pasangan ini dinilai tak sepenuhnya cocok dalam mempersempit ketimpangan lahan dan menyelesaikan restorasi lahan." "Bedah Visi Misi Lingkungan Capres dan Cawapres, Seperti Apa?","Terkait perubahan iklim, tindakan aktif mengatasi perubahan iklim harusnya sudah disadari Prabowo sejak 2014. Tak ada terminologi baru dalam dokumen visi misi yang baru. Belum ada langkah konkret untuk mengatasi perubahan iklim. Penguasaan lahan dan tak singgung masyarakat adatAda tiga komitmen pasangan ini dalam isi ketimpangan penguasaan lahan dan konflik, yakni dengan reforma agraria, industrialisasi petani di pedesaan dan pembangunan berkualitas untuk mengurangi kemiskinan dan ketimpangan sosial ekonomi.Yang menjadi catatan, pasangan ini hanya menekankan reforma agraria sebagai jalan meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mendukung peningkatan produktivitas kerja sektor perkebunan dan kehutanan.Tak ada penegasan kalau reforma agraria juga bisa menyelesaikan masalah ketimpangan penguasaan lahan, mendorong keadilan sosial dan penyelesaian konflik tenurial.“Pasangan Prabowo-Sandi, tidak sama sekali memberikan perhatian pada upaya penyelesaian konflik tenurial. Bagi pasangan ini konflik tenurial hanya dilihat dari sisi isu politik pertahanan negara seperti separatisme dan pengamanan daerah perbatasan.”Pasangan ini ada sembilan komitmen penegakan hukum di sektor sumber daya alam. Kalau pasangan ini punya komitmen dan keberanian menindak kejahatan korporasi dan pecegahan korupsi di sektor sumber daya alam akan menjadi nilai tambah.Sisi lain, pasangan ini sama sekali tak menyebutkan mengenai keterbukaan informasi. Padahal, mereka menyebut manajemen birokrasi terbuka dan akuntabel untuk memcegah korupsi.Soelthan Nanggara, Direktur Eksekutif Forest Watch Indonesia, mengatakan, praktik korupsi sumber daya alam terkait erat dengan keterbukaan informasi publik minim.“Perbaikan tata kelola sumber daya alam mesti dimulai dengan membuka akses informasi kepada publik,” kata Soelthan." "Bedah Visi Misi Lingkungan Capres dan Cawapres, Seperti Apa?","Dalam pengelolaan sumber daya alam, katanya, publik tak hanya perlu keterbukaan soal sistem perizinan juga monitoring dan evaluasi. Keterbukaan, katanya, harus menyeluruh tak hanya informasi juga akses dokumen berikut peta.Pengalaman FWI, misal, meminta dokumen HGU perkebunan sawit se-Kalimantan yang masih berlaku sampai 2016 menyita waktu lama. Permohonan informasi ke Kementerian ATR/BPN hingga sengketa di Komisi Informasi Publik menghabiskan waktu 11 bulan dari 16 September 2015 hingga 22 Juli 2016.Pada 9 Agustus-23 Desember 2016, FWI banding di PTUN hingga menang di tingkat kasasi Mahakamah Agung. Proses kasasi selama empat bulan (23 Desember 2016-6 Maret 2017). Meski akhirnya MA menyatakan dokumen terbuka untuk publik hingga kini dokumen masih sulit diakses.“Yang terpenting bukan aturan atau kebijakan keterbukaan, melainkan bagaimana badan publik mengimplementasikan keterbukaan atas data dan informasi itu kepada publik,” katanya.  Dia menyayangkan, pasangan ini sama sekali tak menyinggung pengaturan dan perlindungan masyarakat adat dalam kehidupan bernegara.“Tentu saja ini pertanyaan besar bagi kita semua. Keberadaan masyarakat hukum adat salah satu elemen penting mencapai keberhasilan reforma agraria.”Penggunaan energi terbarukan dalam visi misi ini adalah dari bahan bakar nabati. Kandidat ini ingin Indonesia jadi negara adi kuasa energi dengan pemanfaatan 88 juta hektar hutan rusak untuk aren, ubi kyu, ubi jalar, sagu, sorgum kelapa dan bahan baku bioethanol lain. Tak diketahui dari mana angka 66 juta hektar ini didapatkan.Pasangan ini dinilai tidak mempertimbangkan faktor risiko pelepasan emisi dari proses perubahan lahan dan kehutanan skala besar untuk kebutuhan pangan sekaligus bahan bakar nabati." "Bedah Visi Misi Lingkungan Capres dan Cawapres, Seperti Apa?","Kecuali pengembangan biofuel generasi ketiga yang bersumber dari limbah, residu pertanian, tanaman non pangan dan ganggang. Area untuk lahan ini juga tak jelas dan berpotensi memunculkan konflik tenurial baru dan palanggaran hak asasi manusia.Nuly Nazlia, Direktur Finansial dan Operasional Koaksi Indonesia, mengatakan, presiden dan wakil presiden terpilih harus fokus dan komit pada pencapaian target pemenuhan energi dengan sumber terbarukan dan pemanfaatan energi efisien sebagai pilhan pertama perencanaan ketenagalistrikan Indonesia.“Berdasarkan potensi lokal didukung kebijakan pendanaan, teknologi dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia,” katanya.Khusus mengenai kebijakan terkait bahan bakar nabati sebagai bagian energi terbarukan, katanya, harus melalui pemantauan dan evaluasi terukur dari hulu ke hilir. Jadi, kebijakan ini tak hanya memperhatikan kepentingan ekonomi juga sosial dan lingkungan hidup.Nuly mengatakan, komitmen pada kebijakan yang mendukung pembangunan berkelanjutan harus diperlihatkan dengan perbaikan tata kelola energi yang menjunjung tinggi akuntabilitas, tranparansi dan partisipasi publik.“Transisi keadilan dari energi fosil ke energi terbarukan yang menekankan pada upaya pemulihan menyeluruh.”Untuk itu, Yayasan Madani Berkelanjutan, FWI dan Koaksi meminta kedua kandidat mempertegas komitmen pengelolaan lingkungan hidup dengan tak merehabilitasi lahan dengan membangun HTI dan komit menghentikan laju ekspansi perkebunan monokultur skala besar.Selain itu, mereka juga harus mempertegas komitmen dan bekerja keras mencapai target Nationally Determined Contributions (NDCs) serta peralihan energi fosil menuju energi terbarukan tak berbasis lahan. Juga memastikan transfer teknologi kepada masyarakat untuk menggunakan energi terbarukan mandiri." "Bedah Visi Misi Lingkungan Capres dan Cawapres, Seperti Apa?","Sementara Khalisah Khalid, Kepala Departemen Kampanye dan Perluasan Jaringan Walhi Nasional menilai, pada masa kampanye pilpres 2019, para politisi minim membawa isu lingkungan ke ruang publik. Dia contohkan, isu perubahan iklim, sebenarnya sangat politis dan harus jadi perhatian calon presiden dan wakil.”Sejauh ini belum ada usaha lebih dari kedua pasang calon, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dan Joko Widodo-Ma’aruf Amin, membahas dan jadikan isu lingkungan ini sebagai arus utama,” katanya.Meski demikian, isu ini tertulis dalam dokumen visi-misi mereka sebagai kandidat capres dan cawapres, seperti visi misi Jokowi-Ma’ruf, “mencapai lingkungan hidup berkelanjutan,”sementara Prabowo-Sandiaga, “membangun perekonomian nasional yang adil, makmur, berkualitas, dan berwawasan lingkungan.”“Sayangnya isi dokumen ini tidak pernah disuarakan di ruang publik,” katanya.Dia bilang, para capres-cawapres penting berbicara mengenai lingkungan hidup. Terlebih hingga kini, pencapaian target penurunan emisi tingkat nasional tak terakselerasi di tingkat daerah. ”Banyak kendala, kami melihat ego sektoral dan rezim birokrasi yang menghambat,” katanya.Selain itu, belum menjadi kesepahaman bersama kalau penurunan emisi ini jadi komitmen Indonesia. Seharusnya, kata Alin, panggilan akrabnya, soal penurunan emisi jadi satu paket, tak hanya pemerintah pusat, juga pemerintah daerah.Dia bilang, perubahan iklim tak sebatas udara yang makin panas dan mengurangi penggunaan penyejuk ruangan dengan suhu lebih rendah atau mematikannya. Lebih dari itu, katanya, perubahan iklim berbicara soal keselamatan manusia di bumi, terutama yang hidup di pulau-pulau kecil.”Penting isu perubahan iklim jadi isu utama, bukan hanya pelengkap dari isu lingkungan. Itu harus sungguh-sungguh dibahas capres dan cawapres.”" "Bedah Visi Misi Lingkungan Capres dan Cawapres, Seperti Apa?","Dengan mempertimbangkan isu lingkungan ini, sudah siap dengan pilihan calon presiden dan wakil, April mendatang?  Kontribusi tulisan juga dari Lusia Arumingtyas  Keterangan foto utama:    Hutan alam yang beralih fungsi menjadi kebun sawit. Perlu komitmen kuat dari para capres dan cawapres melindungi hutan dan menjalankan sawit patuh lingkungan dan HAM. Foto: Junaidi Hanafiah/ Mongabay Indonesia    [SEP]" "Kasus Ikan Mati Massal di Kali Brantas, Hakim: KLHK, PUPR, dan Gubernur Jawa Timur Bersalah","[CLS]   Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah atau Ecoton [Ecological Observation and Wetlands Conservation] memenangkan gugatan kasus ikan mati massal di Kali Brantas. Tergugat adalah Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta Gubernur Jawa Timur.Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya, Rabu [18/12/2019], mengabulkan gugatan Ecoton dengan nomor perkara 08/Pdt.G/2019/PN.Sby. Ketua Majelis Hakim, Anne Rusiana menyatakan pihak tergugat terbukti bersalah. “Lalai mengelola dan mengawasi ekosistem Kali Brantas yang mengakibatkan ikan mati massal yang diduga akibat pencemaran,” ucapnya.Baca: Kematian Ribuan Ikan Sungai Surabaya Akibat Limbah Kembali Terjadi  Kuasa hukum penggugat, Rulli Mustika Adya mengatakan, seluruh eksepsi para tergugat ditolak tanpa terkecuali oleh majelis hakim. Salah satu bunyi tuntutan yang dikabulkan majelis hakim adalah memerintahkan para tergugat meminta maaf kepada masyarakat Jawa Timur yang wilayahnya dilalui Kali Brantas, atas kelalaian pengelolaan dan dan pengawasan yang menimbulkan ikan mati setiap tahunnya.“Pihak tergugat harus minta maaf kepada masyarakat di 15 kabupaten/kota yang dilalui DAS Brantas,” kata Rulli, Kamis [19/12/2019].Pihak tergugat diperintahkan melakukan pemeriksaan independen terhadap Dinas Lingkungan Hidup [DLH] Provinsi maupun Kabupaten/Kota dengan melibatkan masyarakat, akademisi, konsultan lingkungan serta NGO pengelolaan lingkungan. Tergugat juga diminta mengelurkan peringatan terhadap industri, khususnya di DAS Brantas untuk mengolah limbah carinya sebelum dibuang ke sungai.Dari putusan majelis hakim, kata Rulli, harusnya menjadi wahana bagi pemerintah untuk duduk bersama, membicarakan penanganan Kali Brantas. “Dari pertemuan dapat dilakukan perencanaan komprehensif.”" "Kasus Ikan Mati Massal di Kali Brantas, Hakim: KLHK, PUPR, dan Gubernur Jawa Timur Bersalah","Namun, dari putusan ini, terdapat gugatan yang tidak dikabulkan yaitu pembuatan SOP khusus penanganan ikan mati massal, yang menurut majelis hakim berlebihan.“SOP berupa peraturan bersama untuk menindaklanjuti laporan masyarakat mengenai pencemaran sungai. Selama ini tidak ada orang dari pemerintah yang langsung datang saat laporan ikan mati. Ketika mereka datang memeriksa esoknya, banyak barang bukti hilang,” ujarnya.Baca: Jangan Lagi Ada Ikan Arapaima di Sungai Brantas!  Program pemulihanSelain permintaan maaf, sejumlah tuntutan yang diajukan Ecoton adalah para tergugat diminta memasukkan program pemulihan kualitas air Kali Brantas dalam APBN 2020. Direktur Eksekutif Ecoton, Prigi Arisandi mengatakan, sungai merupakan kawasan strategis nasional yang masuk dalam penganggaran APBN. Salah satunya adalah program Citarum Harum. Namun, Sungai Bengawan Solo dan Brantas di Jawa Timur, tidak masuk, padahal kondisinya juga memprihatinkan.“Brantas ini bahan baku air minum. Kami menggugat karena ada kelalaian pemerintah,” paparnya.Prigi menilai, penanganan Kali Brantas sampai saat ini terkesan lempar tanggung jawab. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat [PUPR], Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK], dan Gubernur Jawa Timur sama-sama mengaku tidak memiliki kewenangan, menyebut institusi lain yang bertanggung jawab.“Ada ikan mati di 2015, 2016, 2017, 2018, bahkan 2019. Ada yang 4 kali, 5 kali, 6 kali, jadi setiap tahun ada peningkatan jumlah ikan mati massal. Tuntutan ini, agar kejadian tidak berulang, dicari penyebabnya.”Baca juga: Sungai Brantas Makin Memprihatinkan  " "Kasus Ikan Mati Massal di Kali Brantas, Hakim: KLHK, PUPR, dan Gubernur Jawa Timur Bersalah","Para tergugat juga diminta melakukan pemasangan CCTV di setiap outlet DAS Brantas untuk meningkatkan fungsi pengawasan pembuang limbah cair. Para tergugat juga diharuskan memasang alat pemantau kualitas air [real time] untuk memudahkan pengawasan. “Selama ini masyarakat melaporkan ada pencemaran, namum begitu dilaporkan, diverifikasi, tidak ditemukan pencemaran, karena memang sudah tidak dibuang lagi,” jelasnya.Ecoton, kata Prigi, menunggu tanggapan pihak tergugat. Semoga ada langkah serius pemerintah terkait penanganannya. “Kami menunggu dua minggu, karena itu waktu untuk pihak tergugat mempelajari. Kalau mereka menerima kami bersyukur, kalau banding akan kami ikuti. Tapi, dari pertimbangan hakim sudah jelas, dan bukt-bukti yang diajukan para tergugat hanya normatif. Tidak ada aksi konkrit,” ujarnya.Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang diwakili kuasa hukumnya, Kepala Biro Hukum Jempin Marbun, menyatakan banding dan akan menyiapkan materi kasus ini. Menurut Jempin, terdapat beberapa aspek yang diabaikan majelis hakim, seperti keterangan saksi ahli yang diajukan Pemerintah Provinsi Jawa Timur saat persidangan.“Faktanya, ikan-ikan di sungai itu teler [mabuk], bukan mati, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Ini yang diabaikan majelis hakim, sehingga kami pilih banding,” tegasnya.   [SEP]" "“Beruang Air” Diperkirakan Hidup di Permukaan Bulan","[CLS]   Mungkin tak banyak orang tahu, saat ini, bisa jadi, ribuan makhluk hidup sudah hidup di permukaan bulan. Makhluk yang hampir-hampir tak bisa dihancurkan, yang tahan terhadap radiasi ekstrim, panas dan dingin luar biasa, bahkan hidup bertahun tanpa makanan.Makhluk hidup ini bukan alien dari angkasa luar, melainkan organisme mikroskopis dari bumi yang dikenal sebagai tardigrada. Mereka sampai ke bulan dibawa wahana angkasa luar Beresheet, milik SpaceIL Israel yang jatuh di permukaan bulan 11 April 2019, setelah mengalami kerusakan teknis saat mencoba mendarat di permukaan bulan. Para ahli meyakini, tardigrada yang dibawa itu bertahan hidup hinga sekarang.Berdasarkan analisis lintasan pesawat ruang angkasa dan komposisi perangkat tempat hewan-mikro disimpan, “Kami percaya peluang bertahan hidup untuk Tardigrada sangat tinggi,” kata Nova Spivack, pendiri Arch Mission Foundation [AMC], salah satu yang terlibat dalam misi Beresheet, seperti dikutip Phsys.org, 7 Agustus 2019.Baca: Makhluk Ini Berhasil Dihidupkan Setelah Beku Selama 30 Tahun  Kisah berawal ketika Beresheet membawa sebuah paket seukuran kotak DVD yang di dalamnya terdapat ribuan tardigrada. Paket itu milik Nova Spivack, pendiri Arch Mission Foundation, organisasi nonprofit yang berusaha mengabadikan informasi mengenai manusia dan juga kehidupan biologis di Bumi. Paket juga membawa DNA manusia dan 30 juta halaman informasi tentang pengetahuan umat manusia.Spivack amat yakin, tardigrada yang ia kirim berhasil bertahan hidup di permukaan bulan. Meski, pesawat luar angkasa yang membawanya hancur menghantam permukaan bulan.Baca juga: “Beruang Air” Ini Bertahan Hidup di Luar Angkasa  " "“Beruang Air” Diperkirakan Hidup di Permukaan Bulan","Tardigrada adalah salah satu makhluk tertangguh di bumi. Hewan mikroskopis yang dijuluki beruang air ini memiliki panjang sekitar 0,012 hingga 0,020 inci. Dapat hidup dalam suhu hingga 151 derajat Celcius serta bertahan dalam beku. Ada satu tardigrada yang diketahui bisa bertahan hidup selama 30 tahun dengan kondisi beku. Tardigrada juga dapat hidup tanpa air hingga satu dekade dengan menempatkan dirinya mati suri.“Jika mereka tidak terbakar dalam ledakan, secara teori selamat dari tekanan kecil di permukaan bulan, dan suhu yang ekstrim,” kata William Miller, ahli tardigrada dari Universitas Baker di Kansas, AS, seperti dikutip AFP.Tetapi untuk menjadi aktif, tumbuh, makan, dan bereproduksi mereka membutuhkan air, udara, dan makanan. “Jadi untuk saat ini, tidak mungkin bagi mereka berkembang biak membentuk koloni,” tambahnya.  Ahli astrobiologi NASA Cassie Conley mengatakan, waktu bertahan hidup mereka yang tepat bergantung pada kondisi lokasi benturan dan suhu tempat mereka terpapar. “Jika tidak terlalu panas, mungkin bisa bertahan untuk waktu tahunan,” terangnya.“Saya justru lebih khawatir hewan-hewan itu dipengaruhi bahan kimia beracun dari epoksi atau lem yang digunakan untuk menyimpannya,” tambahnya.Bahkan, jika makhluk itu hidup hingga beberapa tahun, tidak ada misi luar angkasa ke bulan yang direncanakan sampai setidaknya program Artemis NASA pada 2024 di kutub selatan bulan, sangat jauh dari lokasi jatuhnya Beresheet di Sea of Serenity, yang membuat mereka tidak akan pernah pulang ke bumi. [Berbagai sumber]   [SEP]" "Saat Hati Terpukau Cenderawasih, Sang Burung Surga dari Arfak [dengan: Video]","[CLS]  Langkah Seblon Mandacan (18) gesit saat menyusur jalan setapak Pegunungan Arfak yang licin dan basah. Langit masih gelap, sekitar pukul 4 pagi. Saya berjalan perlahan di belakang Seblon. Diperlengkapi dengan senter di kepala, kami menelusuri kabut hutan pegunungan Arfak di ketinggian 1.900 m dpl.Sungguh perjuangan luar biasa untuk bangun dan menguatkan hati untuk berjalan di pagi itu. Dingin menusuk tulang. Angin pun masih tembus, meski tubuh telah dibungkus jaket dan baju berlapis di dalamnya.Beberapa kali saya harus memegang pohon atau dahan yang ada di kiri dan kanan agar tidak terpeleset. Setiap langkah kaki harus berpijak tepat di tempat yang tepat. Hujan dari sore hingga malam hari sebelumnya membuat perjalanan ini lebih menantang.Tujuan perjalanan ini adalah untuk berjumpa dengan superb bird of paradise  (Lophorina superba) atau nyet dalam bahasa lokalnya. Burung endemik pegunungan Papua. Ia masih tergolong famili cenderawasih dan hanya dapat dijumpai pagi hari beberapa saat setelah matahari bersinar. Bagi siapa yang mau melihatnya, sudah harus berada di lokasi tempatnya bermain, sebelum burung itu datang.“Disitu tempat nyet bermain. Jam 6 sampai jam 7 biasanya dia datang. Kita masuk dalam blind ini agar burungnya tidak bisa lihat kita,” kata Seblon. Dia menunjuk sebuah pohon tumbang berlumut tempat superb sering hinggap.Kami berlindung di bawah blind. Semacam terpal tempat berlindung artifisial agar burung tidak menyadari kehadiran manusia. Selama 1,5 jam kami hanya bisa diam dan menunggu. Nyamuk pun hinggap di muka dan jari, tanpa berani kami tepuk karena akan menimbulkan suara.Saya pun hanya bisa harap-harap cemas saat teringat sebuah referensi yang menyatakan  bahwa burung ini sangat sensitif dan tidak mudah untuk dijumpai.Tiba-tiba, dari kejauhan lamat-lamat terdengar suara.  " "Saat Hati Terpukau Cenderawasih, Sang Burung Surga dari Arfak [dengan: Video]","Seblon menunjuk sebuah pohon tumbang dimana seekor superb jantan sedang hinggap. Ia memperhatikan situasi di sekelilingnya, saat dirasa aman ia memanggil sang betina. Betina pun hinggap di dekatnya, pertunjukan spektakuler itu pun dimulai.Sang superb jantan mengembangkan bulu biru mengkilap lehernya sambil menari-nari mengelilingi betina. Berbagai atraksi ia tampilkan dalam menit-menit yang sensasinya tak mungkin saya lupakan.Setelah berhasil merekam video berbagai macam aksi burung superb, saya langsung keluar blind dan mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Seblon, sang anak muda kalem dari Kampung Minggrei.  Menjaga Keberadaan Burung SurgaSejak dua tahun lalu Seblon dan warga Kampung Minggrei, Distrik Warmare, Papua Barat banyak yang menjadi pemandu. Sudah banyak tamu-tamu yang datang ke kampungnya untuk melihat berbagai macam jenis burung cendrawasih atau yang sering disebut Bird of Paradise. Burung surga.Salah satu tamu yang mereka layani bersamaan dengan perjalanan saya adalah Tim Laman, seorang wildlife photographer yang sudah mendunia. Ia datang bersama dengan Ed Scholes peneliti burung dari Cornell Lab of Ornithology yang berbasis di Amerika Serikat.Tim dan Ed sudah kedua kalinya mengunjungi Kampung Minggrei. Sekali kunjungan mereka bisa tinggal di kampung 2-3 minggu.“Saya melakukan pekerjaan sebagai fotografer untuk satwa liar di Indonesia sudah lebih dari 25 tahun. Saya mulai bekerja di Papua pertama kali pada tahun 2004,” ungkap Tim.   Baginya yang menjadikan burung di hutan Papua spesial dibandingkan dengan hutan lain di Indonesia adalah sangat banyak spesies unik yang hanya bisa dijumpai di Papua. Bird of Paradise dan Bowerbird adalah contoh yang paling dikenal." "Saat Hati Terpukau Cenderawasih, Sang Burung Surga dari Arfak [dengan: Video]","Pada kunjungan keduanya di Kampung Minggrei, Tim akan fokus untuk memotret vogelkop superb bird of paradise (Lophorina superba) dan western parotia (Parotia sefilata), dan magnificent bird of paradise (Diphyllodes magnificus).Ia juga akan mencari burung yang ada di atas gunung yaitu black sicklebill (Epimachus fastosus) dan arfak astrapia (Astrapia nigra). “Ada banyak spesies disini yang bisa untuk dipotret,” katanya.Tentunya tamu akan datang untuk mengamati burung ataupun memotret burung selama hutan masih ada dan burung pun tak hilang.Menyadari keunikan kekayaan alam itu, Aren Mandacan selaku Kepala Kampung Minggrei meminta warga melindungi burung-burung cendrawasih serta tidak menebang pohon-pohon yang ada di kampung.“Sudah tiga tahun ini kami tidak perlu beli beras. Dengan adanya tamu, kami bisa makan gratis karena bisa makan sama-sama dengan tamu. Selain itu kami juga dapat uang,” katanya.Aren Mandacan pertama kali mengenalkan potensi kampungnya kepada Shita Prativi pemilik Macnificus Expedition dan Founder Papua Bird Club. Shita sendiri belajar memandu burung dari suaminya Kris Tigine (alm) yang memulai memandu tamu-tamu yang mau berpetualang di Papua sejak tahun 1992.Menurutnya, pengamatan burung di Arfak mulai ramai pada tahun 2007 setelah banyaknya laporan perjalanan dan publikasi tentang keragaman burung-burung Papua setelah para tamu mendapat imperesi baik selama kunjungan mereka di sini.  “Di Minggrei potensi [alamnya] luar biasa. Burung cendrawasih-nya lumayan lengkap. Kemudian burung-burung yang lain spesiesnya juga banyak. Dalam sekali tour bisa melibatkan sampai 25 orang. Banyak sekali warga yang terlibat sehingga mereka bisa mendapatkan manfaatnya dari menjaga burung,” tutur Shita." "Saat Hati Terpukau Cenderawasih, Sang Burung Surga dari Arfak [dengan: Video]","Shita pun menyebutkan dalam satu kali kunjungan dengan jumlah tamu 8 orang dan tinggal di kampung selama 5 hari, uang yang diterima masyarakat di Kampung Minggrei sekitar Rp20-30 juta. Mulai dari penginapan, memasak, pemandu, kendaraan, pemilik blind dan porter.Shita menyebut, dia dan timnya tak lagi menerima tamu karena sudah full booked hingga tahun 2021.Menurutnya, dengan mereka menjaga burungnya, banyak keuntungan yang diterima warga Kampung Minggrei. Tidak hanya sekali, tapi dalam jangka waktu lama. Mereka pun bakal menjaga dan tak akan lagi merusak kekayaan alam yang ada.Sebagai tamu yang merasakan dan tinggal sendiri di Kampung Minggrei, Ed Scholes kagum dengan kerja keras warga Kampung Minggrei.“Anda tidak harus menjadi peneliti burung untuk datang kesini dan melihat cenderawasih. Siapapun bisa datang dan melihat mereka disini,” kata Ed.Dia juga berharap suatu saat cucunya masih dapat menyaksikan burung cenderawasih western parotia bersuara nyaring yang memanggil-manggil dari dalam hutan Kampung Minggrei.  * Een Irawan Putra, penulis adalah Direktur Indonesia Nature Film Society (INFIS), praktisi dokumentasi audio visual, sering beraktivitas di alam bebas. [SEP]" "Ini Kendala yang Dihadapi Petambak Garam Lamongan","[CLS]  Terik matahari tidak menghalangi aktifitas Zainal untuk memanen garam di lahan tambak garam garapannya di Sedayulawas, Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Tangannya terlihat lihai saat memindahkan hasil garam dari geomembran ke kereta sorong.Geomembran adalah alat yang terbuat dari plastik, digunakan sejumlah petani di daerah itu untuk alas saat proses pembuatan garam, sudah lima tahun ini mereka menggunakannya. Garam hasil panen itu kemudian ia bawa ke tempat penampungan dengan menggunakan kereta sorong.Dia mengaku, beralih menggunakan alat pengangkut panen sudah dilakukannya dalam dua tahun ini. Awalnya, dia memakai keranjang yang terbuat dari bambu “ini sudah lebih ringan, kalau dulu berat untuk mengangkut hasil garam. Menjadi petani garam itu susah susah senang,” ujarnya disela-sela aktifitas menyekop hasil garam itu pada, Kamis (01/08/2019).Susah senangnya bertani garam, kata bapak dua anak ini, tergantung kondisi cuaca dan harga jual garam hasil produksi dari petani bisa bagus. Jika kondisi cuaca mendukung, dalam semusim dia bisa panen 50-60 ton di lahan yang di garap, dengan panjang 70 meter dan lebar 20 meter itu.Sementara, untuk harga garam yang bagus menurutnya yang normal yaitu Rp1000/kilogram. Tahun lalu, harga garam bisa mencapai Rp2000/kilogram, untuk tahun ini harganya turun menjadi Rp700/kilogram.baca : Negara Harus Hentikan Kekacauan Tata Kelola Garam Nasionalbaca juga : Seperti Apa Dugaan Keterlibatan Kartel dalam Tata Niaga Garam Nasional?  Cuaca tidak Bisa Di PrediksiZainal lalu bercerita, bertani garam yang dirasakan tahun ini tidak seperti tahun lalu. Selain harga jual garam hasil panen dari petani menurun, kondisi cuaca juga tidak bisa di prediksi. Saat ini, cuaca bisa berubah dalam sewaktu-waktu." "Ini Kendala yang Dihadapi Petambak Garam Lamongan","Dalam jurnal “Iklim Semakin Tidak Menentu Dari Pemanasan Global Menuju Perubahan Iklim” yang diterbitkan atas kerjasama Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dijelaskan cuaca yang tidak menentu itu dikarenakan adanya perubahan iklim yang diakibatkan oleh pemanasan global, yaitu kenaikan suhu rata-rata di sebagian besar permukaan bumi yang disebabkan oleh gas-gas rumah kaca yang ada di atmosfer bumi.Bukti perubahan iklim yang ditimbulkan yaitu terjadinya perubahan suhu muka laut, pergeseran musim jawa. Kemudian, curah hujan yang berubah. Sementara itu, dampak yang di timbulkan meliputi sektor pertanian, infrastruktur, kesehatan, transportasi, sumber daya air, dan perikanan.“Di bulan Juni kemarin ini tiba-tiba ada hujan deras, padahal musim kemarau, semua tambak jadi tenggelam,” kata Zainal, sambil mengusap keringat dengan bajunya.Akibatnya, semua tambak yang berada di dekat Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo di pesisir Utara Lamongan itu seperti laut, beruntung di kanan kirinya masih ada kali yang bisa berfungsi. Sehingga air hujan yang menggenang itu bisa kembali surut. Tetapi, tidak bisa terhindarkan, garam yang mau di panen itu pun raib bersama aliran air hujan. Dia merasa gagal panen, tidak bisa memanfaatkan lahan yang digarapnya selama dua minggu, dan mengalami kerugian jutaan rupiah.perlu dibaca : Kenapa Harus Impor Garam Lagi?  " "Ini Kendala yang Dihadapi Petambak Garam Lamongan","Tidak hanya Zainal, gagal panen karena cuaca yang tidak menentu itu juga dirasakan oleh Husnul Anam. Lelaki paruh baya ini juga menceritakan, setelah lahan tambak garam yang digarapnya itu terguyur hujan lebat. Dia baru bisa membenahinya kembali membutuhkan waktu dua minggu, menunggu lahan sampai kering. Karena proses pembuatan garam secara tradisional yang memanfaatkan air laut dan uap sinar matahari tersebut, dibutuhkan lahan tambak yang kering terlebih dahulu. “Setelah itu baru proses penggarapan dengan membuat galengan dan meratakan tanah,” ungkapnya.Sementara itu, Masro’in petani garam lainya juga tidak menyangka hujan lebat datang di musim kemarau. Hanya saja dia merasa mujur, karena waktu kejadian itu lahan miliknya belum ada garam yang siap untuk dipanen. Jadi, tidak mengalami banyak kerugian. Namun, bapak empat anak ini juga merasa keberatan, sama seperti petani garam yang lain. Karena di waktu panen, harga jual hasil panen ke tengkulak saat ini menurun. Tidak seperti tahun yang lalu, di saat panen raya harga garam masih bisa stabil. Bahkan cenderung naik hingga Rp2000/kilogram.“Penurunan harga selain karena faktor panen raya, mungkin juga karena banyaknya garam dari luar negeri masuk ke Indonesia,” Kata Masro’in, mengira-ngira.baca juga : Garam Rakyat Didorong Penuhi Standar Internasional, Bagaimana Caranya?  Kualitas GaramMerosotnya harga garam saat panen ditingkat petani tidak hanya dirasakan oleh para petani di Pesisir Lamongan, di beberapa tempat juga merasakan hal yang sama. Penurunan harga bisa mencapai 50 persen, bahkan ada yang lebih rendah lagi." "Ini Kendala yang Dihadapi Petambak Garam Lamongan","Agung Kuswandono, Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa, Kementerian Koordinator Kemaritiman (Kemenko Maritim), dalam konferensi pers di Kantornya, Jakarta, pada Jumat (12/07/2019), seperti dikutip dari tirto.id, mengatakan, rendahnya harga garam ditingkat petani itu disebabkan oleh kualitas kadar NaCI (natrium klorida) tidak sesuai dengan standar mutu garam, kurang dari 94 persen.Dia menambahkan, kualitas garam untuk dapat diserap oleh perusahaan BUMN yang bergerak di bidang produksi dan pemasaran garam, PT Garam (Persero). Memiliki syarat untuk kualitas garam, salah satunya yaitu minimum dengan kadar 94,7 persen NaCI atau level K1. Untuk industri garam multinasional, bahkan disebutkan mempunyai syarat kadar NaCI mencapai 99,9 persen.“Hal itu yang menyebabkan harga di tingkat petani anjlok,” katanya. Untuk itu, pihaknya memiliki keinginan untuk mendorong dan mengedukasi para petani tambak supaya tidak hanya memproduksi garam. Melainkan juga memperhatikan kualitas kadar garam.Selain itu, Kemenko Maritim mengusulkan untuk mencegah anjloknya harga garam, diberlakukan kembali Peraturan Presiden (Perpres) No.71/2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok Barang Penting. Agar dapat mengontrol harga garam, karena adanya acuan Harga Pokok Produksi (HPP) yang bisa melindungi petani garam.menarik dibaca : Kisah Lasiyem, Petani Garam Terakhir Bledug Kuwu  Rizky Gelar Pangestu, akademisi Universitas Katolik Parahyangan Bandung dalam jurnalnya menjelaskan, pemenuhan kebutuhan garam nasional memang sudah seharusnya mendapatkan perhatian khusus dari Pemerintah, karena sampai sekarang ini pemenuhan kebutuhan garam nasional belum dapat dilakukan secara swasembada." "Ini Kendala yang Dihadapi Petambak Garam Lamongan","Untuk garam konsumsi dan garam industri terdapat spesifikasi yang harus dipenuhi agar bisa dikategorikan sebagai garam konsumsi dan garam industri. Dia menilai, hal itu bisa menyebabkan distorsi yang kerap terjadi di kalangan pordusen lokal maupun petani garam yang diakibatkan oleh pembagian garam konsumsi dan garam industri.Di Jurnalnya berjudul Perlindungan Hukum terhadap Petambak Garam Rakyat Dikaitkan dengan berlakunya PP No.9/2018 tentang Tata Cara Pengendalian Impor untuk Komoditas Perikanan dan Pegaraman sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri itu, Rizky berangggapan, saat ini petani garam lokal masih belum bisa memenuhi kualitas garam yang dibutuhkan industri.Belum lagi polemik antara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan Kementerian Perindustrian (Kemenprin) terkait rekomendasi jumlah impor garam industri menambah warna permasalahan dalam penyediaan garam industri. Dari permasalahan ini, menurut Rizky, dari segi produksi garam di Indonesia belum mampu mencukupi kebutuhan nasional, sehingga impor menjadi salah satu solusi memenuhi garam industri.menarik dibaca : Melestarikan Garam Tradisional, Bisa Mengurangi Risiko Mikroplastik  Selain kualitas garam yang harus disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan, lanjutnya, tantangan untuk para petani garam adalah harga garam yang tidak bersahabat. Hal itu, dapat dilihat dari kekhawatiran mereka terhadap impor garam yang dilakukan oleh pemerintah, “Dikhawatirkan dapat menutup produksi garam mereka karena produksi mereka tidak terserap oleh pasar,” jelasnya.Dari kekhawatiran itu, dia berharap, menjadi perhatian Pemerintah untuk melindungi petambak garam dan hasil produksinya, agar dapat dinikmati oleh masyarakat Indonesia." "Ini Kendala yang Dihadapi Petambak Garam Lamongan","Selain itu, alur distribusi, sarana dan prasarana penunjang panen, serta akses informasi seluas-luasnya merupakan komponen penting dalam tata niaga garam di Indonesia. Lanjutnya, peraturan terkait dengan perlindungan terhadap petambak garam sudah diatur secara eksplisit dalam peraturan Undang-Undang, namun pada pelaksanaanya dinilai masih belum dapat diwujudkan dengan baik, meskipun sudah ada upaya yang dilakukan oleh pemerintah melalui program Pengembangan Usaha Rakyat (PUGAR).Dia menyarankan, hal itu harus dilakukan lebih aktif, dan juga cepat untuk menunjang kegiatan produksi garam rakyat demi mewujudkan swasembada garam yang dicita-citakan. Harapanya, peran serta petambak garam perlu ditonjolkan lagi dalam program-program Pemerintah untuk mempertahankan eksistensi mereka di bidang perniagaan garam rakyat di Indonesia.   [SEP]" "Seputar Karhutla, dari Aksi Regu Pemadaman sampai Upaya Pencegahan","[CLS]     “Baru lagi kita bicarakan, dah ada 65 (kejadian kebakaran-red),” kata Alan, pegawai di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pekanbaru. Dia terburu-buru menghabiskan makanan, ditambah satu tusuk telur puyuh. Alan bergegas ke kantornya, hanya ratusan meter dari tempat sarapan.Stafnya bergegas ambil barisan begitu Alan turun dari sepeda motor. Alan langsung beri aba-aba dan beritahu ada titik api di belakang Pergudangan Platinum Jalan Air Hitam, Kelurahan Sungai Sibam, Kecamatan Payung Sekaki, Pekanbaru.“Delapanenam (mengerti-red) komandan,” kata jajarannya serentak. Alan adalah Komandan Regu Tangguh.Kamil dan Wahyu, anggota Regu Tangguh, berangkat paling awal bersepeda motor memastikan lokasi.Enjer, Zulfan, Rozi termasuk Alan, nyusul dengan mobil pemadam kebakaran. Sepanjang jalan sirine berbunyi. Alan beberapa kali menghubungi Anton, orang yang mengirim informasi kebakaran lahan.Setelah sampai depan Pergudangan Platinum, tak ada tanda-tanda kebakaran. Alan kembali menghubungi Anton. Rupanya, salah informasi. Kebakaran dekat Terminal Bandar Raya Payung Sekaki Pekanbaru atau persis di samping waduk penampung banjir. Mobil pemadam kebakaran balik arah lebih kurang satu kilometer ke belakang.Kamil dan Wahyu, paling awal tiba. Mesin pompa langsung diturunkan menyedot air dari dalam parit tepi jalan. Satu persatu selang air dibentang dan disambung sampai ke titik api. Zulfan dan Rozi bagian nyemprot gambut yang masih berasap. Enjer jaga mesin pompa, Kamil dan Wahyu jaga Y Connection atau panel pembuka dan penutup sambungan air.Lokasi ini sudah 14 hari terbakar, sedikit lagi sampai di belakang rumah Heri, yang numpang di lahan orang sekaligus buka kedai harian dan cucian kendaraan.  Hari pertama api muncul, sekitar Minggu siang, istri Heri sempat kaget dan lari panggil petugas pemadam karena angin bawa api ke belakang rumah. Beruntung tim pemadam BPBD cepat pindah ke titik itu." "Seputar Karhutla, dari Aksi Regu Pemadaman sampai Upaya Pencegahan","Meski sudah berminggu-minggu, asap tetap keluar dari bekas gambut dan sisa-sisa kayu yang hangus, hujan belum turun ditambah cuaca panas dan angin kencang. “Sampai jadi bubur gambut ni kita siram, besok kalau tak hujan berasap lagi di sini,” kata Zulfan, sambil menyemprot air ke gambut yang berasap.Lebih kurang satu jam kemudian, personil Bhabinkamtibmas Polsek Payung Sekaki datang menghampiri. Dia beritahu di seberang jalan atau depan pintu gerbang terminal arah barat juga ada api kecil mulai menjalar. Mendengar kabar itu, setelah semua asap benar-benar hilang, tim bergegas menuju lokasi. Mesin pompa dimatikan, sambungan selang dilepas dan langsung digulung. Jaraknya tak jauh, hanya selemparan batu dari depan rumah Heri. Alan tak ikut tim ke lokasi ini karena harus mengurus keperluan anggota di kantor.Kali ini air yang digunakan langsung dari tangki mobil sembari menyedot air dari parit tepi jalan.Tak jauh dari titik kebakaran ini, Jumat 9 Agustus lalu, Kapolda Riau Irjen Pol Widodo Eko Prihastopo, bersama jajaran polda, mengumumkan 30 tersangka kasus karhutla yang mereka tangani sejak Februari 2019. Lima orang juga dihadirkan di lokasi bekas terbakar.Kapolda Riau juga mengumumkan PT Sumber Sawit Sejahtera sebagai tersangka. Polda juga memastikan akan ada satu perusahaan lagi akan jadi tersangka.Tak lama mereka di sini. Setelah api berhasil dijinakkan, selang air kembali ditarik dan digulung. Kamil sempat baring di tepi parit dan Rozi mengajak saya cerita.Dia bilang, masyarakat kurang membantu. Tim pernah kehausan dan minta air tapi tak diberi. “Kami tarik dan gulung lagi selang. Untung polisi datang dan bagi air ke anggota. Akhirnya, siram lagi,” kata Enjer.Cerita Enjer ada benarnya. Seharian mengikuti BPBD Pekanbaru ke titik api, tak ada masyarakat yang ikut bantu padamkan.Heri dan istrinya, mengaku takut dan tak ada peralatan. “Tak mungkin pakai ember,” kata Heri.  " "Seputar Karhutla, dari Aksi Regu Pemadaman sampai Upaya Pencegahan","Baru saja masuk Jalan HR Subrantas, Alan kembali memberitahu ada kebakaran di Jalan Pesantren, di RT 03 RW 09, Kelurahan Pematang Kapau, Kecamatan Tenayan Raya.Alan bilang, api sudah mendekati rumah warga.Beberapa meter dari Puskesmas, Alan tiba dengan sepeda motor dan langsung bergabung dalam mobil pemadaman. Wahyu dan Zulfan, turun gantian bawa sepeda motor. Alan minta tim Damkar Pekanbaru padamkan ke Delima. Ke Jalan Pesantren, sudah menunggu Pelda Yudha Komandan Tim 5 Kodim 0301 Pekanbaru dan sejumlah personil polisi.Di sini, lahan terbakar adalah kebun sawit yang diselimuti semak. Di sebelahnya kebun jambu dan lahan pembibitan sawit. Kebakaran terjadi sejak satu minggu sebelumnya.Tak ada warga membantu padamkan api. Penghuni rumah yang dekat dari lokasi kebakaran menyebut, api mulai muncul malam hari ketika dia bermalam di rumah mertuanya yang beberapa ratus dari titik api. Tentara dan polisi menemukan parang dan cangkul saat nyemprot air.Sembari pemadaman, sebagian tim juga mencari tahu pemilik lahan pada penghuni rumah. Tiga satpam perusahaan datang.Kata mereka, lahan itu milik perusahaan tempat mereka bekerja dan tengah bersengketa dengan masyarakat yang merambah dengan membangun rumah serta menanam di situ.Api dapat dipadamkan tak sampai setengah jam. Waktu menunjukkan pukul 3.00 sore. Regu Tangguh sedianya hendak kembali ke kantor karena tak ada lagi informasi titik api. Baru beberapa meter, panggilan dari Tim Damkar Pekanbaru, masuk ke telepon genggam Alan. Kali ini 65 di RT 02 RW 16 Kelurahan Sri Meranti, Kecamatan Rumbai.BPBD Pekanbaru punya tiga regu yang bergerilya padamkan api sampai ke perbatasan yang masih dapat dijangkau. Selain Regu Tangguh, ada Tanggap dan Tangkas. Pemadaman dan patroli 24 jam. Tiap regu dapat jatah 12 jam tiap hari. Terkadang, juga nambah jam bila satu regu tak dapat mengatasi banyak titik api." "Seputar Karhutla, dari Aksi Regu Pemadaman sampai Upaya Pencegahan","Luas kebakaran di Pekanbaru, mulai Januari sampai 19 Agustus 2019, mencapai 112,38 hektar. Kecamatan Rumbai, paling luas, 44, 06 hektar. Diikuti Tenayan Raya 23,71 hektar, Payung Sekaki 19, 68 hektar , Tampan 11,22 hektar, Rumbai Pesisir 3,53 hektar, Bukit Raya 1,91 hektar, Marpoyan Damai 1,19 hektar dan Lima Puluh 0,5 hektar. Sedangkan di perbatasan Pekanbaru dan Kampar, karhutla sudah 6,586 hektar. Polresta Pekanbaru sudah menetapkan tiga tersangka.   Kebakaran di SultraKarhutla juga terjadi di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Sedikitya ada empat hektar hutan terbakar berdasarkan data Dan Ops Manggala Agni.Kebakaran di Konsel terjadi di dua titik, yakni, Desa Matandahi, dan Kelurahan Tinanggea, Kecamatan Tinangge.Komandan Operasi Manggala Agni Daerah Operasi Tinanggea, Yanuar Fanca Kusuma, mengatakan, api di dua titik berhasil dipadamkan. Meskipun begitu, tak menutup kemungkinan muncul tiik api lagi.“Hari ini kami pemantauan kembali menggunakan drone,” katanya, awal Agustus. Sengaja dibakar?Manggala Agni membeberkan data kebakaran hutan di Sultra sejak Januari-Agustus 2019 ini, seluas 97 hektar. Dia memprediksi karhutla masih terjadi karena kemarau masih berlangsung.Dari lahan terbakar, katanya, hasil pemeriksaan, rata-rata karena kesengajaan oknum. “Kami menduga, kebakaran lahan di Sultra karena faktor kesengajaan untuk pembukaan lahan perusahaan. Kalau faktor alami di Sultra itu enggak ada. Kalau kita duga ya, memang sengaja dibakar,” katanya.Yanuar meminta, pemerintah daerah lebih giat sosialisasi pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Penegak hukum, katanya, juga harus gigih menindak tegas dan menyelidiki penyebab kebakaran.“Kita memang harus bersinergi semua. Apalagi ini baru saja ada instruksi presiden. Di Sulawesi, cuma Sultra yang dipanggil. Artinya, ini warning buat kita.”" "Seputar Karhutla, dari Aksi Regu Pemadaman sampai Upaya Pencegahan","Yanuar mengatakan, sering kali memadamkan api di wilayah izinhak guna usaha. Terakhir, tim patroli mengecek karhutla di perkebunan milik PT. Kilau Indah Cemerlang.“Ini sering kami temukan. Dalam wilayah KIC ini vegetasi savana dan semak tepi hutan.”Gubernur Sultra, Ali Mazi, memimpin langsung upacara pencegahan karhutla di Lapangan Upacara Kantor Gubernur, Jumat (16/8/19). Ali menekankan, penting menjaga hutan dan lahan.“Kami akan evaluasi dan koordinasi pencegahan. Kami belum bisa memastikan apakah disengaja tau tidak. Kami akan evaluasi dan mengecek semua. Kami undang semua seperti Manggala Agni dan penegak hukum. Kami cek apakah ada kesengajaan,” katanya.Di Kolaka Timur, kata Ali, ada gambut dan kebakaran serta masuk areal perusahaan perkebunan.   Pencegahan karhutla, seperti apa? Karhutla tahun ini, tak hanya terjadi di Indonesia, juga di berbagai negara lain. Di Amerika Serikat, Australia, Spanyol, Rusia dan Kanada, juga terjadi kebakaran hutan dan pemukiman. Kabut asap juga terjadi Thailand, Kamboja, Vietnam, Laos, Malaysia dan Indonesia.Eva Famurianty, Kepala Seksi Peringatan dan Deteksi Dini, Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim, mengatakan, dibandingkan 2015 titik api 2019 turun, kalau dibanding 2018 naik.“Luasan indikatif karhutla 2019 diperkirakan 135.747 hektar,” katanya, baru-baru ini.Data ini didapat dari citra satelit landsat 8 OLI/TIRS yang di-overlay dengan data sebaran titik api (hotspot), dan laporan hasil cek lapangan serta laporan pemadaman Manggala Agni.Berdasarkan satelit Terra Aqua Modis, terjadi penurunan titik api pada 2019, dibanding 2015 sebanyak 66,93% (4.189). Ada kenaikan pada 2019 dibanding 2018 sebanyak 54,71% (732).Berdasarkan satelit NOAA (ASMC) penurunan titik api 2019 dibanding 2015 tercatat 81,65% (4.337), dibandingkan 2018 ada 10,46% (102 titik api)." "Seputar Karhutla, dari Aksi Regu Pemadaman sampai Upaya Pencegahan","Dalam rapaat terbatas awal Agustus lalu di Istana Presiden, Presiden Joko Widodo mengingatkan, kembali kerugian karena karhutla empat tahun lalu mencapai Rp221 triliun.“Kejadian ini jangan sampai terjadi lagi di seluruh wilayah Indonesia,” katanya.Eva bilang, atensi presiden soal aturan main karhutla tetap sama pada 2015. “Terkait pangdam, kapolda, danrem, dandim dan kapolres, yang tak bisa mengatasi masalah karhutla akan dicopot,” katanya.Hal itu, mengingat betapa besar kerugian ekonomi karena karhutla.Presiden menekankan, prioritas pencegahan melalui patroli dan deteksi dini, penataaan ekosistem gambut agar gambut tetap basah dan buat embung untuk tahan kemarau. Selain pemadaman, Jokowi juga meminta penegakan hukum terus ditingkatkan.Lantas apa yang dilakukan pemerintah untuk pencegahan karhutla? Eva mengatakan, pemerintah memperbanyak aksi pencegahan di tingkat tapak dengan sinergi semua pihak.Selain pemadaman di darat dan udara, juga pengurangan risiko karhutla melalui pemanfaatan bahan bakaran, sosialisasi dan kampanye untuk penyadartahuan pencegahan karhutla. Juga, pelatihan dan pembentukan brigade pengendalian karhutla di tingkat tapak, penguatan teknik pencegahan karhutla, patrol rutin dan terpadu. Ada juga informasi peringatan dini dan deteksi dini, penanganan pasca kebakaran hutan lahan serta dukungan pemerintah pusat untuk daerah.   Deteksi diniSistem monitoring titik api KLHK, dari citra satelit MODIS, SNPP dan NOAA yang disediakan Lapan dan NASA. Sistem peringkat bahaya kebakaran dan data prediksi cuaca disediakan BMKG.Hasil monitoring periode 1 Januari-23 Juli 2019, memperlihatkan muncul asap mulai 14 Februari di Bengkalis dan Kepulauan Meranti (Riau). Asap meluas dengan muncul asap di Indragiri Hilir, Dumai, Siak, Rokan Hilir dan Pelalawan." "Seputar Karhutla, dari Aksi Regu Pemadaman sampai Upaya Pencegahan","Pada Maret 2019, asap terdeteksi di Riau meliputi Kep. Meranti, Dumai, Pelalawan, Bengkalis, dan Siak. Di Kalimantan Barat, asap terdeteksi di Kubu Raya dan Sambas.Pada April asap terdeteksi di Natuna, Kepulauan Riau. Pada Mei, asap kembali terdeteksi di Sambas, Kubu Raya dan Melawi. Begitu juga pada Juli asap juga terdeteksi di Kubu Raya, Melawi, Bengkalis, Palangkaraya dan Pulang Pisau.“Monitoring hotspot dapat melalui web sipongi KLHK, Lapan, BMKG dan BNPB. Ini juga sudah tersedia dalam bentuk aplikasi android,” kata Eva, sembari menambahkan informasi juga disampaikan melalui SMS kerjasama dengan Kemenkominfo.Selain itu, juga ada sistem informasi muka air tanah gambut (Simatag) untuk monitor keberhasilan pemulihan fungsi ekosistem gambut melalui pengumpulan database pemantauan tinggi muka air tanah dan curah hujan di areal konsesi mapun lahan masyarakat.Database ini mengelola data pemantauan dari 9.603 titik pengamatan tinggi muka iar tanah yang tersebar di seluruh Indonesia dan perbarui kontinu melalui aplikasi pada gadget.  Data ini berguna untuk pemulihan ekosistem gambut, pembinaan dan perbaikan tata kelola air di ekosistem gambut, dan pemantauan kemajuan pelaksanaan pemulihan eksosistem gambut. Juga, pengawasan, penegakan hukum dan perhitungan penurunan gas rumah kaca di lahan gambut.Upaya deteksi dini dengan kamera CCT thermal, katanya, juga dilaksanakan KLHK di beberapa wilayah rawan kebakaran.“KLHK juga melengkapi Manggala Agni dengan drone untuk mendukung monitoring dan pemantauan lokasi rawan kebakaran.”Di gambut, pemantauan kerawanan dengan sistem pemantauan gambut, meliputi tinggi muka air, kelembaban, curah hujan, yang ditempatkan di lokasi rawan padan provinsi prioritas.Data bisa per jam dan memberikan alarm kesiapsiagaan bagi pelaksana lapangan." "Seputar Karhutla, dari Aksi Regu Pemadaman sampai Upaya Pencegahan","Pengaktifan satgas penanggulangan bencana, katanya, juga sudah jalan. Pengerahan satgas gabungan diinisiasi BNPB dengan pengerahan 1.500 personil gabungan TNI, Polri, BPBD dan masyarakat.“Ini sudah di Sumsel, Riau, Kalbar dan Kalsel. Disusul Kalteng dan Jambi.”Untuk pencegahan karhutla, kata Eva, dibuat tim patroli terpadu terdiri dari lima atau enam orang dari unsur masyarakat, TNI, Polri, dinas terkait dan lembaga swadaya masyarakat. Tugasnya, monitor kawasan, sosialisasi, pencarian informasi, dan pemetaan masalah, cek lapangan, dan pemadaman dini jika kebakaran.Laporan harian, melalui aplikasi Whatsapp dan tertulis bertingkat dari desa, daops, balai dan pusat.Untuk upaya pemadaman saat ini setidaknya ada 23.144 personil di Sumatera dan Kalimantan. Awal Agustus ini, personil Manggala Agni di berbagai daops telah memadamkan api di Kampar, Kota Dumai, Tanjung Jabung Timur, Sambas, Mempawah, Pulang Pisau, dan Tanah Bambu.Bambang Hero Saharjo, Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, mengatakan, pencegahan kebakaran hutan perlu dalam arti sesungguhnya. Definisi pencegahan, katanya, perlu ditegaskan sebagai tindakan preventif hingga kebakaran tak sampai terjadi.“Bukan mencegah kebakaran jadi lebih luas,” katanya.Mengingat kecenderungan karhutla terus terjadi di Kalimantan Barat, katanya, upaya pengendalian harus serius dan benar-benar jalan sistematis serta terencana.“Perhatian terus menerus dan serius pemerintah daerah suatu keharusan.”   Pengelolaan gambut tanpa bakarSalah satu cara menghindari kebakaran di lahan gambut, jangan kelola gambut dengan cara membakar. Akhmad Tamanruddin , petani dari Kalampangan, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, menanam di lahan gambut tanpa bakar. Lahan Taman, sapaan akrabnya, terlihat tinggi, tertata rapi, dengan tanaman beragam di lahan seluas dua hektar." "Seputar Karhutla, dari Aksi Regu Pemadaman sampai Upaya Pencegahan","Dalam rilis Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), menyebutkan, Taman, adalah binaan dari Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Banjarbaru, Kalteng, berhasil mengembangkan lahan dengan membuat media tanam (mineral dressing). Ia terdiri dari tanah subur, dolomit, dan kotoran ternak, dan pakai pupuk organik.Dia sebutkan tahapan kelola gambut tanpa bakar, yakni, lahan sudah bersih dari akar pakis (kalakai) dibuat guludan (baluran) dengan lebar maksimal sedepa. Tujuannya, agar guludan bersih di kedua sisi.“Lalu, buat lubang tanam dengan jarak menyesuaikan kebutuhan tanaman, misal cabai 40 x 40 cm,” katanya. Kemudian, dalam lubang tanam diberi media tanam yang sebelumnya sudah disiapkan, satu genggam per lubang tanam.Perawatan guludan dengan mengembalikan tanah guludan yang sempat terbawa air hingga berada pada bawah guludan, kembali ke atas.Marinus Kristiadi Harun, peneliti Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Banjarbaru, mengatakan, kelola lahan gambut dengan pendekatan wanatani (agroforestry) seperti Taman. Dia memanfaatkan tanaman keras seperti jelutung rawa dan tanaman pertanian, seperti cabai, jagung dan ubi kayu.“Lahan gambut Pak Taman secara teori termasuk kubah gambut tetapi sudah jadi lahan pertanian. Untuk itu, katanya, sistem wanatani bisa jadi salah satu budidaya yang ramah lingkungan. Sistem ini, katanya, mampu menjembatani fungsi produksi dan fungsi perlindungan (konservasi) di lahan gambut.  Dia bilang, sesuai prinsip kelestarian, sesuatu bisa lestari berkelanjutan bila ada keseimbangan antara aspek ekonomi, sosial dan ekologi,” katanya.Balitbang, katanya, juga mengembangkan beberapa sistem pertanian tanpa bakar, seperti pembuatan bahan organik lahan dengan gulma lahan dan semak belukar. Bahan organik itu, katanya, dapat diolah jadi barang bernilai ekonomi." "Seputar Karhutla, dari Aksi Regu Pemadaman sampai Upaya Pencegahan","Dia contohkan, produk dengan media tanam, pupuk hayati, kompos blok, dan pelet energi. Pupuk ini, katanya, telah dikembangkan di Tumbang Nusa dan pelet di Sebangau Mulya, Kalimantan Tengah.Ada juga lewat pendekatan agrosilvofishery, seperti dilakukan Roudhatul Jannah. Sistem ini, mengawinkan tanaman dengan budidaya perikanan. Dalam kolam ikan, Roudhatul beternak gabus, sepat dan gurami. Ikan tak hanya untuk konsumsi namun limbah sebagai pupuk. Air kolam yang tercampur limbah ikan disalurkan menuju bak sebagai pupuk organik tanaman yang disiapkan pada guludan. Dia menanam seperti seledri, selada, dan segau, tanaman khas Kalteng.  Keterangan foto utama:    Anggota polisi dan manggala agni melakukan pemadaman api di wilayah Konawe dan Kolaka Timur. Foto: Manggala Agni  [SEP]" "Gubernur Sultra Cabut 9 Izin Tambang di Wawonii, Bekukan 6 Lainnya","[CLS]     Setelah warga protes besar-besaran, akhirnya, Gubernur Sulawesi Tenggara, H. Ali Mazi, mencabut sembilan izin usaha pertambangan (IUP) di Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep) dan membekukan sementara enam IUP lain tanpa batasan waktu.Pencabutan izin ini setelah rapat internal Ali Mazi bersama seluruh pimpinan organisasi perangkat daerah (OPD), bupati dan wakil bupati Konkep dan beberapa stakeholder lain. Ali mengatakan, pencabutan izin ini sudah sesuai UU Mineral dan Batubara (Minerba).Baca juga: Pemerintah Sultra akan Cabut 15 Izin Tambang di WawoniiSembilan izin tambang yang dicabut ini, katanya, sudah habis masa berlaku, perusahaan tak ada kegiatan sama sekali dan tak membayar kewajiban kepada negara. Sementara enam izin lain, kata Ali, dibekukan karena masih menunggu proses dan kajian hukum mendalam.Pulau Wawonii, masuk kategori pulau kecil dan tak bisa ada pertambangan, katanya, tak jadi landasan pencabutan izin.“Bukan karena itu (pulau-pulau kecil) tapi memang IUP-IUP ini sudah habis masa berlakunya. Kami cabut secara permanen,” katanya ditemui usai rapat di Mapolda Sultra.Baca juga: Demo Tuntut Pemerintah Sultra Cabut Izin Tambang di Wawonii, Warga Alami Kekerasan AparatUntuk pencabutan enam izin lain, kata Ali, masih proses pengkajian hukum oleh beberapa ahli dengan melibatkan Biro Hukum Pemprov Sultra dan Universitas di Kendari.“Belum bisa karena belum ada kajian hukum. Masih kita kumpulkan semua kajian-kajian para pihak, kemudian simpulkan di pemerintah hingga jadi keluaran kebijakan.”Adapun sembilan IUP yang dicabut permanen, adalah PT Hasta Karya Megacipta, PT Pasir Berjaya Mining, PT Derawan Berjawa Mining (dua izin), PT Cipta Puri Sejahtera, PT Natanya Mitra Energi (dua izin), PT Investa Pratama Intikarya, dan PT Kharisma Kreasi Abadi.  " "Gubernur Sultra Cabut 9 Izin Tambang di Wawonii, Bekukan 6 Lainnya","Sedang enam izin tambang yang dibekukan, yakni, PT Alatoma Karya, PT Bumi Konawe Mining, PT Gema Kreasi Perdana (dua izin), PT Kimco Citra Mandiri, dan PT Konawe Bakti Pratama.Baca juga: Cerita Warga Menanti Wawonii Terbebas dari Pertambangan Kini, kata Ali, mereka mengantisipasi kemungkinan gugatan hukum perusahaan. “Kalau gugatan biasa saja. Karena ini kebijakan hukum. Yang kita lakukan sesuai permintaan masyarakat mencabut 15 IUP, yah kita cabut,” katanya, seraya bilang, ada yang masih perlu kajian mendalam sebanyak enam izin itu. Terbuka kepada publikSaharudin, Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sultra, mengatakan, Gubernur Ali Mazi harusnya terbuka ke publik hasil kajian dan rekoemndasi tim yang akhirnya keluar putusan pencabutan sembilan izin tambang dan bekukan enam lainnya.Walhi mendesak, Pemerintah Sultra mencabut seluruh izin tambang di Wawonii. “Awalnya, kan seperti itu. Pemerintah mencabut semua IUP di Wawonii. Malah gubernur mencabut sembilan, belakangan diketahui sudah berakhir,” katanya.Sembilan izin tambang itu, katanya, tanpa ada desakan masyarakat pun seharusnya sudah dicabut karena sudah berakhir. “Yang kita harapkan ini IUP aktif dicabut. Agar tak beroperasi dan merusak lingkungan. Kalau hanya dibekukan apa gunanya?” katanya.  Udin, sapaan akrabnya, mengatakan, kalau perusahaan tetap berjalan, kemungkinan nanti hasil tambang tetap dikirim dan jadi tindak pidana. UU Perikanan dan Kelautan, sudah menjelaskan bahwa, tak ada zonasi pembangunan terminal khusus di Wawonii.“Jadi kalau dibangun pelabuhan untuk pemuatan itu melanggar.”Masyarakat Wawonii, juga meminta, Pemerintah Sultra, mencabut semua izin di Wawonii. Mereka takut kalau perusahaan masuk, bisa mengancam kebun, lahan dan lingkungan mereka.Kalau hanya pembekuan izin, katanya, tak jadi jaminan tambang setop. Belum lagi masalah sosial muncul di masyarakat, yakni, pro dan kontra tambang." "Gubernur Sultra Cabut 9 Izin Tambang di Wawonii, Bekukan 6 Lainnya","Belum lagi, PT Harita Grup, pemegang IUP milik PT Gema Kreasi Perdana, terus masuk di Wawonii.Mando, kordinator masyarakat Wawonii mengatakan, masyarakat hingga terus berjaga-jaga. Terutama, masyarakat Wawonii Tenggara, terus memantau gerakan perusahaan.Dari 15 IUP, katanya, Harita inilah yang memaksa nambang. Beberapa warga ikut kerja di perusahaan dan kebun yang telah dibeli. Warga lain bertahan untuk tak menjual lahan.Para petani kebun, berkeras tambang harus ditolak. “Kami menagih janji pemerintah mencabut seluruh IUP. Jangan ada janji-janji lagi kepada masyarakat. Apalagi, di sana aktivitas masih ada,” kata Mando.Saya juga menghubungi Imran, petani kebun mete di Wawonii Tenggara. Dia bilang, langkah gubernur mencabut sebagian IUP di Wawonii, belum memberikan perubahan lebih baik karena sebagian perusahaan masih mengancam.Dia khawatir, kalau perusahaan dan masyarakat berbenturan di tengah gejolak penolakan tambang ini. Imran meminta, gubernur mencabut seluruh IUP. Keterangan foto utama:    Tampak dari kejauhan bascamp dan pelabuhan khusus atau jetty milik PT Gema Kreasi Perdana, yang saat ini IUP dijalankan PT Harita Grup. Sebelumnya, ratusan kelapa berada di pesisir ini. Foto: Kamarudin/ Mongabay Indonesia  [SEP]" "Masyarakat Adat Tengger Hidup Berdamai dengan Alam","[CLS]     Ribuan masyarakat adat Tengger berkumpul di Pura Luhur Poten, lautan pasir Gunung Bromo, Dusun Cemoro Lawang, Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Probolinggo, Jawa Timur, 18 Juli lalu. Hari itu, masyarakat bersama pemuka adat Tengger tengah menyiapkan upacara Yandya Kasada. Mereka mengenakan tutup kepala, dan berselimut kain sarung untuk mengusir hawa dingin.Sebagian membakar ban atau arang untuk menghangatkan tubuh. Puncak upacara ritual Yadnya Kasada, berbarengan dengan cuaca ekstrem. Dini hari suhu mencapai minus tiga derajat celsius. Embun membeku dan menciptakan bunga es (frost). Masyarakat adat Tengger, telah lama bersahabat dengan suhu dingin.“Sudah terbiasa. Ketinggian 1.800 meter di atas permukaan laut, sudah biasa,” kata Sukarji, Kepala Desa Sedaeng, Kecamatan Tosari, Pasuruan.Baca juga: Bromo Erupsi, Wisatawan Dilarang Masuk Radius Satu Km dari KawahDia menyiapkan beragam perlengkapan dan makanan agar masyarakat terutama calon dukun tetap hangat. Ada minuman hangat, dan makanan untuk menjaga suhu tubuh.“Calon dukun tak boleh kedinginan,” katanya.Keempat calon dukun adalah Wagiri, Maridinto, Jais dan Indrianto. Mereka bakal menggantikan dukun Sukariono, yang meninggal dua tahun lalu.Malam ini, saat paling ditunggu Masyarakat Sedaeng, lantaran keempat calon dukun tengah bakal mengikuti ujian japamantra. Kalau sang calon dukun kedinginan, khawatir menganggu konsentrasi mereka.Baca juga : Ketika Warga “Menantang” Erupsi Bromo Saat Kasada (Bagian 1)Ujian calon dukun sebelum upacara Yadnya Kasada, dipimpin Rama Pandita Supomo. Sebanyak tujuh calon dukun akan diuji japamantra dari tiga desa, yakni Sedaeng (Pasuruan), Ledokombo dan Gubuklakah, Poncokusumo (Kabupaten Malang). Mereka ini dari 37 desa adat Tengger, tersebar di Kabupaten Probolinggo, Pasuruan, Malang dan Lumajang." "Masyarakat Adat Tengger Hidup Berdamai dengan Alam","Setelah lulus ujian japamantra, ketiga dukun terpilih bakal jadi dukun adat untuk melaksanakan ritual adat di masing-masing desa. “Selama dua tahun resah. Tak ada dukun untuk acara adat. Malam ini, kami bahagia, besok sudah memiliki dukun. Ini yang kami tunggu-tunggu,” kata Sukarji.Baca juga : Ritual Kasada, Ritual Selaras Alam Suku Tengger (Bagian 2)Sesuai keyakinan masyarakat Tengger, pengukuhan dukun desa sebelum puncak ritual Yadnya Kasada. Tahun lalu, Sedaeng gagal mengukuhkan dukun desa lantaran bertepatan dengan tahun pahing, Menurut sesepuh, katanya, tahun pahing tak boleh memilih pemimpin adat.“Selama dua tahun upacara adat, sementara dipimpin dukun dari desa tetangga terdekat,” katanya.Dukun, berperan penting dalam adat dan keyakinan Hindu Dharma, setempat. Mulai upacara adat desa, pernikahan, dan mengatur sesaji, termasuk entas-entas yakni upacara adat untuk memperingati 1.000 hari kematian keluarga.Calon dukun akan diuji japamantra, “mandarakulun.” Kalau ditulis, katanya, mantra itu bisa selembar kertas. Mereka meminjam kitab yang hanya dipegang Rama Pandita, dan menghafalkan. Setelah ada calon dukun lancar dan hafal japamantra, kepala desa mengusulkan kepada Rama Pandita, untuk mengikuti ujian.Kadang, meski sebelumnya lancar dan hafal, saat ujian di Pura Luhur Poten, terhambat. Ada saja, calon dukun yang tak bisa mengucapkan japamantra secara lancar hingga gagal. “Kami meyakini, yang menguji Rama Pandita. Yang menentukan mbah buyut atau nenek moyang.”   Tujuh dukun adat TenggerKamis, 18 Juli, Pura Luhur Poten penuh warga adat Tengger. Mereka membawa sejumlah bunga layu atau ongkek berisi aneka sesaji. Terdiri dari ayam goreng utuh atau ingkung, bubur, jadah, pasung dan pepes yang terbuat dari jagung. Ada juga aneka hasil bumi sayur mayur dan buah-buahan." "Masyarakat Adat Tengger Hidup Berdamai dengan Alam","Bunga layu diletakkan berjajar di Pura Luhur, masing-masing dipimpin seorang dukun desa setempat. Bergantian mereka membakar kemenyan, dan dupa sembari merapal mantra. Aroma wangi dupa dan kemenyan menyeruak di Pura Luhur Poten. Para dukun memanjat doa, agar proses Yadnya Kasada yang bertepatan dengan bulan purnama berjalan lancar.“Kami berharap, segera memiliki dukun sebagai pemangku adat, hajatan doa, pernikahan, selamatan desa dan nyewu untuk mengantar arwah ke nirwana,” kata Iswantoro, warga Sedaeng.Rama Pandita Sutomo, tampil di podium. Dia duduk bersila. Bersafari putih, bawahan kain jarik khas Tengger dan pakai udeng khas adat Tengger. Rama Pandita atau ketua dukun Tengger, Sutomo, memulai dengan membaca sejarah Yadnya Kasada dalam bahasa Tengger. Dilanjutkan merapal mantra dan doa, serta pujastuti para dukun.Lantas, Pandita Sutomo menguji para calon dukun dalam prosesi ritual Mulunen, yakni wisuda samkara atau upacara ujian sekaligus pengukuhan dukun baru. Hasilnya, ketujuh dukun lulus dan berhak jadi dukun desa setempat.“Dua dukun keturunan, sisany, bukan keturunan dukun,” kata Sutomo.Para dukun memanjat doa dan lanjut labuhan bersama ke Kawah Bromo. Bergantian, para dukun dan masyarakat Tengger memikul bunga layu berisi sesaji. Mereka berjalan beriringan dengan penerangan obor minyak. Bunga layu dilempar ke kawah, masyarakat yang tengah memiliki janji  juga melempar, seperti,  kambing, uang koin dan hasil pertanian ke kawah. Mereka berharap hasil pertanian mendatang makin baik dan hewan ternak sehat.Sukaji, Kepala Desa Sedaeng, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan, mengatakan, Bromo atau masyarakat menyebut Mbah Bromo, merupakan gunung aktif yang disakralkan umat Hindu Dharma setempat. Mereka rutin berkirim sesaji." "Masyarakat Adat Tengger Hidup Berdamai dengan Alam","“Hasil kerja setahun, sisakan sebagian kirim ke Mbah Bromo,” katanya. Meski terjadi erupsi pada 28 Desember 2010, mereka tetap mengirim sesaji ke kawah Bromo. Para dukun yang berkomunikasi dengan alam gaib, penjaga Bromo, meminta agar dikirim sesaji.“Selain Sang Hyang Widi disebut dalam setiap doa. Juga berkirim sesaji ke Mbah Bromo,” katanya.Mereka berharap, kesejahteraan masyarakat meningkat, hasil pertanian dan ternak melimpah, serta terhindar dari hama penyakit.Dua hari sebelum upacara Yadnya Kasada, mereka mengambil air di Sumber Widodaren. Sumber di dalam goa itu juga berfungsi sebagai tempat pemujaan. Air dari Widodaren dipercaya memiliki khasiat untuk obat tanaman.Menurut legenda masyarakat Tengger, mereka adalah keturunan Roro Anteng dan Joko Seger. Pasangan ini tak memiliki anak setelah bertahun-tahun menikah. Keduanya, bertapa dan berdoa. Mereka berjanji mengorbankan salah satu anaknya untuk persembahan ke Kawah Bromo.Akhirnya, mereka dianugerahi 25 anak, tetapi lupa dengan janji. Semua anak menolak dikorbankan. Si sulung, Jaya Kusuma bersedia dikorbankan menemui sang Dewa Brahma atau Bromo untuk melunasi janji kedua orangtuanya.Jaya Kusuma menyampaikan, agar masyarakat keturunan Roro Anteng dan Joko Seger (Tengger) memberikan persembahan hasil bumi ke Kawah Bromo pada tanggal 14 bulan Kasada sesuai penanggalan Tengger.  Utamakan keselamatan Sarmin, Kepala Seksi Wilayah 1 Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BBTNBTS), menuturkan, masyarakat adat Tengger hidup dengan alam. Mereka tak bisa dipisahkan dengan alam. Termasuk upacara Yadnya Kasada, tetap dilakukan meski dalam cuaca ekstrem.“Upacara adat larungan tetap dilakukan di Kawah Bromo. Dulu sampai ribut, petugas melarang tapi adat tetap harus dilakukan,” katanya.Ritual adat bisa jalan, asal secara visual tak terjadi erupsi. Masyarakat adat Tengger, selain Yadnya Kasada, juga menggelar ritual adat rutin saban Jumat legi." "Masyarakat Adat Tengger Hidup Berdamai dengan Alam","“Masyarakat menganggap paling afdol di kawah,” katanya.Kalau terjadi erupsi harus dilarang, demi keamanan dan keselamatan. Mereka tak boleh mendekat di kawah yang berada di tinggian 2.329 m.dpl, seperti erupsi pada 2010.Bagi pengunjung, dia berharap, kenakan pakaian tebal untuk mengantisipasi suhu dingin. Juga, kacamata dan masker untuk menghalau debu vulkanis dan debu di lautan pasir.Sedangkan fenomena frost, katanya, bukan hal baru. Embun beku terjadi saat kemarau saban tahun. Masyarakat menyebut dengan embun upas lantaran embun membeku merusak sayur. Sayur menjadi kering dan mati.Embun beku tersebar di padang sabana, lautan pasir, dan daerah berlembah sekitar Gunung Bromo. Jumlah pengunjung pada hari biasa antara 1.000 sampai 2.000. Saat akhir pekan mencapai 3.000-4.000 orang. Termasuk saat upacara Yadnya Kasada, pengunjung membludak sampai 4.000-an orang.Demi keamanan dan keselamatan pengunjung, 100-an turun, juga melibatkan TNI, Polri, Dinas Kesehatan, BPBD Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), SAR dan relawan. Mereka bergilir, ditempatkan di sejumlah titik rawan antara lain bibir kawah Gunung Batok.“Mereka bersiaga dalam kondisi darurat. Alhamdulillah, tak ada masalah selama Kasada,” katanya.   Lestarikan alam dan adat TenggerTimbul Prihanjoko, Wakil Bupati Probolinggo meminta, masyarakat mendukung dan menjaga alam sekitar. Panorama alam jadi salah satu daya tarik wisata di Bromo, selain ritual budaya seperti Yadnya Kasada. “Kini, Gunung Bromo layak jadi obyek wisata internasional,” katanya.Semua pihak, katanya, diminta menjaga keamanan dan kenyaman serta kebersamaan mempromosikan wisata dan menjaga budaya dan adat Tengger.Rama Pandita Sutomo juga mengukuhkan sejumlah pejabat sebagai sesepuh kehormatan adat Tengger. Harum dupa menguar, asap putih mengepul dari anglo. Rama Pandita Sutomo, merapal doa, memimpin ritual upacara pengukuhan sesepuh kehormatan. Doa dilafalkan dalam bahasa Tengger." "Masyarakat Adat Tengger Hidup Berdamai dengan Alam","Para pejabat yang dikukuhkan sebagai sesepuh kehormatan adat Tegger, antara lain, Sekretaris Daerah Jawa Timur, Heru Cahyono; Dandim 0820 Probolinggo, Letnan Kolonel Imam Wibowo dan Kapolres Probolinggo AKBP Edwwi Kurniyanto. Juga, Kapolresta Probolinggo AKBP Alfian Nurrizal; dan Ketua Pengadilan Negeri Kabupaten Probolinggo, Agus Ardian Agustriono. Upacara di pendapa Desa Ngadisari, Sukapura, Kabupaten Probolinggo.Heru Cahyono bilang, sering mengendarai sepeda motor di Bromo. Ia mendaki sampai ke bibir Bromo. Bromo, katanya, memiliki alam indah dan adat budaya leluhur hingga harus tetap terjaga.Kemajuan zaman, katanya, tak boleh mengubah kultur dan budaya setempat. “Hutan harus terjaga. Jangan ada yang merusak.” Keterangan foto utama:    Wisatawan berramai-ramai naik ke puncak Gunung Bromo untuk melihat ritual larung sesaji ke dalam Kawah Bromo. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia  [SEP]" "Catatan Akhir Tahun : Pekerjaan Rumah Mengatur Wilayah Pesisir Indonesia","[CLS]  Tahun 2019 menjadi tahun bersejarah bagi Indonesia, khususnya untuk sektor kelautan dan perikanan. Pada tahun tersebut, pergantian kepemimpinan terjadi di tubuh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dari Susi Pudjiastuti kepada Edhy Prabowo. Di tahun tersebut, Indonesia juga menasbihkan dirinya sebagai negara yang fokus pada penerapan keberlanjutan di sektor tersebut.Salah satu yang diupayakan, adalah dengan membuat regulasi di setiap provinsi melalui peraturan daerah rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (Perda RZWP3K). Hingga 9 Desember 2019, dari 34 provinsi yang ada, baru 23 provinsi yang sudah mengesahkan dan memberlakukan Perda RZWP3K.baca : Perda RZWP3K, Dinanti untuk Ketertiban Pembangunan di Kawasan PesisirKe-23 provinsi itu, adalah Sumatera Utara (Perda No.4/2019), Sumatera Barat (Perda No.2/2018), Jambi (Perda No.20/2019), Bengkulu (Perda No.5/2019), Lampung (Perda No.1/2018), Jawa Tengah (Perda No.13/2018), Jawa Timur (Perda No.1/2018), dan Jawa Barat (Perda No.5/2019).Kemudian, DI Yogyakarta (Perda No.9/2018), Kalimantan Barat (Perda No.1/2019), Kalimantan Tengah (Perda No.1/2019), Kalimantan Utara (Perda No.4/2018), Kalimantan Selatan (Perda No.13/2018), Gorontalo (Perda No.4/2018), Sulawesi Utara (Perda No.1/2017), dan Sulawesi Tengah (Perda No.10/2017).Lalu, ada juga Provinsi Sulawesi Tenggara (Perda No.9/2018), Sulawesi Barat (Perda No.6/2017), Sulawesi Selatan (Perda No.2/2019), Nusa Tenggara Barat (Perda No.12/2017), Nusa Tenggara Timur (Perda No.4/2017), Maluku (Perda No.1/2018), dan Maluku Utara (Perda No.6/2017).Seluruh data yang dirilis resmi oleh Ditjen Pengelolaan Ruang Laut KKP itu, juga menjelaskan tentang alokasi ruang yang ada dalam Perda RZWP3K, yaitu mencakup alur laut, kawasan pemanfaatan umum, kawasan konservasi, dan kawasan strategis nasional tertentu. Semua peruntukan itu diatur secara resmi oleh Perda tersebut dan berlaku untuk semua." "Catatan Akhir Tahun : Pekerjaan Rumah Mengatur Wilayah Pesisir Indonesia","baca juga : Bagaimana Membangun Kawasan Pesisir dan Masyarakat Pesisir dengan Bijak?  Pengesahan 23 Perda di 23 provinsi tersebut berhasil dilaksanakan selama masa kepemimpinan Susi Pudjiastuti. Dia mendorong setiap provinsi untuk segera memiliki perda tersebut, karena untuk mengatur wilayah laut bisa lebih tertib dan aman.Akan tetapi, Susi tidak bisa memenuhi janjinya untuk mendorong seluruh provinsi menyelesaikan pembuatan perda tersebut hingga akhir masa kepemimpinannya. Padahal, dia berkali-kali selalu mengatakan bahwa perda tersebut harus sudah selesai semua pada 2018 dan paling lambat pada 2019 sekarang.Sekretaris Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi Agung Kuswandono mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia terus bekerja keras untuk bisa mendorong seluruh provinsi bisa menyelesaikan pembahasan racangan perda dan mengesahkannya menjadi perda.“Upaya percepatan terus dilakukan, karena Pemerintah ingin penataan yang tertib di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil,” ungkapnya belum lama ini.perlu dibaca : Ruang Hidup Masyarakat Pesisir Dirampas oleh Perda RZWP3K? TerpaduMenurut Agung, Perda RZWP3K penting untuk segera diselesaikan, karena bisa menyelesaikan persoalan peraturan yang banyak tumpang tindih di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil. Dengan Perda tersebut, peraturan akan bisa disederhanakan menjadi satu dan lebih memudahkan dalam proses penerbitan perizinan untuk segala kegiatan yang ada di kawasan pesisir.Penerapan perizinan secara terpadu, diantaranya adalah imigrasi di Kementerian Hukum dan HAM, karantina di KKP, Kementerian Pertanian dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Kemudian di bawahnya ada koordinasi dengan pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.“Juga ada dengan kementerian/lembaga terkait lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), makanya itu yang bikin kita ruwet,” sebutnya." "Catatan Akhir Tahun : Pekerjaan Rumah Mengatur Wilayah Pesisir Indonesia","Di sisi lain, upaya untuk mengatur wilayah laut juga terus bersinergi dengan upaya perluasan kawasan konservasi perairan yang juga dilaksanakan di seluruh provinsi. Hingga Desember 2019, luas kawasan konservasi perairan yang berhasil ditetapkan mencapai lebih dari 20 juta hektare.Bagi KKP, luasan tersebut diharapkan akan terus bertambah lagi pada periode kepemimpinan Edhy Prabowo selama lima tahun mendatang. Terlebih, karena Indonesia sudah menasbihkan dirinya kepada dunia sebagai salah satu penjaga laut dunia. Penasbihan itu ditegaskan dua tahun terakhir, melalui gelaran Our Ocean Conference 2018 dan 2019 yang berlangsung di Bali (Indonesia) dan Oslo (Norwegia).baca juga : Peraturan Zonasi Pesisir Hadir untuk Pinggirkan Masyarakat Pesisir  Sedangkan Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati mengatakan kehadiran Perda RZWP3K adalah mandat dari Undang-Undang No.1/2014 junto UU No.27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.“Tetapi, dalam kenyataannya, penyusunan Perda tidak melibatkan masyarakat pesisir sebagai tokoh utama. Bahkan, kalau pun ada peran, porsinya sangat tidak memadai,” ucapnya.Minimnya keterlibatan masyarakat pesisir, juga ditegaskan Ketua Harian DPP Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Marthin Hadiwinata. Menurutnya, penyusunan Perda RZWP3K di berbagai provinsi masih belum terbuka dan hanya melibatkan segelintir masyarakat pesisir saja.“Juga, semakin diperkuat lagi, karena tidak ada tahapan konsultasi mulai dari desa/kelurahan yang di dalamnya ada pulau-pulau kecil, kecamatan, hingga kabupaten/kota,” tuturnya." "Catatan Akhir Tahun : Pekerjaan Rumah Mengatur Wilayah Pesisir Indonesia","Tak cukup di situ, Marthin mengatakan, saat ini ada Perda RZWP3K yang sudah disahkan dan ternyata masih tumpang tindih dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW) di provinsi yang bersangkutan. Kondisi itu cukup menyulitkan, karena kehadiran Perda RZWP3K dimaksudkan untuk memecahkan persoalan di kawasan pesisir, dan bukan sebaliknya.Permasalahan seperti itu, diharapkan bisa dicarikan solusinya di masa kepemimpinan Edhy Prabowo sekarang. Namun, untuk bisa menyelesaikan persoalan yang ada, seperti halnya RZPW3K, maka diperlukan komitmen kuat dari menteri baru tersebut. Mengingat, di awal kepemimpinan, Edhy menghadapi pro dan kontra terkait kebijakan yang diambilnya.menarik dibaca : Nasib Masyarakat Pesisir di Mata Negara  KontroversiSalah satu yang menjadi kontroversi itu, tidak lain adalah rencana pengesahan ekspor benih lobster (BL) yang selama kepemimpinan Susi Pudjiastuti dilarang sama sekali. Rencana itu, menuai pro dan kontra, karena dinilai hanya akan melanggengkan eksploitasi BL hingga waktu tak terbatas.Bagi Edhy, ekspor BL harus dibahas karena memang selama lima tahun terakhir penyelundupan masih terus berlangsung melalui berbagai pintu keluar Negara ini. Bahkan, Provinsi Nusa Tenggara Barat yang diketahui menjadi produsen besar untuk BL, menjadi penyumbang utama untuk aksi penyelundupan tersebut ke negara seperti Vietnam dan Singapura.“Ada banyak orang yang menggantungkan hidupnya dari benih lobster. Harus dicarikan solusi untuk hal ini. Mengingat, selama ini penyelundupan masih marak dan Negara dirugikan besar,” tegas Edhy di Jakarta awal Desember 2019.Dengan melegalkan benih lobster sebagai komoditas ekspor, Edhy berharap akan ada devisa buat Negara dari sektor perikanan. Harapan tersebut melambung tinggi, karena selama lima tahun terakhir, pemasukan devisa dari sektor perikanan masih sangat lemah.baca : Demi Keberlanjutan di Alam, Benih Lobster Fokus untuk Dibudidayakan  " "Catatan Akhir Tahun : Pekerjaan Rumah Mengatur Wilayah Pesisir Indonesia","Program JokowiItu kenapa, saat Presiden melantik Edhy Prabowo sebagai Menteri KP, Jokowi berpesan agar pada periode kepemimpinan Edhy akan ada inovasi dan gebrakan baru untuk mengembangkan sektor kelautan dan perikanan. Terutama, untuk menggenjot eskpor dari sektor tersebut yang masih lemah dibandingkan sektor lain.Tanpa ragu, Joko Widodo meminta Edhy Prabowo untuk fokus pada dua hal, yaitu pengembangan sub sektor perikanan budi daya dan memperbaiki komunikasi dengan masyarakat perikanan. Kedua tugas tersebut diberikan kepada Edhy, karena Presiden paham bahwa selama lima tahun terakhir ada masalah yang belum bisa diselesaikan dari kedua hal itu.Edhy Prabowo sendiri kepada media pada awal Desember 2019 berjanji akan menjalankan apa yang menjadi perintah dari Presiden. Dia akan fokus pada pengembangan perikanan budi daya dan memperbaiki komunikasi dengan masyarakat perikanan dari Sabang sampai Merauke.perlu dibaca : Diminta Presiden Fokuskan Perikanan Budi daya, Begini Tantangan yang Dihadapi Menteri KPPada 2020 mendatang, Edhy menyebut kalau instansi yang dipimpinnya menargetkan bisa mencapai pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) perikanan hingga 7,9 persen. Upaya itu diharapkan bisa berjalan beriringan dengan peningkatan produksi perikanan hingga 26,46 juta ton, dan produksi garam nasional hingga 3 juta ton.Kemudian, KKP juga ditargetkan bisa menaikkan nilai ekspor hasil perikanan sampai USD6,17 miliar, konsumsi ikan sampai 56,39 kilogram/kapita/tahun, nilai tukar nelayan (NTN) menjadi 115, dan memperluas kawasan konservasi perairan menjadi 23,40 juta hektare.“Saya akan fokus di kawasan pesisir, laut, dan perairan umum seperti sungai, danau, rawa, dan waduk. Pengembangan untuk perairan umum harus dilakukan, karena tidak semua daerah memiliki laut atau pantai,” jelasnya.   [SEP]" "Ladang Jagung Rambah Hutan NTB Picu Bencana","[CLS]   Pemerintah Nusa Tenggara Barat (NTB) menggalakkan program penananam jagung dalam 10 tahun terakhir. Harga jagung bagus, diikuti muncul gudang-gudang pembelian, bantuan bibit dan bantuan pupuk membuat petani berlomba tanam jagung. Produksi jagung meningkat, lahan produksi bertambah setiap tahun. Peningkatan produksi beriringan dengan perluasan lahan itu sebagian merambah kawasan hutan, sebagai daerah-daerah tangkapan air. Alhasil, hutan di hulu hilang, membuahkan banjir di hilir.  ***Duka gempa belum reda, sejumlah daerah di NTB, terendam banjir. Di Kabupaten Dompu, banjir di Desa Songgajah dan Desa Tolokalo 9 November 2018. Ratusan rumah terendam. Sekolah, kantor desa, mesjid, dan fasilitas umum lain juga terendam. Tak ada korban jiwa, tetapi banjir sempat mamacetkan lalu lintas dari Kecamatan Pekat menuju Kempo.Warga baru saja selesai membersihkan sisa-sisa lumpur, tiba-tiba banjir bandang kembali datang. Pada 6 Desember 2018, banjir bercampur lumpur menggenangi puluhan rumah di Desa Soro Kecamatan Kempo. Dua rumah panggung rusak dan terancam hanyut. Satu rumah permanen nyaris ambruk.Masyarakat Dompu, was-was. Pengalaman beberapa kali banjir bandang dengan volume air dan lumpur besar, diawali banjir kecil. Dompu pernah banjir bandang sampai merusak jembatan, memutuskan jalan utama, menjebol bendungan, dan merusak puluhan rumah.Banjir juga terjadi di Bima. Sama seperti di Dompu, banjir merendam puluhan rumah di beberapa desa. Sungai meluap membawa material lumpur, ranting kayu, dahan pepohonan, dan beberapa batang jagung. Melihat batang jagung itulah warga kembali was-was. Ingatan mereka kembali pada banjir bandang akhir 2016 berlanjut awal 2017.Banjir bandang menenggelamkan hampir seluruh Kota Bima dan beberapa wilayah Kabupaten Bima. Kerugian banjir itu mencapai triliunan rupiah. Sampai awal 2019, perbaikan infrastruktur yang rusak karena banjir bandang itu belum tuntas." "Ladang Jagung Rambah Hutan NTB Picu Bencana","Belum usai banjir di Dompu dan Bima, banjir “pindah” ke Kabupaten Sumbawa. Luapan air sungai membawa material lumpur. Seribuan rumah terendam, puluhan rumah rusak, banyak fasilitas umum terendam, dan pemerintah mengeluarkan uang tak sedikit untuk perbaikan fasilitas rusak maupun relokasi warga. Tanda-tanda akan banjir pun mulai terlihat akhir 2018. Beberapa daerah yang langganan banjir mulai tegenangi air kecoklatan.Awal 2019, Sambelia, Kabupaten Lombok Timur, disambut banjir. Air berwarna kecoklatan. Air turun dari bukit-bukit menggenani ruas jalan. Rumah-rumah sementara warga korban gempa sebagian rusak, tak bisa ditinggali karena terendam banjir. Banjir kecil seperti ini selalu terjadi sebelum bandang yang pernah menerjang Sambelia, 10 tahun terakhir.Faisal, Kepala Desa Dara Kunci, Kecamatan Sambelia, pun meningkatkan kewaspadaan. Begitu intensitas hujan makin tinggi, mendapat laporan ada kejadian banjir di beberapa desa, saban hari dia bolak balik ke ujung kampung di Dusun Menanga Reak. Di dusun dengan 90% rumah warga rusak karena gempa ini mengalir sungai cukup lebar. Air tidak deras. Luapan air sungai inilah yang pernah menggelamkan desa. Air banjir dari bagian hulu masuk ke perkampungan. Faisal, selalu was-was ketika hujan makin deras.“Kami dari desa membuat bronjong,’’ katanya.   ***Zulkieflimansyah, Gubernur NTB adalah pejabat publik yang rajin menyapa warga melalui media sosial. Hampir setiap hari dia memposting kegiatannya, program pemerintah provinsi.Awal 2019, gubernur yang akrab disapa Bang Zul ini memposting foto bersama Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Madani Mukarom dengan latar hamparan ladang jagung.Gubernur kaget ketika diberitahu Madani kalau sebagian kebun jagung yang mereka kunjungi hari itu adalah kawasan hutan." "Ladang Jagung Rambah Hutan NTB Picu Bencana","Empang, Plampang, Tarano, adalah kecamatan di ujung timur Kabupaten Sumbawa, berbatasan dengan Dompu, kabupaten yang menahbiskan diri sebagai “kabupaten jagung.” Empang, Plampang, dan Tarano, adalah daerah-daerah yang setiap musim hujan jadi langganan banjir. Ketiga daerah ini pernah merasakan banjir bandang.Pada 2013-2014, saya berkesempatan mendokumentasikan program jagung, unggulan Pemerintah NTB ini. Lewat jargon “PIJAR,” akronim dari sapi, jagung, dan rumput laut, pemerintah provinsi menggenjot sektor ini.Setelah program jagung, seluruh kabupaten, termasuk Kota Bima, menanam jagung. Areal penanaman bertambah. Di Dompu, muncul perusahaan-perusahaan yang membeli dan mengolah jagung. Berbagai penghargaan nasional disematkan pada Dompu, bahkan sang bupati dijuluki “profesor jagung.”Gairah menanam jagung tak diikuti pengawasan ketat. Sebagian petani, masuk ke hutan, taman nasional, taman wisata alam. Sepanjang jalan dari perbatasan Sumbawa hingga Bima, kini mudah melihat jagung.Di Pulau Lombok, pun kondisi sama. Taman nasional jadi lahan jagung.Dari data Dinas Pertanian dan Perkebunan NTB, pada 2014, areal jagung 126.577 hektar. Dari luas tanam ini produksi jagung NTB mencapai 785.864 ton. Pada 2015, areal tanam naik jadi 143.117 hektar, dan produksi jadi 959.972 ton. Pada 2016, areal tanam meningkat jadi 206.997 hektar, dan produksi jagung naik jadi 1.101.244 ton.Pada 2017, jadi 310.990 hektar, produksi mencapai 2.127.324 ton. Pada 2018, capaian produksi 2.959.222 ton.Pemerintah seakan menutup mata dengan kerusakan lingkungan buntut lahan jagung ini. Dinas Pertanian dan Perkebunan tak mau disalahkan jika para petani merambah hutan.  Husnul Fauzi, Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan bilang, peningkatan areal tanam itu dampak dari program cetak sawah baru beberapa tahun sebelumnya. Masyarakat, katanya, secara swadaya membuka lahan-lahan tak produktif." "Ladang Jagung Rambah Hutan NTB Picu Bencana","“Dulu, lahan semak-semak sekarang dibersihkan untuk jadi penanaman jagung,’’ katanya.Era kejayaan jagung ini, banyak petani sejahtera. Lahan yang dulu hanya ditanami sekali setahun, mereka bisa menanam jagung di sela-selanya. Dulu, tanah tandus terlantar, kini dibersihkan dan tanam jagung.Pemerintah pun tidak perlu susah payah memberikan penyuluhan. Para petani cepat belajar, mereka melihat keberhasilan rekan mereka, dan mengikuti menanam jagung. Harga jual jagung juga cukup tinggi.Husnul membanggakan, NTB sudah bisa langsung ekspor jagung ke Filipina. Beberapa kali kapal dari Pelabuhan Badas, Sumbawa berangkat dengan berton-ton jagung.Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, memandang beda. Peningkatan produksi jagung memperluas kawasan hutan terambah. Luas lahan kritis di NTB 578.000 hektar. Dari luas ini, 316.364,2 hektar, ada di kawasan hutan. Selain pembalakan liar,, lahan kritis di kawasan hutan berupa ladang jagung.“Malahan, dulu HKm (Hutan Kemasyarakatan-red) bagus kini pohon ditebang, ganti jagung,’’kata Madani, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan NTB.Madani menunjukkan foto-foto di Desa Bebidas, Lombok Timur. Foto pertama diambil beberapa tahun lalu ketika masih banyak pohon. Kala itu, petani menanam sayuran di sela-sela pohon besar.Berikutnya, Madani menunjukkan kondisi terbaru. Tidak ada lagi pohon besar. Yang tampak, hamparan luas ladang jagung.“Masyarakat yang sekarang konflik dengan Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) itu juga lahan ditanami jagung,’’ katanya.Sebelum 2018 berakhir, Tim Penyelaras Kebijakan Pemerintah NTB memanggil khusus Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Tim penyelaras ini adalah staf khusus gubernur terdiri dari para akademisi, tokoh agama, tokoh masyarakat yang bertugas sebagai wadah aspirasi masyarakat untuk langsung bersentuhan dengan kebijakan tingkat dinas." "Ladang Jagung Rambah Hutan NTB Picu Bencana","Tim ini membantu mengawasi dan mengevaluasi kerja-kerja staf gubernur. Pemanggilan dalam satu meja kedua kepala dinas ini memang sengaja lantaran banyak laporan banjir bandang di Lombok dan Sumbawa. Dari laporan tim penyelaras, lokasi-lokasi banjir itu sama : daerah ditanami jagung atau daerah hilir dengan bagian hulu jadi hutan jagung.Hingga akhir pertemuan, rencana aksi melawan penjarahan hutan untuk jagung ini belum menemukan titik temu.Dengan luas kawasan hutan mencapai 1 juta hektar lebih, petugas pengamanan hutan hanya 430 orang, DLHK kesulitan memantau. Satu petugas pengamanan hutan mengawasi 2.200 hektar. Belum lagi, usia petugas sudah tidak muda lagi. Pengamanan kehutanan itu sepenuhnya jadi tanggung jawab DLHK NTB. Setelah kelembagaan kehutanan di kabupaten ditiadakan, kabupaten seperti lepas tangan terhadap aksi-aksi perambahan hutan. Padahal, yang merambah warga mereka.“Masyarakat juga harus terlibat aktif dalam menjaga,’’ kata Madani.   ***Amaq Sudir, seorang petani pernah jadi buruh migran di Malaysia. Kerja di negeri orang perkebunan tak membuat hidup Sudir lebih baik. Kiriman duit hanya cukup memenuhi keperluan hidup sehari-hari keluarga di kampung halaman.Akhirnya, Sudir kembali ke kampung halaman di Dusun Ujung Gon, Desa Sekaroh, Kecamatan Jerowaru, Lombok Timur. Dia balik jadi petani lagi.Ketika ramai jagung, Sudir ikut menanam jagung. Dia merasa jagung ini penyelamat. Dengan luas lahan garapan dua hektar, dia mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari. Garapan Sudir di lahan kering, hanya mampu sekali setahun. Kalau dibandingkan dengan tanaman lain, jagung yang terbaik. Tidak repot perawatan, mudah mendapatkan bibit dan pupuk, harga jual lumayan. Itulah yang membuat warga di Desa Sekaroh, termasuk Sudir, banyak menanam jagung." "Ladang Jagung Rambah Hutan NTB Picu Bencana","Masalahnya, dua hektar lahan garapan Sudir adalah kawasan hutan. Lahan itu masuk hutan lindung Sekaroh. Luas hutan Sekaroh 2.834,20 hektar. Kawasan hutan ini berbatasan dengan pantai, antara lain yang terkenal adalah Pantai Pink dan Tanjung Ringgit.Sebagian kawasan ini untuk pariwisata, sebagian besar ladang jagung.Konflik antara KLHK dengan petani berlangsung lama di kawasan hutan ini. Warga bersikukuh mereka juga berhak mengelola kawasan. Pemerintah berulang kali menertibkan, tetapi tidak berhasil. Program HKm jalan tetapi tanaman semusim di antara pohon tak berlangsung lama. Sejak jagung primadona, pohon besar ditumbangkan. Pohon-pohon kecil dan semak belukar dibakar kemudian diganti jagung.“Jagung ini yang membuat kami bisa makan,’’ kata Sudir.  Beri pilihanWWF termasuk aktif menyuarakan melawan “perjagungan” merambah hutan. Tak sekadar lantang bersuara di media, WWF pun banyak pemberdayaan ke masyarakat sekitar Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR).WWF juga aktif sosialisasi, termasuk penghutanan kembali kawasan yang jadi ladang jagung. Salah satu daerah sasaran WWF adalah Desa Mekar Sari, Kecamatan Suela, Lombok Timur. Daerah ini berbatasan langsung dengan TNGR. Sekitar 400-an hektar lahan di tempat ini kritis. Warga memanfaatkan untuk berladang.WWF mengajak mereka menanam pohon. Tidak semua berhasil, tetapi cukup menggembirakan.“Di Lombok Utara, kami juga dampingi untuk pengolahan kemiri,’’ kata Ridha Hakim, Direktur WWF Nusa Tenggara.Ancaman bagi hutan, ada jagung selain pembalakan liar. Keduanya kadang ‘berkoalisi.’ Setelah kawasan terjarah pembalak liar, lahan gundul itu ditanami jagung. Tak heran, dalam hutan bagian luar tampak rimbun, di dalam ada ladang pisang dan jagung.WWF melatih masyarakat sekitar hutan memanfaatkan hasil hutan bukan kayu, termasuk selain jagung dan pisang. Di Desa Selengen, Desa Santong, Desa Gumantar Kabupaten Lombok Utara, WWF melatih budidaya madu dan pengolahan minyak kemiri." "Ladang Jagung Rambah Hutan NTB Picu Bencana","Pengalaman WWF, hasil ini bisa meningkatkan pendapatan petani dan bisa mencegah petani membuka lahan untuk jagung.“Kemarin sempat terhenti karena gempa. Rumah produksi kami juga rusak akibat gempa,’’ katanya.Ridha bilang, kampanye pemerintah menggalakkan jagung tak diikuti pengawasan ketat. Di lapangan, petani membuka hutan. Lahan-lahan bukan kawasan hutan tetapi bertutupan pohon dan penyangga air juga turut terbabat. Bukit-bukit dengan kemiringan tinggi habis ditanami jagung.Kala hujan, kawasan inilah yang menjadi sumber petaka baru. Banjir bandang yang pernah menjerjang Kota Bima, Kabupaten Bima, Dompu, dan Sumbawa, mengakibatkan kerugian sampai triliunan rupiah.“Tidak sebanding dengan PAD (pendapatan daerah-red) dari jagung.” Keterangan foto utama:    Jagung di kawasan hutan lindung Sekaroh, Lombok Timur. Petani menanam jagung persis di bawah papan pengumuman larangan beraktivitas di dalam kawasan hutan. Foto: Fathul Rakhman/ Mongabay Indonesia      [SEP]" "Semua Alat Penangkapan Ikan di Kapal Nelayan Harus Ramah Lingkungan","[CLS]  Komitmen Pemerintah Indonesia untuk mendorong pergantian alat penangkapan ikan (API) milik nelayan tradisional terus dijalankan dalam lima tahun terakhir. Untuk tahun ini saja, sejak awal Januari hingga sekarang, sudah ada 102 kapal ikan milik nelayan tradisional Indonesia yang mengganti API yang merusak lingkungan ke API yang ramah lingkungan.Kabar tersebut diungkapkan Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Agus Suherman di Jakarta, awal pekan ini. Seluruh nelayan yang menjadi pemilik kapal, mau mengganti API tanpa ada paksaaan dari Pemerintah atau pihak lain.Proses yang sudah dilaksanakan oleh para pemilik kapal, kata Agus, menjadi bagian dari komitmen Negara untuk mendorong semua pihak ikut mewujudkan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan. Untuk itu, dia berharap kapal-kapal lain yang belum mengganti API yang ramah lingkungan, bisa segera mengikuti jejak 102 kapal tersebut.“Upaya tersebut dilakukan dengan pengawasan terhadap kapal-kapal nelayan Indonesia yang beroperasi menggunakan alat penangkapan ikan (API) yang tidak ramah lingkungan dan merusak,” ungkapnya.Agus menjelaskan, dalam proses pergantian API milik 102 kapal, pihaknya menggantinya dari alat tangkap merusak lingkungan seperti trawl ke alat tangkap yang ramah lingkungan seperti jaring gillnet atau pancing rawai. Dalam proses pengawasan tersebut, Pemerintah melibatkan sejumlah jenis kapal pengawas perikanan (KP) di beberapa lokasi.Kapal-kapal pengawas tersebut, menurut Agus, ada yang berlayar di perairan Lampung Timur (Lampung), Banten, Karawang (Jawa Barat), Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Belawan dan Sibolga (Sumatera Utara), Batam (Kepulauan Riau), Bangka Belitung, Derawan (Kalimantan Timur), Bone (Sulawesi Selatan), dan Bitung (Sulawesi Utara)." "Semua Alat Penangkapan Ikan di Kapal Nelayan Harus Ramah Lingkungan","baca : Polemik Alat Tangkap Ikan, Negara Diragukan untuk Jaga Laut Lestari?  Ramah LingkunganSeluruh kapal pengawas tersebut, dalam prosesnya kemudian melakukan pemantauan kapal-kapal yang sedang berlayar di perairan yang sedang dilewati. Kapal-kapal milik nelayan tersebut kemudian diberhentikan dan diperiksa API yang mereka pakai untuk menangkap ikan. Kemudian, jika ditemukan ada API yang tidak ramah lingkungan, maka pemilik kapal diberikan pemahaman tentang dampak buruk dari penggunaan API tersebut.“Hasilnya, kapal-kapal tersebut kemudian secara sukarela mengganti API yang ramah lingkungan dan sesuai ketentuan,” jelasnya.Penyadartahuan tentang bahaya penggunaan API tidak ramah lingkungan, menurut Agus, juga dilakukan kepada nakhoda kapal yang sedang mengemudikan kapal milik nelayan. Setelah pemberitahuan, akhirnya ada kapal yang dengan sukarela untuk langsung mengganti API dan menyerahkan API lama kepada petugas dari kapal pengawas yang sedang beroperasi.Proses pergantian API lama ke API yang baru, dilakukan dengan menyertakan surat pernyataan yang ditandatangani oleh petugas KP dan juga pemilik kapal. Selain itu, pemilik kapal juga kemudian melengkapi dokumen administrasi yang disyaratkan untuk proses pergantian API. Selanjutnya, pemilik kapal bisa meneruskan aktivitas menangkap ikan.Agus melanjutkan, apa yang sudah dilakukan kapal pengawas menjadi bagian dari upaya Negara melalui KKP untuk melaksanakan pengawasan terhadap kapal-kapal nelayan Indonesia dan melakukan pendekatan secara persuasif kepada mereka untuk melaksanakan pergantian API yang sebelumnya tidak ramah lingkungan menjadi API yang ramah terhadap lingkungan." "Semua Alat Penangkapan Ikan di Kapal Nelayan Harus Ramah Lingkungan","Menurut Agus, iktikad baik Negara untuk menjaga kelestarian ekosistem laut dan keberlanjutan sumber daya ikan (sustainability) perlu didukung oleh banyak pihak, terutama para pemegang kepentingan pada sektor kelautan dan perikanan. Selain itu, upaya yang sedang dilakukan tersebut menjadi bagian dari penerapan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 71 Tahun 2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.Dalam Permen tersebut, diatur tentang API yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan dan apa bila dioperasikan akan mengancam kepunahan biota lautan mengakibatkan kehancuran habitat biota laut, serta membahayakan keselamatan penggunanya. API yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan tersebut dilarang dioperasikan pada semua jalur penangkapan ikan di seluruh Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI).baca juga : Pembagian Alat Tangkap Ikan Berkejaran dengan Waktu, Seperti Apa?  API HantuTentang API, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman juga memiliki perhatian yang sama besarnya. Bekerja sama dengan lembaga pangan dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO), Kemenkomar menyusun regulasi pengelolaan alat tangkap yang telah ditinggalkan oleh nelayan di tengah laut atau biasa disebut sebagai alat tangkap hantu (ghost gear).Asisten Deputi Keamanan dan Ketahanan Maritim Kemenkomar Basilio Dias Araujo mengatakan, Pemerintah Indonesia mau berkomitmen untuk mengelola alat tangkap hantu, karena itu juga bersinggungan langsung dengan komitmen Negara untuk membersihkan sampah dari lautan. Alat tangkap sampah atau lost or otherwise discarded fishing gear (ALDFG) biasanya dibuat dari material plastik.“Pemerintah berkomitmen untuk mengurangi sampah plastik laut hingga 70 persen pada 2025 dan ALDFG adalah salah satunya,” ucapnya di Jakarta, dua pekan lalu." "Semua Alat Penangkapan Ikan di Kapal Nelayan Harus Ramah Lingkungan","Basilio menjelaskan, sebagai alat tangkap yang sudah tidak dipakai dan terbuat dari material plastik, keberadaannya otomatis menjadi sampah di laut. Tak hanya itu, keberadaan ALDFG di perairan Indonesia juga jumlahnya tidak sedikit dan selain itu juga materialnya yang terbuat dari plastik bisa menyebabkan munculnya dampak negatif di laut.Menurut Basilio, keberadan ALDFG di lautan memberikan dampak yang sangat luas kepada ekosistem laut, sumber daya perikanan, dan masyarakat pesisir. Selain itu, ALDFG juga bisa menjerat spesies target maupun non-target (ghost fishing) dan membunuh hewan-hewan laut, termasuk ke dalamnya adalah spesies yang dilindungi.“Dan (juga) spesies ikan yang bernilai komersial tinggi,” tambahnya.Khusus untuk ALDFG yang jatuh sampai ke dasar laut, Basilio menyebutkan kalau itu akan membahayakan terumbu karang dan merusak kawasan dasar laut. Di sisi lain, ALDFG yang mengambang di permukaan laut, juga tak kalah berbahayanya karena bisa membahayakan manusia dan kapal-kapal yang sedang berlayar. Selain itu, ALDFG yang terbawa arus juga bisa mengotori kawasan pesisir dengan material sampah plastik.perlu dibaca : Susi : Cantrang Itu, Sekali Tangkap Bisa Buang Banyak Sumber Daya Ikan  Mengingat banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan dari ALDFG, Basilio berharap kalau rencana pengelolaan ALDFG bisa mendukung implementasi rencana aksi mengenai penanganan sampah laut ditingkat nasional maupun regional. Untuk itu, dalam melaksanakan penanganan ALDFG, perlu dilaukan secara sistematis, terukur, dan terintegrasi.Secara teknis, Basilio menyebutkan, Pemerintah RI yang diwakili oleh KKP, Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), FAO, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) akan menyusun draf petunjuk penanganan ALDFG berdasarkan pengalaman yang sudah dilakukan oleh berbagai negara." "Semua Alat Penangkapan Ikan di Kapal Nelayan Harus Ramah Lingkungan","“Dari situ, kemudian akan dijadikan bahan masukan ke FAO atau sumber rujukan bagi negara lain,” ungkapnya.Sementara, Kepala Subdit Restorasi KKP Sapta Putra Ginting menambahkan, KKP sebelumnya sudah membuat proyek percontohan untuk menangani ALDFG bekerja sama dengan Global Gear Initiative. Proyek tersebut sudah dimulai sejak 2017 dan dilaksanakan di Sadang, Jawa Tengah dengan fokus pada penelitian untuk pemanfaaatan ALDFG melalui skema ekonomi sirkular (circular economy).  [SEP]" "Inilah Isu Krusial dalam Perdebatan Ranperda Zonasi Pesisir Bali","[CLS]  Hingga kini, pemerintah Bali belum memutuskan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Bali tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Bali Tahun 2019-2039. Rencana reklamasi dan penambangan pasir masih jadi perdebatan.Belum usai soal rencana reklamasi di Teluk Benoa oleh PT TWBI, kini ada reklamasi pengembangan bandara dan pelabuhan laut. Bahkan perluasan Pelindo di Pelabuhan Benoa sudah berdampak pada kerusakan hutan mangrove sekitarnya.Dalam draft terakhir Ranperda RZWP3K yang diterima Mongabay Indonesia per 9 Mei 2019 ini, ada pengalokasian perluasan kedua proyek pusat itu. RZWP3K berfungsi sebagai instrumen penataan ruang di wilayah perairan pesisir dan pulau-pulau kecil, memberikan kekuatan hukum terhadap alokasi ruang di wilayah perairan, dan dasar pemberian izin lokasi perairan pesisir. Karena itu RZWP3K posisinya sangat strategis, terlebih pengembangan pesisir di Bali jadi incaran investor.baca : Aktivis Khawatirkan Hilangnya Kawasan Konservasi Pesisir Bali  RZWP3K juga berfungsi untuk melindungi, mengkonservasi, merehabilitasi, memanfaatkan, dan memperkaya sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil serta sistem ekologisnya secara berkelanjutan. Bagaimana memadukan dua kepentingan itu?Peningkatan aksesibilitas, dukungan prasarana dan sarana dalam RZWP3K, dilakukan dengan peningkatan kualitas pelayanan, daya dukung atau kapasitas pelabuhan angkutan laut dan penyeberangan yang telah ada. Strateginya dengan pengembangan Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai secara bertahap. Pemprov Bali juga berencana membangun bandara baru di Kabupaten Buleleng untuk peningkatan aksesibilitas wilayah pesisir Bali Utara." "Inilah Isu Krusial dalam Perdebatan Ranperda Zonasi Pesisir Bali","Rincian rencana alokasi ruang dalam RZWP3K memuat kawasan, zona, dan subzona beserta kodenya, lokasi, luas, titik koordinat dan nomor lembar peta. Kawasan pemanfaatan umum terdiri atas zona pariwisata, zona perikanan budidaya, zona perikanan tangkap, zona pelabuhan, zona pendaratan pesawat, zona bandar udara, zona pergaraman, zona hutan mangrove, zona pertambangan dan energi, zona militer dan daerah larangan, dan zona pemanfaatan lainnya.Zona Hutan Mangrove (pasal 19) meliputi pantai berhutan mangrove di Desa Pejarakan dan Desa Sumberkima, Kabupaten Buleleng. Zona ini dapat diperuntukkan bagi wisata alam. Subzona pasir laut meliputi perairan lepas pantai Kuta, Badung dan subzona pembangkit listrik meliputi perairan sekitar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Celukan Bawang di Kabupaten Buleleng.Kawasan Konservasi meliputi Taman Nasional Bali Barat, Tahura Ngurah Rai di perairan Teluk Benoa, Kawasan Konservasi Perairan (KKP), dan Kawasan Konservasi Maritim (KKM).baca juga : Empat Rencana Proyek Besar Mengancam Pesisir Bali Selatan  Pasal 46 menyebutkan setiap orang yang melakukan pemanfaatan ruang dari sebagian perairan pesisir dan pemanfaatan sebagian pulau-pulau kecil secara menetap wajib memiliki izin lokasi. Izin lokasi tidak dapat diberikan pada zona inti di kawasan konservasi, alur laut, kawasan pelabuhan, dan pantai umum.Pasal 47, setiap orang yang melakukan pemanfaatan sumber daya perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil wajib memiliki izin pengelolaan untuk kegiatan produksi garam, biofarmakologi laut, bioteknologi laut, pemanfaatan air laut selain energi, wisata bahari, pemasangan pipa dan kabel bawah laut, dan/atau pengangkatan benda muatan kapal tenggelam." "Inilah Isu Krusial dalam Perdebatan Ranperda Zonasi Pesisir Bali","Izin pengelolaan diterbitkan oleh Gubernur setelah dipenuhinya syarat administratif, teknis, dan operasional. Setiap orang dan atau penanggung jawab kegiatan yang melawan hukum dan mengakibatkan kerusakan ekosistem, pencemaran laut, wajib membayar ganti kerugian kepada negara dan atau melakukan tindakan tertentu berdasarkan putusan pengadilan.Misalnya melakukan rehabilitasi atau membayar biaya rehabilitasi kepada negara. Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) dan Pasal 47 ayat (1) dikenakan sanksi administratif. Di antaranya peringatan tertulis, penghentian sementara, sampai pencabutan izin.perlu dibaca : Areal Tahura Mangrove Rusak Karena Reklamasi Pelindo, Bagaimana Penegakan Hukumnya? [Bagian 2]  Catatan kritisPermana Yudiarso dari Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BSPL) Denpasar memaparkan sejumlah isu krusial pembahasan Ranperda RZWP3K. Di antaranya, pertama, belum ada kepastian secara geospasial mengenai batas wilayah perairan masyarakat hukum adat (MHA). Pemprov Bali mengatur MHA melalui Perda No.5/2019, yang mendasari pentingnya melibatkan MHA dalam proses penyusunan RZWP3K.Kedua, reklamasi yang belum sesuai prosedur sehingga merusak ekosistem perairan. Isu reklamasi untuk pembangunan Pelabuhan Benoa dan perluasan runway/fasilitas bandara Ngurah Rai sisi barat.“Harus dipahami bahwa perluasan fasilitas publik tersebut merupakan salah satu kebutuhan pengembangan agar dapat menampung pergerakan orang dan barang yang masuk dan keluar,” ingatnya.Perluasan Pelabuhan Benoa dengan teknik reklamasi telah ditetapkan oleh Menteri Perhubungan, sementara pelaksanaan reklamasi perluasan Bandara Ngurah Rai telah ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan." "Inilah Isu Krusial dalam Perdebatan Ranperda Zonasi Pesisir Bali","Dalam proses reklamasi yang sudah dilakukan di Bandara Ngurah Rai, pencegahan dampak kegiatan yang berisiko merusak lingkungan wajib mendapatkan penanganan dan menjadi syarat dalam perizinan yang ada. Perluasan pelabuhan Benoa menurutnya telah diawasi secara ketat oleh Menteri Perhubungan (pelaksanaan reklamasi pelabuhan) dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (pengawas lingkungan hidup). Terutama proses pengurugan yang berpotensi mencemari perairan sekitar dan berdampak terhadap aktivitas pariwisata di sekitarnya.Salah satu isu yang menguat dalam perluasan bandara adalah Menteri Kelautan dan Perikanan tidak memberikan izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi pada Zona Lindung (L3) yang berada di sisi barat lokasi reklamasi. Zona L3 merupakan kawasan lindung yang diatur dalam Perpres No.51/2014 tentang Rencana Tata Ruang Kaawasan Strategis Nasional Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan (Sarbagita). Pengawasan dimulai dari pada tahap pengambilan sumber material dan pelaksanaan reklamasi.perlu dibaca : Ini Alasan Kenapa Pelindo Wajib Buka Dokumen Reklamasi Perluasan Pelabuhan Benoa  Penambangan pasir laut pada Dokumen Antara RZWP3K Provinsi Bali menjadi salah satu sorotan publik. Terdapat rencana alokasi ruang untuk penambangan pasir laut di Kabupaten Badung. Secara teknis, Anggota Pokja RZWP3K Provinsi Bali yaitu Dinas Tenaga Kerja dan ESDM mengusulkan adanya alokasi ruang di perairan untuk penambangan pasir laut. Alokasi ruang pengambilan pasir laut dicadangkan untuk mengisi kebutuhan program perlindungan garis pantai/abrasi di Bali, terutama pada wilayah pantai sebagai lokasi tujuan wisata yang abrasi." "Inilah Isu Krusial dalam Perdebatan Ranperda Zonasi Pesisir Bali","Pencegahan dampak penambangan pasir laut diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.33/2002 tentang zonasi wilayah pesisir dan laut untuk kegiatan pengusahaan pasir laut. Dalam Dokumen Antara RZWP3K, rencana alokasi ruang penambangan pasir laut berjarak ≥ 2,1 mil laut dan pada kedalaman ≥ 20-40 meter, seluas 938 Hektar. Namun dalam dokumen ini tidak disebutkan peruntukan tambang pasir laut ini untuk kegiatan apa dan pada waktu kapan. “Hal ini harus diperjelas dalam dokumen Rancangan Peraturan Daerah sehingga tidak menimbulkan pertanyaan banyak pihak,” catat Permana.Walhi Bali dalam beberapa kali diskusi dan dalam aksi ForBALI mendorong kesadaran publik untuk memberi perhatian pada rencana reklamasi perluasan bandara di zona konservasi dan dampak penambangan pasir.Made Iwan Dewantama dari Conservation International (CI) Indonesia yang ikut dalam pembahasan menyebut Perda RZWP3K yang sangat penting ini harus disusun terutama dalam akurasi penggunaan peta dasar dan peta tematik. Ini membutuhkan koordinasi yang intensif dengan para pihak yang memiliki data (wali data) juga terkait dengan pemanfaatan dan pengelolaan yang sudah ada.Fakta, data dan informasi ini menurutnya harus dikemas dan dianalisis untuk disajikan sebagai referensi penentuan alokasi, arahan pemanfaatan kawasan perairan Bali yang mampu mengatur semua kepentingan para pihak. “Contoh sederhana, bagaimana RZWP3K Bali mampu memberikan solusi atas konflik pemanfaatan perairan oleh nelayan dengan alur laut kapal besar (tanker) yang sering merusak jaring nelayan,” katanya.  Penyusunan RZWP3K Bali juga menurutnya menghadapi tantangan dalam mengakomodasi rencana-rencana pemanfaatan wilayah perairan yang dilakukan oleh BUMN. Seperti PT. Angkasa Pura yang akan memperluas Bandara Internsional I Gusti Ngurah Rai dengan melakukan reklamasi hingga seluas 119 ha dan di antaranya masuk kawasan konservasi L3 seluas 12,15 ha." "Inilah Isu Krusial dalam Perdebatan Ranperda Zonasi Pesisir Bali","“Banyaknya kepentingan dalam pemanfaatan ruang dan wilayah perairan Bali membuat penyusunan RZWP3K Bali menjadi molor dari waktu yang direncanakan,” catat Iwan. Ia berharap proses penyusunan partisipatif dan membangun safe guard yang kuat hingga 20 tahun ke depan sehingga Perda itu tidak bisa disusun secara asal-asalan.Sementara Jaya Ratha dari Coral Reef Alliance yang juga hadir dalam diskusi terfokus menekankan kepastian kawasan konservasi perairan karena perencanaan telah berlangsung lama seperti Bali Marine Protection Area Network dari 2011. Ketika itu hambatannya, kebijakan yang digunakan sebagai payung hukum yakni RZWP3K. Ada saling tarik kepentingan untuk pemanfaatan kawasan yang diusulkan sebagai daerah konservasi.Ia berharap perencanaan dalam RZWP3K tidak hanya untuk mengakomodir kepentingan kelompok tertentu tapi memperhatikan kesesuaian ruang berdasarkan sains yang kuat. “Pengakuan terhadap hak pengelolaan bersama dengan masyarakat melalui co-management untuk mengurangi tekanan terhadap daerah-daerah terumbu karang,” harapnya.   [SEP]" "Indahnya Super Snow Moon, Purnama Paling Besar dan Terang","[CLS]  Sepanjang Selasa (19/02/2019) malam, telah terjadi fenomena bulan yang cukup menarik, yang disebut super snow moon.Berbeda dengan supermoon yang terlihat sebelumnya, yaitu pada 21 Januari 2019 lalu, supermoon   kali ini mungkin yang terbesar dan terterang di tahun 2019.  Ini terjadi karena Bulan berada pada jarak terdekatnya dengan perigee (titik terdekat bulan ke Bumi dalam orbit bulanannya), yaitu  356.761 kilometer.Itu berarti 15% lebih besar dan 30% lebih terang dari biasanya.baca :  Supermoon, Saat Bulan Tampak Lebih Besar dari Biasanya  Ukuran  supermoon   ini, sebetulnya jika dilihat tanpa menggunakan teropong, tampak sama saja dengan supermoon  yang lainya, atau bahkan bulan-bulan purnama lainnya.Supermoon  berikutnya dipastikan akan kembali menghiasi langit pada 21 Maret mendatang. Bedanya, jarak bulan dengan perigee mencapai 360.000 kilometer.Menurut National Aeronautics and Space Administration (NASA) Amerika, istilah ‘bulan salju’ adalah nama bersejarah yang diberikan pada bulan purnama kedua di musim dingin oleh suku-suku asli Amerika, karena salju turun sepanjang tahun ini. Hujan salju lebat juga merupakan alasan untuk nama alternatifnya – bulan kelaparan, karena kurangnya ketersediaan makanan.Beberapa nama lainnya adalah bulan es dan bulan badai. Ini dikuatkan dengan terjadinya banyak badai salju di banyak daerah Amerika beberapa waktu menjelang terjadinya super snow moon   ini.baca juga :  Fenomena Tiga Supermoon Ternyata Berpengaruh Kepada Aktivitas Satwa Laut. Seperti Apa?  Hadi Saputra, Kepala Seksi Data dan Informasi Stasiun Klimatologi Bogor mengatakan dinamakan super snow moon   karena warnanya yang putih seperti salju jika dilihat dari bumi. Dan ini berbeda dengan purnama lainnya yang berwarna agak kekuningan. Warna ini tergantung dari jarak dan kecerahan langit waktu terjadinya supermoon  ini" "Indahnya Super Snow Moon, Purnama Paling Besar dan Terang","Seperti pada purnama yang lainnya pula, super snow moon  juga berpengaruh kepada pasang surutnya air laut. Sehingga, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) meminta masyarakat yang ditinggal di kawasan pesisir waspada, karena fenomena ini berpotensi mempengaruhi pasang maksimum air laut di pesisir utara Jakarta, pesisir utara Jawa Barat, pesisir utara Jawa Tengah, pesisir utara Jawa Timur, dan pesisir Kalimantan Barat.Pasang maksimum dapat berdampak pada terganggunya transportasi di sekitar pelabuhan dan pesisir, aktivitas petani garam dan perikanan darat, serta kegiatan bongkar-muat di Pelabuhan.menarik dibaca :  Foto : Begini Uniknya Micro Blood Moon Terlama yang Terjadi Seabad Sekali   [SEP]" "Ini Pesan Leluhur untuk Keselamatan dan Kelestarian Danau Kelimutu","[CLS]  Mentari pagi baru menyinari Bumi Pancasila, kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT). Ribuan pengunjung sejak pagi pukul 07.00 WITA mulai beranjak menuju kawasan Danau Kelimutu, tempat bersemayamnya arwah leluhur dalam kepercayaan masyarakat etnis Lio.Dinginnya suhu tidak menyurutkan masyarakat yang mengenakan tenun ikat etnis Lio dan wisatawan berjalan mengiringi Para Mosalaki dan ketua adat menuju puncak tertinggi berjarak 1,5 kilometer dari areal parkir di bawah.Mereka mengikuti Pati Ka Du’a Bapu Ata Mata, ritual memberi makan arwah leluhur di danau tiga warna yang berada dalam kawasan Taman Nasional (TN) Kelimutu, Pulau Flores.“Hari ini diadakan ritual adat Pati Ka Du’a Bapu Ata Mata. Ritual adat  memberi makan arwah leluhur di danau Kelimutu,” kata Yohanes Don Bosco Watu, Ketua Forum Komunitas Adat Kelimutu kepada Mongabay Indonesia, Rabu (14/8/2019).baca : Eloknya Puncak Kelimutu, Danau Kawah yang Terus Berubah Warna  Ritual tahunan Ka Du’a Bapu Ata Mata itu melibatkan tiga batu tungku atau pemangku kepentingan: Pemkab Ende, komunitas masyarakat adat Kelimutu dan pihak TN Kelimutu.“Ritual adat ini sudah 9 tahun digelar dengan melibatkan  21 komunitas adat. Ada 300-an Mosalaki dari 24 desa di 5 kecamatan sekitar kawasan TN Kelimutu terlibat dalam ritual adat ini,” sebut Don.Dalam Pati Ka, leluhur diberi makan dari hasil pertanian setempat seperti padi (pare). Hal itu dimaksudkan agar tanaman selanjutnya bisa berhasil panen serta lestari bagi masyarakat di sekitar kawasan TN Kelimutu.“Memberi makan, Pare Nake Pati Ka Du’a Bapu Ata Mata harus menggunakan nasi dari beras merah. Selain itu ada daging babi, trokok dari daun koli dan tembakau. Juga ada air dan arak,” tuturnya." "Ini Pesan Leluhur untuk Keselamatan dan Kelestarian Danau Kelimutu","Sesajen wajib diletakkan dalam pane –wadah dari tanah liat bulat— dan wati –wadah dari anyaman daun lontar— yang adalah benda alami. Sesajen diletakkan di batu, dipanjatkan doa dan diakhir dengan tarian Gawi, sebagai ungkapan kegembiraan dan kebersamaan.baca juga : Menengok Waturaka, Desa Ekowisata  Terbaik Nasional   Mikael Omi Mbulu (83) Ria Bewa kampung adat Toba Desa Roga mengatakan mereka percaya arwah leluhur bersemayam di kawah danau Kelimutu sehingga diadakan Pati Ka untuk memberi makan leluhu.“Juga dilantunkan doa meminta berkat atas kehidupan dan hasil panen. Pesan leluhur soal tradisi adat saat bertani dan menjaga kelestarian alam harus terus terjaga,” ungkapnya. Termasuk saat ritual adat Nggua –pesta syukur panen–, diberikan persembahan hasil pertanian bagi para leluhur.Ritual Pati Ka bagi Masyarakat Adat Etnis Lio bermakna antara lain perlindungan anak cucu, menjunjung dan menjaga persatuan, sehati sejiwa dan sehat, pertanian dan peternakan yang subur, serta musim hujan dan kemarau yang baik.menarik dibaca : Yuk, Menengok Berbagai Pesona Keindahan Alam Kelimutu   Diadakan Lebih MeriahWakil Bupati Ende, Djafar Achmad kepada Mongabay Indonesia menegaskan ritual Pati Ka perlu dipertahankan sebagai bentuk hubungan baik masyarakat, pemerintah dan TN Kelimutu. Dan bisa menjadi modal kebersamaan pembangunan daerah dan kelestarian budaya, sekaligus sebagai pengembangan wisata budaya.“Kami berharap kegiatan ini dilaksanakan terus menerus setiap tahun, tetap dipadukan dengan sepekan Pesta Danau Kelimutu,” harapnya.Sedangkan Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat mengapresiasi digelarnya Pati Ka dan meminta pelaksanaannya tahun depan dilakukan seminggu penuh dengan lebih meriah“Semua sekolah dan kantor harus tutup dan masyarakat harus terlibat. Pemerintah provinsi akan mendukung dan saya akan ajak Presiden datang ke acara ini,” ungkapnya." "Ini Pesan Leluhur untuk Keselamatan dan Kelestarian Danau Kelimutu","Djafar mengatakan sejak festival Kelimutu digelar pada 2014, kunjungan wisatawan meningkat dari 26 ribu orang pada 2013 menjadi 54 ribu wisatawan pada 2014.Pada 2017 kunjungan wisatawan meningkat tajam hingga 91 ribu orang, tetapi tahun 2018 menurun menjadi sekitar 47 ribu orang karena kenaikan tiket pesawat terbang.perlu dibaca : Ini Pariwisata Kerakyatan Ala Pemprov NTT. Seperti Apa?   [SEP]" "Nelayan dan Masyarakat Pesisir Terdampak Perubahan Iklim?","[CLS]  Ancaman dampak perubahan iklim kini semakin nyata dirasakan nelayan dan masyarakat pesisir dan ada di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil. Ancaman itu, ditandai berbagai bencana alam di berbagai wilayah Indonesia. Termasuk, Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah, yang baru saja dilanda cuaca buruk dan gelombang tinggi.Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati mengatakan, pihaknya terus memantau kondisi yang terjadi di berbagai daerah saat ini. Dari hasil pemantauan, memang di Demak, diketahui kondisinya sedang buruk dan mengakibatkan nelayan di daerah tersebut tidak bisa melaut.“Nelayan berhenti melaut, demi menghindari bahaya yang lebih besar,” ucapnya, akhir pekan lalu di Jakarta.Berdasarkan data yang dilansir Pusat Data dan Informasi KIARA, di Kecamatan Wedung, Kabupaten Demak banyak nelayan yang berhenti melaut sejak Januari. Sementara, data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah yang dirilis pada 2017, di Demak saja terdapat 3.846 orang yang profesi utamanya sebagai nelayan tangkap.“Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.336 nelayan tangkap terpaksa harus menghentikan aktivitasnya di laut sejak Januari lalu. Sementara, sisanya banyak yang tetap beraktivitas dengan segala keterbatasan,” paparnya.baca :  Ratusan Nelayan Terancam Kehilangan Pekerjaan, Perahunya Dihantam Gelombang Tinggi  Menurut Susan, akibat banyaknya nelayan yang tidak menangkap ikan, kehidupan ekonomi mereka langsung mengalami penurunan sangat drastis. Sebagai gantinya, mereka terpaksa harus mencari pekerjaan baru yang sifatnya serabutan dan dengan penghasilan yang tidak menentu. Kondisi itu, membuat para nelayan semakin mengalami penurunan pendapatan." "Nelayan dan Masyarakat Pesisir Terdampak Perubahan Iklim?","Akan tetapi, Susan mengatakan, saat nelayan harus menghadapi dampak perubahan iklim, di saat yang sama mereka juga harus menghadapi permasalahan serius abrasi pantai. Kondisi itu kini dialami nelayan di Demak, khususnya di Kecamatan Wedung. Dari fakta dan data yang dikumpulkan KIARA di lapangan, permasalahan abrasi sudah dirasakan nelayan dalam beberapa tahun terakhir ini.“Setiap tahun seluas 1 hektare tanah di kawasan pantai di Kecamatan Wedung hilang akibat krisis iklim. Bencana abrasi ini nyata telah mengancam ruang hidup nelayan,” tuturnya.baca juga :  Mengapa Cuaca Ekstrem Terjadi di Samudra Hindia Selatan Jawa? Anomali CuacaSusan menyebutkan, apa yang dialami warga dan nelayan di Demak, menjadi gambaran kondisi nelayan secara umum. Walau harus dilakukan penelitian untuk mencari data dan fakta lebih detil, namun dia meyakini kalau perubahan iklim telah memunculkan masalah alam yang tidak bisa dihindari oleh nelayan. Paling utama, adalah perubahan cuaca dan gelombang laut yang semakin tak mengenal musim.Dalam kondisi ini, Susan mendesak Pemerintah Republik Indonesia, khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk segera melaksanakan mandat Undang-Undang No.7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam.“Salah satu mandat penting dari UU tersebut adalah melindungi nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam dari risiko bencana alam, perubahan iklim, serta pencemaran,” katanya.menarik dibaca :  Dimana Peran Negara Saat Cuaca Buruk Terjadi dan Nelayan Tak Bisa Melaut?  " "Nelayan dan Masyarakat Pesisir Terdampak Perubahan Iklim?","Lebih detil, Susan menyebutkan, dalam UU tersebut, dengan jelas dan tegas disebutkan bahwa salah satu tantangan utama nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam, adalah persoalan perubahan iklim. Dengan adanya tantangan tersebut, UU kemudian memandatkan kepada Pemerintah untuk bisa menyediakan informasi penting berkaitan dengan dampak perubahan iklim yang terjadi di seluruh Indonesia, terutama kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil.“Seperti cuaca buruk, gelombang tinggi, dan bencana alam lainnya,” jelasnya.Dengan fakta tersebut, Susan menyatakan, jika ada satu nelayan mengalami kerugian akibat tidak bisa melaut, maka kerugian yang harus ditanggungnya paling sedikit mencapai Rp300 ribu. Jika kondisi itu ternyata dialami oleh banyak nelayan, maka dia menyebutkan bahwa kerugian akan jauh lebih banyak dan itu akan menyulitkan perekonomian nelayan bersama keluarganya masing-masing.Okeh itu, Susan menegaskan, dalam kondisi seperti itu, keterlibatan negara mutlak harus dilakukan. Bagi dia, persoalan ini harus segera disikapi oleh Pemerintah dengan memberikan asuransi sebagaimana dimandatkan oleh pasal 30 ayat 1-6. Dari catatan KIARA, selama ini asuransi yang dimandatkan UU No.7/2016 tidak diberikan kepada nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam yang berhak.“Skema pemberian asuransi ini masih bersifat top-down. Kami mencatat, asuransi yang diberikan Pemerintah tidak diberikan kepada nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam yang jelas-jelas terdampak perubahan iklim,” ungkap dia.Untuk itu, Susan meminta kepada KKP untuk bisa turun langsung ke daerah-daerah yang terdampak perubahan iklim seperti di Demak. Dengan turun langsung, maka persoalan bisa dipetakan dan dipecahkan lebih cepat dengan dicarikan jalan keluar. Dengan kata lain, Pemerintah harus hadir secara langsung untuk menyelesaikan persoalan nelayan." "Nelayan dan Masyarakat Pesisir Terdampak Perubahan Iklim?","Dampak perubahan iklim yang dirasakan nelayan dan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil, sebelumnya juga sudah diperingatkan Kepala Sub Direktorat Perubahan Iklim Badan Pembangunan dan Perencanaan Nasional (BAPPENAS) Sudhiani Pratiwi. Menurut dia, Indonesia memang menjadi satu dari banyak negara pulau dan kepulauan di dunia yang merasakan langsung dampak perubahan iklim di kawasan pesisir.baca juga :  Cuaca Tak Menentu, Kehidupan Nelayan Ikut Terganggu  Indonesia TimurSudhiani bahkan memprediksi, dalam hitungan 15 tahun ke depan, dampak tersebut akan mengakibatkan terjadinya kenaikan permukaan air laut sampai kenaikan gelombang pasang. Pada kurun waktu tersebut, Indonesia Timur diprediksi akan menjadi wilayah terparah yang terkena dampak.“Jika tidak dilakukan antisipasi dari sekarang, akan muncul banyak sekali masalah di pesisir. Tak hanya teknis, namun juga non teknis,” ucap dia, bulan lalu.Menurut Sudhiani, kawasan terparah yang terdampak perubahan iklim diprediksi terjadi di sekitar pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan kawasan Selatan Maluku. Di kedua kawasan tersebut, gelombang air laut akan mengalami kenaikan hingga mencapai empat meter. Kondisi itu, dipastikan akan menyulitkan para nelayan yang harus mencari ikan menggunakan perahu tradisional.Satu-satunya cara agar dampak dari perubahan iklim itu bisa diatasi, kata Sudhiani, adalah dengan menyiapkan langkah antisipasi dari sekarang. Walaupun masih jauh, tetapi kesiapan menghadapi situasi akan menjadi solusi paling bagus untuk mengatasi dampak perubahan iklim. Terlebih, kawasan pesisir adalah kawasan paling rentan terkena dampak tersebut.“Pemetaan masalah sangat penting untuk dilakukan. Apalagi, persoalan pesisir itu ada kaitan erat dengan sosial ekonominya. Itu berarti, masyarakat di sekitar harus dilibatkan, karena memang merekalah yang akan terdampak secara langsung,” ungkapnya." "Nelayan dan Masyarakat Pesisir Terdampak Perubahan Iklim?","Tentang kenaikan gelombang air laut, menurut Sudhiani itu harus dicarikan solusi dari sekarang, salah satunya dengan mengganti perahu tradisional yang biasa digunakan nelayan lokal. Perahu yang akan digunakan berikutnya, minimal harus berukuran 10 gros ton (GT) dan terbuat dari material yang kuat dari serangan korosi air laut.Pernyataan Sudhiani kemudian diperkuat oleh Kepala Sekretariat Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN API) BAPPENAS Putra Dwitama. Menurutnya, seluruh provinsi harus bisa bersinergi dengan Pemerintah pusat berkaitan dengan adaptasi perubahan iklim (API) yang saat ini dilaksanakan.“Perlu ada zonasi untuk pengaturan kawasan pesisir. Harus ada pembaruan untuk mengadaptasi perubahan iklim yang terjadi hingga 2045 mendatang,” tuturnya.Putra menyebutkan, untuk bisa melaksanakan RAN API, Pemerintah harus mengubah haluan untuk tidak lagi melaksanakan program sesuai kebutuhan pemerintah. Akan tetapi, mulai sekarang adaptasi harus melaksanakan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Konsep seperti itu harus diterapkan, karena masyarakat akan menjadi aktor utama di lapangan.  [SEP]" "Kala Indonesia Siapkan Rencana Pembangunan Rendah Karbon","[CLS]      “The year 2078, I will celebrate my 75th birthday. If I have children maybe they will spend that day with me. Maybe they will ask me about you. Maybe they will ask why you didn’t do anything while there still was time to act. You say you love your children above all else, and yet you are stealing their future in front of their very eyes.”Begitu petikan pidato Greta Thunberg, aktivis lingkungan belia 16 tahun asal Swedia. Boediono, Wakil Presiden 2009-2014 menayangkan pidato ini sebelum meluncurkan hasil kajian pembangunan rendah karbon di Jakarta, baru-baru ini. Tepuk tangan menyambut saat video selesai diputar.”Usia (Thunberg) sama dengan cucu saya,” katanya.Pidato Thunberg dalam konferensi perubahan iklim tahun 2018, memberikan gebrakan dalam mendorong komitmen dan protes dunia soal kebijakan perubahan iklim.Boediono mengatakan, pembangunan ekonomi tak boleh memasung generasi mendatang, terutama lewat kontrak investasi biasa jangka panjang.Hari itu, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional / Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) merilis dokumen laporan kajian pembangunan rendah karbon (PRK) Indonesia (low carbon development initiatives/LCDI).Model pendekatan pembangunan rendah karbon ini sebagai dasar rancangan teknis Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024.”LCDI akan kami arus utamakan jadi bagian penting dan tak terpisahkan dari RPJMN 2020-2024,” kata Bambang Brodjonegoro, Kepala Bappenas.Dalam dokumen ini menjelaskan, soal paradigma pembangunan yang menjamin pertumbuhan ekonomi tinggi sekaligus menjaga keseimbangan daya tampung dan daya dukung lingkungan.”Intinya, (dokumen PRK) pembangunan yang menjamin keseimbangan antara aspek ekonomi, sosial dan lingkungan,” katanya.PRK jadi proses mengidentifikasi kebijakan pembangunan yang mempertahankan pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan, dan membantu pencapaian target pembangunan di berbagai sektor." "Kala Indonesia Siapkan Rencana Pembangunan Rendah Karbon","Berdasarkan kajian itu, pembangunan rendah karbon dapat menghasilkan produk domestik bruto (PDB) rata-rata 6% per tahun hingga 2045, lebih tinggi dari pertumbuhan saat ini. Adapun, rata-rata pertumbuhan PDB Indonesia 2000-2018 sebesar 5,6% per tahun.  Bahkan, melalui paradigma PRK ini mampu menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) sampai 43% pada 2030, melebihi target penurunan emisi Indonesia yang tercantum dalam dokumen national intended contribution (NDC). ”Karena aspek lingkungan akan jadi dasar menjaga keberlangsungan pembangunan itu sendiri. Ini juga sudah inline dengan SDGs yang jadi komitmen global, terutama sampai 2030,” katanya.Paradigma inisiatif ini penting karena penengah dari dua mazhab yang tak pernah akur dalam pembangunan, yakni mazhab ekonomi dan lingkungan.Mazhab ekonomi, katanya, menekankan pengoptimalan penggunaan atau eksploitasi sumber daya alam karena Indonesia memerlukan pertumbuhan tinggi dalam mengurangi kemiskinan dan pengangguran, tanpa mempedulikan lingkungan.Penyusunan dokumen PRK ini, katanya, mendapat arahan dan dukungan dari tokoh-tokoh sebagai komisioner LCDI, yakni H. Boediono, Wakil Presiden Indonesia kesebelas, Mari Elka Pangestu, mantan Menteri Perdagangan dan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia serta pakar ekonomi dan perubahan iklim dari London School of Economics and Political Science (LSE).Boediono mengatakan, pada level Internasional, komitmen perubahan iklim seperti adu balap lari, siapa yang lebih dahulu. ”Di Indonesia, harusnya tidak hanya semata-mata hanya menyelamatkan dunia. Melalui LCDI ini, menjaga rumah kita dan menyediakan rumah yang baik bagi generasi mendatang. Jangan sampai mereka terpasung dalam investasi jangka panjang.”Komitmen inipun, katanya, perlu terorganisir tak hanya oleh kepala negara, juga anggota legislatif di Senayan. Intinya, demi menyelamatkan Indonesia dan generasi mendatang." "Kala Indonesia Siapkan Rencana Pembangunan Rendah Karbon","Mari Elka Pangestu mengatakan, bencana alam, kerusakan alam dan perubahan iklim jadi malapetaka tak hanya dunia, namun Indonesia sendiri. ”Yang paling merasakan, masyarakat miskin.”Bambang mengatakan, dampak pembangunan mengabaikan daya tampung dan daya dukung lingkungan akan menyebabkan bencana, terutama, bencana hidrometrologi dengan penyebab terbesar manusia.Inisiatif ini melibatkan mitra pembangunan, institusi riset baik di tingkat nasional maupun internasional dan kementerian/ lembaga terkait antara lain, Pemerintah Norwegia, Denmark, UKAid, USAID, ICRAF, dan The Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ)– masyarakat Jerman untuk kerjasama internasional.  Perumusan visi misi presiden terpilihImplementasi pembangunan rendah karbon ini sendiri pun ‘nasibnya’ tergantung pada presiden terpilih. ”PRK ini akan jadi arus utama dalam perencanaan limatahun ke depan atau RPJMN 2020-2024 yang kerangka teknokratik yang sedang kami finalisasi,” kata Bambang.Dia berharap, PRK jadi bagian dari RPJMN 2020-2024 tertuang dalam peraturan presiden. Bappenas pun sudah paparan, sebelum masa kampanye di Komisi Pemilihan Umum soal RPJMN ini. ”Kita tekankan siapapun yang menjalankan pemerintahan harus memperhatikan pembangunan rendah karbon. Kita sudah sampaikan ke KPU dan timses,” katanya.Meskipun begitu, katanya, jadi tantangan bagaimana mengarusutamakan paradigma dan dokumen pembangunan rendah karbon ini.Kajian ini, katanya, merupakan inisiatif PRK fase pertama, yakni, RPJMN 2020-2024. Fase selanjutnya, tahapan PRK untuk rancangan pembangunan hingga mencapai 2045, disebut Visi Indonesia 2045. Lima kebijakan utamaAda lima kebijakan utama dalam pembangunan rendah karbon, yakni, terkait energi terbarukan, perlindungan hutan dan restorasi gambut, pengelolaan sampah industri dan sampah rumah tangga, peningkatan produktivitas pertanian, serta perbaikan kelembagaan maupun tata kelola." "Kala Indonesia Siapkan Rencana Pembangunan Rendah Karbon","Soal energi terbarukan, katanya, masih memerlukan political will tinggi, pasalnya persentase pembangunan pembangkit listrik energi fosil lebih tinggi.”Nampaknya (kebijakan energi terbarukan) belum jadi urgensi sementara bagi pelaku dan yang berwenang,” kata Bambang.Dia mengatakan, perlu mempelajari skema terbaik dari energi terbarukan dan regulasi lain. Dengan begitu, implementasi pembangunan rendah karbon bisa segera selaras antar regulasi.Kajian dokumen PRK ini, menjelaskan bagaimana seandainya Indonesia mengadopsi model pembangunan rendah karbon, yang akan memberikan dampak langsung dalam jangka panjang.Sampai 2024, Indonesia akan mendapatkan pertumbuhan ekonomi sampai 5,6% dan akan tumbuh menjadi 6% hingga 2045. PRK juga dinilai bisa menciptakan serangkaian manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan.Lewat skenario ini, katanya, pada 2045, kemiskinan ekstrim dapat turun dari 9,8% dari total populasi pada 2018 jadi 4,2%. Lebih dari 15,3 juta pekerjaan tambahan lebih hijau tercipta dengan pendapatan lebih baik. Kualitas udara dan air yang membaik juga bisa mencegah 40.000 kematian setiap tahun.PRK juga mencegah kehilangan 16 juta hektar hutan dan menutup kesenjangan kesempatan dari sisi gender dan wilayah. Ddengan PRK diperkirakan nilai tambah PDB mencapai US$US5,4 triliun, dan investasi lebih rendah dibandingkan bisnis cara biasa.”Dengan model ekonomi cara biasa seperti saat ini, dari perhitungan pemodelan kami, pertumbuhan ekonomi akan berkurang dari 4,3%. “Harus ada langkah tanpa melewati batas daya dukung dan daya tampung lingkungan,” kata Arifin Rudiyanto, Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Bappenas.  Berdasarkan kajian PRK, terdapat empat skenario. Pertama, tak ada perubahan kebijakan tetapi memperhitungkan degradasi lingkungan. Kedua, PRK menegah termasuk di dalamnya kebijakan rendah karbon baru 2020-2045 dan mencapai nationally determined contribution (NDC) dengan kekuatan sendiri." "Kala Indonesia Siapkan Rencana Pembangunan Rendah Karbon","Pada skenario ini, katanya, perlu tambahan investasi US$14,8 miliar pada 2020-2024 dan US$40,9 miliar per tahun pada 2025-2045.Ketiga, PRK tinggi dengan ambisi lebih tinggi dan pencapaian penurunan emisi karbon dengan bantuan negara luar, turun 41% dibandingkan kondisi tanpa intervensi . Terakhir, PRK tinggi, di antara lain perlu kebijakan pajak karbon.Menurut Arifin, pada tingkat tapak, langkah awal Bappenas akan nota kesepahamaan koordinasi teknis dan modellng dalam skala nasional dan provinsi lebih detail.Bappenas mengajak pemerintah provinsi mengintegrasikan kebijakan dengan rencana pemerintah pusat. Pada tahap awal, Bappenas fokus pada provinsi yang menyatakan keinginan. ”Biasa, kaluu provinsi sudah ada niat baik, akan lebih mudah dibandingkan kalau dengan perintah.”Adapun yang sudah tandatangani nota kesepahaman, katanya, ada Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan. Papua Barat, Sumatera Selatan dan Bali, menyusul.Even Sembiring, Manajer Kajian Kebijakan Walhi mengapresiasi PRK ini. ”Kita tak bisa melihat perencanaan itu cuma dari apa yang mereka paparkan, kita harus lihat apa yang sudah dilakukan pemerintah,” katanya.Dalam bidang energi, pembangunan seperti apa untuk memenuhi target penurunan emisi. Apalagi, proyek 35.000 MW, sekitar 60% masih energi batubara. Sedangkan, efisiensi energi baru 1% dan bauran energi terbarukan 8%.Pemerintah, katanya, tak konsisten dalam menjalankan kebijakan, misal, perizinan perhutanan dan perkebunan. “Pemerintah seharusnya tegas evaluasi perizinan baik kehutanan, perkebunan maupun proyek energi saat ini. Pemerintah harus cermat, jangan cuma janji-janji dan perencanaan.”  Keterangan foto utama:    Bisnis tak berkelanjutan bisa menyebabkan kebakaran hutan dan lahan, yang menyebabkan pelepasan emisi karbon.  Foto: Suryanto/Juara 2 Pers DETaK 2018   [SEP]" "Setelah Surabaya, Pemerintah akan Kembalikan Sampah di Batam ke Negara Asal","[CLS]       Pemerintah Indonesia, bakal mengembalikan lagi belasan kontainer sampah dan limbah bahan beracun berbahaya ilegal yang mendarat di Batam ke negara asal. Sebelumnya, lima kontainer sampah kembali ke negara asal, Amerika Serikat dari Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, terus berkoordinasi antar lintas kementerian dan lembaga dalam proses pengembalian sampah-sampah ini.Ada 11 kontainer sampah di Batam, siap ekspor kembali. Dua kontainer terkontaminasi limbah bahan beracun dan berbahaya bercampur cacahan plastik bekas. Adapun, limbah B3 itu ditemukan atas uji laboratorium oleh Bea Cukai dan telah kena segel.”Sampah masuk ke Indonesia itu, ada plastik, pasti tak legal karena ada ketentuan (melarang impor sampah) itu. Kita akan re-exspor,” kata Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pekan lalu di Jakarta.Ada empat sampel hasil pengujian laboratorium yang dilakukan Bea Cukai, yakni, limbah mengandung timbal, arsenik dan zink (sampel pertama dan kedua), pengotor iron compound dan aluminium compound (sampel ketiga), dan pengotor iron compound serta sulfur compound (sampel keempat).Baca juga: Kisah Wisata Limbah B3 di Desa LakardowoLima kontainer dari Surabaya terdapat imporasi limbah non B3, yakni kertas. Kontainer itu tercampur sampah domestik, seperti pampers, sepatu, kayu, bekas kemasan oli dan bahan kimia.  Pada 14 Juni 2019, KLHK dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan menyebutkan, pengembalian lima kontainer milik PT AS akan kembali ke Amerika Serikat. Berdasarkan Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dan izin yang dimiliki sebagai importir produsen limbah non-B3 berupa scrap kertas dari Kementerian Perdagangan, tak terkontaminasi limbah bahan beracun dan berbahaya (B3), dan tak tercampur sampah." "Setelah Surabaya, Pemerintah akan Kembalikan Sampah di Batam ke Negara Asal","Identifikasi awal, kontainer tertahan dan menimbulkan kecurigaan Ditjen Bea dan Cukai, hingga kala masuk ke pelabuhan dialihkan ke jalur merah, artinya memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.Baca juga: 60% Sumur Lakardowo Diduga Tercemar Limbah B3Saat pemeriksaan besama KLHK, lima kontainer itu ditemukan impuritas atau limbah lain, atau sampah, antara lain, sepatu, kayu, pampers, kain, kemasan makanan dan minuman dan sejumlah keran plastik dalam jumlah cukup besar.Djati Witjaksono Hadi, Kepala Biro Hubungan Masyarkat KLHK, Senin (17/6/19) mengatakan, terjadi pelanggaran UU Nomor 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, sedangkan pengaturan pelarangan limbah B3 masuk diatur melalui UU Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.Rosa Vivien Ratnawati, Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya mengatakan, pengembalian kontainer ini ke negara asal karena melanggar ketentuan. Pada kasus di Batam, melanggar PP Nomor 101/2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbaya dan Beracun dan Konvensi Basel. Sedangkan, kasus di Surabaya, impor sampah melanggar UU Nomor 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah.Proses pengembalian sampah plastik mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31/2016 tentang Ketentuan Impor Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun dan hasil keputusan Konvensi Basel.”Dalam hal ini KLHK harus bekerjasama dengan Kementerian Perdagangan, Bea Cukai, Kementerian Luar Negeri dan harus notifikasi ke negara yang mengimpor untuk menerima,” katanya." "Setelah Surabaya, Pemerintah akan Kembalikan Sampah di Batam ke Negara Asal","Pada 2016, Indonesia sudah memiliki pengalaman memulangkan 40 kontainer sampah. Vivien bilang, impor limbah plastik merupakan bahan sudah dicacah dan siap dipakai. Ketika masuk Indonesia, perusahaan yang menerima harus memiliki industri pengolahan, di mana porsi bahan material daur ulang maksimal 50% dari bahan impor. Sisanya, dari bahan lokal. Adapun, impor sampah ini harus dalam keadaan cacahan dan siap olah dengan residu minim.   Selesai tahun iniUntuk mengantisipasi atau langkah pencegahan sampah impor masuk tak sesuai aturan, KLHK mengusulkan revisi Permendag Nomor 31/M-DAG/PER/5/2016 soal klasifikasi HS code (kode perdagangan komoditas) yang mencantumkan kata ‘dan lain-lain’.Kata ‘dan lain-lain’ itu, kata Siti, dinilai jadi celah bagi impor sampah bercampur dengan jenis lain atau bahan yang sulit didaur ulang.Dalam aturan permendag itu, impor sampah boleh dengan syarat tak boleh menyisakan residua tau tercampur dengan bahan yang tak bisa didaur ulang.”Saya sudah menyurati Menteri Perdagangan untuk memberikan masukan agar Permendag Nomor 31/2016 direvisi. Yang pasti, sampah dalam arti limbah yang tidak bisa diolah itu tidak boleh diimpor. Itu sesuai dengan UU Nomor 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah,” kata Siti. Target selesai revisi aturan tahun ini.Sebelumnya, Fajri Fadillah, peneliti Indonesian Center for Environmental Law menyebutkan, baik UU 18/2008 maupun Permendag 31/2016 sudah cukup kuat dalam mengontrol impor limbah. Meski begitu, implementasi harus diawasi.”Pemerintah perlu mengevaluasi kembali perusahaan yang memiliki izin impor plastik dan paper scrap, apakah sudah sesuai perizinan, dan apakah praktik yang mereka lakukan tidak mencemari lingkungan,” katanya." "Setelah Surabaya, Pemerintah akan Kembalikan Sampah di Batam ke Negara Asal","Pada 2018, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan peningkatan impor sampah plastik Indonesia 141% (283.152 ton), angka ini puncak tertinggi impor sampah plastik selama 10 tahun terakhir, di mana pada 2013 sekitar 124.433 ton.Peningkatan impor sampah plastik, katanya, tak dibarengi angka ekspor. Malah pada 2018, ekspor turun 48% (98.450 ton). Angka ini menandakan ada 184.702 ton sampah masih ada di Indonesia, di luar beban pengelolaan sampah domestik.Kasus yang ditemukan di Gresik, Jawa Timur, serpihan plastik bercampur kertas tak bisa didaur ulang. Seharusnya, pemerintah mengusut tindakan impor sampah bahkan, mencabut persetujuan impor importir produsen kertas itu.   [SEP]" "Orangutan Tapanuli Masuk Daftar Primata Paling Terancam Punah di Dunia","[CLS]   Ketika orangutan Tapanuli ditemukan pada 2017 di hutan hujan Sumatera, Indonesia, mereka menjadi spesies kera besar ke delapan yang dikenal di dunia [termasuk manusia]. Terakhir kali spesies kera besar dideskripsikan dalam sains adalah ketika bonobo ditemukan di Republik Demokratik Kongo pada 1929.Dari awal keberadaan orangutan Tapanuli, hingga ditemukan, bagaimanapun, kehidupannya terus dalam bahaya besar akibat aktivitas manusia seperti konversi habitat menjadi lahan pertanian serta deforestasi dan degradasi hutan disebabkan pembangunan bendungan dam hidroelektrik yang terdapat di area tersebut.Interaksi dengan manusia sering membuat orangutan terluka atau mati. Spesies ini berstatus Kritis [Critically Endangered] dalam Daftar Merah IUCN.  Diperkirakan, kurang dari 800 orangutan Tapanuli tersisa di alam liar, menjadikannya sebagai salah satu primata paling terancam punah di dunia, menurut sebuah laporan baru yang dikeluarkan Bristol Zoological Society [BZS], Primate Specialist Group of the International Union for Conservation of Nature [IUCN] Species Survival Commission [SSC], International Primatological Society [IPS], dan Global Wildlife Conservation [GWC].“Primata Dalam Ancaman: 25 primata paling terancam punah di dunia 2018-2020” adalah iterasi ke sepuluh dari laporan yang dikeluarkan setiap dua tahun yang mendokumentasikan spesies primata dari seluruh dunia, yang menghadapi ancaman kepunahan paling parah. Ditemukan bahwa orangutan Tapanuli adalah salah satu primata paling terancam di dunia karena dampak kegiatan manusia, hampir tidak sendirian dalam hal itu: hampir 70 persen dari 704 spesies primata dan subspesies yang dikenal di dunia dianggap terancam; lebih dari 40 persen terdaftar sebagai Kritis [Critically Endangered] atau Genting [Endangered]. Daftar itu termasuk tujuh spesies primata dari Afrika, tujuh dari Asia, enam dari Neotropik, dan lima dari Madagaskar." "Orangutan Tapanuli Masuk Daftar Primata Paling Terancam Punah di Dunia","“Dimasukkannya orangutan Tapanuli yang sangat terancam punah dalam daftar resmi primata yang paling terancam di dunia tidak mengherankan jika mengingat ancaman yang ada pada populasi kecil ini, tetapi ini juga menandakan adanya peluang luar biasa,” Dirck Byler, direktur konservasi kera besar GWC dan wakil ketua untuk Kelompok Spesialis Primata SSC IUCN tentang Kera Besar, mengatakan dalam sebuah pernyataan.“Sebagai rumah bagi orangutan Tapanuli dan dua spesies orangutan lainnya, Indonesia kini memiliki peluang untuk menjadi pemimpin dalam upaya konservasi kera besar dengan menerapkan berbagai langkah yang tidak hanya akan melindungi hewan khusus ini dan habitatnya, tetapi juga memiliki potensi untuk memberikan dampak positif bagi ekonomi dan mata pencaharian lokal melalui ekowisata.”  Banyak spesies, seperti orangutan Tapanuli, mengalami penurunan populasi menjadi beberapa ratus individu atau kurang. Owa hoolock Skywalker, misalnya, hanya dinaikkan ke status spesies penuh [lengkap] oleh para ilmuwan pada 2017 dan menjadikannya masuk daftar 25 primata paling terancam punah tahun ini karena ada kurang dari 150 di alam liar.“Perambahan pertanian, pembalakan komersial, fragmentasi dan isolasi habitat, serta perburuan [untuk perdagangan daging dan hewan peliharaan],” dikutip dalam laporan tersebut sebagai “ancaman utama” terhadap owa, yang ditemukan di hutan Pegunungan Gaoligong di perbatasan antara barat daya China dan Myanmar utara.Diperkirakan kurang dari 2.000 monyet roloway tersisa di alam liar, meskipun spesies Critically Endangered dapat ditemukan di banyak hutan tropis Ghana dan Pantai Gading. “Penghancuran dan degradasi habitat mereka disertai perburuan tanpa henti untuk perdagangan daging hewan telah mengurangi jumlah populasi mereka menjadi seperti kumpulan kecil terisolasi,” tulis laporan itu." "Orangutan Tapanuli Masuk Daftar Primata Paling Terancam Punah di Dunia","Dalam beberapa kasus, hanya ada puluhan spesies tertentu yang tersisa. Lutung berkepala emas berada di ambang kepunahan hanya 50-60 individu tersisa di pulau Cat Ba di utara Vietnam, satu-satunya jajaran spesies yang diketahui.“Perburuan telah diidentifikasi sebagai satu-satunya penyebab penurunan populasi yang dramatis dan drastis dari sekitar 2.400-2.700 pada 1960-an menjadi sekitar 50 individu pada 2000,” menurut laporan itu. “Lutung itu diburu untuk perdagangan obat-obatan tradisional dan olahraga.”  Selain orangutan Tapanuli dan Owa hoolock Skywalker, enam spesies lain juga masuk dalam daftar untuk pertama kalinya: lemur tikus Bemanasy [Madagaskar], buffy tufted-ear [Brasil], Ecuadorian white-fronted capuchin [ditemukan di Peru dan Ekuador), monyet titi Olalla bersaudara [Bolivia], pied tamarin [Brasil], dan simpanse barat [Afrika Barat].Ada empat spesies lain yang sebelumnya masuk daftar namun tidak lagi muncul dalam daftar terakhir ini: galago kerdil Rondo, kipunji, kolobus merah Sungai Tana, dan indri, tetapi spesies ini ditambahkan kembali ke daftar setelah sebelumnya dihapus.  Sekitar 12 spesies yang muncul pada daftar sebelumnya telah dihapus dari daftar saat ini, meskipun penulis laporan mencatat bahwa perubahan ini “tidak [dilakukan] karena situasi ke dua belas spesies yang turun secara populasi telah membaik. Dalam beberapa kasus, situasinya malah memburuk. Dengan melakukan perubahan ini, kami bermaksud menyoroti spesies lain yang terkait erat, yang diperkirakan akan sama suramnya dalam bertahan hidup.”" "Orangutan Tapanuli Masuk Daftar Primata Paling Terancam Punah di Dunia","“Laporan ini mengungkapkan prediksi suram atau memburuk dari beberapa hewan paling luar biasa di dunia. Beberapa di antaranya sangat terkenal dan yang lainnya masih jarang dipelajari, tetapi semuanya dalam bahaya kepunahan dari penghancuran tanpa henti terhadap habitat mereka, perdagangan satwa liar ilegal dan perburuan hewan liar secara komersial, ”kata Christoph Schwitzer dalam sebuah pernyataan.Schwitzer adalah Chief Zoological Officer di BZS dan juga berfungsi sebagai koordinator otoritas daftar merah IUCN untuk Grup Spesialis Primata SSC.“Meski begitu, saya masih berharap ini semua belum terlambat. Ada peningkatan minat dan kesadaran yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap masalah lingkungan di dunia, khususnya di kalangan generasi muda, yang banyak di antaranya lebih terinspirasi, bersemangat, dan termotivasi dari sebelumnya untuk mengambil bagian membuat perbedaan. Dukungan semacam ini, dikombinasikan dengan tindakan konservasi yang efektif, menjadi sangat penting jika kita ingin menghindari kepunahan hewan-hewan yang luar biasa dan karismatik ini selamanya.”  SumberSchwitzer, C., Mittermeier, R.A., Rylands, A.B., Chiozza, F., Williamson, E.A., Byler, D., Wich, S., Humle, T., Johnson, C., Mynott, H., and McCabe, G. (eds.). (2019). Primates in Peril: The World’s 25 Most Endangered Primates 2018–2020. IUCN SSC Primate Specialist Group, International Primatological Society, Global Wildlife Conservation, and Bristol Zoological Society, Washington, DC. Penerjemah: Akita Arum Verselita. Artikel Bahasa Inggris di Mongabay.com dapat Anda baca di tautan ini.   [SEP]" "Jenis Kayu Keluar dari Daftar Lindung: Kuat Kepentingan Usaha, Abai Konservasi?","[CLS]       Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengeluarkan 10 jenis tumbuhan dari daftar dilindungi lewat Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 106/2018. Kebijakan ini menuai kritikan berbagai kalangan. Mereka menilai, jenis-jenis tumbuhan keluar dari daftar dilindungi ini lebih kuat demi kepentingan dunia usaha dan abai konservasi kekayaan hayati Indonesia.  (Permen Jenis Satwa dan Tumbuhan Dilindungi)PermenLHK No 106/2018, merupakan perubahan kedua dari PermenLHK Nomor 20/2018. Sepuluh jenis tumbuhan ini masuk dalam daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN), delapan masuk kategori sangat kritis, terancam punah dan rentan punah.Baca juga: Pohon-pohon Langka Indonesia, Bagaimana Nasibnya?Kayu-kayu itu, yakni, ulin  (Eusideroxylon zwageri-rentan punah), medang lahu (Beilschmiedia madang, terancam punah), kayu besi maluku (Intsia palembanica, terancam punah), kempas kayu raja (Koompassia excels, risiko rendah), dan kempas melaka (Koompassia malaccensis, risiko rendah).Sedangkan, lima lainnya, merupakan spesies endemik atau hanya ditemui di wilayah tertentu dan masuk dalam daftar merah IUCN, yakni, damar pilau (Agathis borneensis, endemis Borneo, terancam punah), upan (Upuna borneensis, endemis borneo, terancam punah), palahlar nusakambangan (Dipterocarpus littoralis, endemis Pulau Nusakambangan, kritis), kokoleceran (Vatica bantamensis, endemis Ujung Kulon, kritis), dan palahlar nursala (Dipterocarpus cinereus, endemis Mursala Sibolga, kritis).Kesepuluh jenis tumbuhan ini, sebelumnya dilindungi dalam Permen LHK 92/2018 dan jadi tidak dilindungi dalam Permen LHK 106/2018. KLHK mengklaim, perubahan berdasarkan evaluasi data kelimpahan jenis, temuan, dan fakta lapangan." "Jenis Kayu Keluar dari Daftar Lindung: Kuat Kepentingan Usaha, Abai Konservasi?","”Inventarisasi sementara menunjukkan keberadaan 10 jenis pohon masih ada dibuktikan dengan produksi dari izin yang diberikan pemerintah kepada swasta memang ada produksinya,” kata Bambang Hendroyono, Sektetaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, di Jakarta.Inventarisasi itu, katanya, dari kegiatan survei pada blok konsesi yang tercantum dalam rencana kerja tahunan (RKT) dan Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH) yang dilaporkan pemegang konsesi melalui izin usaha HPH atau pemanfaatan hasil hutan kayu-hutan alam (IUPHHK-HA).”RKT pemegang izin sudah disetujui kami sebelum keluar P.20 (Permen LHK Nomor 20/2018-red).”   Menerima masukan? Kebijakan ini pun menuai kontroversi dari penggiat konservasi dan perlindungan hutan. KLHK mengimbau, semua pihak perlu memiliki data dalam merekomendasikan atau memberikan usulan terhadap status spesies tanaman maupun satwa yang dilindungi.“Bukan tidak peduli masukan. Kita melihat realita lapangan. Setelah kita lihat sama-sama, kita lakukan pelan-pelan. Kita pakai komitmen, jenis atau satwa yang harus dilindungi, pertimbangannya pada mekanisme akademik,” katanya.Bambang menghargai masukan agar jenis kayu itu masuk dilindungi, tetapi perlu melalui data tandingan. “Kami bersama peneliti Balitbang KLHK bersama LIPI mencari data perbandingan dari data itu (data yang diberikan pemegang konsesi melalui RKT dan SIPUHH),” katanya.Sebelumnya, Djati Witjaksono Hadi, Kepala Biro Humas KLHK menyebutkan, selain kelimpahan di alam, aspek sosial-ekonomi pun jadi pertimbangan penerbitan regulasi ini. Dia contohkan, jenis kayu ini masih banyak dimanfaatkan masyarakat. Kalau status tak diubah, katanya, produksi kayu terhambat, terjadi pengangguran dan penerimaan dana reboisasi dan provinsi sumber daya hutan tersendat." "Jenis Kayu Keluar dari Daftar Lindung: Kuat Kepentingan Usaha, Abai Konservasi?","Kekhawatiran penebangan berlebih, KLHK pun akan memperketat SIPUHH. Kalau ada indikasi pidana, katanya, proses hukum tetap berjalan.Dia meyakinkan, KLHK senantiasa mengedepankan prinsip kehati-hatian melalui sistem SIPUHH dan hasil evaluasi data kelimpahan potensi kayu HPH.Awalnya, Peraturan Menteri 20/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi ini mendapat apresiasi dari konservasionis karena menambah daftar satwa dilindungi, terutama jenis burung, yang belum tercatat dalam lampiran PP No 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.Sejumlah spesies seperti kenari melayu (Chrysocorythus estherae), pleci (Zosterops flavus), opior Jawa (Heleia javanica), dan gelatik Jawa (Lonchura oryzivora) masuk daftar spesies dilindungi.Atas desakan penghobi dan pebisnis burung kicau, pemerintah mengubah lagi Permen LHK 20/2018 jadi Permen 92/2018. Dalam pengubahan ini, pemerintah mengeluarkan burung cucak rawa (Pycnonotus zeylanicus), jalak suren (Gracupica jalla), kucica hutan/murai batu (Kittacincla malabarica), anis bentet kecil (Colluricincla megarhyncha), dan anis bentet sangihe (Colluricincla sanghirensis) dari daftar dilindungi.Selang enam bulan, KLHK kembali mengubah Permen 20/2018 jadi Permen 106/2018 dengan mengeluarkan 10 jenis tanaman dari daftar dilindungi.Dalam permen teranyar ini disebutkan penetapan jenis tumbuhan ini mempertimbangkan banyak izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu–hutan alam alias hak pengelolaan hutan (HPH) yang menebang  jenis tumbuhan dilindungi.Pertimbangan lainnya, banyak HPH menebang jenis kayu dilindungi terkendala dalam proses penataan hasil hutan. Hal lain, timbul permasalahan hukum ketika HPH menebang kayu dengan status dilindungi di areal kerja (konsesi) hingga pasokan bahan baku di hilir terkendala." "Jenis Kayu Keluar dari Daftar Lindung: Kuat Kepentingan Usaha, Abai Konservasi?","Banyaknya industri primer hasil hutan yang menerima dan mempunyai setok atau persediaan baik dalam kayu bulat maupun kayu oahan jenis tumbuhan atau pohon dilindungi tak dapat dipasarkan dan pasokan bahan baku industri terkendala. Terakhir, banyak dokumen surat keterangan sah hasil hutan kayu bulat terbit dan status masih dalam perjalanan menjadi tidak berlaku padahal kayu bulat berasal dari RKT yang telah disahkan.  Kritikan Penolakan terhadap regulasi inipun didukung masyarakat luas melalui petisi di change.org dengan judul “Tolak PermenLHK P.106/2018! yang mengeluarkan jenis pohon langka dari daftar dilindungi!” Hingga 24 Februari 2019, ada 2.744 telah menandatangani.Petisi ini ditulis Ragil Satriyo Gumilang kepada Menteri LHK, Siti Nurbaya. Dia mengatakan, pada 1998, IUCN menetapkan pahlahlar Mursala punah. Spesies tumbuhan endemik yang dikenal dengan nama keruing itu karena pengusahaan hutan berlebihan di Pulau Mursala.Lima belas tahun kemudian, ada harapan baru datang dari tim ekspedisi LIPI yang menemukan keberadaan tumbuhan yang memiliki kualitas dan nilai kayu sangat ekonomis.Pada 2017, LIPI pun bertindak sigap dengan memasukkan jenis ini dalam rancangan strategi dan rencana aksi konservasi (RSRAK) flora sebagai prioritas 1. Artinya, jenis ini kategori kritis harus segera konservasi, dan pohon endemik dengan sebaran sempit serta diperkirakan punah dalam waktu dekat.Angin segar berhembus setelah pemerintah mengeluarkan Permen LHK 20/2018 dan menetapkan jenis ini dilindungi.Ragil mengecam, aturan keluar tanpa keterbukaan informasi dan kajian komprehensif, ilmiah, serta tidak memperhatikan aspek perlindungan, pengawetan maupun pemanfaatan jenis-jenis satwa dan tumbuhan dilindungi.Dia mendorong, pengesahan RSRAK flora yang mengakomodasi rencana perlindungan jenis-jenis tumbuhan langka terancam punah, dan memperkuat status perlindungan." "Jenis Kayu Keluar dari Daftar Lindung: Kuat Kepentingan Usaha, Abai Konservasi?","“Keputusan ini pukulan telak bagi pelaku konservasi dan pelestarian. Apakah Kementerian LHK, yang diharapkan jadi tonggak terbesar pelestarian kehutanan, sudah mempertimbangkan rekomendasi otoritas keilmuan dalam menyusun peraturan pemerintah itu?”Tukirin Partomihardjo, Pakar Ekologi dan Evolusi mengatakan, jenis-jenis kayu itu sudah langka dan sulit ditemui di lapangan. “Saya kurang setuju kalau itu dikeluarkan dari daftar dilindungi. Saya setuju biar saja dilindungi agar masyarakat paham perlu dilestarikan dan dimanfaatkan berkelanjutan. Agar tidak dijual bebas kemana-mana,” katanya kepada Mongabay.Kalaupun hendak memanfaatkan kayu-kayu itu, katanya, harus menanam terlebih dahulu, bukan menebang di alam.Dia bilang, regulasi ini kalau bertujuan membuka peluang perdagangan ini menjadi sangat berbahaya. Pasalnya, 10 jenis tumbuhan belum masuk dalam Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES), yakni perjanjian internasional antar negara terkait perdagangan tumbuhan dan satwa liar, hingga potensi perdagangan sangat bebas.Dasar kebijakan pemerintahan dianggap sangat tak berdasar kajian ilmiah. Dia merasa aneh,  kalau LIPI memberikan status dilindungi, lalu  rekomendasi keluar dari dartar dilindungi.Kalau mau mengeluarkan status, katanya, perlu ada kajian dan hati-hati. Kalaupun data tidak lengkap, badan otoritas ilmiah (LIPI) yang bertanggung jawab mencari.Kalau KLHK yang jadi otoritas mengelola hutan dan memiliki data itu, perlu dikritisi sejauh mana data itu valid dan secara ilmiah bisa dipertanggungjawabkan. Apalagi, katanya, data merupakan laporan dari pemegang konsesi.”Kalau saya membaca pengelompokan RKT berdasarkan kelompok kayu perdagangan, sedangkan kalau kayu status dilindungi itu dasarnya spesies. Ini beda sekali,” katanya." "Jenis Kayu Keluar dari Daftar Lindung: Kuat Kepentingan Usaha, Abai Konservasi?","Tukirin pun melihat kejanggalan lain terkait spesies endemis yang tak dimungkinkan ada HPH. “Beberapa jenis kayu itu tidak ada di HPH, daerah terpencil dan taman nasional. Kenapa bisa dikeluarkan juga?”Dia contohkan, palahlar Nusakambangan di Pulau Nusa Kambangan, kokoloceran di Taman Nasional Ujung Kulon.Dalam menetapkan regulasi ini, katanya, perlu ada koordinasi antara KLHK dan LIPI hingga secara ilmiah ini bisa dipertanggungjawabkan. ”Jika ini keliru, ya cabutlah. Agar kehidupan alam dan manusia menjadi lebih seimbang.”Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) menilai, regulasi ini khawatir membuka ruang bagi para pemburu kayu-kayu eksotis bernilai ekonomi tinggi untuk memperdagangkan secara massif.Selain itu, menjadi tanda-tanda kehancuran keragaman hayati dan berdampak laju kehilangan hutan alam di Indonesia.“Spesies-spesies ini secara alami di hutan alam dengan populasi makin menipis,” kata Dhio Teguh Ferdyan, pengkampanye JPIK.Salah satu yang menjadi pertimbangan dalam perubahan aturan ini adalah banyak izin HPH menebang spesies kayu dilindungi terkendala dalam proses penataan hasil hutan. Hal lain, timbul masalah hukum ketika HPH menebang kayu dengan status dilindungi di konsesi hingga pasokan bahan baku di sektor hilir terkendala.Dhio mengatakan, kelonggaran pemerintah kepada pemegang izin HPH bertolak belakang dengan semangat perindungan keragaman hayati dan penegakan hukum dari peraturan sebelumnya.“Dengan mempertimbangkan rendahnya populasi dan keterancaman tinggi, seharusnya KLHK tetap jadikan spesies itu kategori dilindungi, bukan malah membuka peluang dan memberikan kebebasan pemanfaatan kayu terancam punah”, kata Dhio.  Keterangan foto utama: Dipterocarpus littoralis. Foto: Arief Hamidi/FPLI      [SEP]" "Memprihatinkan.. Ini Hasil Lomba Artikel isu Lingkungan untuk Caleg di NTT","[CLS]  Lomba calon legislatif (caleg) menulis artikel yang diselenggarakan oleh WALHI NTT sejak 3 Maret 2019 telah berakhir pada 16 Maret 2019. Lomba menulis itu bertema “Politik Lingkungan Hidup dan Perlindungan Wilayah Kelola Rakyat dalam Ruang Legislatif”.Dalam rentang waktu itu, WALHI NTT menerima 10 artikel dari 9.964 caleg yang terdaftar di KPU. 10 artikel itu berasal dari 2 orang caleg DPRD provinsi dan 8 orang caleg DPRD kabupaten dan kota.10 artikel itu berarti mewakili 0% dari 180 caleg DPR RI, 0% dari 36 caleg DPD, 0,21% dari 932 caleg DPRD provinsi dan 0,9% dari 8816 caleg DPRD Kabupaten/Kota.“Artikel itu kemudian melalui proses penilaian oleh tiga orang dewan juri yang berasal dari unsur akademisi ilmu politik, komunikasi dan jurnalis media. Artikel dinilai dalam hal kesesuaian tema dan atau subtema, kesesuaian tugas dan fungsi parlemen, gagasan dan tata cara penulisan,” jelas Dominikus Karangora, Divisi Media dan  Komunikasi WALHI NTT  kepada Mongabay Indonesia, Minggu (24/3/2019).baca :  Walhi NTT Gelar Lomba Menulis Politik Lingkungan bagi Para Caleg, Bagaimana Responnya?  Dari 8 artikel untuk kategori caleg DPRD kabupaten/kota, jelasnya, telah dipilih 3 artikel terbaik sebagai  pemenang.Juara pertama jatuh kepada artikel berjudul “Investasi Tebu di Ekologi Sabana, Berkat atau Bencana di Masa Depan?” karya Stepanus Makambombu, caleg DPRD Kabupaten Sumba Timur dari Partai Nasdem.Juara kedua berjudul “Pentingnya Peraturan Daerah tentang Hutan Adat di Kabupaten Malaka” karya Fransiskus Xaverius Taolin, caleg DPRD Kabupaten Malaka dari Partai Gerinda.Dan artikel berjudul “Pengelolaan Hutan di Kabupaten TTS” karya Thimatius Benu, caleg DPRD Kabupaten Timur Tengah Selatan (TTS) dari partai PKPI pada posisi ketiga.Untuk kategori  caleg DPRD provinsi, sebut Dominikus, 2 artikel yang dikirimkan secara otomatis menempati juara 1 dan 2 dalam kategori ini." "Memprihatinkan.. Ini Hasil Lomba Artikel isu Lingkungan untuk Caleg di NTT","Artikel berjudul “Awololong, Antara Budaya, Spiritual dan Pariwisata” oleh Vinsensius Bellawa Making, caleg DPRD Provinsi NTT Dapil 6 (Flotim-Lembata-Alor) dari Partai PSI menempati juara pertama.Sedangkan juara kedua ditempati caleg DPRD Provinsi NTT Dapil 7 (TTU-Belu-Malaka) asal Partai Demokrat, Anselmus Tallo, dengan artikel berjudul “Pembangunan Tanpa Perencanaan”.“WALHI NTT memberikan apresiasi sebesar-besarnya kepada 10 orang caleg yang telah berpartisipasi dalam lomba ini dan proficiat kepada 5 caleg yang artikelnya telah terpilih sebagai pemenang lomba ini,” tutur Dominikus.Selain itu, apresiasi juga diberikan kepada tiga orang dewan juri yakni Didimus Dedi Dhosa,S.Fil,MA., akademisi ilmu sosial politik Universitas Widya Mandira Kupang, Maria Via Dolorosa Pabba Swan,S.Sos,M.Med.Kom, akademisi ilmu komunikasi Universitas Nusa Cendana Kupang dan Irvan Kurniawan, Pemimpin Redaksi  VoxNTT.com.baca juga : Caleg Berkomitmen Lingkungan Minim, Berintegritas Rendah Tinggi  Pilih Caleg Peduli LingkunganSebelumnya, Dominikus pada Senin (18/2/2019) menjelaskan ada dua alasan dilaksanakan lomba menulis artikel yaitu untuk mengetahui rekam jejak para caleg yang kurang diketahui karena masyarakat lebih terfokus melihat pasangan calon presiden dalam pilpres yang dilaksanakan serentak dengan pemilu legislatif.Alasan kedua, isu lingkungan hidup dan wilayah kelola rakyat mendapat ruang yang minim dalam pemilihan legislatif. WALHI NTT melihat narasi kampanye para caleg lebih didominasi oleh pecitraan personal, kedekatan kekeluargaan atau pertemanan hingga slogan abstrak soal keberpihakan pada rakyat, termasuk isu lingkungan.Melihat hasil lomba menulis artikel itu, Direktur Eksekutif Daerah WALHI NTT, Umbu Wulang Tanamahu Paranggi meminta masyarakat NTT untuk memilih caleg yang peduli pada pelestarian lingkungan hidup dan perlindungan wilayah kelola rakyat." "Memprihatinkan.. Ini Hasil Lomba Artikel isu Lingkungan untuk Caleg di NTT","“Rakyat NTT harus memastikan adanya kesepakatan dengan para caleg dalam mendukung agenda rakyat untuk kelestarian alam dan penghentian alih fungsi lahan di NTT. Lewat lomba menulis ini, rakyat bisa menilai bahwa perhatian para caleg pada isu lingkungan seperti apa,” tuturnya.Hal tersebut penting mengingat NTT tengah mengalami krisis sosial ekologis mulai dari bencana lingkungan hingga penguasaan lahan yang begitu luas oleh korporasi. Ditambah krisis air dan krisis kehutanan yang terjadi bakal mengancam kehidupan warga NTT kedepannya.Umbu juga menambahkan bahwa para pemilih di NTT diharapkan bisa memilih para caleg yang telah ikut lomba penulisan ini. Karena para caleg ini setidaknya sudah menunjukkan itikad baik dan menunjukkan keberpihakannnya pada urusan lingkungan hidup kepada publik.“WALHI NTT akan mempublikasikan seluruh tulisan para calon legislatif yang telah mengirimkan tulisannya untuk dimuat di media massa. Harapannya publik bisa membaca dan tahu keberpihakan para caleg terhadap pelestarian lingkungan hidup di NTT,” tegasnya.perlu dibaca : Gubernur NTT Moratorium Tambang, Apa Pendapat Pegiat Lingkungan?   Isu Lingkungan Belum PrioritasWALHI Eksekutif Nasional mengapresiasi positif lomba caleg NTT menulis artikel yang digekar oleh WALHI NTT.Khalisah Khalid, Koordinator Isu Politik WALHI Eksekutif Nasional memandang bahwa lomba ini dapat menjadi ruang bagi publik untuk mengetahui sejauh mana komitmen, kapasitas dan integritas para caleg di dalam isu lingkungan.“Publik pun, memiliki referensi untuk menentukan hak pilihnya terhadap caleg yang peduli dengan agenda penyelamatan lingkugan hidup dan sumber-sumber penghidupan,” sebutnya.Akan tetapi, melihat jumlah pengirim yang sedikit, Khalisah menyayangkan bahwa caleg-caleg di NTT tidak cukup antusias untuk merespon isu lingkungan sebagai agenda pokok mereka." "Memprihatinkan.. Ini Hasil Lomba Artikel isu Lingkungan untuk Caleg di NTT","Menurutnya ada beberapa poin yang bisa dilihat disini. Pertama, para caleg masih berjarak dengan isu lingkungan dan penyelamatan sumber-sumber penghidupan sehingga mungkin mereka tidak percaya diri untuk menyampaikan pandangannya dalam tulisan.Kedua, isu lingkungan belum menjadi isu prioritas bagi para kontestan politik, bukan hanya di NTT, tetapi juga hampir di seluruh Indonesia.“Jadi isu lingkungan hidup adalah isu yang masih sub-pinggiran. Demikian juga publik masih belum melihat bahwa isu lingkungan hidup bukanlah sebuah isu politik yang penting untuk dibahas dan diperdebatkan dalam momentum politik elektoral,” kata Khalisah.Sedangkan Direktur WALHI Eksekutif Nasional, Nurhidayati berharap agar caleg yang sudah menjadi pemenang dalam lomba ini konsisten dalam memperjuangkan agenda politik keadilan ekologis dan memastikan kembalinya kedaulatan pada masyarakat untuk mengelola wilayahnya ketika terpilih.“Kami berharap, caleg pemenang lomba menulis bisa konsisten memperjuangkan agenda politik keadilan ekologis serta ikut memastikan kembalinya wilayah kelola rakyat kepada komunitas masyarakat lokal dan adat di NTT, jika terpilih sebagai anggota DPRD,” harapnya.perlu dibaca :  Gubernur NTT Wacanakan Penutupan TN Komodo, Ada Apa? ***Keterangan foto utama : Seekor komodo di Pulau Komodo dalam kawasan TN Komodo, Flores, NTT. Foto : indonesia.travel/Mongabay Indonesia  [SEP]" "RUU Masyarakat Adat Masuk Prolegnas 2020, Berikut Masukan Para Pihak","[CLS]      Kali kedua, Rancangan Undang-undang (RUU) Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (RUU Masyarakat Adat), gagal ketuk palu dalam dua periode jabatan DPR. Tahun 2020, rancangan ini kembali masuk agenda prioritas program legislasi nasional (prolegnas).“Posisi RUU Masyarakat Adat ini carry over. Kita tak akan membahas lagi dari awal. Kita berharap pembahasan tak akan lama. Ini hanya tinggal melengkapi dokumen yang ada,” kata Sulaeman M Hamzah, anggota DPR-RI dari Fraksi Partai Nasional Demokrat (Nasdem), dalam temu media di Jakarta, awal pekan ini.Dia mengatakan, RUU Masyarakat Adat masuk prolegnas 2020 sebagai inisiatif DPR. Selain Partai Nasdem, RUU juga didukung dua partai lain, yakni, PDIP dan PKB.Kalau merunut perjalanan, RUU Masyarakat Adat sudah beberapa kali masuk prolegnas tetapi masih belum disahkan.Pada 2014, RUU ini sudah pernah dibahas dalam panitia khusus dengan judul RUU Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Hukum Adat (PPHMHA). Hingga akhir masa jabatan DPR periode 2009-2014, Pansus tidak dapat menyelesaikan RUU ini. Pada 2017 berulang. Saat ini, fraksi Partai Nasdem pula yang menjadi pengusul.“Pada pembahasan prolegnas prioritas 2018, RUU Masyarakat Hukum Adat diusulkan kembali oleh fraksi Partai Nasdem, akhirnya disetujui untuk jadi prolegnas prioritas 2018.”Sejak RUU masuk prolegnas 2017, Nasdem sebagai pengusul langsung membentuk tim fraksi, kerjasama dengan Badan Keahlian DPR dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) untuk penyusunan draf dan naskah akademik. Setelah selesai penyusunan dibawa ke Badan Legislatif untuk harmonisasi.Saat itu, harmonisasi RUU Masyarakat Hukum Adat tidak lama dan disepakati dalam pleno Baleg. Setelah itu, RUU ini diusulkan dalam rapat badan musyawarah untuk disepakati dalam rapat paripurna dan jadi RUU usul inisiatif DPR pada 14 Februari 2018." "RUU Masyarakat Adat Masuk Prolegnas 2020, Berikut Masukan Para Pihak","Pada 14 Maret 2018, Fraksi Nasdem diundang salah satu narasumber dalam Rapat Kerja Nasional AMAN di Manado yang menyampaikan perihal perkembangan politik legislasi dalam pembahasan RUU ini di parlemen.Pada 9 Maret 2018, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Surat Perintah Presiden (Surpres) melalui Kementerian Sekretariat Negara No B-186 yang mengatur tentang pembentukan tim pemerintah yang akan membahas RUU Masyarakat Adat bersama DPR.Ia terdiri dari enam kementerian, yaitu Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN, Kementrian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, serta Kementerian Hukum dan HAM. Tim Pemerintah dikoordinir Menteri Dalam Negeri.  Berdasarkan hasil Rapat Konsultasi Pengganti Rapat Bamus 2 Juli 2018 masa persidangan V 2017-2018 memutus, RUU Masyarakat Adat dibahas Badan Legislasi. Sayangnya, sampai akhir masa Jabatan DPR 2014-2019, pemerintah tak menyerahkan daftar inventarisasi masalah (DIM) kepada DPR. Alhasil, pembahasan RUU Masyarakat Adat tak selesai.Sulaeman bilang, RUU Masyarakat Adat sangat penting untuk menata, menguatkan masyarakat adat melalui pengakuan dan penghormatan terhadap kesatuan-kesatuan masyarakat adat beserta hak-hak tradisional mereka. Juga memberikan perlindungan optimal dalam hak pengelolaan yang bersifat kumunal, baik hak tanah, wilayah, budaya, dan sumber daya alam turun menurun, maupun melalui mekanisme lain yang sah menurut hukum adat setempat.Dia juga akan terus lobi kepada pemerintah agar DIM segera diserahkan ke DPR. Dengan begitu, proses pembahasan RUU Masyarakat Adat bisa jalan. Tanpa DIM, katanya, pembahasan RUU tak akan lanjut." "RUU Masyarakat Adat Masuk Prolegnas 2020, Berikut Masukan Para Pihak","“Saya juga minta kepada AMAN untuk membuat DIM tandingan. Kalau kita hanya menunggu dari pemerintah, ini tak akan selesai. DIM tandingan ini penting untuk kita dalam pembahasan dan lobi-lobi. DIM dari pemerintah bisa kita sandingkan. Hingga bisa meyakinkan, bahwa RUU ini bisa menjawab persoalan masyarakat adat di lapangan.”Rukka Sombolinggi, Sekjen AMAN mengatakan, UU Masyarakat Adat sangat fundamental guna perlindungan dan pemenuhan hak konstitusional masyarakat adat. Saat ini, katanya, sudah banyak peraturan perundang-undangan yang mengatur masyarakat adat, justru menyebabkan kesulitan bagi masyarakat adat dapatkan hak-hak tradisional.“Dalam praktiknya, UU ini saling tumpang tindih dan menyandera pengakuan, perlindungan dan pemenuhan hak masyarakat adat,” katanya.Rukka bilang, kondisi saat ini sangat krusial. Pemerintahan Joko Widodo, sangat pro investasi dan rencana deregulasi berbagai aturan yang menghambat investasi, membuat ancaman terhadap masyarakat adat makin tinggi.“Ketika investasi masuk, proyek pemerintah bangun jalan, bendungan, smelter dan lain-lain mengabaikan fakta bahwa tanah itu bukan tanah kosong.”Ketika proyek pembangunan masuk di tanah adat yang belum ada kepastian hukum, konflik terus terjadi. Untuk itu, katanya, UU ini sangat penting guna memastikan program pemerintah berjalan baik tanpa harus mengorbankan masyarakat adat.“Capek juga kita terus berkelahi di lapangan. Konflik yang sudah terjadi sejak lama, tak akan selesai jika tak ada UU Masyarakat Adat,” katanya.Dengan ada UU Masyarakat Adat, Rukka berharap, perampasan tanah adat, pecah belah antara masyarakat, intimidasi dan kriminalisasi bahkan pembunuhan tidak terjadi lagi.“Selama ini, banyak kasus perampasan hak masyarakat adat yang sebenarnya dilindungi Undang-undang, tapi diabaikan.”  " "RUU Masyarakat Adat Masuk Prolegnas 2020, Berikut Masukan Para Pihak","AMAN, katanya, terus berkomunikasi dengan Baleg DPR untuk membahas RUU ini. AMAN juga mendesak pemerintah segera menyerahkan DIM kepada DPR.“Sekarang bola ini ada di Pemerintah sebab DIM belum juga diserahkan ke DPR. Proses pembahasan RUU hanya akan berlangsung ketika pemerintah sudah menyerahkan DIM.”Pemerintah, katanya, harus berhenti main kucing-kucingan. “Proses penyusunan DIM harus terbuka.”Siti Rakhma Mary, dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengatakan, berkomitmen terus mengawal RUU Masyarakat adat. Saat ini, sudah ada 16 organisasi masyarakat sipil tergabung dalam Koalisi Pemantau RUU Masyarakat Adat.Mereka antara lain, debtWATCH Indonesia (dWI), Jurnal Perempuan, Forum Masyarakat Adat Pesisir, Kalyanamitra, Kemitraan, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Lapeksdam NU. Juga, Pengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (PB AMAN), Perempuan AMAN, PPMAN, Rimbawan Muda Indonesia (RMI), Sawit Watch, Satu Nama, YLBHI, HuMa, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara).“Ada berbagai masalah mendasar berkaitan dengan nasib masyarakat adat. Utamanya, tak ada pengakuan hingga perampasan wilayah adat terus terjadi.”Pelanggaran hak budaya tradisional, katanya, juga banyak dilanggar. Hak perempuan adat, anak dan pemuda adat sampai hak atas lingkungan hidup sehat.Keberadasan UU Masyarakat Adat, katanya, sangat penting. Ia akan memberikan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat, lingkungan, spiritualitas dan lain-lain.YLBHI mencatat, sepanjang 2019, ada 43 masyarakat adat dikriminalisasi, sebagian besar karena peladangan tradisional dan membuka lahan dengan cara membakar.Sebagian besar terjerat Pasal 108 jo 69 UU No 41/1999 tentang Kehutanan dan UU No 18/2013 tentang Pencegahan Pemberantasan Pengrusakan Hutan (P3H)." "RUU Masyarakat Adat Masuk Prolegnas 2020, Berikut Masukan Para Pihak","“Padahal, sebenarnya UU ini dibuat menyasar aktor besar. Tak pernah sekalipun untuk menyasar korporasi. Selalu yang ditangkap masyarakat kecil dan adat.”Maria SW Sumardjono, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) mengatakan, pengakuan masyarakat adat bukan syarat menentukan eksistensi beserta ulayatnya. Menurut dia, pengakuan negara terhadap kesatuan masyarakat hukum adat itu bersifat declaratoir atau menyatakan sesuatu yang sudah ada.Upaya menuntaskan pengakuan ini, katanya, bisa inisiatif masyarakat hukum adat itu sendiri dan pemda. Tujuannya, memastikan subjek hak ulayat, ditempuh proses sosio-anthropologis yang berujung pada penetapan yang bersifat yuridis.“Deklarasi masyarakat hukum adat tertentu baik subyek hak ulayat dan obyek hak ulayat dituangkan dalam keputusan Kepala Daerah yang dilampiri dengan peta wilayah. Proses ini berlaku terhadap hak ulayat yang beraspek publik sekaligus privat.”Kepastian hukum terkait obyek hak ulayat dalam suatu wilayah masyarakat hukum adat, katanya, dinyatakan dalam peta dasar pendaftaran tanah dengan membubuhkan suatu tanda kartografi.“Apabila memungkinkan, menggambarkan batas-batas dan mencatat dalam daftar tanah. Dengan kata lain, tak diterbitkan sertifikat di atas hak ulayat yang kewenangan beraspek publik sekaligus privat,” katanya.Bagi hak ulayat yang kewenangan beraspek privat semata, katanya, tak perlu penetapan. Penuntasan administrasi pengakuan, katanya, dalam bentuk sertifikat tanah milik bersama.Sedangkan UU tentang masyarakat adat, katanya, perlu sebagai peletak dasar pengaturan beserta hak- hak yang bersifat komprehensif. Sampai saat ini, katanya, terkait hak ulayat hanya diatur sporadis dan sumir dalam berbagai UU. “Utamanya, UU sektoral yang tidak selalu sejalan satu sama lain,” katanya." "RUU Masyarakat Adat Masuk Prolegnas 2020, Berikut Masukan Para Pihak","Maria bilang, kelambanan dalam penerbitan UU masyarakat hukum adat menandakan, negara belum sepenuhnya hadir untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak mereka.“Komitmen pemerintah memenuhi hak konstitusional masyarakat adat ditunggu melalui penuntasan RUU ini.”Sandra Moniaga, Komisioner Komnas HAM mengatakan, merujuk berbagai peraturan perundangan dan konstitusi, sebenarnya masyarakat adat itu sudah diakui.Dia bilang, ada banyak UU mengatur keberadaan dan pengakuan hak-hak masyarakat adat, mulai UU Pokok Agraria, UU Kehutanan, UU Minerba hingga UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.“Jadi persoalan karena definisi masyarakat adat di berbagai peraturan perundang-undangan itu beda-beda. Hak yang diatur juga beda-beda. Ketika menurun pada pasal soal pengakuan, itu juga berbeda-beda,” katanya seraya menekankan, UU Masyarakat Adat sangat penting.Selama ini, katanya, banyak sekali kampung adat belum diakui karena persoalan ketidakkonsistenan aturan perundang-undangan. Keterangan foto utama: Warga Iban mendayung sampan di Sungai Utik di hutan adat Sungai Utik di Kalimantan Barat. Foto: Rhett A. Butler   [SEP]" "Desa Rantau Kermas: “Lampunyo Nyalo, Rimbonyo Terjago”","[CLS]  Ada yang berubah di Desa Rantau Kermas. Sekarang warga bisa menikmati listrik energi air yang dulu dipasok tenaga dari mesin diesel. Di masa lalu mereka hanya bisa menggunakan listrik untuk penerangan di malam hari. Jika ada alat elektronik, itu pun hanya bisa untuk sebuah televisi saja.Desa ini menggantungkan harapan pada pembangkit listrik bertenaga mikro hidro (PLTMH). Hutan menjadi urat nadi bagi sumber air. Hutan yang utuh menjamin debit air yang stabil dan cukup untuk turbin penggerak listrik.“Iyo, sejak 2017 lah tambah besar daya PLTMH kami,” sebut mak Nova.  “Kini listrik lah idup 24 jam, kecuali [kadang] hari Minggu. Setengah hari dak idup karena nak bersih-bersih di gardunyo.” Dia adalah salah satu warga asli Rantai Kermas.Baca juga: Mengasuh Pohon, Menjaga Pasokan Listrik Mikro HidroDesa Rantau Kermas berada di Kecamatan Jangkat, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi. Dari ibukota kabupaten butuh waktu empat jam perjalanan darat untuk mencapai lokasi ini.Program mandiri energi ala PLTMH memang merupakan satu cerita sukses warga Rantau Kermas. Mereka mampu memanfaatkan potensi alam, khususnya hutan tanpa harus merusaknya. Hutan ini membentang sisi selatan dan utara desa, sejajar dengan Sungai Batang Langkup.Berdasarkan hasil identifikasi dan survey yang dilakukan warga, ada lebih 1.000 pohon diameter 60 cm di dalam kawasan hutan ini.  Hutan Adat Rantau Kermas seluas 130 hektar sudah mendapat pengukuhan dari Kementerian LHK lewat Surat Keputusan Nomor 6745/MENLHK-PSKL/KUM-1/12/2016. Setelah sebelumya mendapat pengukuhan legalitas dari Bupati Merangin tahun 2015.Hutan inilah yang menjaga daerah aliran sungai dapat berfungsi dengan baik. Hasan Apd, Kepala Desa Rantau Kermas, mengatakan penduduk lokal beruntung memiliki hutan adat yang masih utuh.“Secara turun temurun, nenek moyang kami melarang penebangan hutan  yang menjadi hulu sungai dan sumber mata air,” katanya." "Desa Rantau Kermas: “Lampunyo Nyalo, Rimbonyo Terjago”","Sejak tahun 1999, denda adat telah diberlakukan kepada seluruh warga Desa Rantau Kermas. Warga yang menebang satu pohon di hutan adat, diwajibkan menanam lima pohon, ditambah satu ekor ayam dan beras satu gantang.Bahkan sekarang denda adat ini direvisi, -menjadi lebih berat. Dendanya, beras 20 gantang, satu ekor kambing dan uang lima juta rupiah.  “Semua dituangkan dalam peraturan desa terkait dengan larangan penebangan hutan,” katanya.Desa Rantau Kermas merupakan salah satu desa yang tergabung dalam marga Serampas, yang terdiri dari lima desa, yaitu Renah Kemumu, Tanjung Kasri, Lubuk Mentilin, Renah Alai dan Rantau Kermas. Masyarakat di sini biasa menyebut dirinya Orang Serampas.Setelah PLTMH berfungsi, hasilnya amat bermanfaat bagi masyarakat. Khususnya secara ekonomi.Kepala Pengelola PLTMH Rantau Kermas, Mustera Wendy, menyebut biaya langganan Rp50 ribu per bulan. Secara 24 jam,  PLTMH bisa mengaliri listrik secara kontinyu kepada 127 rumah di Rantau Kemas.“Sesuai Peraturan Desa, besarnya tarif listrik sudah disepakati berdasarkan [penggunaan] pemakaian pemutus sirkuit listrik, Miniature Circuit Breaker (MCB). Harga patokan, C1 Rp50 ribu, C2 Rp60 ribu, C4 Rp80 ribu, C8 Rp120 ribu, dan C10 keatas Rp 150ribu,” tambahnya.Hasil pungutan pajak listrik dikelola oleh pengurus PLTMH yang ditunjuk saat rapat desa. Pungutan digunakan untuk honor pengurus bulanan, yaitu bendahara, operator, mekanik dan kolektor. Biaya operasional dan perawatan mesin PLTMH.Setiap akhir tahun, pengelola PLTMH menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan PLTMH. Laporan pertanggungjawaban biasanya dilakukan pada saat rapat desa yang dihadiri sebagian besar masyarakat desa setempat.Pembayaran tagihan listrik dilakukan setiap hari Jumat setiap awal bulan. “Kalau ada yang belum bayar kami kasih surat kepada yang bersangkutan. Lalu menagihnya di setiap pertemuan desa dan keagamaan,” kata Mustera.  Aturan Adat" "Desa Rantau Kermas: “Lampunyo Nyalo, Rimbonyo Terjago”","Perda Kabupaten Merangin Nomor 8/2016 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Serampas, menyebut luas wilayah Serampas 61 ribu hektar. Wilayahnya yang berada di enclave Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) luasnya 1.368 hektar.Menurut Hasan, penelusuran sejarah Orang Serampas dapat ditarik hingga abad ke-11. Marga Serampas dipimpin oleh ketua adat yang disebut Depati (kepala dusun/kampung). Ada tiga Depati wilayah, yaitu Depati Pulang Jawam, Depati Singo Negaro, dan Depati Karti Mudo Menggalo. Ketiga Depati  berada di bawah pucuk pimpinan Depati Sri Bumi Putih yang berkedudukan di Desa Tanjung Kasri.Dalam adat, dikenal wilayah yang disebut dengan sebutan hutan hulu aik atau hutan kawasan hulu air. Wilayah ini tidak boleh dibuka, karena penyimpan sumber air kehidupan.Selain itu ada yang disebut dengan tanah ngarai dan padang bebatu yang tidak boleh diolah. Depati dan para ninik mamak memiliki otoritas wewenang dalam pengelolaan lahan ini.  Berhubungan dengan aturan penguasaan dan pemanfaatan lahan, dikenal istilah tanah ajum dan dan tanah arah.Tanah ajum adalah kawasan yang dapat digunakan sebagai penunjang perekonomian masyarakat, peruntukannya untuk budidaya tanaman muda dan tanaman semusim. Tanah arah adalah kawasan yang pemanfaatannya digunakan untuk pemukiman.“Masyarakat Serampas yang ingin mendapat tanah ajun dan tanah arah harus lapor pada Depati. Begitu juga jika ada orang luar yang hendak membuka lahan di sini,” jelas Hasan.Penerima tanah arah berkewajiban mematuhi aturan adat. Mereka harus mengumpulkan bahan bangunan rumah maksimal dua tahun (timpoh ramu). Begitupun dalam pembangunan rumah ada tenggat waktunya (timpoh tegak). .Jika selama kurun waktu tidak ada pembangunan, tanah bisa dikembalikan ke desa.“Tanah merupakan warisan dari nenek moyang. Tidak boleh digunakan secara rakus, kita punya aturan adat dan lembaga adat yang mengatur ini semua.”" "Desa Rantau Kermas: “Lampunyo Nyalo, Rimbonyo Terjago”","Bagi Hasan, ke depan tantangan bakal terus ada, khususnya dengan bertambahnya jumlah penduduk dan terbatasnya ketersediaan lahan. Baginya, modernitas harusnya bisa berdampingan dengan adat budaya yang telah berjalan beratus tahun lamanya ini.Hal lain terkait dengan perambahan hutan di Hutan Adat Serampas. Umumnya dilakukan oleh orang luar. Ancaman ini menjadi momok tersendiri.Di tahun 2016 lalu misalnya, di Desa Renah Alai pernah terjadi bentrok antara warga dengan perambah. Insiden ini berujung pada penahanan beberapa orang. Belajar dari hal ini, Hasan berhati-hati untuk memberikan izin pada orang luar yang ingin tinggal dan menetap di desa mereka.“Hutan adat penting bagi kami. Kami terjaga dari bencana karena keberadaan hutan adat ini. Tanpa lahan, tanpa hutan, kita tidak bisa menjaga kelangsungan hidup anak cucu kita nanti,” tutupnya. Video: Pohon Asuh Penyangga Kehidupan   [SEP]" "Catatan Akhir Tahun: Lahan Konsesi di Sekitar Ibu Kota Baru Indonesia [Bagian 1]","[CLS]   Presiden Joko Widodo menyambangi lokasi Ibu Kota Negara [IKN] di Sepaku, Penajam Paser Utara [PPU] dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Selasa [17 Desember 2019]. Pada kesempatan itu, Jokowi menunjukkan titik lokasi inti yang akan menjadi Pusat Pemerintahan Negara Indonesia. Jokowi menegaskan, pertengahan 2020, pembangunan mega proyek IKN akan mulai dilaksanakan.“Sudah diputuskan, luasan yang akan dipakai dan dicadangkan untuk kawasan ibu kota sebesar 256 ribu hektar. Kawasan intinya 56 ribu hektar dan kawasan pemerintahnya 5.600 hektar. Istana ada di mana belum tahu, nanti arsitek yang menentukan setelah desain gagasan diputuskan. Kita perkirakan pertengahan 2020 pembangunan infrastruktur sudah dimulai,” terang Jokowi.Presiden juga menuturkan, kondisi geografis ibu kota baru berupa bukit-bukit dan menghadap ke teluk, akan memiliki akses jalan tol ke kota-kota di sekitarnya. Kawasan ini juga akan sangat hijau.“Saya sudah perintahkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk membuat kebun bibit pada lahan kurang lebih 100 hektar. Dengan begitu, kawasan tersebut akan sangat hijau, penuh oksigen, tak ada polusi, dan tak ada limbah. Di dalamnya banyak orang berjalan kaki, naik sepeda, atau naik transportasi umum yang bebas emisi,” terangnya.Terkait desain Ibu Kota Negara, Presiden mengatakan, gagasan “Nagara Rimba Nusa” telah terpilih. “Gagasannya tidak hanya baik, tapi juga punya pembeda dengan negara-negara lain. Juga mempertimbangkan lingkungan sekitar, seperti habitat bekantan, satwa dilindungi, yang menghuni hutan sekitar Teluk Balikpapan.”Baca: Kajian Sebut Lahan Ibu Kota Negara Banyak di Konsesi, Untungkan Siapa?  " "Catatan Akhir Tahun: Lahan Konsesi di Sekitar Ibu Kota Baru Indonesia [Bagian 1]","Meski digadang bakal menjadi kawasan ibu kota hijau, namun pembangunan proyek ini mendatangkan sejumlah wacana tidak sedap. Tersiar kabar, ada tukar guling pembangunan IKN dengan elite politik. Tidak hanya itu saja, pembangunan ibu kota juga dinilai akan mendatangkan sejumlah bencana dan kerusakan lingkungan, serta mengancam keberlangsungan nasib masyarakat adat.Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil, yang terdiri Jatam, Jatam Kaltim, Walhi, Walhi Kaltim, Forest Watch Indonesia, Pokja 30, Pokja Pesisir dan Nelayan dan Trend Asia, mempublikasikan laporan hasil penelitian tentang bisnis elite politik yang meraup keuntungan dari mega proyek ibu kota baru itu.Puluhan nama disebut dalam laporan tersebut. Ada Sukanto Tanoto, Hashim Djojohadikusumo, Luhut Binsar Pandjaitan, Yusril Ihza Mahendra, Lim Hariyanto Wijaya Sarwono bersama istrinya Rita Indriawati. Ada pula nama Rheza Herwindo yang merupakan anak Setya Novanto, mantan Ketua DPR RI. Thomas Aquinas Muliatna Djiwandono, bendahara umum Partai Gerindra yang juga keponakan Prabowo Subianto, dan banyak lagi.Temuan penting lain, terdapat nama-nama para purnawirawan jenderal kepolisian maupun militer di berbagai perusahaan yang berada di kawasan IKN. Seperti Irjen Pol [Purn] Dody Sumantyawan Hadidojo Soedaryo, Mayjen [Purn] A Ibrahim Saleh dan lain-lain.Baca: Resmi, Ibu Kota Indonesia Pindah ke Kalimantan Timur  Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang, mengatakan proyek IKN adalah bukti penindasan, tidak ada kajian komprehensif dan referendum yang melibatkan masyarakat lokal. Namun, lebih pada pemanfaatan mencari keuntungan untuk elite politik dan pengusaha sebagai tukar guling dan kompensasi. “Tiga bulan kami melakukan riset, hasilnya IKN ini untuk siapa. Dugaan kami, IKN akan memberi keuntungan besar untuk pebisnis dan tokoh politik,” katanya." "Catatan Akhir Tahun: Lahan Konsesi di Sekitar Ibu Kota Baru Indonesia [Bagian 1]","Luas keseluruhan IKN mencapai 256 ribu hektar. Pada kajian laporan disebutkan luas IKN dapat dikategorikan melalui tiga ring: ring satu pusat pemerintahan, ring dua lokasi inti, dan ring tiga seluruh cakupan IKN dan cadangan.Terdapat 26 [dua puluh enam] desa dan kelurahan di Kecamatan Sepaku, 23 [dua puluh tiga] desa dan kelurahan di Kecamatan Samboja, 15 [lima belas] desa dan kelurahan di Kecamatan Loa Kulu, serta 8 [delapan] desa dan kelurahan di Kecamatan Muara JawaDari penelusuran Koalisi, kawasan yang akan diproyeksikan sebagai IKN tersebut, bukanlah ruang kosong. Terdapat 162 konsesi tambang, kehutanan, perkebunan sawit dan PLTU batubara di wilayah IKN, seluas 180.000 hektar, yang setara tiga kali luas DKI Jakarta. Itu juga belum termasuk 7 proyek properti di Kota Balikpapan.“Kebijakan ini sangat menguntungkan para oligarki ekstraktif tambang dan pemilik lahan skala luas. Selain tukar guling dan kompensasi politik, biaya pembangunan yang digelontorkan negara mencapai 446 triliun Rupiah. Sumber pembiayaan tidak hanya dari pihak swasta tapi juga penjualan aset negara,” ungkap Rupang.Baca: Korban Jiwa di Lubang Tambang, Masalah Besar Ibu Kota Baru Indonesia  ProyekSelain elite politik nasional, muncul beberapa nama politisi lokal yang diduga menjadi bagian proyek IKN. Ada nama Redy Asmara, pemegang saham di PT. Kutai Permata Nusantara yang juga Ketua Nasdem Balikpapan. Ada pula Direktur PT. Adas Abadi, Quraish Ismail, kader PKB Kutai Kartanegara dan Direktur PT. Payogan Kutai Sejahtera [PKS], Ahmad Muabarak." "Catatan Akhir Tahun: Lahan Konsesi di Sekitar Ibu Kota Baru Indonesia [Bagian 1]","Dikonfirmasi melalui telepon, Ahmad Mubarak yang pernah tercatat sebagai politisi PAN Kaltim membantah adanya kedekatan khusus dengan Presiden Jokowi. Menurutnya, PT. PKS murni bisnis batubara yang berada pada koordinat inti IKN. “Tidak ada istilah tukar guling atau kompensasi politik, ini murni bisnis. Saham perusahaan diperjualbelikan, kami tangan keempat yang membeli dan kebetulan berada di wilayah IKN,” katanya, Senin [23/12/2019].Dijelaskan Mubarak, PT. PKS hingga saat ini belum mendapat persetujuan pemanfaatan lahan bersama [PPLB] di titik koordinat yang akan ditambang. Sehingga, pihaknya belum mendapat keuntungan apapun. “Masih mengurus PPLB, jika terbit segera beroperasi,” sebutnya.Politisi yang kini bergabung bersama Pastai Nasdem Kukar dan menjabat sebagai Ketua Badan Pemenangan Pemilu itu mengungkapkan, sejak dulu nasib PT. PKS tidak pernah berada dalam kepemilikan tetap. Mubarak mengatakan, saham dibeli take over dari pemilik perusahaan lama, tanpa menyadari lokasinya di wilayah IKN. Namun, dia membenarkan jika lokasinya di Kabupaten PPU.“Kami mendapatkan perusahaan awal 2018, waktu itu belum ditetapkan pemindahan ibu kota,” jelasnya.Selain tiga nama di atas, ada pula Dayang Kartini, pemilik saham PT. Lembuswana Perkasa. Dayang Kartini merupakan ibunda mantan Bupati Kukar, Rita Widyasari yang harus berurusan dengan KPK lantaran terbukti bersalah menerima suap dan gratifikasi.  Kaltim punya masalah besarAkademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik [Fisipol] Universitas Mulawarman, Sri Murlianti, mengatakan pembangunan IKN merupakan mega proyek yang dibagi-bagi. Logika bisnis sangat terlihat jelas dalam penentuan Kalimantan Timur [Kaltim] sebagai IKN. “Presiden sendiri sudah menyatakan bagi-bagi proyek tak terelakkan. Istilahnya bisa apa saja, tetapi aroma bisnis sangat kental ketimbang logika sebagai simbol nation,” katanya." "Catatan Akhir Tahun: Lahan Konsesi di Sekitar Ibu Kota Baru Indonesia [Bagian 1]","Pada laporan Koalisi, lanjut dia, penyajian data sangat jelas dan akurat. Data investigasi itu menunjukkan jelas ada bagian dari politik akomodasi pasca-pemilu. “Tidak ada yang sepenuhnya baru dari proyek IKN ini, laporan itu menunjukkan dengan jelas pihak yang diuntungkan adalah lingkar elit di sekitar Jokowi. Ditambah eks-rival yang sebenarnya juga menjalin hubungan dengan oligarki Jakarta yang sama,” ungkapnya.Bahkan, kata dia, Prabowo dan Hasyim menjadi kubu terkuat lantaran perusahaan mereka berada di wilayah inti IKN. Sri juga menyinggung perusahaan tambang milik ibunda mantan Bupati Kukar di wilayah IKN. Menurutnya, masuknya nama Dayang Kartini merupakan bagian dari lingkar elite lama. “Kaltim belum terbebas dari lingkar elite raja-raja daerah. Tapi berapa persentasenya, tidak bisa dibanding dengan oligarki raksasa dari Jakarta,” jelasnya.Menurut pandangan Sri, IKN merupakan kebijakan yang sangat tergesa. Tidak mempertimbangkan rinci pokok-pokok undang-undang kebijakan publik. Mulai dari partisipasi masyarakat lokal [Kaltim] ataupun nasional, juga daya dukung lingkungan yang krisis sebelum ditetapkan sebagai ibu kota.  Dari sisi UU No 12 Tahun 2011, jelas disebutkan bahwa kebijakan publik wajib menyertakan partisipasi masyarakat di setiap tahapan. Ada 4 tahapan yang harus dilewati, mulai dari prolegnas, naskan akademik, RUU, hingga ditetapkan menjadi UU [dalam hal ini UU Ibu Kota Negara].“Saat ini, penentuan ibu kota baru melalui Penetapan Presiden dengan hanya meminta izin lisan ke DPR. Dari sini belum sah dipandang sebagai kebijakan publik. Apalagi IKN akan menjadi simbol bangsa, milik segenap masyarakat Indonesia,” katanya." "Catatan Akhir Tahun: Lahan Konsesi di Sekitar Ibu Kota Baru Indonesia [Bagian 1]","Sri menegaskan, seharusnya ada mekanisme penggalangan partisipasi masyarakat. Tujuannya, untuk mengetahui apakan IKN disetujui sebagian besar masyarakat Indonesia atau tidak. Di atas itu semua, masyarakat lokal yang akan menjadi penyangga utama, menanggung dampak terbesar.Penyangga utama wajib dimintai pendapat, mereka memiliki hak untuk mendapatkan informasi transparan akan nasib mereka kedepan. Termasuk, apapun dampak yang akan mereka tanggung.“Masyarakat di wilayah IKN, belum apa-apa sudah kebingungan akan nasibnya, tanpa mereka mendapatkan kejelasan informasi apa-apa yang akan mereka hadapi ketika tempat tinggalnya menjadi Ibu Kota Negara Indonesia,” tegasnya.   [SEP]" "Sekolah di Bengkulu Mulai Pakai Energi Surya","[CLS]   Memperingati hari jadi ke-32 tahun, Sekolah Menengah Atas [SMA] Muhammadiyah 4 Bengkulu meresmikan 2 panel pembangkit listrik tenaga surya di halaman sekolahnya.Kepala Sekolah SMA Muhammadiyah 4 Bengkulu, Sutanpri mengatakan, pemasangan tenaga surya merupakan wujud kepedulian sekolah terhadap lingkungan.“Sekolah kami mempunyai visi dan misi menyelamatkan lingkungan, caranya dengan menggunakan energi terbarukan,” katanya, Rabu [20/11/2019].Program ini dibangun dengan cara mengajak publik berdonasi yang hasilnya digunakan untuk membeli peralatan listik. “Terutama dari para guru, alumni, dan pihak lain,” terangnya.Sutanpri menjelaskan, panel surya dipasang di atap sekolah yang menghasilkan tenaga listrik sebanyak 13 ribu watt. Bila rencana itu terlaksana, diperkirakan mampu menutupi 50 persen kebutuhan total listrik sekolah.Baca: 100% RE Bisa Dorong Daerah Kembangkan Energi Terbarukan  Saat pelucuran tersebut, pihak SMA Muhammadiyah 4 Bengkulu menyiapkan lorong energi, yang di dalamnya memuat informasi penggunaan energi bersih dan juga dampak penggunaan energi kotor yang berasal dari pembakaran fosil. Terutama, bersumber batubara.Dalam lorong energi juga disiapkan satu layar Liquid Crytal Display [LCD] yang dihidupkan dari listrik hasil energi surya yang diresmikan. “Tentu kami akan terus meningkatkan penggunakan energi bersih dan akan mensosialisasikan ke masyarakat,” jelas dia.Sutanpri berharap, sekolah ini mampu mengubah pendapat publik bahwa energi bersih itu mahal dan susah dijangkau, “Kami bisa melakukannya,” tuturnya.Kelemahan menggunaan energi berbahan bakar fosil, menurutnya, akan menambah konsentrasi gas rumah kaca yang bisa menyebabkan peningkatan suhu bumi dan pemanasan global. “Semoga sekolah lain bisa memulai seperti kami,” ujarnya.Baca juga: Pada 2022, Bali Menargetkan Energi Bersih  Potensi energi terbarukan" "Sekolah di Bengkulu Mulai Pakai Energi Surya","Ketua Yayasan Kanopi Bengkulu, Ali Akbar menjelaskan, program ini merupakan bentuk gerakan penyelamatan lingkungan. “Kita ingin sekolah ini mengawalinya,” terangnya.Ali memaparkan, pemanfaatan tenaga surya dilakukan dengan mengubah sinar matahari langsung menjadi panas atau energi listrik.Bahan dasar panel surya berupa silikon berwarna hitam, dengan bahan semi konduktor yang bertugas menangkap sinar matahari lalu mengubahnya menjadi panas atau energi listrik.Bahan silikon itu dibuat dengan bentuk lempengan, dipasang pada tiang yang diarahkan ke sinar matahari langsung. Lempengan silikon tersebut akan mengkonsentrasikan cahaya matahari ke satu garis atau titik. Panas yang dihasilkan itu digunakan untuk menghasilkan uap panas, yang bisa menjalankan turbin, kemudian menghasilkan listrik.“Energi ini sangat ramah lingkungan,” Ali menjelaskan.  Dari data Kanopi, bersumber Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik [RUPTL] 2019-2028 yang diolah IESR 2018, menunjukkan bagaimana status energi bersih Indonesia yaitu potensi, kapasitas terpasang, dan rencana pembangunan pembangkit listrik energi terbarukan 2019, termasuk Bengkulu.Bengkulu memiliki potensi besar untuk energi terbarukan, mencapai 7.297 MW, dengan kapasitas terpasang baru 259 MW. Rinciannya, Pembangkit Listrik Tenaga Surya [PLTS] 3.475 MW tersebar di seluruh kabupaten, dengan RUPTL 2019-2028 hanya 52 MW.Pembangkit Listrik Panas Bumi [geothermal] berpotensi 780 MW, masuk rencana RUPTL sebesar 650 MW. Pembangkit Listrik Tenaga Bayu [PLTB] berpotensi sebesar 1.513 MW yang tersebar di wilayah pesisir pantai, namun belum masuk RUPTL.Pembangkit Listrik Tenaga Air [PLTA] dengan potensi 776 MW, dengan kapasitas terpasang 254 MW dan masuk rencana 942 MW. Pembangkit listrik tenaga biomassa [PLTBio] dengan potensi 645 MW, kapasitas terpasang 3 MW dan masuk rencana 143 MW." "Sekolah di Bengkulu Mulai Pakai Energi Surya","Pembangkit Tenaga Listrik Tenaga Minihidro [PLTM] dan Pembangkit Listrik Mikro Hidro [PLTMH] dengan potensi 108 MW, kapasitas terpasang 2 MW, dan masuk rencana 206 MW. Sedangkan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah [PLTSa] berpotensi 0,4 MW.“Bengkulu cukup kaya energi bersih,” kata Ali.  Peluang besarGubernur Bengkulu melalui Staf Ahli Bidang Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan, Sumarno mengatakan Pemerintah Bengkulu akan terus mendorong pemanfaatan energi bersih. Dia juga menjelaskan sekolah ini akan menjadi ikon gerakan sekolah bersih.Hal itu sebagai upaya mendukung rencana umum energi Provinsi Bengkulu, target tahun 2025 sebesar 1.993 MW. “Namun baru terpasang 259 MW. Kita akan memaksimalkan potensi energi bersih,” jelasnya.Banyaknnya potensi energi bersih dikarenakan Indonesia sebagai negara beriklim tropis, sinar matahari dirasakan sepanjang tahun. Ditambah air, bayu, biomassa, laut, dan panas bumi melimpah yang belum digunakan maksimal.Data Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, pemanfaatan energi surya di Indonesia baru mencapai 0,05 dari potensi yang ada, dengan kapasitas terpasang baru mencapai 100 MW. Harusnya, mencapai peningkatan 900 MW sesuai target RUEN.Dengan capaian tersebut, target pemerintah membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya [PLTS] sebesar 6,5 GM pada 2025. “Penggunaan energi surya sebagai green energy menggunakan clean technology harus menjadi pilihan dan prioritas kita semua untuk mendukung sustainability,” kata Direktur Panas Bumi, Ida Nuryatin Finahari awal September 2019.Ida menegaskan, PLTS merupakan bagian solusi energi alternatif, sekaligus demi menciptakan kualitas udara lebih baik. “Pemerintah mendorong peran positif semua pihak dalam mencapai Target Rencana Umum Energi Nasional [RUEN] untuk PLTS sebesar 1 GW,” jelasnya.   [SEP]" "Para Pakar Agraria sampai Organisasi Masyarakat Sipil Kritik RUU Pertanahan","[CLS]     Para pakar agraria, akademisi, gerakan tani, gerakan masyarakat adat dan berbagai organisasi masyarakat sipil sampai organisasi agama, mengkritisi Rancangan Undang-undang Pertanahan, yang sedang dibahas DPR dan pemerintah dan rencana pengesahan pada September tahun ini. Berbagai kalangan ini memberikan poin-poin catatan kritis sekaligus penolakan terhadap RUU Pertanahan ini.Indonesia, tengah mengalami lima pokok krisis agraria, yakni, pertama, ketimpangan struktur agraria tajam, kedua, konflik agraria struktural. Ketiga, kerusakan ekologis meluas, keempat, laju cepat alih fungsi tanah pertanian ke non pertanian, kelima, kemiskinan akibat struktur agraria yang menindas. Sayangnya, RUU Pertanahan malah absen membahas berbagai persoalan pokok agraria ini.Mereka nyatakan, RUU Pertahanan seharusnya menjawab lima krisis pokok agraria itu yang semua dipicu masalah-masalah pertanahan.Baca juga: RUU Pertanahan, Sudahkan Menjawab Persoalan AgrariaBerbagai kalangan ini menilai, RUU Pertanahan tak memenuhi syarat ideologis, sosiologis dan bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945 dan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) 1960 serta  RUU ini nyata-nyata berwatak kapitalisme.“Dengan pertimbangan itu, kami menolak RUU Pertanahan yang tengah digodok DPR dan pemerintah, serta mendesak Ketua DPR dan presiden membatalkan rencana pengesahan RUU Pertanahan,” bunyi  pernyataan sikap bersama mereka pada Selasa (13/8/19).Tokoh-tokoh dan pakar agraria ini antara lain, Gunawan Wiradi (IPB), Endriatmo Soetarto (IPB), Achmad Sodiki (Universitas Brawijaya), dan Maria Rita Roewiastoeti (Konsorsium Pembaruan Agraria).Baca juga: RUU Pertanahan, Bagaiman Perkembangannya?Ada juga Hariadi Kartodihardjo (IPB), Bonnie Setiawan (KPA), Ida Nurlinda (Universitas Padjajaran), Muhammad Maksum Mahfoedz (PB NU), Busyro Muqoddas (PP Muhammadiyah), Noer Fauzi Rachman (Badan Prakarsa Pemberdayaan Desa & Kawasan)." "Para Pakar Agraria sampai Organisasi Masyarakat Sipil Kritik RUU Pertanahan","Kemudian, Rikardo Simarmata dan Laksmi Adriani Savitri dari Universitas Gadjah Mada, Nurhidayati, (Walhi), Mujahid Hizbullah (Sekjend Serikat Tani Indramayu), Dahniar Ramanjani, (HuMa), David Sitorus (Indonesian Human Rights Committee for Social Justice) serta banyak lagi.Baca juga: RUU Pertanahan Target Selesai 2019, Berbagai Kalangan Minta TundaPara pakar dan tokoh dari berbagai lembaga ini menyoroti beberapa poin yang mengindikasikan RUU bermasalah.Pertama, mereka nilai, RUU Pertanahan bertentangan dengan UU Pokok Agraria 1960. “Meskipun dalam konsideran dinyatakan RUUP hendak melengkapi dan menyempurnakan hal-hal yang belum diatur UUPA, tetapi substansinya makin menjauh, bahkan bertentangan dengan UUPA 1960,” bunyi pernyataan yang rilis Selasa (13/8/19 di Jakarta.Kedua, dalam draf RUU Pertanahan ada poin hak pengelolaan (HPL) dan penyimpangan hak menguasai dari negara (HMN). HPL, selama ini menimbulkan kekacauan penguasaan tanah dan menghidupkan kembali konsep domein verklaring, yang tegas dihapus UUPA 1960.”  Ketiga, soal hak guna usaha (HGU). Dalam RUU Pertanahan, HGU tetap prioritas bagi pemodal besar, pembatasan maksimum konsesi perkebunan tak mempertimbangkan luas wilayah, kepadatan penduduk dan daya dukung lingkungan.Masalah lain, kata pernyataan sikap itu, RUU Pertanahan mengatur impunitas penguasaan tanah skala besar (perkebunan) apabila melanggar ketentuan luas alas hak.“RUU Pertanahan juga tak mengatur keharusan keterbukaan informasi HGU, sebagaimana amanat UU tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Putusan Mahkamah Agung.”Keempat, kontradiksi dengan agenda dan spirit reforma agraria. Mereka menilai, ada kontradiksi antara semangat reforma di dalam konsideran dan ketentuan umum dan batang tubuh RUU Pertanahan, seperti reforma agraria dalam RUU Pertanahan dikerdilkan jadi sekadar program penataan aset dan akses." "Para Pakar Agraria sampai Organisasi Masyarakat Sipil Kritik RUU Pertanahan","RUU, juga tak memuat prinsip, tujuan, mekanisme, lembaga pelaksana, pendanaan untuk menjamin reforma agraria sejati, di mana operasi negara menata ulang struktur agraria Indonesia yang timpang secara sistematis, terstruktur dan memiliki kerangka waktu jelas.Lalu, tak ada prioritas obyek dan subyek reforma agraria untuk memastikan sejalan dengan tujuan-tujuan reforma agraria di Indonesia. Belum lagi, spirit reforma agraria dalam RUU itu sangat parsial– sebatas bab reforma agraria. Ia tak tercermin di bab-bab lain terkait rumusan-rumusan baru mengenai hak atas tanah–hak pengelolaan, hak milik, HGU, HGB, hak pakai– dan pendaftaran tanah, pengadaan tanah, bank tanah, maupun pengadilan pertanahan.Kelima, kekosongan penyelesaian konflik agraria. RUU ini, tak mengatur penyelesaian konflik agraria struktural di semua sektor. RUU ini menyamakan konflik agraria dengan sengketa pertanahan biasa, yang rencana penyelesaian melalui mekanisme win-win solution atau mediasi, dan pengadilan pertanahan.Padahal, menurut mereka, karakter dan sifat konflik agraria struktural bersifat extraordinary crime. Ia berdampak luas secara sosial, ekonomi, budaya, ekologis dan memakan korban nyawa. “Perlu sesegera mungkin, terobosan penyelesaian konflik agraria dalam kerangka reforma agraria. Bukan melalui pengadilan pertanahan.”Keenam, masalah sektoralisme pertanahan dan pendaftaran tanah. Pendaftaran tanah dalam RUU ini bukan terjemahan dari pendaftaran tanah seperti UUPA 1960 yang berisi tentang kewajiban pemerintah mendaftarkan seluruh tanah di wilayah Indonesia, mulai desa ke desa. Tujuannya, Indonesia memiliki data agraria akurat dan lengkap guna penetapan arah strategi pembangunan nasional dan pemenuhan hak-hak agraria masyarakat." "Para Pakar Agraria sampai Organisasi Masyarakat Sipil Kritik RUU Pertanahan","Dalam RUU Pertanahan ini, semata-mata percepatan sertifikasi tanah dan diskriminatif terhadap wilayah konflik agraria, wilayah adat, dan desa-desa yang tumpang tindih dengan konsesi kebun dan hutan.Masalah lain, sebut pernyatan ini, cita-cita administrasi pertanahan yang tunggal–satu pintu, single land administration— sulit dicapai, bila RUU tak berlaku di seluruh wilayah Indonesia.Ketujuh, pengingkaran hak ulayat masyarakat adat. Dalam RUU Pertanahan ini, tak memiliki langkah konkrit dalam administrasi dan perlindungan hak ulayat masyarakat adat atau serupa dengan itu.Kedelapan, bahaya pengadaan tanah dan bank tanah. RUU Pertanahan ingin membentuk bank tanah, tampaknya, hanya menjawab keluhan investor soal hambatan pengadaan dan pembebasan tanah untuk pembangunan infrastruktur.Andai terbentuk, bank tanah berisiko memperparah ketimpangan, konflik, melancarkan proses-proses perampasan tanah atas nama pengadaan tanah dan meneruskan praktik spekulan tanah.“Ironisnya, sumber tanah bank tanah justru dari tanah negara hingga berpotensi menghalangi agenda reforma agraria.”   Jauh dari keadilan agraria dan ekologisSebelumnya, Dewi Kartika, Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) di Jakarta, baru-baru ini mengatakan, merujuk draf RUU Pertanahan per 22 Juni 2019, substansi makin jauh dari prinsip-prinsip keadilan agraria dan ekologis bagi keberlangsungan hajat hidup rakyat Indonesia.“Dari sepanjang proses perumusan dan pembahasan, kami melihat draf terakhir ini secara kualitas bukan makin membaik, justru mengkhawatirkan,” katanya.Awalnya, KPA mengapresiasi RUU Pertanahan. Dari sisi konsideran, posisi RUU Pertanahan tetap mengacu pada UUPA1960. Sayangnya, kata Dewi, antara konsideran dengan batang tubuh RUU ini banyak inkonsistensi dan kontradiktif.“Dari sisi konsideran semangatnya cukup progersif, kalau dibaca pasal-per pasal justru banyak yang bertentangan dengan prinsip-prinsip UUPA.”" "Para Pakar Agraria sampai Organisasi Masyarakat Sipil Kritik RUU Pertanahan","Dalam RUU ini, katanya, belum menjamin perlindungan hak-hak atas tanah dari petani, masyarakat adat, nelayan, masyarakat miskin di pedesaan dan perkotaan atas keberlanjutan wilayah hidup mereka.Begitu juga soal reforma agraria dan redistribusi tanah kepada rakyat. RUU Pertanahan, kata Dewi, belum jelas dan konsisten hendak menata kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pengelolaan tanah serta sumber-sumber agraria lain yang timpang jadi berkeadilan.“Reforma agraria itu selalu jadi bungkusan besar dalam RUU Pertanahan. Kalau kita melihat betul-betul, itu baru cangkang saja. RUU Pertanahan, bahkan tidak eksplisit menyatakan apa tujuan reforma agraria,” katanya, meskipun dalam konsideran menyatakan, menyadari ada ketimpangan struktur agraria, konflik agraria bersifat struktural, kerusakan ekologis dan lain-lain.Dalam batang tubuh, katanya, terutama pasal mengenai reforma agraria, sama sekali tak tercermin dan sangat teknis. “Tidak ada upaya reforma agraria itu dikembalikan ke tujuan semula untuk mengatasi ketimpangan dan menjaga keberlangsungan wilayah masyarakat.”Berdasarkan sensus 2013, petani gurem di Indonesia ada 11,5 juta keluarga. Dari tahun ke tahun, katanya, makin banyak petani gurem bahkan yang tak memiliki tanah atau hanya jadi buruh tani. Sisi lain, segelintir kelompok pengusaha perkebunan sawit menguasai tanah melalui HGU dan izin lokasi sekitar 14 juta hektar.Selain itu, RUU Pertanahan juga tak disusun untuk mengatasi dan menyelesaikan konflik agraria struktural di sektor pertanahan. Dalam 11 tahun terakhir, katanya terjadi 2.836 konflik agraria dengan luasan 7.572.431 hektar. Ada puluhan ribu desa, kampung, pertanian dan kebun rakyat masih belum keluar dari konsesi-konsesi perusahaan.“Tidak ada satu pasal pun dalam RUU Pertanahan ini hendak menyelesaikan konflik-konflik agraria. Pembentukan pengadilan pertanahan untuk sengketa pertanahan bukanlah jawaban,” katanya." "Para Pakar Agraria sampai Organisasi Masyarakat Sipil Kritik RUU Pertanahan","Rukka Sombolinggi, Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mengatakan, draf RUU Pertanahan banyak masalah. Dia melihat dari judul saja, tak layak untuk dilanjutkan.“RUU ini tidak memiliki sensitivitas terhadap penyelesaian masalah agraria pada wilayah adat.”RUU Pertanahan, katanya, mengatur pengukuhan hak ulayat dimulai dari usulan pemerintah daerah dan ditetapkan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemerintahan dalam negeri.“Skema seperti ini, sama sekali tak menjawab persoalan. Pengakuan hak ulayat sulit karena sangat politis melalui tindakan-tindakan penetapan pemerintah.”Padahal, katanya, UUPA memandatkan ada pengakuan terhadap hal ulayat. Sampai sekarang, dari 10 juta hektar lebih wilayah adat yang diserahkan kepada pemerintah belum terakomodir dengan baik. Bahkan, dalam kebijakan satu peta, tidak ada kementerian yang bersedia jadi wali data.Muhammad Rifai, Ketua Departemen Penataan Produksi dan Usaha Tani Aliansi Petani Indonesia (API) mengatakan, draf RUU Pertanahan bertentangan dengan misi Presiden Joko Widodo, yang ingin membangun kedaulatan pangan dan petani.Kedaulatan pangan, katanya, bisa tercapai kalau pemerintah menjamin ketersediaan lahan untuk petani. Kondisi ini, katanya, betolak belakang dengan isi RUU Pertanahan, malah bisa membuat petani sulit memperoleh tanah.“Isi RUU ini tidak menjawab permasalahan mengenai berapa banyak cadangan tanah untuk pertanian. Apalagi dengan ada wacana pembentukan bank tanah. Saya khawatir, ini justtru mempersulit distribusi tanah bagi pertanian.”Bank tanah, kata Rifai, ibarat pisau bermata dua. “Kalau dijalankan oleh orang baik, akan baik. Begitu pun sebaliknya.” Dia khawatir, bank tanah justru membuat petani sulit mendapatkan hak atas tanah. " "Para Pakar Agraria sampai Organisasi Masyarakat Sipil Kritik RUU Pertanahan","Keterangan foto utama:  Pada Kamis 13 Juli 2017, Ibrahim, 72 tahun, warga Mantadulu, transmigran dari Lombok Tengah mempelihatkan sertifikat tanah yang diklaim PTPN XIV. Konflik lahan antara warga dan perusahaan, termasuk perusahaan negara, banyak terjadi. Foto: Eko Rusdianto/ Mongabay Indonesia [SEP]" "Pertanian Berkelanjutan: Untuk Keamanan Pangan atau Untuk Ketahanan Petani?","[CLS] Pertanian berkelanjutan merupakan konsep yang digunakan oleh lembaga pangan dunia-FAO (Food and Agriculture Organization), untuk menghubungkan antara masalah ketahanan pangan dengan wacana perubahan iklim. Pertanian berkelanjutan dipandang FAO sebagai upaya mitigasi penting yang dapat menurunkan emisi karbon.Berdasarkan penelitian FAO, maka sektor pertanian sebagai salah satu sektor yang menyumbangkan emisi karena dapat meningkatkan temperatur udara antara 1 hingga 2 derajat celcius. Pengurangan emisi pun telah menjadi kesepakatan global, seperti disepakati dalam Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim yang termaktub dalam Paris Agreement.Untuk mengakomodir hal tersebut, perubahan sistem pertanian dan sistem pangan perlu memuat perubahan yang bersifat ekonomis dan teknis. Faktor perubahan teknis salah satunya, adalah mencakup ketersediaan benih yang tahan terhadap kekeringan maupun tahan banjir. Selain itu, pertanian modern menggunakan mesin dapat menjadi salah satu bentuk meningkatkan produktivitas pertanian.Namun, secara teknis terdapat permasalahan yaitu: “Adakah varietas tanaman pangan yang resisten terhadap hama?” Faktanya, keberadaan hama mendorong penggunaan pestisida besar-besaran; bahkan zat aktif yang terkandung dalam pestisida cukup berbahaya bagi lingkungan hidup.Wacana praktek pertanian berkelanjutan memang ideal, namun faktanya belum mampu memecahkan permasalahan terkait penyediaan varietas tahan hama dan mekanisme mengatasi hama dengan menggunakan pestisida.Prinsip pengelolaan hama terpadu (Integrated Pest Management) pada kenyataannya semakin jauh dari ideal. Hal tersebut karena revolusi hijau telah mengubah prinsip petani untuk tidak lagi ‘peduli’ ekosistem karena lebih terfokus pada pengejaran produksi." "Pertanian Berkelanjutan: Untuk Keamanan Pangan atau Untuk Ketahanan Petani?","Selain itu, praktek pertanian berkelanjutan “seakan-akan” melupakan aktor yang seharusnya menjadi faktor pendukung utama, yaitu “petani yang berketahanan”. Argumen ini tentunya relevan jika diperhadapkan dengan konsep pertanian berkelanjutan untuk mengantisipasi perubahan iklim.  Kondisi Kerentanan Petani di IndonesiaSebelum menuju pembahasan petani yang memiliki ketahanan. Maka, kerentanan terhadap petani perlu saya urai. Umumnya petani di Indonesia digolongkan petani skala kecil yang memiliki luas lahan sekitar 0,25 hektar hingga 1 hektar.Selain kepemilikan lahan yang sempit, umumnya petani belum mendapatkan modal penyuluhan pertanian yang memadai terkait pertanian berkelanjutan. Dengan minimnya petani yang mengenyam pendidikan tinggi, mereka tidak memiliki kebiasaan untuk membaca atau membuat catatan pengamatan di petak lahannya.Selain itu, fenomena perubahan alam yang berpengaruh terhadap cuaca hingga keberadaan hama yang dihadapi petani merupakan hal yang harus dihadapi petani. Di tengah kerentanan itu, tak heran petani mudah terperangkap untuk menggunakan pestisida kimia pabrik.Penggunaan pestisida lalu menjadi solusi instan yang kerap ditawarkan oleh perusahaan pestisida yang menggandeng petugas penyuluhan.Perusahaan pestisida seringkali menyusup dalam bentuk penyuluhan berkedok promosi. Selain itu, perusahaan pestisida seringkali memberikan hadiah kepada petani berupa perjalanan wisata gratis apabila membeli produk pestisida yang telah ditentukan oleh perusahaan pestisida.Yang terkini, perusahaan pestisida menawarkan skema asuransi pertanian yang tidak lebih mengikat petani untuk membeli produk pestisida. Skema asuransi ditawarkan perusahaan pestisida yang jeli melihat bagaimana petani skala kecil kerapkali berhutang untuk memenuhi modal pertanian." "Pertanian Berkelanjutan: Untuk Keamanan Pangan atau Untuk Ketahanan Petani?","Satu hal yang pasti, penggunaan pestisida akan menambah biaya pengeluaran petani untuk mengelola per petak lahan yang diurusnya. Mengejar keuntungan ekonomis lahan (minimal “break even point”) dengan demikian akan menjadi target yang ingin dicapai petani.Dengan demikian sektor pertanian akan dipacu untuk mengejar produktivitas. Akibatnya selain kondisi finansial pembiayaan yang rentan, kelestarian ekosistem lahan tidak lagi menjadi prioritas bagi petani.Petani skala kecil akan lebih mempertimbangkan rasionalitas agar fokus panen melimpah. Untuk mencapai panen yang melimpah, petani ‘rela’ berhutang untuk membeli pestisida dan pupuk yang berharga mahal.Prinsip pengelolaan hama terpadu lalu tidak lagi menjadi pilihan. Karena tuntutan korbanan biaya, petani lebih suka menggunakan pestisida sebagai penanggulangan hama lewat cara instan, tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang.Hasil observasi dan wawancara mendalam yang penulis lakukna dengan petani di Pantura Jabar, menemukan bahwa petani telah mengetahui tentang praktik pertanian berkelanjutan.Namun kendala struktural dan sosial membuat mereka belum menemukan jalan lain mengamankan tanaman padi mereka dari serangan hama, karena ketergantungan pada penggunaan pestisida.Di sisi lain, dalam beberapa tahun terakhir pun mereka diperhadapkan dengan harga beli gabah yang rendah. Sehingga walaupun hasil melimpah, namun hal itu belum menutup hutang modal bertani untuk pembelian pestisida dan pupuk kimia.  Negara harus hadirMenurut pendapat penulis, di sini diperlukan kehadiran negara. Petani lahan skala kecil teramat rentan dan tidak dapat keluar dari jeratan yang melilit mereka. Mereka pun bakal tidak mampu mencapai jargon yang disampaikan dalam konsep pertanian berkelanjutan." "Pertanian Berkelanjutan: Untuk Keamanan Pangan atau Untuk Ketahanan Petani?","Negara perlu turun tangan untuk memberikan penyuluhan kepada petani dan melepaskan ketergantungan petani terhadap pesitisida. Diperlukan penyuluhan terhadap bahan aktif yang ada di dalam pestisida, termasuk yang berpengaruh buruk pada ekosistem sawah. Hal penting adalah tidak membiarkan petani untuk menghadapi kerentanan tanpa ada pendampingan.Di beberapa negara, pemerintah setempat telah melarang penggunaan zat aktif yang terkandung dalam insektisida seperti, neonicotinoids, carbofuran, abamectin maupun fipronil. Di sebagian tempat di Indonesia, insektisida tersebut masih mudah ditemui dan digunakan petani dalam menghalau hama.Apabila konsep keamanan pangan begitu penting digaungkan dalam pertanian berkelanjutan, maka konsep ketahanan petani pun menjadi penting untuk mengangkat harkat hidup petani kecil. * Ica Wulansari, penulis adalah peneliti lepas isu sosial dan ekologi. Dalam dua tahun terakhir ini tengah mendalami isu ketahanan petani menghadapi perubahan iklim.  [SEP]" "Sisi Menawan Rawa Singkil yang Luput Perhatian","[CLS]   Suaka Margasatwa Rawa Singkil yang berada di Kabupaten Aceh Selatan, Aceh Singkil, dan Kota Subulussalam, Provinsi Aceh, merupakan hutan rawa gambut bagian dari Kawasan Ekosistem Leuser.Rawa Singkil merupakan rumah bagi sejumlah satwa langka dan dilindungi seperti orangutan sumatera, burung rangkong dan satwa lainnya. Hutan gambut ini juga termasuk satu tempat terpadat populasi oangutan sumatera di Provinsi Aceh, selain hutan gambut Suaq Belimbing di Kecamatan Kluet Selatan dan Kluet Timur, Kabupaten Aceh Selatan.Baca: Selamat Tinggal Sawit Ilegal di Suaka Margasatwa Rawa Singkil  Potensi alamnya sangat menjanjikan, yang jarang terungkap, akibat tingginya kegiatan permbahan untuk perkebunan sawit. Berdasarkan data Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Aceh, tercatat ada 157 jenis burung, 20 jenis mamalia, 17 jenis biota air, dan 15 jenis herpetofauna.Teridentifikasi juga 134 jenis tumbuhan bawah, 130 jenis tumbuhan berkayu, dan 40 jenis tumbuhan air. Ekosistem hutan rawa gambut, air tawar, hutan mangrove, dan rivarian menjadi penopang utama seluruh kehidupan di wilayah ini.Baca: Suaka Margasatwa Rawa Singkil, Gambut yang Terus Dirambah  Perjalanan saya menyusuri Sungai Alas-Singkil dari Kecamatan Gelombang, Kota Subulussalam menuju Suaka Margasatwa Rawa Singkil, akhir Januari 2019 sungguh menyenangkan. Meski menghabiskan waktu enam jam di atas perahu mesin, semua lelah terbayar tunai.Pemandangan indah hutan seluas 82 ribu hektar, alasannya. Air warna hitam khas gambut yang mendominasi begitu memanjakan mata. Tingkah satwa yang terlihat di sepanjang sungai, membuat denyut kehidupan Rawa Singkil begitu terasa.  Alami" "Sisi Menawan Rawa Singkil yang Luput Perhatian","Hutan ini juga memiliki andil yang sangat besar untuk kehidupan ribuan masyarakat, sebagai nelayan dan petani madu. “Selain bisa mengatur atau menyerap air, ekosistem gambut juga berfungsi sebagai pencegah banjir dan kekeringan, serta menjaga produktivitas perikanan di wilayah sungai dan pesisir pantai,” terang Sapto Aji Prabowo, Kepala BKSDA Aceh.Sapto mengatakan, Rawa Singkil bisa disebut daerah buangan air, karena terletak di DAS Alas-Singki. Potensi gambut yang ada berfungsi sebagai penyerap air saat banjir dan mengeluarkannya perlahan saat kemarau tiba.Baca juga: Perambahan di SM Rawa Singkil untuk Dijadikan Kebun Sawit Masih Terjadi  BKSDA Aceh bersama sejumlah lembaga mitra atau LSM berupaya menjaga Rawa Singkil dari segala kerusakan. Bukan hanya untuk menyelamatkan hutan, tapi juga masyarakat.“Upaya terus dilakukan, termasuk memberikan pemahaman kepada masyarakat pentingnya hutan gambut untuk kehidupan. Kami juga memberi peluang kepada masyarakat, pada zona pemanfaatan, untuk mengambil hasil hutan bukan kayu, seperti rotan, madu, dan ikan. Termasuk, memberikan kesempatan membuka wisata terbatas,” terangnya.  Tahun ini, sambung Sapto, BKSDA Aceh akan menyelesaikan tapal batas yang selama ini dituntut masyarakat. Namun, kami mengalami kendala karena ada penolakan dari sejumlah masyarakat di Kabupaten Aceh Selatan.“Kalau pemberdayaan masyarakat agar tidak lagi hidup dari hasil merusak Suaka Margasatwa Rawa Singkil, BKSDA Aceh dan lembaga mitra tetap melakukannya,” tuturnya.  Munzir, masyarakat Banda Aceh yang pernah berkunjung ke Rawa Singkil mengatakan, hutan ini memiliki potensi menjanjikan untuk dikembangkan menjadi lokasi wisata terbatas.   “Hutannya masih alami, kaya flora dan fauna. Termasuk, pemandangan alam yang masih sangat indah. Sayang bila rusak,” urainya.   [SEP]" "Pegiat Lingkungan: Perubahan Fungsi Hutan Bakal Menambah Kerusakan Bengkulu","[CLS]   Gubernur Bengkulu pada 8 Januari 2019, mengirim surat ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK]. Surat itu berisi usulan perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan dalam rangka review Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bengkulu, seluas 53.037,68 hektar.Surat orang nomor satu di Bumi Rafflesia itu menindaklanjuti usulan empat Bupati, yakni Kabupaten Mukomuko, Bengkulu Utara, Bengkulu Tengah, dan Seluma.Mukomuko mengusulkan 12.417 hektar dilepaskan. Dari angka tersebut, tercatat 7.915 hektar telah dibebani izin hak guna usaha [HGU] perkebunan milik tiga perusahaan. Sedangkan beberapa titik kawasan hutan lainnya, pernah dibebani izin usaha pertambangan [IUP].Bengkulu Utara mengusulkan pelepasan 22.671 hektar. Sekitar 80 persen, telah dibebani izin dua perusahaan pertambangan dan HGU dua perusahaan sawit.Bengkulu Tengah mengusulkan seluas 5.267 hektar yang 95 persen luasannya telah dibebani izin tiga perusahaan tambang.Sementara Seluma, mengusulkan pelepasan 4.644 hektar. Rinciannya, 3.375 hektar untuk menghubungkan empat desa enclave, yakni Sinar Pagi, Sekalak, Talang Empat, dan Lubuk Resam. Namun, 90 persen wilayah ini telah dikapling tambang dengan tahap izin operasi produksi.“Itu sejumlah usulannya,” kata Direktur Genesis Bengkulu, Uli Arta Siagian, pada acara Diskusi di Balik Perubahan Status Hutan Bengkulu, Rabu [26/6/2019] di Bengkulu.“Hasil analisis kami menunjukkan, sekitar 80 persen dari usulan pelepasan yang diajukan itu, lahannya telah digunakan perusahaan tambang dan perkebunan sawit,” ujar Uli.Baca: Habis Banjir Terbitlah Petisi Tutup Tambang di Bengkulu  Ancam aliran sungai Uli mengatakan, pelepasan hutan untuk pertambangan dan perkebunan skala besar akan meningkatkan bencana ekologis, mulai banjir, longsor, hingga krisis air. Bukan tak mungkin, bencana banjir sebagaimana Sabtu, 27 April 2019, terulang." "Pegiat Lingkungan: Perubahan Fungsi Hutan Bakal Menambah Kerusakan Bengkulu","Alasannya, beberapa DAS di Bengkulu masuk dalam wilayah yang diusulkan dilepaskan status hutannya oleh Pemerintah Daerah Bengkulu. DAS itu adalah Air Bengkulu di Kabupaten Bengkulu Tengah dan Ketahun di Bengkulu Utara. Keduanya, pada bencana April lalu, penyumbang dampak banjir terbesar.Genesis mencatat, 46 persen wilayah DAS Air Bengkulu sudah dikapling perusahaan pertambangan seluas 21.694 hektar, dari total wilayah DAS sebesar 51.951 hektar.Selain itu, ada 33 lubang batubara yang belum direklamasi di area DAS Bengkulu. Paling banyak di Kabupaten Bengkulu Tengah [23 lubang], tersebar di Hutan Lindung Bukit Daun dan Taman Buru Semidang Bukit Kabu.“Artinya kalau dikabulkan usulan perubahan fungsi hutan ini, semakin besar pula bukaan di hulu DAS Bengkulu,” tutunya.Atas dasar kajian tersebut, Uli menyanyangkan bila usulan Gubernur Bengkulu dikabulkan KLHK. Menurut dia, situasi ini sangat menguntungkan perusahaan tambang dan sawit, sementara tidak untuk masyarakat.“Bagi rakyat, dampak alih fungsi ini lebih banyak ruginya ketimbang manfaat. Ancaman banjir dan longsor selalu mengintai.”Usulan pelepasan fungsi hutan juga mengancam sumber pangan di Kabupaten Mukomuko. Hulu Air Majunto yang merupakan jalur irigasi untuk 10 ribu hektar sawah akan rusak, berimbas kering. “Rusaknya irigasi, sama saja mengancam kehidupan masyarakat, sekaligus mengurangi sumber pangan,” jelasnya.Baca: Perburuan, Perambahan dan Konsesi Batubara, Akankah Gajah Bengkulu Tinggal Kenangan?  Habitat gajah dan harimau terancamAdministrator Pelestarian Harimau Sumatera, Fauna dan Flora Internasional Indonesia Programme, Iswadi mengatakan, harimau akan terancam bila hutan dialihfungsikan.Di Kabupaten Mukomuko, koridor harimau sumatera ada di kawasan Air Ipuh." "Pegiat Lingkungan: Perubahan Fungsi Hutan Bakal Menambah Kerusakan Bengkulu","Usulan alih fungsi hutan di Kabupaten Bengkulu Utara juga dipastikan merambah habitat harimau dan gajah di Taman Nasional Kerinci Sablat. Tak ketinggalan Bengkulu Tengah, tepatnya di hutan Rindu Hati, tempat ini juga habitat rafflesia.Sedangkan di Kabupaten Seluma, tiga desa mulai Sinar Pagi, Sekalak, dan Lubuk Resam juga tempat harimau.“Selama ini harimau sudah terancam dan berkonflik dengan manusia kerena habitatnya rusak. Bila usulan ini diizinkan, lebih parah lagi kondisinya,” katanya.Iswadi memastikan, usulan alih fungsi hutan akan berdampak pada target KLHK yang mematok peningkatan populasi harimau sumatera sebesar 10 persen rentang 2014-2019. “Bagaimana bertambah bila terancam,” tuturnya.Baca: Opini: Daerah Aliran Sungai di Bengkulu Rusak Akibat Pertambangan Terbuka  Masih panjangMelalui pesan WhatsApp, Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah menjelaskan kepada Mongabay Indonesia, usulan ke KLHK terkait rencana revisi RTRW Provinsi Bengkulu atas dasar usulan Bupati/Wali Kota di wilayahnya.Dia menjabarkan, proses untuk bisa disetujui masih panjang. Untuk itu, dia akan memaparkan rekomendasi tersebut langsung ke Menteri LHK. “Surat permohonan dari Gubernur untuk penjadwalan ke Menteri sudah dikirim,” jawab Rohidin melalui pesan tertulis, Kamis [27/6/2019].Pemerintah Provinsi Bengkulu rencananya akan membentuk Tim Terpadu yang beranggotakan berbagai komponen dari lembaga swadaya masyarakat, pakar/akademisi, dan unsur lain untuk memverifikasi teknis usulan tersebut.Dikutip dari Bengkulu News, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bengkulu Sorjum Ahyar mengatakan, perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan dilakukan untuk memenuhi tuntutan pembangunan serta aspirasi masyarakat. Tentunya, berlandaskan optimalisasi distribusi fungsi, manfaat kawasan lestari dan berkelanjutan, serta luasan yang cukup dan sebaran proporsional." "Pegiat Lingkungan: Perubahan Fungsi Hutan Bakal Menambah Kerusakan Bengkulu","“Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2015 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, usulan wilayah Bengkulu diintegrasikan oleh Gubernur Bengkulu dalam usulan revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bengkulu,” terangnya, Jumat [28/6/2019].Sorjum menambahkan, ada beberapa skema perubahan yang diusulkan Pemerintah Provinsi Bengkulu, yaitu perubahan kawasan melalui perubahan fungsi, juga dengan cara Tanah Objek Reforma Agraria [TORA].“Hasil tim inventarisasi dan verifikasi penguasaan tanah dalam kawasan hutan di Bengkulu, telah diusulkan perubahan kawasan melalui skema TORA seluas 25.082,87 hektar,” tegasnya.   [SEP]" "Tujuh Penyu Hijau Terikat di Hutan Bakau","[CLS]  Unit Kepolisian Air dan Udara (Polairud) Bali menyebut tujuh penyu hijau ditemukan di dekat areal hutan bakau, pesisir Kabupaten Buleleng. Penyu dewasa ini terikat tanpa diketahui siapa pelaku penangkap dan penyelundupnya.AKBP Swittanto Prasetyo, Kepala Subdit Penegakan Hukum Direktorat Polairud Polda Bali menjelaskan pihaknya mendapat informasi akan ada pengiriman penyu dari kawasan pesisir Madura pada Selasa (17/12/2019). Sejumlah petugas dipimpin Bripka I Ketut Prabawa pun meluncur ke titik perkiraan pendaratan penyu-penyu ini di Buleleng, Bali Utara. Petugas menunggui sampai Rabu (18/12/2019) dini hari namun tak ada kapal merapat.“Setelah disisir, bergeser 2-3 kali, baru ditemukan 7 ekor penyu terikat pada Rabu pagi,” ujarnya dihubungi Mongabay Indonesia pada Kamis (19/12/2019). Menurutnya para penyu ini sudah didaratkan pada Selasa malam di areal hutan bakau Desa Sumberkima, Kecamatan Gerokgak. Namun, tak ada saksi atau seseorang yang hendak mengambil satwa dilindungi yang terancam punah dan terus diburu ini.Swittanto mengatakan pekerjaan timnya berat karena sejumlah kasus tersebar di perairan Utara dan Barat Bali sementara kantornya di Selatan. “Anggota terbatas, kendala kita posisi di Selatan, pontang-panting,” ujarnya.baca : Belasan Penyu Hijau Kembali Diperdagangkan di Bali  Kasus ini sedang dalam proses penyelidikan, dengan saksi para staf Ditpolairud, dan kasus ini dinilai melanggar Pasal 21 ayat 2 huruf a jo pasal 40 ayat 2 UU RI No.5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya." "Tujuh Penyu Hijau Terikat di Hutan Bakau","Ayat itu berbunyi setiap orang dilarang untuk: a. menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup; b. menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan meperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati; c. mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia; d. memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian satwa tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia; dan e. mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan/atau sarang satwa yang dilindungi.Sementara Pasal 22 ayat 1 mengatur pengecualian dari larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 hanya dapat dilakukan untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan, dan/atau penyelamatan jenis tumbuhan dan satwa yang bersangkutan. Termasuk dalam penyelamatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pemberian atau penukaran jenis tumbuhan dan satwa kepada pihak lain di luar negeri dengan izin Pemerintah.baca juga : Penyu Dewasa Dipotong, Lebih dari 600 Kilo Daging Diselundupkan ke Bali  Agus Budi Santoso, Kepala Balai KSDA Bali yang juga dikonfirmasi menjelaskan semua penyu sudah ditag atau ditandai karena dari pemeriksaan awal siap dilepasliarkan. Semua penyu tersebut dilepaskan pada Jumat (21/12/2019) sore di Pantai Kuta setelah dititip di TCEC Serangan. Pantai Kuta adalah lokasi langganan pelepasliaran kembali ke laut." "Tujuh Penyu Hijau Terikat di Hutan Bakau","Sejauh ini, dari datanya, sebagian besar pihak yang terlibat perdagangan penyu hijau ini dari Jawa Timur. Menurutnya sosialisasi harus ditingkatkan di kampung-kampung nelayan pesisir Jawa Timur. “Paling sudah kalau sudah dalam bentuk potongan daging, ini biasanya dari NTB,” paparnya. Sementara penyu hidup sebagian besar dari Jawa Timur.Kasus perdagangan penyu hijau sebelumnya adalah sebanyak 13 ekor Chelonia mydas kembali ditemukan hendak diperdagangkan di Bali, pada Kamis (17/10/2019) di Kabupaten Jembrana. Temuan ini hanya berselang dua minggu setelah sebuah truk mengangkut 18 ekor Penyu Hijau.Sebanyak 18 ekor penyu hijau itu diselundupkan, dan ketahuan ketika truk pengangkutnya kecelakaan menabrak pohon di Kuta, Badung, Senin (30/9/2019). Para penyu direhabilitasi di Pusat edukasi dan konservasi TCEC Serangan, Denpasar.perlu dibaca : Penyelundupan Penyu Hijau ke Bali Kembali Marak  Standar edukasi taman konservasi penyuEdukasi dan standar konservasi penyu menjadi bahasan dalam FGD Kemitraan dalam Mendukung Konservasi Sumberdaya Ikan pada 21 November 2019 di BPSPL Denpasar.Dalam rangkuman diskusi oleh BPSPL Denpasar yang diakses Mongabay Indonesia ini dipaparkan sejumlah tantangan dan solusi konservasi penyu. Jalur migrasi penyu di perairan ada di Samudera Hindia dan Samudera Pasifik yang bersinggungan dengan perikanan tuna sehingga dalam perikanan tuna terdapat resiko untuk tertangkapnya penyu secara tidak sengaja. Untuk menghindari bycatch penyu dapat dilakukan modifikasi alat tangkap/umpan serta modifikasi cara penangkapan yaitu melalui kedalaman penangkapan, waktu penangkapan, dan area penangkapan. Bila tertangkap dalam jaring harus dilepaskan dan cara terakhir adalah melepaskan di dek kapal." "Tujuh Penyu Hijau Terikat di Hutan Bakau","IB Windia Adnyana, peneliti penyu dari Universitas Udayana memaparkan di Bali konservasi penyu telah mulai dilakukan sejak 2004/2005. Bali hanya memiliki penyu lekang dan sedikit penyu sisik. Tantangan dalam konservasi penyu adalah adanya perdagangan, wisata penyu, edukasi, kejadian terdampar, perawatan, dan pemantauan. Sementara yang masih harus dikerjakan terkait pariwisata penyu adalah perlunya standar dalam pariwisata penyu dan edukasi.Ia meminta, dalam proses pelepasliaran penyu, jika digunakan sebagai barang bukti dalam kasus perdagangan diharapkan segera dilepasliarkan sekitar 2 hari dari waktu diperolehnya jika dinilai sehat. Bila penyu masih belum memungkinkan dilepasliarkan karena kondisi kesehatannya, maka membutuhkan waktu lebih lama untuk pelepasliarannya.Penggunaan penyu untuk kebutuhan keagamaan kewenangannya ada di BKSDA, sedangkan pemanfaatan penyu yang disepakati adalah hanya untuk pariwisata.  Sedangkan Dwi Suprapti dari WWF Indonesia mengatakan di Bali terdapat 21 taman penyu. Dikhawatirkan taman penyu di luar Bali yang studi banding akan menggunakan standar yang belum benar juga. Sehingga diperlukan standar untuk memperbaiki pengelolaan taman penyu yang ada.Dari beberapa kasus perdagangan ilegal, tak banyak pelaku yang berhasil tertangkap dan dinilai belum memberikan efek jera bagi pelaku yang lain. Terbukti masih maraknya perdagangan daging penyu untuk konsumsi serta pemanfaatan sisik penyu untuk suvenir.Suko Wardono, Kepala BPSPL Denpasar mengatakan jenis-jenis ikan yang dilindungi yaitu mamalia laut, penyu, hiu paus, pari gergaji, pari manta. Terkait dengan pengelolaan penyu, telah terdapat rencana aksi nasional terkait konservasi penyu dan pengelolaannya.BPSPL Denpasar akan mendukung dilaksanakannya audiensi dengan Gubernur terkait dengan perijinan kelompok penyu di Tanjung Benoa sehingga kegiatan pengelolaan penyu untuk pariwisata di Tanjung Benoa menjadi legal serta standar pengelolannya.  [SEP]" "Thanos, Krisis Ekologis dan Masa Depan Bumi","[CLS] Salah satu film yang sukses besar dalam tahun 2018 adalah Avengers: Infinity War yang diproduksi Marvel Studios. Film science fiction superhero ini sukses meraup pendapatan lebih dari USD 2 miliar (lebih Rp27 triliun) di seluruh dunia.Selain efek visual grafiknya yang canggih, ada satu yang menarik perhatian saya yaitu Thanos, tokoh antagonis adidaya asal Planet Titan.Singkatnya, Thanos digambarkan mengalami sendiri kehancuran total Titan. Planet itu hancur karena over populasi yang berbanding terbalik dengan sumberdaya yang terbatas, yang menghasilkan krisis ekologi akut. Thanos lalu menyimpulkan hanya ada satu solusi untuk mengatasi permasalahan di alam semesta, yaitu genosida populasi untuk planet yang mengalami kelebihan jumlah penduduk.Baca juga: Menurut Ilmuwan Inilah Wajah Bumi 250 Juta Tahun MendatangDalam film pun lalu diceritakan, lewat kesaktian infinity stones, Thanos hanya perlu menjentikkan jarinya. Lalu boom, setengah populasi pun lenyap di planet bumi. Ramalan tentang Krisis EkologiPemikiran krisis ekologi yang disampaikan dalam Infinity War, sebenarnya pernah diungkap oleh salah satu ilmuwan terkenal abad ini, Stephen Hawking. Dalam sebuah wawancaranya dengan The Guardian di akhir 2016 sebelum kematiannya, Hawking menyebut:“Perhaps in a few hundred years, we will have established human colonies amid the stars ..” (“Mungkin dalam beberapa ratus tahun, kita akan membangun koloni manusia di tengah bintang-bintang..”)”Percepatan kiamat bumi ini, menurutnya, didorong oleh lima hal, yakni: pertama perubahan iklim yang disebabkan oleh pemanasan global; kedua defisit produksi pangan yang menyebabkan kelaparan di sejumlah kawasan yang menjadi sebab beragam konflik agraria dan perebutan sumberdaya." "Thanos, Krisis Ekologis dan Masa Depan Bumi","Ketiga kelebihan populasi manusia yang meningkatkan tingkat kemiskinan, pengangguran dan kriminalitas; keempat penyakit epidemik yang dapat memusnahkan populasi manusia secara cepat; dan kelima perang nuklir yang dapat menyebabkan kepunahan umat manusia dalam sekejap.  Sedangkan pendapat lainnya mengatakan bahwa, persoalan lingkungan hidup bumi saat ini terdiri dari serangkaian persoalan. Beragam isu “tentang krisis daya dukung alam” mencakup persoalan seperti: perubahan iklim, pengasaman air laut, penipisan lapisan ozon di stratosfer, batas aliran biogeokimia (siklus nitrogen dan fosfor), penggunaan air bersih global, perubahan pemanfaat lahan, hilangnya keragaman hayati, pelepasan aerosol ke atmosfer dan polusi kimia.Dari semua itu perubahan iklim menjadi ancaman terbesar dan paling mendesak, yang  menduduki persoalan sentral. Peningkatan gas rumah kaca akibat aktivitas manusia (karbondioksida, metana, nitrogen oksida, dll) telah mendestabilisasi iklim dunia dan berkelindan dengan ancaman lainnya.Dapat dipastikan jika perilaku self destruction manusia ini tidaklah berubah, dampak kenaikan suhu global bisa mengerikan bagi sebagian besar spesies dimuka bumi ini, termasuk manusia itu sendiri. Mencari Akar PermasalahanAkar permasalahan krisis ekologi dan keberlanjutannya, seperti disampaikan oleh A. Sonny Keraf dalam artikelnya berjudul Sustainable Development, adalah pola pikir manusia yang menempatkan alam sebagai obyek yang harus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan manusia.Juga, mis-orientasi pembangunan yang dilakukan. Pembangunan semata untuk pertumbuhan ekonomi, menegasikan aspek sosial-budaya dan lingkungan hidup. Hal ini terjadi umum di seluruh negara di dunia, termasuk di Indonesia.Padahal, sebagaimana yang di ungkapkan oleh Epicuru dalam buku the Epicurus reader, sebagaimana dikutip Magdoff dan Foster, dia mengatakan “kekayaan jika tidak ada batasannya, adalah kemiskinan besar.”" "Thanos, Krisis Ekologis dan Masa Depan Bumi","Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Herman Daly, lewat “teorema ketidakmungkinannya”. Dia menyebut tak mungkin ekonomi terus bertumbuh terus tak terbatas di tengah lingkungan yang tidak tak terbatas.Namun, apa yang terjadi, yang terjadi adalah perluasan dan eksploitasi tetap terjadi, bahkan berjalan dengan masif. Motif ekonomi berdasarkan pengejaran laba dan persaingan lalu mendorong aktivitas untuk menambahkan penjualan dan melebarkan pangsa pasar.Mansur Fakih dalam bukunya Runtuhnya Teori Pembangunan menyebut agenda pembangunan perlu diwaspadai. Alih-alih kesejahteraan, pembangunan menyelipkan kepentingan kapitalisme/ neo-liberalisme, seperti kepentingan ekonomi MNC (multinational corporation), maupun TNC (trans-national corporation).Berbagai agenda pembangunan masif ternyata membawa dampak negatif yang begitu besar. Yakni, kerusakan lingkungan seperti polusi air, udara dan tanah; dan munculnya beragam masalah sosial seperti kesenjangan kesejahteraan, pengangguran, serta kegagalan ekonomi dalam mencukupi kebutuhan dasar semua orang.Apapun yang dijelaskan di atas, menggarisbawahi bahwa bumi saat ini dalam fase ekologi yang kritis bagi kehidupan spesies. Ia butuh kesadaran kita bersama. Bukan hanya kesadaran sebagian kecil kaum intelektual, aktivis, maupun para pegiatnya saja. Dasarnya karena kita hidup dalam satu dunia, dan karenanya semua manusia pasti butuh lingkungan yang baik dan sehat.Dengan demikian, diperlukan sistem mendasar, nilai-nilai etika baru, sebuah panduan dan aksiologi, yang menjadi dasar dalam menjalankan etika moral pengelolaan bumi.Jika kita gagal dalam melakukannya, maka gambaran ancaman dalam Infinity War pun bisa saja terjadi. Chaos pun tak terhindari. Akan muncul “Thanos Thanos” yang bertindak jauh menghilangkan hak orang-orang lain yang tak tahu-menahu tentang persoalan yang ada.Semoga gambaran suram ini tidak terjadi. Foto utama: Bumi difoto dari permukaan bulan. Dok: NASA.gov " "Thanos, Krisis Ekologis dan Masa Depan Bumi","*Alwi Alu, penulis adalah mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang. Saat ini menjabat sebagai Ketua HMI UIN Malang Komisariat Syariah Ekonomi.  [SEP]" "Habis Nyoblos, Dapat Tas Belanja di TPS Anti Sampah Ini","[CLS] Warga Banjar Ubung, Sempidi, Badung, Balimendapat hiburan saat menggunakan hak suaranya dalam Pemilu serentak 2019 ini. Ada hiburan superhero dan tas belanja gratis. Sebuah tempat pemungutan suara(TPS) didesain dengan kampanye pengurangan sampah plastik.Seorang ibu dengan anaknya dipersilakan mengambil makanan dan minuman gratis oleh sejumlah warga perempuan yang menyambutnya di pintu masuk banjar, Rabu (17/4) pagi. Demikian juga warga lain yang tiba sejak pukul 07.00 WITA. Jumlah pemilih hampir 300 orang di sini.Camilan berupa aneka jajanan yang terbungkus daun dan pisang rebus. Teh dan kopi diwadahi termos besar dengan tambahan gelas-gelas kertas. Di sisi kanan dan kiri TPS berderet tas-tas belanja dari karung beras. Deretan tokoh superhero produksi Marvel dan DC seperti Captain America, Spiderman, Superman, Capten Marvel, dan Thor juga menggamit tas belanja.baca : Rela Ngayah demi Membersihkan Ubud dari SampahSuperman misalnya seperti usai memungut sampah karena kedua tangannya menggenggam kresek merah dan biru. Dari deretan gambar tokoh superhero yang bermain di film Avengers, ada dua tokoh yang wara-wiri di antara warga. Mereka adalah sosok Spiderman dan Thor dengan palu raksasanya.Keduanya menghibur warga yang tersenyum melihat tingkah dua warga mengenakan kostum merah dan hitam ini. Selain bertugas menjaga TPS, mereka juga tak lupa nyoblos.Setelah mencoblos, mereka diberi tas kresek gratis. “Warna apakah yang diminta Spiderman dan Thor?” celetuk Kadek Ani, salah satu warga yang bertugas membagikan tas gratis ini. Ada warna merah, kuning, hijau, dan biru. Dek Ani merasa bersemangat berdiri membagikan tas karena TPS-nya heboh dengan hiasan tas-tas kreasi daur ulang sampah dan kehadiran para superhero ini." "Habis Nyoblos, Dapat Tas Belanja di TPS Anti Sampah Ini","Selamat datang di TPS 10, kawasan anti kantong plastik berbasiskan kearifan lokal. Demikian spanduk besar menyambut. Padahal gambar superhero Amerika Serikat yang terpajang di sana. Pun demikian, cara ini jadi hiburan bagi pemilih. “Super kreatif,” kata Ita, seorang ibu sambil menunggu antrean memilih. Ia tak terlalu kaget karena tahun ini banjarnya memulai bank sampah yang membeli sampah anorganik warga. Tiap bulan Ita ke banjar membawa sampah, lalu dipilah, dan hasil penjualannya ditabung.Gusti Ketut Arsa Wijaya, guru berusia 54 tahun ini berperan sebagai Thor dengan baju baja hitam dan jubah merah. Sementara rekannya, Kadek Andi Wijaya, berpakaian Spiderman warna merah. “Saya diberi kesempatan untuk menarik warga agar senang, anak-anak, ibu-ibu senang,” ujar Arsa. Pria paruh baya ini sempat membuka pakaian superhero-nya karena kepanasan.baca juga : Hebat, Sekolah Ini Menerapkan Nol PlastikPara panitia TPS mengenakan seragam, kaos bertulisakan Genetik, kependekan dari Generasi Anti Kantong Plastik. I Gusti Ngurah Martana, Kelian (kepala) Adat Banjar Ubung di Mengwi ini menyebut ide TPS kampanye anti kantong plastik ini melanjutkan TPS kreatif  sebelumnya yakni bertema Piala Dunia.Menurutnya upaya menarik perhatian warga penting agar mereka senang dan menggunakan hak pilihnya. Tahun ini momentumnya adalah kampanye pengurangan sampah plastik pasca lahirnya Peraturan Gubernur untuk pengurangan timbulan sampah plastik. Salah satunya dengan pelarangan plastik sekali pakai.“Bali tujuan wisata, sampah plastik harus ditanggulangi. Nanti gara-gara itu, tak dikunjungi turis lagi,” sebut Martana. Terlebih di Banjar Ubung ada warganya pejabat Dinas Lingkungan Hidup danKebersihan (DLHK) Kabupaten Badung. Hiasan tas daur ulang serta aksesoris lainpun mudah didapatkan.Ia menyebut di banjarnya tidak ada pengolahan sampah khusus selain bank sampah karena sampah warga langsungdiangkut petugas kebersihan pemerintah." "Habis Nyoblos, Dapat Tas Belanja di TPS Anti Sampah Ini","Kadis DLHK Badung, Putu Eka Martawan yang juga warga Banjar Ubung ini tampak paling sibuk memperkenalkan kampanyebanjarnya. Kehadiran gambar dan orang berpakaian superhero ini menurutnya simbol pahlawan melawan sampah plastik. Ia menyebut, sebagai daerah terkaya di Bali, pihaknya akan membuat Badung Recycle Plaza (BRP), sebuah lokasi mirip mall yang khusus diperuntukkan mengelola sampah.Menurutnya ini pola baru agar tak ada penumpukan sampah, bau sampah, dan kekumuhan lainnya seperti di TPA. Saat ini, sampah di Kabupaten Badung sekitar 281 ton per hari ini masih dominan ke TPA Suwung yang lokasinya dekat perairan Teluk Benoa.“Kita kelola di satu tempat. Seperti mall. Di sana ada Badung compost center, recycle center, bank sampah terpusat dan pengelolaannya di satu tempat,” seru Eka. Bedanya dengan TPA, jika di sana sampah ditumpuk, namun di BRP hasilnya zero waste. Menurutnya sampah yang masuk fasilitas ini tak kelihatan karena diolah seperti pabrik.Dari 281 ton sampah per hari di Badung yang mewilayahi pusat-pusat wisata populer seperti Kuta, Nusa Dua, Jimbaran, Seminyak, dan lainnya ini sekitar 3,7 ton adalah sampah plastik.Ia menargetkan minimal ada 2 fasilitas BRP yakni di Badung Selatan dan Tengah. Eka menargetkan, dengan fasilitas baru ini pengurangan sampah ke TPA Suwung maksimal 30% sampai 2025.baca juga : Sustainism Lab, Cara Trendi Kelola Sampah Sendiri di BaliKebocoran Sampah" "Habis Nyoblos, Dapat Tas Belanja di TPS Anti Sampah Ini","Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) dalam pernyataan sikapnya saat peringatan Hari Sampah Nasional 2019 kembali menyatakan posisinya terhadap pengelolaan sampah di Indonesia yang masih fokus pada solusi hilir (end-of-pipe). Secara nasional, perencanaan dan tindakan yang ditetapkan oleh pemerintah masih tidak menyasar isu strategis secara komprehensif (dari hulu ke hilir), hanya memperhatikan kondisi “darurat sampah” (end-of-pipeatau hilir). Padahal komitmen pemerintah yang disampaikan dalam Kebijakan dan Strategi Nasional (Jakstranas) dalam pengelolaan sampah mengamanatkan adanya pengurangan sampah sebesar 30% dan penanganan sampah sebesar 70% pada 2025.Investasi yang perlu dilakukan segera adalah menutup “keran kebocoran” dari sistem penanganan sampah, yaitu kegiatan pengumpulan. Ketiadaan sistem pengumpulan sampah di berbagai Kota/Kabupaten adalah penyebab utama bocornya sampah ke lingkungan baik dibuang ke sungai, maupun dibakar secara liar.Selain itu penguatan pemilahan, pengumpulan,dan daur ulang sampah organik untuk menanggulangi krisis TPA. AZWI juga mengingatkan solusi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) untuk penanganan sampah bertentangan dengan UU Pengelolaan Sampah No.18/2008 pasal larangan membakar sampah yang tidak layak teknis dan tidak menyelesaikan lepasan gas rumah kaca dari sektor sampah yang mayoritas berasal dari sampah organik.Selain itu, Indonesia akan melanggar sendiri komitmen sebagai negara pihak dari Konvensi Stockholm tentang Persistent Organic Pollutants (POPs). Teknologi termal melepas berbagai partikel dan senyawa pencemar yang bersifat toksik, diantaranya dioxins (Polychlorinated dibenzodioxins atau PCDDs), dan furan (Polychlorinated dibenzofurans atau PCDFs)." "Habis Nyoblos, Dapat Tas Belanja di TPS Anti Sampah Ini","Saat ini, AZWI menilai tidak ada laboratorium di Indonesia yang dapat memeriksa dioxins/furans dan biaya analisanya cukup mahal. Potensi emisi dan lepasan toksik dari kegiatan PLTSa dapat meningkatkan risiko kanker dan gangguan kesehatan di masyarakat terutama kelompok tentang seperti bayi, balita, perempuan hamil, manula dan para penderita penyakit/gangguan hormonal. [SEP]" "Ketika Hutan di Papua Terjerat Kongkalikong Korporasi, Aturan Ungkap Pemilik Manfaat Masih Tumpul","[CLS]      Ketika berulangkali perusahaan perkebunan sawit tiba di Anggai, kampung di tepi hutan di Distrik Jair, Kabupaten Boven Digoel, Papua, Robertus Meyanggi, pemuda adat Suku Auyu punya harapan, kehadiran mereka mewujudkan mimpi kesejahteraan bagi masyarakat.Berangsur-angsur harapan itu memudar. Pupus. Janji-janji pembangunan fasilitas pendidikan, kesehatan, dan listrik tak pernah terpenuhi. Telah bertahun-tahun perusahaan itu membabat hutan dan membuka jalan perkebunan sawit berskala besar masuk.Sementara itu, permohonan masyarakat terhadap informasi dasar mengenai proyek, seperti luasan dan lokasi, justru dipersulit. Bahkan, salinan perjanjian yang ditandatangani beberapa perwakilan suku dan perusahaan pun dirahasiakan.Tak lama, ada lebih banyak lagi perusahaan datang, salah satu, tengah mendirikan sawmill yang akan melahap kayu-kayu dari hutan adat mereka tanpa ada kejelasan dan penjelasan.“Masyarakat belum tahu jelas siapa pemilik perusahaan-perusahaan,” kata Robertus, pemuda 20 tahunan ini. “Sampai saat ini, masyarakat belum tahu sama sekali.”Kampung Anggai, hanyalah satu dari ratusan atau mungkin pula ribuan desa di Indonesia yang alami konflik tenurial dengan perusahaan perkebunan dan pertambangan. Dalam banyak kasus, perusahaan-perusahaan ini dikelola melalui struktur kompleks dan membuat pemilik manfaat sebenarnya kian samar.  " "Ketika Hutan di Papua Terjerat Kongkalikong Korporasi, Aturan Ungkap Pemilik Manfaat Masih Tumpul","Perusahaan-perusahaan di Anggai, misal, dimiliki perusahaan induk berbasis di Dubai dan Ras Al Khaimah, Uni Emirat Arab. Dua kota ini memiliki kebijakan terkait yurisdiksi kerahasiaan perusahaan (secrecy jurisdiction) atau suaka pajak (tax havens) yang sengaja dibuat agar memungkinkan para pemegang saham perusahaan menyembunyikan wajah mereka. Hal-hal samar ini memberikan dampak. Kebingungan tak hanya dihadapi penduduk Anggai, juga Bupati Boven Digoel dan pejabat Dinas Penanaman Modal di sana. Mereka bertanya-tanya siapa sesungguhnya sosok di balik perusahaan.Pada kasus lain, perusahaan-perusahaan bisa jadi dimiliki segelintir orang yang nama-namanya dipakai dan tertulis pada kertas sebagai pemilik atau pemegang saham nominee. Tahun lalu, Greenpeace mengakhiri kerja sama dengan Sinar Mas setelah konglomerat ini diduga menggunakan praktik pinjam nama atau nominee untuk menyamarkan kepemilikan atas perusahaan yang telah menghancurkan hutan di Kalimantan. Sinar Mas, membantah tuduhan ini.Pada Maret 2018, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani peraturan penting yang memberikan waktu selama satu tahun kepada perusahaan untuk mengungkapkan dan melaporkan pemilik manfaat perusahaan yang sebenarnya kepada negara.Nyatanya, setelah hampir enam bulan setelah tenggat waktu habis, pemerintah hanya sanggup menghasilkan sedikit kemajuan terkait pelaksanaan PP 13/2018 itu.“Dari satu juta lebih perusahaan terdaftar di Indonesia, hanya sekitar 7.000 perusahaan melapor hingga Maret 2019,” kata Nevey Varida Ariani, dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenhukham).Nevey mengatakan, ada banyak perusahaan sekadar menyalin nama-nama yang tercantum pada dokumen asli pendirian perusahaan." "Ketika Hutan di Papua Terjerat Kongkalikong Korporasi, Aturan Ungkap Pemilik Manfaat Masih Tumpul","“Kayaknya hanya sampai level pertama saja yang sesuai AD/ART (anggaran dasar dan anggaran rumah tangga-red). Belum bisa sampai ke lapisan kedua atau ketiga dan seterusnya. Belum sampai ke pemilik sebetulnya. Masih pertama,” kata Nevey.Dia bilang yang tercatat baru dari dokumen AD/ART atau dokumen kepemilikan saham perusahaan. “Itu saja yang ada di AHU (Ditjen Administrasi Hukum Umum, Kemenhukham-red).”Kehadiran PP 13/2018, sebetulnya menempatkan Indonesia pada daftar negara-negara yang berupaya menekan penggunaan perusahaan anonim. Hal itu berkaitan dengan peran perusahaan dalam memfasilitasi tindak pidana pencucian uang, penggelapan pajak, dan pendanaan terorisme.“The Puppet Masters” (Para Dalang) – sebuah laporan penting dikeluarkan Bank Dunia pada 2015 mengungkap, bagaimana entitas seperti itu terus menerus muncul dalam kasus-kasus korupsi tingkat tinggi yang bernilai kumulatif hingga US$50 miliar .Dalam skandal keuangan terbesar di dunia yang sedang berlangsung, mantan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak diadili atas dugaan perannya dalam pencurian miliaran dolar AS dari dana publik 1MDB (1Malaysia Development Berhad) . Ini perusahaan pengembangan strategis Malaysia dimiliki Menteri Keuangan Malaysia dan bangkrut-melalui transaksi jaringan internasional perusahaan cangkang (shell companies).“Perusahaan-perusahaan digunakan untuk kasus-kasus itu dengan tujuan mengaburkan pandangan lembaga penegak hukum,” kata Latheefa Koya, baru-baru ini di Kuala Lumpur.Dia adalah Komisaris Utama Badan Pencegah Rasuah, semacam lembaga anti-korupsi di Malaysia. Latheefa mengatakan, dengan tak memiliki kebijakan kuat terkait pemilik manfaat, bukanlah pilihan." "Ketika Hutan di Papua Terjerat Kongkalikong Korporasi, Aturan Ungkap Pemilik Manfaat Masih Tumpul","Respon terhadap kerahasiaan perusahaan pun jadi masalah batas negara. Sebuah deklarasi pada Konferensi Tingkat Tinggi G20 tahun 2013 di St. Petersburg, menjanjikan negara-negara anggota, termasuk Indonesia, “mengatasi risiko-risiko yang muncul oleh kekaburan (opacity) dari badan hukum maupun pengaturan hukum.”Konvensi Anti-Korupsi PBB– telah diratifikasi Indonesia- ikut mendorong negara-negara untuk mempromosikan transparansi pemilik manfaat yang sebenarnya dari perusahaan sebagai usaha memerangi korupsi.Kalau hal itu berhasil, upaya ini mungkin dapat memberikan efek positif bagi kondisi hutan di Indonesia. Saat ini, para investor yang memicu deforestasi sesungguhnya tengah berlindung di balik selimut perusahaan yang diliputi teka-teki.  Perusahaan-perusahaan sawit yang beroperasi di Anggai, merupakan bagian di antara tujuh perusahaan yang punya izin membuka perkebunan sawit secara kolektif sekaligus jadikan sebagai perkebunan sawit terluas di dunia. Seandainya, lahan yang disisihkan untuk proyek itu, -dengan lokasi persis di jantung hutan terbesar di Asia-dibabat habis, akan melepaskan gas emisi yang dapat menyebab efek rumah kaca setara pembakaran bahan bakar fosil di Belgia, dalam satu tahun.November tahun lalu, investigasi The Gecko Project, Mongabay, Tempo, dan Malaysiakini menyibak tabir bagaimana investor bersembunyi di balik berbagai modus yang dipenuhi berjuta tanda tanya dan berbagai kerumitan struktur perusahaan.Sejak ketujuh perusahaan ini dibentuk pada 2007, kepemilikan perusahaan-perusahaan itu berpindah tangan berkali-kali. Orang-orang yang namanya terdaftar sebagai pemegang saham, termasuk petugas kebersihan dengan gaji sangat rendah dan tinggal di permukiman kumuh di Jakarta. Mereka bahkan tidak tahu menahu tentang proyek perkebunan sawit." "Ketika Hutan di Papua Terjerat Kongkalikong Korporasi, Aturan Ungkap Pemilik Manfaat Masih Tumpul","Pada 2010, kontrol atas ketujuh perusahaan kemudian dialihkan melalui sebuah kelompok terpisah yang sebagian besar kepemilikan para pemegang saham nominee. Pengalihan itu dilakukan ke sebuah perusahaan yang bisa dibilang kurang dikenal dan dijalankan pengusaha Indonesia bernama Chairul Anhar, yakni, Menara Group. Lalu, Menara Group menjual saham mayoritas pada empat perusahaan, termasuk yang beroperasi di Anggai, ke perusahaan anonim di UEA.Menara Group menjual dua perusahaan lain ke Tadmax Resources, sebuah perusahaan pembalakan dan properti yang terdaftar di Bursa Malaysia. Penjualan itu, melalui sepasang perusahaan Singapura yang juga dimiliki orang-orang yang sekadar dipinjam namanya. Itu berarti uang Tadmax yang dibayarkan untuk perusahaan-perusahaan perkebunan dengan besaran mencapai US$ 80 juta, tak dapat lagi dilacak siapa penerima yang sebenarnya.Sampai saat ini, tiga dari tujuh perusahaan yang disinggung sebelumnya, telah membabat hutan seluas 83 kilometer persegi atau sekitar 3% dari area proyek.Pembangunan sawmill raksasa hampir rampung untuk menggergaji kayu-kayu balok dari hutan di Bumi Papua dengan nilai mencapai miliaran dolar. Pemilik mayoritas pabrik kayu masih belum jelas dan disembunyikan oleh perusahaan anonim di Dubai.Sementara pemilik minoritas, ialah keluarga di balik Shin Yang, sebuah perusahaan penebangan kayu besar dari Malaysia yang pernah tersangkut dengan dugaan pembalakan liar dan pelanggaran hak asasi manusia selama bertahun-tahun.Sejak 2017, berbagai petunjuk telah mengarah kepada Hayel Saeed Anam Group (HSA Group), sebuah konglomerat yang dimiliki keluarga Yaman yang kaya raya sekaligus sebagai pemilik sebenarnya dari empat perusahaan yang dijual ke UEA. Mereka adalah perusahaan-perusahaan yang meratakan hutan, yakni, PT Megakarya Jaya Raya, PT Kartika Cipta Pratama, PT Graha Kencana Mulia, dan PT Energi Samudera Kencana." "Ketika Hutan di Papua Terjerat Kongkalikong Korporasi, Aturan Ungkap Pemilik Manfaat Masih Tumpul","Setelah penjualan, catatan perusahaan menunjukkan, nama dua anggota keluarga Hayel Saeed Anam dan empat orang pejabat eksekutif senior di HSA Group, muncul sebagai komisaris pada perusahaan di Indonesia.Pada waktu bersamaan, cabang perdagangan sawit keluarga itu di Malaysia, yakni Pacific Inter-Link (PIL), mengumumkan dalam website mereka, tengah proses awal dalam perolehan 80% saham di beberapa perusahaan Indonesia yang kolektif memegang izin-izin terhadap lahan seluas 1.600 kilometer persegi. Area dan ekuitas itu ternyata cocok dengan empat perusahaan yang dijual ke UEA.Perkembangan petunjuk lain kemudian menghubungkan keluarga Yaman dengan proyek di Papua. Lantas, anak perusahaan PIL lain mengumumkan iklan untuk pekerjaan mengawasi panen kayu di lokasi proyek di Boven Digoel. Seorang konsultan perusahaan audit di Jakarta yang dikontrak untuk sertifikasi legalitas kayu dari proyek itu, membenarkan, perusahaan telah dipekerjakan oleh PIL.Tadmax, secara terbuka berinvestasi dalam proyek itu, mengutarakan akan membentuk perusahaan patungan dengan PIL dan perusahaan lain untuk membangun sawmill. (Tadmax kemudian menjual saham pada perusahaan patungan.)  PIL berulang kali menyangkal, termasuk temuan, terdapat anggota keluarga mereka yang pernah berinvestasi dalam proyek itu. Posisinya, mereka dianggap membeli perusahaan-perusahaan Indonesia itu, namun memutuskan tidak melakukan karena investasi tidak dapat berjalan.Dalam pernyataan yang tersebar luas terkait masalah itu, PIL mengatakan, anggota keluarga dan “sejumlah orang tertentu” telah bergabung dengan dewan komisaris atas permohonan seorang pengusaha yang tidak disebutkan namanya untuk “memberikan kredibilitas” proyek. Tetapi, mereka tidak melakukan kontrol apapun terhadap perusahaan atau menghadiri rapat dewan komisaris." "Ketika Hutan di Papua Terjerat Kongkalikong Korporasi, Aturan Ungkap Pemilik Manfaat Masih Tumpul","Pada Mei 2018, satu bulan setelah Greenpeace menuduh, keluarga itu telah mengendalikan empat perusahaan perkebunan, terjadi perubahan signifikan terhadap struktur dewan komisaris perusahaan. Sejumlah individu baru muncul untuk menggantikan nama-nama anggota keluarga dan rekanan mereka.Anggota dewan komisaris yang baru itu termasuk orang-orang terkemuka di negeri ini. Salah seorang dari mereka, Tommy Sagiman, pensiunan jenderal polisi (Brigjen Pol) yang pernah menjabat sebagai Deputi Bidang Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN).Lewat komunikasi melalui WhatsApp, dia memberi tahu kami, telah diminta bergabung sebagai dewan komisaris, namun tak pernah memiliki peran aktif dalam proyek. Tommy tidak mau mengungkap siapa yang telah merekrutnya.Lainnya, ada Alwi Shihab, mantan Menteri Bidang Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (2004-2005) dan Menteri Luar Negeri (1999-2001). Alwi kini menjabat sebagai Utusan Khusus Presiden Jokowi untuk Timur Tengah. Dia juga mengatakan hal sama, tak ada sangkut paut dengan proyek perkebunan sawit. Lewat komunikasi melalui WhatsApp, dia mengutarakan, kalau telah lama mengundurkan diri dari perusahaan. Meski begitu, namanya muncul pada pengajuan baru perusahaan ke Kemenhukham.Anggota dewan komisaris yang baru itu juga memasukkan nama Bachir Soualhi dan Hamidon Bin Abdul Hamid, akademisi di Department of Islamic Revealed Knowledge and Human Sciences, International Islamic University Malaysia.Menurut profil LinkedIn Bachir Soualhi, dia mantan konsultan pemasaran untuk PIL. Terkait hal itu, mereka tidak bisa dihubungi untuk dimintai komentar.Sebagian anggota dewan komisaris baru ini telah memainkan peran lebih aktif dalam manajemen perusahaan sekaligus mewakili perusahaan dalam pertemuan dengan pejabat pemerintah di Jakarta." "Ketika Hutan di Papua Terjerat Kongkalikong Korporasi, Aturan Ungkap Pemilik Manfaat Masih Tumpul","Salah satu dari mereka yang aktif, adalah Arvind Johar. Dia menjabat sebagai presiden direktur dari dua perusahaan yang dijual ke UEA dan dipekerjakan PIL baru-baru ini pada Agustus 2018. Seorang resepsionis di kantor perusahaan di Jakarta mengkonfirmasi ini. Arvind menolak berkomentar ketika dihubungi melalui telepon.  Direktur perusahaan lain yang dimiliki UEA dalam proyek itu, ialah Mohammed Abdulatef. Dia juga mewakili perusahaan dalam rapat-rapat dengan pemerintah.Saat dihubungi melalui sambungan telepon, dia mengatakan, “Maaf, saya tidak berada pada posisi untuk mengutarakan informasi apapun.” Dia buru-buru, mengakhiri panggilan komunikasi.Meskipun tenggat waktu sudah terlampaui, namun pemerintah sedang bekerja lebih keras lagi memaksa perusahaan tetap patuh pada peraturan transparansi kepemilikan perusahaan. Kemenhukum dan HAM pun sedang menyusun peraturan pelaksana yang diharapkan dapat menjembatani dua celah besar pada PP 13/2018, yaitu ketiadaan sanksi tegas terhadap perusahaan yang tak patuh dan mekanisme birokrasi untuk verifikasi terhadap akurasi informasi yang disampaikan.Asia/Pacific Group on Money Laundering, sebuah badan antar-pemerintah yang meninjau persoalan pencucian uang negara-negara, berpendapat, sistem dalam kementerian yang berlaku saat ini untuk mencatat pemegang saham perusahaan dan anggota dewan komisaris, bekerja dengan pendaftaran pengarsipan “pasif” serta pemantauan terbatas terhadap informasi yang diberikan.“Jadi, tanpa sistem layak pada pemeriksaan akurat terhadap pengajuan perusahaan, kebijakan baru jadi tak berguna,” kata Belinda Sahadati Amri, analis hukum Yayasan Auriga, lembaga swadaya masyarakat yang banyak investigasi perusahaan perkebunan dan pertambangan." "Ketika Hutan di Papua Terjerat Kongkalikong Korporasi, Aturan Ungkap Pemilik Manfaat Masih Tumpul","Kemenhukum dan HAM telah berkonsultasi dengan Auriga guna merancang database terhadap pemilik manfaat perusahaan. Belinda prihatin, dan berpendapat sistem ini tak akan mampu menyibak berbagai lapisan terkait kepemilikan perusahaan.Kekhawatiran lain, katanya, terkait sumber daya Kemenhukham dalam menggali identitas para nominee. “Sebenarnya, mereka bisa mengkroscek data jika mereka mau,” katanya. “Tapi, saya tidak tahu apakah mereka memiliki sumber daya manusia untuk melakukan itu.”Tantangan ini tidak hanya dihadapi Indonesia, melainkan banyak negara lain di dunia. Tahun 2016, Pemerintah Inggris mulai menerbitkan database para pemilik manfaat perusahaan. Analisis awal sekelompok organisasi anti-korupsi menemukan, hampir 3.000 perusahaan mendaftarkan nama-nama (individu) pemilik perusahaan. Mereka juga menyertakan “perusahaan-perusahaan lain” sebagai pemilik di mana perusahaan-perusahaan itu terdaftar pada yurisdiksi kerahasiaan di luar negeri.Sesungguhnya, siapa pemilik manfaat yang sebenarnya, masih tidak jelas. Persoalan itu belum tertangkap oleh badan yang memegang data karena mereka sekadar mengandalkan pernyataan sepihak dari perusahaan itu sendiri.Meski begitu, sistem di Inggris itu dibenarkan oleh organisasi serupa sebagai contoh penerapan prinsip transparansi. Informasi tersedia dan dapat diakses publik dalam format yang memungkinkan untuk analisis lanjutan oleh para jurnalis maupun peneliti hingga bisa memverifikasi informasi.Di Indonesia, hal itu masih jadi pertanyaan, apakah data pemilik manfaat akan terbuka untuk umum atau tidak. Sekarang, nama-nama pemegang saham langsung perusahaan dan anggota dewan komisaris yang dinyatakan perusahaan, dapat diakses melalui Kemenhukham dengan biaya, mulai Rp50.000 hingga Rp500.000, tergantung jenis informasi yang diminta.   Belajar dari Slowakia" "Ketika Hutan di Papua Terjerat Kongkalikong Korporasi, Aturan Ungkap Pemilik Manfaat Masih Tumpul","Manfaat dari penerapan prinsip transparansi juga terilustrasi dalam kebijakan “sangat unik dan progresif” yang baru-baru ini berlaku di Slowakia. Hal itu diutarakan Andrej Leontiev, kepala kantor dari firma hukum internasional di Bratislava, ibukota Slowakia, sekaligus salah satu penulis yang terlibat dalam perumusan kebijakan ini.Dia memberikan, presentasi perundangan terkait seminar tentang pemilik manfaat yang diselenggarakan Kantor PBB Urusan Narkoba dan Kejahatan di Kuala Lumpur. Acara ini dihadiri para pejabat pemerintah dari seluruh Asia.Undang-Undang Anti-Perusahaan Cangkang di Slowakia, muncul dari sebuah skandal di mana terdapat ribuan sub-kontraktor yang tak dibayar perusahaan konstruksi bernama Vahostav. Vahostav memindahkan dana ke perusahaan cangkang anonim di negara lain. Kebijakan ini mengharuskan setiap perusahaan yang berbisnis dengan negara, menyatakan, pemilik manfaat perusahaan, di mana data tersedia dan bisa terakses publik gratis melalui database daring (online).Kebijakan di Slowakia, juga mengizinkan siapapun menguji kebenaran informasi perusahaan. Terkait itu, perusahaan harus membuktikan di depan pengadilan untuk menyatakan informasi yang mereka berikan sudah akurat. Kalau diketahui, terbukti memberikan informasi palsu, perusahaan yang bersangkutan dapat kehilangan kontrak publik dan para pejabat eksekutifnya bisa dihadapkan pada denda dan hukuman lain.“Sangat penting! Kami memindahkan beban pembuktian ke perusahaan,” kata Leonitiev, dalam paparannya. “Sebab, kita semua tahu, hampir tidak mungkin mendapatkan informasi dari tempat seperti Delaware atau Kepulauan Karibia. Pengadilan tak bisa mendapatkan.”Kalau kemudian harus berakhir di pengadilan, katanya, perusahaanlah yang harus membuktikan bahwa pemilik manfaat yang terdaftar itu benar-benar pemilik manfaat saat itu." "Ketika Hutan di Papua Terjerat Kongkalikong Korporasi, Aturan Ungkap Pemilik Manfaat Masih Tumpul","Delaware, sebuah negara bagian di Amerika Serikat, merupakan salah satu kawasan suaka paling suram di dunia yang serupa dengan kawasan lain yang berada di wilayah kekuasaan Inggris, yakni Kepulauan Cayman dan Kepulauan Virgin Inggris.Herda Helmijaya, Koordinator Strategi Nasional dalam Pemberantasan Korupsi di Indonesia, terkesan dengan apa yang dilakukan Slowakia. “Kita perlu belajar dari Slovakia tentang bagaimana mereka menerapkan rezim pemilik manfaat itu,” katanya dalam presentasinya pada acara sama.  Secara teori, sistem ini akan memberikan alat kepada warga sipil seperti Robertus, masyarakat adat dari Anggai, untuk menyibak sosok investor yang membabat habis hutan warisan leluhur mereka yang sudah turun temurun.Sayangnya, untuk saat ini, Robertus bersama masyarakat lain masih diliputi kegelapan yang penuh teka-teki.Beberapa waktu lalu, Robertus pernah bekerja sebagai surveyor pada perusahaan perkebunan sawit di Boven Digoel. Pada 2017, dia meninggalkan perusahaan itu untuk melanjutkan sekolah.“Saya mengundurkan diri dari perusahaan untuk kuliah, ambil jurusan hukum,” katanya. “Saya berpikir, tempat kami yang sekarang perusahaan buka (perkebunan) ini, kalau tidak ada orang hukum, kita pasti ditipu!” Tulisan serupa juga bisa ditemukan di Mongabay.com dan The Gecko Project  Keterangan foto utama: Hutan Papua yang terus terancam. Foto: Nanang Sujana        [SEP]" "Tsunami dan Ketidakjelasan Mitigasi Bencana (Bagian 1)","[CLS]      Desa Teluk di bibir Pantai Labuan, Pandeglang, Banten, hari ketiga pasca tsunami. Saya menginjakkan kaki di lapangan cukup luas di depan Kantor Syahbandar Desa Teluk, Banten. Bangunan cat biru tua itu masih berdiri. Saya pernah ke sini Agustus 2017.Kala itu, saya menyaksikan sejumlah nelayan mogok melaut karena protes PLTU I Labuan yang dibuang di laut.Sekitar 50 meter sebelah kanan tembok, berdiri tugu nelayan. Warna keemasan, patung nelayan memegang ikan hasil tangkapan lengkap dengan caping dan pancing namun tembok dua kali semeter hancur. Rata dengan tanah. Sisa-sisa pecahan masih tampak. Lapangan cukup luas yang biasa jadi tempat parkir, penuh genangan air. Sisa-sisa sapuan tsunami berserakan. Potongan perahu, kayu-kayu—kemungkinan bekas rumah-rumah nelayan—, sampah, menumpuk.Baca juga: Tsunami Selat Sunda Tewaskan 222 Orang, BNPB: Hindari Dekat Pantai dan Tetap WaspadaSaya menuju dermaga. Sebelumnya, dermaga itu selalu ramai dengan nelayan pulang melaut dan menyetor ikan tangkapan ke Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Labuan. Nelayan keluar masuk. Anak-anak bermain di tepi dermaga berpembatas teras, sekitar dua meter. Dari kejauhan tampak PLTU Labuan mengeluarkan asap pembakaran batubara.Teras dermaga hancur. Berlubang sana sini. PPI tutup. Beberapa penduduk dan nelayan tak sedang menyetor ikan atau membuat ikan asin, seperti biasa. Mereka membongkar puing-puing rumah. Mencari barangkali ada benda berharga masih bisa diselamatkan. Rumah-rumah nelayan, pasar, yang memadati bibir pantai, hancur berantakan. Tak satupun utuh.  Tak ada proses evakuasi hari itu di Desa Teluk. Sebagian besar penduduk kampung nelayan ini bisa melarikan diri ke tempat lebih tinggi saat tsunami menyapu kampung pada Sabtu (22/12/18) sekitar pukul 21.30." "Tsunami dan Ketidakjelasan Mitigasi Bencana (Bagian 1)","“Ngungsi ke Kampung Mekui. Warange wong siki-siki, kampunge siki. Sing penting selamet wonge. Barang-barang ditinggal kabeh, mlayune kakaenan doang. Atu uwu berita itu langsung jegur. Basah, boro-boro persiapan do gasak bawak duit nggak dibawa. Ayo-ayo anak urang bujangan bujangan sampe serek incu incu. Dulur motore ilang kabeh, kecemplung,” kata Sumiah.Perempuan Desa Teluk ini mencoba menceritakan, upaya mereka menyelamatkan diri dari kampung tanpa sempat membawa barang-barang mereka.Baca juga: Banjir dan Longsor Terjang Sumatera Barat, Berikut Masukan Upaya PencegahanMalam itu, Sumiah sedang bersantai di depan televisi. Sudah agak mengantuk, namun dia belum terpejam. Tiba-tiba dia melihat orang-orang berlarian. Saat ditanya ada apa, orang berlari sambil teriak tsunami.Tanpa pikir panjang Sumiah menyeret anak bungsu dan seorang cucunya. Mereka berlari kemana saja orang berlari. Ke tempat tinggi, ke kampung lain.Siangnya dia mendatangi Desa Teluk. Semua hancur tersapu tsunami.Amin, nelayan asal Desa Teluk, juga cerita. Malam kejadian, dia bersama nelayan-nelayan lain tengah ngopi di sebuah warung dekat PPI. Sebagian warga mancing di tepi laut.Lewat pukul sembilan malam pemilik warung mulai beberes menutup warung. Saat itulah Amin, melihat air mulai naik. Sedikit demi sedikit menjilat daratan.“Terus surut sekaligus, terus muntah, muntah semua,” kata Amin menggambarkan ‘muntahan’ tsunami datang malam itu.Menurut Amin ada gelombang lebih kecil setidaknya dua kali sebelum gelombang ketiga yang terbesar menyeret rumah-rumah dan perahu-perahu nelayan.Amin melihat semacam pusaran air sebelum kemudian mengajak anak dan istrinya lari menuju ke tempat lebih tinggi. Tak satupun benda sempat dibawa." "Tsunami dan Ketidakjelasan Mitigasi Bencana (Bagian 1)","“Jangankan harta benda, pakai kolor doank,” katanya menunjuk sehelai baju kaos dan celana pendek selutut yang dia kenakan sampai hari ketiga ini. Amin bersyukur, seluruh keluarga, istri, anak dan orangtuanya selamat dari terjangan tsunami.Sejak puluhan tahun lalu tinggal di Labuan, tsunami tanpa tanda apapun seperti ini baru pertama kali dialami Amin.  Baik Sumiah, Amin dan masyarakat Desa Teluk, lain tak menyadari tempat tinggal mereka selama ini berada di kawasan rawan bencana. Bagi para nelayan, hidup mereka memang di tepi laut.Pemerintah menetapkan masa tanggap darurat mula-mula 14 hari untuk Pandeglang dan Serang, sampai 4 Januari 2019 dan tujuh hari untuk Lampung Selatan, sampai Desember 2018. Untuk Banten, 27 Desember 2018 sampai 9 Januari 2019.Pada 28 Desember, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 426 orang meninggal dalam peristiwa ini dan 23 orang lain masih hilang. Korban luka 7.202 orang, lebih 40.000 warga mengungsi.Baca juga: Gempa dan Tsunami Palu-Donggala, Ratusan Orang Tewas, Infrastruktur Rusak ParahSelain korban manusia, seminggu setelah gelombang tinggi dan besar menyapu pesisir pantai Selat Sunda dan Lampung, BNPB juga telah mengantongi catatan kerusakan 1.269 rumah, 78 penginapan dan warung, 434 perahu dan kapal, 69 mobil, 38 sepeda motor, satu dermaga dan satu shelter. Shelter termasuk kategori rusak berat.Hingga beberapa minggu, BNPB masih terus memverifikasi pencatatan data. Data korban meninggal menurun, ternyata ada pencatatan ganda di Pandeglang dan Serang.Kalau lihat peta, sebagian besar pesisir pantai berteluk terkena tsunami kecuali Cilegon. Wilayah yang dilaporkan mengalami dampak lebih parah merupakan tepi-tepi lekukan yang paling menjorok ke laut dibanding cekungan seperti Carita, Tanjung Lesung, dan Sumur." "Tsunami dan Ketidakjelasan Mitigasi Bencana (Bagian 1)","BPBD Lampung dan Banten, mencatat panjang pantai terdampak tsunami 312,78 km, tersebar di empat kabupaten, Tanggamus 75,38 km, Lampung Selatan 66,25 km, Pandeglang dan Serang 171,15 km.Pulau terdekat dengan Gunung Anak Krakatau, praktis jadi pulau paling terdampak, seperti Pulau Sebesi dan Pulau Sebuku. Penduduk Pulau Sebesi, sekitar 1.600 jiwa, diungsikan ke Kecamatan Kalianda, Lampung Selatan.  Melihat dampak dan potensi susulan bencana, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), unit di bawah Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) rekomendasi masyarakat dan wisatawan untuk tak beraktivitas dalam radius lima km dari puncak kawah Gunung Anak Krakatau.Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) juga melarang masyarakat beraktivitas di sekitar pantai pada radius 500 meter hingga satu km dari garis pantai.Tsunami vulkanik yang melanda Banten dan Lampung, ini mengakibatkan 351.000 penduduk terdampak, 209.628 jiwa di Banten dan 141.611 di Lampung. Kurang seminggu 99,1% layanan telekomunikasi sudah pulih di wilayah terdampak tsunami. Sembilan pos puskesmas juga didirikan Kementerian Kesehatan di Pandeglang dan satu di Serang.Rumah Sakit Umum (RSU) Berkah Pandeglang dan RSUD Drajad Prawiranegara Serang juga ditunjuk sebagai rumah sakit rujukan korban tsunami.Saat saya menyusuri sebagian jalanan di pesisir Pantai Carita, Anyer, dan Tanjung Lesung, pada hari ketiga pasca tsunami, akses jalan nyaris tanpa hambatan. Sehari sebelumnya, Presiden Joko Widodo, sudah datang mengunjungi beberapa titik terparah dampak tsunami.Saat itu, presiden langsung memerintahkan BMKG membeli alat pendeteksi tsunami yang selama ini belum dimiliki negara meski titik rawan tsunami bertebaran di sepanjang pesisir pantai pulau-pulau di Indonesia. Alasannya, alat itu mahal.Laporan BPBD kepada BNPB, evakuasi korban di laut sempat terhambat karena cuaca ekstrim seperti ombak tinggi di laut dan bibir pantai." "Tsunami dan Ketidakjelasan Mitigasi Bencana (Bagian 1)","Saat itu, alat berat masih kurang, padahal urgen guna mempercepat proses penyelamatan dan pencarian serta membuka akses jalan terputus.Dari rombongan relawan, saya mendapat informasi pada malam ketiga setelah tsunami akses jalan ke Kecamatan Sumur, satu titik terparah, ditutup karena air kembali pasang. Keesokan hari, akses buka kembali.Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, mengatakan, wilayah terdampak tsunami luas hingga kesulitan penanganan bersamaan.Terbatasnya alat derek juga jadi kendala memindahkan kendaraan rusak yang menghalangi jalan. Pemilik mobil tersebar di berbagai rumah sakit, bahkan ada yang sudah pulang.   Mitigasi Secara umum sebagian masyarakat Indonesia dan pemerintah daerah belum siap menghadapi bencana. Hasil kajian BNPB mengenai kesiapsiagaan masyarakat menghadapi bencana, menunjukkan ada peningkatan pengetahuan. Meskipun begitu, pengetahuan ini belum menjadi sikap, perilaku dan budaya yang mengaitkan kehidupan dengan mitigasi bencana.Dengan kata lain, kata Sutopo, budaya sadar bencana Indonesia masih rendah hingga perlu upaya serius dan berkelanjutan untuk meningkatkan kesadaran.Hasil penelitian indeks kesiapsiagaan per kota dan kabupaten di Indonesia pada 2012, menunjukkan kesiapsiagaan masyarakat dan pemerintah daerah masih rendah.“Pengetahuan bencana meningkat tapi kebijakan, rencana tanggap darurat, peringatan dini, dan mobilisasi sumber daya masih minim.”Setahun kemudian BNPB bersama UNFPA punya pilot survey pengetahuan, sikap dan perilaku menghadapi bencana.Hasilnya, tingkat pengetahuan tentang bencana sudah baik tetapi masih belum jadi sikap dan perilaku.Proses membentuk budaya masyarakat yang tangguh menghadapi bencana, kata Sutopo, perlu proses panjang, lintas generasi dan harus terus menerus. Pengurangan risiko bencana harus jadi investasi pembangunan di semua sektor.“Tidak boleh hanya adhoc, perlu komitmen tinggi dari pemerintah dan pemda.”" "Tsunami dan Ketidakjelasan Mitigasi Bencana (Bagian 1)","Mengutip Kroeber dan Kluckhohn (1952), Sutopo mengingatkan tiga kelompok manusia berdasarkan cara pandangnya terhadap alam. Pertama, kelompok tradisional ditandai sikap tunduk dan pasrah terhadap alam.Kedua, kelompok transformasi yang berusaha mencari keselarasan dengan alam. Ketiga, kelompok manusia moderen yang berhasrat menguasai alam.Dari tipologi ini, Koentjaraningrat (1987) memasukkan orang Indonesia dalam kelompok tradisional dan sebagian kelompok transformasi.“Jadi, sekalipun mengantongi telepon genggam terbaru dengan fasilitas ramalan cuaca, orang Indonesia cenderung pasrah terhadap alam,” kata Sutopo.Mitigasi merupakan bagian dari penyelenggaraan penanggulangan bencana ketika terdapat potensi bencana. Mitigasi sebagai serangkaian upaya mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi bencana.Dia jelaskan, ada dua jenis mitigasi, pertama, struktural misal, pembangunan bendungan, talud, bronjong, shelter tsunami, konstruksi tahan gempa, sistem peringatan dini, sumur resapan, dan lain-lain. Kedua, non struktural, misal kelembagaan, legislasi, penataan ruang, perencanaan, sosialisasi, diklat, penelitian, gladi, asuransi, penghijauan dan reboisasi.  Sayangnya, ucap Sutopo, mitigasi bencana yang bisa dimaknai upaya menyiapkan diri menghadapi risiko bencana, tak jadi prioritas.Padahal, dalam beberapa bencana di Indonesia, mitigasi bencana berhasil menyelamatkan korban jiwa. Dia contohkan, saat erupsi Gunung Kelud di Jawa Timur, 13 Februari 2014, mitigasi bencana menyelamatkan 90.000 jiwa melalui evakuai aman dan tertib.Peringatan dini banjir di Sungai Ciliwung dan Bengawan Solo, juga mampu memberikan peringatan kepada masyarakat untuk evakuasi atau mengantisipasi banjir setiap tahun." "Tsunami dan Ketidakjelasan Mitigasi Bencana (Bagian 1)","Pembangunan sistem peringatan dini longsor kerjasama BNPB dan Universitas Gadjah Mada, kata Sutopo, juga menyelamatkan masyarakat di Karanganyar, Aceh Besar, Temanggung, dan lain-lain.“Juga ada pembangunan bendung mini untuk panen hujan di Bantul, Yogyakarta,” kata Sutopo.Mitigasi, katanya, harus terintegrasi dalam program pembangunan. Pengurangan risiko bencana dan harus menjadi prioritas pembangunan nasional dan daerah.Untuk itu, BNPB berharap anggaran pengurangan risiko bencana dan mitigasi bencana naik.Kajian Bappenas menyebutkan, idealnya untuk kegiatan pra bencana,–termasuk pengurangan risiko dan mitigasi bencana–minimal 1% dari APBN atau APBD. Cadangan penanggulangan bencana,—untuk dana siap pakai atau dana darurat dan pasca bencana— juga harus ditingkatkan, selain perlu juga asuransi bencana. Kearifan lokalSelain itu, dalam manajemen dan perencanaan penanggulangan bencana, perlu memadukan ilmu pengetahuan teknologi (Iptek) dengan kearifan lokal.Sutopo memberi contoh memadukan iptek dan kearifan lokal dalam mitigasi bencana. Masyarakat di sekitar Gunung Slamet di Banyumas, punya kearifan lokal anstisipasi erupsi Gunung Slamet. Tandanya, air jadi panas di Pancuran 7 dan Pancuran 3, Baturaden. Satwa turun gunung di Desa Limpakuwus, Kecamatan Sumbang, Banyumas.Baca juga: Warisan Leluhur Selamatkan Warga Adat di Lombok Ini dari GempaKearifan ini didampingi penerapan iptek untuk mitigasi erupsi Gunung Slamet dengan pemasangan empat seismograf dan sensor vulkanik, membuat peta kawasan rawan bencana. Juga, penyusunan rencana konstruksi, sosialisasi, simulasi atau gladi serta pengembangan desa tangguh bencana termasuk desa nelayan di pesisir pantai." "Tsunami dan Ketidakjelasan Mitigasi Bencana (Bagian 1)","Akhinya, kata Sutopo, dalam penanggulangan bencana dari manusia ke manusia. Sistem peringatan dini bencana harus menyeluruh. Satu sistem terdiri dari kumpulan sub sistem, yaitu alat, sosialisasi, edukasi, kearifan lokal, partisipasi masyarakat, mata pencaharian masyarakat, politik lokal, kebijakan publik, dan lain-lain.“Jadi semua sistem harus dikaji menyeluruh,” katanya.Ia meliputi bagaimana peringatan dini dari alat bisa diterima masyarakat, kemudian mengikuti perintah peringatan dini itu. Sayangnya, hal ini seringkali kurang dipahami dan saat bencana terjadi saling menyalahkan. Masing-masing, katanya, merasa sudah memasang alat peringatan dini, padahal tak menyeluruh dalam satu sistem.   Mati suriSaat Presiden Joko Widodo meminta BMKG membeli alat peringatan dini tsunami, BNPB langsung mengusulkan kepada presiden agar tak hanya membeli alat. BNPB usul pemerintah melanjutkan masterplan pengurangan risiko bencana tsunami (PRBT) yang pernah dibuat tahun 2012.Setelah gempa bumi 8,5 SR pada 11 April 2012, dalam pertemuan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II lima hari setelah gempa, di Istana Bogor, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menginstruksikan BNPB menyusun masterplan PRBT bersama kementerian, lembaga terkait dan perguruan tinggi.Dalam masterplan 146 halaman yang disusun selama dua bulan pasca gempa Aceh ini ada pembelajaran yang bisa diambil dari bencana gempa yang membuat masyarakat panik dan tak evakuasi dengan benar.Kapasitas sistem peringatan dini tsunami atau sering disebut sistem peringatan dini tsunami Indonesia (InaTEWS) sebagai satu-satunya early warning system negara di bawah BMKG. Meski telah berjalan baik—karena kurang dari lima menit setelah kejadian berhasil mengeluarkan peringatan dini tsunami—, namun banyak masalah dalam diseminasi atau penyebaran informasi dari nasional ke pemerintah daerah lalu ke masyarakat." "Tsunami dan Ketidakjelasan Mitigasi Bencana (Bagian 1)","Salah satu poin evaluasi dalam masterplan ini menyebut aspek teknis peringatan dini perlu fokus pada rantai peringatan dini tsunami. Respon pemerintah pengambilan keputusan evakuasi dan arahan dukungan pemerintah daerah dalam evakuasi.Dalam rantai peringatan dini BMKG pada gempa Aceh 2012, kurang lima menit BMKG berhasil mengeluarkan peringatan dini pertama, yang disebarluaskan lewat berbagai moda komunikasi. Lalu, mengeluarkan peringatan lanjutan sesuai format dan prosedur dan langkah lanjutan.Namun diseminasi atau penyebarluasan informasi masih terhambat karena peringatan dini pertama sampai keempat tidak diterima beberapa pihak karena kendala teknis seperti perangkat tak berfungsi, listrik mati, faksimil tidak diterima, SMS terlambat. Juga kendala non teknis seperti nomor telepon genggam resmi lembaga belum didaftarkan ke BMKG, pesan email atau SMS diterima di alamat pribadi, atau email tak dibuka.Kala itu, situs BMKG juga crash karena pengunjung berusaha mengakses meningkat drastis. Pesan peringatan dini pertama sampai keempat format panjang belum dipahami rantai utama peringatan baik di nasional, daerah pun media.Bagaimana respon pemerintah daerah? Agar dapat menerima pesan dengan baik, BPBD harus bisa menerima pesan singkat 24 jam sehari, tujuh hari seminggu tanpa gangguan sistem alat komunikasi maupun sumber daya listrik. Gempa yang dapat menimbulkan tsunami bisa terjadi kapan saja, Pusdalops BPBD harus dapat menindaklanjuti kapanpun.  Sayangnya, peringatan dini belum dapat menjangkau cepat kepada masyarakat. Pelayanan peringatan dini tsunami, saat itu dinilai perlu menggunakan prosedur tetap (protap). Protap penting untuk pengambilan keputusan dan penyebaran informasi dengan cepat." "Tsunami dan Ketidakjelasan Mitigasi Bencana (Bagian 1)","Dalam peringatan dini tsunami juga perlu ada pendelegasian wewenang resmi. Sebab, peringatan dini tsunami harus tersebar dalam waktu singkat. Biasa, kala terjadi gempa bumi, listrik padam dan jalur komunikasi terputus segera.Tak kalah penting, sinkronisasi protap dari provinsi, kabupaten dan kota karena tsunami bisa terjadi lintas batas administratif. Saat masterplan ini dibuat, kondisi BPBD di daerah sebagian besar jauh dari kapasitas untuk mengendalikan operasi pemberian peringatan dan evakuasi.Meski BMKG telah menginstal perangkat warning receiver system (WRS) yang memungkinkan BPBD menerima pesan peringatan dini dalam waktu kurang lima menit, saat itu alat tak berfungsi optimal.Pada kejadian 11 April 2012, sirine-sirine tanda evakuasi ada yang aktif, ada yang gagal. Sirine-sirine aktif dari BMKG bukan pemerintah daerah. Belum ada kejelasan pembagian peran antara pemerintah daerah dan BMKG dalam memberi perintah evakuasi kepada masyarakat. Kondisi ini, katanya, bikin kerancuan di lapangan.Sirine yang tidak berfungsi atau harus dinyalakan manual di lapangan bikin terlambat, kurang lebih satu jam setelah gempa terjadi. Ada beberapa masalah teknis seperti listrik padam dan tak ada baterai cadangan, komunikasi terputus.Juga peralatan sirine tak terawat baik, beberapa petugas juga tak tahu cara menyalakan alat.Ketidakjelasan dalam pengambilan keputusan membuat masyarakat bingung atas makna dan fungsi sirine. Ada masyarakat menganggap, bunyi sirine adalah tanda peringatan dini. Mestinya, sirine bermakna perintah evakuasi.Celakanya, saat masterplan disusun, sirine di beberapa daerah belum diserahterimakan ke daerah karena belum punya dana perawatan. Saat itu, perawatan sirine BMKG kontrak ke pihak ketiga tetapi perawatan belum baik." "Tsunami dan Ketidakjelasan Mitigasi Bencana (Bagian 1)","Dalam kasus gempa Aceh 2012, tempat evakuasi sementara (TES) juga tak bermanfaat maksimal. Masyarakat panik, ditambah lagi tak paham makna sirine dan jalur evakuasi, berlarian dengan bingung. Mereka evakuasi mandiri, masih dengan kendaraan baik roda dua maupun roda empat.Sebagian masyarakat bahkan tak mendengar arahan dari pemerintah daerah untuk evakuasi. Mereka lari ke dataran tinggi dan tak memanfaatkan gedung TES. Masalah lain, gedung TES hanya untuk evakuasi tsunami. Jadi, perawatan dan biaya operasional dinilai membebani pemda.Respon masyarakat terhadap gempa yang mendahului tsunami sangat beragam. Keputusan masyarakat untuk evakuasi dipengaruhi pengalaman sebelumnya.Di Sumatera Barat, cukup jauh dari pusat gempa, masyarakat merasakan gempa tak kuat. Sebagian warga tak evakuasi, hanya keluar rumah. Sebagian lagi evakuasi setelah mendengar sirine.Di Banda Aceh, karena gempa kuat dan masih ada trauma tsunami 2004, masyarakat cenderung segera evakuasi ke tempat aman atau tinggi.  Karena minim pemahaman dan infrastruktur penyelamatan, masyarakat masih panik dan bikin macet pada jalur-jalur evakuasi karena sebagian besar menyelamatkan diri dengan kendaraan dan sama-sama menuju satu titik evakuasi tertentu.Selain itu, tak ada arahan hingga evakuasi tak sesuai dan melampaui golden time, 10-30 menit, setelah gempa. Masyarakat cenderung tak langsung evakuasi tetapi berusaha kembali ke rumah mencari keluarga.Saat itu, masyarakat tak menerima peringatan dini secara resmi dari pemerintah daerah namun dari SMS dan televisi atau radio. SMS diterima orang per orang. Televisi dan radio menerima pesan melalui alat instalan di master control room media BMKG." "Tsunami dan Ketidakjelasan Mitigasi Bencana (Bagian 1)","Media sesuai prosedur sudah menyampaikan peringatan dini melalui breaking news. Namun, dalam masterplan disebutkan media belum mengerti makna pesan peringatan dini pertama sampai keempat. Hingga informasi yang sampai ke masyarakat terbatas. Radio komunitas berperan penting dalam diseminasi informasi ini.Sirine bukanlah peringatan dini tetapi perintah evakuasi resmi oleh pemda. Waktu itu, masih ada masyarakat yang merasa perlu mendapat kepastian gejala tsunami dan pergi ke pesisi pantai untuk melihat air surut. Selain masih ada juga yang memaksakan diri evakuasi dengan kendaraan, masyarakat masih tak sepenuhnya percaya pada bangunan evakuasi vertikal jadi masih mencari tempat tinggi meski jauh.  Rencana induk tak beranggaranLantas, apa yang direncanakan dalam masterplan hingga BNPB meminta pemerintah mengaktifkan kembali masterplan ini? Ada empat program yang disusun.Pertama, penguatan rantai peringatan dini. Harus ada kejelasan dan kerangka hukum jelas siapa yang memberi peringatan dini dan kewenangan dalam mata rantai peringatan dini disertai pendidikan dan pelatihan atas jenis dan makna peringatan dini. Ini kunci penting pengambilan keputusan, tindak lanjut dan informasi kepada masyarakat.Penguatan juga dilakukan dengan penyusunan protap dan peningkatan komunikasi yang tangguh. Penguatan rantai peringatan dini juga harus dilengkapi sirine atau alarm yang dipasang pemda dan bisa berbunyi kurang dari 10 menit setelah gempa bawah laut.Sirine ini akan membantu warga mengetahui tsunami akan datang dan semua orang segera evakuasi. Sistem peringatan dini tsunami juga harus dilengkapi teknologi peringatan sederhana terutama untuk wilayah pesisir yang padat kampung nelayan misal dengan memanfaatkan pengeras suara masjid atau lonceng gereja untuk memberi peringatan evakuasi atau sistem yang dipasang di infrastruktur penting seperti pelabuhan, depo BBM, kilang minyak dan lain-lain." "Tsunami dan Ketidakjelasan Mitigasi Bencana (Bagian 1)","Kedua, pembangunan dan pengembangan tempat evakuasi sementara. Juga harus dibuat rencana evakuasi berdasarkan informasi yang benar dengan peta bahaya tsunami atau peta risiko tsunami yang detil per kabupaten yang diperkuat dengan kerangka kebijakan hukum di daerah.Peta evakuasi tsunami memperlihatkan rute-rute arah evakuasi bagi masyarakat menjauhi pantai dan menuju tempat evakuasi dan rambu sesuai kebutuhan. Peta harus disebar di beberapa tempat di sepanjang pantai terutama di wilayah padat penduduk, tempat objek wisata, resor atau hotel dan pusat kegiatan masyarakat.Mengenai tempat evakuasi sementara ada beberapa kriteria yang disebut dalam masterplan yakni harus tahan gempabumi, punya jumlah lantai yang aman—lebih tinggi dari perkiraan tsunami—, dan dalam kondisi normal bangunan juga berfungsi sebagai bangunan umum hingga memenuhi aspek keberlanjutan.Untuk kelompok masyarakat pesisir, perlu dibangun menara tempat evakuasi sementara dengan tinggi 7-10 meter yang kokoh dan tahan hingga gempa 9 SR serta kuat menahan hempasan gelombang tsunami.Letaknya harus disebar di sepanjang pantai dalam jalur evakuasi tsunami. Lokasi harus dicapai dalam jarak tempuh berlari 20 menit. Atau dapat juga diletakkan di atas jalan raya sekaligus berfungsi sebagai jembatan penyeberangan.Selain menara juga harus ada bangunan tempat evakuasi sementara yang lokasi di keramaian, strategis dan mudah dijangkau.Dalam membangun ini harus dilibatkan tokoh masyarakat agar ruang disediakan seusia kegiatan yang dibutuhkan.Partisipasi masyarakat akan menumbuhkan rasa memiliki. Bangunan umum seperti masjid, sekolah, rumah sakit, kantor juga dapat sebagai tempat evakuasi.Ide lain, bukit buatan, untuk daerah pemukiman di dataran pantai landai dan luas dan tak ada bangunan gedung tinggi. Bukit buatan ini bisa jadi sebagai taman kota, lapangan olahraga atau fasilitas umum lain." "Tsunami dan Ketidakjelasan Mitigasi Bencana (Bagian 1)","Bagi daerah pantai dengan perbukitan bisa cukup menggunakan bentang alam yang ada dengan membuat jalan atau rute evakuasi memadai. Rute ini bisa juga sebagai jogging track.Ketiga, penguatan kapasitas kesiapsiagaan pusat pengendalian operasi (pusdalops) penanggulangan bencana sebagai lembaga yang memandu evakuasi sekaligus pusat informasi bencana. Ini dilengkapi pembentukan dan penguatan relawan sebagai garda terdepan dalan evakuasi darurat dengan pelatihan rutin.Keempat, pembangunan kemandirian industri instrumen kebencanaan. Indonesia, kata Sutopo, harus jadi tuan rumah untuk ini. “Indonesia harus jadi laboratorium kebencanaan,” katanya.Masterplan ini memerlukan dana Rp16,7 triliun. Sayangnya, setelah berjalan dua tahun pembahasan, 2013-2014, berhenti pada 2015 karena tak ada anggaran. (Bersambung) Keterangan foto utama:      Air menggenang di lapangan depan Kantor Syahbandar Desa Teluk, Labuan, Pandeglang, Banten, tiga hari pasca tsunami. Foto: Della Syahni/ Mongabay Indonesia       [SEP]" "Di Tempat Asalnya, Si ‘Buruk Rupa’ ini Dijuluki Burung Neraka","[CLS]  Burung ini memang bertampang tak seperti layaknya burung yang sering kita lihat. Matanya besar seolah melotot, tubuhnya cukup besar, kepalanya pun besar, paruhnya lebar, dan jika membuka paruhnya, mulutnya juga bakal terbuka dengan sangat lebar. Kemampuannya menyamar menyerupai dahan pohon membuatnya seringkali tak terlihat oleh siapapun.Burung Potoo namanya. Burung nocturnal yang mencari makanan utamanya, yakni serangga, saat hari sudah gelap. Di siang hari, burung ini bertengger di bagian ujung batang pohon, untuk menyamarkan tubuhnya dan memang terlihat sekali seperti dahan pohon kering. Kemampuan kamuflasenya ini membantunya bertahan hidup.baca : Empat Dekade Penelitian, 457 Burung Dinyatakan Sebagai Spesies Baru  Jika merasa menemui ancaman, burung ini akan membekukan dirinya pada batang pohon, tak bergerak sedikitpun,  bahkan tak juga bernafas. Penyamarannya tentu saja juga dipakai untuk mengelabui calon calon mangsanya. Matanya yang begitu besar membantunya bernavigasi di malam hari untuk mencari mangsa.Burung Potoo terdiri atas tujuh spesies, serta dijumpai di seluruh wilayah Amerika Selatan dan Amerika Tengah. Beberapa spesies juga ditemukan di Amerika Utara, kecuali Kanada dan Amerika Serikat.  Mereka hidup di Amerika Tengah hingga Selatan, dari Meksiko hingga Argentina, dengan keragaman terbesar terjadi di cekungan Amazon, tempat hidup 5 spesies.baca juga : Dinyatakan Punah 136 Ribu Tahun Silam, Burung Ini Muncul Kembali   Burung ini juga ditemukan di setiap negara Amerika Tengah dan Selatan kecuali Chile. Mereka juga hidup di tiga pulau Karibia yaitu Jamaika, Hispaniola dan Tobago. Potoos umumnya memang tak banyak bergerak, meskipun kadang-kadang mereka masuk ke Kawasan perumahan penduduk maupun pelabuhan." "Di Tempat Asalnya, Si ‘Buruk Rupa’ ini Dijuluki Burung Neraka","Habitatnya hutan lembab dan semi-lembab, meskipun beberapa spesies juga muncul di hutan yang lebih kering.    Burung ini termasuk burung monogami. Pasangan induk akan mengerami telur dan membesarkan anaknya hingga dewasa.Tak seperti burung lainnya, mereka tidak membangun sarang, mereka memanfaatkan celah celah batang pohon untuk menempatkan telurnya yang hanya satu. Status konservasinya memang least concerned, meski begitu populasinya terus menurun.menarik dibaca : Surga Burung Itu Ada di Taman Nasional Matalawa [4] Sumber : perunature.com, birds.cornell.edu, imgur.com, honesttopaws.com, dan astheworldfails.tumblr.com.  [SEP]" "Jadi Sumber Ekonomi Warga, Tidak akan Lagi Mangrove Dirusak di Lubuk Kertang","[CLS]  Artikel sebelumnya: Sangkot, Mangrove dan Kembalinya Kesejahteraan Masyarakat Lubuk Kertang Situasi pasca pemulihan ekosistem mangrove menjadi cerita baik buat warga. Saat ini banyak warga Lubuk Kertang, Kecamatan Berandan Barat, Kabupaten Langkat yang hidupnya lebih meningkat. Budidaya dan menangkap beragam biota seperti kepiting, ikan dan udang yang di mangrove pun sekarang menjadi mata pencarian utama warga.Secara ekologis, kayu bakau yang sudah mulai membesar juga menjadi panahan abrasi alami dan sekaligus mengantisipasi kerusakan pesisir yang diakibatkan oleh gelombang pasang laut.Hal ini bertolak belakang dengan cerita masa lalu. Saat mangrove hancur dan hasil tangkapan biota berkurang. Banyak warga di tiga kecamatan; Berandan Barat, Sei lepan, dan Kecamatan Babalan yang mengadu nasib bekerja ke kota. Mereka bekerja serabutan, bahkan ada diantaranya yang menjadi tenaga kerja di Malaysia dan sejumlah negara lain.Izin kawasan Hutan Kemasyarakatan (HKm) yang diterima oleh Kelompok Tani dan Nelayan Mangrove Lubuk Kertang pada tahun 2017, lalu menjadi inspirasi warga untuk terus mempertahankan hutan mangrove.Apalagi sejak mereka mendapat penghargaan sebagai salah satu kelompok terbaik dalam pengelolaan kawasan lewat mode perhutanan sosial. Di Indonesia, ujarnya, dari sekitar 5.600 kelompok yang mendapat izin perhutanan sosial, hanya ada sembilan kelompok yang mendapat penghargaan langsung dari tangan Presiden.“Ini menjadi pemicu bagi kami untuk lebih baik lagi,” ungkap Rohman, Ketua Kelompok Tani dan Nelayan Lestari Mangrove Lubuk Kertang.Kelompok ini sekarang berjumlah 108 orang dan aktif menanam bakau. Dahulu mereka memperjuangkan agar ekosistem mangrove Lubuk Kertang dikembalikan setelah banyak lahan mangrove yang dikonversi menjadi kebu-kebun sawit lewat pembuatan tanggul-tanggul bentengan." "Jadi Sumber Ekonomi Warga, Tidak akan Lagi Mangrove Dirusak di Lubuk Kertang","Selain mengelola mangrove, anggota kelompok pun mulai berinisiatif untuk membuat pengolahan pangan. Seperti daun muda bakau yang diolah menjadi kripik, dan buah bidada yang diolah menjadi sirup dengan nama sirup bidada.“Masyarakat pesisir dan nelayan Lubuk Kertang sadar betul manfaat hutan mangrove. Ekologi kembali, ekonomi nelayan meningkat. Hasil tangkap membaik. Saat ini 90 persen sudah kembali menjadi hutan dan rehabilitasi akan tetap berjalan, ” jelas Rohman.  Saman, seorang nelayan di Lubuk Kertang masih ingat betul saat hasil laut cukup tinggi di tahun 1980-an.“Dulu wilayah ini hutan [mangrove] tua. Kayu bakau besar-besar. Lalu masuk pengusaha semuanya ditebangi. Dulu lebah madu banyak disini, kami selalu usaha cari madu di hutan mangrove. Sekarang tidak lagi, karena pohonnya baru tumbuh kembali usia lima hingga tujuh tahun. Mudah-mudahan makin besarlah, biar makin baik, ” jelas Saman.Dia mengaku pasca rehabilitasi, per minggu dia bisa mendapat hasil hingga Rp3 juta. Melonjak jauh. Pada saat hutan bakau berubah jadi kebun sawit, dia hanya mendapat Rp500 ribu per pasang dan surut.“Alhamdulillah, sekarang semua sudah mulai bermunculan biota laut ini. Udang lipan satu ekor mahal mencapai Rp100 ribu. Kepiting dan udang pun sudah banyak hidup lagi. Hutan bakau jangan dirusak lagi,” harapnya. Video: Kembalinya Ekologi Ekosistem Mangrove Lubuk Kertang  Meski demikian masih saja ada orang-orang yang mencoba melakukan penebangan liar kayu bakau untuk menjadi kayu arang.Mereka umumnya datang dari luar kawasan. Untuk menjaga agar pohon bakau yang ditanam warga tidak ditebangi, sekarang  kelompok melakukan penjagaan dan pengawasan penuh. Kadang hingga menghalau mereka dengan beragam cara." "Jadi Sumber Ekonomi Warga, Tidak akan Lagi Mangrove Dirusak di Lubuk Kertang","“Kami tak kasih ampun, begitu ada yang tertangkan langsung kami beri pelajaran. Ada yang kabur saat di kejar, ada juga yang melawan. Mangrove yang kami tanam tak akan kami izinkan untuk ditebang. Karena itu sama saja akan kembali seperti dahulu lagi, ” tegas Rohman.Sebaliknya, penanaman bibit bakau terus ditingkatkan. Dari 410 hektar luas wilayah izin yang diberikan untuk dikelola, yang dikelola intensif baru 2,5 hektar, sisanya untuk dilakukan program pengamanan dan pemulihan.  Pengelolaan wilayah hutan mangrove pun sudah menjadi program pemerintah desa. Zul Insan, Kepala Desa Lubuk Kertang saat dijumpai oleh Mongabay Indonesia, menyebut sebagian anggaran dana desa diperuntukkan untuk membangun infrastruktur hingga ke hutan mangrove.“Pada tahun 2017 melalui konsep dana desa, anggaran digunakan buat pembangunan infrastruktur silvofishery di area hutan kemasyarakatan Lubuk Kertang,” ujar Zul Insan.Desa pun membuat aturan untuk menjaga hutan desa mengrove. Itu pula yang membuat Lubuk Kertang mendapat penghargaan dari Pemda.“Kebersamaan dan solidaritas masyarakat membuat kita masuk dalam kategori kampung iklim dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara, ” imbuhnya.Dirinya berniat untuk menjadikan hutan mangrove sebagai prioritas untuk pengentasan kemiskinan warga. Sekaligus membuka lapangan pekerjaan bagi warga yang belum bekerja, tanpa perlu jauh-jauh keluar daerah. Menurut perhitungannya, ada 400-500 orang usia produktif yang saat ini belum bekerja di Lubuk Kertang.“Jadi selain sektor ekonomi dari pesisir dan laut yang terus membaik, konsep hutan desa juga mampu mendukung peningkatan ekonomi. Semua dapat memanfaatkan kawasan hutan tanpa harus merusaknya. ”  " "Jadi Sumber Ekonomi Warga, Tidak akan Lagi Mangrove Dirusak di Lubuk Kertang","Dari sisi nilai penting, keberadaan mangrove menjadi penting baik bagi ekonomi maupun ekologis kawasan. Indonesia sendiri telah mengikatkan diri lewat ratifikasi trhadap Konvensi Ramsar mengenai Lahan Basah, termasuk mengikuti Deklarasi Rio tentang Lingkungan Hiudp dan Pembangunan.“Meskipun tidak mengikat secara hukum, namun sebuah konvensi adalah konsensus masyarakat internasional. Dengan begitu mengikat secara moral,” jelas Syufra Malina dari Human Rights Supporter saat dijumpai Mongabay Indonesia beberapa waktu lalu.Dia mengapresiasi apa yang telah dilakukan warga di Lubuk Kertang, menurutnya dengan melindungi kawasan dan memanfaatkannya secara bijak, maka ini merupakan tindakan yang mengarah pada pemenuhan hak-hak dasar atas penghidupan yang layak bagi warga negara.Dengan adanya wewenang pengelolaan hutan negara melalui konsep HKm ini, maka upaya perlindungan kawasan hutan mangrove disana semakin kuat. Konflik tenorial selesai sudah di Lubuk Kertang. Masyarakat kelompok yang mengusul HKm Lubuk Kertang akhirnya mampu mengawasi dan menjaga ekosistem mangrove disana. Video: Kembalinya Hutan Mangrove   [SEP]" "Pentingnya Kelola Perairan Umum Daratan untuk Kebaikan Bersama","[CLS]  Indonesia memerlukan sebuah kebijakan yang bisa mengatur dan mengelola perairan umum daratan secara baik. Kehadiran regulasi seperti itu, sangat penting untuk dimunculkan, karena perairan umum daratan menghasilkan komoditas ekonomi yang penting. Tanpa ada pengelolaan yang baik, komoditas yang dihasilkan dari perairan umum daratan lambat laun akan habis sumber dayanya.Demikian diungkapkan Kepala Pusat Riset Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Waluyo Sejati Abutohir belum lama ini di Bandung, Jawa Barat. Menurut dia, dengan adanya kebijakan khusus, maka itu sama saja dengan memberikan perlindungan kepada masyarakat yang menjadikan perairan umum daratan sebagai mata pencaharian mereka.“Saat ini sedang disusun draf keputusan menteri kelautan dan perikanan tentang kawasan pengelolaan perikanan untuk perairan umum daerah (KPPU-PUD),” ucap dia dalam keterangan resmi yang diterima Mongabay Indonesia.Waluyo mengatakan, untuk saat ini penyusunan draf sudah memasuki tahap finalisasi dan diharapkan bisa untuk segera disahkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan. Tahapan tersebut menjadi penting, karena di masa mendatang keberadaan permen akan menjadi kebijakan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya perikanan daratan di seluruh Indonesia.Menurut Waluyo, dibandingkan dengan perairan laut beserta sumber daya ikan di dalamnya, perairan umum daratan hingga saat ini dinilai masih tertinggal dalam pengelolaannya. Hal itu terbukti dengan adanya pengaturan wilayah pengelolaan perikanan RI (WPPRI) yang mengatur wilayah laut Indonesia dari Sabang sampai Merauke, dan dari Miangas sampai pulau Rote.“Sampai saat ini belum ada peraturan yang mengatur kawasan perairan umum daratan. Keberadaan Keputusan Menteri tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Perairan Umum Darat (KPP-PUD) sangat penting, karena Indonesia memiliki wilayah perairan umum daratan yang luasnya sekitar 13,85 juta hektare,” ungkapnya." "Pentingnya Kelola Perairan Umum Daratan untuk Kebaikan Bersama","baca : Danau-danau Ini Hadapi Masalah Sampah sampai Ikan Endemik Makin Langka  Ekosistem DaratanLuasan perairan umum daratan tersebut, kata Waluyo, terdiri dari ekosistem sungai dan dataran banjir, danau, dan danau buatan manusia atau waduk yang tersebar di pulau-pulau kepulauan seperti Kalimantan, Sumatera, Papua, Sulawesi dan Jawa, Bali, dan Pulau Nusa Tenggara. Keragaman wilayah tersebut, penting untuk bisa dikelola dengan baik dan sesuai dengan ekosistem masing-masing.Dengan terbitnya permen KP nanti, Waluyo menyebutkan, itu akan menjadi payung dalam pengelolaan perikanan nasional yang mengatur pemanfaatan perikanan umum daratan. Caranya, melalui perencanaan tata ruang, persiapan rencana pengelolaan perikanan (RPP), konservasi, budi daya ikan, penelitian dan pengembangan perikanan.“Sesuai dengan kode etik internasional untuk perikanan yang bertanggung jawab di Indonesia,” tegas dia.Pada 2010, Komisi Nasional Plasma Nutfah Indonesia pernah melaporkan bahwa perairan umum daratan yang ada di Indonesia mengandung kekayaan plasma nutfah ikan yang jenisnya sangat banyak. Dalam laporan tersebut, disebutkan bahwa jumlahnya mencapai 25 persen dari semua jumlah jenis ikan yang ada di dunia.Perkiraan tersebut, kemudian dipertegas oleh lembaga pangan dunia PBB (FAO) yang melaporkan bahwa di perairan umum daratan Indonesia terdapat 2.000 jenis ikan. Keragaman tersebut, mengharuskan adanya sinergi lintas sektor dalam melaksanakan pengelolaan sumber daya ikan yang ada dalam perairan umum daratan.Dengan cara demikian, maka FAO meyakini kalau pengelolaan dengan cara multi sektor akan menjaga habitat dan kelestarian sumber daya ikan. Meskipun, di saat yang sama ada kegiatan dari berbagai sektor pada wilayah perairan umum daratan.baca juga : Danau Tempe Kritis, Harus Diselamatkan Segera, Kenapa?    " "Pentingnya Kelola Perairan Umum Daratan untuk Kebaikan Bersama","National Project Manager I-Fish FAO Ateng Supriatna mengatakan, sinergi antar lembaga yang dibangun Pemerintah Indonesia bersama FAO, bertujuan untuk membangun prinsip pengelolaan perikanan perairan umum darata sesuai dengan kaidah yang ada dan mengikuti prinsip keberlanjutan. Salah satu yang jadi perhatian, adalah pengelolaan beberapa jenis ikan yang terancam punah.Diketahui, I-FISH adalah proyek FAO bersama KKP untuk pengarusutamaan konservasi keanekaragaman hayati perairan umum daratan dan pemanfaatan berkelanjutan perairan umum daratan terhadap ekosistem perairan tawar yang bernilai tinggi. Proyek tersebut sudah dimulai sejak 2016 dan memiliki tujuan untuk memperkuat kerangka pengelolaan, pemanfaatan keanekaragaman sumber daya perikanan daratan.Selain itu, menurut Ateng Supriatna, tujuan dari I-Fish adalah untuk meningkatkan perlindungan terhadap ekosistem perikanan darat yang bernilai tinggi. Saat ini, I-FISH memiliki lima wilayah demonstrasi, dengan target ikan bernilai tinggi di masing-masing wilayah demonstrasi, yakni: Sidat di Jawa (Cilacap dan Sukabumi), Arwana dan perikanan Beje di Kalimantan (Barito Selatan dan Kapuas), serta Belida di Sumatera (Kampar). Ikan EndemikUpaya penyelamatan ikan endemik yang terancam punah, memang menjadi fokus dari KKP sejak lama. Salah satunya, adalah ikan sidat yang habitat utamanya ada di sungai Musi di pulau Sumatera. Ikan tersebut, dari waktu ke waktu terus menurun jumlahnya, karena selalu menjadi buruan warga di sekitar Sumatera dan menjadi bahan baku utama pembuatan penganan terkenal pempek." "Pentingnya Kelola Perairan Umum Daratan untuk Kebaikan Bersama","Menurut Direktur Jenderal Perikanan Budi daya KKP Slamet Soebjakto, jika perburuan terus dilakukan tanpa dibarengi dengan perlindungan, dalam beberapa tahun ke depan ikan endemik di sungai Musi dipastikan akan hilang alias punah. Untuk itu, agar ancaman itu tidak datang, dia meminta semua pihak untuk bisa ikut melestarikan ikan endemik yang saat ini masih ada di sungai Musi.Slamet menerangkan, terus menurunnya populasi ikan belida, disebabkan karena penangkapan ikan tersebut dilakukan tanpa jeda oleh masyarakat di sekitar sungai. Ikan tersebut jadi buruan, karena biasa digunakan oleh warga sebagai bahan baku pembuatan makanan khas Sumatera Selatan, pempek. Ikan tersebut menjadi buruan karena dikenal dengan dagingnya yang lezat.Agar ancaman punah bisa dihalau, Slamet menyebut kalau KKP terus melakukan restocking ikan Belida ke dalam sungai. Untuk melaksanakan restocking, Balai Perikanan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Jambi bertanggung jawab untuk menyediakan benih ikan endemik yang diperlukan. Setelah dilakukan penebaran benih, masyarakat di sekitar sungai Musi, dan umumnya di Sumatera Selatan diharapkan bisa menjaga kelestarian sungai dan isinya.“Penting untuk dilakukan pengaturan jadwal penangkapan ikan pada musim-musim tertentu dan dilakukan secara selektif,” tutur dia.baca juga : Buang Limbah Ikan Busuk ke Danau Toba, Akankah Perusahaan Ini Ditindak?  Sementara, Peneliti Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Haryono mengatakan, penurunan yang terus terjadi pada populasi ikan endemik lokal, bisa terjadi karena hingga saat ini pengawasan terhadap ikan tersebut masih belum seaktif pengawasan ikan yang ada di perairan laut." "Pentingnya Kelola Perairan Umum Daratan untuk Kebaikan Bersama","Menurut Haryono, ikan yang tumbuh di air tawar, bisa ditemukan di habitat air yang mengalir (lotik) seperti sungai, dan air yang menggenang (lentik) seperti danau, waduk, dan rawa. Di Indonesia, total luas perairan umum daratan mencapai 55 juta ha. Dengan rincian, luas perairan sungai 11,95 juta ha, perairan danau/waduk 2,1 juta ha, dan perairan rawa 39,4 juta ha.“Perairan umum daratan air tawar ini terutama ada di pulau Kalimantan dan Sumatera,” ucap dia.Dengan luasan seperti itu, Haryono menyebut, ikan bisa berkembang dengan baik, namun faktanya justru terdapat sejumlah ikan endemik yang populasinya mulai terancam. Ikan jenis tersebut, biasanya tersebar pada wilayah geografis atau habitat yang terbatas. Selain ikan endemik, ada juga ikan asli atau lokal, ikan langka, ikan terancam punah, ikan introduksi, dan ikan invasif.Di Indonesia, kata Haryono, total ada 4.782 spesies ikan asli Indonesia yang tersebar di berbagai wilayah perairan. Dari jumlah tersebut, ikan air tawar memiliki 1.248 spesies, ikan laut dengan 3.534 spesies, ikan endemik 130 spesies, introduksi 120 spesies, terancam punah 150 spesies, dan invasif sebanyak 13 spesies.  [SEP]" "Konflik Lahan Petani dan TNI di Urutsewu Berlarut","[CLS]     Imam Suryadi, menahan sakit dan luka di punggung karena pukulan tentara, pada peristiwa Rabu (11/9/19) di Desa Brecong, Kecamatan Buluspesantren, Urutsewu, Kebumen, Jawa Tengah.Dalam kejadian ini, sekitar 16 warga sipil kebanyakan petani terluka. Selain Imam, 15 petani lain, mengalami luka berbeda, ada dipukul di kepala, punggung, kaki, dan ada pula tertembak peluru karet di bagian pantat.Awalnya, pagi hari warga mengetahui tentara kembali membuat pagar di pesisir Urutsewu. Warga menolak klaim atas tanah mendatangi lokasi pemagaran. Aparat TNI di lokasi sekitar mengusir warga. Puluhan TNI ini dari Kodim 0709/Kebumen dan Batalyon Infanteri 403/ Wirasada Pratista Yogyakarta, senjata laras panjang, pentungan, dan tameng. Mereka bersiap menghalau warga. Bentrok TNI dengan warga terjadi.Baca juga: Kala Lahan Tani Urutsewu Terlibas Lokasi Latihan Tentara [1]Warga diusir menjauh dari area proyek pemagaram. Imam dan petani palin tak bisa melawan ketika tentara memukuli mereka dengan pentungan dan menginjak-injak petani lain.Tentara menembakkan peluru karet. Haryanto, seorang petani pun jadi korban. Pantat berdarah karena terserempet peluru. Dua selongsong peluru TNI buatan Pindad kemudian ditemukan warga usai pengusiran.Hasil pendataan Urutsewu Bersatu, organisasi warga dan petani, 16 korban terluka termasuk Wiwit dan Haryanto.Wiwit terkena luka pukul di kaki dan dinjak-injak, lalu Imam Suryadi terkena pentungan di punggung, Haryanto luka tembak peluru karet di pantat, Edi Afandi, dipukul di kepala. Supriyadi usia 40 tahun dipukul di kepala, punggung dan kaki.Wawan terkena luka pukul di kepala, Manto luka pelipis kanan. Lalu, Partunah, kaki ditendang dan diseret, Saikin dipukul di kepala. Kemudian, Sartijo luka paha di belakang, Sartono luka pukul di kepala, Wadi kaki ditendang, Tolibin luka pukul di kaki.Lalu, Sumarjo, kakek usia 70 tahun luka pukul di punggung, Martimin serta Saryono, sama-sama luka di kepala." "Konflik Lahan Petani dan TNI di Urutsewu Berlarut","Ketua Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan (FKPPS), Seniman kepada Mongabay mengatakan, petani hanya meminta TNI tak mengklaim sepihak tanah warga dengan pemagaran. Mereka mempersilakan TNI menempuh jalur hukum kalau memang memiliki bukti kepemilikan tanah.TNI, katanya, hanya bisa membuktikan klaim kepemilikan itu di pengadilan karena petani di Urut Sewu juga memiliki sertifikat dan bukti kepemilikan tanah lain yang diterbitkan sejak 1963 hingga 2018.“Itu sudah legal oleh negara, ada pemberian sertifikat sejak 1963 sampai 1979. Tahun 1972-1979 juga dan dilegalkan pada 2018,” katanya, Jumat, (13/9/19).Sertifikat itu, katanya, bukti negara mengakui hak milik masyarakat. Untuk itu, katanya, penyelesaian konflik tanah melalui pengadilan, bukan pemaksaan kehendak TNI.“Kalau bicara sertifikat, otomatis sertifikat sejak 1963-2018. Itu berarti negara mengakui hak milik,” kata Seniman.Dia bilang, aksi kekerasan TNI saat mengamankan pemagaran di Desa Brecong, Buluspesantren, Kebumen menunjukkan, TNI merampas tanah rakyat dengan jalan kekerasan. “Tentara harusnya melindungi rakyat, bukan memukuli bahkan merampas lahan rakyat lewat dalih apapun.”Di negara hukum, katanya, unjuk kekuatan kepada rakyat, apalagi mereka memiliki bukti kepemilikan sah, jelas tak dibenarkan. Klaim kepemilikan hanya bisa melalui pengadilan. Kalau proses mediasi atau pengadilan sudah ada putusan final, TNI harus mematuhi. Sebaliknya, petani juga akan patuh pada keputusan hukum mengikat kedua belah pihak.“Kalau TNI memiliki tanah, buktikan. Diproses di mediasi atau pengadilan silakan.”  Berdasarkan data Forum FPPKS, terjadi kekerasan berulang ke sekian kali, kekerasan serupa juga pernah terjadi pada 2011, 2015, dan 2018. Pada 2011, kata Seniman, tujuh orang ditembak TNI, 13 luka-luka, dan 12 motor rusak." "Konflik Lahan Petani dan TNI di Urutsewu Berlarut","Warga juga ada jadi tersangka perusakan gardu TNI. Pada 2015, 17 orang terluka. Salah satu pemicu kekerasan juga pemagaran. “Ini karena ketidakadilan yang diterima warga.”Ketua Urutsewu Bersatu, Widodo Sunu Nugroho mengatakan, tindakan represif tentara buntut dari protes yang berlangsung sejak Juli 2019, saat TNI mulai memagari tanah warga.“Mereka semula hanya mengawal tukang. Sekarang pemagaran dikerjakan TNI dengan pasukan banyak. Kami berjuang 12 tahun sejak 2007 memprotres klaim sepihak TNI atas tanah warga di Urutsewu,” katanya.Dari situs website resmi lelang elektronik TNI AD, pemagaran ini proyek Kodam IV/Diponegoro Rp4 miliar, dikerjakan PT Sempalan Teknologi Nasional sejak Juli 2019. Panjang pagar dari panel beton 4,9 kilometer dan membentang dari Desa Entak, Kecamatan Ambal hingga Desa Brecong dan Desa Setrojenar, Kecamatan Buluspesantren. Pemagaran Tahap I pada 2013 dan Tahap II pada 2015, masing-masing sepanjang delapan kilometer. Sejak Kamis, (12/9/19), proyek pemagaran di lokasi kekersan terjadi setop.“Tak ada jaminan TNI tak lanjut lakukan pemagaran,” kata Sunu.Teguh Purnomo, Koordinator Tim Advokasi Petani Urut Sewu, kepada Mongabay menyayangkan, sikap represif TNI. Oknum TNI yang main hakim sendiri dengan memukuli warga yang menyebabkan 16 orang terluka ini harus proses pidana.Menurut Teguh, bentrok terjadi karena penyelesaian konflik tanah terabaikan oleh pemerintah. Seharusnya, TNI tak main hakim sendiri memagar tanah rakyat dan melakukan kekerasan.Konflik klaim TNI atas tanah Urut Sewu, selatan Kebumen sudah berlangsung lama. TNI menyebut, kawasan Urut Sewu sebagai tempat latihan menembak, sementara warga mengklaim sebagai tanah garapan. Kawasan konflik berada antara Kecamatan Klirong hingga Kecamatan Mirit, selatan Kebumen, sekitar 500 meter dari garis pantai selatan Kebumen.“Kejadian 2011 rakyat dikriminalkan TNI hingga ada beberapa masuk penjara”, kata Teguh." "Konflik Lahan Petani dan TNI di Urutsewu Berlarut","Proses pemagaran sudah berlangsung lama dan hampir selesai. Tersisa di Desa Brencong dan Sentrojenar, sepanjang lima kilometer. Dua desa ini paling akhir karena penolakan petani setempat cukup keras. Pemerintah lamban menangani konflik agraria ini.“Akar masalah konflik tanah ini lamban dan cenderung diabaikan penyelesaian oleh pemerintah. TNI main hakim sendiri memagar tanah rakyat dan melakukan kekerasan seperti itu,” katanya.Mereka tengah mengkaji untuk melaporkan dan membawa kekerasan TNI yang mengakibatkan 16 petani terluka itu ke jalur hukum. Kekerasan bersama-sama bisa kenai pengeroyokan bersama-sama dan pelaku bisa ditahan.“Kalau nanti ada penyelidikan lebih lanjut, kalau memungkinkan ya barang bukti yang mereka pakai, misal, senapan atau pentungan juga harus disita.”Menurut Teguh, konflik di Urut Sewu, berlangsung puluhan tahun dan belum selesai. Petani di Urut Sewu, memiliki sertifikat, SPPT, letter C atau surat keterangan lain, sebagai bukti kepemilikan tanah. Klaim sepihak TNI sepanjang 22,5 kilometer dengan lebar antara 500-1.000 meter dari garis pantai. Konflik terjadi di 15 desa pada tiga kecamatan.Nico Wouran dari Lembaga Bantuan Hukum Semarang mengecam kekerasan TNI terhadap warga Urutsewu. Aturan manapun, katanya, tak ada yang membolehkan main kekerasan.“Negara harus bertanggung jawab atas kekerasan, meminta maaf dan merehabilitasi korban. Hentikan pemagaran dan mengembalikan tanah warga Urutsewu dan menarik TNI dari Urutsewu,” katanya.   Konflik berlarut UrutsewuKonflik agraria di Urutsewu, yakni penguasaan tanah milik petani di Urutsewu seluas 1.150 hektar yang membentang luas dari Sungai Lukulo sampai Sungai Wawar. Ia mencakup 15 desa pada tiga kecamatan, antara lain, Desa Wiromartan, Desa Lembupurwo, Desa Tlogopragoto, sampai Desa Ayamputih." "Konflik Lahan Petani dan TNI di Urutsewu Berlarut","Latihan Militer dan uji coba senjata berat berlanjut dengan klaim sepihak TNI-AD, kata Seniman, menimbulkan dampak negatif atau kerugian sangat besar, baik materiil maupun moril.Dia contohkan, peristiwa berdarah 16 April 2011, berupa penembakan dan penyiksaan warga Desa Setrojenar, Kecamatan Bulus pesantren, Kebumen, Jawa Tengah. Korban tujuh orang tertembak, 13 luka-luka, 12 motor rusak.Klaim TNI-AD atas tanah rakyat, menghilangkan hak kepemilikan masyarakat terhadap lahan pertanian sebagai tumpuan mata pencaharian masyarakat.Pembangunan pagar permanen yang membujur dari barat ke timur di sepanjang batas klaim TNI-AD, katanya, membatasi akses masyarakat terhadap lahan pertanian mereka. TNI magar, katanya, tanpa seizin pemilik lahan dan sarat intimidasi.Belum lagi aktivitas pertanian dan penggembalaan ternak terganggu, karena saat latihan petani dilarang bekerja di lahan.“Sering juga terjadi kerusakan tanaman karena ledakan peluru,” kata Seniman.Pengawasan amunisi gagal meledak kurang, hingga bisa meledak sewaktu-waktu kalau tersentuh petani atau warga. Hal ini pernah terjadi dan menyebabkan lima anak dari Desa Setrojenar, dan satu warga Ambal Resmi meninggal dunia. Ada juga empat orang Desa Entak dan Ambal Resmi cacat tetap.Selain itu, klaim tanah TNI-AD ini berlanjut dengan ada penambangan pasir besi oleh PT Mitra Niagatama Cemerlang (MNC), di mana perusahaan ini diberi izin TNI TNI-AD untuk menambang.Izin eksplorasi dan izin eksploitasi keluar juga sangat dipaksakan. Sejak awal warga sudah menolak penambangan dan proses penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) sarat intimidasi. Saat itu, perda tata ruang juga belum menetapkan wilayah itu sebagai kawasan tambang.“Dampak yang timbul karena penambangan pasir, ekosistem, tekstur dan struktur tanah rusak. Terjadi intrusi air laut yang menyebabkan air tanah asin dan permanen,” kata Seniman." "Konflik Lahan Petani dan TNI di Urutsewu Berlarut","Perlawanan menolak tambang pasir besi oleh warga membuahkan hasil. Pada 2012, MNC mengibarkan bendera putih alias menyerah dan tak melanjutkan penambangan. Meskipun Pemerintah Kebumen, belum mencabut izin, tetapi MNC tak akan menambang. Alat-alat berat sudah mereka tarik dan basecamp dibongkar.  Kronologi penguasaan tanah Seniman menceritakan, kronologi penguasaan tanah di Pesisir Urutsewu. Pada 1830-1871,      ada penataan tanah “Galur Larak.” Lalu, pada masa pemerintahan Bupati Ambal R. Poerbonegoro, ada pembagian dan penataan tanah dengan sistem “galur larak,” yaitu membagi tanah membujur dari utara ke selatan sampai pantai laut selatan.Pada 1920, penggabungan desa-desa di Urutsewu, beberapa desa gabung jadi satu. Hasil blengketan desa ini masih dipakai sampai sekarang. Tahun 1922, ada pemetaan dan pengadministrasian tanah pada masing-masing desa hasil blengketan. Meliputi pencatatan tanah milik perorangan, tanah bengkok dan bondho desa, serta penggabungan tanah bengkok desa jadi satu lokasi dengan cara tukar guling.“Pada periode ini, batas sebelah selatan tanah milik perorangan maupun milik desa sampai pantai laut selatan (Banyu Asin),” kata Seniman.Pada 1932, ada pemetaan dan pengadministrasian tanah oleh pejabat yang disebut Mantri Klangsir, petani Urutsewu berpartisipasi. Tanah yang di-klangsir berarti terpetakan berdasarkan nilai ekonomi, hingga menghasilkan kelas-kelas tanah, yaitu D I, D II, D III, D IV dan D V.Kelangsiran atau pemetaan kelas-kelas tanah terutama bertujuan menentukan besaran pajak yang harus dibayar masyarakat. Untuk menandai tanah yang sudah diverifikasi dalam prosesklangsiran itu dibuat tanda dengan pal atau patok tanah. Khusus untuk patok yang menandai batas antara desa dibuat lebih besar.Di luar batas ini di-klaim Belanda, hingga masyarakat menyebutnya sebagai “Tanah Kompeni,” yakni tanah yang berada pada jarak sekitar 150–200 meter dari garis pantai." "Konflik Lahan Petani dan TNI di Urutsewu Berlarut","Hingga kini, kata Seniman, pal atau patok penanda itu masih ada. Masyarakat menyebut, sebagai pal budheg dan terdapat di sepanjang pesisir. Di sebelah utara dari batas patok yang berjarak sekitar 150–200 meter dari garis pantai adalah tanah milik kaum tani di masing-masing desa.Contoh , pal-budheg: kode Q222 untuk Desa Setrojenar, Q216 untuk Desa Entak, dan Q215 untuk Desa Kaibon.Klaim “Tanah Kompeni” ini mendapatkan penolakan atau perlawanan keras dari warga, dalam bentuk perusakan gudang garam milik Belanda oleh kelompok-kelompok tertentu.Bentuk perlawanan lain adalah, masyarakat tetap membuat garam di lokasi “Tanah Kompeni” ini dan membuat jaringan pemasaran sendiri yang dipusatkan di Desa Tlogopragoto. Fakta, masyarakat tetap menguasai dan memanfaatkan “Tanah Kompeni,” adalah pada masa itu banyak petani garam tinggal di daerah utara menyewa sebagian itu kepada pemilik tanah yang sebenarnya.Tahun 1937 ,  ada latihan Tentara Kolonial Belanda. Pesisir Urutsewu dipakai untuk latihan militer oleh tentara Belanda. Kala itu, belum ada TNI. TNI berdiri pada 3 Juni 1947.TNI merupakan perkembangan organisasi Badan Keamanan Rakyat (BKR). Selanjutnya, pada 5 Oktober 1945 jadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), untuk memperbaiki susunan yang sesuai dengan dasar militer internasional, jadi Tentara Republik Indonesia (TRI). Guna menyatukan dua kekuatan bersenjata yaitu TRI sebagai tentara regular dan badan-badan perjuangan rakyat, pada 3 Juni 1947, Presiden mengesahkan dengan resmi TNI.  Latihan tentara Jepang  Latihan tentara Jepang dan Laskar PETA dilakukan di sebelah selatan pal-budheg. Pada tahun 1945, proklamasi Kemerdekaan RI dan tentara Jepang meninggalkan pesisir Urutsewu.Pada tahun 1960, pasca pengesahan UU Pokok Agraria pendaftaran dan sertifikasi tanah rakyat secara massal di Departemen Agraria atau Dirjen Agraria, Departemen Dalam Negeri." "Konflik Lahan Petani dan TNI di Urutsewu Berlarut","Bukti-bukti berupa sertifikat tanah warga dan perjanjian jual beli yang ditandatangani asisten wedono dan kepala desa, dengan batas sebelah selatan laut atau pantai. Pada 1965-1969,    pasca peristiwa Gerakan 30 September 1965, masyarakat takut mengakui kalau memiliki sertifikat tanah karena dituduh anggota PKI. Warga juga takut mengurus sertifikat.Pada 1975, masuk perkebunan tebu Madukismo. Lahan selatan makam Urutsewu, dianggap tak bertuan, hingga sewa lahan tidak dibayar. Setelah ada warga yang menunjukkan akta jual beli, perusahaan mau membayar sewa.Pada 1982, TNI pinjam tempat untuk latihan. TNI juga uji coba senjata berat. Dulu, membuat surat “pinjam tempat ketika latihan” kepada kepala desa setempat.“Saat ini, surat pinjam tempat tidak lagi dilakukan, dan hanya memberikan surat pemberitahuan ketika latihan,” kata Seniman.Tahun 1998–2009,   TNI pinjam Urutsewu ke Pemerintah Kebumen. TNI juga pernah membuat kontrak dengan pemerintah daerah tentang penggunaan tanah pesisir Urutsewu untuk latihan yang membuktikan tanah pesisir ini milik warga.Pada Maret-April 1998, ada pemetaan tanah untuk area latihan dan ujicoba senjata TNI AD mulai dari Muara Kali Lukulo sampai Muara Kali Wawar dengan lebar sekitar 500 meter dari garis pantai ke utara dan panjang 22.5 kilometer.Pemetaan secara sepihak oleh TNI yaitu Serma Hartono, kemudian minta tanda tangan kepada kepala desa. Istilah yang mereka pakai untuk menamai area lapangan tembak dalam peta tersebut adalah tanah TNI-AD. Penamaan ini seakan menegaskan, TNI mencoba klaim sepihak atas tanah rakyat.Hasil pemetaan minta tanda tangan dari kepala desa di Urutsewu, dengan alasan minta izin penggunaan tanah untuk latihan. Kepala desa bersedia menandatangani." "Konflik Lahan Petani dan TNI di Urutsewu Berlarut","Tandatangan ini tak dapat dipakai sebagai bukti mutasi kepemilikan. Peta area latihan ini tak bisa jadi dasar atau bukti bahwa TNI memiliki tanah karena pemetaan sepihak dan bukan instansi berwenang, seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN).Pada Desember 2006, terbit surat Kades Setrojenar Nomor 340/XII/2006 tertanggal 12 Desember 2006, perihal pernyataan resmi Kades Setrojenar tentang tanah berasengaja.Lalu November 2007, Surat Camat Buluspesantren perihal tanah TNI dari hasil musyawarah permasalahan tanah TNI pada 8 November 2007 di Pendopo Kecamatan Buluspesantren dihadiri Muspika. Dalam surat ini ada poin, TNI tak akan mengklaim tanah rakyat kecuali, 500 meter dari bibir pantai. Kondisi jadi bermasalah karena karena dalam interval 500 meter dari bibir pantai terdapat tanah rakyat. Ia merupakan tanah pemajekan hingga tertera di Buku C desa dan memiliki surat pemberitahuan pajak terhutang (SPPT).“Pernyatan BPN kebumen pada audiensi dengan DPRD Kebumen, 13 Desember 2007, sampai sekarang tidak ada tanah TNI di Urutsewu dan TNI belum pernah mengajukan permohonan ke BPN,” kata Seniman..Tahun 2008,     Kodam IV Diponegoro menyetujui penambangan pasir besi.Pada Januari 2011, izin usaha pertambangan diberikan kepada MNC selama 10 tahun tanpa sosialisasi. Dalam surat izin produksi, dinyatakan, luasan lahan 591,07 hektar, dengan 317,48 hektar tanah milik TNI AD.Pada 16 April 2011, warga menolak latihan uji coba senjata TNI AD.          Warga aksi ziarah ke makam korban yang meninggal karena ledakan bom mortir beberapa tahun silam dan membuat blokade dari pohon. TNI AD membongkar blokade.Peristiwa itu, kata Seniman, direspon dengan penyerangan oleh TNI. Kala itu, Seniman pun jadi korban dan dicari tentara. Pada Mei 2011, TNI mencabut persetujuan penambangan pasir besi." "Konflik Lahan Petani dan TNI di Urutsewu Berlarut","Pada Desember 2013, mulai pemagaran tanah rakyat pada jarak 500 meter dari garis pantai di Pesisir Urutsewu dan masuk dua desa di Kecamatan Mirit, yaitu, Desa Tlogodepok dan Mirit Petikusan.“Pemagaran ini mendapatkan penolakan keras masyarakat, tetapi dilanjutkan TNI, hingga terjadi seperti kekerasan 11 September 2019.”  Apa tanggapan pemerintah daerah? Setelah kejadian pemukulan petani oleh tentara, ratusan warga Urutsewu aksi dan mendesak Bupati Kebumen, Yazid Mahfudz bersikap tegas.Di depan pendopo Kantor Bupati, Yazid Mahfudz, meminta TNI menghentikan pemagaran di Urutsewu. Langkah itu untuk menjaga keamanan usai bentrok TNI dengan warga.Bupati langsung melaporkan peristiwa ini kepada Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, usai bertemu dengan ratusan warga dari sejumlah desa di Kecamatan Buluspesantren.Menurut Yazid, usai memperoleh laporan, Gubernur Jateng dan Pangdam IV Diponegoro, langsung berkoordinasi untuk menghentikan pemagaran.Bupati bilang, Pangdam setuju menghentikan pemagaran dan menarik semua alat berat di lapangan ke Pusat Litbang TNI di Urutsewu.Menurut Bupati, pangdam juga meminta warga menghentikan aktivitas di sekitar kawasan yang dipagar.“Pangdam sudah setuju menghentikan pemagaran. Warga juga harus menghentikan kegiatan, sampai ada penyelesaian terbaik,” kata Yazid.Dia bilang, Pemerintah Kebumen berusaha mencari penyelesaian sengketa lahan berlarut-larut antara TNI dengan warga Urutsewu. Dia mengakui, sengketa lahan antara warga dengan TNI sudah lama terjadi.Satu sisi, warga bilang tanah itu milik mereka. Sisi lain, TNI mengklaim, kawasan itu tanah milik TNI.“Sudah lama, mungkin kami akan minta untuk diselesaikan oleh presiden.”Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo ketika dihubungi merasa terkejut atas kejadian di Urutsewu. Dia bilang, akan memediasi warga dengan TNI.“Saya sudah minta ke Pangdam dan Kasad hentikan proyeknya. Minta pemagaran dihentikan dulu,” kata Ganjar. " "Konflik Lahan Petani dan TNI di Urutsewu Berlarut","Respon Kodam DiponegoroKepala Penerangan Kodam IV/Diponegoro, Letkol Kav Susanto mengatakan, TNI terpaksa bersikap represif lantaran warga yang tak punya surat kepemilikan, bertindak anarkis dan tak mau dibubarkan. Dia mengatakan, masih memeriksa ada atau tidak anggota yang terluka.Susanto mengklaim, tanah yang dipakai itu peninggalan KNIL atau tentara Belanda pada 1949 dan sudah teregister sebagai aset Kodam IV/Diponegoro, bernomor 30709034. Luas tahan itu sekitar 1.150 hektar sepanjang 22,5 kilometer serta lebar 500 meter. Ia berada di 15 desa pada tiga kecamatan.Susanto mengacu kepada Surat Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan Kanwil Jawa Tengah Nomor S-825 tertanggal 29 April 2011. Dia minta masyarakat menghentikan aktivitas di sekitar areal Lapbak. “Apabila merasa memiliki kepemilikan lahan secara sah, silakan menuntut jalur hukum di pengadilan.”Susanto bilang, Kodam IV/Diponegoro tetap mengedepankan tindakan persuasif dengan memaksimalkan mediasi. TNI juga mengajak masyarakat duduk bersama menyelesaikan masalah ini.Pemagaran oleh Kodam IV Diponegoro, kata Susanto, untuk mengamankan aset negara. Selain itu, pemagaran untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, karena area itu daerah latihan atau tepatnya lapangan tembak.Saat ini, katanya, pemagaran sementara setop. Dia juga meminta masyarakat menghentikan aktivitas di area Lapbak. Keterangan foto utama:  Bagian wilayah yang masuk pemagaran sepanjang 22,5 kilometer dan 500 meter ke laut.  Foto: Tommy Apriando/ Mongabay Indonesia  [SEP]" "Empat Komitmen Baru Indonesia untuk Jaga Laut Nusantara","[CLS]  Indonesia ingin terus berpartisipasi dalam upaya menjaga laut dunia sejak dari sekarang hingga masa yang akan datang. Komitmen itu diperlihatkan kepada dunia saat menghadiri perhelatan Our Ocean Conference 2019 yang berlangsung di Oslo, Norwegia, 23-24 Oktober 2019. Di sana, Indonesia aktif mengajak semua negara peserta untuk ikut melibatkan diri dalam upaya menjaga laut dunia.Sebagai negara yang terdiri dari gugusan pulau, Indonesia sudah berjanji untuk mewujudkan empat komitmen baru yang dipublikasikan dalam OOC 2019. Keempat komitmen itu diungkapkan langsung oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Agus Dermawan.Menurut Agus yang menjadi salah satu anggota delegasi Indonesia pada OOC 2019, pada 2020 mendatang Indonesia berkomitmen untuk bisa mencadangkan kawasan konservasi perairan atau marine protected areas (MPAs) hingga 700 ribu hektare. Komitmen itu, menjadi penegas bahwa Indonesia sangat menjaga wilayah laut dengan segala potensinya yang ada.Untuk bisa mewujudkan itu, Pemerintah Indonesia mengalokasikan dana sebesar USD6,68 juta yang akan digunakan untuk mendukung pembentukan MPAs yang baru dan sekaligus meningkatkan efektitivitas pengelolaan MPAs yang sudah ada atau eksisting. Kucuran dana tersebut, diharapkan bisa mempercepat terwujudnya komitmen nomor satu tersebut.baca : Akankah Komitmen OOC 2018 Bisa Selamatkan Lautan Dunia?  Kemudian, komitmen kedua adalah melakukan penilaian stok atau stock assesment di kawasan perairan darat dengan menggunakan metode yang telah diakui secara internasional. Metode tersebut, mencakup standar ilmiah ataupun pendekatan secara praktis.“Hal ini ditujukan untuk mendukung implementasi manajemen perikanan berbasis ilmiah pada tahun 2020 dengan anggaran sebesar USD705.000,” tuturnya dalam siaran pers KKP, pekan lalu." "Empat Komitmen Baru Indonesia untuk Jaga Laut Nusantara","Berikutnya, komitmen ketiga yang juga dipublikasikan saat OOC 2019, adalah upaya perpanjangan proyek peningkatan sistem peramalan laut untuk mengurangi resiko bencana maritim. Perpanjangan proyek ini akan dilakukan selama lima tahun mendatang hingga 2024 dengan menggunakan alokasi dana senilai USD121 juta.Terakhir, Agus menyebutkan komitmen keempat adalah pengawasan untuk sektor kelautan dan perikanan. Komitmen tersebut akan diwujudkan dengan melakukan kegiatan pengawasan melalui kapal patroli dan pengawasan udara, operasi pusat komando, investigasi kejahatan kelautan dan perikanan.“Selain itu, komitmen ini diwujudkan dengan pengawasan oleh KKP, peningkatan partisipasi pengawasan berbasis masyarakat, memerangi penangkapan ikan yang merusak, dan kegiatan terkait lainnya,” tuturnya.baca juga : Inilah Sejumlah Komitmen OOC 2018 untuk Menyelamatkan Lautan  Komitmen IndonesiaDi Swedia, selain menghadiri sidang pleno OOC 2019, delegasi Indonesia juga menyelenggarakan beberapa kegiatan pendukung (side event) untuk perhelatan akbar tersebut. Salah satunya, adalah sesi bertajuk ”Enhancing Marine Enhancing Marine Sustainability through Cooperation, Conservation Actions and Marine Debris and Disaster Risk Reduction.”Menurut Agus, sesi pendukung tersebut diselenggarakan dengan menggandeng organisasi non profit Wildlife Conservation Society (WCS). Pada sesi awal, dilaksanakan dengan menggelar pertemuan antara delegasi Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Myanmar untuk mendiskusikan sejumlah isu kelautan dan perikanan.“Seperti pengembangan perencanaan ruang laut, pengelolaan kawasan konservasi perairan secara efektif, penanganan sampah plastik, dan penggunaan VMS (vessel monitoring system) dalam pengelolaan perikanan,” jelas dia." "Empat Komitmen Baru Indonesia untuk Jaga Laut Nusantara","Adapun, pelaksanaan sesi khusus tersebut ditujukan untuk mempererat kerja sama Indonesia dengan negara tetangga serta menyampaikan dan mempromosikan upaya dan capaian Pemerintah Indonesia dalam pengelolaan sumber daya laut dan perikanan secara berkelanjutan.perlu dibaca : Menakar Komitmen Global Penyelamatan Samudera Dunia pada OOC 2018  Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan KKP Sjarief Widjaja yang memimpin rombongan delegasi Indonesia, menyatakan bahwa empat komitmen baru di atas menyusul komitmen serupa yang juga dideklarasikan pada gelaran OOC sebelumnya pada 2017 dan 2018. Seluruh komitmen itu, diklaim sudah dilaksanakan dengan baik.Berbagai komitmen tersebut, antara lain dilakukan dalam bidang pembangunan kapasitas (capacity building); iklim, pencegahan dan pemantauan pengasaman laut; mempromosikan perikanan yang berkelanjutan; perlindungan laut; pengurangan polusi laut; jaringan kerja laut yang aman; pemetaan, pemahaman lautan, dan masa depan konferensi samudera.Menurut Sjarief, dalam upaya perlindungan laut, Indonesia sudah berhasil mencapai target perluasan kawasan konservasi pada 2018 yang mencapai luas 22,68 juta hektar. Capaian tersebut menegaskan keseriusan Pemerintah Indonesia dalam melindungi laut dan menjaganya dengan keberlanjutan.Selain empat komitmen baru, Indonesia juga menegaskan komitmennya untuk menjaga laut dengan cara mengurangi sampah plastik. Komitmen tersebut terus ditularkan kepada negara lain, termasuk para negara yang menjadi delegasi OOC 2019.Kepala Bagian Organisasi dan Humas Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan RI Yan Prastomo Ardi mengatakan, upaya mengurangi sampah plastik ditunjukkan Indonesia dengan melaksanakan rencana aksi nasional (RAN) pengurangan sampah plastik di lautan hingga 70 persen pada 2025 mendatang.baca juga : Cerita Penyelamatan dari Kawasan Wallacea dalam OOC, Seperti Apa?  Sampah Laut" "Empat Komitmen Baru Indonesia untuk Jaga Laut Nusantara","Agar upaya tersebut bisa terwujud dengan cepat dan efisien, Pemerintah Indonesia menggandeng sejumlah pihak dari kalangan pebisnis, kelompok masyarakat sipil, dan pemangku kepentingan lokal. Dengan menggandeng banyak kalangan, upaya untuk menanggulangi pencemaran plastik di lautan, dan juga daratan yang menjadi sumber utama produksi sampah plastik, diharapkan bisa terwujud.“Termasuk, dengan mengurangi limbah padat hingga 30 persen dan mengelola limbah padat hingga 70 persen pada 2025,” jelas Yan yang ikut menjadi delegasi Indonesia pada OOC 2019.Data Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS) dan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan sampah plastik di Indonesia mencapai 64 juta ton per tahun. Sebanyak 3,2 juta ton di antaranya merupakan sampah plastik yang dibuang ke laut. Dari jumlah tersebut, ada kantong plastik hingga 10 miliar lembar tahun atau 85 ribu ton yang masuk ke lautan.“Besarnya sampah plastik yang masuk ke laut Indonesia, karena wilayah Nusantara sebagian besar terdiri dari lautan. Itu kenapa, Indonesia menjadi penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok,” tegas dia.Sementara, berdasarkan data The World Bank pada 2018, sebanyak 87 kota di pesisir Indonesia memberikan kontribusi sampah ke laut dengan perkiraan sebanyak 1, 27 juta ton. Dengan komposisi sampah plastik mencapai 9 juta ton dan diperkirakan sekitar 3,2 juta ton adalah sedotan plastik.Dengan fakta tersebut, Pemerintah Indonesia semakin serius untuk ikut menyelesaikan persoalan sampah plastik yang ada di dunia, khususnya di wilayah laut. Salah satu komitmen itu, adalah dengan diterbitkannya Peraturan Presiden Republik Indonesia No.83/2018 tentang Penanganan Sampah Laut.“Regulasi tersebut berisikan strategi, program, dan kegiatan yang sinergis, terukur, dan terarah untuk mengurangi jumlah sampah di laut, terutama sampah plastik,” ungkap dia." "Empat Komitmen Baru Indonesia untuk Jaga Laut Nusantara","Menurut Yan, Perpres 83/2018 tersebut ikut dituangkan dalam bentuk RAN Penanganan Sampah Laut Tahun 2018-2025. Rencana Aksi ini merupakan dokumen perencanaan yang memberikan arahan strategis bagi kementerian/lembaga, dan acuan bagi masyarakat serta pelaku usaha dalam rangka percepatan penanganan sampah laut.Diketahui, penyelenggaraan OOC di Oslo menjadi yang ke-6 sejak pertama kali diselenggarakan pada 2014. Sebelumnya, perhelatan dilakukan di Washington DC, Chile, Malta, dan Indonesia. Selain dipimpin KKP, delegasi Indonesia terdiri dari Kementerian Luar Negeri, Kemenhub, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), dan Satgas 115.  [SEP]" "Perdagangan Satwa Liar Dilindungi Digagalkan, Polisi: Tiga Pelaku Ditangkap, Satu Buron","[CLS]   Tipidter Bareskrim Polri bersama Direktorat Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan kehutanan [KLHK], dibantu beberapa pihak melakukan operasi tangkap tangan tindak pidana jual beli satwa liar dilindungi, di Jawa Tengah. Tiga orang ditangkap di Kudus, Pati, dan Jepara. Semua ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka, di antaranya berinisial MUA alias G, KG, dan AM.“Jumat [14/6/2019], Tipidter Bareskrim Polri mendapatkan informasi jual beli seekor beruang madu di terminal bus Rembang. Tim bergerak ke lokasi pukul 17.30 WIB. Di sana terlihat seseorang menunggu bus dan membawa satwa dillindungi itu,” kata Kasubdit I Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Kombes Adi Karya Tobing, dalam konferensi pers di aula Tipidter Bareskrim Polri Jakarta, Rabu [03/7/2019].“Saat penyergapan, pukul 18.30 WIB, tersangka S melarikan diri. Tim mengamankan barang bukti dan sebuah handphone milik S yang jatuh,” katanya.Adi mengatakan, dari telpon genggam diketahui S membeli beruang madu hidup dari tersangka MUA alias G, tanpa dokumen. Jual beli dilakukan melalui online dan rekening bersama. Pada 20 Juni 2019 pukul 01.00 WIB, tim menangkap MUA di Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kudus.“Di lokasi, diamankan satu unit handphone Oppo gold, sebuah buku tabungan Mandiri beserta kartu ATM, satu unit motor Vario merah beserta STNK, 15 ekor burung tiong emas atau beo beserta kandangnya dan uang tunai Rp6 juta pecahan seratus ribuan.”Baca: Kementerian Lingkungan Perkuat Pengawasan Perdagangan Satwa Liar Lewat Sosial Media  Hari yang sama, pukul 03.00 WIB, tim bergerak ke kediaman KG di Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara, yang ditengarai sebagai pemilik dan penjual satwa dilindungi. “Dari sini, disita 5 ekor kanguru tanah atau pelandu Aru [Thylogale brunii], 3 dewasa dan 2 anakan. Serta satu unit handphone HTC silver." "Perdagangan Satwa Liar Dilindungi Digagalkan, Polisi: Tiga Pelaku Ditangkap, Satu Buron","Pada 21 Juni 2019, sekitar pukul 19.00 WIB, tim menangkap tersangka AM. Ia kedapatan membawa satwa dilindungi dan diamankan di SPBUI Bumi Rejo, Kabupaten Pati. Barang bukti yang diamankan, dua ekor kakatua jambul kuning, dua ekor nuri kepala hitam, 1 ekor nuri kelam, uang hasil penjualan Rp500 ribu, satu handphone Xiaomi gold, dan 3 karung putih beserta sebuah kardus.Semua barang bukti dititipkan di Pusat Penyelamatan Satwa [PPS] Cikananga di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Sementara tersangka S, masuk daftar pencarian orang [DPO].“Pidana yang dikenakan kepada para tersangka pasal 21 ayat 2 huruf a Jo pasal 40 ayat 2 Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan ancaman paling lama lima tahun dan denda paling banyak 100 juta,” ujarnya.Baca: Perdagangan Satwa Liar Dilindungi Menggila, Polisi: 41 Ekor Komodo Sudah Dijual ke Luar Negeri  Adi mengatakan, penggunaan rekening bersama merupakan modus baru. Biasanya, antara si penjual dan pembeli bertransaksi langsung. Pertama, melibatkan tiga pihak, penjual, pembeli, dan penyedia jasa rekening bersama. Dana yang disepakati akan dikirim penyedia rekening ke penjual setelah barang diterima pembeli.Kedua, melibatkan empat pihak, penjual, broker, pembeli, dan penyedia rekening bersama. Terhadap penyedia rekening bersama, Bareskrim Polri sudah mempidana yang bersangkutan,   dianggap ikut membantu kejahatan.“Tahun 2019, Direktur Tipidter mengambil kebijakan, penindakan kejahatan TSL sebagai prioritas,” ujarnya.Adi menegaskan, para pelaku merupakan satu jaringan. Mereka mendatangkan satwa liar dilindungi menggunakan kapal nelayan melalui Pelabuhan Juwana, Kabupaten Pati, yang merupakan pelabuhan kecil. “Satwa-satwa tersebut akan diperjualbelikan kembali ke penadah lain.”Baca juga: Jual Kulit Harimau, Anggota Jaringan Perdagangan Satwa Liar Ini Ditangkap Aparat  Atensi besar" "Perdagangan Satwa Liar Dilindungi Digagalkan, Polisi: Tiga Pelaku Ditangkap, Satu Buron","Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Brigjen Fadil Imran mengatakan, jual beli satwa liar dilindungi mendapatkan atensi besar dari Pemerintah dan juga dunia internasional. Pihaknya bersama Gakkum KLHK terus memantau jaringan penjualan satwa liar mulai dari Aceh hingga Papua.“Pengungkapan ini merupakan proses panjang. Jaringan ini memiliki koneksi cukup luas dan beberapa kali bertransaksi dengan jaringan yang sebelumnya sudah ditangkap,” katanya.Menurut Fadil, keanakaramagaman hayati sangat dilindungi dunia. Ini menjadi isu tak kalah menarik dibandingkan narkotika atau perdagangan manusia. “Jika ada gajah atau burung kakatua ditemukan di negara lain akan jadi pertanyaan, mengapa satwa-satwa tersebut diperdagangkan? Kita sudah jadi anggota perlidnungan satwa interansional, bekerja sama dengan semua negara yang ada di bawah PBB,” paparnya.Baca juga: Bukan Hanya Konflik, Perdagangan Satwa Liar Dilindungi Harus Ditangani  Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan Ditjen Penegakan Hukum KLHK Sustyo Iriyono, mengapresiasi terungkapnya kasus tersebut. Menurut dia, kerja sama KLHK dengan Bareskrim Polri dan berbagai pihak sudah berjalan baik. Pihaknya berkomitmen meneruskan sekaligus memperkuat kerja sama yang sudah terjalin.“Ini operasi bersama, memberantas tindakan kejahatan tumbuhan dan satwa liar yang merugikan ekosistem alam,” paparnya.Pihaknya mengusulkan untuk melakukan valuasi beberapa satwa prioritas sehingga diketahui berapa nilai kerugian yang ditumbulkan akibat perdagangan ilegal.“Butuh dukungan serta perhatian Polri dan semua pihak. Tantangan semakin besar, modusnya beragam. Banyak hal yang harus kita kembangkan, tak hanya penegakan hukum tetapi juga memperbaiki tata kelola satwa,” pungkasnya.   [SEP]" "Saat Presiden Perintahkan Susi Persingkat Perizinan Perikanan Demi Nelayan ","[CLS] *** Keluhan nelayan dan pelaku usaha tentang kesulitan mendapatkan perizinan untuk bisa melaut, didengar Presiden Republik Indonesia Joko Widodo. Orang nomor satu di Indonesia itu, kemudian meminta kepada Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti untuk bisa memproses perizinan penangkapan ikan menjadi lebih cepat dari sekarang.Permintaan itu diucapkan Presiden saat bertemu dengan nelayan dan pelaku usaha perikanan tangkap sebagai pembukaan acara Forum Bisnis Perikanan Tangkap, di Istana Negara, Jakarta, Rabu (30/1/2019). Di hadapan stakeholder   kelautan dan perikanan itu, Presiden mengatakan bahwa proses perizinan selama ini dinilainya masih lama dan hal itu menjadi salah satu kendala yang belum terpecahkan hingga sekarang.Tanpa ragu, Joko Widodo menyebut dirinya tidak bisa menerima jika proses perizinan sampai memakan waktu lama hingga berbulan-bulan. Proses yang lambat tersebut, sudah tidak layak lagi untuk diterapkan di masa sekarang, di mana teknologi sudah berkembang dengan sangat pesat. Untuk itu, tidak ada alasan lagi bagi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk memprosesnya dengan lama.“Apa-apaan ini. Saya tidak menerima hal yang seperti itu. Tidak semestinya proses perizinan memakan waktu hingga berminggu-minggu atau berbulan-bulan lamanya,” ujarnya dalam rilis Sekretariat Presiden.baca :  Pemerintah Harus Tepati Janjinya untuk Pangkas Proses Perizinan Kapal Perikanan  Pernyataan Presiden tersebut bukan tanpa alasan. Menurutnya, dia sudah mendengar permasalahan tersebut dari sejumlah nelayan dan pelaku usaha. Untuk itu, dia meminta kepada pihak yang sedang mengurus perizinan dan belum selesai hingga sekarang, untuk bisa berterus terang kepada dirinya dan sebaliknya tidak menyembunyikan permasalahan tersebut." "Saat Presiden Perintahkan Susi Persingkat Perizinan Perikanan Demi Nelayan ","Kemudian, setelah berbicara itu, Jokowi langsung meminta kepada salah satu pelaku usaha untuk menceritakan permasalahannya. Suwarto, pelaku usaha perikanan tangkap dari Indramayu, Jawa Barat, kemudian menceritakan pengalamannya dengan proses perizinan yang lama. Namun, saat berbicara, Suwarto awalnya seperti ketakutan untuk berbicara terus terang.Di hadapan Presiden, Suwarto sempat mengatakan bahwa proses perizinan yang berlangsung sekarang sudah berjalan dengan cepat. Namun, ucapannya itu kemudian dikoreksi setelah Presiden memintanya berterus terang. Tanpa ragu, akhirnya Suwarto mengatakan kalau pengurusan perizinan untuk melaut memang masih lama.baca : Baru 0,97 Persen Perizinan Kapal yang Disetujui KKP, Kenapa Demikian? Perizinan LambatMendengar itu, Jokowi kemudian berani menyimpulkan kalau proses perizinan memang masih belum cepat. Selanjutnya, dia menanyakan berapa hari proses yang harus dilewati oleh pelaku usaha dan nelayan jika ingin mendapatkan perizinan yang lengkap. Pertanyaan tersebut kemudian dijawab Suwarto selama dua puluh hari lebih.“SIPI (Surat Izin Penangkapan Ikan) enggak sampai satu bulan, kurang lebih dua puluh harian,” ucap Suwarto.Mendengar jawab tersebut, Presiden langsung membandingkan proses perizinan yang ada di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dengan KKP. Di BKPM, perizinan cukup berlangsung selama dua jam saja. Contoh tersebut, seharusnya bisa diadopsi oleh KKP dalam memproses perizinan untuk melaut, yang mencakup SIPI, surat izin kapal pengangkut ikan (SIKPI), dan surat izin usaha perikanan (SIUP).“Masih lama dua puluh hari. Saya berikan contoh izin di BKPM yang dulu bertahun-tahun sekarang kita ubah 2 jam bisa keluar 9 izin. Ini zaman kayak gini  masak masih berhari-hari, jam sekarang urusannya!” tegas Presiden.baca juga :  Tumpang Tindih Perizinan Sulitkan Nelayan Kecil Melaut, Apa Solusinya?  " "Saat Presiden Perintahkan Susi Persingkat Perizinan Perikanan Demi Nelayan ","Agar segala permasalahan berkaitan dengan proses perizinan tersebut bisa dipecahkan, Jokowi meminta Susi Pudjiastuti untuk bisa segera menerapkannya. Dia meminta Susi untuk mencatat dan memindaklanjuti keluhan-keluhan yang disampaikan kepadanya. Agar tidak berulang di kemudian hari, dia meminta semua kementerian untuk membangun sistem yang dapat mempermudah pelayanan dan perizinan di tengah masyarakat.“Bangun sistem. Kita sekarang blak-blakan enggak  apa. Yang dulu-dulu enggak  usah kita urus lagi, tapi ke depan memang harus diperbaiki kecepatan perizinan secara baik,” tambah Jokowi.Di luar masalah perizinan, Kepala Negara juga berbicara tentang pemberantasan kapal pencuri ikan yang jumlahnya 7.000 lebih. Sejak 2014, kapal-kapal tersebut dibekukan izinnya dan mereka diproses secara hukum. Setelah itu, laut Indonesia menjadi bebas dari pencuri dan sumber daya ikan bisa memulihkan dirinya sendiri.“Para nelayan di Tanah Air sekarang bisa mendapatkan hasil tangkap yang melimpah. Terlebih, Pemerintah bersikap tegas terhadap para pelaku pencurian ikan di wilayah perairan Indonesia oleh kapal-kapal penangkap ikan milik asing,” ungkapnya.Ketersediaan ikan yang melimpah, menurut Jokowi seharusnya bisa menjamin pasokan ikan untuk saat ini, khususnya untuk dalam negeri. Namun yang terjadi, saat ini justru jumlah tangkapan ikan tidak sebanding dengan ketersediaan ikan yang melimpah. Itu artinya, walaupun ada kenaikan jumlah tangkapan ikan, namun Presiden menyebut kalau kenaikannya masih sedikit.“Saya tanyakan ke menterinya, hasilnya naik nggak? Ada ini angkanya. Kok  naiknya dikit. Kalau dilihat dua pertiga (wilayah) Indonesia adalah air, masa laut  segede gitu, kita masih kekurangan ikan. Ini yang  enggak bener  yang tangkap atau ikannya yang lari? Kebangetan  sekali kalau kita kalah sama negara kanan kiri, kita urusan nangkap  ikan,” ungkap Jokowi." "Saat Presiden Perintahkan Susi Persingkat Perizinan Perikanan Demi Nelayan ","menarik dibaca :  Begini Nelayan Mengkritik Susi di Depan Jokowi  Belum SignifikanFakta tersebut, bagi Kepala Negara cukup menggelitik. Mengingat, laut Indonesia saat ini sudah tidak dihuni lagi oleh para pencuri ikan yang berasal dari luar negeri. Bagi dia, sangat masuk akal jika ketersediaan ikan melimpah seperti sekarang, maka hasil tangkapan ikan juga akan meningkat signifikan bagi nelayan dan pelaku usaha.Tetapi, Presiden kemudian meminta kepada para nelayan dan pelaku usaha perikanan untuk selalu menjaga kelestarian sumber daya laut dan ekosistemnya saat sedang beraktivitas menangkap ikan. Dengan demikian, kelestarian laut beserta isinya akan tetap dinikmati oleh generasi penerus Indonesia di masa mendatang.“Kita ingin sumber daya alam laut kita ini memberikan manfaat yang berkelanjutan. Tidak hanya untuk kita saja, tapi juga untuk anak cucu kita. Oleh sebab itu penangkapan ikan mestinya ada pengaturannya,” kata Presiden.Kadahan, nelayan dari pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara yang hadir di Istana Negara, mengakui kalau hasil tangkapan ikan untuk saat ini memang lebih banyak dibandingkan sebelumnya. Kenaikan itu dirasakannya, setelah Pemerintah memberantas para pencuri ikan yang berasal dari luar negeri.“Sekarang lebih banyak Pak, dulu banyak nelayan Filipina sampai tinggal di belakang rumah kita. Sekarang sudah tidak ada. Dulu sehari (dapat) kecil-kecil 4-5 ekor ukuran 3-5 kilogram, sekarang sehari paling sedikit 1-3 ekor ukuran 30 kg ke atas,” paparnya.baca juga :  Ulasan Izin Kapal Diberlakukan untuk Pemilik Kapal Perikanan, Untuk Apa?  E-service PerizinanDalam rangkaian acara Forum Bisnis Perikanan Tangkap, di kantor KKP, Jakarta, Kamis (31/1/2019), KKP meluncurkan Sistem Informasi Perizinan Perikanan Tangkap melalui e-service dan e-logbook kapal perikanan." "Saat Presiden Perintahkan Susi Persingkat Perizinan Perikanan Demi Nelayan ","Pada kesempatan itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyerahkan sekitar 1.163 Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) dan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) secara simbolik.Dalam sambutannya, Susi menghimbau kepatuhan para pelaku usaha dalam melaporkan angka hasil usaha dan hasil tangkap untuk memperlancar proses perizinan. “Kita hanya ingin laporannya benar. Untuk apa? Supaya hasil kerjanya juga kita tahu bahwa Indonesia sudah menuju pengelolaan perikanan tangkap yang benar,” ucapnya dalam rilis dari KKP, Jumat (1/2/2019).Sedangkan dalam sesi panel selanjutnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyatakan komitmennya untuk menyinkronkan kerja sama antara KKP-Kemenhub untuk melayani perizinan bagi para pelaku usaha perikanan.“Kemarin saya hadir, Pak Presiden sudah berjanji untuk memberikan suatu pelayanan yang terbaik. Kalau perlu saya ke tempat anda sekalian untuk mengukur. Saya sudah lakukan di beberapa tempat, memang baru di Jawa tetapi kami pilih yang populasinya banyak. Ada di Lamongan, Pekalongan, dan Tegal. Cuman memang jujur, ada beberapa yang susah diukur karena (kapal) tidak pulang-pulang. Oleh karenanya, kita ingin sekali menyelesaikan supaya ukuran-ukuran itu bisa dilakukan dengan baik. Jadi anytime ya. Nanti silahkan bapak-ibu bertanya akan di mana dilayani itu ya. Mau di Medan, Palembang, Papua, kita jabanin semuanya,” ujarnya.Menteri Perhubungan juga berjanji Kemenhub bersama KKP bakal menyederhanakan proses perizinan pengukuran kapal. Salah satu caranya, KKP dan Kemenhub bakal mempercepat proses pengukuran di titik-titik lokasi yang memiliki konsentrasi kapal berjumlah besar. “Bersamaan dengan itu, kita akan meng-hire pengukur dari swasta sehingga mereka bisa berjalan ke Aceh, Gorontalo, Padang, dan sebagainya. Setelah itu baru (daerah) yang lain-lain diinventarisir, kita buat target (pengukuran kapal),” tambahnya." "Saat Presiden Perintahkan Susi Persingkat Perizinan Perikanan Demi Nelayan ","Acara Forum Bisnis Perikanan Tangkap itu dihadiri oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Anggota Komisi IV DPR RI Ono Surono, Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan Askolani, Dirjen Perhubungan Laut Kemenhub, perwakilan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, dan 1.500 pelaku usaha perikanan tangkap dari seluruh Indonesia.   [SEP]" "Nestapa Warga Kala Hidup Dikelilingi Kebun Sawit","[CLS]     Tanaman seragam, jalan pun serupa. Udara panas dan debu tampak pekat mengepul. Inilah pemandangan di kebun-kebun sawit perusahaan. Sawit itu menghampar dari Sulawesi Barat, di Mamuju Tengah, menuju Pasang Kayu, hingga Sulawesi Tengah di Donggala dan Morowali.Satu grup yang dominan memiliki lahan perkebunan adalah Astra Agro Lestari, dengan anak perusahaan seperti PT Mamuang, PT Lestari Tani Teladan (LTT), PT Letawa, PT Pasangkayu, PT Suryaraya Lestari, dan PT Badra Sukses. Perusahaan lain, ada Wahana Global dan Trinity.Di Desa Salugatta, Mamuju Tengah, hamparan yang dulu kebun karet berubah jadi sawit. Ketika berdiri di sebuah bukit, hamparan sawit itu bagai tak berujung. Di ujung batas pandang mata, tanaman itu samar tetap berdiri. “Sawit semua,” kata pesepeda motor yang beristirahat di pondok kayu.“Saya melintas mau ke Mamuju, dari Palu. Mau istirahat cari tempat rekreasi kayaknya tidak ada,” katanya.Kami bersapa pada akhir Juni di siang terik sekitar pukul 13.00. Di tempat ini, mengendarai sepeda motor rasanya serba salah memilih pakaian. Memakai jaket, keringat bercucuran. Tak menggunakan pakaian pelindung, kulit rasa terbakar. Selama empat hari di Topoyo, pusat kota Mamuju Tengah, saya berkeliling dengan sepeda motor.Baca juga: Nestapa Petani Polanto Jaya di Tengah Ekspansi Kebun Sawit Astra (Bagian 1)Di Desa Tobadak, tempat tinggal Bupati Mamuju Tengah, Aras Tammauni, seperti kampung umumnya, ada sekolah, mesjid, lapangan, dan prasana umum lain. Jalan mulus dengan aspal licin. Rumah-rumah panggung dan beton berdiri. Rumah Aras, berpilar besar, berwarna putih, dan bagian depan ada mesin ATM Bank Negara Indonesia. Rumah pribadi, sekaligus jadi rumah jabatan.Di Topoyo, tak banyak orang yang ingin bercerita mengenai sawit dan kemelutnya tetapi mereka memilih bungkam.“Saya tahu, ada banyak soal di Topoyo. Ada beberapa perampasan lahan. Tapi kami tak berani,” kata salah seorang penduduk yang saya temui." "Nestapa Warga Kala Hidup Dikelilingi Kebun Sawit","Di Topoyo, ada banyak keluarga datang lewat program transmigrasi. Mereka mengadu nasib dan membentuk ikatan kuat, tetapi tidak dalam kekuatan politik. Para pendatang ini hingga sekarang masih ketakutan untuk bersuara.Pada pemilihan Bupati Mamuju Tengah 2015, Aras mengumpulkan suara nyaris 98%. Kemenangan mutlak yang membuat beberapa koleganya ikut menduduki kursi legislatif.  Aras adalah bupati yang mendukung pengembangan perkebunan sawit. Bagi dia, sawit adalah tanaman terbaik untuk meningkatkan pendapatan masyarakat karena tidak rewel.“Penghasilan masyarakat bertambah dari sawit. Ini jadi tanaman favorit karena tidak manja,” katanya dikutip dari Fajar.co.id.Aras juga mengakui jadi bagian dari Astra, sejak beberapa tahun lalu. Perusahaan ini dia bilang ikut menggerakkan putaran ekonomi Mamuju Tengah sampai Rp80 miliar setiap bulan. Hasil sawit kecil“Sebenarnya, sawit untuk PAD Mamuju Tengah, sangat kecil. Tak sampai 10% dari total PAD kita,” kata Arsal Aras, Ketua DPRD Mamuju Tengah.Arsal adalah anak Aras. Pada pemilihan legislatif 2019, dia kembali terpilih melalui usungan Partai Demokrat. Selain Arsal, tiga saudara lain juga terpilih kembali menduduki kursi legislatif. Masing-masing, Arwan Aras, melalui PDI Perjuangan, melenggang ke Senayan.Amalia Putri Aras dari Partai Demokrat kembali memenangkan satu kursi di Sulawesi Barat. Nirmalasari Aras dari Partai Demokrat, juga istri wWakil Bupati Mamuju.Saya menemui Arsal di Makassar, awal Juli 2019. Dia mengatakan, pemerintah yang dinahkodai bapaknya sangat terbuka dan berjalan transparan. Dia memastikan, tak ada kepentingan politik. Legislatif, katanya, memberi masukan pada eksekutif." "Nestapa Warga Kala Hidup Dikelilingi Kebun Sawit","Dia berkali-kali mengungkapkan, kalau dewan dan pemerintah daerah adalah mitra. “Jika pemerintah daerah bilang sawit terbaik, saya kira itu juga bisa direvisi. Sekarang kami bekerja sama dengan dinas terkait, mencoba mendorong pengembangan komuditi lain. Saya kira sawit tak signifikan untuk masyarakat secara umum,” katanya.Meskipun begitu, katanya, karena masyarakat sudah terlanjur menanam sawit, pengembangan komoditas lain pun secara pelahan.Bagi Arsal, sawit hanya tanaman industri. Modal besar dengan pembagian hasil jauh lebih sedikit karena perizinan utama di Jakarta. “Jadi, daerah hanya mendapat bagi hasil. Sedikit sekali. Tidak usah disebut.”Meski demikian, Arsal juga punya kebun sawit sekitar empat hektar. “Tidak banyak. Itu ditanam sejak awal, dari bapak (Aras),” katanya.   ***Sekitar satu km, dari kediaman Aras, seorang buruh harian dari PT Badra Sukses, sedang memanen. Dia ditemani anaknya yang sedang libur sekolah. Dia berjalan membawa galah besi di bagian ujung ada celurit.Ketika tandan buah itu menghempas, dia kembali mengaitkan galah di pelepah daun dan menariknya. Di tanah, pelapah itu ditebas pakai parang. Anaknya dengan tombak menikam tandah buah dan menaikkan ke troli. Setelah lima atau enam tandan, dia angkut ke tempat pengumpulan di sisi jalan utama.Buruh itu tak ingin disebut namanya. Dia khawatir, kemudian hari ada masalah. Baginya, jadi buruh sawit adalah pilihan tepat. Penghasilan setiap bulan Rp2,5 juta. Sekali setahun mendapat tunjangan hari raya, dan beberapa bulan sekali bonus. “Jadi, kalau dapat bonus, bisa Rp2,7 juta,” katanya.Buruh-buruh ini bekerja hampir saban hari. Setiap pagi hingga menjelang magrib. Mereka membersihkan dan memanen sedikitnya empat hektar. “Saya tak punya lahan, mau tak mau harus bekerja seperti ini.” Polusi limbah sawit " "Nestapa Warga Kala Hidup Dikelilingi Kebun Sawit","Seratusan kilometer ke Desa Tawiora, Donggala, seorang warga dari Desa Polanto Jaya, menemani saya. Pakai sepeda motor, dia meliuk memasuki perkebunan sawit PT Letawa dan PT Lestari Tani Teladan (LTT). Di jalan kerikil luas, kami melewati kubangan tempat pembuangan limbah perusahaan. Limbah sudah jadi serbuk hitam dan aroma tak lagi begitu menyengat.Berbeda kala melewati kebun musim penghujan. Dia pakai masker tetapi bau busuk tetap tercium.Selama 15 hari berkeliling dari Mamuju Tengah, Mamuju Utara, hingga Rio Pakava, saya menemukan aroma serupa di sekitaran PT Pasang Kayu–juga anak perusahaan Astra Agro Lestari.Tawiora, merupakan desa paling ujung di Donggala. Desa ini berbatasan dengan Pasang Kayu. Patok batas provinsi untuk Sulawesi Barat dan Sulawesi Tengah, juga di tempat ini. Berdiri dengan tembok berwarna putih sekitar 20 meter dari bibir Sungai Lariang.Tawiora, sebelumnya desa nan sejuk. Sejak terjadi perubahan bentangan dari pohon-pohon besar beraneka ragam jadi sawit, membuat kesejukan bagai tertelan.Penduduk yang dulu bermukim beberapa ratus meter dari bibir sungai, terdesak menuju pinggiran sungai. Kampungnya, sudah jadi HGU dari LTT.Halaman depan, halaman belakang, samping rumah, ada sawit. “Kami tidak lagi punya tanah,” kata Idris Buka, warga setempat.Awal 2019, Mursin bagian dari tim desa yang pengukuran untuk program proyek operasi nasional agraria (Prona).Dia bersama tim BPN/ATR membentang meteran dan memastikan lahan masyarakat. Hasilnya, nihil. Semua tempat adalah HGU perusahaan. “Jadi, kami mau bilang apa? Mungkin karena desa kami jauh dari tersembunyi, maka tak diperhatikan,” katanya." "Nestapa Warga Kala Hidup Dikelilingi Kebun Sawit","Di tepi Sungai Lariang, kami berdiri dan melihat arus air yang bergerak cepatt, tetapi lembut. Warnanya coklat bercampur lumpur. Ada dua rumah warga yang hanya tersisa pondasi dan puing yang hancur. Lariang, menghanyutkannya dengan cepat. Sisi sungai ini juga dikenal dengan nama pangkalan – merujuk pada aktivitas – pendaratan kayu-kayu ilegal.Bantalan-bantalan balok yang terendam dengan ikatan-ikatan kuat dari rotan yang ditarik dengan perahu dari hutan Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Barat. Di Towiara, balok itu diolah di rumah-rumah produksi sawmil. Kampung ini juga dikenal dengan sebutan kampung logging.“Kami mau berkebun, tapi lahan sudah diambil oleh perusahaan,” kata, salah seorang warga.   ***Di Kampung Lariang, Kecamatan Tikke Raya, Pasang Kayu, seorang pria berusia 73 tahun, duduk di kursi ruang tamu. Dia menghadap ke pintu utama rumah. Namanya, Lamisi. Sudah dua kali dia masuk penjara karena tuduhan menyerobot dan mencuri buah sawit milik PT Letawa.Tanah itu, dia kelola sebelum perusahaan datang. Dia menanam padi, jagung dan kakao. Beberapa petakan juga ditanami sawit, ketika perusahaan datang. Letawa, yang datang belakangan lalu mengklaim kalau lahan Lamisi bagian dari HGU. “Orang-orang perusahaan datang, lalu tebang pohon cokleat (kakao),” katanya.“Saya ke pak desa mengadu. Sebab, lahan itu ada surat-suratnya dan ditandatangani pemerintah desa. Saya kecewa sekali,” katanya.Lamisi punya luas lahan garapan sekitar 15 hektar. Lahan itu untuk pengembangan penduduk dan masing-masing rumpun keluarga mendapatkan jatah dua hektar. “Jadi, 15 hektar itu, ada bagian dari keluarga,” kata Lamisi.Di kantor desa, pemerintah membuat kesepakatan secara verbal. Lamisi boleh menduduki lahan itu. Tahun 2012, dia menanam sawit tetapi perusahaan masuk dan menanam sawit di sela tanaman lain." "Nestapa Warga Kala Hidup Dikelilingi Kebun Sawit","Ketika tanaman berbuah dan mulai panen, nahas bagi Lamisi, perusahaan membuat laporan ke kepolisian Mamuju Tengah. “Saya dituduh mencuri di lahan sendiri. saya dipenjara empat bulan dengan anak saya,” kata Lamisi.Ketika keluar dari penjara, dia tetap bersikukuh kalau lahan dengan surat dan pajak lengkap yang dimilikinya bukti hukum sah. Dia tetap menggarap. Tahun 2018, saat panen sawit kembali, dia kembali tertuduh sebagai pencuri sawit perusahaan.“Saya ditangkap malam. Saya sedang sakit dan tidak bisa gerak. Saya bilang, kenapa harus ditangkap malam, saya lagi sakit. Polisi bilang akan bawa ke rumah sakit, tapi saya dibawa ke kantor polisi,” katanya.Lamisi mengenang peristiwa itu. “Saya keluar penjara, saya masuk lagi ke kebun saya. Saya tahu, laporan perusahaan sudah masuk lagi ke polisi. Mungkin beberapa waktu ke depan, saya ditangkap lagi. Saya tidak akan berhenti. Itu kebun saya, kenapa mereka mau ambil.”Di Kampung Lariang, rumah Lamisi, beberapa rumah warga berada di sisi jalan utama Mamuju Tengah menuju Mamuju Utara. “Orang baru tahu, kalau rumah mereka dan sekolah masuk wilayah HGU perusahaan,” katanya.“Dulu ada banyak orang menggadaikan sertifikat ke bank untuk akses modal usaha. Warga dapat dan bank memberi pinjaman. Tahun 2019, saat pinjaman mau lanjut, bank sudah tidak mau lagi, karena sertifikat itu katanya sudah masuk HGU Letawa,” kata Muliadi, warga lain.“Ini ada apa? Sebelumnya kami bisa akses ke bank. Sekarang tidak lagi. Jadi baru-baru ini ada penambahan HGU kalau begitu.”Letawa, adalah anak perusahaan Astra Agro Lestari yang memiliki izin di Sulawesi Barat. Beroperasi pada 1995, dengan luas lahan 7.101 hektar.“Di adendum amdal (analisis mengenai dampak lingkungan-red), mereka punya luasan 7.000 hektar. Harusnya, pemerintah turun cek. Tahun 2010, rumah kami dan kampung ini masih di luar HGU. Tahun 2018, kenapa tiba-tiba masuk? Apakah ini lahan siluman?” kata Muliadi.  " "Nestapa Warga Kala Hidup Dikelilingi Kebun Sawit","Sekitar 10 km dari Lariang, di Kampung Baras, Hukma, sedang demam. Malam itu pria 48 tahun ini masih menggigil. Beberapa bulan sebelumnya, dia baru saja keluar penjara, karena kasus pemukulan karyawan perusahaan Letawa.“Saya ikat di sawit dan pukul dia,” katanya.Ini kali kedua dia masuk penjara. Pertama kali mendekam di jeruji besi karena menikam mandor perusahaan. “Saya kasi begitu, karena mereka masuk ke kebun saya. Itu tanah kami. Keluarga kami sejak dulu beraktivitas di tempat itu. Kami menanam kakao, durian dan langsat.”“Mereka datang mengklaim. Saya sudah capek. Jadi, saya akan melakukannya lagi kalau mereka masih akan merebut lahan keluarga kami,” katanya.Bagi Hukma, tetap berdiam diri dan melihat tanah dikuasai perusahaan adalah kesalahan. “Kami makan, tidak mengemis. Sekarang ada perusahaan, ada banyak bank, tapi tak bisa disentuh.”Hukma, bagian dari rumpun Suku Kaili Uma’. Leluhur mereka membangun pemukiman dan tempat berladang di kawasan yang diklaim perusahaan. Mereka menggembala sapi, yang lepas bebas. Ketika komunitas memerlukan, orang-orang akan masuk hutan bersama-sama mencari sapi. Masing-masing keluarga menandai sapi mereka dengan sayatan di telinga. Ada dua sayatan, satu sayatan, atau tiga sayatan. Sapi tak akan tertukar.Hutan pada masa itu adalah tempat bertualang dan rumah hidup bagi warga. Ada rotan, jadi kerajinan tangan dan lain-lain. “Sekarang, harus beli. Semua serba uang sekarang,” kata Hukma.Rumpun suku lain, adalah Kaili Tado, di Kampung Kabuyu. Mereka adalah masyarakat yang ditelan hamparan sawit milik PT Mamuang. Dua pekan sebelum kedatangan saya di akhir Juni, sebanyak 137 keluarga menerobos masuk konsesi perusahaan dan menduduki kembali lahan peremajaan yang baru ditanami sawit." "Nestapa Warga Kala Hidup Dikelilingi Kebun Sawit","Luas lahan sekitar 600 hektar. Warga membangun pondok hunian sementara. Mereka membawa keluarga dan tinggal di kawasan itu. “Ini lahan pertanian penduduk sebelum perusahaan itu datang. Di sini, tempat tumbuh sagu kami,” kata Anta, seorang warga.Di sela sawit baru perusahaan, warga menanam jagung. “Kita akan saling jaga toh, perusahaan menjaga tanaman sawit, kami menjaga jagung kami,” katanya.Di tanah hamparan pendudukan itu, ada kuburan tua dari rumpun Kaili Tado. Perusahaan tak menggusur sepenuhnya, walau semua tanaman habis.Bobu Pea, melihat penebangan sagu ketika perusahaan masuk. Dia melihat bapak dan keluarganya menangis, tak bisa berbuat apa-apa karena perusahaan dikawal tentara.Setelah sagu, mereka juga ikut merobohkan kakao dan kelapa di dekat kampung. “Semua orang tidak bisa melawan. Kami hanya dijanjikan bekerja di perusahaan tapi tak pernah terjadi,” kata Bobu.Mongabay berusaha mengkonfirmasi berbagai persoalan ini kepada perusahaan. Pada 23 Juli lalu, Mongabay mengirimkan pesan permintaan wawancara kepada Teguh Ali, Community Development Area Manager (CDAM) Celebes ! PT Astra Agro Lestar.“Selamat sore, Klu ada kesempatan kita bertemu, kita bicara,” kata Teguh, dalam balasannya. Pada 2 Agustus 2019, Mongabay, mencoba menghubungi kembali Teguh, tetapi tak mendapatkan jawaban. ***‘Pendudukan’ warga terus berlanjut. Perusahaan memasang pengumuman di tempat itu. “DILARANG MENGELOLA LAHAN HGU TANPA SE IZIN PT MAMUANG.” Begitu bunyi pengumumannya.“Tidak apa-apa. Nanti kami pasang juga, larangan mengelola lahan warga tanpa izin,” seloroh Anta. Keterangan foto utama:  Warga di Kampung Kabuyu, menduduki kembali lahan yang dulu tanah-tanah keluarga mereka yang sudah jadi konsesi perusahaan. Foto: Eko Rusdianto/ Mongabay Indonesia  [SEP]" "Reklamasi Pesisir Jadi Pilihan Rakyat atau Pemerintah?","[CLS]  Kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil (P3K) harus mendapat perlindungan penuh dari berbagai ancaman aktivitas ekstraktif dan eksploitatif yang saat ini semakin marak berlangsung di banyak daerah di Indonesia. Aktivitas itu bisa mengancam keberlangsungan nelayan dan juga ekosistem pesisir laut yang menjadi rumah bagi aneka ragam hayati.Seruan untuk melindungi kawasan P3K itu disuarakan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) saat menghadiri pertemuan ASEAN People Forum (APF) 2019 di Phatum Thani, Thailand, pekan lalu. Dalam seruannya itu, KIARA menyoroti proyek reklamasi yang disebut sebagai bagian dari aktivitas ekstraktif dan eksploitatif.Sekretaris Jenderal KIARA Susan Herawati menerangkan, bukan hanya di Indonesia saja, kegiatan reklamasi juga kini mengancam sejumlah negara di Asia Tenggara, seperti Malaysia, Filipina, Thailand, Kamboja, Laos, Myanmar, Vietnam, dan Timor Leste.Padahal sebagai negara yang banyak bergantung pada sumber daya di laut, Susan mengakui kalau negara-negara di Asia Tenggara itu juga menjadi rumah bagi lebih dari 50 juta orang nelayan yang bekerja untuk menangkap, mengolah, dan sekaligus menjual ikan. Itu artinya, kawasan P3K di Asia Tenggara sudah berjasa untuk menghidup puluhan juta lebih warganya.baca : Mewujudkan Keadilan untuk Rakyat Indonesia di Pulau Reklamasi  Melihat fakta tersebut, kawasan P3K di Asia Tenggara telah lama menjadi jantung bagi kehidupan sektor perikanan. Itu berarti, kawasan tersebut juga menjadi area yang paling banyak dicari warga untuk mendapatkan penghasilan dengan nilai besar ataupun kecil.“Tetapi, saat ini nelayan-nelayan di Indonesia, Malaysia, dan Filipina sedang menghadapi ancaman serius proyek reklamasi pantai. Industri ekstraktif tersebut tak hanya mengancam ekosistem laut, namun juga merampas ruang hidup nelayan,” ungkap Susan." "Reklamasi Pesisir Jadi Pilihan Rakyat atau Pemerintah?","Mengingat pentingnya kawasan pesisir untuk kehidupan nelayan dan masyarakat pesisir, KIARA mengajak seluruh masyarakat di Asia Tenggara untuk bersama melawan proyek reklamasi yang sedang dan akan dikerjakan di masing-masing negara. Kegiatan ekstraktif tersebut harus terus diawasi dan dilawan secara aktif oleh semua elemen yang terlibat.baca juga : Korupsi Proyek Reklamasi, Bisa Terjadi di Seluruh Indonesia Keluarga NelayanKhusus untuk kegiatan reklamasi di Indonesia, Susan mengatakan bahwa saat ini tercatat ada 41 proyek yang memberikan dampak buruk bagi sedikitnya kehidupan 700 ribu keluarga nelayan. Sementara, untuk di Filipina, saat ini ada 14 proyek yang berdampak pada kehidupan 100 ribu keluarga nelayan.“Di Malaysia, ada lima proyek yang memberikan dampak buruk bagi lebih dari 5.000 keluarga nelayan,” jelasnya.Pentingnya mengawasi dan menolak kegiatan ekstraktif dan eksploitatif di kawasan pesisir, menurut Susan, tak bisa dilepaskan dari fakta bahwa Asia Tenggara adalah pemilik kawasan laut seluas 5.060.180 kilometer persegi. Itu artinya, laut di Asia Tenggara menjadi rumah bagi beragam sumber daya perikanan dengan potensi yang sangat tinggi.menarik dibaca : Setelah Reklamasi Pelabuhan Benoa Berhenti, Bagaimana Rehabilitasi Mangrove Kini?  Berdasarkan data Badan Pangan Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) yang dirilis pada 2018, negara di Asia Tenggara merupakan 10 besar produsen perikanan tangkap dunia. Negara tersebut adalah Indonesia dengan produksi 6.107.783 ton, Vietnam sebanyak 2.678.406 ton, Filipina sebanyak 1.865.213 ton, dan Malaysia sebanyak 1.574.443 ton.“Dengan angka sebesar ini, produksi perikanan di negara-negara ASEAN terbukti dapat memenuhi kebutuhan konsumsi perikanan dunia. Fakta ini membuktikan bahwa negara-negara ASEAN memiliki peran penting untuk menjaga pangan dunia,” pungkasnya." "Reklamasi Pesisir Jadi Pilihan Rakyat atau Pemerintah?","Terpisah, Dirjen Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (PRL KKP) Brahmantya Satyamurti Poerwadi mengatakan bahwa pelaksanaan reklamasi harus dapat meningkatkan atau paling tidak mempertahankan nilai manfaat wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.Agar itu bisa terwujud, lanjutnya, maka aspek teknis dalam pelaksanaan reklamasi tidak hanya harus memberi manfaat secara ekonomi, namun juga bermanfaat bagi aspek sosial atau kepentingan umum. Prinsip seperti itu, diadopsi dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.24/PERMEN-KP/2019 tentang tata cara pemberian izin lokasi perairan dan izin pengelolaan perairan di Wilayah Pesisir dan PPK.“Dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.25/PERMEN-KP/2019 tentang Izin Pelaksanaan Reklamasi,” jelasnya di Jakarta, Senin (16/9/2019).Dalam setiap kegiatan reklamasi, Brahmantya juga menekankan pentingnya keberpihakan kepada masyarakat pesisir yang juga bisa menjadi jawaban untuk masalah yang akan muncul. Reklamasi harus berpihak pada kesejahteraan masyarakat pesisir dan tidak boleh ada masalah yang tertinggal di dalamnya.Terkait dengan kontroversi dari proyek reklamasi, Brahmantya mengatakan bahwa itu bisa terjadi karena pelaksana proyek atau pengembang bersama pemerintah setempat tidak melakukan kajian dengan akurat tentang reklamasi yang akan dilaksanakan. Selain itu, bisa jadi karena kurangnya sosialisasi dengan masyarakat di sekitar proyek.“Akibatnya muncul sindrom not my back yard,” tegasnya.perlu dibaca : Masyarakat NTT Melawan Proyek Reklamasi di Lembata. Ada Apa?  Pro dan KontraSekretaris Jenderal KKP Nilanto Perbowo mengakui sampai sekarang kegiatan reklamasi masih mengundang pro dan kontra di masyarakat. Walaupun reklamasi bisa menjadi solusi untuk pengadaan lahan di kawasan pesisir yang berfungsi untuk meningkatkan kegiatan ekonomi, dan sekaligus menjadi opsi upaya mitigasi bencana akibat perubahan iklim." "Reklamasi Pesisir Jadi Pilihan Rakyat atau Pemerintah?","“Tetapi sesuai dengan definisi dalam peraturan perundang-undangan, reklamasi haruslah dipandang sebagai upaya meningkatkan sumber daya lahan di wilayah pesisir, ditinjau dari sudut lingkungan, sosial, dan ekonomi,” tuturnya.Sejak Undang-Undang No.27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil diberlakukan, jelas Nilanto, Indonesia telah memiliki ketentuan untuk menata pelaksanaan reklamasi di wilayah P3K. Walaupun dalam implementasinya, pelaksanaan reklamasi, masih menimbulkan pro dan kontra.Dari berbagai pro kontra tersebut, Pemerintah terus berupaya menyempurnakan sistem dan regulasi yang ada. Dengan demikian, fungsi regulator dapat menjamin keadilan bagi kepentingan masyarakat umum, investasi, dan sekaligus ekologi dalam pelaksanaan reklamasi.baca juga : Kontroversi di Balik Reklamasi Pantai Makassar, Antara Kepentingan Rakyat dan Pengembang  Di tempat sama, Pakar Tata Kota dari Universitas Trisakti Yayat Supriatna mengatakan bahwa sampai sekarang masih terdapat beberapa kekosongan regulasi hukum dalam pelaksanaan kebijakan pembangunan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Kondisi itu mengakibatkan beberapa pemimpin di daerah mengambil kebijakan bersifat diskresi untuk mempercepat proyek reklamasi.“Perlu ada harmoni dan sinergi antar berbagai pihak untuk mengatur pembangunan di pesisir,” ucapnya.Sementara itu, bagi Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Institut Pertanian Bogor Luky Adrianto, kegiatan reklamasi hanya menjadi salah satu perangkat saja dalam proses pembangunan di wilayah P3K. Namun, perangkat tersebut harus tetap mengacu pada tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) 11.“Yakni membuat pesisir menjadi inklusif, aman, kuat, dan berkelanjutan. Juga pada SDGs 14 yaitu perlindungan dan penggunaan sumber daya kelautan secara berkelanjutan,” ungkapnya." "Reklamasi Pesisir Jadi Pilihan Rakyat atau Pemerintah?","Diketahui, kawasan pesisir sejak lama menjadi magnet kuat bagi pengembangan ekonomi daeran dan salah satu daya tariknya adalah karena pesisir terbukti bisa menurunkan biaya logistik arus barang melalui jalur laut. Itu kenapa, pembangunan di pesisir menjadi banyak dan menjadikan kawasan tersebut sebagai salah satu yang berkembang pesat di Indonesia.Akan tetapi, fakta bahwa kebutuhan ruang akibat pertumbuhan ekonomi di pesisir harus berhadapan dengan fakta bahwa kondisi pantai dan kawasan pesisir di Indonesia banyak yang mengalami erosi, salah satunya karena dampak perubahan iklim. Kondisi itu mengakibatkan terjadinya abrasi pantai antara 2-10 meter setiap tahun.***Keterangan foto utama : Sebuah kapal nelayan melintas di perairan Teluk Jakarta, Muara Angke, Jakarta Utara. Teluk Jakarta mengalami tekanan lingkungan yang tinggi, salah satunya karena proyek reklamasi. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia  [SEP]" "100 Tahun Tangkoko: Menelisik Perjalanan Panjang Konservasinya","[CLS]  Dalam perayaan 100 Tahun Tangkoko di Kota Bitung, sejumlah lembaga konservasi di Sulawesi Utara serta komunitas di kelurahan Batuputih, Bitung, mendirikan stand edukasi untuk menyampaikan kondisi hutan Tangkoko serta alasan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam menjaga lingkungan.Meski dikategorikan sebagai kawasan dengan tingkat keragaman hayati yang tinggi, namun sejumlah satwa di hutan Tangkoko dinyatakan punah atau terancam punah. Berdasarkan sejumlah riset, yaki (Macaca nigra) dalam 40 tahun terakhir populasinya menurun 80%. Maleo dan anoa semakin sulit dijumpai. Bahkan, babi rusa dinyatakan punah di Tangkoko.Di salah satu stand, komunitas bernama Tukang Foto Orang Batuputih (T-FOB) memajang hasil karya anggotanya. Mereka memamerkan foto berbagai jenis satwa yang semuanya didokumentasikan di hutan Tangkoko.Komunitas yang dibentuk pada tahun 2017 ini, baru pertama kali memamerkan karya mereka pada masyarakat. Meski demikian, beberapa anggota komunitas foto pernah memperoleh penghargaan di tingkat nasional.“Ada juga anggota yang pernah dapat penghargaan, masuk 10 besar lomba foto Kemeneterian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” terang Alfred Masala, anggota T-FOB kepada Mongabay, Rabu (20/2/2019).baca :  100 Tahun Tangkoko, Apakah Ekowisata Berorientasi Lingkungan dan Masyarakat Setempat?  Kata dia, rata-rata anggota bahkan telah mengetahui nama ilmiah satwa liar yang mereka foto. Sebab, selain pehobi foto, sebagian besar di antara mereka berprofesi sebagai pemandu wisata. Aktivitas itu memungkinkan mereka untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari wisatawan.“Kami berbagi pengetahuan tiap kali hunting bersama. Kemudian, karena sebagian anggota adalah guide, pengetahuan juga didapat dari tamu,” masih dikatakan Alfred." "100 Tahun Tangkoko: Menelisik Perjalanan Panjang Konservasinya","Melalui pameran foto di perayaan 100 tahun Tangkoko, mereka ingin menunjukkan satwa-satwa endemik yang perlu dijaga. Diharapkan pula, semakin banyak masyarakat yang peduli hutan. “Masyarakat yang singgah di stand terkejut melihat hewan-hewan yang difoto di tangkoko,” ujarnya.Di stand lain, Pusat Penyelamat Satwa Tasikoki (PPST), mengedukasi pengunjung lewat buku, gambar dan replika satwa liar. Lewat tampilan itu, mereka coba menarik minat pengunjung lalu menyampaikan pesan-pesan yang ditujukan untuk mengubah perilaku.“Replika ditampilkan supaya hewan liar yang dilindungi tersebut diketahui bahwa bukan cuma ketika hidup mereka dilindungi, tapi juga ketika sudah jadi kerangka, telur ataupun gadingnya juga dilindungi,” terang Windi Liani, staf edukasi PPST.“Semoga lewat peringatan 100 tahun Tangkoko ini, orang-orang bisa teredukasi untuk tidak memelihara, mengkonsumsi apalagi memperjualbelikan satwa dilindungi,” tambahnya.baca juga : Siswa-siswa Ini Belajar Konservasi di Tangkoko, Seperti Apa?  Macaca Nigra Project (MNP), lembaga yang fokus melakukan penelitian yaki di Tangkoko sejak 2006, menampilkan sampel laboratorium serta jerat satwa liar yang mereka temukan. Dari pameran itu, mereka ingin menunjukkan bahwa praktik perburuan masih terjadi di kawasan konservasi.Stephan Lentey, Field Station Manager MNP mengatakan, meski jumlah jerat yang mereka temukan menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya, namun data jerat yang mereka temukan di kawasan konservasi masih terbilang banyak.“Luas wilayah penelitian kami mungkin kurang dari 1000 hektar. Sementara, luas KPHK Tangkoko 8800 hektar. Hanya sebagian kecil, tapi jumlah jeratnya banyak. Pun itu di wilayah Batuputih yang termasuk tempat favorit wisatawan lokal maupun mancanegara.”" "100 Tahun Tangkoko: Menelisik Perjalanan Panjang Konservasinya","“Walau menurun, tapi kami tetap harus banyak bekerja. Mengubah pemahaman dan perilaku warga tidak semudah membalik telapak tangan. Ada proses pendidikan, pengetahuan dan tingkat praktis yang harus diubah,” kata Stephan.menarik dibaca :  Cagar Alam Tangkoko, Rumah si Monyet Hitam Sulawesi  Di stand yang sama, Pendidikan Konservasi Tangkoko (PKT), mengajak pengunjung yang umumnya anak-anak untuk bermain sambil belajar. Mereka diajak belajar mengenai penyu lewat permainan yang mirip ular tangga. Tim PKT berharap, melalui permainan itu, anak-anak bisa membagikan pengetahuan pada orang tua masing-masing.“Lewat permainan ini anak-anak belajar mengenai penyu dan ancaman terhadap spesies ini. Semoga, anak-anak bisa lebih memahami dan menjaga lingkungan. Mereka juga bisa membagikan pengetahuan pada orangtua masing-masing,” ujar Siti Rachhmi Harimisa, Relawan PKT.Sementara, Yayasan Selamatkan Yaki mendukung peringatan itu melalui inagurasi murid-murid sekolah lingkungan. Kegiatan tersebut berlangsung tiap akhir pekan, dalam kurun 3 minggu belakangan. Peserta belajar adalah 20 murid dari sekolah-sekolah di sekitar Bitung.“Hari ini kelulusannya. Sekolah lingkungan ini akan berkelanjutan dan bisa membantu konservasi di Tangkoko. Kalau ke depannya anak-anak itu ingin terlibat dalam konservasi, sudah terbiasa dari sekarang,” kata Prisilia, staf edukasi Yayasan Selamatkan Yaki.baca juga :  Dua Spesies Tarsius Baru yang Menginspirasi Yoda, Ditemukan di Sulawesi  Perubahan StatusDalam 100 tahun, terdapat berulang kali perubahan status kawasan hutan Tangkoko. 21 Februari 1919, lewat Besluit Van Gouverneur Nederlands Indie GB.No.5.Stbl.90, Pemerintah Belanda menetapkan kawasan hutan Tangkoko sebagai monumen alam, luasnya 4.442 hektar." "100 Tahun Tangkoko: Menelisik Perjalanan Panjang Konservasinya","Pontonuwu dalam “Analisis Pengembangan Ekowisata di Kawasan Suaka Alam: Studi Kasus Cagar Alam Tangkoko-Duasudara Sulawesi Utara” menyebut, pada tahun 1942, The Nature Protection Ordinance menetapkan Tangkoko sebagai Cagar Alam. Kemudian, SK Mentan nomor 700 tahun 1978 menetapkan CA Duasaudara dengan luas 4.299 hektar.Tahun 1981, kawasan CA Tangkoko-Batuangus yang dianggap tidak lagi alami, ditetapkan sebagai TWA Batuputih (615 hektar) dan TWA Batuangus (635 hektar).Selanjutnya, SK Menteri Kehutanan nomor 1826 tahun 2014 memutuskan penetapan kawasan hutan pada kelompok hutan Duasudara, seluas 8.545,07 hektar. Luas TWA Batuputih dan TWA Batuangus bertambah. Namun, CA Tangkoko dilebur dalam CA Duasaudara, dengan luas 7.247,46 hektar.Pada tahun 2016, SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menetapkan Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) Tangkoko, yang meliputi CA Duasudara, TWA Batuputih dan TWA Batuangus.perlu dibaca :  Selamat Hari Primata, Selamatkan Mereka dari Perburuan  Dileburnya nama Tangkoko ke dalam Cagar Alam Duasudara sempat mengejutkan berbagai pihak. Meski demikian, Saroyo Sumarto, Primatolog Sulut menilai, tidak ada dampak signifikan dari perubahan nama tersebut.“Sebenarnya tidak ada dampak (perubahan nama). Pengelolaannya tetap saja sebagai kawasan konservasi,” jelasnya ketika dijumpai Mongabay-Indonesia, Selasa (19/2/2019).Saroyo menerangkan, KPHK hanya menunjukkan kesatuan pengelolaan. Di dalamnya tetap terdapat Cagar Alam dan Taman Wisata Alam. Hanya, yang disayangkan, peleburan Tangkoko ke dalam CA Duasudara.“Saya lebih senang digabung karena memang batasnya tidak ada. Tapi, kami semua kaget, nama Cagar Alamnya jadi Duasudara walaupun KPHK menggunakan nama Tangkoko. Sebab, Cagar Alam Tangkoko itulah yang punya latarsejarah yang jelas. Kita dikenal dunia juga karena Tangkoko, bukan Duasudara,” pungkas Saroyo.  [SEP]" "Ini Ragam Cara Meraup Ikan Cuma-cuma di Pengambengan Jembrana","[CLS] Pagi di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pengambengan adalah hiruk pikuk yang unik. Remaja dan lanjut usia rebutan ikan yang digotong dari kapal laut sampai tempat penimbangan dan pabrik pengolahan.Sedikitnya ada empat pekerjaan dengan sebutan berbeda yang mengais ikan tanpa perlu melaut dan membeli ikannya di pelabuhan ikan besar di Jembrana, Bali Barat, sekitar 3 jam berkendara dari Kota Denpasar ini. Semuanya bisa diamati ketika masuk area dermaga dan menyaksikan buruh menurunkan hasil tangkapan dari kapal laut.Perhatian langsung tertuju pada puluhan perempuan, sebagian lanjut usia yang berjibaku merogoh ikan dari keranjang-keranjang yang diangkut buruh dari kapal menuju lokasi penimbangan. Mereka berendam di dalam laut yang airnya berwarna keruh dan bau selama beberapa jam, sepanjang waktu pengangkutan.baca : Kedonganan, Kampung Nelayan yang Bertahan di Pusat Turisme Bali  Ngunjuk, demikian sebutan warga sekitar pada jenis pekerjaan mengambil ikan seenaknya ini. Namun ada tekniknya. Mereka harus bergerak cepat, menjulurkan tangan ke keranjang-keranjang berjalan ini. Karena buruh angkutnya juga bergerak cepat walau berjalan dengan air laut sampai dada. Para buruh ini tak akan berhenti, tukang ngunjuk inilah yang harus mengikuti keranjang. Dari tiap keranjang yang dipikul dua buruh, tiap perempuan ngunjuk hanya bisa meraup ikan satu tangan. Kemudian dimasukkan ke jaring yang terendam dalam air laut yang mulai legam warnanya.Di pinggir pelabuhan, ada sejumlah orang disebut Belantik yang menunggu setoran ikan dari tukang ngunjuk. Semacam penampung hasil pengambilan ikan itu. Ibu Um, salah satu Belantik yang tekun memantau aktivitas tukang Ngunjuk ini. “Saya yang membeli hasil dari ngambil-ngambil ikan itu,” katanya tersenyum." "Ini Ragam Cara Meraup Ikan Cuma-cuma di Pengambengan Jembrana","Menurutnya, tukang ngunjuk yang nyaris semuanya perempuan ini bisa lebih banyak penghasilannya dibanding Belantik, penampungnya. “Bisa sampai Rp1 juta kalau dapat banyak, tergantung kualitas dan harga ikan,” lanjut Bu Um.Misalnya saat ini, tiap hari para Belantik bisa dapat 1 ton ikan dari tampungan tukang Ngunjuk saja. Harga termurah Rp2500/kg jika ukuran ikan kecil dan kurang segar. Sementara termahal bisa sampai Rp10 ribu. Bu Um harus memantau harga terkini di tingkat pengepul besar tiap saat. “Mantau tiap hari lewat HP,” serunya.baca juga : Foto : Merekam Kehidupan di Pelelangan Ikan Lamongan  Jenis ikan yang didapatkan mayoritas nelayan besar adalah anak lemuru dan lemuru. Ikan-ikan ini jadi bahan baku ikan kaleng dan yang kualitasnya lebih jelek jadi bahan baku tepung pakan ternak.Di arena perebutan ikan antara kapal nelayan dan lokasi penimbangan ini ada dua jenis pekerja lain, tukang jaring dan pengambil. Orang yang menjaring kebanyakan laki-laki, membawa saringan besar. Mereka bekerja di dekat kapal laut, menjaring ikan-ikan yang jatuh dari proses angkut oleh tukang pikul. Keranjang-keranjang pikulan diisi sampai melebihi kapasitasnya, sehingga banyak yang terjatuh saat diturunkan dari kapal.Tukang jaring ini tak hanya menjaring ikan segar, juga ikan yang sudah mengapung lebih dari satu hari. Hasilnya lebih sedikit dan lebih beragam dibanding tukang ngunjuk. Jika para ngunjuker berhubungan dengan belantik, tukang jaring ini biasanya dibantu keluarga atau temannya yang menunggu di pinggiran. Menampung hasil jaring dan memilahnya.Keriuhan lain ada di dekat parkir kendaraan yang menampung keranjang-keranjang dari tukang pikul. Ada puluhan pengambil ikan yang mendekati truk, halnya ngunjuk, mereka meraup ikan di keranjang lalu dimasukkan ember. Bedanya, mereka beraksi di darat. Mereka juga cekatan mengambil ikan-ikan yang terjatuh dari truk." "Ini Ragam Cara Meraup Ikan Cuma-cuma di Pengambengan Jembrana","Misalnya Yuni dan anak remaja perempuannya yang sedang libur sekolah melakoni pekerjaan meraup dan memungut ikan di sekitar truk pengangkut ini. Pada 4 Juli lalu, pagi hari sekitar pukul 10, ia sudah memilah 3 ember besar. Ada juga Misnarti yang memilih mengambil ikan di darat dibanding berendam di laut karena perlu tenaga ekstra dan ketahanan tubuh. “Di laut dingin,” tunjuknya pada mereka yang sedang ngunjuk.menarik dibaca : Perdagangan Hiu Marak di TPI Brondong, Berikut Foto-fotonya  Ada juga pedagang keliling yang siap menampung ikan-ikan hasil rogohan itu. Pedagang bermotor ini keliling desa menawarkan hasil tangkapan nelayan hari itu.Prinsip seluruh pekerja ini adalah sedikit demi sedikit, lama-lama jadi bukit. Mengumpulkan segenggam demi segenggam jadilah berkeranjang. Anehnya, tak ada yang terlihat marah atau mengusir semua pekerja pengumpul ikan ini. Padahal yang berkorban modal dan tenaga untuk menangkap ikan adalah para pelaut atau saudagar kapal. Sepasang kapal Selerek melaut dan menjaring ikan, ratusan orang di darat mendapatkan berkahnya.Bagus Sudanajaya, Kasi Tata Kelola dan Pelayanan Usaha Pelabuhan Perikanan Nusantara Pengambengan menyebut aneka pekerjaan mendapat ikan ini adalah keseharian. Ada banyak pihak yang bisa menampung seperti pedagang kecil, menengah, dan besar. Sementara pemilik kapal memasok ke belasan pabrik ikan kalengan di dekat pelabuhan.Pemerintah pusat mengelola pelabuhan sejak 2006, serah terima dari provinsi. Sejumlah sarana yang akan dikembangkan selain pendaratan ikan adalah bengkel perbaikan kapal.Secara umum, pelabuhan Pengambengan masih perlu ditata dan dikelola limbahnya karena bau cukup menyengat sejak mulai dari jalan raya. Padahal ada kampus besar Politeknik Perikanan dan Kelautan Jembrana di samping pelabuhan. Desain breakwater, batu besar untuk menahan arus juga perlu dievaluasi dampaknya pada pesisir sekitar." "Ini Ragam Cara Meraup Ikan Cuma-cuma di Pengambengan Jembrana","baca juga : Foto : Beginilah Aktivitas Nelayan Indonesia  Sedikitnya ada 60 pasang kapal kayu Selerek, purse seine yang mirip dengan kapal di Muncar, Banyuwangi. Sisanya sekitar 400an unit kapal lebih kecil berbahan fiber. Pelabuhan perikanan besar lain di Bali adalah Sangsit (Buleleng) dan Kedonganan (Badung).Suasana khas di Kedonganan adalah adanya pasar ikan yang selalu ramai pembeli, termasuk turis asing. Mereka bisa melihat aktivitas nelayan mendarat, sampai menikmati hasil tangkapan dengan membeli dan membawanya ke jasa pembakaran ikan. Walau tak semuanya hasil tangkapan perairan Kedonganan.  [SEP]" "Mahkamah Agung Menangkan Kementerian Lingkungan, PT NSP Harus Bayar Rp1 Triliun","[CLS]   Kabar baik di awal tahun. Mahkamah Agung mengabulkan gugatan kasasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atas kasus kebakaran hutan dan lahan PT National Sago Prima (NSP) di Kabupaten Meranti, Riau.Kasasi MA yang putus Senin (17/12/18) dengan perkara nomor 3067 K/PDT/2018. Hakim Agung yang menangani perkara Hamdi, bertindak sebagai hakim anggota Yunus Wahab dan Soltoni Mohdally.Baca juga: Pakar: Vonis NSP Nodai Keadilan Lingkungan, Mengapa?NSP, merupakan anak perusahaan PT Sampoerna Agro Tbk, oleh MA dinyatakan bersalah dan mutlak harus bertanggungjawab atas peristiwa kebakaran hutan dan lahan. Perusahaan juga wajib membayar ganti rugi, biaya pemulihan dan rehabilitasi sebesar Rp1 triliun.Jasmin Ragil Utomo, Direktur Sengketa Direktorat Penegakan Hukum KLHK mengatakan, hingga kini KLHK belum menerima pemberitahuan isi maupun salinan putusan. Dia hanya mengetahui putusan MA dari website.“Kami tahu dari website MA yang isinya ada putusan kasasi MA terhadap NSP yang dinyatakan kabul. Lebih jelasnya kalau KLHK sudah menerima rilis supaya tahu persis isi putusannya,” katanya saat dihubungi Mongabay. Ragil menunggu MA mengirimkan salinan putusan kasasi. Setelah mengetahui isi putusan, baru KLHK bisa menentukan langkah-langkah lanjutan.Baca juga: Kasus Kebakaran Hutan, Mejelis Hakim Hukum PT NSP Bayar Rp1 TriliunKasus pidana yang menjerat NSP bermula sejak 2015, saat peristiwa kebakaran hutan dan lahan hebat melanda Riau. Titik api yang menyebabkan asap tebal itu juga banyak dari kebun milik NSP. Menindaklanjuti hal itu, KLHK melalui Dirjen Penegakan Hukum menggugat perusahaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Majelis Hakim PN Jakarta Selatan pada 11 Agustus 2017, memutus NSP bersalah membakar lahan seluas 3.000 hektar dan harus membayar Rp1 triliun. Rinciannya, ganti rugi Rp319 miliar dan biaya pemulihan Rp753 miliar." "Mahkamah Agung Menangkan Kementerian Lingkungan, PT NSP Harus Bayar Rp1 Triliun","Tak puas dengan putusan PN Jaksel, NSP mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta. 4 Desember 2017, putusan banding malah memenangkan NSP. Kala itu, menyatakan gugatan KLHK tidak dapat diterima. KLHK tak tinggal diam, mengajukan kasasi kepada MA. Banyak putusan belum eksekusiNur Hidayati, Direktur Eksekutif Walhi Nasional menyambut baik putusan MA. Namun, katanya, sebagaimana kasus-kasus sebelumnya, persoalan berikutnya eksekusi putusan, terutama terkait biaya rehabilitasi dan ganti rugi.“Sangat mendesak ada terobosan hukum untuk ini. Jika tidak, putusan MA hanya bagaikan macan kertas, tak menimbulkan efek jera bagi penjahat lingkungan hidup. Apalagi terkait kejahatan korporasi,” kata Yaya, sapaan akrabnya.Dia menyarankan, ada surat edaran dari MA yang memerintahkan pengadilan tinggi setempat segera eksekusi untuk kasus-kasus lingkungan hidup bekerjasama dengan KLHK.Selama ini, katanya, sudah banyak putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap tetapi belum dieksekusi karena ketidakjelasan mekanisme.“Karena ini menyangkut lintas kementerian, mungkin perlu ada aturan dari presiden, misal, untuk perusahaan-perusahaan yang terbukti bersalah dan sudah berkekuatan hukum tetap, dilakukan pembekuan aset dan rekening perusahaan.”KLHK, juga perlu berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM, kepolisian juga MA sendiri untuk membahas bagaimana putusan bisa eksekusi, misal, dengan bikin surat keputusan bersama.“Untuk gugatan ke depan, perlu ada tuntutan sita jaminan di dalam gugatan pemerintah. MA ketika memutuskan juga perlu memasukkan sita jaminan dalam putusan.”Senada dengan Henri Subagiyo, Direktur Eksekutif Indonesian Centre for Environmental Law (ICEL). “Kami menyambut baik putusan Majelis Kasasi Mahkamah Agung atas gugatan ganti rugi yang terjadi di lahan NSP,” katanya." "Mahkamah Agung Menangkan Kementerian Lingkungan, PT NSP Harus Bayar Rp1 Triliun","Gugatan ini, diajukan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan atas nama pemerintah dan dikabulkan majelis kasasi dengan ganti rugi Rp1 triliun. “Apresiasi juga layak diberikan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.”Putusan ini, katanya, menambah deret keberhasilan pemerintah dalam menindak para pelaku perusakan dan pencemaran lingkungan karena karhutla. “Salut untuk KLHK, tentu juga pengadilan.”Meski begitu, Henri juga mengingatkan kepada pemerintah dan MA bahwa saat ini sudah ada sembilan perkara memang dan berkekuatan hukum tetap dengan total kerugian sekitar Rp18,5 triliun. Sayangnya, belum satupun eksekusi oleh pengadilan setempat.Beberapa perusahaan sudah dinyatakan bersalah dan harus bertanggungjawab antara lain PT Kalista Alam, PT.Merbau Palelawan Lestari, PT.Bumi Mekar Hijau, PT Waimusi Agroindah, PT Waringin Agro Jaya, PT Jatim Jaya Perkasa. Juga, PT Ricky Kurniawan Kertapersada, PT Surya Panen Subur, dan terakhir PT National Sago Prima. Adapun pengadilan negeri yang bertanggungjawab eksekusi antara lain Meulaboh, Pekanbaru, Palembang, Jakarta Selatan, Jakarta Utara, dan Jambi.“Kemenangan ini langkah awal yang harus berdampak kepada pemulihan lingkungan setempat. MA seharusnya mengingatkan atau menegur para ketua pengadilan negeri apabila terbukti lalai menjalankan eksekusi yang tentu akan berdampak buruk pada citra pengadilan,” katanya.Henri juga mengimbau, Menteri LHK melakukan langkah-langkah koordinasi dengan MA agar eksekusi tak berlarut-larut.“Publik tentu sangat berharap putusan-putusan ini berdampak positif bagi lingkungan setempat sebagaimana dimandatkan UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.” Keterangan foto utama:   Api kebakaran hutan dan lahan masih menyala di Riau. Foto: Walhi Riau   [SEP]" "Saat Kita Semakin Asing dengan Berbagai Jenis Tetumbuhan","[CLS] Bagi generasi kakek-nenek kita, pengetahuan tentang alam tak bisa dilepaskan dalam kehidupan mereka. Alam adalah bagian dari entitas kebudayaan yang menyatu dalam diri mereka. Karena itulah, alam bukan hanya diperlakukan sebagai ibu, yang merupakan tempat menyusu dan bersandar, tetapi juga diperlakukan sebagai ayah yang memberikan pitutur dan  pepeling (nasehat dan pengingat).Maka tak heran, orang-orang tua di masa lampau selalu memakai filosofi “alam terkembang menjadi guru”.Alam telah menjadi laku dalam keseharian mereka, bila mereka tak memelihara keseimbangan dengan alam, maka sudah pasti kehidupan mereka pun akan rusak dan hancur. Begitupun sebaliknya, bila mereka merawat dan menjaga alam, mereka akan makmur.Baca juga: Taman Kehati dan Upaya Pelestarian Tumbuhan Lokal IndonesiaNamun di saat ini, -dengan berbagai perkembangan teknologi informasi, pengetahuan tentang kosmologi alam dan filosofinya hanya tertinggal dalam arsip dan kepustakaan. Maka teramat susah tatkala kita ingin kembali kepada cara hidup masa lampau, yang mendekat dan intim dengan alam.Beruntung kita masih bisa menemukan khasanah di bidang agama dan etik, bidang sejarah dan mitologi, susastra, seni dan hukum, ilmu kemasyarakatan, cerita rakyat, pada karya sastra di masa lalu (Pigeaud, 1967:45).Ironisnya, -sebagai contoh bagi kita yang berbahasa ibu bahasa Jawa, akses terhadap pengetahuan yang memuat filosofi dan hubungan manusia dengan alam menjadi semakin jauh. Misalnya, sumber-sumber pengetahuan tentang alam dan hubungannya dengan manusia di masa lampau ditulis dalam sumber-sumber primer dengan menggunakan huruf beraksara Jawa kuna.Baca juga: Kepedulian Kita pada Pelestarian Pohon Masih Rendah  Makna Dibalik Nilai Filosofis Pohon" "Saat Kita Semakin Asing dengan Berbagai Jenis Tetumbuhan","Salah satu kekayaan alam yang dekat dengan kita, tapi kita tak mampu menjangkaunya adalah pengetahuan tentang pohon. Pohon bagi kita kini tak lebih dari sekadar benda untuk mengurangi polusi di jalan-jalan raya.Pohon tak lebih dari sekadar benda-benda yang kita menikmatinya tatkala kita memandangi daunnya. Singkatnya, pohon bagi kehidupan kita kini menjadi etalase-etalase yang hidup dalam rumah peradaban kita.Keterputusan cerita, riwayat dan pengisahan dari orangtua kemudian mengakibatkan pengetahuan kita tentang pohon di sekitar kita menjadi hilang. Terlebih etos dan gairah untuk merawat dan menjadikan pohon bukan sebagai sebuah benda mati, cenderung hilang bagi generasi kita sekarang. Padahal bila kita lihat, pohon-pohon di negeri kita, adalah pohon yang penuh pengetahuan dan penuh manfaat.Dalam kitab Salokapatra misalnya, masih banyak pengetahuan tentang mitos bangunan dan pepohonan yang ada di Keraton. Di tahun 1995 terbit sebuah buku berjudul Makna Simbolik Tumbuh-Tumbuhan dan Bangunan Kraton. Di buku ini diberikan penjelasan panjang mengenai fiosofi dan manfaat pohon-pohon yang ada di sekitar Keraton. Sebut saja pohon beringin, yang berasal dari kata wringin, hal ini bermakna bahwa pohon beringin ditanam agar kita tahu, dan waspada.Pohon ini berfungsi sebagai penanda, sekaligus sebagai pengingat atau dalam istilah Jawa dikenal sebagai tetenger.Dalam bab lain kita bakal mendapati pula mengenai fungsi pohon sebagai obat-obatan. Pohon gayam, misalnya dipakai sebagai obat sakit perut dan diare, dengan mengambil kulitnya dicampur dengan menyan madu, adas pulawaras dan jantung pisang, kemudian ditumbuk dan diberi air kemudian diminum.Pohon Soka, kulitnya bisa dipakai untuk obat terlambat datang bulan. Pohon blimbing bisa dipakai untuk membuat pilis yang digunakan wanita setelah melahirkan. Pohon kelapa gading, airnya bisa untuk obat puput puser bayi." "Saat Kita Semakin Asing dengan Berbagai Jenis Tetumbuhan","Selain sebagai obat-obatan, pohon memiliki makna filosofis yang dalam. Misalnya, pohon beringin dikenal sebagai ‘pohon hayat’, yaitu sebatang pohon yang mampu memberikan pengayoman dan perlindungan serta mempertebal semangat dan keyakinan masyarakat (MM.K. Atmodjo, 1986:4).Baca juga: Pohon-pohon Langka Indonesia, Bagaimana Nasibnya?  Pohon bagi orang Jawa erat berkaitan dengan simbolik dan juga perlambang. Dari perlambang itulah khasanah kebajikan serta nilai-nilai kearifan muncul.Pada Pupuh VII, 5-15 kita diajak menyimak nilai filosofis pohon gayam : gayam gayuhe pandhita/ muja-muji tuwuh basuki/ puji dhikir shalat sujud/ nuwun marang hyang Suksma/ tata tentrem karta arja tulus tuwuh/ tulus guning tetanduran/ tandurane among tani (Gayam, melambangkan keinginan pendeta memohon mendapatkan keselamatan ber-dhikir, dan menjalankan sholat memohon pada Tuhan mendapatkan ketentraman dan kemakmuran berhasil semua tanam-tanaman, tanamannya para petani.Ironi tentang betapa jauhnya jarak antara kita dengan pohon ini dilukiskan apik di puisi Iman Budhi Santosa (2011) : Disana masih tegak pohon mangga bapang/ sepasang kelapa gading dan rumpun bambu kuning/ ditambah tebu hitam, meniran dan kaca piring/ melengkapi salam sapa pagar halaman yang ramah dan hening/ ya, aku masih di Jawa /bersama welat dan jamu menyanding pohon srigunggu/ tuah tapak liman serta dewa daru/ “tetapi, mengapa sekarang engkau merasa jadi tamu… (Ziarah Tembuni).Pohon-pohon itu memang begitu dekat dengan kita, teramat dekat dengan kita, tetapi tangan kita terlampau susah untuk menyentuhnya, bahkan menyebut namanya dan mengenalinya pun kita jadi terlampau gagap.Pengetahuan kita tentang pohon kini tinggal pengetahuan semata, tetapi tidak nyawiji (menyatu) dalam laku keseharian kita. Parahnya, kita menghormati pohon cukup dengan memasang wajah manis kita sembari foto dengan pohon itu tanpa perlu tahu nama dan untuk apa pohon itu ada. Menyedihkan. " "Saat Kita Semakin Asing dengan Berbagai Jenis Tetumbuhan","* Arif Saifudin Yudistira, penulis adalah Tuan Rumah Pondok Filsafat Solo. ALUMNUS MASTERA ESAI 2019. Artikel ini adalah opini penulis.   [SEP]" "Membangun Sistem yang Aman dan Nyaman untuk Pekerja Perikanan","[CLS]  Dua daerah yang dikenal sebagai penyuplai utama awak kapal perikanan (AKP) untuk bekerja pada kapal perikanan di dalam atau luar negeri saat ini resmi memiliki wadah pengaduan selama bekerja di atas kapal. Kedua daerah itu, adalah Kota Bitung di Sulawesi Utara dan Kota Tegal di Jawa Tengah.Pendirian wadah khusus yang diberi nama Fisher Centre itu, bertujuan agar AKP yang akan, sedang, dan atau sudah selesai bekerja pada kapal perikanan dan mengalami masalah, bisa melaporkannya untuk diselidiki lebih lanjut.Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan mengatakan, AKP merupakan salah satu jenis pekerjaan yang paling berbahaya di dunia. Bekerja sebagai AKP akan menanggung resiko sangat tinggi, menerima perlakuan kerja paksa dan juga perdagangan orang.“Fisher Centre adalah paltform atau wadah penerimaan pengaduan dan menyampaikan keluhan awak kapal perikanan kepada pihak terkait untuk mendapatkan keadilan,” jelas dia pekan lalu di Jakarta.baca : Kasus Pelarungan Mayat: Awak Kapal Perikanan Indonesia di Pusaran Praktik Perbudakan dan Kerja Paksa  Pendirian wadah dilakukan langsung oleh Pemerintah Indonesia dengan dukungan penuh dari program Safeguarding Against and Addressing Fisher’s Exploitation at Sea (SAFE Seas) yang merupakan program kerja sama antara Yayasan Plan Internasional dengan DFW Indonesia.Sebagai wadah yang berfungsi untuk menerima aduan dari AKP, Abdi Suhufan menyebutkan bahwa Fisher Centre mengembangkan kerja sama dengan lembaga rujukan lain di dalam Negeri, seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Luar Negeri, Kepolisian RI, Kementerian Ketenagakerjaan, BP2MI, Kementerian Perhubungan, Pemerintah Provinsi, LSM, dan lembaga bantuan hukum." "Membangun Sistem yang Aman dan Nyaman untuk Pekerja Perikanan","Abdi Suhufan menjelaskan, saat ini pelayanan Fisher Centre sudah dilaksanakan kepada AKP yang sedang bekerja di kapal perikanan di dalam atau luar negeri. Pelayanan tersebut bisa dilakukan lebih awal sebelum peresmian, karena sejak akhir 2019 sudah dilaksanakan tahapan penyiapan prosedur, pelatihan staf, dan juga penerimaan pengaduan.Sampai saat ini, Tegal dan Bitung sudah dimanfaatkan oleh 60 penerima manfaat dan menerima 23 laporan keluhan dari masyarakat, terutama berkaitan dengan kesejahteraan AKP yang mencakup upah, kontrak kerja, asuransi kesehatan, dan keselamatan.“Ke-23 laporan yang terdiri dari 9 pengaduan ABK domestik dan 14 laporan dari ABK migran,” sebut dia.Abdi Suhufan menambahkan, dalam kurun waktu delapan bulan terakhir sudah terjadi sebanyak tujuh insiden insiden dan kasus yang menimpa AKP yang sedang bekerja pada kapal perikanan berbendera Republik Rakyat Tiongkok (RRT).baca juga : Perlindungan Awak Kapal Perikanan Dimulai dari Daerah Asal  Terus BertambahDalam catatan DFW Indonesia, selama periode November 2019 hingga Juni 2020 sudah ada 73 orang AKP asal Indonesia yang menjadi korban kekerasan saat sedang bekerja pada kapal perikanan RRT. Dari jumlah tersebut, tujuh orang dinyatakan meninggal dunia, tiga orang hilang, dan 63 orang selamat.Sebagai kota percontohan yang sudah memiliki Fisher Centre, Tegal dan Bitung diharapkan bisa menjadi rujukan bagi kota lain yang ingin mendirikan wadah serupa. Diharapkan, dalam waktu dekat ada 10 kota yang bisa mendirikan Fisher Centre.Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo yang hadir pada peresmian Fisher Centre Tegal, mengatakan bahwa itu menjadi langkah awal untuk mengawal para pejuang rupiah yang bekerja sebagai AKP. Untuk itu, 10 Fisher Centre lain diharapkan bisa segera didirikan di Pelabuhan atau unit pengolahan ikan (UPT) di seluruh Indonesia." "Membangun Sistem yang Aman dan Nyaman untuk Pekerja Perikanan","Direktur Eksekutif Yayasan Plan Internasional Indonesia Dini Widiastuti menambahkan, pendirian Fisher Centre bertujuan untuk memberikan akses keadilan bagi AKP yang akan, sedang, dan sudah selesai bekerja pada kapal perikanan di dalam dan luar negeri. Kehadiran Fisher Centre dinilai menjadi kebutuhan yang penting dan mendesak.Di mata dia, pendirian Fisher Centre juga dilakukan karena jumlah AKP yang memerlukan hak-hak sebagai pekerja semakin tinggi. Untuk itu, dibutuhkan satu pelayanan berbasis masyarakat yang mudah dijangkau dan bisa responsif untuk membantu AKP mendapatkan informasi yang mereka butuhkan.“Juga, pengetahuan dan bantuan untuk memperoleh hak-haknya sebagai pekerja,” tutur dia.perlu dibaca : Pekerjaan Rumah Tata Kelola Pengiriman Awak Kapal Perikanan  Selain mendirikan Fisher Centre, upaya untuk memberikan perlindungan kepada AKP berkebangsaan Indonesia yang bekerja pada kapal perikanan di dalam dan luar negeri, juga harus diimbangi dengan upaya Pemerintah Indonesia dalam memberantas kejahatan perdagangan orang pada industri perikanan.Perlindungan kepada WNI dari kejahatan tersebut sudah ada dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). UU tersebut dinilai sebagai pijakan hukum yang sangat fundamental dalam upaya memberantas tindak pidana perdagangan orang di Indonesia.Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Bantuan Hukum Kementerian Luar Negeri Yudha Nugraha mengatakan, kejadian yang menimpa AKP beberapa waktu terakhir ini merupakan puncak gunung es dari carut marut tata kelola. Untuk itu, upaya pembenahan menyeluruh dilakukan Pemerintah Indonesia.“Kita jangan reaktif melihat kasus ini, karena hanya bagian dari puncak gunung es,” ucap dia." "Membangun Sistem yang Aman dan Nyaman untuk Pekerja Perikanan","Yudha menambahkan, upaya perbaikan yang sedang dilakukan Pemerintah Indonesia, di antaranya melalui perbaikan tata kelola, perjanjian kerja laut, perbaikan kompetensi, dan upaya penegakan hukum. Upaya tersebut diharapkan bisa mengurangi kerja paksa dan perdagangan orang pada industri perikanan.Ketua DPD Pergerakan Pelaut Indonesia Sulawesi Utara Anwar Dalewa mengungkapkan, perlakuan kerja paksa kepada AKP Indonesia harus bisa dihentikan, karena itu menyangkut keselamatan nyawa dan kenyamanan saat sedang bekerja. Untuk itu, Pemerintah Indonesia harus bisa menyelesaikan persoalan tersebut secara tuntas dan transparan.“Kebanyakan aduan TPPO tidak direspon pihak berwajib dan jarang sampai ke meja hijau,” kata dia.baca juga : Negara Harus Jeli Telusuri Jejak Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal Perikanan  Penuh ResikoPerwakilan Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) Indonesia Among Pundi menjelaskan, upaya untuk mengungkap tindak pidana perdagangan orang (TPPO) pada industri perikanan adalah usaha yang penuh dengan tantangan dan resiko.Menurut dia, saat melakukan pengungkapan TPPO, tim akan selalu berhadapan dengan aktivitas kapal perikanan yang sulit untuk dideteksi, koordinasi antar negara yang terlibat, pemahaman isu perdagangan orang dan isu kewilayahan, serta tanggung jawab wilayah.“Yang paling urgent adalah pentingnya keterpaduan pendekatan kejahatan perikanan dan TPPO,” tegas dia.Diketahui, peristiwa terakhir yang menelan korban AKP asal Indonesia, adalah kasus yang menimpa empat orang AKP yang bekerja pada kapal perikanan berbendera RRT. Keempat AKP tersebut, dua orang di antaranya sedang terlantar di Pakistan dan dua orang lagi diketahui hilang di perairan Aceh, setelah sebelumnya melompat dari kapal." "Membangun Sistem yang Aman dan Nyaman untuk Pekerja Perikanan","Keempat orang tersebut, diketahui diberangkatkanke kapal berbendera RRT melalui agen pengiriman PT Mandiri Tunggal Bahari (MTB) yang kantornya ada di Kecamatan Talang, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Kasus yang menimpa empat AKP tersebut masuk sebagai laporan resmi kepada Fisher Centre Bitung dan Tegal.Adapun, Komisaris dan Direktur PT MTB diketahui sejak 17 Mei 2020 sedang menjalani pemeriksaan oleh Kepolisian Daerah Jawa Tengah atas kasus kematian dan pelarungan AKP asal Indonesia yang juga bekerja di kapal berbendera RRT, Lu Qing Yuan Yu 623.Dari laporan Fisher Centre Bitung dan Tegal, keempat AKP tersebut terindikasikan menerima perlakuan kerja paksa dari kapal perikanan berbendera RRT, MV Jin Sheng. Sesuai perjanjian kontrak kerja, seharusnya mereka digaji sebesar USD300 per bulan, namun selama empat bulan bekerja tidak pernah menerima gaji tersebut.Dari empat orang tersebut, dua orang AKP mengalami sakit saat sedang ada di atas kapal. Oleh pengelola kapal, keduanya kemudian dipindahkan ke kapal kecil berbendera Pakistan bernama Herari. Sejak Maret 2020, kedua AKP tersebut, yakni Hamdan dan Eko Suryanto terlantar di Pelabuhan Karachi, Pakistan tanpa mendapatkan bantuan dari PT MTB. Eko akhirnya meninggal dunia pada 22 Mei 2020.Sedangkan, dua orang lagi dinyatakan hilang di perairan Aceh, saat kapal melintas di perairan dekat pulau Weh. Saat itu, total ada enam orang AKP Indonesia yang melompat ke air setelah melakukan perlawanan kepada kru kapal yang melaksanakan praktik kekerasan.Sayangnya, dari enam orang yang melompat ke air laut di dekat Sabang itu, dua orang tidak diketahui nasibnya sampai sekarang. Keduanya adalah Adithya Sebastian dan Sugiyana Ramdhan. Keduanya dan empat AKP lain melompat ke air pada 7 April 2020.  [SEP]" "Masyarakat Berperan Penting dalam Pemantauan Kehutanan","[CLS]    Pengungkapan aktivitas pembalakan liar (illegal logging) sebagian besar didahului laporan dari masyarakat. Kondisi ini menunjukkan masyarakat adat atau lokal punya peran penting dalam memantau legalitas pemanfaatan dan pengolahan kayu hasil hutan. Mereka berada paling dekat dengan tempat kejadian, sekaligus menerima dampak terberat dari penebangan ilegal ini.Masyarakat juga sering menemukan pelanggaran lain, misal, pemanfaatan sungai untuk distribusi kayu yang mengganggu aktivitas warga. Sayangnya, hal itu tidak diatur dalam pelaporan dokumen legalitas kayu.Gambaran sebagian persoalan pemantauan legalitas kayu itu mengemuka dalam lokakarya Sosialisasi Pemantau Independen Kehutanan bagi Masyarakat Lokal atau Adat yang diselenggarakan Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Mangkubumi, September lalu.Perwakilan pemantau, masyarakat adat dan lokal dari empat provinsi hadir. Mereka dari Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Maluku Utara, dan Papua Barat. Acara lanjut dengan pelatihan pemantau independen kehutanan selama tiga hari.Isac Chlumbles dari Papua Barat, misal, mengatakan, kasus pembalakan liar di Salawati Barat, Raja Ampat, diawali dari laporan pemantau. Kemudian, ditindaklanjuti Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Maluku Papua.Samsir Ali dari Maluku Utara menyampaikan, masyarakat lokal sendiri banyak belum tahu pemantau independen. Para pihak yang mereka kenal adalah polisi dan petugas kehutanan. Akibatnya, kendala mencuat ketika ada masalah dengan perusahaan di lapangan.Sejumlah narasumber hadir dalam kegiatan itu, antara lain Bruno Cammaert Forestry Officer FAO-EU FLEGT Programme untuk Asia dan Pasifik, Muhammad Nur sebagai Kepala BPPLHK wilayah Jabalnusra. Lalu, Hendy Saputra sebagai Direktur Utama TRIC, Muhammad Kosar sebagai dinamisator nasional Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK), dan Muhammad Ichwan, Direktur PPLH Mangkubumi." "Masyarakat Berperan Penting dalam Pemantauan Kehutanan","Selama ini, masyarakat adat atau lokal di sekitar hutan bahkan dalam hutan kerap beradu kepentingan dengan pembalak, baik perorangan maupun oleh korporasi.Keberadaan masyarakat adat dan lokal sebagai penjaga kelestarian hutan adalah niscaya karena hutan ruang hidup mereka.“Di hulu, masyarakat adat atau lokal adalah pihak terdampak langsung dari praktik pembalakan dan perdagangan kayu ilegal, berupa bencana alam, hilangnya sumber penghidupan, konflik dan pelanggaran HAM,” kata Agus Budi Purwanto dari Program Officer PPLH Mangkubumi.Sedang di hilir, katanya, berupa pencemaran lingkungan, penindasan buruh, ketidakadilan gender, sampai monopoli sumber bahan baku.Dengan begitu, pelibatan masyarakat adat dan lokal dalam pemantauan bisa ikut memastikan label legal dalam memerangi pembalakan liar dan perdagangan kayu ilegal. Indonesia sudah terapkan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dan disepakati sebagai mekanisme dalam memastikan produk kayu beredar dan diperdagangkan memiliki status legal, baik kepentingan dalam negeri maupun ekspor.   Tidak biasaBruno Cammaert mengatakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) secara formal mengatur pemantau independen sebagai bagian yang tak terpisahkan dari SVLK. Sesungguhnya, hal ini tidak biasa bahkan di seluruh dunia, ada sebuah negara yang memasukkan pemantau independen.Bagi Bruno, katanya, ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam meningkatkan tata kelola kehutanan dan memberantas pembalakan liar.“Pemantauan independen memberikan kesempatan yang penting bagi lembaga sipil, komunitas yang bergantung kepada hutan untuk melaporkan kegiatan hutan yang ilegal, dan memastikan kredibilitas SVLK,” kata Bruno, memberikan sambutan melalui teleconference.Keterlibatan masyarakat adat dalam pemantauan itu tidak hanya jadi informan, juga memonitor, investigasi, dan membuat laporan. Ia mendorong pemberdayaan masyarakat untuk memberantas aktivitas ilegal." "Masyarakat Berperan Penting dalam Pemantauan Kehutanan","Muhammad Ichwan, Direktur PPLH Mangkubumi mengatakan, Jawa Timur strategis sebagai muara kayu.Data menunjukkan, ekspor kayu dari Indonesia, pengapalan terbanyak dari Surabaya. Kondisi ini, karena beberapa daerah tak bisa langsung mengekspor dan harus melalui pelabuhan di Jatim.“Tantangan besar kami, memastikan kayu dipanen, diolah, dipasarkan telah memenuhi aspek legalitas dan kelestarian hutan.”Selama pemantauan di Jatim dan beberapa provinsi, katanya, masih menemukan berbagai pelanggaran. Meskipun begitu, katanya, sistem pemantauan tak berdiri sendiri, ada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, lembaga sertifikasi, kepolisian, serta masyarakat adat/ lokal.Dia bilang, masyarakat adat/lokal langsung terkena dampak atas tata kelola hutan. Kalau tata kelola buruk, di hulu akan terjadi bencana. “Ada pelanggran HAM, penggusuran ruang-ruang kelola rakyat atau masyarakat adat. Yang di hilir, di Surabaya, perusahaan mencemari lingkungan, sungai, hak buruh tidak diwujudkan.”Yoga Prayoga dari Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan (PHPL) KLHK mengatakan, sejak 2013 sampai kini telah memfasilitasi sekurang-kurangnya 23.812 UMKM dapatkan SVLK baik manajemen atau perorangan.Selain itu, penerimaan SVLK di dunia salah satu karena keterlibatan pemantau independen. Indonesia, jadi contoh negara lain bagaimana memberantas pembalakan liar dengan melibatkan pemantau independen.Pemerintah, katanya, mengatur pemantau independen wajib bebas konflik kepentingan, antara lain dengan pemegang izin, pemegang hak pengelolaan, atau pemilik hutan hak.Untuk itu, dia meminta pemantau independen berperan sebagai mata bagi para pihak terkait implementasi SVLK dengan tujuan agar sistem itu tetap terjaga.SVLK merupakan sistem pelacakan legalitas kayu disusun oleh berbagai pihak dengan tujuan memastikan produk kayu di Indonesia berstatus legal." "Masyarakat Berperan Penting dalam Pemantauan Kehutanan","Dengan begitu, katanya, pasar di luar negeri tak ragu akan legalitas kayu asal Indonesia. Unit manajemen hutan pun tidak khawatir akan keabsahan hasil kayu. Industri berbahan kayu yakin akan legalitas sumber bahan baku.Data KLHK menyebut, kayu disebut legal kalau kebenaran asal kayu, izin penebangan, sistem dan prosedur penebangan, administrasi dan dokumentasi angkutan, pengelohan, dan perdagangan atau pemindahtangan dapat dibuktikan sesuai aturan berlaku. Tantangan Hendy Saputra, dari lembaga verifikasi legalitas kayu PT TRIC menerangkan, SVLK ada tiga subsistem harus diperhatikan, yaitu, penilaian pengelolaan hutan produksi lestari (PHPL), verifikasi legalitas kayu (LK), dan deklarasi kesesuaian pemasok (DKP).Kalau tahapan satu dan dua melalui proses audit verifikasi pihak ketiga, katanya, yang terakhir hanya deklarasi tanpa penilaian.Auditor melakukan tiga hal di lapangan, yakni, memeriksa dokumen, wawancara, dan observasi lapangan.Dia contohkan, untuk pabrik kayu yang ingin mendapatkan SLVK, dokumen harus diperiksa adalah legalitas usaha, bahan baku dan produksi, pemasaran, dan ketenagakerjaan dan K3.Saat pemeriksaan, auditor kadang menemukan antara data yang ditulis dengan yang disampaikan, dan bukti di lapangan tidak konsisten. Kondisi ini, katanya, jadi tanda awal auditor memeriksa lebih cermat kemungkinan pelanggaran.“Kalau memenuhi standar, terbit sertifikat PHPL dan legalitas kayu. Lalu membuat declare bahwa PT A telah memenuhi standar.”Lembaga verifikasi akan mempertaruhkan reputasi pada hasil audit dengan fakta di lapangan. Dia juga akan memeriksa semua keluhan terkait hasil kerja dan menganggap sebagai masukan.“Kalau lembaga verifikasi kerja benar, tidak ada yang disembunyikan. Kalau ada yang tidak benar, misal, mengeluarkan SVLK untuk perusahaan yang illegal logging, maka yang dicari pertama adalah auditor.”" "Masyarakat Berperan Penting dalam Pemantauan Kehutanan","Hendy mengatakan, beberapa tantangan auditor. Setiap usai penilaian lembaga verifikasi selalu publikasi hasil audit, antara lain ke KLHK,   dinas terkait, juga sesama lembaga pemantau. Miris, laporan hasil audit ini jarang mendapat respon. Bahkan, sekadar balasan bahwa laporan telah sampai. Akhirnya, pengiriman hasil audit seperti hanya memenuhi prosedur.Selain itu, katanya, kerap ditemukan data kadaluarsa. Juga data manipulatif yang dibuat perusahaan untuk menutupi sejumlah kekurangan. Manipulasi data itu akan berakhir seperti pameo kebohongan yang satu untuk menutupi kebohongan lain.“Tidak ada organisasi yang akan diaudit tidak siap-siap. Auditor bertugas memastikan, memeriksa data sesuai dengan temuan di lapangan. Data manipulatif akan terbaca lewat crosscheck triangulasi antara observasi, wawancara, dan pemeriksaan dokumen.”Kendala lain cukup krusial adalah luas obyek sertifikasi yang harus diperiksa lembaga verifikasi tak imbang dan sebaran tak merata. Kondisi ini, katanya, berpotensi pemeriksaan tak cermat atau mengejar target.“Obyek sertifikasi itu untuk Aceh sampai Papua. Lembaga verifikasi ada di mana saja? Mayoritas di Bogor dan Jakarta. Jogja baru dua. Kalimantan Tengah satu, Kalimantan Timur satu, Sumatera Selatan satu.” Dia pun berterima kasih kalau pemantau independen bisa optimal di daerah masing-masing. “Kalau ada kejadian janggal segera laporkan.”Menurut Hendy, SVLK tidak bisa jadi satu-satunya alat dalam menjaga tata kelola hutan. Ada banyak pihak bertanggungjwab mengawal kebijakan hutan lestari.Informasi dari PPLH Mangkubumi, nilai ekspor kayu Indonesia meningkat dengan ada SVLK. Sejak SVLK berlaku, ekspor kayu melonjak tajam. Kalau 2013, nilai ekspor kayu Indonesia mencapai US$6 miliar, pada 2016 naik jadi US$9,26 miliar. Tahun lalu naik jadi US$11,62 miliar.SVLK, tidak terbukti membuat performa ekspor produk kayu Indonesia menurun, bahkan meningkat tajam." "Masyarakat Berperan Penting dalam Pemantauan Kehutanan","Catatan lain, selama satu dekade SVLK berjalan, masih ditemukan praktik pembalakan liar dan perdagangan kayu ilegal. Satu bulan lalu, Balai Gakkum Jabalnusra KLHK menangkap 175 meter kubik kayu merbau dan meranti ilegal dari Maluku.Tahun lalu, KLHK juga menangkap 384 kontainer kayu merbau ilegal dari Papua di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya dan 57 kontainer di Pelabuhan Soekarno Hatta, Makassar.  Kerja pemantau independen sebenarnya diatur dalam peraturan Menteri KLHK Nomor 30/2016, Perdirjen Nomor 14 junto 15. Di dalamnya diatur peran, fungsi, hak dan kewajiban pemantau independen.“Yang masih jadi tantangan adalah aspek keamanan dan keselamatan kita sebagai pemantau independen. Meski dalam UU Lingkungan Hidup sudah mengatur bagaimana seseorang yang melaporkan kejahatan lingkungan tidak bisa dipidanakan,” kata Muhammad Kosar, dinamisator JPIK.JPIK ada di 27 provinsi, dengan 24 focal point. Jaringan pemantau lain, ada Aliansi Pemantau Independen Kehutanan Sumatera (APIKS), Eyes on The Forest di Riau.Kosar bilang, JPIK sudah melatih lebih 500 orang untuk meningkatkan kemampuan pemantauan. Hampir seluruh provinsi sudah terpantau, kecuali NTB masih kurang. Ada 107 perusahaan atau pemilik izin dipantau dalam waktu 2011 sampai awal 2020.Rinciannya, 46 konsesi dan 22 industri. Pantauan ini, katanya, masih sangat kecil dibanding jumlah pemilik izin yang sudah sertifikasi. “Hampir 500 HPH dan HTI sudah tersertifikasi, dan 3.000 lebih industri sudah terverifikasi. Kalau kita hitung di bawah 3% yang kita pantau. “Kondisi ini, katanya, jadi tantangan bagi pemantau independen dalam meningkatkan pemantauan.“LSM di luar negeri juga bertanya mengapa jumlahnya sedikit. Ini terus dibahas, termasuk kemungkinan ada pendanaan untuk pemantau independen agar pemantauan bisa berlanjut.”" "Masyarakat Berperan Penting dalam Pemantauan Kehutanan","Sejak 2015, anggota JPIK menyepakati untuk memperluas isu kerja JPIK dengan mencanangkan semangat beyond SVLK, dengan mendorong berbagai pihak untuk menindaklanjuti temuan-temuan di lapangan di luar skema sertifikasi. Misal, dari hasil pemantauan ada kasus deforestasi.Di lapangan, JPIK juga masih menemukan ada perusahaan yang belum punya SVLK tetap menjual kayu.“Kecenderungan sekarang kayu-kayu dari hutan konservasi atau hutan lindung masuk ke rantai suplai SVLK. Ini marak, dari suaka margastawa. Salah satu dari Rimbang Baling Riau.”Muhammad Nur dari Balai Gakkum Jabalnusra membenarkan, ada kecenderungan penanganan peredaran kayu tak sesuai prosedur. “Ini mengindikasikan ada pelanggaran hukum.”Dia contohkan, banyak kegiatan perusahaan kayu punya izin, namun saat pengangkutan kayu harus dikawal oknum aparat.“Tindakan dari Gakkum itu 90% laporan masyarakat. Ada yang sudah mengadu ke mana-mana. Saya bilang kalau pengaduan ini tidak dituntaskan, ke mana lagi masyarakat akan mengadu. Sampai hari ini, sudah 25 kasus kita tutaskan sampai masuk ke pengadilan. Yang dominan illegal logging.”   [SEP]" "Virus Corona pada Ikan Masih Belum Ada","[CLS]  Penyebaran virus novel corona yang bermula diketahui dari Wuhan, Tiongkok, kini sudah mencapai 13 negara di dunia. Negara tetangga terdekat dari Indonesia yang sudah terkonfirmasi ada dugaan sebaran virus tersebut, adalah Singapura dan Malaysia. Kedua negara tersebut kini sudah memperketat lalu lintas barang dan manusi dari dan ke luar negeri.Indonesia yang sampai saat ini masih dinyatakan aman dari virus tersebut, tak mau berdiam diri. Dengan berbagai cara, Pemerintah berupaya melakukan pencegahan masuknya virus ganas yang sudah menelan korban jiwa itu. Di antara yang dilakukan, adalah dengan mengendalikan arus lalu lintas barang dan orang pada sektor kelautan dan perikanan.Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengatakan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus berkoordinasi untuk menyiapkan langkah antisipasi masuknya virus berbahaya tersebut dengan mengeluarkan surat edaran. Surat tersebut meminta semua karantina ikan yang ada di bawah KKP untuk bersiaga dan waspada sesuai prosedur Kementerian Kesehatan RI.Tak hanya itu, bentuk lain upaya pencegahan masuknya virus corona ke Indonesia yang dilakukan KKP, adalah dengan lebih berhati-hati dalam memberikan izin impor produk laut yang diajukan pelaku usaha dari Tiongkok. Cara itu, diyakini bisa ikut mengendalikan lalu lintas produk olahan ikan dari Negeri Tirai Bambu itu yang saat ini sedang menjadi sumber penyebaran virus.“Nantinya upaya preventif melalui produk impor akan dikoordinasikan dengan Kemenperin,” ucap Edhy dalam Rapat Koordinasi Tingkat Menteri Kesiapsiagaan dan Antisipasi Masuknya Novel Coronavirus yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy di Jakarta, Selasa (28/1/2020).baca : Virus Corona, Mewabah di Wuhan Menyebar Cepat ke Penjuru Dunia  " "Virus Corona pada Ikan Masih Belum Ada","Diketahui, selain Tiongkok yang menjadi sumber sebaran virus, virus corona juga sudah mencapai ke Jepang, Prancis, Australia, Amerika Serikat, Kanada, Nepal, Singapura, Malaysia, Korea Selatan, Thailand, Taiwan, dan Vietnam. Kehadiran virus tersebut sangat menakutkan, karena bisa menimbulkan pneumonia berat yang mematikan kepada penderita.Bagi KKP, ancaman virus tersebut memang pantas untuk diantisipasi sejak dini. Terlebih, karena Tiongkok selama ini tercatat menjadi negara utama untuk tujuan ekspor dan juga menjadi salah satu negara importir produk perikanan untuk Indoenesia. PengendalianUntuk mengantisipasinya, KKP melalui Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) meminta konfirmasi dari otoritas kompeten Tiongkok (General Administration of Customs of the People’s Republic of China/GACC) terkait langkah pencegahan yang dilakukan negara tersebut pada produk hasil perikanan yang akan diekspor ke luar Tiongkok.Kemudian, meminta kepada GACC untuk memastikan produk yang akan dikirim sudah melalui hasil uji coba dan dinyatakan aman dari virus corona. Lalu, meminta GACC untuk menginformasikan peta dan data penyebaran virus corona pada produk perikanan di seluruh Tiongkok, terutama yang berasal dari Wuhan, Provinsi Hubei dan radius 20 kilometer di sekitarnya.baca juga : Waspada, Ada Penyakit Zoonosis di Sekitar Kita  Kepala BKIPM Rina dalam keterangan resmi pada Selasa, mengatakan bahwa pihaknya sudah menerbitkan surat edaran kepada seluruh satuan kerja (Satker) di exit/entry point, baik itu yang ada di bandara, pelabuhan, maupun pos lintas batas negara (PLBN). Surat edaran tersebut, di dalamnya berisi imbauan kewaspadaan terhadap penyakit pneumonia." "Virus Corona pada Ikan Masih Belum Ada","Dalam surat edaran tertanggal 24 Januari 2020 itu, Rina meminta kepada semua Satker BKIPM untuk bisa berkoordinasi dengan unsur seperti Bea Cukai, Kantor Kesehatan Pelabuhan, Badan Karantina Pertanian, Keamanan Bandara/Pelabuhan (CIQS), Otoritas Penerbangan dan Pelayaran, dan perusahaan penerbangan/pelayaran setempat.“Itu untuk mencegah masuk dan tersebarnya penyakit corona virus. Koordinasi dilakukan juga lintas kementerian dengan Kemenkes, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Perdagangan,” jelas dia.Selain berkoordinasi di dalam negeri, Rina menyebut kalau pihaknya juga meningkatkan kewaspadaan dalam pemeriksaan, khususnya terhadap penerbangan/pelayaran yang berasal/terkoneksi langsung dengan Tiongkok dan juga negara lain yang diduga sudah terpapar virus tersebut.Kemudian, dalam melaksanakan tugas pengawasan tersebut, Rina memastikan bahwa seluruh petugas BKIPM akan menaati rambu-rambu upaya pencegahan yang sudah diterbitkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu WHO advice for international travel trade in relation to the outbreak of pneumonia caused by a new corona virus in China.Untuk produk perikanan yang didatangkan dari luar Indonesia, Rina menjamin bahwa seluruh daftar produk dari negara terpapar sudah dinyatakan sehat dan aman untuk dikonsumsi. Untuk itu, BKIPM akan segera melakukan pengujian terhadap ikan dan kemungkinan sudah terpapar oleh virus corona.“Apabila telah dipastikan ikan sebagai media pembawa virus corona, BKIPM akan menghentikan sementara impor ikan dari negara-negara yang dicurigai terkena wabah,” tegas dia.Saat ini, uji virus corona tengah didiskusikan oleh Balai Besar Penelitian Veteriner (Balitvet) Kementan RI pada produk pertanian. Sementara, pada produk perikanan uji virus tersebut didiskusikan oleh Balai Uji Standar Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BUSKIPM) dengan berkoordinasi bersama Lembaga Eijkman dan juga laboratorium terkait lainnya.  Uji Sampel" "Virus Corona pada Ikan Masih Belum Ada","Adapun, reputasi Lembaga Eijkman selama ini dikenal sebagai lembaga penelitian yang fokus untuk meneliti penyakit-penyakit menular dan juga yang bisa menginfeksi manusia (zoonosis). Bagi KKP, pelibatan lembaga tersebut diharapkan bisa memperkuat benteng pertahanan lalu lintas barang dan manusia pada sektor kelautan dan perikanan.Dari hasil koordinasi yang dilakukan tersebut, pengujian virus corona pada sampel produk pertanian atau perikanan masih sangat mungkin untuk dilaksanakan. Tetapi, itu akan memerlukan tahapan persiapan teknis yang baik hingga bisa mendapatkan hasil yang valid dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.“Sejauh ini apabila diperlukan maka untuk produk perikanan, uji virus corona diusulkan melalui sampel lendir ikan karena sebagai indikator kontaminasi,” ungkap dia.Selain melibatkan balai uji, upaya pencegahan masuknya virus corona pada produk perikanan juga melibatkan ahli virologi dari Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Profesor R Warsito. Dia diketahui sudah meneliti virus corona sejak 1989 pada Michigan State University, Amerika Serikat.Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan Warsito, BKIPM mendapatkan fakta bahwa hingga saat ini belum ada studi yang menguatkan infeksi virus corona pada ikan dan juga bersifat zoonosis. Oleh itu, virus corona yang menyerang pada manusia kemungkinan besar berasal dari virus corona yang menjangkiti mamalia dan sudah mengalami mutasi.Menurut Rina, hal tersebut senada dengan rilis terbaru penelitian tentang 2019-nCov oleh ahli dari Jerman yang mengemukakan adanya kedekatan kekerabatan antara Wuhan virus corona (2019-nCov) dengan virus corona pada kelelawar." "Virus Corona pada Ikan Masih Belum Ada","Saat KKP sedang fokus melaksanakan upaya pencegahan virus corona pada produk perikanan, dokter spesialis penyakit dalam dari Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah di Denpasar, Bali, yakni dr I Made Bagiada sudah berbagi informasi tentang ancaman virus corona pada ikan melalui sosial media. Tulisan tersebut berjudul “Wapada” Corona Virus Penyebab Pneumonia Berat Ditularkan Lewat Ikan.“Tetapi, kemudian dia sudah memberikan klarifikasi bahwa data riil ikan yang terpapar virus corona belum ada sampai saat ini,” tuturnya.  [SEP]" "Mengenang Bencana Longsor di Keringnya Rumah Kaktus Kebun Raya Bedugul","[CLS]  Kaktus (Cactaceae) biasa tumbuh dan hidup di permukaan kering dan panas. Namun di Kebun Raya Eka Karya Bali, Bedugul, Kabupaten Tabanan, Bali yang dingin dan sering hujan ini, puluhan jenis kaktus bisa tumbuh subur.Siasatnya adalah melindungi para kaktus ini di sebuah bangunan rumah kaca untuk mengurangi kelembaban. Bangunan dibuat tinggi.Hal menarik dari Rumah Kaca Kaktus di Kebun Raya Eka Karya ini adalah keberadaan monumen peringatan bencana banjir dan longsor. Simbol yang kontras, kaktus yang tumbuh di daerah kering dan monumen longsor akibat banjir bandang. Sebuah refleksi dari kompleksitas cuaca di bumi ini.baca : Menikmati Tanaman ‘Berbicara’ di Kebun Raya Bedugul BaliDi bagian depan rumah kaktus inilah ada instalasi seni unik dari tumpukan bebatuan. Lima buah monumen batu seperti piramida terlihat dibangun dengan ukuran berbeda. Disusun dari bongkahan-bongkahan batu yang menerjang Kebun Raya Eka Karya Bali saat bencana longsor dan banjir melanda bebukitan sekitarnya.Sebuah papan bertuliskan Monumen Svaha Bumi. Untuk memperingati banjir bandang dan banjir yang melanda Kebun Raya Bali pada 27 Desember 2016 dan 9 Februari 2017. Svaha artinya semoga dikabulkan, dan Bhumi adalah alam ini.Monumen Svaha Bumi ini diletakkan di depan bangunan rumah kaca lokasi kebun kaktus, dan samping kebun anggrek. Bentuknya yang sederhana tapi unik dengan pesan mendalam membuat pengunjung berhenti di sudut depan rumah kaktus ini.  Komang Suartana, salah satu pekerja mengingat kebun raya terkena longsoran Bukit Tapak di sebelah Barat areal kebun raya setelah hujan deras melanda. Setelah itu kebun raya ditutup sekitar dua hari untuk pembersihan dari lumpur dan bebatuan." "Mengenang Bencana Longsor di Keringnya Rumah Kaktus Kebun Raya Bedugul","Bencana banjir dan longsor kala itu diawali hujan deras selama 5 jam yang merusak 7 jembatan di dalam areal kebun raya, seperti dikutip dari Kantor Berita Antara.  Selain itu puluhan koleksi tanaman penting hanyut. Di antaranya 20 spesimen anggrek dari ekspedisi di Papua dan 6 spesimen eksplorasi di Bali.Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Kebun Raya Eka Karya Bali ini menyebut ada 80 marga, 302 spesies, dan 2733 spesimen anggrek di kebun raya paling ramai di Bali ini.baca juga : Inilah Kebun Raya Baru di Bali Kaktus LangkaSarini, pekerja kebun raya sedang bertugas di rumah kaktus nampak sedang menyirami tanaman di lahan kering ini. Ia menyebut penyiraman cukup seminggu sekali. Selain itu diberi pupuk dan merawatnya karena kerap terserang kutu dan jamur penyebab pembusukan. “Tanaman yang diserang kutu dan jamur terlihat bergetah yang tidak biasa,” jelasnya saat ditemui pada Senin (23/12/2019).Koleksi yang menurutnya langka adalah jenis kaktus gada, karena mirip dengan senjata Bima, salah satu tokoh pewayangan. Di papan namanya tertera Cleistocactus micropetalus oleh F. Ritter pada 1980.Kaktus ini hanya terlihat satu batang memanjang dengan tinggi sekitar 2 meter. Bentuknya mirip gada. Lebih kecil di bagian bawah, lalu agak membesar di bagian atasnya. Durinya penuh dan cukup panjang.perlu dibaca : Benarkah Kebun Raya Bogor Kebun Raya Tertua di Dunia?  Walau Rumah Kaktus sudah dilindungi rumah kaca, pengunjung yang melakukan vandalisme atau perusakan dengan mencoret-coret permukaan kaktus masih terlihat. Terutama untuk kaktus yang durinya jarang. Permukaannya ditoreh untuk memajang namanya. Halnya vandalisme di tembok." "Mengenang Bencana Longsor di Keringnya Rumah Kaktus Kebun Raya Bedugul","Catatan di laman Kebun Raya Bali Eka Karya menyebutkan kaktus sangat terkenal dengan ciri khasnya sebagai tumbuhan berduri. Kaktus (Cactaceae) merupakan tumbuhan sukulen terbesar di dunia yang terdiri dari lebih 2000 spesies dan 130 genus. Kaktus dapat ditemukan secara alami di Benua Amerika dan telah diintroduksi di beberapa tempat di dunia yang mempunyai iklim kering dan hangat.Kaktus adalah tanaman yang biasa tumbuh di daerah gurun yang panas. Dengan daun yang telah termodifikasi menjadi duri, kaktus dapat hidup di daerah yang kering. Namun kaktus ternyata juga mampu tumbuh dan berkembang di daerah dataran tinggi berhawa dingin seperti Kebun Raya Bali. Beberapa jenis di antaranya bahkan dapat mencapai tinggi lebih dari 5 meter.Di Kebun Raya Bali yang lebih dikenal bernama Kebun Raya Bedugul ini mempunyai koleksi kaktus yang terdiri dari lebih 60 jenis ditata dalam sebuah rumah kaca seluas 500 m2 untuk mencegah dari kelembaban yang berlebihan. Selain dari Bali, koleksi kaktus lainnya berasal dari Meksiko, Jerman, Selandia Baru dan Argentina. Spesies yang dinilai unik juga adalah koleksi Echinocactus grusonii, Cephalocereus senilis, Mammillaria durispina, Espostoa lanata, Opuntia sp. dan Cleistocactus micropetalum.Sebuah kaktus menjulang menggapai atap kaca tertinggi. Peluang tumbuhnya kini sudah dibatasi atap rumah kaca. Keragaman bentuk kaktus ini seperti keragaman koral di bawah laut.baca juga : Kebun Raya Mangrove akan Dibangun di Surabaya, Seperti Apa?  Ada yang berbentuk bulat seperti pohon semangka penuh duri. Duri adalah daun pada kaktus untuk mengurangi penguapan. Sebuah keajaiban bagaimana alam ini bekerja dengan caranya yang khas. Ada juga yang menjulang seperti tebing, meliuk-liuk seperti padang lamun." "Mengenang Bencana Longsor di Keringnya Rumah Kaktus Kebun Raya Bedugul","Kebun Raya Bedugul ini adalah tempat rekreasi yang tak pernah membosankan. Tiap tahun pasti diburu terutama musim liburan sekolah dan tahun baru. Ada sejumlah kebun dengan tema khusus, seperti kaktus, anggrek, tanaman obat, bambu, dan lainnya.Kebun Raya ini terletak di ketinggian 1250-1450 dpl, dengan luas 157,5 hektar. Suhu disiang hari antara 17º – 25º C dan malam hari 10º – 15º C, dengan kelembaban 70 – 90%. Cuaca kadang sulit diprediksi di sini, saat terik bisa jadi ada rintik hujan.  Kebun Raya Pertama di Luar JawaDikutip dari laman Kebun Raya Eka Karya Bali, pengelolaan area Bedugul Botanical Garden ini berawal dari gagasan Prof. Ir. Kusnoto Setyodiwiryo, Direktur Lembaga Pusat Penyelidikan Alam yang merangkap sebagai Kepala Kebun Raya Indonesia, dan I Made Taman, Kepala Lembaga Pelestarian dan Pengawetan Alam saat itu yang berkeinginan untuk mendirikan cabang Kebun Raya di luar Jawa, yakni Bali. Pendekatan kepada Pemda Bali dimulai tahun 1955, hingga akhirnya pada tahun 1958 pejabat yang berwenang di Bali secara resmi menawarkan kepada Lembaga Pusat Penyelidikan Alam untuk mendirikan Kebun Raya di Bali.Berdasarkan kesepakatan lokasi Kebun Raya ditetapkan seluas 50 ha yang meliputi areal hutan reboisasi Candikuning serta berbatasan langsung dengan Cagar Alam Batukau. Tepat pada tanggal 15 Juli 1959 Kebun Raya “Eka Karya” Bali diresmikan oleh Prof. Ir. Kusnoto Setyodiwiryo, Direktur Lembaga Pusat Penyelidikan Alam sebagai realisasi SK Kepala Daerah Tingkat I Bali tanggal 19 Januari 1959.menarik dibaca : Mengoleksi Tumbuhan Pegunungan Jawa di Kebun Raya Baturraden  " "Mengenang Bencana Longsor di Keringnya Rumah Kaktus Kebun Raya Bedugul","Nama Eka Karya untuk Kebun Raya Bali diusulkan oleh I Made Taman. Eka berarti satu dan Karya berarti hasil kerja. Jadi Eka Karya dapat diartikan sebagai Kebun Raya pertama yang merupakan hasil kerja bangsa Indonesia sendiri setelah Indonesia merdeka. Kebun raya ini dikhususkan untuk mengoleksi Gymnospermae (tumbuhan berdaun jarum) dari seluruh dunia karena jenis-jenis ini dapat tumbuh dengan baik di dalam kebun raya.Koleksi pertama banyak didatangkan dari Kebun Raya Bogor dan Kebun Raya Cibodas, antara lain Araucaria bidwillii, Cupresus sempervirens dan Pinus masoniana. Jenis lainnya yang merupakan tumbuhan asli daerah ini antara lain Podocarpus imbricatus dan Casuarina junghuhniana.Kebun Raya Bedugul kemudian berkembang menjadi kawasan konservasi ex-situ tumbuhan pegunungan tropika kawasan timur Indonesia.  [SEP]" "Kala Dedaunan jadi Motif dan Pewarna Alami Kain","[CLS]     Matahari bersinar cerah siang itu, akhir September lalu. Jalanan berpaving terapit hutan bambu ini menuju rumah Siti Jamilatul Khoiriyah. Guru yang tinggal di Dusun Tengger, Desa Polagan, Kecamatan Galis, Pamekasan, Madura ini membuat motif dan warna di kain dari dedaunan, atau kain ecoprint.Ceritanya, dia dapat undangan dari Dinas Koperasi Pamekasan pada 2019.   Di sana, ada pelatihan buat karya berbahan alami. “Tapi saya tidak hadir karena waktu itu bersamaan acara pawai anak. Saya pantau dari postingan teman, kok kayaknya unik. Hanya transfer atau tempel daun pada kain. Saya lihat kok bagus. Caranya kayak mudah. Lalu tanya lewat telepon. Tenyata itu buat ecoprint,” katanya.Dalam sharlenebohr.com dijelaskan, ecoprint ini teknik tanaman, daun dan bunga meninggalkan bentuk, warna, dan bekas pada kain. Bahan tanaman dibundel di kain, lalu dikukus atau direbus untuk melepaskan pewarna secara alami di dalam tanaman. Ini membuat cetakan kontak berbentuk daun atau bunga. Cetakan kontak ini disebut “cetakan ramah lingkungan.”Dia mencoba mencari di internet soal ecoprint. Syamila pun mempelajari metode pembuatan kain ecoprint secara otodidak.Seperti batik tulis, pewarnaan kain ecoprint pakai bahan-bahan alami seperti kayu-kayuan, dedaunan atau biji-bijian. Satu hal yang mempengaruhi perbedaan warna yakni tanin atau senyawa yang keluar dari daun. Setiap daun itu mengeluarkan warna berbeda-beda dan tidak bisa sama antara satu daun dengan yang lain.  Bagaimana bikin kain ecoprint? Kain untuk ecoprint yakni katun dan sutera dari serat alam. Proses pembuatan mulai dengan perendaman kain selama sekitar satu jam dengan larutan tertentu untuk menghilangkan efek kimia.“Kemudian kita rebus kain, didiamkan semalam. Dikeringkan. Setelah kering siap untuk menggunakan (teknik) ecoprint,” kata Syamila." "Kala Dedaunan jadi Motif dan Pewarna Alami Kain","Setelah kain diproses, perlu plastik untuk alas kain. Daun ditata sesuai kebutuhan, misal, pakai daun kecil, besar, dan ditempel pada lembar kain dengan jumlah menyesuaikan kebutuhan atau selera. Setelah tertata, alasi daun lagi dengan plastik. Atas-bawah, jadi kain ada alas plastik.Kain digulung, diikat, lalu dikukus selama dua jam. Lalu, gulungan kain dibuka dan diangin-anginkan serta tidak boleh terkena sinar matahari langsung supaya warna lebih kuat. Kain lalu didiamkan beberapa hari bahkan seminggu agar daun lebih kuat menempel di kain.Setelah itu, baru proses akhir fiksasi untuk mengunci pewarna alam tadi. Untuk fiksasi, katanya, perlu larutan tertentu. Bisa cuka, tawas, tunjung, sesuai kebutuhan. Masing-masing larutan itu, katanya, akan menghasilkan warna sendiri.“Setelah proses fiksasi, kita bilas kain jemur lagi, diangin-anginkan lagi. Setelah kering, baru siap digunakan. Proses pembuatan ecoprint mulai dari awal hingga akhir memakan waktu sekira tujuh hari.”Dia biasa pakai kain lebar 1,5 meter dan panjang dua meter lebih beberapa sentimeter. Namun, katanya, lebar kain itu tidak memiliki batasan. Makin panjang kain, katanya, makin besar alat pengukusan.Syamila kukus dengan kompor gas agar api stabil. Untuk membuka serat kain, katanya, karena belum punya bahan yang sesuai, dia masih pakai detergen.Saat ini, dia sudah menjual karya dalam bentuk kain dan kerudung. Dia jual kain langsung ke pembeli juga lewat online. “Kain ecoprint sudah sampai ke Kalimantan dan Jakarta maupun Sumatera.” Mereka memesan melalui kontak di internet.“Pemesan dari lokal ada, tapi gak banyak. Mungkin karena gak tahu juga.”" "Kala Dedaunan jadi Motif dan Pewarna Alami Kain","Untuk harga, katanya, bervariasi dari Rp150.000 sampai Rp800.000 per lembar. Dia bilang, harga tergantung kain dan motif.   “Omset, ya alhamdulillah lumayan. Setidaknya bisa membantu perekonomian keluarga. Menjual barang hasil kulakan dan karya sendiri itu membuat kesan berbeda. Lebih terkesan jual hasil karya sendiri.”Dia lupa sudah menjual berapa banyak kain ecoprint, “Saya sampai lupa jumlahnya yang terjual. Mereka pesan lewat internet. Yang dari Jakarta dan Kalimantan itu bahkan langganan.”  Awalnya, Syamila hanya pakai daun jati dan daun lanang. Kini, berkat sering ikut pelatihan dan mencari di internet, dia tahu kalau hampir semua daun bisa jadi bahan pembuatan ecoprint.Baginya, daun jati tidak ingkar janji.Tanpa kukus saja, daun jati sudah mengeluarkan warna. Kalau dikukus, daun jati akan hasilkan warna lebih cerah. Dia juga pakai kayu secang untuk pewarna selain daun. Kayu ini biasa untuk bahan pewarna alami dalam pembuatan kain batik.Dalam sekali bikin, dia menghasilkan 10-20 lembar kain. Proses dari awal sampai siap jual memakan waktu sekitar satu minggu.Syamila juga bergabung bersama Komunitas Muslim Craft Center (MCC) di Pamekasan. Dia bercerita, komunitas itu pernah sampai mengundang pemateri dari Surabaya dan menggelar pelatihan di Pendopo Budaya di Kantor Wakil Bupati Pamekasan pada 2019 selama dua hari. Dia bersyukur bisa tinggal di desa dengan sumber dedaunan begitu banyak.Dia terbuka bagi siapapun yang mau belajar pembuatan kain ecoprint selama ada kesempatan. Dia juga sering diundang mengisi pelatihan melalui MCC oleh Dinas Koperasi dan pemerintah desa dalam beberapa kesempatan.  Syamila juga mengajarkan pembuatan kain ecoprint ini kepada siswanya. Dia mengalokasikan waktu di luar jam sekolah agar tak mengganggu jam pelajaran." "Kala Dedaunan jadi Motif dan Pewarna Alami Kain","“Ya, siswa hanya belajar saat itu saja. Saya lihat tidak ada yang praktik di rumahnya. Padahal, ini bisa dimanfaatkan. Syukur misal ada yang sampai menerima orderan,” katanya.Dai bilang, ecoprint bukan batik. Dua karya itu, katanya, punya nama dan ciri tersendiri. Beberapa ciri yang membedakan ecoprint dari batik adalah proses daun ditempel untuk menghasilkan motif. Pewarnaan batik, katanya, biasa dengan memakai canting. “Itu untuk batik tulis. Batik ada juga yang menggunakan metode cetakan.”Nurul Farid, pemuda Dusun Tengger, Desa Polagan, Galis, Pamekasan mengatakan, kain ecoprint karya Syamila bagus dan indah.“Kelihatan sejuk, bagus. Warna alami. Ya, mungkin karena model daun macam-macam,” katanya. Dia pernah belajar ecoprint dari Syamila juga.Dia pun jadi sadar kalau daun-daun yang biasa jadi makanan kambing dan ternak lain di kampung, bisa jadi karya luar biasa. “Masyarakat tidak tergantung atau pakai produk-produk dari luar daerah saja atau buatan luar negeri. Karya ecoprint Syamila ini unik dan alami. Insyallah gak kalah saing.” Keterangan foto utama:  Dedaunan menjadi motif dan pewarna utama kain ecoprint Syamila. Foto: Gafur Abdullah/ Mongabay Indonesia  [SEP]" "Antisipasi Krisis Pangan di Masa Pandemi, Orang Papua Kembali ke Pangan Lokal","[CLS]     Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) menyebar luas ke mana-mana, termasuklah di Papua, di kota-kota hingga kabupaten di pegunungan. Laporan sampai 19 Mei 2020, ada sekitar 19 kota dan kabupaten terpapar COVID-19, tujuh di Papua Barat dan 12 di Papua.Pandemi ini belum menunjukkan tanda-tanda mereda, obat maupun vaksin belum ada. Pemerintah telah menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Papua. Pada 26 Maret 2020, Pemerintah Papua menutup bandara dan menghentikan penerbangan komersial, sementara pesawat dan kapal kargo tetap beroperasi.Baca juga: Masa pandemi Corona, Pemerintah Mesti Serius Serap Sagu PapuaBerbagai sektor terdampak COVID-19. Solidaritas muncul di kalangan orang muda Papua, untuk membantu orang-orang terdampak. Musa Haluk, Ketua Kamar Adat Pengusaha Papua (KAP-Papua), bersama beberapa pengurus menghimpun bantuan makanan bagi yang terdampak, terutama para mahasiswa di Jayapura. Selama dua hari, dia dan beberapa temannya, keliling dari kebun ke kebun, mengumpulkan bahan makanan lokal, seperti sagu, ubi, singkong, dan pisang.“Kami bawa betatas satu karung berisi 50 kilogram, singkong satu karung, keladi satu karung, pisang, juga sagu satu karung. Hampir semua rata, satu karung semua,” kata Musa Haluk, kepada Mongabay, melalui telepon pada 26 April 2020.Macam-macam makanan lokal itu kumpulkan dari kebun-kebun, lalu bagikan ke asrama-asrama mahasiswa dari tujuh wilayah adat Papua di Jayapura. Ada sekitar 21 asrama mahasiswa.Baca juga: Cetak Sawah di Lahan Gambut, Mereka Ingatkan Risiko dan Usul Sumber Pangan LokalBagi-bagi makanan lokal itu rupanya sebuah awal. Musa Haluk bersama orang-orang yang tergabung dalam KAP-Papua ini menggelar solidaritas penanganan COVID-19 dan mengajak masyarakat konsumsi pangan lokal. Dia juga mendorong masyarakat kembali berkebun." "Antisipasi Krisis Pangan di Masa Pandemi, Orang Papua Kembali ke Pangan Lokal","“Kami pikir, kami tidak harus makan nasi atau mie instan, yang dong pemerintah kasih bantuan. Makanan bergizi itu ada pada pangan lokal. Ada sagu, petatas, ubi, jagung, keladi, dan lain-lain,” kata Musa. Berbagai sumber pangan beragam, dari ubi, pisang, yang  ditanam orang Papua. Pangan pokok tak harus beras.  Foto: Yan Lagowan Elisabeth Tebai, Ketua Gugus Tugas COVID-19 KAP-Papua, mengatakan, tim mereka juga fokus pada pelaku ekonomi orang asli Papua (OAP). Selama dua minggu, tim mendata para pedagang OAP, dari penjual roti, sayur, hingga pinang.“Total 3.527 pedagang asli Papua,” kata Elis kepada Mongabay, melalui telepon.Para pedagang OAP itu mereka data dari wilayah Expo–batas kota dan kabupaten Jayapura ke Koya–batas Kabupaten Keerom dan Kabupaten Jayapura.“Kita berpikir karena mama-mama takut dengan wabah ini, tidak jualan dan di rumah,” kata Elis.Meskipun, katanya, masih ada mama-mama tetap berjualan karena terpaksa untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.Data pedagang OAP yang berhasil dikumpulkan itu mereka bawa ke Dinas Pemberdayaan dan Masyarakat Kampung (DPMK) dan OAP, yang kemudian disetujui sebagai pihak yang mendapatkan bantuan bahan pokok dari Pemerintah Papua, melalui Dinas Sosial dan Deperindagkop Papua.Pada Sabtu, 16 Mei 2020, bantuan itu diserahkan secara simbolis oleh Wakil Gubernur Papua, Klemen Tinal. Namun, kata Elis, bantuan yang disalurkan di empat titik di Sentani, Abepura, Koya, dan Pasir Dua, belum mencukupi keseluruhan pedagang OAP yang terdata. “Tiap paket bahan makanan berisi 20 kg, satu rat telur, satu karton mie instant, lima liter minyak goreng, gula, susu, dan biskuit satu kaleng,” katanya.Menurut Elis, bantuan makanan itu tak akan cukup untuk menopang kehidupan masyarakat selama pandemi ini.KAP-Papua pun salurkan pangan lokal guna memenuhi keperluan pangan masa pandemi mereka. “Masyarakat supaya tetap mengonsumsi pangan lokal,” katanya." "Antisipasi Krisis Pangan di Masa Pandemi, Orang Papua Kembali ke Pangan Lokal","Dia bilang, KAP-Papua misi mengembangkan ekonomi dari dusun, menata pembangunan dari kampung ke kota. “Kami mengangkat potensi ekonomi di dusun yang punya nilai ekonomi, nilai gizi tinggi, apalagi melawan COVID salah satunya makan makanan yang bergizi [itu pangan lokal]. Dari beras saja tidak cukup,” kata Musa.  Sosialisasi COVID-19 di Dogiay. Foto: KAP-Papua ***Kamis, 7 Mei 2020, Arnoldus Douw, sambil memegang alat pengeras suara di dalam mobil yang melintas di sepanjang jalan Kota Dogiyai, menyerukan agar masyarakat mengantisipasi kemungkinan krisis pangan dan kelaparan di masa COVID-19.“Bertani, berkebun, berternak, untuk menghasilkan ubi, keladi, sayur mayur, demi makanan lokal kita, untuk kelangsungan hidup kita bersama. Cukupilah masing-masing keluarga dengan mengandalkan pangan lokal,” kata Arnoldus, dalam bahasa Mee, terlihat dalam video yang diterima Mongabay.Arnoldus Douw, Ketua KAP-Papua wilayah Dogiyai, bergabung bersama dengan Tim Gugus Tugas COVID-19 Kabupaten Dogiyai. Dalam pekan sosialisasi, dia empat kali menggunakan kendaraan keliling kota dan kampung di berbagai titik di Dogiyai. Sebagian tim, berjalan kaki masuk ke kampung-kampung pedalaman, untuk sosialisasi Corona dan ajak masyarakat berkebun.“Bahasa lokal lebih menyentuh, mereka akan berbicara dari satu ke satu, satu ke satu,” kata Arnoldus, kepada Mongabay, melalui telepon.Ada 10 distrik, 79 kampung, dan 89 marga di Kabupaten Dogiyai.Setiap tim turun, terdiri dari kepala desa, tokoh adat, tokoh agama, Dinas Kesehatan, dan pemerintah daerah. Mereka selalu gunakan bahasa Mee, karena lebih efektif. “Mereka dapat informasi cepat dengan bahasa lokal. Itu yang di kampung-kampung,” kata Arnoldus.“Wabah Corona ini akan lama, pangan nasional (beras) akan sulit. Masyarakat mesti berkebun, siapkan pangan lokal untuk keberlangsungan hidup,” katanya." "Antisipasi Krisis Pangan di Masa Pandemi, Orang Papua Kembali ke Pangan Lokal","Kembali berkebun, menurut Musa, adalah gerakan membangkitkan pangan lokal, sekaligus menghidupkan kebun-kebun yang mati, ditelantarkan oleh petani. Selama ini, pangan lokal yang tersedia mengandalkan hasil kebun hanya untuk keluarg sendiri, dan sebagian dijual.Sejak diserukan kembali berkebun, banyak orang membuka kebun. Dengan alat seadanya, bahkan pakai kayu, orang berbondong-bondong berkebunm mulai dari Jayapura, menyebar ke berbagai daerah lain, seperti Lannijaya, Wamena, Dogiyai, Biak Numfor.KAP-OAP pun bantu alat kerja di kebun. “Selama ini, sebelum wabah ini, hanya beberapa orang berkebun. Sekarang, dari Sentani sampai Koya, orang-orang berkebun,” kata Elis.Musa bersama tim mengkoordinir para petani, terutama kelompok-kelompok tani, yang membuka kebun mereka kembali. Sekitar dua minggu tim menerima permintaan alat-alat kerja dari berbagai kelompok, mencapai lebih 300 kelompok yang mengajukan permintaan alat kerja. “Dari survei, sekitar 90 lebih kelompok tani. Ada sekitar 80 hektar lahan pertanian, sebagian besar ada di Keerom,” kata Musa.Mereka akan membagikan alat kerja kepada kelompok tani yang sudah berkebun. “Kita sediakan 700 sekop, 500 parang, 200 linggis, 200 cangkul,” kata Musa 21 Mei lalu melalui telepon.  Para mahasiswa pun kembali berkebun tanam pangan lokal. Foto: Yan Degowan Dia bilang, pembagian alat kerja kepada kelompok tani antara lain, di Tabi (Jayapura) dan Arso dan Koya untuk Keerom. “Rinciannya, 150 parang, 150 sekop, 100 linggis, 100 kampak. Lalu dibagikan juga logistik untuk bekerja, beras 200 karung, tiap karung isi 25 kilogram,” kata Musa.Menurut Musa, keperluan pangan lokal jadi solusi bagi keamanan pangan di Papua di masa pandemi. Berkebun, katanya, harus mulai dari sekarang karena sistem pertanian orang Papua, dari pengolahan lahan hingga masa tanam bisa berlangsung sekitar dua bulan. Berdaulat dengan pangan lokal " "Antisipasi Krisis Pangan di Masa Pandemi, Orang Papua Kembali ke Pangan Lokal","Daawia Suhartawan, Dosen Fakultas MIPA Universitas Cendrawasih Papua dan Mahasiswa Doktoral di Department of Nature Conservation George-August Universitat Gottingen, mengatakan, sistem berkebun orang-orang di Papua, seperti suku-suku di dataran tinggi, juga berkebun secara menetap, menjamin ketersediaan pangan sepanjang tahun. Satu keluarga, katanya, bisa punya dua sampai tiga kebun yang tanam dan panen bergantian.“Mereka juga memiliki strategi memanen bertahap. Petani hanya memanen ubi jalar yang berukuran besar, sementara yang kecil dibiarkan tumbuh hingga besar. Ini juga strategi penyimpanan dan pengawetan makan di dalam tanah,” kata Daawia, dalam diskusi online akhir April lalu.Gerakan kembali berkebun saat pandemi ini bukan hanya mencegah krisis pangan, juga melestarikan bumi dan alam Papua. Karena orang-orang Papua menerapkan prinsip-prinsip pertanian permakultur, yaitu menanam tumbuhan secara organik, tanpa obat kimia dan penyemprotan pestisida.Saat ini, katanya, dunia kembali ke pertanian permakultur, karena pertanian modern telah membahayakan kesehatan manusia dan bumi. “Suku-suku Papua sudah mempraktikkan ini sejak ratusan tahun lalu. Mereka bukan hanya konsumen, setiap suku Papua adalah produsen,” kata Daawia.“Dengan mengonsumsi makanan lokal kita mengurangi jejak karbon yang dihasilkan dari polusi,” katanya.Baginya, memakan pisang lebih ramah lingkungan daripada apel yang harus didatangkan dari Amerika. “Berapa polusi yang dikeluarkan dari asap pesawat sampai di antar dengan mobil ke toko-toko. Lebih baik uang kita belanjakan di mama-mama, kita dapat makanan sehat karena tidak pakai pupuk (kimia),” katanya.Menurut dia, orang Papua mampu melawan krisis pangan saat pandemi COVID-19 ketika orang-orang di Papua mau mengkonsumsi pangan lokal, seperti ubi-ubian dan sagu yang berlimpah." "Antisipasi Krisis Pangan di Masa Pandemi, Orang Papua Kembali ke Pangan Lokal","“Kalau beras bisa saja mungkin jadi masalah karena stok beras dari luar Papua, sementara angkutan transportasi ada pembatasan selama pandemi,” katanya.  Keterangan foto utama: Pisang, salah satu sumber pangan yang banyak ditanam orang Papua. Foto: Yan Legowan   [SEP]" "Menyelamatkan Benih Lobster dari Eksploitasi Eksportir","[CLS]  Pemerintah Indonesia harus berani terbuka menjelaskan kepada publik tentang proses yang dijalankan saat ini untuk melaksanakan kebijakan ekspor benih bening Lobster. Kebijakan tersebut, sejak disahkan pada awal Mei 2020 terus mengundang pro dan kontra di masyarakat, karena dinilai sebagai kebijakan yang tidak tepat.Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan mengatakan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) harus menjelaskan mekanisme dan uji hasil terhadap perusahaan-perusahaan yang mendaftarkan diri sebagai eksportir benih Lobster.“Umumkan ke publik apa hasil uji tuntas 30 perusahaan yang telah mendapatkan izin ekspor benih Lobster,” ungkap dia kepada Mongabay, Senin (6/7/2020).Menurut dia, KKP perlu untuk menjelaskan secara detail kepada publik perihal dua perusahaan yang telah melaksanakan ekspor benih Lobster beberapa minggu lalu. Kedua perusahaan tersebut apakah sudah memenuhi atau belum ketentuan Peraturan Menteri KP No.12/2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus Spp.), Kepiting (Scylla Spp.), dan Rajungan (Portunus Spp.) di Wilayah Negara Republik IndonesiaDengan memberikan penjelasan detail, itu akan bisa menjawab keraguan publik terhadap kepatuhan dua perusahaan tersebut. Pasalnya, diduga kuat masih ada syarat dan ketentuan yang belum dipenuhi oleh kedua perusahaan tersebut saat melaksanakan ekspor mengacu pada Permen KP 12/2020.“Jika terbukti melanggar (Permen KP 12/2020), maka perusahaan tersebut mesti mendapatkan sanksi,” tegas dia.baca : Pusat Studi Maritim : Peraturan Baru Ungkap Kedok Pemerintah dalam Eksploitasi Lobster  Selain menjelaskan kepada publik terkait perusahaan yang sudah melaksanakan ekspor, mekanisme ekspor benih lobster juga dinilai harus bisa dikoordinasikan lebih baik lagi. Hal itu, karena pelaksanaan ekspor melibatkan sejumlah direktorat jenderal yang ada di lingkup KKP." "Menyelamatkan Benih Lobster dari Eksploitasi Eksportir","Dengan adanya koordinasi yang lebih baik, diharapkan itu akan bisa menjamin proses yang lebih sinergi dan melaksanakan koreksi secara terbuka jika ditemukan tahapan dan persyaratan yang belum terpenuhi selama pelaksanaan ekspor benih Lobster.Abdi Suhufan mendesak adanya keterbukaan, karena dia menduga ada proses atau tahapan yang sudah menyalahi ketentuan dalam Permen KP 12/2020. Dalam peraturan, disebutkan kalau perusahaan yang ditunjuk harus bisa membuktikan sudah melaksanakan panen dengan prinsip budi daya berkelanjutan.“Mereka juga belum kantongi izin ekspor, yang dikeluarkan KKP adalah persetujuan calon eksportir,” tutur dia. JanggalJuru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia Afdhillah juga mengkritik kebijakan ekspor benih lobster. Di mata dia, ada kejanggalan dalam proses pembukaan keran ekspor benih Lobster yang diresmikan pada 4 Mei 2020 lalu. Kejanggalan itu, terutama dalam proses pemilihan perusahaan yang akan melaksanakan ekspor.“Sehingga kita patut mencurigai bahwa Permen KP sekarang adalah pesanan dari kelompok tertentu yang akan mengambil keuntungan dari benih lobster,” sebut dia.Dalam pandangan Greenpeace Indonesia, persoalan ekspor benih lobster yang sekarang sedang gaduh, hanya bisa diakhiri jika Pemerintah Indonesia, dalam hal ini KKP melakukan revisi Permen KP 12/2020. Tanpa revisi, maka keberlanjutan sumber daya laut akan terancam pada wilayah perairan di seluruh Indonesia.baca juga : Momentum Tepat untuk Evaluasi Pemanfaatan Lobster   Afdhillah menyebutkan, Permen yang baru diterbitkan pada tahun ini, berbeda dengan peraturan sebelumnya, yakni Permen KP 56/2016 tentang Larangan Penangkapan dan atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari Indonesia." "Menyelamatkan Benih Lobster dari Eksploitasi Eksportir","Merujuk pada Permen yang sudah tidak berlaku itu, ekspor hanya bisa dilakukan jika lobster sedang tidak dalam kondisi bertelur dan panjang karapas masih delapan centimeter atau berat di atas 200 gram per ekor. Sementara, ekspor benih lobster sama sekali tidak diperbolehkan.Di sisi lain, setelah Permen 56/2016 tidak berlaku, Pemerintah Indonesia mulai memberlakukan penggantinya, yakni Permen 12/2020. Peraturan terbaru itu membolehkan benih lobster dijadikan komoditas ekspor dengan mempertimbangkan sepuluh kriteria.“Juga penetapan harga terendah, lokasi penangkapan, dan kuota tangkapan yang semuanya dilakukan oleh KKP. Dalam praktiknya, ekspor benih Lobster juga dikenakan biaya bea keluar. Bila pengusaha tidak memenuhi syarat-syarat tersebut, ada sanksi ringan mulai dari pencabutan izin usaha sampai denda,” papar dia.Sedangkan Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati menyatakan bahwa kebijakan ekspor benih lobster adalah kebijakan yang penuh masalah. Sejak awal, proses untuk penerbitan Permen KP 12/2020 selalu ada hal yang dinilai tidak benar dan tepat.Sebut saja, sejak dari pelaksanaan kajian ilmiah, ketidakterbukaan penetapan perusahaan ekspor yang jumlahnya terus bertambah, dan ketiadaan partisipasi nelayan lobster dalam perumusan kebijakan tersebut. Dan kini, muncul sejumlah nama politisi yang menjadi eksportir benih lobster.Temuan yang sudah ramai jadi bahan perbincangan publik tersebut, menjadi penanda bahwa ada ketidaksinkronan dalam penerapan kebijakan tersebut. Hal itu, karena sebelumnya Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo selalu menyatakan bahwa kebijakan tersebut selalu atas nama kesejahteraan masyarakat.“Khususnya nelayan lobster, yang disebut Menteri akan meningkat (kesejahteraannya) jika pintu ekspor benih lobster dibuka luas,” ungkap dia." "Menyelamatkan Benih Lobster dari Eksploitasi Eksportir","Menurut Susan, klaim kesejahteraan nelayan lobster akan meningkat langsung, terbantah karena sekarang fakta-fakta mulai terbuka luas. Saat ini, publik sudah mulai mengetahui bahwa pihak yang akan diuntungkan dari kebijakan ekspor benih lobster, tidak lain adalah eksportir yang berizin.perlu dibaca : Penyelundupan Lobster Marak di Masa Pandemi  IroniSusan kemudian mengutip data dari Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI dan menyebutkan bahwa perusahaan eksportir yang mendapatkan izin ekspor benih lobster, dibebankan membayar penerimaan Negara bukan pajak (PNBP) senilai Rp15.000 per 60.000 ekor.Jika perusahaan eksportir menjual benih senilai Rp139.000 per ekor dan membayar PNBP senilai Rp15.000, maka keuntungan perusahaan dari kegiatan ekspor benih Lobster sangat besar hingga mencapai angka Rp8.340.000.000.“Pada titik inilah kebijakan ini hanya menjadikan benih lobster sebagai objek eksploitasi dari Kebijakan Menteri KP, Edhy Prabowo,” ucap dia.Di sisi lain, Susan juga mengkritisi keterlibatan para politisi yang ada di balik perusahaan ekspor benih lobster. Menurut dia, fakta tersebut menjadi ironi kebijakan publik, karena seharusnya nelayan lobster menjadi pihak yang paling diuntungkan dari pemberlakuan kebijakan ekspor benih lobster.Dengan kata lain, nelayan hanya menjadi korban eksploitas dari kebijakan tersebut dan sebaliknya, pengusaha beserta politisi menjadi pihak yang paling diuntungkan dari kebijakan tersebut. Pada akhirnya, Permen KP 12/2020 akan menjadi kebijakan yang diarahkan sebesar-besar untuk kemakmuran pengusaha dan politisi.Melihat perkembangan yang sekarang terjadi, KIARA berpandangan bahwa Menteri KP Edhy Prabowo seharusnya mendapatkan evaluasi yang tegas dari Presiden RI Joko Widodo. Edhy di mata KIARA masih belum bekerja untuk kepentingan masyarakat, khususnya nelayan Lobster." "Menyelamatkan Benih Lobster dari Eksploitasi Eksportir","Keberpihakan kepada pengusaha dan politisi, menegaskan bahwa KKP di masa kepemimpinan Edhy Prabowo sudah tidak lagi mau menerapkan prinsip transparansi seperti yang diterapkan pendahulunya, Susi Pudjiastuti. Padahal, akibat kebijakan tersebut ada masyarakat bahari yang mengalami kerugian akibat kebijakan tersebut.“Kebijakan pemberian izin ekspor benih lobster tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh KKP, karena tak ada unsur transparansi. Apa dasar pemilihan dan bagaimana rekam jejak perusahaan-perusahaan itu? Masyarakat tak ada yang mengetahui itu,” tegas dia.Berdasarkan hal itu, KIARA meminta Edhy Prabowo untuk segera membatalkan Permen KP 12/2020, karena itu berdampak buruk sangat besar bagi nelayan, keberlanjutan ekosistem perairan, dan perekonomian negara.Menurut Susan, ada mandat yang lebih penting dan harusnya dijalankan oleh Edhy Prabowo, yaitu menjalankan amanat Undang-Undang No.7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi daya Ikan dan Petambak Garam.“Itu yang lebih penting, namun sayangnya orientasi kebijakan hanya mengedepankan kepentingan segelintir orang, yaitu eksportir, ketimbang mendorong kedaulatan dan keberlanjutan laut Indonesia,” pungkas dia.baca juga : Menjaga Prinsip Keberlanjutan dalam Pemanfaatan Lobster  LegalisasiDiketahui, pada 4 Mei 2020 KKP menerbitkan Permen KP 12/2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.) di Wilayah Negara Republik Indonesia. Permen tersebut terbit, salah satunya untuk melegalisasi ekspor benih Lobster.Tak lama, KKP langsung menunjuk perusahaan yang bertugas untuk melaksanakan ekspor. Sejak terbit hingga sekarang, tercatat sudah ada 30 perusahaan yang ditunjuk sebagai eksportir benih lobster. Jumlah perusahaan diketahui bertambah secara bertahap, setelah banyak yang mendaftar untuk menjadi eksportir." "Menyelamatkan Benih Lobster dari Eksploitasi Eksportir","Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo menegaskan tak ada keistimewaan atau privilege terhadap perusahaan tertentu terkait regulasi lobster. Bahkan, dia menjamin dirinya tak memiliki motif pribadi selain demi nelayan dan kemajuan budidaya lobster.“Dulu dipermasalahkan karena pertama kali keluar 9 perusahaan, diberi privilege. 9 apa itu sedang berproses semua dan dari 26 yang ada ini terus berjalan sampai 31 terus lagi, siapapun silakan masuk,” tegas Menteri Edhy saat memberikan penjelasan terkait persoalan lobster di rapat kerja dengan Komisi IV DPR, di gedung parlemen, Senin (6/7/2020).Dalam pemberian izin, Edhy melibatkan seluruh jajarannya di KKP, termasuk inspektorat untuk melakukan pengawasan. “Pemberian izin itu tidak dari menteri. dari tangkap ada, budidaya ada, karantina ada. Irjen kami libatkan Sekjen kami minta awasi,” katanya dalam siaran pers KKP.Semangat pemberian izin penangkapan benih lobster, lanjutnya, untuk menghidupi nelayan yang selama ini bergantung dari komoditas tersebut. Edhy mengungkapkan, berdasarkan kajian akademis, prosentase kelangsungan hidup (survival rate) benih bening lobster jika dibiarkan di alam hanya 0,02% atau hanya satu dari 20.000 yang bakal tumbuh hingga dewasa. Sebaliknya, jika dibudidayakan, survival rate benih losbter bisa meningkat 30-80%, tergantung metode budidayanya.“Kalau ditanya berdasarkan apa kami memutuskan, sebetulnya berdasarkan nilai historis kemanusiaan karena rakyat kita butuh makan dan berdasarkan penelitian juga ada,” jelasnya.Adapun potensi lobster di seluruh wilayah pengelolaan perikanan (WPP) Indonesia, lebih dari 27 miliar. Jumlah tersebut merupakan gabungan dari 6 jenis lobster yang terdapat di Indonesia, dimana dua di antaranya, pasir dan mutiara tergolong sebagai komoditas populer.perlu dibaca : Aksi Penyelundupan Lobster Terus Terjadi di Jambi, Mengapa?  " "Menyelamatkan Benih Lobster dari Eksploitasi Eksportir","Sedangkan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Zulficar Mochtar mengatakan, jumlah perusahaan yang sudah mendaftar hingga sekarang untuk mengajukan permohonan ekspor benih Lobster sudah mencapai 100.Dari jumlah tersebut, sebanyak 30 perusahaan dinyatakan sudah memenuhi kriteria berdasarkan hasil pengecekan Tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster Kementerian Kelautan Perikanan.Zulficar menjelaskan, sebelum melaksanakan ekspor, setiap eksportir wajib untuk memenuhi sejumlah persyaratan, di antaranya adalah berhasil melaksanakan panen budi daya lobster dengan metode dan melepasliarkan dua persen dari hasil panen.”Lobster yang dilepasliarkan seharusnya berasal dari hasil budidaya yang sudah dilakukan,” katanya seperti dikutip dari kompas.id.Selain hal di atas, Zulficar menambahkan, sampai sekarang belum ada kuota ekspor benih Lobster untuk perusahaan. Meskipun, kuota penangkapan sudah ditetapkan sebanyak 139.475.000 ekor per tahun dengan alokasi 70 persen untuk budidaya dan 30 persen untuk ekspor.Berikut adalah daftar perusahaan eksportir yang sudah ditetapkan sampai sekarang berdasarkan data KKP:  [SEP]" "Banjir-Longsor Sorong 5 Orang Tewas, Koalisi: Benahi Tata Kelola","[CLS]     Banjir menggenangi Kota Sorong, Papua Barat pada 16 Juli 2020. Rumah-rumah warga maupun perkantoran dan fasilitas sosial tergenang. Air masuk ke rumah dan bangunan, seperti di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II Sorong terendam setinggi satu meter. Tanah longsor pun terjadi di Klademak mengakibatkan tiga warga meninggal tertimbun. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Sorong melaporkan lima orang tewas dalam bencana banjir dan longsor ini.Sejak Mei 2020, di Sorong, Papua Barat, cuaca tak menentu. Kalau pagi sampai siang panas, pada sore hari sampai tengah malam akan hujan deras.Pada 16 Juli pukul 16.00 waktu setempat, hujan lebat mulai mengguyur Kota dan Kabupaten Sorong, sekitar enam jam. Banjir dan longsor pun terjadi. Beberapa anak sungai meluap, seperti Kali Jembatan HBM, Kali Jembatan KM8, Remu, dan Kali Arteri.Agus Salim, warga Kampung Bugis, KM10 Sorong bercerita, rumahnya tergenang air, harta benda rusak. “Ini banjir pertama yang masuk ke rumah saya. Tingginya lima jingkal tangan saya,” katanya Dia bilang, TV, kulkas dan beragam perkakas terendam serta rusak.Joko, warga Jalan Melati Raya KM9 juga alami nasib sama.“Ini banjir pertama yang masuk setinggi ini ke dalam rumah. Barang-barang jualan saya hingga perkakas rumah tenggelam.”Jumat Tarage, Ketua RT Kokoda, mengatakan, sejak malam sampai subuh mereka tinggal di perahu. “Karena rumah saya yang panggung pun banjir naik.”“Ini banjir pertama yang parah begini. Biasanya hujan dan banjir tapi tidak begini. Tempat ibadah juga air masuk,” katanya.Kompleks Kokoda memang tempat rawan banjir, tetapi banjir Kamis lalu lebih dari banjir biasa.Manase Lek, Ketua RT Kelurahan Sawagumu KM10 mengatakan, banjir ini karena kerusakan alam parah di Sorong. “Gunung-gunung di KM10 habis hingga daerah KM10 ini jadi langganan banjir. Kita sudah kasih laporan terus-terus ke pemerintah tapi tidak ada tanggapan.”" "Banjir-Longsor Sorong 5 Orang Tewas, Koalisi: Benahi Tata Kelola","Dia meminta, kepada pemerintah untuk memperhatikan KM10 dan mengupayakan pembangunan yang mampu membebaskan masyarakat sekitar dari banjir. Alih fungsi lahanGalian C menggila di Sorong hingga menghabisi wilayah-wilayah resapan air. Wali Kota Sorong Lambert Jitmau mengatakan, tak pernah mengeluarkan izin pengelolaan tambang galian C. Kondisi lapangan, hampir sebagian besar daerah pegunungan yang merupakan hutan lindung rusak oleh para pengusaha galian C.Izin galian C itu, katanya, keluar dari Pemerintah Papua Barat. Dia sudah meminta agar studi kelayakan sebelum izin pertambangan keluar.“Puluhan tambang pasir galian C beroperasi di KM10 distrik Kota Sorong, diduga mendapat izin dari pihak-pihak tertentu, hingga mereka seenaknya saja mengelola galian C tanpa memikirkan dampak lingkungan,” kata Lambertm, dikutip dari Kompas.com. Baniir yang menggenangi kawasan Jalan Melati Raya KM 9. Foto: Natalia Yewen/ Mongabay Indonesia Alexander Leda, Kepala Balai Wilayah Sungai Papua Barat mengatakan, dari studi mereka, ditemukan sekitar 600 hektar lahan beralih fungsi dari tempat pemukiman warga jadi galian C. Dia berharap, ada perhatian serius Pemerintah Kota Sorong dan Papua Barat menyikapi hal ini.“Dari temuan di lapangan, sebagian besar saluran drainase penyebab banjir bersumber dari limbah galian C,” kata Alexander. Tata kelola burukKoalisi Organisasi Masyarakat Sipil untuk Keadilan dan Lingkungan menyatakan, banjir di Kota Sorong sudah seringkali terjadi dalam 10 tahun terakhir. Semestinya, pemerintah dapat mengendalikan dan mengelola banjir. Sayangnya, pemerintah abai mencegah banjir dan mengurangi risiko warga.“Pemerintah belum proaktif respons cepat atas pemulihan kondisi warga terdampak, fasilitas sosial, kesehatan dan lingkungan,” kata Franky Samperante, Direktur Eksekutif Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, dalam rilis kepada media." "Banjir-Longsor Sorong 5 Orang Tewas, Koalisi: Benahi Tata Kelola","Koalisi ini terdiri dari Papua Forest Watch, Perkumpulan Belantara Papua, Perkumpulan Bantuan Hukum dan Keadilan Papua, AMAN Sorong Raya, Walhi Papua, Greenpeace Indonesia dan Yayasan Pusaka Bentala RakyatKoalisi menilai, katanya, bencana banjir bukan peristiwa alam biasa, melainkan buah tata kelola pembangunan buruk yang mengabaikan prinsip pembangunan berkelanjutan, tak menghormati HAM dan kelestarian lingkungan.“Praktik alih fungsi lahan masih terjadi, eksploitasi hasil hutan kayu dan ekstraksi penambangan pasir pada kawasan hutan di hulu sungai yang topografi relatif curam.”Daerah aliran sungai, kata Angky, semestinya tidak boleh ada pemukiman dan infrastruktur lain, tetapi terus saja jadi tempat pembangunan kota dan fasilitas bisnis komersial.“Ketika hutan dan tanah tidak lagi mampu maksimal menjalankan fungsi ekologi sebagai daerah resapan, perubahan ini mendatangkan bencana. Volume air hujan terus meningkat dan mengalir tidak terkendali, terakumulasi dengan cepat dan menggenangi kota, mengancam keselamatan manusia.”Belum lagi, katanya, saluran air buruk, tak memadai disertai sampah hingga air bebas meluap, menggusur, menenggelamkan dan membawa harta benda.“Kota Sorong tidak lagi ramah. Kami atas nama Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil untuk Keadilan dan Lingkungan mendesak pemerintah segera memberikan bantuan program tanggap cepat terhadap warga terdampak banjir untuk pemulihan sosial, ekonomi dan kesehatan.”Greenpeace menyatakan, sebagian Kota Sorong adalah daerah rawan banjir terutama di pemukiman seperti KM10 sampai Kampung Baru. Gunung-gunung sekitar rusak, terkeruk, padahal berfungsi sebagai daerah resapan air." "Banjir-Longsor Sorong 5 Orang Tewas, Koalisi: Benahi Tata Kelola","Selain itu, sistem pembangunan Sorong dinilai tidak teratur seperti pembuatan drainase tidak berbasis tujuan tetapi proyek alias asal-asalan. Ditambah lagi, pemberian izin pembukaan perumahan di daerah-daerah penyangga seperti kawasan manggrove di belakang Airport dan Malibela serta penggundulan daerah hulu sungai dengan galian C tidak terkontrol.Pemerintah Sorong diminta meningkatkan keseriusan menata kota dengan konsep ramah lingkungan. Mereka meminta, Pemerintah Kota Sorong menangani ancaman banjir dengan menjalankan kebijakan pembangunan kota berkelanjutan. Juga, mengupayakan tata ruang kota yang melindungi dan menghormati hak asasi manusia.“Pembangunan yang berkeadilan dan kelestarian lingkungan, membangun prasarana sumberdaya air secara memadai, dan penegakan hukum.”  Rumah-rumah di Kompleks Kokoda KM8 Kota Sorong, yang terendam banjir. Foto: Natalia Yewen/ Mongabay Indonesia [SEP]" "Inilah Cara Hadirkan 30 Satwa Liar di Rumah Kita dengan Google 3D","[CLS]   Tahun lalu, Google menghadirkan fitur edukasi tiga dimensi [3D] melalui Augmented Reality [AR] yang mampu menampilkan aneka hewan tiga dimensi melalui kamera smartphone disertai suara aslinya. Fitur tersebut, bisa dimainkan lewat pencarian Google Search.Fitur ini semakin populer di tengah merebaknya pandemi COVID-19, saat orang mengurangi bepergian. Apalagi berwisata ke kebun binatang.Beberapa hari lalu, Google telah menambahkan lebih banyak satwa yang bisa dihadirkan secara tiga dimensi di rumah kita, atau dimanapun kita berada.Baca: Pernah Dikira Hoaks, Satwa-satwa Ini Adalah Makhluk Nyata  Bagaimana cara menghadirkannya?Mudah saja, kita hanya perlu mencarinya di kolom Google Search, sebagaimana panduan yang dikutip dari AndroidOver.com.Ketik “Harimau” dan Google Search akan secara otomatis menerjemahkannya ke dalam Bahasa Inggris. Scroll sedikit ke bawah dan kita akan melihat gambar harimau 3D yang bergerak-gerak.Lalu klik di View in 3D, and kita akan dibimbing oleh kamera untuk menemukan harimau virtual di rumah kita. Setelah ketemu, kita akan menemukan harimau dalam bentuk 3D yang bergerak.Baca juga: Dapatkah Satwa Memprediksi Terjadinya Gempa?  Kita juga bisa zoom in kamera kita, atau kita dekatkan kamera kita. Nanti, kita akan melihat gambar 3D secara detil. Jangan lupa, aktifkan volumenya, karena setiap binatang akan mengeluarkan suara aslinya.Selain itu, Google juga menambahkan informasi dan fakta-fakta mengenai harimau. Sebut saja habitatnya, status konservasi di alam liar, kecepatan larinya, dan lain-lain.  Saat ini adalah 30 lebih satwa liar yang bisa ditampilkan dalam Google 3D, diantaranya:• Buaya• Ikan Pemancing• Ular Sanca Bola• Beruang Coklat• Kucing• Cheetah• Rusa• Berbagai spesies anjing• Bebek• Elang• Penguin Emperor• Panda• Kambing• Landak• Kuda• Macan Tutul• Singa• Macaw• Cumi-cumi• Rakun• Hiu• Kuda Poni Shetland• Ular• Harimau• Kura-kura• Serigala" "Inilah Cara Hadirkan 30 Satwa Liar di Rumah Kita dengan Google 3D","Saat ini, belum semua smartphone bisa menggunakan fitur luar biasa tersebut. Untuk smartphone jenis Android, pastikan sudah ter-update dengan Android 7, dan punya kemampuan AR. Sementara untuk iPhone, perlu iOS 11 atau di atasnya, dan iPhone 7 ke atas.Fitur ini juga bisa merekam binatang-binatang tersebut yang sedang berdiri atau duduk di atas tempat tidur, meja makan, taman rumah, dan lainnya.Selamat mencoba.   [SEP]" "Sudah Saatnya Ada Pungutan Emisi Gas Buang","[CLS] Pemerintah dan DPR telah mengesahkan Barang Kena Cukai (BKC) baru berupa kantong plastik, sehingga secara resmi komponen BKC di Indonesia saat ini terdiri dari plastik, rokok, etil alkohol dan minuman beralkohol. Penambahan BKC baru tersebut tentu didasari atas pertimbangan status darurat sampah nasional khususnya yang berasal dari konsumsi plastik di kehidupan sehari-hari. Sudah menjadi rahasia bersama jika kita begitu mudahnya mengkonsumsi dan membuang kantong plastik meski nyatanya dibutuhkan waktu hingga puluhan tahun bagi bumi untuk dapat mengurainya.Tak heran jika sampai tahun 2016 saja konsumsi kantong plastik di Indonesia sudah mencapai 107.065.217 kg per tahun. Indonesia juga masuk kategori salah satu negara dengan konsumsi sampah plastik terbesar di dunia. Upaya penanganan sudah didukung sepenuhnya oleh beberapa regulasi baik dari hulu hingga hilir. Dari sisi hilir misalnya sudah ada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut. Kebijakan ini sekaligus melengkapi beberapa ketentuan teknis yang sudah ada terlebih dahulu. Sebelumnya pemerintah sudah menerbitkan Perpres Nomor 97 tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga (Jastranas). Ada juga Perpres Nomor Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan." "Sudah Saatnya Ada Pungutan Emisi Gas Buang","Kelengkapan-kelengkapan regulasi tersebut menjadi bukti nyata keseriusan pemerintah mengatasi permasalahan sampah nasional sekaligus adanya perubahan paradigma cara pandang masyarakat dan pemerintah terhadap sampah menuju paradigma circular economy dari pemanfaatan daur ulang sampah. Yang perlu disadari dasar pemikiran dan tujuan dari masing-masing regulasi pemerintah berbeda namun saling melengkapi. Perpres Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan, diamanatkan di 12 daerah dengan filosofi mengatasi sampah existing yang tidak terkelola sekaligus mendapatkan energi terbarukan sebagai bonus.baca : Cara Indonesia Kurangi Sampah Plastik hingga 70 Persen  Sementara Perpres Nomor 97 Tahun 2017 tentang Jastranas secara jelas menyasar penurunan timbulan sampah sejak dari awal sebesar 30% dari angka timbulan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga di tahun 2025. Selain itu juga diupayakan adanya penanganan sebesar 70% dari angka timbulan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga sebelum adanya kebijakan. Dengan demikian semangat yang diusung oleh Jastranas ini adalah semangat daur ulang (3R) menuju terciptanya circular economy sebagaimana penjelasan di awal.Mekanisme cukai sendiri sejatinya hanyalah menjadi pelengkap instrumen kebijakan yang paling memadai jika dikaitkan dengan isu eksternalitas negatif yang harus dikendalikan. Dalam keterangannya, DPR juga mengingatkan pemerintah untuk menyiapkan dengan segera road map penambahan jenis BKC lainnya sebagai salah satu cara dalam mengendalikan konsumsi berbagai barang yang memiliki dampak negatif terhadap kesehatan atau kelestarian lingkungan hidup jika dipakai secara berlebihan." "Sudah Saatnya Ada Pungutan Emisi Gas Buang","Salah satu jenis BKC yang mengemuka adalah gas buang kendaraan bermotor sebagai hasil pembakaran BBM yang digunakan. Secara personal, penulis merasa tertarik untuk menganalisis lebih dalam wacana tersebut mengingat konteksnya sesuai dengan kualitas udara di beberapa kota besar di Indonesia yang akhir-akhir ini sedang menghadapi banyak kendala. Menurut penelitian WHO, banyak kota-kota besar di dunia, termasuk di Indonesia yang memiliki tingkat polusi PM10 rata-rata per tahun yang jauh melebihi batas aman yang ditetapkan organisasi kesehatan dunia ini.Berdasarkan laporan yang dirilis WHO misalnya, dari 5 kota di Indonesia yang diamati, hanya Kota Pekanbaru yang memiliki standar polusi rata-rata per tahun di bawah standar WHO sebesar 20 mikrogram per meter kubik (20 µg/m3). Dari data yang diambil WHO pada 2008 saja, tingkat polusi  PM10 Pekanbaru sebesar 11 mikrogram per meter kubik (11 µg/m3). Kota-kota besar lain di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, Bandung dan Medan, memiliki tingkat polusi yang jauh di atas batas aman WHO.Jakarta misalnya, standar polusi udara yang dicatat WHO di tahun 2008 sudah mencapai 43 µg/m3 – 200% di atas standar aman WHO. Angka ini meningkat pada 2009 menjadi 68,5 µg/m3 atau lebih dari 300% dari standar aman WHO. Tahun 2010 angka ini diklaim turun walaupun masih 200% di atas standar WHO menjadi 48,5 µg/m3 sebagian karena efek diselenggarakannya program bebas kendaraan bermotor di Jakarta (Jakarta Car Free Day).Masih berdasar laporan yang sama, Kota Surabaya, Bandung dan Medan justru memiliki kualitas udara yang lebih parah dari Jakarta. Standar polusi PM10 di Kota Kembang mencapai rata-rata 51 µg/m3 per tahun, sementara di Surabaya nilainya mencapai 69 µg/m3, dan Medan mencapai 111 µg/m3 per tahun. Angka-angka di atas memberikan gambaran nyata betapa buruknya tingkat polusi udara di kota-kota besar di Tanah Air.baca juga : Standard Emisi Kendaraan di Indonesia, Sejauh Apa Penerapannya?  " "Sudah Saatnya Ada Pungutan Emisi Gas Buang","Kondisi ini tentu saja menggambarkan trade off yang sangat rumit, mengingat sektor otomotif sering diklaim menjadi penyumbang utama memburuknya kualitas udara, sementara di sisi lain sektor otomotif juga menjadi kontributor utama pertumbuhan ekonomi nasional khususnya dari sektor konsumsi masyarakat. Harus diakui bahwa menggeliatnya pasar otomotif memang memberi dampak signifikan bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Sayangnya, kenaikan laju sektor otomotif juga menuntut adanya respon optimal dari pemerintah dalam menyediakan berbagai sarana prasarana pendukung lainnya. Jika harapan ini tidak dapat diwujudkan, maka akan banyak kerugian yang ditimbulkan akibat terlepasnya berbagai zat beracun dalam kendaraan bermotor ke udara.Secara umum dampak-dampak yang sering teridentifikasi adalah munculnya gangguang hipertensi akibat tekanan kerja jantung yang berlebihan untuk mengalirkan darah ke seluruh tubuh, munculnya penyakit gangguan mata, penurunan kecerdasan serta terganggunya perkembangan mental anak. Pungutan Emisi Gas Buang Hingga saat ini, Pemerintah sudah menerapkan standar pengaturan emisi gas buang sebagai prasyarat di dalam perpanjangan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) setiap tahunnya. Bahkan persyaratan mengenai emisi gas buang sudah menjadi aturan tersendiri dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan. Dalam Pasal 64 paragraf 1 dikatakan bahwa emisi gas buang menjadi persyaratan laik jalan kendaraan bermotor. Pasal 65 juga menyebutkan bahwa emisi kendaraan bermotor harus diukur berdasarkan kandungan polutan yang dikeluarkan kendaraan bermotor serta wajib tidak melebihi ambang batas yang ditetapkan. Penetapan ambang batas tersebut diselenggarakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup." "Sudah Saatnya Ada Pungutan Emisi Gas Buang","Berdasarkan besarnya dampak yang ditimbulkan oleh pengelolaan emisi gas buang, penulis menyarankan untuk mengkaji lebih dalam kemungkinan pengenaan cukai emisi gas buang berbarengan dengan pengenaan PKB setiap tahunnya. Dengan pengenaan cukai emisi gas buang, nantinya tidak akan menghilangkan kewajiban pembayaran berbagai jenis pajak kendaraan bermotor (PKB) lainnya, namun ada sedikit penyesuaian di dalam sistem pemungutannya. Cukai emisi gas buang juga akan mengadopsi mekanisme insentif dan dis-insentif pajak.Untuk kendaraan bermotor yang melebihi ambang batas emisi gas buang akan dikenakan tarif PKB progresif, sebaliknya untuk kendaraan bermotor yang mampu mengelola emisi gas buang di bawah ambang batas akan memperoleh keringanan tarif PKB. Karena berupa cukai, maka seyogyanya pungutan ini di ear marking untuk dikembalikan lagi kepada pembangunan infrastruktur jalan, pemeliharaan jalan, infrastruktur transportasi umum, pengembangan bahan bakar alternatif, pengujian emisi serta upaya perbaikan kualitas udara yang tercemar. Pemda yang tidak menaati aturan penggunaan dapat dikenakan sanksi dan hukuman misalnya tidak mendapatkan alokasi dana untuk periode selanjutnya.perlu dibaca : Mantap. Mahasiswa ini Mampu Manfaatkan Gas Buang Motor Jadi Listrik  Terkait ide tersebut, Indonesia dapat mencontoh Australia yang sudah terlebih dahulu menerapkan mekanisme pajak emisi gas buang. Meskipun awalnya menuai banyak protes khususnya dari para oposisi dan industriawan, pajak itu akan dikenakan pada polusi yang dihasilkan oleh korporasi. Sekitar 350 perusahaan ‘produsen’ polusi utama harus membayar sebesar 23 dolar Australia atau setara Rp220 ribu untuk setiap ton karbon yang mereka hasilkan. Dengan skema tersebut, Pemerintah Australia berharap tahun 2020, polusi karbon Australia setidaknya akan berkurang 159 juta ton/tahun dibandingkan dengan jika skema tidak diterapkan." "Sudah Saatnya Ada Pungutan Emisi Gas Buang","Dalam beberapa waktu ke depan, pemerintah sedianya juga akan segera merampungkan beleid khusus mengenai nilai ekonomi karbon (NEK) yang akan menjadi wadah bagi bekerjanya mekanisme pasar karbon nusantara. Kombinasi kebijakan pungutan emisi gas buang dalam bentuk cukai dan NEK jelas menjadi gula-gula yang begitu menggoda. Demi tujuan perbaikan bersama, rumusan di atas tentu bukan hal mutlak yang tidak dapat diperdebatkan. Justru berbagai masukan yang konstruktif sangat dibutuhkan. Namun semuanya harus bermuara pada satu tujuan bersama menciptakan Indonesia yang bersahabat dan bermartabat.  *Joko Tri Haryanto, Peneliti Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan. Tulisan ini merupakan pendapat pribadi, tidak mencerminkan kebijakan institusi  [SEP]" "Kala Danau Toba jadi Geopark Dunia","[CLS]     Danau Toba jadi geopark dunia. Awal Juli 2020, Unesco gelar sidang Dewan Eksekutif Unesco membahas tentang Danau Toba terletak di Sumatera Utara. Hasilnya, diputuskan menetapkan Kaldera Danau Toba jadi Unesco Global Geopark.Pemerintah Indonesia era Presiden Joko Widodo prioritas membenahi Kawasan Danau Toba yang jadi salah satu target destinasi ekowisata unggulan.Pemerintah berencana lakukan pembenahan infrastruktur di Tano Batak yang kaya keindahan alam, budaya, sampai adat istiadat peninggalan leluhur secara turun temurun.Baca juga: Bangun Pariwisata Danau Toba Ancam Wilayah Adat Sigapiton, Ada Kesepakatan?Pada Minggu (14/7/20), berlangsung temu media secara virtual dihadiri sejumlah penjabat setingkat deputi dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Badan Otorita Pariwisata Danau Toba (BPODT), serta sejumlah penjabat dari Pemkab Tobasa.Hari Sungkono, Deputi Bidang Destinasi dan Industri, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mengatakan, terkait penetapan Danau Toba sebagai global geopark Unesco, merupakan penghargaan cukup tinggi. Keramba jaring apung di Danau Toba. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia Sebagai wisata alam, dari Danau Toba bakal banyak menawarkan petualangan, baik gunung, goa dan lan-lain. Danau Toba juga jadi daerah para peneliti sebagai tempat penelitian.Selama ini, banyak sekali temuan baru keragaman di sana, termasuk adat istiadat dan kebudayaan. “Tugas rumah masih banyak dan perlu mendapat dukungan dari semua pihak,” katanya.Dia bilang, kebersihan, sanitasi dan tempat sampah penting sekali disiapkan. Saat ini, sampai dengan Oktober, pengunjung yang akan datang ke Toba, lebih banyak dari nusantara terlebih karena masa pandemi.Kementerian juga telah membuat perjanjian bilateral dengan sejumlah negara untuk bertukar turis, seperti dengan Malaysia dan Singapura." "Kala Danau Toba jadi Geopark Dunia","Masa pandemi ini, kondisi kunjungan memang belum kembali normal. Paling tidak, katanya, perlu sampai 2023 keadaan kembali pulih.“Bukan berarti ini tidak ada peluang, beberapa daerah sudah membuka kembali mengejar turis datang lagi,” kata Hari.  Arie Prasetyo, Direktur Utama Badan Otorita Pariwisata Danau Toba mengatakan, Toba kaya keragaman hayati.Untuk itu, sangat penting memperhatikan ekosistem, dan memperhatikan kelestarian lingkungan.Soal keramba jaring apung (KJA) di Danau Toba, sebetulnya sudah ada peraturan Gubernur Sumatera Utara. Namun, katanya, sulit kalau menutup semua keramba di Danau Toba. Dia bilang, perlu juga jadi perhatian karena selama ini perekonomian masyarakat banyak tergantung dari keramba jaring apung ini.Kalau membahas investasi, katanya, bukan hanya bicara yang besar-besar, juga bagaimana masyarakat lokal ikut terlibat. Termasuk, orang-orang Batak yang tinggal di Jakarta dan luar negeri bisa kembali ke kampung halaman, dan ikut membangun. Ketika orang lokal sendiri mau berinvestasi sekaligus menjaga lingkungan, tentu investasi asing akan datang.Terkait zona otorita, mereka sudah mulai menandatangani perjanjian kerjasama pada 2018 senilai Rp6,1 triliun dengan tujuh investor.“Yang namanya investasi itu bukan seperti guci aladin, begitu diteken besok uang langsung cair, banyak proses perlu dilakukan,” kata Arie. Tari tor-tor pangurason, antara alain senin budaya di Tanah Batak. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia Soal ketersediaan lahan buat pengembangan berbagai infrastruktur di Danau Toba, katanya, bagaimana komitmen pemerintah memastikan, lahan clean and clear. Masyarakat sekitar, katanya, tidak merasa dirugikan, karena nanti berdampak panjang ke depan.BPODT sendiri, katanya, sebagai perpanjangan tangan pemerintah, akan memastikan infrastruktur terbangun. Tugas pemerintah, katanya, mengelola kawasan dan lahan tak akan jual ke investor, tetapi kerja sama dalam waktu tertentu." "Kala Danau Toba jadi Geopark Dunia","“Kita berharap di tahun ini mudah-mudahan ada satu atau dua investor sudah menandatangani bisa memulai groundbreaking, bisa memulai bangun hotel.”Harapannya, satu dua tahun ke depan ada hotel berbintang empat berstandar internasional, berdiri di Danau Toba.Kawasan ini, katanya, akan dibangun seperti Nusa Dua, Bali, dengan infrastruktur, atraksi berkelas dunia, sampai hotel berbintang empat. Juga ada fasilitas pendukung seperti rumah sakit bertaraf internasional, dan fasilitas lain.Untuk pintu masuk ke Kawasan Danau Toba, katanya, Tapanuli Utara akan jadi pintu masuk. Di sana ada Bandara Internasional Silangit.Yang perlu jadi perhatian, katanya, bagaimana atraksi wisata dan cagar budaya serta kebudayaan, bisa jadi bagian dari travel Danau Toba.Di Kawasan Danau Toba, total ada 219 desa dengan pemandangan menakjubkan, dan beragam produk khas. Dari ratusan desa itu, 10 merupakan desa wisata unggulan, berdasarkan komunitas dan kearifan lokal mereka. Unesco menetapkan Danau Toba jadi Geopark dunia. Foto: Ayat K Karokaro/ Mongabay Indonesia Desa-desa wisata yang akan jadi pilot project guna memancing desa-desa lain lebih berkembang ini adalah Desa Pearung, Tipang dan Marbun Toruan di Humbang Hasundutan. Ada Desa Sigapiton, Meat, Tarabunga, Lintong Ni Huta, di Kabupaten Toba. Kemudian Desa Huta Ginjang, Huta Nagodang, dan Dolok Martumbur, di Kabupaten Tapanuli Utara.Odo R.M Manuhutu, Deputi Bidang Koordinasi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi mengatakan, penetapan Danau Toba sebagai prioritas pembangunan di wilayah ini bukan enam bulan atau setahun bisa selesai. Ia proses, selama 20 tahun ke depan.Harapannya, dengan pembangunan terintegrasi akan menciptakan turisme berkualitas. “Ini membutuhkan destinasi berkualitas. Inilah yang sedang pemerintah kerjakan, bekerjasama dengan pemerintah daerah serta para investor. Melihatnya long time bukan dalam waktu singkat,” kata Odo.  " "Kala Danau Toba jadi Geopark Dunia","Keterangan foto utama: Danau Toba, salah satu geopark dunia. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia  [SEP]" "Nasib Perempuan dalam Pusaran Konflik Lahan dengan Perusahaan Sawit di Pasangkayu","[CLS]     Barto basah kuyup. Pakaian dia jadikan handuk. Barto ke Sungai To’o untuk mandi, puluhan meter dari rumah pondoknya. Di tengah jalan berbatu, bocah enam tahun kepala plontos  itu menggigil. Barto, putra bungsu pasangan  Murtiani dan Hukma. Mereka dikaruniai 10 anak.“Barto itu singkatan dari Baribi To’o, nama tempat lahirnya,” kata sang Ibu buka cerita.Ayah Barto, tetua komunitas yang menamakan diri, Pahou Pinatali, bagian rumpun Suku Kaili Uma. Mereka pemukim pesisir Baras, Kabupaten Pasangkayu, Sulawesi Barat.Baca juga: Orang Pahou Hidup Sulit Kala Ada Perusahaan Sawit Puluhan tahun lalu, tampang Baras tidak seperti sekarang. Ke sini, mesti tempuh via sungai. Jalan masih lintasan pembalakan kayu, yang menghubungkan ke pedalaman hutan. Rumah-rumah tak semolek sekarang.Gelombang transmigrasi mengubah daerah terisolir di Baras. Ketika kebun sawit masuk, nasib kelompok Hukma, berubah sulit. Lahan yang mereka garap, satu-satunya sumber penghidupan, tergilas perluasan kebun sawit.Barto lahir di Baribi, wilayah berbukit, secara administrasi masuk Desa Towoni, kini disesaki kebun sawit. Baribi jadi medan juang bagi kelompok Hukma yang sejak 2014 kuasai kembali lahan.Murtiani bersama puluhan perempuan lain, bahu membahu, menjaga tungku perjuangan demi merebut kembali tanah leluhur mereka, seluas 1.050 hektar, dari penguasaan PT Unggul Widya Teknologi Lestari (UWTL). Perusahaan sawit ini anak usaha Widya Corporation.Baca juga: Nasib Warga Merbau dan Rukam yang Hidup di Sekitar Kebun Sawit PerusahaanKetika berlawan, perempuan di garis depan, vbergabung bersama para lelaki. Mereka tak gentar. Bila para suami pergi, perempuan berjaga di Baribi. Hidup di pusaran konflik seperti ini, ancaman bisa datang tanpa mereka duga.“Kenapa mau takut? Kita punya kehidupan di sini. Kalau mati, kuburkan saya di sini, depan rumah saya,” kata Murtiani.“Coba bukan kita punya hak, buat apa dipertahankan?”" "Nasib Perempuan dalam Pusaran Konflik Lahan dengan Perusahaan Sawit di Pasangkayu","Barto lahir di ruang dapur seluas 4×6 meter, dengan persalinan seadanya. Hari itu, Murtiani gembira sekaligus sakit meredam maut.Ruang dapur itu kini tampak suram, ketika saya berkunjung pada penghujung Juli lalu. Genangan air hujan semalam masih membekas di lantai. Atap rumbia itu tak sanggup melawan hujan deras. Begitu pula dengan dinding papan.Untuk beristirahat, keluarga Murtiani menempati pondok, di seberang bangunan dapur. Sebuah bangunan reot, luas tak lebih 24 meter persegi. Berlantai semen, dengan alas tikar plastik. Tak ada hiasan mewah. Di sinilah, mereka tidur dengan gelaran kasur lusuh.  Warga yang melawan, hidup di pondok kayu yang mereka bangun sejak mulai menduduki lagi. Depan, belakang, kanan dan kiri pondok, rumpun sawit menghampar berbagai arah. Menghadang terik matahari, bikin Baribi lembab.Baribi kembali bak sebuah kampung. Ada warung, dengan geliat warga saban hari. Deretan pondok seadanya selaras dengan nasib penghuninya. Sebagian telah hidup sebagai tuna wisma. Harta terakhir habis tergadai. Beli lauk-pauk saja sudah sulit.Baca juga: Fokus Liputan: Ironi Sawit di Negeri Giman (Bagian 1)Ekonomi mereka tak seperti dulu, ketika kakao yang mereka tanam menebalkan dompet. “Dari awal dikasih tahu, jangan ditebang cokelat (kakao). Itu pembeli beras. Dia (perusahaan) tebang terus,” kata Murtiani.Bagi perusahaan, penghuni Baribi, adalah kelompok perambah, datang setelah hak guna usaha (HGU) terbit. Ketika awal perusahaan merintis hingga mulai beroperasi, kata Muhtar Tanong, Kuasa Direksi UWTL, lahan itu tak pernah jadi masalah.Di Indonesia, sawit semula menghiasi Kebun Raya Bogor, kala era kolonial Belanda. Jadi ‘komoditas’ budidaya pertama kali di Sumatera. Beranjak ke Kalimantan, kemudian Sulawesi—seterusnya hingga Papua. Ia mengubah nasib banyak orang dan hutan tropis di Indonesia." "Nasib Perempuan dalam Pusaran Konflik Lahan dengan Perusahaan Sawit di Pasangkayu","Sawit dikenal sebagai tanaman monokultur dan rakus lahan. Kerakusan itu pula antara lain menyebabkan konflik tenurial terjadi di berbagai daerah di nusantara ini. Warga, dan hutan serta lingkungan banyak berujung nestapa.Baca juga: Kala Pala dan Cengkih Warga Halmahera Tengah Terancam SawitKonsorsium Pembaruan Agraria (KPA), mendokumentasikan 69 konflik perkebunan sawit berserakan di Indonesia, sepanjang 2019. Di Sulawesi Barat, belum ada catatan pasti konflik. Instruksi Presiden soal moratorium izin sawit terbit September 2018, yang memandatkan setop izin termask evaluasi izin, tak berjalan optimal.Di Pasangkayu, UWTL menguasai 31% lahan dari seluruh luas Kecamatan Baras itu, dan mengklaim telah mendongkrak perekonomian. “Bandingkanlah kondisi daerah ini tahun 80-an, saat UWTL memulai PIR-Trans, kemudian bandingkan kemajuan di era 90, 2000-an dan sekarang,” kata Muhtar Tanong.“Biarlah, orang yang menyaksikan perkembangan ini menilai.”Sebagian warga yang saya jumpai, tak menampik klaim perusahaan kalau Baras berkembang sejak UWTL datang. Berbeda dengan ungkapan Gubernur Sulbar, Ali Baal Masdar. Dia mengatakan, kontribusi sawit bagi pembangunan provinsi ini minim.Klaim perusahaan juga kontras dengan kondisi warga yang hidup di Baribi. Keluarga Murtiani hidup dari penjualan grondolan sawit. Mereka memilih buah-buah sawit yang jatuh untuk dijual.Saban waktu, Hukma memungut grondolan sampai karung 25kg penuh, di lahan perusahaan—yang bersengketa. Perkarung dia jual Rp50.000. Ketika kami berjumpa, dua karung grondolan laku.Murtiani lekas beli bandeng. Ikan dia panggang untuk santapan makan siang.“Kadang dapat, kadang tidak. Sudah dua bulan baru tadi dapat uang Rp100.000. Ini saja tidak cukup,” katanya." "Nasib Perempuan dalam Pusaran Konflik Lahan dengan Perusahaan Sawit di Pasangkayu","Keluarga lain, menyambung hidup dari memanen sawit perusahaan—di lahan yang mereka duduki kembali. Sawit yang mereka panen, dijual ke PT Surya Raya Lestari, anak usaha Astra Agro Lestari. UWTL, kata warga, enggan menerima panen mereka. Di sela kebun perusahaan, warga juga tanam palawija.Perempuan lain, Ase, menjual barang campuran di pondoknya, demi menambah penghasilan suami. Baginya, hidup di Baribi, suatu keharusan. “Sama-sama kita makan, jangan perusahaan saja kenyang kami lapar.”   ***Sejak penghasilan tak menentu. Banyak anak-anak di Baribi terancam tak lanjut sekolah lebih tinggi. Anak Murtiani, memutuskan berhenti kuliah di Universitas Tadulako. Rerata anak perempuan sudah beranak. Orang tua terpaksa mengawinkan anak untuk mengurangi biaya keluarga.Hukma bilang, pernah minta perusahaan jadi mitra atau karyawan.“Sudah saya tanda tangan semua, tetapi perusahaan tidak merespons,” kata Hukma dengan mata berkaca-kaca.Hukma, berharap, jadi mitra tetapi perusahaan mensyaratkan punya lahan jelas. “Prinsip kemitraan adalah, ada calon petani dan calon lahan yang jelas status kepemilikan dan keberadaannya,” kata Muhtar.Di antara perempuan di Baribi, Anna begitu tabah. Cita-cita bersama suaminya, Alex, yang mereka bawa dari Pinrang, Sulsel, kandas. Pasangan ini berencana jadi petani kakao di Sarudu (SP5), Pasangkayu. Kebun yang mereka beli malah tersedot HGU sawit.Kini, pasangan itu melanjutkan hidup di Baribi. Mereka saling menguatkan. Anak Anna menikahi anak Hukma.“Kami tidak mungkin mau tinggal di sini, kehidupan susah seandainya bukan kita yang punya. Itu kenapa mau kita pertahankan,” kata Anna.“Mudah-mudahan pemerintah atau perusahaan mau mengerti. Memenuhi hak kita.”  ***Delapanbelas Maret 2020, di Kapohu, Desa Kasano, masih Kecamatan Baras, pasangan suami istri, Wawan dan Rosni, jalani hari seperti biasa." "Nasib Perempuan dalam Pusaran Konflik Lahan dengan Perusahaan Sawit di Pasangkayu","Sehari-hari Wawan, bekerja serabutan di bilangan Baras, Pasangkayu. Kadang bantu kawan panen sawit, atau bantu menebang kayu pakai chain saw miliknya. Hasil tak seberapa.Siang jelang sore, Hasan Basri, datang meminta pertolongan Wawan. Rumah mereka saling berhadapan di Kapohu.“Dipanggil tarek mobilnya,” kata Rosni.Petugas keamanan UWTL menahan mobil bak terbuka Basri, di kantor perusahaan di Bulili, Desa Motu, Baras. Malam sebelumnya, mobil pengangkut sawit itu tak kuat menanjak di jalan perusahaan. Petugas keamanan kebun memergoki, menyangka, mobil yang disewakan Basri ke orang lain itu mengangkut sawit curian.Hari itu, Basri ingin mengambil mobilnya. “Pergi mi dulu. Tidak enak juga kita bertetangga begini tidak saling bantu.” Rosni memberi izin.Wawan lantas ikut bersama Basri, membawa sebilah parang. Parang itu kata Rosni dibungkus jilbab miliknya. “Cuman itu ditahu awalnya.”Tak hanya Wawan yang diminta pertolongan. Ada belasan, termasuk putra Basri. Sebagian dari mereka mantan anggota Basri, di pansus, petugas sipil yang bertugas mengawasi kebun perusahaan.Basri berhenti dari pansus karena ada suatu masalah. Setelah keluar, Basri ikut membantu warga yang bersengketa dengan UWTL.Rombongan itu segera melesat ke kantor perusahaan.Basri bersama isteri, Rosmawati, semobil. Yang di mobil, juga bersiap buat menderek mobil yang ditahan, sisanya, naik motor.Di sana, Rosmawati melihat mobil itu terparkir. Semua ban kempes. “Tercabut semua pentilnya.”Basri menanyakan ke petugas di kantor itu. “Tidak tahu, pak,” kata Rosmawati mengulang jawaban orang itu.Basri mengeluh. “Apa salahnya itu mobil dikasih begini. Kayak [dianggap] mobil perampok.”Basri lantas minta petugas keamanan memanggil salah satu pimpinan. “Karena mau dicari jalan keluarnya ini mobil. Kalau memang salah, dipakai mencuri, ada kantor polisi,” kata Rosmawati meniru ucapan Basri." "Nasib Perempuan dalam Pusaran Konflik Lahan dengan Perusahaan Sawit di Pasangkayu","“Datang itu sekuriti. Ku bilang mana pak pimpinan? Na bilang tidak mau ke sini.”Rosmawati minta sekuriti itu memanggil kembali. Sang petugas kemanan itupun datang, beberapa menit kemudian. “Dia bilang [pimpinan] tidak ada.”Tak lama, kata Rosmawati, ratusan orang berdatangan, sebagian diduga membawa parang. Mobil pemadam kebakaran yang ikut, menghadang gerbang kantor. “Biar motor tidak bisa lewat!”Situasi tegang itu, kata Rosmawati, tak bikin Basri marah. Menurut orang yang kenal, Basri Kumis, begitu dia dikenal, adalah sosok penyabar dan tenang dan tak kenal takut.Saat itu, ada polisi. Basri, kata Rosmawati sengaja memanggil petugas. Polisi berusaha menenangkan. “Diam saja di sini. Dikawal ki keluar, supaya tidak terjadi keributan,” Rosmawati meniru ujaran polisi itu.“Jadi, bapaknya diam saja.”Kawan Basri, masih sibuk memperbaiki mobil itu. Bergantian, mereka menyembur angin ke dalam ban memakai pompa tangan. Satu ban sama sekali tak mengembang.Hari pun sudah gelap. Gerbang masih terkepung. Rosmawati lalu keluar, mencari air minum. Dia haus, dan segera pulang ke rumah. Di luar, dia berusaha merekam kejadian. Video itu belakangan terhapus.“Tiba-tiba. Kenapa buser (buru sergap, satu bagian di kepolisian) yang datang? Ada yang pakai baju hitam, kayak penangkap teroris. Pakaian lengkap,” kata Rosmawati.Petugas langsung mengangkut Basri bersama kawannya, termasuk anaknya. Parang mereka juga disita.Rosmawati tidak menyaksikan proses penangkapan. Basri menceritakan kemudian hari.Rosni tak tahu, Wawan ditangkap karena apa.  Iring-iringan polisi yang mengangkut rombongan Basri tidak melintas di jalan depan rumah Rosni. Jalan di Kapohu, jalur angkutan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) produksi UWTL dan jalan utama menuju Baras.Ketika warga Kapohu tahu Basri ditangkap, mereka melarang truk pengangkut CPO melintasi jalan kampung." "Nasib Perempuan dalam Pusaran Konflik Lahan dengan Perusahaan Sawit di Pasangkayu","Di kantor polisi, polisi periksa rombongan Basri. Delapan orang proses, termasuk Wawan. Anak Basri, dan sebagian lain dilepas. Laporan awal kata Rosmawati, mereka kena tuduhan pengancaman kemudian berubah jadi penguasaan senjata tajam.Rosmawati menduga, laporan terakhir jadi pijakan polisi mengurus berkas perkara sampai ke jaksa.“Tidak bisa dipungkiri itu, karena memang ada bukti, bawa parang. Cuman parang itu tidak dipakai. Tapi, kenapa cuman parang rombongan bapak saja diamankan, dikasih naik ke mobil? Sedangkan, orang ini di luar, bawa parang, kenapa tidak bisa diamankan?” tanya Rosmawati.“Kita ini datang tidak ngapa-ngapain. Tidak mengancam. Suara saja bapak itu tidak pernah besar. Itu mentongji mobil mau dicari jalan keluarnya. Tidak ditahu ada jebakan begini.”Saya bertemu Rosmawati di rumahnya, akhir Juli. Ketika itu, sidang Basri cs bergulir.Pada 16 Agustus 2020, Rosmawati menelpon. Vonis Basri cs sudah putus, awal Agustus. Mereka bersalah, Basri pidana 2,6 tahun, yang lain 10 bulan. Mobil pribadi dan dua lainnya jadi barang bukti. Tuduhan mencuri sawit masih kabur.Dokumen: putusan pengadilan Wawan, dan putusan terdakwa lain.Rosmawati bilang, Basri sedang banding. “Bapak dianggap pemimpin kelompok. Karena mobil itu dia punya. Dia yang mengajak.”Dalam keterangan polisi, Basri dan tujuh warga lain dibekuk karena mengancam karyawan UWTL. Dari kejadian, polisi menyita 13 sajam sebagai barang bukti.Dari versi perusahaan, Basri cs diduga menyerang kantor UWTL, mengancam karyawan dengan menguasai senjata tajam. “Semua telah kami laporkan ke pihak berwajib sebagai wujud taat dan sadar hukum,” kata Muhtar.“UWTL berkomitmen untuk penegakan hukum, siapa melanggar hukum harus mempertanggungjawabkan perbuatan di hadapan penegak hukum.”" "Nasib Perempuan dalam Pusaran Konflik Lahan dengan Perusahaan Sawit di Pasangkayu","Dalam salinan putusan pengadilan, beberapa saksi yang dihadirkan tak melihat Basri “menghunuskan atau mencabut parang” dan tak mendengar Basri dan kawan-kawan “berteriak-teriak.” Sejumlah saksi, mengaku, karyawan perusahaan takut dan hendak meninggalkan kantor. ***Mereka yang dipenjara itu pencari nafkah. Salah seorang ketika ditangkap, umur bayi masih satu minggu. Seorang lagi, punya tiga anak, kini istri mencari nafkah seorang diri, ayam piaraan habis dijual menutupi kebutuhan hidup. Yang lain, pada isteri pulang ke kampung halaman.Rosni, harus memikul beban berat. Sejak Wawan masuk penjara, dia mengasuh empat anak seorang diri. Putra bungsunya sempat demam dan terus bertanya ayahnya. “Saya selalu bilang ke dia, bapak pergi cari uang. Pergi basenso.”Di rumah tahanan, Wawan memikirkan nasib anak dan istrinya. “Seandainya saya bisa mati di sini, saya pukul kepala ku di tembok, saya pikir anak ku,” kata Wawan ke Rosni.Rosni hidup seadanya sejak dulu. Beli beras sekarung pun tak pernah. Kini, Rosni banting tulang mencari nafkah dengan menjual kelapa tua. “Biasa lima hari itu, cuman dapat Rp10.000.”Anak pertamanya putus sekolah menengah pertama, memilih kerja di warung makan, membantu biaya keluarga. Dua putranya masih kecil. Seorang lagi masih sekolah.Sebelumnya, Rosni tinggal di Baribi. Sejak menikah, dia pindah, bangun rumah kayu ukuran 4×6 meter di Kapohu.Rumah itu beratap rumbia, dengan susunan papan sebagai dinding. Kamar dan dapur hanya terpisah dinding papan setebal dua cm. Tak ada listrik, hanya ada aki dan sebutir lampu. Di dapur, ada kompor dua mata dengan gas elpiji tiga kg yang kerap kosong. “Biasa pakai kayu bakar kalau tidak ada uang.”Rumah ini tak ada ruang tamu. Tak ada lemari. Semua pakaian dia kemas ke dalam tas dan bak air plastik.Rosni tidur di kasur sudah lusuh. Anak-anaknya tidur di kasur pegas." "Nasib Perempuan dalam Pusaran Konflik Lahan dengan Perusahaan Sawit di Pasangkayu","Dia menyeka air mata, seraya menahan marah. Ada luka dalam menyayat hatinya. Rosni tak bisa berbuat lebih, hanya berserah diri pada Tuhan. “Hanya ini saja yang bisa dibikin.”  Keterangan foto utama: Perempuan memanen sawit di Baribi. Foto: Agus Mawan/ Mongabay Indonesia   [SEP]" "Peluang dan Tantangan Pertanian Padi Berkelanjutan di Lahan Gambut","[CLS]   Terjadi pro dan kontra terkait anjuran Presiden Joko Widodo untuk memanfaatkan lahan gambut untuk mencetak sawah baru di Kalimantan guna mencegah ancaman krisis pangan selama pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).Kekhawatiran terbesar adalah mengulangi kegagalan proyek sejuta hektar lahan gambut pada 1995 yang menguras banyak dana dan gagal menyediakan setok pangan. Sedang lahan gambut basah yang menyimpan banyak karbon untuk mencegah krisis iklim rusak karena pengeringan.Baca juga: Bertani di Lahan Gambut, Jangan Mengulang Kesalahan Masa LaluLahan gambut sebenarnya bisa untuk budidaya tanaman dengan syarat-syarat tertentu. Pertama, lahan gambut harus berada di zona fungsi budidaya sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri LHK tahun 2017.Pemanfaatan lahan gambut dangkal yang terbengkalai di zona budidaya bisa untuk menambah nilai ekonomi sekaligus melindungi lahan gambut dari kerusakan. Kedua, praktik budidaya tanaman harus memenuhi kaidah ramah gambut, yakni, tidak merusak ekologi gambut dengan tak mengeringkan gambut, tidak membakar lahan gambut, dan tidak mencemari lingkungan. Walau masih memungkinkan dengan berbagai syarat, pertanian di lahan gambut bukan tanpa tantangan.Dari aspek sosial, masyarakat di wilayah gambut memiliki kebiasaan menyiapkan lahan dengan cara membakar sebelum menanam padi. Metode pembakaran dipilih karena praktis, murah, dan dipercayai sebagai cara menambah kesuburan. Contoh, lahan gambut biasa ditumbuhi tanaman bawah yang lebat yang memerlukan upaya ekstra dalam pembersihan lahan. Dengan membakar, semua tanaman bisa langsung bersih. Namun, budaya membakar ini menyumbang emisi karbon besar dan pembakaran berulang akan menyebabkan gambut hilang.Mengubah perilaku dari membakar jadi tak membakar bukanlah hal mudah karena seringkali tidak memiliki kapasitas cukup dalam segi keilmuan, keahlian maupun metode." "Peluang dan Tantangan Pertanian Padi Berkelanjutan di Lahan Gambut","Baca juga: Cetak Sawah Baru: Jangan Lagi Gambut Hancur Seperti Proyek Satu Juta HektarDari sisi tanaman padi, tantangan besar dalam menanam padi di lahan gambut adalah ketersediaan air untuk pertumbuhan tanaman. Banyak lahan gambut sudah terbangun kanal untuk mengeringkan gambut demi kebutuhan perkebunan monokultur, misal, sawit. Pada musim kemarau, akan terjadi kekeringan dan tak ideal untuk menanam padi.  Peluang dan tantangan Ada beberapa peluang pertanian di lahan gambut. Pertama, perlu menerapkan praktik pertanian sesuai kaidah pengelolaan lahan gambut berkelanjutan. Yakni, dengan tidak membakar dan tak mengeringkan gambut. Pembersihan lahan dapat dengan cara manual, yakni, menebas vegetasi dengan parang, dan tanpa alat berat (eskavator).Dengan eskavator, gambut akan rusak karena lapisan permukaan akan terkikis. Dengan cara manual, proses pembersihan dapat lebih berhati-hati tanpa mengikis lapisan permukaan gambut, meskipun cara ini memerlukan waktu lebih lama.Untuk membuat lahan kondusif bagi pertumbuhan tanaman, opsi dapat dilakukan dengan pemberian pupuk hayati dan penyubur tanah. Pada 2017, pertanian padi di gambut dangkal seluas satu hektar dengan metode pembersihan lahan manual dan pupuk hayati sudah diuji coba oleh satu kelompok masyarakat di Desa Sebangau Jaya, Kecamatan Sebangau Kuala, Kabupupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Pada satu kali rotasi tanam yakni 102 hari, mulai dari pembuatan persemaian sampai dengan pemanenan.Baca juga: Lahan Gambut Eks PLG Satu Juta Hektar, Bagaimana Kabarnya Saat ini?Dari praktik uji coba ini, hasil produksi gabah 4,5 ton per hektar, lebih tinggi dari pertanian dengan membakar, yang berdasarkan informasi dari masyarakat hanya menghasilkan gabah paling banyak 2,5 ton perhektar." "Peluang dan Tantangan Pertanian Padi Berkelanjutan di Lahan Gambut","Setelah kegiatan uji coba ini, masyarakat desa menerapkan praktik pertanian secara mandiri. Hasilnya, dalam dua tahun, telah tercetak 10 hektar lahan pertanian padi swadaya dengan metode tanpa membakar. Dari contoh itu, masyarakat perlu dibekali ilmu dan keterampilan cukup untuk pertanian berkelanjutan.Kedua, dari sisi ekologis, kedalaman gambut yang dianjurkan pertanian padi adalah gambut dangkal atau kurang dari satu meter karena memiliki risiko lingkungan lebih rendah dan tingkat kesuburan relatif lebih tinggi.Lahan gambut dengan kedalaman lebih satu meter tidak dianjurkan untuk pertanian padi, melainkan untuk pemulihan kembali dengan menanam pohon asli gambut. Kegiatan penanaman pohon asli gambut ini harus diiringi pembasahan gambut guna memulihkan kembali gambut mendekati kondisi alami.Ketiga, guna memastikan pertanian tidak mengeringkan gambut, kebasahan lahan selama praktik pertanian berlangsung harus tetap terjaga. Pada wilayah-wilayah gambut yang dibangun kanal, pembuatan sekat penting untuk membasahkan gambut dan memastikan ketersediaan air untuk pertanian.Keempat, pemilihan varietas padi agar tumbuh baik dalam kondisi gambut basah atau tergenang jadi sangat penting agar gambut tetap basah. Dengan memilih varietas padi rawa, misal, Inpari 3, praktik pertanian tak memerlukan pengeringan gambut. Rotasi padi rawa memerlukan waktu sekitar 3-4 bulan, hingga dalam satu tahun dapat dioptimalkan tiga rotasi sepanjang tersedia keperluan air untuk tanaman padi.Baca juga: Cetak Sawah di Gambut? Mereka Ingatkan Risiko dan Usul Pangan LokalPeluang untuk pertanian berkelanjutan di lahan gambut memang ada tetapi tetap perlu sinergi dan kerja sama antar lembaga dan kementerian terkait." "Peluang dan Tantangan Pertanian Padi Berkelanjutan di Lahan Gambut","Berkenaan dengan penyiapan sekat kanal untuk irigasi, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat memiliki peranan penting. Kementerian Pertanian berperan mentransfer metode pertanian ramah gambut atau pertanian basah pada lahan gambut dangkal kepada masyarakat yang akan jadi mitra. Dengan bimbingan teknis dan pengawasan, penyuluhan, serta menyediakan prasarana dan sarana.Kalau dengan carar-cara benar dan berhati-hati, lahan gambut bisa untuk menambah setok pangan tanpa memperparah krisis iklim yang saat ini sudah terjadi.  *Penulis adalah peneliti dan ahli Restorasi Gambut, WRI Indonesia. Tulisan ini merupakan opini penulis. Keterangan foto utama:  Ilustrasi. Budidaya pertanian padi di lahan gambut, bukan perkara mudah. Harus ekstra hati-hati, kalau tidak, ancaman bencana menanti.. Foto: Taufik Wijaya/ Mongabay Indonesia  [SEP]" "Cerita Bank Sampah dari Pamekasan, Warga dan Lingkungan Terbantu","[CLS]   Bank Sampah Hamdalah. Itu nama bank sampah bikinan Moh. Ihsan Zain di Dusun Bujudan, Desa Pamoroh, Kecamatan Kadur, Pamekasan, Madura, Jawa Timur. Lelaki berkaca mata ini memutuskan keluar dari pekerjaan di departemen sumber daya manusia (SDM) dan auditor serta supervisor di perusahaan peternakan. Dia banting setir buka bank sampah.Tampak Ihsan berdiri di depan pintu rumah bercat putih. Memakai kaos oblong dan sarung. Dia tersenyum menyapa saya yang berkunjung ke rumahnya.“Saya khawatir melihat sampah di daerah ini. Banyak dibuang ke ladang. Tahu sendiri, sampah plastik membutuhkan waktu lama agar terurai,” katanya.Dilansir Mediamadura.com, sampah di Kabupaten Pamekasan, Madura, dalam setiap hari sekitar 30 ton dari limbah rumah tangga.Melihat begitu banyak sampah, dia pun mencari cara agar sampah-sampah itu tak berakhir sembarangan di berbagai tempat dan menyumbang kerusakan lingkungan. Dia pun berpikir, agar sampah-sampah itu punya nilai ekonomis.Ihsan menjelaskan, awal mula ide pembentukan bank sampah. Dia tak langsung mengajak warga bahas bank sampah, tetapi masuk lewat sosialisasi suntik ternak, pertengahan Desember 2019.Berbekal ilmu di sektor peternakan, dia memberikan informasi cara penyuntikan ternak kepada warga.“Di sela-sela sosialisasi penyuntikan, saya pelan-pelan memasukkan ide bank sampah.   Alhamdulillah, direspon baik,” katanya.Mulailah dia bersama anggota lain menjemput sampah dari satu rumah ke rumah lain setiap seminggu sekali pakai motor pribadi anggota.Baca juga : Inilah Hi Trash, Aplikasi Antar Jemput Sampah Ciptaan Mahasiswa  Mereka sudah berkomunikasi dengan Dinas Lingkungan Hidup Pamekasan untuk penyediaan kendaraan, tetapi belum ada bantuan. Dia sempat menceritakan soal bank sampah kepada wakil bupati. Ada tawaran tempat penampungan sampah mereka jadi tempat pembuangan sampah yang bisa tiga R (reduce, reuse, recycle). Meski begitu, katanya, mereka kesulitan lahan." "Cerita Bank Sampah dari Pamekasan, Warga dan Lingkungan Terbantu","Pengurus bank sampah sudah berupaya minta bantuan desa, tetapi baru dapat sebagian. DLH Pamekasan, sudah peninjauan sebelum ada wabah corona, Februari lalu,  tetapi luasan belum sesuai standar.“Dari desa dikasih ukuran 7×10, lokasi masuk Dusun Bujudan. Sedangkan standardisasi menurut DLH 10x 20. Awalnya hanya bilang bagus, tetapi beliau belum paham bank sampah. Struktural lengkap. Disetujui desa dan DLH. Sekarang tanah yang dikasih desa masih dikelola salah satu warga. Kasihan, masih ditanami tembakau.”Saat ini, bangunan Bank Sampah Hamdalah baru serupa garasi dari kayu, bambu, dan seng. Bank sampah, katanya, baru bisa memuat dua ton sampah. Sampah terpilah organik dan non organik. Sampah organik jadi kompos, rencana gunakan lalat magot tetapi belum terealisasi.Plastik, katanya, jadi paving blok tetapi baru sebatas percobaan. Mereka belajar dari YouTube untuk mengetahui beragam cara pengelolaan sampah ini.Sampah berupa kardus, kertas, botol air mineral, seng dan besi dikumpulkan sampai satu ton, lalu dibawa ke pengepul di Sumedangan. Sedangkan minyak jelantah atau sisa penggorengan jadi bahan bakar. Minyak jelantah mereka dapatkan dari sejumlah kafe dan hotel di Pamekasan.“Pernah dari pagi sampe malam saya dan anggota pemilahan. Sekarang, dipilah sendiri nasabah. Alhamdulillah, uang hasil penjualan di atas UMR Pamekasan.” Ihsan (kaos hitam) di tempat pemilahan sampah. Foto: Gafur Abdullah/ Mongabay Indonesia Tabungan sampahBank sampah ini juga punya tabungan. Ada tiga kategori tabungan sampah di bank sampah Ihsan, yakni, reguler, sembako dan pendidikan. Tabungan reguler ini bisa diambil setiap bulan, dengan nominal Rp50.000-Rp100.000.Tabungan sembako, katanya, hasil penjualan sampah buat beli sembako, seperti beras, minyak goreng dan lain-lain." "Cerita Bank Sampah dari Pamekasan, Warga dan Lingkungan Terbantu","Untuk tabungan pendidikan, penjualan sampah bisa diambil enam bulan sekali dengan mengikuti semester sekolah berjalan, bisa ambil uang atau beli baju sekolah. Bank sampah bikinan Ihsan tak hanya di satu kampung, ada di beberapa lokasi, seperti di Pragaan.  Di Desa Terak,  masih rencana.Rukmi, seorang nasabah bank sampah merasa senang dengan ada Bank Sampah Hamdalah. Sampah, yang biasa tak bermanfaat kini jadi alat untuk ditabung dan mendapatkan uang.“Konsep bagus, lebih mahal daripada dijual biasa. Nanti [uang] mau diambil setelah dibutuhkan,” katanya.Dia bilang, bank sampah bisa memberdayakan masyarakat melalui sampah.   Selain konsep bagus, katanya, tabungan bisa diambil bentuk uang dan barang sesuai kebutuhan. ***Keterangan foto utama:  Ihsan menyerahkan buku tambungan bank sampah kepada salah satu nasabah. Foto: Gafur Abdullah/ Mongabay Indonesia [SEP]" "Bahaya, Jika Kabut Asap Melanda Sumsel Selama Pandemi","[CLS]   Saat ini Sumatera Selatan [Sumsel] menjadi provinsi tertinggi kasus positif COVID-19 di Pulau Sumatera. Angkanya mendekati 1.000 kasus. Para pasien virus corona ini kian terancam jiwanya, jika terjadi kebakaran hutan dan lahan [karthutla] di wilayah gambut yang menimbulkan kabut asap di Sumsel.Apa yang harus dilakukan?Selama lima tahun terakhir [2015-2019], Sumatera Selatan, merupakan provinsi yang mengalami karhutla terluas di Indonesia, mencapai 1.011.733,97 hektar. Luasannya ini di atas enam provinsi lain yang setiap tahun mengalami hal serupa, yakni Kalimantan Tengah [956.907,25 hektar], Papua [761.081,12 hektar], Kalimantan Selatan [443.655,03 hektar], Kalimantan Barat [329.998,35 hektar], Riau [250.369,76 hektar] dan Jambi [182.195,51] hektar.Setelah terbakar 2015 lalu, sekitar 646.298,80 hektar, Sumatera Selatan sempat menunjukan perkembangan signifikan dalam upaya pencegahan kebakara. Pada 2018, hutan dan lahan gambut hanya terbakar sekitar 16.226, 60 hektar. Namun pada 2019 melesat hingga 336.778 hektar.“Meningkatnya kebakaran gambut puluhan kali di Sumatera Selatan pada 2019 dibandingkan 2018 merupakan hal yang perlu diperhatikan semua pihak, sehingga tidak terulang pada 2020,” kata Bambang Hero Saharjo, pakar gambut dan forensik kebakaran dari IPB, kepada Mongabay Indonesia, Jumat [22/5/2020] lalu.Berdasarkan data yang diberikan Bambang Hero, kebakaran lahan gambut terluas di Sumatera Selatan pada 2019 lalu masih berada di daerah yang selama ini sering terbakar. Kabupaten Ogan Komering Ilir [OKI] seluas 91.665 hektar, Kabupaten Musi Banyuasin [Muba] seluas 11.851 hektar, Kabupaten Banyuasin seluas 24.692 hektar, serta Musi Rawas Utara [Muratara] seluas 6.015 hektar.Baca: Jika Hutan dan Lahan Terbakar, COVID-19 Kian Menyebar?  Kurangnya konsolidasi" "Bahaya, Jika Kabut Asap Melanda Sumsel Selama Pandemi","Dr. Najib Asmani, Ketua Yayasan Kelola Lanskap Berkelanjutan, menyatakan penyebab luasnya karhutla di Sumsel pada 2019 adalah konsolidasi kurang intensif. “Tidak diantipasi sebelum musim kemarau tiba,” katanya kepada Mongabay Indonesia, Rabu [27/5/2020].“Sebetulnya Sumsel sudah punya SOP pada waktu Asian Games 2018. Jika SOP itu diadopsi, mungkin kebakaran hutan dan lahan gambut tidak seluas itu,” kata mantan Ketua TRGD [Tim Restorasi Gambut Daerah] Sumsel.“Jadi untuk mencegah Karhutla tahun ini, konsolidasi harus ditingkatkan,” ujarnya.Dr. Yenrizal Tarmizi, pakar komunikasi dari UIN Raden Fatah Palembang, menyatakan tingginya karhutla di Sumsel pada 2019, karena mitigasi pra bencana tidak maksimal. “Pembukaan lahan tetap terjadi, lahan terlantar dibiarkan, edukasi tidak maksimal dengan fasilitasi. Bukan fokus ke pencegahan dengan usaha produktif tapi hanya pelarangan saja,” katanya, Rabu [27/5/2020].“Memang faktor iklim juga membuat lahan gambut menjadi mudah terbakar,” lanjutnya.Baca: Refleksi COVID-19: Sejak Dulu Bangsa Indonesia Rajin Mencuci Tangan  Patroli dan TMCSelama April 2020, Manggala Agni Sumsel melakukan patroli terpadu dengan TNI, Polri, BPBD, dan MPA [Masyarakat Peduli Api] di wilayah rawan kebakaran hutan dan lahan. Sejumlah posko patroli pencegahan terpadu didirikan di Muba [5 posko], Banyuasin [2 posko], Ogan Ilir [3 posko], OKI [5 posko], Muaraenim [2 posko], Lahat [1 posko], Musi Rawas [1 posko] dan Pali [1 posko].Setelah itu, Manggal Agni melakukan patroli mandiri karena TNI dan Polri fokus menjadi satgas COVID-19. “Tapi Juni ini kami akan melakukan patroli terpadu lagi,” kata Ferdian Krisnanto, Kepala Balai PPIKHL [Pengendalian Perubahan Iklim dan Kebakaran Hutan dan Lahan] Wilayah Sumatera, Rabu [27/5/2020]." "Bahaya, Jika Kabut Asap Melanda Sumsel Selama Pandemi","Selain itu, juga akan dilakukan operasi TMC [Teknologi Modifikasi Cuaca] untuk membasahi gambut selama 15 hari. Operasi ini merupakan kerja sama KLHK, BPPT dan mitra kerja. “Saat ini operasi TMC dilakukan di Riau, mungkin minggu kedua Juni di Sumsel,” kata Ferdian.Baca juga: Jangan Terulang Lagi Krisis Pangan di Air Sugihan  DipadukanPendemi corona dan karhutla adalah dua persoalan yang harus diatasi Sumsel secara bersamaan. Kedua upaya pencegahan tersebut membutuhkan dana besar dan kerja sama berbagai pihak, serta persoalan yang sama di masyarakat terkait ekonomi.“Akibat pendemi, ekonomi masyarakat termasuk di pedesaan, jelas terpengaruh. Sementara dipahami selama ini aktivitas membakar hutan dan lahan gambut yang dilakukan masyarakat salah satu faktornya adalah ekonomi. Jadi, dampak pendemi, secara teori, memungkinkan banyaknya masyarakat melakukan pembakaran hutan dan lahan gambut untuk kegiatan ekonomi,” kata Yenrizal.Persoalannya, lanjut Yenrizal, akibat kebakaran hutan dan lahan gambut itu menimbulkan kabut asap. “Mengerikan jika terjadi kabut asap selama pendemi. Sebab kabut asap jelas memperparah pasien corona, yang jelas mengancam jiwanya karena pernapasan kian terganggu. Selain itu, bukan tidak mungkin virus menyebar karena banyaknya orang yang mengalami gangguan pernapasan,” terangnya.Atas dasar itu, sebaiknya tim pencegahan COVID-19 dan kebakaran hutan dan lahan gambut disatukan. Terpadu. Terutama terkait skema ekonomi. Misalnya, setiap warga yang menerima bantuan dana atau pangan dari pemerintah selama pendemi, dilarang melakukan pembakaran. Jika terbukti, selain dananya ditarik atau ditunda, diberi sanksi hukum seperti selama ini.“Tapi yang lebih efektif, mereka yang diberi bantuan diajak menjadi tim pencegahan kebakaran hutan dan lahan gambut,” ujarnya." "Bahaya, Jika Kabut Asap Melanda Sumsel Selama Pandemi","Terkait usulan ini, Ferdian menyatakan, mendukung satgas [COVID-19 dan karhutla]. Semoga masyarakat dan berbagai pihak berperan optimal. Akan sangat tersiksa apabila banyak asap pada kondisi begini.“Selama pendemi, anggota Manggala Agni juga membantu penyemprotan disinfektan serta sosialisasi ancaman virus pada kelompok masyarakat di wilayah rawan kebakaran,” tegasnya.   [SEP]" "Infrastruktur Air, Penjaga Populasi Sidat Tetap Berkelanjutan","[CLS]  Ikan Sidat (Anguilla spp.) adalah salah satu komoditas yang disukai banyak negara di dunia. Pemanfaataannya dari tahun ke tahun selalu berkembang dengan cepat, dan diambil langsung dari alam dengan cara ditangkap. Indonesia tercatat menjadi salah satu produsen ikan bercita rasa lezat itu.Untuk menjaga keberlanjutan pemanfaatan Sidat di masa mendatang, Pemerintah Indonesia berupaya melaksanakan pengelolaan perikanan Sidat dengan cara yang sistematis dan dilakukan dengan melibatkan banyak pemangku kepentingan di Tanah Air.Setidaknya, itu yang sudah dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) saat ini dengan mematangkan kajian dan pembentukan tim untuk membuat payung hukum untuk rancangan Keputusan Menteria Kelautan dan Perikanan tentang Rencana Pengelolaan Perikanan Sidat (RPP Sidat).Peneliti pada Balai Riset Perikanan Perairan Umum dan Penyuluhan Perikanan (BRPPUPP) Dwi Atminarso saat kegiatan uji petik RPP Sidat yang digelar pekan lalu di Jakarta, mengatakan bahwa penurunan populasi perikanan darat di dunia disebabkan oleh berbagai faktor.Beberapa faktor yang dimaksud itu, adalah karena peningkatan jumlah penduduk, degradasi habitat, perubahan hidrologi, penangkapan ikan yang berlebihan (overfishing), pencemaran air, tekananan invasive species, dan faktor perubahan iklim.Faktor-faktor yang disebutkan di atas, ikut memengaruhi penurunan populasi perikanan darat, termasuk Sidat. Agar penurunan tidak semakin cepat, maka diperlukan pembangunan infrastruktur yang bisa membantu ikan berenang dengan aman dan nyaman.baca : Mencegah Ikan Sidat Punah di Perairan Indonesia  Salah satu infrastruktur yang penting untuk dibangun dalam pengelolaan perikanan Sidat, adalah tangga ikan (fishway). Dalam penelitian yang dilakukan Dwi Atminarso, dijelaskan bagaimana tahapan untuk mendesain fishway dengan tepat dan berhasil." "Infrastruktur Air, Penjaga Populasi Sidat Tetap Berkelanjutan","“Dari 3.530 dam dan bendung yang dibangun di Indonesia, hanya terdapat empat bendung yang sudah difasilitasi dengan tangga ikan,” jelas dia.Menurut Dwi, pembangunan infrastuktur air terhadap perikanan darat akan membawa dampak yang baik, karena itu akan mengurangi tingkat konektivitas hulu dan hilir. Kemudian, juga akan mengurangi sedimentasi di sekitar bendung, dan penurunan kualitas air karena penggunaan pestisida.Selain itu, infrastruktur air juga akan mengubah habitat air dari mengalir menjadi tergenang, dan membuat ikan seperti tersedot ke turbin atau pelimpah air (spillway). Cara tersebut mirip seperti dilakukan Australia dan kebanyakan negara maju lain di dunia.“Tangga ikan merupakan bangunan yang wajib disediakan bersamaan dengan pembangunan bendung atau bendungan,” ungkap dia.baca juga : Ikan Sidat, Primadona Kuliner Jepang dari Indonesia  Desain TepatMengingat manfaat yang banyak untuk pengelolaan perikanan Sidat, Dwi menjelaskan bagaimana harus menentukan desain bangunan tangga ikan yang tepat agar bisa menjadi area yang nyaman bagi ikan saat melaksanakan migrasi.Cara yang tepat, adalah dengan melaksanakan desain percobaan (experimental design) tangga ikan lebih dulu di laboratorium, percobaan melaksanakan pelestarian Sidat (insitu) di bendungan, penelitian kemampuan renang ikan, dan fase awal (stadia) ikan yang bermigrasi.“Serta pelibatan orang teknik pengairan dan orang perikanan untuk bisa mendesain sesuai dengan kebutuhan kemampuan renang ikan lokal,” tutur dia.Terpisah, Kepala BRPPUPP Arif Wibowo menyebutkan bahwa BRPPUPP sudah melaksanakan riset tentang Sidat sejak 2014 atau semenjak dibentuknya Inland Fishery Resources Development and Management Department (IFRDMD)/ South East Asian Fisheries Development Center (SEAFDEC)." "Infrastruktur Air, Penjaga Populasi Sidat Tetap Berkelanjutan","Dengan fakta tersebut, BRPPUPP memainkan peran penting dalam pembahasan rencana pengelolaan perikanan Sidat yang dilakukan KKP. Terlebih, karena lembaga yang dipimpinnya mendapatkan dana khusus untuk riset Sidat setiap tahun yang dilakukan IFRDMD/SEAFDEC.Di luar itu, Arif Wibowo mengatakan bahwa lembaganya bekerja sama dengan Pemerintah Australia untuk melaksanakan inisiasi kerja sama antara sektor perikanan darat dengan sektor irigasi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Sumatera VIII.“Kerja sama ini untuk menginisiasi tentang pentingnya memahami konektivitas sungai dan migrasi ikan,” jelas dia.Dengan tujuan seperti itu, BRPPUPP memiliki keyakinan bahwa pengelolaan perikanan Sidat harus melibatkan pembangunan infrastruktur air di Indonesia. Terutama, untuk membangun tangga ikan yang diyakini menjadi solusi teknik terbaik yang tersedia sejauh ini.“Itu sebagai salah satu alat untuk mengurangi dampak bangunan melintang sungai terhadap migrasi ikan,” tambah dia.perlu dibaca : Sinyal Pemanfaatan Berlebih pada Komoditas Sidat, Kerapu, dan Kakap  Diketahui, kegiatan uji petik RPP Sidat yang digelar Direktorat Pengelolaan Sumber Daya Ikan (SDI) KKP, adalah kegiatan dari seri konsultasi publik yang merupakan bagian dari proses untuk menetapkan dokumen dari naskah akademik menjadi peraturan hukum.Agar bisa ditetapkan dengan mengakomodir semua masukan, konsultasi publik dilaksanakan dengan mengundang para pakar, dan pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan perikanan Sidat. Termasuk, instansi terkait, nelayan, dan juga pengusaha di Indonesia. Terancam PunahSebelumnya, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini mengatakan bahwa penyusunan dokumen RPP Sidat adalah bagian dari pelaksanaan amanat dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goals (SDGs)." "Infrastruktur Air, Penjaga Populasi Sidat Tetap Berkelanjutan","Menurut dia, perlunya RPP disusun, karena Sidat termasuk dalam kategori ikan katadromus, yaitu jenis ikan yang biasa memijah di laut, namun kemudian bermigrasi ke air tawar sebagai juvenile (anakan ikan) dan tumbuh berkembang menjadi dewasa.“Sebelum bermigrasi kembali ke laut untuk memijah,” jelas dia.Dengan karakteristik seperti itu, Zaini menjelaskan bahwa siklus kehidupan Sidat ada di dua perairan, yakni perairan laut dan perairan darat. Fakta tersebut menjadikan Sidat sebagai ikan yang rentan dan berpotensi untuk punah jika tidak dikelola dengan baik.Fakta lainnya, Sidat juga selama ini menjadi salah satu komoditas perikanan yang mengalami peningkatan permintaan pasar dengan sangat tinggi dari tahun ke tahun. Permintaan tinggi membuat kondisi stok Sidat di seluruh dunia cenderung terus mengalami penurunan.“Itu berdampak pada stok Sidat yang ada di Indonesia. Itu kenapa dokumen RPP Sidat dibuat,” sebut dia.Dengan kata lain, Zaini mengatakan bahwa Sidat di perairan Indonesia saat ini sedang mengalami gejala penangkapan ikan yang berlebihan (overfishing). Kondisi tersebut dikhawatirkan akan membuat Sidat Indonesia mengalami nasib yang sama seperti di Eropa.baca juga : Ancaman Eksploitasi Laut, 20 Jenis Ikan Terancam Punah di Indonesia Jadi Prioritas Konservasi  Di benua biru tersebut, Sidat sudah masuk dalam daftar Appendix II konvensi perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar spesies terancam (CITES). Kode tersebut menjelaskan bahwa Sidat di Eropa adalah dilindungi dan tidak boleh diperjualbelikan, kecuali sudah dibudidayakan.Tanpa dilakukan pengelolaan yang baik, Zaini meyakini bahwa kondisi Sidat di Indonesia mengekor di Eropa dan di masa mendatang akan menjadi kenangan saja karena mengalami kepunahan. Agar itu tidak sampai terjadi, maka pengelolaan perikanan Sidat harus segera diwujudkan." "Infrastruktur Air, Penjaga Populasi Sidat Tetap Berkelanjutan","Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan KKP Trian Yunanda menjelaskan, terdapat tujuh strategi pengelolan dalam RPP Sidat. Ketujuhnya adalah adalah sumber daya perikanan Sidat, lingkungan sumber daya Sidat, teknologi penangkapan Sidat, sosial, ekonomi, tata kelola, dan pemangku kepentingan.Setelah RPP ditetapkan, nantinya diharapkan bisa menjadi acuan operasionalisasi lembaga pengelola perikanan yang ada di 11 wilayah pengelolaan Negara Republik Indonesia (WPP NRI). Diharapkan itu menjadi kebijakan yang tepat dan optimal pemanfaatannya untuk sumber daya ikan, sosial ekonomi dan lingkungan.“Serta memperhatikan kelestarian dan keberlanjutan,” pungkasnya.  [SEP]" "Perpres ISPO Terbit, Akankah Perkuat Perbaikan Tata Kelola Sawit?","[CLS]    Setelah sekitar empat tahunan pemerintah menggodok aturan standar sawit berkelanjutan penguatan akhirnya terbit pada Maret lalu. Lewat Peraturan Presiden Nomor 44/2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Sawit Berkelanjutan Indonesia, mewajibkan perusahaan maupun pekebun atau petani mandiri sawit memiliki sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) sampai 2025 alias dalam lima tahun ke depan.Presiden Joko Widodo menandatangani perpres ISPO ini guna penyempurnaan penyelenggaraan sistem sertifikasi perkebunan sawit berkelanjutan dengan memastikan usaha sawit layak sosial, ekonomi dan lingkungan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.“Iya (aturan ini) penguatan ISPO dari peraturan menteri, sekarang dipayungi peraturan presiden. Bentuk komitmen negara untuk pengelolaan sawit berkelanjutan,” kata Musdalifah Mahmud, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian kepada Mongabay, melalui pesan singkat.Aturan ini memiliki berkedudukan lebih tinggi dari aturan sebelumnya, Peraturan Menteri Pertanian Nomor 11/2015 tentang ISPO.Pertimbangan regulasi ini keluar, bahwa, peraturan perundang-undangan yang mengatur sistem sertifikasi sudah tak sesuai perkembangan internasional dan kebutuhan hukum. Hingga perlu ganti dan atur kembali dalam peraturan presiden.Aturan ini memiliki tiga tujuan sertifikasi ISPO, yakni, pertama, memastikan dan meningkatkan pengelolaan serta pengembangan perkebunan sawit sesuai prinsip dan kriteria ISPO. Kedua, meningkatkan penerimaan dan daya saing hasil perkebunan sawit di pasar nasional dan internasional. Ketiga, meningkatkan upaya percepatan penurunan emisi gas rumah kaca sebagai upaya dari kebijakan iklim Indonesia.Ruang lingkup pengaturan perpres ini, antara lain terkait sertifikasi ISPO, kelembagaan, keterimaan daya saing pasar dan peran serta, pembinaan dan pengawasan sekaligus sanksi." "Perpres ISPO Terbit, Akankah Perkuat Perbaikan Tata Kelola Sawit?","Secara aspek kewajiban, semua pelaku usaha perkebunan sawit wajib punya sertifikasi ISPO, termasuk perusahaan perkebunan penghasil energi terbarukan maupun pekebun atau petani, seperti pada Pasal 5.Bagi perusahaan perkebunan, ISPO berlaku sejak perpres ini berlaku, untuk pekebun lima tahun sejak aturan ini diundangkan.  Sertifikasi ini berjangka waktu lima tahun dan dapat mengajukan ulang.Kalau terjadi pelanggaran, akan ada sanksi administrasi, mulai terguran tertulis, denda, pemberhentian sementara usaha perkebunan sawit, pembekuan sertifikat ISPO maupun pencabutan ISPO.Pelaksana sertifikasi adalah lembaga sertifikasi ISPO yang terakreditasi Komite Akreditasi Nasional (KAN) dan terdaftar pada kementerian penyelenggara urusan pemerintahan bidang perkebunan. Lembaga ini, akan menilai kesesuaian pemenuhan prinsip dan kriteria ISPO kepada pelaku usaha. Juga menerbitkan, membekukan sementara atau membatalkan sertifikat ISPO bagi usaha perkebunan sawit berdasarkan hasil kegiatan sertifikasi ISPO. Kemudian penilaian usaha perkebunan sawit yang bersertifikat ISPO setiap tahun, menindaklanjuti keluhan dan banding sertifikasi ISPO.Soal kelembagaan, disebutkan, akan ada Komite ISPO terdiri dari unsur pemerintah, asosiasi pelaku usaha, akademisi dan pemantau independen dan bersifat ex-officio. Pemantau independen, merupakan lembaga swadaya masyarakat berbadan hukum Indonesia atau WNI pemerhati perkebunan yang memiliki kepedulian sosial, ekonomi, dan lingkungan.Komite ISPO akan jadi pengurus dalam sertifikasi ISPO, mulai penjabaran kebijakan umum pengelolaan dan penyelenggaraan ISPO, menyusun dan mengembangkan prinsip dan kriteria ISPO, menyusun standar penilaian untuk masing-masing tingkat pemenuhan prinsip dan kriteria ISPO. Lalu, menyusun persyaratan dan skema sertifikasi ISPO, mengevaluasi sistem sertifikasi ISPO guna menjaga tata kelola perkebunan yang baik." "Perpres ISPO Terbit, Akankah Perkuat Perbaikan Tata Kelola Sawit?","Selain itu, juga membangun sistem informasi dengan menerapkan sistem penggunaan data bersama dan terintegrasi elektronik untuk memberikan kemudahan bagi pelaku usaha memperoleh sertifikasi ISPO; koordinasi dengan kementerian dan lembaga, pemerintah daerah maupun pihak lain dalam pengelolaan serta penyelanggaraan sertifikasi ISPO.Komite akan dipilih dewan pengarah ISPO, terdiri dari Menko Perekonomian (ketua) dengan anggota Menteri Lingkungan Hidup dan Kelhutanan, Menteri ATR/BPN, Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian, Menteri Dalam Negeri, dan kepala lembaga pemerintah non kementerian yang menyelenggarakan urusan standarisasi nasional.Pada 2019, luas kebun sawit di Indonesia mencapai kurang lebih 16,38 juta hektar, dimana pekebun sawit menguasai sekitar 1,9 juta hektar dari perkebunan sawit nasional. Sementara itu, perkebunan sawit yang masih di kawasan hutan sebesar 3,4 juta hekar.Mengenai peraturan pelaksanaan dari perpres ini, seperti prinsip dan kriteria ISPO, sanksi administrasi, tata cara sertifikasi dan biaya sertifikasi, ketentuan terkait organisasi dan tata cara dewan pengarah akan diatur dalam peraturan menteri, paling lama 30 hari sejak aturan diundangkan.Diah Y Suradiredja, Wakil Ketua Tim Pelaksana Penguatan Sistem ISPO mengatakan, Perpres No 44/2020 ini mampu melibatkan beberapa pemangku kepentingan, tak hanya pemerintah juga masyarakat dan pelaku usaha. Dalam Komite ISPO, katanya, juga ada keterlibatan pemantau independen.“Momentum ini harus jadi penggerak perbaikan,” katanya.Luas kebun sawit di Indonesia, sekitar 16.38 juta hektar. Saat ini, diperkirakan perkebunan sawit ada di kawasan hutan 3.4 juta hektar dari luasan total 16.38 juta hektar." "Perpres ISPO Terbit, Akankah Perkuat Perbaikan Tata Kelola Sawit?","Menurut Diah, sebagai komoditas unggulan devisa negara, pembangunan industri sawit bak tumbuh tak terbatas dan tanpa hambatan. Padahal, dalam perkembangan industri sawit banyak terjadi berbagai persoalan lingkungan, konflik sosial dan ketidakadilan ekonomi. Konflik tenurial/agraria seputar perusahaan sawit, tak bisa lagi diabaikan perusahaan, maupun pemerintah karena bertolakbelakang dengan upaya perbaikan sistem ISPO dan keberterimaan pasar global.  Saat itu, ISPO mulai pada 2011 melalui permentan yang diperbaharui pada 2015. Permentan 11/2015 tentang ISPO pun mewajibkan semua perusahaan perkebunan sawit mengantongi sertifikat ISPO sampai batas akhir 31 Desember 2014. Dalam pelaksanaan, sampai batas akhir masih banyak pelaku usaha belum bersertifikasi.Sampai Januari 2020, Komisi ISPO menerbitkan 621 sertifikat ISPO seluas 5,45 juta hektar, terdiri dari perusahaan swasta 557 sertifikat dan luas 5,25 juta hektar. Lalu, PT Perkebunan Nusantara 50 sertifikat luas 286.590 hektar.  Sertifikat ISPO untuk koperasi pekebun plasma dan swadaya baru 14 dengan luas 12.270 hektar, atau 0,21% dari kebun rakyat seluas 5,8 juta hektar.Azis Hidayat, Ketua Sekretariat ISPO mengatakan, pekebun sawit yang memiliki ISPO baru 0,21% atau 12.270 hektar. Dalam waktu lima tahun ke depan, pemerintah harus memberikan pelayanan publik ke pekebun, antara lain legalitas lahan untuk memiliki sertifikat hak milik, lahan harus clean and clear dan memiliki surat tanda daftar budidaya (STDB). ”Yang paling berat (itu perkebunan) di kawasan hutan,” katanya.Menurut dia, melalui regulasi seperti Inpres 8/2018 tentang moratorium izin sawit, Perpres 88/ 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan dan Inpres 9/2019 soal Rencana Aksi Nasional Perkebunan Sawit Berkelanjutan akan mengurai permasalahan tingkat tapak guna mempercepat sertifikasi ISPO." "Perpres ISPO Terbit, Akankah Perkuat Perbaikan Tata Kelola Sawit?","Berbicara keterimaan pasar, kata Azis, tergantung pasar tujuan, misal, India mengusulkan sertifikat ISPO akan mengalami keringanan pajak, Tiongkok tak memerlukan sertifikat apapun, begitu juga Amerika dan Pakistan. Kalau ekspor ke Uni Eropa, biasa memiliki lebih dari satu sertifikat, seperti Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), ISPO dan International Sustainability and Carbon Certification (ISCC).“Jadi, keterimaan itu tergantung pasar tujuan kita. Sekarang RSPO diterima di mana-mana, padahal mereka bukan lembaga pemerintah. Memang RSPO dibuat untuk pasar. Kalau ISPO tujuannya ketaatan peraturan perundang-undangan. Sebetulnya, perusahaan sawit tanpa ISPO pun harus taat UU.”Untuk pembahasan aturan turunan dari perpres, berupa permentan, salah satu terkait prinsip dan kriteria ini. “Selama ini sudah disiapkan, karena corona ini, jadi belum sempat dibahas. Kalau online kurang efektif, takutnya ada celah. Sebaiknya menunggu.”  Masih setengah hatiAbu Meridian, Direktur Eksekutif Kaoem Telapak menilai, penguatan ISPO pemerintah masih setengah hati. Peran pemantau independen dalam regulasi itu, katanya, tidak tercantum dalam perpres. Terutama, dalam kegiatan pemantauan sertifikasi ISPO, mulai proses akreditasi, penilaian dan penerbitan, dan atau penanganan keluhan.“Tidak jelas peran pemantau independen dalam perpres bisa menyebabkan mereka tak memiliki kekuatan hukum dalam pemantauan dalam pelaksanaan sertifikasi ISPO,” katanya.Dia juga mempertanyakan, independensi pemantau karena berada di bawah koordinasi Kementerian Pertanian. “Hingga ISPO jadi sistem yang robust itu masih jauh dari harapan.”Usulan Koalisi Masyarakat Sipil untuk prinsip HAM tak terakomodir dalam perpres ini. Padahal, katanya, saat konsultasi publik di empat regional 2017, organisasi masyarakat sipil memberikan masukan agar ketelusuran dan HAM masuk jadi prinsip dalam perpres itu." "Perpres ISPO Terbit, Akankah Perkuat Perbaikan Tata Kelola Sawit?","Sawit Watch menyoroti soal nasib buruh dalam poin pertimbangan perpres ini. Dalam perpres menyebutkan, perkebunan sawit Indonesia mampu menyerap tenaga kerja cukup besar dan mampu menyumbang devisa bagi negara. Secara substansi, katanya, pembahasan tenaga kerja masih minim.Pada Pasal 4 ayat 2(d) menyatakan, sertifikasi ISPO menerapkan prinsip yang meliputi tanggung jawab ketenagakerjaan akan diatur dalam peraturan menteri. Sawit Watch juga menyayangkan, tak ada Kementerian Tenaga Kerja sebagai dewan pengarah.Ahmad Surambo, Deputi Direktur Sawit Watch mengatakan, kalaupun poin tenaga kerja akan diatur melalui peraturan menteri, jika dalam perpres tidak ada Kemenaker, tak ada jaminan akan terlibat.”ISPO ini hanya concern di wilayah-wilayah urusan hak atas tanah dan lingkungan, tetapi tidak pada petani. Di dewan pengarah tidak ada, siapa yang akan menggawangi? Padahal ini kan melibatkan jutaan orang. Ini aneh.”“Siapa yang akan menjadin kesejahteraan bagi buruh?”Menurut Rambo, masih ada kesenjangan antara tugas pokok dan fungsi menangani buruh sawit di Indonesia, baik pada Dinas Perkebunan maupun Dinas Kependudukan.Padahal, katanya, masih banyak konflik di perkebunan sawit terjadi terus-menerus bahkan laten. Data Sawit Watch 2019, ada 822 konflik lahan di perkebunan sawit.“Sertifikasi ISPO menurut kami bukanlah inovasi perbaikan tata kelola perkebunan sawit,” katanya. Data Sawit Watch 2019, luasan izin kebun sawit mencapai 22,2 juta hektar di Indonesia. Basis utama dari sistem sertifikasi ISPO adalah peraturan perundang-undangan dan kewajiban perusahaan.Kalau implementasi kebijakan dan penegakan hukum ini berjalan baik, ISPO jadi kurang relevan. Inda Fatinaware, Direktur Eksekutif Sawit Watch mendesak, pemerintah perlu menetapkan target capaian sertifikasi ISPO dengan memberikan batasan waktu bagi perusahaan sawit memperoleh sertifikasi ISPO. Prinsip HAM dan ketelusuran" "Perpres ISPO Terbit, Akankah Perkuat Perbaikan Tata Kelola Sawit?","Teguh Surya, Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan mengatakan, soal penghormatan terhadap prinsip-prinsip hak asasi manusia dan ketelusuran sawit usulan masyarakat sipil tak masuk dalam ISPO baru ini. Sebagian besar, katanya, masih sama dengan sebelumnya.Jadi, katanya, masih terlalu dini untuk menilai kekuatan atau kelemahan ISPO baru ini tanpa melihat penjabaran prinsip ke dalam kriteria, indikator, dan alat verifikasi.Teguh ragu, sertifikasi ISPO baru ini mampu atau tidak mengatasi deforestasi, perusakan gambut, pelanggaran hak-hak masyarakat adat/lokal dan hak-hak pekerja.“Rentang waktu sangat singkat (kurang 30 hari) dan di tengah keterbatasan mobilitas akibat pandemi Corona, prospek pelibatan masyarakat sipil yang inklusif dalam perumusan kriteria dan indikator ISPO tampak suram,” katanya.Dia berharap, pemerintah mampu mengambil langkah-langkah khusus dengan segera menerbitkan rancangan peraturan menteri tentang prinsip, kriteria, dan indikator ISPO dan memberikan waktu cukup dalam mengumpulkan masukan publik. Juga secara aktif mencari masukan masyarakat sipil melalui berbagai forum komunikasi organisasi masyarakat sipil, pemerintah yang ada serta membuat prinsip, kriteria, dan indikator ISPO terbuka untuk perbaikan lebih lanjut ke depan.“Prinsip dan kriteria ISPO baru harus mampu memperbaiki kelemahan kalau ISPO memang untuk instrumen keberlanjutan dan bukan sekadar legalitas.”Studi Forest Watch Indonesia mengenai 6 tahun implementasi ISPO (2017), prinsip dan kriteria ISPO belum mampu menghentikan deforestasi, perusakan lahan gambut, kebakaran hutan dan lahan, serta menyelesaikan konflik lahan dalam izin perkebunan sawit. Jadi, belum mampu dikatakan meningkatkan keberlanjutan sawit Indonesia secara umum. Perpres ISPO Maret 2020 " "Perpres ISPO Terbit, Akankah Perkuat Perbaikan Tata Kelola Sawit?","Keterangan foto utama:  Bagaimana  ISPO mengatasi masalah sawit-sawit yang terbangun di gambut dalam yang rentan kebakaran seperti yang terjadi di Jambi ini. Foto: Yitno Suprapto/ Mongabay Indonesia  [SEP]" "Tahun Baru dan Kebun Pisang Terakhir Made Liu [3]","[CLS]  Made Liu, petani perempuan Dusun Selasih, Desa Puhu, Payangan, Kabupaten Gianyar, Bali, menawarkan pisang raja di rumahnya. “Ini pisang terakhir saya, untung bisa dipanen untuk Hari Saraswati,” senyumnya merekah menunjukkan wadah anyaman berisi sesajen buah yang dihaturkan usai perayaan turunnya Ilmu Pengetahuan itu, Minggu (8/12/2019).Pisang ranum ini empuk dan segar karena matang di pohon. Pisang dominan yang dibudidayakan berjenis pisang batu karena daunnya tak mudah robek dan berdaun lebih lebat. Namun warga juga menanam jenis pisang lain untuk bahan pangan dan banten (sarana sembahyang).Ribuan batang pisang di kebun Liu terlihat rebah ke tanah, dirobohkan alat berat. Tersisa beberapa batang di belakang rumahnya. Selain kebun, keluarga ini juga terancam kehilangan rumah yang sudah beberapa generasi ditempati.Kebun pisang keluarga Liu masuk dalam kawasan yang diklaim milik PT Ubud Raya Duta Development (URDD). Puluhan keluarga yang tergabung dalam Serikat Petani Selasih (SPS) sedang memperjuangkan hak menggarap setelah perusahaan mulai meratakan kebun untuk pembangunan fasilitas wisata di area lebih dari 100 hektar. Lahan keluarga Liu disebut yang pertama kali diratakan alat berat, yang kata warga bakal diubah jadi lapangan golf.baca : Aksi Petani Pisang Mempertahankan Lahan Garapannya [1]  Wayan Kariasa dan Liu bersama sekitar 30 KK yang lahan dan rumahnya masuk dalam kawasan yang diklaim PT URDD sedang ketar ketir tentang masa depannya. Apakah tahun baru 2020 ini mereka harus pindah rumah dan kehilangan lahan garapan?Kariasa bersama lebih dari 70 orang warga jadi pengumpul daun pisang siap jual dari petani. “Hampir semua menjual langsung ke Denpasar, kami sering kekurangan buruh panen,” sebut pria yang kerap jadi juru bicara SPS di sejumlah forum mediasi ini." "Tahun Baru dan Kebun Pisang Terakhir Made Liu [3]","Pertanian daun pisang makin bernilai ekonomi seiring maraknya kampanye pengurangan kemasan plastik. Sejumlah swalayan kini menggunakan daun untuk membungkus sayuran yang dijual. Selain itu, sehari-hari umat Hindu di Bali menggunakan daun untuk membuat sesajen.Buruh panen mendapat upah tergantung keterampilan dan kecepatannya. Jika dari pagi mulai bekerja sampai sore hari, tiap buruh panen bisa mengantongi Rp80-120 ribu. Sementara itu satu gabung daun dijual Rp30-60 ribu tergantung persediaan di pasar dan lokasi pasarnya. Makin dekat area pariwisata dan perkotaan, makin mahal. Tiap petani memiliki langganan pengepul sesama warga Selasih dan desa sekitarnya juga. Sampai pasar bisa dibeli eceran oleh pembeli langsung atau distributor.“Tahun 2000-an daun pisang booming. Semua dusun di Desa Puhu tanam pisang. Anak muda banyak pulang kampung pasca krisis moneter,” ingat Kariasa. Bertani daun pisang dinilai lebih mudah dibanding padi, bahkan mendapatkan hasil lebih rutin.baca juga : Sentra Daun Pisang di Pusaran Konflik Agraria [2]  Made Liu bisa memanen tiap dua hari sekali dengan hasil sekitar 20-70 gabung. Jika panennya kurang, ia bisa membeli panen petani lain. Panen daunnya terakhir kali sekitar 5 bulan lalu, ketika PT URDD mulai pembersihan lahan.“Kalau hilang kebunnya bagaimana? Rumah juga masuk kawasan perusahaan,” tanyanya. Dengan bercanda ia bilang tak lagi memikirkan mantu karena sudah tak ada yang bisa dipanen." "Tahun Baru dan Kebun Pisang Terakhir Made Liu [3]"," Konflik lahan pertanian terjadi di Dusun Selasih, Desa Puhu, Payangan, Kabupaten Gianyar, Bali. Desa ini terkenal sebagai produsen daun pisang, komoditas bernilai tinggi di Bali. Lahan pertanian ini ditelantarkan oleh PT. URDD, perusahaan yang mendapat izin HGB sejak tahun 90-an, hingga menimbulkan gejolak sampai kini. Obyek konflik adalah lahan produktif dengan komoditas ekonomis seperti buah-buahan, daun pisang, dan padi. Konsorsium Pembaruan Agraria Bali dan warga mengajukan lahan pertanian tersebut sebagai Lokasi Prioritas Reformasi Agraria. Pasca mediasiPasca mediasi antara Serikat Petani Selasih dan PT URDD Minggu (24/11/2019) oleh I Nyoman Parta anggota DPR dan Arya Wedakarna anggota DPD dari Bali, para petani masih gelisah.Kesepakatannya berbunyi seluruh pura di tanah Hak Guna Bangunan (HGB) tetap dipergunakan sebagai tempat ibadah umat Hindu. Mengijinkan petani memanfaatkan tanah garapan di wilayah HGB sepanjang belum dibangun, dan memprioritaskan warga penggarap dan banjar Selasih menjadi tenaga kerja sesuai keahliannya. Jumlah lahan pekarangan menurut manajemen PT. URDD sebanyak 30, sementara menurut warga 32 di area lahan HGB perusahaan.menarik dibaca : Ketika Presiden Perintahkan Penyelesaian Konflik Lahan Termasuk Dalam Konsesi  Made Sudiantara, petani dan tokoh SPS yang pernah bersengketa dengan investor di pengadilan mengatakan petani kewalahan, karena sebagian besar tak punya bukti secara yuridis. “Ini tanah rabasan, sejak kakek buyut di zaman kerajaan merabas hutan, meluas jadi lahan pertanian. Saya generasi keempat. Setelah bisa menghasilkan, syaratnya bayar upeti di zaman kerajaan,” ingatnya." "Tahun Baru dan Kebun Pisang Terakhir Made Liu [3]","Setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya ada program land reform tapi proses peralihan tanah untuk rakyat ini tak merata. “Ada yang dapat SK redistribusi, ada yang tidak. Karena yang kerja land reform adalah orang puri, saat itu disebut pasedahan, jadi ada (SK) yang tidak nyampe,” Sudiantara memaparkan ikhwal konflik sesuai versinya.Ia mengingat pada 1990-an, tanah di dusunnya dibilang tak produktif oleh calo, padahal isinya padi, cengkeh, durian, dan lainnya. Sampai kemudian krisis moneter pada 1998 dan ada krisis air, subak makin sulit mengairi sawah. Banyak perbaikan irigasi, lalu beralih fungsi jadi ladang pisang. Karena nadi perekonomian lebih lancar, warga tak kembali ke padi. “Pemeliharaan gampang, panen 15-30 hari, harga menjanjikan,” jelasnya. Tak hanya untuk petani, hasilnya juga dinikmati pemetik daun serta pengepul warga desa juga.Menurutnya pisang sudah ada dari dulu tapi sedikit, dan jadi bahan sampingan untuk ternak. Setelah permintaan pasar meningkat, lalu dibudidayakan sampai kini.Saat penguasaan tanah oleh investor mulai terjadi, sekitar 1994, Sudiantara melawan untuk mempertahankan tanahnya. Ia dituduh menguasai tanah tanpa hak. Bapaknya dihukum percobaan 3 bulan setelah mendapat advokasi dari aktivis lingkungan dan pengacara publik saat itu.Saat ini anggota SPS sebanyak 52 KK, dan 32 KK di antaranya rumahnya masuk kawasan yang diklaim milik investor. “Tuntutannya Perpres, reforma agraria, dan PP tanah telantar. Saya tidak melawan investor,” urai Sudiantara dan Kariasa bergantian. Keduanya merasa petani serba salah karena tidak tahu peraturan. Kesedihan sekaligus kemarahan juga terlihat di wajah Gede Nova, anak muda generasi kini petani Dusun Selasih. Ia hendak mempertahankan lahannya yang kurang satu hektar. “Masih berharap sama pemerintah. Saya harap Jokowi mendengar agar tak percuma buat Perpres,” harapnya." "Tahun Baru dan Kebun Pisang Terakhir Made Liu [3]","Dari kejauhan ia melihat pergerakan alat berat yang sedang bekerja meratakan kebun di seberang sungai. Beberapa petani perempuan datang dan mereka terlibat dalam perbincangan emosional mengenai masa depan mereka. Salah satu yang dibahas, apa yang akan mereka lakukan untuk mencegah alat berat meratakan kebunnya.Area sekitar tebing sungai terlihat indah dan meneduhkan. Juga memilukan, karena hamparan pohon pisang yang rebah di tanah.Sebelum meninggalkan Dusun Selasih, saya menyempatkan membasuh wajah di sebuah sumber air. Airnya bening dan dingin. Sebuah pura kecil dibangun untuk menjaga sumber air yang juga dijadikan lokasi melasti (penyucian) dan pengambilan tirta untuk persembahyangan. Sumber air dan lahan pertanian kerap jadi pertarungan kapital di pulau dewata. Selasih adalah salah satu babaknya.***Keterangan foto utama :  Kebun pisang batu di Dusun Selasih,Desa Puhu, Payangan, Kabupaten Gianyar, Bali yang memberikan penghasilan bagi warga. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia  [SEP]" "Zoonosis, Virus Corona, dan Perburuan Satwa Liar di Sekitar Kita","[CLS]   Zoonosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh organisme infeksius seperti virus, bakteri, dan parasit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia, atau sebaliknya.Peneliti Mikrobiologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia [LIPI], Sugiyono Saputra, menyebut terdapat sekitar 60 persen penyakit infeksi yang melanda dunia, merupakan penyakit zoonosis atau yang bersumber dari satwa liar.Penularan virus dan penyakit dari patogen atau mikroorganisme pembawa penyakit, terjadi karena ada interasi antara manusia dengan satwa yang menjadi pembawa penyakit. Sebut saja kelelawar, tikus, monyet, serta satwa liar lain.“Penularannya melalui interaksi saat manusia berburu dan memperdagangkan satwa,” kata Sugiyono Saputra, saat berbicara pada webinar yang diselenggarakan Mongabay Indonesia, Rabu [08/4/2020].Baca: Refleksi Pandemi Corona: Virus Menyerang Akibat Manusia Merusak Lingkungan  Penularan dari satwa ke manusia, kata Sugiyono, terjadi saat manusia berburu dan menangkap satwa liar, dan kemudian mengolah dagingnya untuk disantap. Selain satwa liar, juga ada hewan ternak, tumbuhan, tanah, atau zat organik lain yang menjadi reservoir [media] tumbuh dan berkembangbiaknya organisme infeksius. Hewan-hewan itu juga dapat berfungsi hanya sebagai perantara [carrier].“Karena kita banyak berinteraksi dengan satwa liar, patogen berkembang di populasi manusia dan menimbulkan penyakit,” ujarnya.Pemanasan global, termasuk perubahan iklim dan cuaca, suhu serta kelembaban udara, serta curah hujan di suatu tempat, diduga menjadi salah satu pemicu bermutasinya patogen-pategen di alam yang dibawa satwa liar. Interaksi satwa liar dengan manusia juga tidak dapat dilepaskan dari kerusakan alam serta alih fungsi hutan menjadi kawasan pertambangan, perkebunan sawit, sehingga kehidupan satwa liar mendekati manusia." "Zoonosis, Virus Corona, dan Perburuan Satwa Liar di Sekitar Kita","“Bisa jadi ketika ada toksik kemudian ada zat mutan lain, patogen bermutasi. Jadi ketika kita berinteraksi dengan hewan yang ada patogen yang sudah bermutasi tersebut, ternyata bisa langsung menginfeksi manusia. Ini harus selalu kita waspadai,” ungkap Sugiyono.Baca: Wabah Corona: Hindari Kontak Langsung dengan Satwa Liar  Supaya virus dan penyakit tidak berkembang apalagi menyebar, diperlukan upaya menekan kerusakan lingkungan serta meminimalisir perburuan satwa.“Global warming tidak bisa kita elak lagi. Hal penting yang kita lakukan adalah berperilaku hidup sehat: sehat diri kita, sehat lingkungan, sehat dari hewan-hewan sekitar kita. Jangan lagi berburu apalagi membantai satwa liar karena mereka memiliki peran penting,” paparnya.Meski ada beberapa masyarakat Indonesia yang mengkonsumsi satwa liar, dan memperdagangkannya seperti di Tomohon, Sugiyono berharap, masyarakat lebih waspada dan berhati-hati terhadap penyebaran virus melalui satwa liar. Bila memungkinkan, masyarakat hanya mengonsumsi hewan yang sudah terdomestikasi, yang telah diketahui karakter serta kondisi kesehatannya.“Ketika hewan itu sudah dimasak, matang, misalkan di suhu 100 derajat Celsius, sampai mendidih selama satu jam, dia secara teoritis bersih, tidak ada patogen. Tapi untuk pangan, lebih baik yang sudah terdomestikasi,” tegasnya.Baca: Waspada, Ada Penyakit Zoonosis di Sekitar Kita  Hentikan perburuan dan perdagangan satwa liarKetua PROFAUNA Indonesia [Protection of Forest and Fauna], Rosek Nursahid, menyebut semakin maraknya perburuan satwa liar di alam beberapa tahun terakhir, menjadikan interaksi antara manusia dengan satwa liar semakin dekat." "Zoonosis, Virus Corona, dan Perburuan Satwa Liar di Sekitar Kita","“Penangkapan satwa, perburuan di alam, kemudian dijual, inilah rentannya penularan virus, karena banyak virus di tubuh binatang tersebut. Mereka hanya pembawa, carrier, tetapi ketika itu menular ke manusia yang tidak punya imun atau antibodi, itu jadi masalah. Bagi satwa, itu tidak masalah,” terang Rosek dihubungi Mongabay Indonesia, Jumat [17/4/2020].Catatan PROFAUNA, mengutip data IUCN tahun 2011, terdapat total 69 spesies satwa Indonesia yang terancam punah dengan kategori Kritis [Critically Endangered), 197 spesies kategori Genting [Endangered], dan 539 jenis Rentan [Vulnerable], yang akan benar-benar punah di alam bila tidak ada tindakan penyelamatan.Ancaman kepunahan akibat berkurang dan rusaknya habitat satwa, serta perburuan dan perdagangan. Konversi hutan menjadi lahan perkebunan sawit, tanaman industri, dan kawasan pertambangan, merupakan ancaman serius kelestarian satwa serta lingkungan yang menjadi tempat hidupnya.  Masih dari catatan PROFAUNA, lebih dari 95 persen satwa yang dijual di pasar satwa atau pasar burung merupakan tangkapan dari alam. Bukan hasil penangkaran. Dari jumlah itu, lebih dari 20 persen satwa mati saat diangkut.Sekitar 60 persen mamalia langka dan dilindungi undang-undang, justru diperdagangkan. Sementara, sekitar 70 persen primata dan kakatua yang dipelihara masyarakat menderita penyakit dan perilaku menyimpang.“Kalau mau aman, kita jangan berinteraksi langsung dengan satwa liar tersebut, apalagi memakannya. Terlalu berisiko,” ujarnya.Rosek mendesak adanya langkah strategis pemerintah serta aparat tingkat bawah, untuk mensosialisasikan bahaya penyakit yang dibawa satwa liar. Hal juga bertujuan untuk menyadarkan masyarakat agar tidak lagi berburu dan memperdagangkan satwa liar." "Zoonosis, Virus Corona, dan Perburuan Satwa Liar di Sekitar Kita","“Adanya virus corona, saya pikir momen yang bagus untuk melakukan edukasi dan peningkatan kesadaran masyarakat. Jika kita tidak menyelesaikan akar permasalahan, suatu ketika bisa muncul lagi penyakit bentuk lain, atau virus-virus lain,” lanjutnya.Manusia dan satwa, kata Rosek, harusnya hidup pada alam masing-masing, tidak saling mengganggu. “Jangan lagi berburu dan memperdagangkan satwa liar, kalau tidak ingin ada penyakit semacam virus corona [COVID-19] di Bumi ini,” tandasnya.   [SEP]" "Harimau Mati Diracun di Muara Batang Gadis","[CLS]     Harimau Sumatera mati lagi. Kali ini, di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. Di Desa Ranto Panjang, Kecamatan Muara Batang Gadis, satu harimau diracun hingga meregang nyawa pada 10 Juni 2020.Kasus ini terbongkar setelah diungkap lembaga swadaya masyarakat di Mandailing Natal yang mengecam aksi main hakim warga Rantau Panjang hingga harimau mati.Informasi yang diperoleh dari sejumlah saksi mata di Desa Ranto Panjang, harimau ini mati diracun. Setelah mati lalu dikubur. Kulit bagian kening kumis dan taring diambil oleh seseorang yang hingga saat ini belum diketahui.Baca juga: Lagi, BKSDA Aceh Evakuasi Harimau yang Berkonflik dengan MasyarakatKematian harimau membuat geger sejumlah pihak. Beberapa hari setelah kejadian, saya mencoba mengkonfirmasi kepada sejumlah pihak termasuk Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Sumatera Utara. Tak ada yang bisa memastikan kebenaran informasi kematian harimau ini. Warga desa menutup rapat.Baru pada 20 Juni 2020, Balai Taman Nasional Batang Gadis mendapat titik terang soal kematian satwa liar dilindungi ini.Sahdin Zunaedi, Kepala Balai Taman Nasional Batang Gadis membentuk tim untuk pengumpulan bukti dan keterangan. Dokter hewan, polisi kehutanan dan tim teknis turun ke lokasi.   Bersama dengan KPH Wilayah IX Panyabungan pada 21 Juni 2020 berangkat ke Desa Ranto Panjang. Menuju ke sana, perjalanan perlu enam jam lebih, hanya bisa lewat sungai.Dengan sampan nelayan, menelusuri aliran sungai dan tiba di sana petang hari. Dibantu Polsek dan Koramil Natal, tim menuju ke Desa Rantao Panjang. Walau kondisi sudah gelap, tim tetap memutuskan menempuh perjalanan ke lokasi. Setelah bertemu camat dan kepala desa beserta perwakilan masyarakat, diputuskan menggali tanah tempat harimau dikuburkan. Lubang kuburan harimau yang mati diracun di Mandailing Natal " "Harimau Mati Diracun di Muara Batang Gadis","Dokter hewan lalu nekropsi mengambil sampel beberapa bagian potong tubuh harimau untuk diperiksa di laboratorium. Tim lain mengumpulkan keterangan dari masyarakat.“Kami sudah melaporkan Ke Dirjen KSDAE (Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem-red), beliau memantau langsung. Lokasi berdekatan dengan APL (alokasi penggunaan lain-red) dan hutan produksi konversi,” katanya.Dari batas luar Taman Nasional Batang Gadis sekitar delapan km atau empat atau lima jam berjalan kaki.Setelah membongkar kubur harimau, terlihat bangkai mulai membusuk. Dari identifikasi, diketahui, ukuran harimau panjang 150 cm berat 75 kg kelamin jantan, kulit dan daging sudah rapuh dan bau menyengat.Baca juga: Harimau Sumatera Tetap Diburu Meski Statusnya DilindungiTim medis juga telah memeriksa fisik dan otopsi serta pengambilan sampel, berupa isi lambung untuk uji toksikologi atau uji laboratorium.Tim juga sosialisasi terkait konservasi harimau dan aturan terkait mitigasi konflik. Petugas membuat berita acara kematian, berita acara pengecekan tempat kejadian perkara, dan berita acara pemusnahan yang ditandatangani bersama semua pihak.Untuk konservasi harimau di Taman Nasional Batang Gadis, katanya, balai lakukan pemantauan populasi harimau dengan patroli Smart, pemasangan kamera pengintai dan survei okupasi dengan petak ukur. Pemasangan kamera pengingai mencakup 60 titik, dan variatif 30- 40 titik non permanen.Setiap tahun, komulatif selama 2015-2019, terdapat 143 titik pemantauan harimau dan populasinya.Pemantauan dengan patroli Smart secara komulatif mencapai tracking 7.776 meter sepanjang 2015 hingga 2019, atau rata-rata lebih 195 km per tahun. Kemudian observasi meliputi lima plot dengan luas 1.445 km persegi, panjang jelajah 317 KM selama 2019.Sejak 2013-2019, berhasil terkumpul 49 frame foto harimau Sumatera di Taman Nasional Batang Gadis dari 36 titik pemasangan kamera pengintai." "Harimau Mati Diracun di Muara Batang Gadis","Dari analisis loreng, diperkirakan sekitar tujuh harimau di Batang Gadis, beberapa foto lain memerlukan data-data tambahan untuk dapat memastikan, apakah harimau sama atau berbeda.Muliawan, Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah IX Panyabungan mengatakan, konflik harimau dengan manusia di Ranto Panjang bukan sekali ini. Pada 2013, konflik serupa pernah terjadi menyebabkan dua orang meninggal dunia diterkam harimau.Berdasarkan pengumpulan keterangan dari warga, ternyata bukan hanya satu harimau terlihat.Dari kesaksian sejumlah warga, ada dua harimau lagi masih berkeliaran, dan sudah makan ayam warga. Kuat dugaan itu induk dan anak dari pasangan pejantan yang mati diracun warga.Kondisi ini, katanya, harus diantisipasi agar tidak lagi ada korban manusia maupun harimau. Dia biilang, KPH tidak mempunyai peralatan khusus hingga BBKSDA Sumut harus cepat menurunkan peralatan baik kamera pengintai untuk identifikasi harimau, maupun peralatan lain.Dia usulkan evakuasi dan translokasi kedua harimau yang masih berkeliaran di sana. “Kalau tidak, konflik akan terjadi lagi. Pasti akan ada korban jatuh. Itu harus segera antisipasi.”  Menurut dia, dari keterangan warga, harimau diracun karena sudah memangsa kambing tiga ekor.Satu kambing dimangsa sebagian. Warga pun menaruh racun ke kambing yang tersisa.Kepala desa dan warga menyatakan tak ada niat memburu dan membunuh sengaja, apalagi sampai diperjualbelikan.Mereka menyatakan, murni membela diri karena harimau turun ke kampung dan muncul sampai ke sekolah dasar di sana.   Warga takut dan trauma dengan kejadian 2013.“Masyarakat di Ranto Panjang ada 300 keluarga. Mereka masih trauma kejadian 2013. Harimau muncul di tengah gedung dan halaman sekolah dasar. Kalau 2013, harimau muncul di halaman SMP. Meski begitu kita serahkan ke penegak hukum untuk proses selanjutnya.”" "Harimau Mati Diracun di Muara Batang Gadis","Muliawan mengatakan, harimau mulai menampakkan diri dan muncul di empat desa, yaitu Desa Hutaimbaru, Lubuk Kapundung I dan Lubuk KaKapundung, serta Desa Ranto Panjang.Jalur transportasi utama masyarakat pakai sampan, karena di kelilingi hutan dan sungai. Desa ini berada di APL tutupan rapat seperti tanaman karet, sawah dan pertanian lain.Dia bilang, perlu langkah segera menyelamatkan harimau yang masih berkeliaran di empat desa itu. “Kami bersama   Balai Taman Nasional Batang Gadis sudah memberitahukan aturan hukum dan penyadartahuan terhadap masyarakat di sana untuk tidak membunuh harimau, ” katanya.“Memang rumit, karena jaringan telepon tidak ada di sana, susah sekali. Ya itulah, harus translokasi harimaunya,” kata Muliawan.Bagaimana dengan BBKSDA Sumut? Hingga kini, belum ada memberikan penjelasan.Eduward Hutapea, Kepala Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Wilayah Sumatera Kamis lalu mengatakan, dapat informasi kasus ditangani Balai Taman Nasional Batang Gadis, kepolisian, KPH dan BKSDA.Bagi mereka, katanya, bisa jadi bahan pengembangan, karena memiliki bagian-bagian tubuh satwa dilindungi termasuk harimau itu terlarang.Dalam beberapa waktu terakhir, ada tiga kasus kematian harimau dibunuh, yaitu di Aceh, Sumatera Barat dan Ranto Panjang, Mandailing Natal.Eduwar mengatakan, dilihat dari tiga kasus kematian harimau ini kebanyakan karena motif ekonomi. Salah satu upaya pencegahan, katanya, dengan memberikan sosialisasi kepada masyarakat dan operasi pembersihan jerawat di Taman Nasional Gunung Leuser.  Keterangan foto utama: Ilustrasi. Konflik harimau Sumatera dan manusia terus terjadi dan berujung kematian, harimau maupun manusia. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia   [SEP]" "HAM, Hak Atas Lingkungan Sehat dan Perlindungan Warga Negara","[CLS] Manusia mempunyai cita-cita yang kuat menciptakan masyarakat dalam kehidupan sosial yang damai dan teratur sesuai dengan ukuran pemahaman akal budi.Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak kodrati yang dimiliki setiap manusia. Dalam aplikasinya, ia tidak lagi membedakan jenis kelamin, budaya, bahasa, warna kulit, ataupun kewarganegaraan. HAM adalah hak yang di dapat dan melekat sebagai hakekat manusia. Semua orang mempunyai hak yang sama di mata negara.Lingkungan hidup sehat adalah kunci dasar dalam menghormati HAM. Setiap manusia mempunyai hak untuk menikmati kesehatan, kebahagiaan, dan ketersediaan lingkungan yang aman dan sehat. Lingkungan dan alam terikat dalam sebuah entitas sosial yang tidak bisa dipisahkan dengan manusia.Jika ekosistem rusak, maka ada hak manusia yang diambil secara paksa. Dengan demikian, hak atas lingkungan juga berarti erat hubungannya dengan tatanan keadilan.Menurut Hugo Grotius, aturan keadilan didasarkan pada kecenderungan: Pertama, Setiap orang harus membela hidupnya dan menentang kecenderungan yang merugikan. Kedua, setiap orang diperkenankan memperoleh hak yang berguna bagi hidupnya.Diakui, memang hak atas lingkungan hidup belumlah secara eksplisit diatur di dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). Gerakan lingkungan hidup (Environmental Movement) di dunia biasanya diambil dari Pasal 28 sebagai dasar justifikasi argumen bahwa hak atas lingkungan juga menjadi bagian dari HAM.  HAM dalam Konteks Pengelolaan LingkunganIndonesia adalah negara yang mengakui nilai-nilai universal hak asasi manusia, negara memiliki kewajiban untuk melindungi (to protect), menghormati (to respect) dan memenuhi (to fulfill) hak-hak dasar warga negara, yaitu; pendidikan, kesehatan, kesejahteraan, lapangan kerja, keamanan, dan lingkungan yang baik dan sehat." "HAM, Hak Atas Lingkungan Sehat dan Perlindungan Warga Negara","Lebih lanjut, dalam konstitusi Pasal 33 (3) UUD 1945 telah mengatur distribusi dan pengelolaan sumber daya alam dalam frase ‘kekayaan alam yang dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat’.Namun amanat konstitusi tersebut belum seluruhnya dijalankan para penyelenggara negara. Sebaliknya, masih banyak penduduk yang hidup dalam garis kemiskinan dan tinggal di lingkungan yang buruk.Hak dasar warga juga terancam oleh berbagai pengerusakan alam, pencemaran air dan udara, deforestasi, perampasan sumber kehidupan rakyat (agraria dan sumber daya alam).Sebagai contoh dalam persoalan deforestasi, data analisis Forest Watch Indonesia (FWI) mencatat laju kehilangan hutan periode 2013-2017 mencapai rata-rata 1,47 juta hektar/tahun.Tren hilangnya tutupan hutan, yang biasanya tertinggi terjadi di Kalimantan dan Sumatera, akan bergeser ke arah Indonesia Timur yang diproyesikan akan meningkat pada periode 2017-2034.Hilangnya tutupan hutan dan praktik illegal logging dan pembukaan lahan, tentu saja akan menjadi pemicu karthutla dan terjadi kabut asap, serta bencana ekologi seperti banjir dan tanah longsor yang akan menanti. Akibat segenap eksploitasi itu, rakyat pula yang menjadi korban keserakahan eksploitasi sumberdaya alam.Kelompok minoritas dan kaum miskin, -yang minim akses informasi dan akses pada pengambilan kebijakan, yang biasanya menjadi korban pertama dan terberat dari konsekuensi pelanggaran HAM atas kerusakan lingkungan hidup yang berdampak pada bencana alam.Hal ini tentunya menjadi kontradiktif dengan semangat konstitusi yang dijanjikan untuk memberikan jaminan bagi warga negara.    Ekosida dan Kesadaran HAM Lingkungan" "HAM, Hak Atas Lingkungan Sehat dan Perlindungan Warga Negara","Dalam tata hukum lingkungan hidup dikenal istilah ekosida, yang diartikan sebagai pemusnahan atau pengerusakan sistem ekologi. Lingkungan penyangga yang rusak pada akhirnya akan membuat seluruh sistem kehidupan hancur. Diibaratkan sebagai sebuah proses ‘bunuh diri’ yang dipicu malpraktek pengelolaan lingkungan.Deplesi ekologi itu tentu saja terjadi akibat munculnya kebijakan pembangunan yang tidak memperhatikan kelangsungan lingkungan hidup dan generasi masa mendatang.Dari sisi praksis kesadaran, maka pentingnya pemahaman tentang hak asasi di bidang lingkungan hidup merupakan salah satu sebuah solusi untuk meningkatkan kualitas hidup manusia.Semua mempunyai hak untuk melindungi lingkungannya dari pengerusakan alam yang dilakukan individu atau organisasi (perusahaan) yang berdampak buruk kepada manusia.Berbagai kasus perusakan lingkungan hidup dan bencana alam seharusnya memperkuat dan membuka mata para pemangku kepentingan untuk lebih menciptakan keadilan secara ekonomi, sosial maupun lingkungan bagi generasi saat ini maupun generasi yang akan datang, sesuai dengan adagium keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi (salus populi suprema lex).Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah kunci untuk mengatasi problematika pelanggaran HAM dalam aspek lingkungan hidup. Pembangunan berkelanjutan yang dilakukan sudah waktunya dilakukan dan berbasis pada tata kelola lingkungan yang baik (Good Sustainable Development Governance).Pemerintah, -sebagai penyelenggara kebijakan negara, tentu saja harus berperan aktif dalam membuat kebijakan yang difungsikan untuk menyelamatkan lingkungan hidup sesuai konstitusi yang diatur.Jika pemerintah berfokus untuk mengejar pendapatan negara dengan melanggar asas perlindungan sistem ekologi, maka pemerintah terlibat dalam usahanya menjadikan rakyat kehilangan hak atas lingkungan hidup yang baik." "HAM, Hak Atas Lingkungan Sehat dan Perlindungan Warga Negara","Sudah saatnya dilakukan gerakan masif untuk menyelamatkan dan melindungi lingkungan hidup yang berdasarkan pada hak asasi manusia. Pada dasarnya, setiap manusia berhak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat. Lingkungan hidup juga harus ditempatkan sebagai subjek dinamis untuk dihormati.Dengan demikian, gerakan HAM dan lingkungan akan lebih dirasakan dan bermanfaat bagi segenap warga negara.  * Joko Yuliyanto, penulis adalah penggagas Komunitas Seniman NU. Penulis Buku Kaum Minor. Aktif menulis opini di media daring. Artikel ini adalah opini penulis. ***Foto utama: Petugas sedang memadamkan kebakaran yang terjadi di savana pulau Gili Lawa Darat dalam kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) kabupaten Manggarai Barat, Flores, NTT. Foto diambil pada tahun 2018. Dok: Balai TNK   [SEP]" "Ancaman Ketika Pulau Kecil dan Pesisir jadi Kebun Sawit","[CLS]     Pulau kecil atau kawasan pesisir penuh dengan hamparan kebun sawit terjadi di berbagai penjuru negeri ini. Ruang hidup warga terhimpit. Berbagai masalah pun muncul mendera warga antara lain, krisis air bersih, lahan pertanian tergerus, ekosistem perairan baik sungai dan laut rusak, sampai hama seperti babi hutan masuk kampung dan meludes lahan pertanian warga. Kondisi ini baru segelintir dampak kala pulau-pulau kecil dan pesisir di negeri ini masuk investasi ekstraktif skala besar seperti perkebunan sawit.Berbagai persoalan ini dibahas dalam diskusi dari Tandan Sawit oleh Sawit Watch dengan tema “Ekspansi Perkebunan Sawit di Wilayah Pesisir Pulau-pulau Kecil Kamis” awal November lalu.Baca juga: Nasib Pulau-pulau Kecil di Kepri Kala Sawit Datang [1]Susan Herawati, Sekjen Kolaisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Indonesia mengatakan, masyarakat pesisir dan nelayan ikut terancam serius dari perkebunan sawit skala besar.Belajar dari kasus dampingan Kiara di Langkat, Sumatera Utara, ekspansi sawit menghancurkan hutan mangrove hingga berdampak pada kehidupan nelayan.Para pemodal mengganti hutan mangrove di Langkat jadi kebun sawit. Sayangnya, dalam masalah ini Kementerian Kelautan dan Perikanan tidak berposisi untuk menyelesaikan kasus seperti ini. Padahal, fungsi pesisir dan pulau kecil sangat penting.Selain itu, katanya, pulau itu memiliki fungsi secara hidrologis. Eksosistem hutan di pulau kecil, katanya, untuk menjaga sistem tata air. Kalau hutan-hutan di pesisir maupun pulau kecil berubah jadi kebun sawit, katanya, bakal memunculkan masalah serius.Baca juga: Rehabilitasi Mangove Kelompok Tani Nipah Terancam Sawit Ratno Budi dari Umah Babel mengatakan, Bangka Belitung merupakan kepulauan kecil dengan luas 1,6 juta hektar dan penduduk 1,4 juta orang itu sudah terkapling-kapling dalam berbagai peruntukan industri skala besar." "Ancaman Ketika Pulau Kecil dan Pesisir jadi Kebun Sawit","Sekitar 500.000 hektar konsesi sudah jadi kuasa perusahaan tambang timah dan mineral, dengan rincian, 150.000 hektar izin tambang di laut dan 350.000 hektar di daratan Bangka. Untuk perkebunan sawit , ada 282 .000 hektar, tetapi data resmi pemerintah pada 2019, jadi 173.000 hektar. Di sini, katanya,  ada data tidak sinkron. Meskipun begitu, dengan 173.000 hektar itu saja sudah 10% daratan Bangka beralih jadi perkebunan sawit besar.Dampaknya, kata Ratno, hutan di pulau kecil jadi korban. Laju deforestasi, degradasi lahan sampai ke konflik agraria terjadi. Lebih parah lagi, perusahaan juga menanam sawit di pesisir pantai. Dari sisi ekologi, katanya, kalau mangrove terbabat bisa menimbulkan dampak lebih besar bagi pesisir dengan abrasi, sampai banjir rob.Pulau-pulau kecil di Babel, tak hanya terancam, seperti kebun sawit, tambang maupun hutan tanaman industri, mulai marak sekarang pertambakan skala besar.Munadi Kilkoda, anggota DPRD Halmahera Tengah juga Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Maluku Utara, bicara pulau kecil di Malut masuk ekstraktif macam kebun sawit skala besar.Dia mengatakan, Malut di kelilingi gugusan pulau-pulau kecil tetapi arah pembangunan dan ekspansi lebih ke sektor sumber daya alam.  Sejak 1980, katanya, pulau-pulau di Malut sudah tereksploitasi seperti di Gebe, Obi, Pulau Ge dan lain-lain.Belakangan, perusahaan sawit juga ekspansi besar-besaran di pulau kecil, Gane, masuk Halmahera Selatan.Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Malut, katanya, hampir semua kabupaten ada peruntukan area untuk perkebinan sawit. Dia sebutkan di Gane (Halmahera Selatan), Wasile (Halmahera Timur), dan Banemo (Halmahera Tengah).Kondisi ini, berbanding terbalik dengan dukungan pemerintah dalam memproteksi lahan untuk masyarakat.“Kita sudah mendorong supaya pemerintah menggolkan Perda Masyarakat Adat untuk memproteksi ruang masyarakat adat jangan sampai hilang,” katanya." "Ancaman Ketika Pulau Kecil dan Pesisir jadi Kebun Sawit","Dia bilang, memperjuangkan perda untuk masyarakat itu tdak mudah, terlebih menghadapi dinamika politik lokal sampai rintangan dari kepentingan pemodal. Tak heran, Perda Masyarakat Adat yang sudah diusung bertahun-tahun lalu belum ketuk palu juga. Mentawai ‘usir’ sawitKala investasi mau masuk pesisir atau pulau-pulau kecil, warga banyak menolak. Sebagian besar mereka harus menghadapi kenyataan pahit. Di Mentawai, Sumatera Barat, punya cerita lain.Kala perusahaan sawit mau masuk, warga kompak melawan, menyusul pemerintah daerah menguatkan dengan tak ingin pulau kecil itu kemasukan investasi sawit.Rivai Lubis, Direktur Yayasan Citra Mandiri Mentawai mengatakan, pada 1995, pernah ada izin sawit di Mentawai dan karena kondisi politik di tanah air maka investasi itu batal.Pada 2010, ada lagi perusahaan mau masuk tetapi persyaratan izin lokasi tidak ada hingga batal. Pada 2014 dan 2017, lagi-lagi pebisnis tak lelah mencoba, ada lagi ajukan izin kebun sawit 15.000 hektar. Penolakan kuat dari warga, katanya, berhasil menggagalkan mereka masuk.Luas Mentawai sekitar 600.000 hektar dengan luas daratan 491.000 hektar kawasan hutan atau 82%., sisanya, alokasi penggunaan lain.Dari 82% kawasan hutan itu, ada 183.000 hektar untuk taman nasional dan 246.000 hektar hutan produksi—228.000 hektar untuk korporasi).Rivai bilang, ternyata izin usaha pengelolaan kayu ini memberi pelajaran penting kepada warga di Mentawai terutama ancaman deforestasi dan konflik ruang. Dari pengalaman ini, mereka pun kompak menolak rencana investasi perkebunan monokultur seperti sawit masuk. Keterangan foto utama: Perkebunan sawit PT GMM, anak usaha Korindo, yang berada di bagian timur Halmahera Selatan. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia [SEP]" "Ekosistem Laut Terancam Pencemaran Perairan","[CLS]  Pencemaran pada perairan laut selalu menjadi persoalan yang pelik dan tidak gampang diselesaikan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Selama ini, kasus pencemaran yang terjadi pada wilayah perairan Indonesia, hampir selalu ditangani oleh tenaga ahli yang dimiliki Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).Ketergantungan kepada instansi kementerian lain, menjadi persoalan serius karena membuat KKP tidak bisa bergerak sendiri untuk menyelesaikan setiap persoalan yang diakibatkan oleh kasus pencemaran. Demikian dikatakan Direktur Pengawasan dan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan KKP Matheus Eko Rudianto di Jakarta, belum lama ini.“Kita serius dalam menangani kasus pencemaran perairan yang ada di laut Indonesia,” ucap dia.Menurut dia, untuk bisa melakukan penanganan dengan prosedur yang tepat, pihaknya mengandalkan aparat Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, terutama Polisi Khusus Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (Polsus PW3K).Salah satu upaya agar aparat PSDKP bisa melaksanakan prosedur saat pencemaran perairan terjadi, adalah dengan memberikan pelatihan secara khusus tentang praktik lapangan berupa pengambilan sampel air yang tercemar. Praktik tersebut dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Jakarta.“Kita bekerja sama dengan Pusat Pendidikan dan Pelatihan SDM KLHK,” jelas dia.baca : Pembersihan Tanki Potensial Cemari Perairan Laut?  Dalam menangani kasus pencemaran perairan di wilayah laut, teknik pengambilan sampel air menjadi kemampuan utama yang harus dimiliki oleh seluruh aparat PSDKP di 34 provinsi. Hal itu, karena hasil uji sampel dari air yang tercemar akan menjadi dasar yang kuat untuk menentukan langkah hukum seperti apa yang harus dikenakan kepada pelaku pencemaran di laut." "Ekosistem Laut Terancam Pencemaran Perairan","Dengan kata lain, Eko mengatakan kalau pemahaman teknik pengambilan sampel air laut yang baik akan memengaruhi akurasi penilaian terhadap uji sampel air yang dilakukan. Penilaian itu, mencakup juga seberapa besar atau kecil kadar pencemaran yang sudah terjadi pada wilayah perairan laut yang dimaksud.”Sampel harus diambil dengan cara yang benar dan oleh petugas yang sudah bersertifikasi, sehingga sampel tersebut dapat digunakan untuk proses hukum lebih lanjut,” tutur dia.Untuk bisa melaksanakan uji sampel air yang diduga sudah tercemar, KKP menetapkan dua fokus kategori pencemaran. Pertama, adaalah kasus yang diakibatkan oleh industri perikanan, baik oleh unit pengolahan ikan (UPI), dan pembuangan oli dan sampah oleh kapal perikanan.Kedua, kasus pencemaran perairan yang diakibatkan oleh industri non perikanan tetapi masih berdampak terhadap sektor perikanan. Biasanya, kasus pencemaran yang diakibatkan oleh kategori kedua salah satunya adalah pencemaran oleh industri logam berat dan industri sejenisnya. Uji SampelMenurut Eko Matheus, kedua kategori tersebut memerlukan penanganan yang ekstra dan langkah hukum yang tepat. Selama ini, untuk menangani kedua kategori kasus tersebut, KKP selalu mengandalkan petugas pengambil sampel air tercemar dari KLHK, karena mereka sudah memiliki sertifikat.“Kita tidak memiliki pengambil sampel yang tersertifikasi,” ungkap dia.Dengan adanya pendidikan khusus dengan melibatkan tenaga SDM ahli dari KLHK, Eko berharap penanganan kasus pencemaran perairan bisa dilakukan lebih cepat dan tepat. Terlebih, saat ini pihaknya sudah melakukan pemetaan potensi kerawanan pencemaran di wilayah perairan Indonesia yang perlu menjadi perhatian bersama.Adapun, beberapa wilayah yang dinilai rawan terhadap pencemaran perairan itu ada di perairan sekitar Makassar (Sulawesi Selatan), Medan (Sumatera Utara), Jawa Tengah, Jawa Timur, Kota Batam dan pulau Bintan (Kepulauan Riau)." "Ekosistem Laut Terancam Pencemaran Perairan","baca juga : Pencemaran Minyak, Penanganannya Belum Seintensif Kebakaran Hutan dan Lahan?  Eko Matheus menjelaskan, penanganan serius kasus pencemaran perairan merujuk pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan junto UU Nomor 45 Tahun 2009, pasal 12 jo pasal 86, perbuatan yang mengakibatkan pencemaran diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda maksimal Rp2.000.000.000 (dua miliar rupiah).Selain ketentuan di atas, pidana berkaitan dengan kasus pencemaran perairan juga diatur dalam UU Nomo 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (PW3K) junto UU Nomor 1 Tahun 2014, pasal 35 jo Pasal 73.Dalam aturan di atas, disebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan penambangan pasir, mineral, minyak, dan gas yang menimbulkan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan, diancam pidana paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana paling sedikit Rp2.000.000.000 (dua milia rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah).”Kalau terkait ketentuan pidana sudah jelas, jadi kami mengajak agar semua pihak mematuhi ketentuan tersebut,” pungkas dia.Bentuk nyata keseriusan Pemerintah Indonesia dalam mengatasi persoalan pencemaran perairan, diperlihatkan KKP dengan melaksanakan tindakan pencegahan terhadap kapal yang melakukan pencemaran di Pelabuhan Laurentius Say, Maumere, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur.Upaya penindakan tersebut dilakukan, setelah Ditjen PSDKP mendapatkan informasi dari masyarakat tentang kegiatan kapal yang melakukan pencucian terpal dengan cara merendam dan membilasnya di permukaan laut di sekitar pelabuhan.“Kami langsung berkoordinasi dengan instansi terkait untuk melakukan langkah-langkah pencegahan dan penindakan,” ungkap Direktur Jenderal PSDKP Tb Haeru Rahayu, akhir Maret lalu.  Tindakan Pencegahan" "Ekosistem Laut Terancam Pencemaran Perairan","Kapal yang dimaksud itu, tidak lain adalah KM Satoni yang diketahui melakukan bongkar muat semen yang diangkut dari Makassar. Setelah melaksanakan bongkar muat, kapal yang dipenuhi sisa material semen kemudian dibersihkan dengan cara seperti disebutkan di atas.Menurut dia, perbuatan awak kapal KM Satoni tersebut berpotensi menimbulkan pencemaran pada perairan di sekitar Pelabuhan Maumere. Selain itu, aktivitas pembersihan kapal dengan cara seperti itu, juga berpotensi memicu terjadinya kerusakan ekosistem pesisir laut yang ada di sekitar pelabuhan.“Petugas kami telah memastikan bahwa perbuatan awak kapal KM Satoni belum menimbulkan pencemaran dan kerusakan. Namun demikian nakhoda kapal yang bersangkutan telah kami periksa dan telah menandatangani berita acara serta menyatakan tidak akan mengulangi perbuatannya,” terang dia.Haeru Rahayu menyebutkan, dugaan aktivitas yang memicu terjadinya pencemaran perairan di Maumere, bukanlah aktivitas pertama yang berhasil dilacak oleh KKP. Sebelumnya, ada banyak kasus serupa yang terjadi di berbagai daerah, seperti di Rembang dan Pekalongan (Jawa Tengah), Karawang (Jawa Barat), Cilegon (Banten), Kepulauan Riau, dan DKI Jakarta.“Permasalahan pencemaran perairan ini menjadi salah satu perhatian serius kami, karena memiliki implikasi negatif terhadap sumber daya ikan dan lingkungan laut sekitarnya,” jelas dia.Agar persoalan pencemaran perairan bisa dicegah lebih baik lagi, KKP melaksanakan upaya pencegahan dan pengawasan secara komprehensif, dimulai dari menyusun rencana aksi, sosialisasi, kerja sama dengan instansi terkait, peningkatan kapasitas aparat, sampai berpartisipasi dalam tim penanganan pencemaran nasional.“Kami bekerjasama dengan TNI AL (Angkatan Laut) serta Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) bersama-sama melakukan tindakan pencegahan dan memberikan sanksi sesuai kewenangan masing-masing,” tutur dia." "Ekosistem Laut Terancam Pencemaran Perairan","Diketahui, terungkapnya upaya pencemaran perairan yang dilakukan KM Satoni bermula dari beredarnya sebuah video yang berisi aktivitas ABK sebuah kapal yang melakukan pencucian terpal bekas penutup muatan barang dengan cara mencelupkan dan membilasnya ke laut di Pelabuhan Maumere. Sebelumnya, kapal diketahui melakukan penyemprotan terlebih dahulu.  [SEP]" "Aktivis Kecam Polairud Sulsel terkait Tindakan Intimidasi terhadap Masyarakat Pulau Kodingareng","[CLS] Aktivis yang tergabung dalam Koalisi Selamatkan Laut Indonesia dan Aliansi Selamatkan Pesisir mengecam serangkaian tindakan intimidasi anggota Polairud Sulsel terhadap sejumlah nelayan di Kelurahan Kodingareng, Kecamatan Kepulauan Sangkarrang, Kota Makassar.Dalam penjelasannya ke media, Minggu (27/9/2020), aktivis dari dua koalisi ini menjelaskan bahwa tindakan intimidasi itu mulai muncul sejak PT Royal Boskalis Internasional melakukan penambangan pasir laut di wilayah tangkap nelayan. Aktivitas penambangan tersebut berjarak sekitar 8 mil dari Pulau Kodingareng Lompo dengan daya rusak seluas 4 mil. Pasir tambang tersebut digunakan untuk timbunan reklamasi proyek strategis nasional Makassar New Port (MNP).Di sisi lain, sejak awal diakui oleh pihak perusahaan dan pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan bahwa mereka tidak pernah melakukan sosialisasi dan konsultasi publik mengenai rencana penambangan tersebut kepada masyarakat Pulau Kodingareng.“Hasil pemantauan dan kajian Aliansi Selamatkan Pesisir dan nelayan Kodingareng menunjukkan bahwa kegiatan penambangan oleh PT Royal Boskalis Internasional telah mengubah dan merusak wilayah tangkap nelayan di perairan Galesong Utara,” ungkap Muhammad Al Amien, Direktur Walhi Sulsel.Menurut Amien, aktivitas menyebabkan air laut menjadi keruh, gelombang tinggi, dan kerusakan ekosistem laut. Akibatnya, selama enam bulan terakhir hasil tangkapan nelayan berkurang drastis bahkan dalam satu harinya sama sekali tidak mendapat ikan.“Masyarakat Pulau Kodingareng yang mengetahui wilayah tangkap ikan tersebut bermasalah melakukan sejumlah protes terhadap kegiatan pertambangan, namun bukan jawaban yang mereka dapatkan melainkan penangkapan bahkan tindakan kekerasan dari Polairud Polda Sulsel,” katanya.baca : Aksi Penolakan Nelayan dan Sengkarut Tambang Pasir Laut di Makassar  " "Aktivis Kecam Polairud Sulsel terkait Tindakan Intimidasi terhadap Masyarakat Pulau Kodingareng","Aliansi Selamatkan Pesisir bersama Koalisi Selamatkan Laut Indonesia mencatat enam praktik intimidasi baik secara verbal maupun nonverbal oleh Polairud Polda Sulsel yang terjadi sejak Juli – September 2020.Praktik tersebut diikuti dengan tindakan kekerasan hingga penangkapan dan penahanan masyarakat/nelayan Kodingareng. Sejumlah peristiwa tersebut terjadi ketika nelayan dan sejumlah masyarakat Kodingareng melakukan aksi penolakan terhadap kegiatan penambangan PT Royal Boskalis Internasional guna mempertahankan ruang hidup mereka.Adapun dari serangkaian praktik intimidasi tersebut, koalisi menyatakan menemukan beberapa pola yang terjadi selama ini di Kodingareng. Pertama, pola pembatasan atau penanganan aksi masyarakat dan nelayan Kodingareng menggunakan restriksi aparat penegak hukum yang tidak terukur. Kedua, penanganan aksi diarahkan secara khusus kepada masyarakat dan nelayan Kodingareng, serta aktivis, dan pers mahasiswa yang sebenarnya tengah menggunakan hak konstitusinya untuk bersolidaritas dan melindungi lingkungannya. Ketiga, langkah yang diambil oleh Polairud Polda Sulsel tidak memperhatikan peraturan hukum yang semestinya.Keempat, tindakan intimidasi Polairud Polda Sulsel yang mendatangi tempat tinggal nelayan membuat nelayan takut untuk bertindak dan beraktivitas. Kelima, sejumlah peristiwa tersebut bertujuan untuk membungkam kebebasan sipil nelayan yang sedang melindungi wilayahnya. Keenam, tidak memberikan akses kepada para pendamping hukum yang menangani kasus kriminalisasi." "Aktivis Kecam Polairud Sulsel terkait Tindakan Intimidasi terhadap Masyarakat Pulau Kodingareng","Menurut Edy Kurniawan, dari LBH Makassar, kehadiran Negara, melalui aparatnya, yang diharapkan dapat mengambil langkah yang tepat untuk mencegah, menyelidiki, menghukum, atas praktik kejahatan bisnis dan penyalahgunaan kewenangan yang diduga dilakukan oleh Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah bersama koleganya saat penerbitan izin terkait aktivitas tambang pasir laut maupun pembangunan proyek Makassar New Port, malah menjadi bagian dalam mendukung perusakan lingkungan dan membungkam suara masyarakat melalui praktik kriminalisasi dan intimidasi.Di lain sisi, hak untuk tidak dapat dituntut secara pidana maupun perdata karena memperjuangkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, dilindungi oleh Pasal 66 UU No.32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.“Serangkaian aksi protes nelayan Kodingareng mesti dipandang sebagai wujud perjuangan untuk mempertahankan lingkungan hidup yang baik dan sehat, oleh karena kegiatan tambang pasir telah nyata merusak ekosistem laut dan menghilangkan ruang hidup dan mata pencaharian utama nelayan tradisional.”baca juga : Tambang Pasir Laut di Makassar Rampas Ruang Hidup Nelayan  Koalisi kemudian menyatakan sejumlah tuntutan terkait situasi ini. Pertama, menuntut Kapolda Sulawesi Selatan untuk segera memerintahkan Kepala Direktorat Polair Polda Sulsel untuk menarik seluruh anggotanya dari Pulau Kodingareng.Kedua, menuntut Kapolda Sulawesi Selatan untuk melakukan audit dan evaluasi secara menyeluruh terkait dengan sejauh mana operasi dan penindakan terhadap anggota Polairud untuk tidak melanggar hak seseorang serta dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Ketiga, menuntut Kapolda Sulawesi Selatan untuk menjamin akses baik informasi maupun pendampingan hukum terhadap nelayan yang menjadi korban kriminalisasi." "Aktivis Kecam Polairud Sulsel terkait Tindakan Intimidasi terhadap Masyarakat Pulau Kodingareng","Keempat, menuntut Propam Polda Sulawesi Selatan melakukan pemeriksaan terhadap anggota-anggotanya yang diduga melakukan pelanggaran etik maupun pidana atas tindakannya melakukan intimidasi terhadap masyarakat dan nelayan Kodingareng. Pemeriksaan tersebut harus juga menyasar pada Kepala Direktorat Polair Polda Sulsel untuk mengetahui sejauh mana intensi atasan langsung perihal operasi yang dilakukan di Pulau Kodingareng.Kelima, menuntut Lembaga Pengawas Eksternal seperti Kompolnas, Komnas HAM, dan Ombudsman RI agar menggunakan kewenangan sesuai mandat masing-masing lembaga untuk melakukan pemantauan terhadap sejumlah peristiwa tersebut agar berjalan secara transparan dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.Sedangkan Direktur Polair Polda Sulsel Kombes Hery Wiyanto sudah membantah tudingan soal penangkapan. Dia menyatakan petugas tidak menggunakan senjata dan peluru tajam.“Sesuai laporan anggota yang bertugas tidak ada unsur kekerasan yang dilakukan saat itu,” kata Hery dikutip dari IDN Times.Hery mengatakan, mereka ditangkap karena merusak kapal penambang pasir. Nelayan disebut kapal di lokasi penyetodak pasir dan melemparkan bom molotov.“Makanya kapal balik dan masih dikejar sehingga ketemu kapal Polair dan diamankan,” ujarnya.perlu dibaca : LBH Makassar Ajukan Praperadilan terkait Status Tersangka Nelayan Manre   Kajian WALHIPada medio September 2020 lalu, Wahana Lingkungn Hidup Indonesia (WALHI) Daerah Sulawesi Selatan menyatakan telah menyelesaikan hasil kajian terkait dampak buruk tambang pasir laut terhadap lingkungan, ekonomi, dan sosial masyarakat di Pulau Kodingareng.WALHI juga menagih janji Gubernur untuk berdialog dengan masyarakat ketika pihaknya telah menyelesaikan kajian terkait daya rusak tambang pasir laut terhadap nelayan dan masyarakat di Pulau Kodingareng." "Aktivis Kecam Polairud Sulsel terkait Tindakan Intimidasi terhadap Masyarakat Pulau Kodingareng","Menurut Slamet Riadi, Ketua Tim Kajian WALHI Sulsel, kajian ini dibuat untuk menjawab tantangan Gubernur dan menunjukkan ke publik bagaimana aktivitas tambang pasir laut di wilayah tangkap nelayan benar-benar memberi dampak serius bagi masyarakat, terutama perempuan di Pulau Kodingareng.“Sekarang kami telah menyelesaikan kajian ini, oleh karena itu kami pun meminta Gubernur Sulsel memenuhi janjinya untuk berdialog dengan para nelayan dan perempuan yang menolak tambang pasir laut PT Boskalis,” katanya.Riadi bilang telah mengkaji dokumen lingkungan perusahaan pemilik konsesi, dalam dokumen tersebut dirinya melihat banyak dampak-dampak yang terjadi namun tidak dijelaskan di dokumen lingkungan tersebut.Kemudian terkait dengan hasil kajian perizinan yang dilakukan oleh Jatam dan Koalisi Selamatkan Laut Indonesia, Riadi menyebut bahwa kajian tersebut merupakan temuan penting yang perlu ditindak lanjuti, terutama bagi penegak hukum. Karena selama ini, selalu saja nelayan yang disoroti dan dikriminalisasi. Saatnya penegak hukum juga menindak pelanggaran perizinan yang terjadi pada proyek tambang pasir laut.“Dari kajian awal teman-teman koalisi, sangat jelas adanya dugaan tindak pidana korupsi dan monopoli usaha. Artinya Boskalis selama ini menambang di konsesi yang diduga melawan hukum,” imbuhnya.Kajian yang dilakukan oleh WALHI ini sendiri terkait pernyataan Gubernur Nurdin meminta data terkait pelanggaran yang dituduhkan pada aktivitas penambangan itu.“Kalau pun yang menambang ini melanggar aturan, sampaikan datanya. Kami akan cabut izinnya. Kalau selama ini ada demo dan sebagainya, mereka (warga Pulau Kodingareng) tidak membawa data,” katanya, sebagaimana dikutip di Kompas (18/9/2020)." "Aktivis Kecam Polairud Sulsel terkait Tindakan Intimidasi terhadap Masyarakat Pulau Kodingareng","Menurutnya, adanya polemik hingga situasi terus memanas dengan masyarakat nelayan Pulau Kodingareng karena dirinya hanya ingin mengamankan proyek strategis nasional. Pasir yang ditambang di sekitar Pulau Kodingareng itu digunakan untuk pembangunan proyek Makassar New Port (MNP).  [SEP]" "WALHI NTT Melihat Laut NTT Terancam dan Pemerintah Lamban Melindungi. Apa Saja Ancaman Itu?","[CLS]  Nusa Tenggara Timur (NTT) sebagai salah satu provinsi kepulauan di Indonesia, memiliki luas laut sekitar 200.000 km2 di luar Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI). Dengan hamparan lautan yang luasnya empat kali luas daratan ini, menjadikan laut NTT kaya akan potensi sumberdaya laut.Laut NTT merupakan rumah bagi 500 jenis terumbu karang, 300 jenis ikan dan tiga jenis kura-kura. Sumberdaya laut utama andalan NTT adalah perikanan, rumput laut dan garam.“Hingga tahun 2018, dengan jumlah nelayan sebanyak 79.642 jiwa produksi perikanan tangkap di NTT tercatat mencapai 157.691 ton,” sebut Direktur WALHI NTT, Umbu Wulang Tanaamahu Paranggi kepada Mongabay Indonesia, Senin (8/6/2020).Sementara itu, NTT menempati posisi kedua sebagai produsen rumput laut terbesar di Indonesia setelah Sulawesi selatan menurut data BPS NTT, 2019.Namun, dengan kondisi kekayaan sumber laut NTT itu, sebutnya, tidak membuat NTT lepas dari ancaman.baca : Begini Kondisi Nyata Nelayan NTT di Tengah Pandemi COVID-19  Ancaman Limbah PlastikAncaman pertama menurut WALHI NTT yakni limbah plastik seperti hasil penelitian yang disampaikan Lumban Nauli L. Toruan, M.Si, dari Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Nusa Cendana (FKP Undana), Kupang. Hal itu disampaikan dalam pada Rapat Koordinasi Teknis Pengendalian Kerusakan Lingkungan pada Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Provinsi NTT tahun 2019.Umbu Wulang mengatakan, menurut Lumban Nauli, limbah yang ditemukan di laut sebanyak 70% merupakan limbah plastik. Keberadaan limbah plastik merupakan ancaman karena dapat menyebabkan  kematian bagi biota laut. “Hal ini sama seperti kasus paus mati di perairan Wakatobi setelah menelan 5,9 kg sampah plastik, “ sebutnya." "WALHI NTT Melihat Laut NTT Terancam dan Pemerintah Lamban Melindungi. Apa Saja Ancaman Itu?","Studi kolaboratif yang dipublikasikan 19 November 2019 dalam jurnal Frontiers in Marine Science, menemukan bahwa pari manta dapat menelan hingga 63 buah plastik setiap jam yang dimakan di perairan Nusa Penida dan Taman Nasional (TN) Komodo (Mongabay, Desember 2019).Hasil penelitian lain yang dipresentasikan oleh FKP Undana, papar Umbu Wulang, 80,8% dari 125 ekor ikan tongkol dari perairan Teluk Kupang sudah terpapar mikroplastik. “Dengan adanya temuan ini, bukan saja hewan laut di NTT, tetapi kehidupan penduduk di daratan juga ikut terancam,” ungkapnya.baca juga : Memetakan Sampah Laut di Taman Nasional Perairan Laut Sawu. Begini Hasilnya..  Perusakan Ekosistem LautMenurut WALHI NTT ancaman kedua bagi laut di NTT yakni perusakan ekosistem laut aktivitas pengeboman ikan oleh nelayan.WALHI NTT memaparkan, diakhir tahun 2019, terdapat lima orang nelayan tertangkap tangan karena melakukan pengeboman ikan di perairan pantai utara pulau Flores, Kabupaten Sikka.“Aktivitas penangkapan ikan dengan bahan peledak berdampak langsung terhadap kerusakan terumbu karang, kematian ikan target dan non-target serta ekosistem lain di perairan,” sebutnya.Akibat aksi pengeboman ikan ini, kelima nelayan tersebut diancam terkena hukum pidana berlapis karena melanggar lebih dari lima undang-undang terkait, salah satunya yakni Undang-Undang No.5/1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.Selain pengeboman ikan, lanjutnya, penangkapan dan penjualan penyu secara illegal masih marak terjadi. Seperti yang terjadi di Pasar Dimukaka, Kecamatan Kodi, Kabupaten Sumba Barat Daya.“WALHI NTT menilai, kedua peristiwa tersebut terjadi karena minimnya pemberian pendidikan hukum lingkungan oleh pemerintah NTT. Khususnya pendidikan hukum laut dan pesisir bagi warga yang pada dasarnya punya ketergantungan terhadap laut,” tegasnya." "WALHI NTT Melihat Laut NTT Terancam dan Pemerintah Lamban Melindungi. Apa Saja Ancaman Itu?","Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTT, Ganef Wurgiyanto kepada Mongabay Indonesia, Senin (15/6/2020) mengatakan terkait banyaknya sampah di laut, pihakya telah mengeluarkan surat edaran kepada setiap kapal perikanan.Kapal-kapal perikanan diwajibkan menyediakan tempat sampah di kapal dan sampah dibuang ke tempat sampah setelah  kapal mendarat di pelabuhan. Warga pesisir juga dilarang membuang sampah ke laut dan wajib menyiapkan tempat sampah.“Terkait pengeboman ikan dan destructive fishing di 22 kabupaten dan kota di NTT, kami telah koordinasi dengan Polairud Polda NTT dan TNI AL untuk menggelar operasi rutin,” terangnya.Selain itu, tambah Ganef, pihaknya membentuk Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmasmas) di berbagai kabupaten. Pokmaswas tambahan ini, dilengkapi dengan alat telekomunikasi seperti ponsel.perlu dibaca : Destructive Fishing Masih Marak Terjadi di NTT, Kenapa?  Privatisasi PesisirWALHI NTT menilai ancaman ketiga bagi laut di NTT yakni privatisasi untuk keperluan pembangunan reklamasi, pariwisata dan pertambangan.Salah satu contoh kasus permasalahan tersebut, sebut Umbu Wulang, yakni kasus privatisasi untuk pembangunan kolam apung dan jety di Pulau Awololong Kabupaten Lembata.“Dengan adanya pembangunan  restoran apung ini, potensi kerusakan dan pencemaran laut yang akan ditimbulkan cukup besar. Bahkan akan menyebabkan kepunahan siput yang menjadi salah satu pangan masyarakat di pesisir Awololong,” tegasnya.Selain itu, WALHI NTT juga mengkritisi proyek reklamasi di pantai Balauring di Kabupaten Lembata. Pasalnya, jelas Umbu Wulang, reklamasi tersebut tidak hanya merampas ruang hidup bagi setidaknya 400 kepala keluarga masyarakat pesisir yang tinggal di sekitar pantai Balauring, tetapi juga akan berdampak pada sedimentasi yang masif dan memicu kerusakan ekosistem mangrove di desa tersebut." "WALHI NTT Melihat Laut NTT Terancam dan Pemerintah Lamban Melindungi. Apa Saja Ancaman Itu?","Di ibukota provinsi sendiri, Kota Kupang, lanjutnya, pembangunan hotel dan restaurant yang terkesan memunggungi laut Teluk Kupang juga berdampak pada tertumpuknya limbah yang dibuang ke laut, sedimentasi hingga tertutupnya akses nelayan yang kehidupannya bersumber dari laut teluk kupang.“Sementara di Kabupaten Sumba Barat Daya, 80 persen pesisirnya sudah dikapling untuk pemilik modal atau investor baik lokal maupun asing,” ungkapnya.baca : Benarkah Proyek Reklamasi Pantai Lembata Langgar Hukum?  Melihat acaman-ancaman tersebut, WALHI NTT memandang pemerintah di NTT cukup lamban dalam melindungi laut NTT yang begitu kaya dengan sumberdaya.Dalam peringatan hari laut sedunia, WALHI NTT mendesak pemerintah untuk memberikan penegakan hukum lingkungan yang konsisten dalam melindungi laut, serta memberikan pendidikan konservasi dan hukum lingkungan kepada nelayan dan masyarakat pesisir“Pemerintah harus melarang setiap kapal atau penumpang kapal untuk membuang sampah di laut. Pemerintah juga perlu mendirikan BKSDA di setiap pulau di NTT,” sarannya.Selain itu, WALHI NTT berharap pemerintah meningkatkan anggaran untuk konservasi kelautan khususnya perlindungan nelayan dan masyarakat pesisir. Serta menghormati hak-hak masyarakat adat di laut dan pesisir.“Pemerintah harus melepaskan lahan-lahan di pesisir sesuai amanat UU No.1/2014 tentang perubahan atas UU No.27/2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil dan Perpres No.51/2016 tentang Batasan Sempadan Pantai,” tegasnya.Sedangkan Ganef mengatakan aktivitas reklamasi tidak bisa dilakukan apabila prosesnya tidak mendapatkan izin. Reklamasi pantai di Balauring Kabupaten Lembata sebutnya dihentikan karena belum mengantongi izin.baca juga : Masyarakat NTT Melawan Proyek Reklamasi di Lembata. Ada Apa?  " "WALHI NTT Melihat Laut NTT Terancam dan Pemerintah Lamban Melindungi. Apa Saja Ancaman Itu?","Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi NTT, Ferdy J. Kapitan kepada Mongabay Indonesia, Senin (15/6/2020) menegaskan pihaknya sangat selektif dalam memberikan izin terkait AMDAL.Adanya reklamasi sebut Fredy, pasti harus ada kajian AMDAL karena melihat dampak gelombang yang akan berpengaruh terhadap wilayah lainnya. Pengurusan izinnya juga sebutnya, melibatkan juga DKP NTT.“Semua pihak terlibat dan tentunya ada kajian mendalam soal reklamasi. Termasuk dampak sosial bagi masyarakat juga dilihat. Tentu perlu pertimbangan dan semua pihak harus menerimanya serta tentu harus ada komunikasi,” pungkasnya. ***Keterangan foto utama : Ilustrasi. Kapal Pole and Line (Huhate) milik nelayan desa Pemana kecamatan Alok Timur kabupaten Sikka yang berbobot 30 GT ke atas. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia  [SEP]" "Perburuan Satwa Liar Dilindungi di Aceh Memang Nyata","[CLS]   Tim gabungan Kepolisian dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK] pada awal November 2020 menangkap dua pelaku yang membawa bagian tubuh satwa dilindungi. Barang bukti itu berupa kulit dan tulang harimau, sisik trenggiling, serta paruh rangkong gading.Kapolda Aceh Irjen Pol. Drs. Wahyu Widada, M.Phil mengatakan, tim Polda Aceh, Baintelkam Mabes Polri, dan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum KLHK menangkap pelaku tersebut di jalan lintas tengah Aceh. Tepatnya, di Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh.“Pelaku berinisial DH merupakan pemiliknya sementara LH bertugas sebagai sopir. Dari tangan pelaku, tim mengamankan satu kulit harimau lengkap dengan tulangnya, 71 paruh burung rangkong gading, dan 28 kilogram sisik trenggiling,” ujarnya di Banda aceh, Selasa [10/11/2020].Wahyu Widada menyebutkan, penangkapan berawal dari informasi adanya transaksi di wilayah tengah Aceh. Tim langsung melakukan penelusuran dan mengembangkan informasi hingga menemukan lokasi pasti transaksi haram itu.Kedua pelaku masih ditahan di Polda Aceh untuk pemeriksaan lebih lanjut oleh PPNS dari KLHK dan penyidik Polda Aceh. “Mereka dijerat Pasal 21 Ayat 2 Huruf d Jo. Pasal 40 Ayat 2 Undang-Undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dengan ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda hingga Rp100 juta,” jelasnya.Wahyu Widada menambahkan, Polda Aceh berkomitmen dan mendukung upaya penegakan hukum terhadap kejahatan satwa liar dilindungi. Kejahatan ini menjadi perhatian Polda Aceh dalam penyelamatan sumber daya alam hayati, khususnya wilayah Aceh.Baca: Kehidupan Satwa Liar di Leuser Belum Lepas dari Ancaman Perburuan   Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan KLHK, Sustyo Iriyono mengatakan, KLHK berkomitmen memberantas perburuan dan perdagangan satwa liar dilindungi, baik dalam keadaan hidup maupun mati." "Perburuan Satwa Liar Dilindungi di Aceh Memang Nyata","“Kegiatan ini adalah kejahatan luar biasa yang melibatkan banyak aktor. Bahkan, aktor antarnegara dengan jaringan berlapis.”Penegak hukum akan terus mengembangkan kasus ini untuk membongkar jaringannya. “Kami akan terus bekerja, sehingga kasus kejahatan ini bisa ditekan,” ujarnya, 10 November 2020.Dirjen Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rasio Ridho Sani, menerangkan KLHK akan terus menyelamatkan tumbuhan dan satwa liar sebagai kekayaan hayati Indonesia.“Kehilangan keragaman hayati bukan hanya menimbulkan kerugian ekonomi maupun ekologi bagi Indonesia, tapi juga akan menjadi perhatian masyarakat dunia.”Menurut Ridho, dalam lima tahun terakhir, penegak hukum telah melakukan lebih dari 1.400 operasi penindakan kejahatan kehutanan.“Penegak hukum telah membentuk Tim Intelijen dan Cyber Patrol untuk memetakan jaringan perdagangan ilegal tumbuhan dan satwa liar [TSL]. Kami juga telah mengembangkan koordinasi dan kerja sama dengan Kepolisian RI dan Interpol karena kejahatan TSL merupakan kejahatan lintas negara,” ungkapnya.Baca: Jerat Satwa Masih Ancaman Utama Kehidupan Badak Sumatera di Leuser   Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Aceh, Agus Irianto mengakui, perburuan satwa liar di provinsi ini belum sepenuhnya bisa dihentikan.“BKSDA Aceh bersama berbagai pihak, baik lembaga pemerintah maupun lembaga sipil masyarakat, terus melakukan berbagai cara agar perburuan satwa dilindungi bisa ditekan.”Agus mengatakan, pihaknya terus memberikan pemahaman kepada masyarakat akan pentingnya kehidupan satwa liar dilindungi di hutan.“Pelaku kejahatan yang ditangkap ini terus diperiksa intensif, termasuk lokasi mereka melakukan perburuan.”Baca: 3 Tahun Penjara, Hukuman untuk Penjual Kulit Harimau Sumatera di Aceh Timur  Penertiban senapan angin" "Perburuan Satwa Liar Dilindungi di Aceh Memang Nyata","Tezar Fahlevi, Koordinator Monitoring dan Penegakan Hukum Forum Konservasi Leuser [FKL] mengatakan, rangkong gading umumnya diburu menggunakan senapan. Termasuk senapan angin yang kalibernya lebih besar dari yang beredar di masyarakat.“Sementara trenggiling dan harimau diburu menggunakan jerat atau perangkap.”Dia menambahkan, penggunaan senapan angin termasuk yang sudah di modifikasi, beberapa kali pernah ditemukan tim monitoring FKL di hutan. “Kejahatan ini harus dibongkar, hingga ditemukan siapa pemburunya. Dengan begitu, proteksi perlindungan rangkong bisa dilakukan.”Rangkong, termasuk jenis rangkong gading adalah satwa yang sangat setia dengan pasangannya. Ketika satu individu dibunuh, pasti akan mengganggu populasi yang ada.“Jika yang dibunuh rangkong jantan, sementara sang betina sedang mengeram atau membesarkan anak dalam sarang, maka yang mati bukan hanya jantan. Betina dan anaknya juga bakal mati karena tidak ada yang menyuplai makanan,” ungkap Tezar.Baca: Harimau Sumatera Tetap Diburu Meski Statusnya Dilindungi  Telegram Kapolri Dalam Telegram Kapolri yang ditujukan kepada jajarannya tanggal 16 Juli 2020, dibahas jelas tentang penggunaan senapan angin. Dalam surat tersebut Kapolri mengatakan, penggunaan senapan angin hanya untuk latihan dan pertandingan olahraga menembak, bukan untuk berburu/ melukai/membunuh binatang.“Penggunaan senapan angin agar sesuai ketentuan yang diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 8 Tahun 2012 tentang Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api untuk Olahraga, Pasal 4 ayat [3] bahwa Pistol Angin [Air Pistol] dan Senapan Angin [Air Rifle] digunakan untuk kepentingan olahraga menembak sasaran atau target,” jelas surat Nomor: STR/430/VII/Log.5.7.8/2020 tersebut." "Perburuan Satwa Liar Dilindungi di Aceh Memang Nyata","Kapolri juga memerintahkan jajarannya untuk melakukan pendataan toko, agen, atau distributor senapan angin sebagai upaya deteksi dan pencegahan. Juga, melakukan sosialisasi terkait peraturan yang berlaku tentang senapan angin.Dalam surat tersebut dikatakan, apabila pemilik senapan angin mengubah kaliber melebihi 4,5 mm dan tidak mendaftarkan ke kepolisian setempat, upaya penindakan dilakukan dengan mengamankan barang bukti itu. Juga, dibuatkan surat pernyataan untuk tidak mengulangi perbuatan serupa.“Apabila pemilik senapan angin terbukti melakukan perburuan hewan dilindungi, dikenakan sanksi hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990, tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem. Pasal 21 ayat [2] huruf A menyatakan, setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup.”Kapolri juga menegaskan, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK serta jajarannya melakukan koordinasi ke Kepolisian setempat. Tujuannya, memberikan data kerawanan wilayah yang sering ada oknum atau masyarakat yang melakukan perburuan satwa liar dilindungi menggunakan senapan angin. Tentunya, yang tidak sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku.   [SEP]" "Hutan Adat Masyarakat Iban Sungai Utik Kini Diakui Negara","[CLS]   “Nama saya Octavia Yessy. Saya berasal dari Rumah Panjang Sungai Utik di Kalimantan Barat. Saya lahir dan besar di rumah betang sepanjang 216 meter yang dihuni sekitar 300 orang. Kami hidup dikelilingi hutan indah, seluas 10.000 hektar, dengan air jernih Sungai Utik yang mengalir ke dusun kami.”Yessy bertutur di hadapan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, akhir Mei lalu secara virtual. Pemilik nama asli Octavia Rungkat Tuani ini mengenakan busana adat Dayak Iban, cantik dan natural. Yessy dengan luwes memaparkan hubungan emosional warga Utik dengan hutan di sekelilingnya. Yessy terpilih berbicara di depan Menteri LHK, bagian dari 30 anak-anak pejuang lingkungan di Indonesia.“Kami lahir dan besar di hutan dan alam. Hutan dan alam memberikan kami kehidupan, dan juga memperlihatkan kami kepada dunia. Kami dibesarkan dengan budaya Dayak Iban yang hidupnya tergantung pada hutan. Orang tua kami mengajarkan babas adalah apai kami, tanah adalah inai kami, dan ae adalah darah kami. Artinya, hutan adalah bapak kami, tanah adalah ibu kami, dan air adalah darah kami,” tuturnya.Hutan adalah bapak kami, yang menyediakan segalanya, ibarat supermarket. Tanah adalah ibu, melahirkan tumbuhan dan pohon yang ada di sekitar kami. Air adalah darah kami, ibarat tubuh manusia, apabila tidak mengalir kita akan mati.Baca: Pengakuan Hutan Adat Iban yang Tak Kunjung Datang  Yessy berkisah, sejak kecil orangtuanya mengajak dia ke hutan untuk berladang, mencari tumbuhan-tumbuhan sebagai makanan atau dijadikan obat. “Kami juga diajari cara bertahan hidup di hutan, mencari ikan dan sayur, serta cara memasak di alam,” katanya." "Hutan Adat Masyarakat Iban Sungai Utik Kini Diakui Negara","Warga Utik, kata Yessy, akan tetap meneruskan cara hidup leluhur mereka. Budaya cinta alam harus dilanjutkan ke generasi akan datang. “Sebagai anak muda, kami juga harus bisa menyesuaikan cara hidup dengan era kekinian. Kami harus belajar memanfaatkan kemajuan teknologi. Pendidikan yang baik merupakan tantangan kami, ini karena keterbatasan guru, kualitas dan alat pendukung sekolah di Sungai Utik,” lanjutnya.Saat ini, Yessy pindah ke Bogor untuk mendapatkan pendidikan lebih baik. Pendidikan bagi warga Utik sama pentingnya seperti menjaga hutan dan budaya. Dia bertekad akan kembali, membangun dan mengembangkan Sungai Utik. “Kami harus bisa mengejar pendidikan tanpa harus meninggalkan budaya Iban dan menjaga hutan. Kalau bukan kami, Siapa?” tuturnya.Baca: Masyarakat Adat Iban, Arif Menjaga Hutan Tapi Masih Menunggu Pengakuan Hak Tanah  SK Penetapan Hutan AdatPenuturan Yessy membekas di hati Menteri Siti. Dia mengunggah penggalan percakapan tersebut di media sosialnya. Penantian warga Sungai Utik, terhadap legalitas hutan adat mereka pun berakhir manis.Negara, melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, akhirnya mengakui hutan adat milik masyarakat adat Dayak Iban Sungai Utik pada 20 Mei 2020 lalu, melalui SK Nomor: 3238/MENLHK-PSKL/PKTHA/PSL. 1/5/2020.Isinya, penetapan Hutan Adat Menua Sungai Utik kepada masyarakat hukum adat Dayak Iban Menua Sungai Utik Ketemenggungan Jalai Lintang seluas 9.480 hektar. Lokasinya berada di kawasan hutan lindung [HL] seluas 3.862 hektar, di kawasan hutan produksi terbatas [HPT] seluas 5.518 hektar, dan areal penggunaan lain 100 hektar di Desa Batu Lintang, Kecamatan Embaloh Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.Saat mengetahui SK tersebut, rumah adat yang dihuni 81 kepala keluarga itu tengah menjalani lockdown. Pandemi merupakan hal yang sangat diseriusi oleh warga. Pasalnya, mereka hidup bersama." "Hutan Adat Masyarakat Iban Sungai Utik Kini Diakui Negara","Keluar masuk warga, sangat diawasi. Mereka tak ingin terjangkit COVID-19. Padahal, jika warga ingin mengetahui informasi dari luar melalui telepon selular, mereka harus keluar dari rumah betang. Sinyal bisa dijangkau jika naik sedikit ke atas bukit. Jika mendesak, warga bisa ke kota, mereka bisa mengakses data melalui telepon pintarnya. Sama ketika Pak Igoh, membawa telepon genggam istrinya, Kristiana Banang, saat membalas pesan Mongabay Indonesia.Sebuah foto dikirimkan melalui aplikasi pesan. Isinya pernyataan Apai Janggut, orang yang dituakan di rumah betang tersebut. “Maaf pakai foto, tidak bisa kirim file,” tulis pesan tersebut. Keterangan ini hasil diskusi bersama kades, kadus, Apai Janggut, dan sesepuh masyarakat.Baca: Bagi Masyarakat Iban Sungai Utik, Hutan Adalah Ibu  BersyukurWarga Sungai Utik menyambut gembira dan bersyukur kepada Yang Maha Kuasa dengan SK ini. “Di hutan adat kami, tidak ada lagi hak pengguna lain, hutan produksi terbatas, atau hak pengusahaan hutan,” kata Apai Janggut. Memang, berdasarkan risalah pengolahan data penetapan hutan adat Menua Sungai Utik, kawasan hutan tersebut berada di hutan lindung, hutan produksi terbatas, dan area penggunaan lain.SK tersebut sekaligus menetapkan Hutan Adat Menua Sungai Utik sebagai fungsi lindung dan fungsi produksi. Kawasan tersebut menjadi bagian revisi Tata Ruang Wilayah Provinsi selanjutnya. Hutan tidak boleh diperjualbelikan dan dipindahtangankan kepada pihak lain.“Harapan masyarakat adat [setelah mengantongi SK], bisa mendapatkan kompensasi hutan adat secara langsung, seperti karbon, agar masyarakat sejahtera,” ujarnya baru-baru ini.Mereka juga berharap besar, warga Sungai Utik bisa mendapatkan pendidikan hingga ke jenjang perguruan tinggi, bahkan ke luar negeri. Mereka juga menekankan, sistem pertanian masyarakat adat Sungai Utik adalah persawahan, tidak meninggalkan kearifan lokal dan dikelola secara bijaksana." "Hutan Adat Masyarakat Iban Sungai Utik Kini Diakui Negara","Saat menerima Kalpataru tahun lalu, Kepala Desa Batu Lintang, Raymundus Remang, atau akrab disapa Apai Remang, tak bisa menutupi keharuannya. “Ini penghargaan luar biasa. Kalpataru adalah sejarah dalam kehidupan suku kami, Dayak Iban,” kata Apai Remang, kepada media.Dia bilang, masyarakat Dayak Iban telah tinggal di kaki hutan, di tepi Sungai Utik sejak 130 tahun lalu. Hingga kini, mereka masih menjunjung tinggi adat istiadat, terutama dengan tidak mengeksploitasi hutan.Baca: Hutan Adat itu Supermarketnya Orang Iban Sungai Utik  Hutan untuk kehidupanYani Saloh, adalah aktivis lingkungan hidup yang telah lama bergaul dengan warga Sungai Utik. Yani tertambat hatinya pada adat dan budaya mereka. Yani pula yang mendampingi warga Sungai Utik menerima penghargaan Equator Prize 2019 dari UNDP [PBB].“Keterlibatan para pihak berperan penting dalam mengusung hak atas hutan adat Sungai Utik, dari tingkat lokal, kabupaten, hingga nasional. Ada daya ikat yang kuat dari masyarakat di bawah kepemimpinan Apai Janggut,” ujarnya.Leadership yang kuat dan komitmen masyarakat yang teguh menjaga budaya Iban, menempatkan hutan bagian dari adat, menjadikan masyarakat ini unik dan dicintai banyak pihak. “Apa yg mereka lakukan berbuah. Menjaga hutan bukan pekerjaan semalam, ada effort, konsistensi, dan kemauan kuat,” paparnya.Yani menambahkan, yang terpenting saat ini adalah bagaimana mereka bisa mengelola hutan untuk ketahanan pangan, sumber air bersih, dan alternatif pendapatan untuk meningkatkan kulitas hidup seperti kesehatan dan edukasi. “Alternatif income bisa dalam bentuk ekobudaya wisata yang mereka usung atau carbon conservation.”Pada 2008, Sungai Utik menjadi desa adat pertama yang meraih penghargaan Sertifikat Ekolabel dari Lembaga Ekolabel Indonesa. Pada 2019, Sungai Utik menerima anugerah Kalpataru dari KLHK." "Hutan Adat Masyarakat Iban Sungai Utik Kini Diakui Negara","“Mendapatkan Kalpataru dan Equator Prize 2019 juga membantu mempercepat proses. Terutama kesadaran kebutuhan mendapatkan hak atas hutan adat yang mereka perjuangkan kurang lebih 40 tahun,” ujarnya.Penilaian sertifikasi hutan [ekolabel] itu menyatakan, masyarakat Sungai Utik berhasil mengelola hutan secara lestari. Semangat utama yang hendak disampaikan kepada publik nasional maupun internasional adalah di tengah maraknya eksploitasi dan konversi hutan menjadi pertambangan dan perkebunan, masih ada sebuah komunitas yang patut dijadikan teladan. “Mereka merawat hutan dan mempertahankan kearifan lokalnya,” terang Yani.Foto: Merasakan Geliat Iban di Rumah Panjang Sungai Utik  Yayasan Rekam Nusantara bersama Rangkong Indonesia turut gembira dengan pengakuan hutan adat ini. “Atas nama Yayasan Rekam Nusantara bersama Rangkong Indonesia, kami ucapkan selamat. Semoga pencapaian ini bisa memberikan inspirasi serupa untuk komunitas masyarakat di sekitarnya,” ujar Yokyok Hadiprakarsa.Dia mengatakan, penetapan status kawasan hutan adat memberikan manfaat luar biasa kepada warga Sungai Utik serta perlindungan fauna dan flora yang ada. Khususnya, untuk populasi delapan jenis burung enggang [rangkong] yang hidup di dalamnya.“Harapan kami, keberadaan enggang di Hutan Adat Menua Sungai Utik dapat memberikan manfaat langsung kepada wargan. Juga, dapat dinikmati masyarakat lebih luas melalui kegiatan ekowisata pengamatan enggang yang sedang disiapkan masyarakat Sungai Utik dalam empat tahun terakhir bersama Rangkong Indonesia,” pungkasnya. SK PENETAPAN HUTAN ADAT MENUA SUNGAI UTIK – Kapuas Hulu – Kalbar   [SEP]" "Ketika Rob Rendam Pesisir Utara Jawa Tengah","[CLS]    Dampak krisis iklim nyata terlihat di pesisir pantai utara Jawa Tengah. Sejak awal Juni lalu, banjir air laut atau laut pasang (rob) masih menggenangi sebagian besar wilayah kabupaten dan kota di Pekalongan dan  Tegal, Jawa Tengah. Para petugas dibantu warga berusaha menyelamatkan warga yang terjebak rob dan mengungsikan ke tempat aman.Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Pekalongan menyebut sedikitnya 150 orang diungsikan dampak banjir air laut. Ada tujuh kelurahan di empat kecamatan terdampak banjir setinggi hingga 75 cm. Keempat kecamatan itu adalah Pekalongan Utara, Pekalongan Barat dan sebagian Pekalongan Timur.Di Kabupaten Pekalongan, sedikitnya ada 11 desa di empat kecamatan terdampak yaitu Desa Depok dan Boyoteluk di Kecamatan Siwalan; Desa Semut, Pacakaran, dan Woker Kulon di Kecamatan Wonokerto. Lalu, Desa Mulyorejo, Jeruksari, Tegaldowo, Pacar, Karangjompo, dan Samborejo di Kecamatan Tirto.Bud Rahardjo, Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Pekalongan, dikutip dalam siaran pers BNPB menyebutkan, sedikitnya ada 17 orang mengungsi di Gedung TPS Desa Semut, Wonokerto.Petugas di lapangan terdiri dari aparat TNI dan Polri, BPBD, dan masyarakat membuat tanggul-tanggul darurat di beberapa titik untuk mengantisipasi luapan banjir.Tim gabungan itu juga membantu mengevakuasi warga dusun Simonet ke tempat pengungsian di Gedung Pengelola TPS Desa Semut. BPBD Kabupaten Pekalongan juga menyalurkan bantuan logistik bagi para pengungsi dan mendirikan dapur umum di Desa Semut.Menurut BPBD Kabupaten Pekalongan, banjir dipicu peristiwa air laut pasang yang membuat empat sungai, masing-masing Sungai Silempeng, Sungai Sengkarang, Sungai Meduri dan Sungai Bremi meluap dan membanjiri permukiman warga di 11 desa itu." "Ketika Rob Rendam Pesisir Utara Jawa Tengah","Terkait pencegahan penularan Virus Corona (COVID-19) di tempat pengungsian, BPBD membuat protokol kesehatan dengan menjaga jarak aman tempat tidur dan menyediakan masker, sarana cuci tangan dan hand sanitizer di beberapa titik.“Untuk tidur kita atur tidak terlalu rapat, kemudian masker, hand sanitizer dan sabun cuci tangan kita siapkan,” katanya, sebagaimana dikutip Raditya Jati, Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB dalam pernyataan ke media.Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengimbau, masyarakat mengantisipasi agar terhindar dari bencana yang dipicu gelombang pasang air laut, terutama untuk pesisir utara laut Jawa.Gelombang pasang diketahui terjadi sejak Senin, 1 Juni lalu. Peristiwa itu menyebabkan wilayah di sekitar pesisir pantai utara Jawa seperti Demak, Semarang, Pekalongan, Tegal dan Brebes terendam banjir rob.“BNPB juga mengimbau kepada seluruh pemangku kebijakan di tiap-tiap daerah agar terus meningkatkan kapasitas untuk menanggulangi bencana,” tulis Raditya.Dukuh Simonet, Desa Semut tercatat kerap tergenang rob. Pemerintah Kabupaten Pekalongan, telah menawarkan relokasi untuk warga terdampak untuk pindah.Dalam kunjungan ke lokasi pada Februari lalu, Bupati Pekalongan Asip Kholbihi menjelaskan, kepada awak media bahwa tempat relokasi berada dekat permukiman warga lain, namun tidak jauh dari lokasi mata pencaharian semula.Setidaknya, hampir sebulan warga Simonet yang terdiri dari 64 keluarga dan 56 rumah itu pada Februari lalu terendam rob. Kalau permukaan laut makin meninggi, dusun itu terjebak rob.“Pemkab punya alternatif untuk pemukiman aman tanpa masyarakat meninggalkan basis mata pencaharian yaitu nelayan,” katanya. “Mereka kalau siang bisa di sini, tapi kalau malam lebih aman di desa.”Menurut dia, pemerintah desa sudah menyiapkan lahan. Nantinya, pemerintah kabupaten akan koordinasi dengan pemerintah provinsi dan pusat untuk menentukan mekanisme pembiayaan." "Ketika Rob Rendam Pesisir Utara Jawa Tengah","Pada akhir bulan Januari lalu, Kota Pekalongan dilanda banjir yang menyebabkan ribuan warga mengungsi ke tempat lebih aman. Hujan sejak Sabtu, 25 Januari hingga Minggu, 26 Januari itu menyebabkan dua per tiga wilayah Kota Pakelongan terendam air.Kelurahan Tirto menjadi wilayah terdampak banjir paling parah karena berlokasi di antara Sungai Meduri dan Bremi.Jumlah pengungsi tercatat 3.183 jiwa, tersebar di 19 lokasi. Sejumlah mesjid, aula kantor, juga stadion untuk tempat pengungsian.Pada Februari, Kota Pekalongan kembali banjir. Sedikitnya 1.776 warga terpaksa mengungsi. Luasan genangan hampir sama dengan yang terjadi akhir Januari. Dikutip dari antara, menyebutkan, banjir menyentuh RSUD Kraton Pekalongan dengan ketinggian 50 cm. Akibatnya, sejumlah pasien harus evakuasi.Banjir rob juga menggenangi Kota Tegal. Sedikitnya 187 rumah warga dihuni 267 ˚eluarga, Rabu, 3 Juni terdampak. Selain dampak air laut pasang, banjir juga dipengaruhi permukaan tanah di permukiman warga rendah.  Laporan BPBD Kota Tegal, banjir rob merendam di dua kelurahan yakni Muarareja dan Tegal Sari. Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Pelaksana BPBD Kota Tegal Andri Yudi mengatakan, hingga Rabu itu tidak ada warga mengungsi.“Sampai saat ini tidak ada pengungsi, warga bertahan di rumah masing-masing. Ketinggian air rob masuk ke rumah penduduk kisaran 20-25 cm. Saat ini, sudah mulai surut,” kata Andri.Dalam keterangan dari BNPB juga menjelaskan, berdasarkan laporan dan hasil asesmen awal dari Tim Reaksi Cepat (TRC) BPBD Kota Tegal, sebelumnya genangan rob terjadi pada Senin, 1 Juni dengan tinggi muka air 10-25 cm. Genangan rob di sepanjang pesisir utara laut Jawa dengan panjang kurang lebih 700 meter, dari Kecamatan Tegal Timur sampai Tegal Barat.Sejauh ini, TRC Penanggulangan Bencana BPBD Kota Tegal telah monitoring berkala air rob dan penilaian serta mengambil langkah guna mengantisipasi banjir susulan." "Ketika Rob Rendam Pesisir Utara Jawa Tengah","BPBD Jawa Tengah melaporkan genangan rob juga terjadi di Demak pada Kamis, 4 Juni. Rob melanda Kecamatan Sayung, Karangtengah, Bonang, dan Wedung dengan ketinggian berkisar antara 10-110 cm. Ribuan rumah, sekolah, makam, dan tempat ibadah terdampak genangan itu. Peringatan BMKGAwal Juni menjadi periode bulan yang harus diwaspadai terutama untuk warga di pesisir utara Jawa. BMKG merilis keterangan 4 Juni bahwa, awal Juni potensi rob akan kembali terjadi khusus perairan utara Jawa. BUMG menyatakan, fase bulan purnama akan menyebabkan pasang air laut cukup tinggi di beberapa wilayah Indonesia.Selain faktor astronomis itu, faktor meteorologis berupa potensi gelombang tinggi diprakirakan bisa mencapai 2,5- 4 meter di laut Jawa. Kondisi ini, katanya, dampak embusan angin kuat dan persisten yang mencapai kecepatan hingga 25 knot atau 46 km per jam.Potensi gelombang tinggi di Laut Jawa dan rob di pesisir utara Jawa akan berlangsung hingga 6 Juni dan memiliki kecenderungan menurun seiring dengan penurunan kecepatan angin.Untuk itu, BMKG mengimbau, masyarakat yang bermata pencaharian dan beraktivitas di pesisir atau pelabuhan waspada sebagai upaya mitigasi terhadap potensi bencana rob. Imbauan itu tertama untuk warga di wilayah dengan pantai berelevasi rendah seperti pesisir utara Jakarta, Pekalongan, Cirebon dan Semarang.  Tekanan lingkunganPenyebab rob di Pekalongan, antara lain, karena penyedotan air bawah tanah berlebih. Mila Karmilah, pakar perencanaan kota dosen di Universitas Islam Sultan Agung Semarang mengatakan, harus dipikirkan mengurangi kegiatan ekonomi eksploitatif di pesisir termasuk Pekalongan.“Masalah banjir rob itu bisa dibilang faktor alam, tapi kan bisa dikendalikan. Selama kita bisa pembatasan kegiatan di daerah tepi pantai. Jadi, harus ada pembatasan, tidak ekspansif,” katanya saat dihubungi Mongabay." "Ketika Rob Rendam Pesisir Utara Jawa Tengah","Soal penurunan muka tanah (land subsidence), Mila berharap industri yang menguras air bawah tanah setop. Laju penurunan muka tanah untuk pulau Jawa, katanya, cukup besar, 5-10 cm per tahun dan sudah membahayakan.“Itukan (rob) tidak disebabkan dari satu unsur. Itu gabungan dari beberapa sebab. Bisa karena perubahan iklim, abrasi, land subsidence. Penurunan muka tanah ini karena ada bangunan di atasnya, juga karena ada pengambilan air bawah tanah yang berlebihan di sana,” katanya.Bagi Mila, pembanguan di tepi pantai harus diminimalisir, dan pengambilan air bawah tanah rakus harus dikurangi. Dia usul, bisa mulai dengan penyusunan rencana tata ruang yang benar, dan memastikan perencanaan berjalan secara bertanggung jawab.“Berarti ada beban di atasnya, artinya harus dikurangi. Jangan sampai, misal karena view bagus lalu dibangun hotel tanpa mengindahkan beban terhadap lingkungan.”Menurut dia, alam sesungguhnya sudah menciptakan tatanan sendiri supaya seimbang. Sayangnya, manusia kerap kali beraktivitas yang eksploitatif, hingga menghancurkan keseimbangan itu.“Karena ada lahan, lalu ada demand. Dibuatlah pembangunan di tepi pantai tanpa memperhatikan kondisi lingkungan yang mungkin sudah sangat rentan terhadap aktivitas manusia. Pantai itu rentan untuk kegiatan yang sangat ekspansif. Kegiatan ya harus dipilih-pilih, apa yang bisa dilakukan di daerah sempadan pantai.”Terkait tanggul penahan rob yang dibangun di Pekalongan, katanya, bukan solusi kalau hanya di sebagian lokasi.“Kalau tanggul dibangun, yang ditutup yang di Pekalongan, sebenarnya dampak malah ke Pemalang, sekarang. Banjir berpindah. Sekarang teman-teman di Pemalang minta dibangunkan tanggul juga.”" "Ketika Rob Rendam Pesisir Utara Jawa Tengah","Mengingat masalah rob dialami lintas wilayah dengan beragam sebab, katanya, perlu kerja sama berbagai pihak. Pemerintah provinsi harus mengambil tanggung jawab untuk menangani masalah rob, bukan hanya jadi masalah di tingkat lokal. Selain itu, harus mengubah pandangan bahwa rob adalah masalah biasa.“Karena dialami sehari-hari, sudah biasa, banjir dan rob dianggap bukan bencana. Harus ditangani serius sebagaimana kita menangani pandemi COVID-19. Jangan kita cuma sibuk dengan COVID-10 lalu yang kena banjir dan rob tidak mendapat perhatian. Ini bencana.” Keterangan foto utama: petugas menyiapkan perahu karet untuk evakuasi warga terdampak rob di Tegal, Jawa Tengah. Foto: BNPB [SEP]" "Isu Laut dalam Konvensi Perubahan Iklim dan Kesiapan Indonesia","[CLS] Baru-baru ini, Indonesia mematangkan bahan submisi untuk disampaikan kepada UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change) terkait isu laut yang mulai bergulir sejak pelaksanaan COP 25 (Blue COP) di Madrid, Spanyol tahun 2018. Dalam keputusannya, pihak Indonesia meminta kepada pimpinan SBSTA (the Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice) untuk melakukan dialog tentang laut dan perubahan iklim pada pertemuan ke 52 yang sedianya akan berlangsung pada bulan Juni 2020 mendatang.Untuk memfasilitasi dialog tersebut, UNFCCC meminta kepada para pemangku kepentingan (negara, organisasi, forum dan sebagainya) untuk menyampaikan submisi terkait isu yang akan dibahas dalam dialog yang akan diselenggarakan selama sidang SBSTA.Dalam submisinya, Indonesia menekankan pentingnya pertukaran informasi, pengalaman dan praktek-praktek yang dapat diimplementasikan dengan baik untuk kepentingan resiliensi pada masyarakat pesisir sebagai kelompok masyarakat yang paling terkena dampak perubahan iklim.Selain itu, Indonesia juga menganggap pentingnya meningkatkan aksi-aksi yang berbasis pada ekosistem yang diintegrasikan pada pengelolaan laut dan pesisir.Memproteksi dan merehabilitasi ekosistem laut yang rentan terhadap perubahan iklim, merupakan salah satu poin yang disampaikan pada submisi tersebut, termasuk bagaimana kerjasama dan penemuan-penemuan ilmiah dari kegiatan riset dan observasi dapat didiskusikan terutama untuk membantu negara-negara yang memiliki kapasitas terbatas baik dari sisi teknis dan sumberdaya. Submisi tersebut belum menekankan upaya mitigasi yang harus dilakukan untuk mengurangi dampak dari perubahan iklim.Baca : Makin Diperhatikannya Isu Laut untuk Penanganan Perubahan Iklim  " "Isu Laut dalam Konvensi Perubahan Iklim dan Kesiapan Indonesia","Sebagai panel saintifik yang dijadikan acuan oleh UNFCCC, bulan September 2019 IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) meluncurkan laporan khusus tentang laut dan kriosfer dalam Perubahan Iklim yang menyoroti pemanasan global terhadap ekosistem laut, pesisir, kutub dan gunung, dan komunitas manusia.Laporan tersebut menyoroti pentingnya memprioritaskan tindakan yang sesuai dan pada waktu yang tepat, terkoordinasi dan ambisius untuk mengatasi perubahan yang terjadi secara luas dan dapat terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama.Ditekankan pula pentingnya memberdayakan masyarakat, komunitas, dan pemerintah untuk menangani perubahan-perubahan yang belum pernah terjadi sebelumnya di semua aspek masyarakat. Menggabungkan ilmu pengetahuan dengan pengetahuan lokal dan tradisional, menjadi kunci penting dalam memberikan bukti-bukti nyata terhadap kejadian perubahan iklim.Laut sendiri, memegang dua peranan dalam sistem perubahan iklim, yaitu laut sebagai bagian yang terkena dampak dan laut sebagai sumber terjadinya perubahan iklim. Namun, dalam laporan IPCC laut dinyatakan sebagai objek yang terdampak oleh akibat adanya perubahan iklim. Bukan sebagai sumber penyebab terjadinya perubahan iklim.Sebagai negara dengan lautan yang luas, Indonesia tentunya akan menjalani dua peran tersebut. Apakah betul laut Indonesia terkena dampak dari perubahan iklim? Dan seberapa besar peranan laut Indonesia sebagai sumber terjadinya perubahan iklim?Dalam konteks perubahan iklim, sering disebut bahwa perubahan iklim menyebabkan terjadinya pencairan es dan kemudian terjadi kenaikan tinggi muka air laut karena pencairan es tersebut. Untuk negara-negara yang berada di lintang menengah dan lintang tinggi, hal ini tentu saja akan sangat terasa. Karena selain memiliki empat musim, fluktuasi suhu di negara-negara ini juga cukup tinggi sehingga perubahan-perubahan yang terjadi akan sangat terasa." "Isu Laut dalam Konvensi Perubahan Iklim dan Kesiapan Indonesia","baca juga : Indonesia Tekankan Tiga Isu Kelautan pada Sidang Umum PBB  Lalu apakah isu kenaikan tinggi muka air laut akan sampai di Indonesia?Dari pola sirkulasi laut yang saling terkoneksi satu sama lain (the great conveyor belt) dan perjalanannya yang akan memakan waktu ratusan tahun untuk sampai ke Indonesia, sepertinya isu kenaikan tinggi muka laut karena pencairan es bukan menjadi isu utama yang perlu diperhatikan.Isu itu menjadi membingungkan ketika kemudian kita dihadapkan pada situasi dimana, seperti contoh klasik yang terjadi di pesisir utara Jawa, kenaikan tinggi muka air laut lebih banyak dipengaruhi oleh turunnya muka air tanah (land subsidence).Kemungkinan lain kenaikan tinggi muka air laut, dapat disebabkan oleh adanya thermal expansion yang disebabkan oleh menghangatnya suhu air laut. Tetapi masih perlu dilakukan banyak kajian terkait seberapa besar pengaruh thermal expansion ini terhadap kenaikan tinggi muka air laut di Indonesia, mengingat fluktuasi suhu muka laut Indonesia tidak besar.Hal lain yang perlu menjadi perhatian adalah adanya gelombang ekstrim akibat adanya siklon tropis. Walaupun siklon tropis tidak terjadi di wilayah ekuator, namun siklon tropis diyakini dapat memberikan dampak secara langsung maupun tidak langsung kepada Indonesia.Dampak secara langsung dari siklon tropis adalah penjalaran alun dari sumber siklon yang dapat meningkatkan intensitas gelombang di perairan Indonesia yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia, Samudera Pasifik, Laut Cina Selatan, dan Perairan Australia.Upaya-upaya adaptasi perubahan iklim sudah banyak dilakukan di Indonesia, terutama terkait dengan resiliensi masyarakat pesisir seperti nelayan, wisata bahari dan penggunaan solusi hybrid untuk perlindungan pantai. Upaya mitigasi, terutama apabila dikaitkan dengan pengertian bahwa mitigasi adalah aksi pengurangan emisi, masih berjalan lambat dan belum sepenuhnya diimplementasikan." "Isu Laut dalam Konvensi Perubahan Iklim dan Kesiapan Indonesia","Perlu dibaca : Indonesia Kembali Serukan Blue Carbon Untuk Penanganan Perubahan Iklim  Berbagai forum global (Because the Ocean, Global Ocean Forum, High Level Panel for Sustainable Ocean Economy) menekankan pentingnya fungsi laut sebagai bagian dari aksi mitigasi. Pemanfaatan energi terbarukan dari laut dan pengalihan bahan bakar untuk kapal-kapal yang berlayar dianggap sebagai upaya yang signifikan dalam pengurangan emisi.Sebagai negara yang memiliki wilayah laut yang besar, energi dari pasang surut dan gelombang, dan konversi energi dari panas laut, merupakan potensi laut Indonesia yang cukup besar untuk dimanfaatkan sebagai energi terbarukan. Sayangnya, semua masih dalam tahap kajian. Dan jika pun ada, pemanfaatan energi dari laut itu belum dimanfaatkan secara optimal.Organisasi Maritim Internasional (IMO) telah mengeluarkan regulasi yang berlaku mulai tanggal 1 Januari 2020 yang bertujuan untuk secara signifikan mengurangi emisi SOx dari 3,5% m/m (konten massa) sulfur konten sampai saat ini menjadi 0,5% m/m.Implementasi regulasi ini di Indonesia, kemudian juga diperkuat dengan dikeluarkannya Surat Edaran Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor 35 Tahun 2019 tanggal 18 Oktober 2019 tentang Kewajiban Penggunaan Bahan Bakar Low Sulfur dan Larangan Mengangkut atau Membawa Bahan Bakar yang tidak Memenuhi Persyaratan serta Pengelolaan Limbah Hasil Resirkulasi Gas Buang dari Kapal.Seberapa besar pengurangan emisi dari penerapan regulasi ini masih harus menunggu hasil implementasi ini sekitar 5-10 tahun mendatang.Meskipun laut terbuka atau laut lepas menampung banyak ekosistem dan organisme laut yang berfungsi sebagai penyerap karbon dalam jangka panjang, sampai sekarang sebagian besar perhatian masih tertuju pada peluang dari ekosistem pesisir kunci yaitu mangrove dan padang lamun." "Isu Laut dalam Konvensi Perubahan Iklim dan Kesiapan Indonesia","Ekosistem pesisir ini memiliki potensi mitigasi yang diakui secara luas dan memiliki manfaat tambahan adaptasi. Walaupun potensi ekosistem pesisir ini besar, potensi untuk melepaskan emisi juga akan menjadi besar jika mangrove dan lamun mengalami degradasi.Stok karbon yang tersimpan pada biomassa ataupun sedimen akan terekspos udara dan kemudian selanjutnya proses mikrobiologi akan melepaskan gas rumah kaca ke kolom air atau atmosfer secara langsung. Kondisi ini cukup mengkhawatirkan mengingat konversi alih guna lahan menjadi lahan tambak masih cukup banyak terjadi di Indonesia.Baca juga : Besarnya Potensi Karbon Biru dari Pesisir Indonesia, Tetapi Belum Ada Roadmap Blue Carbon. Kenapa?  Bagaimana dengan isu global lain seperti pengasaman atau penurunan pH air laut (ocean acidification) dimana pengasaman laut merujuk kepada penurunan tingkat keasaman air laut akibat reaksi antara gas rumah kaca CO2 dan air laut?Sama seperti halnya kenaikan tinggi muka air laut, di kawasan perairan Indonesia terutama di wilayah pesisir, sulit dibedakan antara pengasaman air laut yang memang terjadi karena faktor perubahan iklim dan faktor lokal seperti pembuangan limbah yang menyebabkan laju pengasaman lebih tinggi apabila kita bandingkan dengan tren global.Isu yang sama juga terjadi pada peristiwa pemutihan karang (coral bleaching) di Indonesia, yang masih sulit dibedakan antara faktor perubahan iklim dan faktor lokal.Masih banyak isu lokal perubahan iklim di Indonesia yang (mungkin) tidak menjadi perhatian di lingkup global. Salah satu contoh adalah berubahnya ritme musiman dan distribusi spesies di laut seperti yang terjadi pada ikan lemuru di Selat Bali. Kombinasi antara pemanasan dan pengasaman laut juga berdampak negatif pada perikanan budidaya." "Isu Laut dalam Konvensi Perubahan Iklim dan Kesiapan Indonesia","Perlu menjadi catatan bahwa secara saintifik kurangnya monitoring dan observasi terhadap kondisi laut, termasuk data historis, menjadi penyebab lemahnya data dan analisis perubahan iklim untuk menjawab isu yang terjadi di laut (sebagai sumber atau objek yang terkena dampak).Hal ini sering membuat analisis yang dibuat tidak sesuai dengan fenomena yang sudah, sedang dan akan terjadi. Ditambah lagi dengan adanya gap antara peneliti (ilmu alam dan sosial), sehingga implementasi mitigasi perubahan iklim kadang tidak sesuai dengan kultur masyarakat setempat.Untuk itu, pekerjaan besar perlu dilakukan oleh instansi/lembaga terkait untuk membuat suatu peta jalan (roadmap) khusus isu laut dan perubahan iklim yang tidak hanya menjawab isu global tapi juga menjawab dan mengantisipasi isu-isu perubahan iklim yang terjadi pada konteks lokal. Peta jalan ini harus spesifik, terukur, mampu dilaksanakan, realistis dan memiliki target waktu tertentu. * Dr. Anastasia Rita Tisiana Dwi Kuswardani, Peneliti Oseanografi Fisik di Badan Riset dan Sumber Daya Manusia, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Artikel ini adalah opini penulis.  [SEP]" "Menimbang Dampak RUU Omnibus Law Cipta Kerja di Sektor Kelautan dan Perikanan","[CLS]  Indonesia dikenal memiliki keanekaragaman hayati sektor kelautan yang tinggi, yang oleh beberapa kalangan disebut sebagai the Amazon of the seas. Indonesia juga memiliki kawasan yang disebut The Coral Triangle yang juga kaya dengan keanekaragaman hayati.Namun, kekayaan ini dinilai mengalami keterancaman seiring dengan rencana pemerintah menerapkan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja, yang rancangannya kini tengah dibahas di DPR.Pro kontra Omnibus Law memang kini tengah berlangsung di masyarakat, bahkan di tengah merebaknya wabah Corona atau COVID-19 saat ini. Sektor kelautan kini menjadi salah satu sorotan karena beberapa pasal dalam RUU ini dinilai sebagai kemunduran dan mengancam keberlanjutan ekosistem laut dan pesisir.Rony Megawanto, Direktur Program Yayasan Keanekaragaman Hayati (Kehati), pada diskusi yang diselenggarakan Kehati dan Mongabay Indonesia, Senin 27 April 2020, menyatakan ancaman terhadap keanekaragaman hayati laut Indonesia yang begitu kaya harus menjadi salah satu pertimbangan sebelum menerapkan UU Cipta Kerja ini nantinya.“Dalam konteks Omnibus Law kita harus hati-hati dalam melakukan investasi, meski kita belum tahu investasinya akan seperti apa, kondisi laut kita saat ini harus menjadi pertimbangan,” ungkapnya.baca : Was-was ‘Sapu Jagat’ Omnibus Law  Menurut Rony, tanpa adanya Omnibus Law ini saja tekanan terhadap laut dan pesisir sudah sangat besar. Tiga ekosistem penting pesisir, yaitu terumbu karang, padang lamun dan mangrove berada dalam kondisi kritis.Salah satu penyebabnya adalah karena sebagian besar kapal penangkapan ikan adalah kapal ikan skala subsisten dan kecil yang menangkap ikan wilayah pesisir. Sementara kapal perikanan yang menangkap ikan di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan laut lepas (high seas) jumlahnya sangat sedikit." "Menimbang Dampak RUU Omnibus Law Cipta Kerja di Sektor Kelautan dan Perikanan","Terkait isi RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini, Rony mengurai empat catatan penting. Pertama, terkait definisi nelayan, yang tidak lagi menyertakan ukuran kapal yang digunakan nelayan.Ini dinilai berbeda dengan aturan yang ada saat ini. Misalnya, dalam UU No.45 tahun 2009 tentang Perikanan menyebutkan nelayan kecil berkapasitas di bawah 5 GT, sedangkan di UU No.7 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam disebutkan di bawah 10 GT.“Selama ini nelayan kecil memiliki keistimewaan, di mana mereka bisa menangkap ikan di mana saja tanpa perlu izin dan disubsidi, kecuali di wilayah konservasi. Kalau tidak ada indikator yang jelas yang mana disebut nelayan kecil maka nelayan besar pun dikhawatirkan akan mendapatkan fasilitas tersebut,” jelasnya.Kedua, terkait penyederhanaan perizinan. Jika sebelumnya terdapat tiga izin yang harus dipenuhi yaitu Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) Dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) serta sejumlah izin lingkungan, namun kini disimplifikasi menjadi satu izin saja, yaitu izin berusaha.Ketiga, adanya re-sentralisasi, di mana semua perizinan kini hanya bisa diberikan oleh pemerintah pusat. Dalam hal ini wewenang provinsi dan kabupaten dicabut.“Ini malah bertentangan dengan semangat reformasi yang justru dulu bagaimana sentralisasi didistribusi. Kalau sentralisasi terjadi maka saya yakin pemerintah pusat akan kewalahan dalam mengelola sumber daya ikan karena rentang kendalinya akan sangat luas.”Keempat, terkait pemberian sanksi yang hanya berupa sanksi administrasi, sementara sanksi denda dan pidana dihilangkan.“Padahal pemberian sanksi pidana dianggap masih sangat penting untuk memberikan efek jera bagi pelaku pelanggaran,” katanya.baca juga : Indikasi Kemunduran Tata Kelola Kelautan dan Perikanan Mulai Terlihat  " "Menimbang Dampak RUU Omnibus Law Cipta Kerja di Sektor Kelautan dan Perikanan","Menurut Mas Achmad Santoso, CEO Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI), upaya pemerintah mendorong RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini tak terlepas dari visi 2045 Indonesia yang menargetkan menjadi 5 besar kekuatan ekonomi dunia, dan target 2040 masuk kategori negara berpendapatan tinggi.“Inilah yang membuat arah kebijakan pemerintah kemudian adalah percepatan investasi untuk pertumbuhan ekonomi,” ungkapnya dalam diskusi yang diselenggarakan CORAL, Rabu 29 April 2020.Dikatakan, Ota, sapaan akrab Mas Achmad Santoso, Omnibus Law sebagai metode dipilih karena memiliki sejumlah kelebihan, seperti menghemat waktu dan biaya, memudahkan kesepakatan politik dan harmonisasi.Namun Omnibus Law juga memiliki kelemahan, seperti sifatnya yang multi and diverse subject, yang membuat kelompok kritis dalam parlemen, opisisi dan masyarakat sulit dan terbatas ikut serta dalam proses pembahasannya.“Judulnya cipta kerja, artinya UU ini tujuannya untuk ingin menciptakan lapangan kerja yang seluas-luasnya, tetapi kalau melihat isinya banyak hal-hal yang mungkin saya anggap ini berhubungan dengan penciptaan lapangan kerja,” katanya.Di pembahasan RUU ini, Ota bahkan mensinyalir kecenderungannya adanya penyelundupan pasal-pasal yang condong pada kepentingan tertentu. Di lain sisi, pemerintah dinilai tidak mampu mengakomodir kepentingan masyarakat luas dalam proses penyusunannya.Terkait semangat re-sentralisasi perizinan dalam Omnibus Law ini, Ota menilai pemerintah nantinya akan kesulitan dalam hal pengawasan kepatuhan.“Karena tidak lagi dikenal izin sektoral semuanya diamalgasikan ke dalam perizinan usaha, pertanyaannya bagaimana pengawasan kepatuhannya dan siapa yang akan melakukannya?” ujarnya." "Menimbang Dampak RUU Omnibus Law Cipta Kerja di Sektor Kelautan dan Perikanan","Ota juga menyoroti penilaian kriteria kegiatan dampak penting yang wajib Amdal yang menjadi tidak jelas. Selama ini Amdal diatur dalam UU No.32/2009 tentang Lingkungan Hidup dengan 9 kriteria, yang dalam RUU ini dihilangkan dan selanjutnya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.perlu dibaca : Nasib Nelayan Semakin Terpuruk di Saat Pandemi COVID-19   Momentum Strategis Perikanan TangkapZulficar Mochtar, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan, menjelaskan bahwa saat ini perikanan tangkap Indonesia berada pada momentum sangat strategis, yang secara ekonomi dianggap bisa meningkatkan kesejahteraan nelayan dan pelaku usaha. Sehingga membutuhkan investasi yang serius dan upaya pengembangan potensi ekonomi yang luar biasa.“Dengan kondisi negara yang sangat butuh seperti sekarang ini, harusnya bisa didorong sebagai kerangka strategis untuk berkembang ke depan. Namun kita juga tak ingin ini bablas, makanya instrumen-instrumen pendataan harus dikawal bersama,” katanya.Meski demikian, ia menyadari adanya kekhawatiran berbagai pihak terkait dampak Omnibus Law ini. Misalnya terkait perizinan yang nantinya seluruhnya menjadi wewenang pemerintah pusat.“Ini menjadi salah satu concern kami, karena memang diperlukan kontrol mencegah terjadinya salah kelola dalam tata kelola kelautan dan perikanan.”Menurutnya, meski segala bentuk perizinan ditarik ke pemerintah pusat namun kerangka yang menuju ke instrumen-instrumen tersebut masih berada di KKP. Tantangannya kemudian, bagaimana sistem perizinan tersebut terhubung secara otomatis dengan data-data yang ada, sehingga tidak menghambat dari segi proses.“Dengan simplifikasi perizinan, semula ada SIUP, SIPI, SIKPI kemudian menjadi untuk satu instrumen saja, kita perlu memastikan kepatuhan terhadap perundang-undangan ini semakin intensif.”  " "Menimbang Dampak RUU Omnibus Law Cipta Kerja di Sektor Kelautan dan Perikanan","Masalah kepatuhan ini sendiri dinilai Zulficar memang menjadi salah satu tantangan yang dihadapi sektor perikanan tangkap. Sehingga pemerintah kemudian berupaya bagaimana tingkat kepatuhan para pelaku usaha ini bisa ditingkatkan melalui sejumlah instrumen.Sejumlah instrumen tersebut misalnya melalui logbook perikanan, yang akan mengindikasikan berapa total tangkapan ikan yang sudah dilakukan, jenis alat tangkap yang digunakan, hasil tangkapan ikannya apa sesuai izin atau tidak.“Logbook ini menjadi salah satu indikator kita untuk memantau seefektif apa tata kelola tersebut dilakukan. Logbook ini sudah berjalan meskipun belum sempurna, masih ada beberapa hal yang masih perlu dikembangkan, namun ini menjadi salah satu instrumen mendorong kepatuhan usaha tersebut.”Instrumen lainnya adalah penerbitan surat persetujuan berlayar yang wajib dimiliki pelaku usaha perikanan ingin melaut. Izin ini tidak akan dikeluarkan hingga sejumlah aturan yang ada dipenuhi.“Ini bisa kita dorong masuk dalam kerangka nelayan untuk memperkuat instrumen di tingkat menteri kemudian masuk juga di sini. Kemudian laporan kegiatan penangkapan akan didukung nanti dengan beberapa monitoring system dan berbagai instrumen lainnya,” tambahnya.   [SEP]" "Gunung, Permata Alami yang Harus Kita Hargai","[CLS]  Perserikatan Bangsa-Bangsa [PBB] mendeklarasikan 11 Desember sebagai Hari Gunung Internasional. Akarnya berasal dari tahun 1992, ketika dokumen “Mengelola Ekosistem Rawan: Pembangunan Pegunungan Berkelanjutan” [disebut Bab 13], diadopsi sebagai bagian dari rencana aksi Agenda 21 Konferensi Lingkungan dan Pembangunan.Hari Gunung Internasional kemudian ditetapkan oleh Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 2002 dengan misi “Mendorong komunitas internasional untuk menyelenggarakan acara di semua tingkatan pada hari itu, untuk menyoroti pentingnya pembangunan gunung yang berkelanjutan.”Organisasi Pangan dan Pertanian PBB [FAO] mengkoordinasikan perayaan tahunan itu untuk menumbuhkan kesadaran lebih besar tentang masalah pegunungan.International Year of Mountains 2002, mendorong semua entitas yang relevan dari sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa, dalam mandat masing-masing, untuk melanjutkan kolaborasi konstruktif mereka dalam konteks tindak lanjut Tahun Pegunungan Internasional.Baca: Masyarakat Adat Tengger Hidup Berdamai dengan Alam  Kolaborasi konstruktif tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan kelompok antar-lembaga di pegunungan, dan kebutuhan untuk keterlibatan lebih lanjut dari sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa, sesuai mandat yang ditentukan dalam Bishkek Mountain Platform.Bishkek Mountain Platform adalah hasil dari Bishkek Global Mountain Summit, acara global puncak Tahun Pegunungan Internasional 2002. Tujuan platform ini adalah melanjutkan inisiatif yang ada dan untuk mengembangkan upaya substantif dengan memobilisasi sumber daya, memberi orientasi dan bimbingan, dan mempromosikan sinergi." "Gunung, Permata Alami yang Harus Kita Hargai","Secara khusus, ini akan memberikan kerangka kerja bagi para pemangku kepentingan dan lainnya untuk berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan di kawasan pegunungan dunia. Untuk bertindak bersama di semua tingkatan, dari lokal hingga global, guna meningkatkan mata pencaharian masyarakat pegunungan, melindungi ekosistem pegunungan dan menggunakan sumber daya gunung dengan lebih bijak.Baca: Berburu Embun Beku di Lautan Pasir Gunung Bromo  Lindungi keanekaragaman hayatiTahun 2020 ini, Tema Hari Gunung Internasional adalah melindungi keanekaragaman hayati pegunungan.Keanekaragaman hayati meliputi keanekaragaman ekosistem, spesies dan sumberdaya genetik, dan pegunungan sendiri memiliki banyak varietas endemik. Topografi yang berbeda dalam hal ketinggian, kemiringan, dan keterpaparan di pegunungan menawarkan peluang untuk menumbuhkan berbagai tanaman bernilai tinggi, hortikultura, peternakan, dan spesies hutan.Misalnya, penggembala gunung di Pakistan memiliki kumpulan sumber daya genetik ternak yang sangat berharga dengan sifat khusus yang dikembangbiakkan. Sebut saja ketahanan terhadap penyakit, yang dapat membantu adaptasi terhadap perubahan iklim. Hampir 70% lahan pegunungan digunakan untuk penggembalaan yang menyediakan pupuk kandang untuk meningkatkan kesuburan tanah.Pengelolaan keanekaragaman hayati pegunungan yang berkelanjutan semakin diakui sebagai prioritas global. Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 15 SDGs, target empat, didedikasikan untuk konservasi keanekaragaman hayati pegunungan dengan mempertimbangkan relevansinya secara global.Keanekaragaman hayati di semua ekosistem menjadi fokus, karena Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mendeklarasikan 2021 hingga 2030 sebagai Dekade PBB tentang Restorasi Ekosistem. Selain itu, sebagian besar Geopark Global UNESCO juga terletak di pegunungan atau sebagian ditutupi pegunungan.Baca juga: Rindu Berat Para Pendaki, Tidak Bisa Naik Gunung Selama Pandemi  Ancaman perubahan iklim" "Gunung, Permata Alami yang Harus Kita Hargai","PBB menyebut gunung sebagai natural jewels we should treasure [permata alami yang harus kita hargai]. Pegunungan adalah rumah bagi 15 persen populasi dunia dan menampung sekitar setengah dari hotspot keanekaragaman hayati dunia.Hampir satu miliar orang tinggal di daerah pegunungan, dan lebih dari setengah populasi manusia bergantung pada pegunungan mulai air, makanan, dan energi bersih.Namun, pegunungan berada di bawah ancaman perubahan iklim, degradasi tanah, eksploitasi berlebihan dan bencana alam, dengan konsekuensi yang berpotensi menghancurkan, baik bagi komunitas pegunungan maupun seluruh dunia.Meningkatnya suhu juga membuat gletser gunung mencair dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya, berdampak pada pasokan air tawar di hilir bagi jutaan orang.Dikombinasikan dengan marjinalisasi politik, ekonomi dan sosial, kondisi tersebut akan meningkatkan kerentanan masyarakat pegunungan terhadap kekurangan pangan dan kemiskinan ekstrim. Saat ini, sekitar 39 persen dari populasi pegunungan di negara berkembang, atau 329 juta orang, diperkirakan rentan terhadap kerawanan pangan.Perubahan iklim, praktik pertanian yang tidak berkelanjutan, penambangan komersial, penebangan, dan perburuan, semuanya menyebabkan kerusakan besar pada keanekaragaman hayati pegunungan.Penggunaan lahan dan perubahan tutupan lahan, serta bencana alam, turut mempercepat hilangnya keanekaragaman hayati dan berkontribusi menciptakan lingkungan yang rapuh bagi masyarakat pegunungan.Juga, degradasi ekosistem, hilangnya mata pencaharian dan migrasi di pegunungan dapat menyebabkan ditinggalkannya praktik budaya dan tradisi kuno masyarakat yang telah melestarikan keanekaragaman hayati selama beberapa generasi.Masalah ini tentu berpengaruh pada kita semua. Kita harus mengurangi jejak karbon, dan tentunya menjaga kekayaan alam ini beserta keanekaragaman hayatinya dari segala kerusakan. " "Gunung, Permata Alami yang Harus Kita Hargai","* Tri Wahyuni, penulis adalah peneliti di Institute for Population and National Security, artikel ini merupakan opini pribadi penulis. Referensi: The Bishkek Mountain Platform, Bishkek Global Mountain Summit 28 October – 1 November 2002.Natural Jewels We Should Treasure, diakses dari situs resmi PBB pada 11 Desember 2020.Resolution adopted by the General Assembly [on the report of the Second Committee (A/57/531/Add.5)] 57/245. International Year of Mountains, 2002.   [SEP]" "Satwa Misterius Sulawesi Terpantau di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone","[CLS]   Musang sulawesi [Macrogalidia musschenbroekii], yang merupakan satwa karnivora endemik Sulawesi perlahan terdeteksi keberadaannya. Satwa yang disebut misterius itu terekam kamera di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone [TNBNW] dan di kawasan Cagar Alam Tangkoko, Bitung, Sulawesi Utara.“Kenapa disebut masih misteri? Karena informasinya sangat minim. Selain itu, keberadaannya di kawasan TNBNW sulit dijumpai. Namun sejak tiga tahun terakhir, kehadirannya berhasil diketahui melalui kamera jebak [camera trap],” jelas Iwan Hunowu, peneliti dari WCS-Indonesia Program untuk Sulawesi, akhir Desember 2019.April 2019, Balai TNBNW bekerja sama dengan EPPAS Project dan WCS-Indonesia Program, merilis temuan musang sulawesi di Gunung Poniki yang didapat melalui kamera jebak. Meningkatnya perjumpaan ini sekaligus memberi informasi bahwa satwa ini tidak selangka yang diperkirakan sebelumnya.“Fakta menunjukkan musang sulawesi benar-benar ada di kawasan TNBNW, yang selama ini sulit dijumpai,” ujar Iwan.Baca: Kamera Penjebak Kembali Mendeteksi Keberadaan Musang Sulawesi  Pertengahan Desember 2019, jurnal internasional berbasis di Cambridge, Inggris, merilis hasil temuan musang sulawesi itu. Jurnal tersebut ditulis langsung Iwan Hunowu dan Alfons Patandung yang menjelaskan hasil survei yang mereka lakukan di seluruh Sulawesi Utara. Fokus utamanya di dua kawasan konservasi yaitu TNBNW dan Cagar Alam Tangkoko.“Sebenarnya sudah ditulis sejak 2016, namun baru diterbitkan pada 2019 oleh Oryx Journal. Sebelumnya pada 2003, saya juga menulis musang sulawesi di jurnal yang sama, namun lokasi berbeda, di Sulawesi Tenggara,” kata Iwan kepada Mongabay.Baca: Bogani Nani Wartabone yang Bukan Taman Nasional Biasa…  " "Satwa Misterius Sulawesi Terpantau di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone","Publikasi tersebut, menurut Iwan, membutuhkan waktu lama karena harus mendapat masukan para ahli. Di Sulawesi sendiri ada tiga jenis musang, namun dua di antaranya bukan berstatus endemik melainkan spesis introduksi, yaitu Malay Civet atau musang melayu [Viverra tangalunga] dan Palm Civet atau musang palem [Paradoxurus hermaphrodites]. Sementara yang khas hanyalah Sulawesi Civet atau musang sulawesi.“Hasil survei kami menemukan keberadaan musang sulawesi lebih banyak di hutan primer ketimbang hutan sekunder. Bahkan, ada juga di kebun warga,” ujarnya.  Berdasarkan jurnal yang ditulis Iwan Hunowu dan Alfons Patandung, disebutkan bahwa musang sulawesi berstatus Rentan [Vulnerable] dalam Daftar Merah IUCN, karena dugaan menurunnya populasi yang dipicu berkurangnya hutan primer. Selain itu, tidak ada data berapa jumlah populasi terkini yang dapat dijadikan rujukan, disebabkan kurangnya survei di lokasi potensial.Survei yang dilakukan WCS tersebut merekam 13 kali kehadiran musang sulawesi di delapan lokasi di TNBNW, baik di dalam kawasan maupun di luar.“Ciri khasnya memiliki cincin-cincin putih bagian ekor. Satwa ini juga termasuk nokturnal, mungkin inilah yang membuat musang sulawesi jarang dijumpai. Justru yang sering terpantau musang melayu,” ungkap Iwan.  Meski demikian, pada Maret 2018, tim patroli Balai TNBNW pernah menemukan musang sulawesi terperangkap jerat yang dipasang warga. Biasanya, jerat tersebut untuk menangkap babi hutan, namun satwa yang terperangkap bisa apa saja: anoa, musang, bahkan burung maleo. Faktor ini yang membuat musang sulawesi rentan terhadap ancaman, selain berkurangnya hutan primer yang merupakan habitat alaminya.  " "Satwa Misterius Sulawesi Terpantau di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone","TNBNW, selain rumahnya musang sulawesi, merupakan tempat hidupnya satwa-satwa endemik Sulawesi, seperti dua jenis anoa [Bubalus depressicomis dan Bubalus quarlessi], dua jenis monyet [Macaca nigra dan Macaca nigrescens], babirusa sulawesi [Babyrousa celebensis], maleo [Macrocephalon maleo], dan julang sulawesi [Rhyticeros cassidix].TNBWN adalah kawasan konservasi darat terluas di Sulawesi, mencapai 282.008,757 hektar, yang berada di dua provinsi yaitu Sulawesi Utara dan Gorontalo.“Masih banyak penelitian yang harus dilakukan untuk mengidentifikasi musang sulawesi ini. Kebutuhan saat ini adalah survei populasi,” papar Iwan.   [SEP]" "Kalimantan Tengah Banjir, Indikasi Rusaknya Hutan di Kawasan Hulu?","[CLS]   Banjir menerjang Kalimantan Tengah [Kalteng]. Sejumlah kabupaten terendam air yaitu Lamandau, Katingan, Seruyan, Kotawaringin Timur, Gunung Mas, Murung Raya, dan Kapuas. Terhitung 11 hingga 26 September 2020, status tanggap darurat banjir diberlakukan di provinsi ini.Sugianto Sabaran, Gubernur Kalteng, pada Kamis [17/9/2020], dengan helikopter BNPB memantau langsung ke lokasi sekaligus memberikan bantuan sembako dan obat-obtan, terutama ke beberapa daerah terisolir. Pemerintah Kalteng, menyalurkan 20 ribu paket bantuan ke lokasi bencana melalui udara maupun darat.Darliasjah, Pelaksana Tugas Kepala Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran [BPBPK] Kalteng mengatakan, sejauh ini lebih dari 6.445 kepala keluarga atau 17 ribu jiwa terdampak banjir.Baca: Cetak Sawah Baru di Kalteng, Babak Baru Bencana Ekologi?  Esau Tambang, Plt. Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kalimantan Tengah, kepada Mongabay Indonesia mengatakan banjir sangat mungkin terjadi disebabkan rusaknya hutan di bagian hulu, sehingga kemampuan hutan untuk menampung dan menyerap air hujan sangat kecil.“Curah hujan yang tinggi tidak diimbangi dengan kemampuan hutan menyerap air,” terangnya.Untuk itu, diperlukan tindakan komprehensif sejumlah pihak, seperti BNPB di sejumlah kabupaten, DLH Provinsi, BMKG Provinsi, dan Bappenas untuk melihat water cactchment area bagian hulu agar bisa dipulihkan lagi hutannya,” kata Esau.Baca: Sedotan Purun, Kreativitas Masyarakat Tumbang Nusa Jaga Lahan Gambut  Alih fungsi lahan Safruddin, Direktur Save Our Borneo, mengatakan banjir di Kalteng biasanya berlangsung 2 hingga 3 hari, tapi tahun ini di beberapa lokasi hingga satu minggu lamanya. Banjir juga terjadi di saat seharusnya musim kemarau yang dampaknya begitu luas.“Rusaknya hutan yang berdampak pada kerusakan lingkungan di Kalteng, merupakan dampak yang harus dirasakan sekarang,” terangnya, Kamis [19/9/2020]." "Kalimantan Tengah Banjir, Indikasi Rusaknya Hutan di Kawasan Hulu?","Baca: Banjir di Hulu Kalimantan Tengah, Pertanda Apa?  Dia melanjutkan, jutaan hektar kawasan hutan dibuka dan diberikan izin untuk HPH, HTI, pertambangan, hingga paling masif adalah perkebunan sawit di hampir di semua wilayah Kalteng, terutama wilayah hulu yang hutannya semakin terbuka.“Selain itu, daya dukung dan daya tampung lingkungan yang tidak pernah diperhitungkan membuat bencana ekologis semakin cepat terjadi.”Hutan yang merupakan penyangga kehidupan karena memiliki fungsi penting menjaga keseimbangan alam, sudah sepatutnya kita jaga. Pemerintah harus mengambil langkah-langkah strategis untuk melindungi hutan yang ada, dengan tidak dengan mudahnya memberikan dalam berbagai bentuk izin.Baca juga: Food Estate Melaju, Walhi Kalteng: Jangan Buka Lahan Baru  Pemerintah juga harus mendukung upaya-upaya yang dilakukan masyarakat dalam melindungi hutan dan wilayahnya melalui kearifan lokal.“Termasuk juga pemerintah mempertimbangkan kembali rencana membuka lahan untuk program food estate yang akan di kembangkan di beberapa wilayah di Kalteng dengan cara membuka kawasan hutan,” ujar Safruddin.  PantauanBerdasarkan pantauan Mongabay Indonesia, banjir yang terjadi di Lamandau berawal dari wilayah Kina, yang berada kawasan hulu sungai. Begitu pula dengan di Katingan, banjir mulai menggenangi perumahan warga di Tumbang Hiran dan Desa Habangoi, lalu ke bagian hilir sepanjang aliran Sungai Katingan.Di Desa Tumbang Sanamang, sebuah rumah guru SMP hanyut. Banjir juga merendam Desa Tumbang Napoi yang berada di Kecamatan Mini Manasa, Gunung Mas bagian hulu.  Rano, warga Desa Sepayang, Kabupaten Kotawaringin Timur, yang merasakan banjir mengatakan, untuk sampai ke Palangkaraya, ia dan keluarganya harus menempuh perjalanan selama 13 jam. Padahal, kondisi normal, diperlukan waktu sekitar 5 jam perjalanan darat." "Kalimantan Tengah Banjir, Indikasi Rusaknya Hutan di Kawasan Hulu?","Dia mengatakan, untuk mendapatkan kendaraan [mobil] dari desa, mereka harus berjalan kaki sejauh dua kilometer.“Kami berangkat jam 11 siang. Jalan kaki dahulu ke bukit dan berenang di daerah banjir, tiba Palangkaraya jam 23.00 WIB malam. Banjirnya dalam, ada yang melewati kepala. Untuk menyelamatkan barang kami membuat rakit, tidak ada perahu karena itu di hutan,” tuturnya.   [SEP]" "Teknologi Ini Percepat Produksi Benih Ikan Berkelanjutan","[CLS]  Ketersediaan benih ikan air tawar selama ini selalu dikeluhkan oleh banyak pembudi daya ikan skala kecil ataupun besar di seluruh Indonesia. Kendala itu bisa menghambat pengembangan usaha budi daya perikanan yang oleh Presiden Joko Widodo dijadikan sebagai target utama pada lima tahun mendatang.Untuk mengatasinya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berinisiatif mencari terobosan melalui penggunaan teknologi yang tepat. Agar proses produksi benih ikan lebih cepat, dilakukan pemangkasan waktu pemeliharaan lebih pendek.Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengatakan selain waktu pemeliharaan dipangkas, penggunaan teknologi juga diharapkan bisa menghasilkan tingkat kelulushidup (survival rate/SR) dan tingkat keseragaman ukuran menjadi lebih baik.Sehingga penggunaan teknologi akan bisa menghasilkan tebar padat tujuh kali lebih banyak dibandingkan sistem konvensional. Teknologi yang dinilai tepat diterapkan, adalah recirculation aquacultur system (RAS).“Dengan berbagai keunggulan yang dimiliki, RAS dapat menjadi solusi mengatasi permasalahan kebutuhan benih ikan di seluruh Indonesia,” ungkap dia pekan lalu di Jakarta.baca : Ini Teknologi RAS, Masa Depan Perikanan Budi Daya Nasional  Tempat produksi benih ikan dengan teknologi RAS yang paling tepat untuk saat ini, sebut Edhy adalah Balai Perikanan Budi daya Air Tawar (BPBAT) Tatelu di Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara.Hal itu karena Tatelu merupakan tempat kegiatan budi daya perikanan air tawar tempat terbesar di Indonesia, dengan kondisi alam yang mendukung terutama kualitas air untuk produksi. “Juga antusiasme masyarakat yang tinggi untuk aktivitas budi daya,” sebut dia.Produksi benih ikan dari BPBAT Tatelu di Sulut, lanjut Edhy, akan diprioritaskan untuk kebutuhan pembudi daya ikan yang ada di kawasan Indonesia Timur." "Teknologi Ini Percepat Produksi Benih Ikan Berkelanjutan","“Teknologi RAS adalah jawaban akan kekurangan benih unggul di pembudi daya untuk kawasan Indonesia Timur. Dalam aktivitas perikanan budi daya, masalah yang timbul selain harga pakan, adalah ketersediaan benih unggul,” jelas dia.baca juga : Teknologi RAS untuk Kemajuan Perikanan Budidaya, Seperti Apa? GratisDi banyak daerah, Edhy menyadari kalau harga benih yang tersedia di pasaran masih cukup tinggi. Penyebab utamanya karena kondisi wilayah, jarak pengantaran, dan ketersediaan yang belum merata di hampir semua daerah.Dengan teknologi RAS yang sudah dimanfaatkan KKP, dia optimis setiap daerah, khususnya sentra produksi budi daya perikanan, bisa merasakan manfaat positif melalui produksi benih yang lebih cepat dan berkualitas. Untuk itu, perlu didorong penggunaan RAS di seluruh Indonesia.Semakin banyak daerah yang menggunakan RAS sebagai teknologi untuk produksi benih, maka akan semakin banyak ketersediaan benih ikan untuk memenuhi kebutuhan budi daya perikanan di daerah setempat. Jika produksi semakin tinggi, maka benih gratis diharapkan bisa diberikan kepada warga.“Dengan semakin banyak produksi benih yang dihasilkan dan semakin banyak masyarakat mendapatkan edukasi, akan semakin banyak pula ikan yang dapat kita produksi,” tuturnya.perlu dibaca : Apa Itu Teknologi RAS untuk Perikanan Budidaya?  Sedangkan Direktur Jenderal Perikanan Budi daya KKP Slamet Soebjakto menjelaskan, penggunaan teknologi RAS akan meningkatkan produktivitas pembenihan ikan dan sekaligus melakukan efisiensi penggunaan air dan lahan. Lebih dari itu, RAS akan menciptakan usaha yang minim dampak negatif terhadap ekologi.Dampak negatif ekologi bisa terjadi karena RAS adalah teknologi yang bisa mencegah terjadinya pencemaran di luar lingkungan perairan. Dengan demikian, sanitasi dan higienitas yang menjadi kunci dari perikanan budi daya, bisa lebih terjaga dan menciptakan teknologi ramah lingkungan." "Teknologi Ini Percepat Produksi Benih Ikan Berkelanjutan","Selain itu, pemeliharaan yang mudah, stabilitas kualitas air lebih terjaga dan penggunaan air lebih hemat, juga akan menjadikan teknologi pembenihan ikan intensif ini sebagai primadona baru di pembudi daya, khususnya pembenih ikan.“Dengan fleksibilitas teknologi RAS yang dapat diterapkan untuk berbagai jenis komoditas baik tawar, payau maupun laut, kita siap untuk dapat memperbanyak teknologi ini di seluruh Indonesia,“ tambah diaDiketahui, teknologi RAS atau sistem budi daya sirkulasi ulang air adalah teknologi yang bisa meningkatkan padat tebar benih ikan yang dihitung per satuan luas atau volume hingga mencapai 28-20 ekor. Sistem tersebut bisa memangkas waktu pemeliharaan benih menjadi hanya 30 hari saja, dengan tingkat SR mencapai 95 persen.Dengan keunggulan tersebut, produksi benih ikan dengan menggunakan RAS akan menghasilkan jumlah lebih banyak hingga 140 kali lipat dibandingkan dengan menggunakan sistem konvensional. Selain itu, RAS juga menjadi unggul, karena penggunaan air ganti menjadi lebih sedikit dibandingkan cara konvensional.baca juga : Teknologi Digital Mulai Digunakan untuk Perikanan Budidaya Nasional  Ikan LautKeunggulan tersebut, menegaskan bahwa penggunaan teknologi RAS akan membuat proses produksi benih ikan menjadi lebih efisien dibandingkan jika menggunakan metode konvensional. Dengan wadah yang sama, kapasitas bisa naik lima kali lipat dan kualitas air mudah dikontrol dan lebih stabil.Selain untuk produksi benih ikan air tawar, teknologi RAS juga digunakan untuk produksi benih ikan laut pada pusat pembenihan (hatchery) di Ambon, Provinsi Maluku yang pengelolaanya ada di bawah Balai Perikanan Budi daya Laut (BPBL) Ambon.Seperti halnya pada benih ikan air tawar, kegiatan produksi benih ikan laut juga dilakukan oleh BPBL Ambon, karena pasokan benih ikan air laut untuk kawasan Indonesia Timur sering dikeluhkan susah didapat oleh para pembudi daya ikan." "Teknologi Ini Percepat Produksi Benih Ikan Berkelanjutan","“Selama ini, pelaku usaha harus bekerja keras untuk mendatangkan benih ikan laut dari berbagai balai perikanan yang ada di sekitar Ambon,” ucap Slamet.Sejak awal, dia menyebutkan bahwa pembangunan hatchery di Ambon sudah memiliki tujuan untuk menciptakan industri budi daya atau pembenihan yang berkelanjutan. Dengan demikian, apa yang dilakukan harus meningkatkan efisiensi dan produktivitas yang ramah lingkungan.Sebagai sub sektor yang akan menjadi masa depan perikanan dunia, perikanan budi daya di masa mendatang diperkirakan akan selalu menghadapi tiga persoalan serius, yaitu keterbatasan lahan akibat alih fungsi lahan yang terus meningkat, meningkatnya krisis air, dan tantangan peningkatan produksi.Menurut Slamet, semua kendala tersebut akan bisa dipecahkan jika usaha budi daya perikanan bisa mengadopsi teknologi RAS untuk produksi budi daya perikanan, seperti yang dilakukan para pembudi daya ikan di negara maju. Dengan kata lain, penerapan RAS menjadi upaya yang tepat untuk saat ini.Diketahui, penggunaan teknologi RAS saat ini tidak hanya berlangsung di Tatelu dan Ambon saja, namun juga di BPBAT Sukabumi (Jawa Barat), dan BPBAT Mandiangi (Kalimantan Selatan). KKP sebagai pengayom sektor kelautan dan perikanan juga mendorong daerah lain untuk menerapkan teknologi tersebut.“Penerapan teknologi RAS, dinilainya sudah sesuai dengan harapan karena bisa menciptakan perikanan budidaya ramah lingkungan dan berkelanjutan,” pungkasnya.  [SEP]" "UU Minerba Baru Makin Ancam Hutan Lindung dan Konservasi","[CLS]      Revisi Undang-undang Nomor 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) yang baru usai bulan lalu mengancam keberlangsungan hutan lindung maupun konservasi. Pasalnya, dalam UU mengisyaratkan semua kawasan, termasuk lindung dan konservasi boleh eksplorasi.“Kita kalah total, apalagi daya dukung lingkungan, kalah telak (oleh UU Minerba),” kata Edo Rahman, Wakil Kepala Departemen Advokasi Walhi Nasional, baru-baru ini.Baca juga: RUU Minerba Lanjut di Tengah pandemi, Berikut Kritikan Masyarakat SipilHutan lindung, katanya, berada dalam kewenangan pemerintah pusat dan minim atau bahkan, masyarakat susah mengaksesnya. Dengan begitu, kemungkinan sedikit atau tak ada warga yang protes eksplorasi karena khawatir berdampak bagi lingkungan mereka.“Dengan izin eksplorasi, akan makin mulus eksplotiasi di kawasan ini,” kata Edo.Tukirin Partomihardjo, peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia berharap, kemudahan dan kelonggaran eksplorasi di hutan lindung tidak berujung eksploitasi. Eksplorasi, katanya, dapat diterima sebatas memberikan kesempatan untuk mengkaji.“Tapi, ya, selalu seperti buah simalakama, penilaian ekonomi itu lebih dikedepankan daripada konservasi,” katanya. Bertentangan dengan UU KehutananHariadi Kartodihardjo, Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) menilai, Undang-undang Nomor 41/1999 tentang Kehutanan jadikan senjata melawan eksploitasi pertambangan di hutan lindung. Dalam UU Kehutanan, dipastikan pertambangan di hutan lindung hanya boleh dalam bentuk pertambangan tertutup.“Terkait pengelolan hutan, semua perspektif harusnya pakai UU 41/99 ini. Karena UU ini belum diubah. Kita tidak boleh bertentangan dengannya,” katanya.Baca juga: UU Minerba Ketok Palu: Jaminan Korporasi, Ancaman bagi Rakyat dan Lingkungan" "UU Minerba Baru Makin Ancam Hutan Lindung dan Konservasi","Dia bilang, pertambangan terbuka seperti batubara ataupun bauksit tak akan bisa kalau mengacu UU Kehutanan. Lain dengan pertambangan emas maupun gas bumi, merupakan pertambangan tertutup.Kondisi saat ini, katanya, mengkhawatirkan lantaran Undang-undang Kehutanan pun masuk prolegnas 2020. Dia belum tahu detil perubahan seperti apa pada UU Kehutanan ini.Dia melihat, kuatnya politik kepentingan melatarbelakangi legislatif dan eksekutif dalam menggenjot UU kontroversial ini. Menurut dia, hanya segelintir orang akan merasakan manfaat dari setumpuk kebijakan ini.Pasal-pasal kontroversial seperti eksplorasi di hutan lindung, katanya, hanya akan menghasilkan efek eksternalitas seperti banjir, longsor dan segala macam bencana yang justru dirasakan rakyat kecil di sekitaran kawasan.“Saya melihat mereka ugal-ugalan (membuat Undang-undang-red), mau menang sendiri aja, gitu lho. Mending kalau mereka yang minta seperti ini adalah orang tidak punya. Di sana itu orang kaya semua,” katanya.  ***Hendra Sinadia, Ketua Asosiasi Pengusaha Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia membenarkan kalau UU ini memberikan kepastian hukum bagi pengusaha tambang di Indonesia.Dengan UU ini, katanya, juga memberikan ketegasan hukum bagi pelanggaran dalam pertambangan termasuk pelanggaran lingkungan terkait reklamasi dan pasca tambang.Hendra bilang, kondisi saat ini, permintaan batubara menurun karena wabah Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Negara-negara yang biasa mengimpor batubara dari Indonesia saat ini cenderung memprirotaskan kepentingan nasional masing-masing.Baca: Pengesahkan UU Minerba dan Potensi Besar Korupsi di Sektor Energi dan PertambanganDampaknya, batubara berlebih (over supply) dan harga diperkirakan bakal terus menurun.“Outlook ke depan kita juga masih bertanya-tanya. Tergantung bagaimana negara-negara ini menyelesaikan pandemi di negaranya,” kata Hendra dalam sebuah diskusi daring." "UU Minerba Baru Makin Ancam Hutan Lindung dan Konservasi","Catatan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), estimasi produksi batubara nasional tahun ini 510 juta ton. Sekitar 66,66% oleh perusahaan pemegang perjanjian karya pengelolaan batubara (PKP2B), sekitar 340 juta ton. Fakta tambang di kawasan hutanM Dedy P Sukmara, peneliti Auriga Nusantara, mengatakan, hasil evaluasi sampai 2018 ada 917 IUP batubara masih aktif dan 829 mendapat sertifikat clean and clear , 88 IUP tak CnC.Berbeda dengan IUP, PKP2B tidak ikut dalam evaluasi KESDM dan tidak wajib tersertifikasi CnC.“Padahal, dilihat aspek luas area dan produksi, PKP2B jauh lebih besar daripada IUP, harusnya juga dievaluasi kinerjanya. Mengingat delapan PKP2B generasi pertama telah dan akan berakhir kontrak kurang dari lima tahun lagi,” kata Dedi.Temuan Auriga, dalam konsesi delapan PKP2B terdapat 59.791 hektar tutupan hutan dan 87.307 hektar lubang tambang yang belum direklamasi, di antaranya, 5.901 hektar dalam kawasan hutan namun tak punya izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH).‘Terdapat potensi pelanggaran kewajiban delapan PKP2B ini. Hingga KESDM harus evaluasi terlebih dahulu.”Menurut Auriga, pemerintah perlu memastikan pembatasan luas wilayah izin usaha pertambangan khusus (IUPK) dan memastikan tutupan hutan tak termasuk dalam IUPK. Pemerintah juga perlu mengevaluasi dan memastikan kewajiban pemegang PKP2B dan IPPKH dipenuhi termasuk kewajiban penerimaan negara bukan pajak (PNBP).“Memastikan pemegang PKP2B mendapatkan perpanjangan (IUPK-red) setelah semua kewajiban dipenuhi,” katanya.Dalam konteks politik dan kekuasaan, Yogi Setya Permana, peneliti Pusat Penelitian Politik LIPI menilai, ada dua kata kunci harus jadi bandul dalam pengelolaan pertambangan di Indonesia. Pertama, kepastian hukum untuk investasi dan memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.“Ini jadi dua tujuan dilematis,” katanya." "UU Minerba Baru Makin Ancam Hutan Lindung dan Konservasi","UU ini, katanya, muncul tanpa ada diskusi publik secara masif. Pandemi Corona, tak jadi alasan ketika ada urusan kepentingan umum bersama. Dalam website resmi DPR juga tak ada informasi proses penyusunan yang melibatkan publik.Yogi juga menyoroti sentralisasi pengelolaan minerba terkait ketimpangan ekonomi dan pengelolaan dampak tambang.Dalam konteks ketimpangan, katanya, pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam 10-15 tahun ini jadi salah satu yang impresif di Asia Tenggara. COVID-19, katanya, tidak membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia jadi paling buruk.Meski demikian, dalam 10 tahun pertumbuhan ekonomi, ketimpangan di Indonesia paling menonjol dibanding negara lain.“Ketimpangan rasio gini Indonesia paling buruk setelah China, di Asia Tenggara.”“Kenapa ‘rejeki’ sumber daya alam melimpah ini tidak bisa mengatasi ketimpangan? Padahal konstitusi mengamanatkan untuk sebesarnya kemakmuran rakyat.”Tren ketimpangan ini, katanya, konsisten memburuk, walau sempat membaik pada 2017. Menurut dia, perlu meletakkan UU Minerba dalam konteks buruknya ketimpangan Indonesia ini. Hal ini, katanya, tak bisa lepas dari politik oligarki.Dalam dunia akademik, kata Yogi, juga diakui Indonesia sebagai negara oligarki yang dimaknai sebagai kekayaan dikuasai segelintir orang.Mengutip Helena Varkkey dalam buku The Haze Problem in Southeast Asia, Yogi menganalogikan peran oligarki dan dampak terhadap lingkungan, seperti kesulitan pemadaman asap setiap kali kebakaran hutan dan lahan selama lebih dari 20 tahun.Dalam buku itu disebutkan, kondisi itu bukan karena keterbatasan alat atau sumber daya manusia, tetapi karena ada hubungan antara perusahaan sawit dengan elit politik.“Ini yang bikin sistem sanksi tidak berjalan baik.” Kondisi serupa juga terjadi pada sektor minerba.Saat UU Minerba baru kembali pada sentralisasi pemerintah pusat, katanya,peran pemda sebagai bagian akar rumput yang pertama kali menghadapi masalah di masyarakat." "UU Minerba Baru Makin Ancam Hutan Lindung dan Konservasi","LIPI telah menyusun Indonesia Green Government Index (IGGI) sebagai instrumen evaluasi pemda dalam mengelola sumber daya alam. Indeks ini disusun dengan premis bahwa pengelolaan sumber daya alam yang baik oleh pemda dapat jadi sarana mendistribusikan kesejahteraan kepada warga. Warga terlibat dalam pengelolaan hingga terserap dalam aktivitas pengelolaan sumber daya alam.Sisi lain, menurut indeks ini kalau pengelolaan sumber daya alam dengan baik, dampak terkait lingkungan, ekonomi dan sosial juga dapat dikelola maksimal.“Kualitas lingkungan harus tetap terjaga sekaligus pendapatan daerah dapat optimal.”  Dari hasil uji coba LIPI terhadap IGGI, ditemukan, pemda sangat impresif untuk menarik investor, namun mitigasi dampak minim, misal, ada PNS tak punya sertifikasi dalam menganalisis analisis mengenai dampak lingkungan (amdal).Dengan sentralisasi dalam UU Minerba baru ini, Yogi khawatir, menimbulkan saling lempar tanggungjawab antara pemda dan pemerintah pusat kalau terjadi masalah lingkungan.Catatan LIPI, hanya 7% dari 15.000 kata dalam UU Minerba membahas soal dampak tambang. Dalam UU Cipta Kerja pun, semua manajerial soal dampak dikontrol pemerintah pusat.Seharusnya, pandemi COVID-19 ini jadi momentum bagi pemerintah dalam memikirkan hubungan manusia dengan alam.Mengutip sebuah riset dari Cambridge University yang menyatakan, eksploitasi sumber daya alam rentan memicu deforestasi yang berakibat makin ‘intim’ hubungan manusia dengan alam dan hewan liar, seperti saat ini hingga menimbulkan wabah di dunia.Yogi mengakui, pemda tak luput dari berbagai persoalan dalam eksploitasi sumber daya alam. Sejumlah izin tiba-tiba terbit, rawan korupsi dan penegakan hukum lemah. Beberapa daerah juga rentan dinasti kecil oligarki seperti di pusat." "UU Minerba Baru Makin Ancam Hutan Lindung dan Konservasi","Meskipun begitu, katanya, menarik semua kewenangan ke pusat bukan solusi. “Sebaiknya, ada perbaikan dulu ke daerah, karena pusat juga akan kesulitan jika menemui persoalan di akar rumput.”Oligarki tambang, kata Yogi, juga menyulitkan bagi pengusaha kecil yang ingin ikut andil dalam industri tambang. Mereka tak termasuk dalam oligarki yang punya keistimewaan sejak zaman Orde Baru. Ekonomi tumbuh tinggi bukan di daerah tambang Joko Tri Haryanto, peneliti madya Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Kementerian Keuangan, mengingatkan, soal ketimpangan antara daerah kaya sumber daya alam, daerah kaya pajak dan daerah miskin di 34 provinsi Indonesia. “Daerah miskin paling banyak,” katanya.Catatan BKF, pada 2016 kontribusi Jawa dan Bali untuk pendapatan nasional mencapai 58%. Sementara daerah yang kaya tambang seperti Kalimantan, Papua, Sulawesi, kontribusi tidak signifikan. Pada 2019, pemerintah membangun lebih banyak infrastruktur di timur Indonesia, tetap angka ini tak berubah jauh.“Butuh banyak waktu untuk mengubah ini. Bagaimana mengurangi ketimpangan dan mengurangi beban Jawa ke daerah lain.”Menurut Joko, daerah-daerah yang memiliki pendapatan dan pertumbuhan ekonomi tinggi justru daerah yang tidak mengandalkan sektor tambang, seperti Jawa Timur, Bali dan Jawa Barat.Daerah kaya tambang seperti Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Kepulauan Riau, Banten, Kalimantan Utara dan Kalimantan Selatan, justru pertumbuhan ekonomi menurun dari tahun ke tahun.“Daerah ini (tambang) share-nya tinggi tapi growth (ekonomi) negatif. Ini jadi early warning system,” kata Joko.Balikpapan, daerah yang tak membuka tambang juga mengalami pertumbuhan ekonomi lebih baik." "UU Minerba Baru Makin Ancam Hutan Lindung dan Konservasi","EWS yang dimaksud Joko adalah supaya pemerintah daerah tidak lupa transisi ekonomi sebelum tambang berakhir. Pemda, katanya, harus berpikir bagaimana ekonomi daerah bisa tumbuh pasca tambang, dengan dana bagi hasil dari tambang.Dengan kata lain, pendapatan daerah dari tambang untuk membangun berbagai sektor non tambang. Kalau tak dilakukan, katanya, hipotesa mengenai kutukan sumber daya alam akan terjadi di daerah.“Ini bukan imajiner. Ketika daerah kaya sumber daya alam ini banyak konflik akibat tambang, menimbulkan ketimpangan dan pertengkaran. Kutukan sumber daya alam bisa jadi resource war,” katanya.Lantas seperti apa transisi ekonomi harus dilakukan? Joko mencontohkan, inisiatif Pemda Bojonegoro yang membuat dana abadi minyak dan gas karena bupati sadar bahwa tambang tak bisa mensejahterakan rakyat secara langsung.Dengan kondisi pandemi yang menyebabkan harga minyak turun, daerah bisa mengandalkan dana abadi ini alih-alih terus bergantung dana bagi hasil migas.Selain itu, katanya, sebagian besar tenaga kerja industri tambang, perlu keahlian tertentu yang tak menyerap banyak tenaga kerja lokal. Masyarakat lokal, katanya, hanya di sektor informal. “Biasa masyarakat lokal teralienasi dari daerah tambang itu,” katanya.Dengan sentralisasi dalam UU Minerba baru, Joko khawatir transmisi ekonomi akan jadi sangat kecil dan kesejahteraan masyarakat sekitar tambang makin terabaikan.“Tambang hanya bisa mensejahterakan jika untuk boosting sektor lain.” Keterangan foto utama: Hutan di Morowali yang terbabat untuk tambang nikel. Foto: Jatam Sulteng  [SEP]" "Setelah Pantai Dibuka di Masa Pandemi","[CLS]  Seiring dibukanya objek wisata, pantai-pantai pun mulai ramai. Cuaca cerah pun mendukung rekreasi murah meriah dan menyegarkan ini.Salah satunya pantai di kawasan wisata termacet di Bali, Pantai Petitenget di Seminyak, Kuta. Setelah matahari naik dari kaki langit, puluhan tukik menetas secara alami dari sarangnya.Puluhan tukik berjenis penyu lekang ini tiba-tiba muncul dari pasir yang basah karena sapuan ombak. Anak-anak mengerumuni dan menonton iring-iringan tukik yang semangat menyongsong debur laut.Beberapa orang dewasa juga takjub, karena biasanya tukik menetas di area relokasi. Para telur penyu diambil dari sarangnya dan dipindahkan ke area penetasan. Area relokasi telur dan penetasan tukik ini ada di sejumlah pantai seperti Pantai Kuta, Sanur, Perancak, Saba, dan lainnya.Kini, pada suatu pagi di Pantai Petitenget yang baru dibuka, tukik ini merangkak dari sarang induknya. Tak perlu waktu lama bagi tukik mencapai bibir laut, energi mereka masih penuh. Aroma laut demikian dekat, langsung memenuhi kulit dan cangkang mungil mereka setelah menetas.baca : Geliat Petani Muda Bali di Tengah Pandemi COVID-19 [Bagian 1]  Pantai ini terlihat dijaga sejumlah petugas keamanan, dari kepolisian maupun desa adat. Di pintu masuk, seorang petugas mengumumkan tata tertib di pantai termasuk siaga pada keamanan. Poster-poster untuk pakai masker, cuci tangan, dan jaga jarak terlihat mencolok. Dua bak tempat cuci tangan dipasang di sisi kiri dan kanan pintu gerbang khas arsitektur Bali ini.Sebuah pura yang berlokasi di pantai terlihat ramai. Puluhan warga yang sedang menghelat prosesi ritual di pura dalam kawasan pantai populer di Seminyak ini. Dekat muara sungai yang biasa disebut campuhan, salah satu kawasan suci dalam keyakinan Hindu di Bali. Di area inilah ritual penyucian melasti dilakukan jelang sejumlah upacara besar di desa atau jelang Nyepi." "Setelah Pantai Dibuka di Masa Pandemi","Sungai yang bermuara di laut ini terlihat bersih tanpa genangan sampah anorganik seperti muara-muara lainnya. Warga desa setempat sedang menghelat upacara semacam syukuran untuk anaknya dan juga upacara Ngaben. Gamelan pengantar doa-doa ini lebur bersama suara ombak.Bagian terpenting adalah melarung sesajen ke laut dan mengusapkan air laut ke atas kepala. Memohon kekuatan dewa Baruna untuk ketenangan jiwa.Beberapa meter dari rombongan upacara agama ini, warga menyebar di pantai. Ada yang main voli pantai, bola, dan main ayunan yang dijadikan signage Pantai Petitenget.Di bibir laut, anak-anak bermain air, membuat kolam air dengan didampingi orangtuanya. Ombak cukup tinggi. Bahkan perahu yang membawa para pemancing pun beratraksi mengikuti melewati gelombang, mirip peselancar.Sempadan pantai terasa sangat lapang, lebarnya lebih dari 50 meter. Di sisi kanan menghadap pantai adalah barisan hotel dan beach club yang membuat Seminyak populer. Namun karena pandemi COVID-19, yang terlihat adalah hotel-hotel mewah yang sunyi. Hanya petugas keamanan yang lalu lalang berjaga di pinggir pantai.baca juga : Kawasan Konservasi dan Wisata Alam Bakal Buka Bertahap  Pemandangan ramai juga terlihat di Pantai Sanur. Pantai Karang yang menjadi lokasi yoga terlihat riuh dengan aneka aktivitas. Paling mencolok adalah rombongan pesepeda yang lalu lalang di area jogging atau rehat di pinggir pantai bersama sepedanya.Gazebo atau balebengong ikonik di titik pemecah ombak di pantai ini juga penuh. Air laut saat itu terlihat keruh. Padang lamun mati mengambang di permukaan.Ramainya turis memicu produksi sampah. Tong-tong sampah yang sudah disediakan cukup banyak terlihat penuh. Untungnya tidak meluber." "Setelah Pantai Dibuka di Masa Pandemi","Keramaian juga nampak di Pantai Kedonganan, lokasi kampung nelayan dan pasar ikan di dekat Jimbaran. Warga memenuhi pasar ikan, membeli beragam hasil laut yang dijual persis samping pantai. Tak hanya warga Bali juga warga negara asing yang sudah terbiasa memilih dan membeli ikan di sini.“Ayo bu, ini fillet tuna yang biasanya dijual ke hotel,” seorang pedagang menyambut. Ia menawarkan cukup murah, Rp20 ribu per seperempat kilogram. Ikan potong berwarna merah muda ini sudah dibersihkan dan dibungkus plastik.Di luar pasar ikan, dagang juga memenuhi pantai. Ini pedagang yang tak memiliki kios di pasar. Di dalam pasar ikan, jenis proteinnya cukup kaya seperti kerang, kepiting, lobster, cumi, udang, dan lainnya. Sementara di pinggir pantai, lebih banyak ikan tongkol dan teri.perlu dibaca : Era Kenormalan Baru dan Prinsip Fundamental Ekowisata  Kunjungan turis anjlokPemerintah Provinsi Bali sudah membuka obyek wisata dan menyambut turis domestik pada 31 Juli. Sementara untuk turis asing dijadwalkan 11 September ini.Tak sedikit regulasi yang dibuat Gubernur Bali untuk mendorong percepatan memulihkan kunjungan turis. Selain Pergub tentang Kawasan Pariwisata Bali, juga sejumlah seremonial bersama pejabat kementerian.Dalam Pergub Kawasan Pariwisata, disebutkan meliputi hotel atau jenis akomodasi lainnya, restoran atau rumah makan, dan daya tarik wisata. Dalam pengembangan kawasan pariwisata dilarang menggusur masyarakat adat, menutup akses masyarakat lokal, menguasai area publik, memindahkan sarana umum, dan merusak dan/atau mencemari alam dan lingkungan.Sejak akhir Januari 2020, Bali mulai mengalami dampak pandemi COVID-19. Jumlah turis terus menurun bahkan kemudian nyaris tidak ada setelah adanya penutupan penerbangan komersial maupun perhubungan darat dan laut, untuk mencegah meluasnya penularan virus corona baru penyebab COVID-19 di kiblat pariwisata Indonesia ini." "Setelah Pantai Dibuka di Masa Pandemi","Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara anjlok dari 6,2 juta orang pada 2019 jadi 1 juta orang sampai Mei 2020 ini. Mengikuti kurva pandemi, kunjungan mulai menurun secara drastis pada Januari. Dari lebih dari 500 ribu orang menjadi hanya 36 orang pada Mei ini. Indonesia baru menyatakan secara resmi adanya kasus COVID-19 pada Maret dan kasus kematian pertama yang diumumkan pertama dari Bali menimpa warga negara Inggris.Ketergantungan pada industri pariwisata lagi-lagi beri pukulan telak pada Bali. Kali ini dampaknya jauh lebih panjang dan meluas dibanding Bom Bali pada 2002 dan 2005, dan erupsi Gunung Agung pada 2017-2018. Bila dibandingkan dengan bulan Mei 2019, jumlah wisman ke Bali tercatat turun hampir 100 persen.  Gubernur Bali Wayan Koster pada berbagai kesempatan terlihat yakin Bali akan segera normal jika larangan kedatangan warga negara asing dicabut secepatnya. Hal ini ia sampaikan pada seremonial penyambutan wisatawan domestik di Nusa Dua pada 30 Juli yang dihadiri Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi dan Menteri Pariwisata-Ekonomi Kreatif.Pembukaan aktivitas harus segera dilaksanakan agar pariwisata tak terus terpuruk. Tahap pertama dimulai dengan pembukaan tempat publik pada 9 Juli. “Pandemi ini penanda ketidakharmonisan alam akibat ulah manusia yang tak melaksanakan tata kehidupan berbasis kearifan lokal,” sebut Koster saat deklarasi Tatanan Kehidupan Era Bali di Pura Besakih.  [SEP]" "Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [3]","[CLS]   Tulisan sebelumnya:Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [1]Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [2] Di Desa Mojojajar, Kecamatan Kemlagi, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, sekitar tujuh kilometer dari Lakardowo, ada perusahaan pengolah dan pemanfaatan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) serupa PT PRIA. Namanya, PT Green Environmental Indonesia (GEI).Perusahaan baru ini mendapat pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM pada Februari 2019. Meskipun begitu, menurut penuturan warga, aktivitas perusahaan sudah berlangsung sejak beberapa tahun lalu.Serupa PRIA, modus yang dipakai saat mendirikan GEI pun sama, sebagai usaha batako. “Soal apakah material dari limbah B3 tak pernah disampaikan,” kata Budi Sutikno, tokoh masyarakat setempat.Baru beberapa bulan beroperasi, perusahaan ini sudah menuai protes warga. Apalagi, pada awal 2019, seorang bocah yang tengah bermain di sekitar area perusahaan sempat jadi korban usai terperosok ke material dari dalam gudang yang tercecer keluar. Dia menderita luka bakar.Penolakan warga makin memuncak tatkala perusahaan ini menguruk bantaran Kali Marmoyo, anak Kali Brantas, medio September lalu.Warga bergolak karena permintaan pengurukan dipenuhi dengan menimbun material limbah B3 di bantaran sungai itu.Aparat kepolisian dari Polres Mojokerto sigap dengan menghentikan aksi pengurukan GEI. Oleh petugas, perusahaan yang belum lama berdiri itu dipasang garis polisi. “Kami nyatakan status quo sambil menunggu hasil penyelidikan lebih lanjut,” kata Kasatreskrim Polres Mojokerto Kota, AKP. Ade Juliawan Waroka, akhir tahun lalu.Dua bulan kemudian, garis polisi dilepas. Polisi berdalih pelepasan garis polisi itu lantaran tidak ditemukan bukti cukup atas dugaan penimbunan B3 oleh GEI. Bahkan, perusahaan pun kembali beroperasi." "Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [3]","Langkah polisi memunculkan tanda tanya. Jasa Tirta I, yang sebelumnya sempat uji lab terkait kandungan material timbunan belum pernah dipanggil guna didengar keterangan.  Sebelumnya, Jasa Tirta I turun tangan merespons protes warga sebagai buntut pengurukan tanggul Kali Marmoyo itu. Perusahaan pelat merah ini mengambil sampel tanah urukan yang diduga pakai material limbah B3.Selama ini, aliran sungai ini memasok air kepada PDAM Gresik. Karena itu, dugaan penggunaan material B3 oleh GEI sebagai tanah urukan tanggul khawatir mencemari aliran sungai.Raymont Valiant, Direktur Utama Perum Jasa Tirta I mengatakan, dari hasil pemeriksaan uji sampel, diketahui ada material timbunan merupakan fly ash dan bottom ash (FABA), masuk kategori B3.Hasil uji TCLP (toxicity characteristic leaching procedure) terhadap sampel tanah urukan sebagai dasar untuk menentukan tindakan lebih lanjut. Menurut Raymont, uji TCLP menjadi prosedur mengetahui kandungan racun sebuah materi.“Hasilnya memang mengandung bahan berbahaya. Kami sudah susun laporan lengkap. Sudah kami serahkan ke pihak-pihak terkait pada 16 Oktober lalu sebagai dasar untuk penindakan, termasuk kepada industri yang menyediakan timbunan untuk warga itu,” katanya.Sebagai pemasok bahan baku, Jasa Tirta I telah menjalin komunikasi dengan PDAM Kabupaten Gresik. “Sudah. Kami telah berkoordinasi dengan PDAM Gresik, karena akan menjadi pihak terdampak jika timbunan itu merusak kualitas Sungai Marmoyo,” kata Raymont.Bukan sekali ini saja polisi bersikap lunak terhadap grup PRIA. Sebelumnya, laporan warga Lakardowo atas ceceran limbah medis di jalanan desa, dan pembuangan limbah cair ke saluran gorong-gorong juga tak pernah ada ujung pangkal. Alih-alih diusut, polisi justru menerbitkan surat kehilangan atas limbah PRIA yang tercecer.  Anak Usaha PRIA" "Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [3]","GEI ternyata anak usaha PRIA. Kepastian GEI berada di bawah satu bendera dengan PRIA terungkap dari dokumen perusahaan yang kami peroleh. Tercatat pada akta notaris pada 11 Februari 2019, perusahaan ini mendapat pengesahan Ditjen AHU Kemenkum HAM 10 hari kemudian.Pada dokumen pengesahan di Ditjen AHU, tertulis berkedudukan perusahaan di Kedungsari, Kecamatan Kemlagi. Kenyataan, perusahaan berada di Desa Mojojajar, Kecamatan Kemlagi.Salah satu tujuan pendirian perusahaan untuk mengumpulkan, mengolah dan memanfaatkan sampah atau limbah berbahaya beracun.Perusahaan ini memiliki 15.000 lembar saham dengan jumlah modal disetor Rp15 miliar. Tulus Widodo, pemilik PRIA tercatat sebagai komisaris utama GEI dengan jumlah saham 11.250 lembar atau senilai Rp11, 250 miliar.Yang menarik, di antara para pendiri dan pemegang saham perusahaan, terdapat nama Syavana Tuliv Widodo. Pada dokumen itu, nama bersangkutan tercatat lahir pada 2009. Berarti, baru berusia 10 tahun saat masuk sebagai pendiri GEI.Selain dokumen perusahaan, dugaan GEI merupakan perusahaan pengolah limbah B3 terungkap dari penelusuran bersama Ecoton. Ketika itu, sebuah truk baru keluar dari PRIA bergerak menuju GEI. Sebagian material dibawa ke GEI karena PRIA kelebihan.Selain sisa pembakaran limbah B3, GEI yang tercatat belum mengantongi izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan perihal pemanfaatan limbah B3 itu diduga menyimpan lumpur (sludge) dari kerjasama dengan Caltex.Material beracun itu tertumpuk begitu saja di gudang GEI. Ada tujuh bangunan semua penuh dengan gunungan material limbah. Saat melihat langsung ke lokasi perusahaan akhir tahun lalu, bangunan dengan berbentuk “T” itu terkesan ala kadar.Hanya ada tiang penyangga beserta atap terbuat dari aluminium foil. Sebagian bangunan masih terbuka tanpa dinding. Gunungan material itu pun terlihat jelas dari jalanan." "Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [3]","Penelusuran juga mendapati satu perusahaan lain yang masih satu grup dengan PRIA. Namanya, PT Lancar Abadi Indonesia (LAI). Perusahaan ini berjarak sekitar satu kilometer dengan GEI, ke arah selatan. Tak jauh dari Kali Brantas.Sama dengan GEI, perusahaan yang juga baru mengantongi pengesahan dari Kemenkum HAM ini juga tercatat sebagai pengelola limbah B3. Setali tiga uang, pabrik yang dilengkapi dua cerobong ini juga belum mengantongi izin pemanfaatan limbah B3 dari KLHK.  Kami melakukan penelusuran di pusat perizinan satu atap KLHK dan tak menemukan dokumen izin kedua perusahaan ini.  Balai Lingkungan Hidup Jawa Timur ketika ditanya soal legalitas izin pemanfaatan B3 kedua perusahaan ini malah mengaku tak tahu menahu.Alih-alih izin pemanfaatan, otoritas yang berhak mengawasi tata kelola lingkungan itu juga tak mengetahui perihal status perusahaan yang ternyata berada di bawah satu bendera dengan PRIA ini.“Untuk pemanfaatan, izin kementerian yang mengeluarkan. Setahu kami belum ada,” kata sumber di BLH Jatim.Belum adanya izin operasional GEI juga terlacak dari surat persetujuan masyarakat tentang penetapan wakil masyarakat yang akan duduk sebagai anggota Komisi Penilai Analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) GEI. Surat tertanggal 21 Juli 2020.M Nur, Kepala Penegakan Hukum Sesi II KLHK di Surabaya, mengatakan, sebelumnya mereka tidak bisa mengambil tindakan lantaran kasus sudah sempat ditangani Polres Mojokerto.“Nanti coba kami cek. Apakah dari kepolisian tetap ingin melanjutkan kasus atau dilimpahkan ke kami. Kalau ditangani sendiri, silakan. Kami juga tidak bisa apa-apa karena kepolisian juga punya wewenang,” katanya.Rudy Kurniawan, Juru bicara PRIA Grup yang juga membawahi GEI, menepis tudingan warga perihal penimbunan material limbah B3 di bantaran Kali Marmoyo itu. Kendati mengakui GEI mengumpulkan limbah B3, dia membantah menimbun tanggul anak Kali Brantas itu." "Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [3]","“Tidak. Itu tidak betul, kami tidak melakukan pengurukan,” kata Rudy.Dia bilang, sebelumnya perusahaan mendapat surat permohonan dari pemerintah desa setempat. Isinya, meminta bantuan pengurukan tanggul Kali Marmoyo yang acapkali longsor saat musim hujan tiba.Permintaan itu pun mereka respon dengan mengirim beton bis untuk penahan tanggul. Selain itu, beberapa alat berat dan kendaraan lain juga dikerahkan untuk membantu penguatan tanggul.“Kan GEI memang punya kegiatan membuat produk berupa beton bis. Jadi, perusahan hanya membantu meminjamkan kendaraan dan alat berat untuk pengurukan tanggul. Itu pun, atas permintaan warga sebelumnya.”Rudy pun membantah kalau kedua perusahaan di Kecamatan Kemlagi, Mojokerto itu belum berizin. Dia bilang, kedua perusahaan itu sudah memiliki izin. GEI sebagai pengumpul, katanya, LAI sebagai pemanfaat.Pengakuan Rudy kalau GEI dan LAI sudah mengantongi izin sebagai perusahaan pengumpul dan pemanfaat limbah B3 dibantah pengawas Perlindungan dan Penataan Lingkungan Hidup (PPLH) Mojokerto, Aminuddin. Aminuddin mengaku belum mengetahui izin kedua perusahaan itu.“Kalau jangkauan nasional, izin dikeluarkan pusat. Sampai sekarang kami belum pernah mengetahui. Apa saja yang diolah disana. Kami juga belum tahu karena itu sekarang disegel. Jadi kami juga tidak bisa masuk,” katanya melalui sambungan seluler. ***Bukan hanya. GEI, yang berkegiatan angkut limbah B3, ada grup PRIA yang lain, yakni PT Tenang Jaya Sejahtera (TJS). Perusahaan membuang limbah di lahan terbuka (open dumping) di sebuah lokasi bekas tambang di Dusun Kecapangan, Kecamatan Ngoro, Mojokerto.Pada Selasa 17 Desember 2019 lalu, warga aksi malam hari lalu lapor ke Polres Mojokerto. Atas laporan itu, polisi menyegel tiga dump truck yang tertangkap basah membuang limbah." "Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [3]","Dari hasil penyidikan terungkap, bila limbah beracun dari sludge kertas itu seharusnya dikirim ke Karawang, Jawa Barat. Namun, oleh TJS, justru dibuang di lahan terbuka bekas galian C (pasir dan batu). Polisi hanya menetapkan ketiga sopir sebagai tersangka dari kasus ini. Manajemen perusahaan tak tersentuh. Hingga kini, kasus masih dalam penyidikan petugas.   Gugatan wargaProtes pencemaran limbah B3, warga aksi ke perusahaan sejak 2013 dipimpin Mudjiono, warga Lakardowo. Hasilnya, manajemen menyatakan kesanggupan tidak menimbun material limbah di area perusahaan. Perusahaan juga berjanji untuk membongkar timbunan sebelumnya. Janji tingal janji, dari 52 rumah tertimbun limban, hanya dua yang dibersihkan. Belakangan, Mudjiono, direkrut perusahaan sebagai salah satu manajer.Pada 2014, beberapa warga Lakardowo, mengajukan gugatan atas dugaan pencemaran limbah PRIA. Mereka adalah Sumiaji, Eko, Sulasto dan Ngadi. Sebagai tergugat adalah perusahaan dan KLHK. Di tengah jalan, gugatan dicabut tanpa alasan jelas.Pencabutan gugatan itu tak membuat gerakan penolakan warga mengendur. Mereka terus protes. Terlebih, sebagian warga mulai terkena penyakit seperti gatal-gatal.Sampai Januari 2016, sekitar 15 warga menggelar unjuk rasa di depan pabrik. Dalam aksi, warga menuding pabrik pengolah limbah itu mencemari lingkungan sekitar dan menyebabkan warga sakit. Warga juga mengajukan gugatan menolak izin perluasan lahan pabrik yang dikeluarkan Bupati Mojokerto.Protes tak hanya aksi di jalanan juga gugatan ke pengadilan. “Prinsipnya kami tetap menolak kegiatan PRIA. Bukan hanya menutup, tapi harus dibongkar,” kata Nurasim, Ketua Pendowo Bangkit, Nurasim, sesaat setelah mengajukan memori banding, akhir Juni 2020.Warga banding setelah gugatan bernomor 4/Pdt.G/LH/2020/PN.Mjk. ditolak pengadilan." "Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [3]","Abdul Aziz, penasihat hukum warga menilai, ada sejumlah kejanggalan dalam putusan pengadilan yang mementahkan gugatan warga. Pertama, gugatan itu bukan dalam konteks pencemaran oleh PRIA tetapi kegiatan penimbunan limbah.Dalam putusan, majelis hakim mendasarkan pada pelanggaran pencemaran. Padahal, selama proses persidangan berlangsung, semua keterangan saksi dan bukti membuktikan ada penimbunan oleh perusahaan cukup kuat. Terutama saksi dari eks karyawan perusahaan.Aziz menilai keputusan hakim yang tak mengabulkan gugatan warga dirasa aneh. “Karena yang kami gugat itu bukan pelanggaran pencemaran lingkungan hidup, tapi penimbunan limbah B3 oleh PRIA. Termasuk di rumah warga yang jumlahnya mencapai 52 titik.”  Selama proses persidangan, majelis hakim tidak menggunakan peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 36/2013 tentang Pedoman Penanganan Pemeriksaan Lingkungan Hidup.Majelis hakim, seharusnya jadikan regulasi ini sebagai pedoman pemeriksaan saat persidangan berlangsung.“Jadi di pedoman ini, semua yang berkaitan dengan persoalan lingkungan hidup. Harusnya gunakan pedoman ini. Karena potensi kerugian saja itu sudah bisa diproses di pengadilan.”Upaya banding warga juga kalah.Bagi PRIA, putusan pengadilan yang mementahkan gugatan warga kian menegaskan kalau tudingan pencemaran tak terbukti.“Putusan dari pengadilan membuktikan, tudingan pencemaran tidak terbukti benar dan asal-asalan,” kata Mudjiono, Plant Manager PRIA, dalam rilis tertulis kepada media ini.  Mudjiono mengatakan, seluruh kegiatan PRIA sesuai dengan ketentuan perundangan.  Pemerintah harus turun tanganMarwadewanthi, ahli Teknik Lingkungan ITS, tetap mendesak pemerintah turun tangan menangani persoalan di Lakardowo. Dengan banyak warga sakit, kata Dewa, seharusnya cukup jadi dasar pemerintah untuk kajian lebih jauh." "Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [3]","“Jika disimpulkan karena sanitasi, apakah betul? Kajian epidemiologinya seperti apa. Kalau itu belum dilakukan, ya tidak bisa disimpulkan begitu saja. Karena bagaimanapun, sulit untuk meyakini aktivitas PRIA tidak membawa dampak terhadap lingkungan sekitar.”Prigi Arisandi, Direktur Ecoton mengatakan, secara umum, ada dua dugaan pelanggaran PRIA, selaku pengolah limbah B3 yang diabaikan pemerintah. Pertama, proses pengolahan limbah B3 tidak sesuai. Sebagian, katanya, terungkap dalam temuan tim audit. Kedua, penimbunan hingga menimbulkan kerugian warga sekitar.“Sebelumnya warga masih bisa memanfaatkan air sumur untuk keperluan sehari-hari. Masak atau mandi. Sekarang tidak lagi. Untuk mandi anak-anak, warga memanfaatkan dari air tangki yang dibeli. Masih ada 49 rumah yang urukan dari limbah B3 belum clean up,” kata Prigi.M Nur menyatakan, terus mengikuti perkembangan yang terjadi di grup PRIA termasuk GEI. Terhadap GEI, Balai Gakum sempat menurunkan tim ke lokasi terkait praktik penimbunan limbah untuk tanggul Kali Marmoyo. Kasus itu sudah ditangani kepolisian, Polres Mojokerto.“Tadinya memang sudah ada tim kami turunkan. Tapi, sudah di-police line. Jadi tidak boleh masuk,” jata Nur.Nur bilang, penyegelan GEI oleh polisi, menguatkan indikasi awal pelanggaran oleh perusahaan. Karena itu, seyogyanya ditindaklanjuti dengan memproses sesuai hukum berlaku.Dia bilang, ada tiga jeratan yang bisa diterapkan kalau penyidik kepolisian menemukan bukti pelanggaran GEI. Selain pidana, perusahaan juga bisa dimintai pertanggungjawaban secara administratif dan perdata.“Kalau hasil kajian ditemukan unsur pidana, ya diproses. Begitu juga untuk unsur pelanggaran administrasi atau perdata. Diproses bersamaan juga tidak masalah.”" "Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [3]","Perusahaan terus beroperasi, warga pun terus alami masalah. Bagaimana nasib warga dan lingkungan hidup di beberapa desa di Mojokerto ini? Perlu keseriusan pemerintah menegakkan aturan hukum guna menjamin hak-hak warga mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.  (Selesai) * Liputan ini terselenggara berkat dukungan  Earth Journalism Network (EJN). ***Keterangan foto utama: Warga Lakardowo aksi di depan istana Negara, Jakarta, karena lingkungan mereka rusak dampak dari limbah B3. Hingga kini, penanganan dari pemerintah masih tak jelas. Foto: Della Syahni/ Mongabay Indonesia   [SEP]" "Penampakan Kalajengking 430 Juta Tahun Silam, Penasaran?","[CLS]   Bagaimana rupa kalajengking tertua di Bumi? Apakah sama dengan kalajengking moderen saat ini?Para ilmuwan berhasil mengungkap penampakan kalajengking tertua di Bumi yang usianya diperkirakan sekitar 430 juta tahun silam. Spesies ini dinamakan Parioscorpio venator. Lokasi penemuannya di Waukesha, Wisconsin, Amerika, sekitar 29 kilometer arah barat Milwaukee.Waukesha 450 juta tahun lalu, diperkirakan merupakan laut yang hangat dan dangkal. Kondisi oksigen rendah dan salinitas tinggi membuat fosil hewan yang dulunya berkeliaran di wilayah ini, awet adanya.Hasil riset tersebut telah dipublikasikan dalam Jurnal Nature edisi 16 Januari 2020. Laporan bertajuk “A Silurian ancestral scorpion with fossilised internal anatomy illustrating a pathway to arachnid terrestrialisation” ini digawangi oleh Andrew J. Wendruff dan kolega.“Pengetahuan asal-usul arachnida begitu penting,” jelas paleontolog Jason Dunlop, kurator arachnida di Museum Sejarah Alam Berlin, dikutip dari Science. Ini dikarenakan arachnida kelompok hewan paling beragam kedua di dunia setelah serangga, sehingga dapat menjelaskan riwayat laba-laba, kutu, tungau, dan kalajengking zaman moderen.Baca: Jalan Mundur, Bagaimana Semut Menemukan Sarangnya?  Arachnida, sebagaimana dijelaskan dalam Dosen Biologi.com, adalah hewan yang masuk dalam kategori invertebrata [tidak memiliki tulang belakang] dengan filum arthropoda.Hewan ini bercirikan memiliki kaki banyak dan berbuku, sebagaimana kalajengking, laba-laba, dan lainnya. Kelompok hewan ini merupakan hewan yang telah berkembang selnya, multiseluler.Baca: Begini Penampakan Kalajengking Laut Purba, Satwa Laut Buas yang Pernah Ada  Para peneliti, pertama kali menyelidiki fosil kalajengking tertua yang ditemukan awal 1980-an. Tetapi, mereka tidak paham apa yang mereka temukan itu dan menyimpannya di Museum Geologi Universitas Wisconsin." "Penampakan Kalajengking 430 Juta Tahun Silam, Penasaran?","“Bahkan beberapa dekade kemudian, kami tidak tahu bila memiliki kalajengking,” ujar Andrew Wendruff, ahli paleontologi di Departemen Biologi dan Ilmu Bumi, Universitas Otterbein, Westerville, Ohio, Amerika.Wendruff dan tim mulai meneliti fosil dari Waukesha itu sekitar 2016. Setelah melihat seluruh koleksi, terutama arthropoda dan cacing, para peneliti melihat yang tampak itu seperti dua kalajengking.“Makhluk-makhluk itu memiliki tujuh bagian di dada atau lempeng perut,” jelas Paul Selden, ahli paleontologi di Universitas Kansas, Lawrence, yang tidak terlibat dalam penelitian. Fosil kalajengking lebih muda memiliki enam lempeng perut dan yang dewasa punya lima lempeng.Para ilmuwan juga mencatat, anatomi internal hewan purba yang diteliti ini terpelihara baik, jarang ditemukan pada fosil zaman sekarang. Ketika mereka membandingkan anatomi Parioscorpio venator dengan kalajengking moderen, ada kesamaan mencolok dalam struktur sirkulasi dan pernapasan.“Ini menunjukkan, bagian-bagian anatomi internal kalajengking tidak banyak berubah dalam hampir 440 juta tahun,” lanjut Dunlop. Para peneliti mengetahui umur fosil ini, berkat fosil hewan tua lain yang ada di situs tersebut.Baca: Wallacea Adalah Sepenggal Surga di Bumi  Pertanyaan muncul, apakah Parioscorpio venator hidup di air atau di darat? Arachnida ada di antara hewan pertama yang hidup di permukaan tanah. Namun, ilmuwan tidak tahu apakah ia satu nenek moyang, di daratan, lalu bercabang ke berbagai kelompok arachnida yang kita kenal sekarang. Atau juga, ada beberapa kelompok mendarat mandiri.“Ada banyak kontroversi apakah kalajengking awal ini bersifat akuatik atau tidak,” papar Shelden." "Penampakan Kalajengking 430 Juta Tahun Silam, Penasaran?","Wendruff dan kolega berpendapat, struktur internal Parioscorpio venator sangat mirip dengan kalajengking moderen, yang sangat memungkinkan hidup di darat. Namun, karena spesimen ini ditemukan di antara fosil-fosil laut lain, di endapan laut dangkal dekat garis pantai, kemungkinan juga ia hidup di air.Namun, dari dua fosil tersebut, tidak ada yang menunjukkan bukti adanya insang atau paru-paru purba. Atau, struktur anatomi lain yang dengan tegas mengungkap hal itu. “Sayang, tidak ada bukti sama sekali yang mengarah kesana,” ungkap Selden.Baca: Bukan Monster, Memang Begini Penampakan Kepiting Purba  Wendruff dan timnya berhipotesis, Parioscorpio venator hidup di air tetapi mampu menjelajah ke daratan, seperti yang dilakukan kepiting tapal kuda moderen untuk kawin dan bertelur. Menurut Dunlop, kalajengking juga awalnya dapat mendarat untuk mengejar mangsa, terutama serangga primitif, kaki seribu, dan arachnida lainnya, yang juga muncul dalam catatan fosil periode ini.Fosil kalajengking lebih tua dan yang terawat baik ini bisa membantu menyelesaikan perdebatan. “Pada titik tertentu, seseorang akan menemukan kalajengking yang lebih tua. Untuk saat ini, kita dengan jelas menggunakannya sebagai dasar dari alur kehidupan kalajengking,” papar Wendruff.Baca juga: Sudah Mati 110 Juta Tahun, Mata Laba-laba Ini Masih Bersinar  Diperkirakan, ada sekitar 2.000 jenis kalajengking yang hidup di muka Bumi, dari jumlah tersebut diperkirakan sekitar 30-40 jenis yang memiliki racun mematikan. Termasuk, dapat menyebabkan kematian pada manusia.Semua jenis kalajengking memiliki bisa yang termasuk dalam neurotoksin atau racun saraf. Kecuali, jenis Hemiscorpius lepturus yang memiliki bisa sitoksik [racun sel]. Kalajengking akan menggunakan bisanya untuk membunuh atau melumpuhkan mangsa agar mudah dimakan.   [SEP]" "Menjual Pulau demi Kepentingan Pribadi","[CLS]  Dua pekan lalu, publik Indonesia dikagetkan dengan munculnya pemberitaan tentang penjualan pulau Malamber di Provinsi Sulawesi Barat. Transaksi bisnis tersebut diduga kuat dilakukan secara ilegal, karena transaksi yang dilakukan tidak memiliki kejelasan dan tidak ada sinkronisasi antara penjual dengan pembeli.Bagi Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), jual beli pulau yang kembali muncul sekarang, bisa mengindikasikan bahwa mega transaksi bisnis itu sedang sangat diminati oleh para pemburu pulau. Terutama, pulau yang letaknya berdekatan dengan Provinsi Kalimantan Timur yang di dalamnya ada calon Ibu Kota Negara baru, Kabupaten Penajam Paser Utara.Dinamisator JATAM Kalimantan Timur Pradarma Rupang mengatakan, aksi jual beli pulau di sekitar Kaltim diduga akan semakin kuat menjelang rencana pemindahan Ibu Kota Negara dari DKI Jakarta ke Penajam Paser Utara. Aksi tersebut dilakukan oleh orang-orang tertentu yang mengambil keuntungan dari momen tersebut.“Hal tersebut dimanfaatkan oleh segelintir pejabal lokal untuk mendulang keuntungan atau memperkuat posisi politik dia di masa datang,” ungkap dia pekan lalu di Jakarta.Dugaan itu diungkapkan Pradarma, karena pulau Malamber yang mendadak ramai dibicarakan beberapa pekan terakhir, adalah salah satu pulau yang letaknya strategis dan berdekatan dengan lokasi ibu kota yang baru di Kaltim. Pulau Malamber sendiri masuk dalam gugusan Kepualuan Bala-Balakang atau Balabalakang.Sebagai pulau strategis, Malamber bersama gugusan pulau lainnya di Balabalakng diyakini akan menjadi pulau diperhitungkan karena ada dalam jalur penting untuk rute logistik di wilayah Timur Indonesia dan Indonesia Tengah. Selain itu, juga akan menjadi pulau transit yang bisa dikunjungi oleh wisatawan dan diplomat Indonesia saat akan masuk ke atau keluar dari Ibu Kota baru." "Menjual Pulau demi Kepentingan Pribadi","Dengan kata lain, Pradarma ingin mengatakan bahwa saat ini wilayah Kaltim dan sekitarnya sudah menjadi salah satu wilayah yang banyak diincar untuk dijadikan investasi. Imbasnya, pulau-pulau yang ada di sekitar Kaltim juga menjadi buruan banyak investor ataupun para pengusaha yang ingin menanamkan modalnya.Contoh paling mudah dari dugaan terjadinya aksi privatisasi lahan, adalah dengan banyaknya papan penanda yang ditancapkan di wilayah pesisir Teluk Balikpapan. Papan-papan tersebut bertuliskan kepemilikan lahan kepada seseorang atau kelompok.baca : Abrasi Ancam Pulau Ambo, Bagaimana Keseriusan Pemerintah?  Politik dan BisnisPradarma menjelaskan, di sepanjang pantai Balikpapan saja, terdapat wilayah kavling yang kepemilikannya diberikan kepada beberapa perusahaan properti terkemuka di Indonesia. Selain itu, di lokasi yang sama, areal yang sudah dimiliki swasta itu juga ada pemberitahuan perizinan penimbunan kawasan pesisir untuk proyek pembangunan jalan raya pesisir (coastal road) sepanjang 8.500 meter.“Padahal, pembangunan tersebut menghilangkan sempadan pantai dan merampas ruang hidup nelayan dan masyarakat pesisir,” jelas dia.Praktik seperti itu, diduga kuat karena ada kaitannya dengan kepentingan politik untuk kekuasan di Kaltim dan bahkan ke luar Kaltim. Oleh itu, praktik jual beli pulau yang ada di sekitar Kaltim menjadi indikasi kuat adanya kepentingan politik.Dugaan itu muncul, karena pembelian pulau Malember di Kepualuan Balabalakang melibatkan Bupati Penajam Paser Utara Abdul Gafur Mas’ud. Nama tersebut juga diketahui menjadi figur penting pada alokasi utama Ibu Kota Negara yang baru di Penajam Paser Utara.Abdul Gafur diketahui menjadi bagian dari dinasti politik yang baru di Kaltim. Ia dan keluarganya memiliki tentakel kekuasan politik dan bisnis sekaligus di berbagai kabupaten/kota, hingga meluas ke Sulawesi Barat." "Menjual Pulau demi Kepentingan Pribadi","Selain di Kaltim, nama Abdul Gafur juga mulai dikenal luas di Sulbar melalui kekuasaan bisnis dan politik. Termasuk, dugaan pembelian pulau Malamber yang sudah menjadi sorotan publik secara nasional. Bukan saja karena Kepulauan Balabalakang merupakan kawasan konservasi perairan, tapi juga karena pembelian pulau tidak dibenarkan di Indonesia.Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati menjelaskan, praktik penjualan pulau-pulau kecil di Indonesia, baik kepada asing ataupun non asing, dinyatakan melanggaran konstitusi Republik Indonesia.Dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil pasal 33 ayat 3 disebutkan bahwa, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”Dengan demikian, Susan menyebut kalau penjualan pulau kecil seperti di Balabalakang adalah bertentangan dengan konstituri RI, di mana pulau tidak bisa dimiliki secara perseorangan. Di dalam falsafah konstitusi RI yang berhubungan dengan pengelolaan sumber daya alam, tidak dikenal konsep kepemilikan pribadi.Menurut dia, Kepemilikan pulau kecil secara pribadi di dalam wilayah Indonesia adalah tindakan yang tidak sesuai dengan Pasal 36, 37, 42, 43, 44 dan 45 dari UU 27/2007. Dalam UU ini juga ditetapkan bahwa batas pasang atas pulau dan batas pasang bawah pulau adalah milik publik dan tidak dapat diperjualbelikan.“Lebih jauh diatur pula bahwa pulau-pulau kecil hanya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan riset, pendidikan, dan wisata bahari,” ucap dia.Untuk itu, Susan mendesak berbagai pihak yang terlibat di dalam praktik penjualan pulau malamber untuk segera diusut dan dihukum secara tegas karena telah melanggar konstitusi Republik Indonesia. Dia berharap semua yang terlibat tidak kebal hukum, baik itu penjual maupun pembeli pulau Malamber.  Konservasi Perairan" "Menjual Pulau demi Kepentingan Pribadi","Selain melanggar konstitusi RI, publik Indonesia menyorot tajam penjualan pulau Malamber kepada pemilik perseorangan, karena pulau tersebut menjadi bagian dari Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KKP3K) Bala-Balakang.Status tersebut tercatat dalam Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Barat Nomor 6 Tahun 2017 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2017-2037.Secara administrasi, pulau Malamber berada di Kecamatan Balabalakang, Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat. Namun secara geografis, pulau ini berada di Selat Makassar di lepas pantai timur Kalimantan, tepatnya di tengah-tengah antara Pulau Kalimantan dan Pulau Sulawesi.Pulau Malamber menjadi bagian dari gugusan pulau Balabalakang yang terdiri dari 16 pulau dan luasnya tercatat mencapai 1,47 kilometer persegi (km2). Mayoritas penduduk yang menghuni gugusan pulau tersebut adalah suku Bajau, yaitu suku yang dikenal hidup di kawasan perairan.Pulau Malamber sendiri terbagi menjadi dua, yakni Malamber Besar dan Malamber Kecil. Malamber Besar menjadi satu dari 10 pulau yang berpenhuni di Bala-Balakang, dan Malamber Kecil menjadi bagian dari enam pulau yang tidak berpenguni pada gugusan pulau Bala-Balakang.Selat-selat yang ada di sekitar Bala-Balakang diketahui dangkal dan biasa menjadi lokasi penangkapan ikan yang utama bagi warga yang mendiami pulau-pulau tersebut. Sumber daya perikanan yang melimpah tersebut, menjadi andalan warga untuk bisa mendapatkan penghasilkan setiap hari.Tetapi, karena keindahan alam dan sumber daya perikanan yang melimpah, akhirnya tak sedikit pihak yang menginginkan untuk bisa memiliki pulau-pulau yang ada di Bala-Balakang. Salah satu buktinya, adalah penjualan pulau Malamber yang sampai sekarang masih dipersoalkan oleh banyak pihak." "Menjual Pulau demi Kepentingan Pribadi","Di Malamber, saat ini masih ada empat kepala keluarga (KK) yang menghuni kawasan pulau bersengketa tersebut. Jumlah tersebut diketahui menyusut dibandingkan sebelumnya yang sempat mencapai 12 KK. Berkurangnya jumlah KK, disebut penduduk lokal karena faktor abrasi pantai yang terus meluas dari waktu ke waktu.Laman surat kabar lokal di Makassar, Sulawesi Selatan, Harian Fajar menulis tentang polemik yang terjadi Malamber tersebut. Dalam laporannya, harian Fajar menuliskan bahwa tak hanya jumlah penduduk yang berkurang, abrasi juga memicu terjadinya penyempitan pulau dari waktu ke waktu.Jika saat ini luas Malamber besar mencapai sekitar delapan hektare, maka merujuk pada data yang dirilis Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Barat pada 2014, luas pulau Malamber Besar mencapai 11,88 hakter. Penyempitan yang diakibatkan ancaman abrasi itu diduga kuat menjadi alasan penduduk untuk meninggalkan pulau secara perlahan.Diketahui, persoalan pulau Malamber muncul setelah seorang warga asal Desa Sumare, Kecamatan Mamuju, Kabupaten Mamuju, Sulbar, Rajab, diketahui menjual tanah kepada seseorang yang diduga kuat adalah Bupati Penajam Paser Utara Abdul Gafur Mas’ud. Luas tanah yang dijual adalah dua hektare.Mengutip lama kompas.com, Rajab menjual tanahnya dengan harga Rp2 miliar dan diberikan pembayaran uang muka sebesar Rp200 juta. Transaksi yang berlangsung pada Februari 2020 lalu hingga kini masih menjadi sengketa, karena uang sisa belum dibayarkan dan pulau dikabarkan sudah dijual seluruhnya kepada Abdul Gafur.Di sisi lain, warga yang menempati pulau Malamber menolak dengan klaim kepemilikan Rajab atas tanah di pulau tersebut. Rajab disebut juga tidak pernah tinggal di Malamber Besar atau Kecil, meskipun dia mengaku kalau buyutnya adalah orang yang pertama menempati Malamber.  [SEP]" "Antara Corona dan Pandemi Influenza 1918 di Nusantara","[CLS]     Pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) di Indonesia, masih belum mengalami penurunan walau sudah mulai gaung hidup normal baru (new normal). Orang yang positif Corona masih tinggi.Data resmi pemerintah, sampai 23 Juni 2020, positif Corona di Indonesia mencapai 47.896 orang, terjadi kenaikan dari hari sebelumnya sebesar 1.051 orang. Penderita sembuh ada kenaikan 506 orang, jadi 19.241 orang, dan meninggal dunia tambah 35 orang jadi 2.535 orang.Pandemi seperti ini bukan kali pertama melanda nusantara ini. Sekitar 102 tahun lalu, negeri ini pernah dihantam pandemi influenza. Wabah itu dikenal dengan nama flu Spanyol (Influenza Ordonnantie). Serupa dengan Coronavirus Disease 2019 (COVID-19), flu ini diperkirakan berawal dari Tiongkok, dan membunuh paling banyak orang di Spanyol.Awal 1918, flu ini melanda Eropa. Dengan cepat pada April 1918, dilaporkan ada di Singapura. Pada Juli 1918, pemerintah Hindia Belanda (kini Indonesia) di Batavia (Jakarta) melaporkan kejadian flu. Lalu pada November wilayah Banjarmasin juga melaporkan kasus serupa. Dan pada Desember Banyuwangi dan Surabaya ikut melaporkan serangan wabah itu.Mengutip buku “Pandemi Influenza 1918 di Hindia Belanda,” ketika flu ini menyerang akhir 1918, Karesidenan Surabaya bahkan membuat pernyataan pers dan menyampaikan kalau 1,5 juta orang telah tewas. Meski angka itu tak tepat, diperkirakan ada ratusan meregang nyawa karena wabah misterius itu.Pada 1919, pemerintah Hindia Belanda membuat peraturan mengenai upaya penanganan influenza. Salah satunya, mengenai peraturan karantina, direksi Koninklijk Paketvaart Maatschappij (KPM) memprotes. Hampir setahun, aturan itu kemudian disahkan akhir 1920. Berlaku pada 1 Januari 1921." "Antara Corona dan Pandemi Influenza 1918 di Nusantara","Peraturan mengenai penanganan flu ini dilaksanakan dengan cepat, karena peristiwa penting dari Makassar. Kepala Dinas Kesehatan melaporkan wabah flu itu menjangkiti masyarakat pada Oktober 1920, dan membunuh 112 orang. Wabah ini dengan cepat menyebar ke Distrik Kolono dan membunuh 101 orang.Petugas kesehatan di Buton, menyampaikan, kalau penyakit ini pertama kali melanda daerah barat dan selatan Kendari dan diduga dari Rumbiya.Di Toraja, wilayah pedalaman di Sulawesi Selatan, jaraknya sekitar 400 kilometer dari Makassar, dikabarkan pula kalau flu itu sudah menyerang beberapa warga. Dilaporkan sekitar 300 orang (10%) dari 3.000 penduduk Toraja, meninggal.Pandemi flu ini membuat banyak rumah sakit kesulitan. Dari fasilitas hingga ketersediaan kamar. Historia mengutip Koloniaal Weekblad tahun 1919, menyatakan, kalau para dokter di Makassar bahkan harus bertanggungjawab terhadap nasib 800 pasien.Historia juga mengutip, data lain dari Handelingen van Volksraad tahun 1918, pada November mencatat keganasan flu ini.Dibandingkan dengan kematian kolera yang merenggut 9.956 orang, cacar 909 orang, dan pes 773 orang, jauh lebih kecil dibanding korban flu Spanyol di bulan sama mencapai 402.163 orang meninggal.  Kepanikan muncul hampir sama dengan keadaan saat ini, ketika berbagai negara-negara di dunia terkena wabah Corona. Ketidaktahuan, dan penanganan lamban, serta keterbatasan fasilitas maupun pengetahuan tenaga medis jadi wabah terus meluas.Prayitno Wibowo, dkk, dalam “Yang Terlupakan Pandemi Ifluenza 1918 di Hindia Belanda,” menuliskan kalau obat-obatan yang tersedia masa itu hanya ada aspirin, pulvis doveri, dan aimphora. Obat-obatan ini dicetak ratusan ribu pil dan dibagikan ke masyarakat." "Antara Corona dan Pandemi Influenza 1918 di Nusantara","“Di samping obat-obatan medis, di Rembang, misal, di kalangan masyarakat beredar ramuan obat-obatan yang terbuat dari unsur-unsur tanaman. Temulawak salah satunya. Ramuan ini merupakan sarana untuk mencegah orang kedinginan dan memulihkan semangat fisik pasien flu. “Ini membuktikan, kedinginan dan tubuh lemah salah satu gejala influenza yang ditunjukkan setiap penderitanya,” tulis Prayitno dkk.Di Toraja, keganasan flu ini dikenal masyarakat dengan istilah ra’ba biang. Sebuah ungkapan seperti melihat rumput tumbang ketika sudah disabet parang. Ra’ba biang, jadi kisah yang acapkali dituturkan para orang tua saat berkumpul bersama keluarga.“Kalau mendengar itu, sepertinya mengerikan sekali. Kakek saya, meninggal 1971, dia cerita tentang itu pada saya,” kata Rukka Sombolinggi, Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).Saya juga menelpon Palimmi (71). Dia penganut Kristen yang menganut tatacara hidup kepercayaan leluhur (aluk todolo). Dalam beberapa hajatan dia juga jadi seorang Tominaa (sebagai pelaksana ritual dalam Aluk Todolo).“Dari cerita orang tua, itu waktu wabah ada juga dilakukan ritual, minta pengampunan pada dewata,” katanya.“Belakangan, waktu besar-besar, cerita lain lagi muncul. Kalau waktu itu, wabah itu karena ada pesawat perang yang Amerika waktu lawan Jepang itu, menyebarkan racun. Itu sampai di Toraja,” katanya, seraya meragukan cerita itu.Dia bilang, kematian orang di Toraja karena wabah itu sangat banyak. “Bapak saya, masih menete’ ke ibunya. Nenek saya itu, katanya sakit demam, terus satu hari saja langsung meninggal,” katanya.Banyaknya kematian di Toraja membuat orang sampai saat ini acap kali bertanya. “Kalau ada yang meninggal, tidak ada upacara kematian lagi. Dibungkus saja, diletakkan dekat liang, terus ditinggal. Maka ada beberapa terngkorak tersebar di beberapa goa, tanpa peti, berserakan.”" "Antara Corona dan Pandemi Influenza 1918 di Nusantara","Setelah flu Spanyol 1918, muncul virus SARS tahun 2002 dan flu burung pada 2005. Empat tahun kemudian, pada 2009 muncul flu babi yang jadi pandemi global.Pada 2012, ada Middle East Respiratory Syndroe Coronavirus (MERS-CoV). Penghujung 2019, ada COVID-19. “Pandemi influenza itu sendiri tidak pernah benar-benar menghilang karena ternyata muncul pandemi yang baru menggantikan pandemi sebelumnya,” tulis Prayitno Wibowo, dkk. Keterangan foto utama: Pekuburan Lemo, di Toraja. Foto: Eko Rusdianto/ Mongabay Indonesia  [SEP]" "Dampak Limbah Medis Saat Pandemi","[CLS]  Dua rasa penasaran terkait limbah medis adalah bagaimana dikelola saat volumenya meningkat selama pandemi ini? Kedua, bagaimana cara mengurangi dampak buruk limbah medis dari penggunaan di rumah maupun di fasilitas kesehatan?Jawabannya bisa terangkum di webinar bertajuk Pengelolaan Limbah Medis di Rumah, Rumah Sakit, dan Fasilitas Kesehatan Lain, Minggu (27/09/2020) oleh oleh Plastik Detox, komunitas anak muda di Bali, dan Nexus3.Yuyun Ismawati dari Nexus3/BaliFokus Foundation dalam webinar mengingatkan dampaknya bisa lebih berbahaya di Indonesia karena tak banyak fasilitas layanan kesehatan yang memiliki sistem pengolahan limbah medis yang baik. Kedua, jika punya, pengolahan dengan insininerator pun bisa menghasilkan polutan berbahaya.Pengaturan limbah medis tertuang di Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No P-56/2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah B3 dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Dari data Kemenkes yang dikutip Nexus3, sumber terbanyak adalah apotek (26.418 unit), Puskesmas (9825), klinik (7641), rumah sakit (2820), laboratorium kesehatan, unit transfusi darah, tempat praktik mandiri, dan lainnya.“Pengelolaan limbah medis karut marut dan acak adut,” sebut Yuyun, yang tekun mengadvokasi limbah beracun berbahaya ini. Jumlah limbah yang tercatat saja hampir 295 ton per hari. Kapasitas pengolahan swasta dari 10 perusahaan dominan di Jawa sekitar 171 ton per hari. Sementara yang bisa diolah 63 insinerator layanan kesehatan berizin hanya 53 ton/hari. Ada selisih tak bisa terolah sekitar 70 ton/hari. Kesenjangan inilah yang disebut memicu banyak masalah.baca : Meninjau Aturan dan Pengelolaan Limbah Infeksius dan Sampah Rumah Tangga Era COVID-19  Beberapa kasus pengolahan limbah medis sudah diproses hukum. Peraturan KLHK No.56/2015 tersebut menyatakan pengolahan di sumber dan pemusnahan insinerator." "Dampak Limbah Medis Saat Pandemi","Dalam regulasi, jenis limbah faskes harus dipisahkan dengan warna misalnya radioaktif kategori merah, kuning untuk sangat infeksius dan limbah patologi, lainnya ungu, cokelat, dan merah. “Masalahnya di sebagian RS kuning semua. Ini berkaitan dengan kedisplinan, procurement, padahal kantong warna ini mudah dibeli,” sebut Yuyun.Dari pengalamannya, tak mudah akses komposisi limbah medis ini. Yuyun memaparkan, komposisi limbah dari faskes global (sumber: Health Care Without Harm) didominasi sampah umum 56%, kemudian limbah medis 18%, kardus 11%, sampah pasien 9%, B3 sekitar 2%, dan lainnya. Sementara dari data Kemenkes pada 2017, di Indonesia, pengelompokkannya agak berbeda, didominasi limbah domestik 80%, infeksius dan patologi 15%, kimia dan farmasi 3%, termometer dan tabung serta benda tajam masing-masing 1%.Dari Peraturan Pemerintah No.101/2014 tentang Limbah B3, yang termasuk jenis ini adalah limbah klinis, farmasi kedaluwarsa, kimia kedaluwarsa, fixer dan developer, dan abu insinerator.Namun, dalam Konvensi Stockholm 2014, Persistent organic pollutants (POPs) atau polutan abadi paling beracun berbahaya dan harus dihapuskan adalah yang berhubungan insinerator dan limbah medis. Dioksin dan furan adalah hasil pembakaran insenerator limbah domestik, medis, kebakaran hutan, smelter, daur ulang, PLTU, pabrik, dan lainnya.Dioksin ini menurutnya sulit dianalisis, karena laboratorium di Indonesia tak ada yang bisa identifikasi. Sumber dioksin dan furan terbesar adalah pembakaran terbuka di TPA atau tempat lain sekitar 55%, kemudian dari bahan kimia dan produksi yang dikonsumsi sekitar 23%, dan lainnya.baca juga : Buruknya Penanganan Sampah Medis Bisa Perparah Pandemi  " "Dampak Limbah Medis Saat Pandemi","Dari limbah insinerator sendiri sekitar 8%. “Kemungkinan saat ini jumlahnya meningkat karena sebagian besar dari limbah medis,” lanjutnya. Kecuali pemerintah mau bangun insinerator untuk limbah domestik. Ia menyarankan pengolahan medis nonthermal bukan insinerator, karena faskes harusnya jadi sumber kesehatan bukan penyakit baru. Tapi peraturan di Indonesia menurutnya bertolak belakang.Abu yang dihasilkan mengandung kimia berbahaya dan beracun tak bisa dilihat, keluar dari tungku. Terlebih jika cerobongnya rendah, emisi lebih dekat lagi dengan manusia. “Kalau ukurannya nano, sulit sekali. Sebaiknya mencegah,” ingatnya.Jumlah rumah sakit dengan insinerator berizin di Indonesia hanya 113 izin. Terbanyak di Jawa Timur. Salah satu sebabnya, proses perizinan rumit. “KLH memberikan dispensasi selama pandemi ini, insinerator diperbolehkan digunakan walau tanpa izin atau izin habis. Ini masalah baru jika tak dikontrol,” lanjut Yuyun. Karena menambah lepasan limbah berbahaya beracun.Sementara, dari fakta di lapangan banyak insinerator mangkrak karena tanpa izin misal di Sulawesi dan Papua.Masalah lain dalam pendirian insinerator antara lain lokasi insinerator RS berimpitan dengan pemukiman warga sehingga diprotes dan biaya operasional tinggi. Sekitar 70% biaya operasional untuk beli bahan bakar, terutama solar. Insinerator tidak sesuai persyaratan teknis seperti cerobong terlalu pendek, abu beterbangan. “Lebih repot lagi tak ada pengukuran emisi berkala untuk parameter dioksin,” sebutnya.Biaya meneliti dioksin mahal, ia menyebut satu sampel sampai 1500 dollar, dan harus dikirim ke Singapore atau Selandia Baru. “Jadi cukup rumit, sehingga pemerintah tak mewajibkan. Tapi kita warga yang jadi korbannya. Kebijakan pencegahan harus didorong dari pada solusi yang salah kaprah,” sebuy Yuyun." "Dampak Limbah Medis Saat Pandemi","Sejumlah solusi mengurangi insinerator adalah disinfeksi limbah medis, seperti disiinfeksi temperatur atau kimiawi. Lainnya, mengurangi infeksi jarum suntik dengan alat needle crusher, ditambahkan zat agar tak berkarat. Jadi tak perlu bakar di insinerator.perlu dibaca : Bagaimana Pengelolaan Limbah Penanganan Corona? Ini Aturannya  Rizal Bahri, pengampanye green hospital, dan pekerja di instalasi pengelolaan RSUD Ibnu Sina, Kabuaten Gresik menyebut masih sedikit fasilitas kesehatan yang bisa mengolah limbahnya.Dimulai dari pemilahan dan pewadahan, penyimpanan, pengangkutan, pengolahan, dan pembuangan. Jenisnya radiokatif, bahan kimia, obat kedaluwarsa, logam berat, sitotoksik (limbah berbahaya dari kemoterapi), kontainer bertekanan seperti aerosol, benda tajam, infeksius seperti daerah, patologis (jaringan tubuh seperti tumor, dll). Semuanya harus dibedakan sesuai simbol dan warna.Pengelompokkan ini tergantung pengetahuan nakes. Setelah dipilah, dikumpulkan menggunakan troli tertutup dan bersimbol. Penyimpanan sementara harus dengan izin DLH setempat. Lama penyimpanan tergantung jenis, jika berhubungan dengan biohazard 2-90 hari. Non biohazard 90-180 hari.“Pengangkutan insitu jika punya pengolahan sendiri atau insinerator. Jika tidak, menggunakan kendaraan dengan izin khusus,” jelasnya.Ada 3 opsi pengolahan limbah medis yakni insinerator, autoklaf (mencacah), dan gelombang mikro (micro wave). Sebagian besar menggunakan insinerator sesuai peraturan.Ia menunjukkan contoh insinerator di rumah sakitnya, dengan 2 ruang dan pengelolaan asap, minimal tinggi cerobong 24 meter atau lebih tinggi dari bangunan sekitar radius 50 meter. “Harus hati-hati dan pengawasan terus menerus karena risiko dioksin dan furan,” lanjut Rizal.baca juga : Kurangi Limbah Medis, Mahasiswa ITS Gunakan Kombinasi Jamur  " "Dampak Limbah Medis Saat Pandemi","Masalah lain, menurutnya praktik nakes mandiri, apotek, pengobatan lain belum ada peraturan spesifik, hanya disyaratkan mengolah limbahnya atau kerjasama perusahaan pengolah limbah medis.Upaya keberlanjutannya dengan mengurangi misalnya alat non merkuri, persediaan sesuai kebutuhan, menggunakan yang dekat kedaluwarsa lebih dulu, digitalisasi hasil radiologi karena yang materi dicetak mengandung limbah.Untuk pengelolaan limbah medis rumah tangga, ada PP No.27/2020 tentang Pengelolaan Sampah Spesifik. Pemilahan dan pewadahan dibedakan medis dan domestik, pengumpulan oleh jasa pengangkutan, bila belum tersedia dibuang di TPS domestik dengan menghubungi DLH setempat.Hal yang perlu diperhatikan jika masker bekas pakai dengan infeksius harus disinfeksi dulu, masukan tempat khusus. Demikian juga bekas jarum suntik. Namun, fasilitas TPS B3 belum banyak tersedia. Alternatif selain insinerator seperti autoklaf dan microwave, izinnya juga sulit.Rizal merujuk ke sejumlah referensi untuk manajemen limbah medis ini. Misalnya Timdis.id, perusahaan jasa pendampingan dan pengelolaan limbah medis faskes, Healthacer without Harm (HCWC), dan Global Green and Healthy Hospitals, perkumpulan faskes untuk pengelolaan limbah.  Yuyun menambahkan, di Amerika hampir semua faskes menggunakan autoklaf. Karena sebagian masih bisa didaur ulang. Organ pun bisa dicacah, disterilkan, dan masuk biodigester. Negara berkembang seperti Thailand dan Vietnam pun menggunakan biodigister dengan jaringan IPAL.Jika tak mengolah sendiri, bisa dikirim ke RS lain yang punya kapasitas besar, dan menggunakan pihak ketiga. “Dari Bali diangkut oleh perusahaan dari Jawa Timur. Kenapa tak diolah di Bali saja, untuk mengurangi risiko diperjalanan,” heran aktivis penerima Goldman Prize sebagai pejuang lingkungan." "Dampak Limbah Medis Saat Pandemi","Selama pandemi, limbah medis bertambah. Ia mengutip data pemerintah, ada lonjakan 20-30% dari faskkes tapi sampah domestiknya berkurang. Di Amerika, N95 bisa disterilisasi, karena mahal dan penting. Menurutnya inovasi-inovasi pengeloaan seperti ini harus didorong karena limbah APD banyak sekali.Dari eksperimen sederhananya, masker bedah sulit basah, sampai 24 jam direndam baru bisa basah. Juga sulit dibakar, dan ada elemen plastik. Masker ini diakui sulit hancur. Jadi berbahaya jika dibuang sembarangan.Untuk mengurangi infeksi, limbah padat bisa didiamkan 2 hari, baru dibuang. Virus bisa mati di temperatur 100 derajat, jadi jika hanya untuk mematikan virus saja, insinerator menurutnya overkill.Rizal memberi tips, untuk pengurangan limbah medis di rumah, memperhatikan guna ulang seperti menggunakan masker kain 3 lapis, sanitasi, cek durasi waktu penggunaan, dan cara penggunaannya. Kecuali sedang terinfeksi.  [SEP]" "Pecinta Bonsai Lamongan Gelar Pameran Mengangkat Potensi Lokal","[CLS]  Perkumpulan Penggemar Bonsai Indonesia (PBBSI) cabang Kabupaten Lamongan memanjakan para pecinta bonsai dengan menggelar pameran dan kontes bonsai di lapangan Gajah Mada Jalan Sumargo, Kelurahan Sidoarjo, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Pameran dan kontes bonsai ini digelar mulai tanggal 18 hingga 29 Oktober 2020 dengan mengusung tema dalam bahasa Jawa “seng penting guyub rukun”.Joko Supriyadi, Sekretaris PPBSI cabang Lamongan menjelaskan acara ini sering diadakan hampir setiap setahun, bertepatan dengan hari jadi Kabupaten Lamongan. Tahun ini sudah ke-14 kalinya. Hanya, tahun ini acaranya diundur karena masih dalam kondisi masa pandemi COVID-19. Seharusnya kegiatan digelar pada bulan Mei atau Juni.“Awal mulanya PBBSI Gresik yang mengadakan, makanya kami langsung berani menyelenggarakan juga, disesuaikan dengan Hari Pahlawan Nasional pada bulan 10,” ujar pria 30 tahun ini saat ditemui Mongabay Indonesia disela pameran, Senin (26/10/2020).baca : Menikmati Bunga di Pasar Splendid Malang  Joko mengatakan pameran bonsai baru pernah diadakan pada tingkat lokal. Padahal, dalam dua tahun belakangan ini di Lamongan sudah mulai banyak bermunculan komunitas-komunitas pecinta bonsai.Hal itu yang mendasari diselenggarakannya pameran bonsai ini, sekaligus untuk mengetahui potensi-potensi bonsai dari lokal. Biasannya, saat pameran selalu melibatkan penghobi bonsai dari luar kota. Kategori PenilaianAda 12 komunitas penghobi bonsai di Lamongan yang ikut sebagai peserta pameran sekaligus berperan di kepanitiaan. Total ada 345 bonsai yang dipamerkan, dan dibagi menjadi dua kelas yaitu regional dan prospek. Untuk regional ada 130 pohon.Prospek, kata Joko, merupakan bahan bonsai yang masih dalam proses jadi. Sedangkan regional itu tingkatan pertama dalam penjurian. Sementara penjurian yang nasional itu meliputi regional, madya, utama dan bintang. Sedangkan untuk yang lokal hanya ada dua yaitu prospek dan regional." "Pecinta Bonsai Lamongan Gelar Pameran Mengangkat Potensi Lokal","baca juga : Kalibiru dan Kisah Sukses Masyarakat Jalankan Ekowisata Milyaran Rupiah  Kebanyakan bonsai yang diikutkan pameran ini berasal dari bahan mendongkel di alam. Bagi pemula, tingkat kesulitan membuat bonsai dari pendongkelan yaitu menentukan konsep utama. “Kadang orang sudah punya dongkelan, tetapi mau membentuk seperti apa itu kebanyakan masih bingung,” katanya.Kalau masih awam, lanjut dia, bentuk bonsai pasti diubah-ubah karena masih belum bisa mengonsep sejak awal. Konsep yang berubah-ubah seperti ini yang akan memakan waktu lebih lama. Beda halnya ketika sejak awal konsepnya sudah jelas, tentu proses pembentukan bisa lebih mudah.Saat penjurian, proses pembentukan ini juga menjadi salah satu tolak ukur. Ada yang dinilai dari keseimbangannya. Kalau programnya kurang pasti, berarti saat menentukan dimensi atau keseimbangannya juga akan berbeda dengan hasilnya nanti.Ada empat kategori yang menjadi penilaian, pertama yaitu dari segi penampilan, ini dilihat total dari keseluruhan bentuk pohon. Kedua yaitu gerak dasar, biasannya dibagi beberapa, ada yang tegak lurus, tegak miring atau dikenal juga dengan istilah slenting, kemudian tegak berliku. Ketiga yaitu keserasian, ini dinilai antara pot, pohon dan aksesoris yang digunakan. Keempat yaitu kematangan dari akar, batang sampai dengan ranting.menarik dibaca : Jejak Nyuh, Pohon Kehidupan di Pesisir Bali Timur  Adapun untuk jenis pohon yang diikutkan dalam pameran ini lebih beragam, diantarannya seperti pohon santigi (Vaccinium varingiaefolium), pohon serut (Streblus asper), mentaos, pohon beringin (Ficus benjamina), juwet (Syzygium cumini), sancang (Phemna microphylla), dan wahong (Premna serratifolia). " "Pecinta Bonsai Lamongan Gelar Pameran Mengangkat Potensi Lokal","Diakuinya, pameran tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnnya. Meskipun skala lokal tetapi pesertanya lebih banyak. Dia berharap pameran ini bisa dijadikan sarana evaluasi pohon bonsai dari peserta lokal untuk lebih baik lagi. Selain itu, dengan adanya pameran ini bisa dijadikan ajang bertukar pikiran dan juga menambah jaringan.“Sebetulnya, peserta dari luar kota seperti Malang, Surabaya, Mojokerto, juga ingin ikut, namun karena pameran kali ini ingin mengangkat potensi bonsai lokal, jadi terpaksa kami menolak untuk peserta yang dari luar kota,” imbuh pria asal Desa Ploso buden, Kecamatan Deket, Kabupaten Lamongan ini.  Hiburan WargaTujuan lain dari diselenggarakan pameran ini juga memberikan hiburan kepada masyarakat secara umum. Muhammad Mukhlis (37), salah satu pengunjung mengaku senang dengan adannya pameran ini. Sebab, potensi bonsai yang dari Lamongan bisa terangkat dan bisa dikembangkan lagi.Setelah melihat-lihat pria yang datang bersama keluarga tersebut juga merasa termotivasi untuk membuat bonsai. Menurut dia, ada beberapa catatan untuk acara berikutnya supaya lebih baik lagi, diantaranya kurangnya papan nama di jalan raya yang menunjukkan tempat pameran. Berikutnya, lokasi pameran yang becek juga perlu diperhatikan.Sementara itu, Bupati Lamongan, Fadeli, saat membuka acara pameran bonsai mengakatan, pameran ini merupakan alternatif hiburan masyarakat di tengah pandemi COVID-19, yang penting pula masih menerapkan protokol kesehatan. Menurut dia, dengan adanya acara ini juga untuk menumbuhkan minat dan hobi masyarakat akan bonsai sekaligus melestarikan lingkungan hidup.“Bonsai sebagai karya seni bernilai ekonomi tinggi bila ditekuni secara profesional,” kata Fadeli, yang sudah dua periode memimpin kabupaten yang berjuluk kota soto ini.   [SEP]" "Cara Bijak Masyarakat Adat Wehea Hadapi Virus Corona","[CLS]   Hutan merupakan sumber utama kehidupan Komunitas Adat Dayak Wehea di Kalimantan Timur. Mulai kebutuhan pangan hingga obat-obatan semua terpenuhi dari hutan. Ketika masyarakat luas mulai resah akan kondisi pangan saat virus corona [COVID-19] menyerang, mereka justru sudah siap menghadapi.Komunitas Wehea berada di pedalaman Kabupaten Kutai Timur [Kutim], tepatnya di Kecamatan Muara Wahau. Mereka tersebar di enam desa yaitu Nehas Liah Bing, Jakluai, Long Wehea, Dea Bek, Diaklai, dan Bea Nehas. Rata-rata, masyarakatnya merupakan petani atau peladang.Ming Bong, warga adat Wehea yang tinggal di Desa Nehas Liah Bing, menuturkan, hutan adalah tempat mereka mengumpulkan bahan makanan sekaligus penunjang kebutuhan ekonomi.“Pandemi memang berpengaruh pada stok bahan makanan, begitu juga di Kutai Timur. Tapi, kami tidak mengeluhkan kondisi ini. Kami masih bertahan dengan hutan dan ladang. Selama ada hutan, kami masih bertahan,” sebutnya.Baca: Jalan Panjang Hutan Lindung Wehea, Dihantui Pembalakan dan Dikepung Sawit [Bagian 1]  Hasil hutan yang paling menopang kehidupan komunitas Wehea adalah bahan makanan dan obat-obatan. Banyak tanaman yang dapat dimanfaatkan seperti daun pepaya, daun singkong dan umbi-umbian.“Untuk makanan sehari-hari, warga memiliki beras dari padi gunung yang dipanen setiap tahun. Untuk pengobatan, warga memaksimalkan tanaman herbal dari hutan. Sementara untuk perputaran uang, mereka menjual sebagian hasil ladang dan hasil hutan bukan kayu ke masyarakat luar,” jelasnya.Berbagai tanaman herbal ada di hutan. Untuk menjaga imunitas tubuh, warga memiliki daun sirih, serai, Jahe, kunyit, kencur, bahkan temulawak di ladang mereka. Ada pula akar-akar tumbuhan dan bawang dayak yang dipercaya dapat mengobati penyakit kanker.“Sebagai peladang, kami memiliki banyak bahan makanan. Untuk kebutuhan ikan, kami mencari di sungai,” jelas Ming." "Cara Bijak Masyarakat Adat Wehea Hadapi Virus Corona","Baca: Lom Plai, Kearifan Masyarakat Dayak Wehea Melesarikan Budaya dan Lingkungan [Bagian 2]  Penutupan kampung dan ritual adat pengusir wabah Sejak corona mewabah di Provinsi Kalimantan Timur, Komunitas Adat Wehea membatasi aktivitas mereka yang berkaitan dengan orang luar. Jalan masuk menuju desa diportal. Jika tidak ada kepentingan mendesak, warga tidak diperbolehkan keluar desa.Pesta adat dan budaya Lom Plai, 27 Maret hingga awal April tahun 2020, tidak dibuka untuk umum. Meski dilakukan tertutup, mereka tetap bersyukur untuk hasil panen melimpah.“Hanya warga dan ketua-ketua adat yang hadir. Orang luar tidak diperkanankan datang,” sebut Ming.Baca: Yuliana Wetuq, Perempuan Tangguh Penjaga Hutan Lindung Wehea [Bagian 3]  Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara [AMAN] Kaltim, Margareta Seting Beraan, mengatakan, sejak corona mewabah di Kaltim semua warga di desa-desa adat menjaga jarak dengan orang luar. Mereka juga menggelar ritual tolak bala.“Upacara penangkal roh jahat dilakukan. Tujuannya, mencegah berbagai penyakit masuk kampung termasuk COVID-19,” sebutnya.Menurut Seting, para tetua adat di masing-masing wilayah, sudah memutuskan menutup kampungnya dan membatasi aktivitas. Kebijakan ini sesuai arahan Sekjen AMAN pusat.“Masyarakat adat di seluruh Indonesia berjuang memerangi COVID-19 dengan cara mereka sendiri. Masyarakat dayak di pedalaman Kutai Barat melakukan hal yang sama. Tidak hanya ritual adat dan penutupan kampung, mereka bahkan membuat masker dan cairan desinfektan dari bahan-bahan yang ada di hutan” jelasnya.Pada komunitas adat Wehea sendiri, lanjut dia, para perempuan bergotong royong meracik cairan pencegah bakteri dan membuat masker. Adapun desinfektan alami yang mereka buat berbahan dasar daun sirih dan jeruk nipis." "Cara Bijak Masyarakat Adat Wehea Hadapi Virus Corona","Seting mengatakan, semua olahan itu merupakan ilmu dari para leluhur turun-temurun. “Sejauh ini AMAN Kaltim telah membentuk gugus tugas pengamanan COVID-19. Ritual adat yang digelar tetap seperti arahan pemerintah yakni menjaga jarak. Kami berharap, pandemi segera berlalu,” jelasnya.Baca juga: Lutung Beruban di Hutan Wehea, Perlu Riset Mendalam untuk Mengetahuinya  Hutan sumber keragaman hayati Pemerhati Sosial Lingkungan Kalimantan Timur dan Pegiat Yayasan Konservasi Alam Nusantara [YKAN], Niel Makinuddin, mengatakan kawasan hutan sebetulnya merupakan jaring pengaman yang handal bagi masyarakat asli Kalimantan. Jarang bahkan tidak ada kejadian masyarakat yang hidupnya dekat hutan dan alam kelaparan.Namun, jika hutan mengalami perubahan, seperti menjadi kebun dan pertambangan skala besar, masyarakat yang hidup dekat hutan akan mengalami krisis pangan dan air bersih.“Di hutan alami ini tersedia aneka bahan pangan, binatang buruan, ikan juga buah. Bagi mereka yang menjadikan hutan sebagai sumber hidup, mereka akan survive dan nyaman saja,” sebutnya.Niel tidak bisa memperkirakan, apakah hasil hutan alami cukup memenuhi kebutuhan masyarakat Wehea mengingat tidak tahu sampai kapan wabah corona berakhir.“Bila dari sekarang program ketahanan pangan non-beras seperti singkong, ubi, dan jagung digalakkan, ini bisa menjadi penyangga untuk waktu lebih lama. Ketakutan krisis pangan tidak berpengaruh pada sebagian besar masyarakat yang berladang,” terangnya.  Masyarakat Wehea juga biasa berburu babi di hutan, bukan di Hutan Lindung. Nantinya, hasil buruan dibagi-bagikan ke tetangga sekitar. “Budaya berbagi adalah aset sosial yang harus dilestarikan sebagai modal hebat bangsa Indonesia untuk kuat dan melewati masa sulit,” katanya.Terkait imbauan menjaga jarak, Niel mengatakan, sejak ada pandemik masyarakat Wehea sudah mengadakan langkah-langkah pencegahan sesuai keyakinan maupun arahan [protokol] pemerintah." "Cara Bijak Masyarakat Adat Wehea Hadapi Virus Corona","Mereka telah melakukan upacara adat tolak balak. Ada sejumlah ritual yang tidak boleh didokumentasikan, karena ada nilai sakral. Mereka juga melakukan local lockdown dengan membatasi lalu lintas orang masuk desa.“Apabila ada keluarga datang dari daerah pandemi, mereka langsung isolasi mandiri. Ini modal sosial dan peran aktif masyarakat yang membantu agenda besar pemerintah menangani corona,” paparnya.   [SEP]" "Warga dan WALHI NTT Tolak Tambang dan Pabrik Semen di Manggarai Timur. Kenapa?","[CLS]  Ketenangan hidup warga kampung Luwuk dan Lingko Lolok, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) terganggu. Warga kampung dikejutkan dengan adanya investasi pembangunan pabrik semen di wilayahnya.Dari 60 Kepala Keluarga (KK) yang ada di Kampung Luwuk, 41 KK tidak memiliki sawah sementara sisanya 19 KK memiliki sawah. Dari 19 KK pemilik sawah tersebut, 8 KK mendukung dan 11 menolak pembangunan pabrik semen.Koordinator Luwuk-Lolok Diaspora, Maximus Rambung kepada Mongabay Indonesia, Jumat (8/5/2020) menyebutkan, informasi yang diperoleh, tambang batu gamping sekaligus pabrik semen akan dikelola dua perusahaan PT. Istindo Mitra Manggarai (IMM) dan PT. Singa Merah (SM).Lokasi tambang batu gamping di Lolok, kata Maximus, seluas 505 hektare. Sedangkan pabrik semen akan dibangun di tengah areal persawahan di Luwuk.Dari info yang diperoleh, sebut Maximus, PT. Singa Merah berinduk ke perusahaan Hongshi asal Cina. Dana investasinya  Rp.7 triliun. Hasil survei perusahaan tahun 2018, sebutnya, kandungan batu kapur di Manggarai Timur ± 500 juta ton. Kapasitas produksi pabrik semen sebesar 8 juta ton per tahun sehingga butuh 62,5 tahun baru batu kapur tersebut habis.“Untuk kebutuhan pabrik semen dibutuhan air 15 ribu meter kubik per hari. Tenaga kerja yang dibutuhkan 400 orang dengan  komposisi 30 persen tenaga kerja asing dan 70 persen dari Indonesia. Dari informasi yang ada, di Lolok mereka butuh lahan 505 hektare utuk tambang batu gamping,” sebutnya.baca : Soal Moratorium Tambang, Gubernur NTT Ditagih Janji Utamakan Pariwisata dan Pertanian  Alasan PenolakanKenapa warga menolak tambang batu gamping dan pabrik semen? Maximus yang warga kampung Luwuk mengatakan dari penelusuran, PT. IMM pemiliknya  sama dengan PT. Istindo Mitra Perdana (IMP) yang menambang batu mangan di tanah ulayat warga kampung Serise, tetangga  Lolok, Luwuk." "Warga dan WALHI NTT Tolak Tambang dan Pabrik Semen di Manggarai Timur. Kenapa?","Luas tambang PT. IMP sebesar 736,30 hektare dan mulai operasi produksi mangan  tanggal 12 Oktober 2009 dan berakhir tahun 2017. Penghentian operasi terjadi akibat terbitnya undang-undang baru yang mewajibkan  perusahaan tambang mangan bangun smelter sendiri untuk ekspor bahan mentah ke China.“Perusahaan ini macet dan menyisakan lubang tanpa reklamasi. Kini IMP berganti baju menjadi IMM dan akan bermitra dengan pabrik semen PT SM. Lokasi tambang kedua perusahaan ini masih berdekatan dengan tambang mangan. Kawasan sawah Luwuk akan jadi pusat pabrik semen,” ungkapnya.Lokasi tambang batu gamping di Lolok merupakan tanah ulayat kata Maximus. Sementara lokasi pabrik semen berada di areal sawah yang dimiliki 19 orang.“Masyarakat pemilik sawah beralasan  sawah masih produktif 3 kali setahun. Sawah ukuran 15×25 meter  menghasilkan beras paling kurang 300 kg sekali kerja atau Rp.9 juta setahun. Kalau mereka jual ke perusahaan  tambang hanya dihargai Rp.6 juta,” jelasnya.baca juga : Masyarakat NTT Melawan Proyek Reklamasi di Lembata. Ada Apa?  Lengko Lolok sebut Maximus, tempat eksploitasi tambang batu kapur, jaraknya  5 km dari Luwuk dan berada di ketinggian. Areal itu selama ini menjadi daerah perlindungan dan tangkapan air bagi warga Luwuk.Terbukti, volume air di Luwuk berkurang  ucapnya, ketika tambang mangan pernah beroperasi di kawasan ulayat ini. Penggumaan lahan seluas 505 hektare akan mempengaruhi ekosistem yang ada.Pabrik juga membutuhkan air sebanyak 15 ribu meter kubik perhari maka sangat berpengaruh secara drastis terhadap ketersediaan air untuk sawah dan konsumsi warga.Makanya warga akan direlokasi." "Warga dan WALHI NTT Tolak Tambang dan Pabrik Semen di Manggarai Timur. Kenapa?","“Dampak relokasi membuat warga masyarakat adat tercerabut dari tata nilai budaya Manggarai yang ditopang Tiga Tungku yakni Uma Peang (tanah ulayat/kebun), Wae Teku (sumber air), dan Beo (kampong). Nilai-nilai tak terukur ini yang dikuatirkannya  bakal hilang jika pabrik datang,” ungkapnya.Warga juga paparnya, sudah merencanakan untuk membentuk usaha yang bergerak di  bergerak di bidang perikanan tambak dengan konsep agrowisata. Rencana tambak tentu tidak bisa ada secara bersamaan di tempat yang sama dengan pabrik semen.Pihaknya pun tidak percaya pada janji manis perusahaan dan pemerintah Kabupaten Manggarai Timur bahwa dengan adanya perusahaan, kesejahteraan warga sekitar akan meningkat.“Pernyataan ini dibantah fakta empiris, tambang  mangan di Serise, warga tetap miskin, pertanian tidak bisa berjalan karena debu mangan hasil tambang menutup tanaman pertanian warga,” ungkapnya.perlu dibaca : Nasib Warga Desa Supul dalam Cengkeraman Perusahaan Tambang Mangan   Fokus Ketahanan PanganDominikus Karangora Divisi Media dan Komunikasi WALHI NTT kepada Mongabay Indonesia, Sabtu (9/5/2020) mengatakan pihaknya menolak semua bentuk pengrusakan lingkungan yang akan dilakukan di NTT.Penolakan ini berdasarkan berbagai pertimbangan antara manfaat dan dampak. Saat ini semua wilayah sibuk perangi COVID-19 dan dampaknya.“Saat ini hal yang paling penting diperhatikan oleh pemerintah adalah bagaimana mambangun mekanisme ketahanan pangan sehingga NTT maupun Manggarai Timur tidak kekurangan pangan,” tegasnya.Pembangunan pabrik semen ini, kata Dominikus, hanya akan menghilangkan ruang-ruang kelola masyarakat yang selama ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Akan ada alih fungsi lahan secara besar-besaran untuk membangun pabrik ini." "Warga dan WALHI NTT Tolak Tambang dan Pabrik Semen di Manggarai Timur. Kenapa?","Selain itu akan ada pemidahan masyarakat di lokasi pembangunan pabrik semen ini. Bukan saja memindahkan bangunan fisik sebutnya, tetapi juga menghancurkan peradaban masyarakat Desa Satar Punda.“Hal ini biasanya dilakukan oleh pemimpin yang ahistoris terhadap peradaban masyarakatnya,” ungkapnya.Membangun pabrik semen lanjut Dominikus, merupakan suatu langkah yang sangat keliru sebab tidak diimbangi dengan peningkatan permintaan, hanya akan membuat overcapacity di industri ini semakin meningkat.Indonesia, katanya, sedang mengalami surplus semen sebanyak 35-42 juta ton sampai dengan tahun 2030. Dengan demikian ucapnya, dapat disimpulkan, pembangunan tidak melalui perencanaan yang matang oleh Pemprov NTT maupun Pemkab Manggarai Timur.Dengan kata lain, sebut Dominikus, ini merupakan rencana yang asal-asalan, yang penting ada investor yang datang membawa uang untuk NTT. Pemprov  NTT, sarannya, hanya perlu mengatur dan mengawasi distribusi semen masuk ke NTT.“Awal mula investor datang bagaikan malaikat yang membawa sejuta berkat. Semua pelanggaran terhadap hak-hak tenaga kerja dan pengrusakan lingkungan dilakukan setelah perusahaan beroperasi,” tegasnya.  Janji ManisWALHI NTT juga mengecam janji manis Gubernur NTT, Viktor Laiskodat seusai dilantik menjadi gubernur bahwa akan menolak aktivitas pertambangan di NTT.Dominikus katakan semua itu hanyalah pemanis bibir di awal masa jabatannya. Kekecewaan muncul ketika terbit moratorium tambang yang hanya berkutat pada urusan administrasi saja.“Sudah seharusnya tidak ada lagi izin tambang yang dikeluarkan di NTT. Aktifitas tambang dan pabrik semen harus dihentikan. Jika tidak diindahkan, WALHI NTT bersama jaringannya akan melakukan berbagai upaya, termasuk mangambil langkah hukum,” ucapnya." "Warga dan WALHI NTT Tolak Tambang dan Pabrik Semen di Manggarai Timur. Kenapa?","Sedangkan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi NTT, Jusuf Adoe kepada Mongabay Indonesia, Rabu (13/5/2020) mengatakan proses terbitnya izin tambang melibatkan pemerintah daerah dan masyarakat setempat.Lokasi tambang kata Jusuf, sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang ada di kabupaten. Pada saat proses perizinan sebutnya, pasti ada advise plan dari dinas teknis terkait di kabupaten.“Kalau sekiranya semua tidak sesuai dengan aturan maka pasti izin ini tidak terbit. Proses IUP selalu melibatkan masyarakat dan dinas  teknis terkait. Saya juga belum tahu kalau ada sisa lubang, apa lubang bekas tambang atau lubang saat eksplorasi,” ungkapnya.  [SEP]" "Cetak Sawah Baru: Jangan Lagi Gambut Hancur Seperti Proyek Satu Juta Hektar","[CLS]   Presiden Joko Widodo [Jokowi] memerintahkan Badan Usaha Milik Negara [BUMN] mencetak persawahan baru demi mencegah krisis pangan akibat pendemi virus corona [COVID-19] di Indonesia.Upaya ini sebaiknya jangan di lahan gambut. Harus di kawasan-kawasan yang tidak merusak secara ekologis.“Kita harus belajar dari gagalnya pemerintahan era Soeharto yang membuka lahan satu juta hektar gambut untuk sawah di Kalimantan Tengah. Harusnya pembukaan lahan baru diprioritaskan di kawasan HGU terlantar, kawasan marginal yang bisa disentuh teknologi BUMN, serta terintegrasi dari hulu ke hilir,” kata Achmad Jacob, Anggota Komite Audit Dewan Pengawas Perum BULOG, kepada Mongabay Indonesia, Sabtu [02/5/2020].Pernyataan ini menanggapi apa yang disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartanto, seperti dikutip dari CNN Indonesia. Dalam berita tersebut, Airlangga menjelaskan terdapat lahan basah atau lahan gambut di Kalimantan Tengah. Dari 900 ribu hektar, sekitar 300 ribu hektar sudah siap, dan sekitar 200 ribu hektar dikuasai BUMN. Saat ini sudah dibuat perencanaan agar lahan tersebut dapat ditanami padi.Baca: Pandemi Corona: Perkuat Keragaman Pangan, Indonesia Sehat Bukan Hanya Beras  Sebagai informasi, dikutip dari Wikipedia, proyek lahan gambut satu juta hektar dilakukan pada era pembangunan Orde Baru yang digagas Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan [PPH] Siswono Yudo Husodo, di daerah dominan lahan gambut, terutama Kalimantan Tengah. Proyek tersebut awalnya diluncurkan pada 1995 sebagai bagian ambisi pemerintahan Soeharto untuk mencapai kembali posisi swasembada beras." "Cetak Sawah Baru: Jangan Lagi Gambut Hancur Seperti Proyek Satu Juta Hektar","Pada 26 Desember 1995, Presiden Soeharto mengeluarkan Keppres No. 82 mengenai Proyek Pengembangan Lahan Gambut [PLG] Satu Juta Hektar di Kalimantan Tengah. Tujuan proyek, menyediakan lahan pertanian baru dengan mengubah satu juta hektar lahan gambut dan rawa untuk penanaman padi. Proyek tersebut dijalankan dengan cara membuat kanal-kanal yang bertujuan membelah kubah gambut.Proyek ini berakhir dengan kegagalan total. Lahan gambut terbukti tidak cocok untuk penanaman padi. Sekitar setengah dari 15.594 keluarga transmigran yang ditempatkan pada kawasan tersebut meninggalkan lokasi. Selain itu, penduduk setempat mengalami kerugian akibat kerusakan sumber daya alam serta dampak hidrologi dari proyek itu.Baca: Lahan Gambut Eks PLG Satu Juta Hektar, Bagaimana Kabarnya Saat ini?  Butuh waktu lamaAzwar Hadi Nasution, peneliti INAgri [Institut Agroekologi Indonesia], kepada Mongabay Indonesia, Sabtu [02/5/2020] mengatakan, proses pembentukan tanah menjadi sawah membutuhkan waktu lebih tiga tahun. Bahkan sampai 12 tahun. Tergantung jenis tanahnya.Proses hidromorfik sangat dibutuhkan dalam pembentukan tanah sawah. Sifat morfologinya yang khas harus membentuk, Pertama, horison eluviasi tereduksi [lapisan olah tanah dan tapak bajak]. Kedua, horison eluviasi teroksidasi. Ketiga, horison eluviasi yang secara berkala tereduksi dan, Keempat, horison yang selalu tereduksi.Krisis pangan bukan hanya karena kurang lahan tanah sawah atau menjadikan beras sebagai pangan utama. Melainkan juga, dihilangkannya lahan sumber pangan utama lain seperti sagu, jagung, sorgum menjadi perkebunan sawit atau non-pangan lainnya.“Jadi, sebaiknya pemerintah mengevaluasi dulu program cetak sawah yang dilakukan Kementan 2014-2019 lalu,” katanya." "Cetak Sawah Baru: Jangan Lagi Gambut Hancur Seperti Proyek Satu Juta Hektar","Momen ini, kata Azwar, sebaiknya dijadikan peluang oleh pemerintah untuk mewujudkan distribusi lahan. Atau, menambah luas lahan petani untuk reaktivasi dan revitaliasi sumber keragaman pangan yang berbasis ekologi dan sosiologi setempat. “Bukankah dunia sedang menginstal ulang seluruh perabotnya menjadi DE-GRWOTH dan Agroekologi, dimana keberagaman sedang dijujung tinggi.”Sebelumnya, dalam Rapat Terbatas tentang Lanjutan Pembahasan Antisipasi Kebutuhan Bahan Pokok di Istana Bogor, Selasa [28/4/2020], Presiden Jokowi menyatakan sejumlah bahan pangan seperti beras, jagung, cabai, bawang merah, telur ayam, gula pasir, dan bawang putih sudah mengalami defisit pasokan. Khusus beras, defisit pasokan sudah terjadi di 7 provinsi di Indonesia. Sementara jagung terjadi di 11 provinsi, cabai besar di 23 provinsi, bawang merah di satu provinsi, telur ayam di 22 provinsi, gula pasir di 30 provinsi, dan bawang putih di 31 provinsi.Selain itu Presiden Jokowi juga menyoroti peringatan kelangkaan bahan pangan seperti diungkapkan FAO di tengah pendemi corona. Jokowi mengingatkan jajarannya untuk menjaga ketersediaan bahan pangan.Baca juga: Empat Tahun BRG: Daya dan Upaya Pulihkan Gambut Negeri  Belajar dari RPPKSelain jangan membuka persawahan baru di lahan gambut, Achmad Jacob menjelaskan beberapa upaya yang harus dilakukan pemerintah untuk meningkatkan produksi pangan [beras].Pertama, intensifikasi dengan inovasi teknologi pertanian. Tentunya dengan karakter pertanian Indonesia yang berbasis keluarga dan berlahan sempit, sehingga perlu modifikasi dan ramah alam.Kedua, diversifikasi pangan. Bagaimana kultur makanan bangsa Indonesia di masa lalu tidak hanya berbasis beras, namun ada sagu, umbi-umbian, jagung, dan sumber karbohidrat lainnya.Ketiga, ekstensifikasi lahan [perluasan melalui percetakan sawah baru] baik oleh masyarakat, swasta dan negara." "Cetak Sawah Baru: Jangan Lagi Gambut Hancur Seperti Proyek Satu Juta Hektar","“Dalam hal ini pemerintah mendorong pembukaan lahan baru merupakan hal strategis, mengingat konversi lahan pertanian ke non-pertanian setidaknya 500.000 hektar per tahun,” katanya.Namun, ada beberapa hal yang harus dilakukan pemerintah terkait rencana mencetak persawahan baru. Pertama, pemerintah harus menyampaikan dan belajar dari program Revitalisasi Pertanian Perikanan dan Kehutanan [RPPK] 2005 lalu. RPPK juga menetapkankan lahan pertanian abadi seluas 15 juta hektar lahan beririgasi dan 15 juta hektar lahan kering.“Hal ini penting disampaikan ke publik sejauh mana keberhasilannya, berapa anggaran yang digunakan dan kendalanya seperti apa. Tujuannya, agar pemerintah saat ini bisa mengambil langkah strategis.”  Kedua, pemerintah harus menetapkan kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Jadi kita tahu berapa kawasan pangan tersebut, di mana dan produktivitasnya. Hal ini perlu untuk menentukan berapa luas lagi kebutuhan lahan pangan, untuk menjamin ketersediaan pangan secara nasional khususnya beras.Ketiga, pembukaan lahan pertanian baru dimaksud haruslah di kawasan-kawasan yang tidak merusak secara ekologis seperti kawasan gambut.Keempat, pembukaan lahan pertanian baru juga seharusnya merupakan pelaksanaan Reforma Agraria, dengan BUMN sebagai agen pembangunan bersama subjek reforma penerima lahan.Berdasarkan pemantauan Mongabay Indonesia dua tahun terakhir, terkait program cetak sawah di lahan gambut di Sumatera Selatan, tidak berjalan mulus. Sebagian belum memproduksi padi. Bahkan, sebagian tidak dapat ditanam karena selalu tergenang air saat musim hujan.Misalnya di Desa Perigi Talangnangka, Kabupaten Ogan Komering Ilir [OKI], Sumatera Selatan. Dari ratusan hektar lahan gambut yang dijadikan cetak sawah, hanya sebagian yang dapat dimanfaatkan atau padinya tumbuh subur. Lainnya selalu gagal, karena sawahnya tergenang air ketika hujan.   [SEP]" "Karst dan Gua-Gua Alam: Sisi Lain Kekayaan Kepulauan Aru yang Perlu Diketahui","[CLS]  Kepulauan Aru yang berada di Provinsi Maluku memiliki sumber daya alam dan keanekaragaman hayati yang kaya dan unik. Kepulauan yang berada di Laut Arafura ini, memiliki beberapa fauna khas yang biasa dikenal publik sebagai penghuni daratan Papua, seperti walabi, cendrawasih dan kasuari.Kajian FWI (2019) mengidentifikasi ada sekitar 832 pulau yang masuk wilayah Kepulauan Aru. Satu pulau masuk dalam kategori pulau besar [1] selebihnya berupa pulau-pulau kecil. Lebih lanjut dari total luas wilayah 815.242 hektar, sekitar 75% atau 605.000 hektar masih berupa hutan alam [2].Pada sekitar tahun 2013-2014 lebih dari setengah luas daratan atau 542.740 hektar Kepulauan Aru direncanakan menjadi lahan investasi perkebunan tebu Menara Grup. Namun, rencana investasi tersebut menuai banyak penolakan dari masyarakat Aru. Gerakan #SaveAru waktu itu mendapat dukungan kuat, dari tingkat lokal, nasional hingga internasional. Pada akhirnya rencana investasi tersebut batal dengan sendirinya.Sampai tahun 2017 jumlah penduduk Kepulauan Aru adalah 102.272 jiwa [3]. Hampir sebagian besarnya masih sangat bergantung pada hasil alam dalam menopang kehidupannya. Tentu saja, ketersediaan sumber daya air pulau-pulau kecil seperti Aru menjadi faktor utama adanya kehidupan manusia yang berkelanjutan.Lalu darimana air muncul di pulau-pulau kecil ini?Ketersediaan air di pulau-pulau kecil dipengaruhi oleh luasan daerah aliran air, ketinggian daratan yang berkaitan dengan lensa air tanah dan struktur geologi pulau.  Kepulaun Aru, yang merupakan pulau-pulau bertopografi rendah 10-250 mdpl, menurut sejarah geologinya terbentuk dari karst.Baca juga: Cerita Perjuangan Panjang Warga Selamatkan Kepulauan Aru  Potret Karst dan Gua di Kepulauan Aru" "Karst dan Gua-Gua Alam: Sisi Lain Kekayaan Kepulauan Aru yang Perlu Diketahui","Karst adalah suatu bentang alam yang secara khusus berkembang pada batuan (terutama) gamping yang mudah larut, karena adanya proses pelarutan karstifikasi (Samodra 2003).  Gamping merupakan hasil pengendapan material (fosil) hewan yang bercangkang (gastropoda dan moluska) dan mengandung kapur (CaCO3,) yang terbentuk pada masa Miosen awal-akhir atau sekitar 23-5 juta tahun yang lalu.Karst kepulauan Aru menunjukan gejala morfologi kawasan bentang alam karst. Menurut PERMEN ESDM Nomor 17/2012, kawasan bentang alam karst adalah karst yang menunjukan bentukan eksokarst dan endokarst tertentu.Morfologi kawasan karst terbagi menjadi morfologi luar (eksokarst) yang dapat dilihat secara langsung dipermukaan seperti bukit karst, dolina (cekungan tertutup), mata air, telaga dsb. Sedangkan morfologi dalam (endokarst) yaitu gua, sungai bawah tanah dan speleotem (ornamen gua).Hasil kajian FWI dan Lawalata IPB (2016) mengidentifikasi sedikitnya ada 37 gua yang ditemukan di Kepulauan Aru. Itupun belum mencakup seluruhnya, karena waktu eksplorasi yang terbatas dan akses yang cukup sulit. Di dua desa yaitu Marfenfen dan Lorang, dijumpai sekitar 13 mata air yang ditemukan berupa sumur, telaga dan mata air berasal dari gua.Baca juga: Karst, Habitat Biota dengan Fungsi Ekologis Penting yang Harus Dilindungi  Lanskap karst dan gua di kepulauan Aru memiliki keunikan tersendiri. Jika dilihat dari tampak peta citra satelit atau foto udara, daratan kepulauan Aru berupa dataran yang rata ditutupi oleh hutan yang rapat tutupannya dan sebagian berupa savana.Namun, jika masuk kedalam hutan tersebut jauh hingga ke tengah pulau, akan tampak bukit-bukit karst dan cekungan dolina serta ekosistem gua. Ada dua kelompok ekosistem gua di kepulauan Aru yaitu gua di hulu sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air, dan gua dengan penuh ragam ornamen yang banyak ditemukan di sisi-sisi bukit karst di tengah hutan." "Karst dan Gua-Gua Alam: Sisi Lain Kekayaan Kepulauan Aru yang Perlu Diketahui","Seperti yang ditemukan di Pulau Kobror, gua di pulau ini memiliki lorong yang dihiasi banyak ornamen seperti stalaktit, stalakmit, sodastraw, pilar, flowstone, gourdam dan ornamen yang masih meneteskan air perkolasi. Tidak sedikit, dari gua-gua tersebut memiliki aliran sungai bawah tanah di dalamnya.Sebaliknya di Pulau Trangan dengan penutupan lahan berupa padang savana, gua-gua yang ditemukan memiliki lorong panjang dan bercabang, dengan sedikit dijumpai ornamen pada lorong guanya. Perbedaan ini mungkin dipengaruhi oleh struktur batuan penyusun dan ekosistem diatasnya.Tak kalah menariknya ialah ekosistem gua di hulu-hulu sungai yang masih digenangi oleh pasang surut air. Vegetasi sekitarnya berupa mangrove dan hutan semak dengan perdu dan pepohonan kecil yang tingginya 1-5 meter.  Nilai Historis Gua-Gua AruTemuan peneliti Australia University dalam buku yang berjudul “The Archaeology of the Aru Islands, Eastern Indonesia” (1996), mengungkapkan bahwa gua-gua di Aru memiliki nilai arkeologis yang menunjukan adanya hubungan historis antara gua dengan masyarakatnya. Terdapat bukti – bukti peninggalan kehidupan masa lalu seperti artefak, lukisan gua dan benda-benda keramik kuno di gua. Seperti Gua Lem Dubu yang berada di Desa Papakula, Aru Tengah.Gua Lem Dubu contohnya. Di gua ditemukan artefak berupa keramik kuno yang dipercaya oleh masyarakat sebagai peninggalan leluhurnya. Gua Lem Dubu berada di tengah hutan. Untuk mencapai gua ini dilalui lewat berjalan kaki sejauh 12 km.Secara fisik, Gua Lem Dubu merupakan gua fosil yang tembus ke balik bukit. Lorong gua horizontal dan panjangnya sekitar 30,7 meter sangat memungkinkan gua tersebut menjadi tempat berlindung mahluk hidup. Tidak sembarang orang dapat ke Gua Lem Dubu, untuk mengunjungi gua tersebut harus meminta izin tetua adat Desa Papakula dahulu." "Karst dan Gua-Gua Alam: Sisi Lain Kekayaan Kepulauan Aru yang Perlu Diketahui","Seyogyanya temuan ini dapat menjadi pertimbangan dalam pengelolaan ruang wilayah Kepulauan Aru. Seminimalnya, temuan ini dapat memperkaya data dan publikasi mengenai kondisi karst dan gua di Indonesia.    Menjaga Karst dan Gua AruBatuan karst dengan topografinya turut menjaga ketersediaan air tawar. Daerah tangkapan air yang tidak luas serta jumlah simpanan dalam bentuk lensa air tanah yang sedikit, menjadikan tutupan hutan diatas batuan karst memiliki peran penting dalam menyerap air dan menahan laju erosi hujan.Gua sebagai drainase alami membantu memanifestasikan air lewat tetesan air perkolasi yang semakin lama semakin membesar membentuk aliran sungai bawah tanah. Lebih dari itu fungsi karst sebagai tandon air alami karena sistem akuifernya yang khas memiliki peran penting dalam menjaga ketersediaan air.Kekayaan sumber daya alam kepulauan Aru merupakan sumber penghidupan bagi masyarakat Aru. Tinggal di pulau kecil, menjadikan masyarakat berada dalam satu kesatuan siklus alam. Hutan menjadi tempat berburu dikala laut sedang bergelombang tinggi selama satu musim, dan laut menjadi tempat menangkap di kala laut bersahabat selama satu musim lainnya.Baca juga: Polisi Sita Puluhan Cenderawasih Awetan di Kepulauan Aru  Begitupun dengan karst dan gua. Gua-gua dengan potensi sarang walet secara umum banyak dimanfaatkan masyarakat Aru untuk kebutuhan ekonomi. Gua juga dijadikan akses masyarakat untuk menjangkau desa lainnya. Seperti di Desa Marfenfen, gua dimanfaatkan sebagai salah satu akses jalan terdekat untuk menuju desa-desa sebelahnya di hulu sungai.Dengan kedalaman sungai sekitar dari 50 – 200 cm membuat akses untuk menuju dan dalam gua dengan menggunakan sampan atau dalam bahasa lokal kole-kole. Memasuki lorong gua yang gelap dan berair menggunakan kole-kole menjadi hal menarik, perlu kehati-hatian menjaga keseimbangan tubuh agar tidak tercebur ke air." "Karst dan Gua-Gua Alam: Sisi Lain Kekayaan Kepulauan Aru yang Perlu Diketahui","Demikian pula dengan soal pemanfaatan air. Desa seperti Lorang dan Marfenfen sangat bergantung pada mata air yang berasal dari karst, yang berfungsi layaknya tandon air raksasa. Seperti di Desa Lorang, mata air veragair adalah satu-satunya sumber air masyarakat yang sumbernya berasal dari gua.Keberadaan karst dan gua memiliki nilai penting bagi masyarakat Aru. Jika itu semua hilang maka sudah barang tentu dampaknya akan dirasakan oleh masyarakat. Dengan demikian tak salah jika dengan menjaga karst dan gua, maka menjaga kehidupan masyarakat Aru. Referensi:[1] Kategori pulau-pulau kecil mengacu pada UU 01 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil[2] Analisis tutupan hutan FWI 2018[3] BPS Kepulauan Aru 2017 * Aziz Fardhani Jaya, penulis adalah penelusur dan peminat gua, anggota dari Indonesia Speleological Society ***Foto utama: Gua Godandi, mulut gua yang terletak dihulu sungai membuat akses menuju gua ini harus menggunakan sampan. Begitupun menelusuri lorongnya. Foto: Aziz Fardhani /Lawalata IPB 2016   [SEP]" "Mengharumkan Kembali Kegiatan Perikanan di DAS Citarum","[CLS]  Sungai Citarum adalah salah satu sungai yang memiliki peran sangat penting untuk banyak aspek kehidupan di Provinsi Jawa Barat. Selain sebagai sumber air untuk kebutuhan irigasi pertanian, pembangkit listrik tenaga air (PLTA), dan sumber air baku serta air minum, Citarum juga menjadi lokasi ideal untuk perikanan tangkap dan budi daya sekaligus.Fungsi yang sangat banyak tersebut sudah dirasakan oleh masyarakat Jabar sejak lama, karena air sungai tersebut mengalir di sepuluh kabupaten/kota. Dengan daerah aliran sungai (DAS) yang luasnya mencapai 690.571,57 hektar, Citarum sudah menjadi andalan masyarakat di Jabar untuk banyak kegiatan.Akan tetapi, fungsi yang beragam tersebut secara perlahan mulai berkurang setelah Citarum mulai mengalami pencemaran yang akut. Kondisi itu kemudian memicu munculnya kerugian tidak sedikit yang harus dihadapi masyarakat di sekitar lokasi DAS, karena permasalahan kesehatan, ekonomi, dan sosial secara sekaligus.Khusus untuk kegiatan perikanan, pencemaran akut yang sudah berlangsung lama di sungai Citarum, mengakibatkan kegiatan tersebut semakin terbatas untuk dilakukan, dan bahkan direkomendasikan untuk dihentikan. Pemerintah Pusat menyadari akan ancaman tersebut yang bisa berdampak buruk bagi kehidupan masyarakat sekitar.baca : Harus Ada, Rencana Aksi Citarum Harum  Agar persoalan tersebut tidak terus muncul, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan penelitian untuk mencari solusi yang pas untuk diterapkan di sungai Citarum. Penelitian itu difokuskan untuk mengembalikan kegiatan perikanan bisa kembali baik seperti sebelum pencemaran akut terjadi di sungai tersebut." "Mengharumkan Kembali Kegiatan Perikanan di DAS Citarum","Kepala Balai Riset Pemulihan Sumber Daya Ikan (BRPSDI) KKP Aulia Riza Farhan mengatakan, ada tiga solusi yang dihasilkan dari riset dan inovasi yang sudah dilakukan untuk ikut mewujudkan program Citarum Harum yang sudah berjalan di sepanjang sungai tersebut sejak Februari 2018. Ketiga solusi tersebut diharapkan bisa kembali menghidupkan kegiatan perikanan di sekitar DAS Citarum.Menurut Aulia, selain untuk pemulihan DAS Citarum, kegiatan Citarum Harum juga mencakup kegiatan untuk percepatan dan pengendalian pencemaran pada tiga waduk besar di Jabar, yaitu Saguling, Cirata, dan Ir H Djuanda. Dengan demikian, program tersebut berkaitan erat dengan kegiatan perikanan yang dilaksanakan di sekitar DAS Citarum dan ketiga waduk tersebut.Aulia menjelaskan, lembaga yang dipimpinnya mendapat tugas dari KKP untuk ikut mewujudkan Citarum Harum melalui fokus riset yang sudah dimiliki selama ini, yakni pemulihan sumber daya ikan dengan ruang lingkup konservasi jenis, konservasi ekosistem, rehabilitasi habitat, restocking, dan introduksi.“Dengan hasil riset teknologi, itu bisa menjadi solusi untuk mewujudkan Citarum Harum,” katanya.baca juga : Kajian Ilmiah Pencemaran Citarum Dibutuhkan, Sebagai Acuan Pemulihan Sungai   SolusiAdapun, tiga solusi yang ditawarkan untuk mendukung kegiatan budi daya perikanan di sekitar DAS Citarum dan tiga waduk, di antaranya adalah dengan mengadopsi teknologi keramba jaring apung (KJA) melalui sistem manajemen dengan resirkulasi dan tanaman (KJA SMART).Konsep tersebut adalah teknologi untuk pencegahan dan pengendalian eutrofikasi dengan mengadopsi sistem akuaponik yang sudah dimodifikasi. Eutrofikasi sendiri biasanya terjadi karena kelebihan nutrient dalam perairan, yang utamanya disebabkan oleh banyaknya sampah-sampah organik maupun anorganik.“KJA SMART bisa diterapkan di perairan terbuka seperti waduk atau danau,” jelas dia." "Mengharumkan Kembali Kegiatan Perikanan di DAS Citarum","Solusi kedua yang ditawarkan untuk Citarum Harum, adalah penggunaan teknologi eelway untuk perencanaan pembangunan waduk. Teknologi tersebut bentuknya adalah jalur ruaya ikan (fishway) yang berfungsi untuk mempermudah ikan melewati konstruksi yang melintang pada sungai.Ruaya ikan sendiri tidak lain adalah pergerakan perpindahan ikan dari satu tempat ke tempat yang lain dengan tujuan untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisi alam di sekitarnya. Kegiatan tersebut akan menguntungkan ikan untuk keberlangsungan hidup dan keturunannya di masa mendatang.Menurut Peneliti Utama BRPSDI KKP Didik Wahyu Hendro Tjaho, asal muasal pemberian nama eelway, diambil dari kata eel yang tidak lain adalah bahasa Inggris untuk ikan sidat (Anguilliformes). Ikan tersebut selama ini menjadi primadona perikanan budi daya di Indonesia dan berhasil menarik perhatian dunia, karena di saat yang sama benih sidat dunia mengalami penurunan.“Salah satu penyebab penurunan, adalah pembangunan bendungan (dam) di beberapa ruas sungai habitat sidat, itu menghambat ruaya sidat. Teknologi eelway diharapkan jadi jawaban persoalan tersebut,” ungkap dia.Didik menyebutkan, penggunaan teknologi pada program Citarum Harum akan bermanfaat untuk menjaga kelangsungan hidup dari spesies seperti Sidat untuk generasi yang akan datang. Teknologi tersebut berfungsi sebagai rekayasa habitat untuk jalur ruaya sidat dari hilir ke hulu sungai sehingga memudahkan Sidat melewati bangunan melintang seperti bendungan.baca juga : Menaruh Harap pada Keberhasilan Program Citarum Harum  Solusi ketiga yang juga bisa digunakan pada Citarum Harum, adalah penggunaan teknologi culture based fisheries (CBF), yaitu teknologi pemacuan stok yang bertujuan untuk meningkatkan rekrutmen alami satu atau beberapa jenis ikan yang berasal dari kelompok planktivora-herbivora yang dihasilkan dari pusat perbenihan." "Mengharumkan Kembali Kegiatan Perikanan di DAS Citarum","Menurut Didik, ikan-ikan tersebut bisa tumbuh dengan memanfaatkan makanan alami yang tersedia di waduk waduk atau sungai. Teknik seperti itu akan bisa menghindari penurunan mutu air karena penyuburan kolam budi daya secara berlebihan.“Ini dapat dikelola oleh sekelompok masyarakat dengan pendampingan dan dikembangkan melalui sistem insentif. Dengan demikian, CBF dapat menjadi program alih profesi bagi pekerja dan pemilik KJA yang terkena dampak penertiban,” papar dia. HidrologisKepala Pusat Penelitian Limnologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Fauzan Ali pada sebuah kesempatan di Jakarta, mengatakan bahwa sungai Citarum memiliki fungsi hidrologis sebagai penampung air hujan yang jatuh dari DAS-nya dan mendistribusikan ke seluruh wilayah alirannya. Dalam setahun, limpasan air permukaan Citarum bisa mencapai 16.713,1 juta meter kubik.Dengan fungsi tersebut, Citarum sudah memberi manfaat untuk sektor kegiatan pertanian yang ada di sekitar sungai tersebut. Dalam setahun, kegiatan pertanian yang ada di bagan hulu Citarum sudah memberi manfaat ekonomi senilai Rp1,6 triliun per tahun atau Rp4,2 juta per petani per tahun.  Sementara, Peneliti Pusat Penelitian Limnologi LIPI Hidayat menjelaskan, sebagai bagian dari ekosistem perairan, Citarum menjadi habitat beragam ikan, baik dari jenis ekonomis, endemik, maupun biota-biota yang membentuk sistem rantai makanan di dalamnya. Di sana, ada 37 jenis ikan yang terdiri dari 9 jenis di hulu, 12 jenis di hilir, dan 16 jenis di bagian tengah pada perairan waduk.Menurut dia, dari total luas yang ada, kerusakan DAS Citarum yang sudah tercatat mencapai 79.668,25 hektare dan itu menyebabkan sedimentasi di dasar sungai hingga 8.465 ton per tahun. Pemicu terus munculnya sedimentasi, karena ada banyak sebab yang beragam, baik wilayah sebaran ataupun jenis pencemaran." "Mengharumkan Kembali Kegiatan Perikanan di DAS Citarum","“Citarum ini meliputi pencemaran dari aktivitas pertanian dan peternakan, limbah domestik dan industri, serta pencemaran dari aktivitas budi daya KJA yang berkembang pesat di wilayah perairan-perairan waduk,” beber dia.Terus terjadinya pencemaran di Citarum, tidak lain karena terjadi kerusakan lahan di DAS, kualitas air yang terus memburuk, pemanfaatan ruang perairan yang tidak terkendali, berkembangnya gulma di wilayah perairan waduk, dan penurunan keragaman hayati, terutama ikan. Semua itu muncul karena Citarum sejak awal memiliki peran yang besar dan penting untuk banyak aspek kehidupan.Diketahui, program Citarum Harum dicanangkan oleh Presiden RI Joko Widodo pada Februari 2018 dengan merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan DAS Citarum.***Keterangan foto utama : Dua orang pembudi daya ikan keramba jaring apung di Waduk Cirata, Kabupaten Bandung Barat, Jabar. Foto : Donny Iqbal/Mongabay  [SEP]" "Hiu Paus Mati Terdampar di Kawasan Wisata Candidasa","[CLS]  Seekor Hiu Paus (Rhincodon typus) betina ditemukan mati terdampar di area wisata Pantai Candidasa, Karangasem, Bali, Minggu (6/12/2020). Ikan ini ditemukan dalam kondisi utuh sehingga masuk dalam kode 2 dalam pengelompokkan satwa laut terdampar. Ini adalah kasus terdampar pertama yang dilaporkan tahun ini di Karanagsem.Sebelum dikuburkan, tim penanganan juga melakukan pengukuran kepada bangkai ikan. Hiu paus ini mempunyai panjang sekitar 5 meter dengan berat perkiraan 1 ton, jenis kelamin betina serta mempunyai panjang sirip dorsal I 34 cm dengan lebar 5,5 cm, dan sirip dorsal II dengan panjang 30 cm dan lebar 14 cm.Yudisthio Wahyudi, Tim Respon Cepat Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar yang dikonfirmasi Mongabay Indonesia mengatakan saat pihaknya tiba di lokasi, sudah ada tim lain seperti penyuluh perikanan. Satwa sudah diangkat dan berada di pos Polair Candidasa. “Masih terkendala penguburan. Area pantai berbatu tak bisa dikubur di sana,” katanya.baca : Penyu dan Hiu Paus Mati Terdampar di Jembrana  Dilihat dari foto-foto, hiu paus ini terdampar di bebatuan penahan ombak. Kawasan pesisir Candidasa mengalami abrasi parah sehingga kehilangan pantainya. Hanya sepotong pesisir yang masih memiliki pantai. Tak heran, sebagian besar lokasi hotel atau restoran terlihat tepat berada di titik air pasang laut.Akhirnya lokasi penguburan didapatkan setelah dikoordinasikan dengan Balai Produksi Induk Ikan Udang Unggul dan Kekerangan (BPIUUK) Karangasem. “Dapat alat dan dikubur depan balai,” imbuh Yudhistio. Seorang warga menghaturkan canang, rangkaian bunga atau sesajen untuk mengantar spirit hiu paus sebelum dikubur. Dari datanya, ini kasus terdampar pertama di Karangasem tahun ini." "Hiu Paus Mati Terdampar di Kawasan Wisata Candidasa","Dari observasi awal, menurutnya tidak ada bekas luka atau indikasi kecelakaan kapal. Dari pengamatan visual individu hiu paus ini kemungkinan terjebak pasang surut di teluk saat mengejar makanannya. Tim tidak mengambil sampel DNA bangkai. Tes DNA bisa mengidentifikasi kekerabatan satwa secara pasti. Individu ini bisa diidentifikasi karena masih mati segar.baca juga : Kurang dari Dua Bulan, Empat Hiu Paus Terdampar di Jember  Kepala BPSPL Denpasar Permana Yudiarso dalam catatan kronologisnya menyatakan Tim Respon Cepat BPSPL Denpasar melakukan penanganan terhadap seekor Hiu Paus bersama dengan Polairud Karangasem, BKSDA Karangasem, Dinas Perikanan Kabupaten Karangasem, Dinas Pemadam Kebakaran Karangasem serta masyarakat Dusun Samuh, Candidasa. Hiu Paus ini ditemukan mati di Pantai Candidasa, Karangasem pukul 05:00 WITA oleh masyarakat setempat.Tim Respon Cepat BPSPL Denpasar kemudian menuju ke lokasi dan berkoordinasi dengan Tim Lapangan yang sudah ada. Pada pukul 11.30 WITA Tim Respon Cepat BPSPL Denpasar tiba dan Hiu Paus sudah berada di atas mobil Dinas Pemadam Kebakaran Kab Karangasem. Tim yang ada di lapangan masih belum bisa melakukan evakuasi penguburan hingga pukul 12.30 WITA. Sampai akhirnya tim sepakat akan melakukan penguburan di Pantai Bugbug di belakang Kantor BPIUUK Karangasem, karena pihak BPIUUK Karangasem bersedia meminjamkan alat berat.Pada pukul 13.00 WITA Tim berhasil menguburkan bangkai Hiu Paus. “Ini adalah salah satu upaya kolaborasi yang cukup baik. Semoga semakin kuat koordinasi kita semua sehingga kasus seperti ini bisa kita segera selesaikan,” sebutnya.Hiu paus ditetapkan sebagai jenis ikan yang dilindungi secara penuh berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18/KEPMEN-KP/2013 tentang Penetapan Status Perlindungan Penuh Ikan Hiu Paus (Rhincodon typus)." "Hiu Paus Mati Terdampar di Kawasan Wisata Candidasa","Mengacu pada Pasal 12 Undang-undang No.31/2004 tentang Perikanan, maka setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan sumber daya ikan dan/atau lingkungannya di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia dan pelanggar dapat dikenakan sanksi pidana.Sebelumnya ada dua kasus mamalia terdampar mati di Bali. Dua paus sperma mati terdampar di perairan Bali Selatan pada 17-18 November 2020. Satu individu bisa ditangani dengan dikuburkan. Paus sperma ini ditemukan dengan kondisi sudah diambil semua giginya.perlu dibaca : Aksi Penyelamatan Lumba-lumba, Paus Pembunuh Kerdil dan Hiu Paus di Bali, Maluku, dan Pasuruan  Jalur migrasiPesisir Karangasem dinilai sebagai jalur migrasi satwa megafauna seperti hiu paus, paus sperma, dan lainnya.Panjang garis pantai kabupaten Karangasem yang berada di sisi Timur pulau Bali adalah 87 km. Produksi perikanan laut pada tahun 2015 mencapai 24.907,18 ton. Tercatat ada 5.472 orang warga Karangasem yang berprofesi sebagai nelayan. Termasuk kategori nelayan tradisional dan nelayan kecil, karena menangkap di kawasannya dengan perahu atau kapal bermesin tempel dengan bobot di bawah 10 Gross Tonnage (GT). Nilai produksi perikanan laut diperkirakan Rp290 miliar di empat kecamatan pesisir yakni kecamatan Manggis, Abang, Karangasem, dan kecamatan Kubu.Sebuah hasil penelitian pada 2017 menunjukkan makin kerasnya kehidupan nelayan di Kabupaten Karangasem, Bali. Jumlah tangkapan ikan makin menurun, hasilnya rata-rata masih dalam kategori ikan yuwana atau muda, dan nelayan semakin sulit mendapatkan ikan.Dari sejumlah indikator itu, peneliti menilai status sumberdaya ikan di Karangasem tergolong dalam kategori sedang. Pemetaan ini dilakukan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Udayana dengan Conservation International (CI) Indonesia serta Pemerintah Kabupaten Karangasem." "Hiu Paus Mati Terdampar di Kawasan Wisata Candidasa","Riset bertajuk “Kajian Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Kabupaten Karangasem untuk Peningkatan Perekonomian Masyarakat Pesisir” dilakukan dengan mengambil sampling ikan pada Februari-Mei 2017 dominan tongkol, sekitar 3000 ikan diukur bobot danpanjangnya. Peneliti juga mencatat sebaran ikan, panjang usia kawin untuk stok ikan, dan komposisi spesies dari alat tangkap yang digunakan.Bukan kali ini saja status perikanan berlebih karena juga terjadi pada 2010 dan 2011. Namun termasuk under exploited (underfishing) tahun 2003 hingga 2009 dan tahun 2014. Selanjutnya menjadi fully exploited pada 2012 dan 2013.baca : Ukuran Hiu Terbesar yang Pernah Ada di Bumi Terungkap  Peneliti menyimpulkan tongkol di pesisir Karangasem tak bersaing ketat dengan spesies lain. Relatif gemuk tapi terlalu dini ditangkap, ukuran yuwana. Tak ada regulasi berapa ukuran yang bisaditangkap. Secara umum peneliti juga menyimpulkan tak banyak bycatch (tangkapan sampingan) hiu dan penyu.Made Iwan Dewantama dari Conservation International (CI) Indonesia menyebut ikan tongkol muda yang gemuk tidak bisa langsung diasosiasikan dengan laut yang sehat. Tapi bisa mengarah pada ketersediaan makanan ikan yang tak memaksa ikan tongkol berenang jauh.Sejumlah fakta yang mendukung di antaranya perairan Karangasem dilalui oleh arus lintas Indonesia (arlindo) yang menghubungkan Samudra Pasifik dengan Samudra Hindia melalui Selat Lombok dan fenomena naiknya air dingin dari dasar samudra yang membawa makanan ke permukaan (upwelling).  [SEP]" "Mengenal COVID-19 dan Pencegahannya","[CLS]    WHO China Country Office pada akhir Desember 2109, melaporkan kasus yang tak diketahui etiologinya di Kota Wuhan industrial Web di Provinsi Hubei,Tiongkok. Kemudian virus ini disebut SARS-CoV2, dengan penyakit yang ditimbulkan bernama Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).Penyakit ini menyebar dengan cepat hingga pada 4 Juni 2020, menjangkiti lebih 65 juta orang di 213 negara dengan kematian lebih 388.000 orang.Sejak Maret 2020, WHO menyatakan pandemi, penyakit ini bukan hanya menimbulkan penderitaan karena sakit dan kematian pada begitu banyak orang, juga memengaruhi kesehatan jiwa.Ketakutan, kekawatiran merupakan respon normal pada ancaman atau perasaan terancam juga bila kita dihadapkan pada ketidakpastian maupun ketidakjelasan.Upaya Indonesia memutus rantai penularan antara lain dengan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dengan anjuran bagi masyarakat sering cuci tangan, jaga jarak, pakai masker, tidak berkerumun dan tak mudik belum sepenuhnya berhasil. Sebagian karena kurang pemahaman tentang COVID-19 ini.Naskah ini untuk memberi informasi dasar tentang virus SARS-CoV2, mengenali coronavirus, apa virus penyebab wabah ini, asal, penularan, pemeriksaan, dan strategi dalam pandemi di Indonesia.Pengetahuan dasar seluk-beluk virus SARS-CoV2 itu akan meningkatkan kewaspadaan penyebaran COVID-19 dengan usaha bersama yang berbeda-beda sesuai posisi, potensi dan kemampuan masing-masing. Virus, coronavirusDunia ilmiah dalam 100 tahun terakhir memiliki pandangan tentang virus yang terus berubah. Awalnya, virus dianggap racun sebagaimana terjemahan dalam bahasa Latin, Italia, dan Sanskrit.Saat ini, virus itu berada di daerah abu abu antara benda dan mahluk hidup. Virus tidak bisa memperbanyak diri, tetapi bisa memasuki sel tuan rumahnya untuk memperbanyak diri dan menulari mahluk hidup. Jadi, virus “meminjam” kehidupan. Saat ini, para ilmuan mulai menghargai virus sebagai pemain dasar pada sejarah kehidupan." "Mengenal COVID-19 dan Pencegahannya","Virus adalah parasit atau benalu yang jauh lebih kecil dari bakteri. Bayangkan, virus Polio dengan penampang 30 nanometer, 10.000 kali lebih kecil dari sebutir garam.Pada akhir abad ke 19, sudah umum diketahui, bahwa jasad renik mengakibatkan penyakit, namun para peneliti mencari jawaban terhadap penyakit yang menjangkiti tembakau, tobacco mosaic disease yang tidak bisa ditemukan penyebabnya. Potret pertama tobacco mosaic virus yang jelas baru ada pada 1941 setelah penemuan mikroskop electron dengan pembesaran yang demikian kuat bisa memperlihatkan patogen dengan bentuk kurus seperti batang.Pada 1955, Rosalind Franklin bisa menghasilkan potret X Ray dari tobacco mosaic virus yang paling jelas. Hal ini merupakan titik balik dalam pemahaman ilmiah tentang virus, karena bukti visual ini meyakinkan eksistensinya.Gambaran ini memperlihatkan, virus memiliki struktur sederhana terbuat dari materi genetik yang dibungkus oleh suatu molekul protein, jauh berbeda dari bakteri.Rintisan dari Mayer, Ivanovsky dan Bijernick ini berhasil membuka pintu satu abad penelitian tentang virus yang membuka pengetahuan tentang berbagai virus serta caranya untuk tetap hidup.Tentang dari mana virus berasal, para peneliti berpendapat, virus hadir lebih dulu, dan molekul yang memperbanyak diri lebih dulu adalah Ribonucleic Acid (RNA). Jadi teorinya, molekul RNA sudah ada sebelum sel yang pertama dibentuk, lalu mengembangkan kemampuan untuk menginfeksi sel sel pertama. Hingga, salah satu penjelasan adalah virus RNA yang satu untai adalah turunan molekul RNA pra seluler, karena itu virus disebut perintis kehidupan. Tuan rumah virus dan penularanCoronavirus berukuran sangat kecil (diameter 65-125 nanometer) memiliki materi inti satu untaian RNA ukuran panjang 26-32kbs. Virus SARS CoV-2 termasuk coronavirus dari subfamily Orthocoronaviridae family Coronaviridae, Ordo Nidovirales, dan bisa menginfeksi burung maupun mamalia termasuk manusia." "Mengenal COVID-19 dan Pencegahannya","Virus ini zoonosis ditularkan dari hewan ke manusia. Tuan rumah pertama adalah kelelawar. Para peneliti kemudian menemukan bahwa sampel dari musang yang memperlihatkan hasil deteksi RNA positif, hingga diduga musang adalah tuan rumah kedua.Coronavirus MERS, juga berkaitan dengan beta coronavirus dan unta jadi sumber zoonotik atau tuan rumah. Lebih jauh lagi analisa rekombinan mengungkapkan, pengikat reseptor berbentuk paku berkembang dari suatu SARS-CoV dan suatu beta CoV yang belum diketahui, mungkin dari trenggiling.Genom adalah keseluruhan informasi genetik yang dimiliki  organisme. Telah diketahui lebih 80% genom dari SARSCoV2 identik dengan coronavirus yang lalu (SARS-like bat CoV). Menurut pohon evolusi, SARS2 berada dekat dengan kelompok coronavirus SARS CoV.Siklus hidup SARS CoV2 dalam sel tuan rumahnya mulai dengan protein S mengikat pada reseptor cellular ACE2. Setelah mengikat reseptor , protein S melakukan fasilitasi fusi dari amplop virus dengan sel membran melalui jalan endosom . SARS -COV2 melepaskan RNA ke sel tuan rumah. Lalu, Genome RNA diterjemahkan pada viral replicase polyprotein dan mengalirkan produk kecil dengan viral proteinase. Polymerase kemudian memproduksi suatu seri dari mRNA sub genomik dengan menghentikan transkripsi dan akhirnya menerjemahkan menjadi protein virus yang relevan.Selanjutnya, protein virus dan genom RNA digabungkan pada virion dalam ER dan Golgi lalu dikirim melalui vesikula dan dilepaskan keluar dari sel. ACE2, angiotensin-converting enzyme 2; ER, endoplasmic reticulum; ERGIC, ER–Golgi intermediate compartment. Mutasi N501T pada protein SARS-CoV2 mungkin meningkatkan secara bermakna kemampuan mengikat untuk ACE2. Cara penularan dan pencegahan " "Mengenal COVID-19 dan Pencegahannya","Penularan dari orang ke orang melalui saluran pernapasan dan melalui kontak langsung dengan penderita. Penularan terjadi melalui “droplet” atau cairan yang keluar dari mulut atau hidung, selanjutnya menginfeksi paru-paru melalui pernapasan hidung atau mulut.Infeksi droplet terjadi bila orang berada kurang dari satu meter dengan penderita COVID-19 hingga berisiko tertular melalui jalan napas, selaput lendir mata, terpapar pada droplet infektif. Penularan bisa terjadi langsung dengan kontak atau tidak langsung melalui pakaian, alat alat yang digunakan penderita maupun yang tenaga kesehatan seperti stetoskop.Virus tidak mengenal batas negara. Di satu negara bisa ada wilayah tanpa kasus dan penyebaran komunitas, jadi bisa ada beberapa strategi testing sesuai keadaan penularan di masyarakat.Bagi wilayah yang belum ada penularan, tujuan pemantauan untuk secepatnya menemukan kasus dan segera melakukan langkah pencegahan penularan lebih lanjut. Prioritas utama, untuk penularan di komunitas dan wilayah yang tak memiliki kemampuan testing.  Strategi testing jadi bagian dari strategi kewaspadaan dan respons untuk menurunkan kurva penderita COVID-19 melalui perencanaan dinamis dan proaktif, berbasis fakta. Juga, meningkatkan kemampuan testing dan melibatkan swasta dengan bertindak cepat mengaitkan strategi testing dengan jaga jarak, upaya riset dan kebijakan lain.Yang paling handal untuk memeriksa adalah yang disebut test PCR. Pada pasien dengan infeksi COVID-19, bahan-bahan genetik dari SARS-CoV2 bisa ditemukan di saluran pernapasan atas dan bawah.Pada infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pemeriksaan molekuler rutin untuk mendeteksi adanya bahan-bahan genetis di suatu sampel. Teknik khusus ini disebut reverse transcription polymerase chain reaction atau RT-PCR, bahan-bahan genetis ini di-copy dan dibandingkan dengan urutan genetis virus yang diperiksa." "Mengenal COVID-19 dan Pencegahannya","Sedangkan yang paling luas dipakai adalah test cepat antibodi. Antibodi akan dihasilkan beberapa hari atau minggu setelah infeksi virus. Kekuatan respons menghasilkan antibodi dipengaruhi beberapa faktor, seperti, usia, status gizi, tingkat keparahan penyakit dan pengobatan atau infeksi tertentu seperti HIV.Prinsip dasar testing laboratoris untuk pasien yang memenuhi syarat diduga kasus COVID-19 adalah keputusan untuk tes harus berdasarkan faktor-faktor klinis dan epidemiologis terkait penilaian kemungkinan infeksi.Strategi pengobatan mengatasi virus SARS-CoV2 dengan pemberian interferon, antibiotik broadspectrum, dan obat antivirus, namun hanya remdesivir yang memperlihatkan dampak menjanjikan.Belakangan di Shanghai, dokter mengisolasi plasma darah dari orang yang sembuh COVID-19, menyuntikkan pada penderita dan memperlihatkan hasil penyembuhan cepat.Strategi pencegahan SARS-COV-2 yang handal adalah pemberian vaksin secara massal. Sayangnya, belum tersedia vaksin untuk mengatasi COVID-19. Protein rekombinan (yang dipotong dan disambungkan dari dua organisme berbeda) bisa memproduksi antibodi yang menetralkan virus mengatasi SARS-CoV. Potongan DNA menginaktivasi virus utuh atau atau vektor hidup strain SARS-CoV, menurunkan infeksi virus pada hewan percobaan.Saat ini, ada sekitar 90 calon vaksin dalam berbagai tahap pengembangan untuk COVID-19, walaupun hanya akan ada beberapa yang bisa lolos.Upaya pencegahan perorangan agar tidak tertular COVID-19 dilakukan dengan tinggal di rumah sebagai upaya memutuskan rantai penularan virus dari orang ke orang. Kalau perlu keluar rumah, pakai masker, jaga jarak lebih satu meter, hindari kerumunan. Begitu tiba di rumah semua didesinfektan, mandi, cuci rambut, ganti baju dengan baju bersih." "Mengenal COVID-19 dan Pencegahannya","Bagi masyarakat awam aturan untuk tinggal di rumah saja adalah suatu bencana rumah tangga. Begitu banyak orang kehilangan pekerjaan, begitu banyak tugas jatuh di pundak perempuan, dengan berkurangnya pendapatan, harus membantu anak anak belajar online di rumah, di samping pekerjaan rumah tangga lain. Kerjasama internasional Rob Wallace dalam bukunya , Big Farms Make Big Flu yang terbit 2016, mengungkapkan, kemunculan virus-virus patogen seperti H5N1 dan SARS adalah akibat agribisnis global dengan rekayasa genetika membuat “pabrik ternak” untuk memproduksi ayam dan ternak lain dalam waktu singkat. Jutaan ternak dengan gen persis sama diproduksi perusahaan multinasional raksasa, disembelih, kemas dan kirim ke berbagai negara.Dalam proses itu, terjadi mutasi genetis dari virus jadi patogen dan menimbulkan wabah. Dinyatakan bahwa, ekonomi bersama dengan ilmu pengetahuan seharusnya mendukung komunitas untuk hidup sejahtera dengan dasar ilmiah agro biologi, menjaga keseimbangan dengan alam dengan keaneka ragaman hayati hingga tidak terjadi virus patogen penyebab wabah.Praktik-praktik pembukaan hutan, perkebunan monokultur dan rekayasa genetika meningkatkan kerawanan global untuk munculnya pandemi.Saat ini, ramalan Rob Wallace itu terjadi. Seharusnya, pandemi ini jadi pelajaran dan mengubah cara pandang mendorong kemandirian masyarakat serta kerjasama internasional ke arah lebih sehat.Kerangka kerjasama internasional dalam kaitan dengan wabah adalah International Health Regulation (IHR) 2005, merupakan kesepakatan 196 negara termasuk semua negara anggota World Health Organization (WHO) untuk bekerja sama meningkatkan ketahanan kesehatan global (global health security)." "Mengenal COVID-19 dan Pencegahannya","Melalui IHR Negara-negara sepakat membangun kapasitas untuk deteksi, assessment, dan melaporkan kejadian kesehatan masyarakat termasuk penyakit menular: penyakit menular yang sudah ada, baru dan yang muncul kembali . Juga penyakit tidak menular (bahan radio nuklir, bahan kimia), yang dapat meyebabkan PHEIC/KMD.  Public health emergency of international concern atau darurat kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia dengan kemungkinan membutuhkan koordinasi internasional dalam penaggulangannya.Pada 2017, Indonesia sudah mengikuti Joint Externail Evaluation (JEE) untuk evaluasi penerapan IHR ini. Hasil JEE memperlihatkan, Indonesia mencapai kemampuan cukup baik. Dari 48 indikator, 34 telah mengembangkan kemampuan (nilai 40-70%), 14 memperlihatkan kemampuan (nilai >70%) dan tidak ada yang kemampuannya nol.Segera setelah selesai JEE, pengembangan rencana aksi nasional (RAN) ketahanan kesehatan, didukung instruksi Presiden. Selain itu, pengembangan rencana aksi ini berjalan bersamaan dengan pengembangan rencana pembangunan jangka menengah nasional 2020-2024, di mana termasuk di dalamnya fokus penguatan sistem kesehatan berdasarkan pendekatan Primary Health Care.Pendekatan inovatif pada 2018 adalah dengan memasukkan kewaspadaan bencana sebagai standar pelayanan minimum bagi provinsi dan kabupaten/kota. Standar-standar ini jelas menunjukkan, pentingnya kewaspadaan bencana lokal di dalam pemerintahan daerah melalui kesiapan menghadapi situasi yang tidak diharapkan terjadi (contingency plan). Bagi perangkat organisasi pemerintah daerah untuk bersama masyarakat menyelenggarakan latihan dan simulasi mengantisipasi bencana alam maupun wabah." "Mengenal COVID-19 dan Pencegahannya","Setelah mengenalkan seluk-beluk virus, cara penularan, pemeriksaan (test), pengobatan, dan pencegahan, serta perihal kerjasama internasional, saya menganjurkan, pertama, penyediaan dan pemberian informasi meluas berbasiskan pengetahuan ilmiah. Khusus mengenai virus, cara penularan, pemeriksaaan (tes), pengobatan dan pencegahan, agar pengaturan penghentian wabah ini cocok dengan posisi dan kerentanan yang berbeda-beda, sesuai kelas ekonomi dan jenis pekerjaan. Juga sesuai jenis dan kualitas rumah serta permukiman, latar belakang pendidikan, posisi geografis, jenis kelamin, serta kategori umur.Kedua, perlu penerapan rencana aksi nasional untuk kedaruratan kesehatan dengan mengutamakan penguatan sistem kesehatan nasional berdasarkan primary health care, kerjasama internasional, dan berbasiskan penelitian memadai.Ketiga, perlu terapkan pengembangan ekonomi yang sejalan dengan ekologi, terutama mendukung komunitas untuk hidup sejahtera. Juga, menjaga keseimbangan alam dengan basis pelestarian keanekaragaman hayati agar mencegah epidemi mendatang, termasuk pencegahan binatang liar, seperti burung, kelelawar, musang dan lain-lain, sebagai sumber makanan.Keempat, penyebaran (diseminasi) informasi berbasiskan pengetahuan ilmiah secara meluas akan menggerakkan pembentukan motivasi perorangan dan kelompok serta kelembagaan untuk mencegah transmisi virus SARS-CoV2 antar manusia. Ketika ditemukan orang dengan COVID-19, atau diperkirakan memiliki potensi terpapar, melalui deteksi dini yang meluas melalui tes cepat, dapat jalankan protokol standar yang sudah diketahui.  *Ilsa Nelwan, adalah dokter yang menyelesaikan master of Public Health (MPH) Field Of Study Epidemiology, Columbia University School of Public Health. Penulis pernah bekerja di World Health Organization Asia Tenggara sebagai Health Systems Regional Advisor. " "Mengenal COVID-19 dan Pencegahannya","Keterangan foto utama: Salah satu upaya pencegahan penyebaran Virus Corona dengan menggunakan masker. Foto: Lusia Arumingtyas/Mongabay Indonesia  [SEP]" "Kemenangan Biden-Harris, Merajut Kembali Komitmen Iklim yang Terputus","[CLS]     Joseph Robinette Biden Jr. (Joe Biden)-Kamala Harris belum resmi menjabat sebagai Presiden dan Wakil Presiden Amerika Serikat ke-46 setelah menang dalam pemilihan pekan lalu. Meskipun begitu, reaksi positif bermunculan atas keunggulan Biden-Harris menghadapi petahana Donald Trump, antara lain bisa lebih menguatkan komitmen dan aksi  global dalam menekan krisis iklim.“Terus terang saya sangat bergembira, Biden yang terpilih, karena yang memutus rantai perjuangan dari UNFCCC (United Nation Framework Convention on Climate Change) itu adalah Trump,” kata Rachmat Witoelar, mantan Utusan Khusus Presiden untuk Perubahan Iklim saat dihubungi Mongabay, Senin (9/11/20).Dia menyebut, kalau penarikan diri Amerika Serikat dari Persetujuan Paris yang dilakukan Trump berdampak pada perjuangan dunia dalam melawan perubahan iklim terganggu.Persetujuan Paris dan semangat melawan perubahan iklim, katanya, harus bersama-sama oleh seluruh negara.Kala duduk sebagai presiden menggantikan Barack Obama,  Trump memutuskan mundur dari Persetujuan Paris. Saat itu,  reaksi negatif dan kecaman timbul di seluruh dunia. “Saya juga pada waktu itu protes, tapi mau bagaimana lagi, itu sudah keputusan mereka,” katanya.Pada di hari pertama menjabat, langkah awal akan diambil Biden dan Haris adalah menyurati PBB untuk memberitahukan, mereka akan kembali dalam aksi bersama penanggulangan perubahan iklim bersama dengan 174 negara lain.Biden dalam dokumen climate plan memang menaruh perhatian khusus terhadap isu perubahan iklim. Dia berencana membuat Amerika Serikat berkomitmen ulang dan masuk kembali dalam Persetujuan Paris. Bahkan, Biden akan mendorong target domestik di Amerika Serikat lebih ambisius.Salah satunya, lewat rencana zero emission pada 2050 yang diproyeksikan Biden.  " "Kemenangan Biden-Harris, Merajut Kembali Komitmen Iklim yang Terputus","“Kalau Amerika Serikat lakukan itu, akan makin cepat sebenarnya capaian dekarbonisasi, beberapa negara seperti Uni Eropa sudah ada target, Jepang dan Korea pun demikian. Tiongkok juga sudah ada, walaupun mereka 2060,” kata Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) dihubungi terpisah.Jadi, katanya, langkah yang dilakukan Amerika Serikat dan negara maju membuat pencapaian target dalam Persetujuan Paris lebih besar. Apalagi, Amerika Serikat menyumbang 30% dari total emisi global untuk energi. Pengaruhi negara lainDengan pengaruh dan diplomasi yang dimiliki Amerika Serikat, Fabby yakin, negara-negara G20 bisa kembali membicarakan Persetujuan Paris dan perubahan iklim dalam setiap pertemuan mereka. “Hingga negara-negara lain yang tidak memiliki komitmen ataupun tidak ambisius seperti Brasil, Meksiko, Argentina dan Arab Saudi bisa sungkan dan bisa ubah posisi mereka.”Fabby menyebut, kalau posisi G20 memainkan peranan penting dalam aksi penanggulangan perubahan iklim. Kalau dikalkulasi, anggota G20 menyumbang 85% total emisi global.“Jadi, kalau Amerika bisa agresif di sana, mungkin negara seperti India yang belum terapkan zero emission dan Afrika Selatan akan lebih berani punya target ambisius.” Dorong energi bersihSalah satu janji politik Biden adalah menutup dan menghentikan pengeboran minyak dan menghentikan subsidi pada bahan bakar fosil. Menurut Fabby, ini langkah progresif dalam mencapai target niremisi Negara Paman Sam ini.“Meskipun saya kira tujuan awalnya untuk mencegah kerugian lebih besar lagi pada perusahaan minyak karena harga yang terus turun, tetapi ini bisa memengaruhi pasar, terutama kendaraan listrik dan energi bersih,” katanya.Faktanya, kata Fabby, banyak perusahaan minyak di Amerika Serikat dalam satu tahun terakhir mengalami kebangkrutan. Mereka mulai menutup kilang minyak dan menghentikan subsidi." "Kemenangan Biden-Harris, Merajut Kembali Komitmen Iklim yang Terputus","Hindun Mulaika, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia menyatakan hal sama. Dia menyebut, tren energi bersih makin didorong Biden dan pasar di Amerika Serikat mau tidak mau akan memengaruhi pasar global.“Jadi, kalau pucuk pimpinan pengambil keputusan di sana sudah bersikap dengan mendorong energi bersih, mau tidak mau akan ada shifting di pasar,” katanya.Dengan begitu, segala bentuk investasi global oleh perusahaan asal Amerika Serikat pun, mau tidak mau lebih berorientasi pada energi bersih. “Tinggal kita lihat nanti bagaimana implementasinya dan regulasi untuk mengikat hal itu bagaimana/”Indonesia, kata Fabby, dinilai jadi salah satu negara yang akan terpengaruh oleh perubahan paradigma prolingkungan yang diusung Biden. Apalagi, saat ini Pemerintah Indonesia gencar mendorong investasi.“Ini bisa kita manfaatkan untuk mendorong mereka investasi energi terbarukan di dalam negeri,” kata Fabby.Untuk itu, perlu persiapan matang supaya investor asal Amerika Serikat tergiur mengucurkan dana ke proyek energi bersih dalam negeri. Pemerintah pun, katanya, harus agresif dalam mengundang perusahaan-perusahaan itu datang ke Indonesia.“Pemerintah bisa dibilang butuh investasi, kenapa tidak kita dorong saja investasi di energi terbarukan. Mumpung Biden jadi presiden dan fokus mereka pada energi terbarukan.”  Berdasarkan catatan Fabby, kalau pemerintah ingin mencapai target bauran energi pada 2025 sebesar 23%, setidaknya perlu investasi sekitar US$3,5-4 miliar per tahun untuk energi terbarukan. “Mereka juga sebenarnya sudah tawarkan, mereka ada lembaga pembiayaan energi terbarukan, kalau pemerintah mau sebenarnya bisa,” kata Fabby." "Kemenangan Biden-Harris, Merajut Kembali Komitmen Iklim yang Terputus","Senada dikatakan Hindun. Menurut dia, dengan tuntutan pasar akan berubah ke terbarukan, pemerintah harusnya sudah mempersiapkan diri. “Sama seperti kasus palm oil yang tertekan karena kesadaran negara-negara Eropa, sekarang pun di sektor energi mau tidak mau akan ada perubahan yang menekan kita,” ucap Hindun.Hindun khawatir kalau nanti pemerintah malah menciptakan pasar lokal atau produk-produk dalam negeri beremisi tinggi. Ia sudah terlihat dari industri batubara yang ditopang oleh pembangkit listrik tenaga uap dalam pembangunan pembangkit listrik dalam negeri.“Ini menunjukkan, kalau kita tidak berpikiran maju 10-20 tahun ke depan. Sampai kapan kita mau seperti ini?” Memastikan penjagaan hutanPerubahan di Amerika Serikat diharapkan mampu berimplikasi pada perlindungan hutan di Indonesia. Arie Rompas, Kepala Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, mengatakan, pemerintah Amerika Serikat harus bisa memastikan tak ada lagi perusahaan atau lembaga pendanaan mereka yang menaruh investasi pada industri ekstraktif di kawasan hutan.“Pemerintah Amerika Serikat harus mampu mengikat juga perusahaan atau merek besar dari sana yang komoditas atau produk berasal dari perusakan hutan untuk menghentikan produk-produk yang berkaitan dengan deforestasi di Indonesia,” katanya.Dia menanti kebijakan khusus pemerintah Amerika Serikat untuk mengikat perusahaan mereka. “Mereka harus pastikan tidak lagi berkontribusi terhadap perusakan hutan di negara lain, termasuk Indonesia.”Selain itu, Pemerintah Amerika pun bisa mewujudkan komitmen untuk menjaga kawasan hutan tersisa lewat membantu negara-negara pemilik hutan lewat pendanaan.Beberapa pendanaan terkait iklim dan lingkungan di masa pemerintahan Donald Trump, katanya, mengalami pemangkasan dan penghentian. Pendanaan perubahan iklim" "Kemenangan Biden-Harris, Merajut Kembali Komitmen Iklim yang Terputus","Soal pendanaan, kembalinya Amerika Serikat dalam Persetujuan Paris juga bisa berdampak pada dana adaptasi dan mitigasi perubahan iklim pada negara-negara berkembang. Witoelar menyatakan, saat Amerika Serikat keluar, bukan hanya nominal dana mengalami gangguan, juga pada desain pendanaan itu sendiri.“Kan, Amerika Serikat mem-pledge sekitar belasan miliar (US$) untuk global climate fund itu. Negara-negara maju akhirnya sepakat menunggu hasil pemilu Amerika Serikat karena ada rencana redesign pendanan,” kata Rachmat.Kalau pemerintah Indonesia bisa melakukan pendekatan lagi kepada Amerika Serikat dan memanfaatkan momentum ini guna memastikan pendanaan aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dalam negeri. “Tinggal minta saja kok, tinggal melobi dan menjelaskan program-program kita.”  Keterangan foto utama: Joe Biden dan Kamala Harris, calon presiden dan wakil presiden Amerika Serikat yang menang pemilihan pekan lalu. Foto: akun Facebook resmi Kamala Harris [SEP]" "Perempuan Penjaga Hutan dari Desa Air Tenam","[CLS]     Namanya Desa Air Tenam. Ia berada di perbatasan antara Bengkulu dan Sumatera Selatan, dengan tutupan hutan masih terjaga baik. Pepohonan tinggi menjulang dengan dedaunan rindang. Tenang mata memandangnya. Air Sungai Manna, berada tepat di belakang perkampungan mengalir deras nan jernih, begitu terjaga.Bisnis ekstraktif seperti perkebunan sawit dan tambang, tak masuk ke desa ini. Alam dan lingkungan Desa Air Tenam ini terawat tak lepas dari peran sosok perempuan bernama Heni Herawati. Ibu empat anak kelahiran 7 Juni 1972 ini, aktif mengkampanyekan sadar jaga hutan ke sekitar kampung.“Hutan dan lingkungan ini perlu dijaga. Daerah sini hutan dan rimba masih bagus. Apalagi, kita ini kan berada di hulu sungai. Air sungai ini diminum bukan hanya oleh warga sini, juga di Kabupaten Bengkulu Selatan. Kalau tidak dijaga baik, takut banjir dan longsor,” katanya kepada Mongabay, awal Maret lalu.Ada dua skema perhutanan sosial dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Desa Air Tenam. Mereka memperoleh SK hutan tanaman rakyat (HTR) seluas 408 hektar pada 7 Oktober 2013. Kemudian, SK Hutan Kemasyarakatan (HKm) seluas 1.269 hektar pada 2019. Hutan lindung di sekitarnya, terjaga baik.“Di HTR dan HKm, kami menanam kopi, durian dan pohon kayu. Kalau sawit kan dilarang, soalnya ini kawasan hutan.”Sejak kecil, Heni banyak menghabiskan waktu di perkebunan bersama orangtuanya yang petani. Kearifan lokal dalam mengelola perkebunan dengan tetap menjaga hutan, warisan orangtuanya hingga kini dia pegang teguh.Heni bilang, warga Air Tenam tidak ada yang beraktivitas di hutan lindung, jarak pun jauh. Mereka hanya mengelola HTR dan HKm yang sudah mendapat izin Menteri LHK. Menariknya, meski secara aturan skema HTR masih boleh menebang kayu untuk diperdagangkan secara komersil, mereka tak melakukan itu. Pepohonan keras tak mereka tebang. Penebangan hanya untuk keperluan pribadi seperti untuk membangun rumah dan pondok." "Perempuan Penjaga Hutan dari Desa Air Tenam","“Sejauh ini, kami hanya tanam kopi, durian, manggis dan petai. Itu pun di lokasi HTR dan HKm,” katanya. Hutan di Desa Air Tenam. Foto: Indra Nugraha/ Mongabay Indonesia Sebenarnya, dari luasan HTR dan HKm yang sudah diberikan hak pengelolaan, tidak semua jadi kawasan agroforestri. Mereka masih mencadangkan kawasan lindung di dalam dua skema perhutanan sosial itu.“Kami sebagai perempuan tentu penting bersama-sama menjaga hutan ini tetap lestari. Untuk kepentingan anak cucu kami,” katanya.Dalam mengelola HTR dan HKm, kata Heni, tak ada beda peran perempuan dengan lelaki. Mereka tetap merumput, menyemai bibit, menanam dan lain-lain. “Ya kita kan sistemnya gotong royong. Masa perempuan diam saja?”Heni aktif mengajak teman-teman perempuan ikut terlibat aktif dalam setiap program di desa itu, baik penghijauan, menanam kayu, pelatihan mengelola tanaman kopi dan lain-lain.“Saat program penghijauan, kami menyiapkan pembibitan. Saat proses penanaman, hampir seluruh ibu-ibu di desa ini terlibat. Sebetulnya, gak saya sendiri yang menggerakkan. Ada teman yang lain juga. Kita ini sekadar yang jadi bendahara.”Meski begitu, kata Heni, bukan perkara mudah mengajak sesama perempuan terlibat aktif dalam kegiatan. Rumah yang dia diami, jadi base camp warga berkumpul. Halaman depan rumah dia bangun bale-bale untuk tempat pertemuan warga hingga memudahkan dalam membicarakan hal-hal berkaitan dengan kemajuan desa.“Jujur saja, sampai saat ini belum ada kemajuan yang cukup. Tapi ya kita gerak terus, gak capek. Kadang kita kasih masukan, ayo kita begini-begini, kita ajak. Kekompakan masih belum kuat, sudah mulai ada, misal ketika diajak nanam jagung, bibit sudah ada, tapi paling enam orang yang mau,” katanya." "Perempuan Penjaga Hutan dari Desa Air Tenam","Dalam pengelolaan hasil kopi, mereka dibantu KKI Warsi. Heni mendapatkan pelatihan bagaimana cara bercocok tanam, memelihara, memanen sekaligus mengemas dan memasarkan produk kopi. Dari pengetahuan itu, Heni sebarkan ke perempuan-perempuan lain di desanya.“Kita berencana menjual kopi bukan hanya di desa ini, di luar juga. Kami diajak Warsi mengelola kopi dengan baik. Bagaimana lebih kreatif. Kami diajarin bagaimana kalau mau bikin kopi, ya cari kopi bagus.”Desa Air Tenam, awalnya memang dibuat sebagai desa penyangga. Ia berada di perbatasan antara Bengkulu dan Sumatera Selatan. Dulu, sebelum ada izin HTR dan HKm, masih banyak yang membuka lahan tak tertendali oleh warga luar. Setelah ada izin HKm dan HTR, jadi lebih tertib.“Sebelumnya, orang mau buka lahan ya sesuka-sukanya mereka. Setelah ada HKm, dan HTR sudah ada aturan. Ibaratnya, orang sudah agak sungkan, takut. Gak sembarangan. Gak ada lagi orang yang berani merambah atau membuka lahan kebun baru.”Dia bilang, mereka mendapatkan penyuluhan dari Dinas Kehutanan. Dulu, katanya, ada yang mau tanam sawit, tetapi tak boleh. Dia bersama yang lain mengingatkan kalau sawit itu banyak mengkonsumsi air.“Sawit di hutan ditebang. Karena sawit itu kan banyak konsumsi air. Air Manna ini air minum di kota Manna, jadi gak boleh (tanam sawit-red). Dikasih sosialisasi. Saling berperan lah, bukan ibu saja. Kan sudah ada penyuluhan.”Sebelum mengelola HTR dan HKm, Heni aktif dalam Program Nasional Pemberdayaan Mandiri Perdesaan (PNPM) sejak 2007. Saat itu, hanya ada tiga perempuan yang terlibat dalam kepengurusan PNPM di Desa Air Tenam, salah satu Heni. Kala itu, dia sebagai bendahara.Heni juga terlibat aktif dalam program keluarga harapan (PKH) dari Kementerian Sosial. “Salam satu program PNPM itu penghijauan. Jadi, kami sebagai perempuan ini ikut andil dalam menanam kayu. Kami diberi pembibitan untuk melindungi hutan supaya tidak longsor dan banjir.” " "Perempuan Penjaga Hutan dari Desa Air Tenam","Sungai di Desa Air Tenam. Foto: Indra Nugraha/ Mongabay Indonesia Selain penghijauan, program lain seperti bedah rumah, pipanisasi, membuat mandi, cuci, kakus (MCK) dan membangun pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH).Saat ini, Desa Air Tenam belum teraliri listrik PLN. Mereka memanfaatkan debit air sungai yang melimpah, terlebih di Air Tenam juga ada air terjun, warga mengusulkan pembangunan PLTMH pada 2012. Heni juga berperan aktif dalam mengawal pembangunan PLTMH. Listrik dari PLN baru masuk ke desa ini pada 2019.“Kami harus memastikan air untuk PLTMH terjaga terus. Ini untuk listrik dan penerangan. Jadi hutan tak boleh digunduli supaya air untuk menerangi kami terus ada,” katanya.Sebelum berstatus definitif, Desa Air Tenam merupakan dusun yang secara administrasi menyatu desa tetangganya. Untuk jadikan desa definitif, Heni punya peran sentral. Dia bergerilnya mendata warga dan fasilitas di dusun sebagai persyaratan jadi desa.“Saat itu, suami saya menjabat sebagai kepala dusun. Jadi, saya ikut terlibat dalam program pemberdayaan. Saya juga di BPD (Badan Permusyawaratan Desa-red) selama dua periode.”Saat itu, dia harus mendata warga di sekitar. Bukan pekerjaan mudah karena tempat tinggal warga tersebar di beberapa wilayah, bahkan ada di sekitar hutan.“Saya data dari keluarga ke keluarga. Supaya desa kita maju. Syarat untuk jadi definitif minimal harus ada 1.033 keluarga. Kebetulan waktu itu warga masih tinggal di kebun-kebun itu, kita data semua terus terkumpul baru definifitif.”“Namanya di hutan, kadangkala ada tebing, ada sungai, itu yang menyulitkan. Kalau bapak yang menjalani, itu saya yang nulis. Harus jalan melewati tebing, kadang hujan, kita harus bantu bapak mana yang dekat-dekat.”Perjuangan tak sia-sia. Air Tenam jadi desa definitif pada 2016. Pendataan dan proses pengajuan sejak 2013." "Perempuan Penjaga Hutan dari Desa Air Tenam","“Kita ini daerah perbatasan. Dulu, untuk ngurus banyak hal, jauh. Setelah definitif, banyak manfaat. Penerangan kita bisa mandiri. Dulu, kalau ada bantuan, sekadar dikit pembagian ke kita. Setelah mandiri, ya banyak. Ada mikrohidro juga.”Diyah Deviyanti, dari Hutan Itu Indonesia melihat, Heni itu sosok inspiratif dan bisa jadi panutan. “Bu Heni, sosok perempuan, bukan cuma mengurus keluarga dan dapur. Dia membuktikan, perempuan di desa andil besar dalam menjaga hutan. Dia mengayomi ibu-ibu lain di Air Tenam,” katanya.Warga membuktikan, kalau masyarakat desa bisa menjaga hutan dengan baik.“Pemerintah seharusnya bisa lebih percaya dan memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk mengelola hutan. Malah hutan dirawat masyarakat lebih bagus. Terjaga. Masyarakat dapat sesuatu tanpa merusak hutan, saling menguntungkan antara hutan dan masyarakat.”Hingga kini, sosisalisasi mengelola dan memanfaatkan lahan tanpa menggangu hutan, terus Heni lakukan.“Tetap ngajak kerjasama ke ibu-ibu lain. Saya sih tak memaksa dengan ibu-ibu, mereka mengusulkan sendiri. Harapan saya desa ini bisa lebih maju. Ada perhatian pemerintah. Hutan tetap terjaga.” Keterangan foto utama: Heni Herawati, aktif mengajak para perempuan ikut terlibat aktif dalam setiap program di desa itu, baik penghijauan, menanam kayu, pelatihan mengelola tanaman kopi dan lain-lain. Foto: Indra Nugraha/ Mongabay Indonesia  [SEP]" "Hitung Mundur: Berhitung Kapasitas Kita Menghadapi Perubahan Iklim","[CLS] Pada tanggal 10 Oktober 2020 telah diluncurkan gerakan global bertajuk ‘Climate Countdown’. Gerakan global tersebut sebagai pengingat bagi masyarakat global bahwa planet bumi sedang mengalami krisis iklim.‘Climate Countdown’ sebagai gerakan untuk menginisiasi dekarbonisasi karena negara-negara yang tergabung dalam rezim perubahan iklim perlu bekerja keras dan berkolaborasi untuk menekan laju kenaikan suhu bumi tidak melebihi 2 derajat celcius hingga tahun 2030.Apabila kenaikan suhu bumi di atas 2 derajat celcius, maka dapat dipastikan rangkaian kejadian bencana akan terjadi semakin sering, karena sistem iklim yang kolaps maka akan berdampak bagi ekosistem yang kemudian mengancam kehidupan makhluk hidup di bumi.Gerakan global ‘Climate Countdown’ pun perlu menjadi gerakan yang bersifat massal bagi setiap bangsa. Tak terkecuali bagi kita, -bangsa Indonesia.Refleksi ‘Climate Countdown’ juga perlu kita sikapi sebagai dua hal, yaitu adanya kesempatan bagi kita untuk bersama-sama mengurangi laju peningkatan suhu melalui praktek baik yang ramah lingkungan, ramah energi dan rendah biaya atau kita tidak melakukan apa pun dan menunggu keadaan bertambah buruk.Tentu semua pilihan ada di tangan kita. Akan tetapi, perubahan iklim telah memberikan kita ‘alarm’ bahwa kita akan menghadapi berbagai ketidakpastian kondisi iklim yang berdampak pada penyebaran penyakit, kegagalan panen yang menyebabkan ancaman krisis pangan, dan peristiwa lainnya yang berdampak negatif bagi kehidupan manusia.Baca juga:  Dampak Perubahan Iklim dalam Perspektif Kajian Makroekonomi  Menyikapi hal tersebut, maka adaptasi menjadi jalan untuk melakukan penyesuaian diri menghadapi perubahan iklim. Terminologi ‘new normal’ dalam menghadapi pandemi COVID-19 merupakan salah satu bentuk aksi adaptasi." "Hitung Mundur: Berhitung Kapasitas Kita Menghadapi Perubahan Iklim","Akan tetapi, sebelum berbicara adaptasi, kita perlu berbicara mengenai resiko. Mengapa? Karena hingga saat ini, masih ada beberapa pihak yang tidak mempercayai perubahan iklim. Pihak-pihak yang tidak mempercayai perubahan iklim ‘mungkin’ merupakan pihak-pihak yang jauh dari realitas keberadaan tiga kelompok masyarakat berikut ini.Saya membagi tiga kelompok masyarakat yang rentan terdampak perubahan iklim yaitu: masyarakat yang mata pencahariannya bergantung pada kebaikan alam (petani, nelayan, pekebun), masyarakat yang tinggal di kawasan rentan bencana alam (baik terpapar longsor, banjir, kekeringan, atau pun badai), dan masyarakat yang memiliki mata pencaharian bergantung pada kebaikan alam dan bertempat tinggal di kawasan rentan bencana alam.Tiga kelompok masyarakat ini tidak perlu diberikan penjelasan perubahan iklim dan definisi adaptasi maupun jargon-jargon pro iklim. Kelompok masyarakat ini membutuhkan jalan keluar yang dapat memampukan mereka adaptif menghadapi perubahan iklim.Menurut saya, wacana darurat iklim yang perlu menjadi sorotan adalah bagaimana kita mampu memberikan jalan bagi keberlangsungan hidup tiga kelompok ini agar adaptif menghadapi perubahan iklim.Tulisan ini tidak dibuat untuk meratapi perubahan iklim, akan tetapi ditulis dengan optimisme bahwa tiga kelompok masyarakat ini mampu menghadapi perubahan iklim apabila diberikan kapasitas berupa pengetahuan, informasi maupun panduan aksi yang memudahkan kelompok ini membangun kapasitas menghadapi perubahan iklim.Wacana perubahan iklim ini seringkali terdengar begitu saintifik sehingga masyarakat awam, -termasuk saya pun, kadang tidak dapat memahaminya, apalagi bagi kelompok masyarakat yang memiliki akses pengetahuan dan informasi yang terbatas." "Hitung Mundur: Berhitung Kapasitas Kita Menghadapi Perubahan Iklim","Maka, untuk meningkatkan kapasitas tiga kelompok tersebut untuk adaptif terhadap perubahan iklim merupakan kerja besar yang membutuhkan kerja kolektif dari berbagai pihak untuk menerjemahkan perubahan iklim. Khususnya dalam menunjukkan resiko perubahan iklim hingga memberikan jalan keluar agar tiga kelompok masyarakat ini mampu adaptif menghadapi perubahan iklim.Baca juga: Resesi Ekonomi, Pandemi dan Kesusahan Nelayan  Kita perlu lebih banyak mendengar apa saja yang dialami dan diperlukan tiga kelompok masyarakat agar dapat memetakan aksi adaptasi apa yang tepat bagi mereka.Kelompok yang memiliki wewenang dan kuasa ilmu kerapkali datang kepada tiga kelompok masyarakat tersebut dengan etic dan beragam kebijakan yang ‘dianggap’ paling tepat kepada kelompok tersebut. Seolah pengetahuan hanya menjadi jalur satu pihak dari pemilik kuasa wewenang dan pengetahuan kepada kelompok masyarakat ini.Namun, kondisi ini perlu dibangun dengan lebih dinamis, cair dan refleksif dimana pengetahuan perlu dibangun antara pemilik wewenang, pemilik pengetahuan dan masyarakat rentan sehingga strategi aksi adaptasi berupa perilaku maupun penggunaan teknologi dapat diterapkan kepada masyarakat tersebut secara tepat.Penerapan aksi adaptasi pun tidak dapat seragam mengingat kondisi masyarakat yang heterogen baik lanskap, nilai, kebudayaan, kepercayaan dan sistem sosial. Aksi adaptasi ini dapat dijalankan apabila tiga kelompok masyarakat tersebut mampu mengartikulasi kapasitas dirinya.Peningkatan kapasitas diri kelompok masyarakat yang perlu dilakukan adalah mendorong kehadiran pemimpin lokal yang bervisi berkelanjutan baik secara ekologis dan sosial, memiliki sistem informasi komunitas yang efektif dalam membantu perumusan keputusan bersama dan penguatan jaringan komunitas atau masyarakat yang luas." "Hitung Mundur: Berhitung Kapasitas Kita Menghadapi Perubahan Iklim","Dengan menitikberatkan pada kemampuan diri dalam memilih strategi adaptasi yang tepat, maka strategi adaptasi berdasarkan kekhasan lokal, bersifat lokalitas, dan rendah biaya menjadi keunggulan masing-masing kelompok masyarakat. * Ica Wulansari, penulis adalah Mahasiswa S-3 Sosiologi Universitas Padjadjaran yang tengah mengkaji resiliensi petani dalam menghadapi perubahan iklim dan pegiat isu-isu sosial ekologi. Artikel ini adalah opini penulis.   [SEP]" "Lima Satwa yang ‘Hidup Kembali’ dari Kepunahan","[CLS]   PBB memperingatkan bahwa setidaknya ada satu juta spesies hewan dan tumbuhan terancam punah di seluruh dunia. Penurunan dramatis keanekaragaman hayati global ini merupakan krisis tersendiri dan juga ancaman bagi populasi planet ini. Hal ini juga menimbulkan risiko langsung terhadap keamanan pangan global dan aktivitas ekonomi di berbagai negara.Sejak abad ke-16, ratusan spesies vertebrata telah menghilang -hampir semuanya disebabkan oleh aktivitas manusia- seperti perburuan liar, dan juga hilangnya habitat hewan-hewan tersebut. Hingga kini, ancaman itu tetap ada.Menurut data yang dihimpun Statista, sekitar 40% spesies amfibi, 33% terumbu karang, dan 14% spesies burung semuanya menghadapi masa depan yang suram.  Di tengah masifnya ancaman kepunahan binatang dan tumbuhan, ada juga berita-berita yang memberi secercah harapan, yakni ditemukannya kembali beberapa hewan yang pernah diyakini telah lama punah. Dikutip dari World Economic Forum, berikut 5 satwa yang muncul kembali dari kepunahan. Satwa ini terakhir kali terlihat hampir 50 tahun lalu, dan setelah itu diasumsikan punah. Pada Agustus 2020, tim peneliti dan akademisi melaporkan bahwa makhluk mungil yang tampak aneh ini masih hidup dan sehat.Dikenal sebagai Somali Sengi, hewan seukuran tikus ini, dengan hidung memanjang yang khas mirip gajah, berkembang biak secara baik di Djibouti, negara di kawasan Tanduk Afrika. Terdapat 20 spesies sejenis di dunia, tapi hewan unik yang satu ini adalah yang paling misterius, hanya ada 39 spesimennya tersimpan. Sebelumnya, ia diketahui hanya eksis di Somalia.  Pada 1872, seorang ahli botani berkebangsaan Prancis Benjamin Balansa, mencatat penemuan kadal saat mengunjungi Kaledonia Baru, sebuah koloni Prancis di kawasan Pasifik. Ukurannya cukup mencolok, yakni sepanjang 50 cm, sehingga tidak terlalu sulit untuk dikenali. Kadal ini dinamai kadal ‘teror’ karena mulutnya yang dipenuhi gigi-gigi tajam." "Lima Satwa yang ‘Hidup Kembali’ dari Kepunahan","Namun, setelahnya, kadal ini tak pernah terlihat lagi di kawasan tersebut, diasumsikan sudah punah. Hingga pada 2003, kadal ini ditemukan kembali oleh para ilmuwan, dan kini lebih banyak penelitian dilakukan untuk mempelajari lebih lanjut tentang mereka.  Di Bumi, ada beberapa saja mamalia yang berbisa, dan Solenodon Kuba adalah salah satunya. Satwa ini pernah ‘punah’ beberapa lama, karena tak pernah lagi ditemukan di alam liar. Solenodon Kuba adalah salah satu fosil hidup yang pernah hidup satu zaman dengan dinosaurus, dan bentuknya tak berubah selama jutaan tahun.Gigitannya cukup mematikan, namun satwa itu kurang memiliki kekuatan dan ketangkasan untuk mempertahankan atau melarikan diri dari bahaya, menjadikannya sasaran empuk predator. Deforestasi juga berkontribusi pada gangguan populasinya.  Cahow, atau petrel Bermuda, terakhir kali terlihat di Nonsuch Island di kawasan Bermuda pada 1620. Setelah itu, mereka tak pernah terlihat lagi. Mereka kemudian ‘hidup kembali’ tahun 2020, dan kemunculannya terekam kamera. Cahow adalah burung yang menggali dan sebagian besar habitat aslinya telah dihancurkan oleh erosi laut dan kerusakan akibat badai. Pemerintah Bermuda telah membangunkan tempat-tempat khusus bagi mereka untuk bersarang, dan memberlakukan perlindungan terhadap keberadaan mereka.  Burung ini telah dianggap punah setelah penampakan terakhirnya tahun 1912. Pada 1990, satu individu ditemukan di negara bagian Queensland. Sayangnya, mati tak lama kemudian. Perlu 23 tahun lagi sebelum ada kemunculan lagi yang dicatat seorang peneliti. Lokasinya sama dengan penampakan pertama, di tempat yang hingga kini dirahasiakan untuk melindungi burung-burung tersebut. Pemerintah negara bagian Queensland mengawasi secara ketat suaka margasatwa tempat burung-burung tersebut hidup.   [SEP]" "Kala Monyet Ekor Panjang di Wendit Kurang Pakan","[CLS]    Soleh, tampak memanggul dua tandan pisang dan sekarung mentimun. Pria 46 tahun ini, membunyikan genta yang digenggam di tangan kanan, Sabtu 30 Mei lalu. Genta bak tanda untuk memanggil monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang mendiami Wendit Waterpark, Desa Mangliawan, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang. Jawa Timur. Tiba-tiba, puluhan monyet muncul, bergelantungan dari balik dahan pepohonan di kawasan seluas 15 hektar itu.Monyet mendekati Soleh, juru kunci punden Mbah Kabul dan sendang Widodaren. Beriringan di belakang Soleh, Imam Effendi dan keluarga menyunggi tumpeng lengkap. Mereka membawa empat tumpeng nasi kuning, lengkap dengan lauk pauk. Aneka sayur, telur, ikan bandeng, tempe dan tahu. Koloni monyet ini mengikuti Soleh, sebagian langsung menyerbu buah pisang.Baca juga : Krisis Pakan Satwa di Kebun Binatang Dampak Pandemi CoronaImam Effendi meletakkan tumpeng di pelataran jalan masuk Wendit, obyek wisata yang dikelola Dinas Pariwisata Malang. Monyet menyantap tumpeng yang disajikan Imam beserta keluarga dengan lahap. Tandas, hanya tersisa sepotong bandeng. “Monyet ini tak makan ikan,” kata Imam.Imam, salah satu dari kelompok masyarakat yang peduli dengan nasib monyet di Wendit. Selama masa pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19), obyek wisata ini tutup untuk wisata. Tak ada kunjungan, sedangkan monyet ini menggantungkan pakan dari pengunjung. Populasi monyet sekitar 400 ekor, tetapi tak banyak pepohonan mencukupi bahan pakan alami.Hatinya terketuk, setelah mengetahui monyet di Wendit kekurangan pakan. Setelah istri Soleh, Rupiatin mengunggah foto monyet di grup aplikasi perpesanan komunitas peduli sejarah, Jelajah Jejak Malang. “Selama ini, kita berbagi sesama manusia yang terdampak Corona. Kami membagikan masker hand sanitizer, dan sembako kepada orang yang membutuhkan. Kita lupa dengan nasib monyet di Wendit,” katanya." "Kala Monyet Ekor Panjang di Wendit Kurang Pakan","Imam menghubungi Rupiatin, menanyakan apakah mentimun juga pakan monyet. Lantaran dia tengah panen mentimun. Monyet, katanya, tak cukup makan daun. Segera dia membawa sekarung mentimun dan jadi pakan monyet. Serta dua tundun pisang hasil kebun.Tumpeng secara spontan dari keluarganya. Tumpeng disajikan khusus untuk monyet ekor panjang di Wendit. Sembari memanjat doa kepada Tuhan agar diberi keberkahan kepada seluruh umat. “Berkah bagi semua dan wabah atau pagebluk ini segera sirna,” katanya.Dia berharap, pengunjung kembali normal, dan peduli terhadap kehidupan monyet. Imam berharap, monyet lestari dan mengundang semua pihak untuk bersolidaritas membawa buah dan sayuran untuk pakan monyet.    Perhatian warganet dan komunitasRupiatin mengatakan, selama masa pandemi, lebih banyak di sendang Widodaren dan punden Mbah Kabul membantu suaminya membersihkan dan merawat punden. Lantaran sejak pandemi, dia tak lagi mengajar mengaji di Kompleks Asrama Militer TNI Angkatan Udara Abdulrachman Saleh Malang. Saat awal puasa, dia melihat monyet kekurangan pakan.“Kalau kita kuat puasa, kalau monyet siapa yang memperhatikan?” kata Rupiatin kepada suaminya. Apalagi, monyet kerap keluar kawasan dan berkejaran di atap rumah warga.Wendit Waterpark berhimpitan dengan permukiman warga. Buah pisang dan nangka warga selalu ludes kena makan monyet.“Warga menyadari, monyet kekurangan pakan. Ya dibiarkan saja,” katanya.Bahkan monyet tak takut dengan rumah warga yang sengaja memasang topeng macan. Padahal, selama tinggal puluhan tahun di sana tak pernah melihat monyet mendatangi kampung.Sejak kecil, Rupiatin tak pernah melihat monyet keluar habitat. Kecuali saat Lebaran, katanya, sering ada monyet diusir dari koloni atau kelompoknya keluar Wendit. Kini, monyet sering berkelahi hingga luka-luka dan mati." "Kala Monyet Ekor Panjang di Wendit Kurang Pakan","Monyet di Wendit terbagi atas empat kelompok. Setiap kelompok memiliki dua sampai tiga monyet jantan berpostur besar, salah satunya menjadi pimpinan kelompok. Setiap kelompok tak bisa bertemu, mereka memiliki teritorial sendiri. “Jika bertemu bisa berkelahi,” katanya.Lantas dia mengunggah foto monyet di Facebook bertulis luwe (lapar). Lantas sejumlah warganet merespon. Sebagian langsung datang membawa ketela rambat, dan sayuran. Bahkan, sejumlah orang datang sekeluarga untuk mengajarkan kepada anaknya berbagi dengan makhluk lain.Selain itu, sejumlah komunitas terlibat, antara lain, Komunitas Jelajah Jejak Malang. Silih berganti, mereka datang membawa pakan untuk si monyet. Mereka membawa pisang, kacang panjang, mentimun dan ketela rambat.Selama ini, sebagian mpnyet mencari pakan dengan memakan lumut, dan buah pohon beringin (Ficus benjamina) dan pohon lo atau loa (Ficus racemosa). Saat belum ditutup, monyet juga dapat makan dari pengunjung yang dermawan membawa seperti pisang, kacang panjang dan kacang kulit. Bahkan, monyet juga mengorek makanan di tempat sampah. Saat obyek wisata air ini tutup, monyet kelaparan.Padahal, dulu saat libur Lebaran pengunjung melimpah. Para pengunjung banyak membawa makanan untuk monyet. Kalau monyet kenyang, katanya, tak akan mengganggu dan mengambil makanan di permukiman warga. Pakan yang diberikan pengelola Dinas Pariwisata Kabupaten Malang dan Pemerintah Desa Mangliawan, tak mencukupi.   Ikon WenditPerilaku monyet ekor panjang di Wendit mengalami penyimpangan selama puluhan tahun, terlebih sejak kawasan dibuka untuk tempat wisata. Perilaku monyet di hutan, justru menghindari perjumpaan dengan manusia. Di Wendit, monyet malah mendekat dan kadang agresif terhadap manusia." "Kala Monyet Ekor Panjang di Wendit Kurang Pakan","Monyet Wendit lahir di kawasan wisata Wendit dan telah beradabtasi dengan manusia, termasuk dengan makanan manusia. “Monyet di Wendit tak bisa disebut liar seperti di hutan,’ kata Ketua Protecting and Forest Wildlife (ProFauna), Rosek Nursahid.Monyet liar, katanya, bakal takut dengan kehadiran manusia. Perubahan perilaku menyimpang dari dulu, bukan perilaku alami. Puluhan tahun telah beradabtasi dengan perilaku manusia, katanya, makan buah, daun, roti dan nasi seperti manusia.Saat pandemi, katanya, seharusnya tanggungjawab pengelola untuk menyediakan pakan. Monyet ini jadi ikon Wendit hingga secara tak langsung memberikan keuntungan ekonomi selama puluhan tahun. “Saat bencana harus tanggung jawab.”Perubahan perilaku karena salah kaprah pengelolaan Wendit sejak lama. Seharusnya, kata Rosek, pengunjung tak boleh berinteraksi secara fisik dan memberi pakan monyet.Kini, pembatasan fisik tak mungkin karena monyet telah berubah. Saat monyet lapar jadi agresif. Berebut makanan pengunjung maupun menjarah di permukiman warga.Untuk itu, pengelola harus memenuhi dan mencukupi pakan monyet agar mereka tak menjarah dan agresif kepada manusia. Monyet, katanya, berpotensi menularkan penyakit hepatitis dan rabies kepada manusia.“Itu satu-satunya cara di Wendit agar tak agresif kepada manusia. Ini kasuistis, khusus di Wendit,” katanya. ***Lebih 15 tahun, Soleh dipercaya menjadi juru kunci punden Mbah Kabul dan Sendang Widodaren di dalam area Wendit Waterpark. Juru kunci diwarisi secara turun temurun. Dia bertanggungjawab terhadap kebersihan dan keamanan punden dan sendang.“Menurut Mbah dulu, awalnya Mbah Kabul merawat dua monyet. Kemudian berkembang menjadi satu kelompok,” katanya.Lantas populasi makin bertambah seperti sekarang. Mbah Kabul sendiri seorang brahmana yang diutus Raja Majapahit pertama Raden Wijaya (1293-1309) untuk menjaga sendang suci Widodaren." "Kala Monyet Ekor Panjang di Wendit Kurang Pakan","Masyarakat adat Tengger juga mempercayai sumber air di Sendang Widodaren terhubung dengan sumber air di Goa Widodaren di Desa Wonokitri, Kecamatan Tosari, Pasuruan. Setiap tahun ada ritual tirta aji atau pengambilan air suci saat musim tanam. Upacara dilakukan masyarakat adat Tengger di Lereng Gunung Bromo, dipimpin dukun atau ketua adat setempat.Sebagian masyarakat adat Tengger membawa tumpeng, saat hari raya ketupat atau sepekan setelah Idul Fitri. Tumpeng ini menjadi santapan monyet yang mendiami Wendit. Bahkan, sebagian petani di Tengger membawa hasil bumi seperti kentang, kubis, kambing, ayam dan bawang. Sembari berdoa agar hasil bumi melimpah.Soleh berharap pedulian sesama, lantaran tak banyak yang memikirkan monyet di Wendit. Yang penting, katanya, monyet bisa makan. “Ayo, bagi rezeki untuk sesama makhluk Tuhan. Batin tenang, kalau monyet sudah makan. Kalau lapar, menjadi nelangsa.” Keterangan foto utama: Monyet kelaparan di Wendit Waterpark, Desa Mangliawan, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang. Jawa Timur. Warga maupun komunitas bersolidaritas memberi pakan monyet. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia [SEP]" "Gurita Korupsi, Oligarki dan Tuna Empati di Masa Pandemi","[CLS]    Pertengahan April lalu, Jurnal Integritas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), meluncurkan satu laporan edisi khusus “Evaluasi Pemberantasaan Korupsi Sektor Sumberdaya Alam.” Satu catatan refleksi pergeseran praktik baru gurita oligarki korupsi, di tengah kebijakan tuna empati negara hadapi pandemi Coronavirus Disease 2018 (COVID-19).Ulasan bentang ragam topik laporan ini merupakan ringkasan proses dan hasil rekam jejak lima tahun proses Gerakan Nasional Penyelamatan Sumberdaya alam (GNPSDA-KPK). Gerakan ini ditandatangani Presiden Joko Widodo di Istana Negara, 19 Maret 2015, bersama 29 kementerian dan lembaga negara, serta 12 kepala daerah seluruh Indonesia. Ia jadi satu tonggak dan terobosan penting dalam sejarah pemberantasan korupsi di sektor sumberdaya alam nasional.Setidaknya, ada tiga hal penting dari laporan itu, pertama, pembelajaran dari ragam upaya terobosan pencegahan korupsi sumber daya alam dengan aneka pendekatan dan batas-batasnya. Kedua, pelanjutan agenda penataan ulang dan harmonisasi kebijakan dan regulasi sumberdaya alam di Indonesia. Ketiga, reposisi peran dan strategi GNPSDA-KPK dalam kepungan “relasi kuasa” politik oligarki dan reaktualisasi kolaborasi dengan gerakan sosial lebih luas. Gurita korupsi struktural " "Gurita Korupsi, Oligarki dan Tuna Empati di Masa Pandemi","Temuan utama evaluasi GNPSDA-KPK (2019) ini menyebutkan, praktik gurita korupsi sumberdaya alam di Indonesia masih berakar kuat pada masalah kelindan praktik ‘korupsi menyandera negara’ (state-captured corruption) dengan lemahnya fungsi otoritas kelembagaan negara. Hal ini akibat dari kuatnya praktik kuasa ‘institusi alternatif’ oleh suatu jaringan yang dipelihara kekuasaan ‘di luar negara’ (beyond state), yang secara de facto lebih besar daripada kekuasaan legal negara. Namun, sumberdaya sosialnya dari aparat-aparat negara dan jejaring oligarki koorporasi sumberdaya alam. Singkatnya, praktik korupsi jenis ini bercirikan tiga hal, ada proses fasilitasi/instrumen negara yang terlibat/dilibatkan, ada proses pembiaran yang disengaja pejabat publik, dan menyebabkan dampak kerugian kekayaan negara serta memberi keuntungan segelintir orang/kelompok koruptor (M.Syarif, 2020).Baca juga: Horor RUU Cipta Kerja: dari Izin Lingkungan Hilang sampai Lemahkan Sanksi HukumKokohnya gurita oligarki korupsi sumberdaya alam inilah yang dalam lima tahun terkahir, jadi faktor kekuatan utama pendorong pergeseran bentuk korupsi, dari satu jenis korupsi bersifat institusional (institusional corruption) jadi korupsi lebih bersifat struktural (structural corupption). Satu bentuk korupsi yang bersemayam dalam gugusan sistem dan relung-relung struktural praktik kebijakan dan regulasi dari otoritas kekuasaan. Mencipta relasi kuasa ekonomi-politik dominan yang timpang yang makin mempermulus pelipatgandaan kekayaan pribadi, kelompok dan keluarga. Modus operandi utama, dengan memanipulasi dan memperdaya ragam dimensi struktur politik guna memproduksi dan kontrol kendali atas izin dan konsesi sumberdaya alam untuk kepentingan diri dan kelompoknya." "Gurita Korupsi, Oligarki dan Tuna Empati di Masa Pandemi","Hasilnya, lahir kebijakan dan regulasi sumberdaya alam berciri psudo legal, regulatory chapter, dan legal non legitimed. Aneka bentuk kebijakan dan regulasi yang seolah-olah tampak “legal” di permukaan, namun hakekatnya justru menjauh dari tujuan kemaslahatan kemanusiaan dan nilai keadilan sosial-ekologis.Baca juga: Pelemahan KPK Untungkan Mafia Sumber Daya AlamDengan demikian, dapat ditegaskan, praktik korupsi sumberdaya alam sekarang, bukan lagi bersumber dari masalah kumuhnya sistem birokrasi, ruang regulasi remang-remang, atau praktik penyalahgunaan kewenangan institusional negara semata. Ia lebih ruwet berurat akar pada kompleksitas struktur ketimpangan relasi kuasa ekonomi-politik yang menjelma gurita oligarki dan mafia sumberdaya alam. Inilah sebab, banyak lahir kebijakan dan regulasi sumberdaya alam bersifat ‘titipan dan pesanan’ dari kelompok orang “kuat.”  Secara historis, kekuatan gurita oligarki ini bukanlah hal baru sama sekali dalam jagat politik nasional. Riwayat trajectory mereka terbentang sejak rezim Orde Baru. Meski rezim Orde Baru runtuh, menurut R. Robison dan Vedi R. Hadiz dalam, “Reorganizing Power in Indonesia: The Politics of Oligarchy in an Age of Market” (2004),  warisan kuasa oligarki ekonomi dan politik pada dasarnya tidak ikut tumbang. Oligarki yang dibesarkan oleh rezim Soeharto terus bertransformasi dengan menyesuaikan konteks politik di Indonesia yang didorong skema neoliberalisme, seperti demokratisasi, desentralisasi, dan deregulasi yang berkelindan dengan agenda politik negara.Data dari ‘pesan terbuka’ mantan Ketua Komisioner KPK, Agus Rahardjo, dapat menjadi fakta empirik. Hingga Juni 2019, terdapat 27 menteri dan kepala lembaga terjerat, dan 208 perkara menjerat pejabat tinggi di instansi, yaitu, setingkat eselon I, II dan III. Tercatat, Ketua DPR, Ketua Mahkamah Konstitusi, dan Ketua DPD aktif, serta sejumlah menteri aktif yang korupsi telah diproses." "Gurita Korupsi, Oligarki dan Tuna Empati di Masa Pandemi"," Baca juga: RUU Minerba Lanjut di Tengah pandemi, Berikut Kritikan Masyarakat SipilPelaku pejabat publik terbanyak adalah anggota DPR dan DPRD (255 perkara), kasus kepala daerah (110). Mereka diproses dalam kasus korupsi, ada juga terjerat pencucian uang. Kasus-kasus ini terkait erat dengan ratusan proyek-proyek pemerintah dan perizinan, termasuk sektor sumberdaya alam.Data kajian KPK 2017, menyebut lebih 70 % kepala daerah, dalam pilkada, didukung pendanaan oleh korporasi berbasis sumber daya alam, terutama sektor pertambangan dan perkebunan, dengan kompensasi utama kemudahan izin dan konsesi. Praktik ‘ijon politik’ inilah yang jadi jawaban banyak kepala daerah meringkuk di jeruji KPK.Penegasan watak baru korupsi struktural sumberdaya alam itu jadi penanda penting limit of thought penyelesaian dan solusi pemberantasan korupsi dengan cara-cara lama. Seperti, model reformasi birokrasi (birocratict reform), one salary sistem, revisi dan koreksi tambal sulam sistem legalisasi/administrasi, juga model ‘teknikalisasi’ dan teknokratisasi’ masalah korupsi lain. Perlu inovasi dan keberanian baru dalam pemberantasan korupsi sumberdaya alam di Indonesia.Baca juga: UU Minerba Ketok Palu: Jaminan Korporasi, Ancaman bagi Rakyat dan LingkunganSyarat dasarnya, memiliki energi kuat membongkar ketidakadilan sistem dan ketimpangan relasi kuasa struktural, berikut topeng-topeng pembungkusnya. Karena itu, perlu cermin lebar untuk refleksi bagi KPK sekarang kalau hendak menjalankan mandat dan peran baru ini. Mengingat kondisi riil otoritas, kapasitas dan kewenangan institusi KPK makin menurun pasca pelemahan dan pengebirian sistematis kelembagaan mereka dampak UU KPK yang baru sah tahun lalu. ‘Penumpang gelap’ tuna empati " "Gurita Korupsi, Oligarki dan Tuna Empati di Masa Pandemi","Berlandaskan proses panjang dalam pencegahan dan penindakan korupsi sumberdaya alam yang berkelindan dengan jenis korupsi lain itu, sulit nalar sehat menerima ‘wacana’ dari Kementerian Hukum dan HAM yang hendak melepaskan 300 narapidana koruptor di Indonesia, dengan alasan pembatasan penularan pandemik COVID-19. Terlepas dari alasan kemanusiaan yang diklaimkan, kebijakan jenis ini lebih kuat nuansa “penumpang gelap” di tengah pandemi sekaligius manifestasi sikap tuna empati atas kompleks, berat dan sulitnya proses pemberantasan korupsi, termasuk korupsi sumberdaya alam di Indonesia. Bahkan, secara ajaib, RUU Mineral dan Batubara yang jelas akan memperburuk bencana dan kerusakan ekologis juga lebih sebagai karpet merah kooporasi pertambangan, terutama batubara, lolos dengan mulus oleh DPR-RI.  Kini, nada kengototan DPR dan pemerintah pusat masih tinggi untuk meloloskan RUU Cipta Kerja, penyederhaan bermacam UU, biasa disebut omnibus law, yang ditolak beragam kelompok sosial dan masyarakat sipil di Indonesia. Satu bukti nyata makin panjang deretan politik pengabaian (politik of ignorance) dan tuna empati-nurani rakyat di tengah derita pandemi sekarang ini.Politik pengabaian adalah satu bentuk perspektif kebijakan kekuasaan yang lebih bersandar pada gugusan ‘nalar elite’ yang tidak tersambung dengan ‘nalar massa’ (W.F Weitheim, 2016).Argumen kritis yang ditegaskan para akademisi dan organisasi masyarakat sipil, untuk menolak RUU Cipta Kerja meliputi empat hal, pertama, cacat proses bawaan lahir. Sebab, sejak awal muncul penuh akrobat politik dan serba cepat. Menabrak prinsip transparansi dan partisipasi genuine publik. RUU ini juga dianggap melanggar syarat formil dan materiil dalam pembentukan sebuah Undang-undang. dDri dasar filosofi, konsepsi, asas/prinsip dan substansi berpotensi melanggar konstitusi dan putusan Mahkamah Konstitusi (Sumardjono, 2020)." "Gurita Korupsi, Oligarki dan Tuna Empati di Masa Pandemi","Kedua, tujuan utama adalah liberalisasi ekonomi berbasis investasi dengan watak develomentalistik, yang mendudukkan sumber agraria semata aset ekonomi yang boleh di-komoditifikasikan dalam skema pasar. Hal ini jelas bertabrakan dengan mandat UU Pokok Agraria No.5/1960, yang menegaskan, tanah dan sumber agraria memiliki fungsi sosial yang tidak boleh diperjualbelikan demi menjaga kedaulatan bangsa (Wiradi, 2009).Baca juga: Omnibus Law, Potensi Tambah Masalah Lingkungan dan SosialKetiga, seluruh kemudahan izin dan konsesi yang akan diberikan kepada pengusaha dan kooporasi besar, terutama sektor pertambangan, pertanahan, kehutanan, pertanian, property/infrastruktur berpotensi kuat menggerus prinsip keadilan sosial dan tujuan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, sebagai ruh nilai-nilai nasionalisme-kebangsaan. Sisi lain, ujung akhirnya omnibus law ini jelas berpotensi kuat melanggengkan ‘state chapter corruption’(Kartodihardjo, 2020).Temuan KPK-GNPSDA (2019) menunjukkan, tanpa karpet merah kemudahan izin omibus law saja, kuasa koorporasi besar di sektor sumberdaya alam masih mewariskan aneka ragam masalah korupsi yang ‘berkelanjutan’ hingga sekarang. Untuk menyebut beberapa kasus, misal, selama 15 tahun (1998-2013) Perhutani diperkirakan kehilangan aset hutan Rp998 miliar pertahun.Di sektor pertambangan dan minerba, terdapat kekurangan pajak hingga Rp15,9 miliar pertahun dari tiga pulau, yaitu, Kalimantan, Sumatera, dan Papua. Tahun 2016, KPK juga menemukan potensi pajak tidak terpungut di sektor perkebunan sawit Rp18,13 triliun, dan lain-lain." "Gurita Korupsi, Oligarki dan Tuna Empati di Masa Pandemi","Contoh kasus ini hanyalah sebagian dari puncak gunung es dari kompleksitas gurita oligarki dan mafia korupsi sumberdaya alam. Sebagaimana disebut JA Winters dalam Oligarki (2011), sifat dasar oligarki ditopang oleh dua dimensi penting yakni: memiliki dasar kekuasaan—kekayaan material—yang sangat susah untuk dipecah dan diseimbangkan, dan memiliki jangkauan kekuasaan yang luas dan sistemis, meskipun dirinya berposisi minoritas dalam suatu komunitas.Baca juga: Was-was ‘Sapu Jagat’ Omnibus LawDasar konseptualnya, adalah “pertahanan kekayaan”  (harta dan pendapatan). Maka, oligarki adalah sebuah sistem yang merujuk pada “politik pertahanan kekayaan oleh pelaku yang memiliki kekayaan material (oligark).” Praktik oligarki ini selaras dengan jaring kuasa para “orang-orang terkaya” di negeri ini, yang bukan hanya sebagai pemilik puluhan koorporasi berbasis sumberdaya alam tetapi berkuasa atas aneka media, penentu kemenangan pilkada/pilpres hingga, pengatur politik “dagang sapi” di arena partai politik. (Forbes: 2018-2019, Jatam: 2019, TuK, 2019, KPK-GNPSDA: 2019).Keempat, prioritas kerja pemerintah dan wakil rakyat di tengah wabah ini seharusnya fokus memaksimakan seluruh kekuatan untuk menjamin keselamatan nyawa rakyat (people first). Parkir atau hapus agenda lain di luar itu. Wabah COVID-19 mestinya jadi momentum penting melakukan titik balik arah panduan berbangsa dan bernegara yang baru. Kalau jalan dengan mulai refleksi kebangsaan, maka dasar yang layak diajukan adalah, “mengapa bangsa yang melimpah kekayaan alam ini, tak mampu sejahtera dan berdaulat sejak awal kemerdekaannya?, Siapa sebenarnya yang selama ini menikmati gelimang kekayaan alam bangsa ini?”" "Gurita Korupsi, Oligarki dan Tuna Empati di Masa Pandemi","Jika “power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely”, maka, pemerintah, wakil rakyat, para elite politik tidak boleh membiarkan sistem ekonomi-politik disandera para mafia dan bandit korupsi. Sebab, pembiaran itu, bisa berarti percik di muka sendiri. Atau, serpih pantulan wajah koruptif keseluruhan politik berbangsa dan bernegara di negeri ini. Pandemi Corona, mesti jadi titik refleksi: bagaimana memangkas gurita oligarki korupsi, agar imun daulat negeri, tumbuh kembali. Kalau hal itu tak terjadi, pupuslah mimpi gemah ripah loh jinawani, yang tercipta justru gemah ripah oligarki. *Penulis adalah Peneliti Sosial-Agraria dan Korupsi Sumber Daya Alam di Sajogyo Institute. Asisten Pengajar di Devisi Kajian Agraria dan Kependudukan, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Tulisan ini adalah opini penulis. Keterangan foto utama: Tubang tambang batubara di Kalimantan Timur. Setelah puas menguras batubara dalam perut bumi, lubang dibiarkan menganga. Puluhan orang tewas dalam lubang bekas tambang batubara seperti ini. Foto: Tommy Apriando/ Mongabay Indonesia   [SEP]" "Burung Terancam Punah Penghuni Pulau Rambut","[CLS]   Babak baru Pulau Rambut dimulai ketika Menteri Kehutanan dan Perkebunan melalui Surat Keputusan Nomor: 275/Kpts-II/1999 tanggal 7 Mei 1999, menetapkan statusnya sebagai Suaka Margasatwa. Luasnya, 90 hektar. Fungsi suaka margasatwa sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 adalah melindungi keunikan dan keanekaragaman jenis satwa demi kelangsungan hidupnya melalui pembinaan habitat.Pulau Rambut yang berada di Kepuluan Seribu DKI Jakarta, merupakan kawasan bervegetasi hutan campuran, mangrove, dan hutan pantai. Sekitar 22 jenis burung air [water bird] dan 39 jenis burung darat [terestrial] hidup di sini. Namun, jumlah individu ini akan bertambah ketika musim berbiak tiba plus hadirnya burung migran yang singgah sementara.Baca: Bukan Hanya Manusia yang Butuh Lahan Basah, Burung Juga  Spesies utama yang menjadi ciri khas pulau ini adalah burung air. Populasinya mencapai lebih dari 24.000 individu [kelimpahan 530 ekor/hektar] pada musim berbiak, dan hanya mencapai 4.500 ekor pada musim tak berbiak [Mardiastuti, 1992].Satu dari sekian jenis burung pendatang yang hadir, bangau bluwok [Mycteria cineria] yang paling mudah dipantau. Ukurannya, 95-110 sentimeter. Burung berbulu putih ini memiliki kulit muka tanpa bulu dan memang menyukai perairan.Baca: Burung Air, Kenapa Harus Disensus?  Selain di Pulau Rambut, Milky Stork tersebar di Pulau Sumatera, Sumbawa, Bali, Buton, dan Rawa Apoa dengan perkiraan populasi sekitar 20 ribu individu [MacKinnon et al. 1999; Iqbal et al. 2012; IUCN 2016].Hanya saja, fluktuasi kelimpahannya diperkirakan cenderung turun setiap tahun. Sejak 2016, status bangau bluwok berdasarkan IUCN [International Union for Conservation of Nature] adalah Genting [Endangered/EN] atau terancam punah secara global. Kondisi ini diakibatkan habitat alaminya yang mengalami alih fungsi.Baca: Opini: Lahan Basah untuk Masa Depan Kita  " "Burung Terancam Punah Penghuni Pulau Rambut","Pada pelaksanaan Asian Waterbird Census [AWC] 2020, Ferry Hasundungan, Biodiversity Specialist Burung Indonesia menuturkan, tercatat sekitar 50 individu bangau bluwok berbiak di Pulau Rambut. Sementara, untuk total individunya diperkirakan sebanyak 1.500 individu.Fakta penting yang harus dicermati, lanjut Ferry, adalah untuk di Jawa, Suaka Margasatwa Pulau Rambut merupakan habitat utama bangau bluwok. “Tidak ada tempat lain. Pulau Dua di Banten, sudah tidak lagi menunjukkan tanda-tanda tempat burung ini berkativitas,” ujarnya, Sabtu, 25 Januari 2020.  Secara global, perburuan dan berkurangnya lahan basah akibat dikonversi menjadi peruntukan lain adalah ancaman nyata jenis ini. “Sebelum tahun 2000-an, jumlahnya pernah diperkirakan mencapai 5 ribu individu yang sekarang ditaksir setengahnya saja,” tutur Yus Rusila Noor, Head of Programme Yayasan Lahan Basah Indonesia.  Jenis penetap dan tidakBurung-burung air penghuni Suaka Margasatwa Pulau Rambut dikategorikan menjadi jenis penetap dan tidak. Jenis penetap adalah burung yang memang ada sepanjang tahun. Sedangkan yang tidak, biasanya hanya datang saat musim berkembangbiak, selanjutnya akan meninggalkan Pulau Rambut usai berkembang biak.Catatan Azhar 2002 menunjukkan, bangau bluwok merupakan jenis burung air yang tidak menetap di Pulau Rambut, selain ibis pelatuk besi, dan ibis rokoroko.  Untuk jenis burung air yang menetap adalah pecuk ular, pecuk, kuntul besar, kuntul kecil, kuntul sedang, kuntul karang, kowak malam kelabu, cangak abu, dan cangak merah. Untuk kuntul kerbau, menurut Imanudin dan Mardiastuti [2003], jenis ini awalnya merupakan merupakan burung namun menjadi penetap di Pulau Rambut.  Tentu saja, bangau bluwok dan burung air lainnya sangat bergantung pada lahan basah. Berkurangnya luasan lahan basah akan berdampak pada menurunnya sumber pakan dan habitat bersarang burung.  " "Burung Terancam Punah Penghuni Pulau Rambut","Lahan basah merupakan tempat bertemunya air dengan tanah. Contohnya adalah areal bakau, gambut, rawa-rawa, sungai, danau, delta, dataran banjir, sawah, dan terumbu karang. Lahan basah ada di setiap negara dan setiap zona iklim, dari kutub sampai tropis, dan dari dataran tinggi sampai wilayah kering. Lahan basah penting sebagai sumber dan pemurni air, pelindung pantai, penyimpan karbon, juga pastinya untuk pertanian dan perikanan. Dunia tanpa lahan basah ibarat Bumi tanpa air.  Penetapan Suaka Margasatwa Pulau Rambut, satu dari tujuh Situs Ramsar [Ramsar Site] di Indonesia, merupakan langkah nyata konservasi dan pemanfaatan lahan basah berkelanjutan. Suaka Margasatwa Pulau Rambut dipilih didasarkan banyaknya jenis burung migran yang datang. Kawasan ini pun memiliki peran penting bagi perlindungan lahan basah yang dikenal sebagai Pulau Kerajaan Burung.  Indonesia sendiri menjadi anggota Konvensi Ramsar tahun 1991 melalui Keputusan Presiden No. 48 Tahun 1991 yang merupakan Ratifikasi Konvensi Ramsar Indonesia. Tujuh Ramsar yang kita miliki saat ini adalah Suaka Margasatwa Pulau Rambut [DKI Jakarta], Taman Nasional Sembilang [Sumatera Selatan], Taman Nasional Berbak [Jambi], Taman Nasional Danau Sentarum [Kalimantan Barat], Tamam Nasional Rawa Aopa Watumohai [Sulawesi Tenggara], Taman Nasional Wasur [Papua], dan Taman Nasional Tanjung Puting [Kalimantan Tengah]. *Asep Ayat, Forest Programme Coordinator Burung Indonesia   [SEP]" "Apa Kabar Moratorium Logging Aceh?","[CLS]   Kebijakan moratorium logging atau jeda tebang di Aceh telah 13 tahun diberlakukan. Namun, pembalakan liar dan perambahan untuk perkebunan masih terjadi. Luas hutan Aceh berkurang akibat kegiatan ilegal tersebut.Data Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh [HAkA] menunjukkan, berdasarkan SK/MenLHK No. 103/Men-LHK-II/2015, luas kawasan hutan dan konservasi perairan Provinsi Aceh mencapai 3.557.928 hektar. Namun, hingga Desember 2019, luas tutupan hutan yang terpantau hanya 2.989.212 hektar.“Jika dihitung, Aceh kehilangan tutupan hutan mencapai 568.716 ribu hektar,” terang Manager Geographic Information System [GIS] HAkA, Agung Dwinurcahya, baru-baru ini.Bahkan, pada 2019, Aceh kehilangan tutupan hutan mencapai 15.140 hektar. “Secara umum, 60% hilangnya tutupan hutan terjadi di dalam kawasan dan 40% di areal penggunaan lain [APL],” terangnya.Baca: Aceh Kehilangan Tutupan Hutan, HAkA: Sehari 41 Hektar  Muhammad Nasir, Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye Walhi Aceh mengatakan, pembalakan liar masih terjadi di Aceh dikarenakan hingga saat ini belum ada alternatif pengganti kayu.“Padahal, dalam kebijakan jeda tebang telah diperintahkan agar lembaga/dinas terkait menghitung kebutuhan kayu dan mencari alternatif pengganti kayu,” ujar Nasir.Penyebab lain, sambung Nasir, karena penegakan hukum tidak maksimal, sehingga tidak memberi efek jera pada pelaku. Belum lagi, masalah mata pencaharian masyarakat yang tinggal dekat hutan.“Selama ini, jika dilakukan penegakan hukum, yang ditangkap atau di proses hukum hanya penebang di hutan atau pengangkut. Sementara, pemodal atau panglong yang menampung kayu tidak diproses,” ungkapnya.Nasir menambahkan, dengan adanya sejumlah izin hutan tanaman industri [HTI] di Provinsi Aceh, seharunya bisa mencukupi kebutuhan kayu. “Namun, sejumlah HTI tidak aktif dan lahan mereka terbengkalai. Bahkan, ada yang di dalam lahan mereka terjadi pembalakan,” ujarnya." "Apa Kabar Moratorium Logging Aceh?","Baca: Meski Pandemi, Perusakan Hutan Leuser Tidak Berhenti  Awal kebijakanLaju kerusakan hutan di Aceh yang tinggi pasca-konflik bersenjata berakhir pada 18 Agustus 2005, membuat upaya penyelamatan hutan harus dilakukan.Data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia [Walhi] Aceh 2005, berdasarkan pemantauan melalui citra satelit, menunjukkan kebakaran hutan dan lahan ada 518 titik dan pada 2006 meningkat menjadi 1.163 titik api. Sebagian besar titik api berada di konsesi hak pengusahaan hutan [HPH], hutan tanaman industri [HTI], dan perkebunan besar.Setelah mantan juru propaganda Gerakan Aceh Merdeka [GAM], Irwandi Yusuf bersama Muhammad Nazar terpilih sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh pada 11 Desember 2006 silam, mereka coba merubah keadaan. Kebijakan Aceh Green disusul moratorium logging diberlakukan.Jeda tebang dituangkan dalam Instruksi Gubernur [Ingub] Nomor: 5 tahun 2007. Latar belakang lahirnya kebijakan didasari kondisi objektif pengelolaan hutan Aceh yang tidak terkendali. Jeda tebang adalah menghentikan sementara aktivitas penebangan dan konversi hutan, baik legal maupun ilegal.Tujuannya, menciptakan “Hutan Lestari Rakyat Aceh Sejahtera” melalui tiga program utama: redesign, reforestasi, dan reduksi laju deforestasi.Redesign diartikan menata ulang hutan dan konsesi perizinan berkinerja buruk. Reforestrasi adalah strategi pengelolaan hutan dengan rehabilitasi melibatkan masyarakat. Reduksi laju kerusakan hutan bertujuan menciptakan keseimbangan antara laju penghutanan dan pemanfaatan,“Faktor penyebab banjir dan tanah longsor karena rusaknya hutan akibat perambahan tidak terkendali,” ujar Irwandi Yusuf saat kebijakan jeda tebang diumumkan, Juni 2007." "Apa Kabar Moratorium Logging Aceh?","Kebijakan ini tidak hanya mengikat illegal logging, tapi juga mengatur perusahaan yang memiliki izin untuk tidak menebang hutan, khususnya di hutan alam. Dalam intruksi juga disebutkan, penebangan kayu hanya boleh di kebun masyarakat atau kayu kampung. Dinas Perkebunan ditugaskan mengevaluasi semua kegiatan usaha perkebunan yang memiliki perizinan atau tidak.Irwandi Yusuf mengakui, kebijakan jeda tebang tidak sepenuhnya menghentikan kegiatan ilegal. “Paling tidak, cukong atau pemodal dan perambahan gerah, tidak bisa bergerak leluasa,” tegas Irwandi.Baca: Desakan Revisi Menguat, Akankah Kawasan Ekosistem Leuser Masuk RTRW Aceh?  Pada pilkada 2012, kepemimpinan di Aceh berganti. Zaini Abdullah dan Muzakkir Manaf terpilih sebagai Gubernur dan Wakil. Kebijakan jeda tebang tetap dipertahankan, bahkan ditambahkan dengan moratorium tambang.“Kita prihatin dengan kondisi hutan Aceh, gundul. Bahkan, dalam satu tahun rusaknya mencapai 23 ribu hektar,” kata Zaini, di sela kegiatan penanaman satu miliar pohon di Tahura Pocut  Meurah Intan, Kabupaten Aceh Besar, 6 Desember 2014 silam.Penyebabnya, karena kuatnya gempuran kapitalis yang mencari keuntungan dengan membabat hutan. “Moratorium logging yang dilaksanakan sejak 2007 belum cukup ampuh menahan kerusakan hutan,” katanya.Menurut Zaini, penyumbang kerusakan hutan Aceh paling parah adalah perindustrian kayu dan alih fungsi hutan untuk areal perkebunan. “Kedua bidang tersebut, berandil besar terhadap kerusakan hutan.”Baca juga: Pemerintah Aceh Pastikan Tidak Ada Proyek Infrastruktur di TNGL   Program unggulanBagaimana sekarang? Plt. Gubernur Aceh, Nova Iriansyah menyebutkan, moratorium logging di Aceh merupakan hal penting sebagai 15 unggulan program kerja dirinya bersama Irwandi Yusuf, saat terpilih menjadi pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh, 2017 lalu.“Jeda tebang merupakan bagian program besar Aceh Green,” ungkapnya beberapa waktu lalu." "Apa Kabar Moratorium Logging Aceh?","Nova mengatakan, Pemerintah Aceh sangat berkomitmen mencegah deforestasi dan degradasi hutan. Selain moratorium, Pemerintah Aceh juga membuat program pendukung.“Ada perekrutan tenaga kontrak untuk pengamanan hutan [pamhut] sebanyak 2.000 orang, yang bertugas menjaga kelestarian hutan. Ada juga moratorium izin tambang dan mineral di 2015, dan moratorium perkebunan kelapa sawit pada 2016,” terangnya.Terkait kebijakan kehutanan, ada juga Qanun Aceh Nomor: 7 tahun 2016 tentang Kehutanan, lalu Peraturan Gubernur Aceh Nomor: 20 tahun 2016 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, serta Peraturan Gubernur Aceh Nomor 10 tahun 2017 tentang Penanganan Konflik Terunial dalam Kawasan Hutan.“Sedangkan dalam hal perlindungan satwa, telah ada Keputusan Gubernur Aceh tentang Pembentukan Satuan Tugas Penanggulangan Konflik Manusia dan Satwa. Saat ini, keputusan tersebut dalam proses peningkatan menjadi qanun,” tegasnya.   [SEP]" "Pandemi, Momentum bagi Negara Serius Lindungi Hak Masyarakat Adat","[CLS]     Hutan adalah gudang segala ada bagi masyarakat adat. Mau cari bahan pangan, obat, sampai segala perlengkapkan ritual budaya, semua ada di hutan. Pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) ini, memperlihatkan, masyarakat adat yang memiliki hutan dan terjaga tahan terhadap krisis kesehatan ini. Mereka punya sumber pangan dan obat-obatan. Untuk itu, masa pandemi ini hendaknya jadi pendorong pemerintah serius memberikan kepastian pengakuan dan perlindungan hak kepada masyarakat adat, antara lain lewat pengesahan RUU Masyarakat Adat.Apai Janggut, tokoh adat dari sekaligus kepala rumah panjang Sungai Utik mengatakan, dalam situasi krisis ini, masyarakat masih memiliki hutan yang jadi supermarket. Di sana, ada bahan pangan dan obat-obatan yang sudah ada turun temurun. Mereka tidak merasa kesulitan.“Kami tidak mau hutan kami rusak, tak mau air kami tercemar dan meminum limbah. Karena sungai adalah ibu kami dan hutan adalah bapak kami,” katanya dalam Bahasa asli Dayak Iban dalam diskusi Hari Masyarakat Adat Sedunia (HIMAS) 2020, 9 Agustus.Untuk itulah, mereka terus kuat menjaga dan melindungi wilayah adat dari kerusakan termasuk oleh perusahaan.Baca juga: Cerita Perempuan Adat Hadapi PandemiSetiap 9 Agustus, dunia memperingati Hari Masyarakat Adat Sedunia (HIMAS). Tahun ini, HIMAS berlangsung di tengah pandemi corona. Di masa ini, PBB angkat tema,” Masyarakat Adat dan COVID-19.” Di Indonesia, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) beri tema “COVID-19 dan Resiliensi Masyarakat Adat sebagai cermin dari situasi yang dihadapi oleh masyarakat adat.”Rukka Sombolingi, Sekretaris Jenderal AMAN mengatakan, situasi saat ini jadi sejarah baru, dimana kapitalisme sedang mengalami krisis sangat besar.“Paradigma pembangunan yang mengandalkan ekonomi-politik neoliberalisme yang dipraktikkan rezim kapitalisme global gagal total. Gagal membangun kesejahteraan bagi kita semua,” katanya." "Pandemi, Momentum bagi Negara Serius Lindungi Hak Masyarakat Adat","Ekonomi lokal, katanya, jadi salah satu terobosan dalam memulihkan kembali situasi ekonomi pasca pandemi.“COVID-19 menunjukkan arah, bahwa kita harus mengubah paradigma pembangunan saat ini. Tatanan ekonomi kerakyatan berlandaskan gotong-royong, keadilan dan menjamin keberlanjutan kehidupan adalah modal utama masa depan. Kita harus memperkuat sistim ekonomi di tingkat lokal,“ katanya dalam sambutan HIMAS 2020.  Krisis global ini memperlihatkan, kapitalisme yang selalu jadi ‘anak emas’ pemerintah tak memiliki solidaritas dalam memitigasi krisis. Kala pandemi datang, pemutusan hubungan kerja terjadi di mana-mana dan berbuntut panjang bagi warga.Rukka bilang, propaganda pembangunan yang menyatakan perusahaan menciptakan lapangan kerja dan menjamin kehidupan terbukti hanya isapan jempol.Baca juga: Upaya Perempuan Adat Papua Jaga Hak Wilayah MerekaBelum lagi, krisis iklim terjadi karena eksploitasi kekayaan alam membabi buta. Pemerintah keluarkan izin serampangan hingga memberikan pintu bagi industri ekstraktif seperti perkebunan skala besar menghancurkan alam.Antonio Gusteress, Sekretaris Jenderal Perserikatan Banga-Bangsa mengatakan, COVID-19 berdampak pada 476 juta masyarakat adat di seluruh dunia.”Sepanjang sejarah, masyarakat adat dihancurkan oleh penyakit-penyakit yang dibawa dari luar, sangat penting bagi negara merespon kebutuhan mereka, menghormati kontribusi dan hak-hak mereka,” dalam video yang dilansir dalam laman un.org.Sebelum masa pandemi, masyarakat adat telah mengalami ketidaksetaraan, stigmatisasi dan diskriminasi mengakar, tidak ada akses dalam sanitasi dan air bersih, akses kesehatan mencukupi hingga mereka rentan.Pada situasi ini, juga berdampak, seperti perempuan adat tak bisa menjual hasil kerajian ke pasar, maupun anak-anak tidak mendapatkan akses sama dalam pendidikan daring." "Pandemi, Momentum bagi Negara Serius Lindungi Hak Masyarakat Adat","Dengan mengakui hak-hak masyarakat adat, katanya, berarti negara mampu menghargai inklusivitas dan partisipasi mereka dalam memulihkan pasca pandemi global.   Mampu bertahanRukka mengatakan, masyarakat adat memiliki ketahanan di tengah situasi ini, terutama mereka yang masih menjaga keutuhan wilayah adat dan menjalankan nilai-nilai dan praktik luhur kearifan lokal.“Masyarakat adat beserta wilayah adatnya yang masih bertahan sebagai sentral produksi dan lumbung pangan terbukti mampu menyelamatkan masyarakat adat, sesama kelompok masyarakat adat bahkan menyelamatkan bangsa dan negara dari ancaman krisis pangan.”Masyarakat adat dengan tanah terampas perusahaan maupun pemerintah, katanya, secara langsung jadi buruh atau terpaksa jadi petani sawit. Mereka tidak memiliki daya tahan menghadapi krisis pangan masa pandemi ini.Keberhasilan masyarakat adat itu, katanya, tidak selalu ditentukan faktor luar. Pengakuan masyarakat adat melalui negara, hanyalah dokumen tertulis di atas kertas.“Keberhasilan yang sejati adalah ketika masyarakat adat teguh berjuang mempertahankan wilayah adat mereka.”Dalam situasi ini, masyarakat adat akan makin memiliki daya pulih dan daya lenting tinggi. RUU Masyarakat Adat   Kondisi di Indonesia, pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat adat masih minim. Berbagai masalah pun menimpa masyarakat adat di ruang hidupnya, dari hidup was-was setiap hari karena wilayah adat terancam masuk berbagai investasi sampai bikin makam leluhur pun susah seperti dialami Sunda Wiwitan, baru-baru ini.  Sunda Wiwitan mau bikin makam leluhur saja malah disegel Pemerintah Kuningan, Jawa Barat. Rukka bilang, itulah realitas karena tak ada UU Masyarakat Adat. Yang ada saat ini, UU untuk merampas wilayah masyarakat adat.“Saat masyarakat mempertahankan wilayah adatnya, yang didapatkan adalah intimidasi, kriminalisasi.”" "Pandemi, Momentum bagi Negara Serius Lindungi Hak Masyarakat Adat","Nur Hidayati, Direktur Eksekutif Walhi Nasional mendesak pengesahan RUU Masyarakat Adat. Dengan ada UU, katanya, agar tak ada lagi masyarakat adat dianggap ilegal di tanah mereka sendiri. Juga, segala tata cara hidup dan hukum mereka mendapatkan penghormatan dan perlindungan negara.Kasmita Widodo, Kepala Badan Registrasi Wilayah Adat menyebutkan, hingga kini tidak ada kelembagaan pemerintahan yang serius mengurusi masyarakat adat. Kondisi ini, menyebabkan masyarakat adat seperti ada dan tiada.”Dengan tidak ada sistem administrasi negara menyebabkan masyarakat adat tidak ada dalam sistem perencanaan pembangunan, keberadaan mereka maupun wilayah kelolanya. Sangat rentan dan dikriminalisasi.”Dewi Kartika, Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria mengatakan, kapitalisme agraria sudah menggurita hingga terjadi penggusuran wilayah-wilayah adat, desa-desa, wilayah tangkap, dan pertanian. Kondisi ini, katanya, menyebabkan ketimpangan sosial, konflik agraria dan diskriminasi.“Investasi yang bercorak kapitalistik, masyarakat adat dianggap memiliki ekonomi keterbalakangan.”Seharusnya, kata Dewi, investasi tak melulu soal pemodal skala besar. Di lapangan, sudah terbukti komunitas adat banyak bertahan dengan sumber apa yang mereka miliki.Perlindungan dan penghormatan terhadap masyarakat adat sangat penting dan urgen pemerintah dan DPR wujudkan. Selamat Hari Masyarakat Adat Sedunia!  [SEP]" "Aziil Anwar, Tiga Dekade Merawat Mangrove Majene","[CLS]      Pada 2018, Pemerintah Desa Palipi, Kecamatan Sendana, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat, menerabas seperempat hektar hutan mangrove demi memuluskan program pengembangan potensi desa, dengan mencetak tambak kepiting. Pohon-pohon mangrove yang sekian lama melindungi kampung dari ombak ganas dan tsunami 1969 itu dicabut, roboh dengan alat berat.Ia melepas ribuan gram karbon dioksida ke langit. Lahan yang tumbuh mangrove jenis Sonneratia sp itu sekejap jadi kolam berlumpur.Perusakan ini membuat Sudirman, sang Kepala Desa terjerat hukum. Dia orang yang bertanggungjawab atas kasus itu. Polisi menyangka Sudirman melanggar rentetan pasal di sejumlah Undang-undang yang mengatur perlindungan pesisir, lingkungan hidup, dan kehutanan.Ketika kasus itu bergulir di meja hijau, hakim mengetuk palu, memvonis bebas Sudirman.Kalau mengenang itu, Aziil Anwar kecewa. Untuk kesekian kalinya hukum tak bisa diandalkan. Aziil adalah seorang pegiat lingkungan di Majene.Saat kasus Palipi, dia jadi saksi dan berada di garis depan menentang perusakan itu. Dia ingin, pelaku diberi efek jera.Aziil tidak berlebihan. Orang yang terbukti merusak, tetapi lolos, orang lain bukan mustahil tentu mengikuti jejak dan menempatkan hutan mangrove jadi sasaran empuk pembabatan.“Tidak tahu kenapa bisa lolos,” kesal Aziil.Mungkin, kasus di Palipi bukan yang terakhir. Orang-orang yang berniat merusak mangrove di Sendana, belumlah habis. Jembatan menuju hutan mangrove Baluno. Foto: Agus Mawan/ Mongbay Indonesia Terdepak ke MajenePada suatu sore awal Juni 2020, kami berjumpa di Mangrove Learning Center (MLC), di Binanga, desa pesisir di Sendana, Majene. Separuh usia Aziil habis untuk melestarikan mangrove di MLC.Di MLC, mangrove tumbuh menjulang dengan lebat membentuk hamparan kanopi, di sebuah pulau karang bernama Baluno. Ribuan mangrove nan hijau menghampar, jadi tempat bermain burung dan ‘kasur’ bagi kalelawar." "Aziil Anwar, Tiga Dekade Merawat Mangrove Majene","Ombak pantai begitu tenang, di bawahnya ikan bergerombol. Pemandangan ini sungguh menenangkan hati.Dari Pantai Binanga, jarak ke Baluno tidak lebih 20 meter. Saya berjalan kaki, menyebrangi pantai melalui jembatan kayu warna-warni yang meliuk ke dalam hutan mangrove.Di ujung jembatan, berderet ratusan bibit mangrove. Setiap sudut tumbuh mangrove di paparan karang cadas. Ada yang batang tinggi, ada baru belajar tumbuh. Ketika di tengah pulau, cahaya meredup dan udara menjadi sejuk. Sepi tapi asri.Di MLC ada sarana bagi pengunjung. Ada spot foto, dan pondok nyaman dari panggung kayu. Toilet dan Perpustakaan. Saban tahun, mereka juga menggelar Festival Mangrove. Selain rekreasi, MLC adalah tempat belajar yang menyenangkan seputar konservasi pesisir dan mangrove.Aziil, sang penggagas MLC tinggal di sini. Dia tinggal di tepi jalan poros Majene, yang jarang ditempati. Aziil lebih nyaman menempati rumah panggung itu. Di sinilah, lelaki 62 tahun itu menerima tamu. Di belakang rumah merah itu, juga ada ratusan bibit terbungkus polybag.Ruang kerja Aziil di lantai bawah dengan luas 12 meter. Isinya padat. Ada peranti komputer. Televisi. Kasur kecil. Ada tangga ke lantai dua. Rak-rak kayu tertata banyak benda. Di dinding terpacak pigura. Di sinilah Aziil menyambut saya, pada waktu senggang bermain gim.Aziil banyak berjasa dalam pemulihan mangrove di kawasan ini. MLC berhasil mengembalikan ekosistem pesisir yang kritis. Banyak orang belajar dari Aziil. Aziil itu contoh, bagaimana pulau berkarang mati dan pesisir rusak parah, jadi benteng ekologi, yang dapat menghadang abrasi ke perkampungan. Teh mangrove buatan MLC. Foto: Agus Mawan/ Mongabay Indonesia Cerita ini tak mungkin ada, bila Aziil muda tak melanjutkan sekolah di Makassar pada 1974 dan memilih menetap di tanah kelahirannya yang kaya rempah-rempah, Ternate, Maluku Utara.Di Ternate, Aziil hidup di Soa-sio, wilayah berbukit tempat Keraton Kesultanan Ternate berdiri." "Aziil Anwar, Tiga Dekade Merawat Mangrove Majene","“Mau lanjut dulu di jurusan Pertanian. Cuman di Makassar waktu itu yang ada SMA,” katanya bercerita.Pada 1977, Aziil menamatkan sekolah. Aziil remaja melanglang buana ke Jakarta dan Palembang. Pada 1983, ketika usia 25 tahun, Aziil pulang ke Makassar yang saat itu di bawah kepemimpinan perwira militer. Dia dengar kabar, kalau kehutanan membuka penerimaan pegawai negeri. Aziil lalu mendaftarkan diri dan diterima.Aziil lantas berdinas di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan, sebagai penyuluh kehutanan, ketika hutan di daerah itu tergerus lahan perkebunan. Dua tahun hidup di bumi Massenrenpulu, Aziil mempersunting Samsudirah.Di tahun itu, putra pertamanya lahir. Putra pertama diberi nama Firhan Rimbawan. Selang dua tahun, anak kedua pun lahir: Fuad Hasan.Pada 1989, Dinas Kehutanan menggalakkan program demonstrasi plot (demplot) perkebunan. Kebun-kebun itu akan jadi percontohan. Harusnya, Aziil bersama empat kawannya terlibat di program itu tetapi mereka membangkang.“Demplot kan harusnya petani yang kerja, bukan kita. Cuma atasan suruh kita kerja, uangnya dia ambil,” kenang Aziil. “Aih melawan kita.”Pembangkangan itu membuat Aziil bersama empat kawannya didepak ke Majene. Tahun itu, Majene masih di pangkuan Sulsel, dikenal ‘angker’ bagi pegawai negeri yang kena mutasi. “Yang empat orang itu asli sini ji.”Di Majene, Aziil masih menyandang penyuluh kehutanan. ‘Pengasingan’ itu bikin geliat aktivisme lingkungan Aziil tumbuh—kalau tak ingin menyebutnya menggila. “Cuman masih termasuk PNS melawan toh, tidak pernah pakai seragam apa,” kata Aziil.“Itu bos-bos di Kehutanan kayak dia biarkan saja, karena positif. Membangkang tapi positif.”" "Aziil Anwar, Tiga Dekade Merawat Mangrove Majene","Ketika di Majene, putri pertama lahir. Aziil menyematkan unsur Mandar di namanya, Fiani Mandharina. Lalu, lahir lagi tiga anak perempuan, Fauzia Mandharani, Fitri Mandharini, dan Faiza Mandharaini. Praktis, Aziil dan Samsudirah mengasuh enam anak kala itu. Ketika kami bertemu, para putri Aziil telah meninggal dunia.Di Sendana, Aziil mengisi akhir pekan dengan bermain bola voli. Aziil bersama pemuda setempat bikin klub voli: klub pencinta hijau. Pantai yang berseberangan dengan Pulau Baluno dia sulap jadi tempat berlaga mereka.Tiap bermain, selalu ada yang menarik perhatian Aziil dan buat dia tercengang. “Kenapa bisa tumbuh begitu saja mangrove di sini ini?”Bagaimana kalau menambah mangrove itu? Maka, paruh 1990, Aziil memulai apa yang bagi orang lain itu mustahil: menumbuhkan mangrove di atas paparan karang. Inilah cikal bakal MLC. “Kita coba-coba tanam.”Gaji PNS yang sedikit Aziil jadikan modal. Duit itu buat biaya pencarian bibit di Mamuju, sambil memungut bibit gratis, yang terdampar arus ke Sendana.Bibit-bibit itu pun terkumpul.Celaka, dari ratusan bibit, yang tumbuh hanya seperempat. Aziil lekas sadar, mangrove bak seorang bayi. Perlu dielus, dimanja, dan dirawat. Selain merangsang bibit dengan tanah, Aziil harus tekun membersihkan gerogotan tiram dari bibit itu berkala, sampai usia bibit dua tahun.“Yah… Ternyata berhasil!”Keberhasilan Aziil bersama kawannya mengharuskan sebuah wadah. Pada 1993, mereka membentuk Yayasan Pemuda Mitra Masyarakat Desa (YPMMD), dan resmi berdiri dua tahun berikutnya. Bagi Aziil membentuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), agar aksi mereka kelak terarah dan berkesinambungan. Kala itu, Aziil berusia 32 tahun.“Itulah yayasan kita Yayasan Pemuda Mitra Masyarakat Desa. Karena dulu masih muda.” Dia terbahak.Aksi Aziil tak mulus. Bayangkan, hutan mangrove yang dulu tempat warga leluasa menternak kambing, tiba-tiba diproteksi. Bukankah itu memantik masalah?" "Aziil Anwar, Tiga Dekade Merawat Mangrove Majene","“Ada satu kepala lingkungan yang melawan, artinya, menebang-menebang saja. Untuk jadi pakan kambing. Kita kasih tahu, dipangkas saja. Tidak mau dengar, terpaksa kita lapor polisi. Wajib lapor mi dia.” “Tapi sekarang, dia jadi pendukung utama. Dia tahu betul mi manfaatnya.” Sampah di laut di sekitar mangrove yang dibersihkan MLC. Foto: Agus mawan/ Mongabay Indinesia Berbagai program lalu dikembangkan Aziil. Mereka melibatkan masyarakat sekitar. Di mana-mana, Aziil berceramah soal mangrove, sambil mengajak pemuda peduli lingkungan.Berat memang, tetapi Aziil sejenak bisa lega dan senang karena membuahkan hasil. Banyak orang sekitar ikut tergerak. Berkat itulah, dia bisa dinobatkan di berbagai penghargaan.Pada 1993, Aziil meraih penghargaan sebagai Pemuda Pelopor Nasional di Bidang Lingkungan. Pada Aziil Presiden Soeharto memberikan piagam itu. Sepuluh tahun berselang, penghargaan kembali disabet Aziil. Kali ini spesial; Kalpataru. Dia sebagai pengabdi lingkungan yang berseragam korpri.Di balik itu, ada dukungan Samsudirah. Sang istri tentu bangga punya suami seorang Aziil. Namun, di tubuh Samsudirah kanker bersemayam. Pada 2005, Samsudirah, meninggal dunia. Aziil terus melanjutkan apa yang dia mulai 15 tahun lalu.Dua tahun menduda, Aziil lalu menikahi Nurlela, perempuan Mandar. Darinya, dua putra lahir. Anak pertamanya, Faizan Rimba Perkasa lahir pada 2010, dan dua tahun berselang Flavien Cakra Belantara, lahir.Pada 2013, Aziil kembali menoreh penghargaan dari United Nation Environment Programme. Tetapi, musibah kerap mengintai siapapun. Di tahun sama, rumah Aziil dilalap api. Semua berkas jadi abu, hanya lembar ijazah yang selamat. Semangat Aziil tidak ikut terlalap api." "Aziil Anwar, Tiga Dekade Merawat Mangrove Majene","Bersama anak-anaknya, MLC kian mantap. MLC kini tak ubahnya sekolah. Gurunya, adalah Firhan, Fuad, dan Fiani. Siswa dari berbagai sekolah di Majene, saban pekan datang belajar sambil berkemah. Ibu-ibu sekitar MLC juga diajak. Menanam dan merawat. Berkat ini, pada 2015, Yayasan Keragaman Hayati Indonesia (Kehati) memberi penghargaan buat Aziil sebagai kategori Prakarsa Lestari Kehati dalam KEHATI Award VIII. Dua tahun berselang, Aziil pensiun sebagai PNS. Ekowisata dan produk mangroveSekarang, sambil fokus edukasi, MLC juga mengembangkan ekowisata dan pemberdayaan masyarakat. Dari mangrove, jadi produk olahan macam teh, kopi, dan bakso.Selama tiga dekade mangrove yang ditanam sudah seluas 60-an hektar. Lima tahun terakhir, burung-burung singgah ke Baluno. Ada si migran pelikan. Burung-burung kecil. Banyak macam. Itulah, dengan ekosistem ini, pesisir Baluno bakal ditetapkan sebagai Kawasan Ekosistem Esensial (KEE).KEE adalah, kawasan yang dilindungi dan dikelola dengan prinsip konservasi ala hutan konservasi. Penetapannya, berguna untuk melindungi ekosistem esensial dalam kawasan. “Tapi progresnya seperti apa, tidak ditahu. Mungkin fokus ke corona ini dulu,” kata Aziil.Amran Saru, dalam buku ‘Mengungkap Potensi Emas Hijau’ (2013) mengutip hasil penelitian di Florida, bahwa 90% kotoran dari hutan mangrove menghasilkan 35-60% unsur hara. Hutan mangrove selain pengendali iklim mikro, juga habitat bagi satwa, macam burung, primata, dan reptil.Tak hanya itu, tiap individu mangrove menyerap ratusan gram karbon dioksida, salah satu gas penyebab efek rumah kaca. Maka itu, mangrove juga penting dalam pencegahan perubahan iklim, yang satu dekade belakangan menghentak dunia." "Aziil Anwar, Tiga Dekade Merawat Mangrove Majene","Mangrove juga punya peran pencegahan bencana. Ia bisa melindungi suatu kawasan dari abrasi, intrusi air laut, dan pengaruh oseanografi. Kestabilan garis pantai juga terjaga dan menumbuhkan daratan baru bila mangrove tumbuh di pesisir. Di Binanga, orang-orang sudah merasakannya.“Secara lingkungan hasilnya mantap sekali!” kata Aziil. “Dulu, di sini kalau musim ombak habis lagi kelapa satu jejer. Permukiman makin berkurang. Ombak lari sampai ke jalanan. Sekarang, Alhamdulillah aman.”Mangrove di Baluno akan terus bertambah, pembibitan tidak berhenti. Orang di pulau sebelah bisa terlibat melalui skema pengasuhan bibit. Bibit itu dibeli lalu ditanam pengasuh atau anak-anak Binanga. “Jadi orang itu seperti punya ikatan dengan mangrovenya,” kata Firhan, kini duduk sebagai Direktur YPMMD.Firhan senang bisa meneruskan perjuangan Aziil. Sebagai anak, dia bangga punya ayah seperti Aziil. Itulah kenapa Aziil menyematkan ‘rimbawan’ di nama Firhan. “Itu doa saja. Supaya dia lanjutkan kegiatan di sini. Karena kalau diharapkan orang lain, kegiatan di sini tidak ada gaji. Susah cari orang yang mau memelihara ini secara tulus,” kata Aziil.Jelang petang, kami duduk di tepi pantai. Anak dan cucunya memungut serakan sampah yang dibawa badai sehari sebelumnya. Mereka kemudian angkut pakai gerobak.Makin langit gelap, makin dingin dan deras pula angin menerpa. Rencananya, kami ingin menyaksikan kalelawar dan burung yang terbang meninggalkan Baluno.  Keterangan foto utama: Aziil Anwar, di hutan mangrovenya. Foto: Agus Mawan/ Mongabay IndonesiaJelang petang di tempat pembibitan MLC. Foto: Agus Mawan/ Mongabay Indonesia [SEP]" "Ketika Kaum Perempuan Tergerak Menjaga Sungai Musi","[CLS]   Pada berbagai kelompok masyarakat di sepanjang Sungai Musi, perempuan hampir sepanjang hari berinteraksi dengan sungai. Mulai dari mandi, mencuci, memasak, serta aktivitas lain seperti menangkul ikan. Jika sungai rusak, seperti tercemar, maka perempuan juga ikut dirugikan.“Misalnya Sungai Ogan ini, airnya mulai kotor oleh berbagai limbah. Sebagian warga tidak berani lagi mandi karena kulitnya gatal-gatal. Mereka terpaksa berlangganan air PDAM, sehingga biaya pengeluaran bertambah,” kata Maryama, Ketua RT.25, Kecamatan 15 Ulu, Palembang, Sumatera Selatan, Selasa [13/10/2020].“Saat ini pun kami mulai sulit menangkul, karena ikan seperti jenis seluang susah payah didapatkan,” lanjutnya.Jadi, ketika koreografer Sonia Anisah Utami mengajak kami dan warga lain di Kampung 15 Ulu untuk terlibat penggarapan tari Rahim Sungai Musi, kami sangat senang. Di sela latihan tari, kami berdiskusi pentingnya melindungi sungai dari pencemaran limbah, terutama sampah rumah tangga. Dari diskusi ini kami tergerak membentuk kelompok perempuan peduli Sungai Musi.“Kami bukan hanya peduli lingkungan. Kami juga peduli tradisi yang selama ini menjaga kebersamaan kami di sepanjang Sungai Musi, khususnya masyarakat di sepanjang Sungai Ogan,” kata Maryama, yang terlibat dalam tari tersebut.Baca: Merajut dan Melestarikan Kebhinekaan Sungai Musi  Agenda kerja yang akan dilakukan adalah, setiap pekan melakukan pembersihan tepian sungai. “Banyak sampah plastik, sisa tanaman, dan lainnya di sungai. Sampah-sampah tersebut memang sebagian dibuang oleh warga. Sebab sampai saat ini kami tidak memiliki tempat pembuangan sampah,” lanjutnya.Rencana pembuatan bank sampah juga ada. “Kami sudah memiliki lokasinya sekaligus nantinya akan dipisahkan sampah organik dan nonorganik yang bisa dimanfaatkan.”Baca: Perahu Bidar dan Tradisi Masyarakat di Sepanjang Sungai Musi  " "Ketika Kaum Perempuan Tergerak Menjaga Sungai Musi","Dr. Husni Tamrin, budayawan Palembang, menjelaskan bahwa perempuan selama berabad merupakan sosok terdepan yang menjaga Sungai Musi dan sungai-sungai lainnya di Sumatera Selatan. Ini dikarenakan, mereka paling banyak mengakses air sungai. Dulu, menjadi hal biasa perempuan-perempuan membersihkan sampah di sungai, baik sisa tanaman atau lainnya.Mereka akan marah jika ada orang yang mengotori sungai. Logikanya sederhana, sebab mereka yang paling berkepentingan dengan air sungai, baik untuk mencuci, mandi, dan memasak.“Sangat wajar, jika kaum perempuan antusias diajak membicarakan tentang sungai yang tercemar.”Baca juga: Rumahku Tidak Mampu Meninggalkan Sungai Musi  Dr. Damayanti Buchori, Guru Besar IPB yang dikenal sebagai pakar lanskap berkelanjutan, menuturkan tari Rahim Sungai Musi yang diikuti 43 penari perempuan, merupakan gambaran jeritan hati kaum perempuan. “Sungai sebagai sumber kehidupan harus dijaga bersama,” jelasnya.Saat ini, Sungai Musi maupun sungai-sungai lain telah banyak tercermar sampah rumah tangga, plastik, maupun limbah industri Belum lagi kerusakan di hulu yang akibat penebangan hutan dan sebagainya.“Sungai itu sepanjang jalur dari hulu sampai hilir, melewati berbagai macam lika-liku kehidupan dengan sejarahnya. Kepedulian kita bersama harus ditunjukkan untuk menjaga Sungai Musi dari segala kerusakan.”Foto: Mandi di Sungai Musi, Sehatkah?  Sungai Musi terancamSonia Anisah Utami, koreografer tari Rahim Sungai Musi, berharap kelompok perempuan peduli Sungai Musi yang telah dibentuk dapat menjadi inspirasi perempuan lain di Palembang yang menetap di sekitar Sungai Musi dan sejumlah anaknya, termasuk Sungai Ogan dan Sungai Komering [dua anak Sungai Musi yang bermuara di Palembang].“Para perempuan yang berasal dari berbagai wilayah dalam karya ini, diharapkan juga juga melakukan hal yang sama di kampung atau dusunnya,” katanya." "Ketika Kaum Perempuan Tergerak Menjaga Sungai Musi","Kegelisahan kaum perempuan terhadap Sungai Musi dapat menjadi pertimbangan para pelaku usaha dan pemerintah untuk melestarikan sungai di Sumatera Selatan. “Kenapa? Sebab setiap generasi dilahirkan dari perempuan. Jika perempuannya tidak sehat karena mengakses air yang tercemar, bayi yang dilahirkan dan dibesarkan pun kualitasnya tidak baik, seperti stunting,” katanya.“Jika kondisi ini tidak segera teratasi, maka Sungai Musi di masa mendatang mungkin tinggal cerita. Semua itu berakhir ketika Sungai Musi menjadi rumah berbagai limbah industri, perkotaan dan rumah tangga,” lanjutnya.  Pertunjukan tari Rahim Sungai Musi di Kampung 15 Ulu, Sungai Ogan, Palembang, Selasa [13/10/2020], juga menyimbolkan sembilan etnis dan suku yang menetap di sepanjang Sungai Musi bersama delapan anaknya. Yakni Melayu, Pasemah, Tionghoa, Sunda, Jawa, Bugis, Minangkabau, Arab, dan India.Perempuan dari berbagai kelompok masyarakat di Sungai Musi, bukan hanya sebagai rahim keturunan, hasil pembauran etnis dan suku, juga sebagai rahim berbagai tradisi.“Banyak produk budaya dilahirkan hasil pengolahan sejumlah tradisi, misalnya kuliner, bumbu atau bahan bakunya berasal dari berbagai suku bangsa. Contohnya pempek dan pindang ikan. Dua produk makanan ini dapat dikonsumsi etnis atau suku apapun,” kata Sonia.  Tari ini juga menampilkan komposisi teratai dengan delapan kelopak. Delapan perempuan di tengah bunga berwarna kuning sebagai mahkota, dan 16 perempuan naik perahu membentuk kelopak berwarna putih.“Teratai dengan delapan kelopak ini menyimbolkan Batanghari Sembilan. Delapan kelopak sebagai anak sungai, sementara mahkotanya adalah Sungai Musi. Teratai adalah kedamaian hidup di sungai bersejarah bagi masyarakat Sumatera Selatan ini,” ungkapnya.   [SEP]" "Kala Organisasi Masyarakat Sipil Ramai-ramai Gugat UU Cipta Kerja","[CLS]     Kamis siang pekan lalu, 10 November, berbagai organisasi masyarakat sipil tergabung dalam Koalisi Komite Pembela Hak Konstitusional (Kepal) mengajukan gugatan uji formil terhadap Undang-undang Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta. Berbeda dengan uji materil biasa, yang meminta batalkan pasal tertentu dalam sebuah UU, gugatan uji formil ini untuk membatalkan keseluruhan omnibus law ini.Beberapa organisasi yang tergabung dalam Kepal antara lain Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Serikat Petani Indonesia (SPI), Serikat Nelayan Indonesia (SNI), Yayasan Bina Desa, Sawit Watch, Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), dan Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan(KRKP). Juga, Indonesia for Global Justice (IGJ), Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI), Field Indonesia, Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air (KRuHA), Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Aliansi Organis Indonesia (AOI), Jaringan Masyarakat Tani Indonesia (Jamtani) dan Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB). Baca juga: Omnibus Law ‘Jalan Mulus’ Legalkan Pelanggaran Investasi Sawit dalam Kawasan HutanSebelumnya Serikat Buruh Singaperbangsa juga mengajukan uji materil ke MK terkait dengan pasal mengenai buruh, bahkan persidangannya sudah berjalan.Pada 24 November 2020, Migrant Care juga mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi karena dengan ada omnibus law ini bakal makin menyusahkan buruh migran.Koalisi organisasi masyarakat sipil ajukan uji formil karena UU yang disahkan DPR 5 Oktober dan ditandatangani presiden 2 November ini mengubah banyak materi pasal dari sejumlah UU lintas sektoral dan mengganti dengan berbagai hal mengkhawatirkan. Lewat omnibus law antara lain, bahas aturan di sektor ketenagakerjaan, pertanahan, perkebunan, pertanian, kehutanan, lingkungan hidup nelayan, pendidikan dan UMKM dan lain-lain." "Kala Organisasi Masyarakat Sipil Ramai-ramai Gugat UU Cipta Kerja","Baca juga: Banjir Kritik Pengesahan UU Cipta Kerja, Pemerintah Kejar Target Bikin Aturan TurunanLodji Nurhadi, Kepala Bidang Advokasi Yayasan Bina Desa dihubungi Mongabay mengatakan, sebelum memutuskan uji formil, Kepal terlebih dahulu menganalisis substansi pasal per pasal dalam UU Cipta Kerja. Pilihan uji formil karena dalam aturan ada, terdapat batas waktu maksimal 45 hari setelah UU resmi menjadi lembaran negara.“Karena ada keterbatasan waktu. Secara substansi UU ini memang secara formil bermasalah. Itu sudah dikaji cukup mendalam oleh teman-teman. Hingga kemudian posisi kecacatan formil ini juga jadi alasan paling mendasar kemudian banyak sekali substansi-substansi materiil yang kemudian dianggap melawan hak rakyat,” katanya seraya bilang, petani, nelayan dan masyarakat umum dirugikan dengan ada UU Cipta Kerja.Secara formil pengesahan UU Cipta Kerja tak melalui proses terbuka dan mempertimbangkan banyak aspek yang seharusnya terserap para pemangku kebijakan. Mereka anggap cacat formil, maka materi substansi dalam UU Cipta Kerja itu pun dianggap cacat. UU ini, dianggap melenceng dari kepentingan masyarakat, terutama yang tinggal di pedesaan.  Lodji menyadari, belum ada sejarah MK meloloskan gugatan uji formil. Meskipun begitu dia tetap optimis gugatan bisa dikabulkan sepanjang hakim MK bersikap independen.“Kami tidak pesimis. Karena kami punya alasan-alasan sangat mendasar kenapa uji formil ini sangat penting. Memang banyak sekali pelanggaran-pelanggaran dilakukan.”Menurut Lodji, Undang-undang Cipta Kerja seharusnya tak layak diundangkan. Kecacatan formil ini, berimplikasi pada muatan pasal per pasal yang dianggap tak dengan konstitusi.Baca juga: Horor RUU Cipta Kerja: dari Izin Lingkungan Hilang sampai Lemahkan Sanksi HukumMenurut Lodji, persidangan uji formil di MK perlu waktu sekitar tujuh atau delapan kali persidangan tetapi semua tergantung agenda MK." "Kala Organisasi Masyarakat Sipil Ramai-ramai Gugat UU Cipta Kerja","Dia sebutkan, beberapa cacat formil dalam UU Cipta Kerja antara lain, soal naskah akademik. Lodji bilang, draf RUU justru sudah ada lebih dulu dari naskah akademiknya. Padahal, dalam hierarki pembentukan peraturan perundang-undangan, harusnya diawali pembentukan naskah akademik terlebih dahulu.“Sebuah rancangan UU harus disertai naskah akademik. Itu kan syarat harus dilakukan. Kalau tidak, berarti cacat formil.”  Naskah akademik, katanya, sangat penting dalam menyusun sebuah peraturan perundang-undangan. Dia berupa kajian ilmiah, riset dan upaya menyerap aspirasi terkait peraturan perundang-undangan.Hal lain, saat pengesahan UU Cipta Kerja di sidang kedua, justru naskah belum selesai. Kondisi ini terlihat dari tidak ada draf naskah RUU yang dipegang anggota DPR yang mengesahkan.“Waktu itu di sidang kedua. Pembahasan sebelum paripurna DPR, itu seharusnya sebelumnya sudah disetujui dulu. Tim perumus harusnya sudah meneliti semua naskah itu mana yang ditetapkan dan mana yang belum. Kemudian ada tim sinkronisasi yang menyingkronkan batang tubuh draf RUU Cipta Kerja dari atas sampai bawahn termasuk soal kesalahan ketik.”Sisi lain lembaran juga berubah-ubah. Ada banyak versi terkait draf setelah sah dalam sidang paripurna DPR.Saat bersamaan dengan gugatan uji formil dan materil ke MK oleh berbagai pihak, pemerintah sedang mempersiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang akan menjadi aturan turunan dari UU Cipta Kerja. Beberapa Kementerian.Lodji bilang, hal itu sah-sah saja. “Jika pemerintah menganggap UU ini sah, boleh-boleh saja. Sudut pandang kami, ini UU bermasalah. Kami gugat formil karena ini sudah inkonstitusional,” katanya.Namun, katanya, dia menyarankan pemerintah menunda pembahasan RPP UU Cipta Kerja sembari menunggu putusan uji formil dan materil di MK.  " "Kala Organisasi Masyarakat Sipil Ramai-ramai Gugat UU Cipta Kerja","Lodji mengatakan, pemberlakuan UU Cipta Kerja akan berdampak langsung kepada masyarakat yang tinggal di pedesaan. Petani dan nelayan, katanya, mayoritas berada di pedesaan.Para petani,katanya, sebagian besar dengan luasan lahan sangat sempit, 0,3-0,5 hektar bahkan banyak tak bertanah. Secara ekonomi, katanya, tak produktif dan seringkali tak memberikan keuntungan. Petani pun berpikir melompat ke sektor lain di perkotaan seperti jadi buruh dan lain-lain. “Atau menjual tanah yang sedikit itu untuk hal lain biar anaknya nggak jadi petani,” katanya.Bina Desa juga soroti ketentuan BUMDes. Sebelumnya, BumDes adalah sebuah badan ekonomi yang dimiliki desa yang sebagian besar atau seluruh modal dikuasai desa, sebesar-besarnya buat masyarakat desa. Ketentuan itu diubah soal penguasaan modal dihilangkan.“Artinya, siapa saja bisa memiliki modal di BUMdes bahkan sampai 100%. Tafsirnya kan jadi begitu jadinya.”Ada juga ketentuan mengatakan, BUMdes bisa membuat institusi atau lembaga-lembaga ekonomi, bisnis unit usaha berbadan hukum untuk mengembangkan usaha. Jadi secara permodalan, mengikuti di pasal sebelumnya di ketentuan umum berarti para investor atau pemilik modal bisa masuk ke desa.Mereka bisa investasi 50% lebih. “Nah itu kita membayangkan, kalau desa-desa itu kan ada di pelosok-pelosok yang kaya sumber daya alam, seperti nikel dan sebagainya. Sudah bisa dibayangkan, penetrasi modal melalu BUMdes ini bisa sangat membahayakan amsyarakat desa dan menempatkan masyarakat desa hanya sebagai ruang yang bisa dimanfaatkan.”Agus Ruli Ardiansyah, Sekretaris Umum SPI mengatakan, gugatan uji formil UU Cipta Kerja karena ada diskriminasi terhadap nelayan dan petani. Semula tujuan UU ini mempermudah perizinan dan investasi yang berkaitan penciptaan lapangan kerja. Dalam substansi muatan banyak menyangkut petani dan nelayan. Sedang dalam pembahasan petani dan nelayan tidak dilibatkan." "Kala Organisasi Masyarakat Sipil Ramai-ramai Gugat UU Cipta Kerja","“Ada diskriminasi. Jadi unsur prinsip partisipasi, keterbukaan, itu kan tidak semua pihak dilibatkan. Kemudian kita melihat ini sangat tergesa-gesa.”Dia bilang, ada desakan WTO mengubah beberapa UU yang berkaitan dengan petani dan pangan. Dia sebutkan, UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, UU Hortikultura, UU Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. “Pemerintah mengubahnya melalui UU Cipta Kerja,” katanya.Dia meminta hakim MK untuk menegakkan independensi dan mempertahankan keputusan-keputusan yang terlebih MK keluarkan atas uji materi masyarakat sipil, seperti UU Hortikultura dan UU Perkebunan.Putusan MK terkait UU Hortikultura menyebutkan, investasi sektor hortikultura hanya boleh 30%. Di UU Perkebunan, luasan lahan untuk kewajiban perkebunan itu minimal 20%, berubah menjadi sekitar 20%. “Itu kan sebenarnya sudah diputuskan di Mahkamah Konstitusi. Ini dilanggar, diubah kembali oleh UU Cipta Kerja. Jadi, ada putusan-putusan judicial review yang kita ajukan sebelumnya ke MK itu justru dibatalkan kembali oleh UU Cipta Kerja ini.” Dia meminta pun, MK membatalkan keseluruhan dari UU Cipta Kerja.Siti Rizkah Sagala, dari KRKP menyoroti, beberapa hal terkait pangan dan petani yang tercantum dalam UU Cipta Kerja. Salah satu soal kebijakan impor pangan justru dilonggarkan dengan UU Cipta Kerja. Hal itu, katanya, sangat merugikan petani.“Dalam UU Cipta Kerja, impor jadi sejajar dengan produksi dalam negeri. Sebelumnya kan untuk impor harus melihat ketersediaan dalam negeri dulu. Ada syarat-syaratnya. Sekarang ketentuan itu dihapuskan,” kata Rizka.  Hal lain dia soroti, soal penghapusan ketentuan batas maksimum penyertaan modal asing di UU Hortikultura. Sebelumnya, modal asing di komoditas hortikulturan maksimal 30% dalam UU Cipta Kerja, juga dihapus." "Kala Organisasi Masyarakat Sipil Ramai-ramai Gugat UU Cipta Kerja","Dalam UU Cipta Kerja juga memasukan proyek strategis nasional sebagai hal yang bisa alih fungsi lahan pertanian berkelanjutan. Kondisi ini, katanya, jadi ancaman bagi petani. Alih fungsi lahan pertanian, katanya, bakal makin masif.“Padahal, harusnya lahan pertanian pangan itu dilindungi. Pemerintah juga tidak lagi melakukan ekstensifikasi, tapi intensifikasi.”Jadi, UU Cipta Kerja sesungguhnya tak benar-benar bermaksud menciptakan lapangan kerja bagi petani dan nelayan kecil. Melainkan merombak UU terkait petani dan nelayan tanpa partisipasi mereka. Kemudian, bisa berdampak buruk bagi perlindungan hak-hak petani dan nelayan kecil, cita-cita reforma agraria terbengkalai, kedaulatan pangan tersandera, dan sistem perkebunan berkelanjutan melemah.Awalnya, Kepal mendesak presiden menerbitkan peraturan pengganti UU (Perppu). Melihat dinamika saat ini, pilihan keluar perppu masih sangat bergantung keputusan presiden.“Pilihan ini sekaligus mengantisipasi tidak dikeluarkan perppu oleh presiden. Urgensi pengujian formil tidak sekadar untuk menjegal UU Cipta Kerja, juga untuk mengawal independensi MK sebagai pengawal konstitusi.”  Keterangan foto utama: Kini warga Laman Kinipan di Kalimantan Tengah,  wilayah adat termasuk hutan mereka sudah terancam investasi. Bagaimana kalau UU Cipta Kerja, berlaku? Foto: Save Our Borneo/ Mongabay Indonesia [SEP]" "Kampung Naga, Oase Tradisi di Tengah Derap Kehidupan Modern","[CLS]  Irja (23), guide lokal itu, buru-buru memakai ikat kepala. Dia diminta Ucu Suherlan, sesepuh dan wakil adat Kampung Naga,  untuk menenami tamu yang datang dari Kota Bogor.“Punten (maaf) nanti masuk kampung, mohon jaga perilaku demi menghormati adat masyarakat,” katanya sopan dengan cengkok khas Sunda yang halus mengayun.Untuk sampai ke lokasi perkampungan, pengunjung mesti menuruni 400 anak tangga dari batu yang dilapisi semen selebar 2 meter. Lokasinya diapit perbukitan dataran tinggi dengan kemiringan 45 derajat yang membujur dari timur ke barat.  Perbukitan itu terletak di kawasan hulu Sungai Ciwulan.Dari muara tangga, tampak jalan setapak membentang di antara perbukitan nan hijau. Sungai Ciwulan, -yang dijaga sebagai urat nadi kehidupan, mengalir dari sisi kampung sebelah utara ke timur.Dilihat dari ketinggian, rumah-rumah kampung terlihat berbaris rapi. Semua sejajar dalam posisi timur-barat. Ada terdapat 103 rumah penduduk, jumlahnya tetap. Tidak boleh bertambah atau pun dikurangi.Semakin menuju pemukiman, kesan damai kian kentara. Gemericik air sungai dan rindangnya pepohonan begitu terasa.  Kampung Naga, secara administrasi terletak Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Ia adalah kampung tradisional yang masyarakatnya hingga kini tetap konsisten dengan pola hidup Sunda Buhun (tradisional).Bagi orang Naga, hidup selaras dengan alam adalah sebuah keniscayaan. Termasuk menjaga amanat kesetiaan pada adat tradisi leluhur atau karuhun.“Itu hutan keramat yang kami jaga turun temurun sesuai titah kolot baheula (nenek moyang),” ujar Irja menunjuk hutan yang tidak boleh sembarang orang masuk. Ia terletak bersisian dengan aliran sungai.Luasnya hanya sekitar 1,5 hektar dan disebut Leweung Biuk. Warga Naga percaya bahwa hidup mereka tak akan selamat jika hutan itu tidak dirawat." "Kampung Naga, Oase Tradisi di Tengah Derap Kehidupan Modern","Di pinggiran kampung yang dilingkupi kolam ikan terdapat sebuah masjid, satu balai kampung, dan satu bangunan utama yang disebut Bumi Ageung. Ketiga bangunan itu menjadi pusat formasi rumah-rumah di sana.Kata Irja, tempat itu biasanya akan ramai pada saat ritual yang digelar pada bulan-bulan sakral. Ketika itu, warga Naga wajib memakai pakaian adat dan mandi di sungai.  “Mohon izin, Bumi Ageung tidak boleh diambil foto,” tutur Irja. Dia mengingatkan kembali wisatawan untuk tidak mengabadikan momen melalui kamera.Alasannya, bangunan berukuran sekitar 3×6 meter, beratap ijuk, dan berdinding anyaman bambu itu merupakan bangunan sakral. Penggunaan pagar bambu ini rupanya sebagai penanda. Setiap bangunan keramat akan dipagari bambu, katanya.Konon, Bumi Ageung adalah tempat penyimpanan senjata pusaka Kampung Naga–berupa tombak dan keris. Setiap hari bangunan ini pun ditunggui seorang wanita yang sudah tak haid lagi.Di tepi kolam-kolam ikan terdapat saung lisung, atau tempat menumbuk padi warga setempat. Suasananya ramai oleh celoteh ibu-ibu.Siang itu, tampak Sukayah (58), warga Naga yang baru menyudahi menumbuk padi beras sebanyak 12 kilogram untuk kebutuhan pangan keluarganya selama seminggu.“Kalau untuk kebutuhan beras sehari-hari mah alhamdulillah, gak perlu beli, setiap panen sudah diperhitungkan untuk kebutuhan setahun,” ucap Sukayah ramah. Orang Naga memang sudah lama mandiri dengan pangan mereka.  Tak Tergiur Kehidupan ModernBeragam warisan kearifan lokal terbukti ampuh menjaga kehidupan manusia yang tinggal di sekitar sungai. Buktinya, Sungai Ciwulan alirannya terus bersih, tak ada cemaran polutan, apalagi hingga penuh sampah plastik.Padahal, hanya sekitar 500 meter dari tempat tinggal mereka pengaruh peradaban modern terasa. Jalan raya penghubung Tasikmalaya dengan Garut ramai setiap harinya dilewati kendaraan bermotor." "Kampung Naga, Oase Tradisi di Tengah Derap Kehidupan Modern","Kedekatan dengan peradaban modern, bisa saja membuat orang Naga setidaknya berpikir untuk hijrah ke kota. Apalagi gaya hidup masyarakat di luar Kampung Naga penuh menawarkan kemewahan. Rumah tembok, listrik, kemajuan teknologi dan kegairahan mengejar materi.Apakah orang Naga tertarik untuk mencari riuhnya kehidupan modern?Punduh atau Penjaga Naga, Ma’un (83) mengaku tak tertarik dengan kehidupan luar. Sesekali ia hanya tersenyum ketika ditanya apa pendapatnya tentang kehidupan tradisional itu.Ia menghela nafas dan menjawab, “Kesederhanaan membawa kesenangan dalam hidup, kenapa harus berlebihan?” Jawabnya seolah balik bertanya.Pandangan itu terpatri dalam falsafah hidup Adat Naga, yang tertera dalam tutur sebagai berikut: Teu saba, teu soba. Teu banda, teu boga. Teu weduk, teu bedas. Teu gagah, teu pinter.Intisari artinya adalah: Jika mau hidup bahagia warga Naga harus menjauhi kehidupan harta, tidak merasa lebih tinggi dari yang lain, dan hidup secukupnya secara bersahaja.Gaya hidup yang tak saling-bersaing memang langsung terlihat secara fisik.  Rumah di situ tampilan purna purwanya nyaris sama. Jenis rumahnya panggung. Dibangun mengikuti kontur tanah. Rumah-rumah itu tegak disangga kerangka utama dari tiang-tiang kayu.Bentuk atap rumahnya segi tiga, dengan bentuk khas yang disebut atap cagak gunting. Ternyata ia punya makna filosofi tentang bersatunya bumi, langit dan semua penghuninya, yang merupakan kesatuan jagat raya.Di bagian bawah tiang kayu rumah disangga batu yang berfungsi sebagai pondasi. Dan di atas batu itu berjarak sekitar 60 sentimeter dari tanah, dibentangkan lantai rumah dari papan kayu dan bambu.Irja menyebut bentuk rumah sejak zaman leluhur, dari dulu sudah begitu.  Mitigasi tewat tradisiSatu hal menarik dari orang Naga, tampaknya pengetahuan akan mitigasi kebencanaan sudah ada sejak kampung mereka berdiri." "Kampung Naga, Oase Tradisi di Tengah Derap Kehidupan Modern","Penamaan Naga yang sering dikaitkan dengan asal kata Nagawir dalam Bahasa Sunda, atau tebing terjal, yang secara tidak langsung memberi pemahaman tentang lansekap ruang hidup mereka.Mereka juga seolah punya perhitungan dalam membangun. Pasalnya, semua rumah memanjang pada alur timur-barat. Arah itu dipilih, karena sejalan dengan alurnya matahari.“Dibuat begitu agar rumah lebih sehat karena dibantu sirkulasi udara dan cahaya matahari yang baik,” ujar Ucu.Pintu masuk berada di sebelah selatan dan atau utara. Rumah mempunyai dua pintu masuk, keutamannya adalah bila terjadi kebakaran lekas diketahui. Fungsi lainnya adalah sosial, yaitu membantu kepada yang perlu dibantu.Menurut Sugeng Triyadi, arsitek dari Institut Teknologi Bandung, kunci bangunan tradisional biasanya terletak pada pondasi. Risetnya menyimpulkan, pondasi terbuat dari batu dan tiang kayu cenderung membuat rumah kokoh.Perihal rumah panggung dimana pondasi berjarak antara permukaan tanah dan lantai, pun berfungsi mengatur suhu dan kelembaban udara.Selain itu, atap rumah berbahan alami bebannya terhadap konstruksi rumah sangat kecil. Biasanya, keduanya menyesuaikan dengan tempat tinggal hingga menemukan konsep yang ideal.“Secara konseptual rumah Naga sudah sesuai teknologi kekinian. Berbahan ringan dan kokoh. Apalagi, mereka memiliki dua pintu. Itu sudah sesuai aturan mitigasi saat ini. Mereka maju dalam hal perhitungan membangun hunian tanpa merubah bentang alam.”Sugeng pun tak menutupi kekagumannya akan konstruksi tradisional Naga.  Padahal, pernah ada suatu masa Kampung Naga memiliki sejarah kelam. Hampir seluruh bangunan di kampung ini dibakar para pemberontak DI/TII pimpinan Kartosuwirjo sekitar tahun 1950-an. Hanya Bumi Ageung yang tersisa“Saat itu, kami nyaris kehilangan seluruh jejak peninggalan karuhun,” kata Ucu." "Kampung Naga, Oase Tradisi di Tengah Derap Kehidupan Modern","Sebenarnya bisa saja, setelah peristiwa waktu itu, mereka membangun rumah tembok. Alih-alih permukiman modern, orang Naga memilih mengembalikan seperti semula. Permukiman dibangun ulang, tanpa ada yang diubah.Jika pun Kampung Naga saat ini bertransformasi menjadi kawasan wisata budaya, bagi Ucup hal itu tak masalah.  Selama adat menjadi panduan perilaku dan menjaga sikap etik, semuanya berjalan saling melengkapi.Lewat pranata adat dan budaya yang mengakar, penduduk Naga hidup mandiri, dan pantang minta-minta. Sejatinya, kebanggaan hidup bagi mereka terletak pada keharmonisan antara manusia dengan alam.    [SEP]" "Babak Baru Pengelolaan Wilayah Kelautan di Nusantara","[CLS]  Pemerintah Indonesia mengejar target penambahan kawasan konservasi dari total luas 23,14 juta hektare menjadi minimal 30 juta ha pada 2030. Luasan kawasan konservasi yang sudah ada itu mencakup 196 kawasan konservasi yang dikelola bersama oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta Pemerintah Provinsi.Dari semua kawasan yang sudah ada itu, terdapat potensi keragaman hayati laut yang harus senantiasa dijaga dan dilindungi. Untuk pengelolaannya, lautan yang luas dengan beragam keanekaragaman hayati laut itu dilakukan dengan implementasi berbasis wilayah, baik regional, nasional, ataupun global.Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (PRL) KKP Aryo Hanggono mengatakan, potensi keanekaragaman hayati laut yang ada di Nusantara saat ini menyebar di atas lautan seluas 325 juta ha dan harus dijaga kelestariannya.baca : Bertemu LSM Lingkungan, Menteri Kelautan Tegaskan Perikanan Berkelanjutan dan Kawasan Konservasi  Untuk menjaga seluruh potensi tersebut, KKP melibatkan berbagai pihak yang kompeten pada bidangnya masing-masing, termasuk salah satu lembaga non Pemerintah yang fokus pada isu lingkungan, Wildlife Conservation Society (WCS). Pelibatan WCS, menjadi bagian upaya mengelola kawasan berbasis wilayah namun dalam bentuk non kawasan konservasi.Menurut Aryo, pengelolaan dengan metode tersebut dikenal dengan sebutan Other Effective area-based Conservation Measures (OECM) dan menjadi bagian dari target 11 yang sudah disepakati oleh negara anggota Konferensi Para Pihak (COP) The Convention on Biological Diversity (CBD) yang diselenggarakan pada 2010.Dia mengungkapkan, pengelolaan OECM menjadi bagian dari target 11 untuk melindungi (konservasi) 10 persen wilayah pesisir dan laut, serta menjadikannya sebagai bagian dari kerangka kerja keanekaragaman hayati (biodiversity framework)." "Babak Baru Pengelolaan Wilayah Kelautan di Nusantara","“OECM sendiri merupakan area selain dari Kawasan Lindung yang secara geografis ditetapkan, diatur dan dikelola melalui suatu cara/measure, dan dalam jangka panjang mencapai hasil yang positif dan berkelanjutan untuk konservasi keanekaragaman hayati,” ungkap dia pekan lalu di Jakarta.Sebelum mengelola kawasan OECM, Aryo menyebutkan bahwa Indonesia sudah memiliki kawasan konservasi yang dikelola bersama antara KKP, KLHK, dan Pemprov. Namun dengan luas 23,14 juta ha yang ada sekarang, maka luas kawasan konservasi milik Indonesia baru mencapai 7,12 persen.Untuk mencapai target 10 persen atau mencapai 30 juta ha, maka Indonesia memerlukan waktu minimal 10 tahun lagi dari sekarang. Pada tahun tersebut, diharapkan kawasan konservasi wilayah laut yang ada di Indonesia luasnya sudah mencapai target yang ditetapkan dari sekarang.baca juga : Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Harus Dilakukan Tepat, Seperti Apa?  KonservasiDengan target yang ditetapkan itu, Aryo merasa yakin dan optimis bahwa Indonesia bisa melakukannya pada 2030 mendatang. Terlebih, saat ini banyak masyarakat lokal, tradisional, dan adat yang sudah memiliki wilayah dan perangkat pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil yang termasuk adalah pengelolaan perikanan.“Selain itu, lokasi-lokasi pengelolaan wisata bahari, kawasan konsesi migas di laut, dan wilayah latihan militer yang tertutup untuk publik juga memiliki dampak positif bagi keanekaragaman hayati laut,” jelas dia.Di sisi lain, Aryo melihat sebelum ini pembahasan OECM di Indonesia sampai 2019 masih banyak terfokus pada kawasan darat. Sementara, untuk wilayah laut sampai 2019 tidak ada pembahasan yang jelas. Untuk itu, KKP merasa harus ikut serta untuk melaksanakan inisiasi proses pengelolaan keanekaragaman hayati laut berbasis wilayah dengan pendekatan OECM." "Babak Baru Pengelolaan Wilayah Kelautan di Nusantara","“Inisiasi dilakukan melalui diskusi dan sekaligus untuk menjaring masukan dan rekomendasi untuk modifikasi atau penyesuaian kriteria penilaian kelayakan OECM yang sesuai dengan konteks Indonesia,” tutur dia.Sementara, Fisheries Program Manager WCS Indonesia Irfan Yulianto menjelaskan bahwa pengelolaan dengan pendekatan OECM adalah pengelolaan wilayah yang tidak masuk dalam kawasan konservasi kelautan, namun masih memiliki dampak yang signifikan terhadap konservasi yang sudah ada di sekitarnya.“Tujuan awalnya itu bisa konservasi atau tidak, namun dia bukan wilayah konservasi yang legal. Itu adalah sebuah wilayah yang dikelola bukan untuk konservasi, tapi berdampak pada konservasi,” papar dia.Namun demikian, Irfan mengaku kalau sampai saat ini pembahasan OECM masih terus dilakukan dengan KKP dan pihak-pihak lain yang terlibat. Pembahasan itu, mencakup juga tentang penetapan definisi OECM untuk wilayah laut di Indonesia dengan lebih jelas dan detil.perlu dibaca : Kewenangan Beralih, Bagaimana Pemda Mengelola Kawasan Konservasi Perairan?  Selain WCS, masih ada LSM lain yang tergabung dalam Forum Komunikasi Konservasi Indonesia (FKKI) yang ikut memberikan sumbangan pemikiran terhadap rencana konservasi kawasan laut di Nusantara. Mereka itu, adalah Burung Indonesia, Conservation International Indonesia, Greenpeace Indonesia, Pusat Transformasi Kebijakan Publik, The Nature Conservancy, Wetlands International Indonesia, World Resources Institute Indonesia, WWF Indonesia, dan Yayasan KEHATI.Seluruh LSM tersebut ikut memberikan sumbangan pemikiran, karena salah satu fokus pembangunan ekonomi kelautan dan kemaritiman di Indonesia untuk rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2020-2024 adalah peningkatan pengelolaan kemaritiman dan kelautan. Fokus " "Babak Baru Pengelolaan Wilayah Kelautan di Nusantara","Untuk mewujudkannya, Pemerintah Indonesia akan melaksanakan program kerja melalui peningkatan ekosistem kelautan dan pemanfaatan jasa kelautan; peningkatan pengelolaan wilayah pengelolaan perikanan (WPP) RI, penataan ruang laut dan rencana zonasi pesisir; peningkatan produksi, produktivitas, standardisasi mutu dan nilai tambah produk kelautan dan perikanan.Kemudian, ada juga program kerja melalui peningkatan fasilitasi usaha, pembiayaan, dan akses perlindungan usaha kelautan dan perikanan; dan peningkatan sumber daya manusia (SDM), riset kemaritiman, dan kelautan, serta database kelautan dan perikanan.Diketahui, konservasi menjadi bagian dari komitmen global dalam Aichi Target dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SGDs) butir 14 yang menargetkan luas kawasan konservasi 10 persen dari luas perairan Indonesia pada tahun 2020.Vice President CI Indonesia Ketut Sarjana Putra mengungkapkan bahwa saat ini sedang terjadi perubahan aturan perizinan pengelolaan kawasan konservasi yang berdampak secara lokal dan global. Tak hanya dari sisi konservasi, perubahan aturan akan memengaruhi ekonomi sebuah negara, seperti Indonesia yang merupakan negara kepulauan.baca juga : Indonesia Hadapi Tantangan Besar Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut, Seperti Apa?  Sebelumnya, Sekretaris Direktorat Jenderal PRL KKP Agus Dermawan menyatakan bahwa Indonesia akan terus berkomitmen untuk ikut menjaga keberlanjutan laut dunia dengan terlibat dalam kerja sama regional yang melibatkan banyak negara. Komitmen itu termasuk dengan menjaga wilayah segitiga karang dunia yang meliputi enam negara di kawasan Asia Pasifik.Selain Indonesia, lima negara lain yang juga ikut terlibat adalah Filipina, Malaysia, Timor Leste, Papua Nugini, dan Kepulauan Solomon. Kerja sama dengan negara-negara tersebut meliputi upaya pengelolaan sumber daya, lautan berkelanjutan, perlindungan terumbu karang, dan ketahanan pangan." "Babak Baru Pengelolaan Wilayah Kelautan di Nusantara","Untuk keterlibatan dalam pengelolaan wilayah segitiga karang dunia, Indonesia diberikan target untuk melaksanakan national plan of action (NPOA) hingga sebanyak 40 aksi. Dari jumlah tersebut, 30 aksi diketahui sudah berhasil diselesaikan dengan baik sampai 2019 ini.“Sementara, sepuluh aksi lain masih berjalan dan optimis pasti dapat selesai pada tahun 2020 mendatang,” tuturnya.Sementara, Direktur Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut KKP Andi Rusandi menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia siap untuk bekerja sama dengan negara berkembang lain di dunia. Kerja sama tersebut, bertujuan untuk meningkatkan kapasitas fisik dan kemanusiaan untuk mengeksplorasi laut.“Melalui kerja sama itu, diharapkan kemandirian ketahanan pangan bisa terwujud sesuai dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (TPB) pada 2030,” jelas dia.  [SEP]" "Populasi Burung Jalak Bali Meningkat, Tetapi Perlu Diteliti Keragaman Genetiknya","[CLS]  Curik Bali atau Jalak Bali (Leucopsar rothschildi), maskot Provinsi Bali yang masuk satwa terancam punah ini populasinya meningkat. Kunci keberhasilan di antaranya izin penangkaran dan pelepasan ke alam.Hal menarik lainnya adalah di tengah gencarnya penangkaran, apakah keragaman genetik Curik Bali ini berkualitas?Hal ini terangkum dalam Seminar Nasional Online “Pelestarian Curik Bali” diselenggarakan oleh Frank Williams Museum Patung Burung Universitas Udayana pada Selasa (18/8/2020) yang menghadirkan peneliti Taman Nasional Bali Barat (TNBB) sebagai habitat aslinya, asosiasi penangkar, dan lainnya.Indra Exploitasia, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengingat ketika IUCN menyatakan Curik Bali masuk satwa yang hampir punah sekitar 1970 dan masuk Appendix I CITES. Artinya burung yang ditetapkan jadi simbol Provinsi Bali pada 1991 itu dilarang perdagangannya jika diambil dari alam. Untuk menjaga keberlanjutannya, para pihak harus melakukan registrasi ke CITES untuk penangkarannya..Prinsip keberlanjutan diatur dengan tiga hal, legalitas, traceability, dan sustainability. Artinya, sumber satwa jelas dengan dokumen, traceability asal usul satwa jelas, dan sustainibility menyiapkan mekanisme dan tools untuk mendapatkan dua hal di atas. Misalnya dengan melakukan sistem sertifikasi, penandaan, dan lainnya.“Ini menantang perguruan tinggi untuk sistem traceability yang memastikan keragaman genetik spesies. Variasi genetik di penangkaran terbatas. Sumber alam saat ini dari hasil penangkaran,” jelas Indra, perempuan lulusan IPB ini.baca : Jalan Panjang Melindungi Jalak Bali dari Kepunahan (Bagian – 1)  " "Populasi Burung Jalak Bali Meningkat, Tetapi Perlu Diteliti Keragaman Genetiknya","Kewajiban penangkaran adalah wajib restocking di alam minimal 10%. Namun tantangannya membuat satwa menimbulkan sifat keliaran, karena pola penangkaran sifatnya jinak. Bagaimana membuat liar dan bisa beradaptasi di alamnya. Seberapa tinggi potensi melakukan peningkatan populasi di alam dan berkembang biak tanpa menurunkan keragaman genetiknya.Selama ini ia mengakui belum banyak penelitian tentang keragaman genetik ini. Riset lain adalah identifikasi penyakitnya. Penyakit pada tempat konservasi in-situ dan ex-situ berbeda. “Misal virus influenza sumber penularannya wild birds, apakah (satwa itu sebagai) reservoar atau korban dari peternakan? Perlu menjamin tak ada penyakit di penangkaran,” ujarnya. Strategi konservasi saat ini untuk meningkatkan populasi di alam hampir semuanya hasil restocking.Grafik peningkatan populasi Curik Bali terlihat di satu dekade terakhir ini. Untuk mekanisme perizinan, Indra menyebut tidak mau terlalu rumit. Ada aturan baru, semua mekanisme perizinan ditujukan ke Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), one single submission secara online. Masyarakat yang mau menangkarkan mengajukan nomor induk berusaha. Izin penangkaran dibagi dua, perorangan dan badan usaha. Jika perseorangan, cukup fotocopy KTP.Syaratnya, sumber indukan dari hasil penangkaran, rampasan sita, temuan, impor, dan berasal dari alam sesuai kuota dari KLHK berdasar rekomendasi LIPI. Curik Bali belum ada kuotanya, karena masih berstatus critically endangered.Bentuk penangkaran sesuai standar kesejahteraan seperti bebas rasa lapar, haus, dan lainnya. Penandaan dengan rig berbentuk cincin, sertifikasi, serta pencatatan.Dari data penangkar, terbanyak Jawa Tengah dengan 252 pemegang izin, Jawa Timur 31, Yogyakarta 21, Bali 16, Jabar 12, dan Jakarta satu orang. Namun yang baru teregistrasi di CITES baru satu pihak.baca juga : Jalan Panjang Melindungi Si Cantik Jalak Bali dari Kepunahan (Bagian – 2)" "Populasi Burung Jalak Bali Meningkat, Tetapi Perlu Diteliti Keragaman Genetiknya","  Penangkaran untuk Pencurian Tony Sumampau dari Asosiasi pelestari Curik Bali (APCB) mengingat bagaimana awal inisiatif izin penangkaran ini didapatkan. Survei 2004-2005 menemukan 5 ekor Curik Bali di TNBB. Habitatnya saat itu mengecil terkait perubahan tutupan lahan di TNBB dan perubahan fungsi hutan. Terakhir hanya ditemukan di titik tertentu saja. “Faktor utama adalah akses air, sehingga Curik Bali mendekat ke pemukiman,” ingatnya. Kondisi Curik Bali yang diidentifikasi periode 1973-2004 saat itu kebanyakan dari kebun binatang dan warga sekitar 600 ekor.Pihaknya mengasumsikan burung akan sulit bertahan saat itu. Banyak penangkapan ilegal karena permintaan di pasar sangat tinggi. Harganya mahal, sekitar Rp30 juta per pasang, termasuk kasus-kasus penangkapan di TNBB. Sekitar tahun 2000, Curik Bali tak boleh dipelihara warga namun pihaknya mendorong perubahan konsep. Lahirlah APCB pada 2005. “Diberi kelonggaran agar kolektor tak disita tapi masuk dalam kelompok penangkar. Tujuannya meningkatkan populasi, pencatatan, membanjiri pasar untuk mengurangi penangkapan di alam,” jelas Tony.“Kalau pasar tak dibanjiri burung dari hasil penangkaran pasti terus ada pencurian,” imbuhnya. Penangkaran di lembaga konservasi saja menurutnya sulit membanjiri pasar. Karena pihak lain dilarang menangkarkan dan melestarikan, tak melibatkan kolektor atau komunitas penghobi.Program breeding dilakukan di Desa Sumber Klampok, sekitar TNBB sebanyak 23 pasang burung. Mereka bisa menangkarkan tapi sulit mendapat izin edar untuk diperjualbelikan.Kemudian sebanyak 198 ekor diteliti genetiknya oleh sejumlah pihak termasuk peneliti dari Indonesia dan Jepang. Tony menyebut rata-rata kualitas genetiknya kurang baik, dan ini digunakan untuk membanjiri pasar, sampai harga Curik Bali turun sekitar Rp3-5 juta per pasang.perlu dibaca : Melihat Penangkaran Jalak Bali di TNBB Bali. Begini Ceritanya  " "Populasi Burung Jalak Bali Meningkat, Tetapi Perlu Diteliti Keragaman Genetiknya","Kualitas genetik yang baik digunakan untuk restocking atau pelepasliaran di alam. Menurutnya konsep penangkaran yang meluas ini bisa dicontoh untuk menangkarkan burung berkicau lainnya yang langka di alam. Tak hanya fokus di Curik Bali.Selama hampir 15 tahun program penangkaran ini, menurut Tony, Curik Bali bisa terbang di seluruh Bali sejauh tak ada yang menangkap. Ia menyarankan jangan beri makan khusus kecuali buah di alam. Burung ini dinilai memiliki sopan santun tinggi. Ancamannya diserang burung lain seperti cerucuk, dan reptil yang menyerang sarang.Burung hasil penangkaran jika dilepasliarkan, akan memiliki angka reproduksi baik di alam jika pelepasannya sebelum usia satu tahun. Jika terlalu tua, akan lebih sulit adaptasi, sekitar 20% mortalitas Curik Bali di alam karena kurang paham predator.Agus Ngurah Krisna, dokter hewan di TNBB menyebut sebaran populasi sebelum 1990 sekitar 300 km di pesisir Utara sampai Selatan Bali. Suaka satwa dimulai 1996 dengan tiga ekor burung dari kebun binatang, penyiapan anakan untuk restocking, SOP kesehatan, dan keragaman genetik. Dibuatlah area habituasi, soft release, dan 3 site release di TNBB yakni Cekik, Labuan Lalang, dan Brumbun. Sensus dilakukan dua tahun sekali dengan metode penjelajahan dan concentration count.Keberhasilan saat ini menurutnya di strategi pelepasliaran. Burung yang dilepas di ekosistem dataran rendah dengan savana kelihatan lebih nyaman. Selain itu, perlu penanaman pohon pakan dan pemulihan ekosistemnya.“Yang mencuri sekarang banyak jadi penangkar,” sebutnya. Ekowisata Curik Bali berbasis masyarakat di desa-desa sekitar TNBB. Sebaran populasinya di Labuan Lalang sekitar 2 hektar sebanyak 210 ekor, Tanjung Gelap 32 ekor, di Cekik 95 ekor, Lampu Merah 12 ekor, dan Belimbing 45 ekor. Populasinya dari 1974 sampai Juli 2020 sebanyak 355 ekor di alam. Ini jumlah tertinggi." "Populasi Burung Jalak Bali Meningkat, Tetapi Perlu Diteliti Keragaman Genetiknya","menarik dibaca : Inilah Cerita Jalak Bali dan Rumah Barunya di Nusa Penida  Dibandingkan pada 1971 sebanyak 112 ekor, pada 2002 sebanyak 6 ekor, lalu kini jadi 355 ekor. Sementara data pelepasan sejak 2011 sampai 2019 sekitar 490 ekor.Anakan Curik Bali saja sebanyak 63 ekor pada 2019, dan sampai Juli 2020 saja sudah ada anakan sebanyak 117 ekor, meningkat hampir dua kali lipat. Musim berkembang biaknya di musim hujan Januari-Mei.Tantangan selanjutnya menurut Krisna adalah daya dukung habitat. Berapa sebenarnya populasi di alam? Agar aman perkembangbiakannya tak turun drastis lagi. Bagaimana membuat koridor satwa karena TNBB dikelilingi pemukiman dan hutan produksi.Jatna Supriatna, seorang peneliti zoologi dan biologi konservasi dari Universitas Indonesia meminta dalam manajemen penangkaran jangan mengawinkan indukan dan anak. Untuk keberagaman genetiknya.Hasil penelitian terakhir terkait aspek biologi Curik Bali dipaparkan LP Eswaryanti yang meneliti tahun ini bersama dua rekannya Mas Untung dan Andri Nugroho. Ancaman punah Curik Bali juga dampak dari ekspor besar-besaran ke Eropa dan Amerika Serikat pada 1960-1970-an yang mendorong dimasukkan ke Appendix I.Banyak burung yang diobservasi belum ada gelangnya dan dijumpai di luar kawasan TNBB. Ada yang bersarang di kotak dan sarang alami seperti lubang pohon. Dari 135 nest box (sarang buatan), aktif digunakan burung sebanyak 29 box.“Sarang alami lebih sedikit tapi ini menggembirakan. Sangat adaptif karena menggunakan media sarang sekitarnya seperti kotak lebah,” urai Eswaryanti.Pengamatan dilakukan selama 6 bulan pada 3 lokasi yakni Brumbun, Cekik, dan Lampu Merah. Ditemukan rata-rata 3 telur di sarangnya. Misalnya peneliti pada 3 Mei lihat ada 3 telur di sarangnya, 31 Mei sudah ada 3 anakan, dan 14 Juni sudah tidak ada di sarang itu.baca juga : Jalak Bali: Si Cantik dari Pulau Dewata  " "Populasi Burung Jalak Bali Meningkat, Tetapi Perlu Diteliti Keragaman Genetiknya","Curik Bali dinilai memiliki strategi ruang, karena menggunakan area bawah di tanah sampai atas pohon. Mereka terlihat makan serangga bersayap, serangga di bawah tanah seperti laba-laba, jangkrik, dan kadal kecil.Peneliti menyimpulkan jumlah telur mencerminkan ketersediaan sumber daya untuk reproduksi bagi Curik Bali. Titik perjumpaan pun makin banyak karena populasinya meningkat.Andi Wiranata dari FNPF, yayasan yang melakukan konservasi satwa juga membagi pengalamannya melepaskan Curik Bali sejak 2006-2014 sebanyak 65 ekor di sejumlah desa di Nusa Penida. Sebanyak 4 ekor mati.Manajemen konservasinya dengan cara mempertahankan populasi yang mengalami peningkatan dari sisi jumlah individu, menjaga sebaran kotak sarang, dan ekspansi jaringan kotak sarangnya.“Jaringan sarang di tempat atau akomodasi wisata lebih aman dan ada akses airnya,” sebutnya.  [SEP]" "Aktifitas Destructive Fishing Semakin Marak, Nelayan Flores Kian Merana. Apa Jalan Keluarnya?","[CLS]  Siang itu beberapa nelayan dan anggota kelompok Mancing Manual di Kampung Buton, kelurahan Kota Uneng, Maumere, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) tampak bersantai di seberang tanggul penahan gelombang samping dermaga Laurens Say Maumere.Ditemui Mongabay, Senin (10/2/2020), mereka berbincang soal pengeboman ikan. La Eja, nelayan kampung Buton tampak geram karena merasakan dampak buruk semenjak aktifitas destructive fishing marak di laut utara Flores.Sebelum tahun 2013, La Eja bersama 3 atau 4 nelayan sekali melaut dalam satu perahu sekali motor ukuran 5 hanya butuh bahan bakar 30 liter. Dulu memancing ikan demersal hanya sekitar 300 meter dari dermaga Laurens Say Maumere dengan kedalaman 30 depa. Ikan yang ditangkap pun melimpah bahkan bisa mencapai jutaan rupiah sekali melaut. Kini sampai 80 depa karena ikan mulai berpindah ke laut dalam akibat pengeboman.“Dulu sekali melaut bersama teman 4 sampai 5 orang bisa dapat Rp.500 ribu. Sekarang kadang hanya menutupi biaya bahan bakar saja sehingga pulang pasti kena marah isteri karena tidak bawa uang. Sekarang bisa dua tiga hari melaut hingga ke wilayah barat pulau Flores. Kami bisa habiskan bahan bakar hingga 80 liter,” sebut La Eja.baca : Pengebom Ikan Ditangkap di Flores Timur. Diduga Ada Jaringan Terorganisir  Hampir semua wilayah pantai utara perairan pulau Flores, dari pesisir kabupaten Sikka ke kabupaten Ende, Nagekeo bahkan Ngada dan Manggarai Timur tak luput dari aktifitas pengeboman.Di Sikka sendiri, La Eja fasih menyebutkan lokasi pengeboman ikan, seperti perairan desa Wailamun, Darat Pantai, sekitar pulau Babi, utara pulau Pemana dan Sukun. Semuanya ada di dalam wilayah Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Teluk Maumere." "Aktifitas Destructive Fishing Semakin Marak, Nelayan Flores Kian Merana. Apa Jalan Keluarnya?","Sedikit ke arah barat, sejak desa Kolisia hingga perbatasan dengan kecamatan Kota Baru di Kabupaten Ende, aktifitas pengeboman masih rutin terjadi. Muhamad Mafud, ketua kelompok Mancing Manual Maumere menyebutkan, ada beberapa titik di Kecamatan Maurole dan Maukaro, Kabupaten Ende rusak akibat bom.Kelompok pemancing menggunakan senar dan kail ini pun terpaksa memancing hingga ke barat di kecamatan Wolowae kabupaten Nagekeo. Banyak karang di wilayah perairan Nagekeo juga telah rusak akibat bom ikan.“Dalam melakukan aktifitas, para pengebom biasanya menggunakan 2 sampai 3 kapal berukuran hingga 20 GT serta beberapa buah sampan,” terang Mafud.baca juga : TNI AL Tangkap Nelayan Pengebom Ikan di Flores Timur. Kenapa Masih Terjadi?Saat ini, kata Mafud, pengeboman bukan hanya di pesisir pantai tetapi sudah menyasar ke laut dalam hingga kedalaman 30 meter. Bom dilemparkan di bagian kepala rombongan ikan yang sedang melintas.“Bukan cuma ikan berukuran besar saja yang mati tetapi anak ikan berukuran kecil semuanya ikut mati. Karang pun hancur semua sebab kadang 3 sampai 4 bom digandeng baru dilempar,” sebutnya.La Eja mengaku kadang dirinya memungut ikan-ikan bekas bom yang terapung di permukaan laut. Pengebom hanya mengambil ikan berukuran besar saja atau kapasitas kapal sudah tidak mencukupi maka ikan lainnya dibiarkan saja mati terapung.La Eja dan Mafud mengaku miris melihat kondisi laut di pantai utara Flores yang mengalami kerusakan. Bahkan bukan cuma karena pengeboman tetapi juga memakai racun ikan seperti potasium.“Seorang penyelam membawa racun di dalam botol air mineral dan menyelam di karang lalu menyemprotkannya. Bukan ikan saja yang mati tapi karang juga mati dan ini juga marak terjadi sampai sekarang,” sesal La Eja.perlu dibaca : Polda NTT Tangkap Pemasok Bahan Bom dan Pelaku Pengeboman Ikan, Bagaimana Selanjutnya?  Sinergi Tiga Komponen" "Aktifitas Destructive Fishing Semakin Marak, Nelayan Flores Kian Merana. Apa Jalan Keluarnya?","Kordinator  Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Mohamad Abdi Suhufan kepada Mongabay Indonesia, Senin (10/2/2020) meminta pemerintah provinsi NTT menyelidiki tentang rantai pasokan, rantai pasar dan rantai pelaku destructive fishing.Rantai destructive fishing itu, katanya, diputus dengan penegakan hukum. Pelaku yang ditangkap dihukum maksimal sesuai ketentuan UU No.45/2009 tentang Perikanan.Terkait ilegal fishing yang terjadi dari provinsi lain, Abdi menduga hal itu dilakukan nelayan Andon. Kegiatan ini menurutnya, sebenarnya sudah diatur dalam Permen KP No.36/2014 tentang Andon Penangkapan Ikan.Abdi menyarankan perlu dicek apakah pemerintah provinsi  asal nelayan sudah bekerja sama dengan pemprov NTT. “Jika belum, maka sebaiknya didorong untuk lakukan kerjasama dengan MoU atau Perjanjian Kerja Sama agar kegiatan tersebut bisa legal dan tidak timbulkan masalah sosial dan lingkungan,” pintanya.Sedangkan La Eja dan Nasir meminta agar pengawasan di perairan utara pulau Flores dilakukan setiap hari. Serta penangkapan dan penegakan hukum terhadap pengebom agar ada efek jera.Juga pemasok bahan baku bom dan racun ikan atau potassium ditindak tegas. Perbanyak bantuan alat tangkap buat nelayan kecil agar bisa menangkap ikan dengan cara ramah lingkungan.“Kami salut dengan langkah pemerintah kabupaten Flores Timur yang tegas menindak pengebom ikan. Nelayan juga banyak diberikan bantuan alat tangkap,” kata Nasir.baca juga : Mencoba Melarikan Diri, Pelaku Pengeboman Ikan Ditangkap. Bagaimana Selanjutnya?  Sedangkan Plt. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) kabupaten Sikka Paulus Hilarius Bangkur yang ditemui Mongabay Indonesia, Kamis (6/2/2020) mengatakan pembangunan perikanan di Sikka dan NTT ditopang oleh pemerintah, dunia usaha dan masyarakat." "Aktifitas Destructive Fishing Semakin Marak, Nelayan Flores Kian Merana. Apa Jalan Keluarnya?","Ketiga pihak ini kata Paul, pada posisi yang setara dan harus duduk berbicara bersama tentang produksi dan perikanan berkelanjutan. “Peran pemerintah kabupaten Sikka sejak 2001 sampai 2016 kegiatan pemberdayaan masyarakat terkait perikanan berkelanjutan sangat besar,” tuturnya.Di setiap desa pesisir di kabupaten Sikka, jelas Paul, hampir semuanya sudah memiliki Peraturan Desa (Perdes) berkaitan dengan marine protected area dan pelarangan penangkapan ikan dengan bahan berbahaya.Masyarakat, katanya, tidak semuanya memiliki pemahaman yang sama terkait aktifitas penangkapan ikan. Sehingga pemerintah perlu melakukan pembinaan kepada para nelayan.“Kalau menggunakan bom bisa berdampak besar terhadap penurunan produksi. Di dalam tubuh ikan induk ikan yang siap bertelur terdapat lima ratus sampai satu juta butir telur,” jelasnya.baca : Perairan Teluk Hadakewa: Dulu Marak Potas dan Bom Ikan, Sekarang Dilindungi lewat Adat  Hidupkan PokmaswasJumlah produksi ikan di kabupaten Sikka tahun 2019 mencapai 19.287,3 ton senilai Rp.351,8 miliar. Untuk ikan demersal, kerapu tertinggi dengan produksi mencapai 785,28 ton senilai Rp.27,48 miliar, disusul kakap merah 531,4 ton senilai Rp.15,94 miliar.Sementara untuk ikan pelagis, ikan cakalang berada di posisi puncak dengan jumlah produksi mencapai 3.150,75 ton senilai Rp.44,11 miliar diikuti tembang sebanyak 2.600,75 ton seharga Rp.36 miliar. Sesudahnya tuna ada di posisi ketiga sebesar 1.930,5 ton dengan nilai jual Rp.86,87 miliar.Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) provinsi NTT Ganef Wurgiyanto kepada Mongabay Indonesia Senin (10/2/2020) membenarkan masih maraknya aktifitas pengeboman ikan di sebagian wilayah pulau Flores terutama di pantai utara." "Aktifitas Destructive Fishing Semakin Marak, Nelayan Flores Kian Merana. Apa Jalan Keluarnya?","Meskipun begitu, kata Ganef, DKP sering menggelar operasi. Pokmaswas (kelompok pengawas masyarakat) terutama di kabupaten Flores Timur, sangat berperan aktif memberikan informasi adanya aktifitas pengeboman dan penangkapan ikan menggunakan bahan berbahaya.Pokmaswas diberikan bantuan ponsel agar mudah menginformasikan adanya aktifitas destructive fishing. Ganef mengakui peran Pokmaswas sangat efektif memberantas destructive fishing di Flores Timur. “Pokmaswas di Flores Timur aktif sehingga menyebabkan aktifitas pengeboman menurun drastis bahkan mulai hilang,” ungkapnya.DKP kabupaten  juga memberikan bantuan-bantuan kapal, namun di Sikka yang masih kurang. Untuk mengatasi pengeboman di Sikka, pihaknya akan membentuk lagi Pokmaswas tahun 2020.Untuk mencegah pengeboman, Paulus mengatakan DKP Sikka melakukan pembinaan nelayan, dan fasilitasi alat tangkap ikan yang ramah lingkungan dan pengawasan yang melibatkan Polairud dan Lanal Maumere untuk patroli bersama. Dia berharap pembangunan perikanan berkelanjutan bisa ditindaklanjuti dengan rencana aksi di lapangan.Menurutnya, nelayan telah mengerti penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan, hanya ada orang-orang tertentu yang memfasilitasi bahan-bahan yang dilarang untuk menangkap ikan.“Setiap tahun kami membantu nelayan begitu besar di perikanan tangkap baik mesin, alat tangkap, kapal fiber. Namun, itu tidak sebanding dengan kebutuhan nelayan,” jelasnya.La Eja dan Mafud pun sepakat Pokmaswas dihidupkan dan dibantu fasilitas. Asal identitas pelapor disembunyikan agar tidak terjadi konflik dengan pelaku destructive fishing.Nelayan di Sikka, jelas Paul berjumlah  5.085 rumah tangga perikanan, sementara yang dibantu hanya 20  unit per tahun saja. Padahal menurutnya banyak yang mengajukan proposal bantuan tetapi anggarannya tidak mencukupi." "Aktifitas Destructive Fishing Semakin Marak, Nelayan Flores Kian Merana. Apa Jalan Keluarnya?","“Disinilah kita membutuhkan pihak swasta berperan dengan melakukan investasi di bidang perikanan,” pungkasnya.  [SEP]" "Merawat Alam Sumba Lewat Tenun Pewarna Alami","[CLS]     Mariana Hoi Ata Ndau, baru selesai mewarnai benang untuk tenun ikat di rumahnya di Mauliru, Kecamatan Kambera, Sumba Timur. Tangan terlihat biru. Dia baru memproses tanaman nila –orang Sumba, biasa sebut wora—sebagai pewarna alami benang tenun.“Warna biru ini tidak mudah hilang. Tangan saya akan terus berwarna biru selama beberapa hari,” kata Mama Yo, sapaan Mariana.Mama Yo, membuat tenun dengan cara tradisional dan memakai pewarna alami. Bikin tenun ikat merupakan keterampilan turun temurun pada para perempuan Sumba. Keterampilan dan pengetahuan mereka dapatkan secara otodidak, mulai dari proses mudah sampai yang rumit.Pembuatan tenun alami memakan waktu hingga tiga bulan bahkan lebih, tergantung kesibukan perajin tenun, termasuk kondisi cuaca.  Mama Yo telah menenun sejak remaja. Dari awal, dia bertekad pakai pewarna alami sebagai wujud kepedulian lingkungan hidup. Baginya, ini sebagai cara merawat alam.Mama Yo mengatakan, tak mau kehilangan pengetahuan dan keterampilan cara meramu pewarna alami yang sudah diwariskan dari generasi ke generasi.Sebagian perempuan penenun di Sumba, telah beralih pakai pewarna kimia untuk proses mewarnai benang tenun. Harga tenun pewarna kimia lebih murah dan proses pewarnaan lebih cepat.Kalau penenun macam Mama Yo memerlukan waktu sampai tiga bulan saat mewarnai pakai wora, sedang pewarna kimia hanya perlu satu bulan. Perajin juga tinggal membeli pewarna di toko. Mereka tak perlu menanam tanaman di pekarangan atau kebun. Mereka pun dapat menghasilkan kain tenun lebih banyak dan jual setiap bulan, berbeda dengan penenun tradisional.Tenun ikat Mama Yo, biasa dipakai untuk acara adat. Kemudian, Mama Yo pun coba berinovasi dengan menyesuaikan motif dalam memenuhi permintaan pasar. Tenun pun bisa dipakai tak hanya dalam acara adat, juga aksesoris seperti hiasan dinding dan sarung bantal.  " "Merawat Alam Sumba Lewat Tenun Pewarna Alami","Penenun lain, Nenek Banja Uru, juga pakai pewarna alami. Banja Uru, penganut Marapu, agama lokal masyarakat Sumba yang fokus menjaga keseimbangan alam. Bagi penganut Marapu, ketidakseimbangan alam akan mengakibatkan hal-hal buruk seperti bencana alam, penyakit dan lain-lain.Termasuk pandemi COVID-19 ini, nenek Banja Uru menilai, sebagai contoh ketidakseimbangan pemanfaatan alam.“Pakai pewarna alam itu sama dengan menjaga alam seperti pesan leluhur kita untuk selalu menjaga hubungan baik dengan alam. Sang pencipta dan sesama manusia. Kalau saya mau tetap pakai pewarna alam, saya harus jaga tanaman [nila] tetap ada.”Banja Uru masih menanam tanaman ini di kebun sekitar rumahnya.Upaya Nenek Banja Uru dan Mama Yo, dalam melestarikan tanaman pewarna dan tenun dengan pewarna alami jadi teladan bagi generasi muda Sumba.Adalah Melania Loda Ana Hammu, perempuan usia 21 tahun ini ikut bergerak melestarikan tanaman pewarna. Mahasiswa di Waingapu ini mulai menenun kain gunakan pewarna alami.“Memakai kaus atau kemeja dengan celana jeans memang lebih praktis. Tetapi sebagai orang Sumba, saya lebih bangga memakai sarung tenun apalagi kalau saya yang membuat dengan bahan di sekitar saya.”  Martha Hebi, aktivis perempuan Sumba yang bergiat di Solidaritas Perempuan dan Anak (Sopan)-Sumba, mengatakan, penggunaan pewarna alami oleh para penenun merupakan bentuk relasi kehidupan manusia dan alam yang harmoni. Para perajin tenun melihat, alam adalah sahabat yang memberikan kehidupan bagi mereka melalui tanaman pewarna alami.“Pewarna alami berasal dari tanaman. Makin tinggi kebutuhan penggunaan pewarna alami, akan disertai upaya para penenun untuk menanamnya. Tanaman akan jadi lebih banyak.”Dengan begitu, katanya, akan membantu suplai oksigen dan tutupan vegetasi. “Ini cara untuk menjaga keseimbangan alam,” kata Martha. Terdampak pandemi" "Merawat Alam Sumba Lewat Tenun Pewarna Alami","Pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) juga sampai ke Sumba. Wisatawan sepi, kondisi ini berdampak juga penenun-penenun tradisional ini seperti Mama Yo. Pembeli tenun ikat berkurang.Mama Yo, sempat pergi ke pasar untuk menjual kain, tetapi ditawar dengan harga sangat rendah. Biasa dia bisa menjual selendang Rp300.000-Rp500,000. Sekarang, selendang tenun hanya ditawar Rp50.000.“Saya bingung, saat saya butuh uang untuk memenuhi kebutuhan keluarga di masa pandemi ini, harga selendang saya malah jadi sangat murah. Padahal, proses pembuatan selendang tenun ini sangat susah dan sama saja dengan saat sebelum dan selama pandemi,” katanya.Ketika pemerintah menerapkan kebijakan pembatasan wisatawan domestik dan mancanegara ke Indonesia karena pandemi COVID-19, perajin tenun ikut terkena dampak.Perputaran kain tenun menjadi lambat karena wisatawan minim dan acara adat tertunda. Alhasil, harga kain tenun menjadi sangat rendah.  Keterangan foto utama: Adriana, penenun perempuan Sumba tengah menjemur benang dengan pewarna alami. Foto: Diana Timoria   [SEP]" "Banjir Pasuruan Tertinggi dalam Belasan Tahun, Perubahan Bentang Lahan Perlu Jadi Perhatian","[CLS]  Menggunakan  perahu karet, Muhammad Iksan berkeliling di komplek Perumahan Gempol Citra Asri (GCA), Senin (2/11/2020) pagi. Ditemani warga yang lain, dia membagi-bagikan nasi bungkus yang didapat dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat.Bagi Iksan, banjir yang terjadi sejak Sabtu (31/10) itu tak pernah disangka sebelumnya. Selama belasan tahun tinggal disana, belum sekalipun terjadi banjir seperti sekarang ini. Bukan hanya jalanan. Banjir juga menggenangi rumah-rumah warga di komplek perumahan.“Yang terpenting bantuan makanan dulu harus didistribusikan karena mereka tak bisa memasak,” kata Iksan yang menjabat sebagai ketua RT ini. Satu jam kemudian, 1000 paket tuntas ia bagikan.Di sisi barat, banjir mencapai 30 sentimeter. Sementara di sisi timur, air yang menggenang lebih tinggi lagi. Mencapai 70 sentimeter hingga di atas lutut orang dewasa. Bahkan, rumah milik Suherman (60) di Blok G yang terlihat paling tinggi dibanding warga sekitar ikut kemasukan air.“Ini rumah saya paling tinggi lho. Ini saja kemasukan, ndak tahu yang lain. Pastinya lebih parah dari rumah saya,” ungkap Suherman.  Komplek perumahan GCA bukan satu-satunya wilayah terdampak akibat luapan Kali Wrati ini. Pantauan Mongabay di lokasi, hampir seluruh wilayah di sepanjang sungai ini ikut tekena limpahan.Di wilayah Kecamatan Gempol, selain menggenangi perumahan GCA, luapan Kali Wrati juga menyebabkan akses penghubung Pasuruan-Sidoarjo via Pasar Gempol atau Jembatan Viaduk ditutup. Jalanan pun tergenang air setinggi 30 sentimeter.Dari arah Pasuruan, kendaraan yang hendak melintas diarahkan melalui Bypass Gempol-Bundaran Apollo atau via tol Pasuruan-Gempol. Sebaliknya, dari Porong, melalui Gempol-Bundaran Apollo, atau melalui tol Kejapanan." "Banjir Pasuruan Tertinggi dalam Belasan Tahun, Perubahan Bentang Lahan Perlu Jadi Perhatian","Di wilayah hulu, luapan Kali Wrati juga merendam ribuan rumah di Desa Kedungringin, Kecamatan Beji. Tercatat, 9 dusun yang ada di desa setempat rata dengan genangan air.Kesembilan dusun tersebut adalah Dusun Kedungringin Selatan, Dusun Kedungringin Tengah, Dusun Kedungringin Utara, Dusun Ngayunan, Dusun Gresikan, Dusun Ngampel, Dusun Balungrejo, Dusun Bahrowo dan Guyangan.Berdasarkan siaran pers BNPB (2/11) siang, sedikitnya 6. 379 KK di Kabupaten Pasuruan ikut terdampak banjir kali ini. Terdapat dua kecamatan terdampak yakni Kecamatan Beji tepatnya di Desa Kedungringin, Desa Kedung Boto dan Desa Cangkring Malang. Kemudian,  Kecamatan Gempol tepatnya di Desa Gempol dan Desa Legok dengan rata-rata genangan air berkisar antara 20 sampai 120 cm.BNPB menyebut,  Kabupaten Pasuruan memang memiliki kajian bahaya sedang hingga tinggi untuk bencana banjir dengan luas bahaya lebih dari 32 ribu hektar. Sedangkan melalui kajian risikonya, sebanyak 597 ribu jiwa yang tersebar di 21 kecamatan terpapar bencana banjir di wilayah administrasi Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.Baca juga: Waktunya Mulai Mewaspadai Mega Bencana: Pandemi dan Banjir Puncak Musim Hujan  Bantaran Sungai Berubah jadi PerumahanBanjir di Kabupaten Pasuruan sejatinya bukan hal baru. Tercatat, sejumlah wilayah daerah ini acap kali menjadi langganan banjir Dimulai dari Kecamatan Nguling di pesisir timur hingga Gempol di wilayah barat.Berdasar data Badan Penanggulangan  Daerah (BPBD) setempat, sedikitnya 15 desa di delapan kecamatan ikut terdampak banjir akibat hujan lebat pada Sabtu (31/10) siang hingga malam lalu.“Beberapa lokasi banjir makin tinggi karena hujan susulan pada Minggu (1/11),” jelas Kepala BPBD, Tectona Jati." "Banjir Pasuruan Tertinggi dalam Belasan Tahun, Perubahan Bentang Lahan Perlu Jadi Perhatian","Tecto, sapaannya menyebutkan, kedelapan kecamatan itu meliputi Rejoso, Grati Winongan, Rembang, Bangil, Kraton, Pohkentrek, Beji, dan Gempol. Dari beberapa wilayah itu, Gempol dan Beji yang paling parah.Di Kedungringin, Kecamatan Beji, hingga hari ketiga, Senin (2/11) belum ada tanda-tanda banjir akan surut. Alih-alih surut, ketinggian air di beberapa titik bahkan mencapai 1 meter lebih. Situasi itu membuat warga tak bisa beraktivitas.Tecto melanjutkan, setidaknya ada empat sungai besar yang menyebabkan banjir di Kabupaten Pasuruan. Yakni, Kali Wrati, Kali Kedunglarangan, Kali Welang, Kali Rejoso, dan Laweyan. Beberapa sungai tersebut berada dalam kewenangan Pemprov dan BBWS (Balai Besar Wilayah Sungai) Brantas.Di sisi lain, banjir menahun yang melanda wilayah Kabupaten Pasuruan memantik perhatian ahli hidrologi Universitas Merdeka (Unmer) Malang, Gunawan Wibisono.“Sebenarnya ini fenomena lama ya, dan sudah berlangsung bertahun-tahun. Tapi, bukannya mereda, makin kesini makin parah. Wilayah terdampak juga semakin luas. Gempol sekarang kena sampai sebegitu parahnya,” jelasnya lewat sambungan telepon (2/11).Karena sudah berlangsung lama, lanjut Gunawan, pemerintah seharusnya sudah punya rencana yang matang untuk mengatasi persoalan ini. Minimal, untuk meminimalisir area terdampak. Dimulai dari kawasan hulu hingga hilir.Gunawan mengatakan, di kawasan hulu, pemerintah perlu memetakan mana saja daerah tangkapan air yang banyak berubah fungsi.“Karena kalau dipetakan, sungai-sungai besar yang ada itu kan berhulu di daerah pegunungan. Arjuno, Welirang, Penanggungan sampai Bromo. Bagaimana kondisinya?” jelasnya." "Banjir Pasuruan Tertinggi dalam Belasan Tahun, Perubahan Bentang Lahan Perlu Jadi Perhatian","Menurut Gunawan, banjir itu bisa terjadi saat hujan dengan intensitas tinggi, sementara laju air berlangsung cepat. Akibatnya, daerah aliran sungai (DAS) tak mampu menampung air dalam jumlah banyak. Karena itu, rekayasa dalam rangka memperlambat laju air menjadi hal yang mutlak.Terpisah, pegiat lingkungan dari Yayasan Satu Daun, Diono Yusuf mengatakan, banjir di wilayah Gempol-Beji tak lepas dari berubahnya fungsi lahan di daerah hulu. Lereng-lereng Gunung Penanggungan yang merupakan hulu Kali Wrati banyak dialihfungsikan untuk kegiatan penambangan.“Sampean kan tahu sendiri bagaimana tambang-tambang di daerah lokasi Penanggungan. Dan, itu pasti berdampak pada kemampuan daerah tangkapan untuk meresapkan air,” jelas Dion, panggilan akrabnya.Pemerintah sendiri sejatinya sudah punya sejumlah rencana untuk menangani banjir di Pasuruan. Melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 80 Tahun 2019, pemerintah memasukkan normalisasi Kali Wrati-Kedunglarangan dan Kali Welang sebagai upaya penanganan banjir di Pasuruan. Untuk keperluan itu, anggaran ditaksir mencapai Rp 1 triliun.Kepala Dinas Sumber Daya Air dan Tata Ruang (SDA-TR), Misbah Zunib, mengakui, lambannya laju air di Kali Wrati menjadi salah satu penyebab banjir kali ini. Hal iru diperparah dengan banyaknya tumpukan sampah yang memenuhi badan sungai. Untuk mempercepat laju air, pihaknya mengerahkan tenaga harian lepas (THL) Dinas SDA-TR untuk membersihkan tumpukan sampah di dam Kali Wrati.“Ada 20 personel yang kami kerahkan. Sengaja kami pakai tenaga manusia karena menunggu alat berat nanti lama. Aksesnya juga sulit karena kebanjiran,” terang Misbah." "Banjir Pasuruan Tertinggi dalam Belasan Tahun, Perubahan Bentang Lahan Perlu Jadi Perhatian","Misbah mengakui, normalisasi sungai menjadi salah satu opsi menangani banjir Pasuruan. Akan tetapi, pelaksanaan di lapangan tidak mudah. Penyebabnya, sebagian bantaran sungai kini telah berubah jadi permukiman. Salah satunya di Kali Wrati. Menurut Misbah, ada sekitar 1000 KK yang saat ini menempati sempadan sungai.“Ini kan jadi problem juga. Kalau mengikuti peta normalisasi, mereka harus pindah. Tapi kan tidak semudah itu. Ini yang sementara masih dibahas bersama BBWS,” terang Misbah.Baca juga: La Nina Berpotensi Timbulkan Bencana Banjir dan Longsor, Bagaimana Antisipasinya?  Waspadai Dampak La NinaBadan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) kelas II Pasuruan sebelumnya telah memprediksi kemungkinan terjadinya cuaca ekstrem yang berpotensi menyebabkan banjir di Pasuruan.“Sebelumnya, BMKG telah memberikan peringatan akan potensi terjadinya cuaca ekstrem di Jawa Timur di hari Sabtu (31/10) antara pukul 17.40-19.40. Dan, setelah itu terjadi banjir,” kata Sujabar, kepala BMKG Kelas II Pasuruan.Kendati demikian, menurut Sujabar, intensitas hujan saat itu sebenarnya belum tinggi. Berdasar pengamatan yang dilakukannya, curah hujan yang terjadi sebesar 95, 4 mm per jam. Dan, itu masih dalam kategori sedang.Meski masih dalam kategori sedang, hujan yang turun hingga malam hari nyatanya cukup untuk membuat daerah di delapan kecamatan di Kabupaten Pasuruan tergenang.Untuk itu, Sujabar tetap mengimbau warga yang tinggal di daerah rawan bencana banjir tetap waspada. Terlebih lagi, kehadiran La Nina di Samudera Pasific diyakini akan menambah volume hujan dalam beberapa waktu ke depan.“Hujan yang berlangsung kemarin juga akibat pengaruh La Nina. Adanya perubahan suhu di Samudera Pasifik akhirnya membuat volume hujan bertambah,” katanya.   [SEP]" "Pelaku Pengeboman Ikan di Perairan NTT Kembali Ditangkap. Kenapa Masih Terjadi?","[CLS]  Seorang nelayan berinisilal YP (37), warga RT 06/RW 03, Desa Uiboa, Kecamatan Semau Selatan, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) kembali berurusan dengan pihak kepolisian. Nelayan ini kembali ditangkap saat menangkap ikan menggunakan bom.Padahal, pelaku sebelumnya pernah ditangkap tahun 2016 dengan kasus yang sama dan menjalani hukuman selama setahun penjara.“Kali ini YP ditangkap karena menangkap ikan menggunakan bom ikan di Tanjung Lay, Perairan Semau Selatan, Kecamatan Semau, Kabupaten Kupang,” kata Kasubdit Gakkum Dit Polairud Polda NTT, AKP Andy, SIK saat mendampingi Direktur Polairud Polda NTT, Kombes Pol. Andreas Herry Susi Darto, SIK dalam konferensi pers, Selasa (24/11/2020).Selain menangkap YP, polisi juga mengamankan barang bukti berupa puluhan ekor ikan salam dan ikan gargahing, beberapa botol berisi dan bensin, korek gas, jaring dan peralatan selam.“Tersangka diduga melanggar pasal 84 ayat (1), jo pasal 8 ayat (1) Undang-undang No.45/2009 tentang Perikanan dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp1,2 miliar,” ungkap Andy.baca : Destructive Fishing Masih Marak Terjadi di NTT, Kenapa?  Selain itu, Polairud  Polda NTT telah melimpahkan berkas perkara kasus lain yaitu nelayan berinisial YH (39) ke Kejati NTT. Nelayan YH  ditangkap pada Senin (26/10/2020) di wilayah perairan Tablolong, Kabupaten Kupang.“Saat dilakukan pemeriksaan, nelayan ini tidak memiliki izin menangkap ikan dan surat persetujuan berlayar dari syabandar sehingga langsung diamankan. Nelayan ini sering ditegur aparat karena selama berlayar tidak pernah mau membawa dokumen tersebut,” ucapnya. Masih MarakAktivitas pengeboman ikan dan penggunaan potassium yang merusak itu tidak hanya terjadi di pantai utara dan selatan Pulau Flores, tetapi juga perairan Laut Sawu." "Pelaku Pengeboman Ikan di Perairan NTT Kembali Ditangkap. Kenapa Masih Terjadi?","Hampir setiap tahun Polair Polda NTT menangkap nelayan pelaku ilegal fishing dan perikanan merusak di pantai utara Pulau Flores termasuk di perairan Kabupaten Sikka. Tetapi aksi pengeboman ikan pun masih tetap ada.Penasihat Maumere Diver Community (MDC) Yohanes Saleh saat berbincang dengan Mongabay Indonesia, Minggu (22/11/2020) membeberkan pengeboman ikan dan penggunaan potassium memang masih marak terjadi di perairan pantai utara Flores Kabupaten Sikka, terbukti dengan ditemukan karang yang rusak dan mati. Padahal perairan itu merupakan spot snorkeling dan diving.“Di kedalaman 5 sampai 7 meter dekat pesisir pantai, kita masih sering menemukan banyak karang yang hancur dan mati akibat penggunaan potasium dan bom dalam menangkap ikan. Harus ada patroli rutin dari aparat pemerintah di kawasan Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Teluk Maumere,” katanya.baca juga : Pengebom Ikan Ditangkap di Flores Timur. Diduga Ada Jaringan Terorganisir  Hanz sapaan akrabnya meminta agar ada penetapan Daerah Perlindungan Laut (DPL) serta Peraturan Desa (Perdes) yang melarang aktifitas penangkapan ikan dalam radius tertentu.Kondisi serupa juga terjadi di perairan pantai selatan Kabupaten Sikka. Penyelam senior Vinsen Parera saat ditanyai Mongabay, Minggu (22/11/2020) mengakui, beberapa spot penyelaman di pantai selatan terumbu karangnya mengalami kerusakan.Aktivitas perikanan merusak masih terjadi, katanya, karena jarangnya patroli pengawasan oleh aparat. Padahal pantai selatan Flores biasa ditemukan hewan laut seperti penyu, pari manta, hiu paus dan lumba-lumba serta terkadang ikan Napoleon dan ikan lainnya yang unik.“Penyelaman pada kedalaman 5 sampai 8 meter saja sudah bisa melihat pari manta dan penyu. Wisatawan asing paling senang berjumpa dengan hewan laut yang unik dan pari manta sehingga sayang sekali apabila aktifitas pengeboman ikan masih marak dilakukan,” ujarnya." "Pelaku Pengeboman Ikan di Perairan NTT Kembali Ditangkap. Kenapa Masih Terjadi?","Vinsen berharap pemerintah menindak tegas pelaku pengeboman ikan serta mencari pamasok bahan baku pengeboman ikan. Ia menegaskan apabila aksi pengrusakan terumbu karang terus berlanjut, keindahan alam bawah laut Teluk Maumere dan pantai selatan pun perlahan hilang.perlu dibaca :  Aktifitas Destructive Fishing Semakin Marak, Nelayan Flores Kian Merana. Apa Jalan Keluarnya?  Hukuman RinganDosen Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Nusa Nipa (Unipa) Maumere, Yohanes Don Bosco R.Minggo SPi. Msi. menyebutkan ekosistem terumbu karang merupakan sumberdaya wilayah pesisir yang sangat rentan terhadap kerusakan, terutama karena aktivitas manusia di sekitarnya.Rickson sapaan akrabnya menjelaskan aktivitas yang merusak seperti kegiatan penangkapan ikan yang merusak, penambangan karang untuk koleksi atau bahan bangunan, dan pemanen biota karang yang merusak karang.“Kerusakan karang juga diakibatkan oleh pembangnan di wilayah pesisir yang menyebabkan degradasi lingkungan, peningkatan suhu perairan dan keasaman perairan, bencana alam, pemangsaan alami oleh predator karang serta perubahan salinitas akibat banjir air tawar,” tuturnya.Oleh karena itu, tandas Rickson, pemanfaatannya harus dilakukan secara ekstra hati-hati. Dia katakan apabila terumbu karang mengalami kematian, akan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk dapat pulih kembali.Dia menjelaskan, di Kabupaten Sikka, pada umumnya penyebab kerusakan karang akibat aktifitas destructive fishing seperti penggunaan bom, racun dan penggunaan alat tangkap yang dioperasikan di lingkungan terumbu karang seperti, alat tangkap bottom gillnet, bubu, hand line dan speargun.baca juga : Dua Pelaku Bom Ikan di Flotim Kembali Divonis Setahun Penjara. Kenapa Hukumannya Ringan?  " "Pelaku Pengeboman Ikan di Perairan NTT Kembali Ditangkap. Kenapa Masih Terjadi?","Rickson menyebutkan hukuman terhadap pelaku pengeboman ikan masih sangat ringan berkisar antara satu tahun hingga dua tahun penjara, sehingga tidak ada efek jera. Terbukti pelaku pengeboman ikan akan kembali beraksi setelah bebas dari penjara.Dia menegaskan, pelaku pengeboman ikan harus dijatuhi hukuman yang sangat berat sebab dampak yang ditimbulkan menyebabkan bukan saja kerusakan lingkungan tetapi membuat banyak orang kehilangan pendapatan.“Akibat aksi pengeboman dan penggunaan potasium membuat terumbu karang rusak. Ikan sulit ditangkap dan wisatawan yang akan melakukan diving dan snorkling pun tidak datang ke sebuah wilayah sehingga membuat banyak orang kehilangan pendapatan,” ungkapnya.Dia melihat belum ada tindakan yang tegas dari aparat pemerintah dan kalau dibiarkan, maka akan sangat merugikan semua pihak. Untuk itu, dia sangat berharap keterlibatan semua pihak melakukan penyadartahuan kepada masyarakat sehingga kedepannya tidak ada kegiatan yang dapat merusak lingkungan perairan.“Pemberian pemahaman kepada masyarakat memang sangat membutuhkan waktu yang lama, untuk itu perlu adanya sinergitas setiap stakeholder yang memiliki tugas dalam pengelolaan sumberdaya karang untuk melakukan pengawasan yang ketat bagi setiap kegiatan pemanfaatan sumberdaya perairan di Kabupaten  Sikka,” tegasnya.  [SEP]" "Begini Nasib Orang Rimba kala Hutan Air Hitam Berganti Sawit","[CLS]     Maliau ingin membaringkan tubuh sejenak di atas gelagar sawit, siang itu. Tak jauh darinya anak-anak Maliau sibuk bermain kuda-kudaan. “Ayo kuda… ayo kuda,” kata sang anak.Tiba-tiba anaknya jatuh telentang dan kejang. Dia terkejut. Maliau memekik, para induk (istri) di sudong (pondok) kontan kaget dan menoleh. Mereka berhamburan mendekati si anak.Baca juga: Kala Anak-anak Orang Rimba Rentan Terserang PenyakitTerdengar jeritan. Meriau, suami Maliau, ikut panik melihat anaknya lemas. Tangis Maliau pecah.Dia khawatir nyawa anaknya terancam.  Sudah tiga kali Maliau meratap kehilangan anak. Semua sakit. “Kalau anak ketigo itu umur limo tahun, perutnyo buncit, mencret darah terus meninggal. Satu lagi, baru lahir meninggal,” katanya.Maliau tak tahu persis penyakit yang menyebabkan anak-anaknya meninggal.Sejak hutan di Air Hitam, Sorolangun, Jambi,  habis tergulung perkebunan sawit dan transmigrasi era 1980-an , rombong Meriau menghadapi banyak masalah. Bermacam penyakit muncul menyerang Orang Rimba. Satu per satu anak-anak meninggal mendadak.Baca juga: Potret Perempuan Iban dan Orang Rimba kala Hutan Hilang jadi Kebun SawitKasus kematian terus meneror rombong Meriau. Hampir semua induk Orang Rimba pernah mengalami kematian anak.Saat saya mengunjungi Desa Bukit Suban, kawasan transmigrasi di Kecamatan Air Hitam, Besoal, juga istri Meriau belum lama melahirkan anak ketujuh. Di bawah atap plastik, bayi perempuan yang belum genap dua bulan itu tertidur pulas di atas gelagar pelepah sawit. Setengah tubuh mungil hanya terbalut kain jarik, setengah telanjang.Dua anaknya meninggal dunia. Anak lelaki meninggal saat usia empat tahun, sakit berak darah. “Belum seminggu anak yang perempuan ninggal di sudong,” kata Besoal.Dia tak tahu anak-anaknya sakit apa. “Kebanyakan—anak meninggal—sakit mag,” kata Meriau.“Dua hari anak nggak makan, kebetulan dapat beras, terus makan nasi sampai muntah, akhirnya meninggal.”" "Begini Nasib Orang Rimba kala Hutan Air Hitam Berganti Sawit","Rombong Meriau juga kehilangan sumber air. Dia menunjuklan aliran parit biasa untuk minum. Lokasi di tengah kebun sawit warga trasmigrasi di SP I Bukit Suban.“Dulu, ini sungai, sekarang jadi parit, kalau orang mupuk ya airnya masuk sini.”  ***Berjarak beberapa kilometer dari tempat Meriau, di Sungai Selentik, Desa Lubuk Jering, Air Hitam, empat keluarga dari Kelompok Tumenggung Melayar melangun.Melangun adalah adat Orang Rimba menghilangkan trauma dan kesedihan setelah keluarga meninggal. Mereka bisa pergi jauh dari rumah hingga berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.Tiga hari lalu Melantai dan Bayang, baru kehilangan anak mereka yang masih bayi. Mereka sempat pontang-panting ke rumah sakit tetapi nyawa anaknya tak selamat.“Anak tu kejang-kejang. Dibawa ke rumah sakit Simpang Bukit—RSUD Sarolangun—tapi disuruh bawa ke Jambi, belum sampai Jambi meninggal,” kata Sago, perempuan Rimba, kerabat Bayang.Tumenggung Melayar juga pernah kehilangan anak. “Ndak tau sakitnyo apo, pas lagi tidur di sudong mendadak bae,” katanya.Melayar bilang, banyak anak-anak meninggal tetapi tak tahu persis penyebabnya. Sebagian mereka, katanya, banyak juga terserang demam dan malaria.Baca juga: Nasib Orang Rimba, Baru Terusir dari Kebun Sawit, Kini Terancam di Konsesi HTIPada 2019, kasus malaria di Puskesmas Pematang Kabau tercatat paling tinggi di Sarolangun. Jumlah biasa meningkat saat musim hujan.“Paling banyak kena malaria itu orang Rimba yang tinggal di sekitar Taman Nasional Bukit Duabelas,” kata Bernard, satu-satunya dokter di Puskesmas Pematang Kabau.Puskesmas Pematang Kabau, di Kecamatan Air Hitam, Sarolangun jadi rujukan bagi kelompok Orang Rimba Tengkuyung, Bendungan, Punti Kayu I dan II, Sungai Sari, Kutai dan Doho. Jumlah orang Rimba di wilayah-wilayah itu mencapai 1.000 jiwa." "Begini Nasib Orang Rimba kala Hutan Air Hitam Berganti Sawit","Dinas Kesehatan Sarolangun, menyatakan, kelompok Orang Rimba rentan terserang diare, malaria, ISPA dan penyakit kulit. Harta, Kepala Bidang Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Sarolangun, bilang penderita ISPA paling tinggi.Bambang, Kepala RSUD Sarolangun mengatakan, banyak kasus kematian anak Orang Rimba karena infeksi janin. “Kalau kejang itu bisa karena pneumonia, penyebabnya proses persalinan nggak steril hingga terjadi infeksi.”Bambang bilang, banyak kelompok Orang Rimba menolak melahirkan di Puskesmas atau rumah sakit karena dianggap tak sesuai adat. Mereka lebih percaya pada dukun yang sudah turun-temurun membantu proses kelahiran. Mereka juga tak mau anak-anaknya peroleh imunisasi.Pola hidup di lingkungan tak layak juga jadi pemicu munculkan banyak penyakit, termasuk diare. “Kalau perut buncit itu bisa karena hepatitis, masalah pola makan yang tidak teratur, dampak serius bisa kematian.”Sampai saat ini belum ada angka pasti yang menunjukkan seberapa besar jumlah kematian ibu dan anak dari kelompok Orang Rimba.Meskipun begitu, riset Universitas Jambi bisa jadi gambaran. Pada 2019-2020, Universitas Jambi penelitian kesehatan ibu dan anak pada kelompok Orang Rimba di Bukit Suban. Hasilnya, lebih 60% ibu Orang Rimba pernah mengalami kematian anak—mulai keguguran, bayi baru lahir hingga anak-anak.“Kasus kematian tejadi hampir merata di semua kelompok, tapi angkanya beda-beda,” kata Asparian, peneliti kesehatan Masyarakat Adat Terpencil Universitas Jambi.Asparian juga menemukan, 40% ibu hamil kelompok Orang Rimba mengalami gizi rendah, dan kasus stunting anak-anak rimba sampai 48%. Angka ini sangat tinggi dibanding standar WHO 20% atau seperlima dari total balita.Rendahnya pengetahuan Orang Rimba dan kesulitan mendapatkan pangan jadi masalah yang bedampak pada kesehatan mereka.“Efek stunting ke kemampuan berpikir anak itu rendah. Kalau tidak segera ditangani.”  Tanaman obat hilang" "Begini Nasib Orang Rimba kala Hutan Air Hitam Berganti Sawit","Siang itu, di bawah kebun sawit warga transmigrasi, Selisih, Orang Rimba rombong Meriau, mengenang kejadian kelam tujuh tahun silam. Anak dia usia enam tahun meninggal setelah berhari-hari demam. Tanaman obat Orang Rimba di hutan hilang seiring industri sawit masuk. Hutan mereka habis terbabat, seketika itu tanaman obat di alam musnah.Anak Selisih meninggal tanpa diobati. “Obat rimba sudah tidak ada lagi, mau berobat ke rumah sakit tidak ada duit,” katanya.Saat hutan masih rimbun, kata Meriau, dewo-dewo akan memberi petunjuk dukun Orang Rimba lewat mimpi. Ada banyak tanaman obat di hutan untuk menyembuhkan Orang Rimba.“Dulu, ado namonyo gedug obat—hutan tempat tanaman obat—karno itu sudah hancur, dihancurkan trans-trans, sawit-sawit (perusahaan) makonyo sekarang sulit—menemukan obat.”Menurut Meriau, gedug obat kelompok Air Hitam berada di hilir muara Sungai Beruang Kurui, yang sekarang menjadi perkebunan sawit inti I milik PT Sari Aditya Loka (SAL), anak perusahaan PT Astra Agro Lestari. Sebagian menjadi kamp karyawan.Saat proses persalinan kata Meriau, dukun Rimba akan gunakan akar pohon sulusuh ditambah dengan jampi-jampi. Akar selusuh direndam air, setelah dipastikan anak akan lahir, perempuan Rimba akan meminumnya.Selisih yang juga bidan Orang Rimba bilang, hawa panas di kebun sawit membuat ibu yang akan melahirkan lemah kehilangan tenaga.“Di sawit kan panas, jadi tanago itu tidak ado lagi. Kalau dulu waktu masih hutan itu teduh, tenago itu lebih kuat.”Dahulu kelompok Meriau memiliki tempat khusus untuk melahirkan, mereka menyebutnya tanoh peranokon, lokasi di Sungai Tengkuyung dan Sungai Beruang Kurui. Sekarang jadi perkebunan sawit warga transmigrasi dan SAL.Untuk mengobati diare Orang Rimba akan gunakan getah akar budara, sekarang sulit ditemukan. “Sekarang, kemano-mano dicari dak ketemu lagi,” ujar Meriau.“Kalau tanah (gedug obat) itu sudah habis, habislah sudah.”  Rawan Pangan" "Begini Nasib Orang Rimba kala Hutan Air Hitam Berganti Sawit","Dua minggu lalu, cucu Besayong, Orang Rimba kelompok Tumenggung Bebayang meninggal. Bayi umur tiga bulan itu beberapa hari demam. Besayong mengatakan, anak-anak Rimba meninggal karena masalah kekurangan pangan.“Kalau nggak ada nasi, daging babi itulah yang dimakan,” katanya.Selisih, juga pernah keguguran karena sulit mendapatkan makanan di perkebunan sawit. Saat itu, dia sedang hamil lima bulan dan harus berlari mengejar buruan agar anak-anaknya bisa makan.Sejak rimba Air Hitam berubah jadi perkebunan sawit, hewan buruan menyusut drastis. Sekalipun babi bisa 10 ekor sekali beranak.Kejadian ini mengingatkan pada kasus kematian beruntun 11 Orang Rimba di Batanghari. Kebanyakan dari mereka adalah balita. Kelompok Trap dan Serenggam dikabarkan krisis pangan karena ruang hidup menyempit. Mereka lantas melangun hingga ke Sungai Kemang, setelah tujuh kali pindah tempat.Hutan penyangga Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) yang semula tempat hidup Orang Rimba habis dibagi-bagi untuk 16 perusahaan pengeksploitasi kayu.Catatan Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, luas konsesi hak pengusahaan hutan (HPH) Jambi mencapai 1,5 juta hektar. Eksploitasi tanpa kendali terjadi di wilayah hutan rendah. Beberapa eks HPH di kawasan Orang Rimba kini berubah jadi izin HTI, dengan luas mencapai 318.851 hektar. Sebagian sudah mengantongi izin dari gubernur dan bupati.Ruang hidup Orang Rimba terkepung perkebunan sawit skala besar dan industri kayu rakus lahan. SAL mendapat izin hutan di sebelah selatan barat TNBD dan jadi perkebunan sawit. Di sebelah selatan, ada izin konsesi HTI, PT.JAW. PT LKU punya izin HTI di bagian utara, PT Bahana (sawit) dan PT Wana Perintis (HTI) di sebelah timur.Meriau bilang, wilayah SAL dulu itu ladang padi. Karena izin pemerintah, sumber pangan tergulung untuk perkebunan sawit." "Begini Nasib Orang Rimba kala Hutan Air Hitam Berganti Sawit","“Sayo bilang ‘pak sekitar sini adalah penduduk nenek moyang kami dulu. Kalau dibuka itu macam mano lagi bagi penduduk kami’. Katonyo—pekerja pembuka lahan—kalau orang Rimba mau protes disuruh temui bos di Jekarta (Jakarta), lha kami yo dak tahu Jekarta tu dimano, yo mau kek mano lagi,” katanya awal September lalu.Orang Rimba bergantung pada sumber pangan di hutan. Mereka yang tinggal di luar hutan dalam kondisi rawan. Rudi Syaf, Direktur KKI Warsi mengatakan, kelompok yang tinggal di kebun sawit, kesulitan mendapatkan sumber protein dan karbohidrat hingga banyak kasus gizi buruk.“Seperti kelompok Meriau, ada hari-hari dimana mereka harus menahan lapar. Belakangan kan mereka ngerti buah sawit yang masih muda bisa disesap. Karena gak ada lagi yang dimakan.”Kasus gizi buruk, persalinan tidak steril, katanya, membuat bayi dan anak-anak Orang Rimba sangat rentan dan kasus kematian tinggi. ***Pemerintah sebetulnya telah menggratiskan biaya pengobatan untuk Suku Anak Dalam—pemerintah menganggap Orang Rimba sama dengan Suku Anak Dalam Bathin 9—di rumah sakit dan Puskesmas. Jarak jauh dan biaya hidup selama menemani keluarga dirawat masih jadi persoalan.“Mano yang dibilang gratis itu yang sakit, obat gak bayar, makan gak bayar. Tapi orangtuo yang nunggu ini jadi ikut sakit, karno ndak ado yang dimakan. Nak balek ke hutan jauh, nak makan gak punyo duit, akhirnyo sakit jugo,” kata Meriau.Wakil Bupati Sarolangun, Hillalatil Badri mengatakan, lewat Puskesmas pemerintah telah memprogramkan layanan kesehatan keliling untuk menjangkau kelompok orang Rimba yang tinggal jauh dari fasilitas kesehatan. “Itu sudah kita lakukan, dan rutin jalan,” katanya.Lima anak Meriau meninggal. Dia tak punya biaya berobat. “Nak, ke rumah sakit dak punyo motor, biayo dak punyo, akhirnyo dibiakkan (dibiarkan), macam mano lagi,” katanya pasrah.    [SEP]" "Kala Proyek ‘Food Estate’ Bisa Makin Sulitkan Petani dan Dorong Krisis Pangan","[CLS]       Presiden Joko Widodo kembali meninjau program lumbung pangan (food estate) di Kalimantan Tengah, 8 Oktober lalu, di tengah aksi massa menolak pengesahan Rancangan Undang-undang Cipta Kerja (omnibus law).Setidaknya 30.000 hektar lahan eks proyek laham gambut (PLG) di Kalteng jadi lahan percontohan lumbung padi baru, dengan 10.000 hektar di Kabupaten Pulang Pisau dan 20.000 hektar di Kapuas. Sisanya, seluas 130.000-an hektar dibangun pada 2021 dengan total 160.000-an hektar lebih. Kedatangan Jokowi ini kali kedua setelah kunjungan pertama Juli lalu.Baca juga: Bertani di Lahan Gambut, Jangan Mengulang Kesalahan Masa LaluSekitar 1.000 hektar lahan food estate, selain tanam padi, akan kombinasi dengan komoditas lain, seperti jeruk, kelapa, bawang merah dan peternakan berupa ikan dan itik.“Jika hasil bagus, model bisnis ini juga akan diterapkan di daerah lain,” kata Jokowi pada kunjungan awal Oktober itu.Pada 23 September lalu, dalam rapat terbatas soal food estate, presiden menyatakan, selain di Kalteng dan Sumatera Utara, lumbung pangan akan ada di provinsi-provinsi lain seperti Sumatera Selatan, Nusa Tenggara Timur sampai Papua.Pada 12 Oktober 2020 dalam wawancara yang direkam courtesy DPP Partai Gerindra, Prabowo Subianto, Menteri Pertahanan menyebutkan, masalah pangan itu strategis dalam bernegara. Peran Prabowo adalah untuk mengamankan cadangan pangan.  Jokowi menunjuk Menhan mengurusi lumbung pangan singkong.“Food is weapon and as a weapon,” katanya dalam video itu.  Petani bisa makin terpurukIwan Nurdin, Plt Presiden Food First Information and Action Networt (FIAN) Indonesia mengatakan, kondisi petani di tengah masa pandemi makin terpuruk. Meski Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik menyatakan, pertanian jadi salah satu yang tumbuh di tengah resesi ekonomi, tidak berarti perekonomian petani meningkat." "Kala Proyek ‘Food Estate’ Bisa Makin Sulitkan Petani dan Dorong Krisis Pangan","Baca juga: Lahan Gambut Eks PLG Satu Juta Hektar, Bagaimana Kabarnya Saat ini?Pembatasan sosial skala besar menyebabkan harga komoditas anjlok, sekalipun itu terdapat panen raya. Di tengah situasi ini, pemerintah mau bangun lumbung pangan di Kalteng, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Timur, Sumba dan Papua.“Hari Petani 2020 ini situasi makin tidak baik untuk petani. Ada orientasi membangun pertanian tanpa petani. Jadi pangan dan produk pertanian hendak diserahkan ke korporasi pangan,” katanya.Laksmi Savitri, Ketua Dewan Nasional FIAN Indonesia mengatakan, upaya pembangunan lumbung pangan ini jadi upaya dalam mengubah tatanan pertanian di Indonesia. Apalagi, pemerintah menyebutkan, investor asing sudah mengantri dalam proyek lumbung pangan. Korporasi pertanian pun, katanya, terlihat dari pembangunan lumbung pangan di Sumut digawangi PT Indofood.Dia menyayangkan, proyek lumbung pangan ini mendorong korporasi bukan koperasi petani. Kondisi ini, katanya, jelas merugikan petani, karena selama ini mereka bertani bukan bicara untung dan rugi, tetapi pemenuhan keperluan keluarga.Baca juga: Cetak Sawah Baru: Jangan Lagi Gambut Hancur Seperti Proyek Satu Juta HektarDalam peningkatan produktivitas petani, katanya, mestinya dengan subsidi alat pertanian dan keberpihakan kepada nasib petani.Menurut Ben White, International Institute of Social Studies Den Haag, Indonesia tak perlu pertanian pangan monokultur skala luas.“Efektif efisien ini adalah memaksimalkan hasil produksi per hektar dengan meminimalkan input modal.”Selain itu, sistem pangan dari usaha tani skala kecil dia nilai lebih unggul, secara ekonomi, sosial dan ekologi. Pertanian skala besar dan monokultur dinilai tidak berkelanjutan.White menilai, perlu ada pengelolaan nilai tambah dari pertanian saat ini, tak hanya berbicara dari hulu ke hilir yang biasa dikuasai juragan lokal atau agribisnis.  Tolak ‘food estate’ Papua" "Kala Proyek ‘Food Estate’ Bisa Makin Sulitkan Petani dan Dorong Krisis Pangan","Sejumlah organisasi masyarakat sipil di Papua mendesak Presiden Joko Widodo menghentikan rencana pembangunan lumbung pangan (food estate) di Papua. Organisasi-organisasi tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Food Estate di Papua, pada 28 September lalu mengeluarkan pernyataan sikap mereka.Koalisi ini terdiri dari Walhi Papua, KPCK Sinode GKI di Tanah Papua, Perkumpulan Advokat HAM (Paham) Papua, Perkumpulan Terbatas untuk Pengkajian dan Pemberdayaan Masyarakat Adat (Pt-PPMA) Papua, SKP Keuskupan Agung Merauke, Jaringan Kerja Rakyat (Jerat) Papua, Yayasan Pusaka Bentala Rakyat , SKPKC Fransiskan Papua , KIPRa Papua dan Pengurus Nasional Papuan Voices.Baca juga: Pelibatan Petani dalam Proyek Food Estate d Kalteng Tak JelasMereka menyatakan, pembangunan industri pangan akan membuka hutan skala besar dan menghancurkan ruang hidup masyarakat adat Papua. Berdasarkan data koalisi, pemerintah berencana mengkonversi 1.304.574 ha kawasan hutan dan 734.377 hektar areal penggunaan lain di Merauke.Food estate jadi jawaban pemerintah atas ancaman krisis pangan nasional dan dunia. Pemerintah membuka lahan skala besar dan menyerahkan pengelolaan kepada industri.Di Papua, proyek food estate sudah mulai sejak masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pada 2010, SBY mengembangkan proyek food estate di Merauke, dengan nama Merauke Integrated Food Energy Estate (MIFEE) seluas 1,3 juta hektar. Di lahan ini, pemerintah memberikan izin-izin usaha budidaya pertanian tanaman pangan, perkebunan tebu dan sawit, serta hutan tanaman industri kepada 45 perusahaan. Pada 2015, proyek ini lanjut oleh Jokowi.Sabata Rumadas perwakilan koalisi mengatakan, proyek ini telah menimbulkan banyak maslaah. Izin yang keluar dari pemerintah melegitimasi perampasan lahan milik masyarakat adat. Konflik kepemilikan di masyarakat adat tidak terhindarkan." "Kala Proyek ‘Food Estate’ Bisa Makin Sulitkan Petani dan Dorong Krisis Pangan","Perubahan lingkungan akibat pembukaan lahan skala besar juga berdampak pada perubahan kebudayaan secara dratis.Masyarakat, katanya, kehilangan sumber pangan dan ekonomi, kehancuran sistem pengetahuan tentang adat, bahasa, hingga religi.“Bagi masyarakat adat, hidup mereka bukan saja tergantung pada alam, tetapi hidup mereka menyatu bersama alam. Kepunahan alam berarti mengancam keberlanjutan masyarakat adat,” katanya.  Picu  krisis panganSistem pangan nasional sangat terkait dengan kebijakan politik. Sejak lama Pemerintah Indonesia memilih menyelesaikan masalah krisis pangan dengan menghadirkan investor di sektor pangan. Di bawah pimpinan Jokowi, kebijakan itu lanjut bahkan diperkuat.“Itu terlihat dari omnibus law yang baru saja disahkan dan beberapa strategi program yang dikeluarkan Kementerian Pertanian. Petani-petani kecil akan diintergrasikan ke dalam kekuatan-kekuatan besar di sektor pertanian yaitu orang-orang yang bermodal besar,” kata Marsen Sinaga, Direktur InsistPress, saat bedah buku “Berebut Makan: Politik Baru Pangan” yang ditulis Paul McMahon terbitan InsistPress.Alih-alih jadi solusi krisis pangan, dalam buku Paul McMaron menyatakan, selain harga pangan makin mahal, produksi dan distribusi pangan makin dikuasai korporasi. Kondisi ini, katanya, justru jadi salah satu penanda krisis pangan.“Salah satu unsur krisis pangan adalah kalau penyediaan pangan makin ditentukan korporasi pangan yang mengakibatkan ketergantungan. Artinya, variabel atau unsur kedaulatan makin tak ada dalam hal apa yang dimakan oleh setiap orang.”Di tangan korporasi, pangan tak jadi hak dasar masyarakat untuk kehidupan tetapi obyek pencarian keuntungan. Produksi jenis pangan pun, katanya, yang paling bisa menghasilkan keuntungan besar." "Kala Proyek ‘Food Estate’ Bisa Makin Sulitkan Petani dan Dorong Krisis Pangan","Dalam kasus food estate di Papua, negara memberikan keleluasaan kepada perusahaan untuk menguasai lahan skala besar. Hal ini berdampak pada masalah perampasan lahan masyarakat adat dan pembababatan hutan. Pada tahap awal pembangunanannya, food estate sudah mengkibatkan krisis di internal masyarakat termasuk krisis pangan. Pun demikian dengan lingkungan.“Di buku ini dia bilang, pertanian-pertanian skala industri atau model yang dipakai oleh agribisnis itu berkontribusi besar sekali pada kerusakan llingkungan. Pertanian ke depan makin tidak berkelanjutan,” kata Marsen.Bagi pemerintah, mendatangkan investor termasuk di sektor pertanian bisa ikut mendorong pertumbuhan ekonomi. Padahal, kehadiran korporasi pangan yang padat modal juga berpotensi menyingkirkan petani kecil. Petani kecil, katanya, tidak mampu bersaing dengan korporasi.Pada akhirnya, banyak para petani kecil berakhir jadi buruh agar bertahan hidup. Korporasi sudah pakai tenologi tinggi hingga petani terserap hanya sedikit. Pengangguran pun terjadi.Marsen meragukan latar belakang kebijakan impor pangan di Indoensia karena kekurangan produksi dalam negeri. Menurut dia, kebijakan impor bisa saja jalan karena ada kartel tertentu yang mengambil untung dari proses impor pangan hingga pemerintah menyerahkan pada mekanisme pasar.“Mungkin bagi mereka jauh lebih untung beli beras dari Thailand daripada beras produksi petani.”Data Kementerian Pertanian menyebutkan, ada 33,4 juta petani di Indonesia. Seharusnya angka ini bisa jadi kekuatan memproduksi pangan sendiri. Para petani terlebih dahulu memastikan ketersediaan pangan mereka sendiri aman, dan kelebihan akan ke pasar.Berbagai penelitian sudah menunjukkan, produksi dari pertanian skala kecil padat tenaga kerja jauh lebih tinggi daripada priduksi unit pertanian yang didukung oleh teknologi tinggi." "Kala Proyek ‘Food Estate’ Bisa Makin Sulitkan Petani dan Dorong Krisis Pangan","Dengan demikian menjawab masalah krisis pangan dengan mendorong para petani meningkatkan produksi, jauh lebih meguntungkan dibanding mengundang korporasi pangan. Di banyak tempat, katanya, sistem pertanian di desa melibatkan lebih banyak tenaga kerja. Dengan begitu, pertanian bisa jadi sumber penghidupan dan mencegah pengangguran, urbanisasi, dan menumpuknya buruh murah di Kota.“Jauh lebih menguntungkan secara ekonomi maupun sosial. Karena jumlah orang yang menganggur lebih sedikit, jumlah orang bekerja lebih banyak. Jadi, ada problem pengangguran yang bisa dijawab.”  Teknologi, katanya, memang perlu namun teknologi yang dikembangkan sendiri oleh petani mulai dari produski benih, pupuk, pestisida, hingga pengolahan pasca panen. Bukan teknologi yang membuat petani tergantung dengan pihak luar. Di sini poin kedaulatan pangan terpenuhi.Pilihan makanan tiap hari, katanya, ikut berkontribusi pada kriris pangan.Selain berdampak pada perampasan lahan dan kerusakan lingkungan, produksi pangan oleh korporasi juga berdampak langsung pada kesehatan.Marsen juga menekankan bagaimana industri pangan mempengaruhi pilihan masyarakat. Tanpa disadari, selera makan masyarakat ditentukan industri.Marsen mengutip Susan George dalam buku Pangan: dari Penindasan Sampai Ketahanan Pangan terbitan InsistPress 2007. Susan menyebut, industri bekerja keras mengubah kebiasaan makanan masyarakat dari makanan khas nasional atau daerah, ke makanan produsksi industri.Dampaknya, masyarakat cenderung menghabiskan uang untuk membeli makanan produksi indutri daripada makanana lokal. Padahal, sebelumnya kebutuhan gizi untuk hidup seehat bisa dipenuhi pangan sekitar.Kondisi ini, katanya, makin memperkuat posisi industri pangan, menggeser posisi petani-petani skala kecil, dan menghilangkan keberagaman pangan lokal." "Kala Proyek ‘Food Estate’ Bisa Makin Sulitkan Petani dan Dorong Krisis Pangan","Pangan produksi korporasi juga berisiko untuk kesehatan. Banyak bahan pangan olahan sudah ditambah unsur-unsur baru yang tak sehat untuk konsumsi.“Bahkan sesungguhnya pangan yang diproduksi korporasi dan diiklankan secara intesif berisiko menimbulkan banyak sekali penyakit.”Sebagaimana ditulis Paul McMahon, kata Marsen masyarakat menggunakan strategi dua kaki. Selain terus kritik kebijakan pemerintah mengatasi kritis pangan, juga bisa memulai gerakan kecil dengan membeli makanan langsung dari petani terutama yang sistem pertanian mempertimbangkan keseimbangan ekologis dan daya dukung lingkungan. Mengkonsumsi makan segar dari produsen pertama dan bukan olahan, katanya, langkah kecil juga mengandung pilihan politis dalam sistem pangan.Di banyak negara, model seperti ini bisa berjalan dalam bentuk community supported agriculture. Pertanian skala kecil langsung terhubung dengan konsumen di perkotaan. Jalur distribusi yang dikuasai korporasi pangan atau perusahaan besar bisa terpotong.Dengan cara ini, katanya, secara langsung sebagai konsumen hendaknya mendukung kestabilan bahkan mendorong peningkatan produksi petani.“Masyarakat bisa juga bergerak langsung di tingkat bawah. Bahkan lewat pilihan-pilihan konkrit tiap hari tentang apa yang dimakan. Selemah-lemhanya iman, itu berkontribusi terhadap problem krisis pangan.”  Keterangan foto utama:  Kanal primer eks PLG di Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah yang ditutup secara permanen. Nantinya ditengah hanya disisakan salurah air untuk jalur transportasi warga. Foto: Indra Nugraha/ Mongabay Indonesia [SEP]" "Kisah Badak Bercula Dua, Melawan Punah di Provinsi Gerbang Sumatera","[CLS]   Sebagai provinsi yang memiliki badak sumatera, Lampung tidak akan rela bila Dicerorhinus sumatrensis ini hidup dalam ancaman kepunahan.Sebuah rekaman video dari salah satu kamera jebak satwa liar, membuat kening Arif Rubianto sedikit mengernyit. Gerakan objek di video itu jauh berbeda dari biasanya.Sebuah siluet satwa besar berdiam dengan empat kaki dan dua tanduk di bagian kepala terlihat samar. Satwa itu terlihat mengendus. Seakan merasa ada ancaman, ia bergerak mundur, menjauhi kamera jebak hingga menghilang di belantara hutan.Tim ALeRT yang menyaksikan video tersebut meyakini, sosok tersebut adalah badak sumatera liar. Kamera jebak itu terpasang di jalur utama badak sumatera di kawasan hutan Taman Nasional Way Kambas [TNWK].“Meski agak jauh, kami yakin itu adalah badak. Tetapi, tidak mengikui jalur utama lagi, yang dipasangi kamera jebak,” kata Direktur Aliansi Lestari Rimba Terpadu [AleRT] Way Kambas, Arif Rubianto, Jumat [27/11/2020] petang.Badak sumatera [Dicerorhinus sumatrensis] yang terekam medio Oktober 2020 itu menunjukkan perilaku tidak umum. “Ada yang berbeda, diluar kebiasaannya,” kata Arif.Fakta lapangan ini memberikan kejutan bagi NGO yang bergerak mensurvei badak sumatera tersebut.“Di tahun 2000-an, kamera jebak yang dipasang di jalur utama, biasanya akan menangkap foto atau video badak melintas. Badak masih santai dengan keberadaan kamera jebak. Namun, sekarang sudah sulit,” lanjutnya.Arif mengatakan, badak adalah satwa yang sangat sensitif dengan gangguan [distraction], sekecil apapun. Ketika merasa terancam, badak akan bersembunyi dan menghindar.Baca: Menolak Punah Badak Sumatera, Sumatran Rhino Sanctuary Diperluas [Bagian 1]  Bahkan tanda-tanda sekunder keberadaan badak liar ini menghilang seperti tapak, bekas kotoran, urine, gesekan cula dan bekas lumpur di pohon, hingga bekas tempat tidur." "Kisah Badak Bercula Dua, Melawan Punah di Provinsi Gerbang Sumatera","“Saat ini, badak sumatera di Lampung sudah mengalami perubahan perilaku dari kondisi normal,” kata Arif.Arif sendiri pernah 10 kali menjumpai badak liar di alam. “Jika masih aman, bisa ketemu.”Perubahan perilaku yang terekam kamera jebak tersebut, kata Arif, menunjukkan fakta dan gambaran bahwa badak liar merasa terancam dan lingkungannya telah berubah.“Badak pun menyesuaikan dengan perubahan itu.”Baca: Menolak Punah Badak Sumatera, Lampung Siap Menjadi Benteng Terakhir [Bagian 2]  Populasi menurunPlt Kepala Balai Taman Nasional Way Kambas [TNWK], Amri mengungkapkan, badak sumatera berstatus Kritis [Critically Endarged], atau satu langkah menuju kepunahan di alam liar.Amri menambahkan, belum bisa dipastikan berapa jumlah badak liar di hutan ini. Namun, sudah dalam angka memprihatinkan.“Populasinya menurun.”Penurunan disebabkan kerusakan habitat dan perburuan liar oleh pemburu gelap. “Ini yang harus kita upayakan bersama, menjaga badak-badak dari perburuan liar.”Amri mengatakan, pihaknya dengan para mitra rutin mengadakan patroli di kawasan TNWK. “Upaya lain untuk melestarikan badak adalah dengan penangkaran untuk pengembangbiakannya.”Penangkaran ini dilakukan di Suaka Rhino Sumatera [SRS] TNWK. Ada tujuh badak di sini, tiga jantan [Andalas, Harapan, dan Andatu], serta empat betina [Ratu, Bina, Rosa, dan Delilah].“Alhamdulillah, ada dua anak badak yang lahir dari pengembangbiakan semi alami tersebut, yakni Andatu dan Delilah,” kata Amri.Baca: Desa Penyangga TNBBS, Benteng Penyelamatan Badak Sumatera  Upaya lain yang dilakukan pengelola TNWK adalah penanaman sekitar 300 jenis tanaman pakan badak di Restorasi Bambangan Resort Margahayu, Seksi Wilayah II Kuala Penet, TNWK.Tanaman itu adalah ara daun lebar, medang, laban, pulai, kluwih, ketapang, hingga Bendo. “Kondisi habitatnya harus diperbaiki, pakan alami disediakan sebagai upaya peningkatan populasi badak,” kata Amri." "Kisah Badak Bercula Dua, Melawan Punah di Provinsi Gerbang Sumatera","Keberadaan badak memang sangat berpengaruh terhadap ekosistem hutan.Arif Rubianto menambahkan, manfaat langsung yang didapatkan dari kehadiran badak adalah sebagai penebar benih tumbuhan. “Dengan begitu keseimbangan alam terjaga.”Kemudian, jika masih ada badak di hutan, kawasan itu memiliki nilai konservasi sangat tinggi. Hal ini berpengaruh dengan geliat perekonomian, bisa dimanfaatkan untuk wisata konservasi, penelitian, dan pendidikan.“Karena badak sumatera tidak ditemukan di negara lain, hanya di Indonesia, di Sumatera khususnya di Lampung, dan di Kalimantan,” kata Arif.Baca juga: Marcellus Adi Riyanto: Dedikasi Dokter Hewan untuk Badak Sumatera  Kejahatan transnasionalUpaya perlindungan badak sumatera dari kepunahan ditanggapi serius oleh jajaran Polda Lampung.Letak geografis, Lampung sebagai pintu gerbang Sumatera ke Pulau Jawa, menjadikan provinsi ini sebagai “arena tempur” para penyelundup dan pemburu satwa liar.Tercatat, Ditrkrimsus Polda Lampung bersama petugas Taman Nasional Bukit Barisan Selatan [TNBBS] mengungkap satu kasus penjualan cula badak sumatera pada November 2018 di Krui, Kabupaten Pesisir Barat.Barang bukti yang disita berupa satu cula badak sumatera berukuran 28 sentimeter dengan berat 200 gram. Cula ini dijual seharga Rp4 miliar.Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Zahwani Pandra Arsyad [Pandra] mengatakan, kejahatan terhadap badak sumatera merupakan kejahatan transnasional.“Ini sangat serius, sama seperti terorisme.”Dalam hal ini, Pandra menambahkan, Polda Lampung bekerja sama dan berkoordinasi dengan instansi terkait untuk penindakan dan pencegahan penjualan satwa atau bagian tubuh satwa dilindungi.“Lampung daerah seksi, menjadi jalur penyelundupan satwa liar dilindungi maupun bagian tubuhnya. Sekarang ini, banyak satwa liar yang asalnya dari Indonesia.”" "Kisah Badak Bercula Dua, Melawan Punah di Provinsi Gerbang Sumatera","Pandra menambahkan, ancaman hukuman yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya sudah jelas.“Ini adalah transnasional crime, bahkan yang karena kelalaiannya pun pelaku dihukum berat. Ini bukti keseriusan penegakan hukum terhadap kelestarian satwa.”  Perlu edukasiDalam kasus penjualan cula badak tersebut, empat pelaku divonis pidana penjara. Para terdakwa adalah tiga warga Bengkulu dan satu orang Babinsa Kodim 0408 Bengkulu Selatan.Tiga warga sipil tersebut adalah A Manap yang divonis 2 tahun penjara dan denda Rp50 juta subsider 2 bulan penjara. Kemudian Ruslan dan Isranto yang divonis 1 tahun 8 bulan penjara, denda sebesar Rp50 juta subsider 2 bulan penjara.Sedangkan Sertu Mustafa divonis 3 bulan penjara dengan masa percobaan 5 bulan, denda sebesar Rp500.000 subsider 1 bulan kurungan.Pandra menuturkan, kebanyakan pelaku yang memperdagangkan cula badak maupun gading gajah adalah warga dengan tingkat perekonomian rendah.“Mereka mencari jalan pintas untuk mendapatkan uang.”Dia menjelaskan, para pelaku yang telah diungkap hanya sebagai eksekutor, baik itu pemburu maupun pedagang. “Di belakang mereka ada yang mendanai, memfasilitasi, memberikan akses dan informasi sesat untuk mendapatkan uang secara instan.”Sebagai upaya preventif, perlu adanya edukasi khusus bagi masyarakat yang tinggal di lokasi dekat kawasan hutan.“Supaya tidak ada lagi perburuan liar, bukan hanya penindakan, tapi juga harus ada pembelajaran, edukasi mengenai satwa liar. Jadi, tidak ada lagi cukong yang bisa mempengaruhi,” jelasnya.  Perhatian khusus Status badak sumatera yang sangat terancam menjadi perhatian khusus pemerintah pusat dengan diterbitkannya Rencana Aksi Darurat [RAD] Penyelamatan Badak Sumatera yang ditetapkan Dirjen KSDAE Wiratno melalui surat keputusan nomor SK.421/KSDAE/SET/KSA.2/12/2018, pada 6 Desember 2018 lalu." "Kisah Badak Bercula Dua, Melawan Punah di Provinsi Gerbang Sumatera","Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi, dalam pernyataan yang disampaikannya pada perayaan Hari Badak Sedunia dan peresmian perluasan Suaka Rhino Sumatera [SRS] II Way Kambas, pada 30 Oktober 2019, mengatakan turunan RAD Penyelamatan Badak Sumatera bisa diterapkan menjadi Surat Keputusan Gubernur Lampung.Terkait satwa bercula dua tersebut, Wakil Gubernur Lampung, Chusnunia Chalim [Nunik] mengatakan, pelaksanaan perlindungan satwa liar dilindungi sebenarnya ada di tangan pemerintah pusat.Ini berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah.“Pemprov Lampung tentu saja tidak lepas tangan. Kami turut membantu upaya-upaya perlindungan melalui beberapa aktivitas,” kata Nunik.Kegiatan itu di antaranya, patroli di wilayah/desa penyangga dan sosialisasi atau penyadartahuan kepada masyarakat.“Sehingga, informasi awal terkait perburuan satwa liar dapat diketahui dan bisa langsung ditindaklanjuti bersama pengelola taman nasional,” jelasnya.Program yang saat ini berjalan, lanjut Nunik, adalah survei potensi badak sumatera di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan [TNBBS] oleh Balai Besar TNBBS bersama mitra.“Jika ditemukan akivitas badak sumatera di wilayah tersebut, kedepan Pemprov Lampung akan mendorong terwujudnya intensive management zone agar habitatnya lebih terplihara.”  Di sisi lain, Ketua Komisi II DPRD Provinsi Lampung, Wahrul Fauzi Silalahi mengatakan, sepanjang sepengetahuannya belum ada usulan baik itu peraturan daerah maupun peraturan gubernur yang secara khusus bicara isu perlindungan dan penyelamatan badak sumatera.“Setahu saya belum ada, tapi nanti saya cek lagi,” katanya.Pun begitu, Wahrul menambahkan, badak merupakan satwa kharismatik yang harus dipertahankan dan dilindungi total oleh seluruh elemen masyarakat dan pemerintah.“Badak ini kan satwa langka, di Lampung masih ada badak, di daerah lain belum tentu ada.”" "Kisah Badak Bercula Dua, Melawan Punah di Provinsi Gerbang Sumatera","Wahrul mengatakan, DPRD Lampung dan Komisi II yang membidangi isu lingkungan siap mendukung jika pemerintah benar-benar serius menangani badak sumatera.“Kami siap mendorong regulasinya, bisa pergub, bisa perda. Tetapi, Pemerintah Provinsi Lampung harus benar-benar serius melakukannya.”Sejauh ini, kata Wahrul, lokasi hutan tempat badak sumatera berada, berdekatan dengan permukiman masyarakat, seperti di TNBBS Tanggamus, TNBBS Liwa, dan TNWK.“Sehingga, pemerintah harus fokus menyelamatkannya. Kami akan mendukung jika ada usulan regulasi dari pemerintah,” tegasnya. * Tri Purna Jaya, jurnalis KOMPAS.com [Kontributor Lampung]. Artikel ini didukung Mongabay Indonesia.   [SEP]" "Potensi Besar Lobster Mutiara dan Lobster Pasir","[CLS]  Lobster mutiara (Panulirus ornatus) dan lobster pasir (Panulirus homarus) menjadi lobster yang potensial untuk dikembangkan melalui sistem budi daya perikanan yang ada di Indonesia. Kedua jenis Lobster tersebut menjadi bagian dari lima lobster yang tumbuh dan berkembang baik di wilayah perairan seluruh Indonesia.Direktur Jenderal Perikanan Budi daya Kementerian Kelautan dan Perikanan Slamet Soebjakto mengatakan, walau kedua jenis lobster di atas memiliki potensi yang bagus untuk dibudidayakan, tetapi itu sangat bergantung pada pasokan benih yang berasal dari alam atau perairan laut secara langsung.“Karena pembenihan Lobster masih belum berhasil dilakukan,” ucap dia saat menjadi pembicara dalam diskusi virtual yang dilaksanakan pada akhir pekan lalu.Selain dua jenis tersebut, masih ada tiga jenis Lobster lain yang juga ditemukan tumbuh dan berkembang dengan baik di hampir semua wilayah perairan. Ketiganya adalah lobster batik (Panulirus longipes), lobster bambu (Panulirus versicolor), dan lobster batu (Panulirus penicillatus).Dalam mengembangkan budi daya lobster, sejak 1999 Indonesia melakukannya dengan mengandalkan pada benih hasil tangkapan langsung di laut dengan skala tradisional. Tetapi, cara tersebut dinilai belum praktik karena memerlukan waktu pembesaran sekitar 8-10 bulan dengan pakan ikan runcah.“Dari benih ukuran transparan hingga mencapai kisaran 100-125 gram per ekor,” jelas dia.baca : Pusat Studi Maritim : Peraturan Baru Ungkap Kedok Pemerintah dalam Eksploitasi Lobster  Saat metode budi daya masih mengandalkan benih tangkapan alam, Slamet menyebutkan kalau harga jual di pasar internasional mencapai nilai yang tinggi. Namun, di saat yang sama harga jual di pasar internasional juga sama tingginya untuk perdagangan benih lobster." "Potensi Besar Lobster Mutiara dan Lobster Pasir","Itu kenapa, sejak 2013 usaha budi daya lobster mulai beralih dari pembesaran menjadi penangkapan di alam secara langsung dan menjualnya ke pasar internasional melalui jalur ekspor. Negara yang tercatat selalu menjadi tujuan ekspor benih lobster adalah Vietnam, yang sampai sekarang dikenal sebagai negara penghasil ekspor terbesar di dunia.Menurut Slamet, metode pengembangan usaha lobster akan terus dilakukan untuk bisa mendukung percepatan produksi perikanan budi daya yang sudah ditetapkan oleh Presiden RI Joko Widodo sebagai sektor prioritas. Untuk 2020, Pemerintah Indonesia menargetkan produksi mencapai 18,44 juta ton dan naik menjadi 22,65 juta ton pada 2024.Dengan target tersebut, lobster diharapkan bisa ikut bergabung bersama komoditas lain yang ditugaskan menjadi penyumbang produksi utama perikanan budi daya seperti ikan air tawar, ikan air payau, ikan laut, dan rumput laut. Tren KenaikanDirektur Jenderal Perikanan Tangkap KKP M Zulficar Mochtar pada kesempatan yang sama mengatakan, komoditas lobster saat ini mengalami kenaikan produksi di seluruh dunia. Dari catatan Organisasi Pangan dan Agrikultur Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) yang dirilis pada 2019, produksi Lobster dunia tumbuh rerata 2,30 persen per tahun.“Sedangkan, dari data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2019, nilai ekspor lobster pada periode 2014-2018 mengalami pertumbuhan rerata 20,42 persen per tahun,” tutur dia.Meski ada tren kenaikan produksi yang juga berarti ada tren kenaikan penangkapan benih lobster di alam, Zulficar menyebutkan bahwa Pemerintah Indonesia tetap memperhatikan sejumlah hal agar usaha lobster bisa berjalan dengan tetap memperhatikan keberlanjutan lingkungan.Semua itu, menyesuaikan dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.) di Wilayah Negara Republik Indonesia." "Potensi Besar Lobster Mutiara dan Lobster Pasir","baca juga : Momentum Tepat untuk Evaluasi Pemanfaatan Lobster   Untuk lobster pasir, sesuai peraturan penangkapan dilakukan saat lobster tersebut sedang tidak dalam kondisi bertelur dan itu bisa dilihat pada abdomen luar dengan ukuran panjang karapas di atas 6 sentimeter atau berat diatas 150 gram per ekor“Lobster jenis lainnya boleh ditangkap jika tidak dalam kondisi bertelur yang terlihat pada abdomen luar dan ukuran panjang karapas di atas 8 cm atau berat diatas 200 gram per ekor,” tambah dia.Kedua persyaratan tersebut bisa dihilangkan, jika penangkapan benih Lobster dilaksanakan di wilayah perairan Indonesia untuk kepentingan kegiatan penyelenggaraan pendidikan, penelitian, pengembangan, pengkajian, dan/atau penerapan di wilayah Indonesia.Kemudian, untuk peraturan aktivitas penangkapan benih bening lobster atau lobster muda, itu bisa dilakukan jika sudah ada kuota dan lokasi penangkapan yang ditetapkan sesuai hasil kajian Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnas Kajiskan).Untuk nelayan yang berhak menangkap lobster muda, Zulficar menyebutkan bahwa itu adalah nelayan kecil yang sudah terdaftar dalam kelompok nelayan di lokasi penangkapan dengan menggunakan alat penangkapan ikan (API) statis.“Untuk pengeluaran benih bening lobster, itu bersumber dari penangkapan yang telah memenuhi ketentuan. Waktu pengeluaran dilaksanakan dengan mengikuti ketersediaan stok di alam yang direkomendasikan oleh Komnas Kajiskan. Kemudian, eksportir juga harus terdaftar,” tegas dia. baca juga : Budi daya Lobster Bisa Dilakukan di Seluruh Indonesia  Potensi Besar" "Potensi Besar Lobster Mutiara dan Lobster Pasir","Kepala Badan Riset Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM KP) KKP Sjarief memberikan penjelasan tentang aktivitas budi daya dan ekspor benih lobster yang sebelumnya dilarang menjadi dibolehkan oleh KKP. Menurut dia, Pemerintah memiliki pertimbangan yang matang dengan berdasar pada hasil kajian yang dilakukan para pakar yang kompeten di bidangnya masing-masing.Tak hanya dari pakar, Sjarief menyebutkan bahwa BRSDM KP juga melakukan kajian dan hasilnya diketahui ada potensi yang sangat besar untuk jenis lobster mutiara dan lobster pasir ini. Kedua jenis lobster tersebut potensinya mencapai 278.950.000 ekor dan tersebar di 11 wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia (WPP NRI).Menurut dia, penangkapan benih lobster dapat dilakukan di lokasi-lokasi yang memiliki karakteristik bertipologi perairan dangkal, sepanjang pantai dan pulau pulau kecil, relatif terlindung (dalam teluk) dan dasar perairan pasir berlumpur, serta terdapat asosiasi terumbu karang-lamun-alga.“Dengan pertimbangan prinsip keberlanjutan, jumlah hasil yangkapan yang diperbolehkan (JTB) benih bening lobster pasir dan lobster mutiara adalah sebesar 139.475.000 ekor untuk dapat dijadikan acuan dalam penentuan kuota penangkapan di seluruh WPPNRI,” papar dia.Agar bisa mewujudkan pengelolaan sumber daya lobster yang bertanggung jawab dan berkelanjutan, maka perlu dilakukan upaya pencatatan hasil penangkapan benih bening di setiap lokasi dan penelaahan berkala terhadap kondisi stok benih bening lobster di alam. Dengan demikian, itu bisa mendukung upaya peninjauan ketersediaan stok benih bening lobster." "Potensi Besar Lobster Mutiara dan Lobster Pasir","Sjarief mengungkapkan, regulasi tata kelola sumber daya perikanan lobster perlu diterapkan untuk memperkuat tata kelola benih lobster. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan, yaitu; pendataan stok benih lobster dan produksi lobster, peluang menata kelembagaan benih Lobster yang optimal, memperkuat pengembangan budidaya lobster, dan memperkuat upaya restocking lobster di sentra benih lobster.Melihat banyak manfaat yang bisa diraih, Sjarief menyebutkan kalau kehadiran Permen KP 12/2020 menjadi momen yang tepat untuk pengembangan usaha budi daya lobster. Hal itu, karena di dalamnya ada tiga makna keseimbangan, yakni pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan sosial, dan keberlanjutan.“Tiga hal ini harus selalu ada dalam setiap pengambilan keputusan. Kita harus menjamin sumber pendapatan untuk masyarakat, kita menjamin pendapatan untuk negara, sekaligus keberlanjutan bagi alam,” tegas dia.  [SEP]" "Penjaga Bumi dari Lampung Barat","[CLS]    Di balik pelaksanaan perhutanan sosial, ada petani yang berjibaku mengelola hutan tetap lestari. Ahmad Erfan [56] memegang erat stang motornya. Ia begitu percaya diri, memacu trail hasil modifikasi dengan ban bergerigi besar. Tak lupa, ia membawa rantai cadangan yang bisa diikat ke roda, antisipasi jika jalan berlumpur menghadang.Jalan setapak sepanjang 1.300 meter itu cukup menantang. Tanjakan dan turunan curam menjadi rintangan sehari-sehari Erfan dan para petani kopi lain, di Register 45B, Pekon Tugusari, Kecamatan Sumber Jaya, Lampung Barat, Lampung.Jarak kebun kopi robusta Erfan dari rumahnya sekitar sepuluh menit. Akhir Juli hingga Oktober 2020, merupakan jadwal panen raya. Dalam perkiraannya, setiap hektar akan menghasilkan 3 ton biji kopi kering.Pada ketinggian 991 meter dari permukaan laut [m dpl], Erfan menanam kopi yang diselingi tanaman sengon, lamtoro, alpukat, durian, pisang, lada, cabai rawit, dan empon-empon.Tanaman tersebut tidak sembarang. Pengalaman tahunan, mengajarinya bagaimana membuat formula yang tepat, agar kopi beserta tanaman tersebut sama-sama berbuah lebat.Kuncinya, kopi harus memiliki tanaman naungan lebih tinggi. Di sisi lain, kopi membutuhkan unsur hara mikro nitrogen yang bisa disuplai dari tanaman legum, melalui akarnya.“Antara kopi dan naungan jangan sampai berebut unsur hara. Penanaman bisa kombinasi buah-buahan, tanaman kayu, juga kebun campuran,” ujar bapak tiga anak, Sabtu [11/7/2020].Usaha Erfan sebagai petani penjaga hutan di register 45B tak sia-sia. Dia mendapatkan penghargaan sebagai Tokoh Hutan Sosial 2018 pilihan Tempo.  Tokoh yang terlibat " "Penjaga Bumi dari Lampung Barat","Kelompok Tani Mitra Wana Lestari Sejahtera yang dikomandoi Erfan mendapat izin mengelola hutan kemasyarakatan [HKm] seluas 262 hektar. Sekitar 103 hektar, berupa lahan miring, mereka tanam pohon kayu untuk konservasi. Ada juga Sugeng Riyanto [48] yang merupakan konseptor dan motivator bersama Erfan, serta Lasimin sebagai eksekutor lapangan, yang aktif di kelompok ini.Ketiganya, kini sudah menjadi tenaga fasilitator di Lampung Barat. Pada 2006, kelompok tani ini mendapat penghargaan Country Best Forest Management [CBFM] Award dari Kementerian Lingkungan Hidup RI.Erfan cukup gencar mendampingi petani ketika izin terbit. Program kebun campuran dalam kebun kopi ia luncurkan, untuk diterapkan pada petani kopi yang dikenalnya. “Berbagi ilmu itu gratis, selagi bisa saya akan terus berbuat,” ucapnya.Kini, anggota kelompok taninya sudah 103 anggota. Erfan paham, hutan bisa dikelola dengan baik oleh masyarakat, asalkan tidak diubah fungsinya. “Selama tidak merusak, masyarakat bisa diberi akses.”“Saya ini bisanya bertani, tapi tidak punya lahan. Izin tersebut membuat saya bisa menghidupi keluarga,” tutur Lasimin.  Selain Mitra Wana Lestari Sejahtera, ada juga Kelompok Tani Bina Wana. Mantan Kepala Desa Tri Budi Syukur, Engkos Kosasih, yang juga ketua kelompok ini menceritakan bagaimana gigihnya perangkat desa mendukung perjuangan tersebut.Pada 1994, warga yang menggarap lahan register diusir oleh pasukan gajah. Dua tahun berselang, Engkos dan para petani coba mengkomunikasikan permasalahan ini kepada pemda.“Ekonomi warga saat itu collapse. Bupati datang, melihat bekas garapan dan akhirnya menjamin warga bisa menanam lagi. Meski begitu, ada warga yang trauma akibat pengusiran.”" "Penjaga Bumi dari Lampung Barat","Engkos gigih meyakinkan masyarakat untuk kembali menggarap lahan. Kabar baiknya, pada 1999 terbit surat keputusan tentang hutan kemasyarakatan [HKm] dari pemerintah pusat. Dia segera membentuk kelompok tani, mengelola lahan register. Namun, saat izin berlaku habis, selama 5 tahun, pada 2005 mereka bingung apakah lahan masih bisa digarap atau tidak.Kabar baik datang. Pemerintah pusat mengeluarkan izin tambahan. “Launching di Yogyakarta tahun 2007, petani mendapat izin kelola hutan selama 35 tahun. Selanjutnya, kami sosialisasikan dan muncullah sejumlah kelompok tani.”Semua yang dilakukan anggota, menjaga hutan dengan konsep hutan kemasyarakatan. Para petani bisa berkebun dan dapat hasil sementara pemerintah tidak memungut biaya. Mereka kini merasakan manfaat hadirnya perhutanan sosial.“Sebelum ada Hkm, masyarakat yang sekolah hingga SMA bisa dihitung jari. Sekarang, sarjana sudah banyak,” tuturnya.Berdasarkan penelitian World Agroforestry Centre-ICRAF, dalam publikasinya di Jurnal Agrivita 2004, bertajuk Perspektif Sejarah Status Kawasan Hutan, Konflik dan Negosiasi di Sumberjaya, Lampung Barat, Provinsi Lampung, Bruno Verbist dan Gamal Pasya menjelaskan bahwa konsep Hkm secara ekonomis menguntungkan.Lanskap mosaik dengan kombinasi berbagai sistem tanam kopi, hamparan sawah, dan lajur tanaman/pepohonan di sepanjang bantaran sungai [riparian strips] tidak selalu buruk, bahkan lebih baik ketimbang hanya hutan sebagai penyedia fungsi daerah aliran sungai [DAS] bagi masyarakat.  Hutan lestari masyarakat sejahtera Wahyudi, Kepala Bidang Penyuluhan, Pemberdayaan Masyarakat dan Usaha Kehutanan Dinas Kehutanan Provinsi Lampung menerangkan, Dinas Kehutanan Lampung telah memberikan 214 izin selama Januari-Mei 2020 pada lahan seluas 176.363 hektar. Sekitar 78 ribu kepala keluarga memperoleh manfaat." "Penjaga Bumi dari Lampung Barat","Dia merinci, kerusakan hutan di Lampung mencapai 375.928 hektar yakni 37,42 persen dari total 1.004.735 hektar. Sementara, kawasan hutan negara di Lampung mencapai 28,45 persen dari total luas Provinsi Lampung. Dengan pemberian izin, diharapkan praktik illegal loging berkurang.Hutan kemasyarakatan memiliki skema lebih fleksibel. Masyarakat boleh menerapkan tumpang sari dengan tanaman kehutanan, asalkan tidak menebang pohon kayu tersebut.“Kami tidak tolerir [kalau menebang].”Ia menilai, penerapan perhutanan sosial tidak bisa dipaksakan. Secara umum, pemerintah memiliki Peta Indikatif dan Areal Perhutanan Sosial [PIAPS]. Fungsinya untuk mengurangi konflik, menambah kesejahteraan warga, dan mengembalikan fungsi hutan.“Jadi, konsepnya keberlanjutan. Hutan yang telanjur rusak juga bisa diberi izin. Opsi pertama, apakah warganya mau keluar dari hutan. Jika tidak, mereka harus mengikuti peraturan perhutan sosial.”Menurut Wahyudi, pemanfaatan perhutanan sosial di Lampung sudah diimplementasikan pada hutan kemasyarakatan, hutan desa, hutan tanaman rakyat, dan kemitraan kehutanan. Sementara, hutan adat belum karena syaratnya cukup berat.  Direktur Bina Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat KLHK, B. Herudojo Tjiptono, saat seminar daring “Perhutanan Sosial dalam Pengelolaan Hutan” pada Kamis [09/7/2020], memaparkan tujuan jangka panjang perhutanan sosial. Utamanya adalah terbangun pusat-pusat ekonomi domestik dan pertumbuhan desa. Juga, ada sentra produksi hasil hutan berbasis desa yang menyerap tenaga kerja, guna mengentaskan kemiskinan.PIAPS mencerminkan alokasi kawasan hutan yang bisa diajukan masyarakat. Secara nasional sampai 24 Juni 2020, realisasi capaian perhutanan sosial sekitar 4.194.689,82 hektar, melibatkan 859.809 kepala keluarga dan 6.632 unit SK izin/hak." "Penjaga Bumi dari Lampung Barat","Di Lampung, berdasarkan PIAPS, dari luasan 383.594 hektar capaian perhutanan sosial sudah termanfaatkan 214.333 hektar. “Saya pikir sangat bagus, sudah 60 persen. Peluangnya besar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan membantu kebutuhan lahan.”Senada Herudojo, peneliti perhutanan sosial dari Universitas Lampung, Hari Kaskoyo, Rabu [15/7/2020] menuturkan bahwa perhutanan sosial memberi anugerah kepada masyarakat luas, yakni sumber air terjaga serta menghindari erosi tanah.“Hutan sehat memang karunia Tuhan. Tapi, kita harus tahu, manusia butuh pasokan oksigen, belum lagi kebakaran yang menyebabkan polusi udara. Kalau udara sejuk, kan tidak perlu AC.”Hari membuat disertasi tentang perhutanan sosial di Lampung Barat. Ia mengatakan neraca sumber daya hutan harus ada. “Petani harus diakui perannya, kalau berhasil ya harus dianggap menjaga hutan.”  Dia meneliti banyak aspek sebelum dan sesudah warga mengikuti pengelolaan hutan kemasyarakatan dari segi alam, sosial, finansial, manusia, dan fisik. Laporannya, terbit di Journal of Sustainable Forestry pada 2017.Hari menyebutkan, setelah ikut HKm, secara umum rumah warga yang berdinding dan beratap kayu menurun untuk semua kategori kekayaan, sedangkan rumah berdinding bata dan beratap meningkat. Kepemilikan sepeda motor dan ponsel juga meningkat setelah petani mengikuti HKm.Setelah masuk program, perubahan paling nyata pada kategori modal manusia adalah proporsi rumah tangga yang menerima pelatihan informal. Ini meningkat signifikan.Pelatihan informal tersebut termasuk layanan pertanian, pembuatan hambatan bangunan untuk erosi, agroforestry, pengolahan kopi, dan sadap karet. Pelatihan ini meningkatkan kemampuan petani untuk secara efisien memanfaatkan modal alam dan produktivitas.Persentase anak bersekolah juga naik, untuk rumah tangga miskin. Faktor ini merupakan kesadaran petani, pendidikan dapat meningkatkan penghidupan anak-anak mereka." "Penjaga Bumi dari Lampung Barat","Masalah saat ini, tutur Hari, sejak 2016 adalah pengelolaan hutan yang beralih dari kabupaten ke provinsi. Dana yang diterima kesatuan pengelolaan hutan [KPH] dari Rp1 miliar menjadi Rp600 juta.“Pengelolaan hutan membutuhkan uang operasional. Bagaimana membuat sistem hutan lestari? Kalau begini, pemerintah kabupaten mesti mengevaluasi,” ujarnya.  Izin menggarap lahan Warsito, mantan Kepala Dinas Kehutanan Lampung Barat, menceritakan tantangan yang dihadapinya ketika menjabat. “Selalu ada kebakaran hutan hingga 3.000 hektar, juga penebangan liar dan perburuan satwa.”Pembentukan kelompok tani tentu sangat membantu, ditambah penyuluh, dan hadirnya LSM lingkungan dalam menjaga hutan. Selama 10 tahun membina, lahir 5 kelompok tani [Bina Wana, Wana Lestari Sejahtera, Setiawan Bakti, Rimba Jaya, dan Rigis Jaya II], yang benar-benar menjaga hutan.“Hutan lestari dan masyarakat sejahtera akan tercapai melalui perhutanan sosial. Menjaga hutan adalah kewajiban kita semua.”Kini, perilaku masyarakat sudah berubah 180 derajat. Kebarakan hutan nyaris tidak ada, begitu pula penebangan liar dan perburuan satwa. “Mereka adalah petani penjaga,” terang penerima penghargaan Tokoh Penggerak Perhutan Sosial KLHK 2019.Warsito menambahkan, pengelolaan hutan bersama masyarakat hasilnya lebih baik dibandingkan hutan taman nasional. “Setelah mantap dengan konsep hutan kemasyarakatan, saya menghadap Bupati Lampung Barat. Beliau bertanya, jadi ini nanti mau nebangin hutan?”“Tidak Pak, justrus mereka akan menanam, tidak akan menebang pohon. Kopinya kan berbuah dan hutan akan semakin bagus,” jawabnya saat itu.Bupati setuju, mengizinkan warga mengelola hutan sementara. Izin yang membawa angin segar bagi para petani di Pekon Tugusari, Kecamatan Sumber Jaya, Lampung Barat." "Penjaga Bumi dari Lampung Barat","Setelah mendapatkan izin sementara, 5 tahun selanjutnya mereka dievaluasi yang hasilnya bagus. Kabar gembiranya, tutur Warsito, terbitlah izin pengelolaan hutan kemasyarakatan selama 35 tahun, terhitung sejak 2007. * Dian Wahyu Kusuma, jurnalis Lampung Post. Artikel ini didukung Mongabay Indonesia.   [SEP]" "Tes Genetika, Cara Baru Penelitian Keragaman Hayati Laut Indonesia","[CLS]  Keragaman hayati Indonesia kini bisa diteliti dengan data masif. Sekelompok peneliti melakukan percobaan meneliti keragaman genetik di lima titik penyelaman populer di nusantara dan menggunakan model yang bisa memproses data besar.Hal ini didiskusikan dalam Oceanogen Talk 01 Live bertajuk Next Generation Sequencing (NGS) and Big Data for Marine Biodiversity Research in Indonesia, Challenges and Opportunities pada Senin (15/6/2020). Ni Kadek Dita Cahyani, peneliti perempuan dari Bali yang sedang menyelesaikan riset Phd di Ecology and Evolutionary Biology Department UCLA Amerika Serikat dan pegiat di Yayasan Bionesia memaparkan generasi terbaru sekuensing data masif ini.Dimoderatori oleh Hawis Madduppa yang memperkenalkan fasilitas laboratoriumnya Oceanogen, yang membawa semangat The Genetic Code of Innovation. “Fasilitas kami sudah bisa identifikasi cepat, buat database keanekaragaman hayati untuk pengelolaan berkelanjutan,” ujar Hawis. Lembaga ini melakukan digitalisasi sampel, melayani berbagai pelayanan DNA, melakukan DNA barcoding, identifikasi makanan, seafood, daging, buah, identifikasi bakteri, melayani industri jenis-jenis makanan, dan lainnya. Misalnya dalam satu kaleng makanan, apa saja genetiknya sehingga bisa melakukan identifikasi secara rigid.Salah satunya Next Generation Sequencing (NGS). Pihaknya juga mengadakan pelatihan dan internship bagi peneliti. Pelatihan terakhir tentang DNA barcoding. Ini adalah metode mengidentifikasi sesuatu atau spesies dengan gen yang spesifik. “Laboratorium sudah makin maju meneliti genetik,” sebut Hawis.baca : Pentingnya Analisis DNA untuk Perangi Kejahatan Satwa Liar  " "Tes Genetika, Cara Baru Penelitian Keragaman Hayati Laut Indonesia","Sementara Dita Cahyani memaparkan makin banyak penelitian genetika kelautan di dunia. Karena itu, peneliti Indonesia harus aktif berperan serta. Misalnya untuk penamaan spesies, filogenetik atau pohon kekerabatan, DNA barcoding, dan meneliti konektivitas genetik yang kini banyak digunakan di bidang konservasi dan industri akuakultur. Akuakultur adalah budidaya ikan hias dengan tujuan mengurangi penangkapan di alam.Salah satu risetnya adalah mengidentifikasi genetik di kedalaman bawah laut Raja Ampat dan Teluk Cendrawasih di Papua, Pulau Weh-Aceh, Kepulauan Seribu, dan Teluk Pemuteran-Bali.Autonomous Reef Monitoring Structure (ARMS), sebuah plat PVC dengan 9 tingkat ditenggelamkan di kedalaman sekitar 10 meter pada 2013 oleh sejumlah peneliti dari berbagai institusi dan universitas di Indonesia. Struktur ini dipasang 90 buah di kelima titik lokasi penyelaman itu, dan yang bisa diambil kembali sekitar 80 buah pada 2016. “Ada yang sudah dibuka oleh seseorang, dan dibuang kembali jadi rusak,” ujar Dita saat dikonfirmasi kembali lewat telepon.Penggunaan struktur materi PVC untuk pengambilan sampel dinilai cukup efektif karena bisa dipakai beberapa kali. Tinggal membersihkan sampel dan ditaruh lagi. Sampel yang melekat di permukaan ARMS ini dikerik, lalu diblender, untuk tes genetiknya. Sampel dianggap mewakili semua organisme yang hidup di titik perairan tersebut." "Tes Genetika, Cara Baru Penelitian Keragaman Hayati Laut Indonesia","Data yang bisa diolah dengan NGS sangat masif atau istilahnya big data. Bisa jutaan sekuens DNA yang diteliti. Hasil penelitian organisme, ada sejumlah ikan unidentified atau tak teridentifikasi dengan bank sampel yang ada. Artinya, keberagamannya bagus. “Di Raja Ampat paling banyak unidentified, ada keragaman biodivesitas karena tidak terdeteksi di database sebagai taksonomi, karena tak ada pembanding,” paparnya. Intinya, dengan NGS, sampling bisa jauh lebih banyak dan lebih cepat dalam asesmen. Sementara bisa disimpulkan, di Raja Ampat, keragaman karang lebih banyak dan menyediakan berbagai habitat organisme yang cukup kaya.Salah satu hipotesis yang diuji, Aceh tidak termasuk dalam kawasan coral triangle, yang dikenal memiliki keragaman laut yang tinggi. Teori lain adalah referensi hubungan arus laut dan juga keragaman habitat.baca juga : Begini Asyiknya Belajar Identifikasi Forensik DNA Penyu Untuk Bongkar Perdagangan Satwa  Metode penelitian ini juga bisa melihat pola secara molekuler, apakah berbeda di tiap lokasi? “Mikrobia tak memiliki kelompok genetik yang spesifik di tiap lokasi, di mana-mana ada. Metazoa, hewan bersel banyak keragamannya beda-beda di Indonesia,” lanjutnya. Misalnya ikan yang jenisnya sama, genetiknya beda. Jika diteliti, walau jenisnya sama, namun tiap lokasi genetiknya beda-beda.Secara ekologis, manfaat penelitian keragaman genetik ini adalah untuk preservasi sumber plasma nutfah tiap daerah. “Kita perlu tahu punya apa saja. Screening invasive spesies bisa dilakukan dengan data seperti ini,” jelas Dita. Tantangannya, perlu makin banyak database untuk komparasi. Misal untuk jenis invasif, berapa banyak yang invasif dan yang masih ada di Indonesia." "Tes Genetika, Cara Baru Penelitian Keragaman Hayati Laut Indonesia","Manfaatnya juga di bidang farmakologi, makin tertarik dengan sumber-sumber genetik baru dan mencari perbedaannya di tiap lokasi. Misalnya sponge mana yang genetiknya bagus, bolehkah diambil? Dita menyebut ini yang perlu diatur, pemanfaatannya oleh pemerintah seperti KKP dan LIPI, menilai spesies apakah endemik atau tidak. Database ini menurutnya wajib bisa diakses peneliti. Sebagai baseline riset.Menurutnya banyak yang masih merasa bahwa database itu sebaiknya jangan dibuka untuk umum, karena takut dengan pencurian data, dan lainnya. Padahal database secara umum diperlukan untuk bisa diakses lebih banyak kalangan, dan ini adalah tanggung jawab peneliti untuk bisa menyediakan data penelitian secara terbuka untuk kepentingan orang banyak. Dita mengatakan, jika riset ini selesai, akan diserahkan ke LIPI.Ketersediaan laboratorium juga penting. Sementara, untuk Indonesia, lokasi terdekat fasilitas sekuensing dengan data masif sebelumnya hanya di Singapura. Syukurnya kini sudah bisa di Indonesia seperti Oseonogen itu. Laboratorium milik Eijkman, menurut Dita, juga mampu namun saat ini sedang fokus di penelitian COVID-19.baca juga : Analisis DNA Menunjukkan, Populasi Badak Sumatera Tidak akan Pernah Pulih  Identifikasi SpesiesSecara sederhana, Dita menjelaskan, model ini bisa mengurai susunan DNA dari individu dengan teknik molekuler untuk membedakan spesiesnya. Sebagai contoh, kini banyak penjualan sirip hiu, pemerintah susah mengidentifikasi apakah berasal dari spesies dilindungi atau tidak. Kalau dari visual atau morfologi mungkin bisa diidentifikasi seperti ciri black tip, dan lainnya." "Tes Genetika, Cara Baru Penelitian Keragaman Hayati Laut Indonesia","Namun akan menyulitkan jika sudah tak bisa dilihat fisiknya. Karena itu diperkenalkan identifikasi molekuler. Identifikasi molekuler juga bisa dimanfaatkan untuk kasus mamalia terdampar. Walau sejumlah dokter hewan sudah ahli membedakan morfologi, tapi jika menemukan yang sudah membusuk, maka pengujian molekuler bisa membantu menjawab.Untuk bidang konservasi, penelitian ini bisa menentukan lokasi marine protected area, dan konektivitas satu populasi dengan lainnya. Di mana area pemijahan, lokasi larva menyebar, dan lainnya untuk menentukan zona perlindungannya.Dita menjelaskan, umumnya jenis riset seperti ini memakai pendekatan standar sekuensing. Cara membaca urutan DNA. Pada dasarnya membaca satu gen yang diperbanyak dari satu individu. Hasilnya adalah satu gen dan satu urutan basa dari satu individu. Keuntungan cara ini murah dan cenderung sederhana. Karena itu paling banyak digunakan di Indonesia.menarik dibaca : Kabar Buruk Jika Makan Daging Mamalia Terdampar  Namun saat ini perkembangan genome sekuensing sangat ketat, tak hanya pada manusia juga organisme lain seperti hewan dan tumbuhan. Alat dan reagen makin murah, dan caranya bergeser dari sekuensing jadi next generation. “Ini pembacaan DNA yang baru, lebih masif dan cepat dibanding sekuensing generasi sebelumnya. Bisa lebih banyak gen dari satu individu atau gen sama dari banyak individu,” papar Dita.Implementasi NGS ini misalnya di environmental DNA (eDNA), sebuah metode mengambil sampel dari lingkungan tanpa terlihat organismenya di sana. Misalnya ketika ambil dari air, saat itu ada ikan yang lewat dan selnya keluar, ini bisa diidentifikasi. Bisa dipisahkan genetiknya.Jika dulu mengambil sampel satu individu satu gen. Sekarang bisa ambil dari satu komunitas, untuk mendapat banyak spesies dan bisa diidentifikasi berdasar gen yang ditarget. “Laboratorium kita bisa mengerjakan, kita udah siap dengan metode ini,” imbuhnya." "Tes Genetika, Cara Baru Penelitian Keragaman Hayati Laut Indonesia","Jika tidak bisa menganalisis, Dita menyebut cukup dengan memberikan ekstraksi DNA ke fasilitas sekuensing. Bagian paling menantang menurutnya adalah pengalaman menggunakan bioinformatic pipeline, mengidentifikasi data yang besar dan rumit dengan computer based analysis. Tipsnya harus disiplin mengikuti alur analisis, mencatat data dengan teliti dan simpan raw data jika sewaktu-waktu diperlukan untuk analisis ulang.Bioinformatic Pipeline ini bekerja dengan empat proses besar, pertama menarik raw dana, clean-up, misal hapus barcode tertentu atau sekuens dengan kualitas buruk. Kedua, mengelompokkan sekuens yang sama dari ribuan sekuens. Proses ketiga, melihat taksonominya, dan proses keempat, visualisasi data untuk memudahkan pembaca memahami hasil penelitian“Banyak data genetik Indonesia belum ada di bank data sehingga banyak ditemukan unidentified,” keluh Dita. Harapannya, penelitian genetik terus berkembang di Indonesia, sehingga semakin banyak data genetik yang tersedia di bank data.Pengelolaan data di Indonesia dengan server bagus sangat bermanfaat agar peneliti bisa menganalisis data mandiri dan tak tergantung partner di luar negeri.baca : Apakah Tes DNA Penyu Bisa Menelusuri Lokasi Penangkapannya?  Dita juga pernah meneliti untuk tesisnya dari mana saja penyu yang makan di kawasan ruaya Berau, Kalimantan Timur. Hasilnya, berdasarkan data genetik, penyu yang makan di daerah Berau berasal dari sejumlah pesisir yang menjadi lokasi peneluran . “Penyu cenderung kembali ke lokasi bertelur, sehingga dengan melihat apakah seekor penyu memiliki genetik yang spesifik berdasarkan daerah peneluran, kita bisa memperkirakan asal dari penyu yang sedang makan di Berau, asumsi itu diuji,” sebutnya." "Tes Genetika, Cara Baru Penelitian Keragaman Hayati Laut Indonesia","Akhirnya simpulan diperkuat, Berau adalah daerah pakan bagi penyu-penyu dari berbagai daerah peneluran di sekitar laut Sulu Sulawesi, termasuk Malaysia dan Filipina. Penyu adalah satwa lintas negara, karena itu konservasinya tak bisa satu negara saja. Metode ini diturunkan ke adik kelasnya, mahasiswa S2 FKH Unud mengaplikasikan penelusuran genetik ini untuk identifikasi penyu yang diselundupkan di Bali.  [SEP]" "Model Perizinan Berbasis Resiko yang “Penuh Resiko” dalam UU Cipta Kerja","[CLS] Kontroversi yang ditimbulkan oleh Omnibus Law UU Cipta Kerja belum juga kunjung reda. Salah satunya adalah mencuatnya respon publik dikarenakan pengesahannya yang mendadak beberapa hari lalu. Belakangan ini telah muncul isu mengenai pertanahan, ketenagakerjaan, dan juga UMKM. Namun, ada salah satu unpopular issue, yakni terkait perizinan.Perubahan mendasar perizinan yang dicanangkan melalui UU ini adalah perombakan paradigma perizinan di Indonesia, utamanya perizinan berusaha. Perubahan tersebut dari model berbasis izin biasa (license approach) menjadi perizinan berbasis resiko (risk-based licensing). Tujuannya untuk menyederhanakan perizinan berusaha di Indonesia.Singkatnya, pendekatan seperti ini membuat pemerintah memberikan izin berdasarkan tingkatan resiko dan ancaman lingkungan eksternal dari suatu kegiatan usaha. Konsekuensinya, pemerintah memberikan kepercayaan kepada tiap pelaku usaha untuk melakukan kegiatan usaha sesuai standar risiko yang telah ditetapkan pemerintah.Padahal, kita tidak bisa menjamin standar resiko yang ditetapkan pemerintah apakah sudah sesuai atau belum. Yang penting sih investor datang, bukankah begitu agenda pemerintah belakangan ini?  Mari Tengok Dulu Negara LainRisk-based licensing bukanlah hal yang baru di dunia ini. Inggris menerapkan model ini dengan menyertakan sebuah risk assessment terhadap suatu usaha. Hal ini dinyatakan oleh Philip Hampton dalam laporannya pada tahun 2005 yang berjudul Reducing Administrative Burdens: effective inspection and enforcement.Untuk menilai dan melakukan asesmen tersebut, terdapat lembaga The Financial Services Authority nantinya melakukan sebuah inspeksi (on-site visits) terhadap kegiatan usaha." "Model Perizinan Berbasis Resiko yang “Penuh Resiko” dalam UU Cipta Kerja","Lain cerita, Australia menerapkan risk-based licensing oleh Environment Protection Authority (EPA) terhadap resiko lingkungan. EPA mengeluarkan sebuah licensing guidelines yang menentukan tingkat resiko beserta rekomendasi penggunaan izinnya.Namun, EPA juga menerapkan beberapa standard conditions yang wajib dipenuhi bagi semua pemegang izin, salah satunya adalah laporan tahunan dari pemegang izin jika terdapat insiden yang mengancam lingkungan.Terdapat dua kondisi yang ditentukan, yakni kewajiban untuk memenuhi standard conditions dan dilaksanakan assessment lanjutan terkait risiko terhadap lingkungan.Indonesia perlu melakukan kajian perbandingan penerapan dengan negara lain, khususnya kedua negara di atas. Indonesia perlu menerapkan risk assesment berbasis penilaian lapangan seperti yang dilakukan oleh Inggris untuk mempertimbangkan dengan tepat sifat bisnis serta semua faktor eksternal yang dapat mempengaruhi risiko kegiatan perusahaan.Indonesia juga perlu mengadaptasi skema standard conditions seperti di Australia. Skema ini akan memberikan persamaan hukum bagi seluruh pemohon izin dan bertujuan memberikan proteksi untuk meminimalisir resiko pelanggaran, bahkan bagi kegiatan usaha dengan tingkat resiko paling kecil sekalipun.Baca juga: Dua Perusahaan Cemari DAS Citarum Kena Hukum Rp16,26 Milyar Pengaturan Perizinan Berbasis Risiko dalam UU Cipta KerjaPenerapan Perizinan Berbasis Risiko ditekankan pada perizinan berusaha. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 6 – 12 UU Cipta Kerja (Dokumen Final Paripurna DPR, Oktober 2020). Perizinan berbasis risiko dilakukan berdasarkan penetapan tingkat resiko kegiatan usaha meliputi kegiatan usaha berisiko rendah, menengah, dan tinggi.Kategori Rendah, hanya memerlukan Nomor Izin Berusaha (NIB) saja sebagai legalitas pelaksanaan izin berusaha. Kategori menengah, memerlukan NIB dan Sertifikat Standar." "Model Perizinan Berbasis Resiko yang “Penuh Resiko” dalam UU Cipta Kerja","Sedangkan terhadap Kategori Tinggi barulah memerlukan NIB dan izin. Izin tersebut merupakan persetujuan Pemerintah Pusat untuk melaksanakan kegiatan usaha yang wajib dipenuhi oleh pelaku usaha sebelum melaksanakan kegiatan usahanya.Artinya, pemerintah juga harus membuat indikator dan sekaligus klasifikasi usaha. Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) dalam Catatan Terhadap Wacana Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja (2020) menyatakan pengaturan perizinan berbasis resiko tidak dapat diterapkan dengan baik di Indonesia, karena penentuan resiko cenderung subyektif, mudah diperdebatkan, serta memerlukan banyak data dalam pemeringkatan resiko.Lebih lanjut, terdapat beberapa ketentuan pengaturan dalam UU ini yang ditentukan akan diatur lebih lanjut melalui peraturan pemerintah, Pasal 12 misalnya. Kita ketahui Peraturan Pemerintah merupakan produk hukum yang dikeluarkan oleh pemerintah secara mandiri, tanpa adanya peran dari unsur/lembaga perwakilan rakyat.Tentu hal ini menjadi masalah, karena tidak akan ada keterlibatan masyarakat dalam membuat keputusan.Padahal, perizinan usaha akan sangat berdampak pada masyarakat, misalnya terkait dengan tanah dan lingkungan. Potensi konflik kepentingan juga dapat memengaruhi pembentukan peraturan pemerintah. Selain itu, dapat dilihat bahwa ada kontradiksi sebenarnya.Satu sisi, UU ini dibuat dengan maksud untuk mengatasi banyaknya peraturan saat ini. Namun di sisi lain, UU ini malah mensyaratkan adanya berbagai aturan turunan.Walaupun sebenarnya ada mekanisme pengujiannya ke MK dan MA jika terjadi pertentangan norma, namun itu tetap membutuhkan proses yang lama untuk menyelesaikannya. Justru hal ini akan merugikan usaha yang telah berjalan, karena harus menyesuaikan lagi dengan aturan yang baru." "Model Perizinan Berbasis Resiko yang “Penuh Resiko” dalam UU Cipta Kerja","Seharusnya detail pengaturan telah diletakkan dalam UU Cipta Kerja sekaligus. Hal ini untuk menjamin keterwakilan suara masyarakat serta lebih memberikan kepastian hukum.Baca juga: Menyoal Penegakan Hukum Kasus Kebakaran Hutan dan Lahan  Dampak Terhadap Sektor LingkunganPerizinan berbasis resiko memiliki keterkaitan erat dengan usaha di sektor lingkungan. Tidak adanya ketentuan izin pada kategori usaha rendah dan menengah juga akan meniadakan syarat izin sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH).Bahkan, nomenklatur “izin lingkungan” dalam UU PPLH sejatinya telah diubah oleh Pasal 22 angka 1 UU Cipta Kerja dengan konsep Persetujuan Lingkungan. Walaupun memang, pemenuhan Amdal masih dipertahankan dalam memperoleh dasar uji kelayakan lingkungan hidup. Tetapi penyusunan dokumen Amdal pada Pasal 22 angka 5 UU Cipta Kerja sangat disederhanakan.Amdal tidak lagi mendasarkan prinsip pemberian informasi yang transparan dan lengkap serta prinsip pemberitahuan sebelum kegiatan dilaksanakan. Lebih lanjut, masyarakat yang dilibatkan hanyalah masyarakat yang terkena dampak langsung.Padahal dalam Pasal 26 UU PPLH mengamanatkan pelibatan masyarakat pemerhati lingkungan hidup dan juga yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses Amdal. Artinya, penyederhanaan konsep perizinan juga mengakibatkan semakin minimnya partisipasi masyarakat dalam menjaga lingkungan hidup.Selain itu, UU Cipta Kerja membuat pengelolaan izin sektor lingkungan terkesan sangat tersentralisir. Berdasarkan Pasal 22 angka 23 UU Cipta Kerja, kewenangan penetapan Amdal dan Uji Kelayakan Lingkungan dilakukan oleh Pemerintah Pusat, sedangkan Pemerintah Daerah hanya sebagai pelaksana." "Model Perizinan Berbasis Resiko yang “Penuh Resiko” dalam UU Cipta Kerja","ICEL (2020) menyatakan bahwa kemampuan pemerintah pusat dari segi kuantitas dan akses ke daerah di seluruh Indonesia sangat terbatas untuk benar-benar mengetahui dan memahami kondisi lingkungan di lokasi, karena masalah lingkungan hidup sifatnya sangat site specific.Masalah lingkungan seharusnya dipahami berdasarkan kondisi yang benar-benar terjadi di lapangan, dan yang mengetahui tentu adalah unsur/lembaga yang paling dekat di daerah tersebut. Konsepsi perizinan seperti ini menderogasi makna dan semangat perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang terkandung dalam UU PPLH.  Terkait Mekanisme Pengawasan dan Evaluasi PerizinanPermasalahan lain dapat kita lihat pada pasal pengawasan yang diatur dalam Pasal 12, yang berbunyi: “Pengawasan terhadap setiap kegiatan usaha dilakukan dengan intensitas pelaksanaan berdasarkan tingkat risiko kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (7)”.Namun pasal ini tidak memberikan tata cara yang akan dilaksanakan untuk mengawasi kegiatan usaha. Lagi-lagi, mekanisme pengawasan tentunya akan diatur dalam suatu peraturan turunan.Ringkasnya pasal pengawasan seakan-akan pembentuk undang-undang tidak memikirkan keberlakuan dari model perizinan ini nantinya. Niat untuk memberikan izin yang mudah, tidak diimbangi dengan melakukan pengawasan yang ketat. Padahal potensi pelanggaran terhadap izin tetap ada, bahkan justru bertambah lebih besar.Salah satu konsep pengaturan yang dimungkinkan adalah pemberian sanksi administratif atau sanksi pidana. Tentu dengan tetap mempertimbangkan prinsip pidana sebagai ultimum remidium.Masih banyak hal sebenarnya yang harus dipertimbangkan oleh Pemerintah bersama DPR dalam mengesahkan UU Cipta Kerja ini. Mengingat respon penolakan dari berbagai elemen masyarakat terus ada. UU ini seharusnya menjadi momentum perbaikan kerangka hukum Indonesia di bidang kegiatan usaha, khususnya dalam meningkatkan kualitas perizinan." "Model Perizinan Berbasis Resiko yang “Penuh Resiko” dalam UU Cipta Kerja","Tujuan deregulasi yang disematkan dalam UU Cipta Kerja harus juga diimbangi dengan tindakan pembentuk undang-undang yang mencerminkan pertanggungjawaban terhadap deregulasi tersebut. Jangan sampai deregulasi nantinya menimbulkan pengaturan yang membingungkan, atau justru mengamanatkan peraturan-peraturan baru.Perubahan pendekatan terhadap pengaturan perizinan dalam Hukum Indonesia tidak terlepas dari tujuan menciptakan debirokratisasi dan deregulasi perizinan. Namun, Indonesia sendiri belum pernah melakukan perombakan pengaturan semasif ini.Penerapan Perizinan Berbasis Resiko di satu sisi dapat menjadi pionir dan terobosan hukum jika memang berhasil menjawab masalah birokrasi di Indonesia. Namun di sisi lain, pendekatan ini dapat menjadi bumerang bagi kerangka hukum perizinan dan administrasi negara. Lingkungan akan menjadi sektor yang paling terkena dampak dengan adanya konsepsi perizinan seperti ini.Kesimpulannya, pengusaha mendapatkan keuntungan double. Pertama, bagi usaha yang memiliki dampak resiko rendah dihilangkan dari kewajiban izin, sedangkan bagi yang masih memerlukan izin dimudahkan perizinannya.Dimudahkannya perizinan dengan tidak diimbangi pengawasan akan membuat potensi pelanggaran terhadap lingkungan hidup meningkat. Sangat disayangkan sekali usaha untuk mengundang investasi, malah mengorbankan semangat kita untuk menjaga bumi. Referensi Ady Rhea DA, “Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja Ubah Konsep Perizinan”, diakses pada 8 Oktober 2020.Environmental Protection Authority (EPA), 2016, EPA licencing guideline: environmental risk levels, Environment Protection Authority, Sydney.Environmental Protection Authority (EPA), “Risk-based licencing”, diakses pada 8 Oktober 2020.Feby Ivalerina dkk, 2020, Hukum dan Kebijakan Lingkungan dalam Poros Percepatan Investasi: Catatan Terhadap Wacana Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Jakarta, hlm. 6." "Model Perizinan Berbasis Resiko yang “Penuh Resiko” dalam UU Cipta Kerja","Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), “Catatan atas RUU Cipta Kerja”, diakses pada 9 Oktober 2020.Philip Hampton, “Reducing Administrative Burdens: effective inspection and endforcement”, The Hampton Review – Final Report, diakses pada 8 Oktober 2020.Rancangan Undang-Undang Nomor … Tahun … Tentang Cipta Kerja (Tambahan Lembaran Negara Nomor…). Dokumen Final Paripurna DPR, Oktober 2020.  * I Wayan Bhayu Eka Pratama, penulis adalah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Artikel ini adalah opini penulis  [SEP]" "Melepas Tukik di ‘Rumah Tinggal Penyu’ Pulau Kapoposang   ","[CLS]  Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang melakukan kegiatan monitoring terhadap biota laut dilindungi yaitu penyu yang melakukan pendaratan untuk bertelur di Taman Wisata Perairan (TWP) Kepulauan Kapoposang, Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan.Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui lokasi titik pendaratan penyu bertelur, memonitor kondisi sarang/lubang telur, serta memberikan pengamanan kepada sarang telur dari ancaman predator.“Terlebih, penyu merupakan salah satu biota laut yang dilindungi keberadaannya dengan status terancam punah. Maka sudah menjadi kewajiban BKKPN sebagai unit pelaksana teknis (UPT) pengelola kawasan konservasi perairan nasional untuk melakukan tindakan dan upaya perlindungan,” sebut Ikram Sangadji, Kepala BKKPN Kupang kepada Mongabay Indonesia, Minggu (24/5/2020).baca : Makin Banyak Penyu Ditemukan Mati di Sekitar Bali  Monitoring PenyuAryo Hanggono, Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (DJPRL) KKP menyampaikan bahwa penyu merupakan salah satu biota laut yang dilindungi keberadaannya sesuai Undang Undang No.5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem. Badan Konservasi Dunia IUCN juga memasukkan penyu dalam kategori terancam punah.“Sudah sepatutnya bagi kita untuk menjalankan amanat Undang-Undang dan melakukan tindakan preventif untuk mengurangi ancaman keberlangsungan hidup penyu. Itu merupakan tanggung jawab kita sebagai pengelola kawasan konservasi” tegasnya dalam rilis KKP yang diterima Mongabay Indonesia, Minggu (24/5/2020).Monitoring pendaratan penyu bertelur, jelas Aryo, dilakukan oleh tim lapangan Wilker TWP Kapoposang bersama dengan kelompok masyarakat Web Spider binaan BKKPN pada tanggal 16 hingga 21 Mei 2020.Monitoring dilakukan dengan patroli di sepanjang garis pantai Pulau Kapoposang yang telah teridentifikasi sebagai area pendaratan penyu untuk bertelur." "Melepas Tukik di ‘Rumah Tinggal Penyu’ Pulau Kapoposang   ","baca juga : Abrasi Parah, Kampung Mampie dan Penyelamatan Penyu Terancam  Patroli di sepanjang pantai Pulau Kapoposang ini menurutnya, dilakukan pada saat pasang tertinggi, karena pada saat pasang penyu biasanya mulai naik untuk bertelur dan kembali lagi ke laut pada saat surut.“Monitoring juga dilakukan dengan memonitor kondisi lubang telur yang telah ditemukan oleh tenaga lapangan dan telah memasuki waktu untuk menetas, penandaan sarang/lubang tersebut,dan pemberian perlindungan berupa pagar perlindungan dari predator,” ungkapnya.“Dari hasil monitoring, ditemukan tiga induk penyu, yaitu dua induk penyu hijau dan seekor penyu sisik,” ungkapnya.Berdasarkan hasil pengecekan sarang/lubang telur oleh tim lapangan, papar Aryo, ditemukan dua lubang telur telah menetas yaitu pada tanggal 20 Mei 2020 sebanyak 64 tukik penyu hijau. Selain itu, pada tanggal 21 Mei 2020 telah menetas sebanyak 43 tukik penyu sisik.“Terhadap tukik yang telah menetas selama monitoring berjalan, dilakukan pelepasliaran oleh tenaga lapangan dan kelompok masyarakat binaan BKKPN Kupang,” ungkapnya.menarik dibaca : Venu, Pulau ‘Surga Penyu’ Yang Terancam Hilang Dari Tanah Papua  Didukung MasyarakatKepala BKKPN Kupang, Ikram M Sangadji menjelaskan bahwa kegiatan monitoring terhadap biota dilindungi khususnya penyu merupakan agenda wajib yang dilakukan oleh BKKPN Kupang.Dalam kegiatan ini jelas Ikram, tim lapangan melakukan pencatatan waktu, koordinat, jenis, jumlah individu, dan foto jika dimungkinkan serta tagging terhadap penyu-penyu tersebut.“Kami telah menyusun Satandar Operasional Prosedur (SOP) sebagai standard pelaksanaan monitoring di lapangan, sehingga pelaksanaan monitoring telah berstandar dan data dapat diperoleh secara optimal,” jelasnya," "Melepas Tukik di ‘Rumah Tinggal Penyu’ Pulau Kapoposang   ","BKKPN Kupang juga telah memiliki tenaga lapangan yang siap siaga selama 24 jam di Pulau Kapoposang, serta didukung oleh masyarakat yang sadar akan pentingnya konservasi dan tergabung dalam kelompok binaan.“Ini yang membuat TWP Kepulauan Kapoposang dapat melakukan pengelolaan kawasan konservasi secara optimal khususnya dalam pemantauan biota dilindungi,”  ucapnya.Keberadaan dan kemunculan penyu sebut Ikram, tidak dapat dijumpai di semua perairan pantai di Indonesia karena terjadinya penurunan jumlah populasi dan penyu memiliki kebiasaan bermigrasi dan memilih wilayah perairan yang kondisinya relatif masih cukup baik dan jauh dari aktivitas manusia.TWP Kapoposang, katanya, sering disebut sebagai ‘rumah tinggal penyu’, karena keberadaannya sudah menjadi hal yang biasa dan berdampingan dengan masyarakat pulau Kapoposang.“Berdasarkan laporan masyarakat, kemunculannya ditemukan setiap saat khususnya pada daerah rehabilitasi karang, ekosistem padang lamun, titik penyelaman, dan zona inti,” paparnya.baca juga : Menumbuhkan Karang dan Memberdayakan Masyarakat di Kapoposang  Mudah DijumpaiTWP  Kapoposang  merupakan salah satu kawasan konservasi perairan yang menjadi habitat alami bagi penyu.Keberadaan penyu di tempat ini, sebut Ikram, dapat  dijumpai hampir di setiap sudut pulau Kapoposang termasuk di berbagai titik penyelaman, bahkan bisa terlihat di bawah dermaga di pulau ini.“Kita dapat menjumpai penyu di bawah dermaga dan di pagi hari sambil snorkeling kita bisa menyaksikan penyu yang sedang lahap memakan lamun di hamparan ekosistem padang lamun di Pulau Kapoposang,” ujarnya.Menurut Ikram, TWP Kapoposang merupakan kawasan yang potensial untuk dikembangkan menjadi desa wisata bahari atau diistilahkan ‘Dewi Bahari’, Kapoposang sebutnya, memiliki 13 titik penyelaman, salah satunya bernama turtle point, sebab spot tersebut dikenal merupakan habitat asli dari penyu sisik." "Melepas Tukik di ‘Rumah Tinggal Penyu’ Pulau Kapoposang   ","“Kita bisa mengembangkan potensi ini, bahkan dari kegiatan monitoring terhadap pendaratan penyu bertelur kita dapat membuat bisnis wisata konservasi untuk menyaksikan penyu bertelur,” ungkapnya.perlu dibaca : Hancurnya Industri Wisata Selam Indonesia di Tengah Wabah Corona  Data KKP menyebutkan, kepulauan Kapoposang merupakan bagian dari Kepulauan Spermonde dan secara administratif masuk dalam wilayah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Pangkep, Sulawesi Selatan.SK Menteri Kehutanan No.588/Kpts-VI/1996 tanggal 12 September 1996 menetapkan Kepulauan Kapoposang sebagai Taman Wisata Alam Laut dengan luasan sebesar 50. 000 hektar dan memiliki panjang batas 103 km.Saat ini Pengelolaan Kepulauan Kapoposang dan perairan sekitarnya telah diserahkan kepada Departemen Kelautan dan Perikanan sesuai dengan berita acara serah terima no: BA.01/menhut-IV/2009 dan No. BA. 108/MEN.KP/III/2009 pada tanggal 4 maret 2009 dengan nama Taman Wisata Perairan Kepulauan Kapoposang dan Laut di sekitarnya.TWP Kapoposang ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan melalui Kep.66/Men/2009 tentang Penetapan Kawasan Konservasi Perairan Nasional Kepulauan Kapoposang dan Laut Disekitarnya di Provinsi Sulawesi Selatan, pada tanggal 3 September 2009.Kawasan Pelestarian Alam dengan fungsi Taman Wisata Perairan Kepulauan Kapoposang dan Laut di sekitarnya yang diserahterimakan dari Departemen Kehutanan ke Departemen Kelautan terdiri dari 6 pulau.Keenam pulau tersebut yakni pulau Kapoposang dengan luas 42 Ha, Pulau Papandangan dengan luas 13 Ha, Pulau Kondongbali dengan luas 15 Ha, Tambakhulu 5 Ha, Pamanggangang 5 Ha dan Suranti 4 Ha.*** Keterangan foto utama : Tukik yang berjalan  menuju laut lepas. Foto: Sapariah Saturi/Mongabay Indonesia  [SEP]" "Usai Aksi Protes Tambang, Mahasiswa di Kendari Alami Penganiayaan","[CLS]     Panas terik membakar kulit puluhan mahasiswa Universitas Halu Oleo, Sulawesi Tenggara yang aksi di depan DPRD Sulawesi Tenggara, Kendari, Kamis, (2/1/20). Mereka protes dan mendesak pihak berwenang mengusut dan tegakkan hukum bagi perusahaan-perusahaan tambang yang diduga beroperasi di hutan lindung tanpa izin.Usai aksi, kepala Iksan, mahasiswa Fakultas Kehutanan, kena tebas. Bersyukur, nyawanya masih tertolong setelah mendapatkan perawatan medis. Berbagai pihak pun mengecam tindakan penganiayaan terhadap mahasiswa usai aksi tolak tambang bermasalah ini.Baca juga: Cerita Warga Menanti Wawonii Terbebas dari PertambanganAwalnya, mereka konvoi dari kampus menuju Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sultra. Sambil konvoi, mereka meneriakkan agar ada tindak tegas dan proses hukum terhadap dugaan pelanggaran perusahaan tambang di Konawe Utara itu. Perusahaan pertambangan yang mereka sedang kritisi itu, PT Masempo Dalle (MD), PT Makmur Lestari Primatam (MLP) dan PT Astima Konstruksi (Askom).Puluhan mahasiswa ini tergabung dalam Pengurus Pusat Sylva Indonesia (Ikatan Mahasiswa Kehutanan Se-Indonesia).Ketiga perusahaan ini menurut mereka, bersama-sama menambang dalam kawasan hutan lindung Konawe Utara, yang diduga tak memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan(IPPKH) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.Andriansyah, koordinator lapangan di depan DPRD Sultra mengatakan, kehadiran mereka karena kerisauan mahasiswa Fakultas Kehutanan melihat hutan lindung terbabat alat berat secara ilegal.“Kapolda Sulawesi Tenggara, jangan tinggal diam melihat PT Masempo Dalle Cs menerobos hutan lindung. Apalagi, pemerintah seperti Dinas Energi Sumber Daya Mineral dan Dinas Kehutanan sampai saat ini kami anggap telah turut serta melakukan kejahatan di Konut,” katanya.Dia mendesak, Polda Sultra, menangkap dan memenjarakan perusahaan-perusahaan yang beroperasi di kawasan hutan itu." "Usai Aksi Protes Tambang, Mahasiswa di Kendari Alami Penganiayaan","Hasil monitoring data dari instansi terkait, ketiga perusahaan ini diduga melakukan kejahatan kehutanan berdasarkan UU Kehutanan dan UU Mineral dan Batubara (Minerba).“Kami juga meminta DPRD untuk RDP (rapat dengar pendapat-red) hingga kasus bisa diusut tuntas,” katanya.Dengan RDP, kasus ini bisa transparan dan diikuti publik dan semua pihak dimintai komitmen untuk merawat hutan dan lingkungan di Sultra.Baca juga: Demo Tuntut Pemerintah Sultra Cabut Izin Tambang di Wawonii, Warga Alami Kekerasan AparatDi DPRD, puluhan mahasiswa ini ditemui Wakil Ketua DPRD Nur Salam Lada, di ruang aspirasi. Nur Salam mengatakan, kasus tambang di Konut saat ini jadi perbincangan. Tidak saja di kalangan mahasiswa, tetapi lintas sektor di pemerintahan juga, termasuk beragam konflik tambang.Politisi PDIP ini meminta, kasus ini akan ditundaklanjuti dan menanti jadwal dengar pendapat.Selain itu, MD, MLP dan Askon, katanya, banyak laporan terkait problem tambang di DPRD. Untuk itu, beberapa setelah terima laporan memungkinkan dengar pendapat.“Kami sudah memahami tuntutan ini., akan hearing. Kita akan mengundang pihak terkait,” katanya disambut baik oleh mahasiswa.Di tempat terpisah, Muh Endang, Wakil Ketua DPRD Sultra, mengatakan, seiring banyak problem pertambangan di Sultra, DPRD sudah menggelar rapat dengan lintas komisi dan pemerintah baik kabupaten dan provinsi.Hasilnya, mereka sepakat perbaikan tata kelola pertambangan di Sultra dan menyelesaikan berbagai masalah.“Kalau ada yang ilegal, kami meminta proses hukum. Kami juga mendesak, perusahaan ini menyelesaikan semua bentuk persoalan.”   Mahasiswa jadi korban aniaya Demo telah usai dan laporan-pun telah diterima wakil rakyat. Andri dan kawan-kawannya kembali ke kampus dengan harapan DPRD dapat menuntaskan kasus MD, MLP dan Askon.Apa nyana. Bukan kabar baik merreka terima, rekan Andri bernama, Iksan malah alami penganiayaan dari orang tak dikenal." "Usai Aksi Protes Tambang, Mahasiswa di Kendari Alami Penganiayaan","Kepala Iksan, mahasiswa Fakultas Kehutanan UHO, ditebas hingga alami luka parah dan mendapat puluhan jahitan.Berdasarkan kronologis yang diterima Mongabay, Iksan diserang oleh dua orang diduga preman. “M Iksan, usia 23 tahun. Dia ditebas kepalanya usai aksi demonstrasi di Sekretariat DPRD Sultra menyoal kasus perusahaan tambang di Konawe Utara,” kata Ikram Pelesa, Wasekjen PB HMI dalam pesan singkatnya.Ikram mengatakan, korban merupakan mahasiswa UHO juga kader HMI. PB HMI pun melakukan pendampingan hukum.“Peristiwa pukul 13.00 Wita, dia bersama lima teman termasuk korban, duduk di halaman jurusan untuk menunggu staf akademik mengurus persiapan KKN. Ada yang duduk, ada yang sementara berdiri,” kata S, saksi saat bertemu Mongabay di Puskesmas.Tiba-tiba, ada dua orang muncul mengendarai Motor Vixion, dengan perawakan badan besar membonceng seorang pria brewok membawa parang. Si pria brewok langsung datang mengayunkan parang ke Iksan. “Kita sempat diburu langsung kita lari,” katanya.As, saksi mata lain menambahkan, kedatangan dua orang yang diduga preman itu tak lama sejak dia dan mahasiswa lain aksi menggelar demo mendesak usut MD, MLP dan Askon di DPRD Sultra.Dia menduga, mereka sudah jadi target sejak pagi di DPRD. Mereka menduga, orang tak dikenal itu preman berelasi dengan perusahaan tambang itu.HMI, kata Ikram sudah mendatangi Polda Sultra melaporkan kasus ini. Bersama elemen lain, mereka meminta Kapolda Sultra cepat menyelidiki kasus ini dan segera menangkap pelaku.Dia bilang, cara-cara premanisme seperti ini tidak boleh berkembang di Sultra. Apalagi, kasus pertambangan ilegal marak terjadi. Desak aparat usut dan tangkap pelakuKoalisi Masyarakat Sipil (KMS) Sultra, mengutuk dan mengecam tindakan premanisme perusahaan tambang ini. Saharudin, Koordinator KMS, juga Direktur Eksekutif Walhi Sultra, meminta, polisi bekerja cepat menangkap pelaku." "Usai Aksi Protes Tambang, Mahasiswa di Kendari Alami Penganiayaan","Polda Sultra, katanya, harus menangkap pelaku lapangan dan mengungkap aktor intelektual di balik penyerangan mahasiswa ini.Forkopimda Sultra dan Rektor UHO juga diminta memberikan jaminan rasa aman terhadap seluruh mahasiswa di Kota Kendari. Juga memberikan perlindungan sepadan terhadap setiap mahasiswa.“DPRD Sultra agar merespon dan memfasilitasi dalam bentuk tindak lanjut berkenaan dengan tuntutan mahasiswa terkait tata kelola tambang di Sultra,” kata Saharudin.Merah Johansyah, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mengatakan, aparat harus bergerak cepat menindak hukum kepada pelaku yang diduga preman perusahaan tambang ini.“Polisi harus menyelidiki, jangan malah jadi backing. Ini kegagalan polisi mengendus potensi ancaman terhadap aktivis mahasiswa pejuang lingkungan,” katanya, kepada Mongabay, Kamis (2/1/20). Dia bilang, polisi harus menunjukkan keseriusan mengusut kasus ini dan segera menangkap pelakuDia juga mendesak, pihak berwenang tak terhadap pokok persoalan, kalau ada operasi perusahaan tambang bermasalah. Kasus ini, katanya, juga harus diusut terutama oleh KLHK. “Jangan mengandalkan gubernur, karena banyak kasus di Sultra, gubernur melakukan pembiaran. Konawe Utara, gudang masalah pertambangan.”Konawe Utara, kata Merah, juga mengalami banjir pada Juni lalu yang mengakibatkan lebih 5.600 warga terpaksa mengungsi. Banjir besar terjadi pada 3 Juni 2019, dua hari sebelum Idul Fitri dan menyebabkan 9.609 jiwa mengungsi.Ada 370 rumah penduduk hanyut dan 1.962 rumah terendam, 970,3 hektar sawah, 83,5 hektar kebun jagung dan 11 hektar perkebunan warga terdampak serta gagal panen.“Semua karena izin tambang yang diobral terkait dengan dukungan biaya politik pilkada,” katanya.Sepanjang 2014-2019, tercatat ada 33 kasus kriminalisasi dan serangan terhadap pejuang anti-tambang di Indonesia." "Usai Aksi Protes Tambang, Mahasiswa di Kendari Alami Penganiayaan","Warga negara yang jadi korban dari kriminalisasi dan serangan ini, katanya, sebanyak 201 orang. Rata-rata, katanya, berkaitan dengan protes penolakan pertambangan batubara, pertambangan emas, pertambangan nikel maupun batu gamping.Kriminalisasi dan serangan terhadap aktivis pejuang lingkungan seperti mahasiswa ini, katanya, juga meningkat seiring makin kuatnya advokasi tolak tambang oleh mahasiswa di Aceh, Bima, Konawe Kepulauan dan Konawe Utara. “Aktor progresifnya adalah mahasiswa.”Pada pembuka tahun 2020 ini, katanya, mahasiswa Universitas Haluoleo jadi korban penganiayaan yang mengenai kepala. “Jatam sedang mendalami informasi ini,” katanya.Tambang-tambang pembawa konflik yang meninggi di rezim Presiden Joko Widodo, katanya, berkaitan dengan program pemerintah yang pro infrastruktur dan investasi.Dia sebutkan, seperti tambang batubara untuk PLTU, dan tambang nikel buat investasi baterai kendaraan listrik. Lalu, batu gamping untuk pabrik semen dan tambang pasir untuk proyek infrastruktur. Apa kata perwakilan perusahaan?Kuasa hukum PT Makmur Lestari Primatam (MLP) dan PT Astima Konstruksi (Askon) membantah disebut pakai jasa preman untuk menghalangi apalagi menganiaya mahasiswa yang demo.Abdul Rahman, mengatakan, kasus MLP dan Askon sudah bergulir sejak setahun lalu, mulai digugat di pengadilan hingga demo dan berujung penganiayaan terhadap mahasiswa.Rahman berusaha meluruskan informasi yang beredar.Pertama, Askon dan MLP tak melakukan pertambangan ilegal. Kedua perusahaan ini, katanya, bukanlah perusahaan pertambangan. Mereka, katanya, bukan pemegang izin usaha pertambangan di Konut.Kemudian, katanya, perusahaan ini tidak pernah kontrak kerja sama join operasional (JO) dengan pemegang IUP dalam hal ini MD." "Usai Aksi Protes Tambang, Mahasiswa di Kendari Alami Penganiayaan","“Askon dan MLP adalah perusahaan penyedia alat berat. Kita hanya menyewakan alat berat. Yang menambang bukan kami, yang menambang tetap PT Masempo Dalle sendiri. Jadi, salah kalau sebut klien saya menambang,” katanya.Kedua, perusahaan (MLP dan Askon) sejak tujuh bulan lalu tak lagi bekerja di Masempo Dalle. Seluruh alat ditarik ke Kendari dan memutuskan kontrak kerja sama dengan Masempo Dalle.Alasannya, kata Rahman, klien mereka kecewa karena disebut melakukan penambangan ilegal. “Jadi, tidak lagi bekerja sama. Kami menarik semua alat berat. Ketiga, klien saya kecewa disebut penambang ilegal di pengadilan saat digugat dulu,” katanya.Rahman menerangkan, MLP dan Askon merasa menjadi korban kekisruhan pertambangan di Konut. Ditambah lagi, ada mahasiswa yang dianiaya orang tak dikenal.“Sasarannya kami. Padahal, kami tidak pernah menyewa apalagi memelihara preman. Askon dan MLP itu bukan perusahaan ilegal. Kami resmi. Kami tunduk pada hukum,” kata Rahman. Polda Sultra selidiki Kabid Humas Polda Sultra, AKBP Nur Akbar mengatakan, kasus penganiayaan mahasiswa sepulang demo menyuarakan penambangan ilegal sedang dalam penyelidika. Kasusnya, masih dalam proses oleh penyidik Dit Reskrimum Polda. Sejak mereka laporan dari mahasiswa, mereka langsung melakukan penyelidikan.“Serahkan kasus ini kepada kami. Tolong kepada masyarakat agar tetap tenang dan menjaga keamanan. Tidak membaut gaduh karena anggota sudah turun melakukan penyelidikan.” kata mantan Kapolres Konawe ini. Keterangan foto utama: Ilustrasi. Tambang nikel yang membabat hutan.  [SEP]" "Seekor Paus Sperma Kerdil Terdampar, Warga Malah Memotong Dagingnya","[CLS]  Seekor individu diduga paus sperma kerdil atau Kogia sima (dwarf sperm whale) terlihat terluka penuh darah terdampar di Pantai Lembeng, Gianyar, Bali pada Kamis (18/6/2020) sore. Paus kerdil malang itu kemudian ditarik sejumlah orang dengan bantuan sebatang bambu dan tali yang diikatkan di ekornya. Selanjutnya, satwa laut ini jadi potongan daging.Sebuah video yang memperlihatkan upaya beberapa orang menarik paus terdampar mati ini diposting sejumlah akun sosial media. Salah satunya akun instagram InfoGianyar_ yang menyebut satwa ini dipotong salah satunya untuk diambil minyaknya karena diyakini bermanfaat untuk obat dan kegiatan spiritual.Setelah mendapat informasi, tim dari BKSDA Bali menuju ke Pantai Lembeng pada hari Jumat (19/06/2020). Dalam siaran persnya, tim Balai KSDA Bali berkoordinasi dengan Kasatpolair Polres Gianyar, Binmas Polsek Sukawati, Kelian Banjar Gumicik, Perbekel Desa Ketewel dalam rangka menindaklanjuti info terkait terdamparnya satwa tersebut. Hasil identifikasi awal dilakukan bersama dengan BPSPL Denpasar disimpulkan sementara bahwa paus terdampar tersebut adalah jenis paus lodan (Kogia sima).baca : Paus Sperma Kerdil ini Mati dalam Penyelamatan  Ketika tim BKSDA Bali dan instansi lain tiba di lokasi kejadian, paus sudah tidak ada dan hanya menemukan adanya bercak darah di pasir dan di anyaman daun kelapa. Tim penelusuran ini berkoordinasi dengan Kelian Banjar Gumicik untuk mengetahui pelakunya. Dari informasi yang dihimpun, diperoleh keterangan keberadaan alamat rumah pembuat video, sumber awal informasi ini." "Seekor Paus Sperma Kerdil Terdampar, Warga Malah Memotong Dagingnya","Pelaku diberikan pembinaan dan sosialisasi tentang Peraturan Menteri LHK No.P.106//MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang dilindungi dan UU No.5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya. Paus sperma kerdil juga dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 7 Tahun 1999. Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa. Selanjutnya daging paus yang masih tersisa dalam botol air mineral diserahkan kepada Polres Gianyar. Potongan sampel daging ini diambil pihak BPSPL Denpasar untuk uji DNA.Perbekel Desa Ketewel memohon maaf atas perbuatan warganya yang tidak melaporkan kejadian paus terdampar serta telanjur memotong paus tersebut untuk diambil minyaknya. Mereka mengusulkan dipasang papan himbauan di Pantai Lembeng tentang satwa laut dilindungi agar diketahui masyarakat luas.Pelaku menandatangani surat pernyataan untuk tidak mengulangi perbuatannya dengan saksi dari BPSPL Denpasar, PSDKP Benoa, BKSDA Bali, Polairud Polres Gianyar, Perbekel Ketewel, dan lainnya.baca juga : Ada Potongan Plastik dan Cacing di Paus Sperma Kerdil Ini  Pada Kamis (18/06/2020) pagi juga beredar informasi berupa video di media sosial tentang pertarungan dua ekor satwa yang diduga lumba-lumba di pantai Semawang Sanur, Denpasar. Dari informasi tersebut petugas BKSDA Bali menuju ke lokasi kejadian dan menemukan salah satu saksi mata yang bernama I Nyoman Nener, seorang nelayan di pantai itu. Dari catatan BKSDA disebut saksi menyatakan lumba-lumba itu menabrak tali jangkar dari perahu nelayan yang diparkir di pinggir pantai.Diduga karena kejadian itu, lumba-lumba seperti kehilangan arah, berenang terlalu menepi sehingga menabrak karang atau krib penahan ombak di pantai dan berakibat luka pada tubuh satwa tersebut. Setelah itu, saksi melihat satwa kembali ke tengah laut. Agus Budi Santosa, Kepala BKSDA Bali mengatakan pihaknya sudah memberikan sosialisasi di lokasi tentang satwa dilindungi." "Seekor Paus Sperma Kerdil Terdampar, Warga Malah Memotong Dagingnya","Sementara itu Permana Yudiarso, Kepala BPSPL Denpasar menyampaikan kemungkinan dari dua kejadian ini. Satwa yang diduga lumba-lumba itu bisa jadi paus kerdil Kogia Sima yang mati dan kemudian dipotong-potong itu.Setelah melihat dua video rekaman yang ada, Yudi panggilan akrabnya, menganalisis bahwa paus sperma kerdil berenang menuju tanggul penahan ombak kemungkinan karena dikejar predator, dan mengeluarkan cairan berwarna hitam pekat yang awalnya diduga darah.Saat itu, air laut sedang pasang dan bergelombang, dan di perairan sekitarnya air berwarna hitam. Ia mengatakan kalau lumpur atau limbah tak seperti itu. Air menghitam nampak banyak, dan tidak ada saluran pembuangan limbah. Dan perilaku paus sperma kerdil, lanjutnya, memang mengeluarkan cairan tinta hitam bila diserang predator seperti yang dilakukan cumi-cumi.Selain itu, dari indentifikasi morfologi dalam video itu, kata Yudi, sirip dorsal (punggung) berada agak ke belakang dekat sirip ekor atau pada sepertiga bagian tubuh belakang. Itu merupakan ciri paus sperma kerdil, bukan lumba-lumba.Sampai kemudian pada sore hari ada laporan beberapa warga sedang menggotong paus dan foto memotong dagingnya. Pada Jumat (19/6/2020), tim BPSPL Denpasar meneliti ke lokasi dan ditemukan di Pantai Lembeng, Gianyar. Di sekitar lokasi ada ada bekas darah. Ada kemiripan juga dengan foto lokasi di video yang beredar. Kepala lingkungan dan sejumlah instansi akhirnya menemui pelaku pemotong dan memberitahu regulasi perlindungannya. Karena pelaku mengklaim tidak tahu, petugas memberikan informasi peraturan yang ada dan meminta pelaku menandatangani pernyataan untuk tidak mengulangi lagi.baca juga : Belajar dari Pearlie, Paus Sperma Kerdil Betina yang Mati Terluka  " "Seekor Paus Sperma Kerdil Terdampar, Warga Malah Memotong Dagingnya","Untuk membuktikan jenis satwa, sampel daging akan diuji DNA. “Habitat Kogia sima di selatan Bali, banyak kejadian terdampar,” lanjutnya. Daging juga sudah dipotong kecil, dan ada pengakuan untuk diambil minyaknya.Prosedur DNA ini menurutnya cukup rumit, dalam beberapa tahap termasuk sekuensing DNA, dan hanya memastikan jenis individu satwa yang sudah dipotong itu. Sementara untuk peristiwa pertama, perlu verifikasi lanjutan. Kasus penyelamatan paus kerdilPaus sperma kerdil ini masuk famili Kogidae, spesies Kogia sima. Paus jenis ini terakhir dilaporkan mati setelah berupaya diselamatkan petugas pada Senin (2/09/2019)  di Pantai Serangan, Denpasar, Bali.Sebelumnya, paus sperma kerdil dilaporkan mati setelah berupaya diselamatkan warga pada 11 Maret 2019 di Pantai Rangkan, Gianyar, Bali. Dekat dengan Pantai Lembeng, lokasi terdampar mati kasus di atas.Dari hasil nekropsi, temuannya adalah paus sperma ini jantan, ada parasit cacing nematoda, jenisnya perlu identifikasi lagi. Terjadi pembesaran usus besar, perlu konfirmasi apakah sesuai anatomi paus. Berikutnya ada potongan plastik di ususnya, tercampur dengan makanannya seperti udang.Saat itu warga dengan sekuat tenaga terus mendorong sampai berenang lebih ke tengah, berusaha memberi penyelamatan. Namun si paus kerdil akhirnya mati terdampar.Sebelumnya pada tahun 2015, paus jenis ini pernah terdampar sebanyak 3 ekor di perairan dangkal sekitar jalan tol Tanjung Benoa. Habitatnya disebut ada di seluruh dunia dengan kondisi perairan tropis.  Klasifikasi kondisi mamalia laut yang terdampar berdasarkan Geraci & Lounsbury 1993: Kode 1: alive (hewan masih hidup). Kode 2: fresh dead (hewan baru saja mati, belum ada pembengkakan). Kode 3: moderate decomposition (bangkai mulai membengkak). Kode 4: advance decomposition (bangkai sudah membusuk). Kode 5: severe decomposition (bangkai sudah mulai memutih menjadi kerangka, atau sudah jadi kerangka)." "Seekor Paus Sperma Kerdil Terdampar, Warga Malah Memotong Dagingnya","Putu Liza, seorang peneliti paus dan lumba-lumba dari Bali yang sekolah dan mukim di Australia, melalui blognya, putuliza.blogspot.co.id menyebutkan penyebab patologis perlu dibuktikan dengan nekropsi. Misal, studi analisisnya adalah peristiwa 48 paus pemandu sirip pendek (Globicephala macrorhynchus) yang terdampar di Pulau Sabu, Nusa Tenggara Timur pada Oktober 2012. Sebagian besar mati.Nekropsi di bagian kepala dan telinga dapat melihat indikasi perdarahan dalam (haemorrhage) akibat sonar atau kegiatan seismik (Cox et al. 2006;Yang et al. 2008) dan kemungkinan parasit (Morimitsu et al. 1987). Nekropsi di bagian pencernaan dapat mengungkapkan adanya benda asing (seperti sampah plastic). Nekropsi organ dalam lain seperti ginjal, hati dan kelenjar limfatik dapat mengungkapkan emboli akut (acute embolism) yang bisa menjadi indikasi dampak kegiatan seismic atau sonar (Jepson et al. 2003).Perempuan peneliti wisata bahari ini menyebut beberapa sebab patologis (seperti benda asing dan parasit) hanya akan mempengaruhi beberapa ekor paus pemandu dalam satu kelompok, tidak seluruh kawanan. Namun karena paus pemandu (seperti halnya paus bergigi, Odontocetes) biasa bergerombol, maka jika satu hewan sakit dan terdampar (terutama pimpinannya), maka yang lain pun juga terdampar. Namun demikian, perdarahan internal atau emboli akut dapat disebabkan oleh sonar buatan manusia, sehingga mempengaruhi lebih banyak hewan di dalam kawanan. Gempa bumi dapat juga menyebabkan paus disorientasi dan terdampar (Kirschvink 2000).   [SEP]" "Gajah Minas Bantu Relokasi Gajah Liar ke Bukit Tigapuluh","[CLS]     Habitat satwa terus susut untuk beragam alih fungsi, antara lain, jadi pemukiman, perkebunan dan pertambangan dan lain-lain. Konflik manusia dan satwa pun makin banyak, satu contoh terjadi di Desa Lubuk Lawas, Kecamatan Batang Asam, Tanjung Jabung Barat, Jambi.Sudah hampir empat bulan satu gajah jantan berusia sekitar delapan tahun berkeliaran di perkebunan warga. Gajah dari lanskap Bukit Tigapuluh ini menjelajah hingga ke Tanjung Jabung Barat karena mengalami fase dispersal. Dase dimana gajah jantan memisahkan diri dari kelompok mencari wilayah jelajah baru agar tak terjadi perkawinan sedarah.Baca juga: Menyoal Kematian Gajah pada Konsesi Perkebunan Kayu di RiauWarga memutuskan melaporkan gajah ini pada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi. BKSDA Jambi berkoordinasi dengan Dinas Kehutanan Jambi membentuk tim gabungan penanganan konflik.“Upaya penanganan konflik satwa dan manusia di Jambi adalah tanggung jawab kita bersama. Karena itu kerja kolaborasi sangat diperlukan agar permasalahan ini dapat ditanggulangi,” kata Rahmad Saleh, Kepala BKSDA Jambi. Pemberian vitamin gajah sebelum lepas liar. Foto: Lili Rambe/ Mongabay Indonesia Tim gabungan penanganan konflik bertugas sosialisasi soal gajah di perkebunan warga guna mengurangi risiko konflik dan relokasi serta pemantauan pasca relokasi.“Sudah banyak tanaman perkebunan dan sawah warga dirusak gajah selama di Lubuk Lawas dan sekitar,” kata Muhammad Olis, Bintara Pembina Desa (Babinsa) TNI yang giat sosialisasi keberadaan gajah liar itu.Pada 7 Maret, tim gabungan yang dengan koordinir Dinas Kehutanan Jambi upaya relokasi, mulai memobilisasi dua gajah jinak dari Pusat Latihan Gajah Minas di Riau. Gajah jinak ini akan membantu menggiring gajah liar." "Gajah Minas Bantu Relokasi Gajah Liar ke Bukit Tigapuluh","Pada 8 Maret, dua gajah jinak tiba di Lubuk Lawas. Tim gabungan yang terdiri KPH Tanjung Jabung Barat, Frankfurt Zoological Society (FZS) TNI dan Polri, BKSDA Jambi dan Riau, masyarakat mitra konservasi dan mitra swasta terus memantau pergerakan gajah liar. Gajah liar sempat bergerak mendekati gajah jinak yang tidak jauh dari posko tim.Pada 9 Maret, gajah liar berhasil dilumpuhkan dengan tembakan bius. Gajah liar digiring dengan bantuan gajah jinak, naik ke truk dan pindah segera ke lanskap Bukit Tigapuluh.Hari Rabu, 11 Maret pukul 04.00, gajah tiba di lokasi pelepasliaran di wilayah restorasi ekosistem PT. Alam Bukit Tigapuluh, terletak di Kecamatan Sumay, Tebo. Sebelum lepas liar gajah dipasangi kalung GPS (global positioning system) untuk mempermudah memantau pergerakannya.Saat pemasangan kalung GPS berlangsung, tim juga mengukur lingkar dada gajah untuk memperkirakan berat badan. “Dari pengukuran diperkirakan gajah ini berbobot sekitar 2,5 ton,” kata Zulmanudin, Kepala Tim Medis yang menangani relokasi gajah ini. Pemulihan gajah jinak sebelum kembali ke Riau. Foto: Lili Rambe/ Mongabay Indonesia Dua gajah jinak pun kembali ke truk dan mendapat perawatan dari tim medis agar kondisi prima selama perjalanan ke Riau. Pada Kamis ( 12/3/20), dari hasil pemantauan tim monitoring, gajah mulai bergerak menjauh dari lokasi pelepasliaran.Krismanko Padang, Ketua Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI) mengapresiasi pemindahan gajah ini. “Kami berharap, kerja kolaborasi penanganan konflik gajah dan manusia di Jambi dapat terus berjalan baik,” katanya.Selama 2020, sudah lima laporan konflik satwa dengan manusia yang diterima BKSDA Jambi. Empat kasus di Jambi, antara lain, di Tanjung Jabung Barat, Tebo dan Kerinci. Laporan terbaru dari Desa Sepintun Sarolangun." "Gajah Minas Bantu Relokasi Gajah Liar ke Bukit Tigapuluh","Warga Desa Sepintun, langsung mendatangi BKSDA Jambi untuk melaporkan ini pada 5 Maret lalu. “Laporan dari warga sudah kami terima. Kami akan mengirimkan tim ke lapangan untuk pengecekan,” kata Rahmad.Dari laporan, diperkirakan ada dua gajah di desa itu. BKSDA masih mengkaji kemungkinnan relokasi. KEE Bukit TigapuluhKawasan Ekosistem Esensial (KEE) Bukit Tigapuluh bakal jadi kawasan habitat perlindungan hidupan liar yang menghubungkan beberapa koridor jadi jalur lintasan satwa liar terutama gajah Sumatera di Tebo, memasuki babak baru.Pembentukan forum kolaborasi pengelola kawasan ekosistem esensial koridor hidupan liar di bentang alam Bukit Tigapuluh, telah disahkan dengan Keputusan Gubernur No. 177 tertanggal 19 Februari 2020.Forum yang beranggotakan pemerintah pusat, pemerintah daerah, TNI dan Polri serta mitra konservasi dan swasta ini bertugas mengusulkan areal pengelolaan KEE dan menyusun rencana aksi pengelolaan.Selama 2019, ada tiga kasus kematian gajah di Jambi, satu terjadi di kawasan yang akan diusulkan jadi KEE. Dugaan kuat penyebab kematian gajah karena memakan racun. Lokasi temuan bangkai gajah di perkebunan warga yang merambah konsesi perusahaan.  Keterangan foto utama:  Proses penggiringan gajah liar oleh gajah jinak ke dalam truk. Foto: Lili Rambe/ Mongabay Indonesia [SEP]" "Rintih Petani Cabai Rawit Dikala Harga Panen Tidak Menentu","[CLS]  Beberapa buruh tani perempuan sibuk memanen cabai rawit. Ada yang tidak menggunakan sarung tangan, tetapi lebih banyak yang memakai. Selain lebih mudah digunakan untuk memetik, sarung tangan juga berfungsi untuk meminimalisir paparan sinar matahari.Meski buah cabai masih berwarna hijau, para buruh panen ini nampak khusyuk memetik ketika matahari tepat berada di atas kepala. Sembari memperhatikan terjadinya luka dan patahnya cabang dan ranting, satu-persatu buah tanaman yang mempunyai nama latin Capsicum annum ini dipetik dengan hati-hati.baca : Para Pejuang Pangan Turut Menjaga Keragaman Hayati Indonesia  Setelah penuh di genggaman tangan, buah dari anggota genus Capsicum ini kemudian dimasukkan ke ember berukuran sedang berwarna hitam. Sementara buruh panen lain ada yang menggunakan kain yang dililitkan di pinggang untuk menampung cabai yang digenggaman tangan, polanya menyerupai kantong kangguru. Begitu penuh selanjutnya dioper ke karung.Hasil panenan tersebut berikutnya dibawa ke tempat yang lebih teduh. “Kalau harganya bagus, meskipun buah masih hijau ya tetap di panen,” sebut Kartiami, petani asal Benges, Desa Sendangharjo, Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, Jumat (17/04/2020).Perempuan 40 tahun ini menjelaskan, harga cabai rawit di tingkat petani selalu mengalami perubahan dengan cepat. Untuk itu, pada saat harga sedang bagus meskipun kondisi buah belum masak dia segera memanen lebih awal.Selain itu di musim hujan seperti sekarang ini dia khawatir cabainya bisa busuk dan rusak jika menunggu cabai sampai merah.baca juga : Kebun Hidroponik di Atap Hotel, Siasat Pasok Pangan di Nusa Penida  Harga Tidak StabilHal sama juga dikatakan Sholihin, petani lain, pria yang juga Ketua Kelompok Tani Maju Makmur ini menjelaskan, harga cabai rawit memang selalu mengalami perubahan. Karena tidak ada ketetapan harga sehingga petani sering merasa bingung." "Rintih Petani Cabai Rawit Dikala Harga Panen Tidak Menentu","“Sekarang per kilonya Rp30 ribu, kemarin Rp50 ribu per kilo. Harga cabai rawit ini tidak tentu, bahkan hitungan jam saja bisa berubah,” ucap pria kelahiran 1953 ini. Dia menduga ada permainan di tingkat tengkulak.Lanjutnya, petani bisa diuntungkan ketika harganya bisa bertahan di nominal Rp50 ribu per kilogram. Jika sudah dibawah angka itu banyak petani yang merasa rugi.Bahkan, pengalaman sebelumnya saat harga cabai rawit per kilogramnya pernah dibawah Rp20 ribu petani sudah tidak mau memanen. Begitu berbuah pohonnya langsung dimatikan karena merasa kecewa.menarik dibaca : Musim Hujan, Penghasilan Petani Melon Menurun  “Kalau tahun ini agak beruntung, harganya lumayan. Tahun lalu malah gak laku,” ujarnya. Bagi Sholihin jika harga cabai rawit mengalami penurunan, hal itu tidak sebanding dengan biaya operasional yang dikeluarkan.Karena selain membutuhkan perawatan yang ekstra, menurutnya tanam cabai rawit ini juga memerlukan biaya yang tidak sedikit. Di lahan 200 meter persegi itu sekali panen dia bisa memanen satu kuintal setengah, jika stabil bisa sampai tujuh kali pemanenan. Setelah itu baru mengalami penurunan produktifitasnya.Sementara untuk proses produksinya, Sholihin menjelaskan, tahap awal yaitu pemilihan benih yang mau ditanam. Kemudian melakukan pengolahan lahan dan penanaman. Langkah selanjutnya yaitu perawatan dan pemeliharaan. Lalu pemupukan susulan, penyiangan dilakukan secara rutin untuk menghindari pertumbuhan gulma.baca juga : Jelang Panen Raya, Petani Jagung di Lamongan Malah Bisa Merugi. Kenapa?  Terkendala PengirimanSaat dihubungi Khamim, selaku Petugas Pengendali Organisme Penganggu Tanaman-Pengamat Hama Penyakit (POPT-PHP) Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur, menjelaskan, untuk produksi tanaman cabai rawit di wilayah Kecamatan Brondong saat ini tidak mengalami kendala. Hama yang menyerang relatif terkendali." "Rintih Petani Cabai Rawit Dikala Harga Panen Tidak Menentu","Adapun masa panen raya itu terjadi sekitar bulan Februari sampai Juni. Wilayah ini mampu menghasilkan kurang lebih 64 ribu ton cabai rawit selama panen raya musim ini, dengan keluasan lahan 800 hektar.Hanya sekarang ini petani mengalami kendala di harga cabai rawit segar yang kurang bagus. Penyebabnya karena penyerapan keluar pulau terbatas, dampak dari pandemi COVID-19. Padahal sebelumnya, penyerapannya pernah sampai ke Mataram dan juga Timika. Sekarang ini hanya bisa memenuhi pasar lokal seperti Babat, Gresik dan Surabaya.“Harganya turun kisaran Rp14-15 ribu per kilo. Ini masih bagus dibandingkan dengan tahun lalu yang anjlok sampai Rp3 ribu per kilo,” ujarnya. Padahal seharusnya harga cabai ditingkat petani itu normalnya Rp25 ribu per kilo.baca : Alih Fungsi Lahan Penyebab Angin Kencang, Petani Apel Kota Batu Gagal Panen  Jika tidak memenuhi harga itu petani banyak yang merugi. Untuk meminimalisir kerugian saat panen petani tidak lagi mengenakan jasa buruh panen. Efeknya banyak yang menganggur. Padahal menurut dia tanaman cabai ini merupakan jantung perekonomian warga setempat. Selain kendala di penyerapan ke luar pulau, faktor lainnya sekarang ini memang sedang memasuki musim panen raya.Sementara itu, dilansir dari republika.co.id, Prihasto Setyanto, Direktur Jendral Hortikultura, mengatakan, untuk produksi cabai jenis rawit dan besar pihaknya akan berupaya untuk meningkatkan sebanyak 7 persen atau sekitar 2,82 juta ton untuk tahun ini.Kementerian Pertanian (Kementan) akan melakukan beberapa upaya diantaranya yaitu memfasilitasi kawasan sentra cabai dengan dukungan APBN dan juga optimalisasi fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan bunga hanya 6 persen.Selain itu, Kementan katanya terus mengembangkan penyediaan benih unggul sekaligus dukungan pengairan dan alat mesin pertanian.   [SEP]" "Mengenal Tujuh Satwa Tembus Pandang yang Menakjubkan","[CLS]   Banyak satwa memiliki tubuh transparan. Fitur ini memungkinkan mereka untuk beradaptasi dengan lingkungannya, pun juga menghindarkan diri atau bertahan dari predator. Berikut ini adalah tujuh satwa yang memiliki tubuh yang tembus pandang, yang dilansir dari Science Focus dan sumber lain.   1. Katak KacaHutan-hutan di daerah tropis dipenuhi predator yang menjadikan katak sebagai mangsa utama, sehingga dapat dipahami bila amfibi ini telah mengembangkan pertahanan yang bagus. Katak kaca, yang mendiami hutan tropis yang lembab di Amerika Selatan dan Tengah, mengandalkan bentuk baru kamuflase: tubuh mereka hampir seluruhnya transparan.Seperti yang ditunjukkan pada foto studio Hyalinobatrachium aureoguttatum ini, kulit tembus pandang mereka membuat detak jantung, pembuluh darah, tulang, dan saluran pencernaan, terlihat dengan jelas dari luar.  Tapi kenapa katak ini menampilkan bagian dalam tubuhnya? Toh predator masih bisa melihatnya. Sebuah penelitian baru-baru ini mengungkapkan rahasia kamuflase aneh mereka, dan itu tidak terletak pada tubuh, melainkan kakinya.Sebagai bagian tubuh katak yang paling tembus cahaya, kakinya cocok dengan kecerahan latar belakang dedaunan. Dengan membaur seperti itu, bentuk tubuh tersamarkan dan seolah menghilang, sehingga membantunya mengelabui predator.  2. Ikan Mata Gentong PasifikIkan yang ditemukan hidup di perairan dalam lepas pantai California oleh Monterey Bay Aquarium Research Institute [MBARI] tahun 2004 ini, merupakan spesimen pertama dari jenisnya yang ditemukan utuh, dengan kepala yang lunak dan transparan.Ukuran ikan ini tergolong kecil, yakni 15 cm. Ikan bernama ilmiah Macropinna microstoma ini kepalanya benar-benar transparan, berisi cairan, dan mirip kokpit helikopter. Matanya sangat sensitif, menangkap sekecil apapun aliran cahaya yang terlihat." "Mengenal Tujuh Satwa Tembus Pandang yang Menakjubkan","Tidak seperti kebanyakan ikan, kedua matanya berada di depan kepala dan mengarah pada titik dalam arah yang sama, yang memberikannya penglihatan menakjubkan layaknya binokuler.  3. Kenari Laut‘Tidak mempunyai otak tapi cantik’ adalah deskripsi yang cukup adil tentang kenari laut Atlantik [Mnemiopsis leidyi] ini. Tubuhnya terdiri dari 97% air dan sangat rapuh, jika kita memegangnya. Makhluk ini tidak memiliki struktur tubuh, sebaliknya bertahan dengan sistem saraf terdesentralisasi sederhana yang dikenal sebagai ‘jaring saraf’.Hewan ini termasuk di antara banyak hewan transparan yang melayang di permukaan perairan samudra dunia, seperti ubur-ubur sisir [kelompok tempat kenari laut], ubur-ubur sejati, gurita, cumi-cumi, dan cacing laut.Seperti ubur-ubur sisir lainnya, kenari laut bergerak maju dengan benang panjang seperti rambut yang disebut sisir atau combs. Saat cahaya buatan yang terang dari kapal selam atau flash strobo penyelam mengenai tubuhnya, hewan ini akan memunculkan cahaya yang berdenyut, dengan warna-warni pelangi seperti pertunjukan laser bawah air. Kenari laut mengapung pada kedalaman konstan, tubuhnya melayang kemanapun arus laut membawanya.  4. Kupu-kupu Bersayang KacaHewan ini adalah sejenis kupu-kupu sayap transparan dan masuk dari subfamili Danainae. Nama paling umum dalam Bahasa Inggris adalah “Glasswing butterfly”. Sayap transparan ini memiliki ukuran sekitar 5-6 sentimeter. Bagian dari sayapnya berwarna merah atau oranye, sedangkan tubuhnya berwarna gelap.Kupu-kupu bersayap kaca [Greta oto] ini benar-benar memiliki sayap yang seolah seperti kaca bening.  Di Amerika Tengah asalnya, serangga menakjubkan ini umumnya dikenal sebagai ‘espejitos’, yang berarti ‘cermin kecil’, meskipun sayap itu tidak seperti cermin dan hampir tidak memantulkan cahaya sama sekali." "Mengenal Tujuh Satwa Tembus Pandang yang Menakjubkan","Itu karena bagian bening tidak bersisik dan memiliki struktur lilin sangat kecil [nanopilar], yang disusun secara acak di permukaan sayap, berfungsi sebagai lapisan anti-reflektif. Adaptasi ini dapat mempersulit predator untuk melihat tubuhnya.  5. Tokek Pasir NamibiaDibandingkan amfibi, jumlah reptil yang tembus pandang jauh lebih sedikit. Salah satunya adalah tokek pasir Namibiai [Palmatogecko rangei] yang menyatu dalam warna pasir di bukit pasir panas dan gersang di barat daya Afrika. Ia mencari nafkah dengan melesat, melintasi pasir panas untuk menangkap jangkrik dan serangga lain.Nama lain untuk kadal kecil ini adalah tokek berkaki jaring, karena kaki yang terentang tidak biasa itu membantunya menggali di pasir.  6. Kumbang Kura-kuraKira-kira, seperempat dari seluruh spesies hewan yang telah diidentifikasi sejauh ini adalah kumbang. Mereka dikenal karena pelindung tubuh yang unik dan serbaguna. Kumbang memiliki sepasang pelindung sayap yang kuat, atau elytra, yang menutup rapat dan berfungsi sebagai pintu ayun untuk sayap belakang di bawahnya. Pada kumbang kura-kura, yang bisa terlihat seperti versi kecil dari nama reptilia mereka, elytra benar-benar istimewa.“Kumbang kura-kura makan di atas daun, membuat mereka rentan dimangsa,” kata Dr Ashleigh Whiffin, ahli entomologi di Museum Nasional Skotlandia. “Sementara beberapa warna mencocokkan elytra mereka dengan tanaman inang, pada spesies seperti Acromis sparsa, ujungnya benar-benar transparan. Area ini tidak memiliki pigmen, sehingga daun di bawah terlihat, menyembunyikan bentuk  tubuh serangga.”  7. Udang HantuBanyak udang di seluruh dunia memiliki rangka luar tembus pandang dengan berbagai tingkat. Kita akan terpesona melihat bagian dalam mereka, saat melihat makanan mereka dicerna dan melihat kumpulan telur berkembang pada udang betina. Keluarga udang hantu ini adalah Palaemonetes. Di dunia, ada 40 spesies udang yang benar-benar transparan." "Mengenal Tujuh Satwa Tembus Pandang yang Menakjubkan","Transparansi relatif mudah untuk spesies air seperti udang, karena indeks bias air jauh lebih tinggi ketimbang udara, dan sangat dekat dengan exoskeleton hewan dan jaringan lain.   [SEP]" "Kepemimpinan Ekologis: Aktualisasi Politik-Ekologi Era Pandemi","[CLS] Badan Dunia WHO menyatakan virus corona akan menjadi endemik seperti HIV. Virus ini diprediksi tidak akan pernah hilang meskipun antivirus ditemukan sekalipun. Dunia pun diminta bersiap beradaptasi dengan kebiasaan baru dalam era “the new normal”.Perilaku kehidupan mulai dari individu, komunitas hingga entitas kenegaraan mestinya akan  lebih ramah lingkungan. Substansi new normal adalah penguatan protokol kesehatan melalui perilaku hidup sehat dan bersih.Optimalisasi perilaku ramah lingkungan ini tentu membutuhkan dukungan kebijakan. Di sisi lain diperlukan kebijakan pemerintah dan visi dan misi kepemimpinan yang kuat. Dalam hal ini maka dibutuhkan visi politik ekologis menyongsong era tatanan kenormalan baru. Lingkungan dan SDGsLingkungan merupakan faktor kunci dalam pembangunan berkelanjutan. United Nations Environment Programme (UNEP) telah menyampaikan pesan tentang strategisnya peran alam dan lingkungan.Disebutkan bahwa kondisi lingkungan yang belum membaik secara signifikan telah menyebabkan belum terpenuhinya sembilan dari tujuh belas tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs).Pertama adalah menghilangkan kemiskinan. Laporan PBB dalam The Sustainable Development Goals Report 2019 menyatakan bawah target mengurangi angka kemiskinan tidak akan tercapai.PBB memperkirakan masih akan ada 6 persen penduduk dunia yang berada di bawah garis kemiskinan pada 2030. Sebanyak 55 persen penduduk dunia tidak memiliki jaminan sosial.Semakin miskin suatu wilayah, semakin besar pula kerentanan saat terjadi bencana. Data PBB menyatakan, 90 persen kematian akibat bencana terjadi di negara-negara miskin. Alam yang melindungi dan menyejahterakan manusia belum mampu terwujud untuk membantu mencapai tujuan ini." "Kepemimpinan Ekologis: Aktualisasi Politik-Ekologi Era Pandemi","Kedua adalah menghilangkan kelaparan. Data PBB menunjukkan jumlah penduduk yang kelaparan terus meningkat dari 784 juta di 2015 menjadi 821 juta di 2017. Ironisnya, dua pertiga atau 66 persen diantaranya bekerja di sektor produksi pangan atau pertanian.Fakta menunjukkan petani masih terus termarjinalkan dan keberpihakan terhadapnya sangat rendah. Pandemi COVID-19 semakin melonjakkan jumlah penduduk yang kelaparan ini.Ketiga adalah menyediakan air bersih dan sanitasi. Data PBB menunjukkan 785 juta penduduk dunia masih tidak memiliki akses ke fasilitas air minum yang layak di 2017. Sebanyak 2 dari 5 penduduk dunia tidak memiliki fasilitas cuci tangan yang layak menggunakan air dan sabun.Sebanyak 673 juta orang masih BAB di ruang terbuka dan 700 juta penduduk di bumi terancam mengungsi akibat kekurangan air ekstrem. Fakta ini menunjukkan kegagalan dalam upaya menyediakan air bersih dan sanitasi.  Keempat adalah menyediakan energi yang bersih dan terjangkau. Sebanyak 90 persen penduduk dunia sudah memiliki akses ke energi listrik, namun tidak semua wilayah bisa terjangkau.Peluang terbesar untuk menyediakan listrik bagi mereka adalah dengan menggunakan energi baru dan terbarukan. Sayangnya EBT baru menyumbang 17,5 persen total konsumsi energi dunia. Kini masih ada 3 milyar penduduk bumi yang tidak memiliki akses ke energi yang bersih untuk memasak.Kelima adalah mewujudkan pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan. Eksploitasi sumber daya alam masih terus berlangsung. Dunia menggunakan 92 milyar ton bahan baku pada 2017 naik dari 54 milyar ton pada tahun 2000 dan diperkirakan akan terus naik ke 190 milyar ton bahan baku pada 2060." "Kepemimpinan Ekologis: Aktualisasi Politik-Ekologi Era Pandemi","Jejak penggunaan bahan baku (material footprint) masyarakat di negara maju 13 kali lipat lebih tinggi dibanding dengan negara miskin. Sebenarnya ada 100 negara yang aktif mempromosikan pola konsumsi dan produksi yang ramah alam, namun tren “pemborosan yang berkelanjutan” masih tercermin dari data di depan.Keenam adalah aksi iklim. Data ilmiah menunjukkan suhu bumi telah meningkat 1°C di atas suhu bumi sebelum revolusi industri. Hingga kini 186 negara sudah meratifikasi Perjanjian Paris/Kesepakatan Paris. Namun aksi mereka memangkas emisi gas rumah kaca masih gagal memenuhi target. Krisis iklim telah mencabut 1,3 milyar nyawa dalam periode 1998-2017.Untuk membatasi kenaikan suhu bumi di bawah 1,5°C, konsentrasi emisi karbon di bumi harus dipangkas 55% dari level tahun 2010 pada 2030 atau 10 tahun lagi. Setelah itu diharapkan dunia berhenti menghasilkan polusi iklim (zero net emissions) pada 2050.Ketujuh adalah menyelamatkan kehidupan di air. Tingkat keasaam air laut telah naik 26 persen sejak masa sebelum revolusi industri di abad ke-19. Kondisi ini diperkirakan akan terus terjadi antara 100-150 persen hingga tahun 2100.Pemicunya karena laut menyerap 90 persen konsentrasi karbon dioksida di atmosfer yang memicu peningkatan keasaman air laut. Kenaikan emisi GRK juga memicu turunnya produksi bahan sulfur. Emisi sulfur dalam atmosfer berperan penting memantulkan energi dan radiasi matahari kembali ke angkasa sehingga bumi terhindar dari efek pemanasan global. Kondisi ini berdampak pada keselamatan dan perekonomian penduduk dunia.Kedelapan adalah menyelamatkan kehidupan di darat. Keanekaragaman hayati terus menurun. Dalam 25 tahun terakhir, laju kepunahan naik 10 persen. Degradasi lahan terus terjadi dengan luas mencapai 20 persen wilayah bumi dan sekitar 1 milyar penduduk dunia merasakan dampaknya." "Kepemimpinan Ekologis: Aktualisasi Politik-Ekologi Era Pandemi","Kondisi ini justru terjadi saat luas wilayah yang dilindungi terus naik. Wilayah daratan (terrestrial areas) yang dilindungi naik 39% dalam periode 2000-2018. Sedangkan luas wilayah air tawar dan pegunungan yang dilindungi meningkat 42 persen dan 36 persen pada periode yang sama.Kesembilan adalah kerjasama untuk mencapai semua tujuan tersebut. Bantuan negara-negara maju atau Official Development Assistance (ODA) berfungsi penting dalam mendorong perubahan di negara-negara miskin dan berkembang.Data PBB menunjukkan, jumlah bantuan dari negara-negara maju untuk negara-negara miskin justru turun 3 persen di 2018 dari tahun sebelumnya.Baca juga: COP-25 Kegagalan Menjaga Hutan akan Menempatkan Dampak Perubahan Iklim pada Fase Kritis  Politik EkologiRendahnya tingkat pencapaian tujuan SDGs di atas terjadi karena kompleksitas permasalahan.  Alam dan lingkungan terbukti dalam kuasa manusia, korporasi dan negara yang eksploitatif.Kepemimpinan yang peduli lingkungan sebagai manifestasi politik ekologi merupakan oase yang dibutuhkan dalam kondisi pandemi saat ini.Politik ekologi secara umum terbagi atas lingkungan internal dan eksternal (Almond, 2012). Lingkungan internal terdiri dari lingkungan fisik, sosial dan ekonomi domestik. Sedangkan lingkungan eksternal antara lain politik internasional, ekologi internasional, dan sosial internasional.Salah satu dinamika dalam lingkungan politik internal adalah pelaksanaan pesta demokrasi. Kini lingkungan politik di daerah yang akan menyelenggarakan Pilkada pada 9 Desember 2020 dapat diteropong melalui dinamika dan konstelasi peta politiknya.Keramahan ekologi mestinya hadir mulai secara substansial maupun faktual. Secara substansial terkait komitmen politik hijau kontestan menuju pembangunan yang lestari dan berkelanjutan.Sedangkan secara faktual mesti dibuktikan sejak kampanye hingga pelaksanaan kepemimpinan pemerintahan yang ramah lingkungan." "Kepemimpinan Ekologis: Aktualisasi Politik-Ekologi Era Pandemi","Konstelasi politik ekologi misalnya terkait banjir, sampah, dan air bersih. Politik ekologi selama kampanye umumnya terkesan masih terpinggirkan dibandingkan isu lain seperti ekonomi dan pembangunan infrastruktur.Pemimpin mesti melek dan memiliki komitmen politik hijau. Peta politik kaitannya dengan sumberdaya alam dan lingkungan patut dicermati. Pendekatan lokal penting dilakukan secara sistematis.Jika berhadapan dengan pengusaha, maka tidak bisa tidak mesti menunjukkan ketegasan sikap. Iklim investasi memang harus dijaga dan dirawat, tetapi jangan sampai mengorbankan ekologi, rakyat, dam masa depan bangsa.Isu lingkungan selama ini terpinggirkan dalam hingar bingar politik. Apresiasi layak diberikan kepada Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin telah berkomitmen sejak awal guna menghadirkan pembangunan berwawasan lingkungan.Sayangnya, apa yang ditawarkan baru muncul dalam turunan agenda. Hal ini mengindikasikan lingkungan masih dipandang sebagai isu nomor bawah. Kekhawatiran muncul bahwa nasib lingkungan tetap tergantung pada bidang lain, khususnya ekonomi.Ekologi bersifat multi disiplin dan memerlukan penanganan multi pihak. Terobosan dibutuhkan guna mengatasi permasalahan lingkungan yang sudah kompleks dan akut.Peta jalan penting ditawarkan terkait bagaimana mengatasi bencana antropogenik, pencemaran lingkungan, dan degradasi lingkungan.Target perbaikan kondisi ekologi dibutuhkan, misalnya terkait perbaikan rangking indeks kualitas lingkungan hidup. Anggarannya juga penting dinaikkan dengan program konservasi yang mendominasi.Pemimpin mesti menunjukkan diri memiliki jiwa kepemimpinan ekologis (eco-leadership). Penguatan sektor lingkungan hidup penting memiliki skala prioritas utama sejajar dengan sektor lain seperti ekonomi, hukum, dan politik. * Ribut Lupiyanto, penulis adalah Deputi Direktur C-PubliCA (Center for Public Capacity Acceleration). Artikel ini adalah opini dari penulis.  [SEP]" "Bubu, Alat Tangkap Ikan Tradisional Ramah Lingkungan yang Digunakan Kembali di Flores Timur","[CLS]  Sejak dahulu, masyarakat di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) menggunakan alat tangkap ikan tradisional dan ramah lingkungan bernama Bubu.Bubu dengan nama lokal wuo, nama atau belutu biasanya diletakkan di dasar laut berkedalaman 5-7 meter di sekitar terumbu karang dengan pemberat batu untuk menangkap ikan-ikan yang tergolong dalam famili Serranidae, Lutjanidae, Lethrinidae, Acanthuridae, Mullidae, Siganidae, Haemullidae, Labridae, Nemipteridae, Carangidae dan Sphraenidae.Keberadaan bubu mulai hilang seiring perkembangan jaman dan muculnya alat tangkap modern. Namun, bubu mulai dihidupkan kembali anak muda dari Desa Pamakayo, Kecamatan Solor Barat, Flores Timur, yaitu Koli Tukan (60) dan Lois Lewar (49).Pagi itu di awal Juli, mereka membawa 10 buah bubu dengan mobil pick up ke pantai berbatu di desanya. Dengan cekatan, mereka mengikat batu sebagai pemberat di keempat sudut bubu bagian bawah.“Sejak jaman dahulu, nenek moyang kami sering memasangnya dengan cara menyelam dan melepaskannya di dasar laut. Bagian atasnya ditaruh bebatuan sebagai pemberat agar bubu tidak bergeser terkena ombak dan arus laut,” kata Koli Tukan.baca : Inilah Bubu Apung, Perangkap Ikan Tanpa Merusak Karang  Bubu berbentuk persegi dengan bagian depan berbentuk segitiga, kata Koli, dibuat dari bilah bambu kuning (Bambusa vulgaris). Bagian depan bubu terdapat lubang yang dibuat berbentuk kerucut. Ikan akan masuk melalui lubang kerucut yang lebar di bagian depan dan mengecil di bagian ujungnya sehingga sulit keluar lagi.Setelah ditaruh di dasar laut, bubu itu juga diikat dengan batang bambu yang membentuk semacam pagar. Potongan bambu itu bakal ditarik keatas untuk mengeluarkan ikan dari bubu." "Bubu, Alat Tangkap Ikan Tradisional Ramah Lingkungan yang Digunakan Kembali di Flores Timur","“Hanya orang-orang khusus yang menganyamnya sebab harus sabar dan  tidak boleh emosi. Hati kita juga harus bersih, tidak boleh bermusuhan dengan orang lain karena pembuatnya harus menjaga kepercayaan pembeli sehingga tidak asal mengerjakannya saja,” sebut Lois Lewar.Sebelum bubu dilepas ke laut, Lori dan Lois membuat seremonial adat. Keduanya menyiapkan sirih pinang, tembakau, daun Koli untuk dilinting menjadi rokok serta kelapa muda.Lori mengunyah sirih pinang dan meniup di bagian lubang kerucut serta di seluruh bagian bubu. Satu buah kelapa muda diambil airnya untuk dipercikkan di seluruh bagian bubu.“Kami membuat sejo dingin atau pendinginan sebab saat pembuatannya, mungkin ada binatang yang lewat dan menginjaknya sehingga saat mau digunakan harus dibuat sejo dingin,” ungkap Lori.Lois menambahkan, pendinginan lazim dikerjakan sebab bubu dipergunakan untuk mencari uang agar bisa mendatangkan hasil. Dirinya katakan,ritual ini sama ketika membeli mobil baru yang hendak dipergunakan atau benda lainnya.baca juga : Di Pulau Solor, Bom Ikan Berganti Lumbung Ikan Desa, Bagaimana Hasilnya?  Ramah LingkunganKenapa bubu dipergunakan lagi untuk menangkap ikan? Rupanya bubu-bubu tersebut milik Yakobus Mikhael Krizik Basa Lewar (47) putera asli Desa Pamakayo.Diajak berbincang di sela-sela kesibukan mempersiapkan bubu, Yamin sapaannya menjelaskan selepas mengundurkan diri dari tenaga kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Flores Timur, dia mulai menjual pisang dan babi hingga ke Pulau Sumba.Yamin melihat banyak mobil pick up dari Larantuka menjual ikan hingga ke Pulau Flores bagian barat bahkan hingga ke Pulau Sumba. Menurutnya, kalau usaha di laut tidak ada kapling atau batasan. Ini yang membuatnya terjun berusaha di sektor kelautan." "Bubu, Alat Tangkap Ikan Tradisional Ramah Lingkungan yang Digunakan Kembali di Flores Timur","“Saya berpikir saatnya saya bekerja di laut. Dengan latar belakang pendidikan kesehatan, saya melihat banyak orang tua di kampung yang sakit kolesterol dan asam urat  banyak mengkonsumi ikan pelagis,” ungkapnya.Lulusan S1 Keperawatan Universitas Indonesia (UI) ini pun berpikir ikan dasar laut dan ikan karang bisa lebih aman dikonsumsi. Apalagi harga ikan jenis itu tinggi di Pulau Sumba sehingga bisa menjadi peluang usaha.Yamin memilih bubu untuk menangkap ikan karena lebih ramah lingkungan dan tidak merusak ekosistem laut. Karena tidak berpengalaman sebagai nelayan, dia belajar otodidak.“Kami tidak mengambil batu karang di laut untuk pemberat yang diikat di bubu tetapi menggunakan batu di darat. Meletakkan bubu juga di pasir sehingga tidak merusak karang,” sebutnya.Deretan bubu diletakkan di dasar laut berjarak minimal 20 meter. Ujung tali diikat pelampung dari botol minuman bekas sebagai penanda. Yamin merasakan dilema memasang pelampung, sebab terkadang ada orang ikut memanen bubunya bila terlambat diambil karena ada penanda sehingga mudah ditemukan.“Bubu sering bergeser diterpa gelombang dan arus laut sehingga bila tidak ada pelampung maka kami kesulitan mencarinya. Meskipun bubu dipasang dengan jarak 5 sampai 7 meter kadang sulit terlihat saat laut bergelombang,” ucapnya.perlu dibaca : Pengebom Ikan Ditangkap di Flores Timur. Diduga Ada Jaringan Terorganisir  Melepas IkanPerahu motor tempel 2 GT  berbahan kayu pun melaju pelan. Tak jauh dari bibir pantai berbatu hitam, satu per satu bubu diangkat ke perahu. Bilah bambu pada pagar bubu dilepas dan ikan yang masih bergerak pun dikeluarkan lalu diletakan di dasar perahu." "Bubu, Alat Tangkap Ikan Tradisional Ramah Lingkungan yang Digunakan Kembali di Flores Timur","Setelah memperhatikan bubu,Y amin katakan banyak ikan yang keluar karena terlalu banyak ikan di dalamnya. Seharusnya 2 hari sekali bubu diangkat namun karena sudah 3 hari maka bubu dipenuhi ikan kerapu, kakap, lencam, kurisi, ekor kuning, baronang, pakol dan lainnya.Ikan-ikan kecil dengan lebar 2 hingga 3 jari orang dewasa dilepasnya kembali ke laut. Ikan-ikan hias beraneka warna pun ikut dilepas. Yamin beralasan ikan tersebut terlalu kecil sehingga dibiarkan berkembangbiak.“Sementara ada 42 bubu yang terpasang dan sedang ditambah menjadi 100 buah. Bila jumlahnya 100, maka setiap hari panen 35 bubu apalagi saat ini tidak ada penangkapan ikan menggunakan racun dan bom sehingga produksi ikan melimpah,” ungkapnya.Yamin mengaku bisa mendapatkan uang minimal Rp500.000 sampai Rp1 juta setiap hari. Ia yakin usaha di laut pasti orang lain akan menghormati apalagi budaya di masyarakat etnis Lamaholot dimana pamali atau pantang  mengambil apa yang bukan miliknya.  Kepala Bidang Perijinan Usaha dan Pengawasan Sumber Daya Perikanan Dinas Perikanan Kabupaten Flores Timur, Apolinardus Y.L. Demoor kepada Mongabay Indonesia, awal Juli mengatakan bubu atau belutu memang masih digunakan.Alat tangkap tradisional ini, katanya tergolong ramah lingkungan, asalkan pemasangannya tidak merusak karang karena biasanya batu sebagai pemberat menggunakan karang.“Biasanya untuk membuat bubu tidak bergerak dari tempatnya, masyarakat sering meletakan baru di atasnya agar tidak terseret arus.Kalau pergunakan batu di darat tidak masalah asal jangan mengambil di dalam laut.Meletakan bubu juga jangan di atas karang karena akan merusak karang,” pungkasnya.  [SEP]" "Menyoal Rencana Pembangunan Kereta Gantung Rinjani","[CLS]   Keinginan membangun kereta gantung menuju Gunung Rinjani bukan kisah baru. Sejak 2016, wacana itu pernah disampaikan Bupati Lombok Tengah Suhaili FT. Saat itu, terjadi pro kontra di masyarakat, termasuk dari Pemerintah Nusa Tenggara Barat (NTB), sebagai pemilik kuasa atas hutan yang akan dilewati menolak keras.Gubernur NTB saat itu, M Zainul Majdi dikenal dengan sebutan Tuan Guru Bajang menolak ide itu dengan pertimbangan berpotensi merusak lingkungan.Wacana ini makin mengemuka pada 2017–2018, ketika NTB menggelar pemilihan gubernur. Ia jadi komoditas politik setiap kandidat. Bupati Lombok Tengah Suhaili yang menyalonkan diri, mewacanakan kereta gantung ke Rinjani.Baca juga: Rinjani Harus Tetap TerjagaSalah satu calon Wakil Gubernur Mori Hanafi menyatakan penolakan kereta gantung. Wakil Ketua DPRD NTB itu bahkan membuat polling khusus di websitenya dan menyimpulkan 72,5% tak setuju pembangunan kereta gantung Rinjani.Kandidat gubernur saat itu, Zulkieflimansyah, tak terlibat dalam polemik itu. Zulkieflmansyah memenangkan kontestasi dan jadi gubernur NTB 2018-2023.Wacana ini kembali muncul ketika Zulkifelimansyah memposting di akun Facebook dan Instagram pribadinya pada pertengahan Januari 2020 tentang pertemuan dengan investor yang akan membangun kereta gantung.Dari postingan itu, terbaca gubernur menginginkan kereta gantung Rinjani segera terbangun. Sekda NTB HL Gita Aryadi bahkan menyambut dengan penegasan di media-media lokal bahwa pembangunan akan mulai Mei 2020. Pembangunan target tuntas sebelum gelaran MotoGP 2021.  Sudah ada persetujuan KLHK?Madani Mukarom, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) NTB mengatakan, rencana pembangunan kereta gantung ini sudah mendapat persetujuan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Pembangunan ini, katanya, tak di zona inti Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR)." "Menyoal Rencana Pembangunan Kereta Gantung Rinjani","Madani bilang, kawasan  Pelawangan, Danau Segara Anak dan Puncak Rinjani, merupakan zona inti TNGR. Zona inti itu dilarang dan haram membangun sarana dan prasarana apapun.“Kereta gantung lokasi tidak berada di TNGR tapi di blok pemanfaatan wisata pada tahura dan hutan lindung,’’ katanya.Dari hasil survei tim, kereta gantung ini akan mulai dari Desa Karang Sidemen, Kecamatan Batukliang Utara, Lombok Tengah. Diperkirakan panjang lintasan sekitar 10 km. Ketinggian kereta gantung itu 60 meter di atas permukaan tanah, jauh lebih tinggi dari pepohonan di sepanjang jalur.Dinas LHK NTB juga menjamin selama proses pembangunan kereta gantung ini tak akan merusak kawasan. Pengangkutan tiang, katanya, akan menggunakan helikopter. Tidak membuka jalan untuk alat berat seperti kekhawatiran banyak pihak.Sebelum proses itu semua, katanya, LHK NTB memastikan seluruh proses perizinan dan kajian lingkungan dipenuhi investor, termasuk akan digelar focus group discussion (FGD) dengan seluruh pihak yang berkepentingan dengan rencana ini. Alternatif pendakian Berdasarkan survei awal tim dari provinsi dan Lombok Tengah, jalur kereta gantung ini cukup landai.Menurut Madani, kereta gantung itu tidak akan masuk zona inti TNGR. Nantinya, kereta gantung akan berhenti pada lokasi yang sudah ditentukan, jauh dari zona inti. Dari hasil perkiraan tim, lokasi pemberhentian kereta gantung Rinjanji itu perlu tiga sampai empat jam jalan kaki menuju Danau Segara Anak. Dengan jarak tempuh jalan kaki relatif singkat dan landai, orang tua dan anak-anak bisa menikmati Danau Segara Anak yang selama ini jadi kemewahan bagi para pendaki." "Menyoal Rencana Pembangunan Kereta Gantung Rinjani","Rute perjalanan dari pemberhentian kereta gantung menuju Puncak Rinjani, lebih jauh dibandingkan dengan rute biasa dilalui para pendaki. Rute pemberhentian kereta gantung ini, katanya, adalah Pelawangan Barat–Pelawangan Senaru–Danau Segara Anak–Pelawangan Sembalun–Puncak Rinjani. Atau hampir sama dengan rute Aik Berik Loteng.“Lamanya pendakian menjadi tantangan bagi para pendaki militan. Peminat pengguna kereta gantung ini dominan kalangan menengah-eksekutif. Pastinya, mereka penasaran turun ingin melihat lebih jelas Danau Segara Anak,” katanya.  Wisatawan yang ingin meneruskan perjalanan dengan jalan kaki selama kurang lebih  3-4 jam dari lokasi pemberhentian kereta gantung menuju Pelawangan Barat, bisa membawa satu atau dua porter.Madani bilang, kereta gantung ini akan menambah lapangan pekerjaan bagi porter. Apalagi, Karang Sidemen, selama ini bukan jalur resmi pendakian Rinjani. Membuka jalur baru di Karang Sidemen, katanya, bisa membuka peluang usaha baru.Dedy Asriady, Kepala Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) mengatakan, sudah menghubungi Kepala Dinas LHK NTB Madani Mukarom. Dari koordinasi itu, dipastikan kereta gantung itu tidak masuk TNGR.“Penamaan kereta gantung Rinjani mungkin sebagai branding. Pak Kadis bilang, di luar kawasan TNGR,’’ katanya.Dedy belum mau mengomentari terlalu jauh wacana ini. Selain berada di luar TNGR—wilayah kewenangan balai–, saat ini TNGR fokus menyelesaian konflik pengelolaan daerah wisata Joben.TNGR juga mencari formulasi untuk menyelesaikan konflik berkepanjangan dengan masyarakat Bebidas yang bercocok tanam di TNGR di Pesugulan.“Perlu diskusi panjang sambil ngopi santai dan perlu kajian dampak lingkungan dan dampak ekonominya. Isu ini memang sensitif,’’ katanya. Tidak mudah " "Menyoal Rencana Pembangunan Kereta Gantung Rinjani","General Geopark Rinjani Chairul Machsul mengatakan, wacana kereta gantung Rinjani itu isu lama. Isu ini sangat sensitif dan jadi perhatian publik, bukan hanya di Lombok, tetapi Indonesia. Bahkan, tak menutup kemungkinan jadi isu internasional.Pada 2021, tim evaluasi Geopark akan menilai apakah Geopark Rinjani masih bisa berlanjut atau tidak. “Tahun depan (2021) sekitar April-Mei, akan revalidasi pertama terhadap status Geopark Rinjani, apakah akan lolos dapat green card untuk empat tahun ke depan (2022-2026-red) atau dropout,’’ katanya.Chariul bilang, merealisasikan kereta gantung Rinjani ini tak mudah terlebih kalau ingin mengejar perhelatan MotoGP 2021. Berbagai tahapan dan kajian harus dilakukan. Seluruh tahapan dan kajian itu, katanya, tak bisa dilakukan dengan terburu-buru.“Tahapannya, ketat mulai dari pre feasibility study, feasibility study, detail engineering desigen (DED-red) hingga amdal (analisis mengenai dampak lingkungan-red).”Selain aspek lingkungan, kajian ekonomi juga perlu dipertimbangkan matang. Saat ini, diperkirakan 1.000 lebih porter dan guide yang menggantungkan hidup dari pendakian Rinjani. Kalau dalam satu tahun ada 80.000 tamu, dengan satu orang mengeluarkan biaya Rp2 juta, perputaran uang dari aktivitas pendakian mencapai Rp160 miliar.“Ini juga harus dipertimbangkan,’’ katanya.Chairul bilang, pembangunan apapun tidak boleh melumpuhkan ekonomi lokal. Selama ini, katanya, banyak pelaku usaha hidup dari aktivitas pendakian Rinjani.Di sekitar Rinjani, banyak berdiri penyedia jasa pendakian, porter, guide, homestay, konsumsi, penyedia jasa penyewaaan, dan berbagai usaha lain.“Tentu saja aspek konservasi juga menjadi pertimbangan utama,’’ katanya.   Tolak kereta gantung Rinjani " "Menyoal Rencana Pembangunan Kereta Gantung Rinjani","Murdani, Direktur Eksekutif Walhi NTB menolak keras pembangunan kereta gantung Rinjani. Sejak awal, Walhi konsisten menolak. Berbeda dengan sikap Pemerintah NTB, dulu menolak tetapi justru memberikan karpet merah bagi investor.“Gubernur harus menghentikan, rakyat tak butuh kereta gantung untuk mensejahterakan hidup mereka,’’ katanya.Murdani bilang, ada beberapa dasar sebagai penolakan Walhi terhadap kereta gantung Rinjani. Gunung Rinjani, katanya, sumber kehidupan masyarakat di Pulau Lombok. Kondisi sebagian Pulau Lombok yang mengalami kekeringan pada kemarau dan banjir musim hujan merupakan dampak dari kerusakan Rinjani.Rinjani ini, kata Murdani, bukan semata wilayah kerja adminsitratif TNGR, tetapi seluruh wilayah di sekitar kawasan ini.Dia bilang, apa yang disampaikan pejabat Pemerintah NTB, mulai dari gubernur, sekda, Kadis LHK, dan Dinas Penanaman Modal dan Perizinan terkait kereta gantung Rinjani lebih mementingkan aspek pasar. Dia nilai, hanya memikirkan uang masuk ke NTB, terlebih investor sudah menyetor uang jaminan Rp5 miliar kepada pemerintah provinsi.“Untuk proyek ini, investor meminta izin lebih 500 hektar. Pembangunan berbagai fasilitas kereta gantung dapat mengubah bentang alam, merusak lingkungan.”Murdani menyayangkan, ucapan para pejabat Pemerintah NTB terkesan ngotot proyek kereta gantung ini harus ada. Publik membaca, kalau Pemerintah NTB akan melakukan segala cara agar proyek berjalan mulus. Padahal, katanya, belum ada kajian studi kelayakan, kajian lingkungan hidup strategis (KLHS), termasuk amdal. Hasil kajian-kajian itupun, katanya, belum tentu menyatakan layak untuk pembangunan kereta gantung Rinjani.“Kebijakan ini tergesa-gesa,’’ katanya." "Menyoal Rencana Pembangunan Kereta Gantung Rinjani","Kalau ada pembangunan dalam kawasan hutan, baik skala kecil maupun besar, pasti berdampak pada habitat flora dan fauna. Keberadaan kereta gantung sepanjang 10 km, kata Murdani, pasti mengganggu kehidupan flora dan fauna sepanjang jalur. Intensitas beroperasi kereta gantung bisa mengubah perilaku dan pola pergerakan fauna di kawasan.“Secara visual juga mengganggu.”Pembangunan kereta gantung untuk wisatawan ini akan menambah beban lingkungan yang selama ini sudah berat. Persoalan sampah tidak kunjungan selesai, katanya, tambah wisatawan massal melalui kereta gantung akan menambah produksi sampah.Selain itu, ada ribuan masyarakat sekitar Rinjani yang terancam kehilangan penghasilan kalau kereta gantung ini beroperasi. Kereta gantung, katanya, hanya akan menguntungkan pemilik modal, sedang masyarakat sekitar Rinjani sebagai pemilik Rinjani terancam hanya sebagai penonton.“Di tengah berbagai krisis lingkungan, salah satu yang memprihatinkan, krisis air bersih di Lombok Tengah, pemerintah justru mewacanakan pembangunan yang merusak sumber mata air. Pemerintah melukai Rinjani dan masyarakat Lombok.”Taj hanya Walhi yang menolak, para pecinta alam, aktivis sosial, pegiat lingkungan, dan berbagai elemen pemuda mulai menggalang petisi penolakan pembangunan kereta gantung Rinjani. Mereka tak percaya ucapan pemerintah provinsi yang mengatakan tak akan ada dampak lingkungan kereta gantung. Dalih pembangunan di luar zona inti TNGR hanya akal-akalan.“Mending pemerintah fokus mengurus hutan NTB yang rusak parah,’’ kata Dedy Aryo, Ketua Forum Rinjani Bagus.Dia bilang, pendakian gunung bukan semata persoalan fisik, tetapi mental. Dalam proses mengenal alam, banyak memberikan pelajaran atau hikmah hidup.Menurut Dedy, pada 2016, saat pecinta alam mencoba mengatasi persoalan sampah, satu dari 300 peserta adalah pasangan lansia yang merayakan ulang tahun emas pernikahan di pinggir Danau Segara Anak. Mereka naik bersama anak, dan cucu." "Menyoal Rencana Pembangunan Kereta Gantung Rinjani","“Jadi, omong kosong bila naik gunung itu berkaitan dengan persoalan fisik, tapi lebih pada persoalan mental. Alasan nanti kereta gantung untuk wisatawan yang tidak kuat mendaki itu hanya kamuflase. Ini hanya ingin mengeruk keuntungan dengan cara mematikan usaha rakyat,’’ katanya.Dedy melihat, Pemerintah NTB, termasuk pemerintah pusat yang memberikan izin penggunaan kawasan hutan hanya melihat keuntungan. Dengan dalih masuk investasi, tetapi akan merusak lingkungan.Rinjani, katanya, sumber kehidupan dan sumber air bersih masyarakat Lombok. Ia juga sumber udara bersih. Ketika ada pembangunan, katanya, akan mengganggu keseimbangan lingkungan di sana.Forum Rinjani Bagus, juga tidak percaya kalau pemasangan seluruh fasilitas itu akan menggunakan helikopter. Membawa tiang pancang ke gunung, katanya, mungkin memakai helikopter, tetapi menegakkan tiang itu dan berbagai fasilitas memerlukan alat berat. Belum lagi, kata Dedy, selama proses pembangunan itu akan mengganggu fauna di Rinjanji.“Pemerintah jangan hanya mendengar maunya investor, dengar juga dong rakyat. Kami ini rakyat NTB, kami yang memilih bapak-bapak pejabat.”Saat ini, sudah banyak kelompok masyarakat menolak pembangunan kereta gantung Rinjani. Gerakan penolakan ini terus mereka suarakan melalui media sosial dan akan menyiapkan penolakan di lapangan seperti aksi, termasuk di atas Gunung Rinjani. Keterangan foto utama: Seorang pendaki perempuan berdiri di atas puncak Gunung Rinjani. Untuk mencapai puncak melalui pintu pendakian Sembalun Lombok Timur, membutuhkan waktu 13-15 jam, tergantu kekuatan ke kecepatan. Foto: Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia  [SEP]" "Bagi-bagi Daging Kurban Bebas Plastik dengan Pakai Besek","[CLS]     Hari Raya Idul Adha, tiba. Berarti akan ada hewan kurban dan bagi-bagi daging. Bakal banyak penggunaan kantong plastik sekali pakai untuk bungkus. Bagaimana mengurangi penggunaan kantong plastik untuk wadah daging kurban? Besek, antara lain wadah pilihan untuk menghindari penggunaan kantong plastik sekali pakai.“Jika satu mesjid menyembelih lima sapi dan lima kambing, 875 wadah kantong plastik. Bayangkan, berapa kebutuhan plastik satu kota?”Kalimat ini jadi pembuka dalam kampanye #patunganbesek dalam upaya mengurangi sampah plastik saat Idul Adha. Kampanye ini konsisten berlangsung selama dua tahun oleh Studio Dapur dan Pahlawan Bencana Yayasan Sadagori Indonesia.Tahun ini, mereka memperluas jaringan dengan menggandeng Komunitas Ranah Bhumi (Yogyakarta) dan Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik. Harapannya, kampanye ini bisa berdampak luas pada tingkat nasional.Melalui kampanye #patunganbesek, mereka menargetkan kumpulkan dana Rp35 juta untuk menyediakan besek sebagai wadah pengganti kantong plastik daging kurban yang lebih ramah lingkungan dan bermanfaat bagi penerima kurban.“Jika diasumsikan dalam satu kota terdapat 500 mesjid, berati bisa berjuta-juta plastik digunakan dan dibuang dalam satu hari,” kata Mega Pitriani Puspita, pendiri Studio Dapur.Awalnya, permintaan bermula di satu mesjid di Tebet, Jakarta. Mereka meminta bantuan kepada Studio Dapur untuk membantu penyediaan besek sebagai pilihan tak pakai kantong kresek.Karena permintaan ini melebihi kemampuan mereka, Studio Dapur pun berinisiatif menggalang dana dengan target Rp4 juta. Tak disangka antusiasme tinggi hingga terkumpul Rp38 juta tahun lalu.Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2019, kurban saat Idul Adha mencapai 1,560 juta terdiri 460.000 sapi atau kerbau dan 1, 1 juta kambing atau domba." "Bagi-bagi Daging Kurban Bebas Plastik dengan Pakai Besek","Data satu sapi menghasilkan 350 paket daging kurban. Sedang, kambing atau domba 50 paket daging . Untuk membungkus perlu satu kantong kresek untuk wadah sekitar 216 juta lembar sehari atau dua hari saja. Kalau satu lapis, ada juga dua lapis.“Bayangkan jika dua lapis itu bisa mencapai setengah miliar lembar dalam satu hari. Saya yakin itu akan langsung jadi sampah karena kotor,” kata Novrizal Tahar, Direktur Pengelolaan Sampah, Direktorat Pengelolaan Sampah, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).Sejak 2015, KLHK terus kampanye “Rayakan Idul Adha Tanpa Kantong Plastik” guna mengurangi sampah plastik.Kampanye ini, melalui surat edaran kepada pemerintah kabupaten/wali kota dan provinsi. Adapun pilihan pembungkus makanan lebih alami, seperti besek bambu, besek daun pandan, daun kelapa, jati dan daun pisang.Sejak 2009, BPOM melarang penggunaan kantong plastik kresek berwana hitam untuk wadah makanan. Pasalnya, kantong plastik berwarna hitam berasal dari proses daur ulang yang tidak diketahui asal usul yang mungkin bisa beracun. Bisa dari pestisida, limbah rumah sakit, kotoran hewan atau manusia, sapai limbah logam berat.  Rahmawati, Kepala Seksi Pengelolaan Sampah Dinas Lingkungan Hidup Jakarta menyebutkan, tahun lalu penyembelihan 60.000 hewan kurban, dengan kambing 41.720 dan 18.280 sapi. Dia perkirakan, dari sapi akan ada 2.741.927 kantong plastik , dan kambing dan 1.043.012 lembar.“Kita coba menimbang. Dengan berat kantong plastik yang biasa, 12,76 gram. Perkiraan potensi timbulan 48 ton bisa dikurangi jika plastik diganti wadah yang ramah lingkungan atau membawa sendiri wadah.”Mega mengatakan, tahun ini kampanye #patunganbesek akan menambah satu wilayah produksi besek dan penyebaran, yakni Kota Yogyakarta. Sebelumnya, penyebaran di Bandung, Jakarta, dan Tasikmalaya berasal dari produksi Tasikmalaya." "Bagi-bagi Daging Kurban Bebas Plastik dengan Pakai Besek","Dia bilang, tak semua mesjid terbuka memilih besek jadi wadah pilihan pembungkus daging. Alasannya, tidak seperti kantong kresek lebih cepat, efisien dan mudah dalam mengemas.Bagi Mega, langkah ini bisa jadi pemantik bagi setiap daerah untuk mampu mengeksplorasi kekhasan dari tiap daerah dalam membungkus makanan dari kearifan lokal.“Kalau dari sisi ekonomi, ini sangat bisa membantu masyarakat desa dan peningkatan ekonomi desa. Dengan ada kegiatan ekonomi di desa pun bisa mengurangi urbanisasi dan lingkungan lebih lestari.”Harapannya, ada perubahan pola pikir dan tindakan nyata bagi para penerima daging kurban yang tahun ini mendapatkan besek, tahun depan bisa membeli sendiri. Kalau saat ini pendekatan baru pada panitia kurban, ke depan melalui penjual sapi atau kambing dengan membuat paket sekaligus bersama dengan wadah ramah lingkungan.Tak hanya berhenti pada pembagian daging kurban besek, mereka pun edukasi baik lisan (kotbah di mesjid) maupun non lisan untuk memberikan informasi alasan pakai besek.  Nilai budaya, ekonomi dan lingkunganDi balik bentuk yang sederhana, besek menyimpan banyak tradisi dan cerita. Karya budaya dari masa pra-modern Indonesia, besek jadi wadah yang menyimpan budaya ‘hantaran’ atau mengantarkan makanan kepada tetangga atau kerabat.Nissa Wargadipura, pendiri pesantren ekologi Ath Thaariq, Garut mengatakan, besek bambu lahir dari budaya hantaran masyarakat Sunda yang terbiasa membagikan pangan mereka saat merayakan atau hendak syukuran. Isinya, adalah nasi, lauk pauk dengan 10 macam.Bambu, katanya, mulai pemanenan sudah ada tradisi khusus, misal, tidak saat bulan purnama, pengeringan alami tetapi tidak langsung terkena sinar matahari.“Kami tidak mengenal plastik, biasa dalam daging kurban, kami gunakan daun jati atau ketapang. Karena makin susah ditemui dan jauh, kami memilih besek karena mudah didapatkan di pasar,” katanya." "Bagi-bagi Daging Kurban Bebas Plastik dengan Pakai Besek","Besek ramah lingkungan. Pasca sebagai hantaran makanan, bisa untuk menyimpan bumbu dapur, pupuk organik, wadah semai dan lain-lain.Nissa bilang, dibanding kantong kresek, harga besek bambu terbilang mahal, namun daya kebertahanan tinggi.Bagi-bagi daging kurban di pesantren memakai besek. Budaya ini, kata Nissa, baru antar tetangga dan melalui sosial media miliknya. Pesantren yang menerapkan agroekologi ini memang belum kampanye kolaborasi dengan pihak lain. “Kita mulai dari lingkungan terkecil kami dahulu.”Dengan memanfaatkan bambu, katanya, bisa menolong petani dan perajin bambu.Mega bilang, dalam satu dekade ini, perajin bambu mulai tergerus dengan keberadaan plastik, terutama di Rajapolah, sentra perajin bambu di Tasikmalaya. Padahal, usaha bambu ini sangat padat karya dan inklusif yang melibatkan banyak orang tua-tua dan perempuan.Seringkali, perajin bambu terhimpit oleh permintaan pasar yang menuntut produk murah, jumlah besar dan produksi cepat. Dibandingkan industri lain, usaha ini jadi tidak berkembang karena banyak yang memilih plastik.“Banyak orang memilih cara praktis, plastik, menyebabkan aktivitas perajin bambu ini makin berkurang,” katanya.Jadi, perajin hanya tinggal orangtua dengan usia lanjut, anak muda setempat enggan untuk melanjutkan karena dibayar dengan harga murah dan lebih memilih ke kota.Kalau permintaan bambu kontinu, akan berdampak pada kebun bambu itu sendiri. “Jika tidak ada kerajinan, bambu tidak ada, maka kebun bambu dianggap tidak bernilai lagi. Akhirnya, sering ada penawaran penjualan lahan untuk tambang pasir atau lain-lain. Penting untuk terus gunakan produk-produk kerajinan.”  Keterangan foto utama: Setelah hewan kurban dibersihkan dan dipilah antara daging, tulang dan kulit, baru daging dikemas pakai besek, untuk dibagikan. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia  [SEP]" "Organisasi Lingkungan Desak Presiden Setop Pembangkit Batubara Teluk Sepang","[CLS]    Sejak November tahun lalu, puluhan penyu langka dan dilindungi mati di perairan dekat pembuangan limbah PLTU batubara, Teluk Sepang, Bengkulu. Kematian satwa laut itu jadi penanda masa uji coba PLTU investasi Tiongkok yang kabarnya bakal resmi beroperasi dalam waktu dekat.Berbagai kalangan mendesak, Presiden Joko Widodo menghentikan proyek berbahaya ini dan mendorong transisi energi terbarukan, yang bersih dan berkeadilan. Pius Ginting dari Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER) juga jurubicara #BersihkanIndonesia, mengatakan, sejak awal, PLTU Teluk Sepang merupakan proyek bermasalah yang mendapat penolakan besar warga Bengkulu.“Dokumen amdal (analisis mengenai dampak lingkungan-red) PLTU Teluk Sepang tidak sesuai fakta lapangan,” katanya.Lokasi pembangunan PLTU, katanya, berada di Pulau Baai, Kota Bengkulu, tidak sama dengan isi dokumen RTRW Bengkulu yang menyatakan area pembangunan di Napal Putih, Kabupaten Bengkulu Utara.Baca juga: Kasus Matinya 28 Penyu di Bengkulu, Ini Hasil Uji LaboratoriumKalau PLTU Teluk Sepang tetap jalan, katanya, akan merusak biota laut karena Pantai Bengkulu merupakan bagian dari pantai barat Sumatera yang masuk kategori laut kaya keragaman hayati.  Menurut Pius, Convention on Biological Diversity (CBD) menamai daerah ini sebagai Upwelling Zone of the Sumatra-Java Coast, dan masuk dalam daerah ecologically or biologically significant marine areas (EBSAs).EBSAs memiliki signifikansi lebih tinggi terhadap satu atau lebih spesies dari ekosistem dibandingkan daerah lain.Proyek PLTU yang masuk dalam program 35.000 MW ini didanai investasi Tiongkok, yakni Power China dan PT Intraco Penta Tbk.Tiongkok merupakan salah satu investor terbesar untuk program berbasis energi kotor batubara ini. Di negerinya sendiri, Tiongkok telah menyetop pembangunan PLTU batubara dan beralih ke energi terbarukan." "Organisasi Lingkungan Desak Presiden Setop Pembangkit Batubara Teluk Sepang","Ironisnya, kata Pius, pada Oktober 2020, Tiongkok jadi tuan rumah Konferensi Keragaman Hayati PBB ke-25. “Tiongkok seharusnya bisa jadi teladan bagi dunia investasi agar peka keberagaman hayati,” katanya.Yayasan Kanopi Bengkulu mencatat, sejak masa uji coba pada 19 September 2019-23 Januari 2020, limbah air bahang yang keluar PLTU Teluk Sepang diduga kuat jadi penyebab kematian 28 penyu di perairan Bengkulu terutama di Teluk Sepang.Penyu-penyu ini ditemukan mati tak jauh dari saluran pembuangan limbah Teluk Sepang. “Pemerintah menyebut, kematian penyu karena bakteri Salmonella sp dan Clostridium sp.”Dia bilang, hasil ini sangat meragukan. Berdasarkan keterangan dari lembaga konservasi internasional, Lampedusa Sea Turtle Rescue Center, Italia, kedua jenis bakteri ini umum di penyu laut tetapi daya patogenitas rendah.“Kami meminta KLHK mengeluarkan surat rekomendasi untuk menunda operasi PLTU Teluk Sepang karena dampak yang ditimbulkan. Pemerintah bisa menyelamatkan masa depan udara bersih bagi masyarakat Bengkulu dengan tidak melanjutkan operasi PLTU kotor itu,” kata Ali Akbar, Jurubicara #BersihkanIndonesia dari Kanopi Bengkulu.  Segera beralih ke energi terbarukanPamela Simamora, Kepala Divisi Riset Institute for Essential Services Reform (IESR) mengatakan, potensi energi terbarukan di Sumatera mencapai 128.817 megawatt.Saat ini, kapasitas energi terbarukan terpasang 1.985 megawatt dan dalam RUPTL 2019-2028 rencana dibangun lagi 17.768 megawatt energi terbarukan yang memanfaatkan air, angin, biomassa, panas bumi dan tenaga matahari.Studi IESR, di Bengkulu, potensi teknis seluruh rumah tangga pelanggan PLN antara 1,3-4,2 gigawatt peak. Potensi pasar energi terbarukan rumah tangga pelanggan PLN di Bengkulu lebih 1.300 VA antara 0,3 hingga 1 gigawatt peak.“Namun kapasitas terpasangnya, nol,” kata Pamela." "Organisasi Lingkungan Desak Presiden Setop Pembangkit Batubara Teluk Sepang","Potensi eenergi terbarukan di Bengkulu total 7.297 megawatt, tetapi, katanya, hanya 259 megawatt kapasitas terpasang yang tersambung dengan PLN (on grid).Untuk itu, Pamela menyarankan, pemerintah Indonesia segera beralih ke energi terbarukan, termasuk di Bengkulu yang punya potensi besar energi terbarukan seperti energi surya atap.“Energi surya akan lebih kompetitif dibanding PLTU batubara. Kalau tahun 2020, kisarannya antara US5-10 sen per kWh. Untuk batubara 5-8 sen per kWh. Pada 2050, energi surya lebih murah dari bahan bakar. Inipun tanpa memperhitungkan ongkos karbon,” katanya. Keternagan foto utama: Limbah PLTU yang mencemari lingkungan. Foto: Koalisi Langit Biru [SEP]" "Membangkitkan Pengajian Lingkungan Saat Pandemi dan Ramadhan","[CLS]  Sejumlah pengajian lingkungan dihelat selama bulan Ramadhan ini. Salah satunya kajian terkait para perempuan penjaga bumi dan tentang melaksanakan adab-adab lingkungan.Pengajian Ramadan secara virtual dihelat Pengurus Pusat (PP) Aisyiyah dengan tema Perempuan Penjaga Bumi pada Sabtu (16/5/2020). Menghadirkan Amanda Katili Niode, Manager The Climate Reality Project Indonesia, Nana Firman dari Green Faith International dan Pengurus Muhammadiyah New York, dipandu Hening Parlan, Koordinator Divisi Lingkungan Hidup LLHPB Aisyiyah Pusat.Atikah M. Zaki Koordinator Bidang Lingkungan, Kesehatan, dan Penanggulangan Bencana LLHPB Pimpinan Pusat Muhammadiyah membuka dengan pemaparan sejumlah konsepsi agama Islam terkait lingkungan. Misalnya melarang segala perusakan, langsung dan tak langsung. “Harus terdepan melestarikan alam. Memahami landasan pelestarian lingkungan, ini tanggung jawab semua manusia,” ujarnya.Atikah membahas 7 pahala yang akan terus mengalir, di antaranya mengalirkan air, menggali sumur, menanam pohon, membangun masjid, mewariskan ilmu, keberadaan anak yang selalu mohon ampun setelah kiamat. Sebalikknya, tindakan menebang pohon, menggunduli hutan, membuang limbah termasuk merusak alam yang mendatangkan bencana, kabut asap, pemanasan global, banjir, dan lainnya.baca : Saatnya Memulai Kebiasaan Green Ramadhan di Masa Pandemi  Selanjutnya Amanda Katili menjelaskan The Climate Reality Project adalah bagian dari organisasi yang dibentuk mantan Wakil Presiden Amerika Al Gore. Ada 20 ribu relawan di 154 negara untuk pengarusutamaan perubahan iklim.Menurutnya ada tiga cara menyikapi perubahan iklim ini. Dari individu, sebagai organisasi sehingga dampaknya lebih besar, dan pemerintah yang mengeluarkan kebijakan yang mendukung." "Membangkitkan Pengajian Lingkungan Saat Pandemi dan Ramadhan","Secara sederhana tanpa istilah teknis, ia memaparkan sebab dan akibat perubahan iklim pada sekitar 50-an peserta webinar. Kegiatan manusia seperti pembangkit batubara, kebakaran hutan, dan aktivitas pabrik membuat selimut bumi lebih tebal, pantulan sinar matahari tak bisa keluar dan bumi makin panas. Terjadi krisis iklim, dan mengakibatkan bencana alam.Ketika lebih panas, maka hutan mudah terbakar, hasil panen bisa gagal. Pihak paling rentan atau terdampak adalah lansia, kaum miskin, tuna wisma, bayi, anak, orang dalam kondisi gangguan medis, dan gangguan mental. “Dampaknya pada perempuan. Kekerasan seksual dan ancaman kematian saat bencana alam, jika gagal panen maka beban kerja bertambah, persediaan kurang. Kelangkaan air sehingga harus jalan jauh mengorbankan pendidikan,” paparnya terkait dampak perubahan iklim.Ia mengingatkan krisis iklim tak hilang walau pandemi. Karena tekanan bumi sudah berlangsung berabad-abad. Tips yang paling mudah untuk mengurangi emisi yang membuat bumi makin panas misalnya menikmati masakan rumah, kurangi daging karena peternakan menggunakan sumberdaya besar lahan dan energi. Tidak berarti menghilangkan. Selain itu mengutamakan pangan lokal dan kurangi sampah makanan.Perempuan sering tak dapat dukungan, terutama dalam menghadapi krisis ganda, pandemi dan krisis perubahan iklim walau sedang di rumah saja. Di sisi lain ada harapan membentuk dunia baru, mengubah cara hidup yang merugikan. Fakta menunjukkan ada keunikan kepemimpinan perempuan di negara yang lebih berhasil melawan pandemi.baca juga : Bukber Minim Sampah dan Puasa Plastik Isi Ramadhan di Bali  Nana Firman dari Green Faith, organisasi lintas agama untuk keadilan lingkungan mengampanyekan agar pemuka agama mengangkat pesan tentang pelestarian alam. “Sehingga punya modal untuk mengajak jamaahnya melalui khotbah, majelis taklim, dan lain sesuai ajarannya. Menghubungkan dengan kondisi saat ini,” ajaknya." "Membangkitkan Pengajian Lingkungan Saat Pandemi dan Ramadhan","Ia menyontohkan saat Green Faith kampanye di Konferensi Perubahan Iklim COP di Jerman pada 2017 mereka mengajak mengubah gaya hidup. “Kita naik becak dan sepeda ke gedung PBB untuk kampanye komitmen mengubah gaya hidup,” ingatnya menunjukkan foto-foto.Perempuan dinilai lebih menunjukkan aksi ekologis dan dekat sekali dengan masalahnya. Karena itu muncul berbagai organisasi global yang mewadahi misalnya Women Environment Development Organization (We Do), Women Climate Action Network, dan lainnya.Kampanye Green Ramadan disebut sangat kontekstual karena di saat ibadah puasa, sampah malah makin banyak, dan tak sedikit makanan jadi mubazir. Usulan lain adalah terus membuat kegiatan-kegiatan menyiapkan generasi muda sebagai Perempuan Penjaga Bumi.Pengajian Ramadhan Pimpinan Pusat Aisyiyah ini menggali nilai-nilai Islam dalam penyelamatan bumi. Memahami Ibu Bumi dalam situasi Pandemi Covid 19 dan bagaimana menanggulangi, serta belajar dari berbagai negara bagaimana penyelamatan bumi oleh perempuan.“Telah nampak kerusakan di darat dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan (maksiat) manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (Q.S. Ar Ruum: 41).menarik dibaca : Produksi Sampah dari Rumah Meningkat di Masa Pandemi Corona, Kok Bisa?  Praktik Kesadaran LingkunganMenyemangati untuk melaksanakan praktik kesadaran lingkungan juga dihelat Zero Waste Indonesia dengan tajuk Adab Lingkungan dari Sudut Pandang Agama Islam, Minggu (17/5) bersama praktisi dan penulis buku DK. Wardhani. Seorang ibu yang berhenti bekerja sebagai dosen, dan tekun menulis beberapa buku dan kelas-kelas mengelola sampah rumah tangga." "Membangkitkan Pengajian Lingkungan Saat Pandemi dan Ramadhan","Wardhani membuat buku Menuju Rumah Minim Sampah, Bye bye Sekali Pakai dan sejumlah kelas zero waste. Ia mengaku mengenal isu lingkungan dari kampus. Karena itu ia meyakini sebelum bisa mengajari harus melakukan dulu. “Adab lingkungan kita harus diimplementasikan,” ujarnya dalam diskusi via Instagram live.Setelah itu ia bisa mendokumentasikan pengalaman lewat buku dan komik. “Ada hadist menyebut jika melakukan kebaikan dan mereka mengikuti, kamu dapat kiriman kebaikan. Misal menunjukkan cara komposting sama anak. Kebaikan berantai,” paparnya. Kalau abai, maka menurutnya abai pada keyakinan agama.Dalil kewajiban kaum muslimin menurutnya pertama harus belajar. Kalau punya ilmu, amalkan. Sayangnya kewajiban pada alam jarang dibahas, misal pada tanah, hewan, dan isi alam lainnya. “Misal jika menyiksa kucing, ada hak mahluk lain yang harus ditegakkan. Ada unta yang diberi beban berat, ditinggal sebentar. Rasullulah minta menurunkan beban dulu, diberi air, baru ditinggal. Sayangilah apa yang di bumi niscaya kita disayangi Zat yang ada di langit,” tuturnya.  Melaksanakan hal kecil untuk melindungi alam adalah mencegah kemungkaran. Wardhani mengingat kisah ketika malaikat mengajukan keberatan kepada Allah ketika akan diciptakan manusia karena diprediksi melakukan kerusakan di bumi. “Tapi Allah beri peluang kita, menjadi manusia yang dikehendaki Allah,” tutur ibu yang rutin berbagi tips dan menunjukkan cara mengelola sampah di rumah serta berkebun ini di medsosnya." "Membangkitkan Pengajian Lingkungan Saat Pandemi dan Ramadhan","Dalam kehidupan sehari misalnya adab lingkungan saat mandi dan wudhu. “Kita biasanya mandi dengan air berember-ember baru merasa bersih. Banyak ustandz mempraktikkan wudhu dengan air satu mud (setara 0,68 liter), tak harus berkali-kali tapi rata digosokkan ke bagian tubuh wajib,” jelasnya. Cara mengingatkan untuk hemat air memang tak mudah, ia pernah melakukan di masjid. Wudhu sah bukan pada banyaknya air yang digunakan. Karena itu perlu banyak pemuka agama yang terus mengajak dan menunjukkan wudhu hemat air.Menurutnya waste identik pada sampah, padahal perlu diterapkan minim penggunaan air, waktu, energi, dan lainnya. Ia juga megingatkan anjuran-anjuran nabi. Di antaranya, walau kiamat, jika masih bisa menanam harus dilakukan. Tidak melakukan pemborosan, buang makanan, dan lainnya karena Indonesia tercatat sebagai penyampah makanan terbesar kedua di dunia setelah Arab Saudi. “Makanlah dari buah di musimnya, berikan pada orang miskin, dan jangan disia-siakan,” demikian potongan kutipan terkait kebijakan mengelola pangan ini.Seorang netizen minta konfirmasi, “apakah tempat komposting itu tempat jin?” Menurut Wardhani tidak benar karena komposting artinya sudah dibuatkan sistem, diniatkan untuk diurai. “Kalau TPA dan TPS bisa jadi, karena segala sampah bercampur dan tak diurai. Misal di awal penciptaan, anak Nabi Adam bertengkar untuk memberi persembahan terbaik. Terjadi pembunuhan pertama di muka bumi, salah satu meninggal. Oleh Allah memberi tahu cara memperlakukan terbaik, dengan menguburkan. Kembali ke tanah dan terurai,” tuturnya.  Salah satu website yang direkomendasikannya adalah Ecomasjid.id berisi ragam artikel ekologis dan materi khutbah-khutbah lingkungan hidup untuk pemimpin ibadah. Ini salah satu isinya :" "Membangkitkan Pengajian Lingkungan Saat Pandemi dan Ramadhan","Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran. Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup, dan (Kami ciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya“. (QS. Al-Hijr [15]:19-20)Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa Allah SWT telah menciptakan alam semesta dengan segala isinya sesuai dengan kebutuhan makhluk penghuninya, yakni kita sebagai manusia. Allah telah membentangkan bumi yang saat ini kita tinggali bersama lengkap dengan gunung-gunung yang indah, hutan rimba beserta segala penghuninya yang bisa kita manfaatkan untuk memenuhi segala kebutuhan manusia.Untuk menjaga keseimbangan alam, Allah juga telah menciptakan sungai-sungai yang meliuk indah hingga ke lautan biru beserta seluruh ekosistemnya. Semua disediakan oleh Allah untuk dimanfaatkan manusia sebaik-baiknya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia diberi mandat untuk memelihara, selain memanfaatkanya, dengan cara mengelola sumber daya alam tersebut berdasarkan asas kelestarian. Dengan melestarikan alam yang telah disediakan Allah maka alam akan memberi kemakmuran bagi kita semua hingga anak cucu, generasi yang akan datang.Sayang karena ambisi dan ego manusia amanat untuk memanfaatkan dan mengelola alam secara lestari belum terjadi. Hutan-hutan masih dibakar untuk membuka lahan baru dan mendapat kayu ilegal, hewan-hewan langka dan dilindungi diburu diambil daging dan kulitnya, sungai-sungai diracun untuk mendapat ikan, laut dibom agar tangkapan banyak dan masih banyak lagi perbuatan manusia yang merusak alam demi kepentingan sesaatnya. Akibat ulah manusia tersebut malapetaka kerusakan alam terjadi di mana-mana yang disebabkan oleh tangan-tangan manusia." "Membangkitkan Pengajian Lingkungan Saat Pandemi dan Ramadhan","Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam telah bersabda, ”Barangsiapa tidak menyayangi siapa (yang berada) di bumi maka tidak menyayanginya siapa (yang berada) di langit”. (HR. Thabarani).   [SEP]" "Pemerintah Sumsel Wacanakan Legalisasi Tambang Batubara Ilegal. Mengapa?","[CLS]   Pernyataan Gubernur Sumatera Selatan [Sumsel] Herman Deru yang menginginkan legalisasi penambangan batubara ilegal di Kabupaten Muara Enim, dinilai sejumlah pegiat lingkungan bukan langkah tepat. Mengapa?Dikutip dari Kompas.com, Herman Deru menyatakan dirinya dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral [ESDM] tengah mendorong legalisasi tambang batubara rakyat di Kabupaten Muara Enim. Ditargetkan, keputusan itu rampung akhir 2020.Tujuannya, agar pertambangan tersebut dapat berjalan lebih aman dan memiliki standar keselamatan. Dengan begitu, peristiwa kecelakaan yang menewaskan 11 orang akibat longsornya lokasi penambangan pada 21 Oktober 2020 lalu, tidak terulang lagi.“Dalam prosesnya nanti, akan ada sebuah badan usaha, baik itu BUMN atau BUMD yang mengkoordinir aktivitas para penambang tersebut, sehingga semua dapat berjalan secara lebih aman dan memiliki standar keselamatan yang jelas,” kata Herman kepada wartawan yang dikutip Kompas, Jumat [6/11/2020].Baca: 11 Pekerja Tewas Tertimbun di Tambang Batubara Ilegal, Tidak Jauh dari PLTU Sumsel 8  Pius Ginting, Direktur Eksekutif AEER [Perkumpulan Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat], menilai keputusan Herman Deru tersebut bukan langkah yang tepat.“Mengapa? Sebab industri batubara menimbulkan berbagai persoalan. Mulai kerusakan lingkungan, kesehatan dari penambangan, gangguan transportasi, hingga pemakaiannya. Masyarakat di Kabupaten Muara Enim memasuki ekonomi tambang batubara walau tak aman, karena tidak tersedia lapangan kerja yang layak dan aman,” kata Pius kepada Mongabay Indonesia, Sabtu [07/11/2020].Selain itu, pelegalan dan perluasan tambang batubara mengakibatkan ketimpangan lahan. Dan warga yang tidak punya lahan, terdorong ke pekerjaan tidak aman. PLTU dan tambang batubara tidak bisa menyerap banyak tenaga kerja karena menggunakan alat berat berkapasitas besar." "Pemerintah Sumsel Wacanakan Legalisasi Tambang Batubara Ilegal. Mengapa?","“Jadi, seiring pemanasan global, sebaiknya dilakukan moratorium perluasan tambang batubara dan pendirian PLTU. Bukan sebaliknya,” katanya.Pemerintah Sumsel seharusnya mencari atau mendatangkan investor energi terbarukan. “Sebab, bila tetap memperluas penggunaan batubara, industri yang punya konsumen sadar lingkungan ke depan berpotensi menjauhi Sumsel. Contohnya, aliansi perusahaan sekarang membentuk Powering Post Coal,” paparnya.Baca: Lamban Ganti Rugi Lahan, Penyebab Maraknya Penambangan Batubara Liar di Muara Enim?  Energi terbarukanDr. Rabin Ibnu Zainal, Direktur PINUS [Pilar Nusantara] Sumsel, sebuah lembaga yang melakukan pemantauan terhadap batubara, menyatakan penjelasan Herman Deru tersebut belum jelas untuk kepentingan rakyat.“Jika disimak pernyataan tersebut, sepertinya Pemerintah Sumsel mau membuat semacam BUMD dan akan mengajukan IUP di wilayah tersebut. Hanya mekanisme BUMD ke penambang rakyat masih belum jelas, apakah akan di sub-kan atau menjadi pekerja kontrak BUMD tersebut,” kata Rabin kepada Mongabay Indonesia, Minggu [08/11/2020].Rabin juga menilai keinginan Herman Deru tersebut terkesan tidak selaras dengan target Sumsel, yang tercantum pada RPJPD [Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah] Sumsel 2005-2025 yang visinya “Sumatera Selatan Unggul dan Terdepan Tahun 2025.Point pertama dari misinya yakni, “Meningkatkan potensi sumber daya alam guna penyediaan sumber energi dan pangan berkelanjutan. Batubara bukan energi berkelanjutan,” terangnya.Baca: “Napas yang Terbunuh”, Kesedihan akibat Tambang Batubara Ilegal di Muara Enim  Seperti diberitakan Mongabay Indonesia sebelumnya, pada 2019 lalu, Sumsel menjadi daerah percontohan energi terbarukan oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman." "Pemerintah Sumsel Wacanakan Legalisasi Tambang Batubara Ilegal. Mengapa?","“[Indonesia] sejatinya kaya sumber energi terbarukan. Sumatera Selatan, patut dicontoh karena berhasil memanfaatkan matahari dan limbah sekam padi jadi pembangkit listrik,” kata Agung Kuswandono, Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa saat Kaji Banding PLTS dan PLTBm Sekam Padi di Palembang.Ada tiga pengelolaan sumber energi terbarukan di Sumsel. Pertama, PT. Buyung Poetra Sembada, yang mengelola sawah sekitar 200 hektar di Kabupaten Ogan Ilir [OI], menjadi pelopor pembangunan pembangkit listrik tenaga biomassa [PLTBm] sekam padi di Indonesia.Kedua, pembangkit listrik tenaga surya [PLTSa] Jakabaring. PLTSa ini mulai beroperasi guna memenuhi kebutuhan listrik di kawasan fasilitas olahraga Jakabaring Sport City Palembang saat Asian Games 2018. PLTSa Jakabaring yang memiliki kapasitas 2 MW merupakan PLTSa terbesar di Sumatera.Ketiga, sejak 2013 Pemerintah Sumsel sudah memiliki pembangkit tenaga gas alam [PLTG] compressed natural gas di Ogan Ilir berkapasitas 3x 18 MW.Baca juga: Kala Sumsel jadi Daerah Percontohan Pengembangan Energi Terbarukan  Ancaman pandemi virusConie Sema, pegiat Teater Potlot, teater yang beberapa tahun terakhir mengusung isu ekologi menyatakan, “Keinginan Pemerintah Sumsel untuk melegalkan pertambangan batubara rakyat guna menyelamatkan jiwa para penambang, merupakan pilihan kurang tepat.”Sebab, pertambangan batubara yang masif justru lebih banyak berdampak pada kesehatan dan jiwa manusia. “Pertambangan batubara merupakan salah satu pemicu perubahan iklim global.”Seperti diketahui, rusaknya bentang alam seperti terbukanya hutan, serta perubahan iklim global, diyakini sebagai penyebabnya banyak penyakit baru atau serangan wabah virus mematikan.“Memperluas penambangan batubara sama saja kita membuka peluang kemungkinan hadirnya pandemi virus baru. Seharusnya, Pemerintah Sumsel fokus pada pengembangan energi terbarukan yang bersih,” ujarnya.   [SEP]" "Anak Orangutan di Keranjang Plastik dalam Bus, Ini Pengakuan Pengirim dan Penerima","[CLS]     Satu anak orangutan tampak dalam keranjang plastik putih berlapis kardus rokok dalam bus di pertigaan SM Amin-HR Subrantas, Pekanbaru. Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Sumatera Seksi II Pekanbaru bersama Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (BBKSDA) Riau, menghentikan bus itu Sabtu pagi (21/3/20). Mereka meminta keterangan sopir yang sedang mengangkut primata dilindungi itu.Pengakuan sopir, dia berangkat dari Sumatera Utara, menuju Padang. Orangutan dikirim dengan jasa kargo. Si sopir tak kenal pengirim dan orang yang akan terima barang. Dia hanya membawa bus.Tim Gakkum melepasnya dan membawa barang bukti ke Balai Gakkum, belakang BBKSDA Riau, Jalan HR Subrantas.Bagian atas kardus tertulis nama Ton berlamat di Pasar Sungai Limau, Padang Pariaman. Pengirimnya, Serka Zul tetapi tidak menyertakan alamat. Pada nama pengirim dan penerima juga tertera nomor telepon seluler. Di situ juga ditulis, hewan hidup!!!! Kardus juga diberi sirkulasi udara berupa lobang-lobang kecil dan garis-garis pendek di atas dan samping. Anak orangutan yang diamankan dari dalam bus. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia Saat dibuka dan hendak dikeluarkan, orangutan yang belum berumur satu tahun itu sempat menolak dan berteriak kecil. Di kandang ia memalingkan wajah dari awak media yang hendak mendokumentasikan. Seorang petugas yang menggendongnya, bilang, tubuh anak orangutan itu terasa panas dan kelihatan lapar. Sesaat kemudian, petugas memberi semangka, pisang dan jagung.Mahfud, Kepala Bidang Teknis BBKSDA Riau, mengatakan, orangutan langsung cek kesehatan dan sementara dirawat di kandang transit atau klinik satwa BBKSDA Riau. Mereka juga akan koordinasi dengan Yayasan The Sumatran Orangutan Conservation Programme (SCOP), Sibolangit." "Anak Orangutan di Keranjang Plastik dalam Bus, Ini Pengakuan Pengirim dan Penerima","Eduward Hutapea, Kepala Balai Gakkum Wilayah Sumatera bilang, tim mereka sudah menelusuri lokasi pengirim dan penerima barang, sembari mendalami asal spesies hewan langka ini termasuk kesehatannya.Sejauh ini, mereka menduga ada perdagangan antar provinsi dan tak menutup kemungkinan ada upaya transit untuk pengiriman luar negeri.Eduward belum sepenuhnya yakin dengan nama-nama yang tertera pada kardus. Ia bisa jadi modus mengelabui petugas.Dia mengimbau, masyarakat bisa memberikan informasi kalau mengetahui dan mengenal pelaku perdagangan ini. “Kita juga akan koordinasi dengan kepolisian setempat.” Inilah penampakan bungkus anak orangutan itu. ia terbungkus dalam keranjang plastik, bagian luar kardus rokok dengan ada lubang. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia Tahun lalu, Tim Gakkum Wilayah Sumatera juga menyelesaikan empat kasus orangutan di Aceh Tengah dan Barat. Pelaku ada pemburu dan pemilik satwa. Berkas perkara dua kasus ini sudah dinyatakan lengkap (P21).“Bisa saja dari Aceh masuk ke Medan. Dua provinsi itu juga masuk dalam habitat orangutan Sumatera,” kata Edward.Mahfud, bilang, selain Aceh dan Sumut, orangutan Sumatera juga terdapat di wilayah tengah seperti di Bukit Tiga Puluh, bagian Jambi dan Riau. Ada juga di taman nasional dan hutan produksi.Dalam kasus-kasus yang ditangani, Gakkum belum menemukan langsung penjual satwa. Perdagangan ini terputus. Pengakuan beberapa pemilik satwa, mereka dapatkan langsung dari hutan. Eduward sebut, pelaku sudah pasang strategi memutus mata rantai perdagangan satwa. Ia tampak kelaparan dan senang kala diberi makan buah-buahan. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia Kata pengirim dan penerima Mongabay coba hubungi nomor kontak tertera di kardus. Dua panggilan pertama, nomor kontak Zul belum dapat dihubungi. Beberapa menit kemudian, pada panggilan ketiga akhirnya tersambung dan langsung dijawab yang bersangkutan." "Anak Orangutan di Keranjang Plastik dalam Bus, Ini Pengakuan Pengirim dan Penerima","Zul tak mengetahui peristiwa penangkapan itu. Dia juga heran kenapa namanya tertulis di kardus. Zul bilang, dia sekarang di Polsek Binjai. Setelah itu, dia memutus pembicaraan. Kala dihubungi kembali, Zul tak menjawab.Berbeda dengan Ton. Dua kali dihubungi tak ada jawaban. Panggilan berikutnya justru tak dapat dihubungi lagi. Pesan singkat yang dikirim pada Zul dan Ton juga tak ada jawaban. Kata Eduward, pengakuan sopir bus ketika diperiksa, orangutan itu memang dibawa dari Binjai. “Sudah kami telusuri juga di alamat pengirim dan penerimanya.”Pukul 16.55, Ton kirim pesan ke Whatsapp, memberitahu jangan telepon. Dia ajak berbalas chatting-an saja. Dia sudah tahu dari sopir bus, satwa pesanan ditahan di Pekanbaru. Sopir itu juga sudah beritahu Zul.Menurut dia, orangutan itu tak ditahan tetapi dicuri beberapa orang berpakaian preman. Salah seorang dari mereka, kata Ton, menitipkan nomor kontak ke sopir. Ton beberapa kali menghubungi dan mengirim pesan Whatsapp pada orang itu, tetapi tak ada jawaban. Nomor aktif. Ton tak tahu namanya.Beberapa kali berbalas pesan, Ton mengirim sebuah nomor. Dia minta ditelepon agar komunikasi lebih jelas.Ton mengaku, tinggal di Bandung. Orangutan itu dikirim terlebih dahulu ke Padang. Di sana akan ada temannya menjemput sebelum dikirim ke alamatnya. Ton pesan orangutan itu ke Zul. Mereka teman lama. Zul, katanya, tentara bertugas di Medan dan sempat di Binjai. Zul dapat orangutan itu dari orang lain. Ton bayar bila hewan itu sampai di tangannya. Harga di bawah Rp5 juta. Ton tak mau bilang ke siapa dia akan bayar bila terima barang." "Anak Orangutan di Keranjang Plastik dalam Bus, Ini Pengakuan Pengirim dan Penerima","Ton mengaku senang mengumpulkan satwa untuk kesenangan pribadi. Selain buat hiburan di rumah, katanya, juga bisa hilangkan stres. Sebelumnya, dia sudah sering pesan berbagai satwa. Kebanyakan bukan satwa dilindungi. Belakangan baru ada siamang, lutung dan binturong. Dia tahu itu dilarang namun belum pernah dapat teguran ataupun sanksi.Kebiasaan Ton mengumpulkan satwa karena kasihan lihat hewan-hewan itu diburu atau diambil BKSDA namun terkadang mati. Ton punya beberapa anggota yang kerap beritahu hewan-hewan yang diburu.“Kita cinta dengan isi Indonesia. Kenapa tidak boleh? Bukan kita siksa. Kita kasih makan,” kata Ton. Dia menjamin kemanan dan kesehatan satwa selama dirawat di kandang miliknya. Ton tak beri tahu alamatnya. “Itu rahasia dan pribadi.”  Keterangan foto utama:  Satu anak orangutan tampak disekap dalam keranjang plastik putih berlapis kardus rokok dalam bus di pertigaan SM Amin-HR Subrantas, Pekanbaru. Foto: Suryadi/ Mongabay IndonesiaAnak orangutan ketika dikeluarkan dari dalam keranjang plastik. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia [SEP]" "Ribuan Burung ‘Terbang’ Tak Berdokumen Lengkap Lewat Kualanamu, Kok Bisa?","[CLS]      Penyelundupan lebih dari 7.000 burung liar lewat Bandara Kualanamu International Airport (KNIA), menuju Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta, dan Bandara Adisutjipto Yogyakarta, terjadi 11 dan 12 Juni lalu.Ribuan burung ini bisa ‘terbang’ tanpa mengantongi dokumen lengkap, hanya memegang surat kesehatan hewan dari Karantina Pertanian Kelas 1 Medan, di Kualanamu.Surat angkut tumbuhan dan satwa dalam negeri (SATS-DN) tidak ada keluar Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Sumatera Utara (BBKSDA Sumut). Karantina Pertanian tidak mengecek asal usul satwa.Pengiriman ribuan burung dari Sumatera Utara ke Jawa ini, terendus Direktorat Jenderal Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAE), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.Data petugas karantina, dalam sepekan terakhir setidaknya ada beberapa kali pengiriman ribuan burung liar dari Sumut ke Jawa melalui dua bandara, yaitu, Bandara Halim pengiriman 11 Juni 2020, dan Bandara Adisutjipto pada 12 Juni 2020.Petugas Karantina bersama Balai Konservasi Sumberdaya Alam Jakarta dan petugas dari Yogyakarta bergerak dan berupaya mengamankan burung-burung ini. Untuk pengiriman ribuan burung dari Bandara Kualanamu ke Halim, Jakarta, gagal penyitaan, karena ada larangan masuk.Sedang, petugas di Bandara Adisutjipto berhasil mengamankan barang bukti satu koli, walau tidak semua karena keburu diangkut pergi si penerima barang di Yogyakarta.Dari berkas yang diperoleh, pengirim bernama Su dengan alamat Medan, Sumut. Su mengirimkan 7.000 lebih burung liar ke Yogyakarta, tiga kali . Pertama, atas nama Su dengan penerima atas Sam kirim 1.900 burung. Kedua, penerima Jo sebanyak 3.019 burung berbagai jenis, dan ketiga, 2.200 burung dengan penerima, Con. Petugas Gakkum KLHK Wilayah Sumatera mengamankan ribuan burung dari Aceh Tengah ke Sumut. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia  " "Ribuan Burung ‘Terbang’ Tak Berdokumen Lengkap Lewat Kualanamu, Kok Bisa?","Siapakah Su? Data dari FLIGHT Protecting Indonesia’s Birds, dia pedagang burung di Sumut, dan mengantongi Izin penangkaran burung BBKSDA Sumut.Berdasarkan investigasi FLIGHT Protecting Indonesia’s Birds, burung-burung kuat dugaan dari alam untuk diperjualbelikan.Terbongkarnya pengiriman ribuan burung liar dari Sumut ke Pulau Jawa melalui Bandara Kualanamu tanpa mengantongi dokumen lengkap ini, membuat BBKSDA Sumut panik. Apalagi, sempat ada pembahasan di internal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.Setelah itu, ada informasi pengiriman burung lagi. Bidang teknis BBKSDA Sumut lalu menyita 2.300 burung yang diduga diburu dari alam ini. Burung yang tersita itu rencana dikirim ke Jawa lagi melalui Bandara Kualanamu, Senin (15/6/20), tiga hari pasca penyelundupan 7.000 lebih burung ke Yogyakarta dan Halim.Irzal Azhar, Kepala Bidang Teknis BBKSDA Sumut melalui keterangan tertulis yang dikirimkan humas BBKSDA Sumut   mengatakan, pengamanan ribuan burung liar itu di area Cargo Bandara Kualanamu.Ketika pemeriksaan, ternyata pengiriman tidak dilengkapi dokumen SATS-DN. Seluruh barang bukti, katanya, diamankan. Sayangnya, tidak semua burung selamat, sebagian mati.Untuk ratusan burung yang mati langsung dikubur. Yang masih hidup lepas liar di TWA Sibolangit, Deli Serdang.Ribuan burung dikemas dalam beberapa tempat, 44 keranjang kecil berisi 1.700 ciblek (perenjak Jawa). Dari jumlah itu, 516 mati, dan 1.184 hidup. Selanjutnya, 20 keranjang kecil berisi 600 gelatik batu, 300 mati.Ketika menanyakan soal pengawasan pemilik izin penangkaran burung, dia tak merespon.Dalam sebulan puluhan ribu burung diselundupkan lewat Sumut ke Jawa. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia Perketat pengawasanMarison Guchiano, Direktur Eksekutif FLIGHT Protecting Indonesia’s Birds menyatakan, penyitaan burung oleh BBKSDA Sumut, merupakan puncak gunung es dari penyelundupan burung liar Sumatera ke Jawa." "Ribuan Burung ‘Terbang’ Tak Berdokumen Lengkap Lewat Kualanamu, Kok Bisa?","“Itu hanya sebagian kecil berhasil diungkap.”Bandara Kualanamu, katanya, punya celah besar bagi penyelundupan burung liar, di antara bandara-bandara lain di Sumatera.Dia curiga ada aparat yang bermain meloloskan burung-burung ini.BBKSDA Sumut, katanya, seharusnya bisa lebih ketat mengawasi pedagang-pedagang burung di Sumut. Sebagian besar burung itu dari pedagang-pedagang berizin penangkaran.Kalau pengawasan ketat dan lebih dekat, katanya, makin mempersempit ruang gerak dari penyelundupan ribuan burung ini. BBKSDA Sumut, katanya, tidak perlu menunggu di bandara, tetapi bisa selalu diawasi di gudang pedagang-pedagang burung ini.Secara keseluruhan, katanya, kebijakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terutama di bawah Direktorat Jendral Konservasi dan Keanekaragaman Hayati, sudah bagus.Di BKSDA Sumatera, katanya, berperan dalam penuntasan atau pembongkaran penyelundupan burung ke Jawa. Namun, dia khawatir kerja BBKSDA Sumut, karena banyak burung diselundupkan melalui Bandara Kualanamu ke Jawa.“Karantina Medan dan BBKSDA Sumut bisa diperiksa terkait maraknya penyelundupan burung ke Jawa.”Pengawasan di Bandara Kualanamu juga lemah. Contoh, pedagang yang menyelundupkan berbagai jenis burung tinggal di Pekanbaru. Karena jalur penyelundupan melalui Bandara Sultan Syarif di Riau, sulit, mereka gunakan Bandara Kualanamu.“Jadi, burung-burung ini dari Pekanbaru dikirim ke Medan, diterbangkan melalui Bandara Kualanamu, dan diselundupkan ke Jawa. Mengapa bisa begitu? Jawabnya karena mereka melihat sangat mudah pengiriman burung melalui Bandara Kualanamu,” kata Marison.Di Sumut, katanya, setidaknya ada empat pemain besar penyelundupan burung dari Sumatera ke Jawa, dua dari mereka punya izin penangkaran.Dia mendesak, BBKSDA Sumut menindak tegas pemegang izin dengan mencabutnya. Kalau tidak, akan makin kuat dugaan keterlibatan lembaga ini." "Ribuan Burung ‘Terbang’ Tak Berdokumen Lengkap Lewat Kualanamu, Kok Bisa?","Menurut Marison, dari temuan mereka, kedua pemegang izin penangkaran ini selalu pakai motif pengiriman dengan nama lain.Ada modus lain, jaringan penyelundupan burung yang belum berizin pakai nama pemilik izin penangkaran, dengan membayar dan memberikan sejumlah uang. Tujuannya, memudahkan dalam pengurusan izin kesehatan hewan yang akan dikirimkan ke Bandara Kualanamu. “Modus-modus ini sudah terjadi dan berlangsung lama.”Dari investigasi mereka,   puluhan ribu burung liar Sumatera diselundupkan melalui Bandara Kualanamu ke jawa, diburu dari alam. Sederhananya, tak terlihat ada fasilitas penangkaran di tempat dua pemain besar yang mendapatkan izin penangkaran dari BBKSDA Sumut.Yang terlihat, mereka mempunyai kaki-kaki di berbagai daerah, seperti Aceh dan daerah lain di Sumut. Kaki-kaki ini, katanya, sebagai pengumpul yang punyai banyak pemburu mengambil dari alam. Burung lalu dikumpulkan pengepul dan kirim kepada pedagang-pedagang berizin.“Jika dalam tiga sampai empat hari mengirim ribuan burung, sudah jelas burung-burung itu bukan dari hasil penangkaran tetapi dari alam. Burung memerlukan waktu untuk reproduksi,” kata Marison.Mereka pernah mengikuti jejak mulai perburuan burung sampai kirim ke penerima, yang notabene berizin penangkaran.Dari data mereka, satu minggu dua kali pengiriman dengan jumlah sampai 10.000 burung, dari Kualanamu ke Jawa, dengan rata-rata per bulan bisa 40.000 lebih burung liar.Para penyelundup burung ini, katanya, merupakan jaringan sangat terorganisir rapi. Mereka sudah terkoneksi dengan oknum-oknum petugas, baik di Bandara Kualanamu dan bandara tujuan .Untuk penyelundupan burung dari Kualanamu menuju Bandara Halim dan Yogyakarta, katanya, perlu penelusuran. Dia sangat menghargai penyitaan oleh Direktorat Jenderal KSDAE dan Balai Karantina Halim dan Bandara Adisutjipto. Mereka, katanya, berupaya tetapi ada indikasi oknum petugas di terminal kargo bermain.  " "Ribuan Burung ‘Terbang’ Tak Berdokumen Lengkap Lewat Kualanamu, Kok Bisa?","Keterangan foto utama:  Gakkum KLHK Wilayah Sumatera sita burung pleci yang  mau diselundupkan dari Aceh ke Sumut. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia    [SEP]" "Bagaimana Mengelola Ekosistem Pesisir yang Tepat dan Berkelanjutan?","[CLS]  Ekosistem pesisir berperan sangat besar untuk menjaga kelestarian ekosistem laut dan sekaligus menjaga sumber daya alam yang ada di dalamnya. Keberlanjutan ekosistem pesisir akan sangat bergantung pada pengelolaan yang dilakukan secara baik oleh manusia.Deputi Bidang Ilmu Kebumian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Agus Haryono mengatakan, LIPI sudah memantau ekosistem pesisir di seluruh Indonesia, termasuk ekosistem terumbu karang, ekosistem padang lamun, dan ekosistem terumbu karang.“Ketiga ekosistem tersebut merupakan ekosistem yang penting, yang tidak hanya memiliki fungsi ekologi, namun juga memiliki peran penting pada perekonomian masyarakat. Ketiganya dapat dijadikan sumber pangan dan pendapatan bagi masyarakat,” ungkap dia belum lama ini di Jakarta.Namun, ketiga ekosistem tersebut itu tidak selamanya dalam kondisi baik dan kita harus terus memberikan masukan kepada Pemerintah Indonesia bagaimana melaksanakan monitoring terhadap tiga ekosistem yang perannya sangat besar itu.Oleh itu, pemantauan terhadap ketiga ekosistem tersebut harus terus dilakukan, agar data-data terkini bisa tetap didapat dan kemudian bisa dilakukan pemantauan secara berkala. Data-data ilmiah yang dimonitor, kemudian diolah dan disajikan agar bisa untuk memperkuat kebijakan yang sudah ada di Pemerintah.baca : Ekosistem Pesisir, Potensi Tersembunyi di Bawah Perairan Laut  Direktur Konservai dan Keanekaragaman Hayati Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Andi Rusandi menyatakan bahwa saat ini kondisi ekosistem pesisir sangat dipengaruhi oleh banyak hal. Bukan saja dari kebijakan, namun juga dari segala aktivitas yang sudah dilakukan oleh manusia." "Bagaimana Mengelola Ekosistem Pesisir yang Tepat dan Berkelanjutan?","Adapun, jenis potensi pesisir yang ada di Indonesia, mencakup sumber daya hayati, sumber daya non hayati, sumber daya buatan, jasa lingkungan, keindahan alam, dan instalasi bawah air. Khusus untuk potensi pertama, itu mencakup ikan, terumbu karang, padang lamun, mangrove, dan biota laut lain.Seluruh potensi pesisir tersebut ada dengan mengelilingi pulau-pulau di Nusantara, baik pulau besar maupun kecil. Tercatat, ada 16.671 pulau yang sudah masuk dalam data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan sudah dilakukan pengukuran luas.“Khusus untuk pulau kecil, itu relatif beresiko tinggi terhadap banyak hal, seperti perubahan iklim. Sementara pulau besar relatif lebih kuat menghadapinya. Pulau kecil juga sangat bergantung pada pulau besar yang ada di sekitarnya,” jelas dia.Lebih detail, Andi menerangkan bahwa dari potensi pesisir yang ada, terdapat tiga ekosistem penting yang masuk dalam sumber daya hayati. Ketiganya adalah terumbu karang, padang lamun, dan mangrove.baca juga : Susahnya Menjaga Ekosistem Pesisir dan Laut Indonesia Bisa Tetap Baik  Status TerkiniSaat ini, luasan terumbu karang di Indonesia mencapai 2,5 juta hektare atau mencapai 14 persen dari total luasan terumbu karang di dunia. Sementara, luasan mangrove mencapai 3,4 juta ha dan padang lamun mencapai luasan 1,7 juta ha.Dari data yang dirilis Badan Informasi Geospasial (BIG) pada 2013, luasan terumbu karang paling banyak ada di wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 717 yang meliputi Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik, terutama yang ada di wilayah laut Provinsi Papua Barat, Maluku, dan Maluku Utara.Sementara, untuk padang lamun luasannya paling banyak ada di WPP 718 yang meliputi perairan Laut Aru, Laut Arafuru, dan Laut Timor bagian Timur, terutama wilayah perairan Laut Arafura yang mencakup Provinsi Papua dan Maluku." "Bagaimana Mengelola Ekosistem Pesisir yang Tepat dan Berkelanjutan?","Sedangkan, untuk luasan mangrove paling banyak ada di WPP 718 dan 711 yang meliputi perairan Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut Natuna Utara.Sebagai bagian dari pengelolaan wilayah dan ekosistem pesisir, Pemerintah Indonesia sudah menetapkan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Dalam lima tahun mendatang, luas kawasan konservasi diharapkan bisa mencapai luasan 26,90 juta ha pada 20204 mendatang.“Saat ini luasnya baru mencapai 23,38 juta hektare,” tutur dia.baca juga : Indonesia Dapat Dana 20 Juta Euro untuk Pembentukan World Mangrove Center   Namun demikian, selain target di atas, Pemerintah juga akan fokus untuk melaksanakan pengelolaan kawasan konservasi secara berkelanjutan. Saat ini, dari 197 kawasan konservasi laut yang ada, tercatat baru 6 kawasan yang sudah dikelola secara berkelanjutan.“Pemerintah ingin pada 2024 mendatang ada 20 kawasan konservasi yang dikelola secara berkelanjutan,” jelas Andi.Selain itu, agar ekosistem pesisir tetap berkelanjutan, Pemerintah juga menetapkan 20 spesies laut yang akan diberikan perlindungan hingga 2024 mendatang. Pemilihan 20 spesies tersebut dilakukan berdasarkan rekomendasi yang diberikan LIPI sebelumnya.Dari rekomendasi tersebut, sebanyak 308 spesies dari 7 taksa, yakni pisces, coral, mimi/xiphosura, crustacea, reptile-amfibi, teripang dan molusca, ditetapkan sebagai spesies biota perairan prioritas perlindungan.Namun, mempertimbangkan kebutuhan pengelolaan yang tidak mutlak pada level genus, skala prioritas, isu yang paling krusial, termasuk indikator dan capaian, KKP menetapkan 20 jenis ikan prioritas yang akan dikelola selama 5 tahun ke depan.Adapun, 20 spesies yang akan menjadi target prioritas KKP adalah: perlu dibaca : Ancaman Eksploitasi Laut, 20 Jenis Ikan Terancam Punah di Indonesia Jadi Prioritas Konservasi   Pengelolaan Laut" "Bagaimana Mengelola Ekosistem Pesisir yang Tepat dan Berkelanjutan?","Senior Natural Resources Management Specialist World Bank untuk Indonesia Sustainable Ocean Program (ISOP) Andre Rodriguez de Aquino meyakini bahwa kesehatan laut bisa dijaga melalui pendekatan ekonomi biru yang saat ini sudah bergaung di seluruh dunia.“Ini adalah pendekatan yang bagus, karena laut sangat membutuhkannya. Ini bisa berjalan dengan lintas sektoral. Intinya, laut mempersatukan kita semua,” ucap dia.Berbagai pendekatan itu di antaranya adalah rencana tata ruang laut, managemen zona laut yang terintegrasi, rencana induk pariwisata yang terintegrasi, dan juga integrasi aktivitas-aktivitas tambahan melalui kebijakan yang sudah ada dam kerangka kerja strategis.Perlunya dilakukan pengelolaan yang baik, karena laut Indonesia adalah sumber daya alam yang melimpah dan sudah menjadi sumber kehidupan dan penghidupan sejak lama. Bahkan, kekayaan sumber daya laut juga sudah ikut menopang ekonomi secara nasional.Andre menjelaskan, jika terumbu karang kondisinya sehat akan menyumbangkan nilai ekonomi tahunan secara nasional mencapai USD3,1 miliar, menyediakan lapangan pekerjaan untuk tujuh juta orang yang bisa bekerja pada perikanan tangkap dan budi daya, dan menjadi penyumbang produk domestik bruto (PDB) secara nasional hingga 2,56 persen.perlu dibaca : Pentingnya Padang Lamun untuk Mitigasi Perubahan Iklim, Sayangnya..  Secara keseluruhan, para peneliti dari Pusat Penelitian Oseanografi LIPI memberikan penjelasan tentang kondisi terkini tiga ekosistem utama di wilayah pesisir. I Wayan Eka Dharmawan yang menjelaskan tentang ekosistem mangrove, menyebutkan bahwa saat ini ada peningkatan pada rerata cakupan kanopi.Untuk wilayah Barat Indonesia, tingkat kerapatan tinggi berhasil terlihat dengan dominasi spesies Rhizophora sp. Spesies tersebut diketahui memiliki tingkat toleransi kerapatan yang antarpohon yang cukup tinggi. Data tersebut didapat dari hasil pemantauan selama 2015-2019." "Bagaimana Mengelola Ekosistem Pesisir yang Tepat dan Berkelanjutan?","Kemudian, Tri Aryono menjelaskan tentang ekosistem terumbu karang menyebutkan bahwa dari data yang dirilis pada 2019, dari sebanyak 1153 lokasi terumbu karang, 390 terumbu karang masuk kategori buruk, 431 terumbu karang masuk kategori sedang, 258 terumbu karang masuk kategori baik, dan 74 terumbu karang masuk kategori sangat baik.Terakhir, Susi Rahmawati dan Udhi E. Hermawan memaparkan tentang kondisi terkini padang lamun. Dari hasil penelitian keduanya yang dilakukan pada 2018-2019, padang lamun di Indonesia umumnya memiliki komposisi multispesies, dengan tujuh hingga sembilan spesies lamun.Selain itu, padang lamun di perairan Indonesia memiliki kelimpahan yang relatif sedang dengan tutupan antara 30-40 persen. Lalu, ditemukan fakta juga bahwa padang lamun di bagian timur Indonesia lebih tinggi dalam persen tutupan dan kekayaan spesies daripada padang lamun di bagian barat Indonesia.  [SEP]" "3 Bocah Tewas Tenggelam, Walhi: Pemerintah Lampung Harus Perketat Aktivitas Pertambangan","[CLS]   Kabar duka datang dari Lampung. Tiga bocah tewas tenggelam di kolam bekas galian tambang batu di Jalan Pangeran Tirtayasa, Camping Jaya, Kecamatan Sukabumi, Kota Bandar Lampung, pada Selasa [23/6/2020], pukul 14.30 WIB.Kejadian berawal saat tujuh bocah dari Kampung Kecapi mencari ikan di kolam galian tambang batu tersebut. Lama menunggu karena kail tidak dimakan ikan, mereka pun bergeser ke tempat lebih dalam. Mereka berenang, menyeberangi kolam itu.“Ternyata, tiga bocah tak bisa berenang, tenggelam,” terang Kepala Kepolisian Sektor [Polsek] Sukarame, Kompol Evinater Sialagan, dikutip dari Lampung Post.Warga Kampung Kecapi langsung bergerak, setelah mengetahui kabar tersebut. Mereka langsung ke lokasi, mencari Iman [12], Putra [10], dan Novan (10) di kolam itu.Setengah jam pencarian, seorang korban ditemukan terapung. Sementara, dua korban lain ditemukan di dasar kolam kedalaman sekitar tiga meter dengan posisi terjepit di antara batu.Para korban segera dibawa ke Rumah Sakit Immanuel dan pusat kesehatan masyarakat [puskesmas] terdekat. Namun, nyawa mereka tidak dapat diselamatkan.Baca: Setelah Angin Puting Beliung, Cuaca Ekstrim Berpotensi Terjadi di Lampung  Direktur Walhi Lampung, Irfan Tri Musri menjelaskan, kejadian akibat aktivitas pertambangan legal maupun ilegal sudah beberapa kali terjadi di Lampung. Sebelumnya, Senin [13/1/2020], terjadi tanah longsor di Bukit Kaliawi yang menimbun rumah warga.Begitu juga pada Rabu [30/10/2019], aktivitas pertambangan di Bukit Gunung Perahu yang terletak di Gang Onta, Kelurahan Sukamenanti, Kecamatan Kedaton, menyebabkan tanah longsor.“Kini aktivitas pertambangan menewas tiga anak,” terangnya kepada Mongabay Indonesia, awal Juli 2020." "3 Bocah Tewas Tenggelam, Walhi: Pemerintah Lampung Harus Perketat Aktivitas Pertambangan","Walhi Lampung menegaskan, semestinya pemerintah provinsi dan pemerintah kota mempertahankan keberadaan bukit-bukit yang ada di Kota Bandar Lampung. Pengawasan dan penertiban aktivitas pertambangan di bukit-bukit yang ada di kota ini juga harus diperketat. Bila perlu, pembekuan izin pengelolaan tambang bagi perusahaan yang melanggar dan merusak lingkungan hidup diterapkan.“Peran negara harus terlihat dan tegas terhadap kegiatan pertambangan,” tuturnya.Tujuannya, agar fungsi lingkungan hidup dapat dipertahankan. Juga, jaminan kesehatan dan keselamatan masyarakat serta meminimalisir terjadinya bencana ekologis, memang diprioritaskan Pemerintah Lampung.“Bila pengelolaan dan pengawasan di bukit-bukit lemah, dan pertambangan di Kota Bandar Lampung tetap ada, selama itu potensi bencana hingga berujung nyawa akan nyata,” paparnya.Baca juga: Kehilangan 22 Bukit, Walhi Siap Gugat Pemkot Bandar Lampung  Pemilik lubang tambangDinas Energi dan Sumber Daya Mineral [ESDM] Provinsi Lampung, melalui Staf Sub Bidang Mineral dan Batubara, Abraham Pawakan, mengatakan kolam tambang itu memiliki izin usaha pertambangan [IUP] atas nama Kardoyo.“Oleh Kardoyo, sebanyak dua kali IUP itu diperpanjang, dan saat ini izin itu masih aktif,” kata dia kepada Mongabay Indonesia, Senin [29/6/2020].Pihak ESDM Provinsi Lampung mengaku sangat menyayangkan kejadian tersebut. Abraham menegaskan, seharusnya bila lokasi galian tambang masih beroperasi, maka harus dibuat larangan tidak ada aktivitas masyarakat di sana. “Diberi rambu-rambu peringatan,” tutur dia.Tetapi, jika sudah tidak beroperasi lagi, maka harus melaksakan reklamasi pasca-tambang. “Seharusnya sesuai prosedur, ada tanda atau direklamasi bila sudah tutup,” paparnya." "3 Bocah Tewas Tenggelam, Walhi: Pemerintah Lampung Harus Perketat Aktivitas Pertambangan","Dia juga mengatakan, pihak ESDM akan mengambil langkah pengawasan setelah kejadian ini. ESDM juga meminta pihak perusahaan melakukan kegiatan penambangan sesuai SOP yang berlaku, kemudian memastikan adanya perizinan yang berkaitan dengan laporan dan pajak. “Kami juga meminta para petambang mengikuti aturan,” jelasnya.  Saat Mongabay Indonesia mongkonfirmasikan kepada Polisi Sektor Sukarame apakah Kardoyo telah dipanggil, Kapolsek Sukarame, Kompol Evinater Sialagan menjawab sudah.Dalam pesan WhatsApp, Evinatern menegaskan, bekas galian itu sudah lama tak beroperasi. “Di TKP, bekas galian sudah tidak digunakan puluhan tahun,” tulisnya.Dia juga menjelaskan, dulu ada plang informasi larangan di kolam tersebut, terbuat dari seng dengan cat putih. “Namun sudah usang dan rusak dimakan usia,” paparnya.Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bandar Lampung M Rizki, dikutip Antara Lampung menyatakan, mengimbau agar para orangtua lebih memperhatikan anak-anaknya. “Kejadian seperti ini jangan terulang lagi. Peristiwa tenggelam atau hanyutnya bocah di bawah umur di Lampung bukan hanya kali ini saja,” tandasnya.   [SEP]" "Ecocide, dan Amandemen UU Pengadilan HAM","[CLS]   Undang-undang 26 Tahun 2000 (UU 26/2000) tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM). Kejahatan berat HAM diatur dalam ini terdiri dari kejahatan terhadap kemanusiaan (crime against humanity) dan genosida (genocide).Kejahatan pidana Internasional dalam Statuta Roma terdiri dari kejahatan perang (war crimes), kejahatan agresi (crime of aggression), genosida (genocide), dan kejahatan terhadap kemanusiaan (crime agains humanity). Perluasan genosidaPada 1973, Richard A. Falk, professor dari Princeton University mendapat mandat menyusun kajian dan draf konvensi kejahatan lingkungan hidup dan pemusnahan ekologi sebagai perluasan dari Konvensi Genocide karena aktivitas destruktif seperti perang atau aktivitas ekonomi negara, Iinstitusi privat (korporasi) dan kelompok organisasi.Draf konvensi selesai disusun dan diajukan ke Komisi Hukum Internasional (international law commission) PBB pada tahun sama. Draf konvensi itu berjudul Environmental Warfare and Ecocide: Fact, Apprasial and Proposal, terdiri dari sembilan pasal dan dua protokol lampiran. Draf konvensi ini kemudian dikenal sebagai Konvensi Ecocide.Konvensi Ecocide untuk melindungi bumi dan semua spesies untuk melawan tindakan perusakan lingkungan dan pemusnahan ekologis. Seperti kejahatan genosida, darf konvensi kejahatan ecocide tidak dapat berjalan dengan mulus, banyak negara anggota, termasuk para akademisi dan korporasi yang resisten terhadap kehadiran draf itu.Meskipun tak pernah diadopsi, belakangan jadi pertimbangan oleh Sub-Komisi tentang Pencegahan Diskriminasi dan Perlindungan Kelompok Minoritas ketika mempersiapkan studi untuk Komisi Hak Asasi Manusia PBB mengenai keefektifan Konvensi Genocide.Sub-komisi diminta mempertimbangkan penambahan ecocide dan memperkenalkan kembali budaya genosida (culture genocide) ke dalam perluasan Konvensi Genocide." "Ecocide, dan Amandemen UU Pengadilan HAM","Pelapor Khusus Mr Nicode`me Ruhashyankiko menyiapkan penelitian dan menyusun draf tambahan, hasilnya terbit pada 1978. Banyak anggota sub-komisi mendukung, bahwa, instrumen tambahan tentang ecocide untuk segera diadopsi.Bahkan, Komisi Hukum Internasional mengusulkan agar ecocide sebagai kejahatan internasional penting jadi pertimbangan kebutuhan menjaga dan melestarikan lingkungan hidup dan sumber daya alam serta mencegah kolonialisme maupun agresi ekonomi.Konferensi diplomatik PBB di Roma pada 1998, Statuta Roma disepakati dan terbentuk Mahkamah Pidana Internasional (ICC), tanpa kejahatan ecocide sebagai kejahatan terhadap perdamaian dan keamanan manusia. Kejahatan ecocide tak disepakati sebagai kejahatan yang berdiri sendiri, sebagaimana empat kejahatan internasional lain.  Amandemen Statuta RomaProgram “The Value of Land” yang diprakarsai organisasi Economics of Land Degradation Initiative (ELDI) merilis laporan tentang kerusakan lingkungan yang dialami bumi saat ini.Kerusakan lingkungan dampak kompotisi dan ekploitasi sejak 2000 telah menyebabkan kehilangan 75% nilai sosial dan ekonomi alam yang sejatinya dapat dimanfaatkan manusia.Nilai sosial dan ekonomi alam yang hilang itu diperkirakan bisa mencapai Rp1 miliar per satu kilometer persegi. Satu per tiga dari kawasan di bumi kini rentan terhadap kerusakan lingkungan. Lebih parah, satu per tiga Afrika kini terancam berubah jadi gurun tandus.Untuk mencegah semua itu, April 2011, Polly Higgins memperkenalkan kembali draf proposal tentang kejahatan ecocide ke Komisi Hukum PBB.Proposal ini didedikasikan untuk mengamandemen Statuta Roma agar memasukkan ecocide sebagai kejahatan kelima terhadap perdamaian umat manusia, sebagaimana telah diusulkan sebelumnya.Kalau kejahatan ecocide masuk dalam Statuta Roma, maka kasus kejahatan ecocide dapat didengar di Pengadilan Kriminal Internasional dan membuat para perusak lingkungan baik legal maupun ilegal menghentikan rencananya." "Ecocide, dan Amandemen UU Pengadilan HAM","Higgins mendefinisikan ecocide sebagai “perusakan yang luas, kerusakan atau hilangnya ekosistem dari suatu wilayah tertentu, baik oleh agen manusia atau sebab lain, sedemikian rupa hingga kenikmatan damai oleh penduduk wilayah itu telah sangat berkurang.”September 2016, dokumen kebijakan jaksa Mahkamah Pidana Internasional, menyatakan, International Criminal Court (ICC) akan memprioritaskan kejahatan berdampak pada, “perusakan lingkungan hidup (destruction of the environment).”, “ekploitasi terhadap sumber daya alam (exploitation of natural resources)” dan “perampasan tanah secara ilegal (illegal dispossession of land).”Sekalipun dokumen itu belum memperluas yurisdiksi ICC, melainkan memberi penafsiran atau penilaian atas ecocide.Peluang untuk terus mendorong kejahatan ecocide juga mendapatkan dukungan politik dari sejumlah negara anggota di kepulauan seperti Vanuatu, Maldif, Fiji dan beberapa dari Amerika Latin. Amandemen UU Dalam catatan hukum Uni Eropa yang diunggah oleh Environmental Justice Atlas (mapping ecocide), ada 81 aktivitas korporasi dan negara yang masuk katagori kejahatan cultur ecocide, potential ecocide dan ecocide di seluruh dunia.Di Indonesia ada dua titik, berada di Papua. Dalam catatan hukum Uni Eropa keduanya berstatus potential ecocide.Kerusakan lingkungan dan pelanggaran HAM makin parah terjadi dalam 20 tahun terakhir. Eksploitasi sumberdaya alam terus berlangsung tanpa memperhatikan norma-norma keadilan lingkungan, konflik struktural, pelanggaran HAM, dan kemiskinan.Saat ini, Pemerintah Indonesia baru saja mengesahkan UU Minerba dan terus membahas RUU Cipta Kerja, padahal publik jamak berpendapat Undang-undang dan RUU itu merupakan liberalisasi tanah dan sumber daya alam." "Ecocide, dan Amandemen UU Pengadilan HAM","Pada Agustus 2012, siding paripurna Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), memutuskan bahwa lumpur Lapindo adalah kejahatan ecocide. Karena memenuhi unsur kategori ecocide yaitu berdampak sangat panjang, luas dan tidak dapat dipulihkan.Namun kejahatan ini tidak dapat diputus sebagai pelanggran HAM berat berdasarkan UU 26/2000, karena UU ini hanya mengakui dua kejahatan berat HAM dari empat kejahatan yang disebut dalam Statuta Roma.Komnas HAM kemudian memutuskan, kejahatan Lapindo bisa sebagai kejahatan berat HAM berdasarkan UU kalau kejahatan ecocide telah jadi kejahatan tambahan dalam UU 26/2000.Langkah yang diambil Komnas HAM saat itu adalah segera mengajukan draf amandemen UU 26/2000 dengan memasukkan ecocide sebagai bagian kejahatan kemanusiaan.Hingga kini, Komnas HAM belum juga mengajukan draf amandemen itu ke pada DPR. Keadaan ini tentu mengecewakan publik terutama bagi korban lumpur Lapindo. Meskipun demikian, lembaga ini telah meletakkan jejak untuk menyuarakan ecocide sebagai kejahatan untuk ditindaklanjuti secara hukum. Penulis adalah aktivis HAM dan lingkungan hidup, Wakil Ketua Komnas HAM 2007-2012. Juga penulis buku: Ecocide: politik kejahatan lingkungan hidup dan pelanggaran hak asasi manusia. Tulisan ini merupakan opini penulis. Tanggul lumpur Lapindo. Tragedi lingkungan dan kemanusiaan yang terjadi di Sidoarjo, hingga kini, belum ada penyelesaian. Foto: Petrus Riski/ Mongabay Indonesia   [SEP]" "Homaidy, Abdikan Hidup Merawat Hutan Prancak","[CLS]    Kiri-kanan jalan tampak hijau, pohon-pohon besar berdiri tegak. Kicauan burung terdengar dari kejauhan. Di balik bukit tampak rumah-rumah penduduk Desa Prancak, Kecamatan Pasongsongan, Sumenep, Madura, Jawa Timur. Di sebelah kiri jalan, tepat berada di puncak bukit, aku berhenti. Ada satu rumah dilengkapi sebuah langgar, kamar mandi, kandang kambing, dapur, dan beberapa perlengkapan lain. Tidak ada rumah lain.Sebuah papan kayu bertulis “Langgar Budaya Assalam” bergelantung. Ada juga papan bertulis, “Annuqayah Sahabat Alam.”Ada tiga orang sedang duduk bersila berhadap-hadapan di langgar itu. Seorang dari mereka menguncir rambutnya. Dialah Kiai Homaidy.Homaidy, akrab dipanggil Kiai Idi atau Ki Idi, memutuskan tinggal di Assalam sejak 2014. Usaha mebel pun dia tinggalkan demi menjaga alam bukit tetap terjaga.Sebelum memutuskan menetap di sana, dia dan beberapa orang di Pondok Pesantren Annuqayah, seperti, A. Ainul Yakin, M Zammiel el-Muttaqien, Aak Abdullah Al-Quddus, mengadakan pertemuan membahas berbagai persoalan Annuqayah, salah satu Kebun Konservasi Assalam. Mereka membahas bukit yang terancam karena pepohonan terus tergerus.  Enam bulan pasca rapat, setelah menunaikan Sholat Dhuha, dia kepikiran Assalam yang berada di puncak bukit walau tak pernah ke sana. Dia pun menghubungi almarhum M Zammiel el-Muttaqien, Ketua Biro Pengabdian Masyarakat Pondok Pesantren Annuqayah, Guluk-Guluk, Sumenep, sekaligus kiai muda Annuqayah. Dia ingin melihat Assalam.Beberapa hari setelah ke sana, dia menghubungi Zammiel dan memutuskan tinggal di sana. Sejak itulah, Idi tinggal di sana. Beberapa fasilitas sederhana tahap demi setahap mulai dibangun dari rumah, sampai pengeboran air.Tepat di Hari Bumi Sedunia 2014, dia membuat performa teater dengan Teater Tikar, lanjut aksi menanam pohon." "Homaidy, Abdikan Hidup Merawat Hutan Prancak","Idi mengangkat konsep konservasi di Assalam. Dia ingin memberikan contoh kepada masyarakat cara menyelamatkan alam. Sebelumnya, warga sering membakar pohon, “Saya bilang kalau ada yang bakar, kasihan makhluk lain, ia juga mau hidup,” katanya, belum lama ini.Bakar pohon sepertinya hal kecil tetapi ancaman bahaya besar bagi lingkungan. “Saya sering mengatakan, kesalahan kecil itu bisa menimbulkan kesalahan yang besar,” kata Idi.Idi bilang, pandangan masyarakat sekitar masih instan, ketika menanam pohon, yang dilihat pertama kali adalah berapa nanti uang akan mereka dapatkan, masih kurang memikirkan kelestarian alam.Terkadang ada orang yang mengusulkan supaya pohon-pohon di sana diganti dengan pohon lebih produktif seperti sengon. Idi tak setuju karena akan mempengaruhi kesuburan tanah dan tanaman-tanaman sekitar.Saat ini, di sana ada tanaman beragam, seperti akasia, jati, mahoni, dan buah-buahan. Bagi Idi, menjaga bukit dan menanam pohon tak hanya upaya konservasi, tetapi juga aksi menyelamatkan lahan dari penguasaan pemodal terlebih pebisnis ekstraktif.Idi bilang, tanah di sekitar jadi incaran para pengusaha. “Bukit di selatan itu pernah dikabarkan akan dibuat tambang semen, ada perusahaan semen yang telah melirik bukit karst itu,” katanya, sambil menunjuk ke selatan.  Sosial dari alamAda banyak aktivitas dilakukan Ki Idi untuk kelestarian alam dan sosial kemasyarakatan, tak hanya menjaga dan menanam pohon. Dia makin mendekatkan dan mengajarkan masyarakat tentang betapa penting menjaga alam. Dia juga mengajar membatik dengan tema dan bahan alami. Ada beberapa orang belajar batik kepadanya.Dia juga memelihara kambing etawa dengan beberapa penduduk sekitar. Mereka memelihara kambing untuk diambil air susunya.. Menurut dia, beternak kambing guna melatih kedisiplinan. Mereka harus merawat, dengan memberi makan dan minum kambing secara teratur." "Homaidy, Abdikan Hidup Merawat Hutan Prancak","Dulu, ada 24 kambing, sekarang tinggal enam. Dia bilang, kambing mati karena tak disiplin memberi makan dan minum. Dua bulan pertama, yang memelihara bersemangat, namun kian memudar. Petugas yang memelihara kadang tak mengindahkan masukan Idi, yang dianggap hanya belajar dari YouTube. “Padahal, saya konsultasi dengan majhadi’, dokter hewan di Jember.”Usaha susu kambing etawa, katanya, cukup menjanjikan. Satu kambing bisa menghasilkan satu sampai dua liter susu dalam sekali perah perhari. Setiap botol susu bisa Rp40000, dalam satu botol berisi 360 mililiter.Susu dipasarkan ke warga sekitar, ada pula sejumlah cafe yang memesan langsung untuk jadi bahan minuman.“Gelle’ rowa bhuto susu, egebeyeh STMJ (tadi itu butuh susu, mau dibuat STMJ–susu telur madu jahe-red),” katanya, merujuk dua orang yang datang ke sana.Idi bercita-cita menciptakan pasar sendiri hingga orang yang perlu susu bisa datang ke tempat itu.Selain membatik dan memelihara kambing etawa, panen jambu monyet atau jambu mede (mete) juga menjanjikan walau hasil tergantung cuaca. Kalau cuaca bagus bisa sampai Rp15 juta sekali panen. “Kalau cuaca tidak mendukung hanya Rp2 juta.” Ada sekitar 300 pohon mete di Assalam.Kiai juga seniman ini juga memprakarsai pembentukan kelompok— atau kompolan (dalam bahasa Madura),—perempuan bernama, Kompolan Assalamah. Ada dua kelompok perempuan yang dia bikin, antara lain mereka produksi kripik cabai sejak 2017.Sesekali Idi pernah berpikir berhenti menjaga kebun konservasi seluar 15 hektar itu. Namun, dia urungkan demi kelestarian alam, demi masa depan.Selama di sana, ada berbagai anggapan orang terhadap Idi. Ada yang memuji, adapula yang bilang dia orang gila. “Sebagai bentuk pengabdian, sama seperti memelihara ayam, kadang-kadang orangnya belum mandi, ayam sudah dimandikan, itu tidak salah,” katanya tertawa." "Homaidy, Abdikan Hidup Merawat Hutan Prancak","Sebelumnya, Idi mempunyai usaha mebel di rumahnya, di Desa Karduduk. Demi upaya konservasi di bukit, usaha itu dia serahnya kepada adiknya.Istri Idi, Mus’idah, mendukung keputusan ini. Baginya pengabdian tak harus menjadi guru, bisa sesuai kecintaan, apalagi memberikan manfaat kepada orang banyak. “Asalkan bisa membagi waktu kapan untuk Assalam dan kapan untuk keluarga,” kata Mus’idah.Keseharian Mus’idah mengajar di sekolah. Dia dan suami, biasa bertemu hanya malam hari. Sejak pukul 07. 00, suaminya berangkat ke Assalam, dia berangkat ke sekolah, setelah Isya’ baru pulang ke rumah.“Beliau membatik, saya bantu pemasaran. Kalau liburan puasa, saya full di Assalam. Kalau tidak libur sekolah, saya hanya dua minggu sekali ke Assalam untuk mendampingi Kompolan Assalamah,” katanya. ***Keterangan foto utama: Homaidy, tengah menanam pohon. Foto: dokumen Homaidy   [SEP]" "Puluhan Paruh Bengkok Ini Kembali Hidup Bebas di Hutan Desa Domato","[CLS]     Suara burung paruh bengkok bersahut-sahutan. Ada 53 burung ditampung dalam kandang besar di kawasan puncak Desa Domato Jailolo Selatan, Halmahera Barat, Maluku Utara, awal Juli itu sebelum lepas liar oleh petugas Kantor Seksi Konservasi Sumberdaya Alam Wilayah I Ternate. Burung-burung ini sitaan dan pengembalian sukarela warga di Maluku Utara.Lepas liar di masa pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) ini dengan menggunakan protocol kesehatan, pakai masker, jaga jarak, dan cuci tangan. “Karena melibatkan banyak orang dengan protokol kesehatan ketat, memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan,” kata Abas Hurasan, Kepala Seksi Konservasi Wilayah I Ternate.Sebanyak 53 paruh bengkok ini terdiri dari 35 kasturi Ternate (Lorius garrulus), sembilan nuri kalung ungu (Eos squamata) dan sembilan kakatua putih (Cacatua alba).Burung-burung itu , katanya, sudah menjalani karantina dan rehabilitasi di Kandang Transit Seksi Konservasi Wilayah I Ternate sekitar tiga tahun.Sebelum pelepasliaran, burung-burung itu terlebih dahulu diperiksa kesehatan oleh dokter hewan SKW I Ternate dan Karantina Pertanian Kelas II Ternate. Pemeriksaan burung yang akan lepas liar dan berbagai pihak yang hadir dalam acara itu. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia “Pemeriksaan kesehatan burung wajib untuk mengetahui kondisi kesehatan, prilaku serta sifat liar. Ini sesuai Surat Edaran Direktur Jenderal KSDAE tertanggal 20 Mei 2020 tentang petunjuk teknis pelepasliaran satwa liar di masa pandemi COVID-19.”Pemilihan di Desa Domato, kata Abas, karena kondisi hutan sangat bagus dan terjaga dengan potensi sumber pakan alami melimpah. Hutan ini, katanya, cocok untuk habitat nuri dan kakatua. Selain itu , dukungan dan perhatian berbagai pihak, seperti camat, polsek dan kepala desa begitu tinggi hingga burung bisa lebih aman dari gangguan para pemburu." "Puluhan Paruh Bengkok Ini Kembali Hidup Bebas di Hutan Desa Domato","Abas bilang, pelestarian paruh bengkok perlu kerjasama semua pihak. Dia mengajak semua pihak menjaga burung endemik dengan tidak menangkap, membeli, memperdagangkan maupun memelihara.“Biarkan di hidup bebas di alam. Apabila ada masyarakat atau TNI, Polri serta aparatur sipil lain yang memiliki. memelihara satwa dilindungi agar menyerahkan kepada Seksi Konservasi Wilayah 1 Ternate untuk dilakukan rehabilitasi,” katanya.Kalau ada masyarakat yang menemukan ada penangkapan maupun perdagangan burung , katanya, agar melaporkan melalui pusat pengaduan Balai KSDA Maluku nomor 085244440772. Lokasi pelepasliaran di hutan Desa Domato, Jailolo Selatan, Halmahera Barat, Maluku Utara Maluku Utara, merupakan kantong paruh bengkok. Perburuan burung banyak terjadi. Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Maluku-Maluku Utara mengakui, kendala wilayah kerja luas membuat pengawasan sangat sulit. Pintu masuk dan keluar banyak, terutama bandara dan pelabuhan laut. Akses terbuka ini lebih sulit terpantau dan membuat penyelundupan makin rawan.Awal Desember 2019, sejumlah satwa endemik Maluku dan Malut juga dipulangkan BKSDA Sulawesi Utara (Sulut). Satwa liar itu masing-masing diserahkan ke Balai Taman Nasional Aketajawe Lolobata, ada 23 paruh bengkok.Dari mana asal-usul burung-burung itu? BKSDA mengatakan, satwa hasil sitaan, temuan, dan penyerahan masyarakat di wilayah kerja BKSDA Sulut.Satwa ini melalui perawatan di Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Tasikoki. Untuk empat yaki merupakan hasil penyerahan masyarakat di Kota Ternate kepada petugas Seksi Konservasi Wilayah I BKSDA Maluku dan dititipkan di PPS Tasikoki." "Puluhan Paruh Bengkok Ini Kembali Hidup Bebas di Hutan Desa Domato","Mohtar Amin Ahmadi, Kepala BKSDA Maluku- Malut waktu itu, mengatakan, sebagai daerah kepulauan, Maluku dan Malut, memiliki banyak pintu masuk dan keluar, terutama pelabuhan laut dan udara. Ada 45 pelabuhan resmi, 21 di Maluku dan 24 Malut. Ada juga 15 bandara di Maluku dan sembilan di Malut. Dari begitu banyak pintu masuk dan keluar itu, katanya, sulit mereka awasi sendiri.Untuk itu, perlu sinergi semua pihak dalam menyelamatkan paruh bengkok dari perburuan, pencurian, pengambilan serta perdagangan.Khusus Malut, sangat rawan satwa liar ke luar negeri. BKSDA pernah tangani kasus, upaya penyelundupan ke Filipina melalui Pelabuhan Bitung, lalu ke Davao. Keterangan foto utama:  Pemilihan lokasi lepas liar di Desa Domato, karena kondisi hutan sangat bagus dan terjaga dengan potensi sumber pakan alami melimpah. Selain itu, aparat pemerintah desa dan warga mendukung hingga lebih aman dalam melindungi burung-burung ini dari buruan. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia  [SEP]" "Lubang Galian Batu Bata di Langkat Telan Korban, Walhi: Pengawasan Lemah","[CLS]     Siang itu, Muhammad Reza, remaja usia 16 tahun sudah berjanji dengan teman-temannya untuk bermain. Pelajar di Kota Medan ini sedang berada ke rumah neneknya, di Langkat, Sumatera Utara. Sekolah libur atau belajar di rumah karena masa pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) ini.Pada Sabtu (2/5/20), Reda bermain dan berenang bersama teman-temannya di lubang bekas galian batu bata di Dusun Tanjung Mulia, Desa Sukamulya, Kecamatan Serangan, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, tak jauh dari rumah sang nenek.Iptu Mahruzar Sebayang, Kapolsek Secanggang, bersama sejumlah anggota dibantu warga setempat berusaha mengevakuasi Reza, dan melarikan ke Puskesmas terdekat. Sayangnya, nyawa Reza tak tertolong.Mahruzar mengatakan, lubang bekas galian batu bata ini berada di area hak guna usaha (HGU) PTPN II. Mereka masih menyelidiki guna mengetahui pemilik bekas galian batu bata ini.“Kita masih penyelidikan termasuk siapa pemilik galian batu bata ini. Akan kita dalami.”Di Sumut, lubang tambang perenggut nyawa manusia, bukan saja terjadi di Langkat. Di Mandailing Natal, galian lubang tambang emas ilegal juga menelan lebih delapan orang.Khairul Bukhari, Kepala Departemen Advokasi, Kampanye dan Kajian Walhi Sumut mengatakan, tata kelola pertambangan di Sumut, karut marut. Pengawasan dalam mengeluarkan izin, katanya, harus ketat.“Masih banyak lubang tambang tidak reklamasi sebagaimana mestinya, ” kata Ari, sapaan akrabnya, pekan lalu.Dia bilang, ada ratusan izin tambang tanah urug, disebut galian C. Terbanyak dapat dilihat di Mandailing Natal dan Langkat serta Deli Serdang. Di Langkat dan Mandailing Natal, ada ‘izin ilegal’ alias izin keluar tanpa prosedur dengan mengabaikan aspek lingkungan dan sosial. Minyak mentah hasil tambang tradisional di Langkat, Sumut. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia " "Lubang Galian Batu Bata di Langkat Telan Korban, Walhi: Pengawasan Lemah","Dari pengumpulan data mereka, banyak lubang tambang tak reklamasi pasca penggalian. Teknik pengawasan inspektur tambang di pusat dan provinsi, katanya, tak berjalan. Pengawasan lapangan terhadap izin-izin pertambangan oleh Dinas Energi Sumberdaya Mineral (ESDM) pun lemah. Bahkan, mereka terkesan tak berani bertindak terhadap tambang ilegal sekalipun.Pemerintah Sumut, katanya, perlu membentuk tim terpadu guna perbaikan tata kelola pertambangan agar bisa benar-benar melihat sektor ini secara komprehensif baik dari segi administratif, finansial, teknis, kewilayahan dan lingkungan.Sisi administrasi, kata Ari, diduga masih ada izin tidak punya analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) maupun UKL/UPL. Padahal, dokumen-dokumen ini berperan penting dalam mencegah dampak lingkungan maupun sosial dan lain-lain.Sampai jatuh korban jiwa di lubang tambang, katanya, karena pembiaran pemerintah terhadap perusahaan.Dia mendesak, Pemerintah Sumut menindak tegas penambang sekaligus kaji ulang seluruh izin, dan moratorium izin melalui SK gubernur.Berdasarkan data Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Sumut , ada 260 Izin tambang operasi produksi di provinsi itu. Data 2019, di Langkat saja, ada sekitar 72 izin tambang operasi produksi. Itu yang berizin, usaha-usaha tambang tak berizin juga ratusan.“Ini yang belum ada tindakan hukum tegas. Saya bertanya kepada Dinas ESDM soal tambang ilegal ini ada 200-an. Ini tak mereka tindak tegas.,” katanya seraya bilang, tambang ilegal sangat merugikan negara dari sisi pajak, belum lagi kerusakan lingkungan, infrastruktur jalan, serta dampak kesehatan masyarakat.Dari sisi lingkungan, kata Ari, sangat serius karena banyak tambang ilegal maupun berizin tak menaati aturan perundang-undangan. Hingga kerusakan lingkungan rawan terjadi dan lagi-lagi masyarakat bisa jadi korban, seperti kalau terjadi bencana alam." "Lubang Galian Batu Bata di Langkat Telan Korban, Walhi: Pengawasan Lemah","Belum lagi, katanya, perusahaan yang menambang di kawasan hutan berpotensi merusak keragamanhayati karena habitat mereka hancur. “Ini jadi tanggung jawab besar bagi pemerintah.” Keterangan foto utama: Ilustrasi. Lubang-lubang tambang menganga tak ada reklamasi, dari lubang galian batubara, timah, emas, sampai batu bata. Korban pun berjatuhan seperti di Langkat ini. Foto: Lusia Arumingtyas/ Mongabay Indonesia [SEP]" "Wamen LHK Kunjungi Ngada, NTT. Apa yang Dilakukannya?","[CLS]  Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Wamen LHK) melakukan kunjungan kerja ke Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) selama 4 hari mulai tanggal 14 hingga 17 Desember 2020.Kunjungan ini merupakan bagian dari upaya mendukung usaha budidaya bambu yang kini dikembangkan oleh masyarakat bersama Yayasan Bambu Lestari di Kabupaten Ngada, NTT.Wamen LHK Alue Dohong menyatakan bahwa tujuannya ke Kabupaten Ngada untuk mengecek potensi hutan bambu yang telah dilakukan oleh masyarakat bersama Yayasan Bambu Lestari.“Bambu menjadi salah satu perhatian Bapak Presiden Jokowi  untuk dikembangkan menjadi green economy atau ekonomi hijau,” sebutnya dalam siaran pers yang diterima Mongabay Indonesia, Jumat (18/12/2020).Alue katakan bambu selain memiliki nilai ekonomi, juga mempunyai nilai lingkungan dan konservasi karena dapat menyerap karbondioksida yang disimpannya di akar, batang dan daun bambu.Dengan begitu, sebutnya, lingkungan setempat akan terasa dingin dan sejuk seperti di Kabupaten Ngada yang dingin ini pasti salah satu pengaruhnya karena peranan hutan bambu.“Kita berharap agar potensi bambu di Kabupaten Ngada yang luar biasa ini perlu didorong untuk menjadi bagian dari proses rehabilitasi daerah aliran sungai,” ucapnya.baca : Mengintip Rumah Bambu ala Masyarakat Ngada  Berbasis MasyarakatDalam kunjungan ke Kabupaten Ngada, Wamen LHK melihat secara langsung perkebunan bambu hingga proses produksinya. Ia mengatakan, pohon bambu mempunyai manfaat ekologi hingga industri.Dikatakannya, secara ekologi tanaman bambu mempunyai fungsi seperti meningkatkan volume air bawah tanah, konservasi lahan serta perbaikan lingkungan.“Bambu juga merupakan bahan bangunan tahan gempa. Secara industri, bambu sudah banyak digunakan secara tradisional maupun modern,” ungkapnya." "Wamen LHK Kunjungi Ngada, NTT. Apa yang Dilakukannya?","Alue menyebutkan,saat ini telah tertanam sekitar 8 ribu hektare dan KLHK menyediakan pembibitan 100 ribu bibit untuk tahun 2020 dan mudah-mudahan tahun 2021 dapat ditingkatkan lagi.Dirinya mengatakan bahwa, sebuah green village di Bali, rumah-rumah, hotel dan penginapan, semuanya terbuat dari bambu. Mulai dari atap, tiang, kamar tidur, tempat wastafel sampai toilet pun dilapisi bambu dengan kualitas yang sangat bagus.“Nilai ekonomi bambu sangat tinggi tidak hanya untuk furniture tapi mulai dari pembangunan rumah dan souvenir. Apalagi  NTT salah satu  provinsi yang dikembangkan destinasi pariwisata super prioritas di Labuan Bajo,” tuturnya.Alue berpesan, mestinya hotel-hotel, restoran ke depannya memakai produk-produk dari bambu yang sudah diolah sedemikian rupa dengan kualitas tinggi. Menurutnya peluangnya  terbuka lebar sehingga potensi hutan bambu di Kabupaten Ngada ini ke depannya dapat menjadi pusat bambu nasional.baca juga : Gunakan Peralatan Seadanya, Difabel Ini Hasilkan Aneka Kerajinan Bambu Berkualitas  Sedangkan Peneliti Badan Litbang dan Inovasi (BLI) KLHK Desy Ekawati kepada Antara di Kupang mengatakan KLHK menetapkan Kabupaten Ngada sebagai pusat unggulan untuk program 1.000 desa bambu.Menurut Desy kegiatan dilakukan sebagai suatu platform dalam mengembangkan dan memperkuat pemanfaatan bambu di Indonesia melalui industri bambu berbasis masyarakat.Koordinator Proyek Program 1000 desa bambu ini menyebutkan.program pemanfaatan bambu berbasis masyarakat ini dibangun dengan mekanisme “People Public Private Partnership” (4P) yang bergerak dari sektor hulu sampai hilir.“Kegiatan dimulai dari pengelolaan hutan bambu yang lestari dan pemanfaatan bambu sebagai bahan baku industri. Kegiatan ini merupakan program jangka panjang yang sudah dimulai dari 2015 dan akan berakhir pada 2040,” terangnya." "Wamen LHK Kunjungi Ngada, NTT. Apa yang Dilakukannya?","Menurut Desy, di Kabupaten Ngada sudah ada 10 desa bambu di Kecamatan Golewa yang dijadikan sebagai pusat unggulan dan percontohan untuk daerah lain.Dirinya menerangkan pengolahan hutan bambu lestari berbasis masyarakat di Kabupaten Ngada sudah berjalan beberapa tahun terakhir ini.Model pengembangan bambu  berbasis masyarakat ini diinisiasi Yayasan Bambu Lestari (YBL) bekerjasama dengan KLHK dan ITTO Bamboo Project dengan dukungan masyarakat setempat.“Pemerintah telah membangun Coomunity Learning Center, Sekolah Lapangan Bambu dan Sekolah Musik Bambu di desa Wogo, Kecamatan Golewa. Pemerintah juga membangun membangun pusat pengawetan bambu dengan proses belajar sekolah lapang sejak 2016,” paparnya.perlu dibaca : Pande Ketut Diah Kencana, Peneliti Bambu Tabah untuk Konservasi dan Olahan Pangan  Meningkatkan Ekonomi MasyarakatPada kunkernya, Wamen Alue Dohong juga mengunjungi Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Tujuh Belas Pulau di Kecamatan Riung, Kabupaten Ngada. Kawasan konservasi ini dikelola oleh Balai Besar KSDA NTT dengan luas 7.303.16 hektare berdasarkan SK. Menteri Kehutanan No.3911/MENHUT-VII/KUH/2014.Kepala Balai Besar KSDA NTT Timbul Batubara menjelaskan TWAL tujuh belas pulau merupakan salah satu destinasi wisata alam di NTT.Timbul berharap destinasi wisata ini perlu  didukung semua pihak dalam hal pengembangannya agar bermanfaat bagi masyarakat dan bangsa.Dia menyebutkan sebagian besar pulau-pulau di TWAL Tujuh Belas Pulau merupakan bukit dengan padang savana serta perairan laut yang jernih dan alami. “Keindahannya semakin lengkap dengan adanya biawak Komodo di Pulau Ontoloe serta hutan mangrove yang menjadi habitat ribuan kelelawar,” ungkapnya.Selama perjalanan ke destinasi wisata,Timbul mempresentasikan kepada Wamen LHK tentang “Blue Print Pengembangan Wisata Alam (Bahari) dan Pusat Konservasi Komodo”." "Wamen LHK Kunjungi Ngada, NTT. Apa yang Dilakukannya?","Alue memberi apresiasi dan berpesan agar potensi wisata yang ada di TWAL tujuh belas pulau dapat dikembangkan, dipetakan dan dikemas secara maksimal agar dapat mendongkrak sektor pariwisata dan meningkatkan ekonomi masyarakat di Riung.baca juga : Masyarakat di Sikka Menanam Bakau Saat Pandemi Corona. Apa Alasannya?  Penanaman Bakau BerhasilWamen Alue Dohong juga melakukan tinjauan ke lokasi padat karya penanaman mangrove (PKPM) di Desa Langkosambi Timur, Kecamatan Riung, Kabupaten Ngada dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).Alue mengatakan bahwa PEN di NTT berhasil sebab penanaman yang telah dilakukan mencapai 631 hektare dari target semula 500 hektare dengan dukungan anggaran sebesar Rp13 miliar.“Anggaran tersebut telah direalisasi 99,9 persen, berarti program ini berjalan sukses di NTT karena seluruh anggaran terserap,” ucapnya.Alue memaparkan, untuk NTT program PEN melalui padat karya penanaman mangrove dilaksanakan di 17 kabupaten yang dikerjakan oleh 56 kelompok masyarakat atau 2.078 orang.Untuk program penanaman di Langkosambi Timur, sesuai laporan Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung Benain Noelmina, luasnya mencapai 50 hektare menggunakan pola pengkayaan 1.000 batang per hektare.Menurut Alue, ekosistem mangrove sangat penting yakni menyerap karbondioksida dan sebagai penyangga jika terjadi gelombang tsunami.Ditambahkannya,pengalaman tsunami di Aceh, kampung-kampung dengan kondisi mangrove yang bagus, kerusakan bangunan dan infrastruktur serta korban jiwa sangat kecil.Namun daerah-daerah yang mangrovenya dibuka seluruhnya untuk tambak, sebutnya,  kehancurannya justru sangat besar.Jadi sebetulnya mangrove ini sebagai buffer zone (zona penyangga) kalau terjadi gelombang tsunami,” ungkapnya.baca : Padat Karya Penanaman 600 Ribu Hektare Mangrove di 34 Provinsi Dimulai  " "Wamen LHK Kunjungi Ngada, NTT. Apa yang Dilakukannya?","Wakil Menteri LHK selama di Flores melakukan pertemuan dengan ibu-ibu pembibit bambu di Labuan Bajo dan peninjauan sistem Hutan Bambu Lestari.Dia juga melakukan penanaman pohon bambu dan tanaman sela di hutan bambu Turetogo, Mataloko serta peninjauan dan simulasi pengolahan bambu menjadi strip, stick dan pelet.Alue juga mengunjungi potensi wisata bahari pulau-pulau di TWAL Tujuh Belas Pulau, Pulau Ontoloe, Pulau Rutong, Pulau Tembang, Pulau Tiga dan Pulau Tembaga.Selain itu, dia pun melakukan kunjungan ke lokasi kegiatan PEN Mangrove di Lengkosambi Timur dan peninjauan lokasi Agroforestry Bambu Kebun Rakyat.Tak ketinggalan Alue dan rombongan berkenan mengunjungi Kampung Adat Bena. Kampung adat ini merupakan salah satu perkampungan megalitikum yang terletak di Desa Tiwuriwu, Kecamatan Aimere, sekitar 19 km selatan Kota Bajawa.  [SEP]" "Survey Walhi : Rapor Merah Kinerja Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup Pemprov NTT","[CLS]  Walhi Nusa Tenggara Timur (NTT) melakukan survey online dan wawancara melalui telepon tentang pendidikan lingkungan hidup pada 01-04 Juni 2020. Survey itu melibatkan 176 responden yang berasal dari 22 kabupaten/kota di NTT.“Terkait apakah pemerintah pernah melakukan pendidikan hukum lingkungan, 94,9% menjawab tidak pernah. Sementara 5,1% mengatakan pernah,” kata Kordinator Divisi Sumberdaya Alam WALHI NTT, Rima Melati Baut, awal Juni 2020.Hasil survey tersebut, dibahas dalam diskusi online pada awal Juni, bertema “Penilaian Publik Terhadap Kinerja Pemerintahan di NTT Dalam Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup”.Panelis yang dihadirkan antara lain Dr. Umbu Rauta SH,MH dari Pusat Studi Hukum dan Teori Konstitusi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, Etji Doek dari Perkumpulan PIKUL, Ferdinan Umbu Tay Hambadima dari GMKI Kupang.Selain itu ada Sony Roka Hawolung perwakilan nelayan dari Kabupaten Sumba  Barat serta Oscar D. Pellokila dan Linawati Lase, dua warga terdampak tambang di Kabupaten Kupang.Hasil survey Walhi itu terkonfirmasi kesaksian nelayan Sony Roka Hawolung yang dikriminalisasi karena aksesnya terhadap wilayah kelolanya.Sedangkan Oscar D. Pellokila dan Linawati Lase, petani di kabupaten Kupang yang terdampak pertambangan selama 30 tahun merasa dibodohi. Keduanya tidak tahu jalur hukum apa yang harus dilakukan untuk menyelamatkan tanah mereka dari aktivitas ekstraktif tersebut.baca : COVID-19 Berdampak pada Petani dan Ketahanan Pangan di NTT. Apa Solusinya?  Perwakilan mahasiswa, Ferdinand Umbu Tay Hambadima menyatakan bahwa pemerintah tidak pernah memberikan pendidikan hukum lingkungan kepada mahasiswa. Hal ini juga terbukti dari hasil survey dimana 24,06% mahasiswa dari 94,7% responden terbanyak yang menyatakan tidak pernah mendapatkan pendidikan hukum lingkungan." "Survey Walhi : Rapor Merah Kinerja Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup Pemprov NTT","Pakar hukum, Dr. Umbu Rauta SH, MH menyampaikan bahwa pendidikan hukum lingkungan oleh pemerintah kepada masyarakat sangatlah penting karena hal tersebut merupakan tanggung jawab negara kepada masyarakatnya.Umbu Rauta juga menyatakan bahwa bila ada masyarakat yang kesulitan dengan bantuan hukum, negara tidak bisa hanya menjadi penonton dan tidak boleh menutup daya upaya masyarakat untuk menempuh jalur hukum atas permasalahan yang merugikan masyarakat itu sendiri.  Daya Dukung LingkunganOscar, petani di Kabupaten Kupang menyampaikan bahwa izin pertambangan yang diberikan pemerintah kepada perusahan tambang di wilayahnya mengakibatkan akses warga terhadap air tanah semakin susah.Sebelum ada aktivitas pertambangan sebutnya, untuk mendapatkan air tanah, sumur hanya digali kurang dari 10 meter. Setelah adanya aktivitas tambang, air ditemukan pada kedalaman lebih dari 10 meter.Sementara relawan Pikul, Etji Doek yang mengadvokasi ketahanan pangan laut warga di pesisir Kota Kupang, Kabupaten Kupang dan Kabupaten Flores Timur mempersoalkan pembangunan di pesisir pantai.Etji menuturkan sejak ada Perda No.11/2011 tentang RTRW Kota Kupang, akses nelayan terhadap laut semakin dipersulit dengan adanya pembangunan hotel dan restoran di sepanjang pesisir Kota Kupang.“Hal ini menyalahi amanat UU No.1/2014 bahwa tidak boleh ada bangunan di ruang sempadan pantai yaitu minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat,” tegasnya.Dampak lingkungan yang timbul akibat pembangunan tersebut, laut semakin kotor. Ini terjadi, kata Etji, akibat pembuangan limbah yang langsung ke laut serta sedimentasi pantai yang merusak ekosistem mangrove.baca juga : WALHI NTT Melihat Laut NTT Terancam dan Pemerintah Lamban Melindungi. Apa Saja Ancaman Itu?  " "Survey Walhi : Rapor Merah Kinerja Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup Pemprov NTT","Menurut Rima, suvey Walhi NTT menerangkan sebanyak 99 orang atau 56,3% responden yang mengisi survey dan diwawancara menyatakan kebijakan pembangunan di daerahnya tidak memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan.Rata-rata responden kecewa dan tidak senang dengan pengingkaran terhadap kebijakan moratorium tambang oleh pemerintah provinsi NTT.“Responden menilai Viktor tidak konsisten dengan komitmen moratorium tambang pasca terpilih sebagai gubernur NTT. Semua panelis sepakat bahwa kinerja pemerintah NTT dalam upaya pengelolaan dan pelestarian lingkungan hidup sangat buruk,” terangnya.Selain itu sambung Rima, panelis mengatakan, perlindungan terhadap warga-warga kecil dan wilayah kelolanya sangat buruk sehingga pantas mendapatkan rapor merah.Forum diskusi memberikan rekomendasi kepada pemerintah melaksanakan pendidikan lingkungan dan hukum lingkungan kepada masyarakat. Pemerintah juga diminta mengutamakan keberlanjutan lingkungan dan masyarakat dalam setiap kebijakan pembangunan.Sebanyak 31,8% responden jelasnya, menyatakan bahwa pemerintah harus menjadikan ketahanan air dan pangan, konservasi dan pendidikan lingkungan sebagai prioritas pembangunan dalam jangka waktu 5 tahun kedepan.“Pemerintah harus mengembangkan model pariwisata berbasis kerakyatan yang terbuka dan berkelanjutan, bukan model pariwisata berbasis investor padat modal yang mengutamakan privatisasi lahan atau kawasan,” ucapnya.perlu dibaca : Soal Moratorium Tambang, Gubernur NTT Ditagih Janji Utamakan Pariwisata dan Pertanian  Terus Lakukan SosialisasiKepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi NTT, Ferdy J.Kapitan  kepada Mongabay Indonesia, Senin (15/6/2020) mengatakan pihaknya dan Unit Pelaksana Teknis Kesatuan Pengelolaan Hutan (UPT KPH) selalu melakukan sosialisasi kepada warga untuk menjaga lingkungan dan hutan." "Survey Walhi : Rapor Merah Kinerja Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup Pemprov NTT","Menurut Ferdy, pihaknya terus melakukan sosialisasi terkait kehutanan, meski terkesan hanya melakukan aktifitas pengamanan hutan dan ancaman itu berasal dari masyarakat.“Selama ini masyarakat berpikir hutan itu milik pemerintah padahal hutan adalah milik negara dimana masyarakat dan pemerintah menjadi bagian dari negara. Makanya kita mengajak masyarakat sebagai pemilik hutan dan merasa memiliki hutan itu sehingga mereka perlu menjaganya,” tuturnya.Pemerintah, katanya, terus melakukan sosialisasi agar ada pemahaman lebih baik di masyarakat. Dia berharap kedepannya, masyarakat bisa menjadi pengelola wisata di dalam kawasan hutan dan mendapatkan penghasilan dari hutan sehingga mereka merasa memiliki dan menjaga kelestarian hutan.“Kita dorong konsep ekowisata di wilayah hutan dan masyarakat menjadi pengelolanya. Terkait izin reklamasi pantai dan tambang galian C semuanya harus melewati proses pengurusan izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang ketat sebelum beroperasi,” ungkapnya.Sedangkan Kepala Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Provinsi NTT Jusuf Adoe kepada Mongabay Indonesia, Kamis (18/6/2020) mengatakan terkait dengan keputusan moratorium tambang yang dikeluarkan Gubernur NTT hanya untuk pemberian izin baru untuk mineral dan logam.Sementara batuan atau galian C kata Jusuf, boleh dikeluarkan izinnya tetapi tetap harus melalui aturan ketat termasuk pengurusan ijin Amdal. Pemberian izin, tegasnya, harus dilakukan karena untuk kepentingan pembangunan infrastruktur seperti jalan, jembatan dan lainnya.“Kalau tambang batuan atau Galian C memang harus diberikan izin sebab jika tidak maka pembangunan pasti tidak akan berjalan,” ungkapnya.Kegiatan tambang harus didahului dengan sosialisasi kepada masyarakat sekitar termasuk soal dampak lingkungannya. Dinas ESDM NTT pun selalu melakukan evaluasi terkait aktivitas pertambangan tersebut.  [SEP]" "Harimau-harimau yang Terancam Punah, Kini Populasinya Membaik di Lima Negara Ini","[CLS]   Dalam sebuah studi terbaru, dinyatakan bahwa jumlah individu harimau meningkat di alam liar, di lima negara tempat ditemukannya kucing besar terancam punah ini. Lima negara tersebut adalah Bhutan, China, India, Nepal, dan Rusia. Naiknya populasi harimau tersebut menandai satu dekade peluncuran skema ambisius menggandakan populasi spesies mamalia besar itu.Inisiatif TX2, dikutip dari NewScientist, diluncurkan pada 2010 di St. Petersburg, Rusia, ketika diperkirakan populasi kucing besar ini di alam berada pada titik terendah dalam sejarah. Diperkirakan, sedikitnya 3.200 harimau tersisa di 13 negara tempat mereka ditemukan. Skema TX2 adalah serangkaian program yang bertujuan untuk menggandakan jumlah harimau di alam liar pada 2022, bertepatan dengan Tahun Harimau pada kalender Tiongkok.Di India, jumlah harimau liar pada tahun 2018 diperkirakan antara 2.600 dan 3.350 individu – sekitar tiga perempat populasi dunia- dan lebih dari dua kali lipat jumlahnya dibandingkan tahun 2006.Populasi harimau di Nepal juga meningkat hampir dua kali lipat pada 2018, dari 121 individu pada 2009 menjadi 235 individu.Populasi di Taman Nasional Bardiya Nepal saja telah meningkat dari hanya 18 harimau pada 2008 menjadi 87 pada 2018, menurut WWF.Di Rusia, jumlah harimau Amur telah meningkat 15 persen dalam 10 tahun terakhir menjadi sekitar 540 individu, dan di Taman Nasional Kerajaan Manas Bhutan, populasinya meningkat dari hanya 10 individu pada satu dekade lalu menjadi 22 pada 2019.Tahun 2010, Tiongkok memiliki tidak lebih dari 20 harimau liar, yang sebagian besar melintasi perbatasan Rusia. Negara ini merekam momen penting pada 2014 ketika kamera jebak merekam harimau betina dan anaknya di Cagar Alam Wangqing di Provinsi Jilin, yang menunjukkan bahwa harimau kembali berkembang biak di negara tersebut dan menyebar ke daerah baru.Baca: Masa Depan Harimau Sumatera di Tangan Kita  " "Harimau-harimau yang Terancam Punah, Kini Populasinya Membaik di Lima Negara Ini","Becci May dari WWF UK, mengatakan, “Sepuluh tahun lalu, harimau berada dalam kondisi sangat berbahaya sehingga ada risiko sangat nyata menuju kepunahan di alam liar. Dari jumlah populasi yang rendah di 2010, mereka akhirnya membuat kemajuan luar biasa di sebagian besar Asia Selatan, Rusia, dan China, berkat upaya konservasi terkoordinasi dan terpadu di negara-negara tersebut.”“Ini adalah pencapaian menggembirakan masa depan harimau di alam liar, tetapi juga untuk lanskap yang mereka huni dan komunitas yang tinggal bersama kucing besar ikonik ini,” katanya.Menurut studi yang dilakukan pada 2018 yang dilakukan oleh 49 ahli konservasi di bawah World Wildlife Fund’s Global Tiger Conservation Program, tempat-tempat tinggal harimau sangatlah khusus dan membutuhkan upaya intensif untuk mengembalikan populasi dan konservasi mereka. Dalam studi tersebut, sebagaimana dikutip dari The Kathmandu Post, disampaikan bahwa upaya-upaya tersebut berhasil mencapai ‘kondisi optimal’, populasi harimau bisa naik tiga kali lipat.Baca: Darmi, Harimau Benggala yang Lahir di Kala Pandemi  Masih ada sekitar 3.900 ekor harimau di alam liar. Mereka berada di bawah ancaman perburuan untuk perdagangan satwa liar ilegal, juga perusakan dan penghancuran habitat di sebagian besar wilayah jelajah mereka, lanjut WWF.Kunci untuk membantu pemulihan populasi harimau liar adalah dengan fokus pada pelestarian lanskap, tempat mereka berkembang dan memastikan masyarakat di daerah sekitar habitat mendukung program-program konservasi, kata organisasi itu.Baca juga: Benarkah Harimau Tasmania Belum Punah?  Program TX2 sendiri adalah proyek  jangka panjang, yang berupaya meningkatkan perlindungan harimau dan memelihara atau memulihkan “koridor satwa liar” agar harimau dapat berkeliaran bebas, dan berkembang biak dengan aman di lingkungan alaminya. Beberapa poin dalam TX2 adalah:" "Harimau-harimau yang Terancam Punah, Kini Populasinya Membaik di Lima Negara Ini","“Alasan mengapa jumlah harimau di alam liar menurut drastis dalam 100 tahun terakhir dalah karena perubahan penggunaan lahan,” lanjut May. “Populasi satwa liar juga hancur karena jerat yang dipasang untuk menangkap mereka.” Perburuan untuk perdagangan satwa liar ilegal menjadi ancaman utama bagi pertumbuhan populasi harimau liar.   [SEP]" "Warga Lamongan Kembali Selamatkan Kucing Hutan","[CLS]  Warga Dusun Mencorek, Desa Sendangharjo, Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, kembali menemukan kucing hutan (Prionailurus bengalensis) termasuk jenis satwa dilindungi. Kali ini kucing hutan itu ditemukan di dalam sumur perkebunan.Kucing hutan yang ditemukan Marsiti itu berwarna coklat muda dengan bintik hitam. Pada bagian kepala terdapat garis berwarna hitam yang mengarah ke mata. Warga menyebutnya dengan sebutan kucing kuwuk atau kucing congkok. Ukurannya seperti kucing domestik, tetapi badannya lebih ramping.Perempuan 50 tahun ini menceritakan, saat menemukan seekor kucing hutan ketika ia hendak meninjau tanaman jagung miliknya. Kucing hutan tersebut bisa terlihat jelas dikarenakan saat musim hujan kondisi air di dalam sumur melimpah. Merasa iba, ia pun tergerak untuk menyelamatkannya. Karena kucing terlalu agresif, dia urungkan niat baiknya itu. Dia lalu pulang mengabarkan temuannya itu ke anaknya. “Ada kucing gejegur sumur. Lha ditolong, engko lak mati, kasihan,” cerita Anif Miftahudin (31) kepada Mongabay Indonesia, Kamis (26/02/2021) menirukan ibunya saat mengabarkan temuannya. Setelah itu dia lalu mengajak kawannya untuk mengevakuasi. Jam 11:00 WIB mereka berdua menuju lokasi.baca : Dua Anak Kucing Hutan Diselamatkan Petani di Lamongan  Habitat TergangguMeski dievakuasi dengan temannya dia mengaku masih sangat kerepotan. Apalagi ini baru pertama kalinya menolong kucing liar. Sehingga ada juga rasa takut digigit. Setiap dikasih tali kucing ini masuk ke dalam air, karena tidak kuat bernafas akhirnya dia muncul kembali. Merasa kucing liar sudah lelah, disitu kemudian perutnya di jerat menggunakan tali, lalu di tarik ke permukaan dan dimasukkan ke karung. Membutuhkan waktu 20 menit untuk proses evakuasinya." "Warga Lamongan Kembali Selamatkan Kucing Hutan","Kucing liar itu, kata bapak dua anak ini, masuk ke dalam sumur kira-kira berdiameter satu meter dengan jarak permukaan air sumur ke tanah sekitar 1,5 meter. Kedalaman sumur sekitar 10 meter. Posisi sumur berada di pojokan lahan milik ibunya dengan jarak ke pemukiman sekitar 700 meter.Kucing liar itu kemudian dibawa pulang untuk diamankan “Kalau tidak dijemput petugas, saya lepaskan lagi di alam, karena dikasih makan juga ndak mau,” kata Miftah panggilan akrabnya. Dia menjelaskan saat diselamatkan kondisi kucing masih baik, tidak ada luka. Hanya karena kejebur dalam air sehingga kucing itu terlihat menggigil kedinginan.Setiba di rumah, kucing yang disebut leopard cat itu kemudian dipindahkan ke kandang besi bekas tempat peliharaan burung berukuran 40×80 centimeter. Karena kondisinya basah kucing lalu di jemur di depan rumahnya. Sore hari, bulu kucing liar ini baru bisa kering. Warga lalu ramai-ramai berdatangan, apalagi anak-anak. Mereka suka dengan bulunya yang bagus.baca juga : Kucing Hutan Masuk Pemukiman di Padang Itu Sudah Kembali ke Habitatnya  Beberapa artikel menyebutkan, kucing kuwuk ini merupakan kucing kecil Asia yang mempunyai distribusi yang paling luas. Persebaran mereka meluas dari wilayah Amur di timur jauh Rusia sampai Semenanjung Korea, China, Subkontinen India, Indocina, ke barat utara Pakistan, dan ke selatan di Filipina dan Kepulauan Sunda di Indonesia. Kucing hutan ini biasa ditemukan di hutan tropis dan kawasan pertanian dekat hutan.Miftah menduga, kucing liar ini masuk sumur saat malam hari lantaran habitatnya terganggu oleh para pemburu belalang yanag biasa mencari saat musim hujan. Mereka mencari di hutan milik Perhutani, perkebunan dan sawah. Satwa Dilindungi " "Warga Lamongan Kembali Selamatkan Kucing Hutan","Kucing hutan termasuk satwa dilindungi sesuai PP No.7/1999 tentang pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar, serta Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.106/2018. Dalam dua peraturan itu, kucing hutan Prionailus bengalensis masih ditulis dengan nama latin Felis bengalensis. Erwin Wilianto (40), Founder Save Indonesia Nature & Threatened Species (SINTAS) Indonesia menjelaskan untuk habitat kucing hutan ini sebenarnya tidak selalu ada di hutan rimba. Keberadaanya sering ditemukan di perbatasan antara hutan dan kebun. Dulunya, acapkali dijumpai di persawahan lantaran pakannya melimpah seperti tikus, kadal atau burung. Jadi, keberadaan kucing hutan ini tidak harus selalu di dalam hutan.Berdasarkan pengamatan dari foto yang dikirim, dia menduga sepertinya kucing hutan ini usianya masih remaja, diatas satu tahun. Karena perilakunya yang suka mencari-cari tempat sehingga memungkinkan kucing ini sampai masuk ke dalam sumur di perkebunan milik warga yang tidak jauh dari pemukiman.perlu dibaca : Kucing Bakau Terpantau di Hutan Mangrove Wonorejo, Bagaimana Perlindungan Habitatnya?  Jika dikaitkan dengan penemuan dua anak kucing hutan sebelumnya, lanjut pria yang juga tergabung dalam anggota Fishing Cat Working Group ini memastikan kucing hutan ini merupakan kucing liar. Tidak berasal dari peliharaan orang. “Kalau dilihat dari peta, kucing tersebut bisa jadi dari hutan produksi milik Perhutani. Apalagi kucing hutan ini aktifnya pada malam hari,” jelasnya saat dihubungi Jumat (26/02/2021).Dia bilang, kucing hutan ini karena hidupnya bisa di area manapun sehingga bisa dibilang habitatnya masih cukup, tekanannya belum sebesar yang dialami macan tutul (Panthera pardus) atau harimau (Panthera tigris). Sayangnya informasi tentang keberadaan kucing hutan ini masih sedikit sampai saat ini." "Warga Lamongan Kembali Selamatkan Kucing Hutan","Umumnya, banyak yang menganggap jika satwa ini habitatnya ada di dalam hutan alami, padahal tidak. Untuk itu Erwin berharap kucing ini bisa lebih diperhatikan agar ada informasi mengenai tentang keberadaanya,“Selanjutnya harus tahu di satu titik itu jumlahnya ada berapa. Jika sudah ditemukan, ke depannya kita bisa setting kegiatan terkait binatang ini. Satwa ini merupakan salah satu spesies yang terabaikan, dalam artian tidak banyak orang yang memperhatikan keberadaanya. Sampai akhirnya tahu-tahu hilang begitu aja,” kata pria lulusan Biologi Universitas Gajah Mada (UGM) Jogja ini.baca juga : Kucing Merah Itu Terekam Kamera di Hutan Kalimantan Tengah  Kembalikan Ke HabitatnyaErwin melanjutkan kucing hutan merupakan bagian dari national treasure atau harta kebanggaan orang Indonesia. Jika masyarakat tidak merasa mempunyai atau memperhatikan otomatis keberadaanya bisa hilang. Terkait dengan temuan itu, dia menyarankan baiknya kucing tersebut dilepaskan dimana dia dijumpai agar bisa membantu mengontrol populasi satwa lainnya yang kemungkinan menjadi hama bagi petani.Untuk mengantisipasi adanya perburuan, masyarakat harus tahu juga bahwa kucing ini merupakan bagian dari teman, keberadaanya tidak membahayakan. Jika ada perburuan masyarakat juga harus bisa mencegah.“Kita sudah kehilangan harimau jawa, badak jawa juga tinggal di ujung kulon, kucing bakau kemungkinan juga hilang. Kalau kita tidak mengurus satwa-satwa lainnya, bisa hilang sudah harta kekayaan Indonesia ini, bangkrut,” terangnya,Kepala Seksi Perencanaan, Perlindungan dan Pengawetan (P3) Bidang Wilayah II Balai Besar Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Timur, Nur Rohman saat dihubungi Sabtu (27/02/2021) mengatakan, sampai saat ini belum ada inventarisasi khusus terkait kucing hutan. Tetapi berdasarkan data dari IUCN jumlah kucing hutan ini kurang lebih 50.000 ekor. Untuk saat ini memang terjadi trend penurunan populasi karena berkurangnya habitat dan perburuan." "Warga Lamongan Kembali Selamatkan Kucing Hutan","baca juga : Jual Kucing Hutan, Asman Tidak hanya Dihukum ‘Sit Up’ dan ‘Push Up’  BKSDA beruapaya melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar tidak memelihara kucing hutan karena satwa ini merupakan jenis binatang yang dilindungi. Selain itu pihaknya juga berupaya melakukan sosialisasi kepada masyarakat sekitar hutan untuk tidak memburu kucing hutan.“Jika menemukan kucing hutan di habitatnya, jangan diganggu karena pada dasarnya dia tidak akan mengganggu manusia,” jelas Nur. Saat menemukan dalam kondisi terluka atau masuk ke dalam perkampungan, warga bisa menghubungi BKSDA terdekat agar dilakukan evakuasi penyelamatan.BKSDA Jawa Timur, lanjutnya, bekerjasama dengan para pihak saat ini sedang melakukan inventarisasi keanekaragaman hayati di luar kawasan konservasi. Salah satu outputnya adalah temuan satwa-satwa penting, salah satunya seperti kucing hutan.Untuk satwa yang dievakuasi itu selanjutnya dilakukan pemeriksaan kesehatan dan penilaian perilaku. Jika dinyatakan sehat dan prilaku masih liar maka akan segera dilepasliarkan. Misalnya belum sehat atau belum liar maka pihaknya akan direhabilitasi terlebih dahulu hingga layak lepas liar. Pelepasan liar bisa dilakukan di habitat alaminya seperti hutan dataran rendah.“Kami mengucapkan terimakasih kepada masyarakat yang secara sukarela menyerahkan satwa yang dilindungi. Kami juga menghimbau kepada masyarakat yang mempunyai satwa yang dilindungi untuk diserahkan kepada negara melalui BBKSDA Jatim, karena menyimpan satwa dilindungi tanpa izin adalah tindkan pidana,” tegasnya.  [SEP]" "Seekor Lumba-Lumba Mati Terdampar di Flores Timur. Apa Penyebabnya?","[CLS]  Seekor lumba-lumba ditemukan oleh anak-anak mati terdampar di pasir di pesisir pantai Desa Kenere, Kecamatan Solor Selatan, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), padaKamis (9/9/2021).Lumba-lumba yang diperkirakan berjenis Tursiops truncatus (common bottlenose dolphin) ini, setelah ditemukan dilaporkan kepada kepala desa. Oleh kepala desa, penemuan tersebut pun dilaporkan kepada Yayasan Misool Baseftin.“Lumba-lumba ini diperkirakan diperkirakan mati terdampar karena terhempas gelombang besar,” kata Monika Bataona, Staf Yayasan Misool Baseftin Flores Timur kepada Mongabay Indonesia, Jumat (10/9/2021).Monika menyebutkan, tidak ada luka gigitan atau bekas alat tangkap ditemukan sehingga diprediksi terdampar akibat adanya hantaman gelombang tinggi di Perairan Laut Sawu.Hasil identifikasi, lumba-lumba ini berjenis kelamin betina dengan jumlah gigi 135 dan terdapat luka benturan di tubuhnya. Lumba-lumba ini memiliki panjang 150 cm, panjang ekor 19 cm  dan lebar ekor 22 cm.Tinggi badan lumba-lumba 22 cm, lebar badan 25 cm, panjang sayap kiri dan kanan 22 cm serta lebar 9 cm. Sayap punggung  memiliki tinggi 12 cm, lebar  12 cm, panjang 22  cm serta panjang moncong 22 cm.“Lumba-lumba ini dikubur oleh kepala desa bersama beberapa anggota masyarakat di desa tersebut,” ungkapnya.baca :  Seekor Lumba-lumba Terdampar Mati dengan Usus Terburai di Pantai Yeh Leh Jembrana  Penyebab dan PenangananLektor Kepala Bidang Keahlian Pengelolaan  Sumberdaya Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Dr. Chaterina Agusta Paulus, M.Si  kepada Mongabay Indonesia, Minggu (12/9/2021) mengatakan ada beberapa kemungkinan penyebab kejadian mamalia laut terdampar.Chaterina sebutkan, beberapa kemungkinan diantaranya kelaparan, penyakit, pemangsaan atau predasi, marak alga (harmful algae bloom), cuaca ekstrem dan pencemaran laut." "Seekor Lumba-Lumba Mati Terdampar di Flores Timur. Apa Penyebabnya?","Selain itu juga disebabkan adanya gempa dasar laut, badai matahari, kebisingan bawah air serta aktivitas perikanan yang tidak ramah lingkungan.Ia mengatakan pada dasarnya penanganan mamalia laut terdampar hidup baik karena disorientasi dan berpotensi terdampar serta mamalia laut yang terdampar hidup memiliki tahapan penanganannya yang sama.“Penanganannya dapat dimulai dengan penyampaian informasi, dokumentasi atau pencatatan, stabilisasi mamalia laut, pelepasan (release) dan pemantuan atau monitoring untuk memastikan hewan tersebut tidak kembali terdampar,” ungkapnya.Dosen pada Pasca Sarjana Ilmu Lingkungan Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang ini menegaskan pada mamalia laut yang terdampar dan mati, sangat tidak disarankan untuk disentuh dengan alasan kesehatan.Chaterina menjelaskan,hal pertama yang dilakukan adalah melakukan nekropsi (bedah bangkai hewan) untuk mengetahui penyebab kematian mamalia laut yang dilakukan oleh tim dokter hewan atau tim penolong yang memiliki keahlian dalam melakukan nekropsi.“Setelah nekropsi, langkah selanjutnya adalah penanganan bangkai hewan tersebut,” ucapnya.baca juga : Belasan Lumba-lumba Terdampar di Klungkung, Satu Ekor Ditemukan Mati  Chaterina jelaskan untuk penjelasan secara detail penanganan kejadian mamalia laut terdampar hidup maupun mati dibahas dalam Buku Pedoman Penanganan Mamalia Laut Terdampar dari Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut, KKP RI tahun 2018.Dalam buku tersebut disebutkan seluruh mamalia laut di Indonesia telah dilindungi sejak tahun 1999. Saat ini telah terdata 35 jenis mamalia laut di perairan Indonesia dari total 89 jenis yang ada di dunia.Sebanyak 34 jenis termasuk ke dalam ordo Cetartiodactyla dengan sub ordo Cetacea jenis paus,porpoise dan lumba-lumba serta satu jenis dari ordo Sirenia. Spesies Lumba-Lumba" "Seekor Lumba-Lumba Mati Terdampar di Flores Timur. Apa Penyebabnya?","Spesies lumba-lumba yang dapat ditemukan di perairan Indonesia sekitar 16 spesies dari total lebih dari 40 spesies keseluruhan dunia.Chaterina menjelaskan untuk wilayah Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu di Provinsi NTT, ditemukan 7 spesies lumba-lumba (Ped-Soede, 2002; dan Kahn, 2005).Ketujuh spesies ini sebut dia yakni Spinner dolphin (Stenella longirostris – lumba-lumba paruh panjang) dan Pan-tropical spotted dolphin (Stenella attenuate – lumba-lumba totol).Selain itu paparnya, ada spesies Rough-toothed dolphin (Steno bredanensis – lumba-lumba gigi kasar), Risso’s dolphin (Grampus griseus – lumba-lumba abu-abu) serta Bottlenose dolphin (Tursiops truncates – lumba-lumba hidung botol),“Ada juga spesies Fraser’s dolphin (Lagenodelphis hosei – lumba-lumba fraser), dan Indo-Pacific bottlenose dolphin (Tursiops aduncus),” bebernya.baca juga : Lumba-lumba Mati Terdampar di Pariaman, Ini Foto dan Videonya  Chaterina menerangkan, untuk wilayah perairan NTT, kemunculan lumba-lumba ditemukan pada semua zona inti dari TNP Laut Sawu seperti Pulau Dana, Kabupaten Sabu Raijua dan Pulau Batek di Kabupaten Kupang.Lumba-lumba juga ditemukan di Tanjung Karitamese Kabupaten Manggarai Barat dan Tanambas, Kabupaten Sumba Tengah.Pada zona pemanfaatan, kemunculan lumba-lumba ditemukan tersebar pada beberapa wilayah perairan seperti Kabupaten Rote Ndao terdapat di Desa Oeseli, Desa Ndaonuse, Desa Inaoe dan Dodaek dan Desa Faifua.Untuk Kabupaten Sabu Raijua ada di Desa Menia, Kabupaten Kupang terlihat di Desa Lifuleo, Desa Tesabela, Desa Sumlili, Desa Bone, Desa Buraen, Desa Pakubaun dan lainnya.“Selain itu lumba-lumba juga muncul di Kabupaten Sumba Timur di Desa Praimaditha, Desa Kakaha, Desa Rindi, Desa Tanaraing dan lainnya. Lumba-lumba juga sering muncul di perairan kabupaten lainnya di NTT seperti di Flores Timur,” ungkapnya. Mendominasi Kemunculan" "Seekor Lumba-Lumba Mati Terdampar di Flores Timur. Apa Penyebabnya?","Dalam buku Megafauna Laut di Perairan Solor, Flores Timur hasil penelitian Yayasan Misool Baseftin 2016-2017 ditemukan, kelompok lumba-lumba merupakan megafauna laut yang mendominasi kemunculan di Perairan Solor.Disebutkan, Stenella longirostris merupakan spesies yang tergolong melimpah secara lokal dengan rata-rata kemunculan 33 individu hingga 300 individu pada setiap kelompok kemunculannya.baca juga : Serunya Evakuasi Lumba-Lumba Terdampar di Maros  Selama 263 hari survei dengan rata-rata 12 hari survei setiap bulannya, berhasil mendokumentasikan setidaknya 32 jenis megafauna laut yang berbeda dengan rincian 26 species hasil dari pengamatan 2016-2017 yang meliputi 7 jenis lumba-lumba.Sebanyak 7 species Cetacea kecil dari keluarga lumba-lumba (delphindae) yang terdiri dari lumba-lumba paruh pendek (Delphinus delphis) dan lumba-lumba gigi kasar (Steno bredanensis).Juga ada lumba-lumba fraser (Lagenodelphis hosei), lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus), lumba-lumba abu-abu (Grampus griseus), lumba-lumba totol (Stenella attenuata) dan Lumba-lumba paruh panjang (Stenella longirostris) telah teridentifikasi selama periode studi berlangsung.Sedangkan lumba-lumba paruh paruh pendek menjadi spesies yang sangat jarang dijumpai, dimana selama studi berlangsung hanya 3 kali perjumpaan saja dengan rata-rata 23 individu hingga maksimal 30 individu yang muncul pada setiap kelompok nya.Berdasarkan studi sebelumnya yang dilakukan oleh Benjamin Khan pada tahun 2005, jenis lumba-lumba paruh panjang memang merupakan spesies yang mendominasi kelompok Cetacea di Perairan Solor (meliputi Solor-Alor), dimana menyumbang ±28% dari total kemunculan selama studi berlangsung.   [SEP]" "Julang Sulawesi, Jenis Burung yang Selalu Setia pada Pasangannya","[CLS]   Di Indonesia terdapat 13 jenis rangkong yang tersebar mulai dari Pulau Sumatera hingga Papua. Rangkong merupakan jenis burung pemakan buah yang paling besar di antara jenis burung lainnya. Dari jumlah rangkong yang tersebar di Indonesia tersebut, terdapat tiga jenis yang bersifat endemik. Salah satunya adalah Rhyticeros cassidix atau julang sulawesi. Inilah yang membuat betapa pentingnya melindungi burung rangkong di Indonesia.Julang sulawesi memiliki nama lain Sulawesi Red-Knobbed Hornbill. Persebarannya di daratan utama Pulau Sulawesi, Pulau Lepas Pantai Lembeh di Bitung, Sulawesi Utara, Kepulaun Togean di Sulawesi Tengah, serta Pulau Muna dan Pulau Buton di Sulawesi Tenggara.Bagi masyarakat sekitar, setidaknya terdapat tiga nama lokal untuk menyebut jenis ini yaitu Allo, Taung, dan Lupi. Untuk mengidentifikasi ciri khususnya, dibandingkan jenis rangkong lainnya, dapat dibedakan dari bentuk tubuh, warna, serta perilakunya.Baca: Kenapa Harus Kenal Rangkong Sulawesi?  Dalam buku “Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi” [2020] yang ditulis Abdul Haris Mustari, julang sulawesi dijelaskan memiliki tubuh besar mencapai 104 cm. Secara umum tubuhnya berwarna hitam, ekor berwarna putih dan paruhnya besar berwarna kuning. Jantan dan betina tidak sama. Jantan memiliki tubuh yang lebih besar, warna bulu lehernya kuning keemasan.“Pada jantan casque-nya atau tonjolan di atas kepala berwarna lebih cerah kemerahan dibandingkan betinanya,” ungkap Haris.Sementara sang betina ukuran tubuhnya lebih kecil, warna bulu kepala dan lehernya hitam, dan tonjolan di atas kepalanya berwarna kuning dengan ukuran lebih kecil dari tanduk jantan.Pada jantan dan betina dewasa terdapat garis di pangkal paruh yang kombinasinya menyerupai huruf “V” atau tanda pangkat pada anggota militer, jumlah garis tersebut sering diasosiasikan dengan umur individu si julang sulawesi." "Julang Sulawesi, Jenis Burung yang Selalu Setia pada Pasangannya","Karena berukuran besar, berat julang sulawesi dapat mencapai 3,6 kg. Yang menarik, bulu matanya diketahui dapat digunakan sebagai salah satu faktor menarik pasangan. Keberadaannya mudah dikenali, sebab selain ukuran tubuhnya yang besar, juga suaranya yang khas serta kepakan sayapnya yang sangat jelas terdengar.Sehingga, tanpa perjumpaan langsung, kita bisa mengenali keberadaanya dari kepakannya yang terdengar keras dari jarak cukup jauh. Apalagi julang sulawesi biasa terbang rendah di atas kanopi pohon.Baca: Wallacea, Surga Keragaman Hayati yang Minim Penelitian  Dalam buku ini, Abdul Haris Mustari yang juga dosen pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan dan Lingkungan, IPB, ikut mengamati perilaku julang sulawesi. Burung ini memanfaatkan hutan yang menyediakan pohon-pohon besar untuk membuat sarangnya. Lubang pohon yang tinggi dan besar, di tengah hutan yang jauh dari aktivitas manusia.Selama musim berbiak, sang betina akan bertugas mengerami telurnya dan memberi makan anaknya di dalam sarang, sedangkan sang jantan mencari makan dan memberikannya pada pasangannya tersebut.Pada saat mengerami telur, sang betina masuk ke sarang kemudian menutup lubangnya dengan lumpur atau kotoran sehingga hanya tersisa satu lubang kecil, dan akan keluar ketika anak-anaknya mulai belajar terbang.“Burung ini adalah monogami atau hidup berpasangan. Sering dijumpai mencari makan pada pohon beringin yang sedang berbuah. Kadang berkumpul dalam jumlah sangat banyak sekitar 50 individu pada saat musim berbuah beringin dan pohon penghasil buah lainnya pada hutan primer,” ujar Haris.Makanan yang paling disukai adalah jenis buah beringin ficus obscura, f. virens, f.drupace, f. hirta, f. tinctoria, f.altissima. Namun selain buah-buah itu, burung ini juga sesekali memakan binatang-binatang kecil seperti kadal, kelelawar, tikus, ular, dan berbagai jenis serangga." "Julang Sulawesi, Jenis Burung yang Selalu Setia pada Pasangannya","Bagi mereka yang senang mengamati burung, julang sulawesi dapat dijumpai di hutan primer, hutan rawa, hutan sekunder yang tinggi dan juga hutan mangrove, serta kadang kala mengunjungi lahan budidaya yang luas. Selain itu, bisa ditemui dari permukaan laut sampai 1.800 meter di atas permukaan laut.Baca juga: Kangkareng Sulawesi, Jenis Istimewa yang Hanya Ada di Indonesia  Pemerintah Indonesia telah menetapkan julang sulawesi sebagai jenis dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar Dilindungi. Sementara IUCN, lembaga konservasi dunia, menetapkan statusnya Rentan [Vulnerable/VU].Menurunnya populasi julang sulawesi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Antara lain, habitat yang rusak akibat pengambilan kayu untuk bahan bangunan rumah, serta perburuan yang dilakukan dengan cara menembak; untuk diambil kepalanya sebagai hiasan dan bulunya sebagai umpan memancing ikan di laut.   [SEP]" "Global Tiger Day: Pendekatan Bentang Alam untuk Kehidupan Harimau Sumatera Perlu Dilakukan","[CLS]   Setiap tanggal 29 Juli, kita memperingatinya sebagai Global Tiger Day.Dalam cerita fabel, harimau didaulat sebagai raja rimba. Ia mempunyai semua atribut sebagai pemimpin yang penuh kekuasaan, berwibawa, disegani bahkan menakutkan. Badannya besar, gigi taring tajam, cakarnya mampu mengoyak mangsa, raungannya keras, serta penjelajah wilayah luas yang memiliki kecepatan berlari.Namun atribut itu membuat si raja rimba dipersonifiasikan dengan sifat sombong. Hanya bisa dikalahkan oleh kecerdikan binatang seperti kancil.Kenyataannya, kehidupan harimau di hutan sangat terancam. Harimau bukanlah binatang yang mudah ditaklukkan, tapi justru diburu oleh pemburu liar, untuk diperdagangkan seluruh bagian tubuhnya.Faktor apa yang membuat kehidupan harimau di Indonesia begitu terancam?Peneliti mamalia dari Pusat Penelitian Biologi LIPI, Profesor Gono Semiadi menilai, manusialah yang sebenarnya menjadi “harimau” seperti dalam kisah fabel itu, sombong, serakah, dan dzalim. Sedangkan harimau yang sebenarnya, tidak demikian adanya. Bahkan, pada dasarnya, harimau menghindari pertemuan dengan manusia.“Dari tiga subspesies harimau yang pernah dimiliki Indonesia, dua subspesies sudah punah, penyebabnya adalah kesombongan dan keserakahan manusia,” terang Profesor Gono Semiadi kepada Mongabay Indonesia, Selasa [27/7/2021].Dua subspesies yang punah itu adalah harimau jawa [Panthera tigris sondaica] dan harimau bali [Panthera tigris balica]. Sedangkan harimau sumatera [Panthera tigris sumtrae] saat ini statusnya Kritis [satu langkah menuju kepunahan di alam liar].Baca: Wawancara Profesor Gono Semiadi: Harimau Jawa Sudah Punah Secara Ilmiah  Kedatangan kolonial Saat kolonial Belanda datang ke Nusantara, ketika itu harimau dianggap sebagai hewan pengganggu untuk kegiatan berkebun. Lalu diadakan perburuan untuk ajang olaraga sekaligus menunjukkan kehebatan." "Global Tiger Day: Pendekatan Bentang Alam untuk Kehidupan Harimau Sumatera Perlu Dilakukan","Padahal, sebelumnya harimau adalah satwa yang sangat ditakuti sekaligus dihormati oleh penduduk lokal. Masyarakat jawa misalnya, terbukti mereka menyebut kucing besar ini dengan nama terhormat, yaitu simbah, kyai, loreng, gembong, maung, hingga lodhaya.Simbah ini pernah hidup di sejumlah hutan di Pulau Jawa, mulai di Jampang Kulon, Taman Nasional Ujung Kulon, Gunung Pangrango, Yogyakarta, Probolinggo, Blitar, Banyuwangi, Tulungagung, hingga Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur.“Kini, tak satu pun hewan karnivora besar itu bisa dilihat lagi. Ia sudah dinyatakan punah secara ilmiah.”Bahkan, pemerintah melalui Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia [LIPI] hanya menyimpan dua spesimen kulit harimau jawa, juga dua harimau bali. Itupun peninggalan Belanda tahun 1910.Gono mengatakan, kepunahan harimau jawa dipercepat dengan masuknya senjata api ke Nusantara pada era kolonial Belanda.“Dorongan berburu karena ada citra figuratif harimau, bahwa yang bisa menaklukkannya atau memiliki bagian tubuhnya, maka akan ada “kekuatan lain” yang menyertai. Terutama, berkaitan dengan kewibawaan dalam memimpin, hingga kehormatan bak raja. Perasaan “I’m the king” yang memotivasi perburuan harimau,” tuturnya.Baca: Peneliti LIPI: Satwa yang Tertangkap Kamera Itu, Lebih Tepat Macan Tutul Ketimbang Harimau Jawa  Dalam kebudayaan Nusantara, ada juga kebiasan membunuh harimau, yaitu ‘rampogan sima’. Seperti gladiator, harimau jawa atau macan tutul dilepas di tengah massa yang membawa tombak untuk membunuh binatang itu.Rampogan ini dilaksanakan untuk menyambut tamu kehormatan termasuk pejabat Belanda. Makna tersiratnya adalah memperlihatkan kekuatan rakyat yang bisa mengalahkan kekuasaan penjajah, yang disimbolkan harimau atau macan.“Tapi itu hanya budaya, tidak sampai memusnahkan. Pemusnah yang efektif ketika itu adalah senjata api yang dibawa Belanda,” tutur Gono." "Global Tiger Day: Pendekatan Bentang Alam untuk Kehidupan Harimau Sumatera Perlu Dilakukan","Namun penyebab terbesar kepunahan harimau jawa adalah pembukaan lahan hutan di Jawa, pada awal tahun 1800 hingga 1990-an, untuk dijadikan perkebunan [kopi, teh, karet] hingga ke wilayah pegunungan. Kondisi ini, menyebabkan habitat harimau jawa kehilangan wilayah jelajahnya, kemudian menimbulkan konflik antara harimau dengan manusia.“Banyaknya konflik tersebut berakibat perburuan menjadi semakin masif.”Puncaknya, hewan ini dinyatakan punah sekitar tahun 1980-an.Baca: Mungkinkah Harimau Sumatera, Jawa, dan Bali Sebagai Satu Subspesies?  Bagaimana nasib harimau bali? Mengutip kompas.com harimau ini awalnya tidak terancam hingga permukim Eropa pertama hadir di Bali, sekitar abad ke-16. Orang-orang Eropa tersebut memulai pembangunan di Bali dan menganggap harimau bali sebagai penganggu. Banyaknya orang Eropa yang datang mengurangi habitat harimau, belum lagi mereka melakukan perburuan sebagai olahraga.Sub-spesies ini kemudian dinyatakan punah pada 1940-an.Saat ini yang tersisa di Indonesia hanya harimau sumatera. Nasibnya juga mengalami perburuan, alasannya sama, demi citra figuratif harimau menambah kewibawaan dalam memimpin, hingga kehormatan bak raja bagi yang memilikinya.Kondisi ini berbanding terbanding dengan masyarakat lokal yang tinggal berdekatan dengan habitat harimau. Mereka menghormati raja hutan itu, terbukti dengan sebutan datuk, puyang, inyiak hingga ompung.“Keberlangsungan hidup harimau ini berada di tangan kita. Dari kisah fabel ini, yang sebenarnya sombong, serakah dan dzalim adalah manusia. Harimau pada faktanya adalah korban justifikasi. Kita harus merevisi pesan moral fabel harimau. Kita yang sesungguhnya menjadi ancaman dari luar [eksternal] bagi harimau,” tutur Gono.Baca: Catatan Akhir Tahun: Melindungi Harimau Sumatera Harus Ada Strategi Komunikasi  Ancaman harimau dari internal" "Global Tiger Day: Pendekatan Bentang Alam untuk Kehidupan Harimau Sumatera Perlu Dilakukan","Namun, ancaman dari luar seperti perburuan dan alih fungsi hutan menjadi perkebunan, pertambangan, dan permukiman bukan menjadi potensi kepunahan harimau satu-satunya. Menurut Dewan Penasihat HarimauKita, Darmawan Liswanto saat ini ada ancaman internal yang mengintai harimau, yaitu penyakit menular.“Selama ini kita melihat ancaman dari luar, tapi kita belum banyak membahas faktor intrinsik dalam populasi atau ekosistem tersebut,” kata Dermawan dalam webinar HarimauKita The Invisible Threats, Rabu [28/7/2021].Dalam webinar yang sama, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati KLHK, Indra Eksploitasia mengatakan, penyebaran penyakit pada satwa dilindungi memang harus menjadi perhatian. Indra meminta kolaborasi multidisiplin untuk mengatasi masalah tersebut.“Keterlibatan medis konservasi sangat penting. Ini akan memastikan kesehatan satwa dan lingkungan menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan,” ujarnya.Salah satu yang harus ditangani, menurut Indra, adalah virus babi afrika yang terkonfirmasi masuk Indonesia sejak Desember 2019. Setelah sebelumnya memasuk Vietnam pada Februari 2019, lalu menyebar ke Kamboja, Laos, Philipina, Myanmar, Timor Leste, kemudian Indonesia.“Pertama kali terkonfirmasi di Sumatera Utara, menyebabkan matinya 47 babi domestik.”Bahkan beberapa peneliti, lanjut Indra, mengatakan virus babi afrika juga ditemukan pada babi celeng. Hal itu menjadi alarm karena dapat mempengaruhi keberadaan populasi harimau di habitat alam.Baca juga: Harimau Sumatera Itu Bagian dari Peradaban Masyarakat  Muliakan alamGuru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor [IPB], Profesor Hadi S. Alikodra dalam buku “Lampung dan Masa Depan Sumatera: Konservasi di Mata Jurnalis” yang diterbitkan Mongabay Indonesia [Mei, 2021], menegaskan cara efektif melindungi satwa liar [harimau sumatera], yaitu dengan memuliakan alam." "Global Tiger Day: Pendekatan Bentang Alam untuk Kehidupan Harimau Sumatera Perlu Dilakukan","Dia menekankan dengan pendekatan bentang alam. Dengan demikian, banyak satwa liar terlindungi.“Apa yang terjadi saat ini, rusaknya hutan dan alam Indonesia, saya pikir merupakan masalah mental manusia dan etika konservasi yang kurang.”Kita butuh manusia-manusia yang konsen, yang mempunyai moral, integritas, dan berwawasan lingkungan.“Manusia yang tidak hanya mengutamakan kepentingan pribadi, tapi juga peduli pada pelestarian lingkungan,” tuturnya.   [SEP]" "Pekerjaan Rumah Mengelola Mangrove Nusantara","[CLS]  Pengelolaan ekosistem mangrove secara nasional yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia selama ini sudah berjalan baik. Bahkan, pengelolaan mangrove secara nasional sudah mengarah kepada terpadu dengan menggabungkan seluruh sumber daya yang ada.Sayangnya, kondisi tersebut ada saat Peraturan Presiden RI Nomor 73 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove masih berjalan. Atau, sebelum Presiden RI Joko Widodo mencabut Perpres tersebut pada 2020.Pakar Mangrove dari Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah, Rudhi Pribadi menyebut kondisi tersebut adalah sesuatu yang tidak diharapkan terjadi di tengah kondisi yang terus membaik dalam pengelolaan mangrove.Akibat pencabutan regulasi tersebut, pengelolaan mangrove mengalami situasi pasang surut yang memicu ada beberapa persoalan. Di antaranya, kelompok kerja mangrove nasional yang sudah sangat diandalkan, terkena imbasnya dan akhirnya harus dibubarkan.“Ada beberapa perubahan terjadi, menyebabkan status kondisi mangrove di Indonesia agak terombang ambing,” ungkap dia kepada Mongabay.baca : Upaya Memulihkan Ekosistem Mangrove yang Kritis  Perubahan tersebut dirasakan oleh masyarakat yang ikut terlibat dalam pengelolaan di lapangan. Ada yang merasa kebingungan dengan situasi yang sedang terjadi, dan ada yang memilih untuk meneruskan pekerjaan dalam mengelola mangrove secara mandiri.Situasi tersebut, menjadi puncak dari perubahan regulasi dalam mengelola mangrove. Sebelum Perpres 73/2012 dicabut, masyarakat lebih dulu menghadapi situasi hampir sama ketika Pemerintah Indonesia memberlakukan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.Pemberlakuan UU tersebut, juga secara langsung memicu banyak perubahan terjadi. Hal itu, karena UU tersebut mengerucutkan pengelolaan mangrove menjadi wewenang Pemerintah Provinsi saja, dan meniadakan wewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota." "Pekerjaan Rumah Mengelola Mangrove Nusantara","Namun demikian, Rudhi Pribadi mengatakan kalau perubahan wewenang tersebut sempat membuat Pemprov merasa gagap dalam mengelola mangrove. Hal itu disebabkan, karena sumber daya yang masih terbatas dan kawasan ekosistem mangrove juga cukup luas untuk dikelola.Untuk bisa menyesuaikan diri dengan UU 23/2014 tersebut, Pemprov memerlukan waktu yang tidak sebentar. Seluruh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) provinsi bahkan baru bisa melakukan penyesuaian pada 2018.Pada tahun tersebut, pengelolaan mangrove mulai dilakukan dengan baik sesuai dengan kebijakan di masing-masing provinsi. Namun, belum berjalan lama penyesuaian tersebut, tanpa diduga Presiden RI kemudian mencabut Perpres 73/2012.Meski sempat menimbulkan kebingungan di lapangan, namun pencabutan Perpres tersebut dalam pelaksanaan di lapangan dinilai tidak ada pengaruh secara langsung. Bahkan, beberapa lokasi kawasan mangrove masih berjalan normal dalam melaksanakan pengelolaan.baca juga : Rehabilitasi Mangrove Hadapi Berbagai Tantangan  Rudhi Pribadi menyebutkan penilaian tersebut ada, karena sejak Perpres dicabut, kelompok kerja mangrove nasional juga kemudian dibubarkan. Padahal, keberadaan pokja tersebut dirasakan sudah banyak membantu dalam mengelola mangrove, karena melibatkan para pihak yang berkompeten.Namun demikian, pemberlakuan UU 23/2014 dan pencabutan Perpres 73/2012 ternyata memunculkan hikmah yang sangat besar. Itu terbukti dengan semakin meningkatnya perhatian Pemerintah terhadap pengelolaan mangrove, dan semakin besarnya peran non Pemerintah di dalamnya. Non PemerintahDia menyebutkan, peran tidak sedikit dari kelompok non Pemerintah tersebut bisa dilihat dari beberapa organisasi non Pemerintah yang sebelumnya hanya fokus pada konservasi di luar mangrove, kemudian mengubah kebijakan dengan melibatkan mangrove sebagai bagian dari sumber daya untuk konservasi." "Pekerjaan Rumah Mengelola Mangrove Nusantara","“Ini sesuatu yang menarik, bahwa ekosistem mangrove menjadi daya tarik bagi swasta, dan masyarakat. Pada awalnya masyarakat tidak merasakan ada peralihan perundangan tersebut, tapi akhirnya mereka bisa survive juga,” jelas dia.Bukti bahwa peran masyarakat semakin bertambah, adalah semakin banyaknya lokasi pengelolaan mangrove yang diinisiasi langsung oleh mereka. Dibandingkan dengan yang dikelola oleh Pemerintah, lokasi-lokasi tersebut bahkan bisa bertahan dan berkembang dengan baik hingga sekarang.“Ini menarik, dalam mengelola ekosistem (mangrove), mestinya tidak harus bergantung penuh kepada Pemerintah,” tambah dia.Dengan fakta tersebut, Pemerintah sebenarnya sangat membutuhkan kehadiran pokja mangrove nasional, karena itu sangat membantu proses pengelolaan di lapangan. Namun, untuk bisa menghadirkan kembali pokja, itu juga tidak akan mudah karena harus ada formula yang tepat.Kehadiran pokja juga menjadi penting, karena selain bisa mendukung kegiatan yang sudah ada, juga akan bekerja dengan lebih teliti dengan cakupan tugas yang luas. Oleh karena itu, selain mengelola ekosistem, juga akan melakukan pemberdayaan masyarakat melalui program kerja yang ada.Cara tersebut berbeda dengan yang sedang dilakukan oleh Pemerintah saat ini, di mana ada program pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang di dalamnya ada program pemulihan ekosistem mangrove. Program tersebut, sasarannya untuk membantu secara ekonomi masyarakat pesisir yang terkena dampak pandemi COVID-19.“Sifatnya bukan hanya charity saja, tapi terprogram dengan baik. Ada unsur monitoring, dan evaluasi. Sehingga untuk melakukannya harus melibatkan banyak pihak. Program Pemerintah kan sangat lemah dalam monitoring dan evaluasi,” jelas Rudhi Pribadi menyebut cara kerja pokja mangrove nasional.baca juga : Apakah Mangrove si Penyerap Karbon Bisa Tergantikan Teknologi?  " "Pekerjaan Rumah Mengelola Mangrove Nusantara","Melihat banyak hal positif dari pengelolaan mangrove yang dilakukan pokja nasional, maka sangat ideal jika pokja kembali dihadirkan dan berdampingan dengan kelompok masyarakat yang sudah melakukan pengelolaan mangrove secara mandiri.“Harusnya saling mendukung jika kelompok kerja mangrove dihidupkan kembali. Itu malah memperkuat dengan apa yang dikerjakan oleh masyarakat,” tambah dia.Selain pokja mangrove nasional, pengelolaan juga akan semakin bagus jika Pemerintah mau membuat peraturan turunan dari semua regulasi yang ada saat ini sampai ke tingkat desa/kelurahan. Peraturan turunan dibutuhkan, karena masih banyak yang belum memahami tentang regulasi yang ada sekarang.Satu lagi, Rudhi Pribadi menyebut bahwa persoalan yang belum teratasi sampai sekarang, adalah ketiadaan jejaring yang kuat dalam melaksanakan pengelolaan mangrove. Tanpa jejaring, maka antara satu provinsi dengan provinsi lain akan melakukan pengelolaan secara individual.“Kegiatan-kegiatan yang sifatnya duplikasi, pengulangan kesalahan-kesalahan yang sama, seharusnya tidak terjadi. Itu terjadi karena jejaring masih lemah,” pungkas dia.Peneliti Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O LIPI) Yahya Ihya Ulumuddin pada kesempatan berbeda menjelaskan bahwa pengelolaan mangrove secara nasional terus berjalan dengan baik, meski Perpres 73/2012 dicabut.Dia menyebutkan bahwa saat ini LIPI sedang melaksanakan pemetaan kondisi mangrove terkini di bawah Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. Pemetaan dilakukan dengna fokus pada pemetaan mangrove yang masih ada dan tidak ada pohon.Kegiatan tersebut meluas dibandingkan pada pemetaan tahun sebelumnya yang fokus pada pemetaan mangrove yang masih ada pohon. Itu artinya, pada tahun tersebut tidak ada pemetaan mangrove yang sudah berubah menjadi areal tambak, mangrove yang ditebang, dan kemudian terkena abrasi." "Pekerjaan Rumah Mengelola Mangrove Nusantara","Untuk tahun ini, pengelolaan juga fokus pada pemulihan ekosistem mangrove yang luasnya ditargetkan bisa mencapai 600.000 hektare pada 2024 mendatang. Kegiatan tersebut menjadi mandat dari Presiden RI Joko Widodo dan dilaksanakan di sembilan provinsi.Selain itu, ada juga yang dilaksanakan di luar sembilan provinsi, namun fokusnya adalah di luar kawasan hutan area ekosistem mangrove. Lahan yang dilakukan rehabilitasi, adalah lahan yang harus jelas statusnya, dan tidak boleh ada sengketa dengan pihak manapun.Bagi Yahya Ihya Ulumuddin, kejelasan status kawasan mangrove menjadi kunci utama dari pengelolaan secara nasional. Kejelasan status kawasan yang ada di dalam dan luar area hutan mangrove, akan mempermudah pengelolaan mangrove secara nasional.perlu dibaca : Menanti Bibit-bibit dari Mangrove Center untuk Hijaukan Pesisir Indonesia  Status LahanDirektur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan (P3K KKP) Muhammad Yusuf mengakui kalau kejelasan status lahan akan memberikan kemudahan dalam mengelola kawasan mangrove.Meski dalam pembagian kawasan, KKP mendapatkan di luar kawasan hutan, namun itu tetap menjadi tantangan yang harus bisa diantisipasi. Mengingat, kawasan di luar hutan itu artinya area mangrove yang akan dikelola belum ditetapkan sebagai kawasan lindung.Dari hasil pembagian, KKP mendapatkan area seluas 64.746 ha atau sekitar 10 persen dari total area yang akan dilakukan rehabilitasi hingga 2024. Seluruh area adalah hutan mangrove yang biasa dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar dalam keseharian.“Dengan fakta tersebut, akhirnya KKP melakukan pemberdayaan (masyarakat). Bahwa mangrove penting bagi mereka, dan selama ini mereka menebangnya untuk kayu bakar, arang, menjadi tambak. Itu adalah tantangan,” jelas dia." "Pekerjaan Rumah Mengelola Mangrove Nusantara","Selain tantangan di atas, Muhammad Yusuf menerangkan jika KKP juga menghadapi tantangan lain dalam melaksanakan rehabilitas mangrove di bawah Kemenko Marves. Tantangan tersebut, tidak lain karena data yang ada ternyata berasal dari data lama.Sementara, setelah dilakukan pembaruan data, didapatkan fakta bahwa area seluas 64.746 ha yang menjadi bagian KKP, 50 persen di antaranya sudah terkonversi menjadi area tambak, dan juga tanah kering. Hasil itu didapat setelah dilakukan analisa selama sepuluh tahun.Untuk mengatasi persoalan tersebut, KKP mencari jalan keluar dengan mencari lahan yang baru yang ada di luar kawasan hutan. Penggantian dilakukan, agar luas area bisa tetap utuh 100 persen sesuai dengan pembagian.“Yang sudah terkonversi tidak bisa dikembalikan menjadi ekosistem mangrove. Area eks tambak udang tidak bisa dipulihkan, namun eks tambak untuk ikan dan bandeng masih bisa dipulihkan,” terang dia.Di luar pengelolaan yang ada di bawah Kemenko Marves, KKP juga melakukan pengelolaan mangrove secara mandiri dan ditargetkan bisa mencapai luasan hingga 1.800 ha. Seluruh lahan tersebut akan diupayakan agar statusnya sudah tidak bermasalah lagi.  Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP Hendra Yusran Siry menambahkan, area mangrove yang menjadi tanggung jawab KKP untuk dikelola, terlebih dahulu dicek terkait kejelasan status lahannya.“Jika sampai ketahuan bahwa itu lahan milik masyarakat, maka harus dicek dengan benar. Kita tidak ingin ada masalah di kemudian hari,” tutur dia.Diketahui, dari total 3,3 juta ha area mangrove yang ada di Indonesia, seluas 2.673.583 ha atau 81 persen dalam kondisi baik. Sedangkan, sisanya yang luasnya mencapai 637.624 ha kondisinya kritis dan saat ini masuk dalam program rehabilitasi nasional." "Pekerjaan Rumah Mengelola Mangrove Nusantara","Dari total luas kawasan mangrove yang berstatus kritis tersebut, seluas 460.210 ha adalah masuk dalam kawasan hutan, dan sisanya seluas 177.414 ha adalah ada dalam luar kawasan hutan. Untuk pengelolaan kawasan kritis, saat ini ada dalam tiga instansi.Seluas 483.194 ha atau 75,78 persen pengelolaannya ada dalam wewenang Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM). Kemudian, seluas 89.685 ha atau 14,07 persen pengelolaannya ada di bawah wewenang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).Terakhir, area mangrove yang luasnya mencapai 64.746 ha atau 10,15 persen adalah kawasan rehabilitasi yang pengelolaannya ada di bawah KKP, lembaga swadaya masyarakat (LSM), program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), dan lain-lain.  [SEP]" "Politik Hukum Pemulihan Gambut dan Mangrove","[CLS]   Masa pandemi COVID-19, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Presiden No. 120/2020 tentang Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (Perpres No 1/2020). Perpres ini menggantikan Perpres No. 1/2016 tentang Badan Restorasi Gambut (Perpres No 1/2016). Dengan kelahiran Perpres No 120/2020 maka perdebatan tentang nasib BRG terjawab.Kebijakan negara dalam pemerintahan Jokowi memandang perlu masih perlu pemulihan gambut (restorasi gambut).Usia BRG berakhir 2020 seperti mandat No 1/2016 yang tegas mengatur itu, kala itu, berbagai skenario terhadap nasib BRG muncul. Apakah terhadap pemulihan gambut dikembalikan ke instansi teknis sebagaimana diatur di dalam UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 32/2009 atau lanjut proses pemulihan gambut? Atau apakah malah di bawah Badan Nasional Penanggulangan Bencana?Simulasi ini pernah menjadi diskusi dan memancing polemik di kalangan akademisi dan peminat pemulihan gambut.Apabila melihat regulasi seperti UU No. 32/2009, PP No. 71/2014 junto PP No. 57/2016, maka lembaga yang mendapatkan mandat untuk menjadi “pemaksa” perintah pemulihan gambut adalah “Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan”.  Politik hukum kemudian dimandatkan KLHK. Mandat ini dapat dilihat Permen LHK No P.18/MenLHK -II/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK No. 18/2015). Permen ini menghapuskan Permenhut No 33/2012 dan Permen LH No 18/2012.Untuk mengatur teknis kemudian pengaturan gambut di dalam Pasal 642 Permen LHK No 18/2015, lalu ada Direktorat Pengendalian Kerusakan Gambut (Direktur Gambut). Direktur gambut di bawah Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (Dirjen PPKL)." "Politik Hukum Pemulihan Gambut dan Mangrove","Melihat kebakaran masif pada 2015, Jokowi kemudian membentuk badan yang melaksanakan restorasi gambut. Harapannya, badan ini dapat menjadi tugas proses percepatan pemulihan kawasan dan pengembalian fungsi hidrologi gambut akibat kebakaran yang khusus, sistematis, terarah, terpadu dan menyeluruh.Pertimbangan Jokowi membentuk badan yang bertugas pemulihan gambut dikenal sebagai politik hukum. Sebuah konsepsi yang melekat kewenangan Jokowi sebagai presiden.  Angin segarMenilik semangat dari Pemerintahan Jokowi yang masih memandang pekerjaan pemulihan gambut harus lanjut, termasuk capaian yang hendak diraih, Perpres No 120/2020 merupakan angin segar. Dengan pelaksanaan percepatan pemulihan gambut lanjut, maka pemulihan dapat memperbaiki kehidupan lingkungan jadi lebih baik.Tidak hanya mengatur di sektor gambut, wewenang Badan Restorasi Gambut justru diperluas. Tak hanya pemulihan gambut, juga mangrove.Kalau membicarakan gambut dan mangrove memang menarik perhatian publik di Indonesia terlebih mengaitkan itu dengan berbagai kebakaran, terutama yang masif terjadi di Sumatera dan Kalimantan.Pada 2015, beberapa provinsi di Sumatera dan Kalimantan lumpuh. Aktivitas setop. Jutaan orang terdampak, terpapar asap dan banyak orang alami gangguan kesehatan. Penerbangan nyaris berhenti. Ia jadi kenangan pahit di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah maupun Kalimantan Selatan.Bahkan, dampak kebakaran 2015, hampir seluruh Pulau Sumatera dan Kalimantan tertutup asap. Singapura dan Malaysia kemudian merasakan getahnya dari kebakaran itu.Kondisi ini, menyebabkan Jokowi menerbitkan Perpres No 1/2016 untuk perintah pemulihan gambut. Perintah pemulihan gambut kemudian berakhir pada 2020.Dalam regulasi, membicarakan gambut dan mangrove tidak bisa lepas dari UU PPLH. Di dalam UU No. 32/2009 pengaturan gambut dan mangrove ditempatkan sebagai kawasan esensial.  " "Politik Hukum Pemulihan Gambut dan Mangrove","UU PPLH menyebutkan, sebagai ecoregion. UU ini menyebutkan ecoregion adalah wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora dan fauna asli serta pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan integritas sistem alam dan lingkungan hidup. Berbagai literatur kemudian menempatkan “rawa, gambut, sungai, savana, pesisir, laut, karst”.Regulasi kemudian menegaskan didalam penjelasan Pasal 24 ayat (1) PP No. 28/2011 sebagai kawasan ekosistem esensial adalah “karst”, lahan basah (danau, sungai, rawa, payau) dan wilayah pasang surut, mangrove dan gambut”.Pada Peraturan Pemerintah No. 28/2011 kemudian mendefinisikan sebagai kawasan esensial yang terdiri dari “ekosistem esensial lahan basah dan ekosistem terrestrial”. “Ekosistem lahan basah” kemudian terdiri dari danau, sungai, payau, rawa, mangrove dan gambut’.Ketika gambut sebagai kawasan esensial berdasarkan PP No. 28/2011 juga ditegaskan sebagai “kawasan plasma nutfah spesifik dan atau endemik” seperti tercantum dalam Pasal 9 ayat (4) PP No. 71/2014.Capaian restorasi gambut seluas 780.000 hektar (88%) dari total restorasi gambut di luar konsesi dan terlibat 109 perusahaan perkebunan seluas 442.000 hektar (79,6%), maka perlu lembaga untuk melanjutkan tugas pemulihan ini. Pekerjaan memulihkan gambut, juga mangrove masih banyak. Semangat politik hukum pemulihan harus lanjut. *Penulis adalah aktivis lingkungan dan advokat. Tinggal di Jambi ****Foto utama: Lokasi Hutan Lindung Gambut Londerang . Foto: Elviza Diana/ Mongabay Indonesia  [SEP]" "Cerita Petani Perempuan dari Madura","[CLS]      Peran perempuan di sektor pertanian sangat besar. Satu contoh di Dusun Bates, Desa Ragang, Kecamatan Waru, Pamekasan, Madura, perempuan petani terlibat dalam proses bercocok tanam dari persemaian sampai panen.Nurhayati Sumani, perempuan tani Bates mengatakan, para perempuan terlibat dalam pertanian mulai menyiapkan benih persemaian, menyiram, menanam, membersihkan hama atau rumput sekitar tanaman, sampai memanen. Tak hanya memanen, bahkan mereka juga memanggul hasil panen dari ladang ke rumah.Kalau mulai menanam maupun panen, katanya, sanak keluarga maupun tetangga saling bantu. “Urun kerja untuk meringankan dan mempercepat pengerjaan. Tidak pasti berapa orang dalam satu kelompok. Kan kebiasaan warga masih ada ikatan darah, biasa membangun rumah berdampingan. Misal ada 10 keluarga, bisa ada 10 perempuan bergabung urun kerja,” katanya.Kelompok itu tanpa label, hanya bekerja dari satu ladang ke ladang lain di antara mereka secara bergantian. “Jadi, misal hari ini punya saya, besok bisa pindah ke ladang orang lain.”Laki-laki petani juga menerapkan sistem urun kerja yang sama. Selama pekerjaan anggota kelompok tidak selesai, akan terus bergantian fokus pada mengerjakan anggota urun kerjanya.Kalau ada waktu, kelompok urun kerja baik laki-laki maupun perempuan petani, sesekali memenuhi panggilan kerja jadi buruh tani ladang lain di luar kelompok urun kerja mereka. Buruh tani biasa disebut dherrebbhân.Masodah, perempuan petani lain mengatakan, biasa ambil kerja dherrebbhân. Baginya, jadi perempuan petani harus memecah pikiran, satu sisi harus cekatan bertani dan hampir tiap hari harus ke ladang. Sisi lain, harus menjadi manajer di rumah. Mulai dari urusan kebersihan dan kerapihan rumah sampai mungkin mengatur keuangan untuk kebutuhan keluarga.“Uang hasil dherrebbhân juga untuk kepentingan bersama di rumah. Suami memang juga bekerja dherrebbhân. Tidak setiap hari. Hasil dherrebbhân saya gunakan membantu keuangan di rumah.”" "Cerita Petani Perempuan dari Madura","Hampir semua perempuan petani di sana punya peran sama.Suyamah, perempuan tani lain menceritakan, perihal peran petani perempuan.  Di daerah Suyamah, Dusun Angsanah Barat, Desa Bangkes, Pamekasan, perempuan petani tak menerapkan urun kerja antara satu sama lain. Misal ada panggilan kerja di ladang milik tetangga, dia tidak menolak. Di sana, sistem pekerjaan demikian, disebut ombhâlân.Kalau ada kerjaan ombhâlân, dia biasa ajak ibu-ibu lain. Saat musim panen cabai, dia lebih sering menerima orderan ombhâlân.“Seperti ombhâlân untuk panen cabai, ya setengah hari dibayar Rp40.000 ditambah makan. Kalau sehari penuh Rp80.000.” katanya.Di kampung Suyamah, cari bibit maupun bahan untuk perawatan tanaman biasa oleh laki-laki.Siti Inayah, kader petani perempuan Serikat Petani Indonesia (SPI), memandang, perempuan petani memegang peran sangat penting. Setiap pekerjaan yang berkaitan dengan pertanian dalam sebuah institusi keluarga pasti melibatkan perempuan.Dalam pertanian, katanya, laki-laki dan perempuan itu memiliki hak sama. Mereka bisa sama-sama bekerja di lahan maupun di ladang.Di Indonesia, katanya, perempuan petani adalah penyedia pangan keluarga dan kebanyakan bisa melakukan pemilihan dan pemulihan benih secara turun temurun.Seharusnya, peranan ini tak tergeser oleh kapitalisme. Benih-benih yang disediakan ibu-ibu petani perempuan telah dirampas korporat yang menyediakan benih-benih transgenik.Pada 2014, Food and Agriculture Organization (FAO) menyatakan pertanian berbasis keluarga sedemikian erat dengan ketahanan pangan global. Sampai sekarang, merupakan dekade pertanian berbasis keluarga.Namun dia khawatir, pertanian berbasis keluarga akan terrampas oleh pertanian-pertanian korporat pertanian.“Jika ini terjadi, otomatis akan menggeser peran-peran perempuan dalam dunia pertanian. Karena mereka tidak menjadi subyek dalam pertanian tetapi para perempuan petani akan jadi buruh-buruh dari perusahaan-perusahaan itu,” katanya." "Cerita Petani Perempuan dari Madura","Inayah menyinggung soal perempuan petani berhadapan dengan konflik lahan. Dia bilang, keterlibatan perempuan petani dalam menghadapi konflik lahan begitu nampak.Ketika ada konflik lahan, rata-rata perempuan ikut mengambil bagian dalam pengambilan keputusan bahkan ketika ada demo mereka selalu di garda terdepan.Bagaimana nasib petani perempuan jika berhadapan dengan budaya partiarki? Dewasa ini, katanya, seiring dengan kesadaran, kesetaraan gender dan pendidikan yang ada di Indonesia, budaya patriarki cenderung berkurang terutama di wilayah Jawa.Dia contohkan, di Jawa Tengah, Kabupaten Pati, kepemilikan lahan tidak hanya laki-laki tetapi perempuan terutama dalam sertifikat tanah.“Sebenarnya, bukan hanya budaya patriarki yang perlu dilawan ketika bicara pertanian dari sudut pandang gender, budaya global yang tidak sesuai budaya lokal juga perlu ditentang,” kata representative women articulation untuk petani perempuan La Via Campesina di Asia Tenggara dan Asia Timur ini.Soal akses pengetahuan pertanian bagi petani perempuan, katanya, dewasa ini anggota Serikat Petani Indonesia khusus perempuan sudah mempunyai kesempatan meningkatkan pendidikan, seperti pendidikan pertanian, pendidikan tentang agroekologi. Bahkan, SPI sebagai anggota La via Campesina juga memberikan akses khusus petani perempuan.“Di SPI ada yang namanya Woman Articulation La Via Campesina atau Gerakan Petani Internasional. Ada artikulasi untuk petani perempuan.”  Dardiri Subairi, pegiat lingkungan dari Barisan Ajaga Tanah Ajaga Na’poto (Batan) di Sumenep, memandang, perempuan petani makin terpinggirkan karena begitu masif perampasan ruang hidup mereka.Yang paling kena dampak dari perampasan ruang hidup tadi adalah perempuan. “Di samping perempuan makin tersingkir dari Sumber sumber ekonomi pertanian, dia makin berat menghadapi beban ganda sebagai seorang ibu rumah tangga sekaligus mencari nafkah,” katanya." "Cerita Petani Perempuan dari Madura","Dari sisi penyedia ketahanan pangan saja perempuan petani begitu berjasa. Perempuan petani memiliki peran luar biasa dalam ekonomi keluarga, terutama sektor pertanian.Dalam hal perbincangan antara perempuan petani dan konflik lahan di Madura, Dardiri melihat, perempuan perlu didorong tertarik isu agraria.“Selama ini, isu gender atau feminisme, yang saya lihat, hanya menguntungkan perempuan kelas menengah terdidik. Isu gender jarang digeser ke isu-isu yang riil dialami perempuan kelas bawah,” katanya.Dalam akses pengetahuan pertanian untuk perempuan petani Madura, mereka hanya merawat kearifan lokal dari generasi sebelumnya. Pengetahuan yang didesiminasi pejabat resmi pertanian bukan membebaskan petani, termasuk petani perempuan. Pihak terkait lebih menyuarakan kepentingan negara dan korporasi macam bibit dan pupuk.Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) hasil Survei Pertanian antar Sensus (Sutas) 2018, petani perempuan di Indonesia sekitar 8 juta orang. Hampir 24% dari 25,4 juta petani adalah perempuan.BPS juga mencatat, rumah tangga usaha pertanian dengan perempuan sebagai pemimpin dalam rumah tangga sekitar 2,8 juta rumah tangga. Data itu menegaskan, perempuan yang terlibat dalam sektor pertanian cukup banyak dan berpeluang bisa diberi peran strategis sebagai upaya mendukung pertanian.Menurut Dian Pratiwi Pribadi, dari FIAN Indonesia, perempuan petani, nelayan, atau produsen pangan lain masih dalam posisi subordinat dibanding laki-laki terutama dari sudut pandang kebijakan.Dia contohkan, perempuan nelayan belum diakui sebagai profesi khusus hingga tidak bisa mengakses program pemerintah.“Peran mereka makin tidak diakui seiring perkembangan teknologi mekanisasi dan informasi. Dalam pertanian tradisional, perempuan berperan penting dalam merawat benih, membuat pupuk alami, sampai ke pasar menjual hasil tani sambil berinteraksi dengan banyak orang disana sebagai satu modal sosial,” katanya." "Cerita Petani Perempuan dari Madura","Peran-peran ini, tergantikan pabrik dan supermarket seiring menghilangnya modal sosial dan nilai-nilai budaya. Padahal, pertanian subsisten atau skala rumah tangga yang dipimpin perempuan terbukti mampu bertahan dari serangan krisis pangan dan ekonomi. Selamat Hari Tani! *****Foto utama:  Petani perempuan di Pamekasan, Madura, sedang panen cabai. Foto: Gafur Abdullah/ Mongabay Indonesia [SEP]" "Peran Penting Penjaga Ketertiban dan Pengamanan Laut","[CLS]  Keamanan dan keselamatan kapal ikan saat melakukan pelayaran untuk menangkap ikan, menjadi bagian sangat penting yang selalu diharapkan oleh semua orang yang terlibat di dalamnya. Bagi kru kapal dan nakhoda, poin tersebut harus bisa diwujudkan dengan cara apa pun.Salah satu peran yang bisa didorong untuk mewujudkan keamanan dan keselamatan pelayaran kapal ikan, adalah syahbandar dan pelabuhan perikanan yang ada di seluruh Nusantara. Kedua pihak tersebut, menjadi garda terdepan keselamatan dan keamanan pelayaran.Agar peran tersebut bisa berjalan maksimal, maka semua pihak yang terlibat harus bisa taat menjalankan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan di Bidang Kelautan dan Perikanan.Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (PT KKP) Muhammad Zaini, penguatan fungsi syahbandar dan pelabuhan perikanan menjadi kunci untuk memberikan jaminan keselamatan dan keamanan pelayaran kepada kapal ikan.“Tugas dan fungsi syahbandar di pelabuhan perikanan sangat penting dalam bertanggung jawab mengeluarkan administrasi bagi kapal perikanan. Mereka harus memastikan keamanan dan keselamatan operasional bagi kapal perikanan,” ungkap dia belum lama ini di Jakarta.baca : Mengganggu Aktivitas, Puluhan Bangkai Kapal Dibersihkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong  Dia mengatakan, peran syahbandar sangat penting di pelabuhan karena memiliki wewenang untuk mengeluarkan persetujuan berlayar (PB) jika kapal perikanan dinilai sudah memenuhi syarat laik laut, laik tangkap, dan laik simpan.Selain untuk keamanan dan keselamatan pelayaran, dokumen PB juga menjadi salah satu bentuk upaya untuk mengendalikan sumber daya perikanan dengan mencegah aktivitas penangkapan ikan secara ilegal, tak dilaporkan, dan tidak sesuai dengan regulasi (IUUF)." "Peran Penting Penjaga Ketertiban dan Pengamanan Laut","Tak cuma itu, di mata Muhammad Zaini, syahbandar juga berperan penting untuk memberikan perlindungan kepada awak kapal perikanan (AKP). Caranya, adalah dengan mengawal penerbitan perjanjian kerja laut (PKL) antara AKP dengan pemilik kapal perikanan.Peran tersebut sangat penting untuk dijalankan, karena bisa mengawal hak dan kewajiban AKP bisa terpenuhi sebelum, saat, dan setelah kapal melakukan aktivitas penangkapan ikan di laut. Hak dan kewajiban itu termasuk di dalamnya adalah jaminan sosial dan asuransi. Penjaga LautUntuk saat ini, jumlah syahbandar di pelabuhan perikanan mencapai 114 orang dan ditempatkan di 121 pelabuhan perikanan di seluruh Indonesia. Jumlah tersebut, diakui masih sedikit, karena pelabuhan perikanan yang ada saat ini jumlahnya mencapai 538 lokasi.Data terserbut merujuk pada Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 6 Tahun 2018 tentang tentang Rencana Induk Pelabuhan Perikanan Nasonal. Untuk itu, diperlukan adanya penambahan syahbandar hingga mencapai jumlah ideal menyesuaikan dengan jumlah pelabuhan perikanan.baca juga : Kala Tol Laut dan Pelabuhan Peti Kemas Depapre Mulai Operasi  Muhammad Zaini menyebutkan, penambahan personel kesyahbandaran perikanan pada tahap awal akan dilakukan untuk operasional 260 pelabuhan perikanan. Itu artinya, dengan jumlah yang sudah ada sekarang, diperlukan sedikitnya 146 orang untuk mengisi posisi syahbandar.“Syahbandar di pelabuhan perikanan akan banyak berperan di pelabuhan perikanan,” tegas dia.Berkaitan dengan keamanan wilayah perairan, Kementerian Perhubungan RI juga sudah berkomitmen untuk menjaganya dengan kekuatan penuh. Termasuk, dengan menetapkan lima pangkalan penjagaan laut dan pantai (PLP) yang ada di Indonesia sebagai basis pengamanan perairan Indonesia." "Peran Penting Penjaga Ketertiban dan Pengamanan Laut","Kelima pangkalan tersebut, adalah Pangkalan PLP Kelas 1 Tanjung Priok (Jakarta), Pangkalan PLP Kelas II Tanjung Uban (Bintan, Kepulauan Riau), Pangkalan PLP Kelas II Tanjung Perak (Surabaya, Jawa Timur), Pangkalan PLP Kelas II Bitung (Sulawesi Utara), dan Pangkalan PLP kelas II Tual (Maluku).Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) Kemenhub RI Ahmad menjelaskan, kehadiran lima Pangkalan PLP tersebut akan mendukung penguatan upaya untuk menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran.“Juga perlindungan lingkungan maritim di wilayah perairan Indonesia,” ucap dia.baca juga : Bekerja sebagai Nelayan, Berarti Siap Bertaruh Nyawa  Sebelum berganti nama menjadi Pangkalan PLP, dulunya institusi tersebut bernama Armada Penjagaan Laut dan Pantai dan berdiri pada 26 Februari 1988 melalui Keputusan Menteri Perhubungan RI Nomor 18 Tahun 1988 tentang Organisasi dan Tata Kerja Armada Penjagaan Laut dan Pantai.Empat belas tahun kemudian, tepatnya pada 2002, Armada Penjagaan Laut dan Pantai berubah menjadi Pangkalan PLP melalui Kepmen Hub RI Nomor 65 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pangkalan Penjagaan Laut dan Pantai.Ahmad menerangkan, tugas utama dari Pangkalan PLP adalah berpatroli untuk melaksanakan penegakan hukum di laut, teruama kepada kapal-kapal yang memasuki wilayah perairan Indonesia. Patroli itu dilakukan kepada kapal berbendera Indonesia ataupun asing. Pengawas PerairanSalah satu yang mengemban peran penting itu adalah Pangkalan PLP Tanjung Priok yang markas besarnya ada di bagian utara Jakarta. Sebagai penjaga keamanan wilayah perairan laut, Pangkalan PLP juga bertugas untuk menyusun rencana, program, evaluasi, melaksanakan penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana pelayaran." "Peran Penting Penjaga Ketertiban dan Pengamanan Laut","Rinciannya, Pangkalan PLP bertugas untuk mengawasi dan menertibkan kegiatan salvage dan pekerjaan bawah air, penyelaman, instalasi eksplorasi dan eksploitasi, bangunan di atas dan di bawah air. Kemudian, memberikan bantuan dan pencarian pertolongan musibah di laut, dan penanggulangan kebakaran.Salvage adalah pekerjaan untuk memberikan pertolongan terhadap kapal dan atau muatannya yang mengalami kecelakaan kapal atau dalam keadaan bahaya di perairan, termasuk mengangkat kerangka kapal atau rintangan bawah air atau benda lainnya.“Selain itu, sebagai pelaksana pengamanan dan pengawasan sarana bantu navigasi pelayaran serta penanggulangan pencemaran di perairan. Pelaksanaan pelatihan pengawakan kapal dan instalasi, serta pelaksanaan pengadaan, pemeliharaan, perbaikan dan dukungan logistik,” papar dia.perlu dibaca : Negara Harus Telusuri Kapal Ikan Tak Berizin  Secara administrasi, batas wilayah kerja Pangkalan PLP Tanjung Priok mencakup wilayah perairan sebelah barat Provinsi Sumatera Utara dan Sumatera Barat, seluruh perairan Sumatera Selatan, Bengkulu, Jambi, Bangka, Belitung, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan sekitarnya.Bagi Kemenhub RI, penjagaan wilayah perairan laut Nusantara menjadi momen krusial yang harus senantiasa dilakukan oleh masing-masing instansi yang sudah ditugaskan. Penjagaan laut juga berperan penting untuk membatasi berbagai aktivitas ilegal yang bisa muncul kapan saja di laut.Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kemenhub RI Agus H Purnomo mengatakan, untuk bisa memaksimalkan pengawasan dan penjagaan wilayah perairan laut, pihaknya melakukan revisi sejumlah regulasi yang saat ini, seperti Peraturan Menteri Perhubungan RI Nomor 61 Tahun 2019 Kelaiklautan Kapal Penumpang Kecepatan Tinggi Berbendera Indonesia.“Revisi kami lakukan agar penerapan di lapangan lebih tegas dan menggigit,” jelas dia." "Peran Penting Penjaga Ketertiban dan Pengamanan Laut","Selain revisi, penjagan dilakukan dengan melakukan koordinasi bersama instansi lain yang terlibat, seperti TNI Angkata Laut, Kepolisian RI (Polri), Badan Keamanan Laut (Bakamla), dan pihak terkait lain untuk mencegah terjadinya pelanggaran yang terjadi di perairan.Bentuk pelanggaran yang terjadi, contohnya adalah pelanggaran batas kecepatan kapal untuk jenis high speed craft, Unity off Effort, penegakan penerapan Automatic Identification System (AIS), kegiatan ship to ship secara ilegal oleh kapal asing, dan pengawasan pelabuhan ilegal /tikus.Contoh bentuk pelanggaran, dilakukan oleh kapal berbendera Iran, MT Hourse dan berbendera Panama, MT Freya pada Januari 2021. Keduanya diduga melanggar karena melakukan kegiatan ship to ship secara ilegal di perairan Pontianak, Kalimantan Barat.  [SEP]" "Food Estate di Hutan Alam dan Gambut Rawan Perburuk Krisis Iklim","[CLS]     Kebijakan pengembangan pangan skala besar (food estate) yang gunakan hutan alam dan lahan gambut khawatir memicu kerusakan parah hingga bisa memperburuk krisis iklim. Berbagai kalangan mendesak pemerintah mengeluarkan hutan alam dan gambut dari pengembangan food estate.Yayasan Madani Berkelanjutan menyorot tiga hal terkait proyek food estate. Pertama, hutan alam dan ekosistem gambut, kedua, potensi nilai kayu yang ditebang di area of interest (AoI) food estate dan, ketiga, konstruksi kebijakan untuk mendukung pelaksanaan itu.Data Madani Berkelanjutan, lebih 1,57 juta hektar hutan alam dalam area food estate tersebar di empat provinsi, yakni, Kalimantan Tengah, Papua, Sumatera Utara dan Sumatera Selatan. Area ini disebut AoI, terluas di Papua sekitar 1,38 juta hektar.Ada sekitar 1,4 juta hektar atau 40% ekosistem gambut berada di AoI food estate pada empat provinsi, paling luas di Papua (87.8%) dan Kalimantan Tengah (9,4%). Lebih dari setengah atau 51,4% itu hutan alam.Rinciannya, 582.000 hektar gambut lindung dan 838.000 hektar budidaya. “Jika deforestasi, ditebang hutan, dikeringkan, dibuka, risiko kebakaran hutan dan lahan akan meningkat tajam,” kata Anggalia Putri, Manajer Manajemen Pengetahuan Yayasan Madani Berkelanjutan, dalam diskusi daring belum lama ini.Kondisi ini, katanya, akan memicu bencana. Bencana asap, katanya, terbukti terjadi di Kalteng beberapa tahun lalu karena pembukaan lahan gambut masif.Anggie, sapaan akrabnya mengatakan, luasan AoI pada empat provinsi hampir seluas Jawa Barat sekitar 32.023 hektar (Sumatera Selatan), 61.094 hektar (Sumatera Utara), 311.793 hektar (Kalimantan Tengah) dan 3.287.110 hektar (Papua).“Luas hutan alam yang berisiko hilang atau terdampak food estate hampir tiga kali Bali. Kalau semua ditebang, hampir 88% di Papua,” katanya. Baca: Pelibatan Petani dalam Proyek Food Estate d Kalteng Tak Jelas " "Food Estate di Hutan Alam dan Gambut Rawan Perburuk Krisis Iklim","Selain itu, lahan gambut terbuka dapat melepaskan karbon dalam jumlah besar dan menghambat ketercapaian komitmen iklim Indonesia. Terutama, hutan alam dan gambut jadi rawan kebakaran hutan dan bencana lain.Menurut dia, ancaman terbesar bukan pada hutan lindung karena luasan 278.121 hektar atau 8%, Sangat mengkhawatirkan, katanya, banyak menyasar hutan alam di hutan produksi, hutan alam di alokasi penggunaan lain, hutan produksi dan lain-lain.Selain itu, ada nilai potensi keuntungan kayu dengan menjual kayu di AoI food estate. Berdasarkan penghitungan moderat—belum menghitung nilai kayu dalam hutan primer Papua—, dari 1,57 juta hektar hutan alam atau 243 juta m3 mencapai Rp209,36 triliun.“Secara hukum, untuk menebang hutan ini boleh, karena dikecualikan dalam pemberian izin baru hutan dan gambut. Karena ini program kedaulatan pangan,” katanya seraya bilang hampir satu juta hektar AoI food estate di Papua masuk peta indikatif penghentian pemberian izin baru (PIPPIB).Dia mengatakan, masa depan ekonomi Indonesia tangguh kalau secara ekologis kuat saat hutan alam dan gambut tak berubah besar-besaran untuk kepentingan pembangunan, termasuk food estate. Masa depan pangan dan pertanian Indonesia, katanya, malah akan terjaga kalau hutan dan gambut terjaga.Anggie bilang, masalah pangan di Indonesia itu berkaitan dengan penyusutan petani, usia petani makin menua, kesejahteraan rendah, kesenjangan kepemilikan lahan sampai dampak perubahan iklim yang berpengaruh pada produksi pangan.Kebijakan food estate pemerintah, katanya, jauh dari menjawab permasalahan kedaulatan pangan Indonesia terlebih di tengah situasi pandemi COVID-19 ini.Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23/2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan, merupakan turunan UU Cipta Kerja menyebutkan, boleh pelepasan kawasan hutan tak hanya hutan produksi konversi juga produksi tetap." "Food Estate di Hutan Alam dan Gambut Rawan Perburuk Krisis Iklim","“Tidak ada larangan melepas kawasan hutan yang masih berhutan alam atau produktif dan boleh memanfaatkan (menebang) kayu.” Baca: Was-was Aturan Lahan Food Estate di Kawasan Hutan Kebijakan ini juga makin jadi ancaman hutan alam dan gambut, katanya, dengan tak kenakan PNBP pelepasan kawasan hutan, Kegiatan,katanya, bisa bersamaan dengan tata batas kawasan hutan. Food estate juga boleh melalui penggunaan kawasan hutan di hutan produksi dan lindung untuk pertanian tertentu guna ketahanan pangan dan energi.“Apakah ini dalih mengambil kayu dari hutan alam di food estate secara legal? Kayu-kayu ini akan dibawa kemana?”Bagi Anggie, food estate yang identik dengan ‘pakai lahan besar’ masih abai pangan Indonesia. Keadaan ini, katanya, kemungkinan terkait politik pangan pemerintah masih belum berpihak pada petani kecil.Laju konversi lahan pertanian pun terus meningkat karena perlindungan dan pemberdayaan lahan pertanian minim, Juga kurang adaptasi dampak perubahan iklim, serta korupsi sumber daya alam.“Kami berharap dikeluarkan saja hutan alam dan ekosistem gambut dan wilayah masyarakat adat maupun lokal dari area food estate,” katanya.Pemerintah, katanya, perlu benar-benar menjalankan prinsip-prinsip tata kelola yang baik, transparansi, partisipasi dan akuntabilitas, dalam pelaksanaan program pembangunan ini.Dwi Andreas Santosa, Guru Besar Fakultas Pertanian IPB mengatakan, proyek food estate tak akan menyelesaikan permasalahan pangan Indonesia kalau gunakan pola saat ini.Soal penebangan kayu, katanya, isu lama saat pengembangan gambut satu juta hektar di Kalteng. “Yang terjadi saat ini, dampaknya tidak berkesudahan.”Dia menyebutkan food estate masa lalu selalu muncul dengan masalah dan gagal. Proyek ini, katanya, mengingkari kaidah-kaidah akademis. Ada empat pilar pengembangan lahan pangan, yakni, kelayakan tanah dan agroklimat, kelayakan teknologi, kelayakan infrastruktur dan kelayakan sosial dan ekonomi." "Food Estate di Hutan Alam dan Gambut Rawan Perburuk Krisis Iklim","“Kalau saya melihat food estate di Kalimantan Tengah selain keinginan pemerintah meningkatkan produksi sebenarnya ada nuansa batin yang lain.”Wilayah itu, katanya, sudah porak-poranda. “Sawah ada, pernah terkelola hanya 2-3%. Jangan berharap wilayah itu akan memecahkan persoalan pangan nasional.”  Tantangan Rizaldi Boer, Direktur Eksekutif Centre for Climate Risk and Opportunity Management in Southeast Asia and Pacific (CCROM-SEAP) mengatakan, food estate bukanlah wacana baru. Langkah ini perlu perencanaan matang agar tidak terjadi kesalahan sama.Potensi penggunaan hutan alam dan gambut dia bilang jadi kekhawatiran. Sektor kehutanan, katanya, memiliki beban 17% dalam upaya penurunan target nationally determined contributions (NDC) dari target 29%.“Sebagian besar 17% itu hanya bisa dicapai melalui penurunan deforestasi signifikan, perbaikan pengelolaan lahan gambut. Dua-duanya ini terancam dengan ada food estate. Tentu akan makin berat bagi Indonesia dalam mencapai target NDC.”Dia mengatakan, food estate perlu perencanaan matang agar tidak mengulangi kesalahan dan kegagalan program sama masa lampau.Dalam diskusi terpisah, Muhammad Wahyu Agang, Tim Ahli Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) food estate Kalteng menyampaikan, areal yang diajukan tidak berpotensi lagi secara ekologis. “PIPPIB, kawasan primer, lindung dan gambut akan kami hindari,” katanya.Ada enam muatan yang dipertimbangkan dalam menyusun dokumen ini, yakni, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, risiko bencana, jasa lingkungan, potensi sumber daya alam, perubahan iklim dan keragaman hayati.Dia membenarkan, konsultasi publik KLHS tahap awal masih belum maksimal. Tahap kedua, dia berjanji peta wilayah food estate akan mempertimbangkan daya dukung lingkungan hidup, keragaman hayati, dan kerawanan bencana.“Secara spasial kita akan lihat sama-sama dan meminta publik untuk memberi rekomendasi.” Sudah buka hutan" "Food Estate di Hutan Alam dan Gambut Rawan Perburuk Krisis Iklim","Safrudin, Direktur Save Our Borneo mengatakan, di Gunung Mas sudah ada sekitar 600 hektar kawasan hutan produksi dibuka sejak November 2020. “Kajian pembukaan lahan itu tanpa didahului dengan kajian lingkungan sebagai dasar, aktivitas di lapangan sudah berlangsung sampai 600 hektar sudah dibuka,” katanya.Kawasan yang dibuka ini, ada kayu tegakan dengan nilai ekonomi tinggi.Da bilang, ada tiga kabupaten mereka lakukan pengawasan, yakni, Pulang Pisau, Gunung Mas dan Kapuas. Ia merupakan wilayah eks proyek lahan gambut (PLG) yang masuk program food estate dan gagal panen.Di sana, janji pemerintah intensifikasi 6-7 ton per hektar tak terjadi, bahkan target masayrakat tiga ton per hektar saja sulit. Kondisi ini, katanya, karena ada percepatan tanam yang mestinya November jadi September-Oktober saat cuaca ekstrem.Akhirnya, panen mereka terserang hama. “Jenis benih yang ditanam juga tidak biasa, tidak ada jaminan ganti rugi asuransi padahal untuk membuka lahan mereka mengeluarkan modal dengan meminjam uang di bank,” katanya. Selain itu, dia nilai program nasional food estate ini tidak transparan dan akuntabel.Ridwan Samosir, Sekretaris Eksekutif Yayasan Petrasa, Sumatera Utara mengatakan, food estate di Desa Ria-ria, Kabupaten Humbang Hasundutan masuk dalam konsesi PT Toba Pulp Lestari. Food estate oleh pemerintah di Dairi masuk dalam konsesi PT Gruti.DI Humbang Hasundutan, dari 1.000 hektar program food estate, 215 hektar pengelolaan kepada petani. Sisanya, akan diserahkan kepada pihak ketiga. “Ada 10 perusahaan akan kemudian pengolahan ini.”Ridwan khawatir, program ini akan memberikan kesenjangan dan persaingan antara antara perusahaan besar dan petani lokal." "Food Estate di Hutan Alam dan Gambut Rawan Perburuk Krisis Iklim","Agustinus Teras Narang, anggota DPD Kalteng mengatakan, program food estate penting dan perlu namun dengan catatan ada prinsip keberlanjutan. Artinya, program ini harus memenuhi aspek keselamatan ekologis, sosial budaya dan ekonomi masyarakat di lokasi pengembangan.   *****Foto utama: Kanal primer eks PLG di Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah yang ditutup secara permanen. Nantinya ditengah hanya disisakan salurah air untuk jalur transportasi warga. Pengembangkan food estate di lahan gambut rawan kerusakan lingkungan dan perburuk krisis iklim. Foto: Indra Nugraha/ Mongabay Indonesia [SEP]" "Tradisi Merehatkan Laut dengan Nyepi Segara di Desa Kusamba","[CLS]  Warga Desa Kusamba, Kabupaten Klungkung, Bali, melestarikan peringatan Nyepi Segara di tengah pandemi Covid-19 ini. Ritual penghormatan pada pesisir pantai dan ekosistem laut dengan merehatkannya sehari ini awalnya dimulai oleh nelayan dan petani garam laut tradisional. Sebuah kearifan lokal dalam manajemen perikanan tangkap.Nyepi berasal dari kata sepi, sunyi, hening. Segara artinya laut. Tradisi ini kemudian dirayakan seluruh warga termasuk bukan warga adat di Desa Kusamba setiap tahun pada penanggalan kalender Bali, Purnama Kalima. Tahun ini jatuh pada 21 Oktober 2021.Warga perkampungan yang didominasi muslim di Kampung Kusamba pun menghormati tradisi ini dengan cara tidak melakukan aktivitas apapun mulai sepanjang sempadan pantai sampai laut. Ketika memotret area dermaga kapal barang di kampung ini, beberapa orang yang sedang duduk berteriak memanggil. Mereka memberi informasi jika hari ini adalah Nyepi Segara, warga dilarang masuk ke area sempadan pantai, misalnya mulai menginjak pasirnya.Pesisir Desa Kusamba termasuk padat aktivitas, misalnya untuk transportasi laut makin banyak dermaga-dermaga penambatan kapal barang dan penumpang menuju ke Nusa Penida. Pesisirnya juga jadi penambatan perahu jukung nelayan dan lokasi pembuatan garam laut secara tradisional.Mengistirahatkan laut satu hari adalah upaya mengingatkan betapa berharganya pesisir bagi warga dan penghidupan mereka. Kadek Suardika, Wakil Pecalang Desa Adat Kusamba mengatakan tradisi ini sudah diikuti oleh leluhur namun tidak tahu sejarah pastinya. Ia pernah merasakan berkah laut ketika jadi nelayan. Namun, makin tingginya biaya melaut membuatnya beralih jadi buruh bangunan.“Jadi nelayan sekarang makin sulit, biaya melaut makin mahal karena makin jauh,” keluhnya. Ia menyontohkan beli kapal, mesin, dan jaring minimal biayanya Rp60 juta. Sedangkan penghasilan melaut makin tidak stabil.baca : Nyepi Segara, Ketika Laut Rehat di Bali  " "Tradisi Merehatkan Laut dengan Nyepi Segara di Desa Kusamba","Suardika dan rekan-rekannya sedang bertugas menjaga Pantai Pura Segara, lokasi persembahyangan warga selama dua pekan prosesi upacara di desa. Termasuk Nyepi Segara. Sejumlah dermaga sunyi, jukung-jukung nelayan parkir, dan laut nampak sunyi.Pengguna laut dari pesisir pulau tetangga seperti Nusa Penida juga menghormati ritual ini dengan tidak melakukan penyeberangan ke Desa Kusamba. Mereka bisa mengamati area yang sedang merehatkan diri dengan petunjuk khusus.Cara menandai wilayah yang sedang diistirahatkan adalah dengan memasang penjor di dua titik garis batas yakni Karangdadi dan Pesinggahan. Penjor dibuat dari batang bambu dengan hiasan janur, buah, dan hasil bumi lain. Dua batang penjor dipasang di tengah laut, sekitar 50 meter dari pantai, di wilayah pesisir desa adat Kusamba. Panjang area pesisirnya sekitar 2 kilometer, saat Nyepi, penjagaan atau patroli di pantai dilakukan oleh Pecalang, tim keamanan desa adat.Ribuan warga mengikuti prosesi Purnama Kalima dengan persembahyangan secara bergiliran ke Pura Segara, pura yang biasanya dibangun dekat laut untuk penghormatan. Prosesi puncaknya adalah jelang tengah malam sebelum Nyepi Segara, warga dan pimpinan ritual melarung persembahan ke tengah laut. Disebut Mapakelem. Kemudian diakhiri dengan Nunas Tirtha atau mengambil air laut yang kemudian disucikan dan dibagi-bagi ke warga, secara simbolik.baca juga : Begini Pengaruh Nyepi terhadap Laut dan Penghuninya  Mengutip laman Desa Kusamba, dalam catatan sejarah desanya disebutkan pantai atau laut berperan sangat penting. Dahulu Desa Kusamba merupakan Ibu kota ke dua Kerajaan Klungkung ketika dipimpin Ida I Dewa Agung Putra Kusamba." "Tradisi Merehatkan Laut dengan Nyepi Segara di Desa Kusamba","Untuk mendukung pemerintahannya, Ida Idewa Agung Putra Kusamba pun mendirikan istana di desa ini dengan nama Kusanegara. Selain membangun istana, Kusamba dijadikan sebagai pelabuhan dan benteng kerajaan. Masyarakat di Kusamba kala itu juga mahir dalam membuat keris dan berbagai senjata tajam yang lain. Keahlian ini pun masih diteruskan oleh masyarakat Banjar Pande. Sedangkan masyarakat Kusamba lebih terkenal dengan nelayan dan petani garamnya.Bendesa Adat Desa Kusamba Anak Agung Gede Swastika mengatakan prosesi Nyepi ini adalah bagian dari upacara agama di desanya, Ngusaba, sehari sebelumnya. Saat puncak ritual, pimpinan agama melakukan ritual Mulang Pakelem jelang tengah malam. Sesajen atau banten yang dipersembahkan dalam bentuk segala bentuk hasil bumi (pala bungkah, pala gantung). Simbolisasi satwa laut dilakukan dengan membuat sarana sesajen berbentuk ikan, penyu, dan lainnya. Semua sarana upacara itu dipersembahkan ke laut saat bulan purnama. Esok harinya, warga merayakan Nyepi Segara dengan pemasangan penjor penanda di laut bagian barat dan timur.Saat rehat laut satu hari ini, warga memanfaatkan waktu untuk rapat besar bersama di Pura Segara. Nyepi dan prosesi ritual lainnya diyakini sebagai bentuk pengingat betapa pentingnya laut bagi warga.“Hampir semua masyarakat bermata pencaharian dari laut seperti petani garam, nelayan, dan lainnya,” kata Swastika. Harapan dan keyakinan warga, usai Nyepi, warga diberkahi hasil laut yang lebih melimpah. “Dulu orang tua saya yakin ikan lebih banyak, sekarang masalahnya ada perubahan iklim dan perubahan pola penangkapan ikan,” lanjutnya.Warga menyadari hal ini, karena hasil ikan tak melimpah lagi. “Masih ada tapi tidak seperti dulu,” sebut Swastika.baca juga : Kegelisahan Saras Dewi pada Rusaknya Lingkungan Bali  Pengelolaan kawasan perikanan Desa Kusamba" "Tradisi Merehatkan Laut dengan Nyepi Segara di Desa Kusamba","Salah satu daerah penghasil tongkol adalah Kabupaten Klungkung. Jumlah produksi tongkol pada tahun 2017 dan 2018 yaitu sebesar 1.194 ton dan 1.642,3 ton (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali, 2018).Sejumlah peneliti menilai efektivitas manajemen perikanan di Desa Kusamba dalam Jurnal Pengelolaan Perikanan Tropis, Desember 2020, Volume 4 Nomor 2. Tajuk risetnya adalah Pendekatan Ekosistem pada Pengelolaan Perikanan Tongkol Skala Kecil Melalui Penilaian Domain Penangkapan Ikan di Perairan Kusamba, Bali dikerjakan oleh I Gusti Agung Bagus Arya Pradnya Pratama, I Wayan Arthana, dan Made Ayu Pratiwi dari Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana.Dikutip dari jurnal tersebut, ada sejumlah temuan dalam praktik perikanan tangkap di Desa Kusamba. Dari 6 domain pada pengelolaan perikanan dengan EAFM, dipilih salah satu domain yaitu domain teknik penangkapan ikan. Domain tersebut dipilih karena beberapa nelayan mengatakan semakin lama mereka semakin sulit untuk memperoleh ikan dan menentukan daerah penangkapan ikan.Jika stok ikan yang sudah menipis namun laju penangkapan ikan masih terus meningkat maka dikhawatirkan akan menimbulkan konflik perebutan sumberdaya ikan. Armada penangkapan ikan di Pantai Segara Kusamba yaitu perahu jukung berukuran kurang dari 5 GT dengan mesin motor tempel berukuran 15 PK. Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan tersebut yaitu jaring insang (gillnet) dan juga pancing ulur. Pelayaran yang dilakukan oleh nelayan di Pantai Segara Kusamba yaitu one day fishing.Indikator modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan dinilai secara tidak langsung dengan membandingkan rata-rata ukuran ikan target yang tertangkap dengan ukuran Lm ikan target tersebut. Lm ikan target yang digunakan mengacu pada penelitian sebelumnya. Pada penelitian ini, jumlah ikan tongkol yang diukur sebanyak 171 ekor." "Tradisi Merehatkan Laut dengan Nyepi Segara di Desa Kusamba","baca juga : Kedonganan, Kampung Nelayan yang Bertahan di Pusat Turisme Bali  Hasil analisis menunjukkan bahwa 131 ekor (77%) sampel ikan yang diukur belum matang gonad atau memiliki panjang kurang dari Lm serta yang sudah matang gonad adalah sebanyak 40 ekor (23%). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Jayanti et al. (2020), Lm ikan tongkol krai di sekitar perairan Kusamba yaitu 34,8 cm. Ikan tongkol yang paling banyak tertangkap memiliki ukuran panjang 29,1–31,1 cm yaitu sebanyak 44 ekor (25,7%), sedangkan ikan tongkol yang paling sedikit tertangkap memiliki ukuran panjang 22,8–24,8 cm yaitu sebanyak 4 ekor (2,3%). Berdasarkan hasil tersebut, maka indikator modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan ikan memperoleh skor 1 di mana lebih dari 50% target spesies berukuran kurang dari Lmnya.Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan perikanan tangkap di perairan Kusamba termasuk kategori perikanan skala kecil (tradisional). Perikanan skala kecil atau tradisional ditandai dengan armada penangkapan yang menggunakan kapal jukung berukuran <5GT serta menggunakan mesin motor tempel. Alat tangkap yang digunakan tergolong selektif yakni jaring insang (gillnet) dan pancing ulur. Nelayan di Pantai Segara Kusamba juga tidak melakukan kegiatan penangkapan ikan di daerah yang dilarang yaitu zona inti Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Nusa Penida.Dari hasil penelitian ditemukan bahwa perlu dilakukannya manajemen hasil tangkapan yang lebih baik lagi yaitu meningkatkan ukuran mesh size jaring insang agar memperoleh ikan tongkol krai yang berukuran diatas Lmnya. Upaya penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan masih tergolong undercapacity sehingga kecil kemungkinan dapat terjadinya eksploitasi yang berlebih." "Tradisi Merehatkan Laut dengan Nyepi Segara di Desa Kusamba","Namun perlu adanya kontrol dalam upaya penangkapan agar tidak terjadi penurunan stok ikan di alam dan kerusakan ekosistem yang dapat menyebabkan timbulnya konflik perikanan. Penilaian EAFM pada domain teknik penangkapan ikan di Pantai Segara Kusamba mendapatkan nilai komposit sebesar 80,4 dengan deskripsi baik sekali.Pada indikator modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan memperoleh skor 1 dengan kondisi buruk atau berwarna merah. Sehingga, diperlukan suatu upaya pengelolaan pada indikator modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan ikan. Misalnya pembatasan ukuran minimal alat tangkap yang boleh dipergunakan oleh nelayan agar ikan yang didapatkan sudah berukuran matang gonad. Selain itu kegiatan penangkapan yang dilakukan di luar musim pemijahan akan mengurangi jumlah ikan matang gonad yang didapatkan oleh nelayan Pantai Segara Kusamba. [SEP]" "Mangrove yang Semakin Menjauh dari Kehidupan Masyarakat Bangka","[CLS]   Pulau Bangka di Kepulauan Bangka Belitung, yang luasnya 1,191 juta hektar, merupakan pulau besar penghubung Pulau Sumatera, Jawa, dan Kalimantan bersama sejumlah perairan penting di Nusantara. Sejak ratusan tahun lalu, Pulau Bangka memiliki peranan dalam jalur kemaritiman Nusantara dan dunia. Salah satu penunjang peranan tersebut adalah keberadaan hutan mangrove yang mengelilingi Pulau Bangka. Bagaimana kondisinya saat ini?Jessix Amundian, Direktur Walhi [Wahana Lingkungan Hidup Indonesia] Bangka Belitung mengatakan, percaya jika sejak ratusan tahun lalu Pulau Bangka sudah dikunjungi banyak suku bangsa di dunia. Pulau Bangka juga memiliki sejumlah pelabuhan, khususnya di sepanjang Selat Bangka. “Ini dikarenakan keberadaan hutan mangrove yang menjadi sumber sandang seperti menjadi bahan baku kapal dan pelabuhan, serta sebagai sumber pangan dan obat-obatan.”Keberadaan mangrove juga didukung kekayaan alam lainnya, seperti timah dan rempah-rempah, “Tidak heran Bangka menjadi rebutan banyak kekuatan di Nusantara dan dunia. Misalnya yang yang dilakukan Kedatuan Sriwijaya dengan menguasai bandar Kota Kapur,” kata Jessix, akhir Januari 2021.Terkait peranan mangrove dalam peradaban bangsa di Nusantara pernah diungkapkan Ary Prihardhyanto Keim, Etnobiolog dari Pusat Penelitian Biologi LIPI, kepada Mongabay Indonesia.Baca: Bakau dan Rempah Pernah Jayakan Nusantara, Mampukah Kita Mengulangnya?  Ary menceritakan bangsa Austronesia berasal dari Asia Tengah, Denovisian, menuju ke anak benua Sundaland sekitar 25 ribu tahun sebelum masehi [SM]. Leluhur Austronesia ini terpisah dengan saudaranya Mongoloid Utara pada masa yang sama.Di Sundaland, yang terdapat banyak pulau, bangsa Austronesia beradaptasi dengan alam, terutama dengan mangrove [bakau]. “Sejumlah jenis bakau yang dimanfaatkan bangsa Austronesia, mulai dari bangunan, kapal, makanan serta obat-obatan,” tuturnya." "Mangrove yang Semakin Menjauh dari Kehidupan Masyarakat Bangka","Selain itu, bangsa Austronesia juga menemukan berbagai tanaman yang memiliki manfaat bagi manusia yakni rempah-rempah, seperti cengkih dan kayu manis.Kapal, makanan, dan obat dari bakau, serta produk rempah-rempah dari daratan ini mendorong bangsa Austronesia menjelajah ke berbagai wilayah di dunia. Baik Afrika, Timur Tengah, India dan Tiongkok.Di masa masehi, peradaban amfibi diteruskan tiga kedatuan [kerajaan] yang sukses di Nusantara, yakni Medang, Sriwijaya, dan Majapahit. Selanjutnya, jalur maritim rempah-rempah dan hasil bumi lainnya, dimanfaatkan pedagang muslim Arab, lalu diteruskan Belanda, yang terbilang sukses.Bambang Budi Utomo, arkeolog lahan basah, kepada Mongabay Indonesia, Jumat [29/1/2021] memperkirakan Kota Kapur dulunya sebuah bandar besar yang berada di sebuah teluk. Bandar ini berhadapan dengan bandar di Teluk Cengal yang berada di seberangnya di Pulau Sumatera.“Sebelum ditaklukkan Sriwijaya, Pulau Bangka, khususnya di Pesisir Barat-nya merupakan kawasan yang sudah didiami berbagai suku bangsa. Selain pelabuhan, saat itu juga sudah dilakukan penambangan timah secara tradisional,” kata arkeolog yang akrab dipanggil Tomi ini.Baca: 7 Fakta Penting Mangrove yang Harus Anda Ketahui  Empat ancamanSelama 20 tahun terakhir, Kepulauan Bangka Belitung kehilangan hutan mangrove sekitar 240.467,98 hektar atau tersisa 33.224,83 hektar.Dijelaskan Jessix, angka ini berdasarkan perbandingan data penelitian tahun 2016 yang dilakukan Ricca Affressia, Erny Poedjirahajoe, Soewarno Hasan Bahri dari Fakultas Kehutanan UGM [2017] yang berjudul “Karakteristik Habitat Mangrove di Sekitar Pertambangan Timah Lepas Pantai Kabupaten Selatan” dengan data yang disampaikan Dinas Kehutanan Kepulauan Bangka-Belitung." "Mangrove yang Semakin Menjauh dari Kehidupan Masyarakat Bangka","Dalam penelitian itu dijelaskan, luas mangrove di Kepulauan Bangka-Belitung 273.692,81 hektar. Luasanan ini tersebar di Kabupaten Bangka [38.957,14 hektar], Kabupaten Bangka Barat [48.529,43 hektar], Bangka Selatan [58.165,04 hektar], Bangka Tengah [19.150,86 hektar], Belitung [65.658,06 hektar], dan Belitung Timur [43.232,28 hektar].Dari laporan yang sama, pada 2016 didapatkan data jika dari luasan mangrove tersebut, sekitar 204.467,98 hektar mengalami kerusakan. Sekitar 117.229,29 hektar rusak berat, dan seluas 87.238,69 hektar rusak sedang.Baca: Nelayan Versus Tambang Timah, Akankah Berakhir di Bangka?  Dinas Kehutanan Kepulauan Bangka Belitung pada Juli 2020, menyebutkan dari luasan mangrove yang tersisa tersebut mengalami kerusakan sekitar 36 ribu hektar. “Jadi selama 20 tahun, mangrove yang menjayakan dan melahirkan peradaban besar di Bangka Belitung rusak,” kata Jessix.Dia memperkirakan, kerusakan tersebut lebih banyak terjadi di Pulau Bangka yang dulunya memiliki luas mangrove sekitar 164.802,47 hektar. Kondisi mangrove di Pulau Belitung seluas 108.890,34 hektar kondisinya jauh lebih baik dibandingkan Pulau Bangka.Apakah kerusakan mangrove tersebut karena aktivitas penambangan timah?“Tidak hanya disebabkan penambangan timah,” katanya.Ada empat ancaman. “Penambangan timah liar atau tambang inkonvensional [TI], pertambakan udang skala besar, perkebunan monokultur skala besar, dan pembangunan infrastruktur.”Wahyu Adi, peneliti wilayah pesisir dari Universitas Bangka Belitung, kepada Mongabay Indonesia, Jumat [19/1/ 2021], membenarkan kerusakan baru mangrove [2020] seluas 36 ribu hektar. “Mangrove yang mengalami kerusakan ini umumnya berada di kawasan Pesisir Timur Pulau Bangka,” katanya.Kerusakan ini, kata Adi, bukan hanya disebabkan penambangan timah, tapi juga tambak udang dan infrastruktur seperti pelabuhan." "Mangrove yang Semakin Menjauh dari Kehidupan Masyarakat Bangka","Baca juga: Bukan Hanya Jembatan Bangka-Sumatera, Ada Juga Rencana Pembangunan PLTN di Sebagin  Berapa luas tambang timah yang sudah diekspolitasi di Kepulauan Bangka Belitung?Jessix menjelaskan, Walhi Bangka Belitung belum mendapatkan data pasti mengenai luasan daratan dan laut yang sudah ditambang timah. Namun, mengutip Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral [ESDM], dinyatakan bahwa sekitar 700 IUP [Izin Usaha Pertambangan] yang beroperasi setelah CnC [Clean and Clear] oleh Korsup KPK.Pertambakan udang yang menggunakan wilayah pesisir [mangrove] saat ini mulai marak di Bangka Belitung. Udang yang ditambak umumnya udang vaname. “Kami belum mendapatkan data pasti, yang rusak maupun masih bagus, tapi pertambakan udang ini jelas menjadi ancaman kerusakan atau upaya restorasi mangrove.”Bahkan, lanjut Jessix, kawasan mangrove yang juga kawasan hutan lindung, yang sudah rusak, justru direncanakan akan diubah menjadi tambak udang. Bukan sebaliknya, dipulihkan atau direstorasi.Rencana tersebut sempat disampaikan Abdul Fatah, Wakil Gubernur Kepulauan Bangka Belitung. “Upaya itu hanya menyelesaikan persoalan jangka pendek [ekonomi], sebab Kepulauan Bangka Belitung sangat membutuhkan mangrove yang gunanya mengatasi atau mencegah munculnya berbagai persoalan ekologi yang secara ekonomi kerugiannya jauh lebih besar. Misalnya bencana alam, wabah penyakit, konflik sosial dan budaya di masyarakat,” kata Jessix.  Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian RI No.833/KPTS/SR.020/M/12/2019 tentang Penetapan Luas Tutupan Kelapa Sawit Indonesia tahun 2019, luas perkebunan sawit di Kepulauan Bangka Belitung seluas 273.842 hektar. Aktivitas ini secara tidak langsung juga memengaruhi kawasan mangrove. Sebab, sebagian perkebunan sawit berada di belakang mangrove." "Mangrove yang Semakin Menjauh dari Kehidupan Masyarakat Bangka","Terakhir, terkait pembangunan infrastruktur di Bangka Belitung, seperti pelabuhan dan jembatan. Setelah Pelabuhan Pangkalanbalam Pangkalpinang, Tanjungkalian Muntok, Tanjung Gudang Belinyu, juga dibangun baru yakni Pelabuhan Sadai di Kabupaten Bangka Selatan pada 2011.Selain itu pemerintah Kabupaten Bangka-Belitung juga berencana membangun 20 pelabuhan perikanan pada 2021. Pelabuhan international juga direncanakan dibangun di Pantai Gusung, Kabupaten Bangka Selatan. Sementara pembangunan Jembatan Bahtera Sriwijaya saat ini sudah dalam tahap pembangunan lokasi jembatan di Desa Sebagin, Kabupaten Bangka Selatan.  DAS juga rusakDari empat ancaman tersebut, kerusakan bukan hanya dialami mangrove, juga kawasan DAS [Daerah Aliran Sungai] di Kepulauan Bangka-Belitung. Kepulauan Bangka Belitung memiliki 271 sungai, baik besar maupun kecil. Sebanyak 159 sungai mengalami kerusakan sehingga butuh diperbaiki.Hutan di Kepulauan Bangka Belitung juga mengalami kerusakan. Menurut Erzaldi H Rosman Djohan, Gubernur Bangka Belitung, pada 2017 lalu, dari 657.510 hektar luasan hutan di Bangka-Belitung, sekitar 55 persen mengalami kerusakan atau kondisinya kritis.Kerusakan DAS ini menimbulkan bencana banjir 10 tahun terakhir. Wilayah yang menjadi langganan banjir yakni Kota Pangkalpinang, Kabupaten Bangka, Kabupaten Bangka Tengah, Kabupaten Bangka Barat dan Kabupaten Belitung Timur.Di awal 2021, bencana banjir sudah terjadi di Bangka Belitung. Pertengahan Januari 2021, ribuan rumah warga di Kabupaten Bangka, terendam air. Ribuan rumah itu di Parit Pekir, Air Anyut, Lingkungan Nelayan, dan Lingkungan Sidodadi.  Menenggelamkan BangkaDari berbagai masalah yang merusak dan mengancam mangrove dan DAS di Bangka Belitung, kata Jessix, yang paling terancam adalah Pulau Bangka. “Mungkin sebagian Pulau Bangka terancam tenggelam atau terendam, baik secara harfiah maupun peradaban manusianya.”" "Mangrove yang Semakin Menjauh dari Kehidupan Masyarakat Bangka","Logika tenggelam atau terendam sebagian, ketika air laut naik dan masuk ke Pulau Bangka, baik karena naiknya permukaan air laut [dampak perubahan iklim global] dan tidak adanya mangrove, disertai hujan deras tanpa ada lagi penampungnya [DAS].“Saat itu, Pulau Bangka menjadi pertemuan air laut dan hujan. Saya percaya sebagian besar wilayah akan menjadi lautan. Jika itu terjadi, peradaban manusia di Bangka juga hilang,” katanya.Terkait hilangnya peradaban di Bangka, juga tetap akan terjadi meskipun Pulau Bangka tidak “tenggelam”. Sebab hilang atau rusaknya DAS dan mangrove menyebabkan tersingkirnya ratusan ribu jiwa masyarakat, yang selama berabad hidup harmonis dengan alam. “Khususnya mangrove, sungai, dan hutan.”   Selamatkan Pesisir Barat Pulau BangkaApa yang harus dilakukan? Jessix berharap, saat ini pemerintah dan masyarakat selain melakukan perbaikan mangrove dan DAS di wilayah Pesisir Timur Pulau Bangka, juga mempertahankan dan menjaga kelestarian DAS dan mangrove di Pesisir Barat Bangka yang relatif masih baik.“Artinya, kita tidak hanya memikirkan bagaimana memperbaiki Pesisir Timur Bangka yang sebagian besar sudah rusak. Kita juga harus menjaga Pesisir Barat Bangka.”DAS di Pesisir Barat yakni DAS Menduk, DAS Kotawaringin, dan DAS Selan yang kondisinya juga masih baik. Masyarakat masih menjadikan tiga DAS tersebut sebagai sumber air bersih, pangan, dan transportasi.Ada 55.080 jiwa warga hidup di 29 desa di Pesisir Barat, yang sangat bergantung dengan tiga DAS tersebut yakni Desa Kota Kapur, Labuh Air Pandan, Mendo, Paya Benua, Penagan, Rukam, Petaling [DAS Menduk]. Kemudian Desa Kotawaringin, Labu, Puding Besar, Saing, Nibung, Tanah Bawah dan Kayu Besi [DAS Kotawaringin]. Selanjutnya Desa Sungai Selan, Sungai Selan Atas, Bangka Kota, Pangkalraya, Romadhon, Lampur, Kerantai, Keretak, Sarangmandi, Munggu, Kemingking, Melabun, Kereta Atas, Kerakas, dan Tanjungpura [DAS Selan]." "Mangrove yang Semakin Menjauh dari Kehidupan Masyarakat Bangka","Pesisir Barat Bangka juga merupakan wilayah bersejarah peradaban kemaritiman di Nusantara. Pelabuhan dan permukiman tua di masa sebelum atau sesudah Kedatuan Sriwijaya, seperti Kota Kapur, berada di Pesisir Barat Bangka.Sistem nilai yang tumbuh di masyarakat masih mencerminkan kearifan dengan lingkungan atau alam. Namun, saat ini ada sejumlah ancaman besar ada di Pesisir Barat Bangka. Selain penambangan timah dan perkebunan monokultur skala besar, yang telah mengubah hutan dan menimbulkan konflik dengan masyarakat di Bangka, juga rencana pembangunan Jembatan Bahtera Sriwijaya.“Pembangunan jembatan tersebut bukan hanya mengubah mangrove di lokasi jembatan, juga memungkinkan hilangnya mangrove dan hutan lainnya sebagai respon pembangunan jembatan tersebut. Sebut saja, jalan darat, pergudangan, pabrik, atau permukiman baru setelah jembatan tersebut dibangun,” kata Jessix.“Jika Pesisir Barat Bangka juga mengalami kerusakan, maka bencana tenggelamnya Pulau Bangka itu sangat mungkin terjadi,” ujarnya.   [SEP]" "Pemerintah Berencana Kembangkan Sorgum secara Komprehensif di NTT. Seperti Apa?","[CLS]  Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sedang mengembangkan sorgum sebagai tanaman pangan secara komprehensif meskipun di berbagai kabupaten tanaman ini telah lama dikembangkan petaniKepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Pertanian Provinsi NTT, Joaz B Oembu Wanda mengatakan pihaknya sedang mempersiapkan varietas unggul lokal dan adaptif di NTT dari benih sorgum Flores Timur sehingga bisa diangkat menjadi varietas unggul nasional pada musim tanam 2020/2021 seluas 2840 hektare.“Untuk satu hektare butuh benih 7 sampai 10 kilogram tapi  kita minta dukungan Kementerian Pertanian sehingga disetujui satu hektare butuh 8 kilogram benih,” ujarnya dalam diskusi online terfokus mengenai pengembangan sorgum di NTT, Kamis (10/12/2020). Diskusi yang diadakan Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) dan Yayasan Kehati ini melibatkan pegiat sorgum, peneliti dan akademisi, LSM dan pemerintah.Joaz menjelaskan, untuk tahun 2021 nanti juga ada bantuan dari pusat untuk pengembangan sorgum seluas 3.335 hektare di untuk 14 kabupaten meliputi Pulau Flores, Timor, Sabu, Rote dan Sumba.“Dari sisi budidaya gubernur ingin sorgum mendapatkan perhatian khusus sebab selain untuk pangan juga untuk pakan ternak. Bila sudah dalam jumlah besar maka kita akan fokus di pemasaran,” ujarnya.baca : Sorgum Pangan Lokal NTT yang Kian Mempesona, Bagaimana Pengembangannya? (Bagian 1)  Sedangkan Yohanes Sentis, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Manggarai Timur mengatakan, musim tanam tahun 2020 pihaknya mendapat alokasi pengembangan sorgum seluas 350 hektare.Yohanes sebutkan luas tanam tersebut merupakan jumlah yang sangat besar dan sudah mengalokasikan penanamannya di 9 kecamatan, 42 desa dan 82 kelompok tani. Menurutnya, petani sedang mulai menanam sorgum termasuk di pesisir utara yang pengembangannya besar." "Pemerintah Berencana Kembangkan Sorgum secara Komprehensif di NTT. Seperti Apa?","“Sorgum bukan baru dan sudah lama dikenal tetapi hanya sebagai tanaman sisipan diantara padi ladang dan jagung. Untuk dijadikan tanaman utama perlu membangun persepsi petani,” tegasnya.Sementara itu, Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian Kabupaten Manggarai, Yayuk Suryati mengatakan masyarakat Kabupaten Manggarai sudah mengenal sorgum tetapi bukan sebagai makanan pokok.Menurut Yayuk, ini terjadi karena potensi tanaman padi merata di semua wilayah di kabupaten ini. Namun, katanya, tahun 2020 ada bantuan 100 hektare pengembangan sorgum.“Dengan adanya bantuan pemerintah, mudah-mudahan petani bisa mengembangkannya. Tahun depan juga kami dapat sekitar 100 hektare. Kita harap pemerintah pusat bisa bantu penguatan kapasitas, pengolahan dan pemasarannya,” pintanya.baca juga : Mimpi NTT Menjadi Ikon ‘Republik Sorgum’ (Bagian 2)  Berbagai TantanganTantangan pengembangan sorgum di berbagai wilayah NTT beragam. Hal ini akibat program berasnisasi yang dilakukan pemerintah selama puluhan tahun.Yohanes mengatakan untuk Manggarai Timur, tantangannya utama dari persepsi masyarakat yang melihat sorgum bukan komoditi pangan utama, tapi pangan alternatif.“Dalam melakukan penanaman tentu yang utama ditanam yakni padi, jagung, singkong baru setelah itu sorgum,” tuturnya.Dia menyarankan mesin-mesin produksi pasca panen belum tersedia sehingga perlu dipikirkan mendesain mesin yang berukuran kecil. Ini diperlukan mengingat penyebaran penanaman sorgum terjadi di kampung-kampung dimana akses transportasinya sulit sehingga membuat mesin bisa gampang dimobilisasi.“Road map pengembangan sorgum belum ada baik di Rencana Pembangunan Jangka Manengah Daerah (RPJMD) termasuk di Rencana Strategis (Renstra) Dinas Pertanian. Secara spesifik di dokumen tidak disebutkan pengembangannya,” ucapnya.perlu dibaca : Boro Tinggalkan Kemapanan di Belanda, Garap Sorgum di Pulau Adonara, Apa yang Dicarinya?  " "Pemerintah Berencana Kembangkan Sorgum secara Komprehensif di NTT. Seperti Apa?","Sementara Benediktus Pambur, Ketua Aliansi Petani Lembor (APEL), Kabupaten Manggarai Barat mengaku sudah hampir 10 tahun bergiat dengan sorgum agar sorgum jadi bahan pangan yang dikonsumsi masyarakat terutama petani.Benediktus katakan tantangan berasal dari petani sendiri dan pemerintah. Menurutnya, Manggarai Barat potensinya bagus untuk pengembangan sorgum tetapi bentuk perhatian pemerintah masih sangat minim sekali.Hampir 90 persen petani  di daerahnya petani lahan basah. Menurutnya, minat petani  lahan kering menanam sorgum pun kurang maksimal. Tahun 2017, anggota APEL jumlahnya sekitar  100 orang namun menurun beberapa tahun terakhir.“Saya masih bertanya alasan petani tidak menanam sorgum. Apakah karena pangsa pasarnya, pengolahan pasca panennya ataukah petani kita masih bermental proyek dan mental instan,” ucapnya.Sedangkan Direktur WALHI NTT, Umbu Wulang Tanaamahu Paranggi secara tajam mengupas kondisi makro yang ada di NTT. Dijelaskannya, kalau melihat Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) NTT 2005-2025, urusan ketahanan pangan tidak masuk dalam prioritas.Umbu Wulang menegaskan RPJMD NTT 2018-2023 sama saja, tidak ada urusan ketahanan pangan. Dampak pandemi COVID-19 memaksa perubahan RPJMD dan dimasukan urusan  pangan menjadi  prioritas dengan kata kuncinya beras.Menurutnya, Gubernur NTT saat ini, mindsetnya pariwisata. Ratusan izin investasi skala lahan luas baik basis perkebunan monokultur, pariwisata dan pertambangan dikeluarkan.“Penguasaan pangan oleh korporasi sangat tinggi. Saat masyarakat kampanye penggunaan pupuk organic, disatu sisi pemerintah membagikan pupuk kimia ke kelompok tani hingga ke desa-desa,” sesalnya.baca juga : Bonifasius Soge, Lelaki Muda Penggerak Sentra Sorgum Likotuden   Harus Dilakukan" "Pemerintah Berencana Kembangkan Sorgum secara Komprehensif di NTT. Seperti Apa?","Direktur Yayasan Pembangunan Sosial Ekonomi Larantuka (Yaspensel), Romo Benyamin Daud,Pr mengatakan pengembangan sorgum harus menjadi pangan utama bahkan dimasukan dalam salah satu tanaman pangan di Kementerian Pertanian yang perlu dikembangkan.Menurut Romo Benya, jangan hanya padi, jagung dan kedelai (Pajales) saja tapi tambah dengan sorgum (Pajaleso) dan perlu ada regulasi yang mengikat dalam gerakan penanaman sorgum. Bulog juga diminta memiliki peran membeli hasil sorgum dari petani agar komoditi ini bisa setara beras.Umbu Wulang menegaskan soal pangan, sorgum harus menjadi makanan keseharian baru sisanya dijual. Menurutnya, bicara konservasi dan pengembangan, maka harus diputuskan dahulu sorgum masa depan NTT terkait pangan. Ia sesalkan kenapa kelor bisa jadi program di NTT sementara sorgum tidak.Ia menyarankan harus ada upaya untuk mendesak pemerintah dan harus terus digaungkan. Proses advokasinya perlu dilakukan baik di level nasional maupun provinsi hingga ke desa.Sementara Maria Loretha, pegiat sorgum di Flores Timur, mengatakan pihaknya sudah berjuang mendaftarkan jenis lokal menjadi varietas unggul untuk konservasi.Maria tegaskan varietas yang didatangkan dari luar tidak terlalu cocok untuk dikembangkan di NTT sehingga harus terus mencatat jenis-jenis lokal dan melakukan penyilangan varietas.penting dibaca : Sukses Kembangkan Sorgum di NTT, Maria Akui Jatuh Cinta pada Rasa Pertama  Sedangkan Peneliti pada Balai Penelitian Tanaman Serelia, Balitbangtan Kementerian Pertanian, Dr. Marcia Bunga Pabendon mengatakan sorgum jenis lokal produksi 2-3 ton/ha. Ia sebutkan harusnya dengan agroekosistem yang sangat kondusif di NTT hasilnya bisa mencapai 7 ton/ha." "Pemerintah Berencana Kembangkan Sorgum secara Komprehensif di NTT. Seperti Apa?","Marcia tegaskan musim kering yang panjang sudah menjadi hal lumrah. Namun dengan musim tanam yang tepat, produksi bisa ditingkatkan. Dia paparkan, beberapa jenis lokal seperti okin, kuali, waiotan dan watasolot, akan diproses menjadi varietas.“Jenis lokal harus tetap dipertahankan sebagai sumber gen potensial karena memiliki ketahanan biotik hama dan penyakit serta ketahanan abiotik misalnya toleran salinitas, toleran kemasaman yang sangat diperlukan dalam perakitan varietas unggul baru,” urainya.Namun menurutnya, kelemahan jenis lokal terletak pada produksinya yang rendah. Mengatasinya, kata Marcia, dalam perakitan varietas harus disilangkan dengan gen-gen dengan ketahanan tinggi sehingga hasil produksi tinggi dan mempunyai ketahanan biotik dan abiotik.  General Manager PT. Langit Laut Biru, Karya Misi Center Keuskupan Maumere, Dian Setiati menyebutkan mengatasi persoalan pasca panen pihaknya sudah membuat mesin perontok sorgum dan penyosoh untuk beberapa  jenis sorgum.Pihaknya mengajarkan beberapa kelompok tani di beberapa desa untuk menanam dan mengolah sorgum melalui bursa inovasi desa. Bengkel misi menanam, membuat mesin dan mengolah sorgum.“Produk sorgum dijual di toko dan setahun terakhir market mengalami peningkatan. Kami juga berjualan di tempat kami sehingga masyarakat mulai bertanya soal benih dan produknya,” ucapnya.Sedangkan Kepala Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Nusa Nipa (Unipa) Maumere Yoseph Yacob Da Rato, Msi menyebutkan saat ritual adat, masyarakat di Kabupaten Sikka menghidangkan makanan dari sorgum.Yoyoh sapaannya katakan, Fakultas Pertanian Unipa menghidupkan kembali pangan alternatif tanaman serelias berupa sorgum dan jewawut. Menurutnya, pengembangan sorgum juga harus masuk di lembaga pendidikan dalam konteks konsumsi." "Pemerintah Berencana Kembangkan Sorgum secara Komprehensif di NTT. Seperti Apa?","“Mahasiswa kami melakukan PKL di Likotuden Flores Timur untuk mengetahui teknis budidaya  beberapa sorgum jenis lokal dan pengolahannya,” ungkapnya.  [SEP]" "Kapal Asing Curi Ikan di Natuna Diamankan, Satu Terbakar, Ini Foto dan Videonya","[CLS]     Dua kapal ikan asing berbendera Vietnam diamankan jajaran petugas patroli Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP di Laut Natuna Utara, Kepulauan Riau. Mereka mencoba kabur, satu kapal terbakar.Operasi penyergapan kapal yang diduga mencuri ikan itu tepat menjelang detik-detik proklamasi kemerdekaan 17 Agustus lalu.“Ini hadiah untuk kemerdekaan Indonesia, penangkapan hampir mendekati detik-detik proklamasi,” kata Laksamana Muda TNI Adin Nurawaluddin , Direktur Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), dalam konferensi pers di Pangkalan PSDKP Batam, Jumat (20/821).Proses penangkapan kapal bernomor lambung KG 1843 TS dan KG 9138 TS berlangsung dramatis di tengah laut. Petugas PSDKP bersenjata lengkap mengeluarkan beberapa kali tembakan ketika kapal Vietnam mencoba melarikan diri.Hingga kapal penampung bernomor KG 1843 TS terbakar karena mengalami overheat atau panas pada bagian mesin ketika hendak kabur.Setelah mengalami kebakaran parah, petugas PSDKP menyelamatkan 17 anak buah kapal (ABK) di kapal. Api makin membesar di dalam kapal penampung hasil curian kapal kecil Vietnam dan perlahan kapal tenggelam.“Alasan kemanusiaan kita selamat belasan ABK di kapal yang terbakar, semua dalam keadaan sehat,” katanya.Ukuran kapal penampung diperkirakan 100 gross ton (GT). Saat kapal ditangkap, petugas PSDKP menduga nelayan Vietnam sudah berhasil mengumpulkan setidaknya 20 ton ikan hasil curian yang ikut terbakar dan tenggelam. “Sebagian ikan ada yang tenggelam bersama kapal ikan penampung,” kata Adin.Sedangkan satu kapal lagi, berhasil diamankan petugas PSDKP dengan total ABK 15 orang. “Operasi ini kita lakukan sesuai prosedur, mulai dari pengejaran, pemeriksaan. Setelah ABK dan kapal berhasil ditangkap kita langsung bawa ke pangkalan PSDKP Batam,” katanya." "Kapal Asing Curi Ikan di Natuna Diamankan, Satu Terbakar, Ini Foto dan Videonya","Adin bilang, dari keterangan ABK kapal Vietnam mereka sudah empat kali hilir mudik ambil ikan di laut Natuna. Baca juga: Kala Kapal Asing Curi Ikan Kian Menggila di Perairan Natuna Utara Menurut dia, sulit memprediksi kerugian negara, karena kapal pencuri ikan ini keluar masuk perairan Natuna hingga susah dideteksi.Penangkapan dilakukan di antara perbatasan dengan perairan Malaysia, jauh dari landasan kontinen Vietnam. Secara hukum Adin bilang, nelayan Vietnam sudah jelas melanggar. “Di kapal yang selamat juga ada dua ton hasil tangkapan mereka berjenis demersal yang akan menjadi barang bukti,” katanya.Saat ini proses penangkapan kapal asing pencuri ikan oleh PSDKP bertumpu kepada laporan satelit pergerakan kapal asing di laut Natuna Utara di Pusat Pengendalian Perikanan (PUSDAL) KKP.“Kita akan lebih serius lagi dalam pengawasan ke depan, selain itu meningkatkan sinergitas antar lembaga, seperti Bakamla, Polri dan lain-lain, hingga pengawasan bisa maksimal,” katanya yang baru dilantik 16 Agustus lalu.Satu sisi Adin juga benarkan, kapal patroli tidak bisa selalu hadir di Laut Natuna Utara karena keterbatasan kapasitas kapal dan pengaruh cuaca ekstrem di sana. Idealnya.  PSDKP memiliki 70 kapal pengawas. Sekarang, hanya ada 30 kapal pengawas tersebar di 14 Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP-RI).“Artinya kita tidak bisa serta merta menggergaji laut, tidak bisa selalu patroli di tengah laut.”Keterbatasan kapasitas maksud Adin, antara kapal patroli Indonesia dengan kapal coast guard negara lain yang mengawal nelayan mereka melaut.Dia mengibaratkan, dalam ilmu karate berlawanan antara sabuk hitam dengan sabuk putih. “Ibaratkan memiliki kemampuan karate, kita berpikir dua kali melawan orang yang sudah sabuk hitam,” katanya." "Kapal Asing Curi Ikan di Natuna Diamankan, Satu Terbakar, Ini Foto dan Videonya","Adin katakan, wilayah yang sangat rawan pencurian ikan oleh kapal asing adalah perbatasan di Natuna. Beberapa negara yang melakukan pencurian seperti Vietnam, menganggap perbatasan di Natuna adalah traditional fishing ground Vietnam. Begitu juga Tiongkok mengklaim itu nine-dash line mereka.“Maka kita harus selalu hadir mewakili negara di wilayah pengelolaan perikanan khusus Natuna Utara, jangan sampai dianggap kosong yang membuat mereka (kapal ikan negara asing) klaim itu wilayah mereka.” Baca juga : Cerita Nelayan Natuna, Terjepit Antara Kapal Cantrang dan Kapal Asing Wilayah rawanPSDKP mencatat, ada beberapa daerah rawan pencurian ikan oleh kapal asing antara lain, WPP-RI 571 meliputi perairan Selat Malaka dan Laut Andaman. Lalu, WPP-RI 711 meliputi perairan Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut China Selatan. WPP-RI 716 meliputi perairan Laut Sulawesi dan sebelah utara Pulau Halmahera. Kemudian, WPP-RI meliputi perairan Laut Aru, Laut Arafuru, dan Laut Timor bagian Timur.Dengan penangkapan dua kapal asing ilegal ini, KKP telah menangkap 130 kapal selama 2021, terdiri dari 84 kapal ikan Indonesia yang melanggar ketentuan dan 46 kapal ikan asing yang mencuri ikan. Kapal ikan asing terdiri dari 15 kapal berbendera Malaysia, enam berbendera Filipina dan 25 kapal berbendera Vietnam. Dia bilang, KKP juga menangkap 62 pelaku destructive fishing seperti bom ikan, setrum maupun racun.Saat ini, katanya, KKP membuat program sistem penangkapan terukur. Mulai dari jenis alat tangkap, jenis ikan, kapal dan lain-lain.“Agar pemanfaatan ekonomi dan ekologi bisa seimbang, hingga tidak terjadi kerusakan dan overfishing.” Kapten kapal Vietnam yang ditangkap PSDKP bersikeras tidak melaut di perairan Indonesia. Mereka bilang, masih berada di perairan internasional." "Kapal Asing Curi Ikan di Natuna Diamankan, Satu Terbakar, Ini Foto dan Videonya","Dam, kapten kapal saat ditanya Adin dalam bahasa Vietnam mengatakan, tidak menangkap ikan di perairan Indonesia. ”Baru dua hari melaut, belum pernah membawa ikan ke Vietnam,” kata Dam seperti yang diterjemahkan translator PSDKP.Dam mengaku, kapal terbakar karena mencoba melarikan diri hingga mesin panas, kemudian terbakar dan tenggelam. “Karena memang mesin panas, jadi terbakar,” ujar Dam.Adin mengatakan, hampir semua ABK Vietnam tidak mau mengaku kalau mereka mencuri di Laut Natuna. Mereka klaim itu traditional fishing ground negera mereka. “Kalau maling mengaku penuh penjara,” katanya.PSDKP sudah memiliki barang bukti ikan, dan jejak satelit perjalanan kapal. “Bagaimanapun aparat kita tidak mungkin gegabah menangkap.”Pung Nugroho Saksono, Direktur Pemantauan dan Operasi Armada, memperkirakan, terumbu karang yang rusak karena kapal asing menangkap ikan dengan pair trawl di Natuna sekitar 5%.“Kita menjaga terus agar tidak makin rusak.”Penelitian Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) menunjuklan, titik penyebaran kapal asing Vietnam di Laut Natuna Utara sepanjang Mei dan Juni. IOJI analisis keberadaan kapal asing pencuri ikan melalui dua metode, yaitu berdasarkan AIS dan Citra Satelit. Baca juga : Amankan 2 Kapal Vietnam, KKP: Laut Natuna Utara dan Selat Malaka Rawan Pencurian Ikan Analisis berdasarkan AIS ditemukan 11 kapal Vietnam diduga illegal fishing di Laut Natuna Utara selama Juni 2021. Jumlah kapal ikan Vietnam yang terdeteksi di Juni 2021 lebih sedikit dibandingkan Mei 2021. Pada Mei 2021, IOJI menemukan 24 kapal ikan Vietnam di Laut Natuna Utara.Sedangkan berdasarkan analisis citra satelit ditemukan kapal ikan Vietnam melaut dengan pola berpasangan gunakan alat tangkap pair trawl di Laut Natuna Utara. Pada Juni 2021, terdapat belasan kapal Vietnam illegal fishing di Natuna Utara. Jauh turun dibandingkan Mei sekitar 50 kapal." "Kapal Asing Curi Ikan di Natuna Diamankan, Satu Terbakar, Ini Foto dan Videonya","Menurut penelitian IOJI, penurunan kapal Vietnam di Laut Natuna Utara karena cuaca pada Juni lebih banyak berawan dan hujan. Gelombang laut cukup tinggi di Laut Natuna pada pertengahan dan akhir Juni 2021.Setelah IOJI menganalisis overlay AIS dan Citra Satelit ditemukan kapal patroli pengawasan perikanan Vietnam Kiem-Ngu Vietnam Fisheries Resource Surveillance (VFRS) selalu hadir di sepanjang garis landas kontinen Indonesia-Vietnam. Kehadiran kapal patroli Vietnam ini untuk mendukung penangkapan ikan ilegal di Laut Natuna Utara oleh kapal-kapal ikan Vietnam.Imam Prakoso, peneliti IOJI mengatakan, belum terlihat koordinasi solid antara KKP, Bakamla dan TNI AL dalam patroli di Laut Natuna Utara. Memang, katanya, armada kapal terbatas, tetapi bisa teratasi dengan koordinasi dan berbagi tugas.“Misal, hari ini Bakamla patroli di Timur, KKP di Barat, TNI di Utara,” katanya kepada Mongabay, belum lama ini.IOJI menyimpulkan, beberapa wilayah rawan illegal fishing yaitu Selat Malaka WPP RI 571 dan Laut Sulawesi WPP RI 716.IOJI juga menganalisis IUU Fishing di Selat Malaka dan di Laut Sulawesi. Dia meminta pemerintah perlu meningkatkan frekuensi patroli di Laut Natuna Utara (WPPNRI 711), Selat Malaka (WPPNRI 571) dan wilayah perbatasan Indonesia-Filipina (WPPNRI 716).Juga penting merevitalisasi kelompok pengawas masyarakat untuk mendukung pengawasan perikanan di Laut Natuna Utara bagian utara mendekati garis batas Landas Kontinen Indonesia–Vietnam sampai ke batas terluar klaim unilateral ZEE Indonesia. Baca juga : KKP Tambah Kapal Pengawasan di Laut Natuna, Apa Kata Mereka?******Foto utama:  Puluhan anak buah kapal (ABK) Vietnam yang diamankan. Foto: Yogi Eka Sahputra/ Mongabay Indonesia [SEP]" "Daun Nyangku, Pengganti Plastik Pembungkus Daging Kurban","[CLS]  Pagi-pagi buta, anak-anak MTs Pakis di Dusun Pesawahan, Desa Gununglurah, Kecamatan Cilongok, Banyumas, Jawa Tengah (Jateng) sudah mulai persiapan. Dengan menerapkan protokol kesehatan (prokes) yang ketat, mereka salat Idul Adha berjamaah. Mereka adalah anak-anak sekolah alternatif di MTs Pakis, Dusun Pesawahan yang lokasinya cukup terpencil. Di sekitar sekolah, tidak banyak rumah penduduk karena langsung berbatasan dengan hutan.Seperti tahun-tahun sebelumnya, di MTs setempat juga ikut serta berkurban dengan memotong dua ekor kambing. Berbagai persiapan telah dilakukan. Salah satunya adalah mencari daun nyangku. Tanaman nyangku bahasa latinnya Molinera capitulata, dikenal juga dengan nama rumput palem. Spesies tersebut merupakan tanaman berbunga. Tanaman nyangku banyak ditemukan di Indonesia dan merupakan tanaman asli Asia timur dan selatan, Indonesia dan Australia utara. Tanaman ini banyak ditemukan di tempat beriklim tropis dan lebih hangat, bahkan sebagian dijadikan tanaman hias.Mereka mencari tanaman nyangku untuk diambil daunnya. Daun itulah yang dijadikan pembungkus daging kurban untuk dibagi-bagikan kepada anak-anak MTs dan warga sekitar yang umumnya kurang mampu.“Sebetulnya, kami telah mempraktikkan pembagian daging kambing yang dibungkus sejak empat tahun silam. Latar belakangnya sederhana, daun nyangku tersedia cukup banyak di alam, termasuk di hutan sekitar MTs Pakis. Karena itulah, kami memanfaatkan daun nyangku untuk pembungkus daging kurban,” jelas Isrodin, Kepala MTs Pakis saat berbincang dengan Mongabay Indonesia pada Selasa (20/7).baca : Banyak Manfaat, Saatnya Gunakan Kembali Daun Sebagai Pembungkus Daging Kurban  " "Daun Nyangku, Pengganti Plastik Pembungkus Daging Kurban","Sebenarnya, banyak masyarakat di sekitar Gunung Slamet yang memanfaatkan daun nyangku sebagai pengganti bungkus plastik. Bahkan, daun nyangku menjadi salah satu pembungkus khas nasi dengan beragam lauk yang dikenal dengan nasi nyangku. “Iya memang ada di daerah Banyumas yang menjual nasi nyangku. Nama itu berasal dari daun yang digunakan sebagai pembungkus nasi rames,” ujarnya.Menurut Isrodin, dia bersama dengan anak-anak MTs, sejak sehari sebelumnya, sudah menyiapkan daun nyangku. “Di sekitar hutan di Dusun Pesawahan tersedia cukup banyak daun nyangku. Kami mencari sehari sebelumnya, karena kadar air nyangku cukup tinggi. Sehingga pada saat digunakan hari ini (Selasa) sudah agar berkurang kadar airnya,” kata Isrodin.Dijelaskannya, untuk membungkus daging kurban sangat gampang. Hanya dibutuhkan dua lembar daung nyangku. Kemudian di bagian atasnya ditali, juga menggunakan daun nyangku. Daun yang kuat sangat aman, apalagi tidak gampang sobek seperti daun pisang.“Hanya membutuhkan waktu beberapa menit saja untuk membungkus daging kambing yang telah dibagi-bagi. Kareena daun nyangku cukup panjang, maka untuk membawanya juga tinggal dijinjing saja. Sangat mudah dan yang pasti murah, karena tidak membeli,” ujarnya.Menurutnya, dengan memotong dua ekor kambing, ada 55 paket daging yang dibungkus dengan daun nyangku dan dibagikan kepada warga. Kebutuhan daun nyangku tidak lebih dari 150 lembar dan itu sangat tersedia di alam. “Memanfaatkan daun nyangku tidak merusak alam, justru sebaliknya malah menjaga lingkungan,” tegasnya.baca juga : Kurangi Plastik, Wadah Daging Kurban Pakai Besek  Kearifan LingkunganBagi Isrodin, memanfaatkan daun nyangku untuk pembungkus daging kurban tidak sekadar menghemat, tetapi sebetulnya merupakan upaya untuk menjaga kearifan lokal dalam pelestarian lingkungan." "Daun Nyangku, Pengganti Plastik Pembungkus Daging Kurban","“Dengan menggunakan daun nyangku sebagai bungkus daging kurban, maka kami tidak lagi butuh plastik. Dan ternyata dengan daun nyangku, maka daging tidak terkontaminasi plastik. Sebab, daging dibungkus dengan daun. Inilah mengapa, kami sudah mempertahankan tradisi pembungkus daging dengan daun nyangku sejak empat tahun silam,”ungkapnya.Dikatakannya, dengan tidak menggunakan plastik, maka apa yang dilakukan mereka merupakan bentuk kepedulian terhadap lingkungan. “Kami ingin memberikan contoh, bahwa untuk membungkus daging kurban, tidak harus dengan plastik. Kalau dengan daun nyangku bisa, kenapa tidak. Jelas-jelas lebih alami dan tidak mencemari lingkungan. Kalau memakai plastik, tentu lingkungan bakal kian tercemar karena ada penambahan sampah plastik. Sebab, plastik yang digunakan untuk bungkus daging dipastikan langsung dibuang,”ujar dia.Pihaknya akan terus mempertahankan kearifan lokal ini, sekaligus juga mengedukasi kepada anak-anak MTs Pakis agar tetap mempedulikan lingkungan. Di dalam benak mereka akan semakin tertanam, bahawa konsumsi plastik harus terus dikurangi. “Jangan sampai apa-apa menggunakan plastik. Kalau bisa diganti dengan bahan yang ada di alam, maka jangan memakai plastik untuk pembungkus,” katanya.Dia berharap ke depannya, masyarakat di Banyumas akan mengikuti jejak agar tidak menggunakan plastik sebagai pembungkus daging kurban. “Sebetulnya sangat bisa, apalagi masyarakat sekitar hutan pasti akan mau untuk mencarikan daun nyangku. Kalau harganya saya kira tetap terjangkau. Ini yang harus dikomunikasikan ke depannya. Jika semakin banyak yang mengikuti jejak kami, maka sampah plastik akan sangat bisa dikurangi,”tambahnya.baca juga : Balase, Anyaman Daun Kelapa Pengganti Kantong Plastik  " "Daun Nyangku, Pengganti Plastik Pembungkus Daging Kurban","Sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 mengeluarkan Surat Edaran (SE) bernomor SE.2/PSLB3/PS/PLB.0/7/2021 tentang Pelaksanaan Hari Raya Idul Adha tanpa Sampah Plastik kepada seluruh pemerintah daerah di Indonesia. Setiap kepala daerah diminta mengajak warganya dapat menggunakan kemasan ramah lingkungan.KLHK mengimbau kepada seluruh daerah melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) untuk menyerukan kampanye tanpa plastik pada Idul Adha 2021. Plastik dapat diganti dengan anyaman bambu, besek daun kelapa, besek daun pandan, daun jati, atau daun pisang dapat dipakai untuk pengganti plastik. Sebab, dari perkiraan yang dikeluarkan oleh KLHK, tas plastik yang digunakan untuk pembungkus daging dapat mencapai 100 juta buah.Itulah yang telah direspons oleh anak-anak MTs Pakis di Dusun Pesawahan. Sehingga hal itu juga mendapat apresiasi dari DLH Banyumas. “Saya sangat mengapresiasi dan setuju dengan kearifan lokal masing-masing desa. Salah satunya adalah Dusun Pesawahan yang memanfaatkan daun nyangku untuk pembungkus daging kurban. Kami juga akan terus mendorong daerah-daerah lainnya untuk dapat meninggalkan plastik sebagai pembungkus daging kurban,”jelas Kepala DLH Banyumas Junaedi.Menurutnya, ada juga yang menggunakan besek dari anyaman bambu, sehingga akan sangat mengurangi sampah plastik. “Namun demikian, memang harus disiapkan jauh-jauh hari sebelumnya. Baik itu yang menggunakan daun nyangku atau besek. Saya sangat apresiasi kepada MTs Pakis yang telah mempelopori pemanfaatan daun nyangku untuk pembungkus daging kurban,”ujarnya.DLH Banyumas berjanji ke depannya, plastik harus terus dikurangi atau bahkan tidak digunakan, salah satunya untuk pembungkus daging kurban.   [SEP]" "Petani Kuantan Singingi Kesulitan ke Kebun Kala Perusahaan Sawit Putus Akses Jalan","[CLS]     Masalah lahan antara warga petani dan PT Dutapalma Nusantara, Grup Darmex Agro, di Riau, makin memanas. Perusahaan sawit ini memutus akses masyarakat di Kecamatan Benai, Kuantan Tengah dan Kuantan Hilir Seberang, Kabupaten Kuantan Singingi, menuju kebun mereka. Mereka tak dapat lagi menyadap karet, memanen sawit bahkan mengawasi sapi ternak dalam kebun.Tak ada yang menyaksikan, ketika alat berat menggali parit di perbatasan Desa Kopah, Kecamatan Kuantan Tengah dan Desa Banjar Benai, Kecamatan Benai ini.Menurut informasi peternak yang diperoleh Darpaus, Kepala Desa Ujung Tanjung, sekitar pukul 11.00 malam, 1 September lalu, orang itu masih lewat di daerah yang dikenal dengan nama Tungku Arang itu.Paginya, ketika orang-orang hendak mengantar nasi buat penjaga ternak sekaligus menyadap karet, mereka justru terhalang parit.Darpaus perkirakan kedalaman parit lebih dua meter karena dasar agak berair, lebar sekitar empat sampai lima meter. Dia meninjau lokasi hari itu juga sekitar pukul 8.00.Tungku Arang, hutan adat Kenegerian Siberakum itu sekarang sudah jadi perkebunan. Dutapalma klaim, daerah itu perbatasan areal meski di sana kebun masyarakat yang jadi urat nadi masyarakat. Tak ada jalan lain lagi untuk pergi ke kebun.  Bukan kali pertamaTahun lalu, Dutapalma memutus dua akses lain. Pertama, Dusun Sungai Lintang, Desa Ujung Tanjung, dan Kecamatan Benai, di antara akses lain itu jalur paling utama. Hampir semua warga melewati jalan itu menuju kebun sawit, karet, cari rumput maupun beternak sapi.Kedua, di Simpang Empat atau Sungai Lintang Mudik, Gunung Kesiangan, desa lain di Kecamatan Benai.Pada 5 Mei tahun lalu, masyarakat Kenegerian Siberakun—Desa Siberakun, Ujung Tanjung, Banjar Lopak, Pulau Kalimanting, Pulau Tengah dan Desa Gunung Kesiangan—ramai-ramai mendatangi kantor kebun Dutapalma dengan menyeberangi parit." "Petani Kuantan Singingi Kesulitan ke Kebun Kala Perusahaan Sawit Putus Akses Jalan","Mereka hendak menjumpai manager, Ahmad Fauzi. Yang ada hanya Muhammad Jais. Sebagian warga menghampiri alat berat yang tak berapa jauh dari kantor kebun. Mereka bermaksud meminta operator alat menimbun kembali parit yang memotong akses ke kebun.Tak ada siapa pun. Karena makin emosi, beberapa orang mulai melempar eksavator dengan batu dan membakarnya.Sebulan kemudian, Kepolisian Resort Kuantan Singingi, bertahap menangkap empat orang, yakni, Hardianto, Dariusman, Zalhendri dan Yahya Haumi. Selain mereka, polisi lebih dulu memanggil Kades Siberakun, Karnadi.Polisi menetapkan semuan memiliki peran: baik sebagai pelaku pertama pelempar batu maupun yang memerintah, menyiram bensin dan menyulut api. Sejak itu, mereka tak pernah kembali ke rumah dan vonis empat tahun penjara.Karnadi pun tak pernah pulang lagi ke rumah, menemui anak dan istrinya. Keberangkatan ke Polres Kuantan Singingi, tanpa sempat pamit dengan istrinya, Armiyulis, 4 Juni lalu sekaligus perpisahan.Medio Mei 2021, Karnadi meninggal di RSUD Teluk Kuantan ketika jalani masa tahanan dalam Lapas Kelas II B di kabupaten yang berjuluk Bersatu Nogori Maju itu.Karnadi tak tertolong setelah malam harinya mengeluh sakit di bagian dada. Dokter mendiagnosa dia gagal jantung. Kepergiannya jadi duka mendalam, bukan hanya keluarga, juga Masyarakat Adat Siberakun. Dia dikenang sebagai pejuang tanah ulayat Kenegerian Siberakun. ***Pasca pemutusan jalan itu, Andi Putra, Bupati Kuantan Singingi, menganjurkan masyarakat sementara waktu melewati langsung jalan utama Dutapalma. Sebagian terpaksa tetap pergi ke kebun meski jarak tempuh makin jauh.Paling tidak, masyarakat Ujung Tanjung mesti menempuh perjalanan sekitar 15 kilometer. Biasa perlu setengah liter bensin, kini jadi dua kali lipat." "Petani Kuantan Singingi Kesulitan ke Kebun Kala Perusahaan Sawit Putus Akses Jalan","Meski keadaan seperti itu, Darpaus memastikan warga menahan diri untuk tak bertindak yang mengarah pada pelanggaran hukum. Belajar dari pengalaman pahit tahun sebelumnya, dia menyelesaikan masalah sengketa lahan itu lewat jalur-jalur pemerintahan.Darpaus bilang, 6 September lalu , Andi Putra, memanggil sejumlah kepala desa dan camat yang bersinggungan dengan Dutapalma.Bupati mengabarkan, kalau sudah menyampaikan masalah ini ke Gubernur Riau, Syamsuar. Laporan itu juga diteruskan ke Menteri Agararia dan Tata Ruang, Sofyan Djalil.Darpaus juga dihubungi Mardianto Manan, anggota DPRD Riau dari Kuantan Singingi. Dia dianjurkan, layangkan surat permohonan penyelesaian perselisihan antara Dutapalma dengan masyarakat, sekaligus bentuk panitia khusus.Dia meminta, Dutapalma menimbun kembali parit. “Masyarakat menolak keras serahkan lahan. Ninik mamak dan tokoh masyarakat tidak setuju imbauan Dutapalma. Kami bertahan tidak akan menjual lahan.”Andi Putra, memerintahkan Dutapalma menghubungkan kembali akses masyarakat ke kebun yang telah diputus. Itu disampaikan Kepala Tata Usaha Dutapalma, Muhammad Jais dan Staf Legal Dutapalma, Riki Lukito. Berdasarkan pemberitaan media online, dua orang perwakilan Dutapalma itu membantah telah memutus jalan masyarakat. Katanya, parit yang digali masih di dalam areal mereka dan demi keamanan kebun.Selain Andi Putra, Komisi I DPRD Kuantan Singingi juga pernah ke kantor kebun Dutapalma, Desa Banjar Benai. Kala itu, karena Dutapalma tak menghadiri panggilan rapat 30 Agustus lalu. Bersama para anggota dewan, juga sejumlah kepala desa, camat, polsek, tokoh masyarakat serta ninik mamak. Rombongan juga ketemu Muhammad Jais." "Petani Kuantan Singingi Kesulitan ke Kebun Kala Perusahaan Sawit Putus Akses Jalan","Edi Sapri, Kepala Desa Banjar Benai, menceritakan, rombongan menuntut dan menyatakan beberapa sikap, berupa, jangan sampai Dutapalma memblokade akses ke kebun, masyarakat tak akan jual lahan, dan jangan ada gangguan apapun terhadap kebun masyarakat. Perusahaan pun harus menarik kembali surat-surat yang dilayangkan beberapa minggu sebelumnya.Muhammad Jais tidak mengamini langsung permintaan itu. Dia hanya janji, sampaikan permintaan masyarakat ke estate manager. Kenyataan di lapangan setelah itu, masyarakat tak dapat melewati lagi jalan karena ada parit.Dutapalma tak membalas surat permintaan wawancara Mongabay ke kantornya di Jalan OK M Jamil, Kelurahan Simpang Tiga, Kecamatan Bukit Raya, Pekanbaru, 2 September lalu. Seorang sekuriti menyuruh telpon langsung ke nomor kantor untuk mendapat kepastian.Ketika dihubungi sehari kemudian, seorang perempuan dari dalam telpon mengatakan telah terima surat itu. Katanya, akan mengabari lagi kalau perusahaan berkenan. Sampai berita ini terbit, tak ada kabar.  Surat desak warga lepas lahanSekitar lebih sepekan sebelum pemutusan akses, Amri Yunus, baru saja membersihkan tubuh sepulang dari memotong karet. Sore itu, 22 Agustus lalu. Saat hendak melepas penat di rumah, tiba-tiba dua utusan Dutapalma nongol di muka pintu di Desa Banjar Benai.Tamu itu memperkenalkan diri dan menanyakan pemilik rumah. Sudir, Humas Dutapalma, yang dikenal Amri, menyodorkan selembar surat. Amri membaca. Sembari mempersilakan duduk dan menyuguhkan segelas air putih.Surat dari Humas Resource Development (HRD) dan Legal Dutapalma, Muhammad Afdhol, itu memerintahkan Amri menyerahkan lahan dan akan ganti rugi Rp 70 juta per hektar.Selambat-lambatnya sampai akhir Agustus. Kalau tidak, Dutapalma akan memutus atau menutup semua akses ke kebun yang dianggap bukan jalan umum." "Petani Kuantan Singingi Kesulitan ke Kebun Kala Perusahaan Sawit Putus Akses Jalan","Bunyi lain dari surat itu, Dutapalma menuding masyarakat menggarap lahan dalam hak guna usaha (HGU). Karena itu, imbauan lewat secarik kertas ini dinyatakan sebagai upaya pengamanan aset perusahaan.Amri, tegas menolak tawaran itu. Dia tidak sudi terima ganti rugi apalagi menjual lahan. Dia menilai, surat itu pemaksaan yang menyusahkan masyarakat. Dia merasa punya hak atas tanah karena lebih awal berkebun di areal yang kini diklaim Dutapalma.“Kalau perusahaan tetap mengambil tindakan tegas seperti ancaman dalam suratnya, masyarakat pasti akan protes,” katanya, 27 Agustus lalu.Amri empat beradik punya lahan karet seluas empat hektar warisan orangtua mereka. Umur pohon-pohon di sana hampir 40 tahun. Sebagian telah diperbarui atau tanam ulang. Seluruh keluarga kompak menolak menyerahkan lahan ke Dutapalma. Kebun itu satu-satunya sumber mata pencarian, tak ada pekerjaan lain.Setelah tamu pamitan, Amri seketika itu juga menghubungi kawan-kawan yang termasuk memiliki kebun di sekitar. Salah satu, Karnalis, mantan Kades Gunung Kesiangan.Dia mengatakan, belum terima surat serupa tetapi sudah mengetahui imbauan itu yang sudah tersebar luas di masyarakat.Amri juga memberitahu Kepala Desa Banjar Benai, Edi Sapri. Beberapa hari kemudian, Edi memanggil Amri dan warga lain yang juga terima surat. Hasil pendataan pemerintah desa, sekitar 21 keluarga memiliki 105,5 hektar kebun karet maupun sawit diklaim masuk HGU Dutapalma.Warga sudah berkebun di sana, rata-rata sekitar 30 tahun.Edi bilang, Dutapalma mulai mengintimidasi masyarakat. Bertindak sepihak, berupa main klaim dan menetapkan sendiri besaran ganti rugi lahan. Juga menunjukkan sikap arogan dengan berencana menutup jalur masyarakat untuk ke kebun.“Menurut kami, kurang pas kalau kayak gitu. Masyarakat makin kurang nyaman dengan keberadaan perusahaan. Semua menyatakan tak mau jual,” kata Edi, 30 Agustus lalu." "Petani Kuantan Singingi Kesulitan ke Kebun Kala Perusahaan Sawit Putus Akses Jalan","Selain Amri, Amran, warga Desa Ujung Tanjung, juga terima surat dari Dutapalma. Dia punya lahan empat hektar. Mongabay menghubungi Amran 28 Agustus lalu tetapi dia menyerahkan telepon genggam ke rekannya, Salpentri, untuk beri penjelasan. Mereka tengah nongkrong bersama.Salpentri duluan sehari terima surat ketimbang Amri. Dia juga terima dari Sudir, yang mengantar langsung ke rumahnya. Dia juga tidak terima dengan permintaan Dutapalma untuk serahkan lahan.Katanya, jual beli tidak bisa bila ada unsur paksaan. Kalau disertai ancaman, menghalangi masyarakat pergi ke kebun bila menolak tawaran itu. “Seharusnya, perusahaan melindungi petani di dalam. Saya bisa saja menuntut.”Salpentri mengatakan ke Sudir, tak akan takut karena lahan itu haknya meski nanti masuk alat berat berikut pengawal ke lokasi. Dia punya kebun karet sekitar 11,6 hektar dikelola bersama adik beradiknya.Sebagai petani yang dituding mengelola kebun dalam HGU Dutapalma, Salpentri mengadu ke ninik mamak dan pemerintah desa.Dia juga kirim surat itu ke nomor WhatsApp Bupati Andi Putra. Andi langsung membalas dengan mengatakan, telah mengetahui informasi ini. Pemerintah daerah langsung bikin rapat.Suhardiman Amby, Wakil Bupati Kuantan Sengigi gerak cepat dengan menyurati camat dan perintahkan koordinasi dengan kepala desa terkait.Salpentri bilang, ada lima petani di Ujung Tanjung, yang terima surat dari Dutapalma. Semua pemilik kebun karet ini jauh lebih awal menguasai lahan di sana yang mereka kelola turun temurun.Dia dan petani lain tidak ingin diganggu. Sebaliknya, perusahaan mesti memfasilitasi masyarakat dan tetap berdampingan mengelola kebun.Selama ini, kata Salpentri, Dutapalma kerap membeli tanah masyarakat. Dengan cara begitulah perusahaan terus memperluas areal kelola. Sebagian warga enggan menjual lahan. Dutapalma dinilai minim perhatian terhadap ekonomi dan sosial masyarakat." "Petani Kuantan Singingi Kesulitan ke Kebun Kala Perusahaan Sawit Putus Akses Jalan","Ketika Mongabay menghubungi para petani itu, belum ada pemutusan jalan oleh Dutapalma. Berdasarkan tenggat waktu dalam surat kepada masyarakat, batas akhir penyerahan lahan akhir Agustus. Memasuki September, Dutapalma memutus akses jalan masyarakat.“Bagaimana menghidupi keluarga kalau tidak ke kebun?” kata Darpaus, via telpon, 8 September lalu.  ******Foto utama:  Warga  berdiri pada tepian parit yang digali Dutapalma. Sebelumnya,  itu jalur masyarakat lalu-lalang ke kebun. Foto: dokumen warga [SEP]" "Pulihkan Ekosistem Teluk Ambon, IJTI dan Komunitas Lingkungan Tanam Mangrove","[CLS]  Untuk memulihkan kembali ekosistem di pesisir Pantai Teluk Ambon, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengurus Daerah Maluku, menggandeng sejumlah komunitas pecinta lingkungan di daerahnya melakukan penanaman mangrove.Kegiatan bernama IJTI Go To Green ini dipusatkan  di Pesisir Pantai Lateri, Kecamatan Baguala, Sabtu (18/12/2021), melibatkan antara lain Moluccas Coastal Care (MCC), The Mulung Community, Perekayasa (Inovator) Ahli Madya Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2LD-LIPI) Daniel Pelasula, Pelajar dari SMA Negeri 5 Ambon, Mahasiswa Jurnalistik IAIN Ambon, Pemerintah Negeri Halong, Kelurahan Lateri, Aparat Polresta Ambon, Kejaksaan Tinggi Maluku, serta masyarakat sekitar. Jenis mangrove yang ditanami yakni Sonneratia sp.Said Hatala, Ketua panitia kegiatan mengatakan, penanaman mangrove merupakan salah satu cara agar setiap orang peduli terhadap lingkungan sekitar. Sisi lain, untuk menjaga keseimbangan ekosistem serta mengasah kepedulian terhadap daerah pesisir di Pulau Ambon.“Program tanam mangrove ini sebagai upaya menumbuhkan kesadaran sekaligus membudayakan gemar menanam, dan memelihara pohon sebagai sikap hidup dan budaya bangsa, khususnya pada ekosistem mangrove dan hutan pantai,” ujarnya.Tanam mangrove ini juga, sebagai upaya penanggulangan degradasi lahan dan kerusakan lingkungan pada ekosistem mangrove dan hutan pantai. Kemudian upaya pencegahan bahaya intrusi air laut, gelombang abrasi, adaptasi mitigasi tsunami, meningkatkan serapan karbon, meningkatkan estetika kawasan mangrove hutan pantai, dan meningkatkan perekonomian masyarakat melalui ekowisata mangrove hutan pantai.“Kemudian, upaya meningkatkan produktivitas lahan pada ekosistem mangrove hutan pantai, sekaligus menjaga kelestarian lingkungan,” jelasnya.baca : Bersih Laut, Cara Kaka Slank, Ridho dan EcoNusa Menata Ekosistem di Maluku  " "Pulihkan Ekosistem Teluk Ambon, IJTI dan Komunitas Lingkungan Tanam Mangrove","Ia menyebutkan program Presiden Jokowi dengan menanam mangrove telah menegaskan komitmen pemerintah mengatasi perubahan iklim lewat rehabilitasi hutan bakau atau mangrove. Pemerintah berencana memperbaiki 34 ribu hektare hutan bakau hingga akhir tahun ini.“Jokowi menyampaikan hutan bakau 4-5 kali lebih baik dari hutan tropis dalam urusan menyimpan karbon. Dengan begitu, hutan bakau jadi salah satu solusi Indonesia dalam menekan emisi karbon penyebab perubahan iklim,” katanya.Komitmen ini sudah disampaikan Jokowi dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-76. Dimana, Indonesia akan menerapkan kebijakan pembangunan rendah karbon dan teknologi hijau.“Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia, sekitar 3.36 juta hektar atau 20 persen dari luasan mangrove dunia. Sehingga, penting memelihara, merawat dan merehabilitasi mangrove rusak,” kutip Said.Dalam siaran pernya, Menteri LHK Siti Nurbaya menyebutkan hutan mangrove mampu menyimpan karbon (carbon sinks) sebanyak empat sampai lima kali lebih banyak daripada hutan tropis daratan, terutama kandungan dalam tanah (coverground).Untuk percepatan pencapaian nationally determined contribution (NDC) Indonesia, mangrove memberikan kontribusi besar dalam penyerapan emisi karbon.Christ Belseran, Sekretaris IJTI Pengurus Daerah Maluku mengatakan, pelaksanaan penanaman mangrove ini merupakan bagian dari program kerja, dimana IJTI untuk mengkampanyekan isu perubahan iklim.baca juga : Pesan Presiden: Rawat Mangrove buat Jaga Pesisir, Ekonomi Masyarakat sampai Serap Emisi Karbon  Alami DegradasiPerekayasa Ahli Madya P2LD-LIPI, Daniel Pelasula mengungkap, beberapa riset yang dilakukan para peneliti pada 1998, kawasan hutan mangrove di Teluk Ambon seluas 49 hektare. Namun di 2008 berkurang menjadi 33 hektare. Kondisi ini lantaran kepentingan pembangunan, baik oleh pemerintah maupun swasta." "Pulihkan Ekosistem Teluk Ambon, IJTI dan Komunitas Lingkungan Tanam Mangrove","“Karena pembangunan sehingga terjadi degradasi ekosistem di pesisir laut,” ungkapnya.Dia mengatakan, sudah 40 tahun lebih mereka melakukan riset terhadap Teluk Ambon. Ada tiga ekosistem yang lengkap di Teluk Ambon, diantaranya mangrove, lamun dan terumbu karang, namun mengalami degradasi dalam beberapa tahun terakhir. Pada kurun 1970-1990, katanya, Perum Perikanan menyuplai industri perikanan yang besar di Ambon.Salah satu penunjang perikanan terbesar adalah Teluk Ambon bagian dalam, karena menyuplai ikan umpan kepada nelayan untuk melakukan penangkapan di Laut Banda. Dalam perkembangnya, ikan umpan semakin berkurang, dan banyak dicari di laut Pelita Jaya, Kabupaten Seram Bagian Barat.Kenapa ikan umpan berkurang, bahkan nelayan juga berkurang, karena pembangunan restoran yang tidak ramah lingkungan, bahkan tanpa memikirkan hak-hak masyarakat sekitar. Jadi, kata dia, salah satu penyebab rusaknya ekosistem mangrove, karang dan lamun adalah degradasi akibat pembangunan restoran.“Kenapa alami degradasi, pertama soal alih fungsi lahan. Banyak bangunan-bangunan yang mengkonversi lahan menjadi pemukiman. Dan itu diizinkan oleh instansi-instansi. Dulu banyak nelayan mengambil ikan umpan di Teluk Ambon, kini berpindah ke lokasi lain,” ungkapnya.Kemudian yang kedua, pembukaan lahan atas. Data terakhir yang diambil di tahun 2012, katanya, pembukaan lahan atas itu sekitar 700 hektare. Sekarang sudah 2.000 hektare. Jika semua lahan atas terbuka, proses sedimentasi akan masuk ke laut.baca juga : Mangrove Terakhir Ternate Dibabat, Burung dan Ikan Lenyap, Rumah Warga Kebanjiran  Meski begitu, mangrove dan terumbu karang kini terjaga lantaran adanya rehabilitasi yang dilakukan berbagai elemen masyarakat seperti, pegiat lingkungan, LSM maupun instansi pemerintah." "Pulihkan Ekosistem Teluk Ambon, IJTI dan Komunitas Lingkungan Tanam Mangrove","Saat ini kawasan mangrove sudah meningkat sekitar 39 hektare, termasuk yang baru ditanami. Dengan begitu, katanya, hutan mangrove bisa dijadikan sebagai Kebun Raya Mangrove Teluk Ambon dan Race Area. Atau bisa juga kegiatan pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek konservasi alam.“Bisa saja berpotensi memberikan kontribusi ekonomi bagi masyarakat. Rumah-rumah kopi akan tumbuh di situ, tidak ada lagi sampah laut. Artinya kesadaran masyarakat akan timbul karena sudah ada area yang bagus,” katanya.Dia berharap Teluk Ambon bisa menjadi model pembangunan berkelanjutan Mangrove pentingTeria Sahuteru, Koordinator Moluccas Coastal Care (MCC) mengatakan, jika Teluk Ambon terus ditanami mangrove, maka Maluku sudah menciptakan sesuatu yang baik bagi Indonesia.“Peran mangrove ini sangat penting, dan ini menjadi konsen kita di MCC. Pemerintah harus punya aksi di tahun 2022 akan datang, supaya memperbanyak penanam mangrove,” pintanya.Sisi lain, kata Teria, meski menanam mangrove yang banyak namun tidak memperhatikan masalah sampah, yang berdampak buruk terhadap ekosistem pesisir.Dia mengatakan, di beberapa daerah lain mangrove dijadikan sebagai ekowisata dan berbagai hal baik lainnya. Karena itu kesadaran masyarakat untuk menanam dan melestarikan mangrove penting dilakukan.“Mangrove ini salah satu fungsi terbesarnya adalah meminimalisir terjadi pengikisan pesisir pantai atau abrasi,” katanya.baca juga : Islam dan Gerakan Rehabilitasi Hutan Mangrove  Limbah KapalMarthen Haulussy, Penerima Kalpataru mengungkap, banyak sampah dan limbah kapal berserakan di Teluk Ambon. Ihwal sampah, kata dia, dari teluk luar ke Teluk Ambon sudah puluhan ton, dan hingga kini mereka tidak tahu cara mengelolanya seperti apa. Bahkan, Dinas Persampahan dan Lingkungan Hidup belum mampu mengelolanya." "Pulihkan Ekosistem Teluk Ambon, IJTI dan Komunitas Lingkungan Tanam Mangrove","Dia mengatakan, banyak tanaman mangrove yang mati dan rusak. Hal ini, bukan lantaran bibit dan cara tanamnya yang buruk, tetapi dampak dari pembuangan minyak dari kapal yang berlabuh di Teluk Ambon. Minyak mengendap dalam tanah sehingga banyak mangrove yang ditanam tidak tumbuh.“Dampaknya dari endapan kapal. Sehingga negatif terhadap tanaman mangrove dan lainnya,” ungkapnya.Sisi lain, dia mengatakan, mangrove ini selain sebagai mitigasi bencana alam, seperti menahan ombak laut, tsunami, juga dapat meredahkan tekanan angin.“Mangrove itu penghasil oksigen cukup tinggi. Dia menyerap karbondioksida, dan itu dari keras batangnya,” katanya.Sekarang ini pemanasan global, jadi upaya pencegahan sejak dini sudah harus dilakukan. Untuk itu masyarakat jangan lagi melakukan penabangan kepada berbagai tanaman, termasuk bakau.  [SEP]" "Standardisasi Pengelolaan Tambak Udang Superintensif Diharapkan Ada Pada 2022","[CLS]  Standardisasi pengelolaan tambak udang superintensif dinilai sangat penting agar bisa menjadi acuan masyarakat maupun pelaku usaha yang ingin menekuni budidaya udang vaname dengan hasil panen optimal. Dengan standardisasi juga, kendala-kendala yang dihadapi selama melakukan budidaya udang bisa diminimalisir.Hal ini ditegaskan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, saat meninjau Instalasi Tambak Percobaan (ITP) Punaga, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, Jumat (18/6/2021). Instalasi ini berada di bawah naungan Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau dan Penyuluhan Perikanan Pusat Riset Perikanan, BRSDM KKP.“Harus ada standar yang kita keluarkan sebagai acuan dalam mengelola tambak superintensif ini. Misalnya, standardisasi PH air, ukuran kolam, padat tebar, termasuk supply energinya sampai itu nemu. Itu namanya penelitian. Jadi ada waktu penelitian yang jadi toleransi sampai kita mendapat hasil paling optimal untuk disampaikan ke masyarakat dan industri,” ungkap Trenggono saat berdialog dengan peneliti di lokasi tambak.Trenggono berharap standardisasi pengelolaan tambak udang superintensif terealisasi di tahun 2022, sehingga dapat digunakan sebagai acuan oleh masyarakat dan pelaku usaha yang ingin menekuni tambak udang superintensif. Teknik budidaya ini dinilai sebagai salah satu kunci peningkatan produksi udang di masa depan.baca : Udang Indonesia di Lingkaran Kuantitas, Kualitas, dan Keberlanjutan Lingkungan  Dengan teknologi superintensif hasil panen bisa berkali-kali lipat lebih banyak dari hasil produksi tambak udang konvensional, semi intensif maupun intensif. Sebagai contoh, hasil panen per hektare tambak superintensif mencapai 40 ton per tahun. Operasional tambak ini juga lebih ramah lingkungan, sebab sudah dilengkapi dengan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL)." "Standardisasi Pengelolaan Tambak Udang Superintensif Diharapkan Ada Pada 2022","“Kalau flow budidayanya sudah bagus bener. Air mulai diambil dari laut, masuk tandon, kemudian dibeningkan lagi baru masuk ke kolam budidaya. Terdapat IPAL juga sehingga tidak mencemari laut,” ungkapnya.Selain standardisasi pengelolaan, Trenggono juga meminta jajarannya menghitung lebih detail biaya produksi udang per kilogramnya pada ukuran kolam tertentu. Perhitungan ini penting untuk menarik minat pelaku usaha untuk berinvestasi, dan memudahkan mereka dalam menjalankan kegiatan budidaya udang vaname superintensif.“Ini dihitung lagi ya, sampai dapat harga yang ideal,” ujarnya.Trenggono optimis budidaya tambak udang superintensif dapat segera diterapkan untuk segmentasi industri maupun rumah tangga. Kegiatan tersebut dinilai dapat berkontribusi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal maupun nasional. KKP sendiri siap membantu masyarakat dari sisi infrastruktur maupun pinjaman permodalan.“Kalau ini bisa dijalankan tahun ini,  sehingga tahun 2022 kita punya standar, Ditjen Perikanan Budidaya bisa segera mengimplementasikan ini ke masyarakat, termasuk kolam bundar, lalu kita buatkan instalasinya. Wah sejahtera ini,” ujarnya.baca juga : Bagaimana Cara Manfaatkan Tambak Udang Non Aktif?  Spesifikasi tambak udang superintensif sendiri meliputi kawasan supratidal, central drain yang dikoneksikan dengan collector drain, kincir, blower, otomatic feeder, hingga IPAL dengan volume 30 persen dari total volume tambak.Untuk tambak superintensif di ITP Takalar sendiri, terdapat 12 kolam dengan luas masing-masing 1.000 meter persegi, dengan padat tebar benur 500-1000 ekor.  Pada kolam dengan padat tebar 500 ekor per meter persegi, produksi bisa mencapai 5 ton per kolam per siklus. Sedangkan yang padat tebar 1000, hasil produksi bisa sampai 10 ton per kolam per siklus." "Standardisasi Pengelolaan Tambak Udang Superintensif Diharapkan Ada Pada 2022","Selain berdialog dengan peneliti, Trenggono bersama Kepala BRSDM KKP Sjarief Widjaja, pejabat eselon I KKP dan perwakilan Pemda Takalar, meninjau satu per satu sarana dan prasarana tambak yang ada di instalasi tambak percobaan Punaga dan menyaksikan panen parsial di salah satu tambak. Produksi Benih Rajungan Pada kunjungan ini, Trenggono juga meminta jajarannya di Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) di Kecamatan Galesong, Kabupaten Takalar, untuk meningkatkan jumlah produksi benih rajungan. Langkah ini guna mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat yang selama ini menggantungkan hidup dari mencari dan membudidayakan komoditas tersebut.“Tingkatkan lagi produksinya. Rajungan ini juga termasuk komoditas perikanan yang punya nilai tinggi di pasar,” ungkapnya.BPBAP Takalar merupakan tempat pengembangan dan penerapan teknik/teknologi pembenihan, pelestarian serta perlindungan budidaya air payau. Komoditas utama yang dihasilkan meliputi rajungan, udang windu, vaname, nila salin, kakap putih hingga rumput laut.Untuk rajungan sendiri, BPBAP Takalar mampu memproduksi 500 ribu hingga 1 juta ekor benih per tahun. Benih-benih tersebut lalu didistribusikan ke masyarakat, petambak, hingga untuk restocking di perairan di sekitar Takalar.Menurut Trenggono, rajungan punya nilai ekonomi tinggi dan penyerapannya di pasar lokal maupun internasional cukup tinggi. Rajungan bersama kepiting termasuk dalam lima komoditas ekspor perikanan unggulan Indonesia. Berdasarkan data BPS Januari – April 2021, ekspor rajungan dan kepiting sebesar USD150,86 juta.Dalam kunjungan kerja tersebut, Trenggono turut meninjau fasilitas laboratorium yang ada di BPBAP Takalar. Trenggono mendukung penuh kegiatan perekayasaan maupun inovasi dalam rangka meningkatkan produktivitas subsektor perikanan budidaya di Indonesia.baca juga : Prinsip Keberlanjutan untuk Penyelamatan Kepiting dan Rajungan, Seperti Apa?  " "Standardisasi Pengelolaan Tambak Udang Superintensif Diharapkan Ada Pada 2022","Kepala BPBAP Takalar, Supito, mengaku siap menambah jumlah produksi dan akan melakukan sejumlah inovasi untuk mencapai angka produksi yang optimal. Selain rajungan, inovasi untuk komoditas lain juga dilakukan, seperti rumput laut dan nila salin.“Tentu kami akan melakukan inovasi-inovasi, karena memang kebutuhan benih rajungan ini tinggi,” ujarnya.Pada kesempatan ini Trenggono menyerahkan bantuan benih udang windu sebanyak 1,2 juta ekor kepada lima kelompok petambak di sana. Kunjungan Pelabuhan Perikanan Untia Selain ke Kabupaten Takalar, Trenggono juga melakukan kunjungan ke pelabuhan perikanan di Kota Makassar.Menurutnya, pelabuhan perikanan merupakan komponen penting dalam sektor kelautan dan perikanan. Untuk itu, produktivitas pelabuhan perikanan perlu dijaga dan butuh kerja sama semua pihak untuk memastikan hal tersebut terjadi.“Tidak hanya oleh KKP, dukungan dari pemerintah daerah (Provinsi maupun Kota) agar nilainya bisa meningkat,” ujar Trenggono saat meninjau langsung Pelabuhan Perikanan (PP) Untia, Kota MakassarProduktivitas perikanan tangkap di pelabuhan ini diyakini dapat ditingkatkan karena potensi yang dimilikinya. Pelabuhan perikanan Untia berada di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 713 meliputi perairan Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Bali.Daerah penangkapan ini memiliki potensi tangkapan sebesar 1.177.857 ton. Selain itu, pelabuhan ini terletak di lokasi yang sangat strategis, yaitu berada di Kota Makassar dekat Pelabuhan Umum dan Bandara, serta sentra pemasaran ikan dan distribusi ikan.Pada tahun 2020, produksi tangkapan di pelabuhan perikanan ini mencapai 4.835 ton atau senilai Rp96 miliar dengan hasil tangkapan didominasi oleh jenis ikan tongkol, kurisi, cakalang, dan layang.baca juga : Benarkah Pemulihan Subsektor Perikanan Dilupakan Pemerintah Indonesia?  " "Standardisasi Pengelolaan Tambak Udang Superintensif Diharapkan Ada Pada 2022","Pengoptimalan fasilitas di pelabuhan perikanan Untia rencananya akan dilakukan dengan menambah rambu navigasi dan pembangunan breakwater. Langkah ini nantinya diharapkan akan meningkatkan aktivitas bongkar muat ikan pada pelabuhan ini sehingga lebih ramai dari sebelumnya.Selain untuk meningkatkan produktivitas tangkapan, upaya ini bertujuan untuk meningkatkan daya tarik PP Untia agar para investor pelaku perikanan menanamkan modalnya.Majunya pelabuhan ini juga diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat Sulawesi Selatan. Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu daerah yang potensial untuk pengembangan perikanan, baik untuk konsumsi dalam negeri dan lokal maupun untuk ekspor. Hal ini dikarenakan budaya masyarakat Sulawesi Selatan yang gemar mengonsumsi ikan. Dibuktikan dengan angka konsumsi ikan (AKI) provinsi ini pada tahun 2020 yaitu 72,28 kg per kapita.  [SEP]" "Manfaatkan Hiu Paus Sebagai Daya Tarik Wisata, Daerah Harus ada Rencana Aksi","[CLS]  Kemunculan Hiu Paus (Rhincodon typus) secara rutin di beberapa daerah di Indonesia dianggap sebagai sebuah berkah. Betapa tidak, salah satu satwa laut terbesar di dunia ini telah menjadi daya tarik wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Dengan demikian, pemerintah daerah mendapatkan keuntungan dari hiu paus. Namun pengelolaan yang tidak baik, justru berdampak negatif pada hiu paus, seperti pemberian makanan dari atas perahu ataupun menggantungkan makanan pada karung dengan tujuan mempertahankan kemunculannya.Seperti diketahui, pemberian makanan secara terus menerus telah mengubah perilaku hiu paus. Individu yang muncul cenderung kembali karena jaminan mendapatkan makanan. Dalam buku “Hiu Paus di Pantai Botubarani” (BPSPL Makassar, 2019), pemberian makanan ini membuat pola pergerakan hiu paus pun mulai berubah, dari bergerak aktif di perairan bebas menjadi terpusat di satu tempat yang kecil dengan jumlah banyak dan dalam waktu lama. Selain itu, hiu paus juga menjadi sangat jinak, dan lebih diam.Pemberian makanan dari atas perahu membuat hiu paus selalu mengarahkan mulut ke permukaan perairan. Saat posisi tersebut, mulut hiu paus sesekali mengalami benturan dengan badan perahu yang bisa mengakibatkan luka. Padahal hiu paus bukanlah hewan peliharaan yang hidup di perairan bebas dan harus tetap memiliki jarak dengan manusia. Sangat penting untuk mempertahankan sisi liar dari hiu paus agar bisa bertahan hidup di lautan bebas." "Manfaatkan Hiu Paus Sebagai Daya Tarik Wisata, Daerah Harus ada Rencana Aksi","Hiu Paus termasuk jenis ikan Appendix II Convention of International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) dan masuk dalam daftar merah International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) dengan status endangered (EN) atau terancam punah. Seharusnya pola pengelola pariwisata hiu paus memanfaatkan kemunculannya secara alami berdasarkan kalender musim, bukan karena pemberian makanan baik dari atas perahu maupun dengan menggantungkan makanan pada karung.baca : Hari Hiu Paus Internasional: Membenahi Upaya Konservasi Ikan Terbesar di Dunia  Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Ditjen PRL) pada Minggu (14/11/2021), mendorong segera dirumuskannya Rencana Aksi Daerah (RAD) pada 6 lokasi prioritas implementasi RAN (Rencana Aksi Nasional), meliputi Gorontalo, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Papua, Papua Barat, dan Kalimantan Timur, pasca ditetapkannya Keputusan Menteri dan Perikanan (Kepmen KP) No.16/2021 tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) Konservasi Hiu Paus Tahun 2021-2025.Pamuji Lestari, Plt. Dirjen PRL KKP, menyampaikan untuk mencapai 6 sasaran program konservasi hiu paus dalam RAN 2021-2025 tersebut, diperlukan komitmen berbagai pihak khususnya pemerintah daerah di 6 lokasi prioritas implementasi RAN.“Rencana Aksi Nasional ini perlu diadopsi pada tingkat daerah dalam bentuk RAD Konservasi Hiu Paus yang dilengkapi dengan perangkat hukumnya agar komitmen dan alokasi pendanaan dapat diarahkan untuk konservasi hiu paus di tingkat daerah,” ujar Pamuji Lestari dalam siaran pers KKP." "Manfaatkan Hiu Paus Sebagai Daya Tarik Wisata, Daerah Harus ada Rencana Aksi","Untuk mempercepat implementasi tersebut, Pamuji menjelaskan KKP bersama pemerintah daerah dan mitra terkait menginventarisasi kegiatan rencana aksi nasional yang telah dilakukan pada tahun 2021, tantangan dalam pelaksanaan serta rencana tindak lanjutnya pada tahun 2022 melalui rapat koordinasi yang digelar secara daring dan luring. Selain inventarisasi, rapat koordinasi juga dimaksudkan untuk sosialisasi pembelajaran dari Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dalam proses pengadopsian RAN ke dalam Rencana Aksi Daerah (RAD) Konservasi Hiu Paus.“Kami tentunya berharap RAN Konservasi Hiu Paus dapat segera diimplementasikan dan diintegrasikan pada program kerja di masing-masing lokasi prioritas yang telah ditetapkan,” tuturnya.baca juga : Setelah Terjebak Hampir Sebulan, Hiu Paus Paitonah Berhasil Diselamatkan  Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut (KKHL) KKP, Andi Rusandi menerangkan, rapat kordinasi dengan para pemangku kepentingan menghasilkan beberapa masukan dan sejumlah rekomendasi. Pertama, pemerintah daerah perlu membentuk tim atau kelompok kerja penyusunan RAD Konservasi Hiu Paus berkolaborasi dengan dinas provinsi, kabupaten atau kota, dan pemangku kepentingan lainnya.Kedua, RAN Konservasi Hiu Paus menjadi pedoman dan acuan dalam penyusunan RAD Konservasi Hiu Paus. Ketiga, progres implementasi RAN Hiu Paus yang belum terlaksana perlu diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Keempat, perlunya kolaborasi Pemerintah Pusat, Pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan dalam implementasi RAN Hiu Paus.KKP sendiri telah menetapkan hiu paus sebagai jenis ikan yang dilindungi secara penuh melalui Kepmen KP No.18/2013, sesuai rekomendasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) selaku otoritas keilmuan." "Manfaatkan Hiu Paus Sebagai Daya Tarik Wisata, Daerah Harus ada Rencana Aksi","Dalam siaran pers itu juga, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTB, Muslim, dalam sesi pembelajaran pengembangan RAD Konservasi Hiu Paus di NTB mengungkapkan bahwa Provinsi NTB telah membentuk kelompok kerja (Pokja) konservasi hiu paus dan menyusun RAD konservasi hiu paus.“Dokumen RAD Konservasi Hiu Paus disusun sebagai acuan dan pedoman bagi para pihak yang terkait dalam pengelolaan hiu paus dan habitatnya di NTB secara sistematis, efektif, terukur dan terintegrasi,” ujar Muslim.perlu dibaca : Ada Ekowisata Berkelanjutan untuk Hiu Paus di Teluk Saleh, Seperti Apa?  Di NTB, salah satu lokasi yang tengah dikembangkan adalah perairan Teluk Saleh di Desa Labuhan Jambu, Sumbawa. Bagi nelayan di Desa Labuhan Jambu, satwa ini dianggap sebagai nenek moyangnya ikan. Namun ada juga sebagian nelayan yang menganggap hiu paus sebagai hama alias hewan laut yang menakutkan. Sehingga, nelayan tersebut mengusirnya dengan cara menombak atau menggunakan parang. Semenjak ada edukasi bahwa hiu paus bukan satwa berbahaya dan perlu dilindungi, mayarakat mulai berperan penting melindungi ekosistem laut dan hiu paus.“Tak ada lagi yang menggunakan kekerasan seperti tombak dan parang untuk mengusir mereka,” ungkap Iqbal Hidayat, warga yang menjadi local champion di Desa Labuhan Jambu.Di Labuhan Jambu, hiu paus telah menjadi sahabat nelayan. Ketika hiu paus masuk jaring, nelayan akan membantu mengeluarkannya. Ketika jaring robek, pemerintah desa menanggungnya. Hal ini karena Desa Labuhan Jambu telah ditetapkan sebagai desa wisata berbasis hiu paus dengan tujuan untuk melindungi hiu paus. Sedangkan pendapatan dari ekowista ini dilakukan untuk konservasi hiu paus." "Manfaatkan Hiu Paus Sebagai Daya Tarik Wisata, Daerah Harus ada Rencana Aksi","Di Gorontalo, titik kemunculan hiu paus dan menjadi atraksi wisata minat khusus berada di Pantai Botubarani, Kabupaten Bone Bolango. Lokasinya dari pusat Kota Gorontalo hanya berjarak 30 menit menggunakan kenderaan roda dua maupun roda empat. Bahkan untuk melihat hiu paus sangat mudah, karena berada di pesisir dan dekat dari pemukiman warga. Untuk berinteraksi dengan hiu paus cukup berenang atau snorkeling sekira lima menit saja. Cara lainnya adalah dengan naik perahu yang didayung oleh warga atau dengan cara menyelam atau diving.baca : Wisata Hiu Paus di Gorontalo Harus Utamakan Konservasi  Terkait dengan Rencana Aksi Daerah (RAD) Hiu Paus yang didorong oleh KKP di Gorontalo sebagai salah satu lokasi prioritas, melalui Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Gorontalo mengatakan bahwa RAD Hiu Paus sedang dalam perumusan. Syafrie AB. Kasim, Kepala Bidang PRL dan PDSPKP, mengatakan dari rumusan yang sudah ada, untuk progres yang telah dilakukan yaitu pendataan wisatawan dan identifikasi foto serta penanda akustik hiu paus 2016-2021, pembangunan sarana dan prasarana CHSE (Cleanliness, Health, Safety, and Environment Sustainability) wisata dan pengawasan, pengusulan geosite Botubarani dan inisiasi pencadangan kawasan konservasi, serta peningkatan kapasitas masyarakat.“Koordinasi antar stakeholder juga sudah terbangun. Tantangannya yaitu pandemik COVID-19 dan keterbatasan anggaran dan permintaan support kepada NGO. Komitmennya adalah pelibatan masyarakat dan kelompok. Untuk riset dilakukan oleh perguruan tinggi. Sementara pemerintah daerah dan pusat memfasilitasi sarana prasarana fisik, dan UPT fokus pada pendataan hiu paus,” ungkap Syafrie yang dihubungi Mongabay, Minggu (15/11/2021)." "Manfaatkan Hiu Paus Sebagai Daya Tarik Wisata, Daerah Harus ada Rencana Aksi","Sedangkan Ranny R. Yuneni, shark and ray conservation specialist dari Yayasan WWF Indonesia, berpendapat, dalam Rencana Aksi Nasional (RAN) Hiu Paus terdapat strategi yang diusung dalam lima tahun ke depan. Penjabaran yang ada dalam RAN tersebut bisa diejawantahkan ke dalam RAD, terutama di Provinsi Gorontalo. Stakeholder atau para pemangku kepentingan yang terlibat di Gorontalo menurutnya juga penting dalam melakukan penyusunan RAD maupun dalam melakukan implementasinya.“Di Gorontalo saya pikir sudah sangat baik komunikasi antar stakeholder dan peduli terhadap hiu paus di Gorontalo, sehingga hal ini dapat menjadi peluang yang signifikan bagi pengelolaan. Bisa jadi membuat Pokja (Kelompok Kerja) lebih resmi, siapa mengerjakan apa, itu akan lebih terukur dan implementatif,” ujar Ranny.Namun hal lain yang penting, menurut Ranny, adalah terkait dengan strateginya harus benar-benar menyebutkan isu apa saja yang terjadi di Gorontalo, semisal pariwisata yang kurang bertanggung jawab dan code of conduct yang belum dilakukan atau kelembagaan yang masih minim. Sehingga strategi yang dilakukan masih selaras namun tidak ikut-ikutan, yang mungkin dapat di lakukan di Gorontalo.baca juga : Penelitian: Inilah Pola Kemunculan Hiu Paus di Gorontalo   [SEP]" "Tugas Nahkoda Baru dalam Membangun Kelautan dan Perikanan","[CLS] Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang sempat menjadi primadona Pemerintahan Jokowi jilid 1 beberapa saat lalu menghadapi nestapa. Hal ini disebabkan karena terbongkarnya kasus korupsi ekspor benih lobster atau benur yang menyeret nama sejumlah pejabat KKP termasuk di dalamnya nama Edhy Prabowo selaku mantan Menteri Kelautan dan Perikanan yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka.Selama setahun menjabat Menteri KKP, Edhy terlihat banyak berseberangan dalam hal kebijakan dengan pendahulunya. Antara lain membuka izin ekspor benih lobster yang oleh menteri sebelumnya sangat dilarang, meniadakan penenggelaman kapal pelaku penangkapan ikan ilegal, hingga wacana akan mengizinkan kembali alat tangkap cantrang.Kini KKP mempunyai nahkoda baru untuk membangun kelautan dan perikanan Indonesia. Namanya sudah tak asing lagi, di dunia usaha telekomunikasi dan pertahanan, namun sangat asing di dunia kelautan dan perikanan. Rabu, 23 Desember 2020 Presiden melantik Wahyu Sakti Wahyu Trenggono, Wakil Menteri Pertahanan untuk mengisi pos Menteri Kelautan dan Perikanan menggantikan Edhy Prabowo.KKP merupakan kementerian teknis yang mengurus pembangunan di bidang kelautan dan perikanan. Sehingga kebijakan yang dikeluarkan KKP akan berpengaruh besar terhadap keberlanjutan sumber daya laut dan kesejahteraan masyarakat, terutama nelayan dan pembudidaya.baca : Indikasi Kemunduran Tata Kelola Kelautan dan Perikanan Mulai Terlihat  Absennya Visi Besar Kelautan dan PerikananBerkaca ketika Edhy Prabowo dilantik menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan pada Oktober 2019 silam, ia menegaskan bahwa tidak ada visi misi Menteri yang ada hanya visi misi Presiden. Menurutnya Presiden menitipkan dua hal, yaitu membangun komunikasi dengan nelayan dan juga mengoptimalkan pengembangan budidaya perikanan." "Tugas Nahkoda Baru dalam Membangun Kelautan dan Perikanan","Sebenarnya tidak ada yang salah dari pendapat Edhy terkait tidak adanya visi misi Menteri. Karena memang Presiden Jokowi sendiri yang menegaskan bahwa tidak ada visi misi Menteri yang ada hanya visi misi Presiden dan Wakil Presiden. Walaupun pesan terkait tidak ada visi misi Menteri tidak lagi terdengar saat Presiden mengumumkan adanya reshuffle kabinet ataupun saat melantik Menteri yang baru 23 Desember 2020 kemarin.Namun demikian, seorang Menteri seharusnya bisa mengelaborasi dan mengimplementasikan visi misi Presiden ke dalam pembangunan yang jelas dan terarah.Setelah satu tahun Menteri Edhy menjabat, entah mengapa pembangunan kelautan dan perikanan seakan belum menemukan visi besarnya. Hal ini terlihat dari kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh Menteri Edhy masih belum dapat menyelesaikan masalah dalam bidang kelautan dan perikanan, malah kebijakannya cenderung menimbulkan kontroversi.Jika berkaca pada pembangunan kelautan dan perikanan pada masa Menteri Susi, terdapat tiga pilar pembangunan kelautan dan perikanan yang selalu menjadi landasan dari setiap kebijakan yang dikeluarkan KKP. Tiga pilar tersebut adalah Kedaulatan, Keberlanjutan dan Kesejahteraan, kemudian jika dikaitkan ketiga pilar tersebut akan saling berhubungan. Dengan adanya kedaulatan di laut maka keberlanjutan sumber daya laut akan terjaga dan akan memberikan kesejahteraan pada masyarakat.Harapannya pilar-pilar tersebut dapat kembali digunakan oleh nahkoda baru KKP Wahyu Sakti Trenggono untuk melandasi setiap kebijakan yang ia keluarkan dalam membangun kelautan dan perikanan.baca juga : Babak Baru Polemik Cantrang  Tugas Besar Nahkoda baru KKPJika KKP diibaratkan sebagai kapal, maka Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) adalah nahkoda. Ia adalah orang yang menentukan kemana kapal akan dibawa dan ia juga yang menentukan keselamatan orang-orang di dalam kapal." "Tugas Nahkoda Baru dalam Membangun Kelautan dan Perikanan","Sedikitnya ada empat tugas besar yang harus bisa diselesaikan oleh Menteri KP yang baru. Pertama, mendapatkan kepercayaan publik. Kepercayaan publik sangat penting bagi seorang menteri dalam menjalankan tugasnya.Mengutip survey yang dirilis oleh Lembaga Survey Arus Survey Indonesia pada Juni 2020 lalu terkait tingkat kepuasan kinerja Menteri, Menteri KP sebelumnya Edhy Prabowo mendapatkan tingkat kepuasan paling rendah diantara menteri-menteri yang lain. Belum lagi ditambah dengan adanya kasus korupsi benur di tubuh KKP, tentunya tingkat kepuasan akan semakin sangat rendah.Posisi Wahyu saat ini tentu tidak mudah untuk mendapat kepercayan publik jika dilihat dari latar belakangnya yang bukan profesional di bidang kelautan dan perikanan.Salah satu hal yang bisa dilakukan oleh Menteri Wahyu untuk mendapatkan kepercayaan publik adalah dengan berani membuat kebijakan yang selama ini selalu dikritisi oleh publik. Seperti menghentikan kebijakan ekspor benih lobster melalui revisi Permen KP No.12 tahun 2020.Hingga hari ini kebijakan terkait ekspor benur masih distop dan dievaluasi, belum terlihat titik terang apakah kebijakan ini akan dihentikan oleh Menteri Wahyu.perlu dibaca : Akankah Menteri KP Baru Hapus Kebijakan Ekspor Benih Lobster?  Kedua mencari solusi langsung dari permasalahan nelayan dan pembudidaya. Menteri Wahyu harus bisa membuktikan walaupun ia bukan berlatar belakang bidang kelautan dan perikanan tapi ia mampu meracik kebijakan yang pro lingkungan dan sumberdaya juga berorientasi pada kesejahteraan nelayan.Menteri Wahyu harus langsung berfokus pada masalah-masalah yang dihadapi nelayan saat ini. Seperti diketahui bersama saat ini perekonomian Indonesia memasuki masa resesi. Nelayan merupakan salah satu pihak yang terdampak resesi. Apalagi ditambah kondisi pandemi yang belum kunjung usai makin mempersulit nelayan dan menyebabkan harga ikan tangkapan menurun di beberapa wilayah." "Tugas Nahkoda Baru dalam Membangun Kelautan dan Perikanan","Ketiga, memutus mata rantai oligarki. Korupsi benur mengungkap tabir kongkalingkong antara pejabat negara dengan pihak swasta untuk memonopoli sumberdaya kelautan dan perikanan.Oligarki semacam ini bukan hanya merusak keberlanjutan sumberdaya perikanan, namun juga dapat mengendalikan harga pasar yang merugikan bagi pelaku usaha.Untuk memutus mata rantai oligarki, pertama-tama Menteri Wahyu harus memastikan dirinya terbebas dari kepentingan bisnis dan politik balas budi. Setelah itu ia harus bisa memilih orang-orang yang professional di bidangnya dalam membantu kinerjanya sebagai menteri. Khususnya dalam penunjukan staf khusus harus dipastikan bahwa orang-orang yang ditunjuk bersih dari orientasi bisnis dan kepentingan politik praktis.penting dibaca : Catatan Akhir Tahun : Perjuangan Masyarakat Pesisir Keluar dari Tekanan Pandemi COVID-19  Keempat, transparansi proses perizinan. Poin keempat ini ada sangkut pautnya dengan poin ketiga, karena oligarki selalu bermula dari proses perizinan dan mengakar menjadi penguasaan sumberdaya.Dalam hal transparansi perizinan bukan hanya sebatas merilis data-data perusahaan yang mengantongi izin usaha. Tapi harus dimulai dengan melibatkan stakeholder terkait seperti akademisi, praktisi, LSM, dan perwakilan masyarakat dalam proses perizinan untuk menghindari potensi terjadinya relasi kuasa.Selamat Bertugas Menteri Wahyu Sakti Trenggono, bidang kelautan dan perikanan adalah kekuatan besar bagi kemajuan Indonesia. Semoga Amanah!  *Anta Maulana Nasution, Peneliti Bidang Kemaritiman Pada Pusat Penelitian Politik LIPI. Tulisan ini merupakan opini penulis  [SEP]" "Komponen Iklim dan Mitigasi Bencana Alam","[CLS] Kita telah disambut oleh berbagai bencana alam di awal tahun 2021. Mungkin sederatan bencana lainnya akan menyusul hingga akhir tahun. Kita tidak tahu pasti, namun tren bencana memang tinggi di Indonesia. Bita dapat belajar dari tahun lalu.Sepanjang tahun 2020, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat telah ada 2.925 bencana alam di wilayah Indonesia. Dari total bencana yang terjadi sepanjang tahun lalu, ternyata 99 persen nya ialah bencana hidrometereologi –hanya 1 persen yang merupakan bencana geologi.Berdasarkan rincian data bencana hidrometeorologi, kejadian banjir telah terjadi hingga sebanyak 1.065 kejadian di sepanjang tahun 2020. Kemudian bencana yang disebabkan oleh angin puting beliung telah terjadi sebanyak 873 dan tanah longsor 572 kejadian.Selanjutnya untuk karhutla telah terjadi sebanyak 326, gelombang pasang dan abrasi 36 kejadian dan kekeringan terjadi sebanyak 29 kejadian di Tanah Air (BNPB, 29/12/2020).Sedangkan untuk jenis bencana geologi dan vulkanologi, BNPB menyampaikan bahwa kejadian bencana gempa bumi telah terjadi sebanyak 16 kali, dan 7 kejadian untuk peristiwa erupsi gunung api.Sebagaimana diketahui, bencana geologi terjadi karena faktor geologis alami pada wilayah Indonesia sebab keberadaannya tepat di jalur-jalur pertemuan lempeng tektonik baik darat maupun di lantai samudera.Bencana geologi mustahil dielakkan. Kecuali bila Negara Indonesia pindah ke wilayah yang bukan pertemuan lempeng tektonik ―walau tentu saja, itu sama tidak mungkinnya.Baca juga: Skeptis Terhadap Perubahan Iklim tapi Akrab Bencana, Apa Persiapan Kita? Bencana hidrometeorologi merupakan bencana yang diakibatkan oleh curah hujan, kelembaban, temperatur, dan angin ―yang juga merupakan komponen-komponen dari iklim bumi." "Komponen Iklim dan Mitigasi Bencana Alam","Sebagaimana diketahui, komponen iklim berubah seiring waktu sebagai respons terhadap aktivitas antropogenik. perubahan iklim disebabkan baik secara langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia sehingga mengubah kompoisi dari atmosfer global dan variabilitas iklim alami. Namun dewasa ini perubahannya berlangsung sangat cepat.Sejumlah media internasional bahkan sudah memakai istilah “Climate Disaster” atau “Bencana Iklim” supaya masalah serius ini tidak menjadi gajah dipelupuk mata bagi masyarakat. Hal itu dapat kita lihat misalnya New York Times, pada 19 September 2019, menerbitkan tulisan Do We Really Have Only 12 Years to Avoid Climate Disaster?Dapat kita lihat juga di Washington Post pada 17 Januari 2020, sebuah tulisan berjudul We Live in an Age of Climate Disaster, Now What?Di Eropa, media British seperti The Guardian bahkan menerbitkan tulisan yang lebih menantang: 2019 Has Been a Year of Climate Disaster, Yet Still Our Leaders Procrastinate dipublikasikan pada 19 Desember 2019. Upaya mitigasi dampak perubahan iklimLambat laun memang telah muncul kesadaran masyarakat internasional atas ancaman perubahan iklim. Setidaknya dapat dilihat dari diberlakukannya Protokol Kyoto pada tahun 2005.Tujuan utama dari Protokol Kyoto adalah untuk mengontrol emisi gas rumah kaca antropogenik utama (yang dihasilkan oleh manusia) dengan cara yang mencerminkan perbedaan nasional yang mendasari emisi GRK, kekayaan, dan kapasitas untuk melakukan pengurangan.Komitmen putaran pertama Protokol Kyoto adalah langkah rinci pertama yang diambil dalam Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim.Sepuluh tahun kemudian, di Paris, Konferensi Perubahan Iklim PBB menghasilkan suatu kesepakatan internasional yang lebih progresif Protokol Kyoto, yaitu Perjanjian Paris. Di situ target penurunan emisi ditingkatkan dan semua negara diberikan kewajiban pengurangan emisis sesuai kemampuannya." "Komponen Iklim dan Mitigasi Bencana Alam","Sayang perkembangan kesepakatan yang bagus ini tidak berjalan mulus. Sejak di bawah kepemimpinan Donald Trump, Amerika Serikat sudah enggan terlibat lagi dan bergerak mundur dari kesepakatan.Pada Konferensi Perubahan Iklim yang ke-25 di ­Madrid pada tahun 2019, gagal membuat aturan teknis dalam penerapan Perjanjian Paris. Ada tiga poin dalam Artikel 6 Perjanjian Paris yang tidak mencapai kesepakatan lanjutan; tentang kerja sama antar-negara, tentang mekanisme di Perserikatan Bangsa Bangsa, dan tentang kerja sama non market.Ketidak-konsistenan dari beberapa Negara merintangi pertemuan-pertemuan yang membahas perubahan iklim untuk membuahkan hasil. Menurut Stefan Rahmstorf, sebagaimana diutarakannya dalam sebuah wawancara di Deutsche Welle (19/6/2019), biasanya hal ini disebabkan kekuatan lobi industri energi fosil untuk menghambat agenda pengendalian perubahan iklim dan beserta proses kebijakan yang mengarah ke hal itu.Profesor Fisika Lautan di Universitas Potsdam tersebut juga menyampaikan bahwa setidaknya ada lima perusahaan minyak raksasa yang menggelontorkan uang 200 juta US Dolar per tahun untuk lobi-lobi tersebut.Sementara perundingan tingkat tinggi terkait perubahan iklim memakai prinsip nothing is agreed until everything is agreed dalam kerja mereka. Sistem ini tidak mengenal mekanisme pemungutan suara atau voting ―yang artinya, tanpa kesepakatan penuh maka tidak ada yang dihasilkan.Mantan Sekretaris Eksekutif UNFCCC, Christiana Figueres menyebut, kesepakatan internasional perubahan iklim tidak akan terjadi sebelum cukup diatur secara domestik oleh Negara-negara peserta.Intinya, Negara-negara peserta harus benar-benar mewujudkan komitmen untuk meredam dampak perubahan iklim dalam kebijakan nasional terlebih dahulu, baru dapat dibawa ke forum internasional.Baca juga: Kearifan Lokal dan Mitigasi Bencana ala Kampung Cikondang   Menghormati alam dan semua bentuk kehidupan" "Komponen Iklim dan Mitigasi Bencana Alam","Hal-hal politik rumit yang dibicarakan para pemimpin Negara tersebut di atas tentu bukanlah tembok bagi masyarakat untuk dapat bergerak dan berpartisipasi dalam mengatasi kenaikan suhu bumi.Banyak hal sederhana yang dapat dilakukan untuk memitigasi perubahan iklim. Seperti menghemat penggunaan energi listrik, mendaur-ulang sampah, memprioritaskan transportasi umum, menghijaukan lingkungan, membuat sumur resapan di pekarangan rumah, dan jika bisa menghentikan penggunaan produk-produk hasil industri yang merusak lingkungan hidup.Kita berhubungan dengan lingkungan dan kita harus berperilaku baik terhadapnya. Sesederhana itu saja sebenarnya. Namun untuk melakukan itu kita perlu suatu pemahaman ekologis.Kita harus mempelajari tiap aktivitas yang akan memberi dampak buruk pada ekosistem di sekitar kita. Karena jika ekosistem rusak, kehidupan kita juga yang terancam.Pemahaman ekologis tersebut sebenarnya pun telah dalam ajaran-ajaran agama. Seperti Profesor Odeh Al-Jayyousi dari Arabian Gulf University, Bahrain, mengatakan, bahwa kita perlu untuk menyerukan kembali pandangan holistik dalam agama –yang didasarkan pada gagasan harmoni; keadaan alami, keseimbangan, dan proporsi dalam sistem alam semesta.Gagasan ini memberikan dimensi etis dan mandat bagi semua manusia untuk menghormati alam dan semua bentuk kehidupan. Karenanya, mengatasi krisis lingkungan dan memitigasi dampak perubahan iklim, dari perspektif agama ditopang dengan mendefinisikan peran manusia sebagai pemimpin di muka bumi.Keseimbangan ini telah terganggu karena pilihan manusia yang mengakibatkan konsumsi, eksploitasi dan penggunaan sumber daya yang berlebihan. Referensi: [1] Sebanyak 2.925 Bencana Alam Terjadi Pada 2020 di Tanah Air, Bencana Hidrometeorologi Mendominasi, dipublikasikan di situs resmi BNPB, 29 Desember 2020.[2] Wawancara Stefan Rahmstorf oleh Deutsche Welle, 19 Juni 2019, dengan judul Carbon Trade; Solution to the Climate Crisis?," "Komponen Iklim dan Mitigasi Bencana Alam","[3] UN Climate Speech/14 Januari, 2013, 1 st GLOBE Climate Legislation Summit London, Statement by Christiana Figueres, Executive Secretary United Nations Framework Convention on Climate Change.[4] Odeh Al-Jayyousi, How Islam can represent a model for environmental stewardship, dipublikasikan di laman unenvironment.org, 21 juni 2018 * Alek Karci Kurniawan, penulis adalah Pegiat Lingkungan Hidup dan Peneliti Kebijakan Konservasi ***Ilustrasi kebakaran hutan. Hutan yang terbakar di Amazonas state, Brasil, Agustus 2020.  Foto: Christian Braga/Greenpeace. [SEP]" "Begini Komitmen Pemuda dan Masyarakat Pesisir Bandaran Menjaga Lautnya","[CLS]   Air laut jernih membiru bergelombang tenang. Deretan pohon kelapa yang tumbuh di hamparan pasir putih yang bersih dari sampah, dengan latar langit biru berawan tipis.Kapal-kapal dan perahu berlayar tenang. Lumba-lumba meloncat riang. Pulau-pulau kecil nampak asri dengan hijaunya mangrove dan tumbuhan besar lainnya. Ikan-ikan berenang riang di berbagai sudut. Di seberang sana, gunung nampak eksotik, kokoh, menjulang.Begitu rangkuman imajinasi laut masa kini dan masa depan yang tergambar dalam puluhan lukisan sejumlah siswa SD se-Desa Bandaran, Kecamatan Tlanakan, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur. Puluhan lukisan itu dipajang pada acara workshop ekosistem laut yang digelar Komunitas Bhura’an di balai desa setempat, Senin (29/11/2021).Zainal Abidin Hanafi, salah satu penggagas komunitas itu mengatakan, Komunitas Bhura’an merupakan wadah bagi pemuda setempat untuk bekerjasama dan pemberdayaan isu lingkungan setempat. Seperti edukasi lingkungan sejak dini kepada pra siswa melalui lomba melukis dan workshop ekosistem laut kepada masyarakat.“Kami sadar, tidak baik saling menyalahkan soal lingkungan. Termasuk persoalan sampah yang sampai saat ini belum juga teratasi. Kita perlu saling menyadarkan untuk peduli terhadap lingkungan dan butuh gerak nyata. Dari lomba lukis kemarin, kami bisa tahu, imajinasi mereka soal laut itu bagus. Tapi nyatanya, laut kita hari ini tercemar,” ujarnya.baca : Miris, Berikut Penampakan Sampah di Pesisir Selatan Madura  Meski belum banyak berkarya karena baru terbentuk, Kelompok Bhura’an mengajak masyarakat peduli lingkungan termasuk soal sampah melalui kegiatan itu.“Bhurâ’ân diinisiasi pemuda, tetapi tidak bisa bergerak sendiri. Butuh dukungan masyarakat menjaga lingkungan Bandaran ini. Juga para guru, diharapkan turut memberikan edukasi lingkungan melalui ruang-ruang kelas,” ujarnya." "Begini Komitmen Pemuda dan Masyarakat Pesisir Bandaran Menjaga Lautnya","Yusuf, salah satu perangkat desa Bandaran mengatakan, nelayan dan masyarakat Bandaran resah dengan kondisi laut yang semakin kotor. Dampaknya ikan makin sedikit dan sulit didapat, sehingga nelayan harus melaut lebih jauh.Dia bilang, Bhurâ’ân merupakan momen panen ikan selama 2 sampai 5 bulan bagi nelayan setempat, termasuk saat musim hujan. Tapi Bhurâ’ân saat ini jauh berbeda, musim panen ikan hanya satu minggu.“Kenapa ini terjadi? Apakah karena laut area pesisir kita sudah kotor? Semoga kedepan kita dapat bersama-sama merubah keadaan ini,” ujarnya.Yusuf mewakili pemerintah Desa Bandaran dan masyarakat mendukung dan berterima kasih dengan inisiasi kegiatan komunitas Bhurâ’ân yang positif itu.Sedangkan Endang Tri Wahyurini, Dosen Prodi Perikanan Universitas Islam Madura (UIM) sekaligus pembicara dalam acara itu mengatakan menjadi masyarakat pesisir merupakan anugerah Tuhan karena mudah menikmati kekayaan laut dan bisa jadi mata pencaharian.“Sebagian beranggapan, masyarakat pesisir diklaim sebagai kantong kemiskinan. Justru potensi alamnya yang luar biasa dengan kekayaan ikannya untuk ditangkap, dijual segar dan diolah untuk mendapatkan uang,” katanya.Endang mengatakan saat musim panen ikan, nelayan bisa menjual ikan segar. Tetapi sebaiknya ikan bisa diolah agar harga jual lebih mahal dan menjadi strategi saat menghadapi musim paceklik ikan saat nelayan tidak berani melaut karena cuaca buruk.“Saat musim paceklik ini, perempuan nelayan berjualan camilan hasil olahan sendiri untuk tetap bisa menyangga ekonomi keluarga. Ke depan, ibu-ibu bisa memanfaatkan musim itu dengan cara mengolah hasil laut dalam bentuk apapun. Seperti diolah menjadi nugget, krupuk, sosis, dan olahan lainnya,” jelasnya.baca juga : Potret Perempuan Nelayan di Pesisir Jumiang Pamekasan  " "Begini Komitmen Pemuda dan Masyarakat Pesisir Bandaran Menjaga Lautnya","Ketua Kelompok Peduli Mangrove Madura (KPMM) itu menjelaskan, ada tiga ekosistem utama di laut yang penting untuk dijaga yaitu mangrove, terumbu karang, dan padang lamun.Secara fisik, mangrove bisa mengendalikan abrasi pantai, mengurangi tiupan angin kencang dan terjangan gelombang laut, mempercepat laju sedimentasi, mengendalikan intrusi air laut, dan menyerap dan mengurangi polutanSecara ekonomi, hutan mangrove bisa dimanfaatkan kayunya dan hasil hutan bukan kayu, seperti madu, bahan obat-obatan, minuman, makanan, tanin. Bahkan menjadi lahan untuk kegiatan produksi pangan dan ekowisata.“Secara biologis, mangrove bisa jadi tempat mencari makan, tempat pemijahan, dan tempat berbiak ragam jenis ikan, udang, kerang dan biota laut lainnya. Juga tempat bersarang berbagai satwa liar, terutama burung, dan sumber plasma nutfah,” ungkapnya.Sedang terumbu karang, berfungsi untuk menangkap sedimen, kawasan tempat mencari makan, dan menghasilkan nutrien. “Terumbu karang bisa jadi habitat berbagai biota laut, tempat pemijahan, peneluran dan pembesaran anak-anak ikan, sebagai sumber makanan bagi ikan-ikan, mencegah abrasi pantai, membantu mengurangi pemanasan global karena menyerap bisa karbondioksida, yang diubah sebagai bahan baku terumbu dengan reaksi kimia, dan ini perlu dilestarikan,” jelasnya.Menurutnya, terumbu karang bisa rusak karena cara tangkap ikan dengan menggunakan bahan peledak, menggunakan racun sianida, menggunakan pukat harimau atau pukat hela, Ghost Fishing atau alat tangkap yang rusak, setrum atau electric fishing, pencemaran limbah dan sampah, pengambilan dan penambangan terumbu karang.Sedangkan padang lamun, katanya, bisa menjadi perlindungan pantai terhadap gelombang dan arus, menjadi habitat dan kawasan tempat mencari makan dan berkembang biak, bisa memanfaatkan nutrien secara efisien.baca juga : Aksi Endang Wahyurini Selamatkan Mangrove Madura  " "Begini Komitmen Pemuda dan Masyarakat Pesisir Bandaran Menjaga Lautnya","Sementara Farhan Hakim pegiat pengolahan sampah plastik bilang, berbagai jenis sampah menjadi permasalahan di laut. “Bukan hal baru bicara plastik mengotori laut kita. Makanya ada daerah yang melarang penggunaan plastik untuk meminimalisir sampah plastik,” jelasnya.Dia sarankan, ketika belanja untuk membawa tas belanja tidak sekali pakai. Dia merasa miris melihat suatu daerah yang belum mengelola sampah dengan baik, termasuk di daerah pesisir. Sungai-sungai di daerah perkotaan pun jadi kotor karena sampah dibuang sembarangan bahkan dijadikan tempat pembuangan air sisa mandi dan lainnya.“Jujur, saya merasa miris melihat pesisir Madura hari ini. Karena hampir semuanya airnya kecoklatan seperti kopi susu. Salah satu sebabnya karena kotor dari sampah dan limbah rumah tangga, tambak, bahkan industri,” ujar pegiat lingkungan yang memanfaatkan bahan bekas menjadi baju dan aksesoris lainnya tersebut.Persoalan laut seperti ini tidak bisa dibiarkan. Tidak ada solusi terbaik selain bersama-sama menjaga laut dengan cara mulai dari hulu, yakni dari setiap individu.“Kalau tidak dimulai dari hulunya, maka lukisan laut bersih seperti yang digambar siswa-siswi yang dipajang ini, ya hanya sebatas gambar dan imajinasi saja. Mereka ini generasi untuk beberapa tahun ke depan. Bisa jadi, kalau kita selaku generasi hari ini cuek akan kerusakan lingkungan, maka mereka tidak akan bisa menikmati kekayaan laut yang cukup potensial di masa depan,” tegasnya.  [SEP]" "Vinsensius Tularkan Semangat Menanam Bakau di Desa Nobo","[CLS]  Seluruh dunia memperingati Hari Bumi setiap tanggal 22 April. Untuk memperingatinya, Yayasan Misool Baseftin Flores Timur menggandeng Pokmaswas Sinar Bahari Desa Nobo, Kecamatan Ile Bura, Kabupaten Flores Timur, NTT melakukan penanaman bakau.Sebelum penanaman bakau di pesisir Desa Nobo, dilakukan pemungutan sampah di sepanjang pantai tersebut. Kegiatan ini diikuti juga oleh Dinas Perikanan Flores Timur, PSDKP, WCS, DLH, UPT KPH Flores Timur dan warga desa.“Sebelum menanam bakau, kami memungut sampah plastik di pesisir pantai. Sampahnya memang tidak terlalu banyak sebab pantainya relatif  bersih dan hanya terkumpul sebanyak 2 kantong plastik besar saja,” kata Maria Yosefa Ojan, Kepala Kantor Misool Baseftin Flores Timur kepada Mongabay Indonesia di lokasi kegiatan, Sabtu (24/4/2021).Evi sapaannya menyebutkan pihaknya mengajak Pokmaswas Sinar Bahari menanam bakau sebanyak 300 anakan. Kegiatan ini dilakukan untuk mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya menanam bakau.“Kami mengapresiasi semangat masyarakat dalam menanam bakau secara mandiri. Jika dilihat, hampir semua pesisir pantai di Desa Nobo minim tanaman bakau sehingga abrasi setiap tahun terus terjadi. Sejak bakau ditanam, abrasi mulai berkurang,” ujarnya.baca : Ridwan dan Cerita di Balik Rimbun Mangrove Pantura di Ambulu  Menanam Secara SwadayaPantai Desa Nobo sebagian besar dipenuhi bebatuan. Hamparan pasir praktis hanya sekitar 5 meter dari saja dari bibir pantai. Hanya 3 rumpun tanaman bakau terlihat di pesisir pantai desa ini dengan jarak berjauhan. Pohon bakaunya pun hanya beberapa saja yang tingginya sekitar 4 m. Sisanya dengan tinggi seragam.Pemandangan berbeda terlihat di pesisir pantai sebelah timur Desa Nobo. Hutan mangrove mulai terbentuk. Terdapat 3 jenis bakau yang ditanam di pesisir pantai desa ini yakni jenis Sonneratia alba, Rhizophora mucronata dan Avicennia marina." "Vinsensius Tularkan Semangat Menanam Bakau di Desa Nobo","Keberadaan bakau di pesisir pantai desa ini berkat kegigihan seorang warganya bernama Vinsensius Litan Witi (50). Dirinya diberikan pemahaman dan dukungan dari Yayasan Pembangunan Sosial Ekonomi Larantuka (Yaspensel) yang berada dibawah naungan Keuskupan Larantuka.Sius sapannya mengakui, tahun 1995 menanam sebanyak 50 ribu pohon di perbatasan desa Nobo dan Konga. Selain bersama Yaspensel, kegiatan ini bekerjasama dengan Dinas Perikanan Kabupaten Flores Timur (Flotim).“Bibitnya saya ambil di Pulau Konga lalu disemai di polybag plastik hingga tumbuh setinggi sekitar 30 sentimeter lalu ditanam. Saya belajar mengenai bakau dan penanamannya dari Yaspensel,” sebutnya.Setelah penanaman pertama gagal tumbuh, tahun 1998 Sius kembali menanam 25 ribu pohon di pesisir pantai Desa Nobo.Tahun 2019 dan 2020 Sius kembali tanam bakau sebanyak 3 ribu pohon menggunakan propagul. Semuanya bakau itu tumbuh dengan baik.“Kalau disemai terlebih dahulu, setelah ditanam lebih banyak yang mati. Bila disemai maka setiap hari harus disiram dengan air laut sehingga apabila nantinya dipindah ke laut maka bakau sulit menyesuaikan diri dan sebagian besarnya mati,” ungkapnya.baca juga : Bangun Jalan Tol di Pesisir Utara Jateng, Mangrove Direlokasi, Mungkinkah?   Selain Sius, sang istri Magdalena Lelu Kedang pun menanam sendiri sebanyak 1.500 pohon menggunakan propagul. Keduanya pun setiap tahun selalu menanam sebanyak 300 pohon di sela-sela waktu luang mengurus kebun.Sius mengaku mengambil propagul di Pulau Konga, sebuah pulau kecil yang berjarak sekitar 500 meter dari pesisir pantai Desa Nobo. Dia berangkat sendiri menggunakan sampan.Ia mengaku dulunya selalu mengantar propagul ke almarhum Simon Puka di Desa Nurabelen yang biasa menanam bakau. Dalam seminggu ia mengantar 2 karung msing-masing berisi 1.000 propagul dan dibayar Rp150 ribu per karung." "Vinsensius Tularkan Semangat Menanam Bakau di Desa Nobo","“Pernah saya tenggelam dan 3 karung bakau yang saya bawa dari Pulau Konga tenggelam semua. Saya terlambat berangkat dari Pulau Konga sehingga terjebak cuaca buruk,” kenangnya.  Ditentang MasyarakatDi pantai Desa Nobo hanya terdapat 2 tempat yang bakaunya tumbuh namun jumlahnya tidak banyak karena tidak tumbuh atau dirusak warga.Banyak warga merusak tanaman bakau karena dianggap mengganggu aktifitas mereka dalam mendaratkan sampan atau perahu di pinggir pantai dan menghalangi jalan mereka saat beraktifitas menangkap ikan atau gurita (menyulo) saat malam hari.Kegiatan Menyulo (bahasa Nagi) tersebut biasa dilakukan warga saat air laut surut di malam hari dengan menggunakan penerangan berupa lampu petromak atau senter.“Masyarakat juga beralasan kalau bakau lebat dan menjadi hutan maka ditakutkan akan menjadi habitat buaya berkembangbiak. Ini yang membuat banyak masyarakat mencabut bakau yang saya tanam,” ucapnya.baca juga : Menanti Bibit-bibit dari Mangrove Center untuk Hijaukan Pesisir Indonesia  Sius mengenang, dirinya pernah menangkap anak muda di desa Nobo yang tebang bakau. Tangan anak tersebut pun dilukainya dengan golok. Kepada anak muda tersebut dirinya katakan, kalau tangan terluka kita akan merasa sakit. Hal yang sama pun terjadi pada bakau yang dipotong.“Orang tuanya pun memarahi anaknya dan mengatakan untung saja tidak dilaporkan ke polisi atau Dinas Lingkungan Hidup. Kalau dilaporkan maka bisa saja dia dan anaknya dipenjara,” ujarnya.Sius bersyukur, sejak kejadian tersebut masyarakat di desanya tidak berani lagi merusak tanaman bakau yang ditanamnya.Ia juga mengaku pernah mengejar nelayan asal Kabupaten Ende yang menyelam dan menangkap ikan menggunakan kompresor saat malam hari. Bersama anggota Pokmaswas, mereka mengejar nelayan dari luar daerah tersebut hingga melarikan diri." "Vinsensius Tularkan Semangat Menanam Bakau di Desa Nobo","“Saya bersama Pokmaswas mengejar mereka sebab takutnya mereka menggunakan racun ikan atau bom sehingga merusak ekosistem laut,” terangnya.Walau mendapat kecaman masyarakat dan menganggapnya hanya membuang waktu saja bekerja tanpa mendapatkan hasil, Sius bertekad terus menanam bakau. Apalagi bakau pun ditanam di pesisir pantai pada lahan kebun miliknya.Semangat itu pun ditularkan kepada anaknya dan anggota Pokmaswas. Prinsip dia, meski menanam bakau  tidak mendapatkan uang namun dampaknya akan terasa di kemudian hari.“Setelah banyak bakau, kelapa yang berada di pesisir pantai yang dulunya tidak berbuah, buahnya kembali lebat. Setelah ada bakau, pesisir yang sebelumnya hanya pasir kini mulai ada lumpur dan tidak terjadi abrasi lagi,” ucapnya bangga.baca juga : Ini Upaya Bersama Rehabilitasi Mangrove dalam Meredam Dampak Perubahan Iklim  Perlu Peraturan DesaSetelah bakau mulai banyak tumbuh di pesisir pantai Desa Nobo dan desa sekitarnya, Sius mengharapkan adanya Peraturan Desa (Perdes) soal perlindungan laut dan bakau. Ini penting agar ada ikatan terhadap warga agar lebih menjaga ekosistem pesisir pantai dan laut.“Saya berharap agar ada Perdes soal bakau agar masyarakat tidak mencabut dan menebang bakau yang saya tanam bersama isteri, anak dan anggota Pokmaswas Sinar Bahari,” harapnya.Kepala Desa Nobo, Petrus Kikung Witi juga mengakui dampak positif dari bakau yang ditanam Sius dan Pokmaswas membuat abrasi pantai tidak terjadi lagi.Dahulunya kata Petrus, setiap tahun selalu terjadi abrasi sehingga banyak pohon kelapa di pesisir pantai yang tumbang.“Kami dari Pemerintah Desa Nobo berencana membuat Perdes soal bakau dan penyelamat laut dan akan berkoordinasi dengan Yayasan Misool Baseftin untuk penyusunan draftnya,” ungkapnya.Menurut Petrus, Sius selalu menanam bakau setiap tahun dan merawatnya. Kadang dia menanam sendiri bersama anggota keluarganya dan kadang juga dengan anggota Pokmaswas." "Vinsensius Tularkan Semangat Menanam Bakau di Desa Nobo","Ketua Pokmaswas Sinar Bahari Mikael Kulong Kedang mengatakan sepanjang tahun 2014-2016, anggota Pokmaswas hanya 2 orang. Jumlah anggota bertambah menjadi 10 orang pada tahun 2016.Mikael katakan, peran Pokmaswas hanya melakukan pemantauan laut apakah ada nelayan yang menangkap ikan menggunakan bahan peledak atau racun serta merusak tanaman bakau yang ditanam.“Kami bekerja secara mandiri dan tidak mendapatkan anggaran dari Dana Desa sehingga Pokmaswas tidak ada program rutin,” ucapnya.Mikael mengakui masyarakat Desa Nobo sudah sadar dan tidak ada lagi yang menebang bakau apalagi selalu dipantau oleh Pokmaswas. Sebelum ada sosialisasi dari Yayasan Misool Baseftin, masyarakat selalu menebang bakau.  [SEP]" "Implementasi Pajak Karbon di Tahun 2022, Antara Rencana dan Tantangan","[CLS] Akhirnya RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) disahkan menjadi undang-undang dalam Sidang Paripurna DPR hari Kamis tanggal 7 Oktober 2021 setelah melalui beberapa perdebatan panjang. Selain disetujuinya berbagai besaran baru pajak dan aturan baru terkait perpajakan, disetujui juga pajak karbon sebagai jenis pajak baru di Indonesia.Pajak karbon yang juga termuat di dalam RUU HPP telah disetujui oleh mayoritas fraksi di DPR atas usulan pemerintah Indonesia, dengan alasan utama pajak ini diharapkan akan dapat mengurangi emisi Gas Rumah Kaca atau GRK secara terstruktur, sistematis, massif, dan ditambah lagi berkelanjutan. Selain itu, pajak karbon diharapkan dapat menambah pendapatan pemerintah untuk pembangunan, khususnya di dalam penanganan perubahan iklim. Tujuan implementasi pajak karbon ini sangat berbeda dengan jenis-jenis pajak yang lain, sehingga implementasinya pun akan sangat berbeda.Dari kalangan masyarakat sendiri, pro kontra akan tujuan serta manfaat pajak karbon ini kemudian menjadi perdebatan di banyak tempat, bahkan tidak sedikit yang menentangnya, terutama industri dan juga masyarakat umum.Ada banyak spekulasi, dugaan, dan berbagai prasangka serta narasi, tentang apa dan bagaimana beroperasinya pajak karbon ini.Pajak karbon akan memajaki seluruh emisi industri. Pajak karbon akan menaikkan biaya produksi. Pajak karbon akan mengurangi daya saing Indonesia. Dan bahkan pajak karbon juga akan memajaki nafas penduduk dan asap dari kegiatan dapur.Dan hal berbagai narasi tersebut kemudian bertambah liar ketika dibahas di media sosial. Seakan pajak karbon adalah monster baru di dalam sistem perpajakan.baca : Pajak Karbon dan Harapan Pembangunan Indonesia Berkelanjutan  Apa itu pajak karbon?   " "Implementasi Pajak Karbon di Tahun 2022, Antara Rencana dan Tantangan","Menteri Sri Mulyani mungkin saja sudah berhasil meyakinkan para anggota DPR untuk meloloskan RUU HPP, tapi yang pasti masih belum berhasil menjelaskan apa itu pajak karbon kepada masyarakat awam dan para pihak yang terkait, terutama sektor bisnis sebagai salah satu target utama pajak karbon. Pemahaman tentang pajak karbon ini sangat penting dalam implementasinya mendatang, yang direncanakan dilakukan di tahun 2022.Pajak (atau cukai) karbon secara taksonomi dapat dikatakan sebagai turunan dari Pigouvian Tax (pigouvian adalah jenis pajak dari setiap aktivitas pasar yang menghasilkan eksternalitas negatif).Dengan kata lain, pajak karbon adalah pajak yang dikenakan atas emisi dan bahan bakar dari fosil. Pajak ini pada awalnya dirancang untuk mengubah perilaku untuk mengurangi emisi/polusi GRK yang ditimbulkan oleh perusahaan dalam proses produksi, dan juga untuk mengurangi jumlah bahan bakar fosil yang digunakan oleh individu dan perusahaan.Untuk itu, maka “Pajak Karbon” biasanya diterapkan atas (a) kandungan karbon, seperti misalnya pajak karbon yang dikenakan untuk bahan bakar, atau (b) emisi gas rumah kaca yang dilepaskan langsung (direct emission). Dengan kata lain, subjek pajak akan membayar pajak berdasarkan jenis dan jumlah bahan bakar yang diproduksi/konsumsi atau berdasarkan jumlah emisi GRK yang dilepaskan sesuai hasil pengukuran dan verifikasi.Sebagai ilustrasi pajak karbon jenis pertama, pemerintah menetapkan tarif pajak karbon untuk bahan bakar berdasarkan jumlah emisi GRK yang akan otomatis terlepas bila satu satuan energi bahan bakar digunakan. Dengan kebijakan ini, bahan bakar yang kandungan karbonnya tinggi, seperti batubara, akan dikenai tarif pajak karbon yang lebih tinggi daripada gas alam misalnya. Atau misalnya pajak karbon dikenakan dengan acuan gram karbon dioksida per liter BBM, maka bisa jadi akan membuat bensin premium jadi lebih mahal harganya dibanding pertamax." "Implementasi Pajak Karbon di Tahun 2022, Antara Rencana dan Tantangan","Untuk pajak karbon jenis kedua, pemerintah menetapkan tarif pajak karbon (misalnya dalam satuan Rp/ton karbon dioksida) untuk emisi GRK yang dilepaskan subjek pajak. Dengan model ini, suatu pembangkit listrik yang menggunakan batubara akan membayar pajak karbon yang relatif tinggi, sedangkan pembangkit yang menggunakan energi terbarukan tidak akan membayar pajak karbon karena emisi GRK-nya nol.Untuk pajak karbon jenis pertama, pemerintah dapat langsung memungut pajak karbon berdasarkan jumlah bahan bakar yang dibeli dengan mengintegrasikannya ke harga bahan bakar. Sedangkan untuk pajak karbon jenis kedua, subjek pajak harus menghitung dan melaporkan jumlah emisi GRK dan besaran pajak karbon yang harus dibayarkan di akhir tahun pajak.baca juga : Mencermati Peluang dan Tantangan Pajak Karbon di Indonesia  Jenis pajak karbon yang mana yang akan diimplementasikan?   Yang kemudian menjadi pertanyaan adalah model pajak seperti apa yang akan diimplementasikan, apakah yang pada bahan bakar atau pada emisi GRK yang dilepaskan oleh subjek pajak. Kedua jenis pajak karbon itu mempunyai tantangan dan teknik tersendiri di dalam implementasinya.Pajak pada bahan bakar langsung lebih mudah untuk diimplementasikan. Pemerintah kemudian bisa menaikkan dan “menitipkan” besaran pajak pada harga bahan bakar yang dijual ke masyarakat dan sektor ekonomi. Dan masyarakat maupun sektor terkait sebenarnya akan lebih mudah untuk bisa menerima hal ini, mengingat selama ini harga BBM bersifat mengambang atau floating. Sementara apabila dikenakan pada tarif listrik, masyarakat maupun sektor terkait sebenarnya kurang memiliki pemahaman terhadap komponen-komponen biaya listrik yang dibayarkan pada PLN, sehingga potensi penentangan juga lebih kecil selama biaya tersebut masih bisa diterima oleh pasar." "Implementasi Pajak Karbon di Tahun 2022, Antara Rencana dan Tantangan","Masalahnya kemudian adalah tujuan dari pengenaan pajak karbon untuk pengurangan emisi menjadi melemah bila dikenakan pada bahan bakar. Masyarakat dan sektor terkait apabila bisa menerima akan menjadi terbiasa dengan harga yang baru, dan emisi akan tetap terjadi seperti biasa, business as usual.Bila kemudian hanya sektor tertentu yang dikenakan, misal mengenakan pajak karbon pada BBM di industri, maka disparitas harga yang terjadi akan menyebabkan berbagai kenakalan baru. Masyarakat Indonesia yang mempunyai banyak oknum kreatif akan bisa memanfaatkan disparitas harga ini guna kepentingan pribadi.Bagaimana kemudian bila pajak karbon dikenakan pada emisi GRK yang dilepaskan oleh subjek pajak? Yang pertama tentu saja pemerintah harus memilih sub sektor mana yang paling siap untuk bisa dikenakan pajak karbon. Sub sektor ini bukan saja harus cukup lembam, sehingga pajak karbon akan mendorong terjadinya efisiensi dan bukannya penurunan ekonomi, tetapi juga pemerintah sudah mempunyai basis data yang kuat dan akurat untuk perhitungan pengenaan pajaknya.Penyiapan model MRV (Measurement Reporting Verification) atau pengukuran, pelaporan, dan verifikasi untuk subjek pajak jauh berbeda dengan jenis pajak yang lain. Pajak karbon akan membutuhkan model pengukuran emisi, perhitungan, model pelaporan, dan verifikasi oleh pihak ketiga yang kesemuanya membutuhkan kesiapan teknis, biaya, dan sumber daya manusia yang baik.Tapi walau begitu banyak negara yang kemudian menerapkan pajak karbon mampu melakukannya dengan baik, dan giliran Indonesia kemudian membuktikan hal yang sama.baca juga : Pemerintah Susun Aturan Nilai Ekonomi Karbon, Berikut Masukan Mereka Besaran tarif pajak karbon   Besaran tarif pajak karbon menjadi perdebatan yang cukup sengit pada saat pembahasan di DPR. Pengajuan angka Rp75,-/kg CO2 akhirnya disetujui menjadi Rp30,-/kg setara CO2, atau Rp30.000/ton setara CO2." "Implementasi Pajak Karbon di Tahun 2022, Antara Rencana dan Tantangan","Dengan kata lain apabila suatu perusahaan, organisasi, atau individu, tergantung jenis pajak karbon yang akan dipilih pemerintah, mengeluarkan emisi GRK setara dengan satu ton CO2, maka pemerintah akan mengenakan pajak Rp30.000 atau setara dengan 2,1 USD. Ini adalah pajak yang akan dikenakan pada wajib pajak per ton emisi setara CO2 yang dikeluarkan.  Bila dibandingkan dengan negara lain sebenarnya tarif pajak sebesar 2,1 USD per ton CO2 ini tergolong masih rendah. Tercatat Polandia dan Ukraina yang mengenakan tarif pajak karbon lebih rendah dari 1 USD, sementara Jepang mengenakan tarif pajak sebesar 3 USD/ton emisi setara CO2untuk bahan bakarnya. Selain itu Swiss dan Swedia tercatat memiliki tarif pajak karbon tertinggi dibandingkan dengan negara lain, yaitu sebesar 101 USD dan 137 USD per ton emisi setara CO2, yang dikenakan pada wajib pajak yang mengemisikan GRK.Walau pun tarif pajak sebesar Rp30.000/ton setara CO2 itu ditetapkan bersama oleh pemerintah dan DPR, tapi seperti halnya tarif listrik, tarif pajak karbon ini sebaiknya juga bisa untuk disesuaikan sejalan dengan implementasi yang dilakukan sehingga sejalan juga dengan perkembangan kondisi implementasi kebijakan perubahan iklim dan keuangan nasional.Secara teoritis, semakin tinggi tarif pajak maka perubahan perilaku kegiatan ekonomi (produsen dan konsumen) diharapkan akan lebih cepat terjadi. Secara langsung pemungutan pajak tidak hanya dimaksudkan untuk mengoptimalkan penerimaan negara, tetapi juga dapat digunakan sebagai instrumen untuk mempengaruhi pola perilaku ekonomi dan sosial masyarakat.Sebagai instrumen kebijakan fiskal, kebijakan perpajakan dapat berupa instrumen insentif dan juga dapat berupa instrumen disinsentif. Pajak sebagai instrumen disinsentif dapat digunakan untuk mengoreksi kegagalan pasar seperti munculnya eksternalitas negatif termasuk meminimalkan dampak negatif industri karbon tinggi." "Implementasi Pajak Karbon di Tahun 2022, Antara Rencana dan Tantangan","perlu dibaca : Tantangan Indonesia Menuju Netral Karbon 2070 Berbagai implementasi pajak karbon di duniaDi berbagai negara, kombinasi antara pajak karbon dengan instrumen pasar karbon lain banyak dilakukan. Di Korea Selatan misalnya, pajak karbon yang dikenakan selama satu tahun pada industri dengan kapasitas dan jenis tertentu sebenarnya lebih ditujukan untuk dapat mengumpulkan data dan informasi emisi pada industri-industri tersebut, untuk kemudian diimplementasikan perdagangan karbon jenis cap and trade.  Pada beberapa kasus lain, contohnya di negara Portugal, Perancis, dan Swedia, pajak karbon dikenakan pada objek industri dan transportasi yang tidak terkena kewajiban untuk masuk dalam cap and trade. Sementara di Swiss, industri wajib pajak mempunyai pilihan untuk ikut dan berpartisipasi di dalam pajak karbon atau mengikuti program cap and trade.Di Indonesia sendiri masih belum jelas apakah pajak karbon kemudian akan diimplementasikan secara mandiri atau kemudian akan dibundling dengan jenis skema nilai ekonomi karbon (NEK) lainnya, terutama cap and trade yang sudah diberlakukan secara sukarela untuk pembangkit listrik berbahan bakar batubara. Secara teoritis hal ini dimungkinkan, walau pun pasti akan membutuhkan model MRV yang lebih ketat dan detil, terutama apabila kemudian digabungkan juga dengan skema crediting atau kredit karbon yang juga sudah banyak dilakukan implementasinya di Indonesia.Walau begitu tidak semua implementasi pajak karbon ini bisa mulus diimplementasikan, bahkan diterima secara luas oleh masyarakat. Berbagai hambatan, bahkan tentangan keras, dari warga masyarakat dan sektor bisnis bisa terjadi apabila pajak karbon ini langkahnya kurang hati-hati." "Implementasi Pajak Karbon di Tahun 2022, Antara Rencana dan Tantangan","Sebagai contoh adalah kerusuhan besar-besaran di Paris pada bulan Desember 2018 adalah akibat dari Perdana Menteri Macron menaikkan secara sepihak tarif pajak karbon yang menyebabkan melambungnya harga bensin dan minyak solar. Macron yang saat itu ingin memperlihatkan kuatnya komitmen Perancis dalam Pengurangan emisi melalui pajak karbon beberapa haris sebelum dilakukakannya UNFCCC COP ke 24 di Katowice malah mengalami penentangan luar biasa dari rakyatnya sendiri.Sebaliknya pada tahun 2020, setidaknya tercatat ada 3 negara, yaitu Latvia, Kanada, dan Irlandia yang berhasil melakukan penyesuaian dan menaikkan tarif pajak karbonnya sampai lebih dari 30%. Kanada bahkan berhasil menaikkan tarif pajak karbonnya dari USD23,88 ke USD31,83 dengan persetujuan seluruh masyarakat dan sektor bisnis yang terlibat.Walaupun banyak menimbulkan perdebatan dan bahkan penentangan dari masyarakat dan sektor bisnis, pajak karbon ini adalah tetap diakui sebagai salah satu mekanisme efektif untuk membatasi emisi yang lebih tinggi.baca juga : Begini Masukan agar Indonesia Beralih ke Energi Rendah Karbon  Saran Implementasinya Pajak Karbon di Indonesia UU HPP yang di dalam pelaksanaannya kemudian akan ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri harus mempertimbangkan berbagai hal untuk dapat mengimplemntasikan pajak karbon di Indonesia secara lancar dan berkelanjutan.Ada beberapa hal yang dapat disarankan kepada pemerintah guna implementasi pajak karbon di Indonesia.Pertama, hindari memberlakukan pajak karbon seperti jenis pajak yang lain, yaitu untuk penambahan pendapatan negara semata. Tujuan utama dari pajak karbon adalah untuk pengurangan emisi, karena itu mencampurkan hasil pajak atau pungutan karbon ke dalam kantong besar pendapatan negara yang lain adalah keliru. Tujuan pajak karbon akan menjadi bias, dan pajak karbon akan tidak berbeda dengan jenis pajak lain." "Implementasi Pajak Karbon di Tahun 2022, Antara Rencana dan Tantangan","Membuat “kantong khusus” yang ditujukan untuk menampung pendapatan pajak karbon harus diprioritaskan, sehingga sebagian besar dari pendapatan pajak karbon dapat dikhususkan untuk pembangunan yang juga rendah karbon, misalnya untuk subsidi energi terbarukan, riset teknologi hijau, insentif industri hijau, dan lain-lain. Dan ini harus dilakukan secara transparan dan akuntabel bagi publik.Hal kedua yang harus segera dilakukan adalah melakukan komunikasi kepada masyarakat dan sektor bisinis, khususnya kepada calon wajib pajak. Penjelasan terinci dan transparan mengenai langkah implementasi, manfaat, evaluasi, serta tujuan dari implementasi pajak karbon harus segera dilakukan secara terarah. Hal ini untuk menghindari kesalahmengertian dan penolakan calon wajib pajak yang bisa meningkatkan risiko ekonomi dan politik.Pemerintah sebagai pengusung pajak karbon ini wajib untuk melakukan kegiatan komunikasi yang terarah, terbuka, dan mudah dipahami oleh masyarakat luas.Ketiga adalah penyiapan teknis implementasi, yang akan dilakukan dengan menggunakan dasar Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri. Pajak karbon akan membutuhkan serangkaian infrastruktur yang bukan saja berdasar model keuangan, tetapi lebih ke arah model pengukuran perubahan iklim. Untuk itu, perlu dipilih sub sektor tujuan dan jenis pajak karbon yang akan diimplementasikan. Selanjutnya harus disiapkan target yang jelas, pengukuran yang jelas serta transparan dan menggunakan standar yang diberlakukan (sedapat mungkin) internasional, serta model evaluasi dan monitoring yang terukur serta transparan." "Implementasi Pajak Karbon di Tahun 2022, Antara Rencana dan Tantangan","Keempat adalah pengurangan risiko carbon leakage, dimana emisi GRK sebenarnya tidak berkurang tetapi hanya pindah ke tempat lain yang tidak ada pajak karbon. Carbon leakage sendiri bisa terjadi karena berpindahnya investasi antar sub sektor, sektor, wilayah, atau bahkan negara. Penerapan pajak karbon secara bertahap dan diawali pada wajib pajak yang telah setuju untuk ikut bisa menjadi permulaan yang baik.Dan terakhir adalah penyiapan sumber daya manusia yang akan membutuhkan pelatihan khusus, terutama pada saat-saat awal implementasi. Pengetahuan akan pentingnya mitigasi perubahan iklim akan selalu menjadi dasar yang bagus bagi para karyawan dan petugas yang terlibat.UU HPP yang telah disetujui merupakan modal yang sangat besar bagi rencana implementasi pajak karbon yang rencananya dilakukan tahun 2022. Selanjutnya akan sangat tergantung kesungguhan pemrintah di dalam melakukan implementasinya dengan tanpa melupakan tujuan awal dari pajak karbon itu sendiri, untuk peningkatan pembangunan rendah karbon dan mengurangi emisi. *** *Dicky Edwin Hindarto, Penggiat perubahan iklim sekaligus Ketua Dewan Pembina Yayasan Mitra Hijau *** Keterangan foto utama : Ilustrasi. Rambu pajak karbon. Foto : shutterstock  [SEP]" "Warga Khawatir Jalan Tol Manado-Bitung Rusak Mata Air Aerujang","[CLS]     Pembangunan jalan tol Manado-Bitung, terutama di seksi 2B menuai protes berbagai kalangan dari masyarakat adat, pegiat lingkungan hidup maupun mahasiswa di Kota Bitung, Sulawesi Utara. Mereka khawatir, pembangunan proyek ini berdampak pada situs Mata air Aerujang yang jadi tempat ritual adat sekaligus sumber air minum warga sekitar.“Kami dukung pembangunan jalan, tapi jangan merusak sumber air dan situs budaya. Sudah sejak 2015, saya katakan itu. Tanpa jalan tol manusia bisa hidup, tapi tidak tanpa air,” kata Neltje Tengker, Ketua Pemangku Adat Negeri Danowudu, ketika dihubungi Mongabay akhir November ini.Sebelumnya, Basuki Hadimuljono, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyatakan, proyek pembangunan jalan tol akan tetap menjaga keberlanjutan situs mata Aerujang.Eksistensi mata air Aerujang terletak di Kecamatan Girian, Kota Bitung, Sulawesi Utara, tak lepas dari pembentukan perkampungan yang dikenal dengan nama negeri Danowudu, pada 1908.Berdasarkan informasi yang dihimpun Mongabay, hingga kini Aerujang jadi lokasi menjalankan ritual bagi sejumlah prang adat di Minahasa. Selain itu, 11 mata air di sana berkontribusi menyuplai air bersih setidaknya 800 keluarga di tiga kelurahan di Kota Bitung.Pembangunan jalan tol Manado-Bitung seksi 2B sepanjang 11,7 km khawatir mengancam eksistensi situs itu. Masyarakat adat berharap, keberlanjutan situs seluas kurang lebih 1,7 hektar itu tetap terjaga.Pada 23 Desember 2018, sejumlah warga Kota Bitung protes pembangunan jalan tol yang melintasi situs mata Aerujang. Setelah dua tahun terhenti, protes kembali muncul pada 17 dan 18 November kala proyek pembangunan kembali mulai.Mereka melayangkan tuntutan, antara lain, meminta penghentian operasi alat berat, pembuatan pagar permanen di bagian kiri luar mata air, serta seruan menggeser jalan tol dari mata air Aerujang.  " "Warga Khawatir Jalan Tol Manado-Bitung Rusak Mata Air Aerujang","“Pembangunan hanya digeser 22 meter dari sumber air, padahal masyarakat minta 200 meter,” kata Mario Prakoso, mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mata Aerujang.Pada 27 November 2020, sejumlah warga dan lembaga yang tergabung dalam Aliansi Mata Air Aerujang menggelar konsolidasi. Aliansi yang terdiri dari perwakilan mahasiswa, pencinta alam, aktivis lingkungan hingga masyarakat adat itu bersepakat memperkuat gerakan, dan memperluas penyadartahuan masyarakat.Billy Ladi, tim Agitasi dan Propaganda Aliansi Mata Aerujang menerangkan, kasus ini seharusnya jadi isu kemanusiaan. Sebab, rencana pembangunan dapat berdampak pada lingkungan hidup dan keberlanjutan ritual adat. Kalau mata air Aerujang rusak, katanya, akan menimbulkan bencana bagi banyak orang.“Air adalah hak rakyat. Ketika mata air ini mati atau rusak, akan jadi bencana bagi generasi kita dan ke depan,” kata Billy.David Wungkana, devisi Tanah dan Lingkungan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Manado menambahkan, proyek pembangunan jalan tol Manado-Bitung sebaiknya mempertimbangkan hak warga memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta masyarakat adat di sekitar lokasi. Saat ini, mereka melakukan investigasi, menjalin komunikasi dengan masyarakat hingga mempelajari potensi gugatan.“Karena kalau mereka tebang pohon-pohon di sana, masyarakat khawatir debit air makin berkurang,” katanya.Menurut penjelasan Fabian Manopo, tim ahli penilai dampak proyek ini mengatakan, tak bisa dipungkiri dampak pembangunan jalan tol ini. Berdasarkan kajiannya, sekitar 2% luasan mata air Aerujang akan terdampak pembangunan.“Dari data yang kami gabungkan, sumber mata air bukan hanya sekitar situ. Ia kan besar, kan DAS, wilayah tangkapan luas. Kalau 10 liter di situ, delapan liter DAS lebih besar. Kira-kira 2% pengaruhnya. Itu yang kami coba reduksi,” kata akademisi Universitas Sam Ratulangi ini." "Warga Khawatir Jalan Tol Manado-Bitung Rusak Mata Air Aerujang","Sebagai tenaga ahli pembangunan proyek ini, kapasitas Fabian sebatas memberi masukan dan menganalisa pengaruh pembangunan terhadap situs mata air Aerujang.Dia sempat memberi beberapa masukan, antara lain, penanaman pohon di lokasi terdampak, menggeser pondasi dari situs mata air Aerujang, serta memperhatikan wilayah tangkapan lain di luar lokasi pembangunan.“Yang mesti dijaga itu bukan cuma di situ. Mata air ini tangkapannya luas. DAS-nya kan besar, ada berapa meter. itu memang ada dampak, tapi pemerintah kan coba me-recovery walau pun tidak sama 100% dengan sekarang. Tapi 80% DAS dari atas mesti dijaga.”  Janji lindungi Pertengahan Maret 2020, Basuki Hadimuljono, Menteri PUPR berjanji tak akan memasang tiang pancang tol di area mata air Aerujang. Menurut dia, dalam pembangunan infrastruktur, KPUPR berkomitmen menghindari kerusakan lingkungan hidup, salah satu dengan menjaga ekosistem mata air Aerujang yang akan dilewati seksi 2B, sepanjang 11,5 km.“Saya tidak akan berani memasang tiang pancang di area mata air Aerujang. Lebih baik kita geser pancang. Mata air ini, akan kita lindungi. Mari kita jaga bersama,” kata Basuki, dikutip dari website Kementerian PUPR.Jalan tol Manado-Bitung sepanjang 39,9 km terdiri dua seksi: Seksi 1 Ring Road Manado-Sukur-Airmadidi, sepanjang 14 km dan Seksi 2, terbagi atas Seksi 2A Airmadidi-Danowudu sepanjang 11,5 km serta Seksi 2B Danowudu-Bitung sepanjang 13,5 km.Dalam wesbsite KPUPR disebutkan, jalan tol Manado-Bitung merupakan bagian dari proyek strategis nasional (PSN), guna mengurangi biaya logistik dari Pelabuhan Internasional Bitung.Keberadaan tol ini akan mendukung pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bitung, dan memangkas waktu tempuh Manado-Bitung hingga 60 menit." "Warga Khawatir Jalan Tol Manado-Bitung Rusak Mata Air Aerujang","“Tidak hanya terkoneksi untuk pelabuhan KEK Bitung dan Tanjung Pulisan, Minahasa Utara, juga pendukung Kawasan Strategis Pariwisata Nasional Manado-Bitung-Likupang, termasuk akses ke Pulau Lembeh,” sebut penjelasan dalam website KPUPR.  ****** Keterangan foto utama:  Tol Manado-Bitung, sebagian ruas sekitar 21 km sudah diresmikan, dari totall rencana 39 km. Foto: KPUPR  [SEP]" "Menyoal Penegakan Hukum Karhutla di Jambi","[CLS]     Teguh Turasno, dikenal sosok lelaki polos, tak neko-neko. Pria asal Kebumen, Jawa Tengah itu mendekam di balik jeruji Polres Muaro Jambi, Jambi, lalu pindah ke Lapas Kelas IIA Kota Jambi, lebih lima bulan gara-gara bakar semak bekas tebasan. Teguh berniat tanam sayur mayur di lahan pamannya yang dia garap.“Niatnya merantau cari duit malah dipenjara,” katanya lewat sambungan telepon tengah Agustus lalu.Dia tertekan, pikiran kusut ingat anak dan istri di Jawa. “Biasa balik kerja telepon, walau belum bisa kirim (uang) tapi kan bisa telepon jadi agak tenang. Kalau dipenjara gak bisa, ngenes.”Dua bulan setelah bebas bersyarat Februari lalu, dia langsung pulang ke Kebumen menemui anak dan istrinya.“Lagi pengen istirahat, nenangin pikiran dulu. Walau hidup seadanya, alhamdulillah lebih tenang sama keluarga,” katanya.Sekarang, dia mengelola sawah dan merumput untuk pakan ternak. Meski sudah pulang ke Jawa, dia tak pernah lupa kehidupan pahit kala dipenjara.Ceritanya, 23 Agustus 2020, saat pekerjaan di gudang pinang lagi kosong. Pria 40 tahun itu pergi ke ladang di RT 17 Desa Kasang Pudak, Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muaro Jambi. Ladang seluas 30 tumpuk atau sekitar 3.000 meter itu milik Warto.Teguh mau tanam sayur mayur. Semak sudah dia bersihkan. Tumpukan semak bekas tebasan minggu lalu itu mulai mengering setelah beberapa hari terkena panas terik. Dia pun mengambil sejumput rumput dan menyalakan api.Perlahan api membesar dan makin beringas membakar tumpukan semak. Asap tebal membumbung tinggi ke langit. Kepulan asap mengundang helikopter water bombing yang tengah patroli.Enam kali helikopter BNPB bolak-balik menumpahkan ribuan liter air berupaya memadamkan api. Teguh yang ketakutan campur bingung melihat helikopter berputar-putar, bergegas ikut memadamkan api dibantu warga. Air parit di sekeliling ladang terkuras habis." "Menyoal Penegakan Hukum Karhutla di Jambi","Di tengah kepanikan itu, ponsel Darmin, Ketua RT 17 berdering, beberapa pesan masuk di grup WhatsApp, anggota bintara pembina desa (babinsa) tengah mencari lokasi titik api yang terpantau tak jauh dari rumahnya.“Orang (satgas karhutla) itu langsung ke sini, kerno api itu masuk dalam GPS, nampak di satelit,” kata Darmin yang ditemui Mongabay tengah Agustus lalu.Empat jam setelah itu, sekitar pukul 16.00, Teguh dijemput tiga polisi dari Polsek Kumpeh Ulu. Warto kaget keponakannya dicokok polisi.“Aku kejar, kenapo keponakanku itu ditangkap, masalah kebakaran lahan kato polisi itu, aku ajak damai dak mau orang itu,” kata Warto. Baca juga: Jatuh Bangun Selamatkan Gambut Jambi Dua hari setelah Teguh ditangkap, Polres Muarojambi menggelar jumpa pers. AKBP Ardiyanto, Kapolres Muaro Jambi (kini AKBP Yuyan Priatmaja) saat itu menyebut, Teguh ditangkap atas laporan warga Desa Kasang Pudak karena membakar lahan.Dia dijerat UU No.39/2014 Pasal 108 Jo Pasal 56 ayat (1) tentang perkebunan atau Pasal 187 jo Pasal 188 KUHP. Ancaman hukuman 10 tahun penjara, denda Rp10 miliar.Polisi juga menyita korek warna biru dan kayu bekas terbakar sebagai barang bukti.“Kalau warga dak ado yang lapor, api itu memang nampak di satelit, helikopter itu di sini mutar-mutar nyiram air,” kata Darmin.Teguh tak mengira, api yang dia sulut merembet kemana-mana walau ladang Warto berkeliling parit.“Kanan kiri depan belakang primer, makanya berani membakar,” katanya.Niat Teguh tanam sayur buat tambahan penghasilan justru berakhir petaka. Ketika digelandang polisi dia hanya nurut, tak banyak membantah.“Saya pikir mau diajak musyawarah ke kantor desa, tahunya dibawa ke Polres,” katanya.Hasil putusan sidang Pengadilan Negeri Sengeti 17 Desember 2020, Teguh Turasno  dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana “membakar yang mengakitbatkan bahaya umum bagi barang” dan dijatuhi hukuman 10 bulan penjara." "Menyoal Penegakan Hukum Karhutla di Jambi","Teguh dipindahkan ke Lapas Kelas II A Kota Jambi setelah empat bulan susah tidur lantaran di sel Polres Muarojambi, sesak dengan tahanan. Dalam satu sel seukuran kamar berisi 25 orang.“Di lapas pindah di ruang tengah isinya 60 orang, kalau tidur disusun kayak pindang.”Selama di penjara Teguh selalu gelisah. Pikiran tak tenang teringat anak dan istri di kampung. Dia tulang punggung keluarga sedang masuk bui.Istrinya terpaksa banting tulang memenuhi kebutuhan keluarga. “Saya bilang ke istri yo sabar-sabar dulu namanya lagi kena musibah,” katanya.Teguh bebas setelah 5,5 bulan jalani tahanan. Kementerian Hukum dan HAM memberikan asimilasi bagi narapidana guna pencegahan dan penanggulan penyebaran COVID-19. Banyak narapidana bebas, termasuk Teguh. Mereka hanya wajib lapor setiap minggu.“Kapok sudah, gak mau lagi (dipenjara),” katanya.Pada 3 Agustus 2020, Heri Kiswanto dan Nazarudin juga ditangkap Polres Muaro Jambi. Kasus sama, membakar lahan. Polisi turut menyita jerigen sebagai barang bukti.Heri ditangkap atas kasus kebakaran lahan seluas satu hektar di Desa Sungai Bertam. Nazarudin, kena kasus kebakaran di Bukit Baling. Di hadapan polisi, Nazarudin mengaku kalau lahan 700 meter yang dia bakar buat tanam cabai dan kangkung.Ardiyanto dengan lugas mengatakan, penangkapan dua petani itu sebagai pembelajaran untuk warga lain agar tidak membuka lahan dengan cara membakar.“Ini tindakan serius kita terhadap orang perorangan maupun korporasi yang masih berani menbakar hutan lahan dengan sengaja. Kita tindak tegas.” Baca juga: Kebakaran Gambut Jambi, Kualitas Udara Buruk, Sekolah Diliburkan Tangkap petani, bagaimana korporasi? Petani kecil kena tangkap karena buka lahan cukup banyak di Jambi. Pada Oktober 2015, Polda Jambi menangkap 30 orang, 27 jadi tersangka pembakaran lahan. Dalam 2019, Polda Jambi menangkap 37 orang dan jadi tersangka." "Menyoal Penegakan Hukum Karhutla di Jambi","Feri Irawan, Direktur Perkumpulan Hijau, organisasi pegiat lingkungan hidup di Jambi, mengatakan, penangkapan petani kecil bukan solusi menghentikan kebakaran hutan dan lahan yang hampir setiap tahun terjadi di Jambi. Pemerintah, katanya, mesti tegas terhadap koporasi yang jadi penyumbang terbesar kasus karhutla di Jambi.KKI Warsi mencatat, luas kebakaran 2015 mencapai 191.378 hektar, disumbang dari 17 perusahaan hutan tanaman industri (HTI), 54 perusahaan perkebunan sawit, dua HPH, dua izin restorasi, hutan lindung hingga taman nasional dan tahura.Pada 2019, Walhi Jambi merilis luas kebakaran mencapai 165.186,58 hektar, dengan 62 konsesi perusahaan jadi penyumbang terbesar. Bahkan, beberapa perusahaan tercatat pernah mengalami kebakaran pada 2015.“Saat ini, justru seolah keberhasilan penegakan hukum itu dengan menangkap petani-petani kecil, sementara dengan korporasi pemerintah tak berani,” katanya.Dia bilang, banyak kasus kebakaran melibatkan perusahaan tak sampai ke pengadilan. Bahkan, perusahaan yang vonis pengadilan hingga kini tak kunjung eksekusi.“Ini menunjukkan lemahnya pemerintah dalam penegakan hukum bagi perusahaan, hingga perusahaan jadi arogan.”Rudiansyah, aktivis lingkungan di Jambi melihat, ada ketimpangan penegakan hukum antara petani kecil dan perusahaan.Direktur Walhi Jambi, periode 2017-2021 itu menilai, penggunaan UU Perkebunan menjerat petani kecil yang diduga membakar lahan tidaklah obyektif.“Dalam konteks kerusakan lingkungan harusnya UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang melihat aspek dampak lingkungan. Jadi, jangan dipukul rata kalau kebakaran di wilayah APL (alokasi penggunaan lain) itu digunakan UU Perkebunan,” katanya.Menurut dia, penegak hukum seharusnya memperhatikan motif pembakaran lahan, berapa luas, dan apa fungsi lahan sebelum terbakar. “Penegak hukum harusnya melihat dalam konteks itu, bukan ada api, tangkap, ada api tangkap.”" "Menyoal Penegakan Hukum Karhutla di Jambi","Dia juga mengkritisi proses eksekusi yang melibatkan perusahaan besar lamban, seperti PT Ricky Kurniawan Kertapersada (RKK), Makin Group yang hingga kini masih di Pengadilan Negeri Jambi.Dalam catatan pengadilan, pada 16 November 2017, Pengadilan Tinggi Jambi menghukum RKK membayar kerugian materil dan biaya pemulihan ekologis Rp191, 804 miliar atas 591 hektar konsesi mereka terbakar pada 2015. Dalam putusan kasasi 8 Oktober 2018, Mahkamah Agung juga menolak permohonan RKK. Dia dorong, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk eksekusi.“Kalau tidak, ini akan memperburuk lagi kerusakan lingkungan akibat kebakaran yang terus mengancam ke depan.”Rudi bilang, pemerintah terlalu banyak pertimbangan dalam penegakan hukum pada perusahaan, salah satu alasan menjaga stabilitas investasi.   Yasmin Ragil, Direktur Penyelesaian Sengketa KLHK beralasan, eksekusi RKK lamban karena pandemi COVID-19 dan pemberlakukan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).Selain itu, katanya, eksekusi juga harus melalui beberapa tahapan, mulai pemberian surat teguran sampai sita eksekusi.Dia katakan sudah melayangkan surat teguran pada RKK, tetapi tidak ada kesepakatan berkaitan pembayaran. “Kita berharap mereka membayar sukarela. Karena tidak membayar sukarela, kita melanjutkan dengan proses sita eksekusi,” katanya dihubungi Mongabay, 10 Agustus lalu.KLHK mengajukan beberapa aset RKK untuk eksekusi: rekening dan sertifikat HGU untuk tiga lahan konsesi. Tak disebut rinci berapa luas obyek lahan hak guna usaha (HGU) akan disita. Tak semua rekening dan tiga lahan HGU disita.“Kalau rekening sudah cukup, yang disita rekening saja, kalau belum akan ditambah lahan HGU satu atau HGU dua sampai nilainya sesuai putusan pengadilan.”Ragil mengatakan, proses eksekusi akan dilakukan Pengadilan Negeri Jambi dengan melibatkan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat serta Pengadilan Negeri Sengeti." "Menyoal Penegakan Hukum Karhutla di Jambi","Dia bilang, datang ke Muaro Jambi dan berkomunikasi dengan panitera Pengadilan Negeri Sengeti 5 Agustus lalu.Ragil berharap, pengadilan, BPN, kantor lelang punya komitmen sama dengan KLHK untuk eksekusi putusan pengadilan.“Mudah-mudahan tahun ini bisa dilakukan (eksekusi).”Dalam catatan KLHK hingga Juni lalu, selain RKK, ada lima perusahaan dalam proses eksekusi, dengan total aset sitaan Rp17,7 triliun lebih.Menurut Ragil, ada lima perusahaan lain dalam persiapan eksekusi. Mereka juga diganjar membayar kerugian dan pemulihan lingkungan hidup Rp1,9 triliun lebih.Mongabay menghubungi Aman Masni, asisten humas RKK. Dia dia menolak pembicaraan dikutip. Aman minta Mongabay datang ke kantor Makin Group, 16 Agustus 2021. “Di sana yang lebih berwenang memberi keterangan,” katanya, 14 Agustus lalu.Mongabay datang ke Kantor Makin Group, di Jalan Inu Kertapati, Telanaipura, Kota Jambi. Syaiful, satpam Makin Group mengatakan di kantor tidak ada humas.Dia menyarankan kembali menghubungi Aman Masni untuk berkomunikasi dengan Dian Haris, humas RKK. Aman tak merespon panggilan dan pesan yang dikirim Mongabay.  ***Seminggu sebelum, Rasio Ridho Sani, Dirjen Gakkum KLHK, datang ke Muaro Jambi, September 2019, langit di Desa Puding dan Pulau Mentaro, merah. Jambi terkepung kepung api.BNPB mencatat, api membara pada 408 titik kala itu. Berminggu-minggu ribuan hektar lahan gambut terbakar, Muaro Jambi, macam dipanggang.“Waktu 2019 itu, iyolah parah nian, lebih parah dari 2015. Yang terkenal langit merah itu di sinilah (Desa Betung) tempatnyo. Sekilo dari belakang sini itu api galo, sampai puluhan kilo [meter] itu terbakar semuo. Langit gelap, siang hari itu macam jam 8.00 malam,” kata Sarkim, warga Pulau Mentaro, mengenang kebakaran 2019.Kebakaran gambut memicu bencana kabut asap parah mencekik puluhan ribu warga Jambi. Kualitas udara di Muaro Jambi dan Kota Jambi, masa itu terus memburuk, bahkan berhari-hari dalam kondisi berbahaya." "Menyoal Penegakan Hukum Karhutla di Jambi","Bahaya kabut asap kemudian terekskalasi menciptakan serangan ISPA. Lebih 63.000 warga Jambi terserang gangguan pernapasan.“Kalau di sini hampir merato, keno (ISPA) galo. Tapi, yang dikhawatirin anak kecil, bayi, orang tuo-tuo. alau macam kito itulah biaso, dak heran lagi, wong kebakaran hampir tiap tahun.”Di Desa Puding, konsesi RKK kembali terbakar. Api tak terkendali meluluhlantakkan ribuan lahan gambut. Dalam catatan KKI Warsi, luas kebakaran anak perusahaan Makin Group itu mencapai 1.200 hektar.Di tengah kepungan asap, Roy, sapaan akrab Rasio, datang langsung ke Jambi menyegel konsesi RKK pada 28 September 2019.Dia tak merespon pertanyaan Mongabay berkaitan pencabutan izin RKK. Ragil bilang, untuk kasus kebakaran RKK 2019 telah ditangani pihak lain—bukan tim Ragil.“Yang pertama saja belum diselesaikan, nanti kalau kita lakukan lagi, nanti numpuk lagi dan belum tentu itu dilakukan.”Ninda, Diputi Direktur Indonesian Centre for Environmental Law (ICEL) mengatakan, pemerintah sebetulnya punya cara lebih efektif memaksa perusahaan memulihkan lahan tanpa perlu proses peradilan yang panjang. Caranya, dengan penegakan hukum administratif.KLHK, katanya, memiliki kewenangan penuh untuk memberikan teguran tertulis, sanksi paksaan pemerintah, pembekuan izin, pencabutan izin dan denda administratif pada perusahaan yang terbukti melakukan pelanggaran.Pemerintah, katanya, bisa memberikan sanksi paksaan pemerintah untuk memaksa perusahaan melakukan pemulihan lingkungan. Pemerintah, juga bisa bekukan atau cabut izin.“Saya yakin perusahaan akan takut kalau izin dicabut, karena mereka tidak bisa berusaha lagi.”Bila perlu, katanya, pemerintah bisa memberikan sanksi komulasi internal yang dapat memaksa perusahaan melakukan pemulihan lahan sekaligus membayar denda sebagai efek jera.“Jadi, perusahaan bisa kena pencabutan izin atau pembekuan izin dan paksaan pemerintah sekaligus.”" "Menyoal Penegakan Hukum Karhutla di Jambi","Edi Sutrisno, Direktur Eksekutif Transformasi untuk Keadilan (TuK) Indonesia mengingatkan, penyandang dana RKK berisiko terkena masalah keuangan karena membiayai perusahaan yang terjerat hukum dan kerusakan lingkungan.“Membayar denda Rp191 miliar itu tidak uang sedikit, tentu akan memengaruhi keuangan korporasi dan akan berdampak pada bagimana mereka akan membayar pada lembaga yang mendanainya, pasti akan berisiko.”TuK belum bisa mengindentifikasi siapa penyandang dana untuk  RKK, Makin Group ini.Perusahaan sawit Gudang Garam sebagai induk RKK juga akan kena dampak.Edi bilang, aturan pasar global sekarang makin baik, hingga mereka akan seleksi ketat dalam menerima atau tidak produk perusahaan.“Ini jadi pelajaran bagi lembaga jasa keuangan dan korporasi untuk lebih serius pada prinsip-prinsip keberlanjutan.”Edi mengatakan, nilai yang diterima negara dari perusahaan pemegang izin tak sebanding dengan risiko yang dihadapi. Pada 2015, kerugian negara dampak karhutla mencapai Rp200 triliun lebih, pada 2019 sekitar Rp75 triliun.“Ini bisnis proses yang salah, rugi kita melanjutkan bisnis seperti itu. Negera harus me-review itu.”Persoalan lingkungan hidup, katanya, sebagai kejahatan luar biasa. Banyak perusahaan kena segel KLHK, seharusnya masuk daftar hitam hingga tak perlu dibiayai lembaga jasa keuangan manapun.Edi sarankan, saat ini masa tepat bagi KLHK dan pemerintah melihat, ada masalah dan perlu lakukan evaluasi. KLHK, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun penegak hukum lain juga harus saling bersinergi untuk mengembalikan uang negara.“Beberapa perusahaan yang diputuskan pengadilan tidak dieksekusi, padahal nilai ganti rugi sangat besar, mencapai triliunan rupiah.”TuK mendorong, Gubernur Jambi yang baru berani evaluasi menyeluruh perusahaan-perusahaan yang terbukti melanggar hukum, dan memikirkan usaha lebih berkelanjutan. " "Menyoal Penegakan Hukum Karhutla di Jambi","Liputan ini didukung The Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) dalam program Fellowship Jurnalis Lingkungan “Build Back Better, Karhutla dan Penegakan Hukum”.  ******Foto utama: KLHK segel konsesi perusahaan terbakar di Muara Jambi, pada 2019. Foto: Yitno Suprapto/ Mongabay Indonesia [SEP]" "Komitmen Walikota Tingkatkan Ketahanan Iklim, Seperti Apa?","[CLS]     Sepuluh kepala daerah di Indonesia, menandatangani komitmen untuk menegaskan kepedulian mendorong pembangunan berkelanjutan atau pro iklim.Pada 9 Desember tahun lalu, sekitar 270 wilayah di Indonesia terdiri dari 37 kota, 224 kabupaten, dan sembilan provinsi laksanakan pemilihan kepala daerah. Setelah terpilih, para kepala daerah mempunyai tugas menetapkan rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) berlaku lima tahun.Pada penghujung Mei lalu, di Jakarta, empat wali kota menandatangani komitmen untuk perubahan iklim. Mereka adalah Walikota Bandar Lampung Eva Dwiana; Walikota Ternate, Tauhid Soleman; Walikota Samarinda Andi Harun, dan Walikota Mataram diwakili Asisten Daerah 1 Kota Mataram Lalu, Martawang.Ada 10 kota percontohan Climate Resilient and Inclusive Cities (CRIC). Kesepuluh kota berkomitmen memastikan pembangunan daerah berketahanan iklim dan inklusif, lewat upaya pengintegrasian penanganan perubahan iklim dalam agenda pembangunan di wilayah masing-masing.Lima walikota yang tergabung dalam 10 kota percontohan CRIC baru terpilih pada periode 2021-2025, yakni,  Bandar Lampung, Samarinda, Banjarmasin, Gorontalo dan Ternate. Lima lainnya dari  Cirebon, Mataram, Kupang, Pekanbaru, dan Pangkalpinang.Pemerintah Indonesia, berkomitmen mengurangi emisi gas rumah kaca 29% dengan upaya sendiri dan 41% lewat dukungan internasional pada 2030. Indonesia juga menargetkan membangun 20.000 kampung iklim pada 2024.CRIC, salah satu proyek dari United Cities and Local Governments Asia Pacific (UCLG-ASPAC) didanai Uni Eropa dengan wilayah kemitraan berada di Asia Tenggara, Asia Selatan dan Eropa. Di Indonesia dikelola Asosiasi Pemerintah Kota/Daerah se-Asia Pasifik melalui kerja sama dengan 10 kota percontohan." "Komitmen Walikota Tingkatkan Ketahanan Iklim, Seperti Apa?","UCLG-ASPAC berafiliasi dengan UCLG, Asosiasi Pemerintah Kota tingkat global yang terletak di Barcelona, Spanyol. UCLG satu-satunya organisasi pemerintah daerah yang diakui Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kantor Sekretariat UCLG-ASPAC berada di Jakarta, dengan jaringan lebih dari 10.000 pemerintah daerah.Dokumen UCLC ASPAC menyebutkan, upaya ini menitikberatkan strategi peningkatan ketahanan terhadap risiko dan aksi mitigasi perubahan iklim. Caranya, dengan pembangunan rendah karbon, yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan dari tingkat daerah hingga nasional.Dalam acara yang berlangsung hybrid ini dihadiri Sri Tantri Arundhati, Direktur Adaptasi Perubahan Iklim KLHK, dan Sekjen UCLG ASPAC Bernadia Irawati Tjandradewi. Konselor untuk Lingkungan, Aksi Iklim Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam Henriette Faergemann menyaksikan secara online.  ReplikasiKomitmen bersama semua kota dari CRIC untuk mencapai pembangunan berketahanan iklim sejalan dengan agenda nasional. Komitmen ini juga menandai peran strategis kota dalam mendukung komitmen global Indonesia dalam pencapaian nationally determined contributions (NDC) berupa pengurangan emisi gas rumah kaca.Bernadia mengatakan, walikota atau pemimpin memiliki peran strategis dalam kesuksesan peningkatan capaian skenario aksi lokal kota berketahanan iklim yang inklusif.Mereka, katanya, diharapkan mendukung, mengamanatkan, dan mengintegrasikan dalam dokumen perencanaan pembangunan sebagai dasar prioritas kebijakan pembangunan. Setelah pengesahan, katanya, seluruh organisasi perangkat daerah harus melaksanakan sesuai amanat RPJMD.“Diharapkan dapat mendorong pemangku kepentingan, khusus pemkot melakukan replikasi. Kita pakai 10 kota percontohan ini untuk upscaling atau replication. Bukan hanya di Indonesia tetapi dengan network UCLG bisa di-upscale di luar Indonesia juga,” kata Bernadia." "Komitmen Walikota Tingkatkan Ketahanan Iklim, Seperti Apa?","Menurut Sri Tantri, Indonesia memprioritaskan isu perubahan iklim dalam agenda pembangunan nasional dan menurunkan aksi-aksi strategis guna memastikan program pembangunan berkontribusi pada penurunan gas emisi rumah kaca. Serta meningkatkan kapasitas adaptasi perubahan iklim.“Perubahan iklim memberi dampak nyata, karena menyangkut semua sektor. Baik pertanian, kesehatan, infrastruktur. Di tepi pantai mengalami masalah banjir, peningkatan permukaan air laut.”Upaya pengendalian perubahan iklim, katanya, tak dapat meninggalkan masyarakat selaku pihak yang paling terdampak. Sementara peran walikota, katanya, sangat penting dalam meningkatkan kapasitas dan ketahanan masyarakat terhadap perubahan iklim.Indonesia, menggiatkan program kampung iklim dalam mendorong keterlibatan masyarakat dalam aksi, adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. “Indonesia berkomitmen membangun 20.000 program kampung iklim pada 2024.”Sejauh ini, program kampung iklim telah melahirkan aksi-aksi sederhana skala masyarakat dalam meningkatkan kapasitas adatasi dan mitigasi guna menghadapi dampak perubahan iklim.Dengan aksi dan praktik dari 10 kota percontohan ini, katanya, bisa jadi contoh di kota-kota lain di Indonesia bahkan skala regional.  Pengalaman kotaKota Bandar Lampung, terletak di Teluk Lampung bagian selatan Pulau Sumatra, seluas 169,2 kilometer persegi, dengan penduduk lebih satu juta jiwa.Berdasar Laporan Kajian Perkotaan CRIC, bersama-sama dengan Banten dan Jawa Barat, Lampung jadi satu provinsi dengan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) yang buruk dengan nilai 59,89 pada 2018.Di Kota Bandar Lampung, pengelolaan sampah masih gunakan sistem pembuangan terbuka. Sebagian besar sampah dikirim ke TPA Bakung dengan volume 365.000 ton pada 2019. Hasil penelitian menyimpulkan, ada potensi 788,404 meter kubik gas metana pada 2018 dari TPA itu. Gas metana seperti diketahui berkontribusi pada pemanasan global." "Komitmen Walikota Tingkatkan Ketahanan Iklim, Seperti Apa?","Sepanjang 2010-2019, Bandar Lampung mengalami 28 kali kejadian alam. Sebagian besar adalah bencana banjir, diikuti tanah longsor, kekeringan, dan kebakaran hutan dan lahan.Lain lagi, Kota Ternate. Ternate adalah kota pulau yang meliputi delapan pulau, yaitu, Ternate sebagai pulau utama, Hiri, Moti, Mayau, Tifure. Tiga pulau lain yaitu Maka, Mano, dan Gurida tercatat tidak berpenghuni. Ternate sendiri merupakan pulau vulkanik.Ada gunung api aktif Gamalama terletak di tengah kota Ternate. Keberadaan Gunung Gamalama membuat pulau Ternate secara alami rawan bencana. Kota ini juga rawan gempa karena terletak di atas dua lempeng geologi. Walikota Ternate Tauhid Soleman menjelaskan, permukiman sudah merambah ke kaki Gunung Gamalama sehingga perlu perhatian khusus dari pemerintah kota.Andi Harun, Walikota Samarinda menerangkan, mereka memiliki program 100 hari kerja, dengan visi Samarinda sebagai pusat peradaban.“Dengan ibu kota negara, dengan keputusan negara IKN pindah ke Kalimantan Timur pasti terjadi pergeseran, perkembangan, peradaban kehidupan di Indonesia. Posisi Samarinda, kami tidak ingin sekadar sebagai penyangga. Kami ingin Samarinda menjadi pusat pertumbuhan ekonomi bagian tengah,” katanya.Menurut dia, akan ada sekitar 1,5 juta-1,9 juta pegawai yang akan pindah ke ibu kota baru, Penajam Paser Utara.Kota Samarinda, hanya berjarak 40 km dari titik nol istana negara hingga pasti berpengaruh dan harus beradaptasi. Samarinda, adalah kota terpadat di Kalimantan Timur.“Samarinda, harus jadi kota maju secara ekonomi produktif dan secara lingkungan berketahanan, dengan cara makin minimal mengintervensi alam,” katanya.Martawang, Asisten Daerah 1 Pemerintah Kota Mataram mengatakan, ketahanan iklim kerap kali merupakan persoalan interkoneksitas yang tak berdiri sendiri. Dia memberi contoh kebutuhan air Kota Mataram dan keberadaan hutan." "Komitmen Walikota Tingkatkan Ketahanan Iklim, Seperti Apa?","“Air bersih Kota Mataram dari mana? Dari Kabupaten Lombok Barat. Kami punya PT Air Minum Giri Menang, sumber air di Lombok Barat, tapi pengguna 80% orang Mataram. Orang Lombok menjaga hutan, maka orang Mataram akan tetap mandi dan minum gunakan air bersih dan sehat.”  *****Foto utama: Banjir yang merendam Samarinda ini berdampak pada 18 ribu jiwa. Foto: Istimewa/Mongabay Indonesia  [SEP]" "Sekolah Lapang Berdayakan Generasi Muda Komunitas Adat Marena Enrekang","[CLS]  Haeriah adalah seorang ibu rumah tangga yang sehari-hari mengurus rumah tangga dan membantu suami di kebun. Selama ini, tak banyak hal yang diketahui dan dijalani selain masalah-masalah domestik rumah tangga. Bahkan informasi terkait adat istiadat di desanya hanya diketahui samar-samar.“Sekolah lapang ini bagi kami sebagai ibu rumah tangga, sangat bermanfaat. Ilmu saya bertambah. Tadinya saya tidak paham masalah hukum adat di sini dan daerah-daerah lain,” katanya, dalam kegiatan Sekolah Lapang yang diadakan di Desa Pekalobean, Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan, Sabtu (20/11/2021).Sekolah lapang ini dilaksanakan oleh Perkumpulan Hukum dan Masyarakat (HuMa) kerjasama dengan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sulawesi Selatan. Diikuti oleh generasi muda di komunitas adat Marena, salah satu komunitas adat yang telah mendapat pengakuan Hutan Adat 2018 lalu, berlangsung pada 18-21 November 2021.Haeriah mengakui lama meninggalkan kampung sehingga banyak hal tentang adat istiadat dan ritual-ritual yang tak dipahaminya.“Dari sekolah lapang saya bisa paham tentang adat, misalnya kalau tanam bawang merah ada hal-hal yang harus diperhatikan, pantangan-pantangan. Saya sekarang sudah paham semua itu.”baca : Hutan Adat Marena: Kearifan Lokal yang Dapat Pengakuan Negara  Haeriah juga bersyukur dari sekolah lapang ini ia jadi paham bagaimana mengelola sumber daya di dalam hutan adat, apalagi selama ini perempuanlah yang banyak mengakses sumber daya di dalam hutan untuk kebutuhan sehari-hari.“Dari kegiatan ini kami juga paham tentang desa dari Pak Andik Hardiyanto. Banyak potensi yang bisa digali. Selama ini kami hanya tahu tentang dapur, sumur. Pendidikan kita masih kurang. Harapan saya, semoga pemahaman bisa lebih bertambah, bisa lebih baik dari kemarin, terkait juga kesopanan dalam bermasyarakat,” katanya." "Sekolah Lapang Berdayakan Generasi Muda Komunitas Adat Marena Enrekang","Hal yang sama diakui oleh Hariati, yang juga aktif dalam sejumlah kegiatan perempuan adat. Meski sepanjang hidupnya telah tinggal di Marena dan mengikuti setiap ritual yang dilakukan, namun pengetahuannya tentang adat istiadat di komunitasnya masih kurang.“Dari sekolah lapang ini, berdasarkan penjelasan dari pemangku adat, saya bisa memahami tatanan hidup sehari-hari dalam bermasyarakat adat. Contohnya, apa saja yang dilarang dan boleh dilakukan di wilayah adat. Hal baru yang saya dapatkan meski selama ini hidup di wilayah adat, dan selalu mengikuti setiap kegiatan.”Ia berharap Hutan Adat yang ada di desanya bisa tetap lestari dan dikelola dengan baik. Pengakuan Hutan Adat yang telah diterima komunitasnya membuatnya bersemangat dan tak ada rasa takut lagi dalam mengelola hasil hutan.baca juga : Enam Komunitas Adat Massenrempulu Enrekang Akhirnya Diakui Negara  Suardi, salah seorang petani yang juga peserta sekolah lapang, mengakui pemahamannya tentang hukum dari kegiatan ini adalah hal yang baru, sehingga bersyukur bisa mengikuti kegiatan ini.“Dari dulu saya tidak paham betul tentang wilayah adat dan tatanan yang ada di dalamnya, sekarang bisa lebih mengerti. Dari materi di kegiatan ini, tentang hukum adat bisa saya pahami dengan baik. Saya juga paham bahwa dengan adanya pengakuan Hutan Adat kita bisa kelola sendiri tanpa ada rasa takut dikejar-kejar polisi, meski tetap harus dikelola secara bertanggung jawab.”Proses belajar mengajar di sekolah lapang ini sangat dinamis dan santai, dimana para peserta sangat antusias mempelajari banyak hal, tentang adat, desa, hukum, masyarakat adat, menulis dan pemetaan potensi. Pada materi terkait teknik penulisan oleh pemateri dari Mongabay Indonesia, meski singkat, mereka bisa langsung menghasilkan tulisan terkait komunitasnya yang dibagi di media sosial masing-masing peserta." "Sekolah Lapang Berdayakan Generasi Muda Komunitas Adat Marena Enrekang","Menurut Solihin, staf advokasi AMAN Sulsel, sebagai penanggungjawab kegiatan ini, Sekolah Lapang Marena ini bertujuan untuk melatih generasi muda Marena untuk bisa melakukan pemetaan potensi wilayah adatnya.“Mereka dilatih untuk mampu memetakan potensi hutan adat dan biodiversity yang ada dan mampu melakukan pendataan sosial dan spasial. Mereka juga nantinya diharapkan mampu mengidentifikasi hukum-hukum adat yang berkaitan dengan hutan adat, serta melibatkan anak-anak muda mengurus wilayah adatnya,” katanya.Kegiatan sekolah lapang di Marena ini adalah kali kedua yang dilakukan oleh HuMa dan AMAN Sulsel. Sebelumnya, tahun 2019, mereka juga melakukan kegiatan yang sama di komunitas ada Karampuang Kabupaten Sinjai, Sulsel, meski dengan pendekatan dan waktu kegiatan yang berbeda.baca juga : Perda, Hutan Adat dan Pentingnya Pengakuan bagi Masyarakat Adat  Kondisi Saat iniKomunitas adat Marena sendiri telah mendapat pengakuan sejak 14 Februari 2018 melalui SK Bupati Enrekang. Setelah pengakuan Pemda diperoleh, pengakuan berikut didapat dari pemerintah pusat. Bahkan SK Hutan Adat diserahkan langsung Presiden Joko Widodo di Istana Negara, tanggal 20 September 2018.Piter Kadang sebagai pemangku adat Marena juga terpilih sebagai satu dari sembilan tokoh yang mendapat penghargaan karena dianggap berhasil mengelola dan memanfaatkan kawasan hutan yang telah diberikan izin perhutanan sosial.Mengenang kembali sejarah pengakuan tersebut, Piter, yang merupakan satu dari pemangku adat Marena bergelar Sianene yang berarti ‘yang dituakan’, mengakui butuh waktu 12 tahun untuk mewujudkannya, penuh dengan tantangan dan sinisme dari sejumlah pihak." "Sekolah Lapang Berdayakan Generasi Muda Komunitas Adat Marena Enrekang","“Dulunya waktu berjuang, banyak yang tidak sepaham untuk berjuang karena menganggap adat hanya animisme. Banyak juga tak percaya ada yang namanya Hutan Adat. Banyak yang kaget dengan adanya Perda dan SK dan kemudian bertemu Presiden Jokowi. Dua kali saya bertemu Pak Jokowi,” katanya.Di awal pengakuan, komunitas sempat melakukan kerjasama PT Adi Mitra untuk penyadapan getah pinus yang memang banyak tumbuh di kawasan tersebut, melanjutkan kerjasama yang telah dilakukan oleh perusahaan dengan pihak kehutanan.“Untuk saat itu kami batasi, untuk coba-coba saja. Dulu sudah dikelola oleh kehutanan. Kita coba-coba satu tahun ada kontrak, kalau bagus bisa lanjut. Namun, belum setahun kami khawatir tentang kondisi hutan karena masalah teknik penyadapan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan oleh kehutanan,” jelasnya.baca juga : Puyang Sure, Hutan Adat Berkonsep Wisata Pertama di Sumatera Selatan  Pihak perusahaan, menurut Piter melakukan penyadapan lebih dalam dari yang dianjurkan sedalam 3 cm, sementara mereka ‘menggores’ pohon hingga 6 cm. Mereka juga ‘menggores’ 8 lokasi di satu pohon sementara batasnya hanya 4 goresan. Dampaknya, di musim kemarau dimana merupakan waktu sangat baik untuk menyadap, banyak pohon yang tumbang karena kondisi pohon yang rusak diterjang angin kencang.“Kami akhirnya putuskan untuk hentikan kontrak, dipulihkan dulu hutannya. Meski kemitraan ini menghasilkan uang yang bisa digunakan untuk kepentingan adat, namun kami khawatir jangan sampai nanti malah hutannya habis.”" "Sekolah Lapang Berdayakan Generasi Muda Komunitas Adat Marena Enrekang","Untuk pemanfaatan Hutan Adat ini, mereka fokus untuk menanami pohon kopi, alpukat, dan sejumlah tanaman lainnya. Mereka telah dua kali mendapat bantuan berupa bibit dari Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (BPSKL) KLHK wilayah Sulawesi. Bantuan pertama berupa bibit durian dan pala, sementara bantuan kedua berupa uang tunai Rp50 juta untuk pengembangan komoditi alpukat, peternakan kambing dan jati putih.Sebagai bagian dari kesepakatan adat, pohon-pohon yang tumbang di dalam kawasan tersebut bisa diambil untuk kebutuhan adat dan masyarakat yang rentan.“Pohon yang sudah tumbang diberikan masing-masing 1 meter kubik untuk setiap kampung, digunakan untuk kepentingan pesta, ritual, dll., namun wajib menanam sejumlah pohon sebagai gantinya. Kelebihan kayu yang tumbang lainnya diberikan kepada warga yang kami nilai kurang mampu dan kondisi papan rumahnya rusak, mereka diberi 2 meter kubik, 1 meter kubik untuk warga dan 1 meter kubik lainnya sebagai ganti biaya senso (chainsaw).”  [SEP]" "Hanya Sepekan, 9 Nelayan Pengebom Ikan Asal Sikka Ditangkap. Kenapa Kian Marak?","[CLS]  Patroli gabungan satuan pengawas Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (Satwas PSDKP) Flores Timur bersama Direktorat Polair Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) saat melakukan patroli di laut Flores dalam wilayah Kabupaten Sikka menemukan aktivitas pengeboman ikan.Pelaku menangkap ikan menggunakan bom di sekitar perairan Wair Nokerua, Desa Kolisia, Kecamatan Magepanda, Kabupaten Sikka. Sebanyak empat nelayan berinisial A (36), AH (17), S (17) dan T (30) asal Desa Kolisia ditangkap, Jumat (26/2/2021) kemudian diserahkan ke penyidik Satwas PSDKP Flores Timur untuk diproses hukum.Berselang empat hari, Selasa (2/3/2021) kapal patroli P. Sukur XXII-3007 Polair Polda NTT kembali menangkap lima nelayan usai melakukan pengeboman ikan di perairan Pulau Pangabatang.Lima nelayan asal Desa Parumaan, Kecamatan Alok Timur ini pun diamankan di Pos Polair Maumere. Kelimanya sedang menjalani pemeriksaan untuk selanjutnya diserahkan kepada Kejaksaaan Tinggi NTT untuk diproses hukum.Direktur Polairud Polda NTT, Kombes Polisi Andreas Heri Susi Darto melalui Panit Siesidik Direktorat Polairud Polda NTT, I Nyoman Bagia Utama saat ditemui Mongabay Indonesia Kamis (4/3/2021) menjelaskan aparat Polair menangkap lima pelaku itu setelah mendapatkan laporan masyarakat dan mendapati mereka melakukan pengeboman ikan.Para pelaku menggunakan sebuah perahu motor dan dua sampan, dimana dua nelayan nelayan menggunakan dua sampan melihat ke dasar laut menggunakan kaca mata selam.“Saat melihat banyak ikan sedang berada di terumbu karang, para nelayan melemparkan bahan peledak atau bom. Selang beberapa saat perahu motor membawa kompresor dan menurunkan nelayan untuk menyelam mengumpulkan ikan hasil bom,” ungkap Nyoman.baca : Pelaku Pengeboman Ikan di Perairan NTT Kembali Ditangkap. Kenapa Masih Terjadi?  " "Hanya Sepekan, 9 Nelayan Pengebom Ikan Asal Sikka Ditangkap. Kenapa Kian Marak?","Saat petugas bergerak hendak melakukan penangkapan, pelaku melarikan diri menggunakan perahu dan sempat membuang barang bukti berupa ikan hasil pengeboman ke laut.“Setelah pelaku berhasil diamankan, petugas pun kembali ke lokasi ikan dibuang dan mengumpulkan ikan sebagai barang bukti. Para nelayan pun mengakui ikan yang didapat dipergunakan dengan cara menggunakan bahan peledak atau bom,” jelasnya.Petugas mengamankan barang bukti, antara lain satu perahu, dua sampan, berbagai alat selam, satu buah korek api dan 70 ekor jenis ikan campuran. “Kelima nelayan tersebut mempunyai peran masing-masing baik sebagai pemantau ikan, penyelam maupun petugas yang melempar bahan peledak,” ungkapnya.Nyoman menjelaskan kelima nelayan tersebut melanggar pasal 84 ayat 1 dan ayat 2 Undang-undang No.31/2004 juncto pasal 85 UU No.45/2009 tentang Perubahan atas UU No.31/2004 tentang Perikanan. “Pelaku dijerat dengan Undang-Undang Perikanan dan ancaman hukumannya diatas lima tahun penjara,” terangnya.baca juga : Polda NTT Tangkap Pemasok Bahan Bom dan Pelaku Pengeboman Ikan, Bagaimana Selanjutnya?  Wilayah KonservasiLokasi penangkapan ikan di perairan Pulau Pangabatang berada di dalam wilayah Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Teluk Maumere. Kewenangannya berada dibawa BKSDA NTT melalui Seksi Konservasi Wilayah IV Maumere.Yohanes Don Bosco R. Minggo, Ketua Prodi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikananan Universitas Nusa Nipa (Unipa) Maumere menyesalkan aktifitas destructive fishing yang terus berulang.Rikson sapaannya menegaskan wilayah depan perairan Pangabatang dan depan Desa Darat Pantai merupakan daerah potensial perikanan dan masuk zona hijau wilayah konservasi.“Sangat disayangkan penangkapan ikan dengan bahan peledak kian marak di wilayah TWAL Teluk Maumere,” sesal Rikson saat ditanyai Mongabay Indonesia, Sabtu (6/3/2021)." "Hanya Sepekan, 9 Nelayan Pengebom Ikan Asal Sikka Ditangkap. Kenapa Kian Marak?","Rikson menyebutkan para nelayan kecil pemilik kapal berukuran dibawah 10 GT itu tidak jera menangkap ikan dengan cara mengebom. Menurutnya bila ada bantuan kapal dan alat tangkap yang lebih canggih dan membuat hasil tangkapan lebih banyak, mungkin bisa membuat nelayan kecil beralih dari mengebom ikan.“Alat tangkap modern bisa memudahkan nelayan menangkap ikan dengan hasil tangkapan yang lebih banyak,” tuturnya.perlu dibaca : Pelaku Pengeboman Ikan di Perairan Teluk Maumere Kembali Ditangkap. Kenapa Terus Berulang?  Rikson sesalkan proses pendampingan dan edukasi kepada para nelayan tidak berjalan. Ia menyebut Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sikka tidak memiliki anggaran karena kewenangan wilayah laut sudah beralih ke provinsi.Menurutnya secara kolektif memang pengawasan selain menjadi tugas DKP, juga merupakan tugas PSDKP, Polair, TNI AL termasuk Bea Cukai yang mengawasi masuknya bahan baku pembuatan bahan peledak.“Kalau masih ada pasokan bahan baku peledak dari luar maka pengawasannya tidak benar. Oknum penegak hukum di Sikka saja menjual barang bukti pupuk yang dipergunakan dalam pengeboman ikan,” sesalnya.Rikson mengaku miris melihat ikan-ikan karang di PPI Alok, Maumere yang dijual banyak diperoleh dari penggunaan bahan peledak atau bom. Dia juga menyesalkan tidak ada data base di PPI Alok tentang jenis dan jumlah alat tangkap serta jumlah ikan yang ditangkap nelayan setiap harinya.“Sistem perikanan tangkap berkelanjutan dan lestari di Sikka tidak berjalan. Sampai saat ini belum ada data potensi ikan. Kalau datanya tidak ada, bagaimana mengukurnya?,” ucapnya.baca juga : Ikan Hasil Destructive Fishing Tak Akan Pernah Lolos Sertifikasi  Hukuman Tetap Ringan" "Hanya Sepekan, 9 Nelayan Pengebom Ikan Asal Sikka Ditangkap. Kenapa Kian Marak?","Rata-rata pelaku pengeboman ikan di NTT hukumannya dibawah 3 tahun. Rikson meminta agar hukuman terhadap pelaku diperberat agar bisa memberi efek jera. Dia menyarankan pelaku tidak hanya dijerat dengan Undang-Undang Perikanan, tetapi juga undang-undang konservasi serta bahan peledak.“Harusnya aparat penegak hukum lebih jeli melihat hal ini. Pelaku harus dijerat dengan undang-undang lainnya juga agar hukumannya berat dan pelaku jera,” imbuhnya.Rikson mengaku bukan saja bom ikan yang selalu dipergunakan, namun alat tangkap tidak ramah lingkungan masih marak dipakai. Aturan  perikanan menyebutkan ukuran jaring yang diperbolehkan bagi nelayan lampara berukuran lebih dari 1 inchi sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.71/2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan.“Jaring ini masih banyak dipakai nelayan kita dan tidak pernah dikontrol. Pakai jaring in, ikan ukuran kecil ikut tertangkap. Belum sempat bertelur sudah ditangkap,” sesalnya.Penasihat Maumere Diver Community (MDC), Yohanes Saleh sependapat. Menurutnya, pelaku masih dihukum ringan. Bahkan lima pelaku yang ditangkap, dua pelaku ternyata baru bebas dari penjara dengan kasus serupa.Hans sapaannya menegaskan penggunaan bom ikan di laut membuat radius kerusakan bisa tiga kali lipat dibandingkan dengan di daratan. Ini terjadi karena hentakan dan tekanan arus akan menganggu pertumbuhan terumbu karang.“Kita akan buat surat kepada pemerintah dan aparat penegak hukum agar bisa jadi masukan. Pelaku penangkapan ikan menggunakan bahan peledak harus dihukum berat,” tegasnya.Hans menyebut masyarakat sebenarnya harus bisa mengawasi dan turut menghakimi pelakunya dengan hukuman adat. “Kalau bicara laut maka menjadi kebutuhan semua orang. Bukan  perikanan saja, sebab perairan menjadi daerah pariwisata dan penunjang keberlangsungan hidup buat masyarakat, bukan saja buat nelayan,” pungkasnya.  [SEP]" "Pertama di Indonesia Timur, Program Closed Loop Hortikultura di Sikka. Apa Keuntungannya Bagi Petani?","[CLS]  Lahan hortikultura milik Moeda Tani Farm beranggotakan 5 petani muda di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) pagi itu, Kamis (2/12/2021) tampak ramai.Lahan seluas 5 Ha yang berada di samping kantor Bupati Sikka di Kota Maumere tersebut merupakan lahan pertanian hortikultura yang boleh dikatakan berbeda dengan lahan lainnya.Terdapat mesin pompa air yang digerakan dari tenaga listrik yang berasal dari panel surya yang ada di kebun tersebut. Semua bedeng yang dilengkapi dengan plastik mulsa, dipasangi selang irigasi tetes.Terdapat beberapa pekerja sedang menanam bawang merah. Ada yang sedang membuat bedeng dan menanam tomat. Selang irigasi tetes terlihat terpasang di semua bedeng.Yance Maring selaku pengembang konsep Smart Farming dengan sistim irigasi tetes memaparkan berbagai alasan pembuatan kebun contoh hortikultura dengan sistim Kemitraan Closed Loop.“Untuk lahan ini kita kembangkan sistim smart farming drip irrigation untuk efisiensi penghematan tenaga dan air,” sebut Yance sapaannya saat ditemui Mongabay Indonesia, Kamis (2/12/2021).Yance katakan, pihaknya juga memasang alat guna memantau secara otomatis kondisi tanah, unsur hara, NPK, PH, kelembaban, suhu dan penggunaan air serta pupuk.Menurutnya hal ini bisa dilakukan selama 24 jam melalui telepon genggam sehingga membantu petani untuk memantau kondisi lahan pertaniannya setiap saat.baca : Petani Milenial di Sikka Kembangkan Teknologi Smart Farming. Apa Kelebihannya?  Penggunaan TeknologiKementerian Pertanian menyebutkan, closed loop merupakan suatu pendekatan untuk mendorong perkembangan agribisnis berkelanjutan, melalui ekosistem digital.Closed loop membentuk suatu rantai pasok dan rantai nilai produk hortikultura, dimana hasil pertanian akan memiliki pasarnya tersendiri." "Pertama di Indonesia Timur, Program Closed Loop Hortikultura di Sikka. Apa Keuntungannya Bagi Petani?","Petani tidak lagi mencari pasar dari produk yang dihasilkannya melainkan petani didorong untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan permintaan pasar.Yance menjelaskan, program closed loop di Kabupaten Sikka prosesnya panjang. Berawal di bulan Maret 2020 saat Kementerian Desa dan PDT serta Kemenko Perekonomian datang ke lahannya di Kelurahan Wailiti, Maumere. Mereka berdiskusi tentang apa yang harus dilakukan untuk petani muda hingga bersepakat membuat program closed loop kemitraan hortikultura.Yance sebutkan, untuk melibatkan anak-anak muda itu sulit apalagi mengajak anak muda menjadi petani. Ia tahun 2019 terjun jadi petani dan menerapkan irigasi tetes dengan menerapkan teknologi saja, masih belum banyak anak muda terjun jadi petani.“Meskipun petani tetapi mereka malu mengakui berprofesi petani. Kini setelah ramai diberitakan kesuksesan petani muda, mulai muncul petani-petani muda lainnya di Kabupaten Sikka bahkan NTT,” ucapnya.baca juga : Petani Muda Keren Gobleg Kini Bisa Bertani Lewat Ponsel  Yance menegaskan, apabila anak-anak muda mulai sekarang tidak terjun menjadi petani maka 15 tahun ke depan Indonesia akan krisis petani. Kemitraan ini diharapkan akan berdampak terhadap peningkatan produksi pertanian.Dia sebutkan, penggunaan teknologi dan mekanisasi pertanian ke depannya mau tidak mau harus diterapkan. Produksi komoditi pertanian dalam skala besar bisa dilakukan asal ada jaminan produk yang dihasilkan terserap pasar.Berkeliling berbagai wilayah di Indonesia memasang irigasi tetes smart farming, Yance melihat banyak pemodal besar terjun di sektor pertanian. Lahan yang dikembangkan mencapai puluhan hingga ratusan hektare dan produknya menyasar pasar ekspor.“Meskipun sulit dan terkendala modal namun kami harus memulainya. Kita berharap dengan kemitraan closed loop membuat produk pertanian yang kita hasilkan tidak sulit dijual,” ungkapnya. " "Pertama di Indonesia Timur, Program Closed Loop Hortikultura di Sikka. Apa Keuntungannya Bagi Petani?","Menyambung EkosistemAsisten Deputi Pengembangan Agribisnis Hortikultura, Kemenko Perekonomian, Yuli Sri Wilanti menyebutkan, pihaknya mengkoordinasikan dan mensinergikan seluruh kementerian dan lembaga terkait untuk terlibat dalam closed loop.Yuli melihat pertanian tidak bisa berdiri sendiri sehingga harus didukung banyak lembaga terkait. Apalagi sektor pertanian satu-satunya sektor yang tumbuh positif selama pandemi COVID-19 karena orang pasti butuh makan.“Koordinasi yang kami lakukan menggandeng 17 institusi untuk bersama menggarap hortikultura di Sikka. Ini proyek closed loop pertama yang hadir di Indonesia Timur,” ucapnya.Program closed loop hortikultura sudah diinisiasi dari 2020 dan pertama mulai di Kabupaten Garut yang menjadi sentra hortikultura di Jawa Barat lalu berpindah ke Sukabumi.Yuli sebutkan pihaknya menyambungkan semua ekosistem dari hulu hingga ke hilir, sama-sama menghadirkan kolaborasi. Dia yakin berjalan baik maka bukan hanya hortikultura saja tetapi tanaman pangan lainnya serta perkebunan dan peternakan pun bisa mereplikasikannya.baca juga : Ini Sistem Irigasi Tetes dan Penyiraman Tanaman Menggunakan Ponsel  Menurutnya, NTT sangat kaya dengan seluruh komoditas termasuk rempah-rempah tinggal apakah kita mau melakukan bersama-sama dan menjalankannya dengan komitmen yang tinggi.“Bukan soal menanam tetapi kita menjamin ketersediaan pangan yang dibutuhkan pasar, supply and demand bagaimana hulu dan hilir disambungkan. Ini yang selama ini menjadi kendala,” tuturnya.Yuli mengatakan sebetulnya semua sudah melakukan tugasnya masing-masing tetapi bagaimana peran dan tugas itu disinergikan. Untuk itu,  semua perlu duduk bersama dan melakukan pendampingan sehingga bisa menginspirasi banyak pihak, menginspirasi para petani muda." "Pertama di Indonesia Timur, Program Closed Loop Hortikultura di Sikka. Apa Keuntungannya Bagi Petani?","Pihaknya belajar dari pengembangan closed loop di Garut dan Sukabumi dimana petani disana sulit mendapatkan lahan diatas satu hektare Ia sebutkan, petani bisa menanam tapi tidak mendapatkan penghasilan memadai sebab butuh minimal sehektare sehingga bisa meningkatkan pendapatan.“NTT banyak lahan tidur yang bisa digarap. Hortikultura punya potensi dimana dengan lahan terbatas, kebutuhan yang meningkat serta nilai ekonomi tinggi maka peluang itu sangat besar,” ucapnya.Yuli menekankan ketersediaan pasokan dari hulu sampai hilir, membuat perencanaan produksi berdasarkan permintaan pasar dan membuat pola tanam yang diatur sehingga tidak terjadi over suply.Lanjutnya, Presiden Jokowi tahun 2020 meminta agar program Kemitraan closed loop hortikultura direplikasi di seluruh Indonesia dengan target 2 juta petani hingga tahun 2023.“Semua digitalisasi sejak pembibitan, penanaman, panen dan distribusi hingga ke pelaku pasar agar bisa dimonitor secara baik. Dengan begitu akan membuat semua stakeholder mudah untuk melihatnya,” terangnya.baca juga : Dengan Irigasi Tetes, Menjangkau Milenial Agar Tertarik Jadi Petani  Sentra KomoditiSelama ini produk hortikultura di wilayah NTT kebanyakan didatangkan dari Sulawesi dan Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB). Padahal lahan pertanian di NTT bisa dikembangkan menjadi sentra hortikultura karena masih luas dan belum digarap.Menurut Staf Ahli Menteri Bidang Hubungan Antar Lembaga, Kemendes PDTT, Samsul Widodo apapun yang kita tanam harus ada jaminan pasar sehingga pihaknya mendatangkan berbagai pihak yang mendukung.Kata dia, kedepannya kalau mau mempelajari ekosistem hortikultura datanglah ke Sikka di kebun Moeda Tani Farm yang dimiliki anak-anak muda." "Pertama di Indonesia Timur, Program Closed Loop Hortikultura di Sikka. Apa Keuntungannya Bagi Petani?","“Sukses di Jawa itu biasa tapi kalau kita melakukan itu di NTT dengan politik lokal yang sangat kritis, itu luar biasa. Kami punya obsesi setiap kabupaten sentra komoditas, ada anak-anak muda yang bisa melakukan ekspor,” ucapnya.Samsul berpikir bagaimana agar bisa mengganti produk-produk industri dengan produk-produk dari desa yang bisa menjangkau hotel dan restoran berkelas sebab ada potensi yang besar yang harus dimulai.Dia sebutkan, apa yang dilakukan di kebun petani muda di Sikka untuk menguji apakah bisa diterapkan di NTT program Kemitraan Closed Loop Hortikultura ini.“Bicara closed loop bukan hanya menanam, tetapi ada kepastian pasar. Harus ada jaminan produk petani bisa diserap pasar,” pungkasnya.  [SEP]" "Bank Tanah Ancam Agenda Reforma Agraria, Ini Alasannya","[CLS]     Komitmen pemerintah mau menjalankan reforma agraria agraria jadi angin segar buat mengurangi kesenjangan kuasa lahan yang selama ini terjadi di Indonesia. Sayangnya, reforma agraria masih berjalan terseok-seok, pemerintah sudah bikin aturan soal bank tanah yang dinilai bisa menjauhkan dari pelaksanaan reforma agraria.Pada 29 April 2021, Presiden Joko Widodo mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 64 Tahun 2021 tentang Badan Bank Tanah. Regulasi ini jadi satu dari 49 peraturan pelaksana UU Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja. Pengesahan PP ini merupakan pelaksanaan ketentuan Pasal 135 dalam UU Cipta Kerja.Gagasan dan formulasi kebijakan bank tanah mencuat sejak pembahasan RUU Pertanahan pada 2019. Banyak protes berujung tak lanjut. Gagal ada di RUU Pertananan, bank tanah malah masuk dalam UU Cipta Kerja.Dalam kebijakan itu menyebutkan kalau bank tanah sebagai pengendali utama dalam pengadaan dan pengalokasian tanah di Indonesia. Fungsinya, mulai perencanaan, perolehan, pengadaan, pengelolaan, pemanfaatan hingga pendistribusian tanah.“Agenda bank tanah ini jelas-jelas memiliki orientasi mendorong dan makin memperkuat praktik-praktik liberisasi tanah di Indonesia. Lembaga ini akan mempermudah perampasan tanah atas nama pengadaan tanah untuk kepentingan investor,” kata Dewi Kartika, Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) dalam webinar Bahaya Bank Tanah Untuk Agenda Reforma Agraria, baru-baru ini.Dia nilai, bank tanah menyimpang karena negara memiliki pemilikan obsulte atas tanah dan dalam mandat UU Pokok Agraria dalam mengelola tanah sebesar-besarnya untuk kemakmuran takyat.Bank tanah ini, katanya, mengadopsi asas domein verklaring dan menyelewengkan hak menguasai dari negara. Dewi mengatakan, semangat dan cara kerja bank tanah ini melegalkan praktik-praktik tanah negara dipersempit jadi milik pemerintah. Padahal, prinsip ini telah dihapus dalam UUPA 1960." "Bank Tanah Ancam Agenda Reforma Agraria, Ini Alasannya","“Baik omnibus law maupun PP ini melanggar UUD 1945. UU 1960, termasuk keputusan MK (Mahkamah Konstitusi) yang telah mengoreksi penyelewangan dan penyimpangan dari prinsip hak hak menguasai negara atas tanah,” katanya.Bank tanah, katanya, tidak berpihak pada pemenuhan hak masyarakat kecil atas tanah, melainkan investasi, sebagaimana diatur Pasal 19 PP Bank Tanah. Dalam Bank Tanah menjamin dan mendukung ketersediaan tanah untuk pembangunan pusat dan daerah dalam mendukung peningkatan ekonomi dan investasi.Regulasi ini, katanya, juga memudahkan bagi badan usaha asing menguasai tanah di Indonesia atas nama investasi.  Sebaliknya, tak berpihak pada pemenuhan hak kepada masyarakat kecil, nelayan, petani, warga miskin kota.“Celakanya, sumber tanah yang dikuasai bank tanah dari penetapan pemerintah melalui klaim tanah negara. Tanah negara ini diatur dalam PP lain yaitu PP 18/2021 tentang Hak Pengelolaan, dimana tanah negara antara lain tanah petani, nelayan, masyarakat adat yang belum bersertifikat – yang tidak dapat dibuktikan kepemilikannya.”Dengan begitu, katanya, fungsi sosial atas tanah dan pelarangan monopoli atas tanah oleh swasta yang dimandatkan UUPA 1960 dilabrak PP Bank Tanah. Dokumen: PP Nomor 64:2021 soal Badan Bank Tanah Logika pasar pada bank tanah– jadikan tanah sebagai komoditas– secara terang-terangan ditunjukkan pada penggunaan kata ‘kompetitif’ pada Pasal 40 ayat 8 PP Bank Tanah.Dewi bilang, aturan itu jadikan peran negara yang seharusnya menjamin hak atas tanah kepada rakyat miskin dan mencegah monopoli swasta sesuai mandat konstitusi dan UU PA terbelokkan melalui UU Cipta Kerja.“Harusnya penegakan fungsi sosial atas tanah jadi fondasi kebijakan pertanahan di Indonesia, bukan semata-mata fungsi ekonomi, apalagi ekonomi liberal.”Berdasarkan regulasi ini, kelembagaan bank tanah akan diperkuat melalui Peraturan Presiden (Perpres) yang sedang disiapkan." "Bank Tanah Ancam Agenda Reforma Agraria, Ini Alasannya","Himawan Arief Sugoto, Sekretaris Jenderal Kementerian Agraria dan Tata Ruang menyebutkan, perpres akan dibuat untuk mengatur kewenangan lembaga.“(Draf) mungkin Juni atau Juli diharapkan selesai,” katanya kepada Mongabay.Saat dikonfirmasi terkait lembaga ini khawatir mengadopsi asas domein verklaring dan akan memperparah konflik dia tidak menjawab secara jelas. “Tidak begitu.” Baca juga: Begini Nasib Hutan Adat Laman Kinipan Kala Investasi Sawit Datang Tumpang tindihYando Zakaria, peneliti dari Pusat Kajian Etnografi Komunitas Adat mengatakan, lembaga bank tanah ini tak rasional dan tak urgen dalam implementasi agenda reforma agraria. “[Kalau niat] lembaga ini untuk mengkonsolidasikan dan mendistribusikan tanah, lalu apa bedanya dengan BPN/ATR? Apakah tidak terjadi tumpang tindih?’ katanya kepada Mongabay.Pembentukan lembaga baru ini malahan akan mengamputasi Badan Pertanahan Nasional yang sudah ada lebih dahulu. Apalagi secara substansi, katanya, lembaga ini memiliki semangat berbeda dalam upaya penyelesaian ketimpangan kepemilikan lahan.Dia bilang, ada agenda terselebung dalam regulasi ini yang melakukan redefenisi dari pengertian reforma agraria. Tanah reforma agraria, yang didistribusikan bank tanah kepada masyarakat hanya sebatas hak pengelolaan. Berbeda, dengan semangat reforma agraria yang genuine mendistribusikan aset negara kepada masayrakat tidak mampu dan membutuhkan untuk keadilan dan kesejahteraan.Padahal, tugas wajib BPN adalah mendistribusikan tanah dan menjaga struktur ketimpangan agraria baru berbicara pada pertumbuhan dan keuntungan.“Logika reforma agraria yang diatur dalam bank tanah ini berbeda sekali, pendekatannya optimalisasi, investasi. Sedangkan reforma agaria, aslinya, terkait pada persoalan hidup rakyat, soal keadilan dan hak hidup rakyat.”" "Bank Tanah Ancam Agenda Reforma Agraria, Ini Alasannya","Dalam implementasi reforma agraria konsep ini, masyarakat akan berhadapan pada masalah ‘pertumbuhan’, dengan ukuran bukan pada masyarakat memiliki aset untuk ruang hidup tetapi seberapa besar kegiatan mampu menyumbang pada pertumbuhan ekonomi negara.“Jika tidak menyumbang, maka isu-isu pada keadilan itu tidak menjadi dasar pemikiran, keterlibatan masyarakat adat dan masyarakat kecil dalam skema-skema itu akan ditentukan apakah dalam kegiatan-kegiatan masyarakat itu akan inline dengan ekonomi arus utama?” Baca juga: Cerita Warga Menanti Wawonii Terbebas dari Pertambangan Perparah ketimpanganBerdasarkan catatan KPA 2020, ada 241 konflik agraria bersifat struktural di seluruh sektor, dengan 135.000 keluarga tersebar di 359 desa/kota terdampak konflik.Dewi khawatir, kehadiran bank tanah akan memperparah sekaligus menghambat penyelesaian konflik agraria di seluruh sektor.Dia mengatakan, regulasi bank tanah ini akan memperparah praktik liberalisasi pertanahan, spekulan dan monopoli tanah oleh segelintir kelompok, termasuk elit pemerintahan.Dewi was-was, kondisi ini bisa berpotensi besar dalam melegalkan cara-cara perampasan tanah dan penggusuran wilayah hidup masyarakat, memperparah kemiskinan struktural di pedesaan dan perkotaan. Juga mengkirminalkan petani, pengganti, komunitas adat atas nama investasi dan pembangunan.“Operasi bank tanah akan memperlebar jurang ketimpangan penguasaan tanah antara masyarakat kecil dengan badan usaha swasta maupun negara, termasuk investor asing.”Bahkan, dengan kewenangan sangat luas yang bisa dilakukan bank tanah itu akan memperparah situasi konflik agraria di lapangan. Proses-proses perolehan tanah pun berpotensi kuat tumpang tindih dengan wilayah hidup masyarakat.Apalagi, katanya, sumber tanah buat bank tanah banyak berasal dari lahan yang seharusnya untuk rakyat dalam kerangka reforma agraria." "Bank Tanah Ancam Agenda Reforma Agraria, Ini Alasannya","Kini, kata Dewi, ada banyak amunisi baru kemudahan pengadaan tanah bagi badan usaha raksasa untuk memperoleh tanah dalam skala luas. Termasuk PP 18/2021 tentang Hak Pengelolaan, yang berkaitan erat dengan kepentingan PP Bank Tanah. Revisi UU Pengadaan Tanah, telah memperluas definisi kepentingan umum, yang jadi salah satu tujuan bank tanah.Dia mengatakan, lembaga bank tanah ini dengan kewenangan dan fungsi luas, kehadiran lembaga ini berpotensi kuat menyediakan ladang subur korupsi dan kolusi agraria yang dilegalkan hukum.“Pasal 50 PP Bank Tanah, contohnya, Menteri ATR/BPN dapat memutihkan HGU-HGU terlantar atau HGU berkonflik dengan petani dan masyarakat adat, dengan memberikan kemudahan proses pengakuan hukum kepada perusahaan yang membutuhkan tanah itu,” katanya.Pada Pasal 47 ayat 1 menyebutkan, audit pelaporan dan pertanggungjawaban keuangan penyelenggaraan bank tanah adalah akuntan publik (swasta). Dalam hal ini, katanya, negara dan partisipasi masyarakat absen dalam pengawasan.Celakanya, pada pasal selanjutnya disebutkan Pasal 47 ayat 2, akuntan publik itu dipilih dewan pengawas atas usulan kepala bank tanah. Hal ini, katanya, patut dipertanyakan karena berpotensi menimbulkan conflict of interest.Meski pada Pasal 4 disebutkan, bank tanah bersifat transparan, akuntabel, non profit, dan profesional. “Kami menilai itu hanya bersifat formalitas dan mengelabui pasal-pasal lain yang memberi kewenangan begitu powerful kepada bank tanah.”“Sifat transparansi, non-profit dan lain-lain yang disinggung sekilas menjadi pasal basa-basi sebab kuat berorientasi pro-pasar, bisnis dan tidak diikuti pengawasan independen terhadap kelembagaan dan operasi bank tanah.”KPA mendesak,  pemerintah fokus pada agenda reforma agraria dengan revisi Perpres Reforma Agraria yang hingga kini terkatung-katung. *****" "Bank Tanah Ancam Agenda Reforma Agraria, Ini Alasannya","Foto utama:  Aksi menyuarakan penyelamatan hutan adat Laman Kinipan di Lamandau, Kalteng. Foto: Safrudin Mahendra-Save Our Borneo [SEP]" "Mengapa Kapal Asing Pencuri Ikan Marak di Perairan Natuna?","[CLS]      Kapal asing pencuri ikan masih marak beroperasi di Laut Natuna Utara, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau (Kepri). Berbagai kalangan mengungkapkan beberapa penyebab kapal-kapal asing pencuri ikan itu terus berkeliaran di perairan Natuna.Gentio Harsono, pengajar dan peneliti di Universitas Pertahanan, mengatakan, penyebab kapal asing leluasa di laut Natuna karena kekosongan nelayan Indonesia.“Kita bandingkan dengan Sulawesi Utara, banyak nelayan di sana memasang rumpon di perbatasan. Akhirnya, kapal asing tidak banyak. Penyebab lain, patroli juga minim,” katanya dalam diskusi virtual Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (Iskindo) bertema “Kejahatan IUU Fishing dan Arah Pembangunan Natuna,” April lalu.Diskusi ini menghadirkan narasumber dari perwakilan tokoh masyarakat Natuna, akademisi, hingga pemerintah yaitu pejabat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).Senada dengan Gentio, Rodial Huda, tokoh masyarakat Natuna juga Wakil Bupati Natuna terpilih 2021-2024,mengatakan, hal sama. Saat ini, katanya, laut Natuna sudah diisi oleh nelayan lokal dengan ukuran kapal 5GT. “Malahan kapal nelayan yang kecil sampai ke perbatasan, tetapi itu masih sedikit,” katanya.Pemerintah Indonesia, katanya, harus meningkatkan kapasitas kapal dan jumlah nelayan Natuna untuk melaut di sana. Selama ini, nelayan Natuna memaksakan diri melaut di perbatasan dengan kapal kecil yang sebenarnya memiliki risiko sangat tinggi ketika berhadapan dengan kapal asing.“Nelayan Natuna memang sampai ke perbatasan meskipun kapal kecil.” Baca juga : Amankan 2 Kapal Vietnam, KKP: Laut Natuna Utara dan Selat Malaka Rawan Pencurian Ikan  Menurut Rodial, solusi memobilisasi kapal cantrang dari Jawa ke Natuna malahan menimbulkan konflik. Nelayan Natuna melihat terjadi ketimpangan kebijakan.“Tetapi kalau nelayan Jawa itu gunakan alat tangkap seperti yang digunakan nelayan Natuna, saya kira tidak akan terjadi masalah seperti sekarang,” katanya." "Mengapa Kapal Asing Pencuri Ikan Marak di Perairan Natuna?","Kondisi geografis Natuna yang sangat jauh dari pusat Kepri (Tanjungpinang) membuat pengawasan laut tak berjalan optimal. Selama ini, belum terlihat pengawasan pemerintah provinsi menjaga kelautan Natuna. Sedang pemerintah kabupaten tidak bisa bertindak apapun karena tidak memiliki kewenangan di kelautan.Kewenangan ini tertuang dalam UU 23/2014, soal kelautan baik perizinan dan pengawasan di daerah pusat yaitu perairan 12 mil ke atas. Untuk 12 mil ke bawah berada di pemerintah provinsi.Rodial mengatakan, Presiden Joko Widodo sudah menjelaskan arah pembangunan Natuna pada 2016. Presiden menyebut lima pilar, yaitu, kelautan-perikanan, pariwisata, migas, pertahanan keamanan dan lingkungan hidup. Saat ini, katanya, baru terealisasi hanya di pertahanan keamanan.Menurut dia, sektor kelautan dan perikanan tak menunjukkan perkembangan bagus, terlebih ada keterbatasan pemerintah daerah terlibat. Sampai-sampai, katanya, muncul wacana Natuna jadi provinsi agar pengawasan laut lebih maksimal.Nelayan, katanya, sangat setuju Pemerintah Indonesia menjaga perairan ketat bahkan mengusulkan kapal patroli Indonesia meniru kapal asing dengan mengawal nelayan sendiri selama 24 jam.“Itu yang diinginkan nelayan, dimanapun menangkap ikan, , seperti yang dilakukan kapal asing China, yang dikawal patroli mereka mencuri ikan di Natuna,” katanya.Selama ini, katanya, patroli Indonesia belum efektif, apalagi saat musim angin utara. Kondisi musim itu nelayan Natuna tak bisa melaut karena keterbatasan kapal hingga kapal asing memanfaatkan untuk menangkap ikan di sana.“Maka kapal nelayan Natuna harus ditingkatkan kapasitasnya agar bisa tetap mengawal laut Natuna meskipun di musim angin utara yang sangat kencang dan ombak besar.”" "Mengapa Kapal Asing Pencuri Ikan Marak di Perairan Natuna?","Dia menilai, marak kapal asing melaut di Natuna, karena setiap pergantian kepemimpinan berganti pula aturan. Hingga program yang sudah ada tak berjalan berkelanjutan. “Saya berharap, pemerintah pusat mempunyai perhatian khusus kepada Natuna,” katanya. Baca juga : Cerita Nelayan Natuna, Terjepit Antara Kapal Cantrang dan Kapal Asing Drama Panca Putra, Direktur Pengawasan Sumberdaya Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan membenarkan, wewenang pengawasan laut hanya berada di pusat dan provinsi. “Daerah 12 mil ke bawah merupakan wewenang provinsi, di atas 12 mil wewenang pemerintah pusat. Itu terdapat dalam UU 23/2014.”Meskipun begitu, dia mengatakan, dalam UU Cipta Kerja akan mempertegas kewenangan pemerintah dalam pengawasan. “Pengawasan perikanan tidak hanya ada di pusat tetapi provinsi, kabupaten kota,” katanya.Prinsipnya, sama sebelum dan sesudah ada UU Cipta Kerja, pengawasan secara terintegrasi dan transparan serta terencana. Perbedaannya, terletak pada sanksi administrasi.Data KKP memerlihatkan, penindakan pengawasan kapal di wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 711 atau perairan Natuna yaitu 72 kapal, 12 kapal adalah kapal asing berbendera Malaysia dan Vietnam. Sedangkan, 60 kapal Indonesia yang diamankan karena melanggar wilayah tangkap serta tak memiliki dokumen lengkap.Saat ini, KKP berusaha judicial review hukuman bagi pelaku pencuri ikan di Indonesia agar sanksi lebih berat hingga menimbulkan efek jera. “Kita juga selalu operasi bersama, memperkuat koordinasi dengan aparat lain.”Kini, katanya, KKP pengawasan dengan gunakan automatic Identification System (AIS), Vessel Monitoring System (VMS) dan patroli. Memang saat ini kapal patroli sangat terbatas, KKP hanya memiliki 34 kapal yang beroperasi secara bergantian." "Mengapa Kapal Asing Pencuri Ikan Marak di Perairan Natuna?","Dharma berharap, pemerintah provinsi lebih aktif mengawasi daerah 12 mil ke bawah agar pemerintah pusat fokus 200 mil ke atas atau daerah perbatasan. “Kita (KKP) memiliki keterbatasan jumlah, anggaran, karena itu fokus di perbatasan, di bawah 12 mil adalah provinsi,” katanya.Pengawasan di laut Natuna Utara berada di pangkalan PSDKP Kota Batam. Kantor pengawasan ini mencakup laut Natuna Utara, Laut Natuna, Selat Karimata dan Selat Malaka. “PSDKP ini memiliki 14 kapal pengawas, pengawas 83 orang.”PSDKP Batam juga menjaga sumber daya kelautan perikanan 289.594 hektar mangrove, 41.046 hektar terumbu karang, 24 pulau-pulau kecil, dan delapan lokasi barang muatan kapal tenggelam (BMKT).Saat ini, KKP mendorong pembangunan satuan kerja sendiri di Natuna. “Kemungkinan kantor di Batam dipindahkan, tahun ini (2021),” katanya. Baca juga : KKP Tambah Kapal Pengawasan di Laut Natuna, Apa Kata Mereka? Tata kelola buruk Nilmawati, peneliti IUU fishing memaparkan, praktik perikanan melanggar hukum, tidak dilaporkan dan tidak diatur (illegal, unreported and unregulated fishing) menjadi lawan berat organisasi dunia. Apalagi, perikanan tangkap global berlebih pada 2020.“Konsensus dunia mengatakan, penyebab utama over fishing adalah IUU fishing, kemudian itu menjadi dasar tujuan utama organisasi dunia memerangi IUU fishing, karena ingin dunia perikanan lestari atau berkelanjutan,” katanya.IUU fishing, katanya, tak hanya merupakan kejahatan pencurian ikan juga transpor kriminal lain seperti human trafficking, money laundry, sampai penyelundupan obat terlarang. “Makanya, ada wacana dunia meningkatkan minimum sanksi IUU fishing,” kata Hilma.Dia mengatakan, penyebab IUU fishing karena tata kelola perikanan buruk, otomatis kontrol lemah, terlalu banyak lembaga yang memiliki tupoksi sama tetapi kurang koordinasi." "Mengapa Kapal Asing Pencuri Ikan Marak di Perairan Natuna?","Dalam penelitian pada 2016, katanya, data tangkapan dilaporkan secara resmi setiap negara setiap tahun 53% lebih sedikit daripada data aktual. “Menurut saya, tidak ada data ril yang terkonsolidasi besaran IUU fishing,” katanya.Selain itu, masalah batas laut yang belum terselesaikan seperti di Natuna juga penyebab marak pencurian ikan.Hilma bilang, sulit memberantas IUU fishing karena masing-masing negara mempunyai persepsi sendiri atas batas negara “Natuna ternyata ZEE-nya belum terselesaikan masih negosiasi.”Selain itu, secara internasional pengertian dan aturan IUU fishing masih berbeda antar negara. “Minim sanksi juga jadi penyebab, apalagi IUU fishing belum termasuk kriminal maka sanksi minim,” kata kandidat doktor di Universitas Amsterdam ini.Jadi, katanya, angkah strategis yang bisa ditempuh adalah menyelesaikan masalah perbatasan, saling promosi data antara negara, regional, dan nasional. Sedangkan di Indonesia, perlu koordinasi antar lembaga.Hilma juga menyinggung penting keterlibatan pemerintah kabupaten dan kota. “Ketika kelautan dijaga oleh pemerintah lokal seperti Natuna, tidak langsung itu memperkuat kapasitas lokal.”   *****Foto utama: Dua dari lima kapal asing berbendera Vietnam yang ditangkap di Laut Natuna Utara dan telah dibawa di dermaga Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Pontianak, Kalimantan Barat, Senin (12/4/21). Foto : KKP [SEP]" "Ucu Suherman, Gerbang Kearifan Lokal Kampung Naga","[CLS]  Kampung adat tradisional Naga di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, telah mengupayakan pelestarian hutan di Daerah Aliran Sungai Ciwulan secara turun temurun. Mereka yang kerap dinilai terbelakang, agaknya kini dipandang sebagai dambaan kehidupan bagi manusia modern.Dibalik rumah-rumah beratap ijuk berwarna hitam keabu-abuan yang begitu khas menandai kompleks Kampung Naga tersirat falsafah hidup yang menyelamatkan banyak manusia. Padahal, sekitar 50 tahun lalu tak sembarang orang dapat mengunjungi kampung yang berlokasi di pinggir jalan Tasikmalaya-Garut itu.Seiring perkembangan zaman, warga Kampung Naga memaklumi bahwa ketertarikan orang luar tidak bisa dilarang. Hingga mereka pun memberikan izin kunjungan secara terbatas kepada orang asing masuk ke wilayah adat. Batasan dimaksudkan sebagai perlindungan terhadap kearifan lokal serta adat istiadat yang telah diwariskan leluhur mereka.Dan kepatuhan mereka terhadap budaya, agaknya, menjadi magnet bagi wisatawan lokal maupun luar negeri. Ada yang ingin sekadar berwisata, ada juga terang-terangan ingin belajar tentang konsep hidup tradisional.baca : Menikmati Jeda di Kampung Naga  Ucu Suherlan (55) masih ingat pesan bapaknya, mendiang Djadja Sutidja yang pernah menjadi kuncen Kampung Naga. Almarhum bapaknya kala itu mengatakan, minat orang luar, terutama orang asing, terhadap budaya Naga susah dibendung. Maka, butuh kesiapan pola dan penyampaian komunikasi yang benar dan santun.Maka salah satu yang harus disiapkan adalah kemampuan berbahasa Inggris untuk melancarkan komunikasi antara warga setempat dan turis pendatang. Alasannya, Bahasa Inggris dinilai sebagai bahasa universal yang digunakan banyak suku bangsa di dunia.“Adat tak melarang warganya untuk belajar maupun bersekolah. Justru diwajibkan karena bisa menjebatani wisatawan paham pola kehidupan masyarakat Kampung Naga,” kata Ucu ditemui beberapa waktu lalu." "Ucu Suherman, Gerbang Kearifan Lokal Kampung Naga","Tuntas sarjana di Jakarta, Ucu pulang. Lalu menemukan kenyataan bahwa banyak wisatawan asing memang datang untuk mengunjungi Kampung Naga. Keteguhan masyarakat adat Kampung Naga menjaga hutan, sumber air, dan hidup dalam kesederhanaan adalah daya tariknya, kata Ucu.baca juga : Kampung Naga, Oase Tradisi di Tengah Derap Kehidupan Modern  Maka, kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Inggris dengan turis diyakini bakal berdampak positif bagi warga. Apalagi, selama ini, sebagian besar wisatawan asing berasal dari Jerman dan Belanda. Hal ini terkait dengan minat perjalanan warga Jerman ke negara lain yang tercatat paling tinggi daripada negara Eropa lainnya.Ucu ambil peran. Dia kemudian mengajarkan berbahasa, mengajak pemandu wisatawan asli Kampung Naga untuk belajar menjadi tukang cerita. Katanya, penyampaian seperti mendongeng membikin informasi mudah ditangkapNyaris disetiap generasi asli Kampung Naga, mahir bercerita dan berbahasa Inggris. Banyak juga yang telah lulusan sarjana. Bahkan ada yang mengambil sastra Belanda.Ucu mafhum, para turis umumnya ingin menikmati kehidupan adat tradisional yang serasi dengan keaslian alam nun di perbukitan dan hulu sungai. Karena menurut mereka itu merupakan hidup yang konvensional: bisa nyaman oleh kepatuhan.Posisi rumah menghadap dua arah, ke selatan dan utara. Bentuk atap semuanya dua arah, tidak boleh ada yang tiga arah juga memantik para akademisi melakukan penelitian. Hasilnya, keistimewaan dari bangunan itu adalah tahan gempa.perlu dibaca : Konsep Lestarikan Alam dalam Adat Kampung Kuta  Menjaga GerbangPerjuangan Ucu Suherlin mempertahankan adat dan budaya warisan leluhurnya tak ubahnya perjuangan nelayan kecil yang berada di tengah badai di lautan lepas. Dalam keadaan diombang-ambing gelombang, dia diajarkan harus tetap kukuh tidak mengalihkan perhatiannya." "Ucu Suherman, Gerbang Kearifan Lokal Kampung Naga","Dia menuturkan pernah mendapat berbagai tawaran. Barangkali bagi orang luar Naga pasti menggiurkan. Pernah ditawari eskalator untuk dipasang di jalan masuk ke Kampung Naga agar para pengunjung tidak mengalami kesulitan karena harus melewati jalan terjal.“Tetapi kami teguh menolak. Karena kami bukan tempat wisata komersil,” imbuh Ucu. Dengan dahi mengkerut, Ucu menanyakan, bila Kampung Naga dijadikan obyek wisata, keuangan penduduk akan membaik. “Tapi apa gunanya uang, jika adat-istiadat rusak?” dia menimpali.Warga Kampung Naga juga pernah ditawari listrik agar pada malam hari daerahnya terang benderang. Namun, semua tawaran itu ditampik. Itu bukan berarti warga Kampung Naga menolak kemajuan. Hanya saja, kemajuan jangan sampai menghilangkan ciri utama. Agaknya, namanya bukan Kampung Naga lagi jika itu diterima.Ucu tahu, titah Kuncen Naga (Ketua adat) yang diamanahkan kepadanya berat. Yang paling berat, katanya, menjaga sekaligus membentengi adat warisan leluhur dari pengaruh luar. Apalagi, Kampung Naga merupakan kampung adat yang terbuka.“Kami tak pernah membedakan pengunjung, baik agama, suku bangsa, atau asal mereka,” katanya. Asalkan, “Mereka menghormati karena Kami mempunyai falsafah hidup,” ujar Ucu memberi penjelasan. Falsafah itu: Teu Saba, Teu Soba. Teu Banda, Teu Boga. Teu Weduk, Teu Bedas. Teu Gagah, Teu Pinter (Warga Naga dianjurkan menjauhi kehidupan harta dan tidak merasa lebih dari yang lain)baca juga : Menjaga Rimbo Larangan, Merawat Sumber Pangan Nagari Paru   Budaya LingkunganOrang Naga dikenal memiliki kearifan yang melestarikan lingkungan hidupnya. Ditengah isu lingkungan yang makin rusak. Mereka prihatin. Bagi warga Kampung Naga, hutan merupakan bagian dari ekosistem mereka. Menjaga dan dipertahankan kelestariannya adalah titah yang “memaksa” untuk dijalankan." "Ucu Suherman, Gerbang Kearifan Lokal Kampung Naga","Di sana ada yang disebut leuweung larangan yang artinya sama dengan hutan lindung. Walaupun tidak dijaga secara fisik, kondisi hutan tersebut masih tetap utuh. Keadaan ini sungguh menyindir penjarahan yang mengakibatkan kerusakan hutan di Jawa Barat.Jangankan menjarah isi hutan. Menemukan ranting yang jatuh sekalipun, mereka tak berani mengambilnya. Sebab mengganggu tanaman yang tumbuh dianggap tabu. Jika hal itu dilanggar, yang bersangkutan akan menerima sanksi dari leluhurnya. Karena itu, walaupun tidak dijaga secara fisik, hutan di Kampung Naga tetap utuh. Justru, kata Ucu, hutan yang rusak yaitu hutan yang ada penjaganya.Kebudayaan memang selalu berubah. Seiring perubahan yang berkembang pada manusia dan lingkungannya. Maka, adat Naga membentengi agar manusia tetap memiliki kemanusiaan.Karena masih mempertahankan adat, sepintas kondisi sosial ekonomi seakan lebih rendah dibandingkan dengan penduduk kampung sekitarnya. Padahal, kalau dilihat dari sisi lain, penduduk Naga hidup mandiri, kreatif, dan pantang minta-minta. Selain pertanian, untuk penghidupan, mereka membuat berbagai kerajinan dari bambu. Matematika mereka mengamini bahwa banyak belum tentu cukup, sedikit belum tentu kurang. Budaya membentuk karakter Warga Kampung Naga.  Seandainya gerombolan pemberontak DI/TII Karto Suwiryo tidak membakar habis Kampung Naga beserta seluruh isinya termasuk benda- benda sakral dan senjata adat tahun 1956 lalu, mungkin sejarah kampung itu akan terkuak. Semisal, arti nama Naga itu sendiri.“Setelah itu kami mengalami istilahnya “pareum obor” atau kehilangan penerangan yang menjelaskan asal-usul kampung adat ini,” ucap Ucu.Ucu percaya bahwa ilmu tidak akan merepotkan ketika dibawa kemana-mana. Semakin banyak ilmu yang didapatkan, akan semakin terang jiwa dan perilaku seorang manusia." "Ucu Suherman, Gerbang Kearifan Lokal Kampung Naga","Saat ini, Ucu berupaya mengembalikan 10 dari 20 benih padi lokal yang punah setelah revolusi hijau. Mereka sebenarnya tergolong warga sangat patuh, seperti tercermin dalam falsafah yang dianutnya: “Panyauran gancang temonan, pamundut gancang caosan, parentah gancang lakonan”. Artinya, undangan cepat datangi, permintaan cepat penuhi, dan perintah cepat laksanakan.Namun kadang kepatuhan mereka kerap disia-siakan. Sehingga Ucu berkeinginan memulihkan kembali yang sudah hilang. Selain sebagai bentuk kearifan lokal, penggunaan benih itu juga untuk melestarikan tradisi setempat.Ketaatan pada adat jugalah yang membuat mereka konsisten. Punya filosofi “ngaula karatu tumut kajaman” yang berarti mengikuti dinamika perubahan jaman yang berlangsung membuat Kampung Naga diganjar penghargaan Green Gold kategori Pelestarian Budaya Lingkungan dari Kementerian Pariwisata dan Indonesia Suistainable Tourism Awards (ISTA) Festival 2019 lalu.   [SEP]" "Lenyapnya Burung dan Ikan Lenyap, Setelah Dibabatnya Mangrove Terakhir Ternate","[CLS]  Ratusan orang dari lingkungan Parton dan Kelapa Pendek, Kelurahan Mangga Dua, Ternate Selatan, Kota Ternate, Maluku Utara menggelar aksi dengan memalang dua jalan utama pada Rabu (10/11/2021) lalu. Aksi itu sebagai bentuk protes kegiatan reklamasi dan penebangan hutan mangrove oleh PT Indoalam Raya Lestari. Perusahaan ini berencana membangun gudang modern di kawasan hutan mangrove yang luasanya mencapai 1,7 hektar di pusat kota Ternate.Saat aksi berlangsung, dua ekor burung kuntul besar (Aredea alba) terbang mengitari kawasan mangrove yang tersisa beberapa pohon karena penimbunan dan penebangan.Setiap pagi dan petang, burung kuntul besar atau sueko putih orang Maluku Utara menyebutnya, biasa hinggap dan mencari makan di hutan mangrove Mangga Dua, hutan mangrove tersisa di Kota Ternate itu.Kini tempat bertengger burung hilang, rumah warga yang berbatasan langsung dengan hutan mangrove juga tenggelam bila pasang laut naik.“Sejak adanya penebangan dan penimbunan atau reklamasi, pasang naik menenggelamkan sebagian besar rumah warga di beberapa RT. Rumah yang tenggelam akibat pembangunan di kawasan hutan mangrove itu adalah RT 03, RT 04, RT 05 dan RT 14,” kata Ansar Ahmad, peserta aksi yang juga warga lingkungan Kelapa Pendek yang rumahnya terkena imbas banjir rob.baca : Mangrove Ternate Kritis, Bagaimana Upaya Pemulihan?  Perusahaan itu melakukan aktivitas reklamasi karena menganggap lahan itu sah milik mereka. Klaim itu diungkapkan pemilik PT Indo Alam Raya, Budi Liem melalui Kepala Dinas PU Pemkot Ternate Isnain Pansiraju saat peninjauan bersama pihak perusahaan ke lokasi hutan mangrove Mangga Dua, usai aksi warga." "Lenyapnya Burung dan Ikan Lenyap, Setelah Dibabatnya Mangrove Terakhir Ternate","Selain itu, Perusahaan mengklaim telah mengantongi dokumen UKL-UPL yang dikeluarkan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Ternate bernomor 640/26/1/23-REK/BLH-Tte/VII/2014 pada Juli 2014 serta SK Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Ternate tentang izin Lingkungan Perencanaan Pembangunan.Sedangkan warga Mangga Dua melihat ada regulasi yang dilanggar perusahaan. Misalnya warga menyatakan pembangunan itu menyalahi dokumen RTRW yang menetapkan hutan mangrove sebagai kawasan lindung yang tidak bisa dialihfungsikan.“Banyak ketentuan yang dilanggar termasuk UU No.1/2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil serta UU Kehutanan No.41/1999,” kata koordinator aksi, Saiful Amrullah.Sementara Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan BLH Kota Ternate Syarif Can menyebutkan, setelah mempelajari dokumen UKL-UPL yang dibuat pada 2014, menyatakan dokumen itu sudah kedaluwarsa.Izin prinsip dalam dokumen itu untuk pembangunan 8 gudang dan bukan untuk reklamasi. Sehingga selain dokumen kadaluwarsa, perusahaan melanggar izin prinsip dengan melakukan reklamasi. Pelanggaran kedua adalah menebang hutan mangrove yang merupakan kawasan lindung.baca juga : Abrasi Pantai Parah di Ternate  “Mau milik siapa pun yang masuk kawasan lindung harus dijaga tidak bisa dirusak. Pemilik bisa saja melakukan kegiatan tanpa merusak mangrove dengan mengurus dokumen baru, tidak berdasar dokumen lama karena sudah kedaluwarsa. Dokumen itu sudah berubah proses dan desainnya, serta mengubah perencanaan dari gudang menjadi reklamasi. Karena itu dokumen itu dinyatakan tidak berlaku jika prosesnya berubah. Selama menambah kegiatan sesuai izin yang dikantongi maka harus mengurus izin baru,“ jelasnya." "Lenyapnya Burung dan Ikan Lenyap, Setelah Dibabatnya Mangrove Terakhir Ternate","Hal itu, lanjut Syarif, merujuk Peraturan Pemerintah No.22/2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang menyebutkan bila tiga tahun tidak dilakukan kegiatan, makadokumen dianggap batal. Sejak 2014 sampai 2021 tidak ada kegiatan maka sudah ada perubahaan rona awal. Karena itu harus ada dokumen baru dengan perencanaan baru. Terus Menysut Kota Ternate mempunya luas 5.795,4 km2 didominasi laut  (5.547,55 km2) dan daratan 249,6 km2.  Data Dinas Perikanan 2007, Kota Ternate memiliki hutan mangrove 14,65 hektar. Tak tanggung-tanggung, kerusakan hutan mangrove mencapai 78,57%.Kerusakan ini, akibat tebang habis, konversi menjadi pemukiman, pembuangan sampah padat, pencemaran tumpahan minyak, pembuangan sampah cair dan reklamasi  pantai.Peneliti Mangrove dari Universitas Khairun Ternate Salim Abubakar mengatakan, dari penelitiannya dalam beberapa tahun ini menunjukkan mangrove Ternate rusak dan terancam habis karena pengembangan pemukiman warga dan reklamasi  pantai Ternate.Paling masif, katanya, reklamasi dan penambahan pemukiman termasuk. “Di beberapa lokasi seperti Kelurahan Kastela, Gambesi, Rua, Tobololo , sebenarnya telah penghijauan dengan menanam mangrove, tetapi hasilnya tidak maksimal,” katanya.perlu dibaca : Begini Nasib Hutan Mangrove Pulau Ternate  Potensi kerusakan juga karena ketidaksadaran masyarakat membuang sampah padat dan cair di sekitar hutan mangrove,  termasuk  pencemaran air laut dari tumpahan minyak.“Ini terjadi di Kastela dan Rua, Kecamatana Pulau Ternate, berdekatan dengan Pelabuhan Pertamina di Kelurahan Jambula,” katanya.Untuk dampak reklamasi, paling nyata terjadi di Kelurahan Mangga Dua, Ternate Selatan. Di kawasan ini, hutan mangrove habis tergantikan jalan dan bangunan beton serta pelabuhan kecil yang menghubungkan antar kabupaten/kota di Maluku Utara." "Lenyapnya Burung dan Ikan Lenyap, Setelah Dibabatnya Mangrove Terakhir Ternate","Sementara di beberapa tempat di Selatan  Pulau Ternate,  masih ada meskipun kondisi makin kritis. Hasil identifikasi potensi dan rehabilitasi hutan mangrove di Ternate oleh Dinas Pertanian menemukan mangrove makin kritis.Sebenarnya Pulau Ternate, terbilang daerah kaya mangrove. Hasil identifikasi Dinas Pertanian dan Kehutanan Ternate 2009, menemukan keragaman mangrove di Pulau Ternate cukup tinggi. Dari inventarisasi dan eksplorasi di hutan mangrove Sulamadaha, Takome, Rua, Kastela, Sasa-Fitu, Kalumata dan Mangga Dua, setidaknya ada 35 jenis, termasuk 29 marga dan 23 suku.Tak hanya mengrove biasa,  dari 35 spesies tercatat, 16 dikategorikan jenis- jenis mangrove langka  berdasarkan ketetapan IUCN dengan status terkikis (LR) sampai kritis (CR).baca juga : Wisata Mangrove di Jantung Sofifi, Kaya Kehati Jadi Pelindung Kota  Di Sulamadaha, hutan mangrove masuk zona lindung dengan kondisi terpencar- pencar di beberapa tempat. Ada tegak berdiri di pinggir pantai, ada bergerombol  di belakang garis pantai. Belasan bahkan puluhan jenis mangrove, seperti Sonneratia alba, Rhizophora apiculata, Lumnitzera littorea, Calophyllum inophyllum, dan Lumnitzera racemosa, Nypa fruticans, Hibiscus tiliaceus, Pandanus tectorius, Derris trifoliata, Acrostichum aureum, dan Clerodendrum inerme.Dua jenis yang mampu tumbuh di hamparan pasir bercampur lumpur  dan selalu terkena gempuran ombak, yaitu Sonneratia alba  dan Rhizophora apiculate.Tak kalah miris kondisi hutan mangrove Mangga Dua yang terletak di belakang pemukiman. Kini habis terbabat reklamasi. Di sini dulu ditemukan Sonneratia alba, Rhizophora apiculata, Ipomoea pes-caprae  dan Avicennia marina.baca juga : Aziil Anwar, Penanam Mangrove di Batu Karang  " "Lenyapnya Burung dan Ikan Lenyap, Setelah Dibabatnya Mangrove Terakhir Ternate","Hasil survey dan identifikasi Dinas Pertanian menyebutkan, kondisi hutan mangrove di Ternate makin menurun dan kritis. Data ini diambil jauh sebelum reklamasi pantai dilakukan pemerintah Ternate. Satu contoh reklamasi melibas mangrove untuk penataan kawasan Jalan Kota Baru Bastiong sepanjang tiga kilometer melewati hutan mangrove Mangga Dua.Belakangan ini ada lagi reklamasi pada sisa hutan mangrove untuk pembangunan gudang modern multi guna di Mangga Dua. “Padahal dulu mangrove rimbun. Setelah reklamasi, terganti pelabuhan. Dulu mangrove di Mangga Dua banyak bangau dan beberapa jenis burung lain,” katanya.Pasca  reklamasi, burung-burung itu hilang entah ke mana. Ikan dan kepiting bakau yang biasa ditangkap warga pada malam hari, juga turut menghilang.“Semua habis. Kami meminta hal seperti ini perlu diperhatikan Pemerintah Kota Ternate,” Pungkas Salim.  [SEP]" "Situs Mangrove Bangko Tappampang Takalar Terancam Industri Arang","[CLS]  Dengan menggunakan perahu katinting kami melintasi sebuah kawasan yang dipenuhi mangrove. Angin yang sejuk menerpa wajah menyisakan rasa tenang, terik matahari siang tak terasa. Katinting melaju cepat menyisakan riak-riak air yang besar, sesekali kami berpapasan dengan katinting nelayan yang datang dari pulau sebelah. Terdengar kicau burung dari berbagai arah.“Itu yang disebut Bangko Tappampang,” tunjuk Haris, nelayan yang membawa kami menuju Dusun Lantampeo, Desa Maccini Baji, Kecamatan Kepulauan Tanakeke, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, akhir Oktober 2021 lalu.Ia menunjuk sebuah kawasan yang dipenuhi mangrove yang kami lintasi. Sekilas terlihat papan informasi di bagian depan kawasan itu. Dari luar, terlihat situs mangrove itu begitu lebat. Belakangan kami ketahui kondisi bagian dalam sudah banyak yang bolong akibat aktivitas penebangan liar.Hutan mangrove Bangko Tappampang merupakan situs mangrove alami yang diyakini telah tumbuh sejak ratusan tahun silam di Kepulauan Tanakeke.Warga menjelaskan, hutan mangrove di kawasan ini berkurang karena penebangan liar untuk keperluan kayu bakar dan bangunan, juga konversi lahan menjadi tambak era 1980-an. Kala tambak tak produktif lagi, ditinggalkan begitu saja. Tahun 2013, kawasan ini seluas 51,55 hektar, namun terus berkurang akibat aktivitas penebangan dari warga.Menurut Rabbasiah Nutta, warga di Desa Tompotana, sejak dulu kawasan ini dikenal sebagai hutan mangrove yang dilindungi, dimana penebangan harus seizin pemerintah lokal yang disebut gallarang, atau setingkat pemerintahan kecamatan saat ini. Dulu, penebangan mangrove di tempat ini hanya bisa pada kondisi-kondisi tertentu. Ada yang disebut pajak jiwa atau sima, yang wajib dibayarkan setiap orang ke gallarang. “Warga miskin yang tidak sanggup membayar sima, diberi alternatif mengambil kayu mangrove di Bangko Tappampang untuk diserahkan ke gallarang sebagai ganti pembayaran sima,” katanya." "Situs Mangrove Bangko Tappampang Takalar Terancam Industri Arang","baca : Womangrove, Para Perempuan Penyelamat Mangrove di Tanakeke  Dulu, aturan penebangan hanya boleh di bagian tengah dan menyisakan bagian pinggir. Dengan metode ini, bagian tengah yang sudah ditebangi mudah ditumbuhi tunas baru, karena terjaga mangrove yang mengelilinginya.Dalam perkembangan, eksploitasi mangrove di Bangko Tappampang menjadi tidak terkendali. Warga yang tidak memiliki lahan kemudian mengambil mangrove di Bangko Tappampang ini.Tahun 2012, atas inisiasi dari program Restoring Coastal Livelihood (RCL) Oxfam difasilitasi Mangrove Action Project (MAP) yang kini bernama Blue Forests, 5 desa di sekitar Kepulauan Tanakeke membentuk sebuah Forum Pemerintah Desa yang kemudian menyepakati menjadikan Bangko Tappampang sebagai kawasan konservasi.Ada tiga zona yang disepakati, yaitu zona inti, penyangga, dan rehabilitasi. Lahirlah Peraturan Desa tentang Mangrove pada 2012, yang awalnya efektif menghambat laju deforestasi kawasan mangrove di kepulauan ini.Forum ini melakukan pertemuan tiap tiga bulan di lokasi yang disepakati bersama melalui apa yang mereka sebut Safari Tanakeke. Di pertemuan ini, mereka membicarakan berbagai hal, baik tentang perkembangan penanaman mangrove di desa masing-masing ataupun masalah-masalah lintas desa. Forum ini secara efektif menjadi perekat bagi warga dari berbagai desa.baca juga : Wah! Ratusan Hektar Mangrove di Kepulauan Tanakeke Terancam Hilang  Sayangnya, seiring dengan berakhirnya program RCL Oxfam pada 2015, koordinasi dan peran pemerintah desa dalam menjaga Bangko Tappampang mulai berkurang dan bahkan hilang. Aktivitas penebangan liar mulai marak tanpa bisa dicegah, meskipun aktivitas itu dilakukan secara diam-diam. Beberapa pelaku yang sempat diketahui melakukan penebangan malah balik mengancam warga." "Situs Mangrove Bangko Tappampang Takalar Terancam Industri Arang","Awal Nompo, salah seorang tokoh pemuda setempat mengakui kondisi Bangko Tappampang memburuk karena lemahnya peran pemerintah desa dan community organizer (CO) atau warga yang dulunya menjadi penggerak komunitas.“Aturan-aturan yang dulu disepakati tidak lagi efektif. Warga kembali menebang mangrove seperti sebelum-sebelumnya karena tidak adanya perhatian dari pemerintah desa. Secara fisik kita bisa lihat tidak ada perubahan yang berarti setelah program berhenti.” Bisnis Kayu ArangTantangan lainnya adalah ketika mangrove makin bernilai ekonomis untuk dijadikan kayu arang dan dijual ke Makassar. Kalau sebelumnya hanya 4 pelaku industri pembuatan arang, sejak 2020 jumlahnya bertambah menjadi 12 buah. Warga yang awalnya hanya menebang di wilayah pribadi kemudian merambah ke kawasan Bangko Tappampang yang tak bertuan.Menurut Awal, untuk mencegah terjadinya kerusakan yang lebih besar, solusinya adalah intervensi program dengan menitikberatkan pada penguatan pemerintah desa, berupa evaluasi program dan penganggaran terkait evaluasi tersebut. Bukan lagi pada penguatan kelembagaan seperti yang dilakukan melalui program RCL Oxfam.“Program lain yang bisa diberikan terkait menggali potensi pemanfaatan kawasan selain mengambil kayunya, bisa dengan budidaya ataupun wisata, sehingga ada alternatif mata pencaharian.”Hal lainnya, dengan mengundang pemerintah daerah atau provinsi untuk melakukan penanaman mangrove di kawasan Bangko Tappampang.“Kalau Bupati atau Gubernur melakukan penanaman dan disaksikan dan diikuti warga, maka warga yang dulunya melakukan penebangan pasti akan takut menebang,” katanya.baca juga : Setelah 6 Tahun, Bagaimana Kiprah Womangrove di Tanakeke?  Mahar PerkawinanAwal berharap kawasan Bangko Tappampang ini bisa dilestarikan melalui perhatian berbagai pihak, karena fungsi ekologis kawasan itu sangat dirasakan warga dan memiliki nilai sejarah yang penting untuk dipertahankan." "Situs Mangrove Bangko Tappampang Takalar Terancam Industri Arang","“Pemerintah desa juga harusnya bisa lebih ketat mengawasi dan sosialisasi, termasuk memasang papan informasi yang bisa membatasi akses warga sekaligus memberikan edukasi pentingnya menjaga kawasan tersebut.”Mangrove sendiri telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat Kepulauan Tanakeke dan bahkan menjadi aset pribadi. Bahkan dalam perkawinan, kawasan mangrove kerap dijadikan sebagai mahar dengan menghitung luasan lahan mangrove yang dimiliki.“Tantangan untuk pengelolaan mangrove di Tanakeke karena klaim kepemilikan pribadi. Mereka tak bisa dicegah menebang karena telah menjadi milik pribadi yang biasa digunakan untuk bahan bangunan, bahan bakar ataupun dijual. Yang bisa dilakukan adalah membuat aturan penebangan atau tebang pilih dan menyisakan indukan. Dalam Perdes juga diatur setiap menebang satu pohon harus dibarengi dengan menanam 10 pohon,” jelas Nutta.Warga biasanya melakukan penebangan ketika menghadapi kebutuhan mendesak yang butuh biaya besar, untuk biaya perkawinan atau pendidikan anak, sementara untuk kebutuhan sehari-hari warga masih mengandalkan dari hasil tangkapan ikan atau budidaya rumput laut.“Sistem penjualan biasanya merujuk pada luasan dan besar mangrove yang dimiliki. Butuh waktu beberapa bulan untuk menyiapkan mangrove ini sebelum dijadikan arang melalui pembakaran tungku.”perlu dibaca : Demi Tambak, Kawasan Mangrove di Pinrang Dibabat Habis  Menurut Yusran Nurdin Massa, Enviromental Technical Advisor (TEA) di Blue Forests, besarnya tekanan terhadap mangrove di Tanakeke tak terlepas dari tuntutan pasar arang yang semakin meningkat. Sehingga, ketika pohon mangrove di lahan pribadi habis untuk bisnis, warga kemudian masuk ke kawasan dilindungi." "Situs Mangrove Bangko Tappampang Takalar Terancam Industri Arang","“Warga kemudian masuk ke Bangko Tappampang yang sebenarnya secara tradisional mereka lindungi, yang sudah dilegitimasi melalui kesepakatan bersama forum pemerintah desa. Karena inisiatifnya dibangun dari community base management dimana hanya masyarakat yang menyusun tanpa kehadiran pemerintah secara kuat maka yang terjadi kemudian adalah mereka melakukan pembiaran untuk penebangan di Bangko Tappampang.”Solusi terbaik mengatasi masalah tersebut, menurutnya, adalah melalui tata kelola yang baik. Industri arang dengan bahan baku kayu mangrove adalah hal yang tak bisa dihentikan begitu saja, sehingga solusi yang tepat adalah dengan menatanya dengan baik.“Itu yang coba kita fasilitasi bagaimana tata kelola arang. Ketika hanya ada 4 dapur arang, tekanan terhadap mangrove belum begitu kuat. Namun akan berbeda ketika jumlah dapur arang terus bertambah yang akan berbanding lurus dengan kebutuhan akan kayu mangrove. Ini yang harus dibicarakan kembali, termasuk bagaimana mencari sumber mata pencaharian alternatif bagi warga,” pungkasnya.  [SEP]" "Kelinci Sumatera, Si Belang yang Begitu Sulit Ditemukan di Hutan","[CLS]   Hewan ini berbadan kecil, panjangnya sekitar 40 cm. Ada bulu dengan pola garis-garis hitam dan kecoklatan di tubuhnya. Ekor berwarna merah, dan bawah perutnya putih.Namanya kelinci belang sumatera atau kelinci sumatera [Nesolagus netscheri]. Keberadaanya sulit ditemukan dan sedikit penelitian ilmiah yang mengulasnya.Berdasarkan penelitian Jennifer McCarthy dari Massachusetts University berjudul “Using Camera Trap Photos and Direct Sightings to Identify Possible Refugia for The Vulnerable Sumatran Striped Rabbit Nesolagus netscheri [2012]” diketahui kelinci ini endemik pegunungan Bukit Barisan di Sumatera. Bahkan, menjadi hewan paling langka, sebab sedikit jumlahnya dan sulit terlihat.“Sampai saat ini belum ada identifikasi populasi studi yang layak atau penjelasan ekologi spesies. Kegiatan ini tetap menjadi tujuan konservasi IUCN,” tulisnya dalam laporan.Baca: Spesies Terlupakan: Si Kelinci Belang Sumatera  Minim catatanSesungguhnya, catatan tentang kelinci sumatera sangat sedikit. Jennifer McCarthy menjelaskan, dokumentasi sejarah spesies terdiri dari sejumlah kecil spesimen museum yang dikumpulkan selama 1880-1916.Pada 1984, survei mamalia di seluruh wilayah menggambarkan catatan lokal spesies dari tiga daerah di Sumatera Selatan, tetapi kunjungan berikutnya ke daerah-daerah ini tidak memberikan dokumentasi tentang spesies tersebut.“Penampakan pertama yang didokumentasikan adalah tahun 1972 oleh M. Borner di Taman Nasional Gunung Leuser.”Tahun 1978, J. Seidensticker membuat penampakan yang belum dikonfirmasi di dekat Gunung Kerinci, tetapi spesies tersebut tetap tidak terfoto di alam liar. Sampai 1998, ketika Fauna & Flora International merekam individu dalam foto kamera jebak di Taman Nasional Kerinci Seblat.Sejak 1998, tiga penampakan tambahan telah dilaporkan, semuanya dari Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, kawasan yang membentang di Provinsi Lampung, Bengkulu, dan Sumatera Selatan." "Kelinci Sumatera, Si Belang yang Begitu Sulit Ditemukan di Hutan","“Pada 2007, Wildlife Conservation Society–Indonesia Program mendokumentasikan spesies tersebut dalam dua foto dari kamera jebak di kawasan Pulau Beringin. Pada 2008, satu individu difoto oleh seorang ilmuwan dari WWF, dan pada 2009 satu individu terlihat di sepanjang jalan yang membelah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan,” jelas riset tersebut.Jennifer McCarthy juga menceritakan saat ia dan timnya melakukan penelitian di TNBBS tahun 2008 dan tahun 2011 menggunakan tujuh kamera digital inframerah. Mereka memperoleh total 10 foto kelinci belang sumatera, pada dua kesempatan terpisah di lokasi kamera dengan jarak 790 meter.“Sebelumnya, spesies tersebut diperkirakan hanya muncul di atas ketinggian 600 meter, namun kami memperoleh dua laporan tentang kelinci sumatera dari hutan dataran rendah.”Pada 1997 misalnya, kelinci belang sumatera terlihat di hutan dataran rendah di luar Pemerihan, Lampung. Begitu juga tahun 2011, satu foto individu direkam dengan kamera jebak di hutan dataran rendah primer, pada ketinggian 544 meter di Ipuh, Provinsi Bengkulu.Baca: Kebiasaan Aneh Kambing Hutan Sumatera, Main di Tebing dan Menyendiri di Goa  Belang sejak kecilDalam Jurnal Mammalia volume 83 [2019] berjudul “First description of an immature Sumatran striped rabbit [Nesolagus netscheri], with special reference to the wildlife trade in South Sumatra” karya Arum Setiawan, Muhammad Iqbal dan kolega diketahui warna belang kelinci sumatera sudah terbentuk sejak kecil hingga hingga dewasa. Yaitu, belang garis hitam atau cokelat tua dan abu-abu kekuningan. Informasi ini diketahui dari pengamatan kelinci belang dari Gunung Dempo, Sumatera Selatan.Di Sumatera Selatan, ancaman utama bagi N. netscheri adalah pembukaan hutan untuk pertanian, terutama perkebunan kopi, the, dan kakao.“Masalah perburuan tampaknya tidak diburu secara rutin, mungkin karena kelangkaan alaminya,” tulis laporan itu." "Kelinci Sumatera, Si Belang yang Begitu Sulit Ditemukan di Hutan","Baca juga: Apakah Orang Pendek di Hutan Sumatera Ada?  Baru-baru ini, sebagaimana dikutip dari Kumparan, kelinci belang sumatera menjadi perbincangan khalayak. Semua bermula ketika seorang petani hendak menjual kelinci langka itu melalui Facebook.Tim Fauna & Flora International [FFI] dan staf Balai Taman Nasional Kerinci Seblat bergerak cepat, melacak penjual yang menyelamatkan hewan langka itu.“Kelinci itu berhasil diselamatkan dan dikembalikan ke TNKS,” kata Wido Rizki Albert, Biodiversity Coordinator FFI-IP Kerinci Seblat kepada Mongabay Indonesia, Rabu [18/8/2021].Wido menjelaskan, ancaman terbesar kepunahan kelinci asli Indonesia itu berasal dari rusaknya hutan sebagai habitat alami. “Alih fungsi hutan untuk perkebunan, pemukiman, tentu mengancam habitat dan populasi satwa dalam hutan.”Pemerintah Indonesia melindungi kelinci sumatera sebagai satwa dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi, tercantum pada nomor 72.   [SEP]" "Klaim ‘Hijau’ Rencana Penyediaan Listrik 2021-2030, Apa Kata Mereka?","[CLS]     Menjelang pertemuan iklim (Conference of the Parties/COP) 26 di Glasgow, Scotlandia, Pemerintah Indonesia tampak ingin menunjukkan komitmen iklim, salah satu lewat sektor energi dengan merilis rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) 2021-2030 yang diklaim lebih ‘hijau’. Benarkah lebih ‘hijau’?Adila Isfandiari, peneliti Greenpeace Indonesia mengatakan, meski porsi PLTU batubara lebih sedikit dibanding RUPTL 2019 bukan berarti Indonesia terlepas dari ketergantungan terhadap batubara.Ada 39 PLTU batubara baru dengan kapasitas 13,8 gigawatt atau 34% dari total pembangkit baru yang akan dibangun pada 2021-2030. “Atau 43% dari kapasitas PLTU eksisting saat ini,” katanya.Dengan kata lain, Indonesia harus berhadapan dengan masalah emisi karbon selama 25-30 tahun ke depan. Pada 2050, Indonesia juga menargetkan capai nol emisi.Selain itu katanya, kebijakan ini juga bertentangan dengan rekomendasi global antara lain, rekomendasi PBB untuk hentikan pembangunan PLTU baru setelah 2020. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC ) juga merekomendasikan menutup 80% PLTU eksisting dan phase out dari batubara sebelum 2040.Penambahan energi terbarukan dalam rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) ini tercatat 51,6% atau 20,9 gigawatt.“Kita apresiasi PLTS lebih banyak dari RUPTL sebelumnya, namun tantangannya juga harus membangun energi terbarukan dua kali lipat dari sekarang,” katanya.Saat ini bauran energi terbarukan baru 12,5% dan pada 2025 harus 23%. “Cukup jauh ya gap-nya,” kata Dila.Kalau melihat lima tahun terakhir, kapasitas penambahan energi terbarukan hanya 2 gigawatt. Untuk mencapai 23% perlu 10,6 gigawatt. Jadi, Indonesia perlu membangun energi terbarukan lima kali lebih cepat dari sekarang." "Klaim ‘Hijau’ Rencana Penyediaan Listrik 2021-2030, Apa Kata Mereka?","Skenario rendah karbon dalam RUPTL, katanya, masih bertumpu pada PLTA skala besar dan geothermal (PLTP), untuk penambahan energi terbarukan pada 2025. Masalahnya, kata Dilla, kedua jenis energi terbarukan ini seringkali tertunda pembangunan baik karena masalah eksplorasi, untuk geothermal, maupun masalah lingkungan, sosial, atau penolakan masyarakat. Jadi, katanya, ada risiko tak bisa capai target karena penundaan ini.Greenpeace pun mengusulkan, pemerintah mempertimbangkan energi terbarukan lain seperti surya dan angin dengan pembangunan lebih cepat, sumber daya melimpah serta harga makin murah.Catatan Greenpeace, penambahan PLTS masih minim dan dari perkiraan, perkembangan cenderung stagnan setelah 2025, hanya bertambah 0,1% menjelang 2030. Secara keseluruhan energi terbarukan juga stagnan setelah 2025, hanya 24,8% pada 2030.Kondisi ini, katanya, masih jauh dari rekomendasi IPCC, minimal 50% energi terbarukan pada 2050 agar Indonesia tetap pada jalur tepat mencapai target 1,5 derajat celcius.  Baca juga: Rencana Penyediaan Listrik 2021-2030 Lebih Hijau, Benarkah?  Tambah over supplyDengan dominasi batubara, mencapai 59,4% atau dua kali porsi energi terbarukan, penambahan PLTU baru kelak akan menambah kelebihan pasokan (over supply), hingga 90% di Jawa dan Sumatera. Praktis, kondisi ini akan menambah beban keuangan PT PLN karena mayoritas PLTU milik independet power producer (IPP) yang menggunakan skema take or pay, dimana listrik yang dihasilkan, dipakai atau tidak, tetap harus dibayar PLN.Data 2020, over supply mencapai 55% di Sumatera dan Jawa-Bali 46,8%." "Klaim ‘Hijau’ Rencana Penyediaan Listrik 2021-2030, Apa Kata Mereka?","Rencana PLN mempensiunkan PLTU juga baru bisa setelah 2060, menurut Carbon Tracker, biaya pengoperasian PLTU eksisting setelah 2030 akan lebih mahal dibanding membangun PLTS baru. Hal itu, katanya, karena aturan lingkungan makin ketat seperti carbon tax dan pemasangan carbon capture storage (CCS) yang mahal, selain karena harga batubara terus naik.Belum lagi, berhadapan dengan harga energi terbarukan yang makin murah, katanya, dan risiko stranded asset bagi PLTU yang akan dibangun.Dalam RUPTL bisa terlihat, kata Dila, pada 2059 porsi batubara tetap besar sekitar 38%. Kebijakan berupa pemasangan CCS pada 76% PLTU akan menambah biaya pembangkitan. Begitupun co-firing atau campur biomasa dengan batubara pada 52 PLTU. Saat ini, 32 PLTU saja perlu 8-14 juta ton biomassa pertahun.“Ini menimbulkan pertanyaan, bagaimana pemerintah menjamin bahan baku sangat besar dalam waktu singkat?” kata Dila.Belum lagi, katanya, ada target iklim global harus dipenuhi Indonesia, yakni nol emisi dan 50% bauran energi terbarukan pada 2030.Dila mengingatkan, tak membangun PLTU baru saja Indonesia masih belum bisa mencapai target 50% energi terbarukan pada 2050. Dengan tak membangun PLTU baru dan mengganti, misal dengan PLTS akan membantu Indonesia mencapai 27% bauran energi terbarukan pada 2050. Meskipun masih jauh dari target, katanya, minimal Indonsia bisa on track menuju target iklim global.Indonesia, katanya, juga harus betul-betul mempersiapkan transisi energi menghindari krisis energi seperti terjadi di Eropa, dengan kepastian regulasi untuk iklim investasi lebih baik.“Harus bikin RUPTL hijau yang sebenarnya.” Baca juga: Belajar dari Kasepuhan Ciptagelar, Panen Energi dari Air dan Matahari Tak konsistenAndi Prasetyo, peneliti Trend Asia, mengatakan, dalam RUPTL baru porsi energi fosil masih besar, dan menunjukkan inikonsistensi pemerintah soal pembatalan proyek PLTU yang pernah disebutkan PLN." "Klaim ‘Hijau’ Rencana Penyediaan Listrik 2021-2030, Apa Kata Mereka?","Trend Asia menemukan, ada 25 PLTU baru skala kecil (kurang 50 megawatt) terkendala baik teknis maupun kelayakan, dipaksakan dibangun dan masuk RUPTL. Ada beberapa PLTU besar ‘parkir’. Maksudnya, tetap masuk dalam RUPTL namun tak disebutkan tanggal commercial operation date (COD) dan diberi keterangan “menyesuaikan dengan kebutuhan sistem.”Padahal sebelumnya, saat mengumumkan target nol emisi Indonesia 2060, PLN sempat menyatakan tak akan meneruskan PLTU yang terkendala dan belum memiliki pendanaan (financial close).RUPTL ini, katanya, tak cukup ‘hijau’ karena masih memberikan penugasan untuk mempercepat fast track program (FTP) 1 dan 2, dan program 35 gigawatt yang didominasi PLTU. Besarnya over supply, menurut Andri, tak menjadi evaluasi serius bagi pemerintah.Trend Asia juga menemukan, pembangkit dengan status masih power purchase agreement (PPA) dalam RUPTL masih muncul dan punya target COD antara lain, PLTU Jambi I dan II dan PLTU Sumbagsel yang pernah dinyatakan presiden akan dibatalkan karena belum ada pendanaan.Mestinya, tak hanya membatalkan PLTU yang belum ada pendanaan, pemerintah berani membatalkan PLTU yang sudah financial close karena tak menguntungkan secara bisnis dan lingkungan.Sampai 2029, akan ada tambahan kapasitas PLTU baru 13,8 gigawatt. Dengan begitu akan ada penambahan 86,9 juta ton emisi tiap tahun, atau setara total emisi karbon tiap tahun Nigeria.Sorotan lain, pemerintah masih prioritas PLTU mulut tambang 3,3 gigawatt di Sumatera yang masuk dalam proyek strategis. Padahal, kata Andri, PLTU mulut tambang biaya lebih tinggi dibandingan PLTU non-mulut tambang karena invetasi transmisi besar untuk menyalurkan listrik ke pusat beban." "Klaim ‘Hijau’ Rencana Penyediaan Listrik 2021-2030, Apa Kata Mereka?","PLTU mulut tambang juga menyebabkan potensi kehilangan pendapatan negara karena pemberlakukan royalti nol persen bagi perusahaan tambang yang melakukan nilai tambah terhadap batubara. Meskipun pakai batubara kalori rendah pada PLTU dinilai tak memberi nilai tambah apapun.Alih-alih menjalankan PLTU tepat waktu, operasional pembangkit seringkali melebihi masa berlakunya, seperti PLTU Suralaya sudah beroperasi sekitar 35 tahun.“Pemerintah malah memperpanjang umur tekno ekonomis PLTU yang ke depan berpotensi membuat Indonesia sebagai negara yang bisa mengagalkan target Perjanjian Paris.”Dia berkesimpulan, pembangunan PLTU baru merugikan sejak awal, karena bisa menunda pencapaian target nol emisi. Kalau pensiun lebih awal harus mengeluarkan kompensasi.  Selain itu, PLTU kecil juga berada di daerah yang jauh dari sumber batubara. Dengan begitu, katanya, ada ongkos membawa batubara ke PLTU kecil ini yang sebagian berada di timur Indonesia seperti Sumbawa Barat dan Roten Dao.Pius Ginting, Koordinator Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER) menyayangkan, Indonesia sebetulnya bisa menawarkan nature based solution dalam COP 26, malah akan menurunkan kredibilitas dengan terus membangun PLTU termasuk mulut tambang.Pada level daerah, Gubernur Jambi, misal sudah menolak pembangunan PLTU Jambi I dan II.“(PLTU) Jambi I dan II berpotensi mengalami peningkatan biaya yang diteruskan ke konsumen,” kata Pius. Dalam RUPTL baru, kedua PLTU ini kembali muncul.Pembangunan PLTU mulut tambang di Sumatera, katanya, meningkatkan laju kerusakan hutan dan keragaman hayati (kehati).Padahal, katanya, Indonesia sedang ‘promosi’ solusi mitigasi iklim berbasis alam dengan biaya paling murah dan paling banyak menyerap emisi dibanding pengurangan teknologi buatan." "Klaim ‘Hijau’ Rencana Penyediaan Listrik 2021-2030, Apa Kata Mereka?","Catatan AEER, Indonesia negara nomor tiga terkaya kehati di dunia. Setelah Papua, Sumatera menjadi daerah nomor dua paling kaya. Kalau PLTU baru tetap dibangun, di Nagan Raya misal, akan memicu konflik antara manusia dengan gajah.“PLTU mulut tambang memberi nyawa bagi sumber daya batubara kualitas rendah di Sumsel,” kata Pius.Dengan PLTU mulut tambang, batubara kalori rendah yang semula tak laku di pasar internasional jadi punya nilai tambah.Di balik kebijakan ini, katanya, merugikan lingkungan dan masyarakat Indonesia.Sebagai bagian dari negara G20, kata Pius, Indonesia harus mengedepankan nature based solution untuk negosiasi iklim agar dapat dukungan internasional dan hak warga untuk lingkungan bersih bisa tercapai. “Ini yang harus diperjuangkan pemerintah Jokowi (Presiden Joko Widodo) dalam COP.”   *****Foto utama: RUPTL 2021-2030 hijau? PLTU masih andalan. Foto: Tommy Apriando [SEP]" "Di Saat Industri Kayu Anjlok, Pembalakan Liar di Sulsel Justru Meningkat","[CLS]  Industri kayu dan kehutanan di Sulawesi Selatan anjlok di masa pandemi COVID-19, pendapatan industri kayu berkurang antara 30 sampai 70 persen. Di saat yang sama pembalakan liar justru semakin meningkat, terjadi peningkatan kasus illegal logging hingga 70 persen pada periode 2020 – 2021.“Pada tahap pertama hasil pemantauan yang dipresentasikan Januari 2021 lalu, kami menemukan terjadi peningkatan kejahatan pembalakan liar cukup signifikan di Sulawesi Selatan pada masa pandemi. Sementara pada tahap kedua ini kami menemukan industri kayu, terutama industri kecil menerima dampak pandemi cukup signifikan,” ungkap Mustam Arif, Direktur JURnal Celebes, pada diskusi yang dilaksanakan di Kafe Baca, Makassar, Jumat (30/4/2021).Menurut Mustam, kondisi ini menimbulkan kondisi dilema yang bisa menimbulkan anomali dalam tata kelola kehutanan berkelanjutan dan pengembangan industri di bidang kehutanan.“Industri kayu atau usaha di bidang kehutanan anjlok, sebabnya antara lain kekurangan bahan baku permintaan pembeli yang menurun. Sebaliknya, kejahatan pembalakan liar meningkat kemungkinan memanfaatkan pembatasan kegiatan pemantauan aparat di masa pandemi, terkait kebijakan pembatasan aktivitas,” tambahnya.Dijelaskan Mustam bahwa pada pemantauan tahap pertama mereka menemukan indikasi kejahatan pembalakan liar dilakukan pihak perusahaan, cukong-cukong kayu yang memanfaatkan masyarakat lokal di sekitar hutan, yang sebagian karena terdesak kebutuhan ekonomi di masa pandemi.“Ketika tindakan pembalakan liar ini ditindak, yang tertangkap justru hanya pelaku-pelaku lapangan masyarakat lokal, dan para cukong kerap tidak tersentuh proses hukum.”baca : Operasi Gakkum LHK Wilayah Sulawesi, dari Perdagangan Satwa Labi-labi Moncong Babi dan Burung Beo hingga Pembalakan Liar  " "Di Saat Industri Kayu Anjlok, Pembalakan Liar di Sulsel Justru Meningkat","Dikaitkan dengan hasil pemantauan tahap kedua ini, dengan anjloknya industri kayu di masa pandemi, Mustam menduga ada indikasi praktik ilegal dalam peredaran kayu bahan baku industri. Kemungkinan lain, ada monopoli atau penguasaan bahan baku oleh perusahaan tertentu.“Dalam tahap ini bukan lagi skala Sulsel, tetapi dalam jaringan peredaran kayu antar-provinsi hulu dan hilir,” ujarnya.Dijelaskan pula Mustam bahwa untuk industri kecil di Sulsel umumnya menggunakan bahan baku kayu dari hutan rakyat dan hutan tanaman industri di daerah ini. Hampir sebagian besar kayu dipasok dari wilayah Luwu Raya, terutama dari Luwu Timur.“Sebagian industri juga memasok dari luar Sulawesi Selatan di antaranya Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah. Sementara dari luar Sulawesi di antaranya dari Kalimantan, Papua, Maluku dan Maluku Utara.” Proses Pemantauan dan Dampak Pandemi Pemantauan untuk bidang industri kayu ini dilakukan JURnal Celebes bersama tim pemantau di 8 kabupaten di Sulsel. Pemantauan tahap kedua dalam program penguatan tata kelola kehutanan dan kolaborasi parapihak dukungan Program FAO-EU FLEGT ini memantau 25 industri kayu di Sulsel mulai Februari-April 2021.Di Kota Makassar, pemantauan dilakukan di tujuh industri. Terdiri atas empat Perseroan Terbatas (PT), satu Commanditaire Vennontschap (CV) dan dua Usaha Dagang (UD). Selebihnya di 10 kabupaten, dimana 9 di antaranya dalam bentuk UD dan satu PT di Luwu Timur.Dijelaskan Mustam bahwa untuk kasus di Makassar ditemukan satu industri besar bangkrut, lainnya menutup sementara dan ada yang terancam tutup. Sebagian unit usaha beroperasi berdasarkan stok bahan baku yang tersedia.“Ada industri yang masih bertahan yang masih bisa memperoleh pasokan bahan baku dan bisa menjual produk meski produk dan pendapatan menurun,” tambahnya.baca juga : Area Bekas Tambang Ilegal dan Pembalakan Liar Itu jadi Taman Wisata Ilmiah  " "Di Saat Industri Kayu Anjlok, Pembalakan Liar di Sulsel Justru Meningkat","Sementara temuan di Luwu Timur, ditemukan bahwa PT Berdaya Hijau, sebuah perusahaan konsorsium kelompok tani hutan, dampingan Sulawesi Community Foundation (SCF) justru tidak bisa memenuhi pesanan yang meningkat dari Jawa di masa pandemi karena kesulitan modal.“Industri kecil yang kami pantau, hampir semuanya anjlok. Dengan berbagai siasat dilakukan untuk tetap bertahan di masa pandemi, hanya ada satu atau dua industri yang bisa menerima pasokan bahan baku dan punya modal untuk bisa tetap beroperasi, meskipun pendapatannya berkurang.”Menurut Mustam, dampak pandemi sangat dirasakan oleh industri kecil, selain kekurangan pasokan bahan baku, permintaan kayu atau produk kayu juga anjlok. Sebagian industri kecil mengandalkan permintaan pasokan kayu atau produk kayu dari proyek-proyek properti.“Tetapi di masa pandemi, proyek-proyek bangunan atau perumahan juga berkurang drastis, bahkan di daerah-daerah kabupaten hampir tidak ada pelaksanaan program properti.”Kondisi inilah yang kemudian membuat pendapatan industri kayu/kehutanan di Sulsel anjlok sekitar 30-70 persen. Industri dinilai dilematik menghadapi situasi ini terutama terkait dengan karyawan, karena melakukan PHK memiliki konsekuensi harus pembayaran pesangon, sementara mempertahankan karyawan berat dilakukan karena perusahaan tak memiliki pemasukan keuangan yang memadai.“Industri besar sangat kesulitan menghadapi situasi yang dilematis ini karena secara formal terikat dengan aturan ketenagakerjaan. Pada akhirnya mereka membuat kesepakatan dengan karyawan untuk pengurangan gaji.“Sementara industri kecil yang tidak terlalu terikat dengan aturan ketenagakerjaan menyepakati pekerjaan dan gaji disesuaikan dengan adanya intensitas pekerjaan. Cara ini merupakan strategi penanggulangan dampak pandemi.“Melalui pendekatan ini karyawan tidak dirumahkan, tetapi bergiliran kerja dan gaji berdasarkan pesanan.”  Usulan kepada pemerintah " "Di Saat Industri Kayu Anjlok, Pembalakan Liar di Sulsel Justru Meningkat","Menurut Mustam, akumulasi anjloknya industri kayu dan meningkatnya pembalakan liar di masa pandemi berdampak langsung pada dua sektor yakni usaha ekonomi dan upaya penegakkan hukum bidang kehutanan. Ini bukan hanya terjadi Sulsel tetapi kemungkinan terjadi berbagai daerah di Indonesia.“Anjloknya industri kayu tentu berdampak pada penurunan ekonomi dan berkurang atau hilangnya pendapatan karyawan. Industri menghadapi masalah yang dilematik, merumahkan karyawan, konsekuensinya membayar pesangon. Sementara industri kehilangan sebagian pendapatan dan ongkos produksi.”Di sektor penegakkan hukum, situasi ini dinilai akan terus memicu meningkatnya praktik pembalakan liar dan peredaran kayu ilegal. Kondisi ini juga dianggap akan berpengaruh pada implementasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).“Dari 25 industri yang dipantau JURnal Celebes, hanya ada enam industri yang memiliki sertifikat SVLK. Lima industri primer dalam bentuk PT dan satu industri kecil berbentuk UD yang tidak lagi memperpanjang masa berlaku sertifikatnya.”Menjawab kondisi ini, JURnal Celebes mengusulkan kepada pemerintah untuk melakukan tindakan strategis, tidak sekadar antisipatif dengan insentif bersifat sementara.“Industri UMKM yang kami pantau semuanya tidak memperoleh insentif pemerintah di masa pandemi. Insentif pemerintah dinilai baru menjangkau industri primer yang produksinya diekspor.”Sebaliknya, eksportir menilai insentif untuk industri padat karya dengan memberi keringanan PPh dan iuran rutin, tak berdampak signifikan karena selain terbatasnya waktu pemberian insentif, juga problem utama adalah menurunnya permintaan pasar luar negeri.Mustam berharap pemerintah bisa mengambil langkah strategis untuk memastikan industri kayu terutama industri kecil dan menengah bisa bertahan di masa pandemi, terutama kelangsungan hidup tenaga kerja." "Di Saat Industri Kayu Anjlok, Pembalakan Liar di Sulsel Justru Meningkat","“Kami berharap pemerintah perlu langkah riil untuk tetap tegaknya kepastian hukum dalam pengamanan dan pencegahan kejahatan kehutanan di masa pandemi ini. Implementasi SVLK perlu terus ditingkatkan karena ini adalah instrumen terbaik di dunia dalam pengelolaan hutan berkelanjutan untuk menekan laju deforestasi. Instrumen yang menjamin perdagangan kayu nantinya tidak akan mengalami hambatan di mancanegara.”Bantuan sertifikasi SVLK bagi industri kecil mesti juga harus ditindaklanjuti dengan memberikan kepastian usaha, keuntungan atau penghargaan. Selama ini SVLK lebih diiraskan manfaatnya oleh industri eksportir.  [SEP]" "Banjir Lombok dan Kerusakan Lingkungan, Waspada Cuaca Ekstrem","[CLS]     Hujan mengguyur Lombok, 5 Desember lalu tak membuat Agus Salim khawatir. Pekan sebelumnya, hujan juga turun lebat. Sungai yang melintas di dekat perumahannya, Gunung Sari Asri, tak pernah meluap sampai halaman rumah. Minggu sore hingga malam Agus mengikuti pertemuan dengan kawan-kawannya, merencanakan kegiatan sosial.Minggu sore itu dia sempat membawa satu kantong plastik buku bacaan yang hendak disumbangkan. Di rumahnya, di Desa Gunung Sari, Kecamatan Gunung Sari, Lombok Barat, NTB, masih banyak buku lain. Malam itu Agus tidak pulang ke rumah karena hujan terus mengguyur. Dia pulang ke rumah orang tuanya di Ampenan, Kota Mataram.Menjelang subuh di perumahan Gunung Sari Asri, tetangga Agus, Ricko dan istrinya yang tengah hamil besar, masih nyenyak tidur. Hujan pada malam hari hingga subuh hari itu membuat malas untuk keluar rumah. Pekerja kreatif ini juga tak menaruh was-was walaupun perumahan mereka di pinggir sungai dan posisi lebih rendah dari jalan. Pekan-pekan sebelumnya juga tidak pernah ada banjir.Ricko terbangun mendengar suara keras, seperti suara gempa, suara luapan air sungai menghantam tembok dan pintu. Ranting kayu membentur batang bambu. Ricko terbangun. Air sudah masuk ke rumah. Hitungan menit air makin tinggi. Dia membangunkan istrinya, berlari menyelamatkan diri.“Semua barang tidak ada yang sempat kami selamatkan,’’ kata Ricko saat ditemui di rumahnya, keesokan hari.Di halaman rumah Ricko masih bertumpuk berbagai perabot yang hanyut. Di jalan gang kompleks perumahan itu penuh lumpur sebagian sudah mengeras. Ricko belum sempat membersihkan rumah.Agus Salim mulai membersihkan rumah dari lumpur. Semua buku koleksi dan hendak disumbangkan basah dan tertutup lumpur.“Ketinggian air di sini sampai dua meter,’’ kata Agus menunjuk tembok rumahnya. Bekas lumpur menempel di tembok menjadi pembatas ketinggian air." "Banjir Lombok dan Kerusakan Lingkungan, Waspada Cuaca Ekstrem","“Sama sekali tidak ada yang tersisa, semua warga di sini belum sempat menyelamatkan barang. Air cepat naik,’’ katanya.Ada dua sumber air yang menggenangi kompleks perumahan ini. Air sungai yang meluap dan air yang turun dari bukit. Air sungai membawa potongan kayu dan ranting, air dari bukit membawa lumpur. Di atas perumahan ini sedang ada pengerukan. Akan ada pembangunan sarana baru. Air dan material lumpur dari bukit itulah yang menyulitkan warga menyelamatkan barang-barangnya.“Seperti terjebak,’’ kata Agus.Foto-foto yang beredar di media sosial menunjukkan rumah terendam, hampir mencapai atap itu adalah kompleks perumahan Gunung Sari Asri. Hingga Kamis belum ada bantuan yang datang ke perumahan itu. Tidak semua orang tahu lokasi itu. Apalagi kompleks itu bukan perumahan padat. Perumahan ini juga tergolong baru, baru dihuni belasan keluarga.  Bukan hanya hujan lebatKala itu, tak hanya perumahan Agus yang banjir, daerah lain di Lombok juga termasuk di BTN Ranjok dan Perumahan Bhayangkara Residence di Kecamatan Gunungsari.Di Kecamatan Gunungsari terdapat 2.849 keluarga terdampak, Kecamatan Batulayar 1.250 keluarga, Kecamatan Lingsar 81 keluarga, dan Kecamatan Sekotong 1.222 keluarga. Bencana ini menyebabkan kerusakan 448 rumah, lima orang meninggal dunia dan belasan luka.Kusnadi, Ketua Ikatan Ahli Geologi (IAGI) NTB menganalisis dari citra satelit dua lokasi perumahan, yaitu BTN Ranjok dan perumahan Bhayangkara Residence di Desa Mambalan, Kecamatan Gunungsari.Berdasarkan citra satelit, kedua perumahan ini baru dibangun pada pertengahan 2018. Sebelum dibangun perumahan, daerah ini merupakan bantaran sungai dan daerah persawahan.Setelah 2018, daerah ini jadi perumahan, mulai dari bantaran Sungai Meninting sampai ke utara yang sekarang masuk wilayah Bhayangkara Residence." "Banjir Lombok dan Kerusakan Lingkungan, Waspada Cuaca Ekstrem","Kalau melihat model Sungai Meninting di bagian selatan perumahan ini membentuk pola kelokan tajam. Dengan model seperti ini sangat rentan meluap luruh membawa banjir.Kusnadi bilang, jelas terlihat kemungkinan seluruh daerah ini memang dulu dataran banjir sungai hingga ketika Sungai Meninting memerlukan area lebih untuk menampung aliran sungai maka daerah-daerah ini tergenang. Apalagi, saat ini di bagian hulu Sungai Meninting sedang ada proyek Bendungan Meninting, kemungkinan terjadi pengalihan arah aliran air sungai hingga membuat daya tampung sungai tidak maksimal.“Karena sudah terbangun perumahan mungkin ke depan bisa dibangun tanggul penghalang banjir hingga air Sungai Meninting tidak meluap lurus kearah barat dan membanjiri area terbangun itu,’’ katanya.Pembangun yang tidak memerhatikan risiko bencana dan kerusakan di bagian hulu menambah parah dampak banjir. Puluhan rumah rusak berat. Jebol dihantam air dan lumpur, bahkan banyak rumah roboh tersapu batang pohon. Di Desa Kekait, Kecamatan Gunungsari rumah rusak karena dihantam pohon hanyut. Melihat ukuran batang pohon itu, kemungkinan ditebang di bagian hutan.Di Desa Batulayar, Kecamatan Batulayar, banjir dipicu luapan air sungai yang terhalang pohon hanyut. Tumpukan pohon tersangkut di jembatan membuat air tidak lancar mengalir. Air masuk ke permukiman. Saat bersamaan dari atas bukit air bercampur lumpur menerjang rumah warga. Puluhan rumah terendam lumpur. Di daerah-daerah yang terdampak banjir dan longsor ini berada di daerah perbukitan.Permukiman di kelilingi Perbukitan Batulayar yang setiap tahun beralih menjadi kawasan villa mewah. Pembangunan di bagian hulu perlu lahan yang datar dan pembersihan lahan. Sisa pembersihan lahan itulah yang hanyut ketika hujan lebat." "Banjir Lombok dan Kerusakan Lingkungan, Waspada Cuaca Ekstrem","Yuniar Pratiwi, Manajer Konservasi, Mitigasi, dan Perubahan Iklim Geopark Rinjani, bilang, bukan rahasia umum di kawasan hulu Gunungsari dan Batulayar, sudah gundul. Dari pinggir jalan masih tampak hijau dengan pepohon besar, ketika masuk ke dalam banyak lahan gundul.Alih fungsi lahan perbukitan menjadi permukiman, villa, dan fasilitas lain menjadi pemicu. Lahan rusak, alih fungsi massif, katanya, tinggal menunggu hujan untuk menyebabkan banjir.“Dari zaman dulu juga hujan, tapi kenapa baru sekarang terjadi banjir. Semua bisa melihat banyaknya tumpukan kayu yang hanyut dan material tanah yang longsor,’’ katanya.Yuniar meminta pemerintah, pengembang perumahan, termasuk juga sektor pariwisata harus waspada. Dia bilang, harus ada mitigasi bencana untuk mencegah korban, mengurangi dampak kerusakan, dan mencegah bencana. Dia contohkan, daerah-daerah yang terendam banjir, perlu ada prasarana untuk mengurangi dampak.Pembangunan tanggul bisa mengurangi luapan air sungai, tetapi lebih bagus kalau hulu sungai hijau kembali.“Jalur-jalur evakuasi juga harus dibuat. Kemarin banyak yang terjebak karena tidak tahu kemana harus lari ketika terjadi bencana,’’ katanya.   Waspada Cuaca Ekstrem Bencana banjir tak hanya di Lombok, juga terjadi di daerah lain. Bukan hanya banjir, juga longsor maupun angin puting beliung dan lain-lain. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika memprediksi, intensitas banjir rob dan gelombang tinggi meningkat hingga Februari 2022. Kondisi ini dipengaruhi musim hujan, La-Nina dan angin Monsun Asia. Masyarakat diimbau tetap waspada." "Banjir Lombok dan Kerusakan Lingkungan, Waspada Cuaca Ekstrem","BMKG menyebutkan, puncak musim hujan diprediksi terjadi Januari-Februari 2022 tersebar di wilayah Indonesia. Dwikorita Karnawati, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengatakan, ada pengaruh dari Monsun Asia yang mengakibatkan curah hujan makin meningkat, kondisi ekstrem meningkat, diperparah pola sirkulasi siklonik dan seruakan dingin yang aktif di Laut China Selatan. “Ini yang memberikan dampak signifikan pada peningkatan tinggi gelombang, dapat mencapai 4-6 meter di wilayah perairan Natuna,” katanya dalam konferensi pers virtual baru-baru ini.Wilayah Indonesia bagian timur, seperti utara Papua maupun Papua Barat memiliki dampak signifikan dengan ada gelombang tinggi dan kecepatan angin di Samudera Pasifik Timur Filipina.Cuaca ekstrem ini pun bersamaan dengan fase bulan baru yang berpotensi ada kenaikan ketinggian pasang air laut atau banjir rob di sejumlah wilayah.Dwikorita mengatakan, fase bulan baru atau Perigee ini adalah kondisi di mana posisi bulan itu berada pada jarak terdekat dengan planet bumi hingga gravitasi bulan terhadap permukaan air di samudra di laut makin meningkat.Peningkatan pasang air laut maksimum dapat berpotensi besar mengakibatkan banjir pesisir ini bisa meningkat sampai 22 Desember 2021.Wilayah terdampak antara lain, Kepulauan Natuna, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Lampung, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Barat. Juga, Sulawesi Utara, Gorontalo, Ternate, Halmahera, Papua Barat (bagian utara) dan Papua (Papua bagian utara).“Perlu kita cermati dari tiga fase yang bersamaan, yakni, angin kencang di pesisir, diikuti gelombang tinggi, ditambah fase pasang maksimum jika ditambah curah hujan lebat akan makin menambah dampak tinggi genangan di perkampungan nelayan atau pesisir,” kata Eko Prasetyo, Kepala Pusat Meteorologi Maritim BMKG." "Banjir Lombok dan Kerusakan Lingkungan, Waspada Cuaca Ekstrem","Dia mengingatkan, masyarakat di pesisir perlu melakukan upaya adaptasi dan mitigasi konkrit agar tidak menimbulkan kerugian. Cuaca ekstrem ini, perlu diwaspadai karena mengganggu aktivitas masyarakat di pelabuhan dan pesisir, misal, bongkar muat di pelabuhan, pemukiman, tambak garam dan perikanan.Guswanto, Deputi Meterorologi BMKG menyebutkan, perlu mewaspadai dampak gelombang tinggi pada kota-kota besar. Salah satu, banjir pesisir atau rob di Kota Manado, Sulawesi Utara yang menyebabkan air laut masuk pusat perbelanjaan yang terletak persis di pinggir pantai. Kondisi ini, dipengaruhi letak garis pantai yang seamless, yakni jarak antara kota besar dengan garis pantai dekat atau tidak ada batas.“Seharusnya pada daerah-daerah itu memiliki pembatas antara perairan dengan daratan. Misal, gunakan beton maupun tanaman penahan abrasi,” katanya.Beberapa kota dengan kondisi ini pun perlu mewaspadai, seperti Makasar, Manado, Semarang, Surabaya dan lain-lain.  Senada dikatakan Urip Haryoko, Plt Deputi Bidang Klimatologi BMKG. Dia mengemukakan, ada peningkatan risiko bencana alam akibat fenomena La Nina di wilayah Indonesia tahun ini.Peningkatan curah hujan akibat fenomena La-Nina bisa menyebabkan bencana hidrometeorologi seperti banjir dan tanah longsor di wilayah Indonesia sebagaimana terjadi pada 2020.Berdasarkan data dasar 2006-2016 terkait pantauan musim hujan, katanya, dalam 10 tahun ke depan curah hujan pada periode musim hujan tidak banyak mengalami perubahan, namun jumlah hari hujan lebat meningkat.“Ini perlu diantisipasi karena hujan dengan intensitas lebat seringkali mengakibatkan banjir dan longsor dan potensi bencana hidrometeorologi meningkat,” katanya.BMKG meminta masyarakat mengantisipasi musim hujan yang datang lebih cepat, potensi peningkatan curah hujan signifikan, dan meningkatnya peluang kejadian hujan ekstrem." "Banjir Lombok dan Kerusakan Lingkungan, Waspada Cuaca Ekstrem","“Adanya perubahan iklim menyebabkan cuaca ekstrem yang akhirnya meningkatnya potensi bencana.”Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat ada 2.796 bencana dari 1 hingga 9 Desember 2021. “Lebih dari 80% kejadian bencana di Indonesia sepanjang Januari hingga Desember didominasi oleh bencana hidrometeorologi. Total korban meninggal 642 jiwa dan korban terdampak lain lebih 8 juta jiwa,” kata Abdul Muhari, Plt. Kepala Pusat Data, Informasi, Komunikasi Kebencanaan BNPB.Dari total bencana di Indonesia, 35% (1.177 kejadian) karena banjir, disusul cuaca ekstrem (709), tanah longsor (568), kebakaran hutan dan lahan (265), gelombang pasang dan abrasi (34), gempa bumi (27), kekeringan (15), dan erupsi gunung api (1).Daerah dengan sebaran bencana terbanyak lebih 50 kejadian, antara lain Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat. Daerah-daerah itu, selama lima tahun terakhir memiliki riwayat dengan frekuensi bencana tertinggi di Indonesia.Berdasarkan Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), sejak awal Desember 2021 sampai saat ini tercatat terjadi 55 banjir dan 16 longsor. Banjir menyebabkan korban meninggal enam orang, hilang delapan, dan sembilan orang luka-luka serta berdampak pada 372.397 orang menderita dan mengungsi.BNPB mencatat, ada 7.574 kali bencana banjir di Indonesia selama periode 2011-September 2020. Meski tren fluktuatif, tetapi bencana ini memiliki tingkat intensitas cukup sering selama 10 tahun terakhir." "Banjir Lombok dan Kerusakan Lingkungan, Waspada Cuaca Ekstrem","Menurut WMO, rata-rata temperatur global pada 2020, tercatat sekitar 14,9 derajat Celsius atau 1,2 derajat Celsius lebih tinggi dibandingkan periode pra-industri tahun 1850-1900. Angka 1,2 derajat Celsius itu mendekati batas peningkatan suhu 1,5 derajat dari periode pra-industri yang ditetapkan negara-negara di dunia untuk menghindari dampak terburuk perubahan iklim.  ******Foto utama: Kompleks Perumahan Gunungsari Asri terendam banjir hingga dua meter. Selain luapan dari air sungai, air dan lumpur berasal dari bukit yang sedang dikeruk. Foto: Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia  [SEP]" "Beruang Madu Muncul Dekat Pemukiman Warga di Sumatera Barat","[CLS]     Pagi itu, Soron, tengah perbaiki pipa saluran air di Jorong Pinagar di dekat rumahnya. Tiba-tiba ada yang mendorong dan mencakarnya. Lelaki 62 tahun ini terkejut, ternyata ada beruang madu di belakangnya. Kejadian ini terjadi di Jorong Pinagar, Nagari Persiapan Pinagar Aur Kuning, Kecamatan Pasaman, Pasaman Barat, Sumatera Barat, 16 Juni lalu.Pipa air itu merupakan saluran air dari bukit menuju rumah warga. Usai hujan, pipa tersumbat dan Soron pun coba perbaiki.Rusdian Ritonga, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Resor Pasaman Barat, mengatakan, masyarakat memang memanfaatkan mata air di perbukitan untuk keperluan sehari-hari dengan menyalurkan lewat pipa. Saat memperbaiki pipa itulah, Soron, kena cakaran dari satwa dengan nama latin Helarctos malayanus itu.“Rumahnya pakai air dari mata air gunung, jadi itu yang sedang diperbaiki. Tiba-tiba dari belakang seperti ada yang mendorong. Setelah dia balikkan badan ada beruang badan besar dan ada warna putih di dada. Beruang mencoba mencakar,” katanya.Soron sempat melawan dan berupaya menghalau beruang madu itu tetapi dia tetap kena cakaran di dekat mata dan telinga kanan. Setelah mendapatkan perlawanan, beruang pergi.Sekretaris Nagari pun melaporkan kejadian ini kepada BKSDA melalui Resor Pasaman. Petugas mendatangi lokasi kejadian.Hasil verifikasi lapangan menunjukkan, lokasi berada cukup jauh atau sekitar tujuh kilometer dari hutan terdekat di kaki Gunung Talamau, yang diperkirakan sebagai habitat beruang madu.Untuk mencegah jatuh korban, petugas BKSDA Resor Pasaman Barat dan masyarakat bersama-sama coba menghalau beruang madu. Kemudian juga memasang kandang jebak (kerangkeng) dengan beri umpan nangka matang tetapi belum ada tanda-tanda dari beruang.Kalau beruang masuk kandang, katanya, akan relokasi ke habitat mereka yang jauh dari aktivitas manusia.  Konflik tinggi? " "Beruang Madu Muncul Dekat Pemukiman Warga di Sumatera Barat","Konflik satwa liar dengan manusia di Sumatera Barat akhir-akhir terus terjadi. Sebelum di Pasaman, kemunculan beruang madu juga terjadi di Kabupaten Agam, pada 19 Mei lalu, tepatnya di Nagari Ampek Koto Palembayan, Kecamatan Palembayan.Warga menyatakan, sudah dua kali bertemu sosok misterius saat hendak melihat ternak sapi di belakang rumah pada malam hari.Setelah tim BKSDA memasang kamera pengintai, barulah diketahui sosok berbulu hitam itu adalah beruang madu.Berdasarkan data BKSDA Sumbar pada 2018 ada 693 konflik satwa liar dengan manusia. Rinciannya, biawak 32, buaya muara 131, buaya senyulong 42, harimau dahan satu kasus, dan harimau Sumatera kucing hutan 10 kasus. Kemudian, penyu hijau 81, penyu lekang (2), penyu sisik (117), rusa (39), sanca batik (188).Pada 2019. tercatat 41 konflik antara satwa liar dengan manusia. Yakni, dengan beruang madu (8), beruk (1), binturung (1), buaya muara (13), harimau Sumatera (2), kera (2), dan sanca batik (15 ). Kemudian pada 2020, ada 33 kasus. Rinciannya, beruang madu (5), ular python (2), buaya muara (5), harimau Sumatera (11), kucing emas (1), monyet ekor panjang (1), kukang (1), kucing hutan (3), burung beo (1), trenggiling (2) dan kera (1).Wilson Novarino, dosen jurusan Biologi dari Universitas Andalas mengatakan, sumber daya makin terbatas hingga memicu konflik.“Secara konseptual ekologi, konflik hampir sama dengan kompetisi yakni terjadi akibat ada kebutuhan pemanfaatan sumberdaya yang terbatas, baik itu makanan, ruang bahkan waktu,” katanya.Dia pun mengaitkan angka konflik satwa liar dan manusia ini dengan habitat berkurang atau deforestasi (ruang), pakan berkurang (degradasi habitat) maupun aktivitas meningkat." "Beruang Madu Muncul Dekat Pemukiman Warga di Sumatera Barat","Dari sisi sosiologi, katanya, literasi terhadap satwa yang jauh berkurang bisa juga jadi pemicu. Zaman dulu, orang yang beraktivitas di hutan, memahami satwa dan aktivitasnya baik dari pengalaman sendiri atau orang sekitar. Jadi mereka bisa menghindari bahkan berteman dengan satwa.Hal macam ini, katanya, mungkin jauh berkurang sekarang karena pola sosial yang berubah. Jadi, setiap kehadiran satwa dianggap ancaman.Untuk mengurangi konflik ini, katanya, manusia harus menyadari   kalau manusia itu bagian dari ekosistem. Jadi, perlu berbagi ruang, waktu dan empati. “Konkritnya, membatasi keinginan membuka lahan hutan, aktivitas pada waktu aktivitas satwa rendah, dan tidak memasang perangkap satwa. Pengendalian hama dengan lebih elegan,” katanya.Untuk penanganan konflik satwa pun, katanya, harus sesuai regulasi dan protokol standar. “Ini yang perlu lebih disosialisasikan dan diterapkan. Satwa bisa diusir, dipantau lagi, jika masih datang dan ada potensi bahaya bisa ditranslokasi.” ******Foto utama: Beruang madu. Foto: Rhett Butler/Mongabay [SEP]" "Jelajah Keindahan Kehidupan di Tamblingan","[CLS]  Sekelompok orang sedang bersiap melakukan trekking menyusuri hutan Alas Merta Jati, Kabupaten Buleleng, Bali. Kelompok trekking dibagi jadi dua, satu memulai dari pinggir danau. Kelompok lain memulai dari pinggir jalan raya yang berdampingan dengan hutan Alas Merta Jati. Inilah nama lokal dari hutan yang disakralkan oleh empat desa masyarakat hukum Adat Dalem Tamblingan di Kabupaten Buleleng.Pos jaga pemandu trekking di Desa Gobleg terlihat kusam. Lebih dari setahun pandemi, pos ini pun lengang, dampak pandemi COVID-19. Ada penanda bertuliskan Koperasi Jasa Pariwisata Amerta Tamba Eling. Inilah pintu timur jalur trekking hutan dan danau Tamblingan yang masih lestari.Melihat sampah plastik berserakan, kelompok trekking segera memungut, untungnya ada tong sampah di dekat pos. Karena volume sampah terkumpul mencapai setengah karung.Salah satu peserta berinisiatif membawa satu kresek untuk menampung sampah-sampah plastik lain sepanjang perjalanan. Cuaca sangat cerah, saya menanggalkan jaket di kendaraan agar tak gerah.Pemandu trekking adalah warga lokal, Ketut Basma. Ia memberikan tongkat sebagai alat bantu pada setiap orang. Rute dimulai dengan menuruni 250 anak tangga. Kami menuruni perlahan sambil ngobrol tentang pohon-pohon yang ditemui.Anak tangga tak terlalu terjal, mudah dilalui. Di ujung anak tangga, kami disambut sebuah Pura Ulun Danu, tempat persembahyangan umat Hindu yang sangat indah. Pura tidak dikeliling pagar tembok, namun pepohonan yang dijaga ketinggiannya. Agar pura masih terlihat lapang.baca : Sejenak Melepas Kepenatan di Danau Beratan  Dari sisi barat pura, kami melanjutkan perjalanan, melalui jalan setapak yang hampir tertutup semak karena lama tak dilewati. Kami diminta waspada, tak terlalu banyak menyentuh tanaman karena banyak lateng, tanaman yang bisa membuat gatal di kulit." "Jelajah Keindahan Kehidupan di Tamblingan","Tanaman ini tumbuh beragam di Alas Merta Jati. Lateng kidang, ngiu, kau, siap, siatan, dan kenyur. Itulah nama-nama lokal lateng. Bahkan ada lateng yang pohonnya sebesar beringin. Ini adalah jenis tanaman yang paling banyak didiskusikan. Selain jadi pelindung alami, menjaga hutan agar tak mudah diterobos, juga penyimpan air.Ada juga pohon yang kini langka. Warga lokal menyebut kayu lenguung. Ini adalah bahan material pedau, perahu tradisional di Danau Tamblingan. Perahu tradisional dengan dua kano yang dipasang berdampingan. Pohon ini jika sudah besar usianya sekitar 80-100 tahun. Kalau dibuat pedau, ukurannya cukup luas bisa mengangkut 6 orang dewasa.Kini, atas kebijaksanaan desa, pohon lenguung ini tak boleh lagi ditebang. Karena itu material pedau saat ini adalah fiber. Zaman dulu, saat masih bisa menebang lenguung oleh warga yang menjadi menega, atau operator pedau, mereka harus tanam bibit sebagai pengganti.Selama perjalanan di rute yang cukup datar berkelak-kelok ini, suara burung masih cukup nyaring terdengar. Namun, ada sejumlah spesies yang hilang atau sulit ditemukan, seperti curik dan cicalongan. Bahkan di masa lalu pernah ditemukan macan kumbang, rusa, dan babi hutan.Melihat sisa kelebatannya saat ini, di masa lalu, hutan ini pasti terlihat lebih menakjubkan. Hutan tropis yang indah berdampingan dengan danau. Penyokong sebuah ekosistem yang kaya dan beragam.baca juga : Menengok Segarnya Air Terjun Banyumala Bali  Beberapa pohon terlihat unik seperti pohon yang berukuran sangat besar atau memiliki lubang besar di tengahnya menarik perhatian peserta trekking. Salah satu pohon berusaha diukur dengan merentangkan tangan melingkar menyerupai rantai, diperlukan 13 orang manusia untuk mengelilinginya.Tak terasa 2,5 jam perjalanan berlalu dan jelang garis akhir mulai terlihat permukaan danau dari balik dedaunan. Danau sangat tenang, hanya beberapa orang terlihat memancing di pinggirannya." "Jelajah Keindahan Kehidupan di Tamblingan","Setelah bisa melihat sekeliling danau, terlihatlah pemandangan indah lain, deretan pedau di pinggir danau. Pada saat hampir bersamaan, kelompok lain yang trekking dari start berbeda juga tiba.Kami tak sabar menaiki pedau untuk menyeberangi danau menuju area titik kumpul untuk makan siang dan diskusi. Namun, sebuah pura menarik perhatian untuk mengunjunginya di sisi danau. Inilah Pura Dalem, yang paling sering dikunjungi warga termasuk luar desa dengan menyeberangi danau.Sejumlah pengelola pura nampak tersenyum menyambut. Sebagian orang lalu duduk di pelataran pura untuk berdoa. Berterima kasih atas kebahagiaan dan pengetahuan yang dipelajari dari alam hari ini. Pemangku atau pemimpin pura memercikkan air suci, tirta yang membasuh dahi dan menyegarkan kulit kembali di tengah hari ini.Setelah itu, satu demi satu memasuki pedau. Tiap pedau dinahkodai menega, sebutan untuk supir perahu yang jadi menega turun temurun.Sedikitnya lima pedau telah penuh dan dayung mengayuh perlahan. Kami berteriak bersahut-sahutan untuk saling menyemangati mendayung menuju bibir danau.menarik dibaca : Trekking di Tengah Aroma Kopi dan Cengkeh di Bali Utara  Refleksi anak muda TamblinganSebuah pura megah terlihat di dermaga lokasi parkir perahu. Ujung meru bangunan pura terlihat diselimuti kabut. Pura nampak makin sakral. Udara dingin segera menyergap. Begitulah cuaca di sekitar hutan dan danau ini.Walau sedang panas terik, bisa saja tiba-tiba gerimis, ketika kabut menebal. Namun rongga tenggorokan terasa lebih lapang, aroma tanah dan embun menyergap hidung.Ketut San dari Desa Gobleg, salah satu jaringan Catur Desa Adat Dalem Tamblingan mengatakan anak muda mengalami sejarah yang terputus dengan Alas Merta Jati. “Kami ke hutan hanya sebatas ritual tapi tak punya hak. Kurang mengenal hutan yang kami miliki,” kata anak muda ini." "Jelajah Keindahan Kehidupan di Tamblingan","Karena itu, dengan kegiatan pemetaan menelusuri hutan yang diberikan ke anak-anak muda sangat bermanfaat. “Sumber hidup kami di sini, yang menghidupi, bukan sekolah di kota. Lihat pemandangan indah, wah bisa dijual. Ada orang jual ginjal beli iphone, artinya jual sumber hidup. Apakah anak saya bisa nikmati (keindahan) ini nanti,” San merefleksikan dirinya.Putu Willy dari Desa Gesing menambahkan, ia percaya rna atau hutang. Ia ingin berjanji menjaga Alas Merta Jati, harta yang dititipkan walau makin banyak degradasi dan pencurian. “It’s my time. Sebagai pelaku wisata kenapa jauh mencari sumber penghasilan. Berharap community based tourism. Semua orang bisa menikmati apa yang kita punya,” yakinnya.penting dibaca : Kawasan Bedugul: Ketika Catur Desa Adat Ingin Kelola Hutan di Hulu Bali [Bagian 1]  Putu Ardana, Ketua Tim 9 masyarakat Adat Dalem Tamblingan yang sedang berjuang mengakses hak hutan adat berkomitmen akan melanjutkan upaya leluhur mereka melindungi kawasan hutan dan danau ini. Karena itu mereka mengakses hak hutan adat karena saat ini masih berstatus Taman Wisata Alam yang dikelola negara.Leluhur telah mengajarkan mereka untuk tak mengusik hutan melalui sejumlah pengaturan tata ruang. Misal pemukiman ditentukan di daerah yang sulit, miring, dan tidak subur. Agar kawasan hutan tetap lebat. Sumber utama yang tidak boleh utak-atik adalah hutan dan danau.“Serbuan luar biasa, pemerintah kolaborasi dengan investor. Bawa izin mau buat ini itu. Tapi Alas Merta Jati tak punya legal standing. Kami melanjutkan keinginan lama, karena sejak kemerdekaan sudah jadi hutan negara,” tambah Ardana.Status hutan negara dan wilayah adat di Tamblingan menurutnya berorientasi investasi. Bukan orientasi pada peradaban. Untuk awalan, mereka menghendaki Surat Keputusan yang menyatakan masyarakat Adat Dalem Tamblingan itu ada. Secara formal ada karena sering diundang. Tapi nomenklatur masyarakat hukum adat tidak ada di Perda Desa Adat." "Jelajah Keindahan Kehidupan di Tamblingan","Selanjutnya kerjasama empat desa adat memohonkan Alas Merta Jati sebagai hutan adat. Pemkab hanya perlu tanda tangan peta bahwa empat desa adat ini mukim di sini. Peta ini sudah disiapkan warga. Namun proses administrasi masih bergulir hingga kini.Udara makin dingin ketika mentari makin terbenam di ufuk barat. Hujan rintik-rintik membasahi rumput yang terawat dan pepohonan sekitarnya. Terima kasih Alas Merta Jati, kehidupan menuju kebahagiaan jiwa dan raga.  [SEP]" "Swarno Lumbangaol, Pulang Kampung buat Lestarikan ‘Ihan Batak’","[CLS]    Swarno Lumbangaol, lulusan master pariwisata dari perguruan tinggi swasta di Medan, Sumatera Utara. Usai kuliah dia merantau. Setelah 20 tahunan lebih jadi pendidik di Aceh, Kota Meulaboh dan Nagan Raya, Swarno pilih pulang kampung ke Desa Bakkara, Marbun Tongak Dolok.Kembali ke Bakkara, dia ingin melanjutkan usaha turun-temurun keluarga dalam budidaya ikan dalam kolam. Selain budidaya ikan, dia juga pemandu wisata.Kini, dia bercita-cita budidaya ihan Batak. Dia tergerak budidaya ihan Batak karena melihat ikan endemik perairan Danau Toba ini makin langka.Bibit ihan Batak (Neolissochilus thienemann), dia ambil dari sungai-sungai sekitar Humbang Hasundutan dan Samosir.“Ihan Batak adalah ikan khas Batak,” katanya.Ada tiga tingkat kolam berisi Ihan Batak. Bakkara memiliki kontur tanah mengandung banyak sumber air dan bebatuan hingga tak perlu banyak material untuk bikin kolam.Dulu, kakeknya memelihara ikan mas dan ayahnya nila dan mujaer di kolam di sebelah rumah. Dia memilih budidaya ihan batak karena itu jenis endemik perairan Danau Toba.Dinas Perikanan kemudian melihat aksi Swarno dan membantu mengembangkan pelestarian ihan Batak ini. Dia pernah mengenalkan ikan khas Batak ini dalam Pekan Raya Sumatera Utara di Humbang Hasundutan. Gawe ini gelaran Kementerian Pariwisata selama 30 hari dan dihadiri Presiden Joko Widodo.  Selain budidaya ihan batak, ia juga melestarikan tumbuhan sebagai pakan ikan ini. “Makanannya adalah azolla, sejenis tumbuhan air yang ada di sekitar sini. Saya juga budidayakan,” katanya.Azolla (Mosquito ferns), sejenis tanaman paku yang hidup mengapung di perairan. Biasa dijumpai di lahan tergenang atau persawahan dengan ukuran 1,5-2,5 centimeter. Bentuk daun kecil saling bertindih dengan warna permukaan daun hijau kemerah-merahan. ***" "Swarno Lumbangaol, Pulang Kampung buat Lestarikan ‘Ihan Batak’","Kementerian Kelautan dan Perikanan menerbitkan KepMen Nomor 1/2021 yang menyatakan ihan Batak sebagai ikan endemik dilindungi dengan status perlindungan penuh.Dari penelitian LIPI, ihan Batak memiliki badan pipih memanjang, leher badan empat kali lebih pendek dari panjang standar serta berwarna keperakan. Ada 10 sisik di depan sirip punggung dan 26 sisik di sepanjang gurat sisi. Ikan ini sebagai jenis terancam punah oleh International Union for The Conservation of Nature (IUCN).Selain ihan Batak, adapula ihan dengan marga Tor dan N. Sumatranus yang masih dapat ditemukan di sungai-sungai sekitar Danau Toba, meskipun populasi terus menurun. Genus tor ini, katanya, masyarakat Sumatera Utara mengenal dengan nama ikan jurung.“Memang ada kesamaan dengan jenis ikan jurung, bedanya ada di muncung bagian bawah, dan matanya,” kata Swarno.Ihan Batak dikenal memiliki struktur kuat. Ikan ini berenang melawan arus sungai yang deras hingga memiliki tekstur tulang padat.  TradisiIhan Batak dalam budaya Batak merupakan simbol tradisi dan punya peranan penting bagi ritual sakral.Menurut Swarno ihan Batak adalah suguhan untuk raja-raja masa kerajaan dulu.Ihan Batak jadi persembahan kepada Tuhan (mula jadi na bolon) dalam rangkaian acara adat yang diberikan oleh hula-hula (kerabat dari pihak istri). Ia dipercaya mendapat berkat baik kesehatan, memiliki banyak keturuanan, murah rezeki dan bergelimang harta.Dalam perkawinan adat Batak, penganan ini juga diberikan kepada pihak perempuan sebagai balasan pemberian makanan atau disebut dengan istilah tudu-tudu sipanganon. Tujuannya, untuk mendapat berkat dari Tuhan Yang Maha Esa.Dalam setiap upacara adat Batak, ihan Batak dimasak dengan khas arsik. Kini, kebiasaan itu perlahan menghilang karena populasi ikan sudah jarang. Biasanya, ihan Batak diganti ikan mas.“Ikan mas bukan endemik kita. Itu didatangkan Belanda pada masa kolonial. Mereka sebar ke Danau Toba,” katanya. *****" "Swarno Lumbangaol, Pulang Kampung buat Lestarikan ‘Ihan Batak’","Foto utama:Ihan Batak, ikan endemik perairan Danau Toba. Foto: Barita NL/ Mongabay Indonesia [SEP]" "Para Seniman Kampanyekan Lingkungan Hidup Lewat Batik","[CLS]     “Melukis Alam Pada Kain Nusantara,” begitulah tajuk diskusi daring dari para seniman batik, akhir Juni lalu. Mereka berbagi cerita soal produksi kain batik, dan pengalaman kerajinan khas Indonesia itu sebagai media kampanye lingkungan hidup.Terasmitra, kumpulan organisasi yang bergerak kampanye soal lingkungan hidup, selaku penyelenggara mendatangkan beberapa narasumber yang memiliki rumah produksi batik dari beberapa daerah. Ada Tatang Elmy Wibowo dari Leksa Ganesha Batik.Tatang menceritakan, latar belakang dari aktivis lingkungan hidup terjun jadi perajin batik. Di setiap karya Tatang jadi alat kampanye menjaga alam dan lingkungan hidup.“Saya berangkat dari NGO lingkungan, dengan latar belakang keluarga pecinta batik,” katanya.Dia menampilkan, beberapa karya batik dan aksi mengkampanyekan lingkungan di dalam diskusi daring ini. Beberapa motif batik dia munculkan seperti corak berjudul “Cincin Api.”Corak batik ini memperlihatkan gambar pegunungan di bawahnya ada rumah kuno. “Motif batik ini bercerita nenek moyang kita merancang rumah tempat tinggal zaman dulu tahan bencana alam seperti gempa bumi,” katanya.Sekilas corak batik ini tidak hanya menggambarkan pegunungan dan rumah. Di beberapa bagian kain, terlihat flora fauna, seperti gajah Sumatera, komodo, harimau dan lain-lain.Pewarnaan batik yang Tatang bikin juga murni dari pewarna alam. “dari kayu, daun dan lain-lain.” Baca juga : Cerita Alam dan Krisis Lingkungan Lewat Batik Lukis Tatang Wibowo Dia juga menampilkan, batik corak “tambang dan orang hutan”. Sesuai nama coraknya, batik ini mencoba mempresentasikan ancaman besar perusahaan tambang terhadap ekosistem orangutan. “Kemudian ini ada namanya, batik bawah laut, batik ini menggambarkan keindahan bawah laut kita yang perlu dijaga.”Desain batik yang dia rancang, tidak lepas dari isu yang sedang dibicarakan. “Maka saya membuat tidak sendiri, bersama kawan-kawan, juga ikut riset isu terbaru,” katanya." "Para Seniman Kampanyekan Lingkungan Hidup Lewat Batik","Tak hanya mengkampanyekan lingkungan hidup melalui batik, Tatang juga menggelar pameran batik. Keuntungan yang mereka dapatkan, diberikan kepada masyarakat atau komunitas yang membutuhkan.Tatang sebutkan, salah satu galang dana bagi perjuangan ekosistem pegunungan kendeng.Ada juga komunitas pembatik lain, Yayuk Soekardan, pendiri Joglo Ayu Tenan Jewelry & Artfabric MakerSpace. Komunitas ini ada untuk tempat orang-orang bisa belajar dan berkolaborasi tentang kerajinan nusantara termasuk batik.Salah satu program pokok Yayuk adalah membuat kerajinan kain. Dia menampilkan, beberapa motif batik bercorak daun atau ecoprint dalam diskusi itu.Yayuk memberikan pemahaman kepada komunitasnya dengan cara menanam tumbuhan yang daunnya diambil tadi. “Betapa pentingnya tanaman, aplikasi daun dalam membuat banyak yang memetik, tetapi kami berkomitmen dan mengajak mereka menanam kembali.”Penjualan produk kain batik bermotif seperti ini, juga Yayuk jadikan media memperkenalkan tumbuhan kepada konsumen.Cerita produk dia jelaskan detail seperti jenis tanaman, bahasa latin, dan penjelasan lain. “Meskipun motif daun, tetapi desain batik ini tetap minimalis dan fashionable,” katanya sampil menampilkan video produk-produk batiknya.Rudi Siswanto dari Batik Kidang Mas Lasem juga bercerita upaya meneruskan tradisi membatik dari keluarga besarnya. Batik Kidang Mas Lasem juga mengangkat budaya Indonesia beragam.“Batik Kidang Mas Lasem adalah gabungan beberapa budaya yaitu China, Belanda dan Jawa,” katanya.Meskipun mengangkat budaya, dia terus menyesuaikan corak batik yang cocok untuk anak-anak muda. “Ada batik kendoro kendiri, batik lawas, warna tua seperti karakter pesisir,” katanya. Baca juga: Ayo, Kini Saatnya Berbatik Ramah Lingkungan…! Limbah batik? Selain berbicara soal motif batik yang mengangkat isu lingkungan hidup, diskusi ini juga membicarakan metode pengolahan limbah tinta batik yang rentan mencemari lingkungan hidup." "Para Seniman Kampanyekan Lingkungan Hidup Lewat Batik","Tatang mengatakan, persoalan limbah batik jadi tantangan. Sampai saat ini, belum ada solusi. “Porsi pewarna batik milik saya kebanyakan alami yang semua organik, hanya 20% pewarna kimia,” ujar Tatang.Meskipun limbah non organik pewarna batik sedikit, dia tetap mengelola agar tidak mencemari lingkungan hidup. “Saya menyediakan empat penyaring sebelum limbah sampai ke sumur resapan.”Tatang berharap, pemerintah memfasilitasi tempat pembuangan limbah batik ini. Pasalnya, limbah batik tidak bisa dibuang di Intalasi Pengelolaan Air Limbah. “Kesulitan kita disitu.”Begitu juga yang disampaikan Rudi, pemerintah berperan besar dalam persoalan limbah batik. “Kalau tempat kami, kita bikin bak kecil di rumah produksi, jadi kalau limbah masuk kesana,” katanya.Kesulitan pembuatan IPAL batik adalah jarak tempat produksi yang berjauhan.Yayuk mengatakan, rumah kreatifnya sudah mendapat sertifikasi cleanliness, health, safety & environment sustainability (CHSES). Salah satu yang menjadi penilaian adalah soal pengelolaan limbah.“Karena kami menggunakan pewarna alam, jadi tidak ada limbah yang membahayakan,” ujar Yayuk. ****** [SEP]" "Paus Mati dan Lumba-lumba Luka Terdampar di Perairan Natuna, Apa Penyebabnya?","[CLS]     Warga Kepulauan Riau heboh dengan temuan bangkai binatang laut di perairan Pantai Desa Kelanga, Kecamatan Bunguran Timur Laut, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, 20 Maret lalu. Seorang warga merekam dan menyebarkan ke di media sosial.Dalam video terlihat jelas bangkai binatang laut membusuk mengapung di perairan Desa Kelanga dengan panjang sekitar 10 meter. Bagian ekor tersisa tulang seperti paus biasa. Bagian badan tersisa daging membusuk menyerupai bulu.Bagian depan binatang ini membuat spekulasi berbagai macam dari masyarakat. Karena, ada dua tulang melengkung keluar dari bagian mulut bangkai hewan itu menyerupai belalai gajah. Warga menduga itu binatang yang biasa mereka sebut gajah mina-masyarakat lokal menyebut gajah mine .“Jadi kalau melihat taring seperti gajah. Artinya itu gajah mine,” kata warga Desa Kelanga. Gajah mina adalah ada satwa laut besar di perairan Kepulauan Riau yang dipercaya warga Natuna memiliki kepala seperti gajah.Selain tak berbentuk lagi, bau busuk sudah menusuk bahkan sampai 300 meter dari pinggir pantai. Beberapa keterangan warga menyebutkan, bangkai binatang ini awalnya ditemukan dua. Yang berhasil mereka ikat dan bawa ke tepi pantai hanya satu.Spekulasi beberapa warga Kepulauan Riau berbeda soal temuan bangkai ini. Ada yang menyebut “gajah mine,” ada juga yang menerka paus biru. “Kalau hasil diskusi masyarakat menduga ini baus biru,” kata Asmuri, Kepala Desa Kelanga, Natuna, belum lama ini.Asmuri mengatakan, bangkai binatang ini pertama kali ditemukan M Yusuf, warga Kelanga, pada pukul 07.00 Wib pagi, 20 Maret. “Sedangkan taring yang seperti gading gajah itu adalah tulang rahang,” kata Asmuri.Setelah temuan itu, katanya, warga menarik bangkai binatang ke tepi pantai berjarak sekitar 100 meter dari bibir pantai. Baca juga : Penyu dan Hiu Paus Mati Terdampar di Jembrana " "Paus Mati dan Lumba-lumba Luka Terdampar di Perairan Natuna, Apa Penyebabnya?","Pemerintah daerah memutuskan menguburkan hewan ini karena sangat busuk dan khawatir membahayakan kesehatan masyarakat. “Karena sudah tersebar kemana-mana dan bau menyengat malam hari, langsung evakuasi sampai subuh.”Evakuasi perlahan pakai eksavator berukuran besar. “Tempat kuburan sengaja di dekat jalan, karena nanti kalau sudah lama kita gali pengambilan tulang untuk disimpan di museum,”Sekar Mira, peneliti mamalia laut di Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI), mengatakan, masyarakat memang sangat erat dengan mitologi-mitologi, salah satu gajah mina.“Kebetulan memang paus ini punya rahang jika dilihat seperti gading gajah. Padahal. itu rahang bawah dari seekor paus,” katanya saat dihubungi Mongabay, dari Batam.Paus yang ditemukan warga merupakan paus jenis tidak bergigi atau masuk dalam golongan paus mysticeti. Ciri khas paus jenis ini memiliki dua rahang yang tak bersambung, kemudian berbentuk seperti gading gajah besar.“Karena paus besar maka seperti gading gajah, dikaitkan dengan mitos gajah mina,” kata Mira.Mira bilang, belum terdapat ilmu biologis ada evolusi gajah mina yang disampaikan warga Natuna. “Lebih spesifik jika dilihat dari bentuk bangkai, ini adalah paus baleen,” ujar Mira.Perairan Natuna adalah tempat migrasi mamalia laut karena perairan dalam. “Ini perlu penelitian lagi, apalagi soal penyebab kematiannya.”Kalau lihat dari ukuran bangkai paus, mamalia satu ini berada di laut dalam dan bergerak secara global. “Melihat tekstur bangkai, mati sudah lebih dari seminggu,” katanya.Fenomena mamalia laut terdampar sangat bisa dimanfaatkan untuk ilmu pengetahuan. “Apalagi ke depan temuan seperti ini sangat diperlukan,” katanya." "Paus Mati dan Lumba-lumba Luka Terdampar di Perairan Natuna, Apa Penyebabnya?","Hal serupa disampaikan Danielle Kreb, Scientific Program Manager Yayasan Konservasi RASI. Dia memastikan, paus yang terdampar itu paus baleen (baleen whales). “Memang sulit diidentifikasi, tetapi itu menurut saya paus baleen,” katanya.Dia bilang, gigi paus jenis ini seperti rambut, menggantung di rahang atas paus. Gigi sudah hilang dan membusuk hingga tinggal rahang yang membentuk gading gajah.Dia tidak bisa memastikan habitat asli paus di Natuna atau sedang migrasi di perairan Natuna. “Biasa Baleen migrasi ke ke daerah tropis, saya beberapa kali sering ketemu paus baleen,” kata Danielle. Baca juga : Kurang dari Dua Bulan, Empat Hiu Paus Terdampar di Jember Lumba-lumba terlukaPerairan Kepulauan Riau sepertinya tidak baik-baik saja. Berselang seminggu setelah ditemukan bangkai paus baleen di perairan Natuna, masyarakat kembali menemukan lumba-lumba terluka masih di kabupaten sama.Lumba-lumba itu ditemukan warga bibir pantai Pulau Akar, Desa Cemaga Kota, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, 24 Maret 2021. Kalau dilihat melalui Google map pantai itu hanya berjarak 48 KM dari tempat temuan paus, atau sekitar satu jam perjalanan.“Kami sedang jalan-jalan di pantai tiba-tiba nampak lumba-lumba terdampar,” kata Umar Bakri, seorang warga.Umar yang juga anggota Relawan Penjaga Laut Nusantara (Rapala) ini, melihat lumba-lumba kesakitan karena di beberapa bagian tubuh ada luka. “Kita sedih, ada luka di bagian punggung,” katanya.Sebelum melepaskan lumba-lumba itu ke laut, masyarakat sempat memberikan ikan makanan kecil.Idris, Ketua Rapala mengatakan, fenomena lumba-lumba terdampar di Natuna sudah kedua kali.“Kami sadar akan konservasi hingga jika ada lumba-lumba terdampar di pantai masyarakat setempat menolong dan melepaskan kembali ke laut,” katanya." "Paus Mati dan Lumba-lumba Luka Terdampar di Perairan Natuna, Apa Penyebabnya?","Mamalia laut di Perairan Kepulauan Riau sudah terjadi beberapa kali. Mamalia sejenis dugong juga hampir setiap tahun terdampar di Kepulauan Riau. Bahkan, pada 2018, dugong atau duyung terdampar di perairan Kepri dipotong-potong nelayan untuk dijual.Pada 2019, warga Karimun juga menemukan bangkai dugong masih utuh di tepi pantai di Kecamatan Tebing, Kabupaten Karimun.Pertengahan 2019, warga Lingga juga menemukan dua bangkai paus berukuran besar terdampar di Pantai Dungun, Lingga, Kepri. Fenomena mamalia terdampar di Lingga hampir terjadi setiap tahun. Baca juga : Menyedihkan, Lumba-Lumba Mati Teriris-iris di Karangasem Bali Penyebab kematianSecara nasional, data Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut (KKHL), KKP mencatat, pada 2015 terjadi peristiwa terdampar 103 mamalia laut. Pada 2016, tercatat sebanyak 255, lalu 2017 ditemukan 143, pada 2018 sebanyak 154. Kemudian dalam 2019 sebanyak 142 ekor, dan 2020 ada 107 ekor.Melihat kondisi ini, Mira mengatakan, penelusuran penyebab mamalia laut terusik harus dengan penelitian khusus. Seperti yang terjadi pada paus, lewat sampel daging dapat mengidentifikasi penyebab kematian.“Banyak faktor bisa dilihat, tetapi kematian paus ini sudah termasuk kode 4 atau bangkai binatang sudah ditemukan hancur sekali hingga susah melihat apakah ada penyebab kematian karena interaksi manusia atau tidak,” katanya.Mira bilang, kalau kondisi paus belum separah ini, masih bisa ditelusuri apakah terdapat bekas tombak atau alat perburuan lain di badan paus itu.Dia mengatakan, penyebab kematian mamalia di laut cukup banyak,. Ada kelompok besar penyebab kematian, yakni, secara alami dan tidak alami. Penyebab alami, misal, faktor cuaca ekstrem, radiasi sinar matahari, magnetik bumi dan lain-lain." "Paus Mati dan Lumba-lumba Luka Terdampar di Perairan Natuna, Apa Penyebabnya?","Sedangkan penyebab tidak alami, katanya, karena interaksi manusia baik secara langsung dan tak langsung. Tidak alami contoh, kata Mira, pencemaran laut, perburuan hewan laut, ocean noise yaitu kebisingan di laut karena aktivitas kapal selam. “Apalagi, perairan Natuna sering jadi tempat latihan militer,” katanya.Tidak hanya itu, di Natuna juga ada kapal besar, terutama untuk tambang minyak. Namun, katanya, untuk memastikan penyebab kematian perlu penelitian.Untuk menelusuri kondisi itu, katanya, perlu ada sinergitas erat antara semua komponen, baik masyarakat dan pemerintah. “Karena penanganan mamalia terdampar bukanlah hal mudah.”Sebenarnya, saat ini sudah ada kebijakan di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan yang bekerjasama dengan lembaga peneliti, organisasi masyarakat sipil untuk penanganan mamalia terdampar.“Namun kita belum punya outline tempat masyarakat melaporkan jika ada kasus serupa,” kata Mira.Saat ini katanya, kondisi penanganan mamalia terdampar sebatas situasi kondisional.Kreb juga mengatakan, penyebab kematian mamalia di laut cukup banyak. “Mulai dari manusia, akibat pemangsa lain, dan lain-lain.”Saat ini, katanya, hanya bisa menerka yang terjadi di laut hingga paus terdampar. “Bisa saja tabrakan dengan kapal, karena paus tidak bisa menghitung jarak dengan kapal-kapal besar,” katanya.Tidak hanya itu, bisa saja penyebab seismik, di mana hewan laut terkena tembak yang digunakan perusahaan gas untuk mengetahui dasar eksplorasi minyak dan gas. “Itu juga sangat berbahaya.”Belum lagi, katanya, saat ini kondisi laut tidak bagus, banyak penyakit, banyak sampah plastik, dan lain-lain. “Kualitas air juga bisa jadi penyebab,” katanya.Dia mengatakan, soal kematian seperti ini harus ada penelitian khusus dari pemerintah. Misal, kalau satwa terdampar karena benturan dengan kapal besar, berarti mesti ada kebijakan menggeser jalur kapal melintas di perairan Kepri.*****" "Paus Mati dan Lumba-lumba Luka Terdampar di Perairan Natuna, Apa Penyebabnya?","Foto utama: Bangkai paus baleen yang ditemukan di Perairan Natuna. Warga di Natuna menduga itu bangkai gajah mine, satwa besar laut yang dipercaya ada oleh warga Natuna. Foto: Yogi ES/Mongabay Indonesia  [SEP]" "Transformasi Paradigma dan Rekonstruksi Hukum untuk Kesejahteraan Hewan","[CLS] Pada tahun 2020, World Animal Protection mengeluarkan Indeks Perlindungan Hewan (Animal Protection Index) untuk menilai keberhasilan suatu negara dalam menyusun dan menerapkan kebijakan dan undang-undang bagi kesejahteraan hewan.Bagaimana dengan Indonesia? Ternyata, dari skala ‘A’ (maksimum) hingga ‘G’ (minimum) Indonesia memperoleh nilai ‘E’ yang dihitung berdasarkan empat pilar.Pertama, pengakuan bahwa hewan memiliki perasaan dan emosi dan pelarangan adanya penderitaan hewan. Kedua, terbentuk dan terlaksananya undang-undang yang mengatur kesejahteraan hewan. Ketiga, adanya lembaga pemerintahan yang berkomitmen untuk melindungi hewan; dan Keempat, adanya dukungan pemerintah terhadap standar kesejahteraan internasional dari World Organisation for Animal Health (OIE) yang terintegrasi dalam undang-undang atau kebijakan pemerintah.Setidaknya, pilar pertama sedikit banyaknya terpenuhi melalui ketentuan Pasal 66 ayat (2) huruf c UU Nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan hewan (UU Nomor 18/2009) yang mengakui hewan dapat mengalami lapar, haus, rasa sakit, penganiayaan, rasa takut dan tertekan.  Namun, undang-undang tersebut belum menyertai mekanisme penegakan yang konkret. Sehingga, nilai yang diperoleh Indonesia pada pilar pertama masih terbatas pada C/D.Adapun permasalahan ada di pilar lainnya yaitu kedua sampai keempat masih bernilai E dan F, skor ini arus diperbaiki untuk melaksanakan komitmen dan dukungan pemerintah terhadap kesejahteraan hewan.Baca juga: Kesejahteraan Satwa Masih Jauh dari Perhatian Kita  Payung Hukum KebijakanMenurut penulis, terdapat dua alasan mendasar mengenai mengapa ketiga pilar tersebut belum dapat berjalan secara maksimal hingga saat ini." "Transformasi Paradigma dan Rekonstruksi Hukum untuk Kesejahteraan Hewan","Pertama, payung hukum yang ada belum secara konkrit menjamin terlaksananya konsepsi kesejahteraan hewan yang diusung. UU 18/2009, -sebagai satu-satunya UU yang mengatur perlindungan dan pemanfaatan hewan, mendefinisikan kesejahteraan hewan sebagai:“Segala urusan yang berhubungan dengan keadaan fisik dan mental hewan menurut ukuran perilaku alami hewan yang perlu diterapkan dan ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan setiap orang yang tidak layak terhadap hewan yang dimanfaatkan manusia.” Berdasarkan pendefinisian tersebut, jaminan perlindungan hewan tidak hanya mencakup perlindungan fisik, namun juga mental sesuai ukuran yang memungkinkan hewan mengekspresikan perilaku alaminya.Sayangnya selain ambiguitas kriteria perilaku alami yang memungkinkan timbulnya multi tafsir, belum ada jaminan sanksi yang tegas terhadap pelanggaran kesejahteraan hewan seperti yang tertera pada ketentuan Pasal 66 ayat (2) UU 18/2009.Bila kita mencermati pembatasan lingkup penerapan kesejahteraan hewan yang hanya terbatas pada “semua jenis hewan bertulang belakang dan sebagian dari hewan yang tidak bertulang belakang yang dapat merasa sakit” (Pasal 66 ayat 3) pengertian ini juga terbilang bermasalah.Pendefinisian ini akan membawa pemikiran dikotomis dan selektif terhadap lingkup hewan yang dilindungi. Artinya konsepsi kesejahteraan hewan tidak berlaku secara universal, menjadikan konsep “kesejahteraan” bagi hewan bukanlah suatu bentuk hak asasi.Kedua, permasalahan paradigma mengenai cara kita memandang dan memperlakukan hewan sebagai makhluk inferior yang dapat dieksploitasi untuk memenuhi kebutuhan manusia.Baca juga: Bukan Saja Eksportir, Indonesia Mulai Jadi Pasar Satwa Ilegal dari Luar Negeri?  Persepsi Pendekatan Masalah" "Transformasi Paradigma dan Rekonstruksi Hukum untuk Kesejahteraan Hewan","Ada dua persepsi dalam memandang lingkungan hidup dan manusia. Pertama adalah pendekatan holisme dan kedua adalah pendekatan individualistik. Kedua pendekatan ini memiliki konsekuensi yang berbeda.Pendekatan holisme memandang perlindungan terhadap hewan adalah sebuah keniscayaan, mengingat sebagai makhluk hidup di bumi kepentingan kelangsungan bumi adalah yang utama.Holisme menitikberatkan titik keseimbangan (equilibrium) antara lingkungan hidup dengan manusia. Untuk mencapai keharmonisan antara manusia dan lingkungan, pandangan ini mengupayakan agar keseluruhan ekosistem memiliki hak untuk mempertahankan diri dengan kualitas yang baik.Sementara pandangan individualistik, melihat lingkup yang lebih sempit. Hewan diakui memiliki nilai intrinsiknya sendiri. Mereka merupakan individu yang memiliki kapabilitas untuk merasakan sakit, kebahagiaan dan memiliki obyektif yang hendak mereka lakukan di masa depan, sehingga perlu untuk dilindungi.Pada perkembangannya pandangan individualistik ini kemudian melandasi sejumlah pergerakan bagi aktivis pro perlindungan hewan.Dimulai dari kelompok Old Welfarist (sampai era 1970an) yang menyatakan bahwa tidak masalah menggunakan hewan untuk kepentingan manusia, selama ada limitasi untuk mencegah sakit dan penderitaan bagi hewan. Yakni, semua hewan domestik dapat lepas dari penderitaan dan hewan agrikultur memperoleh sejumlah proteksi terhadap bahaya atau rasa sakit.Kemudian muncul kelompok New Welfarist (1970-1980an) yang berpandangan bahwa segala bentuk penderitaan dan rasa sakit yang harus diderita hewan selama untuk kepentingan manusia secara moral adalah salah. Sehingga, perlu ada perubahan besar dalam memandang hewan.Kelompok Animal Rights (1980an-sekarang) kemudian berusaha untuk lebih maju dari kedua pendekatan sebelumnya, sehingga pada perjuangannya berusaha untuk memberikan hak fundamental yang sama bagi hewan seperti layaknya manusia." "Transformasi Paradigma dan Rekonstruksi Hukum untuk Kesejahteraan Hewan","Namun, secara umum terdapat kesamaan paradigma yang dibangun dari seluruh kelompok, yakni hewan dipandang sebagai makhluk hidup yang memiliki nilai intrinsiknya sendiri, yang harus dihormati oleh makhluk hidup lainnya, salah satunya manusia.Sayangnya, pada tataran kebijakan, instrumen perlindungan yang saat ini berlaku masih bertumpu pada pendekatan individualistik baik pada skala internasional maupun nasional. Alhasil, instrumen perlindungan hewan yang ada masih memfokuskan diri pada upaya konservasi dan perdagangan hewan.Bentuk perlindungan yang diberikan juga masih difokuskan pada perlindungan terhadap spesies hewan tertentu yang langka (yang penentuannya juga oleh manusia) dan menjamin kepastian hukum perdagangan hewan.Hemat penulis stagnasi pendekatan individualistik bertolak dari tidak kunjung dipenuhinya obyektif dari pendekatan holisme, yakni adanya landasan normatif yang lebih konkrit dalam membentuk persepsi masyarakat terhadap hewan.Dalam proses transisi terhadap paradigma individualistik menjadi holisme maka rumusan sanksi pun dapat menjadi dalam mewujudkan konsep perwujudan kesejahteraan hewan.Baca juga: Mencermati Penyebaran COVID-19 pada Satwa Liar maupun Hewan Peliharaan  Solusi bagi Kesejahteraan Hewan Dalam konteks nasional belum ditemukan konsep kesejahteraan hewan yang secara umum disepakati, -atau setidak-tidaknya dipahami secara nasional, yang berimplikasi pada dua hal mendasar ini:Pertama belum adanya indikator yang mengukur kesejahteraan hewan menyebabkan tidak ada data komprehensif yang terkumpul untuk memantau perkembangan dan kesejahteraan hewan.Kedua pergerakan aktivis pro perlindungan hewan belum memiliki pijakan paradigma yang kuat, yang menyebabkan pergerakan mereka dipandang sebelah mata dan dikategorikan sebagai isu yang tidak strategis. Gerakan aktivisme pun pada akhirnya bertumpu pada inisiatif pribadi berdasarkan hati nurani yang subyektif." "Transformasi Paradigma dan Rekonstruksi Hukum untuk Kesejahteraan Hewan","Dari pemaparan di atas, penulis menyarankan perlunya tiga solusi yang bisa jadi pertimbangan, yaitu: 1) Penyeragaman konsepsi dalam mendefinisikan apa itu “kesejahteraan hewan,” 2) Penjabaran bentuk-bentuk perlindungan secara konkrit dalam setiap jenis peruntukan hewan yang sesuai dengan konsepsi kesejahteraan yang diusung, 3) Perumusan enforsir berupa rumusan sanksi yang tegas dan jelas terhadap setiap bentuk pelanggaran.Ketiga solusi tersebut akan dipermudah dengan hadirnya lembaga pemerintah yang secara khusus ditunjuk untuk mengemban tugas dan tanggung jawab untuk merumuskan landasan, mengelola dana, dan mengembangkan edukasi dan praktik penegakkan kebijakan dan undang-undang bagi kesejahteraan hewan.Sebagai tambahan, keberadaan instrumen indikator internasional yang mengonsepsikan kesejahteraan hewan dapat digunakan sebagai bentuk enforsir dan inspirasi kepada negara-negara untuk membentuk struktur institusional bagi perlindungan hewan. * Etheldreda E L T Wongkar, peneliti di Indonesian Center for Environmental Law (ICEL); Phelia Myrna, peneliti lepas.  Artikel ini adalah opini penulis ***Catatan editor: Artikel ini telah diperbaiki pada tanggal 13 Agustus 2021   A post shared by Mongabay Indonesia (@mongabay.id) [SEP]" "Pemprov Bali Batalkan Proyek Pengolah Sampah jadi Energi Listrik, Kenapa?","[CLS]  Pemerintah Provinsi Bali membatalkan proyek pembangkitan listrik tenaga sampah atau yang disebut Pengolah Sampah jadi Energi Listrik (PSEL). Padahal ibukota provinsi, Denpasar masuk dalam 12 Kota di Indonesia seperti tercantum di Peraturan Presiden No. 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Penolah Sampah jadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.Made Teja, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLHK) Provinsi Bali mengataka surat pembatalan ini sudah disampaikan Gubernur ke Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi. Alasannya biaya tipping fee per ton sampah yang sangat tinggi dan tidak bisa dipenuhi.“Hitungan biaya sangat tinggi, ke depan sampah terus meningkat. Kemampuan ekonomi belum mampu menutupi, perlu dikaji kembali,” ujar Teja saat dikonfirmasi Mongabay Indonesia, Selasa (24/08/2021).Ia menyebut nilai tipping fee ini sekitar Rp480 ribu/ton sampah yang diolah investor PSEL yang harus dibiayai pemerintah daerah yang membuang sampahnya ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung. TPA ini adalah terbesar di Bali, sebagian kabupaten terutama di selatan Bali membuang sampahnya ke TPA yang sudah overload dan terus diperluas ini. Padahal lokasinya di samping kawasan konservasi maritim Tanjung Benoa.Jika melewati jalan raya bypass Ngurah Rai dari Sanur menuju bandar udara Ngurah Rai pasti melewati TPA ini dan bau sampah meruap di udara. Apalagi saat musim hujan.TPA Suwung juga sudah digelontor puluhan miliar rupiah untuk menyulap sampah jadi taman dalam program Proyek Revitalisasi TPA Regional Sarbagita Suwung yang diluncurkan Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan pada Desember 2017. Proyek yang dibuat untuk mengurangi bau, mencegah longsor sampah, dan menyambut sidang tahunan IMF dan World Bank di Bali pada 2018 ini dilaksanakan selama 3 tahun dimulai akhir Desember 2017 sampai Oktober 2019." "Pemprov Bali Batalkan Proyek Pengolah Sampah jadi Energi Listrik, Kenapa?","baca : Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Sampah dinilai Menyalahi Kebijakan Pengelolaan Sampah di Bali  Badan Pengelola Kebersihan wilayah Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan) pernah menjamin semua sampah di TPA akan sepenuhnya bisa dimusnahkan pada 2012. PT. Navigat Organic Energy Indonesia (NOEI) menjadi investor pengolahan sampah di TPA Suwung saat itu.Empat Pemda kawasan Sarbagita yang membuang sampahnya ke TPA Suwung membuat kerjasama penanganan sampah sejak 2007. Salah satu klausul adalah investor bisa mengolah sampah jadi listrik namun tak terpenuhi dan sudah putus kontrak. Tidak ada kesepakatan soal tipping fee dari tiap ton sampah yang diolah karena biaya pembakaran sampah sangat mahal.Proyek di TPA Suwung ini dibahas dalam rapat koordinasi di Kantor Gubernur Bali, pada Rabu (13/02/2019), Denpasar. Dipimpin Gubernur Bali, dihadiri perwakilan pemerintah kawasan Sarbagita, pelaksana proyek Waskita Karya dan PT Indonesia Power, dan para pihak lainnya.Gubernur Bali I Wayan Koster meyakini proyek ini akan diselesaikan dalam waktu sesingkatnya. “Sedang dibuat feasibility study (FS), harus mulai beroperasi 2020,” umbar Koster. Mongabay yang hadir saat itu mencatat bagaimana instruksinya agar PLTSa ini tak gagal lagi.Untuk menangani melubernya TPA Suwung, pemerintah akan melarang pembuangan sampah pada taun 2022. “Tidak bisa buang sampah lagi ke TPA, harus dikelola di wilayahnya masing-masing,” ujar Made Teja.Dari perhitungan sebuah kajian pemerintah sebelumnya, akan ada bahan baku sekitar 1140 ton sampah per hari dari Kota Denpasar. Inilah yang akan jadi bahan baku PSEL.Pengelola PSEL ini rencananya akan ada ditenderkan untuk mendapat investor. Namun pemerintah akhirnya tidak jadi membuat tender. Kini, karena PSEL batal, pada 2022, semua desa diminta harus memiliki pengelolaan sampah mandiri." "Pemprov Bali Batalkan Proyek Pengolah Sampah jadi Energi Listrik, Kenapa?","baca juga : Darurat Pengelolaan Sampah di Bali, Rentan sebabkan Konflik Sosial dan Ekonomi. Seperti Apa?  Bali sudah memiliki Peraturan Gubernur tentang kewajiban mengelola sampah di sumber namun belum diimplementasikan secara menyeluruh. Pengelolaan sampah akan dibebankan di desa dan residunya dibuang ke TPST setempat. Teja menyebut ada dana kompensasi Rp100 milyar dari pemerintah pusat karena dibatalkannya PSEL tersebut. Dana ini direncanakan untuk pendanaan infrastruktur seperti pembangunan TPST di tingkat wilayah.Saat ini seluruh kabupaten dan kota di Bali sudah memiliki sejumlah TPST namun tak semuanya optimal. Ada yang bermasalah dengan kekurangan alat seperti pencacah sampah organik atau sumberdaya manusia.Salah satu lokasi pengelolaan sampah komunal yang berkembang sampai kini adalah Rumah Kompos yang dikelola Desa Adat Padangtegal, Ubud. Ini adalah lokasi obyek wisata Monkey Forest yang populer.Padangtegal memperlihatkan sistem pengolahan sampah terintegrasi. Tiap rumah didorong memilah sampah organik dan anorganik dahulu sebelum diangkut truk milik desa. Termasuk hotel dan restoran yang memadati desa ini. Sampah organik diolah di Rumah Kompos dan hasilnya digunakan untuk menyuburkan hutan monyet ekor panjang di Monkey Forest. Pembangkit Listrik dari SampahPembangkit Listrik Tenaga Sampah (PTSa) juga tercantum dalam Pergub Bali tentang Bali Energi Bersih. Sampah kota dan desa ini dimasukkan sebagai materi EBT.Pembangkit Listrik Berbasis Sampah Kota yang selanjutnya disingkat PLTSa adalah pembangkit listrik yang menggunakan energi terbarukan berbasis sampah kota yang diubah menjadi energi listrik." "Pemprov Bali Batalkan Proyek Pengolah Sampah jadi Energi Listrik, Kenapa?","Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) jaringan lembaga lingkungan di Indonesia mengkritik ide ini karena rentan menghambat pengelolaan sampah di hulu atau sumbernya, seperti saat ini dikampanyekan. Selain itu, teknologi pembakaran sampah masih berisiko pada dampak kesehatan serta sangat mahal.baca juga : Melihat Pengolahan Sampah Jadi Briket Energi di Kabupaten Klungkung Bali  Bali merupakan salah satu lokasi pembangunan Pengolah Sampah jadi Energi Listrik (PSEL) dari 12 kota di Indonesia yang terpilih. Kota lain adalah DKI Jakarta, Tanggerang, Tanggerang Selatan, Bekasi, Bandung, Semarang, Surakarta, Surabaya, Makassar, Pelembang, dan Manado. PSEL yang akan dibangun di Kota Denpasar terletak di TPA Suwung dengan kapasitas sedikitnya 1.000 ton sampah per hari yang akan dibakar menggunakan teknologi thermal.Masuknya Denpasar dalam 12 Kota di Indonesia ini tercantum di Peraturan Presiden No. 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Penolah Sampah jadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan. Perpres ini dinilai malah menghambat kemajuan pengelolaan sampah di Indonesia karena membuat pemerintah kota dan kabupaten lengah melaksanakan minimalisasi, pengurangan, pemilahan dan meningkatkan pengangkutan sampah di wilayah mereka sesuai amanat UU No.18/2008 tentang Pengelolaan Sampah.Apalagi, hampir semua TPA sampah kota-kabupaten di Indonesia masih dioperasikan dalam bentuk open dumping, bukan controlled landfill ataupun sanitary landfill. Sistem pengelolaan sampah di saat ini masih menggunakan sistem kumpul-angkut-buang. Sistem ini disebut hanya menyelesaikan permasalahan sampah pada bagian hilir, yaitu dengan mengandalkan sarana dan prasarana Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan mimpi pembangunan fasilitas PSEL." "Pemprov Bali Batalkan Proyek Pengolah Sampah jadi Energi Listrik, Kenapa?","“Sejak tahun 2003, Bali sudah mencoba teknologi termal untuk mengolah sampah di TPA Suwung tetapi gagal. Seharusnya pemerintah Provinsi Bali menyampaikan kepada Presiden, pembelajaran dari kegagalan 2004-2016 agar tidak terulang lagi,” ujar Yuyun Ismawati, Senior Advisor Nexus3, anggota AZWI, dalam pernyataan sikap terkait penolakan PSEL pada Juni lalu.Dengan biaya yang sama, AZWI menilai dapat dicapai pemilahan sampah dan pengomposan di sumber atau di kawasan. Dengan investasi senilai PSEL tersebut, asumsinya peningkatan persentase pengangkutan sampah sampai 80%, dan pengoperasian TPA dengan teknologi Sanitary Landfill selama 15 tahun.Dalam UU No.18/2008 tentang Pengelolaan Sampah Pasal 29 ayat 1 butir (g) dinyatakan bahwa, setiap orang dilarang membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah. Ini artinya komposisi sampah dan metode pembakarannya harus sesuai dengan persyaratan teknis. Sampah di Indonesia tidak memenuhi persyaratan teknis karena rata-rata nilai kalor berkisar antara 2.000-6.000 kJ/kg lebih rendah daripada standar nilai kalor terendah (low heating value/LHV) yaitu 10.000 kJ/kg.   [SEP]" "Pemprov NTT Terapkan Skema Transfer Fiskal Berbasis Ekologi. Bagaimana Caranya?","[CLS]  Pemerintah provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menggelar dialog daring Kebijakan Pengembangan Skema Transfer Fiskal Berbasis Ekologis di wilayah NTT, Rabu (6/10/2011). Dalam dialog tersebut Kepala Bappelitbangda Provinsi NTT Kosmas D. Lana menegaskan komitmen pemerintah NTT dalam menjaga ekologi.Kosmas menyebutkan, berbagai riset menunjukan pengelolaan sumber daya hutan, pesisir dan laut masih dipandang sebagai sumber ekonomi jangka pendek.Hal ini berdampak kepada dilakukannya eksploitasi yang berlebihan sehingga mengakibatkan berkurangnya tutupan hutan dan kerusakan lingkungan hidup di wilayah pesisir dan laut.Situasi ini membutuhkan upaya yang serius dari semua level pemerintahan untuk mengatasi persoalan tersebut.“Paradigma mengejar pendapatan ekonomi dalam jangka pendek dengan menguras sumber daya alam dan mengorbankan kestabilan lingkungan hidup harus diubah ke arah pembangunan yang lebih berkelanjutan,” katanya.Kosmas menekankan pentingnya pemerintah daerah menyediakan skema insentif anggaran bagi pemerintah dibawahnya yang berkinerja baik dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta pembangunan yang rendah emisi sesuai dengan kewenangannya.Skema ini dikenal dengan istilah Ecological Fiscal Transfers (EFT) atau Transfer Anggaran Berbasis Ekologi. Sejalan dengan kebijakan pengelolaan keuangan daerah, skema EFT telah diadopsi oleh sejumlah pemerintah daerah di Indonesia.Skema yang diterapkan berupa Skema Transfer Anggaran Provinsi Berbasis Ekologi (TAPE) dan Skema Transfer Anggaran Kabupaten Berbasis Ekologi (TAKE).“Pemerintah NTT telah berkomitmen untuk mewujudkan pembangunan ekonomi hijau yang salah satunya tercantum dalam misi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJPD) Provinsi NTT (2005-2025), yaitu mewujudkan NTT wilayah yang memiliki keseimbangan dalam pengelolaan lingkungan,” ungkapnya." "Pemprov NTT Terapkan Skema Transfer Fiskal Berbasis Ekologi. Bagaimana Caranya?","Kosmas menjelaskan, agenda ini diterjemahkan dalam misi RPJMD 2018-2023, yakni mewujudkan masyarakat sejahtera, mandiri dan adil melalui empat pilar pembangunan berkelanjutan, yaitu aspek ekonomi, sosial, lingkungan, dan kelembagaan.“Dengan skema EFT ini, diharapkan menjadi alternatif skema pendanaan untuk mencapai visi misi pembangunan Provinsi NTT,” ucapnya.baca : Mendorong Pembangunan Berbasis Ekologi dalam RPJMD Sulsel, Seperti Apa?   Berbasis KinerjaPada kesempatan yang sama, Margaretha Tri Wahyuningsih dari Asia Foundation mengatakan sebelumnya transfer fiskal untuk mendukung pengelolaan lingkungan hidup berbasis afirmasi, bukan berbasis kinerja.Dengan begitu semakin parah kerusakan lingkungan hidup yang dialami suatu daerah maka akan semakin besar juga alokasi transfer yang diberikan oleh pemerintah yang lebih tinggi kepada daerah tersebut.“Ini yang coba kita seimbangkan dengan tetap menghargai daerah-daerah yang sudah melakukan upaya untuk perbaikan lingkungan hidup. Karena itu didorong pola transfer fiskalnya berbasis kinerja,” tuturnya.Margaretha memaparkan di Provinsi Kalimantan Utara, indikator-indikator dipilih berdasarkan kebutuhan target prioritas yang ada di dalam visi misi kepala daerah terpilih dan RPJMD.Visi misi itu kemudian dituangkan ke dalam RPJMD dan itu relevan di dalam daerah serta ada ketersediaan data. Ketersediaan data menjadi salah satu tantangan terbesar.“Ketika ketersediaan data itu ada, maka itu akan lebih mudah untuk didorong seperti di Provinsi Kalimantan Utara,” ungkapnya.Margaretha menyebutkan, di Kalimantan Utara, indikator-indikator yang didorong ke dalam Pergub No.6/2019 itu adalah pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan di areal pemanfaatan lain." "Pemprov NTT Terapkan Skema Transfer Fiskal Berbasis Ekologi. Bagaimana Caranya?","Lanjutnya, ada juga penyediaan ruang terbuka hijau, pengelolaan persampahan, perlindungan sumberdaya air dan pencegahan pencemaran udara yang juga sebenarnya masuk ke dalam indeks pengelolaan lingkungan hidup yang ada di provinsi tersebut.“Sebenarnya ketersediaan data ini juga kurang lebih pasti tersedia di provinsi lain, namun tetap melihat kepada rencana-rencana strategis dari provinsi tersebut” ungkapnya.Margaretha melihat komitmen untuk mendorong TAPE di provinsi NTT ini sangat luar biasa dan menjadi salah satu upaya perlindungan hidup melalui komitmen kepala daerah yang perlu banyak dicontoh oleh provinsi lain.baca juga : Kontribusi Masyarakat Adat dalam Pembangunan Berkelanjutan Tak Bisa Diremehkan  Kebijakan EkologiJoko Tri Haryanto dari Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan mengatakan hasil pemetaan kemandirian di NTT masih menengah ke bawah namun pertumbuhannya meningkat.Joko sarankan agar dioptimalkan pertumbuhan ini dengan melakukan beberapa perbaikan, utamanya RPJMD. Perlu inovasi baru dimana salah satu opsi terbaik yakni model bisnis jasa lingkungan, sebuah model bisnis masa depan.Ia sebutkan semua negara global konvergensinya satu arah, mengarah ke pembangunan rendah emisi. Ketika semua pemimpinnya bicara di dialog internasional, kalau tidak bicara mengenai emisi karbon terkesan ‘mati gaya’.“Maka berlomba-lomba membuat inovasi kebijakan dan biayanya tidak banyak. Dari 524 daerah di Indonesia,  yang sudah punya inovasi terkait dengan kebijakan ekologi baru bisa dihitung dengan jari,” ungkapnya.Joko sebutkan, Kalimantan Utara mempunyai posisi yang lebih baik dibandingkan daerah lain karena telah menerapkan inovasi kebijakan ekologi. Inovasi ini memiliki pasar tersendiri dan provinsi ini akan menjadi pemimpin pasar." "Pemprov NTT Terapkan Skema Transfer Fiskal Berbasis Ekologi. Bagaimana Caranya?","Joko menambahkan memang sering dikatakan bahwa dana bukan segalanya tapi masalahnya segalanya butuh dana. Tapi ada proses untuk itu sehingga perlu disamakan frekuensi antara pusat dan daerah.“Ketika kemudian kita bicara inovasi ekologi maka itu adalah trigger kita mengubah paradigma. Ketika bicara konservasi bukan semata mata bicara biaya tapi dengan konservasi kita bisa men-generate benefit baru yang kemudian di bagikan kepada semua pemangku kepentingan,” jelasnya.perlu dibaca : Pajak Karbon dan Harapan Pembangunan Indonesia Berkelanjutan  Joko katakana APBN dan APBD itu terbatas. Laporan UNFCCC 26 November 2008 menyebutkan, jumlah investasi dan aliran dana yang diperlukan untuk mencapai target pengurangan emisi (mitigasi) dan peningkatan kemampuan adaptasi jauh lebih besar dibandingkan dengan dana publik yang tersedia baik dari dalam negeri maupun dari mekanisme pendanaan multilateral dan bilateral.Untuk itu, perlu inovasi, menciptakan perubahan untuk memacu kolaborasi karena kapasitas pendanaan pemerintah terbatas, tidak lebih dari 34%.Artinya 66% harus dioptimalkan dari non APBN dan APBD. Harus diciptakan kondisi agar 66% bisa datang dengan sendirinya. Tapi tentunya 34% itu harus baik dan kata kuncinya tata kelola berupa tata uang dan tata ruang.Ada tiga aspek besar yang harus dikerjakan pemerintah daerah. Pertama dimulai dari sisi hulunya, perencanaan penganggaran dengan membuat RPJMD hijau dan berketahanan bencana.Kedua, implementasi meliputi climate budget tagging, TAPE atau TAKE, pembayaran jasa lingkungan, TAPE DBH-DR dan TAPE PESKetiga, ekspansi berupa ekstensifikasi sumber pendanaan APBD melalui Green Climate Fund, BPDLH, PT.SMI (SDG One) dan Forum CSR.“Setelah itu baru dijual dan dikomunikasikan ke internasional dengan baik karena ada nilainya. Tapi kalau meminta dana usahakan yang banyak sekalian,” sarannya." "Pemprov NTT Terapkan Skema Transfer Fiskal Berbasis Ekologi. Bagaimana Caranya?","baca juga : Bagaimana agar Pembangunan Tak Perparah Krisis Iklim?  Bambu AgroforestriDirektur Yayasan Bambu Lestari, Arief Rabik mengatakan NTT merupakan titik pusat bambu untuk pembangunan hijau, dengan sumber daya bambu yang besar dan masih utuh.Ada lebih dari 100 ribu ha hutan bambu dan aksesnya ke hutan cukup gampang. Makanya dikembangkan sistem bambu agroforestri. Gubernurnya melihat bambu sebagai harta karun hijau bagi masa depan konservasi lingkungan dan peningkatakan ekonomi NTT.Ia tambahkan, dukungan dana APBD menjadikan NTT sebagai satu-satunya provinsi di Indonesia dengan program pembibitan bambu berskala masif dan berbasis desa yang akan menjadi landasan bagi industri bambu yang lestari.“NTT telah memiliki roadmap yang jelas tentang pengembangan desa Wanatani Bambu dan industri Bambu Berbasis Desa yang memastikan bambu menjadi solusi ekologi dan solusi ekonomi bagi masyarakat,” paparnya.NTT telah memiliki kampus Desa Wanatani Bambu Turetogo di Kabupaten Ngada yang menjadi center excellence bagi edukasi, riset dan inovasi tentang semua hal terkait bambu, mulai dari kultivasi hingga teknologi terapan dan industri kreatif.Arief meyakini terciptanya 200 desa Wanatani Bambu di NTT akan memiliki sumbangan besar bagi penyelamatan bumi karena mampu menyerap 20 megaton CO2 dan memulihkan 400 ribu hektare lahan kritis per tahun.“Bambu mampu memberdayakan 42 ribu KK petani dan menghidupkan berbagai jenis industri bambu,” pungkasnya.  [SEP]" "Salah Kaprah dan Konsep Ekososialisme","[CLS]   “Pembangunan besar-besaran era Presiden Jokowi tidak boleh berhenti atas nama emisi karbon atau atas nama deforestasi.” Begitu bunyi cuitan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar, dalam akun Twitter-nya.Publik patut tercengang dengan komentar Siti Nurbaya Bakar pada 3 November lalu itu. Menteri yang seyogyanya bertugas menjaga hutan dan kealamian alam malah terkesan mendukung pembangunan skala besar yang berpotensi merusak lingkungan hidup.Logika tidak lazim tentu dari seseorang yang didaulat sebagai Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Bagaimana bisa menteri yang memiliki fokus kerja melakukan pengendalian atas pencemaran-kerusakan lingkungan dan pengendalian terhadap perubahan iklim, larut dalam wacana dekonstruksi alam atas nama pembangunan?Pernyataaan itu menggambarkan seolah-olah memang sudah semestinya pembangunan harus jadi prioritas dan alam dikesampingkan. Alih-alih sebaliknya.  Destruksi kapitalisme Sang menteri lupa, kehidupan manusia bersumber dari alam. Tanpa alam manusia bisa apa? Air minum dari alam, oksigen dari alam, pangan dari alam, bahkan kalau merunut kerangka penciptaan manusia, manusia terbentuk dari rantai makanan yang bersumber dari alam. Itu semua merupakan bukti betapa penting alam dalam eksistensi kehidupan manusia. Jadi, sudah semestinya alam menjadi prioritas utama dalam proyeksi pembangunan ekonomi, bukan sebaliknya. Alam ini bukan sepenuhnya milik manusia. Hewan-hewan perlu tempat untuk hidup, tanaman butuh lahan untuk tumbuh.Ruang pikir yang terkungkung dalam fatamorgana ekonomi kapitalisme lewat visualisasi gedung-gedung menjulang dan tol panjang berjuta-juta kilometer yang tampak dalam pembangunan jor-joran era ini, ditambah keyakinan besar itu semua merupakan simbol kesejahteraan, sudah sepenuhnya salah.Kapitalisme mendorong produktivitas ekonomi tanpa batas hingga mengorbankan alam sampai habis ke akarnya merupakan ilusi kesejahteraan yang menyesatkan." "Salah Kaprah dan Konsep Ekososialisme","Mari sejenak membayangkan semesta ini tergantikan oleh beton-beton megah nan mewah. Cerobong pabrik dengan asap hitam pekat dan aspal-aspal panas yang membentang jauh terhampar dengan dalih pembangunan untuk kesejahteraan. Kita tidak bisa hidup dalam semesta seperti itu. Alam sejak dulu sudah menyediakan apa yang kita butuhkan sebelum revolusi industri mengubah perilaku manusia menjadi makin tamak.Mengejar pembangunan ekonomi tanpa mengharmonisasikan dengan alam justru hanya akan menciptakan kehancuran. Kiamat semesta tercipta karena ulah manusia itu sendiri. Seperti disampaikan Stephen Hawking dalam sebuah tulisan di The Guardian pada 2016, “mungkin dalam beberapa ratus tahun kita akan membangun koloni manusia di antara (tengah) bintang-bintang, tapi saat ini kita hanya memiliki satu planet, kita perlu bekerja sama untuk melindunginya.”Komentar ini Hawking tujukan untuk mengkritisi kerusakan lingkungan karena eksploitasi sumber daya alam besar-besaran, yang terkonsentrasi hanya pada segelintir orang. Yang secara bersamaan juga menyebabkan ketimpangan sosial ekstrem, dimana masyarakat kelas kaya dengan aset membumbung hingga jomplang dibandingkan akumulasi kepemilikan harta orang-orang miskin.Bagi Hawking, saat ini merupakan momen paling kritis umat manusia dengan tantangan paling sulit adalah bagaimana menghadapi perubahan iklim, (mengatasi berkurangnya) produksi pangan, ada kelebihan populasi, penipisan varian spesies, muncul penyakit epidemik serta pengasaman laut.Semua itu terjadi lagi-lagi karena ulah manusia yang serakah – tak terkontrol untuk terus menimbun kekayaan secara maksimal.  Ekososialisme, solusi arah pembangunanBelajar dari fenomena itu, maka kapitalisme ekonomi tanpa batas sebenarnya bukanlah kunci kesejahteran, justru pembuka jalan menuju kehancuran. Kapitalisme sarat dengan logika akumulasi untung besar (nilai tukar) hingga melupakan esensi hidup sesuai kebutuhan (nilai guna)." "Salah Kaprah dan Konsep Ekososialisme","Dampaknya, alam tak dihiraukan. Untuk itu, tipikal pembangunan ekonomi yang harmoni bersama alam adalah pembangunan yang bersandar pada ekososialisme. Ekososialisme menurut James O’connor merupakan sebuah gerakan sekaligus teori yang berupaya mendegradasi dan menggantikan logika nilai tukar menjadi nilai guna. Hingga produksi ekonomi berlandaskan hanya kepada kebutuhan sosial (bukan akumulasi rente individualisme) dengan berdasarkan persyaratan perlindungan pada lingkungan sekitar (Michael Lowy, What is Ecosocialism). Tujuan ekososialisme itu adalah membangun masyarakat sadar lingkungan dengan berpegang pada kontrol demokrasi, terwujud kesetaraan sosial, dan infiltasi prinsip kerja ekonomi berdasarkan nilai guna.Menurut Michael Lowy, secara intrinsik, rasionalitas kapitalisme yang menitikberatkan profitabilitas ekonomi dan persaingan sengit nyatanya sangat bertolak belakang dengan rasionalitas ekologis yang memperhitungkan keseimbangan alam.Ekososialisme merupakan sebuah prinsip hidup bersama antar masyarakat yang menganut nilai demokratis atas asas koeksistensi manusia dan alam. Realita pembangunanTanpa bersandar pada ekososialisme, pembangunan hanya menjadi tameng rente belaka, di mana wujud pembangunan besar-besaran “belum tentu” menyasar rakyat sebagai tujuan utama pembangunan. Faktanya, berbagai suara penolakan pembangunan di tanah-tanah adat, misal, soal Waduk Lambo di Nagekeo dan geothermal Wae Sano di Manggarai Barat, tidak mendapat respon berarti dari pemerintah (Mongabay, 16/10/21)." "Salah Kaprah dan Konsep Ekososialisme","Mengabaikan suara rakyat dalam proses pembangunan berarti menyimpan kepentingan elit dan oligarki di sana. Hingga kita selalu melihat pembangunan bersifat destruktif. Hutan terbabat habis, laut tercemar, gunung dikeruk, tanah adat tereksploitasi. Tambah lagi, proses pembangunan tanpa pelibatan publik maka tak aneh kalau banyak proyek pemerintah terbengkalai. Karena ia tak bersumber dari aspirasi dengan skema kebijakan demokratis seperti tercermin dalam pembangunan ekososialisme – yang mengharuskan peran serta rakyat-melainkan hanya investasi kapitalisme yang memuaskan kantong-kantong oligark semata.Sekalipun memang ada niat baik pemerintah guna mengejar pertumbuhan ekonomi di sana. Pertanyaannya, siapa yang lebih diuntungkan atas itung-itungan pembangunan macam itu?Data BPS mengejutkan. Angka kemiskinan per Maret 2021 masih besar, mencapai 27,54 juta orang, naik 1,12 juta orang dari 2020. Sedang pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2021, tumbuh 7,07% (Detik, 5/8/21). Ketidaksesuaian antara angka pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan harus dicermati dengan seksama. Tak lain ada yang salah dalam format pembangunan ekonomi kita. Kita harus selalu pegang kata-kata Federico Demaria, ekonom ekologi dalam tulisannya “Why Economic Growth Is Not Compatible With Environmental Sustainability.”Dia mengatakan, pertumbuhan GDP ekonomi bukanlah penentu satu-satunya ukuran kesejahteraan (hidup yang baik), karena sebenarnya, angka harapan hidup tinggi itu berasal dari wujud lingkungan sehat (angka karbon rendah) bukan dari pendapatan tinggi. Investor VS rakyat" "Salah Kaprah dan Konsep Ekososialisme","Ironi pembangunan yang membabat habis alam tengah terjadi lambat laun akan menjadi petaka bagi kita. Siapa yang paling rugi atas peristiwa itu? Tentu rakyat. Rakyat tidak lagi memiliki sungai bersih untuk sekadar berlibur, atau pantai indah tempat mereka berpiknik bersama keluarga, atau gunung sebagai tempat biasa mencari hasil hutan. Rakyat hidup dengan banjir, longsor, dan menderita berbagai penyakit saluran pernapasan.Sisi lain, para investor pembangunan yang merusak alam, hidup di tempat-tempat mewah dan bersih, plesiran ke tempat-tempat nan indah dengan panorama alam masih asri. Mereka berlibur menikmati keindahan alam dan menghirup udara segar. Mereka jauh dari hingar bingar industri dan debu debu bukit yang diruntuhkan.Paradoks nyata ini terpampang di depan mata dan kadang kita tidak menyadari. Saat alam rusak, rakyat kecil yang pertama kali merasakan dampak…  Penulis: Ahmad Nurcholis adalah master politik internasional di Universitas Shandong, China dengan fokus pada isu politik, ekonomi pembangunan, lingkungan dan hubungan internasional. Tulisan ini merupakan opini penulis. ******Foto utama:  Perusahaan yang membuka kebun sawit dan berkonflik lahan dengan masyarakat adat Laman Kinipan di Kalteng.  Hanya demi ‘pembangunan’ deforestasi dan masalah sosial muncul tak masalah? Benarkah?  Foto: Safrudin Mahendra-Save Our Borneo [SEP]" "Beleid ini Bakal Memaksa Pemilik Kapal Perikanan Patuh pada Aturan","[CLS]  Wilayah perairan laut di Indonesia sejak lama menjadi lokasi favorit bagi para pemilik kapal yang terbiasa memalsukan ukuran kapal perikanan mereka menjadi lebih rendah dibandingkan dengan ukuran aslinya. Praktik tersebut membuat Negara mengalami kerugian karena nilai pajak menjadi berkurang.Akibat praktik tersebut, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor kelautan dan perikanan nilainya tidak signifikan dari tahun ke tahun. Kondisi tersebut harus diatasi secara bersama dengan membuat terobosan yang bisa memperbaiki keadaan.Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Muhamamd Zaini menjelaskan, salah satu upaya yang telah dilakukan KKP dalam mencegah terjadinya praktik ilegal tersebut, adalah dengan menetapkan skema pungutan PNBP pasca produksi.Penetapan skema tersebut diyakini bisa menjadi solusi dalam upaya memberantas praktik pengelabuan ukuran kapal menjadi lebih rendah (mark down) yang bisa dilakukan oleh pemilik kapal-kapal perianan berukuran di Nusantara.“(Juga) mendongkrak PNBP sumber daya alam perikanan yang selama ini masih minim,” ucap dia belum lama ini di Jakarta.Dengan kata lain, melalui penetapan skema pungutan PNBP pasca produksi, celah untuk melakukan praktik kecurangan ukuran kapal perikanan akan tertutup sama sekali. Hal itu bisa terjadi, karena formulasi untuk skema pungutan tidak akan lagi menyertakan ukuran kapal.Akan tetapi, saat dilakukan penghitungan besaran pungutan PNBP Pasca Produksi, yang akan dilakukan oleh KKP adalah penekanan pada dua poin. Di antaranya adalah penghitungan indeks tarif dan nilai produksi ikan saat didaratkan di pelabuhan perikanan.baca : Penangkapan Terukur, Masa Depan Perikanan Nusantara  " "Beleid ini Bakal Memaksa Pemilik Kapal Perikanan Patuh pada Aturan","Penghitungan skema pungutan tersebut sudah diatur secara resmi dan ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan.Zaini menerangkan, sebelum PP tersebut ditetapkan, penghitungan skema pungutan PNBP pasca produksi pada sektor kelautan dan perikanan sangat dipengaruhi oleh ukuran tonase kapal. Akibatnya, banyak pemilik kapal yang melakukan kecurangan dengan mengelabui ukuran kapal yang sebenarnya.“Ini bukan hanya merugikan keuangan Negara saja, tapi juga mengacaukan penghitungan sumber daya ikan yang dimanfaatkan,” jelas dia.Meski demikian, walau sudah ditetapkan dalam bentuk PP, skema pungutan PNBP pasca produksi pada subsektor perikanan tangkap baru akan diberlakukan secara resmi pada awal 2023 mendatang. Aturan tersebut akan diterapkan secara menyeluruh di pelabuhan perikanan seluruh Indonesia.Menurut dia, saat ini hingga akhir 2022 mendatang, sistem yang berlaku dan digunakan secara resmi adalah penghitungan pra produksi yang skemanya meliput penghitungan poin tarif range gross tonnage, produktivitas kapal, harga patokan ikan, dan tonase kotor kapal.Dengan melihat skema penghitungan pra produksi tersebut, Muhammad Zaini menilai kalau skema penghitungan pasca produksi adalah cara yang tepat untuk menegakkan keadilan bagi Negara dan juga pelaku usaha perikanan.“Sebab pemilik kapal membayar tarif PNBP sesuai dengan jumlah ikan yang didaratkan dan harga ikan ketika didaratkan,” ungkap dia.baca juga : Penangkapan Terukur dan Penerapan Kuota Apakah Layak Diterapkan?  Rasa adil yang dijamin akan didapat oleh kedua belah pihak, adalah karena ada kategori persentase tarif yang terbagi menjadi dua. Pertama, adalah besaran tarif 5% dari hasil tangkapan untuk kapal penangkapan ikan berukuran maksimal 60 gros ton (GT)." "Beleid ini Bakal Memaksa Pemilik Kapal Perikanan Patuh pada Aturan","Kedua, adalah besaran tarif 10% dari hasil tangkapan ikan untuk kapal penangkapan ikan berukuran di atas 60 GT. Persentase tarif ini lebih sedikit dibanding sistem pra produksi yang menyertakan tarif PNBP 25 persen.Zaini menerangkan, penerapan skema penghitungan pasca produksi dinilai lebih baik, karena itu akan menghitung seluruh ikan yang sudah berhasil ditangkap dan kemudian didaratkan. Juga, akan dihitung berapa harga jual ikan yang berlaku pada saat tersebut.“Jadi tidak bisa lagi kira-kira. Jadi berapa jumlahnya, lakunya berapa, jenis (kapalnya) apa. Itulah yang menjadikan patokan, apakah lima persen atau sepuluh persen,” tegas dia.Penetapan PP 85/2021 menjadi langkah awal untuk memperbaiki kinerja keuangan dari KKP yang selama ini selalu tidak mencapai hasil yang memuaskan. Aturan yang menjadi dasar penerapan tarif pasca produksi itu, bisa menjadi momentum untuk meningkatkan PNBP dari subsektor perikanan tangkap.Hal tersebut diungkapkan Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak Sumber daya Alam dan Kekayaan Negara Dipisahkan Kementerian Keuangan RI Kurnia Chairi. Menurut dia, meski tumbuh positif dalam lima tahun ini, namun kontribusi PNBP perikanan hanya mencapai 1,5 persen dari rerata penerimaan sumber daya alam non migas.Detailnya, sepanjang periode 2015 hingga 2020 rerata nilai PNBP perikanan baru mencapai Rp417 miliar tahun. Angka tersebut dinilai masih jauh di bawah angka PNBP dari minerba, kehutanan, dan panas bumi yang nilainya mencapai angka triliunan rupiah setiap tahun.“Secara besaran, sumber daya alam dari perikanan ini memang yang paling kecil dibanding sumber daya alam lain dari sisi non migas,” tutur dia.perlu dibaca : Ini Tantangan Menyeimbangkan Fungsi Ekonomi dan Ekologi di Laut Nusantara  " "Beleid ini Bakal Memaksa Pemilik Kapal Perikanan Patuh pada Aturan","Di sisi lain, walau mendapat sorotan karena menjadi instansi Negara yang menyumbangkan nilai PNBP kecil, KKP terus berupaya untuk mewujudkan peningkatan PNBP melalui kebijakan perikanan terukur.Diketahui, untuk meningkatkan PNBP perikanan, KKP akan mulai menerapkan kebijakan penangkapan ikan terukur pada awal 2022. Kebijakan tersebut adalah pengendalian yang dilakukan dengan menerapkan sistem kuota (catch limit) kepada setiap pelaku usaha.Kebijakan tersebut akan memberikan batasan untuk area penangkapan ikan dan jumlah ikan dengan memberlakukan sistem kuota melalui kontrak penangkapan untuk jangka waktu tertentu, musim penangkapan ikan, dan jenis alat tangkap.Juga, memberlakukan pelabuhan perikanan sebagai tempat pendaratan/pembongkaran ikan, suplai pasar domestik, dan ekspor ikan harus dilakukan dari pelabuhan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) yang ditetapkan.Adapun, kuota penangkapan sendiri ditentukan berdasarkan kajian dari Komite Nasional Pengkajian Stok Ikan (Komnas Kajiskan) dan organisasi pengelolaan perikanan regional (RFMO). Kuota akan diberikan kepada pelaku usaha atau nelayan dengan pembagian kuota untuk nelayan tradisional, tujuan komersial, dan non komersil.Terakhir, penerapan kebijakan tersebut juga untuk menghentikan penangkapan ikan berlebihan (overfishing) yang mengancam populasi perikanan, dan sekaligus menghapus praktik penangkapan ikan secara ilegal, tidak dilaporkan, dan tak sesuai regulasi (IUUF) dan mengubahnya menjadi praktik legal, dilaporkan, dan sesuai regulasi (LRRF).baca juga : Pengawasan Terintegrasi untuk Penangkapan Ikan Terukur Mulai Awal 2022  Sebelumnya, Direktur Jenderal PSDKP KKP Adin Nurawaludin mengaku sudah menyusun strategi pengawasan saat kebijakan penangkapan terukur mulai berjalan pada awal 2022. Strategi yang sudah disiapkan itu terdiri dari empat tahapan." "Beleid ini Bakal Memaksa Pemilik Kapal Perikanan Patuh pada Aturan","Rinciannya, adalah pengawasan sejak dari sebelum kegiatan penangkapan ikan (before fishing), saat sedang melaksanakan kegiatan penangkapan ikan (while fishing), selama pendaratan hasil tangkapan ikan (during landing), dan setelah pendaratan hasil tangkapan ikan (post landing).Selain penerapan kebijakan penangkapan ikan secara terukur yang merupakan bagian dari program peningkatan PNBP dari sumber daya alam perikanan tangkap, ada dua program prioritas lain KKP yang diharapkan bisa ikut membangkitkan ekonomi dari perikanan dan kelautan.Keduanya adalah pengembangan subsektor perikanan budi daya untuk peningkatan ekspor yang didukung riset kelautan dan perikanan. Kemudian, pembangunan kampung-kampung perikanan budi daya tawar, payau, dan laut berbasis kearifan lokal.Tiga program prioritas tersebut akan berjalan dalam kurun waktu dari 2021 hingga 2023 mendatang. Khusus untuk penangkapan terukur, KKP berharap bisa mendorong peningkatan PNBP dengan cepat, karena nilai produksi perikanan laut Indonesia mencapai Rp132 triliun per tahun.Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trengono, nilai produksi sebanyak itu memberikan peluang produksi hingga melebihi 10 juta ton per tahun. Selain itu, kebijakan penangkapan terukur bisa memastikan keseimbangan antara pertumbuhan ekologi dan ekonomi.  [SEP]" "Badak Jawa dan Tumbuhan Invasif di Ujung Kulon","[CLS]   Tim Uni Konservasi Fauna [UKF], Institut Pertanian Bogor [IPB] melakukan perjalanan ilmiah [Ekspedisi Global] pada Juli 2021 di Taman Nasional Ujung Kulon. Dalam pengembaraan 18 hari, mereka menelisik Resor Karang Ranjang, Resor Cibunar, Cidaon, hingga Pulau Peucang.Ryan Albert, Divisi Konservasi Herbivora UKF mengatakan, di Resor Cibunar mereka menemukan tiga kubangan badak, yaitu kubangan permanen, semi permanen, dan temporer.“Di resor ini lengkap sekali jenis kubangannya, dari yang bisa difungsikan setiap saat hingga kubangan yang hanya ada jika musim hujan,” tuturnya dalam webinar bertema Menapaki Relung Ekologi Fauna di Ujung Barat Pulau Jawa, Sabtu [30/10/2021].Tim melakukan pemantauan kondisi ekosistem badak jawa juga. Hasilnya, di habitat satwa bercula itu, banyak ditumbuhi tumbuhan invasif yang bukan makanan badak, yaitu pohon langkap [Arenga obtusifolia] sebanyak 18,2 persen, patat [Maranta arundinacea] 10,3 persen, dan bangban [Donax canniformis] 10,3 persen.Langkap merupakan tanaman sejenis palem-paleman yang menyebar sangat cepat dan mengganggu habitat badak jawa.“Langkap adalah masalah besar, tumbuhan invasif yang mengambil alih lahan pakan badak,” kata Ryan.Baca: Javan Rhino Expedition, Memotret Badak Jawa di Habitat Terakhir  Salah satu cara mengendalikan tumbuhan invasif ini hanya dengan cara ditebang. Hal ini disampaikan Maria Febe Evnike, Hadi S. Alikodra dan Widodo S. Ramono dalam riset berjudul Pengaruh Pengendalian Langkap [Arenga obtusifolia] Terhadap Komposisi Tumbuhan Pakan Badak Jawa [Rhinoceros sondaicus], tahun 2013.“Perlu dilakukan pengelolaan pengendalian langkap yang tepat dengan metode tebang,” tulis para peneliti." "Badak Jawa dan Tumbuhan Invasif di Ujung Kulon","Penelitian yang dilakukan di Kalejetan Resort, Blok Selokan Bayun-Seuseupan, Taman Nasional Ujung Kulon, menunjukkan bahwa tebang daun merupakan cara yang paling baik untuk dilakukan. Selain itu, dengan menghilangkan semai dan pancang langkap, akan meningkatkan keragaman jumlah tanaman pakan badak jawa.“Meningkatnya jumlah kunjungan badak jawa di lokasi-lokasi tersebut diketahui terkait dengan tingkat pertumbuhan tanaman pakan.”Baca juga: Video Langka: Badak Jawa “Musofa” Asik Berkubang di Ujung Kulon  Ujung KulonM. Syamsudin, Kepala Urusan Pemanfaatan, Pengawetan, dan Pelayanan Balai Taman Nasional Ujung Kulon menuturkan, Ujung Kulon merupakan satu-satunya rumah badak jawa.“Tidak ada tempat lain di dunia ini yang menjadi habitat badak jawa, di sini satu-satunya.”Populasinya hingga Juni 2021 sekitar 75 individu. Masalah yang dikhawatirkan adalah sex ratio. Jumlah perbandingan antara jantan dan betina tidak ideal, yaitu 1 berbanding 0,8, artinya lebih banyak jantan ketimbang betina. Padahal, idealnya 1 berbanding 3.“Badak ini juga bermasalah pada perbandingan umur. Badak dewasa lebih banyak dari anakan.”Mengutip situs Taman Nasional Ujung Kulon, kawasan ini pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli Botani Jerman, F. Junghun pada 1846, ketika ia mengumpulkan tumbuhan tropis.“Bahkan, perjalanan ke Ujung Kulon ini masuk dalam jurnal ilmiah beberapa tahun kemudian,” ujarnya.Tidak banyak catatan mengenai Ujung Kulon sampai meletusnya Gunung Krakatau tahun 1883. Kedahsyatan letusan Krakatau yang menghasilkan gelombang tsunami, memporak-porandakan tidak hanya permukiman penduduk di Ujung Kulon, tetapi juga satwa liar dan vegetasi yang ada.Tahun 1921, berdasarkan rekomendasi dari Perhimpunan The Netherlands Indies Society for The Protectin of Nature, Semenanjung Ujung Kulon dan Pulau Panaitan ditetapkan oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai kawasan Suaka Alam." "Badak Jawa dan Tumbuhan Invasif di Ujung Kulon","Tahun 1937, Besluit Van Der Gouverneur, General Van Nederlandch mengubah status Suaka Alam  menjadi kawasan Suaka Margasatwa, dengan memasukkan Pulau Peucang dan Pulau Panaitan.Tahun 1958, berdasarkan SK Menteri Pertanian Nomor: 48/Um/1958 Tanggal 17 April 1958, Ujung Kulon berubah status lagi menjadi kawasan Suaka Alam dengan memasukkan kawasan perairan laut selebar 500 meter dari batas air laut surut terendah.Tahun 1967, kawasan Gunung Honje Selatan seluas 10.000 hektar yang bergandengan dengan bagian timur Semenanjung Ujung Kulon ditetapkan menjadi Cagar Alam Ujung Kulon. Pada  1979, Gunung Honje Utara seluas 9.498 ha dimasukkan ke wilayah Cagar Alam Ujung Kulon.Tahun 1992, melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 284/Kpts-II/1992 Tanggal 26 Februari 1992, Ujung Kulon ditetapkan sebagai Taman Nasional Ujung Kulon dengan luas total 122.956 ha, terdiri kawasan darat 78.619 ha dan perairan 44.337 ha.Baca juga: Perluasan Habitat, Upaya Nyata Menyelamatkan Badak Jawa dari Kepunahan  M. Syamsudin menjelaskan, pemerintah sudah membuat Strategi dan Rencana Aksi Badak Indonesia, berdasarkan Peraturan Kementerian Kehutanan Nomor: P.43/Menhut//II/2007. Rencana jangka pendek [2007-2017] konservasi badak jawa, yaitu meningkatkan populasi 20 persen, membangun populasi kedua, serta membangun suaka badak jawa.Sedangkan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Badak Jawa tahun 2019-2029 sudah sampai tahap konsultasi publik, telah dilaksanakan di Pendopo Kabupaten Pandeglang bersama Bupati Pandeglang tahun 2019.“Badak jawa diawasi pergerakannya dengan kamera jebak, sekitar 135 unit. Lokasi pemasangannya berada di jalur feeding ground, jalur defekasi, kubangan, dan areal perpindahan,” jelasnya.Dia mengatakan, selain menjaga populasi badak jawa dengan mempertahankan habitat pakan, hal penting yang patut diperhatikan adalah kekerabatan/garis keturunan." "Badak Jawa dan Tumbuhan Invasif di Ujung Kulon","Dalam dua tahun ini, 2020-2021, dari 26 sampel dalam 47 tabung yang telah diidentifikasi, diketahui ada sebanyak 17 individu badak. Berdasarkan pengamatan langsung tim Rhino Health Unit [RHU] diketahui 13 individu haplotype-1, dan 4 individu haplotype-2.”Hasil penelitian ini menunjukkan diversitas genetik populasi yang rendah.”Syamsudin menyatakan, saat ini telah dilakukan pula upaya pengkayaan pakan badak. Salah satu langkahnya adalah bekas lahan garapan dan areal garapan masyarakat yang telah ditinggalkan, dilakukan penanaman kembali.“Tentunya dengan jenis tanaman pakan badak,” ujarnya.Baca: Mengenal Tumbuhan “Alien” di Sekitar Kita  Fungsi ekologis Sunarto, Research Assosiate, ISER Universitas IndonesiaWildlife & Landscape Ecologist, Permian Global, mengatakan pentingnya menjaga keselarasan peran dan fungsi ekologis antar-spesies.Menurut dia, pendekatan single surrogate species sebagai upaya penyederhanaan perlu dilakukan. “Yang terlupakan dari single-species dan prioritisasi, alam tampak kompeks untuk dipelajari, tapi sesungguhnya sangat teratur.”Dalam bioversity, yang diperhatikan adalah genetik, individual, population, community, lalu ekosistem.“Bioversitas ini harus dijaga keseimbangannya atau keselarasannya.”Sunarto menuturkan, ancaman satwa liar saat ini terbagi menjadi tiga lapisan. Pertama, perkotaan dengan permasalahan karena kosumsi dan perdagangan. Kedua, pada wilayah penyangga, yaitu berupa ancaman karena konsumsi, perdagangan, dan konflik. Ketiga, tempat inti dalam hutan, yaitu perburuan, dan konversi habitat.“Upaya yang diperlukan untuk menjaga keselarasan dan keseimbangan ekologi, dimulai dari merubah gaya hidup personal, keluarga, hingga bisnis ke depannya.”Tindak lanjut yang bisa dimaksimalkan adalah melanjutkan eksplorasi, inovasi, dan aksi nyata [kurangi tekanan, dukung pemulihan].“Lalu nikmati alam sekitar kita dan jadikan budaya, replikasi, berbagi, juga inspirasi,” paparnya.   [SEP]" "Pohon Aren, Kolang-Kaling, dan Jasa Musang","[CLS]   Pohon aren atau enau [Arenga pinnata] dari Suku Arecaceae, adalah tumbuhan palma selain kelapa. Tanaman ini banyak memiliki manfaat, tidak hanya untuk kehidupan manusia, tapi juga untuk satwa liar dan penting bagi ekosistem lingkungan.Pohon ini umumnya berdiameter 65 sentimeter dengan tinggi bisa mencapai 25 meter. Persebarannya ada di Indonesia dan beberapa negara lain seperti Filipina, Malaysia, Laos, Kamboja, Vietnam, Myanmar, Thailand, Srilanka, dan India.Pohon aren memiliki buah yang unik, yang berada di tangkai dengan jumlah cukup banyak. Namun, jangan coba-coba untuk memakan langsung buahnya tanpa diolah secara khusus. Ini dikarenakan getah dari kulit buahnya sangat gatal.Baca: Jengkol, Tumbuhan Kaya Manfaat Asli Indonesia  Di Provinsi Aceh, pohon aren tumbuh hampir di semua kabupaten/kota yang umumnya berada dekat sungai, atau di lereng bukit pada ketinggian 500-1.200 mdpl. Bagi masyarakat, memanfaatkan pohon ini untuk diambil airnya yang berada di tangkai buah. Biasanya disebut air nira.Selain air nira yang diperoleh dengan cara menyadap melalui tangkai, masyarakat juga memanfaatkan buahnya yang dinamakan kolang-kaling. Juga, serabut hitan di batang pohon bagian atas yang dikenal dengan nama ijuk untuk dijadikan sapu.Baca: Rukam, Pohon Berduri yang Digunakan Melawan Tentara Belanda  Usman Ali, masyarakat Samar Kilang, Kecamatan Syiah Utama, Kabupaten Bener Meriah, mengatakan, selama ini masyarakat Samar Kilang juga keseluruhan masyarakat Aceh masih memanfaatkan pohon aren, untuk diambil air nira serta buahnya.“Pohon aren tumbuh subur di pinggir sungai atau lereng bukit yang banyak air. Sejauh ini, belum ada masyarakat yang membudidayakannya, karena pohon ini tumbuh sendiri,” ujarnya, akhir November 2021." "Pohon Aren, Kolang-Kaling, dan Jasa Musang","Usman Ali mengatakan, air nira yang diambil itu, lantas direbus dan diolah menjadi gula aren. Sebagian juga ada yang dijadikan manisan aren. Pohon ini sangat penting untuk ekosistem. Akarnya yang kokoh, dalam, dan tersebar bermanfaat sebagai penahan erosi tanah.“Saya lihat, bila ada pohon aren di tebing sungai maka tanahnya tidak longsor,” ungkapnya.Baca: Buah Nangka dan Cempedak, Serupa tapi Tak Sama  Erdi Surya, M, Ridhwan, Armi, Samsiar dan Jailani, pengajar di Universitas Serambi Mekkah, Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh, dalam makalah di Jurnal Bionatural 2018 berjudul “Konservasi Pohon Aren Dalam Pemanfaatan Nira Terhadap Peningkatan Ekonomi Masyarakat di Desa Padang, Kecamatan Terangun, Kabupaten Gayo Lues” menjelaskan, dengan banyaknya pemanfaatan pohon aren, jika tidak ada upaya penyelamatan, maka akan mengancam pohon tersebut.“Masyarakat banyak yang memanfaatkan aren untuk kegiatan industri rumah tangga. Tanpa upaya peremajaan, dikhawatirkan akan menyebabkan populasi aren semakin terancam,” jelas Erdi Surya dan kawan-kawan.Upaya konservasi pohon aren sangat diperlukan, mengingat banyak manfaat yang didapat. Saat ini, dengan adanya teknologi, nira aren dapat dibuat sebagai sumber biofuel.“Pemanfaatan aren yang meluas dikhawatirkan akan menyebabkan kelangkaan, mengingat umur panennya antara usia 7-12 tahun,” katanya.Baca: Kapur Barus, Pohon Kamper, dan Kejayaan Nusantara  Hasil penelitian menunjukkan, selama ini masyarakat hanya memanfaatkan pohon aren yang tumbuh alami. Sementara, penyebaran buahnya untuk kembali tumbuh hanya dilakukan oleh musang.“Bahkan, upaya penyelamatan pohon aren dengan menanam kembali selalu gagal karena pengetahuan masyarakat yang terbatas.”Dalam penelitian tersebut, Erdi juga menyarankan agar pemerintah membantu masyarakat, sehingga budidaya pohon aren bisa dilakukan." "Pohon Aren, Kolang-Kaling, dan Jasa Musang","“Hal ini penting bukan hanya membantu perekonomian masyarakat, tapi juga agar lingkungan terjaga dan meminimalisir terjadinya bencana alam,” jelasnya.   [SEP]" "Belajar dari Penanganan Satwa Masa Bencana di Sulawesi Barat","[CLS]     Ramadhani dan Herry Susanto, berboncengan menyusuri Kota Mamuju, Sulawesi Barat dengan motor bebek sambil memboyong sekarung pakan kucing. Dari belakang, tim dokter hewan menyusul. Tujuan kami hari itu, rumah megah berkelir putih, di sudut kota, yang menjadi pos relawan.“Di sana ada anjing. Katanya sakit,” kata Dani, sapaan akrab Ramadhani.Siang itu, 23 Januari lalu, Mamuju seperti biasa, panas dan bikin gerah. Kami tiba di rumah dengan keringat sekujur tubuh.Di kolong bale-bale, seekor anjing cokelat kecil berbaring lesu. Dua mata terbuka, menatap kosong. Bulu pendek halus tumbuh di sekujur tubuhnya. Belang putih membundar di moncong hitam.Ini anjing domestik betina. Karena persoalan ras, orang kerap menjuluki anjing kampung. Relawan di rumah itu tak tahu asal si anjing.Dokter yang tiba mendekati anjing, lalu mengelus. Kehadiran kami bukan ancaman baginya. Tak ada sambutan gonggongan. “Bersih sekali,” kata dokter.Dokter menghadiahkan segenggam makanan kering. Si anjing bangkit mendekat, mengendus makanan itu dan melahap habis. “Waduh, ternyata kau lapar. Ha..ha..ha..,” kata si dokter.Dia baik-baik saja dan tak perlu perawatan medis. Hanya lapar.Dani dan Herry bergabung di Tim Posko Kesehatan Hewan Mamuju. Mereka adalah relawan satwa dari Centre for Orangutan Protection (COP), organisasi berbasis di Jakarta Selatan, yang memerangi segala kejahatan terhadap orangutan dan satwa liar di Indonesia, sejak 2007.Mereka tiba 19 Januari, empat hari seyelah gempa 6,2 Magnitude merusak Kota Mamuju dan memaksa warga seantero kota mengungsi. Baca juga: Amuk Lindu di Majene [1] Posko Kesehatan Hewan buka saban hari, sejak 18 Januari 2021, di Gedung Dinas Pertanian Mamuju. Hingga sore, posko ini selalu kedatangan warga, yang membawa kucing atau sekadar mengambil pakan. Pakan juga tersedia buat ternak. Halaman gedung itu juga jadi tempat tinggal sementara bagi Dani dan Herry." "Belajar dari Penanganan Satwa Masa Bencana di Sulawesi Barat","Posko Kesehatan Hewan terbuka bagi siapapun yang datang demi piaraan dan ternak, tetapi itu tidak cukup dalam memastikan kesejahteraan hewan di Mamuju, ketika orang-orang sibuk menangani bencana.Semasa tanggap darurat bencana, hewan-hewan piaraan macam anjing dan kucing terlantar. Mereka adalah korban bencana yang tak pernah terhitung dalam angka korban gempa rilisan pemerintah.Tidak sedikit ada satwa terluka hingga mati karena terkena runtuhan. Para pengasuh meninggalkan mereka terkurung dalam rumah, sedangkan hewan-hewan tanpa pengasuh yang hidup liar di emperan kota, kesulitan mendapat makan. Toko hewan belum buka.Dani dan Herry buat memastikan pangan ini. Bergerilya mereka, saban hari hingga langit mulai gelap. “Yang pasti, mereka dapat makan yang cukup,” kata Dani.Mamuju adalah titik bencana yang kesekian kali dikunjungi Dani dan Herry sebagai relawan hewan. Dua orang itu, menembus lokasi terdampak bencana demi menyelamatkan hewan-hewan dari keterpurukan. Bagi mereka, kala bencana, kesejahteraan semua makhluk hidup harus terjamin. ***Kami memasuki sebuah perumahan kelas menengah di Kota Mamuju. Tak ada siapapun hari itu. Dani dan Herry memasuki pekarangan sebuah rumah berkelir krem. Menerawang masuk melalui jendela, seraya memanggil sesuatu di dalam, “Pus… pus….”Dua kucing belang nan cantik muncul dari balik kaca. Pengasuh kucing itu sebelumnya melapor ke Posko, bahwa meninggalkan piaraan kesayangan terkurung dalam rumah, dia keburu mengungsi di luar kota. Baca juga: Kalut Penanganan Gempa Mamuju-Majene, Mitigasi pun Minim [2] Dani menyambungkan panggilan video ke si empu rumah, meminta izin membuka jendela. Ini kali kedua mereka menyambangi rumah itu. Pengasuh kucing domestik itu adalah seorang perempuan. Lewat kamera, dia berbicara ke piaraannya dan menerima balasan meongan. Si pengasuh seperti paham apa yang disampaikan kucing-kucing manjanya." "Belajar dari Penanganan Satwa Masa Bencana di Sulawesi Barat","Dari sela teralis besi, Herry memasukkan pakan kucing. Si empu senang melihat dua kucingnya begitu lahap. Kami agak lama di rumah itu, tak ingin menganggu ‘perjumpaan’ mereka. Sang pengasuh jelas rindu ke “anak-anaknya.”Kami meninggalkan rumah itu dengan jendela terbuka. Si empu rumah sama sekali tak keberatan. “Biar kucingnya bisa keluar nanti cari makan,” kata Dani. “Besok kita cek lagi.”Kota Mamuju, adalah rumah bagi populasi kucing. Kami jarang menemukan anjing di jalan, kecuali yang terkurung dalam rumah. Sepanjang jalan, mata Dani dan Herry terus menyisir kanan kiri jalan, menembus sela bangunan roboh, kolong mobil, dan halaman-halaman rumah kosong. Kucing punya kebiasaan bersembunyi. “Kalau begini, mata mesti awas,” kata Dani.Bila satu dari kami melihat kucing, kami kompak berhenti dan Dani turun memberi mereka makan yang cukup. Segenggam atau bisa lebih. Beberapa kucing mengambil jarak awas, atau hanya terpaku menonton kami yang sedang menawarkan mereka makan. Kerja-kerja ini sungguh butuh kesabaran.Ketika matahari tepat di atas, kami sampai di satu permukiman padat, sekitar Pelabuhan Mamuju. Seekor kucing belang yang gempal sedang mengais makanan dari tempat sampah. Kami berhenti. Kucing itu urung mendekati kami. “Sini! Udah. Jangan malu-malu,” kata Dani.Di permukiman ini, kata Dani, ada sosok bapak yang suka menolong kucing-kucing terlantar di sekitar rumahnya. Kami menyambangi rumah si bapak yang jadi panti kucing. Dani ingin menitipkan pakan. Hari itu, si bapak sedang keluar. “Di sini ada banyak anakan kucing.”Depan rumah si bapak, anak kucing, seukuran genggaman orang dewasa muncul mengekori kami. Meongannya terus melengking. Dani memberi makan, Herry lekas mencari yang lain." "Belajar dari Penanganan Satwa Masa Bencana di Sulawesi Barat","Kucing ini pasti tidak sendiri. Tepat samping rumah, di antara lemari reot, seekor kucing kecil berbaring di dalam kardus air kemasan.Tengkuk penuh nanah dan dua mata lengket. Tubuh kurus. Makanan yang diberikan sama sekali tidak disentuh.Kami melesat ke posko. Kucing malang itu segera menjalani pemeriksaan medis. Dokter membersihkan luka dan melepas kulit mati di tengkuk. Dari gejalanya, kucing itu terjangkit virus calici, virus flu yang menyerang kucing dan mematikan, bernama Feline calicivirus.Dokter menyuap makanan memakai spuit dan menyuntikkan cairan ke tubuhnya. Meski terkesan lemas, meongan si kucing tidak berhenti. Setelah perawatan, kucing yang diberi nama Harbor ini sudah sembuh.  ***Ma’ruf Achsinul Fikri, sosok di balik pendirian Posko Kesehatan Hewan Mamuju, belakangan Posko Hewan juga berdiri di Majene, di Kecamatan Malunda.Sebelum gempa, Ma’ruf bertugas di Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) Simboro, Mamuju, sebagai dokter hewan. Hari pertama buka, relawan hanya Ma’ruf dan seorang lagi. Selanjutnya, relawan dari Palu, Makassar, dan COP berdatangan. Kebanyakan dari mereka adalah pencinta kucing.Ma’ruf membuka donasi melalui Persatuan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) dan melalui website galang dana. Donasi datang sungguh banyak. “Ternyata banyak mau yang bantu. Apalagi dari Makassar, Palu, Jawa.”Pasien di Posko, kata Ma’ruf, memiliki gejala umum, antara lain, nafsu makan berkurang, pencernaan terganggu, dan perubahan perilaku yang sebelumnya riang dan aktif berubah jadi pemurung dan penakut. “Umumnya, stres karena gempa. Trauma. Mungkin karena guncangan, sama suara gemuruh.”Posko kesehatan hewan, tak hanya soal bagi pakan gratis. Di sini, juga dibuka pelayanan medis. Selama berdiri, sedikitnya 141 kucing dan tiga anjing yang telah menjalani perawatan medis. Sebanyak 12 mesti operasi." "Belajar dari Penanganan Satwa Masa Bencana di Sulawesi Barat","“Terakhir ini, kena reruntuhan, kakinya harus diamputasi,” kata Ma’ruf. “Jadi, yang terdampak bukan manusia saja.” Penanganan satwa minim ketika bencanaMelihat Posko Hewan Mamuju bekerja di masa tanggap bencana, bagai melihat pementasan spektakuler tanpa sorak ramai. Mereka bekerja di bawah bayang stigma bahwa mereka antipati pada manusia yang menjadi korban bencana.“Sempat dipertanyakan posko utama di provinsi, karena saat yang lain menyelamatkan manusia, tim relawan satwa malah membuka posko untuk satwa,” kata Dani. Namun, katanya, karena manfaat luar biasa, akhirnya mereka mengerti.  Kalau melihat beberapa negara maju, upaya penyelamatan satwa saat bencana sudah jamak bahkan sudah lakukan mitigasi.Pemerintah mendata rumah pengasuh hewan yang hidup di wilayah rawan bencana. Pengasuh juga menempel stiker di depan rumah yang memuat jumlah piaraan. “Jadi ketika bencana terjadi dan pemilik rumah harus mengungsi, tim penanganan satwa akan gunakan data itu untuk pemeriksaan awal dan pemeriksaan tiap rumah sesuai stiker.”Peran satwa ketika bencana juga perlu diingat. Anjing terlatih (K9) dikerahkan menembus ancaman untuk mencari korban bencana, atau tingkah polah hewan piaraan bisa menghibur pengasuh yang sedih karena bencana.Kehilangan hewan kesayangan sama sedihnya kehilangan seorang terkasih. Hubungan manusia dan hewan, katanya, seperti kucing dan anjing, sangat masuk akal dan bukan hal berlebihan.“Saya mengenal beberapa orang yang memiliki hubungan kuat kepada kucing atau anjing piaraanya. Ketika piaraan sakit, dia akan sama paniknya ketika mendengar kerabatnya jatuh sakit.”Selain hewan peliharaan, hewan ternak macam sapi dan kambing juga menjadi pangkal ekonomi keluarga untuk pulih sehabis bencana atau jadi cadangan pangan." "Belajar dari Penanganan Satwa Masa Bencana di Sulawesi Barat","Dani berharap, penanganan bencana kelak memasukkan satwa dalam aturan tertulis hingga bisa setara dengan tim penanganan manusia. Bantuan satwa pun, katanya, bisa menjangkau daerah terpencil.“Untuk itu, ketika tim mitigasi bencana (pemerintah: BNPB, BPBD, Basarnas dan lain-lain) konsentrasi kepada penyelamatan manusia maka penanganan satwa juga semestinya berjalan bersamaan. Trauma fisik harus segera ditangani. Begitu juga kematian satwa, kalau tidak ditangani dengan cepat akan menjadi sumber penyakit baru,” kata Dani.Di Indonesia penanganan bencana bagi satwa belum ada. Untuk itu, perlu ada persiapan bagi yang punya satwa piaraan. Pemilik satwa, kata Dani, bisa menyiapkan hal terbaik, antara lain, ada akses keluar dari rumah seperti lubang keluar masuk kucing/anjing.“Juga menyiapkan kandang yang sewaktu-waktu bisa untuk mengungsi dan membuat jaringan kepemilikan satwa/komunitas hingga bisa saling membantu.” ****Foto utama: Seekor kucing sedang menjalan perawatan medis. Foto: Agus Mawan/ Mongabay Indonesia [SEP]" "Cerita Nelayan Natuna, Terjepit Antara Kapal Cantrang dan Kapal Asing","[CLS]     Nelayan tradisional Natuna menghadapi berbagai kekhawatiran dan hambatan saat melaut. Mereka tak hanya melawan badai begitu kuat di tengah laut, juga berhadapan dengan kapal asing. Belum lagi, nelayan kecil ini harus berkonflik dengan nelayan kapal cantrang asal Pulau Jawa.Adanya kebijakan yang bakal membolehkan alat tangkap cantrang khawatir makin menyulitkan kehidupan nelayan tradisional Natuna. Kebijakan itu dinilai bisa membunuh nelayan tradisional secara perlahan, demi menguntungkan pemodal besar. Nelayan Natuna mendesak agar aturan itu dihapuskan.Rahmad Wijaya, nelayan tradisional Natuna, pernah alami kejadian buruk dengan kapal cantrang. Akhir 2020, dia sedang memancing di perairan laut Natuna, berjarak 70 mil dari pinggir pantai Kabupaten Natuna, ketika melihat kapal cantrang dari kejauhan.Kapal cantrang berukuran besar itu bukan menjauh, malahan mengejarnya. “Itu kejadian akhir tahun (2020) lalu,” katanya, bercerita kepada Mongabay, belum lama ini.Rahmad tak mungkin melawan kapal cantrang itu walau melanggar aturan. Selain kalah ukuran kapal, dia juga kalah jumlah orang. “Kami hanya berdua, lebih baik lari,” katanya.Dia bilang, satu kapal cantrang kedapatan melaut di perairan Natuna hanya berjarak delapan mil dari garis pantai Pulau Kepala, Kecamatan Serasan Natuna. Mereka nyaris membakar kapal cantrang dari Pati, Jawa Tengah itu pada Desember 2020. “Ini bukti kuat kapal cantrang susah diatur,” kata Rahmad. Baca juga : Pelegalan Cantrang Jadi Bukti Negara Berpihak kepada Investor Hendri, Ketua Aliansi Nelayan Natuna, mengatakan, sejak 2016, kapal cantrang sudah sering ambil ikan di laut Natuna. “Kapal cantrang melaut tidak sesuai aturan, alat cantrang mereka juga merusak terumbu karang di laut Natuna,” katanya kepada Mongabay, akhir Januari lalu." "Cerita Nelayan Natuna, Terjepit Antara Kapal Cantrang dan Kapal Asing","Pada masa Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, penggunaan alat tangkap cantrang dipastikan merusak lingkungan. Namun masa Menteri Edi Prabowo, alat cantrang tak lagi masuk kategori merusak lingkungan.Seperti disebutkan dalam berita di Mongabay, sejak 10 Maret 2020, sebanyak 23 kapal perikanan dari Pantai Utara Jawa Tengah mulai beroperasi di sekitar laut Natuna Utara, secara administrasi masuk Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau.Kapal-kapal itu mendapatkan izin penuh dari Pemerintah Indonesia dan mereka pakai alat penangkapan ikan cantrang. Ini dikonfirmasi sendiri oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dalam hampir setiap kesempatan.Hendri bilang, kondisi itu berlangsung beberapa minggu saja, setelah itu kapal cantrang kembali ke pantura. Pasalnya, alat tangkap cantrang tidak efektif menagkap ikan pada kedalaman 50 meter.“Setelah itu mereka mencoba melobi pemerintah agar mereka bisa menangkap di laut Natuna bagian pinggir,” katanya, akhir Januari 2020.Tidak lama setelah itu, Permen KKP No 59/2020 itu terbit. Dalam aturan itu keluar kebijakan baru, penggunaan cantrang boleh dengan jarak 12 mil dari pinggir pantai. Dalam pasal lain, kapal kecil yang mempunyai ukuran 10 GT ke bawah hanya boleh melaut antara 0-4 mil. “Kapal 10 GT ke bawah adalah kapal nelayan tradisional Natuna,” kata Hendri.Sudahlah mereka kecewa kapal cantrang boleh beroperasi, tambah kacau kala nelayan tradisional di Natuna hanya boleh melaut sampai empat mil karena ukuran kapal itu. Padahal, katanya, walau nelayan di Natuna pakai kapal di bawah-10 GT, mereka melaut lebih dari 4 mil.Karakteristik laut Natuna, katanya, jarak 4 mil tak ada ikan bisa dijual, hanya ada karang berukuran besar sebagai rumah ikan hias.“Nelayan Natuna itu fishing ground-nya jarak 12-50 mil dari tepi pantai, kalau begitu aturan itu membunuh nelayan kecil,” katanya. " "Cerita Nelayan Natuna, Terjepit Antara Kapal Cantrang dan Kapal Asing"," Baca juga: Susi : Cantrang Itu, Sekali Tangkap Bisa Buang Banyak Sumber Daya IkanHendri mengatakan, pemerintah bikin aturan tidak ada upaya survei ke lapangan seperti ke laut Natuna. Peraturan, katanya, hanya dibuat di atas meja, tanpa menimbang karakteristik laut suatu daerah dan melibatkan nelayan.“Kalau di Jawa memang di pinggir laut banyak ikan, tetapi tidak untuk di Natuna,” katanya.Senada dengan Hendri, Sekjen Koalisi Rakyat untuk Perikanan (Kiara) Susan Herawati mengatakan, penelitian penggunaan cantrang sudah final dimasa Susi Pudjiastuti, hingga alat tangkap itu dilarang. “Aturan pemerintah lucu, beda menteri beda kebijakan, beda menteri beda kepentingan.”Pemerintah, katanya, tidak konsisten dalam merumuskan aturan alat tangkap. Dia melihat, kebijakan dibuat berdasarkan kepentingan tertentu. “Ini yang terus kami awasi,” katanya.Selama ini, KKP terlihat tidak memahami dan tidak mengerti maritim Indonesia, termasuk bagaimana perbedaan karakteristik laut Natuna dan laut Jawa. “Indonesia ini beragam, aturan seperti itu tidak bisa disamaratakan setiap daerah.”Apalagi dalam beberapa kebijakan, jarang sekali pemerintah melibatkan nelayan tradisional. Susan mengatakan, nelayan tradisional rentan jadi korban, karena mereka tidak memiliki biaya besar untuk mobilisasi massa.Tidak hanya di Kepulauan Riau, penolakan cantrang juga terjadi di Sumatera Utara, Jawa Tengah, Pulau Pari, Angke, kemudian bagian timur Indonesia. “Memang sebagian daerah sudah banyak cantrang, tetapi sebenarnya nelayan tradisional mereka menolak,” kata Susan.Dia bilang, ada beberapa daerah di Kalimantan dan Sulawesi Selatan nelayan cantrang tidak berani melaut. Di daerah itu kalau ditemukan cantrang mereka berani membakar kapal itu. “Jika mobilisasi awal kapal cantrang untuk menjaga laut Cina Selatan, itu alasan yang bodoh, kemana aparat negara, itu kan lucu, kenapa nelayan yang harus turun tangan,” kata Susan.  " "Cerita Nelayan Natuna, Terjepit Antara Kapal Cantrang dan Kapal Asing","Protes ke JakartaBeberapa perwakilan nelayan di Kepulauan Riau berjuang menemui menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono di Jakarta. Meskipun menemui banyak rintangan akhirnya menteri menunda Permen KKP 59 soal memperpanjang izin kapal cantrang melaut di Natuna.Hendri menceritakan, nelayan Kepri ke Jakarta awalnya bertemu dengan PLT Dirjen Tangkap KKP Muhammad Zaini. Pada paparan Dirjen KKP, dia meyakini akan mengakomodir tuntutan nelayan Kepulauan Riau.Namun, katanya, pada beberapa sesi paparan Zaini malahan menjelaskan kapal cantrang boleh karena akan diubah jadi alat tangkap yang ramah lingkungan. “Dari situ kami melihat Pak Dirjen setengah hati, beliau masih menginginkan cantrang sebagai alat tangkap ramah lingkungan, kawan-kawan nelayan tidak puas dengan pertemuan itu,” kata Hendri.Setelah itu, nelayan terpaksa membatalkan tiket kepulangan dan mencoba bertemu menteri keesokan hari. Setelah itu Hendri, dan nelayan lain akhirnya bertemu dengan Menteri KKP.Menteri KKP baru itu mengakomodir tuntutan nelayan dengan pernyataan tidak setuju penggunaan alat tangkap kapal cantrang dan sepakat kajian mendalam Permen 59. “Hasil pertemuan ini menteri sepakat dengan kami, keberlanjutan sumberdaya yang harus diperhatikan, begitu kata menteri.”Awal Februari 2021, Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono menunda izin perpanjangan kapal cantrang. Penundaan itu dinilai nelayan Kepri upaya keseriusan menteri. Harapan mereka, tidak hanya ditunda namun dibatalkan sama sekali.“Karena kalau ditunda artinya beberapa bulan ke depan juga mungkin melihat situasi kondisi bisa dilakukan kembali. Kami minta dibatalkan karena kajian dan pengalaman kami tidak ada cantrang ramah lingkungan.”Hendri mengatakan, pemerintah tidak akan sanggup mengawasi kapal cantrang yang berjumlah ribuan itu. Nelayan Natuna, katanya, akan mengawasi kebijakan ini." "Cerita Nelayan Natuna, Terjepit Antara Kapal Cantrang dan Kapal Asing","Hendri bilang, saat ini penundaan baru soal cantrang, belum lagi tuntutan nelayan tentang zonasi kapal di bawah 10 GT yang hanya boleh melaut 4 mil.Susan menilai, penundaan itu hanya pencitraan. Dia khawatir terjadi lobi antara pengusaha kapal cantrang dan pemerintah. “Kalau memang itikad baik harusnya Menteri KKP mencabut. Artinya kalau ditunda masih terdapat ruang negosiasi yang akan dibuka suatu waktu.”  “Konvoi” kapal asing di laut NatunaNelayan trandisional di Natuna, tak hanya hadapi persoalan dengan nelayan cantrang, di laut lepas, mereka berhadapan dengan kapal-kapal asing. Mereka dihantui kapal asing yang makin merajalela. Bahkan, nelayan tidak menemukan satu atau dua kapal, tetapi dalam jumlah banyak atau istilah mereka “berkonvoi. ”Dedi Saleh, nelayan Natuna sering menemukan kapal asing di tengah laut. Bahkan tidak jarang Dedi terjebak konflik di tengah laut bersama kapal ikan asing. “Kalau sama saya mereka, saya lawan, saya mengerti peta,” katanya, bercerita beberapa waktu lalu.Dedi merupakan nelayan yang memiliki ukuran kapal terbesar di Natuna, kapalnya berukuran 10 GT dengan rata-rata jarak tempuh melaut 170 mil-200 mil. “Setiap saya ke luar pasti bertemu kapal asing, di jarak 80 mil dari pantai sudah bertemu,” katanya.Bahkan, beberapa bulan lalu Dedi masih menemukan kapal asing konvoi di perairan Natuna. Mereka melaut dengan alat tangkap troll, pakai sistem gandengan atau pasangan, sekitar delapan pasang, artinya 19 kapal.Dia sudah bosan melaporkan kejadian ini ke aparat di Indonesia. Saat ini, yang bisa dia lakukan hanya mengabadikan kapal asing itu melalui telepon genggam untuk dilaporkan ke teman yang lain lalu pindah titik melaut.Tidak hanya Dedi, Endang Firdaus, nelayan Natuna yang sudah melaut puluhan tahun ini juga sering menemukan kapal asing. Bahkan, beberapa bulan lalu dia berpapasan dengan kapal asing pada jarak 30 mil dari Pulau Laut Natuna." "Cerita Nelayan Natuna, Terjepit Antara Kapal Cantrang dan Kapal Asing","“Saya terpaksa menghindar, karena kapal mereka besar dengan jumlah banyak,” katanya, belum lama ini.Nelayan tradisional Natuna, katanya, rata-rata sudah mengetahui ciri-ciri kapal asing itu mulai dari nomor hingga jenis kapal. “Saya sering melihat kapal asing, ketika berlabuh di pulau lain, itu nampak jelas kapal asing sedang menarik troll mereka di laut.”Ketika berpapasan dengan kapal asing, tidak jarang pompong kapal nelayan tradisional Natuna dikejar. Nelayan lolos, karena kapal pompong mereka lebih cepat.Rahmad, dan Endang juga sering menemukan kapal asing itu tidak sendirian, tetapi mencuri ikan di tengah laut Natuna secara berjamaah. “Terakhir pernah saya lihat lima pasang kapal asing beriringan, artinya 10 kapal.”Endang juga mengatakan, kapal asing yang mengambil ikan melihat kondisi cuaca. Kalau cuaca ekstrem, kapal asing biasa berani mendekat ke pinggir laut Natuna. Pada masa cuaca buruk, katanya, biasa patroli aparat berkurang. “Kalau cuaca mulai membaik, mereka kembali menjauh di daerah perbatasan,” kata Endang.Kerusakan karang di laut Natuna dirasakan langsung oleh Endang. Beberapa kali karang yang sudah dia tandai menjadi tempat bersarang ikan hancur hanya hitung hari. “Itu jelas kapal asing yang merusak.”Tidak hanya kapal asing dari Vietnam, kapal asing dari Tiongkok juga sering ambil ikan di Natuna. Kapal itu, katanya, berani menggunakan bendera negara sendiri ketika melaut di laut Natuna. “Kalau kita ketemu kapal asing, lebih baik kami cari tempat lain untuk melaut,” kata Endang.Pria asli Kabupaten Natuna ini juga bilang, ketika masa Menteri Susi Pudjiastuti kapal asing tidak seberani sekarang masuk ke laut Natuna.Hasil melaut Endang pun kini makin berkurang. Sebelumnya, hasil tangkapan ikan bisa sampai 700 kg lebih satu kali melaut, sekarang paling hanya 400 kg. “Karena karang yang menjadi areal tempat kita memancing, habis dirusak sama troll kapal asing.”" "Cerita Nelayan Natuna, Terjepit Antara Kapal Cantrang dan Kapal Asing","Kondisi tambah berat, kata Endang, saat ada aturan yang membolehkan kapal cantrang melaut di Natuna. Padahal, katanya, alat tangkap itu dilarang pada masa Menteri Susi Pudjiastuti, karena terbukti merusak lingkungan bawah laut.  Hendri bilang, betapa berat masalah yang dihadapi nelayan trandisional Natuna. Selain bermasalah di pinggir laut, juga harus melawan kapal asing di laut lepas.Hampir setiap saat, katanya, nelayan tradisional menemukan kapal asing di laut Natuna. “Kapal asing sepertinya tidak takut lagi melaut di Natuna.”Susan mengatakan, kapal asing masuk di laut Natuna diperparah oleh UU Cipta Kerja. Sebelumnya, kapal asing tegas tidak boleh melaut di perairan Indonesia, dalam UU Cipta Kerja itu jadi lebih longgar.Lewat UU Cipta Kerja, ada perubahan UU 31/2004 tentang Perikanan juncto UU Nomor 45/2009, Pasal 27 UU Cipta Kerja, kapal ikan berbendera asing yang menangkap ikan di zona ekonomi eksklusif Indonesia wajib memiliki perizinan berusaha dari pemerintah pusat.Dalam pasal itu, katanya, juga menghapuskan ketentuan UU Perikanan yang mewajibkan kapal perikanan berbendera asing yang menangkap ikan di ZEE gunakan anak buah kapal (ABK) WNI paling sedikit 70% dari ABK.“Belum saja turunan itu selesai, kapal asing sudah banyak melaut di perairan kita, apalagi di legalkan nanti,” katanya.Saat ini, kata Susan, Indonesia menjadi bancakan banyak negara, lebih parah lagi pemerintah melegalkan aturan itu melalui UU Cipta Kerja.Susan mengatakan, ada beberapa solusi yang bisa dilakukan pemerintah, pertama, pemerintah harus memanfaatkan nelayan tradisional, tidak lagi meminta bantuan kapal asing untuk industrial perikanan. Pemerintah, katanya, harus memperbaiki skema industri perikanan dan laut." "Cerita Nelayan Natuna, Terjepit Antara Kapal Cantrang dan Kapal Asing","Kedua, pemerintah harus berhenti jadikan laut bancakan politik. “Apalagi kita sadar kebutuhan politik 2024, sistem bobrok politik kita juga harus diubah, alat tangkap sejak zaman Soeharto sudah dipermasalahkan, sekarang juga, ini adalah kemunduran,” katanya.  ****Foto utama: Ilustrasi nelayan tradisional. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia  [SEP]" "Krisis Kebudayaan atau Krisis Lingkungan?","[CLS]  Tulisan ini adalah sebuh refleksi lingkungan dari perspektif budaya dalam memperingati Hari Keanekaragaman Hayati pada tanggal 22 Mei. Peringatan Hari Keanekaragaman Hayati yang dimulai 29 Desember 1993, yang kemudian peringatannya berubah menjadi setiap tanggal 22 Mei sejak tahun 2001. Indonesia merupakan negeri yang beragam. Baik alam maupun manusianya. Tiga kekayaan yang membuat alam Indonesia menjadi ruang hidup beragam flora, fauna, dan manusia. Air, sinar matahari, dan gunung berapi semua menjadi perpaduan tanah dan air yang subur; menyediakan rantai makanan bagi segenap makhluk.Saat ini tercatat sekitar 300 kelompok etnik atau 1.340 kelompok suku bangsa, yang hidup bersama dengan lebih dari 8.000 spesies flora, dan 2.215 spesies fauna.Hebatnya, selama belasan abad, keberagaman tersebut terjaga. Manusia dengan alam hidup harmonis. Hubungan itu akhirnya melahirkan beragam budaya. Mulai bahasa, pakaian, sastra lisan, rumah, upacara adat, kuliner, obat-obatan, senjata, tari, kepercayaan, hingga alat musik.Dengan kata lain hidup di Indonesia dipastikan akan sehat, sejahtera, dan aman.Satu-satunya ancaman adalah bencana alam yang bukan disebabkan ulah manusia seperti gempa bumi, tsunami, badai, dan gunung meletus. Terkait ancaman ini, leluhur manusia Indonesia belajar beradaptasi. Mereka cenderung tidak mengubah alam dan percaya alam yang menciptakan bencana dan alam yang mengatasinya.Misalnya tidak merusak mangrove di pesisir, tidak merusak hutan di sekitar gunung, pun tidak merusak sungai, danau, rawa dan lainnya.Keberadaan alam seperti mangrove, hutan, sungai, danau, rawa, tersebut dapat menjadi pelindung bagi manusia dari ancaman sapuan ombak tsunami, hujan debu, hujan batuan, aliran lava dari gunung berapi yang meletus, dan ancaman longsor, pencairan tanah akibat gempa bumi.Baca: Ketika Bumi “Memaksa” Umat Manusia Berpuasa  " "Krisis Kebudayaan atau Krisis Lingkungan?","Secara daya adaptasi maka salah satu kecerdasan manusia Indonesia yakni membuat rumah panggung, perahu, dan memilih permukiman di tepian air. Rumah panggung dapat dibuat tanpa mengubah bentang alam, baik di kemiringan dataran tinggi, lembah, dataran rendah dan pesisir. Sementara perahu merupakan alat transportasi yang dapat digunakan di sungai, danau, rawa, dan laut.Menempatkan permukiman di tepian air, baik sungai, danau, rawa atau laut, selain cepat mendapatkan sumber air bersih, pangan [ikan-ikan], juga membuat hubungan antarkampung mudah diakses, serta tidak perlu membuka banyak hutan guna membuat perkampungan. Rumah-rumah dibangun memanjang mengikuti aliran sungai, danau, rawa dan pesisir.Tujuan relasi harmonis manusia dengan alam, tentunya agar semua makhluk “selamat”, seperti yang dikatakan Sri Jayanasa, Raja Sriwijaya, dalam Prasasti Talang Tuwo (684M); terjemahan bebasnya:“Semoga yang ditanam di sini, pohon kelapa, pinang, aren, sagu, dan bermacam-macam pohon, buahnya dapat dimakan, demikian pula bambu haur, waluh, dan pattum, dan sebagainya; dan semoga juga tanaman-tanaman lainnya dengan bendungan-bendungan dan kolam-kolamnya, dan semua amal yang saya berikan, dapat digunakan untuk kebaikan semua makhluk, yang dapat pindah tempat dan yang tidak, dan bagi mereka menjadi jalan terbaik untuk mendapatkan kebahagiaan.”Baca: Menanam Pohon, Membangun Peradaban Manusia  ***Sebagian besar kita sudah paham, jika berbagai aktivitas manusia pada hari ini, mulai dari pertanian, peternakan, perkebunan, energi, infrastruktur, transportasi, telah mengancam keanekaragaman hayati bumi, yang tentu saja selanjutnya menimbulkan risiko bencana bagi manusia, mulai dari perubahan iklim, krisis pangan, kekeringan, banjir, hingga wabah penyakit." "Krisis Kebudayaan atau Krisis Lingkungan?","Para akademisi atau pegiat budaya di Indonesia dalam beberapa puluh tahun terakhir menyebutkan atau menggambarkan Indonesia tengah mengalami krisis kebudayaan, jika dilihat dari karakter manusianya.Generasi muda, yang adalah penerus bangsa, dinilai telah amat dipengaruhi arus globalisasi, sehingga mereka gandrung akan budaya asing, hidup instan, dan kehilangan adat istiadat.Riris K. Toha Sarumpaet, Guru Besar Sastra dari Universitas Indonesia dalam peluncuran Buku Krisis Budaya dan Bedah Buku Manusia Indonesia di Yayasan Obor Indonesia pada April 2016 menyinggung tentang pentingnya pendidikan karakter sejak usia dini, khususnya untuk mengelola arus globalisasi.Pertanyaannya, apakah hanya generasi muda yang bermasalah?Faktanya, hari ini banyak tindakan atau perilaku orang dewasa yang membuat kita terkejut atau temenung. Misalnya banyak koruptor yang latar belakangnya memiliki pendidikan dan profesi terhormat. Korupsi pun tidak pandang bulu, menghinggapi pejabat tinggi, aparat hingga menteri sekali pun.Jauh sebelum reformasi, Mochtar Lubis [1922-2004], seorang budayawan, sastrawan dan jurnalis, di Taman Ismail Marzuki [TIM] Jakarta, 6 April 1976, menyampaikan pidato kebudayaan yang berjudul “Manusia Indonesia”. Teks pidato ini kemudian diterbitkan dalam buku dengan judul yang sama.Mochtar menyebutkan enam ciri-ciri manusia Indonesia. Pertama, munafik atau hipokrit. Kedua, enggan atau segan bertanggung jawab atas perbuatannya. Ketiga, feodal. Keempat, percaya takhayul. Kelima, artisitik [seni]. Keenam, berkarakter lemah.Otokritik Mochtar Lubis tersebut tentu saja membuat “telinga” banyak orang Indonesia—terutama kaum intelektual, politisi, seniman, pejabat negara— seakan terbakar.Terlepas banyaknya kritik dan yang menolak pandangan tersebut, subjektivitas pendiri Kantor Berita ANTARA, itu menurut saya sebagai pertanda [pada saat itu] ada persoalan pada manusia Indonesia." "Krisis Kebudayaan atau Krisis Lingkungan?","Hari ini, kita mungkin bersentuhan atau berhadapan dengan manusia yang karakternya digambarkan Mochtar Lubis sekian puluh tahun lalu tersebut. Berbagai bentuk kekerasan, baik fisik maupun psikis, atas nama hukum, kepercayaan, harga diri, hampir setiap hari kita rasakan atau saksikan.Baca juga: Merdeka! Kita Butuh Air dan Tanah yang Subur  ***Saya masih percaya, di masa lalu bangsa Indonesia adalah manusia yang berbudi luhur; terbuka, egaliter, dan berke-Tuhan-an. Karakter tersebut terbangun dari hubungan harmonis manusia dengan makhluk hidup lainnya. Mereka tahu jika dunia ini bukan hanya untuk manusia. Dan manusia hidup sangat bergantung dengan makhluk hidup lainnya.Lalu, mengapa banyak manusia Indonesia pada saat ini berubah menjadi buruk, seperti yang digambarkan Mochtar Lubis? Menurut saya karena telah kehilangan “guru sejatinya”. Guru itu adalah alam. Seperti falsafah masyarakat Minangkabau, “Alam takambang jadi guru”.Guru yang kita sebut sebagai keanekaragaman hayati tersebut mulai hilang satu per satu. Hutan yang dulunya rumah bagi ribuan flora dan fauna, berubah menjadi perkebunan monokultur, dipenuhi lubang eks pertambangan, atau menjadi ruang berbagai infrastruktur.Manusia yang munafik, tidak bertanggung jawab, berkarakter lemah, atau feodal, tentu saja tidak bisa hidup dengan makhluk hidup lainnya. Dengan kata lain, jika manusia belajar dari alam, maka dia akan memiliki karakter yang kuat, jujur, dan egaliter.Matahari terbit pagi hari dan terbenam di sore hari; sebatang pohon ara tidak akan mempersoalkan pohon medang tumbuh di dekat dirinya; kijang betina terus mencari makan dan beranak meskipun setiap saat harimau mengincarnya; gajah yang besar dan gagah tidak akan memakan binatang lain; harimau jantan yang gagah, sadar pada waktunya dia akan tersingkirkan dan mati dalam kesendirian." "Krisis Kebudayaan atau Krisis Lingkungan?","Saya percaya, jika alam dan keragaman hayati masih terjaga -arus globalisasi yang sebenarnya sudah berlangsung sejak belasan abad lalu- manusia Indonesia akan tetap memiliki karakter luhur.Bahkan berbagai suku bangsa yang datang ke bumi Nusantara akan “membaur” dengan budaya setempat. Mereka menjalankan falsafah, “di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung”.Terakhir, dari gambaran sederhana di atas, saya ingin mengatakan jika memang terjadi krisis kebudayaan di Indonesia, sesungguhnya semua bermula dari krisis lingkungan.Dengan kata lain, kita harus lebih kritis atas kehadiran berbagai investasi terkait kekayaan alam, dibandingkan kegilaan generasi muda terhadap Lady Gaga atau Bruno Mars & Anderson.Selamatkan keanekaragaman hayati, maka kebudayaan Indonesia terjaga. * Taufik Wijaya, jurnalis, penyair dan pekerja seni di komunitas Teater Potlot. Menetap di Palembang, Sumatera Selatan. Tulisan ini opini penulis.   [SEP]" "Mereka yang Berwirausaha sambil Kampanye Peduli Lingkungan","[CLS]    Dunia sedang menghadapi krisis iklim. Perlu kesadaran iklim maupun lingkungan hidup termasuk dalam berusaha atau berwirausaha. Bahkan, berbisnis atau berwirausaha pun bisa jadi sarana kampanye maupun edukasi kepedulian terhadap lingkungan hidup. Seperti apa?Atikah Risyad, pendiri Famili Agrowisata Mahakarya (FAM) Lintau dan Dangau Baraja Sumatera Barat bercerita cara kampanye peduli lingkungan di daerahnya. Kampanye dengan menjalankan wirausaha sosial untuk menginisiasi gerakan cinta bumi , peduli lingkungan melalui FAM Lintau dan Dangau Baraja.Satu contoh, kerajinan tangan mansiang khas Sumbar jadi tas belanja ramah lingkungan. Mereka juga mengedukasi masyarakat termasuk anak-anak untuk peduli lingkungan melalui kegiatan belajar.Program FAM, katanya, antara lain menciptakan rumah belajar berbasis kearifan lokal, ciptakan toko produk lokal, sediakan paket wisata edukasi serta pelatihan maupun menerapkan konsep homstay di rumah masyarakat.“Paradigma from ego to eco harus mulai dari diri sendiri, mulai dari hal-hal kecil dari sekarang. Intinya, perubahan tingkah laku ramah lingkungan adalah sebuah proses,” katanya.Untuk mulai dari hal kecil, katanya, bisa dengan menerapkan prinsip refuse, reduce, reuse, recycle, dan rot. Refuse, dengan menolak dan menghindari pemakaian bahan yang gunakan plastik serta memilih bahan lebih alami. “Bahan plastik yang terbuang tidak terurai seperti pada bahan alami.”Reduce yakni kurangi pemakaian, seperti membawa kantong sendiri saat belanja di toko atau supermarket, baik terbuat dari kardus atau plastik. Kalaupun tidak tersedia dan barang belanjaan masih bisa dengan tangan, katanya, bawalah dengan tangan. “Jangan minta kantong plastik.:Dia juga sarankan, agar tidak membeli barang dalam kemasan plastik kecil kalau benar-benar tak mendesak. Karena kemasan kecil,katanya, memproduksi sampah lebih banyak.  " "Mereka yang Berwirausaha sambil Kampanye Peduli Lingkungan","Reuse atau guna ulang, katanya, dengan cara mamanfaatkan barang bekas pakai menjadi kerajinan dan berfungsi untuk hal lain. “Membawa botol minum sendiri yang bisa diisi ulang, dibandingkan membeli kemasan air sekali pakai.,” katanya.Kemudian, recycle atau daur ulang. Barang-barang seperti ember rusak menjadi tempat sampah/pot tanaman, kemasan botol air menjadi tempat detergen. “Kaos bekas menjadi keset atau pel, dan lain-lain.”Rot atau komposting, katanya, dengan cara pisahkan sampah sesuai jenis organik atau anorganik. Sampah organik seperti sisa makanan, sayuran, buah-buahan, dan lain-lain bisa buat pupuk kompos.Yune Angel, Co-Founder Papua Paradise Center mengatakan, Indonesia akan mencetak generasi emas yang berkarakter dan cinta lingkungan ketika pendidikan karakter dan pendidikan ekoedukasi diterapkan sejak dini. Papua Paradise Center, berupaya hadirkan pendidikan karakter dan ekoedukasi ini.Ekoedukasi menjadi kurikulum terpenting dan mendasar yang terpisah dari kurikulum lain. Artinya. menjadi fokus dan perhatian khusus yang kemudian diterapkan kontinyu pada anak usia dini.Pendidikan karakter dan ekoedukasi, katanya, merupakan pendidikan penting bagi anak usia dini. Hal ini membuktikan, katanya, pendidikan semata-mata bukan hanya tanggung jawab seorang guru atau  yang berlatarbelakang pendidikan, juga tanggung jawab lintas profesi.Gede Praja Mahardika, pendiri Yayasan Sahabat Bumi Bali mengatakan, bertani secara alami bisa jadi usaha yang bisa menciptakan kemandirian pangan sekaligus baik bagi bumi .Masa pandemi, katanya, banyak memunculkan kesadaran baru bagi pemuda mengenai sistem ekonomi yang tampak digdaya ternyata begitu rapuh dan goyah dalam waktu singkat berhadapan dengan corona.Mereka yang tinggal di kota terhenyak ketika pekerjaan terhenti, perputaran uang tak selancar waktu lalu, pasokan pangan keluarga juga mulai menipis." "Mereka yang Berwirausaha sambil Kampanye Peduli Lingkungan","“Mari belajar bersama dengan cara sederhana. Dengan memanfaatkan telajakan rumah terutama yang tinggal di kota untuk memulai membuat lumbung pangan keluarga, mengelola sampah organik dengan cara sederhana, buat kompos.”  Bisa juga bikin lubang biopori, yang juga banyak manfaat seperti mencegah banjir, dan memperbaiki air tanah.Putri Lisya Anggraini, pendiri Ecosociopreneur Indonesia mengatakan, menjalankan bisnis tak melulu bicara profit, juga benefit bagi lingkungan dan masyarakat. Salah satu cara agar itu bisa terwujud, katanya, dengan jadi ecosociopreneur.“Menjadi ecosociopreneur suatu upaya mendukung pembangunan berkelanjutan. Seorang ecosociopreneur tidak hanya mencari profit juga benefit bagi lingkungan dan masyarakat sekitar,” katanya dalam webinar baru-baru ini.Dia mengatakan, krisis ekologi merupakan ancaman tersendiri bagi biodiversitas. Pemicu krisis iklim antara lain kurang tepatnya kebijakan, jenis invansi asing, eksploitasi berlebih, perubahan iklim, kerusakan habitat dan pencemaran lingkungan.“Biodiversitas sangat penting karena mengadung nilai ekologis, nilai ekonomi dan nilai sosial budaya,” katanya.Bernilai ekologis, katanya, karena biodiversitas merupakan paru-paru dunia, mampu menjaga keseimbangan suhu, menjaga kelembapan udara, mencegah krisis iklim, sumber energi, maupun sumber plasma nutfah. Sedang nilai ekonomi, katanya, karena jadi sumber makanan, obat obatan, bahan baku industri, bahan bangunan dan perabotan, tanaman hias dan lain.Untuk nilai sosial budaya, dengan tetap memperhatikan ekosistem, maka biodiversitas dapat jadi laboratorium penelitian dan pendidikan serta jadi tempat rekreasi alamiah. Untuk mewujudkan itu, katanya, perlu pembangunan berkelanjutan. *****Foto utama: Sedotan bambu, pengganti sedotan plastik agar lebih ramah alam. Foto: Youtube FAM [SEP]" "Warga Wae Sano Minta Hentikan Rekayasa Atas Sikap Penolakan Pembangunan Geothermal","[CLS]  Warga Desa Wae Sano, Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menegaskan kembali penolakan atas rencana penambangan panas bumi di ruang hidup mereka.Dalam konferensi pers secara daring, Kamis (28/10/2021) warga dari Kampung Lempe dan Nunag kembali menegaskan bahwa penolakan warga telah dilakukan sejak tahun 2018.Yosep Erwin, warga Kampung Nunang menegaskan apa yang selama ini mereka suarakan sejak 2018 merupakan suara warga meskipun ada beberapa lembaga yang mendampingi mereka.“Suara penolakan berasal dari masyarakat bukan direkayasa. Itu murni suara masyarakat bukan rekayasa dari siapapun,” tegas Yosep saat dihubungi Mongabay Indonesia,Jumat (29/10/2021).Yosep menyebutkan pemerintah selama ini tidak mendengar penolakan warga dan tetap memakasa menandatangani MoU. Dia mengakui tetap menolak dan selama ini tetap berjuang agar Geothermal jangan dibangun di ruang hidup warga Wae Sano.“Pemda Manggarai Barat sedang menjebak pemerintah pusat seakan-akan masyarakat sudah menerima pembangunan ini. Pemerintah terkesan masa bodoh dengan suara penolakan warga,” ujarnya.Yosep tegaskan kembali, sedari awal warga sudah menyuarakan bahwa titik eskplorasi berada di dalam ruang hidup mereka. Ada kampung, rumah, kebun air, dan tugu persembahan atau Compang (Bahasa Manggarai) dimana manusia menjalin relasi vertikal dan horisontal.“Bila ruang hidup ini rusak maka makna hidup manusia sebagai sebuah komunitas akan hancur,” ucapnya.baca : Warga Tetap Menolak Proyek Geothermal Wae Sano, Kenapa?  Warga Tetap MenolakWarga Kampung Lempe sekaligus pemilik lahan di lokasi pembangunan, Eduardus Watumedang mengatakan dirinya tidak mengerti mengenai rekomendasi bahwa warga sudah setuju pembangunan geothermal." "Warga Wae Sano Minta Hentikan Rekayasa Atas Sikap Penolakan Pembangunan Geothermal","Eduardus menegaskan, warga belum didatangi tim dari manapun yang menyampaikan bahwa sudah ada persetujuan warga. Ia mengakui, memang ada yang mendatangi rumahnya dan menanyakan keabsahan nama dan tandatangan penolakan.Ia pun membenarkan bahwa dirinya memang sejak awal menolak dan menandatangani surat penolakan tersebut. Menurutnya, pembangunan geothermal sangat mengganggu ruang hidup warga, bukan mengganggu kenyamanan pemilik lahan.Sementara itu, Frans Napang, warga Lempe lainnya menyesalkan adanya rekomendasi Uskup Ruteng dan tidak mengetahui kapan pihak keuskupan datang ke kampung Lempe dan melakukan sosialisasi pembangunan proyek geothermal.Frans mengaku tetap menolak rencana pembangunan geothermal dan dirinya berceritera tentang kegiatan pembangunan gedung gereja.Ia sebutkan, saat penggalian tanah, alat berat saat menggali hingga kedalaman hampir 8 meter, ada gas beracun yang keluar dari dalam tanah dan sangat berbau sehingga tanah ditutup kembali dan ditimbun dengan batu.“Waktu sosialisasi dari pihak perusahaan geothermak dikatakan tidak ada dampak bagi masyarakat dan ramah lingkungan?, Saya bertanya apakah alat berat tidak merusak hutan, kampung kami?,” ucapnya.baca juga : Ruang Hidup Orang Wae Sano Terancam Proyek Panas Bumi  Dalam rilis yang diterima Mongabay Indonesia, warga menyampaikan, penegasan penolakan ini dilakukan untuk merespon upaya paksa dari pemerintah dan perusahaan yang tetap melanjutkan proses proyek ini, di tengah derasnya arus penolakan warga.Yang terbaru, misalnya, pada 28 September 2021 lalu, Komite Bersama dan Pemerintah Daerah Manggarai Barat menandatangani nota kesepahaman pengembangan panas bumi Wae Sano di Jakarta." "Warga Wae Sano Minta Hentikan Rekayasa Atas Sikap Penolakan Pembangunan Geothermal","Selain penandatanganan MoU, dalam acara tersebut juga turut ditandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) Pengadaan Tanah untuk Area Eksplorasi (Pengeboran Eksplorasi) pada Wilayah Terbuka Wae Sano antara PT Geo Dipa Energi (Persero) dengan Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat.“Upaya paksa dari Pemerintah ini juga tampak dipicu oleh surat rekomendasi dari Keuskupan Ruteng kepada Presiden Jokowi pada tanggal 29 Mei 2021, yang memberi lampu hijau kelanjutan proses proyek panas bumi, secara khusus di Wellpad A Kampung Lempe,” sebut Frans.Frans menjelaskan, sekitar sebulan setelah itu, Rabu 20 Oktober 2021, anggota Komite Bersama yang mendukung rencana ekstraksi proyek panas bumi Wae Sano, mendatangi warga penolak untuk mengklarifikasi keaslian tanda tangan warga pada surat yang telah dikirim ke Bank Dunia pada 2020 lalu.Ia katakan, upaya paksa pemerintah dan perusahaan, menimbulkan banyak pertanyaan penting dari warga selaku pemilik ruang hidup Wae Sano, terkait kepentingan apa dan siapa sesungguhnya yang sedang diperjuangkan di balik upaya paksa pembangunan ini.Lanjutnya, demikian juga dengan Bank Dunia yang meminta anggota Komite Bersama untuk verifikasi (tanda tangan) penolakan warga, seolah menunjukkan jika penolakan warga Wae Sano selama ini tampak sudah direkayasa oleh pihak-pihak tertentu untuk kepentingan kelompoknya sendiri.perlu dibaca : Masyarakat Adat, Krisis Iklim dan Konflik Pembangunan. Bagaimana Solusinya?  Ruang Hidup MasyarakatTerkait dengan berbagai kejadian yang dialami warga pasca didatangi tim dari Komite Bersama maka warga Wae Sano kembali menegaskan beberapa hal.Pertama, jelas Yosep, warga perlu menegaskan kembali bahwa warga menolak pembangunan geothermal Wae Sano karena titik-titik pengeboran yang berada langsung di ruang hidup masyarakat." "Warga Wae Sano Minta Hentikan Rekayasa Atas Sikap Penolakan Pembangunan Geothermal","Bahkan, katanya,  pihak pemerintah dan perusahaan juga telah secara terbuka menawarkan opsi relokasi menggusur perkampungan warga Nunang.Kedua, sebutnya, pihaknya juga perlu menegaskan bahwa langkah Pemerintah Manggarai Barat menandatangani MoU dengan pihak Komite Bersama sangat merugikan pihaknya sebagai masyarakat penolak.“Kami menegaskan bahwa penandatanganan MoU ini adalah sebuah proses yang terjadi di ruang gelap yang berupaya merekayasa suara penolakan kami,” ungkapnya.Ketiga, lanjut Yosep, secara khusus warga penolak di sekitar wellpad B (Kampung Lempe) menegaskan bahwa warga sama sekali tidak pernah menyetujui dan tidak pernah memberikan mandat ke pihak manapun untuk bertindak atas nama mereka dalam rangka mendukung kelanjutan proyek panas bumi di Wellpad B.“Karena itu, rekomendasi dari pihak Keuskupan Ruteng sama sekali tidak berdasarkan aspirasi kami,” tegasnya.Keempat, sebut Yosep, kepada Bank Dunia warga tegaskan, bahwa meski hampir seluruh proses masuknya rencana pengeboran panas bumi Wae Sano ini menggunakan pendekatan “jalur atas”, serba tertutup dan diduga penuh transaksional, penolakan warga (secara lisan dan tertulis) selaku pemilik ruang hidup Wae Sano adalah nyata.Ia jelaskan, penolakan warga berangkat dari kesadaran bersama warga kampung. Itulah sebabnya, dari awal, warga meminta Bank Dunia untuk turun langsung, sehingga bisa mengetahui secara utuh situasi yang terjadi di lapangan.“Sekali lagi ditegaskan, warga Wae Sano menolak rencana penambangan panas bumi skala raksasa itu, sekaligus mendesak pemerintah dan perusahaan untuk hentikan seluruh proses, berikut Bank Dunia harus segera hentikan pendanaan kepada PT  SMI dan Geo Dipa,” harapnya.  Peneliti dari Sun Spirit for Justice and Peace, Venansius Haryanto menyebutkan, di tengah konsistensi warga terkait penolakan, pemerintah mengambil langkah lain dengan melakukan pengeboran di Kampung Lempe." "Warga Wae Sano Minta Hentikan Rekayasa Atas Sikap Penolakan Pembangunan Geothermal","Venan sapaannya menjelaskan proyek Geothermal di Wae Sano ada 3 sumur pengeboran yakni di Kampung Lempe, Dasak dan Nunang. Selama ini dibangun persepsi publik bahwa pemerintah akan mengutamakan pengeboran di Welped A di Kampung Lempe.“Menurut versi pemerintah, di Welped B di Kampung Nunang tidak jadi dikerjakan dan diutamakan dilakukan eksplorasi di Kampung Lempe,” terangnya.   [SEP]" "Skema Insentif dan Disinsentif Pajak Kendaraan","[CLS] Jauh sebelum pandemi datang, buruknya kualitas udara ibu kota sudah menjadi perhatian bersama. Meski masih ada silang pendapat antara data yang diperlihatkan oleh Air Visual dengan data yang disajikan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) DKI Jakarta, satu hal yang disepakati adalah perlunya koordinasi semua pemangku kepentingan dalam mengatasi bersama persoalan kualitas udara ini.Sebagaimana yang disampaikan oleh beberapa pakar, perbedaan ini lebih disebabkan oleh metode dan periode pengamatan yang berbeda. Karenanya ketika Pemda DKI Jakarta kemudian merespon dengan mengeluarkan Instruksi Gubernur (Ingub) Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 66 Tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara, semua pihak wajib mengapresiasi sekaligus mendukung keberhasilannya.Ingub Nomor 66 Tahun 2019 disusun dengan dasar pertimbangan mempercepat pengendalian kualitas udara di Provinsi DKI Jakarta melalui pendekatan multisektor yang memperketat pengendalian sumber pencemaran udara. Selain itu juga diupayakan perubahan gaya hidup masyarakat sekaligus mengoptimalkan fungsi penghijauan yang didukung oleh sinergi Perangkat Daerah terkait. Dilihat dari list kepadanya, sekitar 14 Perangkat Daerah yang harus bersinergi dalam mengatasi persoalan kualitas udara ini.Beberapa diantaranya: Asisten Pembangunan Lingkungan Hidup, Asisten Perekonomian dan Keluangan, Asisten Kesejahteraan Rakyat, Asisten Pemerintahan, Kepala Dinas Perhubungan serta Kepala Dinas Lingkungan Hidup. Tak ketinggalan Kepala Dinas Bina Marga, Kepala Dinas Kehutanan, Kepala Dinas Kelautan dan Pertanian dan Ketahanan Pangan, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perijinan Terpadu Satu Pintu, Kepala Dinas Perindustrian dan Energi, Kepala Dinas Pendidikan, Kepala Dinas Kesehatan serta Kepala Dinas Pemuda dan Olah Raga Provinsi DKI Jakarta. Merujuk hal ini, dapat dilihat bahwa kompleksitas permalahan kualitas udara ternyata tidak hanya menjadi permasalahan transportasi semata." "Skema Insentif dan Disinsentif Pajak Kendaraan","baca : Sudah Saatnya Ada Pungutan Emisi Gas Buang  Secara umum, ada 7 kegiatan utama yang menjadi prioritas dalam Ingub. Prioritas utama adalah memastikan tidak ada lagi angkutan umum yang berusia di atas 10 tahun serta tidak lulus uji emisi, beroperasi di jalan sekaligus menyelesaikan peremajaan seluruh angkutan umum melalui program Jak Lingko di tahun 2020.Prioritas berikutnya adalah mendorong partisipasi warga dalam pengendalian kualitas udara melalui perluasan kebijakan ganjil genap dan peningkatan tarif parkir di wilayah yang terlayani angkutan umum massal mulai tahun 2019. Tak lupa mulai tahun 2021 mulai diterapkan congestion pricing sebagai opsi lain menekan potensi kemacetan massal di ibu kota. Yang paling menarik adalah langkah ke-3 berupa upaya memperketat ketentuan uji emisi bagi seluruh kendaraan pribadi mulai tahun 2019 plus memastikan bahwa tidak ada lagi kendaraan pribadi berusia lebih dari 10 tahun pada tahun 2025. Insentif Disinsentif Pajak KendaraanPenulis sendiri tertarik dengan bunyi pernyataan terkait dengan upaya memperketat ketentuan uji emisi kendaraan pribadi. Secara kebijakan, hal ini dapat disimulasikan ke dalam sebuah kerangka kebijakan insentif disinsentif pajak kendaraan. Regulasi yang akan dirujuk adalah Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah (PDRD).Ke depannya, ketentuan uji emisi kendaraan seharusnya menjadi dasar penilaian dalam skema pembayaran pajak kendaraan bermotor (PKB). Untuk kendaraan pribadi yang lolos uji emisi atau memiliki kandungan emisi di bawah ambang batas, akan mendapatkan insentif PKB berupa tarif minimal. Sebaliknya kendaraan yang jauh melebihi ambang batas emisi, wajib membayar denda melalui pemenuhan tarif tertinggi di kelas masing-masing. Detailnya dapat dijelaskan sebagai berikut." "Skema Insentif dan Disinsentif Pajak Kendaraan","Pada bagian kedua pasal 3, yang dimaksud dengan obyek PKB adalah kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor. Di pasal 5, disebutkan dasar pengenaan PKB adalah hasil perkalian dari Nilai Jual kendaraan Bermotor (NJKB) dengan bobot yang menggambarkan secara relatif tingkat kerusakan jalan dan/atau pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor. Terkait dengan bobot, dinyatakan dalam koefisien 1 dan >1.baca juga : Standard Emisi Kendaraan di Indonesia, Sejauh Apa Penerapannya?  Koefisien 1 artinya kerusakan jalan dan/atau pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor masih dianggap dalam batas toleransi. Sementara koefisien >1 menggambarkan penggunaan kendaraan bermotor sudah melewati batas toleransi. Beberapa faktor penentu bobot antara lain: tekanan gandar yang dibedakan atas dasar jumlah sumbu/as/roda/berat kendaraan, jenis bahan bakar, tahun pembuatan serta isi silinder.Terkait tarif, diatur pada pasal 6 dengan kepemilikan kendaraan bermotor pertama paling rendah sebesar 1% dan paling tinggi 2%. Untuk kepemilikan kendaraan bermotor berikutnya, dikenakan tarif pajak progresif paling rendah 2% dan tertinggi 10%. Tarif pajak kendaraan alat berat dan alat besar berkisar antara 0,1% hingga 0,2% dimana penetapan ini cukup dengan peraturan daerah (Perda).Aturan terkait tarif minimal dan maksimal ini yang seharusnya dapat disimulasikan oleh Pemda DKI Jakarta dikaitkan dengan kewajiban lulus uji emisi. Dengan demikian setiap pemilik kendaraan bermotor kepemilikan pertama, akan membayar tarif minimal jika lolos uji emisi dan tarif maksimal jika tidak lolos uji emisi. Hal sama terjadi untuk kepemilikan kendaraan berikutnya. Apabila policy ini secara rutin dapat dijalankan, penulis yakin ke depannya mampu mengubah perilaku pemilik kendaraan bermotor.baca juga : Tekan Emisi Lewat Kendaraan Listrik, Berikut Masukan IESR  " "Skema Insentif dan Disinsentif Pajak Kendaraan","* Joko Tri Haryanto. Peneliti pada Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan. Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja [SEP]" "Jalur Gelap Penyelundupan Benur di Jambi","[CLS]     Nas, sopir taksi online terciduk polisi karena terlibat penyelundupan anakan lobster. Nas tak menyangka niat mengantar penumpang justru membawanya ke penjara.Selasa tengah April lalu, sopir taksi online itu dapat pesanan mengantar Rah dan Def ke Kanal Parit 12 Desa Simbur Naik, Kecamatan Sabak, Tanjung Jabung Timur.Rah diperintah seseorang untuk mengawal pengiriman anakan bening lobster dari Sungai Lilin, Banyung Lincir, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, menuju pelabuhan tikus di Simbur Naik.Aksinya terendus polisi. Sekitar pukul 22.30 WIB, mereka dicegat personel Unit Tipidter Satreskrim Polresta Jambi, di pintu masuk Kota Jambi. Mobil Avanza yang kendarai Nas dan puluhan boks yang diangkut carry futura kena gelegah.Polisi menemukan 135.817 anakan lobster yang berusaha diselundupkan ke Singapura dengan nilai Rp15,26 miliar lebih.Def dan Rah, yang jadi koordinator lapangan ditangkap. Nasi dan sopir carry Abd serta kenek Azh ikut diangkut polisi. Mereka ditahan dan disangka melakukan tindak pidana penangkapan ikan ilegal.“Ini jaringan yang kami kembangkan dari Sumatera Selatan. Ini merupakan jaringan yang selama ini sudah berjalan dan pernah ditangkap Polda Jambi, kali ini ditangkap Polresta,” kata Kombes Pol Sigit Dany Setiyono, Dirreskrimsus Polda Jambi, saat jumpa pers di Mapolda Jambi, Rabu (14/4/21).Sore hari sebelumnya, Tim Intel Satbrimob Polda Jambi menggerebek rumah penampungan sementara anakan lobster atau benur, di Jalan Cendrawasih, Kecamatan Jambi Selatan, Kota Jambi. Saat digerebek, para pelaku tengah bongkar muat.“Jadi, rumah sebagai safehause, atau persinggahan sementara lobster, sebelum dikirim,” kata Sigit." "Jalur Gelap Penyelundupan Benur di Jambi","Empat orang inisial Ad, Ri, Ian, dan Ba ditetapkan sebagai tersangka. Polisi juga menyita 36 boks styrofoam berisi 108.000 anakan lobster. Mobil Mitsubishi L 300 nopol BH 8486 HC dan Inova Reborn silver nopol BH 1452 NH diangkut sebagai barang bukti. Dari pengakuan para tersangka anakan lobster ini dibawa dari Lampung.Total 243.817 anakan bening lobster yang diamankan petugas dari dua penangkapan itu, nilai ditaksir Rp26 miliar. Sembilan tersangka dijerat Pasal 88 Jo Pasal 16 ayat 1 UU No 45/2009 tentang perubahan atas UU No 31/2004 tentang Perikanan Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Ancaman pidana makasimal enam tahun, denda Rp1,5 miliar.Sigit mengatakan, ratusan ribu benur ini, akan dikirim ke Singapura dan Vietnam, melalui Tanjung Jabung Timur. “Tujuan akhir keluar negeri, kita masih pengembangan untuk mengungkap jaringan di Vietnam.”Sepanjang 2021, Polda Jambi tercatat delapan kali menggagalkan kasus penyelundupan anakan lobster, mencapai 1,1 juta ekor dengan nilai taksiran Rp100 miliar lebih. Baca juga: Sindikat Perdagangan Anakan Lobster di Jambi Terbongkar Jalur gelap Berada di pesisir pantai timur Sumatera, delapan jam dari perairan Singapura membuat Tanjung Jabung Timur sangat strategis sebagai jalur gelap penyelundupan anakan lobster.Kabupaten paling timur Jambi itu juga berbatasan langsung dengan Kepulauan Riau yang merupakan daerah hinterland segitiga pertumbuhan ekonomi Singapura-Batam-Johor, Malaysia.Ada ratusan pelabuhan tikus tersebar di puluhan desa di Tanjung Jabung Timur sebagai jalur penyelundupan. Pelabuhan itu berada di sepanjang parit dan sungai kecil yang bermuara ke laut lepas. Pelabuhan tikus ini dianggap lebih aman untuk menyelundupkan anakan lobster." "Jalur Gelap Penyelundupan Benur di Jambi","Am, warga Jambi yang pernah ditawari jadi pembawa anakan lobster mengatakan, mulai Desa Mendahara Ilir, Pangkal Duri, Kampung Laut, Lambur Luar, Kuala Simbur Naik, Teluk Kijing, Pemusiran, Nipah panjang hingga Sadu, terdapat ratusan pelabulan tikus berjajar sepanjang di pinggir sungai dan parit.Pelabuhan ini, katanya, juga terhubung dengan akses darat yang memungkinkan bongkar muat lobster langsung dari mobil.“Orang itu (penyelundup) kan maunya cepet. Jadi, begitu barang datang langsung bongkar terus dibawa ke laut,” katanya.Dia pernah dijanjikan upah menggiurkan yang mengaku dibekingi orang kuat. Tugasnya hanya menyiapkan pelabuhan untuk bongkar muat dan memastikan kapan air pasang.“Air pasang ini kan nggak tentu waktunyo. Kadang biso malam kadang lewat. Orang itu minta dikabari pas air pasang, jadi speedboat biso merapat, mobil datang langsung bongkar.”Menurut dia, pelabuhan tikus sulit diawasi karena sangat banyak dan lokasi menyebar. Saban hari, pelabuhan itu juga untuk aktivitas perdagangan masyarakat. “Kalau yang lokasi pelosok, lebih aman karena sulit dipantau.”Am bilang, warga di pesisir mahfum dengan aktivitas ilegal bahkan beberapa dilakukan siang hari. “Ada juga bongkar muat sampai siang, karena nunggu air pasang, orang di sana biasa aja. Karena itu pelabuhan pribadi, jadi gimana mau dilaporkan, bisa ribut sama tetangga.”Meski demikian, orang-orang yang terlibat sindikat penyelundupan benur biasa tak saling kenal. “Orang-orangnya keputus-putus, itu sengaja untuk melindungi bos besarnya,” katanya.“Makanya waktu sayo tanyo siapa yang punyo benur itu kawan nggak mau bilang, makanyo sayo nggak mau. Kalau ketangkap siapo yang tanggung jawab?”" "Jalur Gelap Penyelundupan Benur di Jambi","Wilayah pesisir Tanjung Jabung Barat juga tak kalah rawan. AKBP Guntur Saputro, Kapolres Tanjung Jabung Barat, menyebut, ada 10 desa rawan sebagai jalur penyelundupan, yakni Desa Tungkal I sampai Tungkal IV, Tungkal Harapan, Desa Kuala Indah, Desa Bram Itam Raya, Desa Bram Itam Kiri, Desa Semau dan Desa Nibung.“Ke-10 desa ini kita duga sebagai titik transit dan transportasi untuk pengiriman benih lobster melului jalur perairan,” katanya.Sejak 2019-2021, sudah empat kali Polres Tanjung Jabung Barat menggagalkan upaya penyelundupan benur ke luar negeri. Baca juga: Penyelundupan Lobster Marak di Masa Pandemi ***Kasus yang menjerat Nas bukan pertama kali. Pada 18 Maret 2021, Eddy Suhaimi, sopir travel kena vonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Tanjung Jabung Timur atas kasus penyelundupan anakan lobster senilai Rp 24 miliar pada 21 Januari 2021.Hakim menilai Eddy sengaja membantu melakukan pengangkutan ikan tidak memiliki SIUP (surat izin usaha perikanan). Pria 52 tahun itu pun divonis satu tahun penjara dan wajib membayar denda Rp 1 miliar subsider satu bulan.Dalam persidangan, Eddy mengaku awalnya dihubungi Bray untuk mengantar tiga temannya ke Pelabuhan Mendahara, Tanjung Jabung Timur. Eddy tak kenal dengan tiga penumpangnya.Bray bersama Trumon mengendarai Kijang Innova di dalamnya terdapat 17 boks styrofoam berisi benur.Sekitar pukul 22.00 WIB, mereka sampai di jembatan Parit Apung, Desa Lagan Ilir, Kecamatan Mendahara Ilir. Belasan boks berisi benur itu diturunkan ke semak-semak. Tak lama polisi datang dan meringkus mereka. Bray dan tiga temannya berhasil kabur hingga kini masih jadi buronan polisi.Eddy Suhaimi yang merasa tak bersalah mengajukan banding. Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jambi menyatakan Eddy tidak terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan.Pengadilan Tinggi Jambi membatalkan putusan Pengadilan Negeri Tanjung Jabung Timur dan memvonis bebas Eddy pada 9 April 2021. " "Jalur Gelap Penyelundupan Benur di Jambi","Kerugian megaraCatatan Nasional Destructive Fishing Watch Indonesia, kerugian negara kaena penyelundupan benur pada 2019 mencapai Rp1,1 triliun. Wilayah Jambi, Surabaya, Batam menjadi paling rawan.“Modusnya sakarang melalui jalur darat dan laut. Udara sudah makin berkurang karena pengawasan ketat, ” kata Moh Abdi Suhufan, Koordinator DFW Indonesia.Benur-benur dari Indonesia menuju Singapura, namun tujuan akhir Vietnam.Dia khawatir, saat eksploitasi dan penangkapan lobster terus terjadi akan berdampak pada setok di alam. Praktik penangkapan ikan dengan bom masih marak dan merusak terumbu karang akan makin memperburuk keberlanjutan lobster di alam. Hingga kini, katanya, pemerintah belum menunjukkan data berapa sebenarnya jumlah setok anakan lobster di alam.“Kalo setok lobster sudah ada, rata-rata sudah dalam kondisi over eksploitation, itu berbahaya.” *****Foto utama: Benih bening lobster (BBL) dari barang bukti penyelundupan yang digagalkan Kepolisian Resor Tanjung Jabung Timur, Jambi. Foto : KKP [SEP]" "Cerita Aeshnina, ‘Duta’ Anti Sampah Plastik dari Gresik","[CLS]     Namanya Aeshnina Azzahra Aqilani. Sejak kecil, gadis 13 tahun ini sudah dekat dan memahami isu-isu lingkungan hidup, seperti persoalan sampah.“Ini dari orangtua saya. Mereka yang mendidik saya untuk lebih peduli lingkungan,” kata Nina, sapaan akrabnya. Siswi kelas 8 sekolah menengah pertama di Gresik ini adalah putri ketiga pasangan aktivis lingkungan, Prigi Arisandi dan Ndaru Setyorini.Sejak kecil, dia sering diajak kedua orangtuanya melihat sungai, memasuki hutan, hingga ke pantai. Ketika berunjuk rasa pun, Nina ikut dalam gendongan orangtuanya.Nina juga sejak kecil membiasakan diri tak gunakan plastik sekali pakai. Ke mana-mana, selalu membawa wadah makanan atau minuman dari rumah. Di sekolah, kalau air di botol habis, cukup mengisi di kantin.Pada awal 2019, dia diajak ke sebuah desa di Mojokerto. Kebetulan, sungai di desa itu tercemar limbah kertas perusahaan. Sungai keruh dan berbau. Langit-langit desa kerap berwarna gelap karena asap dari perusahaan itu.Setelah dari sana, dia ikut unjuk rasa ke Konsulat Jenderal Amerika Serika di Surabaya, Juli 2019. Saat itu, tengah ramai pemberitaan sampah plastik impor asal Amerika. Baca juga: Bahaya Mikroplastik! Bukan Hanya Ikan, Manusia Juga Terpapar “Sebelum berangkat saya ditanya kalau ikut demo mau ngapain? Saya mikir untuk buat surat ke Presiden AS melalui konsulat di Surabaya. Saya ceritakan desa yang saya datangi itu. Sungai keruh, Asapnya juga hitam. Setiap hari kayak mendung, langit abu-abu,” kata Nina.Melalui surat yang dia buat dengan tulisan tangan itu, Nina juga meminta kepada negeri Paman Sam tak lagi mengirim sampah ke Indonesia. Nina begitu senang ketika surat itu berbalas.Balasan surat dari Amerika Serikat sedikit mengecewakan, terkesan enggan bertanggung jawab atas sampah plastik impor ke Indonesia. Sebaliknya, mereka justru menyalahkan pemerintah Indonesia yang begitu saja menerima sampah-sampah itu." "Cerita Aeshnina, ‘Duta’ Anti Sampah Plastik dari Gresik","Hobinya menulis kembali dia wujudkan dengan berkirim surat kepada negara-negara lain yang sampahnya masuk Indonesia, seperti Jerman, Kanada, dan Australia.Isinya kurang lebih sama. “Saya meminta negara-negara itu tidak lagi mengirim (menyelundupkan) sampah plastik ke Indonesia. Gara-gara sampah mereka, sungai-sungai kami tercemar.”Nina pernah mendatangi lokasi satu perusahaan tak jauh dari rumahnya. Perusahaan itu importir sampah kertas. Sampah plastik ikutan impor itu menggunung di sekitar perusahaan.Saking tingginya gunungan sampah, sebagian jatuh ke badan sungai. Nina khawatir sampah-sampah plastik itu merusak ekosistem sungai. Mikroplastiknya dikonsumsi ikan dan bisa berujung ke manusia.Ikan tidak bisa membedakan mana plankton, mana mikroplastik karena bentuk sangat kecil. Ketika dimakan ikan, senyawa-senyawa berbahaya juga pasti masuk. Akhirnya ikan dimakan manusia. Kan membahayakan kesehatan,” kata Nina.Gambaran kondisi sungai itu dia ceritakan dalam suratnya. Kanada, Jerman dan Australia menyambut baik surat kiriman Nina ini. Melalui surat balasan, pemerintah ketiga negara itu tak pernah tahu bila di antara kertas bekas ekspor, terdapat sampah plastik.Mereka berjanji memperketat ekspor sampah. “Selama ini, mereka tahu cuma kertas bekas yang ekspor. Tidak tahu kalau di dalamya ada sampah plastik. Mereka janji pengetatan, pengecekan sebelum dikirim.”Selain empat perwakilan negara asing, sejumlah kepala daerah di Jawa Timur juga dikirimi surat Nina, seperti Bupati Gresik, Sidoarjo, sampai Mabes Polri. Kurangi pakai plastikBerkirim surat kepada wakil negara-negara pengeskpor sampah bukanlah satu-satunya yang dilakukan Nina. Di usia remaja ini, Nina banyak terlibat dalam berbagai kampanye baik dilakukan Ecoton—organisasi pimpinan ayahnya– maupun di sekolah." "Cerita Aeshnina, ‘Duta’ Anti Sampah Plastik dari Gresik","Bersama rekan-rekan di sekolah, dia berhasil mendorong pihak sekolah membuat kebijakan larangan penggunaan plastik sekali pakai, di kantin maupun seluruh sekolah. “Yang melanggar ya dapat sanksi,” katanya. Baca: Ekspedisi Susur Sungai, Perjuangan Kaum Perempuan Bebaskan Sungai Surabaya dari Pencemaran Meski saat awal dia banyak mendapat cibiran teman-temannya karena dinilai terlalu ribet, akhirnya berhasil mempengaruhi mereka. Sampai kemudian, bersama teman-teman di Organiasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), dia bisa mewujudkan kebijakan bebas penggunaan plastik sekali pakai di sekolah.Nina punya trik menarik menggugah kesadaran teman-temannya itu. Salah satunya, dengan memberikan informasi akan bahaya sampah plastik.“Plastik, kalau dibuang akan memunculkan mikroplastik. Kalau dibakar, akan melahirkan dioksin dan senyawa berbahaya lain. Kalau dibuang, akan mencemari lingkungan. Lingkungan akan rusak.”Kini, ada sekitar 12 teman di sekolah bergabung dalam Brigade Sampah, komunitas peduli lingkungan yang fokus menangani persampahan.Kendati baru beberapa tahun terbentuk, komunitas ini cukup aktif aksi memerangi sampah. Andalkan media sosial Brigade Sampah banyak kegiatan. Sebelum pandemi, hampir seminggu sekali Nina dan teman-teman turun ke jalan berkampanye, seperti di car free day Surabaya dan lain-lain. Sejak pandemi, kegiatan semacam itu dihindari. Solusinya, mereka banyak bergerak melalui platform digital.Sebuah akun instagram: info.mistik, akronim dari informasi mikroplastik ini mereka buka sebagai sarana kampanye dan membangun kesadaran tentang bahaya mikroplastik.“Akun itu ceritain semua bahaya tentang mikroplastik.”" "Cerita Aeshnina, ‘Duta’ Anti Sampah Plastik dari Gresik","Prigi Arisandi, sang ayah bangga dengan apa yang dilakukan Nina. Sebagai aktivis lingkungan, dia paham betul bagaimana situasi lingkungan hidup saat ini. Pengetahuan soal lingkungan hidup ini, katanya, penting diketahui anak-anak sejak dini. Dengan begitu, ketika dewasa nanti, mereka punya pengetahuan cukup buat mengelola lingkungan hidup lebih baik. ****Foto utama:  Aeshnisa Azzahra Aqilani, saat aksi dan berkirim surat soal sampah plastik impor yang masuk ke Indonesia di  Kedutaan Australia. Foto: dokumen pribadi  [SEP]" "Hiu Paus dan Lumba-lumba Mati Terdampar dengan Bagian Tubuh Terpotong","[CLS]  Dua penanganan satwa terdampar di Bali pada pekan kedua Mei 2021 ini menunjukkan ada pengambilan bagian tubuh hewan.Pertama, seekor lumba-lumba nampak sudah buntung ketika ditemukan warga pada Jumat (07/05/2021). Dari video yang disebarkan sejumlah media sosial, seperti https://www.instagram.com/p/COkahWMlMDy/?utm_source=ig_web_copy_link Karangasemterkini, mamalia ini nampak sudah mati. Terdampar di bebatuan, Pantai Ujung, Kabupaten Karangasem.Pantai Ujung adalah lokasi wisata ramai yang berhadapan dengan Taman Ujung, kawasan taman air Kerajaan Karangasem. Ekornya terlihat sudah hilang, seperti bekas terpotong.Sementara itu, pada hari yang sama, ada hiu paus yang dilaporkan terdampar di Pantai Tegal Besar, Kabupaten Klungkung.Menurut siaran pers BPSPL Denpasar, hiu paus terdampar Jumat, 7 Mei 2021 sore sekitar pukul 16.00. Hiu tersebut ditemukan oleh Made Rate. Selanjutnya kejadian dilaporkan kepada Polair. Kondisi hiu saat itu ditemukan masih hidup dan sudah berusaha dikembalikan ke pantai oleh masyarakat dan Polair.baca : Seekor Hiu Paus Terdampar di Hutan Bakau Teluk Kendari, Bagaimana Nasibnya?  Dewa Gde Tri Bodhi Saputra dari tim reaksi cepat BPSPL Denpasar mengatakan informasi diterima belakangan, dan pada Sabtu pagi ia sudah mengecek hiu paus di pantai tersebut. Saat jalan kaki, ia menemukan hiu paus di dekat muara sungai dengan kondisi mati.Kondisinya terdampar mati, sudah terpotong di bagian ekor, sirip dada, dan bagian perutnya. “Seperti dibedah, isi perut hilang. Bagian insang ada yang hilang. Kejadian (pemotongan) ini tidak diketahui apakah di dalam atau sudah di pantai. Ketika ditemukan sudah begitu,” urainya dikonfirmasi Mongabay Indonesia pada Minggu (10/05/2021)." "Hiu Paus dan Lumba-lumba Mati Terdampar dengan Bagian Tubuh Terpotong","Ia juga tidak tahu bagaimana proses mengembalikan hiu paus ini ke laut pada Jumat itu. “Info di lapangan, pengunjung di pantai ramai-ramai mengembalikan tapi kondisinya sudah lemas. Kembali terdampar lalu bisa berenang ke dalam,” imbuh Dewa.Kepala BPSPL Denpasar Permana Yudiarso juga mengatakan proses penanganan dengan mendorong ke laut dilakukan warga. Klungkung adalah salah satu spot lokasi kasus-kasus megafauna terdampar di Bali. Terakhir adalah Paus Sperma. Menurut Yudi, terdamparnya hiu paus ini mungkin kejadian pertama di kawasan itu.Dewa menyebut lokasi terdampar kembali dalam kondisi mati dan bagian tubuh terpotong ini berbeda dengan lokasi terdampar awal. Posisinya dekat muara sungai. Ombak yang terkenal cukup tinggi di pesisir ini mendorongnya, tapi tidak sampai ke dalam laut. Ukuran hiu paus ini sekitar 3,5 meter, berjenis kelamin jantan.baca juga : Hiu Paus Mati Terdampar di Kawasan Wisata Candidasa  Tim BPSPL Denpasar tiba di lokasi pada Sabtu pukul 07.30 dan langsung melakukan penanganan hiu paus terdampar bersama Babinkamtibmas Desa Negari, Polair Polres Klungkung, , Kapolres dan Wakapolres, serta masyarakat sekitar.Setelah dilakukan identifikasi secara visual disimpulkan jenis Rhincodon typus (Hiu Paus). Tim penanganan memutuskan tidak melakukan otopsi karena bagian tubuh yang penting hilang. Hiu paus selanjutnya dikubur di pantai dengan kedalaman sekitar 1,5 meter. Nampak banyak warga membantu proses penarikan dan menguburnya. Seperti biasanya, warga nampak memberikan sesajen di atas tubuhnya untuk menghormati satwa laut ini sebelum dikuburkan." "Hiu Paus dan Lumba-lumba Mati Terdampar dengan Bagian Tubuh Terpotong","Karena sudah ada bagian tubuh hiu paus hilang, BPSPL Denpasar melakukan sosialisasi terkait hiu paus sebagai salah satu spesies dilindungi. Dewa menyebut ada warga yang berpendapat bisa ambil dagingnya untuk cari minyaknya. Namun Dewa meminta warga tak melakukan karena ada risiko. Misal jika mati karena racun maka berimbas jika memakannya, atau meyakini minyaknya sebagai obat.Kawasan Pantai Tegal Besar adalah kawasan nelayan karena ada perahu nelayan dan kelompok nelayan. Warga juga memanfaatkan untuk rekreasi di pesisir dengan pasir hitam ini.Sedangkan untuk kasus lumba-lumba dengan ekor terpotong di Pantai Ujung, pihak BPSPL mendapat cukup informasi. Dewa yang menelusuri di lokasi mengatakan selain terbawa hanyut, ada juga informasi lumba-lumba dihanyutkan lagi padahal sudah mati. Tidak dikubur.perlu dibaca : Penelitian: Hiu Paus Mampu Menyembuhkan Lukanya Sendiri  Kasus hiu paus terdampar sebelumnyaHiu terdampar sebelumnya adalah seekor Hiu Paus betina ditemukan mati terdampar di area wisata Pantai Candidasa, Karangasem, Bali, Minggu (6/12/2020). Ikan ini ditemukan dalam kondisi utuh sehingga masuk dalam kode 2 dalam pengelompokkan satwa laut terdampar.Sebelum dikuburkan, tim penanganan juga melakukan pengukuran kepada bangkai ikan. Hiu paus ini mempunyai panjang sekitar 5 meter dengan berat perkiraan 1 ton, jenis kelamin betina serta mempunyai panjang sirip dorsal I 34 cm dengan lebar 5,5 cm, dan sirip dorsal II dengan panjang 30 cm dan lebar 14 cm.Kasus lain adalah terdamparnya hiu paus pada Selasa (29/09/2020) di Pantai Penuktukan, Kabupaten Jembrana. Sekitar 3 jam berkendara dari Kota Denpasar. Pada saat ditemukan, hiu paus masih dalam kondisi hidup di pinggir pantai, dan masyarakat melakukan upaya mendorong ikan hiu paus ke arah laut. Namun tidak berhasil dan akhirnya mati." "Hiu Paus dan Lumba-lumba Mati Terdampar dengan Bagian Tubuh Terpotong","Hiu paus dengan panjang 7,5 meter ini hanya diam terombang-ambing seakan tak bertenaga. Namun sejumlah warga termasuk dua warga asing terlihat terus berupaya mendorong agar mendapatkan air lebih dalam. Warga terus berdatangan, pantai makin padat. Anak-anak juga terlihat ikut mendorong hiu paus (Rhincodon typus) dengan lingkar tubuh sekitar 2 meter ini ke tengah laut.Untuk mengetahui penyebab kejadian satwa terdampar, dokter hewan akan melakukan nekropsi untuk meneliti penyebab kematian. Semakin awal kode terdamparnya (kode 1-3), lebih banyak sampel dikumpulkan seperti blubber, gigi, dan lainnya. Jika kode 4-5, sudah pembusukan maka makin minim yang bisa diteliti, hanya parasit, aspek mikrokospis, dan genetika.  Dari catatan BPSPL Denpasar, terdapat ada 19 kasus mamalia terdampar di wilayah kerja BPSPL Denpasar selama tahun 2018, dengan rincian 11 kasus paus terdampar, 6 kasus hius paus terdampar, satu kasus dugong dan satu kasus lumba-lumba. Sedangkan pada tahun 2019, terdapat 15 kasus mamalia terdampar. Pada tahun 2020 terdamparMenurut catatan IAM Flying Vet, dokter hewan yang fokus pada penanganan satwa laut terdampar, pada lima tahun terakhir pada 2015-2019 tercatat 314 kejadian di seluruh Indonesia. Sekitar 80% tak terjawab karena keterbatasan biaya, SDM, dan informasi. Dari 20% sisanya, tertinggi karena tangkapan sampingan atau by-catch, tertangkap manusia, luka, internal, cuaca, tertabrak kapal, predator, dan lainnya.   [SEP]" "Begini Mitigasi Tsunami dan Gempa Megathrust Selatan Jawa","[CLS]  Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sejak akhir 2020 mengevaluasi terjadi peningkatan kejadian gempa bumi di sejumlah titik dan kluster. Terutama di lepas pantai Selatan Jawa Timur, Selat Sunda, Selatan Jawa Tengah dan Barat Mentawai.Kepala BMKG, Profesor Dwikorita Karnawati menuturkan frekuensi kegempaan mengalami lompatan dengan berbagai magnitudo. Pada 2008 terjadi 4 ribu kali gempa, 2009 terjadi gempa 4.390 kali, 2010 meningkat 5.869 kali, 2011 turun menjadi 4.184, 2012 melonjak 6.730, 2013 turun 4.234 kali, 2014 naik tipis 4.434, 2015 naik menjadi 5.299, 2016 bertambah 5.646, 2017 melompat 7.169, 2018 melonjak 11.920, 2019 turun tipis 11.588, 2020 terjadi 8.258 kali gempa.“Gempa bermagnitudo di bawah lima,” kata Profesor Dwikorita Karnawati dalam Webinar Kajian dan Mitigasi Gempa dan Tsunami di Jawa Timur pada Jumat (28/5/2021).Sedangkan catatan kegempaan di Jawa Timur pada 2008 tercatat 68 kali, 2009 sebanyak 177 kali gempa, 2010 terjadi 285 kali gempa, 2011 turun menjadi 263, 2012 melompat hingga 512 kali, 2013 turun terjadi 195 gempa, 2014 gempa sebanyak 127 kali, 2015 terjadi 224 gempa, 2016 melompat menjadi 655 kali, pada 2017 ada 453 kali gempa, 2018 terjadi 554 kali gempa, 2019 sebanyak 500 kali gempa dan 2020 sebanyak 512 kali.Sebelum terjadi gempa berpusat di selatan Malang bermagnitudo 6,1 pada 10 April 2021 lalu, diawali dengan peningkatan gempa kecil. “Kami curiga sejak akhir 2020. Sebulan terjadi 300-400 kali gempa, tapi sejak Januari melompat hingga 600 kali,” katanya.Aktivitas gema di Jawa Timur sangat aktif, terlihat dari data terbaru maupun catatan sejarah. Generator gempa di Jawa Timur, katanya, bersumber dari zona subduksi lempeng di Samudra Hindia dan sesar aktif di daratan. “Atas data dan sejarah tersebut kajian Pusat Studi Gempa Nasional magnitudo tertinggi mencapai 8,7,” katanya.baca : Begini Mitigasi Gempa dan Tsunami di Malang  " "Begini Mitigasi Tsunami dan Gempa Megathrust Selatan Jawa","Catatan BMKG ada zona gelap kegempaan atau celah seismik (seismic gap) yang perlu diwaspadai. Zona yang seharusnya relatif aktif secara tektonik, katanya, namun jarang terjadi gempa secara signifikan dalam jangka waktu yang relatif lama. “Zona seismic gap ini belum melepaskan energi gempa. Energi tersimpan dan terakumulasi. Harus diwaspadai,” katanya.Catatan sejarah kegempaan, ada sembilan gempa merusak yang terjadi di Jawa Timur pada 1836 sampai 1972. Kekuatan gempa dengan intensitas guncangan atau magnitudo 7 yakni Gempa Mojokerto terjadi 22 Maret 1836, Gempa Madiun 10 November 1862. Gempa Tulungagung 10 Agustus 1902, Gempa Pacitan 27 September 1937 kekuatan 7,2, gempa Lamongan 11 Agustus 1939, gempa Malang 10 November 1958, gempa Malang 19 Februari 1967, gempa Blitar-Trenggalek 4 Oktober 1972.Sedangkan sejarah tsunami terjadi di Jawa Timur terjadi enam kali. Tsunami Besuki pada 19 Juli 1830, Pacitan 4 Januari 1840, Pulau Madura 7 Februari 1843, 20 Oktober 1859, 11 September 1921, dan tsunami Banyuwangi 2 Juni 1994. Pemodelan Gempa dan TsunamiAtas data kegempaan dan sejarah itu, BMKG menyusun simulasi pemodelan secara matematis. Hasil analisis daerah pesisir selatan yang berisiko tinggi tsunami meliputi Pacitan, Trenggalek, Malang, dan Banyuwangi. Tinggi maksimum gelompang tsunami 26 meter sampai 29 meter berpotensi di Trenggalek, sedangkan waktu tiba gelombang tsunami tercepat di Blitar yakni dalam tempo 20 menit sampai 24 menit.Zona merah ketinggian 20 meter di Pantai Prigi Trenggalek, Popoh Tulungagung, Muncar Banyuwangi dengan ketinggian 18 meter, Pancer Banyuwangi 12 meter, pantai Tambak Blitar ketinggian 18 meter, Pacitan ketinggian mencapai 22 meter, Sendangbiru Malang ketinggian 22 meter, Pasirian Lumajang 18 meter, dan Tempursari Lumajang 18 meter." "Begini Mitigasi Tsunami dan Gempa Megathrust Selatan Jawa","Sehingga BMKG menyusuri kawasan pesisir selatan Jawa Timur dan Selat Sunda untuk mengecek kesiapsiagaan dan mitigasi jika terjadi gempa disertai tsunami. “Gempa besar yang merusak seperti Aceh 2004, Yogyakarta pada 2006, dan Lombok tidak mendadak dan seketika. Selalu diawali dengan gempa kecil,” katanya.BMKG melakukan verifikasi peta bahaya dan jalur evakuasi tsunami dil lapangan pada Februari-April 2021. Hasilnya, perlu ditingkatkan sejumlah jalur evakuasi, karena laju datang tsunami lebih cepat dibandingkan jarak lokasi evakuasi sementara. Tempat evakuasi sulit dijangkau. Sedangkan fasilitas dan sarana prasana pendukung perlu ditingkatkan. Sehingga perlu melibatkan Kementerian Pekerjaan Umum untuk membangun shelter.“Aparat sudah siap, tak banyak BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) yang sesiap Jawa Timur. Bupati dan Wali Kota sangat peduli,” katanya.baca juga : Begini Mitigasi Potensi Tsunami Selatan Jawa  BMKG merekomendasikan kepada pemerintah kabupaten dan kota di Jawa Timur agar meningkatkan usaha mitigasi gempa dan tsunami. Perlu disiapkan mitigasi, kesiapan sarana dan prasarana untuk evakuasi jika terjadi tsunami. “Siapsiagakan segera, bukan berarti pasti akan ada gempa. Tidak. Cuma ada tren kejadian gempa kecil yang biasa mengawali gempa besar,” ujarnya.Selain itu, perlu dilakukan upaya penghijauan dengan menanam mangrove di pesisir selatan pantai. Untuk menahan terjangan gelombang laut dan ancaman tsunami. Selain itu, penambangan pasir di pantai seperti di Lumajang, menyebabkan elevasi pantai rendah dari muka air laut. Sehingga risiko lebih besar. Bangunan dan Rumah Tahan GempaBMKG juga merekomendasikan dilakukan survei dan audit kondisi konstruksi bangunan sekolah, perkantoran, mal dari potensi gempa. Serta ditetapkan standar struktur bangunan tahan gempa. Selain itu, tata ruang juga perlu memperhatikan zona rawan gempa." "Begini Mitigasi Tsunami dan Gempa Megathrust Selatan Jawa","Serta perlu evaluasi dan penyempurnaan rencana kontijensi (Renkon) tsunami, termasuk menyempurnakan standard operating procedure (SOP) evakuasi dengan mempertimbangkan permodelan tsunami BMKG berdasarkan skenario terburuk (worst case scenario). “Perlu penerapan tata ruang dan standar bangunan tahan gempa dan tsunami dengan ketat bersandarkan peta mikrozonasi dan peta bahaya tsunami,” ujar Dwikorita.BNPB merekomendasikan agar ditentukan standardisasi rumah tahan gempa bagi masyarakat umum yang mudah dan murah. Atau melakukan retrofitting atau perkuatan rumah yang ada agar tahan gempa. Untuk mencegah korban jiwa saat gempa, salah satu solusinya dengan mitigasi rumah tahan gempa.“Gempa tak mematikan, korban jiwa terjadi karena reruntuhan konstruksi bangunan,” kata Kepala Pusat Data dan Komunikasi BNPB Raditya Jati.Perlu kesadaran koletif, katanya, untuk mitigasi bencana. Perlu simulasi dan uji coba untuk menghitung berapa menit saat evakuasi mandiri. Selain itu, juga perlu simulai masyarakat di keramaian seperti di pasar dan gedung bertingkat. Agar masyarakat paham, apa yang harus dilakukan jika terjadi gempa bumi.“Upaya penyelamatan dan minimalisasi dampak korban jiwa. Mitigasi bencana perlu masuk kurikulum sekolah atau ekstrakurikuler,” katanya.perlu dibaca : Bersiap Segera Antisipasi Kemungkinan Tsunami di Pantai Selatan Jawa  Guru Besar Geofisika Universitas Brawijaya yang juga Ketua Pusat Studi Kebumian dan Kebencanaan Profesor Adi Susilo mengaku menjadi saksi dan korban gempa di Malang 1967. Ia mengisahkan sempat tertinggal di dalam kamar saat gempa, sedangkan semua anggota keluarga berhamburan keluar rumah.“Ibu sayang malah mengangkat guling,” kata Adi Susilo kelahiran Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang. Adi Susilo menyampaikan media massa memiliki peran penting untuk sosialisasi mitigasi dan tanggap bencana. Agar masyarakat tak panik dan melalukan usaha mitigasi." "Begini Mitigasi Tsunami dan Gempa Megathrust Selatan Jawa","“Pola pemberitaan mempengaruhi masyarakat. Jangan memberitakan yang justru membuat masyarakat takut dan menimbulkan keresahan,” kata Adi.Sementara Guru Besar Seismologi Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan Institut Teknologi Bandung (ITB) Sriwidiyantoro mengingatkan potensi gempa megathrust di Selatan Jawa. Ketua Pusat Studi Gempa Nasional (Pusgen) ini juga melakukan pemodelan dengan asumsi data bersumber dari data kegempaan dan sejarah.“Ini simulasi, bukan predisi. Yang terjadi tak akan seperti ini,” katanya.Skenario terburuk jika zona subduksi di Jatim dan Jabar melepaskan energi bersamaan. Yakni bagian dari Sunda Megathrust atau sesar dengan luasan sekitar 5.500 kilometer dari Myanmar, Sumatra, selatan Jawa dan Bali. Sehingga akan menimbulkan dampak yang dahsyat. “Bukan tak mungkin seperti di Tohoku, Jepang pada 2011. Tiga segmen pecah beruntun sehingga menyebabkan gempa 9,1,” katanya.Bencana terjadi, katanya, karena tak tahu ancaman. Sehingga penelitian penting untuk menjadi acuan dan peringatan. Bukan menakuti dan menimbulkan kecemasan. Jika abai, katanya, akan menimbulkan bencana karena ketidakmampuan mengelola risiko.baca juga : Catatan Awal Tahun: Antisipasi dan Kesadaran Hidup di Negeri Rawan Bencana  Peringatan Dini TsunamiIa merekomendasi agar sistem peringatan dini tsunami Indonesia atau Indonesia Tsunami Early Warning System (Ina TEWS) diperkuat. Ditambah dengan submarine dan sea level di selatan Jawa. Melibatkan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan BMKG. “Perlu penguatan earthquake early warning system (EEWS) untuk wilayah terdampak,” katanya." "Begini Mitigasi Tsunami dan Gempa Megathrust Selatan Jawa","BPBD Jawa Timur telah memetakan potensi tsunami dengan ancaman tinggi tersebar di 156 desa/ kelurahan. Meliputi Bayuwangi 47 desa, Jember 12 desa, Lumajang 18 desa, Malang 20 desa, Pacitan 26 desa, Tulungagung 19 desa, Blitar 15 desa, dan Trenggalek 14 desa. BNPB melakukan ekspedisi destana tsunami untuk mengedukasi penduduk di wilayah pesisir selatan Jawa Timur.“Untuk mengurangi risiko dilakukan sosialisasi melalui mobil siaga bencana (osipena) dan menyebarkan buku dan video di desa rawan bencana,” kata Kabid pecegahan dan kesiapsiagaan BPBD Provinsi Jawa Timur, Gatot Subroto.BPBD Jawa Timur telah membentuk desa tangguh bencana, dan memasang rambu evakuasi dan papan informasi bencana. Selain itu, juga menanam mangrove di pesisir, dan membangun sistem peringatan dini tsunami.  Ketua Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia dan dosen ITB, Harkunti menjelaskan jika alat deteksi dan monitoring semakin canggih. Dengan menggunakan kecerdasan buatan atau AI dan big data, determinasi tsunami bisa diketahui dalam waktu tiga menit. “Secara teknologi ada lompatan luar biasa,” katanya.Peringatan dini bisa diterima secara cepat dengan alat komunikasi dan infrastruktur yang memadai. Namun, bagaimana kesiapan pemerintah daerah setelah menerima peringatan dini dalam menggerakkan masyarakat untuk cepat evakuasi. “Saat Aceh dilanda gempa 2004, orang terperangah bangunan hancur. Sedangkan peringatan air surut tak diperhatikan. Saat tsunami tiba, tidak siap. Hampir 107 ribu jiwa melayang,” katanya.Bencana Siklon Seroja di Nusa Tenggara Timur yang merenggut 174 nyawa dan 37 korban hilang juga menjadi pengingat dan pembelajaran atas buruknya mitigasi bencana. Sejak akhir Maret BMKG mengeluarkan peringatan namun Pemerintah Provinsi NTT tak tanggap terhadap peringatan dini yang dikeluarkan BMKG. “Terbukti tidak ada imbauan kepada masyarakat untuk bersiap dan siaga,” katanya." "Begini Mitigasi Tsunami dan Gempa Megathrust Selatan Jawa","Harkunti merekomendasikan latihan simulasi evakuasi mandiri di daerah risiko gempa dan tsunami. Saat pandemi, simulasi dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan. Lantaran belum diketahui secara pasti, kapan pandemi berakhir. Keterangan foto utama : Ilustrasi. Pengunjung memotret gelombang tinggi yang menghantam tebing di Tembeling, Nusa Penida, Bali. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia [SEP]" "Wisata Cahaya dan Dampaknya Bagi Ekosistem Kebun Raya Bogor","[CLS]   Program wisata edukasi Glow di Kebun Raya Bogor [KRB] menjadi perdebatan ilmiah sejumlah peneliti dan pegiat konservasi. Banyak yang menyakini keberadaan wisata cahaya berdampak buruk bagi ekosistem KRB. Namun, ada yang berpendapat wisaya cahaya merupakan inovasi agar publik berkunjung ke kebun raya yang sudah berusia dua abad tersebut.Damayanti Buchori, Profesor Ekologi Serangga IPB, tak menampik masalah ini. Menurut dia, teknologi telah mengubah wajah kehidupan, walau sebagian sudah ada yang kita ketahui dampaknya, dan sebagian belum.“Pengaruh cahaya buatan yang tidak langsung, yaitu dampak perubahan yang terjadi di KRB terhadap ekosistem kawasan Bogor, dapat menyebabkan gangguan pada ecosystem service seperti kelelawar, lebah, dan satwa lain, terhadap pertanian di sekitar Bogor,” terang  Damayanti dalam webinar Institute For Political Ethics Studies [INPECTUS], Sabtu [27/11/2021].Menurut Damayanti, semua makhluk hidup butuh keseimbangan. “Siang dan malam memiliki konsekuensi pada kehidupan,” tuturnya.Salah satu peran penting keseimbangan itu untuk proses kimiawi dalam tanaman yang memerlukan cahaya. Terutama, saat untuk fotosentesis dan memproduksi energi. Sedangkan malam, ketika tidak ada cahaya, saatnya bagi tumbuhan untuk melakukan respirasi, yaitu menguraikan energi untuk growth dan pembungaan.“Kegelapan sebetulnya sangat penting bagi siklus pertumbuhan tanaman.”Apabila dipaksakan merubah keseimbangan ini melalui penggunaan cahaya buatan, tentu dapat mengganggu proses biologis makhluk hidup di sekitarnya, baik itu tumbuhan, hewan, maupun manusia sendiri.“Cahaya buatan dapat mengubah ritme jam biologis [circadian rhythm] suatu makhluk hidup,” tuturnya.Pada tumbuhan, cahaya buatan menganggu proses pertumbuhan dan aliran fotosentesis, seperti terjadinya kerontokan daun yang tidak wajar. Sementara pada hewan, akan menganggu orientasi dan migrasi pada malam hari." "Wisata Cahaya dan Dampaknya Bagi Ekosistem Kebun Raya Bogor","“Tak menutup peluang gangguan pada manusia. Sebab, cahaya buatan ini menganggu kesehatan seperti menyebabkan penyakit insomnia, depresi, serta gangguan makan.”Baca: Kebun Raya Bogor dan Wisata Berbasis Ilmiah yang Harus Dipertahankan  Bagaimana serangga menangkap cahaya?Damayanti menuturkan, proses menangkap cahaya pada serangga melalui mata. Namun, panjang gelombang cahaya serangga tidak sama dengan manusia.“Pada manusia sekitar 400-700 nanometer berupa infra merah, sedangkan serangga sekitar 300-650 nanometer berupa ultra violet.”Respon serangga terhadap cahaya buatan pun beragam. Ada yang tertarik atau fototaksis positif, sehingga serangga mendatangi sumber cahaya tersebut. Tetapi, ada juga yang menolak atau fototaksis negatif, sehingga menjauh dari sumber cahaya.“Tentu saja akan mengganggu jam biologis serangga,” jelasnya.Perubahan jam biologi berakibat pada perubahan perilaku, misalnya pada serangga yang cepat melakukan adaptasi [umum terjadi pada serangga nokturnal]. Malam yang terang membuatnya bertindak seperti siang hari, sehingga diam tak bergerak.“Padahal malam untuk perilaku terbang dan kawin. Cahaya tentunya mengganggu serangga yang beraktivitas malam hari yang terekspos sinar.”Tak hanya itu, cahaya buatan juga bisa menjadi racun [ligh toxicy]. Sebab, ketika retina pada mata mejemuk terapapar sinar UV dan radiasi sinar biru menjadi rusak, maka serangga dapat mengalami keracunan.Baca: Kebun Raya Bogor Harus Dikelola dengan Agenda Ramah Lingkungan  Pengaruh cahaya buatan terhadap serangga penyerbukSejumlah penelitian, kata Damayanti, menunjukkan cahaya buatan berpengaruh negatif terhadap aktivitas serangga penyerbuk nokturnal ke tanaman, yang menurun hingga 62 persen, dibandingkan dengan area gelap dengan pencahayaan alami.Pembentukan buah juga mengalami penurunan hingga 13 persen, dibandingkan area yang gelap. Hal ini karena kunjungan penyerbuk pada bunga menurun." "Wisata Cahaya dan Dampaknya Bagi Ekosistem Kebun Raya Bogor","Pengaruh negatif pada penyerbuk nokturnal juga mempengaruhi keberadaan penyerbuk diurnal. Hal ini dikarenakan reproduksi tanaman menurun, sehingga penyerbuk diurnal sulit memperoleh  nektar/polen pada tanaman tersebut.“Penggunaan cahaya buatan berdampak negatif terhadap perilaku, kelimpahan, kekayaan spesies, proses transportasi serbuk sari serta pembentukan fruit set.”Cahaya buatan juga berpengaruh pada kunang-kunang [Lampyridae], terutama proses intraspesifik/kompetisi antarindividu. Hewan ini memancarkan sinar pada malam untuk saling mengenali dan memberi tanda kawin. Mereka menggunakan panjang gelombang sinar yang berbeda, tergantung spesies.Sedangkan serangga lain adalah lebah madu raksasa [Aphis dorsata], yang menjadi berbahaya [harmfull]. Serangga ini sering ditemukan di pohon-pohon tinggi, namun tak menutup kemungkinan bersarang di pohon rendah.Begitu juga pada laba-laba [Tetragnathidae]. Cahaya buatan menyebabkan penurunan populasinya sebanyak 44 persen. Penurunan kekayaan famili serangga aquatik juga terjadi hingga 16 persen dan ukuran tubuh serangga tersebut turun hingga 76 persen. Sementara, ukuran serangga terestrial yang memasuki kawasan perairan meningkat hingga 309 persen.“Ini menunjukkan, telah terjadi perubahan struktur komunitas serangga dan fungsi ekosistem akibat adanya reciprocal aquatic-terrestrial fluxes of invertebrates.”  Beda pendapatHal berbeda disampaikan Sukma Surya Kusumah, Plt Kepala Pusat Riset  Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, Badan Riset dan Inovasi Nasional [BRIN]. Dia menegaskan, program wisata edukasi Glow merupakan inovasi yang menawarkan pengalaman menjelajah KRB di malam hari, sambil menikmati instalasi lampu serta proyeksi visual. Selain itu, wisata cahaya dapat dijadikan penelitian." "Wisata Cahaya dan Dampaknya Bagi Ekosistem Kebun Raya Bogor","Bahkan, penelitian sudah berlangsung sejak September 2021. BRIN secara bertahap melakukan tiga penelitian mengenai perubahan karakteristik hewan dan tumbuhan dari faktor cahaya, polusi udara dan polusi suara.Menukil Kompas.com, penelitian pertama mengangkat topik Permodelan Spasial Dampak Cahaya Malam Buatan Terhadap Kesehatan Tumbuhan Menggunakan Unmanned Aerial Vehicle dan Pembelajaran Mesin [Studi Kasus Kebun Raya Bogor].Penelitian ini akan mengidentifikasikan area tumbuhan yang terpapar cahaya malam buatan, baik dari dalam maupun luar kawasan KRB. Riset tersebut menganalisis kandungan  klorofil dan nitrogen pada daun yang terpapar cahaya buatan yang dilakukan setahun, dari Januari hingga Desember 2022. Sebanyak 300 pohon dijadikan sebagai sampel penelitian.Penelitian kedua, mengangkat tema Analisis Pengaruh Cahaya Malam Buatan/Artificial Light at Night [ALAN] pada Fungsi-fungsi Ekofisiologi Beberapa Jenis Tumbuhan Tropis Kebun Raya Bogor.Tujuannya, untuk  mengetahui spektrum [panjang gelombang] ALAN yang memiliki pengaruh minimal terhadap fungsi-fungsi ekofisiologi tumbuhan tropis dan intensitas radiasi. Parameter yang diamati, yaitu panjang daun, luas daun, ketebalan daun, warna daun, kerapatan stomata, konduktansi stomata, klorofil total, laju fotosintesis, laju rerspirasi, senyawa metabolit sekunder, dan ekspresi gen terutama ada tiga perlakuan, antara lain tipe cahaya, intensitas, dan durasi.Penelitian ketiga berupa komparasi keanekaragaman serangga antara zona gelap dan terang, pengaplikasian cahaya Glow, serta jenis polinator yang bermigrasi dan menjadikan Kebun Raya Bogor sebagai tempat bersarang.“Kami ingin mengetahui seberapa jauh pegaruh keberadaan cahaya Glow terhadap populasi polinator dan seberapa besar pengaruhnya pada proses penyerbukan,” kata Sukma.  Menjaga marwah kebun raya" "Wisata Cahaya dan Dampaknya Bagi Ekosistem Kebun Raya Bogor","Dedy Darnaedy, Kepala Kebun Raya Bogor 1997-2003, meminta BRIN dan pengelola agar menjaga Kebun Raya Bogor dengan berpegang teguh pada lima tugas dan fungsi kebun raya, yaitu konservasi tumbuhan, penelitian, pendidikan, wisata ilmiah, dan jasa lingkungan.Menurutnya, 204 tahun umur KRB adalah waktu yang panjang sehingga menjadinya ekosistem  yang unik. “Kebun Raya sebagai jawaban atas kerisauan dunia karena tingginya laju kepunahan jenis tumbuhan di Indonesia,” tuturnya Dedy Darnaedy dalam webinar INPECTUS, Sabtu [27/11/2021].Dunia memang dalam ancaman kehilangan keanekaragaman hayati [biodiversity lost].“Upaya yang harus dilakukan adalah peduli dengan kegiatan konservasi, mulai dari in-situ, ex-situ, dan konservasi sumber daya genetik. Kebun raya adalah tempat menjaga keanekaragaman hayati Indonesia,” tuturnya.Manusia, kata Dedy, tidak bisa melepaskan diri dari ekosistem. “Jika manusia meninggalkan ekosistem, akan banyak terjadi fenomena alam yang mengancam karena tidak ada keseimbangan lingkungan,” terangnya.Kebun Raya Bogor merupakan kebun raya tertua di Asia Tenggara, yang diresmikan oleh Gubernur Jenderal Baron van der Capellen, dengan nama Lands Plantentuin te Buitenzorg. Luasnya 87 hektar, terletak di tengah Kota Bogor, Jawa Barat.Dari Kebun Raya Bogor, lahir beberapa institusi ilmu pengetahuan lain, seperti Bibliotheca Bogoriensis [1842], Herbarium Bogoriense [1844], Kebun Raya Cibodas [1860], Laboratorium Treub [1884], dan Museum dan Laboratorium Zoologi [1894].   [SEP]" "Bunglon Jambul Hijau, Si Reptil yang Mampu Berubah Warna","[CLS]  Pembawaannya tenang dikala hinggap di atas daun pohon jati (Tectona grandis) di malam hari. Warna kulitnya tidak mencolok karena bepadu dengan warna daun. Saat berpindah dari daun satu ke daun lain jalannya pelan, sehingga memudahkan untuk diabadikan dengan kamera.Begitu pindah ke daun yang kering warnanya berubah menjadi kuning kecoklatan. Dia lah bunglon jambul hijau, si kadal yang mempunyai kemampuan merubah warna tubuhnya, dengan menyesuaikan warna tempat dimana dia berada. Atau sesuai dengan keadaan emosi, cahaya, suhu, dan kelembaban lingkungannya.baca : Bunglon yang Ditemukan di Madagaskar Ini, Bisa Jadi Reptil Terkecil di Dunia  Biasanya reptil yang mempunyai nama latin Bronchocela cristatella ini berubah menjadi warna hijau kecoklatan atau coklat. Perubahan warnanya ini biasa digunakan sebagai teknik untuk mengelabuhi musuhnya. Ketika dia marah, warna kulitnya cenderung lebih gelap. Kemampuan mengubah warnanya ini selain digunakan untuk melindungi diri dari predator juga digunakan untuk mencari mangsa.Sebagian orang mengartikan bahwa bunglon mengubah warna kulitnya sebagai kamuflase atau respon terhadap musuh yang membahayakannya. Padahal, tidak juga seperti itu. Reptil ini memang mempunyai kemampuan untuk merubah warna kulitnya. Akan tetapi, dia tidak bisa merubah warna warna kulit kesemua warna, melainkan hanya warna-warna tertentu saja. Sementara sel yang mendukung dan membuat perubahan ini terjadi disebut dengan chrismatophores. baca juga : Satu Abad Menghilang, Bunglon Warna-warni Ini Ditemukan Kembali  PersebaranBunglon jambul hijau bisa tumbuh, panjangnya bisa mencapai sekitar 57 cm (22 inci). Di leher atasnya terdapat deretan jambul berwarna hijau terang, bentuknya bergerigi yang menjadikannya disebut dengan bunglon jambul, meskipun jumlahnya tidak sebanyak seperti pada bunglon surai." "Bunglon Jambul Hijau, Si Reptil yang Mampu Berubah Warna","Mempunyai lubang telinga yang besar, ukurannya sebesar matanya sehingga bisa dilihat jelas. Sementara, kepala dan leher memiliki warna hijau muda dengan daerah mulut hingga bagian bawah mata berwarna hijau pucat atau keputihan. Begitu juga dengan punggungnya yang berwarna hijau muda, hanya lebih gelap daripada kepala dan leher.Tubuh bagian bawah berwarna hijau muda kekuningan atau hijau pucat. Warna ekornya berwarna hijau kekuningan atau hijau kecoklatan. Kaki dan punggung berwarna sama, dengan telapak kaki berwarna lebih terang. Bunglon adalah hewan yang eksotis dari kelas repil yang hidupnya di pohon.menarik dibaca : Dirilis, Daftar 100 Reptil Paling Unik dan Terancam Punah di Dunia  Bentuknya mirip dengan iguana. Dia adalah salah satu reptil yang paling terkenal terutama di daerah penduduk asli benua Afrika dan Madagaskar, bisa juga ditemukan di beberapa kawasan lain di Eropa dan Asia. Tetapi ada lebih dari 120 spesies yang termasuk dalam keluarga bunglon Chameleon ditemukan di wilayah Mediterania.Bunglon ini tersebar di Myanmar bagian selatan, Kepulauan Nikobar, Semenanjung Malaya, dan Thailand bagian selatan. Sementara di Indonesia, bunglon ini tersebar di pulau-pulau Jawa, Bali, Borneo, Sulawesi, Sumatra, Nias, mentawai, Kepulauan Riau, Nusa Tenggara, Maluku.Bagi orang awam, mengetahui bunglon sebagai kadal yang pandai merubah warna kulit dan bisa memanjat dengan handal. Bunglon adalah reptil yang termasuk dalam suku Agamidae. Marganya ada banyak, seperti Bronchocela, Calotes, Gonocephalus, Pseudocalotes, Aphaniotis dan juga saudara dekatnya yaitu cicak terbang (Draco) dan Soa-Soa (Hydrosaurus).Bunglon kerap ditemukan di semak, perdu dan pohon-pohon peneduh di kebun dan pekarangan rumah. Sering juga kedapatan jatuh dari pohon atau perdu disaat mengejar mangsanya, tetapi dengan segera berlari menuju pohon terdekat. Makanan utamanya yaitu serangga kecil." "Bunglon Jambul Hijau, Si Reptil yang Mampu Berubah Warna","baca juga : Dua Spesies Reptil Baru Ditemukan di Sumatera, Apa Saja?  Pola ReproduksiPada umumnya, bunglon berkembang biak dengan bertelur (ovivar), akan tetapi terdapat pula spesies bunglon yang bertelur di dalam perut dan membersarkan anaknya di dalam perut sebelum dilahirkan (ovovivivar). Spesies bunglon yang bertelur mempunyai telur setelah 3-6 minggu setelah kawin.Jika akan bertelur, bunglon betina akan turun ke tanah dan mulai menggali lubang antara 10-30 cm tegantung spesies bunglon. Dia akan masuk ke dalam liang tersebut. Spesies bunglon yang bertelur mempunyai telur setelah 3-6 minggu setelah kawin.Spesies bunglon berkudung (Chamalelo calyptratus) mempunyai telur 80-100 telur, sementara spesies bunglon Brookesia.  Ukuran telur dan bayi bunglon yang baru menetas bervariasi tergantung spesies. Biasanya, telur akan menetas setelah 4-12 bulan, tergantung spesiesnya. Spesies bunglon yang bertelur beranak seperti bunglon Jackson (Trioceros jacksonii) yang mempunyai masa kehamilan 5-7 bulan.Masing-masing anak akan lahir dalam membran lengket yang merupakan kantong kuning telur. Induknya akan menempelkan telur tersebut pada ranting dimana membran akan pecah dan bayi bunglon bisa keluar. Spesies bunglon ini bisa mempunyai 30 ekor anak sekaligus sekali kehamilan.   [SEP]" "Tantangan Besar Mewujudkan Budi daya Abalon","[CLS]  Nama kerang Abalon (Haliotis) masih belum bisa menempati posisi puncak popularitas di Indonesia hingga saat ini. Biota laut tersebut masih kalah populer dibandingkan nama-nama lain seperti Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Brachyura), ataupun Tuna, Cakalang, dan Tongkol (TCT).Walau sama-sama berharga mahal, namun Abalon sampai saat ini masih menjadi komoditas untuk kalangan terbatas dengan tingkat ekonomi yang masuk golongan atas. Dalam seporsi Abalon yang sudah dimasak, harganya bisa mencapai kisaran Rp1 juta.Mengingat potensi besar untuk perekonomian nasional, Pemerintah Indonesia mendorong pemanfaatan Abalon dilakukan melalui cara budi daya. Dorongan itu muncul, karena selama ini Abalon diperjualbelikan dengan cara mengambil langsung dari alam.Direktur Jenderal Perikanan Budi daya Kementerian Kelautan dan Perikanan (DJPB KKP) Slamet Soebjakto mengatakan, sebagai biota laut yang bernilai ekonomi tinggi, Abalon mendapatkan perhatian yang tinggi dari masyarakat pesisir di seluruh Indonesia.Hewan laut tersebut, tidak hanya dimanfaatkan dengan cara dimakan langsung, namun juga dijual di pasar lokal yang berdekatan dengan kawasan pesisir. Selain itu, Abalon juga menjadi komoditas ekspor yang dikirim ke sejumlah negara di Asia, Eropa, dan Amerika Serikat.baca : Dari Pelosok Bali Ini Bibit Udang Unggul, Abalon, dan Tiram Mutiara Tersedia  Akan tetapi, walau sudah menjadi komoditas yang dimanfaatkan sejak lama, namun hingga sekarang pemanfaatan dengan cara budi daya masih dianggap sebagai cara yang baru. Untuk itu, diperlukan sentuhan inovasi teknologi yang harus terus dikembangkan, untuk mengejar produksi melalui budi daya.“Pengembangan budi daya Abalon masih sangat potensial dilakukan di Indonesia, mengingat perairan laut kita masih sangat luas dan cocok,” ungkap Slamet Soebjakto belum lama ini." "Tantangan Besar Mewujudkan Budi daya Abalon","Menurut dia, budi daya Abalon dapat memberikan alternatif atau tambahan penghasilan bagi masyarakat dan sekaligus memberikan dampak positif secara ekologi. Hal itu bisa terjadi, karena dengan budi daya, tidak akan lagi terjadi eksploitasi sumber daya Abalon di alam.Untuk melaksanakan pengembangan budi daya Abalon, KKP menunjuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Produksi Induk Udang Unggul dan Kekerangan (BPUI2K) Karangasem, Bali. Melalui prosesnya, teknik pembenihan dan pengembangan teknologi budi daya Abalon akhirnya berhasil dilakukan.“Dalam pengembangan budi daya Abalon, perlu diperhatikan kelayakan lokasi untuk budi dayanya, berdasarkan kondisi fisik perairan, kondisi kimia, dan akses ke lokasi budi daya,” terang dia.baca juga : Melestarikan Kerang Laut Abalon yang Sangat Mahal di Meja Makan Restoran  TeknologiHal lainnya yang juga perlu untuk diperhatikan, adalah keamanan dan perlindungan perairan untuk membangun konstruksi budi daya. Kemudian, aksesibilitas yang mudah dijangkau dan keamanan yang terjamin menuju lokasi budi daya, juga menjadi hal yang tidak boleh dilupakan.“Dan perlu dicatat, perairan harus bebas dari pencemaran, buangan industri, limbah pertanian ataupun limbah rumah tangga,” tambah dia.Jika semua hal yang harus diperhatikan tersebut dilaksanakan, maka budi daya Abalon diyakini akan bisa ikut mendorong kesejahteraan masyarakat pesisir, karena akan terjadi peningkatan pendapatan ekonomi bagi para pembudi daya Abalon dan nelayan.Untuk melaksanakannya, Slamet menyebut kalau budi daya Abalon bisa dilakukan dengan menerapkan sistem keramba jaring apung (KJA), jaring tancap, atau menggunakan keranjang-keranjang plastik yang sudah diberikan bahan pelindung (shelter)." "Tantangan Besar Mewujudkan Budi daya Abalon","Agar proses budi daya bisa lancar, KKP terus melakukan inovasi teknologi untuk pengembangan budi daya Abalon, termasuk untuk pengembangan pembenihan, pendederan, dan pembesaran. Proses penciptaan inovasi dilakukan, agar teknologi budi daya Abalon mudah dilaksanakan oleh masyarakat.Jika teknologi untuk melaksanakan budi daya Abalon sudah efisien dan gampang untuk diterapkan oleh masyarakat, Slamet meyakini kalau budi daya komoditas tersebut akan semakin diminati. Dengan teknologi yang mudah, Abalon juga bisa mendatangkan rupiah yang tidak sedikit.Tambahan lagi, budi daya Abalon diyakini akan semakin diminati masyarakat, karena teknologinya tergolong ramah lingkungan dan tidak mencemari lingkungan sekitarnya. Semua itu bisa terjadi, karena tidak ada penggunaan bahan kimia untuk teknologi budi daya Abalon.“Hanya menggunakan mikroalga maupun makroalga sebagai pakan pada proses budi dayanya,” jelas dia.baca juga : Ini Tantangan Pembudidaya Kerang Hijau di Gresik  Kepala BPUI2K Karangasem Winarno, pada kesempatan berbeda menjelaskan bahwa proses pemijahan Abalon dilakukan setiap bulan dengan menggunakan metode penjenuhan oksigen. Untuk satu periode pemijahan yang dilakukan di BPUI2K Karangasem, dapat menghasilkan 2-3 juta trokofor.Trokofor sendiri tidak lain adalah jenis larva planktonik yang berenang bebas dengan beberapa baris silia. Dengan menggerakkan silia mereka yang cepat, sebuah pusaran air dibuat. Dengan cara ini mereka mengendalikan arah gerakan mereka.Sementara, untuk pemeliharaan induk Abalon, Winarno mengatakan bahwa itu dilakukan dalam bak fiber berkapasitas 1.500 liter yang di dalamnya sudah ada pelindung yang memakai sistem air mengalir. Setiap bak kemudian diisi 150 ekor induk Abalon dan diberikan pakan berupa rumput laut yang selalu tersedia.“Pemeliharaan induk Abalon dilakukan sampai matang gonad (organ reproduksi yang menghasilkan sel kelamin) dan siap dipijahkan,” jelas dia." "Tantangan Besar Mewujudkan Budi daya Abalon","Untuk pemeliharaan larva, itu dilakukan pada bak beton yang diberi sirkulasi air dan aerasi dengan pengaturan kecil. Kemudian, selama prosesnya diberikan pakan berupa bentik diatom. Larva Abalon dipelihara selama dua bulan hingga larva berubah menjadi benih berukuran satu sentimeter.perlu dibaca : Kisah Peliknya Para Pencari Tiram di Lamongan  ProsesLebih jauh Slamet menerangkan, untuk menghindari proses persaingan makanan, maka proses penyortiran (grading) untuk menyeragamkan ukuran perlu dilakukan hingga empat kali dalam sebulan, yaitu saat berukuran 2 cm (3 bulan), 3 cm (4 bulan), 4 cm (5 bulan) dan 5 cm (kurang dari 6 bulan).Khusus untuk manajemen pakan, itu dilakukan sesuai umur Abalon yang dipelihara. Untuk umur satu bulan itu diberikan pakan berupa plankton jenis diatom dosis 1 juta sel per ml. Lalu, untuk umur dua bulan diberikan pakan berupa rumput laut jenis ulva dan gracilaria.“Hasil produksi benih Abalon yang berasal dari BPIU2K Karangasem didistribusikan ke beberapa daerah seperti Bali, Pulau Seribu, Bogor, Yogyakarta serta daerah lainnya di Indonesia,” papar dia.Untuk penggunaan benih Abalon yang dulunya hanya terbatas untuk kegiatan penelitian dan menunjang kegiatan restocking, saat ini sudah dapat dibudidayakan oleh kelompok nelayan atau pembudidaya dengan menggunakan sistem jaring tancap maupun KJA.Peneliti dari Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (BPBTA LIPI) Dwi Eny Djoko Setyono pada kesempatan sebelumnya menyebutkan kalau Indonesia memiliki banyak perairan pantai yang cocok untuk menjadi habitat Abalon.Menurut dia, ada lebih dari 100 jenis Abalon yang tersebar di dunia, dengan tujuh jenis di antaranya adalah Abalon yang bisa ditemukan di perairan Indonesia. Dari tujuh yang ada, baru jenis Mata Tujuh (Haliotis asinina) dan Kaki Kuning (Haliotis squamata) yang sudah dipelajari dan dibudidayakan." "Tantangan Besar Mewujudkan Budi daya Abalon","Abalon sendiri termasuk jenis gastropoda laut yang bernilai ekonomi penting, karena nilai jual dagingnya yang tinggi untuk pasar ekspor. Namun, akibat dari tingginya nilai jual tersebut, populasi Abalon tropis di beberapa wilayah perairan Indonesia disinyalir telah dipanen secara intensif .“Dan telah mengalami tangkap yang berlebihan atau over fishing,” ucap peneliti bidang oseanografi terapan, khususnya bidang penelitian biologi laut dan marikultur itu menegaskan.Saat ini, upaya untuk melaksanakan budi daya Abalon sudah dilakukan di Indonesia, baik oleh Pemerintah maupun swasta. Namun demikian, karena kendala minimnya informasi dan pengetahuan dasar tentang aspek-aspek biologi dan budi daya Abalon, usaha tersebut belum berkembang seperti yang diharapkan.  [SEP]" "Rekrutmen Awak Kapal Perikanan Masih Belum Transparan","[CLS]   Tata kelola rekrutmen awak kapal perikanan (AKP) sampai saat ini dinilai masih menjadi masalah yang belum bisa diselesaikan oleh Pemerintah Indonesia. Persoalan tersebut bisa muncul, karena sampai sekarang sistem rekrutmen masih belum menerapkan secara penuh transparansi dan keadilan.Akibat persoalan tersebut, tata kelola pengiriman AKP juga menjadi bermasalah dan terus berlangsung dari tahun ke tahun. Hal itu diakui oleh Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan.Dalam penilaian dia, pelaksanaan sistem dan mekanisme rekrutmen AKP di Indonesia selama ini masih berjalan sangat tidak transparan. Kondisi itu juga diperparah dengan adanya praktik penipuan kepada para calon tenaga kerja, serta dilakukan secara informal.“(Selain itu) ada juga praktik percaloan dan pungutan kepada calon awak kapal perikanan,” ungkap dia belum lama ini.Kelemahan tersebut hingga saat ini masih terus berlangsung, meski Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sudah menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 33 Tahun 2021 yang salah satunya mengatur tentang Tata Kelola Awak Kapal Perikanan.Menurut Abdi Suhufan, kehadiran Permen KP 33/2021 seharusnya bisa menjadi penyempurna peraturan sebelumnya yang sudah ada dan diberlakukan. Namun yang terjadi justru sebaliknya, karena Permen tersebut tidak mengatur tentang ketentuan rekrutmen AKP yang adil.Oleh karena itu, agar sistem dan mekanisme rekrutmen AKP bisa berjalan lebih baik lagi dan berlangsung adil, dia menilai perlu adanya pengaturan secara khusus yang diterbitkan oleh Pemerintah. Hal itu, untuk mengantisipasi jika perekrutan dilakukan langsung oleh pemilik kapal atau perusahaan dan juga mengantisipasi perekrutan yang dilakukan oleh agen.baca : Pekerjaan Rumah Pemerintah untuk Melindungi Awak Kapal Perikanan  " "Rekrutmen Awak Kapal Perikanan Masih Belum Transparan","Jika kondisi tersebut benar terjadi, maka semua pihak yang terkait harus bisa mengantisipasinya dengan baik. Contohnya, jika perekrutan dilakukan melalui agen, maka pemilik kapal atau perusahaan harus memiliki perjanjian atau kontrak tertulis yang resmi dan mencakup penyediaan layanan perekrutan.Dengan kata lain, pemilik kapal atau perusahaan harus bisa memastikan bahwa AKP yang mereka rekrut dan kemudian dilakukan penempatan oleh agen, sudah memahami dan menyetujui persyaratan kerja tanpa ada paksaan dari pihak lain.“Mereka secara sukarela dan tanpa ancaman hukuman,” tegas dia.Abdi Suhufan menyebut, kondisi tersebut seharusnya tidak terjadi, jika KKP berani mengubah tata cara dalam memberikan perlindungan kepada AKP Indonesia. Namun, fakta yang ada justru KKP hanya mengubah sedikit aspek perlindungan kepada AKP saat melaksanakan operasi penangkapan ikan.Adapun, rincian Permen KP 33/2021 itu mengatur tentang logbook penangkapan ikan, pemantauan di atas kapal penangkapan ikan dan kapal pengangkut ikan, inspeksi pengujian, penandaan kapal perikanan, dan tata kelola pengawakan kapal perikanan.Dokumen peraturan yang tebalnya mencapai 307 halaman itu, disebut sebagai gabungan dari sejumlah peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan sebelumnya. Salah satu dari peraturan tersebut, adalah tentang tata kelola AKP.“Belum banyak berubah dalam aturan tersebut, karena hanya sedikit memperbaiki aspek perlindungan tenaga kerja yang terlibat dalam operasi penangkapan ikan,” terang dia.baca juga : Bagaimana Menata Kelola Pengiriman Awak Kapal Perikanan yang Tepat?  Beberapa waktu lalu, Moh Abdi Suhufan juga mengingatkan kepada Pemerintah Indonesia untuk segera melakukan perbaikan tata kelola AKP. Langkah tersebut mendesak untuk dilakukan, karena akan memperbaiki jaminan pekerjaan bagi AKP yang bekerja di kapal perikanan di dalam dan luar negeri." "Rekrutmen Awak Kapal Perikanan Masih Belum Transparan","Perbaikan tata kelola yang dimaksud, harus dimulai dari tahapan perekrutan, penempatan, repatriasi, sampai remedi. Semua tahapan tersebut, kemudian diperkuat dengan penerbitan rancangan peraturan pemerintah tentang penempatan dan perlindungan awak kapal niaga dan AKP.Dalam penilaian Abdi Suhufan, Pemerintah Indonesia perlu untuk meningkatkan kerja sama dengan negara-negara yang menjadi tujuan bekerja para AKP dari Indonesia. Kerja sama itu harus spesifik dalam bentuk multi perjanjian.“Atau saling mengakui sertifikat AKP antara Indonesia dengan negara tujuan calon AKP bekerja,” terang dia. Rencana Aksi NasionalSelain itu, upaya perbaikan juga harus dilakukan dengan menyusun prorgam dan rencana aksi pengembangan sumber daya manusia AKP, terutama tentang kualifikasi dan kompetensi calon AKP. Juga, harus ada layanan pengaduan melalui saluran telepon khusus bagi AKP sudah bekerja.Terakhir, Pemerintah Indonesia harus melakukan pendataan keberadaan AKP Indonesia yang bekerja pada kapal perikanan di luar negeri. Upaya tersebut harus menjadi prioritas, karena bisa mendeteksi jumlah total AKP yang sudah bekerja hingga saat ini.Agar pendataan bisa cepat dan akurat, maka proses tersebut harus dilaksanakan dengan melakukan koordinasi bersama kementerian dan lembaga lain yang ada di Indonesia. Dengan demikian, pemantauan yang akan dilakukan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) bisa lebih mudah dilakukan.perlu dibaca : Perlindungan Awak Kapal Perikanan Dimulai dari Daerah Asal  Peneliti DFW Indonesia Laode Hardian menjelaskan bahwa operasional AKP bergantung pada pergerakan dari kapal perikanan tempat mereka bekerja. Kapal-kapal tersebut, sampai saat ini operasionalnya masih dilakukan melalui pelabuhan resmi dan tangkahan." "Rekrutmen Awak Kapal Perikanan Masih Belum Transparan","Saat melakukan operasi penangkapan ikan, tidak sedikit kapal perikanan ada yang tidak mengikuti ketentuan yang berlaku di negara yang berkaitan. Kapal-kapal tersebut seharusnya bisa memenuhi aspek perizinan, pengawakan, kesehatan dan keselamatan kerja (K3), dan logistik yang cukup.Karena ada kapal perikanan yang tidak memenuhi aspek-aspek yang disebut di atas, maka kemudian akhirnya timbul masalah di atas kapal antara AKP, nakhoda, pemilik kapal, dan atau dengan perusahaan. Masalah-masalah tersebut bisa muncul kapan saja, tanpa mengenal waktu dan situasi.Agar bisa dicegah beragam potensi masalah di atas kapal, maka perlu dibuat mekanisme yang kuat dan tegas, serta melakukan inspeksi bersama di atas kapal dengan melibatkan para pihak yang berkaitan. Langkah tersebut untuk menciptakan kondisi kerja yang layak di atas kapal dan memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku, serta terpenuhinya aspek K3 yang diperlukan di atas kapal.“Inspeksi bersama ini perlu dilakukan oleh otoritas Syahbandar Pelabuhan Perikanan, unit kerja Ketenagakerjaan dan unit kerja Perhubungan,” papar dia.Kebutuhan melaksanakan inspeksi bersama tersebut, seharusnya menjadi salah satu bagian yang ada dalam Permen KP 33/2021. Namun sayang, KKP dinilai sudah abai karena justru tidak melakukan terobosan dengan memuat mekanisme inspeksi bersama (multidisiplinery).Bagi Laode Hardia, ketiadaan inspeksi bersama di atas kapal perikanan yang selama ini terjadi, bisa menyebabkan banyak kecelakaan kerja, kasus pelanggaran ketenagakerjaan, dan penelantaran AKP di atas kapal ikan domestik.baca juga :Moratorium Pengiriman Awak Kapal Perikanan Harus Diwujudkan  Sedangkan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini pada kesempatan berbeda mengatakan, bekerja di atas kapal penangkap ikan memang memiliki risiko yang tinggi dibandingkan jika bekerja dengan profesi yang lain." "Rekrutmen Awak Kapal Perikanan Masih Belum Transparan","Fakta tersebut menuntut para calon AKP yang akan bekerja di kapal perikanan harus memiliki kompetensi dan keterampilan yang mumpuni. Kemampuan tersebut akan memberikan manfaat saat bekerja, mengingat kondisi pekerjaan di kapal perikanan memiliki tingkat kesulitan tinggi dan berbahaya.Selain faktor di atas, profesi AKP sangat berisiko tinggi dan berbahaya, karena kapal yang beroperasi didominasi berukuran kecil, dan itu akan sangat berbahaya jika berlayar pada perairan dengan gelombang tinggi, serta cuaca yang tidak menentu.“Berpotensi menyebabkan terjadinya kecelakaan pada saat melakukan kegiatan operasional penangkapan ikan,” ungkap dia dalam siaran pers KKP, pekan lalu.Pernyataan yang diungkapkan Muhammad Zaini tersebut muncul berkaitan dengan kecelakaan KM Hentri-I di perairan laut sekitar Kepulauan Tanimbar, Provinsi Maluku pada 3 September 2021. Kecelakaan tersebut mengakibatkan sebanyak 27 AKP dinyatakan hilang.Tentang perlindungan AKP, sebelumnya sudah dijanjikan oleh Pemerintah Indonesia. Bahkan, Rencana Aksi Nasional Perlindungan Pelaut dan AKP (RAN PPAKP) juga disiapkan untuk menjadi sumber hukum perlindungan kepada para AKP yang sedang bekerja di kapal perikanan di dalam dan luar negeri.Sementara Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Basilio Dias Araujo, beberapa waktu lalu menjelaskan bahwa penyusunan dokumen RAN PPKAP menjadi kebutuhan yang mendesak untuk saat sekarang.s“Menyikapi adanya banyak kasus penelantaran pelaut dan awak kapal perikanan di luar negeri, kita terus berupaya untuk memperbaiki tata kelola perlindungan pelaut dan awak kapal perikanan Indonesia,” jelas dia." "Rekrutmen Awak Kapal Perikanan Masih Belum Transparan","Basilio mengungkapkan, penyusunan RAN PPAKP dilakukan dengan tujuan untuk memastikan Negara senantiasa hadir dengan memberikan perlindungan yang layak dan wajar kepada setiap warga Negara Indonesia (WNI) secara umum, utamanya yang bekerja di subsektor perikanan tangkap.“Baik itu yang bekerja di dalam, maupun di luar negeri,” tambah dia. **** Keterangan foto utama : Ilustrasi. Nelayan menangkap ikan dengan pancing huhate (pool and line). Foto : PT PBN/Mongabay Indonesia   [SEP]" "Pegunungan Meratus: Hutan Lindung, Rencana Tambang dan Urgensi Perlindungannya","[CLS] Pegunungan Meratus merupakan sebuah kawasan yang membelah Provinsi Kalimantan Selatan menjadi dua. Ia membentang dengan melewati hampir semua kabupaten di Kalimantan Selatan, hingga ke perbatasan dengan provinsi Kalimantan Timur. Titik tertingginya berada di Gunung Halau-halau dengan 1.901 Mdpl. Kemasyuran Meratus selevel dengan Pegunungan Schwaner, Muller dan Iban. Merekalah titik-titik tertinggi di Kalimantan.Di bawah pegunungan Meratus terbentang dataran rendah yang sangat luas dengan berbagai macam karakteristik, seperti gambut dan dataran rawa air tawar. Sungai-sungai besar Kalimantan memainkan peran yang besar dalam membentuk dataran semacam ini karena rawa air tawar dikenal sebagai “dataran banjir” dari sungai-sungai tersebut.Sebagaimana menjadi pemberitaan di awal tahun (2021) ini, Banjir besar terjadi di Kalimantan Selatan. Di lansir dari Harian Kompas, 14 Februari 2021, bencana tersebut menyebabkan 11 dari 13 kabupaten/kota terendam. 102.340 rumah penduduk, 176.290 keluarga atau 633.723 jiwa terdampak banjir awal tahun di Kalimantan Selatan. 35 orang meninggal dunia dan 135.656 jiwa harus mengungsi.Beberapa wilayah di Kalimantan Selatan yang rentan bencana harusnya mendapatkan perhatian serius terhadap kelestarian lingkungannya.  Namun sayang, pada 4 Desember 2017, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan sebuah surat keputusan (SK) yang mana memberikan konsesi operasi produksi tambang batu bara di Kawasan Pegunungan Meratus. SK dengan Nomor 441.K/30/DJB/2017 diberikan kepada PT Mantimin Coal Mining (MCM) dengan konsesi seluas 5.900 Ha meliputi Kabupaten Tabalong, Balangan, dan Hulu Sungai Tengah." "Pegunungan Meratus: Hutan Lindung, Rencana Tambang dan Urgensi Perlindungannya","Sejumlah warga Kabupaten Hulu Sungai Tengah  (HST) menolak konsesi perusahaan tambang di wilayah adat mereka tersebut dan bersama organisasi lingkungan hidup, Walhi, pada tahun 2018 mengajukan sebuah gugatan. Tepatnya pada 28 Februari 2018 Kuasa Hukum yang tergabung dalam Tim Advokasi Pengabdi Lingkungan Hidup mendaftarkan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN) Jakarta dengan tergugat I (Menteri ESDM) dan tergugat II intervensi PT MCM.Baca juga: Walhi Menangkan Gugatan di MA: Rencana Eksploitasi Mantimin Mining di Meratus Batal   Pada 22 Oktober 2018, Pengadilan TUN Jakarta mengeluarkan sebuah putusan NO (Niet Ontvankelijke Verklaard) yang berarti gugatan tidak dapat diterima karena alasan mengandung cacat formil. Upaya hukum selanjutnya dilakukan pada tahap banding di Pengadilan Tinggi TUN Jakarta pada 14 November 2018.Namun bernasib sama, Pengadilan Tinggi TUN menguatkan putusan Pengadilan TUN Jakarta pada 14 Maret 2019, bahwa kasus tersebut NO.Upaya hukum lebih tinggi dilakukan demi mendapatkan keadilan, maka diajukanlah kasasi ke meja hijau di Mahkamah Agung (MA). Dalam sebuah putusan pada 15 Oktober 2019, MA berpendapat lain dengan Pengadilan TUN dan Pengadilan Tinggi TUN Jakarta.MA menyatakan membatalkan Keputusan Tata Usaha Negara berupa SK Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 441.K/30/DJB/2017, tertanggal 4 Desember 2017 tentang Penyesuaian Tahap Kegiatan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT Mantimin Coal Mining Menjadi Tahap Kegiatan Operasi Produksi. Serta mewajibkan Tergugat I (dalam hal ini Menteri ESDM) untuk mencabut Keputusan Tata Usaha Negara berupa SK untuk PT MCM tersebut." "Pegunungan Meratus: Hutan Lindung, Rencana Tambang dan Urgensi Perlindungannya","Dalam pandangan MA, Menteri ESDM telah menerbitkan Keputusan Penyesuaian Tahap Kegiatan PKP2B PT MCM Menjadi Tahap Kegiatan Operasi Produksi (objek sengketa), dan keputusan a quo memenuhi kriteria Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 9 UU Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara juncto Pasal 1 angka 7 UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, sehingga Peradilan Tata Usaha Negara berwenang untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikannya. Sangat janggal secara hukum jika perkara tersebut diputus Niet Ontvankelijke Verklaard.Baca juga: UU Minerba Baru Makin Ancam Hutan Lindung dan Konservasi   Kemudian masalah lainnya, sebagian areal tambang PT MCM atau Tergugat II Intervensi berada di kawasan karst yang merupakan kawasan lindung geologi. Apabila kawasan tersebut dilakukan eksploitasi, maka berpotensi merusak fungsi aquifer air, karena ekosistem kars memiliki fungsi aquifer air alami, sebagai penampung dan penyalur air yang bermanfaat bagi wilayah di sekitarnya.Areal rencana tambang PT MCM juga berada di Pegunungan Meratus yang merupakan kawasan hutan lindung, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 9 Tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2015-2035, dan di pegunungan tersebut melintas Sungai Batang Alai yang dimanfaatkan untuk irigasi pertanian, perikanan dan sumber air minum, sehingga apabila dilakukan eksploitasi berpotensi terganggunya sumber air." "Pegunungan Meratus: Hutan Lindung, Rencana Tambang dan Urgensi Perlindungannya","Tindakan hukum Menteri ESDM menerbitkan keputusan objek sengketa bertentangan dengan dua hal. Pertama, peraturan perundang-undangan. Yakni Pasal 21 ayat (3) huruf g UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 52 ayat (5) huruf c juncto Pasal 53 ayat (3) huruf a Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRW Nasional, dan Pasal 56 ayat (1) Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 9 Tahun 2015 tentang RTRW Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2015-2035. Kedua, asas-asas umum pemerintahan yang baik, yakni asas kehati-hatian atau precautionary principle.   Maka oleh sebab itu, Putusan Pengadilan Tinggi TUN Jakarta Nomor 28/B/LH/2019/PT.TUN.JKT, tanggal 14 Maret 2019, yang menguatkan Putusan Pengadilan TUN Jakarta Nomor 47/G/LH/2018/PTUN.JKT, tanggal 22 Oktober 2018, tidak dapat dipertahankan dan harus dibatalkan.Atas putusan itu, PT MCM sempat mengajukan Peninjauan Kembali ke MA. Namun pada 4 Februari 2021, MA menerbitkan sebuah putusan peninjauan kembali (PK) dengan Nomor 15 PK/TUN/LH/2021, yang mana isinya menolak PK yang diajukan PT MCM atas putusan yang mengabulkan kasasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia.Pandangan dari pemerintah daerah setempat pun lebih kepada pelestarian Kawasan Pegunungan Meratus daripada eksploitasinya. Sebab kelestarian Pegunungan Meratus sangat penting bagi masyarakat. Di lansir dari Pro Kalsel, 24 September 2020, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Hulu Sungai Tengah, M Yani menyampaikan bahwa Pemkab HST juga terus berupaya agar Pegunungan Meratus tidak dieksploitasi. Isu penyelamatan Kawasan pegunungan Meratus menjadi salah satu fokus dalam Kajian Lingkungan Hidup Strategis Rencana untuk Pembangunan Jangka Menengah Daerah Hulu Sungai Tengah." "Pegunungan Meratus: Hutan Lindung, Rencana Tambang dan Urgensi Perlindungannya","Diwartakan oleh Mongabay.co.id (23/2/2021) Pemerintah daerah (HST) saat ini, telah memberikan rekomendasi kepada pimpinan selanjutnya agar melanjutkan program #SaveMeratus agar tak tereksploitasi dalam bentuk apapun. Juga merekomendasikan penghijauan kembali agar Meratus menjadi kawasan penyerap air dan konservasi.Sebab kawasan pegunungan meratus saat ini menjadi sumber penting lingkungan hidup yang tersisa. Di samping itu, Meratus belum ditambang saja banyak daerah sekitarnya yang diterpa banjir. Apalagi ditambah dengan tindakan yang membuat daya dukung lingkungannya semakin berkurang, kita tentu tidak ingin bencana lebih parah di masa mendatang. Referensi: [1] Kajian Daya Dukung Dan Daya Tampung Sumberdaya Alam Dan Lingkungan Hidup Ekoregion Kalimantan Berbasis Jasa Ekosistem, Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Kalimantan Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan 2016[2] Menggali Kearifan di Kaki Pegunungan Meratus, Intip Hutan, Februari 2004[3] Putusan MA Momentum Penyelamatan Kawasan Pegunungan Meratus, Harian Kompas, 14 Februari 2021[4] AMAN HST Tolak Izin Perusahaan Tambang, Antara Kalsel, 20 September 2017[5] Polemik Tambang Meratus: Sudah Diputus Kalah oleh Mahkamah Agung, PT MCM Melawan Balik, Pro Kalsel, 24 September 2020[6] Walhi Menangkan Gugatan di MA: Rencana Eksploitasi Mantimin Mining di Meratus Batal, Mongabay.com, 23 Februari 2021 * Marlis Kwan, penulis adalah Analist Fair Business for Environment. Artikel ini adalah opini penulis. ***Foto utama: Bentang alam Pegunungan Meratus, Kalimantan Selatan. Dok: Shutterstock.com [SEP]" "HKMAN 2021: Masyarakat Adat Masih Terus Berjuang untuk Pengakuan","[CLS]  Masyarakat adat hingga saat ini masih terus mengalami pengabaian hak-hak atas wilayah serta ruang hidupnya yang tidak terpisahkan. Berbagai kasus terus menerus menimpa masyarakat adat akibat ketidakhadiran Negara menjalankan mandat konstitusi, maupun peraturan perundang-undangan terkait pengakuan dan pemenuhan hak masyarakat adat.Memang saat ini dorongan agar DPR dan pemerintah segera mengesahkan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Hukum Adat terus bergulir. RUU ini bahkan telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021.Hanya saja, hal ini dinilai belum menjadi jaminan RUU ini akan disahkan. Apalagi dengan adanya penolakan Fraksi Golkar dalam rapat antara Badan Legislasi (Baleg) DPR dengan pemerintah memasukkan pembahasan RUU ini ke dalam Prolegnas 2021, dengan alasan sudah ada banyak undang-undang yang mengatur termasuk UU Cipta Kerja, yang dianggap sudah cukup bagi masyarakat adat.“Kita belum tahu kondisi mendatang karena cengkeraman kekuasaan begitu besar, ada banyak perdebatan RUU ini. Tantangannya adalah bagaimana mengakomodasi semua kepentingan itu tanpa melupakan substansi terhadap keadilan bagi masyarakat di dalam proses-proses pembangunan,” ungkap Muhammad Arman, Direktur Advokasi Kebijakan, Hukum dan HAM Pengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), dalam media briefing yang diselenggarakan di Red Corner, Makassar, Rabu (17/3/2021), sebagai rangkaian peringatan Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara (HKMAN) 2021.baca : 22 Tahun AMAN: Terus Berjuang Upayakan Perlindungan Masyarakat Adat  Kekhawatiran akan ketidakpastian pengesahan RUU ini beralasan. RUU ini telah berkali-kali masuk dalam Prolegnas, namun selalu gagal disahkan. Pertama kali dibahas pada Prolegnas Prioritas 2013-2014, namun gagal disahkan meski telah ada pansus yang diketuai Fraksi Demokrat." "HKMAN 2021: Masyarakat Adat Masih Terus Berjuang untuk Pengakuan","Pada periode 2014-2019, RUU Masyarakat Adat kembali masuk Prolegnas sebagai inisiatif DPR, namun kembali gagal disahkan meski telah menjadi salah satu dari janji Nawacita Jokowi-JK.“Sampai masa akhir sidang 2019, RUU ini gagal ditetapkan karena pemerintah tidak menyerahkan DIM kepada DPR sebagai salah satu syarat pembahasan RUU Masyarakat Adat. Malah pada saat itu ada surat dari Mendagri Tjahyo Kumolo kepada Mensesneg Pratikno, yang menyatakan RUU Masyarakat Adat belum penting disahkan, dianggap telah banyak aturan yang mengatur dan terkait argumentasi ekonomi,” jelas Arman.Menurut Arman, argumen terkait banyaknya aturan memang benar, dimana saat ini terdapat sekitar 25 regulasi yang mengatur masyarakat adat. Namun keberadaan sedemikian banyak undang-undang sektoral ini justru semakin menyulitkan masyarakat adat untuk menikmati hak tradisionalnya.“Dalam hal ini, setiap undang-undang memiliki cara pandang tersendiri tentang masyarakat adat, baik dari segi kriteria maupun objek hak yang diatur,” katanya.Terkait alasan ekonomi, terdapat kekhawatiran bahwa lahirnya UU Masyarakat Adat akan membebani APBN dan akan mengganggu investasi.“Ini keliru, karena sebuah kajian terkait valuasi ekonomi masyarakat yang telah dilakukan AMAN justru menyatakan sebaliknya. Ada tiga kesimpulan hasil valuasi ekonomi ini. Pertama, masyarakat adat bisa mandiri secara ekonomi tanpa kehadiran investasi sekalipun, asalkan negara hadir mengakui, menghormati dan melindungi hak-hak masyarakat adat.“baca juga : Kontribusi Masyarakat Adat dalam Pembangunan Berkelanjutan Tak Bisa Diremehkan  Kedua, menurut Arman, pengakuan ini justru dapat memicu geliat ekonomi karena melalui pengakuan hak masyarakat adat ini terdapat modalitas yang dimiliki masyarakat adat untuk mengelola wilayah adatnya.Kesimpulan ketiga, dengan adanya pengakuan ini bisa menjamin kepastian dan keamanan investasi." "HKMAN 2021: Masyarakat Adat Masih Terus Berjuang untuk Pengakuan","“Masyarakat adat jika diakui, dihormati secara holistik dengan UU Masyarakat Adat, maka itu bisa menjamin kepastian hukum, tidak hanya kepada masyarakat adat tetapi juga kepada investasi, karena jelas dengan siapa akan berhubungan ketika ada proses-proses pembangunan di sana,” jelasnya Kondisi Masyarakat Adat di SulselDi Sulawesi Selatan, meski terdapat sejumlah kasus kriminalisasi terhadap masyarakat adat di Sinjai, Gowa dan Seko Luwu Utara, namun terdapat juga harapan dengan adanya komitmen pemerintah daerah dalam memberi pengakuan masyarakat adat melalui Peraturan Daerah.Di daerah sendiri kini terdapat enam Perda terkait pengakuan dan perlindungan masyarakat adat, yaitu di Bulukumba, Sinjai, Enrekang, Toraja, Luwu dan Luwu Utara.“Tersedianya perda yang mengakomodir masyarakat adat pada beberapa kabupaten di Sulsel ini menunjukkan mulai adanya political will oleh pemerintah meskipun sebagian masih belum diimplementasikan secara maksimal,” ungkap Sardi Razak, Ketua Badan Pengurus Harian (BPH) AMAN Sulsel. Menurut Sardi, pasca penetapan sebagai subjek hukum telah memberikan ruang bagi masyarakat adat untuk mendapatkan hak-haknya seperti hutan adat meskipun capaiannya masih sangat minim, yaitu seluas 4.546,99 Ha.Salah satu penyebab masih minimnya pengakuan hutan adat ini adalah proses penetapan yang membutuhkan proses birokrasi yang panjang, harus didahului dengan kehadiran Perda ataupun SK Bupati/Walikota terkait pengakuan dan perlindungan masyarakat adat. Selain itu, meski telah banyak regulasi lintas sektoral namun implementasi di lapangan masih sangat minim.“Di sinilah pentingnya kehadiran UU Masyarakat Adat ini yang diharapkan mampu menjadi jembatan penyelesaian regulasi sektoral tersebut,” tambah Sardi.baca juga : Studi: Masa Pandemi Cenderung Eksploitasi Alam dan Rawan Langgar Hak Masyarakat Adat  Tetap Tangguh di Tengah Krisis" "HKMAN 2021: Masyarakat Adat Masih Terus Berjuang untuk Pengakuan","Dalam pidato sambutan yang disampaikan melalui sejumlah saluran media sosial, Sekretaris Jendral PB AMAN, Rukka Sombolinggi, menyampaikan berbagai situasi yang dihadapi masyarakat adat yang terus mengalami perampasan dan kriminalisasi dan ketangguhan masyarakat adat dalam menghadapi situasi pandemi COVID-19.“Pandemi COVID-19 menegaskan bahwa apa yang selama ini kita perjuangkan adalah benar dan baik. Pandemi memberikan berbagai jawaban sekaligus memberikan petunjuk arah ke masa depan yang lebih baik, sebuah kehidupan baru dimana kita harus hidup terus menjaga ibu bumi dan adil dengan sesama manusia,” katanya.Menurutnya, pandemi COVID-19 membuktikan bahwa semakin dekat kita dengan konsesi korporasi semakin terancam pula hidup kita ketika terjadi krisis. Sebaliknya wilayah-wilayah adat yang tidak tersentuh perusahaan justru terbukti tangguh di tengah krisis.“Kita bertahan menjaga keutuhan wilayah adat, masih setia menjalankan nilai-nilai dan praktik luhur nenek moyang kita melalui ritual, musyawarah adat, gotong royong, merawat rasa senasib sepenanggungan dan memanfaatkan kekayaan titipan leluhur secara bijaksana,” katanya.Rukka juga menyampaikan bahwa semangat gotong-royong dan solidaritas yang dibangun selama ini bersama terbukti menjamin kedaulatan pangan di wilayah-wilayah adat. Ia kemudian meminta masyarakat adat perlu membuka diri dengan introduksi ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memperkuat pengetahuan dan teknologi yang kita warisi dari leluhur kita.“Kita harus mampu membangun unit-unit produksi yang kokoh di komunitas masyarakat adat serta mengembangkan sistem pasar lokal yang akan menjadi jembatan bagi kita untuk berbagi dengan orang lain di sekitar kita,” katanya.perlu dibaca : Menagih Utang Negara Lindungi Masyarakat Adat  " "HKMAN 2021: Masyarakat Adat Masih Terus Berjuang untuk Pengakuan","Rukka juga mengajak berbagai elemen masyarakat, seperti petani, buruh, nelayan, perempuan dan segenap rakyat Indonesia untuk terus memperkuat gotong-royong dan solidaritas. Harus saling bergandengan tangan, melangkah bersama memutuskan lingkaran setan ekonomi kapitalistik dan neoliberal yang menindas.“Kita bersama-sama menyerukan stop kriminalisasi. Kita sedang mengarungi krisis politik, krisis hukum, krisis bumi dan krisis kemanusiaan di tengah-tengah pandemi.”Di bagian akhir Ia menyampaikan harapannya agar masyarakat adat, di tengah upanya bertahan menghadapi situasi pandemi, tetap berjuang lebih keras untuk mendesakkan pengesahan RUU Masyarakat Adat sesuai dengan aspirasi masyarakat adat sendiri.  [SEP]" "Inilah Kambing Saburai, Kekayaan Genetik Asli Lampung","[CLS]   Suara kambing mengembik terdengar di kandang koloni di Desa Gisting Atas, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung. Kambing ini merupakan jenis Saburai, rumpun lokal asal Lampung.Saburai merupakan hasil persilangan antara Kambing Boer jantan dengan Peranakan Etawa [PE] betina. Umumnya, Saburai berwarna putih dengan perpaduan coklat. Sang jantan memiliki tanduk melingkar bulat ke belakang. Untuk telinga, baik jantan maupun betina, bentuknya panjang menjuntai ke bawah.Di kelompok Mutiara Tani, kandang koloni itu berukuran 12×6 meter. Dibangun membentuk panggung dengan lantai bercelah, agar kotoran langsung jatuh ke tanah. Di tengah kandang, terdapat jarak satu meter sebagai jalan peternak memberi pakan.Baca: Kopi Agroforestri, Cara Merawat Hutan Lampung Barat  Ketua kelompok Mutiara Tani, Semin [55] terlihat memberi pakan kambing-kambingnya berupa rumput odot dan kaliandra merah. Ada juga sisa hasil pertanian seperti daun dan batang singkong, serta daun ubi jalar.Semin biasa memberi pakan dua kali sehari, pagi dan sore. Pakan yang ia bawa sepulang dari kebun.“Pagi biasanya jam enam, sementara sore sekitar habis asar,” kata dia di kediamannya, Jumat [15/2/2021].Kambing Saburai membuat pendapatan Semin dan masyarakat Gisting Atas meningkat. Hal ini dikarenakan harga jualnya yang lebih mahal dibanding jenis lain. Harga seekor berkisar antara 3-7 juta Rupiah, tergantung grade dan performa kambing.Selain itu, kotorannya bisa dimanfaatkan sebagai pupuk padat, sementara urine dijadikan pupuk cair. “Warga di sini banyak petani, pupuknya sangat bermanfaat. Jadi sambil kita berternak kita juga bertani. Masyarakat juga mendirikan Koperasi Saburai Mandiri.”Baca: Cinta Mati Herawati pada Kupu-kupu di Taman Gita Persada  Hal yang sama dirasakan Supri Edi [42], Ketua Kelompok Ternak Makmur Tani II. Berternak Saburai menjadi sumber penghasilan utama keluarganya." "Inilah Kambing Saburai, Kekayaan Genetik Asli Lampung","“Boleh dibilang, dari luar Lampung pun melirik kelompok kami. Tahun 2017, ada warga Sawahlunto, Sumatera Barat, pernah ke sini pesan bibit Saburai sebanyak 15 ekor. Harga satu ekor Rp7 juta,” kata dia.Sebelumnya, Supri Edi berternak kambing Rambon dan PE. Sebagai perbandingan, harga jualnya paling mahal Rp2 juta.Saburai, menurut dia, memilik peminat cukup banyak. Terutama di daerah Jawa Timur, Sumatera Barat, Jambi, dan Palembang. Namun, ia menyayangkan, khusus pemesan dari Jawa Timur biasanya mereka tidak menggunakan nama Saburai, melainkan Cross Boer.“Saya khawatir, nanti di Jawa Timur banyak disangka Cross Boer,” katanya.Terkait pakan, Supri Edi menyiasatinya dengan membuat program yang ia sebut gemar menanam hijauan [GMH]. Lahan kosong yang ada di sela tanaman hortikultura milik anggota kelompok, ditanami tumbuhan pakan.“Dulu sempat bikin pakan fermentasi, tapi pembeli tidak mau bila kabing diberi pakan itu. Jadi kami cari alternatif dengan program menanam hijauan,” katanya.Sejak berternak Saburai, Kelompok Makmur Tani II kerap mendapatkan penghargaan. Baik tingkat kecamatan, kabupaten, maupun provinsi.Ia juga berharap, pemerintah dapat mendorong kelompok lain untuk mengembangkan Saburai. Agar tetap lestari dan populasinya stabil.“Bibit unggul harus terus dijaga dan dipelihara.”Baca juga: Badak Sumatera: Ikon dan Inspirasi Kreatif Masyarakat Lampung  Ditetapkan sebagai rumpun ternak lokalKambing Saburai merupakan rumpun ternak lokal Indonesia yang sudah ditetapkan melalui SK Menteri Pertanian No. 359/Kpts/PK.040/6/2015 tanggal 8 Juni 2015. Artinya, Saburai yang sebaran asli geografisnya di Kabupaten Tanggamus dan Kabupaten Pesawaran, Lampung, harus dilindungi dan dilestarikanDr. Kusuma Adhianto, Dosen Peternakan FP Universitas Lampung, mengatakan bahwa latar belakang penetapan tersebut guna melindungi sumber daya genetik ternak di Indonesia." "Inilah Kambing Saburai, Kekayaan Genetik Asli Lampung","“Banyak sekali kekayaan plasma nutfah di Indonesia, tetapi tidak pernah dicatat sehingga waktu itu gencar isu negara tetangga yang ingin mematenkan. Pemerintah pusat bergerak cepat mengamankan aset nasional ini,” terangnya ditemui di kampus, Selasa [09/2/2021].Kusuma mengungkapkan, sebelum mendapatkan pengakuan, timnya pernah gagal karena kekurangan data. Namun, kondisi itu tidak menyurutkan semangat timnya. Mereka mencoba lagi dan akhirnya berhasil dua tahun setelahnya.“Tahun 2013 kami coba. Dalam proses penyusunan naskah itu dibutuhkan data yang akurat, dan kami gagal. Pada 2015, kami siapkan lagi informasi lebih lengkap dan akhirnya pemerintah pusat melalui Dirjen Peternakan setuju menetapkan Saburai sebagai kekayaan genetik lokal,” ungkapnya.  Berdasarkan hasil riset, Saburai memiliki kekhasan dan keunggulan baik dari sisi produksi maupun reproduksi. Selain riset penelitian, Kusuma dan tim kerap melakukan pengabdian dan pendampingan dengan berbagai stakeholder. Tujuannya, berbagi ilmu pengetahuan dan teknologi.“Kalau pengabdian sifatnya lebih ke upaya peningkatan keterampilan dan pengetahuan para peternak. Sehingga, mereka memiliki pengetahuan teknologi komplit terkait budidaya Saburai.”Menurut dia, Saburai memiliki potensi untuk dikembangkan di daerah lain, selain dari asalnya. Namun, khusus di Lampung populasi terbanyak sementara masih di Tanggamus.“Di wilayah lain sudah ada peternak yang mengembangkan, tapi masih individu. Belum dalam bentuk kelompok, karena ini terkait kebijakan pemerintah tentang klasterisasi pengembangan komoditas ternak. Sejauh ini, arah arah pengembangannya masih di Pesawaran, Pringsewu, dan Tanggamus.”  Upaya Pemerintah LampungLili Mawarti, Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung, mengungkapkan bahwa upaya Pemerintah Lampung dalam mempertahankan kelestarian Kambing Saburai adalah dengan menggandeng berbagai pihak, melakukan pembinaan." "Inilah Kambing Saburai, Kekayaan Genetik Asli Lampung","“Sementara, penguatan pembibitan ternak Saburai di Tanggamus dulu. Pada 2015-2016, kami menggunakan APBN untuk pengebangan populasinya. Kami juga membina, memantau, dan mengevaluasi kelompok pembibitan dengan menggandeng berbagai pihak, seperti universitas, perbankan, dan Badan Pengkajian Teknologi Pertanian [BPTP],” jelas Lili di kantornya, Senin [15/2/2021].Menurut dia, Saburai memiliki beberapa keunggulan sehingga masyarakat senang memelihara.“Daya tahan tubuhnya kuat terhadap penyakit. Adaptasi pakannya lebih bagus dibanding kambing lokal lain, dan harga jualnya lebih mahal.”  Lili mengungkapkan, langkah pelestarian Saburai yang akan dilakukan pemerintah adalah dengan tetap melakukan perkawinan silang dan memproduksi semen beku. “Saburai juga kami jaring dari kelompok-kelompok pembibit untuk mempertahankan dan mengantisipasi terjadinya pengiriman besar-besaran ke luar wilayah Lampung.”Selain itu, saburai memiliki kontribusi besar terhadap pemenuhan produksi daging di Lampung.“Harapan kami, Saburai tetap eksis. Jangan sampai hilang dan menyisakan cerita,” paparnya. * Chairul Rahman Arif, Mahasiswa Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Tertarik menulis isu lingkungan, mendapatkan program liputan fellowship tahun 2020 yang diselenggarakan Mongabay Indonesia.   [SEP]" "Air Mata Bengawan Solo","[CLS]  “Bengawan Solo…Riwayatmu ini…Sedari dulu…Jadi perhatian insani…Musim kemarau…Tak seberapa airmu…Di musim hujan…Air meluap sampai jauh…”Begitu alunan lagu Bengawan Solo, karya Gesang. Terdengar mengalun.Mendengarkan kembali lagu Bengawan Solo, sama dengan membuka lembaran buku sejarah. Walau kini bisa jadi amat berbeda.Bengawan berarti sungai besar. Sementara Solo, merujuk pada Desa Sala atau sekarang dikenal dengan Kota Solo. Bengawan Solo berarti sungai besar yang jadi entitas Kota Solo.Pada masa pendudukan Belanda tahun 1940, Gesang muda bersantai di tepian Bengawan Solo menyaksikan betapa besar sungai ini.Sungai dengan air begitu jernih. Ikan-ikan meloncat riang. Sungai ini juga tempat warga Solo mandi atau sekadar melepas penat dengan memancing ataupun bermain air.Solo, tempat saya tinggal sedari kecil, kini menyisakan pertanyaan mengenai aspek penghargaan terhadap air. Termasuk, pertanyaan soal air jernih kebanggaan Kota Solo, yang kini hilang.Di rumah-rumah warga, air disuplai langsung dari Sungai Bengawan Solo. Terhitung sejak 2018, keran-keran kami mengucurkan air berwarna cokelat tak berbau. Kami menyebutnya air teh. Bila hujan turun deras, air berubah jadi seperti kopi beserta ampasnya.Sehari-hari, kami gunakan air Bengawan Solo untuk mandi, mencuci atau berwudhu. Boleh dibilang, sensasi mandi dengan air tercemar rasanya seperti sedang lulur dengan serbuk kerikil jalanan. Pakaian pun bernasib tak jauh berbeda. Makin lama, pakaian putih kian menguning.Beragam kerisauan berkecamuk.Sewaktu kecil, saya pernah menonton televisi yang menayangkan perjalanan puluhan kilometer para perempuan dan anak-anak kecil di Afrika untuk mendapatkan akses ke air bersih. Saya pikir, peristiwa ini hanya terjadi di negara miskin dan bergurun seperti Afrika. Anggapan itu keliru. Di negeri yang dijuluki negara maritim saja, air bersih harus membeli." "Air Mata Bengawan Solo","Berbagai kepeluan masih gunakan air Bengawan Solo, tetapi untuk minum maupun keperluan memasak warga bergantung pada air galon. Setiap tiga hari sekali, rumah kami membeli satu galon Rp20.000. Bila keuangan sedang menipis, ganti air isi ulang Rp5.000.Bisa bayangkan bagaimana nasib keluarga dengan ekonomi tak mampu. Warga harus membayar mahal atas sebuah kebutuhan dasar yang sejatinya tersedia gratis oleh alam.  Penyebab dan peta pencemaranSebetulnya pencemaran air di Bengawan Solo sudah berlangsung sejak lama. Makin hari makin parah. Pada 2019, Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo (BBWSBS) melaporkan, 27% Bengawan Solo mengalami pencemaran berat. Sisanya, masuk pencemaran ringan hingga sedang.Satu sumber pencemaran Bengawan Solo diduga dari limbah alkohol (ciu) di Sukoharjo.Sukoharjo, merupakan daerah sekitar Soloraya yang jadi sentra pembuatan alkohol dengan industri sampai 200 unit. Karena tak miliki instalasi pengolahan limbah, usaha alkohol ini membuang limbah ke saluran irigasi sawah yang bermuara ke Bengawan Solo.Limbah berwarna hitam pekat dan berbau alkohol inilah yang diduga antara lain menyebabkan mabuk dan matinya ikan secara massal di Bengawan Solo pada Oktober 2019.Fenomena ini bahkan membuat ikan sapu-sapu yang tergolong paling kuat menahan limbah juga ikut mati. Kondisi ini memicu penghentian aliran air selama beberapa hari ke 16.000 pelanggan PDAM yang tersebar di Semanggi, Jebres, dan Jurug.Mirisnya lagi, kehadiran kampung batik dan pabrik tekstil juga meramaikan perubahan warna air di Bengawan Solo. Pada petang hari, biasa warga bantaran sungai menjumpai warna pelangi dan bau busuk di Bengawan Solo.Informasi minim dan muncul pipa siluman pada pabrik-pabrik besar menyebabkan 12.000 pelanggan PDAM di Blora, Jawa Tengah, juga terdampak pencemaran." "Air Mata Bengawan Solo","Selain limbah industri, Bengawan Solo juga tercemar karena ada kepercayaan mitos suleten. Suleten adalah mitos di tanah Jawa yang meyakini semua pakaian bayi akan menyatu dengan jiwanya. Mereka yang mengamini mitos ini percaya, kulit bayi akan gatal dan terbakar manakala sampah popok dibuang dan dibakar di tempat pembuangan akhir. Alhasil, mereka menghanyutkan sampah popok ke sungai.Letak Bengawan Solo, yang melintasi 15 kabupaten di Jawa Tengah dan Jawa Timur, menjadi sasaran empuk bagi suleten. Dalam satu temuan awal 2020, misal, Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) mendapati 1/500-an popok dibuang begitu saja dari atas Jembatan Gawan, Sragen, Jawa Tengah.Potret ini juga nampak sampai aliran Bengawan Solo yang terletak di Bojonegoro, Jawa Timur.Sampah popok bukanlah hal sepele. Komposisi yang terdiri dari plastik (50%) dan super absorbent polymer atau SAP (42%) menjadikan sangat berbahaya bagi kualitas dan ekosistem air di Bengawan Solo. Terutama SAP, ia merupakan polutan yang apabila terkena air akan berubah bentuk jadi gel. Gel ini akan mempengaruhi hormon ikan, menjadikan interseks (berkelamin ganda), dan mengancam kepunahan ikan-ikan di Bengawan Solo.Akumulasi pencemaran Bengawan Solo, kian diperparah kemunculan masalah klasik yakni sampah plastik. Dari atas jembatan, warga merasa bebas melempar beragam kemasan plastik seperti. Plastik-plastik itu terbawa sampai jauh, akhirnya ke laut.Laut Jawa, menjadi titik perhentian sampah plastik Bengawan Solo ini. Tumpukan plastik ini lambat laun akan tergerus jadi mikroplastik (partikel berukuran 0,33-5 mm).Tim riset Ecoton pada Januari 2021, menemukan fakta ada distribusi merata kandungan mikroplastik di hulu hingga hilir Bengawan Solo. Tertinggi, bagian hilir sebesar 115-179 partikel per 100 liter." "Air Mata Bengawan Solo","Mikroplastik ini sangat berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Mikroplastik dapat mengganggu pembuahan biota air maupun memperlambat bakteri pengurai limbah dalam menjalankan tugas. Bila ia termakan ikan atau hewan perairan lain- dapat mengikat logam berat berbahaya di sekitar dan meracuni manusia yang menyantapnya.Jejak pencemaran Bengawan Solo, turut pula dihantui beragam penyakit kulit dan musibah. Warga bantaran sungai atau yang berkulit sensitif menderita gatal-gatal hingga yang terparah, kulit mereka melepuh.Ketika musim penghujan, air di Bengawan Solo meluber dan menyasar ke rumah-rumah warga.  Solusi hulu hilirMenengok fakta pencemaran air di di Bengawan Solo, kita seperti menelantarkan esensi air sebagai sumber kehidupan. Air untuk minum, habitat biota air ataupun solusi higienitas di kala pandemi korona sekalipun. Kini, tak ada cara lain untuk menyelamatkan air sungai selain mengupayakan solusi lintas sektor yang disebut solusi hulu-hilir.Pertama, restorasi sungai dengan nano bubble. Nano bubble ialah alat yang memanfaatkan gelembung oksigen berukuran nanometer untuk mengurangi senyawa polutan berbahaya di dalam air limbah agar jadi lebih aman dan tidak mencemari sungai.Gelembung oksigen yang sifatnya stabil ini akan meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam air hingga memudahkan penguraian bakteri penyebab bau maupun membunuh bakteri patogen.Karena bersifat ramah lingkungan, teknologi ini dapat diterapkan di sepanjang aliran Sungai Bengawan Solo. Kedua, mendorong kebijakan pemerintah yang agresif. Kebijakan agresif pemerintah daerah dan pusat memainkan andil utama dalam upaya pemulihan air Sungai Bengawan Solo. Beberapa dapat diterapkan antara lain, menghentikan sementara atau permanen industri yang mencemari sungai, membatasi penggunaan plastik sekali pakai, memberi denda warga yang mengotori sungai, dan menerapkan tarif cukai industri atau produsen plastik." "Air Mata Bengawan Solo","Kebijakan-kebijakan ini perlu diiringi usaha pemerintah dalam menyediakan tong-tong sampah di sekitar sungai, menaruh drop box khusus pembuangan popok, memasang, dan melakukakan pengawasan CCTV di sejumlah titik bantaran Bengawan Solo.Ketiga, melibatkan tokoh masyarakat. Penanggulangan pencemaran berdasarkan mitos perlu melibatkan tokoh masyarakat, budayawan, dan tokoh agama. Karena sifatnya turun temurun dan tak ada bukti kebenaran, maka perlu pendekatan sugestif oleh tokoh yang dirasa dekat atau dipercaya masyarakat guna mengikis budaya itu. Dengan begitu, perlahan masyarakat bisa meninggalkan mitos keliru itu.Keempat, mengajarkan ekofilia di sekolah-sekolah. Ekofilia adalah konsep tentang kepedulian, kedekatan dan koeksistensi positif antara manusia dan alam dengan basis ilmu psikologi. Seperti pepatah ‘tak kenal maka tak sayang’, pengajaran ekofilia di sekolah-sekolah akan membantu pengenalan esensi sungai dalam kehidupan maupun membangun etika terhadap sungai sejak dini.Penerapan ekofilia di dalam pendidikan adalah aset bagi keberlangsungan hidup sungai masa mendatang.Sejauh ini, ada banyak hal dapat kita pelajari dan tindak lanjuti dari pencemaran air di Bengawan Solo. Lewat lagu Bemgawan Solo,  kita diajak memikirkan kembali penghargaan pada air. Betapa kita harus mulai bergotong-royong membangun ekosistem sungai kebanggaan warga Solo ini. Agar ke depan, anak cucu tahu kalau lagu Bengawan Solo, bukanlah sekadar nyanyian. *Penulis:  Hayunda Lail Zahara, adalah  relawan dari World CleanUp Day. Tulisan ini adalah Juara III kompetisi esai “Menghargai Air” Unesco Jakarta 2021. Tulisan ini adalah opini penulis.  Referensi:[1]: Isnanto, Bayu Ardi. 2019. 27 Persen Aliran Bengawan Solo Tercemar Berat. https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-4705725/27-persen-aliran-bengawan-solo-tercemar-berat" "Air Mata Bengawan Solo","[2]: Rachmawati. 2019. Bengawan Solo Tercemar Ciu, Diklaim Ada 200 Unit Industri Kecil Alkohol di Sepanjang Sungai. https://regional.kompas.com/read/2019/11/09/07070091/bengawan-solo-tercemar-ciu-diklaim-ada-200-unit-industri-kecil-alkohol-di?page=all[3]: Nugroho, Puthut Dwi Putranto. 2019. Limbah Ciu, Tekstil, hingga Kotoran Babi Cemari Bengawan Solo, Air Jadi Hitam Pekat. https://regional.kompas.com/read/2019/11/27/19594311/limbah-ciu-tekstil-hingga-kotoran-babi-cemari-bengawan-solo-air-jadi-hitam?page=all[4]: Hidayat, Reja. 2020. Pencemaran Bengawan Solo: Limbah Alhokol, Popok, Ayam, Babi… https://tirto.id/pencemaran-bengawan-solo-limbah-alhokol-popok-ayam-babi-flaK[5]: Mahdi, Dedi. 2020. Sungai Bengawan Solo Dipenuhi Sampah Popok, Warga Mengeluh Bau. https://news.okezone.com/read/2020/07/06/512/2241707/sungai-bengawan-solo-dipenuhi-sampah-popok-warga-mengeluh-bau[6] Ihram. 2021. Mikroplastik Bengawan Solo Mengalir Sampai Jauh. https://ihram.co.id/berita/qoaqkz385/mikroplastik-bengawan-solo-mengalir-sampai-jauh[7]: Kim, Mi-Sug., Kim, Chung-Il., Han, Mooyoung., Lee, Jae-Wook and Kwak, Dong-Heui. 2020. Effect of Nanobubbles for Improvement of Water Quality in Freshwater: Flotation Model Simulation. Separation and Purification Technology, 241: 11.*****Foto utama: Warga tangkap ikan di Sungai Bengawan Solo . Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia [SEP]" "UNESCO Minta Setop Proyek Wisata di TN Komodo, Respon Pemerintah?","[CLS]     Taman Nasional Komodo jadi satu bagian pengembangan kawasan strategis pariwisata nasional (KSPN) super prioritas Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur. Terjadi kontroversial kala rencana ini muncul. Termasuk, dari kalangan organisasi masyarakat sipil akhirnya mengirimkan surat resmi ke UNESCO juga badan lingkungan PBB menyampaikan berbagai kekhawatiran atas rencana proyek ini. UNESCO pun mengeluarkan surat yang antara lain berisi, Pemerintah Indonesia diminta menyetop proyek pembangunan wisata elit ini.Pertemuan Komite Warisan Dunia UNESCO di Fuzhou, Tiongkok, Juli ini mengingatkan, Pemerintah Indonesia terkait ancaman yang mugkin menimpa outstanding universal value (OUV) atau aset dengan nilai luar biasa di kawasan itu. Yakni, komodo yang jadi spesies kunci wilayah itu dan jadi warisan dunia.Peringatan ini tercantum dalam dokumen terkait sesi konvensi perlindungan warisan budaya dan alam dunia, WHC/21/44.COM/7B. Mengenai komodo, tercantum dalam poin 93 halaman 253.“Kami mendorong negara anggota untuk menangguhkan seluruh proyek infrastruktur pariwisata di dan sekitar properti yang mempunyai potensi berdampak terhadap OUV sampai EIA (environmental impact assessment atau analisis mengenai dampak lingkungan) yang sudah direvisi, diserahkan dan dikaji kembali oleh IUCN (International Union for Conservation of Nature),” sebut dokumen Komite Warisan Dunia PBB ini.OUV, merupakan satu kriteria penilaian UNESCO untuk penetapan warisan dunia. Bagi menyandang warisan dunia, suatu pusaka harus memenuhi syarat integritas atau keauntetikan dan sistem pelindungan (konservasi) serta pengelolaan dalam menjamin kelestariannya.Dokumen Komite Warisan Dunia ini juga menyebutkan, amdal yang sudah ke IUCN masih dianggap kurang memadai hingga perlu evaluasi dan kajian." "UNESCO Minta Setop Proyek Wisata di TN Komodo, Respon Pemerintah?","Kemudian, ada enam poin lain yang jadi catatan dari World Heritage Committee (WHC) UNESCO terkait proyek di TN Komodo, antara lain, Pemerintah indonesia perlu memberikan informasi rinci terkait rencana induk pariwisata terbaru dan menunjukkan bagaimana OUV akan dilindungi. Juga, rencana mewujudkan pariwisata masal dengan memastikan pelindungan OUV.Soal kegiatan penelitian dan pemantauan jangka panjang komodo yang menunjukkan tren populasi stabil, mendesak pemerintah melanjutkan sensus populasi secara teratur dan menerapkan langkah-langkah pengelolaan dalam konteks usulan peningkatan pariwisata. Baca juga: Protes Kelola Wisata TN Komodo, Mereka Kirim Surat ke Badan Kebudayaan dan Lingkungan PBB Komite Warisan Dunia juga mendesak perlu informasi paling utama adalah restorasi atau konstruksi baru sebelum membuat keputusan apapun yang akan sulit pemulihan seperti semula.“Juga meminta pemerintah merevisi amdal bagi proyek infrastruktur pariwisata di Pulau Rinca, sejalan dengan catatan saran IUCN untuk penilaian lingkungan. Lalu, mengirimkan kembali ke WHC untuk ditinjau IUCN sebagai hal mendesak.”Pada poin kedelapan, komite prihatin karena kurang ada peralatan operasional dan kapasitas teknis mengelola kekayaan wilayah laut. Komite meminta, Indonesia segera memperkuat manajemen kelautan dan kapasitas penegakan hukum di properti. Dengan penekanan khusus pada penangkapan ikan dan penambatan kapal ilegal, mengalokasikan anggaran cukup untuk penelitian kelautan.Indonesia juga diminta menyampaikan laporan terbaru tentang status konsertvasi properti dan catatan-catatan itu pada 1 Februari 2022 untuk diperiksa pada sidang ke-45 WHC UNESCO.Labuan Bajo akan dibangun Integrated Tourism Master Plan (ITMP), yang katanya akan jadi salah satu dari 10 ‘Bali Baru’ yang digadang-gadang pemerintah. Pembangunan berada di Taman Nasional Komodo, Pulau Flores dan Rinca." "UNESCO Minta Setop Proyek Wisata di TN Komodo, Respon Pemerintah?","Pulau Komodo, menyandang situs warisan dunia pada 1991. Status ini sekaligus untuk menghindari kerusakan lingkungan hidup dan ancaman terhadap komodo. UNESCO merekomendasikan, Komite Warisan Dunia meminta akses pengawasan bersama atas lokasi-lokasi di wilayah itu. Baca juga: Menyoal Kebijakan Kontroversi di Taman Nasional Komodo Kata pemerintah? Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi sebagai koordinator megaproyek ini. Hingga kini, proyek masih dalam proses dan untuk Pulau Rinca, hampir selesai.Jodi Mahardi, juru bicara Menko Marves mengatakan, sudah mengetahui permintaan UNESCO untuk menangguhkan pembangunan itu. Dia tak menjawab jelas soal sikap pemerintah. Jodi hanya bilang, pemerintah, sejauh ini fokus pada upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat Manggarai Barat.“Upaya kita menjaga lingkungan seperti sampah dan lain-lain. Semua pihak kami sambut baik untuk terlibat konkrit dalam upaya ini,” katanya kepada Mongabay.Saat ditanya evaluasi amdal yang jadi perhatian UNESCO, dia tak menjawab. Wiratno, Direktur Jenderal Konservasi dan Sumber Daya Alam dan Ekosistem dan Nunu Nugraha, Kepala Biro Humas, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tidak merespon pertanyaan Mongabay.  Sambut baikVenansius Haryanto, peneliti di lembaga advokasi berbasis penelitian, Sunspirit for Justice and Peace-Labuan Bajo-Flores Barat sudah lama menantikan tindakan serius dari UNESCO.Pada 10 September 2020, kalangan organisasi masyarakat sipil di Labuan Bajo, mengirimkan surat resmi ke UNESCO mengenai kekhawatiran pembangunan proyek pariwisata di Taman Nasional Komodo.“Terus terang, ini memberikan energi baru dalam penantian panjang. Meski kami merasa ini akan terlambat, karena pembangunan di Pulau Rinca ini sudah hampir rampung,” katanya.Pembangunan di Pulau Rinca, katanya, sudah berjalan hampir 80% di tengah penolakan masyarakat." "UNESCO Minta Setop Proyek Wisata di TN Komodo, Respon Pemerintah?","Venan mendesak, sarana prasarana masih dalam rencana alias belum dieksekusi, seperti resort-resort dan mengantongi konsesi itu segera dicabut. Dia sebutkan, seperti PT Segara Komodo Lestari di Pulau RInca, PT Komodo Wildlife Ecotourism, di Pulau Padar dan Komodo, PT Synergindo Niagatama, di Pulau Tatawa.“Kami sangat berharap dengan dokumen ini, keseluruhan izin perusahaan itu dicabut.”Dia bilang, sebaiknya pemerintah perlu mengikuti arahan UNESCO, seperti merevisi amdal.Venan pun meminta, rencana pembangunan ini evaluasi dan kaji ulang dan dibatalkan. Menurut dia, rencana pembangunan ini bahaya bagi konservasi dan ekonomi masyarakat yang hidup dari pariwisata berbasis komunitas di Taman Nasional Komodo. Baca juga: KLHK: Pengembangan Wisata Komodo Berprinsip Konservasi dan Libatkan Masyarakat, Benarkah? *****Foto utama:  SUmber: Litbang lembaga advokasi berbasis penelitian, Sunspirit for Justice and Peace-Labuan Bajo-Flores Barat [SEP]" "Tidak Hanya di Sulawesi, Babirusa Ditemukan juga di Pulau Ini","[CLS]   Babirusa, satwa yang identik dengan Pulau Sulawesi, ditemukan juga keberadaannya di Pulau Buru, Maluku. Babirusa merupakan satwa aneh karena memiliki taring menyerupai rusa, namun secara taksonomi masuk golongan keluarga Suidae, semua jenis babi ada di sini. Babirusa [Babyrousa babyrussa] ini ditemukan melalui kamera jebak [camera trap] Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Maluku.BKSDA Maluku memasang 10 unit kamera jebak sejak April hingga Juni 2021, di tujuh lokasi lintasan satwa. Tepatnya, pada areal berkubang atau tempat bermain satwa, tempat satwa menggaram [saltlicks], ataupun tempat mencari pakan di kawasan Suaka Alam Masbait, Pulau Buru. Hasilnya, dari 10 kamera jebak itu hanya satu kamera yang tidak merekam keberadaan babirusa.Dalam rilisnya BKSDA Maluku menyebutkan bahwa temuan ini merupakan bukti pertama penemuan atas survei intensif yang dilakukan sejak 1995. Sejak survei tersebut, belum pernah ditemukan babirusa secara langsung kecuali jejaknya, sampai pada 1997 ditemukan tengkorak babirusa oleh seorang pemburu di sekitar Gunung Kapalat Mada, Pulau Buru. Sehingga terkonfirmasi bahwa Pulau Buru merupakan habitatnya babirusa.Informasi dari masyarakat setempat menunjukkan, mereka pernah menjumpai babirusa di hutan-hutan perbukitan dan pegunungan. Juga, mitos warga setempat bahwa babirusa akan muncul untuk menunjukkan jalan keluar bagi yang tersesat di hutan, memperkuat informasi Pulau Buru sebagai habitat babirusa secara tidak langsung.Baca: Mengapa Satwa Endemik Sulawesi Ini Bernama Babirusa?  BKSDA Maluku sejak 2011 sampai 2013 telah melakukan survei intensif, tetapi belum mendapatkan bukti perjumpaan langsung dengan babirusa di Pulau Buru. Selanjutnya, berawal dari ditemukannya tengkorak dan tulang belulang babirusa oleh Tim BKSDA Maluku yang sedang patroli rutin di kawasan Suaka Alam Masbait pada November 2019, maka pencarian dilakukan." "Tidak Hanya di Sulawesi, Babirusa Ditemukan juga di Pulau Ini","“Program konservasi babirusa, khususnya di Pulau Buru, seperti peningkatan patroli pengamanan, penyadartahuan masyarakat serta survei pakan/habitat akan dijalankan. Selain itu, akan dilaksanakan juga survei pemantauan dengan kamera jebak di habitat babirusa lainnya seperti di Pulau Mangole dan Pulau Taliabu, untuk pembuktian langsung keberadaan babirusa Maluku,” ujar Danny H Pattipeilohy, Kepala BKSDA Maluku, dalam penjelasan tertulisnya, Jumat [16 Juli 2021].BKSDA Maluku menjelaskan, di habitat alaminya khususnya di Pulau Buru, populasi satwa ini terancam akibat perburuan liar baik, untuk konsumsi maupun by-catch [tangkapan sampingan] karena pemasangan jerat babi untuk eradikasi hama pertanian, serta akibat fragmentasi habitat.Dalam rilis yang sama, disebutkan, selain mendapat rekaman foto babirusa, kamera jebak yang dipasang oleh BKSDA Maluku juga menangkap beberapa gambar jenis satwa lain seperti gosong maluku [Eulopia wallacei], burung arika [Gallicrex cinerea], gosong kelam [Megaphodius freycinet buruensis], musang/rase [Viverra tangalunga], biawak [Varanus salvatori), rusa timor [Rusa timorensis], dan babi hutan sulawesi [Sus celebensis].Baca: Dr Lynn Clayton: Babirusa, Mamalia Teraneh di Dunia  Bukan mitosAbdul Haris Mustari, Dosen Departeman Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor [IPB], menjelaskan bahwa babirusa yang ada di Maluku dan tersebar di Pulau Buru, Sula, dan Pulau Taliabu sejak dahulu telah diketahui keberadaannya. Bukan mitos.Bahkan, Haris Mustari melakukan perjumpaan langsung dengan babirusa ketika melakukan penelitian di Pulau Taliabu di Maluku Utara, tahun 2006." "Tidak Hanya di Sulawesi, Babirusa Ditemukan juga di Pulau Ini","“Mungkin disebut mitos karena populasinya yang semakin jarang, akibat degradasi hutan besar-besaran. Apalagi, babirusa biasanya identik dengan Sulawesi. Tapi sebenarnya masyarakat yang setiap hari masuk hutan seringkali berjumpa dengan babirusa,” ujarnya kepada Mongabay, Sabtu [24 Juli 2021].Menurut dia, secara ekologi, paleoekologi, geologis, dan juga teori pergerakan lempeng, dahulunya Pulau Taliabu, Pulau Sula, dan Pulau Buru menyatu dengan daratan Pulau Sulawesi bagian timur, yaitu wilayah Balantak pada 14 juta tahun silam. Akar evolusi babirusa berawal dari periode tersebut, hingga kemudian Sulawesi sudah tidak lagi terhubung dengan Pulau Maluku di timur dan Kalimantan di barat, sejak 1-2 juta tahun lalu.Bahkan secara taksonomi, katanya, nama ilmiah babirusa yaitu babyrousa babyrussa pertama kali diambil dari temuan yang ada di Pulau Buru, terdiri tiga subspesies, yaitu babyrousa babyrussa celebensis [babirusa di Sulawesi daratan], babyrousa babyrussa togeanensis [babirusa di Kepulauan Togean], dan babyrousa babyrussa babyrussa [Pulau Buru dan Kepulauan Sula].Dan juga, satu spesies yang sudah punah, babyrousa babyrussa bolabatuensis [babirusa bolabatue di Sulawesi Selatan], yang ditemukan dalam bentuk fosil di semenanjung selatan Sulawesi.  “Namun setelah dilakukan penelitian kembali, berdasarkan perbedaan morfologi, keempat subspeseis babirusa itu adalah spesies yang berbeda. Nah, penandanya adalah yang tadinya nama ilmiahnya terdiri dari tiga kata menjadi dua kata saja,” kata Mustari.Baca juga: Jalan Sunyi Abdul Haris Mustari Meneliti Anoa  Dalam buku terbarunya, Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi [2020], Abdul Haris Mustari menjelaskan bahwa secara morfologi terdapat perbedaan antara babirusa di Pulau Buru [Babyrousa babyrussa] dengan babirusa di Pulau Sulawesi daratan [Babyrousa celebensis]." "Tidak Hanya di Sulawesi, Babirusa Ditemukan juga di Pulau Ini","Babirusa di Pulau Buru dikenal berbulu lebat sehingga sering disebut hairy babyrousa. Selain itu, rambut pada tubuh babirusa ini tumbuh panjang, ekor berkembang baik, dan gigi taring atas pada jantan biasanya pendek. Secara umum, gigi taring atas berbeda atau sejajar satu sama lain.“Ukuran tubuhnya kecil dengan ukuran gigi yang kecil pula. Jika dibandingkan babirusa sulawesi, dari segi umur dan jenis kelamin yang sama, maka di Sulawesi lebih besar,” ungkapnya.   [SEP]" "Katak-Pucat Pantaiselatan, Jenis Baru dari Hutan Pulau Jawa","[CLS]   Hutan Jawa masih memiliki keanakeragaman hayati yang patut diteliti. Hal ini terbukti dengan ditemukannya katak jenis baru dari marga Chirixalus Boulenger di hutan dataran rendah, tepatnya di wilayah Kabupaten Garut, Jawa Barat, tahun 2007 lalu.Katak itu bernama katak-pucat pantaiselatan [Chirixalus pantaiselatan].Hasil penelitian spesies baru ini telah diterbitkan dalam Raffles Bulletin of Zoology, dengan judul A new species of Chirixalus Boulenger, 1893 [Anura: Rhacophoridae] from the lowland forests of Java karya Misbahul Munir, Amir Hamidy, Mirza Dikari Kusrini dan kolega, pada 5 Juli 2021 lalu.Baca: Jenis Baru, Katak Mini dari Sumatera Bagian Selatan  Menurut Peneliti Pusat Penelitian Biologi LIPI, Amir Hamidy, katak tersebut merupakan kelompok katak Rhacophorid kecil dengan panjang tubuh jantan sekitar 25,3-28,9 mm.“Setelah dilakukan analisis morfologi, molekuler, dengan menggunakan DNA mitokondria dan suara kawin, ia tidak cocok dengan jenis dari marga yang sudah ada,” kata Amir Hamidy kepada Mongabay Indonesia, Rabu [04/8/2021].Sebab itulah, akhirnya jenis ini dideskripsikan sebagai jenis baru.“Secara morfologi, katak-pucat pantaiselatan ini paling mirip dengan Chirixalus nongkhorensis dari Chonburi, Thailand.”Namun dari pola warna punggung serta secara genetik, paling dekat dengan Chirixalus trilaksonoi yang juga berasal dari Jawa Barat.Amir menceritakan, sampel katak-pucat pantaiselatan dijumpai saat kegiatan Citizen Science “Gerakan Observasi Amfibi Reptil Kita [Go ARK]”. Gerakan tersebut diinisiasi oleh Penggalang Herpetologi Indonesia [PHI].Tim Go ARK terdiri mahasiswa dan komunitas penelitian yang melakukan pengamatan, serta melaporkan amfibi dan reptil di sepanjang Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, dan Sulawesi." "Katak-Pucat Pantaiselatan, Jenis Baru dari Hutan Pulau Jawa","Selama observasi di hutan dataran rendah bagian selatan Jawa Barat, empat penulis sekaligus peserta Go ARK terlibat, yaitu Umar Fhadli Kennedi, Mohammad Ali Ridha, Dzikri Ibnul Qayyim, dan Rizky Rafsanzani.Baca: Katak dan Kodok, Apa Bedanya?  Dalam rangkaian kegitan tersebut ditemukan juga jenis katak lain yang belum pernah dilaporkan dari Jawa, yakni katak-panjat telinga-hitam [Polypedates macrotis]. Sebelumnya, di Indonesia jenis ini hanya tercatat dari wilayah Kalimantan dan Sumatera, sehingga kehadirannya di Jawa merupakan catatan baru.Amir menjelaskan status konservasi Chirixalus pantaiselatan kemungkinan terancam kritis. Sebab, menurut Lembaga Konservasi Dunia [IUCN] kriteria Daftar Merah Spesies Terancam Punah tingkat kemunculannya kurang dari 100 km persegi. Berikutnya, luas hunian kurang 10 km persegi dan hanya ditemukan di satu lokasi, yang kualitas habitatnya menurun.Foto: Bentuk Aneh Tengkorak Kepala Katak  Pentingnya pertisipasi publikMisbahul Munir, yang juga penemu katak-pucat pantaiselatan dan juga kandidat doktor di Kyoto University, menyoroti pentingnya partisipasi publik dan keterlibatan ilmiah profesional dalam pemantauan keanekaragaman hayati.Hal itu telah terbukti dengan penemuan katak-pucat pantaiselatan atas partisipasi publik dalam keterlibatan ilmiah profesional.“Pengetahuan dan keterlibatan masyarakat dapat memberikan data empiris tentang skala spasial yang belum pernah terjadi sebelumnya,” kata kontributor utama dalam penemuan katak pucat pantai selatan tersebut dalam keterangan tertulisnya.Dia juga menjelaskan seringnya kekurangan informasi keanekaragaman hayati dalam program konservasi keanekaragaman hayati, misalnya tentang distribusi, populasi, dan informasi habitat dari spesies.Di negara berkembang seperti Indonesia, kondisi ini merupakan masalah serius yang harus diminimalisir dengan kerja sama semua pihak.Baca: Ular dan Katak, Apa Pentingnya untuk Kita?  " "Katak-Pucat Pantaiselatan, Jenis Baru dari Hutan Pulau Jawa","Kondisi Hutan JawaMenurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK], luas kawasan hutan Pulau Jawa saat ini hanya sekitar 24% dari luas pulau tersebut, yaitu 128.297 kilometer persegi.Peneliti utama bidang konservasi keanekaragaman hayati dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK] Hendra Gunawan mengatakan, dari sekitar 24 persen kawasan hutan itu, tutupan hutannya hanya sekitar 19 persen saja, sedangkan 5 persen lainnya, di antaranya berupa kebun raya dan taman kehati, yang memiliki fungsi seperti hutan.“Penyebab mengecilnya hutan di pulau dengan penduduk terpadat di Indonesia itu disebabkan alih fungsi hutan untuk lahan pertanian, permukiman, industri, infrastruktur, kawasan komersial dan sebagainya,” kata Hendra Gunawan saat peringatan Hari Hutan Internasional 2021: ‘Forest Restoration a Path Revovery and Will-Being’, pada 28 Maret 2021 lalu.Alih fungsi hutan tentunya sangat mengancam keanekaragaman hayati, sebab menyebabkan kawasan hutan menjadi rusak, terpecah-pecah, hingga hilang.“Deforestrasi tidak hanya menyebabkan hutan hilang, tetapi juga terfragmentasi dan terdegradasi. Ketiganya secara bersamaan menyebabkan kepunahan keanekaragaman hayati yang hidup dalam hutan.”Dampak lainnya adalah konflik satwa, krisis air, bencana banjir, tanah longsor, dan sebagainya.Baca juga: Hendra Gunawan, Penjaga Asa Keberadaan Macan Tutul Jawa  Hendra menuturkan, hutan yang rusak, terpecah-pecah hingga hilang itu tentu perlu dipulihkan atau direstorasi. Hutan yang terfragmentasi perlu dihubungkan kembali dengan koridor vegetasi dan hutan yang terdegradasi perlu direhabilitasi.“Pada hutan yang hilang secara permanen oleh pembangunan gedung dan infrastruktur, maka perlu dilakukan restorasi dengan melakukan penghijauan di lokasi lainnya yang memungkinkan.”Dia mengingatkan, deforestasi dan degradasi hutan juga meningkatkan emisi gas rumah kaca yang menyumbang perubahan iklim." "Katak-Pucat Pantaiselatan, Jenis Baru dari Hutan Pulau Jawa","Penyelamatan keanekaragaman hayati bisa digerakkan melalui kegiatan menanam pohon di ruang terbuka hijau [RTH], yang dibangun dengan konsep keanekaragaman seperti ekosistem hutan.Salah satu contoh konsep tersebut adalah kebun raya dan taman kehati. Berdasarkan data LIPI pada 2019, di Indonesia ada 43 kebun raya dengan luas total sekitar 8.850,6 hektar dan 29 taman kehati dengan luas total 1,863,5 hektar.“Taman kehati sangat cocok sebagai laboratorium lapangan dan wahana pembelajaran, sekaligus memberikan pengetahuan dan pembentukan karakter cinta lingkungan.”Hendra menjelaskan, di taman kehati banyak aspek yang dapat digali, seperti ekologi, konservasi, hidrologi, botani, sosiologi, ekonomi, tanaman obat, pangan, hingga peran tumbuhan sebagai peredam kebisingan dan pencemaran.  Dalam forum yang sama, peneliti etnobotani dan ekologi manusia dari Pusat Penelitian Biologi LIPI, Fathi Royyanni menjelaskan, interaksi manusia dengan alam juga menjadi faktor bertahannya keanekaragaman hutan di Indonesia.Dia mengatakan, sejak dulu masyarakat tradisional telah mempraktikkan cara-cara mengelola dan memperlakukan alam dengan bijak, sehingga hidup harmonis dengan alam. “Banyak nilai luhur dapat dipetik masyarakat sekarang, khususnya generasi muda, untuk mengelola alam secara lestari.”   [SEP]" "Tahun Baru 2021, Panen Sampah Laut Lagi di Bali","[CLS]  Panen sampah laut dengan volume besar di Pantai Kuta, Bali, berlanjut di awal 2021. Sudah dianggap hal biasa, namun tak bisa terus menerus jadi permakluman.Pada 1 Januari 2021, Pantai Kuta di pagi hari sudah ramai dengan aktivitas menyapu sampah yang terbawa laut. Lebih dari 100 orang perempuan pedagang dan penjual jasa di pantai dengan gelombang cukup tinggi ini sudah menyebar di hampir sepanjang satu kilometer di Pantai Kuta.Mereka membawa sapu serok khusus mengumpulkan sampah di pasir. Menumpuknya di sejumlah titik yang berjarak beberapa meter satu sama lainnya. Sementara empat alat berat dioperasikan mengangkut tumpukan puluhan ton sampah laut ini.Pengunjung pantai terpaksa duduk di belakang tumpukan sampah karena laut tak henti-henti mendaratkan sampah terutama plastik kemasan minuman dan makanan. Sementara anak-anak yang berusaha bermain air, hanya berdiri menyapa buih gelombang. “Kaget juga lihat pantai Kuta penuh sampah,” kata seorang pengunjung dari Surabaya yang sedang berlibur.Bagi yang belum pernah melihat pesisir pantai di selatan Bali di akhir tahun, kemungkinan akan kaget dan tak menyangka aktivitas berenangnya terhalang sampah plastik.Made Nagi, seorang foto jurnalis di Bali bahkan memposting sebuah foto memilukan, seekor penyu mati di antara tumpukan sampah di Pantai Kuta pada 31 Desember 2020. Jelang pergantian tahun.baca : Terus Berulang Terjadi, Dari Mana Sampah di Pantai Kuta?  Pantai Kuta memiliki area penetasan telur penyu karena jadi salah satu area pendaratan penyu untuk bertelur. Juga jadi lokasi pelepasan penyu yang jadi barang bukti hasil sitaan.Dari sampah-sampah plastik yang diamati, tak sedikit sudah terlihat lama di laut karena warna dan tulisannya memudar, bahkan mulai tercacah. Nyaris semua adalah kemasan yang diproduksi di dalam negeri. Sedotan dan gelas plastik kemasan air pun terlihat merata di sepanjang pesisir." "Tahun Baru 2021, Panen Sampah Laut Lagi di Bali","Aktivitas pembersihan pantai secara masif pada tahun baru ini bisa jadi berkaitan dengan kunjungan Gubernur Bali dan Kapolda ke Kuta dan pantai lain pada 1 Januari 2021. Dikutip dari siaran pers Pemprov Bali, I Wayan Koster, Gubernur Bali yang menerima keluhan pengunjung yang mengatakan Pemda Badung harus memiliki sistem penanganan sampah di Pantai Kuta yang dilengkapi Posko dengan sarana dan prasarana serta tenaga yang memadai, sehingga bisa bertindak cepat dalam hitungan jam untuk membersihkan sampah kiriman yang datang secara tiba-tiba.“Apalagi di dalam kondisi darurat seperti sekarang ini, yakni di musim hujan dan banyak wisatawan yang berkunjung, maka sistem pengelolaan sampah harus berfungsi dalam 24 jam penuh, sehingga tidak perlu menunggu hari besok,” katanya. Kejadian yang sudah berulang setiap tahun ini menurutnya harus dibuatkan sistem penanganan khusus yang melibatkan Desa Adat.Inilah dampak pengelolaan sampah yang masih tertatih di Indonesia, tak hanya Bali. Karena sampah laut di satu pulau akan menuju pulau lain, dan bisa jadi memutar lagi sesuai arah arus.Misalnya di Bali, walau sudah ada sejumlah regulasi pelarangan kemasan sekali pakai, tak akan efektif mengurangi volume tanpa penegakan dan pengawasan. Lebih dari satu tahun setelah disahkan, regulasi larangan plastik sekali pakai di Bali malah menunjukkan kemunduran.Tak sulit mendapatkan kantong plastik, sedotan, dan styrofoam. Tiga produk plastik yang dilarang untuk digunakan, diproduksi, dan didistribusikan dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Bali No.97/2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai.Informasi untuk bawa tas belanja sendiri sudah sangat jarang ditemui di warung-warung, dibandingkan ketika awal-awal bulan Pergub ini ditegakkan. Saat itu tim penegakan Pergub ini melakukan razia ke warung dan pasar." "Tahun Baru 2021, Panen Sampah Laut Lagi di Bali","Data-data volume sampah juga menunjukkan peningkatan timbulan sampah plastik sekali pakai (PSP) di Bali pada semester kedua pasca pemberlakukan Pergub ini. Hal ini terangkum dalam Lokakarya Kinerja Pelaksanaan Peraturan Gubernur Bali No.97/2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai pada Rabu (4/11/2020) di Sanur, Denpasar.baca juga : Bali Kesulitan Mengurangi Plastik Sekali Pakai  Pergerakan Sampah LautSejumlah peneliti sudah memberikan data-data pergerakan sampah laut dan komposisinya. Misalnya serangkaian riset oleh tim Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Bali yang dipimpin doktor I Gede Mahendra.Ia dan timnya memantau pergerakan sampah dan jenis sampah yang mendarat ini sejak 2014, terutama di pantai-pantai yang berhadapan dengan Selat Bali. Dari simulasi model menunjukkan potensi sampah yang berasal dari pesisir timur Banyuwangi, Kabupaten Jembrana, dan Tabanan akan tiba dalam waktu 1-2 bulan. Jika musim hujan terjadi akhir November atau awal Desember maka Kuta akan memanen sampah di akhir Desember sampai Januari.Belum lagi sampah dari muara sungai-sungai di Bali Selatan, daerah hilir pulau Bali. Di Teluk Benoa saja ada lima sungai yang bermuara.Sementara dari riset lanjutan terkait peta sebaran sampah, terlihat hampir rata di seluruh pesisir. Di antaranya pantai-pantai terkenal di Bali Selatan seperti Serangan, Kedonganan, Kuta, Legian, kemudian Bali Utara, dan Bali Barat.Hasilnya, sebagian besar (45%) jenis sampah adalah plastik ‘lunak’ atau soft plastic. Kemudian hard plastics atau plastik keras (15%) dan besi. Lainnya karet, kayu, busa, baju, gelas, dan lainnya. Dari sampah plastik itu, terbanyak adalah plastik kemasan (40%) makanan atau yang berlabel, kemudian sedotan (17%), dan kresek (15%).perlu dibaca : Meninjau Aturan dan Pengelolaan Limbah Infeksius dan Sampah Rumah Tangga Era COVID-19  " "Tahun Baru 2021, Panen Sampah Laut Lagi di Bali","Riset terbaru dipublikasikan pada Agustus 2020 bertajuk Studi Lama Waktu Tinggal Partikel di Kawasan Perairan Nusa Penida, Bali. Penelitian dilakukan oleh peneliti Fakultas Kelautan dan Perikanan Unud yaitu Ida Bagus Andika Putra, I Gede Hendrawan, dan I Dewa Nyoman Nurweda Putra1 .Analisis pergerakan dan lama waktu tinggal partikel dibagi menjadi beberapa daerah analisis. Analisis pergerakan partikel dilakukan dengan menghitung persentase posisi akhir partikel berdasarkan daerah pelepasan partikelnya.Partikel tersebut kemudian diklasifikasikan berdasarkan daerah asal partikel pertama kali dilepaskan, kemudian dihitung jumlah posisi akhir partikel setelah 30 hari simulasi diseluruh daerah pelepasan partikel. Analisis dilakukan dalam rentang waktu satu bulan dengan waktu perhitungan persentase partikel setiap minggu. Hal ini dilakukan agar pergerakan partikel terlihat lebih jelas.Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa lama waktu tinggal partikel sangat berkaitan erat dengan adanya pergerakan arus. Partikel mengikuti dan digerakkan oleh arus. Waktu tinggal partikel pada musim barat dan musim timur memiliki pola waktu tinggal yang tak jauh berbeda dengan kisaran rentang waktu sebesar 1 jam hingga 4 jam.Apabila diperairan tersebut terdapat polutan berbahaya dengan karakterstik perairan yang memiliki waktu tinggal yang lama, maka hal tersebut dapat memberikan dampak buruk bagi organisme dan ekosistem di sekitarnya.Namun secara keseluruhan, perairan Nusa Penida memiliki waktu tinggal yang relatif singkat, sehingga diharapkan dampak dari polutan yang melewati kawasan konservasi perairan Nusa Penida dapat diminamalisir." "Tahun Baru 2021, Panen Sampah Laut Lagi di Bali","Konsentrasi polutan yang tinggi dapat menurunkan kualitas air. Penelitian ini dilakukan pada Januari 2019 untuk merepresentasikan kondisi musim hujan, dan pada bulan Juli 2019 merepresentasikan kondisi musim kemarau. Penghitungan waktu tinggal menggunakan metode pemodelan numerik yaitu Finite Volume Coastal Ocean Model (FVCOM).baca juga : Bioplastik: Si Pencegah Mikroplastik Terkini  Dampak pada rantai panganPenelitian lainnya oleh . Cok Istri Yudhantari,dkk2 tentang dampak mikroplastik pada produksi pangan laut. Penelitian yang dilakukan pada bulan Mei sampai Juli 2018 itu bertujuan untuk menganalisis jenis mikroplastik dan menghitung kelimpahan mikroplastik saluran pencernaan ikan lemuru (Sardinella lemuru) yang ditangkap di Selat Bali.Pengambilan sampel dilakukan dengan cara mengumpulkan ikan yang didaratkan di Pelabuhan Pendaratan Ikan Kedonganan. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana.Jenis mikroplastik yang paling banyak terdapat pada saluran pencernaan ikan lemuru adalah serat yang berasal dari bahan sintetis pada pakaian dan juga alat tangkap seperti pancing atau jaring. Kelimpahan mikroplastik pada saluran pencernaan ikan lemuru protolan pada penelitian ini adalah satu partikel/ikan.Selat Bali disebut wilayah perairan yang memiliki potensi terbesar untuk penangkapan ikan pelagis, salah satunya adalah lemuru. Kualitas ikan lemuru diperkirakan menurun karena adanya sampah plastik yang masuk dari daerah aliran sungai dan bermuara di Selat Bali.Sampah plastik akan terapung di kolom air, yang menyebabkan plastik terurai atau terurai oleh sinar matahari dan membentuk partikel plastik yang disebut mikroplastik. Ukuran mikroplastik yang mirip fitoplankton dan zooplankton memungkinkan lemuru secara tidak sengaja menelan mikroplastik tersebut.  Kutipan   [SEP]" "Lobster Estate yang Ditunggu Nelayan Lombok","[CLS]  Ada gairah baru para nelayan membudidayakan lobster. Hal itu terlihat dari pantauan Mongabay Indonesia di sentra budidaya lobster di Teluk Jukung Desa Jerowaru, Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), di sekitar perairan Gili Beleq dan Gili Re Desa Paremas, perairan Ekas, dan perairan Batunampar Selatan, jumlah keramba jaring apung (KJA) semakin banyak.Tetapi meski pernah dikunjungi dua Menteri Kelautan dan Perikanan, sentra budidaya lobster di kabupaten Lombok Timur, belum tertata dengan rapi. Para nelayan budidaya baru membuat KJA secara bebas di titik-titik yang masih kosong. Jika tidak diatur dengan baik dikhawatirkan akan menimbulkan konflik di kemudian hari.Banyak nelayan yang beralih menjadi pembudidaya, setelah lesunya ekspor bibit bening lobster (BBL). Banyak juga bermunculkan nelayan budidaya baru. Mereka tergiur dengan harga lobster yang cukup tinggi. Di saat pandemi Covid-19, walaupun penjualan turun, tapi nelayan masih bisa memperoleh penghasilan.“Sekarang banyak anak muda yang tertarik ikut budidaya lobster,’’ kata Sapardi (36), salah seorang nelayan budidaya lobster di Desa Jerowaru, Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur, Sabtu (25/9/2021).baca : Pemda Lombok Timur dan Nelayan Sambut Baik Rencana Sentra Industri Lobster  Sapardi mampu menggaet anak muda di kampungnya untuk budidaya lobster. Pemuda lulusan Madrasah Aliyah (MA) Darul Aitam Jerowaru itu mulai budidaya lobster sejak kelas 2 aliyah. Awalnya dia ikut bekerja di nelayan budidaya. Setelah tahu seluk beluk budidaya lobster, dia kemudian membangun usaha sendiri. Dari awalnya memiliki 4 lubang keramba, kini Sapardi memiliki 60 lubang keramba. Dia dibantu 4 orang pemuda." "Lobster Estate yang Ditunggu Nelayan Lombok","Dalam satu lubang keramba, Sapardi melepas 100 ekor bibit. Ukuran bibit itu beragam, mulai dari BBL hingga berusia beberapa bulan. Dia menangkap sendiri bibit, dan sebagian besar membeli dari nelayan. Ketika ramai ekspor BBL, dia sempat kesulitan mendapatkan bibit. Nelayan yang menangkap BBL lebih memilih menjual ke eksportir karena lebih mahal. Setelah pelarangan ekspor, bibit dijual ke para nelayan budidaya setempat.Di lubang keramba miliknya, ada bibit yang beratnya sudah mencapai 100 gram. Tinggal menunggu 2 bulan baru panen. Jika lubang keramba diiisi BBL, butuh waktu 8 bulan sampai panen. Sapardi mengatur siklus panen agar dia selalu bisa menyiapkan lobster jika diminta pembeli. Sudah ada pengepul besar yang mengambil lobster. Sapardi juga menerima lobster dari nelayan budidaya lainnya untuk dikemas dan dijual kembali.“Kami ambil dari nelayan sekitar sini juga, apalagi kalau banyak pesanan,’’ katanya.Menurut Sapardi budidaya lobster adalah masa depan perikanan di Lombok, khususnya Lombok Timur. Kabupaten yang paling padat penduduknya ini memiliki banyak lokasi budidaya lobster dan kerapu. Jauh sebelum digalakkan budidaya, para nelayan tangkap sudah mulai budidaya dalam jumlah terbatas. Permintaan tinggi dari sektor pariwisata juga membuat nelayan memperluas area budidayanya. Di saat masa pandemi, permintaan memang turun, tapi tidak sampai membuat rugi para nelayan. Hanya saja keuntungan mereka terus berkurang seiiring semakin lama melakukan budidaya.Untuk satu lubang KJA membutuhkan biaya Rp2,5 juta. Itu sudah termasuk bibit, tapi belum termasuk pakan. Satu lubang membutuhkan 1 kg pakan/hari senilai Rp5.000. Pakan itu berupa ikan yang dipotong-potong kecil yang disebut ikan rucah. Budidaya dilakukan selama 2 bulan dan harga jual Rp7-8 juta. Dalam satu lubang kadang penghasilan bersih mencapai Rp2,5-3 juta. Tinggal dikalikan dengan 60 lubang yang dimiliki Sapardi." "Lobster Estate yang Ditunggu Nelayan Lombok","baca juga : Saatnya Perkuat Komitmen Budi daya dengan Aturan Baru Benih Lobster  Budidaya lobster juga menyerap tenaga kerja yang cukup banyak. Selain 6 orang karyawan yang menjaga keramba, Sapardi mempekerjakan 25 orang untuk bagian pengemasan. Jika banyak pesanan jumlah tenaga lepas untuk packing ditambah. Biasanya anak-anak muda dan perempuan di kampungnya. Mereka dilatih agar pengemasan bagus, tidak membuat stres lobster, dan bisa hidup sampai di meja konsumen. Selain itu, Sapardi juga bermitra dengan 100 orang nelayan. Mereka nelayan tangkap merangkap nelayan budidaya. Sapardi mengambil barang dari nelayan-nelayan itu.“Setelah melihat hasilnya, anak-anak muda sekarang semakin banyak tertarik,’’ kata Sapardi menunjukkan beberapa keramba baru untuk budidaya lobster.Sapardi mendukung rencana pemerintah untuk mengembangkan sentra budidaya lobster. Dia masih asing dengan istilah-istilah yang sering diucapkan ketika dilakukan sosialisasi, seperti “lobster estate”. Tapi semangat untuk menggalakkan budidaya sangat disambut baik oleh nelayan. Nelayan budidaya berharap ada dukungan fasilitas bagi nelayan budidaya. Fasilitas itu seperti tempat pengemasan, kemudahan dalam mengurus perizinan, akses penerangan di sekitar kawasan, air bersih, ketersediaan pakan, teknologi benih dan pakan, serta regulasi harga yang tetap.Budidaya lobster menjadi salah satu program unggulan pada Dinas Kelautan dan Perikanan provinsi NTB. Untuk rencana pengembangan lobster estate, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan melakukan budidaya nasional di Lombok. Beberapa daerah yang kawasannya direncanakan adalah di wilayah Sekotong Lombok Barat, wilayah Ekas dan Telong-elong Jerowaru Kabupaten Lombok Timur. Di Telong-elong, Desa Jerowaru pemerintah menjadikannya sebagai kampung lobster.perlu dibaca : Kekuatan Magis Lombok untuk Budi daya Lobster Berkelanjutan  Intensifkan Pengawasan" "Lobster Estate yang Ditunggu Nelayan Lombok","KKP akan terus memperkuat pengawasan budidaya lobster. Hal tersebut dilakukan untuk memastikan program prioritas KKP dapat berjalan dengan maksimal dengan tetap menjaga keseimbangan antara aspek ekologi, sosial dan ekonomi.“Kampung lobster dan lobster estate ini merupakan salah satu program terobosan KKP yang digaungkan Bapak Menteri Trenggono, tentu harus dikawal agar dalam implementasinya tetap mengedepankan aspek kelestarian sumber daya kelautan dan perikanan,” terang Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP, Laksamana Muda TNI Adin Nurawaluddin, saat melakukan kunjungan ke sentra budidaya lobster di Lombok Timur pada Jumat (18/9/2021).Adin menjelaskan bahwa kebijakan KKP yang saat ini telah membuka dan mendorong subsektor perikanan budidaya termasuk lobster ini merupakan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pembudidaya. Adin berharap hal tersebut dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya dengan praktik budidaya yang mengedepankan kelestarian dan meminimalisir kerusakan sumber daya ikan dan lingkungannya.“Tentu yang kami harapkan adalah praktik budidaya yang baik, sesuai dengan regulasi yang sudah ditetapkan oleh pemerintah,” terang Adin.Untuk memastikan hal tersebut, Adin telah menginstruksikan jajarannya di lapangan untuk terus melakukan pengawasan baik secara rutin maupun insidental. Selain itu, Adin juga mengajak pemerintah daerah agar turut berperan dalam mendorong tata kelola budidaya lobster yang berkelanjutan.“Kami hari ini juga ditemani oleh Pak Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan untuk memastikan sinergi dalam pengawasan agar praktik budidaya lobster dilaksanakan sesuai dengan ketentuan,” terang Adin.baca juga : Begini Nasib Nelayan Lobster Lombok Setelah Ekspor Benih Lobster Ditutup  " "Lobster Estate yang Ditunggu Nelayan Lombok","Sementara itu, Direktur Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Perikanan KKP, Drama Panca Putra menyampaikan bahwa dalam pelaksanaan pengawasan budidaya lobster ada beberapa aspek yang menjadi fokus perhatian, diantaranya dokumen perizinan berusaha, lokasi budidaya, daya dukung lingkungan, sarana dan prasarana budidaya, penanganan limbah serta penebaran kembali (restocking).“Ini hal-hal yang memang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 Tahun 2021 (tentang Pengelolaan Lobster). Tentu menjadi pedoman bagi kami dalam pelaksanaan pengawasan,” terang Drama.Drama juga menjelaskan bahwa pihaknya telah memetakan titik-titik kritis dalam praktik budidaya lobster. Hal ini akan menjadi perhatian dalam pelaksanaan pengawasan di lapangan.“Kami sudah petakan dan akan menjadi fokus perhatian kami,” terang Drama. Berharap Bukan ‘Prank’Ketua Serikat Nelayan Independen (SNI) Lombok, Hasan Saipul Rizal ingat betul kedatangan menteri KKP ke Lombok. Salah satu lokasi yang dikunjungi adalah Telong-Elong di keramba anggota SNI. Hasan bilang, pada tanggal 24 Maret 2021, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengunjungi Lombok Timur, dengan berapi-api menyampaikan akan penjarakan mereka yang ekspor benur, dan KKP akan mendorong wilayah Indonesia sebagai wilayah budidaya Lobster.Keseriusan Menteri KP tersebut dipertegas dengan sematan “kampung Lobster”. Dari hasil beberapa kali diskusi SNI, termasuk terakhir kunjungan Gubernur NTB Zulkiefliemansyah di Telong Elong, disebutkan untuk lobster estate ini, pemerintah menyiapkan anggaran Rp550 miliar lebih.“Anggarannya besar, kami juga rutin baca di media tentang rencana itu. Tapi di wilayah masyarakat pembudidaya belum ada sosialisasi terkait wacana lobster estate. Artinya, untuk siapa lobster estate ini dibangun dengan anggaran yang cukup besar namun sejauh ini masyarakat belum dilibatkan,’’ kata Hasan, (25/9/2021)" "Lobster Estate yang Ditunggu Nelayan Lombok","Pembenahan juga harus dilakukan. Baik dari penataan KJA para pembudidaya, infrastruktur, akses, dan yang terpenting adalah sosialisasi pemerintah daerah belum sampai ke masyarakat nelayan/pembudidaya.perlu dibaca : Pengembangan Lobster Tak Lagi Fokus pada Benih  SNI menyambut baik rencana lobster estate. Program ini akan berdampak terhadap lingkungan masyarakat nelayan. Tapi melihat ketidakpastian informasi, SNI menduga bahwa itu hanya pemanis bibir saja. Belum ada langkah konkret di lapangan. Apalagi tahun 2022, pemimpin pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten Lombok Timur akan mengakhiri masa jabatannya setahun kemudian. Hasan pesimis rencana itu bisa terwujud.“Mudah-mudahan ini bukan prank, sudah terlalu sering nelayan dijanjikan,’’ katanya.Sejak sepuluh tahun silam kawasan Jerowaru dan Keruak disebut akan dikembangkan sebagai minapolitan. Tapi hingga kini, tidak ada kabar kelanjutan program itu. Begitu juga dengan rencana pengembangan budidaya lobster, yang ada justru gerbang “kampung lobster” yang dibangun di Desa Ekas, Jerowaru, Lombok Timur. Sementara infrastruktur pendukung budidaya hingga kini belum ada penambahan. Kalau pun ada penambahan jumlah KJA, itu murni dari nelayan sendiri.“Semoga tidak terulang program bagi-bagi bantuan seperti tahun-tahun sebelumnya. Salah sasaran, mangkrak, dan ada juga dijual,’’ kata Hasan menyebut program bantuan kapal, perahu, hingga KJA. (*)  [SEP]" "Food Estate di NTT Jangan Hanya di Lahan Basah. Kenapa?","[CLS]  Para petani di Desa Makatakeri, Kecamatan Katikutana, Kabupaten Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur (NTT) antusias dengan hadirnya program Food Estate atau lumbung pangan. Joni Gombukada petani di desa itu mengaku senang karena hasil produksi meningkat. Dengan begitu sebutnya, pendapatan pun meningkat dan bisa menjadikan kehidupan keluarganya sejahtera.“Kalau dulu hasil panen kurang banyak tapi sekarang lebih banyak.Dulu kami tidak pakai pupuk tapi sekarang dibantu pupuk dan traktor dari Kementrian Pertanian,” ujar Joni seperti dikutip dari situs pertanian.go.id.Joni mengaku sebelum ada program lumbung pangan, petani harus sewa traktor untuk membajak lahan sawah sebesar Rp.700 ribu. Dia pun berharap tahun 2022 program ini tetap berjalan.Bupati Sumba Tengah, Paulus Limu mengakui hadirnya program food estate  mampu mempercepat masa tanam dan masa panen menjadi berlipat-lipat. Menurut dia, program ini juga berkontribusi besar terhadap peningkatan indeks perekonomian di wilayahnya.Paulus sebutkan hadirnya food estate, benih yang dulunya 2 bulan bisa dipercepat menjadi 21 hari. Pihaknya pun mendapatkan bantuan 100 unit Alsintan untuk menggarap lahan.Program food estate di Sumba Tengah terbagi menjadi 5 zona. Zona 1 ada di Desa Umbu Pabal, zona 2 di Desa Umbu Pabal Selatan, zona 3 di Desa Elu, zona 4 di Desa Makatakeri dan zona 5 di Desa Tanamodu, Kecamatan Katikutana Selatan.baca : Bangun Tujuh Bendungan di NTT, Apakah Bisa Menjawab Krisis Air?  Ketahanan PanganSaat mengunjungi lokasi lumbung pangan di Sumba Tengah, Selasa (23/2/2021) Presiden Joko Widodo menyebutkan luas lahan lumbung pangan yang baru dikerjakan seluas 5 ribu hektare.Dari luas areal yang ada, 3 ribu hektare ditanami padi dan 2 ribu hektare ditanami jagung. Jokowi meminta ke depan diperluas lagi menjadi 10 ribu hektare." "Food Estate di NTT Jangan Hanya di Lahan Basah. Kenapa?","“Nantinya diperluas jadi 10 ribu hektare. Dibagi 5.600 hektare untuk padi dan 4.400 hektare untuk jagung. Data yang saya miliki, 34 persen kemiskinan ada di sini,” ungkapnya.Jokowi menyebutkan lumbung pangan di daerah ini setahun baru sekali panen padi. Ia meminta  agar setahun bisa dua kali panen padi dan sekali panen jagung atau kedelai.Dirinya mengakui sejak 2015-2018 telah dibangun sumur bor dan embung. Tapi masih jauh dari cukup. Ia sudah perintahkan Menteri PUPR melihat kemungkinan dibangun bendungan atau waduk.“Embung dan sumur bor juga ditambah termasuk membantu kekurangan alat mesin pertanian atau Alsintan,” ucapnya.Jokowi yakin bila lumbung pangan di NTT dan beberapa daerah lainnya dikerjakan dengan baik maka bisa membangun ketahanan pangan negara yang baik.“Nanti akan kita terapkan seperti ini untuk di provinsi-provinsi yang lain yang memiliki kesiapan,” tuturnya.baca juga : COVID-19 Berdampak pada Petani dan Ketahanan Pangan di NTT. Apa Solusinya?  Mayoritas Lahan KeringData BPS Provinsi NTT menyebutkan,luas lahan pertanian bukan sawah di NTT tahun 2017 sebesar 3.638.029,7 hektare dan tahun 2018 turun menjadi 3.615.142,9 hektare. Tahun 2019 meningkat mencapai 3.852.726 hektare.Sementara luas panen padi sawah di NTT tahun 2017 mencapai 220.790 hektare dan tahun 2018 bertambah menjadi 247.759 hektare. Untuk tahun 2019 turun menjadi 233.252 hektare.Tahun 2017 produksi Gabah Kering Giling (GKG) berjumlah 886.560 ton dan meningkat menjadi 1.067.121 ton GKG di tahun 2018. Produksi menurun menjadi 993.791 ton GKG di tahun 2019.Sementara itu, tahun 2017, total produksi jagung di NTT telah mencapai 809.830 ton dan tahun 2018 mencapai 848.998 ton dan tahun 2019 bertambah menjadi 884.326 ton.Direktur Wahana Tani Mandiri (WTM) Carolus Winfridus Keupung kepada Mongabay Indonesia, Sabtu (27/2/2021) menyebutkan, NTT didominasi areal perbukitan yang mayoritas merupakan pertanian lahan kering." "Food Estate di NTT Jangan Hanya di Lahan Basah. Kenapa?","Menurut Win sapaannya, sebenarnya lahan kering bisa mendukung banyak hal. Namun ia menyayangkan fokus proyek pemerintah pusat ke lahan basah semua.“Saluran irigasi setiap tahun ada pembangunan tetapi untuk lahan kering tidak ada. Benih dan pupuk pun sama. Kita harap ada upaya lain dari pemerintah untuk mendorong agar pertanian lahan kering bisa mendapatkan porsi yang sama dengan lahan basah atau sawah,” pintanya.perlu dibaca : Pemerintah Berencana Kembangkan Sorgum secara Komprehensif di NTT. Seperti Apa?  Win mengatakan konsep food estate selama ini telah dikembangkan. Disebutkannya, konsepnya bagaimana membangun keterpaduan, keberlanjutan pertanian.Ia menambahkan di Sumba Tengah food estate mencakup areal persawahan dan lahan kering. Diharapkannya, teknologi yang dikembangkan ini perlu diterapkan di wilayah lahan kering lainnya di NTT“Lahan kering juga butuh air karena di bulan-bulan tertentu lahan pertanian terancam akibat kemarau panjang. Padahal tanaman perdagangan bisa bertahan lama dan menguntungkan,” tuturnya.Win menyarankan perlu dipikirkan membangun pipa-pipa yang melintasi lereng atau punggung bukit. Sesudahnya,di setiap titik lahan pertanian ada semacam bak penampung dan air bisa dialirkan ke lahan pertanian.Dia menjelaskan tanaman pertanian di lahan kering memang saat musim kemarau pasti terdampak dan produktifitas menurun. Dia mencontohkan tanaman kakao yang terdampak saat musim kemarau.“Kalau padi gagal panen maka petani hanya rugi 3 bulan. Tapi kalau kakao mati maka petani mengalami kerugian 5 tahun. Bagaimana mengalirkan air untuk untuk penyiraman di areal lahan kering harus dipikirkan,” pintanya.Win meyakini semua bisa dilakukan hanya butuh terobosan. Untuk listrik yang menggerakan mesin pompa bisa memakai tenaga matahari atau air." "Food Estate di NTT Jangan Hanya di Lahan Basah. Kenapa?","“Apabila sumberdaya airnya berada di dataran rendah maka tentu butuh teknologi untuk memompa airnya ke bagian yang lebih tinggi. Tapi kalau sumber mata air di areal ketinggian maka butuh gravitasi untuk mengalirkannya,” tuturnya.baca juga : Rahmat Adinata dan Mimpi Jadikan Sumba Pulau Organik  Prioritas Petani TradisionalSementara itu, Direktur WALHI NTT, Umbu Wulang Tanaamahu Paranggi kepada Mongabay Indonesia, Rabu (24/2/2021) menyebutkan, program food estate pengalaman di tempat lain banyak yang gagal.Umbu Wulang mengatakan kegagalan terjadi karena konflik lahan, degradasi lingkungan, alih fungsi lahan dan ada krisis air di beberapa tempat.Ia menyarankan program food estate di NTT harusnya dalam kerangka mengurangi ketergantungan pangan dari luar. Juga dalam rangka melestarikan pangan lokal NTT seperti sorgum dan lainnya.WALHI NTT melihat lumbung pangan di Sumba Tengah tidak transparan sebab tidak ada narasi yang menjelasan kepada publik apa itu food estate, siapa aktornya dan tujuan spesifiknya seperti apa.“Tata kepemilikan lahan di kawasan tersebut bagaimana. Jangan sampai petani tradisional dan miskin yang menjadi subyek dari program ini diabaikan sebab salah satu manfaat dari food estate yakni mengentaskan kemiskinan,” ucapnya.Putra Sumba ini memaparkan, di Pulau Sumba, tingkat gadai sawah di masyarakat kecil sangat tinggi. Sawah digadai kepada orang berada dan mampu. Maka perlu dicek kepemilikan lahannya.baca juga : Sius, Petani Difabel Pelopor Pertanian Organik yang Diundang Makan Malam Jokowi  Ia menanyakan apakah telah ada kajian daya dukung lingkungan. Hal ini mengingat di lokasi lahan kering tersebut akan di bor 200 sumur.Menurutnya sumur bor punya dampak merusak hidrologi bawah tanah, rongga-rongga bawah tanah dan menimbulkan dampak ekologi. Apakah sudah memperhitungkan daya dukung dan daya tampung lingkungan." "Food Estate di NTT Jangan Hanya di Lahan Basah. Kenapa?","“Perlu diketahui apakah food estate ini skemanya murni negara dan masyarakat ataukah melibatkan korporasi. Kita tahu ada korporasi yang menyediakan bibit, pupuk bahkan distribusi pasca panennya. Ini kan tidak dijelaskan ke publik,” sebutnya.Dia mengkhawatirkan food estate ini tidak memikirkan petani-petani lokal dan lebih mengedepankan industrialisasi dan menguntungkan pemodal.Dia meminta perlu dipikirkan juga potensi peternakannya. Ia tegaskan,ini harus jadi prioritas karena Sumba sejak dahulu sudah dikenal sebagai wilayah peternakan.“Harus ada pola pengembangan pangan dengan mengakomodir kearifan lokal di daerah tersebut,” pintanya.Umbu Wulang berharap lumbung pangan di NTT tidak hanya untuk padi, tetapi memprioritaskan lokal yang biasa dikonsumsi masyarakat dan lebih banyak berada di lahan kering.“Jangan sampai ini lebih kepada pemenuhan kebutuhan pangan industrial bukan pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat di NTT yang masih tinggi angka stunting dan gizi buruk,” tegasnya.  [SEP]" "Menanti Perbaikan Aturan PLTS Atap","[CLS]     Yohanes Bambang Sumaryo, memutuskan berhenti jadi pelanggan PLN setelah enam tahun pakai pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap. Karena ada aturan yang membatasi Bambang ‘panen’ listrik sebanyak mungkin dari energi surya.“Saya sepenuhnya off grid (tak terhubung dengan jaringan listrik PLN) sekarang, karena regulasi,” kata Ketua Bidang Advokasi dan Edukasi Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) ini dalam diskusi, baru-baru ini.Regulasi yang Bambang maksud adalah Peraturan Menteri ESDM No 49/2018 tentang PLTS atap yang memandatkan PLN hanya membeli 65% dari listrik yang dihasilkan. Bagi Bambang ini membatasi ‘panen’ listrik dari matahari.Dengan jadi off grid, keluar dari jaringan PLN, Bambang bisa memanen sebanyak mungkin energi matahari dan pakai untuk keperluan sehari-hari di rumah.Konsekuensinya, dia harus memasang daya hampir dua kali lipat daya sebelumnya, dan mengintegrasikan dengan baterai yang terisi pada siang hari untuk malam hari. Dengan begitu, dia dapat memanen energi surya semaksimal mungkin dan hemat biaya tagihan listrik bulanan.Pelanggan seperti Bambang, saat ini belum diatur dalam Permen ESDM 49/2018 ini.Selain keluhan yang dialami Bambang, sejumlah kendala masih dijumpai di lapangan.Proses penggantian kWh meter menjadi kendala paling umum dialami pengguna PLTS atap sektor residensial. Survei singkat Institute for Essential Services Reform (IESR) pada perusahaan engineering, procurement and construction (EPC) PLTS atap menunjukkan, lebih 60% harus menunggu minimal satu bulan dan tak sedikit yang di atas tiga bulan.“Dari beberapa informasi konsumen, mereka harus menunggu 3-4 bulan,” kata Mada Ayi dari Masyarakat Konservasi dan Efisiensi Energi Indonesia (MASKEEI).Padahal dalam permen, maksimal 15 hari kerja setelah sertifikat laik operasi (SLO) diterima, PLN harus menyediakan perangkat ini." "Menanti Perbaikan Aturan PLTS Atap","Pelanggan komersial dan industri juga mengalami kesulitan terkait permintaan naik ke tingkat pelanggan premium tanpa dasar jelas dan pemberlakuan SLO untuk instalasi di bawah 500 kWp.“Di beberapa lokasi, PLN malah minta upgrade listrik ke lebih mahal untuk dapat net metering itu. Jadi harus bayar lebih mahal,” kata pendiri start up penyedia energi terbarukan Xurya, Eka Himawan.Menurut dia, selain beban hanya 65% listrik akan dibeli, permintaan upgrade dari PLN praktis menggugurkan keekonomian PLTS.“Ini energi kerakyatan. Dibangun oleh rakyat untuk rakyat. Kenapa harus dipersulit?” kata Eka.Keekonomian masih menjadi salah satu faktor penting bagi masyarakat dan berbagai pihak, disamping motivasi lain seperti pelestarian lingkungan dan persepsi bahwa PLTS merupakan teknologi keren dan hi-tech.Perbaikan regulasi yang meningkatkan keekonomian, terbukti menjadi pendorong utama naik pesatnya instalasi PLTS atap di sektor industri. Di Permen 49/2018 menurunkan biaya paralel kapasitas dari 40 jam per bulan jadi lima jam perbulan. Baca juga: Bagaimana Perkembangan Pemanfataan Energi Surya Atap?  Target penurunan emisiDengan tenggat waktu yang tinggal empat tahun mencapai target energi terbarukan dan pengurangan emisi sesuai komitmen dalam nationally determined contributions (NDC), partisipasi berbagai pihak, terutama masyarakat, sangat penting dan tak terelakkan.Fabby Tumiwa, Ketua Umum AESI mengatakan, PLTS atap salah satu kontribusi nyata masyarakat untuk capai target itu, yang dapat dilakukan cepat di seluruh Indonesia, tanpa gunakan anggaran pemerintah.Instalasi kumulatif 1 GWp PLTS atap dapat menyerap 20.000-30.000 tenaga kerja per tahun dan mampu menciptakan permintaan untuk pengembangan industri surya dalam negeri. Juga, menurunkan emisi gas rumah kaca 1,05 juta ton per tahun.PLTS atap juga dapat menjadi solusi strategis pemerintah untuk penyediaan akases energi yang berkualitas, berkelanjutan dan tak membebani anggaran negara." "Menanti Perbaikan Aturan PLTS Atap","Pemerintah, katanya, dapat mengganti subsidi listrik untuk rumah tangga atau kelompok penerima subsidi lain dengan PLTS atap hingga mereka dapat pakai listrik cukup untuk kegiatan produktif bahkan tak perlu membayar listrik.“PLN akan diuntungkan dengan kelebihan listrik yang dapat diekspor, dalam jangka panjang subsidi listrik akan hilang seluruhnya,” kata Fabby.Pemasangan 1 GWp PLTS atap untuk penggantian subsidi listrik juga akan menurunkan subsidi listrik hingga Rp1.3 triliun per tahun.KESDM hingga kini masih merevisi Permen 49/2018. Dadan Kusdiana, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi KESDM, dalam berbagai kesempatan mengatakan, draf terbaru revisi Permen 49/2018 akan mengembalikan tarif ekspor impor listrik net-metering menjadi satu banding satu sesuai peraturan direktur PLN sebelum permen keluar.Kalau begitu, berarti PLN akan membeli semua listrik produksi PLTS atap, tidak hanya 65% seperti yang dialami Bambang.Selain itu, dalam draf revisi, periode reset kelebihan transfer listrik diperpanjang dari tiga, menjadi enam bulan. Ada pula penyederhanaan proses pendaftaran dan penggantian kWh meter. Dua hal ini jadi keluhan bagi calon pemasang PLTS atap.Bagi AESI, perbaikan ini penting dan mendesak guna memaksimalkan pemanfaatan energi surya yang punya potensi mencapai 19,8 TWp. Hal ini juga mendukung pencapaian target 23% bauran energi terbarukan pada 2025 sesuai target Perpres No 22/2017.“PLTS atap dapat mendukung pencapaian target energi terbarukan yang dicanangkan presiden melalui gotong royong masyarakat.” Baca juga: Kala PLTU Batubara Picu Perubahan Iklim dan Ancaman Kesehatan Masyarakat Fabby bilang, potensi teknis dan minat tinggi masyarakat dan pelaku usaha ikut mendukung program pemerintah melalui pemasangan PLTS atap harus direspon dengan regulasi yang kondusif." "Menanti Perbaikan Aturan PLTS Atap","Bagi konsumen rumah tangga, katanya, ketentuan ekspor impor satu banding satu dari dan ke jaringan PLN akan mempercepat waktu pengembalian investasi pelanggan. Proses perizinan yang jelas dan tak berbelit juga kepastian mendapatkan exim meter yang diterapkan seragam di seluruh Indonesia hingga calon pengguna dapat kepastian.Perubahan ada dalam draf, katanya, sudah mengakomodasi masukan berbagai pihak untuk meningkatkan daya tarik dan keekonomian PLTS atap hingga bisa diadopsi lebih luas oleh masyarakat. Terkait waktu reset kelebihan transfer listrik, AESI usul agar waktu enam bulan diperpanjang setidaknya satu tahun.Asosiasi, katanya, juga mengapresiasi langkah pemerintah mendorong peran aktif masyarakat gunakan energi terbarukan dengan perbaikan permen itu.Dia bilang, survei pasar IESR di Jabodetabek, Surabaya, Bali dan Jawa Tengah, menemukan aspirasi calon pengguna PLTS atap untuk tingkat keekonomian, kini lebih baik. Mayoritas responden menginginkan periode balik modal investasi di bawah tujuh tahun.“Dominan 3-5 tahun,” kata Fabby.Hal ini, tak dapat dipenuhi regulasi saat ini. Dengan jadikan tarif ekspor listrik setara tarif impor, periode balik modal dapat diperpendek satu atau dua tahun.“Bila pemerintah serius ingin menunjukkan dukungan pada pemanfaatan energi surya, peraturan harus merefleksikan tingkat keekonomian yang menarik, juga kejelasan produk.”Rasionalitas keekonomian dengan tarif net-metering satu banding satu ini seringkali jadi kekhawatiran PLN. Bila banyak masyarakat pakai PLTS atap, kurangi pemasukan PLN. Kondisi kelebihan pasokan di beberapa wilayah, ditambah penurunan permintaan listrik dan pertumbuhan sales listrik tak tercapai juga banyak terungkap sebagai alasan.Dari simulasi IESR menunjukkan, kalau ada total instalasi 1 GWp PLTS atap, pemasukan PLN hanya akan berkurang 0,25% dengan tarif net metering satu banding satu dan 0,58% dengan tarif satu banding 0,65%." "Menanti Perbaikan Aturan PLTS Atap","“Pemerintah harus mengubah model bisnis dengan kemajuan teknologi yang sudah ada seperti blockchain yang memungkinkan masyarakat menjual listrik peer to peer (p2). PLN harus membuat sistemnya menjadi lebih menarik.” Baca juga: Industri Listrik Surya Bisa jadi Solusi Pemulihan Pasca Pandemi*****Foto utama:  Surya atap, energi rakyat, dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sayangnya, sekarang aturan masih tak bersahabat hingga pemerintah perlu segera lakukan perbaikan regulasi. Foto: dari buletin Ditjen EBTKE Kementerian ESDM [SEP]" "Ikan di Laut Ternate Makin Sulit Didapat, Dampak Destructive Fishing?  ","[CLS]  Mustadin Sidin (40) nelayan asal Kelurahan Kastela, Pulau Ternate, Maluku Utara sudah lima tahun ini menangkap ikan pelagis yang ada di sekitar rumpon di laut lepas. Dia tidak lagi mengail ikan karang yang jarak tangkapnya lebih dekat, antara 100 sampai 200 meter dari pantai depan kampung.Alasannya, selain karena ikan karang makin susah didapat, juga karena lebih mudah menangkap ikan dengan perahu bermesin dan peralatan lengkap dibanding menggunakan perahu dayung atau katinting. Dia kini lebih memilih menangkap tuna, cakalang dan jenis pelagis lainnya karena sekarang sulit menangkap ikan demersal.Dia bercerita, sebelum tahun 2000 kawasan laut sekitar Kastela banyak ikannya. Tetapi sekarang sangat sulit mendapatkan ikan.“Dulu kalau mengail satu dua jam di depan kampung ini sudah bisa mendapatkan ikan karang dari berbagai jenis hamper 10 kilogram. Selain sudah bisa dapat makan juga dijual. Kondisi sekarang berbalik. Kadang mengail berjam-jam juga tak satupun ikan yang didapat,” kata Mustadin yang ditemui usai menerima secara simbolis penyerahan rumah ikan atau apartment fish yang diserahkan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Maluku Utara Sabtu (24/9/2021).Ikan laut di kedalaman 30 meter, lanjutnya, juga sudah sangat susah ditangkap. Lima tahun lalu, dia masih bisa mendapatkan ikan dengan jaring di kawasan terumbu karang depan desa ini saat surut. Sekarang ini ikan-ikan itu sudah raib entah ke mana.Mustadin bilang, dulu jenis ikan masih banyak di laut sekitar pantai Kastela, sehingga banyak nelayan dari kelurahan tetangga dan dari kota Ternate menggunakan perahu bermesin datang mengail ikan di kawasan laut ini. Sekarang memang masih banyak orang yang mengail di kawasan laut ini tetapi hasil tangkapan semakin minim.baca : Mencari Formula Tepat untuk Tata Kelola Perikanan Demersal  Lalu apa masalahnya sehingga ikan–ikan semakin sulit didapat ketika mengail?" "Ikan di Laut Ternate Makin Sulit Didapat, Dampak Destructive Fishing?  ","Mustadin menduga akibat nelayan tidak bertanggung jawab yang menangkap ikan dengan cara merusak (destructive fishing) penyebab populasi ikan menurun drastis. Meski sudah ada larangan aktivitas perikanan merusak tetapi masih sering terjadi di lapangan.Di kawasan perairan Kastela, lanjutnya, ada warga termasuk oknum aparat sering menangkap ikan menggunakan potassium, atau buah dan akar tumbuhan.“Yang terbanyak potassium. Bahkan kadang dilakukan oleh oknum aparat. Kita temukan tetapi tidak bisa berbuat banyak ,” katanya. Meski berkurang, dampak perikanan merusak nyata menurunkan populasi ikan. Generasi nelayan saat ini saja kesulitan menangkap ikan, dia mengkhawatirkan generasi mendatang yang makin susah mencari ikan.Pria yang juga ketua kelompok nelayan Nita Malili Kelurahan Kastela ini mengatakan, karena kondisi ini maka perlu ada upaya memantau secara ketat praktek dustructive fishing tersebut. Tidak itu saja perlu mengembalikan kondisi ikan dengan memperbaiki terumbu karang. Salah satunya kata dia dengan membuat rumah ikan atau apartment fish ini. Setidaknya cara ini bisa membantu mengembalikan ikan yang makin habis saat ini.Dia bilang lagi menangkap ikan dengan cara merusak  mematikan ikan juga merusak terumbu karang sebagai rumahnya. “Rumah ikan buatan yang diadakan DKP ini setidaknya membantu mengembalikan kondisi ikan di tahun- tahun mendatang. Saya kira upaya pemerintah membuat rumah ikan ini, ke depan bisa ada hasilnya.” harapnya.baca juga : Tangkap Ikan Pakai Bom dan Potasium Masih Marak di Maluku Utara  Soal semakin sulitnya ikan karang di laut Ternate ini setidaknya dipengaruhi kondisi terumbu karangnya. Pasalnya kawasan pantai Kastela saat ini terumbu karang 50 persennya rusak dan tersisa karang mati." "Ikan di Laut Ternate Makin Sulit Didapat, Dampak Destructive Fishing?  ","Mustadin menyambut baik upaya DKP Pemprov Malut dengan rumah ikan sebagai salah satu cara mengatasi dampak perikanan merusak. Partisi plastik ini nanti diletakkan di laut sekira pantai Kastela dan akan dikawal langsung Dodoku Dive Center, sebuah operator dive di Ternate bersama para nelayan.Dedy Abdullah Owner Dodoku Dive Center Ternate yang bermarkas di kawasan Pantai Kastela Ternate bilang terumbu karang rusak cukup parah di kawasan laut. Sekitar lima dari 10 hektar luas terumbu karang itu telah rusak. Rusaknya karang dan matinya mangrove di kawasan ini menyebabkan populasi ikan karang juga makin habis. Dia bilang jika tidak ada terumbu karang atau rusak, tentu ikan juga akan hilang.“Perlu pemulihan terutama untuk terumbu karang dan mangrove agar ikan juga mendapatkan tempat bertelur dan memijah,” katanya.Selain itu, pemerintah perlu melindungi kawasan rumah ikan dengan pelarangan sementara penangkapan untuk memulihkan populasi ikan. Dia melihat karena minimnya pengawasan perairan, masih terjadi praktek perikanan merusak dan bisa mengancam kawasan rumah ikan.Permasalahan lainnya adalah banyaknya sampah plastic di perairan yang menutupi dan merusak terumbu karang. Dedy menyebut dari hasil penyelaman yang mereka lakukan terutama di kawasan mulut kali mati di kawasan laut kota Ternate, sampah laut ini menjadi persoalan sangat serius. Karena itu menurutnya selain membuat rumah ikan dan melakukan proteksi terhadap kawasan yang telah dibuat rumah ikan, juga perlu ada penanganan sampah laut yang dimulai dari darat.baca juga : Menjaga Benteng Terakhir Maluku dengan Tata Kelola Perikanan Berbasis Adat  DKP Sebar Rumah Ikan Ikan yang semakin berkurang dirasakan nelayan saat ini membuat pemerintah daerah melalui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Maluku Utara melakukan berbagai upaya. Salah satu usahanya dengan membuat rumah ikan atau fish apartment. " "Ikan di Laut Ternate Makin Sulit Didapat, Dampak Destructive Fishing?  ","DKP bersama Dodoku Dive Center, meletakkan rumah ikan di di beberapa kawasan laut di Ternate dan Halmahera dalam beberapa tahun ini, termasuk di Pantai Kastela, Senin (25/9/2021) lalu.Kepala DKP Malut Abdullah Assagaf saat penyerahan tersebut mengingatkan kepada para nelayan yang hadir agar ikut serta menjaga fasilitas rumah ikan yang berfungsi untuk memulihkan sumber daya ikan dan bisa ditempati ikan dalam 7 atau 8 bulan ke depan. Fasilitas itu agar dijaga nelayan dengan tidak melakukan aktivitas penangkapan ikan yang merusak.Rumah ikan ini katanya adalah bangunan yang tersusun dari benda padat yang ditempatkan di dalam perairan yang berfungsi sebagai areal berpijah bagi ikan ikan dewasa, atau menjadi areal perlindungan asuhan dan pembesaran bagi telur serta anak anak ikan (spawning nursery).“Tujuan kita jelas untuk menjaga keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya ikan melalui introduksi struktur buatan sebagai area khusus yang diharapkan dapat mempengaruhi dan menggantikan sebagian peran atau fungsi ekologis habitat alami sumberdaya ikan,” jelasnya.Hari itu ada 20 unit rumah ikan dalam bentuk partisi plastik yang penyerahannya diterima oleh perwakilan kelompok nelayan di Kelurahan Kastela.Pelepasan rumah ikan sendiri telah dilaksanakan sejak 2012 di Pulau Lelei Halmahera Selatan Maluku Utara sebanyak 35 unit partisi dan Pulau Koloroi Kabupaten Pulau Morotai 35 unit. Pada 2014, ditempatkan sebanyak 35 unit rumah ikan di laut Desa Kakara Halmahera Utara. Pada 2015, diletakkan 175 unit di Tidore, Halmahera Barat, Ternate dan Taliabu. Sementara di tahun 2021 ini diserahkan di Ternate sebanyak 20 unit.“Di beberapa tempat yang sudah dilepas rumah ikan   mulai ditempati   ikan setelah 8 bulan dilepas ke laut. Ini setelah partisi tersebut ditumbuhi karang lunak,” tambahnya. *** " "Ikan di Laut Ternate Makin Sulit Didapat, Dampak Destructive Fishing?  ","Keterangan foto utama : ilustrasi. Pelaku penangkapan ikan menggunakan bahan peledak di kawasan perairan TWAL Teluk Maumere ditangkap dan  dibawa menggunakan perahunya menuju Pelabuhan Laurens Say Maumere, NTT. Foto : Polair Polda NTT  [SEP]" "Begini Tantangan AMAN Nusa Bunga Terkait Lingkungan, Hutan dan Tanah Ulayat. Seperti Apa?","[CLS]  Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) memperingati Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara (HKMAN) dan Ulang Tahun AMAN ke 22 tanggal 17 Maret.Selama kurun waktu tersebut, wilayah AMAN Nusa Bunga yang meliputi 9 kabupaten di Pulau Flores dan Lembata terus berjuang mempertahankan eksitensi masyarakat adat.Ketua Pengurus Wilayah AMAN Nusa Bunga, Philipus Kami kepada Mongabay Indonesia, Minggu (21/3/2021) menjelaskan berbagai tantangan dan kerja-kerja komunitasnya.Lipus memaparkan, 17 komunitas adat yang ada di Flores dan Lembata sedang membangun komunikasi dan koordinasi dengan seluruh pemerintah kabupaten terkait percepatan penetapan Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Bupati (Perbub) terkait Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat (PPHMA).“Kabupaten yang sudah menetapkan Perda PPHMA ada dua yakni Kabupaten Ende dan Manggarai Timur di Pulau Flores,” ucapnya.Lipus menjelaskan untuk Kabupaten Manggarai Timur sudah membentuk panitia untuk melakukan validasi dan verifikasi. Sementara Kabupaten Ende, Ende AMAN Nusa Bunga bersama Kabag Hukum Setda Ende sedang membuat Perbup dan SK Bupati untuk panitia validasi dan verifikasi.Untuk Kabupaten Sikka, naskah Perda PPHMA sudah ditulis dan tahun 2019 sudah diserahkan kepada DPRD Sikka dan Bupati Sikka. Pihaknya mendorong agar bisa diagendakan dalam legislasi di dewan.Kabupaten Flores Timur juga sama. Naskah sudah ditulis dan sudah dua kali FGD dengan Pemda. Ia berharap, bulan April 2021 sudah bisa dilakukan uji publik.“Komunikasi dengan DPRD dan mitra LSM di Lembata sudah dilaksanakan dan di bulan April 2021 akan diintensifkan. Sementara kabupaten lainnya sedang dibangun komunikasi terkait pembuatan Perda PPHMA,” paparnya.baca : HKMAN 2021: Masyarakat Adat Masih Terus Berjuang untuk Pengakuan  Pengelolaan Hutan" "Begini Tantangan AMAN Nusa Bunga Terkait Lingkungan, Hutan dan Tanah Ulayat. Seperti Apa?","Konflik antara masyarakat adat dan pemerintah serta perusahaan di wilayah AMAN Nusa Bunga sempat terjadi. Kasus yang sudah selesai, konflik Komunitas adat Golo Lebo, Kecamatan Elar, Kabupaten Manggarai Timur dengan perusahaan tambang Manggarai Manise.Juga konflik tanah HGU Nangahale di Kabupaten Sikka antara komunitas adat dan pemerintah. Saat ini sedang proses pendataan pembagian tanah bagi komunitas adat.Lipus menegaskan pemetaan komunitas adat di Flores dan Lembata sedang dilakukan dan pihaknya sedang berjuang mendapatkan SK dari pemerintah daerah untuk disampaikan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).“Kami sedang berjuang untuk mendapatkan  Surat Keputusan Presiden terkait hutan adat yang bisa dikelola masyarakat adat di wilayah Flores dan Lembata,” terangnya.Dia berharap perjuangan ini direspon baik oleh Pemda guna mengejahwantakan program presiden terkait 12,7 juta hektare hutan adat yang bisa dikelola masyarakat adat terkait skema perhutanan sosial.Ia menyesalkan sosialisasi dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) NTT kepada masyarakat masih kurang. Terutama terkait hutan lindung,balai taman nasional, taman wisata alam dan cagar budaya.“Ini penting disosialisasikan secara baik oleh DLHK NTT melalui Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) yang ada di kabupaten-kabupaten,” tegasnya.baca juga : Pelibatan Masyarakat Adat Penting Dalam Kelola Hutan, Kenapa?  Terkait hal ini, Kepala UPTD Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) Kabupaten Sikka, Benediktus Herry Siswadi kepada Mongabay Indonesia mengakui hutan adat di Kabupaten Sikka belum ada.Menurut Herry, hutan adat belum bisa diajukan karena belum ada Perda terkait masyarakat adat sebagai salah satu syarat pengajuan hutan adat." "Begini Tantangan AMAN Nusa Bunga Terkait Lingkungan, Hutan dan Tanah Ulayat. Seperti Apa?","Dia mengapresiasi masyarakat adat yang memegang teguh kearifan lokal dalam menjaga hutan. Namun sesalnya, banyak masyarakat adat yang merusak hutan seperti di wilayah Kecamatan Doreng, Waigete dan Talibura.“Yang sementara berpolemik terkait hutan adat ada di wilayah Pogon, Rubit, Aebura di Kecamatan Waigete. Masih ada juga warga dan komunitas adat yang menebang pohon di dalam kawasan hutan lindung,” ucapnya.Herry menyarankan agar komunitas adat mengajukan skema pengelolaan hutan adat tapi tetap diawasi pemerintah dan tidak mengubah fungsi hutan sebelumnya. Sementara HKm merupakan hutan negara yang dikelola masyarakat.“Kalau sebelumnya berupa hutan lindung maka tidak boleh menebang pohon dan lainnya. Sementara hutan produksi, yang boleh dimanfaatkan hanya hutan alam yang tanamannya ditanam sendiri warga,” ucapnya.baca juga : COVID-19 Berdampak pada Petani dan Ketahanan Pangan di NTT. Apa Solusinya?  Tambang Pilihan TerakhirKonflik antara masyarakat adat Labo di tiga desa dan tiga kecamatan di Kabupaten Nagekeo dengan pemerintah soal pembangunan Waduk Lambo masih terjadi.Pasalnya komunitas adat Rendu,Lambo dan Ndora tetap menolak lokasi waduk yang direncanakan dibangun di Lowose. Komunitas adat menawarkan lokasi alternatif di Lowopebhu dan Malawaka.“Masyarakat adat tetap bersikeras dengan lokasi yang ditetapkan dan menawarkan lokasi alternatif. Kita harapkan pemerintah pusat meresponnya agar tidak ada persoalan dengan tiga suku besar di daerah tersebut,” tegas Lipus.Soal tambang dan rencana pabrik semen di Manggarai Timur, Lipus katakan AMAN masih menolak tambang di Flores dan Lembata dengan berbagai analisa dan dampak.Dia berucap, belajar dari tambang yang telah ada sebelumnya, usai berhenti beroperasi, perusahaan tidak melakukan reklamasi. Kerusakan lingkungan tidak direhabilitasi oleh pemerintah dan perusahaan." "Begini Tantangan AMAN Nusa Bunga Terkait Lingkungan, Hutan dan Tanah Ulayat. Seperti Apa?","“Bicara ekologi Flores tidak hanya tambang di Manggarai. Kita mendorong dikembangkan sektor wisata, perkebunan dan kehutanan, pertanian tanaman pangan, perikanan dan kelautan,” bebernya.Lipus menyebutkan apabila empat sektor ini dikembangkan secara baik maka tambang jadi pilihan terakhir. Ia tegaskan, Flores merupakan pulau rentan bencana sehingga akan didorong untuk menolak tambang.baca juga : AMAN Minta Pengukuran Tanah Adat untuk Waduk Lambo Dihentikan. Kenapa?  Tanam PohonAMAN Nusa Bunga terus mendorong agar masyarakat adat mengembangkan lagi kerafian berbasis lingkungan, menjaga keseimbangan lingkungan supaya bisa meminimalisir pemanasan global.Lipus katakan, kayu-kayu lokal yang cukup baik harus dilestarikan termasuk untuk berkaitan langsung dengan nilai budaya seperti kebutuhan pembangunan rumah adat termasuk menjaga mata air.“Kita juga terus menerus mendorong agar pangan lokal tetap dibudidayakan kembali. Hal ini agar tingkat ketergantungan terhadap pupuk kimia berkurang drastis karena akan mencemari tanah,” ucapnya.Menurut Lipus, komunikasi dengan pemerintah daerah terkait identitas budaya penting dijaga dan dilestarikan terus berlangsung. Selain itu pihaknya gencar membangun kesadaran komunitas adat untuk menunjukan identitasnya.Ia jelaskan ada identitas masyarakat adat yang utama yakni teritorial adat, lembaga adat, seremonial adat, peradilan adat dan kalender ritual adat. Selain itu ada tata kelola pertanian dan perkebunan berdasarkan kearifan lokal.  Sekjen AMAN Rukka Sombolinggi dalam pidatonya menyambut HUT AMAN menyebutkan pandemi COVID-19 menegaskan apa yang selama ini diperjuangkan benar dan baik, dimana kehidupan harus terus menjaga ibu bumi dan adil dengan sesama manusia." "Begini Tantangan AMAN Nusa Bunga Terkait Lingkungan, Hutan dan Tanah Ulayat. Seperti Apa?","“Kita menginginkan keselamatan bumi bagi keberlangsungan kehidupan umat manusia. Hal ini dapat berlangsung apabila bumi yang kita cintai dikelola secara adil dan  berkelanjutan,” tegasnya.Rukka berpesan sistem yang bersifat eksploitatif dan merusak, harus ditinggalkan, diganti dengan sistem gotong-royong yang mengakar pada prinsip-prinsip kearifan lokal dan budaya agraris serta bahari setempat.Ia minta masyarakat adat harus mampu membebaskan pikiran dari keyakinan semu yang ditanamkan oleh kapitalis tentang produksi pangan. Ia meminta agar segera diperbaiki dengan mulai kembali pada produksi pangan yang lebih sehat.Dia harapkan agar resiliensi masyarakat adat terus bertahan, dengan merubah sistem pertanian secara berkelanjutan dan ramah lingkungan.  [SEP]" "Diburu, Nasib Murai Batu Makin Tak Menentu","[CLS]   Murai batu [Kittacincla malabarica] adalah jenis burung dengan kicauan indah yang saat ini tak luput dari perburuan di hutan Aceh. Burung yang disebut kucica hutan ini tak hanya tersebar di hutan Leuser dan Ulu Masen, tapi juga terdapat di Pulau Weh, Kota Sabang dan Pulau Simeulue.Maksum, masyarakat di Kecamatan Pining, Kabupaten Gayo Lues mengaku, banyak pemburu masuk ke hutan Kawasan Ekosistem Leuser [KEL] untuk menangkap murai batu. Alasannya, harganya jualnya lebih tinggi dari jenis lain.“Pemburu juga akan menangkap burung-burung lain yang kicauan atau bulunya indah, seperti kucica kampung atau kacer [Copsychus saularis]. Tahun 1990-an, burung ini masih mudah ditemui di sekitar permukiman penduduk, namun, saat ini mulai menghilang,” ujarnya, pertengahan Februari 2021.Maksum menambahkan, pemburu biasanya menangkap murai batu dengan menggunakan burung murai lain sebagai pemikat.“Perangkap yang di dalamnya ada burung pemikat akan digantung di atas pohon. Akibat perburuan ini murai batu jarang datang ke kebun masyarakat dan perannya memakan serangga dan ulat juga terganggu yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem lingkungan.”Baca: Jumlah Jenis dan Risiko Kepunahan Burung di Indonesia Meningkat  Khairuddin warga Kabupaten Simeulue mengatakan, murai batu pernah menjadi target buruan di tempatnya. Burung-burung tersebut kemudian dikirim ke luar Simeulue menggunakan kapal penyeberangan maupun dengan perahu kecil.“Polisi pernah menggagalkan penyeludupan 930 ekor murai batu menggunakan KMP Teluk Sinabang, pada 2013,” ujarnya.Munawir, seorang pencari burung murai batu mengatakan, hasil buruannya itu akan dijual ke penampung, atau langsung kepada orang yang memelihara. “Kalau tidak ada pesanan, saya jual ke agen atau penampung, namun tak jarang saya dihubungi langsung pembeli,” sebut warga Aceh Timur ini." "Diburu, Nasib Murai Batu Makin Tak Menentu","Dia menambahkan, untuk memburu murai biasanya ia menginap di hutan beberapa hari. “Jika tidak dapat, saya bisa jual burung lain meskipun harganya lebih murah. Minimal tidak rugi logistik saat di hutan,” sambungnya.Karena tidak dilindungi, murai batu dijual bebas di pasar burung di sejumlah daerah di Aceh. Bahkan juga memalui online. “Murai batu kan bukan jenis dilindungi, jadi kami tidak perlu takut menjualnya, yang tidak saya lakukan adalah mengirimnya ke luar Aceh,” ungkap seorang penjual burung di Banda Aceh yang tidak ingin disebutkan namanya.Baca juga: Melacak Pemburu Burung Kicau di Kota Kapur  PerburuanPerburuan murai batu di kawasan hutan Aceh masih cukup tinggi, apalagi setelah burung ini tidak lagi masuk dalam daftar dilindungi. “Perburuan marak salah satunya dikerenakan banyak kontes burung kicau yang diadakan dengan hadiah besar,” ujar Heri Tarmizi, Koordinator Kelompok Studi Lingkungan Hidup [KSLH] Aceh, pekan lalu.Dampaknya, populasi murai batu di alam liar semakin sulit ditemukan. “Jangankan kita yang hanya beberapa hari berada di dalam kawasan hutan, masyarakat setempat yang memang hidup di pinggir hutan juga sudah tidak pernah melihat burung ini seperti di kawasan hutan Beutong, Kabupaten Nagan Raya,” tambah Heri.Agus Nurza dari Aceh Birder menjelaskan, di Provinsi Aceh populasi murai batu juga tersebar di sejumlah pulau-pulau kecil di Kecamatan Pulau Banyak, Kabupaten Aceh Singkil dan di Kabupaten Simeulue.“Tapi karena perburuan tinggi, populasi murai batu di Pulau Banyak, Sabang, dan Simeulue sudah sedikit. Bahkan, di beberapa pulau murai batu sudah tidak ditemukan.”Agus mengatakan, murai batu di hutan KEL maupun Ulu Masen dengan murai batu di Pulau Banyak dan Pulau Simeulue, berbeda dari kicauan maupun bulu ekornya.“Murai batu di Pulau Banyak dan Simeulue merupakan itu endemik, hanya bisa ditemukan di sana. Diburu dan selanjutnya dijual, membuat jenis tersebut dijual keluar pulau, tempat hidupnya.”" "Diburu, Nasib Murai Batu Makin Tak Menentu","Tahun 2011, Pemerintah Aceh telah menetapkan murai batu bersama sembilan jenis burung lainnya dalam daftar yang tidak boleh diburu dan dibawa keluar Aceh. Hal itu berdasarkan Instruksi Gubernur Aceh Nomor 8 tahun 2011 tentang moratorium perburuan dan peredaran burung ke luar Provinsi Aceh.Aturan itu dikeluarkan karena semakin berkurangnya populasi 10 jenis burung di habitat alaminya. Jenis itu adalah murai batu, cucak rawa, beo, kutilang, kepudang kuduk-hitam, jalak kerbau, kacer, cica daun, bondol peking, dan jalak suren.Baca juga: Anis-Bentet Sangihe, Burung Kritis yang Dikeluarkan dari Daftar Dilindungi  Sebagai informasi, awalnya, berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi, murai batu masuk daftar satwa dilindungi.Namun, Berdasarkan Peraturan Menteri LHK Nomor P.92/MENLHK/SEKJEN/KUM.1/8/2018 tentang perubahan atas Permen LHK Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi, murai batu dikeluarkan dari status dilindungi.Tercatat, ada lima jenis lima jenis burung yang dikeluarkan yaitu cucak rawa [Pycnonotus zeylanicus], jalak suren [Gracupica jalla], kucica hutan atau murai batu [Kittacincla malabarica], anis-bentet kecil [Colluricincla megarhyncha], dan anis-bentet sangihe [Coracornis sanghirensis].Selanjutnya, berdasarkan Peraturan Menteri LHK Nomor P.106//MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi, murai batu tetap sebagai burung yang tidak dilindungi bersama empat jenis lain itu.   [SEP]" "Berburu Emas di Pantai Maluku Tengah, Pakar: Bisa Bahayakan Ekosistem Laut","[CLS]      Warga Negeri Tamilouw, Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku pada 22 Maret lalu geger dengan penemuan material emas di pesisir Pantai Pohon Batu. Warga pun langsung ramai-ramai menyerbu pantai buat mencari emas. Hingga kini, warga masih menggali pasir dan memecah bongkahan batu yang diyakini mengandung emas.Lokasi emas pertama kali ditemukan Syarifah Arey dan dua orang kakaknya, warga Negeri Tamilouw. Awalnya, mereka melihat ada kilauan lalu coba-coba menyaring dengan wajan. Ternyata mereka menemukan ada kandungan emas.Setelah penemuan itu, warga ramai-ramai ke lokasi gunakan alat seadanya dulang emas.“Awalnya, saya bersama dua orang kaka hanya coba-coba. Kami melihat ada semacam kilauan di pesisir pantai, setelah disaring ada kandungan emasnya,” kata Syarifah dalam video berdurasi 02:10 menit, yang diterima Mongabay.Latif Selanno, warga lain mengaku, sejak lama orang-orang di kampung itu sudah pernah menemukan material emas di sana. Material emas juga ada pada beberapa sungai.“Jauh sebelum Gunung Emas di Pulau Buru, di Tamilouw sudah ada. Bahkan di Tamilouw serpihan batangan dan tidak perlu menggunakan air raksa atau merkuri,” katanya kepada Mongabay. Antisipasi Menyikapi heboh penemuan butiran emas di pesisir Pantai Pohon Desa Tamilouw, Marlatu Leleury, Wakil Bupati Maluku Tengah, langsung intruksikan Sekretaris Daerah (Sekda) Rakib Sahubawa dan Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Roy Siauta turun ke lokasi.Mereka mengecek kabar temuan kadar emas di pesisir pantai, yang sudah menghebohkan khalayak ramai“Sekda dan Kadis Lingkungan hidup sudah saya perintahkan untuk mengecek kadar emas itu,” katanya saat dihubungi Mongbay.  Leleury mengatakan, sempat melewati kawasan itu dan melihat ada keramaian. Meski demikian, dia baru tahu soal butiran emas di sana.“Pas lewat lokasi itu memang ada banyak orang, termasuk anak-anak sekolah. Saya kira ada heboh terkait hal lain,” katanya." "Berburu Emas di Pantai Maluku Tengah, Pakar: Bisa Bahayakan Ekosistem Laut","Berdasarkan informasi, kata Wabub, butiran emas itu terbawa aliran sungai ke pesisir pantai.“Ceritanya dibawa sama aliran sungai. Lokasinya ada di dekat Pohon Batu,” katanya.Pemerintah kabupaten sudah berkoordinasi dengan pemerintah desa dan aparat TNI/Polri guna mengantisipasi agar orang-orang tidak sembarangan pakai alat berat di areal itu.Pemerintah Maluku Tengah, kata Leleury, ikut menurunkan Satuan Polisi Pamom Praja (Satpol PP) untuk berjaga-jaga di lokasi temuan emas.“Untuk koordinasi dengan Dinas ESDM, kita serahkan ke sekda, termasuk dia yang penelitian ke lokasi ditemukan butiran emas,” katanya.Fauzan Chatib, Kepala Dinas ESDM Maluku, baru mengetahui kabar penemuan emas melalui sosial media.“Penemuan emas ini informasinya baru beta (saya) lihat di medsos. Belum ada laporan resmi dari Pemda Maluku Tengah, terkait kebenaran berita ini,” katanya.Menurut dia, sesuai UU Nomor 3/2020, kewenangan pemerintah provinsi bidang mineral dan batubara sudah menjadi kewenangan pusat.Dia juga mengatakan, sudah mengirim video temuan emas kepada Kepala Pusat Sumber Daya Mineral Batubara dan Panas Bumi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, serta Ditjen Mineral dan Batubara KESDM di Jakarta.“Video itu dikirim sebagai informasi awal, sambil menunggu laporan resmi kebenaran berita dari Pemda Maluku Tengah,” katanya saat dihubungi Mongabay. Lepas garis polisiMengantisipasi para petambang yang membludak untuk mencari emas di areal itu, Polres Maluku Tengah memasang police line atau garis pembatas agar dipatuhi para petambang.Garis pembatas itu tak diindahkan, malah dilepas warga. Menurut warga, pelepasan garis pembatas itu lantaran miskomunikasi bukan karena tidak indahkan aturan maupun anjuran pemerintah." "Berburu Emas di Pantai Maluku Tengah, Pakar: Bisa Bahayakan Ekosistem Laut","“Hanya miskomunikasi. Warga mengira garis pembatas itu untuk melarang mereka agar tidak aktivitas. Padahal itu pembatas bagi penambang supaya tidak menggali mendekati bahu jalan,” kata Kamarudin, warga desa.Sebelumnya, pemerintah desa telah mengeluarkan 11 butir larangan bagi para petambang. Larangan ini guna mencegah agar kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) di lokasi penambangan emas berjalan baik.Kesebelas butir imbauan ini, pertama, menjaga protokol kesehatan, kedua, menjaga dan menghormati adat istiadat. Ketiga, hormati kebiasaan di negeri setempat.Keempat, waktu pelaksanaan pencarian mulai pukul 08.00-17.00 WIT. Kelima, tidak diizinkan buka pada hari Jumat, keenam, tidak menerima orang per orang yang datang dari luar untuk menambang.Ketujuh, menjaga kesehatan dan tidak diizinkan melakukan aktivitas pada malam hari, kedelapan, masyarakat yang menambang harus mematuhi batas-batas agar tidak terjadi pencemaran secara meluas.Kesembilan, melarang menambang pakai alat berat dan zat kimia berbahaya lain. Sepuluh, meminta kepada masyarakat yang memiliki dusun atau lokasi di Waeloyain dan Sawaleo, agar melakukan kontrol terhadap batas-batas wilayah mereka. Tujuannya, agar tidak terjadi penggalian oleh oknum-oknum tak bertanggungjwab.Kesebelas, pemerintah desa menegaskan, bagi masyarakat dan pengunjung yang gunakan kendaraan roda dua agar tak memarkirkan pada sembarang tempat atau ruas-ruas jalan utama.   Akan ditutup?Mengantisipasi tidak terjadi kerusakan ekosistem laut, pemerintah daerah melalui Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Maluku, bertekad menutup lokasi itu.Fauzan Chatib, Kepala Dinas ESDM Maluku mengatakan, proses penambangan emas di lokasi itu menjadi perhatian serius pemerintah. Dengan temuan emas, katanya, akan menarik masyarakat untuk menambang tanpa izin." "Berburu Emas di Pantai Maluku Tengah, Pakar: Bisa Bahayakan Ekosistem Laut","“Masalah kemudian timbul, apakah benar itu emas atau tidak, tentu harus melalui suatu penelitian. Kita sudah mengirim Inspektorat Tambang untuk melakukan pengecekan di lapangan,” kata Chatib.Karena itu berkaitan penambangan tanpa izin, dia akan berkoordinasi dengan instansi terkait.“Kenapa harus diamankan, supaya kita mengantisipasi lebih dini jangan sampai terjadi dampak negatif terhadap biota laut dan para penambang itu sendiri,” katanya.Terkait penambangan emas tanpa izin ini, katanya, sudah ada aturan dalam UU Pertambangan Nomor 3/2020 sebagai perubahan atas UU Nomor 4/2009 tentang Mineral dan Batubara. Dalam UU ini, katanya, semua jelas, ada peraturan pemerintah dan lain-lain.Jadi, katanya, lokasi emas di pesisir Pantai Pohon Batu harus ditutup guna mengantisipasi tidak terjadi penambangan liar yang gunakan merkuri, sianida atau zat berbahaya lain. Kalau pakai zat berbahaya, katanya, dapat membahayakan atau murusak ekosistem sekitar.“Kalau sampai kita biarkan memungkinkan kepada pihak-pihak lain bisa memasok merkuri atau sianida untuk penambangan ini. Hingga jauh-jauh hari sudah harus ditutup.” Rawan rusak lingkunganAgustinus Kastanya, pakar lingkungan sekaligus Guru Besar Managemen dan Perencanaan Hutan Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon, menegaskan, pemerintah daerah harus mengambil langkah sedini mungkin, sebelum areal tambang merugikan orang banyak dan ekosistem laut.“Saya kira, pemerintah harus segera mengendalikan lokasi emas di Negeri Tamilouw. Artinya, antisipasi sedini mungkin oleh pihak-pihak terkait harus diambil,” katanya kepada Mongabay.Dia mengatakan, masyarakat telah menemukan lokasi tambang emas, dan yang jadi kekhawatiran kalau mereka tidak perdayakan dengan baik, akan merusak lingkungan sekitar." "Berburu Emas di Pantai Maluku Tengah, Pakar: Bisa Bahayakan Ekosistem Laut","“Yang lebih dikhawatirkan jika masyarakat juga ikut menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya. Karena itu baru, ada baiknya pemerintah melihat itu dengan cepat. Bagaimana langkah-langkah mengatur pengelolaannya.”Sebaiknya, saran Agustinus jangan menambang di pulau-pulau kecil, karena daya rusak terlalu besar. Apalagi, katanya, dengan perubahan daya iklim, seperti kenaikan permukaan laut dan lain-lain.Tambang di pesisir pantai, katanya, bisa merusak ekosistem laut. Pantai rusak, kemudian kenaikan permukaan air laut. Bisa jadi, ada badai-badai yang berdampak jadi abrasi besar.“Di laut itu kan ada ikan dan lain-lain. Kalau rusak, masyarakat juga akan sengsara,” katanya.Kalau emas, katanya, tidak selamanya membawa kesejahteraan bagi kehidupan masyarakat.  *****Foto utama:  Warga berbondong-bondong mencari emas di Pantai Pohon Batu, Mauluku Tengah. Foto: screen shot video viral  [SEP]" "Atasi Masalah Perkotaan di Malang, Yu Sing Usul Bangun Kampung Kota Vertikal","[CLS]     Kota Malang, Jawa Timur, menghadapi berbagai persoalan seperti masalah banjir, kekumuhan, kekurangan ruang terbuka hijau (RTH) dan kemacetan dan lain-lain. Yu Sing, arsitek dari Akanoma Studio Bandung menilai beragam masalah ini terjadi karena pemanfaatan lahan kota tak efisien.“Banyak bangunan horizontal yang menggusur RTH. Kota Malang akan tumbuh dan membesar, sedangkan ruang hijau dan pertanian terancam habis,” katanya webinar baru-baru ini. Acara ini dalam rangkaian “Malang Architecture Week 2021Menemukan Ruang.”Yu Sing membandingkan Kota Malang dengan penduduk 7.453 jiwa per kilometer memiliki RTH 5%, sedangkan Jakarta berpenduduk 16.704 jiwa per kilometer persegi dengan RTH 10% dan Bandung penduduk 14.965 jiwa per kilometer memiliki RTH 10%.“Masalah yang jelas terlihat di Kota Malang karena pemanfaatan lahan kota yang tak efisien,” katanya.Kepadatan di Kota Malang belum tinggi, tettapi RTH tinggal secuil lantaran banyak bangunan horizontal menggerus ruang terbuka hijau. Kalau tak direspon, katanya, akan menghabiskan RTH tersisa dan akan menyebabkan kawasan urban dengan perluasan perkotan tak terkontrol.“Bagaimana cara merespon kepadatan yang akan terus bertambah, dan menambah RTH yang penuh? Kota Malang harus tumbuh vertikal. Mulai ketinggian sedang, atau menengah.”Setiap kota, kampung padat menjadi terbuka, ekonomi dan kesejahteraan meningkat.Bagaimana setiap gang di permukiman padat, katanya, bisa terbuka agar ekonomi berkembang. Terbuka resapan tanah, dan menambah ruang hijau, dengan mendirikan kampung kota.Yu Sing, merupakan arsitek nonelitis dan peka lingkugan hidup. Dia menilai, Kota Malang bisa mengembangkan kampung kota.“Resiliensi, ketagguhan atau kelenturan menghadapi bencana masalah yang akan datang. Mencegah dampak bencana yang besar. Mempersiapkan kota resiliens,” katanya." "Atasi Masalah Perkotaan di Malang, Yu Sing Usul Bangun Kampung Kota Vertikal","Kampung kota berada di daerah strategis. Kampung kota mendominasi peruntukan lahan, sekitar 70%. Sementara penyediaan perumahan melalui jalur formal sektor swasta dan pemerintah hanya mampu menyediakan 15% dari keburuhan rumah.  Empat model kampung kotaKampung kota dengan model vertikal, disesuaikan seiring pertumbuhan penduduk, kampung kota harus tumbuh. Kalau tidak, akan mengalami degradasi lingkungan hidup, sedangkan pemerintah tak ada persiapan.Untuk membangun kampung kota vertikal, Yu Sing menawarkan empat model. Pertama, kampung deret. Terdiri atas lima kavling. Multi fungsi menjadi hunian, cafe, toko. Kampung kota menjadi lebih terbuka, RTH bertambah, dan jumlah hunian bertambah. Kekumuhan hilang, rumah warga dikembangkan vertikal menjadi sehat dan ramah lingkungan.Kedua, rumah bersama. Kalau kavling terlalu sempit, ada konsilidasi empat rumah menjadi satu yang dibangun vertikal. Satu blok dibangun vertikal bersama jadi delapan hunian, sebagian disewakan atau dijual hingga memberi pendapatan tambahan pemilik unit.Ketiga, kampung susun terdiri atas permukiman dalam satu RT. Ia dibangun vertikal untuk hunian, rumah sewa, kos, dan homestay. Volume ruang hijau pun makin luas.Keempat, kawasan fungsi campuran terdiri atas perukiman satu RW yang didesain vertikal dalam sebuah kawasan. Terbangun sekolah, pasar, tiga bangunan untuk rusunami, serta apartemen yang bisa dijual. Sepertiga fasilitas publik, sepertiga area komersial seperti hotel, toko, kuliner dan kantor sewa, sepertiga untuk rusunami.“Dengan pola kesepakatan, kepentingan, dan keuntungan bersama. Bukan diambil alih pengembang. Keuntungan tetap milik warga,” katanya.Yu Sing mencontohkan, Kampung Notoyudan di Yogyakarta, hanya berjarak satu kilometer dari Jalan Malioboro. Selama ini, katanya, tak berkembang, stagnan dan makin padat padahal lokasi strategis." "Atasi Masalah Perkotaan di Malang, Yu Sing Usul Bangun Kampung Kota Vertikal","Kampung, katanya, bisa bertumbuh dengan pengembangan vertikal, ekonomi berkembang, dan kesejahteraan meningkat.Yu Sing mendesain rumah masyarakat berpendapatan rendah (MBR) terbangun vertikal. Tak sekadar rumah tingal, namun tersedia rumah sewa, dan homestay. Sedangkan ruang hijau lebih luas dan banyak di kampung kota.Contoh lain, Yu Sing membuat konsep pengembangan kawasan Semangi RW 23 di Surakarta. Dia lihat potensi besar, sebagai kawasan urban terbesar. Menandai MBR, di bagian depan menjadi hotel dan homestay. Bagian dalam menjadi cohousing atau kampung deret.“Ada rumah sewa, pinggir sungai menjadi hutan kampung,” katanya.Daripada membangun rumah susun di lahan mahal, kata Yu Sing, sebenarnya bisa membangun kampung vertikal dan kesejanteraan warga meningkat, , menambah pasokan hunian, menambah fungsi ekonomi. “Warga juga mendapat penghasilan, kesejahteraan, pelayanan kota menjadi efektif dan efsien.”Daripada hanya memperbaiki sanitasi, jaringan air minum, dan jalan, katanya, dengan membangun vertikal semua sekaligus bisa dicapai. Lahan terbuka hijau lebih luas, kampung kota bertumbuh dan fungsi ekonomi bertumbuh. “Perbaikan ekologi dalam jangka panjang,” katanya.Contoh lain, model konsolidasi tanah vertikal di Pasar Manggis Jakarta. Lokasi kampung RW tepat di belakang rusun setinggi 20 lantai. Kawasan ini dulu tertutup, menjadi tempat peredaran narkoba. Kampung didesain membuat kawasan ekonomi sesuai perkembangan kota.Awalnya, lahan seluas 45.168 meter persegi, dengan bangunan 5. 413 unit, kepadatan 225-321 jiwa per hektar. Yu Sing mengajukan proposal setelah konsolidasi tanah dengan kepadatan 1.886 jiwa per hektar atau lima kali lipat lebih. Unit hunian 2.130 rumah sebanyak 8.520 penghuni. Ruang ekonomi 33% seluas 15.000 meter persegi, dan kebun atap 25% sekitar 11.000 meter persegi.  Belajar dari India dan Jepang" "Atasi Masalah Perkotaan di Malang, Yu Sing Usul Bangun Kampung Kota Vertikal","Yu Sing juga mengerjakan proyek Chennai Forest, sebuah kawasan padat di India. Awalnya, di Chennai banyak situ atau sumber air karena berawa. Lambat laun jadi permukiman padat dan situ habis dan terjadi penurunan tanah. Kawasan rawa berkurang sampai 90%.“Pembangunan mementingkan kepentingan manusia. Lupa fungsi pohon dan air.”Melalui proyek Chennai Forest Yu Sing mengubah kawasan itu menjadi hutan kota. Setiap bangunan menanam satu pohon. Dengan aturan bagi masyarakat yang menanam pohon mendapat pengurangan pajak. Sekitar 15 tahun dengan konsolidasi lahan, kampung pindah ke bangunan vertikal, dalam jangka panjang bisa berkelanjutan. Bangunan baru ini dengan fungsi campuran.Setelah semua bangunan vertikal terisi penuh, ada juga hunian dan kawasan komersial. Hunian bisa terakses dengan siklus udara, air dan pepohonan. Air ditampung diresapkan dan meresap ke bawah bangunan, menyimpan air dan bisa dijernihkan.“Banjir bukan karena sungai kurang besar, tapi membangun yang tak sensitif air. Menghilangkan ruang air. Yang salah pembangunannya, bukan sungai.”Dia juga sebutkan contoh di Jepang. Jepang, menyadari keselahan pengelolaan sungai dengan melibatkan partisipasi akademisi, komunitas dan praktisi dalam mengelola sungai, termasuk pendanaan. Sejak perang dunia II sampai 1990-an, sungai dikelola pemerintah, terbangun turap dan beton yang merusak ekosisten sungai.Sejak 1990-an, mulai resporasi perbaikan sungai. Berdasar data Japan River Restoration Network selama 15 tahun ada 30.000 proyek. Hasilnya, sungai jadi ekosistem hidup bagi flora dan fauna. Ia menghadirkan fungsi alami, jernih, dan ekosistem hidup.“Kota kita harus dibangun dengan sensitif air. Air permukaan sebanyak mungkin termasuk air bekas pakai ditampung, disimpan, diresapkan dan disalurkan,” kata Yu Sing." "Atasi Masalah Perkotaan di Malang, Yu Sing Usul Bangun Kampung Kota Vertikal","Lebih konperhensif, katanya, tak hanya mengirim air ke dataran lebih rendah tetapi memikirkan ruang hutan, taman, jalan, bangunan dan sungai di dalam kota. Tak hanya bergantung ke sungai.Rumah Betawi di Kelapa Gading, Jakarta, merupakan daerah tangkapan air. Jadi, dibangun rumah panggung hingga kala hujan menampung air hujan, menyiapkan lahan untuk menampung air dan menghindari banjir. “Tak ada banjir, hanya siklus yang berubah.”Meski Malang lebih tingi dan berkontur, katanya, air perlu meresap. Peresapan air ke tanah, ada ruang air di bawah. Pola ini, katanya, banyak diterapkan di Singapura dan Surabaya. Dengan mengelola pakai cara baru ini, kata Yu Sing, agar tak terjadi bencana lebih besar ke depan.“Bisa mengelola kota dengan peraturan lebih baik dan cara membangun yang baru. Bagaimana siklus air disimpan, ditampung dan dialirkan.”  RTH Malang makin menyusutRespati Wikantiyoso, guru besar Arsitektur Universitas Merdeka Malang mengatakan, tantangan terbesar perkembangan kota di Indonesia adalah pemerataan dan infrastruktur terkait pendidikan, perawatan kesehatan, perumahan dan layanan sosial terjangkau.Tujuannya, menciptakan infrastruktur berkeadilan sosial, dan mengurangi kesenjangan.Saat kota makin padat, katanya, biaya makin mahal dan memperburuk kesenjangan sosial. Untuk itu, kota masa depan perlu serius mendanai infrastruktur sosial, layanan kesehatan, penyediaan rumah, pendidikan dan ruang publik yang mudah terakses dan terjangkau semua kalangan.Selama tiga tahun meneliti RTH di Malang, katanya, terjadi tumpang tindih ketentuan dan regulasi. Struktur organisasi pemerintah daerah terus berganti hingga membingungkan arsitek yang akan merencanakan desain bangunan.Ketika membuat rancangan kawasan, katanya, harus menjangkau kebutuhan masa datang. Sayangnya, produk rencana detail tata ruang kota (RDTRK) tidak mengantisipasi itu hingga susah mendesain dengan pembatasan ruang publik." "Atasi Masalah Perkotaan di Malang, Yu Sing Usul Bangun Kampung Kota Vertikal","“Kota layak huni, harus menjangkau ke depan. Sedangkan produk perencanan kota hanya menjangkau saat ini,” katanya.Dalam master plan RTH Kota Malang, di semua sungai ditandai hijau. Faktanya, tidak demikian, terjadi alih fungsi hingga menjadi dilema, mana yang jadi acuan arsitek.“Apa kita harus interpretasi sendiri apa yang harus dilakukan?”Proses pembangunan berkelanjutan, katanya, bertujuan menjaga sumber daya alam agar lingkungan makin berkualitas. Penanganan sampah, penyediaaan ruang hijau inklusif yang mudah terjangkau manula anak-anak dan difabel. Selama ini, katanya, desain ruang publik di kota abai soal ini. “Hindari kesenjangan sosial, beri akses semua kalangan,” katanya.Selain itu, sebagai kawasan di jalur ring of fire, arsitek harus mengantisipasi dampak kalau terjadi bencana. Bencana gempa di Malang Selatan dan potensi tsunami, maka bangunan harus ada tempat kumpul. Tujuannya, untuk menghindari korban bangunan ambruk. “Ada upaya mitigasi bencana.”Selain itu, katanya, menjaga lingkungan mikro nyaman, tak hanya visual dan indah ata ucantik tetapi menciptakan fungsi mewujudkan lingkungan hidup nyaman layak huni.Respati mencontohkan, Singapura berpenduduk padat dengan lahan sempit. Pemerintah Singapuran memprakarsai membangun kota dalam taman dan mengembangkan iklim lingkungan berkelanjutan.Singapura, katanya, merupakan wilayah terpadat ketiga di dunia. Data Departments of Statistics Singapore 2020 menyebut, kepadatan penduduk 7.810 jiwa per kilometer persegi.Keterbatasan sumber daya lahan mengharuskan desain kota berkepadatan tinggi Urban Redevelopment Authority (URA) yang memprakarsai kota dalam taman.URA memperkenalkan program landscaping for urban space and high rises pada 2009. Ia terdiri dari persyaratan area pengganti lanskap dan insentif bagi pengembang untuk menyediakan ruang hijau dan ruang komunal." "Atasi Masalah Perkotaan di Malang, Yu Sing Usul Bangun Kampung Kota Vertikal","Penyediaan ruang hijau tak hanya di atap gedung, juga memanfaatkan ruang transisi antara ruang tanah dengan dinding dan ruang udara. Hal itu, katanya, untuk ciptakan iklim mikro lebih baik. Juga, membangun vertical garden guna menurunkan suhu di ruang bangunan dan menciptakan ruang alternatif.Kebun atau taman di atap gedung (sky garden), katanya, memiliki nilai keberlanjutan, dan konservasi energi untuk lingkungan hidup perkotaan. Ia menciptakan ruang hijau alternatif, ruang sosial dan simpul transisi di langit yang membantu mengompensasi hilangya ruangnya terbuka. “Menjadi ruang rekeasi dan hiburan. Menyediakan lingkungan pertemuan sosial,” katanya. *****Foto utama:  Banjir di Kota Malang, hingga jalan longsor dan mobil terpelosok. Foto: dari Facebook Komunitas Asli Peduli Malang [SEP]" "Longsor di Area Proyek PLTA Batang Toru, Belasan Orang Tertimbun","[CLS]     Bencana longsor di perbukitan terjadi di lokasi proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) , Batang Toru, tepatnya di sekitar Desa Marancar Godang, Kecamatan Marancar, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, 29 April lalu. Sekitar 12 orang diduga tertimbun longsor., baru lima orang berhasil dievakuasi dalam keadaan meninggal dunia.Saat longsor terjadi menimpa dua rumah dan satu mobil yang sedang berjalan. Supri Siregar, Camat Marancar mengatakan, dari belasan orang itu, sembilan korban diduga hilang dari warga dari dua keluarga dan pekerja proyek (tiga warga lokal dan seorang Tiongkok.Bukit longsor dengan ketinggian sekitar 50 meter dan material juga jatuh ke aliran Sungai Batang Toru.Pusat Pengendali Operasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, BPBD Tapanuli, tim SAR TNI dan Polri dibantu warga melakukan pencarian pada para korban tertimbun.Pada Kamis sore pukul 18.00 WIB, tiga orang berhasil ditemukan sudah meninggal dunia. Pencarian terus hingga Minggu dan menemukan dua korban. Sampai Minggu sore ada lima korban jiwa.Raditya Jati, Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB mengatakan, tanah longsor karena dipicu hujan dengan intensitas tinggi pada Kamis pukul 18.00 WIB di Batang Toru.Menurut dia, berdasarkan analisis InaRisk, Tapanuli Selatan memiliki potensi bahaya tanah longsor sedang hingga tinggi yang berdampak pada 14 kecamatan. BNPB mengimbau, masyarakat tetap waspada dengan mitigasi dan kesiapsiagaan sesuai potensi bencana di wilayah itu. Baca: Populasi Orangutan Tapanuli Banyak Ditemukan di Lokasi Pembangunan PLTA Batang ToruLongsor ini berada di wilayah proyek pembangkit listrik air PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE). Namun tidak ada satupun dari perusahaan yang mau memberikan penjelasan soal longsor ini." "Longsor di Area Proyek PLTA Batang Toru, Belasan Orang Tertimbun","Emmy Hafid, Senior Advisor NSHE ketika dihubungi juga enggan memberikan keterangan. Dia mengarahkan bisa mengkonfirmasi ke humas perusahaan karena selama dua minggu belakangan tak mengikuti yang terjadi di lapangan.“Saya tidak mengikuti apa yang terjadi di lapangan saat ini karena sedang sakit. Silakan ke humas aja, ” katanya.Serupa juga disampaikan Myrna Soeryo, Konsultan Komunikasi PLTA Batang Toru. Dia belum mau memberikan keterangan dan menyuruh mengkonfirmasi kejadian pada Humas Pemerintahan Tapanuli Selatan.“Noted. Saya tampung dulu ya. Dikoordinasikan dulu dengan teman-teman NSHE di site. Silakan ke Humas Pemkab Tapanuli Selatan dulu karena semua informasi terpusat di sana, ” katanya. Baca juga:  Para Ilmuan Dunia Kirim Surat ke Jokowi Khawatir Pembangunan PLTA Batang Toru Proyek di wilayah rawanTeuku Abdullah Sanny, pakar geofisika dari Institut Teknologi Bandung (ITB) ketika diwawancarai mengatakan, perlu diketahui penyebab longsor apakah berhubungan dengan gempa atau tidak. Yang jelas, katanya, peristiwa longsor itu terjadi karena berbagai macam hal.Kalau melihat dari geografik ekosistem Batang Toru, katanya, topografi sangat terjal. Apalagi, katanya, ada rencana bangunan bendungan banyak di daerah-daerah terjal guna mendapatkan gradien air jatuh dalam turbin. “Ini biasa di tebing tinggi,” katanya.Dia mengingatkan, harus menjadi perhatian kalau wilayah itu adalah hutan. Ketika tanah terbuka, air mengalir secara alami. Daya tahan lereng melemah menyebabkan tanah melebur dan menyebabkan erosi, lama-lama air jenuh dan terjadilah longsor.“Konsepnya, karena topografi terjal, begitu tanah dibuka untuk kepentingan bendungan tanah akan melebur, terjadi erosi dan longsor tak bisa dielakkan, “ katanya yang pernah datang ke Batang Toru dan melihat kondisi perbukitan terjal di sekitar proyek PLTA itu." "Longsor di Area Proyek PLTA Batang Toru, Belasan Orang Tertimbun","Menurut Sanny, ekosistem Batang Toru merupakan daerah sesar atau patahan aktif. Ada sesar Renun, Sihanok, Barumun dan Angkola, yang terkenal dan sangat aktif tersambung dengan patahan Toru.Andai pun patahan itu tak aktif, dengan ketinggian tebing curam lebih 45 derajat begitu terbuka akan menimbulkan kelemahan daya tahan daya ikat tanah. Baca juga:  Walhi Gugat Gubernur Sumut soal Izin Lingkungan PLTA Batang Toru Lebih parah lagi, apabila sesar itu aktif. Begitu terjadi gempa, katanya, sudah dipastikan tebing akan rontok.Untuk itu, katanya, perlu tenaga mumpuni untuk memperbaiki jalur ini nya. Kemiringan lereng tinggi menyebabkan potensi longsor. Terlebih, katanya, batuan-batuan lepas hasil gunung api itu kemungkinan besar longsor.Dia memberikan masukan langkah yang bisa dilakukan antara lain, bisa memadatkan tanah kemudian memberi jaringan dari plastik atau bahan polimer tertentu hingga tanah tidak berhubungan langsung dengan air hujan.Sanny  menduga, perusahaan tidak melakukan itu. Alhasil, saat hutan atau tanah bertutupan terbuka maka longsor akan terus mengintai.Menurut dia, ada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 27/2015 tentang syarat bendungan menyangkut konsep keamanan bendungan dan kaidah-kaidah keamanan bendungan. Semua itu, katanya, tertuang dalam bentuk norma standar pedoman dan manual.Dalam aturan itu, pertama, menyangkut konsep peraturan bendungan secara umum. Kedua, keamanan struktur. Ketiga, pemantauan pemeliharaan dan operasi. Keempat, kesiapsiagaan tindak kedaruratan.“Itu sudah ada diatur UU di dalamnya. Jika tidak dijalankan perusahaan konsekuensinya bisa seperti saat ini, bencana longsor, ” kata Sanny.Dia tak menutup mata kalau bendungan bermanfaat bagi penduduk tetapi menyimpan potensi berbahaya besar pula." "Longsor di Area Proyek PLTA Batang Toru, Belasan Orang Tertimbun","Sanny mencontohkan, Bendungan Situ Gintung yang jebol beberapa tahun lalu. Tumpahan air mencapai satu juta M3, menyebabkan korban jiwa hampir 100 orang. Kerusakan lingkungan juga parah termasuk kehancuran rumah dan fasilitas sosial.“Itu kondisi Bendungan situ Gintung dan jadi pelajaran untuk proyek-proyek lain. Jadi sebenarnya Undang-undang sudah mengatur tentang itu tetapi dijalankan atau tidak? Wallahu a’lam,“ katanya.Untuk pembangunan bendungan proyek PLTA di wilayah rawan bencana, katanya, ada beberapa kajian harus dilakukan seperti kajian desain, pelaksanaan konstruksi, kemudian pelaksanaan pengisian awal.Kajian itu, katanya, harus menjadi perhatian serius dan cermat agar tak menimbulkan masalah seperti sekarang.Saat ini saja saat proyek belum selesai sudah ada masalah, dia khawatir ke depan bisa menimbulkan kerugian besar lagi.Pemerintah, katanya, harus membentuk tim independen yang punya integritas untuk memantau proyek ini. Para tehnisi harus terbuka dengan apa yang terjadi.Pemerintah harus membentuk tim yang bertugas untuk memantau proyek ini karena lokasinya berada di rawan bencana, para teknisi harus terbuka dengan apa yang terjadi.“Turunkan kaum profesional, jika tidak bisa, sebaiknya proyek ini disetop.”  Donni Latupeirissa, Direktur Walhi Sumut mengatakan, Walhi sudah menyampaikan jauh hari sebelum longsor memakan korban. Dalam proyek pembangunan ini, katanya, tak ada mitigasi bencana kalau melihat analisis dokumen analisis mengenal dampak lingkungan (amdal). Hal ini pula, katanya, yang menjadikan dalil gugatan Walhi terhadap izin lingkungan.Sejak awal pembangunan proyek, katanya, Walhi Sumut sudah khawatir kalau terus jalan akan menimbulkan bencana ekologis di Batang Toru. Apalagi, katanya, wilayah itu daerah rawan gempa dengan kontur tanah labil.Longsor pun bukan kejadian pertama. Sebelumnya, pada Desember 2020 juga longsor yang menyebabkan operator eksavator hilang." "Longsor di Area Proyek PLTA Batang Toru, Belasan Orang Tertimbun","Walhi Sumut pun mendesak, pertama, setop pembangunan di wilayah rawan bencana terlebih perusahaan minim mitigasi. Kedua, evaluasi proyek-proyek di lansekap Batang Toru.Ketiga, usut tuntas bencana longsor di areal proyek PLTA Batang Toru. Keempat, cegah ancaman degradasi lanskap Batang Toru dari industri ekstraktif. Kelima, Walhi menuntut perbaiki tata kelola perizinan proyek di lansekap Batang Toru.Roy Lumban Gaol, Manajer Advokasi dan Kampanye Walhi Sumut, mengatakan,kejadian ini contoh lain mengapa proyek merusak ini harus segera disetop selamanya.“Pengembangan kawasan itu harus ditangguhkan. Pemerintah Indonesia harus menunda amdal untuk proyek ini dan segera meninjau ulang kelangsungan proyek itu terkait risiko, keselamatan pekerja, integritas struktural terkait risiko banjir dan gempa.” Belum lagi, katanya, ancaman pembangunan bendungan itu terhadap keragaman hayati, termasuk orangutan Tapanuli.Organisasi lingkungan internasional, Mighty Earth juga merespon kejadian ini. “Kami mengimbau NSHE dan pejabat pemerintah di semua tingkatan memberikan bantuan dan dukungan secepatnya kepada yang terdampak serta mengambil tindakan mencegah kerusakan dan bahaya lebih jauh,” kata Amanda Hurowitz, Direktur Kampanye Mighty Earth.Dia menyayangkan, bencana ini terjadi. Padahal, katanya, ilmuwan, pejuang lingkungan, bahkan berbagai laporan sudah memperingatkan medan di sekitar proyek bendungan Batang Toru rawan longsor karena curah hujan tinggi. “Medan berbukit-bukit dan drainase buruk,” katanya, dalam rilis kepada media.Proyek itu, katanya, juga terletak tak jauh dari garis patahan bumi di wilayah rawan gempa. Terlebih lagi, lima bulan lalu juga terjadi longsor hingga menewaskan seorang pekerja Tiongkok. Peristiwa itu, katanya, seharusnya jadi peringatan.  ***Foto utama: Pencarian korban tertimbun longsor di area pembangunan proyek PLTA BAtang Toru. Foto: BNPB     [SEP]" "Apakah Orang Pendek di Hutan Sumatera Ada?","[CLS]   Tidak semua pertanyaan ada jawaban, salah satunya tentang keberadaan orang pendek di hutan belantara Sumatera. Orang pendek ini merupakan makhluk kriptozoologi paling terkenal di Sumatera. Masyarakat lokal menggambarkan orang pendek ini memiliki tubuh yang tingginya tidak lebih satu meter, berjalan layaknya manusia, dan memiliki bulu-bulu pendek di tubuhnya.Di Kerinci, Provinsi Jambi, masyarakat menyebutnya uhang pandak; Bengkulu [gugu]; Banyuasin, Sumatera Selatan [sedepak]; Way Kambas, Lampung [manusia katai]; dan Inderapura, Sumatera Barat [orang liar pendek].Kisah orang pendek ini pun, terutama di Kerinci, mengundang ilmuan mancanegara untuk meneliti. Bahkan, ceritanya tak kalah menarik sebagaimana bigfoot, yaitu makhluk misterius berkaki besar di Amerika Utara.Baca: Kebiasaan Aneh Kambing Hutan Sumatera, Main di Tebing dan Menyendiri di Goa  Dr. W.G. Wheatcroft, ahli antropogi budaya secara khusus merangkum cerita orang pendek dalam artikel berjudul “Orang Pendek, The Little Bipedal Hominid of Sumatra [2018]” yang dimuat di portal bigfootencounters.com.Pada jurnal itu, Wheatcroft merinci catatan pencarian orang pendek sejak abad ke-20.“Orang pendek sebagian besar dilihat oleh orang yang tinggal di sekitar hutan, termasuk pemburu. Ada kesaksian, orang pendek berada di daerah terpencil di Taman Nasional Kerinci Seblat [TNKS], di daerah Danau Gunung Tujuh yang tidak jauh dari Gunung Kerinci,” tulisnya.Salah satu kesaksian yang menguatkan Wheatcroft adalah Aripin, seorang penjaga hutan TNKS yang mengaku melihat orang pendek ketika berpatroli di wilayah Sungai Penuh, Gunung Kerinci pada 2001. Pengakuan Aripin, ia melihat orang pendek dari sisi belakang, warnanya cokelat tua, namun ketika makhluk itu sadar diperhatikan dia segera masuk semak belukar." "Apakah Orang Pendek di Hutan Sumatera Ada?","Wheatcroft juga mencatat kesaksian Debbie Martyr, konservasionis satwa liar yang banyak melakukan penelitian di TNKS. Debbie mengaku, pernah tiga kali bertemu orang pendek selama 18 tahun terakhir, bermula pada Juli 1989, di tahun itu melihat orang pendek dua kali. Selanjutnya pada 30 September 1994.“Ia berjalan lurus melintasi lembah yang jaraknya tiga puluh meter; sangat dekat dan sangat jelas!” kata Debbie dikutip oleh Wheatcroft.“Ia tampak primata yang sangat kekar, berjalan dari semak,” lanjut dia.Ketika melihat orang pendek itu, kata Debbie, ia sadar betul sedang melihat makhluk yang tidak pernah ia lihat di buku, begitu juga di film, atau di kebun binatang yang pernah ia kunjungi.“Saya lihat ia bergerak cepat secara bipedal dan berusaha untuk tidak terlihat, saya bersembunyi, melihat lembah yang dangkal. Sedang primata bipedal non-manusia itu berjalan di depan. Saya memegang kamera saat itu, namun jatuh karena sangat terkejut.”Richard Freeman, ahli kripto asal Inggris pada 2003 dan 2004 juga melakukan percarian orang pendek di hutan Sumatera. Pada 2004, ia masuk hutan di wilayah Gunung Tujuh, Kerinci, sesuai anjuran Debbie Martyr. Hasilnya belum menemukan titik terang.Baca: Hilang Selama 172 Tahun, Burung Pelanduk Kalimantan Ditemukan Kembali  Kontroversi jejak kakiDua penjelajah dari Inggris, yaitu Adam Davies dan Andrew Sanderson pada 2001 melakukan perjalan ke Danau Gunung Tujuh dan Hutan Kerinci. Pada perjalanan itu, mereka mengabadikan sebuah telapak dengan cetakan gips. Telapak kaki itu diduga milik orang pendek karena tidak biasa. Telapak itu seolah-olah jempol kaki secara struktural muncul dari sisi kaki, sekitar tiga perempat dari jarak tumit ke jari depan.“Orang pendek ini sangat tertutup, mereka selalu saja bersembunyi. Kemungkinan juga secara biologis mereka pada waktunya akan diklasifisikan dalam genus homo, bersama dengan manusia yang hidup, homo sapiens,” tulis Wheatcroft." "Apakah Orang Pendek di Hutan Sumatera Ada?","“Berdasarkan penelitian hominid [primate], saya berpendapat orang pendek adalah hominid yang cerdas, sensitif, cenderung sadar diri, berjalan tegak dan mereka bukan kera [pongidae].”Baca: Tokhtor Sumatera yang Kembali Terpantau di Taman Nasional Kerinci Seblat  Dukungan dari ahli hominologiDmitri Bayanov, ahli hominologi asal Rusia dalam artikelnya “Some Thoughts Regarding Dr. Wilson Wheatcroft’s Overview of Orang Pendek Evidence” mendukung pernyataan Wheatcroft bahwa orang pendek adalah hominid, bukan kera, karena ia bipedal.“Mungkin tampak kontroversial bagi pembaca mana pun,” tulis Bayanov.Sebagai ahli biologi evolusioner dan genetika, Dmitri Bayanov mengatakan referensi yang paling relevan ketika berdiskusi tentang orang pendek adalah karya “Historiae Naturalis et Medicae Indiae Orintalis” oleh Jacob De Bondt atau Jacobus Bontius [1592-1631], seorang dokter Belanda yang datang ke Batavia [Jakarta] pada 1826 hingga kematiannya.Buku itu ditulis di Jawa, dan diterbitkan di Amsterdam pada 1658. Dalam buku itu ia menjelaskan telah melihat homo silvestris [manusia hutan] berjenis kelamin perempuan dengan penjelasan yang sangat rinci. Bontinus menjelaskan, banyak orang percaya manusia hutan itu hidrida kera dan manusia, tapi pendapat ini ditolak para ahli lain [Linneaus], bahwa munusia hutan adalah spesies asli manusia, homo troglodytes.“Perbedaan mereka dari kera adalah penggerak bipedal, dan sistem gigi tanpa diastemata [selalu ada pada kera dan monyet]; perbedaan dengan homo sapiens antara lain penglihatan pada malam hari, membran nictitans [kelopak mata ketiga], dan lengan yang lebih panjang dari manusia. Ukurannya juga tidak lebih tinggi dari manusia laki-laki berumur sembilan tahun. Mereka hidup di hutan dan siang hari di dalam gua,” tulis Linneaus seperti dikutip Dmitri Bayanov.Baca: Mendaki Kerinci Bukan Hanya Menaklukkan Atap Sumatera  Bermula abad ke-17" "Apakah Orang Pendek di Hutan Sumatera Ada?","Pada abad ke-17, orang Eropa baru belajar tentang kera besar, dan yang pertama didiskripsikan adalah simpanse. “Namun sebutan simpanse ini akhirnya berubah menjadi orangutan, mungkin mengikuti Bontius,” tulis Dmitry.“Orangutan atau Simia satyrus [dahulu], sekarang menjadi Pongo pygmaes. Pongo artinya kera dalam Bahasa Afrika, jadi nama orangutan adalah kera kerdil.”Pada abad ke-18, ketenaran dan otoritas Linneaus begitu besar sehingga pendapat dan inovasinya yang paling tidak menyenangkan pun ditoleransi.“Saya menyampaikan keberanian pendapat Wheatcroft bahwa orang pendek adalah hominid merupakan hal yang begitu menggairahkan bagi kami,” tulis Dmitry.Baca juga: Harum Kopi Arabika di Kaki Gunung Tertinggi Sumatera  Kesaksian warga lokalDally Sandradiputra, warga Sungai Penuh, Jambi, yang penasaran akan keberadaan makhluk kriptozoologi itu mengatakan, sejak 2009 di turut mencari keberadaan orang pendek.Awal ketertarikannya bermula pada 2006, ketika peneliti dari Amerika, namanya Alex mampir ke Sungai Penuh. Peneliti itu mencari informasi orang pendek.“Dari sana tumbuh rasa penasaran saya tentang orang pendek. Orang dari Amerika saja mau mencari orang pendek, kenapa saya warga lokal tidak?” kata Dally kepada Mongabay Indonesia melalui perbincangan telepon, Selasa [09/3/2021].Sejak itu, puluhan saksi mata telah diwawancarai Dally. “Para saksi umumnya mengatakan hanya melihat beberapa detik, lalu orang pendek itu menghilang.”Dari pengalamannya itu, ia menulis sebuah buku berjudul Misteri Orang pendek Sumatera.Pada 2009, Dally mengaku menemukan tapak kaki orang pendek. “Saya masuk ke Gunung Tujuh, di hutan Kerinci. Selama 10 Hari di sana, ditemukan tapak kaki,” tuturnya.Tak hanya itu, pada 2011, ia kembali menemukan jejak kaki orang pendek. “Jejak itu sudah saya dokumentasikan,” kata Dally.  " "Apakah Orang Pendek di Hutan Sumatera Ada?","Taman Nasional Kerinci Seblat adalah taman nasional seluas 1.389.509,867 hektar yang membentang di empat provinsi yaitu Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, dan Sumatera Selatan.Taman nasional ini juga memiliki beragam flora dan fauna. Sekitar 4.000 spesies tumbuhan tumbuh di wilayah ini, termasuk bunga terbesar di dunia Rafflesia arnoldii, dan bunga tertinggi di dunia, Amorphophallus titanum. Fauna di wilayah taman nasional terdiri harimau sumatera, gajah, tapir, beruang madu, dan burung.TNKS merupakan Situs Warisan Dunia Hutan Hujan Tropis Sumatera yang ditetapkan UNESCO bersama Taman Nasional Gunung Leuser dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.   [SEP]" "Minimnya Pengetahuan Kita Tentang Kerbau","[CLS]  Siapa yang tidak tahu kerbau? Hewan bertanduk ini memang dekat dengan budaya masyarakat kita dan dunia. Salah satu bukti adalah kerbau dijadikan shio dalam sistem penanggalan lunar China, sebagaimana tahun 2021 ini.Ya, kerbau dilambangkan sebagai bentuk semangat kerja keras atau pantang menyerah. Namun, kerbau yang digambarkan tersebut justru lebih mengacu pada jenis hewan yang telah didomestifikasi.Sementara dalam Bahasa Inggris, tahun kerbau lebih dikenal sebagai tahun lembu atau The Year of Ox. Penekanan simbolisasinya, tidak khusus mengarah ke kerbau sebagai spesies atau genus [Bubalus spp], namun lebih pada binatang pekerja secara umum. Khususnya, dari subfamili Bovinae.Kerbau, lembu, atau sapi memang biasa digunakan sebagai hewan pekerja, penyubur, sekaligus sumber protein untuk menyokong kehidupan manusia di berbagai belahan dunia.Baca: Kenapa Anoa Dijuluki Kerbau Kerdil?  Tradisi dan ekologi kerbauKehidupan tradisional kita di berbagai wilayah Nusantara, memang lekat dengan kerbau. Ada wujudnya dalam beragam artefak, juga di berbagai aktivitas budaya menakjubkan sebagaimana di Minangkabau dan Toraja. Sementara di Jawa dan wilayah lain, kerbau pernah menjadi hewan yang sangat umum digunakan untuk membajak sawah.Meski begitu, seluk-beluk ekologi dan status konservasi kerabat kerbau di alam, sejauh ini belum banyak kita pahami.Kerbau, selama ini dianggap bukan termasuk satwa liar yang perlu mendapat perhatian khusus. Kemudahannya di sekitar kita, setidaknya untuk jenis domestik, membuatnya semakin dianggap biasa.Baca: Melacak Leluhur Anoa di Sulawesi  Apakah kerbau merupakan satwa biasa yang tidak perlu kita pedulikan? Tentu saja tidak." "Minimnya Pengetahuan Kita Tentang Kerbau","Di alam, kerbau merupakan salah satu ecosystem engineers yang dapat menentukan kondisi habitat bagi banyak spesies lain. Sebagai grazer yang hobi berkubang, kerbau berperan membentuk ekosistem khas. Keberadaan dan populasinya pun menjadi faktor penting penentu kelangsungan hidup beberapa satwa predator.Saya beruntung, pernah melihat langsung dan memotret kerbau liar maupun yang semi liar di beberapa wilayah. Sebut saja Afrika, India dan tentunya Indonesia.Baca: Jalan Sunyi Abdul Haris Mustari Meneliti Anoa  Kerabat kerbau di NusantaraBerdasarkan sejumlah literatur, kerbau air yang ada di Indonesia faktanya tidak dianggap sebagai spesies asli, yang sepenuhnya alami.Ini juga termasuk kerbau liar yang hidup di Taman Nasional Baluran dan juga sebagian wilayah di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Meski saya tidak menemukan catatan pasti kapan hewan tersebut mulai ada, namun diduga sebagai populasi feral atau awalnya dipelihara manusia namun kemudian lepas, baik sengaja atau tidak, yang selanjutnya berkembang biak di alam.Secara ilmiah, kerbau yang hidup liar di berbagai wilayah Indonesia, sampai saat ini tidak dianggap spesies berbeda dengan kerbau domestik [Bubalus bubalis] yang dipelihara masyarakat di kampung/desa.Jenis yang merupakan hasil penjinakan dan pemeliharaan/domestikasi dari versi spesies liar dan alami [Bubalus arnee], yang sebarannya ada di India, Bhutan, Nepal, Kamboja, serta Thailand.Namun, kepastian ini layak ditelusuri, terlebih terkait perlindungan dan pengelolaan populasinya. Sejak kapan masyarakat Indonesia memelihara kerbau, dan bagaimana awal mendapatkannya?Baca: Kerbau Pampangan, Sumber Daya Genetik Menjanjikan di Rawa Gambut  Faktanya, di Sulawesi kita justru memiliki anoa, kerabat kerbau paling unik di dunia, yang tidak ditemukan di tempat lain. Bukan hanya satu, tetapi dua jenis, yakni anoa dataran rendah [Bubalus depressicornis] dan anoa gunung [Bubalus quarlesi]." "Minimnya Pengetahuan Kita Tentang Kerbau","Bila kita anggap daratan utama Asia sebagai tempat awal asal-usul kerbau, tentunya hewan ini pernah tersebar hingga wilayah lain di Nusantara. Khususnya, Sumatera, Jawa, dan Kalimantan yang di masa lalu pernah terhubung.Jika tidak, bagaimana mungkin kerabat kerbau berevolusi dan kemudian mencapai Sulawesi, menjadi anoa seperti yang sekarang kita miliki.Baca juga: Inilah Nasib Si Belang, Kerbau Seharga Miliaran Rupiah Dalam Ritual Adat Toraja  Temuan fosilBerdasarkan temuan fosil, ada beberapa jenis satwa kerabat kerbau yang pernah hidup di Jawa dan telah lama punah. Namun, tampaknya terjadi jauh sebelum manusia moderen [Homo sapiens] tiba di Nusantara, sekitar 50 ribu tahun silam. Termasuk di antaranya adalah kerbau purba [Bubalus palaekerabu] yang penampilannya mirip kerbau air saat ini.Selain memahami kerabat kerbau purba yang pernah hidup di Jawa dan Kalimantan, asal-usul anoa mungkin juga bisa diteliti melalui kerabatnya di Pulau Mindoro, Filipina, yaitu tamaraw [Bubalus mindorensis]. Tentu saja, kerbau air liar yang ada di daratan utama Asia dan kerbau liar di Afrika [Syncerus caffer] juga dipelajari.  Penelitian mengenai kerbau, sebaiknya dilakukan ketika populasinya masih banyak sehingga prosesnya relatif mudah. Perhatian kita terhadap kerbau liar dan kerabatnya, anoa, sudah selayaknya ditingkatkan.Beberapa kasus menunjukkan, spesies yang jumlahnya banyak dan umum tiba-tiba menjadi sulit ditemukan. Ini sebagaimana terjadi pada burung gelatik jawa [Padda oryzivora], cucak rowo [Pycnonotus zeylanicus], dan merpati liar atau Passenger Pigeon [Ectopistes migratorius]. * Sunarto, Ekolog Satwa Liar & Lanskap. Artikel ini pendapat pribadi penulis.   [SEP]" "Cara Melestarikan Manfaat Teripang","[CLS]  Ada banyak khasiat yang bisa didapat dari Teripang, hewan laut yang tidak memiliki tulang belakang. Hewan tersebut diketahui mengandung nutrisi yang baik untuk tubuh manusia, seperti lemak, kalori, protein, vitamin A, vitamin B2, vitamin B3, dan mineral seperti kalsium dan magnesium.Semua manfaat itu bisa didapat, salah satunya jika dikonsumsi langsung sebagai olahan pangan. Dalam mengolahnya, hewan dengan nama ilmiah Holothuroidea tersebut bisa dijadikan pangan yang diolah menjadi kering, atau dalam bentuk aslinya sebagai bahan baku segar.Selain sebagai bahan pangan, Teripang juga sangat bagus bagi tubuh manusia karena memiliki khasiat sebagai obat. Salah satunya yang sudah menghasilkan riset, adalah sebagai obat pencegah untuk penyakit kanker.Dengan kegunaan seperti itu, negara-negara di dunia dalam beberapa dekade terakhir terus berlomba untuk melakukan penelitian tentang manfaat yang dihasilkan dari Teripang. Termasuk, untuk kegiatan budi daya perikanan yang menjadi bagian dari sektor kelautan dan perikanan.Peneliti Budi daya Perikanan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Lisa Fajar Indriana memaparkan beragam manfaat Teripang dengan lebih detail. Menurut dia, hewan laut tersebut bermanfaat untuk bahan baku farmasi, kosmetik, dan juga pangan.Di Cina, Teripang sudah sejak lama dimanfaatkan oleh warga lokal sebagai obat tradisional. Sementara untuk pangan, Teripang menjadi bahan pangan potensial untuk diolah menjadi makanan mewah, sebagai sumber protein, dan nutrisi yang tinggi.Manfaat lain dari Teripang, adalah berperan sebagai penjaga ekologi di alam. Setiap Teripang yang ada perairan laut, itu akan membantu untuk menjaga keseimbangan ekosistem perairan dangkal, memakan sedimen/sisa bahan organik, bakteri, dan mikroorganisme.baca : Menjaga Teripang di Alam dengan Teknologi Budi daya  " "Cara Melestarikan Manfaat Teripang","Sebagai penjaga kelestarian ekosistem di laut, Teripang juga berperan sebagai pengolah sedimen/bioturbator, berperan dalam siklus nutrisi dan transfer energi dalam rantai makanan, serta meningkatkan keanekaragaman hayati melalui simbiosis.Manfaat yang beragam tersebut, menjadi alasan kuat untuk melaksanakan budi daya pada Teripang di Indonesia. Terutama, karena Teripang juga menjadi komoditas bernilai ekonomi tinggi untuk dikirim ke pasar internasional melalui jalur ekspor.Pilihan melaksanakan budi daya, juga karena didasarkan pada pertimbangan bahwa populasi Teripang di alam terus mengalami penurunan dari waktu ke waktu. Kondisi itu menyebabkan produksi Teripang secara global juga ikut mengalami penurunan.Penyebab terus menurunnya populasi, disinyalir karena permintaan dari pasar global juga terus meningkat secara signifikan dan itu menjadikan kegiatan penangkapan Teripang berjalan semakin tak terkendali.Karenanya, Teripang harus segera diusulkan masuk ke dalam daftar merah kelompok biota yang terancam punah Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN). Tanpa ada perhatian seperti itu, maka ancaman terhadap ekologi akan semakin cepat terjadi.Selain itu, Konvensi Perdagangan Internasional Tumbuhan dan Satwa Liar Spesies Terancam (CITES) juga diharapkan bisa segera memasukkan Teripang ke dalam kelompok Appendiks II, yaitu spesies yang tidak terancam kepunahan, tapi mungkin terancam punah bila perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan.Adapun, dalam melaksanakan budi daya Teripang ada beberapa tahapan yang harus dilewati oleh para pembudi daya. Di antaranya adalah tahapan manajemen induk yang meliputi proses pengemasan (packing), transportasi, aklimatisasi, dan manajemen induk.Kemudian, tahapan berikutnya adalah rangsang pijah dan pemijahan yang mencakup kejut suhu, pakan berlebih, dan pengeringan. Proses ini meliputi seleksi induk, rangsang pijah, pemijahan, dan embriogenensis." "Cara Melestarikan Manfaat Teripang","Jika proses di atas berjalan baik, maka tahapan berikut adalah bagaimana larva yang dihasilkan bisa dipelihara dengan baik. Proses ini harus memperhatikan frekuensi penggantian air, pakan, kualitas air, dan tingkat kepadatan.Tahapan berikutnya, adalah bagaimana pembudi daya melaksanakan proses penempelan larva, pendederan di tambak, dan pembesaran. Jika semuanya dilewati dengan baik, maka proses budi daya Teripang akan menghasilkan produk yang berkualitas.baca juga : Timun Laut atau Teripang? Begini Sejarah dan Cara Membedakannya  Budi daya TeripangBagi Lisa, satu-satunya cara yang bisa dilakukan saat ini untuk memulihkan sumber di alam, adalah dengan melaksanakan budi daya Teripang Pasir. Cara tersebut diyakini akan bisa menjaga ketersediaan stok di alam, namun tetap bisa memenuhi kebutuhan Teripang pasir untuk pasar global.Diketahui, Teripang adalah salah satu biota laut yang tidak banyak dikenal masyarakat Indonesia. Keberadaannya masih terbatas diketahui oleh masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir dan pulau kecil saja, walaupun komoditas tersebut bernilai ekonomi tinggi dan menjadi sumber pangan yang mengandung gizi yang tinggi.Di dunia, Teripang memiliki 1.700 jenis yang tersebar di seluruh wilayah perairan dunia. Dari jumlah tersebut, pemanfaatan hewan laut tersebut masih sangat terbatas dan jumlahnya diperkirakan antara 40-66 jenis saja.Dari jumlah tersebut, Teripang yang bernilai ekonomi tinggi adalah Teripang Putih atau Pasir (Holothuria scabra), Teripang Koro (Microthele nobelis), Teripang Pandan (Theenota ananas), Teripang Dongnga (Stichopu spp).Cina tercatat menjadi negara pertama di dunia dan terbesar yang mengonsumsi Teripang untuk kebutuhan pangan dan juga lainnya. Negeri Tirai Bambu tersebut diperkirakan sudah mengonsumsi dan memperdagangkan Teripang sejak 1.000 tahun lalu." "Cara Melestarikan Manfaat Teripang","Sementara di Indonesia, jumlah Teripang mencapai 400 spesies dan 56 di antaranya sudah diperdagangkan. Sebagai negara produsen, Indonesia sudah lama memperdagangkan Teripang ke berbagai negara tujuan ekspor seperti Cina, Hong Kong, dan Singapura.Dari sekian banyak teripang, yang bernilai ekonomi tinggi dan sudah dimanfaatkan di Indonesia adalah Teripang Pasir, Teripang Perut Hitam (Holothuri atra), Teripang Susuan (Holothuri nobilis), Teripang Perut Merah (Holothuri edulis), dan Teripang Nanas (Thelenota ananas).perlu dibaca : Menjaga Populasi Teripang dengan Cara Budi daya  Peneliti Balai Bio Industri Laut (BBIL) BRIN Sigit AP Dwiono menjelaskan tentang budi daya pada Teripang Pasir. Menurut dia, kegiatan budi daya komoditas tersebut menjadi tantangan untuk pengembangan ekonomi di masyarakat. Hal itu, karena ada hal aspek teknis dan non teknis yang belum diketahui.Adapun, untuk memulai kegiatan budi daya Teripang Pasir diperlukan kesabaran dan ketahanan (endurance) yang tinggi. Mengingat, kegiatan budi daya tersebut berbeda dengan budi daya biota lain seperti Kerapu, Bandeng, Udang, dan budi daya lain yang sudah banyak dikenal masyarakat.Dalam melaksanakan budi daya Teripang Pasir, BBIL bekerja sama dengan PT Sejahtera Putra Kusuma (SPK) yang berlokasi di Desa Ketapang Raya, Kecamatan Keruak, Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat.Di sana, kegiatan budi daya sudah dirintis sejak 2017 dengan memulainya dari peninjauan lokasi, uji coba budi daya, pengadaan lahan, pengurusan perizinan, pembentukan tambak, pembangunan panti benih, penyediaan sarana dan prasarana, serta penyusunan rencana produksi.Setelah empat tahun, mulai April 2021 dilaksanakan pelaksanaan produksi dengan memulainya dari tahapan pembenihan. Berikutnya, akan dilaksanakan tahapan pendederan, pembesaran, dan pascapanen." "Cara Melestarikan Manfaat Teripang","Dia menyebutkan bahwa pendederan Teripang Pasir bisa dilakukan di tambak atau di laut dengan melalui dua tahapan melalui pemeliharaan juvenil dan benih. Khusus juvenil, dilakukan pemeliharan dalam pendederan, karena ukurannya terlalu kecil untuk bertahan hidup dari serangan predator.Untuk syarat melaksanakan pendederan Teripang Pasir, diperlukan lokasi perairan yang tenang, terlindung, dan bebas dari gelombang arus kencang. Kemudian, lokasi harus jauh dari sungai atau tidak ada banjir dari darat. Juga kedalaman kolam budi daya harus lebih dari dua meter saat sedang surut.“Mengandung cukup banyak bahan organik, dan dekat dengan hutan bakau atau padang lamun. Jauh dari lalu lintas laut, dan tidak ada polutan,” papar dia.baca juga : Kerang Menghilang, Nelayan Mulai Mencari Teripang  Peneliti BBIL lainnya, Parwita Budi Laksana menjelaskan bahwa perlunya dilaksanakan kegiatan budi daya Teripang Pasir, tidak lain karena permintaan pasar luar negeri yang tinggi. Bahkan, sebagian besar konsumsi Teripang Pasir di luar negeri diketahui berasal dari pasokan Indonesia.Permintaan yang tinggi dari hewan laut yang memiliki sebutan Teripang Gosok atau Haisom itu, juga diikuti dengan nilai jual tinggi. Itu kenapa, transaksi perdagangan Teripang Pasir terus meningkat dari waktu ke waktu.Evi Amelia Siahaan, peneliti BBIL juga mengungkap lebih rinci tentang manfaat yang bisa didapatkan dari Teripang. Menurut dia, Teripang yang kondisinya basah mengandung lebih dari 80 persen kadar air, dan pada Teripang yang kering itu diketahui mengandung protein kurang dari 40 persen.Selain itu, Teripang juga mengandung lemak dan abu, juga mengandung mukopolisakarida, asam amino, glukosamin, kondroitin, kolagen, omega 3 dan 6, mineral esensial. Dengan kata lain, Teripang menjadi sumber protein, lemak, kalori, dan gizi." "Cara Melestarikan Manfaat Teripang","Dengan kandungan seperti itu, Teripang kemudian banyak dimanfaatkan untuk berbagai produk kecantikan dan kesehatan. Salah satunya, adalah obat untuk penyakit kanker, penyakit yang ditakuti dunia karena keganasannya.Namun demikian, Eva Amelia Siahaan juga memaparkan tentang pilihan mengolah Teripang untuk dijadikan olahan pangan yang lezat. Untuk Teripang Pasir, salah satu bentuk olahannya adalah dengan cara dikeringkan, atau dengan cara direbus.Saat proses pengolahan dilakukan, jangan lupa untuk membersihkan lapisan kapur dengan cara merendam Teripang bersama daun biduri (Calotropis gigantea), atau bersama daun pepaya, dan kemudian dilakukan penyikatan.Sementara, saat melakukan proses perebusan, dilakukan dengan menggunakan air hangat hingga air mendidih. Karena ukuran Teripang itu beragam, maka perebusan disesuaikan dengan ukuran. Untuk yang berukuran kecil, perebusan dilakukan dalam waktu lebih singkat dari ukuran lebih besar atau besar.baca juga : Teripang, Biota Laut Si Pencegah Kanker   Hal lain yang juga harus menjadi perhatian dalam pengolahan Teripang, adalah proses penyiangan isi perut yang harus dilakukan dengan sangat hati-hati saat menyayat tubuh hewan tersebut. Kehati-hatian diperlukan, karena konsumen sangat menyukai teknik penyayatan yang tepat.Terakhir, langkah pengolahan yang harus diperhatikan adalah saat melaksanakan proses penggaraman dan juga pengeringan. Kedua tahapan tersebut, harus dilakukan dengan teliti dan telaten, serta alat yang tepat, juga takaran garam yang pas.Pada 2018, Peneliti Pusat Penelitian Oseanografi yang sekarang menjadi Kepala BBIL BRIN, Ratih Pangestuti merilis hasil penelitian yang dilakukan pada Teripang. Saat itu, disebutkan kalau khasiat yang bisa diambil adalah sebagai obat kanker." "Cara Melestarikan Manfaat Teripang","“Beragam obat anti kanker sebenarnya sudah tersedia sejak lama. Namun sejak akhir 1980-an, sekitar 80 persen obat anti kanker yang tersedia di pasar adalah produk alami atau sintesis dari produk alami,” ujarnya.Dia menyebutkan kalau jumlah prevalensi kanker di tahun tersebut sudah mengalami peningkatan dari 1,4 persen pada 2013 menjadi 1,8 persen. Merujuk pada kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), prevalensi adalah jumlah keseluruhan kasus penyakit yang terjadi pada suatu waktu tertentu di suatu wilayah.Kenaikan data tersebut dirilis secara resmi oleh Kementerian Kesehatan (Kemkes) pada tahun yang sama, dan menegaskan bahwa penyakit kanker di Indonesia menjadi salah satu penyakit yang banyak diderita oleh warga di seluruh provinsi.Secara global, International Agency for Research on Cancer dari organisasi kesehatan dunia (WHO) merilis data pada 2018 bahwa sebanyak 18,1 juta kasus kanker baru sudah terdeteksi dan 9,6 juta kematian karena kanker sudah terjadi sepanjang tahun tersebut.  [SEP]" "Masa Depan Berkelanjutan di Asia Pasca COVID-19: Berkaca dari Pengalaman Aktivis Lokal","[CLS] ***Hampir tak ada ruang hidup manusia yang tak tersentuh oleh dampak pandemi Covid-19.Walau jelas terlihat dampak buruknya pada kesehatan, keuangan dan berbagai sektor lainnya, namun pandemi ini juga memunculkan bagaimana seluruh elemen masyarakat terpanggil untuk bersiap siaga menghadapi bencana. Pembatasan gerak yang memaksa para pekerja diam di rumah, mempererat ikatan keluarga dan menjungkirbalikkan cara kerja lama. Pekerjaan lebih bergantung pada telekomunikasi, tapi pada saat yang sama menurunkan jejak karbon setiap individu.Kesiapsiagaan bencana merupakan peluang untuk mendorong perubahan dan kemajuan, seperti yang terjadi saat terjadinya bencana Fukushima di Jepang pada tahun 2011. Bencana berurutan itu, gempa bumi dan tsunami yang menyebabkan kecelakaan nuklir besar, berdampak pada lebih dari 150.000 orang.Masyarakat korban bencana di sekitar Prefektur Fukushima perlu mengetahui tingkat radiasi di lingkungan mereka sebelum kembali ke rumah dengan selamat. Informasi yang sangat dibutuhkan masyarakat ini tidak mungkin diberikan oleh pemerintah pada waktu yang tepat. Tapi tanpa berdiam diri menunggu, puluhan inisiatif masyarakat bermunculan untuk mempercepat pemulihan mereka sendiri.Inisiatif masyarakat serupa pernah kita saksikan pasca tsunami dan gempa bumi pada tahun 2004 yang merenggut lebih dari 200.000 jiwa di provinsi Aceh di Indonesia.Kerja sama masyarakat dan seringkali juga tindakan perorangan, dalam menanggapi masalah yang menjadi perhatian publik seperti ini merupakan keterlibatan sipil yang sangat diperlukan dalam menghadapi bencana besar dan berbagai tantangan dalam masyarakat.baca : Cerita dari Kampung Tsunami di Aceh  Belajar dari Pejuang Lokal" "Masa Depan Berkelanjutan di Asia Pasca COVID-19: Berkaca dari Pengalaman Aktivis Lokal","Pada tahun 2015, dua pemerhati sosial dari Universitas Chulalongkorn, Bangkok, Thailand – Surichai Wun’gaeo dan Michiko Yoshida – merasa prihatin setelah menyaksikan banyaknya krisis yang dihadapi dunia saat ini, mulai dari penyakit yang muncul hingga pembangunan kota yang tidak berkelanjutan dan kualitas pendidikan yang buruk. Keduanya memfasilitasi dialog para tokoh masyarakat dan akademisi dari Asia dan bekerja sama untuk membangun komunitas yang adil dan berkelanjutan secara ekologis di Asia.Perjalanan mereka dimulai dengan lokakarya di Yogyakarta, Indonesia pada tahun 2017. Pertemuan tersebut meluncurkan serangkaian kerja kolaborasi seperti lokakarya dan seminar.Kumpulan pengalaman dan pelajaran dari masyarakat yang dipresentasikan dalam lokakarya awal tersebut diterbitkan dalam buku berjudul “Civic Engagement in Asia: Lessons from Transformative Learning in the Quest for a Sustainable Future” — Keterlibatan Sipil di Asia: Pelajaran dari Pembelajaran Transformatif dalam Pencarian Masa Depan Berkelanjutan”, yang diedit oleh Mochamad Indrawan dari Universitas Indonesia.Buku ini mengisahkan inisiatif-inisiatif luar biasa dari Asia, mulai dari pengalaman para aktivis masyarakat sipil di Vietnam dalam melestarikan dan membangun nilai-nilai kelestarian adat yang berlanjut pada pengesahan pengakuan hukum atas hak-hak adat di hutan leluhur mereka hingga upaya aktivis Indonesia, Chandra Kirana Prijosusilo, melalui Yayasan Sekar Kawung, yang mendukung pengrajin tenun di Pulau Sumba sampai mendapatkan pengakuan internasional.baca juga : Merawat Alam Sumba Lewat Tenun Pewarna Alami  " "Masa Depan Berkelanjutan di Asia Pasca COVID-19: Berkaca dari Pengalaman Aktivis Lokal","Salah satu penulis, Dicky Sofjan dari Universitas Gadjah Mada misalnya, berpendapat bahwa istilah ‘keberlanjutan’ terlalu abstrak bagi masyarakat umum. Padahal keberlanjutan tidak hanya upaya konservasi yang dilakukan pemerintah, tapi bisa juga strategi mempertahankan hidup di tengah deru modernisasi, intrusi ekonomi global dan pengenceran sosial budaya.Menurutnya, unsur-unsur utama dari yang disebutnya sebagai pendekatan ‘heartware’ atau dari hati, yaitu nilai-nilai, keyakinan, agama dan spiritualitas, telah terbukti memiliki konsekuensi langsung dengan bagaimana masyarakat merasakan dan mempraktikkan keberlanjutan ekologis.Dicky Sofjan melakukan riset di lima lokasi di Asia, di Kali Code, Yogyakarta; Tasik Chini di Malaysia; Khiriwong, beberapa desa yang terletak di lembah di bagian Selatan Thailand; provinsi Batanes di utara Filipina; dan daerah Biwako di Jepang yang dikenal karena sistem tradisionalnya dalam mengelola sumberdaya alam. Sebagian masyarakat di kelima tempat ini memperlihatkan ikatan kuat dengan lingkungan ekologi sekelilingnya dan sangat antusias mempertahankan keseimbangan antara alam dan budaya.Buku ini berharga karena mencakup beragam pengalaman para aktor masyarakat sipil Asia mulai dari upaya-upaya berani dalam reformasi perkotaan, dalam memperjuangkan demokrasi dan hak asasi manusia, serta upaya kreatif dalam mengatasi bahaya kesehatan lingkungan.menarik dibaca : Mengenal Kampung Wisata Sungai Code  " "Masa Depan Berkelanjutan di Asia Pasca COVID-19: Berkaca dari Pengalaman Aktivis Lokal","Ahmad Rifai, pendiri dan direktur Yayasan Kota Kita di Solo misalnya, berbagi mengenai bagaimana organisasinya mendukung pembangunan kota dengan memfasilitasi partisipasi masyarakat dan kegiatan bersama. Kegiatan-kegiatan ini antara lain pemetaan masyarakat di Kota Solo pada tahun 2010. Bersama pemerintah kota saat itu, Kota Kita melakukan mengumpulkan data mengenai akses air bersih, sanitasi, tingkat kemiskinan dan jumlah anak-anak yang bersekolah. Informasi penting bagi pembangunan tingkat lokal ini ditampilkan dalam mini-atlas yang digunakan sebagai referensi dalam rapat musyawarah rencana pembangunan (musrenbang) tahunan.Yayasan Kota Kita juga mempromosikan sepeda bagi perempuan dan anak-anak perempuan dalam usaha lebih terlibat dalam kegiatan sosial dan ekonomi dan sekaligus mempromosikan kehidupan yang berkelanjutan di Kota Solo.Berbagai gerakan ini mengacu pada konsep pembelajaran transformatif, bahwa pada hakikatnya pembelajar akan mengevaluasi gagasan dan pemahamannya sendiri, serta menggeser pandangannya setelah memperoleh informasi baru dan melalui refleksi kritis.Kumpulan pengalaman pribadi masyarakat umum dari berbagai penjuru Asia ini dapat menginspirasi kita untuk bekerja sama sebagai masyarakat dalam menghadapi tantangan bersama seperti pandemi COVID-19, dan untuk mempercepat pemulihan kita sendiri bangkit dari dampak bencana global ini.  Keterlibatan Sipil Dari beberapa sisi, dunia terasa lebih dekat dengan meningkatnya penggunaan teknologi komunikasi yang canggih dan karenanya kehidupan kita tidak akan pernah sama lagi. Namun, kita masih belum tahu tingkat kerugian sebenarnya dari pandemi pada masyarakat dan lingkungan kita." "Masa Depan Berkelanjutan di Asia Pasca COVID-19: Berkaca dari Pengalaman Aktivis Lokal","Para penulis buku ini mengidentifikasi kecemasan akan krisis yang membayangi kita saat ini dan nanti setelah pandemi ini berakhir, sebuah era baru krisis yang ditandai dengan “meningkatnya proteksionisme, ekstremisme etnoreligius, perubahan iklim dan degradasi lingkungan serta persaingan geopolitik antara negara-negara besar”.Meningkatnya kompleksitas lingkungan, sosial, dan ekonomi, menuntut para pengambil keputusan untuk menyadari bahwa kebijakan yang ada tidak memadai dalam menghadapi krisis yang akan datang ini. Meningkatnya kesadaran dan penggunaan teknologi yang dipercepat oleh keterbatasan fisik akibat pandemi COVID-19, juga mendorong lebih cepatnya datangnya disrupsi digital.Mengatasi kebutuhan masyarakat membutuhkan pendekatan inovatif untuk pengembangan kebijakan. Para pemimpin layanan publik dapat mengambil manfaat dari buku ini dengan pengalaman orang-orang yang telah bekerja, berpengalaman, berhasil dan tidak berhasil dalam berbagai isu di Asia. Dengan merangkul terbukanya peluang baru menggunakan teknologi baru, pemerintah akan dapat melibatkan publik dan merancang bersama kebijakan yang lebih memenuhi kebutuhan masyarakat. *Nabiha Shahab, pemerhati keberlanjutan dan praktisi komunikasi Asia Comms Lab, Jakarta *** Keterangan foto utama : Sejumlah siswa menggunakan masker karena asap kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Meskom, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau pada Oktober 2019. Foto :  Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia  [SEP]" "Kala Pemerintah Bangun Pusat Riset Tanaman Herbal di Humbang Hasundutan","[CLS]     Pemerintah sedang membangun Taman Sains dan Teknologi Herbal dan Holtikultura (TSTH) di Kecamatan Pollung, Humbang Hasundutan, Sumatera Utara. Kawasan hutan sebagai lokasi proyek itu juga terdapat pohon-pohon kemenyan yang jadi sumber penghidupan masyarakat. Kini, pembukaan jalan akses ke lokasi pusat herbal di beberapa desa mulai berlangsung.Ada empat desa terkena pekerjaan proyek strategis nasional ini. Yakni, Desa Simangaronsang, Pariksinoma, Desa Aek Nauli I dan II. Proyek yang pakai kawasan hutan dengan tujuan khusus (KHDTK) ini berada sekitar 10 kilometer dari Dolloksanggul, ibukota Kabupaten Humbahas.Sedang ada pelebaran jalan di Desa Pariksinomba. Begitu juga Desa Aek Nauli I dan II. Dua desa ini sekitar lima kilometer sudah jalan beton, dengan lebar 20 meter. Sisanya, masih tahap pelebaran jalan dan pembangunan jembatan akses ke TSTH.“Dulu, jalan itu masih jalan setapak menuju ke hutan,” kata Ama Jelita Lumbangaol, petani kemenyan Desa Aek Nauli.Jalan setapak itu terbuat dari kayu, biasa buat jalan kaki para petani ke hutan kemenyan, mengambil getah.“Aku yang bikin jalan setapak di situ,” kata Ama Jelita.D bagian lain, tampak sedang ada pembangunan jembatan sekitar 20 meter. Di kawasan hutan ini, tempat warga mengusahakan getah kemenyan.Sepanjang perjalanan terlihat pohon eukaliptus di areal konsesi PT. Toba Pulp Lestari (TPL)_.  Kami terus menelusuri jalan. Ada lahan kosong bekas penebangan, luas lima kali lapangan sepakbola. Disitulah akan dibangun laboratorium atau gedung perkantoran.“KHDTK a.n Institut Teknologi DEL,” begitu bunyi patok tiang beton berpelat kuning, di Desa Aek Nauli. Di sana, tempat Jelita dan para petani menderes getah kemenyan.Kini, mereka tak boleh lagi bikin pondok di dalam hutan. Petani kemenyan biasa bikin pondok untuk tempat tinggal sementara selama mengambil getah kemenyan di hutan." "Kala Pemerintah Bangun Pusat Riset Tanaman Herbal di Humbang Hasundutan","Para petani kemenyan juga terancam kehilangan sumber ekonomi. Selama ini, mereka memenuhi keperluan keluarga termasuk menyekolahkan anak-anak dari hasil getah kemenyan. Jelita punya sembilan anak, delapan orang masih bersekolah.Pohon kemenyan yang masih produktif hasilkan getah sudah ditebang untuk infrastruktur.Sebelumnya, Menko Marves, Luhut Binsar Panjaitan menyebutkan sebanyak 30.000 tanaman herbal akan ditanam di lokasi itu. Areal ini berada di ketinggian 1.400 meter di bawah permukaan laut, dan curah hujan tinggi.“Sumatera Utara akan menjadi contoh tempat pengembangan tanaman herbal di Indonesia, ” kata Luhut.Dia juga akan dorong pengembangan TSTH ini ke berbagai universitas seperti Institut Teknologi DEL, Universitas Sumatera Utara, Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, hingga Institut Pertanian Bogor (IPB).Institut Teknologi DEL adalah kampus yang didirikan Luhut. Bermarkas di Porsea, Kabupaten Toba, Sumatera Utara, sekitar dua jam perjalanan darat dari lokasi TSTH. Sesuai keputusan MenLHK, IT-DEL akan mengawasi langsung pengembangan TSTH ini.Pada 13 September 2020, Menko Marves menandatangi perjanjian kerjasama antara Pemerintah Indonesia dan Tiongkok di bidang industri tanaman obat. Kedua negara berjanji membentuk Pusat Konservasi, Penelitian dan Inovasi Tanaman Obat.Perjanjian juga ditandatangani oleh Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Nani Hendiarti. “Ini mendorong peningkatan inovasi dan industrialisasi tanaman obat dan holtikultura Indonesia,” katanya.Proyek ini, katanya, mampu melakukan konservasi tumbuhan obat, pengembangan teknologi pembenihan dan budidaya tanaman herbal. Ada juga inovasi proses dan produk herbal hingga industrialisasi tanaman obat medis.Dia bilang, proyek TSTH sebagai upaya pemerintah mewujudkan ketahanan pangan dan obat nasional. Pemerintah Sumatera Utara dukung penuh proyek ini." "Kala Pemerintah Bangun Pusat Riset Tanaman Herbal di Humbang Hasundutan","“Pengembangan tanaman herbal itu butuh dukungan dari pemerintah pusat dan daerah,” kata Edy. Dia bilang, proyek itu bermanfaat bagi kesehatan, sekaligus meningkatkan ekonomi masyarakat.Antropolog, Avena Matondang menilai proyek ini tidak tepat sasaran. Bukan meneliti tanaman di alam sekitar malah meneliti tumbuhan dari luar daerah.“Harusnya masyarakat sekitar dilibatkan dalam penelitian tanaman herbal ini. Bukan ujug-ujug mengambil lahan dari rakyat, dan masyarakat malah jadi penonton. Sama seperti kasus food estate (Desa Siriaria),” katanya melalui telepon.  ***Alat berat sudah terlihat ke lokasi akan meratakan tanah untuk jalan. Sebagian sudah beton. Ada proses pembangunan saluran air.Dalam dokumen desain rekayasa detil (DED) tahap pertama TSTH ini dengan membebaskan lahan 200 hektar, dengan target sampai Desember 2021. Prioritas membersihkan lahan seluas 83,9 hektar, sekitar 15 hektar untuk laboratorium, sisanya, untuk lahan percontohan pertanian.Seperti keterangan dalam laman LPSE PUPR, pekerjaan konstruksi jalan akses ke TSTH menelan dana Rp100 miliar dari APBN 2021. Pembukaan lahan sudah sejak Mei 2021 dengan pelaksana proyek pembangunan akses jalan dan jembatan adalah PT. Sineka dan PT. Karya Anugerah Bersama Permai.Ama Jelita pernah ikut sosialisasi agar masyarakat terdampak lepas lahan untuk bangun akses jalan proyek itu.“Sebagian sudah menerima, rata-rata [dapat] Rp1 juta”, katanya.Dia bilang IT-DEL memberi sejumlah uang sebagai santunan kepada masyarakat. .Awalnya, dia bersama sekitar 40 petani kemenyan menolak. Dia bilang, kawasan itu sumber penghasilan, menderes getah kemenyan. Dia kecewa saat tahu sebagian warga sudah terima uang lepas lahan." "Kala Pemerintah Bangun Pusat Riset Tanaman Herbal di Humbang Hasundutan","“Sekarang aku tinggal sendiri yang menolak, tanah sudah dipatok KLHK, kami dilarang membuat pondok di hutan (menderes getah kemenyan)”, katanya dalam Bahasa Batak. Jelita dan keluarga sudah turun-temurun jadi petani kemenyan. Lahan kemenyannya berbatasan dengan Desa Pandumaan-Sipituhuta.Hujan terus mengguyur Desa Aek Nauli sepanjang hari selama seminggu. Di ujung jalan, masih jalan berbatu, belum diaspal, ada rumah papan, baru selesai dibangun. Rumah itu milik Ibu Siringo-ringo, petani kemenyan.Siringoringo dan keluarga bikin rumah baru di ujung jalan. Informasinya, dalam waktu dekat pemerintah akan memperpanjang jalan untuk proyek TSTH. Jalan itu juga akses menuju ke lokasi pabrik perkebunan kayu TPL.“Yah, kami bikin rumah di sini, biar dekat dengan pohon kemenyan, tempat suami menderes getah.”Menurut dia, sebagian warga sudah sepakat tanah jadi infrastruktur. “Betul ada ganti rugi, yah, sukarela warga menerima, ada yang Rp1 juta ada juga sampai Rp30 juta.”Di seberang depan rumahnya berjejer pohon eukaliptus, tanaman muda, setinggi dua sampai tiga meter, milik TPL. TPL melarang menanam atau mengambil pohon di lokasi itu. “Padahal izin konsesi perusahaan kayu itu sudah dicabut untuk proyek TSTH”, katanya.Dalam situs Pemerintah Humbahas klaim Desa Aek Nauli merupakan kawasan hutan produksi tetap. Dulu, lahan ini masuk konsesi perusahaan perkebunan kayu TPL, kini jadi kawasan hutan dengan tujuan khusus untuk TSTH.TPL tak lagi sebagai pihak yang mengantongi izin usaha di kawasan hutan karena sudah ada penciutan izin. Hal itu sesuai Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 331 tentang Penetapan Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus untuk Penelitian dan Pengembangan Kehutanan oleh Institut Teknologi Del sekitar 500 hektar. SK itu keluar pada 10 Agustus 2020.Kawasan TSTH berbatasan dengan konsesi TPL." "Kala Pemerintah Bangun Pusat Riset Tanaman Herbal di Humbang Hasundutan","Mongabay berupaya mengkonfirmasi soal penciutan izin konsesi ke TPL, tetapi perusahaan tak menjawab.Dalam tiga bulan pembangunan akses jalan sudah hampir 50%. Pemerintah setempat klaim kalau jalan dapat dimanfaatkan warga menuju kebun kemenyan.Kontraktor nyatakan kesulitan membangun jalan karena lokasi didominasi lahan gambut. Ada juga yang belum selesai pelepasan lahan, seperti di Desa Simangaronsang.PT Karya Anugerah Bersama Permai, bertanggungjawab membangun jalan sepanjang enam kilometer dari akses masuk ke TSTH, melewati Desa Simangaronsang, Desa Pariksinomba, Desa Aek Silang I dan Desa Aek Silang II. Sisanya, sembilan kilometer oleh PT. Sineka termasuk jembatan akses masuk ke TSTH.Rencananya, jalan akses masuk ke TSTH sepanjang 17 kilometer rampung Mei 2023.Avena menilai, proyek TSTH ini sangat paradoks. “Kalau memang untuk penelitian tanaman herbal endemik, hutan kemenyan tak perlu ditebang meskipun untuk pembangunan jalan,” katanya.Poltak Purba, anggota DPRD Humbahas, mengakui belum mengetahui persoalan itu. Dia menilai, proyek TSTH akan memberikan dampak positif pada masyarakat sekitar.Hutan di kawasan itu sudah jadi jalan beton.Hengky Manalu dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak mengatakan, selain jalan beton lebar, di kawasan itu pun akan dibangun gedung perkantoran dan laboratorium TSTH.AMAN Tano Batak kecewa konsesi TPL menciut bukan kembali jadi hutan adat tetapi ke peruntukan lain.  [SEP]" "BKSDA NTT kembalikan 23 Ekor Kakatua Koki ke Habitat Alaminya","[CLS]  Dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia dan Road to Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) 2021 serta untuk memperkaya keanekaragaman dan meningkatkan populasi satwa di habitatnya, BKSDA NTT melepaskan 23 ekor Kakatua Koki ke habitatnya.Kegiatan ini dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan secara serentak di 25 Unit Pelaksana Teknis Direktorat KSDAE seluruh Indonesia termasuk BBSDA NTT yang mencanangkan kegiatan pelepasliaran satwa bertajuk “Living in Harmony with Nature”, Melestarikan Tumbuhan dan Satwa Liar Milik Negara.“Balai Besar KSDA NTT mengembalikan 23 individu satwa dilindungi burung kakatua koki (Cacatua galerita eleonora) untuk dilepasliarkan ke habitat alaminya di Maluku,” kata Kepala BBKSDA NTT,Timbul Batubara dalam rilis yang diterima Mongabay Indonesia,Selasa (15/6/2021).Timbul menyebutkan,keseluruhan satwa ini diperoleh dari penyerahan masyarakat di wilayah Jawa Tengah.Dia katakan,proses penanganan dan pengembalian satwa tersebut dilaksanakan bekerjasama dengan PT.Angkasa Pura I Bandara Eltari Kupang, Balai Karantina Pertanian Kelas I Kupang, Unit Pelaksana Teknis Veteriner Dinas Peternakan Provinsi NTT, dan Balai Besar KSDA Maluku.baca : Pulau Masakambing jadi Kawasan Ekosistem Esensial, Berharap Jambul Kuning Terus Terjaga  Diserahkan WargaPada tanggal 27 Agustus 2020 lalu, Balai Besar KSDA NTT menerima 47 individu burung dari Balai KSDA Jawa Tengah melalui Cargo Garuda Bandara Eltari Kupang.Timbul menjelaskan,berdasarkan hasil identifikasi dan pengukuran morfometrik disimpulkan bahwa 47 individu itu adalah Kakatua Koki (Cacatua galerita).Kakatua Koki tersebut kata dia, terdiri dari dua sub spesies yaitu Cacatua galerita triton sebanyak 12 individu dan Cacatua galerita eleonora sejumlah 35 individu." "BKSDA NTT kembalikan 23 Ekor Kakatua Koki ke Habitat Alaminya","Dia menambahkan,diketahui pula bahwa Cacatua galerita triton area penyebarannya adalah Papuasedangkan Cacatua galerita eleonora wilayah penyebarannya adalah Kepulauan Aru, Maluku.“Seluruh burung Kakatua Koki dirawat di kandang penampungan sementara dan ditangani olehpetugas BBKSDA NTT yang didampingi UPT Veteriner Dinas Peternakan Provinsi NTT,” jelasnya.Timbul menyebutkan,berpedoman pada Surat Edaran Direktur Jenderal KSDAE Nomor :SE.8/KSDAE/KKH/KSA.2/5/2020 tentang Petunjuk Teknis Pelepasliaran Satwa Liar di MasaPandemi Covid-19, maka Balai Besar KSDA NTT bermaksud mengembalikan kakatua koki kehabitat alaminya.Dia katakan,khususnya Cacatua galerita eleonora, akan dikebalikan ke wilayah Kepulauan Aru, Maluku.Cacatua galerita eleonora secara internasional dikenal bernama Medium Sulphur Crester Cockatoo merupakan spesies asli pada Kepulauan Aru, Maluku.Ia menjelaskan,berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan NomorP.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis dan Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi, spesies Cacatua galerita termasuk satwa dilindungi.Undang – undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya telah mengatur larangan untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa dilindungi dalam keadaan hidup.“Penyerahan satwa dilindungi dari masyarakat kepada pemerintah patut diapresiasi sebesar-besarnya. Hal ini merupakan partisipasi masyarakat terhadap upaya pelestarian atau konservasi satwa liar,” ucapnya.Timbul mengharapkan semoga hal ini menjadi contoh bagi masyarakat lainnya untuk menghentikanperburuan liar dan menjaga kelestarian satwa, agar terjaga kestabilan populasi dan ekosistem.baca juga : Miris, Kakatua Diselundupkan Dalam Botol Plastik  Dikirim ke NTT" "BKSDA NTT kembalikan 23 Ekor Kakatua Koki ke Habitat Alaminya","Dikutip dari Kompas.com, Kamis (27/8/2020),sebanyak 47 ekor burung Kakatua Jambul Kuning (Cacatua sulphurea) dikembalikan ke habitat asal di Provinsi NTT.Hewan langka dan dilindungi ini telah diamankan petugas BBKSDA Jawa Tengah sejak bulan April 2020 baik oleh warga yang menyerahkannya secara sukarela maupun disita oleh petugas Seksi Wilayah BKSDA di Solo.“Kakatua Jambul Kuning atau Kakatua Koki ini merupakan hewan langka yang harus dilindungi,” sebut Kepala BKSDA Jawa Tengah,Darmanto.Darmanto menjelaskan,47 ekor Kakatua Jambul Kuning ini telah mendapatkan perawatan intensif  selama 4 bulan di  kandang transit milik BKSDA Jawa Tengah di Semarang.Dia menyebutkan,setelah dilakukan tes kesehatan di balai kesehatan Semarang oleh tim dokter hewan dan dinyatakan sehat, BBKSDA Jawa Tengah memutuskan untuk mengembalikan ke habitat asalnya di NTT.“Kakatua Jambul Kuning ini berasal dari NTT sehingga kita memutuskan untuk dikirim kembali ke NTT. Memang pengembalian sempat terhambat karena ada pandemi COVID-19,” terangnya.Darmanto menjelaskan, proses pengiriman Kakatua Jambul Kuning tersebut sudah disepakati oleh tim gabungan dari Dirjen KSDE Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta BKSDA NTT.perlu dibaca : Mencari Formulasi Konservasi Satwa Dilindungi  Dikutip dari Wikipedia,burung Kakatua Besar Jambul Kuning (Cacatua galerita) atau dikenal juga dengan sebutan Kakatua Koki penampakannya mirip dengan Burung Kakatua Kecil Jambul Kuning  (Cacatua sulphurea).Ukuran Kakatua Besar Jambul Kuning bisa mencapai 50 Cm dengan ciri-ciri umum  keseluruhan bulu berwarna putih serta di kepalanya terdapat jambul berwarna kuning muda yang dapat ditegakkan.Burung ini memiliki paruh hitam, kaki abu-abu, iris coklat gelap pada jantan dan coklat kemerahan pada betina dan ketika terbang sayap bawah dan sisi ekor bagian bawah terlihat kuning." "BKSDA NTT kembalikan 23 Ekor Kakatua Koki ke Habitat Alaminya","Baik burung Kakatua Kecil Jambul Kuning (Cacatua sulphurea) maupun Burung Kakatua Putih Besar Jambul Kuning (Cacatua galerita) termasuk satwa liar yang dilindungi Undang-Undang No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam hayati dan Ekosistemnya dan tertuang dalam Lampiran PP No. 7 Tahun 1999.  [SEP]" "Konflik Lahan Pemuteran: Resolusi Damai dengan Wana Tani [1]","[CLS]  Hidup warga Desa Pemuteran, Buleleng, Bali kini terlihat sumringah penuh harapan, ketika kawasan pesisir dan lahan kering Sendang Pasir direboisasi dengan hutan mangrove dan ujicoba pertanian organik di kebun kolektif.Laut dan kebun di daratan adalah berkah bagi warga yang menghidupi ratusan keluarga di desa ini. Namun, konflik agraria puluhan tahun ini jadi beban besar untuk dua generasi.Generasi pertama warga Sendang Pasir disebut sudah bermukim pada 1917-1918. Saat itu dunia menghadapi wabah Flu Spanyol yang membunuh jutaan warga. Pemerintah memberikan Hak Guna Usaha (HGU) pada PT. Margarana, dan berakhir pada 31 Desember 2005. Perusahaan ingin tetap menguasai lahan sehingga digugat Pemprov Bali pada 2009. Berdasar putusan pengadilan, diputuskan perusahaan tak lagi punya akses lahan di Sendang Pasir.Di sisi lain, warga yang berkelompok dalam Serikat Petani Suka Makmur (SPSM) berjuang mendapat akses lahan sampai jadi objek reforma agraria didampingi Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Bali. Kini, mereka dijanjikan mendapat sertifikat redistribusi lahan, dan lebih 600 KK warga Sendang Pasir menunggu saat itu tiba. Wabah atau pandemi kembali menghampiri, dan warga berharap pandemi COVID-19 ini membawa kabar baik untuk masa depan mereka. Memutus rantai panjang konflik agraria yang membelit selama ini.“Semoga sertifikatnya cepat selesai, saya tidak akan jual (lahan itu),” janji Purwati, petani perempuan yang menanam buah naga. Kekhawatiran penjualan lahan produktif inilah yang berusaha dicegah dengan mengoptimalkan hasil lahan saat ini. Purwati sendiri merasa tidak ada kebutuhan menjual kebun karena tidak ada hasilbaca : Sentra Daun Pisang di Pusaran Konflik Agraria [2]  Sembari menunggu penyerahan sertifikat lahan, Yayasan IDEP Selaras Alam hadir untuk memotivasi warga mengoptimalkan lahannya. Termasuk rehabilitasi pesisir dengan penambahan tegakan pohon mangrove." "Konflik Lahan Pemuteran: Resolusi Damai dengan Wana Tani [1]","Tak sulit mengakses pantai dan teluk-teluk di kawasan Pemuteran yang kesohor ini. Jalan tanah di sela-sela kebun mengarahkan langsung ke pantai, sekitar 2-3 km dari jalan raya utama. Desa Sendang Pasir berdampingan dengan Pantai Pemuteran yang padat akomodasi pariwisata dan dive operator karena keindahan bawah lautnya.Area pesisir desa adalah Pantai Sendang. Di beberapa titik pantai masih terlihat tegakan mangrove yang tersisa. Jenisnya dengan akar-akar yang menyembul dari permukaan pasir berlumpur. Jika air laut pasang, mangrove ini seperti berada di tengah laut, menciptakan panorama karismatik kekayaan ekosistem pesisirnya.Hutan mangrove di masa lalu inilah yang menghadirkan keanekaragaman ikan hias yang banyak ditangkap nelayan sebagai penghasilan utama. Mangrove adalah daerah pemijahan ikan dan satwa lain seperti kepiting dan udang.Namun, tegakan mangrove berkurang karena dicari kayunya dan dampak aktivitas lain seperti penggunaan potasium untuk menangkap ikan di masa lalu. Ikan hias pun berkurang.Pada peringatan Hari Tani Nasional, 24 September 2021 lalu, puluhan warga, anak sekolah, dan relawan lain menanam bibit mangrove di area ini. Untuk tahap pertama, ada 200 bibit yang ditanam.Jenis yang ditanam adalah bakau tandok atau bakau minyak (Rhizophora apiculata). Jenis yang berbeda mangrove endemik yang tersisa di pesisir Pemuteran, yakni bogem (Sonneratia alba). Bogem memiliki akar pasak berupa akar yang muncul dari sistem akar kabel dan memanjang ke luar ke arah udara seperti pasak. Akar ini merupakan akar udara yang berbentuk seperti pensil atau kerucut yang menonjol ke atas, terbentuk dari perluasan akar yang tumbuh secara horisontal. Akar napas ini terdapat pada Avicennia alba, Xylocarpus moluccensis dan Sonneratia alba." "Konflik Lahan Pemuteran: Resolusi Damai dengan Wana Tani [1]","Rhizopora tumbuh subur di Taman Hutan Rakyat Mangrove Ngurah Rai di pesisir Teluk Benoa, selatan Bali. Akarnya jauh berbeda, akar tunjang yang mencuat dari atas seperti laba-laba. Inilah yang menjadikannya benteng dari rob dan abrasi, sekaligus mudah tersangkut sampah plastik. Akar tunjang merupakan cabang-cabang akar yang keluar dari batang dan tumbuh ke dalam substrat. Akar ini merupakan akar udara yang tumbuh di atas permukaan tanah, mencuat dari batang pohon dan dahan paling bawah serta memanjang ke luar dan menuju ke permukaan tanah. Akar ini terdapat pada Rhizophora apiculata, R. mucronata dan R. stylosa.baca juga : Transformasi Petani Bunga Wanagiri, demi Mengurangi Perambahan Hutan Lindung  Bibit Rhizophora yang dipilih untuk menambah tegakan mangrove karena kesulitan membibitkan jenis mangrove endemik dan jenis ini dinilai bisa tumbuh di sana. Bibit ini sudah tertanam dan perlu dirawat untuk bisa tumbuh besar.Sedangkan di kebun daratan, IDEP sedang ujicoba kebun kolektif dengan prinsip permakultur. Desain kebun beragam jenis tanaman pangan dalam satu area untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari tanpa input kimia.Para petani saat ini masih menanam cabai, jagung, dan buah naga di sejumlah petak kebun. Inilah sumber penghasilan mereka. Tanaman yang jadi perlawanan petani untuk mendapat akses lahan, menggantikan budidaya karet dan kelapa oleh perusahaan penerima HGU. Menghidupkan Lahan SengketaIDEP dan kelompok petani sepakat merancang sebuah pengembangan food forest atau wanatani untuk menjawab beragam persoalan di lahan kebun kolektif. Mulai persoalan degradasi pesisir, penggunaan pestisida dan urea di lahan komoditas pertanian, dan borosnya penggunaan air tanah." "Konflik Lahan Pemuteran: Resolusi Damai dengan Wana Tani [1]","Lebih dari 200 hektar lahan yang akan diredistribusi nanti, kelompok petani sepakat akan membuat kebun kolektif berkonsep wana tani sekitar 2 hektar untuk mempraktikkan produksi pangan secara organik. Juga menerapkan prinsip hemat air.Sudah beberapa tahun ini IDEP menjalankan program Bali Water Protection (BWP) untuk mitigasi krisis air. Putu Bawa, manajer BWP mengatakan warga akan diajak belajar menyeimbangkan jumlah air yang disedot dari tanah dengan membuat sumur-sumur imbuhan. Sumur imbuhan inilah yang akan menyuntikkan air kembali ke tanah dari air hujan.menarik dibaca : Petani Muda Keren Gobleg Kini Bisa Bertani Lewat Ponsel  Sebagai awalan, sudah ada beberapa sumur imbuhan atau resapan yang dibuat. Di kebun kolektif terlihat ada dua jenis sumur. Pertama, sumur pantau yang airnya bisa disedot untuk penyiraman sekaligus memantau intrusi air laut. Sumur bor ini dalamnya sekitar 40 meter.Kedua, sumur imbuhan yang dalamnya 4 meter dan lebar diameternya 1 meter. Dibangun di area cekungan yang sudah diobservasi sebagai tempat tergenangnya air hujan. “Ambil air 100, harus mengembalikan 100,” ujar Bowo dalam diskusi memperingati Hari Tani di Pemuteran.Puluhan warga hadir di kebun kolektif untuk menyuarakan permohonan sertifikat dalam acara Hari Tani yang dihelat KPA Nasional. Terlebih desa tetangga mereka, Sumber Klampok yang juga puluhan tahun dalam pusaran konflik agraria di Bali sudah menerima sertifikat.Bawa mengatakan, Pemuteran adalah desa agraris yang tidak memiliki aliran air permukaan dan tak dialiri PDAM. Warga mengandalkan air bawah tanah, seperti membuat sumur bor dan sumber air tepi pantai. Karena itu edukasi tentang sumur imbuhan untuk menyeimbangkan penyedotan air tanah dinilai sangat penting." "Konflik Lahan Pemuteran: Resolusi Damai dengan Wana Tani [1]","Perilaku menghemat air juga diperkenalkan dengan penggunaan sprinkle, menggunakan alat penyemprot. Karena kebiasaan petani menyiram dengan cara kocor, menggunakan pipa yang menghamburkan banyak air. Strategi hemat air lainnya adalah mengatur tanaman beragam termasuk tanaman umur panjang seperti buah-buahan dalam konsep wana tani, bagian dari permakultur. Cara lain adalah penurunan atau menghentikan penggunaan input kimia yang rakus air untuk pemupukan atau mematikan gulma.Samsul, salah seorang petani mengakui daerahnya sulit air. Bahkan ia pernah menanam cabai dan gagal panen karena airnya payau. Ia berharap ada solusi jangka panjang. Bawa menambahkan, solusi sederhana lain untuk akses air adalah membuat penampungan air hujan. Skala kecil di rumah dan skala besar di desa dengan embung, bendungan kecil penampung air hujan.baca juga : Memilih Bisnis Ekologis Saat Rehat Pandemi  Roberto Hutabarat, pendamping SPSM dalam mengakses lahan dan pembuatan kebun kolektif ini mengingatkan petani jika nanti sertifikat sudah dibagi, lahan jangan dijual. “Kita harus menunjukkan kesiapan, kalau dapat sertifikat artinya bisa mengupayakan dan mengolah lahan. Jangan dijual untuk beli mobil,” harapnya.Petani Sendang Pasir sudah mulai ujicoba menanam berbagai benih lokal yang sudah hilang. Seperti kacang-kacangan dan sorgum. Di Bali, sorgum ini dikenal dengan istilah jagung Bleleng atau jagung gembal. Namun bahan pangan ini sudah sangat lama hilang dari meja makan atau warung-warung. Sorgum hanya dikenal orang lanjut usia yang dulu pernah menikmati di usia kanaknya.Hasil panen sorgum disajikan dalam bentuk kue, dicampur beras ketan dan diisi unti, kelapa dengan gula merah. Rasanya pulen, sorgum merah ini cocok diisi unti kelapa. Saat ini warga masih berusaha mengolah sorgum karena peralatan masih terbatas. ***  [SEP]" "Panen Raya Warga Natumingka, Bertahan Jaga Lahan Adat","[CLS]      Pagi itu, udara terasa dingin membuat sebagian orang enggan untuk keluar rumah. Tidak begitu bagi Masyarakat Adat Natumingka di Kabupaten Toba, Sumatera Utara ini, mereka turun untuk panen raya.Natal Simanjuntak, Ketua Komunitas Adat Natumingka mengayunkan langkah kaki menuju ladang. Tak berapa perempuan-perempuan adat datang membawa makanan untuk santap bersama di ladang.Op. Leonardo, tak ketinggalan. Kakek berusia 70 tahun ini begitu bersemangat ke ladang dan panen. Op Leonardo, pada 18 Mei lalu alami luka-luka terkena pukulan sekuriti perusahaan kayu, PT Toba Pulp Lestari (TPL).Walau perban masih menempel di dekat pelipis kiri dengan sejumlah jahitan, namun tak menyurutkan langkah opung.Senyum begitu lepas ketika melihat anak-anak, muda mudi berlarian dan bermain.Di tengah perjalanan menuju ladang, puluhan pemuda adat duduk dan berjaga mengantisipasi kalau sewaktu-waktu pekerja TPL datang penanaman di tanah adat mereka.Ketika sesepuh adat Natumingka ini melintas, ramai-ramai para pemuda berteriak memanggil namanya. Dia tersenyum, melambaikan tangan sembari terus berjalan membawa alat pemotong.Di ladang, ada yang memotong padi, ada yang di kebun panen kopi dan jagung.Natal bercerita, sejak dulu mereka petani kopi dan jagung. Hasil panen mereka bawa ke kota melalui Barus dan berbagai wilayah di Sumatera Utara. Baca juga: Mempertahankan Lahan dari PT TPL, Warga Adat Natumingka Luka-luka Sumber ekonomi mereka bergantung sektor pertanian beragam dari padi, jagung, kopi dan lain-lain.Dari sektor pertanian, mereka menyekolahkan anak-anak adat sampai perguruan tinggi. Ketika lahan adat terancam karena masuk dalam izin konsesi, mereka pun bertekad mempertahankan.“Hancurlah sumber perekonomian masyarakat adat jika tanah ulayat kami diambil paksa TPL dengan alasan mengantongi konsesi dari pemerintah,” kata Natal." "Panen Raya Warga Natumingka, Bertahan Jaga Lahan Adat","Dia bilang, komunitas mereka sudah hidup turun menurun di wilayah adat itu hingga kini. Mereka meminta, pemerintah (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) mengeluarkan wilayah adat dari konsesi TPL.Pemerintah Kabupaten Toba juga diminta segera verifikasi Masyarakat Adat Natumingka agar ada pengakuan sah hingga tidak lagi diganggu perusahaan.“Segera keluarkan pengakuan terhadap Masyarakat Adat Natumingka, ” kata Natal.Kasus dengan TPL, katanya, laporan mereka di Polres Toba, seperti tidak ditanggapi serius hingga naik ke Polda Sumut. Ada empat pekerja TPL mereka laporkan karena diduga menganiaya ketika masuk lahan sengketa.Harapannya, kepolisian mengusut kasus ini hingga tuntas dan memberikan hukuman berat terhadap para pelaku. Baca juga: Konflik Lahan dan Kerusakan Lingkungan Terus Terjadi dalam Operasi PT TPL***Bupati Toba, Poltak Sitorus dan Wakil Bupati Tony Simanjuntak, mendatangi Desa Natumingka. Kapolres Toba, AKBP Akala Fikta Jaya, Kejaksaan Negeri Balige diwakili Kasidatun Hamonangan Sidauruk, Kodim Tarutung, KPH IV Balige, Kapolsek Habinsaran tampak hadir.Aparatur pemerintah ini mencoba dialog dengan masyarakat adat mencari solusi terkait konflik lahan antara Masyarakat Adat Natumingka dengan TPL.Pada awal pertemuan bupati memberikan kesempatan kepada warga untuk menyampaikan beberapa hal yang jadi persoalan, seperti menuntut tanah adat kembali.“Sikap kami tegas seperti disampaikan ketika kedatangan Anda pada 24 Mei lalu. Kami tetap meminta tanah dikembalikan seutuhnya, menolak diberikan kepada TPL dengan alasan apapun,” kata Jusman Simanjuntak, seorang tetua adat.Jonny Simanjuntak, juru bicara Masyarakat Adat Natumingka mengatakan, ada beberapa tuntutan mereka sampaikan di hadapan Pemerintah Toba, aparat kepolisian dan perwakilan Dinas Kehutanan. Pertama, pengembalian hak tanah adat Natumingka seluas 2.409,70 hektar. Kedua, mereka dapat jaminan keamanan untuk bekerja di wilayah adat." "Panen Raya Warga Natumingka, Bertahan Jaga Lahan Adat","Ketiga, menindaklanjuti Peraturan Daerah (Perda) No. 1/2020 di Kabupaten Toba yang mengakui dan melindungi masyarakat adat, dengan menjalankan tim verifikasi independen dan indentifikasi masyarakat adat di Toba.Keempat, menghentikan proses hukum kepada tiga orang adat Natumingka di kepolisian. Kelima, melampirkan sejarah, data sosial dan peta yang membuktikan keberadaann masyarakat adat di Desa Natumingka.Mendengar penjelasan dan tuntutan itu, Bupati Poltak mengatakan, tuntutan poin keempat, untuk menghentikan proses hukum kepada tiga orang adat Natumingka yang diadukan TPL jadi fokus utama.Usulan bupati agar masyarakat berdamai dengan TPL melalui pencabutan laporan kedua belah pihak langsung mereka tolak. Mereka bilang, tindakan warga bukan tindak pidana melainkan mempertahankan tanah adat. Apa yang dialami ketiga warga adat itu merupakan kriminalisasi.Warga meminta, pemerintah fokus pengembalian hak tanah adat seluas 2.409,70 hektar sebagai implementasi Perda No. 1/2020, tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat di Toba.Menurut Natal, tim identifikasi harus datang ke desa mereka untuk verifikasi hingga bisa segera memberikan surat keputusan.  Bupati kembali menawarkan, agar mereka fokus tuntutan mengenai pemberhentian proses hukum ketiga warga.Dia berikan tiga tawaran kepada warga. Pertama, mengusulkan permohonan dengan tanah obyek reforma agraria (TORA). Kedua, pengajuan masyarakat adat dengan berpedoman pada Permendagri No. 52/2014 yang berhubungan dengan Perda No.1/2020. Permendagri itu soal pengakuan dan perlindungan masyarakat adat.Ketiga, melalui kerjasama kemitraan perseroan yang bersedia menyediakan bibit, pupuk atau tumpang sari.Masyarakat tetap memilih pengembalian tanah adat sesuai Perda No. 1/2020.Kasidatun Kejaksaan Negeri Balige, Hamonangan Sidauruk mengatakan agar kasus segera selesai maka kedua pihak berdamai." "Panen Raya Warga Natumingka, Bertahan Jaga Lahan Adat","Pandapotan Lumbangaol, dari KPH Wilayah IV Dinas Kehutanan Sumatera Utara mengatakan, mendukung Perda No. 1/2020, sebagaimana program kehutanan mengenai pengakuan hak atas tanah adat.Sesuai perda itu, KPH berada dalam posisi anggota. Harapan KPH, kejadian seperti ini tidak berkepanjangan dan sama-sama menang.AKP Nelson JP Sipahutar, Kasat Reskrim Polres Toba bicara hukum. “Kami tetap mengedepankan proses perdamaian, bila tidak lagi memiliki keputusan, akan kami serahkan ke pengadilan.”AKBP Akala Fikta Jaya, Kapolres Toba bilang, akan bantu mediasi supaya ada kedamaian dan tidak ingin memojokkan atau memihak siapapun.“Kepolisian ingin melindungi rakyat. Kami harap masyarakat menahan diri, selagi bisa kita bicarakan dengan baik tanpa melanggar aturan-aturan hukum.”Pada sesi akhir pertemuan Sekretaris Daerah Toba, Audi Murpy Sitorus membacakan beberapa poin kesepakatan antara lain, melaksanakan proses penetapan Masyarakat Adat Natumingka bepedoman pada Perda Toba No.1/2020 dan merujuk pada Permendagri No.52 Tahun 2014. Selama proses, semua pihak menahan diri dan tidak melakukan tindakan melawan hukum.“Tanah adat ini sumber kehidupan kami. Pemerintah harus mengakui kami dan mengeluarkan tanah adat kami dari konsesi TPL. Kami akan terus mempertahankan sampai kapanpun agar ini tak direbut paksa investor yang tidak berpihak rakyat,” kata Natal. *****Foto utama: Masyarakat At Natumingka, tengah panen raya. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia [SEP]" "Mengapa Hewan Beracun Tidak Mati karena Racunnya Sendiri?","[CLS]   Salah satu hewan paling beracun di dunia adalah katak kecil berwarna-warni yang disebut katak panah beracun, dalam keluarga Dendrobatidae, yang hidup di hutan hujan Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Satu individu katak, membawa racun yang cukup untuk membunuh 10 manusia dewasa. Menariknya, katak ini tidak terlahir beracun, melainkan memperoleh racun-racun tersebut dari kumpulan bahan kimia beracun yang ada di dalam serangga dan artropoda lainnya, makanan mereka.Jika racunnya sangat mematikan, mengapa katak ini tidak mati saat menelan racunnya?Kemampuan katak ini untuk menghindari autointoxication telah membingungkan para ilmuwan sejak lama. Fayal Abderemane-Ali, peneliti di Cardiovascular Research Institute University of California San Francisco dan penulis utama studi di Journal of General Physiology edisi 6 September 2021, coba mengeksplorasi fenomena ini. Baca: Katak Kecil Bermulut Sempit, Jenis Baru yang Sensitif pada Perubahan Iklim  Dalam makalahnya, para peneliti mempelajari katak beracun dalam genus Phyllobates ini, yang menggunakan racun batrachotoxin, yang bekerja dengan mengganggu pengangkutan ion natrium masuk dan keluar sel, sebagai fungsi fisiologis terpenting tubuh. Ketika otak kita mengirimkan sinyal ke tubuh, ia mengirimkannya melalui listrik. Sinyal-sinyal ini membawa instruksi ke sejumlah bagian tubuh, misalnya untuk bergerak, ke otot untuk berkontraksi, dan ke jantung untuk memompa. Sinyal listrik dimungkinkan adanya aliran ion bermuatan positif, seperti natrium, ke dalam sel bermuatan negatif. Ion mengalir masuk dan keluar sel melalui pintu protein yang disebut saluran ion. Ketika saluran ion ini terganggu, sinyal listrik tidak dapat berjalan melalui tubuh." "Mengapa Hewan Beracun Tidak Mati karena Racunnya Sendiri?","“Batrachotoxin menyebabkan saluran ion tetap terbuka, menghasilkan aliran ion bermuatan positif yang mengalir bebas ke dalam sel,” kata Abderemane-Ali, dikutip dari Live Science. Jika mereka tidak dapat menutup, seluruh sistem kehilangan kemampuannya untuk mengirimkan sinyal listrik.“Kita membutuhkan saluran ini untuk membuka dan menutup, menghasilkan listrik yang menjalankan otak atau otot jantung kita. Jika saluran tetap terbuka, tidak ada aktivitas jantung, tidak ada aktivitas saraf atau aktivitas kontraktif,” lanjutnya.Baca juga: Bukan Hanya Komodo, Hiu dan Pari Juga Terancam Dampak Perubahan Iklim  Pada dasarnya, jika Anda menelan salah satu katak ini, akan mati tanpa butuh waktu lama.Jadi bagaimana katak ini, dan hewan beracun lainnya, menghindari nasib yang sama? Ada tiga strategi yang digunakan hewan beracun untuk menghentikan autointoxication, kata Abderemane-Ali. Yang paling umum adalah karena mutasi genetik yang sedikit mengubah bentuk protein target toksin, pintu ion natrium, sehingga tidak dapat lagi mengikat protein. Misalnya, spesies katak beracun yang disebut Dendrobates tinctorius azureus membawa racun epibatidine, meniru zat kimia pemberi sinyal yang bermanfaat bernama asetilkolin. Menurut sebuah studi tahun 2017 yang diterbitkan dalam jurnal Science, katak ini mengembangkan adaptasi pada reseptor asetilkolin mereka yang sedikit mengubah bentuk reseptor tersebut, membuat mereka kebal terhadap racun.Strategi lain, yang digunakan oleh predator hewan beracun, adalah kemampuan untuk membuang racun dari tubuh sepenuhnya. Prosesnya sedikit berbeda dengan proses menghindari autointoxication, proses ini hanya cara lain agar hewan terhindar dari keracunan oleh makanan yang mereka makan.Strategi ketiga disebut “sequestration.”“Hewan itu akan mengembangkan sistem untuk menangkap atau menyerap racun untuk memastikan tidak menimbulkan masalah pada tubuhnya,” kata Adberemane-Ali.  " "Mengapa Hewan Beracun Tidak Mati karena Racunnya Sendiri?","Dalam penelitian tersebut, Ali mengkloning saluran natrium-ion dari katak Phyllobates dan mencampurnya dengan racun. Dia terkejut melihat bahwa saluran ion natrium bersifat tidak tahan terhadap racun.“Hewan-hewan ini seharusnya mati,” kata Abderemane-Ali. Karena saluran ion natrium katak tidak menahan efek merusak racun, katak seharusnya tidak dapat bertahan hidup dengan racun ini di dalam tubuh mereka.Berdasarkan hasil tersebut, Abderemane-Ali menduga bahwa katak ini kemungkinan besar menggunakan strategi sekuestrasi untuk menghindari keracunan otomatis dengan menggunakan sesuatu yang disebutnya “spon protein”. Katak kemungkinan menghasilkan protein yang dapat menyerap racun dan menahannya, yang berarti racun tidak pernah memiliki kesempatan untuk mencapai saluran protein yang rentan tersebut.Katak amerika [Rana catesbeiana] juga menggunakan sekuestrasi. Katak ini menghasilkan protein yang disebut saxiphilin, yang dapat mengikat dan memblokir saxitoxin. Racun saxiphilin saat ini tengah dipelajari sebagai solusi potensial untuk menetralkan racun yang masuk ke dalam pasokan air minum di berbagai negara, yang teracuni oleh ganggang-ganggang berbahaya.    [SEP]" "Wawancara: Sudarmi, Sosok Perempuan Pelestari Hutan Jati Paliyan","[CLS] Bagi banyak orang aktivitas Sudarmi (56) sehari-hari ibarat siang dan malam. Di suatu saat dia bisa jadi perias pengantin, di kesempatan lain dia sering tampak berada di hutan, di antara tumpukan log kayu jati.Sudarmi memang sosok unik. Dia sedikit dari perempuan Indonesia yang bekerja di sektor kehutanan yang umumnya didominasi kaum pria.Dua tahun lalu Sudarmi terpilih menjadi ketua Koperasi Wana Manunggal Lestari (KWML). Sebuah koperasi yang mewadahi para petani yaitu petani Hutan Kemasyarakatan (HKm) dan petani Tanaman Hutan Rakyat (THR) yang berada di sebagian wilayah Gunungkidul.Sudarmi juga ketua Kelompok Tani Hutan Kemasyarakatan (HKm) Sedyo Rukun di Desa Banyusoco. Istimewanya, sebagian besar anggota HKm ini perempuan. Selain itu, dia juga dipercaya sebagai ketua Paguyuban HKm Gunung Seribu, yang beranggotakan kelompok yang berjumlah 35 kelompok.  Kelompok Tani HKm Sedyo Rukun berdiri sejak 2000. Pada 2007 ia mendapat izin pengelolaan hutan negara seluas 17 hektar selama 35 tahun di Hutan Paliyan. Lokasinya berada di sebelah hutan negara yang dikelola Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH) Yogyakarta. Sebuah jalan aspal membelah di antara keduanya.Kelompoknya sudah melakukan panen kayu sebanyak dua kali, yaitu pada 2019 dengan luas 9 hektar, lalu pada 2020 dengan luas 3,5 hektar. Tahun ini panenan kayu di lahan seluas 4,5 hektar akan dilaksanakan sekitar bulan Juni.Menurut Sudarmi, kali ini jumlah pohon yang dipanen sebanyak 2.736 batang. Pemanenan berikutnya sebutnya baru akan dilakukan 10 atau 15 tahun lagi.Pada 2018 lalu, kelompok ini menjadi juara ketiga dalam lomba Wana Lestari yang diadakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Sedyo Rukun dianggap berprestasi karena berhasil memberdayakan dan mengubah perilaku masyarakat di bidang lingkungan hidup." "Wawancara: Sudarmi, Sosok Perempuan Pelestari Hutan Jati Paliyan","Berlanjut di 2019 lalu, Sudarmi mendapat anugerah sebagai salah satu tokoh perhutanan sosial dari 20 orang terpilih dari seluruh Indonesia dari KLHK. Indikatornya, kepeloporan, konsistensi, dan kemampuan kolaborasi untuk mengelola dan melestarikan hutan.Baca juga: Sri Hartini, Saat Perempuan Ambil Bagian Jadi Pelindung Hutan Wonosadi  Hasil produksi kayu lestari KWML memang dari tahun ke tahun semakin besar. Pada 2019 tiga kelompok HKm yang tergabung dalam koperasi memanen kayu jati di lahan seluas 28 hektar dengan tebangan 274 meter kubik, total pendapatannya Rp. 328.000.000.Setahun berikutnya jumlah itu meningkat. Empat kelompok HKm memanen 45 hektar, produksi kayu sebanyak 655 meter kubik, dengan pendapatan Rp 978.528.500.Di tahun ini, mereka menargetkan ada 10 kelompok HKm yang akan memanen kayu dengan luas panen 110 hektar. Produksi kayu sebesar 1.630 meter kubik, dengan potensi pendapatan diperkirakan sebesar Rp 3.080.346.715.Agar hutan dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi anggota, Kelompok Tani Sedyo Rukun pun menanami aneka bahan jamu di bawah tegakan. Ada kelompok bernama Sedyo Rukun yang menjadi wadah anggota untuk mengolah empon-empon.Mereka membuat aneka serbuk minuman jamu, gula kunir, jahe kristal, wedang uwuh. Juga membuat aneka cemilan dari umbi garut dan olahan pisang.Tak hanya mengolah aneka pangan, kelompok Sedyo Rukun membuat batik memakai pewarna alami daun jati. Selain itu mereka juga memproduksi sabun pewarna alami. Ini dilakukan dengan memanfaakan sumber lokal yang bisa menambah pendapatan.Pada 2018 kelompok ini coba menanam porang. Porang dipilih karena dianggap memberikan hasil yang lebih baik dibanding palawija. Tahun ini mereka akan coba menanam nilam sebanyak 22 ribu batang di lahan seluas 1 hektar." "Wawancara: Sudarmi, Sosok Perempuan Pelestari Hutan Jati Paliyan","Sudarmi bilang penyiapan lahan itu untuk uji coba. Jika berhasil maka lahan yang ditanam nilam akan diperluas lagi. Diharapkan setiap lima bulan sekali mereka bakal panen selama dua tahun.Sebagai koperasi serba usaha, KWML mempunyai unit bisnis penggergajian kayu agar nilai tambah kayu meningkat menjadi barang setengah jadi. Mereka menerima penggergajian baik dari anggota maupun non anggota. Setidaknya per hari bisa diolah 2 meter kubik log kayu menjadi kayu olahan.Baca juga: Our Mothers’ Land, Jejak Pejuang Lingkungan Perempuan Indonesia  Kayu BersertifikatKWML juga menjalankan jual beli kayu bersertifikat, baik berbentuk log bulat maupun kayu gergajian. Mereka pun menerima pemesanan produk kayu seperti mebel, kusen jendela maupun pintu dari konsumen.Koperasi ini pernah mendapatkan Sertifikat Ekolabel pengelolaan hutan rakyat secara lestari oleh Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI). Koperasi juga beroleh Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) untuk unit manajemennya.Manfaat terbesar dirasakan petani atas keberadaan koperasi adalah jaminan harga beli kayu lestari. Sementara koperasi memiliki jaminan pasar karena telah mengantongi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) yang sudah terdaftar ke Sistem Informasi Penatausahaan Hasil hutan (SIPUHH).Lalu bagaimana Sudarmi menjalankan organisasi? Apa pandangan dia tentang konsep hutan lestari untuk kesejahteraan?Mongabay Indonesia mengunjungi kediamannya pada tanggal 27 Maret 2021 lalu. Sudarmi mengajak mengunjungi lahan pembibitan, areal tebangan, dan unit penggergajian kayu. Mongabay kembali menghubungi Sudarmi melalui sambungan telpon pada 9 April lalu.   Berikut petikan wawancaranya. Mongabay: Bisa cerita secara singkat bagaimana Anda berkecimpung di bidang kehutanan?" "Wawancara: Sudarmi, Sosok Perempuan Pelestari Hutan Jati Paliyan","Awalnya sebagai anggota Kelompok Tani Sedyo Rukun. Seiring berjalannya waktu saya jadi pengurus. Kemudian tahun 2013 dipercaya teman-teman jadi ketua HKm Sedyo Rukun. Ternyata ada rasa suka dengan berkecimpung di hutan.Kami bisa bareng-bareng mengelola hutan, menanam, memelihara, memanen. Sampai tahun 2019 saya dipercaya menjadi ketua KWML. Pada tahun itu koperasi direvitalisasi, yang semula mengalami masa vakum karena tidak ada kegiatan oleh pengurus dan anggota saat itu.Dengan keikhlasan untuk mencintai hutan maka semua kegiatan bisa kami laksanakan dengan lancar. Ini tidak terlepas dari dukungan dan motivasi dari anggota kempok dan para stakeholder yang terkait. Mongabay: Mengapa suka bidang kehutanan?Ketika pertama kali masuk saya tidak tahu juga. Sempat ada keraguan, apakah saya bisa, apakah saya mampu mengelola dengan membawa teman-teman yang banyak itu. Awalnya seperti itu. Tetapi setelah saya lakukan, ternyata itu bukan sesuatu yang sulit.Ketika kami mengadakan penebangan kayu, melaksanakan penanaman, ternyata di sana kami menemukan sesuatu yang menyenangkan. Cuma satu yang tidak bisa saya lakukan. Perempuan kalau disuruh angkat-angkat memang bukan bidangnya ya. Mongabay: Menurut Anda keterlibatan petani hutan perempuan di sini seperti apa?Saya menilai petani perempuan saat ini justru kegiatannya semakin aktif. Lebih aktif dibandingkan laki-lakinya. Masalahnya mungkin, bapak-bapak tidak fokus di pertanian saja. Kadang-kadang mereka juga bekerja di luar, bekerja di kota, ada yang menjadi tukang, dan sebagainya.Perempuan bekerja di dalam bidang pertanian menurut pandangan kami lebih telaten, mendalam dan detil dibanding dengan bapak-bapak. Ketika dipegang perempuan menurut saya  persentase keberhasilannya bisa dibilang lebih tinggi daripada yang dikelola bapak-bapak." "Wawancara: Sudarmi, Sosok Perempuan Pelestari Hutan Jati Paliyan","Memang, kalau di sektor kehutanan secara umum itu agak kurang. Permasalahannya sektor hutan berhubungan dengan kayu. Ketika berhubungan dengan kayu atau olahan, lebih condong banyak laki-lakinya daripada perempuan.  Mongabay: Mengapa perempuan di sini bisa lebih aktif berorganisasi?Saya juga tidak tahu, apa karena mungkin ketuanya perempuan, jadi kami lebih mudah menggerakkan ibu-ibunya. Bahkan ketika melakukan tebangan kayu di situ juga ada perempuan yang ikut. Kami ikutkan dua perempuan untuk mencatat di buku ukur. Meski panas atau hujan, mereka kita libatkan di sana. Mongabay: Apa karena perempuan lebih bisa dipercaya?[Tertawa]. Nggak tahu juga ya. Yang jelas ketika perempuan ikut, yang saya lihat perempuan lebih disiplin, atau teliti. Saya lebih senang ketika kegiatan itu memang yang ikut perempuan. Jadi saya tekankan terutama di kelompok kami, saat kegiatan tebangan di lahan, saya mengajak ‘Ayo ke sini ibu-ibu. Bapak-bapak cuma bikin ribet saja.’ Mongabay: Masuknya banyak anggota perempuan itu ketika melakukan revitalisasi koperasi?Kalau di dalam koperasi memang iya. Kebanyakan perempuan setelah revitalisasi. Kita di KWLM istilahnya belum ada cabang. Koperasinya serba usaha dan simpan pinjam. Usaha kita tentang pengolahan kayu. Di situ ada gergaji dan sebagainya. Kita mengolah kayu, yang log kita olah di situ masih dalam bentuk setengah jadi.Kita bisa menjual barang setengah jadi, bisa juga ketika ada pesanan kita menjual barang jadi. Usaha kita memang penggergajian kayu. Mongabay: Seberapa jauh manfaat koperasi Wana Manunggal Lestari dalam meningkatkan kesejahteraan anggotanya?Memberikan kesejahteraan berupa pembelian kayu dengan harga pasti. Ketika koperasi membeli kayu, petani merasa terlindungi. Petani memilih menjual ke koperasi dibanding langsung menjual ke pembeli." "Wawancara: Sudarmi, Sosok Perempuan Pelestari Hutan Jati Paliyan","Kalau lewat koperasi kayu dihargai sesuai harga yang sudah menjadi kesepakatan. Petani yang berhubungan langsung dengan pembeli sering dipermainkan. Misalnya, kayu ukuran A2 semula harga Rp 2,3 juta, ketika ketemu pembeli dia bisa turunkan harga dengan alasan kayunya rusak, cacat, bengkok.  Mongabay: Apa susahnya perempuan jadi ketua koperasi perkayuan? Pernah ada yang meragukan kemampuan Anda?Kita harus bisa membagi waktu sebaik mungkin. Karena harus berbagi waktu dengan keluarga juga kan. Kadang ada juga yang meragukan, apa mungkin perempuan bisa memimpin, apalagi hutan identik dengan laki-laki. Saya tidak mau menunjukkan apa saya bisa atau tidak. Dijalani saja, nanti kelihatan hasilnya, berhasil atau tidak. Mongabay: Ada tulisan ‘Hutan adalah Emas Hijau Titipan Anak Cucu’ di papan nama HKm Sedyo Rukun, apa artinya?Yang namanya hutan, apa yang ditanam di tahun ini belum tentu kita yang bakal memanennya. Misalnya jati, jangka waktunya puluhan tahun. Kita tidak tahu umur kita sampai di mana, jadi itu untuk anak cucu kita. Mongabay: Apa pandangan Anda terkait fungsi hutan?Fungsi hutan sebenarnya untuk kesejahteraan masyarakat. Kelestarian hutan itu tidak berarti ketika kita tebang kayu dilakukan sebanyak-banyaknya untuk dapat hasil maksimal, bukan itu.Ada aspek kelestarian. Mungkin lima tahun pertama apa, lima tahun ke dua, apa, lima tahun ketiga apa, setelah tebang terus kegiatan kita apa. Itu yang namanya lestari. Ketika hutan kita lestari otomatis memberikan kesejahteraan untuk masyarakat. Mongabay: Masyarakat yang tinggal di kawasan hutan atau pinggir hutan sering dianggap masyarakat miskin. Banyak yang meragukan bahwa hutan bisa memberi kesejahteraan. Menurut Anda?" "Wawancara: Sudarmi, Sosok Perempuan Pelestari Hutan Jati Paliyan","Mungkin karena dia belum merasakan. Ketika dia sudah tahu apa fungsi hutan, apa manfaat hutan sebenarnya banyak yang bisa dimanfaatkan. Umumnya masyarakat sekitar hutan, mayoritas bertani saja. Kalau tidak mengelola hutan kita mau ngapain, kita kan tidak bisa bercocok tanam ke tempat lain. Bisanya kita cuma memanfaatkan hutan tersebut. ***Foto utama: Sudarmi, sosok pelestari hutan di Gunung Kidul. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia   [SEP]" "Hutan Mangrove Mageloo, Perjuangan Peraih Kalpataru Menghutankan Pesisir Pantai","[CLS]  Hutan bakau Mageloo, Ndete, Desa Reroroja, Kecamatan Magepanda, Kabupaten Sikka, NTT ini selalu jadi pilihan warga bertamasya di hari libur.Seperti pada Minggu (6/6/2021), sejumlah orang menikmati pesisir pantai berpasir putih setelah berjalan sekitar 500 meter di atas jembatan bambu yang membentang di tengah rimbunan pohon bakau Mageloo.Keindahan tempat wisata ini membuat Maumere Jazz Festival digelar di pantainya. Tercatat artis jazz papan atas tanah air tampil memikat puluhan ribu orang yang datang menyaksikan pentas musik gratis ini.“Sejak pandemi COVID-19 melanda, tempat wisata ini sepi pengunjung,” kata Anselina Nona pemilik hutan bakau Mageloo saat berbincang bersama Mongabay Indonesia di pondok sederhananya, Minggu (30/5/2021).Anselina hanya mengutip biaya Rp5 ribu per orang, bahkan menggratiskan kepada yang tidak mampu. Sebelum pandemi, dia bisa mendapat pemasukan hingga Rp500 ribu sehari saat hari libur. Sejak pandemi pendapatannya menurun hingga setengahnya.Pendapatan itu disisihkan Rp2 juta penggantian bambu jembatan yang sudah lapuk setiap 6 bulan sekali.baca : Vinsensius Tularkan Semangat Menanam Bakau di Desa Nobo   Menjaga WarisanDua tahun sudah, tepatnya pada 6 Maret 2019, Viktor Emanuel Raiyon atau Baba Akong, pencinta bakau yang menghutankan Mageloo meninggalkan warisan ekosistem mangrove.Almarhum pernah mengatakan kita tidak boleh lari dari alam, dan harus dekat dengan alam dengan mengubah itu cara kita memperlakukan alam.Beliau memang layak dikenang. Pada tahun 2008, ia meraih penghargaan Kalpataru Kategori Perintis Lingkungan dari Menteri Lingkungan Hidup, Rachmat Witoelar.Pada 2009, ia juga mendapatkan penghargaan Kalpataru Kategori Perintis Lingkungan dari Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara." "Hutan Mangrove Mageloo, Perjuangan Peraih Kalpataru Menghutankan Pesisir Pantai","Upayanya menghutankan bakau Mageloo juga meraih Juara I Film Dokumenter Metro TV Program Presiden “Hijaulah Indonesiaku” berjudul “Prahara Tsunami Bertabur Bakau”.“Saya bangga dengan ajak bapak menanam bakau. Kami berdua bisa makan bersama presiden di Istana Negara. Ini sebuah kebanggaan bagi kami sebagai masyarakat kecil ini,” ucap Anselina, isteri almarhum.baca juga : Samsul dan Samsir, Para Penjaga Hutan Mangrove Langkat Malah Terjerat Hukum  Bila ada desa atau dari pemerintah dan lembaga swasta, Anselina bisa membangun pondok agar masyarakat bisa berjualan di lokasi ini.Ia katakan ada pastor yang memelihara ikan bandeng di danau yang berada di tengah hutan bakau. Makanya,sekeliling danau dipagari dengan bambu.“Saya ada sertifikat di kawasan hutan mangrove ini. Kalau dijadikan aset desa saya tidak mengizinkan. Jalan masuk dari jalan negara menuju hutan mangrove juga telah saya beli,” ucapnya.Anselina tegaskan tetap menjaga warisan yang ditinggalkan almarhum suaminya. Kecintaannya akan bakau tumbuh berkat sang suami akan ia wariskan kepada tiga anak dan cucunya.Dia rutin menanam bakau setiap tahunnya di lokasi yang hanya berjarak beberapa puluh meter dari rumahnya tersebut. Terdata 9 juta pohon bakau di hutan mangrove Mageloo seluas sekitar 35 ha ini.“Saya dan anak-anak saya tetap semangat melanjutkan karya  suami saya. Kami akan terus menanam dan menanam sebab hutan bakau ini menyelamatkan manusia dan alam dari bahaya abrasi,” ucapnya.menarik dibaca : Para Perempuan Pencari Kepiting dari Hutan Mangrove Merauke  Ramai DikunjungiSebelum pandemi, banyak wisatawan asing juga menyambangi lokasi ini. Beberapa menteri dan Dirut bank pemerintah juga pernah datang mengunjungi hutan bakau saat acara festival musik jazz." "Hutan Mangrove Mageloo, Perjuangan Peraih Kalpataru Menghutankan Pesisir Pantai","Acara yang digelar Minggu (16/10/2020) di tengah hutan bakau ini menghadirkan artis jazz papan atas nasional. Kepala Bappenas, Ketua Komisi IX DPR RI serta Gubernur NTT pun melakukan penanaman bakau di tempat ini.Bahkan  Kepala BNPB Doni Monardo di sela-sela kunjungan ke lokasi bencana di Adonara, Flores Timur dan Lembata pun menyempatkan diri mampir ke hutan bakau ini.Doni ikut menanam bakau dan meminta kepada Anselina untuk merawatnya hingga tumbuh besar. Dirinya berjanji akan datang lagi ke hutan bakau ini.Anselina mengaku mau menata tempat wisata ini menjadi lebih baik namun terkendala dana.Rimbunnya bakau membuat lebah pun bersarang di pohon-pohon bakau. Kerang dan ikan melimpah di kawasan ini.Anak almarhum Baba Akong, Alfonso Doni Raiyon mengaku melarang nelayan melepas pukat di sekitar hutan bakau agar ikan-ikan kecil dan yang sedang bertelur tidak terkena jaring.Doni mengaku banyak monyet termasuk monyet ekor panjang juga berada di hutan bakau ini. Ia sebutkan,apabila setiap hari diberi makan makan monyetnya akan berkerumun di jalan di dekat hutan bakau sebelah utara rumahnya.“Potensinya besar apabila ditata dengan baik namun kami tidak memiliki dana. Apalagi saat pandemi Corona ini kunjungan wisatawan lokal juga menurun,” ungkapnya.Doni mengaku, tidak memungut biaya apabila pengunjung yang datang tidak memiliki uang. Pengunjung pun diminta agar tidak membuang sampah plastik di areal hutan bakau termasuk di pesisir pantai berpasir putih.baca juga : Gurihnya Kerupuk Jeruju dari Hutan Mangrove Lubuk Kertang  Berbagai JenisSemenjak 1992, satu demi satu pohon bakau ditanam almarhum Baba Akong bersama istri.Selama 28 tahun menanam bakau dan menghutankan beberapa wilayah di Indonesia membuat Baba Akong menamai sendiri 15 jenis bakau dalam bahasa Indonesia. Bahkan ia paham benar manfaat dari setiap jenisnya." "Hutan Mangrove Mageloo, Perjuangan Peraih Kalpataru Menghutankan Pesisir Pantai","Ada empat jenis bakau Akar Tongkat serta Bunga Warna Merah Muda. Ada juga dua jenis bakau Akar Papan yakni kulitnya warna hitam dan warna cokelat.Selain itu ada bakau Akar Nafas, Akar Lutut, Kacang Hijau,Santigi, Gaharu, Buah Jeruk, Biji Lamtoro, Pandan Laut dan bakau Waru Laut.Anselina mengaku pihaknya pun bersama kelompok Pantai Lestari mendapatkan program penanaman bakau dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2020 lalu. Kepala UPT KPH Sikka dan staf juga turun langsung ikut menanam bakau.Doni sang anak menimpali, sekarang tidak ada sistem proyek saat menanam bakau. Uangnya langsung ditransfer ke kelompok dan staf KLHK datang cek di lokasi selain foto terkait kondisi bakau yang ditanam.Dulu, jelasnya, banyak proyek pemerintah berdana besar terkait penanaman bakau, namun kebanyakan gagal dan bakau yang ditanam mati.“Sejak 2 tahun lalu bakau terserang hama ulat berwarna merah berukuran kecil. Kami punya 10 ribu anakan habis terserang hama. Meskipun bakau tumbuh besar tetapi batangnya keropos,” ujarnya. Meski begitu, mereka tidak putus asa dan terus menanam bakau di dalam polybag.baca juga : Kala Hutan Mangrove jadi Penyelamat Lingkungan dan Ekonomi Warga Paremas  Kepala Unit Pelaksana Teknis Kesatuan Pengelola Hutan (UPT KPH) Kabupaten Sikka, Benediktus Herry Siswadi mengatakan KLHK meluncurkan program padat karya penanaman bakau bagi masyarakat yang terdampak COVID-19.Herry sapaannya menjelaskan, Kabupaten Sikka mendapatkan jatah penanaman 30 ribu propagul dan bibit bakau pada lahan 20 ha. Untuk Desa Reroroja Kecamatan Magepanda seluas 10 ha dengan 10 ribu anakan oleh kelompok tani Pantai Lestari beranggotakan 10 orang." "Hutan Mangrove Mageloo, Perjuangan Peraih Kalpataru Menghutankan Pesisir Pantai","Untuk Desa Kolisia, Kecamatan Magepanda seluas 5 ha dengan jumlah anakan 5 ribu yang dilakukan kelompok tani Cinta Alam beranggotakan 15 orang. Sedangkan di Kelurahan Kota Uneng, Kecamatan Alok dilaksanakan oleh kelompok tani Poma Laut sebanyak 15 orang dengan luas lahan 5 ha.“Kelompok di Desa Reroroja merupakan kelompok aktif dan terus bersemangat menanam bakau meskipun tidak ada dana dari pemerintah. Tanaman bakau yang rusak akibat banjir pun mereka ganti dengan yang baru lagi,” tambahnya.  [SEP]" "Mengenal Pisang Raksasa Endemik Papua, Ini Foto-fotonya","[CLS]     Tinggi tumbuhan ini bisa mencapai 10-15 meter. Bahkan di hutan dan kebun warga di Papua, pisang ini bisa setinggi 25 meter. Pisang raksasa dari Papua, begitu biasa orang-orang menyebutnya.Data Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Manokwari, menyebutkan, pisang raksasa yang ditemukan di Papua ini tumbuhan endemik yang memiliki nama latin Musa ingens atau Musa ingens N.W.Simmonds.Pisang raksasa ini, pertama kali dikoleksi sebagai spesimen oleh Womersley, J.S dan Simmonds N.W. pada 22 Desember 1954 di New Guinea. Ia disimpan sebagai spirit colection pada Herbarium Kew Inggris.   Batang pisang ini biasa berdiameter 70 cm dengan tinggi 10–15 m. Meskipun begitu, penuturan masyarakat diameter pohon bisa 1-1,5 meter dengan tinggi sekitar 25 meter bahkan lebih.Daun berbentuk macam pisang umumnya dengan ukuran lebih besar, lebar sekitar satu meter dan panjang sampai enam meter. Ukuran buah diameter bisa 4-6 cm dan panjang sekitar 10–15 cm. Ukuran tandan seperti pisang umumnya dengan diameter sekitar 35-50 cm, panjang 70-80 cm.Hadi Warsito dari BP2LHK Manokwari memberikan informasi soal pisang ini. Dia bilang, warna kulit buah hijau saat muda dan kekuningan ketika masak.Buah pisang ini memiliki biji cukup banyak dengan ukuran lebih besar atau sama dengan pisang umumnya. Jenis pisang ini tumbuh di pegunungan ketinggian 1.000-1.700 mdpl.  Sebaran jenis ini hanya ada di Pulau Papua, meliputi Manokwari (Cagar Alam Pegunungan Arfak), Kaimana, Teluk Wondama dan Fak-Fak (Cagar Alam Fak-Fak Tengah). Juga di Kabupaten Yapen (Cagar Alam Yapen Tengah) dan di Kabupaten Tambrauw (Banfot dan Esyom Muara Kali Ehrin)Biasa, pisang raksasa ini tumbuh di hutan sekunder atau hutan bekas kebun dan kanan kiri jalan dengan tanah bersubstrat atau solum tanah dalam." "Mengenal Pisang Raksasa Endemik Papua, Ini Foto-fotonya","Jenis pisang ini tumbuh bergerombol atau terpisah dan biasa berasosiasi dengan jenis Lithocarpus rufovillosus, Musa arfakiana, Musa balbisina, Dodonaea viscos, Piper umbellatum dan Alphitonia macrocarpa.Ayub Yekwam, Kepala Kampung Banfot, Kabupaten Tambrauw, Papua Barat, mengatakan, , buah pisang ini tidak dikonsumsi masyarakat setempat ataupun mereka konsumsi terbatas. Alasannya, biji banyak hingga kurang disukai. Warga hanya gunakan daun pisang untuk atap rumah darurat di hutan, alas duduk dan alas makanan. Sedangkan pelepah, katanya, untuk menyimpan hasil buruan atau hasil kebun.  Bahkan, kata Ayup, buah pisang raksasa atau yang mereka sebut dalam bahasa lokal dengan ndowin atau apit sepoh ini tidak mereka konsumsi karena dianggap pamali. Mereka hanya pakai untuk kegunaan lain seperti obat-obatan. Ayup punya pisang ini di kebunnya.“Ndowin atau apit sepoh ini tidak bisa kami makan karena dianggap pamali. Kami biasa pake untuk obat atau buat dinding rumah begitu saja”Yewen, warga Kampung Sikor mengatakan, apit seboh bisa dimakan namun banyak sekali biji. Menurut kepercayaan warga, untuk mengurangi biji, saat menebang tak boleh pakai parang melainkan menikam batang tepat di bagian akar hingga roboh, barulah mulai mengambil buahnya.“Pisang ini ada di kami punya tempat, Esyom, Muara Kali Ehrin.”  Hadi Warsito, Richard Gatot Nugroho dan Pudja Mardi Utomo dari BP2LHK Manokwari mengatakan, pisang raksasa ini termasuk langka, belum ada budidaya karena pemanfaatan belum diketahui pasti.Menurut mereka, pisang raksasa ini tumbuh begitu saja tanpa budidaya. Keberadaan tumbuhan ini terancam kala pembangunan marak mengubah hutan jadi peruntukan lain.“Mungkin akan habis karena marak pembangunan di Papua saat ini,” kata Hadi.    ****** Keterangan foto utama: Pisang raksasa endemik Papua. Foto: Safwan Ashari Raharusun   [SEP]" "Denisovan, DNA Manusia Purba Pertama Ditemukan di Kawasan Wallacea","[CLS]    Temuan baru. Denisovan, DNA manusia purba pertama ditemukan Kawasan Wallacea.  DNA ini terungkap berkat temuan kerangka tak utuh, di Teras Leang Paningnge, Kawasan Mallawa, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan pada 2015 di kedalaman 190 cm.Adalah Bèssè, seorang perempuan yang diperkirakan meninggal rentang usia antara 17-18 tahun dengan rangka tertekuk berbaring, orientasi utara-selatan. Pada 2018, kerangka tak utuh itu diangkat dengan penuh kehati-hatian.Setelah melewati proses penelitian, terungkaplah,  kalau ini merupakan temuan DNA manusia purba pertama di Kawasan Wallacea, khusus Sulawesi Selatan.“Rasanya penuh semangat. Selama ini, pengangkatan rangka sangat jarang. Apalagi waktu itu kami sudah perkiraan usia 7.000 tahun lalu, karena asosiasi temuan alat batunya,” kata Basran Burhan, arkeolog yang terlibat dalam penelitian ini. Dia kandidat doktor untuk Geoarkeologi di Griffith University Australia.Baginya, temuan rangka di Paningnge seperti mengisi sekrup atau celah masa lalu yang kosong. Ketika ekstrak DNA itu didapat, dan menampilkan beragam genetik, ini membuat Basran makin bergairah.   Dalam ekstrak itu ditemukan DNA manusia yang berasosiasi dengan budaya Hoabinian pada penggalian Laos dan Malaysia, yang berkembang pada 40.000-4.000 tahun lalu. Juga terdapat DNA Onge, suku pemburu pengumpul di Kepulauan Andaman, yang ada hingga kini.“Jadi, manusia Paningnge ini berada di tengah. Dia memiliki DNA manusia pra-modern hingga manusia modern,” katanya.Dalam beberapa publikasi Denisovan dianggap sebagai nenek moyang leluhur miterius manusia saat ini. Mereka berkembang di wilayah Siberia–saat ini Rusia –dan menyebar. Kerabat dekatnya dari pohon genetik adalah manusia Neanderthal yang berkembang di wilayah Eropa." "Denisovan, DNA Manusia Purba Pertama Ditemukan di Kawasan Wallacea","“Jika demikian, maka kemungkinan, percampuran atau pertemuan orang-orang ini berada di Kawasan Wallacea. Jika bicara pola migrasi manusia hingga ke Sahul (Papua dan Australia waktu masih satu daratan), pasti akan melewati Kawasan Wallacea dan Sulawesi jadi salah satu pulau terbesar dalam lingkupnya.”  Sejak 1950, ketika para arkeolog intens menelisik keberadaan gua-gua prasejarah dengan ratusan lukisan, tak pernah ditemukan rangka manusia pendukungnya. Rentang usia lukisan di Kawasan Maros-Pangkep yaitu 45.500-18.000 tahun lalu.Periode lukisan dinding inilah yang memunculkan hipotesa bagi para arkolog. Karena babakan periode kebudayaan di Sulawesi Selatan, memunculkan masyarakat Toala–antara 8.500-1.500 tahun lalu, yang hingga saat ini belum ditemukan lukisan.Kemudian, lukisan melompati dari periode Toala lalu muncul kembali pada periode Austronesia pada 4.000 tahun lalu. Ia memiliki tinggalan lukisan antara 1.600-1.400 tahun lalu, dengan ciri lukisan berwarna hitam.Untuk temuan rangka Bèssè yang diketahui sebagai masyarakat Toala, terawetkan sejak 7.300–7.200 tahun lalu ini mulai memberi gambaran kecil. Apakah mungkin nenek moyangnya yang membuat lukisan dinding itu?Mari melihat pelan-pelan temuan DNA di Kawasan Asia Tenggara dengan iklim tropis ini. Sebelum Bèssè, informasi genetik mengenai moyang misterius ini hanya dua kerangka dari Pha Faen di Laos, antara 7.939 – 7.751 tahun lalu. Gua Cha di Malaysia pada 4.400–4.200 tahun lalu.   DNA ini diekstraksi dari tulang padat di belakang bagian telinga tengkorak, disebut petrous –tulang yang dalam bahasa latin disebut “berbatu.” Tulang keras ini yang memungkinkan dia bertahan. Terlebih, wilayah temuan dari tempat beriklim tropis yang panas dan lembab.Sampel tulang itu dikirim ke Institut Max Planck, Jerman. Meskipun sebagian besar ekstraksi DNA terdegradasi dan dan sebagian besar tak dapat dipulihkan, sekitar 2% dapat diselamatkan." "Denisovan, DNA Manusia Purba Pertama Ditemukan di Kawasan Wallacea","Meski rendah, namun informasi itu cukup untuk menyelidiki nenek moyang manusia Sulawesi. Bèssè, juga berbagi susunan genetiknya dengan orang-orang asli Australia dan Papua, saat ini.Saat ini, di Sulawesi,  sebagian besar memiliki kerabat langsung genetik dari era Neolitik, dimana mereka datang sekitar 4.000 tahun lalu. Mereka lakukan perjalanan panjang dari Tiongkok menuju Taiwan, lalu masuk di punggung Pulau Sulawesi–saat ini wilayah Kalumpang Sulawesi Barat.Di Sulawesi Selatan, dalam pembabakan periode kebudayaan, para arkeolog menggunakan terminologi untuk masa prasejarah sebagai Toala. Budaya Toalean ini bercirikan dengan mata panah bergerigi (Maros point).Selain itu, mikrolit dari alat batu. Kemudian, masyarakat pendatang adalah penutur Austronesia, yang sudah mengenal pertanian dan domestikasi hewan.Basran mengatakan, menemukan rangka manusia di Kawasan Karst Maros-Pangkep sesuatu yang menakjubkan. Pada 2018, dia yang mengangkat kerangka itu.  Rumah purba yang rentanLeang Paningnge atau dalam bahasa Bugis berarti kelelawar (panning) adalah gua dengan dua mulut besar. Secara adminitrasi gua ini berada di Desa Batu Pute, Kecamatan Mallawa, Maros.Paningnge adalah gua raksasa, plafonnya berada di ketinggian dengan udara sejuk. Di depannya, ada tebing karst juga berderet cerukan gua. Di punggungan bukit ada tiga penginapan baru yang menjadi cikal bakal wisata.Di punggung Leang Paningnge, adalah jalan utama penghubung desa antara Batu Pute menuju Wanua Waru. Kalau truk melintas, getaran terasa hingga dalam gua.Gua ini juga tak terawat. Ada ratusan tulisan di dinding gua, baik dari arang, atau spidol oleh para pengunjung. Beberapa waktu lalu, gua ini dalam kampanye politik akan jadi lokasi wisata air. Dinas Pariwisata Maros, bahkan sudah menginisiasi model wisata guanya." "Denisovan, DNA Manusia Purba Pertama Ditemukan di Kawasan Wallacea","Irwan, warga lokal juga menjadi juru pelihara melalui BPCB Sulawesi Selatan, mengatakan, sebelum ada penelitian di gua, tempat itu jadi tempat anak-anak muda sebagai bersantai.Pada awal 2000-an, badan gua yang besar disulap menjadi lapangan bulu tangkis, menggunakan penerangan lampu petromaks.Secara umum, perlakuan situs bagi masyarakat awam adalah gua yang memiliki lukisan dinding. Leang Paningnge adalah gua yang tak memiliki lukisan, namun ada kotak keilmuan dalam lantai guanya.Sedimen yang terendapkan dalam lingkungan Gua Paningnge tidak memiliki banyak perubahaan suhu secara ekstrem dan ini membantu proses preservasi DNA dengan baik.Pada 22 Agustus 2021, ketika saya, Basran dan Fardi–arkeolog yang juga terlibat dalam penelitian–mengunjungi Paningnge, gua itu begitu nyaman. Sekitar 40 meter sebelah selatan, terdapat sungai yang saban waktu mengalir. Aliran sungai itu juga satu sistem hidrologi dari perut Paningnge.Paningnge adalah rumah nyaman. “Betul sekali. Saya sepakat dengan itu. Sekarang saja rasanya kita betah berlama-lama di gua ini. Ada air yang dekat dan guanya tidak pengab,” kata Fardi.Saya juga terperangah di lantai mulut gua, ratusan artefak batu tersebar. Tak susah menemukan mikrolit, alat serpih, mata panah, hingga lancipan tulang. Yang mengagumkan lagi, tersingkapnya tulang rahang manusia di permukaan.Rahang itu, masih menampilkan gigi depan geraham yang masih menempel. Ketika Fardi, mencoba mengorek dengan kayu kecil, dan membuka sedikit selubung tanah tampilan rahang makin jelas.“Ini tulang manusia,” katanya.Irwan, hampir saban waktu menjadi penjaga Gua Paningnge dan selalu menyapu lantai gua itu, juga keheranan. “Saya nda tahu kalau itu tulang. Ini baru saya lihat juga.”Tulang itu, dibiarkan saja, dilindungi dengan batuan di sekelilingnya agar hujan dari mulut gua tak menggerusnya.     A post shared by Mongabay Indonesia (@mongabay.id)   [SEP]" "Catatan Akhir Tahun : Era Baru Pengelolaan Perikanan Tangkap Dimulai pada 2022","[CLS]  Menyambut pergantian tahun yang tinggal menghitung hari, Pemerintah Pusat terus menata sektor kelautan dan perikanan agar bisa memberikan manfaat semakin banyak untuk kehidupan. Penyiapan program dilakukan, karena ada ketidakteraturan penataan yang terjadi pada masa sebelumnya.Salah satu program yang disiapkan sebagai “bintang” untuk sektor kelautan dan perikanan, adalah penerapan kebijakan penangkapan ikan secara terukur. Kebijakan tersebut rencananya akan mulai diterapkan pada 2022 mendatang.Saat ini, kebijakan tersebut masih belum bisa diterapkan, karena peraturan yang akan mendukung pelaksanaan di lapangan masih dalam tahap penyusunan. Peraturan tersebut direncanakan akan disahkan segera menjadi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP).Sebagai “pelindung” untuk penerapan kebijakan di lapangan, Permen KP tentang penangkapan ikan secara terukur akan dikejar proses penyelesaiannya dengan waktu yang cepat. Dengan demikian, diharapkan pada medio awal 2022 sudah bisa disahkan dan bisa diterapkan.Direktur Pengolahan Sumber daya Ikan yang juga Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (DJPT KKP) Trian Yunanda dalam Konferensi Pers Catatan Akhir Tahun 2021 dan Proyeksi 2022 DJPT KKP di Jakarta, Rabu (15/12/2021) mengatakan, kebijakan penangkapan ikan secara terukur akan menjadi program prioritas yang dijalankan KKP.Melalui program itu, KKP berharap bisa mendulang banyak rupiah dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Harapan besar itu muncul, karena kebijakan tersebut diyakini akan bisa menata kembali pengelolaan subsektor perikanan tangkap menjadi lebih baik lagi.baca : Penangkapan Terukur, Masa Depan Perikanan Nusantara  " "Catatan Akhir Tahun : Era Baru Pengelolaan Perikanan Tangkap Dimulai pada 2022","Secara umum, KKP menargetkan PNBP bisa mencapai angka Rp1,4 triliun pada 2022. Target itu diharapkan bisa dikumpulkan, selain dari perikanan tangkap, juga dari subsektor lainnya seperti perikanan budi daya, pengelolaan ruang laut, dan yang lainnyaMenurut Trian Yunanda, agar kebijakan tersebut bisa berjalan baik, KKP akan melakukan penataan lebih dulu dari segi infrastruktur yang mencakup pelabuhan yang menjadi tempat pendaratan ikan di seluruh Indonesia.“Utamanya, yang ada di sekitar lokasi penangkapan di WPPNRI (Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia). Pelabuhannya kita benahi dulu,” jelas dia.Untuk penataan kembali fasilitas pelabuhan, KKP juga akan membangun dengan mengembangkannya menjadi pelabuhan ramah lingkungan. Dengan demikian, pada April tahun depan diharapkan pelabuhan ramah lingkungan sudah bisa dimulai untuk pembangunan.Total, ada 79 pelabuhan perikanan yang disiapkan untuk bisa mendukung penerapan kebijakan penangkapan ikan secara terukur. Pelabuhan-pelabuhan tersebut akan menjadi tempat pangkalan bagi kapal yang mendapatkan perizinan dari KKP, salah satunya untuk pendaratan hasil tangkapan.Sarana dan prasarana yang ada di seluruh pelabuhan tersebut akan dikembangkan untuk bisa menyesuaikan dengan rencana penarikan PNBP pasca produksi. Selain itu, aspek sumber daya manusia (SDM) juga tak luput dari pengembangan, karena penerapan pasca produksi akan memerlukan peran dari SDM.Khusus untuk pelabuhan ramah lingkungan, KKP sudah menyiapkan pengembangan di empat lokasi pelabuhan perikanan. Kemudian, juga dilakukan pengembangan untuk pelabuhan perikanan yang terintegrasi dengan pasar ikan internasional.“Pengembangan tersebut akan dilakukan di 11 lokasi. Juga akan ada pengembangan untuk 66 lokasi pelabuhan perikanan di 23 provinsi,” papar dia." "Catatan Akhir Tahun : Era Baru Pengelolaan Perikanan Tangkap Dimulai pada 2022","Empat pelabuhan perikanan ramah lingkungan dikembangkan di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Belawan, Sumatera Utara; PPS Bitung, Sulawesi Utara; PPS Kendari, Sulawesi Tenggara; dan PPS Cilacap, Jawa Tengah.baca juga : Pengawasan Terintegrasi untuk Penangkapan Ikan Terukur Mulai Awal 2022  Selain fasilitas pelabuhan, penataan juga mencakup pada aspek rantai pasok yang bertugas untuk mengawasi sejauh mana distribusi hasil tangkapan dari sejak hulu hingga ke hilir. Penataan tersebut diharapkan bisa memetakan lebih detail rantai pasok.Direktur Kapal Perikanan dan Alat Penangkapan Ikan KKP Mansur mengatakan bahwa fokus yang sedang dilakukan oleh subsektor perikanan tangkap saat ini adalah bagaimana pengelolaan bisa berjalan dengan tetap menjaga prinsip ramah lingkungan.Prinsip tersebut diterapkan dengan dimulai dari pemberlakuan alat penangkapan ikan (API) tidak merusak lingkungan. Ketetapan itu ada dalam Permen KP No.18/2021 tentang Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di WPPNRI dan Laut Lepas Serta Penataan Andon Penangkapan Ikan.Pemberlakuan peraturan tersebut, menegaskan bahwa API yang dinilai tidak ramah lingkungan seperti cantrang, harus dengan API jenis jaring tarik berkantong yang dinilai sudah ramah lingkungan. Dengan API yang ramah lingkungan, maka diharapkan itu bisa menjaga ekosistem di laut dan pesisir. Prinsip Ekonomi BiruFokus dengan menjaga prinsip ramah lingkungan tersebut, tetap dilakukan KKP pada 2022 mendatang. Di mana, pada tahun tersebut KKP fokus menerapkan ekonomi biru yang secara prinsip akan melaksanakan program kerja dengan menyeimbangkan kegiatan ekonomi dan pengelolaan ekologi di laut.Dalam melaksanakan prinsip keseimbangan tersebut, KKP fokus pada empat aspek yaitu biologi, lingkungan, ekonomi dan sosial.perlu dibaca : Penangkapan Ikan Terukur, Bisa Tekan Laju Perubahan Iklim  " "Catatan Akhir Tahun : Era Baru Pengelolaan Perikanan Tangkap Dimulai pada 2022","Aspek biologi untuk menjaga kelestarian sumber daya ikan untuk keberlanjutan produktivitas. Kemudian, aspek lingkungan untuk meminimalkan dampak penangkapan ikan terhadap lingkungan dan sumber daya ikan (SDI).Ketiga, aspek ekonomi untuk bisa menerima pendapatan yang optimal dan berkelanjutan bagi Negara, masyarakat, dan pelaku usaha. Dan terakhir, adalah aspek sosial untuk bisa menyediakan lapangan pekerjaan, tercipta harmoni antar pemangku kepentingan, dan menjaga kedaulatan Negara.Dengan mengacu pada empat aspek tersebut, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini meyakini kalau pengelolaan subsektor perikanan tangkap akan fokus pada pelaksanaan efisiensi pengelolaan sumber daya alam (SDA), manfaat ekonomi dan sosial yang seimbang, serta menjaga kelestarian ekologi dan keanekaragaman hayati.Semua tujuan itu, mengerucut pada satu program kerja yang menjadi prioritas dan unggulan dari subsektor perikanan tangkap. Program tersebut akan diterapkan mulai 2022 mendatang, dan tidak lain adalah penangkapan ikan secara terukur.Bagi KKP, kebijakan penangkapan ikan secara terukur akan menjadi kebijakan penting dan lompatan besar reformasi perikanan tangkap. Di dalamnya diatur secara detail tentang aktivitas penangkapan ikan dengan pendekatan pascaproduksi (output control).Pendekatan tersebut berbeda dengan sebelumnya yang menggunakan cara praproduksi (input control). Cara tersebut dinilai mengandung banyak kelemahan yang bisa merusak lingkungan, PNBP tidak maksimal, dan penangkapan berlebih (over fishing) yang tidak terkendali.Sebaliknya, dengan menggunakan pendekatan pascaproduksi, optimalisasi bisa dilakukan di semua lini. Misalnya, pengendalian bisa dilakukan melalui perizinan, dengan mempertimbangkan kuota penangkapan per kapal perikanan.baca juga : Penangkapan Terukur dan Penerapan Kuota Apakah Layak Diterapkan?  " "Catatan Akhir Tahun : Era Baru Pengelolaan Perikanan Tangkap Dimulai pada 2022","Juga, hasil tangkapan pelaku usaha juga akan didasarkan pada kuota yang sudah ditetapkan kepada mereka. Paling penting, PNBP juga bisa optimal diterima karena perhitungannya didasarkan pada metode pascaproduksi mengacu pada jumlah tangkapan ikan yang didaratkan.Selain itu, penghitungan PNBP juga dilakukan dengan menyesuaikan kontrak yang sudah disepakati, yaitu menggabungkan hitungan praproduksi dan pascaproduksi. Itu artinya, pemasukan kas Negara bisa diproyeksikan berdasarkan nilai alokasi SDI sesuai perizinan yang diberikan.Sebagai kebijakan terbaru, penangkapan ikan terukur akan mengatur secara detail aspek pengaturan yang akan berlaku. Di antaranya, adalah area penangkapan ikan; jumlah ikan yang boleh ditangkap berdasarkan kuota volume produksi; dan musim penangkapan ikan.Kemudian, jumlah dan ukuran kapal; jenis alat tangkap; pelabuhan perikanan sebagai tempat pendaratan/pembongkaran ikan; penggunaan anak buah kapal (ABK) lokal; suplai pasar domestik dan ekspor ikan harus dilakukan dari pelabuhan di WPPNRI yang ditetapkan; dan jumlah pelaku usaha, dengan memberlakukan sistem kontrak untuk jangka waktu tertentu.Dengan semua pengaturan tersebut, dampak positif akan bisa dirasakan di waktu mendatang. Menurut Zaini, manfaat itu di antaranya adalah stok ikan dan kesehatan laut akan terjaga, distribusi pertumbuhan ekonomi di daerah yang lebih merata, dan kesejahteraan masyarakat akan meningkat.Kemudian, akan terwujudnya akurasi data penangkapan dan kemudahan untuk menelusuri asal usul hasil tangkapan (fish traceability); penambahan serapan tenaga kerja; serta peningkatan PNBP dan kontribusi sektor KP pada perekonomian nasional.baca juga : Menanti Model Penangkapan Ikan Terukur Diterapkan di Laut Nusantara  " "Catatan Akhir Tahun : Era Baru Pengelolaan Perikanan Tangkap Dimulai pada 2022","Lebih detail, Koordinator Bidang Program DJPT KKP Ukon Ahmad Furqon menyebutkan bahwa penerapan kebijakan juga akan didukung dengan pemberlakuan zonasi WPPNRI. Dari 11 WPPNRI, KKP membaginya ke dalam tiga zonasi, yaitu zonasi penangkapan ikan berbasis kuota, zona penangkapan ikan non kuota, dan zona penangkapan ikan terbatas.Untuk zona penangkapan ikan terbatas, WPPNRI 714 menjadi lokasi yang ditetapkan dengan cakupan area adalah perairan Laut Teluk Tolo dan Laut Banda. Kemudian, untuk zona penangkapan ikan non kuota ditetapkan di tiga WPPNRI, yaitu zona 05 di 571 (perairan Selat Malaka dan Laut Andaman), dan zona 06 di 712 (perairan Laut Jawa) dan 713 (perairan Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, dan Laut Bali).Di luar dua zonasi tersebut, KKP mengelompokkan WPPNRI tersisa ke dalam zona penangkapan ikan berbasis kuota. Ada WPPNRI 711 (Perairan Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut Natuna Utara), 715 (perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram, dan Teluk Berau), dan 716 (Perairan Laut Sulawesi dan sebelah utara Pulau Halmahera).Kemudian, ada juga WPPNRI 717 (Perairan Teluk Cendrawasih dan Laut Lepas (Samudera Pasifik)), 718 (perairan Laut Aru, Laut Arafuru, dan Laut Timor bagian Timur), 572 (perairan Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda), dan 573 (perairan Samudera Hindia sebelah selatan Jawa hingga sebelah selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor bagian Barat), dan Laut Lepas (Samudera Hindia).baca juga : Tuntutan Perikanan Tuna Global Makin Ketat Terkait Ketelusuran dan Aspek Ekologisnya  Dengan mengelompokkan zonasi WPPNRI, seluruh kuota yang diberikan kepada kapal perikanan, ditentukan oleh Komisi Nasional Pengkajian Sumber daya Ikan (Komnas Kajiskan). Kuota ditentukan dari hasil kajian stok ikan yang dilakukan Komnas Kajiskan bersama organisasi pengelolaan perikanan regional (RFMO)." "Catatan Akhir Tahun : Era Baru Pengelolaan Perikanan Tangkap Dimulai pada 2022","Adapun, kuota yang ditentukan mencakup kuota untuk komersial dengan ketentuan sampai dengan 12 mil laut, dengan perizinan berusaha; serta di atas 12 mil laut dengan sistem kontrak dan perizinan berusaha.Kuota untuk nelayan, diatur sampai dengan 12 mil dengan perizinan berusaha; dan di atas 12 mil laut diatur dengan perizinan berusaha. Sedangkan kuota non komersial adalah Pendidikan dan/atau pelatihan perikanan, penelitian atau kegiatan ilmiah lainnya, dan/atau kesenangan wisata.  [SEP]" "Kematian Gajah Sumatera Masih Terjadi di Aceh","[CLS]   Kasus matinya gajah sumatera di Provinsi Aceh masih berlanjut. Data yang dirilis Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Aceh menunjukkan, dari Januari hingga Maret 2021, sebanyak empat gajah liar mati, baik itu dewasa maupun anakan.Gajah yang mati pertama ditemukan pada 12 Januari 2021 di Desa Blang Rakal, Kecamatan Pintu Rime Gayo, Kabupaten Bener Meriah.Kepala BKSDA Aceh, Agus Irianto mengatakan, saat itu masyarakat dan Muspika Kecamatan Pintu Rime Gayo dan Conservation Response Unit [CRU] DAS Peusangan tengah melakukan penggiringan gajah liar.Agus menyebutkan, hasil nekropsi yang dilakukan tim dokter BKSDA Aceh dan Pusat Kajian Satwa Liar Universitas Syiah Kuala menunjukkan, gajah betina tersebut berumur sekitar 10 tahun dan sedang mengandung.“Tim dokter hewan dan Polres Bener Meriah tidak menemukan adanya bekas kekerasan fisik baik luka tembak, luka sayat, luka tusuk, maupun luka terbakar,” tambah Agus.Berdasarkan hasil nekropsi secara makroskopis, diduga kematian gajah liar itu akibat keracunan pupuk. “Namun untuk memastikan penyebabnya, sampel organ berupa hati, limpa, paru-paru, usus, isi lambung, lidah, dan feses telah dikirim ke Pusat Laboratorium Forensik untuk dilakukan uji itoksikologi,” ujarnya.Baca: Keracunan Pupuk, Gajah Sumatera Betina Mati di Bener Meriah  Berikutnya, 4 Maret 2021, ditemukan gajah mati di Desa Alue Meuraksa, Kecamatan Teunom, Kabupaten Aceh Jaya. Gajah jantan usia 10 tahun itu diperkirakan mati akibat infeksi luka di kaki kiri depan akibat terkena jerat.Kasat Reskrim Polres Aceh Jaya, AKP Miftahuda Dizha Fezuono mengatakan, bangkainya ditemukan masyarakat dan disampaikan ke perangkat desa yang selanjutkan dilaporkan ke Polsek Teunom hingga ke Polres Aceh Jaya.“Kami melihat langsung, kaki kiri depannya terlihat infeksi dan ada tali bekas jerat. Kami tidak bisa memastikan penyebab kematian, namun saat ditemukan gadingnya masih utuh.”" "Kematian Gajah Sumatera Masih Terjadi di Aceh","Kepala BKSDA Aceh, Agus Irianto mengatakan, bangkai gajah tersebut ditemukan di kawasan hutan areal penggunaan lain [APL]. Di sekitar lokasi kematian tidak ditemukan hal-hal mencurigakan, kecuali sisa ikatan tali tambang yang masih melekat di kaki kiri depan gajah.“Sebagian tali itu bahkan telah tertutup jaringan otot.”Agus mengatakan, hasil nekropsi menunjukkan kematian gajah itu sekitar 20 jam sebelum ditemukan. “Kondisi satwa yang lemah menyebabkan imunitas tubuh menurun dan memperparah infeksi luka, sehingga bakteri menyebar ke seluruh tubuh dan berujung pada kematian,” tambah Agus.Baca: Inong, Bayi Gajah Sumatera yang Terjebak di Kubangan Itu Mati  Anak gajah matiSebelumya, 3 Maret 2021, Inong, anak gajah sumatera yang berumur sekitar sebulan, yang dirawat di Pusat Konservasi Gajah (PKG) milik BKSDA Aceh di Saree, Kabupaten Aceh Besar, mati.Inong terpisah dari induknya karena terperosok ke kubangan lumpur di kawasan hutan Kecamatan Tiro, Kabupaten Pidie.Warga Desa Panton Beunot, Kecamatan Tiro, Helmi pada 10 Februari 2021 mengatakan, masyarakat awalnya melihat kawanan gajah liar mandi di kubangan air pada Minggu [07/2/2021]. Jumlahnya sekitar 18 individu. Lokasinya, sekitar 50 meter dari permukiman penduduk.“Namun, dua hari kemudian, warga melihat ada anak gajah yang terjebak di kubangan lumpur tersebut. Di sekitar kubangan masih ada induk dan kawanannya,” ujarnya.Helmi yang sehari-hari bertani itu mengatakan, warga segera melaporkan kejadian tersebut ke perangkat desa hingga ke Muspika Kecamatan Tiro.“Warga coba menolong, namun ketika mendekati kubangan makan sang induk dan gajah lainnya mendekat kubangan juga,” ujarnya.Agus Irianto mengatakan, BKSDA memutuskan membawa anak gajah tersebut ke PKG Saree karena kondisinya yang lemah." "Kematian Gajah Sumatera Masih Terjadi di Aceh","“Dari hasil pemeriksaan, kaki kiri depannya mengalami dislokasi, sementara kaki belakangnya mengalami paralisis atau kelumpuhan. Hal ini yang menyebabkan Inong tidak bisa berdiri,” tuturnya.Baca juga: Rusaknya Habitat Ancaman Utama Kehidupan Gajah Sumatera  Kasus keempat terjadi di Desa Papeun, Kecamatan Muara Tiga, Kabupaten Pidie. Gajah betina yang berumur sekitar 30 tahun ditemukan mati pada 30 Maret 2021, di kawasan hutan tanaman industri [HTI].Bangkainya ditemukan masyarakat yang sedang mencari kerbau. “Sebelumnya, kami melihat seekor gajah terpisah dari kelompoknya. Di kawasan ini biasa ada kelompok gajah yang jumlahnya sekitar lima individu,” sebut Anwar, warga Papeun, Kecamatan Muara Tiga.Kepala BKSDA Aceh, Agus Irianto mengatakan, bangkainya sudah sangat membusuk. Bagian perutnya telah terburai keluar dan beberapa bagian otot sudah lepas dari tulangnya.“Bangkainya ditemukan dekat sumber air.”Agus menambahkan, tim BKSDA mendapatkan informasi dari warga, gajah tersebut terlihat kurus dan terpisah dari rombongan. “ Hasil nekropsi yang dilakukan secara makroskopis ditambah informasi lapangan menunjukkan, kematiannya diduga karena keracunan atau penyakit yang diakibatkan efek racun.”Gajah sumatera merupakan satwa liar dilindungi di Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar Dilindungi.   [SEP]" "Kawasan Hulu Bedugul : Ancaman Longsor dan Sampah [Bagian 2]","[CLS]   Berkendara menuju Bedugul, Bali, adalah perjalanan dengan pemandangan hijau dengan hamparan kebun sayur. Sampai mata tertuju pada titik-titik pembuangan sampah di tebing-tebing dan tengah kebun.Perubahan lain di kawasan hulu bebukitan ini adalah makin banyaknya tutupan lahan hijau menjadi pemukiman, akomodasi, restoran, dan lainnya pendukung wisata. Bahkan, di masa pandemi COVID-19 ini ada perubahan fungsi lahan di sempadan Danau Buyan.Petak-petak kebun di sekeliling danau kini menjadi area berkemah dan memancing. Para pengelolanya mengeraskan tanah, kemudian membuat area-area untuk mendirikan tenda, lalu menambahkan dengan sedikit taman. Panorama utama adalah Danau Buyan.Sebagian danau makin dikepung pemukiman. Cukup berisiko karena Buyan sering meluap saat musim hujan.UNESCO menetapkan tiga Cagar Biosfer baru di Indonesia pada 2020 dan diumumkan dalam Sidang ke-32 International Coordinating Council (ICC) Man and The Biosphere (MAB) yang dilakukan daring pada 27-28 Oktober 2020 lalu di Paris, Prancis.Kawasan tersebut adalah Bunaken Tangkoko Mihanasa, Karimunjawa Jepara Muria, dan Merapi Merbabu Menoreh. Dikutip dari laman GNFI, tiga cagar biosfer baru ini dinobatkan bersama 22 cagar biosfer baru lainnya dari seluruh dunia.baca : Kawasan Bedugul: Ketika Catur Desa Adat Ingin Kelola Hutan di Hulu Bali [Bagian 1]  Didit Okta Pribadi Kepala Kebun Raya Bali Eka Karya yang populer dengan Kebun Raya Bedugul kembali mewacanakan Cagar Biosfer sebagai usulan untuk bentuk ideal tata kelola Bedugul." "Kawasan Hulu Bedugul : Ancaman Longsor dan Sampah [Bagian 2]","Dalam podcast Botanicast “Mencari Bentuk Ideal Ekologi Cagar Biosfer” oleh Kebun Raya, Didit mengatakan konsepnya adalah cari titik tengah antara perlindungan lingkungan seperti jasa lingkungan, biodiversitas, dan pembangunan ekonomi. Bedugul adalah hutan gunung dengan tiga danau. Disebut Cekungan Bedugul atau Bedugul Basin, danau-danau tanpa outlet, sebagai penampungan air. Salah satu cara menjaga kelestariannya dengan menjaga sumber air di pegunungan dan menghijaukan tebing agar tidak longsor.“Akan meningkatkan sedimentasi dan kerusakan apalagi ditambah limbah seperti sampah wisata, rumah tangga, dan limbah pertanian,” urainya tentang kondisi saat ini.Jika kandungan nutrien sangat tinggi, risiko adanya invasif spesies tinggi. Didit menyebut budaya dan alam sangat terkait, jika alam rusak demikian juga kultur. Kalau ingin menyelamatkan Bali, Bedugul sebagai kawasan strategis daya dukung lingkungan menurutnya harus dilindungi. Misalnya diusulkan jadi Cagar Biosfer. Potensi BencanaSutomo, salah seorang peneliti Kebun Raya Bedugul membandingkan dengan kawasan yang sudah mendapat dukungan perlindungan seperti Jatiluwih World Heritage dan Batur geopark. “Bedugul banyak permasalan, spesies endemik kaktus dan penurunan keanekaragaman hayati. Sebelum tahun 1995 sangat melimpah jenis anggrek, tapi 10 tahun terakhir sudah tak ada lagi. Kemungkinan pengambilan dari alam berlebih,” sebutnya.Dari pengamatan citra satelit, ada peningkatan area perkebunan. Trennya tidak lagi di dataran rendah tapi di bebukitan. Ditambah intensifnya pengolahan lahan dengan input kimia, sedimentasi danau yang menyebabkan pendangkalan dan banjir." "Kawasan Hulu Bedugul : Ancaman Longsor dan Sampah [Bagian 2]","Kebun Raya juga longsor hebat dua kali, 2016 dan 2017. Bencana banjir dan longsor saat itu menghanyutkan puluhan koleksi tanaman Kebun Raya Bedugul dari koleksi saat ini yaitu 80 marga, 302 spesies, dan 2733 spesimen anggrek. Untuk memperingati peristiwa ini, pengelola membuat Monumen Svaha Bumi untuk memperingati banjir dan longsor yang bisa dijumpai di areal Rumah Kaktus. baca juga : Peringati Hari Bumi, Bedugul Diusulkan jadi Cagar Biosfer  Pariwisata massal juga menurut Sutomo berpengaruh pada rentannya kawasan hulu Bedugul. Ia mendorong pemerintah memilih model pengelolaan kawasan, misalnya cagar biosfer sebagai titik temu perlindungan biodiversitas, wisata, dan pertanian.Jika tak dikelola, pada 10-20 tahun lagi, diperkirakan akan ada makin banyak masalah dan bencana. Salah satunya akses air. Didit mengingatkan tipikal masalah di pulau kecil adalah air. Beberapa bukit di Bedugul ada mata air dan saat kemarau juga menghilang. Karena itu warga mengandalkan danau untuk kebutuhan sehari-hari dan pertanian.“Cuaca saat ini mempengaruhi iklim, Bali masuk sebagian besar basah, tahun lalu kemarau panjang yang menyusahkan. Mass tourism, perkembangan pesat jadi pemukiman, pertanian perlu air,” ingatnya.Hal ini berdampak pada kebudayaan, banyak jenis tanaman dipakai ritual dan obat. Alam dan kultur berkaitan, jika terdegradasi, Bali kehilangan daya tariknya.Sutomo memberi perhatian pada masalah ancaman sampah anorganik yang tak terkelola. Ia kerap kali menghadapi banjir saat pulang pergi ke Bedugul karena air got meluap ke jalan, Baturiti dan Luwus, dua area padat aktivitas pun penuh sampah.Penurunan biodiversitas juga terjadi jika ada invasif species, endemik tak bisa tumbuh lagi. Pengelolaan spesies asing ini menurutnya penting. Daya dukung dan daya tampung Bedugul belum terpetakan dengan detail. Langkah mitigasi sementara adalah restorasi, identifikasi jasa ekosistem dan infrastruktur hijau." "Kawasan Hulu Bedugul : Ancaman Longsor dan Sampah [Bagian 2]","Tiga peneliti, Sutomo, Rajif Iryadi, dan Wayan Sujarwo merangkum kajiannya di buku berjudul Bedugul dari Angkasa yang diterbitkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), 2009.baca juga :  Mengenang Bencana Longsor di Keringnya Rumah Kaktus Kebun Raya Bedugul  Kondisi BedugulSejarah Bedugul, menurut buku ini berhubungan dengan kebijakan pemerintah kolonial Belanda. Mereka memindahkan warga dari Bali Timur karena lahannya terdegradasi erupsi Gunung Agung dan ekstraksi sumberdaya alam oleh kolonial ke lahan hutan kawasan Bedugul sebagai barter tanah.Nama Bedugul diyakini berasal dari sejumlah versi. Pertama, Bedugul adalah sebuah nama pura subak di sisi selatan Danau Beratan. Area yang sangat indah kombinasi danau dan bebukitan. Kedua, berasal dari kata bedug dan kulkul, dua kata benda dari perpaduan tradisi Islam dan Hindu di Desa Candikuning. Dua latar belakang agama ini terus hidup berdampingan sampai kini.Komoditas hortikultura utama adalah jagung, bawang prei, brokoli, paprika, kubis, kentang, dan lainnya. Dari aspek ekologis, Bedugul terletak di dataran tinggi 1000-2000 mdpl dengan hari hujan rata-rata 155 hari per tahun.Bedugul memiliki tiga kawasan konservasi, yakni Cahar Alam Batukahu, hutan lindung, dan Taman Botani Kebun Raya Eka Karya yang sepenuhnya ekosistem buatan manusia. Ada juga Taman Wisata Alam (TWA) yakni kawasan hutan konservasi yang bisa dimanfaatkan kegiatan wisata dan rekreasi.Dari hasil analisis peta, lahan pemukiman dan kegiatan lain luasnya 1.613 ha, lahan berhutan 20.272 ha, dan sawah 33.459 ha, sisanya tegalan dan ladang seluas 891 ha. Tutupan vegetasi menurun karena meningkatnya aktivitas manusia, perubahan iklim, dan bencana alam.Kebun Raya Eka Karya Bali yang dikelola LIPI merekomendasikan pengenalan kembali beberapa spesies taaman asli penyangga danau seperti cemara pandak dan cemara gaseng. Ada juga beberapa jenis bambu." "Kawasan Hulu Bedugul : Ancaman Longsor dan Sampah [Bagian 2]","Cagar Biosfer diusulkan pada simposium 2005 dengan Bappeda Bali. Cagar Biosfer didefinisikan sebagai kawasan konservasi ekosistem darat dan pesisir atau kombinasi lebih dari satu ekosistem. Pengelolaannya dengan menggabungkan konservasi keanekaragaman hayati, genetika, dan ekonomi warga.perlu dibaca : Sejenak Melepas Kepenatan di Danau Beratan  Cekungan Bedugul BaliSebuah kompilasi studi ekologi dilakukan di Bedugul oleh peneliti Kebun Raya Bali. Sutomo, Darma, I., Priyadi, A., Sujarwo, W., Iryadi, R., & Kuswantoro, F. (2018). Ecology of Bedugul basin Bali. Bogor: SEAMEO BIOTROP.Kawasan hutan Bedugul merupakan kawasan hulu yang memiliki banyak pura dan tiga buah danau yaitu Beratan, Buyan dan Tamblingan. Kawasan Bedugul tercipta dari aktivitas vulkanik purba (LIPI 1992) yang kini menyerupai cekungan drainase endorheik di mana Bedugul berada.Cekungan drainase endorheik adalah suatu daerah yang karena bentuknya cekung tidak mempunyai saluran keluar air atau saluran rendah sungai di luar daerah tersebut. Tidak banyak tempat di dunia yang memiliki fitur ini, tetapi Indonesia beruntung memiliki beberapa wilayah tersebut. Cekungan endorheik Bedugul berukuran 12 x 7 km dan berbentuk oval.Geologi cekungan endorheik ini terdiri dari batuan dasar vulkanik milik Buyan-Beratan purba breksi dan tufa (Fardilla dan Sutomo 2013). Daerah Bedugul bergelombang hingga pegunungan. Sebagian besar geomorfologi kawasan Bedugul telah mengalami transformasi oleh aktivitas vulkanik. Namun, geomorfologi daerah dataran rendah dekat danau telah diubah oleh pengendapan aluvium." "Kawasan Hulu Bedugul : Ancaman Longsor dan Sampah [Bagian 2]","Jenis tanah utama di kawasan Bedugul adalah andosol yang dicirikan dengan sensitivitas yang tinggi terhadap erosi dan longsor (Sunarta et al. 2018). Letusan gunung api menyebabkan material terdistribusi menjadi kerucut vulkanik, dengan kemiringan bervariasi dari sedang hingga terjal di sekitar kawasan Bedugul sebagai regosol (entisol), material tersebut kemudian dikembangkan menjadi tanah non kristal yang diklasifikasikan sebagai andosol (Sukarman & Dariah 2014).Sutomo, peneliti di Kebun Raya Bali, Bedugul berharap usulan Cagar Biosfer yang sudah lama digagas ini jadi momentum dan pengelolaan yang lebih baik, untuk mengurangi dampak buruk degradasi lingkungan.baca juga : Begini Cara Unik Desa Pengotan Melestarikan Hutannya  Sedangkan Kasi Wilayah I Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali Sumarsono menyebut belum banyak tahu detail wacana Cagar Biosfer kawasan Bedugul. Menurutnya status Cagar Biosfer akan menambah kuat posisi Bedugul sebagai kawasan konservasi, tak hanya tingkat lokal juga internasional. “Siap dipantau atau tidak?” sebutnya.Selain ancaman kelestarian danau, masalah lain adalah alih fungsi lahan. Untuk menghadapi hal ini, ia meminta jangan didiamkan, tapi ditegur lisan dan tertulis. Misalnya pembangunan villa mendekati area konservasi, ini tak kelihatan dari citra satelit, harus ditemui petugas patroli.Terkait ekspansi sempadan danau jadi areal kemah, Sumarsono tidak keberatan asalkan di luar kawasan. Pihaknya mendorong warga pemilik lahan di sekitar danau membuat wisata kemah untuk mengurai kepadatan di dalam kawasan TWA. “Mengurangi beban sampah di dalam kawasan konservasi dan beri tambahan ekonomi warga,” imbuhnya.Masalah lain adalah wisata offroad, ketika kendaraan trail masuk kawasan dan merusak tanah dan vegetasi. Sedangkan tindakan illegal logging menurutnya kini skalanya kecil, misalnya pencurian 1-2 batang pohon untuk kepentingan pribadi.  [SEP]" "Konflik Agraria di Bali Utara :  Ancaman Burung Jalak Bali Berubah Jadi Burung Besi [Bagian 3]","[CLS]  Mati surinya pariwisata di Bali justru membawa harapan lain bagi I Ketut Bimbo. Petani berusia 30 tahun ini merasa bahwa pilihannya menjadi petani, di tengah tren bekerja di pariwisata, sudah tepat. Dia beralasan, di tengah pandemi COVID-19 pun setiap orang pasti perlu makan. Dan, petanilah yang menghasilkan sumber pangan itu.Oleh karena itu, dalam situasi apapun, petani pasti dibutuhkan.Petani di Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali bagian barat laut ini membuktikannya sendiri. Di saat pendapatan istrinya yang bekerja di sektor pariwisata tidak ada sama sekali, bapak dua anak ini menjadi tumpuan utama penghidupan keluarga. “Pendapatan sekarang dari bertani dan beternak, termasuk menjual anak sapi. Itu yang dipakai menopang rumah tangga,” kata pria lulusan SMA ini yang ditemui pertengahan Desember 2020.Bimbo melanjutkan, meskipun hasilnya tidak sebanyak dari pariwisata, bertani tetap bisa menjadi pekerjaan bagi sebagian besar warga desanya. Inilah yang juga membuatnya tetap bangga bekerja sebagai petani. Hampir tiap hari dia bekerja di kebun mulai pukul 6 pagi hingga pukul 11 pagi. Pada pukul 2 sore dia akan kembali ke kebun lagi hingga sekitar pukul 5 sore.“Dari sejak SMP saya sudah membantu orangtua bekerja di kebun seperti ini,” lanjutnya.baca : Sumberklampok, Bara Konflik Agraria di Bali Utara [Bagian 1]  Seperti semua petani di Sumberklampok saat ini, Bimbo juga mewarisi kebunnya dari kakek dan bapaknya. Bimbo adalah generasi ketiga penggarap lahan di desa ini. Dia pun tak memiliki sertifikat hak milik (SHM) atas tanah yang dia garap ataupun pekarangan, tanah yang mereka tempati. Saat ini dia mengerjakan bersama ibu dan pamannya." "Konflik Agraria di Bali Utara :  Ancaman Burung Jalak Bali Berubah Jadi Burung Besi [Bagian 3]","Saat ditemui, Bimbo sedang membersihkan gulma di kebunnya. Dia mencabut rumput dan tanaman liar lain di sela-sela tanaman jagung. Dia juga merapikan tanaman pagar yang terlalu panjang. “Jadi petani muda di Bali itu berkesan,” ujarnya tentang perasaan sebagai petani muda di Bali. Bagi banyak anak muda di Bali, bekerja di pariwisata lebih membuat bangga daripada bertani.Namun, harapan dan kebanggaan Bimbo sebagai petani saat ini justru tengah terancam. Pemerintah sedang merencanakan pembangunan bandara baru di desanya. Menurut dokumen rencana presentasi yang beredar, kebutuhan lahan untuk operasional bandara baru itu luasnya mencapai 310 ha. Belum termasuk sarana lain-lain.Mengacu pada Surat Kesepakatan Bersama (SKB) Gubernur Bali dan Tim Sembilan yang ditandatangani pada November 2020, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali akan memperoleh lahan seluas 154,2 ha dari total 514 ha yang dibagi antara Pemprov dan warga. Artinya, untuk operasional bandara saja masih perlu sekitar 156 ha. Karena itu nantinya lahan-lahan yang saat ini digarap warga pun akan beralih fungsi.Lahan kebun Bimbo seluas 1,3 ha yang dia warisi secara turun temurun termasuk dalam lokasi di mana bandara itu akan dibangun. Dia melanjutkan dulunya lahan lebih banyak berisi pohon sengon yang dipanen sekitar 7-8 tahun sekali. Saat ini, hampir semua kebun warga Sumberklampok sudah produktif dengan tanaman palawija, seperti jagung, kacang-kacangan, singkong, dan lainnya. Bagi warga Sumberklampok, pertanian menjadi sumber penghidupan utama.Karena itulah, Bimbo menyatakan tidak setuju jika petani nanti harus digusur untuk pembangunan bandara baru di atas lahan mereka. “Secara pribadi saya tidak setuju. Sayang sekali, karena di sini tanahnya sudah produktif,” kata Bimbo.baca juga : Konflik Agraria di Bali Utara : Polemik Pembangunan Bandara  [Bagian 2]  Melanggar Ketentuan" "Konflik Agraria di Bali Utara :  Ancaman Burung Jalak Bali Berubah Jadi Burung Besi [Bagian 3]","Bimbo tak sendirian. Menurut data Pemerintah Desa Sumberklampok, saat ini terdapat 902 kepala keluarga (KK) dengan 3.222 jiwa di desa ini. Dari 1.366 warga yang bekerja, sekitar 75 persen di antaranya adalah petani dengan luas garapan berkisar antara 50 are hingga 1 ha. Sisanya nelayan, pegawai swasta, wiraswasta, dan pegawai negeri sipil.Adapun menurut data rekapitulasi warga yang akan mendapatkan SHM sebagaimana kesepakatan dengan Pemprov Bali, ada 881 KK yang nantinya mendapatkan lahan. Luasnya dibagi menurut lama tinggal dan banyaknya keturunan yang mereka miliki. KK Utama yaitu mereka yang dulu ikut membuka lahan, misalnya, akan mendapatkan lahan seluas 75 are sedangkan anaknya yang sudah berkeluarga akan mendapat 50 are dan 35 are. Untuk KK penggarap yaitu petani yang bekerja untuk orang yang menempati dari awal akan mendapatkan 2,5 are.Toh, jika pemerintah jadi membangun bandara, mereka semua akan tergusur dari lahan-lahan yang sedang mereka garap. “Dengan adanya bandara, warga pasti terusir karena mereka bekerja sebagai petani dan peternak,” kata Kepala Desa Sumberklampok, I Wayan Sawitra Yasa.Kemungkinan warga harus menyerahkan lahannya dan bahkan harus tergusur demi pembangunan bandara itu pula yang menjadi pertanyaan Ketua Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) wilayah Bali, Ni Made Indrawati. “Kalau pakai mekanisme reforma agraria, tanah yang sudah diberikan kepada rakyat tidak boleh diambil lagi untuk keperluan lain,” kata Indrawati.perlu dibaca : Sentra Daun Pisang Bali di Pusaran Konflik Agraria [2]  " "Konflik Agraria di Bali Utara :  Ancaman Burung Jalak Bali Berubah Jadi Burung Besi [Bagian 3]","Salah satu mekanisme reforma agraria tersebut adalah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 86 tahun 2018 tentang Reforma Agraria. Pasal 25 Perpres ini menyatakan bahwa pengalihfungsian ataupun pengalihan hak tanah objek reforma agraria harus mendapat izin dari menteri atau kepala kantor pertanahan setempat. “Menurut UU RA (UU No.5/1960 tentang Pokok Agraria), dalam kurun 10 tahun setelah pemberian, tanah itu tidak boleh diperjualbelikan kepada pihak lain. Jadi, pemerintah sendiri melanggar ketentuan itu jika jadi membangun bandara di lahan milik petani,” lanjut Indrawati yang juga warga Desa Sumberklampok.Selain petani, menurut Indrawati, nelayan juga akan terdampak jika pembangunan bandara jadi dilakukan di Desa Sumberklampok  karena sisi utara bandara akan berbatasan langsung dengan pantai. Meskipun jumlah nelayan di Sumberklampok kurang dari 50 orang, mereka tetap berhak mendapatkan akses ke pantai untuk beraktivitas termasuk menyandarkan perahu. “Apalagi pantai kan tidak bisa dipindah seperti sawah atau kebun,” ujarnya.baca juga : Kedonganan, Kampung Nelayan yang Bertahan di Pusat Turisme Bali  I Nyoman Sedana, salah satu nelayan di Sumberklampok, mengaku hanya bisa pasrah jika nanti bandara baru jadi dibangun. Teluk Terima, tempat Sedana sehari-hari menambatkan perahunya,  termasuk yang akan terkena dampak pembangunan bandara. “Ya, mungkin bergeser sedikit ke tempat lain jika masih boleh pakai tempat lain,” katanya santai.Namun, Indrawati melanjutkan, dampak paling besar bagi Bali adalah terancamnya lingkungan di kawasan Taman Nasional Bali Barat (TNBB)." "Konflik Agraria di Bali Utara :  Ancaman Burung Jalak Bali Berubah Jadi Burung Besi [Bagian 3]","Sebagaimana dokumen presentasi yang beredar, pembangunan bandara di Bali utara ini memang akan dilakukan dengan melakukan alih fungsi lahan TNBB seluas 64 ha. Lokasinya berbatasan dengan sisi timur TNBB saat ini. Padahal, TNBB merupakan hutan terluas yang saat ini berada di Provinsi Bali. Hutan nasional ini adalah sekaligus habitat bagi jalak bali (Leucopsar rothschildi).Kepala TNBB Agus Ngurah Krisna tidak bersedia diwawancarai terkait topik ini. Dia menyarankan untuk langsung menghubungi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). “Yang saya tahu, ini masih rencana yang akan berubah lagi lokasinya,” jawab Krisna lewat pesan WhatsApp.Namun, Kepala Humas KLHK Nunu Anugrah juga tidak merespon permintaan wawancara melalui WhatsApp maupun telepon.baca juga : Cyrtodactylus jatnai, Spesies Baru di Taman Nasional Bali Barat  Burung BesiTNBB berada di dua kabupaten yaitu Jembrana dan Buleleng. Luasnya sekitar 19.000 ha terdiri atas laut 3.415 ha dan darat atau hutan seluas 15.587,89 ha. Menurut Amir Mahmud dkk, di kawasan ini terdapat setidaknya 7 jenis mamalia, 2 jenis reptilia, 105 jenis aves, dan 120 jenis ikan, dan lain-lain. Dalam laporan penelitiannya, Zonasi Konservasi untuk Siapa? Pengaturan Perairan Taman Laut TNBB (2015), Amir juga menyatakan bahwa TNBB juga menjadi rumah bagi satwa dilindungi seperti trenggiling (Manis javanica), menjangan (Cervus timorensis), kancil (Tragulus javanicus), dan lain-lain.Laporan Amir dkk juga menyebutkan bahwa di TNBB terdapat beragam tumbuhan dilindungi baik di darat maupun laut. Di antaranya bayur (Pterospermum diversifolium), buni (Antidesma bunius), cendana (Santalum album), mundu (Garcinia dulcis), dan sono kering (Dalbergia latifolia). “Melimpahnya potensi biologi dan luasan kawasan tersebut menjadi salah satu alasan dibentuknya TNBB, demi melindungi keasliannya,” demikian kata laporan itu." "Konflik Agraria di Bali Utara :  Ancaman Burung Jalak Bali Berubah Jadi Burung Besi [Bagian 3]","Di antara semua flora dan fauna dilindungi di TNBB, jalak bali merupakan satwa penting bagi Bali. Sejak 1991, burung berbulu putih ini menjadi ikon Provinsi Bali. Menurut riset terakhir, populasi jalak bali meningkat. Pada Juli 2020 lalu, populasinya mencapai 355 ekor di alam. Jumlah ini jauh lebih banyak dibandingkan, misalnya, pada 2002 yang hanya ada 6 ekor.penting dibaca : Populasi Burung Jalak Bali Meningkat, Tetapi Perlu Diteliti Keragaman Genetiknya  Namun, situasi mereka justru bisa terancam jika habitatnya nanti berubah jadi bandara. Beberapa warga yang saat ini membudidayakan jalak bali menyatakan kekhawatirannya. Misnawi, wakil ketua Tim Sembilan yang juga ketua penangkar jalak bali Manuk Jegeg, mengatakan pembangunan bandara pasti akan merusak habitat jalak bali. Padahal, kelompok ini sudah menangkarkan jalak bali sejak 2012 untuk melestarikan burung ikon Provinsi Bali itu.Menurut Misnawi biasanya angka produksi jalak bali berkurang kalau stres karena ada suara bising. Kalau sedang mengeram akan dibuang telurnya atau dibunuh anaknya. Pembangunan bandara baru pasti sangat mempengaruhi ekosistem jalak bali karena habitatnya berubah bising. Mereka pasti stres dan bisa berkurang. “Jangan sampai burung jalak bali nantinya berganti dengan burung besi,” katanya.Karena itulah, Misnawi menyarankan agar pemerintah membatalkan rencana pembangunan bandara di Sumberklampok. Selain karena masalah sengketa agraria yang belum sepenuhnya selesai hingga saat ini, pembangunan itu juga akan merusak lingkungan.Indrawati juga menegaskan hal sama. Menurutnya, pemerintah lebih baik menuntaskan dulu konflik agraria dengan warga sebelum melanjutkan rencana pembangunan bandara. Apalagi, di desa yang sama juga masih ada sengketa lahan yang lain, antara pemerintah dengan warga bekas transmigran di Timor Timur. Inilah masalah lain di Sumberklampok yang belum juga selesai. [Bersambung]   [SEP]" "Dukung Bupati Sorong, Koalisi: Kembalikan Hak-hak Masyarakat Adat","[CLS]     Dukungan kepada Bupati Sorong terus mengalir. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Papua yang terdiri dari berbagai organisasi dan individu menyatakan dukungan kepada Bupati Sorong yang kena gugat tiga perusahaan di PTUN Jayapura. Sang bupati tergugat karena melakukan tata kelola dan evaluasi perizinan dengan hasil mencabut izin perusahaan yang melanggar. Perusahaan keberatan atas pencabutan izin-izin itu.Dukungan kepada Bupati Sorong dibacakan pada diskusi akhir Agustus lalu dihadiri Jhon Kamuru, Bupati Sorong; Mamberob Rumakiek anggota DPD Papua Barat; Silas O. Kalami, Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Malamoi. Kemudian, Pdt. Dora Balubun Ketua KPKC Sinode Gereja Kristen Injil (GKI) Tanah Papua, dan Ida Klasim, tokoh perempuan Suku Moi.“Apa yang dilakukan Bupati Sorong wujud tanggung jawab dan komitmen mendahulukan kepentingan hak-hak masyarakat adat bagi orang asli Papua dan untuk menjaga kesinambungan alam, ” kata Yohanis Mambrasar, perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Papua.Perusahaan yang menggugat Bupati Sorong adalah PT Inti Kebun Lestari (IKL), PT Papua Lestari Abadi (PLA) , dan PT Sorong Agro Sawitindo (SAS). Bupati Sorong mencabut izin lokasi, izin lingkungan, dan izin usaha perkebunan (IUP) tiga perusahaan ini. Satu perusahaan lain, juga dicabut pada April 2021.Pencabutan ini berdasarkan evaluasi antara lain, karena mereka tidak melaksanakan kewajiban dalam IUP dan gunakan izin-izin untuk pemanfataan lain. Luas IUP tiga perusahaan ini hampir mencapai 100.000 hektar.Koalisi menilai, keputusan bupati tepat. Perusahaan-perusahaan ini tidak menghormati hak-hak masyarakat adat hingga layak dicabut. PTUN Jayapura juga diminta tidak mengabulkan gugatan perusahaan.Persoalan yang terjadi di Kabupaten Sorong, saat ini bagian dari masalah besar pendekatan pembangunan yang dilakukan pemerintah di tanah Papua. " "Dukung Bupati Sorong, Koalisi: Kembalikan Hak-hak Masyarakat Adat","Baca juga: Izin Dicabut, Perusahaan Sawit Gugat Hukum, Pemerintah Sorong Banjir Dukungan  Koalisi nyatakan, politik pembangunan negara dari masa ke masa di tanah Papua, masih mengutamakan kepentingan korporasi dan oligarki. Hal itu tampak dari penguasaan tanah skala besar oleh korporasi didukung kebijakan pemerintah.Dampak buruk terhadap tanah dan manusia Papua, sudah sangat banyak. Pendekatan pembangunan tak kunjung berubaha. Orang Papua, katanya, terus kehilangan tanah dan hutan yang merupakan sumber penghidupan dan identitas budaya. Krisis lingkungan pun tak terelakkan.Selain mendukung Bupati Sorong, koalisi juga mendesak pemerintah mencabut berbagai kebijakan yang mengutamakan kepentingan korporasi dan pemodal besar di Tanah Papua. Pemerintah juga didesak menghentikan pemberian izin usaha yang mengeksploitasi tanah dan hutan masyarakat adat Papua. Juga mengevaluasi dan kaji ulang izin-izin dan praktik investasi selama ini.Sebaliknya, pemerintah harus segera menerbitkan kebijakan peraturan daerah khusus tentang penetapan pengakuan, perlindungan dan penghormatan hak-hak masyaakat adat atas tanah dan peradilan adat di tanah Papua.Pemerintah juga harus menyelesaian masalah-masalah pelanggaran HAM dan perampasan tanah skala luas di Papua yang terjadi selama ini.Koalisi Masyarakat Sipil untuk Papua ini antara lain terdiri dari Paritas Institute, Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, Asia Justice and Rights (AJAR), Elsham Papua, Greenpeace Indonesia, PapuaItuKita, LP3BH Manokwari, Tapol.Ada juga KPKC GKI di Tanah Papua, KPKC Gereja Kingmi Tanah Papua, SKPKC Fransiskan Papua, Elsham, Make West Papua Safe Campaign, Paham Papua, Kontras Papua, LBH Papua, AMAN Sorong, Garda Papua, dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan banyak lagi. Baca juga: Belasan Izin Kebun Sawit di Papua Barat Dicabut Jadi contoh " "Dukung Bupati Sorong, Koalisi: Kembalikan Hak-hak Masyarakat Adat","Pada 27 April lalu, Bupati Sorong mecabut izin empat perusahaan yaitu PT Cipta Papua Plantation, IKL, PLA, dan SAS. Pencabutan izin-izin ini tindak lanjut dari evaluasi izin sawit oleh Pemerintah Papua Barat. Secara keseluruhan, Pemerintah Papua Barat, mencabut belasan izin sawit karena tidak menjalankan kewajiban dalam IUP. Ia meliputi Kabupaten Sorong, Kabupaten Sorong Selatan, Teluk Bintuni, Teluk Wondama, dan Fakfak.Bupati Johny Kamuru, setahun sebelumnya, pada 14 Agustus 2020, juga mencabut izin PT Mega Mustika Plantation (MMP). Aksi penolakan masyarakat terhadap perusahaan ini sudah berlangsung lama. Puncaknya, pada 9 Agustus 2020, bersamaan dengan Hari Masyarakat Adat Sedunia. Kala itu,, masyarakat aksi ke nupati.Saat kasi, bupati berjanji mencabut izin MMP. Janji dia tepati. Bertempat di Kampung Dela, Distrik Selemkai, Johny Kamuru membacakan dan menyerahkan surat putusan pencabutan izin MMP.Pada 2017, Bupati Kamuru menandatangani Peraturan Daerah Nomor 10/2017 tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat Moi di Kabupaten Sorong.Belum banyak pemerintah daerah di Papua yang membuat Perda Pengakuan Masyarakat Adat di wilayah mereka. Perda ini memberi kepastian hukum bagi masyarakat adat di tengah gempuran investasi yang merampas wilayah adat mereka.Mamberob Rumakiek, anggota Dewan Perwakilan Derah (DPD) Papua Barat memuji Bupati Sorong untuk keberanian mengambil keputusan mencabut izin perusahaan dan keberpihakan pada masyarakat adat.Dia bilang, tak banyak kepala daerah di tanah Papua yang berani melakukan itu. “Kami berharap ini diikuti oleh semua pemimpin di Papua maupun Papua Barat, terutama anak-anak adat yang menjad kepala daerah agar melakukan hal sama.”Ida Klasim, Tokoh Perempuan dari Wilayah Adat Moi juga berterima kasih pada Bupati Johny Kamuru. Baginya, ini bisa jadi momentum pemerintah daerah, dan pusat melihat kembali kebijakan terkait pengelolaan hutan." "Dukung Bupati Sorong, Koalisi: Kembalikan Hak-hak Masyarakat Adat","“Jika tidak melibatkan masyarakat adat, bagi saya itu sebuah pelanggaran terstrukstrur dan tersistematis oleh negara.”Dalam pengamatan Ida, wilayah-wilayah yang dikuasai perusahaan juga kantong-kantong kemiskinan. Pemenuhan hak dasar masyarakat mulai dari kesehatan hingga ekonomi masyarakat, sangat rendah.“Apa yang dilakukan bupati, jadi pintu masuk melakukan tata kelola ruang hidup masyarakat adat, yang bersumber dari penghargaan, penghormatan, perlindungan, keberpihakan, dan pengakuan terhadap eksistensi masyarakat adat.”Gereja Kristen Injili di Tanah Papua melakukan pedampingan terhadap masyarakat terdampak investasi. Dalam kesempatan pendampingan, dukungan bupati setempat terhadap masyarakat jarang terjadi.“Tindakan Bupati Sorong ini yang pertama dan langsung terlihat. Dalam beberapa kasus yang kami dampingi, kami bertemu dengan bupati. Beberapa bupati yang memang memiliki persoalan sama. Sayangnya, dukungan terhadap masyarakat adat seperti ini itu baru pertama terjadi,” katanya.GKI Tanah Papua sudah mengirim surat resmi ke PTUN dan hakim yang menangani perkara gugatan ini, sebagai dukungan kepada pemerintah Kabupaten Sorong.Silas Kalami, Ketua LMA Malamoi mengatakan, banyak izin-izin sawit di Kabupaten Sorong ada karena keputusan sepihak pemerintah daerah sebelumnya. Pemerintah, katanya, gampang mengeluarkan izin tanpa sepengetahuan masyarakat adat.Saat ini, kondisi di Kabupaten Sorong, berbeda. Perda Nomor 10/2017 mengakomodir persetujuan bebas tanpa paksaan terhadap masyaraat adat ketika berhadapan dengan rencana-rencana investasi.Pemerintah daerah, perusahaan, atau investor yang perlu tanah, harus memberikan penjelasan kepada masyarakat adat. Masyarakat berhak menolak atau menerima, atau mengusulkan bentuk pembagunan lain di wilayah mereka." "Dukung Bupati Sorong, Koalisi: Kembalikan Hak-hak Masyarakat Adat","“Ini waktunya di mana pemerintah daerah berpihak pada masyarakat adat. Karena itu, kami bersama teman-teman organisasi masyarakat sipil, bersama Aliansi MAsyarakat Adat Nusantara mendukung penuh tindakan Bupati Sorong.” Baca juga: Bupati Sorong Cabut Izin Kebun Sawit Perusahaan di Wilayah Adat Moi Kembalikan ke masyarakat adatBerbagai pihak mendorong agar lahan-lahan dengan izin dicabut segera kembali ke masyarakat adat, bukan untuk investasi baru.Silas biang, berdasarkan aturan, tanah harus kembali ke pemilik ulayat. Apalagi, masyarakat adat di wilayah-wilayah itu belum pernah melakukan pelepasan.Adapun aturan dalam Perda Nomo 10/2017 menyebutkan, Masyarakat Adat Moi tidak boleh mengalihkan tanah kepada pihak lain. Yang akan digunakan adalah sistem kontrak.Kalau ada marga-marga atau individu yang tanda tangan pelepasan tanah adat ke pihak lain, bisa digugat oleh saudara lain dengan gunakan perda ini.“Perda ini kekuatan masyarakat adat untuk mempertahankan hak-haknya atas tanah, hutan, dan kebudayaannya.”Saat in, LMA Malamoi terus mendorong pemetaan wilayah adat dan penulisan sejarah marga-marga dan sub marga di wilayah adat Malamoi. Dari tahapan pemetaan dan penulisan sejarah, selanjutnya lembaga adat mengadakan sidang adat untuk mencapai kesepakatan atas pemetaan dan sejarah yang dibuat.Setelah proses ini selesai, hasil didorong ke bupati agar menerbitkan suray keputusan tentang pengakuan marga, wilayah adat, dan sejarah mereka.LMA Malamoi mendorong pengakuan hak masyarakat adat, wilayah adat, dan sejarah mereka melalui peraturan daerah, peraturan bupati dan SK bupati. Dewan Adat Malamoi juga terus memperkuat kelembagaan adat di distrik sampai kampung hingga mampu memjaga wilayah adat masing-masing." "Dukung Bupati Sorong, Koalisi: Kembalikan Hak-hak Masyarakat Adat","Dari pengalaman, masyarakat adat kehilangan lahan adat melalui proses-proses tidak adil. Saat proses peralihan, pengetahuan terbatas dan gampang melepaskan lahan adat. Keadaan ini, katanya, dampak dari tidak ada pendampingan dan kekosongan regulasi yang melindungi.“Di Kota Sorong ini ada satu marga sudah tidak punya tanah lagi. Itu terjadi di Klamono, ada satu marga yang punya kampung di wilayah sawit. Itu hanya tinggal di dalam wilayah HGU sawit. Tanah sudah tidak ada.”Bupati Sorong Johny Kamuru mengatakan, wilayah-wilayah dengan izin dicabut untuk kepentingan masyarakarat adat. Dia berharap, dukungan dari berbagai elemen. Dia meyakini keputusan yang diambil sudah tepat.“Dari beberapa kajian, kita putuskan dicabut. Demi kelangsungan masyarakat yang hidup di sana. Demi kelestaian lingkungan, alam, demi kesinambungan pembangunan, demi Undang-undang, demi hak asasi manusia dan berbagai macam pertimbangan, akhirnya izin-izin ini kita cabut.”  ******Foto utama:  Bupati Sorong, di halaman PTUN Jayapura, usai hadiri sidang gugatan perusahaan yang izinnya dicabut. Dukungan terus mengalir pada sang bupati. Foto: Asrida Elisabeth/ Mongbay Indonesia [SEP]" "Cerita Para Pemburu Anggrek dari Mamasa","[CLS]     “Ular!” teriak Ardianus. Kami berhenti. Ular itu sudah mengangkat kepalanya.Siang itu, 30 Desember 2020, saya mengikuti Bongalangi dan Ardianus menyusuri hutan tropis di Sumarorong, sebuah kecamatan selatan Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat. Langit masih gerimis. Berturut-turut, kami berbaris menapaki jalan tanah yang membelah hutan itu. Paling depan, Bongalangi, Andarias, saya, kemudian Ardianus.Andre, sapaan Andarias meraih sebatang kayu lurus, lalu mendorong ular itu dari jalan. Kami takut ular. Meskipun, bagi kami, ular itu sungguh menawan, dengan corak cincin merah kekuningan menghiasi sepanjang kulit hitam ular itu.“Ini baru pertama kali saya masuk hutan, ketemu ular,” kata Bongalangi tertawa.“Berbisa itukah?” tanya Ardianus.Tak ada yang bisa menjawab. Kami meneruskan perjalanan. Kali ini, dengan langkah penuh hati-hati.Langkah kaki Bongalangi dalam hutan. Sulit menyandingi kekuatan fisiknya. Dia begitu lihai menembus belukar. Matanya peka terhadap tanaman yang berserakan di hutan. Dia mampu membedakan, mana anggrek, mana hoya, mana hanya ‘tanaman biasa.’Tiga tahun terakhir, Bongalangi sering masuk hutan berburu anggrek, sekaligus terpikat pada keindahan tanaman itu. “Dulu itu, disuruh Pak Andre, untuk borongan anggreknya. Dari situ saya mulai.”Hutan yang kami ‘jamah’ hari itu, hanya satu kawasan dari hamparan hutan di Mamasa yang begitu memukau. Vegetasi tumbuh rapat dan beraneka ragam. Paku-pakuan. Rotan. Kadaka. Lumut berbagai rupa menghiasi sepanjang lantai hutan yang selalu sembab dan licin. Pepohonan menjulang tinggi, menghalau terik matahari jatuh ke tanah. Bau kayu dan daun yang membusuk menyeruak ke seisi hutan bersama kicauan burung. Damai dan begitu menyenangkan. Baca juga : Dian Rossana Anggraini, Pelestari Anggrek di Bangka Belitung " "Cerita Para Pemburu Anggrek dari Mamasa","Hutan ini, habitat anggrek. Saya banyak menemukan Bulbophyllum. Bahkan, ada Diplocaulobium utile (anggrek serat), kini sulit ditemukan di Sulawesi Tenggara, yang jadikan anggrek ini sebagai ikon flora daerah itu. Ada juga Bulbophyllum mucronatum, daun dan bunga hanya seukuran kuku ibu jari. Beragam anggrek berbentuk aneh. Bahkan hanya menyerupai ranting seukuran lidi, tanpa daun, dengan bunga serupa burung merpati putih yang sedang terbang.“Pokoknya ini mi asramanya,” kata Andre.Kelestarian hutan selalu berhadapan dengan kebutuhan ekonomi manusia. Ketika kami berjalan lebih dalam, perambahan hutan begitu masif. Bila dari jalan poros, tak ada yang menyangka perambahan hutan bekerja secara sembunyi di jantung hutan ini. Ratusan pohon ditebang dan menyisakan tanah lapang berhektar-hektar dengan tumpukan bantalan kayu. Sebagian bahkan telah ditumbuhi pohon kopi.“Di situ dulu banyak Phalaenopsis venosa,” kata Bongalangi.“Untung kalau dia lanjut ji berkebun. Kalau habis dibabat, baru terlantar ji. Berapa kali mi itu, di sana orang berkebun, tapi dia tinggal saja.”“Kasih punah saja anggrek. Banyaknya anggrek itu di Sumarorong,” keluh Bongalangi.Kekesalan Bongalangi bukan tanpa alasan. Anggrek telah menopang kehidupan keluarganya. Duit Rp3-Rp5 juta bisa dia kantongi saban bulan. Keluarga Bongalangi bisa makan saban hari dan putra pertamanya bisa mengenyam pendidikan tinggi karena anggrek.Bongalangi merasa ada ketidakadilan ketika dia berburu anggrek dengan tidak serakah, ada orang lain begitu serakah membabat habitat anggrek. Bongalangi juga kesal pada pemburu anggrek yang serakah. “Teman teman itu kalau pergi berburu, baru kalau tidak bisa ia ambil anggrek di atas pohon, ia babat itu pohon. Habis.”“Sering saya larang. Lebih baik, kalau tidak bisa ambil, kasih tinggal saja. Supaya jadi indukan.”" "Cerita Para Pemburu Anggrek dari Mamasa","Seperti tanaman lain, anggrek juga berkembang biak. Bila mekar, maka itu saatnya beranak pinak. Biji akan meletus dan angin akan membawa hinggap di tempat yang tepat, di mana air, angin, dan cahaya cukup. Serta ‘dilintasi’ serangga yang kelak berbaik hati mengawinkan si anggrek. Baca juga : Para Penyelamat Anggrek Rawa Gambut Batang Damar Jam sudah pukul 13.00 Wita. Sudah dua jam kami menyusuri hutan. Udara siang ini sejuk. Matahari tertutup awan mendung. Kami istirahat dekat kebun kopi terlantar, diiringi bunyi serangga. Ardianus menawarkan roti isi cokelat pada saya.Ardianus adalah lelaki usia 35 tahun. Fisik kuat. Dia adalah saudara istri Andre. Dia sebagai pemburu anggrek sejak tiga tahun lalu.Ayah dua anak ini, di tepi rumahnya di Kota Mamasa, Ardianus membuka warung campuran dan menjual hasil berburu lewat daring atau ke tangan penjual anggrek. Semua pendapatan ini, membuat dapurnya terus mengepul.“Agak lumayan pendapatan kalau berburu anggrek. Lebih banyak. Karena, kita masuk hutan itu, berarti sudah ada pesanan. Sudah pasti. Kalau jualan, belum tentu laku. Itu enaknya berburu.”Perburuan Bongalangi dan Ardianus, memang terbilang baru. Mereka mulai akhir 2016, ketika Andre mengembangkan bisnis anggrek di kampungnya, di Dusun Pa’kondo, Desa Tondok Bakaru. Tondok Bakaru, desa anggrekLima menit dari pusat Mamasa, sebuah bukit menyerupai perahu terkepung hamparan sawah nan luas. Bukit ini menjadi perkampungan ratusan orang. Melewati bukit, juga terdapat perkampungan di bagian persawahan. Di sisi selatan, Sungai Tetean mengarus dari Gunung Mambu Lilling bagai sapuan kuas lukis dengan batu-batu berserakan.Lembah ini 1.200-an meter di atas permukaan laut. Dingin berhembus sepanjang hari. Pegunungan membentang mengelilingi lembah ini bagai tembok. Deretan pinus tumbuh di kaki-kaki pegunungan. Bila berdiri di atas bukit, lembah ini bagai lukisan. Inilah, Tondok Bakaru.  " "Cerita Para Pemburu Anggrek dari Mamasa","Jelang tahun berganti ke 2017, di sisi utara Tondok Bakaru, Andre menemukan tanaman, menempel di kulit pohon-pohon tumbang. Dia mengamati tanaman itu penuh seksama. Rupanya anggrek. Dia mencabut dan lekas membawa pulang.Di rumah, Andre memfoto anggrek itu lantas mengunggah ke Facebook. “Ternyata respons dari teman-teman itu luar biasa.”“Saat itu, ada teman dari Aceh, yang minta dikirimkan tanaman itu. Dia kirim uang Rp600.000. Dia bilang terserah abang mau kirim berapa, saya terima. Saat itu, saya menyimpulkan, ini anggrek bisa meningkatkan perekonomian di desa ini.”Andre memulai bisnis anggrek awal 2017. Dia masuk hutan berburu anggrek bersama Bongalangi dan Ardianus. Beberapa anggrek juga dia beli dari pemburu lain. Anggrek hasil berburu, Andre foto, kemudian jajakan ke Facebook atau toko daring.Lambat laun, Andre mulai bangun rumah kaca di pekarangan rumah. Di situlah anggrek yang didapat, Andre tata dengan rapi, bagai instalasi seni. Pakai pot atau digantung bersama batang kayu. Semula hanya puluhan jenis, lalu seratusan, sampai 370-an. Dari Dendrobium, Vanda, hingga Bulbophyllum. “Itu hanya anggrek dari Mamasa saja,” katanya.Andre bukan seorang dengan latarbelakang botani. Dia tamatan sarjana pendidikan sekolah dasar. Dia sempat merantau hingga ke Papua sebagai sales. Lantas pulang kampung setelah sarjana dan mengabdi sebagai guru. Usianya kini, 40 tahun.Cara merawat anggrek, Andre tahu lewat Youtube dan pengalaman sendiri. Belakangan, dia kerjasama dengan peneliti. Merawat anggrek memang susah gampang. Gampangnya, media tanam cukup sabut kelapa, pakis, batang kayu, atau tanah—buat anggrek teresterial. Pupuk cukup air cucian beras. Tidak muluk-muluk.Susahnya, ketika merawat. Ada anggrek yang tidak kuat terpapar matahari berlebihan. Ada sebaliknya. Ada butuh air banyak atau sebaliknya. Perlu sirkulasi angin dan lingkungan baik. Perlu perhatian lebih dan kesabaran kalau tak ingin anggrek itu gosong atau membusuk." "Cerita Para Pemburu Anggrek dari Mamasa","Bisnis anggrek yang Andre rintis berkembang pesat. Andre juga bikin kompleks wisata, dengan menampilkan keeksotisan sawah dihiasi rangkaian bambu-bambu dan saung. Depan rumah, sudah ada tiga rumah kaca, menampung ratusan anggrek, hoya, dan tanaman hias lain. Paling besar seukuran lapangan bulu tangkis. Kompleks ini bernama Sawah dan Orchid (Sawo).Rumah anggrek milik Andre, kerap dikunjungi wisatawan, yang datang sekadar mengangumi anggrek, bertanya cara perawatan, atau membeli. Orang sekitar Andre, tak bisa membayangkan jualan anggrek bisa sebesar ini. “Saat itu, tidak ada orang percaya. Malah menertawakan saya. Tanaman-tanaman begitu tidak mungkin bisa dijual. Karena itu dianggap rumput.”Kini, di Tondok Bakaru rumah anggrek mudah ditemukan. Sudah banyak orang merintis. Yang dilakukan Andre mereka contoh. Di desa lain pun ikutan. Pada 2019, pemerintah provinsi menetapkan Tondok Bakaru sebagai Desa Anggrek. Ketika pandemi merontokkan ekonomi kota, di Tondok Bakaru, perputaran uang capai Rp700 juta, berkat anggrek dan tanaman lain.  ***Ratusan meter dari rumah Andre, Bongalangi sedang menghabisi waktu senggang, duduk di teras rumah kayu. Dia baru pulang dari mengambil kayu bakar. Depan rumah, ada rumah kaca seukuran 4×3 meter, dengan rangka balok kayu dan paranet hitam. Bongalangi menyimpan anggrek-anggreknya di situ. Tidak banyak.Saya masuk ke rumah kaca itu dan disambut Coelogyne celebensis. Ia anggrek golongan efifit. Daun meruncing dengan gelombang memanjang, bagai daun palem, menyembul dari pangkal lunak berbentuk biji salak. Saya beruntung datang saat anggrek ini bunga. Ia hanya mekar sekali setahun.Belasan bunga seukuran genggaman bayi berjuntai di batang, berderet dan berselang-seling. Lima kelopak berwarna kekuningan pucat, walau sedikit mendekati hijau. Kelopak atas macam mata tombak. Kelopak lain seperti tangan dan kaki. Ia lebih mirip manusia yang sedang terjun bebas." "Cerita Para Pemburu Anggrek dari Mamasa","Di tengah bunga, labellum (orang lebih sering menyebut lidah) warna putih menjorok dengan noda cokelat bekas bakar. Di antara ‘luka bakar’ itu ada cipratan bintik-bintik oranye. Mata saya lama terpaku ke anggrek endemik sulawesi ini. Ia benar-benar mempesona.Bongalangi sangat menyayangi Coelogyne itu. Bukan untuk dijual. Anggrek yang terpajang di rumah Bongalangi kebanyakan tidak dijual. Bongalangi merawat anggrek pilihan itu sejak dia mencabut dari hutan, kemudian beradaptasi di rumahnya, hingga mengeluarkan bunga. Proses ini menggugah hati Bongalangi. “Beda sama bunga lain. Kalau bunga-bunga biasa tidak terlalu bagus.”“Paling cantik yang saya dapat di hutan itu, Bulbophyllum inunctum, orang bilang bulbo tanduk. Kecil daun, tapi besar bunganya. Ada punya ku, tapi tidak berbunga mi sekarang. Cantik sekali!”Bongalangi menunjukkan anggrek pertamanya. Itu adalah Aerides inflexa, atau kuku macan. Dia menggantung di beranda. Bunga anggrek ini kecil, hanya seruas jari. Julukan kuku macan itu muncul karena bentuk labellum-nya menyerupai kuku macan. Masing-masing ujung dari lima kelopak terdapat kuasan kuning, dengan tepian merah muda dan warna dasar putih. Di pagi hari, bunga ini akan mengeluarkan semacam ‘keringat’ beraroma melati.“Terlambat ki datang. Baru-baru gugur itu,” kata Bongalangi.Anggrek inilah yang memikat Bongalangi menjadi pemburu anggrek. Sebelumnya dia kerja serabutan, sambil mengurusi sawah dekat rumahnya. Sebab anggrek pula, Bongalangi bisa menjelajahi hutan-hutan yang seumur hidupnya tak pernah dia masuki. Ini petualangan yang Bongalangi cintai, meskipun bahaya kerap mengintai.“Kalau masuk hutan, harus kita hati-hati. Jangan sampai ada jurang atau ketemu ular. Apalagi kalau panjat-panjat. Cari anggrek itu harus panjat. Tidak ada di bawah. Jarang. Di atas pohon semua. Dilarang juga tebang,” katanya.“Pokoknya kalau masuk hutan itu, hati-hati. Banyak risiko.”" "Cerita Para Pemburu Anggrek dari Mamasa","Seperti para pendahulu Bongalangi, di seberang benua nun jauh di sana. Menurut Susan Orlean, jurnalis masyhur The New Yorker, dalam ‘Pencuri Anggrek’ berburu anggrek adalah pekerjaan mematikan.William Arnold, pemburu anggrek ulung era Ratu Victoria (1837-1901) tenggelam dalam ekspedisi di Sungai Orinoco, Venezuela. Pemburu lain, Klabock mati terbunuh di Meksiko dan Osmer yang hilang di Asia hingga kini.“Hal itu selalu jadi bagian dari pesonanya (anggrek),” tulis Orlean.Bongalangi mengarungi risiko ini karena kecintaan pada anggrek. “Anggrek itu mengesankan. Betul-betul ia ubah hidup ku!”Ardianus juga begitu. “Tapi kalau kita dapat hutan yang sudah ditebang-tebang, kita merasa prihatin sama anggreknya. Kalau ditebang pohonnya, otomatis tidak akan tumbuh lagi.”  Mungkin, bagi orang lain, yang dilakukan Bongalangi, salah, karena mengeluarkan ratusan anggrek dari hutan. Bongalangi hanya mengambil secukupnya. “Kalau diambil semua, kalau kembali ki sudah tidak ada pasti.”Anggrek tidak tumbuh hanya seminggu. Bertahun-bertahun. Perburuan liar di abad lalu terhadap anggrek, telah memicu kepunahan pada spesies tertentu. Orang di benua Eropa dan Amerika saat itu, begitu terosebsi dengan anggrek, hingga ribuan pemburu melintasi samudera dan masuk ke hutan, mempertaruhkan nyawa dan segalanya.Di Mamasa, anggrek berkurang bukan karena kehadiran pemburu tetapi pembukaan lahan dan invasi pohon pinus. Dua ini adalah rival Bongalangi.“Kalau habis mi habitatnya, anggrek tidak ada,” kata Bongalangi. “Mesti dirawat itu hutan.”  Laboratorium, melestarikan anggrekMaret 2021, sebuah fasilitas laboratorium khusus anggrek diresmikan di Tondok Bakaru. Ini hasil upaya Andre dan kawannya untuk melestarikan anggrek di Mamasa. Dia mengusulkan dana ke Bank Indonesia. Fasilitas ini termasuk laboratorium untuk kultur jaringan (kloning) anggrek dan rumah kaca." "Cerita Para Pemburu Anggrek dari Mamasa","Dasar pemikiran pendirian fasilitas ini sederhana. Selama ini, kata Andre, anggrek telah dikeluarkan dari hutan dan menghidupi banyak orang selama tiga tahun.Andre pikir, bagaimana bisnis anggrek jalan tetapi tidak lagi mencabut dari hutan. Maka, laboratorium ini adalah jawabannya. Dengan kultur jaringan, satu indukan anggrek bisa dikembangbiakkan di meja laboratorium menjadi ratusan, walaupun rumit.“Jadi, kami tidak hanya menjual saja. Suatu saat nanti kita kembalikan ke hutan,” katanya.“Pemikiran saya ketika alam memberikan kita penghidupan maka kita juga bertanggung jawab untuk pelestarian mereka. Supaya mereka kelak suatu saat, berapa tahun ke depan, tidak lagi berburu, malah kita ambil dari lab, kita kembangkan sendiri. Kedepan itu kita tidak khawatir lagi anggrek punah.”Mereka berencana bikin hutan pelestarian anggrek dalam satu kawasan. “Tanpa dibuat, jadi mereka di alam. In situ. Jadi proses pembuatannya in situ. Kayak di Bogor. Kami yang mulai maka kami harus yang melanjutkan itu.”  *****Foto utama: Bongalagi berburu anggrek di hutan Sumarorong/ Foto: Agus Mawan/ Mongabay Indonesia [SEP]" "Menelusuri Batanghari, Sungai Kebanggaan Sumatera yang Kian Merana","[CLS]      Pada abad ke 14, arca batu Bhairawa sekitar 4 ton setinggi 4,41 meter, melintasi sungai itu. Meliuk dari muara melewati aliran Sungai Batanghari, menuju pedalaman di Dharmasyara.Bambang Budi Utomo, seorang arkeolog, memandang batang sungai itu memikirkan bagaimana orang-orang masa lalu mengangkutnya. Memindahkan dari satu tempat ke tempat lain dengan jarak ratusan kilometer.“Pengangkutan barang dan manusia melalui jalan darat di wilayah Asia Tenggara baru dikembangkan pada abad ke 19,” kata Bambang menuliskan makalahnya.Sekitar 500 tahun berselang, perjalanan darat baru mulai dengan masif. Rentang itu jadikan sungai dan perairan sebagai lalu lintas sebagai nadi utama. Di batang Sungai Batanghari inilah, saya dan Bambang berdiri, pekan lalu, menyaksikan jalan itu.Sejak 11 Juli-19 Juli 2022, saya bersama 50-an peserta dalam Ekspedisi Sungai Batanghari yang diadakan Direktorat Pelindungan Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia, menjelajahi sungai ini dari pedalaman Dharmasraya di Sumatera Barat—melintasi tujuh kabupaten dan kota–, menuju hilir di Kampung Teluk Majelis, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi. Perjalanan itu, dengan kapal mesin yang berpendingin ruangan dari Kepolisian Air Polda Jambi.Awalnya, ekspedisi ini akan menyusur batang sungai tanpa jeda, lalu berhenti di perkampungan. Namun, pada beberapa badan sungai, tak bisa dilayari karena kondisi sudah mengalami pendangkalan.Praktis perjalanan terputus-putus, dilakukan di Dhamasraya menuju situs Pulau Sawah, kemudian dari Kampung Rambutan Masam, menuju Kota Jambi dan Teluk Majelis.Air Sungai Batanghari yang keruh dan berlumpur, pengetahuan yang terbangun sebelum datang pun sirna seketika. Saya jadi tak tahu apa-apa. Ini adalah sungai purba yang menciptakan kebudayaan agung di sepanjang pesisir. Ratusan situs budaya, mulai candi, stupa, wihara, hingga bangunan kolonial menjadi saksi.  " "Menelusuri Batanghari, Sungai Kebanggaan Sumatera yang Kian Merana","Sungai agung yang membentang sejauh 800 km. Sungai penuh romantisme yang diabadikan dalam pantun Melayu. Kini berbeda. Rasanya sulit mengembalikan kiasan “mewah” dalam pantun tentang Batanghari, yang ada kemarahan dan kekecewaan.Batanghari sungguh tak elok jadi sungai pelepas penat.Sungai yang lebar mencapai 500 meter itu, kini serupa aliran pembuangan raksasa. Di sepanjang perjalanan saya menyaksikan tebing-tebing sungai roboh dan terkikis. Ada pohon yang beserta akar jatuh ke sungai. Ada sempadan penuh sawit dan tergerus.Pepohonan di masing-masing sisi sungai, menoton. Kalau bukan karet ya sawit. Kalau bukan perkebunan, maka itu konsesi pertambangan batubara, atau industri pengolahan karet alam.Alat-alat pengeruk pasir yang disebut dompeng, sekaligus penghisap tanah dan pasir untuk menambang pasir emas.Dompeng itu berderet di sepanjang sungai dari mulai Tembessi menuju Kota Jambi. Beberapa orang terlihat sedang mendulang di pinggiran sungai. Bagi masyarakat di bantaran Batanghari, mendulang emas dengan tradisional sangat berisiko, karena pakai cairan merkuri untuk mengikat emas. Logam berat itu bahkan dapat mengalir ke sungai.Tahun 2014, harian Kompas melakukan uji kualitas air di Sungai Mesumi, Merangin dan Tembesi– bagian dari Batanghari. Hasilnya, bahan baku air minum ini dengan kadar merkuri di permukaan Mesumai 0,0008 mg/l, arsenik 0,002 mg/l, dan besi 2,73 mg/l.Konsentrasi merkuri dan arsenik itu nyaris mendekati batas aman. Kadar besi sudah sembilan kali lipat ambang itu.  Meninggalkan sungaiSaya bertemu Novpriadi, di Kabupaten Tebo, 13 Juli lalu. Dia sedang mempraktikkan bagaimana ritual memandikan anak di Sungai Batanghari. Ritual itu diturunkan oleh neneknya, Siti Aminah yang sudah sepuh." "Menelusuri Batanghari, Sungai Kebanggaan Sumatera yang Kian Merana","Pelan-pelan dia menjelaskan peralatan yang digunakan, dari mulai kembang sampai batu. Intinya, ritual memandikan anak bayi ke sungai, sebagai ungkapan syukur dan suka cita. Ia dilakukan ketika bayi telah putus tali pusar, biasa berusia 7-10 hari. Bayi itu digendong dan badan dibasahi air Batanghari.“Waktu saya kecil, cerita orangtua, saya merasakan ritual itu,” kata Novpriadi. “Sekarang orang-orang sudah tak melakukannya.”Alasannya, sungai sudah kotor. Tidak membawa kesehatan, malah penyakit. “Saya punya anak. Saya tidak mandikan anak saya lagi di Sungai Batanghari, di rumah saja. Tapi tetap dengan ritualnya,” katanya.Bagi Novpriadi, bertahan dan mengingat ritual itu penting untuk menjaga ingatan pada manusia dan alam. Kalau sungai sudah rusak, ritual itu menjelaskan pada masa lalu, setidaknya 20 tahun lalu, sungai masih bersih.Di ujung aliran Kampung Teluk Majelis, muara Sungai Batanghari, ritual mandi pengantin pun sudah bergerak meninggalkan sungai. Kalau dulu, air untuk penyiraman dari Batanghari, kini pakai air sumur bor.Batanghari sudah rusak dan tak layak konsumsi bahkan jadi ritual.  Tergerus abrasiIndo Umang, baru saja menyiapkan perlengkapan sekolah anaknya di Teluk Majelis, pagi itu. Rumahnya menghadap Sungai Batanghari sekaligus berhadapan langsung dengan laut.Kalau air pasang, kolong rumah yang tinggi akan penuh air, lalu surut beberapa jam kemudian. Rumah Umang, adalah deretan rumah terakhir yang berhadapan sungai. Sebelumnya, ada dua lorong kecil mirip gang di depannya, tetapi beberapa tahun lalu sudah lenyap, karena tebing sungai roboh.“Saya juga sudah bersiap. Sudah beli tanah di sana (dia menunjuk bagian daratan kampung). Kalau cukup uang akan pindah ke sana, karena di sini sudah tidak bisa lagi,” katanya." "Menelusuri Batanghari, Sungai Kebanggaan Sumatera yang Kian Merana","Pesisir Kampung Teluk Majelis, 10 tahun terakhir kehilangan sekitar 150 meter daratan. Orang-orang mengeluhkan dampak ekstraktif pengerukan dan perubahaan hutan yang massif tahun 2000.Kapal-kapal dengan tonase besar melintasi sungai dan menciptakan gelombang raksasa di pesisir dan tebing sungai. Perkebunan skala besar juga mengubah area tangkapan air dan membuat semua saling bertautan.Di Rambutan Masam, syair mengenai madu, sebelum para petani memanen madu, kini tak lagi berfungsi. Meski mereka masih menghapalnya, tetapi pohon besar dan bunga sebagai makanan utama lebah sudah raib sejak lama.Harimau, gajah sudah lebih awal bersumbunyi di pedalaman, karena pembukaan lahan makin massif.Duku, yang jadi kebanggaan  warga, sudah empat tahun terakhir, terserang hama, mula-mula daun menguning, lalu seluruh tangkai dan ranting mengering, mati. Para petani, tak berdaya, bagaimana menyelamatkannya, hanya melihat pohon mati perlahan.“Sekarang kita mulai mengenang semua itu. Semua sudah berubah,” kata Bambang.Dia ingat betul, sejak 1981, ketika pertama kali menjejakkan kaki di Sumatera, dan membaca literatur maupun melihat bukti nyata tinggalan arkeologis. Dia menyebutnya sebagai kebudayaan yang besar. Sriwijaya maupun Dharmasraya, menciptakan kapal untuk perdagangan lintas pulau bahkan negara.Wihara di kompleks situs Muara Jambi seluas 3.981 hektar dengan ratusan situs membuktikan peradaban yang besar. Orang-orang datang berguru dan belajar. “Orang-orang itu datang melalui lalulintas sungai. Mereka menjadikan sungai sebagai halaman depan yang perlu dijaga,” kata Bambang.  ******** [SEP]" "Hari Oligarki Nasional, Gurita Raksasa Bercokol di Depan Kantor Gubernur Sulsel","[CLS]  Rabu pagi, 5 Oktober 2022, sebuah gurita raksasa berwarna merah kehitaman setinggi 1 meter dengan panjang tentakel sekitar 5 meter bercokol di depan pintu masuk kantor gubernur Sulawesi Selatan. Gurita ini tampak mengitari seorang nelayan yang terlilit jaring. Sejumlah perempuan terduduk lesu di tiap-tiap tentakelnya. Di depan gurita tergeletak uang nominal Rp100 ribu berukuran besar.Gurita raksasa ini hanyalah replika yang terbuat dari karton dengan tentakel yang tersusun dari sampah plastik yang dibungkus jaring. Kehadiran replika gurita raksasa itu adalah sebagai bentuk protes dari praktik oligarki yang dianggap telah menggurita, yang dampaknya pada masyarakat miskin. Termasuk perempuan nelayan Pulau Kodingareng, Makassar, yang melakukan aksi.Sejumlah perempuan tampak membawa spanduk dan poster. Dua perempuan membentangkan spanduk bertuliskan ‘Perempuan Pulau Kodingareng melawan oligarki’. Terdapat juga tulisan ‘Stop reklamasi Makassar New Port, lalu ada tulisan ‘Nenek moyangku seorang pelaut, bukan penambang pasir laut’.baca : Tambang Pasir Laut Proyek MNP Telah Dihentikan, Dampaknya Masih Dirasakan Nelayan  Herli, salah seorang perempuan peserta protes yang merupakan aktivis Walhi Sulsel, menyatakan bahwa aksi tersebut adalah bagian dari perayaan hari oligarki nasional yang diperingati setiap 5 Oktober, tanggal di mana undang-undang omnibus law ditetapkan pada 5 Oktober 2020 silam. Aksi ini dilakukan bersama perempuan Pulau Kodingareng, Greenpeace Indonesia, WALHI Sulawesi Selatan dan Green Youth Movement.“Ini adalah simbol perlawanan perempuan, khususnya dari perempuan Pulau Kodingareng yang terkena dampak tambang pasir laut sebagai bagian dari proyek oligarki, beberapa tahun lalu dan sampai sekarang masih dirasakan dampaknya,” katanya." "Hari Oligarki Nasional, Gurita Raksasa Bercokol di Depan Kantor Gubernur Sulsel","Menurut Slamet Riadi, Kepala Departemen Advokasi dan Kajian WALHI Sulsel, aksi monster gurita ini pernah juga dilakukan di depan gedung DPR-MPR tahun pada 2021 lalu. Monster gurita adalah simbol atau wajah kekuasaan pemerintah dan korporasi saat ini yang telah mencengkeram dan menguasai sendi-sendi penghidupan masyarakat.“Selain itu, gurita raksasa ini juga membawa pesan degradasi lingkungan hidup dan sumber daya alam di Indonesia yang diakibatkan oleh sejumlah aturan yang dilegalisasi oleh pemerintah, menguntungkan korporasi, dan memiskinkan masyarakat,” ujar Slamet.Lebih jauh dikatakan Slamet bahwa kehadiran monster oligarki di Sulawesi Selatan tidak lepas dari banyaknya kesepakatan politik dan bisnis yang mencengkeram serta menggerogoti sumber daya alam, lingkungan hidup, dan penghidupan masyarakat. Salah satunya sumber daya alam pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil.baca juga : Riset Koalisi Save Spermonde: Proyek MNP Rusak Ekosistem Laut dan Sengsarakan Nelayan  Di Sulawesi Selatan sendiri, lanjut Slamet, terdapat sembilan proyek infrastruktur yang masuk dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) dan salah satunya merupakan mega proyek pembangunan pelabuhan bertaraf internasional yaitu Makassar New Port (MNP). Proyek ini mulai masuk dalam skema program PSN sejak tahun 2016 dan mulai diresmikan pada tahun 2018.Reklamasi untuk MNP ini sendiri baru selesai pada tahap 1A, 1B berupa pembangunan konstruksi, dan 1C juga berupa pembangunan konstruksi. Berdasarkan master plan yang dikeluarkan oleh PT. Pelindo IV menunjukkan bahwa ada tiga tahap reklamasi Makassar New Port yakni tahap 1 (A, B, C, dan D), tahap 2, dan tahap 3 (fase ultimate) dengan luasan total 1.428 Ha.“Ini berarti masih akan ada kebutuhan pasir laut dan konflik ruang antara nelayan dengan pemerintah dan korporasi akan terjadi lagi,” katanya." "Hari Oligarki Nasional, Gurita Raksasa Bercokol di Depan Kantor Gubernur Sulsel","Menurut Slamet, selama aktivitas tambang pasir laut berlangsung pada 2020 lalu, nelayan dan perempuan Pulau Kodingareng mengalami penderitaan sosial-ekonomi dan wilayah tangkap nelayan rusak parah, seperti pendapatan nelayan menurun drastis hampir 90 persen.Dampak lainnya adalah perubahan arus dan kedalaman laut, air laut menjadi keruh, terumbu karang rusak dan mengalami pemutihan (bleaching) akibat sedimentasi tambang pasir laut. Utang nelayan juga semakin menumpuk akibat pendapatan tidak ada.“Banyak perempuan yang kemudian menggadaikan emasnya untuk bertahan hidup, beberapa nelayan memilih untuk meninggalkan pulaunya untuk mencari penghidupan, banyak anak sekolah yang harus putus sekolah, dan banjir rob semakin mengancam,” tambahnya.baca juga : Begini Nasib Perempuan Pulau Kodingareng Setelah Penambangan Pasir Laut Berakhir  Sita, seorang istri nelayan di Pulau Kodingareng mengakui bahwa meski tambang pasir telah dihentikan namun dampaknya masih dirasakan, di mana perekonomian mereka belum pulih seutuhnya.“Bagaimana ekonomi mau pulih kalau terumbu karangnya sudah rusak karena tambang pasir laut, ikan-ikan sudah pindah tempat. Bahkan copong sebagai tempat ikan berkumpul sudah tidak sama seperti dahulu lagi. Ombaknya juga sudah semakin tinggi. Sekarang ini banyak nelayan yang tinggalkan pulau mencari pekerjaan lain,” katanya. MNP dan Tambang Pasir LautDikatakan Slamet, aksi 5 Oktober ini membawa pesan bahwa pembangunan MNP dan aktivitas tambang pasir laut hanya menguntungkan kelompok oligarki tertentu tanpa mempertimbangkan dampaknya bagi lingkungan dan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya." "Hari Oligarki Nasional, Gurita Raksasa Bercokol di Depan Kantor Gubernur Sulsel","Pada September 2020 silam, Koalisi Selamatkan Laut Indonesia telah merilis hasil investigasi kelompok oligarki di balik proyek tambang pasir laut. Dengan menelusuri sejumlah dokumen dari Ditjen AHU Kemenkumham RI dan akta perusahaan yang tercantum di dokumen AMDAL, diperoleh informasi bahwa dari total 12 izin usaha pertambangan yang beroperasi di perairan Takalar, dua di antaranya yaitu PT Banteng Laut Indonesia dan PT Nugraha Indonesia Timur tercatat dimiliki oleh orang-orang dekat Gubernur Sulsel saat itu, Nurdin Abdullah.Hasil penelusuran Koalisi Save Spermonde juga telah menemukan sejumlah korporasi besar dan nama-nama yang diduga kuat memiliki hubungan dekat dengan para pengambil kebijakan di balik pembangunan reklamasi dan jalan tol MNP.Berbagai pembangunan dan permufakatan tersebut telah menjadi awal mula merosotnya penghidupan nelayan-perempuan pesisir dan pulau-pulau kecil saat adanya aktivitas tambang pasir laut dan reklamasi Center Point of Indonesia (CPI) pada tahun 2017.“Sekarang, melalui Perda RZWP3K Sulsel yang kini terintegrasi dengan perda RTRW Sulsel tahun 2022-2041, praktik tambang pasir laut dan reklamasi MNP semakin mengancam penghidupan masyarakat dan ekosistem pesisir pulau-pulau kecil Sulsel. Bahkan hal tersebut dilegalisasi melalui produk perundang-undangan yang tentu saja menguntungkan para oligarki,” ujar Slamet.perlu dibaca : Penambangan Pasir Laut di Spermonde Datang, Ikan Tenggiri Menghilang  Afdillah, Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia, mengatakan terjadinya proses pembangunan serampangan tak hanya merusak daratan tapi juga lautan, dan yang paling terdampak tentu saja masyarakat kecil, khususnya perempuan, dan ini umum terjadi di berbagai daerah." "Hari Oligarki Nasional, Gurita Raksasa Bercokol di Depan Kantor Gubernur Sulsel","“Dan ini tidak hanya terjadi di Kodingareng tapi juga banyak daerah lain. Sudah banyak contoh nyata bagaimana oligarki menghancurkan kehidupan masyarakat kecil hanya demi kepentingan segelintir golongan saja,” ungkap Afdillah. Tuntutan Aksi Peserta aksi kemudian menyampaikan sejumlah tuntutan. Kepada pemerintah pusat dan provinsi diminta menghentikan pembangunan Makassar New Port dan aktivitas tambang pasir laut yang berada di wilayah tangkap nelayan.Kepada gubernur dan DPRD Sulsel diminta untuk merevisi RTRW 2022-2041 yang melegalisasi zona tambang pasir laut dan reklamasi di Sulsel.Kepada PT Pelindo IV diminta bertanggung jawab atas kemiskinan dan kerusakan yang terjadi di wilayah tangkap nelayan. Sementara untuk PT Boskalis, perusahaan asal Belanda, sebagai mitra PT Pelindo IV juga harus bertanggung jawab untuk mengembalikan dan memulihkan wilayah tangkap nelayan agar masyarakat dapat bisa melaut seperti sedia kala.  [SEP]" "Hak Istimewa Nelayan Tradisional pada Zona Penangkapan Terukur","[CLS]  Nelayan tradisional kembali mendapatkan penegasan jaminan berupa kuota penangkapan ikan secara terukur saat kebijakan tersebut mulai diterapkan. Jaminan tersebut memastikan bahwa nelayan tradisional akan tetap bisa beroperasi menyesuaikan kebutuhan masing-masing.Janji tersebut menegaskan kembali bahwa Pemerintah Indonesia tidak akan sembarangan menerapkan kebijakan jika akan merugikan kepentingan nelayan tradisional yang selama bertahun-tahun sudah menjadi pemangku kepentingan utama di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Muhammad Zaini Hanafi mengatakan, masyarakat sebaiknya bisa memahami rencana kebijakan tersebut dengan baik tanpa tersulut informasi yang beredar selama ini.“Kita akan berikan kuota untuk nelayan lokal tanpa ada batasan. Selain itu, harap diingat, kita tidak akan memungut PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) kepada mereka,” jelas dia pekan ini di Jakarta.Dengan adanya jaminan untuk nelayan tradisional, maka berapa pun kebutuhan kuota tangkapan akan diberikan kepada mereka. Itu berarti, semua nelayan tradisional akan diberikan kuota tangkapan tanpa ada pembatasan.baca : Penangkapan Terukur dan Penerapan Kuota Apakah Layak Diterapkan?  Dia mencontohkan, jika kuota yang dibutuhkan seorang nelayan tradisional jumlahnya adalah satu ton untuk satu kapal, maka mereka akan mendapatkannya. Kemudian, jika memang kemampuan kapal menangkap ikan sudah naik menjadi 10 ton, jumlah tersebut juga dijamin akan diberikan lagi.Semua kuota yang dibutuhkan tersebut, dijamin akan diberikan kepada nelayan tradisional tanpa harus melalui sistem kontrak seperti yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha besar. Selain itu, nelayan tradisional juga tidak harus membayar PNBP, meski kuota tangkapan berhasil dimanfaatkan semua." "Hak Istimewa Nelayan Tradisional pada Zona Penangkapan Terukur","“Peraturan perizinan pun tidak ada yang berubah, hanya nelayan lokal diarahkan membentuk kelompok atau koperasi supaya lebih kuat,” ucap dia.Dengan demikian, tak ada yang perlu dikhawatirkan lagi jika kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota akan menyingkirkan nelayan tradisional dan memprioritaskan pelaku usaha yang memiliki modal besar.Zaini memaparkan, dalam melaksanakan kebijakan penangkapan terukur berbasis kuota, pihaknya membagi 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) ke dalam enam zona.Rinciannya, zona satu hingga empat mencakup zona penangkapan industri yang akan membagi kuota tangkapan untuk nelayan tradisional lokal, non komersial, dan industri. Keempat zona tersebut meliputi WPPNRI 711 (Zona 1); WPPNRI 716 dan 717 (Zona 2); WPPNRI 715, 718, dan WPPNRI 714 (Zona 3); serta WPPNRI 572 dan WPPNRI 573 (Zona 4).Sementara, dua zona tersisa adalah zona penangkapan biasa yang tidak menerapkan sistem kuota. Kedua zona tersebut adalah WPPNRI 571 (Zona 5), serta WPPNRI 712 dan 713 (Zona 6). Dua zona tersebut tidak untuk komersial, namun untuk kegiatan pendidikan, pelatihan, dan hobi (mancing).“Ini tidak banyak, ini hanya 0,01 persen dari kuota yang ada. Nah, setelah ini (jika masih) ada sisanya, baru yang ketiga untuk industri,” sebut dia.baca juga : Nelayan Kecil dan Pesta Korporasi di Laut  Namun demikian, walau kuota tersisa akan diberikan kepada pelaku usaha besar, Pemerintah Indonesia memastikan bahwa itu akan diberikan kepada mereka yang sudah beroperasi di zona tersebut sebelumnya. Kemudian, jika masih ada sisa, maka akan diberikan kepada investor baru.Adapun, WPPNRI yang disebut rinciannya adalah 711 yang meliputi perairan Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut Natuna Utara; 712 yang meliputi perairan Laut Jawa; 713 yang meliputi perairan Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, dan Laut Bali; dan 714 yang meliputi perairan Teluk Tolo dan Laut Banda." "Hak Istimewa Nelayan Tradisional pada Zona Penangkapan Terukur","Kemudian, 715 yang meliputi perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram, dan Teluk Berau; 716 yang meliputi perairan Laut Sulawesi dan sebelah Utara Pulau Halmahera; 717 yang meliputi perairan Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik.Berikutnya, adalah 718 yang meliputi perairan Laut Aru, Laut Arafuru, dan Laut Timor bagian Timur; 572 yang meliputi perairan Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda; dan 573 yang meliputi perairan Samudera Hindia sebelah Selatan Jawa hingga sebelah Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor bagian Barat.Mengingat kebijakan penangkapan terukur berbasis kuota adalah kebijakan yang menyeimbangkan ekonomi dan ekologi, Pemerintah memastikan bahwa pemilihan pelaku usaha akan melalui proses seleksai yang sangat ketat.Salah satu syarat yang harus dipenuhi, pelaku usaha harus memiliki modal usaha minimal Rp200 miliar. Tujuannya, untuk memastikan keseriusan pelaku usaha dalam menjalani bisnis perikanan untuk jangka waktu yang panjang.“Langkah ini sekaligus untuk mengantisipasi terjadinya percaloan kuota penangkapan,” tegas dia.baca juga : Nasib Nelayan Indonesia ditengah Jepitan Krisis Iklim dan Industri Ekstraktif  Dengan kata lain, kebijakan penangkapan terukur berbasis kuota bukanlah kebijakan menjualbelikan wilayah tangkapan, melainkan membagi kuota tangkapan sesuai kebutuhan. Jika kuota tangkapan milik pelaku usaha sudah habis, walau kontrak masih berlangsung, maka kegiatan penangkapan harus berhenti.“Banyak yang salah di luar seakan-akan kebijakan penangkapan terukur ini mengkapling laut. Konsesinya bukan wilayah, tapi komoditasnya. Jumlah ikan yang bisa diambil atau kuota. Jadi, tidak ada kavling laut,” tambah dia. Seleksi Ketat" "Hak Istimewa Nelayan Tradisional pada Zona Penangkapan Terukur","Selain untuk kepentingan ekologi, seleksi yang ketat dalam menjaring calon investor, dilakukan karena Pemerintah ingin menjamin keberlangsung pelaku usaha yang sudah lebih dulu beroperasi di zona yang sudah ditetapkan.“Kita tidak akan obral. Makanya ketat (syaratnya) Rp200 miliar. Tapi ini di luar di balik-balik, seakan-akan yang Rp200 miliar ini ingin menghabisi pengusaha yang sudah eksis. Tidak, pengusaha yang eksis cukup menunjukkan dia sudah punya kapal,” ungkap dia.Selain dari sisi kuota, tujuan menyeimbangkan kegiatan ekonomi dan ekologi untuk pelestarian ekosistem laut dan pesisir juga dilakukan Pemerintah melalui pengaturan alat penangkapan ikan (API). Dalam kebijakan tersebut, API yang digunakan harus ramah lingkungan untuk menjaga keberlanjutan ekosistem laut.Di luar tujuan untuk menyeimbangkan kegiatan ekonomi dan ekologi, Muhammad Zaini Hanafi menerangkan bahwa penerapan kebijakan penangkapan terukur berbasis kuota juga bertujuan untuk menghadirkan distribusi ekonomi yang lebih merata ke daerah di luar Pulau Jawa.Menurut dia, selama ini kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan para pelaku usaha bermodal besar selalu membawa hasil tangkapan ke daerahnya masing-masing, terutama ke pulau Jawa. Padahal, jika pendaratan dilakukan di dalam zona tangkapan, itu akan membantu pemerataan ekonomi lebih cepat.perlu dibaca : Laut Arafura Jadi Panggung Pertunjukan Utama Penangkapan Ikan Terukur  Dengan adanya syarat pendaratan harus dilakukan di dalam zona tangkapan, maka fasilitas pelabuhan perikanan dipastikan akan semakin dibutuhkan saat kebijakan penangkapan ikan terukur diterapkan. Untuk itu, Pemerintah Indonesia juga fokus untuk melakukan optimalisasi peran pelabuhan perikanan.Menurut Zaini, pihaknya menyiapkan sebanyak 79 lokasi pelabuhan perikanan bisa digunakan untuk penerapan kebijakan penangkapan ikan terukur, termasuk kegiatan pemungutan PNBP pascaproduksi, dan juga sistem kontrak." "Hak Istimewa Nelayan Tradisional pada Zona Penangkapan Terukur","“Ada sejumlah pelabuhan perikanan yang menjadi proyek percontohan untuk kebijakan ini,” tutur dia.Dia mengakui, secara bertahap penyiapan sarana dan prasarana pendukung pelabuhan, termasuk sumber daya manusia (SDM) dan petunjuk teknis atau pelaksanaan, juga prosedur operasi standar (SOP). Sejauh ini, uji coba dan simulasi timbangan elektronik untuk mendukung pemungutan PNBP pascaproduksi juga sudah dilakukan.Dia berharap, kebijakan penangkapan ikan terukur bisa menjadi momen penting untuk pengelolaan pelabuhan perikanan menjadi lebih baik. Seluruh kegiatan di pelabuhan perikanan harus bermanfaat bagi nelayan, karena pelabuhan perikanan merupakan ujung tombak kegiatan penangkapan ikan terukur yang menyelaraskan antara ekologi dengan ekonomi.Sejak dari sekarang, pelabuhan perikanan harus menjadi pusat bisnis perikanan yang kondusif, aman dan tertib melalui pembinaan dan pengendalian, menerapkan prinsip kebersihan, keamanan, ketertiban, keindahan, dan keselamatan kerja (K5) dengan konsisten, tidak berbelit-belit dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.Direktur Kepelabuhanan Perikanan KKP Tri Aris Wibowo meminta para pengelola pelabuhan perikanan harus optimis dalam melaksanakan kebijakan penangkapan ikan terukur. Evaluasi dan perbaikan terus dilakukan untuk peningkatan kinerja dalam melayani masyarakat yang beraktivitas di pelabuhan perikanan.“Kita siapkan juga SDM yang cakap dan handal mulai petugas syahbandar di pelabuhan perikanan, pengolah data, verifikator data pendaratan ikan, hingga petugas inspeksi mutu ikan,” tuturnya.baca juga : Penangkapan Terukur, Masa Depan Perikanan Nusantara  Terpisah, Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Adin Nurawaluddin mengatakan, untuk mengawal program penangkapan ikan terukur, akan didorong penguatan sinergi dengan aparat penegak hukum lain." "Hak Istimewa Nelayan Tradisional pada Zona Penangkapan Terukur","“Tentu kita akan semakin meningkatkan sinergi dengan aparat penegak hukum lain, termasuk TNI AL, Bakamla, Polair dan Kejaksaan. Itu diperlukan untuk pengawasan dan penegakan hukum di bidang kelautan dan perikanan. Itu bukan hanya ranah KKP saja,” jelas dia akhir pekan lalu di Jakarta.Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono pada kesempatan yang sama menyebutkan bahwa program penangkapan terukur akan dikawal ketat melalui pengawasan berbasis teknologi. Tujuannya, untuk memastikan praktik kecurangan dan penangkapan berlebih (overfishing) tidak terjadi.“Ada teknologi satelit, dan kapal pengawas di setiap zona dan terkoneksi dengan pesawat pemantau (air surveillance), sehingga tidak ada praktik penangkapan ikan yang melebihi kuota,” ucap dia.Terkait dengan pemantauan berbasis satelit yang saat ini sedang dalam proses pengembangan, dia menyebutkan teknologi tersebut akan memiliki kemampuan untuk mendeteksi praktik penangkapan ikan yang dilakukan secara ilegal, juga mampu mendeteksi sampah yang dibuang ke laut.Dia berharap, teknologi pemantauan berbasis teknologi tersebut bisa dioperasikan pada 2022 bersamaan dengan penerapan kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota. Agar itu bisa diwujudkan, proses percobaan terus dilakukan dari sekarang.  [SEP]" "Udang Galah dan Pudarnya Simbol Kemakmuran Masyarakat Melayu","[CLS]   Udang satang atau umum dikenal udang galah [Macrobrachium rosenbergii], merupakan bahan “istimewa” dalam tradisi kuliner masyarakat Melayu di Sumatera. Dari Aceh hingga Lampung, termasuk pula di Kepulauan Riau dan Bangka Belitung. Masakan dari udang satang merupakan makanan mewah bagi orang Melayu.Di Pulau Bangka, udang yang tekstur dagingnya mirip lobster, lembut, berasa manis, biasanya diolah menjadi “lempah kuning” atau biasa disebut “lempah udang”, yakni masakan saat nganggung. Tradisi makan bersama yang sejak tahun 2010 ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.Nganggung biasanya dilaksanakan di masjid atau tempat terbuka untuk menyambut hari-hari besar Islam, seperti Maulid Nabi Muhammad SAW, Nisfu Sya’ban, Muharram, serta selepas shalat Idul Fitri dan Idul Adha.“Lempah udang juga menjadi hidangan khusus keluarga jauh yang berkunjung ke rumah. Intinya, hanya disajikan hari-hari penting atau istimewa,” kata Zainab [68], perempuan asal Desa Kota Kapur, yang tinggal di dekat Sungai Menduk, Kabupaten Bangka, kepada Mongabay Indonesia, Kamis [06/10/2022].Sungai Menduk atau Mendo merupakan habitat alami udang galah di Pulau Bangka. Panjangnya sekitar 41,91 kilometer, alirannya membelah Desa Labuh Air Pandan dan Desa Kota Kapur, serta bermuara di Selat Bangka.Baca: Kelik Sulung, “Penghuni” Rawa Gambut Kepulauan Bangka Belitung  Udang satang mudah didapatkan pada musim kemarau [Juli-Oktober]. “Warga sekitar Sungai Mendo biasanya menangkap menggunakan perangkap bubu atau jaring belat,” kata Pendi, warga Desa Kota Kapur.“Khusus jaring belat, mulai dipasang saat air pasang, bentuknya memanjang mengikuti garis hutan mangrove, saat surut dilihat apakah ada udang terperangkap. Biasanya, dalam sehari kami bisa mendapat 1-2 kilogram,” lanjutnya." "Udang Galah dan Pudarnya Simbol Kemakmuran Masyarakat Melayu","Penghasilan tersebut menurut Pendi, jauh berkurang dibandingkan lima hingga sepuluh tahun lalu. “Dulu bisa 5-10 kilogram. Harganya lumayan, sekarang saja bisa dijual dengan harga 100-140 ribu per kilogram,” lanjutnya.Hal serupa dikeluhkan Azwar, pencari udang dari Desa Kota Kapur. “Tahun 2000-an, dapat lima kilogram. Sekarang, satu kilogram sulit dan ukurannya kecil.”Udang satang yang memiliki ciri khas capit biru, merupakan spesies udang terbesar yang hidup di sekitar perairan tawar hingga payau.Berdasarkan penelitian “Analisis Kelimpahan Udang Galah [Macrobrachium rosenbergii] di Sungai Menduk Kabupaten Bangka” oleh Bobby Fajrilian, dijelaskan parameter perairan seperti DO [oksigen terlarut], suhu dan salinitas, mempunyai hubungan erat dengan kelimpahan udang galah.“Kelimpahan tertinggi terdapat pada stasiun 2 dibandingkan dengan stasiun 1 dan 3. Stasiun 2 memiliki DO paling tinggi,” jelas riset yang diterbitkan dalam Jurnal Sumberdaya Perairan, Universitas Bangka Belitung [UBB].Menurut Henri, peneliti biologi dari UBB, terjaganya parameter perairan berkat peran ekosistem mangrove yang masih baik di sepanjangan aliran sungai.“Ketika terjadi degradasi, berpengaruh terhadap parameter tersebut, sehingga mengancam biota di perairan tersebut, termasuk kehidupan manusia di sekitar,” katanya.Baca: Kelik Puteh, Ikan Lele “Albino” yang Mulai Menghilang dari Pulau Bangka  Rawa, mangrove, dan sungai yang tercemar Berdasarkan dokumen IKPLHD [Informasi Kinerja Lingkungan Hidup Daerah] Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 2021, dalam setahun [2019-2020], luasan hutan mangrove primer di Kepulauan Bangka Belitung, mengalami degradasi seluas 10.858 hektar. Awalnya seluas 33.647,09 hektar menjadi 22.789,09 hektar.“Berdasarkan data perubahan penutup lahan 2019-2020, eksploitasi terjadi pada sektor pertambangan dan perkebunan, ditambah sektor perikanan budidaya dalam hal ini budidaya udang vaname di pesisir.”" "Udang Galah dan Pudarnya Simbol Kemakmuran Masyarakat Melayu","Berdasarkan dokumen yang sama, kerusakan mangrove juga diikuti tercemarnya sekitar 55 persen sungai, dari 2.000 lebih sungai yang ada di Kepulauan Bangka Belitung [tahun 2019].“Pada 2019, sekitar 55 persen sungai melebihi baku mutu TSS [Total Suspended Solid] dan 78 persen sungai melebihi baku mutu BOD [Biochemical Oxygen Demand]. Namun pada tahun 2020, parameter TSS melebihi baku mutu hanya terjadi pada tiga lokasi saja atau 11,1 persen, dan tidak ada lokasi yang melebihi baku mutu BOD,” tulisnya.Sebagai informasi, TSS adalah padatan tersuspensi di badan air sungai. Di Bangka Belitung, TSS banyak berasal dari limbah atau tailing pertambangan timah. Sementara BOD adalah jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk mengurai bahan organik di air.Baca: Kisah Pilu Dugong di Perairan Pulau Bangka  MemudarMenurut Jessix Amundian, Direktur Walhi Kepulauan Bangka Belitung, di masa lalu masyarakat Pulau Bangka sangat menghormati sungai.“Hubungannya tidak hanya dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi juga terkait spiritual, diwujudkan adanya ritual sedekah atau taber sungai,” katanya.Nilai-nilai taber sungai mirip taber laut, yang intinya bentuk syukur terhadap hasil alam [sungai], serta meminta doa agar dilimpahkan hasil selanjutnya beserta keselamatan saat beraktivitas di sungai.“Namun, menurut informasi masyarakat, ritual ini sudah tidak pernah lagi dilakukan. Seperti yang terjadi pada ritual sedekah sungai di Sungai Sukal, di pesisir barat Pulau Bangka [Selat Bangka],” lanjut Jessix.Hilangnya ritual taber sungai juga terjadi di sekitar Sungai Semubur, aliran sungai di Teluk Kelabat, masuk kawasan penyangga Taman Nasional Gunung Maras.Menurtu Ratno, warga Desa Pangkaniur, Kabupaten Bangka, ritual taber sungai dilakukan di sebuah batu granit, di tengah Sungai Semubur.“Batu itu kami namakan “batu nenek”." "Udang Galah dan Pudarnya Simbol Kemakmuran Masyarakat Melayu","Batu tersebut hanya muncul ke permukaan saat kondisi surut, tepatnya Mei. Masyarakat yang ikut ritual berasal dari sejumlah desa di sekitar Teluk Kelabat, seperti Desa Pangkalniur, Desa Pusuk, Desa Tuik, dan lainnya.“Dalam ritual, ada larangan beraktivitas di sekitar sungai selama tiga hari. Jika ada yang melanggar, akan diarak keliling kampung, serta akan dilibas menggunakan mayang [bunga] pinang,” lanjut Ratno, yang merupakan penjaga hutan adat Tukak, bagian dari DAS [Daerah Aliran Sungai] Semubur, di Desa Pangkalniur, Kabupaten Bangka.Namun, ritual tersebut hilang. Penyebabnya, tidak ada lagi generasi penerus [ketua adat/dukun sungai], yang memimpin acara tersebut.“Terakhir dilaksanakan sekitar tahun 90-an. Saya ingat betul, saat itu ada warga melanggar dan diarak keliling kampung,” kata Ratno.Baca juga: Nasib Ikan Cupang Endemik Bangka Belitung, Terancam Punah karena Habitat Rusak  Populasi berkurangMuhammad Iqbal, peneliti Biologi dari Fakultas MIPA Universitas Sriwijaya mengatakan, “Udang satang saat ini sudah sangat sulit didapatkan, meskipun dulunya semua perairan di Sumatera Selatan memilikinya.”Penyebabnya, pertama, udang satang menjadi buruan banyak nelayan atau pemancing. Nilai ekonominya tinggi, sehingga overfishing.Kedua, kualitas air sungai kian menurun, dikarenakan pencemaran limbah industri dan domestik. Ketiga, banyaknya hutan yang habis atau rusak. Hutan merupakan tempat udang windu bertelur dan mencari makan.Di Sumatera Selatan, udang satang banyak didapatkan di Sungai Musi, Sungai Lalan, dan Sungai Banyuasin.Udang satang merupakan bahan masakan mahal di Sumatera Selatan. Selain dijadikan pindang atau digoreng, biasanya digunakan sebagai bahan kuah mie celor dan tekwan.Yudhy Syarofie, peneliti budaya Palembang, menyebutkan sejak dahulu udang satang merupakan simbol makanan kaum ningrat atau orang kaya." "Udang Galah dan Pudarnya Simbol Kemakmuran Masyarakat Melayu","“Tidak semua orang mampu membelinya kecuali memancing sendiri. Bagi kaum ningrat di Palembang, menghidangkan udang satang di meja makan merupakan suatu keharusan. Tamu yang dihormati wajib dihidangkan masakan dari udang satang. Simbol ini menyebar ke berbagai wilayah penguasaan Palembang, baik di Sumatera Selatan maupun di Kepulauan Bangka Belitung,” jelasnya.  [SEP]" "Puluhan Warga Dekat Pembangkit Sorik Marapi Keracunan Lagi, Mengapa Terus Berulang?","[CLS]     Suasana Desa Sibanggor Julu, Kecamatan Puncak Sorik Marapi, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara, tampak tenang sore 6 Maret lalu. Warga ada yang tengah duduk di lopo (warung kopi). Ada yang istirahat di rumah maupun berada di ladang mereka.Ketenangan desa itu mendadak menegangkan ketika terdengar jeritan dan tangisan dari sebuah rumah. Tak berapa lama dari tempat lain juga terjadi hal sama. Makin banyak keluar rumah muntah-muntah. Ada yang digotong keluar rumah. Suasana makin mencekam. Warga panik karena jumlah mereka yang kesakitan makin bertambah.“Gas H2S, gas hidrogen sulfida geothermal bocor ada racun terhirup semua harus menjauh., ” teriak beberapa pemuda.Apa saja yang bisa mereka bawa untuk evakuasi mulai dari sepeda motor, mobil bak terbuka dan lain-lain. Sekitar 15 menit satu ambulans datang membawa warga yang muntah muntah dan sakit kepala ke rumah sakit terdekat.Sampai Minggu malam berdasarkan data dari Kepala Desa Sibanggor Julu, 58 orang dirawat di rumah sakit. Sebanyak 36 orang dirawat di RSUD Panyabungan, 22 orang di RS Permata Madina. Dari para korban itu, 12 anak-anak, dengan tiga bayi usia 10 bulan.Desa ini paling terdekat dengan proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi Sorik Marapi yang dikelola PT Sorik Marapi Geothermal Power(SMGP). Baca juga: Kebocoran Gas Beracun di Pembangkit Panas Bumi Sorik Marapi, 5 Orang TewasUntuk mengetahui penyebab puluhan masyarakat diduga keracunan gas H2S ini aparat kepolisian bergerak melakukan penyelidikan.Tim identifikasi dari Polres Mandailing Natal sepanjang Senin hingga Rabu (6-8 Maret) sore olah tempat kejadian dan memasang police line. Di lokasi ini, ada uji coba sumur wilver 05 yang diduga mengeluarkan gas beracun hidrogen sulfida (H2S) hingga terjadi insiden di masyarakat." "Puluhan Warga Dekat Pembangkit Sorik Marapi Keracunan Lagi, Mengapa Terus Berulang?","AKBP Muhammad Reza Chairul Akbar Sidiq, Kapolres Mandailing Natal ketika diwawancarai 7 Maret lalu mengatakan, tim sudah lakukan penyelidikan soal dugaan keracunan hidrogen sulfida dari pembangkit Sorik Marapi ini.Dari keterangan perusahaan, katanya, hari itu mereka mengetes sumur baru, willtest di whelferd AAE. Ketika sumur dibuka, tak ada kadar gas, namun laporan warga desa terpapar pas hingga mual-mual dan muntah. Manajer pun menyetop pengetesan.Dia meminta warga Sibanggor Julu menyerahkan masalah ini kepada aparat.Kasus keboroan gas di pembangkit panas bumi Sorik bukan pertama kali. Pada 25 Januari 2021 menyebabkan lima orang tewas terhirup gas beracun akibat kebocoran pipa proyek geothermal Sorik. Baca juga: Temuan ESDM soal Gas Beracun Sorik Marapi Kejadian yang terus berulang ini membuat Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi, marah. Saat diwawancarai 8 Maret dia mengatakan, sudah menyurati dan meminta pertanggungjawaban perusahaan soal kejadian keracunan itu.Dia memberikan peringatan agar tidak lagi terulang hal sama di kemudian hari. Jika terus terjadi, Edi akan melakukan proses hukum dan merekomendasikan supaya perusahaan ini segera ditutup karena membahayakan masyarakat sekitar.Sejak kejadian pertama, Pemerintah Sumatera Utara tidak lagi merekomendasikan perusahaan ini melanjutkan bisnis di Mandailing Natal. Dari kajian mereka, proyek ini akan membahayakan masyarakat karena ada satu pipa melewati pemukiman padat penduduk.“Kita juga peringatin agar tidak terjadi lagi. Jika surat itu diabaikan, tidak ditanggapi kita akan proses hukum. Ada jalurnya, akan direkomendasikan supaya perusahaan ditutup.”Edy bilang, memang mereka mengupayakan hal baik untuk menghasilkan energi terbarukan, tetapi terjadi kecerobohan hingga menyebabkan warga keracunan berulang.  Dia meminta, pipa yang melewati pemukiman penduduk segera dipindahkan." "Puluhan Warga Dekat Pembangkit Sorik Marapi Keracunan Lagi, Mengapa Terus Berulang?","Erwin Efendi Lubis, Ketua DPRD Mandailing Natal mengatakan, perlu mengkaji ulang perizinan perusahaan. Bukan untuk penolakan perusahaan, katanya, tetapi mencari solusi terbaik demi kepentingan bersama. “Bukan hanya kepentingan perusahaan, tetapi kepentingan pemerintah maupun kepentingan masyarakat.”Kasus ini, katanya, harus jadi pelajaran berharga terytama perusahaan.Terry Satria Indra, Kepala Teknik Panas Bumi PT Sorik Marapi Geothermal Power saat diwawancarai mengatakan, ketika uji coba sumur seluruh tim sudah menjalankan tugas dengan baik dan sesuai standar operasional.Atas kejadian itu, mereka pun meminta ahli dari Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, KESDM untuk menyelidiki.  Terus berulang, sanksi tegasFatmata Juliansyah, Manajer Advokasi dan Kampanye Kawali Nasional mengatakan, kecelakaan ini bukan yang pertama, tetapi berulang.Awal tahun lalu, katanya, sudah memakan korban jiwa, dan sekarang terulang lagi korban sampai anak kecil.“Pemerintah harus tegas dalam memberikan sanksi ke perusahaan. Jangan sampai kejadian serupa terus terulang dan hak-hak masyarakat malah terabaikan,” katanya.Pada 2021, perusahaan kena sanksi skors. Setelah beberapa waktu ada pertimbangan pemerintah hingga operasi lagi dan terulang lagi, warga keracunan.Karena sudah mengancam nyawa masyarakat, katanya, ada dasar pemerintah mencabut izin perusahaan.Soal kepentingan eksploitasi dan pemenuhan pasokan listrik, katanya, bisa diserahkan kepada pihak lain sesuai kriteria dan memiliki sistem keamanan lebih baik. Bisa juga, katanya, serahkan kepada BUMN agar pengawasan langsung di bawah pemerintah.Mereka menilai permasalahan berulang terjadi ini karena kelalaian perusahaan.Pemerintah, katanya, harus tegas menyelesaikan masalah ini, dan memberikan sanksi kepada perusahaan menimbulkan kerugian yang kerugian lingkungan, sosial bahkan kesehatan masyarakat.   ******* [SEP]" "Tanpa Tanaman Ini Acara Adat di Papua Bisa Batal Digelar","[CLS]   Bagi masyarakat umum, gembili bisa jadi merupakan tanaman yang bermanfaat sebagai sumber karbohidrat. Namun bagi masyarakat di Papua, gembili yang merupakan tanaman umbi-umbian, memiliki arti spesial dan nilai kultural sangat tinggi. Daerah yang memperlakukan istimewa gembili dapat ditemui di Merauke dan Sentani.Sesungguhnya, gembili [Dioscorea esculenta L] juga dikonsumsi sebagai makanan pada umumnya, di kedua daerah tersebut. Namun di kampung Yanggandur, Kabupaten Merauke, pada Suku Kanume, tanaman Nai,-sebutan untuk gembili, lebih dari makanan pokok. Perlakuan yang sama juga dilakukan oleh masyarakat Kemtuk Gresi di Namblong, Sentani, Kabupaten Jayapura. Gembili memilki peran strategis dalam adat dan budaya mereka.Hal ini terungkap dalam jurnal berjudul “Kajian Etnobotani Budidaya Gembili di Papua” yang ditulis oleh Mariana Ondikeleuw dan Afrizal Malik. Dijelaskan, pada etnis Kanume di Kampung Yanggandur, tanpa gembili maka ritual adat pernikahan tidak dapat dilaksanakan. Gembili memiliki nilai budaya yang lebih tinggi daripada nilai uang.Setiap kegiatan yang berhubungan dengan adat, umbi tanaman ini merupakan syarat mutlak yang harus digunakan, seperti pada upacara bunuh babi, tusuk telinga, dan sebagai mas kawin.“Sedangkan pada masyarakat Sentani dalam hubungan kekerabatan, gembili dan ubi kelapa digunakan untuk mengantar anak perempuan ke kaum kerabat laki-laki,” tulis keduanya.Baca: Gembili, Tanaman Adat Suku Kanume  Selain nilai kultural, bagi etnis Kanume, gembili juga memiliki nilai spiritual. Hal ini seperti dijelaskan dalam jurnal tersebut bahwa dalam mitosnya orang Kanume, gembili adalah ciptaan sang kuasa untuk memenuhi kehidupan orang Kanume.Dikisahkan bahwa ada empat jenis tanaman utama yang diciptakan yakni: kelapa [Kayang] sagu [Po], wati [Teh], dan Nai [Gembili] lalu pelengkap lainnya kegiatan meramu, berburu, berkebun, atau bertani dan mencari ikan di sungai." "Tanpa Tanaman Ini Acara Adat di Papua Bisa Batal Digelar","Mata pencaharian pokok Suku Kanume adalah berkebun secara tradisional dengan bergantung pada alam dan berpindah. Sampai saat ini gembili menjadi pangan andalan mereka.Menariknya, gembili juga memiliki jenis kelamin bagi orang Kanume. Hasil identifikasi secara taksonomi dalam jurnal itu menjelaskan bahwa komoditas gembili menurut orang Kanume diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin, yaitu Yekel Nai [jantan] dan gembili Sara Nai [betina].Gembili jantan adalah gembili aksesi nsorung, nsowar, perket, wana, saloken, ponai, pak dan keka. Gembili betina adalah ntroke, nsall, thai, nceru, kepllam, mperinsaram, mpre-mpre, serkui, nkiau, keta dan plawa thai.“Selain gembili lokal ada juga gembili yang diintroduksi dari luar Papua, yakni dari Papua New Guinea dan sudah dibudidayakan seperti jenis Pint-pint, Sant dan NN. Bagi orang Kanume ada tiga warna pada umbi gembili yaitu putih, unggu, dan putih keunguan. Sedangkan berdasarkan bentuk, terdapat umbi lonjong panjang [45–50 cm] dan bulat dengan berat antara 2–6 kg/umbi,” ungkap Mariana dan Afrizal dalam penelitiannya.Baca: Buah Merah, Tanaman Prasejarah dari Tanah Papua  Sementara pada Suku Kemtuk Gresi, gembili dalam istilah lokal dibagi dua jenis yakni umbi kecil atau disebut fam dan jenis umbi besar yang dinamakan yara. Terdapat jenis kelamin jantan dan betina juga, sebagaimana pada Suku Kanume. Tumbuhan ini telah dikenal sejak nenek moyang dan merupakan tanaman turun temurun, hingga saat ini masih digunakan dalam ritual adat budaya Sentani.Menurut jurnal tersebut, sistem pengetahuan lokal Suku Kanume dan Sentani tentang gembili merupakan aturan tertata dan bergamitan. Dengan begitu, membentuk aturan utuh dengan pengetahuan tentang: cuaca, iklim, hutan, hari tanam, waktu panen dan lain sebagainya, yang secara langsung memengaruhi pertumbuhan tanaman gembili pada sistem perladangan ke dua etnis ini.Baca juga: Matoa, Buah Khas Papua yang Kaya Manfaat  " "Tanpa Tanaman Ini Acara Adat di Papua Bisa Batal Digelar","Kampung Yangganur yang dihuni Suku Kanume, berada di Taman Nasional Wasur, Merauke. Tradisi leluhur tentang pangan gembili ini juga mendapat perhatian dari Balai Taman Nasional Wasur. Hal ini dibuktikan dengan dijadikannya kampung Yanggandur sebagai masyarakat dampingan Taman Nasional Wasur dan diberikannya bantuan seperti alat pertanian. Balai Taman Nasional Wasur juga bekerja sama dengan Dinas Pertanian dan Perkebunan serta Dinas Pemerintahan Kampung dalam melaksanakan kegiatan ini.“Di Kanume cocok tanam gembili ini selain sagu dan merupakan tanaman sejak leluhur mereka. Gembili, biasa panen setahun sekali. Saat panen, sudah tradisi warga menyisihkan gembili sebagai bibit cadangan musim depan. Makan gembili dalam pesta adat wajib,” kata Yarman, Kepala Kantor Balai Taman Nasional Wasur, sebagaimana diberitakan Mongabay sebelumnya.Fitalis Ndiken, warga Kampung Yanggandur mengatakan, gembili tidak boleh diperjualbelikan sembarangan. Makanan ini, jelasnya, sangat dihormati pemiliknya secara adat. Biasanya tersaji sebagai makanan dalam acara adat Suku Kanume, atau kalau bila ada kunjungan dari luar Yanggandur. Para tamu juga senang mengonsumsi gembili karena rasanya enak.Beberapa kampung yang masuk dalam sub Suku Kanume adalah Kampung Yanggandur, Rawa Biru, Sota, Erambu, Ndalir, Onggaya, Tomer, Toray, Wasur, dan Kondo.“Mereka memiliki pesta adat dan kerabat, yang berasal dari kampung lain turut menyumbang gembili, sagu, kelapa, bunga anggin, wati [sejenis minuman adat], tebu, maupun babi lokal. Namun tanpa gembili, acara adat hambar karena menghadirkan roh leluhur Kanume,” paparnya.   [SEP]" "Antisipasi Banjir, Lahan Kritis di Pasuruan Perlu Penanganan Serius","[CLS]     Banjir melanda berbagai daerah di Indonesia, termasuklah Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Sejak akhir 2021, banjir melanda dari Gempol di ujung barat sampai Grati di wilayah timur Pasuruan. Alih fungsi lahan disebut-sebut sebagai penyebab.Sebaran banjir di Pasuruan kian meluas. Beberapa wilayah yang sebelumnya aman, kini mulai merasakan dampak air limpasan yang tak mampu tertampung sungai.Pada 23 Februari lalu, misal, banjir di Kecamatan Pandaan, saking derasnya air limpasan, sampai menggenangi jalur jalan naisonal Surabaya-Malang. Padahal, kecamatan ini relatif berada di dataran tinggi.“Hujan cukup deras di hulu. Sementara kondisi hulu juga seperti itu, banyak lahan rusak,” kata Andri Wahyudi, anggota DPRD dari daerah pemilihan (dapil) Pandaan.Tak hanya kabupaten, banjir juga terjadi di Kota Pasuruan 25 Februari lalu tak kalah parah. Di alun-alun, ketinggian air mencapai 30 sentimeter lebih, dan tak pernah terjadi sebelumnnya.Wali Kota Pasuruan, Saifullah Yusuf menyebut, curah hujan tinggi dinilai jadi penyebab banjir parah kali ini. Saluran-saluran air tak mampu menampung debit curah hujan.“Curah hujan turun cukup tinggi hingga tak tertampung. Selain itu, deforestasi daerah hulu juga turut memberi kontribusi,” kata Gus Ipul, sapaan akrabnya.Deforestasi menyebabkan antara lain pendangkalah sungai karena terjadi sedimentasi, terutama sungai-sungai besar seperti Kali Gembong, Petung dan Kali Welang.Kali Gembong dan Petung, merupakan bagian daerah aliran sungai (DAS)) Rejoso berhulu di pegunungan Bromo Tengger Semeru. Kali Welang berhulu Gunung Arjuno-Welirang.Sedimentasi ketiga sungai turut berkontribusi banjir di wilayahnya. Upaya normalisasi tidak bisa dilakukan lantaran ketiga sungai itu jadi kewenangan provinsi dan pemerintah pusat. “Sedang kami usulkan untuk normalisasi,” katanya.   Lahan kritis " "Antisipasi Banjir, Lahan Kritis di Pasuruan Perlu Penanganan Serius","Berdasarkan peta jalan pengelolaan DAS Forum DAS Pasuruan (FDP), total lahan kritis di Pasuruan mencapai 31.873,04 hektar. Rinciannya, 16.204 hektar kritis. Sisanya 15.668,04 hektar sangat kritis.“Situasi seperti ini, jika tidak ditangani ya sampai nanti juga Pasuruan tidak akan bisa bebas banjir,” kata Lujeng Sudarto, Direktur Pusat Studi Advokasi Kebijakan ([email protected]).Pertambangan pasir dan batu (sirtu) juga marak hingga memicu banjir. Di Pasuruan, setidaknya ada 80 izin pertambangan seluas 2.500 hektar lebih.Dari jumlah itu, mayoritas di wilayah DAS Rejoso, sekitar 72 izin tambang. “Itu hanya data tambang berizin. Ada banyak lokasi-lokasi tambang tidak berizin,” katanya.Melihat dampak dari alih fungsi lahan ini, Lujeng pun mendesak pemerintah tak lagi menerbitkan izin tambang baru. Dia usul, pemerintah fokus rehabilitisi kawasan guna mengurangi dampak lebih parah di masa mendatang.Dia bilang, memang ada kontribusi pendapatan daerah dari tambang-tambang ini. Namun, katanya, kerugian dampak kerusakan lingkungan jauh lebih besar daripada pemasukan daerah. Terlebih lagi, dari tambang itu, hampir semua tak lakukan reklamasi.“Pemerintah jangan hanya berpikir soal pendapatan karena itu jelas tak sebanding. Jalan-jalan banyak rusak, banjir parah dimana-mana. Apa itu sebanding? Jelas tidak karena biaya rehabilitasi atau penanganan lebih besar daripada pemasukan daerah.” Baca juga: Ketika Banjir Bandang Landa Pasuruan Gunawan Wibiono, pakar hidrologi Universitas Merdeka (Unmer) Malang, ,mengatakan , perubahan tata guna lahan daerah hulu turut mempengaruhi intensitas banjiir di Pasuruan. Upaya penanganan, katanya, tak bisa sporadis tetapi menyeluruh dari hulu hingga hilir dengan melibatkan multipihak.“Hukum alam itu air mengalir dari hulu ke hilir, dari daerah atas ke bawah. Artinya, apapun yang terjadi di hulu, akan berdampak pada dataran bawah.”" "Antisipasi Banjir, Lahan Kritis di Pasuruan Perlu Penanganan Serius","Dalam penanganan banjir, biasa hulu alias DAS yang jadi salah satu pokok persoalan, jarang atau bahkan tak pernah tersentuh.DAS, merujuk definisi pemerintah, merupakan suatu wilayah daratan merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air uang berasal dari curah hujan ke danau atau laut secara alamiah. Dari gambaran itu, katanya, tak satupun jengkal lahan keluar dari zona DAS.“Karena itu, bagaimana kondisi DAS, pasti akan membawa pengaruh pada kehidupan,” kata Gunawan.Dalam peta jalan pengelolaan DAS terbitan FDP, wilayah Pasuruan terbagi dalam sembilan kawasan DAS, yakni, Kembeng/Brantas, Kapasan, Kedunglarangan, Lawean, Pateman, Rejoso, Tandu, Tempuran, dan Welang.DAS-DAS itu berhulu di pegunungan Arjuno-Welirang dan Bromo Tengger Semeru, yang merupakan penghasil sayur-mayur, produk perkebunan dan kehutanan, seperti kentang, kubis, wortel, kopi, cengkih dan lain-lain.Dari sembilan DAS itu, DAS merupakan terluas mencapai 62.243 hektar. Disusul DAS Welang 52.289 hektar, Tempuran 39.315 hektar dan Kedunglarangan 22.915 hektar. Kemudian, DAS Lawean 7.635 haktar, Kapasan 3.406 hektar; Kembang/Brantas 1.189 hektar, Pateman 1.158 hektar dan Tandu 1.029 hektar.  Baca juga: Banjir Pasuruan, Bentang Lahan Perlu jadi Perhatian Masalahnya, dari sembilan DAS itu, tak semua dalam kondisi baik. Tiga dalam klasifikasi dipulihkan, yakni DAS Kembeng/Brantas, Lawean dan Welang. Enam DAS lain berstatus dipertahankan.Tingginya alih fungsi lahan di kawasan DAS, baik untuk pertanian holtikultura maupun kegiatan lain seperti pertambangan memberi kontribusi banjir Pasuruan.Praktik pertanian tak ramah di lereng-lereng pegunungan, katanya, meningkatkan potensi air limpasan (run off) dan erosi tinggi. Dampaknya, badan-badan sungai mengalami sedimentasi.Gunawan mengatakan, alih guna lahan dari hutan ke budidaya massif terjadi dalam tiga dekade terakhir." "Antisipasi Banjir, Lahan Kritis di Pasuruan Perlu Penanganan Serius","Alih fungsi lahan, katanya, menyebabkan vegetasi berkurang hingga mengurangi infiltrasi air ke dalam tanah dan menyebabkan limpasan air permukaan.Lumpur-lumpur yang terbawa juga membuat sedimentasi lebih cepat, katanya, hingga akhirnya memicu banjir di daerah sekitar aliran sungai. ******** [SEP]" "Aparat Penegak Hukum Masih Tumpul pada Kasus Perbudakan Modern di Laut?","[CLS]  Tingkat kepercayaan para pekerja migran Indonesia pelaut perikanan (PMI PP) kepada aparat kepolisian masih saja rendah, walau Kepolisian Republik Indonesia (Polri) terus melakukan berbagai upaya perbaikan. Kesimpulan itu muncul, karena lembaga tersebut gagal menuntaskan beragam kasus yang menimpa PP PMI saat sedang bekerja di kapal perikanan.Demikian kesimpulan yang dipaparkan Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Hariyanto Suwarno saat mengisi kegiatan diskusi daring belum lama ini.Menurut dia, sampai saat ini masih ada kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang berhenti di tangan polisi.“Masih percaya polisi?” tanya dia tegas.Selama delapan tahun terakhir, pengaduan kasus yang melibatkan PMI PP jumlahnya mencapai 329 orang dengan jumlah kasus sebanyak 309. Dari jumlah tersebut, kasus paling banyak dilaporkan para PMI PP yang berprofesi sebagai awak kapal perikanan (AKP) pada kapal perikanan.Sepanjang periode 2013 hingga 2021, pengaduan yang berasal dari AKP jumlahnya mencapai 113 kasus, disusul dengan aduan dari pekerja kasino dengan 104 kasus, buruh pabrik dengan 59 kasus, pekerja rumah tangga (PRT) dengan 15 kasus, pekerja perkebunan dengan 13 kasus, dan pekerja salon dengan lima kasus.Dia menyebutkan, sepanjang periode 2014 hingga 2021, ada kasus yang mandek di institusi kepolisian. Tak main-main, jumlah yang berhenti itu mencapai 19 kasus dan melibatkan para AKP yang bekerja di kapal perikanan dalam dan luar negeri.AKP yang menjadi korban dari kasus yang dilaporkan dan mengalami kemandekan itu, jumlahnya mencapai 83 orang. Semua kasus tersebut dilaporkan resmi oleh SBMI ke pihak kepolisian, namun belum juga rampung sampai sekarang.baca : Perjanjian Kerja Laut dan Ancaman Eksploitasi Kerja di Kapal Perikanan  " "Aparat Penegak Hukum Masih Tumpul pada Kasus Perbudakan Modern di Laut?","Menurut Hariyanto Suwarno, kasus yang dilaporkan ke kepolisian tersebut beberapa di antaranya melibatkan para AKP yang bekerja pada kapal ikan asing (KIA). Penanganan kasus tersebut dilakukan mulai dari tingkat Kepolisian Resor (Polres) sampai Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.“Mereka tak kunjung mendapatkan keadilan, sementara pelakunya masih bebas berkeliaran,” ungkap dia menyebut TPPO yang dilakukan para oknum.Maksud dari pernyataan tersebut, tidak lain karena para AKP banyak yang sudah menjadi korban saat bekerja pada KIA. Bukan sekali, namun berkali-kali mereka sudah menjadi korban. Mereka mendapatkan perlakuan tersebut sejak dari proses perekrutan dan penempatan untuk bekerja di luar negeri.Kemudian, saat sudah ada di Indonesia pun, mereka menjadi korban lagi karena kasus yang mereka laporkan tidak diusut sampai tuntas oleh pihak penegak hukum. Padahal, mereka berharap banyak pada pelaporan tersebut, agar bisa mendapatkan keadilan di mata hukum.Beberapa hal yang masih sering ditemukan dalam proses penindakan hukum kasus TPPO, di antaranya adalah masih sulitnya membuat pelaporan untuk mendapatkan bukti laporan Polisi dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.Kemudian, aparat penegak hukum (APH) dalam menangani laporan kasus banyak yang tidak responsif terhadap gender, hak asasi manusia (HAM), dan melakukan pendekatan terhadap korban (victim approach).Terakhir, dalam memproses pelaporan kasus dari AKP, APH dan para pihak yang berkaitan masih menggunakan dakwaan alternatif UU No.18/2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Regulasi hukum tersebut saat digunakan dinilai menimbulkan kerugian bagi korban.baca juga : Perjalanan Panjang Awak Kapal Perikanan Indonesia Menuntut Hak yang Hilang  " "Aparat Penegak Hukum Masih Tumpul pada Kasus Perbudakan Modern di Laut?","Sejak 2014, dia menyebut bahwa SBMI sudah aktif mendampingi dan memberikan advokasi bagi AKP migran yang menjadi korban TPPO dan kerja paksa saat bekerja pada KIA. Kegiatan tersebut rutin dilakukan bersama Greenpeace Indonesia.Dia bilang, semua praktik perdagangan orang yang berjalan sejak dari proses perekrutan sampai penempatan kerja AKP, menjadi bagian dari rantai praktik kerja paksa dalam industri perikanan secara global. Itu artinya, ada keterlibatan negara lain dalam praktik tersebut.“Misalnya Tiongkok, Taiwan yang berperan sebagai negara pemilik kapal penangkap ikan, Thailand sebagai negara pengolah dan pengemas, serta Amerika Serikat dan negara-negara Eropa sebagai konsumennya,” papar dia. Ratifikasi Konvensi ILO Agar penegakan hukum bisa berjalan maksimal, Pemerintah Indonesia perlu segera meratifikasi regulasi yang berlaku secara internasional dan menjadi instrumen perikanan global yang diterbitkan Organisasi Buruh Internasional Perserikatan Bangsa-bangsa (ILO).Regulasi tersebut tidak lain adalah Konvensi ILO Nomor 188 (ILO C-188) tentang Pekerjaan dalam Penangkapan Ikan yang disahkan pada 14 Juni 2007 di Jenewa, Swiss. Jika diratifikasi, regulasi tersebut bisa memperkuat diplomasi Indonesia.Dengan demikian, perlindungan hukum kepada AKP Indonesia menjadi lebih kuat menyusul berlakunya UU No.18/2017, dan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2022 tentang Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran.Dengan fakta tersebut, Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia Afdillah menilai kalau penegakan hukum yang dilakukan di Indonesia akan selalu menjadi kunci dalam kegiatan yang sama dan pemberantasan praktik kerja paksa kepada para AKP yang ada di dunia." "Aparat Penegak Hukum Masih Tumpul pada Kasus Perbudakan Modern di Laut?","Dia menilai kalau peran tersebut bisa dimanfaatkan dengan baik oleh Polri untuk bisa mengembalikan krisis kepercayaan publik yang selama ini ragu bahwa lembaga Negara tersebut adalah pengayom bagi masyarakat.Jika Polri bisa menjalankan perannya dengan baik, maka diyakini mata rantai perbudakan AKP bisa diputus dan itu artinya harus ada penindakan hukum yang tepat dan tegas kepada lembaga perekrut (manning agency) yang berani melawan hukum.“Sehingga perlahan kita juga memperbaiki tata kelola perekrutan dan penempatan ABK perikanan migran,” ungkap dia.perlu dibaca : Kerja Sampai Mati: Siksaan terhadap ABK Indonesia di Kapal Tuna Tiongkok  Secara umum, Afdillah menyebut kalau laut menjadi tempat yang nyaman untuk para oknum melakukan kejahatan lingkungan, yaitu penangkapan ikan secara ilegal, tidak dilaporkan, dan menyalahi aturan (IUUF); dan kejahatan kemanusiaan, yaitu perbudakan modern, serta TPPO.Sedihnya, dua praktik tersebut diduga kuat dilakukan kepada para AKP yang berasal dari Indonesia. Praktik kejahatan perdagangan itu terindikasi dilakukan oleh orang dalam lingkaran bisnis perikanan secara global.Agar semua kasus pelanggaran yang terjadi dalam praktik kerja di atas kapal perikanan bisa dihentikan, Afdillah menyebut bahwa itu diperlukan kerja sama dari semua pihak agar penegakan hukum bisa diterapkan dengan tegas kepada para pelanggar.Kerja sama yang bagus, akan bisa mengusut tuntas kasus TPPO dengan korban AKP migran dan perusahaan yang terindikasi melakukan praktik kejahatan itu. Selain itu, ratifikasi Konvensi ILO Nomor 188 (ILO C-188) tentang Pekerjaan dalam Penangkapan Ikan juga penting untuk dilakukan Indonesia, agar penanganan kasus TPPO bisa berjalan baik dan maksimal. Laporan Greenpeace " "Aparat Penegak Hukum Masih Tumpul pada Kasus Perbudakan Modern di Laut?","Belum lama ini, Greenpeace Indonesia juga mengungkap laporan yang dibuat Greenpeace Asia Timur tentang praktik kerja paksa yang dialami para AKP Indonesia yang bekerja di KIA berbendera Taiwan. Laporan tersebut mengungkap ada 10.925 PMI PP yang sedang bekerja.Dalam laporan berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” itu, dijelaskan bahwa kapal-kapal berbendera Taiwan yang mempekerjakan PMI PP sebagian besar adalah pemasok produk perikanan ke perusahaan Amerika Serikat dengan merek Bumble Bee. Data tersebut dikutip dari Badan Perikanan Taiwan.Pasokan tersebut dikirim melalui perusahaan pengolah tuna bernama Fong Chun Formosa (FCF), dan sayangnya kapal-kapal ikan tersebut diduga sudah melakukan penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing) dan melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam rantai produksinya.Greenpeace Indonesia merinci bahwa saat melakukan pengumpulan data, tim Greenpeace Asia Timur melakukan wawancara dengan 27 AKP yang berasal dari sejumlah negara, termasuk sejumlah orang dari Indonesia.perlu dibaca : Praktik Kerja Paksa Terus Hantui Para Pekerja Migran Perikanan Indonesia  Dari wawancara tersebut, didapatkan informasi bahwa mayoritas pekerja mengalami setidaknya satu indikator kerja paksa yang ditetapkan oleh Organisasi Buruh Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa (ILO). Sebut saja, lembur berlebihan, pemotongan upah, dan penyitaan dokumen.Keterangan tersebut diungkapkan salah satu pekerja berinisial J yang bekerja di KIA Jubilee. Kata dia, sistem kerja di kapal tersebut menerapkan aturan bekerja sedikitnya 16 jam dalam sehari. Bahkan tidak sekali, dia dan teman-temannya bekerja dari pukul 1 siang sampai 5 pagi esoknya." "Aparat Penegak Hukum Masih Tumpul pada Kasus Perbudakan Modern di Laut?","Selain menemukan fakta dugaan kerja paksa, laporan juga merilis bukti bahwa sistem yang dianut perusahaan Bumble Bee ternyata tidak dapat diandalkan. Sistem bernama “Trace my Catch” itu diklaim sebagai platform untuk melacak dari mana ikan tuna dalam suatu kemasan ditangkap.Temuan tersebut diambil dari kode yang ada pada kaleng Bumble Bee yang dijual di negara bagian AS seperti Arlington, Virginia; Washington DC; Durham, Carolina Utara; Chicago, Illinois; dan Kolombia, Maryland.Bagi Greenpeace, itu menegaskan bahwa program tersebut hanya sebuah formalitas dan justru dengan sengaja memalsukan transparansi. Diperlukan penegakan hukum yang jelas dan tegas di seluruh negara yang sudah terlibat dalam rantai industri perikanan global.Misalnya saja, AS sebagai salah satu importir makanan laut terbesar di dunia, Taiwan sebagai salah satu pedagang tuna terbanyak di dunia, dan Indonesia yang banyak mengirimkan ABK migran untuk bekerja di kapal-kapal penangkap ikan.baca juga : Akankah Nasib Awak Kapal Perikanan Mengalami Perbaikan?  Upaya Pemerintah Apa yang sedang menimpa profesi AKP, juga disadari sejak lama oleh Pemerintah Indonesia. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan bahkan berulang kali melakukan kampanye perlindungan PMI PP pada setiap kegiatan.Dia juga selalu mengajak negara lain untuk bisa bersama melaksanakan perlindungan penuh kepada tenaga kerja perikanan di negara mereka. Luhut mengatakan ada regulasi empat pilar utama yang menjadi penyokong sektor perikanan.Keempatnya adalah Port State Measurement Agreement (PSMA) mengenai pengelolaan ikan untuk mencegah IUUF; Cape Town Agreement (CTA) 2012 mengenai stabilitas dan konstruksi kapal perikanan yang layak, ILO C-188 mengenai pemenuhan hak awak kapal perikanan, dan STCW-F mengenai kualifikasi dan sertifikasi dari awak kapal perikanan." "Aparat Penegak Hukum Masih Tumpul pada Kasus Perbudakan Modern di Laut?","Detailnya, ILO C-188 adalah norma tentang Pekerjaan dalam Penangkapan Ikan dan disahkan pada 14 Juni 2007 di Jenewa, Swiss. Kemudian, CTA adalah peraturan yang disepakati secara internasional di Cape Town, Afrika Selatan pada 2012 dengan Organisasi Maritim Internasional (IMO) sebagai inisiatornya.Sementara, Indonesia sendiri sudah meratifikasi Konvensi Internasional tentang Standar Pelatihan, Sertifikasi, dan Dinas Jaga bagi Awak Kapal Penangkap Ikan (STCW-F) pada 1995. Pengesahan hasil konvensi tersebut diterbitkan melalui Peraturan Presiden RI Nomor 18 Tahun 2019.Kemudian, ada juga ratifikasi yang dilaksanakan pada 2016 tentang konvensi perjanjian negara-negara pelabuhan untuk tindakan kepelabuhan (PSMA). Dengan ratifikasi tersebut, Indonesia semakin kuat untuk bisa mengawasi pelabuhan dalam mencegah berbagai aktivitas negatif.Secara resmi, ratifikasi tersebut disahkan Perpres RI 43/2016 tentang Pengesahan Agreement on Port State Measures to Prevent, Deter, and Eliminate Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (Persetujuan tentang Ketentuan Negara Pelabuhan untuk Mencegah, Menghalangi, dan Memberantas Penangkapan Ikan yang Ilegal, Tidak Dilaporkan, dan Tidak Diatur).  [SEP]" "Tantangan Konservasi Penyu Sumbawa Barat : Tambang Masih Andalan, Ekowisata Masih Sebatas Mimpi (bagian 3)","[CLS]  Dua kata untuk menggambarkan Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), Nusa Tenggara Barat (NTB) : kaya dan eksotis. Kabupaten ini kaya raya, penyumbang devisa bagi negara dari penghasil emas dan tembaga terbesar kedua setelah Freeport di Papua. Puluhan tahun bumi Sumbawa Barat dikeruk PT. Newmont Nusa Tenggara Barat (NNT) dan belakangan berganti pemilik kepada PT. Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT).Sumbawa Barat adalah kabupaten yang eksotis. Di bagian utara, terdapat gugusan pulau-pulau kecil (gili) yang dikenal dengan Gili Balu. Dua yang ikonik, Pulau Kenawa dan Pulau Paserang dikunjungi seribuan wisatawan lokal, nusantara, dan mancanegara. Menjadi persinggahan kapal yang membawa wisatawan dari Bali dan Lombok menuju Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur.Sedangkan pesisir pantai bagian selatannya bak lukisan besar yang dibentangkan. Pasir putih dengan tebing-tebing cadas di sisi kiri kanan, saat sore bisa menikmati sunset dengan sempurna.Pantai Lawar adalah salah satu lukisan keindahan itu. Saya menikmati malam di sebuah resort tepi pantai. Pantai itu terbentuk dari sejarah panjang geologi. Di sisi kanan resort, berdiri kokoh tebing-tebing cadas. Salah satunya menjadi spot pemanjatan. Di sisi kanan tebing lebih pendek membentuk sebuah goa kecil. Dengan pohon yang masih rimbun menjadi rumah bagi burung dan kera. Sepanjang pagi suara burung menjadi musik alam menemani pagi.Pemilik resort, seorang pria dari Eropa mempertahankan suasana alami itu. Membangun rumah panggung kayu dengan dinding dari kain-kain tenda tebal. Menjadikannya sebuah glamping dengan tarif di atas Rp1 juta per malam. Di sebuah pojokan tepi pantai, pemilik resort menyiapkan tempat menampung telur penyu yang diselamatkan pada para pencari dua malam sebelumnya.baca : Tantangan Konservasi Penyu Sumbawa Barat : Pejabat hingga Pelajar Doyan Makan Telur Penyu (Bagian 1)  " "Tantangan Konservasi Penyu Sumbawa Barat : Tambang Masih Andalan, Ekowisata Masih Sebatas Mimpi (bagian 3)","“Setidaknya kalau di sini aman sampai menetas, karena pemilik resort bisa menjaga dan ke depannya kita harapkan semua pelaku wisata di Sumbawa Barat melakukan hal yang sama,’’ kata Barmawi, dari Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar wilayah kerja NTB, yang menemani pada akhir Juni lalu.Sebenarnya cara terbaik untuk konservasi penyu adalah dengan membiarkannya di alam. Penyu naik bertelur, menggali lubang, menetas menjadi tukik menuju ke laut. Di daratan musuh alaminya biawak dan anjing yang bisa memakan telur penyu atau tukik yang baru menetas. Ketika sampai di laut, tukik ditunggu oleh predator. Kemungkinan banyak yang tidak selamat selama proses itu. Tapi dalam 20 tahun terakhir muncul musuh alami yang lebih ganas : manusia. Mengambil semua telur penyu, bahkan kadang memburu penyunya. Memakan telur penyu dan memperjualbelikan. Kadang tidak ada tersisa satu butir pun telur sampai menetas.Menyelamatkan telur penyu dari perburuan, lalu memindahkan ke tempat penangkaran adalah pilihan terbaik saat ini. Tim dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui BPSPL dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) mengajak pelaku wisata untuk memberikan contoh. Menyelamatkan telur penyu, menjaga hingga menjadi tukik lalu melepasnya kembali ke alam bebas. Jika kemudian ada tamu mereka yang menyaksikan proses mulai pemindahan telur penyu, menjadi tukik, melepas tukik, itu adalah bonusnya." "Tantangan Konservasi Penyu Sumbawa Barat : Tambang Masih Andalan, Ekowisata Masih Sebatas Mimpi (bagian 3)","Pantai selatan Sumbawa Barat terbentang dari Maluk hingga Talonang Baru. Dari garis pantai sepanjang sekitar 65 km, 25 km adalah lokasi bertelur penyu. Kebetulan juga lokasi bertelur itu adalah pantai-pantai yang eksotis. Pasir putih dengan pemandang sunset di kala sore. Di beberapa lokasi menjadi lokasi surfing, seperti di Pantai Lawar, Desa Sekongkang Bawah, Kecamatan Sekongkang. Kini bermunculan resort, homestay, hotel di pinggir pantai yang dimiliki investor asing dan investor dalam negeri, hingga dikelola masyarakat lokal.“Kami berharap Sekongkang Bawah ini bisa menjadi contoh untuk konservasi penyu,’’ kata Kepala Desa Sekongkang Bawah Sudirman.baca juga : Tantangan Konservasi Penyu Sumbawa Barat : Antara Kebutuhan Perut dan Mimpi Ekowisata (bagian 2)  Sebagian besar fasilitas pariwisata yang dibangun di Sumbawa Barat ada di Desa Sekongkang Bawah. Diakses dengan jalan mulus hotmix berjarak dua jam dari ibukota kabupaten di Taliwang. Apalagi kawasan ini juga menjadi areal tambang emas dan tembaga. Walaupun cukup jauh, tapi mudah untuk diakses.Sebenarnya pernah dibangun fasilitas penangkaran telur penyu dan tukik di Pantai Gili Dua, Desa Sekongkang Bawah yang didukung oleh PT NNT. Tapi begitu program berakhir, berakhir pula kegiatan itu. Kini pihak desa berinisiatif memulai. Mengajak masyarakat, khususnya anak-anak muda yang tergabung di dalam kelompok sadar wisata. Sudirman sadar, daerahnya memiliki kekayaan alam yang tak kalah dari tambang emas dan tembaga yang selama ini dibiarkan terbengkalai." "Tantangan Konservasi Penyu Sumbawa Barat : Tambang Masih Andalan, Ekowisata Masih Sebatas Mimpi (bagian 3)","Puluhan tahun mengeruk hasil tambang emas dan tembaga membuat Sumbawa Barat terlena. Masyarakat di sekitar lingkar tambang juga banyak mengandalkan pekerjaan yang masih berkaitan dengan tambang. Menjadi buruh, atau menjadi tenaga kerja di perusahaan-perusahaan subkontraktor. Pariwisata belum digarap serius. Akses jalan berupa jalan tanah menuju pantai-pantai masih rusak. Berbeda jauh dengan kondisi akses utama jalan hotmix. Akses jalan menuju pantai menjadi tanggung jawab kabupaten.Pariwisata yang sedang menggeliat di Nusa Tenggara Barat ikut disambut antusias oleh anak-anak muda. Ini setidaknya terlihat dari perbincangan di media sosial dan munculnya berbagai komunitas. Komunitas travelling, fotografi, penghobi wisata pantai, komunitas generasi pesona Indonesia, kelompok sadar wisata (Pokdarwis), pegiat lingkungan.Mereka aktif mempromosikan keindahan Sumbawa Barat dan gencar menggelar berbagai kegiatan. Sudirman berharap keaktifan anak-anak muda yang mengelola wisata ini bisa menjadi alternatif untuk mengurangi perburuan telur penyu, dan bahkan ke depannya tidak ada lagi perburuan telur penyu untuk konsumsi dan diperjualbelikan.baca juga : Digagalkan, Penyelundupan Ribuan Telur Penyu dari Tambelan ke Pontianak  Ekowisata Masih Sebatas MimpiMusmuliadi Yowry adalah pegiat lingkungan dari Sahabat Bumi, sebuah komunitas yang peduli pada isu lingkungan di Sumbawa Barat. Pada malam itu Yowry dan rekannya Budiman ikut sosialisasi ke para pemburu penyu.Menurut mereka, tantangan konservasi penyu di Sumbawa Barat adalah para pemburu telur penyu di Desa Talonang Baru untuk dikonsumsi dan diperjualbelikan sebagai penghidupan. Hampir setiap hari telur penyu diperjualbelikan secara bebas di pasar di Sumbawa Barat. Ketika marak media sosial, ditawarkan melalui marketplace Facebook." "Tantangan Konservasi Penyu Sumbawa Barat : Tambang Masih Andalan, Ekowisata Masih Sebatas Mimpi (bagian 3)","Yowry menunjukkan beberapa akun Facebook warga Sumbawa Barat yang menawarkan telur penyu seharga Rp20.000 untuk 5 butir telur penyu atau Rp4.000 untuk sebutir telur. Harganya lebih mahal dibandingkan harga telur ayam yang berkisar Rp1.500 – Rp1.800 per butir. Tidak ada penindakan dalam perdagangan telur penyu secara bebas itu.Kondisi ini semakin diperparah dengan anggapan telur penyu itu sebagai budaya masyarakat Sumbawa Barat. Budaya yang semakin dipopulerkan karena kebiasaan para pejabat pemerintah memesan telur penyu untuk hidangan, bahkan sebagai hadiah untuk pimpinan mereka.‘’Kalau mau buat surat edaran (pelarangan konsumsi telur penyu), yang pertama kali disasar itu justru para pegawai dan pejabat Sumbawa Barat,’’ kata Yowry.perlu dibaca : Jual Telur Penyu, Pedagang di Samarinda Ditangkap Aparat  Karena menjadi gaya hidup dan dianggap budaya, permintaan telur penyu meningkat. Yowry mencontohkan penjualan telur penyu di marketplace itu bukan oleh warga pemburu telur penyu. Mereka adalah pengepul sebagai tangan kedua dan pengecer sebagai tangan ketiga yang menjual langsung ke pasar. Mereka membeli telur penyu untuk dijual kembali.‘’Kalau hanya mengkonsumsi sendiri tidak akan sampai puluhan bisa dimakan. Tapi karena sudah jadi komoditas, akhirnya orang berlomba-lomba mencari telur penyu sebanyak-banyaknya. Dan itu dicontohkan oleh pejabat Sumbawa Barat,’’ kata Yowry menjelaskan beberapa waktu lalu sempat viral seorang pejabat di Sumbawa Barat yang makan telur penyu secara live di Facebook.Kepala Desa Sekongkang Bawah Sudirman memperkuat jika dia punya kenalan seorang ASN Sumbawa Barat. Ketika libur ASN itu ke pantai mencari telur penyu, kadang membeli, untuk kemudian dijual lagi. Akhirnya masyarakat menganggap jual beli telur penyu itu sebagai usaha yang legal." "Tantangan Konservasi Penyu Sumbawa Barat : Tambang Masih Andalan, Ekowisata Masih Sebatas Mimpi (bagian 3)","Sahabat Bumi selama ini memang aktif kampanye tentang hutan dan pencemaran sungai kareana banyaknya kasus tambang emas illegal di Sumbawa Barat. Tapi untuk isu penyu ini memang cukup berat tantangannya. Hampir semua stakeholder di Sumbawa Barat terlibat dalam konsumsi telur penyu.‘’Kalau kita tanya satu persatu, sebagian besar pejabat di sini makan telur penyu. Bahkan saat kegiatan telur penyu jadi suguhan,’’ katanya.Ekowisata memang diwacanakan sebagai alternatif menghidupkan konservasi penyu. Beberapa lokasi percontohan pernah didukung, seperti di Maluk, Sekongkang Bawah, Talonang Baru. Kegiatan pelepasan tukik juga rutin digelar, termasuk didukung PT NNT. Pemerintah juga ikut pelepasan tukik, walau di belakang meja mereka memakan telur penyu.‘’(Pemkab Sumbawa Barat) belum terlalu serius menggarap ekowisata,’’ katanya.menarik dibaca : Kesetiaan Pokmaswas Jalur Gaza Flores Timur Lakukan Konservasi Penyu  Pantai-pantai di Kecamatan Maluk dan Kecamatan Sekongkang memang terkenal keindahannya. Di Sekongkang Bawah sudah berdiri beberapa resort milik orang asing. Sudah mulai berdatangan wisatawan asing. Keindahan pantai pasir putih menjadi daya tarik mereka datang ke Sumbawa Barat. Kelompok sadar wisata juga didukung, walaupun belum optimal.Sumbawa Barat, kata Yowry, masih terlena dengan hasil emas dan tembaga. Apalagi kini diwacanakan Sumbawa Barat akan dibangun smelter pengolahan emas. Ekowisata dan konservasi penyu masih di awang-awang. Tinggal menunggu pembuktian komitmen pemerintah daerah. Apakah para pejabat mau berhenti makan telur penyu?  [SEP]" "Riset: Udang dan Cacing yang Pertama Pulih Setelah Kepunahan Massal Periode Permian","[CLS]   Peristiwa kepunahan massal pernah terjadi di Bumi. Kejadian itu terkenal dengan nama Kepunahan Permian-Triassic atau Kepunahan Permian Akhir. Terjadi pada akhir periode Permian, sekitar 257-299 juta tahun lalu. Periode ini adalah era akhir Paleozoikum [kehidupan purba].Kepunahan massal Permian-Triassic sangat menguras keanekaragaman hayati. Ketika itu 95 persen spesies laut dan 70 persen spesias darat punah.Lalu bagaimana seluruh ekosistem dibangun kembali?Baca: Ikan Purba Hidup yang Melebihi Era Dinosaurus Ini Ada di Indonesia  Tulisan berjudul Resilience of Infaunal Ecosystems During The Early Triassic Greenhouse Earth, karya Xueqing Feng, Zhong-Qiang Chen, Michael J. Benton dan kolega dalam Jurnal Science Advances, Vol 8, issue 26, 29 Juni 2022, memaparkan bahwa hewan pertama yang pulih dari kejadian tersebut adalah pengumpan deposit seperti cacing dan udang.Sedangkan pemulihan pengumpan suspensi seperti brakiopoda, bryozoa, dan banyak bivalvia membutuhkan waktu lebih lama.Para peneliti dari China, Amerika Serikat, dan Inggris itu menduga pengumpan deposit membuat dasar laut berantakan sehingga airnya tercemar lumpur.“Lumpur yang bergejolak berarti pengumpan suspensi tidak bisa mengendap dengan baik di dasar laut,” tulis peneliti.Sedangkan beberapa hewan, seperti karang, telah menghilang sepenuhnya.“Terumbu karang tidak kembali sampai beberapa saat kemudian.”Penelitian ini berfokus di China Selatan. Di beberapa daerah tersebut, sejumlah besar temuan fosil sangat menakjubkan, pengawetan secara alami terjadi sangat baik. Bentuk detilnya bisa dilihat dan dapat menunjukkan perilaku rekayasa ekosistem yang tidak wajar.“Salah satu aspek yang paling luar biasa dari data ini adalah luasnya lingkungan kuno yang bisa dijadikan sampel,” tulis peneliti.Fosil ini menjadi jejak yang menunjukkan kapan dan di mana hewan bertubuh lunak tumbuh subur di era tersebut." "Riset: Udang dan Cacing yang Pertama Pulih Setelah Kepunahan Massal Periode Permian","“Misalnya, suhu yang meningkat dan anoksia yang diperpanjang bertepatan dengan nilai keragaman perilaku dan ekologi yang rendah di seluruh batas Permian-Triassic. Butuh sekitar 3 juta tahun untuk pemulihan ekologis hewan bertubuh lunak agar sesuai dengan tingkat pra-kepunahan.”Baca: Penampakan Udang Purba yang Bertahan di Gelapnya Gua  Melacak data fosilJejak fosil yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada pengamatan lapangan dan spesimen yang dikumpulkan selama 10 tahun terakhir. Sebagian besar lokasi fosil telah dikunjungi lebih dari tiga kali.“Selalu membutuhkan waktu sekitar 5 hari atau 1 minggu untuk mengerjakan suksesi yang mengandung fosil pada masa Permian Akhir hingga Trias Awal untuk sebagian besar bagian yang dipelajari. Waktu yang dihabiskan untuk pengumpulan fosil sekitar 2 hari di setiap lokasi,” tulis peneliti dalam jurnalnya.Selain itu, peneliti juga mengumpulkan dataset dari semua genera invertebrata laut yang diketahui dengan menggunakan data range-through yang mencakup Permian Akhir hingga akhir Trias Awal.“Kami menggunakan model ecospace hewan laut sebagai dasar analisis kuantitatif ekologi dari semua genus laut bentik yang diketahui. Analisis refraksi juga digunakan untuk menguji bias pengambilan sampel menggunakan kekayaan generik versus kemunculan fosil.”Baca juga: Bukan Monster, Memang Begini Penampakan Kepiting Purba  Kehidupan di laut pulih Analisis ini penting untuk mengetahui bagaimana kehidupan di laut pulih dari peristiwa kepunahan tersebut.“Pemulihan kehidupan di Bumi membutuhkan waktu jutaan tahun bagi keanekaragaman hayati untuk kembali ke tingkat sebelum kepunahan.”Awalnya, hanya ada beberapa yang selamat, dan pemulihan dimulai di perairan yang lebih dalam. Pemulihan nekton terjadi pada saat yang sama dengan rebound penuh dari kegiatan rekayasa ekosistem infaunal." "Riset: Udang dan Cacing yang Pertama Pulih Setelah Kepunahan Massal Periode Permian","Lalu dengan memeriksa jejak dan liang di dasar laut China Selatan, tim lintas negara ini dapat mengumpulkan kapan kebangkitan kehidupan hewan di laut terjadi.Mengapa penting untuk memahami kepunahan massal ini?Jawabnya adalah bahwa krisis Permian Akhir yang begitu menghancurkan kehidupan di Bumi, disebabkan oleh pemanasan global dan pengasaman laut, tetapi hewan yang membuat jejak dapat diseleksi oleh lingkungan dengan cara yang sama seperti organisme kerangka.“Data fosil jejak kami mengungkapkan ketahanan hewan bertubuh lunak terhadap CO2 tinggi dan pemanasan. Para insinyur ekosistem ini mungkin telah memainkan peran dalam pemulihan ekosistem bentik setelah kepunahan massal yang parah, yang berpotensi, misalnya, memicu inovasi dan radiasi evolusioner di awal masa Trias,” jelas peneliti.  [SEP]" "Pangan Lokal Nusantara, Semua Pihak Harus Dilibatkan Menjaganya","[CLS]   Ekosistem hutan dan jenis tumbuhan di Daerah Aliran Sungai Rungan, tidak jauh berbeda dengan kondisi di aliran sungai lainnya di Kalimantan Tengah. Pengetahuan masyarakat dalam mengolah dan memanfaatkan sumber bahan makananlah yang membedakannya.Karondam, makanan khas dari Kelurahan Bukit Sua, Kecamatan Rakumpit, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, ini sungguh menggugah rasa. Makanan tersebut dibuat dari olahan ikan hasil fermentasi selama enam hari.Ikan sungai itu diracik dengan berbagai bumbu khas seperti umbut potok atau kecombrang, jeruk nipis, kunyit, jahe, kemiri, dan tomat yang kemudian dimasak hingga airnya mengering. Setelah itu, ikan siap disantap.Karondam juga dapat dibuat menjadi abon ikan, jika dimasak hingga kering. Dengan begitu, selain tahan lama, juga memberikan manfaat ekonomi sebagai oleh-oleh khas dari Kelurahan Bukit Sua.Baca: Sagu, Sumber Pangan Nasional yang Belum Dimaksimalkan  Ada juga masakan khas bernama Lawas Humbang. Cara mengolahnya, ikan segar dimasak dalam ruas bambu. Lalu, diberi daun kalapimping, daun yang memberi cita rasa asam pada ikan.Daun ini, selain digunakan untuk memasak oleh Suku Dayak di jalur Sungai Rungan, juga berfungsi sebagai obat herbal, pegal linu, dan mengobati luka.Martalisa, warga Kelurahan Bukit Sua menyatakan, di Sungai Rungan masih terdapat jenis ikan seperti belida, baung, dan tampahas [tapah]. Namun, populasinya kini tidak sebanyak beberapa tahun sebelumnya.“Kondisi ini dikarenakan ada yang menangkap dengan cara menggunakan setrum, yang tentunya dapat mematikan segala jenis dan ukuran ikan,” terangnya pada acara “Adaptasi Perubahan Iklim Terhadap Pangan Lokal” di Palangkaraya, Rabu [16/02/2022].Meski begitu, menurutnya, kecintaan masyarakat terhadap pangan lokal tidak pernah luntur. Meski ikan mulai berkurang, namun warga giat bercocok tanam, terutama di pekarangan rumah." "Pangan Lokal Nusantara, Semua Pihak Harus Dilibatkan Menjaganya","“Kami menanam sayuran dan tanaman lain, dengan begitu kecintaan kami terhadap pangan lokal tetap terjaga,” ujarnya.Baca: Pandemi Corona: Perkuat Keragaman Pangan, Indonesia Sehat Bukan Hanya Beras  Ragil Imam Wibowo atau Chef Ragil dari Nusa Indonesia Gastronomy, yang hadir di acara tersebut menyatakan, berdasarkan hasil dialog dengan warga, banyak tumbuhan pangan hutan yang mulai sulit dicari. Saat ini, masyarakat masih bisa mendapatkan sayuran dari lingkungan sekitar.“Sebagai Chef, hal paling sedih adalah bila bahan-bahan makanan alami di masyarakat semakin hilang. Semoga ini tidak terjadi,” tuturnya.Menurut Ragil, dari menu makanan masyarakat Sungai Rungan, sangatlah menarik dan berbeda dengan daerah lain, dari segi teknik [pengolahan] dan bahan. Namun, jika lahan untuk tanaman  dan bahan pangan ini berkurang, terlebih tidak ada, otomatis makanan mereka juga akan tinggal kenangan.“Rasa ikan yang difermentasi itu sangat khas. Intinya, makanan bersifat universal dan bisa dinikmati siapa saja,” terangnya.Baca: Pandemi Corona, Akankah Terjadi Krisis Pangan di Indonesia?  Makanan lokalManager Permbedayaan Masyarakat Borneo Nature Foundation [BNF], Nona mengatakan, dari festival pangan lokal diharapkan terjadi pertukaran pengetahuan antara masyarakat, petani, dan nelayan dalam hal mengolah pangan lokal. Terutama, menghadapi ancaman perubahan iklim.“Pangan lokal, diharap kembali diperhatikan masyarakat luas,” terangnya.Dengan begitu, masyarakat percaya diri dan bangga dengan produk pangan dan makanan khas mereka.“Bicara hutan itu tidak hanya kayu, ada banyak bahan pangan. Dengan menjaga sumber pangan, masyarakat juga menjaga hutan sebagai sumber penghidupan mereka,” paparnya.   [SEP]" "Pusat Kebudayaan Bali Baru di Kawasan Rawan Bencana","[CLS]  Beton tebal setinggi tiga kali tubuh manusia dan selebar mobil sudah terbangun di sepanjang sungai Tukad Unda yang jadi kawasan pembangunan Pusat Kebudayaan Bali (PKB) baru. PKB akan dibangun di kawasan rawan bencana erupsi Gunung Agung, abrasi, dan tsunami.Barisan beton yang mengelilingi sungai itu sudah nampak hampir selesai. Fungsinya sebagai batas sempadan sungai. Karena Tukad Unda adalah jalur lahar erupsi gunung tertinggi di Bali itu. Termasuk saat erupsi terakhir 2018 lalu. Material batu, pasir, dan lumpur meluber sampai pinggiran sungai dan bermuara di pantai pesisir Kabupaten Klungkung.Puluhan kendaraan alat berat dan truk pengangkut material parkir rapi pada 12 Januari 2021 lalu. Menyambut para pejabat dan Gubernur Bali Wayan Koster yang akan meletakkan batu pertama pembangunan aneka fasilitas di PKB termasuk hotel, apartemen, dan marina.Gambar dan peta rencana pembangunan dipasang sebagai papan penyambut tamu yang memenuhi tenda di areal lapang lokasi pembangunan. Seremonial untuk meresmikan dimulainya pembangunan kawasan PKB ini berlangsung meriah dan mewah di tengah lapangan berdebu karena material bangunan.baca : Pengungsi Menambang Material Erupsi Gunung Agung  Berdasarkan Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunung Agung, kawasan PKB ini termasuk KRB 1. Dalam peta diwarnai kuning dengan radius 12 km dari Gunung Agung, berpotensi terlanda aliran lahar/banjir. Selain itu, kemungkinan dapat terkena perluasan awan panas dan longsoran/reruntuhan tebing.Sementara KRB II, radiusnya 9 km, berpotensi sedang kena awan panas, aliran lava, dan aliran lahar. Berikutnya KRB III, radius sampai 6 km, termasuk zona merah, artinya berpotensi tinggi terlanda awan panas, aliran lava, guguran lava, dan gas berbahaya." "Pusat Kebudayaan Bali Baru di Kawasan Rawan Bencana","Gubernur Wayan Koster dalam pidatonya mengatakan pada 2020-2021 lahan yang sudah dibebaskan 150 ha. Dalam proses pembebasan saat ini sekitar 60 ha. Keseluruhan kontrak adalah kontrak tahun jamak yang sudah ditandatangani bersama penyedia jasa yang menang, melalui proses pengadaan barang dan jasa berdasarkan Pagu Anggaran Tahun 2021/2022 yang bersumber dari dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).Dari alokasi pagu anggaran digunakan untuk kegiatan pematangan lahan sebesar Rp535,6 Miliar, dan telah terkontrak Rp426,2 Miliar. Sisa pagu anggaran sebesar Rp109,4 Miliar. Sisa pagu anggaran ini digunakan untuk pematangan lahan pada tahap selanjutnya.baca  juga : Sistem Peringatan Dini Siaga Bencana Gunung Agung Belum Bagus. Kenapa?  Pembangunan PKB adalah salah satu program prioritasnya. Menurutnya, Art Center saat ini di Kota Denpasar sudah tidak memadai karena kapasitasnya kecil, sementara konten seni yang dilibatkan dalam Pesta Kesenian Bali makin banyak dan kurang akses parkir.Berbeda dengan Art Center Denpasar yang hanya berupa area pertunjukan dan diskusi, rancangan PKB baru di Klungkung ini lebih mirip resor wisata. Fasilitas yang dibuat adalah taman rekreasi, danau buatan, panggung terbuka, museum, apartemen, hotel, dan marina.Pilihan lokasi PKB ini direncanakan pada 2017, saat Koster belum jadi Gubernur. Ia mengaku sudah tertarik membangun PKB di kawasan eks Galian C (penambangan pasir, batu kerikil) dan berkoordinasi dengan Bupati Klungkung untuk memanfaatkan 104 ha tanah negara dan lahan sitaan di kawasan ini. Namun lahan yang diperlukan lebih dari 3 kali lipatnya yakni 334 ha.Selain danau buatan, juga akan dibuat sungai buatan dari limpasan sungai Tukad Unda sehingga bisa menjadi wisata air. Sumber air ini juga akan dimanfaatkan oleh hotel, restoran, dan lainnya di PKB." "Pusat Kebudayaan Bali Baru di Kawasan Rawan Bencana","PKB ditargetkan selesai 2024 dengan perkiraan kebutuhan dana Rp1 triliun. Selain areal rawan bencana, Koster juga menyebut areal ini ada arwah-arwah korban erupsi dan dampak peristiwa G30S. Ia berjanji akan membuatkan upacara penyucian.baca juga : Mengenal Potensi dan Belajar Mitigasi Bencana di Kaki Gunung Agung. Bagaimana itu?  Menakar Kerugian InvestasiIGB Eddy Sucipta, ahli geologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) yang beberapa kali membuat modeling simulasi evakuasi untuk warga di kawasan rawan bencana erupsi Gunung Agung memberi sejumlah catatan di lokasi pembangunan PKB baru itu.Pertama, pembangunan mengacu tata ruang, jika sudah diizinkan maka yang perlu diperhitungkan mitigasinya. Misalnya apakah sudah diestimasikan kerugiannya jika terjadi erupsi dan luberan lahar di lokasi yang akan padat bangunan dan aktivitas manusia. Saat ini sudah bisa diperhitungkan waktu evakuasi jika ada erupsi Gunung Agung lagi. Manusia bisa menghindar, namun bangunan tidak.Jika terjadi erupsi, kecepatan material lahar sampai ke hilir bisa diperhitungkan. Jika alirannya kuat, sempadan sungai bisa jebol. Karena itu perlu menghitung biaya kerugian investasinya. “Bangunan tidak bisa mengungsi, manusia bisa. Masalahnya, kapan Gunung Agung akan erupsi lagi? Awan panas bisa jauh lebih cepat,” ingatnya saat dikonfirmasi Mongabay Indonesia.Menurut Eddy, kawasan jalur lahar ini juga perlu diperhitungkan kekuatan materialnya karena secara geologi adalah area pengisian lahar. Perlu dicek sejauh mana material batuan ini mengeras dan bisa jadi pondasi gedung.“Tidak gampang membangun di bekas lahar, batuannya lepas-lepas, karena itu lokasi tersebut jadi penambangan pasir. Di sisi lain, pemanfaatan lahan penting, agar tidak jadi sumber penyakit. Amdalnya harus jelas,” tambah Eddy.baca juga : Geo Virtual Gunung Agung, Kapan Bisa Dibuka Kembali?  " "Pusat Kebudayaan Bali Baru di Kawasan Rawan Bencana","Wayan Mardika, Kelian (pimpinan) Subak Gunaksa yang beranggotakan sekitar 236 petani dan lebih dari 129 hektar lahan sawah ini mengatakan pernah ikut sosialisasi dampak lingkungan PKB. Ia sendiri tidak keberatan namun minta kepastian tentang areal persawahan yang akan dialihfungsikan.Saat ini sekitar 5-7 hektar sawah kelompok Subak Gunaksa yang dialihfungsikan dan sisanya masih dalam tahap pembebasan lahan. Ia berharap masih ada sawah yang lestari, dan minta pemerintah memastikan saluran irigasi untuk kebutuhan pengairan sebelum pembangunan jalan menuju PKB dikerjakan.Untuk dampak bencana, ia menggantungkan sepenuhnya ke pemerintah untuk memastikan keamanan warga. “Kalau banjir tahunan mungkin tidak meluap, kecuali lahar erupsi,” katanya.Sedangkan Putu Widiada, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Klungkung menyebut sudah ada tim yang merancang mitigasi dampak letusan Gunung Agung.Ia berharap tim ini tidak hanya melakukan mitigasi di hilir saja. Juga di hulu yakni sekitar Gunung Agung agar luapan lahar tidak langsung melanda di 13 desa terdampak di Klungkung.Saat ini sekitar lokasi PKB adalah lahan kosong, jadi ia tak begitu khawatir. Namun, jika kompleks PKB ini sudah jadi, bakal berisi aneka bangunan dan fasilitas wisata serta ribuan pengunjung. Bagaimana antisipasinya?“Kalau ada bangunan, bisa timbul korban bangunan dan jiwa. Baru bisa memperkirakan kerugiannya,” elaknya. Ia juga tidak begitu khawatir dengan dampak erupsi karena sudah bisa diantisipasi. Misal Gunung Agung akan erupsi, dengan teknologi canggih sudah diketahui kekuatan dan berapa laharnya.Selain KRB erupsi, area lokasi PBK dan pesisir Klungkung lain adalah kawasan rawan tsunami dan abrasi. Ia mengaku sudah membuat jalur evakuasi dan sosialisasi ke warga." "Pusat Kebudayaan Bali Baru di Kawasan Rawan Bencana","Sementara Made Krisna Dianta dari Walhi Bali juga sudah menyampaikan peringatan terkait kerawanan bencana di lokasi pembangunan PKB baru. Menurutnya pembangunan PKB ini merupakan proyek akomodasi yang dibalut kebudayaan Bali. “ (PKB) dibangun di atas rawan bencana. Jalur lahar, daerah dilintasi lempeng gempa megatrust 6 SR, dan bisa terjadi likuifaksi,” urainya dalam sebuah diskusi pada 10 Februari lalu.  [SEP]" "Ketika Pemerintah Normalisasi Sungai Kuno di Jambi","[CLS]     Adi Ismanto, khawatir saat Sungai Jambi di Desa Jambi Tulo, Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi dikeruk atas nama normalisasi sungai kuno. Sungai Jambi merupakan jalur kuno semasa peradaban Hindu-Budha yang telah lama ‘mati’.Dalam senyap tertutup vegetasi rimbun puluhan tahun, Sungai Jambi jadi rumah puluhan jenis ikan lokal. Kini, belasan kilometer sungai yang melintasi lima desa: Mudo, Muaro Jambi, Danau Lamo, Desa Baru dan Jambi Tulo, kini dikeruk. Pohon-pohon ditumbangkan.Dia khawatir normalisasi tak hanya menghancurkan habitat ikan, juga menghilangkan anggrek alam. Perlahan kearifan masyarakat lokal, katanya, ikut terancam punah,Sejak lama masyarakat Desa Jambi Tulo, tempat Adi tinggal, punya tradisi berburu ikan di Sungai Jambi yang disebut batelek.Orang-orang macam Adi yang melakukan tradisi batelek akan memanjat pohon besar di tepian sungai. Tongkat bambu dengan unjung tombak bermata dua—bentuk mirip kail—digenggam. Mereka berdiam diri menanti ikan muncul ke permukaan. Jenis ikan yang mereka tangkap seperti toman, bujuk, gabus, belida, gurame, dan jale.Masyarakat juga berburu ikan malam hari atau disebut nyolo atau nyoloh—berarti merangai. Mereka mencari ikan-ikan yang terjebak dalam soak—tepi sungai landai dan tergenang ketika air sungai pasang.Jenis ikan yang muncul malam hari lebih banyak, macam sepat, tembakang, betok, lais, baung, lembat, kalang, belut dan gabus.Meski tak banyak, ikan dari batelek dan nyolo itu cukup untuk lauk mereka.Pengerukan sungai sepanjang 13 kilometer oleh Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWS) VI Jambi hampir delapan bulan sejak Maret tahun lalu merusak habitat ikan.Adi mengantarkan saya melihat sungai yang dinormalisasi di Desa Jambi Tulo. Dia menunjukkan bentang Sungai Jambi berubah." "Ketika Pemerintah Normalisasi Sungai Kuno di Jambi","Lumpur dikeruk sedalam setengah hingga satu meter, ditumpuk di kanan kiri sungai membentuk tanggul setinggi dua meter, panjang belasan kilometer mengikuti jalur normalisasi. Sempadan sungai yang dulu landai, tempat gabus bersarang dan bertelur, kini tertutup tanggul.“Di sepanjang bantaran sungai itulah ikan dulu bertelur. Sekarang tanggul semua, dimana ikan nak bertelur lagi?” tanya Adi.  Normalisasi, katanya, akan memunculkan budaya baru di Muaro Jambi. “Budaya setrum, budaya putas-meracun ikan.”“Kenapo selama ini ikan di sungai tidak habis-habis. Karena saat diputas ikan akan berlindung di bawah rongga akar pohon. Kalau pohon dihabisi, gak ada tempat sembunyi lagi. Sekali putas kena semua. Mati.”Normalisasi juga membabat habitat anggrek seiring hilangnya pepohonan di sepanjang Sungai Jambi. Pohon-pohon berumur puluhan, bahkan ratusan tahun itu hilang. Ada bungur (Lagerstroemis speciosa), simpur (Dillenia), belanti (Sterculia gilva Miq), rengas (Gluta renghas), laban (Lagerstroemia speciosa), tampang, maupun cempedak air (Paratocarpus triandus). Ia rumah bebagai jenis anggrek alam.Adi bersama Gerakan Muaro Jambi Bersakat, komunitas penyelamat anggrek alam di Muaro Jambi, bertahun-tahun berupaya menjaga anggrek alam di Jambi Tulo.Jenis-jenis anggrek Muaro Jambi yang dulu banyak di hutan Pematang Damar, habis terbakar pada 2019.Dampak normalisasi makin luas, habitat rotan di sepanjang Sungai Jambi juga ikut dikeruk. Beberapa jenis rotan bahan kuliner di Muaro Jambi ikut terancam. Masyarakat Muaro Jambi terkenal dengan kuliner sambal cenget atau gulai cenget. Kuliner khas Melayu ini dari umbut rotan getah.“Rotan rumbai untuk kerajinan itu habis galo—semua,” kata Adi. Sungai kaya " "Ketika Pemerintah Normalisasi Sungai Kuno di Jambi","Sungai memiliki komposisi kompleks, tak sebatas biotik dan abiotik. Tedjo Sukomono, peneliti biologi Universitas Jambi yang fokus meneliti ikan air tawar Sumatera mengatakan, Sungai Jambi tidak hanya sebagai saluran air atau kanal kuno. Di sana juga rumah banyak biota.“Kalau sudah dikeruk, kita bahasnya biodiversiti di sana.”Dia bilang, pengerukan sungai menyebabkan pengadukan yang membuat lumpur naik dan oksigen dalam air berkurang. “Itu bisa membunuh ikan. Kebanyakan ikan mati massal karena ada pengadukan. Bisa saja mereka mati di dasar, jadi tidak kelihatan.”Dalam kondisi demikian, hanya golongan ikan hitam (black fish) yang kemungkinan bisa bertahan, seperti sepat, betok, sepatung, gabus, bujuk, toman, lembat, dan jale, karena mereka bisa mengambil oksigen di udara—di luar air. Jenis ikan putihan seperti belida, patin, lampam, seluang, dan lais, katanya, akan sulit bertahan.Pengerukan sungai juga akan menghancurkan vegatasi air yang punya fungsi penting sebagai tempat mencari makan (viding area), rering area (tempat memelihara larva) sponing area (tempat memijah) dan cruring area (pertumbuhan).“Kalau habitat rusak, semua itu terganggu.”  Vegatasi di sekitar sungai juga penting karena ada beberapa jenis ikan perlu pohon sebagai naungan. Sinar matahari yang terhalang vegetasi membuat oksigen dalam air makin banyak dan planton yang tumbuh di serasah pohon jatuh ke air makin banyak. Kondisi ini, katanya, sangat diperlukan untuk hidup jenis ikan omnivora seperti gurame dan patin.“Jenis ikan omnivora suka hidup di bawah vegetasi rimbun, karena mereka bisa makan buah,’’ kata Tedjo.Dia contohkan, bujuk (Channa lucius) perlu naungan. “Karena bujuk salah satu indikator vegatasi yang baik. Ikan-ikan omnivora hidupnya juga tergatung dengan vegetasi sekitar.”Pengerukan sungai tanpa kajian mendalam, katanya, akan berdampak buruk, bisa menyebabkan kerusakan habitat ikan." "Ketika Pemerintah Normalisasi Sungai Kuno di Jambi","“Jika di sana (Sungai Jambi) ditemukan jenis ikan dilindungi seperti belida harusnya penanganan berbeda, tidak bisa asal keruk.”Meski begitu, katanya, sungai punya kemampuan memperbaiki diri tetapi perlu waktu relatif lama. “Kalau hanya air keruh tidak ada kerusakan habitat, saat ada hujan bisa pulih kembali. Yang jadi masalah, habitat yang hilang, ikan bisa kembali atau tidak?”Tedjo khawatir, makin banyak jenis ikan terancam punah di Jambi karena kerusakan lingkungan begitu masif. Padahal, Jambi salah satu titik habitat ikan air tawar. Habitatnya menyebar luas, mulai rawa, danau–di gunung dan dalam hutan–hingga sungai.Setidaknya, ada 11 spesies ikan air tawar di Jambi dengan kondisi menghawatirkan. Ada empat spesies status endangered, yaitu, arwana silver, ridiangus, putak dan belida. Tiga lainnya lais kaca, parang bengkok, dan sepat mutiara dalam kondisi hampir terancam (near threadned). Sedangkan, kerapu rawa, tilan, flying fox, botia dalam status kepras (least concern). Gurami coklat yang dikabarkan mulai sulit masih belum dievaluasi (not evaluate).Rido, Ketua Pemuda Peduli Lingkungan Muaro Jambi yang ikut memantau proses normalisasi, mengaku tak melihat ada ikan mati.“Dari Dusun Mudo sampai Amburan Jalo—di Desa Baru, itulah kami baru lihat ikan betok, serapil dan belut. Kalau dari Amburan Jalo sampai Jambi Tulo, tidak ketemu ikan, ikan kecil juga gak ketemu.”Dia menyinggung tradisi batelek jarang dilakukan masyarakat Muaro Jambi sejak 2000-an. Penyebabnya, sungai penuh sampah dari limbah kayu bekas tebangan kayu. Beberapa bagian Sungai Jambi juga mulai tersedimentasi setelah puluhan tahun tak jadi jalur transportasi.“Justru kalau mau menghidupkan tradisi batelek, sungai itu harus dibersihkan dulu.”Dia contohkan, masyarakat Desa Muaro Jambi kembali batelek di Danau Kelari, dekat Candi Astano yang sudah dinormalisasi.  Pengendalian banjir" "Ketika Pemerintah Normalisasi Sungai Kuno di Jambi","Frengki Parulian Siregar, Pejabat Pembuat Komitmen Sungai dan Pantai BWS VI Jambi menyebut, proyek normalisasi Sungai Jambi sebagai upaya pengendalian banjir.“Kalau kita lihat masalah di Jambi, itu banjir. Lihat perumahan Kembar Lestari, banjir. Itu akibat dulu waktu pembangunan tidak dipikirkan, sekarang jadi masalah.”“Ini jangka panjang, ketika bertambahnya penduduk, pariwisata makin berkembang. Kalau tidak kita kendalikan (banjir) sekarang ini, akan menjadi masalah ke depan.”Normalisasi sudah lama dia usulkan, bahkan sebelum 2015, tetapi baru terlaksana 2021. Dia menunjukkan foto Sungai Berembang—satu aliran dengan Sungai Jambi—tertutup enceng gondok sebelum normalisasi.Dia senang karena Sungai Berembang sudah normalisasi hingga bermanfaat sebagai tempat wisata masyarakat, dan menunjang wisata Candi Muarajambi.Saya menunjukkan foto Sungai Jambi di Desa Jambi Tulo yang sudah normalisasi. Terlihat tunggul kayu di tengah sungai berdiameter setengah meter bekas ditebang. Sepanjang sempadan sungai juga tak ada lagi pohon besar.“Itu bukan pohon yang ditumbang, tetapi tunggul yang tertinggal di tengah suangai dipotong setara muka air,” kata Frengki membantah.Selama proses normalisasi, mereka klaim selalu didampingi Komunitas Sungai di Muaro Jambi dan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jambi. Dia tegaskan, tidak ada pohon ditebang dan tak ada ikan mati saat sungai dikeruk.“Tidak mungkin BWS punya niat merusak sungai, orang kita yang dikasih tanggung jawab menjaga sungai. Ini kan daerah cagar budaya, tidak boleh sembarangan.”Frengki bilang, normalisasi Sungai Jambi tidak berhenti di Jambi Tulo, tetapi lanjut ke Desa Jambi Kecil, Setiris, Kademangan, Senaung, Sarang Burung dan Sembubuk. Panjang kerukan diperkirakan lebih 15 kilometer sampai ke Sungai Batanghari.  Jalur kuno" "Ketika Pemerintah Normalisasi Sungai Kuno di Jambi","Proyek normalisasi bernilai Rp15 miliar itu juga berupaya menghidupkan jalur kuno yang lama mati guna mendukung ekowisata Candi Muarajambi, yang diusulkan jadi Situs Warisan Dunia sejak 2009.Dalam peta normalisasi BWS VI Jambi, Sungai Jambi terlihat memotong aliran Sungai Batanghari dengan melewati sembilan desa, mulai dari Desa Sarang Burung, Sembubuk, Senaung, Kedemangan, Setiris, Jambi Kecil, Jambi Tulo, Desa Baru, Danau Lamo. Ujung Sungai Jambi kembali bermuara menuju Sungai Batanghari. Sungai Jambi juga terhubung dengan kanal-kanal kuno yang mengelilingi Kompleks Candi Muarajambi.“Dulu, belum ada jalan, jadi orang kalau mau ke candi lewat sungai itu,” kata Faizal, Ketua Unit Kawasan Cagar Budaya Nasional Muara Jambi.Meski demikian, dia menolak BPCB disangkut-pautkan dengan proyek normalisasi sungai kuno. Faizal bilang, sungai yang kena normalisasi di luar Candi Muarajambi.Kawasan inti Candi Muarajambi, katanya, hanya di Desa Muaro Jambi dan Danau Lamo, luas 3.981 hektar, terluas di Asia Tenggara. Desa penyangga berada di Desa Baru, Tebat Patah, Kemingking dalam, Kemingking Luar, Teluk Jambu, Dusun Mudo. Desa-desa ini berada di Kecamatan Maro Sebo dan Taman Rajo. ***Adi ragu dengan dalil normalisasi untuk pengendalian banjir. Empat dekade di hidup di Jambi Tulo, sekalipun dia belum pernah alami banjir besar. Selama ini, banjir sebatas luapan Sungai Batanghari, saat musim hujan.“Paling sebatas kebun warga, gak sampai rumah.”Menurut dia, proyek normalisasi justru menghilangkan tanda-tanda alam, dan masyarakat tidak memahami lagi perilaku sungai.“Kalau dulu dimana gondang—keong air tawar—itu bertelur, berarti banjir tahun ini sebatas telur itu tingginyo. Kalau sekarang kek mano nak baco, tanda alam sudah hilang.”Seharusnya, normalisasi sungai kuno sama persis dengan proses ekskavasi bangunan candi, tanpa mengubahnya." "Ketika Pemerintah Normalisasi Sungai Kuno di Jambi","“Harusnyo tidak ada yang diubah. Ekskavasi candi itu bae dikuas, diangkatnyo pelan-pelan. Ini (sungai) diobrak-abrik.”  ****** [SEP]" "Burungnesia, Data Digital Spesies Burung Liar Berbasis Warga","[CLS]   Akses data spesies burung liar di Indonesia semakin mudah. Melalui aplikasi Burungnesia, kita dipandu untuk mengidentifikasi jenis burung yang kita lihat di alam.Burungnesia merupakan alat batu bagi pengamat burung dalam mengumpulkan, menyimpan, dan mengelola data lapangan. Aplikasi ini bertujuan menggalang kekuatan publik/amatir untuk memperkuat gerakan konservasi dan ilmu pengetahuan burung berbasis warga/voluntary.Aplikasi berbasis Android ini diluncurkan pada Agustus 2016. Perangkat ini memiliki fitur utama, yaitu panduan lapangan dan daftar periksa.Swiss Winnasis, pendiri Burungnesia menjelaskan, aplikasi tersebut merupakan bagian digitalisasi data dan informasi pengamat burung, yang selama ini hanya menyimpan catatan yang rentan hilang dan rusak.Aplikasi untuk mempermudahkan pengamat burung, juga peneliti warga, mencatat dan mengelola data selama di lapangan. Semua orang dapat mengunduh, guna mendapatkan  informasi ratusan spesies burung di Indonesia.“Teknologi sangat penting di zaman serba praktis ini,” ujarnya pada Bincang Alam Mongabay Indonesia, Kamis [14/07/2022].Baca: Cetak Sejarah, Citizen Science Indonesia Terbitkan Atlas Burung  Peran peneliti wargaBurungnesia sangat mengandalkan peneliti warga, masyarakat biasa yang melakukan aktivitas ilmiah. Misalnya, mahasiswa maupun masyarakat di sekitar hutan. Bahkan, peneliti warga menjadi kekuatan terbesar karena saling berbagi data.“Indonesia terlalu luas kalau hanya mengandalkan peneliti dari BRIN, universitas, atau lembaga resmi lainnya,” ujar Swiss.Keterbukaan informasi dan pendataan ini menjadi penyeimbang akibat ancaman kepunahan. Ini dikarenakan, pendataan jenis-jenis burung di Indonesia bersaing cepat dengan ancaman perburuan, baik untuk dipelihara maupun diperjualbelikan.“Tentu saja, kepedulian ini datang dari kelompok pengamat burung atau peneliti warga,” jelasnya." "Burungnesia, Data Digital Spesies Burung Liar Berbasis Warga","Baca: Atlas Burung Indonesia, Buah Keresahan Melihat Nasib Burung di Alam  Aktif pengamatan Swiss merupakan pemerhati burung liar, dia aktif di komunitas pengamat burung di Malang, Jawa Timur.Tahun 2013, pertemuan para pengamat burung di Malang menyepakati dibuatnya Atlas Burung. Setelah tertunda selama tujuh tahun, akhirnya rencana itu terwujud.“Atlas burung merupakan sebuah inisiatif yang dibentuk saat pandemi pada 2020,” jelasnya.Dalam Atlas Burung itu terdapat 750 spesies yang terdeskripsikan. Atlas Burung merupakan buku setebal 636 halaman yang data utamanya diperoleh dari sumbangsih pengamat burung Indonesia melalui aplikasi Burungnesia.Hingga saat ini ada dua ribuan user Burungnesia. Angka ini tentu sedikit dibanding luasan Indonesia yang terdiri ribuan pulau. Saat ini, user Burungnesia berasal dari komunitas-komunitas pencinta satwa.“Semoga masyakat bisa memanfaatkan aplikasi ini dan daftar jenis burung Indonesia semakin bertambah,” paparnya.Baca juga: Gawat, Indonesia Hadapi Ancaman Kepunahan Burung Tertinggi di Dunia  Berdasarkan data status burung di Indonesia tahun 2022, Indonesia memiliki 1.818 jenis burung. Dari jumlah tersebut, 177 jenis terancam punah. Rinciannya, 96 jenis Rentan [Vulnerable/VU], 51 jenis Genting [Endangered/EN], dan 30 jenis Kritis [Criticaly Endangered/CR].Bila dibandingkan tahun 2021, jumlah jenis ini bertambah 6 spesies. Penambahan jumlah jenis karena adanya pemecahan taksonomi. Taksonomi merupakan ilmu yang menelaah penamaan, perincian, dan pengelompakan makhluk hidup berdasarkan persamaan dan perbedaan sifatnya.Beragam burung liar Indonesia ini tersebar luas dari pulau besar seperti Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Papua, hingga pulau kecil dan terluar seperti Enggano.  [SEP]" "Mengajak Sektor Usaha dalam Pelestarian dan Perlindungan Mangrove","[CLS]  Upaya melindungi dan memulihkan ekosistem mangrove perlu melibatkan seluruh elemen masyarakat, termasuk juga sektor bisnis. Tujuannya, mengurangi tekanan pada mangrove dan ekosistem lainnya. Sekaligus, menghasilkan keuntungan bagi lingkungan maupun masyarakat sekitar.Atas penilaian itu, Kamar Dagang dan Industri Indonesia bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kadin-LHK) menggelar serial webinar Restorasi Mangrove Sebagai Solusi Perubahan Iklim Nasional, Jumat (30/9/2022). Topiknya, “Gotong Royong dalam Program Restorasi Mangrove yang Layak Investasi dan Berkelanjutan”.Serial diskusi ini berfokus pada tindakan bersama di masa depan, bentuk dan model kolaborasi multi-stakeholder, serta peran dan pengelolaan mangrove di Indonesia. Adapun, pendekatan yang diusung bersifat inklusif dan gotong royong.Silverius Oscar Unggul, Wakil Ketua Umum bidang LHK Kadin Indonesia menerangkan, keterlibatan multi-stakeholders diharap dapat mengisi ruang serta memberi perspektif dari masing-masing bidang dalam mewujudkan restorasi mangrove yang layak investasi dan berkelanjutan.“Gotong royong menjadi platform nasional dalam tata kelola lingkungan hidup di Indonesia. Selain itu, seturut urgensi penerapan komitmen net-zero carbon, mangrove memiliki keunggulan dalam menghasilkan karbon biru,” tambahnya.baca : Pulihkan Ekosistem Mangrove yang Kritis, Kembalikan Sumber Ekonomi Pesisir  Keterlibatan dunia usaha diyakini dapat memperkuat upaya perlindungan dan pelestarian ekosistem mangrove. Misalnya dengan mengurangi tekanan pada mangrove, meminimalisir limbah dari proses produksi, dan distribusi yang dapat merusak habitat mangrove." "Mengajak Sektor Usaha dalam Pelestarian dan Perlindungan Mangrove","Sebab, mangrove yang sehat dapat memberi manfaat bagi kesejahteraan masyarakat lewat penyediaan sumber makanan misalnya ikan, udang dan kepiting. Di samping itu, dapat memperbaiki kualitas perairan pesisir, serta meningkatkan ketersediaan sumber mata pencaharian alternatif, seperti ekowisata mangrove yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.“Diharapkan Pemerintah untuk memimpin, memandu, mendukung, memfasilitasi serta memberikan insentif untuk menarik bisnis, pengembangan proyek, kelompok masyarakat dan CSO untuk berpartisipasi dan berkolaborasi dalam restorasi mangrove,” kata Silverius.Bagi sektor usaha, upaya-upaya itu dilakukan lewat restorasi maupun program-program dekarbonisasi. Indika Energy perusahaan yang berfokus di sektor batu bara misalnya, telah berinisiatif melakukan restorasi mangrove sejak 2010.Leonardus Herwindo, Presiden Direktur Indika Nature mencontohkan, Cirebon Power salah satu anak usaha Indika Energy, pada tahun 2010 sudah menanam lebih dari 80 ribu bibit mangrove di wilayah kerja mereka. Tahun 2021, juga ditanam 21 ribu bibit mangrove di sejumlah wilayah seperti Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Papua Barat dan Jawa Barat.“Ini merupakan inisiatif perusahaan dalam melakukan restorasi dan rehabilitasi mangrove di area-area kami beroperasi,” kata Leonardus.baca juga : Menguji Keseriusan Wacana Showcase Mangrove Bali di G20  Selain penanaman, upaya melindungi mangrove dilakukan dalam bentuk pembangunan destinasi ekowisata. Cirebon Power disebut tengah mengembangkan ekowisata mangrove beserta infrastruktur penunjangnya. Kegiatan-kegiatan itu diselenggarakan dengan melibatkan masyarakat setempat.“Kolaborasi ini tetap kami lakukan. Saat ini kami sedang dalam tahap diskusi untuk restorasi mangrove yang lebih luas. Tujuan jangka panjangnya, untuk memastikan sustainability. Tidak hanya pemerintah, restorasi mangrove juga mendapat dukungan masyarakat dan swasta,” ujarnya." "Mengajak Sektor Usaha dalam Pelestarian dan Perlindungan Mangrove","Tidak hanya penanaman mangrove, komitmen menurunkan emisi Indonesia juga dibuat melalui program diversifikasi dari batu bara ke sektor lain, yang telah dimulai pada tahun 2018. Leonardus menyebut, pada tahun 2025, perusahaan berharap mendapat pemasukan dari sektor non batu bara dengan persentase sekitar 50%.Sektor-sektor itu di antaranya, mineral non batu bara, logistik, infrastruktur, pengembangan tekonologi, serta renewable energy semisal solar panel, kendaraan listrik hingga solusi alam di sektor kehutanan.“Ini juga menunjang tujuan jangka panjang untuk mencapai netral karbon pada tahun 2050 ataupun lebih cepat. Hingga tahun 2021, kami sudah berhasil menurunkan emisi scope 1 sebesar 11,53%. Penurunan emisi ini bisa semakin besar di tahun-tahun berikutnya,” masih menurut Leonardus.baca juga : Bagaimana Nasib Kawasan Mangrove Teluk Balikpapan Kala Ada IKN Nusantara?  Restorasi Baik, Tapi Perlindungan Lebih PentingLebih baik mencegah daripada mengobati. Peribahasa ini juga relevan dalam topik-topik terkait keberlanjutan ekosistem mangrove. Mengingat, program-program restorasi mangrove memiliki ongkos yang besar, pertumbuhan yang membutuhkan waktu, serta tingkat keberhasilan yang bersifat mungkin, maka melindungi ekosistem mangrove yang masih sehat merupakan pilihan terbaik.Prof. Dr. Daniel Murdiyarso, Akademisi Institut Pertanian Bogor menerangkan, restorasi harus diikuti kewajiban melakukan konservasi. Keduanya harus berjalan seiring, tidak boleh terpisah satu dengan lainnya.Dia mencontohkan, program penanaman mangrove tidak akan memberi carbon benefit yang besar dan cepat. Mangrove yang baru ditanam, misalnya, hingga 5 tahun setelahnya hanya memiliki kemampuan menyerap karbon yang sedikit. Sehingga, upaya menjaga mangrove yang masih utuh merupakan kebijakan dan tindakan yang harus jadi prioritas." "Mengajak Sektor Usaha dalam Pelestarian dan Perlindungan Mangrove","“Saya ingin kontraskan antara restorasi dan konservasi. Jadi penting melakukan konservasi hutan mangrove yang ada sambil melakukan restorasi hutan yang rusak. Restorasi penting, tapi konservasi jauh lebih penting bahkan dengan biaya yang lebih rendah,” kata Daniel.Ekosistem mangrove memiliki peranan yang besar dalam mengadaptasikan ekosistem terhadap perubahan iklim. Ia menyimpan karbon 3-5 kali lebih besar dari hutan daratan. Jumlahnya diperkirakan antara 1600-2000 ton per hektar, sedangkan hutan daratan hanya 300-350 ton per hektar.Menurut Daniel, saat ini mangrove Indonesia menyimpan sekitar tiga miliar ton emisi, yang 80%-nya tersimpan di dalam tanah. Dengan laju kerusakan sekitar 6%, persentase yang tampak kecil, namun emisi yang dilepas akibat kerusakan tersebut mencapai 200 juta ton atau setara 30% emisi terestrial. Sehingga, upaya konservasi mangrove merupakan cara untuk menghindari lepasnya emisi terestrial sebesar 30% sekaligus mengkonservasi 80% karbon di bawah tanah.“Kalau kita bisa menghindari emisi sebesar 200 juta ton, itu sama dengan sekitar 40 juta emisi dari mobil per tahun. Jadi kita bisa bayangkan, kalau investor di bidang transportasi, energi, sebesar itulah yang bisa kita lakukan untuk mangrove, kalau kita bisa menghindari emisi atau deforestasi mangrove,” ujar Daniel.baca juga : Bekantan, Monyet Belanda yang Menyukai Hutan Mangrove  Agus Justianto, Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari KLHK menjelaskan, restorasi mangrove menjadi salah satu solusi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dalam mendukung upaya pencapaian target penurunan emisi gas rumah kaca.Pada 2020 lalu, kegiatan perlindungan ekosistem pesisir telah menjadi kegiatan strategis dalam proses pemulihan selama masa pandemi COVID-19, antara lain berupa kegiatan padat karya penanaman mangrove di 34 provinsi di Indonesia." "Mengajak Sektor Usaha dalam Pelestarian dan Perlindungan Mangrove","“Saat ini, mangrove belum masuk ke dalam penghitungan target di bawah NDC (Nationally Determined Contribution). Memperhatikan ekosistem mangrove yang luas, maka pengelolaan ekosistem mangrove dapat menjadi potensial dalam mendukung aksi mitigasi perubahan iklim di Indonesia,” kata Agus.Indonesia merupakan negara dengan ekosistem mangrove terbesar di dunia. Data One Map Mangrove Indonesia menyebut luasannya 3,3 juta hektar, yang mencakup 20% total luasan mangrove dunia. Dari luasan tersebut, hutan mangrove mengandung karbon lima kali lebih besar dari penyimpanan karbon di hutan daratan.Mitigasi perubahan iklim disebut akan semakin efektif jika pengembangan karbon hijau dari hutan dapat diikuti dengan pengelolaan dan pemanfaatan karbon biru dengan baik. “Sebab, karbon biru tersimpan dalam jangka waktu yang lebih lama jika dibanding karbon hijau dari hutan,” pungkas Agus Justianto.  [SEP]" "Buka-Tutup Sementara, Upaya Nelayan Kepulauan Selayar Selamatkan Terumbu Karang","[CLS]  Terumbu karang adalah ekosistem laut dengan fungsi ekologi sekaligus manfaat ekonomi yang penting dengan keanekaragaman hayati yang tinggi di dalamnya. Secara ekologi, terumbu karang berfungsi melindungi pantai sekaligus tempat hidup dan membiak berbagai biota laut, termasuk di dalamnya gurita.Sayangnya, terumbu karang kerapkali mengalami tekanan dari berbagai kegiatan manusia, serta adanya dampak perubahan iklim. Seperti halnya yang terjadi di Desa Kahu-kahu, Kecamatan Bontoharu, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan.Kondisi ini kemudian melahirkan inisiasi dari Yayasan Alam Indonesia Lestari (LINI) bekerja sama dengan pemerintah desa dan kelompok nelayan gurita Kelompok Usaha Bersama (KUB) Dopa Lestari, KUB Assamaturu dan KUB Samudra Maju, untuk menyelamatkan terumbu karang, melalui sebuah program buka-tutup kawasan penangkapan ikan selama 3 bulan di lokasi seluas 6 hektar di pantai Jeneiya Kahu-kahu.Menurut Andri Mustain, Koordinator Program Yayasan LINI untuk Kepulauan Selayar, selain penutupan selama 3 bulan, terdapat sejumlah kesepakatan lain yang telah disusun nelayan bersama pemerintah desa setempat.“Di dalam kesepakatan itu disebutkan juga aturan bahwa di seluruh kawasan pesisir dan laut Desa Kahu-kahu dilarang keras melakukan penangkapan ikan yang merusak lingkungan menggunakan bahan beracun dan atau bom ikan,” katanya kepada Mongabay, Kamis (17/11/2022).baca : Ekosistem Laut dan Pesisir Terancam, Habituasi Berdayakan Nelayan Pulau Tanah Jampea  Selain itu, dilarang melakukan aktivitas penangkapan dan budidaya di kawasan penutupan sementara selama periode yang telah ditetapkan dan dilarang membuang sampah dan atau mengotori kawasan penutupan sementara." "Buka-Tutup Sementara, Upaya Nelayan Kepulauan Selayar Selamatkan Terumbu Karang","“Ada juga larangan merusak rambu-rambu atau tanda yang digunakan sebagai tanda batas kawasan perlindungan dan papan-papan informasi sebagai sarana penunjangnya. Barang siapa menemukan rambu atau tanda yang dimaksud maka wajib mengembalikan ke lembaga pengelola. Selain itu, setiap warga berhak melaporkan jika ada pelanggaran kepada lembaga pengelola atau pemerintah desa,” jelasnya.Kegiatan ini merupakan bagian dari Fishery Improvement Project (FIP) Gurita bekerja sama dengan Yayasan Pesisir Lestari (YPL), di mana sejak tahun 2020 bersama dengan masyarakat Desa Kahu-kahu dan Mekar Indah telah melaksanakan pendataan hasil tangkapan gurita, pembentukan kelompok nelayan, dan memfasilitasi pertemuan-pertemuan di tingkat desa dan kabupaten untuk membahas mengenai pengelolaan perikanan gurita di Kabupaten Kepulauan Selayar.Menurut Andri dari kegiatan buka-tutup sementara dan restorasi terumbu karang ini diharapkan berdampak pada pulihnya fungsi ekosistem terumbu karang sebagai rumah ikan konsumsi yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat pesisir.“Dari kegiatan juga diharapkan terciptanya pengelolaan perikanan berkelanjutan yang didukung dan sepenuhnya masyarakat sebagai salah satu pengelolanya. Kami juga berharap adanya dukungan penuh para pemangku kepentingan terhadap terselenggaranya kegiatan restorasi terumbu karang,” katanya.baca juga : Sinergi dan Kolaborasi untuk Perikanan Berkelanjutan di Sulsel  Khusus untuk buka-tutup sementara ini bertujuan untuk memulihkan kembali terumbu karang yang rusak akibat adanya penangkapan ikan secara berlebih dan penggunaan alat tangkap yang tak ramah lingkungan, yang menyebabkan terjadinya penurunan hasil tangkapan nelayan, lokasi penangkapan yang makin jauh, dan rata-rata ukuran gurita yang tertangkap semakin menurun." "Buka-Tutup Sementara, Upaya Nelayan Kepulauan Selayar Selamatkan Terumbu Karang","Menurut Andri, kegiatan buka-tutup lahir dari sebuah proses musyawarah dan diskusi yang panjang berbagai unsur masyarakat. Selain penutupan sementara selama 3 bulan, dari 15 November 2022 hingga 14 Januari 2023, nelayan juga melakukan upaya restorasi terumbu karang untuk memperbaiki habitat gurita yang ada.Secara teknis kegiatan dimulai kegiatan acara simbolis penutupan sementara yang dilanjutkan dengan pemasangan tanda batas kawasan, penurunan terumbu buatan, dan transplantasi karang.“Selama dua tahun ini kami juga fasilitasi pembentukan dan pendampingan nelayan hingga terbentuk 3 KUB nelayan gurita untuk pengelolaan perikanan berkelanjutan. Untuk restorasi terumbu karang dimulai dengan pelatihan kepada nelayan, dilanjutkan pembuatan terumbu buatan. Terdapat 3 bentuk terumbu buatan antara lain fishdome, rotibuaya, dan hexa frame dengan total 170 struktur.”Struktur terumbu karang buatan ini diharapkan menjadi rumah ikan yang bisa dimanfaatkan nelayan. Melalui buka-tutup sementara ini diharapkan ekosistem dan biota dalam kawasan memiliki kesempatan tumbuh dan berkembang sehingga memberikan manfaat ekonomi yang maksimal bagi nelayan.“Harapan kita bersama dengan peran serta semua pihak, sumber daya perikanan Desa Kahu-Kahu bisa pulih kembali dan ekonomi masyarakat meningkat. Pada hari ini juga akan ditandatangani pengesahan peta kawasan penutupan sementara yang nantinya bisa disosialisasikan kepada masyarakat,” lanjutnya.Ditambahkan Andri bahwa kegiatan buka-tutup sementara dan restorasi terumbu karang yang mereka lakukan saat ini hanya sebagian kecil dari berbagai upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak.baca juga : Cerita Membangun ‘Surga Karang’ di Pulau Bontosua  " "Buka-Tutup Sementara, Upaya Nelayan Kepulauan Selayar Selamatkan Terumbu Karang","Pemerintah Kabupaten Kepulauan Selayar sendiri telah berupaya menekan pengrusakan terhadap sumber daya laut, antara lain melalui penerbitan Peraturan Daerah No.3/2002 tentang Alat Tangkap dan Alat Bantu Pengambilan Hasil laut serta Peraturan Bupati No.493/2006 tentang Pembentukan Tim Terpadu Patroli Pengawasan Terumbu Karang.Herawati yang mewakili Kepala Dinas Perikanan Kepulauan Selayar menyampaikan ucapan terima kasih atas inisiatif Yayasan LINI yang seperti halnya program Coremap sebelumnya bertujuan untuk pengelolaan perikanan berkelanjutan.“Harapannya dengan program ini tidak ada lagi penangkapan ikan yang merusak seperti bom dan bius. Ini tentunya bertujuan baik untuk peningkatan sumber daya ikan dan ekonomi nelayan sehingga perlu dukungan kita semua. Penutupan sementara ini juga perlu disosialisasikan ke masyarakat baik dari desa ini maupun desa tetangga agar diketahui batas dan lokasinya, sehingga perlu komitmen bersama untuk saling menjaga dan berkelanjutan,” katanya.Dwi Sabriyadi Arsal yang mewakili Kepala Cabang Dinas Kelautan Kepulauan Selayar menyampaikan apresiasinya atas kegiatan ini yang menurutnya penting dalam memberi kesempatan ekosistem dan sumber daya perikanan tumbuh dan berkembang biak. Ia berharap penegakan hukum dilakukan secara persuasif.“Perlu juga disampaikan ke masyarakat kalau penggunaan dangke sebagai bius ikan itu berbahaya, tidak hanya terhadap terumbu karang tapi juga akan sangat berbahaya bagi manusia yang mengonsumsi ikan hasil bius itu. Bisa menimbulkan keracunan,” katanya.Siti Syamsuarti, petugas penyuluh lapangan (PPL) perikanan setempat, menyatakan pentingnya kolaborasi dalam kegiatan ini, termasuk pelibatan kelompok masyarakat pengawas (Pokmaswas) Desa Kahu-kahu untuk membantu pengawasan kawasan." "Buka-Tutup Sementara, Upaya Nelayan Kepulauan Selayar Selamatkan Terumbu Karang","“Keterlibatan Pokmaswas sangat penting untuk melakukan pengawasan dan memastikan aturan ini betul-betul dipatuhi para nelayan sesuai kesepakatan yang ada,” katanya.Harapan yang sama disampaikan Sumardi, sebagai Binmas Desa Kahu-Kahu, yang mengharapkan program ini bisa berkelanjutan dan perlu peran kerja sama antar stakeholder untuk berperan aktif menjaga, terutama nelayan yang memanfaatkan sumber daya ikan.baca juga : Nelayan Makassar Sepakat Tutup Sementara Wilayah Tangkap Gurita  Usman, Kepala Desa Kahu-kahu, menyampaikan harapannya agar kegiatan ini bermanfaat kepada seluruh masyarakat, dan menghimbau agar nelayan dan masyarakat bisa saling mengingatkan dan menjaga.“Nanti kami akan berupaya mengajak dua desa tetangga, yaitu Desa Bontolebeng dan Bontoburusu di Pulau Pasi Gusung agar melakukan pengelolaan perikanan berkelanjutan secara bersama-sama,” tambahnya.Ia juga berjanji akan mengupayakan lahirnya Perdes terkait pemberian sanksi bagi yang melanggar, yang selanjutnya akan disosialisasikan kepada masyarakat agar diketahui dan dipahami.Alauddin, salah seorang nelayan gurita yang juga menjabat Ketua KUB Assamaturu, berharap terumbu buatan yang diturunkan dalam kegiatan ini berhasil menjadi rumah gurita khususnya di kawasan yang dilindungi sehingga memberikan manfaat bagi nelayan.  [SEP]" "Kisah Para Dukun yang Menjaga Hutan Tersisa di Pulau Bangka","[CLS]   Pulau Bangka yang luasnya sekitar 1,1 juta hektar, memiliki bentuk lahan denudasional yang didominasi bukit-bukit granit. Ratusan tahun proses ekstraksi timah serta perkebunan monokultur seperti sawit, hanya menyisakan bukit-bukit sebagai hutan tersisa, yang sejak dulu dijadikan wilayah sakral bagi sejumlah masyarakat adat di Pulau Bangka.“Rusaknya bukit, tidak hanya akan merugikan kehidupan kami di dunia, juga spiritual kami,” kata Janum bin Lamat [58], Ketua Adat Suku Jerieng, di Desa Pelangas, Kecamatan Simpang Teritip, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, pertengahan September 2022.Janum bin Lamat adalah keturunan ketujuh “batin gunung”. Sosok pemimpin dalam sistem adat Suku Jerieng. Batin berperan layaknya dukun kampung, yang memiliki kemampuan mengobati, serta sebagai penghubung dan penjaga keseimbangan antara manusia, alam, dan makhluk lainnya.“Tugas dukun kampung itu berat, karena tanggung jawabnya tidak hanya mengurusi manusia, juga makhluk hidup lain, baik itu hewan dan tumbuhan,” kata Janum.Suku Jerieng merupakan sub Suku Melayu tua yang tersebar di 13 desa di Kecamatan Simpang Teritip, Kabupaten Bangka Barat, dengan luas wilayahnya sekitar 62 ribu hektar. Bukit Penyabung di Desa Pelangas, yang tingginya sekitar 300 meter merupakan wilayah tertinggi, sekaligus area sakral bagi Suku Jerieng.“Setiap tahun, pada bulan Muharram, kami melakukan ritual “taber gunung” di Bukit Peyabung. Bukit ini dianggap sakral, tidak boleh diganggu,” ujar Janum.  Masliadi [38], Ketua Kelompok Sadar Wisata Desa Pelangas, menjelaskan saat ini kondisi Bukit Peyabung dengan luas sekitar 97 hektar relatif terjaga.“Bahkan sebelum berstatus sebagai kawasan Hutan Tanaman Rakyat [HTR] pada 2017, masyarakat sudah menjaga Bukit Penyabung, karena itu lokasi ritual,” katanya." "Kisah Para Dukun yang Menjaga Hutan Tersisa di Pulau Bangka","Dijelaskan Janum, inti dari makna ritual tersebut adalah sebagai bentuk syukur terhadap hasil alam, serta berdoa kepada Yang Maha Esa agar dijauhkan dari segala penyakit dan bencana.“Setelah ritual, masyarakat dilarang beraktivitas di kebun dan tidak boleh menyembelih hewan berdarah. Ini juga sebagai bentuk penghormatan kami terhadap makhluk hidup lainnya.”Ritual tersebut juga menjadi ajang silaturahmi bagi semua dukun kampung di Pulau Bangka hingga Pulau Belitung.“Hingga saat ini, ada sekitar 46 dukun yang tersebar di Pulau Bangka. Setiap kali ada ritual, mereka semua hadir, baik secara fisik [kelihatan], maupun tidak kelihatan [gaib],” kata Janum.Namun dalam prosesnya, ritual taber gunung di Bukit Penyabung sempat vakum sekitar tahun 1991-1997, karena tidak adanya generasi dukun kampung yang sanggup memimpin ritual.“Ritual tersebut juga terhenti bertepatan dengan masuknya perkebunan sawit [1991-1997], yang ikut menggerus hutan di sekitar Bukit Penyabung.”Sekitar tahun 2016, ritual pernah kembali dilaksanakan oleh Lembaga Adat Melayu [LAM] Jerieng. Namun, tidak sesuai dengan adat Jerieng.“Banyak bagian ritual berubah, seperti lokasi yang semula di bukit, dipindahkan ke rumah adat. Sehingga tidak dianggap atau diakui para dukun kampung,” lanjut Janum.Pada Agustus tahun 2022 lalu, melalui sebuah mimpi, Janum diberi kepercayaan leluhur Suku Jerieng untuk meneruskan ritual taber gunung, sesuai tata acara yang telah ditetapkan.“Hampir 25 tahun ritual tidak dilaksanakan, banyak bala [malapetaka] menimpa masyarakat Suku Jerieng. Seperti padi yang terserang hama, durian tidak berbuah, hasil madu berkurang, dan puncaknya terjadi kesurupan massal saat acara Pemkab [Pemerintah Kabupaten] Bangka Barat di Desa Berang beberapa waktu lalu.”“Hilangnya ritual di bukit-bukit di Pulau Bangka, menjadi bukti kalau masyarakat kita sudah melupakan budaya leluhur,” lanjutnya." "Kisah Para Dukun yang Menjaga Hutan Tersisa di Pulau Bangka","“Lebih jauh, hilangnya ritual, berarti hubungan kita dengan alam dan sesama manusia telah pudar, sekaligus sebagai bentuk kalau kita [masyarakat Pulau Bangka], tidak bersyukur atau serakah dengan hasil alam yag kita dapat.”  Titik temuDi Selatan Pulau Bangka, sekitar 60 kilometer dari Kota Pangkalpinang, terdapat sebuah bukit bernama Bukit Nenek, yang terletak di Kecamatan Simpang Rimba, Kabupaten Bangka Selatan.Selama ratusan tahun, bukit tersebut dijadikan lokasi ritual oleh masyarakat Suku Melayu di Desa Gudang dan sekitarnya. Mirip dengan Suku Jerieng, ritual masyarakat di Bukit Nenek juga dilakukan pada bulan Muharram. Hanya, ritual tersebut bernama “Ketupat Gong”.“Maknanya sama, intinya bersyukur terhadap hasil alam dan memohon agar terhindar dari malapetaka, bencana, maupun penyakit,” kata Makmun [52], dukun kampung di Desa Gudang, di rumahnya yang berada di kaki Bukit Nenek.Bukit Nenek merupakan wilayah sakral sekaligus titik ritual. Tingginya sekitar 380 meter, masuk kawasan TWA [Taman Wisata Alam] Gunung Permisan yang luasnya mencapai 3.149,69 hektar. Tepat disebelah Bukit Nenek, ada Bukit Batu Kepale, kemudian Bukit Nangka, Bukit Putus, Bukit Meninjon Muda, Bukit Meninjon Tue, Bukit Mengkubung, Bukit Jering, dan Bukit Cek Antak.Menurut Makmun, ritual yang diadakan sekarang sedikit berbeda. Dulu, ritual dibagi dua tahap. Tahap pertama dilakukan di Bukit Batu Kepale, kemudian menuju puncak Bukit Nenek.“Namun, karena banyak masyarakat yang mengeluh harus mendaki dua bukit sekaligus, akhirnya kami putuskan langsung berjalan menuju puncak Bukit Nenek,” jelas Makmun." "Kisah Para Dukun yang Menjaga Hutan Tersisa di Pulau Bangka","Di Bukit Batu Kepale yang tingginya sekitar 300 meter, dianggap sebagai tempat “sidang” atau pertemuan sejumlah “penjaga” dari sejumlah gunung di Pulau Bangka, seperti dari Gunung Mangkol [Kabupaten Bangka Tengah], Gunung Maras [Kabupaten Bangka], Gunung Pelawan [Kabupaten Bangka], serta Gunung Menumbing dan Gunung Penyabung [Kabupaten Bangka Barat].Lokasi pertemuan diadakan tepat di sekitar ceruk batu granit di puncak Bukit Batu Kepale. Di ceruk tersebut, juga diketahui terdapat gambar cadas, yang diperkirakan merupakan lukisan manusia purba [Austronesia].“Dalam pertemuan tersebut, para penjaga diberi tugas menjaga setiap wilayah, serta memberi informasi terkait kondisi bukit mereka masing-masing. Setelah itu, barulah mereka kembali ke bukit masing-masing.”  Seusai kami mengikuti pertemuan tersebut, barulah ritual dilanjutkan menuju Bukit Nenek.“Di Bukit Nenek, masyarakat mengadakan doa dan makan bersama, sebagai bentuk rasa syukur atas hasil alam yang didapat,” kata Makmun.Masih adanya ritual membuat hutan di wilayah Bukit Nenek terjaga hingga saat ini. “Bahkan, sebelum penetapan kawasan konservasi TWA Gunung Permisan tahun 2016, wilayah perbukitan di sini memang tidak pernah diganggu. Masyarakat masih mengikuti adat dan ritual,” kata Makmun.Dalam prosesnya, masyarakat di sekitar Bukit Nenek wajib mengikuti ritual yang disimbolkan dengan menyumbang seikat ketupat untuk dibawa ke puncak Bukit Nenek.“Jika ada yang tidak menyumbang, kami selaku dukun kampung tidak pernah memaksa. Tetapi jangan salahkan dukun, kalau nanti ada bala [bencana] yang menimpa mereka, seperti gagal panen, penyakit, dan lainnya,” kata Makmun.Dalam kepercayaan masyarakat di Kecamatan Simpang Rimba, di Bukit Nenek terdapat “kampung gaib”, yakni kampung yang tidak terlihat mata manusia. Maka, warga Desa Gudang, diwajibkan para dukun untuk hidup harmonis dengan penduduk kampung tersebut." "Kisah Para Dukun yang Menjaga Hutan Tersisa di Pulau Bangka","“Hingga saat ini warga masih memegang teguh saran para dukun kampung. Karena sudah banyak bukti bagi yang melanggar, biasanya terkena sakit, bahkan hilang di Bukit Nenek karena bersikap tidak sopan,” kata Pendi [40], pegawai di Pemerintah Desa Gudang.  Ritual tertutupTercatat ada sekitar 32 bukit di Pulau Bangka, yang tertinggi adalah Gunung Maras [705 meter]. Sejak tahun 2016, lanskap Gunung Maras ditetapkan sebagai satu-satunya Taman Nasional di Pulau Bangka, luasnya mencapai 16.806,91 hektar.Bagi masyarakat adat yang tersebar dari ujung Utara hingga Selatan Pulau Bangka, sejak dulu Gunung Maras diyakini sebagai titik spiritual terkuat.“Kami percaya, kalau Gunung Maras ini rusak, akan terjadi bencana banjir besar yang menenggelamkan seluruh daratan Pulau Bangka, bahkan setengah wilayah Sumatera,” kata Umran [74], keturunan ketujuh Suku Maras, di Desa Berbura, Kecamatan Riau Silip, Kabupaten Bangka.Umran bersama Damion [51], serta tujuh orang dukun kampung, hingga saat ini masih sering melakukan ritual di puncak Gunung Maras. Sembilan orang tersebut berasal dari sejumlah dusun di sekitar Gunung Maras.“Saat ini ritual kami lakukan tertutup. Waktu pelaksanaan tidak menentu, dalam satu bulan bisa dua hingga tiga kali. Biasanya dilaksanakan saat para tetua dukun mendapat mimpi, atau saat memasuki 13 hari bulan pada kalender Hijriah,” kata Damion.Di bawah tahun 2000-an, di sekitar Gunung Maras sebenarnya ada ritual yang dilaksanakan secara terbuka, yakni ritual “Tolak Bala”. Prosesnya mirip dengan yang diadakan di Bukit Penyabung dan Bukit Nenek.“Maknanya sebagai bentuk rasa syukur serta doa agar terhindar dari penyakit atau bencana,” kata Damion.Namun, sejak banyak orang dari luar Pulau Bangka datang dan menetap di sekitar Gunung Maras, “Ritual tersebut tidak pernah lagi dilaksanakan, karena banyak yang tidak sepakat,” lanjut Damion.  " "Kisah Para Dukun yang Menjaga Hutan Tersisa di Pulau Bangka","Bagi Suku Mapur yang tersebar di wilayah Utara Pulau Bangka, Gunung Maras juga dijadikan sebagai arah makam leluhur mereka.Gunung Maras juga berperan sebagai seorang “kakek” bagi semua bukit di Pulau Bangka. Layaknya seorang kakek, Gunung Maras merupakan tempat mengadu atau meminta pertolongan saat ada kesulitan.“Para dukun biasanya mengadu atau minta tolong jika ada warga kampung yang terusik atau ada yang ingin merusak bukit mereka. Sudah tugas kami para dukun untuk saling membantu,” kata Damion.Secara umum, hutan di Gunung Maras masih terjaga. Namun dalam beberapa tahun terakhir sudah sering terjadi longsor karena tegakan pohon besar di beberapa titik sudah hilang.“Saat malam, kami sering mendengar runtuhan batu, gemuruhnya hingga permukiman,” kata Damion, yang rumahnya berada di kaki Gunung Maras.Sementara di ujung kaki Gunung Maras [Teluk kelabat], yang didominasi ekosistem mangrove, sudah banyak ditambang para pendatang.“Jujur, sekarang sudah sedih melihat Gunung Maras ini, kondisinya jauh berbeda. Hutan dirambah dan ditambang, sudah banyak masyarakat yang tidak menghormati pesan leluhur,” kata Damion.“Jika hal ini terus terjadi [kerusakan hutan], bisa jadi dalam waktu dekat akan ada penyakit yang menyerang manusia, dan itu lebih parah dari COVID-19.”  Ritual yang hilangJika di Gunung Maras masih ada para dukun yang melakukan ritual secara tertutup, berbeda di Bukit Mangkol yang masyarakatnya sudah tidak lagi melaksanakan ritual.Lanskap Bukit Mengkol terletak di Kabupaten Bangka Tengah. Hampir semua desa di Kabupaten Bangka Tengah terhubung dengan lanskap Bukit Mangkol. Di antaranya Desa Terak, Desa Teru, Desa Dul, Desa Air Mesu, Desa Cambai, hingga Desa Puput.“Semua warga desa tersebut, dulunya punya “kelekak” di sekitar Bukit Mangkol,” kata Mang Kalu [40], keturunan ketujuh dukun kampung di Desa Teru." "Kisah Para Dukun yang Menjaga Hutan Tersisa di Pulau Bangka","Kelekak adalah area hutan atau sebidang tanah yang ditanami pohon khas daerah [umumnya durian, binjai, manggis]. Pemiliknya pribadi maupun bersama, sebagai warisan leluhur untuk anak cucu di kemudian hari.“Kelekak di sini kemungkinan sudah berumur ratusan tahun, bisa dilihat dari pohon durian di sini yang ukurannya lebih dari empat pelukan orang dewasa,” kata Mang Kalu.  Kelekak tertua di Bukit Mangkol bernama “Aik Bik” karena lokasinya dekat sumber mata air utama Bukit Mangkol, yang mengalir menuju Kota Pangkalpinang [Ibukota Provinsi Kepulauan Bangka Belitung] dan bermuara ke Sungai Baturusa di Pesisir Timur Pulau Bangka.“Leluhur kami yang tinggal di sekitar kelakak ini bernama Akek Burok dan Nek Rempak. Merekalah yang mengawali ritual di Bukit Mangkol. Ritual itu misalnya menyambut musim panen buah durian,” kata Mang Kalu.“Dulu, buah durian yang pertama kali jatuh dinamakan durian sentajau. Durian ini kemudian diletakkan di sebuah batu granit yang dinamakan “batu kelambu”.Saat buah durian kedua jatuh, barulah warga boleh mengambilnya.“Kata orang tua dulu, makna dari ritual tersebut adalah untuk saling berbagi hasil alam dengan makhluk lain, baik itu hewan, atau makhluk gaib. Bagi yang melanggar akan terkena penyakit, atau gagal panen,” lanjut Mang Kalu.Sejak 1970-an, ritual tersebut tidak lagi dilaksanakan.“Penyebabnya karena tidak ada generasi dukun kampung yang sanggup melanjutkan,” katanya.Bukit Mangkol tingginya hanya 395 meter. Di sekitarnya terdapat sejumlah bukit, seperti Bukit Pau, Bukit Tangga, Bukit Batu Kelambu, Bukit Batu Tanyat, dan lainnya. “Semuanya sekitar 11 bukit,” lanjut Mang Kalu.Sejak 2016, Perbukitan Mangkol berstatus sebagai Tamah Hutan Raya [Tahura], dengan luas total sekitar 6.000 hektar." "Kisah Para Dukun yang Menjaga Hutan Tersisa di Pulau Bangka","Meski demikian, wilayah perbukitan Mangkol tidak lepas dari ancaman pertambangan serta pembalakan liar. Banyak perkebunan serta aktivitas penambangan warga yang merambah hingga lereng perbukitan.“Bahkan ada warga yang menambang timah di sekitar sumber mata air, dampaknya aliran air sering kali keruh saat masuk penghujan,” kata Riski [23], Ketua Bujang Squad, sebuah komunitas pemuda yang menjaga lanskap Bukit Mangkol.Puncaknya, Juli 2022 lalu, Ditjen Penegakan Hukum [Gakkum] Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menangkap tersangka perambahan Tahura Bukit Mangkol.“Hasil pendalaman investigatif yang dilakukan penyidik Gakkum KLHK, telah membuat terang dan meyakinkan bahwa kegiatan ilegal pembukaan Kawasan hutan yang dilakukan Sdr. V alias A berada dikawasan Tahura Bukit Mangkol,” tulis siaran pers KLHK pada situs resmi ppid.menlhk.go.id.Mang Kalu berharap, sejumlah ritual dan aturan adat di Bukit Mangkol dikembalikan. “Dulu untuk masuk hutan Bukit Mangkol banyak pantangan, seperti dilarang berbuat mesum, membuka kebun tanpa seizin dukun kampung, dan sebagainya.”Sejak ritual itu hilang, banyak yang berani merusak meski sudah menjadi kawasan konservasi.“Tidak adanya dukun kampung, juga berakibat pada kurangnya kesadaran masyarakat dalam menjaga hutan Bukit Mangkol,” katanya.  Hutan “riding” yang terputusBerdasarkan dokumen SLHD [Status Lingkungan Hidup Daeah] Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2014, luas kawasan hutan di Kepulauan Bangka Belitung mencapai 657.380 hektar. Sementara, dalam dokumen IKPLHD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2021, luas kawasan hutan tahun 2015 tersisa 235.585,8 hektar, atau berkurang 421.794,2 hektar setahun.Luasan tersebut terus mengalami penurunan, hingga tersisa 197.255,2 hektar. Artinya, kurang waktu enam tahun [2014-2020], Kepulauan Bangka Belitung kehilangan hutan seluas 460.000 hektar." "Kisah Para Dukun yang Menjaga Hutan Tersisa di Pulau Bangka","“Secara umum, bisa dikatakan hutan primer di Pulau Bangka hanya tersisa di sekitar perbukitan, selain di wilayah pesisir yang didominasi ekosistem hutan mangrove,” kata M. Dedi Susanto, Kepala Resort Konservasi Wilayah XVI Bangka-Balai KSDA [Konservasi Sumber Daya Alam] Sumatera Selatan.Oleh karena itu, kawasan konservasi di Pulau Bangka banyak terdapat di wilayah perbukitan seperti; Gunung Maras [TN Nasional], Gunung Mangkol [Tahura], Gunung Permisan [TWA], dan Gunung Menumbing [Tahura].“Sedangkan kawasan hutan lindung [HL] banyak terdapat di sepanjang pesisir Pulau Bangka, yang didominasi ekosistem hutan mangrove,” kata Dedi.  Berdasarkan informasi dari sejumlah dukun di Pulau Bangka, wilayah hutan di luar wilayah perbukitan, yang kini banyak tergerus dinamakan “hutan riding”.Menurut Janum, dahulu semua wilayah atau kampung di Pulau Bangka terhubung sebuah kawasan hutan, yang dinamakan “riding”. Hutan riding dahulu terbentang dari ujung Utara hingga Selatan Pulau Bangka. Bentuknya memanjang dengan lebar sekitar 100 meter, hutan ini melintasi sekaligus menghubungkan setiap kampung dan bukit di Pulau Bangka.“Hutan ini dulunya disepakati setiap dukun kampung di Pulau Bangka. Masyarakat hanya boleh mengambil hasil hutannya [tidak boleh dibuka jadi kebun], tetapi tetap minta izin dukun setempat. Hutan ini diperuntukkan khusus makhluk lain [hewan, tumbuhan, dan makhluk gaib],” kata Janum.Selain itu, menurut Makmun, dukun kampung di Bukit Nenek, Desa Gudang, Kabupaten Bangka Selatan, hutan riding juga berfungsi sebagai “jalur penghubung” bagi makhluk lain untuk menuju bukit dan kampung yang ada di Pulau Bangka.“Hutan riding juga berfungsi sebagai jalan bagi kita [manusia, hewan, makhluk gaib] untuk menghadiri setiap ritual yang diadakan di bukit-bukit yang dianggap sakral,” lanjutnya." "Kisah Para Dukun yang Menjaga Hutan Tersisa di Pulau Bangka","Kini hutan riding terputus, seiring deforestasi di Pulau Bangka yang hanya menyisakan hutan di bukit-bukit serta pesisir [mangrove].Dijelaskan Janum, hutan riding yang menghubungkan setiap kampung dan bukit, merupakan simbol keterikatan antarmasyarakat atau suku yang tinggal di Pulau Bangka. Jika hilang atau terputus, maka terputus pula hubungan antarwilayah dan masyarakat di Pulau Bangka.“Jadi wajar, kalau sekarang banyak konflik antarmasyarakat yang berebut hasil alam. Karena hutan riding serta ritual perlahan hilang. Ini bukti kalau kita tidak bersyukur dengan kekayaan alam,” ujarnya.* * Liputan ini diproduksi atas dukungan Dana Jurnalisme Hutan Hujan [Rainforest Journalism Fund] yang bekerja sama dengan Pulitzer Center  [SEP]" "Gajah Kalimantan, Si Kerdil Pelintas Batas Negara","[CLS]   Gajah kalimantan atau biasa disebut gajah borneo [Elephas maximus borneensis] memang unik. Gajah kerdil ini memiliki badan gemuk dengan muka kecil dan bulat, ekornya panjang menyentuh tanah. Tingginya sekitar 2,5 meter dengan berat sekitar 3-5 ton.Agus Suyitno, peneliti gajah kalimantan dari Forum Konservasi Gajah Indonesia [FKGI] menjelaskan, upaya konservasi gajah borneo yang merupakan subspesies gajah asia ini dilakukan ketika ditemukan secara fisik di Kalimantan Utara tahun 2005-2006.“Saat itu, masyarakat tidak menyangka di Nunukan ada gajah,” kata Agus, pada Webinar Kelas Gajah, Jumat [21/10/2022].Terkait asal-usul gajah borneo, Agus menjelaskan, ada beberapa catatan. Pertama, dari Andau [1985], pada pertengahan abad 17, sebuah perusahaan Inggris di India Timur memberikan beberapa gajah liar ke Sultan Sulu, kemudian dilepaskan di Pantai Timur Sabah, Malaysia, dan berkembang biak hingga saat ini.Kedua, catatan berbeda dari Corvanich [1995] yang menuliskan pada 1960-an sejumlah gajah dari Thailand didatangkan ke Pantai Timur Sabah untuk digunakan sebagai pengangkut kayu perusahaan.Ketiga, laporan terbaru “Origin of The Elephant elephas maximus of Borneo” yang diterbitkan Serawak Museum Journal, menunjukkan bahwa tak ada bukti arkeologis mengenai gajah borneo dalam jangka panjang di Pulau Kalimantan.Usaha memastikan asal-usul gajah borneo pun dilakukan Universitas Columbia dan WWF Malaysia. Mereka mengambil sampel gajah di Sabah untuk diuji DNA. Hasilnya, gajah ini secara genetik berbeda dari subspesies gajah di Sumatera dan daratan Asia lainnya.“Sebenarnya masyarakat lokal dari Suku Dayak Agabag sudah mengenal dekat gajah borneo. Terbukti mereka menyebut hewan besar itu dengan nama Nenek atau Gadingan,” kata Agus.Baca: Uniknya Gajah Borneo, Ukurannya Kerdil dan Hanya Ada di Kalimantan  Ancaman" "Gajah Kalimantan, Si Kerdil Pelintas Batas Negara","Ancaman keberlangsungan hidup gajah borneo sangat tinggi, mulai populasi terbatas, rusaknya habitat, hingga perburuan dan perdagangan.“Tidak seluruh wilayah Pulau Kalimantan menjadi habitatnya. Hingga saat ini, hanya ditemukan di Kalimantan Utara dan Sabah, Malaysia. Gajah-gajah tersebut kemungkinan tidak sepenuh waktu tinggal di suatu administrasi wilayah negara, kemungkinan juga selalu bergerak melintasi batas negara,” lanjut Agus.Dari dua tempat itu, Sabah memiliki populasi lebih banyak. Merujuk penelitian Alfred, pada 2010 ada sekitar 1.184 – 3.652 individu di Sabah. Namun, angka itu terus menurun, bahkan dari analisis Sabah Wildlife Department 2020-2029 diperkirakan hanya 1.000-1.500 individu.Di Kalimantan Utara lebih sedikit lagi, pada 2007 peneliti mencatat hanya ada 20-80 individu. Lima tahun kemudian menjadi 20-30 individu. Data terakhir 2019, diperkirakan tersisa 13 individu.Penyebab utama menurunnya populasi gajah borneo di Kalimantan Utara adalah alih fungsi hutan dan lahan menjadi perkebunan sawit yang dimulai sejak 2004-2005.“Bahkan, arealnya beririsan dengan habitat gajah, akibatnya konflik manusia dan gajah terjadi,” tutur Agus.Data FKGI menunjukkan, konflik pertama manusia dengan gajah terjadi tahun 2005 di Kecamatan Tulin Unsoi. Kejadian sama terulang hingga 2013, bahkan terjadi juga di Kecamatan Sei Menggaris.“Tahun 2014 tak ada kejadian.”Namun 2015 hingga 2018, konflik terjadi lagi di Kecamatan Tulin Unsoi, sementara di Sei Menggaris terjadi pada 2017.“Kabar baiknya, selama empat tahun terakhir tidak ada konflik.”Baca: Studi: Gajah Kalimantan Telah Ada Sejak Ribuan Tahun Silam  Ancaman lain adalah perburuan dan perdagangan gading. Pada 2017, tercatat ada empat kasus penyelundupan, total 12 gading. Kasus terjadi di Pelabuhan Tunon Taka, Nunukan [3 kasus] dan di Bandara Tarakan [1 kasus]." "Gajah Kalimantan, Si Kerdil Pelintas Batas Negara","“Gading selundupan berasal dari gajah borneo di Sabah, Malaysia, dan akan dibawa ke Nusa Tenggara Timur untuk dijadikan mahar pernikahan. Tiga kasus di Nunukan telah divonis hukuman 1-1,5 tahun penjara dengan denda 50 juta.”Sementara pada 2019, terjadi dua kasus dengan total 14 gading. Pelaku hendak menyelundupkan di Pelabuhan Tunon Taka, dengan tujuan Nusa Tenggara Timur untuk dijadikan mahar pernikahan.“Pelaku divonis 1-1,5 tahun penjara dan denda 50 juta,” terang Agus.Baca juga: Penyelundupan Gading Gajah dari Malaysia ke Nunukan Kembali Digagalkan  Kondisi di SabahPermasalahan gajah borneo di Sabah, Malaysia, hampir sama dengan gajah di Kalimantan Utara. Namun, populasinya lebih banyak dibandingkan Indonesia.Nurshafarina binti Othman, pendiri Biodiversity Conservation Society Sabah [Seratu Aatai] menjelaskan, saat ini gajah di Sabah sekitar 1.500 individu. Mereka tersebar di tiga wilayah, yaitu Sabah, Tabin, hingga Kinabatangan.Dosen University Malaysia Sabah tersebut menjelaskan, tantangan kegiatan konservasi gajah borneo di Sabah adalah lemahnya keragaman genetik, konflik manusia dengan gajah, serta perencanaan tata ruang untuk kehidupan gajah.Data Sabah Wildlife Department 1997-2018 menunjukkan, ada 650 kasus konflik manusia dengan gajah di Sabah. Ada 70 gajah yang dipindahkan sekitar 2016 dan 213 kasus gajah mati sejak 2010-2022.“Tingginya kasus disebabkan gajah borneo di Sabah hidup di hutan sekunder. Tentu hal ini bukan sepenuhnya salah gajah, sebab perkebunan sawit masuk habitatnya.”Nurshafarina mengusulkan, untuk menanggulangi konflik ini dengan menanam pisang di area inti hutan. Atau, bisa juga menanam rumput maupun kelapa.Dia mengambil contoh Thailand. Di negara tersebut, masyarakat dan perusahaan menanam pisang dan rumput, sebagai penyangga koridor gajah.  [SEP]" "Sejak Kapan Ayam “Dekat” dengan Kehidupan Manusia?","[CLS]   Ayam [Gallus gallus domesticus] merupakan hewan yang dekat dengan kehidupan manusia. Selain sebagai peliharaan, ayam juga dijadikan sumber makanan.Pernahkah terpikirkan oleh Anda, kapan, di mana, dan bagaimana hewan bertaji itu menjadi jinak [domestikasi] seperti saat ini?Penelitian terbaru, dilakukan para akademisi di Universitas Exeter, Munich, Cardiff, Oxford, Bournemouth, Toulouse, serta institut di Jerman, Prancis, dan Argentina, yaitu Joris Peters, Ophelie Lebrasseur, Greger Larson, dan kolega berjudul The Biocultural Origins and Dispersal of Domestic Chickens, dimuat dalam Jurnal The Proceeding of The National Academy of Sciences [PNAS], edisi 6 Juni 2022.Riset ini menjelaskan bahwa tulang ayam domestik pertama ditemukan di Neolitik Ban Non Wat di Thailand tengah, diperkirakan pada 1650 hingga 1250 SM.“Thailand paling tua, bukan didomestikasi di Anak Benua India, China Tengah, Asia Selatan, Mesopotamia, Ethiopia atau Eropa Mediterania pada 800 SM,” tulis peneliti.Sebelumnya, ada klaim bahwa ayam didomestikasi pada 10.000 tahun lalu di China, Asia Tenggara, atau India, dan ayam ada di Eropa lebih dari 7.000 tahun silam.Kekuatan pendorong dibalik domestikasi ayam adalah kedatangan pertanian padi kering ke Asia Tenggara. Wilayah ini memang tempat nenek moyang liar mereka, yaitu ayam hutan merah.“Pertanian padi kering bertindak sebagai magnet menarik unggas hutan liar turun dari pohon, dan memulai hubungan lebih dekat antara manusia dengan unggas hutan yang menghasilkan ayam.”Para peneliti lintas universitas antarbenua ini menilai, proses domestikasi ayam berlangsung sekitar 1.500 SM di semenanjung Asia Tenggara.“Kemudian diangkut pertama kali melintasi Asia, lalu ke seluruh Mediterania sepanjang rute yang digunakan pedagang maritim Yunani, Etruscan, dan Fenisia awal,” jelas peneliti.Baca: Inspirasi Burung Hantu pada Teknologi Peredam Suara  Dinamika hubungan manusia-ayam" "Sejak Kapan Ayam “Dekat” dengan Kehidupan Manusia?","Penelitian Julia Best, Sean Doherty, Ian Armit, dan kolega berjudul Redefining The Timing and Circumstances of The Chicken’s Introduction to Europe and Noerth-West Africa yang diterbitkan Cambrige University Press, pada 7 Juni 2022 menjelaskan bukti meyakinkan pertama yang menunjukkan hubungan dekat antara manusia dengan ayam.Kerangka lengkap ayam terlihat ditempatkan di samping penguburan manusia Zaman Perunggu di Thailand [misalnya Ban Non Wat, sekitar 800 SM] dan China [Pemakaman Kerajaan Dasikongcun, 1320–1046 SM]. Sedangkan Eropa, di Italia, ayam yang paling awal diidentifikasi berasal dari makam abad kesepuluh hingga kesembilan SM.“Untuk memahami bagaimana hubungan manusia-ayam berevolusi, perlu fokus pada bukti dari daerah yang memiliki catatan arkeologi luas, mencakup berbagai jenis situs,” tulis peneliti.Di Inggris, ada cukup bukti tentang bagaimana sikap manusi terhadap ayam, yang berubah seiring waktu. “Di banyak daerah, ayam awalnya tidak muncul di kuburan manusia, tetapi sebagai kerangka yang dikubur secara individual.”Selain yang berasal dari Weston Down dan Houghton Down di Inggris, sisa-sisa ayam telah ditemukan dari situs Zaman Besi di seluruh Eropa.“Tidak satu pun dari kerangka ini menunjukkan bukti pemotongan atau konsumsi manusia; mereka juga sering merupakan hewan yang lebih tua. Taji panjang pada ayam Houghton Down, misalnya, menunjukkan bahwa umurnya lebih dari dua tahun.”Baca: Mengapa Beberapa Jenis Burung Memiliki Kecerdasan Luar Biasa?  Penelitian ini menemukan fakta menarik, yaitu selama Zaman Besi di Eropa, ayam dihormati dan umumnya tidak dianggap sebagai makanan.Kesimpulan ini didapatkan dari ayam paling awal dikubur sendirian yang tidak disembelih, dan banyak juga ditemukan terkubur bersama manusia. Selain itu, ayam jantan sering dikubur dengan jantan lainnya dan begitu juga dengan betina." "Sejak Kapan Ayam “Dekat” dengan Kehidupan Manusia?","“Survei kami tentang penguburan bersama di Inggris menunjukkan, ritus penguburan seringkali sangat berjenis kelamin: jantan dikuburkan dengan jantan dan betina dengan ayam betina.”Peneliti menduga, ayam dimasukkan dalam kuburan manusia sebagai pemandu jiwa manusia ke alam baka. Peran seperti itu akan cocok dengan hubungan mereka dengan Merkurius (Dewa Komunikasi dan Perjalanan Romawi), yang kepadanya sejumlah besar ayam dikorbankan di Kuil Uley, Gloucestershire.“Pada kesempatan lain, kehadiran ayam di kuburan jelas merupakan persembahan makanan, sebuah praktik yang menjadi lebih umum di Inggris selama periode Romawi.”Selanjutnya, Kekaisaran Romawi mempopulerkan ayam dan telur sebagai makanan.“Misalnya, di Inggris, ayam tidak dikonsumsi secara teratur sampai abad ketiga Masehi, kebanyakan di lokasi perkotaan dan militer,” terang Julia Best, Sean Doherty, Ian Armit dan kolega.Baca juga: Kelinci Sumatera, Si Belang yang Begitu Sulit Ditemukan di Hutan  Di Inggris, bukti paling awal untuk konsumsi ayam tingkat tinggi berasal dari situs ‘Romanisasi’ Istana Fishbourne, sejumlah besar ayam dimakan pada awal abad pertama Masehi.Di sini, tulang ayam terdiri dari delapan persen dari total kumpulan, jauh lebih tinggi dari situs Zaman Besi/Romawi Inggris lainnya.Di tempat lain di Inggris, ayam tidak dikonsumsi secara teratur sampai abad ketiga Masehi, sekali lagi, terutama di lokasi perkotaan dan militer yang sangat diromanisasi.Bukti ini menunjukkan bahwa, di Inggris, 700-800 tahun telah berlalu antara pengenalan awal ayam sebagai hewan eksotis [yang dagingnya tampaknya dilarang untuk dikonsumsi] dan penerimaan hewan ini sebagai sumber protein makanan.Penelitian hasil evaluasi sisa-sisa ayam ini ditemukan di lebih dari 600 lokasi di 89 negara. Mereka memeriksa kerangka, lokasi pemakaman dan catatan sejarah mengenai masyarakat dan budaya di mana tulang itu ditemukan." "Sejak Kapan Ayam “Dekat” dengan Kehidupan Manusia?","Tim peneliti juga menggunakan penanggalan radiokarbon untuk menentukan usia 23 tulang ayam yang ditemukan di Eurasia barat dan Afrika barat laut.  Hewan dihormati Atit Kanti, peneliti dari BRIN mengatakan, sejarah Indonesia mencatat ayam merupakan hewan yang sangat dihormati. Bahkan arti nama raja keempat kerajaan Majapahit yaitu Hayam Wuruk berarti ayam yang terpelajar.“Ini menjadi bukti, selain dikonsumsi, di sisi lain ayam sangat dihargai,” tutur Atit Kanti saat membuka webinar internasional Museum Nasional Sejarah Alam Indonesia bertema “Etnobiological Perspektif of Indonesian Chickens” pada Senin, 20 Juli 2020 lalu, dikutip dari situs LIPI.go.id.Temuan menarik tentang ayam juga diungkap Hidayat Ashari, Peneliti Genetika Molekular. Dia menuturkan, Indonesia memiliki dua spesies ayam hutan [Gallus sp.], yaitu ayam hutan merah atau red jungle-fowl [Gallus gallus] dan ayam hutan hijau atau green jungle-fowls [Gallus varius].G. gallusmemiliki beberapa subspesies yaitu G. gallus spadiceus, G. gallus bankiva, G. gallus murgha, danG. gallus jabouillei.Ayam hutan merah ini dapat ditemukan di luar pulau Indonesia, sedangkan ayam hutan hijau adalah ayam asli Indonesia yang dapat ditemukan di Sumatera Selatan, Jawa, Bali, Lombok, dan Nusa Tenggara.“Contohnya seperti ayam pelung, cemani, kapas, kedu putih, atau kedu hitam,” tutur Hidayat.Lalu dari manakah ayam asli Indonesia berasal? Hidayat menjawab teka-teki tersebut melalui studi keberagaman genetik berdasarkan penanda molekular. “Melalui metode ini kita dapat membangun peta keterkaitan genetik, analisis sistem perkawinan, struktur populasi, merekonstruksi hubungan filogenetik antar populasi dan mempelajari variasi genetik antar dan di dalam populasi hewan.”" "Sejak Kapan Ayam “Dekat” dengan Kehidupan Manusia?","Berdasarkan hasil studi tersebut, Hidayat menemukan adanya keragaman dan keunikan ayam asli. Namun di sisi lain, keragaman genetik ayam hutan, secara keseluruhan relatif rendah. Keberagaman dan keunikan tersebut dipengaruhi letak geografis setiap lokasi. Keberagaman jenis ayam di Aceh dan Sumatera Utara lebih tinggi dibanding daerah Sumatera lainnya, karena terletak di ujung Sumatera.“Di ujung barat kita berbatasan dengan Selat Malaka, Malaysia dan Thailand. Termasuk juga di Sulawesi Utara yang merupakan jalur perdagangan internasional dan berbatasan dengan Filipina. Perkawinan silang pasti lebih tinggi,” ungkapnya.Selain itu, Hidayat mengungkapkan terdapat tanda perkawinan silang yang signifikan di sebagian besar populasi ayam asli dan ayam hutan yang terfragmentasi bertahan hidup di bawah tekanan manusia dan populasinya, dapat terus meningkat di pulau yang berbeda. Sedangkan populasi ayam hutan merah di Jawa Timur terpisah dari sampel ayam hutan merah lainnya di Sumatera.Ayam hutan hijau menunjukkan pola pencampuran genetik yang berbeda di berbagai daerah di Jawa Timur, juga ada perbedaan genetik signifikan antarpulau.“Ayam asli Indonesia memiliki keanekaragaman genetik yang kaya dan unik, tetapi dengan campuran genetik yang dipengaruhi ayam hutan merah dan boiler serta lapisan komersial,” paparnya.  [SEP]" "Tantangan Konservasi Penyu Sumbawa Barat : Pejabat hingga Pelajar Doyan Makan Telur Penyu (Bagian 1)","[CLS]  Ruang tamu kantor bupati Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) terasa sejuk oleh AC saat rombongan tim sosialisasi konservasi penyu berkunjung pada Selasa (28/6). Terdapat sofa empuk untuk menerima tamu. Di dinding tergantung foto siluet wajah Bupati Sumbawa Barat Musyafirin. Bupati dua periode ini menyambut rombongan dengan ramah.Walaupun ada beberapa pejabat yang menemani tamu sebelum bupati menyambut, perbincangan terasa canggung. Karena tema kunjungan tim hari itu cukup sensitif di Sumbawa Barat, yaitu tentang konservasi penyu. Sudah banyak laporan yang diterima Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), jika masih marak jual beli telur penyu di kabupaten penghasil emas dan tembaga itu. Termasuk pula ada laporan, jika orang nomor satu dan nomor dua di Sumbawa Barat pernah juga mencicipi telur penyu.“Bapak-bapak di dalam ruangan ini, sudah pernah makan telur penyu?” tanya bupati membuka perbincangan, disambut tawa semua yang hadir di dalam ruangan. Suasana mulai mencair.Bupati Musyafirin sudah menerima informasi maksud kedatangan tim yang dipimpin Kepala Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) KKP Denpasar Permana Yudiarso yang wilayah kerjanya meliputi provinsi NTB. Saat itu juga hadir tim dari Pangkalan Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Benoa.Bupati secara terbuka mengakui masih banyak terjadi praktik konsumsi telur penyu di Sumbawa Barat. Bukan hanya dikonsumsi terbatas oleh masyarakat di pesisir, tapi juga dikonsumsi semua kalangan. Dalam acara-acara di masyarakat telur penyu sudah biasa menjadi hidangan. Bahkan ketika ada tamu pejabat pemerintah yang berkunjung ke masyarakat, menjadi kebanggaan tuan rumah untuk menyuguhkan telur penyu.“Ketika kami datang disuguhi (telur penyu),’’ kata bupati.baca : Woww… Sebanyak 800 kg Perdagangan Daging Penyu Digagalkan di Bima  " "Tantangan Konservasi Penyu Sumbawa Barat : Pejabat hingga Pelajar Doyan Makan Telur Penyu (Bagian 1)","Bupati mengenang masa kecilnya saat suka bermain di pesisir pantai. Sesekali ikut pergi berlayar. Menumpang perahu dengan tujuan liburan. Kadang naik dari Pelabuhan Lalar Sumbawa Barat ke Labuan Haji Lombok Timur. Perahu yang ditumpangi itu memutar di beberapa pesisir, Musyafirin muda akhirnya tahu jika perahu itu juga mencari penyu. Tapi Musyafirin menjamin tidak ada masyarakat Sumbawa Barat yang menangkap penyu untuk diperjualbelikan, termasuk juga tidak mengkonsumsi daging penyu. Masyarakat hanya mengkonsumsi telur penyu.Bupati mengakui mengubah kebiasaan masyarakat yang sudah berlangsung puluhan tahun ini bukan perkara mudah. Mengkonsumsi penyu di satu sisi sudah menjadi budaya, sebagian masyarakat juga menganggap tidak melanggar aturan. Karena itu sosialisasi harus gencar dilakukan. Secara formal bupati akan mengeluarkan edaran untuk menghentikan konsumsi telur penyu, menghentikan memperjualbelikan telur penyu. Secara informal, bupati berjanji dalam forum Yasinan, forum setiap Kamis malam, akan disampaikan tentang penghentian konsumsi dan suguhan telur penyu untuk para tamu.“Kita fokus (sosialisasi) supaya tidak mengkonsumsi (telur penyu),’’ kata bupati.Bupati sadar kebiasaan ini kurang baik, tapi menghentikan langsung butuh proses. Pendekatan secara budaya juga penting dilakukan, karena di masyarakat Sumbawa Barat, menyuguhkan telur penyu bagi tamu adalah sebuah kehormatan. Telur penyu tidak bisa digantikan oleh telur ayam dan telur itik.“Padahal kita tidak tahu apakah telur penyu ini sehat atau tidak,’’ katanya.baca juga : Puluhan Ekor Penyu Hijau Hasil Penyelundupan Akhir Tahun Siap Dikembalikan ke Laut  " "Tantangan Konservasi Penyu Sumbawa Barat : Pejabat hingga Pelajar Doyan Makan Telur Penyu (Bagian 1)","Sehari setelah tim bertemu bupati, tim turun ke Desa Sekongkang Bawah, Kecamatan Sekongkang, Sumbawa Barat. Desa ini merupakan salah satu lokasi penyu bertelur. Pantai pasir putih dengan bukit cadas di sisi daratan menambah eksotis pantai di kawasan ini. Di kawasan ini pernah dilakukan upaya konservasi penyu. Kelompok masyarakat di Pantai Gili Dua pernah membuat penangkaran telur penyu. Setelah menetas, dilakukan kegiatan pelepasan penyu.Upaya ini dulunya didukung PT Newmont Nusa Tenggara (NNT), tapi belakang program ini berhenti. Kini setelah berganti menjadi Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) belum ada lagi program serupa.“Dulu lokasinya di sebelah situ,’’ kata Tim BPSPL Denpasar wilayah kerja NTB, Barmawi menunjuk lokasi tempat penetasan penyu.Dalam kunjungan ke Desa Sekongkang Bawah, tim membagi diri sosialisasi ke beberpa kelompok masyarakat. Tim yang dipimpin Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sumbawa Barat Amin Sudiono menemui para tokoh masyarakat, termasuk juga masyarakat pemburu telur penyu untuk diperjualbelikan.Pendekatan ke tokoh masyarakat ini agar bisa menjelaskan ke masyarakat bahwa akan ada edaran bupati tentang pelarang mengkonsumsi telur penyu, termasuk juga larangan memperjualbelikan. Ditekankan juga agar tidak ada lagi suguhan telur penyu ketika ada hajatan.“Kita pendekatan langsung ke semua kalangan,’’ kata Amin.Amin juga menugaskan timnya untuk melakukan sosialisasi langsung ke kantong-kantong tempat perburuan telur penyu. Selama tiga hari, pada tanggal 29 Juni sampai 1 Juli tim menyebar ke Desa Tatar dan Desa Talonang Baru. Dua desa ini juga terkenal sebagai kantong peredaran telur penyu. Bahkan di dua desa ini, sebagian masyarakat menjadikan jualan telur penyu sebagai mata pencaharian utama.“Mulai hari ini kita deklarasikan Sumbawa Barat tidak lagi konsumsi telur penyu,’’ kata Amin yang juga mengaku pernah disuguhi telur penyu." "Tantangan Konservasi Penyu Sumbawa Barat : Pejabat hingga Pelajar Doyan Makan Telur Penyu (Bagian 1)","perlu dibaca : ProFauna: Telur Penyu Tambah Kebugaran Pria Hanya Mitos Belaka  Kisah Camat Sekongkang, Badaruddin bisa menjadi bukti bagaimana telur penyu sudah menjadi tradisi penghormatan terhadap tamu. Sebelum menjadi camat Sekongkang, Badaruddin tidak pernah mengkonsumsi telur penyu. Pada hari pertama bertugas sebagai camat di Sekongkang, dia disuguhi telur penyu. Pada saat hajatan di masyarakat, telur penyu yang disajikan semakin banyak. Badaruddin mengakui jika dia menikmati suguhan telur penyu rebus itu.“Saat itu disuguhkan sampai 50 butir,’’ katanya.Aturan pelarangan penuh penyu sebenarnya sudah diketahui masyarakat. Para pejabat di Sumbawa Barat juga tahu aturan itu. Hanya saja, karena menjadi kebiasaan puluhan tahun, sulit mengubahnya. Karena itulah kepada tim dari KKP, Badaruddin berharap lebih intens untuk sosialisasi. Termasuk juga mencarikan jalan keluar bagi masyarakat yang masih memperjualbelikan penyu.“Karena ada yang menjadi pekerjaan utamanya,’’ katanya.Pekerjaan ini bukan hanya dilakoni orang dewasa, tapi juga anak-anak. Badaruddin pernah melakukan kunjungan kerja ke Desa Talonang Baru. Anak-anak sekolah dasar ikut mencari telur penyu. Mereka begadang di pinggir pantai, telat masuk sekolah dan ketika sampai sekolah merek tertidur kelelahan. Anak-anak sudah biasa mengkonsumsi telur penyu, termasuk juga sudah biasa mendapatkan uang dari jualan telur penyu.“Sudah menjadi budaya,’’ katanya. Sumbawa Barat Adalah Surganya PenyuKepala BPSPL Denpasar Permana Yudiarso menjelaskan dasar hukumnya penyu dilindungi, yaitu Undang-Undang No.5/1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, UU No.31/2004 tentang Perikanan yang telah diubah dengan UU No.45/2009." "Tantangan Konservasi Penyu Sumbawa Barat : Pejabat hingga Pelajar Doyan Makan Telur Penyu (Bagian 1)","Penyu termasuk satwa yang dilindungi penuh. Apapun bentuk eksploitasinya dilarang, baik ketika masih hidup maupun sudah mati, termasuk telurnya. Kehadiran tim KKP ke Sumbawa Barat untuk mengingatkan kembali tentang aturan hukum perlindungan penyu itu.Di hadapan bupati dan pejabat Pemkab Sumbawa Barat yang hadir, Permana menjelaskan secara ekologi penyu memiliki peran penting dalam ekosistem pesisir dan laut. Penyu Hijau (Chelonia mydas) berperan penting dalam ekosistem lamun dan algae. Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) makan sponges; mengatur total biomasa ekosistem karang. Penyu Belimbing (Dermochelis coriaceae) mengatur total ubur-ubur. Penyu Sisik Semu adalah ‘tempat singgah’ burung-burung laut.“Dari tujuh spesies penyu di dunia, 6 ada di Indonesia, dan 5 ada di Sumbawa Barat,’’ kata Permana.baca juga : Menelusuri Misteri Penyu Selundupan di Bali  Secara ekologis pertumbuhan penyu sangat lambat. Umur 35 tahun pertama kali matang seksual/bertelur. Penyu sulit dibudidayakan, siklus kehidupan yang kompleks dan ancaman dalam seluruh siklus hidupnya sangat tinggi. Populasinya terus menurun. Secara ekonomi, nilai ekonomi penyu sebagai obyek wisata lebih besar dibanding dieksploitasi.Karena itulah KKP mendorong agar kegiatan penyu ini diarahkan untuk ekowisata. Di beberapa tempat sudah berhasil kegiatan ekowisata, penyu menjadi daya tarik wisata. Tapi tentu saja bukan untuk eksploitasi, misalnya memperjualbelikan penyu untuk kegiatan pelepasliaran.“Dari kementerian ada program wisata bahari, ada stimulus juga ke kelompok,’’ katanya.Dari hasil identifikasi KKP, 25 km dari 65 km panjang garis pantai bagian selatan Sumbawa Barat adalah lokasi penyu bertelur. Sepanjang garis pantai Kecamatan Maluk, dan Kecamatan Sekongkang menjadi lokasi favorit penyu bertelur. Pantai selatan Sumbawa Barat ini juga terkenal dengan pasir putih dan keindahan pemandangannya." "Tantangan Konservasi Penyu Sumbawa Barat : Pejabat hingga Pelajar Doyan Makan Telur Penyu (Bagian 1)","Mengotimalkan potensi wisata itu, jauh lebih bermanfaat secara ekonomis bagi masyarakat setempat jika dibandingkan dengan memperjualbelikan telur penyu. Selain itu, kegiatan konservasi penyu juga bisa menjadi branding wisata bahari Sumbawa Barat.“Sumbawa Barat ini memiliki keistimewaan, pantai pasir putih yang bagus dan lokasi penyu bertelur. Ini bisa jadi branding (pariwisata),’’ pungkas Permana.menarik dibaca : Ini Kisah Warga Jogosimo Penyelamat Telur Penyu hingga Menetas Jadi Tukik  Sedangkan Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) NTB juga menaruh perhatian serius pada konservasi penyu di Sumbawa Barat. Cagar Alam Pedauh di Sumbawa Barat adalah salah satu lokasi bertelurnya penyu. BKSDA NTB pernah memfasilitasi para pemuda dari Desa Sekongkang Bawah dan Talonang Baru untuk belajar konservasi penyu.Pada tahun 2016, para pemuda yang akan mengelola konservasi dan ekowisata diajak studi banding ke lokasi konservasi penyu di Kuta Bali dan ke Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi, Jatim. Sepulang dari kegiatan belajar dan studi banding itu, ada semangat dari anak-anak muda Sumbawa Barat.“Tapi tidak lama, setelah itu (mereka) kembali (berburu telur penyu) lagi,’’ kata Fahrul Hadi, staf BKSDA NTB yang pernah ikut mendampingi.Kini tim BKSDA NTB dan tim KKP berkolaborasi untuk mengedukasi konservasi penyu di Sumbawa Barat agar masyarakat tidak lagi konsumsi dan memperjualbelikan telur penyu. Sosialisasi di sekolah, puskesmas, kantor desa, masjid, tempat pengajian, tempat arisan, kantor polisi, hingga di warung.Sayangnya, sehari setelah tim gabungan itu pulang kembali ke kantor masing-masing, muncul informasi : seorang ibu rumah tangga menawarkan telur penyu melalui media sosial…  [SEP]" "Konstantius Saleo, Penggerak Konservasi dari Yensawai Barat","[CLS]      Pengalaman kelam keluarga tak menyurutkan langkah Konstantinus Saleo, menjadi sosok penggerak konservasi di Raja Ampat, Papua Barat.Dia masih duduk di bangku SMA ketika ayahnya dibunuh oleh pembalak liar. Pria 27 tahun ini, tak gentar tetap meneruskan semangat sang ayah, menjaga kelestarian laut Pulau Batanta dan sekitar.Batanta, merupakan salah satu pulau penting bagi kawasan konservasi Perairan Raja Ampat. Secara keseluruhan, diperkirakan ada 553 jenis karang dan rumah dari 70% jenis karang di dunia, 1.456 jenis ikan karang, 699 jenis molusca, lima jenis penyu dan 16 jenis mamalia laut di Raja Ampat.Namun, kekayaan perairan itu mendapat tantangan pada 2002 karena marak praktik penangkapan ikan merusak ekosistem perairan.Waktu itu, masyarakat masih gunakan bom, jaring dan racun yang bisa membunuh karang-karang itu, tak terkecuali di Batanta.Ayah Konstan, Leonard Saleo, tokoh masyarakat yang gerah atas praktik yang tak berkelanjutan itu. Kala itu, Leonard tergabung dalam LSM lingkungan, Conservation International, sebagai kordinator lapangan.  Dia memiliki tugas patroli dan mengamankan wilayah Batanta Utara. Leonard juga kerap memberikan pemahaman tentang pentingnya menjaga lingkungan pada masyarakat.“Karena waktu itu masyarakat masih ngebom di depan kampung, tebar jaring (untuk tangkap ikan),” kata Konstan.Untuk mengakali praktik ini, ayahnya sampai harus membeli alat operasi masyarakat yang merusak ini. Setelah itu, ketua kelompok penangkap ikan diajak berpatroli mengamankan wilayah.Selain orang dewasa, Leonard juga menyasar anak-anak. Salah satu cara unik yang dipakai beliau dengan masuk ke sekolah dasar dan memberikan edukasi lewat permainan.Leonard memberikan game tentang hubungan manusia dan alam. Inti dari permainan yang dia ajarkan adalah menanamkan ide ‘ketika alam tiada, manusia juga tiada’ pada anak-anak.“Itu yang kami pegang sampai,” kata Konstan." "Konstantius Saleo, Penggerak Konservasi dari Yensawai Barat","Sayangnya, perjuangan sanga ayah hanya sampai 2010. Kala itu, Leonard dibunuh pembalak liar saat sedang berpatroli.Aksi pembalak liar ini meresahkan Leonard. Pasalnya, praktik itu mereka lakukan untuk memangkas pohon-pohon masif untuk dijual ke Sorong.Di tengah patroli rutin, Leonard yang mendapat informasi soal aksi para pembalak di Pulau Dayan langsung tancap gas menangkap tangan mereka. Jaraknya sekitar 30 menit kalau ditempuh dengan speedboat dari Yensawai.“Bapak ngecek ke sana, di situ terjadi pembunuhan,” katanya.  Bermula dari homestayKonstan merupakan putra Yensawai yang sempat merantau ke luar. Pada 2012-2016, dia kuliah di Universitas Pembangunan Negeri ‘Veteran’ Surabaya dan didapuk sebagai Sarjana Hubungan Internasional.Konstan memilih pulang kampung. Sekalipun, pernah diajak mendaftarkan diri menjadi diplomat di Korea Selatan lewat Kementerian Luar Negeri, tetapi itu ditolaknya.Konstan lebih terpanggil jadi sosok seperti Leonard. Apa lagi, pasca kematian ayahnya, praktik pengambilan ikan tak berkelanjutan mulai bermunculan lagi.“Sedikit-sedikit, tapi tidak seperti awal. Beberapa orang mengambil ikan dengan bom tapi sudah tidak dekat kampung. Mereka lakukan jauh dari kampung. Penggunaan jaring dan potasium juga masih dilakukan,” katanya.Salah satu penyebab, tidak ada pengganti Leonard. Sosok yang bisa mengontrol masyarakat untuk tidak melakukan praktik merusak.Konstan pun berinisiatif bisa meneruskan langkah Leonard. Bedanya, Konstan memilih jalan lebih aman untuk melindungi laut.“Kalau bapak orangnya keras. Prinsip dia kalau sudah A ya A, B ya B. Jadi dia pasti akan melawan mereka yang melanggar.”Konstan masuk lewat jalur konservasi dengan mendirikan rumah singgah (homestay). Menariknya, rumah singgah ini didirikan di Pulau Dayan yang pernah memberikan cerita kelam pada Konstan. Pulau ini merupakan bekas pos jaga yang kerap dipakai Leonard." "Konstantius Saleo, Penggerak Konservasi dari Yensawai Barat","Rumah singgah yang diberi nama Dayan Homestay itu dibangun Konstan bersama dengan kakaknya pada 2016. Sebelum ada usaha ini, banyak aktivitas merusak ekosistem laut seperti menggunakan bom dan jaring di sekitar.Tidak ada orang atau patroli membuat praktik itu awet di Dayan. Padahal, tidak jauh dari sana ada tempat ikan pari manta (Manta birostris). Manta dilindungi lewat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 4/2014 tentang perlindungan ikan pari manta.Pendirian rumah singgah membuat para pencari kan menjauh. “Masyarakat Raja Ampat, tahu ketika ada homestay di satu lokasi, kawasan itu terlindungi. Jadi mereka tidak akan berani mengambil sesuatu di situ,” kata Konstan.Di rumah singgah, Konstan tak hanya menawarkan paket menginap, juga wisata seperti menyelam hingga berkunjung di air terjun di Yensawai.Jarang sekali tempat usaha ini sepi. Pernah dalam satu pekan, Konstan menerima kunjungan 36 wisatawan padahal kapasitas kamar hanya untuk delapan orang.“Saya sempat tolak, hanya mereka mau di situ sampai akhirnya saya bukakan kamar darurat supaya mereka senang,” kata Konstan.  Komunitas anak pesisirPandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) yang mengahantam seluruh dunia dirasakan Konstan. Sejak 2020, Dayan Homestay jadi sepi pengunjung, hampir tak ada aktivitas.Beberapa pelonggaran aktivitas sosial oleh pemerintah belakangan ini hanya bisa menarik turis domestik. “Pernah ada kosong 1-3 bulan. Kalaupun ada tamu itu paling satu bulan sekali.”Sebagian orang di Raja Ampat yang mengandalkan hidup dari pariwisata seperti Konstan banting setir jadi penangkap ikan. Konstan tetap mencari jalan untuk lingkungan.Dari semangat itu, Konstan melahirkan komunitas yang diberi nama Anak Pesisir Raja Ampat (APERA). Dalam gerakan ini, Konstan menjadi pendorong anak-anak usia dini di Yensawai untuk melakukan berbagai kegiatan konservasi alam." "Konstantius Saleo, Penggerak Konservasi dari Yensawai Barat","Dalam komunitas ini, Konstan mengedukasi tentang konservasi. Terlihat kemiripan antara Konstan dan Leonard.Keduanya mengajar tentang konservasi dengan buku dan film. “Saya tanamkan pada mereka jaga alam dan apa yang kita lihat hari ini supaya bisa dinikmati ketika mereka dewasa bersama anak-cucu.”APERA pun mengumpulkan sampah-sampah yang terbawa arus laut. Karena aketerbatasan fasilitas pengelolaan membuat sampah hanya bisa dibakar ataupun dipendam di darat. Demi terumbu karangSalah satu mimpi besar APERA saat itu adalah merehabilitasi terumbu karang rusak di Yensawai. Praktik penangkapan ikan dengan bom dan kail yang dilakukan selama bertahun-tahun membuat karang di sekitar Yensawai rusak.Imbasnya, ikan-ikan pun sulit ditemui hingga masyarakat melaut jauh dari Batanta. “Sekitar 50 meter terumbu karang rusak di dekat dermaga,” kata Konstan.Niat Konstan dan APERA merehabilitasi karang sejalan dengan proyek coral reef rehabilitation and management program-coral triangle initiative (CORMEAP-CTI).Pada 2020, Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor (PKSPL IPB) sebagai mitra pelaksana, tengah mencari lokasi proyek rehabilitasi ekosistem pesisir.Apa yang sudah dilakukan Konstan dan Leonard di Yensawai rupanya menjadi modal penting bagi program ini. Pasalnya, salah satu indikator lokasi implementasi adalah kesiapan dan kemauan masyarakat memperbaiki lingkungan mereka.Robba Fahrisy Darus, ahli lamun PKSPL IPB, mengaminkan hal ini. “Masyarakat di sini (Yensawai Barat) bisa diajak maju, akses dan penerimaan juga bagus,” katanya.Konstan didapuk sebagai Koordinator Ekosistem Pesisir di Yensawai. Di bawahnya, ada ketua rehabilitasi karang, mangrove dan lamun.  " "Konstantius Saleo, Penggerak Konservasi dari Yensawai Barat","Sejak Agustus 2020-Maret 2022, proyek yang didanai World Bank dan dikelola Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF)-Kementerian PPN/Bappenas ini telah menghabiskan US$869.000. Dengan ekosistem yang berhasil direhabilitasi mencapai 7.530 propagul mangrove, 1.521 rumpun bibit lamun dan 1.650 fragmen karang.Khusus terumbu karang, luasan rehabilitasi ekosistem mencapai 100 meter persegi di Batanta. Yang menarik, Konstan menghasilkan terobosan dengan membuat media tanam ramah lingkungan.Awalnya, seperti yang kerap dipakai sebagai media penanaman terumbu karang, pipa polyvinil chloride (PVC) dipilih Konstan dan kelompok ekosistem terumbu karang. Inisiatifnya pun berkembang gunakan metode rock pile.Dengan metode ini, Konstan tak membawa material yang dapat menyebabkan limbah seperti PVC ke dalam lautan. Dia gunakan batu atau karang yang sudah mati sebagai media merekatkan potongan karang.“Kita pakai karang mati di laut untuk dibentuk dan jadi tempat karang baru hidup,” kata Konstan.Inisiatif merehabilitasi karang sambil mengurangi sampah laut membawanya pada penggunaan semen sebagai media perekat karang. Semen dibentuk menyerupai Manta dan Penyu.Metode ini sudah dijalankan sejak awal bulan April. Di darat, dia sudah menyiapkan cetakan berbentuk penyu dan manta sebagai media tanam Terumbu Karang.“Saya membuat ini juga karena rencana saya untuk mengurangi sampah,” katanya.Rehabilitasi terumbu karang di area seluas 300 meter persegi. Lokasi dekat dermaga, karena sudah rusak bertahun-tahun.Kelompok rehabilitasi terumbu karang ini beranggotakan 20 orang. Kebanyakan anak-anak muda.“Supaya ada regenerasi setelah kami,” kata Konstan.Tugas utama kelompok ini adalah mencatat pertumbuhan karang yang sudah ditransplantasi dan membersihkan dari alga yang bisa membuatnya kalah bersaing dan mati." "Konstantius Saleo, Penggerak Konservasi dari Yensawai Barat","Kegiatan itu penting secara rutin dalam tiga bulan pertama masa penanaman. Periode ini, masa krusial menentukan keberhasilan rehabilitasi karang.Penanaman pada kedalaman 3-6 meter. Pertimbangannya, masyarakat tak perlu pakai scuba untuk menyelam di kedalaman lebih jauh.Sejauh ini, kerja keras Konstan dan masyarakat Yensawai bisa disebut berhasil. Hal ini bisa dilihat dari terumbu karang tumbuh sampai 90%.Sejak penanaman Maret 2021, sudah ada pertumbuhan 5-12 cm. Terbilang cepat, karena rata-rata pertumbuhan karang hanya 4-5 cm per tahun.Ikan-ikan pun, kata Konstan mulai banyak datang dan dapat dilihat dengan mata telanjang dari dermaga di Batanta.“Sekarang masyarakat sudah bisa memancing di sekitar pulau. Tapi harus pakai alat pancing tradisional, bukan bom…”Konstan belum puas. Dia bertekad terus melakukan upaya konservasi dan rehabilitasi ekosistem pesisir seumur hidup.Motivasinya hanya satu: generasi di Raja Ampat dan Distrik Batanta masih bisa melihat apa yang Konstan nikmati saat ini.“Saya ingin semua orang, termasuk masyarakat sini, masih kenal apa itu mangrove, lamun dan karang. Karena itu akan saya jaga terus tiga ekosistem ini.”   ******** [SEP]" "Kala Bupati Trenggalek Surati KESDM (Lagi) Minta Batalkan Izin Tambang Emas","[CLS]      M Nur Arifin, Bupati Trenggalek, Jawa Timur, kembali menyurati Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) meminta pembatalan izin operasi produksi tambang emas, PT Sumber Mineral Nusantara (SMN). Surat ini kali kedua bupati menyurati KESDM.Sebelumnya, surat pertama bupati kirimkan pada Februari 2022. KESDM mengirim surat belasan menyatakan, izin eksploitasi perusahaan yang sebagian besar saham dimiliki Far East Gold (FEG) ini melalui berbagai kajian.Langkah KESDM ngotot memberi lampu hijau itu pula yang melatari orang nomor satu di lingkungan Pemerintah Kabupaten Trenggalek ini mengirim surat kedua, pada 9 Agustus lalu.Berdasar salinan yang diperoleh Mongabay, setidaknya ada delapan item poin keberatan bupati menolak rencana tambang SMN itu. Pertama, izin SMN seluas 12.813 hektar itu bertentangan dengan Perda Nomor 15/2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Trenggalek 2012-2032.Kedua, konsesi SMN berada di kawasan lindung, sebagaimana Perda 15/2012. Meliputi kawasan hutan lindung, kawasan resapan air, sempadan mata air, dan sempadan sungai. Juga, kawasan pelestarian alam gua, pelestarian alam air terjun, pelestarian alam gunung dan kawasan lindung geologi karst.“Izin SMN juga berada di atas kawasan rawan bencana yang ditetapkan berdasarkan aturan perundang-undangan berlaku. Antara lain, termasuk kawasan rawan bencana longsor dan rawan bencana banjir,” tulis bupati dalam surat bernomor: 500/2096/406.002.1/2022, tertangga 8 Agustus itu.Merujuk perda, beberapa kawasan rawan longsor itu meliputi Kecamatan Bendungan, Dongko, Watulimo, Suruh, Trenggalek, Pule, Tugu Kampak, Panggul dan Kecamatan Munjungan. Baca juga: Was-was Tambang Emas Rusak Trenggalek [1] Sedangkan daerah rawan banjir meliputi Kecamatan Trenggalek, Munjungan, Panggul, Tugu, Pogalan, Karangan, Kampak, Durenan dan Gandusari." "Kala Bupati Trenggalek Surati KESDM (Lagi) Minta Batalkan Izin Tambang Emas","Dalam surat itu, bupati juga menyebut bila SMN melanggar Peraturan Menteri ESDM Nomer 25/2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara.Terutama soal kewajiban dari pemegang izin untuk memasang tanda batas paling lambat enam bulan sejak penetapan IUP operasi produksi.Secara faktual, lanjut bupati, pada wilayah konsesi juga terdapat permukiman padat penduduk. Hasil identifikasi jajarannya, permukiman bahkan mencapai 30 desa.Selain itu, secara faktual juga ada kawasan lahan pertanian produktif yang sebagian ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B). Juga lahan sawah yang dilindungi (LSD).Poin keberatan lain, kata bupati, izin SMN juga berada pada perkebunan yang jadi sumber penghidupan warga secara turun temurun. Bahkan, hasil perkebunan turut berkontribusi pada pendapatan daerah seperti cengkih, kopi, kakao, tebu, durian dan manggis. Tidak hanya itu. Pada wilayah konsesi itu juga terdapat situs budaya yang memiliki nilai cagar budaya.Atas berbagai pertimbangan itu, bupati pun meminta KESDM batalkan izin SMN. “Berdasar telaah dan ketelusuran peraturan perundang-undangan, kami meminta supaya izin operasi produksi SMN dibatalkan.” Baca juga: Bupati Trenggalek Siap Pasang Badan Tolak Tambang Emas Tolak penyelidikan logam, bangun Trenggalek tanpa merusakSebelumnya, berbagai elemen yang tergabung di Aliansi Rakyat Trenggalek (ART) juga mendatangi pendopo Kabupaten Trengalek. Selain memberi dukungan kepada bupati atas sikapnya yang kukuh menolak rencana tambang SMN, kedatangan mereka juga sebagai respons atas rencana mulai penyelidikan umum logam mulia dan logam dasar oleh Badan Geologi di Tasikmadu, Kecamatan Watulimo." "Kala Bupati Trenggalek Surati KESDM (Lagi) Minta Batalkan Izin Tambang Emas","Mukti Satiti, Koordinator ART, menyebut, langkah bupati sebagai upaya mencegah kerusakan alam Trenggalek. “Belum ada contoh daerah yang punya tambang emas rakyat sejahtera. Yang jelas dan pasti terjadi, alam dan lingkungan rusak. Masyarakat disini sudah cukup nyaman dengan hasil pertanian yang melimpah,” katanya.Dalam pertemuan itu, ART juga menyampaikan keberatan atas rencana Badan Geologi untuk menggelar penyelidikan logam mulia di Watulimo, sebagaimana tertuang dalam surat bernomor: T-320/GL.04/BGD/2022, yang dikirim Badan Geologi kepada Pemkab Trenggalek.Sebab, rencana itu hanya akan menimbulkan keresahan di kalangan warga. Bupati sepakat dengan pernyataan itu.Sebagai tindak lanjut atas pertemuan itu, bupati pun mengirim surat kepada Badan Geologi untuk membatalkan penyelidikan yang akan dilaksanakan Oktober mendatang.Surat bernomor: 660/2095/406.012/2022., itu sekaligus mencabut surat dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Trenggelek Nomor: 070/259/406.030/2022 yang dikirim sebelumnya.Surat kepada Badan Geologi itu sekaligus mempertegas pernyataan bupati sebelumnya. Kala itu, dalam sebuah pertemuan di Smart Center, Komplek Pendopo Kabupaten pertengahan Juni lalu, bupati menolak permintaan Badan Geologi untuk pengeboran lanjutan dalam penyelidikan mineral.Baca juga: Pemerintah Trenggalek Dipaksa Ubah RTRW Demi Tambang Emas Penolakan sama juga dilontarkan bupati terkait rencana Badan Geologi menjalin kerjasama dengan PT. Freeport untuk membangun museum geologi di Trenggalek.Kendati dia sepakat pembangunan museum geologi, tetapi menolak bila rencana itu ada melibatkan Freeport.Buntut dari penolakan ini, rencana itu pun batal. Badan Geologi, disebutkan bupati telah mengembalikan anggaran proyek ke pemerintah pusat." "Kala Bupati Trenggalek Surati KESDM (Lagi) Minta Batalkan Izin Tambang Emas","“Saya tidak ada urusan dengan tambang di Trenggalek, karena itu jadi kewenangan pusat. Tapi, menjaga keamanan dan ketertiban warga Trenggalek, itu urusan wajib pemerintah daerah,” kata Gus Ipin, sapaan akrabnya, kala itu.Bupati tegaskan, dia tak anti investasi tetapi kalau investasi justru merusak dan menimbulkan gejolak di masyarakat maka akan tegas menolak. “Selama ada yang mengusik masyarakat saya, ya saya akan lawan!”Karena itu, dalam pertemuan bersama ART, bupati pun mengajak kepada semua yang hadir bersama-sama mengembangkan ekonomi hijau di Trenggalek.Dia bilang, banyak potensi alam di Trenggalek yang bisa dikelola demi meningkatkan kesejahteraan warga tanpa harus merusak. “Ini jadi challange kita bersama bagaimana mengembangan ekonomi hijau dan biru untuk meningkatkan welfare bagi warga.” Baca juga: Menyoal Izin Tambang Emas di Trenggalek [2] Ada apa dengan Pemerintah Jatim?Masalahnya, di tengah usaha Pemkab Trenggalek membangun ekonomi hijau tanpa kehadiran industri ekstraktif, pemerintah provinsi maupun pusat justru terkesan setengah hati memberi dukungan.Sampai ini, dokumen Raperda RTRW yang sebelumnya disepakati bersama DPRD, justru tak kunjung ditetapkan provinsi.Alih-alih menyepakati, pemerintah di level atas ini justru ngotot ‘memaksa’ bupati memasukkan peta konsesi SMN pada perda RTRW secara solid.“Karena saya tidak mau, akhirnya dua tahun ini dokumen revisi Perda RTRW Trenggelek masih digantung, belum ada penetapan sampai sekarang,” kata bupati.Padahal, regulasi itu punya konsekuensi mengikat dan menjadi dasar kebijakan pembangunan ke depan.Eko Cahyono, peneliti Sayogjo Institute, ikut menanggapi penetapan Perda RTRW Trenggalek yang terkesan ditahan ini.Sebagai kepala daerah, sikap Bupati Trenggalek sudah tepat." "Kala Bupati Trenggalek Surati KESDM (Lagi) Minta Batalkan Izin Tambang Emas","“Sikap bupati cukup tegas. Saya kira, sejalan dengan rekomendasi para ahli bahwa Pulau Jawa sudah tidak lagi layak untuk industri ekstratif macam tambang emas,” katanya dihubungi Mongabay, Selasa (16/8/22).Wahyu Eka Setiawan, Direktur Eksekutif Walhi Jawa Timur, sepakat dengan pernyataan Eko. Menurut dia, tambang emas hanya akan mendatangkan kerugian lebih besar ketimbang manfaat.“Tambang emas akan merampas banyak hal, baik biodiversitas, sumber mata air, ekonomi lokal dan sejarah penting rakyat Trenggalek.”Dia menilai, SMN di Trenggalek tak relevan. Selain melanggar peraturan juga akan menyebabkan bencana multidimensi di masa depan.Wahyu pun meminta Presiden Joko Widodo dan KESDM mencabut IUP produksi SMN. Penerbitan izin itu melanggar beberapa prinsip, ketentuan dan aturan.Sebagian wilayah konsesi tepat berada di kawasan hutan yang bisa berisiko terjadi deforestasi dan ganggu niatan Indonesia kurangi emisi. Padahal, katanya, presiden dalam setiap kesempatan berkomitmen aktif berkontribusi melawan perubahan iklim. Baca juga: Perusahaan Coba Galang Dukungan, Aliansi Trenggalek Tegaskan Tolak Tambang Emas Wahyu mendukung sikap dan langkah Bupati Trenggalek menolak dan meminta pencabutan IUP produksi SMN. Walhi juga mendesak dan meminta Pemerintah Jatim mendukung dan mengupayakan pencabutan izin IUP produksi perusahaan ini.“Pemerintah provinsi harus ikut bertanggungjawab atas izin itu, karena mereka yang menerbitkan SK IUP produksi pada SMN, sebelum diambil alih oleh pemerintah pusat,” katanya dalam rilis kepada media.Wahyu juga mendesak Pemerintah Jatim dan KATR//BPN mengesahkan Raperda RTRW Trenggalek yang baru. Sejak 2020, dokumen sudah disahkan di kabupaten tetapi tertahan di Pemerintah Jatim lantaran tak memasukkan kawasan tambang." "Kala Bupati Trenggalek Surati KESDM (Lagi) Minta Batalkan Izin Tambang Emas","“Ini sangat tidak dibenarkan di tengah otonomi derah seperti sekarang, memaksa suatu daerah untuk memasukkan kawasan yang tidak cocok dengan kondisi kawasannya,” kata Wahyu.Sebagai pemangku wilayah, katanya, Pemkab Trenggalek memiliki pemahaman lebih tentang situasi daerahnya ketimbang pemerintah pusat. Karena itu, keputusan bupati yang menolak tambang emas, semata untuk menjaga wilayah dari degradasi lingkungan yang bisa berujung bencana.“Kalau pemerintah [pusat dan provinsi] ngotot memaksa wilayah tambang masuk [Trenggalek], itu berarti pemerintah sengaja mengundang bencana di Pesisir Selatan Jawa di masa depan. Terutama Trenggelak.” ********   [SEP]" "Nelayan Tradisional Pulau Obi Terhimpit Kapal Pajeko dan Rumpon","[CLS]    Hamka La Isa, nelayan tradisional Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, berdiri paling depan dari kerumunan aksi massa di pelataran Kantor Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Maluku Utara, awal Juni lalu. Lelaki 51 tahun ini berorasi lantang, menyampaikan keluh para nelayan tradisional dari Obi.Hamka dan nelayan tradisional di Obi resah. Sejak dua tahun terakhir, hasil tangkapan mereka menurun drastis. Mereka terhimpit aktivitas kapal dengan alat tangkap pajeko (mini purse seine) dan rumpon bertonase besar di selat Pulau Obi. Selat ini wilayah tangkapan nelayan kecil.“Torang tara bisa mangael. Tara bisa mancari, ikan mati samua. Dorang kase datang pajeko dari luar daerah yang berskala besar… Bikin tong kesulitan dapat ikan,” katanya.Hamka bersama empat nelayan dari Obi datang jauh-jauh ke Sofifi, ibukota Malut hanya ingin menyampaikan langsung kepada pemerintah, dan DPRD Malut masalah yang tengah mereka hadapi.Ongkos ke ibukota mereka dapat dari patungan kelompok nelayan di Obi.Hamka, Ketua Aliansi Nelayan Obi—bersama Sarwo La Jiwa, Alfi La Udu, Ade Ai, Anto dan Muhammad, nelayan asal Obi, mewakili aspirasi nelayan.Para nelayan ini didukung puluhan mahasiswa yang ikut bersolidaritas.“Saya berserta teman-teman nelayan, tara tau bicara aturan dan segala rupa dan Undang-undangnya,” kata Hamka.“Hari ini, torang datang (di ibukota provinsi) cuma mau sampaikan keluhan, agar torang bisa melanjutkan (melaut) dan bisa sekolahkan anak-anak.”Sejak dua tahun terakhir, nelayan di Pulau Obi kesulitan mendapatkan hasil tangkap karena pajeko bertonase besar dan rumpun dicurigai melibas ikan-ikan di wilayah tangkapan mereka.“Ikan-ikan disini habis. Torang nelayan kecil sulit dapat hasil tangkap karena adanya pajeko milik pengusaha,” katanya.  " "Nelayan Tradisional Pulau Obi Terhimpit Kapal Pajeko dan Rumpon","Dari temuan lapangan para nelayan, ada empat pajeko lokal dan empat dari luar beroperasi di wilayah tangkapan nelayan tradisional ini. Pajeko-pajeko ini milik pengusaha.Hamka menilai, operasi ilegal itu mengancam ruang tangkapan nelayan kecil di Obi.Nelayan kecil, katanya, harus mengeluarkan rata-rata 20-50 liter bahan bakar, paling sedikit, kadangkala lebih, tetapi hasil tak sebanding pengeluaran.“Jadi, pengeluaran lebih besar dari pendapatan. Kalau lalu-lalu (sebelum ada pajeko dan rumpon ilegal), nelayan setidaknya bisa sejahtera.”Dia dan nelayan disana sudah melayangkan surat beberapa kali ke pemerintah kabupaten untuk menertibkan aktivitas ilegal itu, namun, tak digubris.Hamka dan ratusan nelayan Obi kemudian demo di Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) dan DPRD Halmahera Selatan.Mereka meminta, pemerintah setempat ambil langkah menertibkan rumpon dan pajeko, mendesak pemerintah melarang seluruh pajeko berukuran besar beroperasi. Termasuk, membuat peraturan daerah (perda) untuk mengatur jalur penangkapan ikan dan penempatan alat tangkap.Sayangnya, pemerntah daerah tak punya wewenang karena semua kebijakan dilimpahkan ke provinsi.Sarno La Jiwa, nelayan Pulau Obi, berkata, ikan sasaran tangkap nelayan kecil sudah terjaring habis pajeko, hingga pendapatan makin menurun.“Bahkan kadang tidak mendapatkan hasil melaut. Akibatnya, torang tidak punya pemasukan dan terlilit utang,” katanya.Sarno dan nelayan Obi, sebagian besar terpaksa harus melaut jauh hingga di perairan Pulau Taliabu, Papua dan sekitar. Kondisi ini, katanya, sangat berisiko tetapi itu mesti mereka lakukan untuk mencukupi kebutuhan hidup." "Nelayan Tradisional Pulau Obi Terhimpit Kapal Pajeko dan Rumpon","Nelayan juga menemukan, setidaknya ada 53 rumpon terpasang berdekatan di Selat Obi. Menurut Sulton Umar, koordinator aksi Aliansi Nelayan Obi, penempatan rumpon juga melanggar ketentuan hukum dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) No 18/2021 tentang Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia.Temuan lapangan, nelayan setidaknya ada 53 rumpon terpasang berdekatan. Pada aturan itu, Pasal 16 poin (a) menegaskan, jarak antar rumpon harus berjarak 10 mil. Pada poin (f) menyatakan, pemasangan rumpon tak ditempatkan pada alur pelayaran.“Kondisi lapangan, pemasangan rumpon di perairan Selat Obi tak sampai 10 mil laut, bahkan keterangan nelayan hanya dua sampai tiga mil laut dan mengganggu pelayaran karena dipasang zig-zag,” kata Sulton.Rumpon di perairan Selat Obi juga sebagian besar tak menyertakan papan tanda pengenal sesuai Permen KP 18/2021 seperti di Pasal 19 yang mengatur tiap rumpun harus mencantumkan nama pemilik, nomor surat ini pemasangan rumpon dan titik koodinat rumpon.  ***Kalau melihat data Badan Pusat Statistik (BPS) Maluku Utara, produksi perikanan tangkap di Halmahera Selatan sejak 2018-2020, tertinggi dari seluruh kabupaten dan kota.Aksi ini setidaknya punya titik terang. Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Maluku Utara langsung mengirimkan surat kepada Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Maluku Utara.Ada dua poin utama jadi pertimbangan dalam surat itu, pertama, terkait pelanggaran dalam penetapan Permen KP No 18/2021, dimana hampir seluruh rumpon di Halmahera Selatan tak memiliki izin.Kedua, aktivitas nelayan pajeko di perairan Pulau Obi, yang melakukan penangkapan ikan dan alat bantu rumpon telah merugikan nelayan kecil (tradisional) di sekitar perairan." "Nelayan Tradisional Pulau Obi Terhimpit Kapal Pajeko dan Rumpon","Untuk menghindari konflik antar nelayan dan berdasarkan pertimbangan teknis iru, sebut surat itu, DKP Malut meminta Dinas Penanaman Modal dan PTSP Malut dapat membekukan sementara izin dari kapal pajeko di perairan Selat Obi. “Dengan membuat surat edaran bagi para pemilik kapal pajeko sampai penertiban rumpon dan IUU Fishing oleh DKP Malut,” kata surat yang ditandatangani Abdullah Asagaf, Kepala DKP Malut ini.Sugiharsono, Kepala Bidang Perikanan Tangkap DKP Malut, mengatakan, DKP Malut bersama tim pengawas segera kunjungan ke Pulau Obi dalam waktu dekat. Mereka masih berkoodinasi untuk mendapatkan operasional ke Halmahera Selatan diantara 14-20 Juni 2022.DKP Malut, katanya, sudah mendapatkan data terkait rumpun ilegal yang beroperasi di perairan selat Obi itu. Dengan laporan masyarakat, mereka akan bertindak secepatnya dan menertibkan pajeko dan rumpon.Saat audiens di Kantor Gubernur Malut, Bambang Hermawan, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM PTSP) berkata, sejak 2018 tak ada izin untuk pemasangan rumpon.“Kalau ada rumpon-rumpon yang jaraknya sekadar satu mil, dua mil padahal ketentuannya di atas 10 mil dengan batasan 12 mil, itu ilegal,” katanya.Bambang mengantongi data dari tim teknis DKP. Dari situ, mereka akan operasi dan pengawasan walaupun sulit karena pendanaan terbatas.“Tahun 2022, kami sudah ada anggaran pengawasan, khusus pengawasan izin yang diterbitkan. Untuk rumpon saya janji pengawasan langsung bersama dengan DKP,” katanya.  Soal izin penangkapan ikan, baik penampungan penangkapan ikan (SIPPI), maupun surat izin penangkapan ikan (SIPI) oleh pemerintah provinsi rata-rata satu sampai 10 GT saja. Tidak ada yang lebih 10 GT karena kebanyakan kapal nelayan lokal hanya kapal-kapal kecil." "Nelayan Tradisional Pulau Obi Terhimpit Kapal Pajeko dan Rumpon","“Hanya kapal penangkap tuna satu sampai lima GT, memang tidak dikeluarkan izin hanya tanda daftar kapal hingga yang perlu kita lakukan adalah pengawasan terhadap penangkapannya.”Dari aksi dan pertemuan itu, nelayan bersama kelompok mahasiswa bertekad mengawal tuntutan penertiban pajeko dan rumpon ilegal.Dalam konferensi pers, mereka menegaskan beberapa hal. Pertama, mendesak pelaku usaha rumpon dan pajeko di Selat Obi patuh surat edaran pemberhentian sementara operasi rumpon dan alat tangkap purseline (pajeko) di perairan selat Obi.Kedua, Dinas Kelautan dan Perikanan harus menjalankan nota kesepakatan, akan melakukan penertiban rumpon dan perikanan ilegal di wilayah perairan Halmahera Selatan pada 14-20 Juni 2022 bersama nelayan dan stakeholder terkait.Ketiga, mendesak DPRD Malut segera membuat perda mengatur jalur penangkapan ikan dan penempatan alat tangkap ikan yang berpihak terhadap nelayan kecil di Halmahera Selatan.Hamka dan para nelayan mendesak pemerintah mengambil tindakan serius pada para pengambil ikan ilegal itu. Kalau tidak, katanya, mereka akan ambil langkah tegas memberhentikan sendiri aktivitas ilegal di perairan Obi itu.“Kami tahu risikonya seperti apa. Kami tahu. daripada kami mati memikirkan ketidakadilan di tempat tidur, mending berjuang demi menegakkan keadilan,” kata Hamka.  ******** [SEP]" "Tanam Mangrove di Maros, Luhut Tegaskan Pentingnya Rehabilitasi Mangrove untuk Masa Depan","[CLS]  Tiga menteri yakni Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menanam mangrove di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Jumat (19/8/2022).Kegiatan bertema ‘Taman Mangrove, Bangun Ekonomi Pesisir’ ini dilaksanakan PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) melalui program tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL), dilakukan di dua titik lokasi di Kabupaten Maros, yaitu di Desa Marana seluas 13 Ha dan di Kurri Caddi seluas 18 Ha.Luhut dalam sambutannya menyampaikan pentingnya mangrove sebagai salah satu tanaman yang mampu menyerap emisi karbon sangat tinggi. Ia berharap setiap provinsi dan kabupaten/kota membuat peraturan daerah terkait mangrove.“Kepada Pak Gubernur saya sampaikan ini sangat penting, ayo kita menanam mangrove, kalau perlu dibuatkan perda. Ini perda menyangkut kita juga, karena mangrove menyerap emisi karbon yang sangat tinggi. Target kita 600 ribu hektar, tahun ini kita targetkan 100 ribu atau lebih,” ujarnya.Luhut kemudian meminta gubernur agar meningkatkan penanaman mangrove dua kali lipat dibanding yang dilakukan sebelumnya sebesar 1,7 juta pohon.“Pak Gubernur bilang sudah menanam 1,7 juta. Dikali dua lah, karena matematika saya kurang bagus dibulatkan jadi 4 juta. Bisa diwajibkan untuk yang mau menikah, mau ajukan aplikasi apa syaratnya harus wajib menanam mangrove, tempatnya disiapin. Kalau kita punya spirit bisa dilakukan. Kalau kita kerja terintegrasi semua itu bisa.”baca : Pulihkan Ekosistem Mangrove yang Kritis, Kembalikan Sumber Ekonomi Pesisir  Menurut Luhut, banyak manfaat yang bisa diperoleh dari penanaman mangrove. Setidaknya hasilnya akan terlihat di masa depan dan dinikmati oleh generasi yang akan datang." "Tanam Mangrove di Maros, Luhut Tegaskan Pentingnya Rehabilitasi Mangrove untuk Masa Depan","“Ini gerakan menanam mangrove. Jadi semua saya minta ayo karena ini bukan hanya kamu tapi untuk anak kamu, cucu kamu juga. Dampaknya ini pada keturunan kita yang akan datang,” katanya.Luhut juga mendukung pengambilalihan hak guna usaha (HGU) terlantar meski masa guna usahanya belum berakhir atau 25 tahun.“Kalau ada tanah HGU yang 10 tahun terlantar diambil aja. Dia mengontrol tanah negara sekian tahun tidak dikerjain. Tanam mangrove atau apa saja yang bisa ditanam agar bisa bermanfaat bagi rakyat kita.”Terkait upaya rehabilitasi di daerah, Luhut meminta agar tidak menunggu dukungan pihak asing yang selama ini menjanjikan bantuan.“Banyak negara lain hanya omong saja, kita tidak perlu menunggu negara-negara besar itu, mereka janji namun satu pun tak ada yang datang. Begitu dicanangkan 600 ribu hektar ini semua orang datang ke kita. Ada dari UEA, mereka bikin mangrove center dengan kita.”Luhut selanjutnya berharap agar semua pihak bekerja sama dalam upaya rehabilitasi mangrove ini. Khusus ke Pelindo, ia meminta agar semua wilayah sekitar pelabuhan ditanami mangrove.“Tanami di mana bisa ditanami, jangan hanya mau untung saja. Ada (kegiatan) menanam (mangrove). Saya ingin lihat ada peraturan semua pelabuhan yang ada lahannya ditanami mangrove, karena ini juga akan mengundang UMKM. Ada usaha ikan dan kepiting, atau apa saja yang akan membuat rakyat akan lebih sejahtera.”baca juga : BRGM: Rehabilitasi Mangrove Bukan Pekerjaan Mudah  Luhut juga mengapresiasi upaya rehabilitasi yang telah dilakukan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) di 9 provinsi dan berharap upaya ini lebih ditingkatkan.Dalam melakukan rehabilitasi, Luhut mengingatkan pentingnya teamwork, di mana semua pihak harus bekerja sama dan tidak hanya dikerjakan oleh satu orang atau institusi saja." "Tanam Mangrove di Maros, Luhut Tegaskan Pentingnya Rehabilitasi Mangrove untuk Masa Depan","“Tidak boleh kerja satu orang ini. Jangan pernah berpikir ini kerja satu orang atau satu institusi. Semua bersinergi sehingga hasilnya akan bagus. Luas mangrove di Indonesia ini sangat besar, 3,6 juta hektar dan kita hanya mau lakukan restorasi di 600 ribu hektar. Kalau dikerjakan bersama-sama maka akan diselesaikan dengan baik,” katanya. Dekarbonisasi dan Ekonomi HijauMenteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, menyampaikan bahwa kegiatan penanaman mangrove ini merupakan implementasi dari agenda Presiden Joko Widodo yaitu pembangunan berwawasan lingkungan, yang sering disampaikan di berbagai forum, termasuk dalam pidato kenegaraan.“Kemarin di pidato kenegaraan bapak presiden beberapa kali menyebutkan hijau, ekonomi hijau, pembangunan hijau. Pak Menko juga telah menegaskan bagaimana cara-caranya,” kata Siti.Menurut Siti, upaya menanam mangrove adalah sebuah langkah nyata dalam mewujudkan green economy yang tidak sekedar hal yang abstrak namun ada langkah-langkahnya.“Menanam mangrove itu upaya green yang sangat penting karena dia menyerap polusi udara, karbon dan lain-lain yang merusak atmosfer. Mulai 1 Januari 2021 sebetulnya sudah harus dihitung apa yang harus dikerjakan. Saya memang bersama-sama Kementerian BUMN menjaga dekarbonisasi. Ini semua merupakan aktualisasi nyata. Artinya pemerintahnya bekerja, dan masyarakatnya juga bekerja.”baca juga : Situs Belajar Mangrove Kurri Caddi Maros, Kisah Sukses Rehabilitasi Metode EMR  Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman, menyambut baik apa yang dilakukan pemerintah pusat melalui penanaman mangrove ini sebagai bagian dari green economy.“Kami perlu sampaikan kepada bapak dan ibu menteri bahwa kami senang sekali ini sudah pas sekali bagaimana kita menatap ke depan green economy untuk lingkungan hidup yang lebih baik adalah komitmen bersama,” ungkap Sudirman." "Tanam Mangrove di Maros, Luhut Tegaskan Pentingnya Rehabilitasi Mangrove untuk Masa Depan","Dijelaskan Sudirman bahwa Sulsel saat ini memiliki hutan mangrove sekitar 12 ribu Ha yang membentang di pesisir pantai sepanjang 1.937 Km.“Dalam RPJMD, dalam dua tahun ini kami sudah menaman sekitar 1,7 juta mangrove. Mungkin kalau skala nasional kecil tapi skala provinsi sudah lumayan banyak. Kami support ini sebagai bagian untuk pak presiden, dukungan Indonesia sebagai tuan rumah G20,” ungkapnya.Tidak hanya untuk mangrove, Pemprov Sulsel juga terus berupaya mendukung pelaksanaan green economy di Sulsel termasuk melalui pelaksanaan program-program kebijakan untuk penghijauan di sektor kehutanan.Salah satu langkah yang dilakukan Pemprov Sulsel, jelas Sudirman, melalui upaya mewajibkan siswa sekolah di seluruh Sulsel untuk menaman 5 pohon sebagai syarat untuk penerimaan rapor ataupun ijazah.“Kami memberi syarat kepada seluruh siswa sekitar 500 ribu orang wajib menanam 5 pohon per siswa. Kalau mau terima rapor dan ijazah akan ditanyakan mana pohonnya, dan kita ada registrasi numbering. Kami gunakan sistem ISO di mana pohonnya dinomori, dimasukkan dalam web kemudian didata by name by address dan juga tempat tanam di-tag.”baca juga : Nelayan Kepiting Ini Merasakan Manfaat Rehabilitasi Mangrove  Menurutnya, program ini sudah memasuki tahun kedua dan hasilnya diharapkan sudah terlihat di tahun ketiga atau tahun depan di mana pohon-pohon tersebut bisa ditebang namun melalui persyaratan tertentu.“Perkiraan saya tahun depan atau setelah 3 tahun bisa ditebang, namun harus ada izin dari dinas kehutanan atau lingkungan hidup kabupaten/kota. Ini dilakukan karena banyak tanah terlantar yang bisa ditanami.”Dikatakan Sudirman, inisiatif ini lahir melihat kondisi banyaknya tanah-tanah terlantar yang seharusnya bisa ditanami sehingga dibutuhkan kebijakan khusus untuk melakukannya. Tanah-tanah kosong tersebut selama ini dibiarkan terlantar, termasuk di dalamnya HGU-HGU yang bermasalah." "Tanam Mangrove di Maros, Luhut Tegaskan Pentingnya Rehabilitasi Mangrove untuk Masa Depan","“Di Sulsel ini ada HGU di wilayah Seko (Kabupaten Luwu Utara) seluas 23 ribu hektar kepemilikan swasta. Saya bersama bupati sudah tahan untuk tidak diperpanjang, karena puluhan tahun dipakai namun tak ada aktivitas. Makanya setelah berakhir tidak akan diperpanjang. Kami sudah surati ATR/BPN agar tidak diperpanjang karena tidak ada sumbangsih untuk penghijauan dan masyarakat.”  [SEP]" "Menepis Ancaman Kepunahan Ikan Air Tawar di Sumatera","[CLS]  Pengelolaan kawasan konservasi perairan darat menjadi salah satu fokus yang sedang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia saat ini. Upaya tersebut berjalan, karena ada banyak sumber daya ikan (SDI) asli ekosistem tersebut yang harus diselamatkan segera.Salah satu yang menjadi target penyelamatan, adalah ikan Belida yang habitatnya ada di sungai Musi di pulau Sumatera. Ikan Bernama latin Chitala lopis itu, dikenal menjadi santapan favorit bagi warga yang tinggal di sekitar sungai tersebut sejak lama.Kelezatan ikan tersebut sudah tersohor di kalangan warga lokal yang tinggal di Palembang, umumnya di Sumatera Selatan. Saat diolah menjadi santapan, Belida menjadi bahan populer untuk pembuatan hidangan lokal Pempek.Popularitas Pempek yang terus meroket dan bahkan menyebar ke seluruh Indonesia, membuat hidangan tersebut semakin laris dari waktu ke waktu. Sebagai bagian dari hukum alam, tentu saja permintaan terhadap Belida juga meningkat cepat.Masalahnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendeteksi adanya ancaman kepunahan terhadap ikan tersebut karena eksploitasi yang terus meningkat di sungai Musi. Diperlukan banyak upaya agar tantangan melestarikan Belida dan ikan endemik lainnya di sungai tersebut bisa berjalan baik.Selain Belida, sungai Musi juga menjadi habitat untuk ikan endemik lainnya yang juga populer. Sebut saja, Nilem (Osteochilus vittatus), dan Baung (Mystus nemurus). Keberadaan ikan-ikan endemik di sungai Musi, membuat warga lokal banyak memanfaatkannya untuk dijadikan olahan kuliner.baca : Sudah Lima Tahun, Ikan Belida Tak Kunjung Dapat  Selain Sumatera Selatan, Belida juga sangat populer di kalangan warga yang ada di Provinsi Riau, khususnya di sekitar sungai Kampar yang berlokasi di Kabupaten Kampar. Seperti di provinsi tetangganya, Belida juga diolah menjadi kuliner di Kampar." "Menepis Ancaman Kepunahan Ikan Air Tawar di Sumatera","Untuk itu, KKP merasa perlu juga melakukan pengelolaan kawasan konservasi perairan darat. Namun, tidak hanya dilakukan sendiri, KKP juga melibatkan pihak lain, seperti masyarakat adat lokal dan Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO).Tetua adat di Kabupaten Kampar atau biasa disebut Ninik Mamak, juga sudah menyatakan komitmennya untuk ikut bersama dalam upaya meningkatkan pengelolaan kawasan konservasi perairan darat di sungai Kampar. Tujuannya, agar kelestarian Belida bisa terjaga dengan baik.Salah satu bentuk praktik konservasi yang dilaksanakan oleh masyarakat adat di Kampar, adalah Lubuk Larangan. Praktik tersebut menggunakan pendekatan kearifan lokal yang telah ada sejak lama dan bertahan hingga saat ini.Kepala Badan Riset dan Sumber daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM KP) KKP I Nyoman Radiarta mengatakan, upaya yang dilakukan masyarakat di Kampar, patut diapresiasi karena sejalan dengan upaya KKP melaksanakan pengelolaan kawasan konservasi perairan darat berkelanjutan.“Itu merupakan salah satu implementasi kerja sama antara KKP dengan FAO melalui Proyek iFish,” ucap dia belum lama ini di Jakarta.Apa yang sudah dilaksanakan oleh masyarakat Kampar, semakin memperkuat kerangka pengelolaan keanekaragaman hayati perairan darat melalui kolaborasi dengan para pihak. Cara tersebut diyakini akan bisa membantu upaya pelestarian alam di sepanjang sungai Kampar.Praktik Lubuk Larangan sendiri tidak lain adalah kegiatan menutup bagian dari sungai dan danau selama jangka waktu tertentu dari aktivitas perikanan dan itu merupakan salah satu konsep konservasi yang tumbuh dari kearifan masyarakat setempat.baca juga : Ikan Belida Makin Langka, Mengapa?  Kepala Perwakilan FAO untuk Indonesia dan Timor Leste Rajendra Aryal mengatakan kalau keberadaan Belida di sungai Kampar, dan umumnya di pulau Sumatera harus bisa menjadi salah satu kekayaan SDI yang bisa dikenal oleh dunia." "Menepis Ancaman Kepunahan Ikan Air Tawar di Sumatera","Ikan tersebut menjadi gambaran penegas bahwa Indonesia adalah negara dengan keanekaragaman hayati tinggi dan Belida adalah SDI langka di dunia saat ini. Jika dikelola dan dilakukan konservasi dengan cara yang tepat, ikan tersebut diyakini akan bisa mencuri perhatian publik dunia.Rajendra menyebut, sebagai Presiden kelompok negara dua puluh (G20) yang akan melaksanakan konferensi tingkat tinggi pada akhir 2022 mendatang, Indonesia mendapatkan keuntungan dengan posisi yang strategis.“Itu bisa menjadi ajang untuk mengenalkan konservasi perairan darat pada dunia, salah satunya Ninik Mamak yang telah berkomitmen untuk menjaga Lubuk Larangan untuk generasi mendatang,” tutur dia.Dalam mengelola kawasan konservasi perairan darat di sungai Kampar, KKP bersama FAO menetapkan rekomendasi yang dihasilkan dari diskusi kelompok terpimpin (FGD) sebelumnya. Rinciannya adalah:perlu dibaca : Belida Lopis, Ikan Asli Indonesia yang Dinyatakan Punah  Pentingnya melaksanakan konservasi perairan darat diakui sendiri oleh Penjabat (Pj) Bupati Kampar Kamsol. Dia yakin kalau upaya tersebut bisa ikut mewujudkan ketahanan pangan secara nasional, terutama di Riau.Selama ini, masyarakat Riau dan sekitarnya sangat bergantung pada hasil produksi perikanan yang ada di Kampar. Tak kurang dari 75 persen cakupan produksi tingkat provinsi dihasilkan dari daerah tersebut, dengan 60 persen jenis ikan yang diproduksi bernilai ekonomi tinggi.Ikan-ikan tersebut di antaranya adalah Belida, Baung, Emah (Tor), Hara atau Klabau (Osteochilus melanopleuora), Tapah (Wallago), dan Geso (Hemibagrus wyckii). Seluruh ikan tersebut habitatnya ada di air tawar, terutama sungai yang ada di sejumlah daerah di Riau.Kepala Adat Kampar Datuk Yusril mengungkapkan rasa syukurnya karena menjadi bagian dari upaya menjaga keanekaragaman hayati yang ada di Kampar dengan nilai sangat tinggi. Dia berjanji, masyarakat yang dipimpinnya akan senantiasa menjaga SDI yang ada." "Menepis Ancaman Kepunahan Ikan Air Tawar di Sumatera","“Dengan menjaga kearifan lokal yang manfaatnya tak hanya untuk saat ini, tapi juga generasi mendatang,” ucap dia.baca juga : Memetakan Potensi Ikan Asli Indonesia untuk Kegiatan Ekonomi  Endemik JambiSelain Belida, upaya melestarikan ikan endemik yang habitatnya ada di air tawar juga dilaksanakan di Provinsi Jambi. Perairan darat yang menjadi habitat tersebut adalah danau Sipin dan sungai Batanghari. Sementara, ikan endemiknya adalah Jelawat (Leptobarbus hoevenii).Direktorat Jenderal Perikanan Budi daya KKP yang mengemban tugas tersebut, melaksanakan konservasi dengan menebar kembali (restocking) benih Jelawat ke dua ekosistem perairan darat tersebut.Khusus di Jambi, popularitas Jelawat memang tidak hanya dikenal karena rasa yang lezat, namun juga bernilai gizi yang tinggi. Itu kenapa, ikan tersebut banyak dicari untuk diolah menjadi beragam bentuk kuliner yang lezat dan sehat.Balai Perikanan Budi daya Air Tawar (BPBAT) Sungai Gelam, Jambi bertugas untuk melaksanakan restocking di danau Sipin dan sungai Batanghari. Upaya tersebut, tak hanya bertujuan untuk melestarikan SDI seperti Jelawat, namun juga bisa mewujudkan ketahanan pangan dari ikan.Kepala BPBAT Sungai Gelam Andy Artha Donny Oktopura menjelaskan bahwa Jambi adalah salah satu daerah yang memiliki keanekaragaman jenis ikan lokal di Indonesia. Namun sangat disayangkan, menurut sejumlah penelitian populasinya kian menurun dari waktu ke waktu.Dengan fakta tersebut, pilihan untuk melestarikan dengan cara restocking akhirnya dilakukan, karena itu bisa membantu menyelamatkan SDI yang beragam di perairan darat Jambi. Selain Jelawat, ikan yang ditebar juga adalah Nilem, masing-masing sebanyak 77 ribu ekor.baca juga : Menyelamatkan Ikan Endemik Asli Indonesia dari Ancaman Kepunahan  " "Menepis Ancaman Kepunahan Ikan Air Tawar di Sumatera","Beberapa waktu yang lalu, Pengajar Departemen Manajemen Sumber daya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University Sulistiono mengingatkan bahwa populasi ikan endemik akan terus terancam jika permintaan yang tinggi tidak diikuti dengan kegiatan konservasi.Menurut dia, dengan melaksanakan konservasi, maka ikan endemik bisa terus bertahan di perairan darat dan populasinya juga akan terus meningkat. Prinsip konservasi sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.“Dalam UU tersebut diatur tentang konservasi sumber daya ikan yang dilakukan melalui konservasi ekosistem, konservasi jenis dan konservasi genetik,” jelasnya.Selain dalam UU 31/2004, prinsip konservasi sudah dijelaskan dalam peraturan turunan, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber daya Ikan. PP tersebut lebih detail mengatur tentang pengelolaan konservasi atau habitat ikan.“Dalam melaksanakan konservasi sumber daya ikan, prosesnya tidak dapat dipisahkan dengan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara keseluruhan,” terang dia.Itu berarti, pelaksanaan konservasi mencakup juga di dalamnya adalah pengembangan kawasan konservasi perairan sebagai bagian dari konservasi ekosistem. Dengan demikian, upaya perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan SDI bisa berjalan seimbang.Selain mengatur tentang konservasi, Sulistiono menyebutkan, di dalam PP disebutkan juga aturan tentang pemanfaatan berkelanjutan dari jenis-jenis ikan serta terpeliharanya keanekaragaman genetik ikan.baca juga : Ikan Air Tawar Endemik Itu Berstatus Terancam Punah  Alasan kenapa beberapa jenis ikan perlu diberikan tindakan konservasi, karena ikan-ikan endemik tersebut mengandung nilai ekonomi, nilai sosial, nilai ekologi, nilai budaya, nilai religi, nilai estetika, dan adanya ancaman kepunahan." "Menepis Ancaman Kepunahan Ikan Air Tawar di Sumatera","Dia merinci, tujuan dilaksanakan konservasi jenis ikan tertentu, di antaranya adalah: 1) menjaga atau meningkatkan produksi; 2) keseimbangan alam; 3) perbaikan genetika/spesies; 4) menggali manfaat potensial; 5) turisme; 6) pendidikan dan penelitian; 7) estetika; 8) endemik, dan etnik; 9) kesehatan lingkungan; serta 10) kelestarian keanekaragaman.Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Haryono juga pernah mengatakan bahwa penurunan yang terus terjadi pada populasi ikan endemik lokal, bisa terjadi karena hingga saat ini pengawasan terhadap ikan tersebut masih belum seaktif pengawasan ikan yang ada di perairan laut.Menurut pria yang fokus pada penelitiannya adalah tentang ikan di perairan tawar itu, ikan yang tumbuh di air tawar bisa ditemukan di habitat air yang mengalir (lotik) seperti sungai, dan air yang menggenang (lentik) seperti danau, waduk, dan rawa.“Perairan umum daratan air tawar ini terutama ada di pulau Kalimantan dan Sumatera,” ucap dia.Di Indonesia, Haryono menjelaskan, total luas perairan umum daratan mencapai 55 juta hektare. Dengan rincian, luas perairan sungai 11,95 juta ha, perairan danau/waduk 2,1 juta ha, dan perairan rawa 39,4 juta ha.Saat ini, total ada 4.782 spesies ikan asli Indonesia yang tersebar di berbagai wilayah perairan. Dari jumlah tersebut, ikan air tawar sebanyak 1.248 spesies, ikan laut dengan 3.534 spesies, ikan endemik 130 spesies, introduksi 120 spesies, terancam punah 150 spesies, dan invasif sebanyak 13 spesies.  [SEP]" "Menjaga Keindahan Rafflesia dengan Ekowisata, Seperti Apa?","[CLS]   Bunga Rafflesia arnoldii itu berwarna merah dengan diameter sekitar 75 sentimeter. Puspa langka tersebut sudah mekar selama dua hari. Di sebelahnya, terlihat sekuntum Rafflesia layu dengan warna kehitaman.Begitulah penampakan Rafflesia yang coba Rendy Hasarudin tunjukan lewat video di areal kelola Gapoktanhut Lestari Sejahtera, Pekon Sedayu, Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung. Lokasi itu akan dijadikan wilayah ekowisata dengan Rafflesia sebagai daya tariknya.Mulanya, Rafflesia ditemukan seorang petani penggarap. Melanjutkan informasi tersebut, Rendy mengajak rekan-rekannya melakukan survei, guna mendata keberadaan flora dilindungi itu.“Kami dibantu pemuda setempat dan mendapat lima plot Rafflesia lagi,” terang Rendy yang juga Ketua Gapoktanhut Lestari Sejahtera, Senin [27/12/2021].Menurut dia, ekowisata yang diberi nama Lembah Seribu Bunga dan Bukit Raflesia ini digagas awal 2020. Rencana peresmiannya tahun 2022, sekaligus uji coba ekowisata yang akan dihadiri turis dari tujuh negara.“Kami sedang siapkan sarana prasarana dan orang-orangnya. Ekowisata ini juga akan melibatkan pemuda dan kelompok perempuan dalam hal kesenian Lampung seperti pencak sikat dan sanggar tari. Kami kenalkan juga makanan khas dan produk lain,” kata dia.Baca: Rafflesia, Puspa Langka yang Mekar Sepanjang Musim  Sosialisasi tentang Raflesia telah dilakukan Rendy dan rekan-rekan. Hal ini dilakukan agar pemuda setempat memiliki pengetahuan tentang puspa langka nasional itu.“Dengan melestarikan hutan, kita turut menjaga Raflesia agar tidak punah.”Rendy optimis, ekowisata ini akan berjalan baik. Sebab, Rafflesia tak bisa tumbuh di sembarang tempat. Selain itu, lokasi yang strategis, dekat ruas jalan nasional lintas barat, membuka peluang untuk dibuatkan penginapan bagi pengunjung.“Salah satu contoh, bila ada pengunjung yang mau penelitian dan butuh tempat menginap,  kami dapat manfaatkan rumah warga,” jelasnya." "Menjaga Keindahan Rafflesia dengan Ekowisata, Seperti Apa?","Rendy dan rekan-rekan juga membangun pondok konservasi. Tempat yang digunakan sebagai balai pertemuan dan ruang diskusi. Menurutnya, perlu dirancang sistem pengelolaan ekowisata, sebut saja aturan tiap unit usaha agar menyumbangkan 10 persen keuntungannya ke kas Gapoktanhut.“Kami memiliki berbagai usaha. Sumbangan keuntungan akan digunakan untuk pelatihan, transportasi peserta, dan lainnya. Kami juga perlu didampingi lembaga lain dan pemerintah guna melestarikan Rafflesia dan menjalankan ekowisata,” paparnya.Sebagai pemegang izin kelola Hkm, Rendy dan rekan-rekan melakukan pemanfaatan jasa lingkungan yang tertuang dalam Permen LHK No 9 tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial. Salah satu caranya adalah dengan mengelola wisata berbasis alam.Baca: Hanya Rafflesia di Hati Sofi Mursidawati  Gandi Sugiato, Plt. Kepala Pekon Sedayu, Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus, Lampung, mengatakan terus mengikuti perkembangan ekowisata ini. Pihaknya tetap berkoordinasi dengan Gapoktanhut guna menjaga kelestarian alam di desanya.“Kalau upaya menjaga lingkungan, kami membentuk satgas penanganan konflik satwa sebagaimana yang dianjurkan pihak balai taman nasional,” katanya, Selasa [04/01/2022].Menurut dia, ekowisata Rafflesia dapat menjadi pintu masuk mengenalkan Pekon Sedayu kepada pihak luar. “Harapannya, memajukan ekonomi warga dan menambah lapangan pekerjaan. Bisa memperkenalkan potensi wisata lain juga seperti air terjun,” paparnya.Baca juga: Hidup Mati Agus Susatya untuk Rafflesia  Kondisi idealSelain di Sedayu, Rafflesia arnoldii juga ditemukan di Rhino Camp, Resort Sukaraja Atas, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan [TNBBS], Kabupaten Pesisir Barat, Provinsi Lampung.Kepala Resort Sukaraja Atas, Jubaidi, dikutip dari medialampung.com mengatakan, setiap tahun Rafflesia arnoldi di Rhino Camp, selalu mekar. Sebab, wilayah ini merupakan habitatnya." "Menjaga Keindahan Rafflesia dengan Ekowisata, Seperti Apa?","“Ada satu bonggol bunga yang mulai mekar, mudah-mudahan merekah sempurna. Keberadaannya tidak hanya di atas tanah, tapi juga ada yang menempel pada akar,” jelasnya, katanya, Kamis [30/12/2021].Penelitian yang dilakukan Delima Nur Ramadhani, Agus Setiawan, dan Jani Master pada April 2017, tentang Populasi dan Kondisi Lingkungan Rafflesia arnoldii di Rhino Camp, Resort Sukaraja Atas, menunjukkan karakteristik lingkungan bunga ini.“Lingkungan abiotik habitatnya memiliki suhu pada kisaran 25-29 °C, kerapatan tajuk kategori sedang [32-68%], kelembaban [90%], tanah tergolong asam [pH= 5,5], kelerengan agak curam [30-45%], ketinggian tempat pada kisaran 490-558 mdpl, dan berjarak sekitar 7 meter dari sumber air terdekat,” tulis Delima dan kolega.Sementara, karakteristik lingkungan biotiknya terusun atas inang berupa Tetrastigma lanceolarium dan satwa penyerbuk. Satwa yang diduga sebagai penyerbuk antara lain Diptera: jenis lalat hijau [Lucilia sp.], lalat abu-abu [Sarcopaga sp.], lalat buah [Dorsophila spp.], dan lalat biru [Caliphora vomitoria], lalu Hymenoptera: semut hitam [Lasius fuliginosus], dan Coleoptera: semut semai [Staphilinidae sp.].Berdasarkan prosiding yang ditulis Ayu Ellen, Iing Nasihin, dan Toto Supartono, pada Desember 2019, karakteristik lingkungan yang sesuai bagi habitat Rafflesia arnoldii adalah lingkungan dengan curah hujan rata-rata 245-260 mm/bulan.Sementara, jarak yang sesuai dari sungai kurang dari 1 km, ketinggian 470-800 mdpl yang meliputi ekosistem hutan dataran rendah dan hutan pegunungan bawah.“Suhu berkisar 21,5-24 °C dan kerapatan vegetasi normal dengan nilai indeks vegetasi 0,4-0,6,” jelas laporan tersebut.   [SEP]" "Tak Sekadar Setop Ekspor, Harusnya Benahi Tata Kelola Sawit","[CLS]      Pemerintah resmi melarang ekspor minyak goreng dan bahan baku minyak goreng, termasuk minyak sawit mentah (crude palm oil/ minyak sawit mentah) sejak 28 April lalu. Kebijakan untuk menstabilkan harga minyak goreng sawit dalam negeri ini dinilai hanya bersifat jangka pendek, tak menyasar problem mendasar industri sawit yakni karut marut tata kelola.Sonny Mumbunan, ekonom dan peneliti dari Research Center for Climate Change Universitas Indonesia memaklumi keputusan pemerintah namun hal ini tidak bisa dilakukan terus menerus.“Harus ada perbaikan tata kelola oleh pemerintah,” katanya saat dihubungi Mongabay, Minggu (1/5/22).Kalau tidak, ketidakberdayaan pemerintah dalam mengontrol harga sawit dan minyak goreng bisa mamangkas hutan yang masih ada saat ini. Sonny bilang, ada keterkaitan antara kenaikan harga sawit dengan deforestasi berdasarkan penelitian 2001-2016.Penelitian yang dia maksud ini terbit pada 2021 dalam Journal of Environmental Economics and Management. “Intinya ada perbandingan 1:7 antara keduanya. Jika harga sawit naik satu poin standar deviasi, deforestasi akan naik 7%,” kata Sonny.Efeknya memang baru terasa dalam beberapa tahun ke depan. Kenaikan harga sawit bisa terus terjadi karena berbagai faktor di dalam maupun luar negeri.Saat ini, pasar luar negeri dipengaruhi konflik antara Rusia-Ukraina. Konflik ini tak hanya memicu kenaikan harga sawit, juga harga pupuk yang membuat biaya produksi di Industri sawit turut meningkat.Di dalam negeri, kenaikan harga dipicu peningkatan permintaan menjelang hari raya, dalam hal ini Idul Fitri. Namun, katanya, tanpa faktor-faktor itu, kenaikan harga sawit merupakan sebuah keniscayaan di Indonesia.Sonny menyebut, setidaknya dalam Jurnal yang dia rujuk disebut ada faktor seperti pemilihan kepala daerah (pilkada) juga bisa memicu kenaikan harga sawit." "Tak Sekadar Setop Ekspor, Harusnya Benahi Tata Kelola Sawit","Untuk itu, pekerjaan rumah yang besar adalah bagaimana memastikan deforestasi tak terjadi sekalipun ada kenaikan harga sawit.“Salah satunya dengan intensifikasi, bukan ekstensifikasi. Ini yang sudah sering kita suarakan.”  Baca juga: Pemerintah Kena Somasi, Jokowi Larang Ekspor Bahan Baku dan Minyak Goreng Sayangnya, saat ini industri sawit masih cenderung menerapkan ekstensifikasi lahan pertanian mereka. Ditambah lagi, keberpihakan pemerintah lewat dana sawit yang lebih menyasar industri besar ketimbang petani.“Kalau (tata kelola) yang dalam negeri dibenerin, efeknya enggak harus seperti saat ini, (sampai harus) block (ekspor minyak goreng) sama sekali,” katanya.Perbaikan tata kelola industri sawit juga disuarakan kelompok masyarakat sipil yang memberi somasi pada pemerintah atas kelangkaan dan harga minyak goreng tinggi. Langkah ini, mereka nilai lebih efektif ketimbang menutup keran ekspor yang bersifat sementara.“Perbaikan tata kelola bisa membuat pemerintah mengurangi konglomerasi lahan dan konsentrasi CPO yang selama ini ada pada kelompok tertentu,” kata Achmad Surambo, Direktur Eksekutif Sawit Watch.Penguasaan CPO pada kelompok tertentu ini sangat terasa ketika pemerintah menyerahkan harga minyak goreng ke mekanisme pasar lantaran tidak bisa memcahkan masalah kelangkaan.“Buktinya ketika harga dilepas ke pasaran setok minyak goreng langsung banjir.” Sawit buat energiKeberpihakan pemerintah terhadap Industri sawit sebagaimana dikatakan Sonny bisa terlihat dari dana sawit yang banyak lari ke industri biodiesel yang dikuasai korporasi besar. Serikat Petani Sawit (SPKS) mencatat, dana pungutan sawit yang dikelola Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit (BPDPKS) yang teralokasi untuk biodiesel mencapai Rp57 triliun hingga 2020.Dana ini meningkat pada 2021 mencapai Rp107 triliun atau 83% dari total dana yang dihimpun. Sementara dana yang mengalir ke petani untuk program replanting hanya Rp4 triliun." "Tak Sekadar Setop Ekspor, Harusnya Benahi Tata Kelola Sawit","Edi Suhardi, analis sawit berkelanjutan, menyuarakan hal serupa. Lebih 70% dana BPDPKS lari ke sektor biodiesel.Dia menilai, dana BPDPKS ini seharusnya bisa terealokasi untuk subsidi minyak goreng. “Jadi, program biodiesel ini seharusnya bisa fleksibel,” katanya.Dengan demikian, mandatory B30 pada biodiesel bisa disesuaikan di tengah krisis yang sedang terjadi. Biodiesel untuk minyak sawit, kata Edi, bisa diturunkan menjadi B0-B30, tidak perlu ‘harus’ B30.Edi menyebut, dana BPDPKS sudah lebih dari cukup untuk subsidi minyak goreng. Jadi, prioritas mencegah inflasi dan penurunan harga minyak goreng sesuai keinginan pemerintah bisa lebih mudah tercapai.Tenny Kristiana, Associate Researcher, International Council on Cean Transportation (ICCT) mengatakan, kengototan pemerintah mendorong biodiesel bisa membuat kelangkaan dan harga minyak goreng tinggi terulang di tahun-tahun mendatang. Apalagi, pemerintah berencana mendorong kebijakan ini menjadi B40.“Dari mana lagi CPO-nya? Sekarang saja konsumsi CPO dalam negeri lebih tinggi untuk biodiesel ketimbang minyak goreng,” katanya dalam webinar bertajuk impact of Indonesia’s refined palm oil export ban & global bioenergy mandates, baru-baru ini.Pernyataan Tenny beralasan, Gabungan Pengusaha Sawit Indonesia (GAPKI) sempat mengeluarkan data serupa.Dalam catatan GAPKI, konsumsi minyak sawit untuk biodiesel melampaui pangan terjadi sejak November 2021. Pada Januari 2022, konsumsi minyak sawit dalam negeri mencapai 1.506 juta ton dengan konsumsi terbesar untuk biodiesel 732.000 ton dan industri pangan hanya 591.000 ton.Kondisi ini menunjukkan, penting perbaikan tata kelola sawit dari hulu ke hilir. “Harus ada penyelarasan antara pemanfaatan CPO sebagai bahan fuel ‘biodiesel’ atau food ‘minyak goreng’,” katanya.   Dampak ke petaniBelum terang kapan pemerintah akan cabut pelarangan ekspor minyak goreng dan bahan baku minyak goreng." "Tak Sekadar Setop Ekspor, Harusnya Benahi Tata Kelola Sawit","“Begitu kebutuhan dalam negeri sudah terpenuhi, saya akan cabut larangan eskpor,” demikian pernyatan Presiden Joko Widodo dalam video yang diunggah di akun Youtube Sekretariat Presiden yang siar langsung Rabu (27/4/22).Permendag Nomor 22/2022 tentang Larangan Sementara Ekspor CPO, refined, bleach and deodorized palm oil, refined, bleach and deodorized palm oil dan used cooking oil hanya menerangkan akan ada evaluasi periodik setiap bulan atau dalam waktu tertentu.“Saya harap kebijakan ini hanya jangka pendek dan setelah Lebaran bisa dicabut,” ucap Edi.Kalau berkepanjangan, katanya, petani akan terbebani karena harga tandan buah segara (TBS) sawit jatuh.Hal ini, katanya, karena keengganan perusahaan membeli TBS dengan harga tinggi yang ditetapkan pemerintah di tengah pelarangan ekspor. “Maka terjadi banyak PKS (pabrik sawit) yang tolak buah petani.”Sedang petani tak memiliki kemampuan menyimpan buah yang mereka panen. Tidak seperti PKS, bisa menyimpan sampai beberapa minggu.Dengan demikian, petani harus menelan pil pahit karena merelakan buah dibeli dengan harga murah. “Daripada busuk dalam waktu 2-3 hari,” kata Edi.Pernyataan Edi ini dibenarkan SPKS. Mansuetus Darto, Sekjen SPKS, menyebut, penurunan harga TBS ini terjadi sejak kebijakan masih wacana.Berdasarkan catatan terakhir 29 April, harga TBS bervariasi mulai dari Rp2.361-Rp2.900 per kilogram. Padahal, standar TBS disebut Darto berkisar antara Rp3.800-Rp3.900 per kilogram.“Perusahaan masih bandel, masih tidak mengikuti anjuran pembelian TBS sesuai harga standar,” kata Darto." "Tak Sekadar Setop Ekspor, Harusnya Benahi Tata Kelola Sawit","Anjuran ini diimbau Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian yang mengeluarkan Surat Edaran Nomor 165/KB.020/E/04/2022 pada 25 April lalu. Dalam SE itu gubernur daerah penghasil sawit diminta mengirimkan surat edaran pada bupati/walikota sentra sawit agar tak menerapkan harga beli TBS secara sepihak. Adapun acuan harga beli adalah pada penetapan Tim Penetapan Harga TBS tingkat provinsi.“Ini arena pukul balik dari para taipan sawit,” kata Darto.Dia yakin hal ini terjadi karena ketidaksukaan para oligarki sawit atas keputusan pemerintah. Pasalnya, harga TBS yang anjlok terjadi di seluruh wilayah penghasil sawit.Darto meminta, ada tindakan tegas dari pemerintah dan penegak hukum. “Mereka yang membeli TBS murah ini melanggar hukum,”.Bhima Yudhistira, Direktur Center of Economic and Law Studies mengatakan, keputusan ini tak akan menyelesaikan masalah dan akan mengulang kesalahan pemerintah yang memberhentikan ekspor batubara pada Januari 2022.“Yang harusnya dilakukan pemerintah mengembalikan kebijakan DMO CPO 20% dari total produksi CPO,” katanya.  Kebijakan ini akan membuat Indonesia berpotensi kehilangan devisa ekspor US$3 miliar setara Rp43 triliun.Fariz Panghegar, Traction Energy Asia mengatakan, selama ini tidak ada regulasi terkait tata niaga industri sawit hingga negara gagap terhadap situasi pasar CPO yang dinamis. Akibatnya, saat harga CPO melonjak tinggi, pengusaha akan memprioritaskan untuk ekspor daripada memenuhi kebutuhan dalam negeri.“Regulasi kita gagal mengatasi situasi. Misal, tidak ada pembagian jatah CPO untuk ekspor dan kebutuhan domestik pangan, untuk biodiesel.”Fariz menilai, kebijakan industri sawit saat ini masih bersifat parsial dan reaktif, serta tidak berorientasi terhadap risiko di kemudian hari.Dia katakan, perlu ada regulasi yang komprehensif untuk kebutuhan domestik dan ekspor apalagi komoditas ini tidak hanya untuk pasar domestik juga internasional. Perlu perubahan mendasar" "Tak Sekadar Setop Ekspor, Harusnya Benahi Tata Kelola Sawit","Darto mengapresiasi langkah presiden menghentikan sementara ekspor CPO untuk memastikan ketersediaan minyak goreng terjangkau bagi masyarakat.Namun, dia menilai, masalah kenaikan harga minyak goreng ini akan terjadi ke depan kalau tak ada perubahan sistemik dalam industri sawit di Indonesia. Mengapa? Karena pelaku usaha menguasai hulu hingga hilir industri ini, mulai dari perkebunan hingga proses refinery minyak goreng.Situasi ini memberi pengaruh untuk mendikte pasar, di mana pengusaha akan lebih memprioritaskan ekspor saat minyak goreng kekurangan pasok dalam negeri.“Saat harga sawit naik, pengusaha sibuk mengekspor produk olahan ke luar negeri karena lebih menguntungkan dan melupakan tugas dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri,” katanya.Dia mendorong, pemerintah dan BUMN membangun refinery minyak goreng baik skala kecil maupun besar. Juga perlu memperkuat koperasi-koperasi petani untuk lebih bersuara dalam menentukan harga yang kini disetir perusahaan besar.“Agar negara tak kalah dengan segelintir orang. Ini juga bahaya bagi keamanan ekonomi dan politik dalam negeri. Dengan kartelisasi saja, bisa memporak-porandakan stabilitas politik dalam negeri.”Henry Saragih, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia sepakat perlu ada pengembangan industri perkebunan yang dikelola rakyat, tak hanya perusahaan besar.“Perkebunan sawit perusahaan telah mengubah hutan jadi tanaman monokultur, menghilangkan kekayaan sumber daya alam, merampas lahan masyarakat, masyarakat adat dan penduduk lokal. ”Perusahaan juga sering melanggar hukum, tak membayar pajak adil kepada negara, tak memenuhi peraturan bahkan beroperasi di luar konsesi dan merambah kawasan hutan.“Negara harus berperan dalam transisi ini dengan melakukan reforma agraria, di mana perkebunan yang luasnya lebih dari 25 hektar masuk dalam program reforma agraria.”   ***" "Tak Sekadar Setop Ekspor, Harusnya Benahi Tata Kelola Sawit","Sejak akhir 2021, kenaikan harga minyak goreng menjadi sorotan. Terlebih, Indonesia sebagai negara produsen terbesar sawit di dunia. Kelangkaan mnyak goreng sawit ini berbuntut Kejaksaan Agung menetapkan empat tersangka dari korporasi maupun pemerintah yang tersangkut kasus mafia minyak goreng.Kejagung menetapkan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Indrasari Wisnu Wardhana, Komisaris PT Wilmar Nabari Indonesia, Master Parulian Tumanggor, Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group Stanley MA dan General Manager PT Musim Mas, Togar Sitanggang sebagai tersangka.Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah mengatakan, penetapan tersangka dampak kebijakan Kemendag menetapkan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) bagi perusahaan yang ingin ekspor CPO dan produk turunannya.Implementasinya, perusahaan eksportir tak memenuhi DPO namun mendapatkan izin ekspor dari pemerintah.Jaksa penyidik menemukan perbuatan melawan hukum dalam kasus ini. Upaya ini tidak berpedoman pada pemenuhan kewajiban distribusi kebutuhan dalam negeri. Kejagung mensinyalir ada gratifikasi dari pemberian izin persetujuan ekspor ini.“Ketika pegajuan ekspor ini memang harus diteliti apakah memang DMO itu sudah ada. Ketika ini lolos seperti yang kita sampaikan bahwa ternyata di lapangan langka, tentunya ini menjadi pertanyaan kita, apalagi penyidik,” katanya.Proses penyidikan masih terus berjalan dan belum bisa menyampaikan apa yang menjadi kerja sama antara pihak pemohon dan termohon. “Penyidik sudah menetapkan dengan proyek pemeriksaan masalah ekspor dan kewajiban DMO tentunya penyidik sudah memiliki alat bukti. ”Indonesia menghasilkan 59% dari pasokan global bahan dasar minyak goreng di Indonesia dan bahan bakar nabati. Sejak akhir tahun lalu, kelangkaan minyak goreng jadi persoalan serius. KPPU bergerak" "Tak Sekadar Setop Ekspor, Harusnya Benahi Tata Kelola Sawit","Ada 14.000-an orang menanda tangani petisi online dengan hastag #TurunkanHargaMinyakGoreng mendesak KPPU untuk mengusut tuntas dugaan kartel minyak goreng yang digalang oleh koalisi masyarakat sipil. Ia terdiri dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Indonesia Corruption Watch (ICW), LBH Jakarta dan Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan.Tulus Abadi, Ketua Harian YLKI mengatakan, publik mendukung pengungkapan dugaan kartel minyak goreng dengan mahalnya harga setelah pemerintah menetapkan HET di tingkat konsumen.Guntur Saragih, Wakil Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan, kali pertama ada dukungan publik kepada lembaga pengawas ini. Karena kasus minyak goreng (sawit) ini, berdampak bagi masyarakat.“Temuan Kejaksaan Agung justru menguatkan dugaan kami. Semua pihak kami coba jaring karena bekerja dalam penegakan hukum persaingan usaha, Yang melibatkan aktor besar memang membutuhkan energi,” katanya dalam konferensi pers belum lama ini.Menurut KPPU, ada empat perusahaan menguasai perdagangan minyak goreng di Indonesia dan ada dugaan perusahaan ini melakukan praktik kartel serta bersengkokol dalam menentukan harga bersama.Egi Primayogha, Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW mengatakan, petisi ini disuarakan karena kelangkaan dan minyak goreng mahal berlarut-larut tanpa penanganan efektif dari pemerintah.“Penetapan tersangka ini seakan mengamini pernyataan Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi, yang pernah menyebut mafia sebagai dalang di balik masalah minyak goreng.”    [SEP]" "Sampah TPA di Cilacap Ini Habis Terkelola, Bagaimana Caranya?","[CLS]    Sutingah tengah beristirahat sebentar di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jeruklegi, Cilacap Jawa Tengah, sore itu. Dia sudah berada di sana sejak pukul 7.00 pagi bersama suami dan anaknya.“Kadang kalau lagi penuh, mobil dateng bareng-bareng, ambilnya susah,” katanya.Mobil yang dimaksud Sutingah adalah pengangkut sampah. Berbagai jenis mobil bak dan truk milik Dinas Lingkungan Hidup (DLH) datang setiap hari ke TPA Jeruklegi.Setiap hari 143 ton sampah masuk ke TPA ini. Setiap hari Sutingah bersama 130-an pemulung lain sigap mencari sampah plastik, kertas, kaleng, kaca dan barang apa saja yang bisa dijual ke pengepul untuk didaur ulang.Sutingah asli Ajibarang, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Sebelum menikah perempuan 36 tahun ini sempat bekerja sebagai asisten rumah tangga di Jakarta. Setelah menikah, suami Sutingah memboyongnya ke Cilacap.Sejak tinggal di Cilacap, setiap hari dia ikut suami mencari nafkah di TPA Jeruklegi.“Kalau di sini rejeki-rejekian,” katanya.baca : Pertama di Indonesia, Sampah RDF Jadi Pengganti Batu Bara  Kadang dapat sampah banyak kadang sedikit. Kalau beruntung Sutingah pernah dapat uang Rp50.000 dalam tumpukan sampah. Suaminya pernah juga dapat cincin emas.Setiap Sabtu atau Minggu, Sutingah dan suami membawa pilahan sampah yang dikumpulkan lalu jual ke pengepul. Lokasinya tak jauh dari TPA. Harga sampah berbeda tergantung jenis. Rata-rata dia bisa hasilkan Rp300,000-an per minggu.Penghasilan ini mereka pakai untuk keperluan dapur dan sekolah anak yang tahun ini naik kelas dua SD.“Nggak cukup, ya dicukup-cukupin.” Beberapa tahun belakangan makin banyak warga ikut mencari sampah di TPA. Dia pikir, mungkin karena makin sulit mencari pekerjaan.“Dulu kalau sore sudah sepi, sekarang masih rame ini,” katanya.  ***Beberapa ratus meter dari gundukan sampah tempat Sutingah dan ratusan warga lain memulung, sebuah shredder (mesin pencacah) raksasa tengah beroperasi." "Sampah TPA di Cilacap Ini Habis Terkelola, Bagaimana Caranya?","Mula-mula semua sampah yang tak diambil pemulung, masuk ke dalam shredder. Sampah dicacah menjadi sekitar 10 cm untuk dikeringkan di beberapa bak penampung (drying bay). Di dalam bak, sampah dikeringkan untuk kemudian dipilah kembali.“Di sini ada emisi kecil untuk blower, di bawah mesin pengering,” kata Sri Murniyati, Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Cilacap.Sampah yang sudah kering dan sesuai ukuran masuk ke bak yang kelak akan diangkut PT Solusi Bangun Indonesia (SBI), pabrik semen yang berjarak sekitar 7 km dari TPA.Sampah yang masih belum sepenuhnya kering dan ukuran masih belum sesuai standar masuk kembali ke shredder untuk proses ulang, hingga semua sampah habis. Singkatnya, ada tiga kali proses untuk menyusutkan kadar air dari 50-60% menjadi 25%.Saat pertama kali beroperasi dua tahun lalu, mesin shredder ini hanya mencacah 40-50 ton sampah per hari. Tahun ini, meningkat jadi 120 ton sehari.“Tahun depan kita akan maksimalkan menjadi 200 ton,” kata Murni.Dari TPA Jeruklegi, sampah kering ukuran kecil dibawa oleh SBI untuk jadikan refuse-derived fuel (RDF). RDF sebagai bahan bakar di pabrik semen. Setiap hari SBI membawa 50 ton RDF. Setiap ton seharga Rp300.000 masuk ke kas Pemerintah Cilacap.Selain dari SBI, pemkab juga mendapat pendapatan Rp100.000 per ton dari PT Unilever sebagai bagian dari extended producer responsibility. Penghasilan ini untuk membayar listrik TPA yang tagihan mencapai Rp75 juta per bulan.Selain keuntungan pendapatan daerah, ujar Murni, pemanfaatan RDF menghindarkan lingkungan dari gas metana hasil timbunan sampah.“Kita juga tidak perlu perluasan lahan lagi. Tidak ada lagi beli lahan untuk TPA,” katanya.Sujarwanto Dwiatmoko, Kepala Dinas ESDM Jawa Tengah, mengatakan, selain mengurangi permasalahan sampah kota, pemanfaatan RDF juga untuk penggunaan energi alternatif.baca juga : Tak Sekadar Solusi Sampah, RDF Jadi Energi Terbarukan Rendah Emisi  " "Sampah TPA di Cilacap Ini Habis Terkelola, Bagaimana Caranya?","Teknologi RDF di TPA seluas tiga hektar ini dengan teknik membrane bio-dry yang menurut Sujarwanto, instalasi sederhana dan biaya operasional lebih rendah.“Seandainya tidak ada RDF, DLH terpaksa menambah lahan lagi untuk menimbun sampah,” katanya.Mulanya, Sujarwanto sempat khawatir karena tak banyak kisah sukses dari proyek pemanfataan waste to energy. “Karena, kalau mangkrak, piye?” katanya. Karena itu, sebelum maupun setelah peresmian proyek ini, Sujarwanto bolak balik memastikan mesin dan operasional RDF berjalan baik.Masalahnya, investasi juga tak sedikit, kerjasama antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Pemerintah Jawa Tengah dan Pemerintah Cilacap.KLHK memfasilitasi jasa legal panduan kesepakatan, studi awal dan penyediaan ahli sampah internasional. Juga bantu menyediakan teknologi shredder, screen, konveyor, sistem packing, bio drying membrane dan perlengkapan pemadam kebakaran.Untuk ini, KLHK mendapat bantuan dari Pemerintah Denmark di bawah program The Environment Support Programme (ESP 3). Pemerintah Denmark melalui Kedutaan Denmark di Jakarta memberi kontribusi Rp44 miliar.Pemerintah Jateng bertugas menyediakan dukungan biaya operasional dengan dana Rp10 miliar. Pemerintah Cilacap anggaran Rp3 miliar, menyediakan tanah dan akses jalan serta penambahan armada truk.Infrastruktur seperti picking bay, jalan masuk, hanggar RDF plant, jembatan timbang dan jasa peninjauan detail engineering design (DED) menggunakan anggaran Rp27 miliar dari KPUPR.SBI yang menjadi inisiator proyek ini sebagai operator dan offtaker atau pengguna produk RDF. SBI mengeluarkan modal Rp13 miliar untuk teknis, studi sosial dan studi karakter sampah." "Sampah TPA di Cilacap Ini Habis Terkelola, Bagaimana Caranya?","M Istafaul Amin, General Manager SBI, mengatakan, teknik bio drying membrane ini merupakan proses pengeringan secara biologi gunakan bakteri dari sampah organik. Membran khusus atau semi permeable pada teknik ini bisa menguapkan air keluar.“Tapi air dari luar tidak bisa masuk ke membrane,” katanya.Bakteri didapat dari sampah organik seperti sayuran atau sisa makanan yang memang sudah ada dalam sampah kota. Jadi, tak perlu beli bakteri khusus lagi. ****** [SEP]" "Kebun Botani Atok Man dan Misi Pelestarian Anggrek Bangka Belitung","[CLS]   Mata Sartini [55] berkaca-kaca, saat mengenang suaminya Sulaiman [59], biasa dipanggil Atok Man. Lelaki yang meninggal pada September 2016 lalu.“Dia senang anggrek,” kata Sartini, di kebunnya, di Desa Petaling, Kecamatan Mendo Barat, Kabupaten Bangka, akhir Februari 2022.Sartini bercerita, dulu banyak orang heran dengan hobi Atok, mengumpulkan anggrek dari hutan.“Dia rutin menempelkan anggrek di sejumlah pohon durian, kopi, atau manggis, yang ada di kebun.”Niat Atok hanya menyelamatkan sekaligus menyalurkan hobinya mengoleksi anggrek.“Bukan untuk dijual, hanya sebagai pemanis kebun kami seluas 3,5 hektar,” katanya.Baca: Dian Rossana Anggraini, Pelestari Anggrek di Bangka Belitung  Desa Petaling yang luasnya 2.515 hektar, mayoritas masyarakatnya berprofesi sebagai petani. Dulunya, mereka menanam lada dan karet yang kini beralih ke sawit.“Banyak warga menyesal menjual tanah. Beruntung, Atok tidak melakukan karena dia yakin kebun ini berguna untuk anak cucu,” lanjutnya.Beragam jenis anggrek tumbuh subur di kebun Atok Man, yang berjarak sekitar 15 kilometer dari Kota Pangkalpinang, Ibukota Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Jenis yang mendominasi adalah anggrek bulan [Phalaenopsis Sumatrana], bunga nasional Indonesia.Ada juga jenis pohon-pohon khas Bangka Belitung yang mulai sulit dicari, seperti nyatoh, gerunggang, dan petaling.“Semoga kepedulian Atok terhadap hutan, menular ke generasi muda,” kata Sartini.Baca: Sungai Upang dan Masa Depan Konservasi Pulau Bangka  Pusat edukasi floraTahun 2013, semangat Atok Man menyelamatkan anggrek, terdengar Dian Rossana Anggraini dan suaminya Yuli Tulistianto. Mereka adalah inisiator terbentuknya Bangka Flora Society [BFS] pada 2000 lalu.“Awalnya kami tidak percaya, karena sulit menemukan orang yang punya kesadaran konservasi seperti Atok Man,” kata Dian." "Kebun Botani Atok Man dan Misi Pelestarian Anggrek Bangka Belitung","Dian bersama BFS menemui langsung Atok Man. Mereka takjub, melihat beragam jenis anggrek hidup di sejumlah pohon kopi.“Jiwa konservasi Atok Man sudah tingkat tinggi, saya belajar banyak dari beliau,” kata Dian, penerima Kalpataru, kategori Perintis Lingkungan tahun 2015.Dian bersama BFS, dan atas dukungan masyarakat, menjadikan lokasi tersebut sebagai Kebun Botani Atok Man pada 2013.“Sebagai bentuk penghormatan. Jasa beliau tak ternilai, akan selalu diingat dalam sejarah konservasi flora di Pulau Bangka, khususnya anggrek,” lanjutnya.Baca: Alobi dan Misi Penyelamatan Satwa Liar Dilindungi di Bangka Belitung  Kini, terdapat 35 jenis anggrek di Kebun Botani Atok Man. Semuanya berasal dari sejumlah wilayah di Pulau Bangka, seperti Bukit Menumbing [Kabupaten Bangka Barat], Bukit Mangkol [Bangka Tengah], Bukit Maras dan Kotawaringin [Kabupaten Bangka].Mayoritasnya jenis anggrek bulan sumatrana [Phalaenopsis Sumatrana], anggrek harimau [Grammatophyllum speciosum], Robiquetia spathulata dan Bulbophyllum campanulatum.“Kalau Atok Man dulu, sukanya jenis Robiquetia spathulata. Katanya lucu, dari daun sampai bunga,” lanjut Dian.Di Kebun Botani Atok Man juga didirikan Sekolah Alam Langit Biru, wadah generasi muda belajar flora. Anggotanya siswa sekolah dasar hingga menengah atas.“Sekaligus menumbuhkan jiwa konservasi, seperti yang dilakukan Atok Man dulu.”Tidak hanya di Desa Petaling, sarana pendidikan ini tersebar di Mentok, Toboali, Nyelanding, Belinyu, Petaling, Bakam, dan di Sungai Upang, Desa Tanah Bawah, Kecamatan Puding Besar, Kabupaten Bangka, yang telah menjadi kawasan Konservasi Biodiversity.“Total 68 siswa. Dari mereka, kita berharap muncul generasi peduli lingkungan di Bangka Belitung,” terangnya.Baca juga: Mentilin, Fauna Identitas Bangka Belitung yang Terancam Punah  Pendekatan konservasi" "Kebun Botani Atok Man dan Misi Pelestarian Anggrek Bangka Belitung","Secara geografis, Bangka Belitung diapit dua pulau besar, Sumatera dan Kalimantan. Secara literasi, dua per tiga anggrek di dunia ada di Indonesia, dan satu per tiganya ada di Indonesia bagian barat. Untuk spesies, ada 7.000 jenis anggrek di dunia, yang sekitar 5.000 jenis terdapat di Indonesia.“Itu asumsi awal kami. Di Bangka Belitung pasti beragam jenisnya,” kata Dian.Dian bersama BFS telah mengidentifikasi sekitar 147 jenis anggrek di Pulau Bangka. “Kami masih mencari jenis vanda sumatrana, yang menurut literasi ada di Pulau Bangka, dan belum tentu ada di wilayah lain.”Menurut Dian sangat penting adanya konsep konservasi yang mengintegrasikan berbagai kepentingan dalam suatu wilayah lebih luas.“Dalam sebuah upaya konservasi, harus didukung unsur lainnya dalam lingkungan, baik itu abiotik, biotik, maupun budaya.”Keterlibatan berbagai pihak, baik pemerintahan daerah hingga provinsi, swasta hingga warga sekitar di tingkat tapak sangat penting, guna keberhasilan konservasi di Bangka Belitung.“Pendekatan konservasi atau pengelolaan lingkungan lintas kepentingan sangat perlu dilakukan. Mengingat, banyak kekayaan alam yang dimiliki Bangka Belitung,” tegas Dian.   [SEP]" "Marselus Setia Mengawal Musik Bambu dan Kampung Adat Wogo","[CLS]  Desa Ratogesa, Kecamatan Golewa, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT) terlihat mendung pagi itu. Matahari tak kunjung menampakan diri.Suara musik bambu memecah keheningan kampung adat Wogo. Musik bambu itu dimainkan oleh Marselus Selu (64). Tidak hanya mahir meniup suling dan memainkan alat musik bambu, dia juga terampil membuat alat musik ini.Marselus Selu (64) tak sungkan memperagakan cara memainkan alat musik tradisional dari bambu saat disambangi Mongabay Indonesia, akhir Juli 2022. Alat musik bambu ini merupakan ciri khas alat musik di Kabupaten Ngada.Sejak usia 15 tahun, Marselus mulai mahir memainkan alat musik ini. Cekatan ia memperagakan cara memainkan musik bambu Foy Doa, Foy Pai, Seruling dan Bombardon“Musik seruling bambu dahulu dimainkan sepanjang jalan untuk mengantarkan pasangan yang menikah ke gereja dan pulang ke kampung,” ungkapnya.Foy Doa dan Foy Pai merupakan alat musik bambu menyerupai suling tapi kembar. Foy Doa bunyinya nyaring sedangkan Foy Pai menghasilkan nada rendah,suara bas.Marselus bertutur, dahulu orang tua selalu memainkan alat musik ini saat subuh.Lagu gembira dan lagu sedih dilantunkan. Lagu yang dimainkan mencerminkan perasaan hati yang sedang dialami.Alat musik bambu biasanya dimainkan 25 orang. Ada yang membawakan lagu, memainkan bariton 1, bariton 2, bombardon, serta penabuh gendang.“Kalau dimainkan oleh banyak orang minimal 25 orang maka suara musik yang dihasilkan akan terdengar lebih bagus,” terangnya.baca : Agustinus Sasundu, Mengkonservasi Bambu Dengan Musik  Membuat dan MemainkanSejak remaja, kecintaan Merselus pada alat musik bambu sudah tumbuh. Dirinya mengaku takjub saat melihat orang-orang dewasa di kampung adat Wogo memainkan alat musik ini.Ia pun meminta agar diajarkan namun dilarang. Alasannya, membuat alat musik bambu Foy Doa (seruling kembar) sangat sulit. Tak putus asa, dia menawarkan diri membeli alat musik tersebut." "Marselus Setia Mengawal Musik Bambu dan Kampung Adat Wogo","“Awal tahun 70-an harganya Rp5, tapi saya tidak mempunyai uang. Akhirnya saya bekerja memikul 30 batang bambu milik warga dari kebun sejauh 1,5 meter dari kampung,” kenangnya.Marselus pun berlatih otodidak cara memainkannya selama 5 bulan hingga mulai memahami. Rasa penasaran timbul dalam dirinya bagaimana bambu bisa menghasilkan suara yang indah.Suling satu-satunya tersebut pun dibelah dengan pisau. Ia mempelajari cara membuatnya dengan menanyakan kepada warga kampung termasuk tempat dan waktu yang tepat untuk memotong bambu yang akan dipakai.Hutan bambu di puncak bukit  sejauh 20 km dari kampung pun didaki saat musim kemarau menghampiri.“Bambu dipotong saat musim kemarau dan bulan gelap supaya kadar airnya rendah dan menghindari kutu yang biasa menggerogoti bambu. Kalau bambunya tipis dan kadar airnya rendah maka suaranya akan nyaring saat ditiup,” terangnya.Kini Marselus tidak hanya mahir memainkan, namun juga dalam membuat alat musik tradisional dari bambu ini.Ia pun mendirikan kelompok musik bambu Satu Tekad di kampung adat tradisional Wogo. Kelompok musik bambu ini sering diminta pentas di berbagai wilayah di Kabupaten Ngada maupun di NTT dan Bali.“Awal Juni lalu saat Pak Jokowi ke Ngada dan mampir ke kampung adat Wogo, kami memperdengarkan musik bambu ini. Senang rasanya bisa memainkan musik bambu di depan presiden dan rombongan,” ungkapnya.Marselus juga selalu setia mengajarkan anak-anak sekolah di Kecamatan Golewa maupun di Desa Ratogesa agar mahir memainkan alat musik bambu. Ia megharapkan generasi muda tidak meninggalkan musik bambu ini.baca juga : Jokowi Kunjungi Kampus Bambu di Ngada, Apa Saja Keunggulan Kampus Ini?  Kampung Adat TradisionalKampung adat tradisional Wogo merupakan sebuah kampung adat yang masih dipertahankan tradionalitasnya. Kampung adat warisan zaman megalitikum ini seluas 1,5 ha, persis di sebelah barat jalan raya utama." "Marselus Setia Mengawal Musik Bambu dan Kampung Adat Wogo","Marselus menjabat sebagai Soma, ketua dalam salah sebuah rumah adat. Rumah adat miliknya bernama Sao Liko Woe, Woe Ngate.Dia bertutur, kampung adat Wogo dipindahkan dari kampung lama sejak tahun 1935 dan setelah 10 tahun pindah baru diadakan pesta adat di kampung ini.Setelah rumah-rumah adat dibangun, Mosa Wulu Laki Eko (orang-orang tua) mendirikan kantor adat di tengah kampung. Kantor ini semacam teras yang hanya berisi bebatuan ceper sebagai tempat untuk duduk (Lengi Jawa Feo Folo).“Kantor adat ini dipergunakan untuk mendamaikan masalah dari setiap suku. Segala permasalahan diselesaikan di tempat ini,” terangnya.Terdapat 32 rumah adat atau Sa’o di Kampung adat Wogo. Semua rumah adat terbuat dari bahan alam berupa rumah panggung. Atap memakai alang-alang dan bambu. Tiang rumah menggunakan kayu dan bambu.Dikutip dari Wikipedia, ruangan rumah adat Ngada dibagi menjadi tiga bagian yakni Tedha Wewa, Tedha One, dan One. Tedha Wewa biasanya digunakan untuk kegiatan santai seperti para ibu menenun atau mengurus anak serta memiliki fungsi sebagai area untuk menerima tamu.Tedha One merupakan ruang tengah yang digunakan sebagai tempat beristirahat anggota keluarga dan ruangan memasak. Juga digunakan untuk menggelar rapat maupun tempat berkumpulnya keluarga.Sedangkan One merupakan ruang inti yang memiliki fungsi sebagai tempat ritual adat, kediaman leluhur, tempat tidur bagi kepala rumah tangga, dan tempat memasak.Rumah adat dibangun menghadap ke Ngadhu dan Bagha. Ngadhu berbentuk rumah yang dimaknai sebagai simbol leluhur perempuan, sementara Bagha berbentuk seperti payung dengan atap alang-alang dan ijuk hitam yang dimaknai sebagai simbol leluhur laki-laki.“Baru ada sembilan suku yang mempunyai lambang sementara tiga lainnya belum memilikinya. Setiap membangun rumah adat, semua warga bergotong royong bukan saja membangunnya namun menyiapkan dana,” terangnya." "Marselus Setia Mengawal Musik Bambu dan Kampung Adat Wogo","baca juga : Retha, Perempuan Muda Pioner Pembibitan Bambu di Ngada  Mulai TergerusJalan setapak di sekeliling kampung adat Wogo mulai disemen. Semua rumah memiliki listrik yang disuply oleh PLN melalui jaringan kabel kampung adat ini. Ada juga antena parabola tertanam di samping rumah.Salah seorang pemandu wisata, Yulius Yoman mengeluhkan mulai tergerusnya keasrian kampung adat Wogo. Yulius mempersoalkan adanya tiang listrik yang ditanam di tengah kampung adat. Kabel listrik pun ditarik melintasi tengah kampung adat.Marselus mengakui keluhan ini pun selalu disampaikan wisatawan asing yang berkunjung ke kampung adat ini. Dia katakan, ini hambatan besar dan tidak terpikirkan sebelumnya.“Waktu itu tokoh-tokoh adat tidak berpikir ini menghambat sebab saat itu mereka sangat mendambakan adanya listrik,” ungkapnya.Marselus sebutkan, pihaknya sudah mengusulkan ke Dinas Pariwisata dan DPRD Ngada namun belum ada tanggapan hingga kini.Mereka minta agar tiang-tiang listrik di tengah kampung adat dipindahkan ke pinggir atau menggunakan kabel yang ditanam di dalam tanah supaya jangan mengganggu keaslian kampung adat.Marselus berharap agar pemerintah memperhatikan kampung adat tradisional dengan memberikan pelatihan atau bantuan dana pembangunannya. Penyebabnya kata dia,material bangunan sering didatangkan dari luar Kabupaten Ngada.Ia mencontohkan alang-alang dan beberapa kayu untuk tiang harus dibeli dari kabupaten tetangga di Pulau Flores. Ini yang menyebabkan biaya membangun sebuah rumah adat sangat besar.“Kita tetap berkomitmen menjaga warisan adat,budaya dan alam sesuai pesan leluhur. Makanya kami selalu mengajak anak-anak muda untuk terlibat dalam setiap kegiatan adat budaya agar kelak mereka bisa mewarisinya ke genarasi selanjutnya,” pungkasnya.  [SEP]" "Berawal dari Krisis Sampah yang Mampu Diselesaikan, Bupati Banyumas Berbagi Kisah di COP27 Mesir","[CLS]  SALAH satu cerita pahit yang dialami oleh Bupati Banyumas Achmad Husein adalah ketika terjadi krisis sampah pada 2017-2018 silam. Kabupaten di Jawa Tengah (Jateng) itu benar-benar pusing tujuh keliling dengan penanganan sampah. Salah satu penyebabnya adalah penolakan warga terkait dengan tempat pembuangan akhir (TPA) Kaliori di Kecamatan Kalibagor.“Saya sebetulnya sudah ingin melupakan. Soalnya, waktu itu tersiksa betul, luar biasa keras. Tidak saja di-bully, tetapi juga ada demo berkali-kali. Padahal, waktu itu merupakan masa akhir periode pertama sebagai bupati. Dan berlanjut pada saat saya sudah cuti kampanye. Meski posisi tengah cuti kampanye, saya tetap mendatangi warga untuk mencari solusi,”jelas Bupati membuka cerita saat wawancara di Ruang Joko Kahiman, Purwokerto, Rabu (23/11/2022) malam.Jadi, waktu itu memang kondisi persampahan di Banyumas cukup berat. Begitu penutupan TPA Gunung Tugel, maka TPA yang menjadi andalan adalah TPA Kalibagor. Namun kemudian, warga meminta agar TPA Kaliori tutup. Warga demo dan memblokade jalan. Bayangkan saja, setiap harinya waktu itu ada 100 truk sampah yang setiap hari dibuang ke TPA setempat. Tetapi, tiba-tiba tidak dapat membuang. Jelas saja, akhirnya menjadi krisis sampah,”ungkapnya.Ketika itu, lanjut Bupati, waktunya sekitar Februari-Maret. Kemudian, dirinya mencoba bernegosiasi dengan warga. Akhirnya, sambil mencari solusi lain, maka warga bisa memberikan kesempatan hingga akhir tahun.“Tetapi, setiap bulannya harus ada pengurangan jumlah sampah yang dibuang di TPA Kaliori. Misalnya, bulan awal kesepakatan masih tetap 100 truk. Kemudian bulan-bulan berikutnya dikurangi menjadi 60 truk dan kemudian 40 truk. Dan terakhir pada Desember hanya tinggal 18 truk,”paparnya.baca : Banyumas Darurat Sampah. Ada Apa?  " "Berawal dari Krisis Sampah yang Mampu Diselesaikan, Bupati Banyumas Berbagi Kisah di COP27 Mesir","Lalu ke manakah sampah-sampah lainnya sehingga ada pengurangan? Pemkab memang mempercepat pembuatan tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) dan hanggar. “Untuk melengkapinya, kami mencoba beberapa peralatan pendukung di TPST. Selain itu juga pembentukan kelompok swadaya masyarakat (KSM) yang mengelola sampah di Pusat Daur Ulang (PDU),”jelasnya.Menurut Bupati, proses pembangunan TPST dan PDU memang dimassifkan di Banyumas. Selain itu, juga pengadaan sejumlah peralatan pendukung operasional di TPST dan PDU. Di antaranya adalah mesin pemilah sampah hingga peralatan untuk pembakaran limbah. “Awalnya ada yang mengusulkan alat namanya insinerator. Namun, harganya sangat mahal, mencapai Rp800 miliar. Jelas untuk pemkab tidak memungkinkan,”ungkapnya.Misalnya saja, pada awal-awal ada pekerja yang memilah sampah. Kecepatan setiap harinya, hanya mampu memilah 10% hingga 15% sampah. Sehingga memang masih belum optimal. Apalagi, peralatan untuk pengolahan sampah plastik juga belum ditemukan.Menurut Bupati, dirinya menemukan sebuah mesin pemisah sampah kecil di Pasir, setelah dicoba sempat macet. Begitu bisa jalan, pemilahannya masih kasar. “Akhirnya, saya meminta tolong teman di Bekasi untuk membuatkan. Saya pakai uang pribadi, karena begitu inginnya mendapatkan alat pemilah yang bagus. Kemudian dicoba macet. Setelah perbaikan bisa jalan, namun pemilhannya masih kasar. Lalu, saya melihat lagi di Tangerang. Alatnya besar, tetapi kapasitasnya hanya 1 ton per jam,”jelasnya.Husein tidak patah semangat, kemudian ada informasi mengenai mesin pemilah sampah yang bagus di Bantargebang. “Saya melihat mesin yang ada di situ, kemudian membuatnya. Setelah melakukan modifikasi dua kali, maka mesin pemilah sudah beres saat sekarang. Pemilahannya bersih, sehingga antara sampah anorganik dan organik benar-benar terpisah,”katanya." "Berawal dari Krisis Sampah yang Mampu Diselesaikan, Bupati Banyumas Berbagi Kisah di COP27 Mesir","Dengan terpisahnya sampah tersebut, maka sampah organik selesai. Sebab, sampah organik dapat langsung menjadi pakan maggot. “Sehingga saat ini di TPST atau PDU, sebagian besar pasti membudidayakan magot. Sebab, dengan adanya maggot, maka persoalan sampah organik selesai. Selain itu juga menjadi bahan pembuatan pupuk,”katanya.baca juga : Warga Gugat Pemkab Banyumas Soal TPA Sampah, Mengapa? Meski organik sudah selesai, masih perlu dipikirkan sampah plastiknya. Perjalanan mengolah sampah plastik tidaklah gampang. “Saya mencoba berusaha untuk bagaimana caranya agar sampah plastik selesai. Saat ini sampah plastik dipakai untuk pembuatan paving,”jelasnya.Untuk dapat menjadi bahan pembuatan paving, perjalannya juga tidaklah mudah. Membutuhkan proses panjang, sehingga pada akhirnya bisa mengolah plastik menjadi paving.“Misalnya pakai alat bernama extruder. Saya dipinjami alatnya. Setelah digunakan ternyata pavingnya tidak kuat. Sampai pada akhirnya, kita sampai berganti 15 kali molding plastik. Dan akhirnya bisa. Ada dua cara yakni dengan cetakan hidrolik dan mesin injeksi plastik. Dengan peralatan hidrolik, dapat mencetak 500 paving, tetapi kalau dengan mesin injeksi dapat mencapai 1.500 paving. Nanti paving-paving tersebut bakal kami pakai di kawasan wisata baru di Jl Bung Karno. Namun, materialnya sekarang rebutan,”katanya.Sebab, ada juga sampah plastik yang saat sekarang dijual ke pabrik semen PT Solusi Bangun Indonesia (SBI) Cilacap sebagai bahan bakar industri semen yakni refuse derived fuel (RDF). “Kita setor ke PT SBI setiap harinya telah mencapai 15 ton. Padahal, kita diberikan target hingga 40 ton,”katanya." "Berawal dari Krisis Sampah yang Mampu Diselesaikan, Bupati Banyumas Berbagi Kisah di COP27 Mesir","Karena itulah, lanjut Bupati, dirinya mempunyai ide untuk masyarakat. Jika memiliki sampah plastik, gunting saja kecil-kecil dengan ukuran sekitar 5 cm. “Saya baru menyiapkan aturan, nantinya kita yang membeli sampah plastik yang telah dipotong-potong. Barangkali bisa Rp500 per kg. Sehingga dalam sebulan di sebuah RT bisa mencapai 1 ton, maka akan memperoleh pendapatan hingga Rp500 ribu. Lumayan juga dapatnya, hanya dengan mengumpulkan sampah plastik yang telah dipotong-potong,”katanya.baca juga : Upaya Penanganan Sampah di Banyumas, Dari TPST, Mesin Pirolisis Hingga TPA BLE  Tanpa TPASejak terjadinya krisis sampah pada 2018 lalu, sebetulnya Bupati Banyumas telah memikirkan tampa tempat pembuangan akhir (TPA) sampah. Karena itulah, pemrosesan sampah menjadi fokusnya dengan membangun TPS 3R dan PDU.“TPS 3R pada umumnya merupakan bantuan dari Kementerian PUPR. Jumlahnya yang besar atau TPS 3R dengan hangar dan peralatan ada di 18 lokasi. Sedangkan PDU atau yang kecil ada di 11 lokasi. Jadi secara total tempat pengolahan sampah di Banyumas ada 39 lokasi,”katanya.Bupati mengatakan pengelolanya berbasis masyarakat yang dikerjakan oleh KSM. Mereka melakukan pengelolaan sampah mulai dari pemilahan sampai pengolahan sampah organik maupun anorganik. “Setiap harinya ada 138 dump truk sampah di Banyumas baik organik serta anorganik. Yang terserap dan diproses di PDU dan TPS 3R atau TPST cukup banyak dan sisanya berupa residu sebanyak 15 truk,”katanya.Lalu ke manakah 15 truk residu yang merupakan sisa tersebut. Pemkab Banyumas tidak perlu bingung, karena kini telah mempunyai Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Berbasis Lingkungan dan Edukasi (BLE). “Di TPA BLE ini, residu yang masuk ke sini beragam. Umumnya adalah kain, bantal, bahkan kasur juga ada. Di lokasi setempat ada mesin pirolisis yang membakar dengan suhu tinggi hingga 800 derajat Celcius,”katanya." "Berawal dari Krisis Sampah yang Mampu Diselesaikan, Bupati Banyumas Berbagi Kisah di COP27 Mesir","Hasil akhir sampah yang dibakar pada mesin pirolisis berupa abu. Abu tersebut dapat menjadi bahan baku paving.“TPA BLE di Banyumas merupakan bantuan dari Kementerian PUPR. Keberadaannya baru diresmikan pada Rabu (6/7/2022) lalu. TPA BLE dibangun dengan biaya sebesar Rp49,7 miliar rupiah dengan komposisi anggaran dari APBN sebesar Rp41,9 miliar (84,31%) dan APBD sebesar Rp7,8 miliar (15,69%). Hal ini merupakan bentuk sinergi untuk pembangunan dan pengelolaan TPA. Pelaksanaan pembangunan dimulai sejak Oktober 2020 dan selesai pada Desember 2021.Peresmian dilaksanakan oleh Ketua DPR RI Puan Maharani didampingi Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR Diana Kusumastuti di Desa Wlahar Wetan.TPA BLE mampu menampung sampah 75 ton per hari dengan konsep memproses residu sampah yang berasal dari TPS 3R, TPST atau PDU yang ada di Banyumas. Residu sampah yang masuk langsung secara otomatis dicacah dan dipilah, kemudian hasil pilahan diproses lebih lanjut untuk dimanfaatkan.Pengelolaan sampah di Banyumas tidak saja di bagian hilir saja, melainkan juga di hulu. “Kalau di hilir, sampah mulai diproses di TPST, TPS 3R atau PDU hingga TPA BLE. Sedangkan di tingkat hulu, kami memiliki dua aplikasi yakni Salinmas dan Jeknyong. Aplikasi tersebut bisa digunakan bagi warga yang telah memilah sampah di rumah. Jadi, dari hulu sampai hilir kita garap,”katanya.baca juga : Garap Hulu Hingga Hilir Sampah, Banyumas Ingin Raih “Zero Waste” Akhir 2022, Bisakah?  Berbagi di COP27Keberhasilan pengelolaan sampah di Banyumas tidak saja menjadi contoh daerah di dalam negeri, namun juga di seluruh dunia. Bahkan, United Nations Framework Climate Change Conference (UNFCCC) mengundang Bupati Banyumas Achmad Husein pada perhelatan Konferensi Iklim Internasional atau Conference of Parties (COP) 27 di Sharm El Sheikh di Mesir yang berlangsung pada 14 November 2022 lalu." "Berawal dari Krisis Sampah yang Mampu Diselesaikan, Bupati Banyumas Berbagi Kisah di COP27 Mesir","Bagi Husein, diundang di Konferensi Iklim Dunia merupakan kehormatan. Dia memaparkan bagaimana pengelolaan di Banyumas dari hulu sampai hilir. “Banyumas mengupayakan penanganan sampah dari hulu sampai hilir. Namun, yang lebih fokus adalah penanganannya di hilir,”kata Bupati.Dia menceritakan bahwa pada awalnya, Banyumas masuk dalam Asean Smart Green City. Dari Indonesia ada dua yakni Banyumas dengan Banyuwangi. Untuk Banyuwangi lebih fokus pada hulu melalui aplikasi. Sedangkan Banyumas hulu dan hilir. Hulu dengan aplikasi dan hilir lewat pengelolaan sampah.“Banyumas memang sudah tidak lagi ada landfill atau TPA. Pengelolaan sampah sudah paripurna. Inilah yang menjadi kontribusi bagi Banyumas dalam rangka penurunan emisi. Oleh karena itu, diminta oleh UNFCCC untuk dibagikan kepada negara-negara lainnya. Jadilah saya diundang ke Mesir dalam COP27,”jelasnya.Sewaktu paparan, lanjut Bupati, tidak hanya memaparkan untuk yang datang langsung di Mesir, melainkan juga bagi peserta yang mengikuti secara daring. “Saya memaparkan bagaimana penanganan sampah di Banyumas. Termasuk juga memutar video yang isinya adalah pengelolaan sampah. Di video tersebut menceritakan soal anak kecil dan bapaknya yang menjadi tukang sampah,”paparnya.Dalam paparan, Bupati ditemani oleh dua bule dari Norwegia dan Denmark. Ada satu lagi dari Indonesia yakni perwakilan pabrik semen SBI Cilacap. “Tanggapannya sangat baik, bahkan dibilang extra ordinary. Banyak yang terkejut, karena dapat menyelesaikan persoalan sampah. Memang negara-negara lain ada yang memiliki mesin pengolah sampah besar-besar. Tetapi berbeda di Banyumas yang hanya kecil-kecil, tetapi berbasis komunitas. Masyarakat yang mengelola dengan membentuk KSM,”ujarnya.  " "Berawal dari Krisis Sampah yang Mampu Diselesaikan, Bupati Banyumas Berbagi Kisah di COP27 Mesir","Tidak hanya ke Mesir, Bupati Banyumas juga diundang oleh United Nations Capital Development Fund (UNCDF) untuk hadir ke Bangkok pada 5 Desember 2022 mendatang. “Agendanya adalah memaparkan usulan program yang dilaksanakan oleh Banyumas. Karena Banyumas akan menjadi pilot project Assean Smart Green City,”katanya.Setelah paparan, nantinya mereka akan datang ke Banyumas untuk melihat secara langsung. Setelah itu, nantinya akan ada evaluasi dan ada dana yang dicairkan. “Saya telah membuat program dengan kalkulasi pendanaan sekitar Rp60 miliar. Kita mengajukan dana sebesar itu. Dapatnya berapa, kita tidak tahu,”katanya.Tetapi, dari informasi yang dioperolehnya, paling tidak dana senilai Rp30 miliar bisa cair. Untuk apa dana tersebut jika berhasil diperoleh? Bupati memproyeksikan bahwa sebagian dana bakal digunakan untuk penyempurnaan dan pengadaan peralatan pengelolaan sampah,”ujar Husein.Husein tidak hanya diundang di mana-mana untuk memaparkan pengelolaan sampah, tetapi juga sudah banyak kabupaten/kota yang datang ke Banyumas. Setidaknya tidak kurang dari 69 kabupaten/kota yang datang ke Banyumas untuk menimba ilmu pengelolaan sampah. “Tamu paling banyak adalah dari Sulawesi Barat. Seluruh kabupaten/kota sudah sampai di sini untuk belajar penanganan sampah,”katanya.Bupati mengatakan meski bisa dikatakan sudah nol sampah karena ada pemilahan hingga pengelolaan, tetapi masih harus penyempurnaan lagi. Terutama untuk peralatan. Maka dari itu, jika nanti mendapatkan alokasi dana dari UNCDF, maka nantinya bakal dipakai salah satunya untuk penyempuranaan peralatan untuk pengolahan sampah. (***)  [SEP]" "Kala ‘Rumah’ Kerbau Tergusur, Budaya Orang Lombok Bakal Terkubur","[CLS]     Kerbau (Bubalus bubalis) mendadak menjadi buah bibir di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Ketika ramai persiapan MotoGP di Sirkuit Mandalika, di Desa Kuta, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, kerbau jalan-jalan di lintasan sirkuit jadi viral di media sosial. Politisi, ahli peternakan, aktivis, hingga budayawan mengomentari kasus kerbau merumput di proyek senilai satu triliun lebih itu.Ketika ajang Word Super Bike (WSBK) pun, kerbau nyelonong ke pameran UMKM di sirkuit yang jadi bagian Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika itu. Kerbau bersanding tenar dengan pawang hujan yang beraksi di MotoGP, atau pembalap yang berulang kali terjatuh.Di Lombok Timur, kerbau membuat repot seluruh pejabat. Akhir Januari 2022, sampai ada rapat besar. Dipimpin langsung Sekretaris Daerah Lombok Timur HM Juani Taopik, dihadiri beberapa kepala dinas kabupaten hingga provinsi, perangkat daerah sampai tingkat dusun, dan tentu saja investor. Penyebabnya, kerbau-kerbau ini asyik merumput di kawasan hutan Sekaroh, Kecamatan Jerowaru, Lombok Timur. Kerbau ini juga tak pilih-pilih tempat, mereka makan rumput, makan semak belukar, tidur, dan buang kotoran di kawasan hutan seluas 339 hektar yang jadi konsesi PT Eco Solution Lombok (ESL) ini. Ini perusahaan yang sudah 10 tahun dapat izin mengelola Sekaroh. Perusahaan dari Swedia ini terganggu dengan sekitar 800 kerbau masuk konsesi.Di KEK Mandalika, termasuk di desa-desa penyangganya, persoalan kerbau ini jadi pembahasan strategis. Berulang kami disebut dalam rapat, menjadi perbincangan para pengambil kebijakan.Saat wabah kuku dan mulut menyerang ternak, kerbau kalah tenar oleh sapi. Kalau kunjungan wisatawan dan berbagai festival di KEK Mandalika, Lombok Tengah dan Sekaroh Lombok Timur, kerbau kembali jadi buah bibir. Baca juga: Nasib Para Perempuan yang Hidup di Sekitar KEK Mandalika *****" "Kala ‘Rumah’ Kerbau Tergusur, Budaya Orang Lombok Bakal Terkubur","Kerbau jadi ikon pariwisata di Pantai Selong Belanak, Kecamatan Praya Barat Daya, Lombok Tengah. Ratusan kerbau berjalan dari barat menuju timur saat senja jadi foto dan video terbaik yang menggambarkan pantai itu. Kerbau yang jalan-jalan sore di pantai itu jadi buruan fotografer.Para wisatawan yang sedang berjemur di Pantai Selong Belanak akan berdiri, yang belajar surfing akan berhenti sejenak, mereka akan mengalihkan fokus ke kerbau. Mereka memegang kamera, membidik iringan kerbau, dengan pengembala di belakangnya. Tak sedikit wisatawan minta selfie dengan pengembala.Para pengembala sudah lumrah dengan aksi para wisatawan itu. Mereka tak peduli, selama tak mengganggu kerbau mereka. Pesisir Pantai Selong Belanak adalah rute perjalanan kerbau di selatan Lombok Tengah.Pagi mereka ke arah Barah, senja pulang ke timur. Begitu seterusnya. Hingga kemudian pembangunan Dermaga Selong Belanak membuat bingung kerbau-kerbau ini. Mereka tak bisa melompati dermaga plastik yang sering ditambati perahu. Mereka memutar, pengembala harus cermat mengarahkan.Sepanjang pantai selatan Lombok Tengah adalah jalur alami kerbau. Jalur pengembala membawa kerbaunya. Pada musim kemarau, saat pakan terbatas, para pengembala membawa keliling kerbau mereka, melintasi desa-desa, dan pantai berpasir putih.Kegiatan ini sudah berlangsung berpuluh-puluh tahun. Tak pernah kerbau-kerbau itu masuk ke halaman rumah warga atau merusak kebun, pengembala selalu sigap menghalau kalau masuk ke halaman atau sawah. Kecuali setelah panen.“Sepanjang pantai selatan ini tempat mengembala, dari Lombok Timur dan Lombok Tengah,’’ kata Selamat, pemilik 10 kerbau dari Desa Wakan, Kecamatan Jerowaru, Lombok Timur.Kerbau-kerbau akan melewati Desa Kuta, Desa Mertak, terus berjalan ke timur hingga memasuki Lombok Timur. Begitu juga kerbau dari Lombok Timur, masuk ke Lombok Tengah." "Kala ‘Rumah’ Kerbau Tergusur, Budaya Orang Lombok Bakal Terkubur","Para pengembala kerbau akan kumpul di lokasi yang cocok untuk mengistirahatkan kerbau mereka. Lokasi berumput, kubangan, dan tanah kosong tak bertuan.KEK Mandalika, terutama di Desa Kuta adalah satu lokasi pengembalaan kerbau. Tempat kubangan kerbau, lokasi para pengembala membangun kandang.Hingga kini, masih ada pengembala bertahan di KEK Mandalika, tak jauh dari sirkuit. Sebuah video beredar, kerbau-kerbau sedang merumput di samping lintasan sirkuit Mandalika.“Sebelum pariwisata berkembang, pekerjaan masyarakat Desa Kuta itu bertani, pelihara ternak, dan nelayan,’’ kata Supriandi, tokoh adat Desa Kuta. Baca juga: Nasib Warga yang Terkurung Sirkuit Mandalika Sirkuit itu dulu kubangan kerbau. Ada muara sungai di KEK Mandalika, ada juga kubangan yang jadi lokasi burung-burung migran. Di tempat itu juga, para pengembala memanjakan kerbau, berendam hingga sore. Saat kerbau berendam, para pengembala duduk memandangi keindahan pantai dengan pasir putihnya. Salah satu titik favorit di KEK Mandalika adalah Bukit Merese. Sebelum ramai oleh wisatawan, tempat ini ramai oleh kerbau.Pengembala kerbau di Desa Kuta bukan hanya dari desa setempat, tetapi dari berbagai desa di Lombok Tengah.Sebelum ada PT ITDC dan mulai pembangunan pada 2015, KEK ini lahan kosong. Di beberapa lokasi dihuni warga, hingga membentuk perkampungan. Selebihnya, lokasi pengembalaan. Sepanjang tahun pakan tersedia di lahan seluas lebih 1.000 hektar ini.Setelah ada KEK Mandalika, kerbau-kerbau ini kehilangan rumah. Para pengembala kerbau makin kesulitan mencarikan jalan bagi kerbau mereka. Para pengembala harus hati-hati agar kerbau tak terperosok, tak terjebak di dalam KEK Mandalika.“Sekarang masyarakat yang dulu bertani dan peternak mulai membuka usaha wisata,’’ kata pria juga salah satu kepala wilayah (Kawil) di Desa Kuta ini.  Melawan " "Kala ‘Rumah’ Kerbau Tergusur, Budaya Orang Lombok Bakal Terkubur","Gunasih alias Amaq Sur menawari saya kopi ketika berkunjuung di kadang kerbau miliknya di Pantai Tampah Boleq, Desa Seriwe, Kecamtan Jerowaru, Lombok Timur. Ini adalah lokasi kedua terluas pengembalaan kerbau di Lombok Timur setelah hutan lindung Sekaroh.Di Tampah Boleq, juga dikenal dengan Pantai Kaliantan, pengembala dari Lombok Timur dan Lombok Tengah mengembalakan kerbau. Mereka juga membangun kandang. Mereka berbagi ruang dengan para petani rumput laut. Para petani rumput laut membangun gubuk persis di pinggir pantai, pengembala dan kandang kira-kira 200 meter dari pantai.Gunasih bilang, masyarakat membangun kandang dan mengembalakan kerbau di Tampah Boleq sejak puluhan tahun silam. Bahkan cerita dari kakek-neneknya, lahan itu jadi milik bersama para pengembala.Para pengembala yang membangun kandang dan gubuk bersepakat, kawasan lebih 100 hektar itu tak bisa dimiliki. Semua pengembala dan nelayan berhak memanfaatkan. Setelah musim pengembalaan berakhir, lokasi ini akan ditinggalkan, dan kembali didatangi lagi pada musim pengembalaan.“Kami taruh kerbau di kandang ketika musim tanam karena kami khawatir akan merusak tanaman,’’ katanya.Para pengembala dan petani membuat kesepakatan tak tertulis. Kerbau tak boleh berkeliaran bebas ketika musim tanam. Beberapa kali sempat terjadi ketegangan antara pemilik kerbau dan pemilik kebun gara-gara kerbau memakan tanaman jagung yang belum panen. Pihak desa memafasilitasi hingga muncul kesepakatan bersama.Para pengembala dan pemilik kerbau juga tak ingin merusak tanaman petani. Karena itulah pengembala itu harus selalu mengawal kerbau mereka. Bukan sekadar menuntun ke kandang, ke tempat kubangan, juga memastikan kerbau tak masuk ke tempat-tempat yang dilarang, seperti pekarangan pribadi.“Kalau sudah panen keliling, ini juga membantu petani membersihkan sisa panen. Terutama sisa panen jagung,’’ katanya." "Kala ‘Rumah’ Kerbau Tergusur, Budaya Orang Lombok Bakal Terkubur","Setelah panen jagung, batang jagung dibiarkan petani. Para pengembala akan membawa kerbau ke ladang jagung, ke sawah yang ditanami jagung. Kerbau memakan habis sisa-sisa batang jagung, buang kotoran. Pada saatnya, ketika petani akan mengolah tanah, pekerjaan mereka lebih mudah, dan dapat bonus pupuk organik dari kotoran kerbau.  Masalah yang dihadapi kerbau-kerbau ini justru dari investor pariwisata dan pemerintah. Tanah Tampah Boleq, yang berpuluh-puluh tahun menjadi tanah ulayat, tiba-tiba dikuasai pribadi.Masuk investor dari Jakarta hingga luar negeri. Padahal, sejak puluhan tahun silam, masyarakat memanfaatkan wilayah itu sebagai pengembalaan kerbau.“Ini ada permainan antara pemerintah dan investor,’’ kata Sayadi, Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Lombok Timur.Bertahun-tahun AMAN Lombok Timur mengadvokasi lahan Tampah Boleq. Sayadi termasuk yang paling sering bersuara, menggelar aksi di kantor bupati, DPRD, sampai aksi teatrikal di pinggir jalan, masuk pasar. Pemerintah bergeming.Tiba-tiba saja lahan itu jadi milik orang luar. Bahkan, pernah menjadi milik investor dari luar negeri. Sayadi bingung, bagaimana lahan yang menjadi lahan bersama, tanah ulayat, tiba-tiba jadi milik pribadi.“Kalau didapatkan dari jual beli, pertanyaannya, siapa yang jual? Siapa yang memiliki tanah itu yang menjual ke investor? Kalau tanah dari warisan, bagaimana ceritanya orang Jakarta punya warisan di sini?”Tanah Tampah Boleq, kata Sayadi, merupakan ruang hidup dan budaya masyarakat Sasak Lombok. Setiap tahun ada ritual Bau Nyale. Sama seperti di Lombok Tengah, Bau Nyale ini kemudian menjadi festival pariwisata.Sejak ada embel-embel pariwisata itulah para petani dan peternak kehilangan hak mereka atas lahan Tampah Boleq.  Ruang peternak dan petani hilang" "Kala ‘Rumah’ Kerbau Tergusur, Budaya Orang Lombok Bakal Terkubur","Hutan Sekaroh ditetapkan sejak 1982 lewat putusan Menteri Pertanian dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 756/Kpts/Um/10/1982 pada 12 Oktober 1982.Jauh sebelum jadi kawasan hutan, masyarakat Lombok mengenal wilayah ini sebagai Gawah Sekaroh. Ia ruang hidup petani dan peternak. Sejak puluhan tahun silam, masyarakat memanfaatkan kawasan itu untuk bercocok taman semusim dan mengembala kerbau dan sapi.Di masa sebelum kemerdekaan Indonesia, hutan Sekaroh ini markas tentara Jepang. Hingga kini, meriam dan gua persembunyian masih ada dan jadi daya tarik wisata.Potensi paling memikat dari Sekaroh adalah pantai. Di bagian timur pantai ini dikenal dengan pasir putih, bahkan pink. Karena itulah kawasan itu dikenal dengan Pantai Pink.  Di bagian selatan, pemandangan laut lepas dan tebing-tebing curam menjadi daya pikat wisatawan, termasuk investor. Di paling selatan Sekaroh, dikenal Tanjung Ringgit dengan pantai bertebing.Sejak kunjungan pejabat dan investor dari Swedia ke tempat itu, Sekaroh pun mulai dilirik investor pariwisata. PT ESL, salah satunya, memiliki konsesi 339 hektar, deretan pantai berpasir putih dan pink masuk konsesi perusahaan ini.“Hadirnya investor di sebuah wilayah untuk mensejahterakan rakyat tapi kalau akhirnya merugikan dan menyengsarakan rakyat maka sebaiknya diusir dari daerah itu,” kata Arsa Ali Umar, Ketua Gerakan Rakyat NTB.Arsa adalah putra daerah Jerowaru. Keluarganya memiliki ikatan kuat dengan kawasan selatan Lombok Timur. Orang tuanya petani dan pengembala. Dari hasil bertani dan peternakan itulah Arsa dan saudara-saudaranya bisa mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi." "Kala ‘Rumah’ Kerbau Tergusur, Budaya Orang Lombok Bakal Terkubur","Karena itulah, ketika para pengembala diusir dari Sekaroh, Arsa berang. Para pengembala kerbau, katanya, puluhan tahun hidup dari hutan Sekaroh. Mereka tidak pernah mengkavling hutan itu. Mereka hanya memanfaatkan untuk mengembalakan kerbau dan membangun kandang sementara maupun berkebun dan bertani.Dia bilang, sistem yang terbangun puluhan tahun itu rusak karena kehadiran investor, yang hingga sekarang tak kunjung membangun fasilitas. Lahan seluas 339 hektar masih kosong.“Ketika rakyat berhadangan dengan investor, sering kali dikorbankan,’’ katanya.Akhir Januari 2022, Pemerintah Lombok Timur mengundang pengambil kebijakan plus investor untuk menyelesaikan masalah ini. Dalam rapat itu pemerintah menjanjikan ada lahan seluas 10 hektar bagi pengembala kerbau. Lahan itu akan jadi pengembalaan dan membangun kandang. Syaratnya, para pengembala dan pemilik kerbau mengeluarkan ternak mereka dari hutan Sekaroh, tepatnya dari konsensi investor.“Kita dorong dulu 10 hektar jangka pendek, lalu kita susul bersama ke level lebih tinggi kemungkinan bisa lebih luas dapat diberikan untuk penggembala,” kata HM Juani Taopik, Sekda Lombok Timur yang memimpin pertemuan di Kantor Bupati Lombok Timur, di Selong, kala itu.Sayangnya, lahan seluas 10 hektar itu tak kunjung ketemu. Sepanjang Januari sampai April, pengusiran pengembala kerbau dari Sekaroh tetap terjadi. Para pengembala dilarang. Polisi kehutanan berjaga. Kandang sudah ada dirusak, kerbau dikeluarkan paksa dari Sekaroh.“Dulu, pernah di Ekas, tapi karena jadi daerah transmigrasi, pindah lagi lokasi pengembalaan,’’ kata Amaq Sur, pengembala kerbau dari Desa Wakan, Kecamatan Jerowaru, Lombok Timur.Makin hari kehidupan para pengembala dan peternak kerbau makin terjepit. Ruang gerak makin sempit. Mereka tak bebas lagi membangun kandang, makin sulit mencari kubangan." "Kala ‘Rumah’ Kerbau Tergusur, Budaya Orang Lombok Bakal Terkubur","Lahan-lahan kosong yang jadi milik bersama kini ‘milik’ investor. Lahan berstatus kawasan hutan sedikit demi sedikit habis dibagi pengelolaan ke investor pariwisata.Saat bersamaan, lahan yang sudah dikuasai investor itu dibiarkan menganggur, dijaga petugas pemerintah, mulai dari Polhut hingga Satpol PP. Setiap saat mereka siap “menertibkan” masyarakat.  Kerbau dan budaya masyarakat LombokKerbau adalah lambang status sosial. Kekayaan diukur dari berapa kerbau yang dimiliki. Untuk melamar anak gadis, masyarakat Lombok masih menjadikan kerbau sebagai mahar.Di Bayan, Lombok Utara, masih menggunakan kerbau sebagai mahar atau pisuke. Walaupun hari ini bisa dihitung dengan jari kepemilikan kerbau daerah kaki Gunung Rinjani ini.Di Sembalun, Lombok Timur, salah satu ritual adat ngayu ayu masih menjadi kerbau sebagai salah satu syarat. Penyembelihan kerbau dalam ritual syukuran atas berkah kesuburan hasil pertanian itu tak bisa lepas dari kerbau. Walau tak ada lagi pengembala dan petenak kerbau di Sembalun. Mereka mendatangkan kerbau dari daerah selatan Lombok, atau terdekat dari Sambelia.“Sejak zaman dahulu kerbau yang disembelih,’’ kata Pe Mardisah, Ketua Adat Sembalun Bumbung.Walaupun lebih banyak sapi, kerbau masih jadi ukuran untuk acara adat. Ketika ada pelanggaran adat, lagi-lagi kerbau jadi sebagai “syarat” untuk membersihkan diri dari pelanggaran itu.Dalam ritual Nyalamaq Dilauq bagi masyarakat Suku Bajo di Tanjung Luar Lombok Timur, dalam ritual Rebo Bontong Tetulak Tamperan di masyarakat pesisir Pringgabaya Lombok Timur dengan kepala kerbau dilarungkan ke laut.Nuriadi Sayip, akademisi Universitas Mataram juga budayawan Lombok mengatakan, tradisi yang hampir punah saat ini adalah nemoeq moto seong. Hal ini terjadi karena seiring mulai berkurangnya animo masyarakat memelihara kerbau." "Kala ‘Rumah’ Kerbau Tergusur, Budaya Orang Lombok Bakal Terkubur","Ada sapi, tetapi masuk kadang. Warga biasa memelihara hewan peliharaan dengan dilepas, setelah keluar dari kandang (bare). Kerbau-kerbau bebas berjalan mencari rumput sendiri, sejauh tempat atau wilayah itu tidak dilarang dengan ada tanda pagar (lambah) ataupun penanda tiang yang disebut sebagai saweq.“Penggembala hanya mengikuti ke mana rombongan kerbau atau sapi berjalan. Karena biasa memang rombongan kerbau atau sapi itu sudah tau tempat-tempat di mana mendapat makanan dengan kekuatan intuisi dan inderanya.”“Tugas penggembala hanya menjaga keamanan dan menghalau jika mengganggu tanaman musiman berupa padi, palawija, jagung, rumput gajah, pohon turi, dan lain sebagainya,’’ katanya.Model pemeliharaan seperti ini sudah sulit dilakukan. Hampir semua sawah tanam palawija dan pohon turi, setelah panen padi. Hampir semua ladang sudah jadi lahan produktif untuk menanam palawija. Bahkan, di pegunungan di sepanjang pantai selatan, yang dulu tempat menggembala hewan ternak secara bebas, kini rata-rata berpindah pemilik ke investor, yang kemudian jadi sebagai tempat perhotelan dan obyek-obyek pariwisata.Nemoeq adalah acara ritual yang khusus untuk meminta doa kepada Yang Maha Kuasa demi terjaga dan terpeliharanya hewan ternak.Prosesi ritual ini pada malam hari, saat magrib, pada malam Jumat (Kamis malam) dengan mendatangi kandang hewan ternak.Pertama-tama, sang pemilik hewan ternak menyiapkan sajian yang dinamai moto seong, yaitu beras yang digoreng kering (disangrai), lalu ditaburi gula jawa dan parutan kelapa.Ada pula yang dibuat bulat-bulat terutama beras sangrai yang ditumbuk lalu dicampur gula merah. Moto seong dibuat bulat-bulat disebut kerake.Setelah selesai proses pembuatan, moto seong ini disajikan dalam wadah disebut teplak yang ditumpuk di bagian atas dengan dilingkarkan kerak-kerake. Tidak lupa juga ditambah suwir-suwir daging ayam." "Kala ‘Rumah’ Kerbau Tergusur, Budaya Orang Lombok Bakal Terkubur","Menariknya, makin banyak hewan peliharaan, porsi sajian moto seong makin banyak, bahkan jumlah ayam suwiran pun makin banyak.Lalu, dibawa ke tempat acara, di depan pintu masuk kandang yang disebut tanggluk. Keluarga pemilik hewan peliharaan, berikut warga kampung, diharapkan hadir, yang dipimpin laki-laki paling tua (kakek, atau ayah) yang dianggap sebagai ketoaq atau orang yang paling dituakan dan dihormati.Di depan tanggluk, ketoaq duduk bersila. Dia akan memukul kayu tanggluk, membuka tanggluk kandang itu, lalu membunyikan kerotok atau kalung bel dari kayu yang biasa dikalungkan di leher hewan ternak, yang dianggap sebagai pemimpin rombongan.Setelah itu, ketoaq merapalkan doa-doa, sebelumnya dia nginang terlebih dahulu. Inti doa, permohonan kepada Tuhan supaya berkenan menjaga hewan ternak dari pencurian dan musibah. Juga meminta kekuatan leluhur ikut mendoakan hewan ternak supaya tetap setia hidup bersama dengan diri pemilik hewan.Setelah itu, ketoaq masuk dan memberi tanda sembek (dari nginang) kepada pimpinan kerbau. Kemudian, mengambil moto seong di atas sajian di teplak di dekatnya dan lemparkan ke berbagai penjuru kandang.Saat melemparkan genggaman moto seong itu, dia tidak henti-henti berdoa demi keselamatan hewan ternak dan pemiliknya.Prosesi selesai ditandai pemberian aba-aba tanda selesai dari sang ketoaq. Semua orang yang hadir di acara itu menyantap sajian moto seong.Menariknya, ketika acara moto seong ini, tak hanya anggota keluarga yang datang, juga tetangga, dengan membawa piring atau mangkok untuk mewadahi sajian moto seong. Makin ramai warga datang, nemoeq ini dianggap sukses.“Ada nemoeq moto seong sebagai tradisi menandakan konstruk budaya dan kesadaran orang Sasak itu adalah religiusitas. Bahwa kehidupan, pencapaian, dan harta kekayaan merupakan titipan atau pemberian dari Yang Maha Kuasa,’’ kata Nuriadi.  Menjaga kerbau" "Kala ‘Rumah’ Kerbau Tergusur, Budaya Orang Lombok Bakal Terkubur","Agus Alwan adalah sarjana lulusan Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram. Sehari-hari dia bertani. Bertani di lahan kering daerah selatan, Agus mengandalkan tembakau sebagai komoditas utama. Selain tembakau, keluarga Agus masih setia memelihara kerbau.Dia dan saudara-saudaranya sudah mendapat gelar sarjana dari perguruan tinggi, bahkan dari kampus di Jawa, semua hasil dari kerbau.“Kerbau ini tabungan kami, tak boleh dijual kalau tidak ada kebutuhan mendesak,’’ katanya.Sebagai tabungan kerbau biasa dijual ketika ada hajatan besar. Orangtua menjual kerbau setiap kali anak-anak akan masuk kuliah. Satu kerbau dewasa bisa Rp15-Rp20 juta. Cukup untuk membayar uang kuliah dari masuk hingga selesai.“Tanah di selatan kering, tidak bisa tanam padi sepanjang musim, jadi kerbau ini adalah solusinya,’’ kata Agus.Dia menyadari pentingnya kerbau bagi keluarga mereka. Dia juga sadar tantangan memelihara kerbau makin besar. Dulu, dia punya kandang kerbau cukup luas di halaman rumah. Sekarang, makin banyak rumah, makin sempit ruang bagi kerbau.Agus dan beberapa pemilik kerbau lain membeli lahan. Mereka membentuk satu kelompok. Lahan itu ditanami pakan ternak. Saat musim pengembalaan, mereka gembalakan kerbau. Saat musim paceklik, mereka kembali ke kandang di lahan yang mereka beli.Di sana, sudah ada cadangan pakan. Dengan cara ini, keberlangsungkan beternak kerbau masih terjaga di keluarga Agus.“Pemerintah memandang sebelah mata (kerbau), padahal inilah tabungan masyarakat selatan. Sekarang, yang terjadi banyak kebijakan pembangunan justru menggusur peternak kerbau,.”  ********  [SEP]" "Pagar Kejut, Mitigasi Konflik Manusia dengan Gajah di Ulu Masen","[CLS]   Baca sebelumnya: Masa Depan Gajah Sumatera di Hutan Ulu Masen** Konflik antara manusia dengan gajah sumatera masih terjadi di wilayah Ulu Masen, Provinsi Aceh.  Ilyas, Imun Mukim Beungga, Kecamatan Tangse, Kabupaten Pidie, Aceh, menuturkan pertikaian tersebut sudah terjadi sejak 2015. Tanaman kebun masyarakat seperti pinang maupun durian, tidak luput dari sasaran gajah.“Bila datang, jumlahnya bisa sampai 44 individu. Kami mengusirnya dengan mercon. Awalnya takut, tapi kini terbiasa. Cara ini terus kami lakukan, setiap kawanan gajah masuk kebun,” jelasnya.Ilyas mengatakan, masyarakat sudah berdiskusi dengan Pemerintah Gampong, tapi belum menemukan solusi efektif, hingga akhirnya BKSDA Aceh turut mendampingi warga dalam memitigasi konflik.Baca: Pagar Kawat Kejut Dirusak, Kawanan Gajah Liar Kembali Masuk Permukiman Warga  Boyhaqie, dari Fauna & Flora International’s Indonesia Programme, menjelaskan bahwa mitigasi konflik di Ulu Masen sudah berkoordinasi dan melibatkan sejumlah pihak. Ada BKSDA Aceh, DLHK Aceh, Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Aceh, Pemerintah Daerah, Conservation Respon Unit [CRU], dan masyarakat.Kegiatannya berupa monitoring keberadaan gajah melalui pemasangan GPS Collar dan informasi dari masyarakat, serta pembentukan satuan tugas. Selain itu, pengusiran menggunakan meriam karbit dan mercon dilakukan, dengan cara memantau di perbatasan habitat gajah dengan permukiman.“Biasanya, masyarakat yang melihat gajah masuk ke kebun atau swah akan melaporkan ke tim satgas,” jelasnya.Boyhaqie menambahkan, strategi lain yang digunakan adalah dengan pemasangan pagar kejut [power fencing] antara batas habitat gajah dan permukiman.“Ini dilakukan untuk memotong pergerakan kelompok gajah menuju permukiman, sehingga  tetap berada di habitatnya.”Dinamakan pagar kejut karena arus listrik yang digunakan terbilang aman, tidak mematikan. Arusnya 7-8 joule [0,00000194 – 0,00000222 kWH]." "Pagar Kejut, Mitigasi Konflik Manusia dengan Gajah di Ulu Masen","Menurut Boyhaqie, kabel yang dialiri listrik itu, kecepatan minimumnya 1,02 detik, setelah itu putus. Interval tanpa listrik, maksimum 2 detik.“Listrik yang dihasilkan berasal batere tenaga surya yang dihubungkan ke energizer [pagar kejut] yang dialiri ke kabel. Setiap 5 meter, kawat akan dikaitkan ke kayu atau pohon agar tidak kendor,” terangnya.Sebelumnya, Kepala BKSDA Aceh Agus Arianto, mengatakan pagar kejut merupakan solusi sementara untuk mengatasi konflik manusia dengan gajah. Power fencing butuh dukungan masyarakat untuk menjaga dan merawatnya. Jika dirusak, gajah liar kembali masuk permukiman.“Ketika badan gajah mengenai kawat, akan timbul efek kejut sehingga gajah tidak akan mendekat lagi. Tidak perlu khawatir, arus listrik yang rendah tidak akan membunuh atau melukai gajah,” ungkapnya.Baca: Atasi Konflik Masyarakat dengan Gajah, Pagar Listrik Dibangun di Kabupaten Pidie  PendampinganIlyas melanjutkan, masyarakat mendukung upaya mitigasi konflik melalui pemasangan pagar kejut.“Pengelolaan dan perawatan pagar kejut, sudah diserahkan kepada kami. Kami akan menyiapkan satu orang di setiap kampung, untuk menjaga dan untuk membersihkannya. Dana diambil dari kas desa,” tuturnya.Hingga Juli 2022, di Ulu Masen sudah ada empat pos patroli, yaitu di Desa Turue Cut, Blang Dalam, Lhok Keutapang, dan Paya Guci.Pagar kejut juga sudah dipasang di Mukim Beungga sejauh 4,2 km. Di Paya Guci, Kecamatan Tangse, sejauh 2 km; di Desa Blang Dalam, Kecamatan Mane sejauh 5 km; di Keumala Dalam sejauh 800 meter; dan di Turue Cut sejauh 2 km.Menurut Ferguson dan Hanks [2010], penggunaan pagar pembatas untuk satwa sudah dibangun sejak 1950-an hingga awal 1980-an. Pagar yang dibangun di bagian selatan dan tengah Botswana, Afrika Selatan, dilakukan tanpa memikirkan dampaknya terhadap satwa liar di daerah tersebut, terutama jalur migrasi satwa." "Pagar Kejut, Mitigasi Konflik Manusia dengan Gajah di Ulu Masen","Studi di Sri Lanka menunjukkan, pemasangan pagar listrik dilakukan untuk menjauhkan gajah dari lahan pertanian. Ini dikarenakan cara tradisional seperti menyalakan petasan atau membuat suara keras, tidak lagi efektif. Namun, pagar listrik menimbulkan banyak masalah karena arus yang terlalu tinggi, tidak saja berdampak pada satwa tapi juga manusia.Baca: Cinta Kita yang Hilang pada Gajah Sumatera  Penggunaan dana desaT. S. Halim, Sekretaris Camat Mane, Kabupaten Pidie, Aceh, mengatakan bahwa di Desa Luteung penggunaan dana desa sangat berpengaruh terhadap berkurangnya konflik manusia dengan gajah.Berawal dari ketakutan dan keresahan masyarakat, pemerintah desa dan masyarakat berpikir untuk mengatasi masalah tersebut.“Di Kecamatan Mane ada Lembaga Pengelolaan Hutan Desa [LPHD], wadah untuk menyampaikan aspirasi. Dalam rapat LPHD, segala aspirasi dan keinginan masyarakat untuk mengatasi konflik dibicarakan. Masalah ditangani secara swadaya dan swakelola,” terangnya.LPHD mengimplementasikannya dalam sebuah program, yaitu membentuk kelompok patroli hutan dengan anggota 10 orang per desa.“Disetujui, dana bersumber pada anggaran pendapatan dari gampong [APBD], yang diplotkan untuk kegiatan penanganan satwa liar,” imbuhnya.Bagaimana bila dana dari desa tidak ada lagi sementara konflik masih terjadi? Halim mengatakan, akan diusahakan subsidi dari desa. Kepedulian masyarakat untuk melindungi kebun dan tanaman mereka dari gangguan gajah sudah terlihat.“Mudah-mudahan, nanti bisa diusahakan dari masyarakat secara swadaya dan swakelola. Paling penting, masyarakat bisa merawat dan mengelola pagar kejut,” jelasnya.  [SEP]" "Kepada Tanah, Karya 22 Seniman Merespon Hasil Bumi Wadas","[CLS]  Desa Wadas di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah masih berkecamuk karena konflik rencana penambangan jutaan ton batu andesit di desa subur ini. Puluhan warga ditangkap sejak dimulainya aktivitas pengukuran lahan 8 Februari lalu.Konflik terbuka ini sudah berlangsung beberapa tahun karena sebagian warga Desa Wadas menolak penambangan batu di desanya untuk material rencana pembangunan waduk terbesar oleh pemerintah. Sebanyak 22 seniman lintas disiplin memilih mendukung warga untuk terus menjaga hasil buminya, mulai dari hasil perkebunan seperti durian dan kopi, sampai persawahan, dan hutan desa.Para seniman ini merespon kantong biji kopi dari petani kopi Desa Wadas. Mereka membuat gambar, ilustrasi, doodle, dan sebutan lain untuk seni visual yang lekat di tembok-tembok jalanan. Kini gambar itu menempel di kantong bungkusan biji kopi dari kebun-kebun Wadas yang sedang bergejolak.Mereka adalah Agygn, Agung Prayogi, Bambang Nurdiansyah, Beneny Ibrahim, Bobomagz, Bodhi IA, Chrisna Fernand, Gegerboyo, Ican Harem, Melaju Studio, Morrgth, Mufti Priyanka, Muhammad Fatchrofi, Rio Krisma, Ruth Marbun, Sirin Farid Stevy, Suvi Wahyudianyo, Taring Padi, Timoteus Anggawan Kusno, Toni Malakian, Uji Handoko, Ykha AmelzSeluruh karya dipamerkan sampai akhir Februari di enam daerah, dan perjalanannya dimulai dari Bali pada 8-15 Februari ini. Taring Padi, lembaga kebudayaan Yogyakarta ini membuat gambar ala seni mencukil kayu, ciri khas mereka. Sepasang tangan mengulur ke aneka hasil bumi seperti padi dan buah-buahan dengan latar belakang gunung. Wong Tani, Sing Ngratani. Demikian teks yang menguatkan energi karya ini.baca : Kasus Desa Wadas, Pakar: Cara Pembangunan Rawan Rugikan Rakyat  " "Kepada Tanah, Karya 22 Seniman Merespon Hasil Bumi Wadas","Rio Krisma muncul dengan gambarnya berjudul Yang Ada Hanyalah Merah Membara, Sampai Benih Tumbuh Menghidupi. Sebuah tangan merah muncul dari batu berlumur darah dan meraih udara dengan sebuah benih yang menggapai matahari. Simbolik situasi konflik saat ini karena warga tidak mau lahan pertaniannya hancur karena penambangan material kuari dengan cara dibom.Farid Stevy, seniman yang bersuara dengan font dan teks khasnya tentang konstitusi dasar Republik Indonesia Pasal 33 bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.Semua kantong biji kopi robusta yang tumbuh di sekitar 400 mdpl Desa Wadas ini dijual dan hasilnya diberikan sepenuhnya untuk warga yang sedang berjuang mempertahankan alam desanya. Ada juga aneka merchandise sekantong biji kopi tanpa gambar seniman dan karya-karya seni Taring Padi merespon masalah-masalah lingkungan di Wadas.Pameran ini juga diisi pembacaan puisi dan diskusi yang berlangsung di Uma Seminyak, Badung, pada 10 Februari 2022.Eloops dan Reno dalam pembacaan puisi merespon ilustrasi salah satu seniman, Bodhi yang juga menulis puisi. “Untuk setiap perempuan pejuang yang menjaga kehidupan di garis depan. Yang berada di segala keriuhan demonstrasi dan jalur setapak gerilya. Untuk perempuan pejuang yang setia memprotes definisi perempuan dalam kamus Bahasa Indonesia. Untuk perempuan pejuang yang tetap memilih menanam di ladang dan memasak di dapur solidaritas. Untuk perempuan pejuang yang menulis keresahannya jadi bara api. Kalian lah yang mengajarkanku kata setara, kalian bara api yang menjaga nyala api kehidupan.”Demikian kutipan puisinya yang makin menyemangati pengunjung untuk merasakan perjuangan warga Wadas.baca juga : Kasus di Wadas dan Keseriusan Komnas HAM  " "Kepada Tanah, Karya 22 Seniman Merespon Hasil Bumi Wadas","Keduanya juga membacakan satu puisi titipan dari warga Bali yang merefleksikan keresahannya. “Bangun Bali dan Lupakan Petani. Yes yes yes, aku bangga Bali penyumbang devisa terbesar di pariwisata. Ayo investor berinvestasi untuk bangun resor, hotel, agar anak cucu kami bisa bekerja sebagai pelayan dan security. Sebentar lagi tanahnya aku sewa, beli airnya galonan.”Ditayangkan juga dua film tenang perjuangan warga Desa Wadas mempertahankan tanah dan hutan desanya oleh Gerakan Masyarakat Peduli Alam.Judulnya Wadas Tetap Waras. Dibuka dengan panorama sungai bersih, sawah, dan hutan desa yang terjaga di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo, Jawa Tengah namun kini berubah mencekam.Mutmainah, salah satu perempuan desa paruh baya ini mengatakan warganya hidup makmur dari hasil pertanian. “Ada warga kebun punya durian bisa menghasilkan Rp50 juta di satu musim,” katanya. Samsul, warga lain menyebut membuat gula aren dan mengiris pohon aren adalah hasil harian warga. Sedangkan hasil bulanan dan tahunan ada hasil dari penyadapan getah karet, panen pohon kelapa, dan lainnya.“Kalau ditambang nanti kualat,” ingat pria lanjut usia ini. Sejarah lisan untuk menjaga kawasan perkebunan juga terpahat di kisah Pohon Randu Alas. Diyakini, nenek moyang mereka berpesan pohon besar dan tinggi tidak boleh ditebang. “Desa hilang tinggal nama. Kalau longsor lumpur orangnya hilang kocar kacir. Jangan merusak lingkungan, seperti lagu kebangsaan itu hiduplah tanahku, hiduplah negeri. Masak hancurlah tanahku,” seorang tokoh masyarakat menyindir.perlu dibaca : Warga Terus Berjuang Demi Keberlangsungan Hidup di Wadas  Dalam jurnal ESDM ini , tambang kuari adalah satu di antara jenis tambang selain mineral dan batubara. Dalam operasi penambangan, kegiatan tambang kuari perlu memerhatikan aspek geoteknik. Kestabilan lereng merupakan isu penting dalam analisis geoteknik. Karena itu warga khawatir dengan dampak penambangan terbuka ini." "Kepada Tanah, Karya 22 Seniman Merespon Hasil Bumi Wadas","Film kedua lebih dramatis karena dibuat dari kumpulan voice note, rekaman pesan suara oleh warga yangs edang bersembunyi karena dikejar aparat. Ia hanya bisa kirim voice note untuk mengabari kondisinya. “Kepolisian masuk menggunakan mobil, tameng, bersenjata lengkap. Ribuan masuk dengan jalan kaki. Ibu yang buat besek itu, pisaunya diambil.”Ruth Onduko dari Uma Seminyak mengatakan pameran dan diskusi ini oleh Jaringan Solidaritas Jogja. Sejumlah kantong kopi sudah terjual di Bali. Tiap kemasan, tidak ada gambar yang sama, dan setiap seniman menyiapkan materi desainnya untuk enam daerah.Bintang, salah seorang tim solidaritas mengatakan menjelang keberangkatan ke Bali, tiga warga Wadas batal berangkat karena susana desa mencekam akibat ribuan petugas keamanan mengepung desa dan menangkap puluhan warga terutama anak mudanya. “Perjalanan emosional seolah meninggalkan saudara yang berjuang mempertahankan ruang hidupnya,” keluhnya.Ia berharap warga luar Wadas menikmati kopi petani Wadas. “Bisa menikmati semangat warga yang berjuang, saat pagi mencecap kopi, merasakan semangat perjuangan mereka,” imbuhnya.Irawan, satu-satunya warga Wadas yang bisa hadir berkisah, sejak 7 Februari listrik di desanya dipadamkan, akses komunikasi dan akses masuk dibatasi. “Sebelum berangkat kampung saya kedatangan ribuan polisi. Jalan ditutup, warga disergap, puluhan pemuda ditangkap sekarang sudah dibebaskan. Ada yang sedang mujahadah di masjid, dikepung dan ditangkap tanpa pemberitahuan. Tadi pagi didatangi lagi 10 truk. Menangkap dengan kekerasan, termasuk anak kecil dan ibu,” kisah anak muda Wadas ini.baca juga : Warga Wadas Bertahan, Tolak Penambangan buat Proyek Bendungan Bener  Pembangunan di Bali" "Kepada Tanah, Karya 22 Seniman Merespon Hasil Bumi Wadas","Made Krisna Dinata dari Walhi Bali dalam diskusi bersama warga Wadas mengatakan Bali juga sedang menghadapi dampak dari pembangunan fisik di tengah pandemi. Ia mencontohkan rencana pembangunan jalan tol di Bali Barat menuju Pelabuhan Gilimanuk yang akan mengorbankan sejumlah lahan sawah dan hutan.“Dipaksa beradaptasi saat pandemi tapi arah pembangunan tidak berubah, ambisinya tidak surut. Konsultasi Amdal tertutup,” sebutnya.Nyoman Mardika mengakui kampungnya Desa Timpag yang akan dilalui jalan tol akan mengorbankan 4 kelompok subak (kelompok tata air tradisional di Bali), namun warga sudah tergiur dengan perkiraan harga jual lahan pertanian yang cukup besar. Pemerintah Bali menurutnya tidak memberi perhatian pada pertanian karena subsidi sangat kecil. Di sisi tutup mata dengan hasil riset BPS tetang besarnya alih fungsi lahan pertanian pada 2010 yakni sekitar 1.000 hektar per tahun di Bali.Rangkaian pameran seni rupa Kepada Tanah: Hidup dan Masa Depan Wadas ini akan berlanjut 12 – 17 Februari 2022 di Galeri Raos, Batu, Malang. Pada 16 – 23 Februari 2022 di Matera Café, Semarang. Kemudian 18 – 25 Februari 2022 di Sunset Limited, Jakarta. Ada juga 18 – 28 Februari 2022 di Kedai Kebun Forum, Jogja, dan 22 – 29 Februari 2022 di Omuniuum, Bandung.Para seniman membawa pesan dari salah satu hasil bumi. Kopi ini dirawat, dipanen, dan diolah oleh warga Desa Wadas, dengan model penanaman tumpang sari (non monokultur) dan penggunaan pupuk kandang.Namun, sejak lima tahun lalu, kehidupan warga terancam. Perbukitan di sekitar pemukimannya masuk dalam lokasi rencana penambangan untuk material Bendungan Bener.baca juga : Limpahan Panen Bumi Warga Wadas di Tengah Ancaman Penambangan  " "Kepada Tanah, Karya 22 Seniman Merespon Hasil Bumi Wadas","Dalam dokumen AMDAL, penambangan untuk material Proyek Strategis Nasional (PSN) itu akan menggunakan metode blasting (peledakan) dinamit sebanyak 5.300 ton selama 30 bulan. Penambangan tersebut akan menjarah 15,53 juta meter kubik batuan andesit, pada lahan seluas 114 Ha dengan kedalaman 40 m.Warga menolak dan berupaya menggagalkan rencana tersebut melalui upaya-upaya legal seperti gugatan, audiensi, demonstrasi. Namun, semua upaya itu menemui jalan buntu. Bahkan masih mengami trauma kekerasan hingga kini. Siaran Pers sejumlah organisasi hak asasi manusia seperti ICW, SAFEnet, AJI, ICJR, dan lainnya dalam Koalisi Serius Revisi UU ITE mendesak agar tiga warga Desa Wadas, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah yang dituduh melanggar Pasal 28 UU ITE dan pasal 14 jo. Pasal 15 UU No. 1 tahun 1946 dibebaskan dari proses hukum dengan segera dan tanpa syarat. Menurut Koalisi, mereka hanya mengabarkan situasi yang terjadi secara nyata di desa mereka sendiri.Koalisi juga mendesak agar pemerintah mengusut dugaan pemadaman sengaja terhadap listrik, sinyal ponsel dan internet di wilayah Desa Wadas selama aksi kekerasan oleh aparat terjadi pada periode 8 – 9 Februari 2022.  [SEP]" "Pesan Uskup Maumere untuk Menjaga Lingkungan dan Bumi","[CLS]  Sejak Juni 1982 hingga 21 Juni 2021,terdapat 680 kejadian bencana alam yang melanda 22 kabupaten dan kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Bencana hidrometeorologi berjumlah 643 kejadian atau 95 persen sementara bencana non hidrometeorologi mencapai 37 kejadian atau 5 persen.Hal itu diungkapkan Norman Riwu Kaho, pengurus Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) NTT dalam Workshop Pelibatan Media dan Jurnalisme Warga untuk Advokasi Bencana dan Cuaca Ekstrim di NTT, Rabu (23/3/2022).Norman memaparkan,dari 22 kabupaten dan kota, Kabupaten Sikka menempati peringkat kelima kejadian bencana. Bencana hidrometeorologi sebanyak 38 kejadian dan non hidrometeorlogi 15 kejadian.“Kekeringan dan banjir merupakan 2 jenis bencana yang terjadi pada semua kabupaten dan kota di NTT serta angin kencang di 20 kabupaten dan kota. Sebaliknya, tsunami hanya dilaporkan terjadi pada 2 kabupten yakni Sikka dan Flores Timur,” ungkapnya.Di tahun 2022 saja telah terjadi beberapa kejadian bencana hidrometeorologi. Hujan deras yang mengguyur Kabupaten Sikka selama 1,5 jam, mengakibatkan 16 rumah warga Dusun Pedan Poar, Desa Kolidetung, Kecamatan Lela, terendam banjir.Kepala Desa Kolidetung Wilhelmus Isolus menyebutkan, hujan dengan intensitas tinggi membuat air disertai lumpur mengalir dari atas bukit di sekitar desa mereka. Rumah warga pun terendam air dan lumpur namun tidak ada korban jiwa.Banjir juga menggenangi puluhan rumah warga, jalan negara Trans Utara Flores dan puluhan hektar sawah, Kamis (24/2/2022).Banjir dari gunung membawa material lumpur membuat 3 kecamatan terdampak.baca : Supermarket Bencana di NTT dan Bagaimana Peran Jurnalis  Kejadian teranyam berlangsung menjelang Paskah, hari raya umat Kristen. Umat Katolik di Paroki Habi, di Dusun Lurunduna, Kamet, Desa Langir, Kecamatan Kangae terjebak banjir ketika hendak ke gereja mengikuti ibadat Jumat Agung (15/4/2022) sore." "Pesan Uskup Maumere untuk Menjaga Lingkungan dan Bumi","Hujan yang turun sejak siang harinya membuat material banjir dari wilayah perbukitan terbawa melintasi kali. Warga yang hendak ke gereja pun terpaksa banyak yang mengurungkan diri akibat sulit menyeberang kali. Selama sekitar sejam, warga terjebak banjir. Pertobatan EkologisUsai memimpin ibadat Jumat Agung di Gereja Tua Sikka, Paroki St.Ignatius Loyola, Uskup Maumere Mgr. Edwaldus Martinus Sedu,Pr kepada Mongabay Indonesia menyampaikan pesan soal merawat kehidupan.Uskup Maumere menerangkan dalam menyongsong Pra Paskah dan Sinode Kedua Keuskupan Maumere, telah diterbitkan surat gembala Uskup Maumere yang mengusung tema Duc in Altum (bertolaklah ke tempat yang dalam), menuju komunitas perjuangan merawat kehidupan.Edwaldus menyebutkan, pesan ini sebenarnya juga berkaitan dengan konsep Paus Fransiskus mengenai Laudato Si. Lanjutnya, tujuannya untuk mengajak kita semua menjaga lingkungan hidup dan bumi kita yang sekarang ini menjadi perhatian dunia dan perhatian kita sekalian.“Jadi kita mengambil bagian dalam keprihatinan itu dan akan kita lakukan itu dalam Sinode bersama umat di Keuskupan Maumere,” ungkapnya.Dalam surat gembalanya, Uskup Edwaldus menerangkan, Pada tahun 2015, Paus Fransiskus mempublikasikan Ensiklik Laudato Si. Ini adalah suatu ensiklik yang berfokus pada pemeliharaan bumi, sebagai rumah bagi semua makhluk ciptaan. Paus mendorong adanya pertobatan ekologis dan melakukan aksi global untuk memelihara dan menyelamatkan bumi.“Tujuannya bukan untuk mengumpulkan informasi atau untuk memuaskan rasa ingin tahu kita, tetapi lebih untuk menerima kesadaran yang menyakitkan akan apa yang sedang terjadi pada dunia, dan berani mengubahnya menjadi penderitaan kita sendiri dan dengan demikian menemukan sumbangsih apa yang dapat kita berikan masing-masing,” (Laudato Si, No. 19).baca juga : Pemerintah Daerah di NTT Diminta Benahi Sistem Penanggulangan Bencana. Kenapa?  Merawat dan Memelihara Bumi" "Pesan Uskup Maumere untuk Menjaga Lingkungan dan Bumi","Dalam surat gembala Uskup Maumere yang diterbitkan 22 Februari 2022 dikatakan,pada Pesta St. Fransiskus dari Asisi 4 Oktober 2021, telah dicanangkan 7 tahun Rencana Aksi Laudato Si.Uskup Edwaldus mengatakan,ini adalah gerakan global (gerakan bersama di seluruh dunia). Tujuan gerakan ini adalah untuk menciptakan dunia lebih inklusif, bersaudara, damai dan berkelanjutan.Tema rencana aksi tiap tahun secara berurutan ialah menanggapi tangisan bumi, menanggapi seruan orang miskin, ekonomi yang ekologis, adopsi cara hidup ekologis, pendidikan ekologis, kerohanian ekologis dan keterlibatan komunitas dan aksi-aksi partisipatoris.“Karena melibatkan diri dalam upaya-upaya pemeliharaan dan pelestarian bumi bukanlah pilihan tetapi suatu kewajiban, maka kita di keuskupan Maumere mewajibkan diri kita untuk mengambil tanggung jawab pastoral untuk terlibat secara konkret dalam Rencana Kerja Laudato Si tersebut,” pesannya.Uskup Maumere meminta umat Katolik terlibat melalui doa dan liturgi, edukasi atau pendidikan, kampanye dan aksi-aksi konkret. Juga terlibat dalam upaya-upaya advokasi untuk memelihara dan menyelamatkan lingkungan.Beliau katakana mulai tahun 2022 ini selama tujuh tahun ke depan, komisi-komisi Keuskupan Maumere akan menyiapkan bahan katekese Prapaskah tahunan sesuai tema-tema Rencana Aksi Laudato Si yang telah ditetapkan.Bahan-bahan ini untuk membantu umat Katolik merencanakan dan menjalankan program kerja Laudato Si tersebut.“Semoga kita terlibat aktif membangun Komunitas-Komunitas Basis Gerejawi sebagai Komunitas Perjuangan. Dan juga, bertanggungjawab dalam merawat dan memelihara bumi yang adalah rumah kita bersama,” harapnya.baca juga : Ancaman Bencana Ekologi dari Permasalahan Tanah dan Hutan di Flores dan Lembata  Resolusi LingkunganDirektur WALHI NTT, Umbu Wulang Tanaamahu Paranggi kepada Mongabay Indonesia, Rabu (20/1/2021) menyarankan agar pemerintah perlu melakukan resolusi lingkungan." "Pesan Uskup Maumere untuk Menjaga Lingkungan dan Bumi","Umbu Wulang katakana makin dominannya urusan ekonomi yang menempatkan sumber daya alam sebagai bahan baku eksploitasi, akan berdampak pada makin memburuknya kualitas lingkungan hidup.Dia meminta pemerintah melakukan audit lingkungan di setiap kabupaten dan kota untuk kepentingan perlindungan daya dukung dan daya tampung lingkungan serta upaya penegakan hukum serta upaya pemulihan lingkungan.Terkait perubahan iklim dan pemanasan global,dirinya ingin adanya kebijakan konservasi kawasan pesisir untuk mengurangi dampak kenaikan air laut terhadap masyarakat.“Perlu adanya kebijakan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim yang dapat diterapkan di masyarakat mulai dari tingkat provinsi hingga desa. Terutama terkait dengan urusan pangan dan air dan kelestarian keanegaragaman hayati di NTT,” tegasnya.Umbu Wulang juga minta pemerintah hrus menerapkan kebijakan pembangunan yang tidak memperparah dampak perubahan iklim dan pemanasan global di NTT. Misalnya menghentikan dan minimal mengurangi pembangunan infrastruktur yang rakus energi fosil, rakus lahan, rakus air.  [SEP]" "Sedih, Gajah Berkalung GPS Collar Ditemukan Mati di Bengkulu","[CLS]   Seekor gajah sumatera [Elephas maximus sumatranus] berkalung GPS Collar, ditemukan mati di Hutan Produksi [HP] Air Rami, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, Selasa [13/09/2022].Tim Patroli Konsersium Bentang Alam Seblat yang langsung ke lokasi, hanya mendapati tulang- belulang dan tengkorak kepala saja.Ali Akbar, Penanggung Jawab Konsorsium Bentang Alam Seblat menjelaskan, data GPS Collar mulai tidak bergerak di titik posisi gajah mati sejak Sabtu, 20 Agustus 2022.“Gajah betina ini merupakan pemipin kelompok wilayah HP Air Rami,” terangnya kepada Mongabay Indonesia, Rabu [14/09/2022].Baca: Pembalakan Liar di Bentang Alam Seblat Tak Kunjung Berhenti  Data GPS Collar menunjukkan, pergerakannya terpantau melewati lahan terbuka pada 14-18 Agustus 2022. Dua hari berikutnya, terlihat berjalan menjauh dari wilayah tersebut. Lalu,  Sabtu, 20 Agustus, tak ada pergerakan sama sekali.“Pemantauan ini kami lakukan pada Sabtu, 10 September 2022,” lanjutnya.Minggu, 11 September 2022, Tim Patroli Konsorsium Bentang Alam Seblat langsung ke lokasi.  Hasilnya nihil. Hari ketiga penyisiran, tepatnya Selasa, 13 September 2022 pukul 09.45 WIB, tim menemukan bangkainya di wilayah HP Air Rami.“Kondisinya hanya belulang dengan GPS Collar di tulang tengkorak.”Baca: Bentang Alam Seblat, Jalur yang Bebaskan Gajah Sumatera dari Kungkungan [Bagian 1]  Belum diketahui pasti penyebab kematian gajah berkalung GPS Collar tersebut. Lalu apakah masih ada gadingnya? Ali tak bisa menjawab.“Tim patroli kami tidak melihatnya, sebab tulang belulang dan bagian tubuh lain terbenam lumpur akibat pembusukan daging.”Dalam perkembangannya, Kamis [16/09/2022] pagi, Ali menjelaskan kembali terkait bagian tubuh gajah yang tidak ada.“Caling dan gigi bawah kiri hilang,” ujarnya.Baca: Bentang Alam Seblat, Pisau Bermata Dua Perlindungan Gajah Sumatera [Bagian 2]  Upaya maksimal" "Sedih, Gajah Berkalung GPS Collar Ditemukan Mati di Bengkulu","Said Jauhari, Kepala Seksi Konservasi Wilayah I Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Bengkulu mengatakan, tim langsung ke tempat kejadian perkara [TKP].“Kami cek lokasinya,” terangnya, Rabu [14/09/2022].Dony Gunaryadi, Ketua Forum Konservasi Gajah Indonesia [FKGI] melalui keterangan tertulis menyatakan, sangat menyesali kejadian itu. Gajah berkalung GPS Collar yang seharusnya membantu mendeteksi konflik antara manusia dengan gajah, nyatanya ditemukan mati di wilayahnya sendiri.Temuan ini menandakan, upaya hebat harus dilakukan untuk melestarikan gajah sumatera. “Penyebab kematian harus diusut tuntas,” paparnya.  Pembukaan lahan marakBerdasarkan hasil analisis tutupan hutan di Kawasan Bentang Alam Seblat yang dilakukan Konsorsium Bentang Alam seblat, terdiri Kanopi Hijau Indonesia, Genesis Bengkulu, dan Lingkar Inisiatif Indonesia rentang 2020-2022, seluas 6.350 hektar hutan alami kawasan tersebut sudah dirambah.Dari Buku Rencana Pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensial [KEE] Koridor Gajah Sumatera Lanskap Seblat Provinsi Bengkulu 2018-2020, diketahui bentang ini merupakan habitat alami sekitar 70-150 individu gajah sumatera. Bentang Alam Seblat didominasi hutan produksi dan perkebunan.Habitat alami yang terfragmentasi mengakibatkan kelompok besar gajah terpecah menjadi kelompok kecil yang terdiri beberapa individu. Hingga saat ini ada empat kelompok kecil, yaitu Kelompok Air Teramang – Air Dikit, Kelompok Air Teramang – Air Berau, Kelompok Air Ipuh – Air Teramang, dan Kelompok Seblat.  Dari laporan Forum Kolaborasi KEE Seblat, dijelaskan penyebab utama penurunan populasi gajah karena kerusakan habitat, konflik manusia dengan satwa, perdagangan, perburuan, dan penangkapan.“Pembukaan hutan di Lanskap Seblat untuk areal perkebunan dan permukiman transmigrasi secara intensif terjadi sejak 1970,” tulis laporan tersebut." "Sedih, Gajah Berkalung GPS Collar Ditemukan Mati di Bengkulu","Konflik antara manusia dengan gajah di Bengkulu pertama kali dilaporkan tahun 1988 di Kabupaten Bengkulu Utara. Kemudian, 1989 di Kecamatan Kaur Tengah, Bengkulu Selatan. Tahun-tahun selanjutnya semakin banyak laporan, terutama Bengkulu Utara di wilayah Kecamatan Putri Hijau. Begitu juga di Kabupaten Mukomuko, khususnya Kecamatan Pondok Suguh.Akibat berkonflik dengan manusia, gajah ada yang mati diracun atau dipindahkan ke pusat latihan gajah.“Konflik antara manusia dengan gajah merupakan masalah signifikan dan ancaman serius bagi pelestarian gajah sumatera,” tulis laporan tersebut.  [SEP]" "Cerita Konsistensi Pokmaswas Jalur Gaza Mengedukasi Masyarakat Mengkonservasi Penyu","[CLS]  Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Jalan Lurus Gagah Perkasa (Jalur Gaza) di Desa Sulengwaseng, Kecamatan Solor Selatan, Pulau Solor merupakan salah satu kelompok konservasi penyu yang rutin beraktifitas.Sebanyak 15 anggota Pokmaswas di Kabupaten Flores Timur (Flotim), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) ini saban hari saat memasuki bulan Februari hingga bulan September pasti sibuk.Hampir setiap malam hingga subuh, mereka bergantian menyusuri pesisir pantai guna mencari sarang telur penyu. Bila ditemukan, telur-telur penyu tersebut langsung dibawa ke lokasi penetasan milik Pokmaswas Jalur Gaza.“Kalau tidak diambil telurnya, takutnya nanti dicuri orang atau dimakan biawak,” sebut Wilhelmus Wokadewa Melur, Ketua Pokmaswas Jalur Gaza kepada Mongabay Indonesia, Senin (28/11/2022).Mus sapaan Wilhelmus mengakui kerja-kerja yang dilakukan oleh kelompoknya merupakan inisiatif pribadi. Anggota pun secara sadar dan sukarela mau bekerja demi menyelamatkan penyu.Kadang mereka harus berjalan kaki menyusuri pantai berpasir putih sejauh satu kilometer. Bila menemukan sarang telur penyu, otomatis pulangnya mereka harus memanggul ember plastik berisi telur penyu dan pasir yang beratnya bisa mencapai 50 kg.“Kalau jaraknya jauh dari lokasi penetasan, kami sering berhenti beristirahat beberapa kali. Harus dua orang untuk memanggul supaya terasa lebih ringan. Kalau embernya dijinjing satu orang pasti tidak bisa,kecuali jaraknya dekat dari lokasi penetasan,” ungkapnya.baca : Kesetiaan Pokmaswas Jalur Gaza Flores Timur Lakukan Konservasi Penyu  Lakukan EdukasiHampir 5 tahun bergiat dalam konservasi penyu membuat Pokmaswas Jalur Gaza mulai dikenal masyarakat luas. Sudah banyak orang yang datang ke pantai Sulengwaseng melepas tukik yang ditetaskan." "Cerita Konsistensi Pokmaswas Jalur Gaza Mengedukasi Masyarakat Mengkonservasi Penyu","Mus mengakui, bukan saja anak-anak sekolah saja, aparat pemerintah, swasta, BUMN, hingga TNI dan Polri datang melepas tukik. Beberapa wisatawan mancanegara pun telah datang melepas tukik di tempat ini.“Penjabat Bupati Flores Timur bahkan Dandim 1624 Flotim pun pernah datang melepas tukik di tempat kami. Setiap kali ada tukik yang menetas maka kami mengundang siapa saja untuk ikut terlibat dalam melepasliarkan tukik ke laut,” ucapnya.Mus mengatakan berkat sosialisasi yang gencar mereka lakukan kepada nelayan dan masyarakat di Pulau Solor, sudah banyak yang memahami bahwa penyu merupakan satwa migran ini dilindungi yang tidak boleh ditangkap dan dikonsumsi.Misalnya pada Sabtu (26/11/2022) lalu, mereka baru melepas seekor penyu hijau dewasa, yang terjaring pukat hanyut milik nelayan setempat di Pantai Wewa, Desa Sulengwaseng. Lokasinya sekitar 500 meter arah barat tempat penetasan Pokmaswas Jalur Gaza.Selain itu, Pokmaswas Jalur Gaza membantu pelepasan lima ekor penyu lekang dewasa ke laut yang terjaring pukat nelayan Desa Daniwato di Kecamatan Solor Barat.baca juga : Penemuan Telur Penyu dan Pelepasan Tukik di Pesisir Pantai Pulau Solor Meningkat. Apa Penyebabnya?  Sejak tahun 2018 hingga akhir November 2022, Pokmaswas Jalur Gaza sudah melepaskan 46 ekor penyu dewasa. Penyu hijau dan sisik  ini terjaring pukat nelayan maupun ditemukan warga di pesisir pantai.Sementara jumlah tukik yang berhasil dilepaskan ke laut sejak tahun 2018 sebanyak 6.702 ekor. Jumlah sarang telur penyu yang ditemukan pada 2022 sebanyak 39 sarang. Jumlah sarang terbanyak tahun 2021 sebanyak 49 sarang.Setiap hari minggu, anak-anak sekolah dari SD hingga SMA selalu datang ke lokasi penetasan telur penyu Pokmaswas Jalur Gaza. Anak sekolah ini belajar mengenai proses penetasan telur penyu dan diedukasi mengenai konservasi penyu." "Cerita Konsistensi Pokmaswas Jalur Gaza Mengedukasi Masyarakat Mengkonservasi Penyu","“Tanggal 7 dan 12 November kemarin, saya diminta memberikan materi mengenai konservasi penyu di Aula Setda Flores Timur. Saya juga sering ikut pelatihan mengenai pariwisata terkait konservasi penyu,” paparnya. Timbul KesadaranYayasan Misool Baseftin Flores Timur yang aktif mendampingi Pokmaswas di Flores Timur mengapresiasi semangat Pokmaswas Jalur Gaza di Desa Sulengwaseng, Solor Selatan dan Pokmaswas Pedan Wutun di Kelurahan Ritaebang, Solor Barat.Staf Yayasan Misool Baseftin Monika Bataona menyebutkan seringnya kegiatan pelepasan penyu oleh nelayan mengindikasikan sudah timbul kesadaran di masyarakat terutama nelayan bahwa penyu merupakan satwa yang dilindungi dan perlu untuk menjaga kerlangsungan ekosistem.Lanjutnya, kesadaran nelayan untuk melapor bila penyu terjaring pukat sudah meningkat pesat.“Ini berkat hadirnya Pokmaswas Jalur Gaza dan Pokmaswas Pedan Wutun yang aktif memberikan edukasi dan pelaporan terkait aktivitas pengawasan dan konservasi,” ungkapnya.Monika menambahkan besar harapan Misool Baseftin agar semakin banyak nelayan yang aktif melakukan pelepasan penyu atau biota laut dilindungi lainnya yang terjerat tidak sengaja di pukat nelayan.baca juga : Kesetiaan Pedan Wutun Mengkonservasi Penyu  Wilhelmus menimpali, apa yang dilakukan 15 anggota kelompoknya atas dasar kesadaran bahwa tindakan tersebut sangat bermanfaat bagi anak cucu mereka ke depannya.Bahkan masyarakat sering menelpon dirinya atau memberitahukan kepada anggota Pokmaswas Jalur Gaza bila menemukan penyu atau terjaring pukat.“Nelayan di desa-desa sekitar juga sudah saya sosialisasikan sehingga kalau menemukan penyu mereka selalu menelepon saya,” tuturnya. Perlu Menambah IlmuPokmaswas Jalur Gaza telah mendapatkan bantuan dari BPSPL Denpasar berupa sebuah perahu motor sekitar 2 GT berbahan fiber glass. Juga diberikan bantuan teropong, senter, handy talky dan seragam bagi semua anggota." "Cerita Konsistensi Pokmaswas Jalur Gaza Mengedukasi Masyarakat Mengkonservasi Penyu","Wilhelmus berterima kasih atas bantuan yang diberikan. Ia katakan, kelompoknya masih membutuhkan bantuan waring atau jala untuk tempat penetasan telur penyu. Pihaknya ingin merelokasi tempat pembenaman dan penetasan telur penyu.Selain itu ia berharap dibangun sebuah pondok informasi mengenai konservasi penyu di tempatnya karena semakin banyak orang yang datang untuk belajar mengenai konservasi penyu.Dia pun mengaku masih memiliki pengetahuan terbatas soal penetasan telur penyu. Mus mencontohkan, dari 150 telur penyu yang dibenamkan, yang menetas menjadi tukik hanya 60 telur saja dan lainnya busuk.“Saya belum terlalu mengerti sehingga kalau bisa saya dibantu magang ke tempat lain agar bisa menambah ilmu. Saya mempunyai kemauan dan kepedulian terhadap penyu,bukan untuk bisnis,” pungkasnya.baca juga : Penyu Belimbing Sering Terjaring Nelayan di Kupang. Dimana Saja Habitatnya di NTT?  Pelepasan tukik dalam jumlah besar oleh Pokmaswas Jalur Gaza dan Pedan Wutun bisa jadi meningkatkan keberadaan jumlah penyu di perairan Solor. Nelayan-nelayan pun mengakui sering berhati-hati melepas pukat agar penyu tidak terlilit di jaring.Data dari Pokmaswas Jalur Gaza sejak tahun 2018-2020 menyebutkan, selain penyu  tercatat kemunculan 108 ekor lumba-lumba, 3 ekor hiu paus dan seekor paus.Ada pemasangan pelampung sebagai penanda bahwa lokasi tersebut merupakan tempat mamalia laut laut atau penyu sering ditemukan agar nelayan lebih berhati-hati dalam melepas pukat atau bisa menghindari lokasi tersebut.   [SEP]" "Mengenang Aziil Anwar, Pengubah Karang Tandus Majene jadi Hutan Mangrove","[CLS]      Berkelok, mendaki, turun naik ketika melewati jalan penghubung Mamuju dan Majene, Sulawesi Barat. Jurang dan tebing terjal. Belasan tahun silam, sebuah mobil Feroza melesat di jalan itu, menuju pusat Kabupaten Mamuju, membawa Aziil Anwar.Hairil Arham, sahabat Aziil, yang membawa mobil kala itu. Hari itu, Aziil akan berbicara di hadapan ratusan para penyuluh kehutanan di Mamuju.Aziil adalah pendiri Yayasan Pemuda Mitra Masyarakat Desa (YPMMD), sebuah organisasi non-pemerintah yang berfokus pada pelestarian hutan. Berbasis di Baluno, sebuah kampung pesisir indah, di Sendana, di Kabupaten Majene.Di sebuah jalan pendakian berkelok, Hairil memasukkan persenelan tiga, tepat saat menyalip sebuah trek kontainer. Mobil itu tersendat, ingin mundur. Hairil kelabakan, ketika sebuah mobil juga melesat dari arah depan. Beruntung, tak ada yang celaka.“Aih!  Saya pikir gigi dua masuk,” kata Hairil kepada Aziil, tertawa kecut.“Hei, Ril!,” bentak Aziil. “Ini sudah bukan persoalan gigi dua. Gigi kita semua ini hampir hilang!”Aziil selalu punya cara mengutarakan sesuatu dengan penuh jenaka, sekalipun di ambang maut. Aziil terlahir sebagai seorang jenaka.“Kejadian itu yang tidak akan saya lupa dari Aziil,” kata Hairil mengenang Aziil kepada saya baru-baru ini.“Saya betul-betul  sangat kehilangan, atas meninggalnya Aziil.”Aziil Anwar, meninggal dunia 6 Mei 2022, di Rumah Sakit Umum Daerah Majene, pada usia 64 tahun. Malam itu kali kedua Aziil masuk rumah sakit. Baca juga: Aziil Anwar, Tiga Dekade Merawat Hutan Mangrove Majene Sejak 2014, pria kelahiran 1958 ini terdiagnosa menderita diabetes melitus (DM), penyakit yang membuat Indonesia berada di posisi kelima penderita terbanyak di dunia. Penyakit itu pertama kali diketahui keluarga, ketika luka pada betis Aziil tak kunjung mengering—sebuah gejala umum yang dialami penderita diabetes." "Mengenang Aziil Anwar, Pengubah Karang Tandus Majene jadi Hutan Mangrove","Pada hari ketika Aziil meninggal, kaki kanan Aziil robek terkena karang. Saat di rumah sakit, hasil pemeriksaan menyatakan kadar gula darah di tubuh Aziil mencapai 540 miligram/desiliter (kadar gula darah normal adalah 70-130 miligram/desiliter). Luka sulit sembuh.Aziil tinggal bersama anak cucunya di sebuah rumah kayu di tepi hutan mangrove Baluno. Sebuah kawasan hutan mangrove seluas 100-an hektar hasil jeripayah Aziil, Hairil, dan kawan-kawan di Yayasan Pemuda Mitra Masyarakat Desa (YPMMD).Hutan itu banyak tumbuh jenis Rhizophora. Pohon menjulang tinggi dan membentuk hamparan kanopi yang tebal. Ia jadi tempat istirahat ribuan burung, termasuk jenis migran dan kelelawar. Di sela akar yang belukar, ikan-ikan berenang-renang ke sana ke mari. Hutan itu bagai oase di Majene.Dahulu, hutan itu hanyalah sebuah pulau kecil berkarang dengan bangkai karang berserakan dan menimbun seluruh pantai. Hanya beberapa mangrove tumbuh alami. Pulau itu tak punya kegunaan bagi warga, selain tempat kuburan yang dikeramatkan. Pulau itu hanya berjarak 20 meter dari bibir pantai.Tahun 1990, Aziil tiba di desa ini sebagai orang asing. Dia mutasi dari Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan oleh Dinas Kehutanan, karena menolak instruksi atasan yang berbau korupsi. Sebelum menjadi bagian Sulawesi Barat, Majene dianggap tempat ‘pembuangan’ bagi pegawai negeri macam Aziil.Aziil memulai karir kedinasan sebagai penyuluh kehutanan, sejak 1983—setelah memutuskan meninggalkan Ternate, tanah kelahirannya. Aziil sangat jarang dijumpai sedang mengenakan pakaian dinas. Dia senang aktivitas lapangan dan bergaul dengan yang lebih muda dari usianya.Di Baluno, Aziil menghabiskan waktu sore dengan bermain voli bersama pemuda setempat, tak jauh dari pulau itu. Baca juga: Azill Anwar, Penanam Mangrove di Batu Karang " "Mengenang Aziil Anwar, Pengubah Karang Tandus Majene jadi Hutan Mangrove","Ketika pertama kali melihat pulau itu, Aziil tercengang, mendapati mangrove tumbuh di paparan karang. Berhari-hari, Aziil terus bertanya-tanya. “Kenapa bisa tumbuh begitu saja di situ?” Aziil cerita pada saya pada pertengahan 2020.Aziil merasa, dia juga bisa menumbuhkan mangrove serupa, di tempat serupa. Beberapa hari kemudian, Aziil mengajak pemuda setempat, mengumpul propagul mangrove yang terbawa arus laut di Pantai Baluno.Penanaman pun dimulai secara swadaya. Awalnya, tumbuh hanya sepertiga, sebagian mati karena dimakan kambing, ternak warga. Sebagian mati begitu saja. Sebagian tersapu ombak.Apa yang dilakukan Aziil tampak mustahil karena menanam mangrove di karang. Apalagi jenis Rhizophora, yang lebih adaptif pada tanah berlumpur dan berpasir.Aziil selalu punya cara yang tak pernah terlintas di pikiran orang lain. “Spontanitas Aziil itulah yang tidak akan saya lupa,” kata Hairil.Cara penanaman pun diubah. Kelompok Aziil melubangi batu karang dengan hantaman linggis. Kemudian mengisi dengan tanah. Aziil menyebut ini sebagai activator, sebelum menancapkan propagul mangrove.Cara itu berhasil. Aziil tahu, menanam mangrove tidak sekadar menanam. Perlu keuletan dan nafas panjang. Menanam mangrove berarti benar-benar merawat.Ketika usia mangrove beranjak dua tahun, dia rawan mati karena gerogotan tiram. Di masa pertumbuhan itu, Aziil bersama kelompoknya harus mencabut tiram secara berkala dan menghalau kawanan kambing.Serangkaian tahap itupun menjadi pakem, sejak itu hingga menjadi perhatian banyak peneliti. Sejak itu, Aziil tak lagi sekadar pegawai negeri. Dia menjadi pria yang berhasil menumbuhkan mangrove di atas karang. Saban tahun, kelompok Aziil berhasil menumbuhkan ratusan mangrove, hingga membentuk ekosistem pantai nan memukau. Akhirnya, di atas pulau mati itupun, sesuatu benar-benar hidup dan tumbuh hingga hari ini." "Mengenang Aziil Anwar, Pengubah Karang Tandus Majene jadi Hutan Mangrove","Pemerintah Indonesia mendapuk Aziil dengan penghargaan Kalpataru, pada 2003. Tahun 2015, Yayasan Keanekaragaman Hayati juga memberi penghargaan pada Aziil, sebagai prakarsa lestari. Hutan Mangrove Baluno juga menjadi Taman Keanekaragaman Hayati dan Pusat Pembelajaran Mangrove (MLC).Saban pekan, kelompok siswa datang berkunjung. Ikut menanam dan belajar segala hal tentang mangrove dan pesisir.Bagi warga, hutan itu tak lagi sekedar wujud ambisi seorang Aziil. Dari hutan mangrove Baluno, hubungan ekologi bertaut secara harmonis. Mangrove menyediakan kerang-kerangan, kepiting, daun buat pakan ternak, dan melindungi warga dari abrasi dan banjir pesisir.Warga juga bikin produk turunan mangrove berupa teh, bakso, kopi, dan tepung, serta menjual bibit mangrove menjadi sumber ekonomi tambahan. Di Baluno, adaptasi perubahan iklim sudah berjalan, bahkan jauh sebelum Protokol Kyoto dicetuskan.Aziil tak ingin namanya dibesar-besarkan. Di Facebook-nya, Aziil membagikan segala aktivitas di Baluno dan membagikan kenangannya bersama anak-anaknya yang meninggal dunia. Sesekali dia membagikan sebuah video lucu, atau membalas komentar kerabat dengan jenaka.  ***Kami pertama kali berjumpa pada 11 Juni 2020, pada suatu sore yang tenang dan berangin. Kala itu, usia Aziil 62 tahun. Dia menyarungkan tubuh dengan sarung coklat bermotif kotak-kotak cerah dan memakai peci hitam.Saya memanggil Aziil dengan “om”, tetapi dia suka kalau disapa dengan “Bro” yang terdengar muda.Aziil mengajak saya berkeliling ke dalam hutan mangrove itu. Menjelaskan fungsi-fungsi setiap ruang yang kami lewati. Di situ tempat pembibitan. Di situ spot foto. Di situ ditumbuhi jenis ini-itu.Tiba di suatu sudut yang paling Aziil sukai. Ia sebuah tempat yang tenang di sudut pulau, dengan suara debur ombak menyertai, dan lanskap terbuka ke laut lepas." "Mengenang Aziil Anwar, Pengubah Karang Tandus Majene jadi Hutan Mangrove","Jauh sebelum Aziil tinggal di Baluno, dia telah menyiapkan seorang pelanjut. Dia adalah Firhan Rimbawan, putra pertama Aziil.“Papa menyisipkan nama ‘Rimbawan’ di belakang nama saya, [karena] untuk melanjutkan perjuangan papa,” kata Rimbawan kepada saya baru-baru ini.Aziil masih punya impian sederhana. Dia ingin hutan mangrove Baluno menjadi tempat budidaya kepiting bakau–yang kelak menjadi sumber pendapatan ekonomi warga. “Dia juga ingin Mangrove Warrior Sulawesi Barat segera dibentuk,” kata Rimbawan.“Saya akan melanjutkan perjuangan Papa.”Aziil sudah tak bisa lagi merawat mangrove Baluno, dia sudah tiada. Meskipun begitu, semangat dan ilmu yang telah dibagikannya akan terus hidup. Selamat Hari Mangrove Sedunia!     [SEP]" "Studi: Deforestasi Ancaman Serius Kehidupan Orangutan Kalimantan","[CLS]   Studi terbaru memperingatkan bahwa seperempat habitat populasi orangutan Kalimantan, berada di areal deforestasi yang diprediksi bakal terjadi dalam beberapa tahun kedepan.Para ilmuwan menggunakan model tren deforestasi untuk memproyeksikan bahwa 74.419 kilometer persegi [28.733 mil persegi] hutan — sepersepuluh ukuran Italia — akan hilang antara tahun 2018 dan 2032.Ini akan mengakibatkan hilangnya habitat bagi 26.200 orangutan, dari total populasi saat ini sekitar 100.000 individu. Makalah yang diterbitkan 14 Juli 2022 di jurnal Perspectives in Ecology and Conservation, memprediksi hilangnya hutan seluas 59.949 km2 [23.146 mi2] antara tahun 2000 dan 2017 di seluruh Kalimantan.  Pulau Kalimantan terbagi antara Indonesia, Malaysia, dan Brunei, meskipun belum tentu orangutan kalimantan [Pongo pygmaeus] masih hidup di kerajaan kecil Brunei. Menurut sebuah studi 2018, hampir 150.000 kera besar ini mati antara 1999 dan 2015, sebagian besar karena deforestasi dan pembunuhan. Studi itu juga memproyeksikan bahwa hilangnya habitat akan mengarah langsung ke total hilangnya 45.300 orangutan di masa depan antara tahun 2020 dan 2050.“Pada dasarnya, kami telah meningkatkan model dan proyeksi deforestasi untuk penelitian ini,” kata Maria Voigt, peneliti di Institut Max Planck untuk Antropologi Evolusi di Jerman dan penulis utama makalah 2018 dan studi tersebut. Dia menambahkan bahwa proyeksi hilangnya habitat sebelumnya mengasumsikan tingkat deforestasi yang konstan.“Analisis baru didasarkan pada model deforestasi yang jauh lebih canggih, memperhitungkan faktor dorongan tambahan dan laju deforestasi yang berubah dari waktu ke waktu, menciptakan ke sebuah proyeksi,” kata Voigt kepada Mongabay melalui email." "Studi: Deforestasi Ancaman Serius Kehidupan Orangutan Kalimantan","Pada 1973, tiga perempat Borneo, pulau terbesar ketiga di dunia, masih berhutan dan menjadi rumah bagi sekitar 288.500 orangutan. Tapi empat dekade kemudian akibat kebakaran, penebangan, pertambangan dan perkebunan industri, terutama sawit, menghancurkan lebih dari sepertiga hutan hujan Kalimantan.Populasi orangutan turun menjadi 104.700 individu pada tahun 2012, menurut otoritas konservasi satwa liar global IUCN, yang mencantumkan status konservasi spesies Kritis [Critically Endangered].Voigt dan kolega menerapkan model deforestasi ke wilayah jelajah orangutan di lima provinsi Indonesia dan dua negara bagian Malaysia di Kalimantan. Mereka mengidentifikasi pemicu dan pola perubahan tutupan lahan dari tahun 2000-2017, mengekstrapolasinya di bawah skenario pada umumnya.Mereka menemukan bahwa potensi deforestasi tertinggi akan terjadi dekat daerah yang telah mengalami kehilangan hutan. Ini akan diikuti adanya konsesi untuk kayu industri dan sawit. Konsesi penebangan tampaknya memiliki kemungkinan kehilangan hutan yang lebih rendah, dengan pengecualian konsesi di Provinsi Kalimantan Selatan. Kawasan lindung, terutama yang sangat dilindungi, ditemukan memiliki potensi deforestasi tingkat rendah, demikian menurut proyeksi pemodelan.Temuan menyoroti bahwa daerah dengan kemungkinan deforestasi tinggi juga menyimpan kepadatan populasi orangutan yang tinggi, terutama di lahan gambut Sebangau di Kalimantan Tengah dan lanskap Lesan-Wehea di Kalimantan Timur. Orangutan di kawasan lindung dan konsesi penebangan rendah juga akan terpengaruh.“Analisis kami menunjukkan pentingnya melindungi habitat orangutan di lanskap perkebunan, menjaga kawasan lindung dan upaya untuk mencegah konversi hutan bekas tebangan untuk kelangsungan hidup satwa liar yang sangat rentan,” jelas studi tersebut.  " "Studi: Deforestasi Ancaman Serius Kehidupan Orangutan Kalimantan","Penulis studi menyarankan keuntungan konservasi langsung dapat dilakukan dengan membatasi deforestasi di dalam dan sekitar lanskap perkebunan, melalui upaya-upaya seperti meminta perusahaan berjanji tidak melakukan deforestasi, skema sertifikat keberlanjutan, restorasi ekosistem, dan penghentian pembukaan lahan.Namun, mereka mencatat bahwa proyeksi deforestasi tersebut mengecualikan konteks yang dapat memperburuk deforestasi dan hilangnya habitat orangutan, seperti kerusuhan politik, efek sosial ekonomi yang masih berlangsung dari pandemi COVID-19, dan penurunan populasi orangutan melalui perburuan, pembunuhan dalam konflik manusia-hewan, dan penangkapan langsung.Mereka juga mencatat dampak potensial dari agenda politik dan prioritas pembangunan, seperti pembangunan Ibu Kota Negara Indonesia yang sedang berlangsung di Provinsi Kalimantan Timur.Voigt mengatakan, dampak kota-kota besar biasanya meluas pada jarak yang jauh lebih besar karena semua kebutuhan infrastruktur terkait untuk populasi manusia yang terus bertambah. Dampak sekunder ini bisa sangat besar jika melampaui desain yang direncanakan atau jika pembangunan memerlukan peningkatan besar pada infrastruktur jalan di Kalimantan, tambahnya.“Salah satu visi utama untuk ibu kota baru adalah keberlanjutan, dan investasi untuk pusat pembangunan sangat banyak pada ekonomi hijau,” katanya. “Oleh karena itu, salah satu cara studi kami dapat digunakan adalah sebagai penilaian dasar status hutan dan prediksi deforestasi secara umum dapat dibandingkan dengan deforestasi yang diamati di tahun-tahun mendatang.”Orangutan dikenal sebagai “spesies payung” karena membutuhkan hutan yang luas untuk bertahan hidup. Melestarikan habitat mereka memiliki manfaat untuk melindungi satwa liar lain yang tinggal di sana.  " "Studi: Deforestasi Ancaman Serius Kehidupan Orangutan Kalimantan","Indonesia adalah rumah bagi tiga spesies orangutan – orangutan sumatera [Pongo abelii] dan tapanuli [Pongo tapanuliensis] yang hanya ditemukan di Pulau Sumatera – yang dilindungi oleh Undang-Undang Konservasi tahun 1990. Pemerintah juga telah memberlakukan moratorium permanen untuk pembukaan hutan primer dan lahan gambut — meskipun ada pengecualian besar untuk jalur hutan primer dan lahan gambut yang dilisensikan sebagai konsesi sebelum moratorium 2011 berlaku.“Idealnya, tindakan konservasi sekarang seharusnya tidak hanya berusaha untuk bertindak berdasarkan informasi dari hari ini tentang pola deforestasi,” kata studi tersebut, “Tetapi juga adaptif terhadap potensi perubahan pemicu dan ancaman.” Tulisan asli dapat dibaca pada tautan ini: Deforestation in Borneo threatens one in four orangutans, study says. Artikel diterjemahkan oleh Akita Verselita. Referensi:Voigt, M., Kühl, H. S., Ancrenaz, M., Gaveau, D., Meijaard, E., Santika, T., … Rosa, I. M. (2022). Deforestation projections imply range-wide population decline for critically endangered Bornean orangutan. Perspectives in Ecology and Conservation. doi:10.1016/j.pecon.2022.06.001Voigt, M., Wich, S. A., Ancrenaz, M., Meijaard, E., Abram, N., Banes, G. L., … Kühl, H. S. (2018). Global demand for natural resources eliminated more than 100,000 Bornean orangutans. Current Biology, 28(5), 761-769.e5. doi:10.1016/j.cub.2018.01.053  [SEP]" "Jangan Usik Perairan Gelasa Kami","[CLS]   Perairan Gelasa merupakan laut adat Suku Melayu yang menetap di Koba, Lubuk Besar, Tanjung Berikat, Batu Beriga [Kabupaten Bangka Tengah] hingga Pulau Kelapan [Kabupaten Bangka Selatan]. Selama ratusan tahun perairan ini dijaga adat. Perairan ini membentang dari Pesisir Koba [Barat], Pulau Gelasa [Utara] hingga Pulau Kelapan [Selatan]. Luasnya sekitar 80 ribu hektar.“Perairan Kelasa [Gelasa] ini menghidupi Suku Melayu sejak ratusan tahun lalu. Hubungan kami harmonis. Kami menjaga laut, dan laut memberi kami kehidupan,” kata Cik Jali [54], tokoh masyarakat adat di Dusun Tanjung Berikat kepada Mongabay Indonesia, Senin [11/04/2022].Dijelaskan dia, banyak larangan selama melaut di Perairan Gelasa. Misalnya, tidak boleh membawa pisang dan telur ayam atau bebek, karena penunggu laut akan muncul saat naik perahu atau kapal. Pantang larang ini juga diberlakukan pada hampir semua masyarakat di Kepulauan Bangka Belitung.Selain itu, lanjutnya, dilarang juga menangkap dan membunuh sejumlah biota dan mamalia di Perairan Gelasa. Misalnya, penyu hijau [Chelonia mydas], penyu belimbing [Dermochelis coriaceae], penyu sisik [Eretmochelys imbricata], lumba-lumba hidung botol [Tursiops truncatus], dugong [Dugong dugon], hiu paus [Rhincodon typus], serta merusak terumbu karang sebagai rumah ikan.“Jika dilanggar, dipastikan akan ada kesialan, bencana, kesusahan atau malapetaka bagi si pelakunya,” kata Cik Jali.Saat menangkap ikan, tidak boleh menggunakan bom ikan atau memasang jaring di wilayah terumbu karang.“Kami juga dilarang menangkap cumi-cumi [Loligo chinensis] dan sotong [Sephia sp] dengan jaring. Harus dengan pancing,” jelasnya.Baca: Gelasa, Pulau Perawan Bertabur Terumbu Karang Purba  Taber laotSetiap tahun, kisaran April-Mei, masyarakat yang terhubung dengan Perairan Gelasa, melakukan taber laot." "Jangan Usik Perairan Gelasa Kami","Dikutip dari Kamus Bahasa Melayu Bangka-Indonesia terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan – Balai Bahasa Kepulauan Bangka Belitung tahun 2018, “taber” artinya ritual adat dilakukan untuk membuat suatu kondisi lebih baik. Sementara “laot” artinya laut.Jadi, taber laot merupakan ritual adat yang tujuannya untuk mengembalikan kondisi menjadi lebih baik.“Tujuannya sebagai ungkapan rasa syukur [Tuhan], tolak bala [musibah], dan diberikan kelimpahan hasil laut,” kata Cik Jali.Setelah taber laot, selama tiga hari masyarakat yang terhubung dengan Perairan Gelasa dilarang beraktivitas ke laut. Mereka itu dari Koba, Lubuk Besar, Tanjung Berikat, Batu Beriga, hingga Pulau Kelapan.“Jika dilanggar, terjadi malapetaka atau kehilangan nyawa,” jelasnya.Taber laot dilakukan di Desa Batu Beriga, yang dipimpin seorang dukun. “Taber laot ini menghadirkan lumba-lumba yang mewakili tujuh tanjung di Pulau Bangka,” lanjut Cik Jali.Baca juga: Mangrove Pulau Gelasa yang Penting untuk Bumi  Upacara berupa pelepasan perahu [jong] yang dihias dan diisi sejumlah sajian. Seperti ayam panggang yang ditaburi dua helai daun ati-ati [Coleus Amboinicus] dan selasih [Ocimum basillicum]. Selesai upacara dilakukan doa dan makan bersama.Tradisi taber laot hampir dilakukan berbagai Suku Melayu di Kepulauan Bangka Belitung. Dalam catatan Mongabay Indonesia, selain di Batu Beriga, taber laot juga dilakukan Suku Melayu dan Suku Laut, seperti di Pantai Tanjungputat, Pejem, Tuing [Kabupaten Bangka], Desa Kurau dan Desa Kurau Barat [Kabupaten Bangka Tengah], Desa Rambat [Kabupaten Bangka Barat], serta di Pulau Belitung.  Sarat sejarahDi masa lalu Tanjung Berikat ramai dikunjungi para pedagang mancanegara. Sebab wilayah ini pusat perdagangan rempah, seperti cengkih [Syzygium aromaticum L.] dan lada [Piper nigrum]." "Jangan Usik Perairan Gelasa Kami","Tanjung Berikat yang berada di muara Selat Gaspar [memisahkan Pulau Bangka dan Pulau Belitung] di Pulau Bangka, dulunya merupakan sentra tanaman cengkih dan lada.“Tapi, setelah banyak kebun cengkih dijadikan lokasi penambangan timah serta harganya anjlok di masa Orde Baru, banyak kebun yang hilang. Kebun lada juga hilang dikarenakan harganya turun. Saat ini, semua kebun cengkih dan lada menjadi kebun sawit atau ditambang timah,” kata Atok Supri [55], tokoh adat Dusun Tanjung Berikat.Dulunya, masyarakat yang menetap di Dusun Tanjung Berikat hidupnya dari kebun dan laut. “Tapi setelah banyak warga kehilangan kebun, terpaksa hanya hidup dari laut, sekitar 90-an kepala keluarga,” jelasnya.  Di masa perang kemerdekaan, Tanjung Berikat merupakan lokasi perang yang menyebabkan kekalahan dari pihak Belanda. “Banyak kapal dan prajuritnya yang hancur dan mati karena perlawanan masyarakat.”Sejarah perjuangan masyarakat di Tanjung Berikat melawan Belanda, ditandai pemerintah dengan sebuah Tugu Perjuangan atau Pahlawan Tanjung Berikat.Tapi, jauh sebelumnya, saat Kesultanan Palembang menguasai Pulau Bangka, dikenal tokoh Datuk Berembun yang didaulat menjaga dusun [kampung] Tanjung Berikat hingga ke Pulau Kelasa [Gelasa].“Kami percaya yang berperang melawan Belanda itu bukan rakyat, tapi pasukan jin. Sebab rakyat di Tanjung Berikat tidak memiliki meriam atau senjata api yang dapat merusak kapal atau menembak prajurit,” kata Atok Supri.Mat Angin [54], warga Desa Batu Beriga, yang belasan tahun menjadi pemburu benda berharga dari bangka kapal di Kepulauan Bangka Belitung, memperkirakan terdapat 18 lokasi [situs] kapal karam.  MenolakBerdasarkan sejumlah pemberitaan, Thorcon Indonesia berencana membangun pembangkit listrik tenaga nuklir berbasis thorium atau PLTT [Pembangkit Listrik Tenaga Thorium] di Indonesia." "Jangan Usik Perairan Gelasa Kami","Kepulauan Bangka Belitung, wilayah yang menjadi target tapak PLTT.  Sementara Pulau Gelasa dan perairannya, sebagai calon lokasi PLTT di provinsi yang sebagian besar wilayahnya perairan [6,5 juta hektar].“Kami jelas menolak. Jangan usik laut adat kami. Tidak ada keuntungan buat kami [PLTT], dan mungkin bagi masyarakat di Pulau Bangka ini. Kalau demi kebutuhan listrik bagi masyarakat di [Kepulauan] Bangka Belitung itu alasan yang dicari-cari. Masih ada sumber energi lain yang lebih aman dan tidak membuat kami cemas, misalnya tenaga surya yang banyak digunakan kapal-kapal kami [nelayan] di sini,” kata Cik Jali.  Selain itu, jika PLTT itu dibangun, kami percaya kampung atau dusun di sini akan tergusur. Seperti Tanjung Berikat, Batu Beriga, Lubuk Besar, serta kampung-kampung di pulau-pulau kecil.“Perusahaan [PLTT] itu bukan hanya menghilangkan kehidupan kami di laut, juga mengancam keberadaan kampung kami,” ujarnya.Cik Jali menjelaskan selama setahun terakhir, belum pernah ada pihak yang menjelaskan rencana pembangunan PLTT tersebut.“Memberi tahu pun tidak, apalagi kami ditanya setuju atau tidak. Saya pastikan tidak ada masyarakat di Tanjung Berikat, kampung terdekat dengan Pulau Kelasa [Gelasa] yang setuju. Penambangan timah laut saja ditolak di sini,” katanya.  Penolakan juga disampaikan Ismu Bai [38], warga Dusun Tanjung Berikat.“Kami di sini sudah hidup tenang, damai, dan disejahterakan dari hasil laut. Tolong jangan ganggu kehidupan kami dengan kehadiran perusahaan itu.”Dijelaskan Ismu Bai, sejumlah nelayan di Tanjung Berikat dan Batu Beriga, mengetahui adanya penelitian di sekitar Pulau Gelasa, dilakukan akademisi dari sejumlah universitas di Pulau Bangka dan Jawa." "Jangan Usik Perairan Gelasa Kami","“Terdengar sepintas soal rencana pembangunan perusahaan tersebut. Tapi, terus terang mereka tidak pernah menjelaskannya, apalagi bertanya apakah kami setuju atau tidak. Kami ini masyarakat terdekat Pulau Gelasa. Tapi mungkin yang ditanya warga desa lain, yang jauh dari sini,” katanya.Kami tahunya hidup dari laut ini. Berapa pun ganti rugi yang mungkin kami terima, pasti akan habis.“Laut memberi jaminan kehidupan. Para datuk penjaga laut pasti mendukung keinginan kami. Mereka akan marah jika laut rusak,” tegas Mat Angin.  [SEP]" "Menelusuri Kawah Purba Gunung Bromo","[CLS]      Sepuluh anggota Klub Indonesia Hijau (KIH) Regional 012 Malang menyusuri Kaldera Tengger dengan sepeda motor Juli lalu. Dingin membekap tubuh saat melintasi kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).Kaldera Tengger, secara administratif di Kabupaten Probolinggo, dan Pasuruan ini merupakan bentang alam vulkanik lautan pasir dengan beberapa kerucut vulkanik meliputi Gunung Bromo (2.392 mdpl), Gunung Batok (2.440 mdpl), Gunung Kursi (2.581 mdpl). Lalu, Gunung Widodaren (2.614 mdpl), dan Gunung Watangen (2.601 mdpl).Kaldera Tengger terbentuk dari Gunung Bromo Purba, membentang selebar 16 kilometer. Aktivitas vulkanik Tengger diperkirakan mengalami aktivitas besar-besaran sekitar 820.000 tahun. Ia terdiri atas lima stratovolcanoes yang saling tumpang tindih, masing-masing dipotong sebuah kaldera. Saat ini, hanya Bromo yang menunjukkan aktivitas vulkanik.Lautan pasir dan hijau padang savana membentang. Kabut menyapa saat rombongan pegiat lingkungan menelusuri kawah purba Bromo. Purnawan Dwikora Negara, Ketua KIH Regional 012 Malang juga Dekan Fakultas Hukum Universitas Widyagama Malang mengatakan, lokasi ini merupakan kawah purba Bromo. Kawasan suci bagi Masyarakat Adat Tengger. “Tampat sakral dunia dewa,” katanya.Masyarakat Tengger, menyebut kaldera itu tanah hila-hila. Sesuai keyakinan Masyarakat Sdat Tengger yang menganut Buddha Jawa Sanyata diyakini sebagai tempat roh menuju ke surga. Menuju tanah hila-hila, harus melintasi kutukan. “Kutukan itu berupa pohon dan batu besar, peninggalan megalitikum. Tempat menaruh dupa,” katanya.  Masyarakat Adat Tengger meyakini, kutukan merupakan batas dunia sakral atau suci dengan dunia manusia. Kutukan menjadi pintu gerbang menuju tanah hila-hila. Hila-hila itu di Ngadas, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang; Cemoro Lawang, Kecamatan Ngadisari, Kabupaten Probolinggo; Pakis Bincil, Wonokitri, Kabupaten Pasuruan; dan Ranupani, Kecamatan Senduro, Lumajang." "Menelusuri Kawah Purba Gunung Bromo","Saat melintas kutukan, katanya, Masyarakat Adat Tengger harus berpamitan, sopan, dan menjaga ucapan. Kalau melanggar, mereka akan dikutuk atau dihukum.Tumari, pemuka adat Desa Ngadas, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang mengatakan, kutukan jadi tempat suci dan sakral. Setiap orang yang melintas diminta menjaga sikap dan ucapan, terutama saat memasuki watu gede atau batu besar.“Jangan bilang dingin, akan betul-betul kedinginan. Juga jangan mengucapkan nyasar, nanti nyasar betulan. Sering kejadian seperti itu,” katanya.Masyarakat Tengger tetap menjaga sikap dan ucapan saat melintas di Kutukan. Kalau mendapat kesulitan, katanya, mereka berdoa dan meminta izin agar diberi kelancaran.  Kawah candradimukaDalam mantra Mbah Dukun, katanya, menyebut sebagai kawah candradimuka atau tempat penyeberangan arwah. Kalau ada hajatan, entas-entas atau selamatan arwah leluhur memakai ayam dan bebek sebagai persembahan di tanah hila hila. Ayam dan bebek setelah dimantrai dilempar ke tanah hila hila.“Menurut keyakinan kami, arwah menyeberangi kawah candradimuka dengan bebek atau ayam,” katanya.Sebelum upacara Yadnya Kasada, pemuka umat Buddha Jawa Sanyata memimpin doa membuka pintu tanah hila hila. Setelah itu, warga diperbolehkan melintasi tanah hila hila. Kalau Masyarakat Tengger nekat melintas sebelum dibuka Mbah Dukun, upacara bakal sia-sia.Kemudian lanjut dengan upacara mengambil air suci di Gua Widodaren di Gunung Widodaren dari air menetes dari stalaktit dan stalagmit. “Ada isyarat. Jika doa dikabulkan air yang menetes banyak. Jika belum dikabulkan air yang menetes sedikit,” katanya.Mereka biasa berjalan kaki dari Ngadas ke Widodaren sekitar 1,5 jam. Masyarakat Tengger juga mengambil air suci di sini setiap Jumat Legi. Sembari membawa sesaji sebagai wujud syukur berupa lima nasi lengkap dengan lauk, kue dan kopi. “Pulangnya membawa air dari Gua Widodaren.”  " "Menelusuri Kawah Purba Gunung Bromo","Menurut legenda Masyarakat Adat Tengger, Rara Anteng dan Jaka Seger sebagai leluhur Tengger secara kultural. Setelah menikah, Rara Anteng dan Jaka Seger tak kunjung dikarunia anak. Keduanya berjanji memberikan tumbal anak bungsu ke kawah Bromo. Keduanya terlanjur menyanyangi anak bungsu atau anak ke-25 bernama Dewa Kusuma. Keduanya tak rela mengorban Kusuma ke kawah Bromo dan mereka sembunyikan.“Pada kisah itu, gunung purba Bromo, lidah api sampai Penanjakan di Pasuruan,” kata Purnawan. Lantas Dewa Kusuma bersedia berkorban demi keselamatan warga desa yang kini disebut sebagai Masyarakat Adat Tengger.Dari dalam kawah, suara Dewa Kusuma meminta suguhan berupa segala bentuk hasil bumi.Sesaji sesuai permintaan Raden Dewa Kusuma, katanya, berupa sayur-sayuran antara lain kentang, bawang prei, dan kubis. Sesaji dilabuhkan ke kawah Bromo. Suguhan ini, kini disebut sebagai ritual Yadnya Kasada yang berlangssung setiap Kasada hari ke-14 dalam penanggalan Masyarakat Tengger.“Petani menjadi pekerjaan suci bagi Masyarakat Tengger. Ada siklus, tanah ditanami sayuran, dimantrai Pak Dukun, hasil bumi dilabuh ke kawah Bromo,” ujar Purnawan yang meneliti Masyarakat Tengger.Masyarakat menggantungkan hidup ke pertanian. Sekaligus menjaga budaya dan tradisi dari leluhur secara turun temurun.Arwah 25 anak Roro Jonggrang dan Joko Seger, kata Purnawan, diyakini Masyarakat Adat Tengger menempati Gunung Pananjakan, Bromo, Semeru, Batok, Widodaren, bebatuan dan sumber air. Tempat itu dikeramatkan Masyarakat Tengger.“Jika ditarik garis imajiner, garis magis saling terhubung itu melingkat, kawasan yang diayomi leluhur. Tengger atau tengering budi luhur (tanda budi luhur),” kata Purnawan.Mereka memuja kawasan itu, juga sebagai penanda sekaligus penghormatan.  ***" "Menelusuri Kawah Purba Gunung Bromo","Kaldera Tengger berada pada ketinggian 750–2.581 mdpl seluas 5.250 hektar. Dinding kaldera mengelilingi lautan pasir sangat terjal dan kemiringan lereng 60 meter sampai 800 meter dengan ketinggian berkisar 120 meter sampai 130 meter. Batuan vulkanik dasar kaldera Tengger terdiri atas, pasir vulkanik Tengger, kerikil vulkanik, dan batuapung.Kaldera Tengger merupakan gunung purba berukuran raksasa yang hancur berulang kali akibat aktivitas erupsi. Gunung api ini mengeluarkan material letusan ketika masih aktif.Mulyadi dalam jurnal The Sand Sea and Other Caldera Formation in Bromo-Tengger Complex East Java menyebut, sejarah Pegunungan Tengger mulai 1,4 juta tahun lalu. Berdasarkan catatan sejarah, letusan dan kegiatan vulkanik Bromo tercatat sejak 1804.Agus Hendratno dari Departemen Geologi, Universitas Gadjah Mada dalam penelitian berjudul “Kajian eko-geologi kaldera Tengger sebagai sumberdaya geowisata dan geological site heritage” mengatakan, endapan piroklastik Kaldera Tengger tersusun atas klastika dari bom vulkanik, lapili, dengan matrik yang sangat pekat dari pasir-pasir vulkanik. Butir pasir berbentuk butir runcing dan agak runcing.“Susunan vertikal endapan vulkanik di kaldera Tengger merupakan fenomena kegunungapian yang sangat menarik, eksotik, dan spesifik pada suatu tipe gunungapi yang membentuk kerucut sinder dalam kaldera,” tulis Agus. [SEP]" "Meramu Kuliner Khas di Ekowisata Karst Rammang-Rammang","[CLS] Hari itu, Rammang-rammang ramai dikunjungi oleh wisatawan. Perahu-perahu wisatawan lalu lalang berpapasan di sepanjang sungai menuju Kampung Berua, pusat ekowisata Rammang-rammang, di Desa Salenrang, Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.Hari yang cukup cerah di awal Maret lalu itu. Semakin siang semakin terik namun tidak mengurangi antusias wisatawan mengelilingi kawasan ekowisata tersebut. Salah satu titik yang selalu ramai dikunjungi adalah Bukit Ammarung. Di bukit ini berderet warung-warung dengan konsep lesehan. Konsep warung terbuka tanpa dinding atau sekat sehingga sangat nyaman dijadikan sebagai tempat istirahat oleh wisatawan setelah melalui jalan setapak dan mendaki Bukit Ammarung. Wisatawan dapat singgah sambil menikmati udara sejuk dan pemandangan lanskap karst Rammang-Rammang.baca : Gemerlap Kunang-kunang, Pesona Wisata Malam Rammang-Rammang Lalu-lalang perahu wisata menuju Kampung Berua, Rammang-rammang. Foto : Nurbaya/Mongabay Indonesia“Ada minuman dingin. Ada juga kelapa muda. Kalau mau makan, ada juga pop mie atau mie siram,” jawab Harlina saat ditanya oleh wisatawan apa saja yang dijual di warungnya. Harlina adalah salah satu pemilik warung yang ada di Bukit Ammarung. Dia, suami dan tiga anaknya tinggal di warung tersebut sejak 2016 silam. Awalnya Harlina hanya menyediakan menu kelapa muda. Seiring tahun, dia berinisiatif menyajikan mie instan dan minuman kemasan dingin. Itu pun dia harus menyambung kabel listrik dari rumahnya yang jaraknya sekitar 300 meter agar kulkasnya bisa terus menyala. Dia mengaku sering mendapat keluhan dari wisatawan karena tidak ada pilihan makanan dan minuman khas setempat, selain mie instan dan minuman yang umum tersedia. Mereka berharap dapat menikmati makanan dan minuman khas Rammang-rammang yang tidak didapatkan selain di lokasi wisata ini. " "Meramu Kuliner Khas di Ekowisata Karst Rammang-Rammang","“Mereka mau makanan segar seperti nasi ikan bakar atau makanan khas lainnya di sini. Bukan kami tidak mau siapkan, tapi susah juga di sini. Paling kita cuma siapkan kelapa muda dan mie instan pakai telur. Kalau di warung sebelah bisa siapkan pisang goreng. Itu saja,” jelas Harlina.Harlina dan warga setempat bukannya tidak mau atau tidak bisa membuat kuliner khas Rammang-rammang. Mereka pun ingin mengembangkan usaha mereka dan menawarkan berbagai jenis makanan kepada para wisatawan. “Bahan makanan di sini terbatas. Pasar jauh. Kelapa muda ini saja kami harus angkut dari kebun kami yang ada di luar Kampung Berua naik ke bukit ini. Kadang anak saya yang kecil ini ikut membantu mengangkat kelapa dari bawah naik ke atas sini,” katanya.baca juga : Dukungan Ragam Kuliner Kembangkan Ekowisata Rammang-Rammang Suasana salah satu warung makanan di desa Salenrang, Rammang-rammang. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay IndonesiaSelain, jumlah wisatawan yang belum bisa diprediksi menjadi salah satu faktor yang membuat para pemilik warung sulit menyediakan bahan makanan lokal di kawasan wisata tersebut. “Kadang tiba-tiba sangat ramai wisatawan. Kadang juga hanya beberapa orang saja, meski hari libur. Seperti hari ini. Hari ini ramai mungkin karena hari libur nasional jadi banyak pengunjung. Kadang bahkan tidak ada sama sekali,” tambahnya sambil mempersiapkan kelapa muda pada pengunjung lainnya.“Kalau kami siapkan makanan seperti nasi ikan bakar atau mungkin pisang goreng tapi ternyata satu dua hari itu tidak ada pengunjung. Kami pasti rugi. Ikannya jadi tidak segar dan pisangnya sudah bonyok. Pengunjung juga pasti tidak mau disediakan makan yang tidak segar. Apalagi susah juga ikan di sini. Jauh pasar untuk beli ikan dan bahan-bahan lainnya. Jadi tambah susah,” lanjutnya." "Meramu Kuliner Khas di Ekowisata Karst Rammang-Rammang","Menurut Basri, orang tua Harlina yang kebetulan hadir saat itu mengatakan bahwa jangankan untuk kebutuhan bahan makanan segar, untuk kebutuhan kelapa muda saja kurang. Basri kadang harus membeli kelapa muda dari kabupaten lain seperti dari Kabupaten Pangkep atau Bone. Kelapa muda ini lalu diangkut dari Dermaga 1 naik ke Bukit Ammarrung.Setiap satu batok kelapa dihargai Rp.15.000,-. Saat ramai pengunjung rata-rata, mereka menjual sekitar 15-20 buah kelapa muda. Saat sepi paling banyak hanya 3 – 5 buah. Bahkan kadang tidak ada yang laku sama sekali. “Jadi bayangkan saja kalau kami harus siapkan makanan segar seperti ikan bakar tapi ternyata tidak ada pengunjung sama sekali. Kami bisa rugi setiap hari,” kata Basri.baca juga : Jalan Panjang Karst Rammang-Rammang menuju EkowisataKawasan ekowisata Rammang-Rammang merupakan bagian dari kawasan geopark Maros-Pangkep. Foto : Suriani Mappong/Mongabay IndonesiaHal yang sama dikisahkan oleh Marwah, pemilik warung di Dermaga 2, Rammang-Rammang saat ditemui pada Sabtu, pertengahan Maret lalu. Berbeda dengan Harlina, menu yang disajikan oleh Marwah lebih variatif seperti kopi santan (santan sebagai pengganti susu), es jeruk biru, nasi goreng biru, sup jagung, dan aneka jajanan tradisional lainnya. Meski demikian, Marwah pun masih sering mendapatkan keluhan yang sama dari para wisatawan.“Sering ada wisatawan mengeluhkan bahwa menu kami tidak khas dan tidak variatif. Kami memang kesulitan menyiapkan menu makanan yang khas karena kita tidak tahu kapan ramai pengunjung. Jadi kalau ada tamu yang mau datang dan ingin makan makanan khas, sebaiknya telepon ke kami dulu. Jadi kami bisa siapkan lebih awal. Karena pasar juga jauh dari sini,” katanya. Potensi Kuliner Lokal" "Meramu Kuliner Khas di Ekowisata Karst Rammang-Rammang","Rammang-rammang mempunyai banyak potensi pangan lokal yang dapat dikembangkan menjadi menu makanan khas bagi wisatawan atau penganan olahan yang diproduksi oleh industri rumah tangga. Ikan mujair, sikapa dan sayur pappa’ adalah beberapa contoh pangan lokal potensial yang banyak tersedia di kawasan wisata ini.Potensi pangan lokal ini berhasil dikembangkan oleh Kelompok Perempuan Tani (KPT) dan Youth Hub yang terdiri dari para perempuan dan pemuda Rammang-rammang. Kelompok tersebut telah berhasil memproduksi keripik ikan mujair, keripik sayur pappa’, dan keripik sikapa. Pengembangan pangan lokal menjadi keripik ini diinisiasi setelah mereka mendapatkan pelatihan dari Oxfam tahun 2019 silam. Mereka dilatih mengolah dan mengemas pangan lokal hingga menjadi makanan kemasan yang sehat bergizi dan mempunyai nilai ekonomis. Harapannya produk ini dapat menjadi sumber penghasilan atau sumber ekonomi masyarakat. Mereka bahkan telah mempunyai rumah produksi sendiri yang diberi nama “Balla Jabiro” yang artinya Rumah Mujair. menarik dibaca : Berebut Ruang di Rammang-rammang Nasriani, Ketua KPT Rammang-rammang dengan produk keripik Ikan Mujair. Foto : Nurbaya/ Mongabay IndonesiaSetelah pelatihan tersebut mereka ditantang untuk bisa menghasilkan produk yang dapat dikembangkan dan menjadi identitas rumah produksi mereka. Dengan melihat potensi lokal, KPT dan Youth Hub sepakat untuk mengolah anakan ikan mujair menjadi keripik.Selama ini anakan ikan mujair dianggap hama bagi masyarakat karena merusak tambak dan pertanian mereka. Sering kali anakan mujair ini ditangkap dan dibuang begitu saja sehingga menjadi limbah. KPT dan Youth Hub melihat ini sebagai potensi untuk diolah menjadi keripik ikan mujair. “Keripik ikan mujair ini dijual sebagai oleh-oleh khas Rammang-rammang,” ujar Nasriani, Ketua KPT Rammang-rammang." "Meramu Kuliner Khas di Ekowisata Karst Rammang-Rammang","Nasriani bercerita mereka membutuhkan proses sekitar setahun uji coba produksi untuk menghasilkan keripik ikan mujair yang renyah, gurih dan bisa tahan lama hingga sebulan tanpa penambahan bahan pengawet.“Keunggulan produk kami adalah selain menggunakan bahan dasar pangan lokal, kami tidak menggunakan bahan tambahan penyedap rasa. Jadi rasa dari produk kami alami sesuai dengan bumbu dasar tanpa ada penambahan zat pengawet atau penyedap rasa,” terang Nasriani. Setelah berhasil membuat keripik ikan mujair, mereka pun mengembangkan keripik sayur pappa’, keripik sikapa, dan bahkan sekarang sudah mulai mengembangkan keripik rebung. Harapannya keripik ini dapat menjadi oleh-oleh khas wisatawan dari Rammang-rammang.“Sayur pappa’ juga adalah sayuran khas Rammang-rammang dan banyak tumbuh di sekitar sini.” Jelas Nasriani. Sayur pappa’ atau paku laut banyak tumbuh dan mudah ditemui di hutan bakau, tambak, tepi rawa-rawa, tambak dan sepanjang tepian sungai di kawasan di Rammang-rammang.baca juga : Menjaga Karst, Menjaga Keanekaragaman Hayati Rammang-rammang Sayur pappa’ atau Paku Laut yang banyak terdapat di kawasan Rammang-rammang. Foto : Nurbaya/Mongabay IndonesiaMenurut Sumaenah, seorang warga Rammang-rammang sekaligus pemilik warung di Kawasan Gua Berlian Kampung Berua, sayur pappa’ sangat mudah diolah ketika tidak ada pilihan panganan lainnya. “Kami sudah biasa makan sayur pappa’ sejak kecil. Biasa dimasak sayur bening. Hanya menambah sedikit garam. Biasa kalau tidak ada sayur lain di rumah, kita cukup petik sayur pappa’ di pinggir empang,” jelasnya. Sepanjang jalan menuju Gua Berlian, memang banyak sayur pappa’ tumbuh liar di pinggir pematang. Potensi itu membuat KPT dan Youth Hub mencoba mengembangkannya menjadi keripik seperti keripik ikan mujair. " "Meramu Kuliner Khas di Ekowisata Karst Rammang-Rammang","Menurut Nur Alim Bahmid, peneliti pada Sekretariat Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), riset tentang pemanfaatan paku laut (Acrostichum aureum) sebagai bahan pangan masih sangat minim. “Sejauh ini, sebagian besar riset masih membahas tentang ekologi atau ekosistem paku laut di kawasan mangrove atau hutan. Namun beberapa penelitian menyebutkan bahwa paku laut ini ternyata memiliki kandungan gizi dan antioksidan yang bermanfaat bagi kesehatan jika dikonsumsi,” katanya saat dihubungi pertengahan Maret lalu.Daun segar paku laut mengandung protein mencapai 7.5%, kandungan karbohidrat, berupa selulosa (serat) dan pati amilosa, mineral dan air yang cukup tinggi. “Kadar antioksidan juga sangat potensial untuk menangkal radikal bebas dalam tubuh,” lanjutnya. Meski berpotensi sangat besar, sayangnya paku laut belum dimanfaatkan dengan baik. Bahkan hanya beberapa daerah saja yang mengenal paku laut sebagai makanan yang dapat dikonsumsi. “Jika melihat karakteristik daun paku laut secara fisik, pengembangan paku laut ini sangat memungkinkan untuk diolah menjadi sayuran dan keripik. Secara kimia, paku laut mengandung senyawa antioksidan dan pati. Antioksidan bisa dijadikan sebagai zat aditif tambahan pangan. Pati pada paku laut bisa juga dibuat diekstrak untuk dimanfaatkan sebagai formulasi kapsul atau tablet karena pati dari paku laut mengandung amylose mencapai 24.42% dengan daya larut mencapai 35%,” tambah Nur Alim.Sementara itu dalam Daftar Merah Spesies dari International Union for Conservation of Nature’s (IUCN), paku laut berstatus konservasi least concern (konservasi rendah). Tumbuhan paku laut ini kuat, tumbuh cepat dalam jumlah banyak dan tidak ada ancaman berarti bagi kelangsungan spesies ini sehingga dapat digunakan secara bebas oleh masyarakat.baca juga : Cerita Kemandirian Masyarakat Rammang-rammang " "Meramu Kuliner Khas di Ekowisata Karst Rammang-Rammang","Seorang pemudi Rammang-rammang sedang membungkus produk hasil produksi UMKM dari Desa Salenrang, Maros, Sulsel sebagai pendukung pariwisata Rammang-rammang. Foto : Nur Suhra Wardyah/Mongabay IndonesiaOlahan Umbi GadungPotensi pangan lokal lainnya adalah umbi gadung atau ubi hutan (Dioscorea hipsida dennst). Masyarakat sekitar mengenalnya sebagai sikapa yang banyak tumbuh liar merambat di hutan. Umbi sikapa terbentuk di dalam tanah dan berjumlah banyak. Dulu umbi sikapa ini banyak dimanfaatkan sebagai salah satu makan pokok sumber karbohidrat. Namun, seiring waktu sikapa mulai ditinggalkan berganti dengan nasi. Zaenab, pemilik warung di Dermaga 2 kawasan Rammang-Rammang mengingat masa kecilnya yang mengkonsumsi umbi sikapa sebagai nasi. Bapaknya memanen umbi sikapa dari hutan, kemudian mengolahnya dengan dicuci bersih, diiris-iris, diberi garam dan dibiarkan semalaman untuk menghilangkan zat-zat racunnya. “Besoknya baru dicuci di sungai sampai tidak ada bau sama sekali. Baru bisa dimasak dan dimakan,” katanya yang menjual menjual minuman dingin seperti milkshake instan di warungnya itu. Sikapa sudah jarang dikonsumsi seperti dulu. Selain karena harus dicari di dalam hutan di atas gunung, sekarang ini tidak banyak orang yang tahu cara penanganan sikapa agar bebas dari racun. “Saya saja masih ingat caranya tapi tetap khawatir. Saya ragu jangan sampai tidak bersih, bisa-bisa keracunan semua yang makan,” jelas Zaenab.baca juga : Cerita Rammang-rammang di Masa Pandemi Umbi Sikapa mentah yang telah dibersihkan dan bebas racun. Foto : Nurbaya/Mongabay IndonesiaProses pengolahan sikapa memang membutuhkan keterampilan khusus dan kehatian-hatian untuk menghilangkan zat-zat beracunnya. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa sikapa mengandung racun berbahaya seperti sianida dan senyawa alkaloid yang dapat menyebabkan pusing hingga muntah. " "Meramu Kuliner Khas di Ekowisata Karst Rammang-Rammang","“Ada keluarga saya dulu keracunan. Pusing-pusing dan tidak enak indera perasanya. Setelah itu, dia tidak mau makan sikapa lagi,” kata Basri, warga Rammang-rammang lainnya. Penawar obatnya kemudian diberi air kelapa muda.Meskipun sikapa dikenal sebagai umbi beracun, namun dengan proses pengolahan yang benar justru dapat menjadi sumber pangan bergizi dan dapat menunjang ketahanan pangan dan diversifikasi pangan masyarakat Rammang-rammang. Menurut Zainab biasanya sikapa diolah menjadi sokko sikapa atau sikapa kukus yang biasa dikonsumsi waktu sarapan sebagai makanan pokok. Selain itu sikapa dapat diolah menjadi makanan kudapan seperti sikapa golla calla.Sayangnya, sikapa golla calla ini belum dijadikan sebagai salah satu menu tradisional di kawasan wisata karena menurut Zaenab bahan dasarnya tidak selalu tersedia dan kekhawatiran menyebabkan keracunan pada wisatawan. “Tapi sekarang saya liat sudah banyak lagi yang jual sikapa di pasar. Sudah bersih, sudah dipotong-potong. Mereka jual Rp10 ribu per kantong. Jadi tinggal dimasak saja. Saya biasa beli untuk dibuat kue seperti ini,” katanya sambil memperlihatkan kue tradisional berbahan dasar sikapa, gula merah dan santan.Maraknya penjualan sikapa yang siap olah di pasar membuat rumah produksi KWT dan Youth Hub berinisiatif untuk mengolah sikapa menjadi keripik seperti keripik bayi ikan mujair dan sayur pappa’.Sayangnya, kerupuk olahan KPT dan Youth Hub ini tidak banyak dijual di warung-warung yang ada di Rammang-rammang. Selain karena produksi yang masih terbatas, pemilik warung pun belum antusias ikut menjual keripik ini. Butuh Proses PanjangKeluhan wisatawan tentang menu makanan dan minuman yang ditawarkan bukan tidak diperhatikan oleh pemilik warung ataupun pengelola wisata Rammang-rammang. " "Meramu Kuliner Khas di Ekowisata Karst Rammang-Rammang","“Semua kami dengarkan. Dan semua telah kami pikirkan dengan baik tentang potensi dan masa depan ekowisata Rammang-rammang. Tapi, semua butuh proses panjang,” jelas Muhammad Ikhwan yang lebih akrab dipanggil Iwan Dento, penggagas dan pengelola ekowisata Rammang-rammang.Menurut Iwan Dento, ide pengembangan ekowisata Rammang-rammang telah dipikirkan sejak awal termasuk pengembangan pusat oleh-oleh atau pengembangan pangan lokal menjadi makanan khas Rammang-rammang.“Sama seperti keripik ikan mujair atau keripik sayur pappa’. KPT dan kelompok pemuda Rammang telah berusaha mengembangkan produk ini dengan harapan dapat menjadi oleh-oleh khas Rammang-rammang yang dapat dijual di kawasan ini,” lanjutnya.perlu dibaca : Iwan Dento, Sang ‘Hero’ Penyelamat Karst Rammang-rammang Ilustrasi. Hidangan makanan warga Rammang-rammang dengan ikan dan udang yang ditangkap dari Sungai Pute. Foto : Nurul Fadli Gaffar/Mongabay IndonesiaIwan mengakui tidak bisa memaksakan perubahan yang cepat di Rammang-rammang. Butuh proses panjang untuk meningkatkan pengetahuan dan mendapatkan keterampilan baru bagi masyarakat Rammang-rammang yang sebagian besar hanya mengenyam pendidikan dasar. Lebih lanjut Iwan menjelaskan bahwa KPT dan Youth Hub membutuhkan waktu setidaknya satu tahun untuk bisa menghasilkan satu jenis keripik yang renyah, tahan sebulan sehingga layak dijual.“Meskipun sudah jadi produk yang layak konsumsi dan layak jual, namun prosesnya belum berhenti sampai di sini. Tantangan berikutnya adalah bagaimana mendapatkan Nomor P-IRT dan sertifikat halal,” pungkasnya.Nasriani menambahkan salah satu kendala yang dihadapi dalam proses pemasaran produknya adalah nomor P-IRT dan sertifikasi halal. “Satu tahun ini kami fokus belajar pada pengembangan keripik. Kami baru mau belajar cara mengajukan P-IRT ke Dinas Kesehatan atau BPOM,” katanya." "Meramu Kuliner Khas di Ekowisata Karst Rammang-Rammang","Nomor P-IRT (Produksi Industri Rumah Tangga) adalah izin edar yang dikeluarkan oleh BPOM yang menunjukkan keamanan suatu produk pangan. Legalitas nomor P-IRT sangat penting karena menjadi salah satu jaminan kepada konsumen bahwa produk yang dijual jual aman untuk dikonsumsi.“Kendala dalam pengajuan nomor P-IRT ini memang banyak dikeluhkan oleh industri rumah tangga atau UMKM di berbagai daerah. Bukan hanya di daerah-daerah pinggiran, di daerah seperti Jabodetabek pun masih menghadapi kendala yang sama seperti ini. Padahal akses informasinya relatif lebih mudah.” jelas Khoirul Anwar, seorang dosen yang fokus pada pengembangan pangan lokal sekaligus ketua dari Yayasan Makanan dan Minuman Indonesia (YAMMI).Namun kendala itu bisa dibantu dengan beberapa kegiatan antara lain bekerja sama dengan BPOM atau Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat dengan membuat sosialisasi atau pelatihan tentang kriteria produk yang memenuhi izin edar BPOM dan Dinkes. Pendekatan lain yang dapat dilakukan adalah dengan mengajak pihak universitas dalam melakukan riset dan pengabdian masyarakat terkait pengembangan pangan lokal dan pendampingan UMKM hingga mendapatkan izin edar. Khoirul menjelaskan saat ini pengembangan pangan lokal menjadi hal sangat perlu dilakukan dengan mempertimbangkan mulai dari ketersediaan, keterjangkauan, harga, kemudahan akses dan penerimaan masyarakat. Sehingga pangan lokal tersebut bukan hanya dapat bernilai ekonomis namun juga bernilai gizi yang dapat dikembangkan dalam upaya perbaikan gizi masyarakat. ****Nurbaya. Akademisi Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Mamuju, Sulawesi Barat Tulisan ini merupakan seri liputan Rammang-rammang yang didukung oleh Mongabay Indonesia [SEP]" "Pemerintah Tegaskan Sawit Bukan Tanaman Hutan","[CLS]     Kajian  yang keluar dari Fakultas Kehutanan dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor bekerja sama dengan Asosiasi Petani Sawit Indonesia,  mendorong sawit jadi tanaman hutan, mereka pun bikin naskah akademik soal itu. Kajian ini pun mendapatkan respon berbagai kalangan termasuk dari pemerintah. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tegas menyatakan, sawit bukan tanaman hutan. Penetapan sawit bukan tanaman hutan berdasarkan pada berbagai peraturan pemerintah, analisis historis dan kajian akademik berlapis.Agus Justianto, Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari (Dirjen PHL) KLHK mengatakan, dari berbagai peraturan, nilai historis, kajian akademik, wacana umum dan praktik, sawit jelas bukan termasuk tanaman hutan. “Pemerintah belum ada rencana merevisi berbagai peraturan itu,” katanya dalam rilis kepada media di Jakarta, 7 Februari 2022.Dalam Peraturan Menteri LHK P.23/2021 juga, katanya, sawit tak masuk tanaman rehabilitasi hutan dan lahan (RHL).Saat ini, katanya, pemerintah fokus menyelesaikan berbagai persoalan sejak beberapa dekade lalu hingga mengakibatkan ekspansif masif sawit dalam kawasan hutan yang tak prosedural dan tidak sah.Praktik kebun sawit ekspansif, monokultur, dan non prosedural di kawasan hutan, kata Agus, menimbulkan beragam masalah hukum, ekologis, hidrologis dan sosial yang harus diselesaikan.Apalagi, katanya, hutan berfungsi ekologis tidak tergantikan. “Kebun sawit mendapatkan ruang tumbuh sendiri, saat ini belum jadi pilihan untuk memasukkan sawit sebagai jenis tanaman hutan ataupun untuk kegiatan rehabilitasi,” kata Agus.Untuk kasus sawit tidak sah atau keterlanjuran dalam kawasan hutan, katanya, penyelesaian dengan memenuhi unsur-unsur keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan. Jadi, penegakan hukum dapat memberikan dampak terbaik bagi masyarakat serta hutan." "Pemerintah Tegaskan Sawit Bukan Tanaman Hutan","Salah satunya melalui regulasi jangka benah sebagai upaya memulihkan fungsi kebun sawit rakyat monokultur menjadi kebun sawit campur dengan teknik agroforestri tertentu disertai komitmen kelembagaan dengan para pihak.Kebijakan turunan dari UU Cipta Kerja, yaitu Permen LHK Nomor 8 dan 9/2021 memuat regulasi jangka benah, yaitu menanam tanaman pohon kehutanan di sela sawit.Adapun jenis tanaman tanaman kehutanan untuk hutan lindung dan hutan konservasi, katanya, harus berupa pohon penghasil hasil hutan bukan kayu(HHBK) dan pula berupa pohon berkayu dan tak boleh ditebang.  Seri sawit dalam kawasan hutan: Gelap Pajak di Kebun Sawit Dalam peraturan ini berlaku larangan menanam sawit baru dan setelah selesai satu daur. Jadi, lahan itu wajib kembali diserahkan kepada negara. Untuk kebun sawit dalam kawasan hutan produksi, kata Agus, boleh satu daur selama 25 tahun.Untuk sawit yang berada di hutan lindung atau konservasi hanya bisa satu daur selama 15 tahun sejak masa tanam. “Akan dibongkar kemudian ditanami pohon setelah jangka benah berakhir.”Dalam masa kangka benah ini, katanya, wajib sesuai tata kelola perhutanan sosial, penanaman melalui teknik agroforestri disesuaikan dengan kondisi biofisik dan sosial.“Menerapkan sistem silvikultur atau teknik budidaya, tanpa peremajaan tanaman sawit selama masa jangka benah.”Dia bilang, pendekatan ini diambil sebagai jalan tengah termasuk untuk kelestarian hutan.Mereka yang menyusun naskah akademik ini seakan mau potong kompas dalam menyelesaikan masalah kebun sawit di kawasan hutan. Berbagai implikasi pun mereka sebutkan ‘kalau sawit jadi tanaman hutan’ termasuk bakal ada kenaikan hutan dratis 16 juta hektar lebih—karena kebun sawit di Indonesia seluas itu.Koalisi Eyes on the Forest pun mengapresiasi Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) atas penolakan ide sawit jadi tanaman hutan." "Pemerintah Tegaskan Sawit Bukan Tanaman Hutan","Nursamsu dari WWF-Indonesia—bagian Koalisi EoF– mengatakan, penolakan pemerintah atas wacana sawit jadi tanaman hutan ini merupakan upaya positif memperbaiki tata kelola sumber daya alam oleh pemerintah, termasuk pemulihan hutan dan lingkungan hidup di wilayah-wilayah rentan bencana. “Kita sambut baik,” katanya dalam rilis media 8 Februari lalu.Made Ali, Koordinator Jikalahari, dari Koalisi EoF, mengatakan, di Riau, manuver sawit jadi tanaman hutan adalah mainan cukong dan mafia sawit yang selama ini mengambil keuntungan dengan melanggar hukum.Mereka juga termasuk korporasi sawit yang menerima sawit ilegal dari cukong,” katanya.Laporan bersama Kementerian Pertanian, Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan), Badan Informasi Geospasial (BIG) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2019 menyimpulkan, bahwa 20% (3,5 juta hektar) dari total tutupan kebun sawit nasional (16,8 juta hektar) pada 2016 berada di dalam kawasan hutan.Investigasi EoF pada 2019 menemukan, tandan buah segar (TBS) yang tanam ilegal dari 43 perkebunan sawit ilegal, dibeli 15 pabrik sawit mencakup grup-grup sawit besar. Sebagian pabrik itu juga menjual minyak sawit mentah (CPO) tercemar kepada enam kilang milik nama-nama besar.Tak hanya itu. Analisis EoF nyatakan, 39% dari total kebun sawit Riau pada 2020, ditanami di luar kawasan hutan namun tak memiliki hak guna usaha (HGU). Jadi, kata Made, diperkirakan antara 47% dan 86% kebun sawit Riau kemungkinan ilegal.“Kepentingan petani sawit harus diutamakan di tengah-tengah ambisi perusahaan besar sawit mendominasi tata kelola perkebunan sawit,” kata Boy Even Sembiring dari Walhi Riau juga bagian Koalisi EoF ini. Seri sawit di kawasan hutan: Jejak Sawit Gelap di Pasar Global " "Pemerintah Tegaskan Sawit Bukan Tanaman Hutan","Pada Desember lalu, Eyes on the Forest (EoF), terdiri dari berbagai organisasi nonprofit yang mengadvokasi hutan Indonesia, melayangkan petisi yang menolak sawit menjadi tanaman hutan. Praktik perkebunan sawit selama ini dikenal sebagai pendorong deforestasi.Eyes on the Forest juga bikin petisi online di Change.org pada Desember lalu bertajuk “Pak Jokowi, Jangan Jadikan Sawit sebagai Tanaman Hutan.”Nadia Hadad, Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan mengatakan, sangat tidat tepat jadikan sawit sebagai tanaman hutan. Mengapa? Pertama, sawit itu tanaman monokultur, sementara hutan alam seharusnya beragam tanaman.Kedua, sawit tak bisa menggantikan fungsi hutan untuk menyimpan air dan mengatur tata kelola air daerah aliran sungai (DAS). “Sawit sama sekali tidak menghasilkan kasa ekosistem yang sama dengan hutan. Malah sawit membutuhkan banyak sekali air jadi malah bikin tanah kering,” katanya.Ketiga, alasan jadi tanaman hutan untuk menyelesaikan persoalan tumpang tindih perizinan malah absurd.Arie Rompas, dari Greenpeace Indonesia pun mengatakan, ‘perjuangan’ dari mereka yang mau jadikan sawit sebagai tanaman hutan ini modus untuk memutihkan kesalahan- kesalahan yang sudah dilakukan dalam kawasan hutan dan meningkatkan ekspansi kebun sawit di kawasan hutan.“Kepentingannya lebih pada kepentingan korporasi yang menjadi pihak yang paling diuntungkan dalam industri sawit,” katanya kepada Mongabay, baru-baru ini.Berbagai masalah tata kelola sawit di Indonesia belum selesai. Upaya jadikan sawit sebagai tanaman hutan ini kisah lama yang dibangkitkan kembali." "Pemerintah Tegaskan Sawit Bukan Tanaman Hutan","Pada 2011, ada Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) yang mengakomodasi sawit sebagai bagian dari tanaman hutan. Ia masuk dalam Permenhut Nomor 62/Menhut/II/2011 mengenai pedoman pembangunan hutan tanaman berbagai jenis pada izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman industri. Aturan yang rilis 25 Agustus 2011 dan diundangkan 6 September 2011 ini kemudian dicabut, setelah mendapat kecaman dari berbagai kalangan.Kalau tanaman sawit jadi tanaman hutan, katanya, menunjukkan ketidakberpihakan terhadap komitmen iklim dan menambah masalah baru karena akan meningkatkan perambahan kawasan hutan.Dari riset Greenpeace, ada 3,12 juta hektar masih menjadi masalah. Meskipun sudah diputihkan melalui omnibus law namun dampak sosial dan lingkungan masih belum terselesaikan.“Melegitimasi sawit jadi tanaman hutan secara konsep redundansi (menghilangkan) komitmen untuk memperbaiki tata kelola sawit,” katanya.Pemerintah memang harus menolak usulan ini, karena taruhan terhadap lingkungan sangat besar di tengah krisis iklim dan bencana pembukaan lahan dan deforestasi yang terus meningkat.Kalau sampai terjadi, katanya, juga akan menurunkan kepercayaan investor global yang sudah memiliki komitmen lingkungan terhadap pemerintah Indonesia.Uslaini, Direktur Eksekutif Walhi Sumatera Barat mengatakan, kajian sebagian orang IPB itu coba menganulir semua permasalahan dan mengabaikan konflik di perkebunan sawit.“Banyak konflik seperti perampasan lahan yang tidak selesai selesai bertahun-tahun sampai hari ini,” katanya.Untuk di Sumatera Barat, katanya, ada lima kabupaten paling banyak konflik perkebunan sawit, yakni, Solok Selatan, Pasaman, Pasaman Barat, Agam dan Pesisir Selatan.Walhi Sumbar melakukan penelitian bersama beberapa peneliti dan KITLV dan mencatat 25 kasus konflik sawit mereka pantau. Walhi Sumbar memandang, kalau mengubah status sawit jadi tanaman hutan hanya memperumit masalah." "Pemerintah Tegaskan Sawit Bukan Tanaman Hutan","Dari kasus yang mereka pantau, ada masalah-masalah seperti penyerobotan lahan, perusahaan melanggar peraturan, kompensasi tidak memadai, masalah ketenagakerjaan sampai skema plasma tidak transparan. Baca juga: Cabut Izin Tak Hentikan Perusahaan Sawit Buka Hutan Papua, Ini Foto dan Videonya Diki Rifqi, Divisi Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang mengatakan, dalam catatan akhir tahun LBH Padang dari sektor sumber daya alam ada soal konflik sawit.Dia bilang, penyebab konflik sumber daya alam adalah perampasan lahan, kerjasama tidak dijalankan perusahaan dan ketiadaan informasi yang cukup (free, prior and information consent).Mereka memberikan lima poin rekomendasi untuk menyelesaikan konflik ini. Yakni, pemerintah membentuk tim penyelesaian konflik tingkat provinsi, melakukan review izin perusahaan perkebunan sawit di Sumbar, memberikan sanksi kepada perusahaan yang melanggar aturan dan mendorong penegakkan hukum pada perusahaan.Zulkifli dari Yayasan Masyarakat Kehutanan Lestari menyebutkan beberapa masalah atas naskah akademik sawit jadi tanaman kehutanan itu.Pertama, sawit adalah tanaman monukultur yang tidak dapat dipadupadankan dengan tumbuhan lain. Apabila sawit ditetapkan jadi tanaman kehutanan, maka melanggar norma hukum dan apa yang disebut dengan hutan dalam UU Kehutanan dan Undang-undang Keragaman hayati.Kedua, dalam prinsip Roundtable on Sustainable Palm Oil), areal hutan, gambut dan keragaman hayati adalah wilayah bernilai konservasi tinggi (high conservation value) dan proteksi alam dan mengandung stok karbon tinggi atau high carbon stock assessment. Hal ini, katanya, tak dapat beralih fungsi karena berdampak kepada peningkatan gas rumah kaca." "Pemerintah Tegaskan Sawit Bukan Tanaman Hutan","Ketiga, aspek konflik dan hak atas tanah. Sawit adalah tanaman industri dengan dukungan teknologi dan modal, sementara masyarakat adat dan petani perlu ruang-ruang hidup untuk ketahan pangan. “Mata pencaharian mereka tergerus oleh kepentingan mendukung industri sawit.”Keempat, industri sawit merusak sistem sosial, kultur dan budaya masyarakat lokal dengan mengesampingkan fungsi-fungsi sosial dari tanah dan hutan.Kelima, ketahanan ekonomi. Sawit sangat tergantung pada pasar internasional, potensi perang dagang komoditas akan mempengaruhi ketahanan ekonomi nasional.Keenam, penyeragaman komoditas skala besar bertentangan dengan prinsip-prinsip anti monopoli.Senada dengan itu, Indang Dewata, doktor bidang ilmu lingkungan Universitas Negeri Padang juga bilang, sawit hanya jadi pemulihan minimalis.“Pemulihan lingkungan dengan tidak berniat menyelesaikannya secara utuh,” katanya.Menurut Ketua Pusat Studi Lingkungan Universitas Negeri Padang ini, kalau melihat secara komprehensif, sawit belum banyak membawa perubahan kecuali pendapatan asli daerah per kapita. “Tapi biaya dampak lingkungan lebih besar.”  ******Foto utama:  Penebangan tanaman sawit di dalam kawasan konservasi di Sumatera Utara. Beberapa ilmuan dari IPB mengupayakan sawit jadi tanaman hutan. KLHK menolak itu. Sawit bukan tanaman hutan!  Foto: Junaidi Hanafiah/ Mongabay Indonesia [SEP]" "Tinggalkan Plastik, Gunakan Wadah Ramah Lingkungan untuk Daging Kurban","[CLS]     Hari raya Idul Adha 1443 Hijriah datang. Pada hari raya kurban ini, akan banyak potong hewan seperti sapi maupun kambing serta akan ada pembagian daging. Pembungkus daging yang kebanyakan dari kantong plastik sekali akan menimbulkan masalah sampah belakangan. Berbagai kalangan mengingatkan, agar tak gunakan wadah atau bungkus daging dari plastik sekali pakai. Banyak pilihan bungkus atau wadah bisa digunakan dari daun-daunan seperti daun pisang, pelepah pinang, sampai besek bambu dan lain-lain.Seperti Umamah Turriyamah, mempersiapkan segala sesuatu beberapa hari sebelum Idul Adha. Pelopor Komunitas Bye Bye Plastik Bag Batam itu bersama keluarga akan menyembelih satu sapi kurban di Bengkong Indah Atas, Kota Batam, Kepulauan Riau.Ada yang berbeda proses kurban keluarga ini. Umamah juga mencari daun pisang untuk membungkus daging yang akan dibagikan kepada tetangga, menggantikan kantong plastik.Umamah rela mencari hingga ke kawasan yang cukup terpencil di Kota Batam. “Saya bahkan sampai mencari daun pisang ke Barelang,” katanya kepada Mongabay, 7 Juli lalu.Dia pun membeli besek atau wadah dari anyaman bambu. “Kalau keluarga ambil daging bawa wadah sendiri,” kata Umamah.Berhenti pakai kantong plastik sekali pakai ketika momen Idul Adha sudah dilakukan Umamah sejak tiga tahun lalu.Dia mempunyai tanggung jawab mensosialisasikan pengurangan penggunaan plastik ini. Sejak aktif di Komunitas Bye Bye Plastik Bag, dia jadi paham bahaya plastik sekali pakai ini.Selama ini, dia keliru memberi alasan penggunaan plastik dengan kata-kata nyaman, murah, cantik, dan higienis. “Sejatinya plastik ini sangat berbahaya,” katanya. Baca juga : Banyak Manfaat, Saatnya Gunakan Kembali Daun Sebagai Pembungkus Daging Kurban " "Tinggalkan Plastik, Gunakan Wadah Ramah Lingkungan untuk Daging Kurban","Edukasi Umamah tak hanya dalam bentuk penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Di beberapa pertemuan Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dia juga menyampaikan kepada anggota bahaya sampah plastik sekali pakai.Selama sosialisasi, Umamah melihat masyarakat belum sadar bahaya plastik sekali pakai terhadap lingkungan hidup. Ia diperparah dengan proses pendaur ulang sampah plastik di Indonesia minim.Menurut dia, kesadaran masyarakat masih kurang karena sudah nyaman dengan kantong plastik sekali pakai. Apalagi untuk mendapatkan kantong sangatlah mudah dan murah.Padahal, katanya, opsi selain kantong plastik banyak, seperti daun pisang, pelepah pinang, daun jati, ataupun besek dan banyak lagi.Zaman dulu, kata Umamah, daging kurban dibawa dengan ditusuk rotan ataupun bambu. “Bisa juga membawa daging dengan nampan atau kontainer sendiri,” katanya.Dampak sampah plastik sangat besar. “[Plastik] dibuang, ada yang ke tempat sampah, ada yang buang begitu saja, bahkan masuk ke laut,” kata Umamah.Sampah plastik yang terbuang sembarangan itu, bisa jadi partikel kecil. “Meskipun dibuang ke TPA Punggur Kota Batam, terkena sinar matahari, air hujan, dan seterusnya plastik itu akan jadi partikel kecil yang akhirnya terbuang ke laut.”Tak sampai di situ, kata Umamah, partikel kecil plastik atau mikroplastik tadi akan merusak dan mencemari ekosistem perairan. “Hewan-hewan laut akan tercemari sampah plastik ini, bisa berdampak ke nelayan.” Bahkan, ikan-ikan yang sudah mengandung mikroplastik itu, bisa berujung di manusia. Baca juga: Kurangi Plastik, Wadah Daging Kurban Pakai Besek Memaknai kurban Nissa Wargadipura, pendiri Pesantren Ekologi Ath Thaariq mengatakan, sampah jadi momok di Indonesia. Perlu upaya menyetop atau kurangi sampah plastik ini termasuk saat bagikan daging kurban di Idul Adha.“Salah satunya tak menggunakan plastik di waktu proses pembagian daging kurban,” katanya saat dihubungi Mongabay." "Tinggalkan Plastik, Gunakan Wadah Ramah Lingkungan untuk Daging Kurban","Masyarakat, katanya, harus memahami agama secara holistik atau kaffah dalam kehidupan, yaitu mengendalikan diri dari hal yang merusak. Sudah menjadi rahasia umum sampah plastik akan merusak lingkungan alam.“Dalam visi kami (Pesantren Ekologi Ath Thaariq) mengedepankan rahmatan Lil alamin (rahmat bagi seluruh alam).” Pesantren menekankan kepada alam semesta, gender dan sosial.Ketiga hal itu, katanya, harus saling berkaitan dan tak bisa terpisahkan dalam konsep rahmatan lil alamin.Selama ini, Umat Muslim mengatakan persoalan hablum minallah (hubungan dengan Tuhan) dan hablum minannas (hubungan dengan manusia). Namun, katanya, jarang sekali menekankan soal hubungan dengan alam.Nissa mengatakan, persoalan ini harus jadi keputusan politik dengan melarang penggunaan kantong plastik sekali pakai sebagai bungkus daging hewan kurban. Tak hanya melarang penggunaan plastik sekali pakai, juga memperhatikan secara ekologis semua proses perayaan Idul Adha.Berhenti gunakan kantong plastik, tidak hanya berdampak kepada alam. Dalam penelitian, katanya, daging yang dibungkus dengan kantong plastik lebih cepat busuk dibandingkan daun pisang.“Kalau pakai daun lebih segar, itu dalam sebuah penelitian di pesantren kita.”Nissa menghitung dasar, volume sampah kantong plastik setiap perayaan kegiatan kurban. Misal, satu sapi hasilkan 400 kantong kresek berisi daging, dikalikan jumlah sapi di satu wilayah.  Dia mencontohkan, Kabupaten Garut, Jawa Barat, rata-rata setiap Idul Adha dengan hewan kurban 300 sapi disembelih. Artinya, dalam satu hari raya kurban di Garut menghasilkan 120.000 helai kantong plastik. “Itu luar biasa banyak, baru satu hari, Idul Adha ini penyembelihan bisa tiga hari berturut-turut.”Beralih dari sampah plastik ke wadah ramah lingkungan juga bisa membuat mata pencaharian warga hidup, seperti petani bambu, kria besek, petani daun pisang dan lain-lain." "Tinggalkan Plastik, Gunakan Wadah Ramah Lingkungan untuk Daging Kurban","Pada Hari Raya Kurban, Ath-Thaariq, sejak lama menerapkan penggunaan wadah bukan plastik, dengan daun pisang maupun besek bambu.Tak hanya memikirkan mengganti kantong plastik sekali pakai juga pemilihan hewan kurban dengan memperhatikan pertimbangan alam.Hewan kurban di Pesantren Ekologi Ath Thaariq bukanlah sapi, tetapi kerbau. Karena hidup kerbau bebas, lebih sehat dari sapi yang hidup dalam kandang.Azhari, Ketua Masyarakat Peduli Laut dan Lingkungan Hidup Indonesia (MAPELL) mengatakan, seharusnya bersama-sama membangun perspektif tak pakai kantong plastik buat daging kurban. Dia berharap, praktik pakai wadah daging kurban bukan kantong plastik jadi regulasi pemerintah.  *********  [SEP]" "Polemik Cantrang Pantura : Nelayan Sepakat soal Kebijakan Perikanan Terukur, Tapi… (5)","[CLS]  Laut Indonesia memiliki kekayaan yang melimpah. Tetapi, hal itu bukan tanpa batas. Bila tidak dikelola dengan baik, lambat laut pasti akan habis. Sebuah skema perikanan terukur tengah digagas pemerintah untuk menjaga sektor perikanan tetap lestari dan berkelanjutan di masa mendatang.Sekretaris Aliansi Nelayan Indonesia (ANI) Dampo Awang Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, Lestari Priyono tak mengelak bila sumber daya perikanan nasional bukannya tanpa batas. Sehingga ia sepakat dengan gagasan perikanan terukur, sebagaimana yang digaungkan pemerintah.“Tetapi pada wilayah implementasi, mungkin ini yang sedikit berbeda,” kata Riook, sapaannya saat berbincang dengan Mongabay Indonesia, akhir Juni lalu. Riook mengatakan, perikanan terukur hendaknya dilakukan dalam bentuk pendistribusian kapal secara proporsional berdasar kapasitas sumber daya ikan masing-masing Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP-RI).Namun, sebelum itu dilakukan, pemerintah harus memiliki data yang benar-benar matang. Mulai dari jumlah kapal berikut klasifikasinya, rerata hasil tangkapan, hingga sumber daya perikanan. Bila data-data ini sudah ada, pemerintah baru menentukan sebaran kapal secara proporsional berdasar klasifikasi kapal dan sumber daya masing-masing WPP.“Jadi WPP itu kan semacam trayek kalau di darat. Semua kapal didistribusikan ke masing-masing WPP, sesuai kapasitasnya. Nah, dalam waktu yang sama, tidak ada lagi perizinan untuk kapal baru,” terangnya. Pada prinsipnya, penerapan perikanan terukur tidak boleh membatasi kapal untuk melaut.baca : Polemik Cantrang : Kebijakan Pelarangan Setengah Hati (1)  Bagi Riook, dengan mempertimbangkan jumlah kapal yang ada saat ini, sarannya itu diklaimnya lebih adil. Daripada skema pembatasan kuota kapal yang berpotensi menimbulkan banyak kapal yang tidak bisa melaut. Padahal, saat kapal tidak bisa melaut, efek dominonya juga panjang." "Polemik Cantrang Pantura : Nelayan Sepakat soal Kebijakan Perikanan Terukur, Tapi… (5)","Sepinya aktivitas pelabuhan di Tasikagung, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah belakangan ini, kata Riook, merupakan dampak langsung dari pembatasan kuota kapal. Ia bilang, dulu, aktivitas di pelabuhan yang berada di sisi utara pusat kota itu cukup ramai. Dalam sehari, ada 10-20 kapal sandar untuk bongkar muatan.“Tapi banyak kapal yang tidak bisa melaut karena kuota dibatasi. Dari sekitar 260 kapal, hanya 130-an kapal yang izinnya selesai,” kata Riook. Celakanya, sebagian kapal yang parkir pada akhirnya banyak yang rusak akibat gelombang tinggi.Pembatasan kuota, sambungnya, hanya akan memicu persoalan baru. Karena itu, ia pun mengusulkan agar pemerintah menambah dan memperluas wilayah konservasi perikanan. “Tetapkan pulau-pulau untuk sebagai wilayah konservasi. Dan itu harus dilindungi betul. Karena itu akhirnya akan jadi rumah ikan,” terangnya.Ditegaskan Riook, ketimbang sibuk mencari kesalahan para nelayan, pemerintah lebih baik segera menambah wilayah konservasi itu. “Karena kalau cari kesalahannya, ya pasti salah semua nelayan ini. Tugasnya pemerintah itu mengatur, mengerti apa kebutuhan nelayan,” lanjutnya.Riook mengatakan, bila akhirnya kini nelayan lebih resisten, hal itu karena pemerintah yang dinilai lamban merespon kebutuhan nelayan. Pemerintah, tidak pernah mengajak bicara nelayan selaku objek dari kebijakan dimaksud.baca juga : Polemik Pelarangan Cantrang : Bagaimana Kondisi di Lapangan? (2)  Ia pun menjelaskan betapa kebijakan pembatasan yang dilakukan sejak awal tahun lalu memberi dampak pada para nelayan. Bulan-bulan ini, terang Riook, sebenarnya musim ikan. Tapi, tidak banyak kapal yang bisa melaut karena izin dan solar mahal." "Polemik Cantrang Pantura : Nelayan Sepakat soal Kebijakan Perikanan Terukur, Tapi… (5)","“Ini sudah 7 bulan, tapi hanya 2-3 kapal yang sandar. Ngenes rasane, banyak yang menganggur. Cuma kalau kami bicara seperti itu, nanti kami juga yang kena,” jelasnya. Riook bilang, pemerintah hendaknya tidak gegabah dalam mengambil kebijakan, tanpa berusaha menyelami lebih jauh kondisi di lapangan.Senada dengan Riook, Hadi Sutrisno, Koordinator Front Nelayan Bersatu (FNB) Kabupaten Pati, Jawa Tengah menolak pemberlakuan kuota sebagai implementasi perikanan terukur. Menurutnya, kebijakan itu tidak akan menyelesaikan masalah perikanan akibat overfishing.“Memang sangat kompleks ya, semuanya serba dilematis. Mau sepakat pembatasan izin kapal baru, kalau yang sudah terlanjur beli nanti bagaimana. Begitu juga kalau kuota dibatasi, itu juga akan menjadi masalah menyangkut nasib kapal-kapal yang tidak mendapat kuota,” ungkapnya.Hadi mengatakan, belajar dari pengalaman sebelumnya, pembatasan kuota tidak akan berjalan efektif. Efek berantainya juga bakal panjang. Sebab, mereka yang tidak mendapat kuota sekalipun, pada akhirnya akan tetap nekat melaut karena terdesak urusan perut.Karena itu, daripada melakukan pembatasan, ia lebih sepakat untuk membiarkannya. Toh, lanjut Hadi, satu per satu para nelayan itu akan berganti profesi tatkala hasil tangkapan mereka makin turun. “Jadi, sebaiknya ya tetap difasilitasi saja, tetap diakomodir” ujarnya.Menurut Hadi, kesediaan nelayan untuk mengurus izin harus diapresiasi. Toh negara juga dapat pemasukan yang disetor melalui pos Pendapatan Nasional Bukan Pajak (PNBP) saat mengurus Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI). Karena itu, menjadi tugas negara untuk memfasilitasi.Hadi mengatakan, di Pati, tepatnya Juwana, jumlah kapal penangkapan ikan diperkirakan mencapai 2.000 unit dengan kapasitas rata-rata di atas 100 GT. Dari jumlah tersebut, 300 di antaranya merupakan kapal cantrang yang telah berganti ke JTB (Jaring Tarik Berkantong)." "Polemik Cantrang Pantura : Nelayan Sepakat soal Kebijakan Perikanan Terukur, Tapi… (5)","baca juga : Polemik Cantrang: Nelayan Pantura Enggan Berganti Alat Tangkap (3)  Pertimbangan Ekologi-EkonomiDirektur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), M. Zaini dalam materinya soal konsep perikanan terukur yang disampaikan jelang akhir tahun lalu menjelaskan, secara filosofis, kebijakan pembatasan penangkapan semata dilakukan untuk menjaga stok ikan di laut di masa depan. Itu karena kegiatan penangkapan yang berlangsung saat ini dinilai melewati batas (overfishing).Menurut Zaini, beberapa negara yang memiliki perairan laut telah menerapkan skema ini. Seperti Uni Eropa, Islandia, Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat dan Tiongkok yang masih dalam tahap uji coba.Indonesia sendiri saat ini berada pada metode pertama. Dimana, pengendalian hanya didasarkan pada pembatasan perizinan, tanpa diikuti kuota tangkapan. Dengan begitu, para pelaku usaha dengan bebas menangkap ikan sebanyak-banyaknya. Setoran PNBP dilakukan melalui skema pra produksi, tidak memperhitungkan jumlah tangkapan yang didaratkan.Dikatakan Zaini, ada beberapa keunggulan bila skema perikanan terukur ini benar-benar diterapkan. Di antaranya, menjaga stok ikan dan kesehatan sektor laut, serta pelaku usaha dapat menentukan jumlah kapal yang optimum untuk mendapatkan keuntungan maksimal.Kemudian, terjadinya pemerataan ekonomi daerah (pelabuhan pendaratan disesuaikan dengan wilayah penangkapan), data hasil tangkapan yang lebih akurat, industrialisasi pelabuhan yang lebih optimal, kontrak jangka panjang sehingga ada kepastian pengembalian investasi dan PNBP yang tinggi.Zaini mengakui, perikanan menjadi salah satu sektor dengan jumlah pekerja paling banyak bersama sektor pertanian dan kehutanan. Alasan itu pula yang mendasari bahwa pengelolaan sektor perikanan menjadi hal yang sangat penting.baca juga : Polemik Cantrang Pantura: Dinilai Merusak, Bagaimana dengan JTB? (4)  " "Polemik Cantrang Pantura : Nelayan Sepakat soal Kebijakan Perikanan Terukur, Tapi… (5)","Pada pelaksanaannya, penerapan perikanan terukur diawali dengan kajian stok sumber daya ikan (SDI) dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan. Selanjutnya, data stok tersebut dijabarkan ke masing-masing WPP-RI, lengkap dengan kuota penangkapan yang diperbolehkan berdasar kajian Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Kajiskan).Misalnya saja, pada WPP 712 dengan jumlah stok tiga juta ton, alokasi tangkapnya sebesar 1,5 juta ton. Nah, data stok dan kuota tangkap itu yang menjadi dasar penentuan alokasi jumlah kapal yang akan melakukan kegiatan penangkapan di WPP dimaksud.Dalam skema perikanan terukur ini, ada 6 dari 11 WPP yang diproyeksikan untuk industri perikanan. Yakni, WPP 572 dan WPP 573 yang sama-sama berada di Samudera Hindia. Kemudian, WPP 711 yang meliputi perairan Natuna dan Natuna Utara; 716 dan 717 yang meliputi Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik, serta sebagian 715 dan 718 yang mencakup Laut Aru, Arafura dan Laut Timor (lihat gambar). perlu dibaca : Penangkapan Terukur, Masa Depan Perikanan Nusantara  Zaini menegaskan, kelestarian ekologi dan keberlanjutan perikanan di masa depan menjadi pertimbangan utama penerapan perikanan terukur ini. Selain itu juga ekonomi melalui peningkatan PNBP dari sektor perikanan.Secara lebih detil, penerapan perikanan terukur ini akan mencakup area penangkapan melalui pembagian WPP RI. Kemudian, penentuan jumlah ikan yang boleh ditangkap berdasarkan kuota, musim penangkapan, jumlah dan ukuran kapal, serta penggunaan alat tangkap.Selain itu juga penentuan pelabuhan sebagai lokasi pendaratan hasil tangkapan, penggunaan ABK lokal, suplai pasar domestik dan ekspor melalui pelabuhan di lokasi WPP yang diizinkan, jumlah pelaku usaha serta pemberlakuan sistem kontrak. Butuh Kerja Keras" "Polemik Cantrang Pantura : Nelayan Sepakat soal Kebijakan Perikanan Terukur, Tapi… (5)","Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Abdi Suhufan mengatakan, butuh kerja keras dari pemerintah untuk membenahi sektor perikanan yang dinilainya semrawut. Terutama, akibat maraknya illegal, unregulation, unreported fishing (IUUF) di wilayah perairan nusantara.Menurut Abdi, salah satu praktik yang dijumpai terkait dengan IUUF adalah penggunaan alat tangkap yang tak ramah. Seperti bom ikan, trawl, atau cantrang yang memang untuk memburu ikan-ikan demersal bernilai ekonomi tinggi, diantaranya kakap dan kerapu.“Pengamatan sekilas memang mendapati nelayan-nelayan kecil terlibat. Namun, setelah ditelusuri lebih lanjut, banyak aktor dan pemodal besar atau aktor yang menjadikan praktik ini terus berlangsung hingga kini. Jadi rantai pasarnya tetap saja melibatkan perusahaan-perusahaan besar,” ungkap Abdi.Pada 2003 dan 2016, DFW sempat melakukan investigasi atas kasus tersebut. Ia mendapati bila material untuk bom ikan itu dipasok dari sebuah gudang di Penang, Malaysia. Setelah itu, bahan dikirim via jalur laut ke Sumatera Utara lalu ke Laut Jawa dan kemudian material tersebut disebar ke berbagai wilayah di Indonesia. Seperti Sulawesi, Maluku, Morowali hingga Papua.baca juga : Penangkapan Terukur dan Penerapan Kuota Apakah Layak Diterapkan?  Dikatakan Abdi, praktik tersebut terlihat begitu samar karena saat dikirim, material bahan bom ikan itu masih dalam bentuk pupuk. “Padahal itu dipakai sebagai bahan baku bom ikan,” jelas Abdi. Dari ilustrasi cerita yang ia sampaikan, Abdi ingin menegaskan bahwa skema perikanan terukur tidak akan jalan tanpa pengawasan yang ketat.“Dan selama ini kita cukup bermasalah dengan (pengawasan) itu. Untuk kapal-kapal diatas 30 GT mungkin masih bisa (diawasi) karena jumlahnya yang relatif sedikit. Bagaimana dengan yang dibawah itu, yang jumlahnya ratusan ribu,” ungkapnya." "Polemik Cantrang Pantura : Nelayan Sepakat soal Kebijakan Perikanan Terukur, Tapi… (5)","Menurut Abdi, tantangan penangkapan ikan bukan hanya dari luar, tetapi juga dari dalam negeri sendiri. Bila ancaman dari luar relatif bisa dikendalikan, sebaliknya, ancaman dari dalam jauh lebih sulit. Banyaknya penggunaan alat penangkapan ikan (API) yang dilarang oleh sebagian nelayan dalam negeri adalah buktinya.Pernyataan Abdi itu sejalan dengan temuan di lapangan. Hasil penelusuran oleh Mongabay Indonesia mendapati penggunaan API terlarang masih jamak dilakukan sebagian nelayan. Bahkan, praktik tersebut tidak hanya dilakukan nelayan berskala besar (di atas 30 GT), tetapi juga nelayan-nelayan kecil (tradisional).Di Lamongan dan Rembang, sebagian nelayan harian pemburu rajungan jamak menggunakan minitrawl sebagai alat tangkap. Dalam beberapa kasus, praktik tersebut memicu konflik antar nelayan tradisional. “Baru sebulan lalu ingat saya ada yang dibakar,” kata Dadik, nelayan tradisional asal Karanggeneng, Kabupaten Rembang.baca : Hak Istimewa Nelayan Tradisional pada Zona Penangkapan Terukur  Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati, mengaku pesimis dengan program perikanan terukur yang kini digagas pemerintah. Untuk memastikan dampak, manfaat dan efeknya bagi nelayan, ia pun mempertanyakan kajian yang dilakukan.Pemerintah, kata Susan, juga dinilai kurang terbuka terkait desain dan konsep perikanan terukur ini. “Seperti apa detail konsep desainnya, kita juga belum tahu. Kalau ngomong penempatan kuota, pasti akan ada dampaknya. Dan, akan jadi masalah juga kalau sistem dan pengawasannya masih belum siap,” jelas Susan.Susan menambahkan, negara tidak salah ketika memiliki gagasan untuk membangun sektor perikanan yang berkelanjutan. Akan tetapi, bila gagasan itu sekaligus membuka ruang bagi kapal-kapal asing di perairan Indonesia, hal itu sama saja dengan mengadu nelayan lokal dengan nelayan asing." "Polemik Cantrang Pantura : Nelayan Sepakat soal Kebijakan Perikanan Terukur, Tapi… (5)","“Ini kan sama saja dengan omong kosong. Pemerintah akan membiarkan nelayan kita bersaing dengan kapal-kapal asing. Belum lagi soal penentuan kuotanya, ini juga akan memicu persoalan lain. Siapa yang bisa menjamin bahwa tidak ada praktik suap dalam pemberian kuota nanti,” lanjut Susan. Mencuatnya skandal ekspor benih lobster, kata Susan, tak luput dari skema kuota ini.Susan pun mengaku sepakat dengan tawaran para nelayan yang meminta pemerintah untuk mengkaji secara menyeluruh terkait situasi perikanan di Indonesia. Tanpa itu, ia khawatir rencana tersebut justru memicu pergolakan di kalangan nelayan.Ketua Paguyuban Nelayan Kota Tegal, Jawa Tengah, Said ikut menyoal skema perikanan terukur yang digagas pemerintah. Hal paling utama, berkaitan dengan masuknya kapal asing. Sebab, jika itu benar dilakukan, nelayan lokal dipastikan makin terdesak. “Dari sisi kemampuan modal dan teknologi, jelas kita kalah,” terang Said.baca juga : Laut Arafura Jadi Panggung Pertunjukan Utama Penangkapan Ikan Terukur  Sebagai catatan, pemerintah berencana membuka peluang bagi kapal asing untuk melakukan kegiatan penangkapan di wilayah NKRI yang sebelumnya tidak diperbolehkan. Itu terjadi bila kuota tangkap yang dialokasikan untuk nelayan lokal tidak terserap. Tak pelak, rencana kebijakan ini menulai penolakan dari para nelayan.Selain mempersempit ruang gerak nelayan lokal, masuknya kapal asing juga berpotensi menggerus pasar ekspor perikanan tangkap. “Misalnya ada kapal China masuk. Kita pasti akan kesulitan untuk masuk ke sana karena mereka dapat ikan dari (perairan) kita, jenis ikannya sama,” ungkap Said khawatir. Karena itu, kendati sepakat dengan pemberlakukan kuota, ia tak sudi bila diadu dengan kapal asing. “Bisa-bisa malah kita yang tidak kebagian ikan,” lanjutnya." "Polemik Cantrang Pantura : Nelayan Sepakat soal Kebijakan Perikanan Terukur, Tapi… (5)","Said meminta pemerintah menerima masukan dari semua pihak sebelum kebijakan perikanan terukur itu diterapkan. Termasuk, dari para nelayan berkaitan dengan usulan menambah area tangkap dari satu WPP menjadi dua WPP yang saling berdekatan.Menurut Said, ada banyak hal yang belum dipahami sepenuhnya oleh KKP, kendatipun instansi ini sebagai otoritas penyelenggaraan perikanan dan kelautan nasional. Sebaliknya, acapkali kebijakan yang dikeluarkan tidak disertai dengan informasi utuh.Said mengungkapkan, salah satu contoh adalah ketika KKP menyebut potensi perikanan hingga ratusan ton yang belum dikelola dengan baik. Tetapi, hal itu tidak dilengkapi dengan keterangan yang lebih detil mengenai karakter perairan dimaksud, jenis ikan yang ada, hingga jenis alat tangkap yang cocok dipergunakan. Akibatnya, nelayan yang harus menanggung rugi.baca : Mematangkan Payung Hukum untuk Penangkapan Ikan Terukur  Cerita itu setidaknya pernah dialami puluhan nelayan Kota Tegal beberapa waktu lalu. Ketika itu, oleh KKP, kapal-kapal eks cantrang diarahkan ke WPP-711 (perairan Natuna dan Natuna Utara) yang dinilai masih banyak menyimpan sumber daya perikanan. Terlebih, wilayah perairan setempat juga kerap menjadi sasaran kapal asing.“Karena tidak ada informasi yang lebih detail soal jenis ikan dan alat tangkap yang cocok untuk digunakan, 30 kapal kapal yang berangkat pun akhirnya zonk. Tidak dapat apa-apa. Karena kan setiap wilayah perairan itu karakternya berbeda-beda,” terang Said.Belajar dari kasus tersebut, menurut Said, pemerintah perlu mempertimbangkan pemberian izin dua WPP yang saling berdekatan. Hal itu untuk mensiasati tatkala terjadi migrasi sumber daya perikanan dari satu WPP ke WPP lain." "Polemik Cantrang Pantura : Nelayan Sepakat soal Kebijakan Perikanan Terukur, Tapi… (5)","“Perilaku ikan itu kan beda-beda. Bulan ini ada di WPP 711 misalnya, bulan yang lain ikan-ikannya bermigrasi. Karena ikan itu kan tidak diam, renang terus, bergantung arus. Nah kalau begitu kan repot jika hanya dapat satu WPP,” ungkapnya. (bersambung) Seri liputan tentang cantrang Pantura Jawa ini merupakan hasil kerjasama antara Mongabay Indonesia dengan Fisheries Resource Center of Indonesia (FRCI)  [SEP]" "Menanti Adanya Kawasan Bentang Alam Karst di Aceh","[CLS]   Bentang alam karst sungguh unik. Kawasan ini terjadi akibat proses pelarutan batuan karbonat atau batu gamping, yang menghasilkan berbagai bentuk di wilayah permukaannya.Ketua Karst Aceh, Abdillah Imron Nasution, yang juga pemerhati gua mengatakan, karst merupakan bentukan khas bentang alam yang berwujud bukit, lembah, dolina [lekukan], dan gua.“Karst memiliki karakteristik relief dan drainase unik, disebabkan larutnya batuan di air. Relief pada bentang alam ini berada pada areal berbatu yang mudah larut,” terangnya, Selasa [28/12/2021].Kawasan karst rentan rusak ketika ada kegiatan di sekitarnya, seperti pertambangan. Ini dikarenakan, batuan dasarnya yang mudah larut menyebabkan terbentuknya gua-gua bawah tanah dari celah dan retakan.“Terlebih, karst merupakan sumber daya alam tidak terbarukan, artinya ketika rusak tidak bisa diperbaiki. Semua kawasan karst di Aceh harus dijaga,” ujarnya.Wilayah karst tidak hanya penting untuk kehidupan manusia, sebagai penyimpan air, tetapi juga bermanfaat sebagai habitat [gua] satwa liar seperti kelelawar dan burung walet.“Kelelawar penting sebagai pengendali hama pertanian dan juga membantu penyerbukan durian,” ujarnya.Taufiqurrahman Setiawan, dari Balai Arkeologi Sumatera Utara dalam makalahnya, Potensi Hunian Gua dan Ceruk di Kabupaten Aceh Besar menjelaskan, Aceh adalah salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki wilayah karst terluas.Risetnya di Jurnal Berkala Arkeologi edisi Mei 2020, menyebutkan, karst di Aceh terbagi dua kelompok besar, yaitu karst bagian barat dan karst bagian tengah.“Karst bagian barat tersebar sepanjang pesisir barat Aceh dan terputus yang terdiri Karst Lam Badeuk, Karst Mata Ie, Karst Lampuuk, Karst Lhok Nga, Karst Leupung, Karst Lamno, Karst Teunom, Karst Labuhan Haji, dan Karst Tapak Tuan.”" "Menanti Adanya Kawasan Bentang Alam Karst di Aceh","Taufiqurrahman juga menyebutkan, bentang alam karst bagian tengah ini terbentang dari Laweung, Gunung Peut Sagoe, Danau Laut Tawar, Isaq, Pining, Serbajadi, hingga Tamiang Hulu.“Pada kedua bentang alam karst tersebut telah diperoleh informasi adanya sejumlah gua, antara lain Lhok Mata Ie, Apamani, Mon, Kameng, Landak, Celah, Kemenyan, dan Gua Atu Janggut,” tulisnya.Foto: Pucok Krueng, Karst Potensial Kelas 1 di Aceh Besar yang Sepi Perhatian  SurveiLembaga swadaya masyarakat Kawasan Ekosistem Mangrove Pantai Timur Aceh [Kempra], sebelumnya pada 1 Agustus 2021 menyebutkan, karst sepanjang 1.140 meter ditemukan di Kampung Kaloy, Kecamatan Tamiang Hulu, Kabupaten Aceh Tamiang.“Dari survei yang kami lakukan, gua terpanjang yang ditemukan adalah Gua Sarang Burung karena di dalamnya banyak sarang walet. Namun, dalam rencana induk pengembangan pariwisata daerah [Rippda] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah [Bappeda] Kabupaten Aceh Tamiang, disebut gua karst,” sebut Manajer Riset Kempra, Andi Nur Muhammad, baru-baru ini.Andi menambahkan, Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang telah merencanakan kawasan bentang alam karst tersebut sebagai kawasan cagar alam geologi, bagian kawasan lindung geologi.“Tertuang dalam rencana tata ruang wilayah [RTRW] Kabupaten Aceh Tamiang 2012-2032 yang telah ditetapkan dalam qanun atau peraturan daerah. Luas bentangan karst itu mencapai 37 ribu hektar lebih. Di wilayah ini banyak ditemukan satwa dan juga spesies dilindungi,” jelasnya.Baca: Keluarkan Izin di Kawasan Ekosistem Leuser, Bupati Aceh Tamiang Digugat  Karst terancamSebagian kawasan karst di Aceh terancam keberadaannya, terutama rencana pembangunan pabrik semen.Di Kampung Kaloy, Tamiang Hulu, Kabupaten Aceh Tamiang, pada 2016 dan 2017 direncanakan pembangunan pabrik semen PT. Tripa Semen Aceh, seluas  2.549,2 hektar. Nilai investasinya  mencapai Rp2,5 triliun dengan target produksi 1,5 juta ton semen curah per tahun." "Menanti Adanya Kawasan Bentang Alam Karst di Aceh","Di Laweung, Kabupaten Pidie, pada 2017 juga direncanakan pembangunan pabrik semen. Namun, karena konflik lahan yang tak kunjung selesai, proyek investasi tersebut tidak terlaksana.Di Kabupaten Aceh Selatan, juga direncanakan pembangunan pabrik semen. Beberapa tempat yang dalam proses penelitian adalah Kecamatan Kluet Tengah dan Pasie Raja. Sementara di Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, pengambilan batu gamping untuk bahan baku semen terus dilakukan.Tahun 2017 lalu, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia [Walhi] Aceh mendesak diberlakukannya perlindungan kawasan bentang alam karst di Aceh. Tujuannya, menjaga kelestarian karst dari eksploitasi industri yang berlebihan.Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia [Walhi] Aceh Muhammad Nur, saat itu menyampaikan, luas kawasan karst di Aceh sekitar 800.000 hektar.“Dari luasan itu, belum ada yang ditetapkan sebagai kawasan bentang alam karst [KBAK]. Padahal, adanya penetapan menjadi landasan dalam menyusun rencana tata ruang daerah menyangkut pelestarian alam. Ini penting guna menjaga sumber air masyarakat dan satwa di sekitar,” ungkapnya.  Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang sendiri, melalui Dinas Lingkungan Hidup, pada 2019 telah mengusulkan penetapan KBAK di Aceh Tamiang.“Tujuan penetapan agar pemanfaatan karst terkendali, karena berfungsi sebagai pengatur alami tata air. Karst juga penting sebagai objek penelitian,” terang Sekretaris Daerah Aceh Tamiang, Basyaruddin, baru-baru ini.Basyaruddin mengatakan, perilaku manusia sangat berperan dalam perlindungan karst dan dan pelestarian lingkungan“Harapan kami, kawasan bentang alam karst di Kabupaten Aceh Tamiang, dapat ditetapkan langsung oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral,” paparnya.   [SEP]" "Mengenal Empat Spesies Singa yang Sudah Punah","[CLS]   Sejak masa lalu, singa melambangkan keberanian, kebangsawanan, kekuatan, keagungan, dan kekuasaan. Secara historis, singa dianggap sebagai “rajanya hewan”.Singa tidak diragukan lagi berada di puncak rantai makanan. Dalam ekologi, itu adalah musuh yang sulit dikalahkan karena ukuran, kekuatan, dan gigitannya yang menakutkan.Tiga puluh ribu tahun silam, berbagai spesies singa berburu mangsa secara bebas di empat benua berbeda. Saat ini, antara 1993 hingga 2014, populasi singa turun 42 persen. Menurut data terbaru IUCN, populasi singa dewasa berkisar antara 23.000 hingga 39.000.Tentu, tanggung jawab kita semua untuk menjaga agar mereka terhindar dari kepunahan.Berikut 4 jenis singa yang telah punah sebagaimana dilansir dari AZ Animals.Baca: Mengapa Gajah Berbulu Perlu Dibangkitkan Kembali?  Barbary Lion [Singa Berber] Singa berber [Panthera leo leo] dulunya mendiami pegunungan dan gurun di sepanjang Pantai Berber di Afrika Utara, dari Maroko hingga Mesir. Singa berber sebelumnya dianggap sebagai subspesies singa yang terpisah hingga tahun 2017.Menurut hasil penyelidikan morfologi dan genetik sampel singa dari Afrika Utara, singa berber berkerabat dekat dengan singa dari bagian barat dan utara Afrika Tengah. Analisis ini mengungkapkan bahwa singa berber tidak berbeda secara signifikan dari singa Asia.Namun menurut penelitian DNA, singa berber bukan lagi subspesies yang berbeda. Karena, mereka adalah hewan cuaca dingin, tubuh mereka memiliki surai tebal, gelap, panjang yang menutupi bahu.Singa berber dikenal sebagai singa ‘bangsawan’ karena keluarga kerajaan Ethiopia dan Maroko memelihara mereka. Singa ini juga diyakini adalah singa yang sama, yang melawan para gladiator di era Romawi Kuno.Perburuan berlebihan dan perusakan habitat, menyebabkan singa berber tidak ada lagi di alam liar sejak 1920-an.   Cape Lion [Singa Tanjung]" "Mengenal Empat Spesies Singa yang Sudah Punah","Singa tanjung [Panthera leo melanochaitus] yang berkeliaran di dataran Afrika Selatan, dianggap sebagai subspesies unik dengan bulu lebih gelap dari spesies lainnya. Meskipun punah di alam liar tahun 1858, mungkin masih ada keturunannya di berberapa kebun binatang di dunia.Sedikit yang diketahui tentang jenis singa ini adalah, selain fakta bahwa mereka hidup sendiri, tidak seperti singa kebanggaan moderen, beratnya antara 200 dan 300 kilogram, dan mungkin terbesar kedua dan terberat dari semua subspesies singa.Singa ini menonjol karena surai hitamnya yang tebal menutupi bahu dan perut serta pinggiran emas yang mengelilingi wajahnya. Juga, memiliki cakar besar dan telinga hitam dengan ujung hitam.   Eurasian Cave Lion [Singa Gua Eurasia] Dari Eropa ke Asia, padang rumput Eurasia adalah tempat singa gua eurasia [Panthera spelaea] memburu mangsa. Sekitar 12.000 tahun lalu, spesies ini punah, bersama spesies lain seperti badak berbulu dan mammoth. Menurut peneliti yang meriset kerangka singa gua, diperkirakan mereka lebih berat dari singa terbesar yang dikenal saat ini.Anehnya, singa gua eurasia menyerbu gua-gua Eropa untuk memangsa hewan seukuran beruang, serta beberapa individu dari spesies ini ditemukan di sana. Meskipun tidak tinggal di gua yang gelap, singa ini memperoleh namanya dari ‘penyerbuan’ mereka ke gua-gua Eropa di masa purba.   American Lion [Singa Amerika] Amerika Utara dan Meksiko moderen adalah rumah bagi singa amerika [Panthera atrox]. Sekitar 12.000 tahun lalu, spesies ini punah, hampir bersamaan dengan singa gua eurasia.Ukuran singa amerika cukup mengesankan, ada yang memperkirakan hingga seberat 520 kilogram. Dengan itu, dapat disimpulkan bahwa singa amerika adalah spesies singa terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah moderen." "Mengenal Empat Spesies Singa yang Sudah Punah","Jenis ini digambarkan tidak memiliki surai atau sangat tidak biasa, tetapi hal itu tidak menghentikan mereka menjadi raja hutan. Hewan ini berotot, bergerak cepat meski ukurannya besar.Mereka bisa berlari hampir 50 kilometer per jam, berkat kaki yang panjang dan ramping. Sehingga, memungkinkan mereka menangkap mangsa besar seperti bison, unta, kungkang tanah yang sangat besar, dan bahkan bayi mammoth selama Zaman Es. Ancaman kelangsungan hidup singaApa kemungkinan penyebab kepunahan mereka?Beberapa di antaranya dapat dikaitkan dengan penyebab alami, seperti penyakit. Tapi manusia, sejauh ini, adalah bahaya terbesar bagi singa. Kita telah memainkan berbagai peran signifikan dalam kepunahan spesies, baik secara langsung maupun tidak.Selain itu, perburuan adalah penyebab terbesar dari peningkatan ancaman populasi singa. Manusia memburu dengan berbagai alasan, mulai dari perlindungan proaktif terhadap ternak, seremonial, perdagangan gelap tulang singa, hingga untuk hadiah.Hilangnya habitat dan konflik juga menjadi masalah besar bagi singa. Selama abad terakhir, dua faktor yang berkontribusi terhadap penurunan 75% habitat singa adalah pertanian dan permukiman manusia yang terus ekspansif. Sementara itu, daerah-daerah yang dilanda perang telah membuat beberapa habitat singa tidak lestari.Tak ketinggalan adalah makin langkanya manga. Jumlah mangsa yang tersedia untuk singa telah menurun drastis, baik karena perubahan iklim atau tuntutan perdagangan daging hewan liar. Saat mangsanya diambil, singa pun mulai memburu manusia, yang mengarah pada serangan balasan yang mengakibatkan kematian lebih banyak pada singa. [Berbagai sumber]  [SEP]" "Tangkal Api di Daerah Penyangga Taman Nasional Way Kambas","[CLS]     Pucuk pohon kecoklatan tampak mencolok di sekitar kawasan restorasi Rawa Kadut, Taman Nasional Way Kambas, Lampung. Ini tumbuhan mentru atau puspa ini, pohon endemik yang tahan api. Kalau terbakar, batang di atas tanah akan menghitam, tetapi akar masih bertahan dan menumbuhkan cabang baru.Masih lekat di ingatan Arum Mustazin, bagaimana kebakaran melahap tanaman pada 2015. Pohon mentru, sungkai, laban, jambon air, ketapang, gaharu, sempu dengan usia baru tujuh bulan habis dilalap api. Tinggi mereka kala itu masih bersaing dengan ilalang dan tanaman jenis melastoma atau senggani, sekitar 30-50 cm.Arum adalah warga Desa Bungur, Way Bungur, Lampung Timur, Lampung, yang bekerja dengan Yayasan Silvagama–kini Yayasan Auriga Nusantara pada area restorasi di Rawa Kadut, Taman Nasional (TN) Way Kambas. Kala itu, Silvagama masih tergabung dalam konsorsium Aliansi Lestari Rimba Terpadu (AleRT) untuk melakukan reforestasi.“Waktu itu ilalang masih tinggi, siang-siang ada api dari timur yang tidak bisa kita tahan. Habis sudah,” kata Arum menceritakan kembali peristiwa itu kepada kami pertengahan November 2021.Api muncul karena orang tak bertanggung jawab berburu. Kemarau membuat lompatan api makin tak terkendali. Tahun itu, Arum dan tim mendapatkan pekerjaan tambahan menjaga kawasan, memadamkan api saat kebakaran dan menahan agar api agar tak meluas, selain penanaman pohon.Setelah itu, mereka berupaya menghalau kebakaran yang meluas dan menjaga area restorasi dengan membuat sekat bakar lebar 30 meter. Kini monitoring dan pemadaman api menjadi bagian dari pekerjaan restorasi di wilayah seluas 1.250 hektar, bentuk kerja sama terbaru Yayasan Auriga dengan Balai TN Way Kambas sampai 2025." "Tangkal Api di Daerah Penyangga Taman Nasional Way Kambas","Kebakaran menjadi ancaman paling besar pada upaya konservasi di Taman Nasional Way Kambas. Hal ini karena perburuan liar masif. Membakar menjadi jalan termudah bagi pemburu karena pasca kebakaran tunas baru akan muncul, dan memancing satwa keluar. Baca juga: Ketika Masyarakat Ikut Pulihkan Taman Nasional Tak hanya ancaman perburuan satwa, TN Way Kambas juga lokasi para pembalak kayu liar tahun 1990-an. Arum adalah eks pembalak liar sejak kelas dua SMP pada 2002. Dalam satu minggu dia bisa mendapat 1-2 kubik kayu untuk jajan, bayar sekolah, dan membantu ekonomi orangtua.“Dulu, seperti kampung yang pindah ke dalam hutan, ramai,” katanya.TN Way Kambas dikelilingi 38 desa penyangga, hingga akses keluar masuk kawasan ini sangat mudah. Ancaman perburuan dan pembalakan liar pun terus terjadi sampai saat ini.Kuswandono, Kepala Balai TN Way Kambas mengatakan, kini pembalak liar sudah jarang, namun pemburu masih terus menghantui. Ancaman ini juga seringkali memunculkan titik-titik api di taman nasional.Data Balai TN Way Kambas pada 2021, dalam 10 tahun terakhir terdapat 22 kasus kematian gajah karena diburu untuk gading dan giginya. Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan satwa endemik terancam punah. Habitat alami mereka, antara lain di taman nasional ini.Satwa lain dilindungi seperti badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), beruang madu (Helarctos malayanus), dan tapir (Tapirus indicus) juga berhabitat di kawasan ini. Api jadi ancaman bagi keberlangsungan populasi dan kelestarian satwa ini.Analisis Yayasan Auriga pakai data kebakaran hutan dan lahan 2015-2020 serta kawasan hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kebakaran di TN Way Kambas mencapai 58.901 hektar." "Tangkal Api di Daerah Penyangga Taman Nasional Way Kambas","Kerentanan kebakaran hutan di TN Way Kambas tak lepas dari sejarah panjang kawasan ini. Sebelum menjadi taman nasional, kawasan ini merupakan lokasi hak pengusahaan hutan (HPH) serta pembalakan liar, kemudian jadi pemukiman dan lahan pertanian. Kini, 30% atau sekitar 37.000 hektar dari 125.000 hektar merupakan lahan kritis didominasi ilalang.Upaya pemulihan hingga kini, baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Gagasan rehabilitasi awalnya dilakukan karena ada kebakaran hebat pada 1997.Basuki Budi Santoso, Koordinator Proyek Restorasi Auriga di Way Kambas mengatakan, restorasi jadi cara untuk menghambat perburuan liar. “Karena ada yang menjaga,” katanya.Selain itu, pemulihan padang ilalang menjadi pepohonan setelah restorasi bisa mengembalikan satwa-satwa di taman nasional, seperti gajah, rusa, harimau dan lain-lain.Upaya restorasi penting karena ruang habitat memadai bisa menyediakan pakan bagi satwa. Hal ini juga mengurangi konflik satwa dengan manusia karena satwa tak perlu ke pemukiman.“Kami juga pernah melihat rusa dan harimau melintas di kawasan restorasi ini. Artinya, mereka merasa nyaman.”  Perjumpaan satwa turut dialami Hadi dan Nana, warga lokal juga staf Aliansi Lestari Rimba Terpadu (AleRT) yang sedang piket di area restorasi Bambangan.“Semalam ada rombongan gajah tiba di area restorasi Bambangan. Sekitar 60-70 individu. Mereka menyebar di kanan dan kiri kamp,” kata Nana.Beberapa gajah mendekat ke kamp dan mereka bertepuk tangan untuk menghalau gajah agar tak terlalu dekat. Pohon bambu dekat kamp pun patah dan sedikit roboh karena dilewati gajah.Nana, warga Desa Braja Asri, Way Jepara, Lampung Timur, sudah delapan tahun bekerja dengan ALeRT. Selama itu, dia menyaksikan perubahan di sejumlah titik restorasi, termasuk Bambangan.Dia lihat pertumbuhan pohon-pohon di Bambangan setinggi dua meter, dan terlalap api pada 2014. Kini, Bambangan sudah jadi hutan sekunder, dengan kanopi rapat." "Tangkal Api di Daerah Penyangga Taman Nasional Way Kambas","“Dulu, melihat ke kejauhan, masih kelihatan. Sekarang nggak bisa (terhalang pohon).”Sejak 2012, AleRT sebagai salah satu mitra Balai Taman Nasional Way Kambas merestorasi wilayah itu.Mohammad Lukman, polisi hutan TNWK mengatakan, area ini dulu padang ilalang dan perjumpaan satwa sangat jarang.Kini, pohon di Bambangan sudah lebih 10 meter dengan tegakan cukup rapat dan menjadi hutan sekunder. Luas sekitar 50 hektar.“Tahun 2021, sudah terlihat seperti hutan, suara satwa banyak. Burung, siamang, gajah dan harimau.” Baca juga: Kisah Ledan, Guru dan Penjaga Hutan Pesalat Libatkan masyarakatBasuki bilang, pelibatan masyarakat lokal menjadi bagian penting dalam upaya restorasi. “Kegiatan ini harus secara integral dengan melibatkan masyarakat agar tercapai hutan lestari yang menyejahterakan masyarakat.”Untuk itu, katanya, perlu meningkatkan kesadaran masyarakat lewat sumber ekonomi dari hasil hutan non-hutan, seperti penanaman bibit atau pengembangan wisata edukasi.Pada 2019, Balai TN Way Kambas menawarkan kemitraan konservasi kepada masyarakat. Salah satunya, melestarikan kembali area Rawa Kidang. Lokasi ini rentan terbakar karena berbatasan langsung dengan perkampungan dan surga bagi pemburu.Di sini banyak ditemui binatang seperti kijang, menjangan dan lain-lain. Program ini disambut baik Hadi, warga Desa Labuhan Ratu VII dan teman-temannya.“Tahun 2019 terjadi kebakaran hebat, asap dan latu (sisa kebakaran) itu terbang-terbang. Mengganggu. Kebakaran ya sampai pinggir desa.”Di tengah asap kebakaran, muncul usulan membuat kelompok kerja tani dan menanam di hutan. Kegelisahan Hadi dan masyarakat Desa Labuhan Ratu VII disambut baik balai sampai mereka mendapatkan perizinan untuk rehabilitasi di Rawa Kidang.Januari 2020, mereka membentuk Kelompok Tani Hutan (KTH) Rahayu Jaya dan memiliki perizinan melalui penandatangan perjanjian kerjasama (PKS) kemitraan konservasi selama lima tahun." "Tangkal Api di Daerah Penyangga Taman Nasional Way Kambas","Hadi cerita, pernah jadi pemburu satwa di taman nasional awal 2000-an. Namun dia sadar, membakar dan memburu adalah perbuatan salah.“Hanya iseng karena banyak teman di kampung juga melakukan, dulu juga pakai anjing pemangsa,” katanya.Atas izin kemitraan konservasi, bersama anggota lain, Hadi melakukan pembibitan dan penanaman dengan jenis endemik. Sejak 2020, mereka rehabilitasi di Rawa Kidang dengan target 50 hektar dari 150 hektar wilayah kelola.Bersama 19 anggota lain, Rawa Kidang dijaga untuk patroli kebakaran, pembibitan dan penanaman pohon. Sampai saat ini, KTH Rahayu sudah menanam 65.000 bibit dengan anggota ada 56 orang.“Tantangan itu saat perawatan banyak satwa yang memakan dan dicabut saat awal-awal menanam. Biasanya, saat musim babi, semua diangkat hingga ke akar-akarnya untuk mencari cacing,” kata Hadi.  Tak hanya menanam pohon, masyarakat pun melakukan usaha non-kehutanan lain di daerah penyangga, seperti peternakan lebah, pembibitan, budidaya sapi, perikanan, peternakan bebek, fermentasi pakan, dan lain-lain.“Dari segi kesejahteraan ekonomi memang belum begitu terasa karena usaha ini kan baru. Harapannya, bisa menjadi alternatif pendapatan dan bisa mengajak masyarakat tetap menjaga hutan,” kata Hadi.Selain KTH Rahayu Jaya, ada KTH Wana Bhakti di Desa Rantau Jaya Udik II, Lampung Timur. KTH ini digagas Paulus Untoro. Setelah 30 tahun bekerja sebagai polisi hutan TN Way Kambas, kini dia mengajak masyarakat sekitar desa menanam pohon dan menjaga kawasan taman nasional dari api.Api momok di taman nasional. Biasa api mulai pada April dan puncak antara Oktober dan November. “Kalau sudah di bulan itu, susah madaminnya,” kata Untoro.Ketika masih bertugas sebagai polisi hutan (polhut), tantangan yang dihadapi seperti sumber air jauh, apalagi kebakaran terjadi saat musim kemarau. Anggota pemadam api pun kadang harus keluar ke desa terdekat atau pabrik singkong untuk melangsir air." "Tangkal Api di Daerah Penyangga Taman Nasional Way Kambas","“Kadang api (tinggi) tinggal dua mater, lalu ditinggal keluar karena air habis, malah jadi meluas lagi,” kenang Untoro.Antara desa penyangga dan taman nasional, kata Untoro, sebenarnya sudah ada kanal pembatas. Ini untuk membatasi akses terutama bagi orang-orang yang ingin ngarit atau berburu satwa. Namun masih ada “oknum” yang membuat masuk.Salah satu tugas Untoro dulu dengan mitra konservasi adalah memutus akses ini. Bukan pekerjaan mudah. “Pernah beberapa kali, hari ini jembatan kita potong pakai chainsaw, besok siang sudah bagus lagi.”Dia bercita-cita ingin menurunkan angka perburuan liar di desanya. Dia pun mengajak mantan pemburu bergabung di KTH Wana Bhakti. “Di kelompok saya ini ada lima hingga enam orang yang mantan (pemburu). Saya ingin yang mantan-mantan itu direkrut agar ada rasa memiliki.”Untuk perburuan, katanya, di Desa Rantau Jaya Udik II khusus Dusun IV sudah berhenti 100%. “Tetapi masih ada beberapa di dusun lain.”Untoro dan anggota rajin pelatihan untuk peningkatan ekonomi seperti budidaya lebah dan peternakan. KTH Wana Bhakti juga berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat agar tak melakukan aktivitas ilegal, seperti berburu dan merambah kayu di dalam hutan.Berbagai sumber ekonomi di dalam atau sekitar hutan penting karena masyarakat harus lebih dulu berdaya, punya sumber pencaharian lain agar tak merambah hutan.  Mei lalu, KTH Wana Bhakti menandatangani perjanjian kerja sama kemitraan konservasi dengan Balai Taman Nasional Way Kambas. Mereka kini dapat bisa lanjut merestorasi seperti menanam pohon di Susukan Baru, seluas 50 hektar. Kemudian, 100 hektar untuk bagian penjagaan kebakaran.Rusdiyanto, penyuluh kehutanan TN Way Kambas, menerangkan KTH Rahayu Jaya terbentuk karena permohonan masyarakat Labuhan Ratu VII. Mereka prihatin kebakaran hutan di TNWK.“Sebagai zona penyangga, masyarakat sangat merasakan dampak saat kebakaran.”" "Tangkal Api di Daerah Penyangga Taman Nasional Way Kambas","Pada program rehabilitasi ini dilakukan penanaman pakan badak berupa 61 jenis tumbuhan. “Harapannya, selain memulihkan kondisi hutan juga lumbung atau pencanangan pakan badak,” kata Rusdiyanto.Dia bilang, masyarakat harus mematuhi prasyarat tertentu semacam Pakta Integritas. Ia berisi empat persyaratan untuk tetap melanjutkan restorasi di taman nasional.Pertama, masyarakat harus ikut membantu upaya pemadaman api kalau terjadi kebakaran. Kedua, ikut dalam menangani konflik gajah, seperti menghalau satwa dari area restorasi. Ketiga, anggota kelompok tak boleh memiliki satwa dilindungi, termasuk burung.Keempat, yang menjadi mitra tak boleh melanggar seperti berburu atau aktivitas ilegal lain di Way Kambas.“Semua syarat ini harus diikuti jika ingin kemitraan konservasi berlanjut.”Tantangan utama, katanya, menjaga semangat kelompok dan meyakinkan program ini memiliki manfaat bagi masyarakat dan taman nasional.Danang Wibowo, Koordinator Reforestasi, Sosial, dan Wisata ALeRT, mengatakan, masyarakat garda terdepan dalam penanggulangan kebakaran hutan dan restorasi hutan di sekitar kawasan taman nasional.“Ketika masyarakat sudah tahu kebakaran itu merusak, itu hal baik. Kita juga harus memikirkan apakah kebutuhan ekonomi mereka tercukupi? Jika ekonomi stabil, mereka tak akan banyak melakukan pelanggaran di taman nasional,” kata Danang.  ******* * Artikel ini merupakan tulisan berseri yang diproduksi atas dukungan dari Dana Jurnalisme Hutan Hutan (Rainforest Journalism Fund) yang bekerja sama dengan Pulitzer Center  [SEP]" "Aliansi Rakyat Gugat UU Ibu Kota Negara","[CLS]     DPR dan pemerintah bahan bahas RUU Ibu Kota Negara (IKN) pada 7 Desember 2021. Sekitar sebulan bahasan rancangan pun ketok palu jadi UU pada 18 Januari 2022. Pada Jumat (1/4/22), Aliansi Rakyat Gugat Pemindahan Ibu Kota Negara (Argumen) mengajukan gugatan uji formil atau judicial review UU ini ke Mahkamah Konstitusi. Aliansi yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat ini menilai proses pembentukan UU IKN bertentangan dengan UUD’45 dan menabrak semua azas formil.Para penggugat juga menilai, proses pembentukan UU tidak melibatkan publik secara penuh dan efektif. Terutama keterlibatan masyarakat adat yang wilayah mereka masuk dalam rencana pembangunan IKN.“Bagaimana mungkin seseorang memutuskan sesuatu tentang rumahmu, tapi kamu tidak dimintai pendapat dan rumah kamu diobrak-abrik?” kata Rukka Sombolinggi, Sekretaris Jenderal AMAN saat ditemui pada pendaftaran gugatan.Selain AMAN, aliansi ini terdiri atas Walhi, Busyro Muqoddas dari Muhammadiyah, Dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta Trisno Rahardjo serta Dahlia dari Suku Paser Balik, Penajam Paser Utara. Saat pendaftaran diwakili AMAN dan Walhi.Rukka mengatakan, tak ada keterlibatan masyarakat adat dalam proses penyusunan UU. Proses pembentukan UU IKN mirip dengan UU Cipta Kerja dan revisi UU Minerba. Terburu-buru, tertutup dan tidak mengindahkan aspirasi masyarakat.“UU IKN ini sudah secara langsung menghilangkan identitas masyarakat adat di sana. Kami berusaha berpartisipasi, tapi prosesnya menjadi sangat tertutup.” Baca juga: IKN Nusantara Melaju, Was-was Nasib Masyarakat Adat Tidak ada proses audit terkait siapa penguasa lahan di lokasi pembangunan IKN. Klaim pemerintah yang menyebut kalau lahan sudah clean and clear terbantahkan. Dari catatan AMAN, setidaknya menyebut ada delapan komunitas masyarakat adat di ring satu atau kawasan inti pemerintahan." "Aliansi Rakyat Gugat UU Ibu Kota Negara","Muhammad Arman, Kuasa hukum Argumen, mengatakan, proses pembentukan IKN kilat. Jika, di beberapa pemberitaan disebut memakan waktu 47 hari, masa reses seharusnya tidak terhitung.“Jadi hitungan bersih hanya 17 hari proses perumusan. Ini menambah daftar cacat formilnya,” katannya.Proses kilat ini disebut Arman tidak sejalan dengan UU Nomor 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimaa diubah dengan UU Nomor 15/2019. Ini UU tentang Perubahan atas UU 12 /2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.Selain partisipasi, salah satu poin penting dalam gugatan adalah UU IKN tak memiliki azas kebermantaan bagi rakyat banyak. Terutama dalam situasi pandemi dan krisis ekonomi.Padahal UU Nomor 2/2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas SIstem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19 jelas menyebut kalau reaokasi anggaran untuk kepentingan penanganan corona ini.“Dengan ad UU IKN, membahayakan stabilitas ekonomi dan keuangan negara,” kata Arman. Baca juga: IKN Nusantara, Bagaimana Pastikan Ramah Alam dan ¬indungi Hak Masyarakat Adat? Tidak ada kajianZenzi Suhadi, Direktur Eksekutif Walhi Nasional juga mengatakan, alasan judicial review karena penentuan IKN tidak didahului kajian komprehensif. Berbagai kajian, katanya, justru keluar setelah penentuan kawasan IKN.Padahal, kajian kelayakan dan dampak lingkungan suatu wilayah ajdi IKN seharusnya prasyarat sebelum keputusan keluar.“Jadinya kajian yang keluar malah melegitimasi keputusan politik,” kata Zenzi.Kajian saat ini tak bisa meminimalisasi potensi kerusakan lingkungan dampak dari pembangunan IKN.Kerusakan lingkungan, katanya, tak hanya di lokasi pembangunan, juga di kawasan-kawasan yang sumber daya terkeruk untuk material pembangunan IKN.“Pulau Sulawesi akan jadi korban karena material bangunan akan dibawa dari sana.”" "Aliansi Rakyat Gugat UU Ibu Kota Negara","Satu sisi masih banyak izin pertambangan dan konsesi di IKN pun turut mengancam kawasan lain. Hal ini berkaitan dengan kemungkinan land swap sebagai ganti rugi negara pada pemegang izin.WIlayah lain di Pulau Kalimantan maupun Sumatera akan jadi bulan-bulanan pemegang izin tambang. Sedang Papua, katanya. akan disasar oleh para pemegang izin perkebunan. Dengan cara ini, maka kerusakan lingkungan yang terus terakumulasi selama 40 tahun karena salah tata kelola berpotensi terus terjadi.“Itu sebabnya kami maju JR karena kami anggap negara tidak bekerja untuk memenuhi hak dasar rakyat untuk memastikan lingkungan hidup yang baik dan sehat,” terang Zenzi.Gugatan yang dilayangkan Argumen ini resmi diterima Mahkamah Konstitusi dengan nomor registrasi 49/PUU/PAN.MK/AP3/04/2022.Mereka mengajukan gugatan formil terlebih dahulu karena ada batasan 45 hari gugatan setelah UU dibuat.Fajar Laksono, Juru Bicara MK saat dihubungi mengatakan, proses uji formil dan materil bisa terpisah. Namun dia tidak menjamin kalau salah satu prosesnya memakan waktu lebih cepat dari yang lain.“Semua tergantung persidangan. Dalam hal gugatan UU IKN ini, maka kita akan lihat nanti keperluan pandangan ahli dan semacamnya.”   [SEP]" "Hari Keanekaragaman Hayati Internasional: Babirusa dan Ancaman Kepunahan yang Nyata","[CLS]   Sejak tahun 2000, Hari Keanekaragaman Hayati Internasional atau The International Day for Biological Diversity diperingati setiap tanggal 22 Mei.Indonesia merupakan negara yang memiliki keaneragaman hayati terbesar kedua di dunia setelah Brasil. Namun, kekayaan tersebut baru sebatas wilayah teresterial. Jika digabungkan dengan lautan, Indonesia berada di peringkat pertama dunia.Perayaan keanekaragaman hayati kali ini mengambil tema “Building a shared future for all life” atau Bersama Membangun Masa Depan untuk Semua Kehidupan. Di Gorontalo, acara digelar dengan membahas satwa unik, endemik, dan juga ikonik Pulau Sulawesi, yaitu babirusa dan ancaman habitatnya.Nama yang cukup unik karena menggabungkan dua nama hewan. Megafauna terestrial ini dapat juga ditemukan di Pulau Buru [Maluku] dan Kepulauan Sula [Maluku Utara].“Satwa ini dapat dijumpai di hutan-hutan Gorontalo seperti Hutan Suaka Margasatwa Nantu, Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, hingga hutan di bagian barat Gorontalo seperti di Kabupaten Pohuwato,” ungkap Debby Mano, Koordinator SIEJ Gorontalo dan juga Perkumpulan BIOTA [Biodiversitas Gorontalo].Baca: Kisah Sepasang Suami Istri di Togean Bersahabat dengan Babirusa  Hanom Bashari, Biodiversity Specialist, menjelaskan untuk populasi babirusa saat ini belum ada penelitian atau literatur yang pasti menyebutkan angkanya. Namun, berdasarkan IUCN, populasinya tidak lebih dari 10 ribu ekor untuk seluruh Pulau Sulawesi.Lokasi terbaik babirusa berada di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, bentang alam blok Popayato-Paguat, dan Suaka Margasatwa Nantu yang hutannya masih terjaga.“Babirusa Sulawesi biasanya berkelompok. Anaknya satu sampai dua ekor, tidak banyak seperti babi hutan. Mereka bisa hidup sampai 20 tahun-an,” jelas Hanom, Minggu [22/05/2022]." "Hari Keanekaragaman Hayati Internasional: Babirusa dan Ancaman Kepunahan yang Nyata","Habitat babirusa, kata Hanom, hampir seluruh hutan primer dataran rendah Sulawesi. Baik itu lembah, area datar, atau tepi sungai. Kadang di tepi hutan sekunder. Hewan ini memiliki habitat khusus yakni area rawa atau tergenang air dan juga sumber mata air bergaram [salt lick].“Perburuan dan perdagangan masih menjadi ancaman utama. Berkurangnya hutan-hutan primer di Sulawesi akibat pembalakan dan konversi menjadi lahan budidaya juga harus diwaspadai,” ungkapnya.Baca: Mengapa Satwa Endemik Sulawesi Ini Bernama Babirusa?  Bagus Tri Nugroho, Kepala SPTN 1 Taman Nasional Bogani Nani Wartabone [TNBNW],  menjelaskan bahwa babirusa merupakan satu dari empat satwa prioritas utama yang dilindungi di kawasan TNBNW. Pihaknya sudah melakukan pengendalian perburuan dan perdagangan ilegal babirusa.Program lainnya adalah pengelolaan habitat, pembangunan sistem pangkalan data, peningkatan peran lembaga konservasi, komunikasi dan penyadartahuan publik, pengembangan kerja sama dan kemitraan, serta pendanaan berkelanjutan.“Kami setiap tahun melakukan pemantauan rutin, baik anoa, babirusa, maupun maleo dengan cara transek, point count, dan pemasangan camera trap,” ungkapnya.Sejak 2019, pihaknya sudah melacak lokasi yang aman untuk pemantauan babirusa.“Site ini membantu memprediksi populasi babirusa di TNBNW dengan model pendekatan parameter okupansi.”Selain Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, kawasan yang juga menjadi habitat babirusa adalah Suaka Margasatwa Nantu yang secara administrasi terletak di Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Boalemo, dan Kabupaten Gorontalo Utara.Pada tahun 1999 Suaka Margasatwa Nantu ditetapkan dengan luas 31.215 Ha, kemudian diperluas pada tahun 2010 menjadi 51.507,33 Ha berdasarkan SK Menhut No.325/Menhut-II/2010.Baca: Apakah Babirusa dan Rusa Memiliki Hubungan Kekerabatan Secara Genetik?  " "Hari Keanekaragaman Hayati Internasional: Babirusa dan Ancaman Kepunahan yang Nyata","Nelson Pomalingo, Bupati Kabupaten Gorontalo, mengakui keberadaan Hutan Nantu sangat penting untuk babirusa. Meski begitu, bukan berarti bebas ancaman. Sebut saja Hutan Produksi Terbatas [HPT] Boliyohuto yang mulai dirambah dan dikhawatirkan berdampak pada ekosistem Hutan Nantu.“Untuk mempertahankannya, kami mengusulkan perubahan HPT Boliyohuto menjadi Taman Hutan Rakyat [Tahura]. Lokasi HPT berbatasan dengan Nantu,” paparnya.Dia menjelaskan, kawasan tahura dapat berfungsi sebagai zona penyangga [buffer zone] Hutan Nantu. Usulan perubahan kawasan tersebut sudah melalui kajian dan penelitian, serta telah diajukan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.“Di tingkat nasional sudah ada tim yang melakukan penilaian dan hasilnya sangat layak menjadi tahura,” ujar Nelson.Baca juga: Tidak Hanya di Sulawesi, Babirusa Ditemukan juga di Pulau Ini  Morfologi BabirusaSaat ini terdapat tiga spesies babirusa yang masih hidup dan satu spesies yang hanya ditemukan dalam bentuk fosil. Tiga spesies itu adalah; Babirusa sulawesi [Babyrousa celebensis], Babirusa berbulu lebat atau hairy babirusa [Babyrousa babyrussa] yang terdapat di Kepulauan Sula dan Pulau Buru, serta Babirusa togean atau Togean Babirusa [Babyrousa togeanensis]. Satu spesies yang sudah punah adalah Babirusa Bolabatu [Babyrousa bolabatuensis] yang ditemukan dalam bentuk fosil di semenanjung selatan Sulawesi.  Secara morfologi, setiap spesies babirusa telah dideskripsikan oleh Abdul Haris Mustari, dosen pada Departeman Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor [IPB], dalam bukunya “Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi” tahun 2020.Babirusa Sulawesi yang persebarannya di daratan utama Sulawesi memiliki ciri bertubuh pendek dan rambut jarang." "Hari Keanekaragaman Hayati Internasional: Babirusa dan Ancaman Kepunahan yang Nyata","Babirusa berbulu lebat yang terdapat di Kepulauan Sula dan Pulau Buru, sebagaimana namanya memiliki rambut pada tubuh panjang dan tebal.Sedangkan babirusa togean yang berada di Pulau Malenge, Talatako, Togean, dan Batudaka, mempunyai ciri rambut pada tubuh pendek dan jarang dibandingkan Babyrousa babyrussa.Babirusa jantan memiliki dua taring besar [panjangnya mencapai 300 mm] yang menembus kulit moncong lalu mencuat bengkok ke belakang sampai di depan mata. Sedangkan pada betina taring lebih pendek atau bahkan tidak tumbuh mencuat keluar seperti jantan.Babirusa jantan dapat dikenali juga dari keberadaan skrotum yang cukup besar. Sedangkan babirusa betina memiliki vulva.Berdasarkan Badan Konservasi Dunia IUCN [International Union for the Conservation of Nature] babirusa berstatus Rentan [Vulnerable/VU]. Di dalam negeri, berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/2018, babirusa merupakan jenis satwa liar dilindungi.  [SEP]" "Kala Banjir dan Cuaca Ekstrem Landa Maluku Utara","[CLS]      Sejak beberapa pekan lalu bencana melanda Maluku Utara. Dari banjir merendam sejumlah desa di Kabupaten Kepulauan Sula, sampai kapal tenggelam di perairan Halmahera Selatan.Di Kepulauan Sula bahkan jalan dan jembatan penghubung antardesa terputus. Banjir tak hanya di Kota Sanana juga di Pulau Mangole. Intensitas hujan tinggi di daerah ini dalam sepekan menyebabkan air meluap mencapai satu meter.Informasi yang dihimpun Mongabay menyebutkan, banjir kepung Kota Sanana sejak 13 Juli lalu. Sebelumnya, pada 10 Juli banjir besar juga menerjang Desa Capalulu, Pulau Mangole, Kepulauan Sula.Rumah-rumah pun terendam setinggi 60-70 sentimeter. Banjir bandang ini karena luapan air sungai dan air turun dari gunung.Sanip Umasangadji, Kepala Desa Capalulu, melaporkan ada fasiiltas umum berupa jembatan penghubung antar desa putus dihantam banjir dan melumpuhkan aktivitas warga. Mereka pun sulit ke Desa Mangoli, Kecamatan Mangoli Tengah, untuk kegiatan seharo-hari.“Kita kesulitan karena jembatan putus. Warga di Desa Capalulu misal mau transfer uang belanja, atau anak sekolah di desa tetangga kesulitan,” katanya.Kalau mau melintas terpaksa dengan menyeberangi kali dengan berisiko karena sungai berarus. “Kita akan buat jalan darurat, daripada harus turun menyeberang kali. Yang penting ada jalan darurat supaya bisa diakses,” katanya.Di Ibu Kota Kabupaten Kepulauan Sula, di Kota Sanana, rumah warga tergenang dan sejumlah fasilitas rusak.Hujan deras 13 Juli sore hingga malam, menyebabkan Kota Sanana terkepung banjir dengan ketinggian air hingga 70 sentimeter.  Desa -desa ini menerima dampak luapan air dari sungai diduga karena pembangunan drainase kota yang tak tertata baik. “Air meluap sangat deras, hingga tanah longsor bahkan fondasi rumah patah terbawa air. Di beberapa ruas jalan antar desa di Pulau Sulabesi sempat terhalang karena longsor,” kata Gunawan Tidore, warga Desa Waihama, Kecamatan Sanana. Rumah Gunawan terendam." "Kala Banjir dan Cuaca Ekstrem Landa Maluku Utara","Banjir di lokasinya merupakan bencana berulang. Dia duga bencana terjadi karena salah urus drainase kota.“Di Kota Sanana ini drainase kota buruk membuat hujan beberapa jam air meluap dan menenggelamkan pemukiman. Kasus seperti ini setiap saat terjadi jika hujan dengan intensitas tinggi dan waktu agak lama.”Fifian Adeningsih Mus, Bupati Kepulauan Sula, menetapkan status tanggap darurat sampai 21 Juli lalu.Buhari Buamona, Kepala BPBD Kepualauan Sula dalam keterangan kepada media mengatakan, banjir di Kepulauan Sula ini diduga kuat karena terjadi sedimentasi puluhan sungai di Sanana terutama yang mengalir masuk ke kampung-kampung di dalam kota.Pemerintah Kepulauan Sula menurunkan alat berat untuk pengerukan sejumlah sungai yang mengalami pendangkalan.  Kerusakan lingkunganIrawan Duwila dari Ikatan Ahli Perencana (IAP) Kepulauan Sula yang banyak kampanye soal lingkungan mengatakan, banjir di daerah ini tidak terlepas dari persoalan lingkungan terutama dalam hal pemanfaatan hutan dan lahan.Kalau melihat ketebalan sedimentasi di sejumlah sungai di Sanana tidak terlepas dari adan run off karena tutupan lahan di puncak sudah banyak berkurang. Tutupan tergerus di hulu, katanya, ketika hujan menyebabkan run off dan masuk ke sungai hingga menimbulkan sedimentasi.“Sungai ada air, kalau kemarau kering. Cerita orang tua di kampung kami, dulu sungai di kampung kami cukup dalam. Bahkan perahu besar bisa masuk sampai ke kampung. Sekarang, terjadi pendangkalan bahkan rata karena sedimentasi tebal. Ini fakta yang tidak bisa dipungkiri,” katanya.Pengurangan tutupan hutan dan lahan,  katanya, karena eksploitasi skala besar, pertambahan penduduk maupun pemanfaatan berbagai kepentingan.Di Pulau Mangole, misal, hutan tergerus oleh perusahaan semisal PT Barito Pasifik Timber Group. Hingga kini masih tereksploitasi.“Belum ada sosialisasi atau pemberitahuan ke masyarakat menyangkut pemanfaatan ruang dan peruntukannya.”" "Kala Banjir dan Cuaca Ekstrem Landa Maluku Utara","Dia juga menilai, pemerintah daerah lemah dalam mitigasi bencana termasuk banjir. Padahal banjir sudah berulang setiap tahun   di Kepulauan Sula. Di Sulabesi dan Waitina Mangoli,  setiap ada hujan selalu banjir.Baginya, belum ada perencanaan terintregrasi. Bicara rencana tata ruang wilayah (RTRW), katanya, sudah empat atau lima tahun belum selesai revisi.Ketika pengelolaan ruang tak terkendali karena tak ada aturan, kata Irawan, terjadi pembukaan lahan di wilayah resapan. Dalam kondisi seperti ini , pemerintah perlu hadir lewat aturan.“Sayangnya, sampai saat RTRW sebagai dokumen rujukan pengelolaan ruang, revisi belum juga selesai. Begitu juga dokumen rencana detail tata ruang prosesnya sampai di mana publik tidak tahu.”Sahjuan Fathgehipon,  Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kepulauan Sula enggan memberi tanggapan.Riset Rifandi Duwila, Raymond Ch. Tarore dan Esli D. Takumansang dari Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Sam Ratulangi Manado 2019 menunjukkan, hasil analisis riset terkait erosi cukup tinggi mencapai 35.395,79 hektar atau 61,59%, erosi sedang 20.987,97 hektar (36,52 %) dan erosi tinggi 1.083,33 hektar (1,88%).Begitu juga dalam analisis SKL Drainase untuk mengetahui tingkat kemampuan lahan mengalirkan air hujan secara alami dengan melihat aliran air dan mudah tidaknya air mengalir. “Dari analisas itu menunjukan drainase cukup 50618,86 hektar atau 94,68 %, drainase kurang 2.603,607 hektar atau 4,87% dan drainase tinggi 239,03 atau 0,44%.  Cuaca ekstrem Tak hanya banjir bandang, cuaca ekstrem melanda Maluku Utara. Cuaca ekstrem antara lain menyebabkan Kapal Motor (KM) Cahaya Arafah tenggelam di perairan Desa Tokaka, Gane Barat, Halmahera Selatan, pertengahan Juli lalu. Kapal berbahan utama kayu rute Ternate-Halmahera Selatan ini alami nasib tragis kala berlayar di tengah cuaca ekstrem." "Kala Banjir dan Cuaca Ekstrem Landa Maluku Utara","Dari laporan akhir Tim SAR Gabungan setelah tujuh hari operasi pencarian, menyebutkan 66 korban selamat, 10 orang meninggal dunia dan satu orang dinyatakan hilang, dari total 77 penumpang di kapal penyebrangan pengangkut barang dan penumpang ini.Fathur Rahman, Kepala Basarnas Ternate, mengatakan, meski telah menutup operasi, mereka meminta kepada kapal maupun nelayan di Maluku Utara melaporkan kepada Tim SAR Gabungan apabila melihat maupun menemukan keberadaan korban.Beberapa peristiwa lain juga terjadi di hari sama di tengah hujan deras, angin kencang serta gelombang tinggi. Mesin speeadboat Kie Besi mati mesin di tengah cuaca buruk di perairan Payahe, Tidore Kepulauan. KM Ferry Lompa nyaris tenggelam dihantam gelombang tinggi di perairan rute Makian-Kayoa, Halmahera Selatan. Di perairan Pulau Morotai, dua nelayan dinyatakan hilang.Dari data pengamatan BMKG Stasiun Meteorologi Kelas I Sultan Babullah Ternate meliris cuaca saat kejadian. Dari deteksi, ada potensi cuaca ekstrem di pesisir barat Maluku Utara yang berdampak pada peningkatan curah hujan, kecepatan angin, tinggi gelombang dan gelombang pasang.Dalam perkiraan, tinggi gelombang 2,5 (moderate sea) dan kecepatan angin sampai dengan 25 knot yang terjadi di wilayah Maluku Utara dan sekitarnya.Dari citra satelit BMKG menunjukkan, anomali cuaca di wilayah dan titik lokasi kejadian.Menurut Setiawan Sri Raharjo, Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Stasiun Meteorologi Kelas I Sultan Babullah Ternate, informasi ini sudah disampaikan dalam group koordinasi dan telah mengeluarkan peringatan dini.“Cuaca ekstrem menimbulkan beberapa kecelakaan kapal,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Mongabay, Senin (25/7/22).  Waspada " "Kala Banjir dan Cuaca Ekstrem Landa Maluku Utara","Prakiraan BMKG, curah ekstrem tak hanya terjadi di bagian barat Maluku Utara. Pasca kejadian 18 Juli 2022, daerah seperti di Halmahera Tengah, Halmahera barat, Pulau Taliabu dan Halmahera Selatan, juga potensi cuaca ekstrem hingga perlu waspadai.Setiawan mengatakan, kondisi cuaca di Maluku Utara dalam beberapa tahun terakhir mengalami ketidakstabilan. Kondisi suhu setiap tahun meningkat.Acuan cuaca dari pandangan lampau orangtua terdahulu, tidak bisa lagi jadi pedoman masyarakat ketika beraktivitas.Dia meminta masyarakat menjadikan deteksi dini cuaca dengan bantuan alat dan teknologi terbarukan BMKG sebagai rujukan awal dalam beraktivitas demi keselamatan.“Dalam survei kami, masih dibutuhkan kerja keras BMKG dan instansi terkait lain untuk menjadikan masyarakat lebih sadar terhadap cuaca, harapan kedepan masyarakat lebih sensitif,” ujar Setiawan.BMKG terus berupaya meningkatkan performa agar publik tidak abai info cuaca.Cuaca ekstrem di Maluku Utara ini, katanya, bisa berujung maut kalau tak diantisipasi.“Kita berharap, jangan penyesalan mendalam atau muncul kesadaran kala sudah terjadi bencana.”Dalam kurun 1980-awal 2020, menurut data BMKG ada kecenderungan suhu muka laut naik. Kalau suhu muka laut naik akan mengubah pola sirkulas angin dan secara otomatis menimbulkan perubahan musim.Sebagai contoh, di Halmahera Timur dan Halmahera Tengah, dahulu punya sumber air dan surplus pangan atau jadi pusat lumbung pangan, kini berubah karena curah hujan makin menurun dan terjadi gagal panen.Pada 2020, sesuai data perubahan suhu di Ternate, Galela, Labuha dan Sanana, baik awal musim maupun akhir musim jadi alasan kuat menyimpulkan terjadi kenaikan suhu. “Ini bisa jadi alasan mengapa warga di daerah ini mengharapkan pasokan beras dari Jawa Timur dan Sulawesi Selatan.”" "Kala Banjir dan Cuaca Ekstrem Landa Maluku Utara","Hal lain bisa terlihat dari perubahan angin. Kala angin kuat, suplai bahan pangan akan terganggu. Perubahan ini juga ikut mengubah kondisi pasar dan harga barang tidak terkontrol hingga menyebabkan inflasi serta akan mengganggu stabilitas ekonomi daerah.Dalam beberapa tahun ini, katanya, kondisi cuaca tahunan terjadi ganguan secara global. Kalau dianalisis dari data normal, terjadi variabilitas iklim dan cuaca.  ********* [SEP]" "KKP Tawarkan Penangkapan 5,99 Juta Ton Ikan Berbalut Konservasi untuk Perusahaan","[CLS]  Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan menerapkan kebijakan penangkapan terukur di 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI). Sistem ini berbasis kuota ke industri atau kelompok nelayan.“Perikanan berbasis kuota akan menjadi alat utama kami untuk menjaga lingkungan laut dan pada saat yang bersamaan membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kebijakan ini akan dimulai pada tahun ini, tahun 2022,” ujar Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono melalui Ketua Pelaksana Unit Kerja Menteri Anastasia Rita Tisiana dalam acara dialog Blue Halo-S di Bali, Selasa (1/3/2022), seperti dikutip dari siaran pers. Program Blue Halo-S ini memberikan konsesi pada perusahaan atau kelompok usaha untuk menangkap ikan secara komersial di perairan sekitar kawasan konservasi.Melalui kebijakan penangkapan berbasis kuota, KKP membagi wilayah penangkapan dalam enam zonasi dengan kuota yang ditawarkan mencapai 5,99 juta ton per tahun. Angka tersebut setengah dari jumlah stok ikan berdasarkan hasil kajian Komnas Kajiskan sebanyak 12,5 juta ton.Menteri Trenggono menyebut kebijakan penangkapan terukur sejalan dengan prinsip ekonomi biru, di mana kegiatan ekonomi di dalamnya mengutamakan prinsip keberlanjutan ekosistem. KKP juga akan memperkuat pengelolaan wilayah konservasi untuk menjamin populasi ikan terjaga setiap tahunnya.Selain enam zona untuk penangkapan berbasis kuota, ada satu zona yang disiapkan sebagai lokasi pemijahan (spawning) dan pengasuhan (nursery ground) yakni WPPNRI 714 yang selama ini menjadi tempat pemijahan ikan-ikan bernilai ekonomi tinggi, salah satunya tuna. Perairan ini merupakan salah satu wilayah konservasi di Indonesia." "KKP Tawarkan Penangkapan 5,99 Juta Ton Ikan Berbalut Konservasi untuk Perusahaan","Penerapan kebijakan penangkapan terukur diyakini membuka banyak peluang investasi di bidang perikanan, mulai dari kegiatan di hulu hingga hilir. Peluang ini utamanya diberikan kepada pelaku usaha domestik, disusul investor dari luar negeri.“Kegiatan Blue Halo-S dapat berpartisipasi sebagai investor dalam kebijakan penangkapan ikan berbasis kuota ini berdasarkan peraturan KKP dengan syarat dan ketentuan,” ujarnya.baca : Catatan Akhir Tahun : Era Baru Pengelolaan Perikanan Tangkap Dimulai pada 2022  Persyaratan dan ketentuan tersebut di antaranya mengajukan izin penangkapan ikan ke sistem perizinan KKP. Jumlah penangkapan dibatasi berdasarkan kuota yang ditentukan oleh KKP, dan ikan harus didaratkan dan diproses di pelabuhan pendaratan yang ditentukan.Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) akan dipungut berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan dan diawasi oleh BPKP dan KPK. Blue Halo-S bisa bekerja sama dengan nelayan lokal dan koperasi nelayan untuk mendapatkan dan mengelola kuota penangkapan. Nelayan lokal diklaim akan mendapatkan 20% dari total kuota.Seiring penerapan kebijakan penangkapan terukur, KKP juga tengah menyiapkan teknologi berbasis satelit yang terintegrasi, yang akan digunakan sebagai sistem utama pengawasan operasi penangkapan ikan. Sistem tersebut akan mengoptimalkan penggunaan Integrated Surveillance System (ISS) yang terhubung dengan kapal pengawasan penangkapan ikan.Dialog ini dihadiri oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia, serta Laurene Powell Jobs, janda dari almarhum Steve Jobs yang juga pendiri Earth Alliance, organisasi yang fokus pada kelestarian lingkungan." "KKP Tawarkan Penangkapan 5,99 Juta Ton Ikan Berbalut Konservasi untuk Perusahaan","Sebelumnya, Program Blue Halo-S ini sempat dibahas dalam rapat koordinasi oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman pada Agustus 2019. Dalam arsip berita KKP tersebut disebutkan, tujuan rapat menindaklanjuti Program Blue Halo-S yang merupakan sebuah konsep pengelolaan perikanan dan konservasi laut yang berkelanjutan dengan menerapkan kawasan konservasi yang sangat dilindungi (no take) serta daerah di sekitarnya sebagai konsesi untuk aktivitas ekonomi.baca juga : Penangkapan Terukur, Masa Depan Perikanan Nusantara  Selanjutnya dari LSM Conservation International memaparkan bahwa Blue Halo-S merupakan perairan di luar/sekitar kawasan konservasi yang keberadaan sumber daya ikannya ditentukan dan dipengaruhi oleh kawasan konservasi melalui proses bioekologi.Konsep Blue Halo-S adalah memberikan konsesi pada perusahaan atau kelompok usaha untuk menangkap ikan secara komersial di perairan sekitar kawasan konservasi. Ikan yang ditelurkan dan dibesarkan di kawasan konservasi akan tumpah ke perairan yang berdekatan sebagai ikan dewasa. Ikan-ikan ini akan menjadi target operasi penangkapan ikan komersial.Selanjutnya, perusahaan atau kelompok usaha yang menangkap ikan atau memanfaatkan sumber daya ikan di Blue Halo-S, harus berinvestasi dalam pengelolaan konservasi jangka panjang seperti: patroli berkelanjutan, pemantauan dan evaluasi biologis dan sosial, pembangunan kesadaran masyarakat, pengembangan pendidikan dan mata pencaharian, dikelola bersama oleh pemerintah.Diharapkan konsep ini akan menjadi sistem pembiayaan baru untuk konservasi agar tidak tergantung pada APBN atau APBD. Juga dapat menjadi program Kementerian/Lembaga dengan mengkaji secara bioekonomi, manajemen perikanan, dan aspek legal. Proyek percontohan akan dilaksanakan di Fakfak dan Misool, Papua Barat." "KKP Tawarkan Penangkapan 5,99 Juta Ton Ikan Berbalut Konservasi untuk Perusahaan","Tim perwakilan dari KKP merangkum beberapa kesimpulan dalam rapat tersebut antara lain, sebelum konsep ini diimplementasikan, diperlukan kajian mendalam secara ilmiah terkait konsep Blue Halo-S ini serta keuntungannya untuk masyarakat setempat, kemudian perlu kajian gap analysis terhadap regulasi yang terkait konsep Blue Halo-S.Berikutnya, penentuan Blue Halo-S harus disesuaikan dengan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) atau Rencana Zonasi Kawasan Antar Wilayah (RZ KAW).Saat ini untuk kawasan konservasi sudah tercantum dalam rencana zonasi tapi untuk Blue Halo-S belum ditentukan pemanfaatan ruang lautnya, dan pengelolaan harus dilakukan secara formal dan dikaitkan dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) atau lembaga seperti Badan Layanan Umu (BLU).perlu dibaca : Laut Arafura Jadi Panggung Pertunjukan Utama Penangkapan Ikan Terukur  World Ocean Summit Di Jakarta, Menteri Trenggono kenalkan kebijakan penangkapan terukur di World Ocean Summit (WOS) ke-9 pada Selasa (1/3/2022). WOS ke-9 berlangsung secara virtual dari Lisabon, Portugal pada 1-4 Maret 2022. Ada lebih dari 140 pembicara dan ribuan peserta dari perwakilan pemerintahan, pimpinan industri berbasis laut, akademisi, hingga civil society yang fokus pada kesehatan laut.Dalam siaran pers KKP disebutkan, Trenggono memaparkan presentasinya tentang “Visi Indonesia 2045: Ekonomi Biru untuk Perikanan Indonesia.”Penerapan kebijakan penangkapan terukur merupakan satu dari tiga fase utama dalam transformasi tata kelola perikanan di Indonesia. Pada fase ini, kebijakan penangkapan ikan berbasis kuota tersebut dibarengi dengan restrukturisasi ekonomi nelayan dan pembudidaya ikan.Fase selanjutnya berupa percepatan pertumbuhan berfokus pada ekonomi biru, serta memperkuat pertumbuhan tersebut. Melalui fase-fase ini, menurutnya Indonesia menargetkan menjadi pengelola perikanan berkelanjutan yang diakui dunia." "KKP Tawarkan Penangkapan 5,99 Juta Ton Ikan Berbalut Konservasi untuk Perusahaan","Sebagai negara Ocean Panel, Indonesia menjadikan prinsip ekonomi biru sebagai salah satu acuan utama untuk mewujudkan keberlanjutan laut dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.Dalam presentasinya, Menteri Trenggono turut menayangkan video dua menit yang berisi tentang substansi kebijakan penangkapan terukur di Indonesia. Salah satu isinya mengenai peluang investasi di bidang perikanan yang bisa dimanfaatkan para investor dari dalam maupun luar negeri.Acara yang digelar oleh Economist Impact tersebut bertujuan melakukan katalisasi ekonomi kelautan yang berkelanjutan dengan mengubah cara bisnis yang berlangsung di lautan. Selain itu untuk mendorong kolaborasi lintas negara bagaimana mengambil tindakan untuk memulihkan kesehatan laut.baca juga : Pengawasan Terintegrasi untuk Penangkapan Ikan Terukur Mulai Awal 2022  Memantau kepatuhan kuotaKetua Komite Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnas Kajiskan) Prof Indra Jaya dikonfirmasi Mongabay, Rabu (2/3/2022) mengatakan besarnya kuota penangkapan ikan mengikuti rekomendasi Komnas, tidak boleh melewati stok. “Misi menteri mengedepankan ekologi dibanding ekonomi, saya terjemahkan mempertahankan sumberdaya keberlanjutan sumberdaya ikan. Berapa yang bisa dimanfaatkan?” sebutnya.Dalam skema kuota ini menurutnya adalah kewajiban melaporkan jumlah yang ditangkap dan berapa yang masuk PNBP. “Selama ini tidak ada kewajiban melaporkan berapa yang ditangkap setelah dapat izin,” sebut Indra." "KKP Tawarkan Penangkapan 5,99 Juta Ton Ikan Berbalut Konservasi untuk Perusahaan","Pengaturan pemberian kuota antara perusahaan besar dengan kelompok nelayan ini menurutnya akan dilakukan Dirjen Perikanan Tangkap KKP. Ia berharap kapal besar dan nelayan tradisional tidak beroperasi di satu wilayah yang sama. “Harus lebih ke zonasi agar tidak banyak konflik, misal nelayan tradisional dibatasi 12-24 mil, yang besar di luar itu. Jangan sampai di lokasi yang sama, potensi konfliknya besar,” tuturnya. Apalagi kapal perikanan industri sudah dilengkapi sistem posisi kapal, jika pengawasan ditegakkan, akan terpantau lokasi penangkapannya.Bagaimana mengawasi kepatuhan kuota ini nanti? Menurut Indra, sistem elektronik log book harus berjalan. Demikian juga kepatuhan enumerator pelabuhan perikanan,dan bukti setoran pajak.  [SEP]" "Maraknya Destructive Fishing di TWP Kepulauan Widi","[CLS]  Saat mengunjungi Taman Wisata Perairan (TWP) Kepulauan Widi Gane, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, akhir Mei lalu, saya sempat menyinggahi Pulau Daga Kecil, satu di antara sekitar 99 pulau di Kepulauan Widi.Puluhan nelayan dari Kecamatan Gane Timur Tengah dan Gane Timur Selatan, Halmahera Selatan beraktivitas di pulau tersebut. Mereka mencari ikan dengan mengail atau juga menggunakan jaring apung.Beberapa nelayan yang ditemui, mengeluhkan adanya aktivitas destructive fishing dilakukan nelayan tidak bertanggung jawab.Sementara, pantauan di beberapa pulau yang banyak didatangi nelayan, belum ada papan informasi atau pemberitahuan bahwa kawasan ini telah ditetapkan menjadi Kawasan Konservasi Perairan (KKP) di Maluku Utara yang perlu dilindungi.Pulau-pulau di TWP Kepulauan Widi ini meski tak ada penduduk tetap, para nelayan dari berbagai tempat di Maluku Utara datang silih berganti menangkap ikan menggunakan jaring apung atau pancing. Para nelayan tinggal memilih pulau mana yang mereka singgahi dan menetap tiga atau empat hari. Jika sudah banyak ikan ditangkap, mereka pulang dan menjualnya.baca : Kepulauan Widi, Surga Tersembunyi di Ujung Selatan Halmahera  Di Pulau Daga Kecil ada 15 KK warga dari Desa Gane Luar yang membuat rumah-rumah panggung di tepi pantai di belakang kawasan hutan mangrove. Mereka menangkap ikan di perairan pulau itu. Hasil tangkapan ikan diawetkan dengan es, lalu dibawa pulang untuk dijual. Ada juga yang dibuat ikan garam atau ikan asap. Hasil ikan yang mereka olah dijual ke berbagai tempat, bahkan ke luar Maluku Utara.Untuk hasil tangkapan ikan karang atau orang lokal menyebutnya ikan dasar, biasanya sudah ada pembeli tetap. Bahkan ada yang datang langsung ke Pulau Widi untuk bertransaksi dengan nelayan." "Maraknya Destructive Fishing di TWP Kepulauan Widi","Muhlis Said, salah satu pembeli ikan hasil yang ditemui di Pulau Daga Kecil mengaku, membeli langsung ke nelayan di Widi. Dia sudah tiga hari berada di pulau itu. Ikan-ikan tersebut dibawa ke daerah tambang nikel PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) di Weda, Halmahera Tengah.“Saya bawa dan jual ke perusahaan. Harga beli Rp25.000 per kilogram, dijual ke perusahaan kadang Rp50.000 bahkan Rp60.000 per kilogram,” katanya. Dia beli ikan tersebut 200 sampai 300 kilogram baru dibawa ke Weda.Hi Jassim salah satu nelayan yang sehari- hari mengolah ikan garam di Widi mengaku bisa menghasilkan ratusan kilogram ikan garam sebulan. Ikan itu diperoleh dari menjaring dan mengail atau juga membeli dari nelayan lain.“Rata-rata antara 2 sampai 5 kilogram per hari.   Dari 15 KK di pulau Daga Kecil semua mencari ikan dan membeli ikan jika ada nelayan yang jual. Mereka sudah puluhan tahun di pulau ini,” jelas Jassim yang juga pensiunan petugas kesehatan itu.baca juga : Ketika Pulau-pulau Kecil di Maluku Utara Terancam Tenggelam  Informasi dari para nelayan yang menangkap ikan di TWP ini, bahwa ada nelayan lain datang tangkap ikan dengan cara menggunakan bom atau juga potassium.“Empat bulan lalu, ada nelayan yang diketahui dari Pulau Obi melakukan pengeboman ikan di kawasan laut Pulau Boku-boku, agak ke ujung selatan gugusan pulau Widi,” jelas Amin Hairudin (47 tahun) nelayan asal desa Gane Luar yang saat ini menempati pulau Daga Kecil.Dia bilang mereka bom ikan untuk kebutuhan umpan. Setelah umpan diambil, jenis ikan lain yang mati dibiarkan. “Kami tidak bisa mengusir karena takut mereka nekat melempar bom ke kita,” ceritanya. Tidak hanya Amin, senada disampaikan Said Kahar nelayan asal desa Bisui yang setiap saat menangkap ikan di kawasan Widi menggunakan jaring apung. Dia bilang, banyak aktivitas perikanan merusak di Widi." "Maraknya Destructive Fishing di TWP Kepulauan Widi","“Banyak pulau tak berpenghuni, setiap saat aktivitas bom ikan sering terjadi. Kita sesama nelayan tidak bisa berbuat apa apa. Perahu mereka punya kapal kapasitas dan kecepatannya lebih besar. Kadang mereka nekat melempar bom jika kita kejar,” ceritanya.Karena itu dia minta Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten dan provinsi Maluku Utara untuk melakukan pengawasan atau patroli. “Kita minta mereka bisa mengawasi kawasan laut di sini. Ada pos DKP dibangun tapi tidak dimanfaatkan, akhirnya rusak,” katanya sambil menunjuk sebuah pos di laut Daga Kecil.Harapan ini disampaikan karena banyak nelayan mencari ikan di kepulauan Widi. ”Kalau sudah dibom, terumbu karang rusak dan bibit ikan mati nanti kita tidak bisa menangkap ikan lagi,” ujarnya.baca juga : Nelayan Keluhkan Kapal Ikan dari Luar Maluku Utara, KKP Tangkap 13 Kapal di Perairan Halmahera  DKP Provinsi Maluku Utara melalui Kepala Bidang Pengawasan Perikanan Abdullah Togubu menjelaskan, pengawasan aktivitas destructive fishing terkendala personil yang terbatas dan luasnya wilayah laut Malut. Undang- undang No.2/ 2014 tentang Pemerintah Daerah memang menyatakan pengawasan laut menjadi kewenangan provinsi.Untuk mengatasi persoalan ini pemerintah provinsi Maluku Utara berencana segera memberikan kewenangan pengawasan itu ke pemerintah kabupaten yang memiliki wilayah. Sehingga bisa didukung dengan anggaran ke depannya.Pergub yang mendukung pelimpahan kewenangan pengawasan ke kabupaten itu sedang digodok. “Kita segera undang rapat Kepala Dinas DKP Kabupaten/kota. Diharapkan mereka pro aktif,” jelasnya.DKP provinsi juga sudah berkoordinasi dengan aparat terutama Pangkalan Angkatan Laut (Lanal) dan Polairud untuk menangani aktivitas destructive fishing." "Maraknya Destructive Fishing di TWP Kepulauan Widi","Kepala Balai Kawasan Konservasi Perairan Daerah (BKKD) Maluku Utara Safrudin Turuy dikonfirmasi Jumat (10/6/2022) mengatakan, setelah ditetapkan menjadi TWP belum ada sosialisasi dalam bentuk papan informasi yang dipasang pulau pulau dan laut kawasan ini. Karena itu untuk tahap awal sebagai bagian dari upaya kampanye ke masyarakat, segera dipasang papan informasi mengenai status kawasan kepulauan Widi. “Tim akan segera turun memasangnya dalam waktu dekat ini,” ujarnya.Di Maluku Utara sendiri ada 8 Kawasan Konservasi Perairan (KKP) yang telah ditetapkan. “Pemasangan papan informasinya dimulai dari KKP Moti dan Makean selanjutnya KKP Gura Ici dan KKP Kepulauan Widi. Tim diberangkatkan waktu dekat ini,” katanya singkat.baca juga : KKP Tetapkan 3 Kawasan Konservasi Perairan Baru di Maluku  Sedangkan Dosen Fakultas Perikanan Universitas Khairun Ternate (Unkhair), Dr. Adityawan Ahmad mengatakan pihaknya pernah melakukan penelitian tentang kondisi bawah laut Kepulauan Widi pada 2012 lalu. Mereka menemukan kekayaan biota laut dan kondisi terumbu karang yang masih baik. Di beberapa titik penyelaman belum terkena aktivitas perikanan merusak.Dia mengatakan aktivitas pengeboman ikan itu menjadi ancaman serius terhadap terumbu karang dan biota laut di pulau Widi. “Jika ada informasi aktivitas destructive fishing dipastikan kerusakan massive terjadi,” katanya. Ditetapkan Menjadi KKPKepulauan Widi sendiri sudah dicadangkan sebagai Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KKP3K) Suaka Pulau Kecil (SPK). Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Maluku Utara No.251/KPTS/MU tahun 2015, SKP itu luasnya 7.690 ha. Setelah ditetapkannya Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) melalui Peraturan Daerah Maluku Utara No.2/2018, luas kawasan konservasi Kepulauan Widi direvisi menjadi 324.945,36 ha." "Maraknya Destructive Fishing di TWP Kepulauan Widi","Pencadangan Kepulauan Widi sebagai Suaka Pulau Kecil ditinjau kembali untuk penyesuaian jenis kategori kawasan serta penyederhanaan bentuk kawasan. Dari hasil peninjauan tersebut Kepulauan Widi diusulkan menjadi Kawasan Konservasi Perairan (KKP) tipe kawasan Taman Wisata Perairan (TWP) dengan luasan 315.117,11 ha.TWP Kepulauan Widi memiliki berbagai potensi dari segi ekologis, sosial budaya hingga ekonomi yang penting untuk dijaga dan dikembangkan manfaatnya. Potensi ekologi meliputi ekosistem terumbu karang dengan luasan total 5913,87 ha, ekosistem mangrove 84,61 ha dan ekosistem padang lamun 298,74 hektar. Di ekosistem tersebut hidup berbagai jenis organisme penting seperti ikan karang dan satwa laut kharismatik seperti lumba-lumba, hiu martil dan pari manta.  Zonasi KKP TWP Kepulauan Widi dibagi menjadi beberapa zona sesuai peraturan dan perundangan yang berlaku. Ada tiga zona, yaitu zona inti, zona pemanfaatan, dan zona perikanan berkelanjutan. Di dalam zona pemanfaatan terdapat sub zona pariwisata alam perairan, sedangkan zona perikanan berkelanjutan ditujukan untuk sub zona penangkapan ikan.Masing-masing zona memiliki target konservasi atau objek yang ingin dilindungi yang akan menentukan indikator pengelolaan kawasan dan menjadi acuan dalam menentukan strategi pengelolaan sumber daya hayati yang ada.   [SEP]" "Kala Masyarakat Pesisir di Maluku Terdampak Perubahan Iklim","[CLS]     Masyarakat pesisir di Maluku, terdampak perubahan iklim. Ia tak hanya menyebabkan kerusakan daerah pesisir juga mengancam potensi kelautan dan perikanan Maluku. Provinsi ini punya 1.412 pulau, dengan luas daratan 7,6% dari total wilayah.Gempuran gelombang besar antara lain menyebabkan kerusakan infrastruktur seperti jalan dan tembok penahan ombak terjadi di sepanjang daerah pesisir, seperti Kecamatan Lehitu di Negeri Asilulu, Negeri Lima, dan Negeri Ureng. Kondisi jalan beraspal rusak bahkan tak ada lagi. Air laut menggenang di sejumlah titik, dan merusak tanggul penahan ombak.Bahkan di tiga wilayah adat di sisi Pulau Ambon ini tak jarang jadi sasaran angin kencang disertai gelombang pasang tinggi.Kondisi ini juga mengakibatkan pasokan air bersih terganggu karena kemasukan atau bercampur air laut. Di Negeri Asilulu, mereka terpaksa pakai air laut untuk keperluan mandi, mencuci dan kakus (MCK).Dewi Rizki, Direktur Program Sustainable Governance Strategic Kemitraan, mengatakan, dampak perubahan iklim sudah dirasakan masyarakat. Naiknya suhu global mempercepat kenaikan air laut ke wilayah permukiman, intensitas badai, maupun gelombang tinggi yang membahayakan pelayaran.Rian Hidayat, Direktur Yayasan Harmoni Alam Indonesia (HAI), mengatakan, perubahan iklim sangat berdampak pesat pada penurunan hasil tangkapan ikan karena terjadi berpindahnya wilayah tangkapan ikan (fishing ground). Kondisi ini, katanya, berdampak langsung pada usaha perikanan yang merupakan tiang penyangga ekonomi pesisir.“Cuaca tidak menentu, frekuensi siklon lebih intens menyebabkan sistem operasional penangkapan terganggu,” katanya pada pembukaan kick-off Program Adaptasi Perubahan Iklim, belum lama ini.Biaya operasional melaut, katanya, kian membengkak karena daerah tangkap ikan kian menjauh.  " "Kala Masyarakat Pesisir di Maluku Terdampak Perubahan Iklim","Dia bilang, ada empat komponen program akan mereka laksanakan, dari pembangunan fasilitas, infrastruktur, pengembangan ekonomi alternatif, penguatan kapasitas masyarakat khusus nelayan, dan langkah-langkah rehabilitasi ekosistem terumbu karang yang rusak.Semuel E. Huwae, Asisten I Setda Maluku, mengatakan, Pemerintah Maluku telah mengintegrasikan isu perubahan iklim ke dalam dokumen rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) Maluku 2019-2024. Ia masuk melalui program unggulan Gubernur Maluku yakni Kampung Iklim, Desa Tangguh Bencana dan pengelolaan lingkungan berbasis kearifan lokal sebagai satu bentuk dukungan pemerintah daerah terhadap isu mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.Pemerintah Maluku, katanya, juga menyusun peta jalan rencana aksi daerah mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, ternmasuk dokumen rencana pembangunan rendah karbon daerah (RPRKD).“Persoalan perubahan iklim adalah tugas menantang hingga perlu komitmen kerja sama dan konektivitas kuat dari level pusat sampai daerah dengan usaha kolektif yang komprehensif, baik di darat pun di pesisir hingga laut,” katanya.Saat ini, Pemerintah Maluku menggencarkan penghijauan, pengendalian tata ruang lestari, pencegahan masif kebakaran hutan dan lahan. Juga, menggalakkan energi terbarukan dan mengurangi penggunaan energi fosil, menerapkan transportasi, serta pembangunan infrastruktur berwawasan lingkungan.Dia sebutkan, ada skema pendanaan dari adaptation fund (AF) atas dukungan Yayasan Kemitraan, Yayasan Harmony Alam Indonesia (HAI). Dari skema ini meluncurkan program tiga tahun soal penguatan adaptasi komunitas pesisir hadapi dampak perubahan iklim di Negeri Asilulu, Ureng dan Negeri Lima, Kecamatan Leihitu Maluku.Abimanyu Sasongko Aji, Program Manager Kemitraan Pantnership, mengatakan, program Kemitraan akan terfokus pada bagaimana memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan nelayan." "Kala Masyarakat Pesisir di Maluku Terdampak Perubahan Iklim","Elin Talahatu, Dinas Perikanan dan Kelautan Maluku menyambut baik kegiatan adaptasi perubahan iklim. Baginya, kegiatan ini bisa membantu Pemerintah Maluku dalam penanganan perubahan iklim dan tata kelola lingkungan khusus nelayan skala menengah dan kecil.Saat ini, Dinas Kelautan dan Perikanan Maluku, kata Talahatu, sedang susun program untuk memperkuat kemampuan adaptasi nelayan di tiga desa di Leihitu. Antara lain, mereka adakan penanaman vegetasi non mangrove di pesisir pantai.“Kami sedang mengusulkan rencana penanaman vegetasi pantai non mangrove ke Kementerian Kelautan dan Perikanan.”  Suara nelayanPara nelayan di tiga negeri di Maluku Tengah ini pun menyampaikan sejumlah kendala yang dihadapi mereka selama ini antara lain soal hasil tangkapan berkurang karena pergeseran lokasi ikan (fhising ground). Penyebab utama, perubahan iklim dan ada juga faktor lain.A Karim Layn, anggota Saniri Negeri (BPD) Negeri Asilulu mengatakan, wilayah tangkap kian menjauh dan cukup berpengaruh pada alat tangkap ikan tradisional. Alat tangkap pun tak mampu lagi mengatasi perubahan iklim, terutama pada tinggi gelombang dan kekuatan angin.Karim yang sehari-hari sebagai pengepul ikan tuna ini bilang, para nelayan di tiga negeri ini berpatokan pada tanda tanda alam yang dalam istilah lokal disebut tanoar. Untuk mengetahui waktu yang tepat dan cocok melaut dengan berpatokan pada bulan.Kondisi mulai berubah dalam satu dekade ini. Pada tahun 90-an, nelayan tuna masih mudah mengetahui lokasi banyak ikan dengan memperhatikan posisi bulan. “Kondisi ini berubah setelah cuaca tak menentu.”Nelayan pesisir mulai beralih pakai rumpon yang bisa ‘memanggil’ tuna karena difasilitasi dengan cahaya lampu. Namun, katanya, persoalan biaya jadi tantangan.Dia berharap, program ini berdampak positif bagi para nelayan hingga bisa kurangi persoalan yang mereka hadapi." "Kala Masyarakat Pesisir di Maluku Terdampak Perubahan Iklim","Gani Kiat, nelayan asal Negeri Asilulu, mengeluhkan banyak rumpon terutama di perairan yang berhadapan dengan Leihitu. Rumpon-rumpon itu di sejumlah perairan di Maluku ini berada di atas 10-12 mil hingga bisa berdampak tun makin menjauh dari daerah penangkapan.Dia juga khawatir perahu pentura nelayan. Perahu ini dari bahan viber. Saat musim penghujan, nelayan makin was-was kalau perahu kena hantam gelombang dan terbalik. Perahu dengan bahan ini tak mengapung. Berbeda dengan perahu kayu, yang akan mengapung saat terbalik atau kemasukan air.“Kami ragu alat transportasi ini. Karena ada kerabat kami yang mengalami kecelakaan saat menggunakan alat ini, berbeda dengan yang kayu.”Ada juga masalah tumpahan semacam tinta ke laut dengan sengaja. Kiat bilang, penggunaan tinta diduga mengandung unsur kimia yang dibawa nelayan asing saat melaut di perairan Maluku. Cara kerjanya, tinta itu akan ditumpahkan hingga ikan mabuk.Dia meminta, perhatian serius Pemerintah Maluku mengatasi berbagai persoalan ini.Elin Talahatu, mengatakan, penggunaan zat kimia atau tinta cumi itu bentuk perbuatan pidana.Dia minta masyarakat pesisir ikut mengawasi. Jadi, katanya, peran serta masyarakat ini sebagai bentuk kolaborasi. “Perlu pengawasan ketat, dibantu masyarakat.”Hasil pengawasan, katanya, telah tersistem karena berkerja sama dengan TNI-AL, Polairud, dan Kementerian Kelautan Perikanan.Insani Soulissa, perempuan nelayan di Desa Negeri Lima mengatakan, usaha perikanan komunitas pesisir kepada tiga negeri, Ureng, Asilulu dan Negeri Lima perlu perhatian dalam peningkatan kualitas budidaya di laut, air tawar maupun destinasi pariwisata.“Ini potensi tetapi ada kekurangan dalam edukasi dan pembinaan. Sebetulnya budidaya ikan air laut dan air tawar seperti di DAM Wai Ela berpotensi.”  Atum Ely, perempuan nelayan asal Negeri Asilulu juga meminta perhatian serius semua pihak bisa bantu membuka ruang pemasaran." "Kala Masyarakat Pesisir di Maluku Terdampak Perubahan Iklim","Sementara, Harold J.D Waas, dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Univesitas Patimura Ambon mengatakan, melihat sistem arus lintas Indonesia (arlindo) sebagai sistem lintas air, tuna akan tetap melewati perairan Indonesia.“Dengan melewati Selat Makassar, masuk ke perairan Banda, Selat Bali, laut Sawu, perairan Halmahera, laut Seram, menuju ke kawasan Timur. Tuna bergerak mengikuti arus, tidak melawan arus.”“Ada parameternya, dengan melihat suhu air. Suhu air antara dingin dan panas, maka dipastikan banyak tuna.”Dia juga paparkan soal rantai makanan dari di laut mulai dari zooplankton, fitoplankton, ikan kecil hingga ikan besar.Ikan besar bertahan di satu lokasi kalau rantai makanan teratur. Kalau tidak, katanya, berdampak pada lokasi tangkap jadi lebih jauh.Dosen ilmu kelautan ini juga membahas tentang pemetaan prakiraan daerah potensi Ikan (PPDPI), penginderaan jarak jauh kelautan dengan remote sensing, bagaimana pakai satelit untuk mempermudah penangkapan ikan oleh nelayan.Teknisnya, dengan pemetaan pesisir, karena kawasan ini rentan terdampak perubahan iklim seperti gelombang tinggi yang mampu memporakporandakan pesisir.  ********  [SEP]" "Selamatan Laut Masyarakat Lombok : Menjaga Ekosistem Laut dan Menolak Bencana (1)","[CLS]  Suara pria parau terdengar dari pengeras suara masjid yang berjarak sekitar 700 meter dari bibir pantai Teluk Kombal, Desa Pemenang Barat, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara, Rabu pagi (21/9/2022). Pria itu mengumumkan upacara ritual Nyelamat Telokan dan Mandi Safar akan segera mulaiSetelah itu, satu persatu ibu-ibu Dusun Teluk Kombal berdatangan ke lokasi acara sembari membawa dulang (hidangan) makanan di atas kepalanya. Rubiah (49) dan para ibu lainnya terlihat begitu bersemangat menghantarkan dulang yang disiapkan jauh-jauh hari itu.“Saya senang acara Nyelamat Telokan bisa diselenggarakan lagi,” ungkap ibu tiga orang anak itu yang sejak subuh telah membeli bahan makanan di pasar Pemenang dan memasaknya di rumah.Semua itu ia lakukan demi mensukseskan acara yang sudah tiga tahun belakangan tidak pernah terlaksana. Memang, sejak gempa bumi berkekuatan 7 SR pada 2018 silam, hingga pandemi Covid-19, upacara Nyelamat Telokan tidak pernah dilaksanakan.Hal itulah yang menurut Rubiah menyebabkan suaminya Muhammad (52) tidak pernah mendapatkan tangkapan yang memuaskan ketika pergi melaut. Masyarakat Teluk Kombal percaya, bahwa setiap laut dan isinya memiliki penjaga yang ditugaskan Allah SWT.baca : Selamatan Laut, antara Merawat Tradisi dan Rayuan Pariwisata  Sinar matahari masih terik dan angin berhembus kencang pada Selasa (20/9) sore di Teluk Kombal. Farhan (61) keluar dari rumah panggung kecilnya dengan membawa sebilah parang. Di pinggir jalan, beberapa pemuda telah menunggu kedatangan Farhan. Sore itu mereka akan mencari dua batang pohon bambu yang akan dibuat menjadi penjoran saat upacara Nyelamat Telokan keesokan harinya.Penebangan pohon bambu merupakan bagian dari rangkaian acara Nyelamat Telokan dan harus dipimpin oleh pemangku adat. “Saya harus ikut prosesi penebangan ini, karena dipercaya sebagai mangku adat oleh masyarakat,” kata Farhan." "Selamatan Laut Masyarakat Lombok : Menjaga Ekosistem Laut dan Menolak Bencana (1)","Dua pohon bambu yang akan ditebang pun tidak sembarangan, yaitu ujung dari bambu pertama harus menghadap ke arah kiblat dan bambu kedua menghadap ke arah timur laut.“Hanya dua batang yang akan digunakan, yang menghadap ke kiblat adalah perempuannya dan yang menghadap ke barat laut itu laki-lakinya,” jelasnya.Masyarakat Teluk Kombal percaya bahwa pemilihan dua batang bambu itu merupakan cara memanggil semua mahluk hidup yang ada di dalam laut dari kedua penjuru itu, untuk berkumpul di laut Teluk Kombal.baca juga : Masyarakat Adat di Lombok Menjaga Tradisi, Was-was ‘Serbuan’ Plastik  Keesokan harinya, upacara yang telah dinanti-nanti masyarakat Teluk Kombal selama tiga tahun itu dimulai. Upacara dibuka dengan pembacaan serakalan (sebuah buku yang menghimpun shalawat dan kisah Nabi Muhammad SAW) dan doa bersama.Setelah itu, acara dilanjutkan dengan makan bersama seluruh masyarakat Teluk Kombal beserta tamu undangan yang hadir. Makan bersama ini, merupakan cara masyarakat Teluk Kombal tetap menjaga persatuan, terutama antar kelompok nelayan setempat.Acara dilanjutkan ke ritual inti, yaitu prosesi penanaman penjoran di tengah laut. Namun sebelum penjoran setinggi tujuh meter itu ditanam di tengah laut, terlebih dahulu dilakukan ritual pelangehan yaitu ritual membasuh penjoran menggunakan air khusus yang sudah dicampur dengan berbagai jenis rempah, dan bunga-bungaan yang dilakukan oleh ibu-ibu hamil.“Kenapa wanita hamil? Harapannya setelah ritual, laut yang dahulunya kempes tidak ada isinya, kembali kembung seperti perut orang hamil,” kata Hunaidi, ketua penyelenggara ritual Nyelamat Telokan.Selain ritual pelangehan, sebelum penanaman penjoran ke tengah laut juga dilakukan pengikatan ketupat, bulayak dan beberapa jenis makanan lainnya di ujung penjoran. Masyarakat Teluk Kombal percaya, makanan tersebut bisa memanggil ikan berdatangan ke tempat mereka." "Selamatan Laut Masyarakat Lombok : Menjaga Ekosistem Laut dan Menolak Bencana (1)","Tepat pukul 10.30 WITA ritual puncak Nyelamat Telokan pun dilaksanakan. Sebelum dua buah penjoran dibawa ke tengah laut untuk ditanam, terlebih dahulu pemangku adat membacakan doa, kemudian mencabut satu demi satu patok yang sebelumnya di tanam di bibir pantai.Seusai pembacaan doa dan pencabutan patok, penjoran pun dibawa ke tengah laut untuk ditanam. Kali ini pemangku adat membagi dua kelompok, setiap kelompok berjumlah 3, 5 atau 7 orang yang penting ganjil. Kedua kelompok tersebut membawa penjoran ke tengah laut dengan menjaga ujung penjoran tidak terkena air laut.Hingga air laut mencapai dada orang dewasa, menjadi tanda lokasi penanaman penjoran tersebut. Sebelum ditanam, pemangku adat terlebih dahulu merapalkan doa, dan menanam patok di tengah antara dua penjoran. Penanaman penjoran menjadi pertanda berakhirnya upacara Nyelamat Telokan.Satu persatu hidangan pun kembali dikumpulkan oleh para ibu-ibu. Namun, sisa dari setiap hidangan tidak boleh dibawa kembali ke rumah. Semua sisa hidangan yang ada haru dilarungkan ke tengah laut. Masyarakat Teluk Kombal meyakini, jika sisa sajian itu di bawa kembali, akan berdampak buruk kepada keluarga tersebut.baca juga : Teluk Kombal yang Terjebak Bencana dari Darat dan Laut  Tradisi Pelaut BugisDahulu kala, nenek moyang masyarakat Teluk Kombal yang merupakan kaum perantau asal Bugis mengalami masa-masa pacekelik. Hampir delapan bulan lamanya tak satu pun dari mereka mendapatkan ikan. Kelaparan melanda nenek moyang masyarakat Teluk Kombal, penyakit misterius menjangkiti penduduknya.Penderitaan mereka berlanjut, ombak besar menghantam perkampungan mereka, beberapa rumah mereka hancur diterjang ombak. Warga yang mencoba melaut pun ada yang mati ditelan ombak laut. Seakan laut marah dengan mereka. Selama hampir satu tahun itu, nenek moyang warga Teluk Kombal berada dalam ancaman kematian." "Selamatan Laut Masyarakat Lombok : Menjaga Ekosistem Laut dan Menolak Bencana (1)","“Mereka sudah pasrah, tak bisa berbuat apa-apa lagi,” cerita Farhan, pemangku adat Teluk Kombal menuturkan cerita turun temurun dari kakek moyangnya.Hingga pada suatu malam, salah satu dari mereka bermimpi. Dalam mimpinya itu nenek moyang warga Teluk Kombal diperintahkan untuk melarungkan kepala sapi dan menanam dua batang bambu di tengah laut. Hingga akhirnya nenek moyang warga Teluk Kombal melaksanakan perintah dalam mimpi tersebut.Tak lama kemudian satu per satu bencana yang mereka hadapi hilang. Mulai dari ikan yang dahulunya enggan datang ke laut mereka, pascadilakukan ritual tersebut ikan berdatangan seperti buih.“Setelah ritual, tidak tau dari mana asalnya, berdatangan seakan meminta untuk ditangkap,” Farhan melanjutkan ceritanya.Penyakit misterius yang menjangkiti warga kampung pun tiba-tiba menghilang, ombak besar yang menghantam perkampungan dan merusak beberapa rumah pun tak lagi datang. Walhasil, nenek moyang warga Teluk Kombal hidup sejahtera karena melimpahnya hasil laut.Begitulah kisah yang melatarbelakangi dilaksanakannya ritual Nyelamat Telokan. Nyelamat Telokan berasal dari kata nyelamat yang bermakna mengupacarakan dan membersihkan. Sedangkan telokan artinya sebuah teluk, karena Teluk Kombal merupakan daerah teluk.Ritual Nyelamat Telokan merupakan bentuk rasa syukur warga Teluk Kombal atas limpahan rahmat Tuhan berupa hasil laut yang melimpah. Selain rasa syukur, ritual tersebut juga merupakan bentuk kearifan lokal yang bertujuan untuk menjaga ekosistem laut. Bagi warga Teluk Kombal dengan menjaga ekosistem laut maka hasil laut akan melimpah. Oleh karenanya warga Teluk Kombal melarang penggunaan bahan-bahan yang bisa merusak ekosistem laut ketika menangkap ikan.Ritual Teluk Kombal juga merupakan simbol penyatuan diri dengan alam. Mereka meyakini dengan menyatukan diri dengan alam, maka segala bentuk bencana bisa terhindarkan." "Selamatan Laut Masyarakat Lombok : Menjaga Ekosistem Laut dan Menolak Bencana (1)","baca juga : Transformasi Pinisi, dari Kapal Dagang Legendaris Menjadi Kapal Wisata Unggulan  Kini sedikit demi sedikit ritual tersebut mengalami perubahan, semisal pelarangan melaut selama tujuh hari kepada nelayan teluk kombal pasca ritual Nyelamat Telokan berubah menjadi tujuh hari. Pelarungan kepala binatang seperti sapi atau kambing pun kadang-kadang tidak dilaksanakan.“Ya, sesuai kesepakatan. Kalau tahun ini warga sepakatnya tiga hari. Dan kalau kepala sapi lebih kepada kekurangan dana,” ungkap Farhan.Namun, ia berharap ritual warisan nenek moyang tersebut tetep dilaksanakan dan dijaga oleh generasi-generasi setelahnya. Ia khawatir perkembangan dunia yang semakin cepat bisa membuat generasi muda melupakan tradisi-tradisi baik yang ditinggalkan nene moyang mereka.“Makanya saya selalu ajak yang muda-muda, supaya ketika saya meninggal ada yang meneruskan,” harap Farhan.  [SEP]" "Bermekaran, Bunga Bangkai Masih Terabaikan di Muaro Jambi","[CLS]      Sekitar sembilan bunga bangkai (Amorphophallus paeoniifolius) sedang mekar di kebun warga di Desa Jambi Tulo, Kecamatan Maro Sebo, Muaro Jambi, Jambi. Beberapa bunga sudah layu, ada yang gugur.Bunga bangkai ini berukuran mini setinggi rata-rata 50 cm-70 cm. Bewarna keunguan, merah tua dan kekuningan.Mei dan Juni, menjadi puncak menikmati bunga bangkai mekar di desa-desa sekitar Candi Muaro Jambi. Rahman Sayuti, warga Jambi Tulo bilang, tak hanya di Jambi Tulo, bunga bangkai banyak di kebun warga di Desa Jambi Kecil, Baru, Mudung, Tiris, dan Danau Lamo.Meski bernama bunga bangkai, saya tak mencium bau bangkai dari bunga-bunga ini. Rahman menciumi kelopak bunga bangkai. “Tak bau bangkai,” katanya tertawa. Dia bilang, bunga bangkai banyak menyebar di kebun-kebun warga.Bahasa lokal warga menyebut bunga ini kumbut (sebutan untuk umbi-umbian) atau di daerah lain dikenal dengan suweg. Keberadaan kerabat bunga bangkai ini seakan terabaikan.Pada 2018, warga desa sempat berburu bunga bangkai dan memanennya. Mereka menyangka bunga bangkai adalah porang (Amorphophallus muelleri BI). Harga porang sempat menggila ketika itu. Beramai-ramai memanen dan menebang bunga bangkai yang mereka sangka porang.“Masyarakat awalnya tidak tahu itu bunga bangkai, mereka sebut kumbut tu lah. Pernah juga disangka porang. Lah banyak yang ambil di kebunnya, dikumpulkan dan diperiksa ternyata bukan porang. Ya, akhirnya beratus kilogram bunga bangkai dibuang. Dak laku,” katanya.Bunga bangkai perlu kelembaban tinggi untuk bisa bertahan hidup. Rahman bilang asal tak terendam banjir, bunga bangkai bisa tumbuh dengan subur.Dulu, Mina warga Jambi Tulo bercerita, banyak sekali kumbut di sekitar pohon duku dan durian. Sekarang, tersisa di beberapa titik dengan sebaran tak sebanyak dulu.“Bunga bangkai ini dibiarkanlah hidup, dak diolah-olah masyarakat. Tapi dak jugo ditebang karena kumbut tidak dianggap hama,” katanya.  " "Bermekaran, Bunga Bangkai Masih Terabaikan di Muaro Jambi","Kumbut atau suweg bisa hidup di areal kebun warga. Mina bilang, asal tidak kena pupuk kimia dan banjir tumbuhan ini bisa hidup.“Dulu, lebih banyak kumbut ini. Karena banyak kebun diganti sawit. Beberapa tempat mulai hilang kumbut-nya. Yang penting lahan kering dan dak banjir, ada kumbut hidup.”Masyarakat belum banyak tahu tentang pengolahan kumbut atau suweg sebagai sumber pangan.Penelitian di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Fakultas Peternakan dan Pertanian dan Laboratorium Terpadu Universitas Dipenogoro pada 2017 menunjukkan, tepung suweg memiliki keunggulan protein dan serat tinggi serta kandungan lemak rendah. Kandungan serat suweg 5,82% lebih tinggi dibandingkan terigu hanya 2,82%. Suweg masuk kategori bahan pangan baik bagi penderita diabetes mellitus.Beberapa penelitian menyebutkan, suweg aman dikonsumsi langsung seperti rebus atau goreng. Ulyarti, dosen Fakultas Pertanian Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Universitas Jambi bilang, hingga kini mereka belum meneliti soal pengolahan bunga bangkai.Namun dalam beberapa referensi, kata Uly, suweg memang jadi tepung untuk bikin mie dan kue.“Dari beberapa, suweg atau bungai bangkai ini jadi sumber pangan. Karena mengandung karbohidrat tinggi dan serat tinggi. Ini pas diolah jadi tepung pengganti gandum. Kalau potensi banyak di Muaro Jambi, bisa berikan pelatihan pengolahan juga ke masyarakat,” katanya.  Hutan yang menyempitBunga bangkai tinggal menunggu waktu hilang seperti beragam anggrek di desa-desa di Kecamatan Maro Sebo, Muaro Jambi. Hutan Pematang Damar jadi cerita tentang anggrek yang tumbuh subur berubah jadi perkebunan sawit dan jabon PT Sumber Sedayu dan PT Agro Bumi Lestari.Data Dinas Kehutanan Jambi 2020, kawasan hutan di Muaro Jambi 2020 berkisar 159.000 hektar, terbebani berbagai izin dan tersisa 38.000 hektar. Kebakaran hutan berulang menyerang hutan-hutan gambut di Muaro Jambi membuat posisi mereka makin terancam." "Bermekaran, Bunga Bangkai Masih Terabaikan di Muaro Jambi","Adi Ismanto, pengelola Taman Sakat Lebung Panjang—taman yang berisi anggrek-anggrek yang bisa diselamatkan– mengatakan, kawasan konservasi perlu mengingat hutan beralih fungsi tinggi di Muaro Jambi.“Di Muaro Jambi, keanekaragaman hayati yang bernilai tinggi ada, bersifat konservasi juga. Perlu perhatian pemerintah agar tak bernasib sama seperti Pematang Damar.”    ******  [SEP]" "Oknum Tentara dalam Perdagangan Paruh Bengkok Papua [1]","[CLS]     Jalan dari papan kayu masih basah oleh guyuran hujan yang turun semalaman. Tas noken dari bekas karung beras dia selempangkan di pundak. Isinya, berbagai macam perlengkapan, mulai ketapel, tali senar hingga botol minuman. Tangan kanan menggenggam parang, dan kiri memegang kasturi kepala hitam (nuri) dengan kaki terantai pada sepotong bambu.Matahari belum muncul, saat Boni, bukan nama sebenarnya menyusuri belantara Cagar Alam Pulau Salawati Utara, Sorong, Papua Barat, pertengahan Juni lalu.Jumat pagi itu, Boni memulai perburuan. Bukan hendak berburu rusa, celeng atau kanguru tanah (Dorcopsis veterum) atau lau-lau kata orang lokal, tetapi sedang mencari peruntungan dengan menjerat urip. Urip nama populer masyarakat Papua menyebut nuri kepala hitam (lorius lory).Boni mengandalkan jerat dari tali senar yang dirajut sedemikian rupa pada ranting kayu. Ranting jerat dia pasang pada dahan di ketinggian pohon. Dia ikat dengan tali dengan panjang mengikuti tinggi pohon. Nuri jinak dia tenggerkan dekat jerat, sebagai umpan mengundang urip liar.Cara ini, Boni klaim lebih ramah pada alam. Hanya burung sejenis dengan umpan, yang bisa dijerat dan dibawa pulang. Berbeda dengan perburuan dengan jaring, semua satwa angkasa yang melintas akan meringkuk perangkap.“Biasa ada juga juga yang datang pake jaring. Itu bisa dapat banyak,” kata Lerus Manfanyiri, pemilik hak ulayat di kawasan ini.Cagar Alam Pulau Salawati Utara, jadi salah satu tempat favorit para pemburu paruh bengkok, rusa, babi hutan (celeng) maupun lau-lau. Cagar alam ini terbagi dua administrasi, Sorong dan Raja Ampat.Beragam satwa endemik ada di cagar alam ini.  Aneka satwa ini dilindungi Undang-undang Nomor 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Ancaman hukuman lima tahun penjara dan denda maksimal Rp100 juta." "Oknum Tentara dalam Perdagangan Paruh Bengkok Papua [1]","Ancaman bui dan denda tak menakutkan bagi para penangguk untung paruh bengkok. Perburuan dan perdagangan terus berlangsung.Tito, bukan nama sebenarnya, pemburu burung dari Distrik Moisigin, Sorong, Papua Barat mengaku, kebutuhan ekonomi keluarga mengalahkan rasa takut saat masuk hutan untuk berburu. Dia bilang, waswas tetap ada dan berusaha selalu waspada.“Yang penting hati-hati,” katanya.Untuk jaga keamanan dia pun bawa pulang hasil buruan ketika hari menjelang gelap. Rumahnya, berada jauh dari keramaian kota.Berbeda dengan Boni, Tito memburu satwa endemik ini pakai jaring. Dalam tiga sampai lima hari di dalam hutan, dia biasa membawa pulang aneka jenis burung tidak sedikit. Kadang dia berhasil tangkap urip, kakatua jambul kuning maupun kakatua raja.Di pasar gelap dua jenis kakatua itu masuk kelas premium dengan harga jauh di atas nuri kepala hitam. Tito biasa mematok harga Rp1,5 juta per kakatua raja, atau Rp1,2 juta untuk kakatua jambul kuning.Kalau sudah di tangan penampung, harga jual kakatua raja bisa tembus Rp5 juta dan Rp3 juta untuk jambul kuning. Sedangkan nuri kepala hitam, biasa dia jual Rp230.000-Rp 250.000, tergantung pengambilan. Harga nuri bayan Rp200.000 dan black lory Rp150.000.“Kalau masih anak, bisa Rp500.000,” katanya menyebut harga nuri kepala hitam anakan.  Dia biasa banyak tangkap kasturi (nuri) kepala hitam. Dalam sekali turun berburu, biasa dia hasilkan Rp5 juta.Di kampung itu, tak hanya Tito pemain di jaringan satwa. Ada juga ‘Bang Widhi,’ begitu lelaki ini sebagai sosok yang diduga membeli hasil tangkapan pemburu. Widhi oknum TNI Angkatan Laut bermarkas di Sorong, dengan nama lengkap W Widhi A.Hasil penelusuran tim kolaborasi, Widhi berpangkat prajurit satu (pratu) bertugas di Batalyon Polisi Militer Angkatan Laut (POMAL) dengan jabatan Wadanmes." "Oknum Tentara dalam Perdagangan Paruh Bengkok Papua [1]","Pemburu bilang, dalam satu bulan, bisa tiga kali Widhi datang ke kampung untuk ambil burung-burung tangkapan. Sekali bawa, tak kurang 30 burung yang terbungkus dalam karung. Kalau dia berhalangan datang, ada rekan yang ditugaskan mengambil.“Ada anak buahnya atau apanya gitu yang datang ngambil,” kata Tito.Seperti pada pengambilan 2 Juli 2022 itu, Widhi diduga memboyong 25 black lorry, empat nuri kepala hitam, dua kakatua hijau, nuri ara besar (nuri masda) dan beo Nias.Saat dikonfirmasi tim kolaborasi media 23 Agustus lalu, Widhi membantah terlibat dalam perdagangan paruh bengkok di Sorong dan bertindak sebagai penampung.“Saya sih karena hobi aja, seneng aja pelihara. Kalau kirim-kirim saya ngga pernah,” jawab Widhi.Laksamana Pertama (Laksma) TNI Imam Musani, Komandan Lantamal XIV Sorong, kepada wartawan menampik tudingan keterlibatan tentara AL dalam perdagangan satwa endemik Papua.“Beberapa kali kami melakukan patrol gabungan dengan BBKSDA untuk mencegah penyelundupan TSL (tumbuhan dan satwa liar) dari Papua Barat,” katanya.Oknum anggota TNI lain yang diduga juga menampung satwa dilindungi ini adalah Agung Wahyudi. Kalau Widhi diduga menampung dari penjerat di Kabupaten Sorong, Agung diduga bermain di Kabupaten Raja Ampat dan Kota Sorong.Paruh bengkok yang diduga dikumpulkan Agung di Kota Sorong, adalah hasil tangkapan para penjerat dari Raja Ampat. Di wilayah ini, kantung perburuan paruh bengkok teridentifikasi di Kabare, Cagar Alam Batanta dan Cagar Alam Salawati Utara.Untuk setor ke penampung, penjerat membawa hasil tangkapan ke Kota Sorong melalui jalur laut. Ada yang naik longboat pribadi, ada pula pakai jasa penyeberangan, Kapal Motor Sabuk Nusantara 56. Mereka biasa bertransaksi di Dermaga Rufei, tempat sandar longboat, atau di Pelabuhan Rakyat Jalan Baru, tempat Sabuk Nusantara, sandar." "Oknum Tentara dalam Perdagangan Paruh Bengkok Papua [1]","Agung Wahyudi yang tercatat sebagai prajurit Infrantri di TNI AD ini cukup aktif menawarkan paruh bengkok melalui grup media sosial seperti di Facebook ‘SORONG PARROT LOVERS’.Pada penawaran yang diposting 13 Juli 2022, dengan nama akun Facebook, Agung Wahyudi, dia menawarkan sepasang nuri bayan Rp750.000, 10 black lorry satu Rp270.000 dan enam nuri kepala hitam satu seharga Rp290.000.Dari video puluhan paruh bengkok terkurung dalam kandang. Agung Wahyudi menulis keterangan,”Yg minat paltem. Mw kosongkan kandang.serius Inbox.”  Sepuluh hari berlalu, pada 23 Juli 2022, akun Facebook Agung Wahyudi kembali menawarkan puluhan nuri kepala hitam, dengan caption ‘Maaf edisi ketinggalan Bus..utamakan partai’.Selain nuri kepala hitam, Agung juga pernah menawarkan kakatua raja. Saat tim kolaborasi mengkonfirmasi pada 23 Agustus lalu, dia menolak disebut penampung besar.“Hanya membantu menjualkan aja, satu dua ekor milik masyarakat. Kadang juga membantu kalau ada teman yang mencarikan untuk komandan,” katanya.Beberapa hari setelah tim mengkonfirmasi kepada Agung Wahyudi, postingan di akun Facebook sudah dihapus. Meski begitu, rekam jejak digital akun itu dalam tawarkan paruh bengkok cukup populer.Seperti postingan 24 Juli 2022, nama Agung Wahyudi ditandai oleh pemilik akun ‘Ngaran’ dalam kolom komentar, saat pemilik akun ‘Rachmad Spartan’ mencari nuri melalui lini massa grup Facebook ‘SORONG PARROT LOVERS’.“Cari burung nuri, kalo cocok saya ambil 2, kalo bisa paruh orange’,” begitu bunyi postingan pemilik akun Rachmad Spartan. Pemilik akun ‘Ngaran’ dan ‘Jack Papua’ yang mencolek nama Agung Wahyudi dalam kolom komentar, dibalas oleh Agung Wahyudi dengan kalimat “Terima kasih om. Tp maaf sdh kosong”.“Lagi kosoooong” dengan emoticon tertawa, kata akun Facebook Agung Wahyudi saat ‘Pitu Papat Wolu Loro’ memposting tawaran posting di Grup SORONG PARROT LOVERS pada 5 Februari 2022." "Oknum Tentara dalam Perdagangan Paruh Bengkok Papua [1]","Oknum tentara lain yang diduga aktif menawarkan paruh bengkok di Facebook adalah pemilik akun Yudi Harwanto. Pada 8 Juli 2022, pemilik akun yang menggunakan foto profile seseorang berseragam loreng ini, menawarkan puluhan kasturi kepala hitam.“Yg jauh silahkan mendekat, yg dekat silahkan merapat hrg bisa kordinasi kan monggo,”begitu kalimat penawaran yang tertulis di atas video yang merekam kasturi kepala hitam dalam kandang dalam posting di grup yang sama, “SORONG PARROT LOVERS”.Mayor Inf Bambang Triyono, Kepala Penerangan Korem 181/PVT mengaku belum tahu ada oknum TNI AD di Sorong yang terlibat perdagangan satwa ini. Sebagai pejabat baru, dia meminta tim kolaborasi untuk menunjukkan siapa saja oknum TNI AD yang terlibat.“Saya masih baru menjabat di sini. Kalau ada informasi seperti itu, akan kami telusuri dulu di lapangan,” katanya 23 Agustus lalu.  ***Prasasti deklarasi pencegahan dan pemberantasan perdagangan ilegal tumbuhan dan satwa liar dan kerusakan hutan di Papua Barat, terpampang pada dinding luar ruang kerja Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua Barat. Ia menempel persis di samping pintu masuk ruangan.Prasasti itu merupakan komitmen bersama menjaga kelestarian alam di Papua Barat. Para pejabat yang tandatangan dalam deklarasi itu ada Kepala BBKSDA Papua Barat R Basar Manulang, Panglima Kodam XVIII/Kasuari Mayjen TNI Joppy O. Wayangkau. Lalu, Komandan Lantamal XIV Sorong Brigjen TNI (Mar) Amir Faisol, dan Kapolda Papua Barat, Brigjen Pol Rudolf A. Rodja.Deklarasi komitmen juga ditandatangani Wiratno selaku Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan dan Kehutanan, kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.   Komitmen ini seakan tak bermakna apa-apa ketika perburuan dan perdagangan satwa liar seperti paruh bengkok terus menggila dengan pelaku antara lain oknum aparat negara." "Oknum Tentara dalam Perdagangan Paruh Bengkok Papua [1]","Budi Mulyanto, Plt Kepala BBKSDA Papua Barat, Juli lalu mengatakan, masih ada oknum-oknum aparat negara di Sorong yang berupaya menyelundupkan tumbuhan dan satwa liar. Bahkan, katanya, ada modus mengatasnamakan pejabat sebagai pemilik satwa agar bisa lolos.Temuan terakhir dari hasil pengawasan gabungan petugas BBKSDA Papua Barat, Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP), Kesatuan Pelaksanaan Pengamanan Pelabuhan (KP3) dan PT Pelni pada 14 Oktober lalu, sebanyak 16 kasturi kepala hitam diamankan dari atas KM Labobar saat berlabuh di Pelabuhan Sorong.Kapal ini sebelumnya melakukan perjalanan dari Jayapura-Serui-Nabire-Manokwari. Dari Sorong, kapal ini akan melanjutkan perjalanan ke Ternate-Bitung-Pantoloan-Balikpapan dan Surabaya.Dari pengawasan selama empat jam, petugas menemukan sembilan kasturi kepala hitam dalam kandang besi dan kardus. Satwa yang dinaikkan dari Pelabuhan Nabire tujuan Bitung ini disembunyikan di bawah tempat tidur Dek 5 area penumpang.  Petugas juga menyita tujuh kasturi kepala hitam yang diangkut dari Pelabuhan Manokwari tujuan Pelabuhan Bitung, yang disimpan dalam botol air mineral dan dibungkus karung. Satwa ini disembunyikan di area tangga Dek 3.Sebelumnya, 26 Mei 2022, petugas BBKSDA Papua Barat menyita dua kakatua koki dari oknum berseragam TNI AL yang akan menumpang KM Ciremai di Pelabuhan Besar, Kota Sorong.Pada 13 Maret 2022, petugas BBKSDA mengamankan tiga kasturi kepala hitam, nuri balaku dua dan satu nuri kalung ungu, di Pelabuhan Rakyat, Kota Sorong.Satwa endemik Papua ini dibawa dari Kabare, Raja Ampat menumpang KM Sabuk Nusantara 56. Sempat terjadi ketegangan di dermaga yang melibatkan petugas BBKSDA dengan sejumlah oknum berseragam TNI.Dari hasil pengawasan atas peredaran paruh bengkok ilegal selama enam bulan terakhir, kasturi kepala hitam cukup mendominasi. Sekitar 69 urip berhasil diselamatkan dari perdagangan ilegal ini, disusul nuri bayan dan nuri coklat." "Oknum Tentara dalam Perdagangan Paruh Bengkok Papua [1]","Budi tak menampik kalau BKSDA belum maksimal dalam mengawasi perdagangan ilegal ini. Dia bilang, petugas BBKSDA Papua Barat hanya 150 orang, tak sebanding dengan luas wilayah yang harus diawasi.Luas wilayah Papua Barat, mencapai 10.294.615 hektar dengan kawasan konservasi.717.980,74 hektar. Kawasan ini meliputi 17 cagar alam, lima suaka margasatwa, taman wisata alam dan suaka alam atau kawasan pelestarian alam ada dua. Perbandingannya, satu pegawai harus memonitoring dan mengawasi kawasan seluas 11.453,21 hektar.Bukan itu saja. Perdagangan tumbuhan dan satwa liar tak hanya dari kawasan konservasi juga di luar kawasan. Di tempat publik, katanya, di seluruh Papua Barat. Kalau begitu, katanya, praktis satu orang harus mengawasi area 68.630,77 hektar.  Sedangkan pintu keluar masuk lewat laut dan udara di Papua Barat, dari 12 kabupaten dan satu kota, ada tujuh Pelabuhan Pelni, 15 Pelabuhan Rakyat serta 12 Bandar Udara. “Pelabuhan kecil di tiap kampung, cukup banyak hingga sulit ditentukan jumlahnya.”Dalam monitoring dan pendataan perdagangan paruh bengkok di Facebook, Garda Animalia membagi dalam dua taksa family, cacatuidae (kakatua) dan psittacidae (nuri). Jenis yang banyak diperdagangkan adalah kakatua jambul kuning dan kasturi kepala hitam.Tren iklan perdagangan antar kedua taksa family ini setiap tahun selalu meningkat walau iklan permintaan sedikit. “Berdasarkan analisis kami, kecenderungan dari calon pembeli dalam jumlah besar tidak mengiklankan permintaan terang-terangan melalui iklan. Tetapi langsung berkomunikasi ke pedagang secara privat untuk negoisasi harga dan pengiriman,” kata Robby Padma, Koordinator Pemantauan Perdagangan Satwa Garda Animalia.Sedangkan dari sisi pedagang, tetap mengiklankan satwa agar cepat habis dan bisa menyetok kembali.Paruh bengkok yang diperdagangkan di pasar, katanya, rata-rata sudah dewasa. Untuk sebaran akun penjual, lebih banyak di Jawa, terutama Jawa Barat." "Oknum Tentara dalam Perdagangan Paruh Bengkok Papua [1]","Pada April 2022, tim Garda Animalia bekerjasama Polresta Bandung mengungkap gudang pengepul paruh bengkok di Baleendah, Kabupaten Bandung. Rencananya, burung-burung itu akan dikirim ke Tiongkok.“Harus ada upaya bersama dari berbagai pihak dalam menekan angka perdagangan satwa liar dilindungi khusus paruh bengkok. Penegakan hukum masih diperlukan untuk memutus rantai kejahatan ini,” kata Robby. (Bersambung)   *Liputan ini adalah hasil kolaborasi media Mongabay Indonesia; Jaring.id, Mayung.id, Tirto.id, Bandungbergerak.id dalam program Bela Satwa yang diselenggarakan Garda Animalia dan Yayasan Auriga Nusantara******* [SEP]" "Cerita Sukses Perjuangan Ratusan Mama Bambu di Flores","[CLS]  Lebih dari 380 perempuan dewasa (mama) terlibat dalam program pembibitan dan penanaman bambu sejak 2021 di Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Mereka sudah menghasilkan lebih dari 2,5 juta bibit yang digunakan untuk menghijaukan lahan kritis di kampungnya. Sekaligus melestarikan tradisi dan budaya bambu yang lekat dengan kehidupan warga.Memotong bakal bibit bambu di kebun, merawat, sampai menanam bukan perjalanan mulus. Banyak mama yang awalnya tidak percaya diri karena untuk kali pertama membuat bibit, terlebih jika tak didukung suami. Ada juga yang bekerja sendiri tanpa pasangan. Tak sedikit yang tekun dan berusaha menjaga bibit tetap hidup saat minim akses air di desa.Perjuangan para mama bambu ini diperdengarkan di Kampus Bambu Turetogo, Desa Ratogesa, Ngada pada peringatan Hari Kartini, 21 April 2022. Dalam program Bamboo Collaborative Learning bertajuk Perempuan Penyelamat Alam: Cerita dari Desa Bambu yang dihelat Yayasan Bambu Lestari (YBL).Mama Erna dari Desa Beja, Kabupaten Ngada bermimpi desanya tak lagi sulit air. Ia mukim di perbukitan, jauh dari mata air. Ketika YBL mengenalkan program pembibitan ini, ia mengira akan mudah. “Saya kira mudah, dikira ambil ranting saja. Kalau jenis bambu petung kan susah memotongnya,” katanya.Desa Beja terlihat hijau, berada di perbukitan, sekitar 40 menit dari Kota Bajawa. Namun, sebagian warga kesulitan air. Erna juga khawatir tidak bisa membuat bibit karena ia sendiri harus membeli air. “Apalagi kami mulai menanam bibit di musim panas, harus beli air,” lanjutnya.baca : Ribuan Bibit Bambu ditanam di Bendungan Napun Gete, NTT. Untuk Apa?  Pengalaman yang tak pernah ia lupakan adalah ketika ia dan beberapa mama lain salah memotong bambu. Mereka mengambil rumpun orang lain, sehingga mendapat sanksi menggotong empat batang bambu yang sudah dipotong ke atas bukit." "Cerita Sukses Perjuangan Ratusan Mama Bambu di Flores","Dengan bersemangat, Erna menceritakan suka dukanya belajar mengenal bambu yang cocok jadi bibit, cara memotong mata bilah bambu dengan parang, membuat alat penyiram sendiri dari kaleng susu bekas, sampai gotong royong menanam ribuan bibit dalam beberapa minggu. Semangat mama bambu di desa ini diapresiasi dengan alokasi dana desa untuk penanaman di lahan-lahan kritis sekitarnya.“Penanaman bibit dengan dana desa, bibit dari mama, ditanam oleh mama,” urainya sumringah. Ia memberi usulan ke YBL agar program berikutnya jangan hanya pembibitan, karena dampaknya tak dirasakan langsung saat itu tapi beberapa tahun lagi seperti menambah debit air.Erna mengatakan selama ini bambu hanya buat kandang, atap dan dinding rumah, belum dimanfaatkan untuk menambah nilai ekonomi lain. Ia minta pelatihan pemanfaatan bambu seperti anyaman dan kerajinan. Selain itu pengolahan rebung. “Selama ini hanya untuk sayur dan sambal, kami berharap juga bisa memperkenalkan rebung secara internasional,” harap mama dengan satu anak ini.Semangatnya memulai sesuatu yang baru dilakukan seorang diri karena suaminya pergi merantau dan tidak pernah berkabar lagi. Syukurnya, para mama di kelompok ibu pelopor bambu di desanya kompak bekerja sama, mulai membuat bibit sampai dengan memikul bibit ke bebukitan untuk ditanam.baca juga : Pande Ketut Diah Kencana, Peneliti Bambu Tabah untuk Konservasi dan Olahan Pangan  Maria Lewa, Ketua PKK Desa Beja yang juga menjadi mama bambu menambahkan desanya terkendala air, sehingga harus cari solusi biar air lebih banyak. Ia mencontohkan, melanjutkan program penghijauan di sekitar mata air untuk keberlanjutan anak cucu ke depan. “Secara ekonomi, membuat bibit menambah penghasilan ibu untuk keluarga kami. Mereka berusaha timba air di kali, beli air tangki untuk siram. Tapi kami berharap tak hanya penanaman saja juga pengolahan bambu,” paparnya." "Cerita Sukses Perjuangan Ratusan Mama Bambu di Flores","Program pelestarian bambu untuk penyelamatan lingkungan di NTT sebelumnya juga dirintis perempuan. Salah satunya, Linda Garland yang memulai pada 1992 saat gempa dan tsunami di Flores, kemudian mendirikan YBL. Pada 1995, YBL bekerja sama dengan pemerintah daerah membat gerakan penanaman satu juta bambu. Program ini dikembangkan anaknya, Arief Rabik dengan program 1000 bambu agroforestri didukung pemerintah dan sejumlah lembaga kolaborasi lainnya. Strateginya melalui pengarusutamaan gender dan inklusi.Harapannya mampu merestorasi 8% lahan kritis di Indonesia, menyerap 16% emisi karbondioksida per tahun, menghasilkan 6-9 miliar USD/tahun, dan menciptakan peluang 1 juta lahan kerja.Sejak 2021, kerjasama dengan Pemprov NTT meliputi pengembangan desa wanatani bambu melalui pemberdayaan perempuan dan pengembangan hasil hutan bukan kayu. Pemprov NTT mengalokasikan anggaran 8,6 miliar, di antaranya untuk pemberdayaan perempuan menyemai 2,8 juta bibit bambu di 7 kabupaten yaitu Manggarai, Manggarai Barat, Manggarai Timur, Ngada, Nagakeo, Ende, dan Sikka.baca juga : Merawat Hutan Bambu, Memanen Beragam Manfaat  Sedangkan Valeria, akrab dipanggil mama Leri mengatakan program pembibitan ini sangat membantu kala pandemi karena selama itu anak perempuannya yang didiagnosis epilepsi kerap kambuh dengan gejala kejang, batuk, dan pilek. Ia takut anaknya dinyatakan positif Covid-19, karena itu ia merawat anaknya sambil membuat bibit bambu. Dari setiap bibit hidup, ia mendapat insentif Rp2500. Ini jadi penghasilan tambahan selain bekerja di ladang dan sawah setiap hari. Apalagi ia single parent dengan 3 anak.“Saya tidak hanya ibu rumah tangga, juga kepala keluarga. Sangat bersyukur YBL membantu selama ini dalam pembibitan. Sekitar satu tahun menanam bibit, ada mama menolak, tapi saya membantu mereka cari bibit,” urianya dalam sesi berbagi cerita." "Cerita Sukses Perjuangan Ratusan Mama Bambu di Flores","Hal paling sulit buatnya adalah susah air. “Ada mata air di bawah, tapi susah ditarik pompa karena terlalu jauh, rumah saya jauh dari sungai,” ungkapnya. Jika sudah 3 hari tidak hujan, ia berusaha beli air tangki. Harganya Rp70 ribu, ia membeli seminggu beli dua kali, termasuk untuk masak dan mandi. Ia juga bersyukur karena saling kerja sama dan berkelompok cari anakan bambu seminggu dua kali.Mama lain, Albina juga senang karena menambah pembiayaan anak sekolah. Awalnya ia merasa sulit merawat bibit, tapi setelah penyuluhan mulai berjalan ia berlatih mencampur tanah dan abu sekam dalam polybag. Kemudian menghitung berapa lama waktu bertunas. “Kami merasa bangga karena tidak pernah tahu bambu bisa dibibitkan. Hanya tahu bambu nenek moyang,” urainya. Para mama membawa parang ke kebun, memilih bambu yang tidak terlalu muda dan tua, lalu memotong untuk mencari mata tangkainya.Percobaan membuat bibit juga menghadapi masalah. Tidak semua bibit hidup. Sebagian mama memilih menyulam kembali bibit mati dalam polybag. Para mama diminta menumbuhkan 25 helai daun dalam tiap bibit. Mereka mengatakan belajar merendam tangkai bakal bibit ke air kulit bawang selama beberapa jam sebelum ditanam. Ada juga yang menyiram dengan air cucian beras.Albina juga mengaku bangga karena untuk pertama kali bisa ke bank untuk menarik uang insentif. “Pegawai bank tanya, mama buat apa ramai ke bank? Kenapa mama, bukan bapak? Karena kelompok mama, ini bukti hasil dari bambu. Saat bencana Seroja, kemiri habis karena dahannya patah. Karena bambu bisa beli gula, beras, dan uang rokok untuk bapak,” ceritanya sumringah.baca juga : Taman Bambu, Penyelamat Mata Air Sekaligus Tempat Wisata Edukasi  Dalam acara mama bambu bercerita ini, hadir juga akademisi, aktivis lingkungan, dan pemimpin agam untuk merespon cerita mama." "Cerita Sukses Perjuangan Ratusan Mama Bambu di Flores","Prof Elizabeth Widjaja, pensiunan LIPI, ahli taksonomi bambu mengatakan masalah krisis air harus segera dicari strateginya. “Kita harus menampung air, dari satu ruas bambu dalam satu hari bisa memenuhi plastik 1 kg,” ajaknya. Dampak penanaman bambu juga jangka panjang. Ia mencontohkan, sebuah desa menanam 14 hektar di suatu bukit, baru keluar air dan mengaliri tak hanya satu desa, juga 8 desa. Menanam bambu juga penting di lahan kritis seperti rawan longsor. Pengembangan bambu menurutnya sangat banyak misal daun bambu bisa jadi teh dan ulat bambu sebagai bahan pangan.Desy Ekawati dari Badan Standarisasi Instrumen LHK, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut apa yang dilakukan para mama adalah bagian dari gerakan besar desa bambu. Mama menjadi bagian penting untuk penanaman dan pengelolaan. Menurutnya perlu ada kelanjutan program seperti pemanfaatan. “Perlu membangun visi desa bambu. Bagaimana jadi produk lebih beragam?” tanyanya. Program ini menurutnya meningkatkan peran mama dalam keluarga dan lingkungan.Yuvensius Nonga dari Walhi NTT mengapresiasi upaya mama bambu karena tanaman ini bagian dari budaya Flores. Melestarikan bambu menurutnya melestarikan kuasa perempuan sebagai pewaris dan pengelola rumah adat di Ngada. Di sisi lain, ia menyayangkan cara pandang patriarki menganggap perempuan tidak menghasilkan.Pendeta Mery Kolimon, Gereja Masehi Injili di Timor berkeinginan mengundang para mama bambu untuk mengajari mama lain di daerah lain seperti Timor, Alor, Rote, dan Sabu. Menurutnya gereja memiliki tanggungjawab pada pelestarian alam." "Cerita Sukses Perjuangan Ratusan Mama Bambu di Flores","“Saya mau belajar dari mama bambu. Siklon Seroja merusak alam, ratusan rumah rusak. Bagaimana berdamai dengan alam, gereja juga melakukan pemulihan alam,” katanya. Ia tak hanya ingin belajar tanam bambu, juga membangun desa-desa bambu lain di NTT. Tantangan saat ini yakni akses air, menurutnya jadi beban ganda perempuan. Tak sedikit perempuan NTT harus keluar kampung jadi buruh migran dan korban perdagangan orang.Demikian juga tokoh agama lain Kandida Longa, Ketua Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI) Bajawa. Awalnya ia mengaku tidak peduli dengan bambu, tapi mendengar keterlibatan mama bambu, ia ingin melibatkan jadi anggota dan pengurus WKRI dan membantu proses pembibitan.  [SEP]" "Anggur Laut, Makanan Kaya Gizi yang Terabaikan Masyarakat Batam","[CLS]  Warga Batam, Kepulauan Riau (Kepri) seharusnya membudidayakan tumbuhan satu ini. Selain bisa menggantikan sayur, tumbuhan dari jenis rumput laut ini juga bernilai ekonomis jika dibudidayakan dengan baik untuk diekspor. Namun, tumbuhan itu yaitu anggur laut atau yang biasa disebut latoh oleh masyarakat pesisir Batam hanya dibiarkan tumbuh begitu saja.“Seharusnya latoh bisa digunakan masyarakat Kota Batam mengantikan sayur darat, yang kadang sulit dan mahal didapatkan,” ujar Kepala Balai Perikanan dan Budidaya Laut (BPBL) Batam, Ikhsan Kamil kepada Mongabay Indonesia, akhir Juli 2022 lalu.BPBL Batam sendiri telah membudidayakan latoh selain selain berbagai jenis ikan dan lobster di kawasan kantornya di Jembatan dua Barelang Kota Batam.Orang melayu sering menyebut tumbuhan satu ini dengan kata latoh atau anggur laut. Jenis rumput laut itu berasal dari spesies Caulerpa sp. Sedangkan di beberapa daerah lain anggur laut disebut lawi-lawi (Sulawesi Selatan).Bentuknya memang menyerupai buah anggur. Namun, latoh buahnya lebih kecil dari pada anggur. Selain itu warnanya bukan ungu, tetapi hijau mengkilat. Jika diperhatikan bentuknya seperti rumput laut, tetapi latoh memiliki buah bulat kecil-kecil yang bergelantung di batang-batang rumput.baca : Inilah Lawi-lawi, Anggota Baru Kelompok Rumput Laut Andalan Indonesia    Tanaman latoh di BPBL Batam berada di dua bak berukuran kecil berbentuk bulat. Awalnya tumbuhan ini digunakan sebagai pakan ikan, namun belakangan dibudidayakan untuk diproduksi massal.Hasil penelitian sementara budidaya, pertumbuhan latoh sangat cepat. Dalam 45 hari latoh bisa tumbuh tiga kali lipat. Proses budidaya hanya dimasukan dalam bak kecil berisi air. “Ini sangat mudah dibudidayakan, juga bisa dilakukan di KJA (keramba jaring apung),” ujarnya." "Anggur Laut, Makanan Kaya Gizi yang Terabaikan Masyarakat Batam","Dalam analisis Balai Budidaya Air Payau Takalar Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), latoh bisa tumbuh 10-13 kali dari bobot awal selama tiga bulan pemeliharaan dalam kondisi normal. Dan bisa dipanen dalam satu bulan pemeliharaan.Pegawai BPBL Batam Febri Fahrudin mengatakan, latoh tumbuh hampir di seluruh perairan Kepulauan Riau. Latoh bernilai ekonomis tinggi seharga Rp80 ribu per kilogram di Kepri. Sedangkan jika diekspor ke Jepang harga menjadi Rp700 ribu per kilogram.Analisis sementara, di dalam tanaman latoh bisa diambil kolagen yang tinggi. Bisa dibuat pupuk, bahkan ada kemungkinan menjadi kosmetik seperti sargassum setelah melalui pengolahan. “Ini perlu penelitian lagi, BPBL Batam sedang proses untuk bisa produksi massal dulu,” katanya.baca juga : Manfaat Super dari Rumput Laut  Masyarakat asli Melayu sudah banyak mengetahui tentang latoh, berbeda dengan masyarakat kota yang mungkin belum mengenal rumput laut satu ini. “Dia berbeda dengan rumput laut. Latoh bisa langsung dimakan, tidak perlu dijemur,” katanya.Senada dengan Febri, seorang pemuda asli pesisir Melayu Batam, Bobi Bani mengatakan, sebenarnya latoh cukup terkenal di kalangan masyarakat pesisir. Tetapi, tidak dijadikan makanan khusus seperti sayuran. “Karena kami pesisir jarang juga makan sayur, kecuali perantau yang berada di daerah perkotaan,” kata Bobi, kepada Mongabay Indonesia,  Jumat, 5 Juli 2022.Ia melanjutkan, beberapa masyarakat pesisir di Batam sudah ada yang mengkonsumsi latoh. Tetapi tidak dicari secara rutin untuk konsumsi atau dijual. “Kalau kami jumpa (latoh) diambil, tidak dicari seperti mencari ikan,” katanya. Mencicipi Latoh, Bagaimana Rasanya ?" "Anggur Laut, Makanan Kaya Gizi yang Terabaikan Masyarakat Batam","Febri Fahrudin menunjukkan cara makan latoh. Ia langsung mencicipi tanaman satu ini yang terdapat di bak budidaya milik BPBL Batam. Tanpa dibersihkan, dia langsung melalap jenis rumput laut satu ini. “Rasanya enak, gurih, asin dan ada krenyes-krenyesnya. Apalagi kalau diberi sambal atau urap, makin enak,” katanya usai melalap latoh.Kepala BPBL Batam, Ikhsan Kamil mengatakan, di beberapa daerah di Indonesia, latoh sudah menjadi konsumsi setiap hari oleh masyarakat. “Seperti daerah Jawa, dimakan masyarakat ganti sayur,” katanya.Setelah dipanen, latoh tinggal dibersihkan untuk dimakan langsung atau dikasih urap terlebih dahulu. “Siram air panas kuku, setelah itu latoh siap dihidangkan untuk sayur dan dijadikan lalapan,” katanya.Menurut Ikhsan restoran seafood di Batam bisa menjadikan latoh sebagai tambahan menu sayur.Ikhsan terus mendorong masyarakat untuk ikut membudidayakan anggur laut ini. Apalagi sangat berguna untuk ketahanan pangan ketika sayuran darat di Batam susah didapatkan. “Selama ini (latoh) tidak dikonsumsi karena masyarakat belum sadar. Kita harus mengubah mindset itu, dari laut bisa dapat sayur,” katanya.baca juga : Selain Ekonomis, Ternyata Rumput Laut Penyerap Karbon Tinggi  Dalam sebuah penelitian Politeknik Pertanian Negeri Pangkep tahun 2017 berjudul “Analisis Pananganan Lawi-lawi sebelum Ekspor di Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar Sulawesi Selatan”, disebutkan potensi ekonomis Caulerpa sp. di Indonesia sudah menembus pasar ekspor.Tahun 2011 merupakan tahun pertama pengujian budidaya Caulerpa sp. dengan melakukan tahapan uji coba dengan dua orang pembudidaya.  Pembudidaya berhasil memproduksi 1.600 kg dari 160 kg bibit anggur laut dalam tiga bulan pemeliharaan pada lahan dua hektar. Bahkan anggur laut juga bisa dipanen setiap hari." "Anggur Laut, Makanan Kaya Gizi yang Terabaikan Masyarakat Batam","Penelitian itu juga menyebutkan pada 2012, para petani tambak menghasilkan 20 ton per hektar per tahun anggur laut, dengan nilai Rp76 juta per hektar per tahunnya. Tanaman Bergizi Di beberapa daerah, anggur laut tidak hanya dijadikan sayur atau lalapan, tetapi juga diolah menjadi roti anggur laut bernilai ekonomis. Sebuah penelitian Penelitian skripsi tahun 2018 dari Mahirah Humaerah dari Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Makassar berjudul “Analisis Kandungan Zat Gizi Roti Rumput Laut Lawi-lawi Sebagai Alternatif Perbaikan Gizi Masyarakat” menunjukkan makanan ini sangat bergizi, obat beberapa penyakit dan bisa menjadikan makanan alternatif pangan.Penelitian itu menyebutkan, anggur laut memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi sebagai sumber protein nabati maupun mineral. Anggur laut jenis Caulerpa racemosa merupakan bahan pangan yang kaya akan protein dan asam amino, kaya serat larut maupun tidak larut serta rendah lemak.Anggur laut menghasilkan metabolit sekunder yang berfungsi sebagai antioksidan. Dan juga mampu menangkal radikal bebas karena mengandung asam folat, tiamin dan asam askorbat.baca juga : Kisah Rumput Laut: Jadi Andalan, Namun Selalu Ada Hambatan  Tumbuhan ini juga memiliki sifat anti bakteri dan anti jamur, serta mengandung beberapa jenis metabolit sekunder, diantaranya glycol glycerolipid dan kelompok enol, á-1-glyceryl-Dmannoside-4-amonium sebagai antihelmintic (zat pembunuh cacing) dan alkaloid yang berfungsi menurunkan tekanan darah dan mengobati penyakit rematik.Nilai energi Caulerpa racemosa kebanyakan dikontribusikan oleh karbohidrat dan protein karena nilai total lipid rendah (2,06% DW). Oleh karena itu, alga ini cocok sebagai makanan diet untuk menurunkan obesitas." "Anggur Laut, Makanan Kaya Gizi yang Terabaikan Masyarakat Batam","Penelitian itu juga menyebutkan Caulerpa racemosa dari Indonesia memiliki insoluble dietary fiber yang lebih tinggi dibanding Caulerpa racemosa yang berasal dari Jepang. Insoluble dietary fiber mengandung selulosa dan hemiselulosa yang bermanfaat dalam pencegahan konstipasi, hemoroid dan colitis. Fiber juga sangat cocok bagi penderita obesitas dan diabetes mellitus.Data pemerinta Provinsi Kepri menunjukan potensi perikanan daerah yang 90 persen adalah laut ini belum dikelola maksimal. Potensi perikanan Kepri seharusnya bisa mencapai 1,1juta ton per tahun, tetapi baru termanfaatkan 3,3 persen saja. Diharapkan membudididayakan latoh atau anggur laut bisa meningkatkan potensi perikanan Kepri.  [SEP]" "Masyarakat Pesisir Bengkulu Tolak Tambang Pasir Besi di Seluma","[CLS]   Puluhan masyarakat Desa Pasar Seluma, Kecamatan Seluma Selatan, Bengkulu, berunjuk rasa dan bermalam di pintu masuk area penambangan pasir biji besi PT. Faminglevto Bakti Abadi, Kamis hingga Sabtu, 28-30 Juli 2022 lalu. Mereka mendesak perusahaan menghentikan penambanganMasyarakat menilai, perusahaan tak mematuhi perintah Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, yang meminta berhenti beroperasi karena telah melakukan pelanggaran.Perusahaan juga tak mematuhi Surat Edaran (SE) Bupati Seluma, Erwin Octavian, tentang penghentian sementara aktivitas tambang pasir besi terkait penolakan masyarakat Pasar Seluma.“Kami, Koalisi Masyarakat Pesisir meminta perusahaan berhenti operasi, mereka melanggar peraturan pemerintah dan merugikan masyarakat,” kata Elda Nenti, warga Pasar Seluma, saat konferensi pers bersama Walhi Nasional, Senin [01/08/2022].Baca: Tanjung Budi yang Bukan Lagi Lumbung Padi  Pada 22 Juli 2022, Gubernur Provinsi Bengkulu telah mengeluarkan surat rekomendasi kepada Menteri ESDM, Nomor 540/1317/B.1/2022. Isinya, pertama, meminta Menteri ESDM menurunkan tim untuk meneliti data temuan lebih detil. Kedua, meminta pembekukan dan mencabut izin usaha pertambangan [IUP] PT. Faminglevto Bakti Abadi. Rekomendasi berlandaskan survei lapangan Tim Terpadu Pemerintah Provinsi Bengkulu, Kamis [07/07/2022].Temuan awal tim menunjukkan, ada aktivitas fisik penggalian dan pertambangan dengan adanya alat berat dan penumpukan pasir besi. Ada galian lubang tambang yang ditutup dan ada pembuangan limbah hasil tambang yang dibuang ke Sungai Muara Buluan, mengalir ke laut. Jarak bibir pantai dengan lokasi tambang sekitar 30 meter.“Pelanggaran ini jelas, bahkan Tim Terpadu menyaksikan. Perusahaan harus berhenti,” ujar Elda.Namun, lanjut dia, setelah Surat Gubernur Bengkulu dikeluarkan perusahaan tetap beroperasi.“Mereka menggali dan mengoperasikan mesin pemisah biji besi.”" "Masyarakat Pesisir Bengkulu Tolak Tambang Pasir Besi di Seluma","Elda menuturkan, pertambangan ini telah menghilangkan mata pencaharian masyarakat Desa Pasar Seluma yang sekitar 300 dari 500-an jiwa merupakan pencari remis. Remis adalah kerang yang hidup di pesisir pantai.“Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, termasuk biaya sekolah anak-anak.”Di Seluma, 100 remis ukuran kecil dijual seharga 35-45 ribu. Dalam waktu 4-6 jam, mereka bisa mendapatkan 100-400 remis.“Artinya kami bisa menghasilkan uang sebesar 45 ribu hingga 180 ribu per 6 jam.”Aksi penolakan warga Desa Pasar Seluma ini bukan kali pertama. Akhir 2021 lalu, ibu-ibu dan sejumlah aktivis lingkungan Bengkulu menduduki lokasi tambang tersebut lima hari. Mereka meminta alat berat dan lokasi penambangan disegel.Baca: Tutupan Hutan Berkurang, Bengkulu Harus Fokus Perbaiki Lingkungan  Melanggar aturanData Walhi Bengkulu menunjukkan, rencana penambangan pasir besi PT. Faminglevto Bakti Abadi, sepanjang 2.400 meter. Lebar ke darat 350 meter dan ke laut 350 meter, dengan luasan 168 hektar di Desa Pasar Seluma, Kecamatan Seluma Selatan, Kabupaten Seluma, Bengkulu.Ibrahim Ritonga, Direktur Walhi Bengkulu mengatakan, lokasi tambang berbatasan dengan kawasan Cagar Alam [CA] Pasar Seluma seluas 159 ha yang ditetapkan melalui SK Menhut Nomor 113/Menhut-II/2011.“Cagar alam merupakan kawasan suaka alam karena mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya perlu dilindungi,” kata Ibrahim, menukil UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.Baca: Banjir dan Komitmen Pemerintah Bengkulu Menanganinya  Masalahnya, berdasarkan pengambilan koordinat dan analisis spasial yang dilakukan Walhi Bengkulu pada November 2021, diketahui seluas 3,7 ha konsesi perusahaan masuk kawasan Cagar Alam Pasar Seluma." "Masyarakat Pesisir Bengkulu Tolak Tambang Pasir Besi di Seluma","“Ini diperkuat dengan rapat monev KPK Prov. Bengkulu, Lampung, DKI, Banten Jakarta, 20 April 2015, dan pengumuman Kementerian ESDM RI Nomor 1343.Pm/04/DJB/2016 Tentang Penetapan IUP Clear and Clean ke-19 dan daftar IUP yang dicabut Gubernur/Bupati/Walikota,” kata Ibrahim.Artinya, perusahaan tidak atau belum memenuhi syarat, berdasarkan UU 43 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Evaluasi Penerbitan Izin Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.Tak hanya itu, pesisir Seluma merupakan kawasan rentan bencana. Di beberapa tempat, terdapat bangunan tempat evakuasi sementara [shelter] tsunami yang dibangun dan diresmikan Kementerian PUPR, 23 April 2015. Salah satunya, di Desa Rawa Indah, Kecamatan Ilir Talo, sekitar 6 km ke Pasar Seluma.Di Desa Pasar Seluma, tahun 2021, telah didirikan pos Tsunami Early Warning System oleh BPBD Kabupaten Seluma.“Artinya, ada relasi sangat kuat terhadap bencana di sekitar pesisir Kabupaten Seluma,” jelasnya.Baca: Bengkulu Juga Punya Varietas Durian Unggulan  Riwayat perlawananAwal mula penolakan tambang pasir besi di Desa Pasar Seluma, Jumat [19/11/2021]. Ketika itu, lima kepala desa membentuk Koalisi Masyarakat Pesisir Barat guna memberikan dukungan kepada Desa Pasar Seluma untuk menolak pertambangan pasir yang berada di desa tersebut.Penolakan bersama dilakukan karena dampak yang dihasilkan akan mengancam kawasan pesisir dan juga sumber kehidupan masyarakat.Koalisi mengirimkan surat penolakan ke Kementerian LHK, Kementerian ESDM, dan Polda Bengkulu, tembusan KPK, Walhi Nasional, Gubernur Provinsi Bengkulu, Walhi Bengkulu, Bupati Seluma, Dinas ESDM Provinsi Bengkulu, dan Dinas LHK Provinsi Bengkulu, pada 30 November 2021." "Masyarakat Pesisir Bengkulu Tolak Tambang Pasir Besi di Seluma","Bersama Walhi Bengkulu, mereka juga mengirimkan surat kepada Ombudsman Perwakilan Bengkulu, isinya adanya dugaan maladministrasi pertambangan pasir besi PT. Faminglevto Bakti Abadi. Juga, bersurat ke Polda Bengkulu terkait dugaan aktivitas ilegal pertambangan pasir besi perusahaan tersebut.Walhi Bengkulu pun membuat petisi berjudul “Tolak Tambang di Pesisir Barat Kabupaten Seluma Provinsi Bengkulu” di change.org yang telah ditandatangani 430 orang, hingga Selasa [02/08/2022].  [SEP]" "Sains dan Pengembangan Bioprospeksi Indonesia","[CLS]   Indonesia merupakan negara kaya akan keragaman hayati dengan kearifan masyarakat hukum adat, yang mampu memanfaatkan sumber kekayaan alam secara bijaksana.Salah satu cara mempertahankan dan memanfaatkan keanekaragaman hayati dan kebijaksanaan masyarakat adat itu melalui bioprospeksi. Cara ini, bioprospeksi, sesuai Sherpa Track [Misi G20] dalam upaya penyelamatan Bumi.Profesor Enny Sudarmonowati, peneliti BRIN [Badan Riset dan Inovasi Nasional], menjelaskan bioprospeksi sangat terkait perkembangan bioteknologi.Di Indonesia, bioteknologi mulai berkembang awal 1990-an, salah satunya rekayasa genetika konvensional. Produknya disebut Genetically Modified Organism [GMO] hingga genome editing dan teknologi omics atau analisis molekul biologi secara komprehensif dan global.“Tantangan pengembangan bioprospeksi hingga komersialisasi adalah harmonisasi kebijakan, peraturan dalam pemanfaatan kehati, selain juga kemampuan sains yang belum merata,” terang Enny, saat peluncuran buku “Potensi Bioprospeksi Indonesia Bagi Pembangunan Ekonomi NKRI” pada Rabu, 8 Juni 2022, di Gedung Manggala Wanabhakti, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.Dia menjelaskan, organisasi yang dapat dijadikan contoh di Indonesia agar dapat diimplementasikan terkait bioprospeksi adalah INBio. Organisasi di Costa Rica ini mampu mengembangkan kehati dengan menggali nilai manfaatnya untuk kesejahteraan atau pembangunan ekonomi. Lembaga swasta nirlaba ini didirikan pada 24 Oktober 1989.“Indonesia mempunyai banyak kelebihan dalam hal keragaman hayati dan potensi alam untuk dikelola sebagai jasa ekosistem dan ekowisata,” ujarnya, dalam acara yang disiarkan secara daring.Baca: Bioprospeksi dan Manfaatnya Bagi Kehidupan Kita  Enny menuturkan, taman nasional merupakan pusat sumber daya genetik. Pertumbuhan wilayah berbasiskan ekonomi hijau akan terbangun, dengan pusatnya taman nasional." "Sains dan Pengembangan Bioprospeksi Indonesia","Sistem konservasi taman nasional di Indonesia bermula tahun 1982. Saat itu, hanya ada lima taman nasional [TN], yaitu TN Ujung Kulon, TN Gunung Gede Pangrango, TN Bali Barat, TN Gunung Leuser, dan TN Baluran. Kini, telah berkembang menjadi 54 taman nasional, dengan luasan mencapai 16.247.459,93 hektar, dinaungi UU No 5 Tahun 1990 yang dalam proses revisi.Salah satu contoh potensi bioprospeksi adalah jamur morel [Morchella crassipes] di TN Gunung Rinjani. Jamur ini satu-satunya ditemukan pertama di hutan tropis bernilai ekonomi tinggi dan dapat dikonsumsi. Di China, jamur morel digunakan untuk mengobati gangguan pencernaan, batuk dan sesak napas, mengandung senyawa antitumor, antioksidan dan antiradang.“Ada juga potensi cemara sumatera [Taxus sumatrana] yang tumbuh di TN Kerinci Seblat, yang memiliki senyawa antitumor dan antikanker,” jelasnya.Baca: Hari Lingkungan Hidup: Menyelamatkan Bumi dengan Bioprospeksi  Pengembangan etno-bioprospeksiDalam buku ini dijelaskan nilai impor industri farmasi Indonesia lebih tinggi dibandingkan ekspor, sehingga neraca perdagangan mengalami defisit sebesar US$1,05 miliar tahun 2020.Penelitian obat tradional yang digunakan masyarakat adat, tentu sangat penting untuk diteliti agar bisa dikembangkan dalam dunia farmasi dan bisa disebarkan.“Konsep etno-bioprospeksi turun temurun, yang awalnya trial-error, dapat dikembangkan lebih jauh agar bermanfaat lebih nyata dan luas. Namun juga, perlu dilakukan beberapa hal menyangkut kebijakan,” lanjut Enny.Hal paling penting mengembang etno-bioprospeksi adalah tindakan untuk keberlanjutan, riset, hingga komersialisasi dan pencapaiannya. Termasuk, memberdayakan perguruan tinggi.“Perguruan tinggi yang tersebar di seluruh Indonesia sebagai pendamping pembangunan desa,” ujarnya.Baca juga: Kebiasaan Aneh Kambing Hutan Sumatera, Main di Tebing dan Menyendiri di Goa  Pentingnya biodiversiti" "Sains dan Pengembangan Bioprospeksi Indonesia","Wahjudi Wardojo, ahli konservasi dan perubahan iklim, menegaskan pentingnya biodiversiti bagi kehidupan manusia.“Kita harus meningkatkan pemahaman dan pemaknaan manusia terhadap alam [valuing nature],” jelasnya.Dia memberi masukan, agar topik etnobotani atau etnozoologi mendapat perhatian khusus, dari kita semua. Juga, menempatkan masyarakat tradisional atau masyarakat adat sebagai subjek, bukan objek.“Masyarakat tradisional mempunyai peran penting dalam bioprospeksi karena mempunyai pengetahuan dalam hal eksplorasi untuk bioprospeksi,” tuturnya.  Bioprospeksi adalah penelusuran, klasifikasi, dan investigasi secara sistematik produk yang berguna seperti senyawa kimia baru, bahan aktif, gen, protein, serta informasi genetik lain untuk tujuan komersil dengan nilai ekonomi aktual dan potensial yang ditemukan dalam keragaman hayati.“Melalui komersialisasi bioprospeksi diharapkan dapat memperkuat ekonomi nasional secara berkelanjutan, karena kegiatannya dilakukan berdasarkan prinsip kehati-hatian dengan tetap menjaga kelestarian keanekaragaman hayati,” jelas Prof. Hadi S. Alikodra, pada acara yang sama.Dari sistem royalti yang dihasilkannya, bioprospeksi dapat menjadi dukungan finansial bagi kegiatan perlindungan dan pelestarian hutan, termasuk perlindungan masyarakat hukum adat.“Di samping itu dapat menciptakan lapangan kerja, meningkatkan ekonomi masyarakat, sumber pendapatan asli daerah, dan meningkatkan devisa negara,” jelasnya.Alikodra menjelaskan, buku “Potensi Bioprospeksi Indonesia Bagi Pembangunan Ekonomi NKRI” melibatkan 40 kontributor, yang mewakili berbagai institusi dalam penulisannya.“Diharapkan, menjadi rujukan sekaligus sebagai pendorong percepatan pengembangan bioprospeksi, sebagai implementasi strategi konservasi keanekaragaman hayati Indonesia,” tuturnya.  [SEP]" "Monyet Mulai Masuk ke Pemukiman di Jember, Bagaimana Mengatasinya?","[CLS]     Sebuah video amatir beredar di media sosial memperlihatkan monyet ekor panjang  (Macaca fascicularis) berjalan di atap rumah warga, awal Oktober 2022. Keterangan dalam video itu menyatakan, itu terjadi di sekitar permukiman dekat bantaran Sungai Bedadung Kelurahan Jember Lor, Patrang, Kabupaten Jember, Jawa Timur.Monyet masuk permukiman warga bahkan rusak tanaman petani juga serang manusia terjadi beberapa waktu sebelumnya. Dalam penelusuran Mongabay, sudah lebih tiga kali  terjadi konflik manusia dan monyet di Jember.Pada Maret lalu, monyet masuk rumah Corina, warga di Perumahan Kebon Agung, Kelurahan Kebon Agung, Kaliwates, Jember. Primata itu merusak beberapa perabotan.Kemudian, kawanan monyet juga menyerang lahan warga bahkan merusak di Dusun Salak, Desa Sumbersalak, Kecamatan Ledokombo, Jember 27 September 2022, setelah beberapa hari sebelumnya muncul di  Dusun Gumuk Jegung, Desa Suren, kecamatan sama. Kawanan monyet itu merusak tanaman seperti kopi, pepaya, pisang, dan padi siap panen.  Rahayu Oktaviani, ahli primata dan pendidik bidang konservasi, dari Yayasan Konservasi Ekosistem Alam Nusantara merespon fenomena ini. Dia bilang,kemungkinan monyet ini turun dari lereng gunung yang dekat dengan permukiman warga karena tertarik dengan buah-buahan seperti nangka dan pepaya.“Untuk mencegah konflik dengan masyarakat, jika monyet mulai mengganggu seperti merusak properti atau yang lain, bisa mengusir dengan semprotan air,” katanya.Dia sarankan, hindari kontak mata langsung karena bisa menjadi tanda menantang dan bisa memicu perilaku agresif.Paling penting, katanya, hindari memberi makan monyet karena ada risiko penularan penyakit, juga membiasakan mereka kembali ke permukiman, dan menimbulkan potensi konflik lebih besar.“Warga bisa berkoordinasi dengan instansi terkait seperti Perhutani dan BKSDA." "Monyet Mulai Masuk ke Pemukiman di Jember, Bagaimana Mengatasinya?","Selain itu, katanya, perlu sosialisasi dari instansi berwenang kepada masyarakat yang hidup di sekitar habitat monyet.  Rondang Sumurung Edonita Siregar, Spesialis Perencanaan Konservasi dan Pengelolaan Keanekaragaman Hayati menjelaskan, monyet ekor panjang biasa hidup berkelompok di dalam hutan.“Sekarang banyak keluar dari hutan yang makin habis, jadi turun ke permukiman, mencuri tanaman, mengorek-ngorek sampah. Bahkan, di Bali sudah mudah ditemukan di sekitar taman, perumahan dan pura,” katanya kepada Mongabay, 11 Oktober lalu.Dia bilang, monyet merupakan primata non human yang memiliki keberhasilan adaptasi tinggi hingga tersebar di berbagai tipe habitat.  Ia primata yang hidup berkelompok hingga tidak terlepas dari interaksi sosial dengan individu lain dalam kelompoknya, bisa 20-50 satu kelompok.“Perlu diselidiki kenapa sampai keluar dari habitat di lereng gunung. Jangan diberi makan atau akses ke tong-tong sampah di permukiman.”Rondang menyarankan, membiarkan terlebih dulu dan terus pantau. Kalau sudah mengganggu, hubungi Damkar yang biasa mengusir satwa masuk permukiman. “Mengusir harus serentak. Ada alpha male (berjenis jantan) yang memimpin kelompok monyet, incar itu duluan dan usir. Maka yang lain akan mengikuti.” Bagaimana atasinya?Wahyuni Fitria dari Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang mengatakan, dari penelitiannya di Desa Jambu, Kecamatan Kledung, Temanggung, setidaknya ada 10 cara bisa dilakukan dalam mengatasi monyet turun ke pemukiman.Caranya, antara lain, pertama,  pemulihan habitat sesuai kebutuhan monyet. Kedua,  penanaman jenis tanaman yang tak disukai monyet dan jenis komersial non pangan." "Monyet Mulai Masuk ke Pemukiman di Jember, Bagaimana Mengatasinya?","Ketiga,  relokasi monyet ke habitat aslinya. Keempat, pengamanan lahan pertanian. Kelima, peningkatan kapasitas masyarakat di bidang non pertanian. Keenam, pengurangan populasi monyet melalui kuota tangkap dan sterilisasi. Ketujuh peningkatkan peran masyarakat dalam pelestarian hutan, kedelapan, peningkatan pemahaman masyarakat mengenai monyet ekor panjang.Ozy Oriza,  Tri Rima Setyawati, dan Riyandi  dari Program Studi Biologi,  Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam  Universitas Tanjungpura, lakukan penelitian tentang gangguan monyet ekor panjang  sekitar permukiman di Desa Tumuk Manggis dan Desa Tanjung Mekar, Sambas, Kalimantan Barat.Hasil penelitian memperlihatkan, monyet masuk pemukiman warga karena hutan tak lagi ada pakan melimpah dan lahan beralihfungsi jadi berbagai peruntukan termasuk pemukiman.  ****** [SEP]" "Perjuangan Panjang Berkonflik dengan Perusahaan Sawit, Akhirnya SAD 113 Peroleh Sertifikat Komunal","[CLS]     Suara Abas Subuk terdengar berat. Dia menahan tangis haru, ketika Presiden Joko Widodo menyerahkan sertifikat komunal lahan seluas 770 hektar kepada Komunitas Suku Anak Dalam 113 di Istana Negara di Jakarta, Kamis (1/12/22).  Perjuangan panjang puluhan tahun komunitas untuk mendapatkan lahan mereka yang berkonflik dengan PT Berkah Sawit Utama (BSU),  akhirnya membuahkan hasil.“Alhamdulillah. Perjuangan berhasil. Kami peroleh lahan yang direbut. Saya terharu. Pak Jokowi langsung yang memberikan,” katanya, Kamis (1/12/22).Abas Subuk , Ketua Komunitas SAD 113 mewakili 744 keluarga Suku Anak Dalam yang sudah terverifikasi oleh Tim Terpadu Penanganan Konflik Jambi pada 2020-2021.Dia bilang,  bersama Komunitas SAD 113 menerima putusan pengembalian lahan seluas 770 hektar dari BSU sebagai ganti lahan komunal Suku Anak Dalam seluas 3.550 hektar yang mereka tuntut.Dalam lahan SAD seluas 3.550 hektar itu terdiri atas peladangan masyarakat, belukar dan pemukiman. Baca juga: Kala Konflik Lahan SAD 113 dengan Asiatic Persada Berlarut, Mengapa?  Perusahaan berganti-ganti kepemilikan dan nama, Dari PT BDU , 1992 berganti nama dan kepemilikan menjadi PT Asiatic Persada (Asiatic). Kemudian pada 2016,  berganti nama lagi menjadi PT Berkah Sawit Utama (BSU), hingga sekarang.Konflik lahan melibatkan SAD 113 dengan Asiatic sejak 1986. HGU Asiatic seluas 20.000 hektar, dengan izin lokasi dan legalitas gabungan bernomor 2.272 tertanggal 16 Desember 2000, ada izin tambahan seluas 7.252 hektar. Lahan ini masing-masing dikelola anak perusahaan Asiatic, PT Jammmer Tulen 3.871 hektar dan PT Maju Perkasa Sawit 3.381 hektar.Lokasi berizin merupakan kawasan hutan, tempat hidup SAD Kelompok 113 terdiri atas tiga dusun, Tanah Menang, Pinang Tinggi dan Padang Salaj.  Lokasi ini sudah ada sejak masa kolonial Belanda." "Perjuangan Panjang Berkonflik dengan Perusahaan Sawit, Akhirnya SAD 113 Peroleh Sertifikat Komunal","Pada 27 Oktober 1927, 4 September 1930, dan 20 Desember 1940, Pemerintah Belanda, membuat surat keterangan keberadaan dusun (pemukiman warga SAD dengan disertai penyebutan batas).Sejak 2003, SAD 113 mulai gencar berjuang memperoleh lahan mereka dengan berbagai cara dari mediasi, aksi-aksi massa sampai jalan kaki dari Jambi ke Jakarta, pendudukan lahan dan lain-lain. Baru pada 2021, mereka memperoleh titik terang.Tim Terpadu Penanganan Konflik Lahan Jambi melakukan verifikasi SAD 113 untuk menetapkan kepemilikan lahan komunal.“Terakhir kami jalan kaki ke Jakarta ketemu Menteri ATR/BPN itu Agustus 2020, sesudah itu baru ada pertemuan di Jambi dengan gubernur untuk penetapan Timdu dan verifikasi. Sudah banyak airmata, keringat , bahkan nyawa untuk perjuangan ini,” kata Abas. Baca juga: Konflik Lahan Berlarut, Suku Anak Dalam Jalan Kaki ke Jakarta Kurang lebih hampir setahun, Pemerintah Jambi, Pemerintah Batanghari dan Pemerintah Muaro Jambi melalui Pokja Penanganan Konflik Suku Anak Dalam (SAD) 113 vs BSU melakukan indentifikasi dan verifikasi terhadap warga SAD 113. Pada Januari 2022,  dari hasil kerja tim ini akhirnya Gubenur Jambi tetapkan dengan data sah hasil verifikasi masyarakat SAD 113 ada 744 keluarga.Setelah pemerintah daerah dan para pihak menyelesaikan verifikasi,  pada 13 Januari 2022 resmi hasil verifikasi disampaikan Pemerintah Jambi kepada Menteri ATR/BPN di Jakarta. Sampai Juni 2022,  belum ada kejelasan perkembangan penyelesaian konflik ini.Kemudian, pada 22 Juli 2022, setelah  Menteri ATR berganti, Hadi Tjahjanto, rapat tindak lanjut penyelesaian konflik SAD 113 di rumah Dinas Gubenur Jambi. Dalam rapat itu disepakati para pihak agar perusahaan melakukan penyelesaian lahan untuk komunitas ini selambat-lambatnya 30 Agustus 2022." "Perjuangan Panjang Berkonflik dengan Perusahaan Sawit, Akhirnya SAD 113 Peroleh Sertifikat Komunal","Tindak lanjut dari kesepakatan ini, pada 31 Agustus 2022- 1 September 2022 dilakukan pengecekan lokasi oleh BPN Jambi bersama Forkompida Jambi.Untuk pemantapan lokasi penyelesaian SAD 113,  pada 18 November 2022 dilakukan pertemuan kembali di Kantor BPN Jambi bersama Forkompida Jambi, perwakilan masyarakat adat dan manajeman BSU. Baca juga: Kala Petani Jambi Jalan Kaki ke Jakarta Tuntut Hak Kelola Lahan Pada 21–22 November 2022,  kembali pengecekan lokasi dan pemasangan patok oleh KATR/BPN bersama Forkompida Jambi, perwakilan SAD 113 dan BSU.Mahyudin, pendamping SAD 113 dari Serikat Tani Nelayan (STN) bilang,  lahan yang tercantum dalam sertifikat komunal berada di lokasi PT Berkah Sapta Palma (BSP), yang bekerjasama dengan  BSU melalui Koperasi Perkebunan Karya Maju.“Ada banyak pertimbangan akhirnya teman-teman Komunitas SAD 113 mau menerima keputusan ini, antara lain, mereka sudah lelah dengan konflik puluhan tahun tak menemukan solusi dan pertimbangan lain,” katanya.Penyerahan sertifikat komunal SAD 113 ini langsung oleh Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta Pusat , Kamis (1/12/22) berbarengan dengan 1,5 juta sertifikat hasil  program strategi nasional (PSN) KATR/BPN . Ada 1.432.751 sertifikat lahan dan 119.699 sertifikat redistribusi tanah objek reforma agraria (Tora).Sertifikat komunal ini pertama kali di Jambi. Mahyudin bilang,  ini bisa jadi cara penanganan konflik lahan di Jambi.Data Walhi Jambi, dalam 2022 mencatat ada 156 konflik lahan di Jambi.“Kalau untuk kasus konflik lahan, sertifikat komunal ini setahu saya hanya ada di Aceh. Jambi jadi yang kedua. Setelah sertifikat ini, kita harus mendampingi bagaimana ini membawa kesejahteraan bagi Suku Anak Dalam.” Baca juga: Tagih Janji, Ratusan Warga Jambi Berkemah di Depan Kemenhut " "Perjuangan Panjang Berkonflik dengan Perusahaan Sawit, Akhirnya SAD 113 Peroleh Sertifikat Komunal","Dia bilang, pemerintah perlu mendukung peningkatan kapasitas komunitas pasca penyerahan sertifikat komunal. “Pengembangan ekonomi. Kita akan bentuk dulu koperasi dari perwakilan Suku Anak Dalam, kemudian akan dorong pelatihan.”Nourman , perwakilan Suku Anak Dalam mengatakan, akan ada diskusi adat di komunitas untuk membuat aturan terkait kepemilikan lahan. “ Ini akan diatur secara adat agar tidak ada yang bisa jual beli atau mengganti kepemilikan. Kita akan diskusikan ini sampai di Jambi. Akan ada tindakan tegas untuk yang melakukan itu [jual beli lahan], “ katanya.Abas Subuk bilang,  kemenangan SAD 113 ini jadi cambuk dan semangat bagi komunitas lain yang sedang berkonflik dengan perusahaan.“Jangan pernah menyerah. Kami saja jalan kaki ke Jakarta itu enam kali, belum lagi aksi-aksi di Kantor Gubernur, bupati,  tidak terhitung. Kita harus berani memperjuangkan hak kita, selama punya dasar yang benar. Kebenaran pasti akan menang.” ******* Berita terkait: Nestapa Suku Anak Dalam di Tanah MenangKilas Balik Konflik 2013: dari Protes Tambang Pasir Hingga Suku Anak Dalam yang Kehilangan LahanSuku Anak Dalam Dipaksa Hengkang dari PengungsianPemprov Jambi Akui Penggusuran SAD adalah Upaya Penertiban [SEP]" "Kupatan Kendeng, Tradisi Penghormatan pada Alam","[CLS]     “Njaga bumi mandeg ning lambe… Njaga bumi mandeg ning lambe… Njaga bumi mandeg ning lambe…” Begitu teriakan ratusan orang dalam parade “Kupatan Kendeng 2022, pada 8 Mei lalu. Kupatan Kendeng ini merupakan tradisi lebaran masyarakat Kecamatan Gunem, Rembang, Jawa Tengah.Mereka arak-arakan berjalan kaki mengelilingi Desa Tegaldowo, sambil menggotong empat gunungan kupatan.Sejumlah spanduk dibawa bertuliskan Ngelebur Dosa Tanpo Njaga Bumi, Mandeg Ning Lambe. Artinya, melebur dosa tanpa menjaga bumi, sama dengan omong kosong.Gunretno, koordinator acara, mengatakan, kupatan merupakan tradisi masyarakat adat Rembang, secara turun temurun. Ia merupakan tradisi syawalan di desa-desa di Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang usal lebaran. Puncak acara, biasa lima hari setelah perayaan hari raya Idul Fitri.Dalam ritual itu, ada tiga prosesi wajib, yakni temon banyu beras, dono weweh kupat lan pepet, dan lamporan.Acara ini, kata Gunretno selain diikuti warga empat desa Kecamatan Gunem, Rembang, juga dihadiri wisatawan.“Ritual ini, selain tradisi syawalan juga menarik minat para wisatawan.” Baca juga: Perempuan Kendeng Pertanyakan Operasi Pabrik Semen di Masa Pandemi Menjaga ibu bumiKupatan Kendeng, katanya, merupakan bentuk penghormatan dalam tradisi Jawa. “Kupatan” berarti “mengaku lepat” (mengakui kesalahan) manusia. Juga mohon maaf terhadap Ibu Bumi yang memberi kehidupan manusia selama ini.“Ngelebur dosa itu saling memaafkan, saat sekarang orang berebut mengaku salah dengan momen sakral hari raya.”Bumi sebagai sumber segala, yang menghidupi, malah disakiti manusia. Biasanya, manusia saling meminta maaf kepada sesama manusia, namun kepada ibu bumi tidak pernah dilakukan.“Ibu bumi terus disakiti jadi harus minta maaf, tetapi permohonan maaf itu bukan saja dalam bentuk lisan tapi dalam bentuk tindakan membela bumi,” katanya. Baca juga: Warga Nilai Tambang Semen Itu Hama Perusak di Pegunungan Kendeng " "Kupatan Kendeng, Tradisi Penghormatan pada Alam","Gunretno mengatakan, tradisi ini bagian dari perjuangan masyarakat adat atas bumi yang terancam. Kupatan Kendeng ini juga memperlihatkan ada masalah bumi. Di Pegunungan Kendeng ini wujudnya pertambangan dan pembangunan pabrik semen.“Tidak hanya penolakan pabrik semen, semua perusakan dalam bentuk apapun dan di manapun tidak hanya di gunung, dulur-dulur (saudara-saudara) Kendeng bersuara ini dalam bentuk wujud eleng atau merawat bumi.”Ada empat gunungan kupatan dalam ritual ini. Dua gunungan dari Desa Tegaldowo, satu dari Desa Gimbrangan, dan satu dari Desa Bitingan. “Ritual ini diselenggarakan oleh dulur-dulur (saudara) yang menolak pabrik semen, bukan empat desa secara keseluruhan.”  Bagaimana prosesi ritual Kupatan Kendeng? Menurut Gunretno, jalannya ritual Kupatan Kendeng dengan terkumpulnya gunungan kupatan hingga diarak mengelilingi desa setelah lima hari lebaran..Ritual Kupatan mulai dari temon banyu beras. Dalam prosesi ini, warga terutama perempuan mencari sumber air untuk dicampurkan pada butir-butir beras yang dibawa.Maknanya, tanpa pencampuran beras dan air, tak mungkin beras menghasilkan makanan seperti nasi atau ketupat yang kemudian menjadi energi bagi manusia..Dalam ritual ini, para perempuan baju putih, melambangkan kesucian hati- setelah berpuasa 30 hari.“Dalam proses kupatan kendeng itu ada namanya temon banyu geni ini ibu-ibu membawa beras, membawa wadah air, beras itu dibawa ke sumber air untuk di kose ke mata air,” katanya.  Selanjutnya, lanjut Gunretno, setelah beras berasih dibawa pulang dan masukkan dalam anyaman kupat. Setelah terisi, masak ketupat.Setelag ketupat matang mereka susun berbentuk gunungan, kemudian melakukan arak-arakan, mengelilingi Desa Tegaldowo, lokasi pelaksanaan ritual." "Kupatan Kendeng, Tradisi Penghormatan pada Alam","Hadir dalam acara Kupatan Kendeng, Komisioner Nasional Perempuan, Tiasri Wiandani. Tiasri bilang, ritual Kupatan Kendeng bisa jadi pembelajaran bagaimana perempuan-perempuan Kendeng selalu konsisten berjuang untuk lingkungan hidup.“Nah, momen lebaran yang sudah jalan tradisi Kupatan Kendeng ini tahun kedelapan. Ini baru pertama kali setelah pandemi COVID-19. Selama pandemi Kupatan Kendeng secara virtual,”katanyaRitual ini juga sebagai upaya mendorong operasi pabrik semen dan pertambangan setop di Pegunungan Kendeng.“Itu menjadi pesan kepada masyarakat bahwa perempuan sangat gigih memperjuangkan kelestarian lingkungan. Upaya ini bukan untuk dulur-dulur Kendeng saat ini tetapi menjaga kelestarian lingkungan sebagai warisan anak cucu.”Komnas Perempuan, kata mantan pengurus Serikat Pekerja Nasional (SPN) ini, melihat cara perjuangan sedulur Kendeng bisa jadi contoh.“Mereka berjuang tidak dengan kekerasan. Ini mencerminkan bagaimana perjuangan untuk lingkungan hidup dengan budaya-budaya, tradisi, kearifan lokal.”  Widiarti, perempuan Kendeng dari Desa Tegaldowo mengatakan, dengan Kupatan Kendeng mereka ingin menyuarakan perjuangan menjaga bumi dan lingkungan agar tetap lestari dan hijau.“Ben tetep lestari, ben tetep ijo royo-royo,”katanya.Anggit, remaja perempuan Kendeng, mengatakan, bumi yang memberi hidup sedang terancam. “Karena yang mencukupi adalah Ibu Bumi. Kita telah dihidupi, maka harus melestarikan juga.”Acara diakhiri dengan makan kupat bersama. Ada pembagian ketupat, sebagai ajakan warga desa untuk bersama menyelamatkan Pegunungan Kendeng dari upaya perusakan sumber mata air, penambangan batu kapur, serta pengalihan fungsi hutan maupun lahan pertanian untuk semen.  ******* [SEP]" "Perjuangan Kalianus Lestarikan Museum Bahari dan Pohon Bung Karno","[CLS]  Sebuah Pohon Sukun (Artocarpus altilis) tumbuh subur di sisi selatan Taman Renungan Bung Karno, Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Di bawah rindangnya pohon ini, Soekarno pendiri negeri ini “menggali” ide hingga lahirlah Pancasila yang ditetapkan sebagai dasar negara.Pohon sukun bercabang lima tempat Bung Karno merenung sejatinya telah mati tahun 1970-an.“Pohon sukun bercabang lima yang ada saat ini ditanam tanggal 17 Januari 1981 oleh pemerintah disaksikan sahabat-sahabat Bung Karno dan tokoh agama,” terang Kalianus Nusa Nipa, petugas kebersihan di Taman Renungan Bung Karno, Jumat (3/6/2022).Sebuah cabang berukuran besar sementara 4 cabang lainnya berukuran lebih kecil. Terdapat banyak anak cabang dan ranting yang rimbun serta kerap berbuah lebat.Kalianus, lelaki kelahiran Wolowaru ini boleh dikata unik di mata kebanyakan orang. Dalam keterbatasan, dirinya masih menjaga dan merawat koleksi museum bahari.Nus sapaan karibnya mengajak Mongabay Indonesia ke lantai dua gedung perpustakaan di lokasi taman. Sebuah karya seni unik lambang Negara Indonesia Garuda Pancasila berdiameter 1 meter masih dipajang.“Sebenarnya karya seni ini mau saya berikan ke Presiden Jokowi waktu beliau kunjungi taman ini. Namun beliau tidak melihat koleksi museum bahari di lantai dua,” ucapnya.baca : Menjaga Surga Benda Bersejarah di Perairan Laut Indonesia  Nus berkisah, karya seni lambang Negara Indonesia Burung Garuda terinspirasi dari puisi Garuda Sakti yang ditulisnya 1 September 2021. Ia menerjemahkan isi puisi ke dalam karya nyata.Pekerjaan dimulai akhir Desember 2021 dari merancang hingga membuat pola berbahan parabola bekas. Waktu luang sepulang kerja sebagai petugas kebersihan di Taman Renungan Bung Karno dimanfaatkan secara maksimal." "Perjuangan Kalianus Lestarikan Museum Bahari dan Pohon Bung Karno","Selama ini lambang Negara Burung Garuda dibuat dari semen, kayu, perunggu atau bahan lainnya. Nus pun membuat karya berbeda dari biota laut. Karyanya ini dibuat untuk merayakan Hari Lahir Pancasila 1 Juni.“Bahan-bahannya berasal dari koleksi museum bahari. Asetnya begitu banyak, tercecer dan terbuang. Dengan tidak mengurangi koleksi utamanya, saya merangkainya menjadi lambang Negara Burung Garuda,” ungkapnya. Penggunaan Biota LautDi sebelah utara bangunan, terdapat taman dan patung sang proklamator. Bung Karno duduk di bangku dengan menyilangkan kaki sambil menatap lautan yang berada tak jauh dari taman.Nus memaparkan alasan membuat lambang Negara Burung Garuda dari biota laut. Menurutnya, wilayah perairan laut negeri ini lebih luas dari daratan.Kekayaan alam laut sangat potensial bagi kehidupan manusia maka sangatlah penting untuk selalu menjaga ekosistem laut dari kepunahan agar dapat dinikmati generasi nanti.Menurutnya, laut pun menjadi pusat studi dan informasi. Pengembangan kreativitas generasi muda tentang keanekaragaman biota laut yang jumlahnya tak terbatas dan tak terukur sekaligus menjadi obyek pengembangan wisata alam dan budaya.“Dalam rangka kampanye terhadap upaya pelestarian, penyelamatan dan perlindungan keanekaragaman biota laut, hendaknya penangkapan ikan dan pengambilan biota laut tetap menjaga keseimbangan ekosistem dan tidak merusaknya,” pesannya.baca juga : Tuan Guru Hasanain Juaini, Bung Karno dari Timur  Dalam keseharian Nus juga bergumul tentang Pancasila dan Bung Karno. Inspirasi ini ia tuangkan dalam sebuah buku berjudul “Menyelisik Makna Pemikiran Bung Karno Melalui Simbol Alam”.Buku setebal 60 halaman ini memuat trilogi kehidupan : Tuhan, Alam dan Manusia. Ia beralasan, ketiganya menjadi rumusan dasar Bung Karno tentang Pancasila." "Perjuangan Kalianus Lestarikan Museum Bahari dan Pohon Bung Karno","“Inspirasi ini lahir saat saya bekerja di Taman Renungan Bung Karno. Catatan pergumulan selama dua tahun saya susun menjadi sebuah buku,” ucapnya. Koleksi Museum BahariBuku Museum Bahari Ende memuat penjelasan, ide awal pendirian museum pertama kali muncul dalam benak Almarhum Pater Gabriel Goran, SVD tahun 1990.Maret tahun 1996, Museum Bahari dibangun di lahan seluas 396 m² di Taman Renungan Bung Karno. Pemda menyiapkan lahan sementara dana pembangunan ditanggung Kongregasi SVD.Museum Bahari pun diresmikan Bupati Ende Frans Gedowolo, 14 Agustus 1996 dan mulai dibuka untuk umum.Almarhum Pater Goran beralasan, museum ini dibangun karena Ende khususnya dan Provinsi NTT umumnya belum memiliki museum bahari untuk menyimpan aneka biota laut.NTT sebagai provinsi kepulauan, memiliki wilayah laut dengan kekayaan biota lautnya. Untuk itu perlu dilestarikan dengan penanganan profesional guna menunjang pariwisata dan ilmu pengetahuan.Sekitar 2.500 spesies koleksi museum bahari. Ikan ± 150 spesies, mollusca ± 1.500 spesies serta crustacea seperti udang, kepiting dan lobster. Juga ada filum Echinodermata seperti teripang dan bulu babi, reptilia seperti kura-kura darat dan penyu.Ada koleksi mamalia laut seperti ruas tulang lumba-lumba, paus serta seekor dugong. Algae seperti rumput laut dan spons laut serta beberapa jenis akar bahar, terumbu karang dan tali arus.Semua koleksi dihimpun dari masyarakat di Pulau Flores dan Lembata tanpa mengambilnya di laut.“Dugong betina ini panjangnya sekitar 1,5 meter yang ditemukan nelayan sudah mati terdampar di Pantai Ipi Ende tahun 2000. Nelayan menyerahkannya ke museum,” terang Nus.baca juga :  Inilah Wujud Ikan Purba Coelacanth yang Hanya Ada di Indonesia dan Afrika  Pengawetan dugong awalnya menggunakan formalin. Selanjutnya menggunakan gamping dan batu kapur serta dijemur di panas mentari selama setahun. Ada juga koleksi favorit lainnya berupa naga laut." "Perjuangan Kalianus Lestarikan Museum Bahari dan Pohon Bung Karno","Sayangnya keberadaan museum ini hanya bertahan hingga tahun 2012. Revitalisasi taman membuat bangunan fisik museum pun dibongkar. Segala koleksinya berpindah tempat. Kondisi TerkiniHujan rintik menyapa saat kami menjejakan kaki di depan kamar kos di belakang Bengkel Misi Ende. Dua kamar berukuran masing-masing 3×4 m ini dipenuhi tumpukan koleksi Museum Bahari.Sebuah kamar disekat. Satu dipakai sebagai kamar tidur. Ribuan koleksi kerang laut dan lainnya  dimasukan ke dalam karung dan kardus lalu disusun bertumpuk di kamar satunya.Kamar depan dipergunakan sebagai ruang kerja merangkai aneka kerajinan tangan. Itu pun masih diletakkan berbagai koleksi berukuran besar dan dalam kotak kaca.“Tahun 2013 meskipun Pater Goran masih ada, museum dibongkar dan semua koleksi dibawa ke tempat kos saya,” ucap Nus.Pater Goran membantu biaya sekolah Nus hingga tamat SMK di Ende. Semenjak tahun 1996 dirinya mengabdi di Museum Bahari bersama Pater Goran tanpa menuntut gaji.Lajang kelahiran 2 Mei 1977 ini mengaku, dengan penataan sederhana saja banyak pengunjung yang tertarik menyambangi museum ini sebelum digusur.Nus bermimpi memiliki sebuah bangunan sendiri 2 lantai. Lantai 1 untuk ruang pamer koleksi museum sementara lantai 2 difungsikan sebagai  galeri seni, kafe dan perpustakaan mini karena buku koleksi pribadi Pater Goran sangat banyak.Tidak perlu ada tiket masuk sebutnya, agar semua orang bisa menikmati museum sebagai gudang ilmu pengetahuan.“Saya akan namakan Museum Bahari Goran Shell. Shell itu sejenis kerang laut karena Pater Goran sangat terinspirasi dari kerang laut hingga mengumpulkan ribuan kerang laut,” tuturnya.baca juga : Perubahan Iklim Ancam Lukisan Purba di Sulawesi?  Pada 26 Desember 2019 sebelum Pater Goran wafat 28 Januari 2020, Nus dititipi pesan tetap bekerja di museum karena suatu saat museum bahari akan besar." "Perjuangan Kalianus Lestarikan Museum Bahari dan Pohon Bung Karno","Pater Goran telah mewasiatkan segala koleksi museum bahari kepadanya. Dia bertanggungjawab atas kelangsungan hidup museum ini meski terasa berat. Pencarian dana terus diupayakan dengan harapan ada yang terketuk hati membantu.Biaya perawatan semua koleksi praktis mengandalkan pendapatannya dari menjual karya seni kerajinan tangan berbahan kerang yang dipungut di pinggir pantai.“Alam ini memberikan kita kehidupan sehingga menjadi kewajiban kita menjaga keseimbangan ekosistem dan tidak merusak alam,” pesannya.  [SEP]" "Laut Arafura Jadi Panggung Pertunjukan Utama Penangkapan Ikan Terukur","[CLS]  Pelaksanaan kebijakan penangkapan ikan secara terukur masih terkendala oleh regulasi yang mengatur tentang hal tersebut. Ada dua regulasi yang sedang disiapkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan ditargetkan bisa selesai pada Februari mendatang.Keduanya akan berbentuk Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) dan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (Kepmen KP). Dengan waktu yang tersisa sekarang, penyusunan regulasi diharapkan bisa mencakup semua hal yang berkaitan.Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Perizinan dan Kenelayanan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap KKP Mochmad Idnillah mengatakan, jika pembuatan regulasi bisa tepat waktu, maka kebijakan akan mulai diterapkan pada Maret mendatang.Untuk tahap awal, tidak semua Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) akan melaksanakan kebijakan penangkapan ikan secara terukur. Melainkan, hanya di dua zona saja yang akan dilaksanakan, dari total enam zona yang ditetapkan.Keduanya, yaitu zona 5 yang mencakup Laut Jawa dan Laut Sulawesi yang ditetapkan untuk menjadi lokasi percontohan kegiatan pengumpulan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dengan sistem pascaproduksi. Sistem tersebut diyakini bisa memperbaiki sistem praproduksi yang dilaksanakan sejak lama.Kemudian, zona 3 yang mencakup WPPNRI 718 dan meliputi perairan Laut Arafuru dan Laut Timor bagian Timur, direncanakan akan menjadi lokasi percontohan untuk penerapan penangkapan ikan secara terukur dengan menggunakan sistem kontrak.baca : Penangkapan Terukur, Masa Depan Perikanan Nusantara  Mochmad Idnillah menjelaskan, sistem kontrak akan diberlakukan kepada seluruh pelaku usaha yang mengajukan perizinan untuk bisa menangkap ikan di Laut Arafura. Sebelum diberikan perizinan, mereka semua akan terlibat dalam seleksi berupa administrasi, keuangan, dan juga kelayakan kapal." "Laut Arafura Jadi Panggung Pertunjukan Utama Penangkapan Ikan Terukur","“Kita akan berlakukan beauty contest untuk menyaring para pelaku usaha yang bisa mendapatkan kuota menangkap ikan di Laut Arafura,” jelas dia seusai kegiatan Bincang Bahari yang digelar di Jakarta, Kamis (20/1/2022).Mengingat Laut Arafura dan WPPNRI 718 secara keseluruhan berlokasi di zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia, maka kapal perikanan yang akan diberikan perizinan untuk menangkap ikan adalah kapal yang ukurannya besar atau sekitar 100 gros ton (GT).Pengaturan kapal tersebut akan dilakukan saat proses seleksi dilaksanakan dan prioritas perizinan akan diberikan kepada kapal perikanan yang dimiliki para pelaku usaha lokal. Semua kapal yang akan dioperasikan, tidak harus dibuat di dalam negeri, namun bisa juga di luar negeri.Menurut dia, karena ada kebebasan untuk menggunakan kapal buatan mana, maka diprediksi akan terjadi kenaikan investasi, di mana akan banyak permintaan pembuatan kapal untuk di dalam dan luar negeri.“Dibuka PMA (penanaman modal asing) dan PMDN (penanaman modal dalam negeri),” jelas dia.Selain para pelaku usaha yang baru mengajukan perizinan, zona penangkapan ikan secara terukur juga terbuka bagi para pelaku usaha yang sudah memiliki izin untuk menangkap ikan di zona yang dimaksud. Jika kondisi itu dialami pelaku usaha, maka mereka dibolehkan untuk melakukan migrasi sesuai dengan kontrak yang sudah disepakati dengan KKP.Mochamad Idnillah memperkirakan akan ada tambahan PNBP senilai Rp3-4 triliun pada 2022 ini. Namun, prediksi tersebut bisa terpenuhi jika semua zona sudah menerapkan kebijakan penangkapan terukur dengan sistem kontrak dan penarikan PNBP dengan sistem pascaproduksi.baca juga : Pengawasan Terintegrasi untuk Penangkapan Ikan Terukur Mulai Awal 2022  " "Laut Arafura Jadi Panggung Pertunjukan Utama Penangkapan Ikan Terukur","Khusus untuk penangkapan ikan terukur dengan sistem kontrak, akan diberlakukan di empat zona yang mencakup WPPNRI 711 (perairan Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut Natuna Utara), 717 (perairan Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik), dan 715 (perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram, dan Teluk Berau).Kemudian, WPPNRI 718 (meliputi perairan Laut Aru, Laut Arafuru, dan Laut Timor bagian Timur), 571 (perairan Selat Malaka dan Laut Andaman), dan 572 (perairan Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda).Kebijakan dengan menetapkan kuota tangkapan tersebut, diyakini akan bisa menyeimbangkan kegiatan ekonomi dengan ekologi. Hal itu, karena dalam praktik perikanan tersebut ada pengaturan ekologi yang dilakukan melalui sumber daya ikan (SDI) di setiap zona penangkapan.“Saat eksploitasi SDI terjadi, maka sudah bisa dikontrol terkait hasilnya,” terang dia. Pendaratan IkanSelain perizinan dan kuota penangkapan, para pelaku usaha juga harus mematuhi aturan saat kebijakan tersebut diterapkan nanti. Aturan yang dimaksud, tidak lain adalah kewajiban untuk mendaratkan ikan hasil tangkap di pelabuhan perikanan terdekat yang ada di kawasan zona penangkapan.Jika ternyata pelaku usaha memilih untuk tidak mendaratkan ikan di pelabuhan di dalam zona penangkapan, maka pilihan yang bisa diambil adalah dengan mengirimkan ke pelabuhan yang dituju dengan menggunakan kapal ikan angkut.Sebagai lokasi percontohan, Laut Arafura akan mendapat pengawasan ekstra ketat di awal masa penerapan kebijakan penangkapan ikan secara terukur. Lokasi tersebut dipilih, karena selama ini menjadi favoritt bagi kapal-kapal berukuran besar untuk menangkap ikan." "Laut Arafura Jadi Panggung Pertunjukan Utama Penangkapan Ikan Terukur","Dia menerangkan, potensi SDI yang bisa dikelola di perairan laut tersebut besarnya mencapai 1,4 juta ton dengan potensi investasi diperkirakan mencapai nilai Rp35,18 triliun. Besarnya potensi ekonomi tersebut, menegaskan bahwa eksploitasi bisa terjadi kapan saja.Untuk itu, dengan penangkapan secara terukur, diharapkan eksploitasi tidak terjadi dan SDI bisa dikendalikan dengan baik untuk kepentingan ekonomi secara nasional. Juga, untuk kepentingan pertumbuhan ekonomi lokal di sekitar zona penangkapan.“Kita inginnya nelayan atau pelaku usaha bisa bergabung menjadi badan usaha yang besar. Jadi, sama-sama berkembang dengan kebijakan yang baru ini,” sebut dia.baca juga : Menjaga Laut Arafura dan Timor Tetap Lestari dan Berkelanjutan  Adapun, untuk kuota tangkapan yang akan diberikan kepada pelaku usaha, jumlahnya minimal mencapai 100 ribu ton atau bisa digunakan oleh kapal perikanan dengan jumlah sekitar 100-200 unit. Dia berjanji kalau pemberian kuota tidak dijamin tidak akan disalahgunakan oleh para pelaku usaha.Penetapan kuota tangkapan ikan sendiri, dilakukan KKP dengan merujuk pada hasil kajian stok ikan terbaru yang sudah dilaksanakan oleh Komisi Nasional Pengkajian Stok Ikan (Komnas Kajiskan). Kebijakan tersebut yang melibatkan ilmu pengetahuan itu, diharapkan bisa menjaga keseimbangan antara kesehatan laut dan pertumbuhan ekonomi.Khusus untuk penarikan PNBP pascaproduksi, KKP akan melakukan uji coba penerapan di Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap (Jawa Tengah) dan Pelabuhan Perikanan Nusantara Kejawanan, Cirebon (Jawa Barat). Dengan demikian, rencana menerapkan penarikan PNBP bidang perikanan tangkap seutuhnya pada 2023 diharapkan akan berjalan lancar." "Laut Arafura Jadi Panggung Pertunjukan Utama Penangkapan Ikan Terukur","Untuk tahun ini, penarikan PNBP dengan sistem pascaproduksi akan diberlakukan di zona 5 dan 6 yang mencakup Laut Jawa dan Laut Sulawesi, serta Selat Malaka. Kebijakan tersebut akan dilakukan dengan pengawasan ekstra ketat agar tidak kecurangan ataupun bentuk tidak terpuji lainnya.Direktur Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan KKP Catur Sarwanto pada kesempatan yang sama menjelaskan bahwa kebijakan yang akan dimulai pada Maret mendatang itu memang sudah menarik minat para investor, baik di dalam maupun luar negeri.“Beberapa sudah mulai menunjukkan minat. Tentunya kita perlu memberikan informasi,” ucap dia.Sebelum menyambut para calon investor, KKP akan memastikan bahwa regulasi yang dibutuhkan sudah selesai dan tidak ada kendala. Dengan kata lain, akan dilakukan sinkronisasi lebih dulu berkaitan dengan regulasi yang akan diberlakukan nanti.Melihat capaian investasi pada 2021, investasi yang paling diminati pada sektor kelautan dan perikanan, adalah pada perikanan budi daya, perikanan tangkap, dan pengolahan. Adapun, investor paling banyak berasal dari Singapura dan Cina.Adapun, prognosa investasi bidang kelautan dan perikanan pada 2021 nilainya mencapai Rp6,02 triliun, di mana investasi terbesar ada di perikanan budi daya sebanyak 30 persen, disusul pengolahan 27 persen, lalu perikanan tangkap, dan perdagangan.Keuntungan lain dari penerapan kebijakan penangkapan secara terukur, menurut Catur Sarwanto adalah akan terciptanya pemerataan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Selama ini, pertumbuhan selalu berfokus di pulau Jawa saja.baca juga : Penangkapan Terukur dan Penerapan Kuota Apakah Layak Diterapkan?  " "Laut Arafura Jadi Panggung Pertunjukan Utama Penangkapan Ikan Terukur","Salah satu perusahaan rintisan (start up) yang fokus pada usaha perikanan, eFishery, menjadi salah satu pelaku usaha yang berani memanfaatkan potensi dengan melibatkan inovasi dan teknologi. Upaya tersebut, dinilai akan membawa perikanan dari usaha tradisional ke ranah modern.CEO eFishery Gibran Huztaifah bahkan mengakui besarnya potensi investasi kelautan dan perikanan di Indonesia. Hal ini merujuk pada tingginya minat pasar global atas produk perikanan, ketersediaan lahan untuk budi daya dan kekayaan sumber daya ikan, hingga sudah tersedianya inovasi teknologi untuk mendukung peningkatan volume dan kualitas produk yang dihasilkan.Dia menilai upaya KKP untuk melakukan revitalisasi tambak udang tradisional seluas 45.000 hektare menjadi modern adalah langkah sangat tepat. Dengan demikian, volume produksi bisa bertambah dan kelestarian lingkungan tetap bisa terjaga.“Kalau kita ngomongin budi daya, Indonesia ini paling besar. Sayangnya prosesnya selama ini tidak dikelola secara profesional,” pungkasnya.   [SEP]" "Warga Keracunan Gas Sorik Marapi Berulang, Pemerintah Abai?","[CLS]      Operasi pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTPB) Sorik Marapi oleh PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP) terus memakan korban. Dalam tahun 2022 saja, setidaknya terhitung enam kali warga sekitar mengalami keracunan. Pada 16 September lalu, sedikitnya delapan orang Mandailing yang tinggal di sekitar proyek terpapar racun gas hidrogen sulfida (H2S). Disusul 13 hari setelah itu, pada 27 September lalu jatuh lagi korban puluhan warga dari Desa Sibanggor Julu dan Sibanggor Tongah, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara.Setidaknya, ada 86 warga dari kedua desa ini dilarikan ke rumah sakit. Mereka dibawa ke rumah sakit ada yang menggunakan sepeda motor dan ambulans dengan kondisi muntah-muntah mual pusing bahkan ada yang pingsan.Anak-anak dan orangtua juga menjadi korban. Selasa petang ada 30 orang yang mendatangi kedua rumah sakit, dan tidak berhenti karena malam hari korban makin bertambah sampai 74 orang. Pada hari berikutnya, tercatat ada 86 warga jadi korban.Terlihat Ketua DPRD Mandailing Natal, Erwin Effendi Lubis membantu mengevakuasi puluhan korban yang terhirup gas beracun ke rumah sakit. Bersama para kepolisian dan TNI dan Polri membantu menyiapkan semua keperluan medis untuk penanganan utama para korban keracunan ini.Erwin bilang, langkah cepat supaya tidak ada lagi jatuh korban lebih banyak agar pemerintah pusat segera menghentikan seluruh kegiatan perusahaan.Karena korban makin bertambah, pihak rumah sakit meminta bantuan dari TNI dan Polri membantu membuat posko darurat korban keracunan ini.“Kita bersama TNI sigap membantu rumah sakit membuat posko darurat. Kita juga mengamankan lokasi kejadian dan penyidikan kasus ini, ” kata AKBP Muhammad Reza Khairul Akbar Sidik, Kapolres Mandailing Natal. Baca juga: Kebocoran Gas Beracun di Pembangkit Panas Bumi Sorik Marapi, 5 Orang Tewas " "Warga Keracunan Gas Sorik Marapi Berulang, Pemerintah Abai?","Rusli Pulungan, Direktur Rumah Sakit Umum Panyabungan mengatakan, posko darurat ini dibuat karena korban yang dirawat cukup banyak hingga kelebihan kapasitas. Guna mengantisipasi semua bisa dilakukan penanganan medis maka perlu posko.Sementara dari Desa Sibanggor Julu dan Desa sibanggor Tongah, dilaporkan mengantisipasi jatuh korban lebih banyak lagi aparatur desa dibantu aparat TNI dan Polri mengevakuasi seluruh warga sampai kondisi benar-benar aman.Muhammad Toguan, warga Sibanggor Julu menceritakan, melihat anak-anak dan perempuan tergeletak lemah tak sadarkan diri. Ada tiga orang di keluarganya terhirup racun gas hidrogen sulfida ini. Dengan tergopoh-gopoh dia sempat lari ke lokasi sumur bor meminta kepada pekerja menutup operasi karena banyak korban.Namun pekerja mengabaikan dan mengatakan kalau ada yang terpapar akan dilarikan ke rumah sakit dengan ambulans. Dia tak melihat ada satupun ambulans di sekitar lokasi sampai orang-orang makin banyak lemas tergeletak di jalanan tak sadarkan diri barulah ambulans datang membawa ke rumah sakit.“Kejadian Selasa sore pukul 06.00 itu ada yang pingsan, kepala sakit, mual muntah, sakit perut. Semua akibat mencium bau seperti telur busuk. Ada anak-anak pingsan menahan rasa sakit karena tercium bau gas hidrogen sulfida itu, ” kata Toguan. Baca juga: Terulang Lagi Pipa Gas Panas Bumi Sorik Marapi Bocor, Puluhan Warga Keracunan Setelah menjalani perawatan intensif di dua rumah sakit di Mandailing Natal, mulai Kamis dan Jumat, satu persatu korban mulai membaik dan pihak rumah sakit memperbolehkan mereka pulang serta berobat jalan.Mulyadi, Kepala Desa Sibanggor Tongah mengatakan, setelah beberapa hari sempat diungsikan ke Sibanggor Jae, dua hari setelah itu semua warga sudah boleh pulang ke rumah masing-masing bersama keluarga." "Warga Keracunan Gas Sorik Marapi Berulang, Pemerintah Abai?","Dia masih terus berkoordinasi dengan perusahaan mencegah hal serupa terulang kembali. Meski sudah boleh pulang, namun dia mengimbau warga tidak terlalu aktif berkegiatan di luar rumah apalagi di sekitar perusahaan. Warga tak boleh mendekati radius di bawah 300 meter dari produksi perusahaan.“Semua warga desa sudah kembali ke rumah mereka masing-masing setelah diungsikan ke desa tetangga.”Terry Satria Indra, Kepala Teknik Panas Bumi SMGP saat diwawancarai mengenai kebocoran gas hidrogen sulfida mengelak kalau itu karena terhirup hidrogen sulfida dari aktivitas yang mereka kerjakan.Dia bilang, pada Selasa sekitar pukul 15.10- 17.35 uji alir di sumur wellfer tenggo 11. Dalam uji alir ini, mereka melibatkan dari Direktorat Jenderal EBTKE dari Kementerian Lingkungan Hidup dan berbagai pihak terkait. Dia klaim sudah menjalankan standar operasional prosedur sesuai ketentuan berlaku.Langkah awal, adalah menetralkan senyawa kimia hidrogen sulfida dengan alat mereka. Setelah itu, pengontrolan ke wilayah radius 300 meter di sekeliling perusahaan maupun ke perkampungan. Dari hasil pemeriksaan, pada alat detektor senyawa hidrogen sulfida ini menunjukkan angka nol.Dia mengakui bau menyengat baru tercium ketika dilakukan penutupan sumur. Namun dia berkilah dan menepis itu bukan senyawa kimia hidrogen sulfida karena dari alat detektor yang mereka miliki senyawa itu tidak terdata dan terpantau.“Kita masih melakukan investigasi terkait ini, Namun kami pastikan gas hidrogen sulfida tidak terpantau di alat detektor kami.”Penjelasan perusahaan ini berbanding terbalik dengan fakta dan kondisi lapangan yang menghirup bau seperti telur busuk lalu kepala pusing dan badan lemas. Bau ini khas senyawa hidrogen sulfida. Baca juga: Puluhan Warga Dekat Pembangkit Sorik Marapi Keracunan Lagi, Mengapa Terus Berulang?  Pemerintah daerah desak pusat evaluasi perusahaan" "Warga Keracunan Gas Sorik Marapi Berulang, Pemerintah Abai?","Muhammad Jafar Sukhairi, Bupati Mandailing Natal mengatakan, sejak kejadian awal warga ada yang meninggal dunia sudah melihat operasi perusahaan tidak aman bagi masyarakat.Dia sudah merekomendasikan kepada pemerintah pusat agar bisa mengevaluasi perusahaan ini. Kalau aktivitas perusahaan membuat keresahan dan kekhawatiran tinggi, maka merekomendasikan pemerintah pusat menghentikan kegiatan perusahaan.“Kita sejak awal sudah merekomendasikan agar ada evaluasi terhadap perusahaan ini. Kita harap perusahaan juga dihentikan oleh pemerintah pusat sebab kewenangan ada di sana,” kata Jafar.Data dari Kepolisian Resort Mandailing Natal sudah 100-an orang menjadi korban terhirup gas beracun proyek geothermal panas bumi Sorik Marapi ini, lima anak-anak perempuan dan orang tua tewas terhirup gas beracun yang mematikan ini.Jatam mencatat, operasi penambangan panas bumi SMGP menimbulkan korban jiwa dan gangguan kesehatan serta kerusakan lingkungan maupun kerugian ekonomi bagi warga.Melky Nahar, Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), mengatakan, dalam kaitan dengan bencana industri, tercatat enam kali kejadian sejak 25 Januari 2021 hingga 27 September 2022.Ironisnya, kata Melky, meski berulang menelan korban, pemerintah tak kunjung memberi sanksi tegas, hanya hentikan sementara operasi pasca kejadian pada 25 Januari 2021.“Kejadian terus berulang tanpa ada sanksi tegas ini menunjukkan sikap pemerintah yang terus bermain-main dengan keselamatan nyawa warga,” katanya.  Karena itu, katanya, Jatam mengecam keras dan mendesak Presiden Joko Widodo dan Menteri ESDM tak masa bodoh dengan keselamatan warga Sorik Marapi.“Jatam mendesak Menteri ESDM segera mencabut permanen izin SMGP, lakukan penegakan hukum dan pemulihan atas seluruh kerusakan yang terjadi,” katanya." "Warga Keracunan Gas Sorik Marapi Berulang, Pemerintah Abai?","Sementara respon dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) melalui Direktorat Jenderal Energi, Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) seakan tak ada hal urgen harus mereka tangani segera walau kasus korban jatuh berulang kali bahkan sampai ada yang meninggal dunia. Kementerian ini menyatakan telah mendapat laporan dari SGMP sejak akhir September lalu.Harris, Direktur Panas Bumi, mengatakan, laporan pada 27 September lalu, sekitar pukul 18.00, ada beberapa warga dari Desa Sibangor Julu dan Sibangor Tonga mengeluh mencium bau menyengat dari Wellpad T, yang menyebabkan beberapa warga sesak napas dan muntah.“Laporan yang kami terima, aktivitas di Wellpad T saat itu adalah bleeding sumur T-11 untuk menetralisir gas di dalam sumur yang menjadi bagian dalam rangkaian proses uji alir sumur T-11,” katanya.Proses bleeding mulai pukul 15.30 WIB-17.30WIB. Rencana lanjut keesokan hari tetapi SGMP mendapat keluhan warga.Hariss mengakui, uji alir sumur panas bumi punya risiko, salah satunya, keluar gas H2S.Namun, dia klaim sudah ada antisipasi dengan serangkaian prosedur ketat, antara lain menetralisir gas sebelum fluida sumur panas bumi mengalir.Pada tahap persiapan, uji alir sumur sebelumnya berkoordinasi dan mendapat persetujuan Pemerintah Mandailing Natal, kepolisian dan masyarakat sekitar.KESDM, sudah menugaskan tim dari Dirjen EBTKE untuk investigasi ke lokasi dan berkoordinasi dengan pemerintah daerah, kepolisian dan SGMP dalam penanganan dan penelusuran lebih lanjut.“Penanganan dampak salah satunya difokuskan kepada warga yang mengeluhkan kesehatan,” katanya.Harris mengatakan, situasi instalasi dan peralatan di PLTP Sorik Marapi saat ini dalam kondisi normal, dengan uji alir sumur T-11 dihentikan dan sumur ditutup.  ******** [SEP]" "Unik, Ubur-Ubur Ini Bisa ‘Hidup Abadi’","[CLS]  Setiap mahluk hidup punya siklus hidupnya masing-masing. Penuaan adalah hal yang niscaya bagi makhluk hidup, termasuk manusia. Sekalipun kita mengetahui kura-kura banyak yang berumur panjang, namun itu karena metabolisme tubuh mereka yang lambat. Secara logika, sulit untuk membayangkan ada mahluk hidup bisa kembali ke fase awal kehidupan alias bisa hidup abadi.Namun baru-baru ini, para ilmuwan di Spanyol telah berhasil mengetahui kode genetik ubur-ubur abadi (Turritopsis dohrnii). Spesies dengan lebar dan tinggi sekitar 4,5 milimeter ini –lebih kecil dari kuku di jari kelingking kita–, diketahui mampu berulang kali kembali dari fase dewasa ke fase remaja. Ibarat manusia, dia bisa kembali menjadi bayi setelah melewati fase remaja.Penelitian pada Proceedings of the National Academy of Sciences, membongkar tabir itu. Salah satu tim peneliti, Maria Pascual-Torner, Victor Quesada dan rekan-rekannya di University of Oviedo membuka kode genetik “ubur-ubur abadi” untuk menggali rahasia umur panjang mereka yang unik, dan menemukan petunjuk baru tentang penuaan manusia.baca : Ubur-ubur Tanpa Sengat, Biota Unik di Danau Air Asin Papua Barat  Ubur-ubur Turritopsis dohrnii pertama kali ditemukan pada 1883-an di Laut Mediterania. Seratus tahun kemudian, pada 1980-an, keabadian mereka secara tidak sengaja ditemukan.Dikutip dari Natural History Museum, murid Christian Sommer dan Giorgio Bavestrello mengumpulkan polip Turritopsis, yang mereka simpan dan dipantau sampai medusae dirilis. Diperkirakan bahwa ubur-ubur ini harus matang sebelum bertelur dan menghasilkan larva, tetapi ketika toples itu diperiksa berikutnya, mereka terkejut menemukan terdapat banyak polip yang baru menetap.Mereka terus mengamati ubur-ubur dan menemukan bahwa ketika stres, medusae akan jatuh ke dasar toples dan berubah menjadi polip tanpa pembuahan atau tahap larva. Mahluk ini pun menjadi sorotan sebagai organisme yang unik karena siklus keabadiannya itu." "Unik, Ubur-Ubur Ini Bisa ‘Hidup Abadi’","Seperti semua ubur-ubur, Turritopsis dohrnii memulai kehidupan sebagai larva yang disebut planula. Planula berkembang dari telur yang dibuahi. Planula itu pada awalnya berenang lalu mengendap di dasar laut dan tumbuh menjadi koloni polip silinder. Kehidupan di dasar laut itu berlangsung selama fase aseksual. Pada siklus ini, peran utamanya adalah untuk tetap hidup selama masa kelangkaan makanan. Ketika kondisinya tepat, ubur-ubur bereproduksi secara seksual.Setelah bereproduksi, mereka menelurkan medusae yang berenang bebas. Kita mengenalnya sebagai ubur-ubur yang akan tumbuh hingga dewasa dalam hitungan minggu. Gambaran tersebut seperti dikutip dari amnh.org. Pada fase inilah, mereka punya kemampuan berulang kali kembali ke tahap larva setelah reproduksi seksual.“Kami telah mengetahui tentang spesies ini yang mampu melakukan sedikit tipu daya evolusioner sekitar 15-20 tahun,” kata Monty Graham, seorang ahli ubur-ubur dan direktur Florida Institute of Oceanography, yang tidak terlibat dalam penelitian ini.baca juga : Foto: Mengenal Ubur-Ubur Bintik Tak Menyengat dari Laguna Pulau Kakaban  Turritopsis dohrnii tumbuh hanya sekitar 4,5 mm (0,18 inci). Lebih kecil dari kuku kelingking. Perutnya merah cerah terlihat di tengah bel transparannya, dan ujung-ujungnya dilapisi dengan hingga 90 tentakel putih. Makhluk kecil dan transparan ini memiliki keterampilan bertahan hidup yang luar biasa.Graham mencoba menjelaskan keistimewaan pada ubur-ubur abadi itu. Meskipun ada jenis ubur-ubur memang memiliki beberapa kemampuan untuk membalikkan proses penuaan dan kembali ke tahap larva, tetapi sebagian besar spesies ubur-ubur kehilangan kemampuan ‘reinkarnasi’ begitu mereka mencapai kematangan seksual.Namun tidak bagi ubur-ubur Turritopsis dohrnii. Siklus mereka tetap terjadi tanpa ada hambatan apapun. Sekalipun istilah yang diakui Graham sedikit hiperbolik." "Unik, Ubur-Ubur Ini Bisa ‘Hidup Abadi’","“Studi ini bertujuan untuk memahami apa yang membuat ubur-ubur ini berbeda dengan membandingkan urutan genetik T. dohrnii dengan Turritopsis rubra, sepupu genetik terdekat yang tidak memiliki kemampuan untuk meremajakan diri setelah reproduksi seksual,” jelasnya.menarik dibaca : Ubur-ubur Alien Bercahaya di Palung Mariana  Apa yang para peneliti temukan dalam risetnya adalah Turritopsis dohrnii memiliki variasi dalam genomnya. Sehingga membuatnya punya kemampuan menyalin dan memperbaiki DNA. Mereka juga, katanya, lebih baik dalam mempertahankan ujung kromosom yang disebut telomer. Pada manusia dan spesies lain, panjang telomer terbukti memendek seiring bertambahnya usia. Cara itulah yang membuat ubur-ubur itu dikatakan abadi.Kendati bisa hidup abadi, Turritopsis dohrnii tetap bisa mati karena dimangsa hewan lain, seperti ikan dan kura-kura. Fase polip hewan ini juga menjadi makanan empuk bagi siput laut ataupun krustasea. Sungguh alam tak henti-hentinya membuat takjub.  Sumber : pnas.org, newscientist.com, dan  amnh.org  [SEP]" "Aksi Sadikin, Pulihkan dan Kelola Gambut Demi Udara Sehat","[CLS]     Namanya Sadikin. Tempat tinggalnya di Bengkalis, Riau, kerap kebakaran hutan dan lahan hingga asap polusi udara, mendorong Sadikin ingin sediakan udara bersih di lingkungan tempat tinggalnya di Bengkalis, Riau. Dia mengubah bekas kebun sayur orangtuanya jadi hutan. Dia beri nama tempat itu, Arboretum Gambut Marsawa.Bengkalis, satu dari 12 kabupaten di Riau yang rawan bencana kebakaran hutan dan lahan. Tujuan Sadikit nikin arboretum, ingin memulihkan lingkungan yang sebelumnya telah merenggut nyawa anaknya akibat terpapar asap kebakaran hutan dan lahan (karhutla) itu.Tak hanya menanam karet untuk ekonomi keluarga, Sadikin membibit dan menanam berbagai macam pohon, seperti gaharu, meranti, pisang-pisang, bintangor, kelat merah, mahang. Dia juga mempertahankan pohon asli di sana, berupa geronggang, timah-timah, gelam, kelat tikus dan kelat merah. Ditambah beberapa pohon buah, cempedak dan jambu monyet.“Jenis pohon memang tak banyak, tapi jumlah sekarang sudah ratusan,” katanya, sambil mengajak keliling dalam areal bergambut itu, baru-baru ini.Arboretum Gambut Marsawa terletak di Kampung Jawa, Kelurahan Sungai Pakning, Kecamatan Bukit Batu, Bengkalis, Riau. Itu salah satu areal yang selamat dari karhutla besar-besaran pada 2015. Luas sekitar 1,1 hektar.Selain ditutupi pohon yang menjulang, arboretum Sadikin juga jadi rumah sejumlah tumbuhan endemik, berupa kantong semar. Semula hanya ada dua jenis. Kini, berkembang menjadi tujuh macam, beberapa terancam punah. Jenis-jenis itu seperti ampullaria, gracilis, rafflesiana, spektabilis, sumatrana, albomarginata dan sumatrana spectabilis. Yang terkahir merupakan persilangan dua jenis tanaman.“Awalnya saya berpikir itu tumbuhan langka. Kalau tak ada yang mengembangkan mungkin bisa punah. Lagian ia tak ganggu. Kenapa mesti dibasmi?” ujar Sadikin, saat menunjukkan satu persatu jenis kantong semar yang dimilikinya." "Aksi Sadikin, Pulihkan dan Kelola Gambut Demi Udara Sehat","Kicauan burung ikut mengisi obrolan kami di tengah hutan gambut, pagi jelang siang itu.  Bertambahnya jenis tanaman pemakan serangga dengan nama latin nepenthes ini, berkat kegigihan Sadikin melakukan pembibitan. Dia juga membangun rumah kayu untuk budidaya jamur tiram. Sayangnya, saat ini kegiatan ini terhenti karena tanaman terserang hama.Sadikin menjadikan arboretum ini sebagai wisata edukasi. Pelajar dalam dan luar daerah kerap berkunjung. Ia juga jadi pusat penelitian sejumlah akademisi daerah, nasional bahkan mancanegara. Penelitiannya antara lain, penghitungan karbon, gambut, kelembagaan termasuk perputaran ekonomi yang berlangsung sejak tempat itu dibuka untuk umum.Dibantu PT Pertamina, Arboretum Gambut Marsawa kini tersedia sejumlah fasilitas penunjang, berupa saung, tempat solat dan toilet termasuk track yang terhubung di sekelilingnya. Ada juga kedai yang menyediakan makanan dan minuman serta beberapa olahan petani setempat.Bermain dalam arboretum juga tak akan nyasar, karena sudah tersedia jalur dengan susunan tapak batu yang mudah dilalui. Di tambah lagi, ada penunjuk arah dan papan pengenal tiap jenis tumbuhan di dalamnya. Sempat ada permainan flying fox namun terhenti sejak pandemi COVID-19.“Saya terpanggil merehabilitasi udara. Rasanya, memang tidak mungkin tapi saya tetap bertahan memelihara ini. Biarkanlah ini jadi hutan. Kalau ada hutan airnya banyak,” ucap Sadikin.Rahmad Hidayat, Jr. Officer CSR PT Kilang Pertamina Internasional Unit Sungai Pakning, mengatakan, keterlibatan perusahaan minyak negara tak terlepas dari masalah karhutla saban tahun di wilayah kerja perusahaan ini. Hasil pemetaan mereka juga mendapati sejumlah potensi alam yang dapat dikembangkan." "Aksi Sadikin, Pulihkan dan Kelola Gambut Demi Udara Sehat","Pertamina juga menghubungkan Arboretum Gambut Marsawa dengan dunia pendidikan lewat penerapan kurikulum sekolah cinta gambut. Targetnya, murid sekolah dasar tahu tentang gambut sejak dini karena hampir 60% daratan Bengkalis adalah lahan gambut.Didy Wurjanto, Kapokja Kehumasan, Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), bilang lahan gambut kelolaan Sadikin sesuai jadi arboretum. Selain semua spesies penting lahan gambut dapat tumbuh subur di sana, akses juga mudah hingga menarik untuk kunjungan wisata terbatas.“Arboretum bagus sebagai contoh gambut yang baik seperti apa. Keuntungan dan kelebihan itu pula yang menarik para donor beri pembinaan,” kata Didy, via aplikasi perpesanan.  Arboretum pada dasarnya koleksi tanaman hingga akan diketahui jenis yang cocok pada gambut itu. Praktik Sadikin, bisa jadi pedoman BRGM dalam kegiatan revegetasi gambut rusak yang sudah berhasil mereka basahkan.“Kami apresiasi karya Pak Sadikin. Diupayakan agar masyarakat dapat manfaat dari arboretum itu.”Sadikin, peraih Kalpataru kategori perintis dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2020. Penghargaan itu berawal dari partisipasinya mencegah dan mengendalikan karhutla. Dia termasuk anggota Masyarakat Peduli Api (MPA), Sungai Pakning.“Tahun 2015, tempat kami pernah disebut kampung neraka gara-gara karhutla. Api muncul di berbagai titik sebelum api di lokasi lain berhasil kami padamkan. Begitu terus selama berbulan-bulan,” kata Sadikin di bawah saung dekat gerbang masuk arboretum.Pengalamannya saat itu, satu hektar areal terbakar terkadang baru bisa padam berminggu-minggu karena keterbatasan peralatan. Bahkan, harus berkali-kali menggali tanah gambut buat sumur dari satu lokasi ke lokasi lain karena sebentar saja air sudah kering. “Berbagai macam usaha dibuat untuk memadamkan api.”" "Aksi Sadikin, Pulihkan dan Kelola Gambut Demi Udara Sehat","Sejak itulah, Sadikin dan masyarakat petani sekitar tergerak membangun sekat kanal di kebun mereka supaya gambut tak kering. Upaya penataan keluar masuk air dari dalam parit itu turut dibantu United Nations Development Programme (UNDP).Kesadaran itu berkat sosialisasi dan pendampingan beberapa akademisi. Sadikin bilang, mulanya usaha itu menimbulkan penolakan dari sebagian masyarakat atau petani. Mereka khawatir apabila parit dibendung akan memicu banjir. Meski kelompok yang kontra tetap memberi jalan pada upaya pencegahan karhutla itu, kelompok yang setuju tetap diminta pertanggungjawaban bila kebun masyarakat terendam.Untuk mengurangi risiko kebakaran, Sadikin dan petani Kampung Jawa memanfaatkan lahan bekas terbakar maupun yang berpotensi terbakar untuk kebun nenas. Pengelolaan dengan sistem tanam jajar legowo. Modelnya, tiap dua tanaman nenas dengan dua tanaman nenas lain dipisah jalan setapak.Adapun jarak tiap tanam 70-80 cm. Sedangkan lebar jalan dua kali lipat dari jarak tanaman. Misal, bila jarak tanam dua nenas 70 cm, lebar jalan sebagai pemisah antar tanaman dua nenas lain 140 cm.Cara itu untuk mencegah kebakaran. Jalur pemisah tanaman nenas dianggap sebagai sekat bakar atau antisipasi supaya api tidak menjalar ke tanaman lain. Ia juga memudahkan petani merawat tanaman.“Biasa orang tanam nenas mau jalan saja susah. Begitu api masuk jadi nenas panggang. Bagaimana supaya nenas ditanam tapi berfungsi sebagai sekat bakar. Umpamanya satu hektar semak belukar terbakar tak bakal nyeberang ke areal lain.”  Anyaman serat nenas Ide Sadikin dan kawan-kawan petani tak berhenti di situ. Mereka sudah mengolah daun nenas menjadi produk anyaman kantong seranas, akronim dari serat nenas. Ia jadi tas, keranjang dan bakul. Mereka pun beralih dari polibag plastik ke serat nenas untuk wadah pembibitan." "Aksi Sadikin, Pulihkan dan Kelola Gambut Demi Udara Sehat","Pembuatan seranas sangat mudah. Duri daun nenas terlebih dahulu dibersihkan. Kemudian belah sesuai lebar yang diinginkan. Selanjutnya direbus dan dijemur. Setelah kering dan berubah warna jadi kuning, daun siap dianyam untuk berbagai keperluan.Tahun lalu, Pertamina bahkan memanfaatkan kerajinan dari seranas untuk pembagian daging kurban yang biasa pakai kantong plastik. Petani nenas juga tak perlu menyiapkan kantong plastik lagi buat membungkus produk olahan mereka, seperti dodol, selai, wajik, sirup dan keripik nenas, bila ada pengunjung arboretum yang beli oleh-oleh di sana.Sebelum pandemi COVID-19, petani nenas masih rutin produksi. Hasil olahan mereka juga merambah ke berbagai pasar di daerah, dengan izin dan merek sendiri. Luas kebun nenas petani Kampung Jawa, sekitar 10 hektar. Mereka akan memperluas enam hektar lagi. Tanaman juga diselingi pohon buah.Hasil olahan seranas maupun produk makanan dari nenas petani yang bernaung dalam Koperasi Tani Tunas Makmur, itu sudah dipamerkan saat Konferensi Perubahan Iklim (COP25) di Madrid. “Kami merasa terbantu dengan program sosial dari Pertamina. Mereka sering bimbing dan fasilitasi ide-ide kami,” kata Sadikin.Dia mengabdikan diri sepenuhnya terhadap upaya penyelamatan lingkungan. Ide maupun inovasi Sadikin menunjukkan kesungguhan ini. Belakangan ini, dia membuat sumur hydrant portable. Ini alat penyedot air menggunakan pipa paralon dan mesin hisap yang bisa bongkar pasang. Mudah dibawa dan bisa berfungsi di mana pun, terutama di lahan gambut. Pipa tinggal ditancapkan ke tanah sebelum dihubungkan ke mesin.  Sadikin mencobanya setelah mengikuti pelatihan pembuatan sumur hydrant. Hanya saat itu, kedalaman untuk mendapatkan sumber air mencapai 70-80 meter. Karena berpikir gambut banyak menyimpan air dan tidak perlu sampai pada kedalam itut, dia mencoba pada kedalaman 4-7 meter." "Aksi Sadikin, Pulihkan dan Kelola Gambut Demi Udara Sehat","Uji coba Sadikin berhasil dan sangat digunakan pada areal gambut. Apalagi saat terjadi kebakaran, dia dan tim MPA tak susah payah lagi mencari sumber air atau menggali tanah buat kolam. Mereka tinggal menggotong alat tadi ke titik api dan menancapkan di sekitar areal yang hendak dipadamkan.“Tak perlu menunggu sampai puluhan meter lagi. Kalau gitu api sudah menyebar luas sebelum kedalamannya tercapai. Model tanah gambut seperti ini sudah menyimpan air di kedalaman beberapa meter saja, bahkan di sekitar permukaan.”Sadikin membagikan karya itu ke sejumlah anggota MPA kecamatan lain, Siak Kecil dan Bandar Laksamana. Sejak ada alat itu, katanya, mereka tidak pernah kewalahan lagi. Tiap MPA dari desa sekitar juga bekerjasama memadamkan api meski bukan di wilayah masing-masing.Sejak 2016, Sungai Pakning, setidaknya bebas dari kebakaran hebat seperti tahun sebelumnya.Rahmad Hidayat, bilang Pertamina memandang Sadikin sebagai lokal hero, motor penggerak, ulet, pekerja keras dan peduli untuk kelestarian lingkungan lebih baik. Dengan ada Sadikin dan arboretumnya, turut membantu Pertamina dalam memitigasi kebakaran selama ini.  ****** [SEP]" "Saatnya Manfaatkan Kekayaan Sumber Pangan Nusantara","[CLS]     PBB pada 2019 merilis data bencana kelaparan terus meningkat di Asia, mencapai 57 juta jiwa, di Afrika berdampak pada 46 juta jiwa, dan lebih 14 juta jiwa di Amerika Latim dan Karibia. Indonesia punya keragaman sumber pangan begitu kaya, semestinya bisa menghadapi kemungkinan terjadi kerawanan pangan.Arief Prasetyo Adi, Kepala Badan Pangan Nasional, mengatakan, dari peta ketahanan dan kerawanan pangan 2021, masih ada 74 kabupaten dan kota di Indonesia rentan dan rawan pangan, sekitar 14%. Rawan pangan itu, katanya, terkonsentrasi di Pulau Papua, sebagian Maluku, dan sebagian kecil Nusa Tenggara, Kalimantan, serta Sumatera.Penyebab utama kerentanan pangan adalah persentase penduduk miskin yang tinggi, sementara neraca pangan di wilayah itu defisit.Data di Indonesia menunjukkan persentase populasi yang mengonsumsi kalori kurang untuk hidup sehat dan tetap aktif sesuai standar minimum yaitu 2100 kkal per kapita per hari atau prevelance of undernourishment (PoU) cenderung meningkat. Pada 2019, angka sampai 7,63%, 8,34% pada 2020, dan 8,49% pada 2021.Angka PoU 2021– merupakan indikator SDGS kedua–, sebanyak 23,1 penduduk Indonesia, atau 8,49% konsumsi kalori kurang dari standar minimum untuk hidup sehat, aktif, dan produktif.“Jumlah itu, meningkat 500.000 jiwa atau 0,15% dibanding 2020,” kata Arief, dalam kuliah umum di Balai Senat UGM, belum lama ini.  Dia bilang, provinsi dengan PoU tinggi yaitu Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat. Sebaliknya, Pulau Jawa dan Sulawesi berdasarkan peta ketahanan dan kerawanan pangan 2021 masuk kategori sangat tahan.Kerawanan pangan menurut FAO memiliki empat skala, yaitu, ketidakpastian mendapatkan makanan, mengurangi kualitas dan variasi makanan, mengurangi jumlah makanan dan melewatkan makan, hingga tidak ada makanan untuk satu hari atau lebih." "Saatnya Manfaatkan Kekayaan Sumber Pangan Nusantara","Arief bilang, satu pilihan dalam menjamin ketahanan pangan nasional adalah dengan meningkatkan penganekaragaman konsumsi pangan lokal. Saat ini, kualitas konsumsi pangan penduduk Indonesia tergolong belum beragam dan aman, lalu keseimbangan gizi rendah.“Masih didominasi padi-padian, minyak dan lemak, kurangnya konsumsi protein hewani, sayur, buah, serta umbi-umbian.”Sesungguhnya, kata Arief, Indonesia kaya keanekaragaman hayati, nomor tiga terbesar di dunia. “Ini potensi dapat dikembangkan untuk memaksimalkan keaneka ragaman konsumsi pangan.”Hayu Dyah Patria, praktisi pangan dan keanekaragaman hayati mengatakan, menemukan 300 jenis tumbuhan liar yang bisa dimakan. Mulai dari sayur, sumber karbohidrat, mineral, maupun vitamin.“Ada yang berasal dari buah, jamur, umbi, daun, biji, kacang-kacangan. Itu kita belum masuk ke hutan yang terdalam. Itu masih di pinggir hutan, di Taman Nasional Kelimutu,” kata Hayu, dihubungi Mongabay, 10 Oktober lalu. Dengan sumber pangan lokal yang begitu kaya, katanya, risiko krisis pangan di Indonesia seharusnya bisa teratasi.Ketergantungan kepada bahan pangan impor pun bisa dikurangi. Salah satu tantangan, katanya, pengetahuan masyarakat akan sumber pangan lokal makin hilang.“Kalau di urban, ketika semua harus dibeli dengan uang, krisis pangan itu nyata. Karena kalau tidak ada uang, orang-orang tidak bisa mendapatkan makanan. Mereka harus ke pasar, bisa juga ke tukang sayur keliling, atau supermarket. Ke pasar itu harus membeli.”Berbeda dengan mereka di kawasan rural, sebenarnya ada banyak sumber pangan bisa didapatkan tanpa harus membeli. Bahkan, ada banyak tumbuhan liar, tidak tergantung pestisida dan obat-obatan kimia.  Namun, kata Hayu, mereka yang tinggal di rural pun sekarang mulai tergantung dengan makanan-makanan industri, seperti makanan-makanan instan atau siap saji." "Saatnya Manfaatkan Kekayaan Sumber Pangan Nusantara","Perlahan, katanya, keberagaman pangan di sekitar mereka pun terlupakan. Ketika itu terjadi, krisis pangan akhirnya juga menghantam mereka yang tinggal di wilayah rural.Dia mengritik keberadaan badan pangan bentukan pemerintah yang masih berfokus pada pemenuhan beras meski punya program penganekaragaman pangan. Sebagai kelanjutan Badan Ketahanan Pangan tujuan utama mencegah penduduk menderita kelaparan.“Badan Pangan Nasional levelnya masih bicara ketahanan pangan, bukan kedaulatan pangan. Ketahanan pangan itu sekadar orang bisa kenyang, tidak peduli bagaimana caranya untuk kenyang. Yang kemudian mereka lakukan adalah mengenyangkan masyarakat dengan beras,” katanya, seraya bilang, padahal setiap komunitas, atau kampung itu berbeda-beda.“Tidak semua orang harus kenyang dengan beras.”  Membicarakan keragaman pangan, kata Hayu, berarti juga membicarakan keragaman karbohidrat, vitamin, dan mineral. “Keragaman karbohidrat kan tidak harus padi. Ada sorgum, jagung, umbi-umbian.”Sebagai praktisi pangan yang juga meneliti tumbuhan liar, Hayu menerangkan banyak tumbuhan di sekitar yang memiliki gizi tinggi, namun masih dipandang sebelah mata.Dia contohkan, krokot yang bisa ditemukan di trotoar atau pinggir jalan nutrisi tak jauh berbeda dengan flaxseed yang banyak dicari orang. “Tanaman pegagan itu juga punya gizi tinggi dan banyak di perkotaan.”Untuk contoh buah liar adalah kersen, ceri, atau talok. Kalau matang rasanya manis, berwarna merah dan berbau harum. Buah kersen juga disukai burung hingga penyebaran lebih sering oleh satwa ini. Buah ini mengandung antioksidan, anti peradangan, dan tiamin. *****  [SEP]" "Jatuh Korban Berulang, Berikut Rekomendasi Kasus Panas Bumi Sorik Marapi","[CLS]    Korban jatuh berulang dampak dari operasi pembangkit panas bumi, PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP) mendorong pertemuan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkiponda) Mandailing Natal, Sumatera Utara. Dari DPRD, Kejaksaan Negeri, Kapolres dan Pemerintah Mandailing Natal pada 13 Mei lalu membahas nasib perusahaan ini.Banyak temuan terkait kejadian mulai dari kebocoran gas sampai semburan lumpur panas ketika pembukaan sumur baru di pembangkit ini yang menyebabkan ratusan orang terhirup gas beracun. Lima warga warga tewas dari Desa Sibanggor Julu dan puluhan keracunan. Dari pertemuan ini keluar rekomendasi.Erwin Efendi Lubis, Ketua DPRD Mandailing Natal mengatakan, ada 14 poin disepakati, pertama, SMGP melengkapi peralatan pendukung pencegahan kecelakaan kerja. Kedua, SMGP lebih melakukan pematangan perencanaan terhadap setiap kegiatan. Ketiga, evaluasi kembali stadard prosedur operasi bersama pemerintah dan Forkopimda.Keempat, SMGP wajib melengkapi fix station gas detector di area dan pemukiman masyarakat serta melakukan perkembangan dan kalibrasi. Kelima, SMGP wajib membangun fasilitas kesehatan beserta peralatan pendukung di sekitar wall-pad.  Keenam, SMGP wajib uji fungsi (kalibrasi) alat-alat pendukung keselamatan kerja. Ketujuh, SMGP fasilitasi pemanfaatan listrik kepada masyarakat sekitar secara gratis dan pembersih udara untuk setiap rumah. Kedelapan, SMGP harus membebaskan lahan setiap wall-pad sebagai zona aman dengan radius sekitar 300 meter dilengkapi pagar.Kesembilan, SMGP memfasilitasi studi banding ke lokasi panas bumi eksisting. Kesepuluh, evaluasi kembali struktur tanah setelah lokasi eksplorasi. Kesebelas, bonus produksi untuk Pemerintah Mandailing Natal untuk pemaksimalan pembangunan." "Jatuh Korban Berulang, Berikut Rekomendasi Kasus Panas Bumi Sorik Marapi","Keduabelas, BPJS untuk masyarakat Desa Sibanggor Julu dan Sibanggor Tonga. Ketigabelas, beasiswa pendidikan untuk masyarakat berprestasi dan berpotensi. Keempatbelas, pelatihan UMKM dan pertanian.“Ini penting untuk kebaikan pemerintah, perusahaan dan masyarakat Mandailing natal, ” katanya saat diwawancarai usai pertemuan. Baca juga: Temuan ESDM soal Gas Beracun Sorik Marapi Atika Azmi Utami, Wakil Bupati Mandailing Natal mengatakan, saat ini mereka membuat sejumlah kajian terkait geothermal Sorik Marapi dan memberikan laporan serta menunggu rekomendasi dari Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi.Bupati bersama Forkopinda mencari solusi terbaik bagi masyarakat juga keberlangsungan perusahaan. Belasan poin rekomendasi itu, katanya, akan dinilai dan diserahkan kepada gubernur untuk mendapat petunjuk lanjutan.“Dalam pertemuan ini selain Pemerintah Mandailing Natal dan Forkopinda, masyarakat desa dan perusahaan juga kita libatkan membahas poin-poin yang sudah disampaikan,” kata Azmi.Sementara penyelidikan atas kejadian keracunan warga April lalu yang menyebabkan ratusan orang jadi korban, katanya, masih menunggu hasil dari tim laboratorium forensik Polda Sumut dan dari Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, KESDM. Baca juga: Terulang Lagi, Pipa Gas Panas Bumi Sorik Marapi Bocor, Puluhan Warga Keracunan Ali Said, Wakil Kepala Teknik Panas Bumi SMGP belum bisa menyampaikan penyebab keracunan karena masiih menunggu hasil investigasi KESDM. “Sabar ya mereka masih bekerja kita tunggu hasilnya nanti, ” katanya.Mereka sudah menghentikan operasi di lokasi kebocoran di T12. Mereka juga melakukan penyemenan pipa.Sampai saat ini, katanya, operasional perusahaan dalam keadaan normal dan tak akan ada pemindahan pipa. Sebelumnya, gubernur meminta pindahkan pipa yang melintas di tengah pemukiman penduduk." "Jatuh Korban Berulang, Berikut Rekomendasi Kasus Panas Bumi Sorik Marapi","Gubernur khawatir, kalau terjadi kebocoran pipa di lokasi itu ada gas beracun keluar bisa berbahaya.Soal 14 rekomendasi pertemuan forum daerah, katanya, akan mereka bahas internal.“Jadi, ada yang komplain mau nggak mau tanpa diminta harus melakukan. Ada beberapa hal yang kita bicarakan lebih dulu internal, termasuk nanti dengan pemda, masyarakat desa, ” katanya.Fatmata Juliansyah, Manager Advokasi dan Kampanye Kawali Nasional mengatakan, seharusnya 14 poin dan rekomendasi dari pemerintah daerah itu dibuat sebelum jatuh korban.Kalau melihat poin-poin rekomendasi itu, katanya, sebenarnya merupakan fungsi pengawasan pemerintah dan ada dalam UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Perusahaan, katanya, setiap bulan wajib membuat laporan berkala kegiatan kepada pemerintah atau pejabat pengawas lingkungan hidup. Kemudian, dalam melakukan fungsi pengawasan, pengawas juga dapat mengecek peralatan, instalasi, pengambilan sampel, pengecekan standar operasi lalu pemantauan.“Dari adanya laporan dan dokumen kegiatan perusahaan, bisa jadi acuan untuk menentukan layak atau izin izin perusahaan ini dipertahankan.”  .Dari serangkaian peristiwa di geothermal Sorik Marapi ini sangat cukup jadi dasar mencabut izin perusahaan karena lalai serta mengancam dan membahayakan masyarakat di sekitar proyek.Dia nilai, rekomendasi Pemerintah Mandailing Natal sama sekali tak tegas karena tak tercantum sanksi atas peristiwa yang menyebabkan nyawa melayang dan masyarakat sekitar jadi korban.Soal kebutuhan energi pemerintah, katanya, bukan jadi alasan untuk mempertahankan perusahaan. Izin bisa dicabut dan pengelolaan panas bumi dapat dialihkan ke perusahaan lain ataupun BUMN yang sudah memenuhi syarat dan kriteria.“Ini masalah manajemen perusahaan, sangat jelas manajemen Sorik Marapi berantakan terutama aspek keamanan. Harus ganti manajemen baru.”  ******* [SEP]" "Miris! Paus Biru Bisa Memakan 10 Juta Keping Mikroplastik Setiap Harinya","[CLS]  Sampah partikel mikro, seperti mikroplastik dan serat mikro, sudah ditemukan di mana-mana, dari laut yang terdalam hingga puncak gunung tertinggi. Bahkan pada organ serta darah manusia sudah ditemukan dua benda itu. Termasuk bagi megafauna laut pemakan plankton seperti paus biru yang berisiko besar terpapar mikroplastik.Penelitian Stanford University menganalisis data mikroplastik terhadap ekosistem laut di lepas pantai California. Mereka memasang 191 alat ‘tag noninvatif’ pada paus biru (Balaenoptera musculus), paus sirip  (Balaenoptera physalus), dan paus bungkuk (Megaptera novaeangliae) untuk mengukur tingkat konsumsi mikroplastik dan pergerakannya.Diketahui, paus sebagian besar mencari makan pada kedalaman antara 50 hingga 250 meter (165-820 kaki). Itulah ‘rumah’ bagi konsentrasi mikroplastik terbesar di kolom air. Kedalaman tersebut juga merupakan tempat favorit paus memangsa karena ketersediaan krill (crustacea berukuran kecil) yang melimpah di sana.Analisis polusi plastik laut dan perilaku mencari makan paus pun dilacak dengan menyebarkan 191 alat tag yang menempel pada tubuh paus menunjukkan hampir semua mikroplastik masuk ke tubuhnya berasal dari hewan yang mereka makan. Bukan air yang mereka teguk atau telan.Dari studi itu, peneliti memperkirakan bahwa paus pemakan ikan lebih sedikit mengkonsumsi mikroplastik daripada paus pemakan krill. Hal tersebut diketahui dari kebiasaan per hari paus biru pemakan krill dapat menelan 10 juta keping mikroplastik, sementara paus bungkuk pemakan ikan kemungkinan menelan 200.000 keping mikroplastik.baca : Studi: Memprihatikan, Hiu di Lautan pun Kini Terpapar Mikroplastik  " "Miris! Paus Biru Bisa Memakan 10 Juta Keping Mikroplastik Setiap Harinya","Matthew Savoca, peneliti dari Stanford University di California, Amerika Serikat menjelaskan, tingkat konsumsi mikroplastik kemungkinan bahkan lebih tinggi untuk paus yang mencari makan di daerah yang lebih tercemar, seperti Laut Mediterania. Jumlah ini sangat besar, dan menjadi perkiraan konsumsi harian terbesar dari spesies mana pun yang belum pernah diteliti.“Tentu saja, hewan-hewan itu sangat besar, jadi kita juga perlu mempertimbangkan dengan ukurannya yang sangat besar untuk mulai melihat potensi efek dari sejumlah besar plastik yang tertelan ke dalam tubuh mereka,” kata Savoca seperti artikel yang dipublikasikan di Jurnal Nature Communications.Ini adalah penemuan yang meresahkan. Pasalnya, menunjukkan paus mungkin tidak mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan untuk berkembang, kata penulis utama studi Shirel Kahane-Rapport, yang bekerja pada penelitian sebagai mahasiswa Ph.D., di Goldbogen Lab di Stanford University.Hal tersebut berarti setiap paus melahap makanannya, hanya menghasilkan lebih sedikit kalori. Kondisi yang tidak sebanding dengan ukuran tubuh besar mereka.“Mereka telah memakan sesuatu yang pada dasarnya adalah sampah. Ini seperti berlatih maraton dan hanya makan kacang jeli,” imbuh Kahane-Rapport.baca juga : Manta dan Mola Rentan Memakan Mikroplastik di Manta Bay  Memanfaatkan TeknologiPenelitian ini memanfaatkan berbagai teknologi, termasuk drone dan perangkat sarat sensor yang dikenal sebagai tag biologging. Alat tersebut dikembangkan oleh tim Goldbogen Lab. Fungsi alat tag biologging di punggung paus untuk mengumpulkan data gerakan dan fisiologis. Mereka juga mengerahkan echosounder memanfaatkan menggunakan gelombang suara untuk memetakan kedalaman dan kepadatan ikan mangsa di lokasi tempat paus makan." "Miris! Paus Biru Bisa Memakan 10 Juta Keping Mikroplastik Setiap Harinya","Para ilmuwan terus menyelidiki apa yang terjadi dengan mikroplastik yang dicerna oleh paus. Selanjutnya muncul pertanyaan, apakah kondisi ini bisa memengaruhi gizi yang diserap oleh paus?Kendati demikian, temuan ini memberikan saran untuk mengembangkan sistem yang lebih baik dalam menyaring pecahan plastik dan bahan lainnya. Tujuannya memberikan rekomendasi terhadap pengaturan limbah plastik industri. Setidaknya, agar pihak industri bisa kembali mendaur ulang sebelum bermuara ke laut.“Kami perlu memahami lebih lanjut tentang biologi dasar paus dan ekosistemnya. Penelitian ini penting untuk mengetahui seberapa parah pencemaran mikroplastik,” kata penulis laporan senior Jeremy Goldbogen, dosen kelautan di Stanford Doerr School of Sustainability.Mengingat penelitian ini merupakan langkah pertama yang penting untuk memahami potensi efek kimia dan fisiologis mikroplastik pada paus dan hewan filter feeding besar lainnya. Selanjutnya, adalah tentang bagaimana mikroplastik mempengaruhi nilai gizi spesies mangsa utama tidak hanya untuk paus tetapi juga berbagai spesies laut yang penting secara ekonomi dan ekologis.baca juga : Peneliti : Dampak Mikroplastik Terhadap Kesehatan Manusia Perlu Kajian Lebih Lanjut  Sumber : news.stanford.edu dan Nature Communications, DOI: 10.1038/s41467-022-33334-5  [SEP]" "Cecak Jarilengkung Papeda, Jenis Baru dari Pulau Obi","[CLS]   Cecak jarilengkung dari Kawasi, Pulau Obi, berhasil diidentifikasi oleh Awal Riyanto, Peneliti Zoologi dari Museum Zoologicum Bogoriense Pusat Penelitian Biologi Badan Riset Nasional dan Inovasi [BRIN].Penemuan cecak bernama ilmiah Cyrtodactylus papeda tersebut berasal dari spesimen yang ditemukan tahun 2016 dan 2018 oleh Fata H. Faz dari Institut Pertanian Bogor.Cecak papeda, cecak jarilengkung jenis baru ini telah terbit di Jurnal Herpetologica, edisi 1 Maret 2022, 78 [1], 30–39.Baca: Mengenal Cecak Jarilengkung Hamidy, Spesies Baru dari Kalimantan  Mengutip laman BRIN, Awal Riyanto menjelaskan genetik dan morfologi cecak ini mirip spesies Melanesia yaitu Cyrtodactylus papuensis.“Bedanya terlihat pada ukuran tubuhnya yang lebih besar, baris sisik besar paha lebih dari satu baris, dan alur precloacal yang dalam pada jantan,” kata Awal, Maret 2022.Awal menjelaskan, penamaan ”papeda” merupakan upaya mempromosikan keragaman kuliner nusantara ke dunia.Papeda merupakan nama makanan tradisional dari Maluku dan Papua Barat yang terbuat dari sagu. Sagu ini makanan pokok masyarakat Papua yang menempati wilayah sungai, rawa, pesisir pantai, dan danau.Awal mengatakan, cecak ini dapat ditemukan pada vegetasi rawa bakau, pinus, dan hutan sekunder yang berasosiasi dengan semak belukar.“Biasanya aktif dan ditemukan malam hari, antara 30 cm sampai 3 m di atas tanah dan sebagian besar pada batang pohon.”Analisis molekular mengindikasikan, spesimen Cyrtodactylus dari Pulau Obi masuk dalam kelompok C. marmoratus. Populasi Cyrtodactylus dari Pulau Obi memiliki kekerabatan dekat dengan sampel  C. papuensis dari Pulau Buru, Raja Ampat, dan selatan Papua Nuigini.Tubuh C. papeda memiliki panjang rata-rata sekitar 60,7 milimeter. Bagian dorsumnya cokelat muda, memiliki pola dengan tujuh atau delapan tanda cokelat gelap melintang sempit dan tidak beraturan antara ketiak dan selangkangan." "Cecak Jarilengkung Papeda, Jenis Baru dari Pulau Obi","Sisi punggung ekor bengkok, di bagian dasar memiliki pita gelap menyempit, melebar saat ekor mengecil. Cecak ini memiliki keunikan saat berada di alam maupun ketika diawetkan.“Semua area berwarna cokelat pucat dengan bagian dorsum bewarna abu-abu, krem, atau kuning kecokelatan, sedangkan supercilium dan canthus berwarna kuning keemasan,” papar AwalBaca: Cyrtodactylus jatnai, Spesies Baru di Taman Nasional Bali Barat  Penemuan sebelumnyaSebelumnya, Awal Riyanto dan kolega menemukan cecak jarilengkung jenis baru di Kalimantan. Namanya, cecak jarilengkung hamidy [Cyrtodactylus hamidyi], dengan panjang tubuh sekitar 63 milimeter.Temuan ini sudah dipublikasikan di Jurnal Zootaxa, edisi 25 Agustus 2021.Cecak hamidy ini memiliki warna dasar tubuh cokelat, bagian belakang kepalanya terdapat corak semilunar. Ada semacam garis melintang cokelat gelap pada punggungnya yang dibatasi pola jaringan putih. Pada bagian tubuhnya terdapat garis melintang yang terkadang membentuk garis vertebral, sedangkan ekornya cokelat gelap, selang seling dengan warna putih.Secara morfologi C. hamidyi ini paling mirip sekali dengan C. matsuii. Dua spesies ini didokumentasikan dari dua tempat berbeda, yaitu Nunukan dan Tawau, dengan jarak sekitar 80 kilometer.Nama Hamidy yang disematkan pada cecak jarilengkung ini merupakan bentuk penghargaan kepada Amir Hamidy, herpetologis terbaik Indonesia. Herpetologis adalah pakar atau ahli yang berfokus dalam bidang keilmuan reptil dan amfibi.Baca juga: Cicak Jari Lengkung Petani, Spesies Baru di Penghujung 2015  Tahun 2020, Awal Riyanto dan rekan juga berhasil mengidentifikasi cecak jarilengkung di kawasan Taman Nasional Bali Barat [TNBB].Cecak ini dinamakan Cyrtodactylus jatnai dan sudah dipublikasikan di Jurnal TAPROBANICA Vol. 09, No. 1, Mei 2020." "Cecak Jarilengkung Papeda, Jenis Baru dari Pulau Obi","Cyrtodactylus jatnai pada individu jantan dewasa memiliki ukuran maksimum SVL 66.8 mm, panjang kepala 19.5 mm. warna punggungnya cokelat kekuningan dengan bercak gelap, delapan pasang bercak gelap berbentuk persegi.Tak hanya itu, tampak juga sepasang bercak gelap membentuk huruf V di bagian belakang kepala. Terdapat garis gelap yang memanjang dari tepi lubang hidung bagian belakang menuju bagian depan dari sisik-sisik kecil yang mengelilingi mata, yang terputus di mata. Kemudian berlanjut hingga ke lubang telinga dan terputus bercak kekuningan di atas telinga.Cecak ini memiliki 16 buah pita berwarna gelap pada ekor. Terdapat bintil bintil pada lipatan sisi tubuh dengan dua hingga tiga baris bintil kuning yang letaknya bersebelahan dengan lipatan sisi tubuh. Jantan memiliki lubang femoro-precloacal, sementara betina tidak punya. Panjang ekornya 82.5 mm.Dari identifikasi, Cyrtodactylus jatnai sangat persis dengan jenis Cyrtodactylus batucolus  di Pulau Besar, Malaysia. Mirip juga dengan Cyrtodactylus darmandvillei di Pulau Flores dan Kalao, Indonesia; Cyrtodactylus jellesmae di Pualu Sulawesi, Indonesia; Cyrtodactylus kimberleyensis di Pulau E. Montalivet, Australia; Cyrtodactylus petani di Pulau Jawa, Indonesia; Cyrtodactylus sadleiri di Pulau Christmas, Australia; dan Cyrtodactylus seribuatensis di Pulau Seribuat, Malaysia.Namun jenis yang paling dekat secara morfologi dan filogeni adalah Cyrtodactylus seribuatensis dari Malaysia [Pulau Seribuat] dengan ukuran maksimum SVL 75 mm [vs 66.8], supralabial 8-13 [vs 9-11], dan infralabial 7-10 [vs 8 dan 9] dan sama-sama memiliki bintil pada bagian kepala.Menurut Awal, nama cecak jarilengkung jatnai ini terinspirasi dari nama ahli konservasi, ekologi, dan primatologi, yaitu Profesor Jatna Supriatna, yang lahir di Bali.“Dia adalah “The Conservation Warrior of Indonesia” untuk konservasi keanekaragaman hayati Indonesia,” tegasnya.   [SEP]" "Nelayan Kecil dan Pesta Korporasi di Laut","[CLS]  Nelayan kecil yang beroperasi di wilayah perairan pesisir di seluruh Indonesia dijamin akan menjadi prioritas untuk mendapatkan kuota penangkapan ikan secara terukur. Kebijakan tersebut dijadwalkan akan mulai diterapkan pada 2022 ini.Janji tersebut diungkapkan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Muhammad Zaini. Menurut dia, nelayan kecil yang bisa mendapatkan kuota adalah mereka yang berstatus nelayan lokal dan dibuktikan dengan identitas kartu tanda penduduk (KTP).“Mereka adalah yang berdomisili di zona penangkapan ikan terukur,” ungkap dia akhir pekan lalu di Jakarta.Dengan status KTP dan domisili yang jelas, nelayan kecil akan masuk kelompok prioritas akan mendapatkan kuota penangkapan ikan secara terukur. Itu berarti, semua nelayan kecil di manapun berada, dijamin akan mendapatkan kuota untuk penangkapan ikan.Muhammad Zaini menerangkan, seluruh kuota yang akan diberikan kepada nelayan kecil sudah melalui rekomendasi kajian yang dilakukan Komisi Nasional Pengkajian Sumber daya Ikan (Komnas Kajiskan) tentang estimasi potensi sumber daya ikan (SDI) dan jumlah tangkapan ikan yang diperbolehkan (JTB) pada Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI).“Rekomendasi tersebut menjadi salah satu pertimbangan KKP untuk menetapkan kuota penangkapan ikan. Jadi, Pemerintah menjamin nelayan kecil pasti akan mendapatkan kuota,” tegas dia.baca : Catatan Akhir Tahun : Era Baru Pengelolaan Perikanan Tangkap Dimulai pada 2022  Selain jaminan akan mendapatkan kuota penangkapan ikan, nelayan kecil juga dijamin tidak akan dikenai pungutan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di zona penangkapan ikan terukur yang menjadi tempat lokasi penangkapan ikan mereka." "Nelayan Kecil dan Pesta Korporasi di Laut","Kemudian, nelayan kecil juga akan didorong untuk bisa bergabung ke dalam koperasi yang ada di setiap zona penangkapan ikan masing-masing. Tujuannya, agar mereka bisa ikut memperkuat kelembagaan usaha nelayan dan bisa berdaya saing tinggi.Muhammad Zaini menambahkan, semua kesempatan tersebut diberikan oleh Pemerintah, karena ada mandat Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi daya Ikan, dan Petambak Garam.Dia menyebutkan, saat ini nelayan kecil yang sudah terdata di seluruh Indonesia jumlahnya mencapai sekitar 2,22 juta orang. Dengan jumlah tersebut, ada proyeksi perputaran ekonomi yang diperkirakan bisa mencapai Rp61,4 triliun per tahun.“Nelayan kecil juga berkesempatan untuk menjadi awak kapal perikanan skala industri, sehingga terjadi peningkatan pendapatan,” jelas dia.Lebih detail Muhammad Zaini mengatakan, setelah penerapan skala prioritas kepada nelayan berhasil diselesaikan, kuota tangkapan ikan yang masih ada akan diberikan untuk bukan tujuan komersil, dan kemudian sisanya ditawarkan kepada badan usaha dan koperasi.Adapun, kuota untuk bukan tujuan komersil adalah termasuk kegiatan penelitian, pendidikan dan latihan (Diklat), kesenangan, dan untuk rekreasi. Sementara, untuk kuota terakhir kepada badan usaha dan koperasi, adalah untuk industri perikanan di Indonesia.Kebijakan penangkapan ikan secara terukur direncanakan akan dilaksanakan pada enam zona yang ada di 11 WPPNRI. Penetapan zona didasarkan WPPNRI yang telah ditetapkan, di mana dalam pemanfaatan SDI di zona tersebut harus memperhatikan keberadaan kawasan konservasi, serta daerah pemijahan ikan dan pengasuhan ikan.baca juga : Penangkapan Terukur, Masa Depan Perikanan Nusantara  " "Nelayan Kecil dan Pesta Korporasi di Laut","Muhammad Zaini meyakini, dengan penangkapan ikan terukur kualitas pendataan ikan yang didaratkan akan semakin baik karena langsung ditimbang dan dicatat di pelabuhan perikanan saat itu juga. Namun, kebijakan tersebut juga bukan sekedar pengelompokan wilayah laut saja.Dengan kebijakan penangkapan terukur, kebiasaan lama subsektor perikanan tangkap yang dikelola dengan input control juga menjadi berubah ke output control. Perubahan tersebut memiliki tujuan satu, agar pengelolaan ekonomi dan ekologi bisa berjalan beriringan.Akan tetapi, walau diklaim menjadi akan menjadi kebijakan yang memberikan manfaat bagi banyak orang, penangkapan ikan terukur justru dinilai sebaliknya oleh sebagian kalangan. Di antara yang bertentangan itu, adalah Koalisi untuk Perikanan dan Kelautan Berkelanjutan (KORAL).Kelompok massa yang terdiri dari sembilan organisasi non Pemerintah itu mengkritisi kebijakan tersebut yang dinilai hanya untuk memberikan karpet merah bagi korporasi asing. Kebijakan tersebut, dinilai hanya akan memberikan kemudahan bagi kapal eks asing atau kapal asing untuk bisa melaut di Indonesia. Pesta KorporasiKebijakan yang akan dijalankan oleh KKP itu, nantinya akan dinaungi Peraturan Pemerintah RI dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang penerapan sistem kontrak di WPPNRI. Tujuan utama dari penerapan kebijakan tersebut, adalah untuk mengumpulkan PNBP hingga mencapai angka minimal Rp12 triliun pada 2024 mendatang.Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat Keadilan untuk Perikanan (KIARA) Susan Herawati mengatakan, dengan tujuan tersebut, maka kuota kontrak akan ada yang diberikan kepada korporasi asing atau yang mau bermitra dengan perusahaan nasional.“Nantinya kapal-kapal eks-asing dan kapal ikan asing yang diberi izin atau lisensi termasuk dimigrasikan menjadi kapal ikan berbendera Indonesia, bebas berkeliaran dan mengeruk kekayaan laut Indonesia,” ucap dia dalam keterangan KORAL kepada Mongabay pada pekan lalu." "Nelayan Kecil dan Pesta Korporasi di Laut","baca juga : Penangkapan Terukur dan Penerapan Kuota Apakah Layak Diterapkan?  Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan mengatakan, jika memang KKP sudah siap untuk menerapkan kebijakan tersebut, maka seharusnya mereka sudah menghitung tingkat kesiapan, resiko, dan manfaatnya dari sisi ekonomi, sosial, dan lingkungan.Dengan kata lain, dia mengingatkan kepada Pemerintah untuk tidak sekedar memanfaatkan potensi ekonomi dan mengabaikan potensi kerusakan alam yang akan muncul pada ekosistem laut dan pesisir. Ancaman itu muncul dari penangkapan berlebih dan penggunaan alat penangkapan ikan (API) tidak ramah lingkungan.“Juga potensi konflik antara nelayan kecil dengan korporasi yang mendapatkan kuota penangkapan ikan,” tegas dia.Melalui sistem kuota kontrak, Abdi Suhufan menyebut kalau perusahaan akan mendapatkan keistimewaan luar biasa karena sebanyak 66,6 persen kuota sudah dikuasai mereka. Persentase tersebut bisa bertambah hingga 95 persen, karena faktanya koperasi perikanan tidak akan mampu bersaing dengan syarat kontrak yang ditetapkan KKP untuk kebijakan penangkapan ikan terukur.Sementara, Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Eksekutif Nasional WALHI Parid Ridwanuddin menyatakan bahwa kebijakan penangkapan ikan terukur adalah bentuk eksploitasi, swastanisasi, dan liberalisasi sumber daya ikan yang didorong oleh KKP.Penilaian itu muncul, karena KKP menerapkan lelang terbuka kepada 4-5 investor per WPPNRI dan menggunakan ikatan kontrak selama 20 tahun. Padahal, sebelum membuat kebijakan tersebut, KKP seharusnya melihat mandat dari UU 7/2016 yang sangat penting.Jika mandat tersebut sudah dipahami, maka tugas KKP yang sesungguhnya adalah bagaimana UU tersebut bisa dibuatkan peraturan turunan untuk melindungi dan memberdayakan keluarga nelayan di Indonesia. Mandat tersebut belum terlambat untuk dibuat aturan turunannya, setidaknya pada periode 2022 hingga 2024 mendatang." "Nelayan Kecil dan Pesta Korporasi di Laut","baca juga : Nelayan Keluhkan Kapal Ikan dari Luar Maluku Utara, KKP Tangkap 13 Kapal di Perairan Halmahera  Ketimbang menerapkan kebijakan tersebut, KORAL meminta agar KKP lebih dulu menerapkan perizinan berbasis tingkat kepatuhan kapal perikanan, memperkuat kapasitas dalam pengkajian stok ikan dan pengawasan, serta menutup kegiatan penangkapan ikan dari invasi kapal ikan asing.Kemudian, merujuk pada UU No.7/2016, KKP sebaiknya menyusun skema perlindungan dan pemberdayaan, khususnya kepada nelayan skala kecil, dan atau nelayan tradisional. Selain itu, KKP juga harus bisa segera merumuskan kebijakan untuk melindungi wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil dari ancaman dampak buruk krisis iklim.Selanjutnya, KKP didesak untuk mengevaluasi sekaligus mencabut izin seluruh proyek pembangunan yang merusak dan menghancurkan wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil, seperti reklamasi, tambang pasir, tambang migas, dan proyek-proyek lain yang melipatgandakan krisis ekologis di kawasan tersebut.Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia Afdillah menerangkan bahwa kebijakan untuk menerapkan kebijakan kuota penangkapan terukur di 11 WPPNRI, maka itu menjelaskan kalau KKP tidak memiliki argumentasi jernih dan obyektif dalam menetapkan sebuah kebijakan.Pasalnya, KKP harusnya sadar bahwa sebagian besar dari 11 WPPNRI saat ini tingkat pemanfaatannya sudah mengalami full exploited, terutama di WPPNRI 711, 713, dan 718. Kemudian, dalam membagi zona menjadi tiga di 11 WPPNRI, itu juga menegaskan bahwa fokus utama adalah untuk kepentingan ekspor atau industrialisasi.“Perikanan berbasis adat atau komunitas dan perikanan skala kecil tidak pernah dipertimbangkan dalam rencana kebijakan ini,” tegas dia.baca juga : Laut Arafura Jadi Panggung Pertunjukan Utama Penangkapan Ikan Terukur  " "Nelayan Kecil dan Pesta Korporasi di Laut","Adapun, pembagian zona yang dimaksud ada dalam draf penangkapan ikan dengan sistem kontrak dengan membagi 11 WPPNRI ke dalam tiga zona. Rinciannya, ada zona perikanan industri (WPPNRI 572, 573, 711, 715, 716, 717, dan 718), perikanan lokal (572, 712, dan 713), dan perlindungan (714).Sementara, dalam Kertas Kerja Kebijakan yang diterbitkan oleh KORAL, disebutkan kalau penerapan sistem kuota penangkapan ikan sudah memicu banyak dampak negatif di sejumlah negara yang sudah menerapkannya.“Kebijakan tersebut juga memicu kenaikan emisi gas rumah kaca (GRK), sehingga berdampak pada perubahan iklim yang sedang berlangsung sekarang,” demikian pernyataan resmi KORAL.Semua ancaman yang muncul dan potensi negatif yang sudah dijelaskan di atas, menjadi bagian dari total 12 rekomendasi KORAL yang diterbitkan secara khusus dalam Kertas Kerja Kebijakan. Pada poin 4 dan 5, KORAL juga menolak kegiatan alih muat ikan di tengah laut dan pendaratan hasil tangkapan ikan secara langsung ke pelabuhan yang dimiliki oleh swasta.  [SEP]" "Menteri Kelautan Bersihkan Sampah di Pantai Nongsa Batam. Ada Apa?","[CLS]  Puluhan warga Batam berkumpul di Pantai Nongsa, Kota Batam, Kepulauan Riau. Sebagian mereka antri di meja pendaftaran untuk mendapatkan baju kaos bertuliskan ‘Gerakan Bersih Pantai dan Laut’ (GBPL). Sebagian lain sudah bersiap dengan sapu dan kantong plastik berukuran besar. Warga Nongsa ini bakal membersihkan pantai bersama Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono, Kamis, (17/3/2022).Pantai hari itu cukup bersih hanya saja terdapat beberapa sampah plastik dan dedaunan pepohonan yang rontok di sepanjang pantai. Wisata Pantai Nongsa menjadi pilihan KKP menyelenggarakan gerakan GBPL sebagai bagian dari gerakan Bulan Cinta LautMasyarakat Nongsa yang dominan emak-emak langsung bersiap membersihkan pantai. Sebelum Menteri KKP datang, mereka sudah menyusuri pantai yang berhadapan dengan Singapura dan Malaysia tersebut. Setelah sampah terkumpul kemudian ditimbang.Setelah beberapa menit, Menteri KKP datang bersama rombongan. Trenggono yang menggunakan baju yang sama dengan warga langsung menuju pantai. Ia memungut beberapa sampah yang ada. Setelah itu memberikan sambutan di depan warga yang kebanyakan berprofesi sebagai nelayan.“Jadi yang barusan kita lakukan adalah bagian yang sebenarnya sudah sering dilakukan warga Batam, bagaimana kalau kita harus bersih,” kata Trenggono kepada warga Nongsa yang datang.baca : Indonesia Ingin Gelorakan Gerakan Bersih Pantai dan Laut ke Panggung Dunia  Ia melanjutkan, sampah yang ada di laut bukan hanya di produksi oleh masyarakat yang ada di Kota Batam tetapi di seluruh dunia. “Seluruh dunia harus bertanggung jawab, gerakan ini adalah bagian yang kita sampaikan kepada publik di dunia,” ujarnya.Laut harus selalu dijaga, kata Trenggono, karena sebagai satu sumber kehidupan manusia. “Kalau lautnya biru maka langit juga biru dan bersih, maka kehidupan kita berlanjut dengan baik. Itu yang paling penting yang ingin saya sampaikan disini,” lanjutnya." "Menteri Kelautan Bersihkan Sampah di Pantai Nongsa Batam. Ada Apa?","Gerakan “Bulan Cinta Laut,” Trenggono bilang, adalah upaya masyarakat dan KKP menjaga ekosistem laut yang bersih. Meskipun masyarakat Kota Batam menurut laporan Wakil Walikota Batam sudah tinggi kesadaran membersihkan laut. “Dimulai dari gerakan ini, kita menggelorakan ini semua ke seluruh Indonesia,” kata Trenggono.Dia menjelaskan, bulan cinta laut akan dicanangkan menjadi satu kegiatan selama satu bulan setiap tahunnya. Masyarakat pesisir termasuk nelayan diminta untuk membersihkan laut. “Jadi nanti ada satu bulan penuh, nelayan hanya membersihkan laut dan tidak menangkap ikan,” ujarnya.Membersihkan laut harusnya menjadi kesadaran seluruh umat manusia, kata Trenggono. Sampai saat ini KKP masih mencari bulan yang cocok untuk dilakukan gerakan bersih laut ini. “Kita akan buat satu momen pada bulan apa yang paling tepat menjadi gerakan nasional,” katanya. Setelah menyampaikan sambutannya, Trenggono langsung pergi meninggalkan Pantai Nongsa.baca juga : Mencari Cara Terbaik untuk Menghentikan Sampah di Laut  Sebelumnya, Menteri KKP meluncurkan GBPL sekaligus gerakan Bulan Cinta Laut di Pantai Parangkusumo, Bantul, Yogyakarta, Jumat (28/01/2022). Program Bulan Cinta Laut dimaksudkan sebagai komitmen KKP menjaga kelestarian ekosistem laut sesuai prinsip ekonomi biru, dan mewujudkan laut yang sehat yang menjamin keberlanjutan pengelolaan dan pemanfaatannya.Program Bulan Cinta Laut ini bakal digelorakan Presiden Joko Widodo di seluruh Indonesia untuk menyambut rangkaian acara KTT G20 selama Indonesia menjadi Presidensi G20.KKP sendiri sedang menggodok program khusus bersih sampah di laut yang melibatkan nelayan. Menteri KKP berharap ada satu bulan yang dijadikan sebagai bulan membersihkan laut oleh nelayan. Dimana setiap sampah yang dikumpulkan nelayan akan dikompensasi oleh KKP dan pemerintah daerah." "Menteri Kelautan Bersihkan Sampah di Pantai Nongsa Batam. Ada Apa?","Sedangkan Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP Victor Gustaaf Manoppo mengungkapkan, kepedulian terhadap pengelolaan sampah terus ditingkatkan KKP. Hal itu karena melihat Indeks Perilaku Ketidakpedulian Lingkungan Hidup Indonesia berdasarkan data BPS untuk pengelolaan sampah berada di angka 0,72, dari rentang 0–1.“Artinya tingkat ketidakpedulian kita terhadap pengelolaan sampah tergolong tinggi. Inilah yang menjadi pemicu dan pemacu kebocoran sampah hingga masuk ke laut,” ujar Victor dalam keterangan tertulis KKP.Victor menambahkan, sampah yang tidak dikelola dengan baik menjadi ancaman bagi laut dan akan berdampak kepada kehidupan manusia. Sampah plastik misalnya, jika tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan proses pelapukan menjadi berukuran kecil dan sangat kecil, mikro dan nano plastik yang akan merusak ekosistem pesisir dan termakan oleh biota laut. Hal ini menyebabkan produktivitas perairan laut akan menurun dan masuk ke rantai makanan sehingga berpotensi menimbulkan masalah pada kesehatan manusia.perlu dibaca : Sampah di Laut Dampak Kegagalan Penanganan di Darat  Ia melanjutkan, menjaga pelestarian lingkungan pesisir dan laut pemerintah tidak bisa bekerja sendiri, perlu kerjasama dengan berbagai pihak seperti pemerintah daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dunia usaha, keterlibatan lembaga pendanaan serta masyarakat termasuk generasi muda. “Kolaborasi dan kebersamaan dalam penanggulangan sampah di laut harus terus ditumbuhkan agar menjadi kebiasaan dan budaya,” ujarnya." "Menteri Kelautan Bersihkan Sampah di Pantai Nongsa Batam. Ada Apa?","KKP juga sudah menggelar gerakan Bulan Cinta Laut (BCL) sejumlah wilayah pesisir di timur Indonesia yang ada di Maluku Utara dan Papua. Kegiatan BCL menjadi salah satu wujud komitmen KKP dalam penanganan sampah plastik di laut dengan target pengurangan sampah plastik 70% hingga tahun 2025 sesuai mandat Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018. Saat ini, kebocoran sampah plastik ke lautan mengalami penurunan sebesar 15,3% dari periode tahun 2018-2020.  Limbah Minyak Hitam Data Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Batam menunjukan 802 ton rata-rata sampah diangkut di Kota Batam setiap harinya. Kemudian 800 kilogram penimbangan bank sampah Kota Batam setiap hari.Sedangkan, jumlah sampah masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) setiap tahunnya turun naik di Kota Batam. Pada tahun 2016 misalnya, 297 ribu ton sampah masuk ke TPA, 2017 sebanyak 283 ribu ton sampah, 2018 mengalami penurunan hanya 273 ribu ton sampah. 2019 kemudian naik menjadi 294 ribu ton dan 2020 turun sedikit menjadi 289 ribu ton.Laut di Kota Batam tidak hanya dicemari oleh sampah. Tetapi juga dicemari limbah minyak (sludge oil) yang dibuang di tengah laut dan kemudian mencemari pesisir pantai. Limbah termasuk bahan berbahaya beracun (B3) tersebut berasal dari kapal asing yang melintas di perairan internasional.baca : Sudah 10 Tahun, Limbah Minyak Hitam Cemari Laut Bintan  Pembuangan minyak hitam dilakukan kapal untuk menghindari biaya yang cukup besar untuk pembersihan kapal. “Tidak hanya sampah, pencemaran laut di Batam juga disebabkan tumpahan minyak. Persoalan pantai dan laut sering kita hadapi,” ujar Wakil Walikota Batam Amsakar Ahmad di depan menteri KKP." "Menteri Kelautan Bersihkan Sampah di Pantai Nongsa Batam. Ada Apa?","Amsakar mendukung program Bulan Cinta Laut dari KKP. Amsakar menegaskan akan berkomitmen untuk selalu menjaga ekosistem laut di kota julukan Bandar Madani itu. Menjaga laut sangat penting kata Amsakar, karena laut menjadi kekuatan dan potensi Kota Batam kedepannya. “Karena Batam memiliki wilayah dengan 66 persen laut dan hanya 34 darat,” tambahnya.  [SEP]" "Bagaimana Nasib Kawasan Mangrove Teluk Balikpapan Kala Ada IKN Nusantara?","[CLS]     Sore itu, Lamale duduk di bangku kayu penuh ukiran dan busa empuk seraya menyeruput secangkir teh. `“Ini bukan teh biasa, ini dari mangrove,” kata Ketua RT 1 Kelurahan Mentawir, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, ini sambil merapikan peci hitam yang sedikit bergeser..Di depannya, ada empat jenis produk di meja kayu: toples kaca bening nan bundar dengan tutup berpinggiran emas yang berisikan bubuk hitam. Lalu, botol plastik berukuran 250 ml dengan cairan kental berwarna merah. “Sonneratia Sirup Mangrove” begitu tertulis pada labelnya. Ada juga empat toples plastik berukuran mini dan bundar berlabel “Pupur Dingin Mangrove” serta bubuk hijau kasar dalam piring melamin kecil berwarna putih dengan pinggiran biru bermotif kembang.Nama dari label-label di beberapa barang membuat isi dalam toples bening mudah diterka. Lamale menyebut bubuk itu tak lain adalah kopi olahan mangrove. “Ini kami buat dari mangrove di sekitar kami,” katanya.Barang yang Lamale perlihatkan itu merupakan olahan buah mangrove dari hamparan hutan mangrove yang merubungi Mentawir. Sejak 2015, Lamale bersama dengan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Tiram Tambun sudah memanfaatkan potensi alam di kelurahan yang bisa ditempuh dalam tiga jam dari Kota Balikpapan ini.Kelurahan Mentawir merupakan satu daerah yang memiliki ekosistem mangrove luas. Berdasarkan catatan Universitas Mulawarman, ekosistem lahan basah ini di Mentawir mencapai 2.300 hektar atau 13,5% dari keseluruhan kawasan mangrove di Teluk Balikpapan.Produk olahan Lamale dan Pokdarwis berasal dari buah pidada atau perepat (Sonneratia caseolaris). Meski masih berskala rumahan, tetapi warga Kaltim sudah mengenal produk-produk asli Mentawir ini.Sudah banyak yang berkunjung ke Mentawir hingga beragam produk itu sudah cukup dikenal. Daya tarik utama di sini adalah taman wisata mangrove yang didirikan Pokdarwis sejak 2015." "Bagaimana Nasib Kawasan Mangrove Teluk Balikpapan Kala Ada IKN Nusantara?","Di sini ada jembatan sepanjang 900 meter dibangun dari sempadan sungai hingga ke tengah muara. Masyarakat bisa melihat matahari tenggelam dari sini. “Selain itu ada bekantan, bangau tongtong, penyu sisik, pesut hingga mangrove emas,” kata Lamale.Keberadaan hutan mangrove tak hanya memberikan nilai tambah bagi kehidupan Pokdarwis Tiram Tambun, tetapi nelayan pun merasakan hal sama. Baca juga: Akankah Masyarakat Pesisir Disingkirkan Pemindahan Ibu Kota Negara Baru? ***Sekitar 200 meter dari tempat tinggal Lamale, tepatnya di dermaga desa, Rafi Wijaya duduk di bangku merah dengan keempat kaki terpangkas hingga dia seakan sedang jongkok. Tangan sibuk menimbang kepiting yang baru dibawa Riki Rizki Fauzi.Kepiting dia pisahkan ke keranjang-keranjang berbeda sesuai ukuran. “Ini kepiting bakau di Sepaku,” kata Rafi.Saat itu, warga lokal menyebut kondisi air sedang nyorong atau surut. Saat itu waktu yang tepat panen kepiting. Tak heran, Rafi banyak menampung kepiting hasil tangkapan para nelayan. Dari Riki saja dia bisa mendapat sekitar 13 gg kepiting.Kepiting-kepiting ini dia antar ke pembeli di Balikpapan. Biasa, Rafi bisa beberapa kali pengantaran dalam sehari dan mendapat pemasukan Rp1 juta per sekali antar. “Kalau lagi banyak bisa tujuh kali antar,” katanya.Huta mangrove jadi gantungan hidup warga di darat dan lautan. Dadan Mulyana. Peneliti Senior Ekosistem Mangrove IPB University, mengatakan, ekosistem mangrove bermanfaat bagi kehidupan masyarakat di pesisir. Kalau hutan mangrove terjaga, katanya, kepiting bakau hanya salah satu yang bisa dinikmati.Contoh lain, katanya, di Sumatera Selatan, ekosistem mangrove di pesisir timur Sumateraprovinsi itu jadi tempat hidup bagi udang. Kala panen raya, nelayan Desa Sungsang bisa memanen hingga 10 ton per hari.“Hutan mangrove harus dijaga karena penting untuk masyarakat pesisir.” Baca juga: Masyarakat Adat di Tengah Proyek IKN Nusantara " "Bagaimana Nasib Kawasan Mangrove Teluk Balikpapan Kala Ada IKN Nusantara?","Terancama pembangunan IKNPembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara memasukkan kawasan mangrove di Teluk Balikpapan dalam poligon mereka. Hutan mangrove dan kehidupan masyarakat pesisir pun terancam.Salah satu, dalam Lampiran II UU Nomor 3 /2022 tentang Ibu Kota Negara (UU-IKN) menyebut, ada dua pelabuhan utama di Teluk Balikpapan.Pertama, Pelabuhan Semayang yang akan jadi pelabuhan umum dengan jalur pelayaran internasional. Ada juga Terminal Kariangan terletak jauh di pedalaman Teluk Balikpapan dan berfungsi sebagai pelabuhan kargo internasional.Kedua, pelabuhan untuk mengakomodir kebutuhan pelabuhan utama dan mengangkut logistik IKN, seperti dikatakan Petrus Sumarsono, Perencana Ahli Utama Direktorat Transportasi Kementerian PPN/Bappenas awal April lalu.Dari enam lokasi yang disiapkan, beberapa harus ditingkatkan, yakni, dermaga eks pembangunan jembatan Pulau Balang, 40 km dari pusat IKN yang memerlukan peningkatan kapasitas dermaga dan fasilitas bongkar muat. Lalu, Dermaga Pantai Lango, berjarak 40 km dari IKN yang memerlukan pembebasan lahan atau relokasi pemukiman yang ada.  Tanpa ada rencana pembukaan dermaga saja, kawasan mangrove di Teluk Balikpapan, sudah terkaveling untuk berbagai kepentingan.Mongabay menemukan plang tanda ‘kepemilikan’ beberapa kawasan hutan mangrove. Seperti di salah satu pulau dengan hutan mangrove padat sudah ada plang perusahaan, bertuliskan ‘Tanah ini dikuasai PT Putra Demang Mentawir.’ Plang tinggal sebagian.Spanduk ini berdiri di utara pulau yang terletak tiga kilometer ke arah utara dermaga PT ITCIKU. Analisis spasial Yayasan Auriga Nusantara menunjukkan seluruh pulau itu sudah berstatus area penggunaan lain (APL)." "Bagaimana Nasib Kawasan Mangrove Teluk Balikpapan Kala Ada IKN Nusantara?","Penguasaan kawasan mangrove lain juga terdapat di 1,25 km seberang timur Dermaga Batu Dulang PT ITCIKU. Di kawasan yang juga APL ini ada plang putih dengan huruf berkelir hitam menandakan lahan seluas 25.36 hektar dalam kelola PT Cahaya Energi Hutani.Di beberapa titik bahkan ada pembukaan lahan mangrove, seperti oleh PT Mitra Murni Perkasa (MMP) di Kawasan Industri Kariangau (KIK) untuk pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) nikel.Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur menyebut praktik itu bermasalah karena itu masih kawasan hutan dan belum ada izin lingkungan. Pradana Rupang, dinamisator Jatam Kaltim menyebut smelter ini akan dibangun untuk mengakomodir kebutuhan kendaraan listrik di IKN.“Praktik mereka ilegal. Sudah buka sampai 30 hektar,” katanya.Pokja Pesisir, lembaga yang bekerja untuk isu pelestarian dan penegakan hukum lingkungan di pesisir laut Balikpapan mencatat, pembukaan kawasan mangrove oleh MMP sejak Desember 2021-Maret 2022. Aktivitas MMP belum memiliki analisis mengenal dampak lingkungan (amdal) dan izin lingkungan.  MMP dilarang beroperasi seraya diminta mengurus dua dokumen lingkungan itu. Mappaselle, Direktur Eksekutif Pokja Pesisir, mengatakan, tindakan pemerintah ini hanya seperti memadamkan api yang terlihat.“Kalau tidak ketahuan barangkali mereka buka lahan terus tapi izin lingkungan tidak diurus.”Dadan Mulyana menyebut, pembangunan IKN pasti mengganggu ekosistem mangrove di Teluk Balikpapan. Dia khawatir, akan ada kelalaian seperti pada 2018 saat minyak mentah PT Pertamina tumpah dan mencemari Teluk Balikpapan.Hasil kajian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan waktu itu memperkirakan, luas pantai terkontaminasi limbah B3 minyak bumi mencapai 29.733,8 meter persegi dan volume tanah yang terkontaminasi mencapai 12.000 meter kubik." "Bagaimana Nasib Kawasan Mangrove Teluk Balikpapan Kala Ada IKN Nusantara?","Kajian Universitas Mulawarman yang terbit dalam EnviroScienteae bahkan menyebut tumpahan minyak di kawasan mangrove membuat hasil tangkapan nelayan berkurang karena banyak biota mati dan wilayah tangkapan hilang. Diduga nilai ekonomi yang hilang akibat insiden itu Rp41, 080 miliar per tahun.Menurut Dadan, dampak tumpahan minyak masih dirasakan sampai tiga tahun dan ada sebagian mangrove yang mengalami mutasi di Teluk Balikpapan. Pertumbuhan tanaman lambat dan daun-daun berkurang. “Dengan ada aktivitas pembangunan IKN, gangguan terhadap mangrove pasti ada.  Tetapkan status lindung mangroveAnalisis Yayasan Auriga Nusantara menemukan kawasan mangrove di dalam dan sekitar IKN mencapai 20.000-an hektar lebih. Kalau tidak ada perlindungan jelas, mangrove ini bisa dibuka bebas, terlebih 15.000 hektar sudah berstatus APL.Apalagi, kata Mappaselle, kawasan ini tak masuk terintegrasi dalam rencana pembangunan IKN. Dengan tak terintegrasinya teluk ini dengan IKN akan memberi masalah besar di kawasan yang punya biodiversitas tinggi ini.Sayangnya, kata Selle, sapaan akrabnya, beberapa wilayah bernilai konservasi tinggi di Teluk Balikpapan belum memiliki status perlindungan jelas. Ada izin di satu pulau mangrove di Mentawir menunjukkan hal itu.Kajian Forum Peduli Teluk Balikpapan (FPTB) menyatakan, mangrove di Teluk Balikpapan salah satu terbaik di Indonesia. Beberapa jenis diklasifikasikan sebagai tegakan utama dengan tinggi pohon lebih 20 meter dan ada 36 jenis tanaman.Hasil monitoring FPTB pun menemukan masih banyak tanaman mangrove teridentifikasi dalam kondisi baik dibandingkan yang rusak karena ditebang atau ditimbun.Kajian mereka menyebut, areal yang masih bagus tersisa 170 km persegi dan tersebar hampir di semua Daerah Aliran Sungai Teluk Balikpapan." "Bagaimana Nasib Kawasan Mangrove Teluk Balikpapan Kala Ada IKN Nusantara?","Pokja Pesisir juga menjadi salah satu bagian dari forum kajian itu. “Kami minta dan berharap ada percepatan status kawasan lindung mangrove,” kata Selle.Forest Watch Indonesia (FWI) pun menyuarakan hal yang sama. Pada dasarnya, niat untuk melindungi kawasan Teluk Balikpapan sudah terlihat dalam Surat Keputusan Gubernur Kaltim Nomor 522.5/K.672/2020 tentang Penetapan Peta Indikatif Ekosistem Esensial.Dalam SK itu disebutkan kalau luas Kawasan Ekosistem Esensial Teluk Balikpapan mencapai 65.000 hektar. “Hanya ini masih indikatif, instrumen hukum masih lemah,” kata Amalya Reza, pengkampanye FWI.Berdasarkan analisis FWI, rencana pembangunan IKN akan memakai sebagian dari KEE. Hal ini bisa membuat pengelolaan kawasan itu jadi tidak jelas, karena di dalam IKN pengelolaan berada di tangan Badan Otorita, sedangkan di luar itu harus ditangani pemerintah daerah.Rencana IKN terhadap kawasan ekosistem mangrove pun dia sebut masih belum terang. “Kawasan ini bisa jadi super hub antara Balikpapan, Samarinda dan IKN. Padahal, nilai keanekaragaman hayati tinggi.”FWI menilai, pencaplokan sebagian KEE dalam IKN akan membuat keseimbangan ekosistem terganggu. KEEm seharusnya dikelola dalam satu kesatuan ekosistem.Cara pemerintah dalam memperlakukan Teluk Balikpapan dan kawasan mangrove di dalamnya ini kontradiktif dengan upaya Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) yang baru-baru ini memperkenalkan konsep kesatuan lanskap mangrove (KLM).Dalam konsep ini, BRGM tak melihat pengelolaan mangrove berdasarkan batas administratif, lebih kepada pengelolaan spasial. Ia ditentukan substrat, sistem lahan dan kondisi yang sesuai untuk habitat mangrove beserta sistem sosial ekonomi yang berinteraksi erat dengan ekosistem mangrove dan batas yurisdiksi.Sayangnya, BRGM hanya dapat tugas mempelajari kemungkinan bangun Taman Mangrove Teluk Balikpapan dalam mega proyek IKN Nusantara." "Bagaimana Nasib Kawasan Mangrove Teluk Balikpapan Kala Ada IKN Nusantara?","Saat ini, BRGM masih menginventarisasi mangrove di kawasan Teluk Balikpapan untuk menentukan zona konservasi, produksi, lindung, ekoswisata hinga pusat riset.“Yang jelas kondisi mangrove Teluk Balikpapan ini sangat baik. Tutupan bagus dan keanekaragaman hayati juga tinggi,” kata Satyawan Pudyatmoko, Deputi Perencanaan dan Evaluasi BRGM kepada Mongabay.  Mongabay berupaya menghubungi Badan Otorita IKN untuk konfirmasi, tetapi tak ada respons. Mongabay memberikan 26 pertanyaan termasuk seputar nasib mangrove dan Teluk Balikpapan kepada Ketua Tim Komunikasi IKN Sidik Pramono sebagaimana yang diminta pada 12 Agustus lalu, Hingga berita rilis tak mendapatkan respons.Adanya beragam kepentingan dan peruntukan di kawasan mangrove Teluk Balikpapan, seperti pembuatan dermaga guna mengakomodir keperluan IKN, hampir pasti mangrove akan terbabat.“Pembukaan untuk dermaga itu tidak bisa kita hindari ya. Ini untuk Ibu Kota Negara baru,” kata Setyawan.Namun, katanya, ada beberapa hal perlu jadi perhatian agar pembukaan tak menimbulkan efek lingkungan destruktif pada ekosistem mangrove. Kalau ada efek, katanya, perlu diupayakan tak permanen atau hanya saat konstruksi.“Misal, setelah itu dibuatkan buffer dari dermaga sampai perairan lepas agar mangrove itu tetap terjaga. Buffer untuk polusi dan untuk kotoran lain dari dermaga yang masuk ke Teluk.”Medrilzam, Direktur Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas kepada Mongabay memastikan tidak ada pembukaan mangrove di kawasan IKN. Hal ini, katanya, sudah tercantum dalam master plan IKN yang akan membuat IKN Nusantara sebagai kota ramah lingkungan dan memiliki tutupan hutan hingga 75%.Terkait rencana pembukaan dermaga yang khawatir mengorbankan ekosistem mangrove, dia meminta semua pihak mengawal ini. “Karena di dalam rancangan tidak ada itu buka mangrove. Mari kawal ini.”" "Bagaimana Nasib Kawasan Mangrove Teluk Balikpapan Kala Ada IKN Nusantara?","Nyoman Suryadiputra, dari Wetland International Indonesia memandang ironis atas pembukaan kawasan mangrove di Teluk Balikpapan untuk mengakomodir IKN. Satu sisi, Indonesia punya target merestorasi 600.000 hektar, sisi lain malah mau kurangi kawasan mangrove yang sudah ada.Ironi jelas terlihat karena dana rehabilitasi, katanya kebanyakan berasal dari utang. “Aatu sisi ada mangrove masih baik (di IKN), kita mau buka, Sisi lain kita mau tanam baru tapi dari dana pinjaman?” katanya.Belum lagi, katanya, penanaman mangrove baru tidak semudah dikira. Pemerintah boleh memiliki target ambisius merestorasi 600.000 hektar mangrove dalam waktu empat tahun.Selama 24 tahun Nyoman bersama Wetland International Indonesia hanya bisa tanam 4.000 hektar mangrove. “Sekarang kita mau tanam 600.000 dengan dana pinjaman. Sudah berutang, bayar bunga, kemungkinan sukses pun sangat kecil.”Satu sisi, pemerintah mengiklankan upaya rehabilitasi mangrove sebagai bagian dari mitigasi perubahan iklim kepada dunia, tetapi pembukaan mangrove di Teluk Balikpapan justru bisa memicu pelepasan karbon.Dia mengacu pada kajian dari Center for International Forestry Research (CIFOR) yang menyebut kandungan karbon di dalam mangrove yang masih utuh bisa mencapai 1.023 ton per hektare. Sekitar 70% karbon berada di dalam lumpur (soil carbon), bukan di vegetasi.“Di mana mitigasi (perubahan iklim) yang kita gembar-gemborkan?” katanya.Nyoman berharap, pemerintah benar-benar mengkaji setiap pembangunan di pesisir dan tak mengorbankan hutan mangrove. Dia ingatkan, penting menjaga mangrove agar IKN Nusantara tak bernasib sama seperti Jakarta yang tenggelam karena kenaikan muka air laut.“Mangrove ini kan penahan alami dari arus laut. Jangan sampai IKN bernasib sama dengan Jakarta.”   *******  [SEP]" "Pemerintah Kota Malang Larang Penjualan Daging Anjing","[CLS]     Sekitar 10 personil Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Malang mendatangi sejumlah rumah makan dan warung yang menyediakan menu daging anjing Januari lalu. Salah satunya, warung di Jalan Terusan Bondowoso. Di sana ada menu rintek wuuk (RW) alias daging anjing.Sesuai Surat Edaran (SE) Wali Kota Malang Nomor 5 tahun 2022 tentang Pengendalian dan Peredaran Daging Anjing, yang melarang makanan dari daging anjing. Surat Edaran ditandatangani Wali Kota Malang Sutaiji 17 Januari 2022 dan  Satpol PP pun mulai merazia rumah makan yang diduga menjual daging anjing. Hasilnya, dua rumah makan masih menjual daging anjing sebagai menu makanan yang diperdagangkan.Bobby, pemilik warung bilang sudah lebih 10 tahun berjualan menu daging anjing. Dia tak tahu mengenai Surat Edaran Wali Kota Malang itu. “Tidak ada sosialisasi, kalau ada sosialisasi gak apa-apa,” katanya.Dia berjanji tak akan menjual menu daging anjing, asal peraturan berlaku untuk semua pedagang. Sedangkan olahan daging anjing yang tersisa akan dijual sampai habis. “Menghabiskan setok yang tersisa. Semua harus taat. Nanti saya tidak jual, yang lain jual kan repot,” katanya.Dia menandatangani surat pernyataan yang mengakui menjual daging anjing dan berjanji tak akan menjual lagi serta bersedia menerima sanksi hukuman pidana dan administrasi kalau tetap memperjualbelikan.Rahmat Hidayat, Kepala Bidang Keamanan dan Ketertiban Satpol PP Kota Malang menjelaskan, razia ini menindaklanjuti SE Wali Kota Malang tentang Pengendalian dan Peredaran Daging Anjing.Wali Kota Malang, katanya, menginstruskan Satpol PP merazia tempat penyembelihan dan penjualan daging anjing. Sesuai UU Nomor 18/2012 tentang Pangan, daging anjing bukan bahan pangan.“Tahap awal buat teguran. Jika tetap jual akan ditindak tegas. Berkoordinasi dengan polisi jika ditemukan penyiksaan hewan dan pelanggaran hukum lainnya,” katanya." "Pemerintah Kota Malang Larang Penjualan Daging Anjing","Pemkot sedang menggodok aturan tutup paksa kalau tak indahkan surat edaran. Penegakan hukum Satpol PP sambil tunggu regulasi. Saat ini, katanya, tidak ada penindakan tetapi berbentuk pembinaan, teguran, sekaligus sosialsiasi.Satpol PP Kota Malang memantau 10 warung yang menyediakan menu daging anjing. Sebagian warung sudah tak menyediakan daging anjing setelah menerima informasi dari warung dan penjual daging anjing atas SE Wali Kota Malang. “Konsumen daging anjing khusus, antara penjual dan pembeli saling terhubung,” katanya.Sebagian menu daging anjing juga diperdagangkan daring melalui aplikasi pesan antar. Menurut Rahmat, daging anjing dipasok dari penjagalan anjing dari Kabupaten Malang dan Blitar. Harga daging Rp60.000 per kilogram. Sampai saat ini, belum menemukan penjagalan anjing di Kota Malang.“Nanti akan dicek. Dipantau. Jika tetap menjual nanti akan ditindak tegas.”  ***SE Wali Kota Malang tentang Pengendalian Peredaran dan Perdagangan Daging Anjing keluar, seorang warga Malang George S  mengirim surat protes. Menurut dia, semua hewan membawa penyakit manular maupun tidak seperti sapi, kerbau, kambing, domba, babi, ayam, kelinci.“Tinggal bagaimana kita memelihara,” kata George.Dia meminta agar SE Wali Kota Malang ditinjau ulang atau dicabut dan tak berlaku.Mustika, humas lapangan dan Investigasi Dog Meat Free Indonesia (DMFI) mengapresiasi Wali Kota Malang Sutiaji yang mengeluarkan SE tentang Pengendalian dan Peredaran Daging Anjing.SE Wali Kota Malang, katanya, keluar beberapa hari setelah DMFI bertemu Wali Kota Malang. Dalam pertemuan itu, katanya, dia memaparkan soal perdagangan daging anjing dan ancaman bagi kesehatan manusia.“Awalnya akan investigasi di Kota Malang. Bertemu Wali Kota menyampaikan perdagangan daging anjing di Kota Malang.”" "Pemerintah Kota Malang Larang Penjualan Daging Anjing","Hasil investigasi DMFI, perdagangan anjing dari sejumlah daerah yang tidak bebas rabies mengarah ke Jawa Timur termasuk Malang. Kecurigaan sudah ada, katanya, dari rekaman pembicaraan pedagang terekam anjing dari Jawa Barat, daerah belum bebas rabies.“Jika tak dilarang akan berisiko. Predikat Jatim bebas rabies bakal hilang. Hanya delapan provinsi di Indonesia yang bebas rabies,” kata Mustika.Dia khawatir risiko penularan zoonosis atau penyakit dari hewan ke manusia, seperti rabies. Pasokan dari luar Kota MalangNiko. Koordinator DMFI Malang, menjelaskan, anjing dijagal, dikuliti dan daging disimpan dalam lemari es dalam kondisi beku. Rata-rata setiap warung menghabiskan satu sampai dua anjing dewasa. Temuannya, anjing dijual hidup per kilogram Rp35.000. Satu anjing dewasa berbobot tujuh kilogram hingga 20 kilogram.Jagal dilakukan di Lawang, Singosari dari pasokan anjing dari Jabar. Lalu memotong dan menjual daging ke warung dan restoran. Hasil penelusurannya, ada lima warung terbuka dan menjual daging anjing skala besar. Sebagian secara daring melalui aplikasi pesan antar.Sedangkan belasan warung berjualan daging anjing secara tertutup di rumah.Daging anjing diduga berasal dari jagal di Kabupaten Malang antara lain Tumpang, Pujon, Wagir dan Dau. Sedangkan di Kota Malang, hanya ada satu jagal yang memenuhi kebutuhan warung tertentu.Lusi, Dog Lover and Rescue Kota Malang, bilang, Rata-rata setiap hari menerima laporan satu sampai dua anjing hilang. Sebagian anjing berakhir di rumah jagal. “Sebagian ditemukan dan harus ditebus.”  Freddy dari Cat Lover Malang mengatakan, saat kebutuhan melonjak, sebagian jagal mengoplos antara daging anjing dengan daging kucing. Beberapa bulan ini dia menemukan fakta, sekelompok orang yang mengambil kucing di sejumlah pasar. Diduga diambil daging lalu campur dengan daging anjing. “Kucing dicampur daging anjing karena secara anatomi sama,” katanya." "Pemerintah Kota Malang Larang Penjualan Daging Anjing","Mustika mengatakan, cukup panjang usaha agar pemerintah mengeluarkan aturan melarang anjing buat konsumsi. Mulai 2017, Mustika yang tergabung dalam Jakarta Animal Aid Network (JAAN) bersama komuitas lain berkoalisi dalam DMFI.DMFI menemui Dirjen Peternakan dan Kesehatan, Kementerian Pertanian. Hasilnya keluar Surat Edaran tentang Peningkatan Pengawasan terhadap Peredaran/ Perdagangan Daging Anjing pada September 2018.“Ada beberapa daerah menganggap perdagangan daging anjing kecil, hingga cenderung mengabaikan. Jika dibiarkan akan makin marak,” katanya.Bupati Karanganyar Juliatmono, pertama di Indonesia secara tegas melarang perdagangan daging anjing. Dia mengeluarkan Peraturan Bupati Karanganyar tentang Larangan Konsumsi Hewan Non Pangan.Bupati Karanganyar juga memberi kompensasi kepada pedagang Rp5 juta dan beralih berdagang menu lain. “Tidak menutup warung, tapi memberi kesempatan beralih berdagang menu makanan lain.”  Disusul Kabupaten Sukoharjo yang mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 5/2020 tentang penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima. Dalam peraturan daerah itu, salah satunya berisi melarang memperdagangkan masakan berbahan daging anjing. “Hot spot perdagangan anjing di Jawa Tengah. Anjing didatangkan dari Jawa Barat yang belum bebas rabies.”Mustika yang juga humas lapangan JAAN ini mengatakan, investigasi di Jawa Tengah ditemukan fakta anjing mengalami kekerasan saat jagal. Pembantaian anjing, katanya, mayoritas dengan tiga teknik yakni, kepala dipukul, digelonggong dan dijerat. “Anjing tak boleh mengeluarkan darah, jika darah mengucur katanya daging tidak enak.”Anjing masih kecil, bunting, tidak sehat dan mal nutrisi, kata Mustika, juga dijagal. Hampir semua bagian diolah dan dimanfaatkan, kecuali tulang. Kulit anjing diolah menjadi shuttlecock. Sedangkan tulang belulang yang menjadi limbah dibuang sembarangan.“Jika dibiarkan akan menimbulkan penyakit dari hewan ke manusia atau zoonosis.”" "Pemerintah Kota Malang Larang Penjualan Daging Anjing","Catatan DMFI pada 2018, setiap bulan 12.700 anjing dikirim dari Jawa Barat ke Jawa Tengah. Satu truk mengangkut 250 anjing, kalau pikap 130 ekor. Dalam sepekan satu truk mengirim dua kali.DMFI bekerjasama dengan polisi menghentikan perdagangan anjing untuk konsumsi. Hasilnya, polisi menggagalkan perdagangan 53 anjing yang akan dijagal menjadi daging konsumsi.Pada Oktober 2021, pedagang anjing vonis 10 bulan penjara dan denda Rp150 juta setelah terbukti memperdagangkan 78 anjing dari Jawa Barat.   *****Foto utama: Anjing-anjing yang dijagal untuk konsumsi tanpa kejelasan sumber, termasuk keamanan dari penyakit menular seperti rabies. Foto: Tommy Apriando [SEP]" "Berhadapan dengan PTPN, Warga Enrekang Tak Ada Kepastian Lahan","[CLS]     Persoalan lahan antara warga di Enrekang, Sulawesi Selatan, dengan PTPN XIV, tak kunjung usai. Pada 2 Maret lalu, ratusan petani aksi bakar ban bekas di jalan menuju Kampung Sikamasean, Kabupaten Enrekang. Mereka protes menuntut PTPN XIV menghentikan segala aktivitas penggusuran lahan pertanian warga. Aksi siang itu, dijaga aparat kepolisian.Beberapa hari sebelumnya, Rahim, petani yang menanam padi di lahan klaim PTPN XIV, tergusur alat berat. Upaya penggusuran seperti itu sudah terjadi berulang kali. Tahun 2018, lahan Rahim pernah tertimbun sisa hasil kerukan tanah perusahaan negara ini saat membuat bedengan air untuk penanaman sawit.Di tempat lain, Dusun Botto Dengeng, Kampung Sikamasean, Desa Batu Mila, Kecamatan Maiwa. Pada Desember 2021, hingga Januari 2022, ratusan petak lahan warga rata oleh eksavator. “Habis. Sudah tidak ada yang tersisa. Tidak ada lagi,” kata Kamaria Kadir.Pria 57 tahun ini petani yang mengelola lahan seluas satu hektar. Dia tanam di sana sejak 1997 dan mulai bermukim pada 1999. Dia tak sendirian, puluhan orang tinggal di sana mengacu pada surat keputusan Iqbal Mustafa, Bupati Enrekang pada 16 November 1999.Surat itu menentukan pembentukan tim penertiban dan pendaatan lahan tidur/terlantar pada areal PTPN XIV Maroangin, di Kecamatan Maiwa.Tugas tim antara lain, menata, mengatur, dan menertibkan penggunaan lahan tidur atau terlantar. Juga menyeleksi masyarakat yang betul-betul kurang mampu untuk mendapatkan hak pengelolahan serta menetapkan kriteria-kriteria yang akan mendapatkan hak pakai.Keluarga Kamaria masa itu yang mendapatkan izin hak kelola. Beberapa tahun saat dia mulai seperti rambutan, salak dan jagung lalu mencoba mengurus surat kepemilikan.“Kami pernah mau urus tentang pajak PBB. Tapi orang di kantor desa bilang, kalau lahan kami adalah pemberian itu untuk orang miskin dan diberikan negara. Sekarang, sudah 22 tahun.”" "Berhadapan dengan PTPN, Warga Enrekang Tak Ada Kepastian Lahan","Kamaria jadi tak begitu khawatir soal alas hak kepemilikan karena pemerintah desa mengerti dan mendukung kalau lahan itu sebagai hak kelola sejak terbit SK tahun 1999.“Kalau sekarang kami digusur, berarti SK 1999, Bupati Enrekang itu sudah tidak berlaku, atau sengaja tidak diperdulikan?”Kamaria geram sekali menceritakan peristiwa penggusuran yang meluluhlantakkan tanamannya. “Pada 25 Desember 2021 itu kebetulan saya di Makassar, karena liat anak kuliah. Adek saya nelfon dari kampung, bilang, kalau ada penggusuran sudah masuk kebun saya.”“Saya kasi berhenti itu eksavator. Saya menangis. Berdebat ki di lapangan. Terus 27 [Desember] saya ke Kantor PTPN XIV, mereka bilang begini, “kalau begitu kuncinya di Bupati Enrekang.”Sehari kemudian, Kamaria bersama warga kampung bertemu Bupati Enrekang, Muslimin Bando di kediamannya—rumah kebun–, sekitar 8 km dari tempat warga.Malam itu, mereka bertatap muka dengan Bupati Muslimin. Di tempat itu ada pula perwakilan PTPN XIV.“Jadi saya minta solusi. Saya bilang, bagaimana ini pak? Kenapa kami harus digusur?” kata Kamaria.Muslimin berbalik ke perwakilan PTPN. “Kalau ini masuk kontrak, apa Kampung Sikamasean masuk juga?” kata Muslimin.“Masuk pak,” jawab PTPN.“Jadi habis (lahan),” lanjut Muslimin.“Iya habis.”Kamaria kaget mendengar ungkapan itu. “Kami digusur tanpa ada pemberitahuan.”Dalam pertemuan itu, seorang warga lain yang hadir mencoba menyeimbangkan diskusi dengan membuka dokumen SK Bupati Enrekang tahun 1999. Muslimin menolak berbicara aturan dan sisi hukum. “Lebih baik kita bicara dari hati ke hati,” katanya.Muslimin akhirnya memberikan sedikit harapan dan menjanjikan lahan warga di Sikamasean tidak akan tergusur. Baca juga : Konflik dengan Warga, Tanpa HGU PTPN XIV di Enrekang Mulai Tanam Sawit Pada 4 Januari 2022, perusahaan mengeluarkan surat pemberitahuan untuk pembersihan lahan." "Berhadapan dengan PTPN, Warga Enrekang Tak Ada Kepastian Lahan","“Saya protes, mereka masukkan alat berat ke kampung dulu, baru membawa surat. Itu salah. Harusnya dibicarakan dulu, baru beraksi,” kata Kamaria.Dia ingat betul pertemuan dengan Bupati Muslimin Bando. Bahwa, penggusuran hanya ada di satu sisi sungai. Warga mulai setuju, dan janji bupati kalau yang terlanjur dan masih sedikit akan diusahakan lahan pengganti.“Jadi, saya ke Makassar lagi ketemu anak-anak. Tak lama, menelfon lagi adik, kalau alat berat makin dekat dengan lahan kebun kami,”“Saya pulang… Saya marah dan meminta pekerja berhenti tapi lahan sudah digusur.”Keesokannya, sekitar pukul 07.00, Kamaria mendatangi kembali kediaman bupati, Muslimin sudah keluar rumah. Hingga kini, bupati tak lagi menemui warga terdampak.Rumah kebun yang dimakasud Kamaria, juga dikenal sebagai Mitra Farm. Tempat Bupati Muslimin melaksanakan praktik pertanian di lahan seluas 32 hektar– juga merupakan eks HGU PTPN XIV dalam skema Kawasan Industri Maiwa (KIWA) Enrekang.Mitra Farm, juga perusahaan yang dijalankan anak-anak Bupati Enrekang. Dalam laman LPSE Enrekang, CV Mitra Farm Maju Bersama, tercatat sebagai pemenang dalam penunjukan langsung pengadaan barang untuk bibit pala tahun anggaran 2021. ***Di Sulawesi Selatan, PTPN XIV melirik sawit pada 2016. Pada tahun sama, mulai pembibitan di kebun Maroangin, Enrekang.Pada Juni 2016, Pemerintah Enrekang mengeluarkan surat peringatan kepada direksi PTPN XIV kalau sejak HGU berakhir pada 2003, perusahaan tak lagi berhak beraktivitas.Selain karena alas hak sudah tidak ada, PTPN XIV selama menguasai lahan sekitar 40 tahun, sama sekali tidak memberikan manfaat dan kontribusi baik kepada masyarakat maupun pemerintah daerah. “Bahkan, PBB saja tidak dibayar,” tulis surat itu.Selanjutnya, surat itu juga menguraikan bagaimana eks HGU PTPN XIV Maroangin masih dikuasai hanya jadi sumber masalah, letaknya tepat di sisi Kota Maroangin, dengan mayoritas petani." "Berhadapan dengan PTPN, Warga Enrekang Tak Ada Kepastian Lahan","“Berdasarkan pengalaman panjang PTPN XIV di Maroangin, kami menilai hampir tidak ada alasan untuk mengakomodir perpanjangan HGU.”Surat itu ditandatangani Bupati Enrekang, Muslimin Bando, Bupati Enrekang dua periode. Periode pertama, dia menolak perpanjangan HGU PTPN XIV. Pada periode kedua, dia mengeluarkan surat rekomendasi perpanjangan HGU pada PTPN.Surat rekomendasi perpanjangan HGU itu keluar pada 15 September 2020. Isinya, respon dari permintaan PTPN XIV pada 3 Juli 2020 untuk rekomendasi pembaharuan HGU seluas 3.267 hektar.“Sehubungan dengan rekomendasi ini, Pemerintah Enrekang berharap percepatan peningkatan dan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan tanaman sawit di PTPN XIV dan pengembangan plasma pada masyarakat Enrekang,” tulis surat itu.Sementara dalam rapat pertemuan antara warga dan Komisi A dan B DPRD Sulawesi Selatan, pada 19 Januari lalu menghasilkan enam kesepakatan rekomendasi yang harus dijalankan pemerintah kabupaten dan perusahaan. Pertama, lahan yang minta perpanjangan HGU seluas 3.267 hektar perlu inventarisasi melalui tim bentukan Bupati Enrekang.Tim ini perlu libatkan berbagai komponen.Kedua, tim diharapkan terbentuk dalam 10 hari sejak rapat dengar pendapat dan langsung bekerja dikomandoi Bupati Enrekang. Tim Panitia Inventarisasi Konflik Tanah Aset PTPN XIV dengan Pemerintah Enrekang dan Masyarakat ini diberi waktu lima bulan mulai Februari-Juli 2022.Ketiga, setop penggusuran atau perusakan sambil menunggu hasil kerja tim. Keempat, semua pihak agar tidak melakukan tindakan yang berpitensi menyebabkan keresahan di lapangan.Kelima, PTPN XIV akan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk panen tanaman dan tidak menambah tanaman baru.Keenam, pembersihan lahan (land clearing) hanya di atas lahan yang tidak ada bangunan dan tanaman produktif. Baca juga : Sengkarut PTPN di Enrekang, Konflik pun Bakal Berlarut " "Berhadapan dengan PTPN, Warga Enrekang Tak Ada Kepastian Lahan","Sayangnya, praktik lapangan tak sama. PTPN tetap menggusur lahan warga.Soal tim, Pemerintah Enrekang menilai sudah dilakukan sejak 1999. Dirhamsyah, Kepala Bagian Hukum Pemerintah Enrekang, mengatakan, tim inventarisir tahun 1999 melalui SK Bupati saat itu. Tim ini melihat dan menelisik warga dalam eks HGU PTPN XIV untuk ditentukan siapa yang berhak.Namun dia mengaku tak tahu hasil tim 1999 itu. “Pahitnya, hasil tim itu dikeluarkan. Sampai sekarang, sampai saya jadi Kabag Hukum ini, belum mendapatkannya.”Baginya, rekomendasi Surat Bupati Enrekang pada 2020 tentang persetujuan pembaharuan HGU PTPN XIV, juga sangat beralasan.Rekomendasi, katanya, dibarengi lima permintaan. Pertama, pemberdayaan masyarakat di eks HGU. Memastikan perusahaan tak akan land clearing pada fasilitas umum dan rumah tempat tinggal masyarakat.Kedua, masyarakat kelak akan mendapatkan lapangan pekerjaan jadi buruh harian. Ketiga, masyarakat dapat kesempatan tanam di sela sawit. Keempat, meminta perusahaan segera mengukur lahan seluas 3.267 hektar. Kelima, terkait pertimbangan teknis, segera mendapatkan izin pemanfaatan ruang.Kamaria tertawa mendengar ungkapan mengenai pemberdayaan dan penyerapan tenaga kerja itu. “Itulah yang mereka selalu banggakan. Padahal, kami di Sikamasean tak pernah tertarik masuk bekerja di PTPN XIV sebagai buruh harian.”Belakangan pada Januari 2022, ada tiga orang desa terpaksa menjadi buruh harian mengisi wadah tanam bibit sawit. “Mereka itu belum digaji, janjinya dibayar awal Februari. Masuk Maret, upah itu tak kunjung datang.”Jemmy Jaya, Kepala Bagian Sekretaris Perusahaan PTPN XIV menampik itu. Klaimnya, sejak penanaman sawit pada 2017 hingga kini, di lahan 1.500 hektar perusahaan sudah menyerap sekitar 500 buruh harian. Mereka bekerja dengan upah layak sesuai upah minimum regional (UMR). “Setiap orang Rp80.000. Setiap hari perusahaan mengeluarkan Rp40 juta, untuk gaji karyawan.”" "Berhadapan dengan PTPN, Warga Enrekang Tak Ada Kepastian Lahan","PTPN XIV, katanya, kelak membawa perubahan ekonomi bagi Enrekang. Perusahaan hadir untuk membangun industri sawit, dari mulai perkebunan sampai pengolahan.“Kalau kami menanam sampai 3.000 hektar, tentu pekerja akan bertambah juga. Begitu pun jika pabrik sudah berdiri.”Analogi Jemmy, suatu daerah yang memiliki industri akan membuat wilayah itu maju. Industri akan membuat ekonomi bergerak cepat, dan masyarakat mendapatkan lapangan pekerjaan.“Ke depan, kami akan membangun kebun plasma. Karena untuk membuat pabrik dengan kapasitas 30 ton per jam, butuh plasma. Plasma itu dari masyarakat.”Sistemnya, kata Jemmy, masyarakat punya lahan, PTPN XIV beri bibit. “Samalah di Luwu Timur dan Luwu Utara. Sekarang juga plasma sudah banyak. Di Kabupaten Pinrang ada sekitar 800 hektar. Sidrap juga sudah ada.”Soal Surat Keputusan Bupati Enrekang 1999, baginya soal penataan. “SK Bupati 1999 itu upaya penataan, pengaturan oleh pemerintah. Saat itu, kami tidak dapat tembusan siapa saja masyarakat.”Ketika PTPN mau mengelola lahan pada 2015, tak tahu dalam lahan ada warga. “Kami sudah anggap pembaruan HGU seluas 3.267 hektar, clean and clear.”Aset PTPN XIV bermula dari PT Bina Mulia Ternak (BMT) Persero HGU pada 1973 dengan masa berlaku sampai 2003. Pengembangan ternak ini kurang berhasil, melalui PP No 19/1996 ada merjer antara BMT, PTPN 28, PTPN 23, PTPN 23, jadi PTPN XIV Persero.Saat penggabungan ini, PTPN XIV mengembangkan ubi dan membangun pabrik tapioca, juga tak berhasil. Akhirnya, lahan tidur. Sebelum HGU berakhir pada 2003, PTPN mengajukan perpanjangan dan rekomendasi kepada Bupati Enrekang pada 2001." "Berhadapan dengan PTPN, Warga Enrekang Tak Ada Kepastian Lahan","Bupati Enrekang hanya menginginkan rekomendasi itu kalau luasan sekitar 3.000 hektar. Sisa HGU 2.320 hektar akan digunakan pemerintah daerah untuk penataan, dan pengelolaan. Dari sinilah yang antara lain jadi Kebun Raya Enrekang, Kawasan Indiustri Maiwa Enrekang, sampai prasarana PDAM. Juga, sekolah dan beberapa fasilitas umum lain.“Tahun 2001, perpanjangan HGU diterima BPN. Tahun 2006, ada surat BPN kepada perusahaan, dan mempertanyakan sisa lahan 2.320 hektar, seperti luas awal. Pemerintah Enrekang saat itu, belum mengurus pelepasan di KBUMN.”Kemudian PTPN mendapatkan rekomendasi perpanjangan secara hukum memungkinkan melakukannya melalui KATR/BPN.Bagi PTPN, lahan di Kecamatan Maiwa bukanlah eks HGU, tetapi sudah HGU.PTPN pun tak tahu berapa banyak warga yang mengelola lahan di HGU perseroan. “Karena kami tidak punya data. Kami sudah menganggap lahan itu clean and clear, lahan yang sesuai rekomendasi Bupati Enrekang. Jadi, masyarakat yang masuk itu, kami anggap tidak ada masyarakat. Karena sudah diatur yang 3.000 hektar. Itu rekomendasi yang diberikan,”Baca juga: Berkonflik dengan PTPN, Koalisi dan Warga Enrekang Lapor Ombudsman ******** [SEP]" "Membaca Nilai-nilai Ekologi Peradaban Megalitikum di Bukit Barisan","[CLS]   Bukit Barisan merupakan dataran tinggi yang membentang di Pulau Sumatera sepanjang 1.650 kilometer.Bukit Barisan yang ditetapkan UNESCO sebagai Situs Warisan Dunia Hutan Hujan Tropis Sumatera, bukan hanya lanskap satwa endemik Indonesia, seperti harimau sumatera [Panthera tigris sumatrae], gajah sumatera [Elephas maximus sumatranus], badak sumatera [Dicerorhinus sumatrensis], dan orangutan sumatera [Pongo abelii].Bukit Barisan juga lanskap peradaban megalitikum [Batu besar]. Mulai dari Pasemah [Sumatera Selatan], Kerinci [Jambi], Lima Puluh Koto [Sumatera Barat], dan Pulau Samosir [Sumatera Utara].Adanya bukti peradaban megalitikum, seperti menhir, punden berundak-undak, arca statis, hingga kubur batu, dolmen, waruga, sarkofagus, arca dinamis, menunjukan Pulau Sumatera sudah didiami manusia sejak ribuan tahun lalu.Pengetahuan apa yang didapat dari keberadaan situs-situs megalit tersebut bagi manusia yang hidup pada saat ini?Baca: Lanskap Kopi dan Lestarinya Peradaban Megalitikum Pasemah  Senin-Selasa [5-6/12/2022], saya mengunjungi situs megalitik di Nagari Maek [Mahat], Kecamatan Bukit Barisan, Kabupaten Lima Puluh Koto, Sumatera Barat.Maek adalah sebuah lembah seluas 22 hektar, dikelilingi perbukitan, yang sebagian besar dijadikan perkebunan masyarakat. Mulai dari karet, gambir, cokelat, serta durian. Dataran rendahnya menjadi persawahan padi dan permukiman masyarakat.Sebuah sungai melintas di Maek, yakni Batang Maek.Berbeda dengan situs megalit di wilayah Pasemah [Lahat dan Pagaralam] di Sumatera Selatan, yang umumnya berupa arca, megalit di Maek sebagian besar berupa menhir dalam berbagai bentuk dan ukuran. Tingginya dari 50 centimeter hingga empat meter, dan lebarnya kisaran 50 centimeter.Terdapat 788 megalit yang tersebar di 18 titik. Di masa lalu, jumlah megalit ini mungkin jauh lebih banyak. Sebab, sebagian megalit sudah dihancurkan atau dijadikan bahan bangunan oleh masyarakat." "Membaca Nilai-nilai Ekologi Peradaban Megalitikum di Bukit Barisan","Saat ini, situs menhir terbanyak berada di Bawah Parit, sekitar 354 menhir. Kemudian di Koto Godang seratusan menhir, dan di Ronah sekitar 50-an menhir. Semua menhir menghadap Gunung Sago yang tingginya sekitar 2.271 meter dari permukaan laut [Timur Laut].Baca: Fokus Liputan: Gurat Hitam Tambang Batubara di Wajah Peradaban Megalitikum  PakisSemua megalit di Maek memiliki bentuk sama. Yakni setengah pilar, yang tertinggi sekitar empat meter, berbentuk monumen andesit, dan di ujung bagian atasnya melengkung, seperti ujung pangkal keris. Bentuk melengkung ini menyerupai ujung tanaman pakis.Motif pakis juga terukir pada batu menhir. Ada yang mengarah ke luar, dan ada yang mengarah ke dalam. Motif ini banyak ditemukan sejumlah motif kain tradisional di Indonesia.Selain motif pakis, juga ditemukan pita anyaman, garis bergelombang, dan jalur segitiga, seperti melambangkan gunung atau gelombang air. Juga ditemukan motif serupa “Salib Malta” pada sebuah menhir.Tanaman pakis atau paku-pakuan [Tracheophyta], cukup dikenal masyarakat di Maek. Sebagian tanaman pakis, dikonsumsi masyarakat, dimasak menggunakan santan kelapa. Tanaman yang mengandung vitamin A, B dan C serta kalium, fosfor, magnesium, kalsium dan protein, dipercaya mampu mencegah kebutaan [katarak] dan penyakit lainnya.Baca juga: Mampukah Pesona Situs Megalitik di Lahat Bertahan dari Kepungan Tambang?  MisteriMasyarakat yang menetap di Maek saat ini, tidak terhubung dengan situs menhir.“Kami pendatang di sini. Tapi sampai saat ini belum diketahui asal dan perginya masyarakat yang hidup pada masa megalitikum di Maek,” kata Zelpenedri, juru rawat situs menhir di Maek dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat.Jelasnya, banyak peninggalan masa purba di Maek. “Bukan hanya menhir, juga yang lain. Termasuk jejak telapak kaki [kanan] manusia ukuran besar, yang bukan hasil ukiran atau alami. Masih misteri.”" "Membaca Nilai-nilai Ekologi Peradaban Megalitikum di Bukit Barisan","Butuh banyak penelitian dari berbagai disiplin ilmu.“Kami percaya di Maek ini sudah ada kehidupan dari masa purba, yang terhubung dengan manusia moderen di Sumatera. Mungkin tidak terhubung dengan masyarakat di sini, tapi dapat saja di wilayah lain,” ujarnya.Salah satu arkeolog yang meneliti keberadaan situs menhir di Maek selama beberapa tahun adalah Dominik Bonatz dari Jerman. Dia sudah menulis sebuah buku tentang megalitikum di Pulau Sumatera dengan judul “Megalithen Im Indonesischen Archipel”.“Dominik belum dapat menyimpulkan kelompok masyarakat yang hidup di Maek di masa megalitikum,” kata Zelpenedri.Di Sumatera Barat, selain di Maek, Dominik juga melakukan penelitian di Bukit Gombak, Tanah Datar.  TradisiMeskipun bukan keturunan dari masyarakat yang hidup dari masa megalitikum, selama puluhan tahun masyarakat di Maek merawat ratusan megalit.Sebuah batu besar yang ditunjang batuan kecil, berada di belakang rumah Zelpenedri, dijadikan lokasi upacara adat. Yakni upacara tolak balak.“Upacaranya berupa doa bersama. Doanya berisi permohonan kepada Tuhan agar dihindarkan dari berbagai persoalan, seperti wabah penyakit, gagal panen, dan gangguan binatang buas. Upacara ini dilakukan setiap lima tahun,” kata Arbi Tanjung, seorang pekerja budaya Sumatera Barat, yang membantu Dominik Bonatz melakukan penelitian di Maek.Tapi tahun 1980-an, tradisi ini dihentikan atau ditiadakan oleh masyarakat. Menurut warga, alasannya tradisi ini mengandung unsur sirik.Sejalan dengan hilangnya tradisi tersebut, banyak megalit yang dirusak atau dimanfaatkan masyarakat untuk bahan bangunan. Bahkan, hilang pula sejumlah pengetahuan yang terkait menjaga hutan, guna mencegah serangan wabah penyakit atau bencana lainnya, seperti longsor.“Saat ini sering terjadi longsor saat musim penghujan. Waktu wabah virus Corona kemarin, sejumlah warga juga terkena,” kata seorang warga.  Menjaga gunung" "Membaca Nilai-nilai Ekologi Peradaban Megalitikum di Bukit Barisan","Jika di Maek, motif atau simbol pada megalit terkait dengan flora, sementara di berbagai megalit di Pasemah, banyak terkait fauna.Arca-arca yang tersebar di berbagai situs megalit di Kabupaten Lahat dan Pagaralam [Pasemah], ditemukan pahatan di batu yang menggambarkan manusia berinteraksi dengan sejumlah satwa. Misalnya arca yang menggambarkan manusia memeluk gajah, menunggangi harimau, memelihara domba [anjing], memikul gajah atau memikul babi.Sama seperti di Maek, Kerinci, Pulau Samosir, semua megalit itu menghadap ke gunung atau dataran tinggi. Semua megalit di Pasemah menghadap Gunung Dempo [3.142 mdpl].Mengapa banyak megalit di Pulau Sumatera menghadap gunung atau dataran tinggi?Dominik Bonatz menjelaskan bahwa megalitik adalah objek persembahan kepada kekuatan supernatural [adikodrati] yang bersemayam di gunung.“Jika pendapat itu benar, berarti gunung merupakan wilayah yang harus dijaga. Termasuk flora dan fauna yang berada di gunung. Pemahaman ini yang mungkin membuat banyak hutan di wilayah perbukitan di Sumatera selama belasan abad terjaga,” kata Arbi.  Persoalannya, kata Arbi, kepercayaan yang melahirkan pengetahuan arif terhadap lingkungan tersebut, pada hari ini nilai-nilainya mulai terkikis. Banyak gunung dan bukit yang kehilangan hutan. Yang berdampak hilangnya kekayaan flora dan faunanya, termasuk juga terhadap manusia melalui sejumlah bencana dan perubahan iklim.Berbagai aktivitas ekstraktif dilakukan terhadap gunung atau wilayah dataran tinggi. Mulai dari penebangan liar, perkebunan skala besar, hingga penambangan mineral seperti emas dan batubara.Jadi, pengetahuan di balik keberadaan situs megalit di Pulau Sumatra harus digali dan disebarkan pada masyarakat yang hidup hari ini, sehingga Bukit Barisan terus terjaga.“Bukit Barisan itu rumahnya manusia purba yang sangar arif dengan alam. Mereka menjaga gunung,” katanya." "Membaca Nilai-nilai Ekologi Peradaban Megalitikum di Bukit Barisan","“Saya percaya para leluhur kita, termasuk di Minangkabau ini sangat menjaga alam dan  pengetahuan tersebut. Sehingga melahirkan pepatah ‘alam takambang menjadi guru’.  Mungkin, pengetahuan luhur tersebut terus terkikis sejalan dengan hilangnya berbagai tradisi,” katanya.Arbi juga mengajak para peneliti atau pekerja budaya di Sumatera Barat untuk melihat sejarah dan peninggalan budaya, tidak hanya dari perpektif politik identitas. Penting melihatnya dari sisi yang lain, seperti ekologi.“Sehingga dapat memberikan jawaban atau solusi persoalan hari ini, yang umumnya disebabkan oleh kerusakan alam,” paparnya.  [SEP]" "Dijuluki Daun Pepaya Jepang, Padahal Tanaman Ini Berasal dari Meksiko","[CLS]   Tanaman chaya [Cnidoscolus aconitifolius] sesungguhnya bukan berasal dari Jepang, meski dikenal dengan nama pepaya jepang.Chaya merupakan tanaman asli Semenanjung Yucatan, Meksiko, yang sudah dibudidayakan secara luas di Amerika Tengah.Penyebutan ‘pepaya’ dikarenakan bentuk dan tekstur daunnya menyerupai daun pepaya, pun demikian pengolahannya, meskipun secara kekerabatan lebih dekat singkong. Tidak diketahui alasan mengapa disebut pepaya jepang.Di negeri asalnya, tanaman ini diolah sebagai makanan maupun obat. Misalnya, dipercaya sebagai suplemen makanan yang kekurangan gizi, mengendalikan penyakit diabetes, radang sendi, dan penyakit ringan lainnya. Daun chaya kering juga digunakan untuk pakan ternak dan bahan kompos.Baca: Ubi Banggai, Tanaman Pangan Primadona Sulawesi Tengah  Berdasarkan penelitian Tini Sudartini, Nur Arifah Qurota A’yunin, dan Undang dari Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi berjudul “Karakterisasi Nilai Gizi Daun Chaya [Cnidoscolus chayamansa] Sebagai Sayuran Hijau yang Mudah Dibudidayakan” diketahui kehadiran chaya di Indonesia mulai 1998 dengan melalui penyebaran stek ke 350 desa. Tahun 2014, tanaman ini telah banyak di Pulau Jawa, Sumatera, Bali, dan Lombok.“Di Indonesia, chaya sering dimanfaatkan sebagai tanaman pagar kebun atau pembatas lahan,” tulis peneliti.Chaya merupakan pohon setengah berkayu yang tahan kekeringan. Tidak memerlukan penyiraman rutin atau perawatan khusus. Potensi terserang hama dan penyakit juga rendah.Daunnya dapat diolah menjadi aneka produk olahan seperti minuman jelly chaya, hunkwe daun chaya, rolade daun chaya, chasumi puding, rendang daun chaya, juga skutel daun chaya.Baca: Melirik Talas Sebagai Potensi Pangan Masyarakat Indonesia  SuperfoodDalam Journal of Medicinal Plants Research, disebutkan bahwa daun pepaya jepang mengandung protein, zat besi, fosfor, kalsium, kalium, dan Vitamin C." "Dijuluki Daun Pepaya Jepang, Padahal Tanaman Ini Berasal dari Meksiko","Daun chaya pun mengandung berbagai senyawa bioaktif yang memiliki kapasitas antioksidan. Selain itu, kandungan Vitamin C dan proteinnya lebih tinggi dibandingkan jeruk dalam satuan berat yang sama.Dalam artikel di portal Pertanian.go.id, dijelaskan bahwa chaya merupakan tanaman superfood yang bisa memperkuat daya tahan tubuh. Keistimewaannya dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukkan tanaman ini lebih bergizi dibandingkan sayuran hijau seperti bayam dan sawi.Proses budidayanya juga cukup mudah, bisa melalui biji atau batang, seperti halnya menanam singkong. Apabila dirawat dengan baik, pohon ini bisa tumbuh 3 meter, namun biasanya orang akan mempertahankannya pada ketinggian 1-2 meter. Tujuannya, mempermudah memanen daunnya.Baca: Sayur Lilin, Anda Pernah Lihat dan Makan?  Mengutip hellosehat.com, chaya bermanfaat membantu pembentukan otot, sebab memiliki protein yang tinggi dan juga memiliki sifat antidiabetes, antioksidan, dan hepatoprotektif. Hepatoprotektif adalah senyawa yang memiliki efek teurapeutik dalam memulihkan dan mengobati penyakit hati [liver].Daun ini juga mengandung zat besi tinggi yang bermanfaat untuk pembentukan sel darah merah. Dengan demikian, dapat mengurangi risiko anemia dan dapat meningkatkan konsentrasi.Baca juga: Senduduk, Tumbuhan Bermahkota yang Bermanfaat Sebagai Obat  Namun, dibalik banyak manfaat tetap ada bahaya yang harus diwaspadai yaitu adanya kandungan senyawa beracun. Daunnya berpotensi mengeluarkan asam sianida yang beracun bagi manusia.Senyawa tersebut bisa dinetralkan dengan direbus sekitar 5-15 menit, sebelum dikonsumsi, agar asam sianida dan turunannya terurai.  [SEP]" "Studi: Kucing Domestik Berpotensi Tularkan Virus ke Kucing Liar di Areal Perkebunan Sawit","[CLS]   Tes antibodi yang dilakukan pada kucing domestik dan kucing liar di Borneo, Malaysia, menunjukkan bahwa perkebunan sawit dapat menjadi tempat penularan virus, berdasarkan sebuah studi baru.Riset yang dilakukan para peneliti, bekerja sama dengan Health at the Edge Project, menyelidiki transmisi parasit satwa liar di lanskap hutan-pertanian di Kalimantan itu, diterbitkan di jurnal Transboundary and Emerging Diseases.Penelitian tersebut menemukan, spesies kucing liar yang terancam, seperti kucing kepala datar [Prionailurus planiceps] dan macan dahan sunda [Neofelis diardi], berbagi virus yang umum menyerang hewan peliharaan di dan sekitar Suaka Margasatwa Kinabatangan Bawah di negara bagian Sabah, Malaysia.Kucing domestik [Felis catus] umum ditemukan di beberapa perkebunan sawit dan beraksi sebagai bentuk pengendali hama, dengan memangsa tikus. Mereka sering berkeliaran bebas di dekat atau ke hutan terdekat.Sementara itu, kucing liar yang tinggal di hutan, seperti kucing kuwuk [Prionailurus bengalensis], terkadang masuk ke perkebunan sawit terdekat untuk berburu mangsa. Kucing kepala datar itu dianggap sebagai spesialis lahan basah, tetapi ada semakin banyak bukti menunjukkan bahwa mereka juga mengunjungi perkebunan untuk berburu katak dan hewan pengerat.Saat penelitian dilakukan, para peneliti menjaring lima kucing kuwuk dan dua kucing kepala datar di atau dekat perkebunan sawit. Mereka juga menjebak 11 musang tenggalung [Viverra tangalunga] dan dua macan dahan sunda menggunakan kandang di hutan terdekat.  Beberapa kucing domestik dan hewan liar yang termasuk dalam penelitian dinyatakan positif mengidap virus corona kucing, virus panleukopenia kucing, dan antibodi calicivirus kucing. Hanya kucing domestik yang dites positif pada antibodi virus herpes kucing." "Studi: Kucing Domestik Berpotensi Tularkan Virus ke Kucing Liar di Areal Perkebunan Sawit","Berdasarkan temuan ini, para peneliti menyimpulkan bahwa sirkulasi virus di perkebunan sawit antara karnivora domestik dan liar adalah suatu yang mungkin, meskipun tidak jelas pada tahap ini ke arah mana mereka ditularkan.Dua kucing kuwuk dan satu kucing kepala datar dinyatakan positif memiliki antibodi virus corona pada kucing. Kucing berkepala datar yang sama juga positif untuk antibodi calicivirus kucing.“Saya pikir secara keseluruhan studi kasus ini adalah bukti bahwa dalam beberapa hal mereka berbagi tempat dan area yang sama,” kata rekan penulis studi Sergio Guerrero-Sánchez, rekan postdoctoral di Center for Applied One Health Research and Policy Advice di City University Hong Kong.“Mereka bisa melakukan kontak yang sangat dekat, tidak harus berinteraksi secara langsung, tetapi menggunakan tempat yang sama dalam hitungan jam sudah cukup bagi satu kucing untuk menularkan penyakit ke kucing lain.” Jalur virusSpesies tertentu beradaptasi lebih baik dengan perkebunan monokultur sawit daripada spesies lain, serta meningkatkan interaksi mereka dengan hewan domestik. Kucing kuwuk dan musang tenggalung misalnya, diketahui sering mengunjungi area ini. Para peneliti menyarankan bahwa dengan kejadian tersebut, spesies ini dapat bertindak sebagai pembawa virus saat mereka kembali ke hutan.“Yang paling penting, temuan kami menyoroti efek yang diremehkan dari adanya perkebunan sawit pada komunitas asli karnivora, melalui risiko penularan penyakit menular dari hewan peliharaan karena peningkatan interaksi antarspesies dan tumpang tindih habitat,” tulis para penulis.Virus-virus ini dapat bergerak ke dua arah, kata rekan penulis Liesbeth Frias, seorang rekan postdoctoral di Asian School of the Environment di Nanyang Technological University di Singapura. Tetapi kekhawatiran keseluruhan, katanya, adalah adanya potensi dampak bagi spesies yang terancam punah.  " "Studi: Kucing Domestik Berpotensi Tularkan Virus ke Kucing Liar di Areal Perkebunan Sawit","Dari virus yang ditemukan, virus corona kucing dan virus panleukopenia kucing dicatat sebagai perhatian khusus. Yang pertama dapat berkembang menjadi peritonitis infeksi kucing, yang bisa berakibat fatal. Di samping kucing kepala datar dan dua kucing kuwuk, dua kucing domestik dinyatakan positif memiliki antibodi virus corona kucing. Sementara itu, virus panleukopenia kucing, bisa sangat berbahaya bagi anak kucing dan kucing muda: Dua macan dahan, dua musang tenggalung, dan 12 kucing domestik memiliki antibodi untuk FPLV.“Dalam pemeriksaan fisik, [kucing domestik dan liar] tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit, yang juga menjadi sangat rumit terutama pada satwa liar, karena mereka tidak menunjukkan penyakit sampai mereka menjadi betul-betul sakit,” Guerrero -Sánchez berkata.“Kami tidak tahu apakah beberapa penyakit mungkin mempengaruhi lebih banyak anak kucing daripada kucing dewasa. Kami tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di sana.”Berdasarkan catatan virus yang berpindah ke spesies lain, dia mengatakan bahwa, “Kita perlu berasumsi bahwa ada risiko bagi populasi spesie.” Penelitian lain telah mencatat bukti penularan virus antara kucing domestik dan kucing liar dengan populasi macan tutul salju, harimau, kucing hutan, dan puma yang hidup di penangkaran dan bebas.Anjing yang berkeliaran bebas juga menimbulkan risiko, karena mereka dapat menyebarkan virus distemper anjing: wabah di Serengeti di Tanzania pada 1990-an menghancurkan populasi singa.Susan Cheyne, seorang rekan pengajar dalam antropologi biologi di Oxford Brookes University, yang tidak terlibat dalam penelitian ini, berbagi keprihatinan atas hal tersebut. “Penelitian ini telah menyoroti ancaman yang jelas, tetapi ada banyak pertanyaan yang belum terjawab misalnya, bagaimana karnivora liar bereaksi terhadap penyakit/infeksi virus,” tulisnya dalam email, mencatat bahwa reaksi dapat berbeda di antara inang." "Studi: Kucing Domestik Berpotensi Tularkan Virus ke Kucing Liar di Areal Perkebunan Sawit","“Namun, prinsip kehati-hatian harus selalu diutamakan: hewan-hewan ini terancam punah dan sudah sangat terancam sehingga kita harus melakukan segala upaya untuk meminimalkan risiko penyakit.”  Para penulis penelitian menekankan bahwa temuan ini didasarkan pada ukuran sampel yang kecil; 27 kucing domestik dan karnivora liar yang diuji secara total. Dengan demikian, Frias mengatakan ini adalah perspektif pertama yang penting mengenai masalah ini. “Asia Tenggara adalah hotspot keanekaragaman hayati dan patogen, wabah pasti akan terjadi. Tetapi tidak banyak informasi tentang penyakit satwa liar, ”katanya.“Saya pikir dengan menerbitkan makalah penelitian ini, meski secara singkat memberikan data dasar yang kami butuhkan, serta banyak lembaga lain mungkin juga perlu sampai batas tertentu.”Wai-Ming Wong, direktur program kucing kecil untuk Panthera, organisasi konservasi kucing liar global, mengatakan penelitian ini harus dijadikan sebagai landasan untuk penelitian lebih lanjut. Panthera adalah salah satu penyandang dana penelitian ini. “Saya pikir ancamannya berpotensi signifikan,” katanya.“Tetapi ada lebih banyak lagi tentang penularan penyakit yang perlu kita pahami untuk mengevaluasi dan menjawab pertanyaan dengan benar … temuan ini pasti memerlukan penyelidikan lebih lanjut.”Di antara pertanyaan tersebut adalah prevalensi penyakit dalam populasi dan apakah virus ini mempengaruhi kucing kecil Borneo lainnya, seperti kucing merah [Catopuma badia].“Kucing kepala datar dan kucing merah bisa dibilang dua spesies kucing paling langka di dunia dan mereka bisa menghilang dalam sekejap jika kita tidak mengatasi ancaman ini. Atau, bahkan mencari tahu lebih banyak tentang ancaman ini, seperti sejauh mana mereka dan bagaimana mereka berdampak pada populasi, ”kata Wong. Dari garis dasar hingga solusi?" "Studi: Kucing Domestik Berpotensi Tularkan Virus ke Kucing Liar di Areal Perkebunan Sawit","Sementara Guerrero-Sánchez dan Frias mengatakan, temuan mereka mengkhawatirkan bagi spesies yang terancam ini, mereka juga dapat membuka peluang untuk dapat mengatasi masalah secara langsung. Bekerja sama dengan pengelola perkebunan dan lembaga lain untuk mengembangkan kampanye vaksinasi dan sterilisasi untuk kucing domestik dan kucing yang berkeliaran bebas bisa menjadi salah satu pendekatan.“Satu hal yang menurut saya penting adalah penyakit satwa liar seringkali tidak dimasukkan dalam strategi konservasi,” kata Frias.“Jadi dengan memiliki data dasar ini, meskipun sangat mendasar, dapat sangat membantu upaya konservasi, dan mungkin memandu beberapa tindakan konservasi, misalnya, melalui penilaian risiko penyakit satwa liar.”  Mengintegrasikan survei semacam ini dan kesejahteraan hewan yang lebih luas ke dalam tindakan konservasi dan protokol perkebunan sawit, akan menjadi langkah positif untuk mengurangi ancaman tersebut, kata para peneliti.“Studi ini menunjukkan bahwa penularan penyakit memang terjadi di lanskap pertanian yang didominasi manusia seperti ini,” kata Wong.“Menurut saya, sangat penting bagi perusahaan pertanian yang bertanggung jawab atas modifikasi habitat ini untuk memasukkan pemantauan kesehatan hewan dalam rencana pengelolaan. Sebut saja, memasukkan kawasan bernilai konservasi tinggi ke dalam perkebunan mereka yang memungkinkan hewan berpindah antar-lanskap. ”Cheyne mengatakan, kebutuhan akan dokter hewan dan fasilitas laboratorium yang berkualitas, program semacam itu akan menjadi tantangan cukup besar untuk diterapkan. Tetapi mengingat risiko penularan penyakit zoonosis, tetap merupakan, “Aspek penting untuk dikelola dan diintegrasikan ke dalam protokol manajemen perkebunan,” katanya. Tulisan asli dapat dibaca pada tautan ini: Study warns of risk from feline viruses to wild cats on the palm oil frontier. Artikel diterjemahkan oleh Akita Verselita. " "Studi: Kucing Domestik Berpotensi Tularkan Virus ke Kucing Liar di Areal Perkebunan Sawit","Referensi: Guerrero‐Sánchez, S., Wilson, A., González‐Abarzúa, M., Kunde, M., Goossens, B., Sipangkui, R., & Frias, L. (2022). Serological evidence of exposure of Bornean wild carnivores to feline‐related viruses at the domestic animal–wildlife interface. Transboundary and Emerging Diseases. doi:10.1111/tbed.14549Wu, Q., Wu, H., He, S., Liu, Y., Chen, Y., Qi, X., … Tian, K. (2022). Feline herpesvirus infection and pathology in captive snow leopard. Scientific Reports, 12(1). doi:10.1038/s41598-022-08994-4Huang, S., Li, X., Guo, L., You, D., Xie, W., Xu, H., … Wang, Y. (2022). Prevalence of four viruses in captive Siberian tigers from Northeastern China. Transboundary and Emerging Diseases. doi:10.1111/tbed.14475Bevins, S. N., Carver, S., Boydston, E. E., Lyren, L. M., Alldredge, M., Logan, K. A., … VandeWoude, S. (2012). Three pathogens in sympatric populations of pumas, bobcats, and domestic cats: Implications for infectious disease transmission. PLOS ONE, 7(2), e31403. doi:10.1371/journal.pone.0031403Kadam, R. G., Karikalan, M., Siddappa, C. M., Mahendran, K., Srivastava, G., Rajak, K., … Sharma, A. (2022). Molecular and pathological screening of canine distemper virus in Asiatic lions, tigers, leopards, snow leopards, clouded leopards, leopard cats, jungle cats, civet cats, fishing cat, and jaguar of different states, India. Infection, Genetics and Evolution, 98, 105211. doi:10.1016/j.meegid.2022.105211Guiserix, M., Bahi-Jaber, N., Fouchet, D., Sauvage, F., & Pontier, D. (2007). The canine distemper epidemic in Serengeti: Are lions victims of a new highly virulent canine distemper virus strain, or is pathogen circulation stochasticity to blame? Journal of The Royal Society Interface, 4(17), 1127-1134. doi:10.1098/rsif.2007.0235 " "Studi: Kucing Domestik Berpotensi Tularkan Virus ke Kucing Liar di Areal Perkebunan Sawit","Foto utama: macan dahan sunda dinyatakan positif mengidap virus panleukopenia kucing yang sangat menular. Diperkirakan ada sekitar 4.500 spesies ini yang tersisa di alam liar. Foto: Flickr [CC BY-NC-ND 2.0].  [SEP]" "Kepayang, Peredam Tambang Emas Ilegal di Desa Raden Anom","[CLS]     Muhammad Sapar bersama Aroti, istrinya, mengumpulkan satu per satu biji kepayang atau kluwek (Pangium edule)  yang jatuh di pinggir Sungai Seluro. Kiding, alat pengumpul berbentuk tabung terbuat dari bambu separuh terisi.Pohon kepayang berbuah satu kali setahun. Warga mengenal musim panen raya dan selingan. Biasanya, kepayang mulai berbuah November hingga Februari, dan musim panen raya pada Januari.Sapar membawa sekeranjang buah kepayang, sekitar 35 kilogram. Buah ini untuk bikin minyak. Per kilogram buah kepayang kering bisa hasilkan 0,35 gram minyak.Sapar, adalah Ketua Pengelola Hutan Adat Talun Sakti, Desa Raden Anom, Kecamatan Batang Asai, Sarolangun, Jambi. Dia bilang, pohon kepayang diatur secara adat dan proses pengambilan buah pun tidak bisa sembarangan.“Hanya buah kepayang yang jatuh boleh diambil, tidak boleh dijuluk dengan kayu atau bambu. Didenda adat kalau dijuluk,” katanya.Pepohonan di Hutan Adat Talun Sakti, tak bisa sembarangan diambil. Kepayang tak boleh dipanjat, petai tak boleh diberi tanda atau dilukai, maupun pohon bidara tak boleh ditebang.“Itu hukumnya kalau kami disiko beras 20 kilo gram, serta lemak manisnya dan emas satu mayam.” (Hukumnya denda beras 20 kilogram, serta lemak manisnya dan emas 3, 33 gram).Kepayang kembali diangkat jadi sumber mata pencaharian lain di Desa Raden Anom sejak 2015. Jumlah rata-rata produksi 50 kilogram per tahun. Potensi kepayang dihitung per pohon bisa hasilkan minimal 35 kilogram minyak per panen. Setidaknya, Desa Raden Anom bisa hasilkan 700 kilogram per panen atau sekitar Rp35 juta.Biasa, kepayang panen bisa dua kali setahun. Jadi, pertahun potensi hasil Rp 70 juta. Desa Raden Anom, ada sekitar 59 keluarga punya pohon kepayang, jadi hasil rata-rata Rp1,2 juta.Minyak kepayang mulai dijual sejak 2017. Mereka mulai memproduksi dan menjual minyak kepayang." "Kepayang, Peredam Tambang Emas Ilegal di Desa Raden Anom","Pohon kepayang sekitar 200 batang di Desa Raden Anom tersebar di luasan 183 hektar. Kepayang biasa hidup di pinggiran Sungai Seluro. Akar yang kuat berfungsi menahan abrasi sepanjang sempadan sungai. Dari akar sampai daun kepayang bermanfaat. Baca juga: Rusuh Tambang Emas Ilegal di Bungo dan Lingkungan Tercemar Akar untuk menahan laju abrasi di sepanjang Sungai Seluro. Daun untuk mengawetkan makanan seperti daging dan ikan. Daun muda mereka iris tipis campur dengan daging yang sudah dibersihkan. Terakhir, daging dicampur dengan irisan daun kepayang muda kemudian dibalut dengan daun tua berukuran lebar. Simpan di dalam toples tertutup rapat.“Biasa bisa tahan sampai enam hari, tidak berjamur dan tak busuk. Dulu, pengganti lemari es kami ya, itu daun kepayang ini,” cerita Artoti.Kulit batang, katanya sebagai pengobat luka pada ternak. “Dulu, kalau ada ternak misal sapi diterkam harimau balur pakai kulit batang ini yang dikikis dan ditumbuk. Sehat lukanya.”Biji kepayang juga bisa buat sayur gulai atau tumis. Rasa seperti biji nangka.Sejak dulu, minyak kepayang untuk memasak, jauh sebelum ada minyak sawit. Akses jalan jauh untuk mendapatkan minyak dari luar, membuat desa-desa di Kecamatan Batang Asai pakai minyak kepayang.  Kemajuan teknologi dan akses jalan yang, membuat sebagian besar orang berpindah pakai minyak sawit.Mereka dulu menukar minyak dengan hasil kebun atau garam dengan daerah lain. Perlahan tradisi ini menghilang dengan masuk minyak sawit. Minyak kepayang digunakan untuk minyak urut dan pengobatan." "Kepayang, Peredam Tambang Emas Ilegal di Desa Raden Anom","Biji kepayang mengandung lemak kalau difermentasi akan menghasilkan lemak siklik tidak jenuh yaitu asam hidrokarpat. Meyer (1971) dalam Heriyanto dan Subiandono (2008) menjelaskan, asam lemak siklik yang terkandung dalam biji kepayang memiliki sifat anti bakteri yang dapat mengobati penyakit lepra, kudis dan beberapa penyakit kulit lain. Bahkan, kepayang juga dapat digunakan sebagai insektisida hayati untuk melawan kutu kepala, sebagai  obat  serangga  dan  rayap.Pengolahan minyak kepayang perlu waktu tiga sampai tujuh hari. Mulai dari mengambil biji-biji kepayang yang jatuh di tanah, rendam di aliran sungai selama satu malam untuk menghilangkan racun. Lanjut dengan penjemuran biji yang memakan waktu hingga tiga hari, tergantung cuaca. Setelah itu, masak dan peras hingga menghasilkan minyak. Baca juga: Pasca Tragedi Penertiban Tambang Emas Limun [1] Alat pemersatuSapar duduk di depan rumah panggung. Menghirup kopi dan makan sepiring pisang goreng dengan minyak kepayang. Aroma khas menyeruak memenuhi ruang tamu. Di depannya, Sungai Batang Seluro. Air mengalir deras dan jernih.Sungai Batang Seluro, memisahkan tiga dusun, Muaro Seluro, Badengkong dan Bukit Lancang di Desa Raden Anom. Muaro Seluro menentang keras  kehadiran alat berat merusak dusun mereka demi kilauan emas. Meski gegap gempita emas di dusun dan desa tetangga, tak menyurutkan dusun ini mempertahankan wilayah mereka dari pertambangan emas ilegal.Para perempuan protes saat ada pengusaha bekerjasama dengan oknum pejabat desa memasukkan alat berat untuk penambangan emas ilegal.“Bakar, bakar,bakar,” teriak beberapa ibu di belakang Sapar. Sapar mengenang protes warga pada 2015.Dia tidak ingat siapa yang berteriak penuh amarah saat melihat alat berat masuk ke dusunnya. Perlahan alat berat mundur, tidak jadi masuk ke Muaro Seluro." "Kepayang, Peredam Tambang Emas Ilegal di Desa Raden Anom","Demam emas masih tetap berlangsung di desa sekitar, tetapi tidak di dusunnya. “Kalau ada yang nanya apa mata pencaharian utama kami, ada dua karet dan ‘emas’,” katanya.Dalam seloko adat emas juga disebut-sebut sebagai satuan denda yang sah secara adat. Masyarakat Batang Asai umumnya memang mengambil emas di musim-musim gagal panen dan saat sungai surut.Mereka mengenal sistem mendulang, mencari emas secara tradisional dengan alat terbuat dari kayu yang berbentuk bulat dan pipih.Kerakusan mengubah tradisi. Orang-orang berbondong mengeruk emas sebanyak-banyaknya.“Alat-alat masuk, banyak orang luar yang memodali. Emas tidak menjadi sakral lagi sebagai takaran denda yang dibayar dalam adat. Ini lebih kepada memperkaya sebagian orang dan pemodal saja,” katanya.  “Alam rusak, sungai rusak, apa yang mau diminum. Apa yang mau dimasak kalau sawah diubah jadi lokasi tambang. Emas tidak bisa menggantikanya.”Warda desa ini membentuk Kelompok Tani Hutan Talun Sakti pada 2017. Kelompok ini beranggotakan 25 orang, mayoritas perempuan. Talun Sakti diambil dari nama hutan adat yang mereka miliki.Hutan Adat Talun Sakti Muaro Seluro merupakan bagian dari kawasan hutan lindung Bukit Tinjau Limun seluas 641 hektar yang dikukuhkan Bupati Sarolangun pada 2015.Sapar selaku Ketua KTH Talun Sakti bilang, kepayang menjadi pemersatu dalam konflik sosial karena tambang emas ilegal. Kepayang membangkitkan kembali tradisi dan memori lama, berbondong-bondong mengolah kepayang bersama-sama.Saat pengolahan ini, silaturahmi kembali terjalin. Benang-benang persaudaraan yang putus karena beda kepentingan dalam mencari penghidupan, disambung kembali dengan adat dan tradisi beratus tahun sebelum tambang emas merajalela.“Ada saudara berkelahi semaka adik beradik. Mamak (paman) dengan kemenakan (keponakan). Bahkan ada anak bebala (bermusuhan) dengan orang tua sendiri karena berebut emas,” katanya" "Kepayang, Peredam Tambang Emas Ilegal di Desa Raden Anom","Minyak kepayang mulai produksi sejak lama namun Sapar dan anggota KTH Talun Sakti belum bisa bicara keuntungan. Dia bilang, kepayang ini menyambung tali silaturahmi yang porak-poranda karena emas.“Pasca penolakan, kami terbagi dua. Ada yang setuju peti (pertambangan emas tanpa izin) ada yang menolak. Kepayang ini yang menyatukan. Ada kegiatan pengolahan minyak kepayang menyambung kembali putusnya tali persaudaraan.”KTH Talun Sakti mulai produksi minyak kepayang secara serius pada 2019. Saat beberapa desa dan KTH mulai kendor bikin minyak kepayang, Talun Sakti mampu mempertahankan produktivitas minyak kepayang berkisar 30-50 kilogram per tahun.  Data KPH Limau menunjukkan, KTH Talun sakti tetap menjual minyak kepayang walau tiga tahun terakhir yang produksi hanya dua KTH. Penurunan ini juga dipicu kepayang tak berbuah.“Ada memang sebagian lokasi tidak berbuah. Kalau di Batang Asai itu beberapa desa tetangga Raden Anom seperti KTH Sungai Bemban. Selama ini, mereka membeli kepayang dari Raden Anom,“ kata Sri Liah Suzanto, Kasi PKPM KPH Limau Sarolangun.Pengembangan potensi hasil hutan bukan kayu di desa-desa yang berdampingan dengan aktivitas pertambangan, katanya, mampu menurunkan riak emas.  Meski tidak bisa disandingkan secara nilai ekonomi, kata Suzanto, kepayang jadi emas hijau dari pembangunan ekonomi berkelanjutan yang harus terus dikembangkan.KPH Limau mengeluhkan saat ini mereka juga terkendala pemasaran. Di awal, mereka sempat mendapatkan permintaan ekspor ke Belanda, Nelakangan tidak lagi karena kondisi pandemi.Persoalan penjualan HHBK yang tidak bisa bersaing dengan hasil kebun yang punya pasar sendiri.  " "Kepayang, Peredam Tambang Emas Ilegal di Desa Raden Anom","Helianti Hilman, pendiri Javara Indonesia, menjual produk khusus HHBK memang perlu cerita untuk mengemas produk. “Kita bukan menjual barang, tapi cerita budaya, cerita hutan dan cerita berkelanjutan dalam produk lokal dari masyarakat adat yang dijual,” katanya Kelas Belajar Ketahanan Pangan dan Perubahan Iklim yang diselenggarakan SIEJ dan Folu beberapa waktu lalu.Kalau hanya berpikir menjual produk, katanya, sulit bersaing dengan hasil perkebunan masif dan pasar tersedia di mana-mana.Selain minyak kepayang, saat ini KPH Limau dan KTH Talun Sakti juga menjajal potensi rebung (bambu muda) untuk jadi keripik.Artoti bilang, kegiatan ini menambah pendapatan keluarga dan bisa selingan selepas ke sawah dan menyadap karet dan bikin minyak kepayang.“Kepayang banyak sudah sangat tua dan tidak produktif, jadi potensi minyak tidak maksimal. Ini jadi kendala kita dalam memanfaatkan minyak kepayang jadi alternatif mata pencaharian lain,” ujar Sapar.Suzanto menyebutkan, pada 2019  mereka melakukan penanaman 500 batang kepayang di lahan empat hektar di 24 KTH di Kecamatan Batangasai dan Limun.“Kami sudah penanaman di beberapa titik, memang kepayang sudah tua sehingga produktibitas rendah. Kita tanam di lahan lain. Itu ada yang di kebun petani, ada di sepanjang sungai. Termasuk Raden Anom prioritas regenerasi yang dilakukan,“ katanya.  Menjaga hutan adat Air Terjun Talun Sakti setinggi 20 meter di kelilingi pohon-pohon besar. Nama air terjun ini kemudian diambil masyarakat Desa Raden Anom untuk menamai hutan adat yang mereka. Hutan Adat Talun Sakti Muaro Seluro, Desa Raden Anom jadi nadi kehidupan bagi masyarakat. Sungai Batang Seluro membelah menuju Sungai Batang Asai bersumber dari air hulu hutan adat.Hutan adat Talun Sakti Muaro Seluro terjaga. Saat lokasi hutan lain terbabat habis untuk tambang emas ilegal, Talun Sakti tak terjamah. Kepayang tumbuh liar di hutan adat ini." "Kepayang, Peredam Tambang Emas Ilegal di Desa Raden Anom","Sapar bilang ada banyak pohon berusia ratusan tahun dalam hutan adat ini termasuk  kepayang.  Lembaga Pengelola Hutan Adat Talun Sakti patroli rutin.  Pada 2015, Talun Sakti Muara Seluro telah dikukuhkan Bupati Sarolangun lewat SK No 289/Bunhut/2015 tentang pengukuhan Hutan Adat Talun Sakti Dusun Muara Seluro Desa Raden Anom.  Survei dan monitoring satwa oleh Perkumpulan Walestra di dalam hutan adat Talun Sakti Muaro Seluro diketahui di sini masih terdapat kekayaan fauna sangat beragam dan langka. Di sini masih ada harımau Sumatera, macan dahan, kucıng emas, beruang madu, burung kukau besar,serta kura–kura hutan (Manouria emys). Di hutan Adat Talun Sakti Muaro Seluro, kura-kura hutan dengan mudah dijumpai. Kura-kura hutan spesies unik dan langka ini oleh IUCN Redlist masuk dalam status terancam punah (endangered).Menjaga hutan adat Talun Sakti dari berbagai ancaman terutama tambang emas, kata Sapar, perlu hasil kebun lain untuk mengganti karet tua yang kurang produktif.“Kami butuh bantuan bibit seperti pinang yang akan ditanam seling dengan tanaman hortikultura. Karet tidak bisa diandalkan lagi.”Sapar bilang, masyarakat bisa melepaskan diri dari kemilau emas, Dusun Muara Seluro, membuktikan itu. “Yang ada tambang juga merasakan bagaimana pahitnya sesudah peti. Duit panas, banyak tidak berkah. Duit siluman kalau kata orang dapatnya sebentar, habisnya juga.”Dia bilang, sebenarnya dengan mengoptimalkan potensi kebun, masyarakat bisa berdaya menolak tambang emas ilegal.“Kalau ada pemberian bibit untuk mengoptimalkan kebun masyarakat. Kami melihat potensi pinang saat ini baik. Beberapa petani sudah menanam pinang sejak dulu, bisa diandalkan dari karet.” ****** [SEP]" "Inisiatif Anas dan Harapan Baru Konservasi Penyu di Pulau Lanjukang","[CLS]  Anas (27) terlihat sumringah sambil menunjuk ke sebuah gundukan pasir yang telah dipagari seng dan kayu, tempat di mana puluhan telur penyu berada. Tak jauh dari tempat itu terdapat wadah gabus berisi puluhan tukik yang sebentar lagi akan rilis ke alam.Anas adalah pemuda dan nelayan di Pulau Lanjukang, Kelurahan Barrang Caddi, Kecamatan Kepulauan Sangkarrang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Ia adalah nelayan penangkap gurita di musim-musim tertentu. Di sela-sela waktunya ia gunakan untuk berjalan di pesisir pantai mencari lubang-lubang di mana penyu bertelur di musim tertentu.Kebiasaan ini baru dilakukan beberapa bulan lalu. Bersama temannya Yusri, ia tergerak melakukannya setelah mendapat penjelasan dari pihak Balai Pengelolaan Sumber daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Makassar dalam sebuah workshop yang diadakan oleh Yayasan Konservasi Laut (YKL) Indonesia melalui program Proteksi Gama.“Saya baru tahu kalau penyu itu penting itu dijaga makanya saya tergerak untuk melindungi,” katanya, Sabtu (1/10/2022) lalu.Penyu-penyu itu sendiri telah lama diketahuinya berada di pesisir pantai. Ia sering melihat warga sekitar mencari telur penyu untuk kebutuhan konsumsi. Tidak hanya untuk pemenuhan kebutuhan pangan, namun telur penyu itu juga diyakini bisa memberi kekuatan bagi vitalis pria jika dikonsumsi.“Kalau di sini sih tak ada yang dijual, hanya untuk dimakan saja. Ini sudah jadi kebiasaan sejak lama.”baca : Pulau Langkai, Surga Penyu yang Terlupakan  Menurut Anas, langkah awal yang dilakukan setelah mengetahui pentingnya menjaga penyu tersebut adalah dengan memagari lokasi bertelur menggunakan kayu dan seng yang ditemukannya di sekitar pantai. Selain sebagai penanda, pemagaran itu juga bertujuan untuk menjaga dari predator lain yang ada di sekitar lokasi." "Inisiatif Anas dan Harapan Baru Konservasi Penyu di Pulau Lanjukang","Setelah tukik menetas ia memindahkan ke tempat penangkaran tukik yang dibuat atas inisiasi sendiri. Setelah besar dilepas ke laut, kadang ditawarkan ke wisatawan yang datang untuk pelepasan dengan harga Rp10 ribu-20 ribu, sehingga ini bisa menjadi tambahan penghasilan.Inisiatif yang dilakukan Anas mendapat perhatian dari YKL Indonesia yang kemudian memberikan perhatian khusus atas inisiatif yang dilakukan oleh Anas karena lahir dari kesadaran nelayan tersebut sendiri dan dilakukan secara mandiri.“Perlu didukung dan mendapatkan pendampingan serta dukungan lainnya. Apalagi penyu yang sering ditemukan adalah penyu sisik dan penyu hijau yang merupakan spesies kunci yang dilindungi. Memang informasi awal yang kami terima bahwa kedua jenis penyu ini memang sering ditemukan di perairan setempat. Di Pulau Lanjukang bisa ditemukan 15-20 lubang, sementara di Pulau Langkai ada sekitar 3-5 lubang penyu,” ungkap Adi Zulkarnaen, fasilitator dari YKL Indonesia.Menurut Zulkarnaen, Pulau Lanjukang sendiri memang sangat ideal untuk perlindungan penyu karena penduduk yang sedikit dan tak begitu padat, sehingga kurang aktivitas warga yang bisa mengganggu lokasi telur. Selain itu pulau ini dikenal sebagai pulau wisata, sehingga ada potensi wisata untuk peralihan tukik ke laut.baca juga : Melepas Tukik di ‘Rumah Tinggal Penyu’ Pulau Kapoposang     Penyu sisik (Eretmochelys imbricata) adalah jenis penyu terancam punah yang tergolong dalam familia Cheloniidae. Penyu ini adalah satu satunya spesies dalam genusnya yang memiliki persebaran di seluruh dunia, dengan dua subspesies terdapat di Atlantik dan Pasifik.Sementara penyu hijau (Chelonia mydas) adalah penyu laut besar yang termasuk dalam keluarga Cheloniidae. Hewan ini adalah satu-satunya spesies dalam golongan Chelonia. Mereka hidup di semua laut tropis dan subtropis, terutama di Samudera Atlantik dan Samudera Pasifik." "Inisiatif Anas dan Harapan Baru Konservasi Penyu di Pulau Lanjukang","Namanya didapat dari lemak berwarna hijau yang terletak di bawah cangkang mereka. Jumlah penyu hijau semakin berkurang karena banyak diburu untuk diambil pelindung tubuhnya berupa karapaks dan plastron sebagai hiasan. Telurnya adalah sumber protein tinggi dan obat, sementara dagingnya sebagai bahan makanan.Sebagai bentuk dukungan atas Anas, YKL Indonesia akan memperkuat inisiasi yang telah dilakukan warga dengan membantu pembentukan dan pengembangan kapasitas kelompok konservasi.“Kami juga akan membantu dalam pengembangan sarana dan prasarana konservasi penyu melalui kerja sama parapihak, seperti BPSPL Makassar, dan pihak-pihak lain. Lalu membantu penyebaran informasi terkait konservasi penyu tersebut sehingga bisa menjadi destinasi wisata baru di Pulau Lanjukang, baik melalui website YKL Indonesia maupun media lain,” jelas Zulkarnaen.baca juga : Perdagangan Liar Penyu Hijau di Sulsel Berhasil Digagalkan  Pengenalan atas Spesies KunciMenurut Zulkarnen, apa yang dilakukan oleh Anas merupakan dampak lain dari program Proteksi Gama yang dilakukan satu setengah tahun terakhir di Pulau Lanjukang dan Langkai. Program yang dijalankan YKL Indonesia sebagai mitra Critical Ecosystem Partnership Fund (CEPF) dan Burung Indonesia ini bertujuan untuk memperkuat pengelolaan perikanan gurita skala kecil berbasis masyarakat di Pulau Langkai dan Pulau Lanjukang.YKL Indonesia sendiri, bekerjasama dengan BPSL Makassar telah melaksanakan training terkait identifikasi spesies prioritas penting pada Maret 2022 lalu, yang diikuti oleh 42 nelayan, termasuk Anas." "Inisiatif Anas dan Harapan Baru Konservasi Penyu di Pulau Lanjukang","“Melalui training ini dilakukan identifikasi spesies prioritas penting di daerah penangkapan gurita sekitar Pulau Langkai dan Lanjukang. Lalu secara bersama-sama direncanakan tindakan prioritas untuk konservasi spesies prioritas penting. Peserta berperan aktif saat diskusi dalam menentukan dan mengidentifikasi jenis biota laut prioritas yang dilindungi di wilayahnya masing-masing.”Dalam training ini peserta diminta untuk menempelkan gambar-gambar biota ke peta yang telah disiapkan. Selanjutnya mereka mengidentifikasi berbagai jenis biota laut dilindungi yang pernah dijumpai di perairan Pulau Langkai dan Lanjukang dan membuat kategori sesuai intensitas kemunculannya.Peserta kemudian membuat kategori untuk diisi informasinya seperti keberadaan/ditemukan (banyak, melimpah, kurang), pihak-pihak mana saja yang sering melakukan penangkapan ikan dilindungi, ancaman terhadap jenis ikan yang dilindungi dan kasus yang pernah terjadi dan bagaimana penegakan hukum/aturan oleh pihak berwenang.“Sebagai hasil training ini, nelayan kemudian mampu menunjukkan beberapa spesies kunci yang ada di sekitar pulau dan bagaimana penanganannya. Seperti misalnya, menjaga telur penyu dari ancaman predator maupun dari manusia agar tidak dikonsumsi, dan ketika telurnya telah menetas, mereka melepaskan tukik ke laut.”baca juga : Ini Dia Relawan Pecinta Penyu dari Sulawesi Utara  Memperkuat PokmaswasSelain pemahaman akan spesies kunci, YKL Indonesia melalui program Proteksi Gama juga memperkuat kelompok masyarakat pengawas (pokmaswas). Tujuannya adalah memperkuat sisi kelembagaan untuk pengawasan pengelolaan perikanan skala kecil, khususnya perikanan gurita.“Dari hasil diskusi yang kami lakukan akhirnya lahir kesepakatan untuk memperkuat peran kelembagaan terkait pengelolaan perikanan gurita skala kecil,” kata Zulkarnaen." "Inisiatif Anas dan Harapan Baru Konservasi Penyu di Pulau Lanjukang","Dari berbagai diskusi yang dilakukan, lanjutnya, memberikan gambaran kepada nelayan dan masyarakat terkait pentingnya kelembagaan dan pengelolaannya Pokmaswas.“Di setiap diskusi juga ada brainstroming terkait pemahaman dan kesadaran kritis mereka terkait kaitan konservasi dengan pengelolaan kelembagaan yang baik dan benar.”Dari kegiatan ini, anggota Pokmaswas secara partisipatif menentukan konsep kelembagaannya dan siapa saja yang terlibat. Mereka kemudian membangun komitmen bersama mengenai aspek kelembagaan yang dapat mendukung pengelolaan perikanan gurita skala kecil di perairan Pulau Langkai dan Lanjukang.“Selama ini mereka menganggap pembentukan lembaga hanya terkait pada bantuan, namun persepsi tersebut berubah dan bergeser menjadi pemahaman kelembagaan yang fokus pada peningkatan kapasitas, membangun jejaring, dan tujuan pengembangan lembaga yang berperan dalam pengelolaan perikanan gurita skala kecil berkelanjutan.”  [SEP]" "Menjaga agar Hutan Pala Papua Tak Tercemar Pupuk Kimia","[CLS]     Sekitar 30 warga Kampung Kufuriyai, Manggera, Warmenu, dan Egerwara, sudah berkerumun di depan Balai Kampung Kufuriyai, Distrik Teluk Arguni Bawah, Kabupaten Kaimana, Papua Barat, sore itu pertengahan Maret lalu. Dengan sigap Yuliance Zanggonau, meminta mereka segera masuk ke dalam balai.Perempuan asli Papua itu terlihat sibuk. Sebagai Community Organizer Yayasan EcoNusa, dia bertanggung jawab berbagai kegiatan yang melibatkan warga. Kali ini, warga akan berlatih membuat pupuk organik dan perbanyakan tanaman pala dengan teknik sambung pucuk.Warga dibagi jadi tiga kelompok. Masing-masing kelompok bersama belajar membuat pupuk alami nitrogen, posphor, dan kalium. Pupuk ini dipilih selain jadi pupuk dasar tanaman, bahan-bahan pun bisa memanfaatkan yang ada di sekeliling tempat warga.Antonius Arfa, pemuda Kampung Warmenu yang memberikan penjelasan mengenai manfaat pupuk NPK bagi tanaman. Dia menjelaskan kegunaan unsur nitrogen, posphor dan kalium bagi tanaman. Warga menyimak sambil duduk bersila di lantai.“Nitrogen berguna untuk pertumbuhan tanaman. Daun jadi lebih hijau dan subur. Unsur Posphor membuat tanaman punya akar kuat. Posphor juga bisa membuat tanaman banyak bunga dan buah,” katanya.“Sementara unsur Kalium berguna meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan penyakit.” Baca juga: Mengenal Pala Papua Demi tanah hutanKegiatan berlanjut ke rumah pupuk Kampung Kufuriyai. Lokasi tak jauh dari balai kampung. Anton menulis di lembar kertas yang disediakan di depan pintu masuk rumah pupuk. Rumah ini sengaja dibangun buat warga untuk memperkenalkan model pertanian berkelanjutan." "Menjaga agar Hutan Pala Papua Tak Tercemar Pupuk Kimia","Menurut Anton, tidaklah sulit menemukan bahan untuk membuat pupuk alami. Bahan dasar pupuk berunsur nitrogen berasal dari tumbuhan kacang-kacangan, unsur posphor dari akar bambu dan pucuk bambu muda. Sedangkan, kalium dari sabut kelapa muda. Ketiganya dicampur air cucian beras, gula, ragi tape, terasi, bila perlu tambahkan bioaktivator.Di dalam rumah pupuk, warga mempraktikkan pembuatan NPK alami. Beberapa warga mencacah tanaman kacang-kacangan menjadi serpihan kecil. Sebagian lain menumbuk rebung dan bonggol pisang. Setelah bahan-bahan itu menjadi halus lalu masukkan ke wadah berisi larutan air cucian beras, gula, dan air kelapa. Selanjutnya wadah tadi ditutup dan biarkan terjadi proses fermentasi.“Setelah seminggu larutan bisa jadi pupuk. Caranya, semprot atau siram ke tanaman. Karena terbuat dari bahan alami pupuk cair ini baik bagi tanaman, manusia, maupun lingkungan.”Di Rumah Pembibitan Kampung Kufuriyai, Alif Uru, pemuda asal Kampung Seraran membagi ilmu cara sambung pucuk tanaman pala. Caranya, pilih pucuk dahan atau ranting pohon pala yang sudah berbuah, lalu potong dengan sayatan membentuk huruf V. Selanjutnya, siapkan bibit pala yang sudah disayat batang bagian tengah. Keduanya lalu disambung dan diikat menggunakan tali plastik. Setelah itu tutup plastik untuk mencegah penguapan berlebih.Yuliance Zanggonau dalam kesempatan berbeda kepada Mongabay mengatakan, antara lain kegiatan EcoNusa di empat kampung (Manggera, Kufuriyai, Warmenu, dan Egerwara) adalah meningkatkan pengembangan pala. Mulai dari cara budidaya sampai pemasaran.“Di situ EcoNusa masuk dengan program membantu masyarakat membuat pupuk organik. Selama ini, masyarakat menanam pala masih dengan cara alami, masih cara menggunakan unsur hara yang tersedia di alam,” kata alumni Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang yang kembali ke Papua untuk mengabdikan diri." "Menjaga agar Hutan Pala Papua Tak Tercemar Pupuk Kimia","Lewat Sekolah Transformasi Sosial yang diikuti perwakilan 12 kampung–yaitu Kampung Manggera, Kufuriyai, Egerwara, Warmenu, Sisir II, Marsi, Mai-mai, Kooy, Yarona, Edor, Guriasa, dan Seraran–, para pemuda dilatih menerapkan teknologi pertanian organik. Ada juga pelatihan pemanfaatan teknologi pengering serbaguna energi surya.“Juga mengembangkan teknik sambung pucuk. Selama ini, masyarakat gunakan bibit dari biji pala. Pertumbuhan dari biji butuh waktu lama, 7-10 tahun. Untuk mempersingkat EcoNusa mendorong dengan sambung pucuk.” Baca juga:   Jaga Mutu Pala Kaimana lewat Sasi Cara ini, katanya, dapat membantu proses pertumbuhan pala lebih cepat dibanding dari biji. Masyarakat, katanya, bisa melihat sendiri perbedaan mana lebih baik dan cepat memberikan buah.Arya Ahsani Takwim, Program Associate Pengelolaan Sumber Daya Alam mengatakan, EcoNusa mendorong, pala di Papua dengan produk organik. Banyak keuntungan kalau tanam pala organik, antara lain harga lebih baik di pasar internasional.Selama ini, katanya, para petani pala mengeluhkan serangan jamur, dan hama penggerek batang. Tanaman pala juga alami rontok daun saat masih kuning atau belum tua.“Berbasis hasil asesmen itu kami pelatihan kepada kader. Ada 24 kader kami latih dari 12 kampung intervensi EcoNusa pada 2021. Kader-kader ini nanti kembali ke kampung melatih masyarakat,” katanya.Dia berharap, warga tak lagi beli pupuk, beli racun dari kota yang berbahan baku kimia. “Misinya ke depan pala organik. Kami latih mereka membuat pupuk dan pestisida dari bahan-bahan lokal, alami yang ada di sekitar.”Saat ini, katanya, pemerintah dorong pengadaan pupuk subsidi. Dia khawatir kalau pupuk masuk kampung akan mengancam lingkungan. Padahal, masyarakat Papua sebelumnya tak mengenal pupuk kimia yang mengandung racun." "Menjaga agar Hutan Pala Papua Tak Tercemar Pupuk Kimia","Sementara pelatihan teknik sambung pucuk pala agar masyarakat memperoleh bibit tanaman unggul yang cepat produksi. Kelemahan bantuan bibit pala selama ini adalah bibit kebanyakan pala jantan hingga tak berbuah.“Kami bilang jangan lagi ada pengadaan bibit pala dari kota.”Kalau bibit dari jauh, ada beberapa risiko, pertama, jauh. Di jalan bibit pala rentan mengalami gangguan. Misal, kena air laut hingga bibit sudah mati sebelum diserahkan. Kedua, biarkan petani yang mengusahakan bibit hingga memperoleh keuntungan ganda dari program bantuan bibit. ***Di Kampung Warmenu, 17 Maret lalu, Esron Furima mengajak istri dan anaknya saat memperlihatkan cara memetik pala. Dia memanjat pohon pala sambil membawa galah bambu gunanya untuk menjangkau biji tua di ujung dahan.Pohon pala di hutan setinggi 10-15 meter. Istrinya menunggu di bawah pohon sambil memunguti biji pala yang dipetik Esron.Dia panen pala sendiri. Satu tempat selesai seminggu. Kalau satu dusun (kebun) bisa sampai satu bulan dan tergantung cuaca. Kalau hujan, pemetikan ditunda. Dia biasa menyelesaikan tahap pemetikan ini dari pukul 7.00-15.00.Biji pala dikumpulkan dan dibelah. Fuli berwarna merah dipisah. Daging buah dtinggal di kebun. Sebenarnya, daging buah pala bisa jadi manisan dan sirup dan lain-lain.Buah pala yang belum tua benar berwarna kuning dengan sedikit bintik hitam, yang sudah tua warna mulai kecoklatan dengan pola bintik lebih kentara.  Kadang buah pala terbelah sendiri hingga biji pala dengan fuli berwarna merah terlihat. Untuk memastikan pala siap petik, petani antara lain memperhatikan buah pala jatuh dan terbelah." "Menjaga agar Hutan Pala Papua Tak Tercemar Pupuk Kimia","Esron bilang, proses pengeringan biji pala dengan menjemur di matahari memakan waktu satu sampai dua minggu. Alternatif lain, dengan teknik pengeringan tradisional Papua yang disebut asar. Selain biji pala, masyarakat juga mengasar kopra, bahkan daging hewan buruan. Caranya, letakkan biji pala di bilah papan atau bambu yang dipanaskan di atas kayu bakar atau bara api.Dalam kajian EcoNusa di Kampung Egerwara yang berpenduduk 30 keluarga ini potensi pala mencapai 42,51 ton per tahun dengan kerapatan tanaman 179 pohon per hektar. Dari pengelolaan dan pemanfaatan pala selama ini, pekebun di Egerwara memperoleh pendapatan rata-rata Rp67,8 juta per tahun.Seperti Esron, sekali panen pada musim terbaik bisa mendapatkan 3-4 karung (karung bekas gula kapasitas 50 kg). Tahun lalu, biji pala kering Rp40.000 per kilogram, fuli kering Rp200.000 per kilogram. Dia bisa mendapatkan Rp2 juta-Rp4 juta per karung. Dampak perubahan iklim?Persoalan petani pala di Arguni Bawah adalah waktu panen tak menentu. Kini, pala tak buah serempak. Akibatnya, dalam satu pohon ada pala sudah tua dan sebagian masih muda.James Furima, mantan Kepala Kampung Egerwara mengatakan, dulu bisa perkirakan panen pala, kini sulit. Dulu, tiap kali panen hasil bagus karena bisa mendapatkan buah pala tua.Dia merasakan perubahan panen itu sekitar empat tahun terakhir. Panen besar pala biasa terjadi pada April, saat musim angin barat dan September saat angin timur. Jumlah panen pada September, banyak dibanding bulan April.“Sudah empat tahun panen buah tak karuan. Ada sudah tua, ada masih muda. Kami hanya menjaga supaya buah tidak jatuh banyak.”Meski pala jatuh kebanyakan sudah tua, namun kualitas rendah karena kerap berlubang dimakan serangga. Buah pala jatuh kebanyakan dibiarkan dan jadi santapan burung kasuari." "Menjaga agar Hutan Pala Papua Tak Tercemar Pupuk Kimia","“Perubahan iklim memukul petani pala Kaimana. Panen jadi tidak tepat waktu. Kalau tepat waktu secara kuantitas panen pasti banyak. Sekarang, panen mereka sedikit-sedikit dan dijual di kota. Akhirnya, lebih banyak biaya transportasi dibandingkan yang mereka dapat ketika pulang,” kata Arya.Selain harga rendah karena petani mencampur biji pala muda dengan yang tua, kandungan jamur aflatoksin juga tinggi. Hal ini karena proses pengeringan belum memperhatikan metode untuk menghasilkan pala kualitas terbaik.Arya berpendapat teknik asar justru mengurangi kualitas pala karena bisa mengubah tekstur biji, dan asap yang keluar mempengaruhi aroma.“Yang benar setelah biji pala dipisahkan kemudian jemur di panas matahari. Kami memperkenalkan rumah pengering, namanya Solar Dome Multiporpuse. Bentuknya seperti kubah untuk menampung panas sinar matahari, sampai 80 derajat celcius.  ******** [SEP]" "Budi Daya Kepiting Bakau, Upaya Mengurangi Penangkapan di Alam","[CLS]  Untuk mengurangi ketergantungan penangkapan kepiting bakau yang berlebihan di alam, salah satu solusi yang perlu dilakukan yaitu dengan melakukan budidaya. Jika tidak diimbangi dengan upaya tersebut, dikhawatirkan ketersediaan hewan yang mempunyai nama latin Scylla serrata menjadi berkurang di alam, bahkan kepunahan yang dihadapi bisa lebih cepat.Sebuah studi memaparkan, pemenuhan permintaan kepiting bakau yang sebagian besar dari tangkapan di alam kurang lebih 61,6%, sementara dari budidaya kurang lebih hanya 38,4%. Hal ini menyebabkan populasi kepiting mengalami penurunan sejak tahun 1990.Untuk itu, budidaya diyakini menjadi salah satu solusi. Meski begitu, secara teknis pelaksanaan dari budidaya kepiting ini masih mengalami berbagai kendala baik itu dari segi pembenihan maupun masa tebar.Supito (54) Kepala Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, menjelaskan masalah umum yang sering dihadapi dalam budidaya kepiting ini adalah pada saat pembenihan.Kendala dalam kegiatan pembenihan yaitu karena masih tingginya tingkat mortalitas larva, terutama pada stadia zoea dan megalopa. Masalah utama yang dihadapi adalah masih rendahnya sintasan larva terutama pada stadia zoea.baca : Setelah 7 Tahun, Kelompok Ini Berhasil Bibitkan Kepiting Bakau  Sejumlah penelitian menyebutkan bahwa tingkat kelangsungan hidup larva kepiting masih rendah terutama di masa stadia zoea sampai dengan megalopa hanya sekitar 18-26%.Adapun penyebab kematian larva kepiting bakau ini karena berbagai faktor seperti molting syndrome atau gagal molting, jamur dan parasit, kanibalisme, morfologi abnormal dan tidak teridentifikasi.“Memang angka kehidupan pembenihan ini tidak bisa 100 persen. Misalnya satu ekor indukan dengan berat 300-500 gram bisa menghasilkan larva sekitar 500 ribu, tingkat keberhasilannya paling 5-10 persen,” kata Supito, Selasa (05/07/2022). Secara Alami" "Budi Daya Kepiting Bakau, Upaya Mengurangi Penangkapan di Alam","Guna mengatasi tingkat kematian larva atau kegagalan dalam pembenihan budidaya kepiting, Supito menyebut pihaknya terus melakukan kajian, salah satunya dengan menambahkan gizi pada pakannya. Umumnya, pakan alami yang diberikan masa pemeliharaan larva kepiting bakau ini berupa rotifera dan artemia.Keduanya memiliki nutrisi yang cukup baik, mengandung asam-asam amino esensial dengan jumlah yang cukup. Sedangkan untuk meningkatkan ketebalan tubuh larva pengkayaan alaminya menggunakan Highly Unsaturated Fatty Acids atau HUFA.Selain itu, probiotik diperlukan untuk agar tidak terserang bakteri. Karena karakter kepiting yang bisa memakan sejenisnya itu, maka saat pemeliharaan stok larva perlu dikurangi dan dilakukan pengelompokan umur larva.baca juga : Tambak Kepiting Ramah Lingkungan di Labuan Bajo Berdayakan Lahan Tidur  Sedangkan untuk pembesaran kepiting bakau ini ada dua metode. Pertama, secara alami yang ditebar di tambak. Kedua, dengan cara terkontrol di crane box atau crab house. Kedua metode itu mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing.Dengan menggunakan crab house atau dikenal rumah susun ini kelebihannya adalah siklus pertumbuhannya bisa lebih terkontrol, mencegah prilaku saling membunuh, pada masing-masing kotak pertumbuhan kepiting lebih maksimal. Selain itu, lebih aman terhadap perubahan alam seperti banjir.“Sambil menunggu perbaikan teknologi, kami juga menyarankan agar di daerah-daerah penangkapan kepiting yang bagus di Indonesia untuk melakukan pembenihan secara alami,” ujar pria yang pernah berdinas di Balai Budidaya Air Payau, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan ini." "Budi Daya Kepiting Bakau, Upaya Mengurangi Penangkapan di Alam","Pembenihan secara alami yang dimaksud tersebut, ketika nelayan atau warga yang mencari kepiting mendapatkan kepiting betina harus dikembalikan lagi ke habitatnya, terlebih dalam kondisi sudah bertelur. Dengan catatan, dalam satu kawasan itu dibuatkan tempat untuk berkembangbiak, tempatnya bisa dengan membuat pagar dari bahan jaring berukuran 10×10 meter. Sedangkan mata jaring sekitar 1,5 inchi.Tujuannya agar hewan bercangkang keras ini tidak bisa keluar dan ditangkap nelayan atau warga yang tidak bertanggung jawab.Disaat pembenihan secara alami ini, kepiting tidak boleh diganggu. Untuk itu, peran masyarakat sangat diperlukan dalam melakukan pengawasan.baca juga : Para Perempuan Pencari Kepiting dari Hutan Mangrove Merauke  Pria kelahiran Magetan ini memperkirakan, jika indukan betina itu dikembalikan di alam dengan estimasi keberhasilan satu persen saja larva yang hidup, maka hasil yang didapat sudah 10 ribu ekor kepiting dewasa yang bisa ditangkap.“Kalau misalnya sekilo bisa isi empat ekor dalam satu persen yang hidup itu bisa menghasilkan kira-kira 2,5 ton kepiting dewasa,” bebernya. Biaya Investasi Bisa DitekanMetode lain dalam budidaya kepiting bakau yaitu dengan menggunakan sistem mina hutan atau dikenal juga istilah silvofishery, yaitu pola agroforestry yang digunakan dalam pelaksanaan program perhutanan sosial di kawasan hutan mangrove.Untuk menambah penghasilan, pembudidaya bisa memelihara komoditas perairan ini disamping juga ada kewajiban dalam memelihara hutan mangrove. Prinsipnya yaitu perlindungan tanaman mangrove dengan memberikan hasil dari sektor perikanan.Triyanto, dkk dalam jurnal Pengembangan silvofishery kepiting bakau (Scylla serrata) dalam pemanfaatan kawasan mangrove di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, memaparkan, dibandingkan dengan teknik budidaya kepiting bakau dalam tambak, budidaya silvofishery di keramba tancap di mangrove ini mempunyai beberapa kelebihan." "Budi Daya Kepiting Bakau, Upaya Mengurangi Penangkapan di Alam","Secara alami kepiting bakau hidup dalam hutan mangrove, sehingga untuk memelihara kepiting bakau ini tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membuka mangrove, tetapi cukup dengan membuat pagar yang mengurung biota yang dipelihara. Dengan begitu biaya investasi bisa ditekan.baca juga : Mengenal Rajungan, Si Kepiting yang Pandai Berenang  Kelebihan lain yaitu hutan mangrove menyediakan kondisi fisik kimia lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan kepiting bakau, sehingga kemampuan dalam bertahan hidup (survival tate) lebih besar dibandingkan jika dipelihara dalam empang atau tambak.Selain itu, sistem kurungan bisa digunakan untuk pemeliharaan sementara bagi kepiting yang rendah mutunya menjadi kepiting yang berkualitas ekspor. Begitu juga dengan lahan kritis di kawasan mangrove, seperti tambak-tambak yang sudah produktif bisa digunakan lagi untuk budidaya silvofishery setelah dilakukan rehabilitasi.“Fungsi ekologis mangrove masih tetap terjaga, karena hutan mangrove tidak ditebang,” tulis Triyanto dalam jurnal terbitan tahun 2012 itu.   [SEP]" "Manusia dan Gajah Hidup Berdampingan Sejak Zaman Megalitikum","[CLS]   Di tengah kebun cabai di Desa Gunung Megang, Jarai, Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan, tampak sebongkah batu besar berdiri kokoh. Batu itu berbentuk manusia dengan mata bulat melotot, dahi menonjol, bibir tebal, dan rahang besar.Tampak jelas, pahatan manusia itu mengenakan helm prajurit, membawa senjata, memakai perhiasan kalung, gelang tangan dan kaki, sembari menunggang gajah dan memegang belalainya.Batu berukir itu adalah Arca Megalitik Pasemah, peninggalan Zaman Megalitikum atau biasa disebut Zaman Batu Besar. Ketika itu, manusia sudah dapat mengembangkan kebudayaan yang terbuat dari batu-batu besar.Kebudayaan ini berkembang dari Zaman Neolitikum [10 ribu tahun Sebelum Masehi] sampai Zaman Perunggu [3,3 ribu tahun Sebelum Masehi]. Apakah manusia dan gajah sudah menjalin interaksi periode tersebut?Baca: Fokus Liputan: Gurat Hitam Tambang Batubara di Wajah Peradaban Megalitikum  Menurut Rr. Triwurjani, peneliti dari Pusat Riset Penelitian Arkeologi Prasejarah dan Sejarah Badan Riset Inovasi Nasional [BRIN], jawabannya adalah benar, bahwa manusia dan gajah memiliki jalinan hubungan yang dekat. Bahkan, gajah mempunyai peran tersendiri bagi kehidupan manusia dan sangat penting, dibanding hewan lainnya.“Terbukti dari penelitian saya pada 64 arca di 24 situs pada empat lokasi, yang tersebar di Pagaralam dan Lahat. Saya menemukan 14 arca bergambar gajah,” kata penulis “Buku Arca-arca Megalitik Pasemah Sumatera Selatan, Kajian Semiotik Barthes” kepada Mongabay Indonesia pada Selasa, 8 November 2022.Angka itu lebih banyak dibanding hewan lain yang muncul di Arca Megalitik Pasemah lainnya, seperti kerbau, babi, dan harimau." "Manusia dan Gajah Hidup Berdampingan Sejak Zaman Megalitikum","Dari sejumlah arca gajah, posisinya ada yang ditemukan di tempat suci di kubur batu. Ini menggambarkan gajah sebagai kendaraan saat kebaktian kepada leluhur dan segala hal yang ada di luar kemampuan manusia. Arca gajah di tempat ini, memiliki makna konotasi bahwa ia adalah sesuatu diluar kemampuan manusia yang mempunyai kekuatan, namun bisa menjalin hubungan.Kesimpulan itu berdasar pada bentuk arca megalitik yang merupakan pengembangan dari bentuk menhir, yang diberi pahatan wajah manusia di bagian atasnya. Menhir adalah batu tegak yang sengaja dibuat sebagai simbol kekuasaan dari pemimpin yang dihormati.Apabila pemimpin tersebut meninggal maka menhir itu sebagai ‘batu peringatan’ hubungan antara yang masih hidup dengan orang yang sudah mati. Dengan demikian, arca menggambarkan bentuk kebaktian kepada leluhur dan hal-hal di luar kemampuan manusia.“Hewan bergading itu bermakna sebuah kekuatan besar diluar manusia yang jika menjalin hubungan akan menjadi dekat dan harmonis,” jelasnya.Baca: Tinggalan Purba dan Legenda Si Pahit Lidah yang Jaga Kawasan Kerinci Seblat  Selain itu, banyak ditemukan arca figur manusia menunggang gajah, manusia mengepit gajah, bahkan memangku gajah.“Menunggang gajah tentu adalah tanda sebagai alat kendaraan. Namun figur manusia mengepit dan memangku tentu adalah ekpresi kasih sayang dan kedekatan yang begitu erat.”Uniknya dari hasil pengamatan Triwurjani, figur manusia bersama gajah selalu memiliki bentuk lebih detil. Arca manusia menunggang gajah umumnya mengenakan cawat, berpakaian lengkap, serta beberapa figur membawa senjata dan nekara seperti pada arca Kota Raya Lembak.Pada arca di situs Gunung Megang dan situs Tegur Wangi juga memakai cawat dan perhiasan anting-anting, sembari membawa pedang." "Manusia dan Gajah Hidup Berdampingan Sejak Zaman Megalitikum","Sementara figur manusia memangku gajah, umumnya menggunakan korset dan ada pula jenis tunik. Namun, ada juga figur tidak berpakaian ketika menunggang gajah seperti di Situs Rindu Hati.“Kedekatan dan keharmonisan hubungan gajah dengan manusia juga terlihat dari arca dengan figur manusia mengendong anak saat menunggang gajah.”Pada gajah yang ditunggangi dan dipangku figur manusia, gambarannya selalu berukuran lebih kecil. Namun, ada pula yang berukuran sama besar, seperti pada salah satu arca dari situs Tinggi Hari III dan Tanjung Telang.Baca juga: Membaca Nilai-nilai Ekologi Peradaban Megalitikum di Bukit Barisan  Bentuk sederhanaArca Megalitik menurut Triwurjani, memiliki ciri khas bentuk sederhana yang menampilkan figur manusia dengan wajah dan tubuh. Bahkan terkadang, memperlihatkan kelamin.Namun, Arca-arca Megalitik Pasemah terkesan lebih detail, berbeda dengan Arca Megalitik yang ditemukan di Nusantara lainnya seperti di Situs Posso, Sulawesi Tengah, dan Situs Cikapundung, Sukabumi, Ciamis, Jawa Barat.Arca Megalitik Pasemah menggambarkan suatu figur manusia yang memperlihatkan kepala, badan, kaki, meskipun ukurannya melebihi manusia normal. Bahkan juga, ada figur bersama hewan dan manusia lain dengan ukuran lebih kecil.“Arca-arca Megalitik Pasemah ciri khasnya mempunyai mimik menyeramkan. Wajahnya digambarkan mempunyai mata melotot, dahi besar, bibir tebal dan tertutup, telinga lebar, dan hidung besar,” tutur Triwiujani.Arca Megalitik Pasemah ditemukan di dataran Tinggi Pasemah di lereng Gunung Dempo [± 3.159 mdpl] seluas ± 80 km persegi, meliputi Kabupaten Lahat dan Kota Pagar Alam, Sumatera Selatan.Kebudayaan Megalitik ini, penyebarannya melalui dua gelombang, yaitu Megalitik Tua pada Zaman Neolitikum [2500-1500 SM] dibawa pendukung Kebudayaan Kapak Seberang [Proto Melayu], dan Megalitik pada Zaman Perunggu [1000-100 SM] yang dibawa pendukung Kebudayaan Dongson [Deutro Melayu]." "Manusia dan Gajah Hidup Berdampingan Sejak Zaman Megalitikum","Penyebaran dua gelombang ini, dibuktikan dengan adanya penemuan bangunan batu besar seperti dolmen, kubur batu, menhir, hingga arca.“Arca Megalitik Pasemah menjadi benang merah bagaimana manusia Zaman Batu memiliki hubungan yang harmonis, bersahabat dengan hewan seperti gajah,” tutur Triwurjani.  Lagenda Si Pahit Lidah  Sulman Effendi, tokoh Suku Besemah, warga Desa Gunung Megang yang diamanatkan sebagai juru jaga Situs Gunung Megang menjelaskan, pengetahuan lokal masyarakat Besemah meyakini mitos dari cerita Si Pahit Lidah atau Serunting Sakti sebagai awal munculnya peninggalan Megalitik tersebut.Serunting Sakti diyakini leluhur mereka, yang memiliki kesaktian pada lidahnya. Apapun perbuatan salah dan melanggar aturan yang terlihat olehnya, akan diingatkan untuk berbuat benar.“Jika tetap bersikeras dalam perbuatan salah, Serunting Sakti akan mengutuk orang tersebut menjadi batu,” jelas Sulman kepada Mongabay Indonesia pada Selasa, 21 Juni 2022.Di kalangan masyarakat Besemah, kisah Si Pahit Lidah memiliki orientasi cerita yang dipengaruhi latar tinggalan Megalitik di daerah mereka. Terkait kutukan misalnya, di Situs Tanjung Telang ada Arca Batu Puteri.Arca itu diyakini seorang puteri yang dikutuk menjadi batu karena tidak mendengar nasihat Si Pahit Lidah agar tidak menjemur padi di tengah kampung. Sang puteri begitu lama menjemur padi hingga menjelang magrib.“Kepopuleran kisah Si Pahit Lidah masih kuat hingga sekarang. Cerita lagenda ini biasanya disampaikan secara tutur turun-temurun setiap generasi.”  Menurut Sulman, kisah berlatar Megalitik itu menjadi pembelajaran moral dari orangtua ke anaknya. Misal, kisah Batu Puteri yang sebenarnya nasihat supaya anak puteri jangan menjemur padi di tengah kampung, sebab nantinya mengganggu aktivitas orang kampung. Juga, anak gadis jangan di luar rumah hingga menjelang magrib [sore], apapun alasannya." "Manusia dan Gajah Hidup Berdampingan Sejak Zaman Megalitikum","Sulman tak menampik, bila kisah legenda masyarakat itu berbeda secara ilmiah dalam memahami peninggalan Zaman Megalitikum. Meski demikian, dia berharap masyarakat Besemah tetap mempertahankan cerita tersebut.“Disini letak kebijaksanaan peneliti, guru, orangtua, hingga pemerintah diutamakan. Mereka harus menyampaikan informasi bahwa batu-batu itu merupakan peninggalan Zaman Megalitikum, dengan tetap mempertahankan nilai moral melalui kisah-kisah di masyarakat.”Sulman juga mengingatkan, kunci terjaganya situs-situs peninggalan Zaman Batu karena masyakat Besemah mengganggap batu tersebut keramat.“Masyakat Besemah sangat kuat menjaga adat. Kepercayaan masyakat terkait kisah Si Pahit Lidah menjadi faktor penting terawatnya peninggalan bersejarah tersebut hingga sekarang,” paparnya.  [SEP]" "Auriga Bedah Data Kebun Sawit, Hasilnya?","[CLS]     Yayasan Auriga Nusantara menghitung perkembangan data kebun sawit Indonesia sampai 2020, sekaligus membedah sumber lahan yang jadi kebun itu. Dari sana terlihat, mana sawit hasil dari mengubah hutan atau terjadi deforetasi maupun bukan.Berdasarkan pemetaan dan menggunakan citra satelit luas tutupan sawit nasional pada 2020 mencapai 16,52 juta hektar. Dari angka itu, 58% di Sumatera, 37% di Kalimantan, 3% di Sulawesi, dan 1,7% Papua. Sisanya, kebun sawit ada di Pulau Jawa, Bali Nusa dan Maluku. Secara umum, sekitar 95% tutupan sawit nasional di Sumatera dan Kalimantan.Yayasan Auriga Nusantara, melakukan perbaikan data sawit 2020 dengan pengecekan dalam lingkup nasional untuk melihat kebun sawit yang belum terpetakan pada 2019. Auriga gunakan citra satelit dengan resolusi lebih tinggi. Ini untuk melihat apakah ada kebun sawit belum ditetapkan pada 2019.Dedi P Sukmara Direktur Informasi dan Data Yayasan Auriga Nusantara, mengatakan, dari hasil pemetaan, dibandingkan dengan luas tutupan sawit di Indonesia dari sumber Dirjen Perkebunan 2020, Kementerian Pertanian 2019 dan data Auriga 2019.“Untuk tutupan sawit Kementerian Pertanian 16,3 juta hektar [2010] ini tentu berbeda karena dari tahun saja sudah berbeda. Auriga gunakan data terbaru 2020, Kementerian Pertanian data 2019. Data Auriga 2019, tutupan sawit Indonesia 16,23 juta hektar, ” katanya dalam diskusi daring baru-baru ini.Tutupan sawit Auriga ini, katanya, tak memasukkan penanaman kembali atau pembersihan lahan 2019. Auriga juga tak mengurangi tutupan sawit 2019 yang saat ini sedang penanaman kembali.Auriga mendukung pengelolaan data sawit dan tak mempermasalahkan perbedaan data serta bukan harus dipertentangkan. Justru, katanya, bisa jadi kekayaan pengetahuan yang memang terus berkembang dan harus mengadaptasi.Namun, kata Dedi, perkembangan izin kebun sawit di Indonesia harus dibarengi tata kelola yang baik atau tata kelola sawit keberlanjutan.  " "Auriga Bedah Data Kebun Sawit, Hasilnya?","Selanjutnya, perlu diatur mekanisme keterlibatan partisipasi publik dalam mengeluarkan data sawit. Tentu, katanya, dengan aturan dan mekanisme ketat.Untuk data yang baik, katanya, harus transparan dan membuka ruang publik ikut serta. Ruang-ruang ini perlu tetapi tetap harus ditentukan standar seperti apa.Mengenai pengembangan dan metode pendataan dan pemetaan sawit di Indonesia, katanya, dengan data spasial dan karburator ini penting karena akan tertinggal kalau bicara hanya data statistik. Juga akan tertinggal pula kalau hanya bicara peta.Informasi dan data ini, kata Dedi harus mendukung kebijakan-kebijakan pengelolaan sawit lebih baik.“Kita memang hanya bicara data tetapi ada perlu satu kanal publik atau satu sistem informasi yang terintegrasi. Bukan hanya bicara tutupan sawit, juga informasi tentang perizinan sawit.”Jadi, katanya, ketika bicara tentang sawit rakyat atau korporasi sudah terlihat datanya.Dedi bilang, sudah ada 7,7 juta hektar atau sekitar 48% tutupan sawit di Indonesia sampai tahun 2000 yang sampai saat ini masih eksis. Sisanya, 52% ekspansi dari 2000-2019. Paling tidak terjadi penambahan tutupan sawit dalam dua dekade terakhir seluas 8,4 juta hektar.Kalau melihat perluasan kebun sawit di daerah, katanya, sebelum 2000 ada di Sumatera, setelah 2003-2019 di Kalimantan. Namun, 10 tahun terakhir perkembangan sawit berpindah ke Papua dan Maluku, meskipun tidak semasif Kalimantan saat ini. Lonjakan sawit di Papua, katanya. mencapai empat kali lipat dari tahun 2000.  Kalau tahun 2000, hanya 50.000 hektar, 20 tahun terakhir terjadi lompatan empat kali lipat sekitar 250.000 hektar dan menyumbang sekitar 80% tutupan sawit eksis di Papua. Begitu juga Maluku, 96% sawit berkembang dalam dua dekade terakhir.“Dari data ini bisa terlihat pergeseran-pergeseran tren ekspansi sawit dari Sumatera berpindah ke Kalimantan dan berpindah lagi ke Papua dan Maluku, ” kata Dedi." "Auriga Bedah Data Kebun Sawit, Hasilnya?","Kalau melihat dinamika hutan menjadi sawit, katanya, ada 3,1 juta hektar hutan pada 2000 yang berubah jadi perkebunan sawit pada 2019.Berdasarkan peta mereka, hutan alam pada 2000 yang jadi sawit atau terjadi deforestasi langsung sampai 2019 seluas sampai 2,9 juta hektar. Lalu kebun sawit dari hutan tetapi tidak langsung–ada transisi dari komoditas lain–sebesar 158.000 hektar. Kemudian, kebun sawit yang tidak berasal dari deforestasi baik langsung maupun tidak langsung 13,1 juta hektar.Dari data ini, katanya, bisa terlihat mana kebun sawit dari hutan, atau deforestasi langsung dan mana bukan dari hutan. Trend deforestasi dan transparansiSementara itu, Timer Manurung, Ketua Yayasan Auriga Nusantara jabarkan soal deforestasi secara umum, termasuk sawit.“Saat ini, tren deforestasi sedang mengarah ke Indonesia bagian timur. Ini akan mengancam hutan yang seharusnya untuk kawasan konservasi,”katanya.Tren itu juga terlihat pada aplikasi Mapbiomas Indonesia yang dikembangkan Auriga Nusantara. Ia dibangun bersama jejaring masyarakat sipil dalam negeri dan bekerja sama dengan Mapbiomas Brazil dan Woods & Wayside International. Peta ini bisa melihat transisi luas tutupan hutan dan penggunaan lahan dengan lebih akurat.Data yang ditangkap Mapbiomas Indonesia pada 2015-2019 menunjukkan, terjadi peralihan lahan cukup signifikan antara lain hutan jadi tumbuhan non hutan 1,7 juta hektar, sawit 416.277 hektar, dan pertanian lain 2,7 juta hektar.Total deforestasi dalam rentang waktu itu mencapai 5,2 juta hektar.Hariadi Kartodihardjo, Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) mengatakan, korupsi pengelolaan sumber daya alam termasuk bidang kehutanan sudah terinstal ke dalam institusi dan sistem pemerintahan." "Auriga Bedah Data Kebun Sawit, Hasilnya?","Hasil riset 2013 mengenai suap di perusahaan kehutanan masih terjadi hingga sekarang. Konflik lahan dan hutan bertambah meluas, demikian pula tumpang tindih penggunaan hutan dan lahan secara sistematis terus terjadi sampai 77 juta hektar.Ironinya, semua itu berjalan sesuai peraturan dan pedoman kerja, alias tak melanggar hukum.Mengapa terjadi? Menurut Hariadi, karena korupsi dalam tata kelola selain melalui penggunaan instrumen negara (state capture corruption)—misal, melalui penetapan pasal-pasal dalam peraturan-perundangan–, juga pelemahan fungsi-fungsi lembaga negara (institutional corruption). Korupsi ini, katanya, tak lagi hanya dengan barter atau quid pro quo, tetapi melalui regulasi dan prosedur resmi oleh lembaga resmi.Dalam perizinan, korupsi ini, selain mempermudah dan melonggarkan prosedur izin, juga memperlancar izin. Tetapi, katanya, lembaga perizinan tidak mampu mengendalikan izin-izin yang mereka keluarkan di lapangan.State capture corruption ini, katanya, dapat pula berupa internalisasi berbagai jenis peraturan daerah, termasuk mengurangi luas kawasan lindung dalam tata ruang. Juga, memudahkan kelompok usaha tertentu menjalankan bisnis di daerah, maupun penetapan kebijakan yang menguntungkan kelompok tertentu dalam peraturan daerah.“Hal demikian itu berakibat lemahnya penegakan hukum serta pengendalian kerusakan maupun pencemaran lingkungan hidup. Tetapi semua itu sudah berjalan sesuai peraturan-perundangan.”  Lemahnya aspek kelembagaan yang menyuburkan korupsi, Rimawan, pakar ekonomi, Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas Gadjah Mada (UGM) juga aktivis anti korupsi, angkat bicara.Dia katakan, salah satu persyaratan kemajuan negara adalah aspek kelembagaan kuat hingga bisa menjamin perkembangan ekonomi dan memberikan manfaat bagi kesejahteraan rakyat." "Auriga Bedah Data Kebun Sawit, Hasilnya?","Pada negara maju, aspek kelembagaan mengatur tata hubungan antar elemen masyarakat hingga menurunkan aspek korupsi. Akhirnya, potensi negara mencapai tujuan pembangunan ekonomi untuk kesejahteraan rakyat akan berhasil.Dari kajian dan analisis mereka, struktur ekonomi Indonesia sejak Belanda mengambil alih VoC pada 1800 hingga sekarang, masih didominasi ekonomi ekstraktif.Hipotesis kutukan sumber daya alam, katanya, terjadi pada perekonomian Indonesia. Di mana, negara dengan kandungan sumberdaya melimpah cenderung tidak memiliki sistem kelembagaan yang baik hingga pembangunan ekonomi suboptimal dan tertinggal dari negara yang justru tak memiliki sumberdaya alam berlimpah.Menurut laporan jurnal KPK 24 Maret tahun 2020, sektor perkebunan sawit ada potensi pajak tidak dipungut pemerintah sekitar Rp18,13 triliun pada 2016. Potensi pajak tahun itu bisa Rp40 triliun.Salah satu faktor penyebab penerimaan negara rendah, katanya, karena kepatuhan pajak rendah. Kepatuhan wajib pajak (WP) orang pribadi hanya 6,3% dan WP badan 46,3%.Rimawan mengatakan, pandemi COVID-19 menciptakan kontraksi ekonomi di seluruh dunia. Semua negara menerapkan anggaran defisit, kebutuhan mengkompensasi masyarakat karena pandemi naik, namun rasio pajak turun drastis buntut kontraksi ekonomi. Modal finansial, katanya, jadi langka dan akan terus berlaku hingga 5-10 tahun mendatang.Kelangkaan modal dapat diminimalisasi dengan menggerakkan modal sosial. Modal sosial hanya berjalan kalau ada kepercayaan. Kepercayaan muncul dari integritas dan transparansi. “Membangun modal sosial dalam jangka panjang hanya akan berhasil jika integritas dan transparansi konsisten antar waktu.”Ditambah lagi, tuntutan dunia internasional makin tinggi. Dimana keberlanjutan jadi elemen utama dalam ekonomi.Semua sektor akan terdorong menuju ekonomi hijau atau ekonomi biru yang menempatkan dampak lingkungan dan sosial setara dengan dampak ekonomi." "Auriga Bedah Data Kebun Sawit, Hasilnya?","“Inilah momentum perubahan ekonomi Indonesia guna memutus rantai ekonomi ekstraktif menuju ke struktur ekonomi alternatif yang lebih mendukung pembangunan berkelanjutan,” katanya.Jadi, sekarang kembali lagi kepada pemerintah dalam menentukan arah pembangunan Indonesia. Sebagai tuan rumah G20, katanya, komitmen Indonesia sebagai negara yang makin bermartabat.“Tujuan pembangunan berkelanjutan akan makin disorot. Sudah saatnya, rakyat bisa menikmati hasil pembangunan secara adil dan mencapai kesejahteraan yang seharusnya mereka nikmati dari negara yang kaya ini,” kata Rimawan.******Foto utama:  Yayasan Auriga Nusantara gunakan citra satelit dan pemetaan untuk mendapatkan data terbaru luasan kebun sawit di Indonesia pada 2020. Foto: Shutterstock [SEP]" "Ditengah Eksplorasi Penambangan, Peneliti Temukan Spesies Baru di Laut Dalam","[CLS]  Para peneliti dari Natural History Museum (NHM) penasaran mencoba mengungkap keberadaan biota laut belum banyak terungkap. Terutama bagi spesies-spesies yang hidup di laut dalam.Dengan menggunakan kendaraan jarak jauh, mereka mengumpulkan spesimen dari dataran abyssal Zona Clarion-Clipperton di Samudera Paisifik. Saat menjelajahi tepi barat jurang antara Hawaii dan Meksiko, sekitar 5.000 meter di bawah permukaan, tim peneliti mampu menemukan 55 spesimen dari 48 spesies berbeda. Mereka lantas membawa ke permukaan untuk diindetifikasi lebih lanjut.Atas penemuan tersebut, para peneliti memahami DNA dan karakteristik satwa yang sebelumnya hanya dilihat dari visual saja. Hasilnya, mereka menemukan lebih dari 30 spesies berpotensi hidup di dasar laut.Studi yang diterbitkan jurnal Zookeys baru-baru ini, menemukan ada keanekaragaman spesies yang tinggi dari organisme yang lebih besar di laut dalam Samudera Pasifik. Hewan-hewan yang ditemukan termasuk cacing tersegmentasi, invertebrata dari keluarga yang sama dengan kelabang, hewan laut dari keluarga yang sama dengan ubur-ubur, dan berbagai jenis karang.Secara spesifik, 36 spesimen ditemukan pada kedalaman lebih dari 4.800 meter, dua ditemukan di lereng gunung laut pada kedalaman 4.125 meter, dan 17 ditemukan pada kedalaman antara 3.095 dan 3.562 meter.baca : Ekspedisi Laut Dalam Selatan Jawa, Peneliti Temukan Berbagai Spesies Tak Biasa  “Penelitian ini penting tidak hanya karena jumlah spesies yang berpotensi baru ditemukan, tetapi karena spesimen megafauna ini sebelumnya hanya dipelajari dari gambar dasar laut. Tanpa spesimen dan data DNA yang mereka pegang, kini kita tidak dapat mengidentifikasi hewan dengan benar dan memahami berapa banyak spesies berbeda yang ada,” kata Dr. Guadalupe Bribiesca-Contreras, dari Natural History Museum, seperti dikutip dari www.nhm.ac.uk Jumat (12/8/2022)." "Ditengah Eksplorasi Penambangan, Peneliti Temukan Spesies Baru di Laut Dalam","Peneliti lain, Dr. Adrian Glover, yang memimpin kelompok penelitian laut dalam tersebut, terkejut dengan penemuan bahwa hewan berukuran milimeter yang disebut microfauna sangat beragam di daerah yang disebut ‘jurang maut’. Namun, pihaknya tidak pernah benar-benar memiliki banyak informasi tentang hewan yang lebih besar yang dia sebut megafauna karena begitu sedikit sampel yang dikumpulkan.“Studi ini adalah yang pertama menunjukkan bahwa keragaman mungkin sangat tinggi pada kelompok-kelompok ini juga,” ujarnya. Berdampak pada Penambangan Laut Penelitian tentang spesies baru yang hidup di laut dalam sangat penting untuk menguak informasi yang lebih baik tentang efek penambangan laut. Temuan ini berpotensi memiliki implikasi penting bagi penambangan laut dalam, karena saat ini banyak aktivitas eksploitasi mineral diambil dari dasar laut, yang berpotensi mengganggu banyak makhluk.“Sementara penambangan laut dalam adalah masalah lingkungan yang sangat valid. Kami berada dalam situasi yang sangat positif di mana kami telah mampu melakukan banyak penelitian mendasar sementara industri ini tertahan dari eksploitasi skala penuh,” kata Dr. Adrian Glover.baca juga : Makhluk Laut Dalam Aneh Ini Hidup di Bangkai Kapal Endurance di Antartika  Mengapa sulit untuk mengidentifikasi spesies laut dalam?Secara keseluruhan, alat yang disebut Remotely Operated Vehicle (ROV) sudah mengumpulkan bukti dari 48 spesies berbeda, di mana hanya sembilan yang saat ini diketahui oleh sains. Sisanya dengan jumlah 39 mungkin spesies baru, tetapi masih sulit untuk diidentifikasi.Dr. Guadalupe mengira, beberapa spesies yang ditemukan adalah kosmopolitan. Hewan yang hidup di wilayah lautan luas. Tetapi dengan melihat lebih dekat pada DNA mereka, dia menemukan bahwa mereka adalah spesies yang berbeda." "Ditengah Eksplorasi Penambangan, Peneliti Temukan Spesies Baru di Laut Dalam","Katanya, mungkin terbatas pada habitat yang lebih kecil. Mungkin juga belum ada cukup sampel untuk memahami variasi di dalamnya sepenuhnya.Kesulitan lain yang dihadapi para peneliti adalah membandingkan spesimen mereka dengan spesimen sejenis yang merupakan individu yang digunakan untuk mewakili dan mengidentifikasi suatu spesies. Spesimen jenis ini biasanya merupakan yang pertama dari spesies yang pernah ditemukan.“Spesimen laut dalam yang lebih tua sering rusak, karena dikumpulkan dengan metode yang kurang lembut seperti pukat,” jelas Guadalupe.baca juga : Ini Penemuan-penemuan di Laut Dalam Paling Menakjubkan selama 2021  Tantangan lainnya yaitu banyak spesimen yang lebih tua juga dimasukkan langsung ke pengawet formalin, yang membuatnya sulit untuk mengekstrak DNA.Tim peneliti laut dalam NHM ini berharap dapat mengatasi beberapa kesulitan ini dengan membandingkan spesimen ini dengan megafauna yang dikumpulkan dalam perjalanan baru-baru ini, di samping survei citra skala luas yang dipimpin oleh National Oceanography Centre, Inggris.Mereka bermaksud untuk terus menggali informasi hewan-hewan di laut dalam untuk menginformasikan keputusan penting. Salah satunya, membatasi eksplorasi penambangan di laut dalam.  [SEP]" "WALHI Sulsel Minta Tambang Nikel Dihentikan. Ada Apa?","[CLS]  Sejumlah aktivis lingkungan dari Wahana lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulsel menggelar aksi di lokasi bekas tambang nikel PT Prima Utama Lestari (PUL) di Desa Ussu, Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu Timur.Perusahaan tambang ini pernah mendapat sanksi penghentian sementara dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), melalui surat yang ditandatangani Direktur Teknik dan Lingkungan/Kepala Inspektur Tambang RI Lana Saria, 17 Januari 2021.Dalam aksinya, WALHI Sulsel membentangkan spanduk berukuran 10×5 meter bertuliskan “Save South Sulawesi Rain Forest” dan spanduk berukuran 6×2 meter bertuliskan “Stop Tambang Nikel di Sulawesi Selatan”.Muhammad Al Amin, Direktur Eksekutif WALHI Sulsel, mengatakan bahwa aksi tersebut merupakan pesan bagi pemerintah untuk serius melindungi hutan hujan yang ada di Sulsel dan menghentikan aktivitas tambang nikel yang sejauh ini berkontribusi besar terhadap kerusakan hutan hujan di Sulsel.“Hutan hujan di Sulsel terus mengalami kerusakan, terlebih lagi yang ada di Kabupaten Luwu Timur. Aksi yang kami lakukan bersama Yayasan Bumi Sawerigading adalah pesan serius kepada Presiden Jokowi, agar segera bertindak melindungi hutan hujan di Sulsel, dengan menghentikan ekspansi tambang nikel di Kabupaten Luwu Timur,” ungkapnya kepada media, Jumat (21/1/2022).baca : Catatan Akhir Tahun WALHI Region Sulawesi: Industri Nikel Ancam Sulawesi  Berdasarkan hasil monitoring WALHI Sulsel di awal tahun 2022, kerusakan hutan hujan di Sulsel karena tambang nikel terus meluas. Dan menimbulkan pencemaran sungai dan pesisir yang sangat berdampak bagi kehidupan masyarakat sekitar." "WALHI Sulsel Minta Tambang Nikel Dihentikan. Ada Apa?","“Kami melihat kondisi sungai dan laut di Luwu Timur terus tercemar lumpur karena kegiatan tambang nikel, dan akibat dari pencemaran tersebut, ribuan perempuan tidak dapat mengakses air bersih setiap saat. Mereka harus menunggu sungai bersih untuk dapat minum dan mandi. Kami pun berdiskusi langsung dengan nelayan. Bagi nelayan, pencemaran lumpur telah menurunkan hasil tangkap dan pendapatan mereka,” katanya.Amin mengatakan pihaknya tidak akan berhenti mendesak pemerintah untuk menghentikan tambang nikel dan melindungi hutan hujan di Sulawesi Selatan, maupun di Sulawesi.“Untuk saat ini, kami meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mengevaluasi atau bahkan mencabut izin usaha pertambangan PT CLM (Citra Lampia Mandiri). Masyarakat terkhusus perempuan yang menggantungkan hidup di sungai dan laut telah lama menerima dampak pencemaran lumpur akibat tambang nikel mereka,” ungkapnya. Tambang Penyebab Deforestasi TerbesarMenurut Amin, kebutuhan akan lahan yang luas dari industri pertambangan khususnya nikel di Sulawesi harus mengorbankan hutan yang sangat luas, yang berfungsi ekosistem hutan yang sangat besar dan esensial bagi masyarakat.“Aktivitas industri pertambangan nikel seperti halnya dengan aktivitas industri ekstraktif lainnya yang rakus lahan dan berkontribusi menurunkan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Aktivitas pertambangan nikel di Luwu Timur, Sulawesi Selatan dalam satu dekade terakhir mendorong deforestasi yang sangat luas pada wilayah-wilayah yang masuk dalam zona lingkar tambang,” jelasnya.Menurutnya, dalam rentan waktu 2016-2020 perubahan tutupan hutan primer pada wilayah konsesi pertambangan di Luwu Timur telah berkurang sebesar 782,30 hektar. Aktivitas industri pertambangan nikel juga menggerus kawasan hutan lindung yang dijaga dengan ketat oleh masyarakat adat dan lokal, serta UU No.18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan." "WALHI Sulsel Minta Tambang Nikel Dihentikan. Ada Apa?","“Namun, yang terjadi deforestasi akibat penambangan nikel kian meluas dari tahun ke tahun.”baca juga : Ketika Hutan Lindung Sulawesi Tenggara Terbabat jadi Tambang Nikel  Selain itu, melihat perubahan tutupan hutan didominasi oleh pertanian lahan kering di wilayah konsesi menunjukkan kegagalan negara dalam mengelola kawasan hutan, penetapan kawasan hutan sangat jelas berbeda dengan kondisi tutupan hutan di lapangan. Hal ini memicu perambahan wilayah-wilayah dengan fungsi hutan di luar kawasan menjadi semakin masif.“Data tersebut juga menunjukkan bagaimana perusahaan-perusahaan pertambangan tidak mampu menjaga kawasan konsesinya dari laju deforestasi akibat dari penentuan kawasan konsesi sejak awal menimpa wilayah-wilayah masyarakat adat atau komunitas lokal di sekitar kawasan hutan.”Menurut Amin, dalam hal penegakan hukum, penanganan kasus terkait tambang terkadang harus melalui proses yang panjang dan berbelit-belit. Ia memberi contoh kasus yang terjadi pada tahun 2020, dimana 4 orang pimpinan PT. Vale Indonesia, mewakili nama perusahaan diputuskan bersalah oleh Mahkamah Agung.“Putusan MA tersebut melalui proses yang begitu panjang sejak sidang pertama pada tahun 2011. Ini menunjukkan betapa sulitnya negara mengadili pelaku kejahatan lingkungan walau disertai dengan bukti-bukti yang sangat jelas.”Menurut Mustam Arif, Direktur Jurnal Celebes, sektor pertambangan memang berkontribusi besar terhadap deforestasi di Sulsel yang kini mencapai 66.158,64 hektar, yang setara dengan 1,1 hektar per jam. Deforestasi terbesar terjadi pada tahun 2015-2016, mencapai 30.144,92 hektar yang terbesar terjadi di Kabupaten Luwu Timur dan Luwu Utara, masing-masing seluas 18.718,14 Ha dan 4.159,64 Ha. Sementara total luas ekosistem hutan yang telah dibebani izin usaha pertambangan di Luwu Raya mencapai 97.960 Ha." "WALHI Sulsel Minta Tambang Nikel Dihentikan. Ada Apa?","Menurut Mustam, dari 141 IUP yang ada di Sulsel saat ini hampir 50 persen berada di dalam kawasan hutan dan hanya 36 di antaranya yang memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan, menempati kawasan hutan seluas 10.551 hektar. Sementara terdapat 118.273 hektar kawasan yang kemungkinan belum mengantongi izin pinjam kawasan hutan.baca juga : Lumpur Genangi Jalanan, Walhi Sulsel Tuntut Izin Tambang PT. PUL di Luwu Timur Dicabut  Telah Miliki IUPKepala Bidang Mineral dan Batubara (Minerba) Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sulsel, Djemi Abdullah mengatakan nikel menjadi salah sektor yang berkontribusi pada Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) Sulsel di bidang tambang. Dua perusahaan yang aktif adalah PT. Vale dan PT CLM.“Nilainya sekitar Rp200 miliar,” katanya ketika dikonfirmasi, Senin (24/1/2022).Menurutnya, perusahaan-perusahaan tersebut telah memiliki Izin Usaha Penambangan (IUP) sebagai lisensi hukum dalam beraktivitas, dimana IUP ini tidak berdiri sendiri karena disertai dengan sejumlah kewajiban. Salah satunya harus memiliki dokumen Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) jika wilayah konsesi masuk dalam kawasan hutan.Selain itu, perusahaan juga dituntut melakukan reklamasi yang disertai dengan dokumen perencanaan dan dana jaminan reklamasi yang dititipkan ke negara sebagai antisipasi apabila perusahaan tersebut menyalahi kewajibannya.“Jadi, mungkin mereka bisa dikatakan deforestasi karena secara kasat mata ada terlihat kerusakan (hutan), namun itu terjadi karena kegiatan tambang masih berlangsung sehingga belum dilakukan perbaikan. Jadi, nanti selesai tambang, kemudian dilakukan (reklamasi), dan itu sudah ada rencananya berupa dokumen rencana reklamasi.”Selain itu, dalam melakukan aktivitas menambang perusahaan dituntut melakukan upaya-upaya perbaikan lingkungan, salah satunya membangun nursery sebagai tempat pembibitan, persiapan penanaman ketika aktivitas tambang telah berakhir.  [SEP]" "Melihat Uniknya Perayaan Hari Raya Tumbuhan di Bali","[CLS]  Warga Hindu di Bali memiliki banyak sekali ritual pemuliaan alam dan mahluk hidupnya. Namun, filosofi dan maknanya kadang tidak mengikat laku kehidupan sehari-hari. Salah satunya Tumpek Wariga.Tumpek Wariga atau hari raya tanaman merupakan sebuah ritual penghormatan bagi tanaman dan mahluk hidup sekitarnya. Ada juga yang menyebut dengan istilah lain seperti Tumpek Pengatag atau Tumpek Bubuh. Bubuh artinya bubur. Salah satu “menu” dalam sesajen Tumpek Wariga adalah bubur yang bermakna simbol kesuburan, juga pupuk untuk tanaman dan mahluk sekitarnya.Ritual Tumpek Wariga dilakukan setiap enam bulan sekali sesuai penanggalan atau kalender Bali, yang terakhir dilakukan pada 10 Desember 2022 kemarin.Seperti yang dilakukan Ni Wayan Karni, seorang warga Desa Yehembang Kauh, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana. Perempuan tengah baya ini menjunjung wadah besar berisi sesajen di atas kepalanya. Mengenakan pakaian adat, ia bergerak lincah di antara tanah basah dan berlumpur, di tengah kebunnya yang rapat dengan aneka tanaman.Saat Tumpek Wariga, warga akan “berdialog” dengan penghuni hutan atau kebun, dan memohon sesuatu. Secara garis besar, dialognya dalam Bahasa Bali seperti ini : “Kaki nani sarwa tumuwuh. Niki tiang ngaturin bubuh mangde ledang tumbuh subur buin selai lemeng apang mabuah nged, nged, nged.” Artinya, “Seluruh tetua yang menjaga area ini, saya mempersembahkan bubur semoga tanaman tumbuh subur. Sekitar 25 hari lagi semoga hasil panen melimpah.”Harapan ini merujuk atau menandai sebentar lagi, sekitar 25 hari lagi adalah datangnya Hari Raya Galungan. Dilaksanakan secara meriah dengan persembahyangan di rumah dan pura, hampir di seluruh Bali. Jalan-jalan atau bangunan akan berisi penjor, bambu dengan hiasan janur, buah-buahan, dan hasil pertanian lain. Ketika Hari Raya Galungan, warga membutuhkan banyak buah untuk sesajen.baca : Kisah Para Dukun yang Menjaga Hutan Tersisa di Pulau Bangka  " "Melihat Uniknya Perayaan Hari Raya Tumbuhan di Bali","Ni Wayan Karni juga berharap hasil panen lebih baik dibanding dua tahun terakhir karena hasil kurang, demikian juga harga turun. Ia mencontohkan umbi porang kini harganya Rp2.500 per kg, sebelumnya Rp6.000/kg. Pisang juga sangat murah, per biji sekitar Rp500. Selain dampak Pandemi Covid-19, menurutnya karena musim hujan lebih panjang. “Murah dan susah berbuah karena hujan panjang,” keluhnya.Seperti halnya warga lain di Kabupaten Jembrana, Karni berkebun di dalam hutan. Mereka menanam komoditas jangka pendek seperti pisang, vanili, porang. Untuk mencegah perambahan hutan, warga berusaha mengendalikan dengan mengakses sejumlah izin misalnya perhutanan sosial dan hutan desa. Desa kemudian membentuk kelompok tani hutan (KTH), memetakan pemilik kebun dalam hutan, dan menyepakati sejumlah aturan.Karni menyebut warga yang berkebun dalam hutan kini harus mengikuti banyak aturan baru. Salah satunya menanam tanaman umur panjang dan besar untuk menjaga cadangan air dan mengembalikan ekosistem hutan. Terutama tanaman endemik di hutan Yehembang Kauh ini, seperti Pala Bali. Warga dilarang tanam cengkeh dan jenis tanaman lain yang tidak cocok di hutan.Ia mengingat warga ramai-ramai masuk hutan untuk berkebun sekitar tiga dekade lalu. Ia sendiri beralasan upah angkut kelapa sangat murah dan ia tidak memiliki kebun di luar hutan.Tak hanya Karni yang menghaturkan sesajen di tugu alami di pohon waru dan bambu tengah kebunnya. Nampak banyak warga lain yang melakukan hal sama pada Tumpek Wariga. Hutan terasa lebih ramai.menarik dibaca : Tanpa Tanaman Ini Acara Adat di Papua Bisa Batal Digelar  Festival pertama Untuk mengangkat filosofi dan makna Tumpek Wariga ini, komunitas Base Bali menghelat Tumpek Wariga Festival pertama di Hutan Yehembang Kauh, di area yang dikelola Kelompok Tani Hutan Giri Amertha." "Melihat Uniknya Perayaan Hari Raya Tumbuhan di Bali","Komunitas Base Bali didirikan 2004 saat Tumpek Wariga merespon kerusakan lingkungan yang meluas di Jembrana. Mereka menyebutnya degradasi ekonomi dan sosial. Pendirinya adalah warga Jembrana yang memiliki pengetahuan tentang kerentanan alam Bali dan bertekad memperbaikinya.Panduannya adalah Dharma Pemaculan, sebuah teks berisi cara bercocok tanam sarana upacara Agama Hindu. Salah satu teksnya menyatakan alangkah bijaknya manusia sebagai pemegang mandat yang kuasa apabila kemajuan di segala bidang diselaraskan kejujuran dan keadilan alam. Westnawa, salah seorang pendiri Base Bali menyebut pengetahuan lingkungan itu sangat sederhana namun tidak disadari.Untuk membumikan konsep Tumpek Wariga ini, dihelat sejumlah kegiatan melibatkan warga luar desa, anak-anak sekolah, dan warga sekitar hutan. Misalnya permaculture design course (PDC), kursus permakultur dengan pendekatan kehidupan sehari-hari, tidak hanya soal cara bertani atau membuat pupuk organik. Para peserta tidak membayar, biasanya PDC berharga mahal. Namun peserta memberikan kontribusi sesuai kapasitasnya masing-masing.Kegiatan lain adalah forest fun run, mengenal hutan areal KTH dan masalah yang dihadapinya. Ketika menelusuri hutan, kita bisa mengamati lansekap hutan lindung yang membentuk lembah-lembah, diselingi daerah aliran sungai. Masih banyak pohon sangat tinggi dengan diameter lebih dari satu meter.Namun ada juga pohon besar yang terlihat mati, masih berdiri, tapi sudah tidak berdaun dan batangnya menghitam. Kemungkinan diracun oleh warga yang dulu merambah hutan membabi buta, agar kebunnya mendapat akses sinar matahari. Hutan-hutan di Bali yang tersebar di Kabupaten Jembrana ini jadi terasa nyata. Inilah kawasan hulu yang menjadi sumber air, pabrik oksigen, penyerap karbon, dan menciptakan keanekaragaman hayati, flora dan fauna.baca juga : Pati Ea, Ritual Adat Syukur Panen dan Pesan Menjaga Alam  " "Melihat Uniknya Perayaan Hari Raya Tumbuhan di Bali","Pipa-pipa distribusi air dari hulu sungai di tengah hutan menuju perkampungan juga terlihat di jalan setapak tanah berlumpur sisa hujan. Ada pipa yang bocor, menyemburkan air bersih dengan kuat karena tekanan air. Restu, salah satu warga yang kerap patroli dalam hutan mengatakan ini adalah distribusi air yang dikelola warga atau Pancimas. Warga membayar iuran pemeliharan sarana prasarana saja.“Kadang airnya minim,” sebut Restu. Ini petanda debit di sumbernya mengecil, cadangan air berkurang. Inilah yang dirisaukan warga. Jika hutan tak cukup menjaga cadangan air, maka krisis air di depan mata. Ia mengatakan warga tidak mengizinkan ada pihak atau perusahaan lain yang mengakses sumber air di kawasan hutan ini.Hutan juga sumber pangan. Ada sejumlah tanaman liar yang bisa dimakan, misalnya pakis yang tumbuh subur di sepanjang jalan setapak tanah. Buah Pala, Kwanitan, dan Genitri adalah pohon-pohon besar yang berusaha dilestarikan.Kwanitan dan Genitri disukai burung Rangkong. Biji buah yang dimakan burung, terfermentasi alami dalam pencernaan, kemudian dikeluarkan dalam bentuk kotoran inilah yang bakal jadi benih baru. Buah pala memiliki banyak kegunaan. Bijinya sebagai rempah, kulit arinya untuk ramuan teh, dan kulit luar diolah jadi manisan.Untuk menggugah isu hutan dan lingkungan ini ke anak, Base Bali membuat sejumlah lomba dan permainan. Misalnya lomba melukis di atas daun kering dan permainan tradisional dari legenda pendongeng gaek Bali, Made Taro.Semua kegiatan dipusatkan di kawasan Hutan Belajar KTH Giri Amertha. Komang Darmawan Kepala Desa Yehembang Kauh mengatakan pihaknya berkomitmen melestarikan ekosistem hutan dari hulu ke hilir.baca juga : Pemimpin Adat dan Agama Harus Mencari Solusi atas Masalah Lingkungan  " "Melihat Uniknya Perayaan Hari Raya Tumbuhan di Bali","Untuk menambah satwa, desa baru melepaskan 19 jenis burung hasil sitaan negara lebih dari 2000 ekor. Ada juga penangkaran burung endemik Jalak Bali. Rencana berikut adalah penangkaran kijang atau rusa endemik hutan yang makin menghilang. Ia ingin berharap semua anak mengenali hutan sekitar mereka yang harus dijaga. “Hutan jangan hanya dirusak, juga dirawat,” ajaknya.Menurut data KPH Bali Barat, luasan hutang lindung di Jembrana adalah 37.182,13 hektare. Diantaranya blok inti seluas 21.000 hektare lebih, blok khusus dan blok pemanfaatan atau yang dikelola desa lebih dari 12.000 hektare. Berikutnya blok pemanfaatan hutan produksi sekitar 3.110 hektare.Pada Oktober 2022 lalu, bencana banjir kembali melanda kabupaten dengan luas hutan terluas di Bali ini. Sekitar 4000 rumah rusak, di antaranya puluhan rumah terkubur lumpur dan kayu-kayu gelondongan dari hulu sungai. (***)  [SEP]" "Populasi Menyusut, Penguin Afrika Bisa Punah Beberapa Dekade Lagi","[CLS]  Populasi penguin Afrika (Spheniscus demersus) menurun drastis selama satu abad terakhir. Para ahli mengatakan mereka bisa punah dalam beberapa dekade mendatang, karena kini hanya 2% populasi yang tersisa dari 98% populasi di awal abad ke-20. Setali dengan itu kualitas lingkungan global menurun hingga tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya sehingga mengancam kehidupan.Penguin Afrika adalah penguin tropis. Hewan ini bisa tumbuh mencapai 20 centimeter dengan berat antara 4,4 dan 11 pon. Penguin Afrika termasuk paling mungil di antara spesies penguin lainnya. Ciri khasnya yaitu memiliki kelenjar merah muda di atas mata mereka. Kelenjar itu membantu tubuh penguin untuk mengatasi suhu tinggi.Dalam biologicaldiversity, disebutkan bahwa penguin ini memiliki garis hitam dan pola bintik-bintik hitam unik di dadanya. Titik-titik itu berbeda pada tiap penguin, seperti sidik jari pada manusia.Ukuran penguin jantan lebih besar daripada betina. Begitu pula dengan paruh si jantan lebih besar sebagai senjata berburu sekaligus pemikat betina saat masa kawin tiba.Di musim berbiak, penguin Afrika biasanya ditemukan dalam jarak 40 kilometer dari pantai. Mereka bergerombol datang ke darat lalu berpencar ke berbagai pesisir untuk beristirahat. Jika selepas mencari makan, bulu mereka terlihat dilapisi lapisan lilin yang membuatnya tidak basah kuyup.Meski lihai dalam berburu, tapi mereka adalah hewan setia. Sebab penguin Afrika merupakan hewan monogami, hanya memiliki satu pasangan selama hidupnya.baca : Setan Ini Memusnahkan Populasi Penguin di Sebuah Pulau di Australia  Penguin berkembang bertelur di antara daratan Hollams Bird Island, Namibia ke Bird Island, hingga Algoa Bay, Afrika Selatan. Di alam liar, umur mereka rata-rata 20 tahun." "Populasi Menyusut, Penguin Afrika Bisa Punah Beberapa Dekade Lagi","Nasib mereka kini berada di tubir kepunahan. Populasi penguin Afrika mengalami penurunan paling cepat pada abad ke 21 terakhir ini. Direktur riset di The South African Coastal Birds Conservation Foundation (SANCCOB), Dr. Katta (Katrin) Ludynia, membenarkan, hal itu. Menurutnya, kali ini penguin Afrika telah turun signifikan di sepanjang wilayah pantai. Dalam catatan, International Union for Conservation of Nature’s (IUCN) mereka terdaftar sebagai hewan terancam punah.“(Dulu) ada jutaan penguin di wilayah Pantai Afrika Selatan pada awal abad ke-20. Namun, data 2021 menunjukkan bahwa kita hanya memiliki 10 ribu pasangan penguin yang tersisa,” ujarnya seperti ditulis africanews, 31 Maret 2022 lalu.Padahal, menurut Dr. Ludynia, ada sekitar 20.000 pasangan penguin pada 20 tahun lalu. Kini, populasi mereka terus menciut. Diduga penyebab utama penurunan populasi penguin Afrika adalah kurangnya ikan di laut. Kata Ludynia, situasi ini disebabkan oleh penangkapan ikan sarden dan ikan teri yang berlebihan. Kehilangan pakan utama berarti awal kematian.Di sisi lain, ikan sarden dan teri jadi industri perikanan yang tengah dikembangkan di Afrika Selatan. Dan penguin Afrika seolah berada diantara dilema antara ekonomi dan konservasi.Ludynia juga mengungkapkan bahwa perubahan iklim, kebocoran bahan bakar, polusi suara bawah laut yang disebabkan padatnya lalu lintas laut menjadi faktor kepunahan lebih cepat bagi penguin tropis itu.baca juga : Hiu, Penyu dan Penguin Sering Berenang Membentuk Lingkaran. Apa Sebabnya?  Jalan tengahDitengah kekhawatiran akan kepunah penguin Afrika, tumbuh gerakan sosial. Diinisiasi Southern African Foundation for the Conservation of Coastal Birds (SANCCOB), yayasan yang berdikasi pada penyelamatan satwa itu menghimpun banyak orang untuk menjadi relawan. Mereka dibina dan diedukasi ragam informasi tentang penguin." "Populasi Menyusut, Penguin Afrika Bisa Punah Beberapa Dekade Lagi","Di bidang konservasi, Yayan SANCCOB juga punya tempat rehabilitasi penguin. Punya tugas menyelamatkan penguin sedianya jika terjerat jaring atau tertangkap perahu nelayan. Lalu mereka akan melepasliarkan kembali ke alam.Manajer rehabilitasi SANCCOB, Romy Klusener mengatakan kegiatan yang mereka kerjakan sudah berlangsung selama beberapa tahun. Sekalipun berat, melalui kegiatan itu mereka punya secuil keyakinan bahwa laju kepunahan bisa diperlambat.Apalagi , Klusener miris melihat telur-telur penguin bersarang di tempat tidak aman. Padahal butuh lubang untuk menyimpan telur. Lubang itu melindungi penguin dari pemangsa dan sinar Matahari.Setelah menetas, anak penguin tetap tinggal di lubang itu sampai usia 3 minggu. Kemudian, anak penguin belajar mencari makan keluar tetapi kembali lagi ke sarang tempatnya ditetaskan.baca juga : Mengenal 10 Burung Terbesar, Tertinggi, dan Sayap Terlebar di Dunia  Bulan Mei hingga Agustus adalah waktu untuk menaruh telur. Biasanya, mereka memilih pasir yang mengandung guano atau pasir yang terakumulasi dengan kotoran burung laut itu digunakan penguin Afrika untuk membangun sarang, bertelur hingga membesarkan anak mereka.Akan tetapi, keberadaan guano dibutuhkan sebagai bahan dasar pupuk sehingga acapkali diambil berskala industri. Akibatnya, penguin dipaksa untuk membangun sarang di tempat terbuka, yang lebih rentan berdampak cuaca dan predator.SANCCOB merekomendasikan, salah satu cara untuk melindungi penguin adalah dengan menempatkan sarang buatan untuk koloni mereka. Sarang ini diberi tutup untuk memberikan perlindungan dari predator dan cuaca ekstrem.Ide serupa juga mendorong Pemerintah Afrika Selatan, sebagai bagian dari Rencana Pengelolaan Keanekaragaman Hayati penguin Afrika, menyoroti perlunya pengembangan desain sarang yang paling cocok untuk pilihan habitat. Sejauh ini belum ada tindaklanjut pembuatan habitat baru untuk penguin." "Populasi Menyusut, Penguin Afrika Bisa Punah Beberapa Dekade Lagi","Peneliti Penguin Afrika, Lauren Waller, tengah merancang sarang buatan dalam berbagai bentuk dan bahan konstruksi di Namibia. Katanya, sarang yang dibuat mesti meniru lubang alami. Beberapa bahan, seperti fiberglass, dinilai cocok menciptakan lingkungan yang kering dan hangat di dalam sarang.baca juga : Dari Luar Angkasa, 1,5 Juta Penguin Adélie Terpantau di Antartika  Sarang buatan dapat meningkatkan keberhasilan pengembangbiakan penguin Afrika. Tetapi harus ditimbang dampak kerugiannya yaitu pertumbuhan ektoparasit yang bisa jadi penyakit bagi penguin. Agaknya, penguin memilih bersarang di atas guano, adalah untuk membunuh parasit secara alami.“Oleh karena itu penting untuk mengetahui jenis dan karakteristik sarang mana yang memiliki ektoparasit paling rentan,” tulis Lauren dalam The Conversation.Sementara laporan 2019 dirilis panel ahli Intergovernmental Science-Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Services (IPBES) di bawah koordinasi Perserikatan Bangsa-Bangsa ini memperingatkan, laju kepunahan ragam hayati telah berdampak terhadap keberlangsungan hidup seluruh makhluk di Bumi, termasuk manusia. Setidaknya, 15.000 hasil kajian ilmiah menjadi dasar laporan ini. Dan barangkali penguin Afrika, salah satunya. Sumber : africanews.com, dailysabah.com, biologicaldiversity.org dan theconversation.com  [SEP]" "Mengapa Izin Pertambangan Emas Masuk Kawasan Lindung di Trenggalek Tak Dicabut?","[CLS]   Masyarakat Kabupaten Trenggalek, terutama warga Desa Karangrejo dan Ngadimulyo, Kecamatan Kampak kembali resah. Perusahaan tambang emas yang mengantongi izin eksploitasi tengah mengincar ruang hidup warga. Padahal, selama ini sebagian besar warga menggantungkan hidup dengan bertani.Tak hanya itu, ekosistem karst yang selama ini mampu memberikan jasa lingkungan untuk ekonomi warga, menyediakan pangan, udara sehat dan sumber air yang jadi tumpuan pasokan air bersih akan hancur serta tercaplok aktivitas tambang.PT Sumber Mineral Nusantara (SMN), merupakan pemegang izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi emas dan mineral pengikut (DMP) berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Timur (Jatim) No P2T/57/15.02/VI/2019 tertanggal 24 Juni 2019.Proyek pertambangan tahap eksplorasi perusahaan ini mulai 28 Desember 2005 berdasarkan Surat Keputusan Bupati Trenggalek Nomor 702/2005 tertanggal 28 Desember 2005 dengan luas wilayah IUP (WIUP) 17.586 hektar.Pada 2007, Pemerintah Kabupaten Trenggalek memberikan perpanjangan kuasa pertambangan dan perluasan wilayah eksplorasi kepada SMN seluas 30.044 hektar.WIUP ini berlaku hingga 2012 setelah Pemkab Trenggalek membuat ketetapan baru dengan keluarnya Keputusan Bupati Trenggalek Nomor 188.45/963/406.004/2012 tentang Perubahan atas Keputusan Bupati Trenggalek Nomor 188.45/715/425.013/2009.Keputusan bupati 3 Desember 2012 itu menyebutkan, “luas areal dalam Diktum Kesatu diubah hingga berbunyi luas areal : 29.969 hektar.”Pada 28 Mei 2013, dibuat ketetapan perubahan kedua atas keputusan Bupati Trenggalek Nomor 188.45.715/425.013/2009 berbunyi “pemegang IUP eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kedua keputusan bupati ini diberikan penggantian waktu yang hilang untuk eksplorasi dan studi kelayakan dalam WIUP selama tiga tahun terhitung mulai 2 November 2013”.Baca juga: Was-was Tambang Emas Rusak Trenggalek [1]" "Mengapa Izin Pertambangan Emas Masuk Kawasan Lindung di Trenggalek Tak Dicabut?","Pada 2014, masyarakat Desa Sumberbening, Kecamatan Dongko aksi penolakan kegiatan SMN. Penolakan paling kencang datang dari warga Dusun Pelem, Krajan dan Mloko.Kesadaran masyarakat terhadap ancaman kerusakan lingkungan kalau ada aktivitas tambang menjadi dasar penolakan. Selain itu, saat pemasangan kabel dan patok penanda lokasi survei SMN, tanpa pemberitahuan kepada masyarakat dan aparat desa.Pada 21 Februari 2014, Bupati Trenggalek Mulyadi, membuat Surat Bupati Trenggalek Nomor 545/172/406.027/2014 soal penghentian sementara rencana pengeboran SMN.  Setelah perizinan beralih ke provinsiDalam dokumen, pada 8 September 2015 direktur SMN bersurat kepada Badan Penanaman Modal P2T Jawa Timur untuk permohonan rekomendasi teknis penambahan jangka waktu IUP eksplorasi perusahaan. Hal ini dilakukan karena pengalihan kewenangan dari bupati ke gubernur.Surat itu direspon dengan keluarnya Keputusan Gubernur Jatim Nomor P2T/70/15.01.III/2016 tentang perubahan jangka waktu izin usaha pertambangan (IUP) eksplorasi atas nama SMN, tertanggal 22 Maret 2016 dan berlaku mulai 22 Maret 2016–2 November 2018 seluas 29.969 hektar.Keputusan itu dibuat setelah ada rekomendasi teknis Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Timur dengan dokumen bernomer 545/605/119.2/2016 tertanggal 29 Februari 2016.Dalam proses peralihan kewenangan perizinan itu, Bupati Trengalek, Emil Elestianto Dardak menerbitkan lagi izin lingkungan eksplorasi emas DMP untuk SMN melalui Keputusan Bupati Nomor: 188.45/519/406.004/2016 tertanggal 29 Agustus 2016. Pada 10 hari sebelumnya, bertempat di Gedung Bhawarasa, bupati bersama perusahaan menyosialisasikan perihal izin lingkungan eksplorasi potensi emas di Trenggalek itu." "Mengapa Izin Pertambangan Emas Masuk Kawasan Lindung di Trenggalek Tak Dicabut?","Sebagaimana yang dikutip dari situs prokopim.trenggalekkab.go.id, bupati mengatakan “terus terang sebenarnya acara ini adalah inisiatif kami, karena selama ini masyarakat bila mendengar yang namanya tambang itu biasanya alergi…. sehingga saya tidak akan nyusahin ataupun ribetin, tetapi pastikan masyarakat mendukung dengan lakukan pendekatan.” Baca juga: Presiden Cabut Izin Jutaan Hektar, Saatnya Kembali ke Rakyat dan Pulihkan Lingkungan ***Bertempat di Hotel Elmi Surabaya pada 14 November 2017, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Jawa Timur mengadakan pembahasan studi kelayakan IUP eksplorasi SMN serelah perusahaan menyampaian laporan studi kelayakan IUP eksplorasi dengan nomer surat 178/07/SMN/TRG/GSF/2017 tertanggal 17 Juli 2017.Selanjutnya, melalui surat bernomer 185/12/SMN/TRG/GSF/2017 tertanggal 5 Desember 2017, perusahaan mengajukan permohonan persetujuan atas laporan studi kelayakan dan kegiatan eksplorasi SMN.Secara berturut-turut pada tanggal sama, 31 Agustus 2018, Dinas ESDM mengeluarkan persetujuan dokumen laporan eksplorasi, persetujuan dokumen studi kelayakan dan persetujuan dokumen rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB).Kemudian, pada 5 September 2018, keluar dua persetujuan yaitu, persetujuan dokumen rencana reklamasi dan dokumen rencana pasca tambang. Baca juga: Bupati Trenggalek Siap Pasang Badan Tolak Tambang Emas Proses peningkatan statusProses itu berlanjut hingga Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jatim mengeluarkan rekomendasi analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) atas nama SMN. Ia tertuang dalam dokumen 660/511/111.2/2018 perihal Penetapan Kelayakan Lingkungan Hidup Studi Amdal Tambang Emas DMP di Kabupaten Trenggalek tertanggal 19 September 2018.Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Jatim atas nama gubernur juga menerbitkan Keputusan Gubernur Jatim Nomor P2T/34/17.05/01/IX/2018 tentang Izin Lingkungan pada 28 September 2018." "Mengapa Izin Pertambangan Emas Masuk Kawasan Lindung di Trenggalek Tak Dicabut?","Pada 21 Juni 2019, Dinas ESDM Jatim mengeluarkan rekomendasi teknis IUP operasi produksi atas nama SMN sebagai tindak lanjut dari surat Dinas PMPTSP 11 Oktober 2018 tentang permohonan rekomendasi teknis IUP operasi produksi.Kemudian pada 24 Juni 2019, Dinas PMPTSP atas nama Gubernur Jawa Timur mengeluarkan IUP operasi produksi dengan Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor P2T/57/15.02/VI/2019 tentang IUP Operasi Produksi.Dalam lampiran Peraturan Gubernur (Pergub) Jatim Nomor 40/2016 disebutkan, syarat teknis pengurusan IUP operasi produksi baru antara lain, salinan persetujuan WIUP dilengkapi peta dan koordinat serta salinan IUP eksplorasi.Selanjutnya, peta dan koordinat permohonan WIUP operasi produksi yang terkoreksi sesuai hasil eksplorasi dan penguasaan atas tanah. Penguasaan atas tanah dibuktikan dengan melampirkan bukti kepemilikan tanah atau kesepakatan dan perjanjian hak atas tanah untuk lahan masyarakat.Dalam dokumen studi amdal kegiatan pertambangan emas DMP oleh SMN di Kabupaten Trenggalek 2018, disebutkan mereka baru akan mengajukan WIUP operasi produksi  seluas 12.833,57 hektar. Luas pengajuan itu meliputi sembilan prospek yaitu Sentul-Buluroto, Singgahan, Jerambah, Torongan, Ngerdani, Bogoran,Timahan, Sumberbening dan Dalangturu.Berdasarkan studi kelayakan, prospek pertama dilakukan penambangan adalah pada wilayah prospek Sentul-Buluroto yang teridentifikasi beberapa tubuh bijih, antara lain, Buluroto Selatan, Sentul Barat dan Sentul Timur. Untuk wilayah lain akan eksplorasi lanjutan.Ada beberapa hal yang jadi catatan penting dari proses keluarnya IUP operasi produksi SMN ini.Saat eksplorasi WIUP SMN mengalami perubahan, bermula sejak 2005 seluas 17.586 hektar, tahun 2007 seluas 30.044 hektar dan pada 2012 jadi 29.969 hektar yang berakhir pada 2 November 2018." "Mengapa Izin Pertambangan Emas Masuk Kawasan Lindung di Trenggalek Tak Dicabut?","Lokasi IUP eksplorasi yang terakhir ini secara administrasi mencakup sembilan wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Tugu, Karangan, Suruh, Pule, Gandusari, Dongko, Kampak, Munjungan, dan Watulimo.Pada PP No 22/2010 Pasal 22 disebutkan, untuk penetapan WIUP harus memenuhi kriteria antara lain, kaidah konservasi, daya dukung lingkungan dan tingkat kepadatan penduduk.Dari hasil overlay IUP operasi produksi perusahaan seluas 12.833,57 hektar dalam studi amdal 2018 dengan rencana pola ruang Peraturan Daerah Kabupaten Trenggalek Nomor 15/2012 menunjukkan, terdapat tumpang tindih pada kawasan lindung berupa hutan lindung seluas 2.779 hektar. Kemudian, kawasan lindung karst 1.000 hektar, kawasan rawan longsor 209 hektar, sempadan mata air 91 hektar, sempadan sungai 33 hektar, dan sempadan embung 24 hektar.Ketentuan umum pengaturan zonasi (KUPZ) berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Trenggalek Nomor 15/2012 Pasal 84, menetapkan beberapa hal. Pertama, soal KUPZ kawasan hutan lindung, kedua,KUPZ kawasan lindung karst dan ketiga, KUPZ kawasan rawan longsor.Berdasar ketentuan itu, diketahui kegiatan yang akan dilakukan SMN ini berada pada kawasan yang berhubungan dengan aspek pelestarian lingkungan hidup pada kawasan pengendalian ketat. Ia sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 80/2014 tentang Pemanfaatan Ruang pada Kawasan Pengendalian Ketat Skala Regional di Jawa Timur.Karena itu, tambang SMN wajib mengurus izin pemanfaatan ruang sebagai syarat pengajuan IUP.Dari informasi yang didapat dalam rapat koordinasi permohonan izin pemanfaatan ruang yang dihadiri antara lain Bappedalitbang dan Dinas PUPR Trenggalek di Kantor UPT Pelayanan Perizinan Terpadu (P2T), 14 Mei 2018, disepakati agar SMN memperbaiki atau revisi permohonan izin pemanfaatan ruang sesuai persyaratan yang berlaku." "Mengapa Izin Pertambangan Emas Masuk Kawasan Lindung di Trenggalek Tak Dicabut?","Permohonan izin pemanfaatan ruang harus mengajukan permohonan informasi tata ruang berdasarkan RTRW Kabupaten Trenggalek dan harus memenuhi pertimbangan teknis lain.Sampai terbit IUP operasi produksi belum ada permohonan informasi kesesuaian tata ruang kepada Pemerintah Kabupaten Trenggalek sebagaimana hasil kesepakatan dalam rapat itu.Kalau peraturan dan kesepakatan dengan para pemangku kepentingan saja dikangkangi, bagaimana bisa IUP operasi produksi itu tetap lolos, sementara persyaratan teknis pengurusan WIUP belum terpenuhi.Salah satu contoh lagi adalah izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH), sebagaimana dijelaskan perusahaan dalam dokumen studi amdal bahwa mereka baru akan mengurusnya. Hingga keluar IUP operasi produksi, IPPKH belum mereka dapatkan.Hal ini baru diketahui ketika mereka akan melakukan pertemuan di Hotel Hayam Wuruk Trenggalek pada 25-27 Oktober 2021. Dalam suratnya, Dinas Kehutanan Jawa Timur menyebutkan kegiatan itu menindaklanjuti surat dari SMN nomer 013/EXT/SMN/VII/2021 perihal permohonan pertimbangan teknis persetujuan penggunaan kawasan hutan.Peraturannya, IUP diberikan setelah WIUP. Dalam Pergub Jatim Nomor 40/2016 untuk pengurusan IUP operasi produksi baru, syarat teknis peta dan koordinat permohonan WIUP operasi produksi yang telah terkoreksi sesuai hasil eksplorasi dan penguasaan atas tanah. Penguasaan atas tanah dibuktikan dengan melampirkan bukti kepemilikan tanah atau kesepakatan dan perjanjian hak atas tanah untuk lahan masyarakat.Karena itu jadi janggal dan mustahil, perusahaan akan memiliki penguasaan atas tanah dari sembilan kecamatan yang masuk wilayah IUP operasi produksi sedang didalamnya terdapat begitu banyak masyarakat yang hidup yang jadi penguasa tanah. Lahan yang dikuasai negarapun mereka belum mendapatkan izinnya." "Mengapa Izin Pertambangan Emas Masuk Kawasan Lindung di Trenggalek Tak Dicabut?","Dari begitu banyak kejanggalan pada proses IUP operasi produksi keluar, status clean and clear (CNC) oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral juga patut dipertanyakan.Dalam tayangan live di akun Youtube Sekretariat Presiden pada 6 Januari 2022, Presiden Joko Widodo mengatakan, “izin-izin yang tidak dijalankan, yang tidak produktif, yang dialihkan ke pihak lain serta yang tidak sesuai dengan peruntukan dan peraturan, kita cabut.”Dengan pernyataan itu masyarakat Trenggalek merasa akan mendapat dukungan dan menduga, surat bupati untuk evaluasi IUP operasi produksi SMN ditanggapi dan termasuk dalam daftar pencabutan.Apalagi, saat sela kegiatan peresmian Bendungan Tugu pada 30 November 2021,  presiden juga sempat mencicipi durian lokal unggulan yang merupakan hasil alam daerah ini. Sayangnya, dalam daftar izin yang dicabut, IUP operasi produksi SMN tidak termasuk. Baca juga: Menyoal Izin Tambang Emas di Trenggalek [2]  * Penulis: Mukti Satiti adalah Koordinator Aliansi Rakyat Trenggalek. Tulisan ini merupakan opini penulis. ****** [SEP]" "River Engage, Serunya Survei Sampah dan Herping di Sungai","[CLS]  Sungai jadi tempat menyenangkan untuk mengenal sumber masalah sampah laut dan kenekaragaman hayatinya. Dua kegiatan sederhana namun bermakna adalah belajar survei sampah dan pemantauan herpetofauna (herping) di sungai.Selama dua hari, sebanyak 15 anak muda dari Bali dan luar Bali belajar mengenali sungai, kawasan yang sering tidak dipedulikan terutama di kawasan urban atau perkotaan. Hari pertama dimulai dengan memetakan masalah sampah di Bali dan apa yang sedang dilakukan saat ini untuk mengurangi kebocorannya ke laut.Gede Hendrawan, peneliti sampah laut dan dosen Fakultas Kelautan Universitas Udayana membahas baseline data dari riset sampah Bali Partnership 2019. Sampah yang sudah ditangani hanya 48%, ini sampah yang sudah dikumpulkan dan masuk TPA. “Ini belum baik, karena TPA penuh. Jika hendak tutup TPA, ini akan jadi masalah besar di Bali. Dengan Pergub (Pengelolaan sampah dari sumber) harus dikelola di desa, walau belum cukup pendanaan,” terangnya.Hanya 4% didaur ulang, artinya dikumpulkan dan masuk bank sampah. Volume sampah harian di Bali sebesar 4.200 ton per hari, terbanyak di Kota Denpasar 19% dan Kabupaten Buleleng 14%, dua daerah dengan penduduk terpadat.Artinya ada 52% atau sekitar 2.200 ton/hari yang tidak tertangani. Dari jumlah itu, terbuang ke lingkungan 22%, dibakar 19%, dan masuk ke saluran air 11%. Ada 32 ribu ton per tahun sampah yang berpotensi masuk ke sumber air, laut dan sungai. Jika satu truk sampah isinya 4-6 ton, maka yang bocor ke lingkungan sekitar 8.000 truk.Data dasar ini jadi panduan apakah ada perubahan setelah regulasi? Apakah ada pengurangan sampah plastik? Apakah ada perbaikan untuk mencegah kebocoran? Sementara ada Rencana Aksi Nasional (RAN) mengurangi 70% sampah plastik di laut pada 2025." "River Engage, Serunya Survei Sampah dan Herping di Sungai","Karena itu Mahendra menilai pentingnya survei sampah di lingkungan secara rutin. Masalahnya, belum ada kesepakatan metodelogi di tingkat global. Eropa, Australia memiliki metode sendiri, dan Indonesia mengadopsi beberapa metode. KLHK sudah mengeluarkan metode survei terutama di pesisir. “Metode standar diperlukan untuk membandingkan hasil di sejumlah lokasi dan negara. Termasuk baku mutu,” tambahnya.baca : Riset: Jenis Sampah Di Pesisir Jadi Potret Kondisi Daratan  Setelah mengetahui masalah besarnya, para peserta kegiatan River Engage menuju sungai Tukad Ayung pada 2-3 April 2022 untuk mempraktikkan survei sampah yang menggunakan transek plot dan observasi herpetofauna. Puspita Insan Kamil, salah satu National Geographic Explorer yang jadi fasilitator menyebut metode survei sampah yang dipilih sesuai prinsip citizen science yang murah dan sederhana, diadopsi dari NOAA Marine Debris Shoreline Survey Field Guide.Ia mengingatkan perbedaan survei di pantai dan sungai, karena ada perbedaan kontur dan kondisi lapangan. Puspita menekankan keamanan dan keselamatan, peralatan, kesiapan tim, dan keadaan sosial di sekitar sungai. Warga sekitar sungai bisa saja memiliki perlakuan khusus seperti jadi kawasan sakral atau terikat tradisi tertentu. Survei sampah di sungai juga harus mewaspadai dengan satwa sungai yang bisa bersembunyi di daun, pohon, dalam air, dan semak.Sebelum survei, juga harus menentukan titik survei. Ada tiga area sungai yakni zona source (hulu), transisi, dan floodplain (hilir). Survei kali ini akan dihelat di bagian hilir yang berada di tengah pemukiman kota Denpasar. Profil sungai Tukad Ayung adalah memiliki sudut kemiringan 0-2000 mdp, daerah aliran sungai (watershed) hulu luasnya sekitar 18.000 ha, zona transisi 7.500 ha, dan hilir 2.800 ha." "River Engage, Serunya Survei Sampah dan Herping di Sungai","Ketika tiba di lokasi survei, cuaca panas bisa diredam dengan kerindangan pohon di sempadan sungai. Karena baru usai hujan pada malam hari, aliran air cukup deras dan menyisakan sedikit sempadan. Tim River Engage memilih area dengan cukup sempadan untuk membuat transek plot. Area yang bisa diplot dengan menarik meteran ke arah panjang dan lebar sungai sekitar 16 x 5 meter.Nah, di kawasan inilah, survei sampah dilakukan sangat intens dengan memungut semua sampah anorganik termasuk remahannya. Karena itu, pemungut sampah diminta jalan zig-zag dan bolak-balik 5 kali untuk memastikan tak ada sampah yang masih terlihat mata, kecuali tertanam di bawah tanah. Pemungut sampah memulai dari ujung berlawanan, lalu bertemu di tengah.baca juga : Sampah di Laut Dampak Kegagalan Penanganan di Darat  Shifa, mahasiswa semester 4 Fakultas Pariwisata Universitas Udayana memungut sampah dengan tekun. Ia mempelajari sampah karena tertarik dengan isu pesisir. “Hal baru dan menarik yang saya dapatkan adalah ilmu tentang penelitian sampah itu sendiri. bagi saya yang dulunya hanya ikut clean up tanpa mengetahui jumlah sampah dan sampah apa saja, sekarang jadi mengerti. Saya juga memahami tentang persebaran sampah, bagaimana sampah yang dibuang sembarangan di jalan bisa berakhir ke sungai,” urainya.Hasilnya adalah 4 karung sampah berjumlah 610 potong, jumlah ini lebih banyak dibanding survei yang pernah dilakukan Puspita sebelumnya di salah satu titik zona hilir Sungai Brantas, Jawa Timur. Saat dipilah, sampah ini dikelompokkan sesuai panduan metode yang diadopsi. Setidaknya ada 7 kelompok yakni fragmen plastik, besi, kertas, karet, gelas, dan kain. Semua kelompok didetailnya sesuai jenisnya misal di kelompok fragmen plastik ada kantong, kemasan makanan, botol, dan lainnya. Di luar itu ada kategori lain-lain." "River Engage, Serunya Survei Sampah dan Herping di Sungai","Jenis terbanyak yang terkumpul adalah kategori lainnya karena plastik tidak teridentifikasi bentuk aslinya (34%), berupa potongan plastik atau material lain. Temuan ini dinilai menkhawatirkan karena risiko paparan mikroplastik dan lamanya sampah itu ada di sempadan sungai.Berikutnya kantong plastik (32%), kemudian pembungkus makanan (12%). Data-data mentah ini dianalisis ke sebuah tabel yang berisi keterangan kepadatan sampah (per gram/m2), jumlah individual sampah, populasi warga, area sungai, dan kepadatan penduduk. Dari sini bisa diperkirakan apa masalahnya dan kemungkinan solusi. Observasi reptil dan amfibiPengalaman belajar menarik berikut adalah mengidentifikasi herpetofauna atau disebut dengan aktivitas herping.Nathan Rusli, peneliti dari Yayasan Herpetofauna Indonesia memandu proses ini di sungai Tukad Ayung. Herpetofauna merujuk pada kelompok binatang reptil dan amphibi. Salah satu cirinya, berdarah dingin, karena tidak dapat mengatur suhu tubuhnya sendiri.Mereka mengikuti situasi lingkungan, misal jika buaya kepanasan akan buka mulut. Ciri khas lain adalah penutup tubuh, sisik pada reptil dan kulit tipis pada amfibi. Hal mudah untuk membedakan, jika reptil, anaknya sesuai dengan induknya. Sedangkan pada amfibi ada proses metamorfosis saat lahir, anak, remaja, dan dewasa.baca juga : Mengenal Cecak Jarilengkung Hamidy, Spesies Baru dari Kalimantan  Metode survei dan identifikasi yang digunakan time search, mengalokasikan waktu dengan konsisten di sejumlah titik. Tiap observasi ditentukan durasi waktunya untuk jalan di lokasi tertentu. Setelah menemui reptil atau amfibi, dicatat. Kemudian diidentifikasi dengan ciri-ciri morfologi (fisik), ekologi, dan interakasi dengan habitatnya." "River Engage, Serunya Survei Sampah dan Herping di Sungai","Sejumlah dokumentasi dunia herpetofauna di antaranya buku A Naturalist Guide to the Reptile and Amphibians of Bali (Somaweera, 2017). Bisa juga mencatat temuan di aplikasi iNaturalist, aplikasi citizen science, siapa pun bisa berkontribusi, misalnya di proyek bertajuk Amfibi Reptil Kita, merangkum data temuan warga dari Indonesia.Kegiatan herping dilakukan dua kali, malam karena mereka aktif saat malam. Reptil juga lebih mudah diamati di pohon. Berikutnya pagi hari saat matahari baru terbit karena amfibi mulai berjemur, mencari energi, dan baru bangun lebih mudah diamati karena masih slow, terutama kadal.Lima peserta dipandu oleh Nathan memulai herping malam hari dengan bersemangat. Temuan pertama adalah cicak batu, jenis cicak yang sulit menempel di tembok seperti cicak rumah. Berikutnya seekor ular lidah api terpantau di sebuah dahan pohon.Perjalanan herping ini ternyata terasa menyenangkan mengalahkan rasa takut. Karena tiap bertemu satwa target, selalu ada cerita morfologi dan perilakunya. Misalnya saat menemukan ular lidah api kali ketiga, si ular yang dipegang Nathan seperti menampar-nampar tangannya, karena itu disebut juga dengan ular tampar. Nathan segera melepas karena si luar terlihat baru usai makan, dan ia tidak mau ular ini memuntahkan makanan yang sudah sulit ia dapatkan malam itu. “Kalau merasa terancam, ia muntah,” katanya.Satu-satunya amfibi yang ditemukan dalam rencana 30 menit herping adalah kodok muda. Di akhir perjalanan, tim herping beruntung melihat ular piton yang sedang berenang di air sungai dangkal. Ular tak berbisa yang menjaga pertahanan dengan melilitkan badannya ini adalah jenis ular terbesar, panjangnya bisa 4 meter.baca juga : Bisakah Kita Hidup “Bertetangga” dengan Ular?  " "River Engage, Serunya Survei Sampah dan Herping di Sungai","Nathan dan Adi, dua orang berpangalaman menangani ular dengan tenang menunjukkan bagian satwa ini seperti kulit dan kepalanya. Hal menarik, piton jantan setidaknya memiliki 2 alat kelamin untuk menyesuaikan diri saat posisi kawin.Adi menyebut kerap menyelamatkan ular piton di sawah karena habitatnya makin terpojok oleh alih fungsi lahan. Padahal reptil dan amfibi adalah rantai keseimbangan alam penting.Menggabungkan sampah dengan herpetarium di sungai beralasan. Karena keberadaan satwa ini salah satu indikator kesehatan ekosistem. Misal Kodok Merah terancam punah, karena hanya bisa hidup di air dingin dan bersih. Jika kotor ia akan mati. Ular piton bisa di air kotor karena saingannya sedikit di Jakarta, misal burung hantu sudah berkurang. Lebih banyak tikus di kota, ular senang. Terutama saat banjir.“Reptil dan amfibi penting di alam, predator hama tikus di sawah untuk menghindari penggunaan pestisida. Ular bisa masuk got, lubang dibandingkan burung hantu. Kodok, cicak, makan nyamuk, dan amfibi sensitif kualitas air,” papar Nathan.Kegiatan herping menemukan dan mengidentifikasi Cicak batu (Cyrtodaxtylus sp.) 3 ekor, satu ekor dalam kondisi bunting dengan 2 telur, Ular Lidah Api (Dendrelaphis pictus), Tokek rumah (Gecko gecko), Piton atau Sanca Batik (Malayophyton reticulatus), dan Kodok sawah (Fejervarya limnocharis).Untuk ular berbisa, sudah ada serum antibisa yang diproduksi. Cara membuatnya, bisa ular diberikan ke kuda dengan beberapa dosis sampai tercipta kekebalan, setelah itu plasma darah putih kuda diambil untuk jadi material serum." "River Engage, Serunya Survei Sampah dan Herping di Sungai","Dikutip dari buku tentang reptild an amfibi di Bali (Somaweera, 2017), IUCN red list of threatened Species versi 2016-2 mendaftarkan 22 spesies dari Bali. Kategori terancam (endangered): Montane Chorus Frog, Oreophryne monticola, Green Turtle Chelonia mydas. Kategori rentan (vulnarable): King Cobra (Ophiophagus hannah), dan Burmese Python (Phython bivittatus). Lainnya termasuk risiko rendah (least concern).Sungai Tukad Ayung di bagian hilir masih menjadi sumber aktivitas manusia seperti memancing, bermain, mandi, cuci pakaian, bahkan sumber air minum. Hal ini nampak di titik lokasi survei dan pengamatan herpetofauna, dari pagi sampai malam ada kegiatan manusia. Namun, timbunan sampah anorganik selalu ada dari hulu, walau warga sudah berusaha membersihkan.Di akhir acara River Engage ini, peserta juga diajak mampu membuat solusi di lingkungan sekitarnya dengan pengalaman dari IB Mandhara Brasika yang mengembangkan bank sampah digital Griya Luhu. Selain itu berani membuat kampanye publik saat membuat aksi lingkungan yang dipandu Afif Saputra, Communication and Digital Manager GreenPeace Indonesia.  [SEP]" "Hidup Nelayan Skala Kecil terancam Pencabutan Subsidi WTO","[CLS]   Para pegiat perikanan skala kecil dan tradisional mulai mengkhawatirkan nasib nelayan skala kecil dan tradisional di tengah serbuan pelaku usaha perikanan skala besar. Kekhawatiran itu disuarakan, karena dunia tengah mempertimbangkan untuk menghapus subsidi perikanan tanpa ada batasan.Rencana penghapusan subsidi tersebut dikampanyekan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang pada pekan ini baru saja menggelar konferensi tingkat tinggi ke-12 di Jenewa, Swiss. Indonesia sebagai bagian dari 164 anggota WTO, diwajibkan untuk melaksanakan kesepakatan yang dihasilkan dari pertemuan itu.Suara kekhawatiran tersebut kemudian dibuat menjadi surat terbuka atas nama Kelompok Masyarakat Sipil tentang Perundingan Subsidi Perikanan di WTO. Surat tersebut dikirimkan kepada Presiden RI Joko Widodo dan sejumlah menteri terkait lain.Pada surat tertanggal 7 Juni 2022 itu, sepuluh organisasi menyatakan dukungan dengan memberikan tanda tangannya. Seluruhnya sepakat mempertanyakan tentang kesepakatan yang dibuat oleh negara anggota WTO berkaitan dengan subsidi perikanan secara global.Kesepuluh organisasi itu adalah Federasi Serikat Nelayan Nusantara (FSNN), Indonesia for Global Justice (IGJ), Indonesian Human Rights Committe for Social Justice (IHSC), Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia (KPRI), Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI), Perkumpulan INISIATIF, Serikat Petani Indonesia (SPI), dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).“Kami mendesak Pemerintah Indonesia untuk tidak menyetujui teks subsidi perikanan saat ini, karena akan membahayakan mata pencaharian dan ketahanan pangan para nelayan dan sektor perikanan secara keseluruhan. Lebih baik tidak ada kesepakatan daripada kesepakatan yang buruk, yang akan merugikan rakyat Indonesia,” demikian kesimpulan dari surat tersebut." "Hidup Nelayan Skala Kecil terancam Pencabutan Subsidi WTO","baca : Nelayan Kecil dan Pesta Korporasi di Laut  Kelompok organisasi itu menyatakan khawatir, karena perikanan merupakan sektor penting bagi mata pencaharian di Indonesia. Pada 2017, jumlah nelayan bahkan sudah mencapai 2,6 juta orang atau setara dengan 6,44 persen nelayan yang beroperasi di seluruh dunia.Data yang dirilis resmi oleh Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) tersebut menjelaskan posisi perikanan sebagai salah satu sumber kehidupan bagi sebagian besar masyarakat di Indonesia.Salah satu organisasi yang menyatakan dukungan, adalah Indonesia for Global Justice (IGJ). Menurut IGJ, perjanjian yang dinegosiasikan oleh WTO di Jenewa, Swiss, dilakukan atas dasar mandat Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) poin 14.6 dan sekaligus untuk memenuhi tujuan keberlanjutan konservasi laut.Tujuan tersebut, sudah lama diadopsi oleh nelayan skala kecil di Indonesia yang diketahui sudah beroperasi dengan menerapkan prinsip-prinsip perikanan berkelanjutan. Cara bekerja mereka bahkan dinilai jauh lebih baik dibandingkan dengan yang terjadi di negara maju dan negara dengan nelayan yang beroperasi di perairan jauh.Dalam penilaian kelompok ini, cara bekerja nelayan skala kecil dan tradisional sudah mengikuti standar keberlanjutan yang dikampanyekan dunia untuk perikanan. Untuk itu, tidak seharusnya jika subsidi akan dihapuskan untuk perikanan secara umum.baca juga : Subsidi Perikanan, Bentuk Perlindungan Negara kepada Nelayan Kecil  Kekhawatiran tersebut beralasan, karena WTO akan menerapkan kebijakan penghapusan dan Indonesia harus mengikuti kebijakan tersebut. Penghapusan bahkan akan diberlakukan pada tiga isu perikanan yang jadi perhatian utama dan menjadi bagian negosiasi." "Hidup Nelayan Skala Kecil terancam Pencabutan Subsidi WTO","Ketiganya adalah penangkapan ikan dengan cara ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak sesuai regulasi (IUUF), stok perikanan yang sudah ditangkap melebihi batas (overfished stock/OS), serta terjadinya kelebihan kapasitas tangkap yang mendorong terjadinya kelebihan tangkap (overcapacity and overfishing/OCOF).“Perjanjian ini bertujuan untuk menghilangkan subsidi untuk sektor perikanan yang kami andalkan untuk mata pencaharian kami,” kata mereka.Atas dasar tersebut, kelompok organisasi itu menyatakan keprihatinan karena negara di dunia, termasuk WTO sangat sedikit untuk mempertimbangkan pengecualian untuk kegiatan perikanan dan penangkapan ikan yang berpenghasilan rendah, serta sumber daya yang miskin.Berdasarkan tiga isu utama yang disebut di atas, nelayan skala kecil atau tradisional dibatasi untuk melakukan penangkapan ikan di dalam area 12 mil laut atau perairan teritorial. Namun, jika nelayan melewati batas tersebut, maka pengecualian sudah tidak berlaku lagi.Padahal, nelayan disebutkan terbiasa mencari ikan hingga melewati batas 12 mil laut, bahkan mencapai wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE). Aktivitas tersebut bisa dengan jelas mereka lakukan, ataupun dilakukan secara sembunyi.baca juga : Subsidi Pemerintah, Solusi untuk Nelayan Natuna Saat Paceklik  Dengan kebiasaan yang sulit dihentikan seperti itu, Kelompok organisasi itu menyebut kalau nelayan dipastikan tidak akan mendapatkan subsidi lagi dari Negara. Potensi buruk tersebut diperparah karena isu IUUF juga bisa menghilangkan subsidi, meski WTO memberi pengecualian maksimal hingga dua tahun, atau kurang dari masa tersebut selama negosiasi berlangsung.“Kami berpandangan ini benar-benar tidak adil dan tidak realistis, mengingat nelayan kecil akan terus tetap rentan dan terpinggirkan bahkan setelah beberapa dekade,” demikian bunyi lain pernyataan Kelompok." "Hidup Nelayan Skala Kecil terancam Pencabutan Subsidi WTO","Oleh karena itu, keterbatasan waktu dan geografis seperti itu akan membuat para nelayan skala kecil dalam kesulitan besar dan Negara harus menolaknya. Dengan demikian, Pemerintah Indonesia harus memiliki fleksibilitas penuh untuk memberikan subsidi bagi nelayan dan kegiatan penangkapan ikan sampai ke ZEE, juga zona kontinental lainnya tanpa batasan waktu.Hal tersebut diungkapkan Direktur Eksekutif IGJ Rahmat Maulana Sidik. Menurut dia, Konferensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) sudah mengakui bahwa negara-negara memiliki hak penuh atas ZEE dan hingga 250 mil laut di zona kontinental.Kenyataan bahwa Indonesia ada dalam ancaman tersebut, justru berbanding terbalik kondisinya dengan negara maju yang memiliki kemampuan dari sisi keuangan. Mereka yang sudah memberikan subsidi sangat besar, diberikan kebebasan secara legal untuk terus melanjutkan kebijakan tersebut.Klausul tersebut ada dalam draf tentang penyebutan persyaratan yang mudah untuk penangkapan ikan di perairan jauh, termasuk negara yang memiliki mekanisme pengelolaan dan pemantauan yang canggih.baca juga : Hak Istimewa Nelayan Tradisional pada Zona Penangkapan Terukur  Negara MajuDalam penilaian Rahmat Maulana Sidik, meski disebutkan dalam draf dengan kewenangan penuh, namun negara-negara maju justru seharusnya bertanggung-jawab atas kerusakan perairan laut saat ini. Mereka yang berbuat kerusakan, namun justru mendapatkan kesempatan lagi untuk terus menangkap ikan lebih banyak lagi di laut dan perairan jauh.Dengan kata lain, seharusnya WTO tidak memaksakan aturannya pada hak kedaulatan negara. Tegasnya, Pemerintah Indonesia harus menolak draf tersebut, karena akan melanggar hak nelayan untuk memproleh dukungan Pemerintah hanya karena beroperasi lebih dari 12 mil.“Bagaimana mungkin, nelayan kecil yang seringkali tidak menyadari telah beroperasi lebih dari 12 mil dihalangi haknya untuk mendapat dukungan pemerintah?” tutur dia." "Hidup Nelayan Skala Kecil terancam Pencabutan Subsidi WTO","Tentang isu IUUF yang dijadikan item untuk negosiasi, menurut Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati itu juga tidak seharusnya terjadi karena definisi yang dirilis oleh FAO juga bermasalah.Dia menyebut, sampai sekarang masih banyak nelayan kecil dan tradisional yang tidak bisa mengakses mekanisme formal pendaftaran dan menetapkan status mereka secara formal. Juga, menghilangkan status mereka dari kategori tidak dilaporkan dan tidak diatur.“Itu karena mekanisme Pemerintah lemah di banyak bidang,” tambah dia.Itulah sebabnya, kemampuan nelayan kecil dan tradisional untuk memanfaatkan dukungan tertentu dari Pemerintah sebelumnya sudah dikompromikan. Tanpa ragu, dia menyebut pencabutan akses subsidi nelayan karena dasar kategori yang salah, maka itu adalah tidak adil dan sulit diterima.baca juga : Perhatikan Nasib Nelayan Lokal, Menteri Kelautan Diingatkan Tidak Gegabah Buat Kebijakan Perikanan Tangkap  Kesalahan mencabut subsidi perikanan secara umum, memang seharusnya tidak muncul dalam draf yang diterbitkan WTO. Mengingat, tujuan dari perundingan pengurangan subsidi perikanan adalah sebenarnya untuk mengurangi subsidi yang ada di negara maju.Menurut Susan , selama ini subsidi yang diberikan negara maju terhadap sektor perikanan mereka terbilang sangatlah besar dan itu memicu terjadinya kerusakan lingkungan, terutama ekosistem laut dan pesisir bersama sumber daya perikanan di dalamnya.Dia mencontohkan, jika Indonesia hanya sanggup menggelontorkan subsidi perikanan sebesar USD92 per nelayan atau setara Rp1,4 juta per tahun, maka Amerika Serikat sudah bisa menggelontorkan subsidi hingga USD4.956 atau setara Rp74 juta per nelayan per tahun." "Hidup Nelayan Skala Kecil terancam Pencabutan Subsidi WTO","Bahkan, negara seperti Jepang sudah mampu memberikan subsidi setiap tahun kepada setiap nelayan mencapai USD8.385 atau setara Rp124 juta. Nominal sebesar itu, dipastikan akan mendorong aktivitas penangkapan ikan menjadi tinggi dan itu memicu kerusakan ekosistem di laut dan pesisir.Namun negosiasi ini belum memperhitungkan analisa tersebut,” terang dia.baca juga : Curhatan Pengangkut Ikan, Sandarkan Penghasilan dari Nelayan  Menurut Penasihat Senior dari Indonesian Human Rights Committe for Social Justice (IHSC) Gunawan, dalam catatan kaki draf perjanjian disebutkan larangan bagi negara yang memiliki pangsa pasar 10 persen atau lebih dari penangkapan laut global untuk menggunakan perlakuan khusus dan berbeda (special and differential treatment/S&D).Aturan tersebut juga bisa membahayakan Indonesia dalam pemberian subsidi, karena saat ini Indonesia sudah memiliki jangkauan pasar mencapai 8,6 persen. Sedikit saja persentase naik, maka hak untuk menggunakan S&D akan hilang.Bahkan itu bisa terjadi jika persentase tangkapan negara lain turun karena suatu alasan misalnya, maka hak kita hilang, bahkan tanpa kita menangkap lebih banyak ikan,” papar dia.Jika ancaman tersebut mendekati kenyataan, maka itu akan menempatkan nelayan Indonesia pada risiko kerugian. Oleh karena itu, ambang batas 10 persen untuk pangsa pasar ini tidak dapat diterima dan harus ditolak.Selain berbahaya bagi nelayan skala kecil dan tradisional, draf juga bisa membahayakan perempuan nelayan yang juga hidup di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Hal tersebut diungkapkan Esra Dwi Lestari dari Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI).Menurut dia, dengan kondisi saat ini di mana harga bahan bakar minyak (BBM) sedang tinggi dan, pengurangan dan penghentian subsidi akan menempatkan komunitas nelayan dalam situasi sangat rentan." "Hidup Nelayan Skala Kecil terancam Pencabutan Subsidi WTO","“Kami para perempuan nelayan juga tidak yakin bagaimana draf perjanjian ini akan memungkinkan fleksibilitas untuk menangani krisis semacam ini di masa depan,” tegas dia.  Tentang draf perjanjian penghapusan subsidi sektor perikanan tersebut, Rizky Estrada dari Perkumpulan INISIATIF menyebut bahwa itu diujukan untuk mencapai target SDGs poin 14.6. Akan tetapi, tujuan tersebut dinilai kurang tepat karena target itu juga harus dilihat dari SDGs poin 2.Poin tersebut salah satunya bertujuan untuk memperbaiki dan mencegah pembatasan, serta distorsi dalam pasar pertanian dunia, termasuk perikanan di dalamnya. Selain itu, juga untuk menjamin sistem produksi pangan yang berkelanjutan dan menerapkan pertanian tangguh produksi dan produktivitas pangan.Dia menilai, jika WTO bermaksud ingin menghilangkan subsidi pada sektor perikanan pada sistem perdagangan dunia, maka itu artinya WTO menghilangkan tanggung jawab pelaku perdagangan dunia, yang mayoritas dipegang oleh perusahaan multinasional, terhadap akses penghidupan nelayan yang selama ini hidup di bawah sejahtera.Selain itu, juga mengabaikan kedaulatan negara berkembang untuk memiliki otonomi dalam mengatur dan mengurus sendiri rakyatnya,” ungkap dia.Dengan fakta demikian, Rizky bersama Kelompok Nelayan bersuara untuk menolak draf penghapusan subsidi oleh WTO. Pasalnya, jika perjanjian tersebut disahkan, maka kehidupan pesisir akan selamanya terikat pada perjanjian tersebut, yang berarti tunduk pada kepentingan perdagangan dan bisnis global yang tidak bertanggung jawab.  [SEP]" "Maksimalkan Potensi Minyak Kelapa, Mengapa Tidak?","[CLS]   Minyak kelapa kembali menarik perhatian masyarakat, setelah naiknya harga minyak goreng sawit. Bustami, warga Kelurahan Durian Depun, Kepahiang, Bengkulu, mengatakan, lebih memanfaatkan buah kelapa yang pohonnya tumbuh di belakang ruma, untuk diolah menjadi minyak.“Sejak awal 2022, harga minyak sawit mahal. Saya membuat minyak kelapa secara tradisional,” kata lelaki 61 tahun tersebut, Selasa [22/03/2022].Bustami menuturkan, buah kelapa yang mudah didapat, membutanya tidak resah. “Saya coba memaksimalkan potensi yang ada, bahannya sudah tersedia dan mudah didapat,” ujarnya.Kelapa [Cocos nucifera] merupakan pohon berbatang tunggal dari suku aren-arenan [Arecaceae]. Mengutip Museum Tanah dan Pertanian, tanaman ini diperkirakan berasal dari Amerika Selatan, dibudidayakan di sekitar lembah Andes di Kolombia, Amerika Selatan sejak ribuan tahun sebelum masehi.Persebarannya, diperkirakan melalui aliran sungai atau lautan, atau dibawa para awak kapal yang berlabuh dari pantai satu ke pantai lain.Kelapa diketahui memiliki sekitar 100 varietas. Berbuah mulai umur 5 tahun dengan produksi  penuh umur 10 hingga 50 tahun. Pohon ini tua saat umur 80 tahun dan mati ketika 100 tahun.Baca: Tanpa Minyak Sawit, Kita Terus Masak dan Mandi  Kelapa dan kesehatan Rahma Ayu Widiyanti dalam makalah “Pemanfaatan Kelapa Menjadi VCO [Virgin Coconut Oil] sebagai Antibiotik Kesehatan dalam Upaya Mendukung Visi Indonesia Sehat 2015” menjelaskan, sejak ribuan tahun lalu [3960 tahun silam], buah kelapa telah dimanfaatkan sebagai bahan makanan dan kesehatan.“Belakangan, pemanfaatan daging buah kelapa menjadi lebih variatif. VCO merupakan bentuk olahan daging kelapa yang banyak diproduksi,” tulisnya.Namun, mutu pengolahan minyak kelapa biasa atau minyak goreng secara tradisional, terkadang kurang baik. Hal ini ditandai kadar air dan asam lemak bebas cukup tinggi. Bahkan, warnanya agak kecokelatan sehingga cepat menjadi tengik." "Maksimalkan Potensi Minyak Kelapa, Mengapa Tidak?","“Daya simpannya pun tidak lama, sekitar dua bulan,” jelasnya.Rahma menjelaskan, pembuatan minyak kelapa murni atau VCO dengan kadar air dan kadar asam lemak bebas rendah, berwarna bening, dan berbau harum, mempunyai daya simpan hingga 12 bulan.Caranya, siapkan buah daging kelapa [santan] dan fermipan atau ragi pengembang [Saccharomyces cereviseae].“Daging buah kelapa yang sudah dibuang batoknya diparut. Diambil santannya kemudian ditambah air panas [70 derajat Celcius] dengan perbandingan 2:1, lalu diperas dan disaring.”Kemudian, masukkan dalam toples besar dan diamkan selama 2-3 jam, hingga terpisah menjadi dua bagian [krim dan skim]. Lapisan krim ditambah 0,1 gram ragi yang dilarutkan dalam 10 ml air hangat-hangat kuku, diaduk merata.Berikutnya, krim dimasukkan dalam botol kecil 350 ml, dibiarkan selama 14 hingga 24 jam dalam kondisi tertutup.“Hasilnya, krim terbagi menjadi 3 lapisan yaitu VCO, gelondo [protein], dan air. Lalu, minyak dipisahkan dari galendo dengan kertas saring,” tulis Rahma.Di beberapa daerah, VCO dikenal juga dengan nama minyak perawan, minyak sara, atau minyak kelapa murni.Baca: Menyoal Debat Masalah Kelapa versus Kelapa Sawit  Riset minyak goreng kelapa Peneliti Pusat Riset Kimia Badan Riset dan Inovasi Nasional [BRIN], Teuku Beuna Bardant, menjelaskan riset minyak kelapa dan ragi tempe dikembangkan oleh salah satu peneliti Pusat Penelitian Kimia [P2 Kimia] LIPI yang kini menjadi Pusat Riset Kimia BRIN, yakni almarhumah Tami Idiyanti pada 2002 – 2012.Dalam pengembangan ragi tempe tersebut, Tami mengembangkan jalur produksi ragi khusus untuk produksi minyak kelapa. Hasil penelitiannya menunjukkan, VCO bagus untuk kosmetik dan kesehatan tubuh.Ragi tempe dinilai lebih unggul dalam proses pengolahan, karena jamur Rhizopus oligosporus lebih lahap dalam memakan protein dibandingkan ragi komersial lainnya, seperti ragi roti maupun ragi tape." "Maksimalkan Potensi Minyak Kelapa, Mengapa Tidak?","Teuku Beuna Bardant menjelaskan, ragi tempe pada santan akan membuat protein kelapa dimakan oleh ragi. Saat jumlah proteinnya berkurang, fungsinya untuk menjaga kestabilan campuran minyak dan air menurun, maka tidak ada lagi yang memegang molekul minyak dan air.“Sehingga keduanya akan terpisah dengan sendirinya,” jelasnya, dikutip dari laman BRIN, 11 Februari 2022.Dia menuraikan, minyak kelapa sebagai minyak goreng maupun sebagai VCO, bermanfaat untuk kesehatan. Minyak goreng dari minyak kelapa memiliki rantai lebih pendek daripada rantai minyak sawit, sehingga lebih mudah dicerna.“Mengkonsumsi minyak kelapa, dampaknya adalah membuat tubuh kita tidak lebih cepat gemuk, dibandingkan minyak sawit,” jelasnya.Baca juga: Tempe, Makanan Khas Indonesia yang Mendunia  Manfaat minyak kelapaMengutip Alodokter, minyak kelapa baik untuk menurunkan berat badan, sebab kandungan nutrisi dalam minyak kelapa murni dapat meningkatkan metabolisme, sehingga lemak dalam tubuh akan semakin cepat terbakar dan diubah menjadi energi.Meski begitu, data efektivitas minyak kelapa untuk diet masih terbatas sehingga diperlukan penelitian mendalam. Selain itu, dalam menurunkan berat badan, kita tetap perlu olahraga rutin serta menjalani pola makan sehat seimbang, sehingga tidak mengandalkan minyak kelapa semata.Minyak kelapa juga baik menjaga kesehatan jantung, sebab kandungan polifenol dapat mencegah terjadinya aterosklerosis. Yaitu, pengerasan dinding pembuluh darah akibat penumpukan plak pada dinding pembuluh darah. Dengan demikian, risiko penyakit jantung  menurun.Manfaat lain adalah mengurangi kolesterol jahat [LDL] dan meningkatkan kolesterol baik [HDL] dalam tubuh." "Maksimalkan Potensi Minyak Kelapa, Mengapa Tidak?","“Efek ini dapat memelihara kesehatan jantung dan pembuluh darah. Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa konsumsi minyak kelapa hanya meningkatkan kadar lemak baik, tetapi tidak memberikan dampak signifikan pada penurunan kolesterol total dan lemak jahat dalam darah,” jelas tulisan tersebut.   [SEP]" "1001 Cerita Duka Masyarakat Pesisir","[CLS]  Pasirnya ditambang. Lautnya direklamasi dan tercemar. Mangrovenya dibabat. Warganya dikriminalisasi. Abrasi dan banjir rob menghantui sepanjang musim. Ikan tangkap kian sulit, ekonomi jadi terjepit. Krisis air bersih. Pemerintah seakan menutup mata kasus yang mengancam keselamatan warga dan lingkungan. Pemerintah lebih sering jadi pahlawan kesiangan setelah warga berupaya perbaikan dengan swadaya.Andai dibukukan, itulah diantara beberapa persoalan di pesisir yang cocok jadi daftar isi buku berjudul “1001 Cerita Duka Masyarakat Pesisir” yang diceritakan Asmania, aktivis Perempuan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta dan Novika Inda aktivis Remis Bengkulu dalam diskusi virtual bertajuk ‘Krisis Iklim dan Penyelamatan Pesisir’ oleh Extinction Rebellion Indonesia, Selasa (22/3/2022) lalu.Asmania mengatakan, Pulau Pari terdampak krisis iklim dan tercemar sampah kiriman, puncaknya di bulan April dan Mei. “Banjir rob melanda Pulau Pari dalam 10 tahun belakangan. Padahal sebelumnya tidak pernah terjadi. Air masuk ke rumah warga, khususnya di bagian barat. Air mandinya sudah asin. Pulau Pari kecil, tapi diperebutkan oleh korporasi. Luasnya hanya 42 hektar. Dengan jumlah penduduk 435 KK. Terdiri dari Satu RW 4 RT,” ungkapnya.Selain bergantung pada hasil laut, masyarakat setempat juga kelola wisata untuk menambah pendapatan. Wisatawan diarahkan untuk tanam mangrove sebagai bentuk kepedulian pada lingkungan. Masyarakat setempat tanam mangrove untuk meminimalisir dampak krisis iklim. Termasuk di kawasan pantai Rengge, yang abrasinya cukup parah. Dia bilang, warga setempat mulai sadar dan mengurangi penggunaan plastik dan sudah ada petugas dari Suku Dinas Lingkungan Hidup (Sudin LH) untuk bersih-bersih di pantai.baca : Siapa Pemilik Pulau Pari Sebenarnya?  " "1001 Cerita Duka Masyarakat Pesisir","“Jujur, saya bukan anti pemerintah. Tapi sejak awal kasus di Pulau Pari, saya lihat pemerintah seakan menutup mata. Kami berkebun untuk ketahanan pangan, meski tak ada sentuhan pemerintah. Ketika berhasil kelola pantai, tiba-tiba pemerintah dari Pokdarwis datang memuji dan minta kerjasama lengkap dengan saran ini itu, yang akhirnya minta untuk klaim keberhasilan itu bagian dari program mereka. Padahal, perempuan Pulau Pari sedari awal mengelola dengan swadaya,”Perempuan setempat kelola hasil laut menjadi bakso ikan, kerupuk ikan. Juga mengolah rumput laut, tapi berhenti sejak adanya reklamasi resort. “Sebagian wilayah diklaim PT Bumi Raya Pari Asih. Sampai sekarang mereka belum bisa bikin apa-apa. Justru warga masih diadu domba dan jadi korban. PT Bumi Raya menggerakkan anak perusahaannya, mengkriminalisasi warga,”Novika Inda, juga cerita persoalan di Pesisir Seluma, Bengkulu. Menurutnya, ombak di perairan setempat tak menentu. Tangkapan pun tidak stabil. Nelayan remis atau pigi sudah mulai resah. Dulu, remis besar saja yang diambil, sekarang yang kecil pun diambil saking terbatas. Dia menduga, ketidakstabilan pola tangkap itu karena krisis iklim dan akibat aktivitas tambang pasir.“Pesisir Seluma terdampak aktivitas tambang pasir besi oleh PT Pamia yang bergejolak pada 2010. Meskipun dimenangkan oleh masyarakat, tetap ada korban. 6 orang ditangkap dengan tuduhan pengrusakan dan dipenjara selama 6 bulan. Kasus terbaru, menimpa ibu-ibu bergerak melawan menggantikan bapak-bapak sebagai antisipasi agar kejadian 2010 terulang. Tapi justru ibu-ibu itu jadi korban juga,”baca juga : Bengkulu Makin Sering Dilanda Banjir, Mengapa?  " "1001 Cerita Duka Masyarakat Pesisir","Masyarakat pernah protes ke kabupaten dan provinsi. Tapi dari sekian tuntutan, sampai sekarang belum ada tanggapan. Termasuk resomasi. Ada beberapa yang direspon, misal pemerintah menghimbau PT. Faming Levto Bakti Abadi untuk menghentikan aktivitas pertambangan. Kenyataanya, aktivitas tetap jalan. Dia menilai fakta itu menunjukkan bahwa seakan-akan pemerintah dilangkahi.Abrasi sudah lama terjadi. Kalau tambang pasir itu terus berjalan, tegasnya, warga semakin terancam. “Andai kata dampak abrasi alamiah bisa dirasakan 5 tahun, aktivitas pertambangan pasir dari perusahaan tersebut bisa mempercepat dampak dalam jangka 3 bahkan 1 tahun saja,”Dia bilang, jarak hutan lindung tersedia untuk penahan abrasi tinggal 50 sampai 100 meter. Pada bulan 7 sampai 10, ombak naik sampai hutan lindung. Novika menduga, kemungkinan dari tahun 2022 ke 2035, jalan lintas pesisir setempat diperkirakan akan habis terkikis ombak.Wahyu Eka Setyawan, Direktur Eksekutif Walhi Jawa Timur mengaitkan persoalan pesisir dengan UU Cipta Kerja yang merupakan wujud dari barbarnya politik neoliberal. Karena UU ini melepaskan tanggung jawab negara dalam konteks eksploitasi, terutama sumber daya alam. Contohnya, frasa perizinan diganti persetujuan, yakni dikembalikan ke mekanisme pasar. Maka tidak heran muncul kekerasan, kriminalisasi dan sebagainya. Dia menilai, secara tidak langsung, negara hanya sebagai pelaksana saja.“UU Cipta Kerja menabrak UU No.32/2009 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau PPLH. UU Cipta Kerja No.11/2020 itu sudah cacat,” tegasnya.baca juga : Nasib Nelayan Indonesia ditengah Jepitan Krisis Iklim dan Industri Ekstraktif  Menurutnya, UU Cipta Kerja cukup manipulatif, tidak melibatkan partisipasi, dan tujuannya berbeda. UU PPLH cukup bagus tapi tidak diterapkan secara maksimal. Sedang UU Cipta Kerja, berseberangan dengan UU Minerba dan juga aturan lainnya." "1001 Cerita Duka Masyarakat Pesisir","“Semisal terjadi persoalan di laut, arahnya ke maritim. Misal jadi soal tambang arahnya ke SDM. Artinya, KLHK hanya disuruh urusi hutang. Itu pun nantinya bertabrakan dengan pertanian dan perkebunan. Artinya, ada problem birokrasi yang memang tidak jalan. Apalagi tata peraturan soal sinkronisasi aturan atau UU tidak jalan,”Dia menilai, pengurangan wewenang pemerintah daerah dianggap menghambat pembuatan aturan. Ketika dampak buruk UU Cipta Kerja terjadi di daerah, maka pemerintah daerah beralasan bahwa kebijakan di pemerintah daerah berdasarkan keputusan pemerintah pusat.“Adanya UU Cipta Kerja yang terkait, maka akan menambah ancaman dan keterancaman di pesisir. Dan kapasitasnya, tentu bicara daya dukung dan daya tampung. Sekarang keduanya mengalami penurunan. Ditambah ancaman dan keterancaman. Kampung pesisir bisa hilang seperti di Demak, Jakarta Utara. Berkurangnya kawasan mangrove di Nambangan, Surabaya. Terancamnya pulau kecil, terutama di Madura,”Dalam hal ini, persoalan pesisir masuk dalam pepatah sudah jatuh tertimpa tangga. Sudah terdampak krisis iklim masih juga terdampak aktivitas pertambangan, minyak lepas pantai belum lagi produksi hulu hilir minyak, yang menyebabkan tumpahan oli seperti kasus di Lampung dan Batubara di Masalembu.baca juga : Nelayan Resahkan Kapal Pengangkut Batubara yang Kandas Mencemari di Perairan Masalembu  Susan Herawati, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) mengatakan krisis iklim yang terjadi salah satu penyebabnya adalah aktivitas manusia. Krisis iklim sangat berdampak bagi pesisir dan pulau-pulau kecil. Ketika abrasi terjadi akibat pengambilan pasir, otomatis berpengaruh pada pola tangkap juga tempat tinggal mereka, dan hal ini menyeramkan." "1001 Cerita Duka Masyarakat Pesisir","Dia menyayangkan lahirnya aturan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang didalamnya seakan melegalkan tambang pasir “Di dalam PP No. 85/2021, seakan mengatur bahwa pasir boleh ditambang asal bayar pajak. Seolah aksi itu tidak merusak secara ekologi, dan pajak itu bagian dari kompensasi. Inilah situasi yang kita sebut sebagai frustasi ekonomi. Orang dipojokkan kemudian regulasi semakin kacau,”Susan contohkan, penambangan pasir untuk pembangunan Makassar CPI di Kodingareng, Makassar. Kasus itu, membuat perempuan nelayan setempat tidak nyenyak tidur di malam hari. Baik takut suaminya hilang atau meninggal di laut.Rakyat hanya menjadi korban dan penonton dari kerusakan lingkungan, serta bingung mau mengadu kemana. Pajak yang dikontrol lewat PNBP targetnya Rp12 triliun pada 2024. Seberapapun besarnya, kata Susan, tidak akan bisa mengganti kerusakan lingkungan oleh negara.“Diantara solusi untuk polemik krisis iklim dan upaya penyelamatan pesisir adalah dengan memperkuat mental masyarakat pesisir. Supaya tidak jadi personal bigger yakni gak papa laut dirusak, asal dapat kompensasi. Harusnya, mereka berpikir mandiri bahwa kalau kawasan laut diprivatisasi, harus melawan,” ujarnya.  [SEP]" "Cerita Kemandirian Masyarakat Rammang-rammang","[CLS]  Kampung Karst Rammang-rammang kian dikenal masyarakat luas dengan segala keindahan dan keunikannya. Menawarkan pemandangan batu kapur atau gamping menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung.Kehadiran obyek wisata yang terletak di dua dusun yakni Dusun Rammang-rammang dan Dusun Salenrang, Desa Salenrang, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan itu, tidak lepas dari inisiasi masyarakat setempat dan pemerintah desa menuju ekowisata Rammang-rammang.Berbasis masyarakat, kawasan karst terbesar kedua di dunia ini telah banyak dikunjungi wisatawan domestik hingga mancanegara sejak 2015. Bahkan telah disambangi para ilmuwan dan peneliti sejak tahun 90-an.Dalam konsep pengembangan wisata Rammang-rammang, masyarakat lokal memilih konsisten terhadap konsep desa wisata, memanfaatkan potensi wisata desa lewat potensi yang dimiliki masyarakatnya.Saat ini, masyarakat Rammang-rammang didukung pemerintah Desa Salenrang sedang meniti dan menapaki jalan-jalan menuju kemandirian guna mendorong pijar pariwisata tetap menyala.Komunitas masyarakat yang ada pun terus melakukan pemberdayaan untuk peningkatan kapasitas warga setempat, hingga regenerasi. Mulai dari gerakan pendidikan melalui kelas belajar dan tematik, pengembangan produk melalui rumah produksi, serta konservasi.baca : Kawasan Wisata Rammang-rammang, Bentuk Perlawanan Warga terhadap Tambang  Muhammad Ikhwan atau yang lebih dikenal dengan panggilan Iwan Dento sebagai penggagas objek wisata Kampung Karst Rammang-rammang mengakui bahwa menuju kemandirian masyarakat bukan sesuatu hal yang mudah, namun bukan berarti tidak bisa direalisasikan.Seperti belajar menerima orang asing, berbaur dengan pengunjung dari latar belakang yang beragam, menjaga tingkah dan laku di hadapan wisatawan, belajar menyapa menggunakan bahasa asing dan masih banyak lagi." "Cerita Kemandirian Masyarakat Rammang-rammang","Mental perlu dilatih, berinteraksi dengan orang luar menjadi hal baru dan membuat terbiasa, itu butuh waktu. Terlebih, latar belakang masyarakat dipengaruhi tingkat pendidikan dan kultur masyarakat yang terbilang baru menapaki pelayanan jasa.“Soal ada kekurangan menjadi tugas bersama. Kelemahan masyarakat semisal kapasitasnya, jalan terbaik ialah meningkatkan bukan meninggalkan,” kata Iwan Dento yang ditemui awal April 2022.Pengembangan objek wisata batu kapur ini telah menjadi sumber penopang ekonomi masyarakat. Hanya saja, masih ada kekhawatiran di antara mereka ketika harus tergerus oleh para penguasa maupun pengusaha.baca juga : Iwan Dento, Sang ‘Hero’ Penyelamat Karst Rammang-rammang  Kendati, mereka membutuhkan ruang dan waktu lebih untuk melakukan langkah maksimal dalam peningkatan destinasi wisata yang kini menjadi penopang hidupnya. Masyarakat harus tetap jadi tuan rumah untuk menjalani proses di rumah sendiri.Istilah investor, menjadi hal yang dikhawatirkan sebab dipastikan akan meninggalkan kemandirian masyarakat. Maka secara tegas Iwan bersama komunitas di Rammang-rammang menghendaki adanya kepastian pelibatan masyarakat untuk jangka panjang dalam pengelolaan wisata Karst Rammang-rammang.Terkait investor, Pemerintah Kabupaten Maros sepakat bahwa dalam penentuan kebijakan pengembangan wisata Karst Rammang-rammang harus menjamin konservasi wilayah tetap terjaga, salah satunya sangat hati-hati menerima investor.“Investor bisa saja hadir di sana, tapi memang kita harap ada grand desain perencanaan secara utuh, kita harus hati-hati terima investor,” ujar Bupati Maros Chaidir Syam pada awal April 2022.Apalagi, Pemerintah Indonesia saat ini sedang mempersiapkan wisata Karst Rammang-rammang dengan pesona pegunungan kapurnya, menjadi bagian dari warisan Geopark Dunia oleh UNESCO." "Cerita Kemandirian Masyarakat Rammang-rammang","Geopark Maros Pangkep adalah salah satu kawasan strategis pengembangan pariwisata di Sulawesi Selatan, khususnya wisata alam dan petualangan yang didasari oleh kekayaan alam geodiversity (geologi), biodiversity (flora fauna) dan cultural diversity (budaya) yang bertaraf Internasional.perlu dibaca : Jalan Panjang Karst Rammang-Rammang menuju Ekowisata  Pemerintah Kabupaten Maros memiliki harapan besar dari sejumlah pihak yang disebut key persons atau orang-orang kunci dalam menjaga konservasi pada wilayah Rammang-rammang. “Bukan hanya Maros, tapi kita berharap semua pihak yang cinta Rammang-rammang dan lingkungan hidup, itu menjaga kelestariannya,” kata Chaidir.Pengembangan wisata tentunya tidak lepas dari peran serta pemerintah desa, khususnya menggerakkan inisiasi masyarakat lokal menuju kemandirian. Pemerintah Desa Salenrang menargetkan mandiri air, mandiri pangan, dan pengembangan pariwisata. Pertanian organikPertanian organik menjadi salah satu inisiasi masyarakat Desa Salenrang, dalam mewujudkan ekowisata. Lebih dari menuai hidup sehat, langkah ini digadang-gadang akan menjadi daya tarik tersendiri guna mendukung pariwisata Rammang-rammang.Kampung Berua sebagai pusat obyek wisata Karst Rammang-rammang yang menyuguhkan pemandangan sawah dikelilingi tebing-tebing karst akan semakin pas ketika hamparan sawah itu dikelola dengan cara-cara alami oleh tangan petani lokal nan berbudaya.Bertani menjadi sumber utama mata pencaharian masyarakat Desa Salenrang, maka pertanian organik dipilih menjadi bagian dari inisiasi warga, utamanya bagi sejumlah petani milenial.Salah satunya ialah Darwis, yang telah mencoba sistem budidaya pertanian organik pada sebidang sawah milik kedua orang tuanya yang berada di Kampung Berua.Tidak mudah melakukannya, selain harus lebih banyak belajar dalam mengaplikasikan bertani secara alami, keluarganya juga khawatir usaha Darwis mencoba pertanian organik gagal. Belum lagi masyarakat sekitar." "Cerita Kemandirian Masyarakat Rammang-rammang","menarik dibaca : Gemerlap Kunang-kunang, Pesona Wisata Malam Rammang-Rammang  Pria berusia 37 tahun itu tetap gigih melakukan pertanian organik yang dinilai memiliki banyak manfaat dan menghasilkan produk pertanian yang unggul hingga mampu menopang perekonomian dan pariwisata Rammang-rammang.“Saya pikir kalau itu bisa dikembangkan maka bisa menjadi daya tarik tersendiri, meski agak sulit beralih karena sekitar sawah kami menggunakan bahan kimia, masih model pertanian konvensional,” ujar Ketua RT Kampung Berua tersebut.Memberikan contoh yang baik kepada masyarakat, menjadi hal yang mutlak bagi Darwis. Sebab masyarakat cenderung mau berubah bila melihat langsung hasilnya terlebih dahulu dibanding asas manfaat yang bisa diperoleh dari setiap langkah awal yang berbeda.Alhasil, percobaan pertanian organik yang dimulai sejak 2020 ini memiliki hasil sama dengan pertanian konvensional secara kuantitas, namun kualitasnya tentu lebih baik dan terjamin lebih sehat.“Warga rata-rata mau serius jika sudah melihat hasil, jadi harus ada contoh. Tidak akan bisa kalau tidak ada yang mulai, sementara hasilnya kurang lebih sama. Cuma butuh proses untuk memurnikan lahannya,” urai mantan Ketua Kelompok Sadar Wisata Rammang-rammang.Lebih jauh, hasil pertanian organik ini rencananya diperuntukkan bagi pelancong yang datang ke Desa Salenrang sebagai buah tangan khas Wisata Karst Rammang-rammang.Bersama inisiasi warga, pertanian organik turut menjadi fokus utama pengembangan Desa Salenrang dalam mewujudkan kemandirian desa. Terlebih desa ini telah dinobatkan sebagai Desa Ketahanan Pangan pada 2017 lalu dan menjadi Desa Wisata pada 2021.baca juga : Kampung Berua, ‘Surga’ Rammang-rammang Itu Makin Sering Banjir [1]  Sekretaris Desa Salenrang Sumantri menyebut bahwa visi sebagai Desa Lumbung Pangan dan Desa Wisata sangat bisa jalan beriringan untuk saling mendukung pengembangan masyarakat ekowisata." "Cerita Kemandirian Masyarakat Rammang-rammang","Pengembangan pertanian organik menjadi sebuah proses yang harus dicoba dan dilakukan masyarakat Salenrang guna menghasilkan produk pertanian unggul dan berkualitas sekaligus mempertahankan predikat Desa Ketahanan Pangan.Sejak 2020, uji coba telah dilakukan dan masih dalam proses belajar pengembangan pertanian organik. Masyarakat Desa Salenrang dinilai masih harus memperoleh pengetahuan soal budi daya pertanian organik.Menurut Sumantri, alih fungsi lahan pertanian diakui menjadi kendala mewujudkan swasembada pangan sejak beberapa tahun terakhir. Lahan pertanian disulap menjadi pemukiman, gudang, pabrik, dan fasilitas umum.Rel kereta api menambah krisis lahan pertanian di Desa Salenrang. Rel kereta api mengambil ruang bertani sekitar 7 hektar untuk satu jalur dan menjadi lebih ketika dibangun penambahan jalur.“Kalau ada poros ke Bosowa lagi, itu sudah dua kali lipat. Jadi bagaimana menyiasatinya, mereka harus didorong beralih ke pertanian organik. Kuantitas sedikit tapi menjanjikan kualitas dan harga yang relatif lebih mahal,” ujarnya.Meski demikian, Kampung Berua dan Desa Salenrang pada umumnya memiliki potensi mengembangkan pertanian organik karena dikelilingi oleh dua sungai yakni Sungai Pute dan Sungai Barua sehingga kontaminasi dari luar bisa lebih diminimalisir.baca juga : Gemerlap Kunang-kunang, Pesona Wisata Malam Rammang-Rammang  Melibatkan milenial Selain pemerintah dan masyarakat secara umum, kaum milenial juga ikut andil dalam mewujudkan kemandirian masyarakat Rammang-rammang guna mengembangkan pariwisata karst kebanggaan Maros, Sulawesi Selatan itu.Salah satunya Basir, seorang pengelola homestay yakni penginapan dari kamar rumahnya yang secara khusus disiapkan untuk pengunjung wisata Rammang-rammang.Basir melangsungkan usahanya secara mandiri, pemberdayaan diperoleh dari pemerintah desa melalui diskusi ringan, termasuk menerima masukan dari pengunjung dalam membenahi pelayanan jasa yang diberikan." "Cerita Kemandirian Masyarakat Rammang-rammang","Basir memanfaatkan potensi wisata di daerahnya dalam meraup untung dan meningkatkan perekonomian. Bersama dengan warga sekitar, terhitung sebanyak 10 homestay telah hadir di wilayah wisata Rammang-rammang, menawarkan harga Rp200 ribu hingga Rp250 ribu.Terkadang, Basir bahkan menjadi pemandu wisata untuk sejumlah wisatawan domestik hingga mancanegara. Karena itu, dia mulai belajar bahasa Inggris untuk memaksimalkan perannya.Selain Basir, ada pula Uni, milenial Rammang-rammang yang baru menyelesaikan kuliahnya. Uni terbilang sangat kreatif memanfaatkan sampah menjadi produk bernilai ekonomis. Seperti kantong plastik yang disulap menjadi tas telefon genggam dan produk lainnya.Uni juga aktif dalam kepengurusan UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) Youth Hub Kreatif Rammang-rammang yang dibentuk dalam mendorong pengembangan Kampung Karst Rammang-rammang.baca juga : Dukungan Ragam Kuliner Kembangkan Ekowisata Rammang-Rammang  UMKM ini hadir untuk memanfaatkan potensi pangan desa untuk dikelola menjadi produk yang memiliki nilai jual di masyarakat. Seperti tanaman daun paku yang diolah menjadi keripik yang diberi nama “Peyek Pappa”, ada juga anak ikan mujair menjadi “keripik ikan Jabiro”. Pengelolaannya dilakukan oleh milenial Rammang-rammang melalui Rumah Produksi Jabiro sebagai salah satu Badan Usaha Milik Des (Bumdes) Salenrang.Sejumlah milenial yang tergabung dalam Kelompok Perempuan Tani (KPT) Kunjungmae Rammang-rammang juga mengajak para ibu rumah tangga (IRT) melakukan budidaya tanaman pangan guna memperkuat ketahanan pangan keluarga.Kegiatan berbasis masyarakat ini bertujuan mengembangkan potensi warga dalam memanfaatkan lahan dan pekarangan rumahnya bercocok tanam, yang dipastikan berdampak pada ketahanan ekonomi keluarga." "Cerita Kemandirian Masyarakat Rammang-rammang","“Setidaknya mengurangi pengeluaran, karena hasil tanamnya mereka konsumsi. Jadi tidak beli sayur lagi, cabe, tomat, itu semua dari hasil tanamannya sendiri,” ungkap Masriani selaku Ketua KPT Kunjungmae Desa Rammang-rammang. Hasil tanaman dari pekarangan rumah tangga ini ditujukan untuk konsumsi para wisatawan, utamanya wisatawan luar negeri yang melakukan kunjungan dan menggunakan jasa homestay masyarakat setempat.Jadi semua hasil tanamannya alami. Cuma saat pandemi COVID-19, banyak di antara IRT berhenti menanam, akhirnya bibit yang ada itu habis, dan sekarang tidak ada,” ujarnya.Sementara bagi yang masih aktif menanam tersisa sebagian dan hasilnya masih tahap konsumsi pribadi.Meski demikian, pemberdayaan perempuan masih tetap dilakukan kendati semangat budidaya tanaman pangan tampak menurun, apalagi semenjak merebaknya virus COVID-19. Ini dipengaruhi oleh tingkat kunjungan yang berkurang dan tentu berpengaruh terhadap penghasilan masyarakat sekitar.“Kalau dari kami rencananya mau mengembangkan pertanian alami ini, mau tambah bibit, bisa juga dari kelompok pertanian ini menjual bibit nantinya, sehingga masyarakat bisa makin giat menanam,” urainya. *** *Nur Suhra Wardyah, jurnalis LKBN ANTARA Sulawesi Selatan Tulisan ini merupakan seri liputan Rammang-rammang yang didukung oleh Mongabay Indonesia [SEP]" "Mangrove di Aceh Rusak, Siapa yang Peduli?","[CLS]   Hutan mangrove di Provinsi Aceh, tersebar di wilayah pantai timur. Kawasan ini meliputi Kabupaten Aceh Timur, Kota Langsa, Aceh Tamiang, Aceh Utara, Lhokseumawe, dan Bireuen.Data WWF Indonesia bersama Forum DAS Krueng Peusangan dan Balai Syura Ureung Inong Aceh, dalam program Share Resources Joint Solutions [SRJS] menyebutkan, luas mangrove di Aceh Timur sekitar 18.080,45 hektar. Sementara, Aceh Tamiang [15.447,91 hektar], Kota Langsa [5.253,15 hektar], Aceh Utara [959,11 hektar], Lhokseumawe [88,34 hektar], dan Bireuen [25,57 hektar].Mangrove tersebut terdiri tiga famili yaitu Rhizophoraceae, Sonneratiaceae, dan Euphorbiaceae serta 7 jenis pohon: Bruguiera gymnorrhiza, Excoecaria agallocha, Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Rhizophora stylosa, Sonneratia alba, dan Sonneratia ovata.Namun, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: 103/MenLHK-II/2015, mangrove yang masuk kawasan hutan dilindungi hanya 9.876,39 hektar.Rinciannya, Aceh Timur [4.797,25 hektar], Aceh Tamiang [4.216,33 hektar], dan Kota Langsa [862,81 hektar]. Sementara mangrove di Kabupaten Aceh Utara, Bireuen dan Kota Lhokseumawe, berada di area penggunaan lain.Baca: 7 Fakta Penting Mangrove yang Harus Anda Ketahui  Perwakilan Aceh Wetland Foundation [AWF], Yusmadi Yusuf mengatakan, sebagian besar hutan mangrove di pantai timur Aceh dalam kondisi rusak berat dan sedang.“Menyusut akibat perkebunan, permukiman, pertambakan, dan penebangan liar,” ungkapnya, Rabu [02/02/2022].Penebangan umumnya dilakukan untuk bahan baku arang yang dijual ke Sumatera Utara. Ini terjadi di Aceh Timur, Kota Langsa, dan Aceh Tamiang. Tata kelola pemanfaatan kawasan hutan melalui Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan [SIPUHH] juga belum berjalan." "Mangrove di Aceh Rusak, Siapa yang Peduli?","“Pemerintah Aceh harus memprioritaskan mangrove sebagai kawasan hutan yang memiliki nilai konservasi tinggi. Cabut izin pemilik konsesi yang terbukti melanggar. Libatkan komunitas adat terkait pengelolaan dan lakukan restorasi pada kawasan terdegradasi,” ungkapnya.Jika kerusakan tidak segera ditangani, bencana alam akan sering terjadi di pantai timur Aceh, termasuk masalah abrasi.“Nelayan menangkap ikan dan kepiting di areal mangrove, jika mangrove rusak hilang harapan mereka,” ujar Yusmadi.Baca: Hutan Mangrove di Pesisir Timur Itu Menyusut  Khairan, masyarakat Kuala Langsa, Kota Langsa menyebutkan, jika dapur arang masih ada maka menyelamatkan mangrove masih sulit. “Saya melihat perahu-perahu kecil mengangkut kayu bakau ditebang ilegal yang dibawa ke dapur arang.”Setelah dibakar, arang dipasok ke Sumatera Utara menggunakan truk. Ini sering terjadi dan jarang dilakukan penertiban. “Setahu saya, di perbatasan provinsi ada pos penegak hukum termasuk pos polisi hutan,” terangnya.Baca: Penting Bagi Kehidupan, Harusnya Mangrove Tidak Dirusak  RehabilitasiPenelitian yang dilakukan staf pengajar Universitas Al Muslim, Rini Fitri dan Iswahyudi pada 2010 menunjukkan, pantai timur Aceh merupakan kawasan pesisir strategis sebagai pusat kegiatan perekonomian dan pembangunan infrastruktur, yang sebagian besar penduduk  terpusat di pesisir.“Tekanan lahan sangat tinggi, terutama untuk tambak yang merupakan mata pencaharian utama masyarakat pesisir,” terang mereka di Jurnal Hidrolitan Universitas Jambi.Upaya pengelolaan mangrove secara baik dan berkelanjutan adalah dalam bentuk rehabilitasi dan konservasi. “Rehabilitasi berupa penghijauan kawasan pesisir sebagai green belt dalam bentuk penanaman jenis Rhizophora sp.”" "Mangrove di Aceh Rusak, Siapa yang Peduli?","Rini dan Iswahyudi menambahkan, pengamatan lapangan menunjukkan bahwa jenis Rhizophora yang ditanam berasal dari Rhizophora mucronata. Jenis ini dipilih, selain ketersediaan bibit, juga pada kondisi substrat pasir berlumpur dan kemampuan pertumbuhannya.“Jenis ini lebih cepat tumbuh dan daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan. Namun, dampak jangka panjang dikhawatirkan terjadi pengurangan spesies mangrove alami akibat dominansi satu jenis tanaman. Kekhawatiran lainnya adalah rentannya mangrove rehabilitasi terhadap serangan hama akibat sistem satu spesies,” papar mereka.   [SEP]" "Harimau Masuk Perkampungan di Agam, Kekurangan Satwa Mangsa di Hutan?","[CLS]     Awal tahun sudah ada kabar konflik harimau dan manusia. Di Agam, Sumatera Barat, satu harimau keluar hutan, masuk perkampungan hingga menyebabkan, warga takut beraktivitas ke kebun. Harimau juga memangsa beberapa sapi warga. Akhirnya, harimau masuk kandang jebak Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat di perkebunan sawit, Jorong Kayu Pasak Timur, Nagari Salareh Aie, Kecamatan Palembayan, Agam, 10 Januari lalu.Ardi Andono, Kepala BKSDA Sumatera Barat, mengatakan, pemasangan kandang jebak merupakan upaya terakhir untuk menghindari kerugian warga lebih besar dan jatuh korban jiwa termasuk keselamatan harimau.Kandang jebak dipasang setelah 41 hari harimau betina yang diperkirakan berumur tiga tahun ini tak berhasil digiring masuk hutan.Harimau betina ini mulai muncul dan menampakkan diri sejak 30 November lalu. Data BKSDA Sumbar menyebutkan, sejak awal Desember 2021 sudah empat sapi warga dimangsa harimau.Pada 1 Desember 2021, sapi Rano dimangsa harimau. Warga lapor BKSDA. Usai mendapat laporan, petugas BKSDA Sumbar melalui Resor Agam langsung turun mengidentifikasi jejak kaki, cakaran dan kotoran harimau. Setelah itu, tim memutuskan memasang kamera trap di lokasi serangan.Pada 6 Desember, harimau kembali mengejar lima sapi milik Doni Mawardi dan Zara. Tim Resor Agam kembali ke lokasi. Tim bersama masyarakat menemukan jejak kaki harimau dengan ukuran 8-9 sentimeter. Ukuran jejak kaki ini sama dengan jejak harimau pemangsa sapi Rano.Singkat cerita, baru 10 Januari 2022, harimau yang berulang kali berkeliaran di permukiman warga itu masuk ke kandang jebak.Harimau ini diberi nama Nama Puti Maua Agam, hasil kesepakatan dengan tokoh adat setempat. Iron Maria Edi, Wali Nagari Salareh Aia mengatakan, ada sejumlah nama diusulkan warga seperti, malanca, buma dan lain-lain hingga akhirnya terpilih nama Puti Maua." "Harimau Masuk Perkampungan di Agam, Kekurangan Satwa Mangsa di Hutan?","Puti dari bahasa Minangkabau berarti perempuan karena harimau berkelamin betina. Maua, merupakan lokasi penangkapan harimau.Puti Maua Agam, menambah panjang daftar harimau yang berkonflik dengan warga di Sumbar. Data BKSDA menunjukkan, sejak Januari 2021 sudah 16 harimau Sumatera masuk kebun atau pemukiman warga. Translokasi harimau Puti jadi kasus pertama di tahun 2022. ***Kini, Poti ada di Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera Dharmasraya (PRHSD) Yayasan Arsari. Puti terlebih dahulu menjalani perawatan di PR-HSD Arsari selama 14 hari.Dokter hewan Daniel Sianipar, tim medis yang ikut evakuasi sekaligus perawatan harimau Puti mengatakan, kondisi harimau terpantau stabil meski menempuh perjalanan cukup melelahkan selama 14 jam.“Observasi awal ia mengalami dehidrasi dan luka superficial pada kulit. Selanjutnya akan pemeriksaan medis keseluruhan untuk mengetahui keadaan lebih detail, ” katanya.Meski sehat, Puti tetap menjalani masa karantina 14 hari. Karantina untuk observasi kesehatan dan mengamati perilaku. Kedatangan Puti menambah harimau yang sedang menjalani perawatan di lokasi itu.Saat ini, PRHSD Arsari sudah menyelamatkan 14 harimau, enam sudah lepas liar. PRHSD Arsari juga rehabilitasi dan observasi bio-diversitas lain seperti beruang, rusa, elang dan berbagai satwa lain. Konflik terus terjadi Wilson Novarino, dosen Biologi dari Universitas Andalas mengatakan, konflik antara manusia dan harimau sudah tercatat di Sumbar hampir setengah abad lalu (sejak 1970-an). Rentang 1978-1997, menurut penelitian Nyhus & Tilson (2004), Sumbar merupakan provinsi dengan pemberitaan kasus konflik manusia dengan harimau tertinggi.“Dengan kasus kejadian di Maua Agam, Januari 2022, dan beberapa kasus lain seperti di Padang Pariaman, Pasaman, Solok, Padang beberapa waktu lalu, menunjukkan konflik manusia dengan harimau kejadian berulang,” katanya." "Harimau Masuk Perkampungan di Agam, Kekurangan Satwa Mangsa di Hutan?","Dengan rentang waktu kejadian sangat panjang (50 tahun), lokasi tersebar, pola spasial–tutupan hutan, jarak dari pemukiman dan peladangan–berbeda, serta bentuk aktivitas masyarakat beragam, katanya, pemetaan dan pendugaan penyebab konflik mesti sangat hati-hati.Ada harimau melintasi areal pertanian, perkebunan dan lansekap yang didominasi manusia, dia asumsikan sebagai aktivitas mereka berpindah dari satu area hutan kepada areal berhutan lain.“Harimau jantan muda, mereka butuh ‘merantau’ sebelum menemukan daerah kekuasaan. Secara teoritis, jantan muda paling besar potensi berkonflik dengan manusia.”Pada kenyataan, berdasarkan data harimau masuk rehabilitasi sebagian besar berkelamin betina muda. Harimau betina, katanya, relatif lebih menetap dibandingkan jantan. Jadi, dia asumsikan konflik terjadi bukan karena perpindahan, namun ada gangguan habitat atau dalam arti mereka terusik aktivitas manusia.“Yang perlu kita kembangkan adalah pola aktivitas manusia ramah satwa liar. Jika terpaksa buka lahan mestinya bisa dengan tetap menyisakan hutan sebagai daerah habitat satwa liar. Pertanian sudah saatnya lebih ditekankan intensifikasi lahan budidaya dibandingkan ekstensifikasi.”Sunarto, Research Associate Institute for Sustainable Earth & Resources (I-SER), Universitas Indonesia, menyebut, secara umum ada tiga faktor yang biasa menyebabkan interaksi negatif atau biasa disebut konflik antara satwa (harimau) dan manusia. Pertama, faktor satwa (harimau) itu sendiri, kedua, habitat termasuk ketersediaan mangsa. Ketiga, faktor manusia, terutama terkait aktivititas mereka seperti dalam praktik beternak dan bertani." "Harimau Masuk Perkampungan di Agam, Kekurangan Satwa Mangsa di Hutan?","Dia berharap, penanganan konflik tak sebatas penangkapan dan pelepasliaran. Beberapa upaya lain sangat amat penting dilakukan antara lain, pertama soal penyebaran penyakit hingga perlu peningkatan pemantauan, pencegahan dan penanganan. Kedua, terkait masyarakat, perlu dialog untuk meningkatkan pemahaman tentang konservasi dan perilaku harimau sekaligus menggali dan menguatkan kearifan tradisi dalam menjaga satwa dan alam. Perlu menguatkan pengetahuan masyarakat dalam mencegah atau menangani interaksi negatif dengan satwaliar seperti harimau.Ketiga, terkait habitat dan pergerakan harimau, perlu dipelajari kebutuhan habitat, jalur jelajah dan pola penggunaan ruang oleh harimau. Informasi ini, katanya, sebaiknya digunakan untuk menyesuaikan bentuk, lokasi dan waktu aktivitias manusia agar interaksi negatif antara manusia dan harimau dapat dihindari.  Babi mati massal jadi penyebab?BKSDA Sumbar, dalam rilis kepada media menyebut, penyebab harimau ini turun dari Cagar Alam Maninjau karena kekurangan pakan. Babi di hutan Agam terserang penyakit African Swine Fever (ASF) hingga menyebabkan kematian massal satwa mangsa ini sekitar 50 ekor.Wilson bilang, kemungkinan ini bisa terjadi. Dia bilang, ASF sudah tercatat di Tapanalui Utara, Sumut sejak Oktober 2019. Laporan babi mati dalam jumlah besar juga dilaporkan juga di Ogan Komering Ulu (Sumsel) Maret 2021, Seblat (Bengkulu) pada September 2021.Kemudian, Berbak Sembilang Jambi, babi mati 62 ekor pada Oktober 2021 dan Tanggamus di Lampung pada Januari 2022.“Secara informal kasus kematian babi dalam jumlah banyak di Sumbar juga terjadi di Pasaman, Sijunjung, Solok Selatan, Dharmasraya.”Meskipun pada daerah itu juga merupakan habitat harimau, tetapi dari daerah-daerah itu tak semua ada laporan kejadian konflik. Jadi, katanya, perlu kehati-hatian dalam mengidentifikasi penyebab konflik di Agam karena penyebab tunggal ASF." "Harimau Masuk Perkampungan di Agam, Kekurangan Satwa Mangsa di Hutan?","ASF, katanya, bisa jadi salah satu faktor, dari berbagai penyebab lain yang memicu konflik.Senada dengan Sunarto, salah satu penyebab konflik mungkin kekurangan mangsa khusus babi hutan karena ASF. “Itu bisa saja terjadi, namun saya belum melihat kajian yang memang dapat memastikan sebagai sebab-akibat utama. Saya berharap ini dapat dikaji lebih mendalam.”Merebaknya ASF, katanya, memang mengkhawatirkan dan dapat berdampak langsung maupun tak langsung pada satwa serta ekosistem termasuk kehidupan manusia. Bisa jadi, katanya, bukan hanya harimau yang mengalami masalah karena babi hutan berkurang. Babi hutan,   juga memiliki peran sebagai ecosystem engineer bagi tumbuhan dan satwa lain.  *******Foto utama: Konflik harimau dan manusia terus terjadi, teranyar di Agam, Sumatera Barat. Setelah 41 hari harimau berkeliaran di perkampungan, BKSDA pun pasang kandang jerat untuk mengevakuasi harimau. Harimau masuk jerat 10 Januari 2022 dan jalani rehabilitasi sebelum lepas liar. Foto ilustrasi: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia [SEP]" "Perikanan Skala Kecil Salah Satu Penyumbang Masalah di Laut Arafura","[CLS]   Aktivitas penangkapan ikan dengan cara ilegal, tak dilaporkan, dan tidak sesuai aturan (IUUF) masih sulit untuk dihentikan sampai sekarang. Kegiatan tidak bertanggung jawab itu terus ada di berbagai wilayah perairan Indonesia, utamanya yang menjadi wilayah perbatasan antar negara.Salah satu perairan yang menjadi lokasi kegiatan IUUF, adalah laut Arafura yang secara administrasi masuk Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI) 718. Laut tersebut dikenal sebagai salah satu lokasi penangkapan ikan yang potensinya masih besar.Beberapa waktu lalu, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Muhammad Zaini sempat menjabarkan bahwa potensi sumber daya ikan (SDI) di WPPNRI 718 mencapai 2.637.565 ton.Angka tersebut ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 50 Tahun 2017 tentang Jenis Komoditas Wajib Periksa Karantina Ikan, Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan. Akan tetapi, jumlah tersebut tidak berhasil dimanfaatkan dengan baik, karena pada 2018 hanya sanggup maksimal 236 ribu ton saja yang berhasil dimanfaatkan.Masih belum optimalnya pemanfaatan SDI di wilayah perairan tersebut, terjadi karena perubahan kebijakan secara nasional terkait pengelolaan wilayah penangkapan di seluruh Indonesia. Perubahan itu berimbas langsung ke WPP-NRI 718 yang secara administrasi masuk wilayah Provinsi Papua dan Maluku tersebut.baca : Pengawasan Ekstra Ketat untuk Laut Arafura  Dampak tersebut, menjadi fatal karena ada oknum tidak bertanggung jawab yang kemudian memanfaatkannya untuk kegiatan IUUF. Salah satu persoalannya, karena sampai sekarang tata kelola perikanan skala kecil belum terbangun dengan baik.Menurut Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, kondisi tersebut menempatkan Indonesia sedang menghadapi persoalan serius di laut Arafura. Salah satu persoalan yang dihadapi, adalah masih minimnya pendataan hasil tangkapan perikanan skala kecil." "Perikanan Skala Kecil Salah Satu Penyumbang Masalah di Laut Arafura","Terutama, hasil tangkapan pada kapal perikanan yang ukurannya di bawah 10 GT (gros ton),” ungkap Koordinator Nasional DFW Indonesia Moh Abdi Suhufan, belum lama ini di Jakarta.Permasalahan tersebut mengakibatkan persentase penangkapan ikan di laut Arafura yang tidak dilaporkan mencapai 29,39 persen. Kemunculan angka tersebut menegaskan bahwa ada pengelolaan perikanan yang tidak transparan di perairan tersebut.Dalam penilaian dia, aktivitas perikanan skala kecil sering diremehkan oleh banyak kalangan di dalam negeri. Padahal, kegiatan tersebut mempunyai kontribusi sosial dan ekonomi cukup signifikan, terutama dalam ketahanan pangan dan upaya pengentasan kemiskinan.Mengingat permasalahan seperti itu masih terus berlangsung dan belum ada jalan keluarnya, Pemerintah Indonesia dinilai perlu untuk segera melaksanakan perbaikan tata kelola perikanan skala kecil, terutama yang ada di WPPNRI 718.Bukan saja karena keterkaitan dengan kegiatan unreported, tapi juga tingginya tingkat kerentanan mereka,” jelas dia.baca juga : Laut Arafura Jadi Panggung Pertunjukan Utama Penangkapan Ikan Terukur  Suhufan menerangkan, perlunya dilakukan perbaikan tata kelola, karena selama ini perikanan skala kecil selalu masuk dalam stigma sebagai kelompok masyarakat miskin dengan tingkat pendapatan yang rendah.Dengan dilakukan perbaikan tata kelola, perikanan skala kecil diharapkan bisa mendapatkan dampak positif yang sangat luas. Bukan saja pada sektor perikanan, dampak positif juga diharapkan terjadi pada sektor ekonomi secara umum, dan sosial lainnya yang berkaitan dengan mereka.“Misalnya, infrastruktur pedesaan, teknologi informasi, kesehatan, dan pendidikan,” urai dia.Tentang angka persentase kegiatan penangkapan ikan yang tidak dilaporkan oleh kelompok perikanan skala kecil, menurut dia itu adalah angka hasil kajian yang dilakukan DFW Indonesia di WPPNRI 718." "Perikanan Skala Kecil Salah Satu Penyumbang Masalah di Laut Arafura","Kajian dilakukan dengan menghitung nilai kerugian IUUF, terutama kegiatan penangkapan ikan yang tidak dilaporkan. Untuk menghitungnya, dilakukan survei di dua daerah, yaitu Kabupaten Merauke, Provinsi Papua, dan Kabupaten Kepulauan Aru, Provinsi Maluku.“Itu angka cukup signifikan,” tegas dia.Dalam melaksanakan survei, tim kajian fokus pada kelompok perikanan skala kecil yang menggunakan perahu ataupun kapal perikanan dengan ukuran di bawah 10 GT. Mereka yang masuk kelompok tersebut, dijadikan objek survei untuk mengumpulkan data-data.baca  juga : Menjaga Laut Arafura dan Timor Tetap Lestari dan Berkelanjutan  Suhufan menambahkan, tingginya angka hasil tangkapan yang tidak dilaporkan oleh perikanan skala kecil, menjadi penanda bahwa ada beragam masalah yang belum bisa diatasi oleh Pemerintah Indonesia di level skala kecil.Padahal, masalah yang muncul sekarang merupakan tambahan masalah yang sudah ada sebelumnya. Akumulasi tersebut, merupakan hasil tangkapan nelayan yang tidak tercatat karena dijual pada pasar lokal, dibuang, digunakan untuk umpan, atau untuk konsumsi pribadi.Terus berjalannya kegiatan penangkapan ikan tanpa melakukan pelaporan hasilnya, menjelaskan bahwa kelompok perikanan skala kecil memiliki karakteristik yang khusus, dan itu berkaitan dengan ketersediaan infrastruktur, dan kelembagaan perikanan pada tingkat lokal.“Kondisi itu menyebabkan terbatasnya pendataan atau pengungkapan informasi dari aktivitas perikanan skala kecil,” tutur dia.Sebab lain kenapa praktik tidak dilaporkan hasil tangkapan ikan, adalah karena WPPNRI 718 terlalu banyak memiliki pelabuhan tangkahan atau pelabuhan alternatif. Setidaknya, ada 13 pelabuhan tangkahan yang saat ini beroperasi.Selain faktor pelabuhan alternatif, faktor lain yang memicu adanya hasil tangkapan dari perikanan skala kecil yang tidak dilaporkan, adalah karena titik labuh antara kedua kabupaten yang menjadi tujuan survei." "Perikanan Skala Kecil Salah Satu Penyumbang Masalah di Laut Arafura","“Ketiadaan tenaga pencatat atau pengawas perikanan yang bertugas secara rutin, jadi juga penyebabnya,” sebut dia.perlu dibaca : Hak Istimewa Nelayan Tradisional pada Zona Penangkapan Terukur  Akurasi LaporanPeneliti DFW Indonesia Subhan Usman mengatakan terus berlangsungnya aktivitas perikanan yang tidak dilaporkan di WPPNRI 718, adalah salah satunya karena terdapat aktivitas perdagangan gelembung (jeroan) ikan Gulama yang keluar dari Merauke dan tidak dilaporkan kepada otoritas perikanan setempat.Selain Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Merauke, hasil tangkapan dan perdagangan juga tidak dilaporkan ke Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).Ketiadaan laporan tersebut membuat angka dan data yang dicatat oleh otoritas menjadi tidak akurat. Apalagi, nilai dan volume dari perdagangan gelembung ikan di Merauke juga sangat besar. Untuk setiap kilogramnya, gelembung Gulama yang sudah kering dihargai Rp20 juta.“Angka tersebut mendominasi total hasil tangkapan yang disurvei kita, dan itu mencapai 47 persen,” jelas dia.Fakta lain yang berhasil diungkap, adalah bahwa hampir seluruh kapal perikanan yang tonasenya di bawah 10 GT di Merauke tidak melaporkan hasil tangkapan ikan. Mereka yang mau melaporkan, adalah perusahaan perikanan yang mengoperasikan kapal berukuran besar di atas 10 GT.Selain fakta di atas, DFW Indonesia juga menemukan fakta lain bahwa separuh kapal perikanan berukuran di bawah 10 GT yang ada di Kabupaten Kepulauan Aru juga diketahui tidak melaporkan hasil tangkapannya kepada otoritas perikanan setempat.Pelaporan juga hanya dilakukan oleh perusahaan perikanan pembeli ikan,” ujar Subhan Usman.baca juga : Apakah Efektif Pola Baru Pengawasan dan Penegakan Hukum di Laut Indonesia?  " "Perikanan Skala Kecil Salah Satu Penyumbang Masalah di Laut Arafura","Kemudian, fakta lainnya yang berhasil ditemukan tim adalah bahwa tidak ada data jumlah kapal perikanan yang pasti di WPPNRI 718. Fakta tersebut bersanding dengan fakta lain bahwa kapal yang terdaftar resmi masih rendah di WPPNRI 718.Jumlah kapal atau perahu perikanan di bawah 10 GT yang terdaftar sangat rendah,” tambah dia.Diketahui, saat ini kapal perikanan di bawah 7 GT yang terdaftar resmi di Kabupaten Merauke jumlahnya hanya mencapai 60 kapal saja, dan di Kabupaten Kepulauan Aru jumlahnya hanya mencapai 165 kapal.Padahal, menurut Subhan Usman, jumlah kapal perikanan yang ukurannya di bawah 7 GT dan saat ini beroperasi di WPPNRI 718 secara keseluruhan diperkirakan mencapai 1.000 unit kapal. Namun, angka tersebut tidak terdeteksi dengan baik, karena masih banyak yang tidak mau melaporkan.Persentase yang tinggi untuk hasil tangkapan yang tidak dilaporkan oleh perikanan skala kecil, menjadi gambaran betapa kompleksnya permasalahan yang ada di WPPNRI 718. Secara umum, dengan potensi yang masih besar, perairan WPPNRI 718 juga akan menjadi lokasi incaran untuk melaksanakan IUUF.Tetapi, kegiatan tidak bertanggung jawab tersebut akan terus ditekan agar semakin sedikit berjalan di perairan Indonesia. Tugas tersebut kini tengah dijalankan oleh Pemerintah Indonesia melalui KKP yang sedang fokus menyiapkan penerapan kebijakan penangkapan ikan secara terukur.Kebijakan yang sudah digaungkan sejak akhir 2021 itu, sampai sekarang belum diterapkan karena masih ada beberapa tahapan yang sedang dilaksanakan finalisasi. Dengan segala metode yang diklaim KKP bagus, kebijakan tersebut dijanjikan akan bisa meredam segala bentuk kegiatan IUUF." "Perikanan Skala Kecil Salah Satu Penyumbang Masalah di Laut Arafura","Berdasarkan rencana, kebijakan akan diimplementasikan pertama kali di wilayah Timur Indonesia meliputi WPPNRI 718 (meliputi perairan Laut Aru, Laut Arafura, dan Laut Timor bagian Timur), 717 (perairan Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik), dan 715 (perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram, dan Teluk Berau).baca juga : Nelayan Kecil dan Pesta Korporasi di Laut  Penegakan HukumDirektur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Adin Nurawaluddin pada kesempatan sebelumnya menjelaskan, untuk mengawal program penangkapan ikan terukur, akan didorong penguatan sinergi dengan aparat penegak hukum lain.“Itu diperlukan untuk pengawasan dan penegakan hukum di bidang kelautan dan perikanan. Itu bukan hanya ranah KKP saja,” ungkap dia.Salah satu penguatan pengawasan adalah tidak memberikan ruang bagi praktik IUUF, yang dibuktikan dengan penangkapan 73 kapal pelaku IUUF, baik berbendera Indonesia maupun kapal berbendera asing dari Malaysia, dan Filipina sepanjang 2022.Dia menegaskan, untuk urusan IUUF, Indonesia sudah mengadopsi ketentuan dalam the 1995 FAO Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) ke dalam peraturan perundang-undangan nasional. Adopsi aturan tersebut akan terus dijalankan untuk mencegah IUUF terus berkembang.Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono juga menyebutkan bahwa kebijakan penangkapan terukur akan dikawal ketat melalui pengawasan berbasis teknologi. Tujuannya, untuk memastikan praktik kecurangan dan penangkapan berlebih (overfishing) tidak terjadi.Ada teknologi satelit, dan kapal pengawas di setiap zona dan terkoneksi dengan pesawat pemantau (air surveillance), sehingga tidak ada praktik penangkapan ikan yang melebihi kuota,” ucap dia.  " "Perikanan Skala Kecil Salah Satu Penyumbang Masalah di Laut Arafura","Terkait dengan pemantauan berbasis satelit yang saat ini sedang dalam proses pengembangan, dia menyebutkan teknologi tersebut akan memiliki kemampuan untuk mendeteksi praktik penangkapan ikan yang dilakukan secara ilegal, juga mampu mendeteksi sampah yang dibuang ke laut.Dia berharap, teknologi pemantauan berbasis teknologi tersebut bisa dioperasikan pada 2022 bersamaan dengan penerapan kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota. Agar itu bisa diwujudkan, proses percobaan terus dilakukan dari sekarang.Selain melalui kebijakan penangkapan ikan terukur, upaya untuk meredam aktivitas IUUF juga dilakukan melalui kolaborasi internasional dengan negara G20 dan negara Regional Plan of Action to Combat Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (RPOA-IUU).Negara yang tergabung dalam dua kelompok di atas, secara bersama sudah berjanji untuk menerapkan standar perikanan yang bertanggung jawab dalam upaya untuk mencegah praktik IUUF. Dengan cara tersebut, diharapkan upaya pemberantasan IUUF di dunia bisa terus berlanjut.Perwakilan Arafura and Timor Seas Ecosystem Action (ATSEA-2) Handoko Adi Susanto menjelaskan, kerja sama regional dan internasional sangat dibutuhkan untuk dapat memenangkan perang melawan IUUF. ATSEA-2 sendiri ikut terlibat dalam kegiatan kolaborasi internasional melawan IUUF.Sebagai bagian dari komitmen pemberantasan IUUF, program ATSEA-2 fokus pada upaya melindungi keanekaragaman dan meningkatkan kualitas hidup melalui konservasi dan pengelolaan ekosistem laut yang berkelanjutan.Saat ini, ada dua pendekatan yang bisa diterapkan bagi pelaku IUUF. Pertama, cara yang dilakukan Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) dengan penerapan sanksi administratif." "Perikanan Skala Kecil Salah Satu Penyumbang Masalah di Laut Arafura","Kemudian, cara kedua adalah yang diterapkan oleh Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa Urusan Narkoba dan Kejahatan (UNDOC) dengan mengedepankan tindak pidana kejahatan perikanan (fisheries crime) untuk para pelaku IUUF di seluruh dunia.  [SEP]" "Kepiting Kenari, Kepiting Terbesar di Dunia yang Suka Makan Kelapa","[CLS]   Kepiting kenari disebut sebagai kepiting terbesar di dunia. Beratnya bisa mencapai 4 kg, dengan panjang tubuh hingga 40 cm dan bentangan kaki sekitar 200 cm. Usianya bisa mencapai 30 tahun.Satwa ini memiliki beberapa sebutan. Mulai dari kepiting kelapa, kepiting pencuri atau ketam kenari. Hewan artropoda pemakan kelapa ini bisa ditemukan di beberapa tempat di Indonesia, termasuk di Kepulauan Togean, Kabupaten Tojo Una-Una, Sulawesi Tengah.Di Kepulauan Togean, habitat kepiting kenari biasanya di bebatuan berlubang yang berada di pesisir pantai dan juga di lubang bebatuan di antara bekas kayu. Untuk mendapatkannya, warga memancingnya dengan menyebarkan potongan-potongan daging kelapa di sekitar lubang. Biasaya kepiting kenari akan mencium bau kelapa, lalu keluar dan memakannya malam hari.“Namun karena dikonsumsi dan dijual membuatnya makin sulit didapat,” kata Sarding Matorang, nelayan di Desa Kadoda, Kecamatan Talatako, Kepulauan Togean, awal Februari 2023.Harga kepiting kenari berkisar 50-100 ribu Rupiah per kilogram. Para pembeli biasanya datang dari kota dan memesan kepada warga. Dampaknya semakin sulit mencarinya di wilayah Kepulauan Togean.“Sekarang, untuk mencari satu ekor saja semakin sulit,” ungkapnya.Kepulauan Togean memiliki keindahan bawah laut yang menjadi tujuan turis mancanegara.,“Sebagian besar turis ingin melihat langsung rupa dan bentuk kepiting yang memiliki kemampuan memanjat pohon kelapa itu,” jelas Sarding.Baca: Begini Penampakan Ketam Kenari, Kepiting Terbesar di Dunia  Makan kelapaLembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia [LIPI] yang kini BRIN, menyebut penangkapan kepiting kenari untuk menu masakan di restoran bertambah yang membuat perdagangannya meningkat.“Ukurannya yang raksasa dan dagingnya lezat, membuat banyak orang ingin menikmatinya sebagai hidangan,” tulis peneliti LIPI." "Kepiting Kenari, Kepiting Terbesar di Dunia yang Suka Makan Kelapa","Sejauh ini, belum banyak penelitian mengapa kepiting kenari [Birgus latro] menyukai kelapa. Hanya saja, ia disebut kepiting pencuri [robber crab] karena sering mencuri kelapa sebagai makanannya. Capitnya memiliki kekuatan besar yang mampu mengangkat beban hingga 29 kilogram. Persebarannya di daerah tropika dari Afrika sampai Kepulauan di Pasifik.Baca: Mengenal Rajungan, Si Kepiting yang Pandai Berenang  Publikasi oleh Heryanto dan Daisy Wowor dari Bidang Zoologi, Pusat Penelitan Biologi – LIPI/BRIN, berjudul “Kajian Populasi Kepiting Kenari di Pulau Batudaka Kepulauan Togean, Sulawesi Tengah dan Rekomendasi Manajemen Populasi” menjelaskan, penangkapan ilegal terhadap kepiting kenari masih dilakukan penduduk di beberapa kepulauan di Indonesia Timur. Tujuannya, untuk konsumsi sendiri atau dijual ke kota-kota besar guna dihidangkan di restoran-restoran.Penelitian ini menyebut, di Indonesia kepiting kenari hidup di pulau-pulau karang yang bergoa. Di pulau yang tidak dihuni manusia kepiting kenari dapat ditemukan keluar siang hari, sedangkan bila hidup berdampingan dengan manusia mereka hanya keluar malam hari.“Sifat-sifat biologinya yang lebih rinci belum diketahui. Umpan buah kelapa terbukti paling efektif, menarik kepiting kenari keluar dari lubangnya,” tulis para peneliti.Baca: Bukan Monster, Memang Begini Penampakan Kepiting Purba  Kedua peneliti juga mengatakan, belum ada data pasti mengenai besar populasi kepiting kenari dan banyaknya penengkapan ilegal di pulau-pulau kawasan Indonesia Timur.“Harus diciptakan suatu usaha pelestarian karena berkaitan erat dengan kehidupan masyarakat di Kepulauan Togean,” ungkap peneliti.  " "Kepiting Kenari, Kepiting Terbesar di Dunia yang Suka Makan Kelapa","Menurut penelitian tersebut, usaha pelestarian kepiting kenari di Kepulauan Togean dilakukan terhadap dua objek yaitu. habitat dan kepiting kenari itu sendiri. Untuk habitat, tidak boleh ada usaha penghilangan lubang-lubang persembunyian, baik dengan membongkar atau menimbunnya untuk keperluan lain.Sedangkan untuk kepiting kenari sendiri, pengambilan harus dilakukan dengan memperhatikan kelestariannya. Caranya, dengan membatasi jumlah, ukuran, jenis, kondisi, serta waktu dan ruang pengambilan.  [SEP]" "DPRD Sumbar Susun Raperda Tanah Ulayat, Apa Masukan Mereka?","[CLS]     Konflik tanah ulayat baik antara masyarakat, pemerintah dan perusahaan seperti labirin tak berujung. DPRD Sumatera Barat pun berinisiatif Rancangan peraturan daerah (raperda) Tanah Ulayat.  Berbagai organisasi masyarakat sipil memberi masukan dan catatan apa yang perlu diwaspadai dalam rancangan perda ini.“Bersama beberapa organisasi masyarakat sipil kami mengamati ada beberapa poin penting yang menjadi masukan dan catatan,” kata Indira Suryani,  Direktur LBH Padang Januari lalu.Mereka melihat situasi saat ini tanah ulayat digempur habis-habisan oleh konsesi dan izin kepada pemodal hingga memunculkan konflik-konflik berkepanjangan antara masyarakat adat dan perusahaan. “Ini konflik yang sulit diurai sebenarnya oleh pemerintah dan sulit diselesaikan,” katanya.Catatan LBH terkait masalah tanah ulayat yang bersinggungan dengan proyek investasi terus berjalan puluhan tahun ini. “Lalu muncul lagi terus menerus karena memang tidak diselesaikan,” katanya.Dalam penyusunan raperda ini, masih ada muncul anggapan bahwa tanah ulayat adalah penghambat investasi. “Ini harus diluruskan dulu. Ini sikap yang tidak adil dan tidak melindungi hak ulayat.”Ada poin dalam raperda menyebutkan, kedudukan tanah ulayat sebagai tanah cadangan. “Tanah ulayat bukan tanah cadangan, tapi sumber daya yang digunakan atau tidak digunakan. Karena masyarakat adat punya kearifan dan tindakan untuk lahan yang boleh digunakan untuk aktivitas ekonomi dan mana yang harus dilindungi,” katanya.Soal metode pemanfaatan wilayah dalam raperda ada dua, bagi hasl dan pembagian saha. Menurut Indira,  seharusnya dalam perda ini juga dikunci dengan saham tidak dapat diperjualbelikan baik fisik atau pun di pasar modal.“Kita ingin, kalau pun tanah ulayat dimanfaatkan untuk investasi tidak berkurang. Harus terus bertambah atau minimal tetap.”  " "DPRD Sumbar Susun Raperda Tanah Ulayat, Apa Masukan Mereka?","Dia ingatkan, soal pemulihan tanah ulayat juga belum terakomodir dalam raperda. Dalam rancangan ini, katanya, juga belum mengakomodir keberadaan dan peran bundo kanduang terhadap tanah ulayat.“Padahal, di Minangkabau menganut matrilineal system. Kelompok perempuan dan anak perempuan yang paling menderita ketika ulayat sudah tergadai ataupun dialihkan kepada pihak lain.”Paradigma inklusif, katanya,  mesti diperkuat didalam raperda ini termasuk perlindungan perempuan, anak dan disabilitas dalam pemanfaatan tanah ulayat.Selanjutnya, dalam raperda juga belum memperkuat mekanisme free prior informed consent (FPIC) dalam pemanfaatan dan pengelolaan tanah ulayat. Prinsip ini, kata  Indira,  seringkali dilanggar berbagai pihak hingga memunculkan konflik struktural di akar rumput.“Raperda juga masih inkosistensi terkait penyelesaian tanah ulayat.”Dalam Perda Nomor 7/2018 soal penyelesaian sengketa tanah ulayat ada di pengadilan adat.  Dalam raperda ini diselesaikan Kerapatan Adat Nagari (KAN).“Belum ditemukan formulasi yang baik dalam situasi ini dengan memperhatikan kondisi sosiologis dan memperhatikan konflik kepentingan para pihak,” katanya.  Catatan lain, kata Indira,  raperda ini belum mengakomodir tanah ulayat di Mentawai. “Mestinya itu juga diakomodir karena Mentawai juga memiliki tanah ulayat. Raperda jangan berlaku diskrimiatif terhadap Mentawai karena bagian dari Sumatera Barat,” katanya.Rifai Lubis, Direktur Yayasan Citra Mandiri Mentawai (YCMM) mengatakan,  peraturan daerah tanah ulayat perlu melihat substansi soal pemulihan tanah ulayat di Sumatera Barat yang sudah terkooptasi korporasi.“Sekarang eksistensi tanah ulayat itu sudah parah. Ada penelitian yang menyebutkan eksistensi tanah ulayat di Sumbar tinggal 18%. Yang lain, sudah jadi HGU (hak guna usaha),”katanya." "DPRD Sumbar Susun Raperda Tanah Ulayat, Apa Masukan Mereka?","Semestinya, rancangan ini demi menegakkan eksistensi hak ulayat, baik yang masih dikuasai masyarakat maupun yang sudah beralih. “Proses pengembalian itu perlu diatur dalam perda ini supaya ada proses pengembalian dan dipastikan berjalan.Rifai bilang, raperda tak cukup memotret situasi  tanah ulayat. Ranperda ini sudah membatasi diri hanya mengatur penatausahaan. “Tidak melihat fakta sosial tanah ulayat dalam kondisi sekarat, eksistensinya sudah sangat lemah. Itu yang tidak dipotret dalam naskah akademik hingga tidak bermanfaat banyak dalam emngembalikan eksistensi,” katanya.Terkait sudah ada peraturan daerah pengakuan dan penetapan wilayah adat di Mentawai, kata  Rifai,  belum mengakomodir tata cara administrasi pengakuan dari pemerintah daerah. “Belum ada terdaftar di buku tanah, karena belum diatur. Jadi sebenarnya pemanfaatan juga masih sangat umum.” ******* [SEP]" "Transparansi Kunci Tata Kelola Kelautan dan Perikanan","[CLS]     Sektor kelautan dan perikanan di Indonesia masih menghadapi banyak tekanan. Tata Kelola sektor ini perlu pembenahan.  Transparansi jadi kunci memperbaiki karut marut tata kelola ini.Terlebih, Indonesia, termasuk dalam daftar 10 negara di dunia dengan ekspor perikanan terbesar.  Pun demikian, pertumbuhan penduduk yang diperkirakan mencapai 0,2% bakal terus menambah beban sektor kelautan dan perikanan karena eksploitasi masif. Untuk itu, perlu ada upaya serius menjaga daya kelautan dan perikanan.“Kemajuan teknologi saat ini seharusnya bisa untuk meningkatkan pengawasan agar prinsip sustaibility sumber daya kelautan dan perikanan tetap terjaga,” kata Zulfikar Mukhtar, CEO Ocean Solution Indonesia (OSI) dalam webinar Januari lalu.Pengawasan, katanya,  merupakan pilar penting dalam tata kelola sumber daya kelautan dan perikanan (SDKP). Masalahnya, bagian ini acapkali terlupakan, lebih banyak fokus pada manajemen sumber daya. Padahal, lemahnya pengawasan membawa efek domino.Contoh, konflik antar nelayan baik melibatkan tradisional versus nelayan industri karena pelanggaran batas. Atau sesama nelayan tradisional yang biasa dipicu pelanggaran pakai alat tangkap ikan (API), banyak terjadi.Belum lagi economic loss, katanya, kerapkali tak terhitung oleh pemerintah. Padahal, kerugian ekonomi dari pengawasan lemah ini tak sedikit.Sebuah laporan penelitian menyebutkan, potensi kerugian penangkapan ikan ilegal bahkan mencapai Rp30 triliun lebih per tahun.Zulfikar menyebut, jumlah itu belum termasuk valuasi ekonomi atas kerusakan terumbu karang atau eksploitasi mangrove. “Jadi pengawasan ini punya dampak sistemik, sangat luas karena itu perlu ada perhatian.”Berdasarkan catatan Zulfikar, ada beberapa alasan pengawasan SDKP tak berjalan maksimal, seperti infrastruktur dan anggaran melah. Karena tak dianggap hal penting, katanya, anggaran pengawasan seringkali nomor dua. Akibatnya, pengawasan berjalan ala kadarnya." "Transparansi Kunci Tata Kelola Kelautan dan Perikanan","Lalu, sumber daya manusia. Tak terbatas pada kualifikasi, juga distribusi hingga sinergi. Peran koordinatif oleh pemerintah seringkali tidak berjalan baik. Sebaliknya, yang sering terjadi justru miskoordindasi antara pusat dan daerah.  Jadi, katanya, pun berjalan lambat. “Contoh, praktik bom ikan banyak terjadi di daerah. Selama ini belum ditemukan rumusan efektif menekannya,” kata Zulfikar.Disinilah,  teknologi bisa berperan mengisi celah berbagai persoalan dalam tata kelola SDKP.Zulfikar bilang, pemerintah perlu membangun ekosistem digital dalam meningkatkan monitoring, controlling, surveillance (MCS) sektor kelautan dan perikanan. Dengan begitu, katanya, setiap data dapat dianalisa guna menentukan kebijakan.“Dunia terus bertranformasi, karena itu pola dan sistem harus beradaptasi. Data, informasi dan tools harus disiapkan dan nyambung dengan kebutuhan yang ada.”Menurut dia, data yang memadai akan memudahkan otoritas memahami pola dan simpul pelanggaran yang terjadi.Penuturan yang sama disampaikan Imam Prakoso, pemateri dari Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI). Menurut dia, pemerintah harus mampu mengadopsi teknologi untuk menghasilkan data guna meningkatkan performa pengawasan SDKP.Dia katakan, ada banyak wilayah perairan Indonesia yang jadi titik penangkapan ikan ilegal. Bila data-data  bisa terkumpul dan dianalisa, katanya,  akan jadi data penting  dalam menekan penangkapan ikan ilegal.“Data itu perlu di-digitasasi agar mudah dianalisas. Hasilnya,  bisa menjadi data driven untuk menentukan kebijakan yang dibuat pada konteks pengawasan,” kata Imam.Namun, Imam bilang, sistem MCS membutuhkan biaya besar. Apalagi, harus didukung infratruktur dan fasilitas memadai. Namun, katanya, usaha menjaga keberlanjutan perikanan dan memerangi perikanan ilegal bisa lebih maksimal." "Transparansi Kunci Tata Kelola Kelautan dan Perikanan","Dia bilang, dengan memahami rangkaian data, tugas aparat akan lebih mudah. Patrol juga lebih terarah. “Bisa jadi acuan aparat melakukan pengawasan, tidak blank,” katanya.Karena itulah, tranformasi digital dinilai sangat penting.Azizah Hapsari, dari Environmental Justice Foundation (EJF) mengatakan, ada tiga hal yang jadi fokus pengawasan, sebagaimana UU Perikanan. Ketiganya saling terkait yakni, transparansi, inspeksi tengah laut dan inspeksi pelabuhan.Transparansi, katanya,  jadi sangat penting karena mengindikasikan pemerintah serius mewujudkan tata kelopla yang baik (good governance) sektor perikanan.“Bagaimana sustaibility, ketelusuran, itu bisa dilihat dari transparan tidaknya pemerintah.”Begitu juga dengan inspeksi tengah laut. Hapsari bilang, kegiatan itu sangat penting dalam memastikan kedaulatan laut Indonesia. Apalagi, perairan Indonesia berbatasan langsung dengan negara-negara lain sangat rentan terjadi infiltrasi kapal asing.Karena itu, inspeksi tengah laut sekaligus sebagai upaya melindungi sumber daya laut dan nelayan lokal.Dia menyadari, inspeksi tengah laut memerlukan waktu dan biaya tak sedikit. Namun, katanya, teknologi integrated surveillance system (ISS) bisa memudahkan dan membantu aparat agar inspeksi berjalan efektif.Dalam inspeksi, katanya, petugas atau inspektur harus turun langsung ke kapal. Bukan hanya memeriksa surat izin dan nomor registrasi kapal, juga memastikan kebenaran data kru atau awak kapal guna mencegah kejahatan, seperti perbudakan dan lain-lain.“Juga memastikan,  apakah para awak kapal ini mendapat perlakuan, makanan layak atau tidak,”  katanya.Selain itu, kesesuaian alat penangkap ikan (API) dengan izin yang diberikan juga harus diperiksa. Termasuk, pengecekan silang antara ikan hasil tangkapan dengan data yang dilaporkan pada logbook.  " "Transparansi Kunci Tata Kelola Kelautan dan Perikanan","Selain inspeksi tengah laut, pemeriksaan pelabuhan juga tak kalah penting. Menurut Hapsari, dengan inspeksi pelabuhan, pengawasan kapal akan lebih komprehensif guna melengkapi pemeriksaan tengah laut.Dalam praktiknya, pemeriksaan pada setiap kapal yang hendak keluar-masuk pelabuhan.Thailand, katanya, satu contoh baik dari inspeksi ini. Di negara Gajah Putih itu, pemeriksaan tak hanya pada kelengkapan dokumen dan hasil tangkapan juga awak kapal. Secara acak, mereka menjalani wawancara guna memastikan ada perlakuan layak.Menurut dia, inspeksi ini akan berjalan efektif bila kapal ikan keluar dan masuk melalui pelabuhan pemerintah bukan swasta karena justru berpotensi terjadi pelanggaran lain.Setidaknya,  ada 10 variabel untuk membangun tata kelola kelautan perikanan yang transparan. Beberapa, katanya, sudah dijalankan otoritas terkait tetapi sebagian belum terlihat.Variabel itu, yakni, pemberian nomor unik pada kapal. Nomor ini, kata Hapsari,  sekaligus jadi penanda kapal. “Walaupun berubah nama, tempat, maupun pemilik, kapal ini masih bisa diidentifikasi sampai akhirnya kapal itu benar-benar tak lagi dipakai atau hancur.”Variable lain, membuka data kapal sebagai data publik, termasuk data tangkapan, para kru, kepemilikan dan juga izin operasi, hingga pelabuhan pangkalan.Berikutnya, publish punishment. Menurut Hapsari, selama ini, publikasi pelanggar hanya terbatas pada nama kapal, tak mencakup pemilik.Padahal, mengumumkan sanksi bagi kapal pelanggar kepada publik sangat penting untuk memberi efek jera. Lalu, ada larangan alih muatan dari kapal satu ke kapal lain di tengah laut.Hapsari bilang, saat ini, praktik alih muatan tengah laut boleh lagi, meski sempat dilarang.Dia meragukan,  beberapa persyaratan meyangkut itu berjalan sesuai ketentuan atau tidak. Yang pasti, katanya, kapal yang terlihat alih muatan ak boleh dari dua perusahaan berbeda." "Transparansi Kunci Tata Kelola Kelautan dan Perikanan","Variabel lain, setup diigiital database. Mulai dari registrasi kapal, hasil tangkapan, hingga nama kru kapal. Selain itu, ada kejelasan pihak yang paling diuntungkan dari beroperasinya kapal (beneficial ownership).“Semua ini harus terintegrasi dalam database yang nantinya publik juga bisa monitoring,” kata Hapsari.Pemerintah, katanya,  perlu ungkapkan pemilik dari kapal yang sedang beroperasi. Sebab, dalam banyak kasus, beberapa perusahaan memiliki perusahaan alihan yang terdaftar dalam register kapal. Terakhir, komitmen penegakan hukum bagi kapal yang melanggar.  ****** [SEP]" "Ada Peran Unik Buaya Muara, dalam Budaya Masyarakat Gorontalo","[CLS]   Buaya sering diasosiasikan sebagai satwa menakutkan. Belum banyak yang mengetahui bahwa reptil ini sangat penting bagi ekosistem, sebagai predator yang menjaga kestabilan ekosistem di alam.Di Gorontalo, buaya memiliki peranan penting dalam budaya; baik di acara perkawinan, penyambutan tamu, pemakaman, hingga pemberian gelar adat kepada tokoh-tokoh masyarakat yang dianggap penting.Buaya dalam Bahasa Gorontalo disebut huwayo. Dalam prosesi adat, satwa ini disimbolkan sebagai ngango lo huwayo atau mulut buaya.Baca: Dilindungi dan Dihormati, Buaya Endemik Papua Ini Masih Diburu  Hari Suroto, Peneliti Pusat Riset Arkeologi Lingkungan BRIN, mengatakan sebenarnya masyarakat Gorontalo sejak dulu sudah akrab dengan keberadaan buaya muara di perairan sekitar mereka. Masyarakat Gorontalo juga tidak memburu buaya untuk dimakan daging atau telurnya.Buaya diyakini sebagai binatang buas yang tidak boleh diganggu dan tidak akan mengganggu manusia selama habitatnya tidak dirusak.“Mulut buaya yang terbuat dari bambu kuning dihiasi janur, dipakai masyarakat Gorontalo dalam setiap acara adat. Mulut buaya ini dipasang di kanan dan kiri gerbang adat atau disebut tolitihu,” ungkap Hari kepada Mongabay.Gerbang adat juga memiliki tangga dari anyaman bilah bambu kuning, pada sisi kiri dan kanan dilengkapi dua buah pohon pinang. Selain itu, dipasangi batang bambu yang pada ujungnya dibelah dan diberi gigi agar membentuk mulut buaya.Mulut buaya ini menunjukkan status sosial seseorang atau menjadi tanda identik dalam acara apa si mulut buaya ini dipasang.Hari mencontohkan, jika ngango lo huwayo dipasang dalam pesta perkawinan, maka jumlah gigi bagian atasnya tujuh. Sementara gigi bagian bawahnya berjumlah lima." "Ada Peran Unik Buaya Muara, dalam Budaya Masyarakat Gorontalo","Jika perhelatan berkabung yang diselenggarakan, seperti upacara kedukaan lantaran ada anggota keluarga yang meninggal dunia, maka posisi ngango lo huwayo akan dibalik. Gigi bagian atas berjumlah lima, sementara bagian bawahnya tujuh.“Ngango lo huwayo bermakna segala bencana akan ditelan buaya sehingga semua orang yang hadir dalam acara tersebut akan bahagia dan sejahtera,” ujar Hari.Baca: Kebiasaan Unik Buaya Muara, Mempelajari Pola dan Gerakan Mangsanya  Kearifan lokalPenelitian Hasnidar Pasue, Yus Iryanto Abas, Hasdiana berjudul “Kajian Bentuk Ngango Lo Huwayo Pada Upacara Adat Gorontalo”, menjelaskan bahwa ngango lo huwayo memiliki perbedaan bentuk berdasarkan upacara adat apa yang akan dilakukan.Misalkan pada penobatan, penyambutan tamu, dan perkawinan bentuknya pesta riang. Sementara pada pemakaman menandakan suasana duka.“Perbedaan bentuk tersebut secara otomatis mempengaruhi makna yang terkandung. Sehingga, jika terjadi kesalahan penggunaan akan berdampak juga pada kesalahpahaman maknanya,” ungkap peneliti.Menurut Hari, saat ini perlu ditumbuhkan kembali nilai-nilai kearifan lokal Gorontalo berkaitan hubungan harmonis antara manusia dengan buaya.“Ini dikarenakan, dalam adat Gorontalo, buaya digambarkan sebagai sosok penolak bala, pelindung manusia, yang menelan semua bencana.Habitat buaya muara di Provinsi Gorontalo dapat dijumpai di perairan Kabupaten Gorontalo Utara meliputi Desa Ilangata Barat, Kecamatan Anggrek; Desa Mootinelo, Kecamatan Kwandang. Perairan Kecamatan Duhiadaa, Kabupaten Pohuwato meliputi Sungai Mootilango, Randangan, dan Cagar Alam Tanjung Panjang.Selain itu habitat buaya muara juga dapat ditemukan di muara Sungai Pohu yang berbatasan langsung dengan Danau Limboto, Kecamatan Limboto, Kabupaten Gorontalo." "Ada Peran Unik Buaya Muara, dalam Budaya Masyarakat Gorontalo","Di Kabupaten Bone Bolango habitat buaya bisa ditemukam di Sungai Bone. Bahkan di Desa Kramat, Kecamatan Mananggu, Kabupaten Boalemo terdapat pantai yang diberi nama Pantai Batu Buaya.  Di Indonesia terdapat empat jenis buaya yang dilindungi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018. Pertama,  Crocodylus porosus [buaya muara] yang dapat dijumpai di seluruh Indonesia. Kedua, Tomistoma sclegelli [buaya sinyulong] dengan wilayah penyebaran Sumatera dan Kalimantan.Ketiga, Crocodylus siamensis [buaya siam] dengan sebaran di Kalimantan, serta keempat, Crocodylus novaeguineae [buaya irian] dengan wilayah sebaran Papua.  [SEP]" "Studi: Rusaknya Hutan Berdampak Buruk pada Kehidupan Kucing Batu","[CLS]   Membayangkan hutan hujan tropis yang dibuka untuk perkebunan sawit, maka hewan pertama yang terlintas dalam pikiran kita mungkin orangutan. Tapi, ada spesies penghuni pohon lain, yang hampir tidak dikenal, bila hutan hilang akan berdampak lebih buruk dari yang kita perkirakan sebelumnya.Faktanya, sebuah studi baru menunjukkan bahwa kucing batu [Pardofelis marmorata], kucing semi-arboreal asli Asia selatan, sangat terpengaruh oleh konversi hutan menjadi perkebunan sawit. Untuk itu, direkomendasikan untuk meningkatkan status konservasi spesies ini dari status Hampir Terancam menjadi Rentan [Vulnerable/VU].Studi tersebut, yang diterbitkan dalam jurnal Ecosphere, menunjukkan kucing lain yang bergantung pada hutan, seperti margay [Leopardus wiedii], mungkin juga terpengaruh. Sebaliknya, beberapa kucing liar kecil yang menghabiskan lebih banyak waktu di tanah daripada di atas pohon dapat beradaptasi lebih baik dengan lingkungan yang kondisinya telah diubah oleh manusia.Para peneliti menganalisis foto hasil kamera jebak dari seluruh Asia Tenggara untuk membandingkan penggunaan habitat kucing batu dengan kucing kuwuk [Prionailurus bengalensis] yang lebih mudah beradaptasi.Mereka menemukan bahwa kucing batu, “Merespons secara buruk pembukaan habitat dan perkebunan sawit,” menurut Alexander Hendry, penulis utama makalah di University of Queensland, Australia.“Kucing batu adalah kandidat ideal untuk menguji hipotesis kami bahwa hewan semi-arboreal akan lebih sensitif terhadap degradasi hutan hujan, seperti penebangan, perambahan, fragmentasi, dan serbuan pertanian,” kata Hendry kepada Mongabay dalam wawancara email. Data kamera jebak menegaskan bahwa itu adalah “spesialis hutan interior” yang mengandalkan konektivitas hutan, menurut para peneliti.  " "Studi: Rusaknya Hutan Berdampak Buruk pada Kehidupan Kucing Batu","Beberapa spesies dapat beradaptasi dengan lingkungan perkebunan sawit, termasuk kucing kuwuk, yang menggunakannya sebagai tempat berburu hewan pengerat [walaupun disertai kekhawatiran lain, seperti risiko penularan penyakit dan paparan bahan kimia, seperti rodentisida].“Fakta bahwa kucing kuwuk menunjukkan respons berlawanan dengan kucing batu kemungkinan merupakan faktor yang berkontribusi pada ketidakmampuan mereka untuk beradaptasi dengan lanskap yang terganggu,” kata Hendry.Temuan ini juga menunjukkan bahwa kucing batu dapat menyesuaikan perilakunya sebagai respons terhadap aktivitas manusia. Biasanya aktif siang hari, dalam beberapa kesempatan spesies ini tertangkap kamera saat senja, dekat daerah yang terganggu, “Kemungkinan untuk menghindari saat ada kehadiran manusia,” kata Hendry. Akibatnya, “Kucing batu mungkin memiliki lebih sedikit waktu untuk berburu dan bepergian dari biasanya, atau mungkin menghadapi pesaing dan predator baru.”Temuan ini membuat para ilmuwan menyimpulkan bahwa spesies tersebut kemungkinan lebih berisiko dari yang diperkirakan sebelumnya, karena perubahan habitat dan perluasan perkebunan sawit.  Bagi Wai-Ming Wong, Direktur Panthera untuk program kucing kecil, penelitian ini adalah “contoh yang baik dalam menggunakan data tangkapan sampingan untuk memberikan wawasan tentang spesies yang kurang dipelajari.” Dia setuju dengan rekomendasi untuk memperbarui daftar kucing batu menjadi Rentan, kategori “terancam” dalam Daftar Merah IUCN, sejalan dengan spesies serupa yang bergantung pada hutan, seperti macan dahan [Neofelis spp.].“Habitat kucing batu dan spesies lain yang bergantung pada hutan seperti macan dahan [juga rentan] mengalami penurunan signifikan. Sementara, masih ada petak besar hutan utuh di Sumatera dan Kalimantan, habitat mereka di daratan [Asia Tenggara] yang terdegradasi dan terisolasi,” kata Wong kepada Mongabay melalui email." "Studi: Rusaknya Hutan Berdampak Buruk pada Kehidupan Kucing Batu","“Catatan kucing batu memang langka tetapi berlaku untuk banyak kucing kecil,” Jim Sanderson, pendiri dan Direktur Small Wild Cat Conservation Foundation, mengatakan kepada Mongabay melalui email, menambahkan bahwa “kurangnya catatan” tidak berarti mereka adalah lebih rentan.“Masalah kucing liar dan satwa liar lainnya di [Asia Tenggara] adalah hilangnya habitat besar-besaran, perburuan liar yang meluas, dan tindakan konservasi yang tidak memadai untuk mengurangi ancaman,” katanya. “Hanya kucing kuwuk yang sehat karena penyebaran tikus akibat perkebunan sawit yang menggantikan habitat alami.”  Kucing semi-arboreal terancam?Penulis penelitian mengatakan, kesimpulan mereka juga dapat diterapkan pada spesies semi-arboreal lainnya seperti margay, yang ditemukan di seluruh Amerika Latin, yang saat ini juga dinilai hampir terancam.Berdasarkan Daftar Merah IUCN, margay memngkinkan memenuhi syarat untuk dinaikkan statusnya menjadi Rentan dalam waktu dekat. Tadeu De Oliveria, seorang peneliti dan konservasionis Pro Carnivoros, yang memimpin penilaian tersebut, mengatakan situasinya mungkin telah berubah berdasarkan pengetahuan ekologi yang lebih baik.“Saya telah melihat rekaman margay bergerak di dahan pohon, tetapi setiap kali mereka bepergian atau berburu, mereka berada di tanah,” kata De Oliveria, kepada Mongabay dalam sebuah wawancara video. “Mereka memang memiliki kemampuan arboreal yang tinggi, tetapi mereka bukan arboreal itu sendiri.”“Dari apa yang kita ketahui tentang ekologi margay, hewan ini dapat beradaptasi dan tidak peka terhadap gangguan,” lanjut De Oliveria. Dia menambahkan, meskipun kucing tampaknya bergantung pada tutupan hutan dan konektivitas, mereka terlihat di area yang terganggu seperti hutan bekas tebangan." "Studi: Rusaknya Hutan Berdampak Buruk pada Kehidupan Kucing Batu","“Poin utama kami dari jurnal penelitian ini adalah bahwa margay dan kucing batu sebagai spesies semi-arboreal cenderung kurang dapat beradaptasi dan lebih terancam daripada kucing terestrial yang habitatnya masih saling berbagi,” kata Hendry.Dia mencatat, penelitian lain telah menemukan bahwa spesies kucing kecil di Amerika Latin, seperti jaguarundi [Herpailurus yagouaroundi] dan ocelot [Leopardus pardalis], dapat beradaptasi dengan perkebunan, sementara margay belum tentu demikian.De Oliveria mengatakan, dia setuju bahwa perkebunan, “Sama sekali berbeda dari penebangan atau bentuk gangguan hutan lainnya.”“Mengganti tutupan alam dengan sawit, atau perkebunan apa pun itu, tidak menguntungkan mereka sama sekali dan berdampak negatif bagi mereka,” katanya, seraya menambahkan bahwa penilaian ulang terhadap margay sedang dalam proses.  Hendry dan tim berniat memimpin ulang penilaian status kucing batu. Tantangan yang terus-menerus, yang meluas ke spesies kucing kecil lainnya, adalah sifat mereka yang penuh teka-teki dan kurangnya penelitian yang ditargetkan secara khusus. Ada kesenjangan pengetahuan tentang ekologi mereka.Sementara “sifat semi-arboreal” spesies tersebut kemungkinan besar berkontribusi pada ketidakmampuannya untuk beradaptasi, kata Hendry, ada juga data ilmiah yang terbatas tentang sebagian besar ekologi kucing batu yang lebih luas.Pertanyaan kuncinya, seberapa sering mereka berburu atau bepergian di pohon dibandingkan di tanah, dan apakah mereka memangsa spesies arboreal atau terestrial.Tetapi, kurangnya data seharusnya tidak menghalangi langkah-langkah konservasi, kata Sanderson.“Penelitian lebih terkait hilangnya habitat dan perburuan yang merupakan ancaman utama semua satwa liar tidak dibutuhkan lagi,” tulisnya. “Kami butuh tindakan [dan] program pengurangan ancaman.”" "Studi: Rusaknya Hutan Berdampak Buruk pada Kehidupan Kucing Batu","Selain merekomendasikan peningkatan status konservasi kucing batu, para peneliti mengidentifikasi negara bagian Sabah di Kalimantan, Semenanjung Malaysia, dan Myanmar barat laut sebagai kemungkinan wilayah inti untuk perlindungan spesies tersebut.“Satu hal penting adalah pentingnya menjaga konektivitas di antara petak habitat terisolasi di lanskap yang didominasi manusia dan pertanian,” kata Wong. Dia menambahkan, menyisihkan area dengan nilai konservasi tinggi untuk dijadikan sebagai koridor satwa liar adalah bagian dari kriteria Roundtable on Sustainable Palm Oil.Hal ini sangat penting untuk, “Satwa liar yang bergantung pada hutan seperti kucing batu, untuk dapat menyebar ke lanskap yang lebih luas,” kata Wong, “Sehingga membantu kelangsungan hidup mereka baik pada tingkat individu maupun populasi.”  Tulisan asli dapat dibaca pada tautan ini:  Forest loss may push tree-dependent marbled cats into threatened category. Artikel diterjemahkan oleh Akita Verselita. Referensi:Hendry, A., Amir, Z., Decoeur, H., Mendes, C. P., Moore, J. H., Sovie, A., & Luskin, M. S. (2023). Marbled cats in Southeast Asia: Are diurnal and semi‐arboreal felids at greater risk from human disturbances? Ecosphere, 14(1). doi:10.1002/ecs2.4338Mendes-Oliveira, A. C., Peres, C. A., Maués, P. C., Oliveira, G. L., Mineiro, I. G., De Maria, S. L., & Lima, R. C. (2017). Oil palm monoculture induces drastic erosion of an Amazonian forest mammal fauna. PLOS ONE, 12(11), e0187650. doi:10.1371/journal.pone.0187650Pardo, L. E., Edwards, W., Campbell, M. J., Gómez-Valencia, B., Clements, G. R., & Laurance, W. F. (2021). Effects of oil palm and human presence on activity patterns of terrestrial mammals in the Colombian Llanos. Mammalian Biology, 101(6), 775-789. doi:10.1007/s42991-021-00153-y  [SEP]" "Mengapa Harimau di Leuser Keluar ke Perkampungan?","[CLS]    Dalam tiga tahun terakhir,  2020-2022, harimau Sumatera dari Taman Nasional Gunung Leuser terlihat di luar kawasan hutan. Kemunculan mereka di sekitar pemukiman warga dekat Taman Nasional Gunung Leuser dalam kondisi berbeda-beda, ada yang sakit, luka-luka bekas jerat atau muncul dan memangsa ternak.Data Balai Besar TNGL, sudah ada 10 harimau Sumatera keluar kawasan dan muncul di pemukiman serta perkebunan warga berhasil diselamatkan. Sebagian besar harus menjalani proses rehabilitasi dan habituasi ke sejumlah suaka satwa sebelum lepas kembali ke taman nasional.Maman Rahman, Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser, kepada Mongabay mengatakan, 10 harimau yang berhasil diselamatkan mulai dari Aceh hingga Sumatera Utara ini dilepaskan ke dalam hutan kembali dalam kondisi yang sehat.Ada juga harimau saat ditemukan lumpuh, setelah menjalani pengobatan akhirnya layak pulang ke Taman Nasional Gunung Leuser.Beberapa antara lain sudah lepas liar, seperti Sri Nabilah, harimau betina ini masuk kandang jebak 24  Agustus 2020 di Desa Kapus,  Kecamatan Aek Bilah, Kabupaten Labuhan Batu,  Sumatera Utara. Kondisinya harus mendapat perawatan. Pada 3 November 2020,  lepas liar di Taman Nasional Gunung Leuser.  Ada juga Lhokbe, harimau yang diselamatkan 26 Juli 2022 di Lhok Bengkuang, Aceh Selatan. Pada 18 Agustus tahun lalu lepas liar di Gunung Leuser.“Sebelum lepas liar, seluruh harimau menjalani pemeriksaan medis baik pengambilan sampel darah dan kotoran untuk mengetahui apakah ada terpapar virus atau kuman.”Taman Nasional Gunung Leuser,  seluas 830.268,95 hektar, satu-satunya taman nasional di Indonesia yang memiliki empat mamalia besar hidup dalam satu tempat yaitu badak Sumatera, gajah Sumatera, orangutan Sumatera dan harimau Sumatera." "Mengapa Harimau di Leuser Keluar ke Perkampungan?","Persoalan muncul seperti konflik satwa dan manusia atau terkadang satwa ikut pergerakan mangsa buruan hingga keluar kawasan. Langkah-langkah sebelum penangkapan dan penyelamatan predator puncak ini, katanya, dengan menghalau atau mengusir melalui bunyi-bunyian dentuman keras seperti petasan atau mercon. Ia  berfungsi menghalangi satwa makin mendekat ke perkebunan atau pemukiman warga.  Harapannya, Kembali ke kawasan.Untuk 10 harimau itu terus muncul dan terkesan terbiasa berada di sekitar pemukiman bahkan seakan merasa nyaman di situ.Dia contohkan, harimau Bestie. Satwa ini terus berulang keluar dan sempat memangsa ternak warga hingga harus evakuasi.  Mengapa beberapa harimau keluar kawasan, katanya, ada beberapa penyebab. Dia belum bisa pastikan penyebab utama, tetapi praduga kuat karena  harimau mau memperluas daerah kekuasaan atau wilayah jelajah, termasuk Bestie.Dia bilang, memungkinkan harimau ini berusaha mencari teritori baru dan terus bergerak keluar kawasan apalagi area itu dulu wilayah jelajah mereka. Apalagi, katanya,  mangsa-mangsa buruan seperti babi hutan, kancil, rusa dan lain-lain berada di pinggir hutan.“Bisa juga harimau mendengar lolongan anjing dari sekitar perkampungan yang dekat kawasan hutan yang dapat memancing keluar kawasan karena mangsa juga.”Kemungkinan lain, katanya, karena mangsa buruan berkurang di dalam kawasan hingga di luar. Atau, dalam kawasan ada yang terganggu.  Untuk di Taman Nasional Gunung Leuser, katanya, masih banyak mangsa buruan jadi harimau keluar bukan karena kekurangan makanan.Faktor lain, katanya, bisa karena jarak antara hutan dengan perkampungan cukup dekat. Di TNGL. Jarak pemukiman ada yang berdempetan dengan TNGL. “Ini berbahaya sekali hingga mereka terus melakukan berbagai upaya salah satunya sosialisasi agar masyarakat bisa hidup berdampingan dengan satwa liar seperti harimau.”" "Mengapa Harimau di Leuser Keluar ke Perkampungan?","Selain itu, kata Maman, tak memancing harimau keluar dari kawasan dengan membiarkan ternak peliharaan berkeliaran di sekitar TNGL.Indra Exploiitasia Direktur KKH, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatakan, sudah melakukan beberapa langkah seperti population viability assessment (PVA). PVA ini, katanya, semacam survei populasi pada 2016. Dari data ini, KLHK menemukan populasi ada 604 harimau Sumatera.Dia bilang, kesulitan paling besar menjaga populasi dan habitat adalah perburuan satwa untuk diperdagangkan. Habitat yang terfragmentasi, katanya, juga jadi masalah besar.Haryo t Wibisono,  Direktur Sintas Indonesia menyatakan, hampir tidak ada kawasan luas yang mencukupi bagi ruang harimau dalam jangka panjang, 50-100 tahun yang akan datang, kecuali Leuser dan Kerinci Seblat.Karena itu, katanya,  keseriusan pemerintah dan para pihak harus ditingkatkan dalam pengelolaan habitat harimau. Selain itu, katanya, Juga mengidentifikasi kawasan-kawasan  habitat harimau yang masih mungkin untuk diperbaiki jadi habitat maupun koridor. ******* [SEP]" "Menolak Ikan Batak Punah, Apa yang Perlu Dilakukan?","[CLS]  Sejak beratus tahun lalu suku Batak yang berdiam di sekitar pesisir Danau Toba memiliki keterikatan dengan spesies ikan asli yang ada di perairan danau tersebut. Adalah ikan batak (Neolissochilus thienemannie), jenis ikan yang sering digunakan dalam ritual dan upacara adat, maupun untuk kuliner tradisional.Degradasi lingkungan dan introduksi spesies ikan luar seperti nila dan mujair semakin meminggirkan keberadaannya. Dikarenakan kelangkaannya dan menuju kepunahan, ikan batak dilindungi sebagai spesies ikan dilindungi berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1 Tahun 2021.“Masuknya jenis ikan yang bukan habitat asli menjadi kompetitor bagi ikan batak,” jelas Sekar Larashati, ahli Limnologi dan Sumberdaya Air BRIN kepada Mongabay melalui wawancara telepon.Menurutnya, penyebab populasi ikan batak di kawasan Danau Toba semakin berkurang yaitu faktor perubahan lingkungan seperti menurunnya kualitas air, masuknya limbah pertanian yang masuk ke perairan Danau Toba, penangkapan berlebihan, serta alat tangkap yang tidak ramah lingkungan.Sebagai contoh para nelayan di Bakkara, Humbang Hasundutan saat ini mengaku sudah tak pernah lagi menemukan ikan batak di daerah tangkapan. Hanya ada tinggal ikan jenis nila dan ikan-ikan kecil yang bukan asli perairan Danau Toba.  Pada Tahun 2016 Tim Pusat Penelitian Limnologi dan Sumber Daya Air LIPI pernah meneliti keberadaan Ikan Batak di Sungai Bonan Dolok, Kabupaten Samosir, yang merupakan Daerah Aliran Sungai Danau Toba“Saat itu kami tak jumpai jenis N. thienemanni di situ. Orang-orang tahunya ikan batak seperti ikan jurung, memang sekilas mirip,” sebut Sekar.Ikan batak memang berbeda dengan genus ikan tor atau yang biasa disebut ikan jurung atau ikan dewa. Jenis tor ini dijumpai di sungai-sungai di Sumatera." "Menolak Ikan Batak Punah, Apa yang Perlu Dilakukan?","Adapun jenis N. theimemanni memiliki badan pipih berwarna perak memanjang, terdapat 10 sisik di depan sirip punggung dan 26 sisik di sepanjang gurat sisi. Ada 10 baris pori-pori yang tidak teratur pada sisi moncong dan di bawah mata. Alur bagian belakang sampai ke bibir bawah terputus di bagian tengah.Ikan famili Cyprinidae ini merupakan ikan omnivora dan hidup di sungai beraliran deras dan jernih. Pada tahun 2020 IUCN Red List menyatakan Ikan N. Thienemannie masuk jenis yang terancam punah.Rachmad, Sihombing dan Sabariyah dalam penelitiannya yang diterbitkan dalam jurnal Kelautan dan Perikanan Terapan (2019) menemukan ikan batak sebanyak 25 ekor jantan dan 13 ekor betina dengan ukuran panjang sekitar 16 cm – 41,9 cm di tiga sungai di tiga kabupaten di Sumatera Utara. Baca juga: Swarno Lumbangaol, Pulang Kampung buat Lestarikan ‘ihan Batak’ Fungsi ikan batak dari sisi antropologisLalu bagaimana agar ikan batak dapat dilestarikan keberadaanya? Robert Sibarani, Guru Besar Antropologi Universitas Sumatera Utara menyebut kearifan lokal masyarakat lokal dapat menjadi alternatif penyelamatan.“Dulu semua kegiatan upacara memakai ikan, mulai dari siklus kelahiran hingga kematian. Orang Batak menggunakan ikan batak sebagai sajian dalam pesta,” jelasnya.Dalam Horja Mangupaupa atau upacara perkawinan adat Batak Toba, keluarga calon pengantin wanita menyajikan ikan ini ke calon pengantin pria. Sebaliknya pengantin pria memberikan persembahan berupa daging kerbau.Filosofinya, Ikan batak adalah simbol Boru Muli, pengantin wanita (oroan), dan pemberian ikan batak ke pria disebut sebagai Ulu ni Dekke Mulak. “Kini ikan batak sudah langka, harga per ekor mencapai jutaan rupiah, sehingga upacara memakai ikan batak perlahan ditinggalkan, diganti ikan mas, daging kerbau, atau babi. Pergeseran ini sudah berlangsung sejak 70-80 tahun lalu,” ungkap Robert." "Menolak Ikan Batak Punah, Apa yang Perlu Dilakukan?","Dalam upacara adat, ikan batak disajikan dalam bentuk arsik’ yaitu sajian ikan bumbu kuning dengan campuran rempah-rempah.Mitos yang berkembang di warga Desa Bonan Dolok, Samosir percaya ikan batak hanya keluar pada waktu tertentu. Bagi mereka yang melihat ikan itu akan mendapat rezeki atau keberuntungan.Penangkapannya pun tak boleh sembarangan. Hanya dikonsumsi untuk mengobati penyakit tertentu, lewat doa dan upacara di lokasi dimana ikan batak itu ditangkap.“Ikan yang berada di dekat pohon beringin tak boleh sembarangan diambil atau ditangkap. Kalau ikan sengaja ditangkap, dimasak 7 hari tujuh malampun ikan gak akan matang. Akan ada bala bagi mereka yang memakan,” sebut Robert.Dia menilai mitos semacam itu bisa jadi alternatif dalam pelestarian ikan batak di habitat alaminya dan mengurangi penangkapan berlebihan. Robert pun menyebut perlunya upaya budidaya agar generasi mendatang dapat mengenal ikan batak. Baca juga: ‘Mardekke-dekke’, Tradisi Batak Gotong Royong Panen Ikan Lokasi budidayaUntuk mencari lokasi budidaya yang sesuai dengan kesesuaian habitat alaminya, maka diperlukan aliran air yang masih alami, jernih dan kaya oksigen.Sekar Larashati menyarankan lokasi di perairan Desa Bonan Dolok. Sebagai kelompok ikan tawar divisi primer, ikan ini cocok dengan habitat di sungai dan danau di kawasan pegunungan. “Desa Bonan Dolok berpotensi untuk dikembangkan menjadi kawasan konservasi ikan batak,” sebut lulusan program doktor Denmark Technical University ini.Bonan Dolok di Kecamatan Sianjur Mulamula, Samosir adalah desa yang berada di pinggir Danau Toba. Ia memiliki lanskap yang baik, dikelilingi perbukitan, persawahan tradisional, dan terdapat air terjun.“Ekosistemnya masih terjaga, juga tumbuh pohon di sekitar sungai yang menjadi sumber makanan alami ikan batak. Airnya mengalir sepanjang tahun, dan bagian hulu masih hutan alami,” lanjutnya." "Menolak Ikan Batak Punah, Apa yang Perlu Dilakukan?","Dia meyakini bahwa konservasi habitat ikan batak akan melindungi biota lain yang hidup di sekitarnya, seperti keong dan cacing.Bila Bonan Dolok dijadikan kawasan konservasi ada hal yang perlu diperhatikan, misalnya pembuangan limbah domestik (rumah tangga), limbah industri, dan aktivitas penambangan. Selain itu pemerintah perlu kerjasama dengan masyarakat lokal untuk menjaga ekosistem agar memberi dampak positif bagi kualitas air di hilir (Danau Toba).“Upaya konservasi mesti berdasarkan kajian dan penelitian. Perlu juga keterlibatan warga sekitar, dan didukung dan menjadi program prioritas pemerintah setempat,” pungkasnya.   [SEP]" "Beban Berat Taman Nasional Tesso Nilo, Perambahan hingga Kebun Sawit Ilegal","[CLS]   Berbagai persoalan masih mendera kelestarian Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN).Selasa, 27 September 2022, sekelompok pemilik lahan sawit ilegal di kawasan TNTN, mendatangi Kantor Seksi Pengelola Wilayah (SPW) 1 Balai TNTN, di Desa Lubuk Kembang Bunga, Kabupaten Pelalawan, Riau.Kepala Balai TNTN Heru Sutmantoro mengungkap, amuk massa itu berkaitan dengan tim yang menangkap sembilan perambah hutan di kawasan TNTN, satu setengah bulan sebelumnya.“Hutan ini kan mestinya kita jaga dan rawat. Kami sudah maksimal mencegah terjadi perambahan,” terangnya kepada awak media, awal Oktober 2022.Heru mengatakan, sembilan orang itu telah dilepaskan karena mereka memperlihatkan surat keterangan tanah (SKT) yang dikeluarkan Kepala Desa Air Hitam, Kecamatan Ukui, Pelalawan, Riau“Mereka rakyat kecil yang tertipu,” katanya.Heru menegaskan, dia bersama tim bakal mengusut penerbitan surat tersebut.“Kepala Desa Air Hitam mengaku sudah menerbitkan 1.500 SKT dalam kawasan TNTN. Satu SKT, luasnya sekitar 2 hektar. Ini menyalahi aturan, makanya saya bersurat ke kepala desa tersebut untuk menghentikan dan mencabut SKT yang ada,” jelasnya.  Terus tergerusTaman Nasional Tesso Nilo ditetapkan oleh Kementerian Kehutanan melalui perubahan fungsi hutan produksi terbatas seluas 83.068 hektar. Penetapan dilakukan dua tahapan, berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor: SK.255/Menhut-II/2004 tanggal 19 Juli 2004 seluas 38.576 ha. Berikutnya, berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor: SK 663/Menhut-II/2009 tanggal 15 Oktober 2009 seluas 44.492 hektar.Andi Kusumo, Pengendali Ekosistem Muda Balai Taman Nasional Tesso Nilo menerangkan, perambahan masih terjadi di taman nasional ini." "Beban Berat Taman Nasional Tesso Nilo, Perambahan hingga Kebun Sawit Ilegal","“Hutan alam tersisa sekitar 13 ribu hektar. Sementara, 68 ribu mengalami deforertasi dengan rincian bukaan sawit 40 ribu hektar dan sisanya 28 ribu hektar berupa semak belukar, kawasan terbuka, dan permukiman,” terangnya di Pelalawan, pertengahan November 2022.Andi mengatakan, pemerintah terus berupaya menjaga TNTN dari kerusakan. Ini berdasarkan  SK Nomor SK. 72/Menlhk/Setjen/HPL.0/2/2018 tanggal 7 Februari 2022 tentang Implementasi Pengelolaan Ekosistem Tesso Nilo dengan pendekatan berbasis masyarakat. Penyelesaian konflik dilakukan dengan fokus pengelolaan TNTN.Balai Taman Nasional Tesso Nilo juga menerbitkan larangan menanam sawit dalam kawasan tanaman nasional melalui Surat Edaran Kepala Balai TNTN Nomor: SE.006/T.29/TU/Tks/1/2022.“Larangan berlaku bagi perorangan, kelompok, koperasi, maupun perusahaan,” jelasnya.Terkait surat edaran, Heru menjelaskan tujuannya memberikan pengetahuan dan imbauan kepada masyarakat tentang larangan menanam sawit dan aktivitas lain yang dapat merusak kawasan hutan TNTN.  Dasar pembuatan surat adalah, pertama, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990, tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya. Kedua, UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan jo UU Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU Nomor 41 Tahun 1999.Ketiga, UU Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.Keempat, UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Kelima, Peraturan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 6 tahun 2018 tentang Petunjuk Teknis Kemitraan Konservasi pada Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.“Untuk sawit di kawasan TNTN akan dilakukan penanganan sesuai peraturan yang berlaku,” katanya.  Penegakan hukum " "Beban Berat Taman Nasional Tesso Nilo, Perambahan hingga Kebun Sawit Ilegal","Dikatakan Heru, sejak terbitnya surat tersebut sudah beberapa kali upaya penegakan hukum dilakukan, berkolaborasi dengan Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum KLHK Sumatera Wilayah II Pekanbaru dan Kepolisian Resor Pelalawan, untuk memberi efek jera.“Surat edaran merupakan ketegasan Balai TNTN dalam pengendalian sawit di  kawasan taman nasional. Juga, warning bagi mereka yang tetap menanam karena dapat dilakukan tindakan hukum,” katanya.Penegakan hukum yang juga telah dilakukan pada 2022 ini adalah, 1 tesangka perambahan inisial N ditangkap pada Maret 2022 dengan barang bukti alat berat. April, 1 tersangka perambahan inisal J diamankan. Agustus, 3 tersangka perambahan ditangkap dengan abrang bukti chainsaw. September, 2 pembakar hutan dalam proses penyidikan.Selain tindakan hukum, upaya penyelesaian konflik juga dapat dilakukan dengan mengembalikan fungsi hutan Tesso Nilo, yang juga merupakan habitatnya satwa liar.“Upaya pemulihan dan pengembalian habitat satwa dilindungi harus dilakukan, agar keseimbangan ekosistem kembali berfungsi,” kata Nursamsu, Koordinator Eyes on the Forest.Mengutip Mongabay Indonesia, berdasarkan analisis peta yang dilakukan Greenpeace Indonesia, sekitar 355 hektar tutupan hutan di Tesso Nilo hilang sepanjang 2020. Analisis dengan data Nusantara Atlas memperlihatkan, ada peringatan GLAD di Tesso Nilo pada 2021.Peringatan GLAD (Global Land Analysis Discovery-Alert) adalah alat pantau berupa citra satelit yang dikembangkan University of Maryland dan Google untuk mengetahui perubahan tutupan hutan di suatu kawasan dalam skala paling terkecil dan waktu relatif singkat.“Data ini menunjukkan sekitar 700 hektar peringatan GLAD selama 2021 di hutan Tesso Nilo,” terang Sapta Ananda Proklamasi, Peneliti Pemetaan Greenpeace Indonesia, akhir Februari 2022.  Habitat satwa liar dilindungi" "Beban Berat Taman Nasional Tesso Nilo, Perambahan hingga Kebun Sawit Ilegal","Taman Nasional Tesso Nilo merupakan kawasan hutan hujan tropika daratan rendah di Pulau Sumatera. Berdasarkan data World Wide Fund for Nature (WWF) 2019, di sini terdapat sekitar 360 jenis flora, 1.107 jenis burung, 50 jenis ikan, 23 jenis mamalia, 18 jenis amfibi, 15 jenis reptil, 3 jenis primata, dan juga habitatnya harimau dan gajah sumatera.Flora yang tumbuh juga beragam, ada 360 jenis yang tergolong dalam 165 marga dan 57 suku. Tanaman pohon ada 215 jenis dan tanaman anak pohon sebanyak 305 jenis.Ical, warga Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Pelalawan, Riau, mengatakan pernah ikut menjadi anggota tim survei populasi satwa liar di TNTN, mulai 2008 hingga 2013.“Kami mendapati jejak hewan dan dilaporkan ke WWF. Ada tim yang memasang memasang kamera pemantau, setelah tiga bulan dilihat hasil rekamannya,” terangnya.Jalur yang dilalui adalah Kampung Bukit, Desa Kesumah lalu keluar di Kuansing, Banthin Mekar. Saat itu yang tampak hanya hutan belantara.“Terakhir, saya ikut survei gajah tahun 2013 untuk menentukan populasi,” jelasnya.Riszki Is Hardianto, Peneliti Kehutanan Yayasan Auriga Nusantara mengatakan, terganggunya habitat gajah sangat terihat di kawasan TNTN. Ini dikarenakan aktivitas penguasaan dan penebangan hutan yang terus terjadi, dan juga konversi hutan alam untuk perkebunan skala besar. Sehingga, batas-batas penggunaan ruang antara manusia dengan gajah menjadi sulit dipisahkan.“Hilangnya area berhutan menimbulkan konflik, selain masih adanya perburuan gajah untuk diambil gadingnya,” katanya, pertengahan November 2022.  Hilangnya potensi hutanKetua Asosiasi Madu Sialang Tesso Nilo, Wazar mengatakan, dulunya madu sialang yang merupakan hasil hutan TNTN mudah didapat.“Bisa 70 ton madu alam dalam setahun,” jelasnya." "Beban Berat Taman Nasional Tesso Nilo, Perambahan hingga Kebun Sawit Ilegal","Selain itu ada rotan, petai, dan tanaman obat seperti kayu manis, pasak bumi, yang didapat langsung dari hutan. Berbagai jenis ikan seperti baung, patin, juga udang masih didapati di sungai.“Namun, hilangnya pepohonan akibat perambahan dan alih fungsi lahan, terutama menjadi kebun sawit, menyebabkan semuanya hilang. Begitu juga dengan ikan yang semakin sulit didapat, karena lingkungan yang rusak,” paparnya. * Vera Lusiana, jurnalis Antara Riau.Liputan ini merupakan program Journalist Fellowship yang diselenggarakan Mongabay Indonesia dan Kaoem Telapak.  [SEP]" "Penyelundupan Satwa Masih Terjadi. Di Gorontalo, Gakkum LHK Amankan Jenis Satwa Endemik Kalimantan","[CLS]  Modus penyelundupan satwa liar dilindungi masih ditemukan di Sulawesi. Di Gorontalo, aparat berhasil mengamankan satwa endemik asal Kalimantan, yaitu 3  ekor bekantan (Nasalis larvatus) dengan kondisi 1 ekor dalam keadaan mati, serta 2 ekor owa jenggot putih (Hylobates albibarbis).Dalam operasinya tim operasi Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum LHK) Wilayah Sulawesi, Seksi Wilayah III Manado bersama dengan Balai KSDA Sulawesi Utara Seksi Konservasi Wilayah (SKW) II Gorontalo, mengamankan ZH (23), seorang sopir minibus yang merupakan pelaku penyelundupan satwa dilindungi (09/02/2023).Tim gabungan bergerak atas informasi dari masyarakat, yang melihat adanya satwa liar dalam kandang yang dimuat di dalam mobil minibus di Terminal Andalas, Kota Gorontalo.“Satwa tersebut dititipkan di mobil minibus angkutan penumpang dari Desa Toboli Sulawesi Tengah ke Kota Gorontalo untuk diserahkan ke perwakilan travel di Kota Gorontalo dan rencananya akan di bawa ke Kota Manado,” jelas Dodi.Pelaku disangkakan melanggar ketentuan Pasal 40 ayat (2) jo. Pasal 21 ayat (2) huruf a dan b UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100 juta. Baca juga: Jejak Tentara Penyelundup Paruh Bengkok di Maluku Utara Maraknya Perdagangan Satwa IlegalDalam beberapa tahun ini, Gakkum KLHK telah melakukan 1.915 operasi pencegahan dan pengamanan hutan, 453 di antaranya Operasi Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) yang Dilindungi UU dan berhasil mengamankan satwa liar sejumlah 238.362 ekor dan 15.870 buah bagian tubuh satwa liar. Tindakan tegas terhadap pelaku kejahatan satwa ini harus dilakukan." "Penyelundupan Satwa Masih Terjadi. Di Gorontalo, Gakkum LHK Amankan Jenis Satwa Endemik Kalimantan","“Pelaku harus dihukum maksimal, agar ada efek jera. Saya sudah perintahkan penyidik untuk mendalami keterlibatan pelakunya lainnya untuk memutus mata rantai kejahatan dan perdagangan tumbuhan dan satwa liar dilindungi,” tegas Dodi.Dalam pelaksanaannya, dia menyebut Gakkum LHK terus mengembangkan teknologi cyber patrol dan intelligence centre untuk pengawasan perdagangan satwa dilindungi secara online dan menjalin kerja sama dengan Ditjen Bea Cukai, Badan Karantina dan Bakamla serta Balai KSDA untuk pengawasan peredaran TSL dilindungi. Baca juga: Riau Jalur Rawan Penyelundupan Satwa Langka Kasus Penambangan IlegalSelain kasus penyelundupan satwa liar dilindungi ini, pada Rabu 8 Februari 2023 silam, tim operasi gabungan pengamanan hutan Balai Gakkum LHK Wilayah Sulawesi, Seksi Wilayah III Manado juga berhasil menghentikan pertambangan ilegal di kawasan Hutan Produksi  Boliyohuto Provinsi Gorontalo.Pada operasi ini Gakkum bekerja sama dengan Polisi Militer Angkatan Darat Gorontalo, Polda Gorontalo, Kejaksaan Tinggi Gorontalo dan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah VI Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Gorontalo berhasil menghentikan pertambangan ilegal di kawasan Hutan Produksi (HP) Boliyohuto Provinsi Gorontalo.Tim operasi gabungan berhasil mengamankan 2 unit excavator dengan 2 orang operator atas nama F (20) dan SB (30) serta 1 orang penanggung jawab lapangan atas nama S. Barang bukti dititipkan di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) Kelas I Gorontalo.“Berdasarkan informasi yang diperoleh, diduga penanggung jawab kegiatan tersebut adalah PT LGE dan CV GDP yang selanjutnya akan dipanggil untuk dimintai keterangan,” jelas Dodi." "Penyelundupan Satwa Masih Terjadi. Di Gorontalo, Gakkum LHK Amankan Jenis Satwa Endemik Kalimantan","Para pelaku disangkakan melanggar ketentuan Pasal 89 ayat (1) huruf a dan b jo. Pasal 17 ayat (1) huruf a dan b UU No. 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, sebagaimana diubah dengan Pasal 37 Perpu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 10 milyar.Dalam pernyataan tertulis, Dirjen KLHK, Rasio Ridho Sani menyatakan penindakan kejahatan tambang ilegal adalah bentuk komitmen dan keseriusan KLHK melawan kejahatan yang merusak lingkungan dan kelestarian hutan, merugikan negara dan mengancam kehidupan masyarakat.“Penindakan kasus ini tidak akan berhenti pada penindakan operator alat berat dan penanggung jawab lapangan, akan terus dikembangkan untuk menjerat pelaku utama, penerima manfaat atau beneficial ownership,” katanya.Rasio mengingatkan bahwa kejahatan tambang ilegal ini tidak hanya kejahatan perusakan lingkungan hidup dan kehutanan, akan tetapi juga merupakan kejahatan terhadap sumber daya mineral, sehingga pelaku harus ditindak pidana berlapis, agar ada efek jera. ***Foto utama: Bekantan (Nasalis larvatus), satwa endemik asal Kalimantan. Dok.: Ecositrop  [SEP]" "Sukabumi Jadi Pelindung Pertama Sidat di Indonesia","[CLS]  Sumber daya ikan (SDI) yang berasal dari perairan darat di Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat menjadi potensi besar yang bisa terus berkembang di masa mendatang. Salah satu di antaranya, adalah ikan sidat (Anguilla spp.) yang bernilai ekonomi tinggi di pasar internasional.Dengan daya jual yang sangat tinggi, sidat seperti menjadi ikon tak resmi daerah yang menghadap langsung ke Samudera Hindia itu. Dari hari ke hari, permintaan terhadap ikan tersebut terus naik, karena menjadi komoditas yang disukai masyarakat di Asia Timur itu.Namun, seiring terus meningkatnya permintaan terhadap Sidat, penangkapan ikan tersebut secara langsung di alam bisa memicu terjadinya kelangkaan dan bahkan kepunahan. Untuk itu, Pemerintah Kabupaten Sukabumi fokus untuk mengembangkan melalui pengelolaan yang tepat dan bijak.Bersamaan dengan itu, Pemerintah Indonesia juga fokus untuk mengelola seluruh potensi SDI yang ada di wilayah perairan darat. Kegiatan tersebut dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan menggandeng Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO).baca : Semakin Populer, Sidat Semakin Terancam  Di Sukabumi, kedua lembaga tersebut kemudian melaksanakan kegiatan inisiasi pengelolaan perikanan wilayah perairan darat yang dimulai sejak 2018. Kegiatan tersebut dilaksanakan langsung iFish, dan dibiayai oleh Global Environment Facility (GEF).Proyek iFish menjadi proyek perikanan darat terbesar di Indonesia, karena ada daerah lain yang melaksanakannya. Perikanan darat umumnya diusahakan industri skala kecil, oleh komunitas masyarakat di sepanjang daerah aliran sungai.Kepala Pusat Riset Perikanan KKP Yayan Hikmayani menjelaskan, sejak iFish memulai kegiatan pada 2018, pendataan secara berkala mulai dilakukan dan menghasilkan data bahwa sebanyak 40 persen hasil tangkapan ikan sungai sudah menjadi konsumsi keluarga di sana." "Sukabumi Jadi Pelindung Pertama Sidat di Indonesia","“Itu pendataan secara resmi dilakukan sejak 2021. Dari data tersebut, diketahui sebelas persen lainnya ikan dijual sebagai mata pencaharian tambahan masyarakat di sekitar sungai,” terang dia pekan ini di Sukabumi.Bagi dia, angka tersebut menunjukkan bahwa sungai dan perairan darat lainnya memiliki peran sangat penting bagi masyarakat di sana. Utamanya, untuk mendukung pemenuhan nutrisi dan kesejahteraan masyarakat.Yayan mengungkapkan, besarnya peran SDI dalam menopang kehidupan masyarakat di Sukabumi, menjadi penegas bahwa kekayaan SDI perairan darat di sana sangatlah besar. Termasuk, sidat yang sudah menjadi komoditas ekspor bernilai ekonomi tinggi.Salah satu cara agar SDI di perairan darat Sukabumi bisa dikelola dengan baik, maka diperlukan kerja sama semua pihak untuk saling memahami tentang potensi yang ada. Selain itu, diperlukan juga peraturan yang kuat berdasarkan hasil penelitian para peneliti dan ahli, serta menjadikan ilmu pengetahuan sebagai basis utama dalam menentukan sebuah kebijakan.baca juga : Mencegah Ikan Sidat Punah di Perairan Indonesia  Dengan demikian, upaya untuk melaksanakan pengelolaan perikanan air darat di masa mendatang akan lebih baik lagi dan bisa berjalan dalam waktu yang panjang. Jika cara tersebut berhasil, maka generasi mendatang akan terus menikmati segala potensi SDI perairan darat di sana.“Kekayaan sumber daya ikan di perairan darat Kabupaten Sukabumi harus mendapat perhatian dari semua pihak, karena kabupaten ini merupakan jalur strategis migrasi ikan sidat,” tegas dia. Benih AlamKegiatan iFish di Sukabumi sendiri fokus pada melaksanakan demonstrasi pembesaran benih (glass eel) sidat jenis Anguilla bicolor. Namun sampai sekarang, benih sidat untuk pembesaran masih mengandalkan hasil tangkapan di alam dengan tingkat harapan hidup yang sangat rendah." "Sukabumi Jadi Pelindung Pertama Sidat di Indonesia","Latar belakang tersebut menjadi alasan kuat kalau pengelolaan SDI perairan darat di Kabupaten Sukabumi memerlukan intervensi peraturan daerah. Pasalnya, jika terus berjalan seperti sekarang, dikhawatirkan SDI potensial akan semakin menurun jumlah populasinya.Menurut Yayan, pertimbangan tersebut kemudian menjadi dasar untuk melaksanakan penelitian dan pendataan secara berkala. Hasil dari semuanya, kemudian dijadikan sebuah dokumen yang kemudian disahkan menjadi Perda yang mengatur pengelolaan perikanan air darat.Perda tersebut kemudian disahkan pada Minggu (15/1/2023) dan diharapkan bisa mengintegrasikan tata kelola dengan sinergi para pihak untuk memastikan sumber daya perairan darat di Kabupaten Sukabumi dapat dimanfaatkan secara lestari dan mendukung ketahanan pangan masyarakat.Kepala Perwakilan FAO untuk Indonesia Rajendra Aryal menjelaskan, perda yang baru disahkan tersebut mengatur tentang kewajiban daerah untuk membuat jalur laluan ikan di setiap bendung dan bendungan di Kabupaten Sukabumi.Keberadaan jalur laluan menjadi sangat penting, karena itu akan menjadi jalur migrasi untuk jenis ikan tertentu seperti sidat dan ikan bernilai ekonomi tinggi lain seperti semah atau dewa (Tor spp.), betutu atau boboso (Oxyeleotris marmorata), dan belut macan (Siren reticula). Tanpa jalur laluan, siklus hidup ikan-ikan tersebut akan terganggu hingga populasinya terus menurun.baca juga : Ikan Sidat, Primadona Kuliner Jepang dari Indonesia  Selain membantu penyusunan perda pengelolaan perikanan perairan darat dengan berkelanjutan, Kabupaten Sukabumi juga difasilitasi KKP untuk menyusun rencana induk pengelolaan perikanan sidat. Menurut dia, dua kebijakan tersebut diharapkan bisa menciptakan integrasi tata kelola perikanan perairan darat dengan baik.“Juga, mendorong sinergi kuat para pihak dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya perairan darat khususnya untuk perikanan sidat,” tutur dia." "Sukabumi Jadi Pelindung Pertama Sidat di Indonesia","Wakil Kepala Perwakilan FAO untuk Indonesia Ageng Setiawan Herianto pada momen yang sama juga berharap kalau dua kebijakan yang sudah diterbitkan bisa menciptakan integrasi tata kelola perikanan darat, khususnya dalam pengelolaan dan pemanfaatan perikanan Sidat.Diketahui, saat ini terdapat sembilan spesies sidat di Indonesia dari total 19 spesies dan subspesies Ssdat yang ada di dunia. Kesembilan spesies tersebut hidup di kawasan perairan yang habitatnya mencakup perairan tawar (sungai maupun danau) yang terhubung dengan perairan laut.Untuk melindungi semua spesies, kemudian terbit Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 80 Tahun 2020 tentang Perlindungan Terbatas Ikan Sidat. Sebelumnya, Rencana Aksi Nasional (RAN) Konservasi Sidat juga berjalan sepanjang 2016-2020.Tahun lalu, KKP juga sudah menerbitkan Keputusan Menteri KP Nomor 118 Tahun 2021 tentang Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP) Sidat. Semua aturan itu diharapkan bisa memulihkan populasi sidat yang sudah mengalami eksploitasi.Namun, Direktur Pengelolaan Sumber daya Ikan KKP Ridwan Mulyana mengingatkan, saat menjalankan aturan yang ada, diperlukan partisipasi masyarakat di sekitar lokasi perairan. Mereka ini yang diyakini akan berperan lebih besar selama proses pelarangan berjalan.   [SEP]" "Tumbuhan Sapu-sapu, Harapan Pulihnya Lahan Bekas Tambang di Bangka Belitung","[CLS]   Ratusan tahun aktivitas pertambangan mineral di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, masih menyisakan ribuan hektar lahan kritis. Upaya penanaman telah dilakukan, yakni akasia, cemara sengon laut, jambu mete, karet, jeruk, alpukat, hingga kelapa hibrida. Namun, tidak semuanya mampu memulihkan ekosistem, nilai sosial-budaya, serta ekonomi hutan seperti semula.Penelitian Oktavia et al. [2014] menyatakan, penanaman akasia [A. mangium] dan jambu mete [A. occidentale] di beberapa lokasi di Belitung, tidak menunjukkan keanekaragaman yang tinggi. Hanya didominasi jenis tersebut, bahkan sulit dijumpai rumput di permukaan tanah.Terbaru, tumbuhan sapu-sapu [Baeckea frutescens L.], yang tumbuh subur di Bangka Belitung, menjadi harapan baru pemulihan lahan pasca-tambang. Sekaligus, memberikan alternatif ekonomi masyarakat melalui pengembangan minyak atsiri.“Sudah saatnya, masyarakat Bangka Belitung tidak hanya mengandalkan timah, alih profesi menjadi petani atsiri sapu-sapu,” kata Letjen TNI Purn Doni Monardo, Komisaris Utama MIND ID, saat mengunjungi padang sapu-sapu di Desa Air Batu Buding, Kabupaten Belitung, Jumat [27/01/2023] lalu.Komitmen ini diwujudkan dalam Program “Pengembangan Potensi Minyak Atsiri” Kolaborasi CSR Group Mining Industry Indonesia [MIND ID], sebuah BUMN Holding Industri Pertambangan Indonesia beranggotakan PT. ANTAM Tbk., PT. Bukit Asam Tbk., PT. Freeport Indonesia, PT. Inalum [Persero], PT. Timah Tbk., dan PT. Vale Indonesia.“Apapun jenisnya, suatu saat mineral akan habis, termasuk timah. Jangan sampai masyarakat tidak memperoleh apa-apa dari aktivitas penambangan, yang hampir 100 persen menimbulkan luka pada kulit bumi,” lanjut Doni, penerima gelar doktor kehormatan [doctor honoris causa] dari IPB University, berkat komitmennya pada isu lingkungan hidup." "Tumbuhan Sapu-sapu, Harapan Pulihnya Lahan Bekas Tambang di Bangka Belitung","Masyarakat Bangka Belitung umumnya belum tahu tumbuhan sapu-sapu bisa disuling menjadi minyak atsiri berharga mahal. Perkiraan Doni, untuk 1 ton pohon sapu-sapu bisa menghasilkan sekitar 10 liter minyak atsiri, dengan harga per liter berkisar Rp 300.000.“Artinya ada potensi pendapatan sebesar tiga juta rupiah, untuk 1 ton bahan baku. Namun, harga pastinya masih terus dikaji. Bagi masyarakat, jika difokuskan nilainya bisa lebih tinggi daripada menambang timah,” terangnya.Ketua Dewan Atsiri Indonesia, Irdika Mansur, mengatakan petani sapu-sapu di Bangka Belitung  tidak perlu khawatir.“Sebab, ada pengusaha yang siap menampung atau membeli,” katanya.Baca: Hutan Kerangas untuk Pulihkan Lahan Bekas Tambang Timah  Penjabat [PJ] Gubernur Kepulauan Bangka Belitung, Ridwan Djamaluddin mendorong penelitian dan pendampingan masyarakat untuk pengolahan minyak atsiri. Budidaya akan difokuskan pada 123.000 hektar lahan kritis di Bangka Belitung.“Kami akan membentuk unit pengelola, bantuan ini harus bisa dimanfaatkan dengan baik. Kami juga akan melibatkan generasi muda, agar ikut memanfaatkan peluang besar ini,” lanjutnya.Sebagai informasi, paket bantuan pengembangan minyak atsiri terdiri dari; mesin penyulingan [distilasi] berkapasitas satu ton, pembangunan instalasi, pembangunan tempat mesin penyulingan, gudang penyimpanan, motor gerobak, modal kerja hingga pelatihan bagi masyarakat. Semuanya akan didistribusikan ke enam kabupaten dan satu kotamadya di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.Baca: Mangrove, Harapan Utama Masyarakat Pesisir Timur Pulau Bangka  Potensi obat dan minyak atsiriDi luar Bangka Belitung, tumbuhan sapu-sapu bernama jungrahab, ujung atap [Kalimantan], atau si gamei-gamei [Minangkabau]. Tumbuhan semak berkayu dengan tinggi 4-6 meter ini, masuk suku Myrtaceae [pelawan, kernuduk, dsb.], yang tersebar luas di Asia Tenggara hingga Australia [Bean, 1997]." "Tumbuhan Sapu-sapu, Harapan Pulihnya Lahan Bekas Tambang di Bangka Belitung","“Sapu-sapu sangat cocok untuk revegetasi lahan pasca-tambang, tumbuh dari dataran rendah hingga perbukitan. Batang dan ranting kuat serta daun kecil seperti jarum, semua itu bentuk adaptasi di lahan ekstrim, miskin hara dan pH rendah [masam],” kata Tri Lestari, peneliti dan dosen Agroteknologi Universitas Bangka Belitung.Dalam penelitian Ito et al. [2016], sapu-sapu umum dimanfaatkan masyarakat sebagai obat tradisional untuk influenza, malaria, demam, sakit kepala, sakit perut, dan disentri. Bahkan, 12 senyawa yang terkandung mampu menjadi antibakteri, bahkan membunuh 50 persen sel kanker [payudara, pankreas, dan paru].“Namun, untuk dibuat menjadi obat yang diproduksi massal, harus melalui proses panjang karena harus melalui berbagai macam uji seperti toksisitas dan klinis,” kata Khoirun Nisa, seorang peneliti, dikutip dari situs resmi BRIN [Badan Riset dan Inovasi Nasional].Bagaimana minyak atsiri? Menurut Tri Lestari, yang selama ini meneliti potensi minyak atsiri pada sejumlah tumbuhan lokal Bangka Belitung, bagian tanaman sapu-sapu yang diambil untuk minyak atsiri biasanya daun segar.“Disuling lalu hasilnya dipisahkan dari aquades untuk melihat rendemannya,” katanya.Untuk budidaya, umur panennya lama karena proses dari benih menjadi bibit. Butuh waktu satu tahun, agar bibit berkembang sempurna.“Sebaiknya mencari teknik budidaya lebih cepat, misalnya kultur jaringan. Bibit yang sudah dipindahkan ke lahan, diberikan pupuk organik dan anorganik seimbang, karena yang mau dipanen adalah daun segar seperti tanaman teh,” lanjutnya.Menurut Irdika Mansur, tercatat 173 tanaman [termasuk sapu-sapu, cengkih, lada, serai wangi], bisa diekstrak jadi minyak atsiri.“Nilai ekspor minyak atsiri sebagai esensial oil mencapai 10 triliun Rupiah per tahun. Indonesia tiga besar dunia, bersaing dengan India dan China,” katanya.Baca juga: Jengkol, Tumbuhan Kaya Manfaat Asli Indonesia  Harapan" "Tumbuhan Sapu-sapu, Harapan Pulihnya Lahan Bekas Tambang di Bangka Belitung","Berdasarkan pengamatan Mongabay Indonesia, tumbuhan sapu-sapu tersebar dalam jumlah luas, terutama di kawasan hutan kerangas, di utara dan Pesisir Timur Pulau Bangka, dan hampir di semua pesisir Pulau Belitung. Persebaran ini sejalan dengan peta ecoregion hutan kerangas Sundaland di situs oneearth.org.Menurut Eddy Nurtjahya, peneliti biologi dari Universitas Bangka Belitung, kawasan padang sapu-sapu merupakan bagian hutan kerangas.“Namun menyepakati Whitten et al. [2000], itu berasal dari hutan kerangas terdegradasi.”Dalam High Conservation Value Toolkit Indonesia [2008], hutan kerangas harus dipertahankan dalam kondisi alaminya dengan zona penyangga minimal satu kilometer, seminimal mungkin kegiatan dilakukan di sana.Direktur Walhi Kepulauan Bangka Belitung, Jessix Amundian berharap, program pengembangan tumbuhan sapu-sapu jangan hanya berorientasi ekonomi.“Utamanya adalah mengembalikan ekosistem hutan semula, khususnya hutan kerangas yang terdegradasi. Padang sapu-sapu yang tumbuh liar di Bangka Belitung sedang berproses menuju hutan kerangas, karenanya pengembangan minyak atsiri harus dilakukan bijak,” tegasnya. Referensi:Bean, A. R. (1997). A revision of Baeckea (Myrtaceae) in eastern Australia, Malesia and south-east Asia. Telopea, 7 (3), 245–268.Ito, T., Nisa, K., Kodama, T., Tanaka, M., Okamoto, Y., & Morita, H. (2016). Two new cyclopentenones and a new furanone from Baeckea frutescens and their cytotoxicities. Fitoterapia, 112, 132–135. https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0367326X16301241Oktavia, D., Setiadi, Y., & Hilwan, I. (2014). The Physical and Cehmical Soil Properties on Heath Forest and Ex-Tin Mined Land in East Belitung District Sifat Fisika dan Kimia Tanah di Hutan  Kerangas dan Lahan Pasca Tambang Timah Kabupaten Belitung Timur. Jurnal Silvikultur Tropika, 5(3). https://journal.ipb.ac.id/index.php/jsilvik/article/view/9254" "Tumbuhan Sapu-sapu, Harapan Pulihnya Lahan Bekas Tambang di Bangka Belitung","Whitten, A., Damanik, S. J., Anwar, J., & Hisyam, N. (2000). Ecology of Sumatra. Tuttle Publishing.  [SEP]" "Daerah Diminta Waspada Antisipasi Kebakaran Hutan","[CLS]   Kebakaran hutan dan lahan diprediksi meningkat di sejumlah wilayah di Indonesia awal 2023. Beberapa titik wilayah rawan karhutla terpantau sudah memiliki titik panas, antara lain, Kalimantan Barat, Riau dan Kalimantan Tengah. Pemerintah daerah diminta siap siaga mengantisipasi karhutla.Dwikorita Karnawati,  Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan, potensi karhutla pada 2023 lebih tinggi dibandingkan tiga tahun lalu yang memiliki musim kemarau basah. Secara umum, katanya,  curah hujan pada 2023 diprediksi dalam kategori normal.“Perlu diwaspadai potensi karhutla pada Februari di wilayah utara Riau seperti Riau, sebagian Jambi, dan sebagian Sumatera Utara memasuki kemarau,” katanya dalam rapat koordinasi khusus penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di KLHK, Januari lalu.Dwikorita juga mendorong pemerintah daerah bersiap mengantisipasi potensi karhutla meskipun potensi hujan masih ada di sebagian wilayah pada April-Mei 2023.Mahfud MD, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan meminta,  seluruh pemerintah daerah perlu waspada mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan di wilayah mereka. Terutama, katanya, wilayah rawan kebakaran dan memiliki kawasan hutan guna mampu mencegah dan menanggulangi kebakaran di wilayahnya.“Saya berharap,  kepada seluruh pimpinan daerah yang mempunyai hutan rawan terkait kebakaran dari sekarang waspada. Kita pertahankan prestasi nasional kita yang beberapa tahun terakhir sudah sepi dari gugatan dan protes dunia internasional karena sudah bisa mengendalikan,” katanya, dalam konferensi pers Koordinasi Kesiapsiagaan Menghadapi Karhutla 2023, di Jakarta,  akhir Januari lalu.Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), luas kebakaran dalam dua tahun terakhir turun dari 358.000 hektar pada 2021 jadi 204.000 hektar pada 2022. Angka ini cenderung terus menurun setelah karhutla besar terakhir pada 2019 seluas 1,6 juta hektar.  " "Daerah Diminta Waspada Antisipasi Kebakaran Hutan","Pada 1-19 Januari 2023, terdapat pemantauan terjadi 66 kebakaran hutan dan lahan di 11 povinsi dengan luas total 459 hektar.“Tahun 2023 ini, Indonesia mungkin akan mengalami anomali iklim curah hujan menipis dan bisa jadi lebih panas,” ujar Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.Berdasarkan data satelit Modis dengan sensor Terra Aqua dari NASA dalam situs sipongi.menlhk.go.id setidaknya terdapat 33 hotspot (titik api) di seluruh Indonesia dan 73 penanganan kebakaran hutan dan lahan. Titik api itu tersebar di Jawa Timur, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Papua, Maluku dan Sulawesi.Bersama dengan TNI, Polri, KLHK dan Badan Nasional Penangulangan Bencana (BNPB) melakukan koordinasi dan pemantauan kesiapan setiap daerah dalam menghadapi karhutla. Baik dari kesiapan organisasi di daerah, sumber daya manusia dan teknologi.BNPB memiliki  ruang pemantauan khusus seluruh aktivitas kawasan hutan dan hutan serta potensi titik api di setiap daerah.”Koordinasi pemerintah daerah perlu diperkuat dan selalu memantau serta melaporkan kondisi titik api di daerah mereka,” ujar Mahfud.Letnan Jenderal Suharyanto, Kepala BNPB mengatakan, ada enam provinsi prioritas berpotensi tinggi karhutla, yakni Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan.  Meskipun begitu, katanya, tak menutup kemungkinan terjadi di provinsi lain.“Jika terjadi kebakaran kita operasi darat fokus sebelum api membesar maka api sudah dipadamkan. Kemudian operasi udara menggunakan heli patroli dan water bombing,” katanya.  Teknologi modifikasi cuacaDwikorita mengatakan, pemerintah juga mengantisipasi dengan teknologi modifikasi cuaca untuk mengatasi banjir di daerah, sebelum ada api, titik panas tinggi, dan lahan gambut kering." "Daerah Diminta Waspada Antisipasi Kebakaran Hutan","Tujuan TMC ini saat kemarau, katanya, untuk membasahi gambut agar kelembapan dan tinggi muka air terus terjaga. “Kita harus lakukan teknologi modifikasi cuaca khusus untuk pembasahan gambut dan mengurangi hotspot pada provinsi rawan karhutla. Tidak kalah penting kita harus patroli pengendalian karhutla dan manajemen gambut.”Siti bilang, akan terus melakukan pengendalian karhutla bersama para pemangku kepentingan terkait. “Kalau kebakaran hutan akibat swasta sepertinya tidak ada ampun. Jika ada hotspot di konsesinya, kita beri warning. Cara law enforcement itu ternyata paling baik. Kalau terdeteksi kebakaran di swasta pasti kena,” katanya.Secara terpisah, Arie Rompas, Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia mengatakan, penanganan karhutla selama ini belum serius dan masih seperti pemadam kebakaran. Padahal,  masalah ini bisa terprediksi dan diantisipasi sebelum ada titik api.“Asap itu terjadi atas kelalaian pemerintah dari sisi regulasi untuk hak atas lingkungan baik dan sehat. Kenapa karhutla terjadi, ya karena gambut rusak, izin kepada perkebunan skala besar keluar dengan regulasi lemah. Itu terjadi berulang,” katanya kepada Mongabay.Dia nilai, upaya pemerintah melindungi gambut belum efektif dalam mencegah kebakaran. “Penanganan berulang menjadi sebuah siklus yang dampaknya rakyat jadi korban.”Arie adalah salah satu penggugat kepada pemerintah atas karhutla dan kabut asap di Kalimantan Tengah pada 2015 ini mengatakan, dalam persidangan sempat disebutkan karhutla terkendali dalam beberapa tahun terakhir bukan usaha pemerintah. Namun, katanya,  karena La Nina atau musim kemarau basah.“Faktor utama dari kebakaran, ekosistem gambut rusak dan fenomena cuaca yang mempercepat kebakaran.” ********   [SEP]" "Menyoal Kebun Sawit Plasma di Papua","[CLS]    Ada kopi, petai, duku sampai rambutan. Bibit-bibit tanaman buah ini sedang Jerry Enef, siapkan untuk tanam di sisa lahannya. Sebagian besar tanah adat mereka sudah ditanami sawit.  Sekitar 1.500 hektar tanah Marga Enef sudah diserahkan ke PT Tandan Sawita Papua (TSP) untuk tanam sawit. Sebagai imbalan dari penyerahan tanah itu, saat ini Marga Enef mendapat kebun plasma sekitar 200 hektar.Jerry,  merupakan Ketua Marga Enef.  Marga yang biasa disebut Keret Enef ini mendiami Kampung Amyu, Distrik Arso Timur,  Kabupaten Keerom, Papua.“Kesepakatan kemitraan, kami sebagai pemilik 80 berbanding 20 pembagiannya. Kami dapat 20%, perusahaan 80%,” katanya.Marga Enef menerima hasil kebun plasma sejak 2021. Terakhir mereka menerima September 2022. Dana plasma dibagi pertiga bulan. Dalam setahun, setiap marga menerima empat kali. Dengan luas lahan 200 hektar, Marga Enef menerima sekitar Rp60 juta tiap tiga bulan.Sebagai ketua marga, Jerry membagi untuk semua anggota marga, tua, muda, hingga anak-anak.“Di Marga Enef per individu dibagi. Anak kecil juga dibagi. Yang sudah kawin dapat Rp2 juta, yang belum kawin Rp1 juta. Kalau anak sekolah Rp500.000.”Enef adalah satu dari delapan keret di Distrik Arso Timur dengan tanah ulayat jadi area konsesi TSP. Anak usaha PT Eagle High Plantations Tbk ini mendapat izin usaha perkebunan pada 2009 seluas 26.048 hektar.  Dari situ, ada 18.337,90 hektar sudah dikelola. Sekitar 13.000 hektar berhak guna usaha (HGU) dan ditanami sawit.Dua belas tahun lalu,  tepatnya 2010, Jerry Enef adalah satu ketua marga yang menerima uang  yang disebut sebagai “tali asih” dari perusahaan. Publik di Jayapura kala itu heboh dengan judul berita di harian Bintang Papua “3 Meter persegi Tanah Adat Senilai Sepotong Pisang Goreng.”  Berita itu membahas ganti rugi tanah adat milik penduduk Rp384.000 perhektar, atau hanya Rp384 per meter persegi. Mereka membandingkan dengan harga gorengan di Jayapura Rp1.000 per potong." "Menyoal Kebun Sawit Plasma di Papua","Perusahaan dan pemerintah tidak menyebut dana ini sebagai ganti rugi tetapi tali kasih. Selain dana tali kasih, dalam berita sama, Handoyo, Senior Vice President Corporate Care  TSP kala itu mengatakan, kalau perusahaan akan memberikan 20% kebun sawit kepada masyarakat sebagai petani plasma melalui koperasi.Di TSP, koperasi yang mengurus plasma ini bernama Koperasi Susjetkri. Susjetkri adalah singkatan dari Suskun, Jetty, dan Kriku, tiga kampung besar yang menaungi masyarakat pemilik ulayat di wilayah ini.Surat Keputusan Bupati Keerom Nomor 16/2013 mengatur hak dan kewajiban penetapan petani yang adalah masyarakat adat, pengurus koperasi Susjetkri, dan TSP.Tidak ada kekhususan dalam perjanjian. Salah satu pasal tentang kewajiban petani plasma antara lain menyediakan lahan minimal dua hektar tiap keluarga. Petani juga harus bersedia dipotong dari hasil tandan buah segar (TBS) untuk biaya operasional kebun, management fee, dan angsuran kredit kepada perusahaan kemitraan.Kewajiban perusahaan antara lain, membangun kebun mulai dari pembibitan, pembukaan lahan, sampai pemeliharaan tanaman. Juga, melaporkan biaya pemeliharaan tanaman kepada koperasi atau petani peserta dan Dinas Perkebunan dan Kehutanan Keerom, memotong angsuran kredit petani dari hasil penjualan TBS minimal sesuai jadwal angsuran bank. Kemudian, memotong alokasi biaya pemeliharaan tanaman menghasilkan dari hasil penjualan TBS.Adapun kewajiban koperasi antara lain, menyiapkan kartu anggota petani plasma, membuat rekening koperasi, mentransfer dana hasil kebun ke rekening anggota petani plasma, dan mengkoordinir angsuran kredit anggota petani plasma.“Cara pembagian, kalau sudah waktu, ketua pengurus induk punya hak untuk mengawal, mencairkan dana SHU triwulan, mengatur sesuai luas areal hektaran, dan membagikan kepada pemilik lewat ketua keret masing-masing,” kata Yohanis Bewangkir, Ketua Pengurus Induk Koperasi Susjetki." "Menyoal Kebun Sawit Plasma di Papua","Setelah pembagian ke ketua keret dengan perjanjian sudah menyerahkan hasil triwulan, maka tanda tangan kuitansi bersama. Keret Bewangkir adalah salah satu keret dengan lahan masuk areal TSP.Dari peta wilayah operasi TSP  yang dipegang Yohanis, delapan marga yang hak ulayat masuk konsesi TSP antara lain Putui, Jumbori, Enef, Bewangkir, Kera, Itungkir, Konondroy, dan Bugovgir.Menurut Yohanis, mereka pertama kali menerima uang plasma pada 2020. Kredit bangun plasma diperkirakan selesai pada 2025. Saat itu,  akan ada pembicaraan kembali, apakah plasma tetap dikelola perusahaan atau ke masyarakat.“Diserahkan kembali ke pemilik kalau pemilik sudah paham untuk mengelola. Kalau belum, berarti tetap ke perusahaan, manajemen yang kuasai, kita (pemilik ulayat) tinggal terima hasil.”  ***Perusahaan menjanjikan kebun plasma sebagai bagian dari pendekatan kepada pemilik ulayat saat proses pelepasan tanah adat tak hanya di TSP, juga perusahaan lain seperti,  PT Permata Nusa Mandiri (PMN), anak usaha Astindo Nusantara  yang mendapat izin lokasi seluas 32.000 hektar di enam distrik di Lembah Grime, Kabupaten Jayapura,  juga pakai pendekatan ini.Pada 2018,  terbit empat HGU di IUP perusahaan ini. Dua atas nama Koperasi Produsen Naba Nen Abdekan Mari Kita Bersama Membangun Plasma dan Koperasi Produsen Plasma Musari Mandiri.Meski sudah lama mengantongi izin, baru pada Januari 2022, tepat setelah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencabut izin pelepasan kawasan hutan, PMN mulai membuka lahan. Saat pembukaan lahan ini informasi tentang izin perusahaan ini beredar di masyarakat adat pemilik ulayat hingga menuai pro kontra.Rosita Tecuari dari Organisasi Perempuan Adat (Orpa) Suku Namblong di Lembah Grime yang mengawal kasus PMN ini menyatakan, plasma menjadi janji perusahaan ke tua-tua adat yang sudah melepaskan hak ulayat mereka." "Menyoal Kebun Sawit Plasma di Papua","“Saya pernah diskusi dengan salah seorang tua adat yang menjadi ànggota koperasi plasma. Beliau sampaikan, kalau terima sawit, akan jadi pengusaha hebat pengusaha yang berdasi.”Perusahaan juga janji tak kerja tetapi setiap bulan akan terima gaji saja. Rosita menirukan pernyataan tetua adat di lokasi konsesi PMN. Perusahaan menjanjikan masyarakat adat menjadi pengusaha sawit, saat sama menyatakan mereka tinggal menerima uang.Selain ada gaji bulanan, janji lain jaminan pendidikan anak bahkan sanoai keluar negeri, kesehatan, maupun pembangunan rumah. Janji-janji itu disebut akan berlanjut hingga anak cucu.  Hasil minimKarel Yarangga, Kepala Bidang Perkebunan, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Papua menyatakan, pembangunan kebun plasma bukanlah bagian dari ganti rugi perusahaan kepada pemilik ulayat.Permen Pertanian No 19/2013, perusahaan sawit yang beroperasi wajib membangun kebun plasma masyarakat setempat 20% dari IUP.“Kalau lihat dari kriteria itu makan 100% petani plasma adalah orang asli Papua karena yang punya adalah mereka, masyarakat adat.”Kompensasi untuk pelepasan tanah jadi HGU perusahaan tetap ada tetapi selain itu perusahaan punya kewajiban membangun plasma 20% dari luas areal yang dikuasai.Meski koperasi-koperasi yang membawahi masyarakat adat dibentuk di berbagai wilayah perusahaan, kenyataan tidak ada yang dikelola langsung masyarakat adat.“Plasma ini bukan murni petani. Mereka ini masyarakat adat yang langsung diadopsi jadi petani. Dari berbagai kelemahan mereka hingga hampir sebagian besar itu perusahaan mempekerjakan buruh yang ikut panen hasil dari plasma. Kata kasarnya kita punya petani terima bersih.” ucap Karel.Pemasukan masyarakat adat kecil karena mereka tidak bisa mengontrol biaya produksi. Padahal,  kalau petani dan koperasi kuat, pendapatan bisa lebih banyak." "Menyoal Kebun Sawit Plasma di Papua","“Makanya kalau dilihat, kita punya petani belum sejahtera. Yang dilihat dengan kasat mata ya. Indikator utamanya belum terima maksimal dari hasil itu. Tidak kelola sendiri jadi tidak mengontrol. Banyak biaya produksi yang keluar.”Padahal, kata Karel, luas plasma cukup besar. Satu keluarga bisa mengelola hingga tiga hektar. Di TSP jauh lebih besar lagi. Satu keluarga bisa sampai 10 hektar karena areal sangat luas dan masyarakat adat sedikit.“Kalau satu hektar bisa dapat Rp2 juta, satu bulan bisa Rzp20 juta.”Pendampingan dinas terkait terhadap koperasi dan masyarakat sangat penting. Dinas Pertanian, Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi harus mengawasi karena ada hak dan kewajiban mereka di perjanjian kerjasama. Jadi, katanya, antar perusahaan dan petani memiliki hubungan saling menguntungkan. Pendampingan kepada masyarakat, katanya, agar bisa mengelola keuangan dengan baik juga penting sebagai bagian dari plasma ini.Saat ini, katanya,  perusahaan memberi perhatian pada perkebunan plasma dengan baik untuk menjamin produksi. Perusahaan tidak bermaksud tidak menyerahkan tetapi ketika melihat petani tak mengurus, perusahaan mengambil alih karena juga punya kewajiban membeli hasil.Hilman Afif dari Yayasan Auriga Nusantara mengatakan, perusahaan meraup untung banyak dari situasi ini.Plasma, katanya, tak jarang digunakan perusahaan untuk mendapatkan “lahan lebih” dari yang telah mereka dapatkan melalui izin.Masyarakat, katanya, terima hasil sedikit, apalagi dengan skema koperasi primer untuk anggota (KKPA).  Dalam skema itu, hasil baru diterima pada  tahun ketujuh setelah tanam. Persentase bagi hasil sangat kecil, 70% untuk membayar cicilan. Hanya 30% yang diterima petani." "Menyoal Kebun Sawit Plasma di Papua","Masalah lain, katanya, transparansi informasi perusahaan ke masyarakat adat minim. Dalam laporan Auriga Nusantara bersama KPK tentang kerentanan korupsi dalam sistem perizinan perkebunan sawit memperlihatkan, mayoritas petani di Papua tidak pernah mendapatkan informasi berapa biaya perusahaan keluarkan untuk bangun dan merawat kebun plasma.Setelah panen, mereka juga tak tahu berapa penghasilan yang harus mereka dapat.“Mereka hanya diberikan bagi hasil dari perusahaan tanpa mengetahui berapa riil pendapatan dan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan.”  Realisasi kecilImplementasi kebun sawit plasma di Papua masih kurang dari 50%. Data Dinas Pertanian Tanaman Pangan Papua menyebutkan, hingga Agustus 2022,  ada sekitar 15.850,75 hektar kebun plasma di seluruh Papua. Luasan itu ada di konsesi perusahaan-perusahaan tersebar  di Kabupaten Jayapura, Keerom, Merauke, Boven Digoel, Nabire, dan Mimika.“Belum 100% dibangun. Ada yang baru 40-50%,” kata Karel.Dia bilang, penyebab realisasi plasma minim ini, karena persoalan hitung-hitungan internal perusahaan. Selain itu, kata Karel, kekhawatiran kampanye perlindungan hutan oleh berbagai organisasi lingkungan.Karel contohkan,  PT Rimba Matoa Lestari di Distrik Unurum Guay Kabupaten Jayapura,  hingga kini belum membangun plasma karena berada di areal gambut.Realisasi pembangunan perkebunan plasma, katanya, bagian dari penilaian usaha perkebunan (PUP) hingga perusahaan tetap berupaya memenuhinya.Auriga Nusantara  dan KPK menggunakan data IUP untuk menganalisa implementasi perkebunan plasma di Papua. Bangun plasma adalah salah satu kewajiban dalam IUP. Di Papua,  ada 33 perusahaan sudah verifikasi dengan luasan 897.946 hektar, tujuh sudah bangun kebun plasma 7.997 hektar, walau belum memenuhi syarat 20%." "Menyoal Kebun Sawit Plasma di Papua","Menurut Hilman, realisasi plasma rendah karena dua hal. Pertama, inkonsistensi regulasi. Perusahaan selalu pakai Pasal 15 (2) Peraturan Menteri Pertanian No.98/2013 yang secara umum menyatakan tak ada kewajiban pembangunan kebun plasma di dalam wilayah izin. Padahal, sebelum aturan terbit, sudah ada Permentan No.26/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan, menyebutkan pembangunan kebun untuk masyarakat bersamaan dengan pembangunan kebun yang diusahakan perusahaan.Pembangunan kebun masyarakat sebesar 20% ini berada dalam area izin perusahaan. Selain itu, UU Cipta Kerja, terjadi perubahan nomenklatur, dari wajib berganti memfasilitasi.Kedua, pengawasan kewajiban plasma oleh pemerintah daerah minim. Kondisi ini, memberi dampak pelanggaran oleh perusahaan. Bahkan, pelanggaran terjadi di perusahaan yang telah merealisasikan kewajiban.“Misal, dalam kontrak kerjasama antara perusahaan dan kelompok tani, seringkali posisi petani berada di pihak yang dirugikan.”Untuk memperbaiki tata kelola sawit di Papua,  termasuk perkebunan plasma, kata Hilman, pemerintah wajib evaluasi seluruh perusahaan sawit.Untuk perusahaan dengan izin dicabut, katanya, pemerintah harus memfasilitasi proses pengukuhan sebagai hutan adat. Tak kalah penting,  Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) harus turun tangan mengawasi pola kemitraan sektor perkebunan sawit sesuai yang diamanatkan UU No.20/2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah.“Dari banyak kasus yang terjadi ada indikasi pelanggaran terutama upaya penguasaan oleh usaha besar terhadap usaha mikro kecil dan menengah.”Tigor Hutapea dari Yayasan Pusaka Belantara mengatakan,  praktik kendali selalu tak menguntungkan masyarakat adat sebagai pemilik tanah. Mereka, katanya, tak punya kuasa mengelola, sama seperti petani plasma yang masuk dalam koperasi." "Menyoal Kebun Sawit Plasma di Papua","Dia bilang, perbaikan bisa dilakukan apabila pengelolaan dikuasai murni oleh koperasi. Belajar dari petani sawit mandiri, harga jual  TBS selalu tidak adil.Mengatasi kerumitan persoalan perkebunan sawit dan realisasi perkebunan plasma untuk masyarakat adat pemilik ulayat ini, Tigor berpendapat, harus melihat peluang ekonomi yang lain.Papua,  memiliki banyak peluang ekonomi lain selain sawit.“Kalau mau membangun sawit maka akan membuka akses korporasi-korporasi di Papua, dan akan makin banyak hutan yang harus dibuka.”  ****** Liputan ini bagian dari program Journalist Fellowship yang diselenggarakan Mongabay Indonesia dan Kaoem Telapak pada 2022. [SEP]" "Peremajaan Kebun Sawit Belum Selesaikan Berbagai Persoalan Petani Mandiri di Landak","[CLS]  Mobil bak terbuka menelusuri jalan tanah di antara tanaman sawit muda. Jalan hanya bisa satu mobil. Kendaraan roda empat itu berhenti tepat di sebelah tumpukan tandan buah segar (TBS) sawit.Yunus, petani mandiri dari Desa Amboyo Utara, Kecamatan Ngabang, Landak, Kalimantan Barat, bersama seorang rekan turun dari mobil membawa dodos. Dengan alat panen ini, satu persatu TBS mereka masukkan ke bak mobil.“Kemarin panen, hari ini buahnya diangkut,” katanya,  tahun lalu.Buah sawit terbilang masih kecil. Berat sekitar 3-4 kilogram. Ini buah dari tanaman baru berusia tiga tahun. Lahan sawit milik Yunus ini merupakan hasil dari program peremajaan sawit rakyat (PSR).Yunus cerita, pada 2019 mendengar ada program peremajaan sawit rakyat (PSR) dari pemerintah untuk kebun sawit tua dan tak lagi produktif. Karena merasa perlu, dia pun memberanikan diri mengikuti program itu.Dia termasuk di antara petani sawit di Kabupaten Landak yang ikut PSR pertama kali.“Lahan saya yang ikut PSR itu 1,9 hektar,” katanya.Setelah menunggu sekitar tiga tahun, tanaman mulai berbuah. Pertama kali panen sekitar April 2022. Beberapa bulan tidak panen karena buah masih kecil hingga sulit terserap pabrik. “Kalau sekarang buah sudah lebih besar.”Petani mandiri lain, Oren juga mulai memetik hasil dari program PSR tiga tahun lalu. Lahan satu kaveling atau sekitar 1,9 hektar hasilkan 1,5 ton sekali panen.Di antara tanaman  sawit berukuran lebih satu meter itu, ada beberapa tanaman pisang. Tanaman buah ini merupakan tumpang sari yang menyokong pendapatan warga sambil menunggu sawit berbuah.  “Sekarang pisang tinggal sedikit karena sawit makin tinggi,” kata warga Desa Amboyo Utara ini.Ismail Lapan, Ketua Koperasi Produsen Titian Sejahtera Mandiri, mengatakan,  lebih setengah dari sekitar 100 anggota koperasi mengikuti peremajaan sawit. Sebagian lahan yang ikut peremajaan tahap pertama sudah mulai memanen hasil." "Peremajaan Kebun Sawit Belum Selesaikan Berbagai Persoalan Petani Mandiri di Landak","“Satu petani rata-rata (lahan yang diremajakan) satu kaveling atau sekitar 1,8-2 hektar,” kata petani sawit mandiri ini.Ismail bilang, para petani sawit mandiri sebagian besar eks plasma Perusahaan BUMN PTPN XIII. Perjuangan para petani mandiri yang mengikuti program ini tidaklah mudah. Mereka tidak memiliki contoh dan gambaran riil peremajaan kebun.  Petani, katanya,  harus merelakan tanaman sawit diganti dengan tanaman baru meski berisiko kehilangan pendapatan sekitar tiga tahun. Sambil menunggu tanaman tumbuh dan berbuah, petani pun memanfaatkan lahan yang masih terbuka untuk menanam aneka sayuran dan buah dengan sistem tumpang sari.“Ada yang menanam timun, kacang, ubi, pisang, dan sayur-sayuran. Ada juga yang menanam tebu dan jagung. Hasilnya nanti bisa dijual kembali untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,” katanya.Petani juga bekerja di lahan sawit yang masih produktif milik petani lain. Mereka kerja serabutan guna memenuhi kebutuhan sehari-hari, selain untuk perawatan sawit yang diremajakan.Untuk program PSR, awalnya petani dapat insentif Rp25 juta per hektar. Terbaru, pemerintah melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menaikkan jumlah insentif jadi Rp30 juta per hektar. Nominal ini, kata Ismail,  hanya cukup sampai tahap penanaman, tak cukup buat biaya perawatan seperti pupuk.Kondisi ini menyulitkan petani. Terlebih saat ini, harga pupuk naik hingga dua sampai tiga kali lipat. “Belum lagi masalah jalan dan gorong-gorong jembatan yang rusak membuat kami kesulitan membawa buah,” katanya.Landak,  merupakan kabupaten pertama di Kalimantan Barat yang menjalankan PSR sejak awal program ini bergulir.Yulianus Edo Natalaga, Kepala Dinas Perkebunan Landak, mengatakan, sebagian besar lahan PSR mulai berbuah." "Peremajaan Kebun Sawit Belum Selesaikan Berbagai Persoalan Petani Mandiri di Landak","Mereka yang ikut PSR, katanya,  adalah petani yang sudah dapat rekomendasi teknis (rekomtek) pada 2018 dengan tahun tanam 2019. Setidaknya, ada empat koperasi dengan kebun sawit sudah panen.“Karena masih tanaman baru, produksi sekitar 500-750 kg per hektar. Produksi TBS ini memang tergantung perawatan.”Edo menceritakan, proses pengajuan PSR mulai 2017. Akhir 2018, rekomtek  keluar 2.500 hektar. Meski sudah keluar rekomtek, namun dalam pelaksanaan tak langsung bisa cepat eksekusi.“Tantangan dalam pengerjaan saat itu cukup besar. Karena petunjuk teknis bisa dibilang masih meraba-raba saat itu,” katanya.Data Dinas Perkebunan dan Peternakan (Disbunnak) Kalbar, menunjukkan, terdapat 72,806 hektar kebun sawit tua ataupun rusak. Muhammad Munsif, Kepala Disbunnak Kalbar,  mengatakan,  terus meningkatkan capaian PSR guna mendorong industri sawit berkelanjutan.Menurut dia, berbagai kemudahan diberikan pemerintah guna mempercepat realisasi PSR. Salah satunya,  dengan menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 03/2022 tentang Pengembangan Sumber Daya Manusia, Penelitian dan Pengembangan, Peremajaan, serta Sarana dan Prasarana Perkebunan Sawit.“Peraturan itu memberikan ruang kolaborasi perusahaan melalui jalur kemitraan.”Melalui kemitraan dengan perusahaan ini, dia optimis capaian PSR lebih progresif. Dia juga berharap,  berbagai kendala dapat teratasi dengan aturan baru ini.Data Disbunnak Kalbar, rekomtek keluar dari Dirjenbun dari 2018-Agustus 2022 sebanyak 16.674 hektar. Rinciannya, pada 2018-2021 secara berurutan adalah 2.867 hektar, 5.251 hektar, 6.247 hektar, dan 2.085 hektar. Untuk 2022, per Agustus rekomtek keluar 4.400 hektar.  Berbagai tantanganTantangan di lapangan juga tak sedikit. Pada tahapan merobohkan tanaman (tumbang chipping), misal, mendatangkan alat berat tidaklah mudah karena jumlah terbatas. Lahan yang ingin dibersihkan pun tersebar di banyak titik." "Peremajaan Kebun Sawit Belum Selesaikan Berbagai Persoalan Petani Mandiri di Landak","Kelangkaan bibit juga jadi kendala hingga kini. Persoalan bibit ini klasik karena dalam kondisi normal pun petani harus menunggu cukup lama. Apalagi,  dengan ada PSR, bibit makin sulit.“Ketika dana (untuk PSR) masuk, kemudian ke tahap tumbang chipping dan begitu selesai benihnya belum siap. Akhirnya ada waktu tunggu tanam. Bahkan ada yang sampai menunggu satu tahun,” sebut Edo.Menurut Edo, lahan yang menganggur ini oleh sebagian petani untuk menanam berbagai jenis tanaman. Pada 2019, mereka memiliki program pembagian benih jagung bagi petani yang mengikuti program PSR.Tak hanya jagung, petani secara mandiri berinisiatif menanam aneka sayuran dengan hasil untuk menopang perekonomian mereka yang hilang karena penebangan sawit.Muhammad Pramulya,  Dosen Pertanian Universitas Tanjungpura, mengatakan,  proses penanaman dan pemeliharaan tanaman sawit baru akan memengaruhi kualitas hasil TBS. Berat TBS ideal untuk usia tiga tahun adalah berkisar 3-5 kg.“Paling bagus itu berat buahnya lima kilogram,” katanya.Ada beberapa faktor yang berpengaruh berat dan produktivitas buah sawit, antara lain dari benih, pupuk, hingga kondisi alam.Pupuk, katanya, punya peran besar dalam memengaruhi kualitas tanaman. Dia bilang, 70% biaya pemeliharaan sawit terletak pada pupuk. Sayangnya, saat ini harga pupuk mengalami kenaikan juga banyak  pula beredar pupuk murah dengan mutu tak terjamin.“Pupuk benar-benar harus menjadi perhatian. Karena korelasi antara pupuk dan hasil tanaman itu sangat erat.”Begitu pula dengan faktor alam yang juga memberikan pengaruh pada hasil tanaman. Menurut Pramulya, respon pupuk dan pengaruh musim akan terlihat dalam dua tahun kemudian. Faktor ini memang tidak bisa dikendalikan, namun bisa diminimalisir bila penanganan tepat.Petani, katanya,  perlu membuat manajemen air yang baik, agar tanaman tak kekurangan atau kelebihan air.  Tak terserap pabrik?" "Peremajaan Kebun Sawit Belum Selesaikan Berbagai Persoalan Petani Mandiri di Landak","Ketika kebun sawit PSR mulai panen, muncul persoalan baru, hasil panen tak terserap pabrik sawit offtaker secara langsung.Rahian, petani sawit yang ikut program PSR menjual TBS ke pengepul  (loading ramp). Dia tak punya pilihan lain karena tidak ada perusahaan kebun sawit (PKS) terdekat yang membeli buah.Meskipun, harga yang harus diterima lebih rendah bila jual ke PKS.Dia bilang, kebun sawit warga Desa Amboyo Inti ini cukup jauh masuk ke dalam dengan medan bertanah. Untuk panen, katanya, perlu biaya angkutan yang tidak murah. Belum lagi harga pupuk yang mahal.“Harga pupuk sekitar Rp300 ribu. Kalau dulu hanya Rp150 ribu.”Ismail mengatakan, harga jual di loading ramp atau pengepul rata-rata Rp1.600-1.700 per kg. Harga sempat anjlok di bawah Rp1.000 per kg saat larangan ekspor CPO beberapa waktu lalu.Menurut Ismail,  koperasi sebenarnya telah bekerja sama dengan PTPN XIII. Dalam perjalanan, perusahaan milik negara ini tidak mampu menyerap TBS petani mandiri.Saat ini,  koperasi menjajaki kemitraan dengan salah satu PKS bersertifikasi ISPO di Ngabang. Mereka mendapat pendampingan untuk melengkapi berbagai persyaratan agar koperasi ini segera mendapat sertifikasi ISPO.“Sekarang dokumen hampir selesai. Tahun ini, mudah-mudahan bisa diajukan,” kata Ismail. Indra Rastandi, Ketua Asosiasi Petani Sawit Indonesia (Apkasindo) Kalbar, mengatakan,  kelompok tani atau koperasi yang sudah menanam di kebun PSR kini menghadapi kendala TBS tak terserap langsung ke PKS.“Karena begitu dikirim TBS lalu dikembalikan dan akhirnya dijual ke pengepul.”Kelompok tani yang mengajukan program PSR ini sebenarnya sudah melengkapi dokumen persyaratan, salah satu harus ada offtaker atau PKS penerima TBS.Mereka berharap, ada  solusi pemerintah atas permasalahan ini, terlebih program PSR di Kalbar masih terus berjalan.“Belum lagi yang tahun tanam menyusul mau dikemanakan itu TBS yang nanti dipanen oleh petani?”" "Peremajaan Kebun Sawit Belum Selesaikan Berbagai Persoalan Petani Mandiri di Landak","Edo bilang, saat ini belum ada kerja sama resmi antara kelompok tani atau koperasi yang ikut program PSR dengan PKS.“Belum ada kerja sama resmi. Syarat yang mengharuskan ada PKS offtaker itu sebenarnya syarat yang terbit tahun 2020, sebelumnya memang tidak ada,” katanya.Menurut Edo, petani mandiri yang dulu eks petani plasma PTPN XIII itu sebenarnya berharap BUMN milik negara itu menyerap TBS mereka. Masalahnya, perusahaan tengah mengalami kesulitan. “PTPN XIII saat ini hanya menyerap tanaman inti.”Dengan kondisi itu, katanya, para petani pun menjual TBS ke pengepul karena satu-satunya yang bisa menyerap sawit mereka. Ke depan, katanya, perlu didorong agar pengepul jadi bagian usaha koperasi.“Bagaimanapun untuk memenuhi satu dump truck itu perlu 7-8 ton, produksi petani paling tinggi dua ton. Hingga koperasi yang jadi pengepul seperti ini diperlukan.”  Saat ini, kata Edo,  ada delapan PKS beroperasi di Landak dan dua dalam proses pembangunan. Dinas sedang pendataan produksi sawit di Landak guna mengetahui seberapa banyak pasokan sawit dan kemampuan PKS dalam mengelola TBS. Terlebih, program PSR diyakini ke depan akan membuat produksi sawit di kabupaten itu terus bertambah.“Kita sedang menata data dan meminta mereka (PKS) merapikan data pasokan bahan baku.”Achmad Surambo, Direktur Eksekutif Sawit Watch,  menilai,  PSR semestinya melalui perencanaan simultan. Tidak hanya pada proses peremajaan tanaman, melainkan hingga pemasaran. Jangan sampai, katanya,  ketika petani panen, TBS mereka tak terserap lantaran kapasitas pabrik yang tak memadai.“Yang jadi soal kalau pabrik kurang, bisa membuat daya tawar milik petani itu rendah hingga harga juga tidak baik,” katanya." "Peremajaan Kebun Sawit Belum Selesaikan Berbagai Persoalan Petani Mandiri di Landak","Dia menilai,  pemerintah daerah semestinya sudah menghitung data dan proyeksi produksi TBS petani dan kemampuan PKS sekitar dalam mengolah buah. Data ini,  bisa jadi acuan membuat kebijakan atau rencana pengembangan perkebunan sawit.Soal dana peremajaan yang dinilai kurang, dia berpendapat perlu ada intervensi pemerintah dalam menghadirkan skema kredit paling cocok bagi petani lewat bank atau lembaga keuangan lain. Menurut dia, skema kredit saat ini tidak mengakomodir kebutuhan para petani.Dia juga menyarankan, petani untuk peremajaan bertahap alias tak semua lahan tua tebang sekaligus. Ada baiknya mempertahankan sebagian tanaman sampai sebagian lain yang diremajakan berbuah hingga petani tak kehilangan semua pendapatan.“Mekanisme-mekanisme seperti ini juga harus diperhatikan pemerintah, agar program ini dapat berjalan baik.”Untuk harga pupuk yang tinggi, dia sarankan petani membeli dalam jumlah besar lewat kelembagaan seperti koperasi hingga bisa mendapat harga lebih murah.Penggunaan pupuk sebenarnya bisa terencana sebelumnya . Solusi lain untuk mengatasi harga pupuk mahal, katanya,  dengan gunakan pupuk organik. **** Siti Sulbiyah adalah wartawan Pontianak Post. Liputan ini bagian dari program beasiswa bagi jurnalis yang diselenggarakan Mongabay Indonesia dan Kaoem Telapak 2022.     [SEP]" "Bagaimana Perkembangan Kasus Korupsi Perpanjangan HGU Kebun Sawit di Kuantan Singingi?","[CLS]     Satu persatu aktor yang terlibat korupsi perpanjangan izin hak guna usaha (HGU) perkebunan sawit PT Adimulia Agrolestari (Adimulia) di Kuantan Singingi, Riau, kena cokok Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Terbaru, KPK menahan tiga orang tersangka lagi. Yakni, mantan Kepala Kantor Wilayah BPN Riau M Syahrir, Komisaris Adimulia Agrolestari Frank Wijaya bersama General Manager Sudarso.Sudarso terlebih dahulu kena vonis dua tahun penjara dan sudah menghuni Lapas Kelas I Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, pada 28 Maret 2022. Empat bulan kemudian, giliran Bupati Kuantan Singingi nonaktif, Andi Putra, dihukum 5,7 tahun penjara. Keduanya diciduk saat operasi tangkap tangan KPK 18 Oktober 2021.Sudarso menyuap Andi Rp1,5 miliar untuk dapatkan rekomendasi persetujuan penempatan kebun plasma di Kabupaten Kampar. Ia sebagai syarat perpanjangan HGU yang diminta Syahrir. Serah terima uang baru terlaksana Rp500 juta. Sudarso menerima hukuman.Andi terus mengajukan upaya hukum sampai kasasi, setelah Pengadilan Tinggi Riau, Agustus lalu, menguatkan putusan Pengadilan Tipikor Pekanbaru. Andi beralasan, uang itu adalah pinjaman. Baca juga: Kala Bupati Kuansing Terjerat Kasus Korupsi Perizinan Sawit Babak baru?Adapun babak baru kasus ini, kaitan pemberian dan penerimaan hadiah atau janji dalam pengurusan perpanjangan HGU Adimulia di Kanwil BPN Riau.“Berdasarkan bukti-bukti dan perkembangan persidangan terdakwa AP, kemudian KPK kembangkan perkara ini ke tingkat penyidikan. Jadi patut kita duga, beberapa tersangka dalam perkara ini. Antara lain saudara MS, FW dan Sdr,” kata Firli Bahuri, Ketua KPK dikutip dari tayangan Youtube komisi ini, Oktober 2022.Inisial AP adalah Andi Putra, mantan Bupati Kuantan Singingi, lalu, FW merupakan Frank Wijaya, pemegang saham Adimulia Agrolestari. Sdr itu  Sudarso, selaku General manajer Adimulia dan MS merujuk pada M Syahrir, mantan Kakanwil BPN Riau." "Bagaimana Perkembangan Kasus Korupsi Perpanjangan HGU Kebun Sawit di Kuantan Singingi?","Penyidik mulai menahan Frank, sejak 27 Oktober 2022, di Rutan Polres Jakarta Selatan. Sementara Syahrir, sempat mangkir dan akan ada upaya paksa bila tidak datang pada panggilan kedua. Akhirnya,  dia menyerahkan diri dan ditahan mulai 1 Desember 2022.Ceritanya, Adimulia mulai mengurus perpanjangan sertifikat HGU sejak 2019. Frank menugaskan Sudarso dan meminta aktif melaporkan perkembangan. Sudarso mulai siapkan dokumen administrasi, menghubungi Syahrir hingga beberapa kali bertemu.Syahrir minta Rp3,5 miliar dalam bentuk mata uang asing dengan uang muka 40-60%. Syahrir janji segera percepat prosesnya.Sudarso lalu memberitahu Frank. Dia minta sediakan US120.000 Singapura setara Rp1,2 miliar untuk pemberian tahap awal. Frank setuju. September 2021, Syahrir memerintahkan Sudarso mengantar uang di rumah dinas. Syahrir melarang Sudarso bawa alat komunikasi.Beberapa hari kemudian, Syahrir langsung pimpin rapat ekspos permohonan perpanjangan HGU Adimulia di Prime Park Hotel, Pekanbaru. Kesimpulannya, Syahrir menyatakan usulan itu bisa ditindaklanjuti bila ada rekomendasi dari Andi. Isinya, tidak keberatan kebun masyarakat (plasma) di Kampar dan tak perlu membangun lagi di Kuantan Singingi.HGU Adimulia terletak di dua lokasi. Pertama, Kecamatan Kampar Kiri, Kampar, seluas 5.300 hektar. Kedua, Kecamatan Singingi Hilir, Kuantan Singingi, seluas 6.485 hektar. Di lokasi kedua belum ada kebun plasma padahal satu syarat HGU dapat diperpanjang bila perusahaan bersedia memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat minimal 20% dari luas HGU. Aturan ini tertuang dalam Permen ATR/Kepala BPN 7/2017 yang diubah dengan Permen ATR/Kepala BPN 18/2021 tentang tata cara penetapan hak pengelolaan dan hak atas tanah.Karena merasa kebun plasma di Kampar sudah cukup, Frank kembali menugaskan Sudarso mengajukan permohonan ke Andi supaya mendapat rekomendasi yang diminta Syahrir." "Bagaimana Perkembangan Kasus Korupsi Perpanjangan HGU Kebun Sawit di Kuantan Singingi?","Sudarso bertemu Andi beberapa kali di rumahnya maupun di rumah dinas bupati. Andi juga minta Rp2 miliar.Frank setuju tetapi bertahap. Tahap awal, Sudarso menyerahkan Rp500 juta. Pada 18 Oktober 2021, Sudarso mau menambah Rp200 juta lagi tetapi keburu tertangkap KPK.Malamnya, Andi menyerahkan diri ke Mapolda Riau. Dari persidangan Sudarso dan Andi, keterlibatan Syahrir pun terungkap.“Atas perbuatan para tersangka, maka saudara FW dan saudara Sdr sebagai pemberi melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP,” kata Firli Bahuri. Baca juga: Kasus Suap Izin HGU:  Petinggi Perusahaan Sawit di Riau Vonis Dua Tahun Sedangkan Syahrir, sebagai penerima, melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU yang sama.Syahrir sulit mengelak tak meminta uang dalam proses perpanjangan HGU Adimulia. Anak buahnya saja terang-terangan mengaku terima jatah dari perusahaan dan mengembalikan uang ke KPK. Rapat panitia pemeriksaan tanah yang diselenggarakan Kanwil BPN Riau di Prime Park Hotel, ditanggung perusahaan. Termasuk biaya operasional ke areal HGU yang akan diperpanjang.HGU Adimulia akan berakhir Desember 2024.Umar Fathoni, Kepala Bidang Penetapan Hak dan Pendaftaran, Kanwil BPN Riau, mengatakan,  proses perpanjangan HGU perusahaan ini terhenti sejak KPK membongkar praktik suap di lingkungan instansi pertanahan. Semua dokumen terkait disita komisi antirasuah.“Karena sedang proses hukum, kami tidak bisa memberikan statement. Ikuti saja proses hukumnya.”Umar dua kali jadi saksi dalam kasus korupsi perpanjangan HGU Adimulia. Masing-masing di persidangan perkara Sudarso dan Andi.Kasus Syahrir, penyidik KPK juga meminta keterangannya. Umar mengaku terima Rp15 juta usai rapat ekspos Panitia B di Prime Park Hotel, yang dipimpin Syahrir." "Bagaimana Perkembangan Kasus Korupsi Perpanjangan HGU Kebun Sawit di Kuantan Singingi?","Meski perpanjangan HGU Adimulia belum dapat proses, Umar menyebut perusahaan perkebunan yang hendak mendapat pembaruan hak atas tanah, tetap wajib memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat minimal 20% dari luas HGU. Hanya, mengenai proses penentuan lokasi dan jumlah petani penerima, ditetapkan bupati dan Dinas Perkebunan setempat.“Yang pasti ketika perpanjangan kami minta persyaratan itu,” kata Umar.Fahmi Zulfadli, legal Adimulia Agrolestari, irit bicara ketika Mongabay menghubunginya, 9 Desember siang.  Dia bilang, pemberitaan mengenai penetapan tersangka bosnya sudah banyak tersiar di media dan cukup mengikuti proses hukum saja.Fahmi juga bersaksi dalam perkara Sudarso dan Andi. Perannya, mengurus segala macam administrasi permohonan perpanjangan HGU, komunikasi ke sejumlah pejabat di instansi pertanahan kabupaten dan provinsi, termasuk bagi-bagi amplop berisi uang pada pejabat usai rapat ekspos Panitia B bahas kelengkapan dokumen mereka.  Tertutup Ahmad Surambo, Direktur Sawit Watch, tak heran kasus korupsi menjerat petinggi Adimulia, pejabat instansi pertanahan hingga kepala daerah. Menurut dia, pendaftaran maupun perpanjangan HGU diduga rawan dan krusial jadi pintu korupsi karena proses tak transparan.Tahapan-tahapannya,  jadi jalan negoisasi antara perusahaan dengan BPN karena pemerintah menganggap HGU wilayah privat dan rahasia. Hanya kedua pihak (BPN dan perusahaan) yang tahu.Lain hal bila ada pelibatan publik. Selama ini, katanya, masyarakat hanya tahu setelah HGU terbit atau pada waktu masa berlaku konsesi itu akan berakhir. Itu pun, kata Surambo,  hanya informasi mengenai nomor surat keputusan dan sertifikat, tak termasuk batas-batas maupun peta HGU." "Bagaimana Perkembangan Kasus Korupsi Perpanjangan HGU Kebun Sawit di Kuantan Singingi?","Seharusnya, risalah Pantia B diumumkan. Dari catatan itu teridentifikasi hak-hak masyarakat yang bersinggungan atau tumpang tindih. Hal ini, katanya, menyangkut pembebasan lahan atau ganti rugi yang jadi tanggungjawab perusahaan pemegang izin.“Kalau mau perbaikan (tata kelola BPN bebas korupsi) harus dibuat publik domain. Publik bisa mengawasi. Konflik lahan pun bisa dihindari sedini mungkin. Peluang korupsi juga makin kecil.”Jangan sampai, kata Surambo,  masyarakat tahu di ujung seperti sekarang. “Tiba-tiba terbit sertifikat. Penerbitan HGU kewenangaan negara. Karena itu rakyat mesti tahu karena bagian dari negara.”Tahapan pelibatan publik, katanya,  dapat mulai dari pengumuman akan ada perkebunan. Sejak izin lokasi keluar, izin usaha perkebunan sampai penerbitan HGU. Bahkan, katanya,  lebih jauh lagi, harusnya pada saat penyusunan tata ruang.Dari sinilah masyarakat akan mengetahui fungsi atau peruntukan tiap-tiap ruang yang ditetapkan pemerintah.Surambo tak sepenuhnya yakin dengan pelibatan kepala desa dalam rapat ekspos Panitia B yang diselenggarakan Kanwil BPN, saat pembahasan permohonan pendaftaran maupun perpanjangan HGU. Proses itu belum cukup. Kepala desa, katanya,  terkadang tidak meneruskan informasi atau kesimpulan rapat ke masyarakat. Pada banyak kasus, terjadi konflik ketika terbit HGU.Soal kewajiban perusahaan bangun kebun plasma, Marselinus Andri,  Kepala Departemen Advokasi, Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) bilang, hal itu seharusnya ada sejak perusahaan mengajukan permohonan. Ia dibuktikan dengan peta lokasi lahan yang hendak dibangun.Kemudian, panitia pemeriksaan tanah mengecek berkas dan verifikasi lapangan. Jadi, sebelum menambah jangka waktu kepemilikan HGU, BPN benar-benar memastikan perusahaan sudah memiliki plasma." "Bagaimana Perkembangan Kasus Korupsi Perpanjangan HGU Kebun Sawit di Kuantan Singingi?","Menurut Andri, ketiadaan kebun plasma di sekitar HGU perusahaan bisa menimbulkan berbagai dampak. Antara lain, masyarakat kehilangan lahan, mata pencarian dan kerugian ekonomi selama perusahaan beroperasi. Bila perusahaan kesulitan karena tak ada alokasi lahan yang hendak dibangun kebun masyarakat, mestinya pada masa perpanjangan HGU ini dengan sukarela mengurangi sebagian kebun inti mereka.“BPN pun mestinya mempertimbangkan kondisi itu atau tidak melanjutkan sama sekali pemberian HGU. Ketimbang melahirkan konflik. Di sini pula peran kepala daerah memastikan hak-hak masyarakat dari kewajiban perusahaan.”  Salahi aturanMenyoal rekomendasi Andi, perusahaan tak perlu memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat minimal 20% dari luas HGU, Surambo bilang, keputusan itu tergolong perbuatan melawan hukum. Kewajiban itu, katanya,  sudah tertuang dalam Permen ATR/Kepala BPN 18/2021.Jauh sebelumnya, juga diatur dalam UU 39/2014 tentang perkebunan dan Permentan 98/2013 mengenai perizinan usaha perkebunan.Andai perusahaan kesulitan mencari lahan—alasan ini dipakai Sudarso ketika Adimulia Agrolestari enggan membangun kebun plasma buat masyarakat sekitar areal HGU–, kata Surambo, perusahaan bisa membangun bisnis dengan melibatkan masyarakat senilai biaya bangun kebun plasma paling sedikit 20%.“Yang saya khawatirkan, membangun lahan masyarakat nilainya lebih kecil dibandingkan nyetor ke bupati. Dia pilih bayar saja. Enggak panjang prosesnya. Negoisasi cukup dengan bupati saja.”Senada dikatakan Marselinus Andri, Kepala Departemen Advokasi, Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS). Kewajiban perusahaan memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat, katanya, sudah harus ada sejak perusahaan mengajukan permohonan." "Bagaimana Perkembangan Kasus Korupsi Perpanjangan HGU Kebun Sawit di Kuantan Singingi?","Hal itu,  dibuktikan dengan peta lokasi lahan yang hendak dibangun. Kemudian, panitia pemeriksaan tanah mengecek berkas itu dan verifikasi lapangan. Jadi, sebelum menambah jangka waktu kepemilikan HGU, BPN benar-benar memastikan perusahaan sudah memiliki plasma.Andri juga mengkritik Syahrir yang buat rekomendasi Bupati Kuantan Singingi agar setuju tak ada kebun plasma. Seharusnya, kata Andri, bupati menetapkan calon petani calon lahan (CPCPL) yang akan menerima kemitraan perkebunan dari perusahaan. Bukan turut menyalahi aturan BPN mengenai pemberian maupun perpanjangan HGU, kaitan kebun plasma karena tak ada pengecualian.“Saya kira itu pelanggaran yang jelas oleh BPN.”Masyarakat bisa mengadukan keberatan perihal perpanjangan HGU, katanya, karena secara faktual perusahaan belum membangun minimal 20% kebun plasma. “Keberatan inilah yang jadi pertimbangan bagi BPN untuk tidak memberikan perpanjangan hak. Bukan meminta rekomendasi untuk membenarkan pelanggaran itu,” kata Andri.Dia bilang, ketiadaan kebun plasma di sekitar HGU perusahaan bisa menimbulkan berbagai dampak, seperti masyarakat kehilangan lahan, mata pencarian dan kerugian ekonomi selama perusahaan beroperasi. Bila perusahaan kesulitan karena tak ada alokasi lahan yang hendak dibangun kebun masyarakat, kata Andri, mestinya pada masa perpanjangan HGU ini dengan sukarela mengurangi sebagian kebun inti mereka.“BPN pun mestinya mempertimbangkan kondisi itu atau tidak melanjutkan sama sekali pemberian HGU. Ketimbang melahirkan konflik. Di sini pula peran kepala daerah memastikan hak-hak masyarakat dari kewajiban perusahaan.”  ******** [SEP]" "Harusnya Dilindungi, Landak Justru Diburu Gara-gara Ini","[CLS]   Ada sebuah batu yang harga per gramnya bisa melebihi harga emas. Besarnya, rata-rata seukuran kelereng. Warnanya ada yang krem, kemerahan, atau cokelat tua. Orang mengenalnya sebagai geliga atau batu mustika yang diperoleh dari perut landak. Tapi gara-gara batu yang berasal dari dalam perut, satwa unik ini jadi terancam kelestariannya.Sudah sejak lama orang percaya bahwa batu geliga mampu menyembuhkan berbagai penyakit. Sebuah tulisan menyebut geliga atau bezoar dikenal oleh orang Arab sebagai obat sejak abad kedelapan, lalu menjalar ke Eropa pada abad keduabelas.Dalam film Harry Poter, ramuan bezoar diajarkan sebagai penangkal segala racun. Ada peninggalan kuno berupa perhiasan bertahta bukan saja berlian, namun juga geliga. Ini menunjukkan betapa  berharganya geliga waktu itu.Baca: Nasib Landak Sumatera, Tidak Dilindungi Sebagaimana Landak Jawa  Sebuah penelitian yang di jurnal Nature Conservation, April 2021, dengan judul “The illegal hunting and exploitation of porcupines for meat and medicine in Indonesia” oleh Lalita Gomez menyatakan ada lima spesies landak yang hidup di Indonesia. Namun, berdasarkan penelitiannya, dari Januari 2013 hingga Juni 2020 terdapat 39 kasus penyitaan dengan jumlah landak sebanyak 452 ekor.Lima spesies landak yang dimaksud adalah landak ekor panjang [Trichys fasciculata] dan landak raya/melayu [Hystrix brachyura] yang keduanya ada di Kalimantan dan Sumatera. Lalu landak sumatera [Hystrix sumatrae] yang endemik Sumatera, landak jawa [Hystrix javanica] yang ditemukan di Jawa, Madura, Bali, Sumbawa, Flores, hingga Lombok. Sementara landak butun/duri tebal [Hystrix crassispinis] endemik Kalimantan." "Harusnya Dilindungi, Landak Justru Diburu Gara-gara Ini","Riset ini memaparkan fakta, landak diburu dan diekspoitasi secara ilegal di wilayah Indonesia. Indonesia, Malaysia, dan Singapura adalah hotspot perdagangan geliga landak. Pengamatan yang dilakukan pada 2019 di situs jual beli online, ada 121 penawaran sebanyak 680 hingga 1.332 geliga dalam waktu tiga bulan saja. Mayoritas dari Indonesia, kebanyakan di Jawa.Gomez mengungkapkan, landak raya merupakan spesies yang kerap ditemukan dalam penyitaan landak dan statusnya dilindungi pada Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999, tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa.Namun, berdasarkan Peraturan Menteri LHK Nomor P.106/MenLHK/Setjen/Kum.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi, jenis ini dikeluarkan dari status dilindungi. Sebagai gantinya landak jawa dimasukan sebagai satwa dilindungi.Selain diambil geliganya, landak juga diburu untuk diambil dagingnya. Selain dianggap hama, orang percaya daging landak berkhasiat sebagai obat dan aprodisiak. Sementara durinya dijadikan obat, suvenir, dan jimat.Baca: Tidak Dilindungi Lagi, Perburuan Landak Jenis Ini Bakal Meningkat  Fakta unikKebenaran apakah geliga landak bermanfaat untuk pengobatan masih menjadi perdebatan. Namun geliga landak amat dikenal dalam praktik pengobatan China. Beberapa penelitian coba melihat manfaat geliga landak untuk pengobatan, di antaranya untuk kanker.Geliga sebenarnya merupakan kumpulan dari bahan organik dan anorganik yang tidak tercerna landak. Bahan ini bercampur dengan zat lain di dalam saluran pencernaan, menggumpal, dan membentuk bulatan. Tidak semua landak memiliki geliga di perutnya. Ini menjadi penyebab landak mati sia-sia hanya demi diambil geliganya.Baca juga: Demi Batu Mustika, Perburuan Landak Meningkat  " "Harusnya Dilindungi, Landak Justru Diburu Gara-gara Ini","Geliga tidak hanya ditemukan di landak. Batu ini juga ditemukan pada binatang seperti kambing, sapi, unta. Meski terkesan garang dengan durinya berdiri saat terancam, sebenarnya landak binatang jinak. Dia hanya menyerang jika terancam. Duri tajamnya akan mudah terlepas dan bisa melukai predator.Landak merupakan hewan nokturnal yang aktif malam hari. Indera penglihatannya lemah, sehingga lebih menggantungkan pada pendengaran dan penciumannya. Landak termasuk herbivora, makan rumput, kulit kayu, umbi, buah, biji-bijian, dan pucuk tanaman. Sebagai hewan pengerat gigi depannya terus tumbuh. Itu sebabnya hewan ini kadang menggerogoti kayu keras atau tulang.Landak akan kawin setelah berumur sekitar 2 tahun dengan usia hidup rata-rata hingga 10 tahun. Satwa ini diketahui setia pada pasangannya.  [SEP]" "Menelusuri Jejak Duyung di Desa Pengudang Bintan","[CLS]  Beberapa anak-anak terlihat menyaksikan kerangka tulang seekor dugong yang sudah diawetkan di acara Festival Seafood Pengudang, Kabupaten Bintan pada akhir 2022 lalu. Kerangka tulangnya masih utuh, dari kepala hingga ekor.Namun kepak sayap tulang dugong ini memiliki lima jari menyerupai tangan manusia. Jari-jari tersebut menjadi perhatian pengunjung ketika melihat kerangka tulang dugong. “Jarinya memang lima, itu sejak pertama diawetkan, sudah begitu,” kata Yusuf salah seorang warga di Pengudang.Kerangka tulang yang dipajang di festival itu merupakan kerangka hewan dugong. Karena memiliki jari, membuat dugong ini semakin dipercaya warga sebagai ikan duyung, manusia setengah ikan.Yusuf mengatakan, kerangka dugong itu di awalnya digali setelah beberapa tahun dikubur. Kemudian diawetkan untuk keperluan penelitian salah satu perguruan tinggi di Indonesia. Sampai saat ini tulang dugong menjadi aset Desa Pengudang, Kabupaten Bintan. “Ini juga bukti bahwa desa ini banyak hewan dugong,” kata Yusuf.baca : Minim Sosialisasi, Dugong Terdampar di Lingga Dipotong dan Dijual Desa Pengudang Habitat DugongDesa Pengudang terletak di Timur Pulau Bintan Provinsi Kepulauan Riau. Desa ini memiliki pantai yang panjang. Selain itu juga tempat konservasi padang lamun. Setidaknya terdapat 2.600 hektar padang lamun di pesisir desa dalam kondisi sehat.Karena memiliki padang lamun yang luas. Desa ini disebut menjadi salah satu lokasi ekosistem dugong. Tidak dipungkiri beberapa kali kasus dugong terdampar, terperangkap jaring nelayan terjadi di desa ini.Hannashi, salah seorang warga Desa Pengudang yang acap kali menemukan dugong di perairan Desa Pengudang bercerita kepada Mongabay Indonesia. Ia mengatakan, dulu dugong yang ditemukan dimakan warga, sekarang setelah mengetahui aturannya dugong dilepas atau dikubur kalau sudah mati." "Menelusuri Jejak Duyung di Desa Pengudang Bintan","Penemuan dugong tidak terjadi baru-baru ini saja di Desa Pengudang. Tetapi sudah pernah ditemukan pada tahun 1982. “Ketika itu setelah ditemukan dipotong warga,” kata Hannashi akhir November 2022 lalu di kediamannya.Hannashi mengatakan memang dulunya dugong banyak di pesisir Desa Pengudang. Pada suatu ketika kata pria 60 tahun itu, satu ekor anak dugong pernah terperangkap di jaring ikannya. Selang beberapa menit, tiga ekor dugong menghampiri jaring tersebut. “Seolah-olah mereka ingin menyelamatkan anaknya,” kata Hannashi.Dahulu bagi masyarakat masuknya dugong ke jaring sebuah petaka. Pasalnya jaring nelayan akan rusak ketika tertangkap dugong. Kondisi itu membuat nelayan dan warga membawa dugong ke darat bahkan dijual untuk mencari pengganti jaring yang rusak.baca juga : Seekor Dugong ditemukan di Rupat Utara Bengkalis Riau. Bagaimana Kondisinya?  Seingat Hannashi ia menemukan dugong pada tahun 2001, 2013, 2015, dan 2018. “Yang tahun 2001 kita tidak tahu aturan, dipotong warga kemudian dibagi-bagi,” katanya.Terakhir pada 2018 Hannasi kembali menemukan dugong terdampar di perairan Desa Pengudang. Panjangnya hampir lima meter. Ketika itu dugong langsung dilepaskan. “Dilepaskan, karena tidak merugikan kami juga, kecuali jaring rusak,” katanya.Tidak hanya dijual dagingnya, beberapa bagian organ tubuh dugong juga diburu orang. Salah satunya taring dugong. Taring dugong banyak dicari karena dapat mengobati bayi yang sedang sakit.Taring direndam kemudian airnya diminum atau untuk cuci muka. “Saya masih simpan satu taring, sudah ada yang menawar, saya tidak mau karena tidak tahu lagi kapan kita bisa dapat ini taring,” katanya.Semenjak 2018 Hanashi tidak pernah lagi menemukan ikan dugong. Ia juga menceritakan bahkan beberapa tahun lalu seorang peneliti menyelam untuk mencari dugong juga tidak melihat keberadaannya." "Menelusuri Jejak Duyung di Desa Pengudang Bintan","Dalam situs The International Union for Conservation of Nature (IUCN) dugong berstatus vulnerable (rentan). Bahkan di China mamalia laut langka ini sudah dinyatakan punah, oleh Zoological Society of London (ZSL) dan Chinese Academy of Sciences dalam studi terbaru mereka.baca juga : Kisah Para Pemburu Dugong di Teluk Bogam  Masih Adakah Dugong di Desa Pengudang?Banyaknya habitat dugong di kawasan ini, menjadikan Desa Pengudang satu dari empat daerah di Indonesia yang mendapatkan program konservasi Dugong Seagress Conservation Project (DSCP) pada tahun 2016-2019. Sedangkan tiga daerah lainnya yaitu ada di Toli-toli, Waringin Barat dan Alor.Program tersebut hasil kerjasama dengan LIPI, Institut Pertanian Bogor (IPB), World Wide Fund for Nature (WWF) dan masyarakat setempat. Program utama DSCP berguna meningkatkan perlindungan terhadap duyung dan padang lamun di empat perairan tersebut.Peneliti Mamalia Laut Pusat Riset Oseanografi Badan Riset Dan Inovasi Nasional (BRIN) Sekar Mira belum bisa memastikan Desa Pengudang apakah masih menjadi hotspot keberadaan dugong atau tidak. Bahkan di Indonesia sulit mengetahui keberadaan dugong tersebut. “Sekarang sudah susah, kita tidak bisa lagi melihat secara langsung,” katanya kepada Mongabay Indonesia belum lama ini.Sekar mengatakan, program DSCP cukup berhasil di Kabupaten Bintan. Semenjak itu masyarakat jadi paham untuk melindungi dugong yang semakin punah. Namun, sosialisasi belum menyasar ke daerah lain. Seperti di Kabupaten Lingga. Sehingga masih banyak terjadi praktek jual beli bahkan masyarakat yang memakan daging dugong.baca juga : Padang Lamun di Teluk Bogam, Rumah Makan Kawanan Dugong  " "Menelusuri Jejak Duyung di Desa Pengudang Bintan","Kandidat doktor Leiden University itu mengatakan, yang amat penting dalam menjaga dugong tetap ada selain sosialisasi adalah penegakan hukum. Selama ini kepedulian pemerintah terkait keberadaan ekosistem hewan langka seperti dudong ini minim. “Ini yang perlu penegakan hukum, terkadang diabaikan,” kata Mira.Dalam sebuah penelitian bertajuk, “Kandungan Energi Lamun Desa Berakit dan Desa Pengudang Pulau Bintan untuk Mendukung Keberadaan Dugong” oleh LIPI, 2018 lalu menyebutkan berbagai ancaman mempengaruhi keberadaan dugong di Desa Pengudang. Diantaranya rusaknya habitat lamun, keberadaan alat tangkap nelayan, pembangunan di pesisir, hingga polusi atau pencemaran laut.   [SEP]" "Pengadilan Makassar Hukum Bos Kayu Walau Mangkir Sidang, Rasio: Sejarah Baru","[CLS]     Kali pertama di Indonesia, majelis hakim menjatuhi hukuman secara in absentia pada pelaku kejahatan lingkungan hidup.  Adalah dua terdakwa, Salahuddin Toto Hartono alias Toto dan Sutarmi masing-masing pidana penjara lima tahun, denda Rp2,5 miliar walau keduanya tak hadir di persidangan.  Kedua bos usaha pengolahan kayu ini terjerat kasus kayu ilegal yang disita pada 2019.Keduanya sah bersalah turut serta dan tak memiliki izin mengangkut hasil hutan sebagaimana UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan UU Hukum Acara Pidana serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan.Dalam vonis sidang terpisah pada 12 Desember 2022 ini dengan majelis hakim, Farid Hidayat Sopamena selaku hakim ketua, dan Franklin B Tamara, dan Yasri sebagai hakim anggota.Salahuddin Toto Hartono,  yang berdomisili di Kampung Rhepang Muaif, Distrik Nimbokrang, Jayapura, Papua ini merupakan kuasa Direktur CV Mevan Jaya, pemilik tiga kontainer kayu merbau ilegal 59,96 meter kubik.Sedang Sutarmi dari Desa Sentani Kota, Kecamatan Sentani, Jayapura, Papua merupakan Direktur CV Rizki Mandiri Timber, pemilik 29 kontainer berisi kayu merbau ilegal sebanyak 579,00 meter kubik.Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), mengatakan,  persidangan dan putusan secara in abstentia ini sejarah dalam penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan.“Ini harus menjadi pembelajaran bagi pelaku kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan. KLHK apresiasi Kejaksaan Tinggi Sulsel dan Kejari Makassar serta Hakim PN Makassar,” katanya di Makassar,  23 Februari lalu.Roy, sapaan akrabnya mengatakan, KLHK konsisten dan tak akan berhenti menindak pelaku kejahatan yang merusak lingkungan hidup dan kawasan hutan serta merugikan negara.“Kami akan menggunakan semua instrumen yang ada-agar ada efek jera,” katanya." "Pengadilan Makassar Hukum Bos Kayu Walau Mangkir Sidang, Rasio: Sejarah Baru","Menurut dia, penegakan hukum secara in absentia ini merupakan bukti komitmen pemerintah dan negara dalam melindungi sumber daya alam dan kekayaan negara dari ancaman kejahatan. Di mana sumber daya alam Indonesia, kata Roy, harus sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.“Kami mengapresiasi Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Kejaksaan Negeri Makassar yang membawa kedua terdakwa ke pengadilan dan Majelis Hakim PN Makassar yang menyidangkan dan memutuskan hukuman pidana penjara dan denda kepada kedua terpidana secara in abstentia.”  Proses penegakan hukum kepada kedua tersangka, setelah mereka masuk daftar pencarian orang (DPO). Penyidik Gakkum KLHK telah memanggil secara patut, menerbitkan DPO, mencari kedua tersangka sesuai alamat bersangkutan, serta mengumumkan di surat kabar nasional dan media sosial. Keduanya tidak kooperatif hadir dan penyidik belum menemukan mereka.Karena kedua tersangka tDPO, Penyidik Gakkum LHK berkoordinasi dengan Kejaksaan Tinggi mendorong untuk penegakan hukum in absentia. Ia diatur dalam Pasal 51 ayat (1) UU No. 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.Selama persidangan sejak September 2022-Desember 2022, terdakwa dipanggil, namun tidak hadir mengikuti persidangan.Yazid Nurhuda, Direktur Penegakan Hukum Pidana KLHK, mengatakan, kasus ini berawal dari operasi penegakan hukum Satgas Penyelamatan Sumber Daya Alam Papua, Gakkum LHK, bersama dengan Lantamal 6 TNI AL di dermaga Pelabuhan Soekarno Hatta, Makassar. Kayu-kayu ini dari Papua.“Pada 5 Januari 2019, tim operasi menemukan kapal barang MV Strait Mas Jakarta, sedang bongkar-muat kontainer yang di dalam lambung kapal itu,” katanya.Saat itu ditemukan, 57 kontainer berisi kayu merbau diduga ilegal, tidak memiliki surat keterangan sahnya hasil hutan.“Kami mengapresiasi Korwas PPNS Polda Sulsel dan Lantamal VI Makassar yang mendukung proses penegakan hukum ini,” ujar Yazid." "Pengadilan Makassar Hukum Bos Kayu Walau Mangkir Sidang, Rasio: Sejarah Baru","Empat terpidana lain sudah vonis di Pengadilan Negeri Makassar, yaitu,  Daniel Garden, Direktur CV Mansinam Global Mandiri, dan Dedi Tandean sebagai Direktur CV Edom Ariha Jaya. Kemudian, Tonny Sahetapy, Direktur PT Rajawali Forestry, dan Budi Antoro, Kuasa Direktur PT Harangan Bagot. ******  [SEP]" "Petani Ini Bikin Pupuk Cair Organik dari Kulit Pisang dan Daun Kelor","[CLS]   Nama Ignatius Iking sudah tak asing di telinga masyarakat Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Selain sebagai petani, ia juga penyuluh pertanian swadaya.Mantan Ketua Gapoktan Wa Wua, Desa Langir, Kecamatan Kangae, ini sejatinya petani jagung. Dia sukses mengajak kelompok tani Sint Louis Mery de Monfort, yang anggotanya perempuan, menanam jagung tiga kali setahun.Prestasi ini membuat Iking dinobatkan sebagai pelaku pembangunan ketahanan pangan. Atas prakarsa dan prestasinya mendukung ketahanan pangan tingkat nasional, dia bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tahun 2012.“Sudah empat hari saya lakukan fermentasi kulit pisang guna dijadikan pupuk cair organik,” terangnya kepada Mongabay Indonesia, pertengahan Januari 2023.Untuk kulit pisang 1 kg dibutuhkan air 1 liter, sementara daun kelor 1 kg airnya sebanyak 16 liter. Dia juga menggunakan EM-4 sebagai mikroorganisme, dengan molase sebagai sumber energi yang mempercepat proses fermentasi.Butuh 3-4 hari mengubah kulit pisang sebagai pupuk cari, sementara daun kelor butuh dua minggu.“Sebanyak 6 kg kulit pisang dicampur 6 liter air menghasilkan 5 liter pupuk cair. Ampas fermentasi dijemur kering dan disimpan, lalu dicampur tanah menjadi kompos,” ujarnya.Baca: Resahnya Petani Jagung di Sikka dengan Ulat Grayak  Atasi kelangkaan pupukKelangkaan pupuk kimia sering dialami petani di Kabupaten Sikka, termasuk petani jagung yang terdaftar di kelompok tani maupun tidak. Kondisi tersebut, secara tidak langsung memaksa Iking membuat pupuk organik cair, sejak Agustus 2022.Pupuk cair organik ini diuji coba di lahan jagungnya. Setelah berhasil, dia mengajarkan kepada empat kelompok tani.Di lahan jagung satu hektar miliknya, bila menggunakan pupuk kulit pisang menghasilkan 4 ton jagung ubinan. Bila menggunakan pupuk daun kelor menghasilkan 6 ton jagung ubinan kering." "Petani Ini Bikin Pupuk Cair Organik dari Kulit Pisang dan Daun Kelor","“Daun kelor ada campuran gula, beras dan EM 4. Saya berencana minta akademisi untuk melakukan kajian,” tuturnya.Iking menggunakan botol plastik bekas air mineral untuk menyimpan pupuk-pupuk cair organik produksinya. Botol-botol ini dipilih di jalan atau  dibeli dari pemulung.Baca: Inilah Momala, Jagung Lokal Berwarna Ungu dari Gorontalo  Untuk semua tanamanUntuk tanaman jagung, seminggu sekali diberikan pupuk cair dengan cara menyiramkan ke tanah, bagian akar tanaman. Butuh 6 kali pemupukan hingga jagung berbunga lalu berhenti.Penyuluh Pertanian Swadaya Berprestasi tingkat Nasional tahun 2015 ini menerangkan, sudah ada yang memberikan testimoni terkait pupuk cairnya. Ada dari petani buah naga yang ukurannya lebih besar dan ketimun yang lebih cepat berbunga dan buahnya besar.“Pupuk cair ini bisa digunakan untuk semua tanaman umur pendek maupun panjang dengan takaran sama. Untuk lahan jagung seperempat hektar butuh 16 liter pupuk cair hingga berbunga,” ujarnya.Iking menjual produknya kepada petani seharga Rp20 ribu per liter.“Masa kadaluarsa tergantung penyimpanan. Bila aroma khasnya masih ada berarti masih layak, sampai dua tahun,” terangnya.Baca juga: Rahasia Jagung Manis, Rasa Manisnya Berkurang Jika Terlalu Lama Disimpan  Maria Nona Kesna, Kepala Desa Paubekor, Kecamatan Koting, mengaku membeli enam botol pupuk cair organik tersebut dan dipergunakan untuk lahan jagungnya seluas satu hektar. Setelah dipupuk seminggu dua kali, jagungnya tampak lebih subur.“Bila panen saya undang Pak Iking untuk sosialisasi ke petani di desa saya,” ungkapnya.   [SEP]" "Inovasi Teknologi untuk Pengelolaan Lingkungan Indonesia","[CLS]  Guncangan ekonomi diperkirakan hadir pada 2023 ini. Kondisi yang dinilai oleh berbagai kalangan akan berdampak pada terjadinya resesi.Tarikan jejaring globalisasi, tentunya mendorong hubungan bersinggungan antarnegara, khususnya dalam perekonomian. Keadaan yang bisa mengguncang stabilitas sebuah negara [Suhartoko, 2022].Satu persoalan besar, sekaligus pemicu resesi dan krisis adalah pengelolaan sumber daya alam dan energi. Lebih jauh lagi, terkait pengelolaan lingkungan hidup. Sumber energi yang selama ini terfokus pada fosil, mengharuskan pada penguatan energi terbarukan.Inovasi di berbagai bidang pastinya diperlukan, terutama yang berhubungan dengan produksi ekonomi, tak terkecuali pada energi dan sumber daya alam. Tujuannya, membangkitkan harapan kita pada ancaman resesi global [Rivai, 2023].Siapa yang harus melakukan? Prinsipnya kita semua, baik individu ataupun lembaga. Untuk skala besar, lembaga yang berinovasi akan lebih efektif. Dalam konteks ini, tentara khususnya Kodam III Siliwangi telah bergerak, terutama pada level Jawa Barat.Alasan penting TNI peduli adalah masalah tersebut krusial di masyarakat, serta kerja maksimal tentara yang sudah dilakukan untuk lingkungan, harus ditunjukkan.Rakyat merupakan basisnya TNI, karena itu harus kuat. Tidak ada ego sektoral, semua dilakukan untuk mencari solusi terhadap berbagai persoalan di akar rumput.Baca: Ketahanan Pangan, COVID-19, dan Potensi Pengembangan Herbal Indonesia  InovasiDapur teknologi Kodam III Siliwangi telah berinovasi membuat mesin pencacah sampah [organik dan non-organik]. Hasil cacahnya bisa didaur ulang menjadi bahan bakar baru.Mesin pencetak briket juga kami produksi. Alat ini digunakan untuk membuat bahan bakar dari sampah tercacah, setelah diproses dalam mesin press. Energi non-fosil merupakan sumbernya." "Inovasi Teknologi untuk Pengelolaan Lingkungan Indonesia","Kompor biomassa dengan bahan bakar briket sampah, pelet sampah, dan biomassa, juga kami ciptakan untuk kebutuhan memasak skala rumah tangga, industri kecil, dan usaha mikro kecil dan menengah [UMKM].Kompor biomassa lebih hemat dibandingkan kompor gas yang menggunakan elpiji, berdasarkan uji coba yang kami lakukan.Sementara BIOS 44 adalah produk yang sudah eksis, berguna untuk menstabilkan pH tanah dan air. Produk ini berguna mencegah kebakaran hutan dan lahan karena mampu memampatkan rongga-rongga di lahan gambut. BIOS 44 sudah digunakan sejumlah pihak di Indonesia, bahkan luar negeri.Baca: Jangan Lagi “Salahkan” Gambut Saat Terjadi Karhutla   Pengembangan ekonomi masyarakat Dunia akademis telah menunjukkan keterhubungan antara inovasi teknologi dengan pembangunan ekonomi.Majalah Economist [2015] menyarankan, inovasi teknologi dalam pembangunan di negara berkembang, turut membina kewirausahaan.Untuk itu, berbagai usaha kecil dan menengah diajak berjejaring untuk menyerap inovasi teknologi, sebagai sarana membuka dan meningkatkan berbagai peluang usaha. Sementara negara, membantu mengeliminir kesenjangan keterampilan dan pembiayaaannya.Pada sisi lain, dengan kemajuan inovasi teknologi, warga diharapkan tidak terjebak dengan demam “ketertinggalan” yang kerap menimpa masyarakat negara berkembang. Sikap inovatif, justru akan membuat kita menjadi kreatif [You et al., 2019].Baca juga: Danau Maninjau, Buya Hamka dan BIOS 44  Studi Osabutey et al. [2014] menunjukkan, negara yang tertinggal dapat melakukan lompatan di sektor ekonomi, ketika diberikan peran teknologi. Tentu saja, kemajuan teknologi yang dikembangkan harus berorientasi pada pola hemat energi dan ramah lingkungan." "Inovasi Teknologi untuk Pengelolaan Lingkungan Indonesia","Kita paham, kemajuan teknologi internet dan listrik belum sepenuhnya mendorong masyarakat untuk memanfaatkan sumber energi yang hemat dan ramah lingkungan. Masih didapati pula pertengkaran antara kalangan energi, ekonomi, dan lingkungan [Anda et al. 2020].Pada sisi ini, kita memiliki peluang untuk “mengejar” ketertinggalan dengan terus melakukan inovasi teknologi berorientasi lingkungan, guna mengembangkan pembangunan berkelanjutan [Zhou et al. 2021].Keberhasilan Desa Balung Anyar di Pasuruan Jawa Timur, yang sukses mengolah kotoran sapi menjadi sumber energi bagi masyarakat, bisa menjadi inspirasi sekaligus solusi untuk kita yang terus berinovasi [www.mongabay.co.id, 29/08/20].TNI, khususnya Kodam III Siliwangi, akan terus melalukan inovasi teknologi dengan tujuan pengelolaan lingkungan Indonesia berkelanjutan dan penguatan masyarakat.Penting dari itu semua adalah keseimbangan hulu dan hilir, serta membebaskan inovasi dari segala tetek bengek yang merusak kemampuan berkreasi. Harus profesional.Tanpa inovasi, kita tidak ada apa-apanya. * Mayjen TNI Kunto Arief Wibowo, Pangdam III Siliwangi. Tulisan ini opini penulis.  [SEP]" "Ketika Tambak Datang, Ruang Hidup Perempuan Pesisir Madura Perlahan Hilang","[CLS]     Desa Lapa Laok, Kecamatan Dungkek, terletak di ujung timur Pulau Madura. Dulunya, di sana daerah para petani dan nelayan. Para nelayan juga bertani, tetapi petani belum tentu nelayan. Desa sebelahnya, Dungkek, ada pelabuhan baru dibangun lagi.Pantai Totale di Lapa Laok  tempat tambatan perahu nelayan. Di sepanjang pantai itu mudah ditemui sampan warna-warni berujung lancip yang jadi ciri khas perahu Madura.Bila pagi, terkadang masyarakat sekitar mencari kerang laut di tepi pantai, tak terkecuali ibu-ibu. Mereka menyebutnya “arang karang” (kegiatan mencari kerang di tepian pantai di antara celah-celah karang).Beberapa tahun terakhir, investor datang, menyewa lahan-lahan di sepanjang pantai dengan berbagai cara dan pendekatan, serta membuat tambak udang dalam skala besar.Dawiyatun, perempuan asal Desa Lapa Laok, menceritakan, berbagai perubahan ruang hidup sejak kedatangan para petambak udang.Tambak udang mencemari laut. Masyarakat, katanya,  mulai terdampak setelah beberapa tahun tambak-tambak itu beroperasi. Akses terhadap sumber pangan makin terbatas.Warga pesisir rasakan bikin terasi pun makin sulit. Warga, katanya, selain mencari kerang di bibir pantai, juga buat terasi udang untuk konsumsi keluarga.  Para tukang sorok (pencari udang kecil pakai jaring halus) dengan mudah mendapatkan udang-udang kecil untuk jadi terasi.“Tidak selalu setiap musim selalu banyak sih, cuma pernah itu sampai kayak gunung di pinggir pantai. Udang banyak sekali. Akhirnya, setelah tambak udang itu beroperasi, kan ada banyak pipa itu ke pantai, jadi pantai itu bau. Ikan-ikan tidak dekat,” kata perempuan yang tinggal dekat Pantai Totale, Desa Lapa Laok, itu bulan lalu.Kakek Dawiyatun biasa nyorok di bibir pantai, sampai kedalaman sedada. Tidak sulit mendapat tumpukan udang sampai menggunung. Lalu neneknya yang akan mengolah udang-udang itu, menjemur, menumbuk, sampai jadi terasi udang." "Ketika Tambak Datang, Ruang Hidup Perempuan Pesisir Madura Perlahan Hilang","Udang itu memang untuk kebutuhan keluarga, konsumsi sendiri, tetapi oleh Dawiyatun kadang dipasarkan ke teman-teman baik daring atau luring karena persediaan melebihi kebutuhan konsumsi keluarga.Teman-temannya suka terasi neneknya, jualan terasi Dawiyatun laris. Dia sampai mengirim terasi ke beberapa kota di luar Madura.Sayangnya, itu tidak bisa lagi dia lakukan sekarang karena udang sebagai bahan terasi sudah sulit. Kakeknya berusaha menyorok lagi, tetapi hasil tidak seperti biasa, sebelum ada tambak.“Sekarang, jangankan menjual ke luar Madura, untuk kebutuhan sendiri pun tidak ada, harus beli.”Mereka tak semudah dulu mengonsumsi terasi buatan sendiri, terasi udang dengan bahan dasar dari alam di sekitar.  Tal cukup sampai di situ, lahan lapang buat masyarakat pun saat ini sudah minim untuk sekadar menjemur hasil panen pertanian seperti padi. Mereka harus menjemur padi di sisa-sisa pantai yang tidak ada tambak udang. Tempat sempit, orang-orang yang mau menjemur di tempat itu harus bergantian atau mencari tempat lain yang biasanya lebih jauh.Sudah sempit, sulit lagi. Mereka harus berjalan memutar untuk menjemur padi karena akses terdekat biasa digunakan masyarakat setempat telah terhalang tambak. Di sekitar tambak., katanya,  dengan mudah ditemukan limbah yang masih menghitam dan bau.“Dulu sih pakai (mobil) pick up, sekarang jalannya ke sana tertutup karena tambak itu. Jadi pakai sepeda (motor). Saya kadang bantuin pakai motor.”Tanah tempat dibangun tambak biasa sewa. Bukan hanya milik satu orang, tetapi pengelola tambak sekat-sekat itu dihilangkan menjadi satu kolam-kolam tambak yang luas. Pemilik tanah tak bisa lagi mengetahui batas tanah secara pasti seperti awal." "Ketika Tambak Datang, Ruang Hidup Perempuan Pesisir Madura Perlahan Hilang","Di tanah itu, para pemodal juga membangun musala dan membayar orang menjadi muazin. Para pengusaha tambak di sana dianggap baik oleh sebagian masyarakat karena mereka sering memberikan sembako dan sumbangan kepada masyarakat setempat.“Ini misal tanah saya di sini, dia di sana, nanti kalau dua tanah ini sudah disewakan, nanti kotak-kotaknya itu (tambak udang), tidak memperhatikan ini tanah siapa, ini tanah siapa, langsung (disatukan)…. jadi, gak tahu, ini punya saya sampai mana gak tahu, gak kelihatan,” kata Dawiyatun. Januari lalu.Tahun lalu,  sebagian besar pengusaha tambak udang skala besar itu merugi, mereka pulang ke asal mereka entah di mana. Tambak terlantar, sebagian ada yang rusak. Masa sewa selama lima tahun masih tersisa. Masyarakat masih belum bisa melakukan apapun atas tanahnya.Kendati nanti masa sewa sudah habis dan tidak diperpanjang, lahan-lahan mereka belum tentu bisa langsung berfungsi untuk pertanian seperti sebelumnya.“Ya mau bagaimana lagi coba nanti, kan nanti orang sini tidak mungkin bertani (sic, beternak) udang, soalnya biaya besar.”Dewi Candraningrum, aktivis lingkungan, mengatakan, perlu narasi ulang tentang sumber daya alam, kekayaan, dan produktivitas lahan.“Apakah lahan itu lebih banyak memberikan lebih banyak uang, maka kita sebut ia sebagai produktif?” kata Dewi dalam talkshow online “Feminisme dan Krisis Ekologi” yang diselenggarakan LETSS Talk tahun lalu.Pemanfaatan lahan juga perlu dilihat dalam jangka panjang, bukan sekadar jangka pendek.  ***Mia Siscawati, antropolog feminis mengatakan, perempuan memilik identitas heterogen, tak semua perempuan memiliki situasi yang sama. Ada perbedaan situasi perempuan dalam konteks ekologi, seperti perempuan adat, perempuan petani, dan perempuan pesisir." "Ketika Tambak Datang, Ruang Hidup Perempuan Pesisir Madura Perlahan Hilang","Kondisi ekologis dan perempuan di Kecamatan Dungkek tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara awal 90-an, tutupan mangrove diubah menjadi tambak udang oleh para investor.Mereka adalah pemodal-pemodal perorangan yang meraup kekayaan dari bisnis kayu sejak tahun 70-an sampai 80-an. Mereka jadi kapitalis-kapitalis kecil yang membuka hutan negara waktu itu.“Satu orang bisa membuka ribuan hektar dan dibuat tambak, dan dibiarkan saja sepenuhnya oleh negara,” kata dosen Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya, Universitas Indonesia, itu.Perempuan mendapatkan dampak langsung atas kerusakan ruang hidup, berbagai limbah bahan kimia berbahaya menjadi satu pemicu, misal, terhadap kesehatan reproduksi perempuan.“Tentu dampak lain mereka kehilangan sumber makanan karena di mangrove itu banyak sekali sumber makanan.”Ujungnya, akan terjadi pemiskinan masyarakat pesisir atau masyarakat nelayan. Akses mereka terhadap sumber pangan telah terbatasi tambak udang. Pengetahuan mereka terhadap alam sekitar juga terpotong seiring terpotongnya akses mereka terhadap alam yang sudah dirusak.“Pengetahuan yang dimiliki perempuan menghilang. Jadi, hanya tertinggal di generasi sebelumnya. Generasi yang lebih muda tidak punya pengetahuan untuk mengidentifikasi, mengolah, dan sebagainya.”  *****  [SEP]" "Pertanian Organik dengan Hidroponik, Mengapa Tidak?","[CLS]   Kesadaran untuk hidup sehat sekaligus ingin berkontribusi positif terhadap lingkungan, mendorong sejumlah orang mengonsumsi produk organik. Bahkan, sebagian ada yang menaman sendiri, baik sebagai hobi maupun bagian dari ketahanan skala kecil.Benarkah pertanian organik, seperti hidroponik, butuh lahan luas dan keterampilan khusus?Tentang ini masih menjadi perdebatan. Ada yang berpendapat bahwa pertanian organik wajib dilakukan di atas tanah, karena berkaitan dengan cara membuat ekosistem sehat yang berdampak pada lingkungan. Seperti diketahui, mikroorganisme membantu menyuburkan tanah dan memperkayanya dengan unsur hara yang diserap tanaman.Sementara kelompok lain mengatakan, pertanian hidroponik lebih hemat dalam penggunaan air dan energi, dibanding pertanian konvensional di atas tanah. Selain itu, pertanian hidroponik bisa dilakukan di mana saja, di gedung bertingkat sekalipun, sehingga bisa mendekatkan produksi pertanian ke konsumen yang berarti mengurangi jejak karbon.Namun secara umum, prinsip bertani secara organik bisa dilakukan di lahan sempit, yang umumnya berada di wilayah urban. Di sudut kampung, di atas gedung bertingkat, di lahan tak terpakai, yang banyak terdapat di kawasan perkotaan. Prinsip dasarnya bisa diterapkan di mana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja. Asal mau belajar mempraktikkannya.Di negara-negara maju saat ini ada kecenderungan tumbuhnya pertanian hidroponik dalam skala industri. Mereka menggunakan teknologi terkini, termasuk kecerdasan buatan untuk meniru kondisi alamiah, sehingga bisa meningkatkan produksi pertanian tanpa tergantung musim, iklim, dan lokasi.Baca: Pertanian Organik sebagai Solusi Pertanian Berkelanjutan  Apa prinsip dasar pertanian organik? Mengacu pada International Federation of Organic Agriculture Movement [IFOAM], organisasi dengan keanggotaan lebih dari 100 negara, pertanian organik memiliki empat prinsip dasar." "Pertanian Organik dengan Hidroponik, Mengapa Tidak?","Pertama, kesehatan. Pertanian organik harus mempertahankan dan meningkatkan kesehatan tanah, tumbuhan, hewan, manusia, serta Bumi sebagai satu kesatuan. Kedua, ekologi. Pertanian organik harus didasarkan pada sistem dan ekologi yang lestari dan  berkelanjutan.Ketiga, keadilan. Pertanian organik harus dibangun di atas hubungan yang menjamin keadilan lingkungan bersama dan hak untuk hidup. Keempat, kepedulian. Pertanian organik harus dikelola sungguh-sungguh dan bertanggung jawab untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan generasi sekarang dan masa datang, juga lingkungan.Merujuk Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia [FAO], pertanian organik merupakan satu cara pertanian berkelanjutan. Contoh lain, sistem pertanian dengan merotasi tanaman, tumpangsari, atau pertanian terintegrasi yang menggabungkan perternakan dengan pertanian.Dua hal yang menurut FAO tidak bisa dilepaskan dari pertanian organik, jika itu menyangkut aturan dan sertifikasi organik, adalah hampir semua bahan sintetis dilarang digunakan dan tanah tempat tumbuh tanaman harus semakin baik.Baca: Kebun Hidroponik di Atap Hotel, Siasat Pasok Pangan di Nusa Penida  Pentingnya mikroorganismeGuru Besar Perlindungan Hama dan Penyakit Tanaman Universitas Hasanuddin Makassar, Sylvia Sjam dalam tulisan Mongabay sebelumnya, menjelaskan penanganan hama dan penyakit tidak hanya melalui pestisida sintetik. Sementara pupuk alami bisa dibuat sendiri yang lebih murah dan terjangkau, sekaligus sehat bagi ekosistem pertanian. Pengetahuan ini harus disebarluaskan kepada para petani.“Tanah subur membuat tanaman jauh lebih bagus tumbuhnya,” katanya beberapa waktu lalu.Jika tanah banyak mengandung bahan sintetik maka mikroorganisme tidak berkembang. Padahal, mikroorganisme berfungsi penting menjaga keseimbangan ekosistem." "Pertanian Organik dengan Hidroponik, Mengapa Tidak?","Sylvia mencontohkan, penggunaan pupuk urea cukup tinggi untuk padi dan sayur-sayuran, justru berdampak menurunkan kualitas tanah dan membunuh mikroorganisme tanah.“Dikarenakan pertanian organik menggunakan bahan-bahan alami, maka pada sistem hidroponik unsur yang diperlukan tumbuhan sebagai makanan juga harus alami.”Baca juga: Pertanian Bawah Tanah, Solusi Pangan Masa Depan?  Biasanya, para petani akan memanfaatkan kompos yang dimasukkan ke dalam kantong lalu dimasukkan ke media air tempat tumbuh tanaman. Nutrisi yang terlarut menjadi sumber makanan tumbuhan itu.Bahan lain yang sering digunakan sebagai pupuk alami hidroponik adalah minyak ikan, tepung darah, tepung cangkang telur, juga rumput laut. Sementara untuk mengusir hama bisa menggunakan larutan bawang atau cengkih. Penggunaannya pun sangat hemat. Sebagai pupuk dasar, untuk satu galon air, hanya diperlukan sekitar satu setengah sendok teh minyak ikan, rumput laut, dan tepung darah.Dalam skala industri, investor mempergunakan hasil penelitian laboratorium untuk memformulasikan ukuran pemberian pupuk yang tepat bagi tanaman hidroponik. Begitupun dengan suhu dan cahaya yang diperlukan. Untuk skala lebih kecil, misalnya rumah tangga, bisa dilakukan dengan cara memberikannya sedikit demi sedikit terlebih dahulu sampai dirasa paling optimal bagi tanaman.Bagi yang memiliki lahan terbatas, namun berharap bisa memetik daun selada atau buah tomat organik sendiri, maka menanam dengan cara hidroponik bisa menjadi solusi. Selain lebih yakin terkait asal usul makanan karena dari hasil menanam sendiri, kegiatan merawat tanaman pun bisa mengusir stres. Tertarik?  [SEP]" "Kala Jaksa Nilai Hukuman Bos Tambang Ilegal di Pasuruan Terlalu Ringan, Dana Ngalir ke Kas Daerah?","[CLS]      Pengadilan Negeri Bangil memutus Andrias Tanudjaja, bos tambang ilegal, PT Prawira Tata Pratama (PTP) setahun penjara, denda Rp25 miliar pada 17 Desember lalu. Putusan majelis hakim yang diketuai Achmad Shohel Nadjir ini dinilai terlalu ringan. Kejaksaan Negeri Pasuruan pun banding. “Kami bandinglah,” kata Jemmy Sandra,  Kasi Intel Kejari Kabupaten Pasuruan, Desember lalu.Hakim memutus AT terbukti sah dan meyakinkan melakukan penambangan ilegal di Desa Bulusari, Kecamatan Gempol, Pasuruan, Jawa Timur. Pertambangan di lereng Gunung Penanggungan itu berlangsung selama tiga tahun, antara 2017-2020.Majelis hakim menyebut, aktivitas AT  melanggar Pasal 158 UU Nomor 3/2020 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.“Menjatuhkan hukuman terdakwa dengan kurungan badan satu tahun enam bulan,” kata Nadjir saat membacakan putusan. Terdakwa juga membayar denda Rp25 miliar subsider kurungan tiga bulan.Kejari banding tak lama setelah ketuk palu putusan. Menurut Jemmy, banding ditempuh lantaran putusan jauh lebih rendah dibanding tuntutan. Kejaksaan menuntut AT lima tahun penjara, denda Rp75 miliar. “Kalau lebih dari 2/3 tuntutan tidak masalah. Ini jauh banget,” katanya.  Mengalir ke kas daerahSejumlah fakta terungkap selama proses sidang, termasuk ada aliran dana dari tambang pasir dan batu ilegal PTP kepada Pemerintah Pasuruan dalam bentuk retribusi.Hal itu diungkapkan AT kala menanggapi tuntutan jaksa sebelumnya. Dia menepis bila penambangan itu ilegal. Dia rutin membayar retribusi ke daerah. Tak tanggung-tanggung, selama tiga tahun beroperasi, retribusi mencapai Rp7 miliar!AT berdalih, yang lakukan adalah persiapan proyek pembangunan komplek perumahan prajurit TNI AL. TNI AL pun disebut mendukung proyek ini bahkan pada Juli lalu, tim dari TNI AL melakukan peninjauan lapangan." "Kala Jaksa Nilai Hukuman Bos Tambang Ilegal di Pasuruan Terlalu Ringan, Dana Ngalir ke Kas Daerah?","“Saya berkeinginan menyediakan perumahan bukan semata-mata motif bisnis, tetapi lebih berdasarkan rasa terima kasih kepada marinir yang telah menjaga NKRI,” kata AT dalam persidangan.Berdasar catatan, sebelumnya, PTP sempat mengajukan izin lingkungan ke Pemerintah Pasuruan terkait rencana pembangunan perumahan prajurit itu. Namun, oleh Pemkab, izin ditolak karena tak sesuai peruntukan.Belakangan, perusahaan yang beralamatkan di Gedangan, Sidoarjo itu justru menambang di lahan yang sebelumnya area Teja Sekawan itu.Bagaimana riwayat peralihan hak pengelolaan dari TS kepada PTP, sejauh ini belum ada informasi pasti. Pihak desa mengaku tidak memiliki catatan ada peralihan.Hasil penelusuran Mongabay menemukan,  ada keterkaitan antar pengurus di kedua perusahaan itu.Merujuk dokumen Dirjen AHU Kemenkum HAM, PTP merupakan perseroan tertutup dengan jumlah modal disetor Rp500 juta. Terdapat tiga pihak tercatat sebagai pemilik saham perusahaan ini. Mayoritas sahan dimiliki PT Putra Putri Mitra Sutomo (PPMS) Rp275 juta.Sesuai dokumen itu, ada beberapa nama pejabat di PPMS yang juga tercatat sebagai pengurus TS, seperti Terence Teja Prawira, komisaris utama PPMS, menjabat sebagai direktur utama.  Tentara terlibat?Penambangan PTP sejatinya sudah berlangsung lama. Sayangnya, bermodus pembangunan perumahan untuk tentara, tambang ilegal itu tak pernah bisa ditutup sebelum akhirnya ditindak lantaran ada oknum tentara.Dugaan itu pun diperkuat dengan bukti yang disita penyidik, antara lain, bukti catatan keuangan yang mengalir kepada DW, oknum tentara yang kala itu disebut berpangkat letkol.Dalam berkas perkara AT yang dilimpahkan penyidik Bareskrim juga menyinggung dugaan keterlibatan dua nama lain, seperti DW dan AW yang dilakukan pemberkasan terpisah." "Kala Jaksa Nilai Hukuman Bos Tambang Ilegal di Pasuruan Terlalu Ringan, Dana Ngalir ke Kas Daerah?","Sayangnya, hingga vonis terhadap AT dijatuhkan, berkas AW dan juga DW tak kunjung sampai ke penuntut. “Kami baru menerima satu berkas perkara, punya AT. Yang lain kami belum tahu, coba tanyakan ke penyidik,” kata Jemmy. Hakim tuai kritikVonis majelIs hakim pada AT yang  jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa menuai kritik dari pegiat lingkungan. Wahyu Eka Setiawan, Direktur Eksekutif Walhi Jawa Timur kecewa dengan putusan ini. “Mengecewakan,” katanya, Desember lalu.Pasal 158 UU Minerba, katanya,  memberi ruang hukuman lebih berat kepada pelaku penambangan tanpa izin alias ilegal, selama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.“Dengan begitu, berkaca pada ketentuan ini, vonis hakim tidak substansial dan terlalu ringan.”Ringannya hukuman itu, kata Wahyu, menunjukkan, pengadilan negeri belum memiliki perspektif lingkungan hidup yang baik. Terutama, dalam konteks penerapan UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor 32/2009.Pada beleid itu, katanya, dijelaskan setiap orang yang melakukan kejahatan lingkungan berupa perusakan yang mengakibatkan lingkungan rusak itu bisa dihukum minimal tiga tahun dan denda Rp3 miliar. Sebagaimana Pasal 98 tentang Perusakan dan Pasal 108 tentang kegiatan usaha tidak berizin lingkungan.Wahyu lebih kecewa lagi lantaran dalam putusan, majelis hakim tidak ada perintah kepada pelaku untuk melakukan pemulihan.“Tentu ini preseden buruk, karena dengan hukuman ringan tidak akan memberikan efek jera serta efek kejut bagi perusak lingkungan lain.”Kasus tambang ilegal di Bulusari, Gempol, Pasuruan ini hanya satu dari ratusan tambang ilegal yang merusak lingkungan di Jawa Timur. Faktanya, ada banyak tambang ilegal tak tersentuh.Seharusnya, kasus tambang ilegal Bulusari ini menjadi momentum penegakan hukum bagi perusak lingkungan." "Kala Jaksa Nilai Hukuman Bos Tambang Ilegal di Pasuruan Terlalu Ringan, Dana Ngalir ke Kas Daerah?","Kasus ini, katanya, seharusnya menjadi perhatian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Pemerintah Jawa Timur, Pasuruan dan kepolisian. Sebab, tambang ilegal tidak hanya merusak lingkungan juga merugikan negara dan masyarakat.Karena itu, pengadilan, seharusnya bisa memberikan hukuman lebih berat. “Jangan hanya pidana dan denda, itupun ringan. Karena masa depan lingkungan hidup ada ditangan penegak regulasi.’  Masih ada ratusan tambang ilegalTambang ilegal di Jawa Timur masih marak. Hal ini juga Brigjen Pol Pipit Rismanto, Direktur Tindak Pidana Tertentu Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Dia mencatat, sampai saat ini, setidaknya ada 649 tambang ilegal beroperasi di provinsi ujung timur Pulau Jawa ini.Pipit kala menjadi narasumber dalam seminar bertajuk Sektor Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan di Jawa Timur, awal Desember lalu bilang, dari ratusan tambang ilegal itu, paling banyak di Pasuruan, Lumajang dan Tuban. “Selain merugikan negara, lingkungan juga ikut terdampak,” katanya dikutip dari suarasurabaya.net, Desember 2022.Sampai awal Desember lalu, sekitar 32 laporan tambang ilegal masuk ke Polda Jawa Timur. Dari jumlah itu, 36 orang telah ditetapkan sebagai tersangka.Secara nasional, kata Pipit, ada 3.100 orang jadi tersangka karena aktivitas pertambangan ilegal. Angka ini jauh lebih banyak ketimbang laporan masuk mencapai 2.700 kasus.Bupati Lumajang, Thoriqul Haq yang turut hadir dalam kegiatan itu pun mengeluhkan marak tambang ilegal ini. Aktivitas ini kerap menyebabkan jalanan rusak.“Akibat jalan rusak ini ada sekitar 300-an angka kecelakaan berdasarkan data Satlantas. Kondisi ini karena pemerintah daerah tidak diberikan porsi untuk melakukan pengawasan terkait tambang ini,” katanya." "Kala Jaksa Nilai Hukuman Bos Tambang Ilegal di Pasuruan Terlalu Ringan, Dana Ngalir ke Kas Daerah?","Bahtiar Ujang Purnama, Direktur Koordinasi Supervisi III Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, ada empat faktor menjadi penyebab tambang ilegal marak. Pertama, perizinan sulit hingga pengusaha enggan mengurus.Kedua, tumpang tindih aturan yang akhirnya memicu pelaku menambang sembunyi-sembunyi. Ketiga, keengganan membayar pajak. Keempat, penegakan hukum lemah.“Penegakan hukum seringkali tidak mampu memberikan efek jera kepada pelaku. Begitu keluar dari tahanan, mereka melanjutkan lagi,” kata Ujang.Namun, dia menilai, tambang ilegal marak juga tak lepas dari ‘orang-orang’ tertentu yang menjadi beking bahkan disinyalir melibatkan pejabat.“Tambang ilegal bisa beroperasi artinya ada orang-orang di baliknya. Itu terkait gratifikasi dan suap yang melibatkan oknum pejabat dan aparat,” seperti dikutip dari suarasurabaya.net.KPK pun berusaha membangun koordinasi dengan pemerintah daerah dalam melakukan pengawasan. KPK juga akan melakukan penelusuran oknum pejabat yang diduga terlibat.  [SEP]" "Kala Proses Belajar Mengajar di Marunda Terganggu Debu Batubara","[CLS]       Butiran-butiran halus berwarna hitam menempel di dinding, kaca jendela, lantai, dan meja belajar di  SMP Negeri 290 Marunda, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, Jakarta.  Kelas jadi terkesan kumuh dan kotor padahal petugas kebersihan setiap hari membersihkan area sekolah.Bahkan, dalam sehari, mereka lebih empat kali membersihkan sekolah tetapi debu selalu datang.  Tak hanya SMP, di sekolah satu atap itu juga ada SDN 05, dan TKN 02. Sekolah mereka berada dekat tempat bongkar muat batubara.Sebagian besar dari para pelajar ini nampak gunakan masker sekali pakai. Walaupun sejak Mei 2022,  pemerintah sudah mengumumkan masker tidak lagi wajib di luar ruangan sebagai pelindung dari COVID-19 tetapi debu batubara dari fasilitas penyimpanan terdekat menghantui tempat belajar mereka.  Masker tak lepas demi keamanan dan kesehatan.Yolanda,  siswi SMP ini sudah beberapa minggu ini pakai masker lagi. “Kemarin-kemarin sudah bersih. Gak ada debu lagi. Jadi, sudah berani tidak pakai masker. Tapi nggak tahu sudah dua mingguan ini debu muncul lagi,” katanya di sela istirahat sekolah, pertengahan Januari lalu.Debu dari batubara yang jadi bahan bakar pembangkit listrik itu selain membuat kelas jadi kumuh, juga mengotori seragam sekolah.  Efeknya,  kulit jadi gatal. Seragam sekolah, katanya, harus sering dicuci.Pernapasannya pun terganggu debu ini. Dia berharap,  debu batubara tidak muncul hingga proses belajar nyaman dan aman.  Kemunculan debu batubara di sekolah itu menjadi kekhawatiran bagi Ahmad Yulfi Ardi. Wakil Kepala Sekolah SMP Negeri 290 Marunda ini was-was dampak buruk bagi kesehatan jangka panjang mereka terutama sekitar 500-an siswa di sana." "Kala Proses Belajar Mengajar di Marunda Terganggu Debu Batubara","Dari berbagai  referensi yang dia baca, debu batubara ini bisa menyebabkan masalah kesehatan, seperti gangguan pernapasan pneumokonomis, asbestosis, dan silikosis yaitu bentuk penyakit paru. Selain itu, debu batubara juga bisa meningkatkan risiko kematian lebih tinggi seperti penyakit jantung, dan ginjal kronis.Apalagi, katanya, posisi sekolah berhadapan langsung dengan tempat bongkar muat batubara, berjarak sekitar 600 meter.Ardi heran, meskipun Pemerintah Jakarta sudah memberikan sanksi kepada  PT Karya Citra Nusantara (KCN)  atas pencemaran itu tetapi debu batubara masih meghujani sekolah  mereka.“Selain perih di mata, debu batubara ini baunya juga tidak enak. Seperti batu dibakar,” keluh pria asal Bekasi, Jawa Barat ini.  Pemukiman tercemar, beragam penyakit munculBukan hanya sekolah, debu batubara itu juga mencemari rumah susun sewa (rusunawa) Marunda. Warga mengalami berbagai masalah kesehatan, seperti gatal-gatal hingga seluruh tubuh, sakit mata, batuk-batuk, sakit kepala dan masalah pencernaan.Berdasarkan pemeriksaan Puskesmas Cilincing selama tiga hari,  yaitu Senin-Rabu (9-11 Januari 2023), setidaknya terdapat 63 warga mengalami gatal-gatal, 16 orang mengalami batuk pilek, delapan orang darah tinggi, tiga orang sakit mata. Lalu, tiga orang badan sakit, dua sakit campak, dan dua orang gangguan pencernaan.Melalui keterangan tertulis, Cecep Supriyadi, Biro Media dan Informasi Forum Masyarakat Rusunawa Marunda (FMRM) mengatakan, sudah berulang kali mendesak Dinas Lingkungan Hidup Jakarta dan Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Utara dan secepatnya menginvestigasi Pelabuhan Marunda dan Kawasan Berikat Nusantara.Kalau terus terjadi, warga  hidup tak aman karena kesehatan terancam. Bukan hanya orang dewasa, katanya, gatal-gatal kulit diduga dampak debu batubara itu juga menyerang anak-anak." "Kala Proses Belajar Mengajar di Marunda Terganggu Debu Batubara","Menurut Cecep, pencemaran debu batubara berulang di Marunda pasca pencabutan izin lingkungan dari KCN ini menunjukkan, pemerintah abai hak masyarakat untuk mendapatkan lingkungan sehat.  Dia bilang, fungsi pengawasan lingkungan hidup oleh pemerintah tak berjalan.FRMR Rusunawa Marunda yang tergabung dalam Tim Advokasi Lawan Batubara pun mendesak Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jakarta dan Sudin Lingkungan Hidup Jakarta Utara untuk verifikasi lapangan.Forum ini juga mendesak, pemerintah berikan informasi hasil pemantauan atau penelitian berbasis data ilmiah yang akuntabel dan transparan kepada warga Marunda. Selain itu, juga memberikan jaminan ketidakberulangan dan melakukan berbagai upaya pemantauan, pengawasan serta pencegahan atas pencemaran lingkungan dari batubara di Marunda.  Yusiono A. Supalal, Kepala Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Jakarta mengatakan,  masih pemetaan sumber-sumber lain yang berpotensi menyebabkan pencemaran udara di Marunda.“Tidak hanya merujuk pada satu atau dua kegiatan usaha saja. Ini akan lebih makro untuk mencari sumber pencemarannya. Kalau sudah ketemu baru diberi sanksi sesuai Undang-undang,” katanya dalam diskusi bertajuk Mengawal Kebijakan Udar bersih Jakarta, 25 Januari lalu.Rio Tarigan dari Trend Asia menilai, pencemaran batubara di Marunda itu satu dari sekian banyak contoh kalau menindak satu perusahaan tidak cukup.Jihan Fauziah dari LBH Jakarta mengatakan, kasus warga Marunda berulangkali terjadi itu merupakan bukti kuat dari bahaya kecanduan energi fosil batubara.Seharusnya,  pemerintah mengambil langkah tegas terhadap perusahaan pencemar dan melakukan investigasi menyeluruh terhadap aktivitas perusahaan di sekitar pemukiman Marunda itu.  ********  [SEP]" "Strategi Pengelolaan Berkelanjutan untuk Ekosistem Laut Besar di Indonesia","[CLS]   Indonesia menjadi satu dari 16 negara yang mendapatkan pendampingan dari Badan Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FA) untuk menjalankan sejumlah proyek pada sektor kelautan dan perikanan. Kegiatan tersebut dipimpin Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).Ada dua proyek besar yang sedang berjalan saat ini dan keduanya melibatkan FAO bersama KKP di dalamnya. Pertama, adalah Proyek regional untuk manajemen keberlanjutan pada ekosistem laut besar Indonesia (ISLME), dan kedua adalah Proyek Konservasi di Perikanan Darat (IFISH).Kedua proyek besar itu dijalankan dengan dukungan dana penuh dari Global Environment Facility (GEF) dan sudah ada sejak empat tahun terakhir. Hal tersebut dipaparkan Spesialis Komunikasi FAO untuk FAO-ISLME untuk Stasiun Pembelajaran Maria Hulupi pada pekan lalu di Bali.Bersama GEF, FAO tak hanya menggandeng KKP saja di Indonesia, namun juga ada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan Kementerian Pertanian. Tujuan dua proyek tersebut, adalah untuk mengatasi krisis lingkungan global yang berdampak pada produktivitas.“Dan keberlanjutan sistem pangan pertanian di lahan dan air di lima benua,” ucap dia.baca : Pasokan Ikan Berlebih, Tapi Tak Ada yang Beli  GEF sendiri sudah berdiri sejak 1992 di Rio de Janeiro, Brazil dan didirikan dengan tujuan untuk mengatasi masalah lingkungan yang ada di dunia. Terhitung sudah lebih dari USD21,1 miliar disebarkan ke seluruh dunia dalam bentuk hibah.Sementara, saat ini GEF juga tengah mendorong mobilisasi tambahan dana hibah senilai USD114 miliar untuk bisa digunakan sebagai pembiayaan bersama pada pelaksanaan 5.000 proyek di 170 negara, termasuk program ISLME dan IFISH di Indonesia." "Strategi Pengelolaan Berkelanjutan untuk Ekosistem Laut Besar di Indonesia","Dalam menjalankan proyek ISLME, FAO fokus pada pengelolaan sumber daya perikanan dan kelautan di perairan laut Indonesia dan Timor Leste yang luasnya mencapai 2,3 juta hektare. Pembagiannya, sebanyak 98 persen untuk Indonesia dan dua persen untuk Timor Leste.Detailnya, wilayah ISLME mencakup kawasan inti biogeografi samudra Indo Pasifik bagian barat yang diketahui sebagai kawasan perairan laut dengan spesies laut terkaya di dunia. Sedikitnya ada 500 jenis terumbu karang, 2500 jenis ikan laut, 47 jenis mangrove, dan 13 jenis lamun.Maria Hulupi menerangkan, di Indonesia ISLME bekerja untuk membantu perikanan unggulan pada pendekatan ekosistem dan manajemen perikanan (EAFM), dan strategi panen. Utamanya, komoditas seperti lobster, kepiting, bakau, rajungan, kakap, kerapu, lemuru, rumput laut, dan teripang.Komoditas yang disebutkan di atas, diyakini menjadi produk yang menawarkan potensi ekonomi jangka panjang untuk mendukung pembangunan ekonomi secara nasional. Semua itu ada di perairan Indonesia dan Timor Leste.baca juga : Sukabumi Jadi Pelindung Pertama Sidat di Indonesia  Rincinya, di Indonesia ada di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 712 (meliputi perairan Laut Jawa), 713 (meliputi perairan Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, dan Laut Bali), dan 714 (meliputi perairan Teluk Tolo dan Laut Banda).Selain Indonesia, ISLME juga bekerja di perairan utara Timor Leste. Juga, bekerja untuk membantu analisis diagnostik lintas batas dalam perairan kedua negara. Proyek ISLME tersebut kemudian dipilih menjadi stasiun pembelajaran GEF untuk mendukung keberlanjutan, perlindungan habitat perairan laut besar, dan produktivitas perikanan budi daya.Pada pelaksanaannya, proyek dijalankan dengan melibatkan banyak aspek seperti bukti di lapangan, kemitraan erat dengan akademisi, dan berbagai kepentingan kelompok seperti nelayan, kelompok perempuan, dan sektor swasta. " "Strategi Pengelolaan Berkelanjutan untuk Ekosistem Laut Besar di Indonesia","Ekonomi BiruSaat berada di Bali, Kepala Perwakilan FAO untuk Indonesia dan Timor Leste Rajendra Aryal mengatakan bahwa GEF sudah menyetujui pengucuran dana hibah senilai USD7,8 juta untuk 13 proyek yang dipimpin FAO di 16 negara, salah satunya adalah Indonesia.Dia mengatakan, prinsip ekonomi biru harus bisa dijalankan dengan pengelolaan yang berkelanjutan. Mengingat, kegiatan tersebut mencakup pangan biru yang berperan penting dalam mengawal ketahanan pangan, mengakhiri kekurangan gizi, dan membangun sistem pangan yang sehat, positif, alami, dan tangguh.Adapun, pangan biru yang dimaksud tidak lain adalah pangan yang dihasilkan dari laut, danau, dan sungai. Untuk bisa menghasilkan pangan biru, setidaknya ada 3.000 spesies hewan dan tumbuhan air yang ditangkap atau dibudidayakan.baca juga : Klaim Terbaik dari Kampung Perikanan Cerdas  Proses produksi untuk menghasilkan pangan biru itu dilakukan melalui beragam sistem yang tersedia dan dilaksanakan dari hulu ke hilir. Mereka yang berperan besar, bisa berasal dari kapal pukat yang menangkap ikan di laut, tambak ikan yang menjadi tempat budi daya ikan laut dan payau, atau pembudi daya ikan air tawar yang melaksanakan budi daya ikan dari sungai atau danau.Menurut Rajendra Aryal, pangan biru sudah menjadi landasan bagi sistem pangan global yang ada di seluruh dunia, menyediakan sumber nutrisi penting bagi lebih dari tiga miliar orang di seluruh dunia, dan menjadi mata pencaharian bagi ratusan juta orang.Selain ISLME yang sudah berjalan saat ini, FAO juga menjalankan proyek IFISH di Indonesia bersama KKP. Kegiatan tersebut fokus pada nilai konservasi keanekaragaman hayati dan pemanfaatan berkelanjutan ke dalam praktik perikanan darat." "Strategi Pengelolaan Berkelanjutan untuk Ekosistem Laut Besar di Indonesia","Seperti halnya ISLME, IFISH juga menjadi proyek perikanan darat terbesar yang pernah ada di Indonesia dan sedang berlangsung kegiatannya sekarang. Disebut terbesar, karena sebelumnya perikanan darat pada umumnya selalu dikelola oleh industri skala kecil dan masyarakat yang tinggal di sepanjang aliran sungai.“Pada tahun 2018, sedikitnya 965.756 keluarga nelayan menggarap perikanan darat di seluruh Indonesia,” terang dia.  Salah satu terobosan proyek yang ditampilkan dalam pameran tersebut adalah kerja sama pembangunan fishway di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Ikan berperan sangat penting untuk siklus hidup jalur migrasi ikan seperti Sidat (Anguilla sp.), belut, dan ikan bernilai ekonomi tinggi lainnya.Kepala Pusat Riset Perikanan KKP Yayan Hikmayani menjelaskan, sejak IFISH memulai kegiatan pada 2018, pendataan secara berkala mulai dilakukan dan menghasilkan data bahwa sebanyak 40 persen hasil tangkapan ikan sungai sudah menjadi konsumsi keluarga di sana.“Itu pendataan secara resmi dilakukan sejak 2021. Dari data tersebut, diketahui sebelas persen lainnya ikan dijual sebagai mata pencaharian tambahan masyarakat di sekitar sungai,” terang dia.Agar sumber daya ikan (SDI) di perairan darat Sukabumi bisa dikelola dengan baik, maka diperlukan kerja sama semua pihak untuk saling memahami tentang potensi yang ada. Juga, diperlukan peraturan yang kuat berdasarkan hasil penelitian, dan menjadikan ilmu pengetahuan sebagai basis utama dalam menentukan sebuah kebijakan.  [SEP]" "Catatan Awal Tahun: Merapal Mitigasi Gempa Cianjur","[CLS]   Para penyintas gempa di Cianjur tumbuh dan bertahan dengan sebekas ingatan yang sulit lupa. Di udara dingin pagi kelabu di penghujung tahun 2022, ingatan Edah (75) warga Desa Cibulakan, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, masih menyimpan trauma tentang betapa mengerikannya bencana kala itu.Sekalipun sudah 52 hari berlalu di pengungsian. Edah masih sering termangu. Dia gusar perihal nasibnya. Setelah rumahnya hancur dan merontokkan mentalnya.Kehilangan dua cucu kesayangan bukanlah sekedar duka lara belaka. Sambil menyeka air mata. Edah hanya pasrah dan berharap denyut kehidupan kembali berangsur pulih.“Pemerintah memberi bantuan bagi rumah yang tidak direlokasi. Jika dibolehkan saya ingin kembali membangun rumah panggung,” kata Edah tersipu.Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memang sudah mengeluarkan rekomendasi pasca gempa berdaya magnitudo 5,6 yang membelah tanah dan merobohkan ribuan rumah bangunan. Khusus pada zona kerawanan tinggi, relokasi menjadi rekomendasi yang diprioritaskan.Adapun kawasan tersebut meliputi 10 desa dari 2 kecamatan. Informasi kompensasi juga sudah sampai ke telinga warga. Besarannya Rp30 – Rp60 juta tergantung kategori kerusakan.Pasca masa tanggap darurat bencana diberhentikan sejak 10 desember lalu, pemerintah berupaya mencari alternatif lokasi hunian baru bagi warga. Jaraknya 10 kilometer dari Cugenang, 200 unit rumah sedang digarap di Desa Cilaku.Di lahan 2.5 hektar, sejumlah pekerja terlihat sibuk membangun rumah tahan gempa dengan teknologi panel struktur instan sederhana sehat. Menurut rencana, rumah bertipe 36 lengkap dengan reservoir, balai RW, dan taman bermain tersebut bakal jadi rujukan membikin tempat relokasi.baca : Rumah Panggung yang menyelamatkan Dayi dari Gempa Cianjur  " "Catatan Awal Tahun: Merapal Mitigasi Gempa Cianjur","Namun, menurut Projek Manager PT. Brantas Abipraya, Ade, penentuan lokasi yang disediakan pemerintah daerah baru ditentukan satu lokasi. Dari target pemenuhan 3.000 rumah, kebutuhan lahan masih belum memadai.“Kami dapat bekerja cepat ketika pemerintah daerah sudah punya penlok (penetapan lokasi). Sejauh ini hanya ada di Cilaku yang sudah jelas penloknya,” paparnya. Ade memprediksi penyelesaian hunian tahan gempa itu paripurna pada awal tahun depan.Penyintas gempa menuntut kejelasan perihal mekanisme hingga akses pekerjaan terkait rencana relokasi. Namun, banyak warga berat hati untuk pindah. Salah satunya Mamat (54), warga Desa Mangunkerta. Dia menghitung secara matematika seputar mata pencahariannya.“Belum lagi soal adaptasi yang butuh waktu lama,” katanya. “Kalau bisa, tidak usah pindah. Karena dimanapun pindah bencana selalu ada. Terutama ini menyoal kehidupan yang sudah berjalan lintas generasi.”Gempa bumi memang bukan cukilan sejarah. Tetapi gempa menjadi sepotong kisah yang kini mesti disadari secara seksama. Apalagi fenomena alam ini punya siklus waktu yang berulang.Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cianjur, Nurdin, cenderung mengindahkan rekomendasi BMKG. Hasil identifikasi Sesar Cugenang yang memanjang sekitar 8 kilometer jelas menyimpan potensi bahaya.“Karena sudah ada informasi dan rekomendasi diharapkan penduduk di wilayah dengan kerentanan tinggi untuk mau direlokasi,” terang Nurdin.Adapun kewenangan dan mekanisme relokasi sepenuhnya diatur pemerintah daerah, katanya. Saat ini, secara simultan warga yang tinggal di zona merah didata sebagai langkah taktis.Walaupun memang masih belum diputuskan ihwal penlok berikutnya. Kecuali hunian tahan gempa di dekat tempat pembuangan akhir (TPA) Pasir Sembung Cilaku. Setidaknya, butuh sekitar 30 hektar untuk mengentaskan pembangunan 3.000 rumah sebagaimana yang ditargetkan." "Catatan Awal Tahun: Merapal Mitigasi Gempa Cianjur","baca juga : Begini Mitigasi Tsunami dan Gempa Megathrust Selatan Jawa  Nurdin, menuturkan, pasca dicabutnya masa tanggap bencana setelah 30 hari, warga sudah diperkenankan kembali ke rumah masing-masing. Namun, separuh warga yang rumahnya hancur masih bertahan di tenda pengungsian. Pihak BPBD berencana membangun tenda keluarga untuk mencegah penularan penyakit yang kini sudah merebak di tiap posko.“Aplikator terdiri dari TNI dan Polisi juga sudah bertahap melakukan pembongkaran sekaligus pertanyaan. Nantinya segera akan dibangunan ulang yang diawasi oleh Kementerian PUPR,” terangnya. Proses pemulihan ini ditargetkan tuntas selama rentang waktu 3 tahun. Momen PentingGempa dangkal yang jauh lebih besar dari gempa Cianjur ini berpotensi dapat terjadi di kota-kota yang lebih padat penduduknya. Apalagi BMKG merinci penyebab gempa Cianjur menjadi sangat merusak disebabkan antara lain hiposenter gempa yang sangat dangkal, episenter gempa di dekat pemukiman, dan lokasi topografi pemukiman berada di wilayah labil.Terlebih, kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawa, Jabar menjadi salah satu wilayah dengan catatan bencana yang tinggi secara nasional. Kondisi ini menuntut peningkatan literasi sains kebencanaan agar upaya mitigasi terus diutamakan.Dia juga berharap bencana Cianjur bisa meningkatkan literasi kebencanaan. Sebab, rasa aman (sense of security) perlu terus dirawat agar memiliki sikap kewaspadaan.Meski, katanya, masyarakat kita bukan masyarakat yang rajin membaca. “Jadi kami modifikasi cara memberikan informasi kebencanaan itu tidak harus dengan membaca. Misalnya, kami membuat audio visual agar masuk kepada semua elemen masyarakat.”Dwikorita menegaskan, mengedukasi dan membangun pemahaman harus berulang. Ujungnya adalah membangun sikap. Dan akhirnya menjadi budaya. Hanya saja pada realitanya kecenderungan masyarakat kita acapkali abai karena ketiadaan pengalaman." "Catatan Awal Tahun: Merapal Mitigasi Gempa Cianjur","“Karena tidak mengalami langsung kadang mereka lupa dan abai. Contohnya dulu sudah ada kurikulum mitigasi bencana sekolah-sekolah formal. Agaknya, kini sudah tidak ada lagi,” imbuhnya.baca juga : Saat Gempa Cianjur Memberi Sinyal Literasi dan Mitigasi  Merujuk Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 33 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Program Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) mengamanatkan pentingnya pemberian perlindungan dan keselamatan kepada peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan dari risiko bencana.Adapun keunggulan pada Program SPAB adalah fasilitas sekolah aman, manajemen bencana sekolah, dan pendidikan pencegahan berikut pengurangan risiko bencana. Berdasarkan informasi di kanal resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sudah ada 27.000 lebih satuan pendidikan yang telah melaksanakan SPAB di Indonesia. Setidaknya hingga tahun 2019.Akan tetapi peristiwa gempa cianjur menguji keseriusan itu. Data BNPB menunjukkan, ada 525 fasilitas pendidikan dan 14 fasilitas kesehatan yang rusak. Gempa ini pun terjadi saat masih jam belajar sehingga menimbulkan korban didominasi kalangan anak-anak.Ahli kebencanaan yang juga Koordinator Program Studi Magister Manajemen Bencana UPN Veteran Yogyakarta Eko Teguh Paripurno, sependapat bahwa minimnya literasi kadang berujung nestapa. Kearifan lokal yang selalu adaptif terhadap karakter bencana dan diwariskan turun-temurun itu ada jika berada dalam siklus pengalaman.“Artinya ada dalam siklus kehidupan yang diketahui,” katanya. Namun, ketika karakter lingkungan berubah serta periodesasi siklus perulangannya tidak terdeteksi, di situ manusia punya keterbatasan ingatan. Sehingga pengetahuan sebelumnya terkikis hingga nekat mengambil resiko tinggi." "Catatan Awal Tahun: Merapal Mitigasi Gempa Cianjur","Kata Eko, bencana cenderung terjadi pada masyarakat yang rentan. Kerentanan mereka diakibatkan oleh keterbatasan akses terhadap lingkungan fisik, sosial, dan ekonomi. Sehingga dibuat tak berdaya memilih tempat yang tidak aman. Mereka dipaksa hidup di kawasan rawan longsor atau pergerakan tanah, dan di bantaran sungai yang sering dilanda banjir.“Itu mungkin menjadi ironi dari faktor kesiapsiagaan saat ini,” katanya.Eko memberi rujukan mitigasi paling efektif dimulai dari tingkat komunitas. Namun, cara ini kurang populis di masyarakat.perlu dibaca : Terancam Gempa Magnitudo 8,7 dan Tsunami 10 Meter, Begini Upaya Mitigasi di Pesisir Selatan Jawa  Sepanjang risetnya, Eko menemukan pergeseran sosial yang terjadi. Masyarakat masa kini cenderung ada ketergantungan kepada pemerintahan yang lebih besar. Padahal masa kolonial, kemandirian masyarakat dalam penanggulangan bencana sudah teruji. Mereka mampu menyelesaikan di tingkat komunitas.“Dulu bencana dianggap masalah sosial sehingga dianggap penting, sekarang mungkin sudah berbeda makna,” ungkap Eko.Sementara itu, di pojokan sudut Kantor Desa Sarampad, Cugenang, Cianjur, Dudu Abdurajab acapkali mengerutkan kening. Pikirannya semrawut. Sebagai kepala desa, dia dituntut gesit mengatur pelayanan masyarakat. Sedangkan wilayahnya masuk dalam kategori desa yang terlintasi sesar cugenang.Kegusaran Dudu menjadi cerminan. Di wilayah dengan risiko bencana tinggi, Jabar termasuk daerah yang minim program mitigasi bencana. Berdasarkan data Potensi Desa tahun 2021, wilayah pemerintahan pertama tersebut yang memiliki sistem peringatan dini bencana alam hanya 13 persen dari total 5.957 desa dan kelurahan di Jabar. Meneguhkan UsahaJauh sebelum diperhatikan saat ini, sebetulnya Belanda sudah mengenal dan menerapkan bangunan tahan gempa,. Gedung Sate di Kota Bandung, misalnya, dikenal sebagai gedung yang mewariskan kemampuan teknik mitigasi bencana dengan konsep arsitekturnya." "Catatan Awal Tahun: Merapal Mitigasi Gempa Cianjur","Warisan arsitektur konstruksi anti gempa dirancang Gubernur Jenderal Hindia Belanda Van Limburg Stirum itu awalnya memang untuk menggantikan gedung pusat pemerintahan Hindia Belanda yang akan dipindah dari Batavia ke Bandung.Haryoto Kunto dalam Balai Agung di Kota Bandung menulis, J. Gerber dari Lands Gebouwen Dienst (Jawatan Gedung-gedung Nusantara) adalah arsitek dibalik itu. Dia terpilih karena menawarkan paduan bentuk arsitektur lokal dan Eropa yang ideal.Dalam Peta Rencana Pembangunan Gedung Sate 1920 memperlihatkan penerapan tangga batu sebagai pondasi. Tujuannya agar struktur bangunan tetap lentur meskipun ada guncangan. Pondasinya itu pun nyaris serupa dengan rumah tradisional masyarakat adat Sunda. Seperti halnya Kampung Naga di Tasikmalaya, Kampung Kuta di Ciamis dan Kasepuhan Ciptagelar di Sukabumi.baca juga : Kearifan Lokal dan Mitigasi Bencana ala Kampung Cikondang  Pemerintah Belanda waktu itu dipercaya sudah membaca kondisi geologi sebelum merencanakan pembangunan. Karena selain dari konstruksi yang serius, konsep mitigasi bencana terlihat dari penetapan lokasi.Hal itu diperkuat oleh pendapat Ahli geografi, T Bachtiar, yang menyebutkan, Gedung Sate berada di kawasan batuan solid. Posisinya 75 meter lebih tinggi dari titik tertinggi Danau Bandung Purba yang lapisan tanahnya labil.Kepiawaian perencanaan pembangunan Belanda juga diungkap Dosen Departemen Geologi Sains Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran, Ismawan. Menurutnya, literatur kegempaan Indonesia banyak mengadopsi dari penemuan orang-orang Belanda.Ismawan memberi contoh lain yakni pembangunan Observatorium Bosscha, di Lembang. Peneropongan bintang tertua di Indonesia itu menjadi bukti pengetahuan Belanda tentang Sesar Lembang. Ismawan mengatakan, lokasi bangunan Nederlandsch-Indische Sterrenkundige Vereeniging (NISV) atau Perhimpunan Bintang Hindia Belanda persis berada di tubir sesar." "Catatan Awal Tahun: Merapal Mitigasi Gempa Cianjur","baca juga : Hidup Mati Gunung Api di Jawa Barat yang Sewaktu-Waktu Bisa Meletus  Berada pada ketinggian 1.310 meter di atas permukaan laut atau pada ketinggian 630 meter dari dataran tinggi Bandung, Boscha dirancang kuat menahan guncangan berdaya magnitudo 7. Katanya, mereka sudah menyadari jika gempa bumi adalah kejadian biasa yang sering terjadi di Nusantara.“Sudah waktunya literatur gempa mulai direfleksikan kembali entah itu untuk bangunan pemerintahan maupun hunian,” katanya.Dibalik jatuhnya 640 korban jiwa yang dihimpun Badan SAR Jabar, seharusnya menjadi momentum bagi Indonesia untuk berbenah. Bagi Eko Paripurno, ruang publik dan fasilitas seperti sekolah selayaknya menjadi tempat paling aman saat terjadi bencana. Namun tidak hanya keamanan bangunan, pemerintah maupun komunitas masyarakat harus disiapkan untuk menghadapi gempa yang sewaktu-waktu melanda. (***)   [SEP]" "Mikroplastik dan Limbah Cair Cemari Sungai-sungai di Bali","[CLS]      Sungai Dam Ongan, Tukad Badung di Denpasar maupun Sungai Ayung, sampai tempat menyucikan diri di Kawasan Tirta Empul, di Gianyar, Bali,  terdeteksi tercemar mikroplastik dan limbah cair.Pengambilan sampel pada keempat titik ini pada 13-15 Januari 2023 oleh Tim Ekspedisi Sungai Nusantara. Tim ini sudah berkeliling Indonesia selama satu tahun guna mengecek kesehatan sungai-sungai di nusantara ini. Ada tiga jenis mikroplastik terditeksi di sungai-sungai di Bali ini, yakni fiber, filamen, dan fragmen. Paling banyak ditemukan fiber (65%), bersumber dari degradasi kain sintetik karena pencucian kain, laundry, dan limbah industri tekstil.Jenis filamen sekitar 25%,  dari degradasi sampah plastik sekali pakai seperti kresek, botol plastik, kemasan plastik single layer, dan jaring nelayan. Untuk fragmen sekitar 10%, berasal dari deradasi sampah plastik sekali pakai  seperti kemasan sachet multilayer, tutup botol, botol shampo, sabun, dan lain-lain.Sampel mikroplastik terbanyak ditemukan di Tukad Badung, satu sungai terbesar yang membelah Kota Denpasar. Kawasan hilirnya adalah Pasar Badung. Penataan kawasan sekitar pasar ini dengan beton dan taman-taman kecil.  Prigi Arisandi, Direktur Eksekutif Ecological Observation and Wetland Conservation (Ecoton) yang menghelat ekspedisi sungai ini menyebutkan,  total mikroplastik dalam sampel adalah 680. Atau rata-rata 170 partikel mikroplastik dalam 100 air liter air sungai di empat sungai itu.Penyebab secara umum, katanya, sampah langsung buang ke sungai, hingga fiber terfragmentasi. “Bisa juga mikroplastik terbang di udara dan masuk sungai,” katanya 15 Januari lalu di Gianyar.Penelitian juga untuk mengecek kandungan limbah cair. Amiruddin Muttaqin, peneliti Ecoton menyebut,  kadar phospat dan khlorin melebihi baku mutu sesuai standar regulasi PP 22/2021 yakni Phospat (0,3 ppm) dan Khlorin (0,03 ppm). " "Mikroplastik dan Limbah Cair Cemari Sungai-sungai di Bali","Baca: Peneliti: Dampak Mikroplastik Terhadap Kesehatan Manusia Perlu Kajian Lebih Lanjut Dari uji kualitas air dengan 20 parameter, paling tercemar dari dua kandungan itu adalah Tukad Badung yakni phospat 1,1 ppm. “Ini tinggi sekali dibanding baku mutu. Limbah domestik tidak terkelola dengan baik dan mencemari sungai,” kata Amiruddin.Sedangkan kadar phospat di Sungai Ayung, yang menjadi kawasan wisata rafting adalah 0,7 ppm dan khlorin 0,25 ppm. Di kawasan ini banyak pusat akomodasi dan pertanian. Phospat berasal dari limbah domestik seperti detergen atau sabun sedangkan khlorin dari bahan pemutih (pembersih lantai, pembunuh kuman) dan bahan pestisida dalam pertanian.Namun, katanya, kedua peneliti menyatakan dibandingkan dengan sungai-sungai lain di Indonesia, keempat sungai di Bali itu dinilai relatif lebih bersih karena tak banyak timbunan sampah plastik mengambang di sungai. Menurut Prigi, inisiatif komunitas untuk membersihkan sungai atau pemasangan penjaring sampah juga berperan.  Gede Robi, vokalis band Navicula juga terlibat dalam pengambilan sejumlah sampel di Bali. Prigi dan Robi adalah aktor film Pulau Plastik bersama Tiza Mafira.Data Tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) 2022 yang menguji kandungan mikroplastik di 68 sungai strategis nasional, menunjukkan,  lima provinsi paling tinggi kontaminasi partikel mikroplastik yaitu Jawa Timur 6,36 partikel/liter, Sumatera Utara 5,20 partikel/liter, dan Sumatera Barat 5,08 partikel/liter. Kemudian, Bangka Belitung 4,97 partikel/liter, dan Sulawesi Tengah 4,17 partikel/liter.Mikroplastik ditemukan hampir di semua sungai kecuali sumber air Way Sekampung dan Hulu Air Bengkulu di Desa Rindu Hati. Baca juga : Darurat Mikroplastik di Sungai Jawa, Aktivis Lingkungan Somasi Para Gubernur Model pengelolaan sungai " "Mikroplastik dan Limbah Cair Cemari Sungai-sungai di Bali","Bagaimana model pengelolaan sungai yang baik? Amiruddin contohkan beberapa model pengelolaan sungai, seperti di Maros, Sulawesi Selatan,  terkenal dengan wisata Goa Rammang-Rammang. Pengelolaan sungai di sana menarik karena komunitas bisa mengelola sumber air alih-alih dieksploitasi untuk tambang karst, bahan baku semen. Ada juga pendekatan adat dengan penetapan larangan pakai sungai selama beberapa waktu yang disebut Lubuk Larangan di sejumlah daerah di Sumatera.Contoh baik lain pengelolaan sungai seperti Kampung Naga, Tasikmalaya, Jawa Barat. “Konsepnya pinjam air. Air sungai disodet dialihkan ke kolam-kolam. Setelah itu difilter agar tidak terkontaminasi dengan cara tradisional, baru dialirkan kembali ke sungai,” katanya.Warga menyadari,  harus mengembalikan kualitas air seperti saat digunakan.Revitalisasi sungai dengan cara pembetonan dinilai terlihat rapi namun secara ekologi tidak mendukung ekosistem sungai hidup. Dia contohkan, kehilangan tanaman dan satwa yang berfungsi menguraikan dan menjernihkan air.Di Sungai Tukad Badung, menteri dan presiden pernah menyaksikan alat nano buble untuk menjernihkan air sungai pada 2019 dengan biaya sekitar Rp300 juta.Dari hasil ekspedisi ini, sebagian besar kondisi sungai buruk. Masalahnya, sebagian besar warga atau sekitar 84% andalkan bahan baku air minum dari air permukaan seperti sungai. Untuk itu, katanya, perlu upaya pengendalian sumber mikroplastik ke sungai dari sampah plastik dan limbah Industri terutama pabrik kertas dan tekstil.  ******  [SEP]" "Warga Bone Bolango Khawatir Gula Aren Andalan Terancam Tambang Emas","[CLS]   Yusdin Maele menaiki pohon aren atau enau setinggi sekitar tujuh meter di Desa Alo, Kecamatan Bone Raya, Bone Bolango, Gorontalo.Sesekali, lelaki 48 tahun itu memukul tangkai tandan bunga dari pangkal ke arah tandan bunga untuk melemaskan pori-pori atau jalur air nira. Konon, aksi itu agar air nira keluar lebih lancar.Usai pukul-pukul tangkai tandan bunga aren, Yusdin mulai mengambil air nira. Berbekal jerigen lima liter, dia mengambil panen nira bunga jantan yang berdampingan dengan bunga betina yang beraroma harum. Proses pengambilan air nira itu biasa dilakukan dalam dua kali sehari, yaitu pagi dan sore.“Dalam sekali panen, biasa kita bisa mendapatkan 10 liter dalam satu pohon. Jadi, jika dua kali panen, kita bisa mendapatkan 20 liter dalam satu pohon. Itupun, tergantung dengan tingkat kesuburan tanah dan perawatan pohon aren,” kata Yusdin Maele kepada Mongabay, awal Januari lalu.  Nira langsung disaring sebelum dibawa ke tempat pemanasan. Anduani, saudara Yusdin, di gubuk berjarak 50 meter dari tanaman aren itu yang akan masak nira sampai jadi gula.Anduani bilang, cetak gula aren saat sudah dingin. Kalau gula aren dicetak panas, gula jadi lembab dan mudah berjamur.Batok kelapa, katanya,  untuk mencetak gula aren. Daun pisang, upih pinang jadi pembungkus setelah gula aren dicetak. Setelah semua proses dilakukan, gula aren siap dijual.Dia bilang, bikin gula aren dengan cara tradisional ini sudah sudah berpuluh tahun. Ia lumayan membantu gerak ekonomi masyarakat.“Biasa, sekali panen, kita bisa mencetak 25 biji. Satu biji, biasa jual Rp12.000, tergantung harga pasar,” kata Anduani.Dia mengatakan, usaha gula aren jadi sumber pencaharian keluarga turun temurun. Sudah hampir 30 tahun, dia jadi petani gula aren bersama saudara-saudaranya. Berkat usaha gula aren, dia bisa menyekolahkan anak-anaknya hingga ke perguruan tinggi. Begitupun yang dialami petani gula aren lain di desanya." "Warga Bone Bolango Khawatir Gula Aren Andalan Terancam Tambang Emas","Produksi Gula Aren di Gorontalo Menurut Kabupaten/Kota (Ton):  ***Gula aren atau biasa orang menyebutkan “Si Hitam Manis” ini memiliki potensi besar di Bone Bolango. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Gorontalo menyebutkan, Bone Bolango satu kabupaten sentra produksi gula aren di Gorontalo.Periode 2010-2017, rata-rata produksi gula aren sampai 505 ton setiap tahun. Angkat itu lebih besar dibandingkan dengan kabupaten/kota lain.Dengan produksi yang cukup besar itu, Pemerintah Kabupaten Bone Bolango jadikan gula aren sebagai unggulan yang dapat menggerakkan perekonomian masyarakat. Bupati Bone Bolango pun bikin Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 42/2014 soal panduan pengembangan kompetensi inti industri daerah Bone Bolango 2014-2018.Pada 2017, Pemerintah Bone Bolango membuat Unit Pengelola Terpadu (UPT) Aren dilengkapi gedung bahan baku, produksi, promosi serta pengemasan produk. UPT itu untuk meningkatkan kualitas gula aren di Bone Bolango agar harga dapat meningkat di pasar lokal, nasional dan internasional.Imrab Bagu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Perindag) Kabupaten Bone Bolango mengatakan, gula aren sudah menjadi identitas Bone Bolango. Potensinya yang cukup besar membuat pemerintah mendorong berbagai kebijakan untuk mengembangkan gula aren, salah satunya bikin UPT Aren.Data mereka, katanya,  petani gula aren di Bone Bolango mencapai 236 orang, itupun hanya di Kecamatan Bulango Ulu. Untuk kecamatan lain, termasuk di Bone Pesisir, belum terdata karena belum ada pendampingan.  Setiap petani, katanya,  rata-rata bisa bikin sekitar lima kilogram gula aren dalam sehari. Atau 1.180 kilogram gula aren dari 236 orang petani dalam sehari. Katanya, jumlah itu membuktikan Bone Bolango jadi sentral produksi terbesar gula aren di Gorontalo.“Sudah sejak lama pemerintah komitmen mendorong dan membantu petani gula aren.”" "Warga Bone Bolango Khawatir Gula Aren Andalan Terancam Tambang Emas","Anduani dan Yusdin pun bisa bikin sekitar 25 biji atau setara 25 kilogram dalam sehari dengan dua kali panen. Kalau harga sekilogram Rp12.000, mereka bisa dapat Rp300.000 perhari, atau Rp9 juta. Anduani dan Yusdin bisa mendapatkan Rp4,5 juta setiap orang.Jadi, kata Anduani, usaha gula aren memberikan hasil cukup besar.  Keperluan keluarga mereka pun, katanya. sangat bergantung aren. Tambang emas masukGula aren jadi salah satu sumber ekonomi warga terancam  kehadiran tambang emas, PT. Gorontalo Minerals (GM).Awalnya, GM mendapatkan surat persetujuan presiden lewat izin  No. B.52/Pres/1/1998, untuk penambangan, pengolahan tembaga dan mineral pengikut di kompleks Sungai Mak, Bone Bolango,  Gorontalo. Target produksi biji 5 juta ton  pertahun, dan produksi konsentrat 130.000  ton pertahun.Kecamatan Bone Raya, Bone Bolango, merupakan bagian dari kontrak karya yang berlaku hingga 2052 dengan luas 24.995 hektar. Konsesi itu mencakup dua blok, yaitu, Blok 1 di Tombulilato seluas 20.290 hektar dan Blok II di Molotabu 4.705 hektar. Luas konsesi itu masuk dalam wilayah 10 desa di Kecamatan Bone Raya, termasuk kebun milik Yusdin Maele dan AnduaniMerujuk pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 05/2012 dan Undang-undang No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta Peraturan Pemerintah No. 27/2012 tentang izin Lingkungan, maka pada 2014, GM membuat studi analisis dampak lingkungan (amdal) yang selesai pada 2018.Berdasarkan dokumen kerangka acuan dan dokumen amdal yang diperoleh Mongabay, GM tercatat sudah sosialisasi sejak 2014-2017 ada lima kali di Kecamatan Dumbo Raya, Kota Gorontalo, Kecamatan Bulawa, Suwawa Timur, Bone Raya, dan Desa Tulabolo Timur.Yusdin bilang, sebagian warga menolak karena takut rusak lingkungan.  " "Warga Bone Bolango Khawatir Gula Aren Andalan Terancam Tambang Emas","Pada 2019, GM kembali apat izin untuk operasi produksi berdasarkan Nomor SK 139.K/30/DJB/2019 tertanggal 27 Februari 2019. Tahapan operasi produksi oleh anak PT Bumi Resources Tbk ini sampai pada 1 Desember 2052, atau sekitar 30 tahun.Yusdin khawatir tambang masuk merusak ruang hidup mereka. Jadi petani gula aren, katanya, sudah menghidupi keluarga turun temurun.“Saya tidak sekolah dan tidak memiliki keahlian selain jadi petani gula aren. Kalau perusahaan beroperasi, pasti semua aren saya hilang.”Dia pernah ditawari untuk membuat jalan menuju pusat pengelolaan pertambangan dengan upah Rp150.000 perhari. Dia menolak tegas. Pendapatan dari gula aren masih lebih banyak.Imran Bagu juga sama. Dia khawatir kehadiran perusahaan berdampak pada tanaman aren di Bone Pesisir. Perusahaan, katanya,  harus menjamin keberlangsungan gula aren masyarakat.Pada 16 Januari 2023, Mongabay berusaha menghubungi Didik Harmoko, pimpinan PT Gorontalo Minerals. Didik bilang, semua sudah dirancang dalam dokumen rencana induk pemberdayaan dan pengembangan masyarakat (RIPPM) yang dibuat perusahaan.“Alhamdulillah, semua program itu ada di RIPPM,” kata Didik melalui WhatsApp. Saat ditanya penjelasan dari RIPPM, Didik tidak merespon. Panggilan telepon pun ditolaknya.   *Liputan merupakan hasil kolaborasi Mongabay, Barta1 atas dukungan Internews. [SEP]" "Cerita Petani Sawit Mandiri di Jambi, Terapkan Transparansi Pengelolaan Dana Hibah RSPO","[CLS]   KUD Karya Mandiri telah menerapkan transparansi pengelolaan uangnya, sejak mendapatkan sertifikasi dana hibah dari RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil), tahun 2021. Koperasi yang berada di Desa Tri Mulya Jaya, Kecamatan Sungai Gelam, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi, ini telah mengelola dana sebesar Rp1,8 miliar setahun terakhir.“Transparansi sesuai standar yang ditentukan RSPO,” kata Ketua Internal Control System (ICS) KUD Karya Mandiri, Rizal Ansori, pekan ketiga Oktober 2022.Menurut dia, sebanyak 30 persen dari total hibah diberikan langsung kepada seluruh petani anggota. Total anggota tersertifikasi sebanyak 275 orang, tergabung dalam 14 kelompok tani, dengan lahan keseluruhan 625 hektar.Uang itu dialokasikan ke rekening masing-masing petani. Sedangkan 70 persen lainnya, digunakan untuk menerapkan standar pengelolaan kebun sawit. Misalnya, untuk monitoring, pengadaan alat, keamanan, alat pelindung diri kebakaran, serta pelatihan yang sebelumnya tidak dirasakan. Termasuk, BPJS Ketenagakerjaan.“Banyak manfaat yang dirasakan dari sertifikasi ini,” katanya.  KUD Karya Mandiri menjadi anggota RSPO pada 8 Maret 2021, dengan Nomor Anggota 1-0314-21-000-00. Total produksinya 13.400 ton tandan buah segar (TBS).Audit eksternal sertifikasi dilakukan Agustus hingga November 2021. Berdasarkan audit pertama itulah dana hibah didapatkan.Tahun 2022, audit eksternal dilakukan Agustus hingga September oleh tim auditor PT. Mutu Agung Lestari. Tim menyatakan, ada temuan pelanggaran secara internal.Dikarenakan telah mengikuti standar, ICS menolak temuan itu dengan cara melakukan banding ke RSPO. Hasilnya, pihak petani menang, dana hibah tahun 2022 tetap diberikan RSPO.“Ini membuktikan, petani memahami standarisasi,” kata pendamping dari Alam Hijau Indonesia (AHI), Umi Syamsiatun." "Cerita Petani Sawit Mandiri di Jambi, Terapkan Transparansi Pengelolaan Dana Hibah RSPO","Pada audit kedua, pihak ICS mengaku belum menjual kredit sertifikasi RSPO mereka. Sebab, menurut Rizal Ansori, “Menunggu harga cocok.”Para petani menjual TBS ke pabrik milik PT. Bahari Gembira Ria (BGR), yang berada di Kecamatan Sungai Gelam.Beberapa tahun sebelum mendapat sertifikasi RSPO pertama, para petani mandiri telah mengajukan diri untuk disertifikasi. Tetapi, kata Rizal Ansori, sewaktu itu mereka belum memahami jalurnya, sehingga sertifikasi tidak didapat.  Belajar bersamaDesa Tri Mulya Jaya memiliki 525 kepala keluarga (KK) dengan 2.862 jiwa. Hampir 80 persen kepala keluarga adalah petani sawit.Kepala Desa Tri Mulya Jaya, M. Nur Yasin, mengatakan sertifikasi bermanfaat bagi petani. Hal-hal tentang pengelolaan kebun yang baik, yang sebelumnya tidak diketahui, dapat dipelajari bersama.“Tentunya berpengaruh terhadap produksi TBS,” kata mantan sekretaris KUD Karya Mandiri ini.Dia menjelaskan, mereka butuh waktu hampir satu tahun untuk mempersiapkan diri mendaftar ke RSPO. Sehingga, peran pendamping sangat dibutuhkan.Saat ini, pihaknya telah membeli mini pick up tunai untuk kebutuhan angkutan. Tujuannya, meminimalisir sewa kendaraan roda empat. Sebab, jarak tempuh dari desa mereka ke Kota Jambi, sekitar dua jam.Dengan kendaraan milik koperasi, para petani swadaya dapat membeli langsung berbagai kebutuhan secara cepat.Pengelolaan kebun juga tidak lagi bertumpu pada pupuk non-organik. Berkat pembelajaran dan pelatihan, petani mulai membuat pupuk organik cair.Seorang petani, biasa disapa Mbah Bejo, telah membuat pupuk organik cair berbahan campuran kotoran sapi, pelepah sawit, dan bahan organik lain. Dia membuat sendiri kolam pupuk organik cair itu setahun lalu.Kini, tidak hanya Mbah Bejo saja yang melakukan itu. Tetapi juga tujuh petani lain.“Kami saling belajar dan berbagi ilmu,” jelasnya." "Cerita Petani Sawit Mandiri di Jambi, Terapkan Transparansi Pengelolaan Dana Hibah RSPO","Hasil yang didapat dari pupuk organik cair itu, berdampak positif pada produksi. Buah sawit yang dihasilkan sesuai keinginan petani dan memenuhi standar pabrik.Terkait harga, TBS dijual sesuai ketentuan Dinas Perkebunan Jambi, sekitar Rp4.000 per kilogram.  Namun, ada juga cerita sedih dibalik keberhasilan. Saat pertama kali para petani mendapat sertifikasi RSPO adalah masa pandemi, ketika banyak orang tidak dapat memanfaatkan waktu untuk bertemu langsung.Tingginya waktu untuk bertatap muka online, membuka “peluang” pencurian TBS. Buah segar para petani dipanen pencuri.Seorang pencuri berhasil ditangkap, lalu dilakukan pemeriksaan oleh tim ICS. Pencuri itu mengakui kesalahannya. ICS menetapkan denda sebesar Rp2 juta, sesuai jumlah TBS yang dicuri, berdasarkan harga TBS saat itu, Rp3.000 per kilogram.Pembelajaran lain adalah dengan panen berkisar dua hingga tiga kali per bulan setiap petani, Desa Tri Mulya Jaya mentargetkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar Rp15 juta dan APBDes sebesar Rp1,3 miliar per tahun.Jumlah uang yang didapat petani dari kebun sawit tersebut, berbanding lurus dengan berbagai pajak yang harus mereka bayar ke negara. * Zulfa Amira dan Jon Afrizal, jurnalis Amirariau.com.Liputan ini merupakan program Journalist Fellowship yang diselenggarakan Mongabay Indonesia dan Kaoem Telapak.  [SEP]" "Menagih Pemenuhan Hak Dasar dan Keadilan Masyarakat Adat Kepulauan Aru","[CLS]    Hak-hak masyarakat adat di nusantara ini masih sering terabaikan, salah satu dialami masyarakat adat di Kepulauan Aru, Maluku. Marginalisasi masyarakat adat di Kepulauan Aru terjadi sejak 1992. Mereka dilarang menganut ajaran agama leluhur, stigma primitif-terbelakang, dan ujungnya menjadi wilayah pangkalan militer dari TNI AL maupun beragam rencana proyek pembangunan. (Papua Study Center, 2022).Pada 2010, saat Teddy Tengko, Bupati Kepuluan Aru, 2005-2010, mengeluarkan izin usaha perkebunan untuk konsorium PT Menara Group seluas 1,6 juta hektar. Izin diperkuat dengan rekomendasi dari Karel Albert R, Gubernur (2003-2013), Juli 2011. Ironis, pada rapat terbatas 2014 antara PT Menara Group, Lantamal Papua, dan Pjs Gubernur Maluku menyebut,  Kepulauan Aru hanyalah ‘padang alang-alang.’ Yang berarti sama dengan “tak penghuni.” Sebagai satu cara agar investor bisa leluasa masuk dengan rencana bisnis mereka (Saturi, 2014).Keterlibatan TNI AL dan legitimasi pemerintah daerah dalam beragam proyek pembangunan berbasis agraria (darat dan laut) yang masuk di Kepualuan Aru ini jadi akar masalah agraria struktural di masyarakat adat Kepulauan Aru (FWI, 2021-PSC, 2022).Singkatnya, meskipun masyarakat adat diakui secara legal dalam UUD 1945, namun hingga 77 tahun merdeka, di Kepualuan Aru, kemungkinan di banyak tempat di Indonesia, belum menikmati napas “kemerdekaan” atas tanah-air mereka. Baca juga: Nasib Hutan dan Savana Kalau Peternakan Sapi Masuk Kepulauan Aru  Krisis agraria Masyarakat Adat AruSetidaknya tiga perusahaan pernah punya konsesi di Kepulauan Aru, yaitu,  PT Menara Grup, PT Aru Manise Group, dan PT Nusa Ina Group. Dari tiga perusahaan besar itu, 46 anak perusahaan siap menjalankan proyek. Menara Grup, paling dominan dalam konsesi ini menyumbang 28 anak perusahaan. Keseluruhan luas konsesi mencapai 305.120 hektar." "Menagih Pemenuhan Hak Dasar dan Keadilan Masyarakat Adat Kepulauan Aru","Berdasarkan data analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) dari Menara Group, luas keseluruhan Kepulauan Aru 626.900 hektar, terdiri dari 117 desa dan dua kelurahan. Keberadaan konsesi Menara Group bukan saja mengancam pelestarian hutan alam, juga seluruh dimensi kehidupan dan ekosistem di Kepulauan Aru.Ancaman lain dari kuasa TNI AL. Merujuk Inkuiri Nasional Komnas HAM (2017), secara historis TNI AL hadir sejak 22 Januari 1992, dengan mengambil 658 hektar wilayah adat. Lokasi ini untuk membangun bandara dan fasilitas pangkalan militer atas dasar klaim untuk pertahanan nasional. Dasarnya, surat pelepasan hak tanah pada 20 Agustus 1991 dari Ketua Persekutuan Masyarakat Adat Marafenfen.Pembebasan tanah oleh BPN Maluku Tenggara. Dalam gugatan Masyarakat Adat Marafenfen di Pengadilan Negeri Dobo, diuraikan banyak sekali proses prosedural yang manipulatif hingga keluar sertifikat hak pakai (SHP) atas tanah seluas 689 hektar itu. Misal, pemberi hibah tanah ternyata dalam kondisi gila, masih bayi (belum cukup umur), atau bukan orang lokal desa.Dari banyak pengakuan Masyarakat Adat Marafenfen, ketika TNI AL datang ke Kepulauan Aru, mereka langsung menuju lokasi pembatas dan membuat patok-patok tanpa lapor diri ke kepala desa, atau sesepuh adat terlebih dahulu. Setelah itu, TNI AL kembali ke Jakarta dan membawa surat sertifikat tanah yang diberikan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebelum meminta kepala desa menadatangani klaim pelepasan tanah itu.Jika dilihat secara prosedural, sertifikat tanah bisa keluar atau terbit ketika sudah ada “surat pelepasan” dari marga atau suku yang memiliki otoritas tanah adat. Sayangnya,  hal itu tidak terjadi hingga sekarang (PSC, 2022)." "Menagih Pemenuhan Hak Dasar dan Keadilan Masyarakat Adat Kepulauan Aru","Selain itu, proyek lain yang mengancam ekosistem Kepulauan Aru adalah usaha sektor kehutanan seperti HPH, HTI, dan restorasi ekosistem. Ancaman lain, rencana proyek peternakan sapi skala besar. Hal ini mengancam kerusakan hutan, karst, termasuk hutan mangrove, sumber air bersih, sampai satwa endemic. (Tim Kolaborasi Mongabay, 2022).Tak hanya ancaman sosial-ekologi dan ekonomi, proyek-proyek pembangunan dan aktvitas TNI AL berdampak pada sistem kepercayaan dan upacara adat-spiritual. Salah satu contoh, ritual tordauk. Tordauk adalah ritual oleh Masyarakat Adat Marafenfen setiap September dan Oktober berburu bersama untuk menjaga stabilitas ekosistem di padang savana. Hewan yang biasa diburu seperti tikus, babi liar dan rusa.Sejak kehadiran TNI AL, diduga terjadi perburuan satwa tanpa sepengetahuan Masyarakat Adat Marafenfen. Puncaknya pada tiga tahun belakangan yang membuat tordauk tidak bisa berjalan lancar karena satwa makin berkurang. Bahkan,  pada 2020 sempat tidak ada tordauk karena kondisi tak memungkinkan, hingga tidak ada kesepakatan (Belseran, 2021, FWI, 2021). Baca juga: Masyarakat Adat Mafafenfen Terusik Kehadiran TNI-AL Minus konsensus " "Menagih Pemenuhan Hak Dasar dan Keadilan Masyarakat Adat Kepulauan Aru","Dalam perspektif Dahrendorf (Ritzer, 2004), masyarakat memiliki dua wajah, yaitu konflik dan konsesus. Teori konsesus menekankan nilai integritas, sedangkan teori konflik menekankan nilai kepentingan dan kekerasan terhadap suatu obyek. Adanya perbedaan distribusi otoritas jadi faktor untuk menentukan konflik sosial sistematis. Otoritas menjadi kunci analisisnya. Di dalamnya, ada superordinasi dan subordinasi. Dalam penerapannya,  otoritas tidak konstan, karena otoritas tidak dipegang penuh lewat diri seseorang, melainkan hanya lewat posisi. Sedang masyarakat yang dikendalikan disebut asosiasi yang dikoordinasikan secara imperative.” Artinya,  melihat apapun keteraturan dalam masyarakat berasal dari pemaksaan terhadap anggotanya oleh mereka yang berada “di atas” dan menekankan pada “peran kekuasaan” dalam mempertahankan ketertiban dalam masyarakat.Konflik Kepulauan Aru akibat benturan kelompok yang memiliki otoritas kuat atau superordinasi, yaitu pemerintah pusat-daerah, TNI-AL dan Menara Group dengan kelompok subordinasi yakni masyarakat adat.Otoritas itu ditopang posisi-posisi kunci dalam kekuasaan (pusat-daerah) sebagai gubernur, bupati, TNI AL yang menguasai armada laut di seluruh Kepulauan Aru, beserta jaringan pengusaha di sekelilingnya.Dengan otoritas itu,  kelompok superordinat ini mampu mengendalikan, mengontrol, menekan, dan menertibkan masyarakat di pulau-pulau kecil Aru. Masyarakat adat sebagai kelompok subordinat, minus “otoritas” politik dan ekonomi seringkali hanya jadi penonton dan terpaksa ikut dalam irama gendang yang dikendalikan kelompok superordinat itu." "Menagih Pemenuhan Hak Dasar dan Keadilan Masyarakat Adat Kepulauan Aru","Kasus kekalahan gugatan Masyarakat Adat Marafenfen di Pengadilan Dobo 2021 menunjukkan, meskipun bukti kesalahan dan pelanggaran hukum pemerintah dan TNI AL diajukan secara adekuat oleh masyarakat, namun tetap saja kalah. Sebab, politik hukum telah “dikendalikan” dan “ditertibkan” menurut kepentingan kelompok superordinat dan jaringannya.Konflik antara kelompok superordinat dan subordinat di Kepualuan Aru ini telah menciptakan jurang ketidaksetaraan dan ketimpangan yang tajam. Penguasa (gubernur, TNI AL, dan pengusaha) selalu “di atas” dan mayarakat adat selalu “di bawah.”.  Kondisi inilah yang menjadi akar masalah dari sulitnya menawarkan jalan “konsesus” antar pihak yang berkonflik di Kepulauan Aru. Maka, tanpa syarat wajib kesetaraan secara politik, sudah pasti akan sulit dibangun konsesus adil untuk menyelesaikan konflik di Kepulauan Aru.Sebenarnya, upaya membangun konsesus itu muncul dari masyarakat adat di Kepulauan Aru melalui upaya audiensi atau roadshow beberapa wakil mereka ke lembaga-lembaga dan kementerian di Jakarta, selama tiga bulan dari September sampai November 2022.  Mereka antara lain datang ke Kantor Komnas HAM, Kantor Sekretariat Presiden (KSP), Kementerian ATR-BPN, DPR, Kementerian Pertahanan, dan TNI AL.Upaya geriliya politik membuat landasan konsesus multi pihak yang berkonflik di Kepulaun Aru ini, masih belum menghasilkan solusi konkret. Meskipun, dapat membuka komunikasi dan koordinasi lebih baik dengan pihak-pihak pemerintah. Setidaknya, kini pemerintah mendengar cerita langsung dari representasi Masyarakat Adat Kepulauan Aru yang selama ini berjuang mempertahankan tanah-air mereka.Roadshow politik ini bukti bahwa masyarakat adat membuka pintu konsesus dann mencari ‘jalan tengah’ bersama dalam penyelesaian konfliknya. Bukan untuk ‘zero-sum game’, semata menang-kalah." "Menagih Pemenuhan Hak Dasar dan Keadilan Masyarakat Adat Kepulauan Aru","Sedangkan jalur tempuh melalui gugatan di persidangan hingga ke Mahkamah Agung menunjukkan, mereka berjuang secara konstituisonal, bukan strategi yang bersifat inkonstitusional, sebagaimana sempat distigmakan. Upaya semacam ini penting dipertimbangkan oleh pemerintah agar menyediakan jalan ‘konsesus bersama” yang adil dan demokratis.  Sebab,  itikad baik masyarakat sudah sedemikian kuat disampaikan, tinggal bagaimana good will pemerintah serius mentaati mandat konstitusionalnya, yakni memastikan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Catatan Tim Aru, 2022).  Pasca Perda AdatAwal tahun 2022, Perda Adat No. 2, tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Aru Ursia-Urlima terbit. Ini merupakan tonggak penting dari pengakuan masyarakat adat di Kepulauan Aru. Berlandaskan Perda Adat ini, dapat ditegaskan,  kini masyarakat adat di Kepulauan Aru makin kuat sebagai warga negara Indonesia.Perda adat ini menyebutkan,  pada Pasal 2, tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Aru yang berdasarkan asas, pengakuan, keadilan, kepastian hukum, kesetaraan dan non diskriminasi, keberlanjutan lingkungan, partisipasi, dan transparan. Jadi, sudah seharusnya,  konflik, marginalisasi, eksklusi dan kriminalisasi atas masyarakat adat di Kepulauan Aru diselesaikan. Hak-hak dasar mereka harus dipenuhi.Merujuk Standar Norma dan Pengaturan (SNP) Nomor 7/2022 tentang Hak Asasi Manusia atas Tanah dan Sumber Daya Alam, Komnas HAM, hak-hak masyarakat hukum adat harus dipenuhi negara.Hak-hak itu antara lain, pertama, melindungi hak atas rasa aman masyarakat hukum adat dengan cara menyusun mekanisme pencegahan atau deteksi dini atas konflik dan mendorong segera penyelesaian beragam konflik agraria struktural di wilayah adat, termasuk dalam keadaan darurat." "Menagih Pemenuhan Hak Dasar dan Keadilan Masyarakat Adat Kepulauan Aru","Kedua, menyegerakan pemberian kepastian tenurial pada hak-hak masyarakat hukum adat terhadap tanah dengan cara melakukan pengadministrasian tanah-tanah ulayat. Ketiga, negara wajib melindungi sumber kehidupan masyarakat hukum adat, secara sosial-ekonomi, hukum, politik, ekologis, dan budaya, baik dalam jangka pendek maupun Panjang. Caranya, dengan mempercepat legalitas payung hukum atas masyarakat adat (UU Masyarakat Hukum Adat) serta audit perizinan korporasi sumber daya alam yang terbukti melanggar HAM atas masyarakat hukum adat atas tanah dan sumber daya alam mereka. Juga memberikan sanksi tegas dan efek jera agar pelanggaran HAM atas masyarakat hukum adat tak berulang.Keempat, negara wajib memastikan, dalam setiap kebijakan dan program apapun secara nasional, global atau daerah yang masuk di dalam kawasan masyarakat hukum adat, wajib memenuhi hak partisipasi substantif dan penuh masyarakat hukum adat. Kelima, negara wajib melindungi dan menjamin keselamatan, hak hidup, hak atas tanah dan sumber daya alam, hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hak memperoleh keadilan bagi masyarakat hukum adat termasuk masyarakat hukum adat nomadik dan semi-nomadik, serta para aktivis dan pembela HAM masyarakat hukum adat yang selaras dengan prinsip nondiskriminasi dan keadilan gender.  Keenam, negara wajib penegakan hukum yang tegas dan adil kepada semua pihak, termasuk kepada anggota TNI/Polri yang terbukti melanggar hukum dan melanggar hak masyarakat hukum adat dan ruang hidupnya.Ketujuh, negara wajib melindungi dan menghormati kekayaan sistem pengetahuan, sumber daya alam, dan sumber kehidupan ekonomi masyarakat hukum adat dari ancaman perusakan dan penghancuran sistematis. Juga memfasilitasi pengembangan alternatif ekonomi berkelanjutan dan berkeadilan dengan mendasarkan pada prinsip-prinsip dan norma HAM." "Menagih Pemenuhan Hak Dasar dan Keadilan Masyarakat Adat Kepulauan Aru","Kedelapan, negara wajib melindungi keberlanjutan kekayaan keanekaragaman hayati dan pengetahuan/ kearifan lokal yang menjadi ruang hidup masyarakat hukum adat.Kesembilan,  negara wajib melindungi keberlanjutan kehidupan, regenerasi, dan eksistensi masyarakat hukum adat sebagai warga negara. Dengan cara,  melindungi sumber pangan, sumber air, ekosistem hutan, sungai, gunung, tanah dan sumber daya alam, wilayah sakral/suci, dikelola dengan sistem pengetahuan dan tradisi adat yang selaras dengan tujuan kelestarian, keberlanjutan sosialekologis, serta keberlangsungan juga dinikmati generasi mendatang (inter-generational justice).Kesembilan kewajiban negara itu tentu dalam batasan SNP Nomor 7/ 2022 itu. Yang tentu saja bisa meluas dan mendalam kalau ditafsirkan lebih jauh. Setidaknya,  pasca perda adat lahir, hal-hal itulah yang harus diberikan kepda masyarakat adat di Kepulauan Aru.Walau begitu, proses advokasi kebijakan dan regulasi perda adat ini harus terus dilakukan, terutama di tingkat penyusunan paraturan turunan, petunjuk teknis, dan implementasi praksisnya. Sebab, seringkali niat baik jadi pupus Kembali kalau implementasi tidak sesuai atau dibajak untuk tujuan lain di luar niat awal. Ini yang sering terjadi di Indonesia.Akhirnya, tulisan ini sebagai satu undangan diskusi sekaligus refleksi awal tahun 2023. Konflik agraria masyarakat adat di Kepuluan Aru, seumpama puncak gunung es, yang tak terlihat pasti lebih dalam dan luas. Mungkin juga sebagai cermin, dari nasib masyarakat adat di nusantara sekarang, yang masih belum mendapatkan hak-hak dasar secara penuh, meski sudah puluhan tahun berjuang mempertahankan tanah-air sendiri.Dengan memahami dan menuntaskan kasus masyarakat adat di Kepulauan Aru ini, bisa jadi satu langkah penting mengurai benang kusut dan membebaskan belenggu ketidakadilan struktural dari masyarakat adat lain di nusantara yang mengalami nasib sama.  " "Menagih Pemenuhan Hak Dasar dan Keadilan Masyarakat Adat Kepulauan Aru","*Penulis Ananda Bagus.WK adalah pegiat Papua Study Center (PSC). Tulisan ini merupakan opini penulis.   ReferensiEko Cahyono, dkk, Policy Paper “Rentang Perjuangan Masyarakat Adat Marafenfen dan Ragam Masalah Krisis Sosial-Ekologis di Kepulauan Aru, Papua Study Center, 2021-2022Eko Cahyono, Policy Paper “Konflik Agraria dan Hak Masyarakat Hukum Adat di Kawasan Hutan”, Sajogyo Institute dengan di dukung oleh RRI (Rights Resources Initiative), 2016George Ritzer dan Douglas J. Goodman, “Teori Sosiologi Modern”, 2004.John Haba, “Realitas Masyarakat Adat di Indonesia: Sebuah Refleksi”, Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 12 No. 2, 2010Komnas HAM, “Standar Norma dan Pengaturan Nomor 7 tentang Hak Asasi Manusia atas Tanah dan Sumber Daya Alam”, Komnas HAM, 2021Catatan Hasil Pertemuan Tim Advokasi Marafenfen dengan Wakasal RI, Jakarta, 9 November 2022Catatan Hasil Pertemuan Tim Marafenfen dengan Menteri ATR/Kepala BPN RI, Jakarta, 27 Oktober 2022Noer Fauzi Rachman, “Rantai Penjelasan Konflik-Konflik Agraria yang Kronis, Sistemik, dan Meluas di Indonesia”, 2013Forest Watch Indonesia (FWI), Bio Region Papua: Hutan dan Manusianya. FWI – 2021.Peraturan Adat Daerah Kabupaten Kepulauan Aru, No. 202, Tahun 2022 tentang Pengakuan dan Perlindungan MHA Aru Ursia-UrlimaTim Kolaborasi, “Nasib Hutan dan Savana Kalau Peternakan Sapi Masuk Kepulauan Aru [1]”, 2022, https://www.mongabay.co.id/2022/10/10/nasib-hutan-dan-savana-kalau-peternakan-sapi-masuk-kepulauan-aru-1/Christ Belseran, “Kala Ritual “Tordauk” Masyarakat Adat Marafenfen Terganggu”, 2021, https://www.mongabay.co.id/2021/11/07/kala-ritual-tordauk-masyarakat-adat-marafenfen-terganggu/Sapariah Saturi, “Kebun Tebu Batal, Hutan Kepulauan Aru Sementara Aman”, 2014 : https://www.mongabay.co.id/2014/04/14/kebun-tebu-batal-hutan-kepulauan-aru-sementara-aman/" "Menagih Pemenuhan Hak Dasar dan Keadilan Masyarakat Adat Kepulauan Aru","Sapariah Saturi, “Sudah Batal, Mentan Mau Hidupkan Lagi Kebun Tebu di Aru?”, 2015 : https://www.mongabay.co.id/2015/06/23/sudah-batal-mentan-mau-hidupkan-lagi-kebun-tebu-di-aru/  [SEP]" "Monyet Togean yang Sering Luput dari Perhatian","[CLS]   Monyet togean [Macaca tonkeana] atau dikenal juga monyet malenge, merupakan primata yang hidup di Kepulauan Togean, Sulawesi.Kepulauan Togean merupakan gugusan pulau di tengah Teluk Tomini, berbatasan antara Provinsi Sulawesi Tengah dan Provinsi Gorontalo. Kepulauan ini berstatus Taman Nasional. Sementara monyet togean, hanya ditemukan di Pulau Malenge, pulau yang ada di gugusan Kepulauan Togean.Menurut para ahli, terdapat tujuh spesies monyet atau macaca di Pulau Sulawesi. Ada  Macaca maura di Sulawesi Selatan, Macaca tonkeana di Sulawesi Tengah, Macaca hecki di Sulawesi Tengah dan Utara, Macaca nigrescens dekat Gorontalo-Kotamobagu, Macaca nigra di Sulawesi Utara, Macaca ochreata di Sulawesi Tenggara, dan Macaca brunnescens di Pulau Muna dan Buton.Monyet togean sering digabungkan menjadi macaca tonkeana togeanus, karena dianggap sebagai spesies introduksi. Namun, belum diketahui pasti sejak kapan primata ini ada di Kepulauan Togean.   Pulau Malenge sendiri luasnya 12,21 kilometer persegi. Jika mengelilinginya menggunakan perahu mesin ketinting, hanya butuh waktu maksimal 60 menit.Di pulau ini terdapat dua desa, Malenge dan Kadoda. Masyarakat memanfaatkan hutan Malenge sebagai wilayah perkebunan mereka.“Akibatnya, Macaca tonkeana dianggap hama,” kata Ating Solihin kepada Mongabay medio Januari 2023.Baca: Kisah Sepasang Suami Istri di Togean Bersahabat dengan Babirusa  Ating Solihin adalah mantan dokter yang memiliki perhatian serius pada konservasi satwa liar, tinggal di utara Pulau Malenge bersama istrinya sejak 2014. Dia memasang kamera jebak [camera trap] untuk memantau populasi berbagai jenis satwa di Pulau Malenge, tidak terkecuali monyet togean.“Dari hasil pemantauan saya di Pulau Malenge, satwa ini masih ini masih terlihat. Namun, jika tidak segera dilakukan upaya perlindungan, dikhawatirkan jumlahnya akan berkurang,” ungkapnya." "Monyet Togean yang Sering Luput dari Perhatian","Hampir setiap hari Ating menelusuri hutan Malenge yang tidak jauh dari rumahnya. Dia beberapa kali menemukan jerat yang dipasang di kebun untuk menangkap monyet togean.“Dari pemantauan saya, ancamannya selalu ada ditambah lagi habitatnya yang mulai terganggu,” ujarnya prihatin.Baca juga: Dampak Negatif, Memberi Makanan pada Kawanan Monyet Endemik Sulawesi  Habitat hutanAbdul Haris Mustari, peneliti dan juga dosen pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor (IPB), membahas Macaca togeanus dalam bukunya berjudul “Manual Identifikasi dan Bio Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi” tahun 2020.Dijelaskan bahwa panjang tubuhnya 502-584 mm, panjang ekor 40-50 mm, berat jantan dan betina hampir sama, yakni 10-12 kg.“Bagian kaki dan tangannya putih, kepala berjambul, warna kulit hitam, rambut yang tumbuh di sisi muka berwarna hitam kecokelatan. Sementara, rambut di bawah leher berwarna abu-abu terang hingga keputihan,” ungkapnya.  Dalam buku itu, Haris mengungkapkan berdasarkan penelitian di Pulau Malenge, teritorial monyet togean tumpang tindih dengan kelompok lain, dengan rata-rata wilayah jelajah sekitar 12 hektar dengan jelajah harian dapat mencapai 500-1000 m.Untuk penyebaran alami, terbatas di Pulau Malenge, Kepulauan Togean, dan sebagian Sulawesi Tengah bagian timur laut.“Habitat utamanya hutan primer dan sekunder dari pantai hingga perbukitan. Tidak jarang terlihat juga di kebun dan ladang,” tulisnya.Berdasarkan Peraturan Menteri LHK No. P 106 Tahun 2018 tentang tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi, Macaca tonkeana merupakan jenis dilindungi.Selamat Hari Primata Indonesia, 30 Januari 2023.  [SEP]" "Berharap Gunung Pesagi, Gunung Raya, Mekakau, dan Saka Menjadi Habitat Gajah Sumatera","[CLS]   Baca sebelumnya:Gunung Raya, Rumah Gajah Sumatera yang HilangGajah Sumatera yang Tidak Lagi Mendatangi Danau RanauDulu Bersahabat, Kenapa Sekarang Manusia Memusuhi Gajah?** Dari masa lalu hingga hari ini, hutan dataran tinggi di Kabupaten Ogan Komering Ulu [OKU] Selatan, Sumatera Selatan, merupakan habitat gajah sumatera [Elephas maximus sumatranus]. Meskipun luasan hutan terus berkurang, banyak gajah ditangkap dan dipindahkan, namun sejumlah individu masih bertahan. Apa yang harus dilakukan?“Harus dipertahanankan habitatnya dan dibuat koridor. Menghilangkan gajah yang hidup di OKU Selatan sama saja melawan hukum alam, yang dampaknya sangat buruk bagi kehidupan manusia dan lingkungan,” kata Hendra Setyawan dari Jejak Bumi Indonesia [JBI], sebuah organisasi peduli lingkungan di Kabupaten Ogan Komering Ulu [OKU] Selatan, awal Januari 2023.Harus ada modal untuk mempertahankan hutan di Kabupaten OKU Selatan sebagai habitat dan koridor gajah. Pertama, secara budaya masyarakat lokal memiliki pengetahuan yang arif dengan gajah. Mereka hidup harmonis.“Pengetahuan ini dimiliki Suku Ogan, Suku Kisam, Suku Ranau, Suku Dayo, dan Suku Komering, yang hidup di sekitar atau di dalam hutan,” kata Hendra.Kedua, hutan harus dipertahankan. Di OKU Selatan belum ada aktivitas penambangan mineral yang membuka dan mengubah bentang alam.“Hutan konservasinya sekitar 173.029,38 hektar, seperti hutan lindung dan suaka margasatwa, serta hutan produksi [17.845 hektar] dan hutan produksi terbatas [10.238 hektar],” katanya.  Yusuf Bahtimi, peneliti gajah yang tengah menyelesaikan doktoral di Universitas Oxford, Inggris mengatakan, populasi gajah di OKU Selatan merupakan gajah sumatera tersisa yang hidup di dataran tinggi di Sumatera Selatan." "Berharap Gunung Pesagi, Gunung Raya, Mekakau, dan Saka Menjadi Habitat Gajah Sumatera","“Kondisinya kian kritis. Semua gajah sumatera tersisa harus dijamin ruang hidupnya. Termasuk di wilayah dataran tinggi OKU Selatan,” kata Syamsuardi, Ketua PJHS [Perkumpulan Jejaring Hutan dan Satwa].Gajah itu menjaga hutan. Hutan itu sumber kehidupan kami.“Sebenarnya, kami kecewa dengan pemindahan gajah saat konflik dulu [1985-1990-an], sebab masih ada cara lain. Misalnya, menghentikan semua aktivitas yang membuka hutan,” kata Iptoni [57], warga Desa Tanjung Kemala, Buay Pematang Ribu Ranau Tengah [BPRRT], Kabupaten Ogan Komering Ulu [OKU] Selatan, Sumatera Selatan.  Gunung Pesagi-Gunung RayaSatu potensi penetapan habitat dan koridor gajah di Kabupaten OKU Selatan adalah Lanskap Gunung Pesagi-Gunung Raya. Sebab, masih banyak ditemukan kelompok gajah dan hutannya juga lebat.“Kami yakin masi ada belasan hingga puluhan gajah. Hutannya juga berpotensi dihubungkan dengan kawasan TNBBS [Taman Nasional Bukit Barisan Selatan] di Lampung,” ujar Hendra.Permukiman yang berada Lanskap Gunung Pesagi-Gunung Raya sebanyak 16 desa. Ada Pagar Dewa, Sukajaya, Kotabatu, Tanjung Jati, Tanjung Baru, Way Wangi, Gendung Ranau, Gunung Raya, Gunung Aji, Pilla, Bedeng Tiga, Sigigok Raya, Bumi Agung, Kiwis Raya, Mekar Sari, Remanam Jaya, serta sebagian desa yang masuk Kecamatan Buay Pemaca seperti Desa Sidodadi dan Desa Duren Sembilan.Wilayah lain yang berpotensi dijadikan habitat dan koridor gajah adalah Mekakau-Saka. Desa yang berada di Mekakau atau di Kecamatan Mekakau Ilir sebanyak 15 desa yakni Air Baru, Bunut, Galang Tinggi, Kemang Bandung, Kepayang, Kota Baru, Kota Dalam, Pere’an, Pulau Duku, Selabung Belimbing Jaya, Sinar Marga, Sri Menanti, Sukaraja, Tanjung Besar, dan Teluk Agung." "Berharap Gunung Pesagi, Gunung Raya, Mekakau, dan Saka Menjadi Habitat Gajah Sumatera","“Saat ini populasi gajah di OKU Selatan dari berbagai kantong kisaran 100-an individu. Ini berdasarkan informasi berbagai kelompok masyarakat yang kami kumpulkan, yang melihat sejumlah kelompok gajah antara 5-8 individu. Tapi memang dibutuhkan penelitian lebih lanjut,” jelas Hendra.Syamsuardi menambahkan, upaya perlindungan gajah di OKU Selatan dapat dimulai dengan mengoptimalkan fungsi Suaka Margasatwa Gunung Raya. Caranya, dengan menjaga Gunung Raya dari kerusakan, terutama dari perambahan.“Selain itu memberikan penyadaran terhadap masyarakat dan pelaku usaha yang hidup di sekitar Gunung Raya dan koridornya untuk tidak berkonflik dengan gajah. Mengembalikan pengetahuan milik masyarakat lokal bahwa gajah bukan hama, tapi sahabat manusia.”  Forum bersamaAda sejumlah tahapan untuk menjadikan hutan di OKU Selatan menjadi habitat dan koridor gajah sumatera tersisa.“Pertama, membentuk forum bersama semua pihak sehingga dapat dipetakan perhatian utama masing-masing pihak. Mulai masyarakat lokal, pendatang, pelaku usaha, pemerintah, dan organisasi konservasi,” kata Yusuf.Forum ini memiliki pemahaman yang sama tentang konservasi. Konservasi sebagai suatu upaya inklusif dalam hidup harmonis dengan alam, sebagaimana kita pahami dalam visi bersama dalam Convention on Biological Diversity [UN CBD], yakni living in harmony with nature.”“Artinya, konservasi bukan sesuatu yang eksklusif. Menjadi milik seorang atau beberapa pihak, yang kemudian pihak tersebut sebatas menjadi penegak aturan atau policing bagi pihak lain.”Kedua, menjadikan ilmu pengetahuan berada di depan. Bukan terbatas sains [science], tapi juga disiplin lain dalam ilmu-ilmu humaniora dan sosial. Ilmu pengetahuan yang dikedepankan juga harus mengedepankan pandangan alam [worldview] khas masyarakat kepulauan Melayu. Juga, mengadopasi pemahaman masyarakat di OKU Selatan yang menyatakan ruang hidupnya bagian dari Bukit Barisan." "Berharap Gunung Pesagi, Gunung Raya, Mekakau, dan Saka Menjadi Habitat Gajah Sumatera","“Menjadikan Danau Ranau sebagai Cagar Biosfer UNESCO, sehingga menyatu dengan wilayah TNBBS yang sudah ditetapkan pemerintah, bisa pula dilakukan.”Ketiga, mengakui dan memfasilitasi keberadaan komunitas adat di OKU Selatan. Salah satu penyebab berkurangnya populasi gajah di OKU Selatan adalah melemahnya peranan hukum adat dengan hadirnya pemerintahan desa.“Jika sebelumnya hutan dijaga masyarakat adat, dengan hadirnya pemerintahan desa, hutan bukan lagi menjadi tanggung jawab mereka dengan hukum adatnya,” tegasnya.  [SEP]" "Nasib Anak-anak di Tengah Konflik Perkebunan Sawit","[CLS]      Jalan tanah itu berkelak-kelok bagai tak berujung. Berlubang. Berdebu, berangkal batu. Kiri-kanan hanya ada satu jenis tanaman: sawit menghampar ke segala penjuru. Begitulah pemandangan ketika memasuki Kabuyu, kampung kecil di tepi Sungai Pasangkayu, pedalaman Kabupaten Pasangkayu, Sulawesi Barat.Kabuyu berada tepat di jantung usaha perkebunan sawit, dikendalikan anak-anak usaha PT Astra Agro Lestari (AAL), di Pasangkayu. Antara perkampungan dengan kebun PT Mamuang, salah satu anak usaha AAL—hanya terpisah pagar kayu dengan bentangan kawat.Di ambang kampung, satu petak kebun milik PT Mamuang telah plontos. Di sudut kebun itu, eskavator sedang menumbangkan sawit tua yang lain. Perusahaan hendak menggantikan dengan tanaman sawit baru.Di tepi jalan, saya berpapasan dengan kumpulan anak kecil dan seorang ibu. Mereka berjalan menjauh dan saling bertolak arah sambil berbincang dengan kata-kata yang tak saya pahami. Di seberang mereka, seorang pria berdiri, ngomel ke arah ibu dan anak-anak itu.“Kalau ada kami di sini, jangan juga begitu,” pria itu meninggikan suara. “Kurang ajar itu namanya!”Saya bertanya dengan orang yang saya boncengi. “Anak-anak dari mana mereka?”“Kabuyu.” “Mereka mau pergi ambil brondolan dari sisa-sisa sawit yang ditumbang, tapi dilarang centeng-nya perusahaan,” katanya.“Centeng?”“Itu tadi yang marah-marah.”Centeng adalah sebutan warga untuk petugas keamanan kebun perusahaan yang tidak berseragam, pria yang mengomel di ambang kampung.“Begitu anak-anak di sini,” kata Halimah, seorang Ibu di Kabuyu. “Mereka sering pergi pungut brondolan sawit terus dijual. Tambah-tambah beli buku.”“Tapi perusahaan selalu larang,” kata perempuan 45 tahun itu.Kabuyu adalah rumah komunitas kecil rumpun Kaili Tado, pemukim dataran Sulawesi bagian tengah." "Nasib Anak-anak di Tengah Konflik Perkebunan Sawit","Albert C Kruyt, etnografer Belanda, mencatat pada 1938, Kabuyu—dalam ejaan ‘Kaboejoe’—dibangun oleh Komunitas ‘Torilo’, di antara pertemuan Sungai Ewa dan Kabuyu, berpenduduk sekitar 100 orang.Kruyt memasukkan Kabuyu ke dalam bagian Kelompok Pakawa, pemukim pedalaman hutan Pasangkayu.  Jauh sebelum industri sawit mengubah lanskap dan perusahaan kayu beroperasi, Warga Kabuyu menggantungkan hidup pada berkat hutan, sungai, dan rawa. Mereka berladang padi—kadangkala di rawa, tanam sagu, durian, nangka, pisang, mencari ikan-ikan di sungai, atau pergi berburu.“Hutan di sini dulu. Pohonnya besar-besar,” kata Kimin, pria berusia 66 tahun di Kabuyu.Semua itu tinggal ingatan. Sekitar 90-an, Mamuang bangun kebun sawit. Mamuang mendapatkan hak guna usaha pada 1997, di lahan seluas 8.000 hektar, dibatasi sungai dan HGU anak perusahaan AAL yang lain.Kimin kembali menempati Kabuyu sekitar awal 90-an, setelah merantau. “Sekitar tahun 93, perusahaan masuk dikawal dengan tentara. Tumbangkan pohon, dicincang-cincang baru dibakar. Besar sekali apinya,” kata Kimin.“Ladang, kebun habis.”Perusahaan membantah tuduhan bahwa mereka merusak tanaman kebun milik warga.“Sebelumnya, saya di Kabuyu Tua, [perusahaan] belum garap di sana. Pada 2004 masyarakat ada gerakan. Duduki lahan karena warga marah, sering digusur-gusur,”  kata Kimin.“Kita bertahan di sini. Kalau tidak, tidak akan ada ini kampung.”Warga menuntut lahan 500 hektar keluar dari konsesi Mamuang. Kimin bersama warga sudah menempuh segalanya. Mereka lakukan gugatan perdata, demonstrasi sana-sini, hingga pendudukan kembali lahan yang telah diklaim perusahaan.Kini, Kabuyu jadi kampung dengan rumah-rumah semi permanen dikelilingi sawit. Lokasi Kabuyu yang sekarang tak jauh berbeda pada peta kolonial Hindia Belanda, tahun 1927. Mamuang menjadikan Kabuyu sebagai lahan enklave, seluas 250 hektar." "Nasib Anak-anak di Tengah Konflik Perkebunan Sawit","Awal 2022, warga yang mengatasnamakan diri Aliansi Masyarakat Kabuyu, kembali memasuki konsesi perusahaan di depan perkampungan, menyusul Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Pencabutan Izin Pengusahaan Kawasan Hutan pada 2022.Sebelumnya, dalam serangkaian protes dan mediasi berhari-hari, mereka menduduki lahan itu, yang dulunya menurut Kimin milik warga Kabuyu. Mereka mendirikan rumah pertemuan. Menanam padi dan jagung di sela-sela sawit baru.Tak lama, perjuangan itu surut, setelah seorang warga bernama Dedi Sudirman ditangkap polisi, karena tuduhan mengancam pekerja Mamuang, dalam sela aksi demonstrasi.  Saat saya mendatangi Kabuyu, rumah pertemuan itu sudah tidak ada. Hanya ada petak-petak ladang kecil dan pondok-pondok kebun beratap rumbia.Dedi menunjukkan dua lembar peta dengan belasan tanda, yang menunjukkan lokasi kompleks kuburan pendahulu dan tempat-tempat sagu ditanam. “Di situ salah satunya dulu tempat sagu,” kata Dedi menunjuk ke arah kaki bukit tak jauh dari tempat pendudukan.Potret di Kabuyu, merupakan cerminan konflik agraria di Indonesia. Catatan Konsorsium Pembaruan Agraria 2022,  konflik agraria terus meningkat dan berdampak kepada 346.000 keluarga, dengan luasan konflik melampaui satu juta hektar tersebar di 33 provinsi termasuk Sulawesi Barat. Konflik agraria di perkebunan sawit menyumbang nyaris separuh dari angka-angka ini.Dalam konflik agraria, seperti di perusahaan sawit ini, anak-anak kerap menerima dampak yang terus melekat hingga kelak mereka dewasa.“Konflik lingkungan selalu menempatkan anak menjadi aktor yang terlupakan. Mengingat posisinya [masih anak-anak] dan dianggap sebagai kelompok yang tidak memiliki suara,” kata Ari Moch Arif, Direktur Program Perubahan Iklim dan Ekonomi Sirkular, Save the Children Indonesia.Padahal, katanya,  dalam keseharian—apalagi di kondisi di daerah-daerah konflik agraria—, anak adalah kelompok yang paling rentan." "Nasib Anak-anak di Tengah Konflik Perkebunan Sawit","Anak-anak kerap tidak aman dan nyaman hidup di kampung mereka, baik saat beraktivitas di rumah, sekolah, maupun dengan kondisi keluarga. “Karena melihat kedua orangtuanya memiliki persoalan dan berisiko hilang sektor ekonomi dan penghidupan mereka.”Dalam konteks tertentu, kata Ari, konflik agraria memberikan tekanan pada soalan sosial dan ekonomi bagi masyarakat yang berkonflik.“Dalam konteks ini adalah keluarga dan anak, lagi-lagi yang paling menerima dampak dari sisi psikologi dan ancaman lain.”Di Kabuyu dan sekitar, saya menemui warga yang ketika berusia belasan tahun, tak mampu melanjutkan pendidikan lebih tinggi karena lahan hidup sudah tak ada.Sisi lain, konflik agraria memberi dampak pada hak dasar anak. Hak atas pendidikan, hak atas perlindungan dari diskriminasi, hak atas perlindungan terhadap pengusiran paksa, dan hak atas partisipasi dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi hidup mereka.“Beberapa hak anak yang—mungkin—terdampak konflik agraria meliputi, hak atas pendidikan, hak atas perlindungan dari diskriminasi, hak atas perlindungan terhadap pengusiran paksa, dan hak atas partisipasi dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi hidup mereka,” kata Saurlin Siagian,  Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM.Sepanjang Januari 2021 hingga Desember 2022, Komnas HAM menerima 1.078 aduan berkaitan isu agraria. Empat aduan berasal dari Sulawesi Barat.“Dalam konflik agraria, hak anak seharusnya diakui dan dilindungi sesuai dengan Konvensi tentang Hak-hak Anak yang diterima oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan telah diratifikasi Indonesia dengan Keppres 36 tahun 1999,” katanya.Dalam keterangan tertulis pada Mongabay, Saurlin bilang,  penting bagi pihak yang berkepentingan memastikan hak-hak ini diakui dan dilindungi selama dan setelah konflik agraria." "Nasib Anak-anak di Tengah Konflik Perkebunan Sawit","Kepada Mongabay, perusahaan mengklaim, peduli pada kesejahteraan anak-anak dari Dusun Kabuyu, terutama untuk akses pendidikan dan kesehatan dan memliki hubungan “harmonis dan tidak ada permasalahan” dengan Warga Kabuyu.“Masa emas anak-anak difasilitasi perusahaan,” tulis Mochamad Husni, Media and Public Relations Manager PT Astra Agro Lestari, dalam keterangan tertulis kepada Mongabay.Perusahaan, katanya, sudah menyediakan sekolah dan layanan kesehatan berupa Posyandu dan “perhatian gizi pada anak-anak sekitar.”Secara keseluruhan 1.378 anak dengan 11 sekolah milik perusahaan, katanya, telah menerima manfaat dari kegiatan-kegiatan pendidikan yang dikembangkan Mamuang.”  Mengais remah-remah“Kebun sedikit dari orangtua. Apalagi sering terkikis sungai kalau banjir,” kata Tini, bukan nama sebenarnya,  di Kabuyu.Tini seorang ibu tunggal dengan dua putra.  Anak sulung Tini pendiam dan pemalu, bersekolah di sekolah dasar perusahaan. Dia ingin jadi polisi. Si bungsu berumur empat tahun.Dia meminta nama dan anak-anaknya tak disebut.Seperti putranya, Tini lahir di Kabuyu, 28 tahun lalu. Dia menikah saat masih anak-anak, usia 14 tahun. Orangtuanya menikahkan demi melepas beban ekonomi, seperti saudarinya yang lain.Tini sembilan bersaudara. Semua hanya tamat SD. “Orangtua susah. Sering ditinggal orang tua kerja. Kebun-kebun juga diambil perusahaan,” kata Tini.Dalam kondisi berat, hidup di tengah konflik, Tini kecil tak memiiki cita-cita jauh ke depan. “Hanya mau jadi pekebun saja,” katanya.Dia tahu konflik lahan ini sejak kecil. Tini merasa, putranya alami nasib serupa yang dia alami saat kecil.Tini tak mau anak-anaknya bernasib suram  tetapi menjamin kesejahteraan anak-anaknya menuntut biaya banyak." "Nasib Anak-anak di Tengah Konflik Perkebunan Sawit","Dalam waktu tertentu, Tini bersama ibunya menggarap sepetak tanah tegalan peninggalan keluarga, di tepi sungai. Di lahan sempit itu, Tini menanam jagung, cabai, dan padi yang khusus buat keperluan adat. Pada 2022, dia tidak garap kebun itu karena banjir.“Kalau tidak tanam padi biasa sakit orang [pamali]. Kadang anak yang sakit, cucu. Nanti kalau sudah tanam baru sembuh. Biar sedikit asal tanam,” katanya.Di Kabuyu, beras bukan untuk dijual dan hasil kebun dari lahan yang terbatas tak menjamin dapur Tini terus mengepul.Dia harus ikut kerja serabutan. Di Kabuyu, pilihan kerja bagi Tini tak banyak—jika itu ada.Tini  ikut tetangga membasmi gulma yang tumbuh lebat di kebun Mamuang yang sedang peremajaan. Hampir saban pagi, dia ke kebun. Menyemprot ‘racun gulma’ dan membabat gulma, hingga matahari tepat di atas dan ‘menyengat’ tubuhnya.Tini diupah puluhan ribu sekali kerja.Di waktu lain, dia ikut borongan buruh harian, memanen sawit di kebun milik orang atau perusahaan. Jika sedang libur sekolah, Tini mengajak putra sulungnya. Jenis pekerjaan ini diringkas dengan istilah “makan gaji.”Sebagai tambahan uang, Tini berburu brondolan sawit. Memasuki setiap kebun yang habis panen. Memungut brondolan di balik rumput atau pelepah sawit. Buah demi buah. Putra sulungnya kadang-kadang ikut.Di Kabuyu, brondolan sawit menjadi primadona. Mencarinya tak butuh energi banyak. Perkilogram, dihargai Rp1.750.Biasanya Tini bisa mengumpulkan brondolan sampai tiga karung, per karung sekitar 40 kg. “Tambah-tambah uang untuk makan sama beli jajan anak-anak,” katanya.Brondolan adalah buah sawit, lebih kecil dari buah salak dan berwarna merah kecoklatan. Buah itu terkadang rontok dari tandan sawit.Di kebun-kebun yang sedang peremajaan, brondolan bertebaran seperti jatuh dari langit. “Biasanya kita masuk sembunyi-sembunyi. Kalau kita [orang dari perusahaan] dilihat pasti dimarahi,” katanya." "Nasib Anak-anak di Tengah Konflik Perkebunan Sawit","Pilihan lain adalah tandan buah sawit, yang jauh lebih menghasilkan.Tetapi ‘memanen’ kebun perusahaan tanpa izin selalu punya risiko dalam banyak hal.Saya bertemu dengan Andi, bukan nama sebenarnya, remaja Kabuyu berusia 17 tahun. Sekitar tiga tahun lalu, Andi bersama sepupunya hendak ‘mengutil’ buah sawit di kebun Mamuang.Dia perlu duit.Mereka tiba di kebun dalam sergapan gelap. Andi lalu masuk menyusuri kebun, selagi sepupunya menjaga dari tepi jalan, tempat dia memarkir motor.  Belum juga lama, nahas, mereka dipergok petugas perusahaan. Sepupunya kabur bersama motor, meninggalkan Andi di dalam kebun, terjebak gelap dan dua petugas.“Saya ditanya, dibawa ke pos.” Di pos, Andi diduga dipukuli. “Mukaku bengkak. Mataku tidak bisa terbuka. Besok pagi baru saya dilepas, pas dijemput sama ibu.”Saat itu, Andi berumur 14 tahun. “Mereka tahu kalau saya anak-anak, karena umur saya ditanya,” katanya.Dalam keterangan tertulis, perusahaan memastikan peristiwa yang diceritakan Andi tidak pernah terjadi.“…Mamuang … telah menerapkan prinsip-prinsip HAM dalam setiap kegiatannya,” kata Husni.“Jika ada yang menuduh perusahaan melakukan pelanggaran HAM, tuduhan terhadap Mamuang sangat tidak berdasarkan pada fakta yang terjadi di lapangan.” ***Tini menjual brondolan itu ke pengepul yang berada di kampung. Dari sinilah, brondolan itu bercampur dengan sawit-sawit lainnya, kemudian dipasok ke pabrik sawit milik AAL, bikin minyak mentah.Mamuang tidak memiliki pabrik. Hasil panen akan dikirim ke pabrik milik anak usaha lain yang berdekatan, antara lain PT Pasangkayu, PT Letawa, atau PT Lestari Tani Teladan.Minyak sawit itu kemudian dibeli perusahaan lain. Berkelindan dalam rantai pasok lintas batas, berakhir dan bercampur menjadi produk-produk rumah tangga, juga anak-anak. Berjejer di etalase toko dan pasar dengan berbagai merek: susu formula, sereal, kudapan coklat, sampo, sabun, minyak goreng, hingga jajanan anak berharga murah." "Nasib Anak-anak di Tengah Konflik Perkebunan Sawit","Pada Oktober 2022, Nestlé, raksasa perusahaan produsen makanan dan minuman asal Swiss, berencana tak lagi memasukkan tiga anak usaha AAL, yang beroperasi di Sulawesi Barat dan Tengah, dalam daftar pemasok tidak langsung mereka.Kebijakan itu menyusul  surat dari 55 organisasi yang melayangkan tuduhan terhadap tiga anak usaha AAL itu telah “melanggar HAM,” berupa “perampasan wilayah kelola rakyat, kriminalisasi, perkebunan ilegal, dan perusakan lingkungan hidup.”Surat ini ditujukan kepada Forest Positive Coalition, bagian Costumer Goods Forum (GFC), sebuah konsorsium merek konsumen ternama dunia, di mana Nestlé menjadi anggota.Dalam situsnya, Nestlé telah mencantumkan Mamuang, sebagai “perusahaan rantai pasok hulu yang tidak lagi bekerja sama dengan kami.”Uli Arta Siagian, Manager Kampanye Hutan dan Kebun Eksekutif Nasional Walhi mengatakan, perusahaan perusak lingkungan yang berpraktik tanpa izin ditindak tegas. Perusahaan juga wajib melakukan pemulihan hutan yang mereka rusak.“Indonesia mengorbankan lingkungan dan hak rakyat atas pola konsumsi.”   *Liputan ini bagian dari program beasiswa bagi jurnalis yang diselenggarakan Mongabay Indonesia dan Kaoem Telapak 2022.  ********* ******  [SEP]" "Abrasi Kota Padang, Bagaimana Upaya Penanganan Pemerintah?","[CLS]     Pagi cerah, angin laut berhembus kencang pada  pertengahan 2022. Ombak pun menghempas batu pemecah ombak dan air laut masuk ke jalanan.“Itu namanya galoro,” kata Asri, nelayan Pantai Air Manis Kota Padang, Sumatera Barat. Kami sedang duduk di pondok kecil yang punya sedikit dinding penghalang angin.Sambil meluruskan topi hitamnya, lelaki 52 tahun ini cerita, kalau galoro adalah ombak besar yang datang tanpa disertai angin kencang. Beberapa orang menyebut ombak pasang.Pondok itu makin dekat dengan ombak. Tak jauh dari situ ada rumah Edi, kawan Asri. Lantai kamar Edi sempat jebol karena tiap malam ombak berdentum ke dinding kamarnya.Perahu-perahu nelayan harus diangkat ke permukaan yang lebih tinggi kalau tidak bisa terbawa gelombang ke tengah laut. Padahal dahulu ada pondok berdiri di titik 20 meter dari daratan tempat kami duduk. Pada titik itu, kini sudah jadi batu susun memanjang ke arah laut.Seminggu itu angin kencang, cuaca tak menentu, hanya nelayan-nelayan nekat tetap berangkat mencari ikan.Nelayan-nelayan di Pantai Air Manis bisa membaca cuaca. Dia menunjuk ujung laut. Cakrawala yang saat itu sedang ada garis hijau. “Itu angin yang sedang kencang. Sebentar lagi angin itu ke daratan,” katanya.Tak berapa lama angin datang ke darat dan membuat ombak makin besar jatuh ke darat. Angin itu, kata Asri,  akan membawa awan hujan ke darat. Nanti,  awan itu akan memunculkan hujan dan hujan itu dihantam kilat. Selanjutnya hari akan cerah.Meski pun bisa membaca cuaca kondisi alam dia akui makin sulit ditebak. Abrasi memakan ruang hingga menyulitkan perahu-perahu nelayan untuk sandar. Mencari ikan juga makin jauh.  Apa rencana pemerintah? Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bersama Pemerintah Kota Padang menggelar diskusi soal rancangan infrastruktur abrasi pesisir pantai Padang berbasis mitigasi bencana Senin pada 6 Februari lalu." "Abrasi Kota Padang, Bagaimana Upaya Penanganan Pemerintah?","Ada dua jenis bencana yang  berpotensi terjadi di Sumatera Barat yaitu tsunami bersifat rapid on set dan abrasi yang bersifat slow on set.Abdul Muhari, Plt Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB bilang pada prinsipnya setiap pantai memiliki sirkulasi masing-masing.“Waktu musim barat dan timur, misal gelombang dominan membawa sedimen pasir dalam arah tegak lurus pantai. Sedangkan pada musim peralihan, gelombang membentuk arus sejajar pantai yang akan membawa sedimen dalam arah sejajar pantai, baik dalam arah utara-selatan, maupun sebaliknya,” katanya.Sepanjang pantai Padang ternyata memiliki karakteristik abrasi berbeda-beda. Misal, di sekitar Monumen Merpati Perdamaian hingga Muaro, karakteristik abrasi dominan dalam arah tegak lurus pantai. Berbeda dengan kawasan di bagian utara di sekitar Bandara Internasional Minangkabau (BIM), gelombang dan arus masih dominan bergerak sejajar pantai.Pola arus atau karakteristik ini juga dapat berubah-ubah seiring berjalannya waktu dan pertambahan bangunan pelindung pantai.“Prinsip dan karakteristik ini yang harus kita petakan satu-persatu untuk menentukan pelindung pantai seperti apa agar efektif untuk mencegah abrasi,” katanya.Adanya infrastruktur lepas pantai akan mendorong kemunculan sedimen di belakangnya. Selanjutnya,  sedimen ini bisa untuk menanam vegetasi seperti mangrove, cemara udang dan vegetasi lain yang tentu saja bermanfaat menahan abrasi dan mengurangi risiko tsunami.“Pembangunan fisik harus paralel juga dengan upaya mitigasi berbasis vegetasi,” katanya.Adapun,  kata Abdul, satu pilihan infrastruktur memitigasi abrasi di Pantai Padang saat ini dengan membangun offshore breakwater  sejajar pantai, di laut sejauh 50-100 meter dari bibir pantai.“Pembangunan fisik ini untuk jangka pendek 50-70 tahun, karena infrastruktur fisik makin lama makin berkurang kekuatannya. Sedangkan tsunami memiliki periode ulang 50 hingga ratusan tahun.”" "Abrasi Kota Padang, Bagaimana Upaya Penanganan Pemerintah?","Kalau vegetasi, katanya, makin lama ditanam akan makin kuat menahan gelombang.“Secara alami, dengan pemecah gelombang offshore yang sejajar pantai, akan terbentuk tombolo atau sedimen pasir yang terbawa arus yang tegak lurus dengan pantai,” katanya.Medi Iswandi,  Kepala Bappeda Sumatera Barat mengutip data Kementerian Kelautan dan Perikanan,  Padang kehilangan 21-49 meter per tahun di sepanjang 24,7 dari 74 km garis pantai di sejak 2009 sampai 2018.  Selain itu,  ada kenaikan air laut 0,37 cm per tahun.Garis pantai Padang juga mengalami kemunduran enam meter per tahun ke arah darat.“Apabila membangun infrastruktur pelindung Pantai Padang, maka sudah menyelamatkan 25% dari ekonomi Sumatra Barat,” kata Medi.Dalam diskusi itu Hendri Septa, Walikota Padang malah mendorong program dari Kementerian PUPR terkait ‘rancangan jangka panjang’ untuk antisipasi abrasi sepanjang Pantai Padang. Dia mengatakan,  ada beberapa titik Pantai Padang yang belum punya batu grip untuk tahan abrasi, salah satunya Koto Tangah.“Kita memohon pada pemerintah pusat khusus KPUPR untuk bersama-sama melindungi kondisi Kota Padang. Apalagi melihat banyak gedung-gedung bersejarah di sekitar pantai,” katanya dalam rilis Pemerintah Kota Padang.Jarot WIdyoko,  Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Pekerjaan Rakyat (Dirjen SDA PUPR) mengatakan, pada 2023 akan memprioritaskan pengamanan pantai sekitar Masjid Al Hakim.Lokasi itu jadi prioritas, katanya, karena data Juli 2022 terjadi gelombang ekstrem yang menyebabkan gelombang naik ke darat sekitar 40 meter.=  ***Deddy Arsya,  sejarawan dari Universitas Islam Negeri Sjech M Djamil Djambek Bukittinggi mengatakan,  belum menemukan catatan peristiwa abrasi dalam koran-koran kolonial.“Tapi kalau dalam ingatan-ingatan orang ada muncul soal abrasi. Tapi tampaknya itu setelah kolonial.”" "Abrasi Kota Padang, Bagaimana Upaya Penanganan Pemerintah?","Ceritanya, di sekitar pantai Padang itu dulu ada pertokoan Tionghoa dan kubura. Semua habis kena abrasi. Jejaknya,  kadang masih kelihatan kalau pasang sedang surut. Ia berlokasi di sekitar Taman Budaya Padang.Soal wilayah pantai yang lain, Dedi tidak menemukan dalam sejarah. “Mungkin karena wilayah pinggir laut tidak dihuni sejak dulu. Pemukiman selalu diarahkan ke daratan. Bukan problem manusia abrasi itu. Itu jadi problem karena pemukiman manusia yang makin mendesak ke arah laut,” katanya.Penanganan abrasi dengan batu-batu pemecah ombak baru dilakukan belakangan pada era orde baru. “Sebelum itu , belum pernah terbaca ada upaya dan kebijakan serupa,” katanya.Belanda, katanya,  lebih sibuk mengurus air daratan, seperti bikin sodetan, kali buatan, drainase dan seterusnya.Randi Reimena,  penulis sejarah Sumatera Barat mengatakan, ada beberapa catatan penanganan abrasi oleh Pemerintah Indonesia, salah satunya di Buku Padang Riwayatmu Kini karya Rusli Amran.Alumni magister ilmu sejarah Universitas Andalas ini mengatakan dalam tulisan Rusli Amran menggambarkan bagaimana lokasi pada 1907 ada bukit dan rumah kecil serta bangku tempat santai hancur oleh terjangan ombak.  Lokasinya di ujung Jalan Nipah, yang kabarnya pernah ada meriam Belanda hanya dibongkar pada 1988.Selain Rusli ada pula Randi menyebut Majalah Ganto terbit 1973. Artikelnya berjudul “Laju Erosi Pantai Padang Berhasil Dihentikan”.Randi mengatakan, dalam artikel itu dilaporkan,  ombak Samudra Hindia menyebabkan abrasi mencapai 2,2 meter per tahun.“Sebenarnya,  pada 1964,  Pemerintah Sumatera Barat membuat dam darurat menahan hantaman ombak. Pembangunan dari Muara Batang Arau sampai Muara Banjir Kanal. Pembangunan sampai 1969. Dam itu juga akhirnya retak dan tergerus,” katanya." "Abrasi Kota Padang, Bagaimana Upaya Penanganan Pemerintah?","Pemerintah Sumatera Barat tak menyerah, mereka membangun lagi dengan anggaran Rp206 juta saat itu. Mereka membuat tanggul sistem grip dengan menumpuk bongkahan-bongkahan batu gunung dan kubus beton. Batu grip beranjung ini menjorok ke laut sampai 25 meter. “Ini dibangun 1973,” katanya.Pada 2021,  pemerintah kembali menyusun batu grip di beberapa bagian pantai Kota Padang. Salah satunya di dekat Mesjid Putih Al-hakim.  ******* [SEP]" "Kala Taman Nasional Tesso Nilo Belum Aman dari Perambahan","[CLS]    Tanaman sawit berbuah maupun masih usia muda bisa terlihat kalau memasuki kawasan ini. Kebun-kebun sawit ini terlihat di beberapa bagian seakan berada di area perkebunan padahal wilayah itu masuk dalam Taman Nasional  Tesso Nilo. Sebagian Tesso Nilo, terambah sejak lama antara lain jadi kebun sawit. Hingga kini pun kawasan konservasi ini belum aman dari perambahan.Alfian Hardiman, Kepala Seksi Wilayah II Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup (BPPHLHK) Sumatera, mengatakan, tidak mudah mengamankan TNTN.Dia bilang, salah satu penyebab, akses menuju kawasan konservasi terbuka hingga memungkinkan tiap orang masuk dari mana saja untuk merusak hutan.“Tangkap ini. Aman sebentar. Nanti muncul lagi pelaku baru. Pasang plang, satu hari kemudian hilang. Kita buat parit pemisah, dibuatnya (pelaku) jembatan darurat,” katanya pada Mongabay, awal Januari 2023.Ketika penegakan hukum dilakukan, sebagian perambah melawan, bahkan gugat hukum. Akhir tahun lalu,  Pengadilan Negeri Pekanbaru, menolak gugatan praperadilan, Suwarto, buronan pemodal perambah TNTN.Hakim tunggal Yuli Artha Pujayotama tidak menemukan kesalahan penyidik BPPHLHK Seksi II Pekanbaru, yang menetapkan pria 40 tahun itu sebagai tersangka. Berkat putusan yang diketok pada 28 Desember 2022 itu, penyidik pun enteng menuntaskan tunggakan kasus yang sempat terhenti ini.Perburuan terhadap Suwarto berkat nyanyian empat orang suruhannya: Tamrin, Wagirin, Arismandianto dan Imran.  Rencana penebangan hutan itu diawali komunikasi antara Suwarto dan Imran, sekitar Februari 2022. Su meminta Im, warga Kecamatan Ukui, Pelalawan, Riau, mengawasi anak buahnya membuka hutan dalam TNTN. Dia menawari upah Rp3 juta per bulan plus dua hektar lahan setelah pekerjaan selesai." "Kala Taman Nasional Tesso Nilo Belum Aman dari Perambahan","Berdasarkan uraian dakwaan Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Pelalawan yang dikutip Mongabay dari berkas putusan PN Pelalawan Nomor 175/Pid.B/LH/2022/PN Plw, ada jarak dua bulan sebelum rencana Suwarto terlaksana. Dia baru menelpon Tamrin untuk menawarkan pekerjaan 3 April. Suwarto juga janjikan upah Rp1,3 juta ditambah satu hektar lahan.Aksi itu baru terlaksana 12 April. Tamrin mengajak Wagirin dan Arismandianto. Mereka merupakan warga Kecamatan Kuantan Hilir, Kuantan Singingi. Ketiganya membawa tiga gergaji mesin dan enam jerigen minyak. Suwarto bekali modal kerja Rp1 juta.Suwarto sudah menunggu di sebuah pos, sebelum membawa orang-orang ke lokasi yang hendak ditebang. Areal ini merupakan hutan lebat dengan tegakan pohon-pohon besar di perbukitan. Seketika itu juga, masing-masing menyalakan chainshaw melaksanakan tugas menebangi pohon-pohon di Kawasan konservasi ini.Sejurus kemudian, Imran datang dengan sepeda motor Suwarto. Berbekal parang, tugasnya memantau kedatangan orang-orang tak dikenal, termasuk mengawasi gajah yang rumahnya mereka musnahkan.Dia menghancurkan hutan karena hendak menanam sawit. Pohon-pohon yang ditebang akan dibuat pondok sebagai tempat tinggal guna mengelola kebun, kelak. Lokasi ini berada di koordinat S.0 18’ 00.3” dan E.101 54’ 36.1”. Hutan alam yang telah dirusak sekitar seperempat hektar. Berdasarkan aturan area itu masuk zona rimba. Peruntukannya,  hanya buat pelestarian alam.Tim Balai TNTN yang rutin patroli mengamankan kawasan konservasi mencegah agar kerusakan tak makin parah.Setelah memantau dengan pesawat tanpa awak dan mendatangi langsung sumber ngauman senso, tim pertama kali mengamankan Imran, ketika melintas keluar lokasi. Disusul penangkapan Tamrin, Wagirin dan Arismandianto. Keempatnya langsung dibawa ke BPPHLK Seksi II Pekanbaru untuk diperiksa. Mereka kompak jawab: diupah Suwarto. Saat itu, Suwarto sudah meninggalkan lokasi." "Kala Taman Nasional Tesso Nilo Belum Aman dari Perambahan","Tim Balai TNTN dan Gakkum LHK sebenarnya sudah mengendus aktivitas perusakan hutan konservasi itu beberapa minggu sebelumnya. Mereka terlebih dahulu mengamankan satu eskavator kuning merek CAT jenis 313D2 di sekitar lokasi tetapi tak menemukan seorang pun. Tim mengangkut alat itu ke Kantor BPPHLHK Pekanbaru.  Hasil penelusuran tim ke PT Trakindo Utama Pekanbaru—dealer resmi alat berat—menemukan beko itu dibeli PT Murni Radja Makmur dan telah berpindah ke tangan Suwarto.Sejak penangkapan orang-orang suruhan, Suwarto tidak pernah memenuhi dua panggilan Penyidik Gakkum KLHK. Meski dia menerima langsung surat panggilan yang dikirim pada 19 April dan 27 April. Karena tidak patuh, penyidik pun mengeluarkan surat penetapan daftar pencarian orang (DPO) pada 2 Juni.Saat Suwarto masih dalam persembunyian, nasib Tamrin, Wagirin, Arismandianto dan Imran berakhir di PN Pelalawan. Majelis Hakim Ellen Yolanda Sinaga, Muhammad Ilham Mirza dan Deddi Alparesi menghukum keempat pelaku lapangan, itu 1,6 tahun penjara dan denda Rp500 juta pada 26 Agustus 2022.Pada 10 November, personil Balai TNTN sempat mencium keberadaan Suwarto merambah hutan di lokasi lain namun masih dalam kawasan TNTN. Saat diamankan, dia melawan dan menggunakan kekerasan. Sampai Gakkum KLHK bentuk tim gabungan.“Satu orang suruhannya yang ikut menghalangi tim bernama Iwan, kami tangkap. Suwarto juga tersangka dalam kasus penyerangan dan penghadangan,” kata Alfian.Empat hari kemudian, setelah enam bulan buron, penyidik berhasil menangkap Suwarto pada 14 November. Sehari setelah itu, langsung diperiksa sebagai saksi. Besoknya, penyidik gelar perkara bersama Koordinator Pengawas Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Polda Riau lalu jadi tersangka. Dia ditahan di Rumah Tahanan Polda Riau. Dia ajukan praperadilan." "Kala Taman Nasional Tesso Nilo Belum Aman dari Perambahan","Alfian bilang, pada hari ditangkap, Suwarto sempat terdeteksi di beberapa lokasi, termasuk di Kecamatan Tapung, Kampar. Tim baru berhasil memergoki malam hari bersantai bersama dua perempuan di Ruang Terbuka Hijau Tunjuk Ajar Integritas, seberang rumah Dinas Wali Kota Pekanbaru.Su pun kena jerat UU 18/2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan.“Kami akan terus berkomitmen mengungkap actor-aktor lain yang ada kaitan dengan kasus ini atau kasus-kasus lain,” kata Subhan, Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera, lewat siaran pers diterima Mongabay.  ResidivisSuwarto bukan pemain baru dalam perambahan TNTN. PN Pelalawan sudah pernah menjatuhkan hukuman tiga tahun penjara pada 2015. Kala itu, dia masih sebagai pemborong atau kontraktor yang diminta buat parit oleh Polin S—dalam kasus ini DPO—di TNTN.Suwarto terima tawaran untuk buat parit sepanjang 13 kilometer atau sekitar 400 hektar di Dusun Kuala Renangan, Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Pelalawan. Upahnya, Rp25.000 per meter. Sekitar tiga bulan kerja, dia membuat parit 2×3 meter sepanjang 11 kilometer atau 529,24 hektar dan dapat bayaran Rp285 juta. Tim gabungan Polres Pelalawan dan Balai TNTN pun menangkapnya.“Kami sempat diskusi untuk menelusuri kejahatan (Suwarto) ke tindak pidana pencucian uang. Setelah putusan Mahkamah Konstitusi, penyidik pegawai negeri sipil sekarang sudah berwenang menyelidiki kasus money loundring. Informasi yang kami dapat, Suwarto ini juga menjual lahan-lahan yang dibukanya di TNTN itu.”Sustiyo Iriyono, Plt Direktur Pencegahan dan Pengamanan LHK, mengatakan, TNTN terancam cukup serius dari perambahan. Guna pemulihan dan pengamanan kawasan konservasi ini, KLHK telah merevitaliasi ekosistem TNTN, rehabilitasi lahan kritis, penanggulangan kebakaran hutan, patroli dan operasi pengamanan hutan." "Kala Taman Nasional Tesso Nilo Belum Aman dari Perambahan","Dalam lima tahun terakhir, katanya, Gakkum KLHK mengungkap 12 kasus tindak pidana kehutanan di TNTN, antara lain enam kasus pencurian kayu dan enam lagi perambahan hutan.Berdasarkan data yang diperoleh Mongabay, pelaku tindak pidana perusakan hutan kebanyakan aktor lapangan. Baik berperan sebagai penebang pohon, operator alat maupun pengawas pekerjaan.Sisanya pemilik kebun dan kayu. Ada juga satu orang penyewa alat berat yang ikut dijerat. Hukuman paling tinggi untuk kejahatan ini empat tahun penjara, paling ringan satu tahun.  Merana,  upaya perlindunganHeru Sutmantoro, Kepala Balai TNTN menyebut,  TNTN terus mengalami penyusutan dari tahun ke tahun. Kini, berdasarkan citra terbaru, luasan hutan alam tersisa di TNTN yang masih dapat dipertahankan 13.000 hektar dari 81.000 hektar. Sekitar 40.000 hektar telah ditanami sawit di atas lima tahun atau hampir separuh dari luasan kawasan konservasi ini. Sisanya 28.000 hektar merupakan areal terbuka dan semak belukar.Balai TNTN telah menginventarisasi dan identifikasi 25.000 hektar keberadaan kebun sawit dalam kawasan hutan ini. Sekitar 18.000 diusulkan ke pusat (KLHK). Hasil pendataan beragam. Sawit-sawit itu dimiliki masyarakat baik indvidu maupun kelompok berupa koperasi dan lain-lain.“Nanti tim pengendalian dan pelaksanaan UU Cipta Kerja yang diketuai Pak Sekjen KLHK, akan verifikasi dan pentahapan untuk dapatkan semacam upaya penyelesaiaan sesuai peraturan,” katanya, 9 Januari 2023.Adapun untuk 28.000 hektar kawasan terbuka atau semak belukar, Balai TNTN akan merehabilitasi atau memulihkan kembali dengan tanaman-tanaman yang menguntungkan secara ekonomi dan berdampak positif bagi masyarakat. Kegiatan ini dilakukan bersama BPDASHL Indragiri-Rokan dan perusahaan yang memiliki izin pemanfaatan kawasan hutan. Luas yang telah dikerjakan 3.500 hektar di tiga desa: Lubuk Kembang Bunga, Bagan Limau dan Air Hitam." "Kala Taman Nasional Tesso Nilo Belum Aman dari Perambahan","Konsepnya, areal 28.000 hektar akan dikembangkan dengan pola 70% tanaman kehidupan, berupa pohon atau tanaman hutan tidak pohon. Seperti aren atau durian yang bisa menghasilkan. Ada juga kemiri, jengkol, petai dan lain-lain. Kemudian 30% lagi, tanaman lokal endemik atau tanaman cepat tumbuh karena tujuannya untuk menegakkan kembali hutan alam.“Intinya bagaimana bisa membangun kembali rumah gajah yang sudah rusak. Secara bertahap. Kemudian gajah nyaman. Populasi gajah yang saat ini banyak di luar, akhirnya nanti bisa masuk dalam kawasan konservasi,” ucap Heru.Saat ini, di lanskap Tesso Nilo diperkirakan 150 gajah. Jumlah yang eksis dalam TNTN sekitar 60 gajah. Meski begitu, kata Heru, gajah di luar taman nasional sering berkunjung ke dalam. Karena bagi gajah hutan alam semacam rumah sakit atau apotek. Begitu juga satwa liar lain.“Saya meyakini, gajah membutuhkan zat-zat esensial dari tumbuhan. Baik akar, daun dan batangnya. Untuk bisa pertahankan kehidupan dan perpanjang umur, gajah butuh tumbuhan di hutan alam. Populasi gajah dan satwa lainnya di TNTN masih cukup bagus dan memadai. Walaupun secara daya dukung tidak sesuai lagi.”TNTN juga dioptimalkan pemanfaatan jasa lingkungan seperti wisata alam. Ia dikelola secara tanpa melanggar aturan, mempertimbangkan berbagai hal, termasuk pelibatan masyarakat sekitar. Wisata ini didorong untuk kelestarian dan perekonomian. Sekaligus mengubah pola pikir agar tidak hanya menanam sawit.Konservasi gajah merupakan daya tarik wisata TNTN. Hutan tersisa juga dimanfaatkan untuk camping, hiking dan tracking. Kegiatan menikmati alam ini juga dipadukan dengan program sanjung sapo—satu pengunjung satu pohon—yang sempat terhenti karena pandemi COVID-19.Tahun ini, Balai TNTN minta dukungan Dinas PUPR Riau untuk mempermudah akses dari lintas timur ke Kantor Seksi Wilayah I TNTN. Harapannya,  ada pengelolaan wisata ramah lingkungan dipandu masyarakat sekitar." "Kala Taman Nasional Tesso Nilo Belum Aman dari Perambahan","Balai TNTN juga meminta dukungan Pemerintah Pelalawan untuk perlindungan kawasan konservasi di wilayahnya. Terutama untuk tutupan hutan alam tersisa.Tahun 2023, Balai TNTN akan lebih intensifkan pengamanan. Tahun lalu single fighter dan mengandalkan sumber daya yang ada. Ke depan, katanya,  kerjasama dengan kepolisian. Patroli 24 jam di dalam hutan juga melibatkan masyarakat dan aparat pemerintahan desa, termasuk perkuat aparat penegak hukum.  Kesadaran meningkatYuliantoni, Direktur Eksekutif Yayasan Taman Nasional Tesso Nilo (YTNTN), bilang, TNTN belum aman dari perambahan antara lain karena pertambahan penduduk tak sebanding dengan ketersediaan sarana produksi seperti tanah dan lahan. Saat ini, orang banyak berharap dan bergantung pada sawit.“Lahan tidak bertambah. Orang yang ingin berusaha sawit makin banyak. Akhirnya,  mencari lahan-lahan dengan cara mengubah hutan jadi perkebunan,” katanya, saat dihubungi, 14 Januari 2023.Meski begitu, dia bersyukur karena tidak ditemukan kematian gajah atau mengalami cedera, seperti sakit dan mati karena sebab tidak alami, sepanjang 2022. Berdasarkan pengamatan tim YTNTN, selama patroli 15 hari per bulan, setidaknya ada dua faktor yang membuat gajah di kawasan konservasi ini aman dibanding tahun-tahun sebelumnya.Pertama, warga selalu melapor ketika gajah masuk ke kebun mereka. Cara pandang warga sekitar TNTN ketika berhadapan dengan gajah cenderung berubah ke arah lebih baik. Mereka sudah menerapkan cara-cara lebih ramah gajah. Kesadaran gajah harus dilindungi juga meningkat. Mereka paham konsekuensi kalau gajah mati.“Pertemuan dengan gajah makin banyak tapi cara manusia menghadapi lebih ramah satwa. Intinya,  ada perubahan perilaku.  Mereka sudah tahu kalau hadapi konflik jangan sampai melukai gajah,” kata Yuliantoni." "Kala Taman Nasional Tesso Nilo Belum Aman dari Perambahan","Namun, dia memandang ketahanan warga terhadap konflik gajah justru berkurang. Hal itu dinilai dari banyak permohonan bantuan yang mereka terima. Di satu sisi bagus, katanya, karena warga sudah sadar untuk tidak melakukan mitigasi yang merugikan gajah. Sisi lain, katanya, perlu dukungan pada warga agar berani dan memitigasi mandiri sebelum tim datang beri pertolongan.“Tapi kita harus menjaga kepercayaan diri masyarakat, situasi maupun perubahan perilaku itu. Karena kalau lambat respon ketika mereka minta bantuan, sudah mulai ada nada negatif berupa ancaman kepada gajah. Respon cepat penting. Karena itu pula masyarakat merasa percaya diri hingga tidak menggunakan racun mengusir gajah.”Yuliantoni sarankan,  peningkatan keterampilan dan kapasitas mitigasi pada warga yang sering berhadapan dengan gajah. Terutama, beri pemahaman mengenai ruang atau wilayah untuk mengatur pergerakan gajah. “Ini paling utama dan sangat penting dalam mitigasi konflik satwa liar. Sebab di lapangan harapan masyarakat terhadap hutan terus berkurang. Ekonomi bertumpu pada sawit, sehingga hutan ditargetkan untuk perkebunan.”Kedua, pemburu gajah yang sering beraksi masih dalam penjara. Dia merujuk Anwar Sanusi dan kawan-kawan yang dihukum tiga tahun dan empat bulan penjara oleh PN Rengat, setelah ketahuan hendak memburu gading gajah di Simpang Kelayang, Indragiri Hulu, April 2020.Menurut Yuliantoni, pemburu gading gajah di Riau pelakunya itu-itu saja. Anwar alias Ucok, sebelum kejadian di Kelayang, juga pernah ditangkap karena memburu gading gajah pada 2014-2015 di TNTN dan Giam Siak Kecil, Bengkalis. Bahkan, ketika beraksi lagi di Indragiri Hulu, dia baru bebas dari penjara Tebo, Jambi. Juga karena berburu gading. ******* [SEP]" "Menghapus Noda Sungai Citarum","[CLS]  Spring bed yang dipakai warga kota metropolitan macam Bandung, berakibat mematik bom waktu bagi sungai Citarum. Ketidakpatuhan membikin sungai paling strategis di Jawa Barat itu belum beranjak dari masalah kronis.Betapa melelahkan memang untuk sekedar mengurusi persoalan sampah di sungai. Sekalipun pada sungai yang sudah menelurkan Perpres No.15/2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum. Agaknya sampah masih menjadi persoalan yang sulit dikendalikan.Bulan-bulan terakhir ini, beberapa lembaga pemerintah bahkan kewalahan mengurusi sampah kotanya. Biang keladinya adalah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti sebagai muara sampah dari 4 kabupaten/kota di Bandung Raya itu membludak.Seperti antrean truk pengangkut sampah mengular di jalan Desa Sarimukti, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat, sejak pekan kedua Januari 2023 kemarin. Kini, pemandangan semacam itu mulai lazim terjadi di TPA yang difungsikan sejak 2006 silam itu.Salah satu alasannya, kapasitas penampung sampah sudah overload. Pemerintah Provinsi Jabar kerap mengakali dengan menambah masa kontrak penggunaannya. Menurut Kepala UPT TPA Sarimukti, Riswanto, masa penggunaanya sudah diperpanjang kembali hingga tahun 2026.“Semula habis kontrak hingga 2023, tapi karena ada perluasan wilayah sekitar 10 hektar sehingga diperpanjang selama 3 tahun,” kata Riswanto.Total, TPA Sarimukti kini memiliki luas hingga 35 hektar. Dengan daya tampung 2.000 ton sampah atau setara 470 mobil kontener tiap harinya. Selama beroperasi lebih dari 2 windu, entah berapa ton sampah yang sudah ditimbun di sana.Kota Bandung, misalnya, merujuk data Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Bandung, rata-rata pengangkutan sampah ke TPA Sarimukti mencapai 253 rit. Jumlah itu setara dengan 1.309 ton sampah per hari.baca : Pemulihan Citarum untuk Dunia (Bagian 1)  " "Menghapus Noda Sungai Citarum","Adapun sumber lain menyebut, produksi sampah di Kota Bandung telah mencapai sekitar 1.500-1.800 ton per hari. Asumsi itu berdasarkan rata-rata orang nyampah 0,68 kilogram. Jika dikalkulasikan dengan jumlah penduduk kota berdasarkan Badan Pusat Statistik yakni 2.53 juta, artinya sampah akan terus meningkat seiring peningkatan populasi penduduk. Agaknya, pada siang hari atau waktu weekend jumlah penduduknya jauh dari itu.Mayoritas jenis sampah yang dihasilkan pun didominasi sisa makanan sebanyak 44,5 persen, sampah plastik 16,7 persen, karton 13,2 persen dan sampah kain 4,75 persen. Ongkos untuk urusan mengangkut dan mengolah itu perlu merogoh anggaran Rp 170 miliar per tahun.Namun, itu masih belum mencakup semuanya. Upaya mengurangi sampah, tak sebanding dengan sampah yang dihasilkan. Sebab, masih ada sisa sampah yang tak terangkut ke TPA dan berpotensi berceceran di jalan-jalan arteri hingga sungai. Memutus generasiKondisi ini mulai memantik anak muda untuk ikut berpartisipasi dalam mengurai benang kusut menyoal persampahan yang bikin pusing kepala pemerintahan. Mereka menawarkan gagasan segar dengan cara pandang yang tak goyor.Barangkali, Egar Anugrah (34) adalah salah satunya. Berlatar pemandu wisata alternatif dengan bersepeda di Komunitas Good Guide Bandung, dia mafhum tempat-tempat yang menunjukan sisi lain dari Kota Kembang itu. Dan Bandung memang punya sisi yang tak melulu tentang citra keindahan.“Banyak sungai yang justru jadi tempat pembuangan akhir,” tutur Egar.Sebermula itu, Egar mulai memupuk niat. Bergabung dengan River Cleanup Indonesia sejak 2021, dia memulai lakon dengan menyusuri anak-anak sungai. Tentu saja dengan membersihkan sampah yang menyusahkan itu." "Menghapus Noda Sungai Citarum","Seperti siang itu, bertenaga 10 orang volunter, mereka beroperasi di Sungai Ciganitri. Dalam 60 menit, mereka mengumpulkan 2,3 ton sampah berbagai macam. Dari frekuensi perhitungannya, agaknya persoalan sampah ini memang bikin gusar. Dimana pertumbuhan kota tak dibarengi pertumbuhan pranata dan alat-alat sosialnya.Sebab, karakteristik sampah pada tiap sungai dapat menentukan siapa pembuangnya. Karena itu berkaitan dengan kebiasaan warganya.“Sampah pakaian utuh hanya ditemukan di anak Sungai Cikalapa, kawasan itu bisa dibilang pemukiman elit. Ini membantah jika sampah identik dengan kemiskinan,” imbuh Egar.baca juga : Pemulihan Sungai Citarum, Kisah Lama Dalam Cerita Baru (bagian 5)  Di Sungai Cikapundung, mereka menemukan sampah identik dengan beling (kaca) dengan air cenderung terkontaminasi tinja manusia dan ternak. Wajar saja untuk urusan buang hajat, banyak orang menganggap sungai sebagai septic tank.Adapun di sungai lain, ditemukan pula ragam bekas alat kontrasepsi, kasur spring bed hingga karpet plastik. Kadang ditemukan juga televisi dan alat elektronik bekas lainnya.Gaung hidup tanpa sampah atau zero waste bukan hal mudah untuk dikampanyekan. Sekalipun pemerintah bersusah payah menyokongnya. Tapi paradigma masyarakat masa kini masih feodal. Menganggap sampah bukan urusan sendiri-sendiri. Karena berpikir dan tahu akan ada petugas berbaju kuning yang membersihkan. Kebiasaan-kebiasaan itu kelak membentuk cara pikir dan tradisi masyarakat.Untuk itu, Egar tak membikin aksinya sekedar bersih-bersih. Menurutnya, itu bukan tujuan utama. Ini tentang bagaimana generasi muda mampu memotong generasi tua yang apatis.Dengan kata lain, warga yang belum terbiasa, atau menolak terbiasa, mematuhi aturan yang diwakili oleh tanda, papan nama atau Perda. Maka, Egar menawarkan peta jalan lain lewat tiga pilar. Transformasi, edukasi dan clean. Tiga kata kerja yang coba aktualisasikan dalam gerakannya." "Menghapus Noda Sungai Citarum","“Sejauh ini baru diaplikasikan dalam skala kecil sembari berkolaborasi dengan komunitas yang sedari dulu konsisten dan satu frekuensi soal menangani sampah,” katanya. “Tanpa ada budaya malu atau kesadaran yang timbul persoalan ini takkan pernah tuntas. Oleh karenanya kami memulai dari apa yang kecil.”Jika sungai pada sebuah kelurahan/desa, kota, bahkan provinsi bermasalah, problem itu bisa jadi dipicu oleh masalah lain yang menyangkut perilaku penduduknya. Sebab sungai adalah penunjang kebutuhan manusia paling strategis. Tapi paradigma sungai berubah. Entah sampai kapan sungai-sungai menampung dosa dari ketidakpatuhan manusia.Untunglah, kegiatan semacam susur sungai itu menelurkan positivisme di kalangan anak muda. Dimana orang boleh datang dengan modal empati memulung sampah atau sukarela memetakan rumus persoalan dengan sudut pandang 5W+1H. Bahkan orang boleh berkreasi membikin dokumentasi untuk sekedar memenuhi beranda sosial media.“Apapun bentuknya yang penting senang saja dulu. Dengan begitu mungkin perubahan lambat laun bisa hadir,” ucapnya.baca juga : Citarum Harum, Simbol Keseimbangan Hidup Manusia dengan Alam  Citarum mengejar tahunSejumput persoalan sungai, agaknya pasti membicarakan Sungai Citarum. Tempat segala macam masalah dan solusinya ada di sana. Barangkali tak ada sungai selengkap sungai yang mengaliri 12 kabupaten/kota ini.Citarum adalah hulu sekaligus hilir bagi wilayah Cekungan Bandung. Meski begitu, banyak yang tak menyadari itu sekalipun secara empiris terbukti dari banjir yang sulit hilang.Bagi Komandan Satgas Citarum Harum Sektor 9 Kolonel Inf Ahmad Yani, banjir di kota adalah waktu lembur. Terlepas dari lingkungan vegetasi daerah aliran sungai (DAS) Citarum kopong dan amburadul, limpahan air selalu membawa sampah." "Menghapus Noda Sungai Citarum","Setiap musim penghujan, rata-rata sampah yang diangkut 4,5 – 7 ton dikali 30 hari. Jika musim basah siklusnya 6 bulan dalam setahun, berapa sampah yang dihasilkan dari kota-kota yang bermuara ke sungai. Dominasi sampah adalah plastik dan bekas alat rumah tangga.“Personil tentara secara bertahap memang berangsur ada pengurangan di lapangan. Ini menjadi keterbatasan bagi kami untuk mengcover penyelesaian masalahnya,” tutur Ahmad.Urusan itu membikin Wakil Gubernur Uu Ruzhanul Ulum kini harap-harap cemas. Apalagi menjelang masa akhir Pepres pada tahun 2025, tenggat waktu yang ditargetkan presiden itu. Uu berkeinginan payung hukum tersebut terus ada.“Kolaborasi dan upaya perbaikan yang sudah terbangun selama ini kalau Citarum Harum berakhir, khawatir tak berjalan lagi,” tutur Uu. Adapun, peraturan daerah, katanya, tak cukup kuat untuk menghandle peliknya persoalan Citarum. “Kalau tidak ada Perpres tidak ada komando yang satu.”Prajurit Kodam III/Siliwangi memang menjadi tumpuan pada program Citarum Harum. Tenaga mereka secara simultan mampu merubah signifikan keadaan secara fisik. Sekalipun belum secara holistik, paling tidak pabrik berpolutan perlahan tertib buang limbah. Hasilnya, beban pencemaran sungai menurun versi Dinas Lingkungan Hidup Jabar.baca juga : Mimpi Pulihkan Citarum, Berharap jadi Inspirasi bagi Pengelolaan Sungai Lain di Indonesia  Panglima Kodam III/Siliwangi Mayjen Kunto Arief Wibowo tak mau sesumbar dengan indikator perubahan itu. Menurutnya, tugas negara dalam konteks lingkungan mesti perlu berkesinambungan. Adapun di sisa waktu, pihaknya lebih fokus kepada metode edukasi dan pemeliharaan.Rasanya, penambahan pasukan untuk Citarum tak begitu diperlukan, katanya. Selagi sarana dan prasarana penunjang dilengkapi itu sudah lebih dari cukup. Oleh karenanya inovasi menjadi roda yang dibutuhkan untuk menggerakan perubahan." "Menghapus Noda Sungai Citarum","Apalagi kehadiran militer kerap dikritik lantaran mengurusi urusan sipil. Kendati begitu, Kunto tak mempersoalkan. Dia menginginkan prajuritnya tak selamanya tugas di Citarum. Cuma kebetulan, katanya, negara butuh peran tentara dalam pemulihan lingkungan.“Makanya, kami mencoba membuat legacy yang baik dan bisa kontinyu nantinya,” kata Kunto. “Dan mengurusi ini Citarum ini sebetulnya bagian dari aspek ketahanan, bagaimana (negara) punya SDM unggul, jika urusan lingkungan saja bermasalah.”Dalam karier militernya Kunto getol membikin inovasi. Khusus Citarum, dia membikin alat pengolah sampah yang dapat dipakai skala rukun warga. Targetnya 30 persen dari total produksi sampah mampu direduksi. Hasil akhirnya yakni membikin orang-orang mau mengurusi sampahnya.Barangkali pada kepedulian siapa saja yang tumbuh di sungai, kita punya harapan. Agar tak melulu berkutat pada persoalan yang acak-adul akibat ketidakpatuhan.  [SEP]" "Catatan Penyakit Mulut dan Kuku: Menyerang Ternak dan Antisipasinya pada Satwa Liar","[CLS]   Penyakit mulut dan kuku [PMK] begitu menular pada hewan ternak. Penyebarannya sangat cepat dan lintas negara.Di Indonesia, penyebaran kasus PMK terjadi sejak April hingga September 2022, yang meluas hingga 24 provinsi. Awal merebak dilaporkan terjadi di 4 kabupaten di Jawa Timur [Gresik, Mojokerto, Lamongan dan Sidoarjo], sebanyak 1.296 ternak sakit dan 8 ternak mati, serta di Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh.Teguh Budipitojo, Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada, menjelaskan berdasarkan catatan sejarah, wabah PMK pertama kali di Indonesia tahun 1887 saat importasi sapi perah oleh pemerintah Hindia Belanda, dari Belanda ke Pulau Jawa. Wabah dilaporkan kembali di Pulau Jawa pada 1983. Saat itu, upaya pemberantasan PMK dilakukan melalui vaksinasi massal.Indonesia dinyatakan bebas PMK tahun 1986 melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian No.260/Kpts/TN.510/5/1986, diperkuat badan dunia bidang Kesehatan hewan, OIE, Nomor XI Tahun 1990.“PMK disebabkan virus dari genus Apthovirus, keluarga Picornaviridae,” terangnya dikutip dari ugm.ac.id.Teguh menjelaskan, hewan yang peka terhadap infeksi virus PMK adalah hewan berkuku genap/belah, yaitu jenis ruminansia seperti sapi, kerbau, kambing, domba, dan rusa. Hewan lain yang dapat terinfeksi adalah babi, unta, dan beberapa jenis hewan liar seperti bison, antelope, menjangan, jerapah dan gajah.Namun, pada skala penelitian menggunakan hewan laboratorium yang diinfeksi secara buatan dengan virus PMK, dilaporkan penyakit ini dapat menular pada tikus, marmut, kelinci, hamster, ayam, dan beberapa jenis hewan liar.“Akan tetapi tidak berperan penting dalam penyebaran secara alamiah,” jelasnya.Baca: Penyakit Mulut dan Kuku Serang Hewan Berkuku Belah, Gajah Sumatera Aman  Melawan PMK" "Catatan Penyakit Mulut dan Kuku: Menyerang Ternak dan Antisipasinya pada Satwa Liar","Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan [Dirjen PKH] Nasrullah menyampaikan, untuk pencegahan dan pengendalian PMK, Kementerian Pertanian telah melakukan berbagai tindakan.Sebut saja, menyusun 28 regulasi dan langkah strategi, pembentukan gugus tugas, bantuan obat-obatan dan pakan, vaksin, penggantian ternak, dan pelatihan sumber daya manusia.Data Siaga PMK menunjukkan, perkembangan nasional hingga tanggal 11 Desember 2022 adalah 11 provinsi zero reported case. Sejauh ini, 16 provinsi masih terdampak PMK.Vaksinasi sudah dilakukan pada 9.224.101 ekor hewan. Rinciannya, sapi potong [7.232.105 ekor], sapi perah [322.477 ekor], kerbau [171.240 ekor], kambing [745.414 ekor], domba [352.143 ekor], dan babi [400.722 ekor].Jumlah kabupaten/kota yang tertular saat ini 129 kabupaten/kota dari semula 294 kabupaten/kota.“Kementerian Pertanian telah memproduksi 1 juta dosis vaksin dan akan terus bertambah untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri,” jelasnya, Selasa [13 Desember 2022].Baca: Wabah Penyakit Mulut dan Kuku Hewan Ternak Terus Meluas  PMK dan satwa liarBerdasarkan informasi  yang ditulis Jamal dan Belsham [2013], ada 70 spesies satwa liar yang bisa tertular penyakit ini, salah satunya jenis kerbau Afrika [Syncerus caffer].Menurut Belsham dkk [2022], infeksi PMK pada satwa liar terjadi pada bagian tanduk atau kuku dengan ciri pengelupasan.“Pada penelitian di Afrika, infeksi pada satwa liar sangat sulit dikendalikan,” jelasnya.Satu cara antisipasi penyebaran virus adalah dengan pemagaran pada kawasan konservasi. Tujuannya, terhindar dari kontak khususnya ternak domestik yang memang sudah menjadi pembawa penyakit ini.“Pada kasus di Afrika, ternak yang berada di zona penyangga kawasan konservasi diberi vaksi dua kali setahun.”" "Catatan Penyakit Mulut dan Kuku: Menyerang Ternak dan Antisipasinya pada Satwa Liar","Penularan penyakit ini, diketahui berasal dari hewan terinfeksi yang baru tergabung dalam kawanan [membawa virus dari air liur, susu, dan lainnya] juga kandang/bangunan maupun kendaraan pengangkut hewan yang terkontaminasi.Bisa dari bahan yang terkontaminasi seperti jerami, pakan, air, atau pakaian, alas kaki, bahan biologis, maupun aerosol yang terinfeksi [melalui aliran udara].Lebih dari 50% ruminansia yang sembuh dari penyakit dan telah divaksin, dapat terpapar virus kembali dan menjadi pembawa. Kondisi pembawa virus dapat bertahan hingga 3,5 tahun pada sapi, 9 bulan pada domba, dan >5 tahun pada kerbau Afrika.Berdasarkan informasi Food and Agriculture Organization of the United Nations, jenis satwa liar di Eropa yang rentan terkena virus ini adalah babi hutan [Sus scrofa], Roe deer [Capreolus capreolus], rusa merah [Cervus elaphus], European fallow deer [Dama dama], dan ovis [Ovis orientalis].Tidak tertutup kemungkinan, ada jenis satwa yang disebutkan itu, terdapat di kawasan konservasi di Indonesia, yang berpotensi dapat tertular karena letaknya berbatasan dengan permukiman. Referensi:  [SEP]" "Masih Turun Hujan, Riau Tetap Waspada Karhutla","[CLS]    Badan Meteor0logi Klimatologi dan Geofisika (BMKG)  menyatakan, curah hujan pada 2023 ini relatif lebih rendah dibanding tahun sebelumnya. Dengan kata lain, kemarau tahun ini diprediksi seperti 2019. Bagi daerah rawan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).  Riau pun, meski hujan masih turun tetapi tetap waspada kebakaran hutan dan lahan.Marzuki, Kepala Seksi Data dan Informasi Stasiun Meteorologi Kelas I Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru, Unit Pelaksana Teknis (UPT) BMKG  mengatakan, sebagian wilayah Riau, sudah mengarah ke musim kemarau pertama. Ia merupakan kemarau singkat, antara Februari sampai Maret.Waktu kemarau pun tak sama masing-masing kabupaten dan kota. Ada akhir Januari dan awal Februari lalu berakhir pada awal maupun pertengahan Maret.Setelah itu,  kembali masuk musim hujan singkat sampai April. Intensitasnya bervariasi,  ringan hingga sedang. Terkadang lebat. Selanjutnya, Mei, sebagian wilayah kembali beralih ke musim kemarau.Di Riau, ada dua kali musim kemarau dan dua kali musim hujan. Terkait la nina lemah, Marzuki bilang,  mungkin tak terlalu berpengaruh secara signifikan. Sebab, awal sampai pertengahan tahun diprediksi relatif normal.“Memang pemantauan BMKG pusat ada indikasi  itu (la nina melemah). Artinya,  tidak ada kontribusi penambahan curah hujan cukup siginifkan. Namun, saat musim kemarau tidak terlalu kering juga,” katanya.Meski begitu, Stasiun Meteorologi Pekanbaru terus memantau dan memperbarui informasi dinamika atmosfir terakhir, apakah la nina lemah jadi normal tau bertambah jadi moderat. Bahkan, bisa jadi indikasi el nino  mengingat kondisi alam atau dinamika atmosfir terus bergerak.Di Riau, wilayah dengan tingkat kekeringan pada umumnya hampir sama hanya terjadi tak serentak. Biasanya,  mulai dari bagian utara, seperti sebagian Rokan Hilir dan itu pun tidak merata. Kemudian, Dumai, Bengkalis terutama di Pulau Rupat, bergerak ke Siak sampai Rokan Hulu." "Masih Turun Hujan, Riau Tetap Waspada Karhutla","Selanjutnya,  bagian tengah, seperti Pelalawan, sebagian Siak dan Kepulauan Meranti—umumnya lebih dulu masuk musim kering seperti wilayah pesisir lain—termasuk Pekanbaru.Ke selatan, giliran Indragiri Hilir, Indragiri Hulu dan Kuantan Singingi. Ada pun Kampar, selain berada di bagian  barat, biasa juga memasuki musim kering serentak dengan wilayah Riau bagian tengah.“Kalau sudah masuk kemarau, biasanya tetap harus waspada terkait dengan indikasi bencana kebakaran hutan dan lahan. Karena curah hujan lebih kurang dari biasanya. Jarang terjadi hujan lebat. Masih ada potensi tetapi sangat jarang. Lebih banyak kategori ringan sampai sedang,” kata Marzuki.Jim Gafur, Kepala Bidang Kedaruratan, senada dengan Marzuki. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau, biasa selalu memulai awal tahun dengan mengerahkan sumber daya di daerah pesisir dalam mengatasi karhutla. Mulai Rokan Hilir, Dumai, Bengkalis, Kepulauan Meranti, Siak serta Pelalawan.Selain karena diterpa kemarau lebih awal, wilayah itu bergambut yang dikenal rentan kering.BPBD Riau mengikuti terus perkembangan cuaca berdasarkan informasi BMKG. Meski begitu, hasil pantauan, Januari tahun ini, hanya ada kurang 10 hotspot dengan tingkat kepercayaan pun rendah sampai menengah alias belum ada titik api.Kondisi itu,  agak berbeda dengan dua tahun sebelumnya. Biasanya, BPBD sudah sibuk memadamkan api mulai awal tahun.  Masih hujanSebaliknya, Jim Gafur bilang,  awal tahun ini lebih mirip 2016 dan 2017, BPBD provinsi maupun kabupaten dan kota masih bergelut mengatasi banjir sejumlah daerah karena masih diguyur hujan.Senada, Eko Setiawan,  Kepala Pelaksana BPBD Kepulauan Meranti bilang,  wilayahnya belum terpantau hotspot. Mereka justru masih menanggulangi banjir hampir di seluruh Meranti.Yang paling terdampak banjir, katanya, di Kecamatan Tebing Tinggi Barat, Rangsang dan Merbau. Dia bilang, penyebab banjir hujan lebat dibarengi air pasang tinggi yang lambat surut." "Masih Turun Hujan, Riau Tetap Waspada Karhutla","Isnadi Esman, Kepala Desa Bagan Melibur, Kecamatan Merbau, membenarkan hal itu. Hujan lebat dan ringan yang hampir tak putus, sejak Imlek lalu, masih rendam sejumlah rumah di sana. Para penghuninya pun mengungsi ke tempat tinggal saudara sekitar yang tak terdampak. Katanya, banjir ini terparah yang pernah terjadi. Biasanya,  sebatas pekarangan rumah.Meski sebagian Riau masih diguyur hujan, tiap hari, BPBD Riau tetap memantau titik panas, potensi hari tanpa hujan, sistem peringatan dini karhutla lewat berbagai kanal. Selain dari BMKG, juga Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), dashboard Lancing Kuning, aplikasi Sipakar maupun Sipongi milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).“Ini jadi acuan dalam menyiagakan kabupaten, karena informasi titik api awal dari daerah. Mereka harus segera melaporkan bila terjadi kebakaran. Kalaupun ada api harus segera dipadamkan,” kata Jim, beberapa waktu lalu.Dia menilai, keberhasilan mengatasi karhutla selama ini tidak terlepas dari tindakan atau respon cepat. “Titik api kecil segera dipadam. Kalau sudah lebih satu hektar bisa satu sampai dua hari pemadamannya.”Untuk respon cepat pemadaman api, BPBD Riau mengandalkan relawan Masyarakat Peduli Api (MPA). Minimal, mereka beri informasi andai tidak punya peralatan atau tak sempat ke lokasi.MPA dibina oleh BPBD tiap kabupaten dan kota tetapi bertanggungjawab di desa masing-masing.  AntisipasiBPBD Riau juga sudah menetapkan sejumlah desa rawan karhutla. Ia jadi acuan bagi petugas dalam mengintenskan patroli dan sosialisasi pencegahan kebakaran. Tahun lalu,  ada 159 desa dari 65 kecamatan.Tahun ini, katanya,  akan diperbarui lagi. Pertimbangannya, antara lain karena kejadian kebakaran berulang dalam lima tahun terakhir, maupun kapasitas masyarakat desa dengan wilayah gambut." "Masih Turun Hujan, Riau Tetap Waspada Karhutla","Isnadi menyadari ini. Meski dalam suasana intensitas hujan cenderung rapat—sesekali masih hujan—dia tetap antisipasi karhutla. Terutama dari sisi penguatan MPA yang rutin dipersiapkan, tiap tahun. Baik itu penguatan kelompok, fasilitas sarana prasarana dan peningkatan kapasitas semacam pelatihan penanggulangan bencana karhutla dan asap.Tidak hanya itu, imbauan pada masyarakat juga rutin dia sampaikan, seperti dengan baliho, pengumuman langsung tiap-tiap acara kemasyarakatan dan keagamaan di desa.Pesannya, antara lain, agar tak membakar lahan sembarangan. Tindakan nyata lain, Pemerintah Desa Bagan Melibur juga memetakan titik-titik rawan karhutla, terutama di areal masyarakat hingga patroli gabungan bersama perangkat desa.Pemerintah Desa Bagan Melibur juga terlibat aktif dalam rehabilitasi areal bekas terbakar, bekerjasama dengan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), sejak 2020. Mereka memanfaatkan lokasi rentan terbakar dengan menanami sagu, buat demplot (demo plot) tanaman hutan.Dari sisi kebijakan, anggaran desa juga disalurkan buat pembangunan satu unit sekat kanal, selain ada dari swadaya masyarakat dan bantuan BRGM.Saat ini, Pemerintah Bagan Melibur merampungkan rancangan peraturan desa mengenai pencegahan karhutla.Substansinya,  mencakup tanggung jawab masyarakat terhadap lahan, teknis pengelolaan lahan sampai mekanisme pelaporan terkait kebakaran.“Ini peraturan desa pertama membahas karhutla. Meski tidak spesifik, tapi lebih umum mengenai perlindungan dan pengelolaan gambut di desa. Ruang lingkup lebih luas. Misal, bagaimana pemanfaatan areal gambut untuk masyarakat? Lalu,  seperti apa peran swasta dan masyarakat jika terjadi kebakaran di areal mereka? Lebih pada pencegahan,” kata Isnadi, beberapa hari lalu. Kala itu dia sedang mengawasi penanganan normalisasi tali air penanggulangan banjir." "Masih Turun Hujan, Riau Tetap Waspada Karhutla","Selain pemantauan dini, mengawali tahun untuk antisipasi karhutla, Jim sebut,  Gubernur Riau mulai menyurati bupati dan wali kota untuk siap siaga. Andai sudah ada potensi karhutla– banyak titik panas dan titik api–, katanya, kabupaten dan kota harus segera menetapkan status siaga darurat.Tahun lalu, Pemerintah Riau menetapkan status ini pada Maret. “Kalau Februari memang sudah banyak kejadian segera status siaga darurat.”Pemberlakuan siaga darurat karhutla untuk level provinsi, biasa oleh Gubernur Riau setelah dapat laporan status serupa minimal dari dua kabupaten atau kota. Keputusan ini, katanya,  sebagai langkah awal dalam mengerahkan sumber daya lebih besar, seperti pelibatan TNI, kepolisian dan perusahaan, termasuk minta dukungan dan bantuan BNPB maupun KLHK.Bentuk dukungan dimaksud, berupa teknologi modifikasi cuaca atau TMC untuk hujan buatan. Kata Jim, transisi dari musim hujan ke kemarau merupakan waktu tepat karena potensi awan masih ada. TMC, katanya,  untuk pembasahan lahan kering karena kemarau, bukan memadamkan api.Dukungan lain, minta bantuan BNPB untuk menyiagakan helikopter patroli dan water boombing. Heli patroli untuk kecepatan memantau langsung titik panas dan titik api.  Sementara heli bom air untuk jangkau lokasi karhutla yang sulit ditempuh seperti wilayah perbukitan atau di tengah-tengah hutan. Ini berdasarkan pengalaman petugas pemadam dari tahun ke tahun mengatasi karhutla.BPBD Riau juga akan memperbarui rencana kontingensi dalam mencegah dan menanggulangi karhutla. Rencana ini sudah ada sejak dua tahun lalu tetapi diperbarui sesuai kondisi. Seperti, perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Riau, sesuai Peraturan Gubernur Riau No 9/2021 tentang Riau Hijau." "Masih Turun Hujan, Riau Tetap Waspada Karhutla","Kemudian, sosialisasi larangan buka lahan dengan membakar. Sejak dua tahun lalu, Gubernur Riau turut menyiapkan 12 alat berat untuk bantu masyarakat buka lahan dengan ramah lingkungan. Tahun ini,  eksavator akan disiagakan kembali. Terakhir, mengadakan dan menyediakan peralatan pompa air maupun perlengkapan lain.“Ini antisipasi mulai awal tahun. Kalau sudah penetapan status siaga darurat karhutla, kita akan laksanakan apel untuk pemetaan kekuatan personil dan peralatan,” kata Jim.BPBD Riau juga memperluas perjanjian kerjasama dengan provinsi tetangga dalam mengatasi karhutla, antara lain, Sumatera Utara dan Kepulauan Riau. Tahun lalu, sudah terjalin dengan BPBD Sumatera Barat dan Jambi untuk mengatasi daerah perbatasan rawan karhutla.Dia contohkan, Kepenghuluan Sungai Daun, Kecamatan Pasir Limau Kapas, Rokan Hilir, Riau, berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu Selatan, Sumatera Utara. Kebanyakan warga Sumatera Utara tinggal dan memiliki kebun di sana.Contoh lain, Kabupaten Kampar dengan Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Kemudian,  Indragiri Hilir dan Indragiri Hulu yang sebagian wilayah bersebelahan dengan Jambi.Perjanjian ini mencakup data, informasi dan bantuan sumber daya. Pasalnya, wilayah perbatasan yang sering terjadi kebakaran juga menimbulkan persoalan asap lintas batas. Masing-masing pemerintah diharapkan saling bantu. Tidak lupa juga masalah penegakan hukum. Tetap dilakukan untuk beri efek jera.“Perlu diingat, kebakaran terjadi karena kesengajaan atau ulah manusia. Tidak ada api tiba-tiba muncul. Unsurnya tetap tiga: oksigen, bahan bakar dan sumber api. Unsur ketiga inilah yang jadi polemik. Bisa sengaja atau ketidaksengajaan. Karena buang puntung rokok atau api unggun. Inilah yang perlu diwaspadai,” tegas Jim.Dalam waktu dekat, BPBD Riau segera rapat koordinasi lintas sektor. Undang BMKG, TNI, Polri dan segala pihak terkait untuk mengetahui secara detail potensi atau perkembangan cuaca dan iklim di Riau. [SEP]" "Harimau Sumatera Ditemukan Mati di Aceh Timur, Diduga Diracun","[CLS]   Seekor anak harimau sumatera [Panthera tigris sumatrae] ditemukan mati di kebun warga di Desa Peunaron Lama, Kecamatan Peunaron, Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh, Rabu [22/02/2023].Rahmadan, warga Kecamatan Peunaron, mengatakan harimau ditemukan beberapa puluh meter dari kandang kambing milik warga Desa Peunaron Lama.“Awalnya masyarakat menerima informasi kambing milik Syahril mati diterkam harimau di kandang,” ujarnya, Kamis [23/02/2023].Mendapatkan informasi tersebut, perangkat Desa Peunaron Lama bersama personil Polsek dan Koramil Serbajadi dibantu tim dari Forum Konservasi Leuser [FKL] mendatangi lokasi.“Di lokasi tim menemukan dua kambing mati di luar kandang dan seekor mati di kandang dengan luka robek,” terangnya.Kasat Reskrim Polres Aceh Timur, AKP Arif Sukmo Wibowo menginformasikan, di lokasi kejadian tim juga menemukan bungkusan berisi racun hama tanaman.“Kami menduga harimau mati diracun, namun butuh pemeriksaan mendalam,” katanya.Baca: 16 Bulan Penjara, untuk Pemburu Babi yang Menyebabkan Tiga Harimau Sumatera Mati  Dokter Hewan Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Aceh, Rosa Rika Wahyuni mengatakan, berdasarkan hasil nekropsi Kamis [23/02/2003], tidak ada bagian tubuh yang hilang. Usianya diperkirakan 1-2 tahun.Tim juga mengambil beberapa bagian tubuh untuk pemeriksaan laboratorium, guna memastikan penyebab kematian.“Saat ditemukan tubuhnya membusuk, diperkirakan telah mati dua atau tiga hari sebelum dilakukan nekropsi,” kata Rosa.Baca: Lagi dan Lagi, Harimau Sumatera Terluka Akibat Jerat  TersangkaKasat Reskrim Polres Aceh Timur menambahkan, pihaknya telah menangkap Syahril, pemilik kambing yang mati diserang harimau.“SY [Syahril] awalnya dibawa ke Polres untuk dimintai keterangan. Saat diperiksa, dia mengaku menabur racun jenis Curater di tubuh kambing yang telah mati itu. Alasannya kesal dan emosi karena ternaknya dimangsa harimau,” ungkap Arif, Senin [27/02/2023]," "Harimau Sumatera Ditemukan Mati di Aceh Timur, Diduga Diracun","Arif menjelaskan, SY ditetapkan tersangka karena telah melakukan tindak pidana dengan sengaja membunuh satwa dilindungi.“Telah melanggar Pasal 21 ayat (2) huruf a jo pasal 40 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya,” jelasnya.Baca juga: Hakim Tolak Gugatan Praperadilan Tersangka Penjual Kulit Harimau  Persidangan mantan bupatiSementara itu, kasus jual beli kulit harimau sumatera yang melibatkan mantan Bupati Bener Meriah, Ahmadi, sudah tahap persidangani di Pengadilan Negeri Simpang Tiga Redelong, Kabupaten Bener Meriah, Aceh. Selain Ahmadi, Balai Gakkum juga menangkap Suryadi dan Iskandar.Ketiga warga Kabupaten Bener Meriah, Aceh, itu ditangkap tim Gakkum dan Polda Aceh di Pondok Baru, Kabupaten Bener Meriah, pada 24 Mei 2022, saat hendak menjual kulit dan tulang harimau.Majelis Hakim Pengadilan Negeri Simpang Tiga Redelong pada 2 November 2022, telah memvonis Iskandar 18 bulan penjara dan denda Rp100 juta subsidair 1 bulan kurungan.Informasi di Website Sistem Informasi Penelusuran Perkara [SIPP] Pengadilan Negeri Simpang Tiga Redelong, menunjukkan persidangan terhadap Ahmadi dengan Nomor Perkara: 4/Pid.B/LH/2023/PN Str, sudah digelar dua kali. Kini, masuk agenda pemeriksaan saksi.Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaannya mengatakan perbuatan Ahmadi melanggar Pasal 40 ayat [2] Jo Pasal 21 ayat [2] huruf d Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konsevasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya jo. Pasal 55 ayat [1] ke-1 KUHP, pasal 56 dan pasal 53 KUHP.“Ahmadi didakwa sengaja memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh atau bagian bagian-bagian lain satwa dilindungi,” ujar JPU, Selasa [14/02/2023].  [SEP]" "Cuaca Ekstrem Kembali Melanda NTT, Apa Langkah yang Harus Dilakukan?","[CLS]  Angin kencang melanda Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sejak akhir Desember 2022 hingga awal Januari 2023 dengan kecepatan hingga diatas 45 km/jam.Angin kencang yang melanda Kabupaten Flores Timur selama tanggal 1 dan 2 Januari 2023 dengan kecepatan diatas 50 km/jam mengakibatkan ratusan rumah dan bangunan mengalami kerusakan. Selain itu fasilitas penerangan dan telekomunikasi juga mengalami gangguan.Pemerintah Kabupaten Flores Timur pun telah menetapkan status tanggap darurat bencana selama rentang waktu 14 hari sejak tanggal 01 hingga 14 Januari 2023.Penjabat Bupati Flores Timur, Doris Alexander Rihi kepada Mongabay Indonesia Rabu (4/1/2023) menjelaskan dampak angin kencang mengakibatkan 201 bangunan mengalami kerusakan.Doris menjelaskan ada 170 rumah, 6 dapur, 15 fasilitas umum dan 10 tempat usaha mengalami kerusakan. Untuk rumah, 113 rusak berat, 40 rusak ringan dan 17 rusak sedang. Terdapat 5 dapur rusak berat dan satunya rusak ringan.Sedangkan tempat usaha, 5 rusak berat,3 rusak ringan dan 2 lainnya sedang. Sementara fasilitas umum, 7 rusak berat dan masing-masing 4 rusak sedang dan ringan.“Datanya terus berubah dan kita sedang dalam pendataan. Besok Sekda akan memimpin rapat bersama para camat untuk teknis memverifikasi data,” ungkapnya.baca : BMKG Ingatkan Potensi Cuaca Ekstrem dan Ancaman Bencana  Pemda Flores Timur sedang berupaya memperbaiki berbagai fasilitas umum yang rusak terutama RUSD dr.Hendrikus Fernandez Larantuka.Doris meminta partisipasi masyarakat dalam membantu pemerintah membersihkan pohon-pohon yang tumbang dan menghalangi jalan untuk membuka akses transportasi.Ia pun menghimbau masyarakat untuk mewaspadai perubahan cuaca ekstrem, hindari daerah yang mudah longsor dan pohon tinggi serta segera melapor ke aparat pemerintah bila terkena dampak." "Cuaca Ekstrem Kembali Melanda NTT, Apa Langkah yang Harus Dilakukan?","“Setiap tahun kan kita sudah biasa menghadapi situasi bencana seperti ini sehingga sejak awal Desember lalu saya sudah memimpin rapat dan menghimbau segenap pihak untuk bersiap diri menghadapi cuaca ekstrem,” ungkapnya.Sedangkan Pemerintah Kabupaten Sikka juga telah menetapkan tanggap darurat bencana sejak tanggal 26 Desember 2022 hingga tanggal 8 Januari 2023.Bupati Sikka, Fransiskus Roberto Diogo dalam surat pernyataan bencana menyebutkan, penetapan ini berdasarkan laporan hasil kaji cepat BPBD Sikka tanggal 25 Desember 2022.Robi sapaannya menyatakan, telah terjadi hujan lebat disertai angin kencang dan gelombang pasang. Kondisi ini mengakbatkan terjadinya banjir rob, abrasi pantai, banjir dan tanah longsor yang melanda wilayah Kabupaten Sikka.Dampak cuaca buruk ini sebutnya, mengakibatkan rumah warga, tempat usaha, jalan, jembatan, dan turap pengaman mengalami kerusakan.baca juga : Curah Hujan dan Kerusakan Lingkungan adalah Paket Pemicu Bencana Banjir dan Longsor  Selain itu, lanjutnya, sejumlah peralatan nelayan, fasilitas kesehatan dan pendidikan dan fasilitas lainnya juga rusak.“Kerusakan juga terjadi pada tanaman pertanian dan tanaman lainnya serta matinya hewan ternak warga,” ungkapnya.  Cuaca EkstremBadan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memantau eks Siklon Tropis Ellie di Australia yang membentuk daerah perlambatan kecepatan angin (konvergensi) memanjang di Laut Banda dan NTT.Dampak eks Siklon Tropis Ellie terhadap cuaca Indonesia di antaranya hujan sedang hingga lebat di NTT bagian barat dan Papua bagian tengah. Juga membuat angin kencang di Maluku dan Papua bagian tengahKepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam konferensi pers daring, Jumat (30/12/2022) mengatakan, wilayah di Indonesia bakal dilanda cuaca ekstrem pada saat pergantian tahun hingga 3 Januari 2023." "Cuaca Ekstrem Kembali Melanda NTT, Apa Langkah yang Harus Dilakukan?","Dwikorta menyebutkan, curah hujan di sejumlah wilayah Indonesia akan berlangsung lebih cepat pada tanggal 1 Januari 2023. Hal ini disebabkan karena adanya pusat tekanan rendah atau bibit menghilang pada laut bagian Utara tetapi bibit mantan siklon tropis ellie muncul.“Sebelumnya ada Siklon Tropis Ellie di Samudera Hindia yang sudah punah karena memasuki daratan Australia barat. Namun, hari ini menjadi low pressure area di sebelah selatan Australia dan hari ini bergerak ke arah barat menuju Samudra Hindia,” ucapnya.perlu dibaca : Supermarket Bencana di NTT dan Bagaimana Peran Jurnalis  Dwikorita menjelaskan, setelah menuju ke arah barat Samudera Hindia mendapat energi tambahan dan nampaknya ada peluang berpotensi untuk menjadi bibit siklon yang kemungkinan berkembang menjadi siklon.Sebelumnya, dirinya juga mengatakan, cuaca ekstrem itu akan terus terjadi hingga 4 Januari 2023. Dirinya memprediksi cuaca ekstrem akan berakhir pada taggal 5 hingga 10 Januari 2023.Kepala Stasiun Meteorologi Kupang Agung Sudiono Abadi mengatakan, angin kencang yang melanda NTT dipicu adanya Eks Siklon Tropis Ellie di barat Australia.Agung paparkan, angin berhembus dari daerah tekanan rendah sehingga berdampak pada peningkatan kecepatan angin di wilayah NTT.Selain itu, ada gelombang atmosfir equatorial Rossby yang turut mempengaruhi curah hujan dengan intensitas ringan hingga lebat yang disertai petir.Lanjutnya, NTT berada di periode puncak musim hujan dengan kondisi suhu muka laut yang hangat dan kelembapan udara yang basah di tiap lapisan atmosfer.“Masyarakat harus waspada akan potensi dampak hujan dan angin kencang yang dapat menyebabkan bencana hidrometeorologi,” pesannya.Agung tambahkan,pada tanggal 3 hingga 5 Januari 2023, sejumlah wilayah di NTT terjadi hujan ringan hingga lebat disertai petir dan angin kencang berdurasi singkat." "Cuaca Ekstrem Kembali Melanda NTT, Apa Langkah yang Harus Dilakukan?","Cuaca ekstrem ini sebutnya, ditandai dengan angin kencang berkecepatan di atas 50 kilometer per jam serta hujan lebat sepanjang hari.Peningkatan angin kencang dipengaruhi pertumbuhan awan kumulonimbus di NTT yang hingga kini belum ada tanda-tanda awan tersebut bergeser dari wilayah NTT.“Angin kencang akan berdampak terhadap tinggi gelombang di perairan NTT,” ucapnya.Dampak dari adanya angin kencang membuat pelayaran kapal penumpang dan barang antar pulau di NTT ditutup sementara waktu. Hanya kapal-kapal Pelni berukuran besar yang masih berlayar.baca juga : Cuaca Ekstrem Kembali Datangkan Bencana, Dampak Perubahan Iklim?   Rekomendasi BMKGMenghadapi cuaca ekstrem, BMKG pun telah mengeluarkan beberapa rekomendasi untuk ditindaklanjuti pihak-pihak terkait.Persiapan yang harus dilakukan sebut BMKG yakni memastikan kapasitas infrastruktur dan sistem tata kelola sumber daya air siap untuk mengantisipasi peningkatan curah hujan.Selain itu, melakukan penataan lingkungan dengan tidak membuang sampah sembarangan dan tidak melakukan pemotongan lereng atau penebangan pohon yang tidak terkontrol serta melakukan program penghijauan secara lebih masif.Masyarakat pengguna transportasi angkutan penyeberangan dihimbau perlu meningkatkan kewaspadaan sebagai salah satu upaya adaptasi dan mitigasi kondisi tersebutJuga melakukan pemangkasan dahan dan ranting pohon yang rapuh serta menguatkan tegakan atau tiang agar tidak roboh tertiup angin kencang.Poin lainnya, menggencarkan sosialisasi, edukasi, dan literasi secara lebih masif untuk meningkatkan pemahaman dan kepedulian pemerintah daerah, masyarakat serta pihak terkait dalam pencegahan atau pengurangan risiko bencana hidrometeorologi (banjir, longsor, banjir bandang, angin kencang, puting beliung dan gelombang tinggi)." "Cuaca Ekstrem Kembali Melanda NTT, Apa Langkah yang Harus Dilakukan?","BMKG meminta agar lebih mengintensifkan koordinasi, sinergi, dan komunikasi antar pihak terkait untuk kesiapsiagaan antisipasi bencana hidrometrorologi.Terakhir, terus memonitor informasi perkembangan cuaca dan peringatan dini cuaca ekstrem dari BMKG, secara lebih rinci dan detail untuk tiap kecamatan di seluruh wilayah Indonesia, melalui website BMKG, akun media sosial, aplikasi iOS dan android “Info BMKG” serta Call center 196 BMKG atau dapat langsung menghubungi kantor BMKG terdekat.  [SEP]" "Menanti Eksekusi Putusan Mahkamah Agung soal RTRW Pulau Wawonii Tak Boleh Ada Tambang","[CLS]        Putusan Mahkamah Agung (MA) memerintahkan Pemerintah Konawe Kepulauan (Konkep) tak jadikan pulau kecil Wawonii sebagai kawasan pertambangan. Pemerintah Konkep pun diminta segera jalankan putusan Mahkamah Agung dan hentikan segala aktivitas pertambangan.Keputusan itu tertuang dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 57 P/HUM/2022 pada 28 Desember lalu. Putusan ini mengabulkan permohonan keberatan hak uji materi 29 warga yang disebutkan menggarap lahan pertanian di lima desa, yakni, Sukarela Jaya, Sinaulu Jaya, Roko-roko, Dompo-dompo, Sinar Masolo, di Kecamatan Wawonii Tenggara.Mando Maskuri, aktivis lingkungan muda asal Desa Roko-roko, Wawonii Tenggara, senang saat dengan putusan Mahkamah Agung itu. Aktivitas pertambangan di Wawonii, katanya,  akan hilangkan ruang hidup mereka dari air, tanah, dan sumber daya lain.“Tambang ini kan rakus tanah, rakus air, rakus segala hal,” katanya.Adapun obyek hak uji materiil Pasal 24, Pasal 28, dan Pasal 36 Perda Konkep Nomor 2/2021 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Konawe Kepulauan Tahun 2021–204. Pada pokoknya dalam aturan itu, memasukkan peruntukan kawasan pertambangan dan energi di Wawonii Tenggara.Mahkamah Agung  memutuskan, pasal dalam Perda RTRW Konkep 2/2021 itu bertentangan dengan Pasal 4 huruf a, Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf k UU Nomor 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil  atau diubah ke UU Nomor 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.Pendapat Mahkamah Agung,  obyek permohonan bertentangan dengan peraturan lebih tinggi. Perda RTRW Konkep 2/2021 juga dinyatakan tak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Selanjutnya,  Bupati Konkep dan DPRD Daerah Konkep diperintahkan merevisi Perda RTRW Konkep 2/2021.Putusan perkara ini diperiksa Hakim Ketua Irfan Fachrudin, hakim anggota masing-masing Yosran, Sudaryono dan panitera pengganti Maftuh Effendi. " "Menanti Eksekusi Putusan Mahkamah Agung soal RTRW Pulau Wawonii Tak Boleh Ada Tambang","Baca juga: Kala Warga Wawonii Tolak tambang Terjerat Hukum, KKP Temukan Pelanggaran Perusahaan  Segera jalankan putusan Mahkamah AgungDenny Indrayana, Ketua Tim Kuasa Hukum Masyarakat Wawonii, dalam keterangan pers mengatakan, izin usaha pertambangan harus dicabut. “Pemerintah harus sesegera mungkin mengeksekusi putusan itu,” katanya.“Ini berkah,” kata Muhammad Jamil, dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Nasional.Namun, katanya,  masih ada pekerjaan rumah yang jadi pertarungan sesungguhnya yakni eksekusi keputusan.Warga bersama koalisi organisasi masyarakat sipil, katanya,  harus membangun konsolidasi gerakan rakyat untuk mengawal eksekusi putusan.Pemerintah daerah harus mencabut dan mengeksekusi sesuai perintah Mahkamah Agung. Dalam proses eksekusi, polisi harus turun melakukan pengamanan, bukan pengawalan.“Mudah-mudahan ini menjadi inspirasi bagi daerah lain di Indonesia yang terdapat pertambangan di pulau kecil,” ujar Jamil.Dia khawatir,  pertambangan di pulau-pulau kecil seperti Wawonii ini merusak sumber daya alam dan sumber daya air tawar, memicu ‘genosida ekologi’–warga tidak bisa ke mana-mana, bahkan jadi pengungsi.Masyarakat, katanya, rentan terdampak kerusakan ekosistem antara lain di kawasan pesisir hingga mencemari laut.“Sepakat itu direvisi…revisi RTRW merupakan prioritas yang wajib dilakukan Pemkab Konkep,” kata Sahrina Safiudin, dosen hukum lingkungan Universitas Halu Oleo. Baca juga: Cerita Warga Menanti Wawonii Terbebas dari Pertambangan Perintah Mahkamah Agung, katanya, revisi Perda RTRW Konkep 2/2021. Putusan itu jelas, katanya,  tidak ada multitafsir. Dengan putusan hukum ini, katanya, Perda RTRW itu sudah tak memiliki kekuatan hukum. Kalaupun pemerintah daerah tak merevisi, ketentuan tetap berstatus ilegal. Pertambangan tidak boleh ada." "Menanti Eksekusi Putusan Mahkamah Agung soal RTRW Pulau Wawonii Tak Boleh Ada Tambang","Apabila Pemkab Konkep tidak segera menjalankan perintah Mahkamah Agung, katanya, bisa digugat. Secara konstruksi hukum, katanya, pengaturan pengelolaan lingkungan hidup atau sumber daya alam, diatur dalam dua hal sebagai HAM dan instrumen pembangunan.Sebelumnya, Sahidin, perwakilan masyarakat Wawonii merasa heran tentang penerbitan Perda RTRW Konkep yang membolehkan tambang masuk. Padahal, jelas dalam UU dan Perda Sulawesi Barat Pulau Wawonii tidak untuk tambang. “Kami mensinyalir dugaan indikasi tindak pidana korupsi dan segera dilaporkan ke aparat penegak hukum.”Berbagai elemen masyarakat Konkep juga menggugat Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Sultra ke Pengadilan Tata Usaha Negara Kendari, sehubungan penerbitan izin usaha pertambangan operasi produksi (nikel) kepada PT Gema Kreasi Perdana (GKP). Baca juga: Dari Pulau Wawonii: Lahan Warga Terampas Tambang, Protes Berbuah Aniaya dan Penangkapan *******   [SEP]" "Buah Naga dan Hal Menarik Penamaannya","[CLS]   Anda pasti pernah makan buah naga. Tapi, pernahkan Anda melihat pohonnya? Ya, dari jenis pohon kaktus, marga Hylocereus dan Selenicereus.Lalu mengapa buahnya disebut buah naga?Penelitian Wilada Nafi Royani di Universitas Diponegoro [UNDIP] menjelaskan, nama ini berawal dari masyarakat Vietnam dan China yang memiliki kepercayaan bahwa buah naga membawa berkah. Hingga, buah ini selalu diletakkan di antara dua ekor patung naga berwarna hijau di atas meja altar.Dari kebiasaan ini dikenal sebagai thang loy [buah naga].“Istilah tersebut diterjemahkan di Eropa dan negara lain yang berbahasa Inggris sebagai dragon fruit [buah naga]. Tanaman ini dibawa orang Perancis dari Guyana ke Vietnam sebagai tanaman hias tahun 1870,” tulis laporan itu.Baca: Buah Merah, Tanaman Prasejarah dari Tanah Papua  Varietas buah naga tak hanya berwarna merah, tetapi ada jenis lain.Hylocereus undatus, buahnya merah dengan daging putih. Hylocereus polyrhizus, buahnya merah muda dengan daging buah merah. Selenicereus megalanthus, kulit buah kuning dan daging putih. Terakhir jenis Hylocereus costaricensis, warna buahnya sangat merah.Mengutip Wikipedia, Semua jenis tanaman buah naga memiliki ciri morfologi sama, terdiri akar, batang, duri, bunga, dan buah.Akarnya berupa akar serabut. Pada sudut batangnya yang berduri tumbuh bunga dan bunga yang tidak rontok ini berkembang menjadi buah.Buah naga bentuknya bulat sedikit lonjong seukuran gepalan orang dewasa. Di permukaan  kulit buah ini dipenuhi rumbai mirip sisik, sehingga alasan ini juga yang digunakan untuk menamakannya buah naga.Baca: Tidak Seperti Namanya, Terong Belanda Berasal dari Amerika Selatan  Royal Botanic Garden KEW menjelaskan, tanaman ini berasal dari Meksiko hingga Honduras. Kini, sudah dibudidayakan di negara Afrika seperti Tunisia juga di Asia seperti Vietnam, Indonesia, dan Taiwan." "Buah Naga dan Hal Menarik Penamaannya","Tanaman ini tergolong sekulen [berdaging], merambat, dan merupakan tanaman tahunan. Ketinggian pohon tergantung penyangga yang digunakan. Habitatnya menyukai lingkungan hangat dan basah, serta tidak memilih jenis tanah.Baca juga: Tomat, Buah yang Sering Dianggap Sayur  Banyak manfaatMengutip alodokter, buah naga memiliki banyak manfaat seperti mencegah dan mengatasi sembelit, menjaga berat badan ideal, menurunkan kolesterol dan risiko penyakit jantung.Ini karena buah naga kaya Vitamin C, kalium, zat besi, fosfor, kalsium, protein dan serat.“Mengkonsumsi buah naga secara teratur disertai pola hidup sehat akan memberikan nilai optimal,” jelas tulisan tersebut.Merujuk IUCN, sejauh ini buah naga [Hylocereus undatus] berstatus Kurang Data atau [Data Deficient/DD].“Spesies ini dibudidayakan secara luas dan telah dinaturalisasi di banyak negara, namun, karena wilayah tumbuh aslinya tidak diketahui, tidak ada yang diketahui tentang ukuran dan tren populasi liar dan asli. Penelitian mendalam sangat disarankan untuk mengetahui lebih jauh tentang tumbuhan banyak manfaat ini,” jelas keterangan tersebut.  [SEP]" "Keanekaragaman Hayati Bisa Masuk Mekanisme Transfer Fiskal Berbasis Ekologi","[CLS]     Transfer fiskal berbasis ekologi (ecological fiscal transfer/EFT) bisa jadi jawaban dalam mendorong keberlanjutan keanekaragaman hayati (kehati) Indonesia. Sayangnya, masih perlu langkah panjang untuk implementasinya, mengapa?Ocky Karna Rajasa,  Kepala Organisasi Riset Kebumian dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengatakan, kehati bisa memberikan manfaat di bidang pangan dan farmasi, perlindungan lingkungan, dan jasa lingkungan.“Pariwisata berkelanjutan, hingga adaptasi dan mitigasi perubahan iklim,” katanya dalam diskusi bertajuk “Mengukur Keanekaragaman Hayati untuk Transfer Fiskal Berbasis Ekologi,” Januari lalu.EFT bukan barang baru di tanah air. Ada tiga skema transfer anggaran berbasis ekologi yaitu transfer anggaran nasional berbasis ekologi (Tane), transfer anggaran provinsi berbasis ekologi (Tape) dan transfer anggaran kabupaten berbasis ekologi (Take).Kebanyakan skema EFT ini masih berfokus pada penanganan perubahan iklim dan pengelolaan sampah. Belum ada indikator keberhasilan yang bisa berbuah transfer anggaran berbasis keberhasilan dalam mengonservasi keanekaragaman hayati.Padahal, memastikan keberlanjutan kehati merupakan hal penting.  Dalam paparan Ocky mengatakan, Indonesia kaya kehati. Antara lain, 515 spesies mamalia, 270 spesies amfibi, 1.531 unggas dan merupakan terbesar ke-5 dunia. Ada juga 511 spesies reptil yang merupakan terbesar keempat dunia, 240 spesies tumbuhan langka, 2.827 spesies avertebrata, 121 spesies kupu-kupu. Juga, 480 spesies hard coral meliputi 60% spesies di dunia hingga 1.400 spesies ikan air segar.Untuk ekosistem laut, katanya, terumbu karang di Indonesia mencapai 2,5 juta hektar atau 14% dari keseluruhan ekosistem dunia dan 292.000 hektar rumput laut.“Ekosistem mangrove kita pun mencapai 3,4 juta hektar atau 23% dari dunia,” katanya." "Keanekaragaman Hayati Bisa Masuk Mekanisme Transfer Fiskal Berbasis Ekologi","Untuk itu, perlu upaya lain supaya kekayaan Indonesia bisa terus berkelanjutan dan memberikan manfaat. EFT bisa jadi satu solusi supaya pemerintah provinsi, kabupaten/kota, sampai desa bisa melindungi kehati mereka masing-masing.Penerapan EFT juga bisa jadi solusi mengatasi tipisnya anggaran pengelolaan kehati di daerah. Namun, Erik Armundito,  Koordinator Keanekaragaman Hayati Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyebut,  pendanaan kehati bukan hal populer.“Pemerintah dan swasta akan berhitung dua kali untuk menyalurkan dana ke pengelolaan kehati,” katanya.Tak heran. Kalau alokasi anggaran penerimaan dan belanja negara (APBN) untuk pengelolaan kehati di kementerian atau lembaga minim. APBN 2021, Erik sebut hanya mengalokasikan 0,81% dana untuk pengelolaan kehati.Sementara tren global menunjukkan setidaknya perlu dana US$100 juta per tahun untuk mengelola kehati. Jumlah ini,  naik jadi US$800 juta per tahun pasca 2020.“Karena itu perlu mekanisme innovative financing. Salah satunya melalui EFT.”   Cari contoh Keberhasilan EFT mendorong perbaikan lingkungan sudah ditemukan di beberapa negara. Jatna Supriatna,  Direktur Eksekutif Dana Ilmu Pengetahuan Indonesia (DIPI) mengatakan, India satu negara progresif dalam implementasi EFT.Bahkan, setiap state di India berlomba menaikkan tutupan hutan supaya kerja keras berbuah aliran fiskal dari pemerintah pusat. “Karena fiskal di sana berbasis hutan.”Tak pelak, India memiliki tutupan hutan tinggi. Hal itu, katanya, juga jadi daya tarik untuk skema carbon offset yang sekarang sedang dilirik sebagai bagian dari mitigasi perubahan iklim.Sayangnya, skema sama tidak diterapkan untuk kehati. Padahal, sudah banyak literatur menyebut kalau implementasi ini bisa jalan.“Biodiversity offset ini challenging, lebih rumit dari karbon. Juga bisa berjalan beriringan dengan transfer fiskal berbasis ekologi,” kata Jatna. Atasi penurunan " "Keanekaragaman Hayati Bisa Masuk Mekanisme Transfer Fiskal Berbasis Ekologi","Harapannya, dengan EFT bisa jadi satu solusi atas penurunan kehati di dunia dan Indonesia. Budi Setiadi Daryono,  Ketua Konsorsium Biologi Indonesia (Kobi) mengatakan, populasi kehati mengalami penurunan sampai 69% selama 1970-2018. Dia merujuk data Living Planet Report 2022 WWF.Dalam laporan disebut juga ada penurunan di Asia Pasifik mencapai 55%. “Kita tahu heart of Southeast Asia adalah Indonesia. Di bidang apapun, baik populasi manusia hingga keanekaragaman hayati. Di sini, terjadi penurunan tajam kehati dan kerusakan itu terjadi di depan mata,” kata Budi.Erik bilang, proyeksi Bappenas 2045 yang menyebut potensi penurunan tutupan hutan dan penyusutan habitat spesies kunci. “Itu jika kita masih menerapkan bussines as usual.”Spesies kunci berpotensi turun itu seperti,  orangutan Sumatera 22%, orangutan Borneo dengan tiga subspesies 21%, gajah Sumatera 59%, Gajah Kalimantan 4%, harimau Sumatera 20%, badak Jawa 37%, owa Jawa 54%, anoa 24% sampai babirusa 35%.Dia mengutip data Interngovernmental Science Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Services (IPBES) 2019 menyebut, sekitar 1 juta spesies tumbuhan dan hewan hadapi ancaman kepunahan. “Hilangnya kehati bisa mengancam kesehatan manusia dan jasa ekosistem.”Joko Tri Haryanto,  analis kebijakan ahli madya Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, berharap, EFT bisa jadi solusi membuat kehati jadi income generator daerah. Selama ini, katanya, sektor kehati dan konservasi selalu dipandang sebagai biaya.“Kalau daerah berhasil mengelola keanekaragaman hayati, bisa jadi income generator dan transfer fiskal dari pusat. Yang lain pun bisa berlomba-lomba melindungi kehati di daerah masing-masing.”  Kerjasama para pihakUntuk menerapkan EFT berbasis kehati, perlu kerja keras dari berbagai pihak. Joko menyebut, kementerian dan kembaga  terkait dan akademisi harus bersinergi mengatasi isu teknis terlebih dahulu." "Keanekaragaman Hayati Bisa Masuk Mekanisme Transfer Fiskal Berbasis Ekologi","“Kehati ini banyak dan luas. Kita harus artikan dulu apa itu kehati? Jangan sampai ada beda pandangan,” kata Joko.Secara teknis,  katanya, akademisi sudah banyak kajian bahkan bikin biodiversity index. Selanjutnya, membuat indikator keanekaragaman hayati seperti apa yang perlu ditingkatkan buat jadi acuan keberhasilan daerah menerima manfaat EFT.Indikator-indikator ini, katanya, perlu dikaitkan dengan instrumen kebijakan untuk implementasi EFT.“Jadi, teori dan kebijakan itu harus connect. Tidak ada kebijakan yang muncul tiba-tiba tanpa dasar teori yang baik.”Indikator-indikator terkait kehati ini juga perlu disinergikan dengan penanganan perubahan iklim di daerah. Karena, kata Joko, kedua hal ini saling memengaruhi.“Lagipula EFT perubahan iklim sudah settle dan achievment-nya cepat. Jadi kehati ini juga harusnya bisa connect di sini.”Dari sisi pemerintah, setidaknya ada empat hal secara umum harus dimatangkan untuk menerapkan EFT, yakni, komitmen regulasi, kelembagaan, model bisnis, serta insentif dan disinsentif.Selain itu, perlu peta jalan perlindungan dan pengelolaan kehati di tiap daerah guna membuat indikator pencapaian EFT berbasis kehati jadi jelas.“Ini adalah living document, ya. Jadi bisa dikembangkan dan dievaluasi,” kata Joko.  ********  [SEP]" "Cerita Dokter Bintari, Penuhi Pangan dari Kebun Organik Pekarangan Rumah","[CLS]     Bintari Wahyuningsih,  cekatan memasang penyangga tanaman cabai di samping rumahnya di Perumahan Agus Salim Residence, Kelurahan Taman Baru, Kecamatan Banyuwangi, Banyuwangi, Jawa Timur.Di depan rumah, tanaman jahe berjejer rapi tepat di bagian bawah depan jendela. Di balik pagar rumah itu beragam tanaman buah dari klengkeng, alpukat, salam, sampai lemon tumbuh segar.“Saya suka berkebun sejak 2012.  Berkebun organik mulai kenal komposting dan buat eco enzyme 2020-an,” kata  dokter Bintari, sapaan akrabnya.Tidak hanya cabai, di sekitar rumahnya ada beragam tanaman seperti serai, jeruk purut, kare, bawang merah, laos, tomat, kencur, dan tanaman hias. Di bagian atas,  berjejer bekas wadah minyak goreng berisi saladri menempel kokoh di dinding.Sehari-hari Bintari merupakan dokter di Rumah Sakit Islam Fatimah Banyuwangi. Selain itu, dia aktif bergiat dengan isu lingkungan hidup terutama soal sampah dan berkebun organik.Bercocok tanam organik, dari media tanam sampai perawatan tanaman, Bintari tak gunakan bahan-bahan kimia. Media tanam dia pakai sisa komposting, dicampur arang sekam, tanah dan cocopit. Untuk pestisida dia pakai eco enzyme  dari rumah edukasi pilah sampah yang dia buat sendiri.“Saya manfaatkan bahan alami untuk jadi penunjang kebun organik. Berkebun organik itu selaras alam. Harapan saya, bisa gunakan bahan organik di sekitar rumah kami.”  Awalnya,  dia tanam tanaman hias.  Belakangan,  Bintari mulai coba tanaman pangan. “Medianya pun sebagian sudah pakai wadah bekas minyak goreng, wadah cat.”Untuk tanaman pangan, dia mulai dari bumbu dapur, seperti laos, kunyit, kencur, jahe, jeruk parut, bawang merah, bawang daun dan lain-lain.Hasil panen, katanya, bisa mencukupi keperluan dapur bahkan sesekali berbagi dengan tetangga, seperti daun pandan dan bumbu-bumbu dapur." "Cerita Dokter Bintari, Penuhi Pangan dari Kebun Organik Pekarangan Rumah","“Siapapun bisa berkebun di pekarangan rumah.   Tidak harus banyak. Intinya, bisa gunakan sisa lahan kalau ada. Atau area sekitar rumah, meskpiun dibeton. Bisa kan pakai pot atau polybag. Setidaknya, bisa memenuhi pangan untuk dapur sendiri,” katanya.Berkebun skala rumah tangga, katanya, tak harus oleh orang yang mempunyai latar belakang petani. Selagi ada waktu, mau belajar, dan ada lahan atau tempat meskipun teras,  orang bisa berkebun.Untuk menjaga kesehatan, katanya, tidak hanya bicara soal jaga lingkungan hidup bersih tetapi bicara makanan yang dikonsumsi. Aman atau tidak dari zat-zat beracun.“Tenaga kesehatan bukan hanya bicara upaya mengobati pasien dari penyakit. Tidak . Perlu mengajak masyarakat hidup sehat. Ajakan itu bisa dengan memulai menerapkan hidup sehat baik perilaku hidup sehat, konsumsi makanan sehat, mencontohkan rumah sehat.”Saat ini, kata Bintari, banyak orang datang ke dokter untuk berobat setelah sakit.  Sedang di rumah, tidak ada upaya menerapkan pola hidup sehat.“Sederhana saja, jaga imun, istirahat cukup, makanan dikontrol, sebab makan bukan hanya bicara selera lidah juga bicara kondisi makanan dan tubuh. Yang jelas, nutrisi sehat dan gizi seimbang,” katanya.  Bintari berharap, makin banyak orang terapkan pola tanam organik.  Selain bahan pangan sehat, mudah dan tak banyak biaya perawatan dan ikut menjaga lingkungan.Hayu Dyah Patria, peneliti, ahli teknologi pangan mengatakan, Dokter Bintari ini contoh kemandirian pangan dan gizi bisa tercipta dengan cara sangat sederhana, yaitu berkebun di pekarangan rumah.“Ini contoh baik kepada masyarakat tentang bagaimana menjaga dan merawat tubuh melalui makanan yang baik. Makanan baik dihasilkan dari tanah yang baik. Tanah, air, makanan dan tubuh manusia adalah satu kesatuan,” katanya yang juga aktif di Yayasan Mantasa ini." "Cerita Dokter Bintari, Penuhi Pangan dari Kebun Organik Pekarangan Rumah","Aksi ini, katanya, juga membuktikan kemandirian pangan bisa mulai dari mana saja. Tidak perlu menunggu harus memiliki lahan luas dan uang banyak, katanya, cukup ada kemauan. “Sisanya, semesta akan membantu dalam perjalanan kita.”Dia bilang, kemandirian pangan bisa oleh siapa saja, tidak harus ibu rumah tangga karena semua orang butuh makan. “Siapapun yang butuh makan,  mereka bisa berinisiatif untuk bertanam sayur, buah, rempah-rempah dan apapun yang mereka butuhkan secara kecil-kecilan, cukup untuk diri sendiri, keluarga dan komunitas sekitar.”  Dyah  melihat, dalam sebuah sistem pangan, perempuan memiliki peran penting untuk menegakkan kedaulatan pangan. “Saya melihat kesamaan pola antara Dokter Bintari dengan mama-mama di Kampung Ende, Alor atau Papua,  tentang bagaimana mereka berbagi dengan orang-orang sekitar,” katanya.Di Alor, misal, setiap pagi perempuan atau mama-mama pergi ke hutan, ladang, kebun atau mamar (hutan pangan) mereka untuk mengurus tanaman sambil mencari dan mengumpulkan tumbuhan-tumbuhan pangan liar.Mereka, katanya,  tidak hanya mengumpulkan untuk keluarga, juga panen ekstra bahan pangan untuk berbagi dengan tetangga. Dalam perjalanan pulang, mereka akan mampir ke rumah-rumah tetangga dan menawarkan bahan pangan dari hutan itu.Aktivitas berkebun, katanya,  menunjukkan aksi solidaritas yang seringkali dimiliki perempuan. Mereka tanpa sadar jadi pihak penting dalam mewujudkan kedaulatan pangan.“Keren banget. Diantara kesibukan sebagai dokter masih mau menanam,” kata Betty Tiominar, Koordinator Nasional FIAN Indonesia, Januari lalu.Bintari sebagai dokter bisa jadi teladan bagi warga sekitar untuk menanam dan mengkonsumsi tanaman pangan dari kebun sendiri." "Cerita Dokter Bintari, Penuhi Pangan dari Kebun Organik Pekarangan Rumah","Menanam bahan pangan, katanya, meski belum bisa panen harian, bisa jadi langkah awal menuju kedaulatan pangan. “Saya membayangkan,  andaikan satu komplek melakukan hal sama dengan beliau, menanam beragam pangan organik. Saat panen mereka bisa barter. Secara ekonomi, menghemat banyak dan secara kesehatan jauh lebih sehat,” ujar Betty.Selain itu, aksi Bintari memilah sampah dan komposting itu sangat membantu mengurangi sampah yang selalu jadi masalah  lingkungan dan kesehatan.  **********  [SEP]" "Apakah Mungkin Pelabuhan di Indonesia Bisa Ramah Lingkungan?","[CLS]  Menjaga fungsi pelabuhan tetap berjalan bukan menjadi hal yang mudah untuk dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. Pelabuhan akan selalu menjadi pusat aktivitas ekonomi di pesisir yang selalu melibatkan banyak pihak di dalamnya.Tidak hanya kegiatan bongkar muat barang yang terjadi di pelabuhan, ada juga kegiatan lain yang bisa berlangsung terus menerus di kawasan tersebut. Misalnya saja, kegiatan olah raga atau pariwisata bahari yang saat ini sedang ada di puncak popularitas.Aktivitas yang beragam itu, menjadi tantangan yang harus bisa diantisipasi oleh pengelola pelabuhan di seluruh Indonesia. Untuk itu, diperlukan konsep pelabuhan hijau atau green port agar bisa menjaga pelabuhan tetap aman, nyaman, dan berkelanjutan.Pelabuhan hijau sendiri adalah pelabuhan yang menerapkan prinsip ramah lingkungan dengan tegas dan ketat dalam operasionalnya dan menjadi bagian dari komitmen semua pelabuhan di seluruh dunia untuk berkontribusi mengurangi emisi karbon.Negara di dunia yang sudah lebih dulu menerapkan prinsip green port adalah Belanda, Amerika Serikat, Jerman, Jepang, Korea, Singapura, dan Malaysia. Sementara, Indonesia masih berjuang untuk bisa menerapkan prinsip tersebut di seluruh pelabuhan.Pelabuhan yang sudah menerapkan prinsip ramah lingkungan berarti sudah melakukan penanganan dan antisipasi pencemaran pantai, terutama yang diakibatkan kegiatan bongkar muat kapal. Kemudian, menjaga keberadaan ruang terbuka hijau untuk mendukung fungsi konservasi secara penuh di kawasan pelabuhan dan sekitarnya.baca : Peran Baru Pelabuhan Laut Indonesia untuk Menurunkan Emisi Karbondioksida  Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengakui kalau peran pelabuhan sangat penting bagi Indonesia yang terdiri dari banyak pulau. Pelabuhan dibutuhkan untuk menghubungkan antara satu pulau dengan pulau lainnya." "Apakah Mungkin Pelabuhan di Indonesia Bisa Ramah Lingkungan?","Melalui berbagai pertimbangan dan untuk menjaga potensi ekonomi yang besar tersebut, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk mengerucutkan jumlah pelabuhan yang ada saat ini dengan konsep pelabuhan pintar atau smart port dan green port.“Biar lebih efisien dan menghindari korupsi,” tegas dia belum lama ini di Jakarta.Pengembangan green and smart port menyusul pengembangan digitalisasi yang sebelumnya sudah dijalankan oleh Pemerintah. Tujuannya, agar semua kegiatan menjadi lebih efisien, meningkatkan penerimaan negara, dan menghindari atau mengurangi korupsi.Pembangunan green and smart port diharapkan sudah bisa selesai dalam waktu dua tahun ke depan. Tahun ini, diharapkan total 149 pelabuhan bisa menerapkan sistem digital, dengan 14 pelabuhan di antaranya sudah berhasil menerapkan digitalisasi.Total saat ini terdapat 112 pelabuhan yang pengelolaannya ada di bawah PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) dan 37 pelabuhan dikelola berbagai institusi lain. Diharapkan, pada 2023 ini pelabuhan yang menerapkan sistem digital bisa bertambah, dan ada pelabuhan yang berhasil menerapkan prinsip ramah lingkungan.Dengan menerapkan green and smart port, diharapkan pelabuhan bisa terus meningkatkan nilai tambah dan memperkuat daya saing di dunia internasional. Namun, untuk bisa mencapai itu diperlukan regulasi dan peta jalan (roadmap) agar pembangunan bisa menjadi green and smart port.baca juga : KKP Kembangkan Pelabuhan Perikanan Ramah Lingkungan dan Perubahan Iklim  Peta JalanSelain untuk keperluan percepatan pembangunan pelabuhan, regulasi dan peta jalan diperlukan karena green port akan menerapkan green shipping dengan menyesuaikan pada perkembangan teknologi terkini. Diharapkan, semua proses tersebut sudah bisa selesai pada 2030 mendatang." "Apakah Mungkin Pelabuhan di Indonesia Bisa Ramah Lingkungan?","Penetapan target dan tujuan pengembangan pelabuhan di Indonesia, tidak lepas dari kegiatan penilaian pada semua pelabuhan oleh Pemerintah yang dipimpin Kemenko Marves. Kegiatan tersebut sempat terhenti karena pandemi COVID-19.Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kemenko Marves Nani Hendiarti yang bertugas menjadi Pengarah Pokja Asesmen Green Port mengatakan bahwa penilaian dilaksanakan untuk mempersiapkan pelabuhan Indonesia berdaya saing tinggi di dunia internasional dan menerapkan prinsip keberlanjutan.Dia menerangkan, penetapan kriteria green and smart port merujuk pada panduan Internasional yaitu Green Port Award System (GPAS) dari APEC Port Services Network (APSN). Panduan tersebut mendampingi panduan lain, yaitu standar internasional dan nasional di bidang lingkungan hidup dan perhubungan.Adapun, kegiatan penilaian diikuti 10 pelabuhan, yang terdiri dari tujuh pelabuhan di bawah Pelindo dan tiga pelabuhan khusus. Dari 10 pelabuhan tersebut, sebanyak enam pelabuhan dinyatakan memiliki nilai di atas 75 persen.“Itu berdasarkan manajemen pengelolaan seperti limbah, energi, dan pengendalian perubahan iklim,” sebut dia.perlu dibaca : Menangani Sampah Laut dari Pelabuhan  Kesepuluh pelabuhan yang ikut dalam penilaian, adalah Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) Petrokimia Gresik, Jawa Timur; PT Krakatau Bandar Samudera – Terminal Umum Krakatau Bandar Samudera, Banten; dan Terminal Khusus PT Pupuk Kalimantan Timur, Kalimantan Timur.Kemudian, PT Pelabuhan Indonesia (Persero) Regional 3 Sub Regional Bali Nusra Pelabuhan Benoa, Bali; PT Pelindo Terminal Petikemas – Terminal Petikemas Semarang, Jawa Tengah; PT Terminal Teluk Lamong (TTL), Jawa Timur; dan PT IPC Terminal Petikemas – Tanjung Priok, DKI Jakarta." "Apakah Mungkin Pelabuhan di Indonesia Bisa Ramah Lingkungan?","Selanjutnya, PT Pelabuhan Indonesia (Persero) Regional 3 – Pelabuhan Tenau Kupang, Nusa Tenggara Timur; PT Pelabuhan Indonesia (Persero) Regional 2 Banten – Pelabuhan Ciwandan, Banten; dan PT Pelabuhan Indonesia (PERSERO) Regional 2 Pontianak Terminal Kijing, Kalimantan Barat.Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menjelaskan kalau peran dari green and smart port adalah untuk mewujudkan pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim dengan membangun tol laut, pelabuhan laut, logistik, dan industri perkapalan, serta pariwisata bahari.Pelaksanaan program tersebut fokus pada empat aspek utama, yaitu pengelolaan limbah, pengendalian perubahan iklim seperti mendukung rehabilitasi mangrove, manajemen energi terbarukan, dan digitalisasi layanan pelabuhan.“Pelabuhan tidak hanya punya fungsi ekonomi, tapi juga lingkungan,” tegas dia.Dia menyebut kalau pembangunan green port harus menjadi kepentingan bersama dan memerlukan komitmen yang kuat. Dengan konsep tersebut, dampak negatif lingkungan yang selalu terjadi di pelabuhan, bisa diatasi dengan menggunakan alat khusus untuk menyerap emisi secara langsung.“Kita sudah mengembangkan banyak pelabuhan dan mengantarkan isu lingkungan ini untuk fungsi-fungsi yang baik,” pungkasnya.  [SEP]" "Pasca Pemerintah Cabut HGU Perusahaan Sawit di Pulau Mendol","[CLS]     Kazzaini Ks, tokoh masyarakat Pulau Mendol, dapat kabar kalau Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional sudah menerbitkan keputusan pencabutan hak guna usaha (HGU) PT Trisetia Usaha Mandiri (TUM) di Pulau Penyalai atau Pulau Mendol, Riau, Februari lalu.Seakan tak percaya, dia meneruskan pesan itu ke banyak pihak. Dari Walhi Riau— yang selama ini mendampingi masyarakat—sampai Bupati Pelalawan.Boy Jerry Even Sembiring, Direktur Eksekutif Walhi Riau bilang, sudah mendengar kabar bahwa HGU TUM bakal dicabut ketika intens komunikasi dengan rekan-rekan Eksekutif Nasional Walhi termasuk Kementerian ATR/BPN dan Kantor Staf Presiden. Hanya, dia belum siap menyampaikan ke masyarakat Mendol karena masih sebatas selentingan informasi.Kazzaini mengkonfirmasi kabar itu ke Wakil Menteri ATR/BPN, Raja Juli Antoni. Putra kelahiran Kabupaten Kuantan Singingi, Riau, itu tak membantah sembari menitipkan salam ke masyarakat Pulau Mendol dan tokoh masyarakat Riau.“Menurut saya ini sesuatu yang luar biasa,” kata Kazzaini, dalam diskusi yang ditaja Walhi Riau, beberapa waktu lalu.Malam itu, Kazzaini, tak dapat tidur, karena harus membalas satu per satu pesan yang masuk ke WhatsApp.Masyarakat Mendol terutama kolega dekat masih belum sepenuhnya percaya dengan informasi ini. Meski begitu, katanya, sebagian yang mendapat kabar langsung sujud syukur bahkan menangis.“Karena ini menyangkut masa depan kampung halaman.”Hadi Tjahjanto,  Menteri ATR/Kepala BPN menandatangani pencabutan HGU TUM seluas 6.055,77 hektar pada 24 Januari 2023. Keputusan itu menetapkan,  sertifikat nomor 00146 dan 00147 di Kelurahan Teluk Dalam, Desa Teluk, Desa Teluk Bakau dan Desa Teluk Beringin, Kecamatan Kuala Kampar, Kabupaten Pelalawan, Riau, itu jadi tanah terlantar." "Pasca Pemerintah Cabut HGU Perusahaan Sawit di Pulau Mendol","“Ini kado dari Jakarta untuk masyarakat Riau,” kata Raja Juli Antoni di Instagramnya. Wamen ATR/BPN, ini kerap menyebut pencabutan maupun pemblokiran HGU adalah sebuah oleh-oleh buat masyarakat. Baca juga: Hutan dan Gambut Pulau Mendol Terancam Perusahaan Sawit, Warga pun Resah Kazzaini, merasa surat keputusan pencabutan HGU TUM sangat istimewa. Selain mencabut, menteri juga memerintahkan TUM sebagai pemegang bekas HGU, mengosongkan segala benda yang ada di atas tanah dalam waktu 30 hari. Biaya ditanggung sendiri.  Kalau tidak, ia akan jadi aset yang diabaikan dan TUM tidak memilik hak lagi atas benda-benda itu.Masyarakat Mendol menolak kehadiran TUM sejak 2018, atau ketika dapat informasi pemberian HGU di kampung mereka pada perusahaan yang mengklaim sebagai pengusaha lokal.Kazzaini sempat pesimis izin akan dicabut. Dia kurang percaya, Kementerian ATR/BPN akan berpihak pada masyarakat. Masalahnya, dia belum pernah mendengar pencabutan HGU perusahaan, terutama di Riau.Sisi lain, perjuangan masyarakat juga dituduh ditunggangi tokoh masyarakat Riau. Masyarakat ditakut-takuti dengan kalimat perumpamaan. “Jangan sampai lepas dari mulut buaya masuk ke mulut haarimau.” Artinya, meski hak kelola yang diberikan ke TUM dicabut justru dialihkan pada perusahaan atau pemodal lain.Kazzaini tak hiraukan itu. Dia yakin dengan kesungguhan masyarakat menolak TUM, semata demi menyelamatkan masa depan anak dan cucu.Dia mengenang ketika memutuskan berangkat ke Jakarta menemui Menteri ATR/BPN. Semula hendak naik pesawat, akhirnya disepakati menempuh jalur darat menggunakan kendaraan roda empat karena pertimbangan biaya.Momen persiapan hingga perjalanan dua hari dua malam itu masih melekat dalam benak Kazzaini. Masyarakat Mendol membekali rombongan dengan rendang sampai goreng teri.Mereka juga bawa sagu dan penanak nasi elektrik. Selama perjalanan, hanya satu kali mereka belanja. Beli kerupuk dan mentimun di Palembang." "Pasca Pemerintah Cabut HGU Perusahaan Sawit di Pulau Mendol","Sampai tragedi di Tol Ciruas, Serang Banten, mereka alami kecelakaan hingga merenggut nyawa Said Abu Supian, lima hari usai kejadian pada September 2022.  Said pemuda yang gigih menolak investasi perkebunan monokultur di tanah leluhurnya yang kaya raya akan ragam tanaman.“Kalau ada pihak-pihak bilang perjuangan masyarakat ditunggangi, itu tuduhan sangat menyakitkan bagi orang Penyalai. Yang mau jadi harimau itu masyarakat Penyalai. Harimau yang peduli lingkungan. Harimau yang betul-betul menjaga habitatnya. Bukan harimau lain,” katanya.Kazzaini juga sempat khawatir Menteri ATR/BPN tak akan cabut HGU TUM karena ada UU Cipta Kerja yang pro investasi. Kecemasan itu bertambah setelah Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Cipta Kerja, penghujung tahun lalu.Perusahaan juga memprovokasi masyarakat kalau HGU dicabut, areal itu akan dibangun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Memang benar, Bupati Pelalawan Zukri, sempat menerbitkan izin prinsip buat investor dari Singapura untuk pengembangan energi terbarukan tetapi mencabut kembali.Sebenarnya kemenangan kecil telah diperoleh masyarakat Mendol, jauh sebelum pencabutan HGU. M Harris,  mantan Bupati Pelalawan mencabut izin usaha perkebunan budi daya TUM, 13 April 2020.Setelah menyaksikan keberpihakan Pemerintah Pelalawan, masyarakat Mendol bepikir perjuangan mereka ‘mengusir’ TUM telah berakhir. Ternyata, setahun berselang, perusahaan menampakkan diri dengan mengerahkan alat berat.Seolah masih memiliki izin, perusahaan membuka lahan dengan menebangi pohon, membuat kanal serta membangun tempat tinggal sementara buat pekerja.Masyarakat Mendol kembali bergejolak. Protes lewat unjuk rasa ke Pemerintah Pelalawan hingga Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Riau. Lobi sana sini." "Pasca Pemerintah Cabut HGU Perusahaan Sawit di Pulau Mendol","Alasan keras masyarakat menolak investasi perkebunan monokultur itu karena khawatir, kebun sawit skala besar akan menggusur mata pencarian utama masyarakat Mendol yang sudah turun temurun Bertani dan berkebun. Masyarakat hidup dari kelapa, sagu dan karet maupun perkebunan tradisional lain dengan kearifan lokal.Bupati Pelalawan Zukri, pun memerintahkan TUM menghentikan seluruh kegiatan pada areal bekas izin itu. Peringatan ini tertuang dalam surat keputusan Nomor: 500/DPMPTSP/2022 tertanggal 11 Juli 2022. Ia tindak lanjut dari pencabutan IUP oleh bupati sebelumnya.TUM melawan. Direktur Utama Andy Nofendri, menggugat dua keputusan Bupati Pelalawan.Sengketa keputusan pejabat pemerintah itu terdaftar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pekanbaru pada 25 Oktober 2022. Dia beralasan, tidak pernah mendapat surat pemberitahuan pencabutan izin. Surat itu baru diterima saat rapat dengar pendapat bersama Komisi II DPRD Pelalawan 8 Agustus 2022.Kanwil BPN Riau sebenarnya sudah bertindak. Syafrina,  Koordinator Substansi Pengendalian Pertanahan, saat wawancara dengan Mongabay, Oktober tahun lalu, menyebut,  sudah tiga kali memperingati TUM karena menelantarkan konsesinya. Perusahaan berdalih terkendala COVID-19. Kanwil BPN Riau tetap merekomendasikan areal HGU menjadi tanah terlantar.“Setelah ditetapkan sebagai tanah telantar, Kepala Kantor Pertanahan Pelalawan punya kewajiban mengumumkan di surat kabar, selama satu bulan. Atau memasang papan pengumuman dibekas lokasi  TUM,” kata Syafrina, lewat aplikasi perpesanan, Februari 2023.Selanjutnya, kata Syafrina, akan ada SK menteri mengenai pendayagunaan tanah telantar untuk kepentingan negara dan masyarakat. Antara lain, melalui reforma agraria, proyek strategis nasional, bank tanah atau cadangan negara lain.“Jika di dalam lokasi terdapat penggarapan masyarakat, akan dilakukan upaya pendataan para penggarap.”  Tantangan lain" "Pasca Pemerintah Cabut HGU Perusahaan Sawit di Pulau Mendol","Kazzaini menyadari, pasca pencabutan HGU masih ada pekerjaan yang menanti masyarakat Mendol. Meski sudah menang melawan TUM, tetap ada kecemasan lain di masyarakat. Antara lain, gambut Pulau Penyalai hasil endapan Sungai Kampar rentan abrasi.Penambangan pasir dari provinsi tetangga—Pulau Mendol berbatasan dengan Pulau Kundur, Kabupaten Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau—makin mendekati pulau terluar Riau yang dipisah oleh selat kecil itu.Masalah lain, katanya, krisis air bersih. Masyarakat Mendol berharap, air hujan bisa ditampung untuk konsumsi rumah tangga. Saat ini, mereka mau tak mau harus merogoh kocek untuk beli air galon yang diperoleh dari provinsi tetangga.Sembari menanti kebijakan pemerintah mengatasi masalah mendasar masyarakat Mendol ini, Kazzaini berharap Kementerian ATR/BPN meredistribusikan bekas HGU TUM kepada masyarakat melalui kebijakan reforma agraria.“Yang penting tanah itu diberdayakan buat masyarakat. Tidak merusak lingkungan dan betul-betul meningkatkan ekonomi masyarakat tempatan. Pada prinsipmya, harus kita kawal agar alam dan Mendol terjaga.”Umi Ma’rufah, Koordinator Riset dan Kajian Kebijakan Walhi Riau, bilang pencabutan HGU TUM merupakan kemenangan kecil yang perlu dirayakan tetapi tetap perlu dikawal.Mayoritas daratan Pulau Mendol, katanya,  lahan gambut fungsi lindung, tidak bisa ada perusahaan industri ekstraktif yang bakal mengancam kelangsungan hidup masyarakat. Masyarakat Mendol, katanya, petani tradisional yang menggarap lahan dengan kearifan lokal. ****** [SEP]" "Riset: Meningkatnya Suhu Bumi Berdampak pada Capung Jantan","[CLS]   Meningkatnya suhu global membuat capung jantan secara alamiah menanggalkan ornamen di sayapnya. Tindakan ini merupakan adaptasi dilematis, memudarkan warna mencolok untuk mengurangi terpaan panas. Namun di saat bersamaan, cara ini membuat capung jantan berpotensi dicampakkan sanga betina.Perubahan fisik tersebut dijelaskan dalam riset Michael Moore, dkk berjudul “Sex-specific ornament evolution is a consisent feature of climatic adaptation across space and time in dragonflies”.Sejak 2005 hingga 2019, peneliti mengamati lebih dari 2.700 foto, terdiri 10 spesies capung. Hasilnya, di tahun-tahun hangat, rata-rata spesies capung jantan memiliki sedikit melanin [pewarnaan alami] di bagian sayap.Sebab, di lokasi suhu hangat, ornamen di sayap dapat meningkatkan suhu tubuh capung hingga 2 derajat Celcius. Ini berisiko merusak jaringan sayap, melemahkan kemampuan bertarung, bahkan menyebabkan kematian karena kepanasan.Berdasarkan perkiraan Moore, dkk, capung jantan akan kehilangan pigmentasi sayap dalam jumlah sedang dalam kurun 50 tahun kedepan. Meski demikian, cepat lambatnya perubahan ornamen sayap jantan, akan berbeda seiring kondisi habitat. Capung jantan dengan ornamen sayap lebih besar biasanya lebih memikat capung betina, mendominasi persaingan teritorial, serta menonjolkan identitas spesies.Baca: Capung, Lahan Basah, dan Helikopter  Sementara, capung betina memiliki respons minim terhadap suhu. Ini dikarenakan sang betina hidup di mikrohabitat yang biasanya lebih dingin, sehingga melanisasi sayap tidak menyebabkan peningkatan suhu tubuh.“Penelitian kami mengungkapkan bahwa betina beradaptasi lebih istimewa dengan iklim, melintasi ruang dan waktu. Secara khusus, ornamen betina tidak menunjukkan hubungan yang konsisten dengan kondisi iklim di dalam atau di antara spesies,” terang laporan yang terbit di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences, edisi Januari 2021." "Riset: Meningkatnya Suhu Bumi Berdampak pada Capung Jantan","Situasi ini juga menimbulkan bayangan, terkait berubahnya pola perkawinan capung seiring peningkatan suhu Bumi.“Proyeksi kami menunjukkan, evolusi ornamen khusus jenis kelamin akan menjadi respons masuk akal terhadap pemanasan global di masa depan,” jelas riset tersebut.Baca: Kisah Unik Si Capung Jarum  Sayap makin kecilDalam penelitian berbeda, Shannon Mccauley, John Hammond, dan Karen Mabry mengungkapkan, peningkatan suhu mempengaruhi perubahan morfologi sayap capung, membuatnya semakin kecil dan mengurangi kinerja penerbangan.Melalui riset berjudul “Simulated climate change increases larval mortality, alters phenology, and affects flight morphology of a dragonfly”, mereka coba mengamati respons capung Erythemis collocata terhadap peningkatan suhu lingkungan.Rekayasa suhu dilakukan pada habitat perairan, ketika larva capung berkembang. Tujuannya, mengetahui konsekuensi suhu yang lebih tinggi pada kinerja dan pola pertumbuhan capung. Peningkatan suhu mengacu pada perkiraan kondisi pada 50 tahun [+2,5 derajat] dan 100 tahun mendatang [+5 derajat].Hasilnya, pada peningkatan 5 derajat Celcius, capung yang memasuki tahap dewasa memiliki sayap lebih kecil dibanding ukuran kepala. Kondisi ini menyebabkan beban lebih dan mempengaruhi kinerja penerbangan.Baca juga: Ilmuwan: Perubahan Iklim Mempercepat Kiamat Serangga  Peningkatan suhu juga mengubah habitat dan hubungan dalam populasi. Sebab, sayap yang lebih panjang membuat capung dapat menyebar lebih jauh.“Perubahan iklim mempengaruhi organisme dengan siklus hidup yang kompleks,” tulis mereka.Shannon Mccauley dkk, juga menjelaskan meningkatnya suhu menimbulkan respons berbeda pada spesies berbeda. Sebelumnya, ketika mengamati capung Blue Dasher [Pachydiplax longipennis] mereka tidak menemukan efek tertentu pada morfologinya." "Riset: Meningkatnya Suhu Bumi Berdampak pada Capung Jantan","Para peneliti percaya, suatu spesies dapat menunjukkan respons istimewa terhadap meningkatnya  suhu Bumi. Keadaan yang pada akhirnya menentukan, spesies mana yang bertahan atau menghilang.  [SEP]" "Wisata Petik Melon Hidroponik, Strategi Petani Tingkatkan Pendapatan","[CLS]  Gerah dan panas, begitu kesan Kasmini (60) saat berada di dalam green house berukuran 500 meter persegi di Desa Besito, Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.Bersama kerabatnya, pagi itu, perempuan berkacamata ini sedang menikmati liburan akhir pekan dengan mengunjungi kebun budidaya melon hidroponik dalam green house.Karena sinar matahari itu juga membuat tumbuhan, tanah dan barang lainnya yang ada di green house itu menjadi panas.Meskipun pakaiannya nampak basah karena keringat bercucuran, namun wanita paruh baya ini mengaku senang bisa berada di dalam ruangan beratapkan plastik berwarna putih itu. Sebab, selain bisa berswafoto diantara tanaman melon yang berjejer-jejer rapi, ia juga bisa membeli buah melon dengan memetik sendiri.Bagi Kasmini berbeda dengan sistem pertanian konvensional di lahan terbuka yang terkesan kotor, sistem pertanian hidroponik di dalam green house ini lebih elok dan bersih dipandang.“Saya merasa beruntung masih kebagian memetik dan bisa membawa pulang buah melon ini. Karena sebelumnya di tempat lain itu sudah kehabisan,” ungkap perempuan yang berprofesi sebagai guru PAUD tersebut, Minggu (18/12/2022).baca : Begini Cara Petani Buah di Lamongan Berbagi Keberkahan  Saat musim panen, kebun yang lokasinya berjarak sekitar 7 kilometer dari pusat kota berjuluk “Kota Kretek” tersebut memang sedang dibuka untuk wisata petik buah melon.Sistemnya, masuk gratis, memetik bayar. Selain bisa memetik buah melon, pengunjung juga bisa mencicipi, membeli di tempat, dan belajar tentang buah melon. Kualitas TerjaminWisata petik buah yang memiliki nama latin Cucumis melo tersebut tidak dibuka setiap hari atau setiap pekan, melainkan hanya saat musim panen saja. Dalam setahun budidaya melon dengan sistem hidroponik di dalam green house ini bisa panen empat kali." "Wisata Petik Melon Hidroponik, Strategi Petani Tingkatkan Pendapatan","Rum Anisa (59), pengunjung lain juga mengaku terkagum-kagum begitu masuk ke kebun tanaman melon di dalam green house berbentuk kotak itu. Pasalnya, sependek pengetahuan dia tanaman melon yang ditanam di lahan terbuka kondisinya itu awut-awutan.Umumnya, batang tanaman yang buahnya memiliki banyak khasiat untuk kesehatan ini menjalar di sekitar permukaan tanah. Sedangkan di dalam green house tatanannya terlihat lebih rapi dan elegan.Buahnya terlihat menggantung indah di tali-tali tampar yang digunakan sebagai penyangga batang. Sehingga nyaman dikunjungi dan dijadikan spot foto.baca juga : Festival Buah Latukan, Sarana Edukasi dan Ajang Sedekah Petani  Keheranan Anisa bertambah disaat mengetahui jika media tanam yang digunakan bukan berasal dari tanah, melainkan menggunakan air. Ketika mencicipi buahnya ia juga merasa terkesan dengan rasanya. Dibandingkan dengan melon yang beli di pasar maupun toko buah, melon hidroponik rasanya lebih tebal dan manis.“Karena memetik langsung dari kebun sehingga rasa buahnya itu masih renyah dan segar,” kesan perempuan berhijab itu disela-sela mengunyah buah yang masuk dalam suku labu-labuan atau Cucurbitaceae ini.Selain itu, menurutnya kualitas buahnya juga lebih bagus karena dirawat maksimal. Teksturnya lunak, berwarna putih hingga merah, bergantung kultivarnya.Anisa mengaku ini baru kali pertama ia berkunjung ke wisata petik buah melon. Mulanya, lanjut dia, mengetahui tempat ini dari postingan di sosial media. Merasa penasaran dia pun datang bersama sahabatnya.Karena tidak ada petunjuk arah dari jalan raya, sehingga membuatnya sempat tersesat. “Di Whatsapp Group teman-teman juga banyak yang memposting wisata petik melon ini. Tempatnya unik,” tandasnya.Bagi Anisa, wisata petik buah melon ini bukan hanya cocok untuk orang dewasa saja, tetapi bagus juga sebagai sarana edukasi untuk anak-anak agar mengenal tanaman melon." "Wisata Petik Melon Hidroponik, Strategi Petani Tingkatkan Pendapatan","baca juga : Kalibiru dan Kisah Sukses Masyarakat Jalankan Ekowisata Milyaran Rupiah  Harga Lebih MahalPemilik kebun, Deni Saputra (31) mengatakan, untuk bisa menikmati wisata petik buah melon ini pengelola memang sengaja tidak mematok biaya alias gratis. Pengunjung hanya dikenakan tarif setelah memetik melon, per kilogramnya dihargai Rp40 ribu.Selain bisa swafoto, pengunjung juga bisa memetik langsung buah melon yang sudah matang. Proses pemetikannya tidak boleh sembarangan, harus menggunakan gunting khusus sesuai dengan arahan dari penjaga atau pengelola.Lanjut Deni, karena melon merupakan tanaman buah semusim, sehingga kebun melon hidroponik miliknya tidak dibuka setiap hari, dibuka hanya ketika masa panen saja. Saat masa tanam hingga perawatan kebunnya ditutup. Hal ini untuk menghindari agar tanaman tidak stres.Mulanya, ide untuk menjadikan kebunnya sebagai destinasi wisata petik buah itu karena dia ingin mengenalkan sistem pertanian hidroponik ke masyarakat umum. Selain itu, dengan dijual ditempat harga buah bisa menjadi lebih mahal.“Ini merupakan salah satu strategi untuk mendapatkan keuntungan dan meningkatkan pendapatan. Agar tidak semuanya dikirim ke supermarket,” ujar Deni. Untuk memenuhi permintaan pasar melon, pria yang menekuni pertanian hidroponik sejak tahun 2012 ini biasa mengirim ke Jakarta, Surabaya, Kalimantan.Sedangkan jenis melon yang ditanam yaitu Golden Emerald. Melon ini memiliki kulit berwarna kuning sampai oranye yang dilapisi dengan jaring keemasan. Selain itu, ia juga membudidayakan jenis melon jonetsu dan kimochi.baca juga : Bukan Hanya Wisata Religi, Kopi Muria Bisa Jadi Andalan  Sementara itu, Arin Nikmah, Kasi Tanaman Pangan Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Kudus mengatakan, saat ini pertanian modern yang dipadukan dengan konsep agrowisata di kabupaten yang memiliki luas wilayah 425,15 km2 memang sedang ngetren." "Wisata Petik Melon Hidroponik, Strategi Petani Tingkatkan Pendapatan","Langkah tersebut banyak dilakukan oleh para petani milenial, mereka beralasan agar pertanian modern di Kabupaten Kudus bisa dikenal lebih luas.“Dengan begitu harapannya anak-anak muda semakin banyak yang tertarik bercocok tanam,” jelas Airin, Jum’at (23/12/2022).Menurutnya bagi petani yang seringkali menjadi kendala dalam budidaya melon secara hidroponik ini yaitu biaya investasi di awal lebih besar. Meskipun begitu, kelebihannya bisa lebih banyak. Diantaranya yaitu bisa menanam melon sepanjang tahun, produksi melon lebih sehat, nutrisi terukur dan hemat tenaga kerja.  [SEP]" "Penguin Berevolusi dari Hewan Terbang Jadi Perenang?","[CLS]  Penguin mungkin familier dengan sebutan burung. Ya, betul, penguin adalah seekor burung. Namun, tak seperti kebanyakan burung yang bisa terbang, penguin justru adalah perenang. Sayap mereka digunakan untuk membantu mereka “terbang” di perairan Antartika yang dingin.Akan tetapi tahukah kamu, jika penguin sebetulnya kehilangan kemampuan terbang dan malah menjadi perenang lincah sekitar 60 juta tahun lalu. Ini adalah suatu periode waktu sebelum lapisan es Antartika terbentuk!Fakta ini diketahui dalam sebuah studi baru tahun 2022 tentang fosil dan genom penguin. Hasil identifikasi fosil terungkap bahwa telah terjadi serangkaian adaptasi genetik yang dibuat penguin untuk menjalani gaya hidup akuatik. Bisa terlihat dari penglihatan yang sensitif di bawah air, gen yang terkait dengan oksigen darah, dan perubahan kepadatan tulang.“Temuan ini menunjukkan bahwa penguin sebagai hewan berkelompok beradaptasi untuk bertahan hidup dari beberapa perubahan lingkungan serius yang terjadi selama jutaan tahun,” kata ahli paleontologi di Bruce Museum di Greenwich, Connecticut, Daniel Ksepka.Ia menjelaskan, fosil penguin tertua berasal 62 juta tahun lalu. Pada saat itu, penguin sudah tidak bisa terbang. Bentuk tubuhnya pun sangat berbeda dengan penguin modern. “Mereka memiliki kaki dan paruh yang lebih panjang, dan sayap mereka masih lebih mirip sayap daripada flipper,” kata Ksepka seperti dikutip dalam Live Science, Jumat (6/1/2023).baca : Emperor Penguin Masuk Daftar Spesies Terancam, Diprediksi Punah Bila Emisi Karbon Tidak Bisa Terkendali  Namun kata Ksepka, nenek moyang penguin yang bisa terbang belum ditemukan dalam catatan fosil. Sehingga tidak diketahui secara pasti kapan penguin kehilangan kemampuan terbang mereka. Dalam studi tersebut, para peneliti mengevaluasi bukti fosil bersama genom semua penguin yang masih hidup, dan genom parsial untuk mereka yang punah dalam beberapa ratus tahun terakhir." "Penguin Berevolusi dari Hewan Terbang Jadi Perenang?","Temuan menunjukkan bahwa penguin berasal di dekat tempat yang sekarang disebut Selandia Baru beberapa saat sebelum 60 juta tahun yang lalu, tersebar ke Amerika Selatan dan Antartika, kemudian kembali ke Selandia Baru.Dijelaskan Ksepka, sebagian besar spesies yang hidup saat ini menyimpang satu sama lain dalam 2 juta tahun terakhir. Selama periode itu, Bumi telah melalui siklus periode glasial dan interglasial di mana es kutub mengembang dan mundur.Es yang maju mendorong penguin ke utara. Ini memotong beberapa populasi satu sama lain dan memungkinkan mereka untuk melakukan evolusi selama sekitar 100.000 tahun. Pada saat es mundur, penguin yang terpisah telah berevolusi menjadi spesies yang berbeda.baca juga : Populasi Menyusut, Penguin Afrika Bisa Punah Beberapa Dekade Lagi  Adaptasi Genetis Penguin Terlepas dari semua perubahan yang telah mereka lalui, penguin memiliki tingkat evolusi perubahan paling lambat dari semua burung. Namun, beberapa burung yang lebih besar dari penguin berevolusi lebih cepat daripada penguin. Jenis burung lain yang bereproduksi pada tingkat yang mirip dengan penguin juga berevolusi lebih cepat, sehingga diperlukan lebih banyak pekerjaan untuk memahami mengapa penguin sangat lambat dalam berevolusi, kata Ksepka.Meskipun evolusi penguin mungkin relatif lambat, itu memberi mereka banyak adaptasi untuk kehidupan di dalam dan di dekat laut. Mereka berbagi serangkaian gen dengan burung lain yang tidak bisa terbang untuk memperpendek sayap mereka. Mereka juga memiliki gen unik mengubah banyak otot di sayap menjadi tendon. Pada akhirnya, sayap penguin lebih seperti sirip. Para peneliti juga menemukan mutasi pada gen yang terkait dengan penyimpanan kalsium. Kondisi tersebut berperan dalam kepadatan tulang untuk membantu mereka menyelam." "Penguin Berevolusi dari Hewan Terbang Jadi Perenang?","Evolusi juga telah menghasilkan banyak perubahan lain; gen yang terkait dengan penyimpanan lemak dan pengaturan suhu. Satu temuan menarik lainnya adalah bahwa penguin kehilangan beberapa gen di awal evolusi mereka yang terkait dengan mencerna kerangka krustasea. Ini menunjukkan bahwa penguin awalnya memangsa seperti ikan dan cumi-cumi.Tetapi perluasan lapisan es menciptakan ekosistem Antartika kaya akan krill, krustasea kecil. Untungnya, para peneliti menemukan, penguin memiliki satu gen tersisa – gen CHIA – yang memungkinkan mereka untuk tetap mencerna krustasea.baca juga : Setan Ini Memusnahkan Populasi Penguin di Sebuah Pulau di Australia  Kini sekitar 75% dari semua spesies penguin yang pernah hidup telah punah. Perubahan iklim pun sedang terjadi. Peringatan ini terutama berlaku untuk spesies dengan gaya hidup khusus, seperti penguin kaisar (Aptenodytes forsteri) yang berkembang biak sepenuhnya di atas es laut. Jika es laut mencair, penguin kaisar bakal kesulitan menemukan tempat berkembang biak.Di belahan dunia lain, penguin kecil yang mendiami Kepulauan Galapagos hidup sangat jauh dari daratan lainnya. Mereka tidak punya tempat untuk melarikan diri jika habitat khatulistiwa mereka menjadi terlalu panas.“Kami berpikir hewan-hewan ini sensitif terhadap perubahan lingkungan. Dalam banyak kasus mereka terancam punah. Dalam kasus lain mereka bisa menjadi jauh lebih rentan selama beberapa dekade ke depan,” pungkas Ksepka.  [SEP]" "Mengapa Bulu Burung Flamingo Merah Muda?","[CLS]   Burung flamingo begitu mudah dikenali. Lehernya membentuk huruf S, badan ramping, dengan kaki panjang. Paruhnya melengkung ke bawah dengan ujung berwarna hitam. Warna bulunya merah muda.Burung ini sangat populer terutama di Amerika. Patungnya banyak dipakai sebagai ornamen taman. Itu semua berkat karya seniman Don Featherstone yang mendapat hadiah Ig Nobel pada 1996 untuk bidang seni. Ig Nobel yang diselenggarakan di Universitas Harvard itu merupakan parodi dari penghargaan Nobel.Flamingo memang burung mengagumkan. Bukan saja karena keindahan bulunya, namun juga keunikan perilakunya. Sudah lama burung ini mengundang penasaran dan menjadi objek penelitian para ahli. Belum lama ini misalnya, peneliti berhasil menjelaskan mengapa flamingo suka berdiri satu kaki, bahkan saat tidur.Penelitian tersebut mendapati bahwa sendi kaki flamingo memiliki posisi istirahat terkunci selama berdiri satu kaki, sehingga lebih sedikit energi yang dikeluarkan. Peneliti juga menggunakan flamingo yang sudah mati untuk mengungkap rahasia ini. Hasilnya, bisa berdiri satu kaki tanpa bantuan sama sekali, fenomena yang dinamakan berdiam gravitasional pasif.Baca: Mengapa Burung Flamingo Sering Berdiri Satu Kaki?  Warna merahFlamingo berasal dari Bahasa Spanyol dan Latin flamenco, yang berarti api. Ini merujuk warna merah bulunya. Meski kenyataannya, tidak semua jenis flamingo berwarna merah karena ada pula yang oranye.Burung flamingo juga bisa menari. Terutama saat mencari pasangan. Sang jantan akan menari dengan gerakan maju mundur atau ke samping secara teratur dengan leher tegak bersama. Jika betina terkesan dengan gerakan itu, dia akan menjadikannya pasangan seumur hidup.Saat menetas dari telur, anak flamingo berwarna abu-abu. Lantas mengapa bulunya saat dewasa menjadi merah muda?" "Mengapa Bulu Burung Flamingo Merah Muda?","Ini karena pengaruh dari yang mereka makan. Seperti diketahui, makanan di alam mengandung pewarna alami yang membuatnya berwarna kuning, oranye, atau merah. Namanya carotenoid. Nah, zat ini juga terdapat pada aneka makanan yang dikonsumsi flamingo.Baca: 10 Jenis Burung dengan Paruh Menakjubkan  Flamingo termasuk pemakan segala atau omnivora. Selain tumbuhan, dia juga makan makan daging, molusca [hewan lunak], crustacea [udang], dan ikan kecil. Semakin banyak mengonsumsi makanan yang mengandung pigmen merah, semakin merah pula warna bulunya.Ini juga menjelaskan mengapa flamingo di daerah kaya makanan warnanya lebih merah dibanding kawanan yang hidup di kawasan sedikit makanan. Ini dikarenakan tingkat kandungan carotenoid pada hewan dan tumbuhan di beberapa wilayah di dunia juga berbeda.Sehingga, spesies flamingo yang mendiami daerah tersebut memiliki warna yang berbeda dibanding spesies flamingo lain. Saat flamingo berhenti makan makanan yang mengandung carotenoid maka bulu baru yang tumbuh akan berwarna lebih pucat.Baca juga: Mengapa Beberapa Jenis Burung Memiliki Kecerdasan Luar Biasa?  Penelitian terbaru memperlihatkan, flamingo dengan warna merah lebih cerah cenderung lebih sehat dan mudah mendapatkan pasangan.Paul Rose, seorang pakar perilaku ekologis pada University of Exeter, United Kingdom, mengatakan bahwa warna memainkan peran penting dalam hubungan sosial satwa ini.Baik jantan maupun betina cenderung memilih pasangan berwarna lebih terang. Warna merah muda menjadi penanda bahwa seekor flamingo berbadan sehat dan fit. Laporan dalam jurnal Ethology itu menyebutkan, semakin terang warnanya juga semakin agresif." "Mengapa Bulu Burung Flamingo Merah Muda?","Rose dan rekan membuat 210 video, masing-masing berdurasi 1 menit yang merekam aktivitas 45 burung flamingo di WWT Slimbridge Wetland Centre, Gloucestershire, England. Mereka membuat rangking warna burung dan perilaku yang ditunjukannya. Peneliti menemukan, flamingo yang lebih terang cenderung agresif dan mudah menantang berkelahi.Di dunia ada enam spesies flamingo. Empat spesies menyebar di Amerika, dan dua spesies di Asia, Eropa, dan Afrika. Keenam spesies itu adalah Flamingo Greater [Phoenicopterus roseus], Flamingo Chile [Phoenicopterus chilensis], Flamingo Lesser [Phoeniconaias minor], Flamingo Andes [Phoenicoparrus andinus], Flamingo James [Phoenicoparrus jamesi], dan Flamingo Amerika atau Karibia [Phoenicopterus ruber].Flamingo menyukai daerah hangat dan lembab, sering ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Di Asia, flamingo bisa ditemukan di India, Iran, Uni Emirat Arab. Di Eropa, flamingo ada di Spanyol, Italia, dan Prancis. Sementara di Afrika, tersebar di Kenya, Tanzania, Botswana. Di Indonesia, flamingo hanya bisa dilihat di kebun binatang.  [SEP]" "Baikal, Danau Tertua dan Terdalam di Dunia yang Dihuni Ikan Kanibal","[CLS]   Siberia, sebuah wilayah luas di Rusia bagian timur, merupakan rumah bagi danau tertua dunia yang usianya diperkirakan sekitar 25 juta tahun. Danau tersebut dinamakan Danau Baikal, yang terletak di Siberia bagian tenggara, sekitar 4.325 km dari Kota Moskow, Ibu Kota Rusia.Selain dinobatkan sebagai danau tertua, Baikal juga merupakan danau terdalam di dunia, yakni sedalam 1.700 meter. Danau ini merupakan cadangannya air tawar dunia yang tidak beku, sekitar 20 persen, sebagaimana dikutip dari IFL Science.Sepanjang tahun, suhunya berubah drastis. Di musim panas, lapisan permukaan bisa sehangat 16°C, tetapi bisa membeku lebih dari empat bulan dari awal Januari hingga Mei.Rata-rata, esnya berukuran sekitar 0,5 hingga 1,4 meter. Namun, di beberapa area yang terdapat gundukan [bukit es yang menjulang di atas permukaan], ketebalannya bisa mencapai 2 meter.Baca: “Gerbang ke Dunia Lain” di Siberia Ini Memberi Informasi Perubahan Iklim  Danau ini terkenal akan cincin es misterius yang muncul di bulan-bulan musim dingin, yang  terlihat dari luar angkasa. Berkat bantuan para ilmuwan NASA, misteri “kacamata” besar ini terpecahkan tahun 2020.Menggunakan data yang dikumpulkan dari satelit dan sensor yang dijatuhkan ke danau, ditemukan bahwa pusaran hangat jauh di bawah permukaan danau yang membeku menciptakan aliran air hangat searah jarum jam. Bahkan, di bulan-bulan yang lebih dingin.Kekuatan arus terlemah di tengah, di mana permukaan es tetap membeku, tetapi arus yang lebih kuat di bagian luar cincin es dapat mencairkan es, menciptakan formasi menakjubkan yang terlihat dari atas.Meski indah, cincin itu berbahaya bagi pengemudi yang membawa kendaraan mereka melintasi danau beku. Ini dikarenakan, meskipun terlihat dari perspektif satelit, namun cincin itu jauh lebih sulit dikenali di permukaan tanah.Baca: Mengenal 9 Jenis Kucing Terbesar di Planet Bumi  Banyak spesies unik" "Baikal, Danau Tertua dan Terdalam di Dunia yang Dihuni Ikan Kanibal","Danau Baikal dikenal juga sebagai “Galapagos-nya” Rusia karena banyak spesies unik. Meski tertutup lapisan es tebal selama lima bulan setiap tahun, ekosistemnya berkembang sangat menakjubkan.Sekitar 3.700 spesies di wilayah Danau Baikal merupakan hewan endemik, yang hampir tidak ditemukan di wilayah lain. Selain itu terdapat 50 jenis ikan, 170 jenis moluska, 700 jenis antropoda, serta 100 jenis cacing pipih dan hewan darat lainnya seperti rusa, beruang, babi hutan, dan sable, dilansir dai Live Science.Baca juga: Misteri Punahnya Badak Berbulu Terkuak, Bukan karena Diburu Manusia  Di sini juga hidup ikan minyak Baikal, juga dikenal golomyanka. Jenis ini merupakan ikan tanpa sisik dengan tubuh tembus pandang yang panjangnya hingga sekitar 21 sentimeter. Ada dua spesies dalam genus Comephorus, yaitu C. baikalensis dan C. dybowski. Ikan endemik ini telah menghuni Danau Baikal kuno selama beberapa juta tahun.Tempat hidupnya yang jauh di kedalaman danau, membuatnya jarang ditangkap nelayan. Hal tersebut membuat populasi ikan air tawar ini melimpah.Menurut para ilmuwan, populasi ikan minyak Baikal sekitar 70% dari seluruh biomassa ikan di Danau Baikal. Ikan yang kaya minyak di seluruh tubuhnya ini mengandung senyawa yang bisa menyembuhkan luka dan juga sebagai obat rematik. Penduduk sekitar, menggunakan minyaknya sebagai penerang rumah.Ikan ini merupakan ikan kanibal, karena memangsa anak-anaknya sendiri sebagai bagian makanannya. Makanan lainnya adalah copepoda, plankton, amphipoda, dan larva. [Berbagai sumber]  [SEP]" "Mengenal ‘Sijukkot’, Tumbuhan Obat dari Tanah Batak","[CLS]     Orang Batak sebut tumbuhan ini sijukkot.  Ia biasa tumbuh di sekitar Danau Toba dan jadi obat tradisional orang Batak sejak dulu.Tumbuhan ini bisa mencapai satu meter, daun memanjang dengan tepi tak teratur, dan ujung meruncing. Warna daun hijau hijau kecoklat-coklatan, serasi dengan warna batang yang putih kemerah-merahan. Batang bergetah putih dengan kandungan yang tinggi.Saat baru tumbuh, sijukkot memiliki bunga, namun setelah dewasa daunnya melebar.Penelitian menunjukkan, racikan tumbuhan atau dikenal dengan sebutan jamu tradisional dengan bahan sijukkot, berkhasiat sebagai obat herbal meredakan demam, batuk, flu, dan gangguan pencernaan.Sijukkot mengandung senyawa yang berpotensi sebagai antioksidan yang dapat menangkap radikal bebas. Di kebiasaan adat Batak, sijukkot (Lactuca indica L.) dipercaya bisa mengobati berbagai penyakit. Air rebusan ekstrak daun, batang, dan akar sijukkot diminum atau bisa langsung dimakan seperti sayur.Tumbuhan ini banyak ditemukan di daerah dengan ketinggian 1.400 mdpl, seperti di Desa Sionom Hudon, Tele, Kabupaten Samosir. Ia banyak ditemukan di dataran Asia seperti Indonesia, Korea, Jepang dan India juga jadi obat tradisional.  Dalam artikel Indonesia Journal Chemical Sicence and Technology 2020, menunjukkan,  bioaktivitas sijukkot berpotensi sebagai antioksidan, anti bakteri, antidiabetes, meredakan penyakit lambung serta risiko kanker.International Diabetes Federation memperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia mencapai 28,57 juta jiwa pada 2045, lebih besar 49% dengan 19,47 juta penderita pada 2021. Indonesia termasuk dalam negara lima terbesar di dunia penderita diabetes.Dari penelitian itu, sijukkot bisa jadi alternatif mengurangi diabetes meilitus yang berpotensi pada kematian seseorang.“Paman saya penderita stroke menahun. Saya kasih minum rebusan sijukkot. Bisa juga dimakan. Ada reaksi pada tubuhnya”, kata Reinheart Simarmata, warga Langkat." "Mengenal ‘Sijukkot’, Tumbuhan Obat dari Tanah Batak","Hengky Manalu, dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak bilang, sijukkot,  punya nilai sejarah. Warga Batak mengenal sijukkot ini sebagai lalapan Raja Batak, Raja Sisingamangaraja.“Ini punya nilai sejarah, melekat erat pada tradisi pengobatan di masyarakat Batak. Mesti dijaga kelestariannya,” katanya kepada Mongabay.Dia bilang,  Sisingamangara XII konsumsi sijukkot saat keluar masuk hutan selama masa perburuan kolonial Belanda.  Hengky khawatir, keberadaan sijukkot menurun bahkan hilang dengan hutan yang terus tergerus juga penggunaan pestisida. Dia contohkan,   hutan yang berubah jadi perkebunan kayu, seperti di konsesi PT. Toba Pulp Lestari, bisa mengikis keberadaan sijukkot.Luas konsesi TPL sekitar 168.000 hektar tersebar di  Kabupaten Simalungun, Asahan, Toba, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Samosir, Dairi, Pakpak Bharat, Tapanuli Selatan, Padang Lawas Utara, Tapanuli Tengah, dan Kota Padang Sidempuan.Sementara sijukkot tumbuh di sekitar Danau Toba yang tersebar di empat kabupaten yakni, Dairi, Pakpak Barat, Samosir, dan Humbang Hasundutan.Menurut Eva Erika Hutagalung, dari Unit Pelaksana Teknis Daerah) Kebun Raya Samosir mengatakan, tumbuhan ini mudah ditemukan di Danau Toba. Ia tumbuh sendiri tanpa budidaya.“Tanaman ini termasuk bandel. Gampang didapat. Bisa hidup di batu-batu juga parit. Memang belum ada yang budidaya.”  ******* [SEP]" "Tekad Petani Mandiri di Lampung, Kelola Sawit Berkelanjutan","[CLS]   Sumaji Pandu Alam (57) menatap bibit sawit di halaman rumahnya, untuk replanting tahun depan. Ini jenis bibit marihat yang ditanam dengan jarak 9×9 meter. Tajuknya lebih kecil dibanding sawit umumnya yang bisa mencapai 7-8 meter.Sumaji merupakan petani sawit mandiri dan sudah bermitra dengan perusahaan sawit di Tulang Bawang, Lampung. Mengenai konsep plasma, dia menerima pendapataan tiap akhir bulan, dari koperasi dan perusahaan.Melalui skema Kebun Plasma KUD Krida Sejahtera bersama perusahaan, harga tandan buah segar (TBS) terbilang tinggi. Berbeda dengan hasil sawit swadaya yang harganya lebih murah. Alasannya, rendamen minyak lebih sedikit hingga perawatan yang belum maksimal.“Bedanya Rp300-400 per kg TBS,” kata Sumaji, di Desa Krida Sejahtera, Kecamatan Penawar Tama, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung, Senin (24 Oktober 2022).Sejak bekerja sama dengan plasma PT. Sumber Indah Perkasa (PT. SIP) tahun 1994, dia mendapatkan hasil normal pada 2004.Sumaji tidak tahu persis sistem Sertifikasi Perkebunan Sawit Berkelanjutan Indonesia atau  Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Baginya, pemasukan ke rekening tiap bulan, itu saja.Sumaji yang merupakan tokoh desa, menjelaskan ada 36 kampung di Tulang Bawang dan Mesuji bermitra plasma dengan perusahaan. Luasnya mencapai 17.000 hektar.“Kami menguasakan dana itu ke koperasi unit desa. Infonya sekarang belum cair, untuk penebangan, beli bibit, dan penanaman. Untuk harga sawit swadaya, pernah Mei 2022, dapat Rp300 per kg kemudian naik lagi menjadi Rp1.200 per kg.”  Bagi mitra atau plasma perusahaan, dalam lima tahun pertama saat replanting, petani tidak boleh menananam secara tumpang sari. Biasanya, petani bisa menanam jagung atau singkong di antara sawit di tiga tahun awal.Tapi sekarang saat plasma, petani bisa mengakali dengan merawat hewan ternak di sekitar sawit." "Tekad Petani Mandiri di Lampung, Kelola Sawit Berkelanjutan","Ini dilakukan Restu Widodo (47), yang mengangon kambing dan sapi di kebun sawit. Dia bersama istrinya menjadi plasma mitra PT. SIP. “Istri lagi mengembala sore ini,” katanya, ditemui di rumahnya, Minggu (23 Oktober 2022) lalu.Handoyo, Koordinator Ketua Kelompok Tani (K3T) Kampung Tri Tunggal Jaya, KUD Krida Sejahtera, menuturkan setelah mendapat sertifikai RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil), petani mulai beradaptasi dengan lingkungan sekitar.Petani berhati-hati menggunakan pestisida. Kebun sawit yang berbatasan dengan hutan lindung, yang masih ada satwa liar, ketika sudah RSPO, tidak boleh diburu.“Petani tidak boleh membunuh hama ular menggunakan pestisida kimia. Harus menjaga keanekaragaman hayati, apalagi yang berdekatan hutan Register 45.”Handoyo sedikit tahu ISPO yang diajukan melalui koperasi desa dengan perusahaan. Pada 2020, perusahaan mitra dan koperasi sudah mendapat IPSO yang berlaku hingga 2025.  Ihwan Mulyanto, Koordinator Ketua Kelompok Tani Desa Karya Makmur, Kecamatan Penawar Aji, Tulang Bawang, menyebutkan sudah ada aturan dari perusahaan tentang konsep sawit berkelanjutan.“Petani terbantu dengan perawatan jalan, juga tenaga kerja,” katanya.Sudarsono, K3T Desa Panca Tritunggal Jaya, Kecamatan Gedung Aji Lama, Tulang Bawang, Lampung menuturkan, dirinya diminta mengisi kuesioner dari lembaga independen untuk audit ISPO.Dia mendukung ISPO dari plasma sawit. Baginya, ketika petani sawit yang bermitra dengan perusahaan terus berkelanjutan, maka pendapatan petani bisa pula berkelanjutan sehingga membuat petani sejahtera.“Yang jelas, kami sesuai persyaratan. Misal soal lingkungan, tidak pakai herbisida. Tidak membahayakan mikroorganisme,” katanya.“Kalau ekspor lancar, petani juga senang,” tambahnya.Meski sudah mendapat ISPO sejak 2020, dia menilai petani masih belum terlibat dalam  penentuan harga TBS di provinsi." "Tekad Petani Mandiri di Lampung, Kelola Sawit Berkelanjutan","Harga TBS di Oktober 2022 tingkat plasma Rp2.146 per kg. Berbeda dengan harga TBS sawit mandiri yang hanya Rp1.450-Rp1.500 per kg.“Petani diuntungkan kalau mitra, harga relaitf terkendali,” tambahnya.Produktivitas Kelapa Sawit di Lampung Tahun 2017-2021 (kg/ha)Sumber: BPS Lampung Harga lebih tinggiKabid Produksi Dinas Perkebunan Lampung, Elya Rusmaini, menuturkan pihaknya mendukung ISPO di Lampung. Petani yang bermitra dengan perusahaan dan memiliki kesepakatan, memiliki nilai TBS lebih tinggi dibanding freelance.“Kalau petani freelance tergantung pasar dan kualitas TBS,” tambahnya.Menurut dia, pihaknya mendorong ISPO bagi perusahaan maupun petani swadaya, namun Dinas Perkebunan tidak memfasilitasi dana pembuatan ISPO tersebut.“Petani swadaya bisa lewat mitra atau koperasi. ISPO ini standarisasi mutu kualitas yang ditetapkan Pemerintah Indonesia sehingga (CPO) diakui dunia,” katanya.Menurutnya, ISPO tak lain sebagai standarisasi mutu, yang memiliki banyak indikator, misalnya minimalkan penggunaan pestisida.Saat ini, pupuk subsidi hanya untuk sektor perkebunan kopi, tebu, dan kakao. Sementara petani sawit tidak mendapat pupuk subsidi. Tentunya, hal ini bepengaruh terhadap pendapatan.“Efeknya ke petani, pupuk subsidi lebih murah. Tergantung ketersediaan dan dari petani. Sesuai harga jual juga,” tambahnya.Menurutnya, Pemda Lampung akan menyiapkan rencana aksi daerah (RAD) sawit berkelanjutan tahun 2023.  Ronald E Butar-Butar, Leader ISPO Sucofindo menuturkan, Succofindo sebagai satu dari lembaga independen auditor membantu dalam hal ISPO sawit di Indonesia.Berdasarkan peraturan perusahaan dan pabrik pengolahan sawit, wajib ISPO sampai 2025 mendatang. Untuk itu, pihaknya menyiakan SDM auditor sawit.Auditor bertugas mengaudit perusahaan sawit, petani sekitar perusahaan, dinas perkebunan, lingkungan hidup, dana elemen, dan lainnya." "Tekad Petani Mandiri di Lampung, Kelola Sawit Berkelanjutan","“Mandatory (ISPO) bagi perusahan, pabrik kebun,” katanya, Kamis (3 November 2022).Selanjutnya, petani sawit swadaya tidak diwajibkan, namun diperbolehkan untuk mengajukan ISPO.Dalam penyelenggaran audit ISPO, pihaknya menggandeng dinas perkebunan dan dinas lingkungan hidup, lalu menanyakan legalitas lahan, keamanan kerja, best practice, dan sebagainya.Menurutnya, jika hal itu dipenuhi perusahaan, maka perusahaan bisa mendapat ISPO. Bagi yang tidak memenuhi, ada sanksi mulai administratif sampai penurunan kelola kebun sawit tipe, 4, 3, 2, 1 serta penutupan.  Anggota DPRD Lampung, Syahlan Syukur menilai, tata kelola yang wajar, yang baik perlu dikaji ulang petani.“Misal, hasil panen belum berpihak pada petani, harga fluktuatif tajam, kadang tinggi dan rendah. Saat harga tinggi oke bagi petani, kalau turun tentu merugikan,” ujarnya.Dia menilai, pemeritah kabupaten perlu membuat regulasi untuk stabilisasi harga.“Perlu tata kelola yang baik. Keberpihakan belum maksimal pada petani. Misal, sawit masih bergantung penuh stakeholder, perusahaan besar,” tambahnya.Selanjutnya, saat produksi di Lampung turun sementara pemerintah pusat menyiapkan bantuan biaya untuk replanting, diharapkan petani sawit bisa menjangkau bantuan tersebut.“Kalau petani mau mengeluarkan biaya untuk replanting dengan harga seperti ini sepertinya sulit. Hasil penjualan komoditi ini tidak semua dipakai untuk hidup, sebagian untuk keberlanjutan sawit, seperti perawatan dan sebagainya,” tambahnya. Data Perusahaan Sawit ISPO di LampungData Perusahaan Sawit sedang proses ISPO di LampungSumber: Dinas Perkebunan Propinsi Lampung Jangan sampai ISPO disalahgunakan" "Tekad Petani Mandiri di Lampung, Kelola Sawit Berkelanjutan","Meski banyak praktik dari usaha sawit yang mendapat ISPO, Irfan Trimursi Direktur Walhi Lampung menyampaikan, ISPO jangan sampai disalahgunakan. Misalnya, ada perusahaan yang gagal mendapat ISPO, namun hasil CPO ditebengkan ke perusahaan yang sudah mendapat ISPO. Hal ini jelas melanggar sawit konsep berkelanjutan.“Jangan ada pencucian crude palm oil (CPO),” tambah Ifran.Selain ISPO, ada pula No Deforestation, No Peat And No Explotation (NDPE). Produk sawit bukan berasal dari wilayah konversi hutan, bukan dari wilayah eksploitasi ekosistem gambut, dan tidak melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).Irfan menilai, pelanggaran HAM dalam perspektif luas adalah semisal tidak merampas lahan, tidak mencemari lingkungan, tenaga kerja sawit bukan dari ibu menyusui dan anak, dan sebagainya.“Kalau sawit ini secara ekonomi, 1-2 ha kecil sekali. Bisa makan saja syukur,” tambahnya.Walhi mencatat, total hak guna usaha (HGU) untuk sawit di Lampung mencapai 60 ribu hektar. Sumaji Pandu Alam, Ihwan Mulyanto, Sudarsono, dan Restu Widodo menjadi petani yang menikmati sedikit keuntungan dari HGU sawit. Mereka berharap sawit bisa menghidupi kebutuhan hidup keluarga hingga sejahtera.  Jual beli kapling sawitTidak semua petani bisa mempertahankan kaplingan sawit plasma.Restu Widodo, menuturkan ada saja petani yang menjual kapling sawit dengan berbagai alasan seperti kebutuhan sekolah anak, kebutuhan hidup saat harga sawit rendah, sampai pada kebutuhan untuk anak mendapat pekerjaan.“Uangnya harus siap dulu, kalau mau ada yang jual bisa langsung dibeli,” katanya.Sistem jual beli kaplingan dengan memberikan nota perjanjian plasma dari petani dan perusahaan, kepada pembeli berikutnya. Dokumen itu sudah dinyatakan sah. Sementara, nomor rekening pembeli baru akan dicatat pihak koperasi." "Tekad Petani Mandiri di Lampung, Kelola Sawit Berkelanjutan","Fuad Abdulgani, Akademisi Universitas Lampung, menyampaikan 20 persen dari HGU perkebunan sawit harus dinikmati warga sekitar. Salah satunya, dengan menjadi plasma atau mitra perusahaan. Data Perkembangan Harga TBS di Lampung Tahun 2022 (Rupiah)(TBS umur tanaman 10-20 Tahun)Sumber : Dinas Perkebunan Lampung Dia mengingatkan, berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No.26/Permentan/OT.140/2/2007 Tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan, dijelaskan bahwa setiap usaha budidaya tanaman perkebunan yang luasnya 25 ha atau lebih dan memiliki unit pengolahan hasil perkebunan, wajib memiliki izin usaha perkebunan (IUP). Ditegaskan pula, ada kewajiban perusahaan besar swasta (PBS) untuk membangun kebun kemitraan pola plasma masyarakat, minimal 20 persen dari luas lahannya.Menurutnya, prinsip keadilan harus ada di kebun kemitraan pola plasma. Artinya, warga sekitar perusahaan yang harus menikmati hadirnya perusahaan sawit. Jangan sampai kaplingan sawit banyak dijual, sehingga kepemilikannya beralih ke orang lain yang bukan warga sekitar perusahaan sawit. Atau, ada warga sekitar plasma yang membeli banyak kaplingan sawit, sehingga terjadi ketimpangan sosial.Menurut Fuad, aturan dari pemerintah maupun stakeholder sudah baik, apakah itu ISPO maupun NDPE.“Implementasi di lapangan harus bagus,” pungkasnya. * Dian Wahyu Kusuma, jurnalis Lampung Post.Liputan ini merupakan program Journalist Fellowship yang diselenggarakan Mongabay Indonesia dan Kaoem Telapak.  [SEP]" "Tambang Batubara Ilegal Masih Marak di Kalimantan Timur","[CLS]     Tumpukan batubara menggunung di tepian sungai di Sanga Sanga Muara RT 7, Kecamatan Sanga Sanga, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Januari lalu.  Dua eksavator sedang beraksi mengumpulkan benda hitam pekat itu di pelabuhan penumpukan batubara yang berada di tengah pemukiman ini.Tambang batubara diduga ilegal ini sempat setop ketika ramai soal Ismail Bolong, seorang pemilik tambang batubara ilegal—tetapi Januari 2023,  alat berat sudah Kembali beraktivitas.“ Dua puluh hari tiarap, lanjut aktivitas kembali,” kata warga setempat.Pelabuhan batubara yang sudah beraktivitas sekitar satu tahun itu berpagar tembok setinggi tiga meter  dengan luas satu lapangan sepak bola ini.Debu berterbangan, bising dan getaran dari aktivitas di pelabuhan batubara ini  mengganggu kenyamanan warga.“Rumah sudah retak dan seng atap rumah bocor. Air yang dipergunakan sehari hari sudah tercemar limbah batubara,” kata Suhartono, warga setempat.Sebagian warga terdampak sudah melaporkan kepada pemerintah dan aparat, dari kecamatan hingga provinsi mendesak agar aktivitas mengganggu ini setop.Dedy, warga Sanga Sanga mengatakan, masih ada sekitar 20 pelabuhan diduga ilegal di sekitar Sanga-sanga hingga Anggana Kutai Kartanegara.Eksploitasi tambang batubara ilegal sudah berlangsung lama di Kalimantan bersamaan ketika marak terbit izin usaha pertambangan (IUP) dari pemerintah kabupaten dan kota mulai awal 2000-an.  Empat tahun terakhir mulai 2018 ini terutama di Kalimantan bagian timur, tambang ilegal makin menggila. Kasus tambang batubara ilegal ini jadi ramai, setelah video Ismail Bolong, mantan polisi juga pemilik tambang batubara ilegal jadi viral. Kasus Ismail masih proses hukum.Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mengatakan, sepanjang empat tahun terakhir ada 168 titik tambang batubara ilegal beroperasi di provinsi dengan luas wilayah sekitar 12 juta hektar ini." "Tambang Batubara Ilegal Masih Marak di Kalimantan Timur","Mareta Sari, Dinamisator Jatam Kaltim mengatakan, sejak 2018, Jatam sudah  melaporkan aktivitas tambang ilegal  kepada kepolisian di 11 titik  sampai November 2022. Laporan itu minim penindakan.Dia bilang, hanya dua titik ditindaklanjuti, yakni, kasus tambang ilegal di Muang Dalam dengan Makroman di Samarinda.Di media sosial kembali beredar rekaman pada 21 Januari 2023 tambang batubara ilegal kembali beroperasi di Muang Dalam.Meski demikian,  Mareta tak menampik bisa jadi kepolisian sudah menindak di kasus tambang batubara ilegal selain laporan Jatam. “Mungkin mereka sudah melakukan penindakan karena tidak harus menyampaikan kepada Jatam juga,” katanya.Polisi melakukan penindakan di Jonggon Kutai Kartenegara, beberapa bulan lalu. Penindakan itu dilakukan setelah cerita Ismail Bolong mencuat di media sosial.  Pola kejahatan tambang ilegal Muhammad Jamil, Koordinator Divisi Hukum Jaringan Advokasi Tambang (Jatam)  merinci pola operasi tambang ilegal ini, bukan sekadar tambang tak berizin, juga ada yang justru berizin tetapi masuk kategori ilegal.Pola operasi tambang ilegal, kata Jamil seperti yang lazim dikenal di Kaltim sebagai tambang ’koridor’. Tambang jenis ini dikenal beraksi di kawasan area yang terhimpit dua perizinan. “Jaraknya bisa beberapa meter hingga ratusan meter,” kata Jamil tahun lalu.Mareta memberikan contoh,  tambang koridor berlangsung di Desa Sumber Sari,  Kecamatan Loa Kulu,  Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Tambang itu, katanya, berada di antara dua izin konsesi PT MHU dan PT MPP.Bentuk lainnya, eksploitasi tambang di pertambangan legal, namun oleh orang yang tak memiliki dokumen izin pertambangan resmi. Model seperti ini,  katanya,  banyak terjadi di berbagai wilayah mulai dari Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara, Kaltim dan Kalimantan Utara. “Mereka menyerobot masuk pada pemilik izin tambang.”" "Tambang Batubara Ilegal Masih Marak di Kalimantan Timur","Pola lain,  katanya, tambang ilegal oleh tambang berizin. “Beroperasi di wilayah yang sesungguhnya dilarang Undang-undang,” katanya, seraya contohkan, penambangan di luar izin dengan melewati batas konsesi.“Misal, izin mereka 1.000 hektar tetapi menambang di luar yang tidak diberi izin.”Dia juga menyebut pola tambang terbuka di kawasan hutan lindung. Kawasan yang wajib penambangan bawah tanah, itu sesungguhnya juga ilegal. Juga, ketika menambang di kawasan hutan produksi dapat dikonversi tanpa izin pinjam pakai kawasan hutan juga termasuk kategori ilegal. Selain itu, katanya, menambang di kawasan rawan bencana.“Kalaupun bisa harus ada kajian bencana,” kata Jamil. Wadas, misal, mau ada tambang untuk material Bendungan Bener, tetapi tidak punya kajian.Begitu juga nasib beberapa pulau-pulau kecil yang secara eksplisit disebutkan dalam UU Pesisir dan Pulau Kecil, soal pelarangan pertambangan mineral di bawah luas 2.000 km persegi. “Banyak tambang (beropesrasi)  [di pulau] di bawah 2.000 km,” katanya.Pertambangan ilegal ini, katanya,  sudah pasti tak punya dokumen lingkungan hidup dan tidak menetapkan kaidah lingkungan hidup.Dia menilai,  tambang ilegal ini menimbulkan daya rusak lingkungan dan sosial. “Di wilayah tambang selalu ada konflik, jenis-jenis uang baru. Uang debu uang bising. Nama-nama sungai juga berubah.”Jamil menyayangkan, sikap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, selama ini hanya menindak tambang ilegal di kawasan hutan. “Itu penghinaan serius terhadap masyarakat korban.”Padahal,  KLHK memiliki kewenangan melakukan penegakan hukum baik administratif maupun pidana terhadap tambang merusak, termasuk pertambangan tanpa izin.  Iming–iming " "Tambang Batubara Ilegal Masih Marak di Kalimantan Timur","Aktor tambang ilegal kerap berdalih sebagai pemberdayaan warga.  Pada 2019, tambang ilegal di Kecamatan Marang Kayu,  Kutai Kartanegara, marak.  Salah satu cara penambang meminimalkan protes dengan melibatkan warga setempat menjadi bagian dari aktivitas pertambangan ilegal itu.Mareta menyebut ini seperti jebakan. Pada masa-masa sulit saat pandemi, kata Eta,   warga kesulitan ekonomi– susah cari pekerjaan— akhirnya masuklah dalam jeratan pertambangan ilegal.“Mereka jadi pekerja di dalamnya bahkan juga jadi bagian. Misal,  menyewakan kendaraan untuk pertambangan. Atau jadi pekerja harian yang jaga perlintasan,” ucap Mareta.Kemungkinan besar, katanya,  masyarakat tidak tahu kalau tambang itu ilegal. Pemerintah juga abai menginformasikan lebih awal kalau ada aktivitas ilegal yang harus dihindari masyarakat.Romiansyah, warga Santan, Marang Kayu mengatakan, tambang batubara di hulu Kecamatan Marang Kayu, Kutai Kartanegara,  yang berbatasan dengan Kota Bontang,  sudah berlangsung sejak lama.Perusahaan berizin yang beroperasi di Santan antara lain, PT Indominco Mandiri, PT Mahakam Sumber Jaya, PT Santan Bara. Ekonomi tambang ini tak banyak membantu warga.Sedang desa pesisir mengandalkan ekonomi yang bergantung kepada kelapa yang kini dinilai mulai redup. Diduga karena sebagian dampak dari aktivitas tambang batubara di hulu yang menyebabkan banjir kawasan pesisir.Romiansyah menilai,  ekonomi tambang besar tak berdampak luas bagi warga. “Orang lokal jarang bisa masuk perusahaan besar, akhirnya dengan ada tambang ilegal seperti juru selamat bagi anak-anak muda,” katanya.Celah ini dilihat Ismail Bolong. Dia paham bagaimana memanfaatkan warga lokal untuk bekerja di tambang ilegal. Warga sebagai pengatur lalulintas di perlintasan angkutan truk batubara." "Tambang Batubara Ilegal Masih Marak di Kalimantan Timur","Dia juga memberdayakan warga ikut dalam bisnis batubara melalui jasa angkutan. Romiansyah bilang,  di Marang Kayu,  rumah warga yang dilintasi truk pengangkut dan dekat  stock pile (penumpukan batubara) juga mendapat uang bulanan dari usaha ilegal ini Rp500.000 setiap bulan. Stock pile ini masuk kecamatan tetangga, Muara Badak. “Mereka menyebut uang debu,” katanya.Sebenarnya,  kata Romiansyah,  tambang ilegal di Marang Kayu sudah berlangsung lama sejak lama bahkan sebelum 2020. Saat pandemi COVID-19, tambang ilagal justru marak.“Menggilanya pas COVID,” katanya.Saat eksploitasi iru, katanya, sampai ratusan truk antri di dekat pelabuhan. Mereka bekerja 24 jam. Batubara berasal dari Santan Ulu ini diangkut dengan truk melintasi jalan di depan kantor kecamatan dan pasar menuju pelabuhan.Tak semua warga kegirangan dengan kehadiran tambang ilegal ini. Sebagian warga protes dengan penggunaan jalan yang dilintasi truk pengangkut batubara itu seperti di pasar terganggu, warga menggelar protes.Orang Marang Kayu memiliki penyebutan tempat tempat khusus yang bertalian dengan tambang ilegal, salah satu silkar. Silkar, kata Romiansyah, merupakan nama kawasan yang dibongkar tambang batu bara ilegal.  Di kawasan ini juga dia sebut tambang Ismail Bolong beroperasi.Jalur itu sebelum tambang ilegal sepi, sekarang banyak rumah, bengkel warung panjang.Tambang ilegal di Santan Ulu Marang Kayu kini sudah berhenti beroperasi sejak kasus Ismail Bolong mencuat ke publik. Meskipun masih ada tumpukan batubara.  Presiden harus turun tangan Fathul Huda, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda menilai,  penanganan skandal tambang ilegal yang melibatkan aparat kepolisian, Ismail Bolong,  tak trasnparan. Meskipun Ismail Bolong sudah sebagai tersangka namun dia menduga polisi “saling kunci” karena soal soal dugaan suap tak muncul lagi. Yang terdengar,  hanya dengan tambang ilegalnya." "Tambang Batubara Ilegal Masih Marak di Kalimantan Timur","Padahal, Ismail Bolong pernah menyebutkan pernah menyetor uang koordinasi ke salah satu petinggi Polri. Meskipun dia kemudian membantah kalau pernyataan di awal tidaklah benar.  “Butuh presiden turun tangan,”  katanya kepada Mongabay akhir Desember 2022 di Samarinda.Muhammad Isnur, Ketua YLBHI mengatakan, hukum dan aspek perlindungan lingkungan hidup tak jalan,  terutama karena aparat kepolisian.  “Itu fakta pertama yang harus diungkap.”Isnur bilang, hasil riset di Papua memperlihatkan, keterlibatan pejabat kepolisian, militer, intelijen dalam komisaris perusahaan. “Itu jelas relasi oligarkinya nyambung semua,” kata Isnur dalam keterangan pers November lalu.Fathul bilang,  presiden bisa membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) berkenaan dengan skandal tambang batubara ilegal yang kian menggila di Kalimantan.Maraknya pertambangan batubara  ilegal yang melibatkan aparat kepolisian seperti Ismail Bolong sebagai pengepul batubara, dia nilai,   ada indikasi pengawasan internal di kepolisian yang lemah. Meskipun Ismail Bolong sudah dinyatakan tidak aktif lagi di lembaga Bayangkara sejak Juli 2022.“Pengawasan internal di kepolisian perlu dikuatkan selain Kompolnas.”Selain itu, kata Fathul, sistem pengawasan di  Kementerian Energi  dan Sumber Daya Mineral (KESDM) juga lemah. Dia contohkan, posisi inspektur tambang khusus mengawasi tambang di daerah.  Saat kewenangan pengawasan ke pemerintah pusat membuat pemerintah daerah seperti tidak mau tahu dan lempar tanggung jawab.“Seolah-olah yang di daerah ini sudah nda mau tau. Merasa tidak punya kewenangan. Akhirnya mereka bilang itu kewenagan pusat.”Untuk itu, devisi penegakan hukum perlu ada di KESDM juga, tak hanya di KLHK. KESDM, kata Fathul, khusus menangani minerba  dan sistem harus diatur. “Jangan ada conflict of interest di Gakum.”" "Tambang Batubara Ilegal Masih Marak di Kalimantan Timur","Saat ini, inspektur tambang, sudah tidak efektif karena pengawas hanya 12 orang dengan 1.400 IUP tambang batubara di Kalimantan Timur. Dengan luasan tambang 5,2 juta hektar itu, katanya, mustahil bisa mengawasai dengan baik.“Apalagi,  dengan banyak tambang ilegal. Sistem pengawasan pun dipastikan lumpuh.”    [SEP]" "Tujuh Tahun Vonis, Mengapa Pengadilan Belum Bisa Eksekusi PT Kallista Alam? [1]","[CLS]   Tujuh tahun sudah berlalu vonis bersalah pengadilan terhadap perusahaan sawit, PT Kallista Alam karena membakar hutan gambut Rawa Tripa di Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya, Aceh. Meskipun putusan sudah berkekuatan hukum tetap tetapi hingga kini eksekusi hukum belum berjalan, bahkan perusahaan terus beroperasi, produksi minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan menjual kepada perusahaan-perusahaan eksportir.Vonis pengadilan menghukum Kallista Alam harus bayar ganti rugi Rp114,303 miliar lebih dan pemulihan lingkungan sekitar 1.000 hektar dengan biaya Rp 251,765 miliar lebih.Pada 22 Januari 2019, Pengadilan Negeri Meulaboh mengeluarkan surat penetapan eksekusi dan meminta Ketua Pengadilan Suka Makmue, Nagan Raya untuk penjualan aset perusahaan secara lelang. Perantaranya, Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Banda Aceh. Upaya eksekusi terus tersendat hingga kini.Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan kepada Mongabay menyebutkan, guna mempercepat proses eksekusi kasus Kallista Alam, KLHK telah berkoordinasi dengan intensif dengan pengadilan negeri.“Informasi yang kami terima dari Pengadilan Negeri Meulaboh, Ketua PN telah melakukan aanmaning atau pemanggilan terhadap Kallista Alam,” kata Roy, sapaan akrabnya, pada 2019.Dia bilang, Kallista Alam tak pernah hadiri pemanggilan pengadilan, hingga pada 22 Januari 2019, Ketua Pengadilan Negeri Meulaboh mengeluarkan penetapan lelang lahan.  Dalam pelaksanaan didelegasikan kepada Ketua PN Suka Makmue, Kabupaten Nagan Raya.“Sudah dikeluarkan penetapan pelelangan sebidang tanah, bangunan, dan tanaman diatasnya seluas 5.769 hektar milik Kallista Alam,” katanya.Lelang tanah dan bangunan Kallista Alam, akan dilakukan di muka umum oleh PN Suka Makmue dengan perantara Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara dan Lelang (KPKNL) Banda Aceh." "Tujuh Tahun Vonis, Mengapa Pengadilan Belum Bisa Eksekusi PT Kallista Alam? [1]","Kala itu, Edo Juniansyah,  Kepala Humas Pengadilan Negeri Suka Makmue, Nagan Raya, amini ucapan Roy.“Kami sekarang mempersiapkan proses lelang tanah dan bangunan serta tanaman Kallista Alam. Ini pelimpahan atau didelegasikan dari PN Meulaboh karena PN Suka Makmue baru terbentuk,” katanya pada 2019. Mongabay kembali mendatangi PN Suka Makmue, Nagan Raya untuk menanyakan perkembangan eksekusi putusan hukum terhadap Kallista Alam pada 20 Oktober 2022.Bagus Erlangga, Humas Pengadilan Negeri Suka Makmue, mengatakan, eksekusi terhadap perusahaan itu belum berjalan karena pengadilan masih menunggu hasil penghitungan aset oleh tim appraisal. Baca: Putusan Pengadilan Dieksekusi, Aset PT. Kallista Alam akan Dilelang  Tim appraisal merupakan jasa penghitungan nilai aset obyek sitaan. Dalam kasus ini, katanya, lembaga penilai aset yang ditunjuk Kantor Jasa Penilai Publik Mushofah,  Mono Igfirly dan Rekan.Mushofah Mono Igfirly ditetapkan PN Suka Makmur pada 16 Desember 2021.  Kantor jasa penilai publik (KJPP) ini merupakan lembaga kedua yang ditetapkan PN Suka Makmue. Sebelumnya, Pung’s Zulkarnain & Rekan, namun pada 4 Agustus 2021, mereka mengundurkan diri.”Upaya eksekusi sudah kami lakukan, tapi masih ada kendala pada perhitungan aset obyek sengketa oleh tim appraisal yang ditunjuk,” kata Bagus.Setelah tim appraisal selesai menghitung aset Kallista Alam, akan langsung lelang, hal ini dilakukan karena perusahaan tidak kunjung membayar secara sukarela.Pada Mei 2022, tim appraisal juga mendatangi Kallista Alam, tetapi tidak mendapatkan izin masuk ke perusahaan.“Ini kendala ingga tim appraisal belum dapat melakukan penghitungan nilai aset,” kata Bagus.Tim penilai telah berkoordinasi dengan Polres Nagan Raya, namun Polres menyarankan untuk pengamanan tim langsung berkoordinasi dengan Polda Aceh.“Kami hanya menunggu selesai perhitungan aset, kalau sudah dihitung baru bisa dieksekusi.”" "Tujuh Tahun Vonis, Mengapa Pengadilan Belum Bisa Eksekusi PT Kallista Alam? [1]","Kombes Pol. Winardy, Kepala Bidang Humas Polda Aceh, 11 November lalu mengatakan, kesulitan tim appraisal melakukan perhitungan aset Kallista Alam karena terjadi penolakan masyarakat terutama yang bekerja di perusahaan.“Kami sudah melakukan penyelidikan dengan menurunkan tim kesana. Hasilnya, memang belum aman karena masyarakat yang bekerja di perusahaan masih melakukan penolakan,” katanya.Winardy bilang, yang harus dilakukan sekarang memberikan pemahaman kepada masyarakat yang bekerja di perusahaan itu hingga tim appraisal bisa masuk untuk hitung aset, bukan kepentingan lain.“Polda Aceh masih berkomunikasi dengan Polres Nagan Raya yang juga melakukan sosialisasi dan mediasi dengan Forkopimda Nagan Raya dan Kallista Alam.”Jasmin Ragil Utomo, Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup, Ditjen Gakkum, KLHK, November 2022, mengatakan,  kasus Kallista Alam sudah cukup lama. Kendala sebelumnya, PN Negeri Suka Makmue absen dalam mendampingi Pung’s Zulkarnain hingga tidak dapat memasuki lahan perusahaan. Baca: Tidak Terima Putusan Pengadilan, PT Kallista Alam Balik Gugat Pemerintah “Hal ini berujung pengunduran diri tim appraisal dan kementerian sudah mengajukan penggantian. Kementerian juga sudah mengajukan surat kepada PN Suka Makmue supaya ada pendampingan KJPP yang baru ditunjuk,” ujar Ragil.KLHK, katanya, sudah diskusi panjang dan Ketua PN Suka Makmue maupun Ketua Pengadilan setuju menunjuk panitera dan jurusita sebagai pendamping KJPP ke lahan Kallista Alam.“Selain berkoordinasi dengan Polres Nagan Raya, KLHK juga koordinasi untuk pengamanan dengan Mabes Polri, kemudian kami diarahkan langsung koordinasi dengan Polda Aceh. Pada 23 Mei 2022, kami juga menyurati Polda Aceh untuk bantuan pengamanan,” kata Raqil.Dia bilang, KJPP menolak turun ke lapangan untuk menilai aset kalau tidak ada pengamanan baik dari pengadilan negeri maupun kepolisian." "Tujuh Tahun Vonis, Mengapa Pengadilan Belum Bisa Eksekusi PT Kallista Alam? [1]","Dalam pertemuan antara KLHK, Panitera Pengadilan Negeri Suka Makmue, Polda Aceh, Polres Nagan Raya dan beberapa unsur lain, Polda Aceh akan membantu pengawalan, namun perlu sosialisasi kepada masyarakat sebelum tim turun.“Saat ini,  KLHK masih menunggu informasi lanjutan dari Polda Aceh. Pada 24 Agustus 2022, kami juga kembali menyurati Polda Aceh tapi sampai saat ini belum ada jawaban resmi. Informasi dari Biro Operasi di Polda Aceh, mereka masih menunggu situasi di lapangan kondusif,” kata Ragil.Kalau Polda Aceh sudah siap pengamanan, KJPP bisa langsung ke lapangan menghitung aset. Tahap selanjutnya, pelelangan.Eksekusi putusan hakim ini, katanya, kewenangan pengadilan negeri, KLHK hanya memfasilitasi apa diperlukan berbagai pihak hingga eksekusi berjalan.“Kami sangat khawatir kejadian terhadap Kallista Alam Ini akan menjadi contoh buruk dan ditiru perusahaan lain. Di Aceh ada PT Surya Subur Panen II yang juga harus di eksekusi putusan hukumnya, tapi setelah kasus Kallista Alam selesai,” kata Ragil. Baca juga: PT Kallista Alam Tetap Melawan, RAN: Perusahaan Masih Beroperasi di Rawa Tripa Masyarakat sekitar pertanyakan eksekusiKetika proses eksekusi disebut-sebut terhalang masyarakat, masyarakat sekitar konsesi malah ikut mempertanyakan eksekusi terhadap Kallista Alam ini. Karena kerusakan lingkungan berdampak kepada mereka, seperti kebakaran gambut.Pada 15 Juni 2021, kepala desa dari tujuh desa di Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya, yakni, dari Desa Sumber Makmur, Kuala Seumanyam, Pulo Kruet, Alue Raya, Alue Kuyun, dan Blang Luah menanyakan proses eksekusi terhadap Kallista Alam tidak jalan.“Masyarakat juga mempertanyakan kepada kami sebagai kepala desa kenapa Kalista Alam hingga kini belum eksekusi, padahal secara hukum mereka telah dinyatakan bersalah,” sebut Rendy, Kepala Desa Sumber Makmur." "Tujuh Tahun Vonis, Mengapa Pengadilan Belum Bisa Eksekusi PT Kallista Alam? [1]","Masyarakat tanya itu karena melihat perusahaan masih beroperasi seperti biasa. “Karena itu, kami kepala desa dari tujuh desa di sekitar perusahaan mempertanyakan sejauh mana proses eksekusi Kalista Alam ke Pengadilan Negeri Suka Makmue.”Rendy mewakili kepala desa yang lain mengatakan, masyarakat perlu jawaban terhadap proses eksekusi perusahaan sawit karena merupakan korban dampak kebakaran. Mereka terkena asap kebakaran lahan gambut Kalista Alam.“Selain informasi jelas mencegah kejadian yang tidak diinginkan terjadi di masyarakat, dengan eksekusi juga memperjelas status lahan masyarakat di sekitar Kalista Alam,”  kata Rendy.Saat bertemu dengan Pengadilan Negeri Suka Makmue, perwakilan tujuh kepala desa menyampaikan,  desakan kepada Ketua Pengadilan Negeri Suka Makmue secepatnya eksekusi lahan, bangunan dan tanaman Kalista Alam.“Kami mendukung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terus mendorong eksekusi lahan HGU Kalista Alam. Meminta KLHK melibatkan pemerintah desa dalam setiap tahapan proses eksekusi.”  Sudirman Hasan, Sekjen Forum LSM Aceh menilai, seharusnya penilaian aset Kallista Alam tidak hanya dilimpahkan ke KLHK dan tim KJPP.“Seharusnya Pengadilan Negeri Suka Makmue yang mendampingi tim penilai aset ke lapangan, bukan malah pengadilan hanya menunggu, perhitungan aset juga bagian dari eksekusi.”Selain itu, pembacaan amar putusan di lapangan juga belum dilakukan pengadilan, termasuk pembacaan putusan tentang penyitaan aset.“Perintah penyitaan dan eksekusi aset perusahaan itu ditujukan kepada pengadilan bukan kepada KLHK.”Forum LSM Aceh bersama Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) mendesak Mahkamah Agung (MA) segera mengambil alih eksekusi lelang aset Kallista Alam.“Kita sudah menuntut eksekusi terhadap perusahaan sawit Kallista Alam segera diambil alih Mahkamah Agung. Putusan hukum ini telah tertunda cukup lama,” katanya.  Perjalanan kasus Kallista Alam " "Tujuh Tahun Vonis, Mengapa Pengadilan Belum Bisa Eksekusi PT Kallista Alam? [1]","Kasus hukum membuka lahan perkebunan sawit dengan cara membakar dalam hutan gambut yang masuk dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) oleh Kallista Alam, berawal dari laporan Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) 11 April 2012 dan 26 Juli 2012. Laporan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan—dulu Kementerian Kehutanan ini– tentang titik panas yang mengindikasikan terjadi kebakaran atau pembakaran lahan di wilayah perkebunan milik Kallista Alam.Menanggapi temuan itu, KLHK menurunkan tim Shaifuddin Akbar, M. Bayu Hardjanto, Prof. Bambang Hero Saharjo, Dr. Basuki Wasis, ditambah Zulkifli, Bapedal Aceh untuk pengamatan dan verifikasi lapangan.Dari berita acara verifikasi lapangan pada 5 Mei 2012 dan 15 Juni 2012, tim itu menemukan titik koordinat lokasi lahan bekas terbakar berada di konsesi Kallista Alam. Sesuai keterangan karyawan perusahaan, kebakaran di lahan gambut terjadi pada 23 Maret 2012 selama tiga hari berturut-turut.  Hasil penelitian anggota tim KLHK,  yakni Bambang Hero Saharjo, saat itu sebagai Kepala Laboratorium Kebakaran Hutan dan Lahan Institut Pertanian Bogor (IPB) dan ahli kerusakan lingkungan dari IPB, Basuki Wasis bahwa di lokasi ditemukan tanda-tanda bekas kebakaran seperti banyak log kayu bekas terbakar telah ditanami sawit.Lahan terbakar merupakan kawasan gambut dilindungi karena ketebalan gambut lebih tiga meter. Gambut terdampak berada pada kedalaman 20–30 centimeter.Tim KLHK juga menemukan, areal lahan kebun sawit tidak dilengkapi papan peringatan tentang larangan penggunaan api, kelengkapan peralatan sebagai perlindungan dari ancaman bahaya kebakaran baik pencegahan maupun pemadaman." "Tujuh Tahun Vonis, Mengapa Pengadilan Belum Bisa Eksekusi PT Kallista Alam? [1]","Dari KLHK juga mengatakan, ada pola pengeringan air pada lahan gambut dengan sistem bertingkat gunakan saluran tersier atau kanal dengan lebar sekitar 1-1.5 meter dengan kedalaman sekitar satu meter dari kedalaman gambut lebih tiga meter. Ia berdampingan dengan saluran sekunder hingga seolah-olah berada diatasnya.Kanal ini berfungsi mengalirkan air dari lapisan gambut atas hingga gambut mengalami pengeringan pada bagian permukaan dan jadi sensitif terhadap kemungkinan kebakaran.Temuan lain, log-log kayu bekas pohon hutan alam ditebang sekitar 60 ton per hektar sebagai bahan bakar untuk membakar atau membuat jadi terbakar pada Blok E.Berdasarkan fakta-fakta lapangan itu, KLHK mengambil kesimpulan terbukti faktual dan tidak terbantahkan terjadi kebakaran di perkebunan Kallista Alam.KLHK menilai, Kallista Alam melanggar UU Perlindungan dan Pengelolaan  Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah Nomor: 4/2001 soal pengendalian kerusakan dan, atau pencemaran lingkungan serta Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 10/2010 tentang mekanisme pencegahan pencemaran dan,atau kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan lahan.KLHK menggugat Kallista Alam secara perdata dan pidana ke Pengadilan Negeri Meulaboh pada 2012. Setelah persidangan bergulir lebih setahun, Majelis Hakim Peadilan Negeri Meulaboh, memvonis Kallista Alam bersalah.Rahmawati, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Meulaboh menyatakan, sah dan berharga sita jaminan di atas tanah, bangunan dan tanaman di Desa Pulo Kruet, Alue  Bateung Brok, Kecamatan Darul Makmur, Aceh Barat di atas HGU 5.769 hektar.Kallista Alam dinyatakan melanggar hukum dan menghukum membayar ganti rugi materiil kepada KLHK melalui rekening kas negara Rp114, 303 miliar. Kallista Alam juga harus pemulihan lingkungan atas lahan terbakar sekitar 1.000 hektar dengan biaya Rp251, 765 miliar." "Tujuh Tahun Vonis, Mengapa Pengadilan Belum Bisa Eksekusi PT Kallista Alam? [1]","Tak terima, Kallista Alam melawan.  Perusahaan banding, namun Putusan Pengadilan Tinggi Banda Aceh pada 2014 menolak banding. Kallista Alam kasasi. Mahkamah Agung menolak kasasi perusahaan ini pada 2015.   Belum kapok,  usaha terakhir Kallista Alam melakukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung. Lagi-lagi,  usaha perusahaan ini gagal, pada 2017 putusan Mahkamah Agung keluar menolak peninjauan kembali Kallista Alam.Masih juga tak terima putusan hukum, pada 26 Juli 2017, Kallista Alam menggugat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Pemerintah Indonesia, Cq, Kementerian Agraria/Tata Ruang/Kepala BPN, Cq, Badan Pertanahan Nasional Kantor Wilayah Provinsi Aceh, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Aceh ke Pengadilan Negeri Meulaboh dengan nomor perkara: 16/Pdt.6/2017/PN.Mbo.Dalam gugatan itu, Kallista Alam menyebutkan, koordinat gugatan perdata yang dicantumkan KLHK dalam dan dalam putusan hukum pengadilan tidak sesuai kenyataan lapangan.Perusahaan juga menggugat ada pihak ketiga atau Koperasi Bina Usaha Kita di lahan 1.605 hektar yang telah dicabut izin oleh Gubernur Aceh.Pengadilan Negeri Meulaboh pada 12 April 2018 mengabulkan gugatan Kallista Alam dan membebaskan perusahaan dari segala tuntutan hukum.KLHK banding. Pengadilan Tinggi Banda Aceh membatalkan putusan Pengadilan Negeri Meulaboh.  Kallista Alam tetap harus membayar denda dan biaya pemulihan lahan.Kallista Alam belum menyerah, setelah gugatan mereka kandas di Pengadilan Tinggi Banda Aceh, perusahaan yang merusak Rawa Tripa itu kembali melayangkan gugatan baru ke Pengadilan Negeri Suka Makmue, Nagan Raya. Mereka melakukan perlawanan terhadap putusan eksekusi.Gugatan perusahaan daftarkan 22 Juli 2019. Perusahaan minta Kallista Alam tidak bertanggung jawab atas kebakaran lahan. Lagi-lagi usaha mereka kalah setelah Majelis Hakim Pengadilan Suka Makmue menolak gugatan perlawanan mereka." "Tujuh Tahun Vonis, Mengapa Pengadilan Belum Bisa Eksekusi PT Kallista Alam? [1]","Mongabay bersama lembaga swadaya masyarakat di Aceh mencari profil Kallista Alam di sistem pelayanan publik Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia atau Ditjen AHU Online.Di AHU Online, profil Kallista Alam tak dapat ditemukan. Saat dihubungi melalui email, Customer Service AHU Online membalas mengenai nama perseroan Kallista Alam terdaftar dalam database Ditjen AHU.“Namun, saat ini statusnya terblokir karena belum melaporkan nama pemilik manfaat atau beneficial ownership. Setelah hal itu didaftarkan, baru profil perusahaan dapat diakses.”Perintah mendaftarkan pemilik manfaat ke Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum HAM berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 13/2018. Kebijakan ini soal prinsip mengenali pemilik manfaat dari korporasi guna pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme.Mongabay juga berusaha mengkonfirmasi kepada Kallista Alam melalui telepon, pada 30 Desember lalu, namun semua telepon yang dihubungi tidak bisa terhubung.  Mongabay juga mencoba menghubungi perwakilan perusahaan yang melakukan kegiatan ke masyarakat, namun pesan yang dikirim belum mendapat tanggapan. (Bersambung)   ****** [SEP]" "Outlook KNTI: 80% Nelayan Kecil Berpendidikan di bawah SMP","[CLS]  80% nelayan kecil hanya mengenyam pendidikan di bawah tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Dikhawatirkan, regenerasi profesi kenelayanan akan semakin ditinggalkan jika pemerintah tidak membuat intervensi.Persentase yang dikutip dari data Direktorat Sekolah Dasar (Ditpsd) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi itu, terungkap dalam diskusi online Outlook Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) 2023.Seperti dijelaskan Dani Setiawan, Ketua Umum KNTI, data Ditpsd tahun 2022 tadi menunjukkan kehidupan masyarakat pesisir yang makin terpinggirkan. Sebab, di samping rendahnya tingkat pendidikan, sebanyak 1,3 juta jiwa masyarakat pesisir juga terkategori miskin. Jumlah itu setara 12,5% dari total kemiskinan nasional.Bahkan, pada tahun 2021, tingkat kemiskinan ekstrem di wilayah pesisir mencapai 4,19%, atau lebih tinggi dibanding tingkat kemiskinan ekstrem nasional yang sebesar 4%.Seturut data-data tadi, kata Dani, pembangunan di sektor kelautan dan perikanan perlu secara bersamaan mengakselerasi kualitas sumber daya masyarakat pesisir. Caranya, dengan menyediakan akses pendidikan bagi anak-anak nelayan, serta program-program peningkatan keterampilan dalam sektor kelautan dan perikanan.Dia percaya, pengetahuan dan keterampilan nelayan sangat berkaitan dengan kualitas produksi yang dihasilkan. Selain itu, berguna pula untuk beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan merespon dampak perubahan iklim.“Kami sudah (melakukan) audensi dengan Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP),” terang Dani dari kantor KNTI, Jakarta, Senin (13/2/2023). “Kabarnya, atas arahan Menteri Kelautan dan Perikanan, sekarang khusus pendidikan yang di bawah KKP didorong kalau bisa itu 100% menampung anak-anak nelayan.”baca : Catatan Akhir Tahun: Akankah Nasib Nelayan Membaik Tahun Depan?  " "Outlook KNTI: 80% Nelayan Kecil Berpendidikan di bawah SMP","Bagi Revrisond Baswir, Ketua Dewan Pakar KNTI, data Ditpsd yang menyebut 80% nelayan berpendidikan di bawah SMP, merupakan fenomena memperihatinkan. Mengingat, statistik nasional menunjukkan angka angkatan kerja yang berpendidikan di bawah SMP sekitar 55%.Berdasarkan persentase tersebut, dia menilai, profesi kenelayanan bukan saja diabaikan oleh kebijakan pada tingkat makro, tetapi juga mendapat respons negatif dari masyarakat di tingkat akar rumput. Profesi ini dianggap tidak menjanjikan, sehingga kian ditinggalkan.Revrisond mengatakan, situasi itu harus ditanggapi dengan menjadikan peningkatan kualitas sumber daya masyarakat pesisir sebagai prioritas dalam pembahasan program maupun kebijakan terkait demokratisasi ekonomi.Peningkatan kualitas itu diharapkan dapat meningkatan kecintaan pada sektor kelautan dan perikanan, bukan meninggalkannya. Sehingga, di kemudian hari, lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) maupun perguruan tinggi mau melibatkan diri dalam pengembangan profesi nelayan.“Ini kerja yang amat sangat besar. Saya kira, sebagian besar berpangkal pada kebijakan,” jelas staf pengajar Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gajah Mada ini.baca juga : Nelayan Kecil dan Pesta Korporasi di Laut   Peluang RegenerasiRegenerasi nelayan merupakan keniscayaan sekaligus strategi untuk menjawab tantangan di masa mendatang. Statistik peningkatan produksi perikanan nasional, diyakini jadi peluang untuk mempercepat proses itu.Riza Damanik, Ketua Dewan Pembina KNTI menerangkan, peluang menstimulir generasi muda untuk terlibat dalam sektor ini, sangat terbuka. Apalagi, berdasarkan statistik yang dihimpun KNTI terdapat peningkatan produksi perikanan pada beberapa tahun terakhir." "Outlook KNTI: 80% Nelayan Kecil Berpendidikan di bawah SMP","Sejak 2016, produksi perikanan Indonesia tumbuh rata-rata sebesar 1,78% per tahun. Sedangkan, bila dibandingkan tahun 2020, produksi perikanan tahun 2021 mengalami kenaikan sebesar 12,12%, dengan rata-rata produksi perikanan sebesar 22,98 juta ton per tahun.Tantangannya, jika jumlah nelayan dan pembudidaya ikan menurun karena kualitas hidup masyarakat pesisir tak kunjung membaik, maka dampaknya dapat mempengaruhi volume produksi perikanan serta kebutuhan pangan nasional.“Saat ini kita tahu, ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap pemenuhan protein hewani dari ikan itu sudah mencapai di atas 51%. Jadi, separuh dari kebutuhan protein kita dari ikan. Kalau tergoncang akan mengganggu pemenuhan kebutuhan pangan kita,” tambah Riza.Untuk menghindari terus menurunnya jumlah nelayan, selain program-program peningkatan sumber daya manusia, dia menilai sistem administrasi kenelayanan perlu segera dirampungkan. Agar, hak-hak seperti perlindungan sosial, asuransi, fasilitas pembiayaan, hingga program-program pelatihan dapat diakses oleh seluruh nelayan di Indonesia.“Selambat-lambatnya pada tahun 2024, dan tidak boleh ada nelayan Indonesia yang tidak terdaftar,” tegas Riza.baca juga : Nasib Nelayan Kecil dalam Ancaman RUU Omnibus Law  Program pendataan nelayan itu disebut sudah mendapat perhatian dari Menteri Dalam Negeri, yang pada tahun lalu mengirimkan surat himbauan pada seluruh kepala-kepala daerah untuk membantu percepatan input data kartu nelayan.KNTI sendiri, saat ini telah melibatkan generasi muda dalam program menyangkut digitalisasi tata kelola perikanan. Inovasi yang dilakukan anak-anak muda itu, contohnya, menghubungkan produksi di kampung nelayan dengan mitra usaha di tempat lain.“KNTI menaruh perhatian terhadap anak-anak muda, untuk masuk ekosistem ini sehingga kegiatan perikanan rakyat berkembang ke depannya,” pungkas Riza Damanik.   [SEP]" "Menguatkan Perlindungan Cenderawasih dengan Kearifan Masyarakat Adat Papua","[CLS]       Hitam, cokelat kemerahan, orange, kuning, putih, biru, dan hijau. Warna warni bulu Cenderawasih, burung endemik Papua ini  biasa dipakai untuk mahkota di kepala seorang pimpinan adat atau ondoafi (ondofolo) untuk menunjukkan kehormatan.Pemakaian mahkota cenderawasih dapat dilihat di berbagai acara besar adat, tarian, penyambutan, dan perkawinan. Ia sebagai simbol.Pada Pekan Olahraga Nasional XX di Papua 2021, cenderawasih hampir jadi souvenir atau oleh-oleh ribuan peserta PON XX, namun kala itu Mathius Awoitauw,  Bupati Jayapura menegaskan, tidak boleh ada cinderamata cenderawasih.Pada Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN) VI di Wilayah Adat Tabi 2022, Jayapura,  pemakaian cenderawasih terlihat hanya oleh pemimpin adat.George Alwi, Ketua Lembaga Masyarakat Adat Port Numbay sekaligus Ondoafi Nafri mengatakan,  cenderawasih perlu dijaga agar dapat diwariskan kepada anak cucu. Dalam aturan adat,  cenderawasih hanya bisa dipakai ketika pengukuhan Ondoafi.“Hanya Ondoafi-lah yang berhak untuk memakainya. Cenderawasih punya nilai sakral karena dinobatkan dalam prosesi adat,” katanya Januari lalu.Karena sistem adat terstruktur, Ondoafi merupakan jabatan yang tidak dipilih tetapi dikukuhkan menurut garis keturunan. Jadi, penggunaan cenderawasih pun terbatas.“Jika semua pakai maka populasi tentu saja berkurang. Karena itu, seseorang yang memakai cenderawasih menujukkan status di dalam kampung.”Penggunaan cenderawasih sebagai mahkota juga disampaikan Ondofolo Kampung Sereh, Yanto Eluay. Kampung Sereh terletak di Sentani, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua.Yanto mengatakan,  zaman dahulu sesuatu yang unik dan langka jadi simbol adat karena adat berkaitan dengan alam dan sakral." "Menguatkan Perlindungan Cenderawasih dengan Kearifan Masyarakat Adat Papua","“Jadi,  pemimpin masyarakat adat turun temurun telah menggunakan cenderawasih jadi simbol pemimpin masyarakat adat. Seperti kerajaan lain identik dengan mahkota. Ondofolo menandakan, seorang pemimpin masyarakat adat itu dengan pemakaian cenderawasih,” katanya.Tak semua orang bisa menggunakan mahkota cenderawasih itu. Sisi lain, ada orang yang mengkomersialkan burung langka dan dilindungi ini.Padahal,  dalam masyarakat adat di Papua, untuk pemakaian pun ada ritual khusus. Selain itu, cenderawasih hanya bisa dipakai Ondofolo yang sekaligus untuk mencegah penggunaan sembarangan hingga ganggu populasi.  Enriko Kondologit, antropolog juga peneliti dari Universitas Cenderawasih,  mengatakan,  berbicara perburuan satwa ini bukan hal baru. Ada dua hal kalau bicara cenderawasih, katanya, mengenai pemanfaatan dan budaya.Sebelum masuk dalam aspek pemanfaatan, katanya, cenderawasih harus masuk dalam tatanan adat terlebih dahulu. Manusia dan lingkungan seperti “dua sisi uang koin.”Tak dapat dipisahkan karena dalam lingkungan itu membentuk karakter manusia dan mempengaruhi semua unsur kebudayaan.Berhubungan dengan lingkungan, cenderawasih secara budaya memang dalam tatanan adaptasi dengan korelasinya sebagai penghargaan hidup sepadan dan selaras dengan alam sekitar. Jadi, katanya, di Papua, kalau berhubungan intens manusia dan alam termanifestasi dalam suatu sistem kepercayaan yang mereka sebut totem.Totem adalah kepercayaan terhadap leluhur yang termanifestasi dalam bentuk flora dan fauna.“Seperti saya,  kepercayaan leluhur berasal dari penyu. Karena itu, berkolerasi dengan sistem konservasi, di kampung orang tidak boleh membunuh penyu sembarangan karena berkaitan dengan Marga Kondologit. Totem ini juga berhubungan dengan konservasi,”katanya Januari lalu." "Menguatkan Perlindungan Cenderawasih dengan Kearifan Masyarakat Adat Papua","Totem ini, kata Enriko,  mempengaruhi kepercayaan kalau leluhur berasal dari satu binatang atau flora dan fauna hingga manusia berhak gunakan itu sebagai simbol bagi leluhur.Namun, katanya,  tak otomatis suku di Papua pakai cenderawasih sebagai aksesoris, hiasan muka atau rambut karena berhubungan dengan totem. “Hanya yang keturunan dan mempunyai totem dari cenderawasih sajalah yang berhak menggunakan.”Sedang dari sisi pemanfaatan, katanya, mulai ketika cenderawasih diperkenalkan di Eropa pada 1522. Dari berbagai riset dan sejarah menunjukkan,  informasi tentang satwa ini pertama kali dibawa Fernando de Magelhaens,  penjelajah dari Portugis ketika datang ke Maluku lalu ke Kepulauan Aru. Di Kepulauan Aru ini  ada juga cenderawasih.Enriko mengatakan, bulu-bulu cenderawasih sebagai persembahan karena di Eropa kala itu pakaian dari bulu-bulu binatang. “Pakaian adalah lambang prestasi dan prestisi maka makin jauh pakaian didapat atau makin langka binatang yang dipakai maka prestasi atau prestisi orang itu jauh lebih tinggi.”Ketika cenderawasih awetan ini dibawa ke Spanyol tanpa kaki. Mereka  menyebut “paradise” karena burung indah dengan warna kuning dan cerah seperti burung surga. Mereka juga sebut aphoda, jadi satu jenis cenderawasih, Paradise aphoda.Aphoda dalam Bahasa Latin berarti puntung. Padahal, mereka tidak tahu bahwa orang di Kepulauan Aru mempersembahkan burung awetan itu kepada Kesultanan Tidore dengan memotong kaki agar darah keluar dari kering kemudian jadi hiasan.Yang memperkenalkan cenderawasih sebagai komoditi unggul di Papua, adalah orang Biak. Mereka berlayar hingga ke Sultan Ternate dan Tidore untuk barter. Dari Papua, bawa cenderawasih awetan dan kulit kayu masohi.Ketika diperkenalkan di Eropa waktu itu, Magelhaens bilang hewan ini datang dari timur. Permintaan terhadap cenderawasih pun meningkat sampai Kepulauan Aru tak dapat memenuhi." "Menguatkan Perlindungan Cenderawasih dengan Kearifan Masyarakat Adat Papua","Ketika orang Biak berlayar dan mengetahui soal ini maka mulailah dengan sistem “manibob” atau perdagangan keliling. Salah satunya, menukarkan parang dengan cenderawasih di kampung-kampung.Sejak 1522, terjadi perburuan besar-besaran cenderawasih. Bahkan catatan sejarah mengatakan,  dalam setiap  tahun sekitar 1.000-2.000 cenderawasih dikirim ke Eropa.“Jadi perburuan-perburuan yang terjadi sekarang bukanlah hal baru.”  Bagaimana regulasi pemerintah?Surat Edaran dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK)  Nomor:SE.4/Menlhk/KSDAE/KSA.2/5/2/2018 tentang upaya pelestarian cenderawasih (Paradise spp) sebagai satwa liar yang dilindungi UU. Pemerintah Papua pun resmi menerbitkan larangan penggunaan cenderawasih sebagai aksesoris maupun cinderamata.Ia tertuang dalam Surat Edaran Nomor 660.1/6501/SET/ tertanggal 5 Juni 2017, tentang larangan penggunaan cenderawasih asli sebagai aksesoris dan cindremata.Jhon Gobay,  anggota DPRD Papua, mengatakan,  belum ada peraturan daerah yang merujuk pada perlindungan cenderawasih secara khusus tetapi ada dalam UU Keanekaragaman Hayati.“Kalau hanya cenderawasih saja belum ada di dalam peraturan daerah. Burung cenderawasih masuk dalam Undang-undang Keanekaragaman Hayati bersama satwa-satwa lain yang dilindungi. Tetapi bisa didorong dalam Peraturan Gubernur,” katanya Januari lalu.DPR Papua, katanya,  punya kewajiban pengawasan konservasi hanya kembali kepada kewenangan dari pemerintah pusat, provinsi, atau kabupaten dan kota.Untuk penggunaan mahkota cenderawasih sudah diatur dalam Perubahan Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) Nomor 16/2008 tentang Pembinaan Kebudayaan Asli Papua.DPR Papua, sudah mengajukan perubahan perdasus ini pada penyusunan peraturan daerah (perda) 2022 tetapi belum dibahas hingga masuk usulan 2023 ini.“Kami berharap regulasi dapat dibahas,” kata Gobay." "Menguatkan Perlindungan Cenderawasih dengan Kearifan Masyarakat Adat Papua","Dalam rancangan perdasus ini,  pertama, pemerintah dan masyarakat di Papua wajib melindungi keanekaragaman hayati yang ditetapkan pemerintah. Kedua, guna perlindungan bersama untuk mengatasi perburuan dan penjualan cenderawasih.“Saya sendiri yang mengusulkan, penggunaan mahkota sudah masuk dalam rancangan perubahan Pembinaan Perlindungan Kebudayaan Asli Papua.”Dalam  revisi perdasus itu, katanya, sudah ada usulan melarang memakai mahkota  cenderawasih secara sembarangan, hanya bisa Ondofolo atau Ondoafi.“Ke pemerintah,  siapa saja nanti yang bisa menggunakan? Tamu seperti apa yang boleh pakai, apakah bulu kasuari atau imitasi saja?”katanya.  A.G. Martana,  Kepala BBKSDA Papua, mengatakan, sekitar 38 jenis cenderawasih dari Papua termasuk satwa dilindungi. Jumlah itu di luar jenis-jenis burung lain, yang mencapai ratusan.Dalam upaya konservasi, katanya, BBKSDA Papua selalu melibatkan masyarakat dan para pihak terkait, juga siapa pun yang memiliki visi misi menjaga alam Papua.Masyarakat Papua, katanya, memiliki kearifan lokal soal tata cara berinteraksi dengan alam. Hanya saja, zaman berubah dan kebutuhan manusia tak lagi sama seperti masa lalu.Dalam konteks ini, semua pihak memiliki peran setara memberikan dukungan kepada masyarakat, terutama yang bermukim di sekitar kawasan konservasi untuk menguatkan nilai-nilai leluhur. Jadi, katanya, semua berjalan seiring, bersama-sama menjaga dan melestarikan alam Papua.Data BBKSDA Papua, ada beberapa daerah rawan peredaran satwa liar dilindungi. Daerah rawan tingkat satu adalah Merauke. Titik rawan kedua adalah Jayapura, Mimika, Asmat, Mappi, dan Boven Digoel.Mengenai upaya konservasi, pada 2015-2019,  cenderawasih kuning kecil masuk spesies prioritas untuk ditingkatkan populasinya 10 persen.  Untuk mencapai itu, BKSDA Papua menetapkan beberapa titik pengamatan cenderawasih." "Menguatkan Perlindungan Cenderawasih dengan Kearifan Masyarakat Adat Papua","Pertama, Site Monitoring Baraway, Distrik Raimbawi, Kabupaten Kepulauan Yapen. Kedua, Site Monitoring Tablasupa, Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura. Ketiga, Site Monitoring Necheibe, Distrik Ravenirara, Kabupaten Jayapura.  Cari caraAlex Waisimon,  pendiri Isio Hill’s Bird Watching, sebenarnya penggunaan cenderawasih ini tak diizinkan bagi siapapun, pejabat bahkan presiden sekalipun.   Yang boleh memakai, katanya,  hanya para pemimpin adat, seperti di Sentani Ondofolo dan di pesisir pantai Ondoafi.“Ketika kita memakai mahkota cenderawasih di saat ada pesta adat. Tidak di sembarang tempat. Sekarang tidak pada aturan. Jadi, tidak pantas jika dipakai oleh pemerintah. Apalagi anak adat yang memakai di pucuk pemerintahan,”katanya Januari lalu.Enrico mengatakan, penggunaan cenderawasih untuk adat tidak sebanyak dibandingkan perburuan untuk urusan ‘ekonomi’.Menurut dia, ada beberapa cara menekan keterancaman satwa seperti cenderawasih. Sama-sama para pihak bisa rumuskan peraturan adat, atau peraturan kampung untuk perlindungan cenderawasih ini.“Jadi kalau pemerintah tidak mau kita yang harus ambil alih ini. Karena ini kita punya. Menunggu buat regulasi percuma.”Aksi lain, katanya, tak hanya bisa aturan atau larangan tetapi perlu ada cara lain buat ganti penggunaan cenderawasih, misal,  dengan imitasi.  “Harus ada “surat sakti” dari adat yang menyatakan nilai imitasi itu sama dengan nilai yang asli. Jadi nilai jualnya tetap ada dan sama seperti nilai aslinya.”Alex bilang, ada solusi dengan imitasi atau kerajinan cenderawasih untuk mengurangi perburuan. Sejak ada pembalakan liar masuk Papua, katanya, cenderawasih sulit berkembang biak, populasi makin sedikit.Sebagai pegiat lingkungan, dia menilai dari aspek ekonomi malah bukan oleh orang Papua.“Saya lihat,  belum ada fenomena orang Papua menjual aset hutan dengan berburu cenderawasih.”  * Putri Nurjannah Kurita adalah wartawan Tribun Papua." "Menguatkan Perlindungan Cenderawasih dengan Kearifan Masyarakat Adat Papua","******** [SEP]" "Potret Kasus Lingkungan di PN Jayapura: Hukuman Ringan, Tak Ada Efek Jera?","[CLS]      Dua boks berisi 220 burung berbagai jenis dalam keadaan mati. Ada awetan tikus. Kuskus kecil, kulit mamalia, sampai reptil, semua awetan. Ratusan awetan satwa ini hendak dikirim kepada Siska dari PT Papua Diving.  Setelah diselidiki, satwa awetan itu milik Wild Jr Michael Jon, warga Amerika Serikat yang sudah 15 tahun bekerja sebagai penginjil di Puncak Jaya. Jon membeli awetan satwa ini dari warga. Pengungkapan kasus ini pada 2018.  Jon pun proses hukum di Pengadilan Negeri Jayapura. Pada 17 Desember 2022, hakim memutuskan hukuman 10 bulan denda Rp50 juta subsider tiga bulan.Kasus Jon hanya satu dari puluhan kasus lingkungan hidup yang masuk ke PN Jayapura. Sepanjang 2018-2022, kayu ilegal dan penyelundupan satwa jadi kasus lingkungan hidup terbanyak disidang di PN Jayapura, Papua.Penebangan kayu ilegal ada 16 kasus, disusul penangkapan dan perdagangan satwa 14 kasus. Ada juga masalah lain, seperti penyimpanan, pengangkutan, perdagangan minyak dan gas ilegal 12 kasus,  penangkapan ikan dengan racun dan bahan peledak ada empat kejadian, dan dua kasus tambang ilegal.Kasus kayu, semua berasal dari Kabupaten Sarmi dan Jayapura. Jenis kayu paling banyak merbau dan kayu campuran seperti matoa dan kayu putih. Polda Papua, Polres Jayapura, dan Dinas Kehutanan Papua, yang banyak tangani penangkapan kayu-kayu ini.Untuk satwa, aparat paling banyak menemukan kasus di perairan Jayapura, menyusul di Bandara Sentani, rumah tinggal, dan pertokoan di Kabupaten Jayapura, Kota Jayapura, dan Keerom." "Potret Kasus Lingkungan di PN Jayapura: Hukuman Ringan, Tak Ada Efek Jera?","Satwa paling banyak diamankan adalah burung dan jenis paling banyak nuri merah kepala hitam (​​Lorius lory). Ada juga nuri bayan (Ecletus roratus), kakatua raja (Prociger atterimus), dan kasuari kecil (Casuariussp). Kemudian, jagal Papua, kakatua jambul kuning (Cacatua sulphurea). Juga, perkicit stella (Charmosyna stella), nuri cokelat (Chalcopsitta duivenbodei), perkici pelangi (Trichoglossus haematodus), dan cenderawasih kecil (Paradise minor).Pada 2022, perdagangan satwa ilegal banyak disidangkan, setidaknya ada sembilan kasus.  Kasus penangkapan kayu sebagian besar terjadi pada 2018. Pada 2019-2021, sidang soal kayu terbilang sepi.“Tahun 2022,  tak lebih dari dua,” kata Zaka Talpatty, Humas PN Jayapura, baru-baru ini.Dia bilang, kasus lingkungan hidup yang disidang di PN Jayapura, lebih sedikit dibandingkan kasus-kasus lain.  Hukuman ringan?Vonis hukum terhadap kasus-kasus lingkungan hidup itu terbilang ringan, berkisar berkisar satu, dua tahun bahkan banyak di bawah satu tahun.Rony Saputra, Direktur Penegakan Hukum Auriga Nusantara mengatakan, vonis hukum kejahatan lingkungan hidup ringan hingga sulit menimbulkan efek jera terhadap para pelaku.“Bagaimana bisa memberikan efek jera bagi pelaku jika tuntutan jauh di bawah ancaman UU. Putusan rata-rata enam bulan sampai satu tahun. Jelas mengambil ancaman paling minimal,” katanya.Dalam kasus kayu ilegal, katanya, UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, bisa kena penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun,  denda paling sedikit Rp500 juta dan Rp2,5 miliar.Di PN Jayapura, katanya, tuntutan jaksa berkisar antara 1-2 tahun denda Rp500 juta subsider 2-6 bulan. Putusan hakim, katanya,  jauh lebih ringan lagi, rata-rata pidana penjara enam bulan sampai satu tahun denda Rp500 juta subsider satu bulan penjara." "Potret Kasus Lingkungan di PN Jayapura: Hukuman Ringan, Tak Ada Efek Jera?","Hal sama terjadi untuk kasus satwa. Ancaman pidana dalam UU No 5/1990 terhadap pelaku kejahatan maksimal lima tahun denda maksimal Rp100 juta. Tuntutan jaksa berkisar dua bulan hingga satu tahun denda Rp1 juta-Rp100 juta. Putusan hakim direntang dua bulan hingga satu tahun denda Rp1 juta-Rp50 juta.“Itu tidak akan memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan untuk menghentikan kejahatannya. Apalagi,  hasil dari perdagangan satwa liar dilindungi sangat menjanjikan.”Dari daftar perkara di PN Jayapura, kata Rony, juga tak ada korporasi terjerat hukum. Padahal,  kasus kayu ilegal paling banyak masuk persidangan di PN Jayapura dan diduga memiliki rantai bisnis panjang. Rantai bisnis dimaksud,  mencakup pemodal, penebang, pengangkut, hingga pembeli.Data dari pengadilan, tujuh dari 16 kasus kayu ilegal sepanjang lima tahun yang terdata terkait PT Mansinam Global Mandiri (Mansinam).Daniel Garden, Direktur Mansinam. Garden  bahkan pernah didakwa atas memiliki kontainer kayu ilegal yang ditemukan aparat keamanan di Entrop pada Maret 2017.  Hanya sebulan setelah perkara Garden vonis. di PN Jayapura, aparat kembali menemukan kasus lain terkait perusahaan ini.“Pemenjaraan direktur perusahaan tak menjamin pelanggaran perusahaan akan berhenti. Sebaliknya ini membuktikan, master main-nya adalah perusahaan itu sendiri. Sangat disayangkan jika penegak hukum tutup mata atas persoalan ini,” katanya.Minim penegakan hukum kejahatan korporasi yang dapat mengejar rantai bisnis kayu ilegal ini, katanya. membuat penegakan hukum sia-sia belaka.Adrianus Eryan dari Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) mengatakan, kejahatan terorganisasi oleh korporasi secara umum memiliki tingkat kesulitan lebih tinggi diungkap dibandingkan kejahatan individu." "Potret Kasus Lingkungan di PN Jayapura: Hukuman Ringan, Tak Ada Efek Jera?","Untuk mengungkap kasus korporasi, katanya, juga memerlukan lebih banyak sumber daya baik manusia, uang, tenaga, waktu. Juga perlu keseriusan dari aparat penegak hukum untuk secara serius menginvestasikan sumber daya yang memadai.“Penegakan hukum bukanlah hal sia-sia apabila benar-benar secara tepat dan serius.”  Zaka mengatakan, kebanyakan terdakwa kasus-kasus lingkungan, terutama kayu ilegal adalah pelaku yang ditangkap di jalanan, seperti sopir yang sedang angkut kayu. Sedang pemilik atau pelaku utama maupun penerima tak terjerat hukum.“Jadi, kalau kita mau proses orang macam begitu, apa harus dihukum seberat-beratnya? Jadi kita serba salah.”Karena itulah, katanya, hakim seringkali pakai ancaman minimal. Kalau penyidikan dilakukan dengan benar, dia yakin, para pelaku utama, bisa dibawa ke pengadilan. Hakim, katanya, biasa mempertanyakan soal ini kepada kepolisian saat hadis sebagai saksi di persidangan.“Kenapa yang ini ditangkap? Yang seharusnya ditangkap kan bukan mereka ini.”Namun, katanya, pertanyaan-pertanyaan seperti itu hanya imbauan karena hakim tak bisa mengintervensi kerja kepolisian maupun penyidik Lembaga lain karena institusi berbeda. ***Keputusan Ketua Mahkamah Agung pada 2011 mengatur tentang sertifikasi hakim lingkungan hidup. Tujuan sertifikasi ini untuk meningkatkan efektivitas penanganan perkara lingkungan hidup di pengadilan,  sebagai bagian dari perlindungan lingkungan hidup dan memenuhi rasa keadilan.ICEL, kata Adrianus,  merupakan lembaga yang mendorong penempatan hakim-hakim bersertifikasi lingkungan hidup di wilayah yang memiliki banyak kasus lingkungan, seperti di Papua.Di Papua, jumlah hakim bersertifikasi lingkungan hidup di wilayah hukum Pengadilan Tinggi Jayapura mencakup seluruh pengadilan negeri di Tanah Papua baru ada delapan. Tiga hakim di Pengadilan Negeri Jayapura, Pengadilan Negeri Sorong ada tiga dan dua di Pengadilan Negeri Manokwari." "Potret Kasus Lingkungan di PN Jayapura: Hukuman Ringan, Tak Ada Efek Jera?","Menurut Adrian, kayu ilegal dan penyelundupan satwa di PN Jayapura perlu menjadi catatan khusus. Ia bisa jadi “kekhasan” tipologi kasus lingkungan hidup di Papua.“Penegak hukum di Papua secara khusus harus mempelajari kompetensi untuk mengusut kasus-kasus itu dengan pengetahuan teknis memadai.”Menurut Rony, perkara lingkungan hidup di PN Jayapura tak sepenuhnya menggambarkan kasus lingkungan hidup di lapangan. Karena, katanya, banyak perkara tidak atau belum dilaporkan ke penegak hukum.Bisa juga ada perkara-perkara dilaporkan tetapi proses penyelidikan dan penyidikan setop karena bukan pidana. Bisa juga,  katanya, alat bukti kurang.Kemungkinan lain, katanya, ada perkara penyidikan belum lengkap dan dikembalikan jaksa penuntut umum ke penyidik.“Kemungkinan besar perkara di lapangan lebih banyak dari yang disidangkan di pengadilan negeri.”  [SEP]" "Penampungan Arang Bakau Diduga Ilegal di Batam Kena Segel","[CLS]     Rombongan DPR, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, BRGM dan instansi terkait lain inspeksi mendadak (sidak) ke perusahaan ekspor arang bakau di Batam, Kepulauan Riau, 25 Januari lalu. Mereka menyegel setidaknya tiga penampungan arang bakau diduga ilegal.Diduga ratusan ribu batang bakau ditebang untuk keperluan ekspor ke Singapura dan Malaysia bahkan sampai Arab Saudi ini. Sumber arang bakau dari berbagai daerah, mulai dari Batam, Lingga, Karimun dan paling banyak dari Maranti, Riau.Rombongan DPR juga mendapati ternak ayam berada di lahan berstatus taman buru. Sudin, Ketua Komisi IV DPR memerintahkan untuk menyegel semua yang melanggar, meskipun ada bekingan.Kerusakan hutan mangrove di Kota Batam, Kepulauan Riau,  jadi atensi pemerintah pusat. Tak hanya kerusakan karena penimbunan untuk pembangunan tetapi penebangan mangrove untuk arang bakau.Menindak lanjuti berabagai laporan, rombongan Komisi IV DPR mendatangi tiga lokasi perusahaan penampungan arang bakau ilegal di Batam. Dalam rombongan yang diketuai Sudin ini, ikut juga Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum) KLHK.Dalam kondisi hujan lebat rombongan memasuki penampungan pertama di dekat Jembatan 5, Sembulang, Batam. Penampungan berukuran sekitar setengah lapangan bola ini tepat di tepi laut. Tampak tersusun karung putih berukuran sedang. Di dalam karung sudah berisi arang bakau siap ekspor.“Hari ini kita temukan ada tempat penampungan arang produksi hutan bakau di hutan konversi yang izin belum turun (keluar),” kata Sudin.Dia bilang, setidaknya ada 11 titik penampung arang yang akan disegel. Sudin minta para pemilik diperiksa. “Kita minta Gakkum periksa 11 titik itu, melihat kesalahan mereka dan sanksi hukumnya,” katanya." "Penampungan Arang Bakau Diduga Ilegal di Batam Kena Segel","Saat sidak, sempat memanggil pemilik tetapi seorang pekerja mengatakan pemilik sedang pulang kampung ke Medan,  Sumatera Utara. “Bos pulang kampung,” kata Mardi pengawas di perusahaan itu.Dia bilang, proses ekspor arang bakau ini melalui jalur resmi di Pelabuhan Batu Ampar.  Surat izin berkop KLHKSidak berlanjut ke Kuala Buluh, Kelurahan Sembulang, Kecamatan Galang, Batam, sekitar 20 menit dari lokasi pertama. Di bagian depan gerbang masuk bertuliskan PT Anugerah Makmur Persada (AMP) berada  di pesisir laut.Ada gudang penampungan arang bakau dan beberapa tungku tempat pembakaran kayu jadi arang. Dari google map setidaknya perusahaan ini memiliki tiga lokasi terpisah.Sudin meradang ketika pemilik perusahaan menunjukkan surat izin nota pengangkutan arang bakau bekop logo KLHK. Sudin menanyakan kepada Rasio, Dirjen Gakum, bilang tak tahu.  Bertanya ke pejabat Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kepri juga.“Saya minta usut logo itu.”.Sudin juga memanggil salah seorang penyidik Gakkum di Batam. Dia menanyakan penindakan selama ini karena perusahaan sudah berlangsung puluhan tahun.Setidaknya seharian itu rombongan menyegel tiga penampungan arang bakau siap ekspor ke berbagai negara. Di lokasi terakhir arang bakau sudah dikemas kardus bertuliskan bahasa Mandarin, dengan label ‘made in Indonesia’.  Roy, sapaan akrab Rasio mengatakan, perusahaan ekspor ini berada di kawasan hutan produksi konversi yang tidak ada izin sama sekali. Mereka melanggar setidaknya UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU Kehutanan.Dia akan menurunkan penyidik KLHK untuk melakukan pemeriksaan di 11 lokasi yang terindikasi terjadi kegiatan ilegal itu.Junaidi, pemilik AMP mengatakan, perusahaan hanya menerima arang jadi untuk ekspor. Sedangkan dokumen produksi arang atau dapur berada di lokasi produksi. “Arang bakau ini dari Meranti, Lingga dan Karimun, ada juga Batam,” katanya." "Penampungan Arang Bakau Diduga Ilegal di Batam Kena Segel","Arang bakau itu mereka ekspor ke Jepang, Taiwan, Singapura, Hongkong dan Arab Saudi. “Satu bulan kita bisa kirim 30-an kontainer, satu kontainer 800 karung. Kita beli satu kilogram Rp5.000,” katanya.Kalau sebulan 30 kontainer,  satu bulan setidaknya 24.000 karung alias pertahun 288.000 karung.“Kita ekspor dari Pelabuhan roro Sekupang dan Batu Ampar.”  Junaidi enggan menyebutkan harga jual di luar negeri satu karung arang bakau.Dia bilang, di Tembelan aka nada dapur. “Sudah dibangun, sudah dapat izin juga, kalau itu saya produksi sendiri,” katanya.Junaidi sudah bekerja puluhan tahun di usaha arang bakau. Untuk usaha AMP baru tujuh tahun.Hendrik Hermawan,  pendiri Akar Bhumi Indonesia mengatakan, pemerintah daerah seperti kecolongan dalam kasus ini karena penampungan arang bakau ekspor ini sudah puluhan tahun.“Apakah pemerintah daerah buta atau dibutakan? Kenapa ini dibiarkan, pemerintah bisa kita sebut kecolongan,” katanya.Selain arang bakau, penimbunan mangrove Ilegal banyak terjadi di Batam. “Kita minta DPR juga memperhatikan kerusakan mangrove dari penimbunan (reklamasi) untuk pembangunan di Batam,” katanya.  *******  [SEP]" "Kendaraan Listrik di Indonesia: Masa Depan dan Dampak Lingkungan","[CLS]  Pemerintah Indonesia berencana memberikan insentif sekitar Rp80 juta untuk pembelian mobil listrik, Rp40 juta untuk mobil hybrid, Rp8 juta untuk pembelian motor listrik, dan Rp5 juta untuk motor konversi.Namun, tidak semua kendaraan dapat menikmati insentif ini. Ada dua syarat yang harus dipenuhi: kendaraan listrik tersebut diproduksi di dalam negeri, serta memenuhi tingkat komponen dalam negeri [TKDN] yang telah ditetapkan sebelumnya.Insentif ini menarik perhatian, lantaran pemerintah berencana menggelontorkan dana APBN hingga Rp5 triliun.Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di akun YouTube Sekretariat Presiden,  Rabu [21/12/2022] mengatakan, semakin banyak pengguna mobil atau motor listrik, secara fiskal kita akan terbantu. Karena subsidi untuk kendaraan berbasis bensin akan semakin berkurang.Munculnya rencana itu, lanjut Agus, untuk mempercepat penggunaan kendaraan listrik demi memuluskan langkah Indonesia dalam menurunkan emisi karbon dunia. Tak hanya itu, Indonesia memiliki keunggulan yakni sebagai negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia.Pemerintah juga telah menetapkan peta jalan perkembangan TKDN untuk kendaraan listrik yang dijual di Indonesia dengan target mencapai 40% di tahun 2022, dan 80% di tahun 2030. Sedangkan untuk aspek perakitan memiliki porsi sebesar 20% hingga 2023 dan akan turun menjadi 12% mulai tahun 2024.Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah dilansir dari laman resmi DPR mengatakan, insentif untuk kendaraan listrik dan hybrid tidak ada dalam APBN 2023. Rencana subsidi hendaknya dipertimbangkan matang, agar akselerasi Indonesia menuju transportasi rendah emisi,  mengurangi impor minyak bumi, menyehatkan APBN, dan kebijakan berkelanjutan mengurangi kemiskinan berjalan seimbang.  Skala prioritas" "Kendaraan Listrik di Indonesia: Masa Depan dan Dampak Lingkungan","Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia [Gaikindo], masyarakat yang memiliki kemampuan untuk membeli kendaraan dengan harga diatas Rp500 juta hanya 1% dari seluruh pemilik kendaraan roda empat.Hal ini diperkuat pernyataan Analis Kebijakan Madya Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Miftahudin, yang menjelaskan bahwa harga mobil listrik yang tidak terjangkau hanya bisa dimiliki oleh 5% dari penduduk Indonesia.Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia [Gaikindo], Jongkie Sugiarto, pada diskusi Kamis [28/07/2022] lalu. Dengan pendapatan per kapita US$ 3.600, daya beli masyarakat ada pada harga Rp250 juta kebawah. Kalau harga kendaraan listrik diatas Rp500 juta, tentu jumlah penjualannya kurang dari 600 ribu unit.Sekretaris Jenderal Gaikindo, Kukuh Kumara, pada 2020 lalu, dilansir dari CNBC Indonesia mengatakan, harga mobil listrik paling murah berkisar Rp500-600 juta. Sementara, 80-90% masyarakat Indonesia yang menjadi konsumen kendaraan roda empat hanya membeli dengan harga Rp300 juta kebawah.Selain itu, dengan harga mobil listrik berbasis baterai yang cukup mahal, seakan insentif  diperuntukkan kalangan menengah keatas, sehingga kurang tepat dari tingkat adopsi dan keetisan.Lain halnya dengan kendaraan listrik roda dua yang harganya berkisar Rp15-35 juta dan cukup bersaing dengan kendaraan roda dua berbahan bakar bensin. Pemberian insentif diperkirakan dapat mempercepat adopsi kendaraan listrik roda dua dan diprioritaskan bagi masyarakat yang menggunakannya sebagai mata pencaharian utama.Selain membeli, masyarakat juga dapat mengonversi kendaraan bensin roda dua menjadi kendaraan listrik. Ini tentunya, selain menumbuhkan UMKM bengkel konversi juga tidak menambah volume kendaraan roda dua di jalan, yang saat ini diperkirakan mencapai 120 juta unit di seluruh Indonesia.  Kendaraan listrik menekan GRK" "Kendaraan Listrik di Indonesia: Masa Depan dan Dampak Lingkungan","Dari sisi lingkungan atau emisi gas rumah kaca, kendaraan listrik tidak menghasilkan gas buang pada pengoperasiannya [tank-to-wheel]. Emisi gas rumah kaca yang dihasilkan hanya berasal dari proses pembuatan komponen kendaraan dan bahan bakarnya, yakni listrik.Dominasi PLTU membuat faktor emisi jaringan listrik Indonesia tinggi, yakni mencapai 0,872 KgCO2/kWh. Seiring berjalannya dekarbonisasi di sektor pembangkit tenaga listrik, akan menekan emisi kendaraan listrik menjadi lebih kecil dari saat ini.Akan tetapi, dalam dekarbonisasi kendaraan darat, terdapat kerangka kerja ASI yang berasal dari tiga strategi utama yakni avoid, shift, improve, dan penggunaan kendaraan listrik adalah salah satu strategi improve.Tabel Strategi ASI:StrategiAvoidShiftImprove Adaptasi dari Sustainable Urban Transport: Avoid-Shift-Improve Dilihat dari sisi emisi, strategi avoid dan shift terbukti mengurangi emisi lebih besar dengan biaya lebih sedikit, dibandingkan strategi improve. Oleh karenanya, penggunaan kendaraan umum dan pengembangan berbasis transit perlu didorong untuk menghasilkan penurunan emisi lebih signifikan. Pemerintah dapat melengkapi program ini agar lebih tepat sasaran.Dari sisi lingkungan, pemerintah dapat memberikan insentif kepada bus-bus listrik, yang memiliki penurunan emisi lebih banyak dibanding kendaraan pribadi, serta dapat mengurangi tingkat kemacetan.Dari sisi pertumbuhan industri dalam negeri, pemerintah dapat memberikan jumlah insentif dengan level tertentu. Misal, dengan tingkat tenaga yang dihasilkan, jarak tempuh, atau kapasitas baterai.Pemerintah juga dapat mencontoh skema insentif negara lain. Sebut saja FAME dari India yang menetapkan insentif kendaraan pribadi berdasarkan performa kendaraan serta insentif untuk investasi stasiun pengisian kendaraan listrik umum [SPKLU]. " "Kendaraan Listrik di Indonesia: Masa Depan dan Dampak Lingkungan"," * Faris Adnan Padhilah, Peneliti Muda Sistem Ketenagalistrikan dan Sumber Daya Energi Terdistribusi Institute for Essential Services Reform [IESR]. Tulisan ini opini penulis.  [SEP]" "Nelayan Natuna Resah Pembatasan Zona Tangkap, Ini Kata KKP","[CLS]  Nelayan kecil Natuna kaget ketika melihat dokumen Tanda Daftar Kapal Perikanan (TDKP) mereka terdapat larangan melaut di zona tertentu. TDKP merupakan dokumen yang menyatakan bahwa kapal penangkapan ikan tersebut dimiliki oleh nelayan kecil. Padahal nelayan melaut di jalur yang dilarang.Dalam lampiran dokumen TDKP yang diterima nelayan kecil Natuna, tertulis jalur penangkapan terlarang. Bagian ini terdapat dua poin yaitu pertama, alat tangkap tonda dilarang melakukan penangkapan Jalur IA, Jalur III dan Laut Lepas. Kedua, alat tangkap pancing ulur dilarang melakukan penangkapan di laut lepas.Alat tangkap tonda maupun pancing ulur merupakan alat tangkap tradisional yang digunakan nelayan Natuna secara turun temurun dan terbiasa mencari ikan dan jauh ke laut lepas.Larangan tersebut mengundang protes oleh nelayan Natuna. Pelarangan dianggap membatasi ruang laut nelayan mencari ikan.Ketua Aliansi Nelayan Natuna (ANN) Hendri mengatakan, sudah menerima laporan masyarakat terkait hal tersebut beberapa minggu sebelumnya. Memang terdapat ketentuan tambahan pada TDKP yang dikeluarkan oleh Satuan Kerja (Satker) Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepri.“Dalam surat itu, melarang pompong nelayan Natuna beroperasional di jalur penangkapan ikan IA dan jalur III. Artinya nelayan dilarang menangkap ikan melebihi 12 mil dari pantai,” kata Hendri.baca : Laut Natuna Diatur Zonasi, Nelayan: Jangan Batasi Kami  Dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) No.18/2021 disebutkan jalur penangkapan ikan I terdiri atas dua ketentuan, IA meliputi perairan 2 mil laut diukur dari garis pantai, sedangkan IB perairan di luar jalur IA sampai dengan 4 mil laut.Jalur penangkapan ikan II, meliputi perairan di luar jalur penangkapan I sampai dengan 12 mil laut. Terakhir jalur penangkapan ikan III, meliputi perairan di luar jalur penangkapan ikan I dan II, termasuk zona ekonomi eksklusif Indonesia." "Nelayan Natuna Resah Pembatasan Zona Tangkap, Ini Kata KKP","Pembatasan nelayan ini sudah pernah keluar dalam Permen KP No.59/2020. Dalam aturan itu terdapat dua kebijakan yaitu pelarangan nelayan melaut diatas dua mil dan juga ada izin penggunaan cantrang. “Setelah permen itu kami tolak, maka munculah Permen KP No.18/2021,” kata Hendri.Menteri KP ketika itu Edy Prabowo berjanji akan menghilangkan dua pasal bermasalah tersebut. Tidak akan ada pelarangan terhadap jalur melaut nelayan dan juga tidak ada izin baru lagi untuk cantrang.Namun setelah Permen KP No.18/2021 keluar, dua persoalan tersebut diyakini nelayan sudah tidak ada lagi. “Rupanya di bagian akhir Permen ada pelarangan zona tangkap nelayan kecil, kami baru tahu setelah surat TDKP itu dikeluarkan ,” katanya.Hendri meminta Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) membatalkan pembatasan area tangkap nelayan kecil tersebut. “Kebijakan ini sama saja dengan melarang nelayan Natuna untuk menangkap ikan, karena selama ini nelayan Natuna setiap harinya melaut lebih dari 12 mil,” kata Hendri.baca : Nasib Nelayan Natuna: Terusir Dari Laut Sendiri, Ditangkap di Laut Malaysia  Pertengahan Januari 2023 lalu, beberapa perwakilan Nelayan Natuna mengadu ke kantor Gubernur Provinsi Kepulauan Riau. Pertemuan membuahkan hasil, Gubernur Kepri mengeluarkan dua surat sekaligus hasil dari pertemuan tersebut untuk dikirimkan kepada KKP.Dalam surat Gubernur Kepri meminta supaya jalur III pada WPP-NRI 711 tidak ditutup untuk penangkapan ikan menggunakan alat tangkap pancing tonda. Pasalnya pada Permen 18 tahun 2021 disebutkan alat tangkap pancing tonda hanya diperbolehkan pada jalur IB dan II. Pelarangan tonda pada jalur III itu menyebabkan kekhawatiran nelayan. KKP akan Turun ke NatunaDirektur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini meminta nelayan untuk tetap tenang terkait aturan itu. Dalam waktu dekat dirinya bersama tim KKP akan turun ke Natuna untuk melihat masalah tersebut." "Nelayan Natuna Resah Pembatasan Zona Tangkap, Ini Kata KKP","“Dalam waktu dekat kita akan ke Natuna, kita coba relaksasi aturan-aturan yang dikeluhkan nelayan tersebut,” kata Zaini saat dihubungi Mongabay, Senin, 14 Februari 2023.Zaini menjelaskan, terjadi kekosongan aturan soal zona tangkap nelayan, salah satunya untuk kapal ukuran diatas 5 GT dan dibawah 30 GT di Natuna. Kapal ukuran 30 GT ke atas merupakan kewenangan pemerintah pusat untuk mengeluarkan izin, yang rata-rata melaut 12 mil ke atasSedangkan pemerintah daerah mengeluarkan izin kapal yang melaut 12 mil ke bawah atau kapal yang memiliki ukuran dibawah 10 GT. “Sedangkan pusat tidak boleh mengeluarkan izin kapal yang berada dibawah 30 GT. sehingga terjadi kekosongan hukum,” kata Zaini.baca juga : Hak Istimewa Nelayan Tradisional pada Zona Penangkapan Terukur  Lalu bagaimana dengan kapal yang ukuran 30 GT ke bawah dan beroperasi di atas 12 mil? “Siapa yang mengeluarkan izinnya, kan tidak ada, ini yang sering dikriminalisasi daerah lain,” kata Zaini.Makanya PP No. 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan, akan dimasukan di dalamnya bahwa kapal yang melaut di atas 12 mil izinnya akan berada di pemerintah pusat.“Tim lapangan akan kita kirim nanti, ini akan menjadi rujukan untuk bikin relaksasi kekosongan hukum itu. Nelayan jangan khawatir, saya jamin itu, bekerja aja seperti biasa, sebelum aturan baku keluar saya akan turunkan surat edaran, biar nelayan nyaman melaut. Negara tidak mungkinlah menyengsarakan rakyatnya,” pungkasnya.   [SEP]" "KIARA: Perppu Cipta Kerja adalah Bentuk Inkonstitusional Masa Kini","[CLS]  Kehadiran Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Perppu CK masih menuai polemik sampai sekarang. Peraturan yang diterbitkan pada 30 Desember 2022 itu, masih dinilai inkonstitusional karena ada proses yang tak dijalani secara wajar.Dengan cap yang melekat itu, segala perkembangan yang berkaitan dengan Perppu CK dinilai hanya sebagai bentuk inkonstitusional. Termasuk, kegiatan sosialisasi Perppu Ck itu yang dilaksanakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).Sosialisasi yang dilakukan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) KKP pada 30 Januari 2023 itu disebutkan bertolak belakang dengan penolakan oleh seluruh lapisan masyarakat, baik pakar hukum tata negara, akademisi, organisasi masyarakat sipil, buruh, tani, mahasiswa hingga nelayan dan perempuan nelayan tradisional.Kabar penolakan itu disampaikan sendiri oleh Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati. Bagi dia, penolakan tersebut dinilai tepat, karena Perppu CK diterbitkan dengan cara yang inkonstitusional.KIARA sendiri mengakui menjadi salah satu pihak yang menolak kehadiran Perppu CK, karena selain inkonstitusional, Perppu CK bisa memicu dampak buruk terhadap kehidupan sosio ekologis. Mereka bergabung dengan masyarakat bahari yang salah satunya adalah nelayan tradisional.Kemudian, ada juga perempuan nelayan, petambak garam, pembudi daya ikan, pelestari ekosistem pesisir, dan masyarakat adat pesisir. Semuanya kompak menolak tegas Perppu CK yang bisa memicu banyak dampak negatif dan berbahaya di masa mendatang.“Perppu Cipta Kerja disusun tanpa adanya situasi kegentingan yang memaksa, tanpa partisipasi yang bermakna, dan hanya menjadi cara untuk membangkang dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020,” jelas Susan Herawati pekan lalu di Jakarta.baca : Menyoal Perppu UU Cipta Kerja [1]  " "KIARA: Perppu Cipta Kerja adalah Bentuk Inkonstitusional Masa Kini","Menurut dia, Perppu CK hanya akan mengulang kerentanan terhadap masyarakat bahari sebagaimana termaktub dalam UU CK. Selain itu, Perppu CK juga disusun bukan untuk melindungi dan memberdayakan masyarakat bahari, melainkan untuk memberikan kepastian hukum kepada investor dengan segala kepentingannya dalam mengeruk sumber daya alam, khususnya sumber daya perikanan dan kelautan.Saat DJPT KKP menggelar sosialisasi Perppu CK, ada empat hal yang menjadi fokus dan perhatian mereka. Pertama, adalah tentang peraturan pelaksana Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020. Kedua, tentang Perppu CK akan mengubah Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) menjadi perizinan berusaha.Kemudian ketiga, Perppu CK bertujuan untuk mempermudah investasi di sektor perikanan dan kelautan. Terakhir atau keempat, Perppu CK hadir untuk mengubah kewenangan penerbitan perizinan.Namun, dari analisis yang dilakukan oleh KIARA, Susan Herawati menyebut kalau Perppu CK mengandung sejumlah permasalahan dalam substansi untuk penerapan pada subsektor perikanan tangkap. Subtansi PermasalahanCatatan pertama, Perppu CK menghapus batas ukuran skala ukuran tonase kapal (gross tonnage/GT) dalam definisi nelayan kecil, dan mengubahnya menjadi skala usaha yang terdiri dari mikro, kecil, menengah dan besar.Penghapusan ini akan menciptakan celah bagi nelayan yang mengoperasikan kapal perikanan di atas 10 GT untuk tidak patuh terhadap kewajiban membawa kelengkapan dokumen administrasinya, serta sistem pemantauan kapal perikanan.Kedua, kehadiran Perppu CK dinilai hanya akan menjadi karpet merah terhadap investor perikanan dalam mengeruk sumber daya perikanan dan kelautan di Indonesia, bahkan memberikan keleluasaan bagi investasi korporasi asing di zona ekonomi eksklusif Indonesia (ZEEI)." "KIARA: Perppu Cipta Kerja adalah Bentuk Inkonstitusional Masa Kini","Catatan ketiga, Perppu CK bisa mengubah kewenangan penerbitan perizinan. Detailnya, kapal dengan ukuran maksimal 5 GT wajib mengurus perizinan langsung ke KKP jika beroperasi di wilayah kawasan konservasi nasional.Sementara, untuk kapal di atas 5 GT yang tidak beroperasi di wilayah kawasan konservasi nasional juga tetap wajib mengurus perizinan ke pusat, jika wilayah operasinya ada di atas 12 mil laut dan masuk dalam kategori lintas provinsi.“Hal ini bertolak belakang dengan kekhususan yang sebelumnya diberikan kepada nelayan kecil (0-10 GT) yang hanya diwajibkan mengurus Tanda Daftar Kapal Perikanan (TDKP),” ungkap dia menukil catatan yang diterbitkan KIARA itu.baca juga : UU Cipta Kerja Makin Mengancam Petani dan Nelayan  Catatan keempat, KIARA melihat bahwa kewajiban nelayan 0-10 GT untuk mengurus penerbitan perizinan ke pusat hanya untuk mengeruk dan meningkatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari nelayan kecil dan tradisional.“Hal tersebut sejalan dengan target peningkatan PNBP yang ditetapkan oleh KKP dengan nilai Rp12 triliun pada 2024,” tambah dia.Itu berarti, perubahan kewenangan penerbitan perizinan nelayan kecil ke pusat tersebut hanya akan memberatkan dan merugikan nelayan kecil, terutama karena mereka juga dipungut PNBP. Kondisi itu akan meningkatkan diskriminasi nelayan kecil dari ruang kelola dan ruang produksinya di laut.Melalui kebijakan ini, publik jadi tahu bahwa pemilik modal dan KKP menjadi pihak yang akan mendapatkan keuntungan besar. Padahal, sebagai pemimpin di sektor kelautan dan perikanan, KKP harusnya mendengarkan keluhan nelayan, khususnya nelayan tradisional. Perppu CK untuk Keberpihakan Nelayan " "KIARA: Perppu Cipta Kerja adalah Bentuk Inkonstitusional Masa Kini","Sebelumnya, Dirjen Perikanan Tangkap KKP M. Zaini Hanafi saat sosialisasi Perppu CK pada 30 Januari 2023 mengatakan tidak ada perubahan substansi pada Perppu CK PERPU CK. Sosialisasi dilakukan agar stakeholders perikanan tangkap dapat lebih memahami ketentuan dalam aturan tersebut.“Perubahan di subsektor perikanan tangkap pada PERPU CK ada pada teknis penulisan dan redaksional saja. Sudah jelas disebutkan, hadirnya aturan ini menunjukkan keberpihakan kepada nelayan serta memberikan kepastian berusaha,” jelasnya saat membuka sosialisasi tersebut.baca juga : Tantangan UU Cipta Kerja dalam Menguji Kepatuhan Pelaku Usaha Perikanan  Senada dengan Zaini, Kepala Biro Hukum KKP, Effin Martiana menyampaikan Perpu CK memuat beleid sektor kelautan dan perikanan yang sama. Diantaranya Undang-Undang (UU) Perikanan, UU Kelautan, UU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam serta UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.“Perppu CK telah ditetapkan Presiden RI tanggal 30 Desember 2022 dan berlaku di tanggal yang sama, sebagai pelaksanaan Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020. Salah satu tujuannya untuk menciptakan dan meningkatkan lapangan kerja seluas-luasnya,” paparnya.Perppu CK memberikan keseragaman terminologi dokumen terkait perizinan usaha perikanan tangkap. Perizinan dalam sektor perikanan tangkap tidak lagi menggunakan frasa Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) atau Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI), melainkan menggunakan terminologi perizinan berusaha.Sedangkan Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) KKP Ishartini pada kesempatan berbeda berusaha meyakinkan publik bahwa kehadiran Perppu CK adalah jawaban atas kebutuhan masyarakat akan perlindungan dan peningkatan kesejahteraan." "KIARA: Perppu Cipta Kerja adalah Bentuk Inkonstitusional Masa Kini","“Perppu ini merupakan respon cepat pemerintah terhadap dinamika global yang terjadi saat ini dan antisipasi dampak yang akan datang,” ucap dia.Ishartini mencontohkan, Perppu CK mengharuskan pelaku usaha perikanan untuk memenuhi standar mutu hasil perikanan dalam melaksanakan bisnis perikanan. Hal ini, bertujuan untuk menjaga keamanan dan kenyamanan konsumen dan memperluas akses pasar bagi produsen.“Substansi bidang PDSPKP yang diatur dalam Perppu tersebut, meliputi standar mutu hasil perikanan, perizinan berusaha berbasis resiko, dan impor komoditas perikanan,” papar dia.Sebagai informasi, jumlah perizinan berusaha yang diterbitkan untuk subsektor pemasaran ikan sampai dengan Desember 2022 mencapai 48.233 ijin usaha dengan jumlah pelaku usaha yang mengajukan sebanyak 34.895 orang.   [SEP]" "Harapan Kosong Perkebunan Sawit di Malang","[CLS]  Wahyudi (44), sedang membersihkan tanaman liar yang merambat pada pohon sawitnya, ketika kami jumpai di Desa Tumpakrejo, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Meski merugi, dia masih mempertahan dua pohon sawitnya, dengan harapan suatu saat nanti pohonnya bisa mendatangkan keuntungan.“Niki sisane (ini sisanya),” ujarnya.Wahyudi satu dari sekian petani yang masih menggantungkan harap pengepul itu datang lagi, dan membali buah sawit mereka. Meski, pohon sawit di Tumpakrejo sudah tidak banyak lagi.Sebelumnya, Wahyudi juga hampir semua petani di desa itu, sempat menanam sawit awal 2000-an. Di tanah satu hektar, dia menanamnya dengan bentuk mengelilingi tanaman lain, seperti pagar. Ubeng kandang namanya.“Katanya, dulu sawit baik gitu harganya perkilo. Katanya, akan ada pabrik dekat sini di daerah Blitar,” jelas Wahyudi, Rabu (9 November 2022).Petani membeli bibit sawit seharga Rp1.500 per biji. Berdasarkan keterangan Wahyudi, harga jual yang dijanjikan waktu itu berkisar antara Rp900-Rp1.000 per kilogram. Sekali tanam bibit, petani diberi bayangan oleh pedagang bibit langganan Tumpakrejo, akan mendapatkan keuntungan berlipat ganda.“Biasanya memang dropping,” ujarnya.Penjual bibit seringkali menitip dagangannya ke rumah Rukun Tetangga (RT). “Katanya dulu dibeli langsung dari Kalimantan,” imbuh Wahyudi.Selain membual soal harga tinggi, jaminan buah yang pasti diambil juga terus digaungkan. Sebuah pabrik di Blitar, Jawa Timur, digadang-gadang bakal jadi pembeli seluruh hasil panen sawit.Narasi ini sejalan dengan wacana Bupati Kabupaten Malang yang mendukung pabrik pengolahan sawit guna mendukung produksi biofuel, bahan bakar ramah lingkungan versi pemerintah. Wahyudi lantas melihat peluang, meski tidak tahu keabsahan pabrik tersebut." "Harapan Kosong Perkebunan Sawit di Malang","Pada tiga tahun pertama, hasil panen membawa keuntungan. Wahyudi sempat mendapat Rp200.000-Rp300.000 sekali panen, dengan harga jual Rp800 per kilogram. Namun kian tahun, angka itu turun. Tahun keempat, harga jual terjun bebas menjadi Rp500 per kilogram. Pun dengan harga jual semurah itu, buah yang sudah dibeli tidak langsung dibayarkan. Pengepul masih menunda hingga tiga bulan. Sejak itu, panennya tidak jelas.**  Beda cerita dengan Marimin (70). Pembayarannya diangsur tiga bulan.“Dikasih uang (pembelian) nunggu tiga bulan, tapi barang (hasil panen) sudah dibawa, kalau petani tiga bulan yo selak kaliren (ya keburu kelaparan),” tuturnya, Rabu (9 November 2022).Marimin tak jauh berbeda dengan Wahyudi, petani biasa, modal tanah garapan, tergiur menanam sawit karena harga jual tinggi. Dia tidak cukup mengetahui keberadaan pabrik pengolahan sawit di Blitar. Modal percaya, membuatnya menanam sawit di ladang satu hektarnya. Dia belum pernah mendapat hasil. Terakhir, pengepul membawa hasil panen dan berjanji akan membayarnya tiga bulan kemudian, lalu menghilang.Kini buahnya tidak terawat. Dia kebingungan bagaimana menjual sawit di Malang dan sempat berupaya meletakkannya di pinggir jalan. Untuk mengangkut, dia menyewa motor sebab jarak antara rumah dan jalan besar sekitar tiga kilometer. Dia harus merogoh kocek Rp20.500. Sekali angkut, satu motor bisa menampung 50 kilogram sawit.Jika terjual habis, Marimin hanya mendapat keuntungan Rp35.000, dikurangi sewa motor praktis ia hanya mengantongi Rp14.500.“Makan apa petani?” ucapnya.Marimin orang lugu, tidak mengerti jika penjualan buah sawit hanya dibeli industri pengolahan. Bukan seperti buah kelapa yang bisa dikonsumsi dan dibeli perorangan.“Yo gak payu (ya tidak laku),” terangnya. Buah itu, tergeletak di pinggir jalan utama menuju desa.**" "Harapan Kosong Perkebunan Sawit di Malang","Sumarsih (54), mengaku mendapat bibit dan pupuk gratis. Dengan harapan untung besar karena harga jual tinggi, Asih biasa dipanggil, menanam sawit di ladang miliknya. Awal berbuah, dia sempat sekali menjual dengan keuntungan Rp200.000.Setelahnya, pengepul tak lagi datang dan buah terbengkalai. Asih menebangnya. “Karena tidak menghasilkan dan mengganggu tanaman lain,” ujarnya, Kamis (10 November 2022).Tanaman monokultur ini rakus air, membuat tanah tidak produksi. Wahyudi, Marimin, dan Asih mengeluhkan hal serupa.Wahyudi bahkan membutuhkan waktu enam bulan untuk benar-benar bisa “membunuh” pohon sawit. Dia mencoba beberapa cara, mulai menggunakan obat pembunuh rumput liar, sampai membakarnya menggunakan ban, tapi tidak mempan.“Daunnya yang lebar saya potong sampai habis. Pucuknya saya pangkas lalu ditaburi obat rumput, baru mati,” terang Wahyudi.Kini Wahyudi dan mayoritas petani di Tumpakrejo menanam tebu. Penghasilannya lebih teratur dibandingkan sawit. Hasil panennya pun dibeli pabrik gula yang memang sudah sejak zaman Belanda ada di Kabupaten Malang.“Cukup buat hidup,” ungkapnya saat disinggung soal penghasilan.Pengalaman Wahyudi, Marimin, dan Asih mencerminkan minimnya perhatian pemerintah kabupaten terhadap nasib petani. Absennya sosialisasi dan analisis yang matang dalam rencana ekspansi sawit di Kabupaten Malang, akhirnya mengorbankan warga, khususnya petani.Transparansi program kerja juga jadi pertanyaan. Pemerintah Kabupaten Malang melalui Bupati Sanusi, kerap menyatakan dukungan pada ekspansi tanam sawit. Hingga akhir 2021, Sanusi sering mengucapkan jargon Sawit Baik atau Sawit Tidak Merusak Lingkungan di sejumlah media. Berdasarkan laporan beritajatim.com 21 Maret 2021, Sanusi mengatakan hendak membangun pabrik sawit di Malang Selatan." "Harapan Kosong Perkebunan Sawit di Malang","Rencana pendirian pabrik dikatakan sudah dibicarakan dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, hingga Menteri Koordinator Perekonomian. Pabrik dipercaya akan meningkatkan ekonomi petani Kabupaten Malang.Sanusi mengatakan, beberapa investor sangat tertarik untuk menanamkan modal untuk alokasi lahan seluas 60.000 ha.Saat dikonfirmasi terkait pernyataan tersebut beserta program kerjanya, hingga artikel ini tayang, Sanusi enggan memberi komentar baik melalui pesan singkat maupun janji temu. Pesan serupa juga ditujukan pada Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Malang, Budiar Anwar. Akan tetapi, respon serupa kami dapati.Kami juga menghubungi Tomie Herawanto, Sekretaris Daerah Kabupaten Malang. Dia justru memberi respon diluar dugaan. Menurut kesaksiannya, tidak ada program kerja khusus yang menyasar pada sektor perkebunan sawit.“Ngapunten (maaf) belum ada (program), hanya potensi dalam analisa dan kajian Dinas Pertanian,” terang Tomie, Selasa (15 November 2022).Ditemui terpisah, Andre Barahamin, Senior Forest Campaigner Kaoem Telapak, menjelaskan kasus sawit di Kabupaten Malang tidak menggunakan analisa mendalam. Perkebunan sawit biasanya dimulai dari inisiatif pihak swasta dan pemerintah.“Jika ada petani yang kemudian mengalihkan jenis tanamannya dari tanaman keras atau holtikultura ke sawit, itu karena daerah sekitarnya sudah menjadi perkebunan sawit. Artinya, infrastruktur pendukung sudah ada lebih dulu,” terangnya, Sabtu (12 November 2022).Menurut Andre, sosialisasi penting agar tidak ada disinformasi. Dalam kasus Kabupaten Malang, sosialisasi pun tidak dilakukan.“Di Malang ini petani bisa dibilang dibohongi, diiming-iming karena ada tren sawit di Sumatera dan Kalimantan, tanpa dilengkapi penjelasan lebih komplit. Sosialisasi yang lebih holistic,” tuturnya.  Modus baru rasa lama" "Harapan Kosong Perkebunan Sawit di Malang","Pola ekspansi tanaman sawit di Kabupaten Malang termasuk paling baru. Dengan dalih koperasi, memberi bibit dan pupuk gratis, juga jaminan harga jual tinggi membius siapapun untuk menjajal peruntungan. Apalagi jika sudah berkaitan dengan sumber penghasilan.Kaoem Telapak menjelaskan, mendekati petani adalah upaya untuk menghindari perizinan. “Memang ada tren begitu dari perusahaan kecil yang tidak punya cukup modal, kemudian mengambil jalan melingkar dengan cara mendorong menyediakan bibit gratis kepada petani,” terang Andre.“Petani yang menanam di lahan sendiri menjadi justifikasi awal bagi mereka untuk mendirikan pabrik,” imbuhnya.Ada banyak celah dalam skema ini. berdasarkan pengamatan Kaoem Telapak, meski mencium afiliasi pemerintah daerah dengan industri untuk mendekati petani, skema koperasi bisa mempermudah pemerintah daerah untuk lepas tangan.“Permainan industri sawit yang ingin mengakali peraturan, namun di satu sisi pemerintah  tidak mau ikut campur karena merasa itu bukan tanggung jawabnya, memang tidak ada relasi formal atau afirmasi alternatif, sebagai bukti untuk meminta pertanggungjawaban daerah,” jelasnya.Rino Afrino, Wasekjen Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) dalam diskusi yang diadakan Forum Jurnalis Sawit, di Jakarta, menjelaskan tidak meratanya harga jual yang diterima petani perlu menjadi perhatian serius pemerintah sebagai pembuat regulasi. Sebab, penetapan harga seringkali dirasa tak adil oleh petani swadaya.“Anjloknya harga jual tandan buah segar (TBS) perlu menjadi perhatian pemerintah. Petani swadaya menerima perlakuan tidak adil meskipun ada penetapan harga TBS sawit oleh pemerintah,” katanya.Masih menurutnya, harga TBS di tingkat petani cenderung rendah. Khususnya yang diterima petani sawit swadaya. Di daerah sentra sawit, harga TBS sawit di level petani swadaya berkisar Rp800-Rp900 per kilogram.  Ekspansi sawit di Pulau Jawa" "Harapan Kosong Perkebunan Sawit di Malang","Kami berusaha menelusuri distribusi bibit sawit di Kabupaten Malang. Sejumlah informasi beredar, bibit dijual melalui seseorang bernama Rusman, pedagang yang sudah lama jadi langganan warga.Wahyudi dan Marimin pun mengakui jika afiliasi para petani dengan laki-laki yang tinggal di kaki Gunung Perkul itu sudah lama terjalin. Namun, para petani hanya mengetahui bibit tersebut dibeli langsung dari Kalimantan.Kami juga coba menapaki pernyataan Bupati Sanusi soal pabrik biofuel di Blitar, Jawa Timur,  yang sering jadi andalannya untuk mempromosikan sawit di media-media. Narasi itu cocok dengan temuan kami, ada sebuah pabrik pengolahan sawit, sinkron dengan temuan Walhi Jatim.PT. Sawit Arum Madani (PT. SAM) adalah perusahaan pengolahan sawit yang membawa sistem koperasi itu ke Jawa Timur. Berdasarkan data AHU, perusahaan ini baru didirikan 9 April 2020. Saham terbesar dimiliki Marimin Siswoyo sebanyak Rp13.878.000.000. Dalam laman Facebook-nya, PT. SAM menjual pelbagai komoditas olahan sawit seperti CPO, miko, nut, solid, janjang kosong, hingga abu jangkos.Kami berusaha menghubungi Direktur Operasional Sigit Prasetyo melalui email dan nomor telepon yang tertera pada akun tersebut. Namun, hingga 15 November 2022 surat elektronik itu tidak berbalas.Ekspansi sawit, nyatanya tidak hanya menyasar Kabupaten Malang, juga beberapa daerah di Jawa Timur bagian selatan, seperti Blitar, Pacitan, Lumajang, dan Jember.Wahyu Eka, Direktur Walhi Jatim menerangkan, total lahan yang sudah dimasuki sawit sekitar 2.000 ha.“Skema perkebunan sawit rakyat. Lokasi terpencar, karena menyasar kebun warga,” tuturnya, Senin (31 Oktober 2022)." "Harapan Kosong Perkebunan Sawit di Malang","Wacana penyediaan lahan sawit 60.000 ha Kabupaten Malang juga tidak jelas ujung pangkalnya. Sebab, lahan yang digadang-gadang itu milik perhutani. Sedikitnya, 42.365  hektar adalah hutan lindung, 43.015 hektar adalah kawasan hutan produksi. Jika pengalokasian 60.000 hektar sebagai lahan budidaya sawit, maka memakan seluruh hutan produksi dan kawasan hutan lindung.Wahyu menjelaskan, jika proyek sawit diteruskan maka konflik akan muncul.“Kalau dipaksakan akan memicu deforestasi dan konflik sosial. Padahal, tawaran untuk melestarikan kawasan sekaligus menguatkan ekonomi masyarakat ada cara lain, yaitu agroforestry dan wisata,” terangnya.Ditemui waktu berbeda, Juru Kampanye Auriga Nusantara Hilman Afif, menjelaskan jika ekspansi sawit di Pulau Jawa, khususnya Jawa Timur tidak memiliki urgensitas.“Berdasarkan laporan Kementerian Pertanian, ada 15 juta hektar kebun sawit di Indonesia. Kita tidak memiliki kekurangan produksi, ekspansi sawit ke Pulau Jawa sebenarnya tidak perlu,” tuturnya, Kamis (24 November 2022).Menurut Hilman, pemerintah hanya perlu melakukan optimalisasi pemberdayaan petani sawit yang sudah ada. Pembagian hasil yang masih jadi persoalan hingga hari ini harus diselesaikan, bukan ekspansi.Tak hanya itu, menurutnya upaya pemerintah daerah di Kabupaten Malang, dikhawatirkan hanya akan mengulang kegagalan serupa terhadap perkebunan sawit di Jawa Barat.“Pulau Jawa tidak butuh sawit, karena produksi sawit di Indonesia sudah mencukupi kebutuhan,” ujarnya. Liputan ini merupakan program Journalist Fellowship yang diselenggarakan Mongabay Indonesia dan Kaoem Telapak.  [SEP]" "Bos Sawit Surya Darmadi Kena Penjara 15 Tahun, Desak Proses Hukum Kasus Serupa","[CLS]     “Menyatakan terdakwa, Surya Darmadi,  terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang sebagaimana dakwaan kesatu primer dan dakwaan ketiga primer penuntut umum. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa,  pidana penjara selama 15 tahun dan denda Rp1 miliar. Dengan ketentuan apabila denda tidak dibayarkan akan diganti pidana kurungan selama enam bulan,” kata Fahzal Hamzah, Ketua Majelis Hakim saat membacakan vonis  kepada Surya Darmadi, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (23/2/23).Selain pidana itu, Surya Darmadi, bos sawit PT Duta Palma Group, juga mendapatkan ganjaran pidana tambahan uang pengganti  Rp2, 238 triliun dan membayar kerugian perekonomian negara  Rp39, 751 triliun. Mendengar putusan majelis hakim ini, Surya Darmadi pun menyatakan banding.Sebelumnya, Surya Darmadi dituntut penjara seumur hidup, dirampas aset untuk mengganti kerugian negara Rp4,7 trilun dan mengganti kerugian perekonomian negara R73,9 triliun.“Jika terpidana tak membayar uang pengganti, paling lama dalam satu bulan sesudah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta benda dapat disita jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti. Kemudian dalam hal terpidana tidak mempunyai harta yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana dengan pidana penjara selama lima tahun,” kata Fahzal yang didampingi hakim anggota  Susanti Arsi Wibawani dan Sukartono.Untuk aset yang disita Kejaksaan, katanya, seperti tanah atau kebun sawit dikembalikan kepada Surya Darmadi karena bukan berasal dari tindak pidana korupsi yang dilakukan. Beberapa aset tanah dan kebun lain dirampas negara untuk membayar kerugian perekonomian negara.Barang lain yang disita adalah kapal dan helikopter dan asset di Singapura dan Australia. Sementara kendaraan bermotor atas nama anak, menantu dan istri dikembalikan." "Bos Sawit Surya Darmadi Kena Penjara 15 Tahun, Desak Proses Hukum Kasus Serupa","“Kalau yang ada HGU (hak guna usaha), tidak masuk dalam kerugian negara. Kemudian kerugian perekonomian negara, tadinya Rp78 triliun, jadi Rp39 triliun setelah kami hitung-hitung. Tidak termasuk yang PT Kencana Amal Tani sama PT Banyu Bening Utama karena itu sudah ada HGU.”Hakim menilai,  walau proses kedua perusahaan itu menurut penuntut umum mungkin ilegal, tetapi sebelum ada pembatalan atau pencabutan oleh pemerintah maka hakim anggap sah dan legal.Dia bilang, dari pemeriksaan perkara di persidangan, Surya Darmadi sudah mendapatkan keuntungan dari PT Siberita Subur, PT Panca Agro Lestari, PT Banyu Bening Utama, PT Kencana Amal Tani, minus PT Palma I sebesar Rp1,238 triliun. Termasuklah di sana tak menerapkan sawit plasma rakyat 20% senilai Rp555,086 miliar.Perusahaan-perusahaan itu tak pernah memenuhi kewajiban kepada negara berupa dana berboisasi, provisi sumber daya hutan, sampai kompensasi penggunaan Kawasan hutan dari 2004-2022 hingga menyebabkan kerugian keuangan negara. Dia pun dapat pidana tambahan.Selain itu, hakim mengatakan, perkebunan sawit Duta Palma Group di Indraguna Hulu, Riau yang tidak dilengkapi izin-izin menyebabkan kerugian keuangan negara dan perekonomian negara Rp 39,751 triliun. Baca juga: Akhir Perburuan Sang Taipan Sawit Surya Darmadi Dalam pembelaan, tim hukum Surya Darmadi mengatakan, telah melakukan tanggung jawab social berupa membangun SD, SMP, SMK serta perumahan untuk karyawan. Juga, membangun tempat ibadah, poliklinik kesehatan buat perusahaan sekaligus untuk melayani masyarakat sekelilingnya. Ia jadi pertimbangan yang meringankan bagi Surya Darmadi. Faktor usia Surya Darmadi sudah memasuki 72 tahun  dan sakit jantung juga jadi pertimbangan hakim menetapkan vonis 15 tahun penjara." "Bos Sawit Surya Darmadi Kena Penjara 15 Tahun, Desak Proses Hukum Kasus Serupa","Yang memberatkan, kata hakim, tindakan Surya Darmadi tidak membantu program pemerintah dalam tindak pidana korupsi. Perkebunan sawit Duta Palma Group belum menerapkan plasma dan terjadi konflik dengan masyarakat.Sebelumnya,  pada 13 Februari 2023, majelis hakim juga menerima surat dari Koperasi Tani Rahmat Usaha berisikan pengembalian kebun sawit kemitraan plasma seluas 1.954 hektar dari Duta Palma Group.Majelis hakim berpendapat, bukan kewenangan mereka menetapkan pengembalian kebun sawit pola kemitraan plasma seluas 1.954 hektar karena sudah berstatus HGU. Jadi, kewenangan pemberi HGU untuk menyerahkan lahan kepada masyarakat.Hendro Dewanto, Direktur Penuntutan Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung mengatakan, putusan majelis hakim merupakan hal fenomenal terutama terkait pembuktian unsur perekonomian negara.“Itu dibebankan secara mutlak kepada terdakwa. Yang meliputi kerugian kerusakan lingkungan, kerugian rumah tangga, dan multiplier effectterhadap petani plasma. Ini penting hingga bisa mendorong ke depan terkait usaha pemerintah untuk memperbaiki tata kelola industri sawit.”Upaya pemberantasan tindak pidana korupsi ke depan, katanya, semestinya mengarah kepada pembuktian unsur kerugian perekonomian negara karena ini efek lebih kepada perang terhadap korupsi.“Kalau hanya kerugian negara, sebagaimana misal, uang yang ada di APBN, saya kira kecil. Tapi ini bisa jadi besar. Terkait aset-aset nanti perkebunan, yang dulu diperoleh melawan hukum, akan dikembalikan kepada negara. Tentu penuntut umum segera berkoordinasi dengan kementerian terkait,” katanya. Baca juga: Proses Hukum Surya Darmadi, Jalan Jerat Kasus Kebun Sawit Serupa di Indonesia " "Bos Sawit Surya Darmadi Kena Penjara 15 Tahun, Desak Proses Hukum Kasus Serupa","Mengenai upaya banding Surya Darmadi, katanya, sah-sah saja. Dia berharap,  publik bisa mengawal kasus ini mulai dari pengadilan tinggi hingga Mahkamah Agung. Jadi, soal pembuktian unsur perekonomian negara yang telah diperjuangkan jaksa, bisa dipertahankan.Juniver Girsang, pengacara Surya Darmadi,  mengatakan, langsung banding .Dengan ada putusan ini, Kejaksaan Agung harus memperlakukan equality for the law  terhadap 1.192 perusahaan yang juga beroperasi di dalam Kawasan hutan. “Jangan ada diskriminasi.”Uli Arta Siagian, Manager Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Nasional menyayangkan vonis hakim jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa.“Alasannya itu karena Surya Darmadi sudah tua, sakit, bersikap baik selama proses persidangan dan membayar CSR. Kami lihat sebenarnya, itu tidak cukup kuat untuk jadi alasan meringankan vonis terhadap Surya Darmadi,” katanya.Surya Darmadi, katanya,  melalui perusahaan-perusahaannya sudah beraktivitas ilegal di kawasan hutan sejak 2004 hingga 2022. Periode itu, katanya, melampaui vonis hakim 15 tahun.“Kalau kita ngomongin soal apa yang hilang dan diambil paksa oleh Surya Darmadi oleh aktivitas perkebunan, dari Masyarakat Adat Talang Mamak, misal, itu jauh lebih lama ketimbang vonis yang dijatuhkan.”Meski begitu, Uli mengapresiasi kinerja majelis hakim. Menurut dia, majelis hakim cukup progresif terlebih Surya Darmadi ini adalah kasus pertama korupsi sektor sumber daya alam dengan hakim merekognisi kerugian perekonomian negara.“Sebelumnya belum pernah ada. Ini langkah baik dan berani hakim mengakui ada konsep kerugian perekonomian negara dari korupsi di sektor sumber daya alam. Ini preseden baik untuk ke depan ketika tangani kasus-kasus korupsi sumber daya alam.”" "Bos Sawit Surya Darmadi Kena Penjara 15 Tahun, Desak Proses Hukum Kasus Serupa","Setelah vonis hakim itu, katanya, KLHK dan Kementerian ATR/BPN harus segera bertindak. “Proses peridangan dengan semua argumentasi-argumentasi hukum, saksi, ahli dan putusan, itu jadi basis sangat kuat untuk dua kementerian ini menindaklanjuti sesuai tupoksi masing-masing.” Baca juga: Terseret Kasus Korupsi Surya Darmadi, Duta Palma Bermasalah Sejak Lama ATR/BPN, katanya,  harus segera evaluasi empat perusahaan Surya Darmadi yang beroperasi di Riau karena sudah terbukti melakukan perbuatan melawan hukum.Dia juga meminta KLHK melakukan hal serupa. Selain memastikan PSDH-DR terbayar, KLHK juga harus bisa merekognisi wilayah itu sebagai wilayah Masyarakat Adat Talang Mamak.Dia bilang, ada banyak kasus dengan model sama seperti Surya Darmadi.  Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan ada keluarkan surat keputusan yang berisi antara lain, inventarisasi target hukum yang beraktivitas tanpa izin dalam kawaan hutan. Ada 800-an target hukum teridentifikasi, hampir 90% perusahaan sawit.“Artinya, ketika ratusan korporasi sawit ini bisa beroperasi dalam kawasan hutan secara ilegal dengan aman dan nyaman, ada dugaan praktik korupsi di sana. Logikanya enggak mungkin mereka bisa beraktivitas dengan aman dan nyaman kalau peraturan soal perlindungan kehutanan itu diimplementasikan pemerintah.”Dia pun mendesak Kejaksaan Agung, KPK, dan kepolisian melihat fakta-fakta dalam kasus ini lebih dalam. Dengan begitu, katanya, bisa membongkar perusahaan lain yang juga melakukan praktik ilegal di dalam kawasan hutan.Jeffri Sianturi, dari Senarai,  mengapresiasi Kejaksaan Agung dan majelis hakim yang berani menghukum kejahatan Surya Daramdi dengan instrumen korupsi dan tindak pidana pencucian uang." "Bos Sawit Surya Darmadi Kena Penjara 15 Tahun, Desak Proses Hukum Kasus Serupa","“Putusan perkara Surya Darmadi ini fenomenal. Pertama kali dalam sejarah jaksa dan hakim karena berhasil membuktikan kerugian negara dan perekonomian negara,  salah satunya berupa kerugian ekologis. Juga berhasil membuktikan korupsi perizinan ilegal sawit dalam kawasan hutan dan tindak pidana pencucian uang,” katanya. Baca juga: Sidang Surya Darmadi: Kupas Kasus Kebun Sawit Dalam Kawasan Hutan ******** [SEP]" "Derita Petani Sawit Transmigran di Jambi yang Lahannya Berkonflik","[CLS]   Sulaiman [40] bergegas menuju kebun sawitnya, sekitar dua kilometer dari rumahnya di Desa Mekar Sari, Kecamatan Maro Sebo Ulu, Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi.Temannya mengabarkan, ada alat berat yang menggali kebunnya.“Kebun sawit saya mau dibongkar,” ucapnya, Senin [31/10/2022].Galian itu membentuk parit yang tersambung ke kanal besar. Sejumlah pohon sawit yang buahnya baru dipanen sebanyak 200 kilogram itu roboh. Begitu juga beberapa pohon kecil yang baru ditanam, sebagai sisipan, rusak juga.“Padahal, hasil kebun ini yang membiayai sekolah anak-anak saya,” terangnya.Sulaiman meminta sang operator menghentikan kegiatan itu. Namun, seorang pengawas mendatanginya dan mengatakan bahwa lahan tersebut milik Junaidi.Sulaiman menjelaskan, kebunnya merupakan lahan usaha [LU 1] dari pemerintah yang diberikan untuk warga transmigran. Lahannya sudah bersertifikat.Namun, perobohan tetap dilakukan.“Saya hanya diam. Katanya, akan diberikan ganti rugi, tapi sampai sekarang tidak ada,” jelasnya.Hal yang sama dialami petani sawit Mekar Sari lain, Abdullah [70] dan Juhairiah [65], istrinya. Kebun mereka diserobot Junaidi, saat sawit mulai berbuah pasir.“Kebun ini harapan keluarga, bapak sekarang terbaring lumpuh,” terang Juhairiah, saat mendatangi pos pengaduan korban mafia tanah, yang dibangun warga bersama Walhi Jambi di RT 5 Desa Mekar Sari.Lahan LU 1 Juhairiah ditanami dengan sawit. Pada tahun 2010 lahan itu sudah diterbitkan sertifikat.“Sejak 2010, LU 1 kami sudah bersertifikat. Sekitar 150 batang sawit kami dirobohkan, diserobot cukung tanah,” terangnya.Di Mekar Sari, berdasarkan laporan posko pengaduan, Junaidi menguasai sekitar 308 hektar lahan milik 200 kk transmigran. Terdiri dari lahan usaha 1 seluas 108 hektar dan lahan usaha 2 seluas 200 hektar." "Derita Petani Sawit Transmigran di Jambi yang Lahannya Berkonflik","Sementara di Desa Tebing Tinggi, dari 150 KK warga transmigran sebanyak 42 KK menjadi korban, dengan luas lahan yang dikuasai Junaidi seluas 78 hektar. Semua lahan sudah ditanami sawit, sebagian telah berbuah.Penyerobotan lahan juga terjadi di beberapa desa seperti di Rawamekar [150 KK], di Desa Padang Kelapo, dan Kembang Sri.  Kehilangan penghasilanHilangnya lahan, membuat sejumlah warga kehilangan mata pencaharian. Siswanto, warga Tebing Tinggi terpaksa bekerja sebagai buruh tebas di perusahaan sawit. Sehari kerja upahnya  Rp107.000. Tapi, tidak setiap hari dia kerja, karena usinya tidak muda lagi.“Ini terpaksa dilakukan. Bila mengandalakan sawit di rumah hanya ada 335 batang, paling hanya 200 kilogram. Tidak cukup untuk kebutuhan,”katanya.Sudah 12 tahun, konflik lahan berlangsung. Warga transmigran sudah mengadukan ke Pemerintah Provinsi Jambi, mendatangi Dinas Transmigrasi Provinsi Jambi, Kanwil ATR/BPN Provinsi Jambi, menghadap Gubernur, juga mengadu pada tim pansus penyelesian konflik lahan di DPRD Jambi. Hingga kini belum ada kepastian.Agustus 2022 lalu, perwakilan warga yang didampingi Walhi Jambi, mengadu ke Kementerian PDTT, ATR/BPN, hingga Kantor Staf Presiden.“Kami produk transmigrasi gagal. Kami hanya menuntut lahan negara yang diberikan kepada kami dikembalikan,” kata Sardi, warga Mekar Sari.  Warga dipenjaraRahman [65], warga Kembang Sri menjadi korban akibat konflik ini. Tanahnya, seluas 2,5 hektar yang merupakan warisan orangtua, diserobot Junaidi untuk ditanam sawit. Berang melihat kejadian itu, dia merusak sawit tersebut.Akibat perbutannya, Rahman dilaporkan ke polisi dan harus “menginap” dua bulan sebagai tahanan. Putusan pengadilan menyatakan dia bersalah, harus menjalani hukuman pidana.Sebelum itu, Rahman melalui penasehat hukumnya Ramos Hutabarat yang juga mendampingi para korban penyerobotan lahan, mengatakan ada upaya damai yang ditawarkan Junaidi." "Derita Petani Sawit Transmigran di Jambi yang Lahannya Berkonflik","“Syarat damai, Rahman harus menyerahkan tanahnya ke Junaidi. Klien kami jelas menolak, tanah itu jelas miliknya,” terang Ramos, Kamis [17/11/2021].Rahman melakukan perlawanan. Dia mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Batanghari. Upayanya membuahkan hasil. Pengadilan memenangkan gugatannya, menyatakan Rahman sebagai pemilik sah.Junaidi mengajukan banding, namun kalah. Hingga tingkat kasasi, Mahkama Agung memenangkan Rahman. Tak puas, Junaidi mengajukan Peninjauan Kembali [PK].“Kami melihat ada upaya kriminalisasi terhadap petani kecil seperti Pak Rahman  yang menolak menyerahkan lahannya. Bahkan, Pak Rahman dituntut ganti rugi. Kami sangat menyayangkan kejadian ini,” ujar Ramos.  Alex Sudirman, anggota tim penasehat hukum Junaidi, mengatakan ada kesalahan objek dalam perkata tersebut sehingga pihaknya melayangkan PK. Bahkan, pengajuan gugatan ganti rugi materil dua juta Rupiah dan in materil satu miliar Rupiah.“Pengrusakan tanaman sudah terbukti tindak pidananya di Pengadilan Negeri Muara Bulian. Kami menggugat ganti rugi,” kata Alex, mewakili kliennya.Disinggung kasus penyerobotan lahan milik petani di Desa Mekar Sari dan Tebing Tinggi, Alex mengatakan harus ada bukti kepemilikan sah melalui pengadikan.“Silakan buktikan di pengadilan jika merasa sebagai pemilik sah,” jelasnya singkat, dikonfirmasi  Kamis siang [03/11/2022].Konfirmasi kepada Junaidi melalui telepon pribadinya, kami lakukan. Namun, tidak tersambung, hingga tulisan ini diterbitkan.  Sikap tegas negaraDirektur Eksekutif Walhi Jambi Abdullah, menilai perlu adanya sikap tegas negara terhadap aksi para mafia tanah di Jambi.“Hari ini, tanah para transmigran yang diberikan negara diserobot mafia tanah. Kami sudah sampaikan ke Kementerian ATR/BPN hingga Kantor Staf Presiden. Jawabannya, pemerintah masih mendalami,” ujarnya, Jumat [23/09/2022]" "Derita Petani Sawit Transmigran di Jambi yang Lahannya Berkonflik","Abdullah mengatakan, sengketa agraria petani kecil dengan mafia tanah maupun korporasi, tidak hanya terjadi di Kabupaten Batanghari. Di beberapa kabupaten juga belum ada titik terang.Menurut analisa Walhi Jambi, tidak ada masalah dengan dasar kepemilikan lahan para korban. Semua jelas, sesuai SK Penempatan disertai SK Pencadangan Tanah, peta LU 1 dan LU 2. Tidak ada tumpang tindih.Anehnya, kata Abdullah, tawaran dari pemerintah kabupaten adalah ganti rugi lahan dengan seekor sapi. Ini mengindikasikan, ada hal yang disembunyikan.“Sejarahnya jelas, ada tuan tanah yang mengambil kayu lebih dulu kemudian ingin memiliki lahan. Faktanya, itu lahan warga yang harus dikembalikan. Bila masalah ini tidak diselesaikan, akan kami arahkan ke ranah rukum dengan konsekuensi membongkar semua pihak yang terlibat,” tegasnya.Mengutip Antara tahun 2012, dengan judul “Ratusan Transmigran Tidak Dapat Lahan Garapan”,  Nakir, Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Batanghari, saat itu  mengatakan tidak ada lagi lahan di UPT Tebing Jaya. Semua lahan telah dikuasi warga dan perusahaan.Sesuai SK Pencadangan, alokasi lahan untuk transmigrasi di UPT Tebing Jaya seluas 5.500 hektar. “Tidak ada alokasi untuk 639 kepala keluarga transmigran dan tempatan.”Pemerintah Kabupaten Batanghari pernah memberikan tawaran ganti rugi lahan dengan satu ekor sapi. Namun, hal ini dianggap tidak sesuai dengan harapan masyarakat.“Sebagian warga menolak,” ujar Sardi.  Perusahaan dibalik layar?Mansuetus Darto, Ketua Serikat Petani Kelapa Sawit [SPKS], mengatakan kasus konflik lahan antara petani dengan pemilik modal atau perusahaan masih tinggi. Tidak hanya di Jambi, tapi hampir seluruh wilayah Indonesia, meski kasus paling banyak di Sumatera.Selalu ada peran cukong dengan pemodal besar, dalam proses ini, walaupun lahan itu masuk tanah negara atau milik masyarakat." "Derita Petani Sawit Transmigran di Jambi yang Lahannya Berkonflik","“Kemudian ditanami, dijadikan perkebunan agar tanah itu memiliki nilai ekonomi besar ketika mereka jual. Harganya tentu naik tiga sampai empat kali lipat,” jelasnya, Rabu [16/11/2022].Menurut Darto, ada pola penguasaan lahan dengan memanfaatkan cukong lokal. Tapi, dibalik itu semua ada perusahaan yang bermain.“Namun, untuk kasus petani di Mekar Sari perlu analisa,” lanjutnya.Dikatakan Darto, perdagangan minyak sawit ke pasar Eropa sudah diperketat. Tidak diizinkan menjual CPO yang diperoleh dari areal deforestasi, wilayah di taman nasional, atau lahan konflik. Aturan ini sudah disepakati perusahaan besar.Faktanya, masih ada perusahaan menolak pendekatan melacak sumber produk sawit yang di jual. “Ini menandakan, masih ada yang menampung minyak sawit dari lahan konflik.”Jika pemerintah ingin mewujudkan kemandirian petani sawit maka harus ada rencana besar. Jangan lagi ada perusahaan bekerja seperti petani, membangun lahan perkebunan, juga mengelola dan memanen sawit sendiri.Perusahaan fokus saja pada pengelolaan pabrik skala besar.“Kalau mau mandiri, setop saja HGU. Izin yang habis jangan diperpanjang. Kembalikan kepada masyarakat,” ujar Darto.Pemerintah juga harus lebih cepat merespon persoalan konflik pada petani.“Perlu ada tekanan dari pemerintah pusat ke daerah, untuk segera menyelesaikan sengketa lahan,” tegasnya. * Dedy Nurdin, jurnalis kilasjambi.com. Liputan ini merupakan program Journalist Fellowship yang diselenggarakan Mongabay Indonesia dan Kaoem Telapak.  [SEP]" "Hariara, Pohon Simbol Persatuan dan Kesejahteraan di Kampung Orang Batak","[CLS]  Tak hanya keindahan Danau Toba, namun jenis vegetasi tertentu memiliki  simbol bagi orang Batak. Misalnya, pohon hariara (Ficus drupacea), sejenis beringin yang dianggap sakral dan punya nilai mistis. Hampir setiap perkampungan di permukiman Batak kuno dapat dijumpai pohon hariara.Di era lampau, pohon hariara memiliki fungsi penting dalam menentukan sebuah permukiman atau huta. Para tetua menanam bibit pohon ini di tempat yang akan menjadi calon perkampungan.“Dengan pengetahuan ini, maka dapat diketahui usia perkampungan tersebut sama dengan pohon hariara yang tumbuh di sekitarnya,” ungkap Robert Sibarani, Guru Besar Antropologi Universitas Sumatera Utara kepada Mongabay melalui sambungan telepon.Setelah ditanam, bibit ini kemudian dipantau dalam kurun 7 hari, bila tumbuh subur, maka akan diyakini akan membawa berkah dan bebas petaka. Sebaliknya, jika tidak tumbuh atau layu, maka lahan itu tidak layak huni. Asal kata ‘hariara‘ pun berasal dari kata ‘hari‘ (hari) dan ‘ara’ (tujuh).Rindangnya hariara pun mampu menaungi puluhan orang pada saat musyawarah. Di bawah naungan pohon beringin ini menjadi tempat bersidang (partungkkoan) antar tetua kampung. Hariara sendiri menyimbolkan keterlibatan leluhur dalam setiap keputusan yang dibuat.“Hariara itu sendiri dianggap sebagai tempat leluhur tinggal,” jelas Sibarani.Pohon hariara sendiri adalah pohon tropis asli Asia Tenggara yang tersebar hingga Australia Utara. Pohon ara pencekik ini dapat mencapai ketinggian hingga 10-30 meter, dan dapat dijumpai dari daratan rendah hingga ketinggian 1.000 mdpl. Baca juga: Bagaimana Nasib Pohon-Pohon di Indonesia? Filosofi Pohon HariaraPohon Hariara memiliki makna filosofis bentuk kehidupan yang sejahtera bagi orang Batak. Ia adalah simbol harmonis dengan alam dan manusia. Bagian-bagian dari pohon ini pun memiliki makna." "Hariara, Pohon Simbol Persatuan dan Kesejahteraan di Kampung Orang Batak","Bagian daun mempunyai makna perlindungan dari segala marabahaya. Batangnya bermakna pembawa rezeki dan keberkahan. Bagian akarnya dimaknai sebagai simbol persatuan antara manusia dengan manusia serta keselarasan dengan alam di sekitarnya.Dalam upacara kematian pohon hariara digunakan sebagai sarana untuk melakukan upacara adat Saur Matua. Upacara adat ini dianggap punya derajat tertinggi. Khususnya bagi orang yang meninggal yang telah memilki keturunan dan cucu, baik dari anak laki-laki maupun dari anak perempuan.“Kalau sekarang mau melihat ritual semacam itu semakin sulit, ibaratnya seperti mencari air di sungai yang kering,” jelas Sibarani.Pentingnya melestarikan pohon hariara di kampung-kampung pun menjadi keniscayaan. Ia seperti magnet pemersatu. Demikian pula, ritual-ritual adat tertentu dilakukan di bawah pohon ini.  Misalnya ritual Manguras Tao yang dilakukan masyarakat Desa Situngkir, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara yang tinggal di sekitar Danau Toba.  Secara harfiah Manguras Tao, ‘manguras’ berarti membersihkan, ‘tao’ berarti danau. Manguras Tao adalah manifestasi memohon perlindungan dan berkat leluhur, serta berdoa agar segala yang dikerjakan masyarakat dapat berhasil.“Raja-raja huta (penatua kampung) berkumpul, berdiskusi tentang konsep acara, tempat, dan waktu yang tepat untuk ritual Manguras Tao. Di acara itu mereka berdoa bersama memohon kepada Mulajadi Nabolon (Tuhan),” jelas antropolog, Shohibul Siregar kepada Mongabay.Lebih lanjut Shohibul menyebut Manguras Tao secara simbolik memberi arti supaya manusia membersihkan diri dari hal-hal buruk, baik secara fisik maupun non fisik. Secara fisik maksudnya aktivitas manusia seperti membuang sampah ke danau, limbah rumah tangga dan industri, maupun limbah dari pakan ternak ikan.“Kalau non-fisik maksudnya membersihkan diri dari perilaku yang melanggar norma-norma atau kesusilaan.”" "Hariara, Pohon Simbol Persatuan dan Kesejahteraan di Kampung Orang Batak","Namun ritual ini perlahan mulai menghilang dengan semakin menguatnya agama-agama baru yang datang kemudian.“Sebelum masuknya agama formal, masyarakat asli menjalankan kepercayaan Parmalim dan masih melakukan ritual (Manguras Tao). Namun sejak jumlah pengikutnya semakin berkurang, ritualnya menjadi semakin tertutup,” sebutnya. ***Hariara (Ficus drupacea). Dok: The Figs of Borneo/uluulublog  [SEP]" "Muhamad Sapar: Menjaga Hutan Adat Talun Sakti dengan Hati","[CLS]  Tidak letih melangkah di jalan berbukit, Muhamad Sapar (51) dan kedua orang rekannya mendaki di tengah rimbunnya pepohonan hutan. Diikuti suara gemuruh air, mereka terus menyusuri sungai Batang Seluro dan perbukitan untuk mencapai Hutan Adat Talun Sakti. Di satu kelok, dia mengitari punggung bukit curam.Hutan Adat ini luasnya 641 hektar dan sangat penting bagi masyarakat Desa Raden Anom, Sarolangun, Jambi. Kerusakan pada hutan akan mempengaruhi kehidupan di sekitarnya.“Air Batang Seluro dan Batang Asai berasal dari sini. Masyarakat Jambi, khususnya Sarolangun, amat memanfaatkannya,” ujar Sapar memberi informasi.Tujuan mereka siang itu adalah melakukan patroli. Dari laporan warga mereka mendengar ada orang yang mencari emas di sungai di dalam hutan. Tetapi saat dicari, mereka tidak menemukan para pelaku.Sapar dan kawan-kawannya mengelilingi Hutan Adat secara reguler untuk memastikan kelestariannya. Mereka bekerja tanpa kompensasi, tapi lebih karena kecintaan kepada hutan adat tersebut.“Ini adalah hutan adat kami yang sudah ada sejak zaman nabi. Harus kami lestarikan. Jika alam rusak, sungai rusak, apa lagi mau kami minum?” sebutnya.Sebelum menjadi Ketua Kesatuan Tani Hutan (KTH) Adat Talun Sakti dan pelindung hutan, Sapar adalah pelaku ilegal tambang emas di sekitar Dusun Muara Seluro, Desa Raden Anom.Dengan beberapa rekannya, dia memodali aktivitas tambang. Melihat dampak kerusakan yang terjadi di hutan dan aliran sungai, dia pun berpaling dan memutuskan untuk menghentikan aktivitasnya itu. Dia sekarang menjadi penentang paling keras penambangan emas.Sejak 2015, ia menjadi ketua KTH Adat Talun Sakti. Sejak itu, dia pun tak bergeming saat mendapat ancaman atau sogokan.“Ada yang ancam pakai golok. Tapi saya tidak gentar untuk berjuang terus.” Menurut Sapar, ancaman terbesar kelestarian hutan adat adalah banyaknya pemodal yang hendak masuk untuk menggali emas." "Muhamad Sapar: Menjaga Hutan Adat Talun Sakti dengan Hati","Sapar dan kelompoknya juga pernah menolak uang Rp25 juta yang ditawarkan oleh seorang oknum pejabat. Sebutnya si pemodal itu ingin memasukkan alat berat ekskavator ke dusun mereka.  Alat berat penggali tanah itu  berguna untuk membalik dan menyiapkan lubang tambang. Baca juga: Kepayang, Peredam Tambang Emas Ilegal di Desa Raden Anom Kekayaan di Hutan Adat Talun SaktiHutan Adat Talun Sakti adalah perbukitan yang menjadi rumah bagi 30 spesies tumbuhan dan satwa bernilai konservasi tinggi. Dengan ketinggian antara 450-600 mdpl, ia menjadi habitat beragam jenis pepohonan langka.Data Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Limau Unit VII Hulu Sarolangun menunjukkan terdapat 30 spesies tumbuhan bernilai konservasi tinggi dan langka, diantaranya temalun (Parashorea lucida), jelutung (Dyera costulata), kibut (Amorphophallus titanum), murau (Shorea gibbosa brandis), tembesu (Fagrea fagreans), balam merah (Palaquium gutta), dan lain-lain.Perbukitan ini juga menjadi rumah berbagai satwa, seperti macan dahan (Neofelis diardi), kucing batu (Pardofelis marmorata), harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), rusa sambar (Cervus unicolor), baning cokelat (Manouria emys), rangkong gading (Rhinoplax vigil), beragam jenis primata dan lainnya.Kawasan Hutan Adat Talun Sakti ini sebenarnya sudah ditetapkan dalam Surat Keputusan (SK) yang ditandatangani Bupati Sarolangun pada tahun 2015. Namun hingga kini proses pengukuhannya belum tuntas.Sria Liah Suzanto, Kasi PKPM KPH Limau Sarolangun, menyebut syarat Talun Sakti untuk dikukuhkan oleh pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sebenarnya tinggal menunggu Surat Keputusan (SK) tentang pengakuan masyarakat hutan adat dari pemerintah daerah setempat.  Dengan Kepayang, Menjaga Hutan Adat untuk Kesejahteraan " "Muhamad Sapar: Menjaga Hutan Adat Talun Sakti dengan Hati","Bagi warga lokal di Raden Anom, Hutan Adat Talun Sakti adalah warisan leluhur yang harus dijaga. Jika ada yang berbuat buruk, seperti memotong pohon atau mengganggu lingkungan hidup hewan, maka nenek moyang akan memberikan hukuman. Kedatangan ‘nenek’ dapat dalam wujud harimau yang bertandang ke kampung.Demikian pula, jika terbukti ada warga yang merusak hutan maka sanksi denda akan diberlakukan. Yaitu, 20 gantang beras, 1 ekor kambing, dan emas yang semuanya akan diserahkan sebagai kas desa.Untuk mencegah warga menambang ilegal, sejak tahun 2015 kelompok ini telah mulai mengolah minyak dari buah kepayang. Usaha ini pun menjadi sumber mata pencarian alternatif warga.Ungkap Sapar, inisiatif ini didukung oleh lembaga lingkungan FFI yang memberi mereka dukungan dana Rp50 juta. Uang tersebut mereka gunakan untuk membeli alat pemrosesan buah kepayang dan membangun jalan akses dusun sepanjang 325 meter.Dalam waktu 13 hari, masyarakat Dusun Muara Seluro berhasil menghasilkan sekitar 35 kilogram minyak kepayang. Sebagian dijual ke KPHP Limau dan sebagian lainnya dijual atau digunakan di desa tersebut.“Tampaklah bukti penggunaan dana. Kita berusaha jujur,” kata SaparPencapaian ini membuktikan bahwa melalui pengelolaan sumber daya alam yang bijak, masyarakat bisa memperoleh manfaat yang berkelanjutan dan menciptakan sumber pendapatan yang stabil.   [SEP]" "Jejak Pembalak Liar di Hutan Konservasi Pulau Salawati [1]","[CLS]      Raungan gergaji mesin (chain saw) membelah belantara hutan konservasi Pulau Salawati Utara, Papua Barat. Sekelompok aktivis lingkungan menambah ritme langkah kaki menyusuri papan kayu yang dihampar sebagai jalan setapak. Sinombre, bukan nama sebenarnya, anggota rombongan, tak sabar segera menemukan sumber suara.Mendekati ujung jalan, raungan itu tiba-tiba senyap. Suara mesin berganti suara burung yang sesekali melengking dari puncak pohon. Suara gergaji tak lagi terdengar. Hamparan jalan papan kayu sudah pada ujungnya.“Kami tak tahu dari arah mana suara chain saw itu berasal,” kata  Sinombre, anak adat dari Sorong, tahun lalu.Mujur, saat rombongan ini diambang putus asa dan hendak berbalik arah pulang, suara mesin itu kembali meraung dan terdengar makin nyaring. Tak bisa lagi mengandalkan papan kayu sebagai penunjuk jalan, Sinombre dan tiga kawannya menyelinap di antara pohon-pohon kecil menuju sumber suara.“Beruntung kami menemukannya,” katanya.Untuk memergoki pengolah kayu di tengah belantara ini, mereka harus berjalan kaki sejauh sekitar 10 kilometer atau selama dua jam dari tempat perahu tambat. Jejak pembalak hutan konservasi Pulau Salawati Utara itu mulai ditelisik dari tempat penampungan kayu di tepi sungai.Sepanjang perjalanan, banyak terlihat tunggak kayu merbau masih segar. Belum lama batang yang berdiri tegak kena tebang. Potongan kayu sudah  diolah jadi balok juga banyak di pinggiran jalan papan. Kayu-kayu ini siap angkut ke tempat penampungan.Sinombre bilang, titik pembalakan di hutan konservasi di Pulau Salawati Utara ini perlu kejelian. Muara sungai yang jadi pintu masuk, katanya, begitu tersamar oleh mangrove nan rimbun. Mungkin tak menyangka ternyata celah di antara pepohonan itu sebagai gerbang utama.Dari penelusuran itu, Sinombre mencatat tak kurang lima titik tunggak kayu merbau sisa penebangan." "Jejak Pembalak Liar di Hutan Konservasi Pulau Salawati [1]","Soni, bukan nama sebenarnya, pengolah kayu mengaku kayu-kayu itu untuk memenuhi kebutuhan lokal pesanan warga kampung. Sinombre  ragu dengan keterangan ini, mengingat potongan kayu olahan Soni ukuran standar ekspor ( 20 cm x 20 cm) atau (17 cm x 17 cm) dengan panjang rata-rata dua meter.Keterangan dari pengolah lain, kayu merbau itu disetor ke tempat penampungan kayu (TPK) tak jauh dari lokasi penebangan. TPK terdekat dari hutan konservasi Pulau Salawati Utara ada di Kampung Dulbatan, Distrik Salawati Selatan.Saat dia datangi ke TPK Maret tahun lalu, banyak tumpukan kayu ukuran ekspor siap dikemas dalam peti besi.Siapakah pemilik TPK ini?  Sinombre  belum tahu.   Pembalakan liar memang jadi ancaman bagi kawasan konservasi ini. Pada 2020, Direktorat Jenderal Penegakan Hukum, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pernah memproses  kasus pembalakan liar di Kawasan Konservasi Pulau Salawati. Kala itu, salah satu terduga pelaku adalah. FW Wiliyanto (FW).  dengan nama usaha, PT Bangun Cipta Mandiri (BCM).Catatan media, FW pernah meringkuk di sel Polsek Sorong Timur setelah Gakkum KLHK Papua Barat menangkap di Jakarta pada 16 Juli 2020. FW diduga terlibat pembalakan liar di kawasan konservasi Pulau Salawati dan ditetapkan sebagai tersangka 31 Maret 2020.Perkara ini berawal dari operasi pengamanan dan peredaran hasil hutan oleh Tim Operasi Balai Gakkum KLHK Maluku Papua, di perairan Kampung Kalwal awal Februari 2020. Sebuah Kapal KLM Sumber Harapan III yang bermuatan kayu olahan jenis merbau (Intsia bijuga) sebanyak 103,434 m3 berbagai ukuran, diamankan.Dua awak kapal, Haji Nurdin dan Sudirman menjadi pesakitan. Nurdin sebagai tersangka saat ditangkap petugas Gakkum KLHK, mengaku sebagai pemilik kayu. Sedangkan Sudirman adalah nahkoda kapal yang memuat kayu itu. Dalam dakwaan jaksa Wahyudi Eko Husodo terhadap FW, disebutkan peran Nurdin sebatas penyedia jasa." "Jejak Pembalak Liar di Hutan Konservasi Pulau Salawati [1]","Peran Nurdin berawal pada 20 Januari 2020, saat dia mendatangi FW di BCM, untuk menawarkan jasa mengolah kayu stock opname di Kampung Kalwal dan mengangkut ke tempat BCM di Kampung Dulbatan, Distrik Salawati Selatan, Sorong.Nurdin dan FW bersepakat upah Rp3.8 juta/m3, dan telah dibayar uang muka untuk operasional Rp50 juta serta panjar pinjaman kepada Nurdin Rp113,6 juta.FW juga memberikan uang panjar sewa kapal Rp20 juta kepada Sudirman. Pekerjaan itu kandas di perairan Kampung Kalwal, setelah Tim Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum wilayah Maluku Papua, menangkap keduanya pada 3 Februari 2020 sekitar pukul 13.30 waktu setempat.Dalam persidangan terpisah,  Nurdin dan Sudirman, keduanya vonis bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sorong yang diketuai William Marco Erari. Petikan putusan ini bernomor 76/Pid.Sus/2020/PN.Son, tertanggal 16 Juli 2020.Sedang FW, JPU dari Kejaksaan Tinggi Papua Barat, Wahyudi Eko Husodo mendakwa dengan Undang-undang No 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.FW diancam hukuman pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp2,5 miliar. Ketika diwawancara sesaat sebelum persidangan di Pengadilan Negeri Sorong, FW mengaku tak bersalah.Kayu yang jadi barang bukti di pengadilan, bukan dia yang tebang melainkan kayu-kayu dari masyarakat. Mereka jual ke BCM.FW bilang, sangkaan para penyidik Gakkum KLHK Maluku Papua ini salah alamat. Sebab, 103,434 m3 kayu merbau yang menjadi barang bukti dalam perkara ini, adalah kayu resmi berdokumen.“Kalau aku salah, pasti aku ini ada takut. Ini aku takut sedikit pun tidak. Satu bulu pun tidak berdiri, karena saya tidak lakukan itu.”“Terkecuali saya melakukan, mungkin saya takut. Mungkin tidak sampai hari ini saya di sini. Pasti bagaimana caranya, harus selesai. Tidak mungkin saya mau masuk penjara,” kata FW." "Jejak Pembalak Liar di Hutan Konservasi Pulau Salawati [1]","Pria kelahiran Ujung Pandang 20 Juli 1964 ini, lantas mengurai peristiwa pada 2005. Awalnya, dalam program 10 hari pemerintahan Presiden Susilo Yudhoyono, gabungan aparat penegak hukum melakukan operasi hutan lestari II. Hasilnya, 221.211,92 m3 kayu ilegal disita, termasuk milik masyarakat adat di Kampung Kalwal, Distrik Salawati Selatan, Raja Ampat.Saat itu, status kayu ini disebut sebagai kayu non police line (NPL). Sebelum akhirnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menghapus staus NPL pada 2018.  Masa itu, dengan mempertimbangkan nilai kayu yang terus menyusut, Menteri Kehutanan saat itu MS Ka’ban, membuat kesepakatan bersama Gubernur Papua Barat, Abraham O. Atururi. Kesepakatan bernomor PKS.2/Menhut-VI/2009 dan nomor 522.2./277.GPB/2009 ini, ditandatangani di Jakarta pada 17 April 2009.Pada poin satu dari lima poin kesepakatan, Menteri Kehutanan menyerahkan penyelesaian pemanfaatan kayu NPL itu kepada Gubernur Papua Barat. Pemanfaatan kayu ini, diutamakan untuk pemenuhan kebutuhan bahan baku industri dengan terbit Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH) Dinas Kehutanan.Penyelesaian pemanfaatan kayu NPL ini, paling lambat lima bulan sejak kesepakatan bersama ini ditandatangani, dengan melibatkan bupati atau walikota serta kepala dinas yang diserahi tanggungjawab bidang kehutanan.Gubernur menyerahkan pemanfaatan kayu itu ke masyarakat sebagai pemilik, agar menjual melalui koperasi masyarakat (kopermas). “Siapa yang mau membeli kayu itu, harus memiliki fasilitas alat berat dan kemampuan financial  cukup.”Saat itu, katanya, BCM mengajukan permohonan, mendapatkan rekomendasi gubernur. Perusahaan ini bersama masyarakat pemilik kayu, menginventarisir jumlah kayu berserak di dalam hutan itu, dan mendapati 9.587,47 m3." "Jejak Pembalak Liar di Hutan Konservasi Pulau Salawati [1]","Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) kayu oleh perusahaan dan masyarakat pemilik, Dinas Kehutanan Sorong menurunkan tim verifikasi dan uji petik pengukuran, dengan melibatkan kepolisian, kejaksaan serta petugas Balai Pengelolaan Hutan Produksi (BPHP).“Dari situ terbitlah LPH dari Dinas Kehutanan untuk kayu 9.587,47 m3,” kata FW.Tuntas verifikasi dan uji petik, Dinas  Kehutanan Sorong menerbitkan surat perintah pembayaran (SPP) sumber daya hutan dan dana reboisasi (PSDHDR) kepada Kopermas Marthen Kalapain sebagai pemilik kayu.SPP PSDHDR, pertama diterbitkan pada 18 Maret 2013 dengan volume kayu merbau 5.563,43 m3 dan nilai PSDH yang harus dibayar Rp834, 514 juta dan dana reboisasi US$72.324,59. Kewajiban kepada negara ini dibayar BCM melalui transfer ke rekening Bank Mandiri tertanggal 18 dan 26 Maret 2013.Sedang SPP PSDHDR kedua, diterbitkan pada 23 Desember 2013, dengan volume 4.024.04 m3 senilai Rp603, 606 juta (PSDH) dan US$52.312,52 dana reboisasi, dibayar BCM dengan transfer ke rekening Bank Mandiri pada 3 Januari 2014.“Itu saya bayar dua kali. Semua kewajiban saya ke negara sudah saya bayar lunas. Semua saya ikuti prosesnya, sesuai petunjuk teknis Dinas Kehutanan.  Sekarang,  barang itu tinggal saya angkut. Saya uangkan semuanya. Jadi saya bukan pelaku ilegal,” katanya.  Bukti pelunasan itu yang kemudian jadi dasar penerbitan surat keterangan sahnya kayu bulat (SKSKB) oleh Dinas Kehutanan Sorong. Secara bertahap, BCM memindahkan kayu yang telah stock opname itu dari Kampung Kalwal ke industri BCM di Kampung Dulbatan, Distrik Salawati Selatan, Sorong.Pada 11 September 2017, sertifikat legalitas kayu (SLK) BCM ini pernah dibekukan PT Superintending Company of Indonesia (Sucofindo). Dari hasil audit surveillance sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK), perusahaan ini tak dapat menunjukkan dokumen laporan mutasi kayu bulat (LMKB) dan laporan mutasi kayu olahan (LMKO)." "Jejak Pembalak Liar di Hutan Konservasi Pulau Salawati [1]","Surat pembekuan yang ditandatangani Yerry Taizar, Kepal SBU Serco Sucofindo ini, berlaku sejak 11 September -10 Desember 2017. Sertifikasi akan aktif kembali apabila perusahaan dapat memenuhi LMKB dan LMKO, paling lambat satu bulan sebelum masa penangguhan berakhir.  “Dokumen itu sudah kami penuhi,” ujar FW.Legalitas itu, katanya, juga dibuktikan surat klarifikasi penyampaian setok kayu bulat dan kayu olahan izin usaha industri primer hasil hutan kayu (IU-IPHHK) dari Dinas Kehutanan Papua Barat, nomor 522.2/231/Dishut-PB/3/2018 tertanggal 29 Maret 2018.Dalam surat yang ditandatangani Runaweri F.H,  Kepala Dinas Kehutanan Papua Barat, mengatakan, kayu-kayu pada BCM adalah benar kayu NPL sisa operasi hutan lestari yang telah mendapatkan izin pemungutan kayu masyarakat adat (IPKMA) pada 2013.Kayu itu secara legal jadi setok kayu olahan milik BCM, serta telah di upload ke dalam SI-PUHH Online.Meski kebijakan pemanfaatan kayu bulat NPL dilarang sejak 2018, untuk kayu yang sudah dimanfaatkan sebelumnya dan jadi setok olahan di BCM, dianggap memenuhi syarat untuk diperdagangkan.Dari total kayu yang sudah dibeli itu, di Kampung Kalwal masih tersisa sekitar 2.715,82m2 yang belum digeser ke BCM di Dulbatan. Jumlah ini termasuk 103.434m3 kayu yang disita Gakkum KLHK pada 3 Februari 2020 di perairan Kampung Kalwal, dan jadi barang bukti.Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Sorong 17 Desember 2020, FW vonis bebas. Majelis Hakim persidangan diketuai Willem Marco Erari.  Kayu NPL Operasi hutan lestari (OHL) II pada 2005 di Tanah Papua, merupakan operasi penegakan hukum terbesar sektor kejahatan kehutanan oleh polisi. Sasaran OHL II mencakup enam wilayah di Irian Jaya—kala itu–, kini Yapen Waropen, Nabire, Sorong, Sorong Selatan, Manokwari, dan Fakfak." "Jejak Pembalak Liar di Hutan Konservasi Pulau Salawati [1]","Hasil OHL II, markas besar polisi mengedepankan penindakan pelaku pembalakan liar. Dari lima hari operasi, polisi mengamankan 40.679 batang atau 188.488 m3 kayu bulat, 5.669 m3 kayu olahan. Ada juga alat berat 496,  empat kapal, 16 mobil, satu tongkang dan dua tug boat.Barang bukti  kayu tersebar di empat wilayah OHL II di Manokwari, Sorong, Sorong Selatan dan Fak fak, ditandai dengan garis polisi yang disebut kayu NPL.Polisi juga mengamankan 173 pembalak liar jadi tersangka. Mereka berlatar belakang sebagai operator penebang kayu, manajer pengusahaan hutan, dan pemodal. Juga, staf pemerintah dan penegak hukum polisi yang diketahui berhubungan para pelaku pembalakan liar.Catatan Yayasan Auriga Nusantara, dari 173 pelaku ditangkap hanya 27 maju ke pengadilan. Pelaku dihukum 13 orang dengan vonis dua tahun penjara. Sisanya, 146 orang sebagian bebas melalui vonis hakim dan tanpa proses hukum.“Parahnya lagi, pemodal utama yang membiayai kejahatan kehutanan tidak pernah disentuh dengan hukum, ini jadi potret kasus kejahatan kehutanan terus marak dan berulang,” kata Demianus Safe, Regional Nodes Yayasan Auriga Nusantara.Jangka waktu pemanfaatan kayu NPL pada poin ke empat dalam Surat Kesepakatan Bersama Menteri Kehutanan dan Gubernur Papua Barat, paling lambat lima bulan sejak April 2009. Pembatasan ini memperhatikan nilai kayu yang terus menyusut, melindungi hak-hak negara berupa penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dan bergeraknya perekonomian masyarakat.“Faktanya, pada 2018, 2019 dan 2020 kayu NPL masih marak beredar di Papua Barat hingga Surabaya,” kata Demianus.Peredaran kayu NPL selalu berhubungan erat dengan kasus penangkapan kayu ilegal baik di Sorong dan Surabaya.Demi bilang, Dinas Kehutanan Papua Barat harus membuka data kayu NPL yang masih tersisa dan tersebar. Hal ini, katanya,  untuk memperjelas kayu NPL OHL II tahun 2005. (Bersambung)  ********  [SEP]" "Pemerintah Janji Selesaikan Peta Jalan Pensiun Dini PLTU Batubara, JETP Harus Transparan","[CLS]     Indonesia sudah menerima pendanaan internasional untuk transisi energi melalui Just Energy Transition Partnership (JETP), Energy Transition Mechanism (ETM), dan Clean Investment Fund-Accelerated Coal Transition (CIF-ACT) sejumlah US$24,05 miliar. Pemerintah Indonesia pun berjanji menyelesaikan peta jalan pemensiunan PLTU batubara dalam  enam bulan ke depan.Indonesia menerima pendanaan internasional melalui Just Energy Transition Partnership (JETP), Energy Transition Mechanism (ETM), dan Clean Investment Fund-Accelerated Coal Transition (CIF-ACT) untuk transisi energi sejumlah US$24,05 miliar. Pemerintah Indonesia pun berjanji menyelesaikan pemensiunan PLTU batubara dalam  enam bulan ke depan.Mekanisme ETM resmi pemerintah umumkan dalam perhelatan G20 di Bali, November tahun lalu. Salah satu skema pendanaan berupa JETP menggelontorkan uang US$20 miliar (US$10 miliar dari negara G7, sisanya swasta) dalam jangka waktu tiga sampai lima tahun.Perjanjian ini bisa memfasilitasi pemensiunan dini dan penghentian konstruksi pembangkit listrik tenaga batubara (PLTU), juga mengurangi emisi sektor energi pada 2030, dan mencapai nol emisi pada 2050.Pendanaan JETP ini berbentuk hibah, pinjaman lunak, pinjaman tarif pasar, guarantees, dan pendanaan swasta.Sebagai tindak lanjut, pertengahan Februari lalu, pemerintah membentuk sekretariat tim kerja JETP di Kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) di Jakarta.  Tim kerjaArifin Tasrif, Menteri ESDM mengatakan,  enam bulan ke depan tim akan menyelesaikan peta jalan pensiun dini PLTU batubara.Selain juga akan memobilisasi investasi dan mendukung mekanisme pembiayaan dalam Comprehensive Investment Plan (CIP).“Ini akan jadi pusat informasi, perencanaan dan koordinasi serta pemantauan dan evaluasi pelaksanaan proyek JETP,” kata Arifin." "Pemerintah Janji Selesaikan Peta Jalan Pensiun Dini PLTU Batubara, JETP Harus Transparan","Tugas pertama tim gugus tugas, katanya, mengatur kelompok kerja untuk percepatan program transisi energi JETP. Ia terdiri dari sistem pembangkit, pembiayaan, dekarbonisasi sektor pembangkit, rantai pasokan, dan manufaktur.Mengenai pensiun dini PLTU batubara, Arifin juga menjamin ini tidak akan merugikan pembangkit.Novita Indri, Juru Kampanye Energy Policy and Cola Finance Trend Asia, mengatakan, dukungan pendanaan untuk akselerasi transisi energi kepada negara berkembang seharusnya bukan berupa pinjaman yang berpotensi menjerat Indonesia dalam lilitan utang.“Sementara JETP memiliki risiko itu,” katanya.Untuk itu, katanya, perlu digarisbawahi ternyata pemerintah masih kontradiktif dalam komitmen iklim karena masih membangun 13,5 giawatt PLTU batubara di luar PLTU captive, untuk industri.Berkaca pada pendanaan JETP Afrika Selatan yang disepakati pada COP26 di Glasgow, katanya, ada dominasi utang atau pinjaman lunak dan komersial. Sedangkan porsi hibah kurang dari 3%. Porsi hibah kecil, kata Novita,  tak cukup untuk membantu Indonesia keluar dari ketergantungan batubara.“Ancaman korupsi juga terus menghantui,” kata Novita.  Bank Dunia dalam laporan Elite Capture of Foreign Aid, Evidence from Offshore Bank Account memperkirakan, 7,5% bantuan asing ke negara penerima bantuan diambil elit koruptor.Trend Asia pun mendesak, pendanaan JETP harus transparan, akuntabel, dan partisipatif agar Indonesia mencapai transisi energi berkeadilan dan berkelanjutan.Senada  diungkapkan Suzanty Sitorus, Direktur Eksekutif Viriya ENB, sebuah perusahaan konsultan bidang energi. Dia menilai, dana JETP belum cukup membiayai proses transisi energi di Indonesia, meski peran cukup penting.Selain fokus pada pensiun dini batubara, kata Suzanty, dana ini harus juga untuk percepatan pengembangan energi terbarukan." "Pemerintah Janji Selesaikan Peta Jalan Pensiun Dini PLTU Batubara, JETP Harus Transparan","“Harus barengan. Tidak bisa menunggu pensiun dini dulu baru mengembangkan energi terbarukan,” katanya.Saat ini, katanya, pembahasan JETP baru seputar sektor kelistrikan. Menurut dia, perlu pembahasan bersama sektor lain termasuk industri dan transportasi.Belajar dari Afrika Selatan, katanya, perlu ada klausul pelibatan partisipasi publik dalam perencanaan proyek JETP.“Saya berharap ada ruang untuk masyarakat sipil, lembaga think tank untuk terlibat karena energi sektor yang melibatkan masyarakat,” katanya.Dia contohkan, saat merencanakan proyek green hydrogen, tak hanya suplai juga perlu demand.“Perlu perubahan mendasar melihat sektor energi. Apakah akan memberikan manfaat ekonomi. Jika tidak ada komitmen politik untuk ini, Indonesia akan ditinggalkan.”  Mengenai komitmen politik, Deon Arinaldo, Manajer Program Transformasi Energi  Institute for Essential Services Reform (IESR) mengatakan,  komitmen pemerintah mengurangi PLTU batubara sebelum 2030 kontra dengan target produksi batubara yang naik menjadi 695 juta ton tahun ini.Kenaikan produksi ini berasal dari peningkatan kebutuhan domestik naik menjadi 177 juta ton. Salah satu faktor yang mendorong kenaikan ini adalah permintaan domestik dari pembangkitan listrik, termasuk PLTU captive dan yang terintegrasi dengan kawasan industri (PPU) di luar sistem PLN.“Kenaikan permintaan ini menjadi jalan terjal bagi pemerintah untuk mencapai target emisi puncak sektor kelistrikan 290 juta ton CO2 di 2030, seperti yang disepakati di JETP,” kata Deon.Sebelumnya kajian IESR, ada potensi 4,5 gigawatt kapasitas PLTU yang bisa dipensiunkan sebelum 2025, dan tambahan tiga gigawatt dari daftar proyek PLTU di RUPTL 2021-2030 yang punya kemungkinan dibatalkan.Pengakhiran operasi PLTU tua dan tidak efisien sebelum 2025 memungkinkan masuknya energi terbarukan lebih besar." "Pemerintah Janji Selesaikan Peta Jalan Pensiun Dini PLTU Batubara, JETP Harus Transparan","Firdaus Cahyadi,  Team Lead 350 Indonesia juga meminta, pemerintah lebih terbuka dan transparan mengenai proyek-proyek transisi energi yang dibiayai oleh skema JETP.“Sebagian pendanaan transisi energi dalam skema JETP ini gunakan pembiayaan dari utang luar negeri. Itu artinya, publik sebagai pembayar pajak perlu mengetahui proyek transisi energi apa saja yang dibiayai dengan utang luar negeri,” katanya.Pemerintah yang kurang transparan,  katanya, akan berujung keterlibatan publik minim dalam pengambilan keputusan terkait JETP.“Persoalan energi adalah persoalan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Ironis bila persoalan yang menyangkut hajat hidup orang banyak justru ditentukan segelintir elite.  Keterbukaan informasi dan keterlibatan publik adalah titik lemah JETP.”Suriadi Darmoko, Juru Kampanye 350 Indonesia, mengatakan, implementasi JETP harus punya payung hukum di bawah Rancangan Undang-undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT).Sayangnya, RUU EBT malah mencampur aduk antara energi fosil dan energi terbarukan dengan istilah energi baru berupa produk turunan batubara.Selain itu, kata Suriadi, RUU EBT harus memberikan perlindungan bagi pembangkit energi terbarukan di tingkat komunitas yang dikelola untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat di berbagai daerah.“RUU ini harusnya juga bisa memastikan pembangkit energi terbarukan yang dikelola masyarakat bisa diperkuat, skala diperbesar dan ditularkan ke daerah lain untuk memenuhi kebutuhan dasar energinya.”Dia juga nilai, setelah dapat komitmen pendanaan JETP, pemerintah juga masih tak serius mendukung pengembangan energi terbarukan. Misal, dengan menerbitkan Peraturan Menteri No 26/2021 tentang PLTS Atap yang berpotensi merugikan pengembangan energi surya." "Pemerintah Janji Selesaikan Peta Jalan Pensiun Dini PLTU Batubara, JETP Harus Transparan","Pasca peluncuran JETP, regulasi PLTS atap on grid ini mestinya dilihat sebagai potensi pengembangan energi terbarukan yang bisa diorganisir agar masyarakat terlibat dan memanfaatkan potensi atap rumah sebagai pembangkitan energi surya.Alih-alih mendukung perluasan PLTS atap, pemerintah justru membatasi penggunaan dengan sistem kuota yang ditentukan PLN.“Bukan mempermudah, revisi ini justru menghambat partisipasi publik untuk akselerasi pencapaian target bauran energi terbarukan nasional.”   [SEP]" "Menyibak Kasus Sita Aset Kebun Sawit Surya Darmadi di Jambi","[CLS]   Jalan berlubang itu mengarah ke kebun sawit PT. Deli Muda Perkasa [PT. DMP], yang beralamat di Desa Tebing Tinggi, Kecamatan Maro Sebo Ulu, Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi.Penjaga toko kelontong di pinggir Jalan Lintas Sumatera Batanghari-Tebo, tempat saya bertanya, menunjukkan arah yang harus dilalui.“Kalau ke sana harus melewati Sungai Batang Tembesi,” ujarnya, awal Desember 2022.Saya mengikuti saran tersebut. Setelah 45 menit mobil melaju, terlihat portal di tengah kebun sawit. Warga sekitar yang saya tanya, hanya tahu pabrik pengolahan sawit itu milik PT. DMP.Menurut warga, pabrik hanya beroperasi seminggu sekali dan sudah tiga bulan terakhir tidak ada kegiatan. Desa Tebing Tinggi, disebut sebagai lokasi kebun PT. DMP yang disita, yang berafiliasi dengan PT. Duta Palma di Indragiri Hulu, Riau, milik Surya Darmadi. Satu-satunya akses menuju desa ini adalah dengan ponton penyebrangan.Jajang, warga Desa Tebing Tinggi yang juga mantan sopir truk angkut sawit PT. DMP mengatakan, perusahaan tersebut sudah lama tidak beroperasi.“Di Mersam, lokasi kebun dan pabriknya. Saya dengar dari kawan-kawan, perusahaan itu bangkrut karena tidak ada lagi yang mau menjual tandan buah segar,” katanya.Jajang tidak kaget ketika saya jelaskan di beberapa dokumen PT. DMP disebut berada di Desa Tebing Tinggi.“Dulu banyak lahan warga desa ini merupakan plasma PT. DMP, sebagai mitra. Warga juga ada yang bekerja sebagai buruh di perusahaan ini,” ujarnya.  Cerita mantan buruhSaya menemui mantan buruh PT. Delimuda, Sumarni, yang sudah setahun tidak lagi bekerja.  Menurut dia, lokasi perusahaan di Trans Unit IV Maro Sebo Ulu.“Dulunya, tanah lokasi perusahaan milik masyarakat Tebing Tinggi, tetapi karena kebutuhan uang banyak yang dijual,” ujarnyaSumarni mengaku bekerja sebagai buruh serabutan. Berbagai pekerjaan dilakukannya, mulai memupuk, menebas, dan mengangkut sawit.“Upah per hari Rp50 ribu,” terangnya." "Menyibak Kasus Sita Aset Kebun Sawit Surya Darmadi di Jambi","PT. DMP, disebut Sumarni, merupakan perusahaan sawit tertua di sekitar Mersam.Selama bekerja, dia mengaku tidak pernah mendengar masalah. PT. DMP membeli HGU dari PT. Tunjuk Langit Sejahtera [PT. TLS].“Banyak yang menyangka lokasi perusahaan ini di Desa Tebing Tinggi, karena dulunya satu desa. Sekarang, sudah berbeda secara desa maupun kecamatan.”  Aset disitaAwal September 2022 lalu, sejumlah mobil mendatangi kebun dan pabrik PT. DMP. M. Tamrin, petugas keamanan senior membuka gerbang dan menanyakan tujuan orang-orang berseragam tersebut.“Ada dari Kejaksaan Agung, Kejaksaan Jambi, Kejati Batanghari, polisi, tentra dan wartawan. Saya tidak tahu bila aset ini disita,” ungkapnyaTamrin sudah bekerja di perusahaan ini lebih dari 15 tahun dan tahu pemiliknya adalah Surya Darmadi.“Supir angkut TBS [tandan buah segar] di Indragiri Hulu sering cerita,” ujarnya.Saya memotret, plang berwarna merah muda bertuliskan satu bidang tanah dan bangunan di atasnya disita penyidik Kejaksaan Agung RI berdasarkan surat ketetapan Ketua Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada pengadilan Negeri Jambi Nomor: 6/Pen.Pid.Sus-TPK/2022/HK tanggal 24 Agustus 2022.Juga, berdasarkan Surat Perintah Penyitaan Direktur Penyidikan Nomor Print -160/F.2/Fd/07/2022 berupa 1 bidang tanah dan bangunan sesuai Sertifikat Hak Guna Bangunan [HGU] Nomor 8 dengan luas 1.002 ha di Desa Tebing Tinggi, Kecamatan Maro Sebu Ulu, Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi.Menurut Tamrin, sejak disita, perusahaan sangat hati-hati terhadap orang luar yang mencari informasi.“Karyawan masih mendapatkan gaji bulan, meski lebih telat. Semoga, penyitaan ini, tidak memberikan pengaruh pada para pekerja,” harapnya.  Proses hukum berjalanKepala Seksi Penerangan dan Hukum [Kasi Penkum] Kejati Jambi Lexy Fatharany di Jambi menjelaskan, kasus korupsi yang melibatkan Surya Darmadi pemilik PT. Duta Palma terus berlanjut. Selama proses hukum berjalan, semua aset disita." "Menyibak Kasus Sita Aset Kebun Sawit Surya Darmadi di Jambi","“Penyitaan dilakukan guna menyelamatkan aset negara. PT. Deli Muda Perkasa ini dibeli dan milik Surya Darmadi, sehingga asetnya harus disita juga. Hingga nanti putusannya bagaimana, jika memang terbukti bersalah maka asetnya bisa jadi dilelang,” jelasnya, pertengahan Desember 2022.Proses produksi perusahaan terus berlangsung dan laporan keuangannya bisa diperiksa penyidik. Keuntungannya diserahkan negara, sehingga perusahaan hanya boleh mengeluarkan biaya produksi termasuk gaji karyawan.“Kita tunggu sampai ada keputusan hukum. Tentu saja, karyawan akan tetap diperhatikan,” ujarnya.Lexy mengaku untuk kasus sita korupsi, pihaknya baru pertama kali melakukannya di Jambi. Sejauh ini, banyak tentang kebakaran hutan dan lahan ataupun konflik agraria.“Ini bukan kasus Deli Muda Perkasa, tetapi Duta Palma. Aset disita karena milik tersangka Surya Darmadi. Namun, jika ada dugaan lain pasti akan kami usut,” imbuhnya.  Agusrizal, Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jambi, menuturkan PT. DMI memiliki surat legal. Ada Izin Usaha Perkebunan No 274 Tahun 2010 dan No 08 Tahun 2012, serta HGU No 08 Tahun 2004.“Luasannya 1.002 hektar dengan kebun inti 626,69 hektar. Tidak ada masalah perizinan,” jelasnya.Untuk kasus kebun sawit perusahaan berada di kawasan hutan, kecil kemungkinan terjadi di Jambi.“Kami selalu merujuk peta tata batas dari Kementerian LHK untuk melihat titik usulan izin, bukan RTRW. Kasus Surya Darmadi menjadi tamparan untuk seluruh perizinan, baik itu kebun, HTI , tambang, dan lainnya yang berada di dalam kawasan hutan. Harus lebih hati-hati,” tambahnya.Agusrizal mengatakan, Jambi tengah mengembangkan sistem terpadu untuk penilaian perusahaan sawit. Perusahaan akan dikenakan sanksi cabut izin, jika tidak membenahi hasil penilaian yang diberikan." "Menyibak Kasus Sita Aset Kebun Sawit Surya Darmadi di Jambi","“Sekarang, Tanjung Jabung Barat sudah cukup baik menerapkan sistem penilaian ini. Kami butuh dukungan semua pihak, terlebih pemerintah kabupaten. Jangan sampai ada yang tersandung hukum karena lalai.”  Sore itu, tidak ada mobil angkut muat buah sawit melintas ke pabrik pengolahan PT. DMI.  Tidak ada aktivitas. Portal jalan masuk digembok.Menurut Tamrin, sejak disita hanya dua kali seminggu pabrik produksi. “Beberapa buruh dan karyawan sudah diberhentikan,” paparnya. * Fahmi, jurnalis ficus.id.Liputan ini merupakan program Journalist Fellowship yang diselenggarakan Mongabay Indonesia dan Kaoem Telapak.  [SEP]" "Konflik Agraria Berlarut, Lebih 20 Ribuan Orang Desak Bebaskan Petani Pakel Banyuwangi","[CLS]      Sudah jatuh tertimpa tangga. Begitulah kasus yang dialami para petani Pakel Banyuwangi, Jawa Timur ini. Konflik lahan berlarut, warga berupaya terus berjuang mempertahankan ruang hidup dari perkebunan skala besar, PT Bumi Sari, kini harus berhadapan dengan hukum. Tiga orang petani, Mulyadi, Suwarno dan Untung jadi tersangka. Ketiga kena tuduh menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat.Solidaritas mengalir. Sebuah petisi desakan “Cabut HGU PT Bumi Sari, Bebaskan 3 Petani Pakel, Banyuwangi dan Wujudkan Keadilan Agraria,” di  Change.org, sudah ditandatangani 21.986  orang sampai Minggu (12/2/23), sore.Ceritanya, lima warga Pakel, Mulyadi, Suwarno, Untung, Ponari, dan Hariri (sopir) hendak bertolak ke Desa Aliyan menghadiri rapat Asosiasi Kepala Desa Banyuwangi menggunakan mobil desa, 3 Februari sekitar pukul 18.30 WIB.Di tengah perjalanan di Cawang, Rogojampi Selatan,  sekitar pukul 19.30-an, mobil yang ditumpangi tiba-tiba harus mengurangi kecepatan karena mobil berwarna hitam di depan tiba-tiba berhenti.Mobil hitam itu diduga sengaja membuat kemacetan agar mobil yang ditumpangi berhenti. Di belakang mobil yang ditumpangi warga Pakel itu ada dua mobil hitam dan putih mendekat hingga posisi terhimpit.Tiba-tiba, mereka didatangi enam orang tak dikenal yang diduga intel. Keenam orang itu meminta penumpang mobil desa itu turun.Mulyadi, Suwarno dan Untung, digiring masuk ke satu mobil yang mencegatnya. Hariri yang sebelumnya membawa mobil desa diminta mengendarai mobil itu dikawal empat orang.Ponari,  juga ikut dalam rombongan mobil desa bersama keempat warga yang diculik ditinggal begitu saja di tempat kejadian.Penangkapan keempat warga Pakel itu cenderung seperti penculikan karena tak profesional dan tak sesuai prosedur." "Konflik Agraria Berlarut, Lebih 20 Ribuan Orang Desak Bebaskan Petani Pakel Banyuwangi","Saat ini,  Mulyadi, Suwarno dan Untung,  ditahan di Polda Jawa Timur. Sementara Hariri, sopir mobil desa sudah kembali ke Pakel.Penangkapan ini diduga terkait ketiga warga Pakel pada Januari 2023 mangkir dari panggilan pemeriksaan Polda Jawa Timur.Wahyu Eka Setiawan, Direktur Walhi Jawa Timur menilai,  sejak awal kasus ini, institusi Polri, khusus Polda Jawa Timur, menunjukkan ketidakprofesionalannya. Mereka menuntut Polda Jatim segera membebaskan ketiga pejuang Pakel Banyuwangi yang ditahan itu.Walhi Jawa Timur mendesak ATR BPN, Komnas HAM dan lembaga terkait serius membela hak asasi manusia terutama mereka yang tengah berjuang untuk tanahnya. Pada Januari 2022, warga Pakel juga melaporkan kasus mereka ke Komnas HAM.Sebelumnya, Mulyadi, Suwarno, dan Untung ditetapkan sebagai tersangka yang dijerat dengan Pasal 14 dan atau 15 Undang-undang Nomor 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.Mereka bertiga dituduh menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat. Melalui surat Nomor: S. Pgl/174/RES. 1.24/2023/Ditreskrum tertanggal 16 Januari, Polda Jawa Timur memanggil tiga warga Pakel Banyuwangi untuk datang ke Polda Jawa Timur,  19 Januari 2023. Baca juga: Konflik Lahan, Petani Banyuwangi Lapor Mabes Polri  Surat baru diterima warga pada keesokan harinya, 20 Januari 2023.Namun, katanya,  dalam surat itu ditemukan kecacatan, tidak ada penjelasan kapan dan dimana peristiwa penyiaran kebohongan itu terjadi.“Penerapan Pasal Undang-undang Nomor 1/1946 sudah tidak bisa dipakai karena Indonesia memiliki UU Hukum Pidana,” kata Ahmad Sofian, pakar pidana menanggapi penetapan tersangka ketiga warga Pakel dalam diskusi daring publik ‘Kriminalisasi Petani dan Konflik Agraria Pakel, Banyuwangi dalam Pusaran Sengkuni’ akhir Januari lalu." "Konflik Agraria Berlarut, Lebih 20 Ribuan Orang Desak Bebaskan Petani Pakel Banyuwangi","Menurut dia, Pasal 14 itu baru bisa diterapkan kalau timbul keonaran karena berita bohong. “Harus di cek, itu benar berita bohong atau tidak. Kalau beritanya benar dan bisa dibuktikan di pengadilan, tidak bisa dipidana dengan pasal ini meskipun timbul keonaran. Sementara alat bukti dalam pasal ini berupa saksi, surat, selebaran atau dokumen yang disebarluaskan.”Herlambang P Wiratrama, pakar hukum Universitas Gajah Mada pun menanggapi kasus ini. Kasus yang terjadi di Pakel ini, katanya,  bukanlah hal baru, hanya mengulang kisah kegagalan dalam penyelesaian konflik agraria.“Politik hukum agraria kita memang tidak sungguh-sungguh diupayakan untuk selesai, terutama ketika berhadapan dengan kasus-kasus perampasan hak tanah rakyat yang terjadi di masa penguasaan orde baru,” katanya.Dia bilang, hampir semua kasus yang berkaitan dengan konflik perampasan tanah di masa lalu terkena kriminalisasi. Kondisi ini, berhubungan dengan hukum dan penegakan hukumnya.“Mereka hanya berhasil memenjarakan petani, tetapi tidak mengubah upaya penyelesaian konflik agraria yang mendasar,” katanya.Kriminalisasi yang menimpa petani ini, katanya,  sebagai gambaran tanah untuk obyek agraria (Tora) yang gagal diupayakan negara.“Kriminalisasi petani ini hanya mengulang kisah gagal negara memahami bagaimana seharusnya konflik agraria diselesaikan secara hukum yang berkeadilan.”Dengan penangkapan petani Pakel oleh aparat ini, katanya, hanya akan menambah korban ketidakadilan agraria.Kriminalisasi ini, katanya, harus dihentikan karena bentuk pelanggaran hak asasi manusia.Sepanjang 2020-2023, ada 14 warga Pakel menjadi korban karena perjuangan mereka mempertahankan hak tanahnya.Sebelumnya, pada 14 Januari 2022, Polresta Banyuwangi memasuki lahan yang warga duduki kembali. Kekerasan pun terjadi terhadap warga dan tim solidaritas perjuangan, yakni, Wulan, Har, Fauzi, dan Esa." "Konflik Agraria Berlarut, Lebih 20 Ribuan Orang Desak Bebaskan Petani Pakel Banyuwangi","Jauh hari sebelum itu, data Tim Kerja Advokasi Gerakan Rakyat untuk Kedaulatan Agraria dan Sumber Daya Alam (Tekad Garuda)  menyebutkan, pada November 2021, ada 11 warga Pakel yang mendapatkan surat panggilan dari kepolisian, dua jadi tersangka.Juni 2021, warga Pakel dan tim pendamping hukum mengadukan kasus ini dan audensi dengan Kantor Staf Presiden.  Tak ada respon berarti, bahkan pada Desember 2021, dua warga Pakel kembali mendapatkan surat panggilan dari kepolisian.Pada 26 Oktober 2022, warga Pakel menyampaikan kasus yang menimpa mereka kepada Hadi Tjahjanto,  Menteri ATR/BPN di KATR/BPN, Jakarta.Menurut Tekad Garuda, dalam pertemuan itu, KATR/BPN berjanji segera kunjungan ke Banyuwangi dan mengupayakan berbagai langkah penyelesaian.  Atas rentetan kejadian itu, tim hukum warga Pakel yang tergabung dalam Tim Kerja Advokasi Gerakan Rakyat untuk Kedaulatan Agraria dan Sumber Daya Alam (Tekad Garuda) menuntut beberapa hal.Pertama, mendesak Komnas HAM untuk investigasi, perlindungan hukum dan berbagai upaya-langkah strategis bagi warga Pakel. Juga, mendesak Kapolri, Kapolda Jatim, dan Kapolresta Banyuwangi untuk menghentikan tindakan kriminalisasi terhadap warga Pakel.Kedua, mendesak Kementerian ATR/BPN mencabut HGU Bumi Sari. Ketiga, mendesak Kapolresta Banyuwangi mencabut status tersangka dua warga Pakel, atas nama Sagidin, dan Muhadin.Keempat, menurut Kapolda Jawa Timur mencabut status tersangka tiga warga Pakel:  Mulyadi (kepala desa), Suwarno (kepala dusun), dan Untung (kepala dusun).Kelima, mendesak Kompolnas untuk evaluasi kinerja Polda Jawa Timur dan Polresta Banyuwangi atas kasus kriminalisasi yang menimpa warga Pakel.Tekad Garuda juga mendesak, kapolri, Kapolda Jawa Timur, dan Kapolresta Banyuwangi mengusut dugaan tindak pidana penguasaan lahan secara ilegal Bumi Sari." "Konflik Agraria Berlarut, Lebih 20 Ribuan Orang Desak Bebaskan Petani Pakel Banyuwangi","Persoalan lahan ini berawal pada 1925, sekitar 2.956 warga mengajukan permohonan pembukaan hutan Sengkan Kandang dan Keseran, yang terletak di Pakel, Licin, Banyuwangi kepada pemerintah kolonial Belanda.Data Walhi Jawa Timur menyebutkan, empat tahun kemudian, pada 11 Januari 1929, permohonan itu dikabulkan. Mereka dapat hak membuka kawasan hutan seluas 4.000 bahu (3.000 hektar) dari Bupati Banyuwangi, R.A.A.M. Notohadi Suryo.Walaupun mengantongi izin “Akta 1929”, warga Pakel kerap mengalami berbagai tindakan intimidasi dan kekerasan dari Pemerintah kolonial Belanda dan Jepang.Pasca kemerdekaan, warga Pakel terus berjuang mendapatkan kepastian atas hak pembukaan hutan seperti yang tertuang dalam “Akta 1929”.Pada 1980-an, lahan kelolaan warga yang masuk “Akta 1929” ini masuk konsesi perusahaan perkebunan Bumi Sari.   Konflik agraria pun terus terjadi hingga kini. Ajukan praperadilan dan galang dukunganJauhar Kurniawan, anggota Tekad Garuda mengatakan, tim hukum warga Pakel memilih menempuh upaya praperadilan.“Untuk mencari keadilan dan mewujudkan keadilan agraria di Jawa Timur, khusus kaum tani dan masyarakat marjinal, kami menempuh praperadilan.”Pada 30 Januari lalu, tim mendaftarkan kasus penetapan tersangka warga Pakel ini di PN Banyuwangi.Mulai 20 Januari 2023, katanya, Tekad Garuda juga berupaya memperluas dukungan dengan menggalang Surat Solidaritas dari akademisi dan organisasi masyarakat sipil Indonesia.Sampai 30 Januari 2023, tercatat ada puluhan akademisi dan pakar hukum yang bergabung dalam Surat Solidaritas ini antara lain Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Airlangga, dan beberapa akademisi kampus lain.Surat Solidaritas yang terkumpul akan dikirimkan ke Presiden Joko Widodo, Menteri ATR/BPN, Kapolri, Komnas HAM, dan Kompolnas." "Konflik Agraria Berlarut, Lebih 20 Ribuan Orang Desak Bebaskan Petani Pakel Banyuwangi","“Dalam surat itu, kami mendesak Presiden Jokowi dan seluruh institusi pemerintah terkait segera menyelesaikan kasus yang dialami warga Pakel,” kata Taufiqurochim, pengurus Tekad Garuda.  *********** [SEP]" "Hindari Predator, Telur Penyu Sisik Ditetaskan Disarang Semi Alami","[CLS]  Sebanyak 120 butir telur penyu sisik (Eretmochelys imbricate) dievakuasi petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jakarta dari kawasan Pulau Bokor, Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.Untuk menghindari predator alami dan para pemburu telur penyu dipindahkan oleh petugas ke kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut.Budi Kusuma Wardana (42), Polisi Kehutanan BKSDA Jakarta Seksi Konservasi Wilayah (SKW) III Pulau Rambut mengatakan, telur-telur itu ditemukan pada awal November 2022 saat ia dan tim melakukan patroli di kawasan Pulau Bokor secara rutin.”Dari situ kemudian kami evakuasi menggunakan ember yang diisi pasir,” cerita Budi, Sabtu (28/01/2023). Saat evakuasi, pihaknya juga menghitung jumlah telur penyu sisik yang ditemukannya. Total ada 120.Setelah itu, telur-telur penyu sisik tersebut dipindahkan ke pulau yang memiliki keluasan 90 hektare ini dengan dibuatkan tempat penetasan semi alami (hatchery). Hal tersebut dilakukan karena di pulau yang yang dikenal dengan sebutan pulau kerajaan burung itu kondisinya lebih terjaga.Budi menyadari, idealnya telur-telur penyu itu dibiarkan menetas di sarang alaminya. Namun, karena perlindungan terhadap sarang alaminya (in situ) tidak memungkinkan karena berbagai ancaman, sehingga ia dan tim terpaksa harus memindahkan ke tempat yang lebih aman.baca : Tantangan Konservasi Penyu Sumbawa Barat : Pejabat hingga Pelajar Doyan Makan Telur Penyu (Bagian 1)   PelepasanUsai dipindahkan, diusia 52 hari secara bertahap telur-telur itu mulai menetas. Dari 120 butir telur yang dipindahkan sudah 50 yang berhasil menetas. Sembari menunggu telur lain menetas, telur yang sudah menjadi tukik ini kemudian dilepasliarkan pada saat ada wisatawan yang datang berkunjung ke Pulau Rambut." "Hindari Predator, Telur Penyu Sisik Ditetaskan Disarang Semi Alami","Saat pelepasliaran, kata Budi, tidak boleh dilakukan dengan sembarangan. Ada tata cara yang harus diperhatikan. Pertama, untuk menghindari ancaman predator, pelepasliaran harus dilakukan pada sore menjelang malam.Selain itu, melepas tukik pada sore hari juga bisa memberikan waktu adaptasi lebih lama. Karena para predator tukik biasanya aktif pada pagi hari.Kedua, pelepasliaran juga harus dilakukan secara bergerombol atau bersamaan, tujuannya adalah untuk mengecoh predator. Jika yang dilepasliarkan jumlahnya sedikit, kemungkinan besar anakan penyu sisik tidak bisa selamat karena menjadi incaran predator.Budi menyebut, dibandingkan dengan tahun 2021 penemuan telur penyu selama patroli di tahun 2022 jumlahnya lebih sedikit, ia dan tim hanya menemukan sekali. Sedangkan pada tahun 2021 selama patroli pihaknya merelokasi telur penyu hingga 10 kali.Menurut dia, telur penyu sisik ini seringkali ditemukan di Pulau Bokor. Sedangkan di Cagar Alam Pulau Rambut selalu kalah cepat dengan predator seperti biawak air asia (Varanus salvator). Adapun rata-rata telur yang ditemukan semuanya berjenis penyu sisik atau hawksbill sea turtle. Dikenal dengan nama penyu sisik karena dilihat dari bentuk kepalanya mempunyai mulut kecil meruncing layaknya paruh burung.Bentuk mulut tersebut memungkinkan penyu sisik untuk mencapai celah-celah di terumbu karang dan juga daerah sulit lainnya untuk mencari mangsa.baca juga : Digagalkan, Penyelundupan Ribuan Telur Penyu dari Tambelan ke Pontianak  Libatkan MasyarakatMeriussoni Zai, selaku Direktur Keilmuan Yayasan Penyu Indonesia mengatakan, dalam konservasi penyu aturanya sebenarnya tidak boleh memindahkan telur dari sarang ke tempat lain, apalagi dari pulau ke pulau." "Hindari Predator, Telur Penyu Sisik Ditetaskan Disarang Semi Alami","Menurut Merius, perlindungan penyu seharusnya itu tidak hanya dilakukan pada satwanya saja melainkan juga habitat mereka bertelur dan mencari makan. Jika tukik ditahan terlebih dulu dan dilepasliarkan setelah ada instruksi itu sudah menghilangkan siklus hidupnya.“Artinya tujuan untuk menyelamatkan penyu ini malah terkesan eksploitatif, dan ini banyak terjadi di Indonesia,” terang Merius, Rabu (01/02/2023).Karena, tukik itu ketika menetas mempunyai sifat alami yaitu imprinting atau melakukan perekaman terhadap situasi lingkungan disekitarnya. Sehingga setelah dewasa dia akan kembali menetas ditempat tersebut.Selain itu, tukik juga mempunyai sifat swimming frenzy atau berenang gila-gilaan sejak dia keluar dari pasir menuju ke laut. Tukik yang baru menetas, masih membawa kuning telur di perutnya. Ini cadangan makanan untuk bertahan di laut sekitar 2 minggu.“Seharusnya konservasi penyu itu tidak perlu campur tangan manusia, kecuali untuk kepentingan riset,” tegas dia. Untuk itu, jika ada penyu yang bertelur sebaiknya tetap dibiarkan disarang dan habitatnya. Tidak perlu dipindahkan.baca juga : Melepas Tukik, Menjaga Masa Depan Ekosistem Bumi  Agar telur penyu yang ada di habitat alaminya itu bisa tetap terjaga, lanjut dia, sepatutnya pemerintah atau petugas mampu melibatkan masyarakat lokal yang tempatnya tidak jauh dari pulau tersebut.“Konservasi penyu itu sebaiknya memang harus berbasis masyarakat. Dibuat atraksi wisata dengan melihat penyu bertelur secara langsung, atau pada saat menetas. Yang paling penting juga menjaga etika,” pungkasnya.  [SEP]" "Kesejahteraan Satwa di Indonesia Masih Rendah, Apa yang Harus Dilakukan?","[CLS]   Konsep tentang kesejahteraan satwa, baik itu yang liar atau peliharaan, belum begitu populer di Indonesia. Kesejahteraan satwa, bahkan pada dasarnya sama dengan kesejahteraan manusia. Hal yang membedakannya adalah satwa tidak bisa mengungkapkannya secara verbal apa yang mereka rasakan.Secara global, terdapat lima prinsip dasar kesejahteraan satwa yang sudah diakui, yakni hewan bebas dari lapar dan haus; bebas dari rasa tidak nyaman; bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit; bebas berperilaku normal dan alami; serta bebas dari ketakutan dan penderitaan. Prinsip ini berlaku pada satwa liar maupun domestik; baik perliharaan maupun sebagai hewan produksi [sapi, kambing, ayam, atau babi yang diternak].“Kesejahteraan satwa mungkin belum begitu banyak yang sadar, karena lebih ke arah satwa liar. Namun inilah yang wajib dipenuhi,” kata Nur Purba Priambada, dokter hewan satwa liar dari Yayasan IAR Indonesia, pada Bincang Alam Mongabay Indonesia, 26 Januari 2023.Semestinya kata Purba, ketika satwa hidup di alam maka itu sudah cukup sejahtera. Namun, ada banyak hal yang membuatnya tereksploitasi, bermula dari ledakan populasi manusia memanfaatkan alam sebagai habitatnya dengan tidak bijak.Ketika permukiman manusia dimasuki hewan, terjadi interaksi negatif manusia dan satwa liar. Satwa tersebut kemudian disebut hama. Dengan demikian, mereka boleh diburu atau dieliminasi karena mengancam kehidupan manusia.“Juga, dianggap sebagai aset ekonomi tertentu karena dianggap lucu, imut, atau cantik sehingga beberapa orang menangkapnya untuk dijadikan peliharaan. Padahal, proses peliharaan sampai ke rumah itu panjang. Mulai dari diburu, dijerat, atau dipisahkan dari induknya dengan cara dibunuh,” kata Purba.Baca: Mengapa Perdagangan Satwa Liar Ilegal di Indonesia Tinggi?  " "Kesejahteraan Satwa di Indonesia Masih Rendah, Apa yang Harus Dilakukan?","Bahkan katanya, di pasar perdagangan ilegal ada satwa yang dipotong sayapnya, dipotong giginya dan lainnya, lalu ketika dipelihara mereka tidak sadar bahwa itu adalah satwa liar yang mempunyai kebutuhan khusus.Misalnya, burung butuh tempat bertengger, tidak hanya sangkar. Atau, satwa nokturnal yang harusnya tidur siang hari diajak bermain, juga diberi makanan sesuai standar manusia. Ketidakpahaman ini sering menyebabkan terjadinya penyiksaan.Pada beberapa kasus, banyak satwa dijadikan bahan hiburan atau konten media sosial, terutama orang yang punya pengaruh besar lalu dipertontonkan ke followers [pengikutnya]. Hal ini menciptakan tren di media sosial dan membuat orang lain menjadi Fomo [Fear of missing out] atau takut merasa tertinggal sehingga ikut-ikutan.Kondisi ini menciptakan terjadinya siklus satwa diburu, diperdagangkan, karena ada pasarnya, bernilai ekonomi dan pada akhirnya dieksploitasi.“Padahal tanpa harus diburu, mereka sudah terancam dengan habitatnya yang terganggu oleh berbagai aktivitas manusia,” ungkap Purba.Seperti diketahui, secara global perdagangan satwa liar berada diurutan kedua setelah narkotika, disusul perdagangan senjata dan emas. Di Indonesia, nilai perdagangan satwa liar pada 2008-2017 sekitar 7,8 miliar hingga 19 miliar US Dollar pertahun. Kerugian negara yang benar-benar bisa dihitung bisa mencapai Rp9 triliun pertahun, belum termasuk kerusakan ekologi, ekosistem, serta hilangnya keragaman hayati dan spesies tertentu.Baca: Meski Dilindungi, Hewan Berdarah Biru Ini Masih Diburu  Langkah yang harus dilakukan" "Kesejahteraan Satwa di Indonesia Masih Rendah, Apa yang Harus Dilakukan?","Etheldreda E L T Wongkar, peneliti dari Indonesian Center for Environmental Law [ICEL], yang juga menjadi pembicara Bincang Alam, mengatakan dari perspektif hukum merujuk UU Nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, sudah definisikan keadaan fisik dan juga mental hewan. Namun, undang-undang tersebut belum memiliki indikator atau ukuran jelas serta sanksi tegas terkait pelanggaran kesejahteraan hewan.Ini disebabkan norma yang abstrak. Misalnya, yang membatasi lingkup penerapan kesejahteraan hewan, untuk semua jenis hewan bertulang belakang dan sebagian dari hewan yang tidak bertulang belakang, yang dapat merasakan sakit.Dari sini, katanya, kesejahteraan hewan bersifat dikotomis, tidak holistik. Artinya, di Indonesia konsep tentang kesejahteraan hewan tidak berlaku universal, tapi selektif sesuai mana yang dibutuhkan dan bermanfaat buat manusia.“Di level internasional juga belum ada rujukan. Tapi kita bisa merujuk pada World Animal Protection, yang telah memberikan indeks perlindungan hewan melalui skoring dan menilai sejauh apa negara memperhatikan kesejahteraan hewan,” ungkap Chenny, panggilannya.Berdasarkan indeks penilaian World Animal Protection, terdapat empat nilai kesejahteraan satwa. Pertama, pengakuan bahwa satwa memiliki perasaan dan emosi serta pelarangan adanya penderitaan. Kedua, terbentuk dan terlaksananya undang-undang yang mengatur kesejahteraan satwa.Ketiga, adanya lembaga pemerintahan yang berkomitmen melindungi satwa. Keempat, adanya dukungan pemerintah terhadap standar kesejahteraan satwa secara internasional yang terintegrasi dalam undang-undang atau kebijakan pemerintah." "Kesejahteraan Satwa di Indonesia Masih Rendah, Apa yang Harus Dilakukan?","Dari keempat penilaian tersebut, Indonesia hanya bisa memenuhi nilai pertama yang merujuk UU Nomor 18 tahun 2009, namun tidak ada mekanisme penegakan yang konkrit. Sementara nilai kedua, ketiga, dan keempat; Indonesia masih kurang sehingga secara garis besar negara kita memiliki rapor merah karena minimnya komitmen dan dukungan pemerintah terhadap kesejahteraan hewan.Baca juga: Umbut Rotan yang Enak Dimakan  Solusinya, baik Etheldreda maupun Nur Purba Priambada, sepakat bahwa rekomendasi yang perlu dilakukan adalah perlunya “peremajaan” atau “update” undang-undang yang disesuaikan dengan kondisi kekinian.Ini dikarenakan, dari sisi penegakan hukum UU Nomor 5 Tahun 1990 banyak ketinggalan, meski secara teori bagus. Termasuk, celah memelihara satwa liar masih diperbolehkan dengan syarat-syarat tertentu, misalnya melalui hasil penangkaran dan sebagainya.“Kalau dilihat dari kebijakan yang ada, sanksi yang ditetapkan berorientasi pada tujuan memaksimalkan konservasi tercapai dan perdagangan hewan berjalan lancar. Selain itu, perlindungannya masih fokus pada spesies tertentu yang langka dan ditentukan oleh manusia,” ujar Chenny.Menurutnya, sanksi adminsitratif berupa peringatan tertulis, penghentian kegiatan, pencabutan perizinan perlu dievaluasi lagi. Karena perlu efek jera, maka dari kacamata hukum perlu di-update lagi mana yang bisa dipidanakan dan yang cukup administratif.“Perlu pemahaman bersama tentang apa yang dimaksud kesejahteraan satwa, sehingga terjadi pergeseran dan perubahan paradigma,” ungkapnya.  [SEP]" "Tanpa Pupuk Subsidi, Petani Sawit Mandiri Lampung Tetap Garap Lahan","[CLS]   Hujan baru reda di Desa Batanghari, Kecamatan Rawa Pitu, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung, Senin (24/10/2022) pagi.Rokani bersiap memanen sawit. Menggunakan sepeda motor, dia membawa sabit yang nantinya disambung ke besi hingga sepanjang 11 meter.Lelaki 58 tahun ini kesehariannya merupakan buruh upah pemanen sawit milik petani mandiri. Dia dibayar Rp250 ribu untuk satu ton.“Bila buahnya jelek, satu hektar tidak sampai satu ton,” terangnya.Ayah enam anak ini cemas, meski tidak memiliki kebun sawit, kebijakan tidak adanya pupuk subsidi berdampak pada dirinya.“Perawatan yang tidak maksimal membuat hasil buah menurun. Bisa jadi, petani sawit mandiri beralih ke sistem plasma. Saya bisa kehilangan pekerjaan mengingat usia sekarang,” ujarnya.  Persoalan pupukKementerian Pertanian (Kementan) tidak memasukkan sawit dalam sembilan komoditas yang mendapatkan pupuk subsidi. Fokusnya pada komoditas perkebunan yang produktivitasnya perlu ditingkatkan, sehingga bisa menggenjot ekspor atau mengurangi impor dari negara lain.Mengutip Kata Data, Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan, Ali Jamil, dalam Sosialisasi Kebijakan tentang Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian, Jumat (15/7/2022),mengatakan, ada sembilan komoditas yang mendapatkan pupuk subsidi. Komoditas itu adalah padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, tebu rakyat, kopi, dan kakao.Terkait tidak ada pupuk subsidi untuk sawit, Ikhwan Mulyanto, warga Desa Karyamakmur, Kecamatan Penawar Aji, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung, mencari solusi dengan menggunakan pupuk organik.Dia memanfaatkan kotoran sapi yang difermentasi dengan abu sekam dan EM4. Setelah satu hingga dua minggu, pupuk tersebut ditaburkan pada sawitnya seluas dua hektar.“Pupuk saya takar 10 kilogram lalu dimasukkan ke karung dan saya letakan dekat batang sawit dengan jarak 80 sentimeter. Tujuannya, agar tidak terbawa air hujan,” terangnya, Senin (24/10/2022)." "Tanpa Pupuk Subsidi, Petani Sawit Mandiri Lampung Tetap Garap Lahan","Menggunakan pupuk organik hasilnya tidak instan seperti pupuk kimia, perlu waktu hingga satu tahun untuk melihat hasilnya. Pemupukan organik dia lakukan sejak akhir 2021, sebab jika sawit tidak dipupuk akan terjadi penurunan produksi sekitar 30 persen.“Hasilnya masih bisa satu ton dalam satu hektar,” ucapnya.  Berbeda dengan Cipuk, warga Desa Batanghari, yang juga petani sawit mandiri. Dia bertahan menggunakan pupuk kimia, meski pupuk subsidi dihilangkan.“Selagi harga sawit tidak kurang dari Rp1.500 ribu per kilogram,” kata lelaki 73 tahun itu.Sejak akhir 2021, dia tidak mendapat pupuk subsidi lagi. Perbandingan biaya pemupukan bisa mencapai Rp1,5 juta, untuk kebunnya seluas 3 hektar.“Ketika masih disubsidi, biaya pemupukan setiap 4 bulan sebanyak Rp3,5 juta,” ucapnya.Ketika ditanya kenapa tidak menggunakan pupuk organik, Cipuk mengatakan, sejak awal sawit ditanam hingga umur 17 tahun selalu menggunakan pupuk kimia.“Saya berharap, harga sawit Rp1.500 per kilogram dipertahankan, agar kami bisa mengelola kebun menggunakan pupuk yang dibeli di pasar,” jelasnya.  Perlu pendampingan Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Kampung Wonorejo, Kecamatan Penawar Aji, Tulang Bawang, Lampung, Widodo, mengatakan sejak awal 20221 petani sawit mandiri tidak mendapatkan pupuk subsidi.Widodo yang membawahi 9 kelompok tani dengan jumlah anggota setiap kelompok 30 orang, menjelaskan sebagian petani ada yang ingin bergabung dengan perusahaan menjadi petani plasma. Namun, terkendala biaya replanting. Seharusnya, ada bantuan dari badan pengelola dana kelapa sawit, seperti lahan satu hektar mendapat Rp30 juta.“Hal ini ingin kami bicarakan dengan Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang atau langsung dengan pejabat perkebunan provinsi,” ujarnya." "Tanpa Pupuk Subsidi, Petani Sawit Mandiri Lampung Tetap Garap Lahan","Selama ini kata Widodo, petani mandiri di wilayah Kabupaten Tulang Bawang, nekat menggunakan pupuk non-subsidi yang diselingi pupuk organik. Artinya, jika memiliki uang mereka beli pupuk kimia.Sejauh ini untuk membuat pupuk organik, petani hanya menggunakan naluri yaitu dengan menaburkan kotoran sapi. “Pendampingan sangat diperlukan agar petani bisa membuat pupuk organik berkualitas,” jelasnya.Terkait penjualan buah sawit, Widodo menjelaskan, selama ini petani menjualnya ke penampung terdekat dan penampung ini menjual ke pabrik.“Semua petani sawit di kelompok kami memiliki pelanggan. Pengurus kelompok tidak menentukan harus dijual kepada siapa, karena kami belum memiliki koperasi,” jelasnya.Plt Kepala Dinas Perkebunan Lampung Yuli Astuti membenarkan, tanaman perkebunan yang mendapatkan pupuk subsidi hanya tiga jenis: kopi, kakao, dan tebu.Yuli mengaku sedang membuat program pendampingan petani mandiri agar bisa mendapatkan hasil panen maksimal.“Namun masih tahap pendataan, program belum berjalan,” jelasnya.  Bukan hanya kotoran sapiPraktisi pupuk kompos Suprayitno, warga Kabupaten Lampung Timur, mengatakan petani sawit mandiri tidak perlu khawatir menggunakan kompos. Menurutnya, tanaman apapun dapat menggunakan kompos yang diimbangi pupuk anorganik. Namun, belakangan ini petani tergantung pupuk kimia.Padahal, pupuk kimia berdampak kurang baik terhadap unsur tanah yaitu bisa memadatkan tanah dan membunuh mikroba.“Jika tanah rusak, akar tanaman sulit berkembang,” terangnya.Menurut Suprayitno, pupuk organik cukup bagus untuk produksi buah. Namun, karena penerapannya salah seolah pupuk organik merusak tanaman.Jika menggunakan pupuk kandang, sebelum ditabur pada tanaman harus diolah dulu. Ini dikarenakan pupuk kandang dari kotoran apapun, seperti kotoran sapi, mengandung bibit gulma bawaan rumput. Juga, mengandung bibit penyakit berupa bakteri dan jamur." "Tanpa Pupuk Subsidi, Petani Sawit Mandiri Lampung Tetap Garap Lahan","“Bila pupuk kandang langsung diberikan ke pohon sawit, akan muncul penyakit uret semacam telur kumbang. Dampaknya, pelepah muda akan rusak karena dimakan ulat.”Penggunaan pupuk organik yang tepat membuat buah sawit lebih padat dan unsur tanah terjaga.“Harus diakui, butuh tenaga ekstra melakukannya,” ucapnya.  Dosen Jurusan Ilmu Tanah yang merupakan Guru Besar Fakultas Pertanian Unila, Dermiyati menjalaskan, pada dasarnya semua bahan organik bisa digunakan sebagai bahan baku pupuk organik. Pada sawit, batang, cangkang, dan tandan kosong bisa dijadikan bahan juga.“Demikian pula limbah cair atau limbah padat dari proses industri minyak goreng,” katanya.Adanya tanaman penutup tanah (cover crop) yaitu legum atau legume cover crop (LCC) selain sebagai mulsa, juga berperan untuk konservasi tanah dan air.LCC juga bisa sebagai pupuk organik tanaman sawit. Legum dapat mengikat nitrogen (N) dari udara karena adanya bakteri rhizobium yang hidup di bintil akar.“Sehingga LCC dapat menyumbangkan N bagi sawit,” jelasnya.Dermiyati melanjutkan, semua sumber bahan organik bisa dijadikan pupuk organik padat, cair, dan hayati (biofertilizer). Biofertilizer merupakan pupuk organik yang mengandung mikroba, membantu ketersediaan hara tanaman, khususnya N dan P.Pemupukan juga dibedakan antara tanaman belum menghasilkan (TBM) dan tanaman menghasilkan (TM). Ini dikarenakan kebutuhan nutrisi yang berbeda. Pada TBM untuk pertumbuhan (vegetatif) dan TM pada pembuahan (generatif).TBM diberikan N untuk pertumbuhan, sedangkan pembuahan lebih banyak P dan K.“Meskipun semuanya N, P, dan K dibutuhkan selama pertumbuhan, namun waktu pemupukan disesuaikan dengan kebutuhan hara tanaman. Sebaiknya berimbang, antara pupuk organik dan anorganik,” jelasnya. * Agus Susanto, jurnalis Suara.com.Liputan ini merupakan program Journalist Fellowship yang diselenggarakan Mongabay Indonesia dan Kaoem Telapak.  [SEP]" "Bangun Gerakan Peduli Lingkungan Lewat Agama, Seperti Apa?","[CLS]    Sefnat Sailana, pendeta Protestan dari Kabupaten Alor, Nusa Tengara Timur (NTT) melakukan gerakan-gerakan penyelamatan lingkungan dari balik gereja.Saat dia menjadi Ketua Klasis GMIT, wadah buat persekutuan gereja-gereja, membuat program hutan gereja. Setiap gereja dalam klasisnya yang berjumlah 30 gereja punya lahan milik yang difungsikan sebagai tempat pembibitan pohon sekaligus ditanami pohon-pohon yang punya nilai ekonomis. Ukurannya bervariasi, mulai dari 200 meter sampai satu hektar.Dia dengan jamaatnya menanam pohon di bahu-bahu jalan, di lahan-lahan kritis, atau di daerah sumber mata air untuk menjaga sumber mata air itu terus terjaga.Sefnat juga mengidentifikasi berbagai sumber mata air di Alor. Mereka jaga dan mereka rawat mata air itu untuk kepentingan bersama.Menurut dia, tanggung jawab menjaga lingkungan adalah tanggung jawab Bersama termasuk umat Kristen. Dari mimbar ke mimbar dia selalu menyerukan hal itu sembari beraksi.“Ketika ibadah, kita melakukan aksi nyata … misal, saat Hari Air, setelah kami ibadah, itu nanti dilakukan penanaman (pohon) sekitar mata air,” katanya ketika hadir dalam lokakarya tentang Faith Inspired Changemaking Initiative Indonesia (FICI) tahun lalu yang diadakan Eco Bhinneka Muhammadiyah bekerja sama dengan Ashoka.Bila ada hari perayaan, hajatan, ulang tahun, dan hari-hari penting lain, diberi hadiah pohon oleh gereja. “Misal, orang menikah, kita kasih anakan (bibit) untuk dia menanam,” kata Sefnat.Bumi, katanya, adalah rumah bersama bagi seluruh makhluk ciptaan Tuhan. Bila tidak menjaga bumi apalagi merusak, katanya, maka tidak melakukan tanggung jawab kepada bumi yang Tuhan berikan.Menurut pendeta peraih penghargaan Kalpataru pada 2009  itu, lebih baik tabung air daripada buang air. “Jangan sampai wariskan air mata tetapi wariskan mata air kepada anak cucu.”  Perlu gerakan bersama" "Bangun Gerakan Peduli Lingkungan Lewat Agama, Seperti Apa?","Apa yang dilakukan Sefnat, satu contoh bahwa melalui agama maupun keyakinan bisa menjadi sarana untuk cinta dan aksi penyelamatan lingkungan hidup.Hening Purwati Parlan, Direktur Eco Bhinneka Muhammadiyah, bilang, sekitar 90% penduduk Indonesia mengaku beragama dan hampir 70% penduduk dunia juga mengaku beragama.“Tapi selama ini mereka tidak menggunakan religious actor ini benar-benar untuk mengatasi perubahan iklim. Padahal mereka itu power full,” katanya.Bagi Hening, nilai-nilai dalam agama harus bisa membawa daya juang masyarakat untuk menyelamatkan lingkungan dan bumi.Berbagai agama, katanya, menyebutkam, mereka mencintai bumi.Dalam Islam, kata Hening,  disebutkan manusia adalah khalifah (pemimpin) di muka bumi.  Manusia adalah kepanjangan tangan Tuhan untuk melakukan gerakan menjaga bumi. Hanya, menjadi kontras ketika mau mengeksploitasi bumi mulai dengan bismillah.“Bagaimana mungkin seseorang akan melakukan eksplotasi bumi dengan mengeruk, kemudian mulai dengan kata kasih sayang kepada Tuhan!”Nani Zulminarni, Direktur Regional Ashoka Asia Tenggara, mengatakan, pertemuan para penganut kepercayaan, tokoh-tokoh agama, untuk membincangkan sesuatu yang bisa menyatukan semua orang tanpa harus melihat agama orang lain terkait hal-hal yang sama-sama dirasakan.Pemanasan global, kerusakan alam, jadi masalah serius. Yang paling bertanggung jawab atas semua kerusakan ini, katanya,  adalah korporasi dan pemerintah. Namun, semua orang dapat dampaknya, hingga umat beragama juga perlu mengambil peran.“Kalau misal orang-orang yang mengaku beragama ini cepat aktif berpartisipasi dalam melindungi lingkungan dengan landasan keyakinan bahwa keberadaan mereka di dunia ini untuk memastikan keberlangsungan kehidupan, maka kita bisa membangun satu gerakan melindungi alam ini secara lebih masif, lebih berkelanjutan dan bermakna,” kata Nani." "Bangun Gerakan Peduli Lingkungan Lewat Agama, Seperti Apa?","Wahyu Dani Munggoro, seorang ideas creator dari Jakarta juga Direktur Inspirasi Tanpa Batas (Inspirit) menceritakan,  tentang magic eyes di Thailand. Di Thailand,  terdapat kepercayaan kalau seluruh gerak-gerik manusia dilihat dan diawasi oleh magic eyes ini.Di satu sisi, Kota Bangkok kotor. Pemerintah melakukan kampanye besar-besaran bahwa apabila seseorang tak bersih, tidak peduli lingkungan, buang sampah sembarang, orang diawasi si magic eyes ini. Alhasil, dalam waktu dua tahun, Kota Bangkok jadi bersih.  Kampanye itu dinilai sebagai sebuah kampanye yang sukses dalam mengubah perilaku. Menurut Dani, isu gerakan lingkungan hidup adalah perihal perubahan perilaku.“Gerakan lingkungan itu adalah tentang perubahan perilaku, kayak buang sampah. Itu seolah-olah sederhana. Itu kompleks sebenarnya,” katanya.Kebanyakan orang punya kepercayaan lebih terhadap narasi-narasi agama daripada narasi-narasi yang “tidak mengandung” unsur agama.Bila perubahan perilaku lebih peduli terhadap lingkungan ini berdasarkan keyakinan, maka perilaku lebih permanen.“Isu lingkungan ini soal bagaimana kita punya keyakinan baru bahwa sekecil apapun kita lakukan ke bumi ini, itu punya pengaruh signifikan pada masa depan kehidupan kita.”Dia nilai, kegiatan penyelamatan lingkungan dalam agama masih “sekadar proyek” bukan mengaitkan dengan keyakinan mereka.Sebaliknya, kalau menilik kepercayaan-kepercayaan lokal mengandung nilai ramah lingkungan, terutama kepercayaan yang berkembang di daerah agraris. Mereka dekat dan hidup bergantung alam. Bila terjadi sesuatu terhadap alam, mereka akan merasakan dampak langsung.“Hanya, situasi ini semua dirusak sama mesin pembangunan, kapitalisme, dan macam-macam, ya. Mengganggu semua, karena hubungan-hubungan itu (alam) menjadi rusak.”" "Bangun Gerakan Peduli Lingkungan Lewat Agama, Seperti Apa?","Dani kasih contoh era kolonial ada belandong di Jawa. Keluarga belandong adalah keluarga yang boleh menebang pohon. Selain keluarga belandong tak boleh termasuk kolonial juga tak boleh menebang pohon atau mereka akan diburu massa.“Itu tindakan tidak boleh karena si hutan itu suci, yang boleh hanya belandong.”Kolonial Belanda melakukan siasat, mereka sering menukar belandong di suatu desa dengan desa lain, hingga akhirnya orang-orang berpikiran bahwa siapapun boleh menebang pohon karena orang yang menabang pohon selalu berubah.Dia bilang, dalam mencari nilai-nilai, atau spirit dalam agama atau kepercayaan, harus punya pesan kuat dan alat bantu yang menunjang.“Apa yang tabu dalam kepercayaan atau agama dibicarakan dengan terbuka hingga bisa menjadi keyakinan umum. Keyakinan harus ditafsirkan kepada pekerjaan nyata”. *******  [SEP]" "Mangrove, Harapan Utama Masyarakat Pesisir Timur Pulau Bangka","[CLS]   Memasuki puncak musim angin barat [Desember-Februari], gelombang dan cuaca ekstrim menghantam pesisir timur Pulau Bangka. Periode ini, ganasnya ombak membuat sebagian besar nelayan takut melaut.Namun berkat mangrove yang masih terjaga, masyarakat pesisir timur di Kabupaten Bangka Tengah tidak harus jauh melaut.“Kami tidak perlu bertaruh nyawa saat cuaca ekstrim begini. Di sekitar mangrove, kami bisa mencari udang, kepiting, atau teritip,” kata Darmawan [40], generasi kelima warga Dusun Tanah Merah, Desa Baskara Bakti, Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, kepada Mongabay Indonesia, Senin [01/01/2023].Desa Baskara Bakti yang luasnya 634 hektar, memiliki tiga dusun. Dusun Baskara Bakti dan Dusun Kedimpal dihuni keturunan Suku Laut Sekak, serta Dusun Tanah Merah yang mayoritas Suku Melayu.Menurut Juli [83], orang pertama yang menetap dan berkebun kelapa di sekitar Pantai Tanah Merah, sebelum menjadi sebuah dusun pada 2006, dulunya Tanah Merah merupakan “kelekak linsum”.“Masyarakat yang tinggal di kelekak linsum, berasal dari sebuah kampung di sekitar Sungai Lempuyang yang bermuara ke pesisir timur Pulau Bangka. Saat ini menjadi pembatas antara Desa Baskara Bakti dan Desa Jelutung,” lanjutnya.Seiiring waktu, masyarakat kampung menyebar dan meninggalkan Sungai Lempuyang. Mereka membuat kelekak [salah satunya kelekak linsum] di sejumlah wilayah yang saat ini menjadi sebuah desa. Sebut saja Desa Jelutung, Desa Belilik, Desa Cambai, dan Desa Air Mesu, yang semuanya berada di Kabupaten Bangka Tengah.“Sebelum Suku Laut menetap di sekitar Dusun Baskara Bakti dan Kedimpal, kami lebih dulu menetap di sekitar Dusun Tanah Merah. Selain melaut, masyarakat di sini juga berkebun cengkih, lada, durian, kelapa, serta padi darat,” lanjut Juli.Baca: Kelekak, “Rumah Terakhir” Kukang Bangka yang Terancam Punah  " "Mangrove, Harapan Utama Masyarakat Pesisir Timur Pulau Bangka","Dulu, masyarakat di Dusun Tanah Merah juga rutin mengadakan sedekah kampung setiap bulan Muharram disertai larangan melaut tiga hari. Bagi yang melanggar akan mendapat sanksi dari ketua adat, atau terkena sakit.“Tapi acara itu sudah hilang sejak tahun 90-an, karena tidak ada regenerasi ketua adat. Meski begitu, masyarakat di sini masih memegang teguh nilai-nilai menjaga laut, besar harapan sedekah kampung kembali dihidupkan,” ujarnya.Hingga saat ini, masyarakat dari sekitar Sungai Lempuyang masih terhubung dengan mangrove dan laut.“Nelayan ada yang dari Jelutung, Belilik, Cambai, Air Mesu, dan lainnya. Terkadang ada yang masih satu keluarga, hanya beda desa. Kami kompak untuk menjaga mangrove dan laut,” lanjut Juli.Baca: Durian dan Manggis yang Begitu Menggoda di Kelekak Suku Jerieng  Perubahan luasanBerdasarkan penelusuran Mongabay Indonesia, dibandingkan wilayah Dusun Baskara Bakti hingga Pantai Sampur [Desa Kebintik] yang sudah tersentuh penambangan timah, kondisi mangrove dari pesisir Dusun Tanah Merah [Sungai Lempuyang] hingga Sungai Kurau, masih relatif baik.Merujuk jurnal Akuatik Sumberdaya Perairan Universitas Bangka Belitung, berjudul “Perubahan Luasan Mangrove Pesisir Timur Kabupaten Bangka Tengah Menggunakan Citra Satelit ASTER” oleh Navisa Savira, Agus Hartoko, dan Wahyu Adi, luasan mangrove di wilayah tersebut mencapai 964,4 hektar [2017].Namun, luasan mangrove ini jauh berkurang. Pada 2002 [1.104,3 hektar], 2014 [928,17 hektar], dan 2017 menjadi 964,4 hektar. Adapun jenis mangrove yang mendominasi di 5 stasiun penelitian [Tanah Merah, Belilik, Kurau Timur, Kurau Barat dan Penyak], yakni Rhizophora  apiculata [bakau], Soneratia alba [perepat], Avicennia lannata [api-api], Avicennia marina [api-api putih], dan Nypah  frutican [nipah]." "Mangrove, Harapan Utama Masyarakat Pesisir Timur Pulau Bangka","Dalam jurnal yang sama, berdasarkan penelitian Haba [2013], penurunan luasan mangrove di Bangka Belitung berkaitan dengan penebangan [industri arang] dan tambang laut.“Akibatnya, populasi kepiting, rajungan, dan hewan hewan yang habitatnya di mangrove berkurang. Padahal kepiting dan rajungan merupakan komoditas utama nelayan lokal. Laju perusakan tidak seimbang dengan gerakan reboisasi hutan dan lahan,” tulis jurnal terbitan 2018 ini.Baca: Sedekah Gunung, Menjaga Keharmonisan Manusia dan Alam di Pulau Bangka  Saat ini, kawasan mangrove di Sungai Lempuyang dan Sungai Kurau, menjadi harapan bagi ribuan masyarakat desa di sekitar pesisir timur Kabupaten Bangka Tengah.“Di pesisir timur, cuma mangrove ini yang bagus. Kalau dari depan Baskara Bakti, Tanjung Gunung, Batu Belubang, Sampur hingga Sungailiat, sudah rusak karena banyak penambangan timah,” kata Anjol [38], warga Desa Jelutung yang melaut di sekitar Sungai Lempuyang.Tahun 2021 lalu, sekelompok penambang dengan satu kapal isap berniat memasuki muara Sungai Lempuyang, namun masyarakat menolak.“Kami sudah sepakat untuk menjaga mangrove dan laut di sekitar Sungai Lempuyang hingga Sungai Kurau. Berkaca dari kampung lain, hilangnya mangrove membuat hidup susah,” kata Anjol.Baca: Kisah Para Dukun yang Menjaga Hutan Tersisa di Pulau Bangka  Harus dijagaBerdasarkan kompilasi data Walhi Kepulauan Bangka Belitung, dalam Perda RZWP3K Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2020, di pesisir timur Pulau Bangka terdapat 229.000 hektar zona pertambangan, budidaya [46.122,5 hektar], industri maritim [47,1 hektar], pelabuhan  [4.892,5 hektar], dan wisata [16.200,5 hektar].Menurut Jessix Amundian, Direktur Walhi Kepulauan Bangka Belitung, semua aktivitas tersebut dapat mengancam kelestarian ekosistem mangrove, khususnya di pesisir timur Pulau Bangka.“Jika keliling Bangka, mangrove di pesisir barat [Selat Bangka] lebih baik dan rapat,” katanya." "Mangrove, Harapan Utama Masyarakat Pesisir Timur Pulau Bangka","Pada 2021, tercatat 10 kasus kecelakaan laut, sebanyak 10 orang meninggal dan 3 luka-luka. Tahun 2022, terjadi 7 kasus kecelakaan laut [7 meninggal dan 13 luka-luka] akibat cuaca ekstrim.“Sebagian besar korban adalah nelayan yang terpaksa melaut saat cuaca ekstrim seperti sekarang,” kata Jessix.Krisis iklim global, yang diperparah aktivitas penambangan serta industri merusak, membuat masyarakat pesisir timur Pulau Bangka rentan terhadap berbagai bencana ekologi.“Mangrove tidak hanya berperan sebagai mitigasi krisis iklim dan bencana, tetapi juga menyelamatkan nyawa dan keberlanjutan hidup masyarakat pesisir timur Pulau Bangka,” tegas Jessix.  [SEP]" "Perubahan Iklim, Kepiting Salju di Alaska Tunjukkan Tren Penurunan Populasi","[CLS]  Sekitar lima tahun lau, nelayan kepiting di Laut Bering, Samudera Pasifik masih memiliki prospek cerah. Stok kepiting di sana masih berlimpah, berkualitas, dan memiliki harga jual tinggi. Namun kabar buruk datang. Departemen Perikanan Alaska pada bulan Oktober 2022 telah membatalkan musim panen kepiting salju Laut Bering untuk pertama kalinya.Pejabat Alaska juga mengumumkan penutupan panen penting lainnya, yaitu kepiting raja merah Teluk Bristol di timur laut Alaska untuk tahun kedua berturut-turut. Hal tersebut disebabkan oleh hilangnya kepiting salju dan kepiting raja merah di perairan Alaska.Apa yang terjadi? Nampaknya, gelombang panas laut berkelanjutan mencegah pembentukan es di Laut Bering selama dua musim dingin. Itu sangat mengubah kondisi laut dan kesehatan ikan.Seperti dilaporkan Alaska Beacon, situasi tersebut membuat kepiting menghilang. “Kami kehilangan miliaran kepiting salju dalam hitungan bulan,” kata Bob Foy, Direktur Pusat Sains Perikanan Alaska Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional.baca : Bukan Monster, Memang Begini Penampakan Kepiting Purba  Gelombang panas itu sudah berakhir sekarang, tetapi efeknya tetap ada. Survei National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) Amerika Serikat menunjukkan penurunan 80% kepiting salju Laut Bering, dari 11,7 miliar ekor pada 2018 menjadi 1,9 miliar ekor tahun ini. Kata ahli dari Dewan Manajemen Perikanan Pasifik Utara, butuh waktu enam hingga 10 tahun untuk pulih dari kondisi tersebut.“Kami masih mencoba mencari tahu, tetapi tentu saja ada tanda-tanda yang sangat jelas tentang peran perubahan iklim,” jelas Michael Litzow, manajer program penilaian kerang NOAA dikutip dari Bloomberg, Jumat (27/1)." "Perubahan Iklim, Kepiting Salju di Alaska Tunjukkan Tren Penurunan Populasi","Dalam jangka pendek, hilangnya salju dan disetopnya panen kepiting raja merah membuat kondisi ekonomi sulit. Kerugian langsung dari pembatalan panen tahun ini berjumlah USD287,7 juta. Komunitas Aleut di St. Paul, juga kena imbasnya sebab mereka mengandalkan lebih dari 90% dari pendapatan pajaknya.baca juga : Begini Penampakan Ketam Kenari, Kepiting Terbesar di Dunia  Es Kembali Beku, Namun…Setelah bertahun-tahun suhu tinggi, pembekuan es normal sebetulnya sudah kembali terjadi di Laut Bering musim dingin lalu. Populasi burung laut yang berkurang secara substansial dalam beberapa tahun terakhir, sekarang sudah menggeliat lagi.Tetapi masalah belum sepenuhnya selesai. Suhu laut di daerah tertentu, seperti Aleut, tetap tinggi. Singa laut Steller, populasi yang terancam punah di Alaska barat, terus menurun di Aleut barat. Anjing laut bulu utara di Kepulauan Pribilof juga berada dalam penurunan populasi.“Masa depan Laut Bering tampaknya bergantung pada apakah manusia mengambil tindakan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yang menghangatkan planet ini, atau tidak,” kata ahli biologi perikanan NOAA Elizabeth Siddon.Sedangkan Bob Foy, Direktur NOAA Alaska Fisheries Science Center, mengatakan puncak suhu Laut Bering yang terlihat selama gelombang panas tidak mungkin menjadi normal dalam waktu dekat. Tetapi gelombang panas laut diperkirakan akan menjadi lebih sering, menutupi kenaikan suhu laut yang sedang berlangsung dan bertahap, katanya. “Dampak pada ekosistem gelombang panas itulah yang paling mengkhawatirkan para ilmuwan,” katanya.Data menunjukkan bahwa hewan butuh waktu untuk bisa beradaptasi. Jika itu terjadi pada sektor perikanan, maka saat itulah kita mengalami kesulitan perikanan dan masalah ekonomi skala besar. Namun, tidak sepenuhnya jelas apa yang terjadi pada semua kepiting salju, tapi perubahan iklim dianggap sebagai kontributor besar." "Perubahan Iklim, Kepiting Salju di Alaska Tunjukkan Tren Penurunan Populasi","baca juga : Mengenal Kepiting Biola, Si Tukang Gali Lobang yang Unik  Suhu air Laut Bering jauh lebih hangat daripada rata-rata pada tahun 2018 dan 2019. Hal itu berkontribusi pada tingkat lapisan es laut yang rendah. Kepiting salju adalah hewan air dingin. Mereka sensitif terhadap hilangnya es laut dan suhu menghangat.Meskipun ada kemungkinan bahwa pemanasan perairan laut dan lapisan es laut yang rendah berkontribusi pada penurunan kepiting raja juga, krustasea ini kurang sensitif terhadap perubahan suhu daripada kepiting salju. Namun, tak kalah penting adalah pertanyaan berapa banyak penangkapan ikan komersial yang agresif telah berdampak pada populasi kepiting salju dan raja merah. Sumber: alaskabeacon.com dan  bloomberg.com  [SEP]" "Menjinakkan ‘Bom’ di Laut: Secercah Asa dari Pulau Wawonii","[CLS]  Konawe Kepulauan (Konkep) merupakan sebuah pulau di laut Banda yang masuk wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) yang memiliki luas sekitar 1.513,98 km2.Secara geografis hampir setengah wilayah Konkep terdiri dari lautan sehingga warga pulau yang mayoritas dihuni suku Wawonii itu sebagian besar berprofesi sebagai nelayan. Laut adalah sumber kehidupan mereka.Namun kini kondisi perairan laut yang menjadi area tangkap para nelayan sedang menghadapi masalah yang membuat populasi ikan jauh berkurang dan tentu mempengaruhi jumlah tangkapan ikan.Penyebab utamanya penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan seperti penggunaan bahan peledak atau bom yang marak, bahkan dilakukan secara terang-terangan, sehingga merusak ekosistem laut seperti terumbu karang.Seorang nelayan dari Kecamatan Wawonii Barat, bernama Rustam bercerita dirinya pernah melihat langsung pengeboman ikan saat sedang memasang bubu. Pengeboman yang hanya berjarak beberapa meter itu membuatnya gagal mendapatkan ikan.Parahnya, ada pengeboman ikan yang dilakukan di sekitar pemukiman warga. Pengebom ikan seperti tidak peduli dengan dampaknya yang membahayakan warga setempat.Lokasi pemboman biasanya dilakukan di perairan dangkal yang merupakan area tangkapan ikan bagi nelayan kecil. Sehingga praktek pemboman itu tidak hanya merusak terumbu karang dan biota laut, tetapi juga merampas hak nelayan kecil.Akibat pengeboman di lokasi itu membuat ikan berkurang drastis, sehingga nelayan setempat harus berpindah wilayah yang lebih jauh. Kondisi itu menambah beban biaya bagi para nelayan berupa bahan bakar minyak (BBM) untuk melaut. Apalagi ketika pemerintah pusat menaikkan harga BBM bersubsidi mulai September 2022 lalu.baca : Cerita Nelayan Maginti Raya Kelola Laut Atasi Perikanan Merusak  " "Menjinakkan ‘Bom’ di Laut: Secercah Asa dari Pulau Wawonii","Kurangnya populasi ikan juga dirasakan seorang pengumpul bernama Abang. Dia bercerita dahulu mampu menjual ikan tangkapan nelayan sekitar 3 gabus per harinya. Namun. Sejak tiga tahun terakhir, jumlah ikan tangkapan nelayan berkurang drastis. Bahkan tidak setiap hari dia mampu mengumpulkan dan menjual ikan dari nelayan.Sedangkan Udin, nelayan dari Wawonii Barat mengatakan jumlah pengebom ikan makin banyak karena adanya regenerasi dari ayah turun ke anak. Dia mencatat ada sekitar hampir dua puluh orang pelaku pemboman yang tinggal di sekitar tempatnya.“Itu baru di Wawonii Barat. Belum lagi para pelaku yang ada di kecamatan sebelah,” ucapnya.Masih maraknya pengeboman ikan dilatari sejumlah hal seperti keinginan mendapat ikan yang banyak dengan cara instan, mudahnya mendapatkan bahan pembuatan bom, serta kurang pengawasan dari pihak berwajib.Namun, katanya, ada alasan aneh dari beberapa pelaku yaitu menjadikan aktivitas pemboman sebagai hobi. Seperti ada rasa senang ketika mereka mendengar bunyi dentuman dari bom ikan yang diledakkan.Padahal daya ledak bom ikan sekali lempar dapat mematikan ribuan ikan, benih ikan dan jutaan telur ikan serta terumbu karang. Kerusakan terjadi pada radius 5 sampai 50 meter dari titik pengeboman.Kerusakan terumbu karang mengganggu keseimbangan ekologi karena terputusnya rantai makanan di laut. Ikan-ikan bermigrasi dari perairan rusaknya terumbu karang. Hasil penelitian Bank Dunia menunjukan penggunaan bom seberat 250 gram akan menyebabkan luasan terumbu karang yang hancur mencapai 5,30 m2. Sedangkan pemulihan terumbu karang yang rusak membutuhkan 1 sampai 5 tahun.Udin menuturkan, dahulu ada satu musim yang dikenal dengan musim ikan ekor kuning. Jenis ikan ini hidup dan berkembangbiak di perairan dangkal di kedalaman sekitar 50 meteran. Pada masa ini para nelayan berbondong-bondong untuk melakukan penangkapan." "Menjinakkan ‘Bom’ di Laut: Secercah Asa dari Pulau Wawonii","Namun sudah beberapa tahun terakhir musim ikan ekor kuning tidak lagi ada. Jumlah populasinya menjadi berkurang. Penyebabnya karena rusaknya terumbu karang akibat pengeboman dan tidak adanya ikan yang merupakan makanan utamanya.baca juga : Begini Cara Nelayan Kelola Warisan Laut Teluk Kolono dari Perikanan Merusak  Program PAAPMengatasi masalah itu, dibutuhkan program pengelolaan perikanan dengan memperhatikan keberlanjutan ekosistem laut yang menjaga keseimbangan dari seluruh aspek utama perikanan meliputi aspek biologi, lingkungan, ekonomi, dan sosial.Saat ini Pemerintah Provinsi Sultra melalui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) bekerjasama dengan LSM Rare Indonesia tengah mengembangkan sebuah program yang disebut PAAP atau Pengelolaan Akses Area Perikanan.PAAP dilakukan secara kolaboratif dengan pelaku utama masyarakat dan nelayan dengan menegakkan prinsip kelestarian dan keadilan. Masyarakat diberi akses dan tanggung jawab penuh dalam pengelolaan PAAP.Pulau Wawonii sendiri memenuhi kriteria untuk pelaksanaan program PAAP, mengingat adanya ketergantungan masyarakat terhadap pesisir. Secara geografis wilayah Konkep hampir setengahnya merupakan lautan.sebelum menetapkan program PAAP dalam suatu daerah, Rare Indonesia terlebih dulu memperhatikan topografi daerah tersebut. PAAP lebih cocok diterapkan di daerah yang topografinya teluk maupun kepulauan.Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Kawasan Konservasi di Perairan Pulau Wawonii menetapkan Pulau Wawonii sebagai kawasan konservasi dan dikelola menjadi taman di perairan Pulau Wawonii.Taman perairan ini memiliki luas keseluruhan 27.044,99 hektare yang terbagi atas zona inti, zona pemanfaatan terbatas, zona rehabilitasi, zona bangunan dan instalasi laut." "Menjinakkan ‘Bom’ di Laut: Secercah Asa dari Pulau Wawonii","Dalam program PAAP membatasi wilayah pengelolaan perikanan sepanjang 0 sampai 2 mil dari pinggir pantai. Ketentuan ini disebutkan dalam peraturan gubernur (Pergub) No.36/2019 tentang Pengelolaan Akses Area Perikanan.Isi beleid itu menegaskan bahwa area pengelolaan perikanan hanya diperuntukkan bagi nelayan skala kecil setempat. Nelayan yang berasal dari luar tidak diperbolehkan menangkap ikan di area tersebut.Pada radius 0 sampai 2 mil dalam program PAAP ditetapkan satu kawasan larang ambil (KLA) atau zona recovery. KLA ini dijadikan sebagai tempat perkembangbiakan ikan yang dijaga langsung nelayan kecil dan masyarakat setempat.KLA merupakan area tertentu yang meniadakan aktivitas penangkapan. Kawasan ini diperuntukkan bagi ikan ikan untuk bertelur dan berkembangbiak untuk meningkatkan populasinya. Ketika populasi ikan mulai melimpah akan menyebar keluar zona KLA sampai ke zona layak tangkap oleh nelayan.menarik dibaca : Tangkapan Ikan Melimpah, Dampak PAAP yang dirasakan Nelayan Pulau Buton  Di Wawonii, program PAAP ini telah. berjalan kurang lebih selama tiga tahun. Proses pengelolaannya dilakukan melalui kolaborasi antara berbagai pihak meliputi masyarakat nelayan, pemerintah setempat, termasuk pihak keamanan. Masyarakat nelayan sebagai pihak yang diberi tanggung jawab penuh membentuk suatu kelompok yang diberi nama PAAP Sumber Laut Mandiri WawoniKelompok PAAP ini diketuai Muhammad Fahry dibantu seorang pendamping masyarakat dari Dinas Perikanan (DKP) Konkep, yaitu Aris Laria. Kini kelompok tersebut sudah beranggotakan sebanyak 30 orang yang merupakan gabungan antara nelayan dan masyarakat.Fahry mengatakan, selama tiga tahun masa pelaksanaan program PAAP, dia bersama anggota lainnya fokus melakukan sosialisasi kepada masyarakat umum terkait pentingnya mengelola area perikanan dengan cara yang ramah lingkungan." "Menjinakkan ‘Bom’ di Laut: Secercah Asa dari Pulau Wawonii","Proses sosialisasi sebagai ajang kampanye ini dilakukan di antaranya melalui kegiatan perlombaan. Terakhir pada Agustus lalu kelompok PAAP bersama DKP Konkep menggelar lomba selfi dan fotografi bertema PAAP dan Konservasi Perairan Pulau Wawonii. Aturan BersamaSelain itu, ada pula upaya dalam memperluas wilayah penerapan program PAAP. Upaya tersebut dilakukan dengan menggandeng berbagai pihak yang mempunyai kepentingan. Beberapa pertemuan pernah dilakukan membahas keberlanjutan pelaksanaan program PAAP.Terbaru pertemuan itu melibatkan tiga kecamatan yaitu Kecamatan Wawonii Barat, Kecamatan Wawonii Utara, dan Kecamatan Wawonii Timur Laut yang membahas mengenai rancangan peraturan bersama kepala desa.Materi pokok dari rancangan peraturan yang digagas berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya ikan di area PAAP. Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam pertemuan itu adalah para kepala desa, ketua Badan Pembangunan Desa (BPD), sekretaris desa, dan juga camat.Salah satu isi peraturan yang tengah dibahas ini menegaskan bahwa area pemanfaatan sumber daya ikan di area PAAP diprioritaskan bagi nelayan kecil, nelayan tradisional, dan masyarakat sekitar. Para nelayan yang berasal dari luar 3 kecamatan tadi boleh melakukan penangkapan namun terlebih dulu mengkonfirmasi ke pemerintah desa atau kelurahan yang menjadi lokasi penangkapan dengan syarat harus menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan.baca juga : KTP dan Kisah Perempuan Nelayan Pesisir Buton Timur  Terkait pengelolan perikanan berkelanjutan, pihak keamanan diharapkan bisa melakukan pengawasan lebih ketat lagi dan tegas dalam menindak para pelaku pemboman yang dapat mengakibatkan kerusakan terhadap ekosistem laut.Sebab, kata Aris Laria dari DKP, salah satu cara memberantas pengeboman ikan adalah penangkapan dan pidana agar ada efek jera yang diberikan pada para pelaku." "Menjinakkan ‘Bom’ di Laut: Secercah Asa dari Pulau Wawonii","Program pemberian bantuan yang disalurkan kepada pelaku dengan harapan agar mereka berhenti untuk membom, justru tidak menjadi jaminan para pelaku tidak mengulangi perbuatannya.“Beberapa pelaku pernah diberi bantuan berupa kapal dan alat tangkap jaring. Sebelum penyerahan bantuan, para pelaku diminta untuk membuat surat pernyataan tidak melakukan lagi pemboman. Tidak ada lagi alasan kalau mereka tidak mendapat perhatian dari pemerintah, Kita sudah bantu, tapi mereka masih terus mengulang,” katanya.Setelah tiga tahun berjalan, Aris Laria melihat perlunya evaluasi pelaksanan program PAAP. Seperti kampanye pengenalan harus lebih rutin dilakukan agar pengetahuan masyarakat terkait PAAP lebih memadai, termasuk tentang batas-batas wilayah perairan KLA dan zona tangkap ikan. Dia menyarankan agar ada pembuatan tapal batas yang diberi tanda berupa bangunan khusus.Dia bilang kalau program PAAP bisa dipahami mayoritas masyarakat terkait pentingnya menjaga keberlanjutan ekosistem laut, maka tidak menutup kemungkinan kondisi perairan di Wawonii bisa membaik sehingga populasi ikan menjadi kembali melimpah.baca juga : Orang Wawonii dan Ancaman Tambang Nikel  Dukungan Pemerintah DaerahPemerintah Kabupaten Konawe Kepulauan mendukung program PAAP ini dengan merancang peraturan bersama para kepala desa di tiga kecamatan wilayah PAAP tersebut. Pembahasaan aturan itu melibatkan kepala desa, perangkat desa, hingga tokoh-tokoh masyarakat.“Yang jadi fokus program ini untuk sementara di tiga kecamatan. Di sana sudah ditentukan kawasan larang ambil (KLA) dan wilayah yang bisa mengambil ikan,” ujar Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Konkep, Muhamad Rijal yang ditemui akhir Agustus 2022.Selain itu juga sedang dipersiapkan Peraturan Bupati (Perbup) agar semua dinas terkait penanganan kelautan dapat dilibatkan, seperti Dinas Pekerjaan Umum (PU), Dinas Perhubungan, Dinas Lingkungan Hidup, dan Dinas Pariwisata." "Menjinakkan ‘Bom’ di Laut: Secercah Asa dari Pulau Wawonii","Adanya Perbup juga menjadi landasan hukum keterlibatan pemerintah desa menganggarkan dana desa (DD) untuk pengelolaan perikanan.Terkait belum adanya tanda batas kawasan PAAP yang belum ada, Dinas Perikanan Konkep telah mengusulkan ke Pemerintah Provinsi Sultra untuk dianggarkan. Sebab, kawasan laut menjadi kewenangan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sultra.Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Sultra berwenang mengelola kawasan konservasi perairan Pulau Wawonii berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) No.23/2021, dengan dukungan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) 2022. Untuk saat ini telah dianggarkan pembuatan tanda batas wilayah konservasi sekitar Rp100 juta.“Setelah itu baru kita sosialisasi ke masyarakat bahwa ini tanda-tanda batasnya, mana yang dilarang dan mana yang dibolehkan,” ujar Pejabat Fungsional Pengelola Ekosistem Laut dan Pesisir DKP Sultra, Ishaq Warsandi di ruang kerjanya, 12 September 2022.  Selain penegasan soal pelarangan illegal fishing, keberadaan tanda batas itu juga untuk memperjelas larangan bagi nelayan dengan kapal 10 GT ke atas menangkap ikan di wilayah konservasi. Pelanggarannya bakal ditindak aparat penegak hukum.Dengan begitu, area penangkapan nelayan kecil di Wawonii akan lebih terlindungi dan ikan akan melimpah. Berbeda dengan sebelum ada Keputusan Menteri KP tentang wilayah konservasi dimana nelayan kecil susah bersaing dengan nelayan besar.Pengelolaan wilayah konservasi itu dipastikan akan lebih maksimal dengan adanya program pengelolaan akses area perikanan (PAAP) di dalamnya. Dalam pemetaannya, PAAP hanya mencakup 0 sampai 2 mil dari pantai, sedangkan kawasan konservasi lebih luas lagi yakni 0 sampai 4 mil dari pantai. Dengan begitu zona-zona dalam PAAP menyesuaikan dengan zonasi kawasan konservasi." "Menjinakkan ‘Bom’ di Laut: Secercah Asa dari Pulau Wawonii","Dikarenakan kawasan PAAP berada di dalam kawasan konservasi, maka bentuk pengelolaannya mengacu kepada Permen KP No.21/2015 tentang Kemitraan Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan yaitu perjanjian kemitraan dilakukan oleh Satuan Unit Organisasi Pengelola (SUOP) dengan masyarakat.Saat ini DKP Sultra sedang menggodok perjanjian kemitraan SUOP dengan kelompok PAAP di Wawonii. “Karena di sini SUOP belum ada maka sementara melekat di DKP Provinsi,” ujar Ishaq.Bila kemitraan antara DKP Sultra dan kelompok PAAP sudah berjalan, lanjut Ishaq, maka program PAAP akan terus berkelanjut tanpa bergantung dengan LSM Rare Indonesia lagi. Untuk itu DKP Sultra sedang mengupayakan terbentuknya SUOP berbentuk Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) di Wawonii. Sebab kata Ishak, bila hanya mengandalkan personel di DKP saat ini tidak akan maksimal.“Kalau misal ada UPTD itu bisa 18 orang ada di situ, jadi mereka mengelola dan mengawasi akan gampang, tapi kalau saat ini kita di sini (DKP) hanya 7 orang itu sulit,” ujar Ishaq.  Harapan Nelayan Udin, nelayan yang bermukim di Wawonii Barat merasakan manfaat program PAAP yakni tidak lagi ditemukan nelayan luar yang menangkap ikan di wilayah yang diperuntukkan bagi nelayan setempat.Udin juga mulai merasakan akses pemasaran hasil ikan nelayan mulai membaik. Selain dipasarkan di pinggir jalan, ikan hasil tangkapan dijual ke penampung.Menurutnya, bila masyarakat dan nelayan memahami dan menerapkan program PAAP, maka kondisi perairan akan terjaga dan bakal mengembalikan kejayaan laut sekitar.Udin berharap kampanye mengenai program PAAP lebih ditingkatkan sehingga wawasan para nelayan terkait pentingnya menjaga ekosistem laut bisa bertambah." "Menjinakkan ‘Bom’ di Laut: Secercah Asa dari Pulau Wawonii","Sedangkan Rustam (47), seorang nelayan lainnya yang aktif dalam kelompok PAAP memiliki harapan besar laut sekitar Wawonii kembali berlimpah dengan ikan bukan hanya untuk dirinya tapi bagi anak-cucunya di masa depan. Bila ikan di sekitar Wawonii terus berkurang, dia khawatir anak-cucunya akan meninggalkan Pulau Wawonii untuk ke daerah lain yang potensi sumber daya perikanannya lebih besar. (***)  *Yudin dan Taslim Dalma, wartawan Zonasultra.id. Artikel ini didukung oleh Rare Indonesia  [SEP]" "Cerita Sukses Budi Daya Sidat Berkelanjutan dari Cilacap ","[CLS]  Hampir 15 tahun terakhir, Ruddy Sutomo membudidayakan sidat yang kini berpusat di Desa Kaliwungu, Kecamatan Kedungreja, Cilacap, Jawa Tengah (Jateng). Karena sudah belasan tahun berkecimpung dalam budi daya sidat, Ruddy sudah cukup tahu bagaimana membudidayakan sidat dengan baik. Sekaligus dia menyadari pentingnya pelestarian sidat untuk keberlanjutannya.“Kita tahu bahwa sidat tidak seperti belut, ikan gurame, nila, lele dan lainnya. Kalau itu bisa dikembangbiakkan sendiri. Namun, untuk sidat tidak mungkin. Karena sidat memijah di laut dalam. Inilah yang membedakan antara sidat dengan ikan budi daya lainnya. Karena itulah, maka dibutuhkan komitmen untuk menjaga keberlanjutan budi daya sidat,” katanya.Sidat (Anguilla spp.)  merupakan salah satu sumber daya perairan Indonesia dengan karakteristik khusus dengan pola hidup katadromus. Yakni hidup mendiami beberapa kondisi perairan termasuk perairan tawar, payau dan laut.Selama hidupnya sidat melewati beberapa siklus hidup. Pada fase larva di daerah laut terbuka, fase anakan di daerah paparan benua hingga payau, fase sidat berada di daerah hilir sungai, fase dewasa berada di daerah hulu sungai termasuk danau dan sumber mata air.Sebagai pelaku budi daya sidat, Ruddy harus mengutamakan perlindungan ekosistem dan pengelolaan komoditas sidat secara berkelanjutan. “Bagaimana membudidayakan sidat secara berkelanjutan, itu yang penting. Sebab, sidat tidak bisa dipijahkan. Pemijahan harus berlangsung di alam. Kalau tidak berkelanjutan, maka bisa terjadi kelangkaan, bahkan kepunahan. Jika terjadi kepunahan, yang rugi juga pembudidaya,”ujarnya.baca : Sukabumi Jadi Pelindung Pertama Sidat di Indonesia  " "Cerita Sukses Budi Daya Sidat Berkelanjutan dari Cilacap ","Sehingga dia berkomitmen untuk mengembalikan indukan ke habitatnya supaya siklus kehidupan sidat dapat terus berlangsung. Komitmen tersebut diwujudkan dengan mengalokasikan 2,5% indukan ikan sidat untuk dilepasliarkan. Misalnya, jika ada 1.000 ekor indukan yang dipanen, maka 25 ekor yang dirilis ke alam.“Jadi, 2,5% dari sidat yang telah dibudidayakan dilepaskan. Tujuannya untuk restocking di sungai-sungai, agar bisa melakukan pemijahan secara alami. Sebelum dilepas ke sungai, diberikan tanda khusus. Sehingga bila ditemukan nelayan dapat diketahui pergerakannya ke mana,” paparnya.Sementara Kepala Bidang Perikanan Budidaya Dinas Perikanan Cilacap Indarto mengatakan apa yang dilakukan oleh para pembudidaya sidat di Cilacap menjadi kewajiban dan kini telah menjadi kearifan lokal.“Mereka menyadari bahwa tidak memungkinkan bagi pembudidaya untuk memijahkan. Maka dari itu, maka indukan harus dilepas supaya biota tersebut dapat memijah. Kalau memijah, maka keuntungannya juga diperoleh oleh para pembudidaya kembali. Karena mereka bisa menangkap anakan sidat untuk dibesarkan,”kata Indarto.Menurutnya, pihaknya juga terus memberikan pengarahan sesuai dengan kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Misalnya saja soal pelarangan ekspor benih. Maka diperlukan kesadaran bersama sekaligus melaksanakan pemantauan. Selain itu, lanjutnya, pihaknya juga melarang penangkapan yang tidak ramah lingkungan seperti memakai stroom listrik dan racun.“Langkah lainnya adalah menjaga habitat sidat. Lingkungan tempat hidup sidat itu tidak hanya laut, tetapi alur sungai yang bermuara ke laut. Inilah pentingnya menjaga lingkungan yang menjadi alur sidat dari muara hingga hulu sungai,”katanya." "Cerita Sukses Budi Daya Sidat Berkelanjutan dari Cilacap ","Pasalnya, sesudah memijah di lautan dalam, lalu beruaya atau berpindah ke arah muara. Jadi, insting sidat akan mengarah ke hulu sungai. “Sehingga memang kalau sidat yang besar-besar berada di sungai, baru nanti berpindah ke laut dalam untuk memijah. Kami terus mendorong supaya kekayaan biota tetap terjaga dengan melaksanakan konservasi,” tandasnya.baca juga : Semakin Populer, Sidat Semakin Terancam  Jadi Usaha MenggiurkanPerjalanan Ruddy Sutomo sebagai pembudidaya sidat sudah cukup panjang. Bahkan, dia mengalami jatuh bangun dalam membudidayakan sidat. Dia mulai tertarik budi daya pembesaran sidat setelah ada orang Jepang yang mencari dirinya.“Waktu itu, orang Jepang mencari unagi. Ternyata setelah berkeliling di Kaliwungu, Kedungreja sini, yang dimaksud unagi adalah sidat. Awalnya saya benar-benar tidak tahu. Karena sudah ketemu dengan yang dicari, maka kami diminta untuk mengirimkan ke Jepang,”jelasnya.Singkat cerita, lanjut Ruddy, pihaknya mengirimkan ke Jepang. Volumenya tidak banyak hanya 500 kilogram. Tetapi, pengiriman hanya dua kali, setelah itu berhenti. Ternyata, alasan orang Jepang tidak lagi mau menerima, karena unagi atau sidat yang dikirimkan berasal dari tangkapan alam.“Orang Jepang ternyata tidak suka sidat yang langsung diambil dari alam. Mereka lebih memilih sidat hasil budi daya.  Masalahnya kalau sidat dari alam itu dagingnya terlalu tebal, tidak empuk, amis dan bau lumpur. Oleh karenanya, saya memulai untuk mencoba budi daya. Karena sesungguhnya, potensi pasar sidat begitu besar,”katanya.Ruddy mengawali budi daya pada tahun 2010, dengan suplai sidat berukuran glass eel. Pakan dengan seadanya saja. Ternyata, hasilnya tidak sesuai perkiraan. Malah bisa dibilang gagal total." "Cerita Sukses Budi Daya Sidat Berkelanjutan dari Cilacap ","“Hingga akhirnya, ada orang Jepang lagi yang datang ke Cilacap pada akhir 2012. Ia datang bersama orang dari pemerintahan Jepang yang mengurusi perikanan. Saya mendapat pelatihan khusus, bagaimana budi daya sidat sekaligus cara membuat pakan sidat dengan nilai protein tinggi,”jelasnya.baca juga : Mencegah Ikan Sidat Punah di Perairan Indonesia  Tahun 2013, mulailah Ruddy mengimplementasikan ilmunya yang diperoleh dari orang Jepang tersebut. “Saya mencoba membuat pakan sidat di Tasikmalaya, Jawa Barat. Hasilnya bagus. Bahkan, saya dapat mengekspor pakan sidat ke Vietnam hingga empat kontainer. Saya berpikir, inilah modal saya untuk meneruskan budi daya sidat yang sempat gagal. Hingga akhirnya, saya pulang kampung memanfaatkan sawah milik keluarga untuk kolam. Lokasinya strategis, karena berada di sekitar daerah aliran sungai (DAS) Cibereum. Hasilnya ternyata bagus, dan saya putuskan untuk makin serius di tahun berikutnya,”katanya.Selama tiga tahun 2014-2017, Ruddy membudidayakan sendiri dibantu oleh warga. Pada tahun 2017, dia kemudian membentuk kelompok pembudidaya ikan (Pokdakan). Kini Pokdakan telah menjelma menjadi Koperasi Sidat Bersatu sampai sekarang. Ruddy kemudian menjadi manajer koperasi.Bahkan, kini Kaliwungu ditetapkan sebagai kampung sidat. Namanya Kampung Sidat Kaliwungu dan ditetapkan pada 2018 silam. Lokasi setempat menjadi percontohan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Tak hanya itu, Kaliwungu dijadikan lokasi demonstrasi pertama IFish yang merupakan proyek kerja sama antara FAO dan KKP dengan dukungan dari Global Environment Facility (GEF).baca juga : Ikan Sidat, Primadona Kuliner Jepang dari Indonesia  " "Cerita Sukses Budi Daya Sidat Berkelanjutan dari Cilacap ","Dengan Koperasi Sidat Bersatu, usaha pembudidayaan sidat terus berkembang. Dengan jumlah anggota sebanyak 27 orang, produksi sidat setiap bulannya dapat mencapai 1 ton. Pendapatan yang diperoleh berkisar antara Rp360 juta hingga Rp400 juta. “Pendapatan cukup lumayan dan mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat,”ujarnya.Pangsa pasar memang masih sangat besar, karena koperasi diminta untuk mencukupi kebutuhan hingga 50 ton setiap bulannya. Meski terus menggenjot produksi, tetapi koperasi tetap memegang komitmen untuk konservasi. Yakni tetap merilis sebagian indukan, supaya terus terjada ketersediaan benih sidat. (***)  [SEP]" "Lindungi Spesies Laut Penting, DKP Maluku Tetapkan Lima Kawasan Konservasi Perairan","[CLS] Pemerintah Provinsi Maluku melalui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) terus mendorong perluasan Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKD). Tercatat ada 5 KKD yang ditetapkan di tahun 2022. Sementara di tahun 2023 ini, DKP Maluku kembali berencana menambah dua KKD lainnya, yakni di Kabupaten Buru dan Buru Selatan (Bursel).Penetapan KKD bertujuan untuk pelestarian atau perlindungan terhadap keanekaragaman hayati dan sumber daya ikan (ekosistem) laut secara berkelanjutanKepala DKP Maluku Erawan Asikin mengatakan, selama tahun 2022 terdapat lima KKD yang sudah ditetapkan, yakni satu di Kabupaten Kepulauan Tanimbar dan empat lainnya di Maluku Barat Daya. Seperti, KKD Kepulauan Tanimbar, KKD Kepulauan Romang, KKD Perairan Damer, KKD di Perairan Mdona Heira, Lakor, Moa dan Letti serta KKD di Perairan Kepulauan Babar.Penetapan KKD ini, menurut dia, adalah hasil kerjasama antara Pemerintah Kabupaten Maluku Barat Daya, Kepulauan Tanimbar, WWF Indonesia, masyarakat serta mitra kerja lainnya.“Di 2023 ini memang kita target hanya satu KKD di Kabupaten Buru, karena memang sudah ada pembiayaannya. Di Perairan Pulau Buru, khusus untuk perlindungan penyu belimbing,” katanya kepada Mongabay Indonesia, Selasa (10/1/2023).baca : KKP Tetapkan 3 Kawasan Konservasi Perairan Baru di Maluku  Meski sebenarnya, ada dua tempat yang direncanakan sebagai KKD dengan wilayah yang berdekatan, yaitu di Balpetu Kepala Madan, Kabupaten Bursel. Ini merupakan target KKD Maluku di tahun 2023, karena sudah terakomodir dalam rencana zonasinya.Menurutnya, KKD ditetapkan karena wilayah itu punya kekhasan ekosistem atau spesies. Seperti penyu belimbing adalah spesies yang dilindungi dan sangat langka serta penting secara global.Penyu belimbing yang ada di Pulau Buru, ungkapnya, data-datanya terkoneksi hingga ke Filipina sampai Amerika, sementara Indonesia terkoneksi di Kei Kabupaten Maluku Tenggara, juga Papua." "Lindungi Spesies Laut Penting, DKP Maluku Tetapkan Lima Kawasan Konservasi Perairan","“Karena itu penyu belimbing ini sangat penting untuk dilindungi. Kita memang terpanggil untuk melestarikannya,” kata Erawan.Sementara itu, Project Leader Inner Banda Arc Seascape, Yayasan WWF Indonesia, Andreas Hero Ohoilun dalam laman Malukuterkini.com, mengemukakan, Maluku Barat Daya merupakan benteng terakhir ekositem pesisir terbaik di Provinsi Maluku, yang sangat penting untuk dipertahankan dan dipulihkan.“Dengan keanekaragaman dan biota laut yang tinggi, kawasan ini berkontribusi besar pada sektor perikanan dan sangat potensial untuk pengembangan wisata bahari kelas premium,” katanya.Ia berharap, penetapan kawasan dapat memberikan jaminan keberlanjutan pada keanekaragaman hayati laut yang ada, dan sekaligus dapat dimanfaatkan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.baca juga : 22 Tahun Lagi, 30 Persen Laut adalah Kawasan Konservasi  KKD Harus DiprioritaskanWelem Waileruny, Dosen Program Pascasarjana dan Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon Wellem kepada Mongabay Indonesia, Rabu (11/1/2023) mengatakan, sumberdaya perikanan merupakan sumberdaya alam yang dapat pulih atau meperbaharui diri.Namun kemampuan pulih biasanya lebih rendah dari kemampuan eksploitasi oleh manusia, mengakibatkan sumberdaya perikanan rawan terhadap eksploitasi atau penangkapan berlebihan (over fishing).Kondisi ini diperburuk dengan sifat sumberdaya perikanan yang merupakan sumberdaya alam milik bersama, memungkinkan masyarakat bebas melakukan eksploitasi yang berdampak pada keberlanjutan sumberdaya perikanan." "Lindungi Spesies Laut Penting, DKP Maluku Tetapkan Lima Kawasan Konservasi Perairan","Hancurnya sumberdaya perikanan, katanya, mengakibatkan banyak nelayan kehilangan lapangan pekerjaan, pemerintah daerah dan nasional kehilangan pendapatan serta pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat akan berkurang. Dengan demikian berbagai tindakan pengelolaan perlu dilakukan guna menjamin keberlanjutan sumber daya ekonomi penting tersebut.Salah satu bentuk pengelolaan sumberdaya perikanan adalah melalui konservasi perairan. Secara umum ada delapan jenis kawasan konservasi perairan di Indonesia yakni taman nasional laut, taman wisata alam laut, suaka margasatwa laut, cagar alam laut, taman nasional perairan, suaka alam perairan, taman wisata perairan dan kawasan konservasi perairan daerah (KKD).Sampai tahun 2020, Welem merincikan, luas KKD di Indonesia sebesar 13,95 juta ha, yang terluas dari semua jenis konservasi perairan (BPS RI 2021).baca juga : Ini Tantangan Pelestarian Biodiversitas di Laut Maluku Setelah Penetapan Kawasan Konservasi  KKD menurut dia, merupakan kawasan yang mempunyai ciri khas tertentu sebagai satu kesatuan ekosistem yang dilindungi, dilestarikan, dan dimanfaatkan secara berkelanjutan dengan kriteria berada di perairan pesisir 0-12 mil, diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan.Penetapan 5 KKD baru di Maluku tahun 2022, merupakan suatu prestasi besar yang perlu diapresiasi oleh pemerintah pusat maupun daerah dan masyarakat, bahkan dunia internasional.Guna menjamin keberlanjutan kawasan konservasi, lanjutnya, langkah pentingnya adalah pengawasan. Karena kawasan konservasi yang sudah ditetapkan sebelumnya dalam kondisi memprihatinkan. Pengawasan juga ditindaklanjuti dengan penegakan hukum, yang membutuhkan sarana prasarana, dukungan finansial dan kolaborasi bersama masyarakat dan aparat pemerintah, termasuk TNI dan Polri.Alternatif untuk Nelayan" "Lindungi Spesies Laut Penting, DKP Maluku Tetapkan Lima Kawasan Konservasi Perairan","Ketua DPW Setya Kita Pancasila (SKP) Maluku dan Sekjen DPD Himpunan Alumni IPB Maluku itu berpendapat, pranata-pranata adat seperti sasi atau larangan dan lain-lain yang sudah ada, perlu dibangun dan diperluas wewenangnya. Selain itu, pemerintah juga perlu mencari alternatif lain sebagai sumber pendapatan nelayan, yang selama ini melakukan aktivitas ekonomi di wilayah yang sudah ditetapkan sebagai KKD.“Secara ekonomi, wilayah yang ditetapkan sebagai wilayah konservasi memiliki nilai ekonomi tinggi,” ujar Welem.Wilayah zona inti kawasan konservasi, katanya, biasanya merupakan daerah penangkapan potensial ikan bagi nelayan atau tempat hewan dan tumbuhan endemik berada, termasuk pada 5 KKD yang baru.baca juga : Ini Permasalahan KKP di Maluku Utara: Minim Anggaran, Fasilitas hingga SDM  Saat kawasan tersebut ditetapkan sebagai KKD, maka semua aktivitas kaitan dengan eksploitasi di zona inti ditiadakan, sehingga nelayan akan kehilangan pendapatan. Sehingga perlu dipikirkan alternatif ekonomi bagi nelayan, sehingga tujuan kawasan konservasi yang tidak hanya melindungi sumber daya alam, tetapi juga meningkatkan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di sekitar kawasan konservasi dapat terwujudMenjawab kekhawatiran ini, Kepala DKP Maluku Erawan Asiki menjelaskan, pada inisiasi pembentukan KKD pihaknya sudah memetakan soal zonasinya. Zonasi meliputi zona inti untuk perlindungan spesies target konservasi dan zonasi lainnya seperti zonasi pemanfaatan terbatas untuk perikanan.Juga terdapat zona untuk budi daya perikanan, pelabuhan, ritual kegiatan adat dan sebagainya yang jauh dari zona inti. Tetapi tentu saja, kata Erawan, segala bentuk kegiatan perikanan maupun parawisata harus berkelanjutan dan ramah lingkungan.  [SEP]" "Hebatnya Paus Orca, Bisa Meniru Suara Manusia","[CLS]   Orca [Orcinus orca] yang juga disebut paus pembunuh/killer whale ada dalam deretan mamalia laut pintar. Mereka merupakan makhluk sosial yang kompleks. Orca dibekali kemampuan mencari makan berkelompok, memilih makanan tertentu, hingga teknik berburu.Sekelompok orca di Antartika misalnya, ada yang makan penguin sementara lainnya memilih jenis berbeda yang terkadang ukurannya lebih besar dari orca itu sendiri. Ini seperti manusia di suatu wilayah yang makanan pokok nasi sementara yang lain jagung. Uniknya, kemampuan tersebut diajarkan dari generasi ke generasi dalam satu kelompok seperti yang dikenal pada manusia sebagai budaya.Ukuran otaknya juga mengesankan. Bobot otak orca dewasa bisa mencapai 6 kg. Bandingkan dengan otak manusia yang memiliki berat rata-rata 1,4 kg, menurut majalah Varsity, terbitan Universitas Cambridge. Semakin besar volume otak, semakin besar pula kemungkinan hubungan antar neuron yang mendukung kecepatan otak menalar sesuatu.Vokalisasi orca tak kalah mengagumkan. Sekelompok orca memiliki “bahasa” berbeda dibanding kelompok lain. Mereka memiliki dialek yang sekaligus penanda kelompok.Mengutip us.whales.org, kelompok terkecil orca disebut pod, yang terbentuk berdasarkan kekerabatan ibu [matrialkart]. Dalam satu pod terdiri ibu, anak perempuan, saudara perempuan, sepupu, dan anak-anak mereka. Anak laki-laki akan dilindungi ibunya seumur hidup.Satu pod orca sering terlihat berenang bersama. Di atas pod ada klan, terdiri beberapa pod yang memiliki kesesuaian dialek. Di atas klan ada komunitas yang ditunjukkan oleh kesamaan pola asosiasi dibanding kekerabatan.Baca: Ini 9 Fakta Unik Paus, Hewan Penyerap Karbon Terbesar Dunia  Suara manusiaSejumlah peneliti dari Jerman, Inggris, Spanyol, dan Chile pada 2018 lalu mengamati dua orca yaitu Wikie dan Moana di Marineland, Antibes, Perancis. Mereka menemukan bahwa orca ternyata bisa menirukan suara manusia." "Hebatnya Paus Orca, Bisa Meniru Suara Manusia","Mengutip The Guardian, para peneliti itu melakukan 30 kali percobaan kepada Wikie. Mereka memperdengarkan suara yang belum pernah didengar orca sebelumnya, misalnya suara derit pintu. Wikie juga dikenalkan dengan suara yang dihasilkan manusia, juga orca lain.Ternyata Wikie berhasil menirukan seluruh suara, sebagian besar di antaranya dilakukan di bawah 10 kali percobaan. Hebatnya, kata hello dan one two three bisa ditirukan pada kesempatan pertama.Peneliti menduga, orca mungkin belajar menirukan pola vokal satu sama lain di alam liar. Hasil pengamatan itu juga senada dengan penelitian sebelumnya di lapangan, yang mendapati sekelompok orca memiliki dialek.Meski suara yang dihasilkan tidak sejelas burung beo yang bisa menirukan suara manusia, namun dengan membandingkan spektogram suara asli manusia dan suara orca, tidak ada keraguan bahwa Wikie berhasil menirukan suara itu meski tidak sempurna. Sebelumnya, penelitian telah menemukan bahwa mamalia cerdas ini bisa menirukan suara singa laut dan lumba-lumba hidung botol.Mamalia pada umumnya menggunakan bagian tenggorokan [larynx] untuk menghasilkan suara seperti halnya manusia. Sementara orca memakai saluran pernapasan/nasal. Ini membuat suara tiruan yang dihasilkan orca terdengar unik.Baca juga:  Hiu Terbesar Tapi Jinak Dan Bukan Karnivora, Begini 9 Fakta Menarik Tentang Hiu Paus    Josep Call, peneliti dari University of St Andrews, mengatakan kemampuan menirukan suara semacam itu jarang terjadi pada mamalia. ”Manusia jelas bagus dalam soal ini… Menariknya, mamalia yang bisa melakukan dengan sangat baik adalah mamalia laut,” katanya dikutip dari BBC.Dr Jose Abramson, dari Complutense University, Madrid, Spanyol yang juga terlibat dalam penelitian itu mengatakan, suatu hari mungkin saja manusia bisa melakukan percakapan sederhana dengan Wikie. Percobaan itu dilaporkan dalan jurnal Proceedings of the Royal Society of London B yang bisa dibaca secara daring.  " "Hebatnya Paus Orca, Bisa Meniru Suara Manusia","Meski orca menyukai daerah dingin namun daya jelajah mamalia laut ini cukup luas. Tak heran jika satwa dengan warna khas hitam putih ini dilaporkan muncul beberapa kali di perairan Indonesia. Orca sebenarnya termasuk keluarga lumba-lumba, dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Nomor P.106/Menlhk/Setjen/Kum.1/12/2018.Bahkan bagi masyarakat di pesisir Sulawesi, orca bukan satwa asing. Di Gorontalo, nelayan menamai orca dengan paupausu untuk membedakan dengan paus pilot yang diberi nama paupau.Di Indonesia, orca pernah muncul di perairan Anambas, Kepulauan Riau pada April, 2020. Lalu di pesisir Pantai Desa Wureh, Flores Timur dan di perairan Biak Numfor, Provinsi Papua, pada Juni 2020. Selanjutnya perairan Inobonto, Sulawesi Utara.Kementerian LHK juga mencatat kemunculan orca di perairan Indonesia pada tahun-tahun sebelumnya. Pada April 2021, seekor orca terdampar mati di pantai Banyuwangi. Orca yang malang itu sebelumnya diketahui lemas berenang di Selat Bali.  [SEP]" "Menongkah, Aktivitas Selancar Mencari Kerang di Pesisir Lingga","[CLS]  Pemandangan pesisir Tanjung Buton, Daik, Kabupaten Lingga sore itu cukup menawan. Matahari yang mulai menghilang di bawah garis cakrawala di sebelah barat, membuat langit berwarna orange kemerahan. Suasana itu membayang ke permukaan laut. Belum lagi sebelah timur pemandangan gunung Daik Lingga memanjakan mata.Suasana itu menjadi pemandangan bagi warga yang sedang bersantap makanan di kawasan Pelabuhan Tanjung Buton. Kawasan ini memang menjadi destinasi kuliner di Daik Lingga Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).Dari atas pelabuhan juga terdapat pemandangan menarik. Tampak jelas dua orang warga Daik sedang asyik mencari kerang. Proses mencari kerang itu tidak dengan cara berjalan menyusuri pesisir laut. Tetapi berselancar di atas papan kayu yang disebut tongkahDua orang itu seolah-olah berlomba menyusuri pesisir laut yang sudah surut sejak siang tadi. Duduk di atas papan, kemudian papan didorong dengan dua tangannya. Papan membawa mereka melanju. Tingkah ini seperti bak atlet selancar yang siap menerjang ombak besar.Saat melaju, sesekali mereka berhenti memungut karang dan memasukkannya dalam ember yang sudah disediakan di atas papan. Begitulah yang mereka lakukan ketika air surut, hingga azan magrib dikumandangkan di masjid-masjid kabupaten berjulukan ‘Negeri Bunda Tanah Melayu’ ini.baca : Ini Tantangan Pembudidaya Kerang Hijau di Gresik  Menongkah Kearifan Lokal Turun TemurunSalah seorang warga Daik Lingga yang mencari kerang sore itu adalah Abdurrahman. Ia ditemui kami temui sedang asik membersihkan papan yang digunakannya mencari kerang.Setelah papan itu bersih dari lumpur, ia  menyimpan papan itu di salah satu teras rumah warga di pesisir Tanjung Buton. Papan itu siap untuk digunakan lagi keesokan harinya." "Menongkah, Aktivitas Selancar Mencari Kerang di Pesisir Lingga","Yus, sapaan akrabnya, bercerita aktivitas perihal mencari kerang sore itu. Warga Lingga menyebutkan aktivitas ini ‘menongkah’. “Kalau alat ini namanya tongkah,” kata Yus sembari menunjuk tongkah yang terbuat dari papan membentuk sampan mungil.Mencari kerang sebenarnya bisa dengan berjalan seperti yang dilakukan masyarakat pesisir lainnya. Tetapi pesisir Lingga lebih banyak lumpur. Sehingga menongkah menjadi solusi mencari kerang.“Kalau mencarinya berjalan kita terbenam lumpur, lama juga kalau jalan,” kata Yus bercerita kepada Mongabay Indonesia, 26 Desember 2022 lalu.Aktivitas ini sudah dilakukan warga turun menurun. Tidak hanya di Tanjung Buton, menongkah hampir dilakukan masyarakat Lingga di setiap pesisir. “Sudah dari dulu datuk nenek kami sudah ada menongkah ini,” katanya.Dalam satu tahun Yus hanya menongkah dua bulan saja. Biasanya di bulan-bulan menyambut tahun baru, atau pada musim angin utara dan angin timur.baca juga : Kerang Menghilang, Nelayan Mulai Mencari Teripang  Menongkah juga tidak dilakukan Yus sepanjang hari. Tetapi ketika air mulai surut. Biasanya siang hari sampai petang. “Hari ini air surut tidak terlalu lama, makanya kita hanya dapat 2 kilogram kerang saja,” kata pria 40 tahun itu.Ia menunjukan isi kantong kresek yang berisi kerang. Sekilas kerang ini terlihat seperti kerang dara (Anadara Granosa) atau kerang darah. Kerang ini sangat mudah ditemukan, dan biasanya juga dijual di pasar tradisional maupun pasar modern.Yus paling banyak mendapatkan 20 kilogram kerang setiap hari. Apalagi kala air surut dalam waktu yang lama. Satu kilogram kerang dara dijual Rp25 ribu. “Ini kerja sampingan, lumayan untuk tambahan,” kata Yus.Namun, sore itu hasil pencarian Yus hanya 2 kilogram, pasalnya air surut hanya berlangsung dua jam. “Air lambat kering, makanya dapat segini,” kata Yus, sambil menunjukan kantong kresek yang dipenuhi kerang darah." "Menongkah, Aktivitas Selancar Mencari Kerang di Pesisir Lingga","Yus mengatakan, kerang ini tidak dijual ke pasar, tetapi jika ada yang meminta dirinya akan menjual di rumah. Kalau tidak, menyantapnya bersama keluarga. “Bisa direbus masak balade ataupun direndang,” kata Yus dengan logat Melayunya.Jika air cukup lama surut kata Yus, masyarakat bisa sampai jauh menongkah. Bahkan jarak tempuh bisa 2 jam perjalanan menuju lokasi menongkah. “Tantangannya hanya agas dan nyamuk saja,” kata Yus.Menongkah bukanlah aktivitas yang gampang, apalagi memastikan ada atau tidaknya kerang di permukaan laut. Saat mengayuh dan menjaga keseimbangan tongkah, Yus harus melihat dengan seksama permukaan laut. Tanda adanya kerang itu hanya melihat dari busa yang keluar dari lumpur atau nampak samar-samar seperti mata kerang di dasar balik lumpur.baca juga : Tak Ada Lagi Kerang di Pesisir Makassar  Didaftarkan Jadi Kebudayaan DuniaMenongkah sebenarnya terdapat di beberapa daerah lain di Indonesia. Seperti di Indragiri, Provinsi Riau, menongkah menjadi tradisi masyarakat Douanu dan Suku Laut Desa Kuala Patah Perang. Tidak hanya menjadi tradisi yang bernilai kearifan lokal tetapi juga sebagai sumber nilai strategi untuk keberlangsungan hidup keluarga suku laut.Begitu juga di Meranti, mendongkah juga terdapat di daerah ini. Sejak tahun 2012 di kawasan ini mendongkah dijadikan destinasi pariwisata. Beberapa kali di gelar festival mendongkah. Tidak hanya mengumpulkan kerang, di kawasan ini mendongkah juga mengumpulkan seafood.Di setiap daerah alat menongkah ini bentuknya berbeda-beda. Jika di Indragiri Riau hanya menggunakan sebilah papan. Di Lingga Kepulauan Riau masyarakat  berbentuk papan itu menjadi kotak persegi panjang. Yang kemudian dikayuh untuk mencari kerang" "Menongkah, Aktivitas Selancar Mencari Kerang di Pesisir Lingga","Dalam sebuah penelitian berjudul “Peran Menongkah Tradisi Mencari Kerang Sebagai Upaya Peningkatan Pendapat Ekonomi Keluarga”, menyebutkan menongkah di Indragiri tidak lagi hanya sebagai tradisi penopang ekonomi masyarakat. Tetapi pemerintah menjadikan aktivitas ini sebagai tradisi budaya.Beberapa tahun lalu, kegiatan menongkah massal yang diikuti 500 orang memecahkan rekor MURI (Museum Rekor Indonesia). Bahkan, pemerintah daerah juga bercita-cita menjadikan tradisi menongkah tersebut masuk ke dalam salah satu kebudayaan dunia yang dinaungi UNESCO.  Namun, dalam penelitian yang sama disebutkan rencana tersebut mendapatkan hambatan, akibat kondisi alam yang mulai rusak. Masyarakat merasakan semakin hari kerang semakin sulit ditemukan.Hal ini umumnya disebabkan karena adanya alat tangkap aktif yang ada di sekitar sungai. Tanah yang terus mengalami abrasi menjadikan salah satu sebab mulai sulitnya ditemukan kerang di Riau.Padahal menongkah, disebut alat tangkap ramah lingkungan. Selain mudah dalam beroperasinya, menongkah juga selektif dalam menangkap kerang. Selain membawa kearifan lokal, alat ini sangat ramah lingkungan.  [SEP]" "Berdaulat Energi Surya dari Dusun Talang Aro","[CLS]      Pagi buta, Ruliyah sudah bangun menyiapkan sarapan untuk cucunya. Dia masuk ke dapur dan menyalakan listrik, tak lama  terdengar suara blender untuk menghaluskan cabai dan bumbu lain. Aroma nasi goreng menyeruak memenuhi dapur.  Ruliyah hanya perlu sekitar 20 menit untuk menghidangkan nasi goreng, goreng pisang dan bakwan serta seteko kopi. Cahaya dari lampu LED 5 watt di dapur memberikan penerangan cukup. Listrik yang Ruliyah nikmati ini bersumber dari matahari.Perempuan 59 tahun warga Dusun Talang Aro, Desa Aro, Kecamatan Muara Bulian, Kabupaten Batanghari, Muaro Jambi, Jambi ini sudah tinggal lebih 30 tahun tanpa listrik.Dusun Talang Aro, kampung kecil terletak di tepi Sungai Batanghari, Batanghari. Kampung ini hanya bisa dijangkau dengan menyeberang sungai, perjalanan memakan waktu sekitar satu jam dari Kota Muarabulian, ibukota kabupaten.  Talang Aro dihuni 89 keluarga yang hidup dari berkebun.Sejak 1987, Ruliyah, hidup tanpa listrik di dusun ini. Dia dan almarhum suaminya, ngajar ngaji hanya bisa mengandalkan lampu templok untuk menerangi rumah mereka saat malam hari. Ketika suaminya mulai pakai genset pada 2000-an, mereka harus mengeluarkan biaya besar buat beli solar. Setiap minggu, mereka harus menghabiskan 15 liter solar hanya untuk mendapatkan penerangan dari pukul 18.00-21.00.Segalanya berubah pada 2015, ketika Talang Aro teraliri listrik pembangkit listrik tenaga surya. PLTS yang terletak di seberang sungai dengan kapasitas 20 KWP kini bisa menyuplai listrik untuk 72 keluarga di dusun itu, termasuk Ruliyah dan keluarganya.Dia  senang karena tak lagi tergantung genset yang mahal dan boros.  Dia juga merasa lebih aman karena tak lagi khawatir terkena bahaya api atau asap genset. Kini, dengan enam lampu LED berdaya 5 watt, satu TV LED, dan blender, dia bisa masak dan menikmati penerangan sepanjang waktu." "Berdaulat Energi Surya dari Dusun Talang Aro","“Sudah delapan tahun kami tidak gelap-gelapan lagi. Sudah bisa juga menonton TV walaupun sebentar. Kalau listriknya mau habis pasti sudah bunyi-bunyi, itu tandanya. Harus dimatikan TV nya, Alhamdulillah-lah sekarang.”  Kehadiran listrik tenaga surya sangat membantu dia dan warga sekitar dalam berbagai aspek kehidupan. Penggunaan energi bersih dan ramah lingkungan juga membuatnya merasa lebih tenang dan nyaman. Dia berharap, program ini terus berlanjut dan makin banyak masyarakat bisa menikmati manfaat listrik terjangkau seperti saat ini.“Kami sudah nyaman dengan listrik matahari ini, ga perlu bayar-bayar token. Itu mahal, kalau bisa kami mau ini daya saja yang dinaikkan. Ditambah lagi, biar semua rumah bisa dapat. Kami bisa bikin makanan makanan ,usaha kalau listriknya nambah,” katanya.Nuraini,  juga rasakan hal serupa. Hari itu,  perempuan 63 tahun ini sedang menjerang air di dapur. Dia tinggal bersama anak laki-lakinya yang mengalami gangguan mental tinggal bersamanya.Nuraini masuk katgori keluarga pra sejahtera. Dia mencukupi keperluan sehari-hari dari sumbangan anak-anaknya yang lain. Dia mengeluarkan Al quran kecil dan berkata. “Saya bisa ngaji malam-malam karena ada listrik matahari ini. Kalau bayar, semua anak-anak yang bayar. Saya numpang hidup dengan mereka,” katanya.Dia menekan tombol sakelar lampu, rumah beralas semen dan berdinding kayu seketika terang. Azan magrib terdengar lamat-lamat. Nuraini menutup dua jendela di kamar depan dan samping  rumah berukuran 4×6 meter itu. Selama hidupnya, dia baru delapan tahun ini bisa merasakan listrik.  Energi matahari di JambiAgus Chaidar, Sunarto dan Kamal Afrianto memasang topi pengaman dan sepatu boot yang tergantung di ruangan peralatan PLTS berkapasitas 15 KWp itu. Mereka membersihkan panel surya yang mulai berdebu. Musim kemarau dengan posisi datar sekitar 70 cm dari tanah membuat debu mudah menempel." "Berdaulat Energi Surya dari Dusun Talang Aro","“Kalau tidak sering dibersihkan ini memengaruhi penyerapan panas. Berpengaruh pada energi yang dihasilkan juga,” katanya.Usai bersihkan panel, Sunarto duduk di bawahnya. Mereka melihat sekring (fuse) panel surya khawatir ada yang putus. “ Biasa kalau panas terlalu terik, fuse putus.”Selama delapan tahun beroperasi, PLTS Sungai Aro dirawqat tiga teknisi. Mereka bergantian memeriksa semua komponen. Pemeriksaan rutin setiap hari dan per minggu.Pada 2017,  PLTS sempat rusak. Satu inverter tak berfungsi terpicu sambaran petir dan pemeliharaan minim. Mereka terpaksa mengoptimalkan pemakaian pada siang hari, dan malam dibatasi. Selama dua tahun mereka menunggu perbaikan hingga mulai 2019 sudah beroperasi baik.“Sejak itulah, kami merawat dan memelihara PLTS ini. Dak mau lagi terulang, rusak. Perbaikan butuh dana dan waktu lama,” kata Sunarto.Agus dan dua temannya bukan dari sekolah kelistrikan. Mereka mendapatkan pelatihan satu kali dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM), selebihnya latihan sendiri.“Kemarin waktu pelatihan kami dikasih pilihan. Pemeliharaan dan pengoperasian, dua temen saya Sunarto dan Kamal Afrianto, ambil pemeliharaan.  Saya ambil pengoperasian. Kami belum pelatihan soal instalasi,” katanya.  ***Bertahan dengan listrik energi matahari bukanlah perkara mudah. Sekitar 60 kilometer dari Dusun Talang Aro, Desa Sialang Pungguk, Kecamatan Kecamatan Muara Bulian, Batanghari, mendapat bantuan PLTS dari dana alokasi khusus energi skala kecil 2016. Hanya setahun warga bisa menikmati listrik PLTS. Pada 2018, komponen rusak satu per satu, mulai inverter dan baterai tak berfungsi.Sekarang mereka tidak bisa memanfaatkan PLTS.  Bangunan tidak terurus dan kabel-kabel berantakan. Pagar pembatas pun sudah jadi tempat jemuran pakaian oleh warga." "Berdaulat Energi Surya dari Dusun Talang Aro","Asnawi, Kepala Dusun Sialang Pungguk bilang,  mereka hanya memanfaatkan listrik PLTS siang hari atau selama matahari bersinar terik. “Alat sudah banyak rusak, baterai-baterai juga tidak berfungsi lagi.”David, warga Desa Sialang Pungguk berkeluh kesah karena PLTS tidak berfungsi. Mereka kesulitan seperti saat anak-anak susah belajar dan mengaji. “Kalau bisa kami berharap nian PLTS ini dibenarin. Ini kami kembali lagi pakai genset dan lampu templok. Kemarin ada satu rumah yang hampir terbakar karena lampu ini, “ katanya.Jambi,  berkomitmen peningkatan bauran energi terbarukan melalui RUED DI 2025 jadi 24%. Pada 2050,  jadi 40% dan tertuang dalam Perda Jambi Nomor 13/2019 tentang Rencana Umum Energi Daerah Jambi 2019-2050.Data Dinas ESDM 2015, bauran energi masih didominasi minyak bumi 89,77% disusul energi terbarukan 6,82%, batubara 3,36% dan gas 0,05%.Angka bauran energi terbarukan naik di data ESDM 2022.  Serapan bauran energi dengan energi terbarukan 15,22%, minyak bumi 63,77%, batubara 13,65% dan gas 7,45%.Setyasmoko Pandu Hartadita , Kabid Energi dan Sumber Daya Mineral, Dinas ESDM Jambi melihat,  komitmen penggunaan energi terbarukan dalam RUED Jambi, mungkin pada 2025 bisa 24% kalau PLTA Kerinci beroperasi.Bicara potensi energi terbarukan sebesar 8.847 megawatt dari surya, disusul bionergi, panas bumi, air dan angin. Pandu bilang, saat sudah mendata 23 PLTS terpusat (komunal) tersebar di tujuh kabupaten, yakni, Batanghari, Muaro Jambi, Sarolangun, Tebo, Tanjab Barat, Tanjab Timur dan Bungo.Untuk sebaran PLTS rumahan dengan sistem solar home system ada 250 titik. Saat ini,  hampir sebagian, kata  Pandu, dalam kondisi rusak dan terbengkalai.“Tantangan yang kita hadapi untuk mengoptimalkan pengembangan PLTS di Jambi, mulai keterbatasan kemampuan dan pengetahuan sumber daya pengelola, pendanaan, serta keterjangkauan,” katanya.   " "Berdaulat Energi Surya dari Dusun Talang Aro","Keterjangkauan, katanya, seperti dalam hal komponen masih susah dicari di Jambi. “Soal Sumber daya manusia kita ingin PLTS ini tumbuh di masyarakat bukan sekadar proyek.”Potensi energi surya ini juga sudah terdata Transformasi Energi Institute for Essential Services Reform (IESR) mencapai 7.000 Giga Watt di seluruh Indonesia. Jadi, sangat memungkinkan sumber energi terbarukan layak diperhitungkan jawab tantangan kedaulatan energi.Deon Arinaldo,  Manajer Program Transformasi Energi Institute for Essential Services Reform (IESR), mengatakan, pengembangan PLTS ini juga memungkinkan untuk bertahan lama karena peralatan dengan pemeliharaan yang baik, mampu bertahan 25-30 tahun.Persoalan regulasi masih sedikit menghambat  karena beberapa kali regulasi PLTS mengalami perubahan. “Padahal, jika kita energi terbarukan untuk desa terpencil dan terisolir, PLTS jawaban. Tidak hanya itu banyak sekali contoh masyarakat secara komunal memanfaatkan PLTS dan memperbaiki kualitas hidup.Dari segi kemudahan PLTS juga mudah dipasang, efesiensi, dan tidak membutuhkan modal terlalu tinggi.Hadi Priyanto, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, mengatakan, riset Greenpeace Indonesia, di Jabodetabek 85% rumah tangga tertarik beralih ke energi listrik tenaga surya.Namun regulasi belum pasti membuat banyak orang yang terkendala mengurus perizinann “Regulasi termasuk hanya boleh 15% dari kapasitas PLN terpasang, sengaja dibikin begitu in ikan memperlambat transisi energi, intensif subsidi tidak diberikan juga bagi energi terbarukan. Padahal Energi surya ini tentu saja jawasaban untuk komitmen Indonesia pada penurunan emisi.”Tantangan impelementasi percepatan bauran energi terbarukan di Jambi masih fluktuatif, kondisi ini juga tergantung kebijakan daerah dan pusat." "Berdaulat Energi Surya dari Dusun Talang Aro","Pandu bilang,  dalam uapaya dorong RUED ESDM sedang menjajaki kerja sama dengan para pihak antara lain, IESR dan Persatuan Insinyur Indonesia wilayah Jambi untuk membangun pusat informasi tentang energi surya dan menghubungkan mayarakat untuk dapatkan informasi soal pembangkit listrik tenaga surya di kota Jambi. ****Ruang tamu rumah Ruliyah terang berderang. Restu, anaknya, baru saja menyelesaikan pekerjaan rumah dari sekolah didampingi ibunya, Hidayah.Dia mengeja satu per satu huruf, belajar membaca, seperti Restu. Dia bilang, pengembangan PLTS masih menyisakan banyak pekerjaan dan  rumah yang harus dibenahi.Agar  subsidi bermiliar tidak terbuang percuma untuk menyumbangkan emisi dari penggunaan energi kotor.Jam dinding menunjukkan pukul 21.30. Ruliyah segera mematikan lampu ruang tamu dan bergegas tidur menunggu energi matahari esok hari.  ******* *Liputan ini dukungan dari beasiswa transisi energi yang diselenggarakan oleh CASE-IESR, dan SIEJ. [SEP]" "Snailfish Tembus Pandang Muncul di Kedalaman Es Alaska","[CLS]  Laut dalam Alaska menyimpan spesies unik yang jarang ditemui. Salah satunya ialah ikan Snailfish dengan ciri khas transparan. Hewan aneh itu berhasil diidentifikasi oleh para ilmuwan sebagai Crystallichthys cyclospilus. Makhluk penghuni dasar laut ini hidup secara eksklusif di Pasifik Utara dan dapat bertahan hidup lebih dari 2.723 kaki (830 meter) di bawah permukaan laut.Para peneliti dari National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) menemukan ikan aneh yang licin ini saat menjaring di lepas pantai Kepulauan Aleutian di Alaska sebagai bagian dari survei rutin ekosistem laut dalam di sana. Pada 19 Juni lalu, ilmuwan NOAA dan anggota kru ekspedisi Sarah Friedman membagikan foto snailfish dengan bercak itu di Twitter.“Tubuh ikan itu seperti ’agar-agar’. Ketika dipegang mirip ‘gumpalan Jell-O’,” kata ilmuwan Sarah Friedman, Ph.D., seperti dikutip dari Live Science, Jumat (27/1). Menurut Sarah, perubahan ikan menjadi transparan dianggap sebagai adaptasi untuk mempertahankan daya apung netral dan berenang secara efisien sambil mengatasi tekanan menghancurkan dari laut dalam.Tim NOAA sangat bersemangat untuk memamerkan spesimen aneh secara online sehingga lebih banyak orang dapat melihat ikan itu sendiri. “Mereka hidup di lokasi yang relatif terpencil di kedalaman yang lebih dalam, sehingga rata-rata orang tidak akan pernah menemukan spesies ini,” kata Friedman. Tetapi meskipun ikan seperti itu jarang ada, para peneliti menemukan “empat atau lima” spesimen snailfish bercak yang berbeda selama perjalanan.baca : Mariana Snailfish, Ikan Transparan Jenis Baru yang Hidup di Dasar Laut  " "Snailfish Tembus Pandang Muncul di Kedalaman Es Alaska","Ada lebih dari 400 spesies snailfish secara global. Snailfish bercak memiliki tubuh yang hampir seluruhnya tembus pandang, kecuali mata, perut, dan bintik-bintik hitam di kulit mereka. Adaptasi ini membantu mereka untuk tetap tersembunyi dari predator. “Banyak hewan yang hidup di kedalaman laut dalam tembus cahaya,” kata Friedman. Ini memungkinkan mereka untuk berbaur dengan latar belakang gelap di habitat dengan ketersediaan cahaya terbatas dan beberapa struktur untuk bersembunyi.Seperti beberapa spesies snailfish lainnya bahkan telah memodifikasi sirip pada perut mereka yang membentuk cangkir hisap. “Ini memungkinkan mereka untuk dengan mudah menempel pada batu dan karang di dasar laut, serta menghindari mengeluarkan energi untuk terus berenang, terutama dalam arus yang kuat,” kata Friedman.Secara keseluruhan, sedikit yang diketahui tentang apa yang dilakukan ikan siput ini di laut dalam. “Snailfish adalah kelompok ikan yang sangat misterius dan beragam, dengan spesies yang menghuni berbagai lingkungan, dari kolam pasang surut hingga parit terdalam di lautan. Tetapi tidak banyak yang diketahui tentang ekologi spesies snailfish yang lebih dalam,” ujar Friedman. Meskipun kata dia, para ilmuwan tahu bahwa mereka memangsa invertebrata kecil yang merangkak di sepanjang dasar laut.Tim juga menemukan sejumlah spesimen laut menarik lainnya selama perjalanan, termasuk laba-laba laut raksasa (yang sebenarnya bukan laba-laba sejati); anglerfish dengan gigi runcing besar dan duri bercahaya untuk memikat mangsa; dan ikan barreleye, yang dapat memutar matanya untuk mengintip melalui bagian atas kepalanya yang tembus cahaya.baca juga : Terpecahkan, Rahasia Tubuh Katak Kaca yang Transparan  Namun, tujuan utama survei rutin ini bukan untuk menemukan spesies langka. Sebaliknya, survei dilakukan untuk menilai kesehatan ekosistem secara keseluruhan. Terutama mengenai populasi spesies yang ditargetkan secara komersial." "Snailfish Tembus Pandang Muncul di Kedalaman Es Alaska","“Penelitian ini sangat penting untuk mengelola spesies ikan dan kepiting secara berkelanjutan yang mendukung perikanan komersial, rekreasi, dan subsisten serta masyarakat pesisir Alaska,” kata Friedman. Sumber: livescience.com dan twitter.com/sarahtfried  [SEP]" "Sering Dijadikan Umpan Pancing, Kelomang Memiliki Fungsi Penting untuk Lingkungan","[CLS]   Bagi masyarakat pesisir, kelomang bukanlah hewan yang asing. Krustasea ini banyak ditemukan dekat pantai hingga di bebatuan. Anak-anak kecil bahkan sering menangkapnya  untuk dijadikan bahan permainan.Para pemancing juga sangat akrab dengan kelomang karena sering digunakan sebagai umpan untuk mendapatkan ikan. Kelomang juga dengan mudah didapatkan karena ada dijual secara online.“Kelomang dijadikan umpan untuk ikan karang dan yang berada di lamun,” ungkap Mansur, warga di pesisir Luwuk Timur, Kabupaten Banggai, kepada Mongabay, akhir Februari 2023.Menurut dia, kelomang sangat melimpah dan mudah ditemukan di tempatnya. Meski demikian, kelomang bukanlah umpan favorit para pemancing karena tidak semua ikan karang bisa memakan kelomang.Pengalamannya sendiri ketika menggunakan kelomang sebagai umpan, ia hanya sering mendapatkan ikan dengan jenis kakap putih.“Kalau dijadikan umpan, cangkangnya kami tumbuk atau hancurkan pakai batu, lalu dikaitkan ke mata kail. Saya sering mendapatkan kakap putih bila menggunakan umpan ini,” ujar Mansur.Kelomang biasa disebut kepiting pertapa atau dalam Bahasa Inggris dinamakan Hermit crab. Satwa ini memiliki perut lunak yang dilindungi cangkang kosong, sekaligus sebagai rumahnya. Perilaku unik Ini yang membedakan kelomang dengan jenis kepiting lain dengan tubuh keras.Baca: Kelomang, Si Kepiting Unik Hobi Berpindah Rumah  Dwi Listi Rahayu, peneliti kelomang dari BRIN, dalam webinar Balai Bio Industri Laut, menjelaskan tercatat sebanyak 1.192 spesies kelomang di dunia. Secara morfologi, tubuhnya yang lunak disebut abdomen, kadang bentuknya lurus, melingkar, atau melengkung. Ketika kelomang tumbuh, ia akan mencari tempat berlindung untuk perutnya yang lunak tersebut." "Sering Dijadikan Umpan Pancing, Kelomang Memiliki Fungsi Penting untuk Lingkungan","“Secara umum kelomang menggunakan cangkang gastropoda atau bivalva, tetapi dapat ditemukan juga hidup dalam bambu atau kayu, batu karang atau spons, dan tabung cacing untuk melindungi tubuhnya yang lunak,” ungkap Dwi Rahayu.Baca: Kepiting Kenari, Kepiting Terbesar di Dunia yang Suka Makan Kelapa  Selain ditemukan di daerah pasang surut baik itu berpasir atau berbatu, ternyata kelomang juga bisa ditemukan di daerah mangrove, terumbu karang, hingga laut dalam. Tingkah unik kelomang adalah ketika dua individu saling bertemu maka yang terjadi biasanya saling tidak peduli, terjadi perkawinan, atau perkelahian.Menariknya, perkelahian itu dilakukan untuk memperebutkan cangkang atau rumah yang lebih bagus. Hal menarik lainnya, ada kelomang oportunis yang tidak terlibat dalam perkelahian. Posisinya hanya menunggu di belakang salah satu yang “kalah” dalam perkelahian, dengan cara ketika cangkangnya kosong, maka si kelomang oportunis itu akan segera mengisi rumah baru tersebut.Baca juga: Meski Berbeda Bentuk, Kuda Laut Termasuk Jenis Ikan  Dalam penjelasannya, Dwi Listi Rahayu mengatakan bahwa kelomang dapat dijadikan sebagai indikator berbagai kondisi lingkungan. Pertama, misalkan terjadi intrusi air tawar yakni buangan air tawar dari rumah tangga, maka hanya kelomang jenis tertentu saja yang bisa hidup.Kedua, jika kelomang ditemukan dalam jumlah berlimpah pada suatu daerah maka dapat dikatakan bahwa terjadi kematian moluska gastropoda yang banyak karena keberadaan kelomang di alam sangat tergantung dari ada tidaknya cangkang gastropoda.Ketiga, kelomang adalah pemakan segala [scavenger] sehingga fungsinya di alam adalah mendaur ulang dengan cara memakan serasah dan biota yang telah mati.  [SEP]" "Tahun 2023, Sumatera Selatan Waspada Kebakaran Rawa Gambut","[CLS]   Beberapa tahun terakhir, rawa gambut di Indonesia, termasuk di Sumatera Selatan, aman dari kebakaran. Ini kemungkinan dikarenakan fenomena La Nina berantai [2019-2022]. Beberapa upaya restorasi, seperti revegetation, di Sumatera Selatan, berjalan baik. Bagaimana tahun 2023?“Jika 2023 masih ada La Nina, mungkin demplot revetigasi di sini terus terjaga. Tanaman akan tumbuh baik,” kata Sumantri, peneliti rawa gambut di Desa Perigi Talangnangka, Kecamatan Pampangan, Kabupaten Ogan Komering Ilir [OKI], Sumatera Selatan, akhir Desember 2022.“Namun jika 2023 ada kemarau panjang, tentu sangat mencemaskan. Bukan tidak mungkin, kebakaran di rawa gambut terjadi lagi. Beberapa demplot revetigasi juga turut terbakar,” ujarnya.“Saya berharap kita semua tetap waspada. Semua kegiatan terkait pencegahan kebakaran dan perbaikan rawa gambut terus berjalan,” ujarnya.Kecemasan yang sama diungkapkan Haji Nungcik [53], warga Desa Perigi Talangnangka, Kecamatan Pampangan, Kabupaten Ogan Komering Ilir [OKI], Sumatera Selatan, akhir Desember 2022.“Saya senang lahan saya di rawang ini dijadikan demplot oleh CIFOR [Center for International Forestry Research]. Semua tanaman di sini, seperti bintaro, jeluntung, nyamplung, tumbuh dengan baik. Rata-rata tumbuh hingga tiga meter. Ini semua karena tiga tahun terakhir tidak terjadi kebakaran,” katanya.Lokasi demplot CIFOR berada di lahan milik Haji Nungcik di rawang Pulau Sepanggil, Desa Perigi Talangnangka, Kabupaten OKI, Sumatera Selatan.“Saya cemas bila terjadi kebakaran, apinya merambat hingga ke demplot ini,” ujarnya.Baca: Restorasi Gambut dan Mangrove Butuh Rekulturisasi?  Kemarau, rawan terbakarBastoni, peneliti rawa gambut dari Balitbang LHK Palembang, awal Januari 2023 menjelaskan, “Tiga tahun terakhir, kondisi rawa gambut di Indonesia, khususnya di Sumatera Selatan, aman dari kebakaran. Sebab, adanya La Nina, yang membuat kemarau tetap basah.”" "Tahun 2023, Sumatera Selatan Waspada Kebakaran Rawa Gambut","Tapi, bisa saja pada 2023 terjadi kemarau tanpa La Nina. “Kita semua harus waspada menghadapi kemungkinan tersebut.”Saat musim kemarau, rawa gambut itu rawan terbakar, baik ada drainase maupun tidak. Ini dikarenakan, rawa gambut di Sumatera Selatan pada dasarnya sudah rusak karena sebagian besar hutannya sudah terbuka.“Tahun 1997-1998 pernah terjadi kebakaran besar, padahal saat itu belum ada aktivitas perkebunan sawit dan HTI [Hutan Tanaman Industri],” katanya.Jadi, lanjutnya, rawa gambut yang rawan terbakar tersebut bukan hanya di lokasi perkebunan moderen, juga tradisional.“Keduanya memiliki potensi terbakar. Intinya, jangan menggunakan api dalam mengelola lahan rawa gambut.”Selanjutnya, kelalaian juga dapat menimbulkan kebakaran. “Misal, sembarangan membuang puntung rokok atau masak menggunakan kayu di rawa gambut,” ujarnya.Terakhir, patroli dan kampanye terkait pencegahan kebakaran terus dilakukan.“Terutama 2023 ini, yang bisa saja berlangsung kemarau panjang,” katanya.Baca: Purun Terakhir, Film Hilangnya Rawa Gambut di Pedamaran  Langganan kebakaranBelum ada data pasti mengenai luasan rawa gambut di Sumatera Selatan. Berdasarkan data CIFOR, luasan gambut di Sumatera Selatan mencapai 1,73 juta hektar dari luasan lahan basah sekitar 3 juta hektar. Rawa gambut tersebar di Kabupaten Ogan Komering Ilir [OKI], Kabupaten Ogan Ilir, Kabupaten Banyuasin, Kabupaten Musi Banyuasin, dan Kabupaten Musi Rawas. Sementara Pemerintah Sumsel, mencatat rawa gambut terluas di Kabupaten OKI, sekitar 769 ribu hektar.Sejak kebakaran 1997-1998, wilayah ini rawan kebakaran. Berbagai upaya dilakukan. Termasuk Pemerintah Provinsi Sumsel menetapkan Peraturan Daerah [Perda] No. 1 Tahun 2018 Tentang Perlindungan Ekosistem Gambut.Kebakaran besar rawa gambut kembali terjadi pada 2006, 2007, 2008, 2014, 2015, dan 2019.  " "Tahun 2023, Sumatera Selatan Waspada Kebakaran Rawa Gambut","Pemerintah melalui BRG [Badan Restorasi Gambut] -berubah menjadi BRGM [Badan Restorasi Gambut dan Mangrove] menargetkan restorasi gambut di Sumatera Selatan seluas 594.230 hektar. Di kawasan lindung 61.247 hektar, kawasan budidaya 458.430 hektar, serta kawasan budidaya tidak berizin 74.553 hektar.Selama upaya restorasi tersebut atau dari 2015-2019, Sumatera Selatan mengalami karhutla terluas di Indonesia, mencapai 1.011.733,97 hektar. Luasannya ini di atas enam provinsi lain yang setiap tahun mengalami hal serupa, yakni Kalimantan Tengah [956.907,25 hektar], Papua [761.081,12 hektar], Kalimantan Selatan [443.655,03 hektar], Kalimantan Barat [329.998,35 hektar], Riau [250.369,76 hektar], dan Jambi [182.195,51] hektar.Setelah 2015, Sumsel sempat menunjukan perkembangan signifikan dalam upaya pencegahan kebakaran. Pada 2018, hutan dan lahan gambut hanya terbakar sekitar 16.226, 60 hektar. Namun pada 2019 melesat hingga 336.778 hektar. Kabupaten OKI tetap menjadi wilayah yang paling luas mengalami kebakaran lahan gambut.  [SEP]" "Kampus Bambu dan Konsep Pengembangan Ekonomi Masyarakat","[CLS]   Kabut masih menghiasi kawasan hutan bambu, meski jarum jam sudah menunjukan pukul 07.00 WITA. Suhu terpantau 20 derajat Celcius, menambah sejuknya udara di Kampus Bambu Turetogo, Desa Ratogesa, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur.Kawasan yang dikelilingi bambu petung atau bambu betung ini berjarak sekitar 500 meter dari jalan raya utama di Kecamatan Golewa.“Kampus ini tempat belajar tentang bambu dan wisata bambu,” sebut Paskalis Lalu, Project Koordinator Yayasan Bambu Lestari [YBL] Flores, barubaru ini.Aktivitas di sini meliputi pembibitan dan pembesaran bambu. Juga, terkait konsep Hutan Bambu Lestari, pengawetan, dan konstruksi bambu. Ada bambu bulat dan bambu laminasi yang digunakan untuk membuat bangunan.Bangunan di Kampus Bambu yakni rumah musik Mama Linda, tempat menginap dan pelatihan, dapur bintang, dan gazebo semuanya berbahan bambu.“Kami akan mengembangkan desa wanatani bambu dengan merangkul masyarakat. Konsepnya, segala pendekatan dan aktivitas di wilayah tersebut terkait bambu,” ucapnya.Baca: Asa Mama Bambu Tingkatkan Ekonomi Keluarga Seraya Lestarikan Lingkungan  Potensi bambuKepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Ngada, Siwe Djawa Selestinus menyebutkan, potensi bambu di Ngada tersebar di semua kecamatan, seluas 70,2 hektar.Jumlah bambu diperkirakan 1.344.691 rumpun. Terdapat 3 jenis bambu dengan populasi terbanyak yakni bambu bheto [betung], peri [atel], dan guru [ampel].Data 2018 menunjukkan, bambu betung sebanyak 75.570 rumpun atau 27.169.214 batang. Bambu peri 10.680 rumpun atau 384.340 batang dan bambu ampel 10.423 rumpun atau 304.773 batang. Total semua 96.673 rumpun atau 27.858.327 batang.“Pemerintah kabupaten menjadikan YBL sebagai mitra dalam upaya restorasi lahan kritis dan konservasi sumber air. Selain itu, ada juga pemberdayaan masyarakat desa dan masyarakat adat serta pengembangan industri bambu berbasis masyarakat.”" "Kampus Bambu dan Konsep Pengembangan Ekonomi Masyarakat","Menurut Siwe, bambu merupakan potensi sumber daya alam yang dimiliki Kabupaten Ngada untuk dikembangkan dan dimanfaatkan.“Pengembangan yang dimaksud adalah memaksimalkan fungsi bambu dalam hal sosial budaya, ekonomi, ekologi serta sebagai tanaman konservasi daerah aliran sungai [DAS] dan sumber-sumber mata air,” ucapnya.Baca juga: Retha, Perempuan Muda Pioner Pembibitan Bambu di Ngada  Meningkatkan EkonomiKepala Unit Pelaksana Teknis Kesatuan Pengelolaan Hutan [UPT KPH] Kabupaten Ngada, Kristianus Say menyebutkan, bambu merupakan komoditas hasil hutan bukan kayu [HHBK].Bambu memiliki potensi untuk dijadikan produk alternatif peningkatan ekonomi yang bergerak pada industri kreatif pedesaan.“Bambu tumbuh subur di Kabupaten Ngada, sudah dimanfaatkan masyarakat dan menjadi bagian hidup yang diwariskan leluhur,” ucapnya.Masyarakat Ngada sering menggunakan bambu sebagai tiang penyangga, bilik rumah, lantai, pagar, kandang, atribut seni dan budaya, perlengkapan rumah tangga, sebagai bahan makanan, dan lainnya.“Guna mengolah bambu menjadi produk, tentunya masyarakat pelu dilatih,” tuturnya.Paskalis menambahkan, YBL mendrong agar ada pabrik-pabrik berbasis desa, sehingga bisa meningkatkan pendapatan masyarakat. Selama, masyarakat hanya mengirim bambu ke pabrik YBL sehingga pendapatan mereka masih kurang.“YBL lebih kepada pemberdayaan masyarakat dan mencari off taker yang membantu pemasarannya. Mencari off taker yang memiliki prinsip bekerja sama dengan warga, yang difasilitasi YBL,” pungkasnya.  [SEP]" "Warga Terdampak Proyek Bendungan Bener Tuntut Hak Malah Terjerat Hukum","[CLS]     Sudah jatuh tertimpa tangga, alih-alih ada pemenuhan hak, malah terjerat hukum. Hal ini dialami enam warga Dusun Kalipancer, Desa Guntur, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Saat protes menuntut hak lahan yang terdampak proyek Bendungan Bener berujung ricuh, enam warga jadi tersangka. Mereka kena tuding merusak dan terjerat Pasal 170 KUHP.Keenam petani itu adalah Miftakhul Khafid, dan, Mukhlis Indra Arianto, sama-sama merangkap sebagai Kepala Dusun Kalipancer II dan Kalipancer I. Ada juga Tiiti Edi Setyo, Senin, Sutrasno, serta Saiful Arif.Dari penelusuran Mongabay, penetapan tersangka sebagai buntut kericuhan saat warga menggelar aksi spontan di proyek bendungan, 4 Agustus lalu. Dalam aksinya, warga menuntut pemerintah menyelesaikan hak-hak warga.Alih-alih tuntutan terpenuhi, enam dari ratusan warga yang ikut aksi malah kena pasal KUHP.Khafid kaget jadi tersangka. Dia tak menyangka aksi menuntut pemerintah memenuhi hak warga justru jadi tersangka. Pada 20 Desember lalu, dia dipanggil Polres Purworejo guna dimintai keterangan.“Saya tahu kalau jadi tersangka ya pas menerima surat panggilan itu karena sebelumnya belum pernah menerima surat penetapan status sebagai tersangka,” katanya.Dia cerita, 15 Desember dihubungi Misrun, tokoh dusun datang ke Sekretariat Masyarakat Terdampak Proyek Bendungan Bener (Master-Bend).Dia meluncur. Rupanya, sudah ada dua petugas dari Polres Purworejo yang menunggu menyerahkan surat. Penyidik memanggilnya sebagai tersangka.“Ya kaget juga sih. Wong baru sekali juga diperiksa sebagai saksi. Sama kawan-kawan yang lain juga,” kata Khafid.  Pemeriksaan pertama itu pun, sudah berlangsung lama. Sekitar Agustus lalu sebelum akhirnya datang surat pemanggilan." "Warga Terdampak Proyek Bendungan Bener Tuntut Hak Malah Terjerat Hukum","Dia  bilang, jadi tersangka itu berawal dari aksi doa bersama warga Guntur pada 4 Agustus lalu sebagai bentuk dukungan moril rencana melaporkan pelaksana proyek atas dugaan perusakan dan penyerobotan lahan.“Saat kami berangkat ke Polres untuk membuat laporan, sebagian warga yang lain menggelar doa bersama di depan lokasi proyek,” katanya.Namun, acara yang semula berlangsung damai itu berubah ricuh setelah ada yang memprovokasi. Atas peristiwa itu, pelaksana proyek kemudian melaporkan ke polisi.Sejatinya, dia tidak mempersoalkan pelaporan itu ke aparat. Namun, dia nilai polisi bersikap tak adil. Pasalnya, laporannya terkait dugaan perusakan dan penyerobotan lahan tidak jelas kelanjutan hingga kini.“Padahal, sebelum mereka,  kami lebih dulu yang membuat laporan. Ini tidak diproses, malah yang ini sudah ada tersangka,” katanya.Bendungan Bener, merupakan proyek strategis nasional (PSN). Secara administratif, lokasi bendungan berada di Desa Guntur, Kecamatan Bener,  sekitar 12 kilometer Kota Purworejo, Jawa Tengah. Bendungan ini dibuat dengan membendung aliran Sungai Bogowonto yang berhulu di kaki Gunung Sumbing.Dokumen Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyebut, genangan bendungan meliputi tiga desa di dua kabupaten, yakni Guntur (Kecamatan Bener), Kemiri (Kecamatan Gebang) di Purworejo. Lalu, Desa Buat ,  Bener, Gadingrejo di Kecamatan Kepil, Wonosobo.  Air bendungan untuk beberapa keperluan, seperti irigasi pertanian di Purworejo., suplai air bersih untuk Purworejo, Kebumen dan sebagian Yogyakarta.Pada irigasi, masih merujuk dokumen sama, setidaknya akan ada 1.940 hektar lahan pertanian baru mendapat suplai dari bendungan ini.  Menurut dokumen itu,  lahan pertanian diproyeksikan bertambah dari 13.579 hektar ke 15.519 hektar. Pola tanam juga perkirakan meningkat jadi 263% dari 202%." "Warga Terdampak Proyek Bendungan Bener Tuntut Hak Malah Terjerat Hukum","Secara teknis, bendungan akan dibangun setinggi 156 meter dan lebar puncak bendungan mencapai 12 meter. Luas genangan bendungan mencakup 690 hektar dengan daya tampung mencapai 100,94 juta meter kubik.Masih dari data KPUPR, panjang timbunan (as bendungan) estimasi 533,3 meter dengan kebutuhan timbunan 8, 46 juta meter kubik. Pada dinding lereng hulu, desain perlindungan dibuat dengan beton, sedang lereng hilir didesain pakai metode rip-rap dengan elevasi puncak 356 meter.  Upaya bungkam wargaDhanil Al Ghifary,  Kepala Divisi Advokasi LBH Yogyakarta, menilai,  penetapan tersangka itu cacat prosedur. “Mereka belum terima surat penetapan tersangka, tahu-tahu sudah dipanggil sebagai tersangka,” katanya.Apa yang dilakukan warga, katanya, merupakan bagian dari perjuangan menjaga kelestarian lingkungan.  Dalam UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH), upaya warga itu mendapat perlindungan.“Mereka harus dibebaskan dari tuntutan pidana maupun perdata, harusnya begitu,” katanya saat dihubungi 26 Desember lalu.Dia lihat,  secara politik, penetapan tersangka itu juga bagian dari upaya pemerintah menakut-nakuti warga. “Ini lebih sebagai upaya menggembosi atau mengintimidasi warga di tapak bendungan dari perjuangan mereka untuk mendapatkan haknya.”Himawan Kurniadai, Kepala Divisi Advokasi Kawasan Walhi Yogyakarta mengatakan, penetapan tersangka enam warga Guntur itu sebagai upaya pemerintah lari dari tanggung jawab.“Warga protes itu bukan tanpa sebab. Ada hak-hak warga yang diabaikan negara. Tanah diserobot, dirusak begitu saja tanpa komunikasi, tanpa ada ganti rugi. Konteks ini yang tidak dipahami pemerintah dan polisi,” katanya.Sejak aksi protes warga pada 4 Agustus itu berlangsung, pekerjaan proyek bernilai triliunan itu berhenti. Bahkan, saat Mongabay ke lokasi 15 Desember lalu, beberapa alat berat juga ditarik." "Warga Terdampak Proyek Bendungan Bener Tuntut Hak Malah Terjerat Hukum","Dia pun mengkritik sikap kepolisian yang dinilai tak adil. Pasalnya, dugaan perusakan dan penyerobotan lahan yang dilaporkan lebih dulu, belum ada penetapan tersangka. Sebaliknya, laporan perusakan oleh warga, langsung menetapkan enam warga jadi tersangka.“Kalau mau adil, seharusnya laporan warga yang lebih dulu masuk, itu yang diproses,” kata Adi.AKP. Khusen Martono, Kasat Reskrim Polres Purworejo,  membantah tudingan penatapan tersangka itu sebagai kriminalisasi. “Tidak ada kriminalisasi itu. Ini murni bagian dari pengusutan tindak pidana,” katanya saat dikonfirmasi Mongabay,  26 Desember lalu.Dia mengaku, telah memiliki dua alat bukti cukup untuk menaikkan status keenam warga sebagai tersangka. “Kalau tidak ada bukti, ya mana mungkin jadi tersangka.”Bagaimana dengan laporan warga perihal dugaan perusakan dan penyerobotan lahan oleh pelaksana proyek terhadap lahan di peta penetapan lokasi? Kasat menjamin,  bila kasus ini masih dalam proses. Dalam waktu dekat, katanya, akan naik ke tahap penyidikan.“Masih lanjut terus prosesnya. Segera kami naikkan ke penyidikan.”  ********   [SEP]" "Kala Mahkamah Agung Batalkan Izin Operasi Produksi PT TMS di Pulau Sangihe","[CLS]     Elbi Pieter, tak bisa menyembunyikan rasa haru saat mendengar kabar Mahkamah Agung memenangkan warga Sangihe melawan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PT Tambang Mas Sangihe (TMS).Dia tampak bahagia membaca “amar putusan: tolak” dari situs Kepaniteraan Mahkamah Agung yang terbit 12 Januari lalu. Dokumen itu dia dapat dari rekan-rekan seperjuangannya. Mahkamah Agung memutuskan menolak kasasi yang diajukan Menteri ESDM dan TMS.“Saya sangat bahagia, senang. Akhirnya,  kemenangan berpihak pada masyarakat Sangihe,” kata perempuan asal Bowone, Pulau Sangihe, yang menjadi penggugat izin operasi produksi perusahaan tambang emas itu.Putusan para majelis hakim Mahkamah Agung ini menguatkan amar putusan sebelumnya di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta yang dimenangkan warga Sangihe. PTTUN Jakarta mengabulkan permohonan warga Sangihe dan menyatakan keputusan Menteri ESDM No.163.K/MB.04/DJB/2021 tentang persetujuan peningkatan tahap kegiatan operasi produksi kontrak karya TMS batal dan wajib cabut aturan itu. Baca juga: Ketika Pulau Sangihe Terancam Tambang Emas Koalisi Save Sangihe Island (SSI) menyebut, TMS di Pulau Sangihe sudah tidak lagi memiliki legitimasi secara hukum, mengingat perizinan usaha berupa kontrak karya (KK) yang tidak sesuai UU Minerba No.4/2009 maupun hasil revisi UU Minerba No.3/2020.“Pemerintah harus segera mencabut izin tambang TMS, berikut segala aktivitas perusahaan dihentikan, serta penindakan hukum tegas atas segala kejahatan lingkungan dan kemanusiaan yang dilakukan,” kata Koalisi SSI seperti keterangan tertulis yang diterima Mongabay.Elbi bilang,  putusan ini menguatkan dia dan warga di Pulau Sangihe untuk teguh menolak tambang emas asal Kanada ini. Dia tidak lagi risau dengan putusan sebelumnya yang ditolak juga oleh Mahkamah Agung terkait kasasi izin lingkungan yang warga ajukan." "Kala Mahkamah Agung Batalkan Izin Operasi Produksi PT TMS di Pulau Sangihe","Jull Takaliuang, dari SSI mengatakan,  izin lingkungan yang warga ajukan itu bukan menggugat TMS tetapi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Sulawesi Utara yang terbitkan izin itu.Setelah kalah, Dinas PTSP tidak lagi banding dan menerima keputusan PTUN Manado yang memenangkan warga. Namun, TMS pasang badan  menjadi tergugat intervensi dan banding di PTUN Makassar.“Mereka hanya tergugat intervensi, jadi kekuatan untuk proses banding itu sebenarnya perlu dipertanyakan karena pemerintah provinsi tidak melawan putusan dari PTTUN Manado ketika di awal rakyat menang, SSI menang pada tahap pertama,” kata Jull. Baca juga: Kala Warga Sangihe Tuntut Cabut Izin Tambang Emas dan Desak Bebaskan Robison Warga kemudian melawan putusan banding PTTUN Makassar dengan kasasi di MA. Di pengadilan akhir itu, Jull sudah curiga karena proses berlangsung sangat cepat sementara belum ada penetapan majelis hakim, masih minutasi dan pemberkasan.“Jadi kami tidak menuduh, tapi kami menduga ada hal-hal yang tidak beres disitu.”Dia dan Koalisi SSI berupaya menunggu putusan MA terkait kasasi izin produksi. Setelah sebulan 12 hari atau 42 hari pasca diajukan, kasasi izin produksi dari Menteri ESDM dan TMS pun ditolak.“Kalau kemudian mereka masih berpikir tentang izin lingkungan, mereka menang. Ya izin lingkungan buat apa kalau sudah izin paling pamungkas (izin produksi) mereka itu sudah tidak punya?  Jadi secara otomatis, izin lingkungan mereka juga batal.”Kalau perusahaan hanya memegang izin lingkungan berarti tidak punya kekuatan hukum.  “Kalau mereka hanya pegang izin lingkungan, ya sudah dipegang-pegang saja dulu, tidak bisa ngapa-ngapain.”Meski masih menunggu salinan amar putusan, Jull bersyukur berkat perjuangan seluruh warga dan solidaritas yang andil mengawal kasus yang mereka hadapi.   Cabut izin, perusahaan angkat kaki" "Kala Mahkamah Agung Batalkan Izin Operasi Produksi PT TMS di Pulau Sangihe","Warga dan para perempuan yang gigih berjuang selamatkan pulau kecil Sangihe mendesak agar putusan MA ini segera ditindaklanjuti. Pemerintah (KESDM) didesak segera mencabut resmi izin produksi.“Ini mencegah jangan terjadi hal-hal chaos yang bisa berakibat pada kondisi yang tidak kondusif di kampung, karena masyarakat sudah berjuang berdarah-darah melalui jalur hukum dan ini bukan sesuatu yang mudah,” kata Jull.Saat ini Elbi dan warga di Pulau Sangihe masih khawatir, karena setelah putusan MA, fasilitas dan alat berat perusahaan masih ada di sana. Beberapa alat berat masih terparkir di antara Kampung Bowone dan Salurang.“Ketika ini sudah diputuskan, artinya mereka sudah kalah. Jadi,  TMS itu harus angkat kaki dari Pulau Sangihe,” katanya.Dia desak, perusahaan secepatnya angkat kaki dari Pulau Sangihe. Seluruh kamp, alat berat dan fasilitas pertambangan yang dimobilisasi masuk minta dibersihkan.Ebi tak mau ada ‘kenangan’ atau sisa-sisa sekecil pun milik perusahaan yang tertinggal di Pulau Sangihe.“Kami tahu kami sulit, kami tahu kami susah, bahkan kami sudah mencari dana untuk biaya makan, biaya kendaraan (untuk bersidang). Kami berharap  sekarang sudah diputuskan.”Jadi, katanya,  pemerintah sudah tak punya alasan lagi membiarkan TMS tinggal di Sangihe ini. “Tidak ada alasan sudah.”  ***Catatan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Pulau Sangihe hanya 763,98 km2, sementara pemerintah memberi izin konsesi seluas 42.000 hektar atau lebih dari setengah pulau.Pertambangan emas ini juga mendapat keistimewaan mengeruk sumber daya alam di Sangihe selama 33 tahun atau lebih dari tiga dekade.Kalau dipaksakan beroperasi, kata  Jull, ada lebih 50.000 jiwa di tujuh kecamatan akan menanggung beban dan risiko kerusakan lingkungan karena operasi pertambangan.Sangihe, katanya,  harus dilihat sebagai ruang hidup warga, bukan tempat eksploitasi masif dan merusak hidup orang banyak di pulau itu.  " "Kala Mahkamah Agung Batalkan Izin Operasi Produksi PT TMS di Pulau Sangihe","Koalisi SSI bersama Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menilai, putusan MA dalam kasus warga Pulau Sangihe lawan TMS ini mesti menjadi tonggak dan yurisprudensi membebaskan pulau-pulau kecil di Indonesia dari aktivitas pertambangan.Muhammad Jamil, dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) nasional  mengatakan, putusan ini serupa kasus di Pulau Bangka, Minahasa Utara, Sulawesi Utara melawan PT Mikgro Metal Perdana (MMP). Saat itu, gugatan warga Pulau Bangka di PTUN, PTTUN hingga MA menang.Izin MMP dicabut Ignasius Jonan, Menteri ESDM kala itu. Salah satu pertimbangan penting dari putusan para majelis hakim atas dua perkara itu, katanya, ihwal pemanfaatan pulau kecil dan perairan yang tidak untuk pertambangan.“Untuk itu, kami menuntut pemerintah, terutama Menteri ESDM selain harus segera mencabut izin tambang TMS, juga segera evaluasi dan mencabut seluruh izin tambang di atas pulau-pulau kecil di Indonesia.”  *******  [SEP]" "Sorgum Sebagai Sumber Bahan Pangan, Kenapa Tidak?","[CLS]   Sorgum merupakan sumber bahan pangan yang sejak lama ditanam petani di Nusa Tenggara Timur [NTT].Pegiat sorgum Maria Loretha mengatakan, ditengah ancaman perubahan iklim dan krisis pangan, kita harus mengembangan tanaman pangan yang bisa diandalkan.“Sorgum lebih tahan terhadap perubahan iklim dibandingkan padi dan jagung. Jika tidak memanfaatkan alam NTT yang adaptif terhadap sorgum, kita semua akan rugi,” terangnya baru-baru ini.Dia mencontohkan, jagung bila kena banjir dan angin kencang batangnya akan patah. Sementara sorgum, meski batangnya patah akan tumbuh lagi.“Meski begitu, jangan semua wilayah NTT dikembangkan sorgum. Harus ada prioritas,” jelasnya.Maria mengaku, sorgum dijual di pasar seharga Rp10 ribu per kilogram, dua kali lipat harga jagung.“Intervensi pemerintah daerah melalui bantuan mesin perontok dan mesin sosoh untuk kelompok petani sorgum, sangat diharapkan. Pemerintah daerah juga bisa bekerja sama dengan off taker/penjamin komoditas, agar hasil panen bisa diserap pasar,” harapnya.Baca: Sukses Kembangkan Sorgum di NTT, Maria Akui Jatuh Cinta pada Rasa Pertama  Segera kembangkanAhli sorgum Marcia Bunga Pabendon, mengatakan harusnya sorgum dikembangan skala besar di NTT.“Sejak 2015, saya mendampingi petani di NTT. Bila serius, kita harus siapkan benih sorgum unggul,” terangnya.Imroatul Muklishoh, Koordinator Koalisi Pangan BAIK, mengaku pihaknya turut mendorong pengembangan sorgum di NTT. Koali ini bekerja di Kabupaten Manggarai Timur, Flores Timur, dan Lembata.“Kami memperkuat kaum muda, perempuan, petani, dan masyarakat pedesaan untuk menyuarakan solusi dampak perubahan iklim, terutama pangan dan pertanian,” tuturnya.Dia menjelaskan, sorgum lebih banyak ditanam di daerah kering berbatu. Tanaman ini memiliki struktur kompleks seperti pati, asam fenolat, dan antioksidan. Kandungan karbohidratnya rendah dan kaya serat." "Sorgum Sebagai Sumber Bahan Pangan, Kenapa Tidak?","“Kami beberapa kali melakukan uji laboratorium, seratnya lebih kaya serta gluten free. Ramah dikonsumsi penderita diabetes juga,” paparnya.Baca: Perubahan Iklim, Antara Aksi dan Adaptasi Masyarakat NTT  Pengganti gandumKepala Dinas Pertanian Provinsi NTT, Lecky Frederick Koli, dikutip dari victorynews menjelaskan, sekitar 800 ribu hektar lahan akan dikembangkan untuk sorgum. Diproyeksikan, ada 15 kabupaten yang memanfaatkan 100 hektar lahan budidaya.Untuk itu, perlu jaminan pasar agar hasil produksi sorgum petani terserap.“Masyarakat tentu mempertimbangkan biaya produksi dan pendapatan yang diterima sehingga perlu jaminan pasar,” ucapnya.Baca juga: Pangan Lokal Mulai Menghilang di Kampung Saga  Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan Moedoko menyampaikan, Presiden Joko Widodo meminta agar pengembangan sorgum pengganti gandum dipercepat. Sebab, Indonesia menjadi salah satu negara terdampak kebijakan larangan ekspor gandum berkepanjangan dari sejumlah negara produsen.“Presiden sudah instruksikan pembuatan roadmap produksi dan hilirisasi sorgum hingga 2024 guna menghadapi krisis pangan,” terangnya dikutip dari laman KSP, Senin [15/8/2022].Moeldoko mengatakan, pemerintah mengembangkan potensi sorgum yang secara genetik satu keluarga dengan gandum. Sorgum bisa menjadi pengganti gandum untuk industri mie dan roti.Saat ini, sorgum telah dikembangkan di lahan seluas 15 ribu hektar di Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Lampung.“Di NTT produktivitasnya tiga sampai empat ton per hektar sementara di Jawa empat hingga lima ton per hektar,” jelasnya.  [SEP]" "Kala Masyarakat Lembah Grime Nawa Tolak Sawit, Pemerintah Jayapura Evaluasi Izin Perusahaan","[CLS]       Berburu dan meramu dan berkebun, begitulah kehidupan masyarakat adat di Lembah Grime Nawa, Papua. Mereka hidup dari hutan. Setidaknya, ada tujuh suku berdiam di lembah yang terletak di Kabupaten Jayapura, Papua ini. Ada Suku Kemtuk, Gresi, Namblong, Uria, Elseng, Aotaba, dan Tecuari. Mereka tinggal dan berpencar di lembah yang mengalir dua sungai besar, Grime dan Nawa di Distrik Yapsi, dan Unurumguay.Suku Kemtuk, Gresi, Namblong, Uria, Eleseng, Aotaba berdiam di dekat Airu, berbatasan dengan Yalimo. Kemudian di Distrik Kemtuk, Kemtuk Gresi, Namblong, Nimbokrang, Nimboran, Unurumguay, dan Yapsi tinggal marga sisanya.Matias Sawa,  Ketua Dewan Adat Suku (DAS) Namblong, mengatakan, masyarakat Lembah Grime Nawa hidup sangat bergantung dari hasil kebun, berburu dan meramu di hutan, maupun menangkap ikan.Hasil dari sana, katanya, mereka gunakan untuk konsumsi keluarga, dan jual ke Pasar Genyem, Hamadi, atau Pasar Pharaa di Sentani.Dalam hutan Grime Nawa ini, kata Matias,  tersimpan kekayaan keragaman hayati flora dan fauna. Setidaknya, satwa di dalam hutan ini ada rusa, babi, burung taun-taun, kakatua merah, kakatua hitam, kakatua putih, cenderawasih, nuri, burung nazar, kuskus pohon, maleo, beo, dan masih banyak lagi. Untuk flora antara lain, anggrek, rotan, tali kuning– sebagai bahan obat-obatan–, masoi, gaharu dan lain-lain lagi.Kehidupan mereka yang bergantung alam sedang terusik dengan kehadiran perusahaan perusahaan sawit skala besar, PT Permata Nusa Mandiri (PNM).  Perusahaan dapat izin usaha perkebunan (IUP) seluas 30.920 hektar dari Gubernur Papua melalui Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal Papua pada 28 Maret 2014 di Distrik Unurumguay, Namblong, Nimboran, Nimbokrang, Kemtuk, dan Kemtuk Gresi." "Kala Masyarakat Lembah Grime Nawa Tolak Sawit, Pemerintah Jayapura Evaluasi Izin Perusahaan","Pada tahun sama,  izin pelepasan kawasan hutan (IPKH) keluar dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) seluas 16.182,48 hektar.  Sebagian izin berada pada areal penggunaan lain (APL) seluas 15.817,52 hektar.“Masyarakat ini tidak tahu ada perusahaan perkebunan sawit masuk ke wilayah adat mereka, bukan merupakan budaya mereka untuk menanam sawit. Hari ini, mereka sangat risau karena tanah dibuka untuk lahan sawit,” kata Matias, tahun lalu.PNM mendapatkan izin lokasi melalui surat keputusan Bupati Jayapura pada 2011 seluas 32.000 hektar.  Izin diperpanjang pada 2014, perpanjang lagi pada 2017 di Distrik Unurumguay, Namblong, Nimboran, Nimbokrang, Kemtuk, dan Kemtuk Gresi.Untuk hak guna usaha (HGU) dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertahanan Nasional (ATR/BPN) pada 2018 seluas 10.370,47 hektar di Kampung Beneik, Distrik Unurmguay dan Kampung Benyom Distrik Nimbokrang.Dari luas HGU, perusahaan sudah membuka hutan dan melakukan pembibitan di Kampung Beneik, Distrik Unurumguay.Di hutan adat keret (kepala suku) Tecuari perusahaan sawit yang sama sudah masuk dan membuka lahan sejak 2001.Abner Tecuari, Kepala Suku Tecuari mengatakan, PNM adalah perusahaan sawit pertama yang masuk di wilayah adatnya.Penandatangan pelepasan tanah adat saat itu adalah kakak laki-lakinya yang saat itu menjabat sebagai kepala suku, Costant Tecuari.Mereka sempat bersitegang antara saudara, tetapi karena Costant kepala suku, tidak ada yang berani melawan.Berawal dari situ, perusahaan membabat hutan adat mereka. Abner Tecuari,  Kepala Suku yang baru berjuang melawan kembali PNM agar meninggalkan wilayah adat mereka.”Saya tidak setuju ada perkebunan sawit di tanah ini. Jadi saudara-saudara yang pasang portal saya sudah peringatkan harus jaga hutan, tanah, kali, lestarikan hutan.”“Kalau sampai perusahaan masih membangkang saya akan mengundang massa ke camp perusahaan.”" "Kala Masyarakat Lembah Grime Nawa Tolak Sawit, Pemerintah Jayapura Evaluasi Izin Perusahaan","Setelah pasang portal, ada konsolidasi ke kampung-kampung.Masyarakat menyerahkan surat penolakan atas kehadiran PMN dibawa sampai ke Pemerintah Kabupaten Jayapura pada 7 Maret 2022. Dengan dukungan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), seperti, Pengkajian dan Pemberdayaan Masyarakat Adat Papua  (PT-PPMA), Walhi Papua, Jaringan Kerja Rakyat (Jerat) Papua, dan LBH Papua, DAS Namblong. Kemudian, Dewan Adat Daerah Grime Nawa, DAS Oktim, Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, Greenpeace Indonesia, dan Yayasan Auriga Nusantara.  Hutan adat mulai terbabat Jalan Kampung Beneik, Distrik Unurumguay, berbatu, dan rusak. Sebagian jalan yang dibangun Pemerintah Kabupaten Jayapura, beraspal.  Sekitar 500 meter dari jalan itu, ada portal masuk dari kayu, sebagai pembatas area perusahaan. Memasuki areal perusahaan,  ada satu jembatan besar dan beberapa jembatan kecil mulai rusak. Jalan beraspal hitam.Dari jauh ada asap mengepul ke udara, sebuah rumah kecil di tengah hutan yang terbuka. Bagian belakang rumah sudah jadi seperti lapangan bola.Blok pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya. Di sebelah kiri ada blok-blok sudah ditumbuhi rumput. Di sebelah kanan kering kerontang. Tidak ada satu pohon berdiri. Pohon-pohon tumbang dimana-mana. Luas seperti tak berujung. Tak ada aktivitas di lokasi itu. Begitu pemandangan saat kami turun ke Kampung Beneik, Distrik Unurumguay.Kala itu, ada pertemuan konsolidasi ke-13 oleh Dewan Adat Suku Namblong (DAS) dan Organisasi Perempuan Adat (ORPA) Namblong membahas pembukaan lahan untuk jalan oleh perusahaan sawit PNM di Kampung Ketmug, Nimboran.Matias Sawa, Ketua DAS Namblong,  mengatakan, kehadiran perusahaan mengkhawatirkan bagi pemilik ulayat di Lere. Kalau perusahaan beroperasi, hampir 40.000 hektar hak ulayat masyarakat hilang. Untuk itu, mereka berupaya meminta bantuan berbagai pihak agar tanah ulayat  tak terganggu perusahaan." "Kala Masyarakat Lembah Grime Nawa Tolak Sawit, Pemerintah Jayapura Evaluasi Izin Perusahaan","Dia bilang, masyarakat berencana membentuk Badan Usaha Milik Masyarakat (BUMA) guna melindungi tanah-tanah ulayat mereka. “Buka usaha diatas tanah tanah kami sendiri. Akan dilibatkan seluruh masyarakat adat. Kami akan mengelola sendiri tanah ini,” katanya.Pada 2011,  saat ada pembukaan lahan,  DAS dan Organisasi Perempuan Adat (Orpa) Namblong sudah mengetahui. Kala itu, Tecuari bersaudara sedang berkelahi pro kontra serahkan lahan.“Kami langsung bicarakan masalah ini. Masalah sawit ini bermula dari Benyom dan Nimbontong yang sudah berikan tanah seluas 2.000 hektar. Dari situlah kami mulai bangkit dan melawan,” kata Matias.Rosita Tecuari, Ketua ORPA Namblong, mengatakan, perusahaan tidak akan tinggal diam hingga masyarakat perlu melindungi wilayah mereka agar tetap hijau. Dari hutan itulah, katanya,  tempat lebah yang hasilkan madu.“Lembah ini tetap jadi lembah puji-pujian bukan lembah air mata. Jadi, bersama berpikir membangun tanah kita bersama,” katanya.Mereka konsolidasi memperkuat pertahanan demi melawan perusahaan yang mendapat surat peringatan penghentian aktivitas pertama dan kedua dari Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw.Abner khawatir,  aktivitas perusahaan menebangi hutan bakal berdampak pada masyarakat. Aktivitas masyarakat, katanya,  berkebun dan berburu juga tangkap ikan di Kali Grime pada musim panas. Kalau hutan hilang, katanya, kemungkinan besar masyarakat harus membeli keperluan pangan yang biasa diperoleh dari hutan dan sungai sekitar.Yustus Mame, pemuda adat Grime Nawa mengatakan, pemetaan citra satelit dari pantauan lapangan tim Yayasan Auriga Nusantara menujukkan,  ada pembatatan hutan alam sekitar 67 hektar akhir Oktober 2022." "Kala Masyarakat Lembah Grime Nawa Tolak Sawit, Pemerintah Jayapura Evaluasi Izin Perusahaan","Sebelumnya,  pembukaan lahan berturut-turut seluas enam hektar pada Januari lalu, kemudian, 50,60 hektar pada Februari, dan 75,04 hektar pada Maret 2022.  Jadi, perkiraan pembukaan lahan di Kampung Beneik, Distrik Unurum Guay sekitar 198,64 hektar.  Pro kontra? Kehadiran PMN ini menuai pro kontra di masyarakat. Masyarakat Adat Suku Uria yang mendukung perusahaan dan Masyarakat adat yang tergabung dalam Koalisi Lembah Grime Nawa menolak.Masyarakat aksi demonstrasi di Kantor Bupati Jayapura, Sentani. Pertama, dari Masyarakat Adat Suku Uria, pada 2 September 2022 dengan motor Alexander Tecuari,  meminta pemerintah tetap mempertahankan perusahaan agar anak cucu mereka dapat bekerja. Lahan seluas 5.400 hektar di wilayah adat Suku Uria masuk izin HGU.Kedua, aksi Masyarakat Adat Lembah Grime Nawa pada 7 September 2022 mendesak Bupati Jayapura menghentikan aktivitas perusahaan, mencabut izin lokasi dan izin kawasan hutan yang dikoordinir Yustus Mame.Ketiga, pada 11 November 2022 menyusul surat peringatan ketiga kepada perusahaan. Yustus bilang, perusahaan membuka lahan seluas 130 hektar di Kampung Beneik, Distrik Unurumguay.Ridwan, Kepala Kantor Perwakilan Permata Nusa Mandiri, melalui pesan WhastApp mengatakan, tetap mengikuti dan mentaati pemerintah.Dia bilang, ada pengerjaan non land clearing (non-CL) yang harus mereka selesaikan karena terikat kontrak dengan pihak ketiga dan masyarakat pemilik hak ulayat.Sedangkan pembangunan portal di Kampung Beneik, Distrik Unurumguay, itu merupakan permintaan pemilik hak ulayat. Dia pun belum melihat langsung portal itu. Ridwan tidak ingin menyebut, masyarakat adat mana yang meminta bangun portal.Mathius Awoitauw, Bupati Jayapura,  pada 12 September 2022 mengatakan, masyarakat adat yang pro kontra ini sebaiknya memberikan kepercayaan kepada pemerintah dan mengikuti prosedur hingga tak terjadi masalah berkepanjangan." "Kala Masyarakat Lembah Grime Nawa Tolak Sawit, Pemerintah Jayapura Evaluasi Izin Perusahaan","Pemerintah Kabupaten Jayapura, katanya,  telah membentuk tim evaluasi perkebunan sawit sesuai arahan Presiden Indonesia, Joko Widodo soal pencabutan kebun sawit. Pada pada 6 Januari 2022, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pun keluarkan surat pencabutan izin konsesi kawasan hutan termasuklah punya PMN.Bupati Jayapura mengeluarkan surat peringatan pertama penghentian sementara aktivitas PMN pada 23 Februari 2022 , surat peringatan kedua 8 September 2022.Pada 24 September 2022,  di Kampung Berap surat pernyataan bupati tak memperpanjang izin lokasi dan izin lingkungan. Kemudian, surat peringatan ketiga pada 8 November 2022.  Evaluasi izin kebun sawit di Kabupaten JayapuraMasyarakat Adat Lembah Grime Nawa khawatir dan protes kehadiran perusahaan sawit, PMN. Sejalan dengan itu, awal 2022,  Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan,  mencabut izin pelepasan kawasan hutan perusahaan sawit ini.Kala itu, sebanyak 137 izin persetujuan pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan didominasi perkebunan sawit tersebar di 19 provinsi antara lain, Papua dan Papua Barat.Sambodo Samiya, Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Jayapura, mengatakan,  Bupati Jayapura, telah membentuk Tim Evaluasi Perkebunan Sawit di Kabupaten Jayapura.“Pada dasarnya izin tidak diperpanjang lagi dan perusahaan telah mendapatkan surat peringatan terakhir. Perusahaan tidak beroperasi beberapa tahun dan izin tidak diperpanjang lagi,”katanya.Setidaknya,  ada enam hasil evaluasi Pemerintah Kabupaten Jayapura terhadap perusahaan ini. Pertama, Pemerintah Kabupaten Jayapura bisa berkoordinasi dengan Pemerintah Papua menyampaikan kepada KLHK mengenai tidak ada pemanfaatan atas izin pinjam pakai Kawasan hutan (IPKH).Kedua, bila lahan masih berupa tutupan hutan maka Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup dapat menetapkan wilayah itu kembali jadi kawasan hutan." "Kala Masyarakat Lembah Grime Nawa Tolak Sawit, Pemerintah Jayapura Evaluasi Izin Perusahaan","Ketiga, perusahaan tak beroperasi sesuai ketentuan atau tidak ada operasional dua tahun sejak HGU terbit. Keempat, IPKH tidak dimanfaatkan tiga tahun sejak kawasan hutan dilepaskan. Kelima, izin lokasi sudah habis masa berlaku. Keenam, terjadi pro dan kontra di masyarakat pemilik hak ulayat.Jadi, katanya, rencana tindak lanjut dari  Pemerintah Kabupaten Jayapura terhadap izin lokasi ini, bupati akan membuat surat penegasan atau teguran kepada perusahaan mengenai habis masa berlaku. Untuk HGU, apabila terbukti tak beroperasi, BPN dapat memproses pembatalan kepada PMN.Buat IPKH, katanya, Pemerintah Kabupaten Jayapura bersama Pemerintah Papua berkoordinasi dengan KLHK.  Guna menghindari tumpang tindih dan atau sengketa di kemudian hari, kata Sambodo,  Pemerintah Papua perlu mengusulkan kepada KLHK untuk mencabut IPKH perusahaan.Sementara terhadap izin usaha perkebunan, katanya, Pemerintah Kabupaten Jayapura meminta Pemerintah Papua berdasarkan hasil verifikasi melakukan pencabutan terhadap IUP perusahaan sawit ini.Berdasarkan data hasil analisis mereka,  menurut Sambodo,  ditemukan beberapa hal.  Pertama,  luasan izin lokasi, IUP, dan HGU berbeda. Izin lokasi sudah tidak berlaku dan HGU baru 10,370.47 hektar dari total IUP 30.920 hektar.Kedua, perusahaan belum beroperasi, ketiga,  IUP lingkup satu wilayah kabupaten namun diterbitkan gubernur, keempat,  IPKH terbit tahun 2014 seluas 16.182,48 hektar. Kelima,  perusahaan tak punya dokumen izin lingkungan, SK kelayakan lingkungan, dan Analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal)/DELH-DPLH. Keenam, terjadi pro dan kontra di antara masyarakat pemilik hak ulayat.Delila Giay,  Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, mengatakan,  pada 2014, izin sempat diperpanjang dan 2017 keluar lagi izin lokasi sampai 2020." "Kala Masyarakat Lembah Grime Nawa Tolak Sawit, Pemerintah Jayapura Evaluasi Izin Perusahaan","Sepanjang masa itu, katanya,  mereka tidak membuka lahan tetapi mengurus dokumen lain yaitu HGU.  Pada akhir 2021,  mereka mengirim surat dan memberitahu akan melalukan pembukaan lahan usai pandemi COVID-19.  Bertepatan dengan itu, katanya,  ada surat keputusan dari KLHK.“Karena itu,  kita menyurat ke perusahaan untuk dihentikan, sambil menunggu itu hingga Maret masyarakat mulai demo.”Alasan Pemerintah Kabupaten Jayapura melakukan evaluasi perizinan sawit antara lain, katanya, izin yang diberikan sepetti kepada PMN itu sangat luas,  hampir meliputi semua distrik, Kemtuk, Namblong, Nimboran, dan Unurumguay.  Sedang HGU sekitar 10.000 meliputi Kampung Beneik, Unurum Guay dan Kampung Benyom Nimbokrang.  Tak hanya PNMPemerintah Kabupaten Jayapura tak hanya evaluasi satu izin perusahaan perkebunan sawit, tetapi yang lain juga. Dia mengatakan, evaluasi yang mereka lakukan bertahap.  Tahap pertama, evaluasi terhadap PMN, kemudian  ada delapan perusahaan perkebunan di Kabupaten Jayapura dengan empat perusahaan aktif.Ada delapan perusahaan yang ada di Kabupaten Jayapura, PT. Daya Indah Nusantara, PT. Perkebunan Murni Jaya Grup, PT. Permata Nusa Mandiri, PT. Rimba Matoa Lestari, PT. Sinar Kencana Inti Perkasa,  PT. Sumber Indah Perkasa, PT. Wira Antara, dan PT Timur Jaya Agro Karya.Adapun perusahaan yang aktif dan terdaftar di Online Single Subsmission (OSS) adalah PT Permata Nusa Mandiri, PT Rimba Matoa Lestari, PT  Sinar Kencana Inti Perkasa di Lere, PT Sumber Indah Perkasa.“Selain Permata Nusa Mandiri, tiga perusahaan lain sudah produksi sawit.”  ******* *Putri Nurjannah Kurita adalah jurnalis Tribun Papua. Liputan ini bagian dari program beasiswa bagi jurnalis yang diselenggarakan Mongabay Indonesia dan Kaoem Telapak 2022.    [SEP]" "Catatan Awal Tahun: Aturan Kian Sulitkan Lingkungan, Makin Rawan Kriminalisasi?","[CLS]     Kalangan organisasi masyarakat sipil menilai, kerja-kerja pembelaan atau perjuangan lingkungan hidup ke depan akan makin sulit. Terlebih, Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang baru pengesahan pada penghujung 2022. Aturan ini pun dinilai berisiko memperburuk krisis lingkungan. Apalagi,  pembangunan akan makin masif di tengah minim partisipasi publik.Nur Wahid Satrio Kusuma, Manajer Kajian Hukum dan Kebijakan  Walhi Nasional mengatakan,  ada dua aspek yang jadi ancaman dalam KUHP. Pertama, KUHP tak ada jaminan menindak dan memberi efek jera kejahatan korporasi. Kedua, tak ada jaminan perlindungan bagi setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan yang baik dan sehat.“Ini bisa mengancam kelestarian alam dan lingkungan hidup dengan pengelolaan berbasis masyarakat,” katanya dalam diskusi KUHP dan Kelestarian Lingkungan.Ketika masyarakat menjaga dan mengelola hutan, tetapi keluar izin-izin atau peruntukan lain di atasnya. Saat masyarakat menolak dan berupaya bertahan mempertahankan hutan atau lingkungan hidup mereka terjaga, bisa saja terjerat hukum dengan berbagai dalil.Dia contohkan, Pasal 46-48 KUHP menunjukkan pelemahan aturan dalam menjerat korporasi sebagai pelaku kejahatan lingkungan. Pada ketentuan ini,  akan sulit pembuktian penjahat lingkungan yang mayoritas adalah korporasi.”Pembuktian ini akan bergantung pada kesalahan pengurus, bukan kesalahan korporasi. Ini tidak akan memberikan efek jera,” katanya. Baca juga: ‘Kado’ Tutup Tahun: KUHP Baru, Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Makin Suram  Ketentuan dan definisi soal tindak pidana lingkungan hidup bagi korporasi dalam KUHP tumpang tindih dengan Pasal 116 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.Maradona, pengajar hukum pidana Universitas Airlangga, mengatakan, pengakuan korporasi dalam KUHP ini tidak menjawab permasalahan terkait beragam pendekatan pemidanaan korporasi dalam sistem hukum di Indonesia." "Catatan Awal Tahun: Aturan Kian Sulitkan Lingkungan, Makin Rawan Kriminalisasi?","“Setelah KUHP berlaku tiga tahun lagi, sistem pemidanaan korporasi hanya di ranah definisi. Definisi akan merujuk di KUHP, sementara UU lain gunakan definisi lain akan jadi perdebatan.” Baca juga: Tolak Tambang Sungai Ilegal, Warga Sidrap Malah Dikriminalisasi Rawan kriminalisasi Tak hanya berisiko lemahnya penegakan hukum lingkungan, KHUP baru juga rawan kriminalisasi para pejuang atau pembela lingkungan hidup.Roni Saputra, Direktur Penegakan Hukum Auriga Nusantara mengatakan,  ketentuan dalam KUHP baru bisa meningkatkan kriminalisasi para pejuang lingkungan hidup.Dari hasil analisa, ada 19 pasal bisa untuk mengkriminalisasi pejuang lingkungan. “Dari 19 pasal itu, ancaman terendah ada pada pidana penjara minimal satu tahun dan maksimal 10 tahun. Jelas, KUHP minim perlindungan hukum bagi pembela lingkungan,” katanya.Catatan Auriga, sepanjang 2014-2022, ada 102 kasus menimpa pembela lingkungan di berbagai di Indonesia. Rinciannya, 16 kasus alami kekerasan fisik, delapan kasus pembunuhan, tujuh kasus intimidasi, tiga kasus imigrasi atau deportasi, dan satu perusakan properti.Pasal karet dalam KUHP, katanya, makin berpotensi mengkriminalisasi masyarakat, tercantum dalam pidana makar, dan pidana penghinaan presiden dan wakil presiden. Juga, pidana penghinaan pemerintah atau lembaga negara, contempt of court dan penyelenggaraan pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi.  Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyebutkan, pembangunan saat ini memiliki pola sama yakni mengancam ruang hidup masyarakat. “Lalu,  posisi aparat dan penegakan hukum menjadi backing sebagai alat represif,” kata Muhammad Isnur, Direktur Eksekutif YLBHI  dalam diskusi lalu.Kriminalisasi para pembela lingkungan ini terlihat antara lain dalam konflik tambang atau pembangunan infrastruktur seperti di Wadas, Jawa Tengah, Parigi (Sulawesi Tengah), Kalasey, (Sulawesi Utara) dan banyak lagi." "Catatan Awal Tahun: Aturan Kian Sulitkan Lingkungan, Makin Rawan Kriminalisasi?","Sikap represif apparat, katanya, terus berulang dalam penanganan konflik di wilayah tapak. Seharusnya,  aparat menjaga keamanan. “Nyatanya malah berlanjut (kekerasan) dan pelanggaran meluas.”Chenny Wongkar, dari Indonesian Centre for Environmental Law (ICEL) mengatakan,  kebijakan makin memperkecil partisipasi publik. Padahal,  posisi pembela HAM terutama perempuan dan masyarakat adat, rentan mengalami kriminalisasi. “Perlu ada peningkatan kebijakan baru anti-SLAPP, karena masalah lingkungan sangat multisektoral. Kebijakan anti-SLAPP ini juga diharapkan tidak hanya konteks lingkungan tapi menyeluruh.  *******   [SEP]" "Teratai yang Mulai Hilang di Lahan Basah Sriwijaya","[CLS]   Teratai [Nymphaea] adalah tumbuhan yang akrab bagi masyarakat Sumatera Selatan. Flora yang biasa tumbuh di rawa dan sungai ini, mulai sulit ditemukan. Mengapa?Sejak masa Kedatuan Sriwijaya hingga Kesultanan Palembang, bunga teratai memiliki arti penting bagi masyarakat Sumatera Selatan. Bunga teratai menjadi simbol kehidupan manusia. Baik sebagai simbol kesucian, kebahagiaan, ketenangan, keberanian, keikhlasan, kelahiran, dan kematian.Pada masa itu, bunga teratai banyak ditemukan di lanskap Kedatuan Sriwijaya. Sebab Palembang dan sekitarnya, yang menjadi pusat pemerintahan Kedatuan Sriwijaya dan Kesultanan Palembang, sebagian besar merupakan lahan basah, yang menjadi habitat bunga teratai.Bunga teratai menjadi simbol yang terukir di dinding rumah limas [rumah adat], masjid, lemari, ranjang, serta menjadi motif kain songket Palembang.Bahkan, bunga teratai berkelopak lima menjadi bagian lambang Provinsi Sumatera Selatan. Disebutkan, bunga teratai berkelopak lima melambangkan keberanian dan keadilan [Pancasila].Popularitas bunga teratai masih terjaga hingga saat ini. Ketika musim perburuan batu akik beberapa waktu lalu, ditemukan batu akik yang motifnya seperti bunga teratai di Kabupaten Musi Rawas Utara, Sumatera Selatan. Batu akik itu kemudian disebut sebagai “batu sriwijaya”.Disebut batu sriwijaya karena bunga teratai bagi masyarakat Sumatera Selatan identik dengan Kedatuan Sriwijaya.Baca: Bagaimana Nasib Situs Sriwijaya di Lahan Gambut?  Namun, berdasarkan penelusuran Mongabay Indonesia di sejumlah wilayah lahan basah di Sumatera Selatan, selama tujuh tahun terakhir, sudah sulit menemukan bunga teratai. Yang sering dijumpai adalah seroja [lotus]." "Teratai yang Mulai Hilang di Lahan Basah Sriwijaya","“Kalau teratai, bunganya mengambang di atas air. Kalau seroja, bunganya tumbuh meninggi ke permukaan air. Kelopak bunga teratai di sini lebih sedikit dibandingkan seroja. Tapi bagi masyarakat di sini keduanya sering disebut teratai,” kata Maulina, warga Sirah Pulau Padang, Kabupaten Ogan Komering Ilir [OKI].“Dulu hampir semua lebak [rawa gambut] terdapat teratai dan seroja. Tapi seiring hilangnya lebak, sebagian dimanfaatkan menjadi sawah atau ladang, teratai dan seroja mulai sulit ditemukan. Yang banyak itu eceng gondok [Eichhornia crassipes],” ujarnya.Lahan basah di Sumatera Selatan luasnya sekitar tiga juta hektar [luas daratan Sumatera Selatan sekitar 8,7 juta hektar]. Lahan basah tersebut berupa rawa, gambut dan mangrove. Tapi, sebagian besar lahan basah tersebut berubah atau rusak, menjadi perkebunan skala besar, lahan infrastruktur, tambak udang dan ikan, dan permukiman.Perusahaan HTI [Hutan Tanaman Industri] dan perkebunan sawit menguasai sekitar 738.137,84 hektar lahan basah. 17 perusahaan HTI menguasai lahan basah sekitar 478.969,20 hektar, dan 70 perusahaan sawit menguasai 259.168,64 hektar lahan basah.Sejumlah pabrik pengelolaan minyak sawit dan bubur kertas juga menggunakan lahan basah. Misalnya, PT. OKI Pulp and Paper yang menguasai sekitar 2.500 hektar.Terakhir, pembangunan jalan tol juga membelah lahan basah. Misalnya, Jalan Tol Kayuagung-Palembang-Betung yang membentang sepanjang 111,6 kilometer.Baca: Pernah Jadi Andalan Sumatera Selatan, Tanaman Gambir Kini Ditinggalkan  SriwijayaRetno Purwanti, arkeolog sejarah yang banyak meneliti peninggalan Kedatuan Sriwijaya, menyatakan belum ada penelitian khusus tentang bunga teratai terkait Kedatuan Sriwijaya." "Teratai yang Mulai Hilang di Lahan Basah Sriwijaya","“Arca-arca dari masa Sriwijaya yang ditemukan, tidak ditemukan bantalan [asana]-nya. Jadi, tidak diketahui apakah menggunakan padmasana [bantalan arca dari teratai merah] atau setidaknya. Di Candi Bumiayu, yang digambarkan juga bukan teratai, tapi bunga yang sampai sekarang pohonnya tumbuh di lingkungan percandian,” kata Retno.Tapi, lanjut Retno, hadirnya simbol bunga teratai dalam kebudayaan masyarakat Sumatera Selatan mungkin dipengaruhi ajaran agama Budha. Budha adalah agama utama di Kedatuan Sriwijaya.Dalam ajaran Budha dan Hindu, bunga teratai memiliki arti penting. Bunga teratai menjadi simbol spiritualisme.“Apalagi bunga teratai yang banyak ditemukan dalam sejumlah ukiran kayu pada dinding rumah, makam, ranjang, yakni bunga teratai dengan delapan kelopak. Sementara bunga teratai dengan delapan kelopak melambangkan proses kehidupan manusia dalam ajaran agama Budha,” kata Retno.Jelasnya, padma atau teratai dianggap penting karena dihubungkan dengan tempat Budha. Dalam naskah Anandakandapadma dijelaskan padma berdaun delapan melambangkan delapan nayika, yaitu delapan Bhairawa. Tokoh-tokoh ini memegang peranan penting  dalam agama Budha Tantris. Padma sering pula dihubungkan dengan yantra dan pada daun padma tersebut terdapat tulisan-tulisan mantra. Padma berkelopak delapan juga melambangkan delapan peristiwa penting dalam kehidupan Buddha Gautama.Dalam perkembangannya, pemaknaan simbol bunga teratai tidak melulu terkait ajaran agama Budha. “Misalnya delapan kelopak bunga teratai, memiliki makna baru yakni penunjuk delapan penjuru mata angin. Begitu pun bunga teratai ditampilkan dengan lima kelopak yang melambangkan ajaran Islam atau Pancasila seperti yang terlihat dalam lambang Provinsi Sumatera Selatan.”  Hingga saat ini, simbol bunga teratai dalam ukiran kayu terus terlihat di Sumatera Selatan. Misalnya pada sejumlah lemari, meja kursi dan ranjang yang diproduksi para perajin  kayu." "Teratai yang Mulai Hilang di Lahan Basah Sriwijaya","“Tapi, saya belum pernah melihat kain songket yang diproduksi saat ini yang menampilkan motif bunga teratai. Sepengetahuan saya, bunga teratai memang disebutkan sebagai salah satu motif songket Palembang.”Berdasarkan sejumlah sumber, bunga teratai merupakan tanaman air yang selamat dari masa Ice Age [Zaman Es] sekitar 1,8 juta dan 10 ribu tahun lalu, yang menyebabkan banyak tanaman di Bumi punah.Bunga teratai menjadi bagian dari berbagai kebudayaan di dunia. Mulai dari Mesir, India, Tiongkok, Jepang, dan Indonesia.Dalam berbagai kebudayaan tersebut, bunga teratai menjadi simbol kehidupan manusia sempurna. Manusia yang menjadi terbaik di kehidupan, meskipun hidupnya sementara di dunia ini.Teratai juga sebagai simbol kebahagiaan. Bunga teratai pada kain songket Palembang menyimbolkan kebahagiaan. Kain ini biasanya digunakan pengantin perempuan saat pernikahan.  DikonsumsiBagi masyarakat di Sirah Pulau Padang, teratai dan seroja dikonsumsi. “Biji bunga seroja dan teratai dimakan mentah-mentah. Rasanya enak, seperti kacang, sementara tangkai mudanya sering dijadikan lalap atau dimasak menjadi lauk,” jelas Dian.“Terkait kegunaan atau manfaat teratai bagi kesehatan atau obat untuk penyakit tertentu, saya belum pernah mendengarnya. Mungkin pengetahuan itu ada, tapi saya tidak mengetahuinya. Yang jelas, dulu masyarakat di sini melihat teratai dan seroja bukan gulma air. Justru dibiarkan hidup. Dipercaya sebagai tempat ikan bertelur atau berkumpul,” kata dosen salah satu perguruan tinggi di Palembang ini.Sementara daun teratai dan seroja sering digunakan sebagai wadah atau bungkus. “Seperti menjadi wadah nasi, lauk, atau wadah makan di sawah dan ladang. Terkadang dijadikan bungkus untuk ikan panggang atau pepes ikan.”" "Teratai yang Mulai Hilang di Lahan Basah Sriwijaya","Bagi masyarakat di Desa Muara Penimbung, teratai juga dikonsumsi. “Kalau ada perempuan yang haidnya terganggu biasanya disuruh makan biji bunga teratai atau makan tangkai muda teratai sebagai lalapan,” kata Hermalia [63], warga Dusun IV, Desa Muara Penimbung Ulu, Kabupaten Ogan Ilir.“Tapi, yang paling sering dimanfaatkan daunnya untuk pepes ikan. Rasa pepesnya lebih enak dibandingkan menggunakan daun pisang,” kata Hermalia.Sama seperti di Sirah Pulau Padang, teratai dan seroja mulai menghilang atau sulit didapatkan lagi. “Entah kenapa, mungkin sudah banyak rawa hilang. Tidak seperti dulu teratai selalu terlihat pada setiap rawa atau genangan air,” katanya.“Biji bunga teratai itu sering kami sangrai [menggoreng tanpa minyak]. Dimakan. Rasanya seperti kacang, bahkan lebih enak dari kacang tanah,” kata Fatimah [58], warga Desa Sukorejo, Kecamatan Suku Tengah Lakitan Ulu [STL] Terawas, Kabupaten Musi Rawas.Tangkai muda bunga teratai juga dikonsumsi sebagai lalap. “Tapi sudah sangat sulit mendapatkan teratai di sini. Biasanya tumbuh di sungai-sungai kecil yang airnya tenang dan danau kecil,” terang Fatimah.  [SEP]" "Survey Spesies di Tahura Abdul Latief Sinjai. Bagaimana Keberadaan Anoa dan Satwa Endemik Sulawesi Lainnya?","[CLS]  Pengelola Taman Hutan Raya (Tahura) Abdul Latief Sinjai bekerja sama dengan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sulsel dan Flora Fauna Internasional (FFI) Sulsel menyampaikan ekspose hasil survey identifikasi spesies mereka di lanskap Gunung Bawakaraeng-Lompobattang. Risalah hasilnya disampaikan di Ruang Pola Kantor Bupati Sinjai, Sulsel pada Selasa (17/1/2023).Kegiatan pemantauan satwa endemik ini dilakukan dengan menggunakan metode 12 kamera intai yang dilakukan selama bulan Oktober-November 2022 yang lalu. Pemasangan kamera intai dilakukan sepanjang jarak 2.500 meter.Jalur pemasangan kamera intai ini dilakukan di hutan primer khas dataran tinggi pada ketinggian 1.500-1.750 mdpl. Pada jalur pemasangan kamera intai terdapat sungai yang sangat terjal pada sisi kanan.“Terdapat juga beberapa titik kubangan. Selain itu, jalur pemasangan kamera intai merupakan jalur yang biasa digunakan oleh warga, namun selama pengamatan dan pemasangan kamera tidak dijumpai aktivitas masyarakat,” jelas Fardi Ali Syahdar, Manager Project FFI Sulsel yang juga merupakan ketua tim riset lapangan.Hasilnya, dijumpai sebanyak empat jenis satwa liar endemik Sulawesi yang berhasil teridentifikasi dari keberadaan tapak kaki, kotoran dan tanda bekas makannya. Yaitu anoa gunung (Bubalus quarlesi), babi kutil sulawesi (Sus celebensis), kera hitam sulawesi (Macaca maura) dan musang sulawesi (Macrogalidia muschenbroekii).  Baca juga: Dianggap Punah, Jejak Anoa Ditemukan di Tahura Abdul Latief Sinjai “Juga terdapat 2 jenis burung dan 7 jenis mamalia. Delapan diantaranya dapat teridentifikasi hingga tingkat spesies dan 1 jenis teridentifikasi hanya pada tingkat famili yaitu Muridae. Untuk pembahasan selanjutnya hanya digunakan 7 jenis satwa,” jelas Fardi." "Survey Spesies di Tahura Abdul Latief Sinjai. Bagaimana Keberadaan Anoa dan Satwa Endemik Sulawesi Lainnya?","Dari tujuh jenis satwa yang teridentifikasi semuanya masuk dalam Red List IUCN dengan berbagai kategori yaitu Endangered/EN (yaitu Bubalus quarlesi dan Macaca maura), Vulnerable/VU (Macrogalidia musschenbroekii), Near Threatened/NT (Sus celebensis) dan Least Concerned/LC (Macropygia albicapilla, Cacomantis sepulcralis, Paruromys dominator dan Prosciurillus murinus).Lebih lanjut, hasil analisis menggunakan software R-Studio, peneliti mengetahui adanya pola aktivitas harian satwa liar yang berbeda-beda, baik itu aktivitas ketika mencari pakan, mencari sumber air maupun aktivitas lain yang berhubungan dengan upaya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.Misalnya pola aktivitas harian anoa gunung terbagi dalam dua fase yaitu aktif pada pagi hari pukul 6-9 pagi, pada siang hari pukul 10-15 sore terjadi pengurangan aktivitas, dan pada sore hari pukul 15-18 sore anoa gunung kembali melanjutkan aktivitasnya.“Pada malam hari anoa juga melakukan aktivitas pada pukul 7-12 malam dengan kepadatan aktivitas cenderung lebih sedikit jika dibandingkan pada pukul 12 malam sampai jam 6 pagi. Di waktu ini ada pola aktivitas yang dengan kepadatan sangat tinggi dibandingkan waktu-waktu lain.”Hasil riset ini pun menjadi data tambahan untuk distribusi temuan spesies Bubalus quarlesi dan Macrogalidia muschenbroekii.“Berdasarkan data IUCN, maka sebaran Bubalus quarlesi dan Macrogalidia muschenbroekii belum pernah dilaporkan ada di lokasi temuan tim survei gabungan sebelumnya,” terang Fardi.  Terkait hasil temuan ini, Muhammad Idham Aliem, fungsional Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) BBKSDA Sulsel menyatakan perlunya dilakukan perencanaan untuk survei lebih lanjut mengenai potensi keanekaragaman hayati pada bentang alam Gunung Bawakaraeng-Lompobattang. Khususnya untuk spesies yang terancam seperti anoa gunung dan musang sulawesi." "Survey Spesies di Tahura Abdul Latief Sinjai. Bagaimana Keberadaan Anoa dan Satwa Endemik Sulawesi Lainnya?","“Selain itu harus dilakukan penyusunan strategi rencana aksi konservasi atau SRAK, khususnya untuk spesies penting anoa dan inisiasi indikatif area lindung baru melalui status perlindungan tingkat nasional maupun internasional,” pungkasnya.  [SEP]" "Menjaga Tradisi “Behume”, Menyelamatkan Bangka Belitung dari Krisis Pangan","[CLS]   Yunus [73], petani padi ladang di Desa Pangkalniur, Kecamatan Riau Silip, Kabupaten Bangka, resah, hasil panennya terus menurun.“Satu hektar lahan hanya menghasilkan 200-300 kilogram padi kering, padahal sebelumnya bisa 1-3 ton,” katanya, Minggu [19/02/2023].Selama ratusan tahun, masyarakat Desa Pangkalniur berladang padi di “Sunur”, sebuah lanskap hutan rawa yang terhubung dengan perairan Teluk Kelabat. Mereka adalah keturunan Suku Maras, yang menetap di bagian Barat kaki Gunung Maras.“Sunur merupakan permukiman awal kami, sebelum pindah dan menetap di Desa Pangkalniur, sekitar lima kilometer dari Sunur. Sejak dulu, kami hidup dari berladang dan melaut di Teluk Kelabat,” lanjut Yunus.Ada 125 kepala keluarga [KK] di Desa Pangkalniur yang luasnya 90 hektar. Tahun lalu, tersisa tiga orang yang membuka ladang untuk menanam padi, total tiga hektar.“Banyak warga berhenti berladang karena hasil panen menurun. Banyak hama tikus, burung, dan monyet,” ujarnya.Penyebab lain, pola hujan makin tidak menentu. Menurut Yunus, masa tanam padi ladang, mulai membersihkan lahan hingga proses nugal [menanam padi], harus dilaksanakan saat kemarau, sekitar Mei-Juni.“Beberapa tahun belakangan, hujan masih turun saat kemarau. Ini membuat tanah menjadi “mentah” atau terlalu lembab. Dampaknya, padi tidak tumbuh sempurna bahkan mati,” jelasnya.Masuri, petani ladang di Desa Pangkaliniur, mengeluhkan lahan padinya yang terendam, akibat  pasang air laut hingga kawasan Sunur.“Perisitiwa ini terjadi lima tahun terakhir. Mungkin karena mangrove atau hutan di pesisir kian tergerus penambangan timah dan perkebunan sawit,” jelasnya.Baca: Kelekak, “Rumah Terakhir” Kukang Bangka yang Terancam Punah  Suku Mapur di Dusun Air Abik, yang turun temurun berladang di sekitar kaki Gunung Pelawan, terkenal dengan beragam kearifan dalam sistem berladang [Cholillah, 2017], mengalami hal serupa." "Menjaga Tradisi “Behume”, Menyelamatkan Bangka Belitung dari Krisis Pangan","Asih, Ketua Lembaga Adat Mapur, di Dusun Air Abik, mengatakan, dalam 10 tahun terakhir hasil panen padi ladang menurun. Pada Januari 2023 lalu, satu hektar lahan hanya mampu menghasilkan 300 kilogram padi, padahal dulunya 3-4 ton.“Serangan hama makin parah. Semua karena hutan tergerus. Kami percaya, hutan berfungsi sebagai penahan berbagai penyakit, termasuk hama,” lanjut Asih.Sebelumnya, dari total 150 KK di Dusun Air Abik, semuanya aktif berladang. Kini, hanya belasan orang di lahan seluas 10 hektar.“Banyak yang beralih menanam sawit atau menambang timah. Kami khawatir tidak ada lagi yang meneruskan tradisi behume,” tegas Asih.Baca: Durian dan Manggis yang Begitu Menggoda di Kelekak Suku Jerieng  Tradisi behumeMenanam padi ladang, umum dilakukan masyarakat Melayu di Bangka Belitung. Ini bagian dari “behume”, tradisi berkebun yang telah dilakukan masyarakat ratusan tahun.Berbeda dengan “kelekak” yang dikhususkan buah-buahan, behume untuk beragam tanaman pangan, terutama padi serta umbian-umbian, keladi, dan labu.“Meskipun kena hama dan banyak rugi kami tetap melakukannya. Ini penting, agar benih padi tidak lenyap,” kata Yunus.Adapun jenis-jenis padi lokal di Bangka Belitung adalah padi balok, mayang madu, mayang pasir, kedebok, grintil, mukot, payak, pulot putih, dan pulot item.Mustikarini et al., [2019] dalam buku “Plasma Nutfah: Tanaman Potensial di Bangka Belitung” menyatakan ada 26 aksesi atau jenis padi lokal di Pulau Bangka, sedangkan jenis Padi Tingkik ditemukan di Pulau Belitung.Menurut Yunus, setiap jenis padi punya karakter unik, misalnya padi balok yang cepat panen [tiga bulan], sedangkan padi mayang madu 5-6 bulan, namun tahan terhadap cuaca. Dari segi pemanfaatan juga berbeda, padi payak khusus ketan, sedangkan padi pulot sebagai bahan tapai." "Menjaga Tradisi “Behume”, Menyelamatkan Bangka Belitung dari Krisis Pangan","“Saat penanaman, orangtua kami menyarankan menebar semua benih padi acak, karena setiap jenis punya kekurangan dan kelebihan. Biasanya, ada 3 jenis berbeda dalam satu lubang,” lanjutnya.Pentingnya tradisi behume juga tercermin dari berbagai upacara adat sebagai ungkapan rasa syukur serta doa agar dilancarkan hasil panen kedepannya. Misalnya, sedekah kampung, ritual taber gunung, hingga ritual nujuh jerami oleh Suku Mapur yang diakui sebagai warisan budaya tak benda Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sejak 2015.“Jika hasil panen terus menurun dan warga berhenti menanam padi, tradisi behume beserta upacara adat akan hilang,” tegas Asih.Baca: Hutan Tergerus, Songkok Resam Bangka Belitung Terancam Hilang  Krisis panganMerujuk DIKPLHD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 2022, luas lahan ladang mencapai 601.351,49 hektar, sedangkan lahan sawah [irigasi] mencapai 4.705,22 hektar. Sementara menurut BPS 2021, luas lahan padi di Bangka Belitung mencapai 18.749,18 hektar, dengan total produksi padi 69.720,93 ton.Mengutip kompas.com, pada 2018, Bangka Belitung pernah berada pada posisi kelima dari 12 provinsi dengan indeks kerentanan pangan di bawah rata-rata nasional. Namun, tahun 2021, Bangka Belitung berhasil keluar dari posisi tersebut.Meski demikian, mengutip bangkapos.com, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan tahun 2022, menyatakan produksi beras di Bangka Belitung hanya mampu mencukupi 30 persen kebutuhan beras daerah.Baca juga: Tumbuhan Sapu-sapu, Harapan Pulihnya Lahan Bekas Tambang di Bangka Belitung  Peneliti Agroteknologi dari Univerisitas Bangka Belitung [UBB], Gigih Ibnu Prayoga mengatakan, meskipun produksi padi ladangnya rendah, mereka tetap berperan penting mendukung ketahahan pangan masyarakat tingkat desa di Bangka Belitung." "Menjaga Tradisi “Behume”, Menyelamatkan Bangka Belitung dari Krisis Pangan","“Terlebih, padi ladang bagian tradisi behume. Jika dikembangkan kolektif dan masif, membantu ketahanan pangan di Bangka Belitung,” lanjut Gigih, dosen sekaligus Ketua Jurusan Agroteknologi UUB.Beragam jenis padi lokal Bangka juga memiliki adaptif terhadap iklim, hama, dan tanah.“Hanya saja, perubahan iklim mengancam kualitas dan kuantitas padi ladang, misalnya padi ladang bangka dengan batang tinggi dapat roboh saat terkenan angin kencang. Curah hujan berlebih, dapat meningkatkan serangan hama, penyakit, dan memperburuk kualitas tanah [lembab], karena padi ladang cocok di tanah kering,” ujarnya.Saat ini, tim peneliti Agroteknologi UBB mengembangkan varietas baru padi gogo asal Bangka  yaitu PBM UBB 1, yang umur panen lebih pendek, serta beberapa calon varietas baru.  Referensi: Cholillah, J. [2017]. Pengelolaan Hutan Berbasis Budaya Lokal Di Dusun Pejam Kabupaten Bangka: Tim Jarlit Kebudayaan Bappeda Prov. Kep. Bangka Belitung. Society, 5 [1], 45–58.Mustikarini, E. D., Tri Lestari, S. P., & Prayoga, G. I. [2019]. Plasma Nutfah: Tanaman Potensial di Bangka Belitung. Uwais Inspirasi Indonesia.  [SEP]" "Buaya Laut Kuno Tertua Ditemukan di Pantai Jurassic Inggris","[CLS]  Ahli paleontologi telah menemukan Thalattosuchia baru—”sepupu” kuno buaya modern. Temuan ini bisa menjadikan makhluk tersebut tertua dari jenisnya yang pernah ditemukan selama ini. Fosil-fosilnya ditemukan di Pantai Jurassic di Inggris termasuk bagian dari kepala, tulang punggung, dan anggota badan Turner suchus hingley.Pantai Jurassic terbentang sepanjang 95 mil di Inggris selatan. Terletak di dalam kabupaten Dorset dan Devon. Ini adalah Situs Warisan Dunia UNESCO yang diakui karena batuan, fosil, dan bentang alamnya yang dapat mewakili 185 juta tahun sejarah bumi. Boleh jadi pantai tersebut merupakan satu-satunya tempat di bumi di mana bebatuan dari periode Trias, Jurassic, dan Cretaceous dapat dilihat di satu tempat.Fosil Turner Suchus hingley yang baru ditemukan mewakili satu-satunya Thalattosuchia lengkap pada zamannya. Berasal dari periode Jurassic, Pliensbachian awal, yaitu sekitar 185 juta tahun yang lalu. Dalam studi yang diterbitkan dalam Journal of Vertebrate Paleontology, para peneliti menyatakan bahwa penemuan fosil baru ini membantu menunjukkan bahwa Thalattosuchia dan hewan mirip buaya lainnya berasal sekitar 15 juta tahun lebih jauh dari Turner Suchus.“Kita berharap menemukan lebih banyak Thalattosuchia pada usia yang sama dengan Turner Suchus serta lebih tua,” kata Dr. Eric Wilberg, Asisten Profesor di Departemen Ilmu Anatomi, di Stony Brook University dikutip dari Sciencedaily, Sabtu (18/2).baca : Buaya Badas Hitam, Satwa Liar Dilindungi Ikon Kutai Timur  Faktanya selama penerbitan makalah penelitian, kata Eric, tengkorak Thalattosuchia ditemukan di atap sebuah gua di Maroko (periode waktu sebelum Plin Bachian tempat Turner suchus ditemukan). Temuan ini memperkuat gagasan para peneliti tentang evolusi dan kepunahan." "Buaya Laut Kuno Tertua Ditemukan di Pantai Jurassic Inggris","“Saya berharap terus menemukan lebih banyak Thalattosuchia yang lebih tua. Analisis kami menunjukkan bahwa thalattosuchia kemungkinan pertama kali muncul di zaman Trias dan selamat dari kepunahan massal zaman Trias akhir,” katanya.Namun, belum ada obyek penggalian menemukan Thalattosuchia di bebatuan. Itu berarti ada garis keturunan “hantu” atau periode di mana ada catatan kehidupan, tetapi belum ditemukan bukti fosil. Sampai penemuan Turner suchus, garis keturunan “hantu” ini belum teridentifikasi dari akhir zaman Trias hingga Toarcian di Jurassic.Thalattosuchia disebut dalam bahasa sehari-hari sebagai buaya laut. Meskipun faktanya mereka bukan anggota Crocodylia. Beberapa Thalattosuchia beradaptasi dengan kehidupan di lautan. Tubuh mereka pendek punya sirip ekor seperti hiu, kelenjar garam, dan punya kemampuan untuk melahirkan daripada bertelur.Turner suchus hidup di Samudra Jurassic dan memangsa satwa liar laut. Dan, karena moncongnya yang relatif panjang dan ramping, satwa purba itu terlihat mirip dengan buaya gharial yang saat ini hidup.“Namun, tidak seperti buaya pada modern. Predator satu ini punya panjang 2 meter dan habitat alaminya di pesisir laut. Dan meskipun tengkorak mereka terlihat sangat mirip dengan gharial modern, mereka dibentuk dengan sangat berbeda,” kata Dr. Pedro Godoy, dari Universitas São Paulo di Brasil.baca juga : Dilindungi dan Dihormati, Buaya Endemik Papua Ini Masih Diburu  Thalattosuchia memiliki fenestra supratemporal yang sangat besar. Yaitu daerah tengkorak yang menampung otot rahang. Ini menunjukkan bahwa Turner suchus dan thalattosuchia lainnya memiliki otot rahang membesar yang gigitan gigitan cepat. Sebagian besar mangsa mereka adalah ikan atau cephalopoda yang bergerak cepat. Mungkin juga, seperti pada buaya modern, bahwa wilayah supratemporal Turner suchus memiliki fungsi termoregulasi yang membantunya menyangga suhu tubuh." "Buaya Laut Kuno Tertua Ditemukan di Pantai Jurassic Inggris","Penggalian ini melibatkan peneliti dari Charmouth Heritage Coast Centre, yang membantu menyatukan bagian fosil yang terpisah. Agaknya, kawasan Pantai Selatan Inggris itu identik dengan penemuan Ichthyosaurus, Plesiosaurus dan Scelidosaurus. Genus dinosurus dari Jurassic of the British Isles. Sungguh kawasan yang menarik untuk mengungkap misteri dinosaurus lainnya. Sumber : sciencedaily.com dan doi.org   [SEP]" "Unreported Fishing: Tangkapan Hiu-Pari Tidak Tercatat, Jadi Celah Masalah di Aru","[CLS]  Sepanjang pelabuhan kayu Pantai Belakang Wamar, Kota Dobo, Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku (11/02/2023), berlabuh belasan kapal nelayan berukuran 10-15 gross tonnage (GT). Di sepanjang pelabuhan berjejer kulit hiu. Area pelabuhan hanya menyisakan sekira dua meter untuk lalu-lalang orang.Sedang di sisi kiri ujung pelabuhan, terparkir kapal berkelir biru membongkar hasil tangkapan. Dari palka, awak kapal mengangkat potongan daging hiu pari untuk dipindahkan ke gerobak besi.Setelah terisi penuh, gerobak didorong menuju bangunan kayu. Letaknya, bagian kiri menuju pelabuhan tersebut.Di dalam bangunan, pekerja mencuci potongan daging hewan vertebrata itu. Dagingnya dilumuri garam dan disimpan di bak tertutup. Cara pengawetan itu di Aru dikenal dengan nama daging kanas.Yassar, Pengawas Pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Tual Wilayah Kerja Dobo, membenarkan praktek pengawetan itu lazim dilakukan.Mayoritas kapal penangkap, sebutnya, biasa mendaratkan hiu pari tak utuh lagi. Tanpa sirip, kulit dan dagingnya sudah terpotong-potong untuk diolah menjadi daging kanas.“Pokoknya sudah hancur-lah, kita tidak tahu lagi jenis hiu pari apa,” ujar Yassar kepada Mongabay Indonesia di Dobo (15/02/2023). Baca juga: Perburuan Hiu-Pari yang Tak Pernah Mati Di bulan Februari 2023, dua kali Mongabay Indonesia melihat aktivitas serupa.  Jurumudi perahu motor yang kami tumpangi mengaku jika sebelumnya dia adalah penangkap hiu.Bagi mantan awak kapal pancing rawai tersebut, dulu dia rutin mengolah daging kanas saat aktif bekerja. Dia bilang, kapal nelayan sebelum melaut sudah menyediakan stok garam, untuk mengolah daging kanas. Hiu pari yang terjaring jenis apapun, ekor dan sirip dipotong duluan, dan kulit kasarnya dikupas.“Daging kita potong-potong. Selesai itu lalu dilumuri garam, daging disimpan ke palka atau tong. Kita kerjakan di tengah laut,” sebutnya." "Unreported Fishing: Tangkapan Hiu-Pari Tidak Tercatat, Jadi Celah Masalah di Aru","Padahal jenis ikan hasil tangkapan wajib didaratkan dalam kondisi utuh, seperti diatur dalam Pasal 18 Permen KP Nomor 61/PERMEN-KP/2018 tentang Pemanfaatan Jenis Ikan yang Dilindungi dan/atau Jenis Ikan yang tercantum dalam Appendices Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES).Otoritas Perikanan di Kabupaten Kepulauan Aru mencatat, bahwa selama Januari-September 2022, volume daging hiu pari yang dijadikan daging kanas totalnya 205.738kg. Sedangkan sirip dan turunannya mencapai 30.867kg.Dari jenis-jenis hiu pari yang dimanfaatkan, adalah pari kikir (giant guitarfish) dan pari kekeh (wedgefish). Dua jenis pari itu masuk Daftar Merah International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN,) karena spesiesnya terancam punah.Selain masuk dalam Daftar Appendiks II CITES, pemerintah juga mengeluarkan regulasi seperti PP Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik, yang dimaksudkan untuk mengetahui jumlah hiu pari yang ditangkap.Juga Permen KP Nomor 10 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Kelautan dan Perikanan. Baca juga: Penelitian Ungkap Pengaruh Penangkapan terhadap Populasi Pari Kekeh di Alam  Peredaran Perdagangan Hiu dan PariMongabay Indonesia coba mengkonfirmasi perihal peredaran jenis hiu pari di perairan Aru kepada Kepala Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (Loka PSPL), Santoso Budi Widiarto.Santoso menjelaskan bahwa memanfaatkan dan mengedarkan hiu pari yang ada di dalam Appendiks II CITES diperkenankan. Namun, ada regulasi yang harus ditaati pelaku usaha. Perkecualian adalah pada jenis   yang statusnya masuk dalam perlindungan penuh." "Unreported Fishing: Tangkapan Hiu-Pari Tidak Tercatat, Jadi Celah Masalah di Aru","Dalam perdagangan dalam negeri, pengusaha harus memiliki Surat Izin Pemanfaatan Jenis Ikan (SIPJI) sesuai dengan kuota tahun berjalan. Saat mengirim muatan sirip hiu daging, tulang, kulit dan turunannya, Pemegang SIPJI diwajibkan mengurus Surat Angkut Jenis Ikan (SAJI) – Dalam Negeri, dan surat rekomendasi untuk jenis-jenis look alike species.Jika persyaratan itu tidak terpenuhi maka Surat Keterangan Jenis Ikan (SKI) tidak akan diterbitkan oleh Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Ambon.Lebih lanjut Santoso tidak menafikan jika ada peredaran sirip hiu pari ilegal oleh pengusaha. Contohnya, di Ternate, Maluku Utara, yang dibawa melalui kapal penumpang.“Nah, Itu yang tidak bisa kita deteksi,” ungkapnya dalam penjelasan melalui pertemuan daring.  “Saat ini, kami memberikan penyadartahuan kepada pengusaha.”Loka PSPL Sorong mencatat Januari-November 2022 tidak ada lalu lintas sirip hiu pari dan turunannya. “Sebelum 2022, kami melayani peredaran hiu pari di wilayah Maluku dari Ambon. Kini, sudah terlayani dari Dobo,” lanjut Santoso.  Hiu Pari sebagai Tangkapan SampinganRaut wajah Paulus Deraukin, tampak gelisah. Sejak Januari–Februari 2023, dia tak rutin melaut akibat gelombang tinggi menerjang laut Aru, belum kunjung teduh.Meski begitu, Paulus berkeras hati tetap pergi melaut.”Lusa saya melaut di dekat Pulau Wamar. Semalam saja, lalu balik,” sebutnya (11/02/2023).Kapal milik Paulus bermesin engkol, panjangnya 7 meter. Alat tangkapnya, jaring insang hanyut. Dia mengejar ikan layar, tenggiri dan cakalang. Terkadang hiu pari tertangkap sebagai tangkapan sampingan (by catch).“Sejenis hiu pasir. Ukuran siripnya 8-25cm. Jadi masih kecil-kecil memang,” jelasnya.Dia bilang sekarang hiu pari banyak terkena jaring daripada tenggiri yang jadi target utama tangkapan. Sebutnya, tangkapan ikan turun drastis dipengaruhi aktivitas jaring bobo (purse seine)." "Unreported Fishing: Tangkapan Hiu-Pari Tidak Tercatat, Jadi Celah Masalah di Aru","Paulus mengklaim, hiu pari melimpah di perairan Warialau, Kecamatan Aru Utara, Mariri dan Jambu Air, Aru Tengah. Ada pula di perairan Kabalsiang, Aru Utara Timur.Perairan dia melaut masuk Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 718. Perairan yang disebut-sebut tersubur di dunia dengan sumber daya ikan melimpah; pelagis besar dan kecil, demersal, serta ikan karang.Selain Paulus, ada Radani, nelayan Kota Dobo, yang juga menargetkan tenggiri dan ikan karang. Apabila banyak umpan, dia sering menggunakan pancing rawai dasar.”Pancing hiu pari sampingan saja,” katanya.Perairan favoritnya adalah Pulau Enu dan Pulau Karang yang masuk area Suaka Alam Perairan (SAP) Kepulauan Aru Bagian Tenggara,. Luas perairannya 114.000 hektar.Paulus dan Randani, adalah potret kecil dari kebanyakan nelayan yang menjadikan hiu pari sebagai tangkapan sampingan. Namun, mayoritas nelayan menjadikan hiu pari sebagai tangkapan utama.Berdasarkan Tanda Daftar Kapal Perikanan (TDKP) di Kabupaten Kepulauan Aru, kapal berukuran 1-10 GT totalnya 492 kapal. Nelayan dan pemiliknya, tersebar di desa dan sejumlah kelurahan.Alat tangkapnya beraneka ragam, ada rawai dasar, jaring insat hanyut; pancing ulur, pancing tonda, pukat cincin pelagis dan handline. Hasil tangkap nelayan mereka jual ke Unit Pengolahan Ikan (UPI) yang ada. Randani misalnya, dia menjual badan hiu saja ke UPI, 1 kg seharga Rp 5 ribu. Sedangkan sirip diambil, dikeringkan lalu dia jual ke tempat lain.”Pembeli sirip di Dobo, jumlahnya ratusan,” singkatnya.  Berdasarkan daftar yang diperoleh dari otoritas perikanan di Dobo, terdapat  12 UPI di Kabupaten Kepulauan Aru, 5 di antaranya beroperasi tanpa Surat Karantina Perikanan (SKP), statusnya pun dalam diproses.Masing-masing adalah CV Bahari Aru Utama, CV Mitra Leo Group, CV Niaga Indonesia, PT Adiguna Raya, dan CV Tunggal Karsa. Sedang 1 UPI, yaitu CV Citra Tunggal Karsa tidak memiliki Izin Usaha Perikanan (IUP)." "Unreported Fishing: Tangkapan Hiu-Pari Tidak Tercatat, Jadi Celah Masalah di Aru","”Iya betul, 12 UPI yang masih aktif beroperasi di Dobo,” ujar Reynaldo Hiariej, Kepala Cabang Dinas Kelautan dan Perikanan Maluku Gugus Pulau IX, Kepulauan Aru.Saat mencoba untuk mengkonfirmasi hal ini kepada Ferdy Tunggal, pemilik CV Citra Tunggal Karsa , dia enggan menanggapi lebih jauh mengenai status UPI miliknya yang beroperasi tanpa IUP.Dia mengelak dan menyarankan agar bertemu pengurus perusahannya.“Nanti hubungi orang saya saja, di sana [Dobo],” saat dikonfirmasi Mongabay Indonesia (22/02/2023). Ferdy sendiri banyak beraktivitas di Surabaya, Jawa Timur.Saat ditanya apakah perusahaannya menangkap hiu pari, Ferdy pun membantah. ”Kita nggak kerja itu,” jawab Ferdy. Dia mengaku, UPI–nya hanya membeli dan mengolah ikan tenggiri dan ikan dasar.   Banyak Celah Tidak TercatatSuatu sore di pertengahan Februari 2023, kapal berukuran 7 GT membongkar hasil tangkapan di antara pelabuhan rakyat dan pelabuhan ferry di Kawasan Pasar Timur, Dobo.Pemandangan demikian lazim dan luput dari pengawasan. Ikan yang diangkut mobil picked up ini berjenis katamba. Entah dibeli pengepul atau UPI mana.Pelabuhan tidak resmi tersebut, bukan satu-satunya tempat membongkar muat ikan di Dobo. Belum terhitung lagi, -pelabuhan tangkahan, tempat labuh milik UPI yang berada di luar Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP). Pelabuhan tangkahan dikelola secara perorangan atau kelompok.Di PPP yang dikelola Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Maluku, mencatat selama 2022 volume tangkapan mencapai 4.473.264 kg dari kapal berukuran 12-30 GT. Jenisnya cumi, udang dan bermacam jenis ikan termasuk hiu pari.Staf bagian data PPP Dobo, Yuli menjelaskan hasil tangkapan terlapor melalui e-logbook dan diverifikasi ulang oleh petugas. Dia mengatakan, hasil tangkapan bukan saja didaratkan di PPP, namun di tempat lain juga. Namun, awak kapal katanya selalu melapor dan di awasi petugas." "Unreported Fishing: Tangkapan Hiu-Pari Tidak Tercatat, Jadi Celah Masalah di Aru","“Walaupun di tengah laut sekalipun, mereka patuh melapor,” ujarnya.Yuli mengungkapkan khusus hasil tangkapan adalah kapal berukuran di bawah 10 GT, tidak tercatat. ”Nggak ada laporannya,” ungkapnya. Baca juga: Ada Apa dengan Perdagangan Hiu dan Pari di Indonesia? Persoalan IUU Fishing di AruMelalui program ATSEA2, Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, mengkaji praktik Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing di Aru selama tahun 2021. Stasiun samplingnya berada di di Kelurahan Siwalima dan Desa Karangguli.”Selain Aru, pemantauan juga ada di Merauke, Papua,” ujar Moh Abdi Suhufan, Koordinator Nasional DFW Indonesia.Menurut Abdi, unreported fishing di Aru, karena banyak pelabuhan tangkahan dan minimnya tenaga pengawas. Otoritas yang mengurusi sektor kelautan dan perikanan pun, diperkirakan hanya sekitar 40 orang bila digabungkan.Armada pengawasan juga terbatas. PSDKP Wilayah Kerja Dobo punya 2 speedboat, kelas Napoleon. Sementara Dinas Kelautan dan Perikanan Maluku hanya memiliki armada 7 speedboat di 2022.  Padahal laut mereka lebih dari 650.000 km2 dan lebih dari 1.300 pulau.Dengan kondisi demikian, bongkar muat dan transaksi di pelabuhan tangkahan, pastinya unreported jika tidak dicatat petugas.“Pelaporan ikan biasa dilakukan di UPI. Tiap kali mengirim ikan ke luar Dobo mereka menyerahkan manifes ke pelabuhan perikanan sebelum di kirim,” ujarnya.  Tapi jumlahnya tidak terverifikasi karena ketiadaan perangkat. Hal ini sebut Abdi, bukan cuma di Dobo, melainkan juga di daerah lain.Khusus hiu pari di perairan Aru, data spesifik tentang penangkapannya tidak tersedia, meski Kepulauan Aru adalah salah satu titik perburuan hiu terbesar di Indonesia.“Setiap tahun rata-rata dihasilkan 18,6 ton sirip hiu kering dengan berbagai ukuran dari Laut Aru. Termasuk hiu pari,” jelas Abdi." "Unreported Fishing: Tangkapan Hiu-Pari Tidak Tercatat, Jadi Celah Masalah di Aru","Hal itu dibenarkan Kepala Dinas Perikanan Kepulauan Aru, Ambram Tabela.  Dia menyatakan, penarikan retribusi dari pengusaha sektor perikanan mengacu data  pengiriman yang dilaporkan ke luar Aru.”Hanya cross check data pengiriman dari pihak pelabuhan. Untuk mengawasi langsung, kita sudah dibatasi kewenangan,” jelas Ambram.  [SEP]" "Dulu Bersahabat, Kenapa Sekarang Manusia Memusuhi Gajah?","[CLS]   Baca sebelumnya:Gunung Raya, Rumah Gajah Sumatera yang HilangGajah Sumatera yang Tidak Lagi Mendatangi Danau Ranau** Hutan di wilayah perbukitan sekitar Danau Ranau, Sumatera [Sumatera Selatan-Lampung], selama ratusan tahun menjadi ruang hidup bersama manusia dengan satwa, khususnya gajah sumatera [Elephas maximus sumatranus].Di sekitar atau di hutan yang berada pada ketinggian 500-3.221 meter dari permukaan laut [mdpl], manusia dan gajah hidup harmonis. Tidak terjadi konflik.Mengapa?“Kami saling berbagi. Kami sama-sama memanfaatkan tanaman yang ada di hutan. Kami tidak mengganggu rumah mereka, begitu pun gajah tidak mengganggu rumah kami, dusun kami,” kata Nuryam Komari [85], warga Desa Pilla, Buay Pematang Ribu Ranau Tengah [BPRRT], Kabupaten Ogan Komering Ulu [OKU] Selatan, Sumatera Selatan, Desember 2022 lalu.“Dari hutan itu, kami dan gajah mendapatkan sumber makanan dan obat. Jika ada gajah makan durian atau manggis di hutan, kami tidak mengambil buahnya. Sebaliknya, jika kami mengambil durian atau manggis, tidak ada gajah yang mengganggu.”“Jika pun ada rombongan gajah masuk dusun, mereka hanya lewat. Tidak merusak atau mengganggu kami,” ujarnya.  Itu dulu. Setelah tahun 1980-an, sering terjadi konflik manusia dengan gajah. Baik di  wilayah Gunung Raya, Sakau, Saka, Gunung Pesagi, maupun Mekakau.“Mungkin karena hutan dibuka, sehingga banyak tanaman berkurang yang membuat manusia dan gajah berebut. Banyak korban dari konflik itu. Lalu gajah-gajah ditangkap, dibawa pergi dari sini,” ujar Nuryam.Sekarang ini, lanjutnya, populasi gajah mulai berkurang, yang seharusnya mereka [gajah] dapat hidup tenang di dalam hutan [tersisa]. “Kita [manusia], jangan terus membuka hutan.”" "Dulu Bersahabat, Kenapa Sekarang Manusia Memusuhi Gajah?","Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 76/Menhut-II /2010  tanggal  10 Februari 2010 tentang Penetapan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung [KPHL] dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi [KPHP] Provinsi Sumatera Selatan, wilayah hutan yang dikelola UPTD KPH [Kesatuan Pengelolaan Hutan] Wilayah VII Mekakau Saka Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan seluas 201.112,38 hektar. Terdiri dari kawasan konservasi [173.029,38 hektar], hutan produksi [17.845 hektar] dan hutan produksi terbatas [10.238 hektar].Hutan konservasi terdiri Hutan Lindung OKU Selatan [66.306,38 hektar], Hutan Lindung Mekakau [40.992 hektar], Hutan Lindung Peraduan Gistang [17.917 hektar], Hutan Lindung Saka [2.819 hektar], Suaka Margawatwa Gunung Raya [44.995 hektar], serta Hutan Produksi Saka [17.845 hektar], dan Hutan Produksi Terbatas Saka [10.238 hektar].  Butuh hutanBukan hanya gajah yang butuh hutan,”Kami juga butuh hutan. Kalau hutan habis, dusun-dusun di sini kehilangan air. Air itu bukan hanya untuk kebutuhan di rumah, juga untuk sawah kami,” kata Nuryam Komari.“Bayangkan jika hutan habis. Hidup kami pasti susah. Di musim kemarau pasti kami sulit air,” ujarnya.“Di musim penghujan, jika hutan habis, pasti akan banyak terjadi longsor atau banjir di dusun-dusun sekitar Danau Ranau,”  kata Iptoni [57], warga Desa Tanjung Kemala, Buay Pematang Ribu Ranau Tengah [BPRRT], Kabupaten Ogan Komering Ulu [OKU] Selatan, Sumatera Selatan.“Saat ini sering terjadi banjir dan longsor,” kata Iptoni.Tanaman di hutan yang disukai gajah semisal durian, aren, rotan, kelapa, manggis, bambu, nenas, pisang, umbi-umbian, dan kacang-kacangan. “Tapi secara umum, gajah menyukai tanaman bergetah putih,” kata Syamsuardi, Ketua PJHS [Perkumpulan Jejaring Hutan dan Satwa]." "Dulu Bersahabat, Kenapa Sekarang Manusia Memusuhi Gajah?","“Hutan di dataran tinggi dan rendah di sekitar Danau Ranau sama seperti hutan di Bukit Barisan lainnya di Sumatera. Kaya tanaman yang dapat dikonsumsi gajah, termasuk pula melimpahnya air dan garam,” ujarnya.Sebagian besar tanaman yang dimakan gajah, juga dikonsumsi manusia. Misalnya durian, aren, manggis, dan rebung.“Di dusun kami, durian itu dimakan gajah dan harimau dan kami berbagi. Buah pertama, biasanya dimakan gajah,” kata Herman [23], pedagang durian dari kawasan Suku Dayo, Kabupaten OKU Selatan.“Sementara dengan harimau berbagi durian di malam hari. Misalnya saat menunggu durian jatuh di kebun, buah pertama yang jatuh tidak kami ambil. Itu milik harimau. Buah kedua yang jatuh, kami yang ambil. Seterusnya bergantian,” lanjutnya.Sejumlah tanaman rumput yang dimakan gajah, dijadikan manusia sebagai obat. Misalnya, pegagan [Centella asiatica].“Ada yang menyebut pegagan gajah, sebab biasa dimakan gajah,” kata Iptoni.“Daun pegagan, baik disayur maupun dilalap, sangat bagus dikonsumsi ibu yang habis melahirkan. Daun pegagan dipercaya melancarkan ASI [Air Susu Ibu]. Sementara tanaman yang dimakan gajah, yang dapat dijadikan obat lainnya seperti kayu tenam, lengkuas, juga pandan,” jelasnya.  100-an individuHendra Setyawan dari Jejak Bumi Indonesia [JBI] menuturkan, populasi gajah di Kabupaten OKU Selatan diperkirakan 100-an individu. Persebarannya dalam sejumlah kelompok di Mekakau, Gunung Raya, Saka, dan Gunung Pesagi.“Data ini berdasarkan pengaduan warga, yang bertemu berbagai kelompok gajah. Misalnya, ada kelompok yang terdiri dari tujuh atau delapan individu,” katanya.Menurut Hendra, antara Gunung Raya dengan Gunung Pesagi, masih ditemukan tiga atau empat kelompok gajah. Persoalannya di wilayah ini bukan kawasan lindung, tapi hutan produksi [HP dan HPT]. Sementara di Mekakau, juga ditemukan beberapa kelompok gajah yang diperkirakan dari wilayah TNBBS [Taman Nasional Bukit Barisan Selatan]." "Dulu Bersahabat, Kenapa Sekarang Manusia Memusuhi Gajah?","“Persoalannya, masyarakat yang hidup di sekitar hutan itu memandang gajah sebagai ancaman. Banyak gajah mati, misalnya termakan racun, dan begitu pun sebaliknya ada manusia tewas terinjak gajah,” jelasnya.Keharmonisan yang berlangsung selama ratusan tahun, tiba-tiba hilang dalam beberapa belas tahun terakhir.“Kita semua harus mengembalikan keharmonisan ini,” paparnya.  [SEP]" "Harimau Sumatera Berkonflik dengan Manusia, Habitat Terganggu?","[CLS]   Konflik harimau sumatera dengan manusia masih terjadi di Aceh.Tim patroli Forum Konservasi Leuser [FKL] yang melewati hutan Sampali, Kecamatan Kluet Tengah, Kabupaten Aceh Selatan, Aceh, untuk berpatroli ke kawasan Taman Nasional Gunung Leuser [TNGL], diserang harimau sumatera, Sabtu [28/01/2023].Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser [BBTNGL], U. Mamat Rahmat mengatakan, tim patroli berbasis Spatial Monitoring and Reporting Tool [Smart] terdiri empat orang yang memulai kegiatan 22 Januari 2023.Namun, pada 28 Januari 2023, tim berpapasan seekor harimau sumatera di pinggir sungai. Harimau yang merasa teritorinya terganggu, langsung menyerang.“Rusdianto terluka kakinya, sementara seorang rekannya berusaha membantu melepaskan cengkraman. Dua anggota lain mencari pertolongan ke desa terdekat,” terangnya, Senin [30/01/2023].Kapolsek Kluet Tengah, Ipda Marwazi Lubis, menambahkan saat tim evakuasi tiba, Rusdianto sudah tidak sadarkan diri sedangkan harimau itu masih di sekitarnya.“Tim harus melepas dua tembakan ke udara untuk mengusirnya,” terangnya.Forum Konservasi Leuser mengakui, kejadian ini merupakan yang pertama kali.“Patroli perlindungan Leuser akan terus kami lakukan bersama pemerintah,” jelas FKL di media sosialnya.Rabu [01/02/2023], dua petani diserang seekor harimau saat berkebun di wilayah Sampali, Kecamatan Kluet Tengah, Aceh Selatan. Kedua korban, Amrizal [65] dan Habib [29], merupakan warga Desa Ladang Teungoh, Kecamatan Pasie Raja, Aceh Selatan.“Mereka diserang saat menginap di pondok kebun pukul 02.00 WIB. Habib mengalami luka serius, sementara Amrizal luka ringan,” lanjut Marwazi.Dalam perkembangannya, harimau yang diperkirakan menyerang tim patroli dan masyarakat itu ditangkap menggunakan kandang perangkap, Sabtu [04/02/2023]. Harimau dibawa ke Kantor BBTNGL di Tapaktuan, Aceh Selatan, untuk pemeriksaan kesehatan dan lainnya." "Harimau Sumatera Berkonflik dengan Manusia, Habitat Terganggu?","Baca: Mewaspadai Penyakit yang Menyerang Anak Harimau Sumatera  Habitat rusak penyebab konflikRahmat Rusdi, masyarakat Manggamat, Kecamatan Kluet Tengah, mengatakan kegiatan ilegal seperti perambahan dan pembalakan terjadi di kawasan hutan Kluet Tengah. Di Manggamat juga ada pertambangan bijih besi.“Hutan rusak membuat harimau kehilangan tempat tinggal dan kekurangan makanan. Masyarakat Manggamat meyakini harimau tidak akan menyerang kalau tidak terganggu,” jelasnya.Data Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Aceh periode 2017 hingga 2021, menunjukkan konflik manusia dengan harimau terjadi 76 kali. Sementara pada 2022, jumlahnya mencapai 40 kasus.Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Aceh, Agus Arianto mengatakan, kejadian ini berada di kawasan hutan lindung yang merupakan habitat harimau.“Dua kasus itu berada di kawasan hutan lindung, termasuk dua petani yang diserang di kebun mereka. Kebun itu di hutan lindung,” ungkapnya.Menurut Agus, konflik ini harus dicarikan solusi menyeluruh dengan melibatkan semua pihak.“Rusaknya habitat merupakan penyebab utama, selain kearifan lokal masyarakat menghormati harimau mulai luntur,” paparnya.Baca juga: 2 Tahun 6 Bulan Penjara, Hukuman untuk Pembunuh Harimau Sumatera di Aceh Timur  Ahli konservasi harimau sumatera, Hariyo Tabah Wibisono memaparkan, tingginya konflik manusia dengan harimau di Aceh terjadi karena adanya aktivitas masyarakat di habitat harimau.“Harimau menyerang bisa disebabkan merasa terancan saat berpapasan manusia. Penyebab lain, bisa karena kesulitan mendapatkan hewan buruan, baik karena sudah tua atau terluka. Sehingga, ia mencari mangsa yang mudah didapat. Analisis lebih detil harus dilakukan,” katanya, awal Februari 2023." "Harimau Sumatera Berkonflik dengan Manusia, Habitat Terganggu?","Selain itu, hutan sebagai habitatnya telah terfragmentasi akibat pembukaan lahan untuk pertanian atau perkebunan, pembukaan jalan, serta perambahan dan pembalakan. Akibatnya, harimau semakin sulit mencari mangsa.“Bahkan, hewan buruan utama harimau seperti babi dan rusa diburu manusia juga,” paparnya.Masalah lain, tutupan hutan yang berkurang membuat jalur jelajah harimau terganggu.“Berkurangnya makanan atau hewan buruan, membuat jalur jelajahnya makin luas. Kondisi ini  akan membuat harimau sumatera makin cepat punah,” ungkapnya.  [SEP]" "Apakah Ada Kunang-kunang Laut?","[CLS]   Malam hari, ketika melewati jembatan panjang di Pulau Papan yang terkenal di Taman Nasional Kepulauan Togean, Tania melihat titik-titik menyala dan bergerak di permukaan air laut. Titik menyala itu terlihat mencolok, karena bercahaya dan berkerlap-kerlip.Perempuan lulusan biologi dari Universitas Negeri Gorontalo itu bertanya, apakah itu sejenis hewan laut atau bukan.“Itu adalah kunang-kunang laut,” jawab seorang penduduk lokal, yang mengikutinya dari belakang.Sehari sebelumnya, pertengahan Januari 2023, ketika menaiki perahu tanpa cadik di malam hari, Tania juga melihat pemandangan serupa. Hewan-hewan kecil itu menyala hingga meninggalkan buritan perahu. Tubuh mereka seperti memiliki lampu.“Cahanya kebiruan,” terangnya.Baca: Gemerlap Kunang-kunang, Pesona Wisata Malam Rammang-Rammang  Benarkah ada kunang-kunang di laut?Di Toba City, Taman Nasional Ise Shima, Jepang, melihat kunang-kunang laut merupakan tujuan utama. Masyarakat di sana menyebutnya umi hotaru, yang berarti kunang-kunang laut [sea fireflies].Dalam berbagai publikasi ilmiah, kunang-kunang laut juga disebut ostracoda. Dilansir dari science.org, terdapat 150 spesies kunang-kunang luat. Dari jumlah tersebut, dua di antaranya yang banyak dikenal karena cahanya, yaitu Vargula hilgendorfii dan Cypridina hilgendorfii.Sebuah publikasi ilmiah menyebut bahwa ostracoda, terutama untuk jenis Vargula hilgendorfii mampu menghasilkan cahaya terangnya karena mengeluarkan oksidasi luciferin dan luciferase; senyawa imidazopyrazine, oksigen molekuler yang dikatalisis oleh luciferase. Mekanisme dari enzim inilah yang membuat cahaya keluar, seperti berwarna biru di laut pada malam hari." "Apakah Ada Kunang-kunang Laut?","Bagi para peneliti, ostracoda termasuk hewan yang aneh. Ukuran tubuhnya sangat kecil bahkan tidak lebih besar dari biji wijen. Jika di darat kunang-kunang termasuk jenis serangga, maka kunang-kunang laut ini masuk kelompok krustasea dan memiliki cangkang seperti jenis kerang-kerangan, mirip udang atau kepiting. Seringkali, tidak memiliki insang.Baca juga: Meski Dilindungi, Hewan Berdarah Biru Ini Masih Diburu  Perilaku unikSeperti banyak makhluk laut lain, sejumlah ostracoda memanfaatkan bioluminesensi untuk menghindari predasi [serangan predator] dan juga menarik pasangan. Hal inilah yang menarik perhatian para peneliti yang dipimpin Nicholai Hensley dari Universitas California Santa Barbara, dengan judul risetnya “Phenotypic evolution shaped by current enzyme function in the bioluminescent courtship signals of sea fireflies” yang diterbitkan di jurnal The Royal Society [2019].Penelitian tersebut mempelajari perilaku kawin kunang-kunang laut dan menemukan bahwa evolusi salah satu aspek dalam fenotipe [penampilan fisik dan perilaku], yaitu durasi pancaran cahayanya [saat kawin] dibentuk oleh fungsi biokimia.Ternyata, cahaya-cahaya itu keluar karena merupakan pertanda terdapat ancaman dan juga merupakan isyarat untuk menarik pasangannya, hingga membentuk cahaya yang berputar.Beberapa hal yang ditemukan peneliti adalah produksi cahaya dari bioluminesensi yang terinduksi pada 38 spesies. Mereka menemukan perbedaan antara spesies dalam reaksi biokimianya. Kemudian untuk 16 spesies yang telah diteliti, menunjukkan bahwa perbedaan dalam reaksi biokimia berkorelasi non-linier dengan durasi signal atau masa pacaran dari kunang-kunang laut.“Hubungan ini menunjukkan, perubahan pada fungsi dan penggunaan enzim [yang menghasilkan cahaya] telah membentuk evolusi tampilan masa kawin, tetapi mereka secara berbeda berkontribusi pada perubahan fenotipik ini,” tulis para peneliti." "Apakah Ada Kunang-kunang Laut?","Bagi peneliti, perilaku kawin kunang-kunang laut beragam dan patut diperhatikan.“Dengan mempelajari bagaimana perbedaan perilaku kawin antara spesies, dapat membantu kita memahami bagaimana keanekaragaman dihasilkan pada berbagai tingkat biologis,” tulis peneliti.  [SEP]"